Selasa, 24 April 2018

Cersil Rajawali Hitam 2

-----
"Cia Tin Han, engkau boleh maju menyerangku!"
tantangnya.
Tin Han juga bertangan kosong. Dia masih menyimpan
pedang Pek-kongkiam di buntalannya. Buntalan pakaian itu
kini dia gantungkan pada sebatang cabang pohon yang
tumbuh di situ, lalu dengan tangan kosong dia menghadapi
lawannya.
Ibunya, Nyonya Cia Kun, memandang dengan penuh
kekhawatiran dan tiba-tiba is berkata, "Tin Han,
pergunakanlah pedangku ini!"
Akan tetapi Tin Han menoleh kepadanya dan berkata,
"Tidak usah, ibu. melawan kakek tua ini tidak perlu aku
menggunakan pedang. Kedua tangan dan kakiku juga sudah
cukup!" Ibunya mengerutkan alisnya mendengar ini dan
menganggap ucapan puteranya yang kedua itu sebagai
gertak sambal belaka dan ia menjadi amat khawatir. Ia tahu
bahwa ilmu kepandaian Thian-te Mo-ong amat tinggi,
mungkin setingkat dengan kepandaian suaminya.
Bagaimana kini puteranya yang biasanya lembut dan tidak
pandai berkelahi itu berani memandang rendah kepada
kakek itu? Akan tetapi karena Tin Han menolak dipinjami
pedang, iapun tidak dapat memaksa, hanya menonton
dengan hati terguncang dan tegang.
Thian-te Mo-ong yang juga mendengar kata-kata Tin Han
itu menjadi merah mukanya. Pemuda itu berani memandang
rendah kepadanya! Kalau tadinya dia hanya ingin
mengalahkan Tin Han, kini timbul keinginannya untuk
membunuh pemuda sombong itu.
"Cia Tin Han, jangan banyak bicara. Cepat serang aku!"
tantangnya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Balk, aku akan menyerangmu dengan pukulan tangan
kanan lalu dilanjutkan tamparan tangan kiri. Awas
serangan!"
Mana ada orang hendak menyerang memberitahu lebih
dulu dengan serangan bagaimana dia akan melakukannya?
Dan benar saja, tangan kanannya menyambar dan memukul
ke arah dada Thian-te Mo-ong dan ketika kakek itu
mengelak, disusul tamparan tangan kirinya menyambar ke
arah muka Thian-te Mo-ong. Dan gerakan tangan kiri yang
menampar itu sedemikian cepatnya sehingga tidak dapat
dielakkan lagi oleh kakek itu yang terpaksa menangkis
dengan tangan kanannya.
"Dukk...... Tangkisan itu dilakukan dengan kuatnya akan
tetapi akibatnya, Thian-te Mo-ong terhuyung ke belakang!
Bukan main kagetnya kakek ini karena dari pertemuan
tangan itu dia mendapat kenyataan bahwa pemuda itu
memiliki tenaga sin-kang yang amat kuatnya.
Thian-te Mo-ong menjadi marah sekali dan dia segera
mengerahkan tenaga sin-kangnya dan menyerang dengan
ilmu Pek-swat Tok-ciang (Tangan Betacun Salju Putih) yang
amat ampuh itu. Pukulan ini selain mendatangkan hawa
dingin yang amat kuat, juga mengandung racun dan siapa
terkena pukulan ini tentu akan keracunan dan darahnya
dapat menjadi beku karena kedinginan!
Jilid VII
“Wuuuttt.. .....!” Pukulan itu menyambar ke arah dada
Tin Han, akan tetapi dengan mudahnya Tin Han mengelak.
Thian-te Mo-ong yang merasa penasaran sekali sudah
menyusulkan serangan pukulan yang bertubi-tubi. Hawa
dingin menyambar ke arah Tin Han. Pemuda ini
mengandalkan kecepatan gerakannya untuk mengelak dan
ketika dia menangkis dengan tangannya, kembali dua tenaga
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
saling bertemu dan kembali Thian-te Mo-ong terhuytmg dan
merasa betapa lengannya nyeri dan tulang lengannya seperti
bertemu dengan tongkat baja saja. Dia terhuyung ke
belakang dan meringis kesakitan dan dalam beberapa
gebrakan itu saja maklumlah dia bahwa pemuda itu bukan
hanya menggertak sambal atau membual, akan tetapi benarbenar
memiliki ilmu kepandaian tinggi.
Sementara itu, Keluarga Cia yang menonton
pertandingan itu, termasuk Nenek Cia yang masih duduk
bersila, menjadi kaget, heran dan kagum bukan main.
Dalam beberapa gebrakan saja Tin Han mampu membuat
kakek itu terhuyung dua kali! Hal ini sama sekali tidak
diduga oleh mereka. Ketika mereka tahu bahwa Tin Han
adalah Si Kedok Hitam, merekapun hanya menduga bahwa
Tin Han telah mempelajari ilmu silat, namun pemuda itu
masih kalah oleh neneknya. Akan tetapi kini Tin Han
mampu membuat seorang datuk seperti Thian-te Mo-ong
terhuyung dua kali hanya dalam beberapa gebrakan saja!
Thian-te Mo-ong maklum bahwa dia terancam kekalahan.
Dia menjadi marah sekali dan ketika kedua tangannya
bergerak, dia telah melolos sepasang pedangnya. Sambil
melintangkan sepa sang pedangnya di depan dada, dia
berkata dengan lantang. "Setan cilik, sekali ini engkau akan
mampus di ujung pedangku. Hayo cepat keluarkan
senjatamu!"
"Tin Han, pakailah pedang ini!" kembali ibunya berseru.
Tin Han menoleh kepada ibunya dan tersenyum. "Belum,
Belum perlu menggunakan pedang. Biarlah kakek ini
menggunakan sepasang pedang pemotong leher ayam itu,
aku masih sanggup menghadapinya dengan tangan kosong!"
Semua orang terbelalak! Thian-te Mo-ong adalah seorang
datuk dari selatan, ilmu silatnya tinggi, apalagi kalau dia
sudah mengeluarkan sepasang pedangnya, dia menjadi lihai
bukan main. Nenek Cia sendiri tentu tidak berani
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menghadapi sepasang pedang Thian to Mo-ong hanya
dengan tangan kosong saja! Keluarga Cia menjadi kaget,
akan tetapi sekarang mereka menjadi khawatir sekali.
"Hei, Thian-te Mo-ong! Tidak malukah engkau, seorang
datuk besar, melawan seorang pemuda bertangan kosong
menggunakan sepasang pedangmu? Anak kecilpun akan
menertawakanmu dan menganggapmu seorang pengecut,
apalagi dunia kang-ouw!" teriak Cia Kun yang merasa
khawatir sekali akan keadaan puteranya.
"Aku menggunakan pedang, siapapun juga boleh maju
melawanku. Kalau bocah setan ini tidak mau menggunakan
senjata, itu adalah salahnya sendiri. Anak setan, keluarkan
senjatamu atau engkau akan menjadi setan penasaran tanpa
kepala!"
Tin Han bukan seorang yang sombong. Kalau dia tidak
mau menggunakan senjata menghadapi sepasang pedang
Thian-te Mo-ong, hal itu bukan karena kesombongannya,
melainkan dia sudah memperhitungkannya dengan baik
bahwa tanpa senjatapun dia akan mampu menandingi kakek
itu.
"Thian-te Mo-ong, majulah dan pergunakan pedangmu,
aku cukup dengan sepasang kaki dan sepasang tanganku
saja!"
Thian-te Mo-ong menjadi merah mukanya saking
marahnya. Kemarahan membuat dia kehilangan rasa
malunya dan cepat dia memutar kedua pedangnya dan
membentak, "Lihat pedangku!"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Akan tetapi Tin Han
memperlihatkan siapa dia
yang sesungguhnya.
Gerakannya menjadi luar
biasanya cepatnya,
tubuhnya berkelebatan di
antara dua sinar pedang
lawan yang bergulunggulung.
Gerakan yang
lebih cepat dari pada
pedang di tangan lawan
ini membuat dia leluasa
mengelak dan kadang
dengan kaki atau
tangannya dia menangkis
ke arah perge langan
tangan lawan. Thian-te
Mo-ong hampir tidak
percaya kepada matanya sendiri. Pemuda itu lenyap begitu
saja ketika pedangnya membacok atau menusuk dan
muncul di samping atau di belakangnya. Dia menyerang
dengan membuta dan limapuluh jurus telah lewat tanpa dia
mampu menyentuh ujung baju pemuda itu dengan sepasang
pedangnya.
Tin Han menggunakan gerakan seperti seekor burung
rajawali. Ketika sepasang pedang membacok dengan cara
bersilang seperti mengguntingnya, tiba-tiba tubuhnya
melayang ke atas dan ketika turun, kedua tangannya sudah
menyambar ke arah kepala Thian-te Mo-ong. Kakek ini
terkejut sekali melihat pemuda itu menukik dan
mencengkeram ke arah kepalanya. Dia melempar diri ke
samping dan sepasang pedangnya membacok. Akan tetapi
tubuh Tin Han sudah berjungkir balik dengan cepat sekali
dan tahu-tahu pemuda itu telah berada di belakang tubuh
Thian-te Moong dan sekali tangannya menampar, pundak
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kanan kakek itu terkena tamparan sehingga terasa lumpuh
dan pedang yang dipegang tangan kanannya, terlepas dan
terlempar jauh. Kakek itu terkejut dan membalikkan
tubuhnya, pedang kirinya menyambar, menusuk ke arah
dada Tin Han. Pemuda itu menggunakan kedua tangan
menangkap dan menjepit pedang itu, mengerahkan
tenaganya dan terdengar bunyi "krekk!" pedang itupun patah
menjadi dua potong!
Sebelum kakek itu hilang kagetnya, kaki Thian Han telah
mencuat dan menendang, mengenai perut Thian-te Moong
dan terjengkanglah kakek itu, lalu tubuhnya terbanting
keras ke atas tanah!
Kemenangan itu tidak saja membuat pihak Siang Koan
Bhok menjadi terkejut bukan main, akan tetapi juga semua
Ke luarga Cia menjadi terkejut, heran dan juga kagum !
Yang amat bergembira adalah Nenek Cia. Nenek ini
saking gembiranya sampai melupakan bahwa ia menderita
luka dalam yang parah. Ia bangkit berdiri dan berteriak
riang. "Siang Koan Bhok, pihakmu sekarang kalah. Keadaan
kita sama, satu menang dan satu kalah. Apakah pihakmu
ada yang hendak maju lagi ?" tantangnya. Akan tetapi begitu
dia mengeluarkan suara keras ini, tubuhnya limbung dan
terhuyung hampir jatuh. Untung Tin Han cepat
merangkulnya dan memapahnya ke bawah pohon.
"Bagus, Tin Han. Engkau tidak percuma menjadi
anggauta Keluarga Cia! Lepaskan aku, biarkan aku
menonton pertandingan berikutnya," katanya sambil
terengah- engah dan duduk bersila kembali. Tin Han
membantunya duduk lalu dia bangkit berdiri pula.
Siang Koan Bhok menjadi marah bukan main. Dia
maklum bahwa di antara kawannya, tidak ada yang akan
dapat menandingi pemuda itu, maka diapun melompat ke
depan dan menggoyang dayung bajanya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Sekarang aku sendiri yang maju! Hayo, siapa berani
menghadapiku, majulah!"
Tentu saja di pihak Keluarga Cia tidak ada yang berani
maju. Nenek Cia saja kalah oleh Siang Koan Bhok ini, siapa
lagi yang akan mampu menandingi ? Tin Han menghampiri
buntalan pakaian yang digantungkan di cabang pohon, lalu
mengambil pedang Pek- kong- kiam dan dihunusnya pedang
itu.
"Akulah yang akan menandingimu, Siang Koan Bhok!"
katanya dan dia melintangkan pedang Pek- kong-kiam di
depan dadanya.
"Bagus. Aku memang mengharapkan engkau yang akan
menandingiku agar aku dapat membalaskan kekalahan
Thian-te Mo-ong! Cia Tin Han, lihat senjataku!" Siang Koan
Bhok lalu menggerakkan dayung bajanya untuk menyerang
dan menghantamkannya ke arah kepala Tin Han. Pemuda
ini cepat mengelak dan diapun membalas dengan tikaman
pedangnya. Siang Koan Bhok menggerakkan dayungnya
menangkis sambil mengerahkan seluruh tenaga sinkangnya
dengan maksud untuk memukul runtuh pedang itu.
"Trangg..... !" Tampak bunga api berpijar ketika pedang
bertemu dayung baja. Kedua senjata itu terpental dan
keduanya merasa betapa tangan yang memegang senjata
tergetar hebat, tanda bahwa tenaga mereka berdua
seimbang! Hal ini mengejutkan Siang Koan Bhok. Kalau ada
orang, apalagi masih begitu muda, dapat menandingi
tenaganya. maka itu adalah hebat sekali. Hampir dia tidak
dapat percaya. Dia tidak tahu bahwa pemuda itu telah
menguasai Khong-sim Sin-kang (Tenaga Sakti Hati Kosong)
yang amat dahsyat.
Pertandingan itu berlangsung paling seru. Siang Koan
Bhok adalah Datuk Timur yang berilmu tinggi, tingkatnya
melebihi para datuk lainnya. Ditambah lagi dengan senjata
dayungnya yang dahsyat, dia merupakan lawan yang amat
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tangguh dan sukar dikalahkan. Akan tetapi, sekali ini dia
bertemu dengan Cia Tin Han yang telah menguasai ilmu silat
Hek-tiauw-kun (Silat Rajawali Hitam) dan ilmu tenaga dalam
Khong-sim Sin-kang yang dahsyat. Pertandingan itu menjadi
hebat, saling serang dan saling berusaha mengalahkan
lawan.
Kalau tenaga sin-kang mereka seimbang, tidak demikian
dengan ginkang (ilmu meringankan tubuh) mereka. Tin Han
yang jauh lebih muda itu memiliki gerakan yang lebih cepat
dan inilah keuntungannya. Biarpun senjata lawan lebih
panjang, namun dengan kecepatan gerakannya, dia dapat
mulai mendesak lawan dalam perkelahian jarak dekat. Tin
Han bertindak cerdik. Kalau perkelahian itu dilakukan
dalam jarak renggang, dialah yang akan mengalami kerugian
karena senjata lawan dapat menjangkaunya sedangkan
pedangnya sukar menyentuh lawan. Akan tetapi dengan
kemenangan gin-kangnya, dia mendesak dalam
pertandingan jarak dekat. Pedangnya dapat bergerak leluasa,
sebaliknya dayung lawan terlalu panjang untuk
pertandingan jarak dekat. Kalau Siang Koan Bhok meloncat
mundur untuk mengambil jarak jauh, dengan kecepatan
gerakannya Tin Han sudah mendekatinya lagi dan
memaksanya untuk bertanding dalam jarak dekat!
Setelah lewat seratus jurus mereka bertanding, mulailah
Siang Koan Bhok terdesak hebat oleh pedang yang sinarnya
putih menyilaukan mata itu. Biarpun pertahanan Siang
Koan Bhok luar biasa kuatnya, namun dengan senjata
panjangnya harus melakukan perkelahian jarak dekat,
gerakannya tidak leluasa dan beberapa kali hampir saja
tubuhnya tersentuh pedang.
"Haiiiitttt..... !" Tin Han mengeluarkan bentakan lantang
dan pedangnya menyambar dari atas ke bawah membacok
ke arah kepala. Siang Koan Bhok. Cepat gerakan pedang
yang menyerang itu sehingga tidak ada lain jalan bagi Siang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Koan Bhok untuk menghindarkan diri selain memalangkan
dayungnya di atas kepala untuk melindungi kepalanya dari
bacokan pedang.
"Hyaattt!!" Kesempatan yang sedetik itu cukup bagi Tin
Han untuk meng gunakan tangan kirinya dengan jari-jari
tangan terbuka melancarkan pukulan dorongan ke arah
dada Siang Koan Bhok yang terbuka karena kedua
tangannya memegang dayung yang dilintangkan di atas
kepalanya.
"Dukk!" Tubuh Siang Koan Bhok yang terkena pukulan
dengan tenaga Khong-sim Sin-kang itu seperti layang-layang
putus talinya, terhuyung-huyung ke belakang kemudian dia
roboh miring di atas tanah, dari mulutnya keluar darah
segar. Dia telah terluka parah oleh pukulan tangan kiri Tin
Han tadi.
Tentu saja Keluarga Cia merasa gembira bukan main.
Dengan kemenangan Tin Han itu berarti kemenangan
mereka semua terhadap rombongan Thian-te Mo-ong yang
datang menyerbu itu. Sementara itu, melihat kekalahan
Siang Koan Bhok, Thian-te Mo-ong menjadi putus harapan
dan sambil memapah Siang Koan Bhok, diapun mengajak
teman-temannya meninggalkan tempat itu tanpa
sepatahpun kata dan mereka semua pergi dengan kepala
ditundukkan.
"Bagus, engkau...... engkau telah menyelamatkan nama
baik keluarga kita_..... ! kata nenek Cia terengah-engah.
"Mari kita bicara di dalam saja," kata Cia Kun dan diapun
membantu ibunya untuk bangkit berdiri dan memapahnya
memasuki pondok besar di tengah.
Tin Han juga ikut masuk dan ketika dia memeriksa
keadaan neneknya lagi, dia mengerutkan alisnya, Neneknya
telah terluka dalam yang amat parah. Nenek itu dengan
muka pucat rebah terlentang di pembaringannya, napasnya
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
terengah-engah. Biarpun Cia Kun telah meminumkan obat
luka dalam, akan tetapi keadaannya masih tetap parah.
"Tin Han. ...... , sebelum mati, aku ingin mendengar .....
dari mu...... bagaimana engkau...... dapat memiliki ......
semua kepandaian itu...... dan bagaimana ketika terjatuh ke
jurang itu engkau tidak sampai mati..... " Nenek Cia berkata
dengan susah payah karena napasnya tersendat-sendat.
Maklum bahwa keadaannya neneknya sudah parah, Tin
Han lalu cepat menceritakan keadaan dirinya. "Harap nenek,
ayah ibu dan para paman memaafkan aku," katanya: "Aku
telah bertemu dengan suhu Bu Beng Lo-jin yang
mengajarkan ilmu silat sejak aku kecil, akan tetapi beliau
tidak mau namanya disebut. Oleh karena itu aku tidak
memberitahu kepada siapapun juga. Untuk mempergunakan
ilmu yang kupelajari, terpaksa aku mengenakan pakaian
dan topeng hitam agar tidak diketahui orang. Ketika aku
terkena tendangan nenek dan terjatuh ke dalam jurang. aku
tertolong oleh suhu Thai Kek Cai-jin dengan burung rajawali
hitamnya. Selama beberapa bulan aku dilatih oleh suhu Thai
Kek Cai-jin mempelajari dua macam ilmu. Sesudah itu, aku
lalu kembali ke dunia ramai. Di tengah perjalanan aku
bertemu dengan seorang panglima Kerajaan Mancu yang
ternyata bersekongkol dengan Thian-te Mo-ong. Kerajaan
Manchu telah berhasil menarik orang-orang kangouw
golongan sesat untuk membantu Kerajaan Mancu
menghancurkan para pendekar yang berjiwa patriot.
Kemudian aku membayangi rombongan Thian-te Mo-ong
yang melakukan serangan terhadap Panglima atau lebih
tepat bekas panglima Song Thian Lee. Suami isteri itu
dikeroyok dan aku membantu mereka sehingga gerombolan
itu dapat diusir. Karena aku mendengar dari percakapan
antara panglima itu dan Thian-te Moong bahwa mereka akan
membasmi Keluarga Cia kalau keluarga kita, tidak mau
menjadi antek Mancu, aku lalu membayangi gerombolan itu
yang kini diperkuat oleh Siang Koan Bhok. Dan setelah
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
melihat nenek dikalahkan Siang Koan Bhok, aku tidak tahan
lagi dan segera keluar untuk menandingi mereka."
"Penjajah Mancu keparat! Jadi mereka mempergunakan
golongan sesat untuk membasmi para pendekar patriot!"
seru Nenek Cia marah.
"Itulah, nek. Golongan sesat adalah orang-orang jahat.
Mereka mau mengerjakan apa saja demi uang, mereka tidak
segan untuk mengkhianati bangsa dan tanah air sendiri.
Seperti kukatakan dahulu, kita keliru kalau bergabung
dengan mereka, apa lagi dengan orang-orang Jepang dan
para pemberontak Mancu sendiri. Perjuangan kita haruslah
suci dan bersih, mengandalkan kekuatan rakyat jelata untuk
menentang dan mengusir penjajah Mancu. Sekarang yang
menjadi beng-cu kabarnya adalah seorang bernama Ouw
Kwan Lok murid Siang Koan Bhok dan berpusat di Pulau
Naga. Mungkin sekali mereka akan mempengaruhi atau
mencoba mempengaruhi seluruh dunia kang-ouw agar suka
menjadi kaki tangan penguasa Mancu. Setidaknya mereka
tentu akan menarik semua tokoh sesat melalui Beng-cu yang
baru, dan hal ini merupakan bahaya besar karena kekuatan
mereka tentu besar sekali. Dan mereka akan mencoba untuk
membasmi para pendekar yang tidak mau bekerja sama."
"Aihh.... selama ini..... aku..... telah bodoh...... seperti
mimpi buruk. Aku hanya berpendapat bahwa perjuangan
harus dilakukan dengan menghimpun semua tenaga. Tidak
tahu bahwa para tokoh kang-ouw yang sesat itu mudah saja
berkhianat seperti itu. Aku..... aku menyesal sekali..... apa
lagi kalau kuingat bahwa aku nyaris telah membunuh cucu
sendiri yang ternyata memiliki pendirian yang lebih luhur
dan bersih...... " Nenek itu terbatuk-batuk dan darah keluar
dari mulutnya. Keadaannya sudah parah sekali.
Ia lalu menggapai puteranya, Cia Kun, untuk mendekat,
juga menggapai Cia Hok dan Cia Bhok. "Dengarkan kalian
bertiga. ...... mulai saat ini..... kalian harus berubah sikap.....
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
jangan lagi bekerja sama dengan kaum sesat atau orang
asing. Tin Han benar, ikutilah petunjuknya..... berjuanglah
dengan jalan bersih...... mengandalkan kekuatan para
pendekar dan rakyat jelata.. Kuserahkan kepada Tin Han
untuk memimpin kalian...... " Nenek itu bicara dengan suara
lirih dan napas satu-satu, kemudian setelah habis bicara, ia
terkulai. Tiga orang puteranya menggoyang-goyang
tubuhnya, akan retapi nenek itu sudah tidak dapat sadar
kembali. Ia meninggal dunia dalam keadaan terluka parah,
meninggal dalam rubungan keluarga. Semua orang
menangisi kematiannya. Seorang nenek yang berhati sekeras
baja, yang tetap membenci penjajah Mancu sampai ke tulang
sumsumnya.
Setelah selesai mengubur jenazah Nenek Cia
sebagaimana mestinya, keluarga itu berkumpul dan
bercakap-cakap.
"Ayah, dan ibu dan kedua paman. Kalau menurut
pendapatku sebaiknya kalau kita meninggalkan tempat ini.
Tempat ini sudah diketahui musuh, dan sewaktu-waktu
mereka tentu akan datang dan menggempur kita. Kalau
mereka membawa pasukan besar, kita tentu tidak akan
mampu melawan dan tidak sempat lari menyelamatkan diri.
Karena pemerintah sudah menganggap kita sebagai
pemberontak-pemberontak yang harus dibasmi, maka mulai
sekarang kita menjadi buruan pemerintah. Dan kukira amat
tidak menguntungkan kalau kita melakukan perjalanan
bersama. Akan lebih mudah di ketahui musuh. Sebaiknya
kita berpencaran dan melakukan tugas kita seperti
sebagaimana mestinya, sebagaimana pendekar yang
menentang kejahatan dan penindasan. Kita musuhi orangorang
jahat, kita menentang pembesar yang sewenangwenang
sambil menunggu saatnya yang baik untuk
membantu gerakan rakyat yang hendak menumbangkan
kekuasaan pemerintah penjajah Mancu."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Para orang tua itu mengangguk setuju. "Engkau benar,
Tin Han," kata Cia Kun sambil memandang kepada
puteranya yang kedua itu dengan kagum. "Memang
sebaiknya kita berpencar sehingga lebih leluasa kita
bergerak dan tidak mudah didapatkan orang-orangnya
pemerintah. Aku akan pergi berdua dengan ibumu. Tin Siong
sebaiknya pergi seorang diri untuk menambah pengalaman.
Adik Cia Hok dan Cia Bhok boleh memilih jalannya sendirisendiri
atau pergi berdua. Dan engkau juga mengambil
jalanmu sendiri."
"Akan tetapi, bagaimana kita akan dapat bertemu
kembali?" kata Tin Siong kepada ayahnya.
"Kita jadikan kota Hiu-cu di kaki bukit Lo-sian, tempat
tinggal kita dahulu, menjadi tempat pertemuan. Setiap
tahun, di waktu Sin-cia (Tabun Baru Im lek) kita datang ke
sana dan berkumpul."
"Itu baik sekali," kata Tin Han gembira. "Dengan
demikian setiap tahun kita dapat saling bertemu dan
berkumpul di sana. Selain itu, harap ayah, ibu, para paman
dan kakak Tin Siong ketahui bahwa saya biasanya
melakukan tugas pendekar dengan bertopeng dan
berpakaian hitam, dan saya memakai nama Hek-tiauw Enghiong.
Kalau ada yang mendengar nama itu di suatu tempat,
boleh menjumpaiku."
"Baik, Tin Han. Dan sekarang sebaiknya kita pergi
dengan cepat sebelum tempat ini diserbu lagi."
Mereka saling mengucapkan selamat berpisah dan
menuruni Bukit Cemara dengan mengambil jalan masingmasing.
-oo(mch)oo-
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Lee Cin meninggalkan Hong-san. Kepada orang tuanya ia
hanya mengatakan bahwa ia ingin merantau untuk
meluaskan pengalaman dan untuk melaksanakan tugasnya
sebagai pendekar wanita yang menegakkan kebenaran dan
keadilan, menentang kejahatan. Tentu saja Souw Tek Bun
dan Ang-tok Mo-li Bu Siang dapat memaklumi keinginan Lee
Cin ini dan merekapun tidak menahannya. Lee Cin
meninggalkan ayah ibunya dengan hati tenang dan lega.
Ayahnya telah berkumpul kembali dengan ibunya dan ia
merasa berbahagia sekali. Ia maklum bahwa ibunya dahulu
hidup sebagai seorang datuk sesat, akan tetapi ia percaya
bahwa di bawah bimbingan ayahnya, ibunya akan kembali
ke jalan benar. Ia sendiri juga telah menyadari bahwa
hidupnya dahulu ketika ia masih berada di bawah
bimbingan ibunya, terisi penuh keganasan dan keliaran.
Akan tetapi setelah ia hidup dengan ayah kandungnya, ia
tahu mana jalan yang benar dan mana yang tidak. Apa lagi
setelah ia bertemu dan bergaul dengan Thian Lee, ia
mendapatkan contoh yang lebih baik lagi dan kini ia sama
sekali telah meninggalkan wataknya yang keras dan ganas
dan bersikap sebagai seorang pendekar wanita pembela
kebenaran dan keadilan.
Lee Cin mengadakan perjalanan menuruni bukit Hongsan
yang tinggi. Ia berjalan seenaknya seorang diri, tampak
sebagai seorang dara yang lincah dan berwajah cantik jelita
dan riang. Pakaiannya berkembang, biarpun potongannya
sederhana namun bersih dan pantas sekali ia memakainya.
Mukanya yang bulat telur itu tampak berseri, mulutnya yang
kecil mungil dan berbibir merah membasah tampak
tersenyum. Hidungnya yang mancung menjungat ke atas,
tampak lucu sekali, apa lagi di kanan kiri pipinya terhias
lesung pipit yang menambah manisnya wajah. Sepasang
matanya tajam mencorong, memandang dunia dengan
penuh semangat hidup. Pedang Ang-coa-kiam yang tipis itu
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
melingkari pinggangnya, dipergunakan sebagai sabuk dan
suling ularnya terselip di pinggangnya.
Setelah hari menjelang sore, tibalah ia di sebuah dusun
yang berada di kaki bukit Hong-san. Ketika ia melewati
dusun yang cukup besar itu, ia mendengar suara tangis.
Sayup-sayup terdengar tangis itu dan ketika ia
memperhatikan, tangis itu terdengar dari sebuah rumah
yang dirias dengan kertas-kertas dan kain berwarna, seperti
biasanya kalau orang dusun mengadakan perayaan untuk
suatu keperluan. Tentu saja ia merasa heran. Orang yang
mengadakan perayaan, biasanya bergembira, akan tetapi
mengapa dari rumah yang sedang mengadakan perayaan itu
terdengar tangis yang demikian menyedihkan? Ia merasa
curiga dan cepat ia melompat naik ke atas wuwungan rumah
dari mana terdengar tangis itu.
Ia mengintai ke dalam sebuah kamar dan di kamar itulah
melihat seorang gadis sedang menangis tersedu-sedu dan
seorang wanita setengah tua yang berusaha menghiburnya.
"Siok Hwa, sudahlah jangan menangis. Apa yang
kautangisi? Engkau akan menjadi isteri kepala dusun,
walaupun hanya isteri ke tiga. Suamimu kaya raya,
berpengaruh dan besar kekuasaannya. Kalau engkau sudah
menjadi isterinya, apa saja yang kauinginkan akan dapat
terlaksana."
Dengan terisak-isak, gadis yang bernama Siok Hwa itu
merintih dan mengeluh. "Ibu, aku tidak suka menjadi
isterinya. Aku tidak sudi..... !”
"Hushh, apa engkau hendak membikin celaka ayah
ibumu? Ayahmu mempunyai hutang yang tak terhitung
besarnya dari Lurah Kwa, dan sudah menerima banyak
hadiah darinya. Siapa lagi yang akan mampu membalas
kebaikannya kalau bukan engkau anak kami? Apa engkau
ingin melihat ayahmu mati dipukuli oleh para tukang pukul
Lurah Kwa?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Gadis itu menangis semakin sedih dan mendengar ini,
tergeraklah hati Lee Cin. Ia meloncat turun dan membuka
jendela kamar itu dari luar, lalu melompat masuk. Tentu
saja ibu dan anak itu terkejut bukan main melihat ada
seorang gadis melompat masuk ke dalam kamar mereka.
" Jangan kaget, bibi. Aku datang untuk menolong kalian!"
Ibu itu seorang wanita berusia empatpuluh tahunan dan
ia memandang kepada Lee Cin dengan alis berkerut.
Bagaimana seorang gadis akan dapat menolong mereka?
"Nona, siapakah engkau dan bagaimana engkau akan
dapat menolong kami?"
"Aku akan menolong kalian, akan tetapi ceritakan dulu
apa yang menyebabkan adik ini menangis demikian
sedihnya. Adik yang baik, maukah engkau menceritakan
kepadaku mengapa engkau menangis?"
Gadis yang usianya sekitar delapan belas tahun itu
menghentikan isaknya dan ia memandang kepada Lee Cin
dengan penuh harapan. "Enci yang baik, aku menangis
sedih karena hendak dipaksa harus menikah dengan kepala
dusun."
"Kenapa menangis? Bukankah menikah merupakan
peristiwa yang membahagiakan?"
"Bagaimana aku dapat berbahagia? Aku tidak suka
menjadi isteri kepala dusun itu. Aku tidak sudi menjadi
isterinya yang ke tiga."
"Bibi, kalau anakmu tidak mau dikawinkan, mengapa
engkau memaksanya" ?
"Aduh, apa yang dapat kami lakukan, nona? Kami semua
terpaksa dan tidak dapat menolak. Bagaimana kami dapat
menolaknya? Hutang kami kepada kepala dusun sudah
bertumpuk-tumpuk. Ketika musim kemarau panjang, ketika
terjadi banjir dan ketika kami kematian seorang anak laki-
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
laki kami, terpaksa kami terlibat hutang yang besar kepada
kepala dusun. Hutang itu setelah bebeberapa tahun menjadi
berlipat ganda dengan bunga-bunganya dan kami sama
sekali tidak mungkin dapat membayarnya kembali.
Kemudian kepala dusun menawarkan jasa baiknya. Dia
akan membebaskan semua hutang kami bahkan memberi
hadiah berupa sawah kalau kami menyetujui
permintaannya, yaitu mengangkat anak kami Siok Hwa ini
menjadi isterinya yang ke tiga. Kami tidak mungkin dapat
menolak pinangannya itu, nona. Bagaimana nona dapat
menolong kami dalam hal ini?"
"Jangan khawatir, bibi. Aku akan menolong kalian.
Sekarang panggil dulu ke sini suamimu, aku ingin bicara
dengannya."
Melihat sikap Lee Cin yang demikian tegas, wanita itu
terkesan juga dan ia segera keluar dari dalam kamar untuk
memanggil suaminya.
Lee Cin duduk di kursi depan tempat tidur di mana Siok
Hwa duduk dan ia berkata menghibur, "Tenanglah dan
percayalah, engkau tidak akan dipaksa menjadi isteri ke tiga
kepala dusun."
"Akan tetapi, bagaimana....... ?"
"Serahkan saja kepadaku. Biarkan aku bicara dulu
dengan ayahmu," kata Lee Cin sambil memandang wajah
calon pengantin yang manis itu.
Pintu kamar terbuka dari luar dan masuklah seorang
laki-laki setengah tua bersama wanita tadi. Laki-laki itu
mengerutkan alisnya ketika melihat Lee Cin dan segera dia
bertanya dengan suara tidak yakin.
"Siapakah engkau, nona dan apa maumu masuk ke
rumah kami?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Siapa aku tidak penting diketahui paman. Yang penting
aku tertarik oleh suara tangis anakmu dan ingin menolong
kalian. Sebetulnya bagaimana urusanmu dengan kepala
dusun sehingga engkau terpaksa hendak menyerahkan
anakmu kepadanya?"
Laki-laki itu menghela napas. "Nasib kami buruk sekali.
Malapetaka karena musim kering, lalu banjir dan kematian
anak kami membuat kami berhutang uang banyak sekali
kepada kepala dusun Kwa. Sekarang hutang itu telah
bertumpuk dan ketika dia meminang anak perempuan kami,
bagaimana kami dapat menolaknya? Utang kami akan
dibebaskan dan di samping itu, kami mendapatkan hadiah
uang dan tanah. Dan selain itu, sebagai isteri ke tiga kepala
dusun, anak kami tentu akan hidup serba terhormat dan
kecukupan. Mengapa mesti ditolak?"
"Akan tetapi anakmu tidak suka di peristeri kepala dusun
itu. Ia yang akan menjalani, maka tidak boleh kalian hendak
memaksanya."
"Nona, engkau tidak tahu. Kalau kami menerimanya,
keadaan kami semua selamat. Sebaliknya kalau kami
menolak, hutang kami akan ditagihnya dan kalau kami tidak
dapat membayarnya, para tukang pukul kepala dusun tentu
akan memukuli aku sampai mati. Apa yang dapat
kulakukan?"
"Tenangkan hatimu, paman. Aku akan menolongmu.
Kapan adik Siok Hwa ini akan di kirimkan kepada kepala
dusun ?"
"Sore ini juga kami harus mengantarnya dengan joli ke
rumah kepala dusun. Kami sedang membujuk-bujuknya
untuk suka berdandan sebagai seorang mempelai wanita."
“Sekarang begini saja, paman. Suruh adik ini
bersembunyi dan aku akan menggantikannya duduk dalam
joli. Biar mereka membawa aku ke rumah kepala dusun!"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Suami isteri itu terbelalak, hampir tidak percaya akan
kata-kata Lee Cin. Gadis itu demikian cantik jelita, jauh
lebih cantik dari pada anak perempuan mereka.
"Apakah engkau ingin menjadi isteri ke tiga kepala
dusun, nona?" tanya ayah Siok Hwa.
"Hemm, siapa sudi ? Akan tetapi aku akan menggantikan
tempat adik ini dan aku yang akan memaksa kepala dusun
untuk mengurungkan niatnya."
"Akan tetapi, kalau diurungkan tentu dia akan
menggunakan kekerasan untuk menagih hutang-hutang
kami"
" Jangan khawatir. Dia tidak akan berani lagi menagih
hutangmu. Sekarang, mana pakaian pengantinnya ? Biar
kupakai di luar pakaianku agar lebih mudah aku menyamar
sebagai adik Siok Hwa."
Suami isteri itu masih khawatir, akan tetapi mereka
menurut segera pakaian pengantin dikenakan pada Lee Cin,
di pakai diluar pakaiannya sendiri dan juga kepalanya
ditutup kerudung yang menyembunyikan wajahnya.
Setelah itu, joli dan pengiring yang dikirim kepala dusun
datang. Pengantin wanita lalu dituntun keluar dan masuk ke
dalam joli. Musik dipukul dan dimainkan di sepanjang jalan
sehingga iring-iringan pengantin itu menarik perhatian
banyak orang. Bahkan banyak anak-anak mengikuti
rombongan itu yang menuju ke rumah kepala dusun Kwa. Di
rumah kepala dusun ini juga telah diadakan persiapan
untuk menyambut mempelai wanita. Rumah kepala dusun
dirias dengan meriah dan para tamu sudah memenuhi
ruangan depan di mana terdapat meja-meja dan kursi.
Ketika rombongan pengantin wanita tiba, pengantin wanita
dituntun keluar dari joli dan dibawa duduk ke kursi
pengantin yang sudah tersedia. Kepala dusun Kwa sebagai
pengantin pria juga sudah menyambut dan duduk di
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
samping pengantin wanita yang menundukkan mukanya
yang berkerudung.
Pesta dimulai dan pengantin wanita lalu dibimbing
masuk ke dalam sebuah kamar pengantin yang berbau
semerbak harum karena sejak tadi sudah diberi asap hio
yang harum. Pengantin pria menemani para tamu makan
minum di luar.
Akhirnya saat yang dinanti-nanti Lee Cin tiba. Para tamu
bubaran dan meninggalkan rumah itu. Kepala dusun Kwa,
pengantin pria itu segera memasuki kamar dan mengunci
pintunya dari dalam.
"Nah, sekarang kita berdua saja, manis, heh-heh-heh!"
Lurah Kwa lalu menghampiri pengantin wanita yang duduk
di tepi pembaringan. Dijulurkan tangannya untuk membuka
kerudung muka pengantin wanita sambil tersenyum lebar.
