Kamis, 27 April 2017

Cersil Tiongkok Online 27 Toliongto

Cersil Tiongkok Online 27 Toliongto Tag:Penelusuran yang terkait dengan cersil cersil indo cersil mandarin full cerita silat mandarin online cersil langka cersil mandarin lepas cerita silat pendekar matahari kumpulan cerita silat jawa cersil mandarin beruang salju. cerita silat pendekar mataharicerita silat indonesia cerita silat kho ping hoo cerita silat mandarin online cerita silat mandarin full cerita silat jawa kumpulan cerita silat cerita silat jawa pdf cerita silat indonesia gratis cerita silat jadul indonesia cerita silat indonesia pendekar rajawali sakti cersil indonesia pendekar mabuk cersil langka cersil dewa arak cerita silat jaman dulu cersil jawa download cerita silat mandarin full cerita silat mandarin online cersil mandarin lepas cerita silat mandarin pendekar matahari cerita silat jawa pdf cersil indonesia pdf cersil mandarin beruang salju kumpulan cerita silat pdf Cersil Tiongkok Online 27 Toliongto
kumpulan cerita silat cersil online
Cersil Tiongkok Online 27 Toliongto
Sambil menuntun tangan si nona, di bawah hujin, Boe
Kie segera menceriterakan segala pengalamannya yang tadi.
"Apa kau tidak tanya cara bagaimana ia tertangkap?"
tanya pula Tio Beng.
"Aku hanya ingat hal soal menolong Giehoe. Tapi ada
waktu untuk menanyakan itu?"
Si nona menghela napas dan tidak berkata apa-apa lagi.
"Mengapa kau jengkel?"
"Bagimu soal itu soal remeh, bagiku soal besar.
Sudahlah! Nanti saja, sesudah tertolong,
baru kita tanyakan Cia Tayhiap. Hanya... kukuatir ...”
“Kuatir apa? Apa kau kuatir aku tak bisa meenolong
Giehoe ?"
"Beng kauw lebih kuat daripada Siauw lim-pay. Kalau
mau, kita tentu bisa menolong Cia Tay hiap. Aku hanya
kuatir Cia Tay hiap sudah mengambil keputusan untuk mati
guna membayar hutang kepada Kong kian Taysoe."
Boe Kie pun mempanyai dugaan itu. "Apa kau rasa akan
terjadi kejadian itu?" tanyanya.
"Harap saja tidak" jawabnya.
Ketika tiba di depan gubuk suami siteri Touw, Tio Beng
tertawa dan berkata, “Rahasiamu sudah terbuka. Kau tak
bisa menjustai mereka lagi." Seraya berkata begitu, ia
menolak pintu bertindak masuk.
2495
Mendadak mereka mengendus bau darah. Boe Kie kaget
dan secepat kilat mendorong Tio beng keluar pintu. Hampir
berbareng di tempat yang gelap itu tangan seorang coba
mencengkeram dia. Cengkeraman itu dikirim seperti kilat
sama sekali tak mengeluarkan suara dan tahu-tahu lima jari
tangan sudah menyentuh kulit muka. Boe Kie tak keburu
berkelit lagi.
Ia segera menendang dada si penyerang. Orang itu
menyambut dengan menyikut Hoantiauw hiat dibetis Boe
Kie. Ditempat gelap Boe Kie tak bisa lihat gerakan lawan
tapi perasaan nya sangat tajam. Ia merasa bahwa jika
menarik pulang tendangannya orang itu akan merengsek
dan akan coba mengorek biji matanya dengan tangan kiri.
Maka itu, dia meneruskan tendangannya dan tangan nya
menyambut gerakan mencengkram. Dugaannya sangat jitu.
Tangannya menangkap tangan lawan. Tapi pada detik itu,
Hoan Tiauw hiatnya tersikut kaki kanannya lemas dan ia
berlutut dengan sebuah kaki.
Sebenarnya, ia sudah mengerahkan tenaga untuk
mematahkan tangan yg dicekalnya. Tapi sebab tangan itu
kecil lemas dan ia berlutut dengan sebuah kaki.
Sebenarnya, ia sudah mengerahkan tenaga untuk
mematahkan tangan yg dicekalnya. Tapi sebab tangan itu
kecil lemas dan tak salah lagi tangan seorang wanita, ia tak
tega. Ia hanya mengangkat dan melontarkan tubuh orang
itu. Tiba2 ia merasa pundak kanannya merasa sakit tertusuk
senjata tajam.
Sementara itu sudah dilontarkan Boe Kie penyerang
tersebut kabur, tapi selagi ia melompat keluar dari gubuk
itu, tangannya menghantam muka Tio Beng yg berdiri
diluar pintu. Boe Kie tahu, si nona takkan kuat menangkis
pukulan itu. Dengan menahan sakit, ia turut melompat dan
mengayun tangannya. Kedua tangan kebentrok tanpa
2496
mengeluarkan suara. Tenaga Yang Kong (tenaga keras) dari
Boe Kie telah dipunahkan seluruhnya oelh Im jioe (tenaga
lembek) dari orang itu. Dia tidak berani menyerang lagi.
Dengan meminjam tenaga pukulan Boe Kie, tubuhnya
melesat beberapa tombak dan kemudian menghilang
ditempat gelap.
“Siapa dia?” tanya Tio Beng dengan suara kaget.
Boe Kie tidak menjawab. Ia merogoh saku dan
mengeluarkan bibit api, tapi tidak bisa menyalakannya
karena basah. Ia tahu bahwa pundaknya tertancap pisau
dan sebab kuatir pisau itu beracun, ia tidak berani lantas
mencabutnya. “Lekas nyalakan lampu,” katanya kepada
Tio Beng.
Si nona pergi ke dapur, mengambil bibit api dan
menyulut sebuah lampu minyak lalu melihat pisau yang
tertancap di pundak Boe Kie, ia kaget tak kepalang. Boe Kie
sendiri merasa lega sebab mendapat kenyataan, bahwa
pisau itu, atau lebih benar golok pendek tidak beracun.
“Tak apa, hanya diluar,” katanya seraya mencabut pisau
itu.
Tiba-tiba ia lihat Touw Pek Tong dan Ek Sam Nio
duduk bersandar disatu sudut.
Tanpa memperdulikan darah yang mengucur dari
lukanya, ia memburu kesitu. Ia terkejut sebab kakek dan
nenek itu sudah jadi mayat.
“Waktu aku keluar, mereka masih segar bugar,” kata Tio
Beng.
Boe Kie manggut2kan kepalanya. Sesudah si nona
membalut lukanya, ia memeriksa golok itu ternyata adalah
senjatanya suami istri Touw. Ia pun mendapat kenyataan,
bahwa di tiang, di meja dan di lantai tertancap golol2
2497
semacam itu. Rupanya musuh telah bertempur dengan
suami istri Touw dan kedua suami istri itu menggunakan
semua senjatanya, barulah ia turun tangan.
“Orang itu berkepandaian sangat tinggi!” kata Tio Beng.
Boe Kie mengangguk, mengingat pengalamannya yang
tadi ia bergidik. Biarpun ia hanya bertempur satu dua
gebrakan pertempuran itu hebat luar biasa dan dapat
dikatakan hanya dari lubang jarum. Kalau tadai, didalam
kegelapan ia tdiak menduga, bahwa musuh bakal coba
mengorek matanya, maka sekarang ia dan Tio Beng tentu
sudah menjadi mayat. Ia lalu memeriksa jenazah Touw
Hok Tong Ek Sam Nio. Beberapa puluh tulang dada kakek
dan nenek hancur remuk. Bahkan tulang dibagian
punggungnya juga turut patah. Itulah akibat dari pukulan
yang sangat lihai.
Boe Kie sudah sering bertempur melawan musuh2
tangguh dan pernah mengalami macam2 bahaya. Tapi
sebuah pengalaman itu belum ada yang menyamai
hebatnya bahaya seperti gebrakan digubuk suami istri Touw
itu. Malam itu, dua kali ia bertempur. Yang pertama
pertempuran dahsyat melawan tiga tokoh persilatan kelas
utama. Tapi kalau dibandingkan dengan pertempuran
kedua yang memakai waktu yang sangat singkat,
pertempuran yang kedua lah yang lebih berbahaya.
“Siapa dia?” tanya Tio Beng.
Boe Kie tidak menjawab. Ia hanya menggelengkan
kepala.
Tiba-tiba si nona mendusin. Ia menebak orang itu.
Mulanya mengeluarkan sinar ketakutan dan sesudah
tertegun sejenak ia menubruk memeluk Boe Kie, akan
kemudian mengangis dengan badan gemetaran. Tanpa
bicara kedua2nya mengerti apabila Tio Beng tak dengar
2498
teriakan Boe Kie dan apabila si nano tidak keluar
menyambut kekasihnya tanpa memperdulikan hujan, maka
mayat yang akan ditemukan Boe Kie itu akan berjumlah
tiga.
Dengan lemah lembut Boe Kie membujuk si nona.
“Tujuannya untuk membunuh aku, tapi yang menjadi
korban suami istri Touw,” kata Tio Beng.
“Ya” kata Boe Kie. “Selama beberapa hari ini tak boleh
kau berpisahan dari aku.” Sesudah berdiam beberapa saat,
ia berkata pula. “Belum cukup setahun, cara bagaimana
ilmu silatnya bisa maju begitu pesat? Pada jaman ini,
didalam dunia ini, kecuali aku mungkin tidak ada lain
orang yg bisa melindungi jiwamu.”
Pada keesokan paginya, Boe Kie menggali lubang dan
mengubur jenazah suami istri Touw. Bersama Tio Beng, ia
mengunjuk hormat yang penghabisan kepada kakek dan
nenek itu.
Baru saja mereka bertindak untuk meninggalkan tempat
itu, di kuil Siauw Lim Sie sekonyong2 terdengar suara
lonceng yang gencar bersambung sambung. Beberapa saat
kemudian diudara sebelah timur muncul sinar api yang
berasap hijau, disebelah selatan sinar berasap merah,
dibarat putih dan diutara hitam. Beberap li dari empat sinar
itu, kelihatan lain sinar yang berasap kuning sehingga denga
demikian kelima sinar api itu mengurung kuil Siauw Lim
Sie.
“Ngo heng kie datang kesini!” seru Boe Kie. “Mereka
datang mungkin secara resmi dan terang2an. Lekas!”
Cepat2 ia dan Tio Beng menukar pakaian, mencuci muka
dan berlari2 kearah kuil dengan menggunakan ilmu ringan
badan. Baru beberapa li mereka sudah bertemu dengan
sepasukan anggota Beng Kauw yang mengenakan baju
2499
putih dan membawa bendera2 keceil warna kuning.
“Apa Gan Kie cie berada dalam pasukanku?” tanya Boe
Kie dengan suara nyaring. (Kie cie = pemimpin bendera)
Mendengar teriakan itu, Gia Hoan Ciang Kie Soe Hauw
Touw Kie menengok dan begitu lihat Boe Kie, ia bersorak
kegirangan. Buru2 ia menghampiri dan berlulut sambil
berkata “Houw Touw Kie Gan Hoan menghadap kepada
Kauw coe!” Semua anggota pasukan turut berturut dan
kemudian bersorak2.
Ternyata di bawah pimpinan Kong beng Cosoe Yo
Siauw dan Kong beng Yo Soe Hoan Yauw, tokoh2 Beng
Kauw dan lima pasukan Ngo Heng Kie menyateroni Siauw
Lim Sie untuk menuntut dimerdekakannya Cia Soen.
Para pemimpin Beng Kauw mengerti, bahwa kedatangan
mereka di Siauw Lim Sie dapat mengakibatkan
pertempuran besar2an. Menurut pantas, tindakan yang
penting itu harus diputuskan dan dipimpin oleh kauwcoe
sendiri. Tapi karena waktu sudah mendesak, mereka tidak
bisa menunggu Boe Kie lagi. Apabila mereka datang pada
harian Toan Ngo, usaha menolong Cia Soen akan terlebih
sukar karena pada waktu itu orang2 gagah dari berbagai
golongan sudah berkumpul dikuil Siauw Lim Sie. Maka
itulah sesudah berdamai masak2, mereka mengambil
keputusan untuk menyateroni Siauw Lim Sie sepuluh hari
sebelum Toan Ngo.
Pertemuan itu tentu saja sangat menggirangkan Boe Kie.
Sementar itu, beberapa anggota pasukan sudah meniup
terompet pertanda tentang kedatangan Kauwcoe tak lama
kemudian, Yo Siauw, Hoan Yauw, In Thian Ceng wie It
Siauw, In Ya Ong, Cioe Tian, Pheng Eng Giok, Swee Poet
Tek, Tiat Koan Toojien dan yang lain2 datang dengan
beruntun. Mereka memberitahukan, bahwa oleh karena
2500
harus berada pada tempatnya masing2 disekitar kuil, maka
empat bendera, yaitu Swie kim, Kie bok, Ang Soei dan Tat
hwee, tidak bisa menghadap kepada kauwcoe. Melihat
tokoh2 Beng Kauw kumpul semua tak kepalang girangnya
Boe Kie.
Sesudah saling memberi hormat, Yo Siauw dan Hoa
Yaow secara resmi memohon maaf untuk kelancangan
mereka yang sudah bertindak tanpa persetujuan atau
perintah Kauwcoe.
“Kalian jangan terlalu sungkan,” kata Boe Kie. “Kita
semua bersatu padu dan bertekad untuk menolong Ciat
Hoat Ong. Hal ini membuktikan gie khie, rasa setia kawan
yang sangat kuat didalam agama kita, untuk itu aku merasa
sangat berterima kasih, mana bisa jadi aku mempersalahkan
kalian?” Sesudah berkata begitu, ia segera menceritakan
segala pengalamannya, hasil penyelidikannya Siauw Lim
Sie dan pertempuran melawan tiga tetua Siauw Lim,
mendengar bahwa semua kejadian itu merupakan akibat
dari tipu busuk nya Seng Koan, semua orang jadi gusar
sekali dan Cioe Tian serta Tiat koan too jin yang
berangasan lantas saja mencaci.
Sesudah menuturkan pengalamannya, Boe Kie berkata
pula, “Hari ini dengan pasukan besar kita datang di Siauw
Lim Sie, sedapat mungkin kita harus coba mempertahankan
keakuran. Apabila kita terpaksa turun tangan, maka tujuan
kita yang pertama ialah menolong Cia Hoat Ong dan tujuan
kedua membekuk Seng Koen. Seboleh2 jangan sampai
jatuh terlalu banyak korban!” Semua orang berjanji untuk
memperlihatkan pesan pemimpin mereka.
Sambil berpaling kepada Tio Beng, Boe Kie berkata lagi,
“Beng-moay, sebaiknya kau menyamar supaya tak usah
menimbulkan lain urusan.”
2501
Si nona tersenyum, “Gan Taoko,” katanya, “Biarlah aku
menyamar sebagai anggota pasukanmu.”
Biarpun belum tahu hubungan antara Kauw coe dan
nona itu, tapi mendengar istilah “Beng moay”, Gan Hoan
mengerti, bahwa antara sang pemimpin dan si nona
mempunyai hubungan yang sangat erat. Ia lantas saja
mengingatkan dan memerintahkan salah seorang anggota
pasukannya membuka jubah luarnya dan menyerahkannya
kepada Tio Beng.
Dengan membawa jubah itu, si nona berlari2 kehutan
untuk menukan pakaian dan memoles mukanya dengan
tanah. Tak lama kemudia dia kembali sebagai seorang
anggota Houw Touw kie yang kurus dan bermuka
kehitam2an.
Dengan diiringi suara terompet para pemimpin Beng
Kauw segera mendaki gunung kearah kuit.
Pemimpin Siauw Lim Sie sudah menerima surat resmi
dari Beng Kauw dan dengan membawa sejumlah pendeta,
Kong tie Siansoe menyambut dipendopo diluar kuil.
Sesudah bilagui Seng Koen, bahwa Beng kauw bersekutu
dengan Jie Lam Ong, Kong Tie menyambut dengan penuh
kegusaran. Ia hanya merangkap kedua tangannya tanpa
mengeluarkan sepatah kata, sedang paras mukanya
kelihatan menyeramkan.
“Untuk satu urusan penting, kami ingin bertemu dengan
Hong thio Sengceng,” kata Boe Kie sambil menyoja.
“Persilahkan!” kata Kong tie yang lalu mengantar
rombongan itu. Diluar pintu kuil, rombongan Boe Kie
disambut oleh Kong Boen Sian Soe. Mendengar kedatangan
Boe Kie sebagai Kauwcoe dari Beng Kauw, Kong Boen tak
mau melanggar adat istiadat Rimba Persilatan. Ia keluar
2502
menyambut dengan mengajak Sioe coe (pemimpin) Tat mo
tong To kan tong dan Cong keng kok. Sesudah saling
memberi hormat, ia mengajak para tamu masuk di Thay
Hiong. Po thian dan beberapa pendeta kecil lantas saja
menyuguhkan teh.
“Hong thio Sing Ceng,” kata Boe Kie, “Tanpa urusan
penting, kami tentu tidak berani datang disini. Maksud
kunjungan kami ialah untuk memohon dimerdekakannya
Hoe Kauw Hoat Ong cia hoat Ong kami. Untuk budi yang
sangat besar itu, kami pasti tak akan melupakan dan akan
berusaha untuk membalasnya.”
O mie to hoed!” kata Kong boen. “Pada hakekatnya
tentang beribadat harus berpokok belas kasihan dan tidak
boleh membunuh. Menurut kebiasaan, kami memang tidak
boleh menyukarkan Cia Soen. Tapi sebagaimana diketahui,
suhenku Kong kian telah binasa didalam tangan Cia Siesoe.
Sebagaimana pemimpin dalam satu agama, Thio Kauwcoe
tentu pahan akan peraturan didalam rimba persilatan.
“Didalam peristiwa yang menyedihkan itu, terselip latar
belakang yang berbelit2 dan sesudah mengetahui latar
belakang itu kita sebenarnya tidak dapat mempersalahkan
Cia Hoat Ong,” kata Boe Kie yang lalu menjelaskan
jalannya peristiwa, cara bagaimana untuk menghilangkan
satu permusuhan besar. Kong kian rela menerima pukulan
Cia Soen.
Baru Boe Kie memutar separuh, Kong Boen sudah
berbangkit dan berdiri sambil membungkuk. Dengan sinar
mata berlinang2, ia berkata: “Siancay! Siancay! Untuk
menolong sesama manusia, Kongkian suhen rela membuat
pengorbanan yg besar itu. Jasanya sungguh tak kecil.”
Berapa pendeta lantas saja membaca doa. Para
pemimpin Beng Kauw pun segera bangun berdiri sebagai
2503
tanda menghormat kepada pendeta suci itu.
“Sesudah mencelakai Kongkian seng ceng sebab
kesalahan tangan, Cia Hoat ong berduka dan menyesal,”
kata pula Boe Kie. “Tapi seumpamanya urusan ini lalu
diusut lebih jauh orang yg berdosa adalah Goan tin Taysoe
dari Siauw Lim sie.” Melihat Seng Koen tidak berada
disitu, ia berkata, “Aku memohon supaya Goan tin Taysoe
disuruh keluar guna dipadu di hadapan orang banyak,
supaya Hong thio Seng ceng bisa membuktikan, apa aku
berdusta atau tidak.”
“Benar,” sela Cioe Tian. “Di Kong beng teng keledai
gundul itu berlagak mampus, lekas panggil dia keluar!” Si
sembrono rupa2nya masih sakit hati terhadap Seng Koen yg
telak mempersakitinya dalam pertempuran di Kong beng
teng.
Boe Kie melirik dan menegur, “Cioe Sianseng, kau tak
boleh berlaku kurang ajat dihadapan Hong thio Taysoe.”
“Aku bukan maki dia, aku maki penjahat Seng Koen,”
jawabnya, tapi ia tidak berani bicara apa2 lagi.
Mendengar perkataan Cioe Tian, Kong tie yang sudah
bergusar tidak bisa menahan sabar lagi, “Tapi bagaimana
dengan kebinasaan Kong seng sute?” tanyanya.
“Kong seng ceng berdarah panas, beradat polos dan
memiliki sifat ksatria sejati,” jawab Boe Kie. “Di Kong beng
teng aku pernah menerima pelajarannya dan aku merasa
sangat kagum akan kepandaiannya. Aku turut berdukacita
untuk kemalangannya. Ia mati karena diserang oleh
manusia jahat dan hal itu tiada sangkut pautnya dengan
agama kami.”
Kongtie tertawa dingin, “Thio kouwcoe mencuci tangan
bersih2,” ejeknya.
2504
“Apakah persekutuan antara Koencoe dari Jie lamong
dan Beng Kauw bukan sebuah kenyataan?”
Muka Boe Kie berubah merah. “Memang benar, sesudah
kebentrok dengan ayah dan kakaknya, Koencoe telah
masuk kedalam agama kami,” sahutnya. “Perbuatannya
terhadap Siauw Lim Sie memang satu kesalahan. Aku
berjanji akan selalu bersedia mengajak dia datang kemari
guna mengakui kedosaannya dan memohon maaf.”
“Thio Kauwcoe, pandai sunggu kau menggoyang lidah!”
bentak Kong tie. “Apa dengan berkata begitu kau tidak
akan ditertawai oleh para orang gagak dikolong langit?”
Boe Kie jadi serba salah. Sebagai seorang jujur, didalam
hati ia mengaku, bahwa perbuatan Tio Beng dalam
menyerang dan menangkap pendeta2 Siauw Lim Sie
memang suatu kedosaan terhadap Siauw Lim Sie. Biarpun
urusan itu bukan urusan Beng Kauw, tapi setelah si nona
masuk ke dalam agamanya, ia tidak bisa mencuci tangan
begitu saja.
Selagi ia bersangsi, Tiat Koan Toojin yang meluap
darahnya sudah mulai membentak:
“Kong tie taysoe! Dengan memandang sebagai pendeta
suci yang tertua, kauwcoe kami sudah berlaku sangat
sungguh terhadapmu. Sebaiknya kau tahu diri sebagai
pemimpin Beng kauw dan sebagai seorang ksatria, mana
bisa jadi kauwcoe kami bicara sembarangan? Kau menghina
kauwcoe kami dan itu berarti kau menghina Beng Kauw
yang mempunyai anggota ratusan laksa. Meskipun
kauwcoe sangat baik hati dan tidak mempunyai rasa gusar,
hinaan itu tidak ditelan begitu saja oleh kami semua,” pada
waktu itu Beng Kauw sudah menguasai banyak daerah
dengan tentara rakyat berjumlah besar dan istilah “ratusan
laksa” tidaklah terlalu berlebih2an.
2505
Kong tie tertawa tawar, “Ratusan laksa?” ia mengulang.
“Apa kalian mau menginjak Siauw Lim Sie sampai jadi
bumi rata? Bukan baru sekarang. Mo Kauw menghina
Siauw Lim. Bahkan kami sampai kena ditawan dan
dikurung di Ban hoat si, kami tidak mempersalahkan
siapapun juga. Kami hanya boleh merasa menyesal karena
ceteknya kepandaian kami. Huh huh! … Lebih dahulu
membasmi Siauw Lim, kemudian menumpas Boetong,
yang merajai Rimba Persilatan, hanyalah Beng Kauw.