Penutup muka itu dibuka, kepala dusun Kwa memandang
wajah mempelai dan dia terbelalak kaget. Ini bukan Siok
Hwa walaupun wajahnya bahkan lebih cantik dari Siok Kwa!
"Kau ....... siapakah?" tanya kepala dusun Kwa, akan
tetapi hatinya tidak kecewa bahkan tegang gembira
mendapat kenyataan betapa cantik jelitanya pengantin
wanita itu.
Lee Cin bangkit dan sekali tangannya menampar, pipi
kanan Lurah Kwa sudah terkena tamparannya.
"Plakk!" tubuh Lurah Kwa terpelanting dan terputar
saking kerasnya tamparan itu.
"Aduh........ ahhhh....... !" Akan tetapi sebelum dia sempat
berteriak, Lee Cin sudah menyusulkan totokan jari
tangannya yang membuat lurah Kwa tidak mampu
mengeluarkan suara lagi. Akan tetapi dia yang biasa
memerintah dan memperlakukan orang sesuka hatinya,
masih merasa penasaran. Dia bangkit berdiri dan biarpun
dia sudah tidak mampu bersuara, dia masih dapat
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menggerakkan kaki tangannya dan dia mencoba memukul
wanita yang berani memukulnya itu.
Akan tetapi sebelum pukulannya mengenai Lee Cin, gadis
itu sudah memapakinya dengan sebuah tendangan yang
mengenai perut yang agak gendut itu dan kembali tubuh
lurah Kwa terjengkang dan terbanting keras ke atas lantai.
Darah bercucuran dari bibirnya yang pecah-pecah dan dia
meringis karena merasa perutnya mendadak menjadi mulas
setelah terkena tendangan tadi.
Setelah mendapatkan hajaran keras, Lalu Lurah Kwa
tahu bahwa wanita ini bukan orang sembarangan. Apa lagi
ketika Lee Cin menyambar sebatang pedang milik Lurah Kwa
yang tergantung di dinding lalu menempelkan pedang itu di
lehernya. Wajah Lurah Kwa menjadi pucat sekali dan dia
menjatuhkan dirinya berlutut! Karena dia masih belum
dapat mengeluarkan suara, dia hanya membenturbenturkan
kepalanya di lantai dan mulutnya mengeluarkan
suara ah- eh- uh-uh seperti seorang gagu.
"Lurah Kwa pemeras keparat! Aku akan memenggal
kepalamu di sini juga!" kata Lee Cin sambil membebaskan
totokannya dengan jari tangan kiri. Lurah itu dapat
mengeluarkan suara lagi dan dia segera meratap sambil
berlutut.
"Ampunkan saya, lihiap. Ampunkan nyawa saya........
apakah yang lihiap kehendaki dari saya?"
"Sebetulnya aku menghendaki nyawamu untuk menebus
guna perbuatanmu yang kotor! Engkau mempergunakan
kekuasaan dan kekayaanmu untuk menindas rakyat di
dusun ini. Engkau tidak menggunakan kekayaanmu untuk
menolong sesama manusia, sebaliknya menggunakan
uangmu untuk menipu mereka, memberi pinjaman dengan
bunga besar dan kalau mereka tidak mampu membayar lagi,
engkau minta mereka menyerahkan anak gadisnya atau
mungkin juga sawah ladang mereka! Engkau juga
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
memelihara banyak tukang pukul untuk memaksakan
kehendakmu kepada rakyat. Orang macam engkau ini tidak
pantas menjadi kepala dusun dan sepantasnya dihukum
mati!"
"Ah, ampunkan saya, lihiap. Saya tidak berani lagi..... "
Lurah Kwa meratap ketakutan karena pedang itu menempel
ketat di lehernya dan dia sudah merasa ngeri
membayangkan kepalanya akan terlepas dari tubuhnya.
"Engkau harus membebaskan Siok Hwa dan tidak
menuntut kembalinya hutang orang tuanya kepadamu!
Awas, kalau engkau masih melanjutkan penekananmu
kepada mereka, aku akan datang untuk mengambil
kepalamu!"
"Baik, lihiap...... Saya..... tidak..... akan mengganggu
mereka lagi."
"Dan tidak mengganggu para penduduk lainnya. Mulai
sekarang, bubarkan semua tukang pukulmu dan jadilah
kepala dusun yang baik, yang memperhatikan kepentingan
pendudukmu. Mengerti?"
"Baik,. lihiap."
"Nah, sekarang kumaafkan engkau dan kepada semua
penduduk katakanlah bahwa engkau tidak jadi menikah
dengan Siok Hwa."
"Baik, lihiap...."
Lee Cin lalu membuka daun pintu kamar itu lalu
melangkah keluar. Akan tetapi baru saja ia melangkah,
tempat itu telah penuh dengan belasan orang laki-laki.
Mereka adalah tukang-tukang pukul Lurah Kwa yang
merasa curiga ketika mendengar suara-suara yang tidak
wajar dari dalam kamar pengantin.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ketika mereka melihat seorang wanita keluar membawa
pedang, mereka lalu cepat mengepungnya dan seorang di
antara mereka membentak.
"Siapakah engkau ?"
Lurah Kwa muncul di pintu dan melihat betapa Lee Cin
sudah dikepung para jagoannya, cepat berseru, "Tangkap
wanita pengacau itu!"
Para tukang pukul itu mendengar seruan Lurah Kwa lain
menggerakkan golok mereka mengancam Lee Cin. "Menyerah
kau sebelum kami mengambil tindakan kekerasan!"
Lee Cin tersenyum mengejek. "Anjing- anjing macam
kalian ini bisanya hanya menggonggong dan menggigit
orang-orang yang lemah tak berdaya. Majulah kalau hendak
menangkap aku!"
Dua orang tukang pukul yang memandang randah gadis
cantik itu menubruk dari belakang untuk menangkap kedua
lengan Lee Cin. Akan tetapi Lee Cin mendengar gerakan
mereka dari belakang dan sekali memutar tubuhnya,
kakinya telah mencuat dan menyambar ke arah mereka.
Dua orang tukang pukul itu berteriak dan tubuh mereka
terjengkang dan terbanting ke belakang. Terkejutlah para
tukang pukul itu dan mereka menggunakan golok mereka
untuk menyerang Lee Cin. Akan tetapi Lee Cin memutar
pedang rampasannya tadi dan terdengar suara berdentangdentang
ketika pedangnya menangkis semua golok itu dan
banyak golok terlepas dari pegangan para pengeroyok dan
terlempar ke kanan kiri ketika ditangkis pedang. Tenaga sinkang
yang terkandung dalam pedang di tangan Lee Cin
terlampau kuat bagi mereka. Lee Cin tidak berhenti sampai
di situ saja, tangan kirinya dan kedua kakinya silih berganti
bergerak membagi tamparan dan tendangan. Dalam waktu
singkat saja belasan orang pengeroyok itu jatuh malang
melintang dan mengaduh-aduh tidak dapat melanjutkan
pengeroyokan mereka.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Melihat betapa cepatnya belasan orang anak buahnya
roboh, Lurah Kwa menjadi ketakutan dan dia segera
melarikan diri. Akan tetapi Lee Cin menggerakkan
pedangnya dan pedang itu meluncur ke arah kaki Lurah
Kwa.
"Singggg..... ..... capp..... .!” Lurah Kwa terguling roboh
dengan paha kiri tertusuk pedang sampai tembus.
"Aduh ..... ampun, lihiap....!" Dia merintih ketakutan
melihat Lee Cin menghampirinya. Gadis itu mencabut
pedang yang menancap di paha Lurah Kwa.
"Jahanam kau! Baru saja berjanji akan mengubah
kelakuanmu, engkau malah mengerahkan anjing-anjingmu
untuk mengeroyokku. Engkau memang layak mampus!" Lee
Cin mengelebatkan di depan mata Lurah
"A mpun. ..... , ampun, lihiap... saya.... saya.... tidak
berani lagi...." Lurah Kwa menangis dan melihat keadaan
Lurah Kwa kedua orang isterinya dan anak-anaknya yang
sudah bermunculan mendengar suara ribut-ribut, ikut pula
berlutut mintakan ampun suami dan ayah mereka.
"Hemm, melihat keluargamu, aku masih suka
mengampunimu. Akan terapi kalau lain waktu engkau masih
bermain gila mengandalkan kekuasaan dan uangmu, aku
tentu akan datang menabas kepalamu! Sekarang sebagai
pelajaran, rasakan ini!" Pedang itu berkelebat dan Lurah
Kwa menjerit kesakitan sambil mendekap telinga kirinya.
Daun telinganya yang kiri telah buntung terbabat pedang
itu. Lee Cin lalu melempar pedang itu yang menancap
sampai setengahnya di daun pintu.
"Ingat, kata-kataku, mulai besok bubarkan semua anjing
peliharaanmu ini dan mulailah memimpin rakyat dusun ini
dengan baik dan tidak menggunakan kekerasan!" Setelah
berkata demi kian Lee Cin lain meninggalkan dusun itu dan
kembali ke rumah Siok Hwa.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Siok Hwa dan kedua orang tuanya yang menanti dengan
jantung berdebar tegang dan khawatir, begitu melihat Lee
Cin kembali seorang diri segera menghujani dengan
pertanyaan.
Lee Cin t ersenyum. "Beres, mulai sekarang kalian
hiduplah dengan tenang dan jangan takut kepada Lurah
Kwa. Dia sekarang menjadi seorang Lurah yang baik.
Hutangmu telah bebas dan kalian boleh bekerja lagi dengan
sebaiknya. Hanya kuanjurkan kepadamu, sebaiknya kalian
segera kawinkan anak perempuan kalian ini dengan pemuda
yang disukainya, agar di belakang hari tidak ada lagi orang
yang mengganggunya."
Suami isteri petani itu dan Siok Hwa segera menjatuhkan
diri berlutut di depan Lee Cin. Lee Cin membangunkan
mereka.
"Tidak perlu begitu. Aku hanya melakukan tugasku dan
sebaliknya aku minta tolong kepada kalian agar malam ini
aku diperbolehkan bermalam di sini."
Tentu saja keluarga petani itu setuju bahkan merasa
girang sekali. Akan tetapi Lee Cin tidak ingin merepotkan
mereka dan minta tidur sekamar dengan Siok Hwa.
Setelah berdua saja di dalam kamar, Lee Cin bercakapcakap
lebih dulu dengan Siok Hwa sebelum tidur. "Adik Siok
Hwa, kenapa engkau tidak mau dijadikan isteri ke tiga Lurah
Kwa? Kalau aku tidak salah, banyak gadis yang ingin
dijadikan isteri kepala seorang kepala dusun yang kaya dan
berkuasa. Mengapa engkau tidak mau?"
"Enci Lee Cin, bagaimana aku dapat menjadi seorang
isteri dari yang tidak kusuka? Menjadi isterinya berarti
bahwa selama hidupku aku harus hidup bersamanya.
Bagaimana mungkin selama hidupku aku dapat hidup di
samping seorang yang aku tidak suka?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Jadi engkau hanya mau dijodohkan dengan seorang pria
yang kausukai?"
Wajah Siok Hwa yang manis itu menjadi kemerahan.
"Tentu saja, enci Lee Cin. Apakah engkau tidak berpikir
demikian juga? Setelah menikah, aku harus berpisah dari
ayah ibuku yang selalu mencintaku, dan hidup di samping
seorang laki-laki lain yang sama sekali asing bagiku. Kalau
aku tidak menyukai laki-laki itu, bagaimana aku dapat
bertahan hidup sampai bertahun-tahun di sampingnya?"
Lee Cm tersenyum dan tidak banyak bertanya lagi. Akan
tetapi jawaban Siok Hwa itu sama dengan suara hatinya. Ia
sendiri tidak akan sudi diperisteri seorang pria yang tidak
disukanya, tidak dicintanya. Ingatan ini langsung saja
mengingatkan ia akan pria yang dicintanya, yaitu Tin Han
dan hatinya seperti ditusuk rasanya. Tin Han telah lenyap,
bagaikan ditelan bumi, entah masih hidup ataukah sudah
mati. "Han-ko," pikirnya, "kalau engkau masih hidup, betapa
inginku untuk berjumpa denganmu, sebaliknya kalau
engkau sudah mati, akupun ingin melihat kuburmu. Betapa
rindu hatiku kepadamu." Ia mengeluh dalam hatinya dan
malam itu ia hampir tidak dapat tidur pulas, penuh dengan
mimpi buruk tentang Tin Han.
Pada keesokan harinya, pagi-pagi sekali Lee Cin sudah
terbangun dan ia lalu berpamit dari Siok Hwa dan ayah
ibunya. Mereka ingin menahannya karena takut kepada
Lurah Kwa, akan tetapi Lee Cin meyakinkan hati mereka
bahwa Lurah Kwa tidak mungkin akan mengganggunya lagi.
"Aku yakin bahwa mulai malam tadi, Lurah Kwa sudah
bertaubat atas semua kelakuannya yang lalu dan kini dia
menjadi seorang kepala dusun yang baik. Percayalah
kepadaku," demikian Lee Cin menghibur mereka dan ia lalu
melanjutkan perjalanannya meninggalkan dusun itu.
-oo(mch)oo-
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Lee Cin tiba di kota Liok-bun yang cukup ramai. Ia
bermaksud untuk pergi ke Bukit Lo-sian, untuk mencari
kabar tentang Tin Han. Siapa tahu pemuda itu masih hidup
dan sudah pulang ke tempat yang dulu menjadi tempat
tinggal keluarga Cia itu, yalah di kota Hiu-cu di kaki bukit
Lo-sian. Dalam perjalanannya menuju ke bukit Lo-sian, ia
melewati kota Liok-bun dan mengambil keputusan untuk
melihat-lihat kota itu dan bermalam selama satu dua malam
di tempat itu.
Ia menyewa sebuah kamar di rumah penginapan
merangkap rumah makan "Hok-tiam" dan setelah menaruh
buntalan pakaiannya di dalam kamar, ia lalu keluar dan
memasuki rumah makan yang merupakan bagian depan dari
rumah penginapan itu.
Selagi ia duduk menanti masakan yang dipesannya, ia
melihat dua orang berpakaian pengemis serba hitam
memasuki rumah makan itu. Seorang pelayan segera
menyambutnya dengan wajah tidak senang.
"Hei, kalian berdua! Kalau hendak minta sedekah jangan
memasuki rumah makan, tunggu saja di luar nanti
kumintakan kepada juragan kami. Jangan masuk rumah
makan, kalian hanya menimbulkan jijik kepada para tamu
kami! Harap keluar!"
Lee Cin memperhatikan dua orang pengemis itu. Pakaian
mereka serba hitam penuh tambalan, namun tampak bersih.
Usia mereka sekitar limapuluh tahun dan di punggung
masing-masing, mereka menggendong tiga buntalan yang
entah berisi apa.
Ketika pelayan itu mendorong-dorong mereka menyuruh
mereka keluar, dua orang pengemis itu kelihatan tenang saja
dan seorang di antara mereka berkata kepada pelayan
rumah makan itu. "Kami hendak bertemu dengan juragan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kalian, beritahukan bahwa kami datang dengan urusan
penting."
"Tidak bisa, juragan kami tidak ada waktu untuk
bertemu dengan para pengemis. Kalau untuk memberi
sumbangan, cukup kami yang melakukannya. Keluarlah
atau terpaksa aku akan menyeret kalian keluar!" kata pula
pelayan yang bertubuh tinggi besar dan tampak kuat itu.
"Hemm, kalau belum bertemu dengan pemilik rumah
makan ini, kami tidak mau keluar," kata pengemis yang
tubuhnya tinggi kurus, suaranya tenang sekali.
"Apa! Kalian mau nekat?" Berkata demikian, pelayan
rumah makan itu menangkap lengan dua orang pengemis
itu, akan tetapi tiba-tiba saja dia terbelalak dan tidak dapat
menggerakkan kaki tangannya lagi. Pelayan itu berdiri
seperti sebuah patung, tidak mampu bergerak dan tidak
mampu bersuara.
Lee Cin yang memperhatikan mereka, melihat betapa
pengemis yang bertubuh pendek berkulit hitam tadi
menggerakkan jari tangannya menotok sehingga pelayan itu
tidak mampu bergerak lagi. Cara menotok pengemis itu
cukup lihai dan teringatlah ia akan berita yang pernah
didengarnya bahwa di dunia kang-ouw terdapat sebuah
perkumpulan pengemis yang terkenal, yaitu Hek I Kai-pang
(Perkumpulan Pengemis Baju Hitam). Menurut apa yang
pernah didengarnya, Hek I Kai-pang dipimpin oleh tokohtokoh
pengemis yang lihai ilmu silatnya. Perkumpulan
pengemis itu dipimpin oleh ketuanya yang dikenal sebagai
Hek I Kai-pang (Ketua Perkum pulan Pengemis Baju Hitam)
dan ketua ini mempunyai beberapa orang pembantu yang
dapat diketahui tingkatnya melihat banyaknya buntalan
yang digendongnya. Dua orang pengemis itu menggendong
tiga buntalan, berarti mereka adalah tokoh-tokoh Hek I Kaipang
bertingkat tiga. Lee Cin tertarik sekali. Melihat cara
pengemis itu menotok, ia dapat mengetahui bahwa pengemis
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
itu memiliki ilmu silat yang cukup tinggi. Kalau mereka yang
bertingkat tiga saja seperti itu, dapat dibayangkan betapa
lihainya mereka yang bertingkat satu atau lebih lagi
ketuanya!
Pengemis tinggi kurus menepuk pundak pelayan itu
sambil berkata, "Sobat, harap laporkan kepada majikanmu
bahwa kami datang untuk bertemu dan bicara."
Tepukan pada pundak itu membebaskan totokan tadi
dan sekarang si pelayan yang telah merasakan totokan tadi,
dengan cepat membungkuk dan mengangguk lalu pergi
masuk ke dalam untuk melapor kepada majikannya.
Lee Cin terus mengikuti semua itu dengan pandang
matanya. Demikian cepat gerakan menotok dan
membebaskan tadi sehingga kejadian itu tidak tampak oleh
tamu lain.
Tak lama kemudian, pemilik rumah makan muncul dan
melihat dua orang pengemis itu, dia lalu memberi isyarat
agar mereka berdua memasuki kantornya di depan. Agaknya
majikan ini sudah tahu dengan siapa dia berhadapan dan
melayaninya dengan baik.
Lee Cin cepat memakan hidangannya yang telah
disediakan. Ia cepat menyelesaikan makannya dan ketika
melihat dua orang pengemis tadi keluar lagi sambil
membawa buntalan kain kuning, ia segera membayar harga
makanan dan diam-diam membayangi mereka. Ia menjadi
tertarik sekali dan ingin mengetahui apa yang akan
dilakukan dua orang tokoh Hek I Kai-pang itu. Dua orang
pengemis itu agaknya mengumpulkan sumbangan dari para
pemilik toko dan rumah penginapan serta rumah makan dan
sumbangan-sumbangan itu telah mereka simpan di dalam
tiga buntalan yang mereka gendong.
Melihat dua orang pengemis itu ke luar dari kota Liokbun,
Lee Cin terus mengikuti mereka. Mereka menuju ke
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sebuah bukit dan segera memasuki hutan di bukit itu. Lee
Cin merasa heran, akan tetapi membayangi terus. Akhirnya
dua orang pengemis itu tiba di tengah hutan dan di situ
berdiri banyak pondok-pondok sederhana. Di depan pondokpondok
itu terdapat sebuah lapangan rumput yang luas dan
di situ telah berkumpul banyak pengemis. Mereka itu terdiri
dari bermacam tingkat, ada yang menggendong lima
buntalan di punggung, ada yang empat, tiga, dua dan satu.
Hanya ada tiga orang pengemis yang menggendong dua
buntalan dan yang menggendong satu buntalan saja hanya
ada seorang. Orang ini merupakan seorang kakek yang
usianya sudah enam puluh lebih, tubuhnya juga tinggi
kurus dan rambutnya sudah hampir putih semua, akan
tetapi wajah dan sikapnya masih tampak segar dan gesit.
Pengemis ini duduk di atas sebuah bangku bambu
sedangkan di depannya dan sekitarnya berkumpul hampir
limapuluh orang pengemis berpakaian serba hitam.
Dengan hati-hati Lee Cin menyusup dan menyelinap di
antara batang pohon dan semak belukar dan mengintai dari
jarak yang tidak terlalu jauh sehingga bukan saja ia dapat
menonton apa yang akan terjadi di lapangan rumput itu,
namun juga terdengar apa yang akan dibicarakan orang.
Dua orang pengemis tingkat tiga tadi lalu datang
menghadap pengemis bertingkat satu dan melaporkan
bahwa mereka telah berhasil mengumpulkan sumbangan
dan mereka mengeluarkan buntalan-buntalan kecil dari
gendongan mereka, lalu menyerahkan kepada pengemis
tingkat satu.
"Bagus, kini sudah terkumpul cukup dana untuk
mengadakan pesta menyambutan para tamu yang hendak
mengunjungi kita," terdengar pengemis tingkat satu berkata,
"Pang- cu (Ketua) kita tentu akan girang melihat hasilnya.
Akan tetapi sekali lagi kutanyakan kepada kalian seperti
yang juga kutanyakan kepada para pengumpul sumbangan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
yang lain. Dalam mengumpulkan sumbangan ini kalian tidak
mempergunakan paksaan dan kekerasan, bukan?"
"Kami tidak berani melanggar perintah pang-cu," kata
dua orang itu dan pengemis tingkat satu itu menganggukangguk
dengan senang.
Tidak, lama kemudian muncul seorang pengemis baju
hitam yang memegang sebatang tongkat hitam pula.
Pengemis ini berusia enampuluh lima tahun dan dia tidak
menggendong apa-apa di punggungnya. Ketika dia muncul,
semua pengemis dari semua tingkatan bangkit berdiri dan
membungkuk dengan hormat kepadanya. Melihat ini,
maklumlah Lee Cin bahwa tentu pengemis bertongkat yang
tubuhnya juga tinggi kurus ini ketua mereka atau Hek I
Pang-cu sendiri. Maka ia memandang dengan penuh
perhatian dan ingin tahu apa yang akan terjadi.
Hek I Pang-cu itu bersikap sederhana saja. Setelah
semua pengemis memberi hormat dan pengemis tingkat satu
menyerahkan bangku kepada ketuanya, dia lalu duduk di
atas bangku itu dan mengangkat kedua tangannya ke atas.
Ini merupakan tanda bahwa dia ingin bicara dan semua
pengemis yang berada di situ segera duduk di atas tanah
berumput sehingga sang ketua yang duduk di bangku
tampak nyata, karena tempat duduknya paling tinggi.
"Apakah semua masakan yang akan dihidangkan kepada
para tamu telah siap? Sebentar lagi para tamu datang dan
pelayanan harus dilakukan sebaiknya agar tidak
mengecewakan dan membikin malu nama perkumpulan
kita."
Beberapa orang yang bertugas mempersiapkan masakan
menjawab, "Sudah siap tinggal menghidangkan!"
"Bagus. Sekarang para murid tingkat pertama, kedua dan
ke tiga agar berdiri di depan untuk menyambut para tamu.
Bangku-bangku agar dipersiapkan sebagai tempat duduk
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
para ketua perkumpulan. Ingat, hanya para ketuanya saja
yang dipersilakan duduk di bangku, sedangkan yang Iainnya
biar duduk di atas rumput."
Pengemis tingkat pertama yang hanya ada seorang
bangkit berdiri dan ke luar, diikuti tiga orang tingkat dua
dan lima orang tingkat tiga. Mereka bertugas menyambut
tamu di luar pekarangan yang luas itu.
Lee Cin yang masih mengintai tahu bahwa para pengemis
Hek I Kai-pang ini sedang mengadakan pesta dan akan
dihadiri oleh para tamunya. Ia ingin melihat apa yang akan
terjadi dan siapa tamu-tamu mereka. Kalau perlu iapun
dapat menyelinap di antara para tamu dan menjadi seorang
tamu pula.
Tak lama kemudian rombongan tamu mulai berdatangan.
Akan tetapi Lee Cin melihat bahwa mereka yang datang itu
adalah rombongan tamu dari perkumpulan pengemis yang
lain. Ada pengemis-pengemis yang pakaiannya bermacammacam
akan tetapi semua memakai sabuk merah. Ketika
tiba, belasan orang itu berhenti di luar pekarangan dan
seorang di antara mereka berseru, "Mereka dari Ang-kin Kaipang
(Perkumpulan Pengemis Sabuk Merah) datang
berkunjung!"
Para tamu itu lalu dipersilakan memasuki lapangan
rumput, dan ketuanya yang bertubuh gemuk pendek
dipersilakan duduk di atas bangku, sedangkan para
anggautanya dipersilakan duduk di atas tanah berrumput.
Berbondong- bondong berdatangan para tamu dan Lee Cin
melihat bahwa semua tamu terdiri dari para pengemis
melulu. Ada rombongan pengemis berbaju kembang dari
Hwa I Kai-pang (Pengemis Berbaju Kembang), rombongan
pengemis berbaju Biru, dan ada pula rombongan pengemis
yang membawa tongkat ular, yaitu tongkat dari kayu yang
dibentuk seperti ular dan mereka menggunakan nama Coatung
Kai-pang (Perkumpulan Pengemis Tongkat Ular).
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Mereka semua dipersilakan duduk dan masing-masing
perkumpulan berjumlah belasan orang sehingga tempat itu
menjadi ramai. Tentu saja Lee Cin t idak dapat menyelinap
sebagai tamu karena semua tamu adalah pengemis belaka.
Setelah semua orang berkumpul, Hek I Kai-pang bangkit
berdiri dari bangkunya dan berkata dengan suara lantang,
"Selamat datang, kawan-kawan dari berkumpulan masingmasing.
Kami mengucapkan selamat datang dan terima
kasih kepada kawan- kawan yang sudah datang untuk
merayakan hari jadi perkumpulan kami Hek I Kai-pang. Hari
jadi kami yang ke duapuluh lima. Terima kasih pula atas
ucapan selamat dan pemberian sumbangan dari kawankawan
sekalian. Dan marilah kita menikmati hidangan
sekedarnya dari kami!"
Hidangan lalu di keluarkan dan ditaruh di atas tanah
berumput dan pesta makan minum itu dimulai. Karena
mereka adalah para pengemis yang biasanya hanya makan
makanan sederhana saja, maka sekarang begitu menghadapi
hidangan masakan yang mengepul panas dan bermacammacam,
maka merekapun makan dengan lahapnya.
Tiba- tiba dari luar terdengar seruan, "Sin-ciang Mo-kai
dan rombongannya datang berkunjung!"
Mendengar ini, Hek I Kai-pang bergegas bangkit berdiri
dan keluar menyambut. Yang muncul adalah seorang
pengemis berusia limapuluh tahun, bertubuh tinggi kurus
dan mukanya kuning seperti berpenyakitan, matanya sipit
dan dia memegang sebatang tongkat yang ujungnya bersinar
kehijauan. Pakaiannya tambal-tambalan pula, akan tetapi
terbuat dari kain yang baru dan agaknya sengaja ditambaltambal.
Inilah Sin-ciang Mo-kai (Pengemis Iblis Tangan
Sakti) yang terkenal sebagai seorang tokoh sesat. Yang
mengikutinya ada sepuluh orang dan para pengikutnya ini
tidak ada yang berpakaian pengemis, melainkan berpakaian
biasa bahkan seorang di antara mereka mengenakan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
pakaian perwira kerajaan! Melihat sikap Hek I Kaipangcu
yang demikian hormat terhadap Sin-ciang Mo-kai dapat
diduga bahwa ketua ini tentu sudah mengenalnya dengan
baik.
Memang demikianlah. Beberapa hari sebelum Hek I Kaipang
mengadakan pesta ulang tahun atau hari jadinya ini,
ketua Hek I Kai-pang sudah mengadakan pertemuan dengan
Sin-ciang Mo-kai dan Pengemis Iblis ini telah membujuknya
untuk bersatu dengan mereka yang membantu pemerintah
untuk memusuhi para pendekar dan para patriot.
Mula-mula Hek I Kai-pangcu menolak. "Kami adalah
pengemis-pengemis yang kerjanya hanya minta sedekah dan
sumbangan dari orang, kami tidak ingin bermusuhan
dengan siapapun juga," demikian dia menjawab.
Sin-ciang Mo-kai mengerutkan alis nya. "Apakah kalian
tidak menginginkan kehidupan yang lebih baik dari pada
menjadi pengemis? Kalau kalian membantu pemerintah,
pemerintah tentu tidak akan melupakan kalian. Siapa tahu
kalian kelak akan diangkat menjadi perajurit dan engkau
sebagai ketuanya diangkat menjadi seorang perwira?
Sebaliknya kalau kalian tidak mau membantu, bisa saja
kalian dianggap sebagai pemberontak yang membantu para
patriot dan kalian akan dibasmi!"
Sin-ciang Mo-kai membujuk dan menggertak dan ketika
ketua Hek I Kai pang berkeras tidak mau, mereka lalu
berkelahi dan akibatnya, dengan mudah Sin-ciang Mo-kai
mengalahkannya. Ketua Hek I Kai-pang mengaku kalah dan
menaluk, bahkan dia menyetujui untuk bekerja sama
dengan pemerintah. Sin-ciang Mo-kai inilah yang
mengusulkan agar Hek I Kai-pang mengadakan pesta
mengundang para pimpinan perkumpulan pengemis lainnya.
Ini adalah siasat dari Beng-cu Ouw K wan Lok yang
berusaha menarik sebanyak mungkin anggauta dari
berbagai perkumpulan untuk bekerja sama membantu
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
pemerintah Mancu. Dia tahu bahwa terdapat banyak sekali
perkumpulan pengemis dan bahwa para pimpinannya terdiri
dari orang-orang yang memiliki ilmu silat tinggi. Kalau para
pengemis ini mau diajak bekerja sama, mereka merupakan
kekuatan yang besar. Karena itulah, dia mengutus Sin-ciang
Mo-kai untuk membujuk para pimpinan pengemis untuk
bekerja sama.
Setelah para tamu dari berbagai perkumpulan pengemis
itu tiba dan pesta dimulai, muncullah Sin-ciang Mokai dan
rombongannya. Rombongannya ini terdiri dari orang-orang
kang-ouw golongan sesat dan ada seorang perwira kerajaan
yang ikut pula.
Untuk Sin-ciang Mo-kai dan rombongannya disediakan
bangku-bangku oleh Ketua Hek I Kai-pang dan hal ini
membuat banyak pengemis mengerutkan alisnya karena
mereka, kecuali sang ketua, hanya disuruh duduk di atas
tanah berumput.
Hek I Kai-pangcu bangkit dan dengan hormat
mempersilakan Sin-ciang Mo-kai beserta semua
rombongannya untuk duduk di bangku dan diapun berkata
lantang kepada semua tamu, "Kawan-kawan sekalian.
Kepada yang belum mengenalnya kami perkenalkan bahwa
yang baru tiba adalah Sin-ciang Mo-kai yang terhormat
bersama rombongannya. Tentu semua kawan pernah
mendengar nama besarnya yang amat terkenal di dunia
kang-ouw. Setelah pesta nanti, Sin-ciang Mo-kai berkenan
akan memberi petunjuk yang amat penting bagi kita semua.
Sekarang, silakan melanjutkan makan minum sepuasnya!"
Pesta dilanjutkan dan mereka makan minum sampai
banyak di antara mereka yang mabuk. Setelah hidangan
mereka sikat habis dan mereka kini hanya minum-minum
arak sambil bercakap-cakap, Hek I Kai-pang, kembali
bangkit dan berseru lantang. "Kawan-kawan sekalian,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sekarang tiba saatnya bagi Sin-ciang Mo-kai untuk bicara
memberi petunjuk kepada kita sekalian."
Semua orang berhenti bicara dan suasana menjadi
tenang. Sin-ciang Mokai lalu bangkit berdiri dan berkata
dengan suara yang tinggi melengking karena mengandung
khi-kang yang kuat. "Saudara-saudara kaum kai-pang yang
baik! Saya datang sebagai utusan Bengcu kita yang baru
untuk mengajak saudara sekalian bekerja sama membantu
pemerintah!"
Jilid VIII
Baru saja sampai di situ dia bicara, keadaan menjadi
riuh kembali berbagai tanggapan dilontarkan oleh para
pengemis. Sin-ciang Mo-kao mengangkat tangan kanan ke
atas memberi isyarat agar semua orang diam. Setelah
keadaan menjadi tenang kembali, dia melanjutkan katakatanya.
"Harap jangan memberikan tanggapan dan
dengarkan dulu kata-kataku sampai habis! Saudara-saudara
sekalian hidup sebagai pengemis, dipandang rendah dan
dihina oleh banyak orang, dan kadang dikejar-kejar seperti
penjahat. Mengapa saudara sekalian tidak mau mengubah
keadaan itu? Kini tiba saatnya untuk mengubah keadaan
seperti itu. Kalau saudara mau bekerja sama dengan
pemerintah, saudara akan dilindungi. Para pejabat akan
berbaik hati terhadap saudara dan tidak ada orang berani
memandang rendah kaum pengemis! Semua itu diberikan
kepada saudara sehingga kalau saudara meminta
sumbangan, tidak ada lagi yang berani menghina atau
menolak. Dan apakah yang saudara-saudara harus
lakukan? Bersama pemerintah membasmi para
pemberontak! Saudara tinggal pilih. Tidak mau bekerja sama
dengan pemerintah berarti mendukung pemberontak dan
dimusuhi oleh pemerintah, atau mendukung pemerintah
membasmi pemberontak yang hanya mendatangkan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kekacauan. Apa lagi sebagai orang-orang kang-ouw, saudara
patut tunduk kepada Beng-cu kita, dan Beng-cu kita yang
minta kepada saudara sekalian untuk membantu
pemerintah dan menentang kaum pendekar dan patriot yang
memberontak terhadap pemerintah yang sah!"
Semua orang terdiam mendengarkan ucapan itu. Mereka
membayangkan betapa akan susahnya hidup mereka kalau
dimusuhi pemerintah. Pasukan pemerintah akan
menangkapi dan mengejar mereka sebagai anggauta
pemberontak! Sebaliknya, kalau mereka diakui oleh para
pejabat sebagai sekutu, tentu mereka tidak akan dimusuhi,
bahkan dilindungi dan siapa yang berani menentang
mereka? Akan tetapi, di antara mereka, terutama para
ketuanya, banyak yang ragu-ragu. Bagaimana mereka harus
memusuhi para pendekar? Terutama para ketua yang
berpendirian bersih, yang pantang melakukan kejahatan,
mereka sangsi apakah benar kalau mereka membantu
pemerintah membasmi para pendekar!"
"Saudara sekalian! Akupun seorang pengemis! Maka, aku
hendak mempergunakan kesempatan selagi kita berkumpul
ini untuk mengangkat diriku sebagai pimpinan para
pengemis! Biarlah aku yang bertanggung jawab dan aku
yang membimbing kalian untuk bekerja sama dengan
pemerintah."
Lee Cin yang mendengarkan ucapan Sin-ciang Mo-kai
menjadi terkejut sekali. Kiranya Ouw Kwan Lok yang telah
merebut kedudukan Beng-cu kini bekerja sama dengan
pemerintah Mancu. Dan Ouw Kwan Lok agaknya hendak
mengumpulkan semua tenaga di dunia kang-ouw, baik dari
golongan bersih maupun kotor, untuk bersama-sama
menjadi sekutu pemerintah. Hal ini amat berbahaya bagi
para pendekar dan patriot kalau usaha itu berhasil. Ia
sendiri tahu betapa besarnya kekuatan para perkumpulan
pengemis itu kalau dikumpulkan dan dapat dipersatukan.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tentu akan menjadi kekuatan yang dahsyat yang terdapat di
mana-mana. Agaknya pemerintah Mancu telah berhasil
membujuk Beng-cu Ouw Kwan Lok untuk menjadi antek
mereka dan tentu sudah banyak tokoh sesat di kang-ouw
yang menjadi anak buahnya. Ayahnya sendiri ketika menjadi
beng-cu, berdiri bebas, tidak menjadi antek Mancu, juga
tidak menggerakkan dunia kang-ouw untuk memberontak
terhadap pemerintah. Sekarang ketahuanlah mengapa Ouw
Kwan Lok bersikeras untuk mengambil kedudukan beng-cu.
Sekarang, kaum sesat, telah berbalik pendirian. Kalau dulu
bersekongkol dengan pemberontak, kini sebaliknya malah
menjadi antek pemerintah Mancu. Ia harus memberitahu
kepada Song Thian Lee akan hal ini. Kalau kaum sesat
bekerja sama dengan pemerintah, sama saja dengan menarik
Song Thian Lee menjadi sekutu pula. Lee Cin mengerutkan
alisnya. Merupakan ganjelan dalam hatinya melihat
kenyataan bahwa Thian Lee menjadi panglima. Sungguh
suatu kedudukan yang sama sekali tidak cocok dengan
watak dan pendirian Thian Lee. Ia mengenal Thian Lee
sebagai seorang pendekar, akan tetapi kedudukannya
sebagai panglima menaruh dia di tempat yang lain bahkan
yang berlawanan. Seperti keadaannya sekarang ini, kalau
Thian Lee tetap menjadi panglima, berarti dia harus bekerja
sama dengan golongan sesat dan harus memusuhi para
pendekar dan patriot! Tidak, ini tidak benar dan ia harus
memberitahu kepada Thian Lee tentang pertemuan para
pengemis ini.
Ucapan Sin-ciang Mo-kai yang mengangkat diri sendiri
menjadi pimpinan kaum pengemis ini mendapat tanggapan
bermacam-macam. Akan tetapi para ketua kai-pang banyak
yang tidak setuju. Ketua Hwa I Kai-pang yang berpakaian
berkembang-kembang itu segera berdiri dari bangkunya dan
berkata dengan suara lantang. "Kami dari Hwa I Kai- pang
selamanya bekerja bebas dan tidak mengakui pimpinan
orang lain kecuali ketuanya. Kami seluruh kaipang pernah
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mengakui Pek I Lo-kai sebagai sesepuh, akan tetapi setelah
bertahun-tahun dia tidak pernah muncul, kami tidak
mempunyai sesepuh lagi dan tidak ingin mengangkat
sesepuh baru."
"Hemm, aku ingin bertanya. Mengapa dulu kalian mau
mengangkat Pek I Lo-kai sebagai sesepuh?"
"Karena ilmu kepandaiannya yang tinggi dan dia patut
menjadi pemimpin dan sesepuh kami seluruh kai-pang!"
jawab Hwa I Kai-pangcu.
"Apakah kalian tidak percaya akan ilmu kepandaian kami
? Kalau ada yang meragukan kepandaianku, silakan maju
dan kita main-main sebentar!"
Mendengar ucapan yang nadanya menantang itu, Hwa I
Kai- pangcu lain melompat ke depan sambil membawa
tongkatnya yang terbuat dari pada bambu. "Biarlah kucobacoba
sebentar!" katanya, tidak berani berlagak, hanya
sebagai jawaban atas tantangan itu karena diapun sudah
mendengar akan nama besar Sin-ciang Mo-kai sebagai
seorang tokoh pengemis tunggal yang amat lihai.
"Baik! Akupun sudah mendengar bahwa ilmu tongkat
ketua Hwa I Kai-pang sudah mencapai tingkat tinggi!" kata
Sin- ciang Mo-kai sambil melintangkan tongkatnya yang
beracun itu di depan, dada. "Silakan mulai, Hwa I
Kaipangcu!”
Ketua Hwa I Kai-pang juga tidak berlaku sungkan lagi,
segera menggerakkan bambunya dan menotok ke arah dada
dan perut lawan. Sin-ciang Mo- kai cepat menangkis dengan
tongkatnya dan ketika dua tongkat bertemu, keduanya
merasa tangannya gemetar. Sin-ciang Mo-kai menerjang ke
depan dan selagi tongkatnya menyambar ke arah kepala
lawan, tangan kirinya juga menyambar dan menghantam ke
arah dada. Hwa I Kai- pangcu cepat mengelak dan
melintangkan tongkatnya ke depan dada untuk menangkis
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
pukulan ke arah dadanya itu. Sin-ciang Mo-kai cepat
menarik kembali tangan kirinya dan kini dialah yang
diserang oleh totokan tongkat bambu. Kembali dia
menangkis dan mereka sudah saling serang dengan hebat.
Ilmu tongkat ketua Hwa I Kai-pang cukup hebat, gerakannya
cepat dan tenaganya juga besar. Namun dia bertanding
dengan Sin-ciang Mo-kai yang bukan saja lihai ilmu
tongkatnya, akan tetapi juga memiliki pukulan tangan yang
ampuh sehingga dia dijuluki "Sin-ciang (Tangan Sakti).
Setelah pertandingan berlangsung limapuluh jurus, mulailah
ketua Hwa I Kai-pang terdesak karena lawannya selalu
menyusul serangan pukulan tangan kiri setiap kali tongkat
mereka bertemu.
"Haittt..... ...!” Tongkat Hwa I Kai-pang menyambar lagi,
kini menghantam ke arah kepala Sin-ciang Mo-kai. Pengemis
berbaju kembang- kembang mewah ini menangkis dengan
tongkatnya dan kembali tangan kirinya memukul dengan
dorongan kuat. Ketua Hwa I Kai-pang menangkis dengan
dorongan tangan kanan untuk mengadu tenaga.
"Dess. .... !" Ketika dua tangan bertemu tubuh ketua Hwa
I Kai-pang terpental ke belakang dan jatuh terjengkang. Dia
bangkit duduk dengan napas terengah-engah, lalu dipapah
oleh anak buahnya sehingga dia mampu berdiri lagi. Dia
memandang kepada Sin-ciang Mo-kai dengan mata
mengandung penasaran.
"Nah, bagaimana, Hwa I Kai-pangcu? Apakah engkau
menganggap aku cukup lihai untuk menjadi sesepuh semua
kai- pang ? "
"Kepandaianmu memang tinggi, Sin ciang Mo- kai, akan
tetapi..... “
""Akan tetapi apa? Apakah masih ada yang
menyangsikan kemampuanku sebagai pimpinan kalian ?
Kalau masih ada, silakan maju!"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tiba-tiba terdengar suara orang, "Sungguh menggelikan.
Sin-ciang Mo-kai bicara besar untuk mempengaruhi para
kai-pangcu!" Tiba-tiba dari luar masuklah seorang pengemis
yang usianya tentu sudah mendekati tujuhpuluh tahun.
Kakek yang bertubuh tinggi kurus, rambutnya sudah putih
semua dan bajunya penuh tambalan dari kain putih seperti
orang berkabung dan tangannya memegang sebatang
tongkat bambu butut. Melihat kakek pengemis berpakaian
putih itu, ketua Hwa I Kai-pang berseru girang.
"Lo-cian-pwe Pek I Lo-kai!" katanya dan segera dia
menjatuhkan diri berlutut. Juga para ketua kai-pang yang
lain cepat memberi hormat kepada Pek I Lokai (Pengemis
Tua Berbaju Putih) karena kakek itu dahulu dianggap
sebagai sesepuh kaum kai-pang!
Lee Cin mengintai dari tempat sembunyinya. Iapun
pernah mendengar akan nama julukan Pek I Lo-kai itu
sebagai tokoh besar kaum pengemis yang tergolong bersih.
Pasti akan terjadi bentrokan yang seru, pikirnya, mengingat
betapa kedatangan Sin-ciang Mo-kai bermaksud mengajak
para pengemis untuk menjadi antek pemerintah penjajah.
Sementara itu, ketika Sin-ciang Mo kai mendengar
ucapan Pek I Lo-kai, dia mengerutkan alisnya dan
melangkah maju menyambut Pek I Lo-kai yang memasuki
lapangan
"Hemm, kiranya engkau yang berjuluk Pek I Lo-kai? Aku
memang sedang membujuk para kai-pangcu untuk bekerja
sama dengan pemerintah menentang kaum pemberontak.
Apakah ini kau anggap keliru?"
"Sin-ciang Mo-kai, sejak kapan engkau menjadi antek
pemerintah penjajah? Kalau engkau menjadi antek penjajah,
itu hakmu, akan tetapi jangan membujuk para kai-pangcu
untuk mengikuti jejakmu. Para kai-pang adalah
perkumpulan pengemis yang kerjanya hanya minta sedekah
dari orang-orang budiman, dan di samping itu menentang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kejahatan. Demikian aku selalu menganjurkan. Sebagai
sesepuh kai-pang aku tidak setuju kalau mereka hendak
menjadi antek penjajah Mancu."
"Pek I Lo-kai, kalau begitu engkau juga berjiwa
pemberontak!" seru Sinciang Mo-kai marah.
"Aku bukan pemberontak, akan tetapi itu tidak berarti
bahwa aku membantu pemerintah penjajah."
Dua orang yang berpakaian perwira kerajaan melompat
ke depan menghadapi Pek I Lo-kai dan seorang di antara
mereka menuding dengan telunjuknya. "Orang tua, kalau
engkau melarang orang untuk membantu pemerintah, itu
menunjukkan bahwa engkau seorang yang berjiwa
pemberontak! Kami sebagai perwira perwira kerajaan
berkewajiban untuk menangkap orang sepertimu. Dua orang
perwira itu sudah mencabut pedangnya dengan sikap
mengancam.
"Hemm, kalian dapat saja menuduh aku pemberontak,
akan tetapi mana buktinya? Aku tidak melakukan sesuatu
yang sifatnya memberontak, aku hanya tidak ingin melihat
para kai-pang dibujuk untuk memusuhi para pendekar."
"Itu artinya sudah memberontak! Hayo menyerah menjadi
tawanan kami atau terpaksa kami mempergunakan
kekerasan untuk menangkapmu!"
"Aku tidak bersalah apa-apa, tidak sudi aku menyerah,
dan silakan menangkap aku kalau kalian mampu!" tantang
Pek I Lo-kai sambil tersenyum. Para ketua kai-pang tidak
ada yang berani mencampuri. Bagaimanapun juga, dua
orang itu adalah perwira kerajaan, kalau mereka memihak
Pek I Lo-kai, tentu mereka akan dianggap pemberontak dan
dimusuhi oleh pemerintah. Kalau sudah dimusuhi
pemerintah, tentu mereka akan celaka dan tidak mempunyai
tempat untuk berpijak lagi, ke mana-mana akan dikejarkejar
pasukan pemerintah. Maka, biarpun di dalam hati
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mereka herpihak kepada Pek I Lo-kai, mereka tidak berani
menyatakan dengan terang terangan, dan hanya menonton
saja.
"Bagus, kalau begitu terpaksa kami harus
membunuhmu, pemberontak!" Dua orang perwira itu
menggerakkan pedang mereka dan menyerang dengan
ganas. Ternyata mereka adalah orang-orang yang pandai
memainkan pedang dan serangan mereka cukup dahsyat.
Akan tetapi, dengan gerakan cepat dan tenang, Pek I Lokai
sudah dapat mengelak dari serangan mereka. Dua orang
perwira itu menjadi semakin penasaran dan mereka berdua
mendesak maju, mengirim serangan beruntun dengan
pedang mereka.
Pek I Lo-kai meloncat ke belakang dan ketika dua orang
itu mengejar dengan serangan pedang berikutnya, dia mulai
menggerakkan tongkat bambunya untuk menangkis.
"Trang-trangg..... "" Dua batang pedang itu tertangkis
tongkat dan akibatnya, dua orang perwira itu terhuyung ke
belakang. Melihat ini, Sin-ciang Mokai melompat ke depan
setelah memberi isyarat kepada rombongan dan
menggerakkan tongkatnya mengeroyok Pek I Lo-kai. Delapan
orang anggauta rombongannya juga sudah bangkit berdiri
dan meloloskan senjata masing-masing. Mereka adalah para
tokoh sesat di dunia kang-ouw yang sudah dapat terbujuk
untuk membantu gerakan Ouw-bengcu yang mengumpulkan
mereka untuk membantu pemerintah Mancu.
Pek I Lo-kai yang sudah mulai mendesak dua orang
perwira itu, kini dikeroyok oleh sebelas orang yang masingmasing
memiliki ilmu kepandaian silat yang cukup tangguh.
Para ketua kai-pang hanya menonton saja dengan muka
berubah pucat. Biarpun dalam hati mereka condong
memihak Pek I Lo kai, namun mereka tidak ada keberanian
untuk menentang mereka yang berpihak pemerintah,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
khawatir kalau mereka akan dianggap pemberontak dan
dimusuhi pemerintah.
Melihat betapa Pek I Lo-kai dikeroyok sebelas orang, Lee
Cin tentu saja tidak membiarkan saja hal itu terjadi tanpa
turun tangan. Ia merasa penasaran sekali melihat para
ketua kai-pang yang tinggal diam sambil menonton sesepuh
mereka dikeroyok. Dengan gemas Lee Cin lalu meloncat ke
depan dan berseru dengan suara lantang.
"Hei para kai-pangcu! Apakah kalian telah menjadi begitu
pengecut membiarkan yang jahat mengeroyok sesepuh
kalian?"
"Kami.,.... kami tidak ingin dianggap sebagai
pemberontak!" kata ketua Hwa I Kai-pang dengan muka
berubah merah. Para ketua lain juga mengangguk
membenarkan ucapan ketua. Hwa I Kai-pang.
"Kami tidak ingin terlibat.....” kata ketua Hwa I Kai-pang
dan mereka semua segera menjauhkan diri, tidak ingin
terlibat dalam perkelahian itu.
Lee Cin menjadi semakin gemas. Ia mencabut pedang
Ang-coa-kiam dari lilitan di pinggangnya dan melompat ke
dalam pertempuran sambil berseru, "Lo cian-pwe Pek I Lokai,
aku datang membantumu!" Dan pedangnya lalu
menerjang Sin-ciang Mo-kai yang merupakan pengeroyok
paling berbahaya bagi Pek I Lo-kai.
Melihat sinar pedang putih yang menyilaukan mata
menyambar ke arahnya, Sin-ciang Mo-kai menjadi terkejut
sekali dan cepat dia membuang dirinya ke belakang sambil
memutar tongkatnya melindungi tubuhnya. Pedang itu
menyambar bagaikan kilat saja. Ketika Sin-ciang Mo-kai
yang baru saja lolos dari serangan hebat itu bangkit berdiri,
pedang itu sudah menyambar lagi dan cepat Sinciang Mo-kai
menangkis dengan tongkatnya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Trangg..... !" Tongkat itu hampir terlepas dari pegangan
tangan Sin-ciang Mo-kai. Dia menjadi semakin terkejut dan
maklum bahwa dia berhadapan dengan seorang gadis yang
amat lihai dan ketika dia memperhatikan teringatlah dia
bahwa gadis ini adalah gadis lihai yang dulu bersama Song
Thian Lee pernah dia keroyok bersama rekan-rekannya di
timur. Maka dia tahu bahwa dia bukan lawan gadis itu dan
dia segera berseru kepada kawan-kawannya untuk
membantunya. Para pengeroyok Pek I Lo-kai terkejut dan
sebagian dari mereka meninggalkan kakek pengemis baju
putih itu untuk mengeroyok Lee Cin.
"Nona yang baik, jangan sembarangan membunuh
orang!" Pek I Lo-kai berseru kepada Lee Cin ketika melihat
betapa ganasnya pedang Lee Cin menyambar-nyambar. Lee
Cin cemberut. Kakek itu dikeroyok orang-orang secara
curang dan kini malah melarangnya membunuh para
pengeroyok! Sama seperti pendirian ayahnya yang tidak
memperbolehkan ia mudah membunuh orang! Maka iapun
mengubah gerakan pedangnya dan kini ia hanya ingin
merobohkan mereka tanpa membunuh.
Sementara itu, sebenarnya Pek I Lo-kai tidak
membutuhkan bantuan Lee Cin. Dengan ilmu
kepandaiannya yang tinggi kakek itu akan mampu
mengalahkan semua pengeroyoknya. Kini, setelah sebagian
pengeroyoknya meninggalkannya, lebih mudah baginya
untuk mengalahkan para pengeroyok yang hanya tinggal
lima orang itu. Berturut-turut mereka itu roboh
berpelantingan terkena tendangan atau hantaman tongkat
bambu Pek I Lo-kai.
Demikian pula Lee Cin, dengan ilmu pedangnya yang
hebat, ia telah membuntungi senjata-senjata para
pengeroyoknya, bahkan ia berhasil menendang Sin-ciang
Mo-kai sehingga roboh terguling-guling. Namun Sin-ciang
Mo-kai tidak terluka parah dan setelah melompat berdiri, dia
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
lalu berseru kepada kawan-kawannya untuk lari
meninggalkan gelanggang perkelahian. Sebelas orang itu lalu
melarikan diri, ada yang terpincang-pincang dan ada yang
saling papah. Pek I Lo-kai dan Lee Cin tidak melakukan
pengejaran.
"Ha-ha-ha, nona yang lihai! Engkau mengingatkan aku
akan muridku Tang Cin Lan!"
Lee Cin terbelalak. Jadi inikah guru Cin Lan? "Lo-cianpwe,
kebetulan sekali aku mengenal baik enci Tang Cin Lan.
Ia kini telah menjadi isteri Panglima Song Thian Lee."
"Bagus, siapakah namamu, nona?"
"Namaku Souw Lee Cin, lo-cianpwe."
"She Souw? Masih adakah hubunganmu dengan Beng-cu
Souw Tek Bun?"
"Dia adalah ayahku, lo-cian-pwe, akan tetapi sekarang
dia bukan beng-cu lagi."
"Aku sudah mendengar bahwa ayahmu telah
mengundurkan diri. Sayang ketika itu aku tidak sempat
datang ke Hong-san."
"Lo-cian-pwe, para ketua kai-pang ini sungguh
menjemukan. Melihat lo-cian pwe dikeroyok, mereka hanya
menjadi penonton saja. Bukankah lo-cian-pwe menjadi
sesepuh mereka?"
Pek I Lo-kai menghela napas panjang dan memandang
kepada para pengemis yang menjauhkan diri karena tidak
mau terlibat. "Jangan salahkan mereka. Mereka tentu takut
melawan orang-orangnya pemerintah. Kalau pemerintah
sudah memusuhi para pengemis, akan celakalah mereka, di
mana-mana mereka akan ditangkap dan dikejar. Mereka
tidak seharusnya membantu pemerintah, akan tetapi juga
tidak perlu memusuhi pemerintah. Mereka harus berdiri
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
bebas dan bekerja mengumpulkan sumbangan sehari-hari
untuk keperluan hidup mereka."
Pada saat itu, para ketua kai-pang berdatangan memberi
hormat kepada Pek I Lo-kai. Mereka merasa bersalah dan
malu.
"Mohon pengertian dan maaf lo-cian pwe bahwa kami
para ketua kai-pang tidak berani membantu melihat lo-cian
pwe dikeroyok mereka," kata ketua Hek I Kai-pang.
Pek I Lo-kai tersenyum dan mengangguk-angguk. "Aku
sudah mengerti. Memang tidak perlu kalian dianggap musuh
oleh pemerintah, akan tetapi kuperingatkan kalian semua,
jangan sekali-kali mau diperalat pemerintah untuk
memusuhi para pendekar dan patriot."
"Kami mengerti, lo-cian-pwe."
"Sudahlah, sekarang kalian boleh pergi, pulang ke tempat
masing-masing dan bekerjalah seperti biasa. Kami ber
duapun harus pergi dari sini. Mari, Nona Souw, kita bicara
di tempat lain!" Kakek itu lalu meloncat dan pergi dari situ.
Melihat kakek itu mempergunakan gin-kangnya, Lee Cin
juga berkelebat lenyap dari situ, mengagumkan para ketua
kai-pang yang kemudian memimpin anak buah masingmasing
untuk meninggalkan hutan itu.
Setelah mengerahkan ilmunya berlari cepat, barulah Lee
Cin dapat menyusul kakek itu. Pek I Lo-kai memang sengaja
hendak menguji kepandaian gadis itu dan melihat betapa
gadis itu mampu menyusulnya, dia tertawa kagum dan
berhenti berlari. Lee Cin juga berhenti.
"Hebat, ilmu kepandaian hebat, nona. Apakah engkau
mendapatkan semua ilmu ini dari ayahmu Sin-kiam Hok-mo
(Pedang Sakti Penaluk Iblis) Souw Tek Bun?"
"Dari ayahku, juga dari ibuku dan dari In Kong Thai-su."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"In Kong Thai-su ketua Siauw-limpai? Hebat sekali kalau
engkau dapat mempelajari It-yang-ci darinya."
"Memang It-yang-ci yang telah diajarkan kepadaku, locian-
pwe."
"Hebat! Dan siapa ibumu?"
"Ibuku pernah berjuluk Ang-tok Mo li," kata Lee Cin agak
ragu karena maklum bahwa nama julukan ibunya itu tidak
terlalu harum, melainkan julukan seorang datuk sesat!
"Aha! Jadi Ang-tok Mo-li itu isteri Souw Tek Bun? Betapa
anehnya dunia kang-ouw."
"Akan tetapi sekarang ayah dan ibuku telah hidup
bersama di Hong-san. Lo-cian-pwe, sekarang kaum pendekar
dan patriot terancam bahaya besar. Agaknya beng-cu yang
sekarang, Ouw Kwan Lok itu, telah menjadi antek
pemerintah Mancu dan melakukan gerakan baru. Mereka
hendak menarik orang-orang kang-ouw untuk membantu
pemerintah Mancu dan memusuhi para pendekar dan
patriot! Sin-ciang Mo-kai tadipun merupakan orangnya Ouwbengcu.
Kalau sampai semua kai-pang terpengaruh dan
memusuhi para pendekar dan patriot, sungguh berbahaya,
lo-cian-pwe."
Kakek itu mengelus jenggotnya dan menggeleng
kepalanya. "Ahh, belum tiba saatnya untuk memberontak.
Kerajaan Ceng terlampau kuat. Akan tetapi aku percaya
bahwa orang-orang kang-ouw yang masih mempunyai
perasaan mencinta tanah air, tidak akan sudi menjadi antek
pemerintah penjajah. Yang dapat mereka tarik tentu hanya
tokoh-tokoh kang-ouw yang sesat saja. Aku tidak dapat
membayangkan bahwa para kaipang akan menjadi antek
penjajah. Mungkin mereka pura-pura tunduk karena takut,
akan tetapi jarang di antara mereka yang mau memusuhi
para pendekar. Tentu saja ada kecualinya, yaitu kai-pang
yang memang sudah menjadi golongan sesat."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Aku juga prihatin memikirkan keadaan panglima Song
Thian Lee dan isterinya, enci Tang Cin Lan. Kalau
pemerintah merangkul golongan sesat memusuhi para
pendekar patriot, berarti Panglima Song harus bekerja sama
dengan golongan sesat dan memusuhi kaum pendekar."
"Ha-ha, apakah engkau belum mendengar, nona Souw?
Song Thian Lee telah mengundurkan diri dari kedudukannya
sebagai panglima dan dia bersama isteri dan puteranya telah
meninggalkan kota raja dan tinggal di Tung-sin-bun."
"Ah, benarkah, lo-cian-pwe? Ah, aku ikut gembira
mendengar ini!"
"Akan tetapi, baru saja aku pergi ke sana untuk
mengunjungi mereka dan mendengar bahwa mereka
sekeluarga terpaksa melarikan diri setelah rumah mereka
diserbu serombongan orang jahat. Menurut para
tetangganya, mereka dituduh pemberontak dan didatangi
pasukan untuk menangkap mereka. Song Thian Lee dan
anak isterinya telah melarikan diri meninggalkan Tung-sinbun
dan aku tidak tahu ke mana mereka pergi." Pek I Lo-kai
menghela napas panjang. "Sebetulnya, aku sudah merasa
rindu kepada muridku Cin Lan. Kasihan sekali mereka,
begitu Song Thian Lee mengundurkan diri sebagai panglima
muda, langsung saja dia dicap pemberontak dan dikejarkejar."
Lee Cin mengepal tinjunya. "Jahanam benar penjajah
Mancu! Siapa yang tidak mau menjadi antek mereka,
langsung saja disebut pemberontak! Kita harus hancurkan
penjajah, lo-cian-pwe.”
"Ho-ho, tidak begitu mudah, nona muda! Pemerintah
memiliki pasukan yang besar dan kuat. Mempunyai
panglima-panglima yang lihai, apa lagi dibantu oleh para
tokoh sesat yang berilmu tinggi. Apa yang dapat kita
lakukan? Sekarang belum tiba saatnya untuk memberontak.
Kita harus bersatu padu menyusun kekuatan, terutama
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menggerakkan seluruh lapisan rakyat, baru kita mempunyai
kekuatan dan kesempatan untuk menumbangkan
kekuasaan penjajah. Sekarang, untuk sementara ini, kita
hanya dapat bertindak sebagai golongan pendekar,
menegakkan kebenaran dan keadilan, membela si lemah
yang tertindas dan menentang si kuat yang menindas."
"Akan tetapi, penindasnya adalah para pembesar
penjajah, lo-cian-pwe."
“Pembesar bangsa Mancu atau bangsa Han, kalau dia
menindas rakyat harus kita tentang, kita kaum pendekar
berkewajiban untuk menentang si jahat siapapun dan dari
golongan atau bangsa apapun mereka itu. Dan kita semua
harus bersiap-siap untuk mendukung kalau waktunya tiba
untuk mengadakan perjuangan melawan penjajah."
"Lo-cian-pwe benar," kata Lee Cin yang kemudian
teringat bahwa kakek ini agaknya mengerti akan apa yang
terjadi di seluruh tanah air, lalu bertanya, "Bagaimana
pendapat lo-cian-pwe dengan para patriot seperti Keluarga
Cia di kaki bukit Lo-sian itu? Atau lo-cianpwe tidak pernah
mendengar tentang mereka?"
"Keluarga Cia? Ah, tentu saja aku pernah mendengar
tentang mereka. Mereka adalah keluarga patriot, akan tetapi
mereka itu melakukan perjuangan secara membuta, mau
bersekutu dengan golongan sesat untuk memusuhi penjajah.
Gerakan seperti itu adalah keliru, dan gerakan mereka yang
bersekutu dengan pasukan pemberontak, golongan sesat
dan para bajak laut Jepang telah menderita kegagalan dan
kehancuran. Perjuangan seperti itu tidak akan dilakukan
oleh para pat riot sejati. Patriot sejati tidak akan mengotori
perjuangan dengan hubungan persahabatan dengan para
golongan sesat. Betapa banyaknya sekarang ini muncul
perkumpulan-perkumpuIan pejuang seperti itu. Mereka
merangkul tokoh-tokoh sesat yang lihai untuk memperkuat
diri mereka. Mereka memang mengganggu pasukan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
pemerintah, akan tetapi mereka juga merampok dan
melakukan kejahatan lain lagi. Mereka hanya mencemarkan
perjuangan yang suci."
"Siapakah mereka, Lo-cian-pwe?"
"Yang aku ketahui hanya tiga yang terbesar, yaitu Thianli-
pang, Pek-lianpang dan Pat-kwa-pang. Karena sepak
terjang mereka yang tidak pantang melakukan kejahatan,
para pendekar juga menentang mereka. Mereka menutupi
kejahatan mereka dengan kata perjuangan, mereka minta
derma dengan paksa atas nama perjuangan. Pek-lian-pang
bergerak di wilayah barat, Thian-lianpang bergerak di
wilayah Utara dan Pat-kwa-pang bergerak di wilayah selatan.
Perkumpulan-perkumpulan seperti itu berjuang melawan
pemerintah penjajah dengan tujuan mencari kemuliaan dan
kedudukan untuk diri sendiri. Sedangkan para patriot sejati
berjuang dengan satu tujuan, yaitu membebaskan tanah air
dan bangsa dari belenggu penjajahan, tanpa pamrih apapun
untuk diri sendiri. Itulah bedanya."
Mendengar ucapan ini, Lee Cin teringat akan Cia Tin
Han. Betapa sama pendapat Pek I Lo-kai ini dengan
pendapat pemuda yang dicintanya itu. Tin Han adalah
seorang patriot sejati! Jantungnya terasa pedih begitu ia
teringat akan pemuda itu.
"Tahukah lo-cian-pwe di mana adanya Keluarga Cia
sekarang?" Tentu saja yang dimaksudkan Lee Cin adalah
untuk mencari tahu di mana adanya Tin Han. sekarang.
"Aku tidak tahu, nona. Aku hanya mendengar setelah
mereka yang bersekongkol dengan pasukan yang
memberontak di timur digagalkan oleh Song Thian Lee,
mereka menghilang dan tidak terdengar lagi beritanya. Dan
sekarang, engkau hendak pergi ke manakah, Nona Souw?"
"Aku hendak melanjutkan perjalananku merantau, locian-
pwe. Dan lo-cianpwe hendak ke manakah?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Aku akan mencari di mana adanya Song Thian Lee dan
Tang Cin Lan."
"Kalau begitu, selamat jalan dan selamat berpisah, locian-
pwe. Kalau bertemu dengan Lee-ko dan enci Cin Lan,
sampaikan salamku kepada mereka."
"Selamat berpisah, nona Souw. Aku senang sekali dapat
bertemu denganmu."
Mereka lalu berpisah dan Lee Cin kembali ke kota Liokbun.
Malam itu ia bermalam di rumah penginapan Hoktiam
dan dapat tidur pulas karena ia merasa lelah sekali.
-oo(mch)oo-
Pada keesokan harinya, pagi-pagi Lee Cin sudah
meninggalkan rumah penginapan Hok-tiam di kota Liok-bun
dan ia melanjutkan perjalanannya ke timur.
Pada suatu hari, di luar sebuah dusun di lereng Bukit
Awan, selagi Lee Cin berjalan seorang diri seenaknya di
tempat yang sunyi itu, tiba-tiba dari belakang terdengar
derap kaki kuda. Seorang penunggang kuda membalap di
sebelahnya dan tiba-tiba penunggang kuda itu menahan
kudanya dan dia menoleh, memandang kepada Lee Cin
dengan pandang mata tajam penuh selidik. Lee Cin balas
memandang dengan penuh perhatian akan ia merasa tidak
mengenal laki-laki itu. Dia seorang laki-laki yang berusia
kurang lebih tigapuluh tahun, mengenakan pakaian
berwarna serba hijau, bertubuh sedang dan berwajah
tampan. Rambutnya yang di kuncir panjang melibat
lehernya, membuat dia tampak lebih gagah lagi. Di
punggungnya terselip sebatang tongkat bambu kuning. Lee
Cin tidak mengenal laki-laki ini dan ia mengerutkan alisnya
ketika orang itu mengamatinya seperti itu. Sebelum ia
menegur marah, laki-laki itu telah meloncat turun dari atas
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kudanya dan bertanya, suaranya lembut dan so-pan, "Maaf,
nona. Apakah nona She Souw ?"
"Benar, siapa engkau dan mengapa engkau bertanya
demikian?"
Wajah laki-laki itu berubah berseri. "Kalau begitu, nona
tentu bernama Souw Hiang, bukan ? "
"Bukan, namaku Souw Lee Cin. Engkau siapakah?"
"Ah, maafkan aku kalau begitu aku salah sangka, nona.
Wajah nona mirip nona Souw Hiang, maka aku bertanya
padamu. Aku Yauw Seng Kim, tentu tidak nona kenal. Sekali
lagi maafkan kekeliruanku, nona."
Laki-laki itu meloncat ke atas kudanya lagi dan
membalapkan kudanya ke depan. Lee Cin tersenyum geli.
Mengapa begitu kebetulan? Wajahnya mirip dan she-nya
sama pula. Ia tahu bahwa banyak terdapat orang she Souw
maka hal itu dianggapnya biasa saja dan ia sudah
melupakan lagi laki-laki itu setelah kuda dan
penunggangnya lenyap di sebuah tikungan. Sama sekali ia
tidak tahu bahwa baru saja ia bertemu dengan seorang
musuh besar yang mengancam keselamatannya. Pemuda
tadi adalah Yauw Seng Kun, pemuda yang ingin membalas
dendam atas kematian gurunya, yaitu mendiang Jeng ciangkwi
yang tewas di tangan Lee Cin. Ketika melewati Lee Cin,
dia teringat bahwa gadis itulah Lee Cin yang dicarinya maka
dia menggunakan akal menanyakan she gadis itu. Begitu
mengetahui bahwa gadis itu benar musuh besarnya, maka
dia lalu bersiasat, pura-pura mencari gadis she Souw yang
lain lagi namanya, akan tetapi dalam hatinya dia mencatat
bahwa gadis ini yang dicarinya. Karena pernah mendengar
betapa lihainya musuh besarnya itu, dia tidak mau
sembrono dan langsung menyerangnya, maka dia segera
meninggalkan gadis itu dan membalapkan kudanya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Setelah hari mulai condong ke barat Lee Cin tiba di lereng
bukit yang berhutan. Dari lereng itu ia dapat melihat ke kaki
bukit dan melihat genteng-genteng rumah penduduk dusun
di bawah. Ia lalu mempercepat jalannya agar dapat tiba di
dusun itu sebelum senja.
Tiba-tiba ia mendengar jerit wanita. "Tolooongg..... !"
Mendengar ini, Lee Cin berhenti berlari dan menoleh ke arah
kiri.. Dari hutan itulah suara tadi datang.
"Tolonggg.... lepaskan aku, ahh...... lepaskan......
toloooong..... !"
Mendengar ini, Lee Cin cepat melompat ke dalam hutan
dan lari ke arah datangnya suara itu. Tak lama kemudian ia
melihat seorang laki-laki sedang bergumul dengan seorang
wanita. Wanita itulah yang menjerit-jerit tadi. Melihat lakilaki
itu hendak memperkosa wanita naiklah darah Lee Cin.
Ia melihat bahwa laki-laki itu adalah si penunggang kuda
yang berpakaian serba hijau tadi. Tanpa banyak cakap lagi
ia segera melompat dekat dan tangannya men cengkeram
leher baju orang itu dan menariknya keras-keras. Laki-laki
itu terkejut dan setelah leher bajunya dilepaskan, dia
langsung menyerang Lee Cin dengan pukulan tangan
kanannya. Pukulan itu kuat sekali dan ilmu silatnya juga
hebat. Lee Cin mengelak dan mereka segera saling serang
dengan serunya. Ilmu silat orang itu berdasarkan pat-kwa
(segi delapan) dengan perubahan-perubahan yang
membingungkan, akan tetapi ketika Lee Cin menggunakan
it-yang-ci, terbalik orang baju hijau itulah yang terkejut dan
berulang kali terpaksa menjauhkan diri agar jangan sampai
terkena totokan yang amat lihai itu.
Laki-laki itu bukan lain adalah Yauw Seng Kun! Setelah
mengerahkan tenaga dan ilmu silatnya untuk menyerang Lee
Cin tanpa hasil, bahkan setelah lewat limapuluh jurus dia
terdesak, Seng Kun lalu mencabut tongkat bambu kuning
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dari punggungnya dan menyerang Lee Cin dengan
senjatanya yang ampuh.
Lee Cin mengelak ke sana sini dan maklum bahwa
lawannya memang tangguh. Maka iapun cepat melolos
pedang Ang-coa-kiam dan kini balas menyerang dengan
ganas. Terjadilah pertandingan mati-matian karena Seng
Kun berniat sungguh-sungguh untuk membunuh musuh
besarnya. Akan tetapi ternyata benar yang dikhawatirkan
tadi, ilmu kepandaian Lee Cin amat hebat dan sama sekali
dia tidak mampu mendesak bahkan lewat puluhan jurus dia
mulai terkurung sinar pedang yang putih berkilauan itu.
Maklum bahwa dia tidak akan mampu menang, Seng
Kun melompat ke kiri di mana kudanya berada dan langsung
dia membalapkan kudanya meninggalkan tempat itu.
Lee Cin tidak mengejar dan mendengar isak tangis, ia
lalu cepat menghampiri wanita tadi. Ia seorang wanita yang
usianya kurang lebih duapuluh lima tahun, cantik manis
dan pakaiannya mewah. Ia menangis terisak-isak dan
airmatanya membasahi kedua pipinya.
"Diamlah, enci. Penjahat itu telah pergi. Engkau siapakah
enci, dan tinggal di mana? Bagaimana engkau bisa berada di
sini dan diserang orang tadi?"
"Aku..... aku Siu Lan.... seorang janda yang tinggal di
dusun sana itu. .....” Wanita itu berkata sambil terisak-isak
dan ketika ia mencoba melangkah, tubuhnya terguling.
Tubuh itu tentu akan terpelanting kalau saja Lee Cin tidak
cepat-cepat merangkulnya.
"Hati-hati, enci..... " Tiba-tiba wanita itu mengeluarkan
sehelai saputangan merah dan mengebutkan saputangan itu
ke muka Lee Cin. Karena sedang merangkul dan sama sekali
tidak menduga akan serangan itu, Lee Cin tidak sempat
mengelak lagi. Ia mencium bau keras yang menyengat
hidungnya. Ia cepat meloncat ke belakang, akan tetapi
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
pandang matanya menjadi gelap dan iapun roboh pingsan
karena menyedot bau racun pembius yang amat ampuh
Tubuh Lee Cin memang sudah kebal racun, akan tetapi
racun yang masuk ke tubuh melalui mulut atau melalui
luka, ia tidak kebal. Bahkan ibunya sendiripun tidak kebal
terhadap racun yang masuk melalui penciuman ini....
Muncullah Yang Seng Kun dari balik semak belukar.
Kiranya pemuda ini tadi hanya berpura-pura saja melarikan
kudanya, padahal dia berhenti lagi dan kembali dengan
berlari dan mengintai apa yang terjadi. Kini dia muncul dan
berseru, "Bagus sekali Mo-li (Wanita Iblis), sandiwaramu
bagus sekali sehingga kita berhasil!"
Wanita yang mengaku bernama Sui Lan itu menoleh dan
tertawa. "Hi- hik, engkau juga pandai bermain sandiwara
menjadi tukang perkosa, agaknya engkau memang sudah
biasa memperkosa wanita!" ia menggoda.
"Serahkan ia
kepadaku, Mo-li "
Wanita itu memang
bernama Teng Sui Lan,
akan tetapi lebih terkenal
dengan julukan Ban-tok
Mo-li (Wanita Iblis
Selaksa Racun). Ban-tok
Mo-li Teng Siu Lan
adalah seorang tokoh
baru dalam kalangan
sesat di dunia kangouw.
Ia datang dari selatan
dan sejak lama ia telah
menjadi sahabat baik
Yauw Seng Kun. Karena
sama-sama dari satu
golongan, mereka segera
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menjadi akrab, bukan hanya sebagai teman melainkan juga
sebagai kekasih. Sen Kun segera membawanya ke Pulau
Naga untuk bergabung dengan beng-cu Ouw Kwan Lok.
Kemudian mereka berdua mendapat tugas untuk membujuk
orang-orang kang-ouw agar mau bergabung dengan beng-cu
Ouw Kwan Lok di Pulau Naga.
Pada siang hari itn, Seng Kun melakukan perjalanan
untuk menyusul kekasihnya yang berada di dusun bawah
bukit itu. Secara kebetulan dia bertemu dengan Lee Cin di
tengah perjalanan dan setelah yakin bahwa gadis itu Souw
Lee Cin musuh besar yang dicari-carinya, dia lalu
membalapkan kudanya menuju ke dusun. Setelah bertemu
dengan Bantok Mo-li, dia segera mengatur siasat untuk
menjebak Lee Cin. Tadinya dia yang berpura-pura menjadi
pemerkosa itu menguji kepandaian Lee Cin, akan tetapi
kemudian dia tahu bahwa gadis itu benar-benar amat lihai
dan tak dapat dikalahkannya. Karena itu dia melarikan diri,
kemudian kembali dengan, berlari untuk membantu Ban-tok
Mo-li kalau-kalau wanita iblis itu gagal membius Lee Cin.
Akan tetapi ternyata Ban tok Mo-li berhasil baik dan dengan
girang Seng Kun lalu muncul dan memuji kekasihnya itu.
"Serahkan kepadamu untuk kauperkosa?" Ban-tok Mo-li
bertanya dengan alis berkerut. "Kau hendak mengkhianati
cintaku? "
Wajah Seng Kun berubah merah. 'Tidak, aku akan
menyiksanya dulu lalu membunuhnya!" katanya dengan
geram, teringat akan gurunya yang tewas di tangan Lee Cin.
Dia mendekati tubuh Lee Cin, lalu menotoknya untuk
membuat gadis itu tidak dapat menggerakkan kedua
tangannya kalau sadar nanti kemudian dia masih
mengeluarkan tali yang kuat untuk membelenggu kedua
tangan Lee Cin ke belakang tubuhnya.