Sungguh gagah! Sungguh angker!”
Boe Kie lantas saja ingat. Bahwa kata2 itu, “Lebih
dahulu membasmi Siauw Lim dan sebagainya yang di
“ukir” dengan coretan tangan dalam ilmu Kim Kong Tay
lek cie, terdapat pada patung Tat me Couw soe. Huruf2
dituli oleh salah seorang jagoan Tio Beng, sesudah para
pendeta Siauw Lim Sie tertawan dan dibawa pergi. Waktu
itu, Kouw Touw too Hoao Yauw masih menghamba
dibawah perintah Tio Beng, tapi didalam hati ia lelah,
untuk menyingkirkan bencana yang diatur oleh Tio Beng,
sesudah semua orang pergi, buru2 ia kembali ke Tat Mo
tong dan memutar patung tersebut, sehingga pulih ketempat
asalnya, yaitu menghadapi tembk, belakangan waktu
rombongan Boe Kie dalam kuil Siauw Lim sie dengan
bantuan In Ya Ong, Yo Siauw memutar patung itu dan
membaca huruf2 tersebut. Sesudah membaca, mereka
memulangkan kedudukan patung itu seperti tadinya, yaitu
menghadap tembok, belakangan waktu rombongan Boe Kie
dalam kuil Siau Lim sie, dengan bantuan Yo Siauw emutar
patung itu dan membaca huruf2 tersebut. Sesudah
membaca, mereka memulangkan kedudukan patung itu
seperti tadinya, yaitu menghadap ketembok, supaya jangan
samapi diketahui oleh orang Siauw Lim Sie. Tapi sekarang
ternyata bahwa pihak Siauw Lim sie toh mengetahui juga.
2506
Boe kie yang jujur tidak pandai bicara. Ia mengakui
bahwa penulisan huruf2 itu dimuka patung yg di papas rata
adalah perbuatan Tio Beng yg paling tak pantas. Ia merasa
malu dan tidak bisa menjawab sindiran Kong tie.
Melihat sang Kauwcoe membungkam, Yo Siauw segera
maju menolong. “Kami sungguh tidak mengerti maksud
perkataan Kong tie Tay soe,” katanya. “Mendiang
ayahanda thio Kauwcoe adalah seorang murid Boe tong.
Hal ini diketahui oleh semua orang. Andaikata benar2
kami, orang2 Beng Kauw, gila2an, kami pasti masih tidak
berani menghina ayahanda Kauwcoe kami sendiri.
Disamping itu, ukiran jari tangan itu dilakukan dengan
menggunakan ilmu Kim kong Tay tek cie, yaitu ilmu
rahasia Siauw Lim Sie yang tak sembarangan diturunkan
kepada orang. Diantara orang2 agama kami tidak satupun
yang mengenal ilmu tersebut. Kong ti taysoe adalah seorang
ahli yang mengenal ilmu silat dalam rimba persilatan,
sehingga taysoe tentu tahu, apa dengan bicara begini aku
berdusta atau tidak,” jawab Yo Siauw itu membuat Kong
tie tidak bisa membuka suara lagi.
“Ketika bertengkar disini tak ada gunanya,” kata Kong
boen dengan suara sabar. “Menurut pendapat looiap,
sebaiknya kita sekarang pergi ke Tat mo tong untuk melihat
dengan mata sendiri.” Kong boen seorang yang sabar dan
mulia hatinya. Iapun tahu bahwa Beng kauw bertenaga
besara dan kalau sampai terjadi bentrokan besar2an Siauw
Lim sie mungkin menjadi hancur.
“Begitupun baik,” kata Boe Kie sambil menyapi seluruh
ruangan dengan menanya. Melihat Tio Beng tidak turut
masuk disitu, hatinya agak lega.
Dengan Tio kek ceng (pendeta menyambut tamu)
sebagai pembuka jalan; semua orang lantas saja menuju ke
Tat mo tong. Tat mo tong adalah tempat istirahat dan
2507
semedhi dari pendeta2 Siauw Lim sie yang berkedudukan
tinggi. Pendeta yang tingkatannya terendah tak akan berani
masuk keruangan itu! Bahkan sioe Co (kepala) Tat mo tong
sendiri berlaku semabrangan terhadap pendeta2 yang
berada disitu.
Begitu tiba didepan ruangan yg pintu nya tertutup. Kong
tia lantas berkata, “Hong thio mengajak para sioecoe (tuan)
dari Beng Kauw datang di Tat mo tong untuk melihat
patung Cee couw (leluhur yang pertama).”
Sesudah menunggu beberapa saat dan di dalam tidak
terdengar suara apa2, sioecoe dari Tat mo tong lantas saja
menolak pintu. Didalam ruangan itu terdapat sembilan
pendeta tua yang bersemedhi diatas tikar sambil
memejamkan mata. Cara mereka bersemedhi berbeda-beda,
ada yang berlutut, yang tidur, ada yg mengangkat sebelah
kiri dan sebagainya, Boe Kie tahu bahwa mereka sedang
melatih diri dalam lweekang yang tertinggi dan cara
bersemedi yang aneh2 itu dilakukan dengan mencontoh
patung2 lima ratus lohan. Kesembilan pendeta itu tidak
menghiraukan kedatangan Hong thio. Dengan mulut
membungkam dan badan tidak bergerak, mereka seolah2
sembilan patung.
“Waktu aku datang di Siauw Lim Sie, dalam ruangan ini
hanya terdapat sembilan tikar rombeng,” kata Boe Kie
didalam hati. Diantara pendeta2 yang ditawan Beng Moay
juga tidak terdapat sembilan pendeta tua. Kemana mereka
pergi?”
Kong beng, Koen tie dan yang lain2 juga tidak
memperdulikan sembilan pendeta itu. Mereka segera
berlulut dihadapan patung tat mo couw soe. “Hari ini tee
coe mengganggu Cee couw dan untu kekurang ajaran ini,
teecoe mohon di ampuni,” kata Kong boen yang lalu
memerintahkan enam orang murid untuk memutar patung
2508
tersebut. Enam murid itu segera maju, menangkap kedua
tangan mereka dan mulut mereka berkemak kemik
membaca doa. Sesudah itu, dengan sikap hormat barulah
mereka mengerahkan lweekang dan memutar patung
tersebut yang beratnya dua ribu kati lebih.
Baru saja patung itu terputar separuh, semua orang
mengeluarkan seruan kaget. Mengapa? Sebab muka patung
lengkap, sempurna dengan mulut mata kuping dan hidung
yg tak ada cacatnya!
Itulan kejadian yang sungguh2 mengejutkan.
Sebagaimana diketahui, muka patung itu telah dipapas
orang sehingga rata dan menyerupai papan batu dan diatas
papan batu itu tertulis “Lebih dahulu membasmi Siauw Lim
kemudia menumpas Boetong, yang merajai Rimba
Persilatan, hanyalah Beng Kauw.” Mengapa sekarang
muka itu lengkap sempurna?
Dengan rasa penasaran Kong tie maju memeriksa. Ia
mendapat kenyataan, bahwa muka patung itu dipahat
sebuat batu besar. Muka patung bukan ditempelkan pada
bagian muka yg dulu sudah dipapas rata. Tegasnya dari
muka sampai ke badan, patung itu terbuat dari sepotong
batu raksasa.
Semua orang saling mengawasi dengan mulut ternganga.
Untuk beberapa lama mereka tak dapat mengeluarkan
sepatah kata. Kemungkinan satu2nya ialah lebih dulu orang
membuat sebuah patung baru kemudian mengeluarkan
patung lama dati Tat mo tong dan akinya memasukkan
patung baru itu kedalam Tat mo tong. Tapi ini tak mungkin
dilakukan tanpa diketahui orang. Selama beberapa bulan yg
belakangan Siauw Lim sie, dijaga keras sehingga jangankan
sebuah patung raksas sedang sebuah mangkok pun takkan
bisa keluar masuk di Tat mo tong tanpa diketahui.
2509
Melihat kekagetan para pendeta Yo Siauw tak mau
menyia-nyiakan kesempatan yang baik itu. “Siauw Lim sie
mempunyai rejeki yang besar dan pahal terhadap semsama
manusia yang tiada batasnya” ,katanya dengan suara
nyaring. “Tat mo Loocouw telah memperlihatkan
keangkerannya dan memperbaiki sendiri patungnya yang
dirusak orang. Kejadian ini benar2 kejadian yg
menggirangkan dan patut diberi selamat.” Sehabis berkata
begitu, ia menekuk kedua lututnya dan berlutut di hadapan
patung.
Boe kie dan lain2 tokoh Beng Kauw lantas saja
mengikuti. Para pendeta Siauw Lim tak bisa berbuat lain
daripada membalas hormat. Kong boen couw telah
memperlihatkan keangkeran dan memperbaiki sendiri
kerusakan itu, ia menduga bahwa itu semua kerjaan Beng
Kauw. Tapi biar bagaimanapun juga andaikata benar
kerjaan Beng Kauw dapat dikatakan sudah coba
memperbaiki kesalahannya dan sudah menghaturkan maaf
dengan demikian, kegusaran para pendeta lantas saja
berkurang.
“Patung sudah baik kembali dan hal ini tak usah disebut2
lagi,” kata Kong boen yang lalu memerintahkan keenam
murid Siauw Lim untuk memutar kembali patung itu.
Sesudah itu ia berkata pula, “Semalam Kauw Tio datang
berkunjung dan sudah berkenalan dengan ketiga susiok
loolap, Touw ok susiok dan Thio Kauwcoe telah berjanji,
bahwa asl Khioe kauwcoe dapat memecahkan Kim kong
Hok mo coan, maka Thio Kauwcoe lantas boleh membawa
Ciao Siecoe pergi. Apa benar ada perjanjian begitu?”
“Benar,” jawab Boe Kie. “Touw ok Taysoe telah
mengatakan begitu. Aku merasa sangat kagum tehadap
ilmu sam wie ko ceng dan kutahu bukan tandingan mereka.
Semalam aku sudah dikalahkan dan sebagai pecundang
2510
mana berani aku menjual lagak lagi?”
“Omieko hoad, Thio kauwcoe mengeluarkan kata2 yg
terlalu berat,” kata Kong Boen. “Semalam menang atau
kalah belum ada keputusannya dan ketiga soesiok loolap
merasa sangat berterimakasih akan kemuliaan Thio
Kauwcoe.”
Mendengar kelihaian ketiga tetua Siauw Lim itu, sebagai
biasanya ahli2 silat, tokoh2 Beng Kauw lantas saja kepingin
menyaksikan kepandaian mereka. “Kauwcoe,” kata In
Thian Ceng, “Karena pihak Siauw lim sendiri yang ingin
menjajal kepandaian, maka kita terpaksa harus meminta
pelajaran dari mereka. Tujuan kedatangan kita adalah
untuk menolong Cia Heng tee. Kita terpaksa berbuat begitu
dan sama sekali bukan mau menjajal lagak di Siauw Lim
sie.”
Sebagi cucu Boe Kie sangat mengindahkan perkataan
kakeknya. Apa pula untuk mencapai tujuan mereka, Beng
Kauw tidak mempunyai pilihan lain dari pada bertempur.
“Mendengar ilmu yang sangat tinggi dari ketiga tetua Siauw
Lim saudara2ku ingin sekali menemui mereka dan
pertemuan ini sangat menggirangkan kita semua.”
“Persilahkan!” kata Kong tie yang lantas mengajak para
tamunya kepuncak bukit yang terletak dibelakang kuil.
Kaki bukit itu dijaga rapat2 oleh pasukan Ang Soei Kie,
tapi Kong boen dan kawan2nya tidak menghiraukan.
Dengan sikap tenang mereka mendaki bukit. Begitu tiba
dipuncak Kong Boen dan Kong Tie menghampiri pohon
siong dan melaporkan kedatangan rombongan Beng Kauw
sambil membungkuk. “Bagus! Bagus sungguh!” kata Touw
ok. “Soal sakit hati Yo po Thian sudah beres dan soal
patung Cie Cauw juga sudah beres. Bagus! Thio Kauwcoe
beberapa orang yg mau main?”
2511
Sesudah memikir sejenak Boe Kie menjawab “Semalam
aku sudha berkenalan dengan singkang Sam wie yang
sangat tinggi dan menurut pantas aku tidak boleh
memperlihatkan lagi kebodohanku kehadapan Sam wie.
Akan tetapi karena antara Cia hoat ong dan aku terdapat
perhubungan ayan dan anak dan dengan saudara2 lain nya
mempunyai perhubungan persaudaraan, maka dengan tidak
mengimbangi tenaga sendiri kami terpaksa harus berusaha
juga untuk menolongnya. Menurut pendapatku jalan yang
paling adil ialah aku meminta bantuan dua saudara
sehingga tiga melawan tiga.”
“Thio Kauwcoe tak usah berlaku sungkan,” kata Touw
ok. “Apabila didalam kalangan Beng Kauw terdapat orang
lain yang berkepandaian sama tingginya seperti Kauwcoe
maka dengan dua orang saja Kauwcoe akan bisa
membinasakan kami bertiga. Tapi menurut pendapat loolap
didalam dunia tak ada yg bisa menyamai kepandaian
Kauwcoe. Maka itu sebaiknya kauwcoe menggunakan lebih
banyak orang untuk mengurubuti kami.”
Tioe Can Tiat koan Toojin dan lain2 saling mengawasi.
Mereka menganggap Touw Ok sangat sombong. Tapi
dalam kesombongan itu, si pendeta mengakui bahwa
didalam dunia tak ada orang bisa menandingi Bie Koe, satu
pujian tinggi bagi Kauwcoe mereka.
Boe Kie membungkuk dan berkata, “Biarpun agama
kami tidak bisa berendeng dengan Siauw Lim pay, tapi
dalam sejarah ratusan tahun kami masih memiliki juga
beberapa orang pandai. Aku sendiri sebenarnya menduduki
kursi kauwcoe hanya untuk sementara waktu. Kalau bicara
tentang kepandaian, di dalam agama kami terdapat banyak
orang yg berkepandaian lebih tinggi daripada aku. Wie Hok
ong serahkanlah karcis nama ini kepada Sam wie ko ceng!”
Sehabis berkata begitu ia merogoh saku dan mengeluarkan
2512
selembar karcis nama yg tercantum nama2 para tokoh Beng
Kauw yg berkunjung.
Wie It Siauw mengerti bahwa Boe Kie ingin supaya ida
memperlihatkan ilmu ringan badannya yang tiada
keduanya di dalam dunia. Ia membungkuk dan
menyambuti karcis nama itu. Mendadak tanpa memutar
tubuh ia melesat atau lebih benar terpental bagaikan
menyambarnya sebutir peluru ketengah2 tiga pohon siong
dn dalam satu gerakan yang indah, menyodorkan karcis
nama itu kepada Touw Ok.
Ketiga tetua Siauw Lim itu sudah kenyang makan asam
garam dunia dan mempunyai pengalaman yang sangat luas.
Tapi ilmu ringan badan yg lihai itu baru pernah dilihatnya.
Tanpa terasa mereka berseru “Bagus!”
Dengan membungkuk sedikit Touw ok menyambuti
karcis nama itu. Begitu lima jari tangannya menyentuh
kertas, begitu Wie It siauw merasa badannya kesemutan. Ia
terkejut dan segera mengerahkan lweekang untuk
melawannya.
Sedetik kemudian Youw Ok sudah mengambil karcis
nama itu dan giliran tenaga lweekannya yang dirasai Ceng
ek Hok ong lantas saja hilang. Paras muka Wie it siauw
berubah. Ia tak menduga bahwa pendeta itu memiliki
lweekang yg sedemikian tinggi. Ia tidak berani berdiam
lama2 disitu. Sesudah memanggutkan kepala, ia melayang
diatas rumput dan kembali kepada Boe Kie. Ilmu ringan
badan yg digunakannya ialah Co siang hoei (Terbang diatas
rumput).
Biarpun bukan ilmu luar biasa, ia melakukannya secara
lain dari yang lain.
Kong boen dan Kong tie tahu dengan mendapat
2513
pelajaran dari dan latihan semata2 orang tak dapat
mencapai ilmu ringan badan pada tingkat yang begitu
tinggi. Disamping guru dan latihan, Wie Hok Ong
mempunyai bakat yang tidak dipunyai orang lain.
“Sesudah Thio Kauwcoe mengambil keputusan untuk
tiga melawan tiga, bolehkan loolap mendapat tahu,
disampai Wie Hok Ong siapa lagi yang memberi pelajaran
kepada kami?” tanya Touw Ok.
“Wie Hok Ong sudah menerima pelajaran lweekang dari
taysoe,” jawabnya. “Yang akan membantu aku adalah Co
Yoe Kong beng Siocia.”
“Sungguh lihai mata pemuda itu,” Touw Ok memuji
didalam hati. Ia sudah bisa lihat pengiriman lweekang
dengan melalui karcis nama.
Siapa itu Co yoe kong beng Soe cia? Apa mereka lebih
lihat dari Wie hok ong? Sebgai orang yg sudah lama
menutup diri, ia pernah mendengar Co yoe Kong beng Soe
cie. Sementara itu, Yo Siauw dan Hoan Yaow, lantas saja
maju dan berkat sambil membungkuk, “Kami menunggu
perintah Kauwcoe.”
“Sam wi ko ceng menggunakan senjata lemas,” kata Boe
Kie. “Senjata apa yang harus kita gunakan?” Diwaktu biasa
Boe Kie, Yo Siauw dan Hoan Yauw tidak pernah
menggunakan senjata. Tapi dalam menghadapi lawan berat,
tidak bisa mereka berlaku sombong dan bertempur dengan
tangan kosong. Sebagai ahli2 silat kelas utama mereka bisa
menggunakan senjata apapun juga.
“Terserah kepada Kauwcoe,” jawab Yo Siauw.
Boe Kie ingat apa yang dilihat semalam, cara bagaimana
dengan senjata pendek Ho kian siang sat menyerang
tambang yang panjang dan telah menarik keuntungan dari
2514
senjata yang pendek itu, ia lantas saja mengeluarkan enam
batang Seng hwee leng dari sakunya dan sesudah
menyerahkan masing2 dua batang kepada mereka.
“Yo Siauw dan Hoan Yauw,” ia berkata, “Dalam
mengunjungi Siauw Lim, kami tidak berani membekal
senjata. Aku hanya membawa mustika dari agama kami.
Biarlah kami menggunakan saja mestika ini.” Yo Siauw
dan Hoan Yauw lantas saja menerima “leng” itu dengan
membungkuk.
Baru saja mereka mau berdamai untuk menetapkan
siasat pertempuran, tiba2 Kong tie membentak, “Kouw
Louwtoo! Di Ban hoat si kita telah menaruh ganjelan.
Mana bisa disudahi begitu saja?”
“Mari, mari! Loolap ingin minta pelajaran. Hari ini
loolap tidak dipengaruhi Sip Hiang Joan kin san dan biarlah
hari ini kita mendapat keputusan siapa yang lebih unggul.”
“Meyesal aku, tidak bisa menerima tantangan itu,”
jawab Hoan Yauw dengan suara tawar.
“Hari ini aku sudah menerima perintah Kauw coe untuk
memecahkan Kim Kong Hok mo coan. Apabila Taysoe
mau membalas sakit hati yang dulu, sesudah tugas selesai,
aku pasti akan melayani.”
Kong tie segera mengambil sebatang pedang dari salah
seorang murid Siauw Lim Sie, “Secara tak tahu diri aku
berani, melawan ketiga susiokku,” katanya. “Kalau tak
mati, sebentar kau tentu terluka berat. Sakit hatiku akan
tidak bisa dibalas lagi.”
Hoan Yauw tertawa dingin. “Apa selain tuan dalam
Beng Kauw tidak terdapat lain jago?” tanyanya dengan
nada mengejek.
Semua orang tahu, bahwa dalam berkata begitu Kong tie
2515
ingin membikin panas hatinya orang2 Beng Kauw. Tapi
kalau ejekan itu ditelan begitu saja, derajat dan keangkeran
Beng Kauw akan merosot. Dalam kedudukan, sesudah
Hoan Yaum adalah Peh bie Eng Ong Ing thian Ceng. Tapi
mengingat usia sang kakek yang sudah lanjut Boe Kie
bersangsi untuk meminta bantuannya. Selagi ia
menimbang2 untuk menarik In Ya Ong, pamannya, In
Thian Ceng mendadak maju beberapa tindak dan lalu
berkata, “Kauw coe, In Thian Ceng memohon tugas.”
“Gwakong sudah lanjut usia, sebaiknya Kuku (paman)
saja yang…”
“Benar aku sudah tua, tapi usiaku tak mungkin
melampaui Sam wie ko ceng. Kalau siauw lim punya jago2
tua, apa Beng Kauw tak punya?”
Boe Kie tahu bahwa kakeknya memiliki kepandaian
sangat tinggi yang sedikitnya tak kalah dari Yo Siauw dan
Hoan Yauw. Maka itu sesudah memikir sejenak ia segera
mengangguk dan berkata, “Baiklah Hoan Yoesoe,
simpanlah tenagamu untuk melayani Kong tie Seng ceng.
Aku sekarang memohon bantuan Gwakong.”
In Thian Ceng membungkuk dan lalu mengambil
sepasang “leng” dari tangan Hoan Yauw.
“Sam wie Susiok!” kata Kong boen dengan suara
nyaring. “Yang ini ialah In Loo Enghiong bergelar Peh bie
kauw yang. Dahulu ia mendirikan Peh bie kauw yang
berseteru dengan enam partai besar. Ia seorang enghiong yg
berkepandaian tinggi. Yang itu adalah Yo sianseng. Baik
lweekang maupun gwakang ia sudah mencapai tingkat
tertinggi. Ia adalah seorang tokoh terutama dalam Beng
Kauw. Sudah banyak jago Koen Loen dan Go Bie rubuh
ditangannya.”
Touw ciat tertawa, “Selamat bertemu! Selamat bertemu!”
2516
katanya. “Cobalah kita lihat, apakah murid2 Siauw Lim
bisa melayani atau tidak.”
Tiga lambang lantas saja bergerak dan membuat tiga
buah lingkaran.
Semalam, ditempat gelap, Boe Kie bertempur dengan
hanya mengandalkan perasaannya terhadap sambaran
angin dari tambang2 itu. Tapi sekarang, diwaktu tengah
hari, bukan saja gerakan tambang bahkan kerut muka ketiga
kakek itu juga dapat dilihat tegas olehnya. Sesudah
menundukkan Seng hwee leng kemuka bumi dan menyoja,
ia berkata, “Maaf!” Hampir berbareng ia membabat
tambang Touw lan dengan leng yg di pegang dalam tangan
kanannya. Begitu kedua senjata yang aneh itu kebentrok,
Touw Lan dan Boe Koie merasa lengan mereka kesemutan.
Boe Kie tahu bahwa andaikata pihaknya bisa
memperoleh kemenangan, kemenangan tidak akan bisa di
dapat secara mudah. Paling sedikit ia harus bertempur lima
ratus jurus.