Pada saat itu Lee Cin membuka matanya. Tubuhnya yang
kuat itu hanya sebentar saja terpengaruh bius. Akan tetapi
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
setelah ia sadar dan hendak bangkit, ia tidak dapat
menggerakkan kedua tangannya dan selain lumpuh tertotok,
juga terbelenggu. Dengan susah payah ia dapat bangkit dan
bangun berdiri karena ia masih mampu menggerakkan
kedua kakinya. Ia memandang kepada laki-laki dan wanita
itu.
"Seng Kun, aku tidak sudi melihat engkau
memperkosanya dan akupun tidak ingin engkau
membunuhnya." Le Cin yang berdiri dengan kedua tangan
terbelenggu memandang mereka dan mendengarkan
percakapan itu.
"Hemm, ia musuh besarku, mengapa aku tidak boleh
membunuhnya, Mo-li?"
"Seng Kun, lupakah engkau akan pesan Beng-cu? Dia
berpesan kepada kita untuk mencari tiga orang, yaitu Song
Thian Lee, Tang Cin Lan, dan Souw Lee Cin. Sekarang kita
sudah mendapatkan seorang di antara mereka, tidak boleh
membunuhnya, harus dihadapkan kepada Beng-cu. Kalau
Beng-cu tahu bahwa engkau membunuhnya, apa yang akan
dilakukannya terhadapmu, terhadap kita? Tidak, engkau
tidak boleh membunuhnya!"
"Akan tetapi ia musuh besarku yang telah membunuh
guruku!" bantah Seng Kun.
"Oleh Beng-cu ia akan dibunuh juga, atau engkau nanti
boleh minta kepada Beng-cu agar engkau yang
membunuhnya. Bukankah itu sama juga? Pendeknya, aku
tidak mau engkau membunuhnya sekarang dan kita harus
membawanya menghadap Beng-cu. Ingat, akulah yang
menangkapnya, bukan engkau!"
Lee Cin yang mendengarkan percakapan itu lalu
tersenyum mengejek. "Hemm, kalian sungguh orang-orang
pengecut yang tidak tahu malu. Kalau memang kalian
memiliki kegagahan, mengapa menjebakku dengan cara
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
yang demikian curangnya? Kalau berani, lepaskan aku dan
kalian boleh mengeroyokku, kita bertanding sampai seorang
di antara kita menggeletak tak bernyawa lagi!"
"Hemm, perempuan sombong! Engkau sudah terjatuh ke
tangan kami, nyawamu berada di telapak tangan kami dan
engkau masih berani bersikap sombong?" bentak Ban-tok
Mo-li dengan muka merah. Baru sekarang ada orang berani
menghinanya seperti itu, mengatakan ia pengecut dan
curang, tanpa ia dapat berbuat sesuatu karena ia tahu
bahwa kalau dilepaskan, Lee Cin merupakan lawan yang
amat berbahaya dan ia sangsi apakah ia dan Seng Kim
berdua akan mampu mengalahkannya.
"Kau perempuan tak tahu malu!" bentak Lee Cin marah
sekali mengingat betapa wanita ini yang menjatuhkannya
dengan cara yang amat curang.
"Plakk!" Ban-tok menampar pipi Lee Cin, keras sekali,
akan tetapi Lee Cin menerima tamparan itu tanpa berkedip
dan memandang dengan mata bernyala penuh kemarahan.
"Manusia tidak tahu diri! Aku dapat menyiksamu sampai
mati!"
"Hemm, apa artinya menyiksa orang yang tidak mampu
melawan? Itu hanya dilakukan orang-orang yang berwatak
rendah dan pengecut. Setidaknya, katakan kenapa kalian
menangkap aku!"
Yauw Seng Kun menyeringai di depan Lee Cin. "Engkau
mau tahu mengapa aku menangkapmu? Ingatkah engkau
akan kematian suhu Jeng-ciang-kwi?"
"Hemm, kiranya engkau ini murid Jeng-ciang-kwi?
Pantas engkau tidak pantang melakukan kecurangan yang
memalukan ini. Engkau hendak membalas kematian Jengciang-
kwi? Memang dia mampus di tanganku. Kalau engkau
hendak membalas kematiannya, bunuhlah aku, aku tidak
takut mati!"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Seng Kun yang masih memegang bambu kuningnya,
menggerakkan bambu itu untuk menyerang Lee Cin yang
sudah tidak berdaya.
“Plakk!" dari samping Ban-tok Mo-li menangkis tongkat
bambu kuning itu.
"Tidak boleh, Seng Kun! Gadis ini harus dihadapkan
kepada Beng-cu!" bentak wanita itu dan Seng Kun hanya
dapat cemberut. Kalau menurut hatinya, dia ingin
mempermainkan Lee Cin, memperkosanya sampai puas,
menghinanya lain membunuhnya. Baru akan puas kalau
sudah membalas secara begitu. Akan tetapi dia tidak berani
melakukan hal itu karena ancaman Ban tok Mo-li. Dia tidak
ingin wanita itu marah dan menjauhkan diri darinya. Apalagi
kalau sampai Ban-tok Mo-li melapor kepada Ouw Beng-cu,
dia bisa celaka. Dia tidak berani menentang beng-cu yang
memiliki ilmu kepandaian amat tinggi itu. Terpaksa dia
harus menahan diri dan bersabar.
"Souw Lee Cin, engkau sudah berada di tangan kami dan
kami hendak membawamu ke Pulau Naga. Kalau engkau
mau ikut dengan baik, kamipun tidak akan mengganggumu,
akan tetapi kalau engkau tidak menurut, terpaksa kami
akan menggunakan kekerasan menyeretmu ke Pulau Naga."
Lee Cin tersenyum. Ia mengerti. Tentu ia akan
dihadapkan kepada bengcu baru Ouw Kwan Lok itu. Dan
dari orang macam Ouw Kwan Lok ia tidak dapat
mengharapkan yang baik. Orang itu pernah menjebaknya
dan nyaris memperkosanya karena ia dianggap musuh
besar, di samping Song Thian Lee dan Tang Cin Lan. Kalau
ia terjatuh ke tangan Ouw Kwan Lok, keadaan dirinya tidak
akan menjadi lebih baik. Akan tetapi perjalanan menuju ke
Pulau Naga masih jauh dan selama dalam perjalanan ia
diperlakukan dengan baik, masih ada harapan baginya
untuk meloloskan diri dari tangan dua orang jahat ini. Kalau
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
ia tidak menurut dan berusaha memberontak, dan mereka
menggunakan kekerasan, akan lebih buruk keadaannya.
"Seng Kun, cepat cari seekor kuda lagi untukku. Biar ia
berboncengan dengan aku sehingga setiap saat aku dapat
menjaga agar ia tidak sempat meloloskan diri," kata Ban-tok
Mo-li. Seng Kun mengangguk dan pergi, menunggang kuda
yang ditinggalkan agak jauh kemudian dia pergi membeli
seekor kuda di dusun bawah lereng. Tak lama kemudian dia
sudah kembali menunggang kuda dan menuntun seekor
kuda lain.
Ban-tok Mo-li memeriksa ikatan pada kedua tangan Lee
Cin lalu berkata kepada tawanannya itu, "Naiklah ke atas
kuda itu!"
Lee Cin tidak membantah. Masih mending diajak
menunggang kuda berboncengan dengan wanita iblis itu,
dari pada diseret atau disuruh menunggang kuda bersama
Seng Kun. Nasibnya masih baik karena wanita iblis yang
cantik itu agaknya cemburu kepadanya dan tidak mau
membiarkan Seng Kun memboncengkannya.
Demikianlah, tiga orang itu melakukan perjalanan. Kalau
berhenti di sebuah kota, Ban-tok Mo-li menotok dulu tubuh
Lee Cin sehingga gadis ini tidak dapat menggerakkan kedua
tangannya, lalu melepaskan ikatan kedua tangan Lee Cin
dan menggandeng tangan gadis itu memasuki rumah
penginapan. Juga mereka memesan makanan dalam kamar
sehingga tidak melihat betapa mereka menawan seorang
gadis yang tentu oleh orang luar dianggap sebagai kawan
juga. Setelah berada dalam kamar, mereka mengikat kedua
tangan Lee Ciri kembali dan membebaskan totokan. KaIau
tiba waktunya makan, mereka mengikat kedua tangan Lee
Cin di depan tubuhnya sehingga dengan kedua tangan
terikat itu ia dapat makan sendiri.
-oo(mch)oo-
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sudah sepekan Lee Cin menjadi tawanan dua orang itu.
Ia sama sekali tidak mendapat kesempatan untuk dapat
meloloskan diri. Kalau tidak tertotok, kedua tangannya tentu
dibelenggu dan ia tidak mendapat kesempatan untuk
melepaskan ikatan kedua tangannya karena dijaga ketat dan
terus diawasi penuh perhatian. Bahkan di waktu malam,
dua orang itu bergiliran menjaganya, pedang Ang-coa-kiam
telah dirampasnya dan kini melingkar di pinggang Ban-tok
Mo-li.
Pada suatu hari, pagi-pagi sekali Seng Kun dan Ban-tok
Mo-li sudah meninggalkan sebuah rumah penginapan di
kota Hui-an. Seperti biasa, kalau hendak membawa Lee Cin
di tempat umum, mereka menotok jalan darah di tubuh Lee
Cin sehingga gadis ini tidak mampu menggerakkan kedua
tangannya. Ikatan kedua tangan itu dibuka dan Lee Cin
digandeng oleh Ban-tok Mo-li keluar dari rumah penginapan.
Akan tetapi ketika mereka tiba di pintu depan rumah
penginapan itu mereka berpapasan dengan seorang pemuda.
Hampir saja Lee Cin menjerit ketika ia mengenal pemuda itu
yang bukan lain dari Cia Tin Han! Pemuda itu juga
memandang wajah Lee Cin dan sedetik dua pandang mata
itu saling tatap. Tin Han terheran-heran dan Lee Cin
mengedipkan sebelah matanya. Isyarat itu cukup bagi Tin
Han. Dia melihat betapa Lee Cin bergerak dengan kaki di
bagian tubuh atasnya, dan di pergelangan kedua tangannya
terdapat tanda merah bekas ikatan. Dia memperhatikan dua
orang itu. Dia memandang kepada Ban-tok Mo-li dan tidak
mengenalnya, akan tetapi ketika dia memandang kepada
Yauw Seng Kun, dia terkejut! Dia mengenal pemuda itu
sebagai pemuda yang pernah menculik The Kiok Hwa.
Akan tetapi sebaliknya Seng Kun tidak mengenal Tin
Han. Sama sekali dia tidak tahu bahwa pemuda itu adalah
Hek tiauw Eng-hiong, Si Kedok Hitam yang pernah
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menyerangnya dan membebaskan Kiok Hwa dari
cengkeramannya.
Jantung Lee Cin berdebar-debar dan wajahnya berubah
kemerahan dan berseri-seri. Hatinya berbahagia sekali
melihat Tin Han. Pemuda yang dicintanya itu tidak mati! Tin
Han masih hidup dan baru saja ia melihatnya! Ia merasa
gembira luar biasa. Ingin ia bersorak dan bernyanyi, dan
iapun yakin bahwa tentu Tin Han akan membebaskannya.
Ban-tok Mo-li melihat perubahan pada wajah Lee Cin dan
ia menjadi curiga. Diperiksanya totokannya pada diri Lee
Cin. Gadis itu masih tidak mampu menggerakkan kedua
tangannya! Akan tetapi kenapa tersenyum-senyum dan
wajahnya berseri kemerahan seperti seorang yang
berbahagia sekali?
"Kenapa engkau tersenyum-senyum?" tanya Ban-tok Moli
kepada Lee Cin setelah mereka menunggang kuda dan
keluar dari kota Hui-an. Lee Cin tersenyum.
"Aku sedang membayangkan dan memikirkan apa yang
akan kulakukan terhadap kalian setelah aku terbebas dari
tangan kalian."
"Hemm, engkau tidak akan dapat bebas dari tangan kami
sebelum tiba di Pulau Naga. Di, sana kami akan
menyerahkan engkau kepada Ouw Beng-cu dan dia boleh
melakukan apa saja atas dirimu. Akan tetapi mengingat
betapa engkau adalah salah seorang musuh besarnya, aku
yakin engkau akan dibunuhnya!"
"Yang jelas aku tidak akan membunuh kalian. Kalian
tidak membunuhku dan di sepanjang jalan bersikap baik ke
padaku, untuk itu, aku hanya akan menghajar kalian, tidak
akan membunuh kalian. Aku masih mengharapkan agar
kalian bertaubat dan kembali ke jalan benar!"
Mereka sudah tiba di luar kota dan Ban-tok Mo-li
menghentikan kudanya, diturut oleh Yauw Seng Kun.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Wanita Iblis itu lalu mengikat kedua tangan Lee Cin ke
belakang tubuhnya, dan melanjutkan perjalannya.
Lee Cin menunggu dengan sabar. Ia yakin bahwa Tin Han
tentu akan membebaskannya. Ia hanya menunggu waktu.
Di depan ada segerombol hutan, mungkin di tempat itu
Tin Han akan turun tangan. Ia percaya bahwa sekarang Tin
Han tentu telah mendahului mereka dan menghadang di
jalan.
Perkiraannya memang tepat sekali. Setelah mereka
memasuki hutan yang sunyi itu, sebuah batu kerikil
menyambar cepat dan mengenai pundak Lee Cin. Seketika
Lee Cin merasa betapa totokannya terbuka dan ia sudah
dapat menggerakkan kedua tangannya. Akan tetapi ia
berada di atas kuda, di depan Ban-tok Mo-li sehingga kalau
ia mengerahkan tenaga untuk membikin putus tali yang
mengikat kedua tangannya, tentu akan ketahuan dan wanita
iblis itu akan turun tangan lebih dulu. Karena itu ia tinggal
diam saja menanti kesempatan baik.
Tiba-tiba tampak bayangan hitam berkelebat dan di
depan dua ekor kuda itu telah berdiri Si Kedok Hitam! Lee
Cin tersenyum. Engkau tidak perlu berpura-pura
terhadapku lagi, Cia Tin Han. Aku tahu bahwa engkaulah Si
Kedok Hitam, Lee Cin bersorak dalam hatinya.
Sementara itu, Ban-tok Mo-li dan Seng Kun terkejut
bukan main ketika melihat Si Kedok Hitam tiba-tiba berdiri
di depan mereka. Terutama sekali Seng Kun amat terkejut
ketika mengenal orang yang dulu pernah membebaskan Kiok
Hwa dan dia sudah merasakan betapa lihatnya Hek- tiauw
Eng-hiong ini! Akan tetapi, mengingat bahwa di situ terdapat
Ban-tok Mo-li, dia tidak takut dan cepat melompat turun
dari atas kudanya.
“Mo-li, dia ini musuhku, mari kita bunuh dia!"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ban-tok Mo-li juga melompat turun dari atas kudanya
meninggalkan Lee Cin. Gadis itu tertotok dan terbelenggu,
tentu tidak akan mampu melakukan sesuatu, pikirnya.
"Jahanam, siapa engkau? Kenapa engkau menghadang
kami?" bentak Ban tok Mo-li sambil mencabut pedangnya.
Tampak sinar pedang kehijauan karena pedang itu beracun.
"Hemm, kalian hendak mengetahui siapa aku? Sobat ini
sudah mengenalku!" Dia menuding ke arah Seng Kun.
"Sebut saja aku Hek-tiauw Eng-hiong!"
"Kenapa engkau menghadang kami?"
"Kalian menangkap seorang gadis yang tidak bersalah.
Aku minta kalian membebaskannya!"
"Serang..... ...!” Seng Kun sudah membentak dan dia
sudah menyerang dengan tongkat bambu kuningnya.
Melihat ini, Ban-tok Mo-li juga menggerakkan pedangnya
menyerang. Menghadapi dua, serangan yang dahsyat itu,
Hektiauw Eng-hiong mencelat ke belakang sambil mencabut
pedangnya. Tampak sinar putih berkilauan ketika dia
mencabut Pek-kong- kiam. Ban-tok Mo-li menerjang lagi.
Sekali ini Si Rajawali Hitam menggerakkan pedangnya
menangkis.
"Tranggg..... !" Kedua pedang bertemu di udara dan
bunga api berpijar menyilaukan mata. Ban-tok Mo-li terkejut
dan melangkah ke belakang. Ia merasa betapa lengan
kanannya tergetar hebat seolah-olah pedangnya bertemu
dengan dinding baja yang keras dan kuat. Maklumlah ia
bahwa Rajawali Hitam ini memang lihai sekali maka iapun
membantu Seng Kun yang sudah menghujankan
serangannya.
Yauw Seng Kun bernafsu sekali untuk mengalahkan
Rajawali Hitam, untuk menebus kekalahannya ketika
pendekar itu membebaskan Kiok Hwa. Dia mainkan Patkwa-
sin-kun dengan tongkat bambu kuningnya. Bambu
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kuning itu menyambar-nyambar dengan dahsyatnya,
merupakan gulungan sinar kuning melingkar-lingkar.
Semua serangan yang dahsyat ini ditambah lagi oleh
serangan pedang beracun di tangan Ban-tok Mo-li, maka
dapat dibayangkan betapa hebat dan berbahayanya
serangan kedua orang itu. Akan tetapi Hek-tiauw Eng-hiong
bersikap tenang, pedangnya diputar merupakan perisai
putih berkilauan yang tidak dapat ditembus tongkat bambu
dan pedang beracun.
"Hyaaattttt ...... !" Seng Kun membentak dan tongkatnya
meluncur dengan tusukan ke arah tenggorokan Tin Han.
"Syatttt ..... !" Pedang beracun membarengi gerakan
tongkat itu menusuk ke arah perut Tin Han.
Pemuda itu bersikap waspada, maklum akan hebatnya
dua serangan yang dilakukan dalam saat yang bersamaan
itu. Dia miringkan tubuh untuk mengelak dari sambaran
tongkat yang meluncur ke arah lehernya, lalu memutar
pedang untuk menangkis pedang yang menusuk perutnya.
"Trangggg......!" kembali bunga api berpijar dan Tin Han
menggerakkan kakinya menendang kepada Ban-tok Mo-li,
menggunakan kesempatan selagi wanita itu melangkah
mundur ketika kedua pedang bertemu.
"Wuuuuuttt..... ..... Ban-tok Mo-li terpaksa melempar
tubuh ke belakang dan berjungkir balik, baru ia terbebas
dari tendangan yang mengancam perutnya itu.
Karena tongkatnya dielakkan, Seng Kun menjadi
penasaran dan kembali tongkatnya menusuk-nusuk dengan
cepat mengarah jalan darah di bagian depan tubuh Tin Han.
Pemuda ini terpaksa memutar pedangnya melindungi
tubuhnya Saat itu kembali pedang Ban-tok Mo-li
menyambar, sekali ini membabat ke arah lehernya.
Tin Han yang masih memutar pedang melindungi tubuh
bagian bawah, merendahkan tubuh sehingga babatan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
pedang Ban-tok Mo-li meluncur lewat di atas kepalanya.
Dengan memutar tubuh Tin Han menusukkan pedangnya ke
dada wanita itu dan kakinya mencuat menyambar ke arah
Seng Kun. Dengan tergopoh-gopoh kedua orang itu,
mengelak dari serangan yang cepat dan berbahaya itu.
Kembali mereka saling serang dan kedua orang itu
mengurung ketat, namun gerakan pedang Tin Han tetap
melindungi tubuhnya dan sukar pertahanannya ditembus.
Sementara itu, Lee Cin yang sudah dapat menggerakkan
kedua tangannya, mulai menghimpun tenaganya. Ia
mengerahkan selliruh tenaga sin-kangnya ke arah kedua
lengannya, kemudian menggerakkan kedua tangannya dan
putuslah tali pengikat kedua pergelangan tangannya. Setelah
bebas dari belenggu, Lee Cin melompat turun dari punggung
kuda. Melihat betapa Tin Han dikeroyok oleh dua orang itu,
ia cepat masuk ke dalam gelanggang perkelahian dan
dengan menggunakan Ang-tok-ciang ia menyerang ke arah
dada Ban-tok Mo-li.
Pukulan yang dilakukan Lee Cin ini dahsyat bukan main,
mengejutkan Ban-tok Mo-li. Ia mengelak dan mencoba
untuk balas menyerang dengan pedangnya, akan tetapi Lee
Cin tidak memberi kesempatan kepadanya untuk
menyerangnya. Lee Cin sudah menghujani lawan dengan
totokan It- yang-ci yang amat lihai. Ban-tok Mo-li
mengeluarkan seruan kaget dan terpaksa ia mengelak ke
sana sini sambil membabatkan pedangnya, mencoba untuk
membutungi kedua tangan Lee Cin yang melakukan totokan.
Kini Seng Kun terpaksa menghadapi Tin Han seorang
diri, dan tentu saja be gitu ditinggalkan Ban-tok Mo-li segera
terdesak hebat oleh sinar pedang di tangan Tin Han. Si
Kedok Hitam atau Si Rajawali Hitam ini mendesaknya dan
ketika Seng Kun sudah mundur- mundur kewalahan,
sebuah tendangan menyambar dan mengenai tangan Seng
Kun yang memegang tongkat bambu kuning. Tongkat itu
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
terlepas dari tangannya dan terlempar jauh. Dengan tangan
kirinya, Tin Han dapat menotok pundak Seng Kun dan
pemuda itupun terguling dan tidak mampu bergerak lagi.
Melihat Seng Kun sudah roboh. Ban-tok Mo-li menjadi
panik. Gerakannya makin kacau dan karena ia suduh
terdesak oleh serangan It-yang-ci, akhirnya ia tidak dapat
mengelak dari sebuah totokan jari tangan kiri Lee Cin dan
iapun roboh dengan lemas tak dapat menggerakkan kedua
tangannya lagi.
Melihat lawannya sudah roboh, cepat Lee Cin meraih ke
arah pinggang Ban-tok Mo-li, merenggut lepas pedang Angcoa-
kiam dan memasangnya sebagai sabuk di pinggangnya
sendiri. Setelah itu ia memutar tubuhnya, menghadapi
Rajawali Hitam dan memandang dengan sinar mata berseri
penuh kegembiraan. Tin Han tidak tahu bahwa Lee Cin
sudah mengetahui rahasianya, bahwa gadis itu sudah tahu
akan penyamarannya sebagai Kedok Hitam, maka dia tidak
berkata apa-apa dan menghampiri Seng kun sambil
menodongkan pedangnya ke arah dada orang itu.
"Jangan ...... ! Jangan bunuh mereka. Betapapun juga,
mereka tidak membunuhku. Sekali ini biarlah mereka bebas
sebagai balasanku bahwa mereka tidak membunuh atau
menggangguku!' Setelah ia berkata demikian, Lee Cin
menotok ke arah tubuh Ban-tok Mo-li untuk mengembalikan
jalan darahnya. Melihat ini, Tin Han juga membebaskan
totokannya atas diri Seng Kun. Setelah kedua orang itu
bangkit dan menggeliat, Lee Cin berkata kepada mereka
dengan lantang:
"Yauw Seng Kun dan Ban-tok MoIi, kalian tidak
membunuhku dan telah memperlakukan aku dengan baik,
maka sekali ini aku maafkan kalian. Kalian boleh pergi.
Akan tetapi kacau lain kali aku bertemu dengan kalian dan
kalian masih melakukan kejahatan, aku tidak akan
mengampuni kalian lagi. Pergilah!"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Seng Kun mengambil tongkat bambu kuningnya dan
Ban-tok Mo-li juga memungut pedangnya, kemudian kedua
orang ini berlari pergi tanpa sepatahpun kata. Mereka
merasa amat penasaran dan juga marah dan kecewa.
Terutama sekali Seng Kun. Kalau tahu akan begini
kesudahannya, tentu sudah kemarin-kemarin dia
membunuh Lee Cin!
JIIid IX
Kini Lee Cin dan Rajawali Hitam berdiri saling
berhadapan. Rasa haru mencengkeram hati Lee Cin. Ia
berhadapan lagi dengan Cia Tin Han !
"Han-ko, aku gembira sekali bahwa engkau ternyata
tidak mati di jurang itu!" katanya dengan suara gemetar.
"Nona Souw, aku...... bukan..... “
"Aih, Han-ko. Apakah engkau masih bersembunyi
dariku? Aku melihat ketika kedokmu terbuka oleh Nenek Cia
dan melihat engkau tertendang jatuh ke dalam jurang! Tidak
perlu berpura-pura lagi, Han-ko. Aku tahu bahwa engkaulah
Si Kedok Hitam!"
"Ah,..... engkau sudah tahu..."
Lee Cin mengangguk dan berkata dengan terharu. "Aku
mengira engkau telah mati, Han-ko. Aku sudah hampir
putus asa...... mencarimu ke mana-mana ...... akan tetapi
engkau tetap menghilang..... " Lee Cin tidak dapat menahan
keharuan dan juga kebahagiaan hatinya, dan beberapa tetes
air mata membasahi pipinya.
Tin Han melangkah maju dan memegang kedua tangan
Lee Cin. "Cin-moi, engkau...... engkau menyedihi
kematianku. ..... ?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Aku....... rasanya aku kepingin mati saja, Han-ko. Aku
mencarimu di dasar jurang, aku kehilangan engkau, aku
menangisi kematianmu akan tetapi aku tetap penasaran
karena tidak melihat jenazahmu. Harapanku hanya untuk
melihatmu kalau engkau masih hidup, dan kalau engkau
sudah mati, aku ingin melihat kuburanmu. Akan tetapi.....
engkau kini masih hidup, di sini.....!”
"Cin-moi, apakah ini berarti bahwa engkau...... juga
membalas cintaku kepadamu?"
Lee Cin menengadah dan pandang matanya bertemu
dengan pandang mata yang mencorong dari balik kedok. Ia
tersenyum dengan mata basah lalu mengangguk.
"Ahhhhh, Cin-moi..... !" Tin Han mendekap kepala itu ke
dadanya dengan kuat, seolah hendak membenamkan kepala
itu ke dalam dadanya dan menyimpannya di hatinya agar
jangan sampai terpisah lagi.
"Han- ko..... !’ Lee Cin balas merangkul, lalu dengan
lembut tangan kiri Lee Cin merenggutkan penutup muka Tin
Han sehingga tampaklah Tin Han yang tampan. Wajah itu
tersenyum dan kedua matanya juga basah saking
terharunya mengetahui bahwa gadis yang amat dicintanya
itu juga membalas cintanya.
"Cin-moi..... !" Dia menunduk dan mencium pipi, hidung
dan bibir Lee Cin dengan sepenuh perasaannya.
"Han-ko, tadinya aku bingung. Aku mencinta Cia Tin
Han, akan tetapi aku kagum kepada Si Kedok Hitam, apa
lagi ketika Si Kedok Hitam menyatakan cintanya kepadaku,
seperti juga Cia Tin Han mengaku cinta kepadaku. Aku
bingung harus memilih yang mana. Sampai aku melihat
Nanek Cia menyingkap kedokmu. Aku berbahagia melihat
bahwa engkaulah Si Kedok Hitam, akan tetapi kebahagiaan
itu segera terganti hancurnya hatiku melihat engkau
terjungkal ke dalam jurang itu! Seperti gila aku menuruni
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
jurang dan mencarimu, Han-ko. Kukira engkau sudah mati,
akan tetapi ada juga kesangsianku karena aku tidak dapat
menemukan jenazahmu. Ternyata engkau masih hidup
seperti yang kusangka, bahkan engkau telah membebaskan
aku dari cengkeraman kedua orang itu" Lee Cin memperkuat
rangkulannya di pinggang pemuda itu. "Engkau harus
menceritakan apa yang kaualami ketika terjatuh ke jurang
itu, Han-ko!"
Tin Han melepaskan rangkulannya dan tersenyum.
"Banyak yang harus kuceritakan, banyak pula yang dapat
kauceritakan, Cin-moi. Biar aku menukar dulu pakaianku."
Penuda itu melepaskan pakaian hitamnya dan di sebelah
dalam dia sudah mengenakan pakaian biasa. Dia
menggulung pakaian hitam dan topeng itu, menyimpannya
dalam buntalan pakaiannya dan dia mengajak Lee Cin
duduk di atas batu. Mereka duduk sambil saling berpegang
tangan, dan Tin Han berkata.
"Sekarang, kauceritakan lebih dulu apa saja yang
kaualami dan bagaimana engkau dapat terjatuh ke tangan
dua orang jahat tadi."
Dengan kedua pipi kemerahan karena dicumbu oleh
pemuda yang ia cinta tadi, dengan sepasang mata yang
bersinar-sinar menunjukkan kebahagiaan hatinya, Lee Cin
lalu bicara, kedua tangannya masih dipegang oleh Tin Han
dan kedua matanya menatap wajah pemuda itu dengan
penuh kasih sayang.
"Han- ko, banyak sudah kualami sejak kita berpisah,
sejak engkau membebaskan aku dari tangan keluargamu
itu." Lee Cin lalu menceritakan pengalamannya, betapa
ketika ia mencari-cari Tin Han di dasar jurang, ia bertemu
dengan Ouw Kwan Lok dan berhasil membuntungi lengan
kiri pemuda jahat itu.
"Ah, dia tentu akan lebih mendendam kepadamu, Cinmoi."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Tentu saja, akan tetapi biarlah, aku tidak takut
walaupun kemudian aku menerima kenyataan bahwa kini
dia telah menjadi seorang yang berilmu tinggi dan lihai
bukan main." Lee Cin melanjutkan kisahnya, betapa ia
kembali ke Hong-san dan melihat ibu kandungnya telah
bersatu kembali dengan ayahnya dan mereka hidup
berbahagia di Hongsan. Kemudian ia menceritakan tentang
pengunduran diri ayahnya sebagai Beng-cu.
Dalam pemilihan heng-cu baru inilah Ouw Kwan Lok
muncul bersama Siang Koan Bhok, datuk dari timur yang
menjadi pemilik Pulau Naga itu. Dan dalam pemilihan itu
diadakan pertandingan. Akhirnya Ouw Kwan Lok
menangkan semua pertandingan. Orang itu kini berubah
lihai bukan main setelah menjadi murid Siang Koan Bhok
dan dialah yang terpaksa dipilih sebagai Beng-cu baru
karena memang tidak ada yang dapat mengalahkannya.
Tadinya aku hendak maju menentangnya, akan tetapi
ayahku melarangku, agaknya memang aku belum tentu
dapat menandingirya. Dia benar-benar lihai, Han-ko."
"Hemm, kalau yang menjadi beng-cu seorang yang jahat,
akan dibawa ke manakah dunia kang-ouw?" kata Tin Han
sambil mengerutkan alisnya yang hitam tebal.
"Benar, dan sekarang yang menjadi pimpinan dunia
kang-ouw adalah para datuk sesat belaka. Ketuanya Ouw
Kwan Lok dan pembantu pertamanya Siang Koan Bhok
sedangkan pembantu kedua adalah Thian-te Mo-ong."
"Lalu bagaimana kelanjutan ceritamu, Cin-moi? Setelah
engkau tinggal di Hong-san bersama ayah ibumu, mengapa
engkau berada di sini dan menjadi tawanan kedua orang
jahat tadi?"
"Aku tidak betah tinggal di Hong-san, koko. Aku ingin
merantau, ingin mencarimu sampai dapat bertemu
denganmu atau dengan kuburanmu. Ketika tiba di sebuah
hutan di lereng bukit yang sunyi, aku mendengar jerit tangis
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
seorang wanita. Aku segera memasuki hutan itu dan melihat
orang tadi, Yauw Seng Kun, sedang hendak memperkosa
seorang wanita. Tentu saja aku segera menolongnya dan
menyerang Yauw Seng Kun. Kami berkelahi dan dia
melarikan diri. Ketika aku menolong wanita yang hendak
dipermainkan tadi, merangkulnya karena ia terhuyung, tibatiba
saja wanita itu mengebutkan saputangan yang
mengandung obat bius. Aku jatuh pingsan dan ketika
tersadar, aku berada di tangan mereka. Mereka menotokku
dan mengikat kedua tanganku. Ternyata mereka tadi hanya
bersandiwara sehingga aku terjebak."
"Akan tetapi, engkau ditawan dan diajak sampai ke sini,
hendak dibawa ke manakah?"
"Ke mana lagi kalau tidak ke Pulau Naga. Ternyata
mereka itu menjadi anak buah Ouw Kwan Lok yang menjadi
beng-cu dan tinggal di Pulau Naga."
"Hemm, aku tahu bahwa beng-cu baru Ouw Kwan Lok itu
mengumpulkan para tokoh kang-ouw golongan sesat untuk
bergabung dengannya," kata Tin Han.
"Mereka berada itu sengaja tidak membunuhku. Tadinya
Seng Kun hendak membunuhku, akan tetapi dia dilarang
oleh Ban-tok Mo-li. Mereka tahu bahwa Ouw Kwan Lok
menganggap aku, Song Thian Lee, dan Tang Cin Lan sebagai
musuh besarnya. Kami bertiga memang pernah
bertentangan dengan guru-gurunya, yaitu mendiang Pakthian-
ong dan Thian-te Mo-ong. Ban-tok Mo-li berkeras
untuk menyerahkan aku sebagai tawanan kepada Ouw
Kwan Lok, maka ia dan Seng Kun memaksa aku mengikuti
mereka menuju ke Pulau Naga. Kalau memasuki tempat
ramai, mereka membuka ikatan tanganku, akan tetapi aku
ditotoknya sehingga aku tidak dapat memberontak. Untung
sekali engkau datang, Han-ko. Kedatanganmu membawa
berkah bagiku, bukan saja membuatku berbahagia melihat
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
engkau masih hidup, akan tetapi juga sekaligus menolongku
dari ancaman bahaya."
"Mereka jahat sekali, Cin-moi. Kenapa engkau
melarangku membunuh mereka?"
"Ada dua hal yang membuat aku ingin membebaskan
mereka, Han-ko. Pertama karena mereka tidak
membunuhku dan memperlakukan aku dengan baik dan
tidak menggangguku sepanjang perjalanan dalam beberapa
hari ini. Dan ke dua, kuanggap merekalah yang telah berjasa
mempertemukan aku denganmu! Kebahagiaanku bertemu
denganmu tidak boleh dikotori dengan pembunuhan dan
saking girangnya hatiku, maka aku membebaskan mereka
berdua. Aku berterima kasih sekali kepada Thian yang telah
mempertemukan kita berdua!"
Tin Han meraih kepalanya dan mencium dahinya. Lee
Cin gemetar dan memejamkan matanya. Ia merasa betapa
mesranya ciuman pemuda yang dikasihinya itu.
"Sekarang giliranmu, koko. Ceritakanlah pengalamanmu
sejak engkau terjatuh ke dalam jurang Bagaimana engkau
dapat terbebas dari kematian setelah terjatuh dari tempat
yang demikian tingginya? Rasanya sukar dapat dipercaya
bahwa orang yang terjatuh ke dalam jurang sedalam itu
masih dapat lolos dengan selamat."
"Memang, Cin-moi, peristiwa yang kualami betapa Maha
Kuasanya Tuhan, betapa tepatnya pendapat bahwa apabila
Tuhan menghendaki sesuatu, pasti akan terjadi betapa tidak
mungkinpun menurut pendapat manusia. Siapapun di
dalam dunia ini pasti akan berpendapat sama, yaitu bahwa
orang yang terjatuh dari tempat yang demikian tinggi tidak
mungkin dapat lobos dengan selamat. Akan tetapi terjadilah
suatu kemujijatan ketika aku melayang jatuh itu, Cin-moi.
Ketika tubuhku melayang-layang tanpa aku dapat
menguasai diriku lagi, tiba-tiba ada seekor burung rajawali
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
hitam yang besar sekali mencengkeram leher bajuku dan
membawaku terbang turun dengan selamat."
"Burung rajawali hitam yang besar? Betapa anehnya..... !"
Lee Cin berseru heran sambil memandang kepada wajah Tin
Han. Kalau bukan pemuda yang dicintanya ini yang
bercerita, sukarlah mempercaya keterangan itu.
"Ya, nama sebutannya Hek-tiauwko dan dia ternyata
adalah burung peliharaan seorang kakek sakti bernama Thai
Kek Cin-jin. Ketika aku dibawa oleh Hek-tiauw-ko
menghadap Thai Kek Cin-jin, aku bertemu dengan guruku,
Bu Beng Lo-jin."
"Ah, jadi sebelum itu engkau telah memiliki seorang
guru, Han-ko? Pantas ilmu kepandaianmu sudah begitu
hebat mengatasi kepandaian keluargamu."
"Benar, Cin-moi. Aku berguru kepada Bu Beng Lo-jin
yang tidak mau disebut namanya dihadapan keluargaku
maka aku belajar ilmu secara rahasia kepadanya. Dan
karena itu pula aku terpaksa harus menyamar sebagai Si
Kedok Hitam untuk menyembunyikan kepandaianku dari
keluargaku."
"Aih, engkau nakal, Han-ko. Dengan penyamaranmu itu,
engkau membuat aku pusing tujuh keliling, harus memilih
antara Cia Tin Han dan Si Kedok Hitam yang kedua-duanya
menyatakan cinta kepadaku! Kiranya orangnya sama!"
"Aku memang sejak pertemuan pertama telah
mencintamu, Cin-moi. Maka ketika bertemu denganmu
sebagai Si Kedok Hitam, aku tidak tahan untuk tidak
mengakui cintaku."
"Lalu bagaimana ceritamu, Han-ko?"
"Aku sempat mendapat kebahagiaan dilatih ilmu oleh
Thai Kek Cin-jin selama beberapa bulan. Biarpun hanya tiga
bulan, namun petunjuk beliau telah memberi kemajuan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
pesat kepadaku. Dua ilmu yang dia turunkan adalah Hektiauw
kun dan Khong-sim Sin-kang."
"Hebat sekali! Ilmu kepandaian telah demikian hebat, apa
lagi setelah mendapat petunjuk seorang sakti. Aku kagum
sekali den semakin mencinta padamu!" kata Lee Cin sambil
menyandarkan kepalanya di dada kekasihnya itu. Tin Han
memeluknya dengan penuh perasaan bahagia.
"Aku juga melihat betapa hebatnya ilmu totok yang
kaupergunakan tadi, Cin-moi. Dari siapakah engkau
mempelajari ilmu totok seperti itu?"
"Itu adalah ilmu totok It-yang-ci...."
"Apa? Apakah ilmu totok dari ketua Siauw-lim-pai itu?"
"Benar, In-kong Thai-su telah melatih ilmu totok It-yangci
kepadaku, Han-ko."
"Ah, pantas engkau demikian lihai, kiranya engkau
adalah murid kakek sakti dari Siauw-lim-pai itu."