Memikir begitu ia segera mengambil keputusan untuk
melelahkan ketiga pendeta itu dan kemudian barulah
mencari lowongan untuk mengirim pukulan2 yang
memutuskan. Demikianlah ia segera melawan keras juga.
Kioe yang sin kang yang berada dalam tubuhnya makin
digunakan jadi makin kuat dan pukulan2 nya kian berat.
Penonton yang lweekangnya kurang kuat terpaksa mundur
setindak demi setindak sebab tak tahan, disambar angin
pukulan.
Sesudah bertanding kira2 semakanan nasi ketiga
tambang jadi lebih pendek tambangnya, makin kuat
pembelaannya.
Semula pertempuran berlangsung dalam tiga psang
lawan, tapi sesudah lewat setengah jam, Yo Siauw dan In
2517
Thian Ceng tidak bisa mempertahankan diri lagi sehingga
keadaan jadi berubah mereka berdua mengerubuti Touw
Lan, sedang Boe Kie melayani Touw Ok dan Toyw Ciat.
Dalam pertempuran itu, In Thian Ceng menggunakan
ilmu silat keras, sedang Yo Siauw mengubah2 caranya,
sebentar lembek sebentar keras. Antara enam orang itu,
yang silanya paling resap ditonton adalah Yo Siauw. Dalam
tangannya kedua lengan itu berputar2, menyambar2 dan
menari2. sebentar kedua senjata itu digunakan sebagai
pedang, sebentar sebagai golok, sebentar sebagai tombak yg
menikam, membabat dan memapas. Dilain detik ia
mengubah cara bersilat dan kedua leng itu digunakan
sebagai poan koan pit yang menyambar2 dalam usaha
untuk menotok jalan darah lawan. Baru beberapan
gebrakan sudah berubah lagi, sekarang leng di tangan kiri
sebagai pisau, leng ditangan kanan sebagai soecek (pusut).
Sesaat kemudian kedua senjata itu memegang peranan
sebagai cambuk dan toya. Demikianlah, belum cukup
seratus jurus Yo Siauw sudah mengubah2 kedua leng itu
menjadi dua puluh dua macam senjata.
Hoan Yaow biasanya sangat temberang sebab ia
menganggap bahwa ia mengenal semua ilmu silat dikolong
langit. Tapi sekarang, melihat kelihaian Yo Siauw, ia
merasa takluk tercampur kagum. Sudah lama Cioe Tian
bermusuhan dengan Yo Siauw dan mereka pernah
bertempur beberapa kali. Makin lama ia menonton makin
besar rasa malunya. “Baruku tahu si kura2 Yo Siauw
sengaja mengalah terhadapku,” pikirnya.
“Tadinya kukira kepandaiannya hanya lebih setingkat
daripada aku. Kuanggap ia menang sebab mujur. Siapa
nyana ilmu sikura2 sebenarnya banyak lebih tinggi daripada
aku.”
Tapi sesudah Yo Siauw mengubah2 silatnya, Touw Lan
2518
tetap bisa melayani kedua lawannya secara tenang.
Perlahan2 diatas kepala In Thiang Ceng mengepul uap
putih, suatu tanda bahwa si kakek sedang mengerahkan
lweekang terhebat. Karena penuh dengan hawa jubahnya
yang berwarna putih juga mulai melembung setiap kali ia
bertindak. Diatas tanah terlihat apak kaki yang dalam
sehingga sesudah bertempur hampir satu jam, tanah dalam
gelanggang pertandingan penuh dengan tapak2 kaki.
Tiba2 si kakek mengoper leng ditangan kanan ketangan
kiri dan menggunakan kedua senjata itu untuk menekan
tambang Touw Lan. Hampir berbareng tangan kanannya
yang sudah tidak bersenjata menghantam Touw Lan
dengan pukulan Pek Tongciang. Bagaikan kilat Touw Lan
mengangkat tangan kirinya, mementang lima jari tangan,
mengepalnya dan kemudia menyambut Pek kong ciang In
thian Ceng dengan tinju itu.
Kong beon dan Kong tie mengeluarkan seruan tertahan,
bahwa kaget dan kagum. Pukulan Touw Lan itu adalah
Siauw sie bie ciang, salah satu dari tujuhpuluh dua ilmu
silat Siauw Lim sie yg tersohor. Siauw sie bie ciang bukan
saja sukar dipelajari dan meminta waktu lama dalam
latihan, tapi menurut kebiasaan waktu mau mengeluarkan
pukulan tersebut seseorang harus lebih dahulu memasang
kuda2 dan mengerahkan lweekang untuk beberapa saat.
Bahwa Touw Lan bisa menggunakan pukulan tersebut
dengan begitu saja adalah diluar dugaan. Sesudah memukul
Touw Lan lalu mengedut tambangnya ygn lantas saja
menyambar.
Karena sebelah tangannya harus mengadu tenaga dengan
In Thian ceng, maka tenaga tangan Touw Lan yang
memegang tambang yg melayani Yo Siauw lantas saja
berkurang. Akan tetapi ia segera menambal kelemahannya
itu dengan pukulan2 yg luar baisa, sehingga tambang itu
2519
seperti juga seekor ular sakti berterbangan kian kemari. Yo
Siauw melawan dengan tidak kalah siasatnya dan ilmu yg
dipergunakannya terus berubah2. Karena lebih sedap lagi
pandangan mata, maka perhatian penonton lebih banyak
ditujukan kepada pertempuran ini daripada pertandingan
antara Boe Kie dan kedua tetua dari Siauw Lim.
Dilihat sekelebatan, pukulan2 Touw ok, Touw ciat dan
Boe Kie biasa saja. Kehebatan pertandingan itu bukan
terletak pada pukulan2nya, tapi pada lweekangnya. Pada
hakekatnya, pertandingan itu sepuluh kali lebih berbahaya
daripada pertempuran Touw Lan, Yo Siauw dan In Thia
Ceng. Salah sedikit saja, kalau tidak mati tentu terluka
berat.
Satu jam lebih mereka sudah bertempur dan matahari
sudah mulai mendoyong ke barat. Ketika itu Kong Boen,
Kong tia dan Hoan Yauw, Wie it Siaw dan lain2 ahli silat
kelas satu sudah biasa lihat kemungkinan menang atau
kalahdari kedua belah pihak. Dipihak Boe Kie, uap putih yg
mengepul dari kepala In thian ceng jandi makin tebal,
sedang di pihat Siauw lim daun2 dari pohon siong yg
diduduki Tauw Ciat, bergoyang2 tak henti2nya. Ini berarti,
bahwa sambil bersandar Tauw Ciat harus meminjam tenaga
pohon itu untuk melawan sinkangnya Boe kie. Demikianlah
apabila In Thian Ceng yang roboh lebih dahulu, maka
BengKauwlah yang kalah dan manakala Touw ciat yg lebih
dulu tak tahan, Siauw lim sie lah yang kena di jatuhkan.
Hal itu tentu saja diketahui oleh keenam orang yg sedang
bertempur itu. Sesudah mengadu tangan tigapuluh kali
lebih, In thian ceng tahu bahwa ia bukan tandingan Touw
Lan. Ia merasa sangat menyesal dan berkata dalam hati,
“Hari ini yang terpenting adalah menolong Cia Hengtee.
Namaku kalah menangku urusan kecil. Apapula kalau aku
mesti kalah dalam tangannya seorang tetua Siauw Lim,
2520
nama besar Peh bie Eng Ong tidak akan jadi merosot. Yang
penting kekalahanku berarti Cia Heng tee tak bisa ditolong.
Ah!... tiada jalan lain dari pada mati2an dan kalau perlu,
mengorbankan jiwa yang tua ini.” Memikir begitu, ia
mundur setindak dan dengan seluruh lweekang nya, ia
mengirim pula belasan pukulan. Tapi Siauw sie ciang yg
sudah dilatih Touw Lan selama beberapa puluh tahun,
bukan main hebatnya. In Thian Ceng mundur setindak,
tenaga Siauw sie bie ciang maju stindak. Dengan perkataan
lain semakin jauhnya jarak sama sekali tak memperkurang
tenaga pukulan itu.
Melihat kawannya sudah jauh dibawah angin Yo Siauw
segera mengambil keputusan untuk menukar siasat. Ia ingin
merangkap kedua Seng hwee leng untuk menjepit tambang
dan mengadu tenaga dengan Touw Lan, supaya tekanan
terhadap In Thian Ceng bisa berkurang. Tapi baru saja ia
mau menjepit, tambang itu mendadak di kedut dan
menyambar mukanya. Ia terkesiap. Bagaikan kilat ia
menimpuk dada Touw Lan dengan kedua “leng” dan kedua
tangannya lalu menangkap ujung tambang yang segera
dibetot.
Melihat timpukan yg hebat itu, dengan sikut kiri Touw
Lan mengentus “leng” yang menyambar ke dada kiri dan
berbareng ia miringkan badan untuk mengegos “leng” yang
satunya lagi. Diluar dugaan ditengah jalan senjata itu tiba2
terputar dan menyambar Touw ciat! Inilah kelihaian Yo
Siauw hanyalah timpukan “kosong” sedang timpukan
kepada Touw ciat barulah serangan sungguh2 yang disertai
seluruh lweekangnya.
Ketika itu Touw ciat tengah melayani Boe Kie. Ia merasa
girang, bahwa meskipun dikerubuti dua orang Touw Lan
sudah berada diatas angin. Ia tak pernah mimpi, bahwa ia
bakal diserang secara begitu aneh dan tahu2 sebatang seng
2521
hweleng sudah tiba didepan mukanya. Tapi sebagai ahli
silat kelas utama dalam kagetnya ia tak jadi bingung.
Dengan dua jari tangan ia berhasil menjepit senjata itu.
Tapi terpecahnya perhatian sanagt merugikan dirinya
dalam pertandingan lweekang melawan Boe Kie. Pohon
siong lantas saja bergoyang2 kerang dan daun2 yang seperti
jarum jatuh ketanah bagaikan hujan gerimis. Tentu saja Boe
Kie sungkan menyia2kan kesempatan ini. Ia segera
mengempos semangat dan menambah tenaga. Pohon siong
bergoyang lebih keras dan ranting2 kecil turut jatuh
kebawah.
Melihat bahaya, Touw ok bangun berdiri melompat
kesamping saudara seperguruannya dan kemudian
menempelkan telapak tangan kirinya dipundak Touw ciat.
Sesudah mendapat bantuan, barulah Touw ciat bisa
mempertahankan dirinya lagi.
Dilain bagian, pengaduan tenaga antara Touw Lan, Yo
Siaw dan In Thian Ceng sudah mencapai detik2
memutuskan. Yo Siauw membetot tambang, lweekang In
thian Ceng terus mengirim pukulan2 dahsyat. Ini berarti
bahwa Touw Lan diserang oleh dua tenaga yang
bertentangan satu sama lain yang satu membentot, yang
lain mendorong (memukul). Untuk melayani kedua itu ia
harus menggunakan semua tenaga dalamnya. Tapi biarpun
berat, ia kelihatannya masih bisa mempertahankan diri.
Orang2 Siauw Lim dan Beng Kauw mengerti, bahwa
menang kalah akan segera mendapat keputusan. Mungkin
sekali, antara enam tokoh itu ada beberapa yang akan
binasa atau terluka berat. Puncak bukit itu menjadi sunyi
senyap. Banyak orang basah bajunya karena keringat yang
mengucur, sebagai akibat dari rasa tegang yg sangat hebat.
Mendadak saja, diantara kesunyian terdengar suara
manusia yang keluar dari bawah tanah. “Yo Cosoe, In
2522
Taoko, anak Boe kie, dengarlah. Tangan Cia Soen
berkelepotan darah hukuman mati tak cukup untuk
menebus dosa. Hari ini kalian berusaha untuk menolong
aku dan melakukan pertempuran mati hidup melawan tiga
ketua Siauw Lim. Kalau karena usaha menolong aku ini
ada seorang saja yang binasa, maka kedosaanku akan lebih
besar lagi. Anak Boe Kie! Ajaklah semua saudara
meninggalkan Siauw Lim Sie. Jika kau membandel, aku
akan segera mengambil keputusan untuk memutuskan
urat2ku, supaya aku tak usah menanggung kedosaan yg
lebih besar.”
Biarpun perlahan, suara itu menusuk kuping setiap
orang. Sebab Cia Soe berbicara dengan menggunakan Say
coe hauw (geram singa) yang pernah digunakan dahulu
dipulau Ong poan san.
Boe Kie tahu ayah angkatnya tidak bicara main2. iapun
tahu, jika pertempuran dilangsungkan, kakeknya, Yo
Siauw, Touw Ciat dan Touw Lan akan binasa atau terluka.
Selagi ia bersangsi, Cia Soen sudah membentak “Boe Kie!
Apa kau belum mau mundur?”
“Baik Gie Hoe!” jawabnya sambil mundur setindak dan
kemudian berkata dengan suara nyaring, “Hari ini kami
tidak bisa memecahkan Kim kong hong mo coan. Lain hari
kami akan datang pula untuk meminta pelajaran. Gwa
kong, Yo Cosoe, berhentilah!” seraya berkata begitu ia
mendorong tenaga Touw Ok dan Tauw ciat dikedua
tambang dan lalu menarik pulang tenaganya sendiri.
Tapi Yo Siauw dan In thian ceng tidak berani lantas
menarik pulang tenaganya. Jika berbuat begitu mereka akan
dilakukan oleh tenaga lawan. Touw Lan pun sedemikian.
Melihat begitu Boe kie segera berjalan kedepan kakenya dan
mengibas kedua tangannya, ia menyambut tenaga Touw
Lan dan In thiang Ceng yang saling menyerang dari kiri
2523
kanan. Hampir berbareng, ia menempelkan sebatang seng
hwee leng di tambang Touw Lan. Tambang itu ditarik Yo
Siauw dan Touw Lan sehinggak tegang bagaikan tali
gendewa. Tapi begitu lekas tersentuh “leng” lantas saja
berubah lemas sebab kedua tenaga dipunahkan oleh Kin
koen tay lo ie sin kang. Sesudah tangannya dipunah cekalan
Yo Siauw tiba2 terlepas dan tambang itu jatuh di tanah.
Tapi begitu tambang jatuh, Yo Siauw membungkuk dan
menjemputnya lagi.
Touw Lan terkejut. Ia menduga Yo Siauw mau
menyerang pula. Tapi maksud Yo Cosoe bukan begitu. Ia
maju beberapa tindak dan berkata seraya mengangsurkan
ujung tambang kepada Touw Lan. “Taysoe, terimalah
senjatamu!”
Touw Lan dapat menebak kemauan Yo Siauw. Ia pun
lantas menjemput dua “leng” yang menggeletak ditanah
dan memulangkannya kepada Yo Siauw.
Sesudah mendapat pengalaman itu, hilanglah segalah
rasa sombong dalam hati ketiga pendeta itu. Mereka
mengerti, bahwa jika pertempuran dilangsungkan terus,
kedua belah pihak akan celaka bersama2. “Sesudah
menutup diri selama beberapa puluh tahun, loolap merasa
girang bahwa hari ini, kami bisa berkenalan dengan jago2 di
ini jaman,” kata Touw Ok. “Boe Kauwcoe, Beng kauw
mempunyai banyak orang pandai, kau sendiri seorang luar
biasa. Loolap mengharap bahwa dengan tenaga itu Beng
Kauw bisa menolong sesama manusia dan tidak berbuat
sesuatu yang mencelakai rakyat/
Boe Kie membungkuk, “Terima Kasih atas nasehat
Taysoe,” jawabnya.
“Baiklah,” kata Touw ciat. “Kami bertiga akan
menunggu kunjungan Kauwcoe yang ketiga kali.”
2524
“Ya,” kata Boe Kie. “Kami terpaksa berbuat begitu,
terutama karena antara Cia Ho tong dan aku terdapat
hubungan ayah dan anak.”
Touw Ok menghela napas. Ia segera memejamkan mata
dan tidak berkata apa2 lagi.
Boe Kie dan kawan2nya lantas saja meminta diri dari
Kang Boen dan yang lain2. dengan dipimpin oleh Phen Eng
giok, kelima pasukan Ngo beng kie turut mundur sampai
jarah sepuluh li dari Kuil Siauw Lim sie. Anggota Houw
ouw kie segera membuat belasan tenda2 besar dilereng
gunung untuk tempat meneduh nya seluruh barisan Beng
Kauw.
Boe Kie berduka dan duduk termenung. Didalam Beng
Kauw ada orang berkepandaian lebih tinggi dari Yo Siauw
dan In Thian Ceng. Andaikata ia menukar mereka dengan
Hoan Yauw dan Wie It Siauw hasilnya takkan berberda.
Pheng Eng giok bisa menebak apa yang dipikir oleh sang
Kauwcoe. “Kauwcoe…” katanya. “Mengapa kau
melupakan Thio cinjin?”
“Apabila thay suhu suka turun gunung bersama2 aku,
kita berdua rasanya akan dapat memecahkan Kim kong hok
mo coan,” katanya dengan suara sangsi. “Akan tetapi, hal
itu berarti rusaknya keakuran antara Siauw Lim dan Boe
tong, sehingga belum tentu thay suhu sudi meluluskan dan
kedua, biarpun dalam ilmu silat thay suhu sudah mencapai
tingkat tinggi, tapi usianya sudah terlalu tua. Kalau sampai
terjadi sesuatu… mungkin sekali Toa supeh dan yang lain2
tak dapat menyetujui…”
Mendadak In Thian Ceng bangun berdiri dan tertawa
terbahak2. “Bagus! Bagus!” serunya. “Jika Thio Cinjin suka
membantu, kutanggung kita berhasil.” Tiba2 dia
membungkam, sedang mulutnya masih ternganga. Paras
2525
mukanya berseri2, tai ia berdiri seperti patung. Semua orang
merasa heran.
“In heng, apa kau rasa Thio Cinjin mau turun gunung?”
tanya Yo Siauw. Tapi si kakek tidak menyahut dan
badannya tak bergerak.
Boe Kie kaget dan buru2 memegan nadinya. Astaga!
Nadi sang kakek sudah berhenti mengetuk! Sebab tadi
sudah menggunakan banyak tenaga, orang tua itu
meninggal dunia seperti lampu kehabisan minyak.
Boe Kie memeluk jenazah kakeknya dan menangis
dengan disusul oleh In Ya Ong yang menubruk mendiang
ayahandanya. Semua orang yg berkumpul turut
mengucurkan air mata. Warta tentang meninggalnya Peh
bie Eng ong lantas saja disampaikan kepada segenap
barisan Beng Kauw. Diantara anggota2 pasukan Nio heng
kie terdapat banyak orang yg dulu menggabungkan diri
pada Peh bie kauw dan mereka itulah yang paling bersedih
hati.
Selama beberapa hari Beng Kauw sibuk mengurus
urusan kematian In Thian Ceng. Selama beberapa hari itu,
tokoh2 rimba persilatan yang mendapat undangan sudah
mulai tiba pada Siauw Lim sie. Antara mereka, banyak
yang dtg di tenda2 Beng Kauw untuk menyatakan turut
berduka cita dan bersembahyang. Disamping
bersembahyang mereka mengirim delapan belas pendeta
untuk membaca doa guna roh nya. In thian ceng tapi
pendeta2 itu diusir oleh In Ya ong.
Selama beberapa hari Boe Kie kalut pikirannya.
Perundingan dengan Yo Siauw, Phen Eng Giok, Tio Beng
dan yang lain2nya tak menghasilkan sesuatu yg
menyenangkan. Nona Tio menyarankan untuk menarup sip
hiang Joan kien san dimakanan Touw ok bertiga dan
2526
mengusulkan untuk meminta bantuan Hian beng Jie loo
guna membantu Boe Kie. Tapi Boe Kie dan Yo Siauw
menolak saran2 itu.
Tanpa terasa tibalah harian Toan Ngo atau Toan yang
(tanggal lima bulan lima Imlek. Yaitu perayaan peh coen).
Hari itu Boe Kie mengajak tokoh2 Beng Kauw datang
dikuil Siauw Lim sie. Ketika mereka tiba, semua ruangan
dikuil besar itu sudah penuh dengan tamu. Semua orang
tahu bahwa Eng Hiong Thay Hwee dibuka untuk
menghukum Cia Soen. Antara orang2 gagah iu ada yang
untuk membalas sakit hati terhadap Cia Soen ada yang
ingin melihat atau merebut To Liong To dan ada pula yang
hanya ingin menonton kematian. Untuk melayani tamu2
itu, Siauw Lim Sie mengerahkan seratus lebih tie kek ceng
(pendeta penyambut tamu).
Dari Boetong pay datang dua orang yaitu Jie Lian Coe
dengan In Lie Hong, Boe Kie menemui paman gurunya dan
menanyakan kesehatan sang kakek guru. “Apa kau pernah
dengar harunya (?) Ceng Soe dan Tan Yoe Liang?” tanya
Jie Lian cioe dengan suara perlahan.
Secara ringkas Boe kie lalu menceritakan segala
pengalamannya. Dari sang paman ia mendapat tahu, bahwa
sebegitu jauh Boe Tong san belum pernah dikacau oleh Tan
Yoe Liang dan Song Ceng Soe. Bahwa Song Wan Kiauw
berdua dengan Thio Siong Kee tidak turut datang di Siauw
Lim sie adalah untuk melindungi sang guru dari bokongan
manusia2 rendah, Jie Lian cioe selanjutnya
memberitahukan bahwa perbuatan Song Ceng Soe telah
memberi pukulan sangat hebat kepada Song Wan Kiauw
yang tak enak makan dan tak enak tidur, sehingga
badannya berubah sangat kurus. Iapun menerangkan bahwa
peristiwa itu ditutup rapat2 dari kuping sang guru.
“Kita harap saja Song suko bisa cepat2 tersadar, supaya
2527
Toesupeh ayah dan anak bisa berkumpul kembali,” kata
Boe Kie.
“Ya kita semua berharap begitu,” kata sang paman.
Selama satu jam, jumlah tamu yang datang terus
bertambah, Ho Kian Siang sat dan jago pedang dari Ceng
hay pay yang malam itu menyerang tiga tetua Siauw Lim,
juga turut datang Hwa san pay dan koong tong pay. Koen
loen pay dan lain2 partai mengirim wakit. Hanya orang Go
bie pay yang tak muncul. Boe Kie mengharap2 Cie Jiak
datang sendiri, supaya ia bisa memberi keterangan tentang
sikapnya yang luar biasa pada hari itu. Tapi dalam
mengharap2, hatikecilnya merasa tak enak untuk bertemu
muka daengan nona Cie. Rombongan Beng Kauw
menempati ruangan ada disebelah barat dan mereka tidak
bercampur dengan orang banyak. Boe kie sengaja
mengambil tindakan penjagaan, sebab Beng Kauw
mempunyai banyak musuh dan kalau musuh bertemu
dengan musuh akibatnya bisa mengacaukan Eng hiong tay
hwee.
Menjelang Ngo sie (atau jam sebelas siang sampai lohor)
para tie kek ceng mengundang para tamu supaya berkumpul
disebuah lapangan luas yang terletak disebelah kanan kuil.
Diatas lapangan itu semula sebbuah kebun sayur yang
luasnya beberapa ratus bauw, didirikan belasan gubuk
raksasa yang diatur meja2 dan kursi2 yang baru selesai
dibuat. Atas undangan tie kek ceng, para tamu lantas
mengambil tempat duduk.
Sesudah para tamu berduduk, sebaris demi sebaris,
menurut tingkatannya, para pendeta keluar dari kuil untuk
memulai pertemuan resmi dengan orang2 gagah di kolong
langit. Barisan terakhir ialah Kong tie seng ceng yang
diikuti oleh sembilan pendeta tua dari Tat mo tong. Mereka
menuju ketengah2 lapangan dan sesudah memberi hormat,
2528
Kong tie berkata:
“Hari ini para enghiong datang berkunjung dan
membikin terang muka Siauw Lim sie. Hanya menyesal
Heng Thio soeheng mendadak sakit dan tidak bisa
menemui para tamu yg terhormat. Ia meminta loolap untuk
menghaturkan maaf kepada kalian semua.”
Boe Kie heran. “Hari itu ketika Kong-boen Taysoe
datang bersembahyang kepada Gwakong, mukanya tidak
menunjukkan orang sakit,” pikirnya. “Apa bias jadi orang
yang mempunyai Lweekang seperti dia bisa mendadak
mendapat sakit berat? Apa bukan ia terluka?”
Sesudah berdiam sejenak Kong tie berkata pula, “Kim
mo Say ong Cia Soen banyak dosanya dan sekarang kami
berhasil menangkap dia. Karena Siauw lim-pay tidak berani
mengambil keputusan sendiri, maka kami sudah
mengundang orang-orang gagah dalam Rimba Persilatan
untuk merundingkan cara menghukumnya.” Dalam
mengucapkan pidato pembukaan itu, Kong tie seperti
sedang berduka, sedang memikirkan sakitnya Kong boen
Taysoe.
Eng hiong Tayhwee yang terakhir diadakan Keng cie
kwan dan selama lebih kurang seratus tahun belum pernah
diadakan lagi pertemuan orang-orang gagah yang
sedemikian besar. Maka itu, kejadian ini merupakan salah
satu kejadian terpenting dalam dunia persilatan. Tapi apa
mau tuan rumah mendapat sakit dan mendengar
pengumuman itu, kegembiraan para hadirin lantas
berkurang banyak.
Dengan matanya yang sangat tajam Boe Kie menyapu
barisan Siauw lim sie. Ia tidak lihat Goan tin dan Tan Yoe
Liang. “Sesudah aku membuka topeng Goan tin dihadapan
Touw ok bertiga, apa dia sudah dihukum?” tanyanya dalam
2529
hati, “Apa tak munculnya Kong boen Taysoe ada sangkut
pautnya dengan hal ini?”
Sesudah bicara sambil merangkap kedua tangannya
Kong tie mundur beberapa langkah. Tiba-tiba disudut
tenggara bangkit seseorang yang tubuhnya tinggi besar dan
janggutnya yang berwarna dan melambai-lambai tertiup
angin. Ia berparas angker dan tangannya memegang tiga
butir ‘tiat tan’ (peluru besi). Banyak orang segera mengenali
bahwa ia bernama Hee Cioe seorang guru silat di Soecoan
timur. Begitu bangun berdiri ia segera berkata dengan suara
nyaring, “Cia Soen telah melakukan banyak sekali
kejahatan. Bahwa ia sudah ditangkap oleh Siauw lim-pay
merupakan berkah bagi seluruh Rimba Persilatan, Kong
boen dan Kong tie Seng ceng bersikap terlalu sungkan.
Manusia yang begitu jahat boleh segera dibunuh saja.
Untuk apa berdamai lagi? Tapi sesudah kita semua terlanjur
berkumpul di sini, boleh dinamakan To say Tay hwee
(pertemuan untuk membunuh singa). Untuk membalaskan
sakit hatinya orang-orang yang binasa tanpa berdosa,
sebaiknya kita menghukum mati dia dengan siksaan.”
Hee Cioe bicara dengan bernapsu karena salah seorang
saudaranya telah dibunuh Cia Soen dan selama beberapa
puluh tahun ia telah berusaha membalaskan sakit hati. Usul
itu segera saja disetujui oleh beberapa puluh orang.
Mendadak diantara suara ramai terdengar suara yang
menyeramkan. “Cia Soen adalah Hoe kauw Hoatong dari
Beng kauw. Kalau Siauw lim-pay tidak merasa takut
terhadap Beng kauw sudah lama mereka tentu sudah turun
tangan. Apa dengan mengumpulkan kita, mereka ingin
membagi tanggung jawab di atas pundak kita semua? Hee
lookoesoe menurut pendapatku, pikiranmu sudah gila.”
Semua segera mengarah ke suara itu, tapi orang yang bicara
tidak kelihatan batang hidungnya. Ternyata dia seorang
2530
kate kecil dan waktu bicara dia tidak bangun berdiri.
“Apa Cioe poet sie Soema Hengtee?” teriak Hee Cioe,
“Cia Soen telah membunuh adikku, seorang laki-laki
bertanggung jawab atas segala perbuatannya. Kuharap para
pendeta Siauw lim sie suka mengeluarkan dia dan loohoe
akan bacok mati dia. Carilah orang she Hee di Coan tong.”
(Cioe poet sie – Gelaran yang berarti “Mabuk tak mati”)
Cioe poet sie Soema Cian Ciong tertawa dingin. “Hee To
ko semua orang kangouw tahu bahwa To liong to yang
termulia dalam Rimba Persilatan telah jatuh ditangan Cia
Soen,” katanya. “Kalau Siauw lim pay berhasil membekuk
Cia Soen bukankah itu berarti bahwa Siauw lim-pay juga
sudah berhasil merebut To liong to? Membunuh Cia Soen
urusan kecil, mendapat To liong to barulah urusan besar.
Kong tie Taysoe, kuharap kau jangan berlagak bodoh.
Keluarkanlah To liong to supaya kita semua bisa
melihatnya. Selama ribuan tahun Siauw lim-pay sebagai
partai utama dalam Rimba Persilatan. Dengan golok
mustika itu, Siauw lim-pay tak jadi lebih agung. Tanpa
golok mustika itu, Siauw lim-pay takkan jadi lebih rendah.
Dengan To liong to atau tanpa To liong to, Siauw lim-pay
sudah menduduki kedudukan termulia dalam Rimba
Persilatan.”
Soema Cian Ciong adalah salah satu orang aneh dalam
Rimba Persilatan. Dia tak punya guru dan tak punya murid.
Dia bebas bagaikan burung hoe liar, tidak masuk partai
manapun jua dan sangat jarang bertempur sehingga orang
tak tahu sampai berapa tinggi kepandaiannya. Kalau
berbicara, dia bicara seenaknya saja, tak ragu-ragu untuk
mengejek atau menyindir.
Perkataan Soema Cian Ciong segera saja mendapat
sambutan hangat. Beberapa orang turut bicara dan meminta
supaya Siauw lim-pay segera mengeluarkan To liong to
2531
untuk diperlihatkan kepada semua tamu.
“To liong to tidak ada ditangan kami,” kata Kong tie
dengan suara perlahan. “Selama hidup loolap pun belum
pernah melihat golok mustika itu.”
Pernyataan itu diluar dugaan dan mengejutkan semua
orang. Keadaan segera berubah ramai, banyak orang
berebut menyatakan pendapat. Semula semua tamu
menduga bahwa To liong to ada sangkut paut dengan
pertemuan ini.
Dibelakang Kong tie berdiri sembilan pendeta tua yang
mengenakan jubah pertapa warna merah. Sesudah suara
ramai mereda, salah seorang sembilan pendeta itu maju ke
depan dan berkata dengan suara nyaring. “Bahwa To liong
to berada di dalam tangan Cia Soen diketahui oleh semua
orang. Hanya sayang waktu kami menangkap Cia Soen, To
liong to tidak berada ditangannya. Karena hal ini hal
penting dalam Rimba Persilatan, maka hong Tio kami telah
berusaha untuk mencari tahu. Tapi Cia Soen orang yang
keras kepala, biarpun segera dibunuh dia tidak mau
membuka mulut. Maka itu pertemuan hari ini mempunyai
dua tujuan. Yang pertama untuk merundingkan cara
menghukum Cia Soen, yang kedua untuk menyelidiki
dimana adanya To liong to. Apabila diantara kalian ada
yang mendapat informasi, kami harap bisa memberitahukan
secara terang-terangan.”
Semua orang saling mengawasi. Semua orang
membungkam.
Yang bicara lagi Soema Cian Ciong. “Selama ratusan
tahun, disamping To liong to masih ada Ie thian kiam,”
katanya. “Menurut cerita orang pedang itu berada dalam
tangan Go bie-pay. Tapi sesudah pertempuran di Kongbeng
teng, Ie thian kiam juga hilang tak berbekas. Apakah
2532
karena pertemuan hari ini dinamakan Eng hiong Tay hwee
(pertemuan orang-orang gagah, pria), maka jago-jago betina
dari Go bie-pay lantas tidak mau datang?”
Perkataan itu diambut gelak tawa.
Tiba-tiba terdengar teriakan seorang tie kek-ceng, “Kay
pang Soe Pangcoe dengan para Tiang loo dan para murid
Kay pang datang berkunjung!”
Boe Kie heran. “Soe Hwee Liong Pangcoe sudah binasa
ditangan Goan tin,” katanya dalam hati, “Dari mana
muncul Soe Pangcoe lagi?”
“Undang mereka masuk!” teriak Kong tie.
Kay pang adalah pang hwee (perkumpulan) yang
terbesar dalam dunia kangouw. Sebagai penghargaan
terhadap tamu yang baru datang itu Kong tie sendiri keluar
menyambut. Rombongan Kay pang terdiri dari seratus lima
puluh orang lebih yang semuanya mengenakan pakaian
rombeng. Biarpun dalam tahun belakang keadaan Kay pang
tak seperti dulu lagi tapi hari ini dia masih merupakan
organisasi yang sangat besar pengaruhnya. Mendengar
kedatangannya banyak orang gagah segera bangun berdiri
sebagai tanda penghormatan.
Rombongan dilalui oleh dua pengemis tua. Boe Kie
mengenali bahwa mereka adalah Coan kang dan Cie hoat
Tiangloo. Dibelakang mereka berjalan seorang anak
perempuan yang berusia kira-kira dua belas atau tiga belas
tahun. Anak itu jelek romannya, hidungnya dongak dan
mulutnya terlihat dua gigi yang sangat besar. Dia bukan
lain dari pada Soe Hong Sek, putri Soe Hwe Liong. Dia
berjalan dengan memegang sebatang tongkat bamboo
warna hijau yaitu tongkat Tah kauw pang (tongkat untuk
memukul anjing tanda kekuasaan dari seorang pangcoe).
Dibelakang Soe Hong Sek mengikuti Ciang pang Liong
2533
tauw, Cian poen Liong tauw murid delapan karung, tujuh
karung dan enam karung. Ternyata untuk menghadiri Eng
hiong Tay hwee murid Kay pang yang paling rendah
tingkatannya adalah murid enam karung.
Melihat yang membawa Tah kauw pang seorang anakanak,
Kong tie ragu. Apa anak itu yang menjadi pangcoe?
Karena rasa ragunya ia berkata, “Siauw lim sie menyambut
orang gagah dari Kay pang.”
“Karena Soe Hwee Liong Pangcoe telah berpulang ke
alam baka, maka atas persetujuan para Tiangloo, kami
mengangkat putrid Soe pangcoe, Soe Hong Sek kauwnio
sebagai pangcoe baru,” kata Coan kang Tiangloo seraya
menunjuk Soe Hong Sek.
Kong tie terkejut. Kauwcoe dari Beng kauw sudah sangat
muda tapi pangcoe Kay pang lebih muda lagi bahkan
seorang anak-anak. Sesuai dengan tata kehormatan ia
segera menangkup kedua tangannya dan berkata, “Kong tie
murid Siauw lim menghadap Soe pangcoe.”
Nona Soe membalas hormat.
“Karena pangcoe kami masih sangat muda maka segala
urusan perkumpulan diurus olehku dan Cin hoat Tiangloo
berdua,” kata Coan kang. “Kong tie Seng ceng adalah cian
pwee yang berkedudukan tinggi dan kami berani menerima
kehormatan yang begitu besar.”
Sesudah kedua pemimpin itu saling merendahkan diri,
para pengemis diantar ke gubuk dan mengambil tempat
duduk mereka.
Boe Kie menyadari bahwa semua pengemis mengenakan
pakaian berkabung dan pada paras mereka terlihat paras
berduka dan gusar. Ia lihat sejumlah karung yang dibawa
mereka bergerak-gerak sebagai tanda bahwa didalamnya
2534
berisi sesuatu. Boe Kie segera menebak bahwa kedatangan
mereka mempunyai maksud tertentu. Ia girang dan berbisik
kepada Yo Siauw, “Kita mendapat bantuan!”
Dengan diantar oleh Coan kang dan Cie hoat Tiangloo,
Ciang pang dan Ciang poen Liong tow Soe Hong Sek pergi
ke tempat rombongan Beng kauw, sambil menyoja Coan
kang berkata, “Thio Kauwcoe, tertangkapnya Kim mo Say
ong ada sangkut paut dengan rapat perkumpulan kami.
Maka itu, biarpun hari ini harus melepaskan jiwa kami
bertekad untuk pertama, melindungi Cia hoat ong supaya
kami bisa membalas budi Thio Kauwcoe dan menebus dosa
dan kedua, supaya bisa membalas sakit hatinya mendiang
Soe pangcoe, seluruh barisan Kay pang akan dengar semua
perintahmu.”
Cepat-cepat Boe Kie balas menghormat dan berkata,
“Tidak berani aku memerintah kalian!”
Coan kang Tiangloo mengucapkan kata-kata itu dengan
suara nyaring. Ia memang sengaja berbicara keras supaya
didengar oleh semua orang. Pernyataan itu sangat
mengejutkan. Hampir semua orang tahu bahwa Kay pang
bermusuhan dengan Beng kauw dan telah ikut menyerang
Kong beng teng. Pernyataan Coan kang Tiangloo bahwa
Kay pang akan ikut perintah Boe Kie dan membalas sakit
hati mendiang Soe pangcoe tidak bisa dimengerti semua
orang.
Sehabis Coan kang berbicara, semua anggota Kay pang
bangun serentak dan berseru, “Kami menunggu perintah
Thio Kauwcoe! Biarpun mesti masuk ke dalam lautan api,
kami takkan menolak!”
Coan kang segera memutar tubuh dan menghadap Kong
tie. “Kay pang dan Siauw li-pay belum pernah mempunyai
permusuhan,” katanya dengan suara keras. “Kami selalu
2535
menghormati Siauw lim-pay sebagai partai utama dalam
Rimba Persilatan sehingga kalau ada ganjalan-ganjalan
kecil kami selalu menahan sabar dan mengalah. Kami
selamanya tidak berani berbuat salah kepada Siauw limpay.
Dari paling rendah kami semua menaruh hormat
kepada keempat Seng ceng dari Siauw lim yang pantas
diteladani semua orang gagah dalam Rimba Persilatan.
Sudah lama karena sakit, Soe Pangcoe kami mengundurkan
diri dari dunia Pergaulan dan tidak berhubungan lagi
dengan orang-orang Kangouw. Entah mengapa Pangcoe
kami tidak luput dari tangan jahat seorang pendeta Siauw
lim yang berkedudukan tinggi.” Perkataan itu disambut
dengan suara ‘ah!’. Semua orang terkesiap terlebih lebih
Kong tie.
Sementara itu Coan kang Tiangloo bicara terus. “Hari ini
kami datang kemari bukan sebagai eng hiong yang ingin
menghadari Eng hiong Tay hwee. Kami datang untuk
meminta petunjuk Kong boen Hong thio. Kami ingin
bertanya dimana letak kesalahan Soe Pangcoe sehingga ia
mesti dibinasakan oleh seorang pendeta Siauw lim bahkan
Soe Hoejin tidak lolos dari kematian?”
Kong tie merangkap kedua tangannya. “O mie to hoed,”
katanya. “Bahwa Soe Pangcoe meninggal dunia baru hari
ini diketahui loolap. Tiangloo mengatakan bahwa Soe
Pangcoe dibinasakan oleh murid Siauw lim-pay. Apa tak
salah loolap mohon Tiangloo memberikan penjelasan yang
lebih jelas.”
“Kong boen dan Kong tie Seng ceng adalah pendetapendeta
suci yang mulia hatinya,” kata Coan kang. “Kami
tentu tidak berani menuduh sembarangan.”
“Sekarang aku mohon Taysoe sudi mengeluarkan
seorang pendeta dan seorang murid Siauw lim yang bukan
pendeta supaya mereka bisa dilihat dihadapan umum.”
2536
“Baiklah, siapa kedua orang itu?”
“Mereka adalah….” Mendadak suaranya terputus!
Kong tie terkejut. Ia mendekat dan memegang
pergelangan tangan kanan tetua Kay pang itu
dan…astaga…Nadinya sudah berhenti berdenyut!
“Tiangloo Tiangloo!” panggil Kong tie. Dilain saat ia sadar
bahwa diantara alis Coan kang Tiangloo terdapat satu titik
hitam sebesar kepala hio. “Para enghiong, dengarlah,”
teriak Kong tie. “Tiangloo sudah kena senjata rahasia yang
sangat beracun dan sudah meninggal dunia! Siauw lim-pay
pasti takkan menggunakan senjata semacam itu.”
Keadaan segera berubah kacau. Semua orang kaget tak
kepalang terutama orang-orang Kay pang yang segera
berteriak dan beberapa puluh diantaranya maju ke depan
untuk melihat jenasah tetua mereka. Ciang-poen Liongtauw
mengeluarkan sepotong besi berani dari sakunya dan
menempelkan didahi Coan kang. Dengan besi itu ia
mengeluarkan sebatang jarum yang halus seperti bulu
kerbau dan panjangnya kira-kira satu dim.
Pemimpin-pemimpin Kay pang percaya bahwa dengan
mengatakan Siauw lim-pay tak menggunakan senjata itu,
Kong tie Seng ceng tidak berdusta. Senjata rendah itu pasti
takkan digunakan oleh sebuah partai utama yang terkenal
lurus bersih dalam dunia persilatan. Dibawah terangnya
matahari dan dibawah pengawasan begitu banyak mata,
orang itu bisa menyerang tanpa diketahui oleh siapapun
juga. Hal ini membuktikan bahwa si pembokong
mempunyai kepandaian luar biasa. Coan kang Tiangloo
berdiri menghadap ke selatan sehingga senjata rahasia itu
pasti datang dari jurusan selatan. Dengan sorot mata gusar,
para pemimpin Kay pang mengawasi orang-orang yang
berdiri dibelakang Kong tie. Sembilan pendeta Tat mo
berdiri sambil menundukkan kepala dan dibelakang mereka
2537
sebaris demi sebaris berdiri pendeta yang mengenakan
jubah kuning, jubah abu-abu dan sebagainya. Siapa yang
berdosa tak mungkin diketahui, biarpun sudah bisa
dipastikan bahwa si pembokong adalah salah seorang dari
pendeta-pendeta itu.
Dengan air mata mengucur, Cie hoat berkata, “Kong tie
Taysoe menganggap kami menuduh sembarangan tapi
keterangan apa yang mau diberikan Siauw lim-pay dalam
peristiwa ini?”
Ciang pang Liong tauw yang paling berangasan segera
berteriak sambil mengibaskan toya besinya. “Mari kita adu
jiwa dengan Siauw lim-pay!” Ajakan itu disambut dengan
suara terhunusnya senjata dan seratus lebih anggota Kay
pang melompat masuk ke tengah-tengah lapangan.
Dengan paras pucat dan berduka, Kong tie berkata
kepada para pendeta.
“Sejak Tat-mo Loocouw sampai sekarang sudah ribuan
tahun kita menaati ajaran-ajaran Sang Buddha. Walaupun
kita belajar silat untuk menjaga diri dan bergaul dengan
orang-orang gagah dalam dunia persilatan kita belum
pernah melakukan sesuatu yang berdosa. Hong-thio
Soeheng dan aku sudah merasa tawar akan segala yang
bersifat keduniawian….” Sehabis berkata begitu, secepat
kilat mengambil sebatang sian-thung bajak dari tangan
seorang murid Siauw lim dan melontarkannya. “Blas!” toya
itu amblas di dalam tanah! Menancapkan sianthung di
tanah adalah suatu tanda Siauw lim-pay bahwa orang yang
berbuat begitu sudah bertekad untuk mengadu jiwa dan
melanggar larangan membunuh.
Ketegangan memuncak dan dengan hati berdebar-debar
semua orang menunggu perkembangan selanjutnya.
Sesudah memutar tubuh dengan sorot mata tajam
2538
bagaikan pisau, Kong tie menatap wajah semua pendeta,
satu demi satu yang berdiri dihadapannya. “Siapa yang
menimpuk dengan jarum beracun itu?” tanyanya dengan
suara parau. “Seorang laki-laki berani berbuat harus berani
menanggung segala akibatnya. Keluarlah!”
Tiba-tiba Boe Kie ingat sesuatu. Ia ingat perbuatan
mendiang ibunya, In So so yang dengan menyamar sebagai
ayahnya telah membunuh beberapa pendeta Siauw lim
dengan jarum beracun sehingga ayahnya dituduh yang
tidak-tidak. Tapi bentuk jarum emas Peh bie kauw berbeda
dari jarum perak yang digunakan untuk membinasakan
Coan kang Tiangloo dan racunnya pun tidak sama.
Menurut dugaannya, racun jarum perak itu adalah “Sim it
tiauw” (jantung satu kali lompat) dari semacam serangan
beracun. “Sim it tiauw” berarti bahwa begitu racun itu
bertemu dengan darah, jantung dari orang yang kena racun
hanya bisa berdenyut satu kali lagi. Tak perlu diragukan lagi
bahwa si pembokong adalah konco Goan tin yang coba
menutup mulut Coan kang Tiangloo waktu tetua Kay pang
itu mau menyebutkan nama Goan tin.
Perintah Kong tie tidak diladeni, sejumlah pendeta
hanya menyambut dengan, “O mie to hoed” sambil
merangkapkan tangan mereka.
“Siapa yang membunuh Soe Pangcoe sudah diketahui
oleh berlaksa murid Kay pang!” teriak Ciang pang Liong
tauw, “Kalau kamu mau menutup mulut kami, kamu harus
membunuh semua anggota Kay pang. Hweeshio yang
membunuh Pangcoe kami adalah Goan tin….”
Tiba-tiba Cian poen Liong tauw melompat seraya
mengibaskan mangkok. Selagi kawannya bicara, Ciang
poen Liong tauw bersiaga. Begitu melihat berkelebatnya
sinar putih, ia melompat. Terlambat sedikit saja kawan itu
tentu mati.
2539
Hamper bersamaan, cepat luar biasa Kong tie melompat
ke arah sembilan pendeta Tat mo-tong dan menendang
roboh salah seorang pendeta tua. Ia mencengkram batang
leher pendeta itu dan mengangkatnya tinggi-tinggi.