"Lalu bagaimana kelanjutan ceritamu, Han-ko?"
"Setelah berpisah dari suhu Thai Kek Cin-jin, aku lalu
merantau. Mencari keluargaku yang ternyata telah pergi dari
Hui-cu setelah persekutuan itu dihancurkan Panglima Song
Thian Lee. Aku juga berusaha mencarimu di Hongsan, akan
tetapi aku merasa ngeri dan khawatir membayangkan
penyambutan ayahmu terhadapku yang pernah
menyerangnya dahulu. Dalam perjalanan itu, kalau aku
bertindak terhadap orang jahat, aku selalu menggunakan
kedok dan pakaian hitam dan aku mengaku berjuluk Hektiauw
Eng-hiong."
"Aha, engkau menggunakan nama Rajawali Hitam itu
untuk penyamaranmu? Bagus sekali, Han-ko!"
"Hal ini kulakukan agar aku tidak dikejar-kejar oleh
pasukan pemerintah Mancu. Dalam perjalanan aku bertemu
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dengan orang yang bernama Yauw Seng Kun tadi. Dia
menculik seorang gadis dan aku mengejarnya lalu
membebaskan gadis itu setelah Yauw Seng Kun melarikan
diri dan mengenalku sebagai Hektiauw Eng-hiong. Dia
menculik gadis karena ia mirip sekali denganmu, Cin-moi.
Aku sendiri tadinya juga mengira bahwa gadis itu adalah
engkau. Akan tetapi aku segera mengenalnya. Ternyata
bukan engkau."
"Mana lebih cantik, gadis itu atau aku, Cin-ko?" tanya
Lee Cin dan ia merasa rikuh sendiri. Kenapa ia mendadak
menjadi begini manja?
"Tentu saja engkau berlipat kali lebih cantik, Cin-moi.
Nah, setelah itu, aku menuju ke Hong-san. Di dalam
perjalanan itu aku bertemu dengan serombongan perajurit
kerajaan. Aku menjadi tertarik dan membayangi mereka.
Ternyata mereka mengadakan pertemuan di sebuah hutan
lembah Huang-ho, dan tahukah engkau siapa yang ditemui
perwira yang memimpin serombongan perajurit itu? Ternyata
perwira itu mengadakan pertemuan dengan Thian-te Moong."
"Ah, wakil ke dua dari Beng-cu? Aneh sekali, kenapa
panglima kerajaan mengadakan pertemuan dengannya yang
dahulu membantu pemberontakan?"
"Memang aneh sekali, tadinya akupun berpendapat
begitu. Akan tetapi setelah mendengarkan percakapan
mereka, mengertilah aku bahwa memang mereka itu utusan
dari Ouw-bengcu untuk berhubungan dengan pihak
pasukan pemerintah. Ternyata Ouw-bengcu hendak
membawa semua orang kang-ouw untuk menjadi antek
penjajah Mancu!" kata Tin Han dan nada suaranya
menunjukkan bahwa dia menyesal dan marah sekali "Pihak
Mancu agaknya mengubah politiknya, hendak mendekati
kaum kang-ouw terutama golongan sesat untuk memperkuat
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kedudukannya, untuk menentang para pendekar dan
patriot."
"Hemm, rencana yang licik dan jahat!" kata Lee Cin. "Lalu
bagaimana selanjutnya, koko?"
"Dari percakapan mereka itu aku mendengar bahwa
mereka hendak mencari Song Thian Lee untuk dibunuh. .....
"
"Ehhh? Song Thian Lee adalah panglima mereka sendiri!"
"Ternyata tidak, moi- moi. Song Thian Lee telah
mengundurkan diri dari jabatannya dan mungkin dia
dianggap orang berbahaya bagi pemerintah, maka komplotan
itu berusaha hendak membunuhnya. Juga mereka hendak
membunuh dan membasmi Keluarga Cia yang mereka
anggap juga berbahaya bagi pemerintah!"
Lee Cin terkejut. "Jahat sekali mereka! Lalu bagaimana?"
"Karena mereka menyatakan hendak menuju ke tempat
tinggal Song Thian Lee dan menyerbu, aku lalu mengikuti
mereka. Ternyata Song Thian Lee yang telah meninggalkan
kota raja bertempat tinggal di kota Tung-sin-bun.
Rombongan itu menuju ke sana dan mereka semua yang
jumlahnya banyak, termasuk pula Yauw Seng Kun tadi, dan
Hek-bin Mo-ko dan Sin-ciang Mo kai, segera mengeroyok
Song Thian Lee dan isterinya yang menggendong seorang
anak kecil berusia kira-kira tiga tahun. Kedua suami isteri
yang perkasa itu mengamuk dan aku kagum sekali kepada
mereka. Keduanya bukan main lihainya, akan tapi karena
pengeroyok itu berjumlah sembilanbelas orang, aku khawatir
mereka sampai terluka, apa lagi isteri Song Thian Lee yang
menggendong anak kecil. Aku lalu melompat dan membantu
mereka!"
"Bagus! Aku girang sekali engkau melakukan hal itu,
koko. Isteri Song Thian Lee itu adalah seorang sahabat
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
baikku, namanya Tang Cin Lan. Ia memang lihai..... lalu
bagaimana?"
"Kami bertiga mengamuk dan agaknya gerombolan itu
tidak dapat bertahan dan melarikan diri. Aku menasihatkan
Song Thian Lee untuk segera meninggalkan tempat
kediamannya itu- karena pasukan itu tentu akan
mendatangkan bala bantuan dan kalau pasukan besar
menyerbu, bagaimana mereka akan dapat membela diri?
Aku lalu pergi dan dari percakapan mereka yang kudengar
tadi, aku mendapat tahu bahwa keluargaku telah
menyembunyikan diri di puncak Bukit Cemara. Aku lalu
mendahului mereka pergi ke sana. Akan tetapi aku merasa
sungkan sekali untuk bertemu mereka, karena mereka tentu
menganggap aku sebagai pembantu musuh. Aku menanti
sampai beberapa hari tanpa berani menemui mereka. ..... "
"Kasihan engkau, Han-ko. Karena engkau menolongku,
maka engkau bentrok dan dibenci oleh keluargamu. Maaf
kan aku, Han-ko," kata Lee Cin dengan nada suara berduka.
Tin Han merangkulnya. "Jangan bersedih, Cin-moi,
karena semua berakhir dengan baik. Ketika aku sedang
menanti, datang rombongan Thian-te Mo-ong yang kini
diperkuat oleh Siang Koan Bhok. Mereka itu membujuk
nenekku untuk bergabung dengan mereka membantu
pemerintah Mancu. Tentu saja nenek menolak keras dan
terjadilah pertandingan satu lawan satu. Nenek maju
bertanding melawan Siang Koan Bhok dan nenek kalah,
bahkan terluka parah. Aku maju tanpa topeng, sebagai Cia
Tin Han aku maju membela nenek sekeluarga. Thian- te Moong
dan dia dapat kukalahkan. Lalu Siang Koan Bhok yang
maju bertanding denganku dan akhirnya, setelah melalui
pertandingan yang sengit, aku dapat pula mengalahkan dia.
Agaknya Thian- te Mo- ong putus asa setelah kekalahan
Siang Koan Bhok dan mereka lalu pergi."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Bagus, engkau dapat mengalahkan Siang Koan Bhok, itu
berarti bahwa kepandaianmu telah maju pesat, koko. Jarang
ada orang mampu mengalahkan dia, datuk besar dari timur
itu.
"Ah, kepandaian manusia itu terbatas dan tentu ada yang
melampauinya, Cin- moi. Kita sama sekali tidak boleh
berbangga dan sombong karena kepandatan kita, melainkan
harus dengan rendah hati siap dan waspada, karena
setinggi-tingginya kepandaian orang, tentu ada yang
menandingi dan melebihinya."
"Engkau lihai dan rendah hati, itulah yang membuat aku
kagum kepadamu koko. Kemudian bagaimana?"
"Menyedihkan, Cin- moi. Nenek meninggal dunia karena
luka dalam yang parah akibat pukulan Siang Koan Bhok."
"Ah, kasihan sekali. Nenek Cia pernah bersikap baik
sekali kepadaku. Engkau tentu mendendam kepada Siang
koan Bhok"
"Tidak, moi- moi. Pertandingan itu adil dan kekalahan
nenek memang sewajarnya. ilmu kepandaian Siang Koan
Bhok lebih tinggi dari pada ilmu kepandaiannya.
Kematiannya wajar dan memang sudah di takdirkan begitu.
Aku inembenci Siang Koan Bhok bukan karena dendam atas
kematian nenek itu, melainkan karena..... sekarang menjadi
antek penjajah Mancu untuk memusuhi para pendekar dan
patriot."
"Lalu bagaimana, selanjutnya, koko?"
"Sebelum nenek meninggal dunia, kami masih sempat
bercakap-cakap dahulu dan nenek dengan gagah dan jujur
mengakui akan kesalahannya bahwa ia pernah bersekutu
dengan golongan sesat, dengan pasukan pemberontak dan
bahkan dengan orang Jepang. Ia mengakui bahwa
pendapatku yang benar, bahwa kita berjuang harus secara
murni, tidak bersekutu dengan golongan sesat, kecuali
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
hanya dengan rakyat jelata untuk menumbangkan
kekuasaan penjajah Mancu. Bahkan nenek selanjutnya
berpesan kepada semua keluarganya untuk tidak
mengulangi kesalahan itu."
"Lalu bagaimana?"
"Aku mengusulkan kepada keluargaku untuk berpencar
karena kami menjadi buruan pemerintah. Ayah pergi
bersama ibu, kedua orang paman pergi bersama, kakak Tin
Siong pergi seorang diri dan aku juga pergi seorang diri,
melaksanakan tugas sebagai pendekar dan patriot. Nah,
dalam perjalanan terakhir ini, ketika aku hendak
melanjutkan perjalanan ke Hong-san untuk mencarimu, aku
bertemu dengan engkau yang menjadi tawanan dua orang
jahat tadi."
"Agaknya Thian sendiri yang membimbingmu ke sini
sehingga dapat bertemu dan menolongku, Han- ko. Dan
sekarang, kita mau ke mana?"
"Engkau sendiri tadinya hendak ke mana, Cin-moi?"
"Sudah kukatakan kepadamu tadi bahwa aku merantau
untuk mencarimu."
"Demikian pula tadinya aku hendak ke Hong-san, juga
untuk mencarimu. Dan kita sudah bertemu di sini
sekarang."
"Aku tidak ingin berpisah lagi dari mu, Han-ko."
"Demikian pula aku, Cin-moi. Kita tidak akan pernah
berpisah lagi sekarang. Suka-duka harus kita pikul bersama.
Maka, marilah kita lanjutkan perjalanan kita ke Hong-san.
Aku ingin menghadap orang tuamu, bukan saja untuk
membicarakan urusan kita berdua, akan tetapi juga untuk
minta ma’af atas penyeranganku tempo hari."
"Han-ko, perlukah hal itu kauceritakan? Ayahku tidak
mengenalmu, hanya tahu bahwa yang menyerangnya adalah
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Si Kedok Hitam. Apakah tidak sebaiknya kalau hal itu
didiamkan saja agar tidak menimbulkan persoalan baru?"
Tin Han memandang kekasihnya dengan sinar mata
tegas. "Tidak, Cin-moi. Di dalam kehidupan kita, kita harus
bersikap jujur. Aku akan selamanya merasa bersalah kalau
aku berdiam saja terhadap ayahmu, aku merasa telah
berlaku curang kepada calon mertuaku sendiri. Aku harus
mengaku terus terang, mengapa aku menyerangnya ketika
itu. Aku memang bersalah. Kuanggap tadinya bahwa
ayahmu diangkat menjadi beng-cu atas restu dan pilihan
pemerintah penjajah, maka aku tidak senang dan ingin
sekedar memberi peringatan."
Lee Cin mengerutkan alisnya. "Akan tetapi, Han-ko. Aku
khawatir sekali, apa lagi mengingat bahwa ibu kini berada di
sana. Mungkin ayah dapat memaafkanmu, akan tetapi ibu
berhati amat keras. Bagaimana kalau ia menjadi marah?"
"Apapun akibatnya harus kutanggung, Cin- moi. Seorang
pencdekar harus berani mempertanggung-jawabkan semua
perbuatannya, bukan? Biar apapun akibatnya akan
kuterima dengan lapang dada."
"Ah, Han- ko..... !" Lee Cin merangkul dan menempelkan
mukanya ke dada pemuda itu. Tubuhnya agak gemetar,
"Aku takut, aku khawatir sekali, Han-ko."
"Percayalah, aku akan sanggup menerima segala
akibatnya. Harap engkau tidak khawatir, apapun akibatnya,
aku akan tetap mencintamu, sampai mati sekalipun."
"Han- ko, jangan sebut-sebut tentang kematian. Engkau
bagiku pernah mati sekali, jangan ulangi lagi hal itu."
Tin Han merangkul dan menghibur. "Sudahlah, tabahkan
hatimu dan mari kita berdua menghadapi kenyataan yang
tidak dapat diubah lagi. Mari kita berangkat , Cin-moi."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Dengan bergandeng tangan, dua orang yang sedang
dimabok asmara itu lalu meninggalkan hutan itu dan
melakukan perjalanan berdua. Biarpun dibayangi
kekhawatiran besar, Lee Cin tetap merasa berbahagia bahwa
sekarang Ia telah melakukan perjalanan di samping orang
yang di kasihinya dan yang telah membuat ia menderita
kesedihan dan kerinduan selama berbulan-bulan itu. Entah
bagaimana, mendadak saja segala sesuatu yang dilihatnya
tampak indah sekali. Pohon-pohon, rumput-rumputan, daun
dan bunga, bahkan sawah ladang yang jauh itu tampak
demikian indahnya bagi Lee Cin dan juga bagi Tin Han.
Memang demikianlah pengaruh cinta asmara antara
kedua insan yang sedang dimabok asmara. Hidup rasanya
indah bukan main, cerah dan menggembirakan hati. Dunia
ini serasa mereka berdua saja yang punya. Semua ingatan
terlupakan, yang ada hanya diri mereka masing-masing.
Kalau cinta sudah bertemu cinta, hidup ini serba indah
berbunga-bunga.
-oo(mch)oo-
Souw Tek Bun dan isterinya, Ang-tok Mo-li Bu Siang,
sedang duduk berdua di beranda depan. Bekas beng-cu dan
isterinya ini hidup tenang dan damai dan menikmati
kehidupan di hari tua yang tenteram. Bu Siang sudah sama
sekali mencuci tangan tidak lagi mau mencampuri urusan
dunia kang-ouw, sedangkan Bun Tek juga tidak ingin pergi
merantau sebagai seorang pendekar lagi. Mereka berdua
menganggap bahwa kehidupan di dunia persilatan penuh
dengan kekerasan dan permusuhan. Mereka tidak ingin
tengganggu ketenangan hidup yang mereka nikmati itu
dengan kekerasan dan permusuhan lagi. Lega hati Souw Tek
Bun bahwa dia sudah mengundurkan diri dari
kedudukannya sebagai beng-cu. Sekarang tidak akan ada
lagi orang kang-ouw yang mencarinya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tiba-tiba mereka melihat dua sosok bayangan orang
datang menuju ke pondok tempat tinggal mereka. Setelah
melihat dua sosok bayangan itu semakin dekat, Ang-tok Moli
berseru gembira, "Itu Lee Cin!"
Mereka bangkit dan Souw Tek Bun tersenyum ketika
melihat bahwa yang datang itu betul Lee Cin bersama
seorang pemuda tampan yang kelihatan lembut. Jantung
kedua orang tua ini berdegup tegang melihat ini. Siapakah
pemuda itu? Apakah pemuda itu pilihan hati Lee Cin?
Mereka merasa tegang dengan harapan dan kegembiraan.
"Ayah!..... ..... !" kata Lee Cin gembira dan ia segera
merangkul ibunya.
Tin Han memberi hormat dengan mengangkat kedua
tangan dan membungkukkan tubuhnya di depan suami
isteri itu.
"Paman dan bibi berdua, terimalah hormat saya."
"Eh, Lee Cin, siapakah orang muda ini?" tanya Ang-tok
Mo-li Bu Sian sambil menatap wajah yang tampan dan
lembut itu.
Ini adalah koko Cia Tin Han, ibu dan ayah. Dia sahabat
baikku yang sudah berulang kali menolong dan
menyelamatkan aku dari bahaya maut."
Mendengar keterangan ini, suami isteri itu dapat
menduga bahwa pemuda yang nampak halus ini tentu
memiliki ilmu kepandaian tinggi dan ini mengingatkan Angtok
Mo-li akan sesuatu.
"She Cia, ya? Apakah ada hubungannya dengan Keluarga
Cia di Hui-cu?"
"Benar sekali, ibu! Kak Tin Han adalah cucu kedua dari
Nenek Cia Hui-cu!"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Hemm, bagus. Jadi ini cucu Nyonya Cia? Aku pernah
bertanding mengadu ilmu dengan Nyonya Cia, dan keadaan
kami seimbang. Ingin aku sekali lagi mengadu ilmu
dengannya!"
"Akan tetapi Nenek Cia telah meninggal dunia, ibu. Ia
terluka akibat bertanding melawan Siang Koan Bhok."
"Hemm, kalau begitu, boleh juga aku mencoba ilmu
kepandaian yang ia turunkan kepada cucunya ini."
“Ibu jangan begitu! Kak Tin Han adalah sahabat baikku
yang telah berulang kali menyelamatkan nyawaku."
"Sudahlah, isteriku, untuk apa mencari keributan lagi?
Cucu Nyonya Cia ini tidak tahu apa-apa, jangan libatkan dia
dalam pertandinganmu melawan Nyonya Cia. Mari, silakan
masuk. Kita bicara di dalam saja." Mereka lalu masuk ke
dalam dan duduk di ruangan depan yang cukup luas.
"Lee Cin, inikah pemuda yang kauceritakan dahulu itu?
Yang kausangka mati masuk ke dalam jurang?"
Lee Cin mengangguk dan kedua. pipinya berubah
kemerahan. Agaknya ayahnya tahu apa yang terasa olehnya.
"Benar, ayah. Ternyata dia tidak terjatuh dan mati,
melainkan tertolong oleh seorang sakti yang memiliki burung
rajawali hitam."
"Rajawali Hitam kau bilang? Hem, aku pernah
mendengar tentang seorang manusia setengah dewa yang
memiliki burung seperti itu. Kalau tidak salah nama
julukannya adalah Thai Kek Cin-jin, akan tetapi nama itu
hanya seperti nama tokoh dalam dongeng."
"Memang dialah orangnya, ayah! Malah dia menurunkan
ilmu-ilmu silat kepada Han-ko!" kata Lee Cin gembira.
"Hemm, begitukah?" Souw Tek Bun mengangguk-angguk
dan memandang kepada pemuda itu dengan penuh
perhatian dan kagum.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Paman Souw Tek Bun, saya sengaja ikut dengan Cin-moi
datang menghadap paman dan bibi berdua untuk
menyampaikan dua hal penting. Akan tetapi sebelumnya
saya mohon maaf terlebih dahulu."
Ang-tok Mo-li masih memandang dengan penasaran,
akan tetapi Souw Tek Bun menjawab sambil tersenyum,
"Katakanlah, Tin Han, apa yang ingin kau sampaikan kepada
kami?"
"Pertama-tama, saya mohon maaf bahwa dahulu saya
pernah menyerang paman, bahkan melukai paman dalam
penyamaran saya sebagai Kedok Hitam. Sayalah orangnya,
paman dan saya merasa menyesal sekali."
"Ah, itukah? Lee Cin sudah menceritakan kepada kami
dan aku sudah melupakan peristiwa itu. Apalagi engkau
sudah berulang kali menyelamatkan nyawa Lee Cin, maka
perhitungan antara kita sudah impas. Lebih lagi kalau
diingat bahwa dalam pertandingan itu akupun telah melukai
lenganmu dengan pedangku. Hanya ada satu hal yang masih
belum kuketahui benar. Mengapa engkau menantang dan
menyerangku ketika itu, Tin Han?"
"Ampun, paman. Ketika itu, saya masih hijau dan
semangat saya menggebu-gebu. Saya membenci semua
orang yang bekerja untuk pemerintah penjajah dan karena
paman diangkat sebagai beng-cu atas pilihan dan restu
pemerintah, maka saya menganggap paman juga seorang.....
antek pemerintah penjajah. Itulah sebabnya saya menyerang
paman."
"Ha-ha-ha, sudah kuduga begitu! Tahukah engkau, orang
muda. Penyeranganmu atas diriku itulah yang menyadarkan
aku bahwa kedudukanku sebagai beng-cu tidak akan
mengangkat derajat dan kehormatanku sebagai seorang
pendekar. Karena itu aku mengundurkan diri dari
kedudukan beng-cu. Seperti kaukatakan tadi, aku
memaafkanmu dan bahkan sudah melupakan peristiwa itu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sebelum menjadi murid Thai Kek Cin-jin engkau sudah
begitu lihai, apa lagi setelah menjadi murid manusia
setengah dewa itu, tentu kepandaianmu telah meningkat
tinggi sekali, Tin Han."
“Ah, biasa-biasa saja, paman."
"Dia memang lihai sekali, ayah. Bahkan Siang Koan Bhok
pernah dikalah kannya dalam pertandingan," kata Lee Cin
yang sudah mendengar tentang pertandingan itu dari mulut
Tin Han.
Souw Tek Bun membelalakkan matanya. "Begitukah? Ah,
hebat sekali kalau begitu. Pada waktu sekarang ini sukarlah
dicari orang yang akan mampu menandingi Siang Koan Bhok
kecuali mungkin hanya Panglima...... eh, mak sudku mantan
Panglima Song Thian Lee. Lalu, hal apakah yang kedua, yang
ingin kausampaikan kepada kami?"
Tin Han memandang kepada Lee Cin seperti ingin minta
kekuatan dari gadis itu. Lee Cin balas memandang dan
tersenyum menenangkan. Tin Han lalu mengumpulkan
keberanian hatinya dan berkata, "Paman Souw dan bibi,
terus terang saja bahwa di antara adik Lee Cin dan saya
telah ada persetujuan untuk hidup bersama, untuk menjadi
suami isteri. Oleh karena itu, sekarang saya mohon
persetujuan paman berdua. Kalau sudah begitu, saya akan
minta kepada orang tua saya untuk mengajukan pinangan."
Souw Tek Bun terbelalak kaget dan heran mendengar
pernyataan yang demikian terus terang dan terbuka, akan
tetapi mulutnya tersenyum karena diam-diam dia
menyetujui kalau Lee Cin berjodoh dengan pemuda yang
lihai ini. Akan tetapi sebelum dia dapat memberi jawaban,
isterinya sudah cepat bangkit berdiri dan berkata dengan
suara ketus. "Tidak bisa! Aku pernah bermusuhan dengan
Nyonya Cia, dan engkau sendiri pernah menyerang suamiku.
Bagaimana mungkin aku dapat menerimanya sebagai
mantu? Tidak, aku tidak setuju sama sekali!"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Ibu..... !" Lee Cin berseru kaget.
"Lee Cin, aku adalah ibumu. Aku lebih tahu dari pada
engkau. Pendeknya engkau tidak boleh berjodoh dengan
pemuda ini. Hei, Cia Tin Han, engkau sudah mendengar
penolakanku? Jangan suruh ayah bundamu ke sini untuk
meminang Lee Cin karena aku tentu akan menolaknya dan
kalau merekta berani datang, kuanggap mereka tidak tahu
diri dan mungkin akan kusambut dengan tantangan!"
Lee Cin dan ayahnya terkejut sekali mendengar kata-kata
yang keras dan ketus dari Ang-tok Mo-li itu. Tin Han sendiri
menggigit bibirnya dan mukanya berubah pucat.
"Siang-moi! Jangan berkata demikian. ...... " kata Souw
Tek Bun kepada isterinya.
"Pendeknya aku tidak setuju kalau Lee Cin berjodoh
dengan pemuda ini, habis perkara!" kata pula Ang-tok Mo-li
dengan marah.
Tin Han bangkit dengan perlahan, memandang kepada
Lee Cin dengan wajah pucat lalu menjadi merah, dan dengan
lirih dia berkata, "Cin-moi..... aku mohon diri, engkau sudah
mendengar sendiri kata-kata ibumu."
"Tidak, Han-ko!"
"Lee Cin, apakah engkau hendak menentang pendapat
ibumu sendiri? Lupakah engkau bahwa sejak kecil engkau
kubesarkan kudidik dan kugembleng, hanya untuk
menentangku sesudah engkau dewasa? Hei, Cia Tin Han,
apakah engkau tidak tahu malu? Sudah kutolak masih juga
belum pergi dari sini?"
Tin Han membalikkan tubuhnya memandang kepada
wanita yang marah itu, wajahnya kini berubah kemerahan
dan diapun berkata, "Paman Souw dan bibi, aku mohon diri.
Cin-moi selamat tinggal!"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tin Han lalu berkelebat lenyap dari situ, sudah keluar
dari pondok itu dengan cepat sekali.
"Han-ko !" Lee Cin mengejar, akan tetapi ketika tiba di
luar rumah ia sudah tidak melihat lagi bayangan pemuda itu
dan ia tidak tahu kearah mana Tin Han pergi. Kemudian ia
mengejar ke arah selatan, akan tetapi sampai belasan li ia
berlari, tidak juga dapat menyusul Tin Han yang mungkin
lari ke lain jurusam. Air mata Lee Ci bercucuran dan ia
masih menangis ketika memasuki rumahnya.
"Ibu, kau keterlaluan, ibu! Kena ibu menolak bahkan
mengusir Han-ko? Apa salahnya?" Ia menuntut kepada
ibunya yang masih duduk di ruangan depan bersama
ayahnya.
"Aku bertindak demi kebaikanmu, Lee Cin. Aku tidak
setuju kalau engkau menjadi isteri keturunan keluarga Cia!"
"Akan tetapi mengapa, ibu? Apa alasanmu?" Lee Cin
mendesak.
Souw Tek Bun juga berkata kepada isterinya. "Engkau
harus menerangkan alasanmu yang kaukatakan kepadaku
tadi agar anak kita dapat mengerti, isteriku."
"Kau mau tahu? Duduklah, Lee Cin," kata Ang-tok Mo-li
kepada puterinya. "Ketahuilah, Keluarga Cia itu adalah
manusia-manusia yang tidak baik. Mereka mengaku sebagai
patriot pembela tanah air dan hendak berjuang untuk
mengusir penjajah dari tanah air."
"Memang benar mereka patriot!" jawab Lee Cin. "Apa
salahnya dengan itu? Jangan ibu katakan bahwa ibu
membela Kerajaan Mancu penjajah!"
"Huh, siapa yang membela penjajah? Aku hendak
mengatakan bahwa Keluarga ia itu adalah patriot-patriot
palsu. Mereka telah bersekutu dengan orang-orang jahat,
bersekutu dengan orang Jepang para bajak dan bersekutu
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dengan pasukan pemerintah yang memberontak. Mereka
menjadi patriot dan pejuang hanya untuk kedok saja.
Sebetulnya mereka adalah orang-orang yang jahat. Ingat
saja. Cia Tin Han itu nyaris membunuh ayahmu dengan
memakai kedok pula, bukankah itu perbuatan pengecut dan
jahat ? Dan engkau akan menjadi isterinya? Menjadi mantu
Keluarga Cia yang brengsek itu ?"
"Ibu salah sangka! Han-ko tidak bersekutu dengan orangorang
jahat! Dia bahkan menentang orang-orang jahat, dan
ketika Keluarga Cia bersekutu dengan tokoh-tokoh sesat ,
diam-diam dia bahkan menentangnya. Akan tetapi sekarang
KeIuarga Cia sudah sadar akan kesalahan mereka dan
mereka menjadi pendekar dan patriot sejati."
"Engkau membela karena engkau sudah kegilaan kepada
pemuda itu! Pendeknya, kami tidak setuju kalau engkau
berjodoh dengannya!"
"Ibu...... !" Akan tetapi Ang-tok Mo-li membalikkan
tubuhnya tidak mau memandang kepada puterinya.
"Ayah...... !!" Lee Cin menoleh kepada ayahnya. Akan
tetapi orang tua ini pun hanya menarik napas panjang dan
menggerakkan kedua pundak seperti orang yang tidak
berdaya.
Lee Cin terisak lalu lari ke dalam kamarnya, melempar
diri ke atas pembaringan dan menangis sesenggukan Ia
merasa hatinya hancur lebur, kebahagiaan yang
dirasakannya ketika melakukan perjalanan bersama Tin Han
lenyap seperti asap ditiup angin dan hatinya merasa perih,
merasa dan bingung. Ingin ia lari menyusul Tin Han, akan
tetapi ke mana? Pemuda itu tentu sakit hati dan marah
sekali karena telah ditolak, diusir dan dihina dan kalau Tin
Han sengaja tidak mau menemuinya lagi, biar ia mencari
keliling dunia juga tidak akan dapat berjumpa.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Han-ko..... !" Ia merintih dan tangisnya semakin
mengguguk, sampai bantalnya basah semua dan akhirnya ia
jatuh pulas setengah pingsan, tidak ingat apa-apa lagi.
Malam itu Lee Cin masih rebah di dalam kamarnya.
Ketika ibunya datang mengajaknya makan, ia tidak
menjawab dan pura-pura tidur. Ayahnya juga datang dan
meraba dahinya, akan tetapi ia pura-pura tidur juga
sehingga kedua orang tua itu meninggalkan kamar dan
menutup daun pintu kamarnya.
Malam telah larut, dan Lee Cin kini sadar sepenuhnya. Ia
tidak tahu apakah ia tadi tidur atau pingsan. Karena
tubuhnya lemas akibat dari kesedihannya yang amat sangat
sehingga melukai perasaannya, Lee Cin segera bangkit
duduk dan bersila di atas pembaringannya. Ia harus
menjaga kesehatannya karena ia sudah mengambil
keputusan untuk besok pergi meninggalkan rumah orang
tuanya untuk mencari Tin Han!
Dalam keadaan seperti itu, panca indera Lee Cin menjadi
peka bukan main. Oleh karena itu ia dapat mendengar suara
yang tidak wajar di atas genteng rumah itu. Seperti suara
orang berjalan dengan ringannya di atas genting!
Jantungnya berdebar penuh harap ketegangan. Mungkin Tin
Han yang datang!
"Han-ko..... ....!” Bibirnya berbisik dan iapun cepat keluar
dari kamarnya dan melompat keluar rumah melayang naik
ke atas genteng. Akan tetapi mendengar suara gedebukan di
bawah sperti orang berkelahi disusul jeritan ibunya. Ketika
ia melayang turun kemba ke ruangan dalam ia melihat
berkelebatnya bayangan hitam. Cia Tin Han yang menyamar
menjadi Hek-tiauw Eng tong, pikirnya. Akan tetapi karena
khawatir mendengar jerit ibunya tadi, ia pun tentu saja
masuk ke ruangan belakang dari mana suara tadi terdengar.
"Ibu...... !" Lee Cin berseru. Ia melihat ibunya yang
berwajah pucat dipapah oleh ayahnya. "Kau kenapa?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Souw Tek Bun bersikap tenang. "Ia terluka oleh
pukulan..... orang itu!"
Lee Cin cepat memeriksa keadaan ibunya yang sudah
direbahkan di atas pembaringan. Ternyata di pundak ibunya
terdapat tanda telapak tangan hitam sepert i yang pernah
diderita ayahnya. Pukulan dari Cia Tin Han!
Lee Cin menahan mulutnya yang sudah penuh
pertanyaan itu. Lebih dulu harus menolong ibunya. Dengan
ilmu totok It-yang-ci Lee Cin merawat ibunya, menotok
beberapa jalan darah untuk menyembuhkan luka
mengandung hawa beracun itu. Itulah pukulan Hek-tokciang
yang dimiliki oleh Keluarga Cia, pikirnya. Untung
tubuh ibunya kuat, maka luka itu tidak sampai
membahayakan nyawanya. Setelah mengusir hawa beracun
itu dari tubuh ibunya dan melihat ibunya tidak menderita
lagi bahkan dapat tidur pulas, barulah Lee Cin bertanya
kepada ayahnya.
"Ayah, apakah yang telah terjadi?" tanyanya.
Ayahnya menggeleng kepala dan menghela napas
panjang. "Sungguh aku tidak menyangka sama sekali bahwa
dia akan berbuat seperti ini!"
"Ayah, apa maksudmu?"
"Dia..... dia datang kembali menyerang kami. Dia lihai
sehingga ibumu terpukul pundaknya, lalu dia melarikan
diri."
"Dia siapa, ayah?" tanya Lee Cin dengan hati berdebar
keras karena ia sudah menduga siapa orangnya.
"Aku menyesal sekali harus bicara terus terang padamu,
Lee Cin. Yang menyerang kami tadi adalah seorang yang
memakai pakaian dan topeng hitam, persis seperti yang
kualami dahulu itu. Dialah yang telah melukai ibumu."
"Cia Tin Han?" Lee Cin mendesak.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Souw Tek Bun menghela napas. Kurasa dia orangnya,
siapa lagi yang begitu lihai dapat melukai ibumu walau pun
kami maju berdua? Dan lukanya sama benar dengan luka
yang kuderita dahulu, bukan?"
Lee Cin mengangguk dan suaranya terdengar seperti
berbisik, "Hek-tok-ci-ang..... “
"Ternyata dia merasa sakit hati kepada ibumu karena
siang tadi dia ditolak dan diusir, maka dia melukai ibumu.
Ah, aku tidak mengira dia dapat melakukan hal seperti ini."
"Aku juga tidak percaya bahwa Han-ko dapat melakukan
hal itu!" kata Lee Cin cepat.
"Akan tetapi buktinya ......, Lee Cin. Tidak dapat
disangkal lagi bahwa tentu dia. yang melakukan hal ini.”
"Ah...... aku...... aku akan mencari dia, ayah. Kalau benar
dia telah menyerang ibu dan melukainya, aku akan
mengadu nyawa dengannya!" Setelah berkata demikian, Lee
Cin meninggalkan kamar ibunya dan kembali ke kamarnya
sendiri. Kembali dara ini menangis sedih, akan tetapi sebab
tangisnya kini berbeda dari tadi. Di dalam hatinya terjadi
perang antara rindu dan benci. Kenapa Tin Han melakukan
hal itu kepada ibunya? Karena sakit hati ditolak dan diusir
tadi? Akan tetapi, kalau ia perhatikan tingkah laku Tin Han
selama ini, demikian gembira, demikian tenang dan
demikian gagah, rasanya tidak mungkin Tin Han melakukan
itu. Akan tetapi siapa tahu hati orang? Dahulupun Tin Han
pernah menyerang dan melukai ayahnya dengan pukulan
yang sama.
"Awas kau...... awas kau.....! Aku akan membalas
perbuatanmu ini!" Kembali Lee Cin menangis setelah
mengucapkan ancaman itu. Dan pada keesokan harinya,
setelah menengok ibunya dan melihat bahwa ibunya tidak
lagi terancam bahaya dan kesehatannya sudah hampir pulih
kembali, ia berkata kepada ibunya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Tenangkanlah hatimu, ibu. Aku akan pergi mencari
orang yang telah melukaimu dan akan membalaskan sakit
hati ini!"
Ibunya memandang dengan sinar mata menyelidik. "Kau
tahu siapa orangnya?"
"Siapa lagi kalau bukan dia ibu?"
Ibunya mengangguk. "Sudah kuduga dia bukan orang
baik-baik. Keluarga Cia memang bukan keluarga yang baik.
Akan tetapi engkau harus berhati-hati sekali, anakku. Dia
itu lihai bukan main. Aku dan ayahmu juga tidak dapat
menandinginya."
Dengan hati yang perih sekali Lee Cin menjawab, "Aku
tahu, ibu. Bagaimanapun lihainya, aku tidak takut dan dia
harus membayar hutangnya malam tadi.
Souw Tek Bun mencoba untuk mencegah Lee Cin pergi.
"Lee Cin, tenangkan dulu hatimu dan jangan tergesa-gesa.
Siapa tahu kalau pelaku penyerangan tadi malam bukan Cia
Tin Han. Bagaimanapun juga, kita belum mempunyai bukti
bahwa dia yang menyerang dan melukai ibumu."
"Siapa lagi kalau bukan dia, ayah? Tidak perlu bukti
nyata, semuanya sudah dapat diduga. Tentu dia merasa
kecewa, menyesal dan sakit hati karena kemarin ibu telah
menolaknya, bahkan mengusirnya. Aku sendiri tadinya juga
merasa kecewa dan menyesal sekali atas perbuatan ibu.
Akan tetapi sekarang aku harus membenarkan ibu. Dia itu
bukan seorang manusia baik-baik, seperti juga keluarganya.
Aku harus menemukannya dan membalas dendam sakit hati
ini. Bukan hanya karena dia telah melukai ibuku, melainkan
karena dia telah mengecewakan dan menghancurkan
kepercayaan dan kebahagiaan hidupku!"
Souw Tek Bun tidak dapat lagi menahan Lee Cin, maka
dia hanya berpesan kepada puterinya itu, "Bagaimanapun
juga, aku harap engkau tidak mengambil keputusan yang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
gegabah. Selidiki lebih dulu sebelum engkau bertindak
sesuatu terhadap dirinya."
Berangkatlah Lee Cin meninggalkan rumahnya. Sekali ini
hatinya tidak berduka karena kehilangan Tin Han,
melainkan berduka karena dianggapnya Tin Han telah
merusak kebahagiaan hidupnya.
-oo(mch)oo-
Kuil Siauw-lim-pai yang berada di tepi atau Lembah
Sungai Huang-ho pada hari itu tampak sunyi. Para hwe-sio
sudah melakukan pekerjaan masing-masing. juga tidak
tampak orang yang datang untuk bersembahyang. Karena
itu, maka In Tiong Hwe-sio, ketuanya yang berusia
enampuluh dua tahun, dengan santai berjalan-jalan di
ruangan kuil yang luas. Beberapa orang hwe-sio bekerja di
pekarangan kuil. Ada yang merawat tumbuh-tumbuhan
bunga di situ, ada yang menyapu dan ada yang
membersihkan dinding dan pintu serta jendela. Melihat ini,
In Tiong Hwe-sio lalu keluar ke pekarangan dan berjalanjalan
di situ. Lima orang hwe-sio yang bekerja di sekitar
tempat itu menyambut dengan membungkuk hormat kepada
ketua mereka yang dibalas oleh In Tiong Hwe-sio dengan
meletakkan tangan kiri di depan dadanya.