“Kong jie, kau!” bentaknya. Ia merobek jubah pendeta
itu dan melontarkannya di tanah. Dipinggang pendeta itu
terdapat sebatang tabung kecil yang terbuat dari tembaga
dan didalam tabung itu dipasang per yang bisa menendang
kalau alatnya dipijit sehingga dalam melepaskan jarum
orang tak usah mengayunkan tangan.
Dalam gusar, duka dan kagetnya, Ciang pang Liong
tauw menyapu dengan toyanya dan kepala Kong jie segera
hancur. Sebagai pendeta yang sama tingkatannya (tingkatan
“Kong”) dengan keempat Seng ceng, Kong jie memiliki
kepandaian tinggi. Tapi karena jalan darahnya sudah
ditotok Kong tie, maka ia tak berdaya meloloskan diri dari
toya Ciang pang Liong tauw.
Kong tie dongkol karena kekasaran tetua Kaypang itu.
Dengan sorot mata gusar ia mengawasi Ciang pang Liong
tauw. Keadaan berubah kalut, banyak orang berteriakteriak.
Mendadak dari luar masuk empat orang pendeta wanita
yang masing-masing memegang hudtim (kebutan). Salah
seorang berteriak, “Cioe Cie Jiak, Ciang boen-jin Go biepay
dengan mengajak murid-murid Go bie, mengunjungi
Koen boen Hong thio dari Siauw lim sie!”
“Masuklah!” kata Kong tie. Dengan sikap tenang seolaholah
tidak terjadi apapun jua, ia keluar menyambut dengan
diiringi oleh pendeta-pendeta Tat mo-tong yang sekarang
berjumlah delapan. Sesudah memberi hormat, keempat
pendeta wanita itu memutar badan dan berjalan keluar lagi
untuk menyambut pemimpin mereka.
2540
Begitu mendengar nama “Cioe Cie Jiak”, jantung Boe
Kie memukul keras. Ia melirik Tio Beng yang juga sedang
mengawasi dirinya.
Rombongan Go bie-pay tidak segera masuk ke lapangan.
Sesudah Kong tie keluar menyambut, barulah mereka maju
dalam barisan yang rapi. Barisan sebelah depan terdiri dari
delapan puluh atau sembilan puluh murid Go bie-pay yang
mengenakan baju warna hitam. Sebagian besar adalah
pendeta wanita yang mencukur rambut. Sesudah mereka
dalam jarak kira-kira setombak mengikuti seorang wanita
muda yang memakai baju warna hijau. Wanita yang sangat
cantik itu tidak lain adalah Cioe Cie Jiak. Dengan rasa malu
Boe Kie mengawasi muka nona Cioe yang pucat dan
diliputi sinar kedukaan. Dibelakang Cie Jiak, barulah murid
pria yang jumlahnya duapuluh lebih dan mengenakan jubah
panjang warna hitam. Setiap murid pria membawa kotak
kayu dalam berbagai ukuran, ada yang panjang, ada yang
pendek. Murid Go bie-pay tidak membawa senjata terangterangan
tapi dapat diduga bahwa kotak-kotak itu berisi
senjata.
Sesudah semua orang Go bie duduk, Boe Kie
menghampiri Cie Jiak. Sambil menyoja ia berkata, “Cioe
Ciecie, Thio Boe Kie memohon maaf.”
Belasan murid wanita bangun serentak dan mengawasi
Boe Kie dengan sorot mata gusar.
“Thio Kauwcoe, untuk apa kau memberi hormat?” tanya
si nona dengan suara tawar.
Sesudah menetapkan hatinya, Boe Kie berkata pula, “Cie
Jiak, hari itu karena perlu menolong Gie hoe, aku telah
berbuat sesuatu yang tidak pantas dan aku merasa sangat
malu dan menyesal.”
Melihat diantara murid Go bie yang berdiri terdapat
2541
Cenghoei yang lengannya bunting, ia maju dan menyoja.
“Thio Boe Kie berdosa besar dan dia rela menerima
hukuman,” katanya. Ceng hoei memutar badan dan
menolak penghormatan itu.
“Kudengar Cia Tayhiap jatuh ke tangan Siauw lim sie,”
kata Cie Jiak. “Thio Kauwcoe seorang gagah luar biasa,
Thio Kauwcoe tentu sudah berhasil menolong Cia
Tayhiap.”
Muka Boe Kie berubah merah. “Para pendeta Siauw lim
sie berkepandaian tinggi dan Bengkauw sudah menderita
kekalahan dalam satu pertempuran,” jawabnya. “Karena
pertempuran itu, kakekku meninggal dunia.”
“Sungguh sayang! In Loo enghiong seorang gagah yang
jarang tandingannya,” jawabnya.
Melihat sikap dan perkataan Cie Jiak yang sangat tawar,
Boe Kie merasa jengah bercampur dongkol. Tapi mengingat
perbuatannya sendiri pada hari pernikahan, ia menahan
sabar. “Nanti aku ingin berusaha untuk menolong Giehoe,”
katanya. “Dengan mengingat hubungan dulu, kuharap kau
sudi memberi bantuan.”
Sesudah berkata begitu, mendadak ia ingat bahwa
selama kurang lebih setengah tahun, kepandaian si nona
mendapat kemajuan luar biasa. Dalam ruangan upacara
pernikahan bahkan orang seperti Hoan Yauw kena dipukul
olehnya. Ia ingat juga bahwa Tio Beng yang mengenal
berbagai ilmu silat hampir kena dibinasakan. “Kalau dia
sudi membantu mungkin sekali aku akan bisa pecahkan
Kim kong Hok mo coan,” pikirnya. Berpikir begitu hatinya
girang dan ia berkata dengan suara penuh harapan. “Cie
Jiak, aku ingin minta pertolonganmu.”
Paras muka Cie Jiak mendadak berubah. “Thio
Kauwcoe,” katanya. “Kuharap kau tahu sopan sedikit,
2542
antara lelaki dan perempuan terdapat larangan tertentu.”
“Apakah tak bisa kau menggunakan istilah dulu?” Ia
menggapai ke belakang dan berkata pula. “Ceng Soe, mari!
COba kau beri penjelasan kepada Thio Kauwcoe.”
Seorang pria brewokan menghampiri dan berkata sambil
menyoja. “Thio Kauwcoe selamat bertemu!” Boe Kie
mengenali bahwa suara itu memang suara Ceng Soe yang
menyamar.
“Song Toako, selamat bertemu,” jawabnya sambil
membalas hormat.
Ceng Soe tersenyum. “Sepantasnya aku harus
menghaturkan terima kasih kepadamu,” katanya. “Hari itu
ketika Thio Kauwcoe mau menjalankan upacara
pernikahan dengan istriku….”
“Apa?” putus Boe Kie. Ia terkesiap ketika mendengar
perkataan “istriku”
“Aku ingin mengatakan bahwa pernikahanku pada
hakikatnya terjadi berkat bantuan Kauwcoe,” jawabnya.
Jawaban itu bagaikan halilintar di siang bolong. Boe Kie
terpaku, matanya berkunang-kunang. Selang beberapa saat
lamanya ia merasa tangannya ditarik orang. “Thio
Kauwcoe, mari!” kata orang itu.
Boe Kie menoleh. Orang yang menarik tangannya
adalah Han Lim Jie. Dengan paras muka duka bercampur
gusar, Han Lim Jie berkata, “Thio Kauwcoe, Kauwcoe kali
ini adalah seorang mulia. Hari itu sesudah terjadi salah
paham tapi dia segera menikah dengan e…hu…hu” Ia ingin
mencaci Song Ceng Soe tapi mengurungkan niatnya sebab
memandang muka Cie Jiak.
Boe Kie masih berdiri terpaku. Ia merasa sakit, lebih
2543
sakit daripada tikaman pedang Cie Jiak di atas Kong beng
teng. Ia mencintai Tio Beng tapi iapun menganggap Cie
Jiak sebagai istrinya.
Hari itu demi menolong ayah angkatnya ia mengikuti
Tio Beng. Ia menduga bahwa nona Cioe yang beradat halus
akan memaafkannya jika ia sudah menjelaskan penyebab
tindakannya itu dan meminta maaf. Ia tak pernah menduga
bahwa dalam gusarnya Cie Jiak segera menikah dengan
Song Ceng Soe.
Sementara itu Ceng Soe sudah duduk disamping Cie
Jiak. Sambil tersenyum ia berkata, “Waktu menikah kami
tidak mengundang orang dan yang memberi selamat
hanyalah para murid Go bie-pay. Dilain hari aku akan
mengundang kau minum arak kegirangan.”
Boe Kie ingin menghaturkan terima kasih tapi mulutnya
terkancing.
Mendengar ejekan itu, Han Lim Jie menarik tangan
pemimpinnya. “Kauwcoe,” katanya. “Jangan ladeni
manusia itu!”
Ceng Soe tertawa terbahak-bahak. “Han Toako, kaupun
harus minum arak kegirangan,” katanya.
Han Lim Jie meludah, “Aku lebih suka minum kencing
kuda daripada arak racunmu!” bentaknya dengan mata
melotot.
Boe Kie tahu bahwa pemuda she Han itu beradat polos
dan berangasan. Sebagai tamu, tidak baik jika sampai
terjadi bentrokan. Maka itu, sambil menghela nafas ia
menarik tangan Han Lim Jie dan balik ke gubuk Bengkauw.
Waktu itu Ciang pang Liong tauw sedang bercekcok
dengan seorang pendeta Siauw lim sie. Pembicaraan antara
Boe Kie, Cie Jiak dan Ceng Soe dilakukan dengan suara
2544
perlahan di satu sudut gubuk Go bie-pay sehingga tidak
menarik perhatian orang yang sedang memperhatikan
pertengkaran antara Siauw lim-pay dan Kay pang.
“Aku sudah mengatakan bahwa Goan tin Soeheng dan
Tan Yoe Liang tidak berada di kuil kami,” kata seorang
pendeta jubah merah. “Meninggalnya Coan kang Ciang loo
sudah diganti dengan Kong jie Soesiok. Mau apa lagi kau?”
“Siapa percaya omonganmu!” bentak Ciang pang Liong
tauw. “Kami baru percaya setelah menggeledah kuilmu.”
Pendeta itu tertawa dingin. “Kau mau menggeledah
Siauw lim sie?” tanyanya dengan suara memandang
rendah. “Perkumpulan semacam Kay pang belum tentu bisa
menggeledah kuil kami!”
“Kurang ajar!” teriak Ciang pang Liong tauw. “Kau
memandang enteng kepada Kay pang ya? Baiklah, sekarang
aku minta pelajaran.”
Panasnya suasana memuncak tapi Kong tie masih tetap
berpeluk tangan.
Tiba-tiba Soema Cian Cong berteriak, “Hei! Dari tempat
jauh kami datang ke sini bukan untuk menyaksikan
pertengkaran antara Siauw lim pay dan Kay pang!”
“Benar,” sambung Hee Cioe. “Ganjelan antara Kay pang
dan Siauw lim-pay boleh ditunda sementara waktu, kita
harus lebih dulu membersihkan penjahat Cia Soen.”
“Mulutmu jangan terlalu busuk!” bentak Ciang pang
Liong tauw. “Biar bagaimanapun juga, Cia Tayhiap adalah
salah seorang anggota dari keempat Hoe kauw Hoat ong.”
“Kalau kau takut pada Bengkauw, aku tak takut,” balas
Hee Cioe. “Cia Soen lebih jahat dari anjing. Apa aku harus
menamakan dia seorang pendekar?”
2545
Mendadak Yo Siauw melesat dari tempat duduknya dan
tahu-tahu ia sudah berada di tengah lapangan. Dengan
menyoja ia berkata, “Aku Kongbeng Cosoe dari Bengkauw.
Aku mengutarakan pendapatku bahwa Cia Say ong
membunuh orang memang harus diakui sebagai satu
kesalahan. Tapi kita orang-orang Kangouw setiap hari
hidup diujung senjata, diantara orang-orang yang berada di
sini, siapa yang belum pernah membunuh sesama manusia?
Hee Loo enghiong, apa seumur hidupmu kau belum pernah
mengambil jiwa manusia?”
Jaman itu, akhir kerajaan Goan adalah jaman kalut dan
pemberontak melawan penjajah. Orang-orang Rimba
Persilatan yang terlibat dalam kalangan Kangouw terpaksa
membunuh orang kalau tidak mau dibunuh. Yang
tangannya dapat dikatakan bersih hanyalah pendeta Siauw
lim-pay, pendeta perempuan Go bie-pay atau orang-orang
Rimba Persilatan yang menjauhkan diri dari kancah
pergulatan. Sebagai jagoan Soecoan timur, Hee Cioe
banyak membunuh orang. Mendengar pertanyaan Yo
Siauw, ia tertegun beberapa saat barulah ia bisa menjawab.
“Orang jahat pantas dibunuh tapi orang baik tidak boleh
dibunuh secara membabi buta. Cia Soen manusia jahat luar
biasa, aku ingin sekali mencincang dia. Huh huh! Orang she
Yo, kau juga bukan manusia baik.”
Mendengar itu, dari antara rombongan Bengkauw
terdengar suara seseorang, “Hee Cioe, menurut
pendapatmu aku manusia baik apa manusia jahat?”
Hee Cioe menoleh ke arah suara, yang bicara seseorang
berkepala lancip, mulut lancip dan muka pucat pasi. “Siapa
kau?” bentaknya. “Karena kau anggota Mokauw kau juga
tentu bukan manusia baik-baik.”
“Hee heng, kau tak kenal dia?” tanya Soema Cian Cong,
2546
“Dia Cengek Ho kong, salah seorang dari keempat
Hoekauw Hoat ong Mokauw.”
Mendadak, mendadak saja terlihat kelebatan bayangan
dan Wie it siauw sudah berhadapan dengan Hee Cioe.
Jarak mereka berdua ada belasan tombaki.
Entah bagaimana jarak itu bisa dilampaui dalam
sekelebatan. Dilain detik Wie it siauw sudah mengirim
empat tamparan di muka Hee Cioe dan totokan sikut
dikempungan. Sebenarnya Hee Cioe bukan sembarang
orang, kalau bertempur mungkin ia bisa dikalahkan Wie it
siauw sesudah limapuluh atau enampuluh jurus, ia roboh
tanpa bisa melawan karena ilmu ringan tubuh Ceng ek Hek
ong yang sangat luar biasa.
Diantara seruan kaget dari para hadirin, dari gubuk
Bengkauw tiba-tiba berkelebat lagi satu bayangan putih.
Bayangan itu tidak secepat Wie it siauw tapi toh cukup
cepat. Begitu orang itu berhadapan dengan Hee Cioe,
selembar karung terbuka dan menelungkup tubuh jagoan
Soecoan itu. Sekarang semua orang bisa lihat bahwa dia itu
adalah Po tay Hweshio swee poet tek. Sambil menggendong
karungnya dan tertawa ha ha hi hi ha ha, ia berkata,
“Manusia baik! Kau manusia baik! Aku akan bawa kau
pulang dan perlahan-lahan masak dagingmu!”
Sambil berkata begitu dengan tenang ia kembali ke
tempat duduknya.
Semua orang tertegun.
Selang beberapa saat, beberapa belas orang yaitu kawankawan
dan murid-murid Hee Cioe barulah menghampiri
rombongan Bengkauw dengan sikap mengancam.
Swee poet tek membuka karung dan berkata sambil
tertawa, “Kamu semua kembalilah! Setelah pertemuan
2547
bubar, aku akan bebaskan dia. Kalau kamu tidak dengar
aku akan mengencingi dia. Kamu percaya atau tidak?”
Orang-orang itu percaya bahwa Swee poet tek akan
membuktikan ancamannya. Apabila sampai terjadi kejadian
itu, untuk menghilangkan malu, sebagai seorang jago Hee
Cioe akan bunuh diri. Maka itu, sesudah saling mengawasi
sambil menahan marah mereka kembali ke tempatnya
masing-masing.
Sesudah menyaksikan kepandaian kedua jago
Bengkauw, banyak orang kuatir. Mereka merasa andaikan
Cia Soen dibinasakan maka satu pertumpahan darah tidak
akan bisa dicegah lagi.
Sementara itu, dengan tangan kiri memegang cangkir
dan tangan kanan mencekal poci arak, Soema Cian Cong
berjalan ke tengah lapangan dengan langkah sempoyongan.
“Hari ini benar-benar ramai,” katanya, “Ada yang mau
membunuh Cia Soen, ada pula yang mau menolong. Tapi
apa benar Cia Soen berada di Siauw lim sie aku sendiri
merasa ragu. Kong tie Taysoe sebaiknya kau segera
keluarkan Cia Soen agar kita bisa melihat mukanya.
Sesudah itu yang mau membunuh dia dan yang mau
menolong boleh mengadu kepandaian. Ha ha! Dengan
demikian, bukankah kita bakal menyaksikan keramaian
yang sangat menarik hati?”
Usul itu disambut dengan sorak sorai oleh para hadirin.
Melihat sambutan itu, Yo Siauw berpikir, “Cia Say ong
terlalu banyak musuhnya. Kerjasama antara Bengkauw dan
Kay pang belum tentu bisa menghadapi orang-orang itu.
Aku harus menggunakan jalan dari sudut To liong to.”
Berpikir begitu ia segera berkata, “Hari ini para eng hiong
berkumpul di Siauw lim pertama karena ada perhitungan
yang belum dibereskan dan kedua…hehe…mungkin karena
2548
ingin lihat bagaimana bentuk To liong to….”
“Jika kita ikuti usul Soema Sianseng maka kita ramairamai
bertempur sekaligus dalam rombongan. Apabila
diadakan pertempuran begitu siapakah yang akhirnya
memiliki To liong to?”
Semua orang menganggap perkataan itu sangat
beralasan. Mereka manggut-manggutkan kepala. Diantara
beberapa ribu tamu itu yang benar-benar sakit hati pada Cia
Soen semuanya hanya kira-kira seratus orang, yang lain
begitu dengar pertanyaan Yo segera goyah hatinya.
Seseorang yang jenggotnya hitam berdiri dan bertanya,
“Apa Yo Cosoe tahu dimana adanya To liong to?”
“Tidak tau,” jawabnya. “Mengenai itu kita harus tanya
Kong tie Taysoe.”
Kong tie tidak buka suara. Ia hanya menggelengkan
kepala sehingga banyak orang merasa tidak puas.
Seseorang setengah tua yang mengenakan jubah panjang
warna kuning bangkit dan berkata, “Kalau Kong tie Taysoe
tidak tau, Cia Say ong tentu tahu. Sekarang kita minta agar
dia dikeluarkan untuk ditanya dan sesudah itu lalu
diadakan pertandingan. Siapa yang menang, dia menjadi
Boe lim Cie coen (yang termulia dalam Rimba Persilatan).
Siapapun juga yang memegang To liong to harus
menyerahkan golok mustika kepada Boe lim Cie coen itu.
Menurut pendapatku, kita harus lebih dulu menetapkan hal
ini supaya tidak terjadi pertengkaran dibelakang hari.
Bagaimana pandapat kalian?”
Boe Kie segera mengenali bahwa yang bicara adalah
salah seorang dari ketiga tokoh Ceng hay-pay yang pernah
menyerang tiga pendeta Siauw lim dipohon siong.
“Usul itu tak beda dari pah lai tay,” kata Soema Cian
2549
Ciong. “Kurasa tidak begitu tepat.” (Pah lai tay – Adu silat
diatas panggung)
“Dimana tidak tepatnya?” tanya si jubah kuning. “Kalau
bukan adu silat apa mau adu minum arak? Apa tuan mau
gunakan bahwa siapa yang tidak mabuk atau siapa yang
mabuk tapi tidak mati dialah yang akan jadi Boe lim Cie
coen?” (Gelar Soema Cian Ciong ialah “Coet poet sie” atau
“Mabuk arak tapi tidak mati”)
Sindiran itu disambut dengan gelak tawa oleh para
hadirin.
“Tidak, tidak!” kata Soema Cian Ciong sambil menuang
arak ke cangkir. “Dalam perebutan gelar Cioe lim Cie coen
(yang termulia dalam Rimba Arak) mungkin aku masih bisa
ada harapan.” Sesudah berdiam sejenak, ia berkata lagi.
“Dengan mengajukan usul itu, tuan tentu memiliki
kepandaian tinggi. Mataku lamur dan tidak mengenal tuan.
Bolehkah aku tahu she dan nama tuan yang mulia?”
“Aku Yap Tiang Ceng dari Ceng hay-pay. Dalam hal
minum arak dan mengadu lidah aku tidak menandingi
tuan.” Dengan kata lain maksudnya adalah dalam ilmu silat
ia lebih unggul.
Soema Cian Ciong mengerutkan alis dan miringkan
kepala, “Ceng hay-pay?” tanyanya, “Aku belum pernah
dengar, Yap Tiang Ceng juga belum pernah dengar!”
Itu hinaan dan Yap Tiang Ceng dongkol sekali, “Kalau
tuan anggap adu silat tidak tepat, adu apakah yang lebih
tepat?” katanya dengan gusar.
Jawab Soema Cian Ciong. “Hm…dulu waktu aku
berada di Cee lam hoe….”
Mendengar tarik urat itu banyak orang habis
kesabarannya, “Cioe poet sie, kau mundurlah!” teriak
2550
seseorang.
“Yang penting soal Cia Soen dan To liong to!” teriak
yang lain.
“Kong tie Siansoe, sebagai tuan rumah kau harus
utarakan pikiran!” kata seseorang pula.
Seorang pendeta Tat mo tong yang berada dibelakang
Kong tie bangun berdiri dan berkata, “Siauw lim-pay
menjadi tuan rumah tapi Hong thio mendadak sakit, kami
merasa menyesal dan minta maaf. Soal Cia Soen dan To
liong to adalah dua soal yang bisa diurus sekaligus.
Menurut pendapat loolap, usul Yap Siecoe dari Ceng haypay
adalah tepat, setiap orang memperlihatkan
kepandaiannya, Cia Soen dan To liong to diserahkan
kepada orang yang paling unggul. Dengan demikian semua
orang merasa puas. Bukankah jalan ini jalan yang paling
adil?”
Dengan berbisik Boe Kie tanya Pheng Eng Giok siapa
pendeta itu.
“Aku tak tahu!” jawabnya. “Pendeta itu tidak ikut
menyerang Kong beng teng dan juga tidak ikut ditawan
oleh Koencoe Nionio. Tapi dengan berani bicara
mendahului Kong tie, ia pasti mempunyai kedudukan yang
tinggi didalam Siauw lim sie.”
“Kuduga dia teman Goan tin,” bisik Tio Beng.
“Mungkin sekali Kong boen Hong thio sudah jatuh ke
tangan Goan tin dan Kong tie Taysoe berada dibawah
kekuasaan pemberontak, lihat saja sikapnya yang sangat
berduka.”
Hati Boe Kie berdebar-debar, “Pheng Soehoe bagaimana
pendapatmu?” tanyanya.
“Dugaan Koencoe Nionio rasanya tepat. Dalam Siauw
2551
lim sie banyak sekali orang pandai kalau benar Goan tin
mengacau terang-terangan, nyalinya benar-benar tak kecil.”