Tiba-tiba tampak bayangan berkelebat dan di pekarangan
ini telah berdiri seorang yang mengenakan pakaian hitam
dan menutupi mukanya. Orang bertopeng ini segera
mcnghampiri In Tiong Hwe-sio dan suaranya lantang ketika
dia bertanya, "Apakah engkau yang bernama In Tiong Hwesio
ketua kuil Siauw-lim-pai ini?"
In Tiong Hwe-sio memandang dengan penuh perhatian.
"Omitohud, siapakah si-cu? Pin-ceng memang benar In Tiong
Hwe-sio ketua Siauw-lim-pai (Kuil Siauw lim-si) ini."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Ketahuilah, aku adalah Hek-tiauw Eng-hiong dan aku
sengaja datang mencarimu untuk menantangmu
bertanding."
"Hemm, Hek-tiauw Eng-hiong. Pinceng tidak pernah
mengenalmu dan tidak ada urusan denganmu. Kenapa
engkau menantang pin-ceng?"
"Aku menantangmu karena engkau adalah antek
penjajah Mancu, karena itu mau atau tidak mau engkau
harus menerima tantanganku, atau aku akan membunuhmu
begitu saja walau engkau tidak menerima tantanganku. Nah,
bersiaplah engkau, In Tiong Hwe-sio!"
Lima orang hwe-sio yang berada di pekarangan itu
mendengar suara orang bertopeng itu dan mereka menjadi
marah.
"Hei, dari mana datangnya orang gila yang menantangnantang
tidak karuan?" bentak seorang di antara mereka
dan mereka berlima sudah datang mengepung si orang
bertopeng. "Pergilah dari sini atau terpaksa kami akan
menggunakan kekerasan menyerangmu!"
Hek-tiau Eng-hiong tertawa bergelak "Ha-ha-ha, kalian
ini anjing-anjing gundul kecil berani menggonggong!"
Tentu saja lima orang hwe-sio itu menjadi marah sekali
karena dimaki anjing gundul kecil. Tanpa banyak cakap lagi
mereka lalu menubruk hendak menangkap orang bertopeng
itu dan menyeretnya keluar dari halaman kuil. Akan tetapi
orang bertopeng yang mengaku bernama Hek-tiauw Enghiong
itu, tiba-tiba memutar tubuh dan kedua tangannya
menyambar-nyambar dan robohlah lima orang itu terkena
tamparan pada kepala mereka dan tidak dapat bangun
kembali!
"Omitohud...... !" In Tiong Hwe-sio memeriksa tubuh lima
orang hwe-sio itu ternyata telah tewas dan di bagian kepala
yang ditampar itu tampak tanda telapak tangan hitam!
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Omitohud, engkau telah melakukan pembunuhan
terhadap lima orang yang tidak berdosa!" katanya dengan
marah.
"Akupun akan mengirimmu
menyusul ke
sana!" kata si topeng
hitam. Pada saat itu, dua
orang hwe-sio lain
muncul dan mereka
terkejut melihat lima
orang rekan mereka
roboh tewas. Mereka
menonton sambil
bersem-bunyi di balik
tembok, mendengarkan
dan juga menonton guru
mereka menghadapi
orang berto-peng itu.
"Omitohud, orang
seperti engkau ini harus
dibasmi dari permukaan
bumi karena hanya
membikin kotor saja!"
Setelah berkata demikian, In Tiong Hwe-sio menyerang
orang bertopeng itu dengan kedua ujung bajunya.. Baju itu
longgar dan panjang, dan lengan bajunya juga lebih panjang
dari lengannya. Biarpun hanya terbuat dari kain, begintu
digerakkan oleh In Tiong Hwe-sio, ujung lengan baju itu
menyambar seperti terbuat dari benda keras.
"Wuuuut, wuuuuuttt !!" sambaran ujung lengan baju itu
mendatangkan angin yang kuat, akan tetapi Hek-tiauw Enghiong
mengelak dengan ringan dan cepat pula. Kemudian dia
membalas dengan pukulan-pukulannya yang ampuh. In
Tiong Hwe-sio terkejut dan maklum bahwa tamparan yang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sekaligus membunuh lima orang muridnya itu tidak boleh
dipandang ringan. Itu adalah pukulan yang mengandung
hawa beracun, maka diapun mengelak beberapa kali lalu
mengibaskan ujung lengan bajunya untuk menangkis. Dua
kali lengan baju kanan kiri itu menangkis tamparan yang
bertubi tubi datangnya.
"Brett- bretttl" Kedua ujung lengan baju itu pecah dan
robek ketika bertemu dengan tangan orang bertopeng itu.
Tentu saja In Tiong Hwe-sio menjadi semakin kaget dan
terpaksa dia mela wan dengan kedua tangannya. Hwe-sio ini
merupakan seorang ketua cabang, dan dia adalah satu dari
In Kong Thai- su ketua Siauw- lim- pai di Kwi-cu, maka ilmu
kepandaiannya sebetulnya sudah mencapai tingkat tinggi.
Akan tetapi, kini menghadapi orang bertopeng yang
mengaku sebagai Hek- tiauw Eng-hiong, dia kewalahan!
Orang bertopeng itu ternyata lihai bukan main dan setelah
mempertahankan diri selama limapuluh jurus lebih,
akhirnya dada In Tiong Hwe-sio terkena pukulan tangan
kanan orang bertopeng itu. Tubuhnya terdorong mundur
sampai beberapa meter dan hwe-sio itu terjengkang roboh
dan tidak bergerak lagi. Di baju bagian dadanya terdapat
tanda telapak tangan hitam yang menghanguskan baju itu
dan menembus sampai ke kulit dadanya.
Setelah merobohkan In Tiong Hwesio, orang bertopeng itu
lalu memasuki kuil dan begitu bertemu dengan hwe-sio dia
menyerang dan merobohkannya sehingga tidak kurang dari
duabelas orang hwe-sio kuil itu roboh dan tewas. Jumlah
mereka yang tewas bersama In Tiong Hwe-sio ada delapan
belas orang!
Setelah si topeng hitam itu pergi, barulah para hwe-sio
yang tadi bersembunyi berani dan mereka semua dengan
berduka sekali mengurus delapan belas jenazah itu.
Beberapa orang hwe-sio segera melaporkan peristiwa
hebat itu ke kuil Siauw-lim-si di Kwi-cu, dan ada pula yang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
langsung pergi ke pusat Siauw-limpai yang berada di kaki
Gunung Sung-san di Propinsi Honan di mana yang menjadi
ketuanya adalah Sang Thian Hwe-sio yang usianya sudah
delapanpuluh tahun dan hwe-sio tua ini merupakan susiok
dari In Kong Thai-su dan juga In Tiong hwe-sio yang baru
saja terbunuh.
Gegerlah Siauw-lim-pai dengan adanya peristiwa ini.
Sang Thian Hwe-sio lalu memerintahkan seluruh murid
Siauw lim-pai untuk mencari tahu siapa si topeng hitam
berjuluk Hek-tiauw Eng-hiong dan mencarinya untuk
membuat perhitungan. Juga ketua Siauw-lim-pai ini
mengajak para muridnya untuk berunding, dan menyelidiki
apa yang menjadi sebab pembunuhan itu.
"Menurut keterangan murid yang menyaksikan semua itu
sambil bersembunyi dikatakan bahwa si topeng hitam
memaki sute In Tiong Hwe-sio sebagai antek penjajah
Mancu. Jelas bahwa pembunuhan itu dilakukan oleh
seorang patriot yang membenci pemerintah. Seorang patriot
yang fanatik biasanya menganggap semua orang yang tidak
mendukung gerakannya sebagai antek Mancu."
Sang Thian Hwe-sio menghela napas panjang.
"Omitohud, kalau benar seperti keterangan itu. berarti
bahwa patriot memusuhi kita yang dianggap membantu
pemerintah Mancu. Pada hal, kita ini adalah orang-orang
beribadat yang hanya mengurus perkembangan agama,
bagaimana kita dapat ikut-ikutan memberontak terhadap
pemerintah Mancu seperti patriot itu?"
"Susiok, di antara para patriot banyak yang melakukan
penyelewengan. Mereka memberontak terhadap pemerintah
Mancu dan tidak segan untuk bergandengan tangan dengan
tokoh-tokoh sesat dan bahkan dengan bajak-bajak Jepang.
Pin-ceng rasa orang-orang seperti itulah yang telah
membunuhi para murid Siauw-lim-pai."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Bagaimanapun juga, kita harus menyelidiki dan mencari
Hek-tiauw Enghiong itu. Apa yang telah dia lakukan
terhadap para murid kita sudah keterlaluan. Engkau sendiri
harus turun tangan karena orang itu memiliki ilmu silat
yang tinggi, dan menurut pemeriksaan pin-ceng, para murid
tewas karena pukulan semacam ilmu pukulan seperti Hektok-
ciang."
"Susiok, tee-cu ingat bahwa yang terkenal dengan ilmu
Hek-tok-ciang adalah Keluarga Cia yang dahulu tinggal di
Hui-cu. Keluarga Cia memang terkenal sebagai patriotpatriot
yang membenci pemerintah Mancu, bahkan
membenci semua orang yang tidak mau memusuhi
pemerintah penjajah. Besar kemungkinan seorang di antara
mereka yang telah membunuh sute In Tiong Hwe-sio."
"Apakah ilmu kepandaian Keluarga Cia itu sedemikian
tinggi?"
"Sepanjang pengetahuan tee-cu, yang paling lihai di
antara mereka adalah Nyonya Cia atau Nenek Cia, akan
tetapi siapa tahu bahwa di antara mereka kini ada yang
memiliki ilmu kepandaian yang lebih tinggi. Atau mungkin
Nenek Cia sendiri yang memakai topeng hitam melakukan
pembunuhan ini."
"Bagaimanapun juga, engkau harus melakukan
penyelidikan."
"Baik, susiok, tee-cu akan menyebar murid-murid untuk
melakukan penyelidikan dan tee-cu sendiri akan turun
tangan.” kata In Kong Thai-su yang juga merasa penasaran
sekali. Siauw-lim-pai adalah sebuah partai persilatan yang
bersih. Sekarang delapanbelas orang murid Siauw-lim-pai
dibunuh begitu saja dengan tuduhan sebagai antek Mancu.
Siapa yang tidak merasa penasaran?
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Delapanbelas jenazah itu lalu diperabukan dan diadakan
upacara sembahyang besar. Banyak tokoh kang-ouw yang
berdekatan dan mendengar akan berita ini datang melayat.
Pada keesokan harinya setelah upacara perabuan itu
selesai, kuil Siauw lim-pai itu kedatangan serombongan
pasukan pemerintah sebanyak dua losin prajurit.
Rombongan pasukan ini dipimpin sendiri oleh Panglima Coa
Kun, wakil Panglima Tua Bouw Kin Sek. In Kong Thai-su
yang masih berada di situ dan memimpin upacara perabuan
segera keluar menyambut.
"Omitohud, kepentingan apakah yang membuat ciangkun
datang berkunjung ke kuil kami?" tanya In Kong Thaisu
setelah mempersilakan Coa-ciang kun mengambil tempat
duduk di sebelah dalam kuil.
"Kami mendengar tentang malapetaka yang menimpa kuil
ini, lo-suhu. Sebetulnya, apakah yang terjadi sehingga kami
mendengar ada banyak hwe-sio terbunuh? Siapa pembunuh
mereka dan mengapa pula mereka dibunuh?"
"Kami sendiri tidak mengenal pembunuh itu, ciangkun,
karena dia memakai topeng hitam. Dia hanya mengatakan
bahwa kami adalah antek pemerintah dan dia lalu
mengamuk dan melakukan pembunuhan terhadap delapan
belas anggauta kami."
"Hemm, kalau begitu mudah sekali diduga. Pembunuh
itu tentulah seorang pemberontak yang menentang
pemerintah yang sah. Apakah ada ciri-ciri tertentu pada diri
pembunuh itu? Kami merasa bertanggung-jawab untuk
menyelidki dan menangkap pelakunya, Lo-suhu."
"Dia mengenakan pakaian dan kedok hitam, bertubuh
sedang dan dari suaranya dia mungkin seorang muda. Tidak
ada ciri-cirinya kecuali bahwa dia membunuh dengan
memakai ilmu Hek-tok ciang atau semacam itu yang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
membuat korban tewas oleh pukulan beracun yang
meninggalkan bekas tapak tangan hitam."
"Hemm, Hek-tok-ciang? Petunjuk itupun cukup. Kami
akan rnengerahkan banyak mata-mata untuk menyelidiki di
kalangan kang-ouw, siapa yang memiliki pukulan seperti itu.
Kami merasa yakin bahwa dia seorang pemberontak yang
membenci kalian karena Siauw-lim-pai bukan pemberontak.
Mari kita bekerja sama untuk menangkap pemberontak itu,
lo-suhu."
Di dalam hatinya In Kong Thai-su sama sekali tidak suka
kalau diharuskan bekerja sama dengan pemerintah Mancu,
akan tetapi untuk menolak secara terang-terangan dia
merasa tidak enak. Apalagi perwira itu mengulurkan tangan
untuk bantu menyelidiki dan menangkap pembunuh itu.
Maka dia lalu merangkap kedua tangan depan dada dan
berkata.
"Omitohud, terima kasih sekali atas maksud ciangkun
yang hendak membantu kami menyelidiki dan menangkap
pembunuh itu. Akan tetapi kami sendiri sudah mengambil
keputusan untuk melakukan penyelidikan sendiri."
"Baik kalau begitu, lo-suhu. Kalau kami mendapatkan
jejak, akan kami beritahukan kepada kalian, akan tetapi
sebaliknya kalau kalian menemukan jejak, harus
memberitahu kami agar kami dapat bertindak menangkap
pembunuh itu."
"Omitohud, baik, ciangkun," jawab In Kong Thai-su,
namun dalam hatinya dia mengambil keputusan untuk tidak
melibatkan pemerintah dalam urusan Siauw-lim-pai dengan
pembunuh itu. Bahkan Iri Kong Thai-su tidak
memberitahukan kepada Coa-ciangkun bahwa pembunuh
itu meninggalkan nama, yaitu Hek-tiauw Eng- hiong.
Tidak sampai sebulan kemudian, terjadi hal yang
menghebohkan di Kunlun- pai. Para tosu Kun-lun-pai
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mendengar pula akan pembunuhan sadis yang dilakukan
seorang bertopeng hitam terhadap orang-orang Siauw-limpai
di Lembah Huang-ho. Mereka bahkan mengirim utusan
untuk menyampaikan bela sungkawa.
Jilid X
Pada hari itu, Im Yang Seng-cu, ketua Kun-lun pai
sendiri, melakukan penelitian terhadap latihan para murid
Kun-lun pai. Tentu saja bukan dia sendiri yang melatih
karena Im Yang Seng-cu sudah berusia tujuhpuluh tahun
lebih. Yang para murid itu adalah dua orang sutenya yang
bernama Thian Hwat To-su dan Te Hwat To-su. Biarpun
tingkat kepandaian kedua orang tosu ini masih setingkat di
bawah ilmu kepandaiaii Im Yang Seng-cu, namun mereka
berdua sudah memiliki kepandaian yang tinggi.
lm Yang Seng-cu pagi itu duduk di atas bangku dan
melihat para murid sedang berlatih di bawah bimbingan
kedua orang sutenya itu. Mereka berlatih di luar asrama, di
dalam sebuah taman yang hawanya nyaman sekali. Para
murid itu terdiri dari laki-laki semua, dan mereka
melepaskah baju bagian atas. Kini dada dan punggung
mereka berkilat tertimpa sinar matahari karena mereka telah
mandi keringat berlatih di bawah sinar matahari pagi itu.
Ada tigapuluh orang murid yang berlatih dan Im Yang Sengcu
mengangguk-angguk puas melihat hasil latihan para
murid
Tiba-tiba terdengar suara orang, "Hah, begini saja ilmu
silat dari Kun-run pai ? Tidak sehebat nama besarnya!"
Tentu saja semua murid berhenti latihan dan semua
orang, termasuk Im Yang Seng-cu memandang ke arah
datangnya suara itu. Dan di sana, entah kapan dan dari
mana datangnya, telah berdiri seorang yang perawakannya
sedang. Orang itu memakai pakaian serba hitam, bahkan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mukanya ditutup sehelai kain hitam. Tentu saja semua
orang terkejut. Berita tentang kematian orang-orang Siauwlim-
pai oleh seorang bertopeng hitam masih hangat dalam
ingatan mereka dan kini muncul orang bertopeng hitam di
situ! Karena orang itu mencela ilmu silat K un- lun-pai,
tentu saja para murid, Kun-lun- pai menjadi marah.. Mereka
mengambil sikap menyerang, akan tetapi Thian Hwat To-su
mengangkat tangan menahan para muridnya dia bersama Te
Hwat To- su menghampiri orang bertopeng itu.
"Sobat, siapakah engkau dan ada keperluan apa engkau
datang ke tempat kami ini ?"
Si Kedok Hitam itu tertawa_ "Sebut saja aku Hek-tiauw
Eng-hiong! Aku kebetulan lewat dan melihat kalian berlatih
Untuk apa susah payah berlatih silat kalau tidak
dipergunakan sebagai mana mestinya? Apa kah kalian
berlatih silat hanya untuk pamer dan menakut-nakuti oring
saja ?"
"Sobat, apa maksudmu? Sejak dulu Kun lun pai memang
mengajarkan silat kepada semua murid untuk menjaga
kesehatan badan dan juga untuk membela diri, membela
kebenaran dan keadilan."
"Membela kebenaran dan keadilan? Ha-ha-ha, kalau
begitu, mengapa kalian tidak menentang pemerintah
penjajah Mancu? Seharusnya sebagai pendekar-pendekar
kalian harus menentang penjajah. Akan tetapi tidak, kalian
bahkan menjadi antek bangsa Mancu!"
"Tutup mulutmu!" bentak Te Hwat To-su. "Kami tidak
pernah menjadi antek Mancu!"
"Ha-ha-ha, orang yang tidak mau menentang penjajah
Mancu berarti menjadi antek Mancu. Akan tetapi, dengan
ilmu silat kalian yang rendah itu memang tentu saja kalian
takut terhadap penjajah Mancu."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Kata-katamu agaknya menghina dan mencari perkara,
sobat," kata Thian Hwat To-su. "Timbul pertanyaan kami
apakah engkau orangnya yang telah menyerang Siauw-limpai
dan membunuh belasan orang anggauta Siauw-limpai?"
"Ha-ha-ha..... bukan lain adalah antek Mancu dan aku
paling benci terhadap antek Mancu seperti kalian. Apakah
kalian menjadi marah dan semua muridmu akan mau
mengeroyokku? Silakan, aku tidak takut terhadap
pengeroyokan orang-orang pengecut macam kalian!"
Dua orang to-su itu tidak dapat menahan kemarahannya
lagi. Akan tetapi pada saat itu lm Yang Seng-cu berkata
dengan suara berwibawa, "Siancai! Tahan dulu dan
bersikaplah tenang, sute. Sobat muda, katakanlah terus
terang apa yang engkau kehendaki maka engkau berkunjung
ke sini? Apakah engkau datang hanya untuk menghina kami
tanpa sebab?"
"Aku datang untuk menantang Kun lun- pai karena Kunlun-
pai menjadi antek Mancu. Siapa yang memiliki ilmu
silat akan tetapi tidak menentang penjajah Mancu kuanggap
sebagai antek Mancu yang patut dibasmi. Engkau orang tua
tentulah lm Yang Seng-cu ketua Kun-lun-pai. Nah, aku
tantang engkau untuk mengadu ilmu! Kalau kalian mau
mengeroyokku, akupun tidak takut!"
"Siancai..... " I m Yang Seng- cu berseru, kaget dan heran.
Thian Hwa To-su segera berkata kepada ketua K un- I
un- pai itu. "Suheng, biarkan kami yang melawan orang
kurang ajar ini!"
Im Yang Sang- cu mengangguk. "Akan tetapi majulah
satu satu, jangan menggunakan pengeroyokan, itu tidak
sesuai dengan watak murid Kun-lun- pai!"
Te Hwat To-su sudah meloncat maju dan menantang si
Kedok Hitam. "Hek-tiauw Eng-hiong, pintolah lawanmu!"
tantangnya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Wah, engkau tidak akan mampu menandingi aku.
Biarlah Im Yang Sengcu sendiri yang maju," orang berkedok
itu mengejek.
"Jangan banyak cakap lagi, kalau memang berani
majulah!" Te Hwa To-su yang sudah marah sekali berkata
dengan lantang.
"Siapa takut padamu? Lihat seranganku!" Si Kedok Hitam
menyerang dan Te Hwat To-su terkejut melihat tangan yang
berubah menjadi hitam dan mengeluarkan asap hitam itu.
Dia mengelak dan balas menyerang dan mereka segera
saling serang dengan sengit.
Namun agaknya Te Hwat To-su memang bukan lawan
Hek- tiauw Eng- hiong. Baru tigapuluh jurus mereka saling
serang dan ketika Hek-tiauw Eng- hiong membentak dan
memukul, tamparan tangan kirinya sudah mengenai dada
to-su itu.
"Bukk...... !" Te Hwa To-su terpental dan roboh tak
berkutik lagi. Bajunya bagian dada robek dan tamparan itu
mengenai dada meninggalkan bekas tapak tangan hitam!
Thian Hwa To-su marah sekali. Sekali pandang saja
tahulah dia bahwa sutenya telah tewas. Dengan pedang di
tangan dia melompat ke depan dan membentak, "Manusia
keji, keluarkan senjatamu!"
"Ha-ha-ha, untuk melawanmu aku tidak perlu
menggunakan senjata. Pakailah pedangmu untuk
menyerang aku!" Si Kedok Hitam menantang. Mendengar
tantangan ini Thian Hwa To-su tidak dapat menahan
kemarahannya lagi.
"Lihat pedang!" Dia berseru dan secepat kilat pedangnya
sudah menyambar ke arah leher Si Kedok Hitam. Akan tetapi
dengan gerakan yang ringan dan gesit sekali, Si Kedok Hitam
sudah dapat mengelak mundur dan begitu pedang
menyambar luput, dia sudah melangkah maju lagi dan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
merigirim pukulan dengan tapak tangan terbuka ke arah
dada Thian Hwa To-su. Maklum betapa ampuhnya pukulan
itu, pukulan yang telah menewaskan sutenya, Thian Hwa
To-su mengelak sambil membahat ke arah tangan yang
memukul itu. Akan tetapi Hek-tiauw eng hiong menarik
kembali tangannya dan setelah sabatan pedang lewat, dia
memukul lagi sampai tiga kali secara beruntun. Thian Hwa
To-su terdesak dan memutar pedangnya melindungi dirinya,
akan tetapi sebuah tendangan dari samping mengenai
pinggangnya dan 'Thian Hwa To-su terhuyung-huyting.
Melihat lawan sudah terhuyung, Si Kedok Hitam
menyusulkan pukulan. Thian Hwa To-Su menangkis dengan
pedangnya, akan tetapi tangan yang memukul itu
menyambut dan menjepit pedang! Pedang itu terjepit jari-jari
tangan Si Kedok Hitam, tidak mampu ditarik kembali dan
tiba-tiba tangan kanan Si Kedok Hitam menyambar dengan
tamparannya yang mengenai pelipis Thian Hwa To-su.
"Plakk!" Thian Hwa To-su terpelanting dan roboh tak
dapat bergerak lagi.
"Siancai..... !" Im Yang Seng-cu berseru dan tubuhnya
melayang maju. Maksudnya hendak menolong Thian Hwa
To-Su akan tetapi dia sudah terlambat. Melihat tosu tua itu
melayang datang, Si Kedok Hitam menyambutnya dengan
pukulan Hek-tok-ciang yang ampuh itu. Im. Yang Seng-cu
menyambut dengan dorongan tangan kanannya pula.
"Wuuutitittt ...... plakk!!" Dua telapak tangan bertumbuk
di udara dan akibatnya, kedua orang itu lama-sama
terpental sampai dua meter lebih.
Im Yang Seng-cu menahan napas dan merasa dadanya
nyeri. Akan tetapi dia menahan dirinya sehingga tidak
tampak terpengaruh pukulan. Sebaliknya, Si Kedok Hitam
juga merasa betapa dadanya nyeri, tanda bahwa dia sudah
terluka dalam. Melihat lawannya kelihatan tidak apa- apa,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
hatinya menjadi kecut dan tanpa banyak cakap sekali
berkelebat Si Kedok Hitam lenyap dari tempat itu.
Setelah Si Kedok Hitam pergi, barulah Im Yang Seng-cu
terhuyung. Beberapa orang muridnya melompat maju dan
memapahnya memasuki kuil dan merebahkannya di dalam
kamarnya. Im Yang Seng- cu telah menderita luka dalam
yang cukup parah, akan tetapi untung nyawanya masih
dapat tertolong dengan minum obat luka dalam yang ampuh
dari Kun-lun- pai.
Berita tentang serangan Hek- tiauw Eng- hiong ke Kunlun-
pai ini segera tersiar luas. Dunia kang-ouw mengetahui
bahwa seorang pendekar muda yang baru, berjuluk Hektiauw
Eng- hiong dan selalu mengenakan topeng hitam,
memusuhi partai- partai persilatan besar, bahkan
melakukan pembunuhan di kuil Siauw-lim-si dan juga di
Kun-lun- pai.
Gegerlah dunia kang-ouw dan para pendekar yang
merasa marah atas perbuatan Hek-t iauw Eng-hiong, ikut
pula melakukan penyelidikan untuk mencari Pendekar
Rajawali Hitam itu.
Karena dalam penyerangan terhadap Siauw-lim- pai
maupun Kun-lun- pai itu Si Kedok Hitam menggunakan
pukulan yang meninggalkan bekas tapak tangan hitam,
semua orang kang- ouw menduga bahwa Si Kedok Hitam itu
tentulah anggauta Keluarga Cia yang terkenal mempunyai
ilmu Hek-tok-ciang (Tangan Racun Hitam)!
-oo(mch)oo-
Tin Han yang meninggalkan Hongsan berlari cepat
meninggalkan gunung itu. Hatinya terasa nyeri dan pedih.
Bukan saja lamarannya ditolak, bahkan dia diusir dan
dihina oleh ibu kandung Lee Cin! Kalau saja tidak teringat
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kepada gadis yang dicintanya itu, tentu dia sudah
menantang Ang-tok Mo-li untuk mengadu kepandaian.
Dengan wajah sebentar merah sebentar pucat dia lari ke
arah timur Akhirnya dia berhenti di bawah sebatan pohon
besar. Karena merasa hatinya terganggu dan semangatnya
lemah, dia lalu duduk bersila di bawah pohon itu untuk
menghimpun hawa murni menenangkan hatinya. Dia kini
dapat berpikir dengan tenang dan tampaklah kenyataan
olehnya bahwa tuduhan Ang-tok Mo-li itu tidak terlalu salah.
Wanita itu pernah bentrok dengan neneknya agaknya masih
mendendam karena bentrokan itu dan menganggap Keluarga
Cia sebagai musuhnya. Tentu saja ia tidak membiarkan
puterinya menikah dengan anggauta keluarga yang menjadi
musuhnya. Apalagi kalau diingat betapa neneknya selama
ini bertindak salah bersekutu dengan para tokoh sesat. Dia
menghela napas panjang. Dia merasa sihan kepada Lee Cin.
Bagaimana dengan gadis itu? Dia tahu bahwa Lee Cm amat
mencintanya seperti juga dia mencinta gadis itu. Akan tetapi
kalau ibunya, menentang keras perjodohan mereka, apa
yang dapat mereka lakukan? Dia membayangkan betapa
sedihnya hati Lee Cin. Dia juga menyesali perbuatanuya
sendiri bahwa dahulu pernah dia menyerang dan melukai
Souw Tek Bun, ayah gadis itu. Biarpun pendekar itu tidak
mengandung sakit hati dan telah memaafkannya, akan
tetapi isterinya tidak mau memaafkannya dan bahkan
membencinya.
"Cin- moi,..... kasihan..... engkau...... Dia bangkit berdiri
dan menghela napas panjang kembali. Akan tetapi dia
percaya bahwa jodoh, seperti kelahiran dan kematian,
berada dalam Tangan Tuhan. Kalau memang dia berjodoh
dengan Lee Cin, tentu terbuka jalan bagi dia dan Lee Cin
untuk menjadi suami isteri. Akan tetapi kalau Tuhan
menghendaki lain, apa dayanya? Dia hanya menyerah atas
kehendak Tuhan. Kepercayaan dan penyerahan ini
menenangkan batinnya Dan dia mulai melihat cerahnya
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sinar matahari lagi. Tidak perlu membenamkan diri dalam
kedukaan. Berlarut-larut dalam kedukaan hanya akan
melemahkan batinnya, memadamkan semangatnya. Dia
harus berani menghadapi segala kenyataan, betapapun
pahit..... dan tidak enaknya kenyataan itu.
"Tin Han, engkau bukan seorang anak yang cengeng!"
demikian dia mencela dirinya sendiri dan mulailah wajahny
bersinar dan berseri kembali, pandang matanya tidak
muram seperti tadi. Sinar harapan memancar lagi dari
pandang matanya. Tidak, dia tidak boleh putus harapan.
Bagaimanapun jugs, yang penting dia dan Lee Cin saling
mencinta dan tidak ada apapun juga di dunia ini yang dapat
mengubahnya.
Dengan sikap begini, Tin Han dapat melanjutkan
perjalanannya merantau dan di manapun dia berada, selalu
dia mengulurkan tangan untuk membela orang-orang yang
tertindas dan menentang orang-orang jahat.
Dua bulan telah lewat dan pada suatu hari, tibalah dia
menjelang senja sebuah dusun. Ketika dia memasuki dusun
itu, terdengar suara ribut-ribut orang berseru minta tolong
dan ada yang mengaduh-aduh. Mendengar ini, Tin Han
cepat melepaskan pakaian luarnya dan sebagai Hek-tiauw
Eng-hiong dia lalu berlari cepat memasuki dusun itu.
Setibanya di tengah dusun, kemarahan hatinya melihat
belasan orang laki-laki yang bertampang serem sedang
melakukan perampokan, pemukulan dan ada pula dua
orang yang sedang menyeret seorang gadis manis sambil
tertawa-tawa. Perampokan! Tin Han marah sekali.
Betapa jahatnya orang-orang itu, merampok penduduk
dusun! Dengan hati panas dia melompat ke arah dua orang
yang menyeret gadis itu, tangannya bergerak dua kali dan
dua orang itu terpelanting roboh. Dua kali tendangan
menyusul membuat mereka berdua tidak mampu bangkit
berdiri lagi, hanya mengaduh-aduh kesakitan.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Para perampok yang melihat kejadian ini, tentu saja
menjadi marah sekali. Dengan golok di tangan mereka
menyerbu menyerang Hek-tiauw Eng-hiong, dipimpin oleh
seorang yang bertubuh tinggi besar dan mukanya penuh
brewok. Hek- tiauw Eng-hiong tahu bahwa tentu si tinggi
besar brewokan ini yang menjadi kepala perampok itu, maka
melihat kepala rampok itu mengayunkan golok besar ke
arahnya, dia menyambut dengan tamparan tangan kiri yang
mengenai pundak kanan kepala perampok itu.
"Krekk!" Tulang pundak itu patah dan golok besar itupun
terlepas dari tangan. Sebuah tendangan memmembuat
tubuh kepala perampok itu terjengkang dan terbanting
jatuh. Anak buah perampok yang belasan oran jumlahnya
lalu mengeroyok Hek-tiau Eng-hiong akan tetapi Pendekar
Rajawali Hitam itu mengamuk, tamparan dan tendangannya
tentu mengenai seorarang lawan dan membuatnya roboh.
Dalam waktu yang singkat saja, belasan orang perampok itu
sudah roboh semua. Melihat betapa para perampok sudah
roboh tak berdaya, mengamuklah para penduduk dusun.
Dengan senjata seadanya mereka menghujani para
perampok dengan pukulan dan tusukan. Para perampok
tdak mampu melawan lagi dan banyak di antara mereka
tewas oleh amukan penduduk dusun itu.
Terdengar derap kaki kuda. Lima orang laki-laki
memasuki dusun itu dan melihat penduduk dusun
mengamuk, mereka berseru, "Hentikan! Apa yang telah
terjadi di sini?"
Mereka adalah lima orang yang berpakaian ringkas
sebagai pendekar, derigan pedang di punggung mereka dan
tampak gagah perkasa. Usia mereka antara tigapuluh
sampai empatpuluh tahun.
"Mereka adalah perampok-perampok dan beruntung kami
ditolong oleh Enghiong (pendekar) ini!" kata penduduk imbil
mending ke arah Hek- tiauw Eng-hiong.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Hek-tiauw Eng-hiong!" lima orang itu berseru ketika
mereka melihat Pendekar Rajawali Hitam dan segera mereka
berlompatan turun dari atas kuda mereka. Seorang di antara
mereka menambatkan kuda-kuda mereka itu di batang
pohon, sedangkan yang empat orang sudah menghampiri Tin
Han. Tin Han tidak mengenal mereka dan dia merasa heran
bahwa lima orang itu mengenal nama julukannya. Mungkin
juga, pikirnya. Di mana-mana dia telah meninggalkan nama
julukan itu kalau memperkenalkan diri dan karena dia
berpakaian dan bertopeng hitam sehingga mudah di kenal
oleh lima orang ini.
"Engkau Hek-tiauw Eng-hiong!" berkata seorang di antara
mereka yang bertubuh jangkung dan matanya tajam.
Pendekar Rajawali Hitam mengangkat kedua tangan
depan dada dan berkata, "Benar, saya Hek-tiauw Eng-hiong.
Saya melihat belasan orang perampok ini sedang menyerang
penduduk, maka saya lalu turun tangan membantu para
penduduk."
Akan tetapi, jawaban Hek-tiauw Eng-hiong ini disambut
dengan pencabutan pedang oleh lima orang itu.
"Hek-tiauw Eng-hiong!" bentak orang kurus itu sambil
menudingkan pedangnya ke arah muka Tin Han. "Sudah
lama kami mencarimu untuk membuat perhitungan atas
perbuatanmu! Bersiaplah tintuk melawan kami!"
Tin Han tertegun, heran dan terkejut mendengar
tantangan itu.
"Eh, apa artinya ini? Mengapa cu-wi (anda sekalian)
menantangku?"
"Hek-tiauw Eng-hiong, seorang laki-laki harus berani
mempertanggung-jawabkan perbuatannya!"
"Nanti dulu, sobat. Perbuatanku yang mana harus
kupertanggung-jawabkan?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Masih berpura-pura? Engkau telah membunuh dua
orang paman guru kami dan masih pura-pura tidak tahu
akan dosamu? Hayo para sute, serang dan bunuh keparat
ini!" teriak si jangkung marah dan iapun sudah
menggerakkan pedangnya untuk menyerang, diikuti oleh
empat orang sutenya dan lima orang itu menghujankan
serangan pedang mereka kepada Tin Han.
Tin Han terkejut sekali mendengar tuduhan itu. "Tahan
dulu, aku tidak melakukan pembunuhan itu!" katanya
sambil mengelak, akan tetapi lima orang pengeroyoknya
tidak memperdulikan seruannya dan menyerang semakin
hebat. Lima orang itu adalah murid- murid Kun-lun- pai
tingkat atas, maka ilmu pedang mereka sudah lihai sekali.
Tin Han menggunakan kecepatan gerakan tubuhnya untuk
mengelak dan meloncat ke sana sini. Dia tidak mau
membalas karena maklum bahwa mereka itu adalah
pendekar-pendekar Kun- lun-pai yang entah bagai mana,
menuduhnya sebagai pembunuh dua orang paman guru
mereka. Karena mereka tidak mau mendengar kata- kata
punyangkalannya, diapun bergerak cepat, melompat jauh
dan berkelebat lenyap dari depan mereka. Lima orang itu
bersiap mengejarnya, akan tetapi bayangannya telah
berkelebat cepat sekali.
"Mari kita kejar!" teriak si jangkung dan mereka lalu
berlompatan ke atas punggung kuda mereka dan
membalapkan kuda melakukan pengejaran ke arah
lenyapnya bayangan hitam tadi. Namun, Hek-tiauw Enghiong
tidak dapat mereka kejar karena sudah lenyap entah
kemana.
Sementara itu, orang-orang dusun menjadi bengong
terheran- heran melihat penolong mereka tadi di keroyok
oleh lima orang pendekar itu. Mereka tidak berani
mencampuri dan setelah mereka semua pergi, para
penduduk lalu mengurus mayat- mayat perampok yang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mereka keroyok. Ada tujuh orang perampok yang tewas dan
sisanya melarikan diri cerai berai. Biarpun tadi mereka
melihat betapa Hek-tiauw Eng-hiong dikeroyok para
pendekar yang menuduhnya melakukan pembunuhan,
namun orang- orang dusun itu tetap menjunjung nama Hektiauw
Eng-hiong sebagai tuan penolong mereka.
Tin Han cepat mengenakan pakaian luarnya yang
menutupi pakaian hitam itu dan melanjutkan perjalanan.
Dia melihat lima orang murid Kun-lun- pai tadi
membalapkan kuda mereka melewatinya, namun mereka
tidak mengenalnya.
Maka mengertilah Tin Han bahwa yang mereka musuhi
dan sangka sebagai pembunuh dua orang paman guru
mereka di Kun-lun-pai adalah Hek-tiauw Eng-hiong dan
bukan Cia Tin Han.
Ini tentu fitnah, pikirnya. Dia tidak merasa pernah
membunuh dua orang tokoh Kun-lun-pai! Baik sebagai Tin
Han maupun sebagai Hek-tiauw Eng-hiong. Kalau benar
seperti tuduhan lima orang pendekar Kun-lun-pai tadi
bahwa Hek-tiauw Eng-hiong membunuh dua orang tokoh
Kun-lun-pai, maka yang melakukannya itu jelas orang lain
yang mengaku sebagai Hek-tiauw Enghiong! Ada orang yang
memalsukannya! Dia harus menyelidiki hal ini sampai
tuntas. Dia harus membuktikan bahwa bukan Hek-tiauw
Eng-hiong yang melakukan pembunuhan itu melainkan
orang yang menyamar sebagai Hek-tiauw Eng-hiong.
Namanya sedang dibikin buruk orang. Dan tidak sukar
baginya untuk menebak siapa orang yang telah memalsukan
namanya melakukan pembunuhan. Tentu seorang di antara
mereka yang pernah bentrok dengan Hek-tiuw Eng-hiong.
Siapakah mereka itu? Tin Han mengingat-ingat. Banyak
tokoh sesat yang pernah berurusan dengan Hek-tiauw Enghiong.
Paling akhir dia membebaskan Lee Cin dari tangan
Yauw Seng Kun dan Ban-tok Mo-li sebagai Hek-tiauw Eng-
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
hiong. Dua orang itu tentu sakit hati terhadap Pendekar
Rajawali Hitam.
Siapa lagi yang pernah ditentang Si Rajawali Hitam? Dia
mengingat-ingat. Thian Te Mo-ong dan kawan-kawannya
seperti Hek-bin Mo-ko dan Sin-ciang Mo-kai yang pernah
membantu pemberontakan dan menawan Song Thian Lee
dan Lee Cin, kemudian juga gerombolan kaum sesat itu dia
tentang ketika dia membantu Song Thian Lee dan isterinya
yang diserbu mereka. Jelaslah, tentu se orang di antara
golongan sesat itu yang kini membikin pembalasan secara
licik dan curang, yaitu dengan menyamar sebagai Hek- tiauw
Eng-hiong melakukan pembunuhan terhadap dua orang
tokoh Kun-lun-pai. Apa maksud mereka? Tentu untuk
mengadu domba! Biar Hek-tiauw Eng-hiong dimusuhi para
pendekar!
"Jahat, curang dan keji sekali mereka!" gerutu Tin Han
sambil mengepal tinju. Akan tetapi dia yang menyamar
sebagai Hek- tiauw Eng-hiong tentulah orang yang memiliki
ilmu kepandaian tinggi. Siapakah di antara mereka yang
memiliki ilmu yang tinggi? Ilmu kepandai an Yauw Seng K
un, Ban-tok Mo-li, Thian- te Mo-ong, Hek-bin Mo- ko,
Sinciang Mo-kai dan lain-lainnya itu biarpun sudah cukup
tinggi, namun kiranya belum cukup untuk berani
membunuh dua orang tokoh Kun-lun-pai. Agaknya hanya
Siang Koan Bhok yang mungkin berani melakukan hal itu.
Akan tetapi Siang Koan Bhok adalah seorang datuk besar.
Maukah dia merendahkan diri sampai sedemikiati rupa,
menggunakan cara yang licik dan curang untuk
menjatuhkan nama Hek-tiauw Eng- hiong? Pula, Siang Koan
Bhok pernah bertempur dengannya dan dia kalahkan. Akan
tetapi ketika itu dia mengalahkannya sebagai Cia Tin Han,
bukan sebagai Pende kar Rajawali Hitam.
Tin Han melamun sambil melanjutkan perjalanannya
menuju ke timur.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Dia memasuki propinsi Ho-nan dan ketika dia tiba di
kaki pegunungan Sung-san, tiba-tiba dari belakangnya
terdengar derap kaki banyak kuda. Makin lama suara itu
semakin gemuruh dan ternyata yang lewat adalah pasukan
yang jumlahnya tidak kurang dari duaratus orang! Dia
minggir dan mengintai dari balik batang pohon. Pasukan itu
di pimpin oleh seorang panglima dan yang menunggang
kuda paling depan, dekat sang panglima adalah orang-orang
berpakaian biasa, orang-orang kang-ouw yang wajahnya
bengis dan kasar. Dari lagak dan pakaiannya saja Tin Han
dapat menduga bahwa belasan orang itu adalah orang-orang
kang-ouw dan bukan golongan pendekar, melainkan lebih
mirip golongan sesat! Bagaimana pula ini ? Orang-orang
golongan sesat pergi bersama pasukan pemerintah? Dia lalu
teringat akan gerakan yang dilakukan panglima kerajaan
yang mengadakan pertemuan rahasia dengan Thian-te Moong
dan kawan-kawannya. Benar, kini orang-orang kangouw
golongan sesat sudah bekerja sama, atau dipergunakan
oleh pasukan pemerintah Mancu untuk memusuhi para
pendekar dan patriot!
Ke manakah rombongan ini hendak pergi? Tin Han
tertarik sekali dan diam-diam dia mengikuti rombongan
berkuda itu. Mereka mendaki bukit kecil di kaki pegunungan
Sung-san dan memasuki sebuah hutan. Agaknya para tokoh
kang-ouw itu menjadi petunjuk jalan karena mereka yang
kini berjalan di depan. Tak lama kemudian, tibalah mereka
di sebuah perkampungan baru dan segera terjadi
pertempuran ketika dari perkampungan itu muncul puluhan
orang yang segera menyerang begitu melihat rombongan
pasukan pemerintah.
"Hancurkan anjing-anjing Mancu!" teriak mereka.
"Basmi penjajah Iaknat!"
Tin Han melihat betapa beberapa orang dari para
penyerang itu memakai baju yang ada gambarnya sebatang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
teratai putih, maka tahulah dia bahwa mereka itu adalah
para anggauta Peklian-pai (Perkumpulan Teratai Putih) yang
terkenal sebagai sebuah di antara perkumpulan yang anti
pemerintah Mancu. Tin Han hanya tinggal diam saja. Dia
tidak ingin terlibat. Kalau dulu, tentu mendiang neneknya
akan membantu pihak Pek-lian-pai karena bagi neneknya
itu, sebelum sadar menganggap bahwa siapa yang
menentang pemerintah penjajah Mancu adalah sekutunya,
sebaliknya siapa yang menentang penjajah adalah
musuhnya. Akan tetapi dia menentang pendirian itu. Peklian-
pai memang terkenal sebagai pemberontak yang gigih,
akan tetapi merekapun terkenal sebagai golongan sesat yang
tidak segan-segan mengganggu rakyat jelata. Perjuangan
mereka berpamrih demi kesenangan diri pribadi, merebut
kekuasaan untuk berganti menjadi penguasa, bukan
sekedar membebaskan rakyat jelata dari penindasan kaum
penjajah. Karena ini, melihat pertempuran itu, Tin Han
tinggal diam saja, hanya menonton dari jauh. Dia naik ke
atas pohon yang tinggi dan dari situ dia dapat melihat
pertempuran itu. Pihak Pek-lian-pai ternyata hanya
berjumlah kurang dari seratus orang, maka menghadapi
pasukan pemerintah yang duaratus orang jumlahnya itu,
mereka kewalahan. Apa lagi di pihak pemerintah terdapat
orang-orang kangouw yang lihai.
Dalam waktu satu jam saja mereka sudah lari kalang
kabut, meninggalkan teman yang mati atau terluka. Dan Tin
Han menyaksikan pembantaian yang kejam. Pasukan
pemerintah itu seperti berpesta pora membacoki tubuhtubuh
para pemberontak itu sehingga mereka yang terluka
tewas pula dalam keadaan mengerikan. Kemudian pasukan
itu merampok semua barang berharga yang ditinggalkan
pemberontak, lalu membakar perkampungan baru yang
menjadi sarang Pek-lian-pai itu. Bau sangit menusuk hidung
ketika pasukan itu melempar-lemparkan semua mayat itu ke
dalam api yang sedang berkobar melahap rumah-rumah
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kayu itu. Setelah semua rumah bernyala, pasukan itu
meninggalkan sarang Pek-lian-pai sambil bersorak gembira
karena kemenangan. Kemenangan selalu membuat pasukan
bergembira, lupa akan kawan-kawan yang tewas dalam
pertempuran.
Tin Han menyaksikan ini semua dan dia menghela napas.
Perang memang kejam. Manusia saling memburruh tanpa
sebab pribadi. Mereka itu tidak saling kenal, akan tetapi
saling membunuh dengan kejamnya. Dan dia maklum
bahwa pemberontakan-pemberontakan itu tidak akan
berhasil karena mereka tidak didukung rakyat.
Pemberontakan harus didukung seluruh rakyat, baru ada
harapan akan berhasil baik. Kalau hanya pemberontakan
kecil-kecilan itu, bagaimana akan mampu menandingi
kekuatan pasukkan Mancu yang besar ?
Setelah pasukan Pancu yang lewat di bawah pohon besar
di mana dia bersembunyi dan menonton pertempuran itu
pergi jauh, Tin Han turun dari pohon.
Dia lalu menuruni bukit itu. Dari jauh api yang
membakar perkampungan itu masih tampak asapnya dan
dia menghela napas, teringat akan keadaan dirinya. Dia baru
saja mengalami himpitan batin karena terpaksa harus
berpisah dari Lee Cin yang dicintanya, bahkan terpaksa
harus meninggalkan gadis itu dengan hati terluka, ditolak
dan diusir oleh ibu gadis itu. Belum juga luka di hatinya itu
berkurang nyerinya, tiba-tiba saja dia dikeroyok lima orang
pendekar Kun-lun-pai yang menuduhnya telah membunuh
dua orang tokoh Kun-lun- pai sebagai Hek-tiauw Eng-hiong!
Di mana letak kesalahan ini? Jelaslah -bahwa ada orang
menyaru sebagai Hek-tiauw Enghiong melakukan
pembunuhan itu untuk menjatuhkan nama Hek-tianw Enghiong,
agar pihak Kun-lun-pai memusuhinya.
Tiba-tiba dia teringat. Dia berada di daerah pegunungan
Sung-san. Bukankah pusat Siauw-lim-pai berada di kaki
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Gunung ini? Dia tahu bahwa Siauw-lim-pai merupakan
pusat yang melahirkan banyak pendekar yang kenamaan
dan para pendekar Siauw-lim-pai tidak ada yang pernah
menjadi antek Mancu. Mungkin para tokoh Siauw-lim-pai
dapat memberi penjelasan kepadanya tentang Hek-tiau Enghiong
yang dituduh membunuh dua orang tokoh Kun-lunpai
dan menceritakan apa sebetulnya yang terjadi. Setelah
mengambil keputusan demikian, Tin Han melanjutkan
langkahnya untuk mencari sebuah dusun di mana dia dapat
bertanya di mana adanya kuil Siauw-limi yang tersohor itu.
-oo(mch)oo-
Pemuda itu tampan dan gagah, tubuhnya sedang dan
gerak geriknya lembut, pakaiannya juga indah seperti
seorang kong-cu (tuan muda), di pinggangrya terselip
sebatang suling perak. Pemuda itu adalah Cia Tin Siong.
Seperti diketahui, setelah keluarga Cia berpencar,. Tin Siong
melakukan perjalanan seorang diri. Dalam perjalanannya itu
dia selalu bertindak seperti seorang pendekar yang menolong
mereka yang tertindas dan menentang kejahatan dengan
gagah perkasa.
Pada suatu hari, ketika, dia melakukan perjalanan
melalui sebuah lereng bukit, dia melihat seorang laki-laki
berusia limapuluhan tahun dan seorang gadis cantik berusia
delapanbelas tahun sedang dikeroyok oleh belasan orang
perampok yang ganas. Para perampok itu semua
menggunakan golok besar dan laki-laki dan gadis yang
dikeroyok itu menggunakan sebatang pedang. Biarpun lakilaki
setengah tua dan gadis itu memiliki ilmu pedang yang
baik, yang menurut penglihatan Tin Siong adalah ilmu
pedang dari Bu-tong-pai, namun pengeroyokan belasan
orang perampok itu membuat mereka terdesak hebat. Para
perampok itu memiliki ilmu golok yang cukup baik dan
karena jumlah mereka jauh lebih besar maka kini mereka
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mengepung dengan ketat dan agaknya dua orang itu tidak
akan mampu bertahan lebih lama lagi. Melihat ini, mudah
saja bagi Tin Siong untuk membantu pihak yang mana. Lakilaki
dan gadis itu adalah murid-murid Bu-tong-pai, tentu
mereka. tergolong pendekar dan melihat sikap para
pengeroyok itu, mudah diduga bahwa mereka adalah
golongan sesat yang melakukan pengeroyokan dengan kasar
dan curang.
Tin Siong tidak merasa ragu lagi untuk membantu pihak
mana. Dia mencabut suling peraknya dan segera melompat
dan terjun ke dalam pertempuran itu, menggunakan suling
peraknya untuk menyerang para pengeroyok. Dua orang
pengeroyok roboh oleh totokan sulingnya dan seorang lagi
roboh oleh tamparan tangan kirinya yang menggunakan
Hektok-ciang. Masuknya pemuda ini dalam pertempuran
dan dalam waktu singkat telah merobohkan tiga orang, para
perampok menjadi gentar dan kacau sehingga pria dan gadis
itu juga dapat merobohkan masing-masing dua orang.
Kembali Tin Siong menampar dan seorang perampok roboh
terkena hantaman di bagian dadanya. Melihat ini, sisa para
perampok lalu kabur melarikan diri cerai berai.
Pria itu tidak mengejar para perampok, melainkan
menghadapi Tin Siong dan mengangkat kedua tangan
memberi hormat lalu berkata, "Si-cu, saya Kwe Ciang dan
anak saya Kwe Li Hwa menghaturkan terima kasih atas
bantuan Bagaimana si-cu dapat mengetahui bahwa kami
ayah dan anak diserang segerombolan orang jahat dan
datang membantu?"
"Tidak perlu berterima kasih dan bersikap sungkan,
paman. Tadi ketika saya kebetulan lewat dan melihat kalian
berdua dikeroyok, memang saya merasa bimbang untuk
berpihak yang mana karena kesemuanya tidak saya kenal.
Akan tetapi saya mengenal ilmu pedang paman dan adik ini
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sebagai ilmu pedang Bu-tong-pai, maka saya tidak ragu lagi
siapa-yang hares saya bantu."
"Bagus, ternyata pandangan sicu jauh dan bijaksana.
Sicu yang begini lihai dan berilmu tinggi, siapakah nama
sicu dan dari perguruan manakah?"
"Nama saya Cia Tin Siong, paman, dan saya mempelajari
ilmu silat dari keluarga saya sendiri."
Pria itu tampak terkejut dan memandang kepada Tin
Siong dengan penuh perhatian. "Keluarga Cia di Hui-cu?'
Setelah bertanya demikian, pria yang bernama Kwe Ciang
itu memandang ke arah dua orang perampok yang roboh
dan tewas terkena tamparan tangan kiri Tin Siong. Dia
melihat tanda tapak tangan hitam di dada dan leher dua
orang perampok itu dan dia lalu meloncat mundur sambil
menarik tangan puterinya untuk mundur menjauhi Tin
Siong.
"Jadi engkau ini Hek-tiuw Enghiong yang telah
membunuh banyak pendeta Siauw-lim-pai dan dua orang
tosu Kun-lun-pai?" Kwe Ciang dan puterinya mundur dan
dia memegang tangan puterinya lalu berkata, "Li Hwa, mari
kita cepat pergi dari sini!" Dia lain menarik tangan anaknya
diajak berlari cepat meninggalkan Tin Siong.
"Paman, tunggu...... !" Tin Siong yang terheran-heran
memanggil, akan tetapi mendengar panggilan ini Kwe Ciang
dan puterinya berlari semakin cepat.
Tin Siong memandang ke arah mayat para perampok,
lalu memandang dua orang yang sudah berlari jauh itu, dan
mengangkat kedua pundaknya. "Heran, watak orang-orang
kang- ouw memang aneh sekali." Akan tetapi dia pergi dari
situ dengan alis berkerut dan memutar otaknya. Hek- tiauw
Eng-hiong. Bukankah itu julukan yang di pakai adiknya Cia
Tin Han? Akan tetapi orang she Kwe tadi mengatakan bahwa
Hek-tiauw Eng- hiong telah membunuhi banyak pendeta
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Siauw- lim- pai dan orang tosu Kun- lun-pai ? Apa artinya
ini ?
Dia harus selidiki hal ini. Rasanya tidak mungkin kalau
Tin Han membunuhi orang Siauw- lim- pai dan K un- lunpai.
Kebetulan sekali dia berada tidak jauh dari pusat Siauwlim-
pai. Pegunungan Sung-san tampak di depan, maka dia
segera menuju ke Gunung Sung- san. Dia harus mendatangi
sendiri Siauw-lim-pai dan bertanya tentang berita itu. Dia
harus membela nama baik adiknya, dan juga nama baik
Keluarga Cia. Akan tetapi yang mengherankan hatinya, bagai
mana Kwe Ciang tadi tahu bahwa Hek tiauw Eng- hiong
adalah keluarga Cia, apakah mungkin karena pukulan Hektok
ciang itu? Tin Siong adalah seorang pemuda yang cerdik,
maka dia dapat mengambil kesimpulan yang tepat. Namun
ada kekecewaan besar di dalam hatinya. Dia telah melihat
Kwe Li Hwa tadi dan hatinya terpikat. Gadis itu dalam
pandang matanya demikian cantik jelita dan serba
menawan. Sayang ayah gadis itu menuduhnya yang bukanbukan
sehingga dia tidak mempunyai kesempatan untuk
berkenalan dengan Li Hwa. Sebetulnya, dia tidak dapat
melupakan Lee Cin. Akan tetapi Tin Siong dapat menduga
bahwa gadis itu mempunyai hubungan cinta dengan Tin Han
dan dia tidak ingin mengganggu hubungan itu. Kini, melihat
gadis lain yang dalam pandangannya tidak kalah cantik
menarik diapun jatuh hati.
Tin Siong melakukan perjalanan cepat ke Gunung Sungsan.
Akan tetapi ketika dia tiba di sebuah lapangan rumput
yang luas di kaki pegunungan itu, tiba-tiba dia melihat lima
orang dengan cepat sekali beriari-lari dari depan. Ketika
mereka sudah tidak dekat, dengan girang dia mengenal
bahwa dua dari lima orang itu adalah Kwe Ciang dan Kwe Li
Hwa! Sedangkan yang tiga orang lagi adalah hwesio-hwesio
tua yang berkepala gundul dan memakai jubah longgar
berwarna kuning. Tiga orang hwe-sio tua itu semuanya
melangkah seenaknya namun gerakan mereka sedemikian
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
cepat dan ringannya sehingga Tin Siong mengerti bahwa
mereka adalah orang-orang yang berilmu tinggi. Dia melihat
betapa Kwe Ciang menuding-nudingkan telunjuknya ke
arahnya dan lima orang itu berlari menghampirinya. Tin
Siong berhenti melangkah dan menanti mereka tiba dekat di
depannya.
"Inilah, lo- suhu! Dia inilah Hek-tiauw Eng- hiong dari
Keluarga Cia!" kata Kwe Ciang.
Tin Siong mengamati tiga orang hwe-sio itu. Dia tidak
tahu bahwa tiga orang hwe-sio itu adalah tokoh- tokoh
Siauw-lim- pai yang terkenal. Mereka itu bukan lain adalah
In Kong Thai su yang bertubuh tinggi kurus, berusia
enampuluh lima tahun dan menjadi ketua Siauw-lim- pai
cabang Kwi- cu. 0rang kedua yang bertubuh gendut adalah
Hui San H we- sio, wakil ketua atau pembantu dari Seng
Thian Hwe-sio yang menjadi ketua pusat.
"Omitohud...... ...!” Kata In Kong Thai- su sambil
memandang kepada Tin Siong dengan penuh perhatian.
"Orang muda, engkaukah Hek- tiauw Eng-hiong? Dan
engkau seorang she Cia?"
Dengan tenang Tin Siong menjawab, "Benar, lo-suhu.
Saya bernama Cia Tin Siong, akan tetapi sama sekali saya
bukan Hek-tiauw Eng-hiong!"
"Omitohud..... Hek-tiauw Eng- hiong pasti dari keluarga
Cia dan andai kata bukan engkau orangnya, tentu engkau
tahu siapa dia. Dia telah membunuh banyak rekan pin-ceng
menggunakan ilmu pukulan Hek- tok-Ciang," lagi In Kong
Thai-su mendesak.
"Memang ada adik saya menggunakan nama julukan
Hek-tiauw Eng- hiong, akan tetapi tidak mungkin dia
membunuhi para hwei-sio Siauw-lim-pai. Adik saya seorang
pendekar patriot sejati, tidak mungkin memusuhi sesama
pendekar.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Bukti sudah cukup jelas. Pembunuh para rekan pinceng
adalah Hek-tiaw Eng-hiong dan melihat pukulannya
Hek tok-ciang jelas pula bahwa dia adala anggauta keluarga
Cia," kata Hui Sia Hwe-sio sambil tersenyum. "Kalau dia itu
adikmu, engkaupun harus bertanggung jawab, orang muda!"
Tin Siong mengerutkan alisnya. "Saya sengaja mencari
para lo-suhu untuk menjelaskan persoalan, akan tetapi samwi
lo-suhu malah tetap menuduh adik saya yang melakukan
pembunuhan, bahkan minta kepada saya untuk bertangung
jawab. Tidak ada alasannya sama sekali bagi adik saya
untuk membunuh para hwe-sio Siauw-lim-pai!"
"Omitohud..... !" In Kong Thai- su menggerakkan lengan
baju kirinya. "Siapa yang tidak mengenal Keluarga Cia. Yang
pernah bersekutu dengan pemberontak pasukan pemerintah
di timur dan bersekutu pula dengan kaum sesat di dunia
kang-ouw, bahkan dengan para bajak Jepang? Keluarga Cia
paling benci kepada mereka yang tidak mau ikut
memberontak dan menganggap mereka musuhnya! Maka
ada anehnya kalau Hek-tiauw Eng- hiong membunuhi para
hwe-sio di Siauw-lim-pai?"
"Terserah kalau sam-wi lo-suhu tidak percaya. Sekarang,
apa yang hendak sam- wi lakukan terhadap diri saya?"
"Omitohud, kami bukan orang-orang suka sewenangwenang.
Akan tetapi karena engkau adalah kakak dari Hektiauw
Eng-hiong, terpaksa engkau akan kami tawan agar
Hek-tiauw Eng-hiong sendiri mau datang mempertanggung
jawabkan perbuatannya."
"Saya tidak merasa bersalah, karena itu saya tidak mau
dijadikan tawanitn!"
"Omitohud, sudah pin-ceng sangka. Sicu tentu akan
melakukan perlawanan terhadap kami? Bagus, pin-ceng
hendak mencoba ilmu Hek-tok-ciang darimu!"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Setelah berkata demikian, In Kong Thai-su
menggerakkan lengan bajunya dan tubuhnya sudah
melompat ke depan Tin Siong.
"Orang muda she Cia, coba tunjukkan ilmumu yang telah
membunuh para rekan pin-ceng itu. Pergunakan Hek-tok
ciang untuk membunuh pin-ceng!"
"Saya tidak bermaksud untuk berkelahi. Akan tetapi
kalau lo-suhu memaksa, silakan maju!" tantang Tin Siong
yang sudah marah sekali. Dia merasa betapa para hwe-sio
ini terlalu mendesaknya.
"Bagus, lihat serangan pin-ceng, orang muda!" In Kong
Thai-su menggerakkan tangannya dan dia sudah menyerang
dengan gerakan yang tampaknya, lambat namun sebenarnya
cepat sekali dan mendatangkan angin yang kuat. Tin Siong
cepat mengelak dan balas menyerang. Tin Siong membela
diri dengan memainkan ilmu silat Keluarga Cia yang khas
dan In Kong Thai-su diam-diam kagum karena ilmu silat
pemuda itu sungguh termasuk ilmu silat tinggi. Juga dari
sambaran angin pukulan pemuda itu dia maklum bahwa Tin
Siong memiliki sin-kang yang cukup baik. In Kong Thai-su
bermaksud memaksa pemuda itu mengeluarkan Hek-tokciang
maka tiba-tiba dia mengubah serangannya. Kini dia
menggunakan It-yang-ci! Tentu saja Tin Siong menjadi repot
sekali menghindarkan diri dari serangan totokan yang
ampuh itu. Ketika ia sudah kepepet sekali, ketika sebuah
totokan meluncur ke arah pundaknya, dia cepat
menggunakan tangan kanannya menyambut dengan
pukulan telapak tangan Hek-tok-ciang. Hanya itu yang dapat
dia lakukan untuk menyelamatkan diri!
"Wuuuuutt..... tukk!" Jari tunggal In Kong Thai-su
bertemu dengan telapak tangan menghitam itu dan
akibatnya tubuh pendeta itu tergetar akan tetapi Tin Siong
terpelanting roboh.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Pada saat itu tampak berkelebatan bayangan hitam dan
di situ sudah berdiri Hek-tiauw Eng-hiong!
"Sam-wi lo-suhu, mengapa memaksa orang yang tidak
bersalah sama sekali? Ketahuilah bahwa Hek-tiauw
Enghiong adalah, saya dan saya tidak pernah membunuhi
para hwe-sio Siauw-lim-pai! Keluarga Cia sekarang telah
menjadi pejuang- pejuang patriot sejati, tidak mungkin
melakukan hal tercela itu!"
"Omitohud! Hek-tiauw Eng-hiong berani muncul sendiri,
ini menunjukkan kegagahannya. Akan tetapi kalau dia
mengingkari perbuatannya, itu merupakan tindakan
pengecut!" kata In Kong Thaisu.
Hek-tiauw Eng-hiong membantu Tin Siong bangun lalu
berkata lirih kepadanya. "Mundurlah, koko, biarkan aku
yang menyelesaikan urusan ini."
"In Kong Thai-su, sudah lama saya mendengar bahwa losuhu
adalah seorang tokoh Siauw-lim-pai yang bijaksana
dan berbudi mulia. Akan tetapi apa yang lo-suhu tuduhkan
ini hanya menunjukkan bahwa para hwe-sio Siauw-lim-pai
kurang cermat mengadakan penilaian. Saya percaya bahwa
yang muncul di Siauw-lim-pai dan membunuh para hwe sio
mungkin memakai pakaian dan kedok seperti saya, mengaku
pula sebagai Hek-tiauw Eng-hiong, akan tetapi apakah hal
itu sudah dapat dijadikan kepastian bahwa saya yang
melakukannya? Bagaimana kalau ada orang lain yang
menyamar sebagai saya dengan maksud untuk mengadu
domba antara Siauw-lim-pai dan Keluarga Cia? Sekali lagi
saya berani bersumpah bahwa saya tidak melakukan pem
bunuhan itu. "
"Hemm, Hek-tiauw Eng-hiong, bagaimana pula dapat
dibuktikan bahwa bukan engkau yang melakukan
pembunuhan itu?" tanya Hui San Hwe-sio sambil tersenyum
mengejek.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Kalau sam-wi lo-suhu tidak percaya, terserahlah. Lalu
apa yang hendak sam-wi lakukan?"
"Omitohud! Hek-tiauw Eng-hiong, kami bukan orangorang
yang suka main hakim sendiri. Selain membunuh
belasan orang anak murid Siauw-lim-pai, engkau juga telah
membunuh dua orang to-su Kun-lun-pai. Karena itu, kami
harus menangkapmu dan membawamu ke persidangan
pengadilan di depan Ketua kami dan Ketua Kun-lun-pai."
"Hemm, lo-suhu. Tentu saja saya tidak mau ditangkap
karena tidak merasa bersalah. Saya menawarkan tindakan
lain kalau lo-suhu setuju," kata Hek-tiauw Eng-hiong.
"Tindakan apa yang kautawarkan?" tanya In Kong Thaisu.
"Karena saya merasa betapa nama baik saya dicemarkan,
maka saya berjanji akan membantu para lo-suhu untuk
mencari sampai dapat orang yang membunuhi para hwe-sio
Siauw-lim-pai dan para t o-su Kun lun-pai dengan
menyamar sebagai saya. Berilah waktu dua bulan untuk
mencarinya, lo-suhu."
"Tidak! Jangan biarkan dia pergi, suheng. Kalau sekali
kita biarkan dia pergi, akan sukarlah untuk mencarinya
kembali," kata Hui Sian Hwe-sio kepada In Kong Thai-su.
"Omitohud! Kami tidak dapat menerima usulmu itu, Hektiauw
Eng-hiong. Kesalahanmu sudah jelas. Engkaulah,
yang telah melakukan pembunuhan-pembunuhan keji
dengan Hek-tok-ciang itu. Sekarang menyerahlah untuk
menjadi tawanan kami."
"Terpaksa saya menolak untuk ditangkap, lo-suhu."
"Bagus, sudah pin-ceng duga bahwa engkau tentu akan
menolak. Mari kita putuskan dengan sebuah pertandingan."
"Terserah kepada lo-suhu."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
In Kong Thai-su lain memasang kuda-kuda dan berseru.
"Awas terhadap serangan pin-ceng, Hek-tiauw Eng-hiong,"
"Silakan, lo-suhu!"
In Kong Thai-su lalu menerjang maju, mengirim pukulan
dengan ujung lengan bajunya. Tin Han tidak mengelak
melainkan menggerakkan jari-jari tangannya untuk
menyentil ujung baju yang menyambar ke arah dadanya itu.
Wuuutt t ...... pratt !" Ujung Iengan baju ini terpental
kembali dan dari rangkisan ini saja tahulah In Kong Thai-su
bahwa lawannya yang masih muda itu memiliki siri-kang
yang amat kuat.
Diapun bersilat dengan mantap dan kedua buah jari
telunjuknya menyerang secara bertubi dengan ilmu totok ltyang-
ci! Hebat sekali serangan ini dan Tin Han yang maklum
akan ampuhnya ilmu ini, segera mempergunakan kecepatan
gerakan tubuhnya untuk berkelebat ke sana sini, kadang
menangkis dan juga membalas dengan serangan tamparan
yang mendatangkan angin kuat.
Tin Han harus mengerahkan seluruh tenaga dan
mengeluarkan semua ilmunya untuk menandingi ketua
Siauw- lim- pai cabang Kwi- cu ini dan setelah pertandingan
berlangsung limapuluh jurus lebih, perlahan namun tentu
Tin Han mulai mendesak In Kong Thai- su. Bagai manapun
juga, dalam keadaan tingkat kepandaian yang seimbang,
akhirnya usia yang menentukan. Tin Han adalah seorang
pemuda yang sedang kuat-kuatnya sedangkan In Kong Thaisu
adalah seorang yang sudah mulai tua. Daya tahannya
sudah berkurang dimakan usia.
Tiba- tiba In Kong Thai- su yang merasa kalah dalam hal
kecepatan dan daya tahan, mengirim serangan dengan
kedua tangannya menotok ke arah dua jalan darah Tin Han.
Cepat datangnya serangan itu sehingga tidak ada kesempaan
lagi bagi Tin Han untuk mengelak. Dia terpaksa
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mengerahkan seluruh tenaga di kedua tangan lalu
menyambut totokan itu dengan pukulan tapak tangan yang
terisi penuh tenaga Khong-sim Sin kang.
"Winmuuttt ..... dess!" Kedua orang itu terpental ke
belakang, hanya bedanya kalau Tin Han dapat berjungkir
balik ke belakang dan turun dengan lunak ke atas tanah,
sebaliknya In Kong Thai-su terhuyung- huyung ke belakang.
Dia menghela napas panjang tiga kali dan keadaannya
sudah pulih kembali.
"Hek- tiauw Eng- hiong, pin- ceng masih belum kalah.
Mari kita lanjutkan!" kata In Kong Thai-su yang sudah
melompat ke depan sambil menghadapi Tin Han. Pemuda
inipun sudah siap dan mereka segera bergebrak kembali,
saling serang dengan hebatnya karena keduanya maklum
akan kelihaian lawan maka setiap serangan dilakukan
dengan pengerahan
sekuatnya.
Pada saat itu terdengar
seruan. "Tahan,
henti kan pertandingan
ini!" Sesosok bayangan
berkelebat dan menerjang
di antara kedua
orang itu yang terpaksa
melompat mundur ke
belakang.
Baik Tin Han maupun
In Kong Thai-su segera
mengenal laki-laki muda
perkasa yang telah
melerai mereka. Pria
muda tampan tegap dan
gagah dengan pakaian
sederhana ini bukan lain
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
adalah Song Thian Lee!
Bagaimana Thian Lee dapat muncul di situ? Song Thian
Lee dan isterinya Tang Cin Lan membawa putera mereka,
Song Hong San, pergi meninggalkan kota Tung-sin-bun
karena mereka sudah menjadi orang buronan pemerintah.
Dia melarikan diri ke gunung-gunung dan akhirnya memilih
untuk tinggal di lereng Bukit Hoa-san. Pada suatu hari,
suami isteri pendekar ini mendengar pula berita tentang
Hek-tiauw Eng-hiong yang telah membunuhi belasan orang
hwe-sio Siauw-lim-pai dan membunuh dua orang to-su Ktmlun-
pai. Mendengar berita Thian Lee terkejut bukan main.
"Bagaimana mungkin ini?" katanya kepada isterinya.
"Aku mengenal betul orang berkedok itu! Dia menolong dan
menyelamatkan aku dan adik Lee Cin. Dia seorang pendekar
yang menentang komplotan kaum sesat dan bajak Jepang
yang membantu pasukan memberontak di timur itu.
Bagaimana mungkin orang seperti dia itu melakukan
pembunuhan terhadap para hwe-sio dan to-su? Rasanya
tidak masuk akal!"
"Akan tetapi kukira ada asap tentu ada apinya. Ada
berita tentu ada pula kenyataannya."
"Aku tetap tidak percaya. Kebetulan sekali Sung-san
tidak berapa jauh dari sini. Isteriku, kau tinggal di rumah
dengan anak kita, aku akan meluangkan waktu beberapa
hari untuk pergi ke kuil Siauw-lim-pai di Sung-san dan
mencari keterangan yang sejelasnya tentang hal itu."
Demikianlah, Thian Lee meninggalkan isteri dan
anaknya, melakukan perjalanan cepat menuju Sung-san.
Dan dalam perjalanannya ke Sung-san itulah di tengah
perjalanan dia melihat pertandingan yang amat seru antara
seorang yang berkedok dan berpakaian hitam melawan In
Kong Thai-su. Dia melihat gerakan yang berkedok itu hebat
sekali dan teringatlah dia akan Si Kedok Hitam yang pernah
menolongnya. Maka cepat dia melerai karena pertandingan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
antara kedua orang lihai itu sudah mencapai puncak yang
berbahaya sekali di mana keduanya melakukan serangan
yang ampuh dan bertenaga.
Ketika In Kong Thai-su mengenal Thian Lee, dia
mengerutkan alisnya dan berkata, "Omitohud! Kiranya
Panglima Song Thian Lee dari kota raja yang datang melerai!"
"Lo-suhu, telah beberapa bulan ini saya sudah
mengundurkan diri, tidak lagi menjadi panglima, melainkan
menjadi rakyat biasa."
"Omitohud, tindakan yang tepat dan baik sekali itu. Akan
tetapi mengapa engkau datang melerai pertandingan kami?"
Thian Lee menoleh ke arah Si Kedok Hitam dan
tersenyum berkata, "Senang sekali dapat bertemu lagi
denganmu di sini."
Si Kedok Hitam memberi hormat. "Song- ciangkun......!”
"Aku tidak lagi menjadi perwira, harap jangan sebut aku
ciangkun."
"Maaf, Song-taihiap," Si Kedok Hitam berkata lagi. "Saya
juga senang dapat bertemu dengan tai- hiap di sini, akan
tetapi mengapa tai- hiap tadi melerai pertandingan kami ?"
"Suhu In Kong Thai- su dan engkau, Si Kedok Hitam..... “
"Sebut saja saya Hek- tiauw Enghi ong, tai- hiap."
"Hek- tia uw Eng- hiong dan lo- suhu, keduanya saya
kenal saya kenal sebagai pendekar-pendekar yang gagah dan
budiman, mengapa sekarang tahu- tahu bertanding sendiri.
Kita semua adalah segolongan, maka kalau ada urusan
sebaiknya dirundingkan secara baik-baik."
" Omitohud, Song- taihiap. Engkau tentu sudah
mengetahui bahwa kami para hwe-sio adalah orang-orang
yang tidak suka menggunakan kekerasan. Akan tetapi
menghadapi Hek- tiauw Enghiong ini tidak mungkin untuk
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tidak menggunakan kekerasan. Apakah thaihiap belum
mendengarnya. Dia telah membunuh delapanbelas orang
hwe-sio Siauw-lim- pai. Sekarang setelah dapat bertemu di
sini, kami hendak menangkapnya untuk dibawa ke
persidangan untuk mengadilinya, akan tetapi dia tidak mau.
Terpaksa kami mempergunakan ke kerasan."
Thian Lee menoleh kepada Tin Han. "Hek- tiauw Enghiong,
seorang pendekar yang gagah sepatutnya
mempertanggung- jawabkan semua perbuatannya. Kenapa
engkau menolak untuk ditangkap?"
"Song-taihiap, saya adalah seorang laki-laki sejati. Kalau
benar saya yang melakukan pembunuhan- pembunuhan itu,
untuk apa saya banyak bicara lagi. Akan tetapi soalnya, saya
tidak merasa melakukan pembunuhan itu. Karena merasa
tidak bersalah, tentu saja saya tidak mau ditangkap. Saya
sudah mengajukan usul kepada hwe-sio ini agar memberi
waktu satu dua bulan kepadaku untuk mencari orang yang
telah menyamar sebagai saya dan melakukan pembunuhanpembunuhan
itu. Akan tetapi mereka tidak mau menerima
dan memaksa hendak menangkap saya."
"Hek- tiauw Eng- hiong, saya pernah merasa kagum
kepadamu! Karena itu, saya bertanya sekali lagi agar hatiku
yakin. Benarkah engkau yang melakukan pembunuhan
terhadap delapanbelas orang hwe-sio Siauw-lim- pai itu?"
"Tidak benar! kalau memang saya yang membunuh
mereka, saya tentu akan mengakui dan mempertanggungjawabkan
perbuat an saya!"
"Bagus, saya percaya kepadamu. Suhu In Kong Thai- su,
saya tidak meragukan kebenaran ucapan Hek- t iauw Enghiong.
Karena itu, usulnya tadi baik sekali. Harap lo- suhu
memandang muka saya untuk membebaskan dia agar dia
dapat membantu mencari pembunuh kejam itu."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Song-taihiap, apakah taihiap berani menanggung kalau
dia kami lepaskan kemudian dia melarikan diri dan tidak
akan muncul kembali ?" tanya Hui Sian Hwe-sio.
Thian Lee tersenyum dan berkata dengan tegas.
"Sekarang saya hendak membantu pula mencari penjahat
bertopeng itu, kalau kelak Hek-tiauw Eng-hiong tidak
muncul lagi, akulah yang akan mencarinya dan
mengajaknya menghadap para lo-suhu!"
Hui Sian Hwe-sio memandang kepada In Kong Thai- su.
"Bagai mana baiknya, suheng?"
In Kong Thai- su tidak ragu lagi setelah Thian Lee
menanggung bahwa Hek-tiauw Eng-hiong tidak akan lari.