“Goan tin sudah lama siap,” kata Boe Kie. “Dan ingin
menjadi Ciang boen Hong thio.” (Ciang boen Hong thio –
Pemimpin Partai dan kepala kuil Siauw lim sie)
“Ciang boen Hong thio mungkin masih belum cukup,”
kata Tio Beng.
“Siauw lim-pay adalah partai terutama dalam Rimba
Persilatan,” kata Boe Kie. “Dengan menjadi Ciang boen
Hong thio, dia sudah menduduki tempat yang paling tinggi,
tidak bisa lebih tinggi lagi.”
“Bagaimana dengan Boe lim Cie coen?” tanya nona Tio.
“Bukankah Boe lim Cie coen lebih tinggi dari Ciang boen
Hong thio Siauw lim-pay?”
Boe Kie tertegun, “Apa benar dia punya niatan itu!”
“Boe Kie Koko, karena Cioe Ciecie menikah dengan
orang lain, kau jadi linglung,” kata si nona sambil tertawa.
“Kau tidak bisa menggunakan otakmu lagi.”
Mendengar tebakan yang jitu itu, muka Boe Kie segera
berubah merah. Diam-diam ia mengutuk dirinya sendiri
yang lantaran memikirkan wanita cantik sudah lupa tugas
menolong ayah angkatnya.
Sesudah menentramkan pikirannya ia bertanya, “Beng
moay, menurut kau siasat apa yang dijalankan Goan tin?”
Jawab si nona, “Goan tin adalah orang yang sangat
banyak akalnya….”
“Koencoe Nionio kepintaranmu tak kalah dengan Goan
tin,” putus Cioe Tian.
“Kau memuji terlalu tinggi.”
2552
“Tidak terlalu tinggi….”
Cioe heng memotong Pheng Eng Giok, “Jangan
putuskan omongan Koencoe.”
“Kau sendiri jangan putuskan omonganku!” bentak Cioe
Tian dengan dongkol.
Pheng Eng Giok tersenyum dan tidak berkata apa-apa
lagi. Kalau ia bersuara, pertengkaran tentu menjadi
panjang.
“Memang dugaanku kalau Goan tin hanya bertujuan
untuk merebut kedudukan Ciang boen Hong thio, ia tak
perlu mengadakan pertemuan besar ini,” kata Tio Beng.
“Sesudah Cia Tayhiap jatuh ke tangannya perlu apa ia
menganjurkan pertandingan dengan orang gagah? Boe Kie
Koko, kalau kita bicara tentang ilmu silat di jaman ini
mungkin tak ada orang yang bisa menandingimu.
Kenyataan ini tidak bisa tidak diketahui Goan tin. Maka itu
tidaklah mungkin dia mengatur pertemuan ini untuk
membiarkan kau merebut gelar Boe lim Cie coen, memiliki
To liong to dan membebaskan Cia Tayhiap.”
Boe Kie, Pheng Eng Giok dan Cioe Tian mengangguk.
“Tapi bagaimana pendapatmu?” tanya Boe Kie, “Siasat apa
yang dijalankan Goan tin?”
Ketika itu Yo Siauw sudah kembali. “Aku pun anggap
Goan tin mempunyai tujuan yang jahat dalam menjalankan
tipu muslihatnya. Goan tin musuh besar agama kita dan
Koencoe Nionio pernah menjadi musuh kita,” kata Cioe
Tian. “Goan tin banyak akalnya. Mereka berdua kira-kira
tak banyak bedanya.”
Tio Beng tersenyum. “Cioe Sianseng,” katanya.
“Perkataan memang beralasan, sekarang mari kita
renungkan. Kalau aku jadi Goan tin, apa yang akan
2553
kuperbuat? Hm…pertama, aku akan membujuk supaya
Kong boen Hong thio mengundang orang-orang gagah
dikolong langit untuk berkumpul di Siauw lim sie, Kong
boen Hong thio seorang beribadat, berhati murah dan
berilmu tinggi. Ia sebenarnya tak mau banyak urusan. Tapi
kutahu bahwa untuk membujuknya aku hanya perlu
menyebutkan nasib Kong kian dan Kong Seng ceng.
Mengingat kecintaan kedua saudara seperguruannya itu,
Kong boen Hong thio pasti akan mengiyakan. Disamping
itu, apabila Siauw lim sie membunuh Cia Tayhiap, sakit
hati Bengkauw besar bagaikan lautan. Dengan
mengandalkan tenaga sendiri belum tentu Siauw lim sie
bisa melawan serangan Bengkauw. Dengan mengumpulkan
orang-orang gagah dikolong langit, Bengkauw tentu tidak
bisa membunuh semua orang yang berjumlah beberapa
ribu.”
Boe Kie dan yang lain manggut-manggutkan kepala.
“Dalam Eng hiong Tayhwee aku sendiri takkan
muncul,” kata nona Tio lagi. “Aku menyuruh orangorangku
melepas umpan guna mengadu domba.
Umpamanya Cia Tayhiap dan To liong to. Didalam
pertempuran tak peduli kalah atau menang sebagian tokoh
Bengkauw pasti akan celaka dan tenaga Bengkauw akan
berkurang.”
“Benar, hal itu sudah dipikirkan olehku,” kata Boe Kie.
“Tapi budi Giehoe berat bagaikan gunung dan saudarasaudara
dan Giehoe mempunyai hubungan persaudaraan
selama puluhan tahun. Mana bisa kita mengawasi dengan
berpeluk tangan saja? Hai!...Baru saja berapa hari kita
dating disini kakek sudah meninggal dunia. Dengan
bersembunyi di tempat gelap bangsat Goan tin tentu
bertepuk tangan.”
Tio Beng mengangguk. “Ya,” katanya, “Memang begitu,
2554
gelar ahli silat nomor satu dikolong langit kebanyakan akan
jatuh dalam tangan Thio Kauwcoe. Pendeta Siauw lim
akan berkata Thio Kauwcoe sudah berhasil mengalahkan
para orang gagah dan kami memberi selamat, kami
menyerahkan Cia Tayhiap kepada Thio Kauwcoe.”
“Silakan Kauwcoe pergi ke puncak bukit dibelakang kuil
kami untuk menyambutnya. Dengan seorang diri, Thio
Kauwcoe harus memecahkan Kim kong Hok mo coan.
Kalau ada yang mau membantu, teman-teman Goan tin
pasti akan berkata Thio Kauwcoe yang sudah bisa
menindih orang gagah dikolong langit tidak berkaitan
dengan orang luar. Tuan sebaiknya jangan ikut campur,
dalam merebut gelarnya, meskipun tidak sampai terluka,
tenaga Thio Kauwcoe pasti sudah berkurang banyak.
Bagaimana ia bisa melawan ketiga pendeta itu? Buntutnya
Cia Tayhiap tidak dapat ditolong dan ia sendiri mati
diantara pohon-pohon siong tua. Jenazah Thio Kauwcoe,
pendekar besar disuatu jaman hanay ditemani rembulan
dan angin dingin. Apa siasat itu tidak lihay?”
Mendengar keterangan itu, semua orang terkejut.
Mereka merasa bahwa dugaan si nona bukan tebakan
kosong. Boe Kie orang yang beradat keras, biar bagaimana
sukarpun ia pasti berusaha untuk terus menolong Cia Soen.
Dalam usaha itu ia rela mengorbankan jiwa. Andaikan
mesti mendaki gunung golok atau mencebur ke dalam kuali
minyak mendidih, ia pasti tak akan mundur.
Sesudah menghela napas, Tio Beng berkata, “Dengan
demikian Bengkauw akan hancur lebur. Sesudah itu Goan
tin akan maju lebih jauh, ia akan meracuni Kong boen
Hong thio dan melimpahkan dosa di atas kepala Kong tie
Taysoe. Tak sukar menjalankan siasat ini. Asal ia membuat
bukti palsu, para pendeta Siauw lim pasti akan percaya.
Setelah Kong boen dan Kong tie dirobohkan dengan
2555
bantuan teman-teman, ia tentu akan diangkat menjadi
Hong thio. Sesudah menjadi Hong thio ia akan
memerintahkan penyerangan terakhir pada sisa Bengkauw
dan Bengkauw akan musnah dari bumi. Saat itu gelar jago
nomor satu dikolong langit akan jatuh pada dirinya. Kalau
To liong to tak muncul lagi ya sudah saja. Tapi apabila
golok mustika itu kelihatan dalam kalangan Kangouw,
semua orang menyetujui bahwa pemiliknya yang sah
adalah Goan tin Seng ceng Hong thio dari Siauw lim sie.
Jika orang yang memegang golok itu tak menyerahkannya
kepada Goan tin, dia mungkin tak bisa hidup selamat
dalam waktu lama.”
Tio Beng bicara dengan bisik-bisik dan hanya bisa
didengar oleh beberapa orang. Tapi sesudah si nona selesai
bicara, Cioe Tian segera menepuk lututnya keras-keras dan
berkata dengan suara nyaring. “Benar-benar siasat yang
hebat!” Banyak orang menengok dan mengawasi omongan
Bengkauw.
“Siasat apa?” tanya Soema Cian Ciong, “Apa boleh
loohoe tahu?”
“Tak bisa,” jawab Cioe Tian, “Aku ingin mengadu
domba orang-orang gagah dikolong langit agar mereka
saling bunuh. Siasatku itu tak bisa diberitahukan kepada
siapapun juga. Kalau rahasia bocor, tak manjur lagi.”
“Bagus! Bagus!” kata Soema Cian Ciong sambil tertawa.
“Tapi, bagaimana kau mau mengadu domba orang-orang
gagah?”
“Tipuku sangat hebat!” teriak Cioe Tian. “Aku
mengatakan bahwa To liong to berada dalam tanganku dan
siapa yang ilmu silatnya paling tinggi akan mendapat golok
mustika itu.”
“Bagus! Bagus!” teriak Soema Cian Ciong. “Bicara
2556
terus!”
“Kau ingin merebut To liong to untuk menjadi Boe lim
Cie coen, Siecan dibunuh setan arak, setan arak dibunuh
hweeshio, si hweeshio dibunuh oleh too soe, si too soe
dibunuh si nona terus menerus drah mengucur, mayat
memenuhi lapangan ini. Apa itu tak bagus?”
Semua orang terkesiap, mereka merasa bahwa biarpun
seperti orang berotak miring, perkataan Cioe sangat tepat.
Jie loo (tetua nomor dua) dari Khong tong-pay, Cong
Wie hiap segera bangun berdiri dan berkata, “Perkataan
Cioe sianseng sangat beralasan. Ketika orang terang tidak
bicara secara gelap. Kita harus mengakui bahwa semua
golongan ingin sekali memiliki To liong to, tapi janganlah
berebut karena golok mustika itu, banyak orang jadi celaka.
Sekarang aku ingin ajukan sebuah usul. Biarlah
pertandingan ini merupakan pertandingan yang dinamakan
dengan ilmu silat mencari persahabatan. Kita tetapkan
sebuah peraturan bahwa begitu salah satu pihak kena
disentuh, pertandingan harus segera dihentikan. Dengan
demikian biarpun kalah menang mendapat keputusan
tidaklah sampai terjadi permusuhan yang tak diinginkan.
Bagaimana pendapat kalian?”
Sebagaimana diketahui Kong beng teng dikepung oleh
enam partai, Boe Kie telah mengobati luka Cong Wie Hiap
yang didapat karena berlatih Cit siang koen. Jago tua itu
merasa sangat berterima kasih dan kedatangan Khong tongpay
kali ini di Siauw lim sie mengandung maksud
membantu Bengkauw dalam usaha menolong Cia Soen.
Soema dan Cian Ciong tertawa nyaring, “Kulihat kau
manusia yang takut mati,” katanya. “Kalau kau ada luka
dan tak ada orang mati, adu silat mana enak dilihat?”
Siang Tek Cie, tetua keempat Khong tong-pay yang
2557
berangasan segera meluap darahnya, “Tutup mulutmu,”
bentaknya. “Melukai kau si setan arak sama gampangnya
seperti orang membalik tangan.”
“Ah! Aku hanya guyon,” kata si setan arak. “Mengapa
Siang sianseng segera marah? Siapa tidak kenal Cit siang
koen dari Khong tong-pay? Bukankah Kong kian Seng ceng
juga mati karena pukulan Cit siang koen. Aku si setan arak
mana bisa menyamai Kong kian Seng ceng.”
Semua orang diam-diam tertawa dalam hati. Mereka
merasa heran bahwa setan arak yang berbicara seenaknya
saja bisa hidup terus sampai hari ini.
Cong Wie Hiap tidak meladeni dan berkata dengan suara
nyaring, “Aku mengusulkan supaya setiap partai, setiap
perkumpulan atau golongan menunjuk dua wakil untuk
maju ke gelanggang pieboe. Siapa yang dapat kemenangan
terakhir dialah yang akan mendapat Cia Tayhiap dan To
liong to.”
Usul itu disambut dengan sorak sorai dan tepuk tangan.
Semua orang mengatakan bahwa usul Cong Wie Hiap
adalah jalan yang paling baik.
Diam-diam Boe Kie memperhatikan pendeta-pendeta
yang berdiri dibelakang Kong tie. Ia sadar bahwa banyak
yang paras mukanya tak senang. Ia yakin sekarang bahwa
dugaan Tio Beng adalah tepat.
Seseorang setengah tua yang putih mukanya dan sebelah
tangannya memegang kipas terbalut emas bangun berdiri
dan berkata, “Aku menyetujui usul Cong Jiehiap. Tapi
biarpun diadakan peraturan begitu ada yang tersentuh
pertandingan segera dihentikan, kitapun harus ingat bahwa
senjata dan kaki tangan tidak ada matanya. Kalau ada yang
salah tangan biarlah dianggap saja bahwa kejadian itu
adalah takdir. Sahabat-sahabat dari orang yang terluka atau
2558
mati tidak boleh berusaha untuk membalas sakit hati. Tapi
adanya ketetapan itu, pertandingan mungkin akan berlarutlarut
dan takkan ada habisnya.”
“Bagus! Bagus! Setuju!” demikian sambut para hadirin.
“Kalau tidak salah, saudara yang berparas tampan itu
adalah saudara Auwyang dari Heng yang hoe di Ouwlan,”
kata Soema Cian Ciong.
“Benar,” jawabnya sambil menggoyang-goyangkan
kipas.
“Auwyang Heng tay dan aku seperti setan-setan liar,”
kata Soema Cian Ciong pula. “Kita tidak masuk didalam
partai atau perkumpulan manapun juga. Aku suka arak
(cioe), kau suka paras cantik (sex). Alangkah baiknya bila
kita berdua membentuk sebuah partai baru yang dinamakan
Cioe sex-pay, kita berdua menghadapi orang gagah
dikolong langit. Apa kau setuju?”
Semua orang tertawa terbahak-bahak. Orang yang
bermuka putih itu bernama Auwyang Bok. Ia mempunyai
dua belas gundik dan biarpun ilmu silatnya tinggi ia jarang
bergaul dengan orang-orang kangouw.
Auwyang Bok turut tertawa. “Kalau aku menyatukan
diri dengan kau dalam sebuah partai, aku kuatir hartaku tak
cukup untuk membiayai minum arakmu,” katanya.
“Saudara bicara lagi tentang pertandingan silat, kita
sebaiknya mengangkat beberapa cianpwee yang
berkedudukan tinggi untuk menjadi juru pemisah guna
menyingkirkan segala pertengkaran!”
“Aku setuju,” jawab Cong Wie Hiap. “Aku usulkan
Kong tie Sengceng.”
Seraya menuding karung yang dipegang Swee Poet Tek,
Soema Cian Ciong berkata, “Aku usulkan Coan tong
2559
Tayhiap Hee Cioe Hee Loo eng hiong yang berada dalam
karung itu.”
Swee Poet Tek mengangkat karungnya dan melontarkan
ke arah Soema Cian Ciong, “Juru pemisah datang,”
teriaknya sambil tertawa.
Soema Cian Ciong menyambuti dan segera coba
membuka ikatan mulut karung. Diluar dugaan ikatan itu
sangat istimewa dan ia tidak berhasil membukanya. Seraya
tertawa hahahihi Swee Poet Tek mengangkat karung itu
dengan tangan kirinya dan beberapa gerakan tangan mulut
karung sudah terbuka. Dilain saat tubuh Hee Cioe sudah
menggelinding keluar, cepat-cepat Soema Cian Ciong
membangunkannya dan membuka jalan darahnya.
Bukan main malunya Hee Cioe, tiba-tiba ia mencabut
pedang pendeknya dan menikam dadanya. Soema Cian
Ciong terkesiap. Untung juga ia masih sempat menangkap
dan merebut senjata itu. “Hee heng, mengapa kau
berpandangan begitu sempit?” katanya dengan suara
membujuk.
“Aku usulkan Soen Looya coe dari Tiang pek-san!”
teriak seorang pria kate gemuk.
“Siang gie (sepasang Gie) dari Ciat kang timur
menggetarkan seluruh Kang lim!” seru seorang wanita
setengah tua. “Mereka berdua terkenal adil dan aku usulkan
mereka sebagai juru pemisah.”
Dengan cepat sudah diajukan belasan calon.
Mendadak dirombongan Go bie-pay terdengar suara
seorang pendeta wanita tua, “Perlu apa diadakan juru
pemisah?” Suaranya yang dingin tak keras, tapi menusuk
kuping, satu bukti bahwa nenek itu memiliki Lweekang
yang tinggi.
2560
“Apa boleh aku tahu nama Soethay?” tanya Soema Cian
Ciong, “Mengapa tak perlu juru pemisah?”
“Yang menang hidup, kalah mati, juru pemisah yang
tepat adalah Giam loo ong!” jawabnya.
Mendengar suara bernada dingin dan menyeramkan,
banyak orang bangun bulu romanya.
“Dengan ilmu silat kita mencari persahabatan,” kata
Soema Cian Ciong. “Antara kita tidak terdapat
permusuhan. Perlu apa kita berkelahi sampai ada yang
mati? Seorang beribadat berdiri diatas dasar belas kasihan.
Dengan berkata begitu apakah Soethay tak kuatir
Hoedcouw (Sang Buddha) akan menjadi gusar?”
“Terhadap orang lain kau boleh menggoyang lidah
secara gila-gilaan. Terhadap murid Go bie-pay, kau harus
tahu aturan sedikit.”
“Go bie-pay sangat hebat! Kata orang, lelaki tak boleh
ribut dengan perempuan. Aku si setan arak mau tarik urat
dengan pendeta perempuan.” Seraya berkata begitu, ia
mengangkat cangkir arak untuk meneguknya. Tapi baru
saja cangkir menempel dibibir tiba-tiba terdengar suara
“srr…srr…!” yang sangat tajam dan tiga peluru
menyambar, satu menghantam cangkir, satu memukul poci
dan satu lagi menyambar dada.
Hampir bersamaan terdengar ledakan-ledakan keras,
ketiga peluru itu meledak dan terbakar. Cangkir dan poci
arak hancur sedang dada Soema Cian Ciong berlubang
besar. Badannya terpental dan ambruk di tanah. Dengan
hati mencelos Hee Cioe menubruk tapi Soema Cian Ciong
sudah tak bisa ditolong lagi. Bajunya hangus dan napasnya
sudah berhenti tapi bibirnya masih tersungging senyuman.
Pada detik terakhir, ia masih belum tahu bahwa ia sedang
menghadapi maut.
2561
Kejadian itu tentu saja mengejutkan semua orang.
Orang-orang gagah yang berada disitu adalah jago-jago
berpengalaman luas. Tapi mereka tak tahu senjata rahasia
apa yang digunakan Go bie-pay.
“Celaka! Senjata apa itu?” teriak Cioe Tian dengan suara
parau.
“Kudengar di negeri asing ada semacam senjata rahasia
yang menggunakan bahan peledak dan dinamakan Pek-lek
Loei hwee tan,” bisik Yo Siauw. “Mungkin sekali peluru itu
semacam Pek-lek Loei hwee tan.” (Pek-lek Loei hwee tan =
Peluru geledek api atau granat).
Sementara itu, sambil memeluk jenazah Soema Cian
Ciong, Hee Cioe berkata kepada rombongan Go bie pay.
“Walaupun dia sering suka guyon-guyon, Soema Hengtee
seorang yang berhati mulia. Selama hidup ia belum pernah
melakukan sesuatu yang berdosa. Saudara-saudara orangorang
gagah di kolong langit. Apakah di antara kalian ada
yang pernah dengar bahwa Soema Cian Ciong pernah
mencelakai sesama manusia?”
Semua orang membungkam. Mereka turut berduka.
Sambil menuding niekouw tua itu, Hee Cioe berkata
pula dengan suara keras! “Go bie pay dikenal dikenal
sebagai partai yang lurus bersih. Siapa nyana kamu
menggunakan senjata yang begitu beracun! Di dalam rimba
persilatan, partai atau jago yang bagaimana tangguhpun
tidak boleh melewati batas yang dinamakan “li”
(kepantasan). Apa aku boleh tahu nama Soethay?”
“Aku Ceng kee, jago dalam karung. Mau apa kau?”
“Sebab kepandaian cetek, aku sudah dihina oleh
kawanan iblis,” kata Hee Cioe dengan suara parau. “Tapi
biarpun tak punya kebecusan, si orang she Hee tidak
2562
menyeleweng dari jalan kesatriaan. Ceng kee Soethay, kau
begitu kejam! Kau sungguh berdosa terhadap Coawsoe Go
bie pay, Kwee Siang Kwee Liehiap.”
Mendengar disebutnya nama Couwsoe mereka, semua
murid Go bie pay serentak bangun berdiri. Sambil
mengawasi Hee Cioe dengan alis berdiri Ceng kee
membentak. “Apa nama yang mulia dari Couwsoe kami
boleh disebut-sebut begitu saja oleh telur busuk seperti
kau?”
Banyak murid Go bie pay melakukan perbuatan tidak
pantas dan menodai nama Couwsoe mereka. Jangankan
Kwee Liehiap, sekalipun Biat coat Soethay yang terkenal
kejam, masih belum pernah membunuh manusia yang tidak
berdosa. Kau sudah sembarangan mengambil jiwa sesama
manusia yang tidak berdosa dan Ciang boenjin mu sama
sekali tidak menghiraukannya. Huh huh… apa dengan
kekejaman itu Go bie pay masih ingin berdiri dalam dunia
Kangouw?”
“Tutup bacotmu! Kalau membacot lagi setan arak itu
menjadi contohmu.”
Dengan paras muka merah padam Hee Cioe maju tiga
tindak. “Kalau Ciang boenjin Go bie-pay tidak
membersihkan rumah tangganya, mulai dari sekarang Go
bie pay akan dikutuk oleh segenap orang gagah!” teriaknya.
Ribuan pasang mata murid-murid Go bie pay dan mata
semua orang tamu ditujukan kepada Cioe Cie Jiak.
Perlahan-lahan Cie Jiak manggutkan kepalanya. Di lain
saat sesudah dapat permisi dari pemimpinnya, Ceng Kee
melepaskan dua butir Pek Lek Loei hwee tan yang
menyambar bagaikan kilat. Dada dan kempungan Hee Cioe
berlubang dan pakaiannya terbakar. Tapi biarpun sudah
binasa, ia masih berdiri tegak dan kedua tangannya masih
2563
memeluk jenazah Soema Cian Ciong.
Semua orang tertegun. Selang beberapa saat, barulah
keadaan berubah gempar dan ratusan orang berteriak-teriak
mencaci Go bie pay.
Wie It Siauw dan Swee poet tek saling mengawasi dan
kemudian saling manggutkan kepala. Sesudah saling
memberi isyarat, mereka berlari-lari menghampiri jenazah
Hee Cioe. Mereka berlutut dan Swee poet tek berkata, “Hee
looenghiong, kami berdua tak tahu bahwa kau seorang
ksatria yang berhati mulia. Tadi kami telah berlaku kurang
ajar dan kami merasa menyesal dan malu.” Sehabis berkata
begitu ia menggapelok muka sendiri, diturut oleh Wie It
Siauw. Sesudah itu mereka memadamkan api yang
membakar kedua jenazah dan kemudian membawanya ke
gubuk rombongan Beng kauw.
Melihat Cie Jiak berubah begitu kejam, bukan main rasa
dukanya Boe Kie.
Selagi orang berteriak-teriak, Cie Jiek bicara bisik-bisik
kepada Soe Ceng Soe yang sesudah menggangguk beberapa
kali lalu berjalan ke tengah-tengah lapangan.
“Hari ini para orang gagah membuat pertemuan dan
pertemuan ini bukan pertemuan untuk menulis syair,
menabuh tabu-tabuan atau minum arak,” katanya dengan
suara nyaring. “Pertemuan ini adalah pertemuan Rimba
Persilatan dan dalam pertemuan begitu, soal luka atau
binasa adalah soal yang biasa saja. Hee Looenghiong
mengatakan bahwa Soema Siau Seng belum pernah
melakukan perbuatan tidak baik dan mempersalahkan
Cengkee Soethay sebagai seorang yang sudah membunuh
orang yang tak berdosa. Sesudah itu, kalian bikin ribut ribut
seperti juga tak merasa puas terhadap partai kami. “Apakah
dalam pertandingan silat kita harus lebih dulu mencari tahu
2564
riwayat setiap orang dan yang baik tak boleh dilukai dan
yang jahat barulah boleh dibinasakan?”
Pertanyaan itu telah membungkam semua orang. Banyak
di antaranya lantas saja merasa bahwa perkataan Song
Ceng Soe memang beralasan.
Sesudah mendapat angin Song Ceng Soe berkata pula.
“Kalau To liong to hanya boleh dimiliki oleh orang yang
mulia, tak perlu diadakan pertandingan silat lagi. Kalau
benar begitu, kita beramai-ramai harus pergi ke Shoatang
dan mencari turunan nabi Khong Hoe Coe untuk
menyerahkan golok mustika itu kepadanya. Tapi kalau kita
bicara tentang silat, maka dalam pertempuran orang
mungkin tak bisa memperhatikan lagi apa lawannya
seorang tidak berdosa atau berdosa.”
Banyak orang manggut2kan kepala bahkan ada yang
lantas berteriak. “Benar!”
Suara Song Ceng Soe itu membangkitkan rasa sangsi di
dalam hati Jie Sam Cioe dan In Lie Heng. Suaranya mirip
dengan suara Song Ceng Soe, tapi ia menggunakan istilah
“partai kami”, suatu tanda bahwa dia seorang anggota Go
bie pay. Di samping itu, mukanya yang berewokan tak
sama dengan muka Song Ceng Soe.
Karena kesangsian itu, Jie Lian Cioe segera berbangkit
dan bertanya, “Apa aku boleh mendapat tahu she dan nama
tuan yang mulia?”
Melihat pamannya, Ceng Soe jadi gentar. Beberapa saat
kemudian barulah ia menjawab. “Aku seorang muda yang
tak terkenal, sehingga tiada harganya untuk Jie hiap
mengenal aku.”
“Tuan telah bicara tentang pertandingan silat dan tuan
tentu memiliki kepandaian tinggi,” kata Jie Lian Cioe
2565
dengan suara keras. “Di waktu masih muda, guruku pernah
menerima budi Kwee Liehiap dari Go bie pay. Guruku
telah memesan, bahwa murid2 Boe tong tak boleh
bertempur melawan murid Go bie, maka itu aku mau
mencari keterangan se-jelas2nya, apa benar tuan murid Go
bie pay dan siapa adanya tuan. Seorang lelaki sejati harus
terus terang, tak boleh main sembunyi-sembunyi.”
Yang menjawab adalah Cioe Cie Jiak. “Jie-Jiehiap, aku
tak mendustai kau,” katanya. “Dia adalah suamiku, dia she
Song bernama Ceng Soe. Dulu ia murid Boe tong sekarang
sudah jadi anggota Go bie pay. Kalau mau bicar, Jie hiap
boleh bicara dengan aku.” Keterangan itu yang diucapkan
dengan suara nyaring dan dingin mengejutkan semua orang
sehingga seluruh lapangan jadi sunyi senyap.
Di lain detik Song Ceng Soe mengusap mukanya dan
terloncatlah topengnya. Ia sekarang berubah menjadi
seorang pemuda yang sangat tampan.
Mengingat kedosaan keponakan itu, darah Jie Lian Cioe
bergolak-golak. Tapi sebagai orang berilmu tinggi,
walaupun amarahnya besar paras mukanya masih tetap
tenang. Hanya sepasang matanya yang tajam bagaikan
pisau menyapu muka Song Ceng Soe, yang lantas saja
menunduk.
“Suamiku sudah keluar dari Boe tong dan masuk di Go
bie,” kata Cie Jiak. “Hari ini secara resmi aku
mengumumkan hal itu di segenap orang gagah di kolong
langit. Jie Jiehiap dengan mengingat persahabatan lama,
Thio Cinjin melarang murid murid Boe tong bermusuhan
dengan partai kami. Itulah gie khie dari Thio Cinjin. Tapi
mungkin juga larangan ini merupakan kepintaran Thio
Cinjin dalam usaha mempertahankan nama besar Boe tong
pay.”
2566
Sampai di situ In Lie Heng tak bisa menahan sabar lagi.
Ia melompat keluar dan sambil menuding Cie Jiak ia
membentak. “Cioe kauwnio, dahulu di waktu kau kecil
waktu kau terancam bencana, gurukulah yang sudah
menolong jiwamu dan kemudian menyerahkan kau kepada
Go bie pay. Meskipun guruku sama sekali tidak
mengharapkan pembalasan budi, tapi kau sungguh
keterlaluan, karena dalam omonganmu itu kau seperti juga
mengatakan bahwa Boe tong pay hanya punya nama
kosong dan tidak bisa menandingi Go bie pay. Apa dengan
berkata begitu kau tidak merasa malu terhadap guruku?”
Cie Jiak tertawa datar. “Para pendekar Boe tong yang
namanya menggetarkan Kang ouw memang berkepandaian
tinggi dan Song tayhiap sendiri adalah mertuaku,” katanya.
“Mana berani aku mengeluarkan celaan itu? Tapi Boe tong
dan Go bie pay masing masing mempunyai kepandaian
sendiri-sendiri. Sukar dikatakan yang mana yang lebih
tinggi dan yang mana lebih rendah. Dulu, Kwee Couwsoe
dari partai kami melepas budi kepada Thio Cinjin.
Belakangan Thio Cinjin menolong aku. Budi sudah dibalas
dengan budi dan di antara kedua partai tidak ada yang
berhutang budi lagi, Jie Jiehiap, In Liok hiap! Peraturan
bahwa murid Boe tong tidak boleh kebentrok dengan murid
Go bie, sebaiknya mulai dari sekarang dihapuskan saja.”
Perkataan yang menantang itu mengejutkan semua
orang. Nama Jie Lian Coe tersohor di seluruh rimba
persilatan. Mengapa Cie Jiak begitu berani? Apa dengan
hanya mengandal kepada peluru geledek Go bie pay mau
menjagoi di dunia Kang ouw?
Darah In Lie Hong bergolak golak. Mengingat
kebinasaan Boh Seng Kok air matanya lantas saja
mengucur. “Ceng Soe! Oh Ceng Soe!” teriaknya dengan
suara parau. “Mengapa… mengapa kau binasakan Cit siok
2567
mu…?”
Ia tidak dapat lagi meneruskan perkataannya dan
menangis sedu sedu.
Semua orang saling mengawasi.
Jie lian Cioe mendekati dan sambil memegang pundak
adik seperguruan. “Para enghiong, dengarlah. Boe tong
sangat tidak beruntung dan muncul Song Ceng Soe, seorang
murid pengkhianat dan durhaka. Cit tee ku, Boh Seng Kok,
telah…” mendadak terdengar suara, “srr… srr…” dua butir
Pek Lek Loei Hwee tan menyambar dada Jie Lian Cioe.
“Celaka” seru Boe Kie. Ia tak duga Go bie pay bisa
berbuat begitu. Ia mau melompat menolong, tapi sudah
tidak keburu lagi.
Jie Lian Cioe pun tidak pernah menduga bahwa dirinya
bakal diserang secara begitu. Kalau ia berkelit, granat itu
pasti akan mencelakai murid-murid Kay pang yang berada
di sebelah belakangnya. Ia seorang ksatria tulen dan ia tidak
mau kalau karena gara-garanya banyak orang yang tidak
berdosa mesti mengorbankan jiwa. Ketika pikiran itu
berkelebat dalam otaknya, kedua senjata rahasia itu sudah
hampir menyentuh dadanya. Secepat kilat ia membalik
kedua telapak tangannya dan menyambut dengan In Chioe
(Tangan awan), salah satu ilmu dari Thay kek koen. Kedua
granat itu lantas saja terputar-putar di kedua telapak
tangannya.
Semua orang serentak bangun berdiri dan ribuan pasang
mata ditujukan ke arah kedua telapak Jie Lian Cioe.
Meledak atau tidak!... meledak atau tidak?... jantung
mereka seolah olah berhenti berdenyut.
Syukur! Granat itu tidak meledak.
Thay kek koen adalah ilmu silat “terlembek” di kolong
2568
langit. Bertahun-tahun Jie Lian Cioe melatih diri dalam
ilmu itu. Berkat ketekunannya ia berhasi mewarisi ilmu
yang sangat tinggi itu. Tadi melihat kebinasaan Soema Cian
Ciong dan Hee Cioe, ia tahu bahwa peluru itu akan
meledak begitu terbentur dengan lain benda apapun juga.
Dalam keadaan terdesak, ia terpaksa mempertaruhkan
jiwanya dan menggunakan ilmu “lembek” itu. Benar saja,
“kelembekan” dapat mengatasi kekerasan. Kedua peluru itu
seperti masuk ke dalam sebuah kekosongan dan hanya
berputar putar.
Tiba tiba terdengar pula “srr… srr!...” dan dua butir
granat kembali menyambar Jie Lian Cioe.
In Lie Heng yang berdiri di samping soehengnya lantas
saja mengibaskan kedua tangannya. Dengan Cioe hwie pipee
sit (Tangan memetik pi pee, semacam tetabuhan seperti
gitar), ia menyambut kedua peluru itu dan kemudian,
dalam Kim kee tok li pasat (ayam emas berdiri di atas satu
kaki, yaitu kaki kiri menginjak bumi dan kaki kanan
terangkat ke atas tubuhnya terputar-putar bagaikan kitiran
cepatnya).
Mengapa ia berbuat begitu? In Lie Heng terkenal lihay
dalam ilmu pedang, tapi dalam Thay kek koen ia belum
bisa menandingi Jie Lian Cioe. Ia lihat bahwa waktu
menyambut Pek lek Loei hwee tan, kakak seperguruannya
telah menggunakan seantero kepandaiannya. Ia mengerti
bahwa apabila kelembekan kedua telapak tangannya
mengandung sedikit saja tenaga kekerasan, peluru itu akan
lantas meledak. Maka itu, untuk memunahkan tenaga
timpukan dan mencegah peledakan, ia memutar mutar
kedua peluru itu dengan iringan telapak tangan dengan
memutar mutar tubuhnya sendiri. Demikianlah, kalau Jie
Lian Cioe bisa memunahkan tenaga timpukan di telapak
tangannya sendiri, In Lie Heng harus memunahkannya di
2569
tengah udara. Pada hakekatnya kepandaian Jie Jiehiap lebih
tinggi daripada In Lie Heng, tapi apa yang diperlihatkan
cara menyambut In Liok hiap banyak lebih indah daripada
Jie Lian Cioe. Sesudah In Lie Heng memutar-mutarkan
tubuhnya kurang lebih tiga puluh putaran, di empat penjuru
lapangan terdengar sorak sorai gegap gempita.
Sekonyong-konyong terdengar lagi suara “srr…srrr….”
Dan delapan Loei hwee tan menyambar dengan saling
susul.
Sambil membentak keras dengan berbareng Jie Lian Cioe
dan In Lie Heng menimpuk dengan empat peluru yang
berada dalam tangan mereka. Murid-murid Boe tong pay
tidak pernah belajar menggunakan senjata rahasia, tapi
mereka telah berlatih diri dalam ilmu menyambut senjata
rahasia dan memulangkannya kepada lawan. Dengan
sebuah senjata rahasia, seorang murid Boe tong bisa
memukul dua atau tiga senjata lawan. Maka itu, empat
Loei hwee tan yang dilontarkan oleh Jie Lian Cioe dan In
Lie Heng dengan jitu sudah menghantam delapan peluru
yang sedang menyambar.
Hampir berbareng terdengar delapan perledakkan
dahsyat dan seluruh lapangan penuh dengan asap dan bau
obat pasang. Sesudah menimpuk, kedua pendekar Boe tong
melompat mundur belasan tombak untuk menyingkir dari
lain serangan Loei hwee tan.
Melihat lihaynya Pek lek Loei hwee tan, semua orang
kaget dan cemas. Yang memiliki ilmu seperti kedua
pendekar Boe tong hanya beberapa orang saja. Dalam
menghadapi granat itu ilmu ringan tubuh tidak mencukupi,
sebab kalau diserang dengan Boan thian Hoa ie (Hujan
bungan di angkasa yang berarti serangan dengan sejumlah
besar peluru) dan peluru peluru saling menyentuk dan
meledak di tengah udara, maka orang yang ringan
2570
tubuhnya paling lihaypun sukar terlolos dari bencana.
Sementara itu, di gubuk Hwa san pay kelihatan berdiri
seorang yang bertubuh jangkung dan yang segera berkata
dengan suara nyaring. “Apakah dalam pertandingan silat
Go bie pay ingin memperoleh kemenangan dengan
mengandalkan jumlah yang besar?” Yang bicara adalah
seorang dari Hwasan Jih Loo (dua tetua Hwa san pay).
Dahulu di atas Kong beng teng, ia pernah mengerubut Boe
Kie bersama Ho Thay Cong dan Pan Siok Ham.
“Silat banyak sekali perubahan-perubahannya,” jawab
Geng Kee Soethay. “Yang kuat menang, yang lemah kalah.
Kita bukan sebangsa sastrawan yang saban2 ributi soal
peraturan.”
Mendengar perkataan itu, orang hanya menggelengkan
kepala. Murid Go bie pay kebanyakan wanita, tapi sekarang
ternyata mereka bahkan lebih sukar diajak berbicara
daripada kaum pria. Waktu bicara tetua Hwa san pay itu
tidak berani datang dekat sebab kuatir diserang dengan Pek
Lek Loei hoei tan.
Boe Kie menyaksikan itu semua dengan rasa menyesal
dan berduka. “Cie Jiak menikah bukan karena mencintai
Song Soeko,” katanya. Ia ingat pengalamannya di pulau
kecil, ketika dia dan si nona saling mengutarakan rasa cinta
dan berjanji untuk hidup sebagai suami isteri. Mana bisa
janji suci itu dilanggar dengan begitu saja? Ia sungguh
merasa bersalah. Waktu menghadapi meja sembahyang, di
hadapan orang banyak ia kabur bersama sama Tio Beng.
Cie Jiak adalah Ciangbunjin sebuah partai besar dan
seorang wanita terhormat. Mana boleh ia menghinakannya
secara begitu hebat? Mana bisa Cie Jiak tidak sakit hati?
“Hari ini Go bie pay telah berbuat perbuatan perbuatan
yang tidak pantas, tapi kalau mau diusut itu semua adalah
2571
gara2ku,” katanya di dalam hati.
Makin dipikir, ia makin merasa menyesal. Akhirnya
sambil menahan rasa jengah, ia pergi ke gubuk Go bie pay
dan berkata, “Cie Jiak, ini semua lantaran kedosaanku.
Urusan Song Soeko mencelakai Boh Citsiok harus ada
pemberesannya. Menurut pendapatku, sebaiknya Song
Soeko ikut Jie Jiepeh dan To Lek Siok pulang ke Boe tong
untuk memohon ampun, atau kalau perlu menerima
hukuman, dari Song Toa Soepeh.”
Cioe Cie Jiak tertawa dingin. “Thio Kauwcoe,” katanya,
“dahulu kuanggap kau seorang lelaki sejati. Hanya sepak
terjangmu tolol tololan. Siapa nyana kau hanya seorang
manusia rendah. Seorang laki-laki berani berbuat harus
berani menanggung segala akibatnya. Kau sudah
membinasakan Boh Cit hiap. Mengapa kau menimpakan
kedosaan itu di atas kepala orang lain?”
Boe Kie terkesiap. “Ah!... aku membinasakan Boh
Citsiok?” ia menegas. “Aku?”
“Mengapa ayah dan ibumu binasa?” tanya Cie Jiak.
“Sebab mereka berdosa. Mereka bunuh diri sendiri,
bukan?” Jie Thay Giam, Sam Soepehmu, adalah seorang
gagah di jaman ini. Tapi dia bercacat seumur hidup, karena
dicelakai ibumu. Bukankah begitu? Ayahmu adalah murid
dari sebuah partai yang lurus bersih. Tapi dia mabuk
dengan paras cantik, dan menikah dengan perempuan
siluman. Bukankah begitu? Thio Kauwcoe, kulihat kau
sudah meneladani semua perbuatan mulia dari ayah dan
ibumu!”
Bahna gusarnya muka Boe Kie jadi merah padah dan
tubuhnya bergemetaran, kalau Cie Jiak hanya mencaci
dirinya, ia takkan menghiraukan. Tapi sekarang yang
dimaki adalah mendiang ayah dan ibunya. Dengan kejadian
2572
itu, tiba-tiba saja mukanya berubah putih, pucat pasi sebab
menahan hawa amarah. Hampir hampir ia tak dapat
mempertahankan diri. Untung juga dalam kegusarannya ia
ingat bahwa Cie Jiak menghina kedua orang tuanya justru
untuk membuatnya kalap dan melakukan perbuatan yang
tidak pantas. Di samping itu iapun tidak dapat melupakan
kesalahannya sendiri. Mengingat begitu sambil menggigit
bibir ia memutar tubuh dan lantas berjalan pergi!
Sekonyong konyong dalam rombongan Go bie pay
terdengar teriak seorang. “Tak disangka Thio Kauwcoe
hanya manusia rendah yang nyalinya kecil. Melihat
kelihayan Pek lek Loei hwee tan kita, dia kabur dengan
menyeret buntutnya.”
Boe Kie menengok dan mendapat kenyataan bahwa
niekouw yang berteriak begitu adalah Cenghoat Soethay
yang berlengan satu. Ia menghela napas dan berkata di
dalam hati. Dia kehilangan lengan juga sebab gara-garaku.
Sudahlah! Perlu apa aku meladeni? Ia berjalan terus tanpa
menengok lagi, walaupun ia terus disoraki dan diejek oleh
murid Go bie pay.
Yo Siauw tertawa dingin dan berkata dengan suara
nyaring. “Pek Lek Loei hwee tan hanya permainan kanak!
Tidak ada harganya untuk disebut sebut. Kalau peluru itu
tidak bisa mencelakai kedua pendekar Boe tong, dia juga
tak akan bisa mencelakai Thio Kauwcoe kami ahli waris
ilmu silat Boe tong. Hoh hah… kamu, orang-orang Go bie
pay mau memperoleh kemenangan mengandalkan jumlah
besar. Baiklah, aku akan memberi pelajaran kepadamu cara
bagaimana orang bisa menarik keuntungan dengan
mengandalkan jumlah yang besar.” Seraya berkata begitu,
ia mengulapkan tangan kirinya. Seorang kacung yang
memakai baju putih menghampiri dengan kedua tangan
menggenggam sebuah rak kayu kecil dimana tertancap
2573
puluhan bendera kecil yang terdiri dari lima warna.
Yo Siauw mencabut satu bendera putih dan
melontarkannya. Bendera itu terbang dan menancap di
tengah-tengah lapangan.
Semua orang mengawasi dengan penuh rasa heran.
Panjang bendera itu bersama-sama gagangnya belum cukup
dua kaki dan di tengah-tengah bendera tersulam sebuah
gambar obor yaitu pertanda Beng kauw.
Selagi para hadirin coba menebak nebak, salah seorang
yang berdiri di belakang Yo Siauw maju ke depan dan
melepaskan sebatang anak panah api yang berwarna putih.
Beberapa saat kemudian, dari luar terdengar suara
tindakan kaki yang ramai dan masuklah serombongan
anggota Beng kauw yang memakai ikatan kepala putih.
Jumlah rombongan itu lima ratus orang. Begitu tiba di
lapangan, mereka melepaskan anak panah menancap di
seputar bendera putih. Rombongan itu tidak lain daripada
pasukan Swi kim kie yang dipimpin oleh Gouw Kin Co.
Sebelum para orang gagah sempat bersorak, anggota
anggota Swi kim kie itu sudah mencabut tombak pendek
yang diselipkan di punggung mereka maju beberapa tindak
dan melemparkannya ke tengah lapangan. Tombak-tombak
itu menancap tepat di dalam lingkaran anak panah.
Mereka maju lagi tiga tindak, mencabut kampak pendek
kecil dari pinggang mereka dan menimpuknya. Di lain saat,
di tengah lapangan sudah terdapat tiga lingkaran senjata,
yaitu kampak, tombak dan anak panah. Semua orang
mengawasi dengan rasa kagum tercampur jeri. Seorang
yang ilmu silatnya bagaimana tinggipun tak nanti bisa
meloloskan diri dari serangan 1500 senjata.
Sebagaimana diketahui, di Seehek Swie kim kie pernah
2574
bertempur melawan Go bie pay dengan menderita rusak
besar, sedang Ciang kie soenya sendiri, yaitu Chung Ceng,
binasa dalam tangan Biat coat Soethay. Dalam waktu yang
belakangan ini, semenjak Boe Kie menjadi Kauwcoe, Beng
Kauw mengadakan perbaikan ke dalam dan keluar. Ngo
beng kie disusun lagi dan diberikan latihan latihan baru.
Sekarang jumlah anggota Swi kim sie sudah 4000 orang dan
500 orang yang diajukan ke Siauw lim sie itu adalah orang
orang pilihan. Mereka semua sudah memiliki dasar ilmu
silat yang sangat baik sekali dan di bawah pimpinan orangorang
yang pandai,mereka merupakan satu pasukan yang
benar-benar tangguh.
Sementara itu Yo Siauw sudah membentak. “Swie kim
kie mundur! Kie bok kie maju!”
Lima ratus anggota Swi kim kie segera berlari-lari ke
tengah lapangan, mengambil pulang senjata mereka,
menghampiri gubuk Beng kauw dan sesudah memberi
hormat kepada Boe Kie, dengan rapih dia meninggalkan
lapangan.
Yo Siauw mengambil bendera hijau dan melemparkan ke
tengah lapangan. Bendera itu menancap di samping
bendera putih.
Beberapa saat kemudian pasukan Kie bok kie yang
memakai ikatan kepala warna hijau masuk ke lapangan.
Kekuatan pasukan itu juga 500 orang dan saban sepuluh
orang membawa sepuluh balok besar, yang beratnya kurang
lebih seribu kati. Pada balok itu dipasangi gaetan gaetan
besi yang digunakan sebagai pegangan untuk membawanya.
Tiba-tiba terdengar bentakan keras dan balok-balok
tersebut dengan serentak dilemparkan ke tengah udara, ada
yang tinggi, ada yang rendah, ada yang ke kanan, ada juga
yang ke kiri, dan setiap balok membentur balok yang lain
2575
sehingga dengan demikian, dua lima pasang balok saling
membentur di tengah udara dan sesudah itu, dengan
berbareng lima puluh balok itu jatuh di muka bumi! Suara
benturan balok balok itu hebat luar biasa dan siapapun jua
yang kena terpukul pasti tak akan bisa meloloskan diri dari
kebinasaan. Pasukan balok ini sebenarnya dilatih untuk
memecahkan pintu kota di dalam peperangan. Sesudah
balok-balok itu jatuh, lima ratus anggota Kie bok kie segera
memburu dan mencekal lagi gaetan gaetan besi siap sedia
untuk melemparkan lagi.
“Kie bok kie mundur!” teriak Yo Siauw. “Dari kayu
(tok) muncul api (bwee).” Ia mengibaskan tangannya dan
sebatang bendera merah menancap di tengah lapangan.
Sesudah pasukan Kie bok kie mundur, lima ratus
anggota Liat hwee kie yang memakai ikatan kepala merah,
berlari-lari masuk ke lapangan. Setiap orang membawa
sebatang semprotan dan begitu tiba di tengah lapangan,
mereka menyemprotkan minyak yang berwarna hitam.
Hampir berbareng Ciang kie soe pasukan itu melepaskan
sebatang anak panah api dan begitu lepas tersentuh api,
minyak itu lantas saja berkobar-kobar. Minyak tanah adalah
hasil bumi Kong beng teng dan Beng kauw mempunyai
sumber minyak yang tidak ada batasnya.
Yo Siauw berteriak lagi. “Liat hwee kie mundur! Ang
soei kie maju!”
Bendera hitam dilontarkan dan 500 anggota Ang Soe kie
yang memakai ikatan kepala hitam masuk ke dalam
lapangan. Perbekalan pasukan ini berbeda dari yang lain.
Bebererapa puluh orang yang berjalan di depan mendorong
sepuluh gerobak kayu, diikuti oleh rombongan yang
membawa semprotan dan tahang tahang air. Hampir
berbareng dengan teriakan Tong Yang, Ciang kie soe Ang
Soe Kie, sepuluh gerobak itu dibuka dan dari gerobak
2576
keluarlah dua puluh ekor anjing ajak atau anjing hutan yang
kelaparan! Begitu terlepas binatang2 itu memperlihatkan
sikap beringas dan bergerak untuk menubruk manusia2 di
sekitarnya.
Semua orang kaget.
“Semprot!” bentak Tong Yang.
Seratus orang segera menyemprotkan air ke arah anjing2
itu. Begitu kena air, binatang2 itu menyalak hebat,
melompat lompat dan kemudian roboh dengan badan
hangus! Ternyata yang disemburkan adalah semacam air
keras dengan campuran macam macam racun.
Melihat hebatnya pertunjukan itu, banyak orang bangun
bulu romanya atau mengeluarkan keringat dingin.
“Ang soei kie mundur!” seru Yo Siauw. “Houw touw kie
bersihkan semua kotoran!” Seraya berkata begitu, ia
melemparkan bendera kuning. Gagang bendera itu ternyata
dipasangi bahan peledak, sebab begitu menyentuh tanah,
begitu meledak.
Pasukan Houw touw kie yang mengenakan ikatan kepala
kuning lantas saja masuk. Jumlah mereka hanya seratus
orang dan setiap orang menggendong sebuah karung besar
yang berisi sesuatu. Mereka tak maju ke tengah, tapi berlarilari
di pinggir lapangan. Sekonyong-konyong terdengar
suara keras dibarengi dengan muncratnya debu dan tanah di
tengah-tengah lapangan mendadak berlubang besar, dengan
garis tengah kira-kira empat tombak panjangnya. Dalam
saat tanah di sekitar lubang bergerak-gerak dan dari bawah
permukaan bumi keluar empat ratus orang yang
mengenakan topi besi dan memegang cangkul!
“Ah…” banyak orang mengeluarkan seruan tertahan.
Empat ratus orang itu ternyata sudah menunggu di
2577
dalam tanah dengan membuat terowongan sedang lubang
itupun dibuat terlebih dulu dan lapisan tanah di atas
dipertahankan dengan papan-papan. Begitu mendengar
isyarat, orang yang menunggu di bawah menarik papanpapan
itu dan lapisan tanah di atas lantas saja ambruk ke
bawah, berikut bangkai-bangkai anjing dan lain-lain
kekotoran. Seratus orang yang membawa karung lantas saja
menuang isi karung ke dalam lubang. Isi karung itu ialah
batu dan pasir. Dengan sebadan teratur empat ratus orang
segera menggunakan cangkul mereka dan dalam sekejap
lubang itu sudah tertutup rapih dan seluruh lapangan
menjadi bersih sekali. Sesudah itu mereka menghampiri
Boe Kie dan setelah memberi hormat meninggalkan
lapangan dalam satu barisan panjang.
Pertunjukkan itu diterima berbagai cara oleh para
hadirin. Ada yang girang, ada pula yang jengkel, ada yang
menghela nafas, menggeleng-gelengkan kepala, ada yang
pucat mukanya dan ada juga yang bersorak-sorai. Tapi
semua mendapat dua macam perasaan yang sama, rasa
kagum dan jeri.
Sesudah selesai Yo Siauw lalu memulangkan bendera
kepada si kacung yang berdiri di belakangnya dan
kemudian mengawasi Cie Jiak dengan sorot mata dingin.
Seluruh lapangan sunyi senyap.
Beberapa lama kemudian seorang pendeta tua dari Tat
mo thong yang berada di belakang Kong tie berbangkit dan
berkata… “Tadi Beng kauw memperlihatkan latihan
perang. Kelihatannya memang bagus, tapi apa bisa
digunakan atau tidak, kita tidak tahu sebab kita bukan
jenderal perang dan juga apa yang kita pelajari bukan ilmu
perang.”
Semua orang mengerti, bahwa dengan berkata begitu, si
2578
pendeta hanya ingin mengecil-ngecilkan kelihayan Ngo
heng kie.
“Hwesio tua!” bentak Cioe Tian. “Kalau kau ingin tahu
apa bisa digunakan atau tidak, gampang sekali. Cobalah
kau dan kawan-kawanmu maju ke lapangan untuk
mencoba-coba.”
Tanpa meladeni tantangan itu, si pendeta menlanjutkan
perkataannya. “Hari ini orang gagah di kolong langit
mengadakan pertemuan untuk saling belajar ilmu silat. Aku
menyetujui usul2 yang telah diajukan oleh beberapa siecoe
(tuan). Kita bertanding dengan satu lawan satu. Menarik
keuntungan dengan mengandalkan jumlah yang besar
adalah bertentangan dengan peraturan Rimba Persilatan.”
“Menarik keuntungan dengan mengandalkan jumlah
yang besar memang bertentangan dengan peraturan Rimba
Persilatan,” kata Auwyang Bok. “Tapi bagaimana dengan
Pek Lek Loei hwoei tan? Apa permainan kanak-kanak itu
boleh dipergunakan?”
Sesudah berdiam sejenak, si pendeta menjawab. “Orang
yang bertanding tentu saja boleh menggunakan senjata
rahasia. Di antara orang-orang dari kalangan sesat banyak
yang suka menaruh racun pada senjata rahasia mereka. Kita
tentu saja tidak bisa mencegah kesukaan mereka. Yang
harus dilarang adalah pembokongan oleh orang yang tidak
turut bertanding. Kita harus menghajar siapa juga yang
berani melakukan serangan membokong. Apa kalian
setuju?”
Semua orang lantas menyatakan setuju.
“Tapi aku ingin menambah dengan sebuah usul,” kata
Tong beng liang dari Khong tong pay. “Seorang yang
menang dua kali beruntun harus diperbolehkan mengaso.
Biar bagaimana tinggi kepandaiannya seorang manusia
2579
yang tidak bisa tahan berkelahi terus menerus. Di samping
itu, setiap partai atau perkumpulan hanya boleh
mengajukan dua wakil dan kalau kedua wakil itu kalah,
partai atau perkumpulan yang tersangkut tidak boleh
mengajukan lain jago lagi. Tanpa ketentuan ini, pieboe
yang bakal dilakukan mungkin takkan selesai dalam waktu
tiga bulan dan Siauw lim sie akan kehabisan makanan
untuk memiara kita.”
Diantar gelak tertawa para hadirin menyetujui usul itu.
Mereka tak tahu bawah dalam mengajukan usulnya, Tong
boen liang sebenarnya ingin membalas budi Boe Kie yang
pernah menyambung tulangnya yang patah di atas Kong
beng teng.
Ia tahu bahwa Boe Kie berkepandaian lebih tinggi dari
semua orang yang ada di situ. Tapi pemuda itu bisa roboh
kalau memang berkelahi terus menerus tanpa istirahat.
Pheng Eng Giok tertawa dan berkata dengan suara
perlahan. “Tong loosam baik sekali. Sekarang kita boleh
menghitung bantuan Khong tong pay. Di samping
Kauwcoe, siapakah yang akan diajukan?”
Semua tokoh Beng kauw ingin sekali turun ke
gelanggang. Tapi mereka tahu, bahwa orang yang dipilih
memikul pertanggungjawaban yang sangat berat. Orang itu
harus dapat mengalahkan banyak lawan, lebih banyak lebih
baik, supaya Kauwcoe mereka bisa menyimpan tenaga
untuk menghadapi beberapa lawan yang berat. Maka itulah,
biarpun semua orang ingin turut berkelahi tak satupun yang
berani ajukan diri.
“Kauwcoe,” kata Cioe Tan. “Bukan Cioe Tan takut
mati, tapi sebab kepandaianku masih terlalu rendah kali ini
aku tidak berani menonjolkan diri.”
Boe Kie mengawasi semua pembantunya. “Yo Cosoe,
2580
Hoan Yosoe, Wie Hok ong, Potay Soehoe, Tiat koen
Tootiang dan yang lain2 berkepandaian cukup tinggi dan
setiap orang sebenarnya boleh mewakili Beng kauw,”
pikirnya. “Tapi di antara mereka Hoan Yosoe mempunyai
pengetahuan paling luas dalam macam-macam ilmu yang
terdapat di Rimba Persilatan. Ilmu silat apapun dilayani
dan diatasi olehnya. Biarlah aku memilih dia.”
Memikir begitu, ia lantas berkata. “Sebenarnya saudara
yang manapun juga boleh maju ke gelanggang. Tapi Yo
Cosoe sudah pernah membantu aku memukul Kim kong
Hek mo coan, Wie Hok ong dan Po tay Soehoe sudah
mengeluarkan tenaga dalam menangkap Hee Cioe. Kali ini
biarlah aku meminta bantuan Hoan Yosoe.”
Hoan Yauw girang, ia sambil membungkuk berkata,
“Terima kasih atas penghargaan Kauwcoe.”
Para pemimpin Beng kauw mengenal kepandaian Hoan
Yauw dan pilihan itu disetujui mereka
Tiba-tiba Tio Beng berkata, “Kauw Thay Soe, bolehkah
aku meminta sesuatu dari kau?’
“Tentu,” jawabnya. “Koencoe boleh katakan saja.”
Semua orang segera mengawasi Tio Beng dengan sorot
mata menanya.
“Ganjelan antara Kong tie Taysoe dan kau belum
dibereskan,” kata si nona. “Apa bila lebih dahulu kau harus
bertempur melawan Kong tie siapa menang, siapa kalah
belum bisa dipastikan. Andaikata kau menang, kemenangan
itu akan diperoleh sesudah membuang banyak sekali
tenaga.”
Hoan Yauw manggut-manggutkan kepalanya. Ia
mengakui, bahwa Kong tie bukan lawan enteng.
2581
“Aku usulkan supaya kau tantang dia untuk bertanding
satu lawan satu di Ban hoat sie,” kata Tio Beng.
“Bagus! Bagus!” kata Hoan Yauw dan Yo Siauw dengan
berbareng.
Mereka insaf, bahwa dengan tipuan itu si nona
menyingkirkan seorang lawan berat untuk Beng kauw.
Begitu lekas Kong tie menerima baik tantangan Hoan Yauw
untuk bertempur di lain waktu dan di lain tempat, ia tidak
boleh maju dalam pertandingan yang sekarang.
Ketika itu di perbagai gubuk para pemimpin partai atau
perkumpulan sedang berdamai untuk mengangkat wakil.
Dengan menggunakan kesempatan tersebut Hoan Yauw
menghampiri Kong tie dan berkata sambil memberi hormat,
“Kong tie taysoe, apakah kau mempunyai nyali? Apakah
kau berani datang di Ban hoat sie?”
Mendengar Ban hoat sie, muka Kong tie lantas saja
berubah. “Apa?” ia menegas.
“Di Ban hoat sie kita menaruh ganjalan, di Ban hoat sie
juga kita harus membereskan,” jawabnya. “Taysoe
mempunyai nama besar, akupun mempunyai sedikit nama.
Kalau kita bertanding sekarang dan Taysoe mendapat
kemenangan, orang gatal mulut lantas saja berkata bahwa
Taysoe menarik keuntungan karena berada di sarang
sendiri. Andaikata aku yang menang, manusia-manusia
rendah bisa menambah bumbu yang tidak tidak, yang
merugikan Siauw lim sie. Maka itulah, kalau Taysoe
merasa tidak puas, di bawah terangnya rembulan Pengwee
Tiong cioe tahun ini, aku akan tunggu kau di menara Ban
hoat sie untuk minta pelajaran.” (Pengwee Tiong cie: bulan
delapan tanggal lima belas, perayaan pertengahan musim
rontok denganmakan kue Tiong cioe phia).
2582
Kong tie tahu, bahwa Hoan Yauw memiliki kepandaian
tinggi. Di samping itu ia sedang berduka sebab terjadinya
suatu perubahan hebat dalam Siauw lim sie dan ia tidak
punya kegembiraan untuk bertempur dengan tokoh Beng
Kauw itu. Sebab itu ia lantas mengangguk dan berkata,
“Baiklah, pada hari Pengwee Tiong Cioe aku akan datang
di Ban hoat sie.”
Hoan Yauw menyoja dan lalu kembali ke gubuk Beng
kauw. Tapi baru berjalan tujuh delapan tindak, ia dengar
Kong tie berkata dengan suara perlahan. “Hoan Sie coe,
hari ini karena mau menolong Kim mo say ong, kau tidak
mau bertempur dengan aku. Bukankah begitu?”
Hoan Yauw terkejut. Ia menghentikan tindakannya dan
berkata dalam hatinya, “Pendeta itu sudah bisa menebak
dengan jitu.” Ia seorang yang beradat terbuka, ia lantas
tertawa besar dan berkata, “Aku tidak punya pegangan
bahwa aku akan menang.”
Kong tie tersenyum, “Loolap juga tidak punya pegangan
bahwa Loolap akan bisa mengalahkan Sie coe,” katanya.
Dalam Rimba Persilatan, ahli-ahli yang sudah mencapai
tingkatan tinggi, saling menghargai kata orang eng hiong
menyayang eng hiong. Sambil mengawasi Hoan Yauw
yang kembali ke gubuk Beng kauw, Kong tie menghela
nafas.
Beberapa saat kemudian si Pendeta memotong perkataan
dengan suara nyaring. “Sekarang kita boleh mulai dengan
peraturan yang sudah ditetapkan. Senjata dan kaki tangan
tidak punya mata. Siapa yang terluka atau binasa harus
menerima nasib secara rela. Orang yang berkepandaian
paling tinggi akan memiliki Cia Soen dan To liong to.”
Boe Kie mendongkol bukan main. “Pandai betul dia
mengadu domba,” pikirnya.
2583
Beberapa jago lantas masuk ke lapangan dan
mengajukan tantangan. Di lain saat enam orang sudah
mulai bertempur dalam tiga rombongan. Tak lama
kemudian dua orang kalah dan dua orang lain maju dan
menggantikan. Pertandingan berlangsung terus dengan
saban-saban roboh dengan kaki luka berat atau enteng.
Boe Kie menyaksikan itu semua dengan rasa menyesal
dan berduka. Ia tahu bahwa permusuhan dalam Rimba
Persilatan tidak dapat dielakkan lagi.
Beberapa lama kemudian dengan pedang seorang tosu
Koen loen pay melukai lawannya dari Kie keng pang dan
Cie hong Tiangloo berhasil memukul tetua Hwa san pay
yang bertubuh katai, sehingga tetua itu muntah darah.
Melihat kakak seperguruannya terluka tetua Hwa san
pay yang jangkung lantas saja mencaci, “Pengemis bau!”
Seraya memaki, ia melompat masuk ke lapangan.
Si katai buru-buru mencekal tangan si jangkung.
“Soetee,” bisiknya, “Kau tak akan bisa menang. Biarlah aku
menelan hinaan ini.” Si jangkung tidak mau mengerti, tapi
dia lantas diseret kakak seperguruannya.”
Sesudah itu, Ciehoat Tiangloo berhasil merobohkan
Tiang boen jin Bwe hoato dan sesudah menang dua kali
beruntun, ia segera mundur untuk beristirahat.
Sesudah pertandingan berlangsung dua jam lebih,
matahari mulai mendoyong ke sebelah barat dan ilmu silat
orang-orang yang turun ke gelanggang makin lama jadi
makin tinggi. Banyak yang semula ingin memperlihatkan
kepandaiannya mundur kembali sesudah melihat
kepandaian orang-orang itu.
Pada waktu sin sie (antara jam tiga dan lima sore), Ciang
poen Liong touw dari Kay pang telah menendang roboh
2584
Pheng Sie Nio, seorang tokoh Kay pang dari Ouwlam
barat. Sesudah menjatuhkan jago betina itu sambil
mengawasi rombongan Go bie pay ia berkata, “Perempuan
bisa apa? Kalau bukan mengandal kepada jumlah yang
besar, mereka tentu berpegangan kepada senjata rahasia
beracun. Wanita yang berkepandaian seperti Pheng Sie Nio
sudah jarang terdapat.”
Mendengar ejekan itu, Cie Jiak segera bicara bisik-bisik
kepada Song Ceng Soe yang sesudah mengangguk lantas
saja berbangkit dan menghampiri Ciang poen Liong tauw.
“Liong tauw Toako,” katanya sambil menyoja. “Aku ingin
meminta pelajaran.”
Melihat pemuda itu, darang Ciang poen Liang tauw
meluap. “Manusia she Song!” bentaknya. “Secara tak
menganal malu kau menyusup ke dalam Kay pang.
Mungkin sekali kau juga turut mencelakai Soe pangcoe
kami, dan kau masih ada muka untuk menemui aku?”
Song Ceng Soe tertawa dingin. “Dalam dunia Kang
ouw, berusaha menyelidiki rahasia musuh adalah kejadian
lumrah,” katanya. “Kau harus sesali dirimu sendiri yang
tidak punya mata dan tidak bisa lihat siapa sebenarnya
Song toaya.”
“Binatang!” teriak Ciang poen Liong tauw. “Partai
sendiri dikhianati olehmu. Terhadap ayah kau tidak
berbakti. Kau pasti akan mengkhianati juga isterimu sendiri.
Go bie pay bakal hancur dalam tanganmu.”
Muka Song Ceng Soe sebentar pucat, sebentar merah.
“Tutup bacotmu!” bentaknya dengan suara gemetar.
Ciang poen Liong tauw tidak mencaci lagi. Sambil
menggeram ia menghantam dengan telapak tangannya.
Song Ceng Soe berkelit dan balas menyerang dengan Kim
teng Bian ciang (pukulan kapas) dari Go bie pay.
2585
Karena gusar, jago Kay pang itu menyerang mati-matian
dan mengirim pukulan-pukulan yang membinasakan.
Diserang begitu, Song Ceng Soe lantas saja jatuh di bawah
angin. Sebelum menjadi anggota Kay pang, Ciang poen
Liong tauw sudah mendapat nama besar dan dalam Partai
Pengemis, kedudukannya hanya berada di sebelah bawah
Pangcoe, Coan kang dan Cie hoat Tiangloo.
Di lain pihak Song Ceng Soe adalah murid Boe tong
turunan ketiga, dan ia baru saja mempelajari pukulan Kim
teng Biau ciang. Sebab belum cukup berlatih, ia belum bisa
mempergunakan ilmu silat itu sebaik-baiknya. Demikianlah
saban-saban terdesak, secara wajar ia membela diri dengan
Bian ciang dari Boe tong pay yang sudah dipelajari olehnya
sedari kecil. Antara Kim teng Bian ciang dan Bian ciang
Boe tong pay memang banyak persamaannya, sehingga
orang luar bisa keliru.
Makin lama perut In Lie Heng jadi makin panas. “Song
Ceng Soe!” ia akhirnya membentak. “Mukamu sungguh2
tebal! Kau mengkhianati Boe tong pay, tapi kau gunakan
ilmu silat Boe tong pay untuk menolong jiwamu. Kau
membelakangi ayahmu, tapi kau masih ada muka untuk
menggunakan ilmu silat yang diturunkan oleh ayahmu!”
Muka Ceng Soe berubah merah. “Apa jempolnya ilmu
silat Boe tong pay?” teriaknya. “Kau lihatlah!” Seraya
berkata begitu, ia mengibaskan tangan kirinya di depan
mata Ciang poen Liong touw dan sesudah membuat tujuh
delapan gerakan kilat, lima jari tangan kanannya mendadak
menyambar dan menancap di kepala pemimpin Kay pang
itu. Semua orang terkesiap. Di lain detik Song Ceng Soe
mencabut jari-jari tangannya yang berlumuran darah dan
Ciang poen Liong touw roboh tanpa bernyawa lagi.
“Apa Boe tong pay mempunyai ilmu silat begini?” tanya
Ceng Soe dengan suara dingin.
2586
Di antara ribut suara orang, tujuh delapan anggota Kay
pang melompat masuk ke lapangan. Sebagian menggotong
jenazah pemimpin mereka dan sebagian pula menerjang
Song Ceng Soe!

Share:
cersil...
Comments
0 Comments

Postingan Cersil Terbaru