Pula, tadi dia mendapat kenyataan betapa tingginya ilmu
silat Hek-tiauw Enghiong.. Dengan ilmunya setinggi itu,
mengapa dia harus mengingkari kalau memang dia yang
membunuhnya? Dia dapat membela diri kalau ada orang
yang hendak menangkapnya. Pula, sekarang selain Hektiauw
Eng- hiong yang akan mencari pembunuh itu, Thian
Lee juga memberikan janjinya untuk membantu.
" Omitohud, agaknya Song-taihiap yakin dan percaya
penuh kepada Hektiauw Eng-hiong. Mengepa kita harus
ragu- ragu. Baiklah, Song-tai hiap, kami bebaskan Hektiauw
Eng-hiong dan memberi waktu dua bulan untuk dia
mencari pembunuh itu."
"Terima kasih, lo-suhu. Dan terima kasih kepadamu,
Song- taihiap."
"Tidak perlu berterima kasih. Saya hanya mencari kan
jalan terbaik bagi kedua pihak. Dan saya percaya bahwa
engkau akan bersungguh-sungguh mencari pembunuh itu,
Hek-tiauw Eng-hiong. Kalau engkau gagal, namamu akan
menjadi buruk karenanya. "
"Tentu saja, saya akan mencarinya sampai dapat. Mari,
koko, kita pergi dari sini," kata Tin Han kepada Tin Siong.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tin Siong mengangguk dan setelah memberi hormat kepada
semua orang, dua orang kakak beradik itu lalu pergi
meninggalkan tempat itu.
Sementara itu Thian Lee lalu bertanya kepada In Kong
Thai- su, "Lo-suhu, setelah saya berjanji untuk membantu
mencari pembunuh itu, saya mohon petunjuk, bagaimana
ciri-ciri pembunuh itu?"
"Tidak ada ciri lain kecuali bahwa dia membunuh dengan
pukulan ilmu Hek-tok-ciang. Kami semua pernah mendengar
bahwa yang memiliki ilmu itu adalah Keluarga Cia dan
pemuda bertopeng tadi jelas adalah anggauta Keluarga Cia.
Dia adalah adik dari pemuda yang lain itu yang bernama Tin
Siong. Karena itulah maka tadi kami berkeras untuk
menangkapnya. Akan tetapi karena pertanggungan tai-hiap,
kami terpaksa membebaskannya. Kami tidak mempunyai
petunjuk lain atas ciri-ciri Hek-tiauw Eng-hiong yang telah
membunuh delapanbelas orang murid Siauw-lim-pai. "
Thian Lee mengangguk- angguk. Tidak ada petunjuk
yang jelas akan tetapi dia dapat memperhitungkan dan
mengambil kesimpulan. Jelas bahwa pembunuh itu
membenci Hek-tiauw Eng hiong, maka memalsukan
namanya untuk merusak nama Hek-tiauw Eng-hiong dan
mengadu domba dia dan pihak Siauw-lim-pai. Dan
pembunuh itu tentu membenci pula kepada Siauw-lim-pai.
Siapakah yang membenci Siauw-lim-pai? Tentu saja para
tokoh sesat di dunia kang-ouw. Dan siapa pula yang
memusuhi Hek-tiauw Eng-hiong? Para tokoh sesat dunia
kang-ouw tentu juga membencinya karena dia bertindak
sebagai pendekar. Juga para pemberontak membencinya.
Thian Lee tidak raga lagi bahwa pelaku pembunuhan itu
tentu seorang tokoh sesat yang lihai sekali. Siapakah dia?
Dia mengingat-ingat siapa saja tokoh sesat di dunia kangouw
yang pernah memusuhinya ketika dia membasmi
pemberontakan di timur. Ada Thian-te Mo-ong, Hek-bin Mo-
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
ko, Sin-ciang Mo-kai dan beberapa orang tokoh sesat lain.
Boleh jadi seorang di antara mereka yang melakukan
pembunuhan. Akan tetapi, biarpun mereka itu lihai, kiranya
tidak mungkin mampu membunuh delapanbelas orang hwesio
Siauw-lim-pai. Tiba-tiba dia teringat. Siang Koan Bhok!
Datuk sesat majikan Pulau Naga itu memiliki ilmu
kepandaian yang tinggi dan tentu saja dia membenci para
pendeta Siauw-limpai. Ilmu kepandaiannya cukup tinggi dan
mungkin dia melakukan pembunuhan itu dengan menyamar
sebagai Hek-tiauw Eng-hiong untuk mengadu domba.
Thian Lee berpamit dari para hwe sio dan segera
melanjutkan perjalanannya. Dalam hati dia mencatat nama
Siang Koan Bhok sebagai seorang yang patut dicurigai.
Kalau perlu dia hendak menyelidiki ke Pulau Naga.
-oo(mch)oo-
Tin Han yang pergi meninggalkan para hwe-sio Siauwlim-
pai itu menanggalkan pakaian hitamnya setelah dia dan
kakaknya tiba di sebuah tempat sunyi. Dia membungkus
pakaian hitamnya dan kembali menjadi Cia Tin Han.
"Siong-ko, maafkan bahwa engkau ikut terlibat dan
hampir tertawan oleh para hwe-sio Siauw-lim-pai," kata Tin
Han kepada kakaknya.
"Semua ini gara-gara engkau suka memakai kedok
hitam," Tin Siong menyaIahkan adiknya. "Kalau engkau
tidak pernah memakai kedok hitam, tentu tidak ada yang
dapat menjatuhkan fitnah kepadamu. Sekarang bagaimana,
bagaimana engkau akan dapat mencari orang yang telah
menyamar sebagai engkau itu, Han-te?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Jilid ll
Tin Han menggeleng kepalanya perlahan. "Aku sendiri
masih belum tahu benar. Akan tetapi kalau aku tidak salah
membuat perhitungan, yang melakukan itu tentulah orang
yang amat membenci kepadaku. Di antara para tokoh besar
banyak yang membenci aku, Siang ko. Aku akan melakukan
penyelidikan kepada mereka, terutama Siang Koan Bhok.
Dialah yang mengumpulkan para tokoh sesat dunia kangouw
untuk bersatu dan mereka kini berbalik menjadi antekantek
pemerintah Mancu."
"Akan tetapi engkau berhati- hatilah, Han-te. Mereka itu
lihai sekali, apa lagi kalau sudah bekerja sama dengan
pasukan pemerintah. Aku sendiri akan membantumu
membuka mata dan telinga untuk mencari tahu siapa
pembunuh itu."
"Baik dan terima kasih, Siong-ko. Sekarang sebaiknya
kita berpisah mengambil jalan masing-masing."
"Baik, selamat jalan, adikku. Eh, sebuah pertanyaan lagi.
Bagaimana dengan hubunganmu dengan nona Souw Lee
Cin?"
Tin Han terkejut dan mukanya beruhah merah.
"Hubungan apa maksudmu, Sing-ko?"
Tin Siong tersenyum. "Jangan pura-pura. Engkau saling
mencinta dengan nona Souw, bukan?"
"Bagaimana Siong-ko bisa mengetahuinya?"
"Tentu saja aku tahu dan diam-diam aku merasa girang.
Ia memang pantas menjadi jodohmu, Han-te. Di mana ia
sekarang?"
"Di Hong-san, di rumah ayah ibunya."
"Dan hubunganmu dengannya?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Ah, baik-baik saja. Siong-ko," katanya akan tetapi di
dalam hatinya ingin dia menangis ditanya tentang hubungan
cintanya dengan Lee Cin.
Kedua orang kakak beradik itu lalu berpisah. Belum lama
mereka berpisah, Tin Siong yang berjalan seenaknya
mendengar seruan orang dari belakang.
"Cia-taihiap......... !"
Tin Siong berhenti melangkah, menoleh dan jantungnya
berdebar-debar melihat siapa yang berlari-lari menyusulnya.
Mereka itu bukan lain adalah Kwa Ciang dan puterinya, Kwe
Li Hwa!
"Cia-taihiap, perlahan dulu!" teriak Kwe Ciang dan tak
lama kemudian kedua orang itu sudah berada di depan Tin
Siang. Ketika pandang mata Tin Siong bertemu dengan
pandang mata Li Hwa, kedua pandang mata itu berlutut
sebentar kemudian wajah cantik manis itu menunduk
kemerahan.
"Ah, kiranya Paman Kwe dan adik Li Hwa," kata Tin Siong
dengan suara gembira.
"Cia- taihiap, kami berdua sengaja menyusulmu karena
kami ingin mohon maaf atas tindakan kami yang tidak
mengenal budi," kata pula Kwe Ciang dengan sikap sungkan
dan merendah.
"Eh, apa yang paman maksudkan?" tanya Tin Siong.
"Kami berdua sudah menerima pertolongan darimu
ketika kami dikeroyok perampok, akan tetapi sebagai balas
jasa kami malah melaporkan kepada para hwe-sio Siauwlim-
pai karena kami mengira bahwa engkau adalah
Hektiauw Eng-hiong yang telah membunuhi para pendeta
Siauw-lim-pai."
Tin Siong tersenyum dan kembali pandang matanya
bertemu dengan pandang mata Li Hwa. "Ah, itukah? Tidak
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mengapa, paman. Aku sendiri kalau bertemu dengan orang
yang telah membunuhi para hwe-sio itu, tentu akan
menentangnya. Paman hanya salah menduga, karena
pembunuh itu bukanlah aku orangnya. Tidak perlu paman
minta maaf."
Kwe Ciang tersenyum girang. "Ah, lega sudah hatiku
telah memohon maaf kepadamu, Cia-taihiap. Sekarang kita
dapat bercakap-cakap dengan suasana yang lebih enak.
Kalau boleh kami mengetahui, taihiap hendak pergi ke
manakah?"
"Aku hanya menurutkan ke mana hati dan kakiku
membawaku sambil melihat-lihat kalau-kalau aku akan
dapat membantu para hwe-sio Siauw-lim-pai untuk
menemukan pembunuh itu."
"Kalau begitu, kalau tai-hiap tidak berkeberatan, kami
ingin melakukan perjalanan bersamamu sambil mempererat
persahabatan kita."
"Tentu saja aku tidak keberatan, bahkan merasa senang
sekali, paman!" kata Tin Siong sejujurnya dan kembali sinar
matanya menyambar ke arah wajah Li Hwa dan ketika gadis
itu juga mengangkat muka memandangnya, ia segera
tertunduk kembali sambil tersenyum.
"Nah, kalau begitu mari kita melanjutkan perjalanan kita,
Cia-taihiap. Di depan terdapat sebuah dusun dan kita harus
cepat berjalan agar jangan kemalaman di dalam perjalanan."
"Baik, paman. Akan tetapi kuharap paman jangan
menyebut lagi tai-hiap kepadaku, cukup dengan menyebut
namaku saja. Namaku Cia Tin Siong."
Tiga orang itu lalu melanjutkan perjalanan mereka. Tin
Siong merasa betapa suasananya amat berbeda setelah dia
melakukan perjalanan dengan gadis itu. Biarpun di situ ada
ayah gadis itu, namun dia sudah merasa gembira bukan
main. Apa lagi ternyata olehnya bahwa Li Hwa adalah
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
seorang gadis yang lincah dan enak diajak bercakap-cakap.
Dan lebih dari itu, sikap dan sinar mata gadis itu kalau
memandangnya, dia dapat merasa bahwa gadis itu juga ada
hati kepadanya!
-oo(mch)oo-
Cia Tin Han melakukan perjalanan seorang diri. Hatinya
dipenuhi penasaran. Dia dituduh membunuh delapanbelas
orang hwe-sio Siauw-lim-pai dan dua orang to-su Kun-lunpai.
Sungguh tuduhan yang berat sekali. Dan diapun
maklum betapa keadaannya terjepit. Pembunuh itu memakai
pakaian dan kedok hitam, mengaku berjuluk Hek-tiauw Enghiong
dan menggunakan ilmu pukulan yang sama dengan
Hek-tok-ciang, ilmu pukulan Keluarga Cia! Ini berarti bahwa
buktinya telah ada bahwa dia yang membunuh mereka!
Kalau tidak muncul Song Thian Lee yang melerai, entah
bagaimana jadinya antara dia dan para hwe-sio Siauw-limpai.
Dia memang harus menolak tuduhan itu, akan tetapi
tidak mungkin dia lalu melawan para hwe-sio yang berarti
menambah berat tuduhannya.
Dalam keadaan seperti itu, segala sesuatu tampak buruk.
Jalanan yang kotor berdebu, pohon-pohon yang tumbuh.
kacau, bahkan rumput dan bunga-bunga di sepanjang jalan
tampak seperti memperoloknya. Tidak menyenangkan
bahkan menyebalkan. Ditambah lagi ketika dia teringat
kepada Lee Cin, hatinya terasa berat dan kehidupan ini
tampak membosankan baginya. Hilang semua gairah
hidupnya dan dia menganggap bahwa kehidupan hanya
merupakan beban penderitaan belaka.
Indah buruknya hidup memang tergantung dari keadaan
hati sendiri. Kalau hati sedang gembira, maka segalanya
tampak indah menyenangkan, kehidupan merupakan sarang
madu kebahagiaan. Akan tetapi sebaliknya, kalau batin
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sedang dilanda duka nelangsa, segala sesuatu tampak buruk
dan kehidupan merupakan kepahitan yang memuakkan.
Tiba-tiba di depan matanya berkelebat bayangan orang
dan bagaikan mimpi dia melihat di depannya telah berdiri
seorang gadis cantik yang bukan lain adalah Lee Cin sendiri!
"Cia Tin Han, hendak lari ke mana engkau?" Gadis itu
membentak dengan wajah tampak marah sekali, matanya
mengeluarkan sinar berapi.
"Cin- moi......... Apa......... apa kata mu...... ?" Tin Han
gelagapan karena sama sekali tidak mengerti akan sikap dan
ucapan Lee Cin itu.
"Artinya, engkau harus mampus di tanganku!" Lee Cin
berseru dan segera menyerang dengan Ang-tok-ciang.
"Wuuutttttt ..... !" pukulan itu cepat dan kuat bukan
main, dan nyaris dada Tin Han terkena hantaman itu. Akan
tetapi biarpun dalam keadaan tegang, terkejut, khawatir dan
bingung, Tin Han masih sempat mengelak dan melompat
mundur.
"Cin-moi ...... ! Ingat, aku Cia Tin Han, kekasihmu!"
"Siapa sudi? Kau..... kau jahat dan curang!" Kembali Lee
Cin mendesak dan kini dia menyerang dengan ilmu totok Ityang-
ci.
Tin Han merasa sedih bukan main. "Baiklah, kalau
engkau hendak menganggap aku. Akan tetapi sebelum
membunuhku, jelaskan dulu persoalannya mengapa engkau
bersikap begini," Tin Han sengaja memasang diri tidak mau
mengelak akan sehingga totokan Lee -in mengenai jalan
darahnya dan diapun menjadi lumpuh tertotok.
Lee Cin mencabut Ang-coa-kiam dan menempelkan
pedangnya di dada Tin Han. Pemuda yang telentang itu tidak
berkedip, hanya memandang kepada Lee Cin dengan pasrah.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Kalau engkau ingin membunuhku, lakukanlah, Cin-moi_
Akan tetapi berlakulah adil dan katakan dulu apa salahku."
"Masih berpura-pura? Engkau seorang yang palsu,
curang dan licik! Masihkah engkau tidak mau mengaku dan
berpura-pura bodoh?"
"Sungguh mati, Cin-moi. Aku sungguh tidak mengerti
mengapa engkau menjadi marah- marah seperti ini!"
"Engkau telah menyerang dan melukai ibuku sehingga
hampir menewaskannya dan engkau masih pura-pura tidak
tahu? Sungguh hatimu palsu dan jahat!"
Tin Han terbelalak. "Apa? Aku sama sekali tidak
melakukannya, Cin-moi!"
"Keparat! Aku sudah melihat dengan kepalaku sendiri
engkau sebagai Si Kedok Hitam menyerang ibu dan
melukainya dengan Hek-tok-ciang, dan engkau masih
menyangkal? Selain jahat dan curang, engkau ternyata juga
hanya seorang pengecut yang tidak berani mempertanggungjawabkan
perbuatanmu!"
Dengan marah sekali Lee Cin tidak menghiraukan lagi
penyangkalan Tin Han, melainkan melolos sabuknya dan
mengikat kedua tangan Tin Han di depan tubuhnya.
Kemudian ia menotok bebas kedua pinggang Tin Han
sehingga pemuda itu terbebas di bagian kedua kakinya,
akan tetapi belum dapat menggerakkan kedua lengannya_
Hebat memang ilmu totok It-yang-ci itu.
"Cin-moi, percayalah kepadakti! Aku tidak melakukan hal
itu. Yang melakukannya bukan aku, melainkan orang lain
yang menyamar sebagai aku!"
"Cukup! Alasan tak masuk akal. Aku tahu bahwa engkau
mendendam kepada ibuku karena menolak dan
mengusirmu. Hemm, ternyata ibu lebih benar. Kalau saja
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
aku berjodoh dengan seorang licik dan pengecut seperti
engkau, celakalah hidupku!"
"Cin-moi ...... !" Akan tetapi Lee Cin tidak menjawab lagi
melainkan menyeret ujung sabuk sehingga terpaksa Tin Han
berlari mengikutinya.
"Cin- moi, kemana engkau hendak membawaku?" tanya
Tin Han. Kalau dia menghendaki, dengan kedua kakinya
yang telah bebas tentu saja dia dapat menyerang Lee Cin
dengan tendangan. Akan tetapi dia tidak tega
melakukannya. Dia sudah menyerah dan dia tetap mencinta
Lee Cin walaupun diperlakukan demikian karena dia tahu
bahwa Lee Cin marah dan membencinya karena perbuatan
pembunuh yang menyamar sebagai dirinya itu.
Lee Cin tidak pernah bicara lagi, hanya kadang ia
menengok ke belakang seolah ia takut kalau- kalau pemuda
itu akan meloloskan diri. Akan tetapi ia melihat Tin Han
masih melangkah mengikutinya dengan kedua tangan
terbelenggu.
Sudah beberapa jam mereka berjalan. Kadang-kadang
lari dan kadang-kadang berjalan.
. "Cin-moi, beritahulah aku. Aku hendak kaubawa
kemanakah?" tanya Tin Han. Suaranya agak gemetar dan
sebetulnya Lee Cin merasa kasihan sekali mendengar suara
itu, akan tetapi kalau ia menengok dan melihat Tin Han, ia
teringat akan bayangan hitam yang melukai ibunya dan
hatinya menjadi keras kembali.
"Akan kubawa engkau kepada ibuku, biar ibuku sendiri
yang akan menghukummu!" kata Lee pendek dan ketus.
Matahari naik tinggi dan Lee Cin merasa lelah. Lelah,
lapar dan haus karena matahari amat teriknya. Dan ia
sendiri merasa heran mengapa ia demikian mudah lelah. Ia
berhenti di bawah sebatang pohon besar dan duduk di atas
sebuah batu. Tin Han juga duduk di atas batu di
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
belakangnya. Sejak tadi dia menurut saja, seperti seekor
anjing yang di tuntun majikannya.
Lee Cin mengeluarkan guci airnya dan minum beberapa
teguk. Kemudian teringat betapa dahulu Tin Han minum
dari guci yang sama. Hatinya menjadi kesal dan ia
menyimpan gucinya kembali. Lalu dikeluarkannya beberapa
potong roti, digigitnya sepotong. Ketika mengunyah roti itu,
ia menengok ke belakang dan melihat betapa Tin Han sedang
menatap wajahnya. Melihat Lee Cin menengok, Tin Han
tersenyum. Lee Cin merasa jantungnya seperti ditusuk
ketika pandang mata mereka bertemu dan melihat pemuda
itu tersenyum. Ia menjadi marah kepada diri sendiri karena
tadi hampir saja ia menawari roti dan minum kepada Tin
Han. Dibantingnya sisa rotinya, ia bangkit dan melanjutkan
berlari lagi. Tin Han terseret dan diapun ikut berlari-lari.
Melihat tingkah Lee Cin, Tin Han tersenyum-senyum. Dia
seperti dapat membaca isi Kati gadis itu. Gadis itu
membencinya, marah kepadanya karena mengira dia
melukai ibunya seperti dia melukai ayahnya dahulu, akan
tetapi kebencian itu masih terselubung rasa sayang dan
cinta kepadanya!
Mengetahui akan hal ini, Tin Han yang berjalan di
belakang Lee Cin itu tiba-tiba membuka mulutnya dan
bernyanyi!
"Benci akan tetapi cinta perpaduan yang aneh tapi nyata
marah akan tetapi sayang mendatangkan salah tingkah
salah paham mendatangkan bencana
sebaiknya selidiki dulu dengan seksama!"
Lee Cin yang merasa disindir oleh nyanyian itu, menarik
sabuknya dengan kuat sehingga Tin Han hampir jatuh
tersaruk-saruk.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Diam kau! Apakah tidak bisa menutup mulut?"
bentaknya sambil berdiri menghadapi Tin Han dengan muka
merah.
Tin Han tersenyum. "Bagaimana aku dapat diam kalau
menghadapi keadaan seperti ini? Sungguh mesra sekali
perjalanan ini!" Dan dia tertawa.
"Singgg !" Lee Cin mencabut pedangnya. "Apa engkau
ingin mati sekarang juga?"
"Ha-ha-ha, aku tahu bahwa seorang gadis gagah seperti
engkau tidak akan membunuh seorang yang sudah ditawan
dan tidak mampu melawan lagi. Akan tetapi andaikata
engkau nekat membunuhku, aku tidak akan menyesal,
tewas di tangan seorang gadis yang kucinta sepenuh jiwa
ragaku."
"Diam! Keparat kau!" Tiba-tiba dua titik air mata
meloncat keluar dari pelupuk mata Lee Cin dan ia
membanting kakinya, lalu melangkah lagi menarik ujung
sabuknya.
Tiba-tiba tampak sesosok bayangan orang berkelebat dan
tahu-tahu di depan Lee Cin telah berdiri dua orang laki-laki.
Lee Cin memandang mereka dengan terkejut karena mereka
itu bukan lain adaiah Yauw Seng Kim dan Ban-tok Mo-li.
Melihat Lee Cin menyeret Tin Han, Seng Kun dan Mo-li
saling pandang dengan heran, akan tetapi Yauw Seng Kun
lalu tertawa bergelak.
"Ha-ha-ha, nona Souw Lee Cin. Sungguh kebetulan kita
saling berjumpa lagi di tempat ini. Dan itu, engkau
mempunyai tawanan. Bukankah itu si orang jahat Cia Tin
Han? Ah, engkau sudah menangkapnya. Kebetulan sekali
kami juga ingin menangkapnya. Sekali ini kalian berdua
akan menjadi tawanan kami!" Yauw Seng Kim mencabut
tongkat bambu kuning dan Ban-tok Mo-li juga sudah
mencabut pedangnya yang beracun. Mereka berdua tanpa
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
banyak cakap lagi sudah menyerang Lee Cin dengan
ganasnya. Lee Cin terpaksa melepaskan ujung sabuk yang
dipakai mengikat kedua pergelangan tangan Tin Han dan
melompat ke belakang untuk mengindarkan serangan kedua
orang itu. Ia juga mencabut Ang-coa-kiam dan ketika dua
orang lawannya sudah menyerang lagi, ia memutar
pedangnya sekaligus menangkis tongkat bambu kuning dan
pedang.
"Trang-trangg.........!!” Bunga api berpijar dan kedua
orang pengeroyok itu merasa betapa tangan mereka yang
memegang senjata tergetar hebat. Lee Cin cepat membalas
serangan mereka dengan sambaran pedangnya yang
digerakkan dengan cepat dan amat kuatnya. Namun kedua
orang lawannya bukan orang lemah. Mereka telah memiliki
ilmu kepandaian tinggi sehingga mereka dapat mengelak,
lalu menyerang lagi.
Lee Cin memutar pedang melindungi tubuhnya sehingga
dua senjata lawan itu tidak mampu menembus gulungan
sinar pedangnya dan secepat kilat ia balas menyerang kalau
melihat kesempatan terbuka. Pertandingan itu berjalan seru
dan mati- matian. Akan tetapi, biarpun kalau mereka itu
maju lawan satu masih belum mampu menandinginya, kini
karena dikeroyok dua Lee Cin menjadi repot juga.
"Haiiiiitttt........!” Tongkat bambu kuning menotok ke arah
lehernya. Lee Cin menangkis dengan pedangnya akan tetapi
pada saat itu, pedang Ban-tok Mo-li menyambar ke arah
dadanya dengan bacokan dari kanan ke kiri. Karena
pedangnya dipergunakan menangkis tongkat, maka ia tidak
sempat lagi untuk menangkis pedang dan ia melempar
tubuh ke belakang dan berjungkir balik dua kali, namun ia
dapat menighindarkan diri dari serangan pedang yang
berbahaya itu. Lee Cin selanjutnya bersikap hati-hati sekali
karena dua orang itu dapat bekerja sama dengan baik dan
kalau ia lengah, nyawanya terancam maut.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sementara itu, Tin
Han melihat pula bahaya
yang mengancam diri
gadis yang dicintanya itu.
Dia mengerahka tenaga
sin- kang dari tan- tian di
bawa pusar. Hawa panas
menjalar naik dan
membuka semua jalan
darahnya sehingg totokan
yang tadinya melumpuhkan
kedua tangannya,
kini terbebas dan dia
mampu mengerahkan
tenaganya melalui kedua
tangannya. Dengan mudah
dia dapat membikin
putus sabuk yang
mengikat kedua
pergelangan tangannya,
kemudian sekali menggerakkan tubuh dia sudah meloncat
ke depan dan tangannya menampar ke arah Yauw Seng Kun.
Seng Kun terkejut bukan main merasa ada angin yang kuat
m enyambar ke arahnya. Dia melempar tubuh ke belakang
lalu mengelebatkan tongkatnya untuk menyerang Tin Han
yang sudah berada di sampingnya. Tin Han mengelak dan
menyerang lagi dengan tamparan tangannya.
Lee Cin kini menghadapi Ban-tok Mo-li seorang. Setelah
tidak dikeroyok Lee Cin segera dapat mendesak Ban-tok Moli
dengan Ang-coa-kiam di tangannya. Sama seperti pedang
yang dipegang Ban-tok Mo-li, Ang - coa- kiam juga
merupakan sebatang pedang beracun, warnanya kemerahan
dan ampuh sekali. Setelah tidak dibantu Seng Kun, Ban-tok
Mo-li menjadi repot dan tahulah ia bahwa sekarang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
keadaannya terbalik. Ia dan Seng Kun yang terdesak hebat
dan berada dalam bahaya.
Mendadak Ban- tok Mo-li mengeluaran suara melengking
nyaring dan segera muncullah duapuluh lebih pasukan
pemerintah yang tadinya berada dalam hutan di sebelah.
Mereka segera menggunakan golok untuk menyerang Lee
Cin dan Tin Han, dipimpin oleh seorang perwira yang
mempergunakan pedang dan yang memiliki ilmu pedang
yang lumayan.
Tin Han maklum bahwa berdua degan Lee Cin, dia akan
mampu menanggulangi pengeroyokan duapuluh lebih orang
perajurit itu. Akan tetapi dia tidak ingin melihat Lee Cin
membunuh banyak orang, maka dia segera memegang
tangan kiri Lee Cin dan berseru,
"Cin-moi, lari!" Dan dia sudah meloncat sambil menarik
Lee Cin. Karena tangan kirinya dipegang kuat, mau tidak
mau Lee Cin harus berlari juga untuk mengimbangi larinya
Tin Han.
Pasukan itu mengejar, namun sudah kehilangan jejak
karena larinya Tin Han dan Lee Cin cepat bukan main.
Dengan hati mendongkol karena gagal menawan Lee Cin dan
Tin Han, Yauw Seng Kim dan Ban-tok Mo-li terpaksa
meninggalkan tempat itu untuk melapor kepada bengcu Ouw
Kwan Lok bahwa mereka telah bertemu dengan Cia Tin Han
dan bahwa Lee Cin agaknya menawan pemuda itu.
"Lepaskan tanganku!" Lee Cin membentak ketika mereka
tiba di tengah hutan. Tin Han melepaskannya dan
memandang kepada gadis itu dengan senyum.
"Kenapa engkau menarikku dan mengajak lari? Aku tidak
takut menghadapi pengeroyokan anjing-anjing Mancu itu!
Mengapa pula engkau membantuku? Aku tidak
membutuhkan bantuanmu karena engkau adalah musuh
besarkul"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tin Han tidak tersenyum lagi, melainkan memandang
gadis itu dengan tatapan mata serius dan berkatalah dia,
"Cin-moi, engkau salah paham! Ketahuilah bahwa aku sama
sekali tidak pernah menyerang dan melukai ibumu. Kalau
aku melakukannya tentu aku akan mengaku. Bukankah aku
mengaku juga ketika aku menyerang dan melukai ayahmu?
Akan tetapi sekali ini aku sama sekali tidak melakukannya.
Harap engkau suka mempertimbangkan baik-baik hal ini."
"Siapa percaya omonganmu? Aku, dengan kedua mataku
sendiri, melihat engkau sebagai Hek-tiauw Eng-hiong
menyerang ibuku dan melukainya. Apakah aku lebih
percaya kepadamu dari pada kepada kedua mataku sendiri?"
"Akan tetapi siapapun juga dapat menyamar sebagai Si
Kedok Hitam dan mengaku sebagai Hek-tiauw Eng-hiong!
Aku yakin bahwa yang kaulihat itu adalah Hek-tiauw Enghiong
palsu, karena aku tidak pernah melakukannya."
"Hemm, ada buktinya yang lebih meyakinkan lagi! Ibuku,
setelah kuperiksa, terkena pukulan Hek- tok-ciang, ada
tanda tapak tangan hitam di bagian tubuhnya yang
terpukul. Siapa lagi orangnya kalau bukan engkau yang
melakukan itu?"
Tin Han menghela napas panjang. "Aku sudah berusaha
untuk menyadarkan dan menjelaskan, akan tetapi kalau
engkau tetap tidak percaya, nah, kau boleh totok dan ikat
aku lagi," kata Tin Han dan dia menyodorkan kedua
lengannya ke depan agar di belenggu seperti tadi.
Pada saat itu t erdengar suara lantang, "Cin- moi, kenapa
engkau masih memakai watakmu yang keras itu?" Dan di
situ muncullah Thian Lee !
"Lee- ko......... !" Lee Cin berseru sambil memandang
kepada orang muda itu. "Apa maksudnya omonganmu tadi
?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Ketahuilah, Cin- moi bahwa apa yang diucapkan
saudara Cia Tin Han itu benar semua. Dia tidak melakukan
seperti yang kau tuduhkan. Bukan hanya engkau yang kena
dikelabuhi orang, bahkan para tokoh Siauw-lim- pai dan
Kunlun-pai juga dapat tertipu. Belasan orang hwe- sio
Siauw-lim- pai dan dua orang to-su Kun-lun-pai dibunuh
oleh seorang yang berkedok hitam dan menyamar sebagai
Hek-tiauw Eng-hiong. Akan tetapi saudara Cia sama sekali
tidak bersalah."
"Lee-ko, kenapa engkau membelanya? Aku melihat
dengan mata kepalaku sendiri ketika dia menyerang dan
melukai ibuku. Dan dia memang baru saja meninggalkan
rumah kami setelah diusir ibu, jadi dia mendendam kepada
ibu."
"Bisa saja orang lain yang menyamar sebagai Eng-tiauw
Eng-hiong untuk memburukkan namanya seperti yang
dilakukan orang itu ketika membunuhi para hwe-sio dan tosu.
Aku yang tanggung jawab kepada para lo-suhu Siauwlim-
pai sehingga saudara Cia Tin Han ini tidak jadi mereka
tangkap. Saudara Cia diberi waktu dua bulan untuk
menangkap pembunuh itu. Karena itu, akupun minta
kepadamu agar engkau membebaskan Hek-tiauw Eng-hiong
yang aseli dan biarlah dia mencari pembunuh dan penyerang
ibumu itu. Bukankah demikian kesanggupanmu, Saudara
Cia Tin Han?"
Tin Han tersenyum. "Tadi sudah kujelaskan kepadanya,
akan tetapi nona Soauw ini tetap marah kepadaku dan
hendak menyeretku menghadap ibunya agar aku dihukum."
"Tidak, Cin-moi. Ini tidak boleh kaulakukan. Kalau dia
yang ditangkap kemudian dibunuh, berarti berhasillah Hektiauw
Eng-hiong palsu yang hendak mengadu domba. Aku
kira engkau tidak sebodoh itu."
Timbul keraguan dalam hati Lee Cin setelah mendengar
semua kata-kata itu, dan timbul pula harapannya bahwa
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
yang dikatakan Thian Lee itu benar. Karena kalau benar
seperti yang dikatakan Thian Lee, berarti Tin Han tidak
bersalah, tidak pernah menyerang dan melukai ibunya.
"Baiklah, aku setuju untuk membebaskannya. Akan
tetapi kalau selama dua bulan ini dia tidak dapat
menangkap pembunuh itu dan menyeretnya kehadapan ibu,
aku tidak akan dapat memaafkan lagi. Karena kalau benar
dia yang menyerang dan melukai ibuku, berarti dia telah
menghancurkan harapan dan kebahagiaan hidupku.
Sudahlah, Lee- ko, selamat tinggal!" Setelah berkata
demikian Lee Cin memandang sejenak kepada Tin Han
dengan mata basah, lalu ia meloncat pergi dengan cepat
sekali.
Thian Lee menghela napas panjang. "Gadis yang hebat!
Betapa ia mencintamu, saudara Cia!"
Tin Han memandang wajah Thian Lee yang gagah itu.
"Hemm, bagaimana engkau dapat mengatakan demikian,
saudara Song Thian Lee?"
"Aku mengenal baik adik Lee Cin, mengenal pula
wataknya. Ia hendak menangkapmu, tentu saja karena ia
mengira bahwa orang yang dicintanya itu telah melukai
ibunya. Kalau ia membencimu tentu ia ingin membunuhmu,
bukan sekedar menangkapmu. Dan ingat kata-katanya tadi
bahwa kalau benar engkau telah melukai ibunya, berarti
engkau menghancurkan harapan dan kebahagiaan
hidupnya. Bukankah itu sudah cukup jelas? Dan
engkaupun tentu amat mencintanya, saudara Cia."
"Eh, bagaimana pula engkau dapat mengetahuinya?"
"Mudah saja," kata Thian Lee tersenyum. "Kalau engkau
hendak melepaskan diri dari tangan Lee Cin, apa sukarnya
bagimu? Akan tetapi tidak, engkau menurut saja
ditangkapnya tanpa perlawanan. Apa lagi artinya itu kalau
bukan cinta?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Ha-ha-ha, sudah lama aku mendengar bahwa Song
Thian Lee adalah seorang pendekar yang gagah perkasa,
akan tetapi ternyata sekarang aku mendapatkan bahwa
selain gagah perkasa, dia cerdik pula. Saudara Song, engkau
tahu pula bahwa Hek-tiauw Eng-hiong adalah aku.
Bagaimana engkau dapat menduganya?"
"Engkau sudah beberapa kali menolongku dan aku
tadinya hanya tahu bahwa engkau Si Kedok Hitam yang
memiliki ilmu kepandaian tinggi. Dilihat dari gerakan ilmu
silatmu, memang ada dasar-dasar ilmu silat Ketuarga Cia,
maka tadinya aku hanya menduga bahwa Si Kedok Hitam
tentu seorang anggauta Keluarga Cia. Kemudian timbul
geger ketika Hek-tiauw Eng-hiong melakukan pembunuhanpembunuhan
keji dan Cin-moi menangkapmu. Siapa lagi
engkau kalau bukan Hek-t iauw Eng-hiong yang aseli?"
"Bagus. Engkau hebat, saudara Song dan engkau sudah
menyelamatkanku. Baik kalau engkau sudah mengetahui
bahwa aku adalah Hek-tiauw Eng-hiong, dan terima kasih
kepadamu bahwa engkaulah seorang yang mempercayaiku
bahwa aku tidak melakukan semua pembunuhan itu.
Sekarang tinggal bagaimana nasibku saja. Kalau selama dua
bulan ini aku tidak berhasil menangkap Hek-tiauw Enghiong
palsu itu, tentu seluruh dunia persilatan akan
memusuhiku dan aku tidak dapat menyangkal lagi."
"Jangan khawatir, sobat. Orang yang benar selalu
dilindungi Thian. Aku pun akan membantumu untuk
mencari pembunuh itu."
"Ah, betapa gembiranya hatiku. Aku seperti mendapatkan
seorang kakak yang baik hati kepadaku."
"Mengapa tidak? Engkaupun dapat kuanggap sebagai
adikku, Han- te (adi Han)."
"Terima kasih, Lee-ko. Sekarang hatiku merasa tenteram
karena engkau berpihak kepadaku. Aku mohon petunjuk,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Lee- ko. Ke manakah kiranya aku harus mencari pembunuh
itu?"
"Hemm , aku sendiri belum dapat menduga dengan tepat
siapa dia. Akan tetapi, kita sudah mempunyai beberapa
pegangan. Pembunuh itu adalah seorang pemuda yang
tubuhnya sebesar tubuhmu dan pembunuh itu memliki ilmu
silat yang tinggi dan lihai sekali sehingga dia mampu
membunuh In Tong Hwe-sio dan belasan orang hwe-sio lain,
bahkan membunuh dua orang to-su dari Kun-lu pai. Selain
itu, diapun memiliki ilmu pukulan seperti Hek-tok-ciang."
"Lalu bagaimana kesimpulann Lee- ko? "
"Aku teringat bahwa orang yang memiliki pukulan
beracun seperti Hektok- ciang itu adalah Tung- hai- ong
Siang Koan Bhok, majikan Pulau Naga. Dia memiliki ilmu
pukulan Ban- tok- ciang (Tangan Selaksa Racun). selain itu
juga ilmu kepandaiannya tinggi, dapat dibilang merajai di
antara datuk sesat:"
"Hebat! Pendapatmu itu sungguh cocok dengan jalan
pikiranku. `Ketika engkau diserang rombongan orang dari
golongan sesat itu, juga ketika Keluarga Cia di serang,
mereka yang menyerang adalah orang-orang yang datang
dari Pulau Naga. Bahkan ketika mereka menyerang Keluarga
Cia, Siang Koan Bhok sendiri juga ikut dan aku pernah
bertanding dengan kakek yang sakti. Barang kali engkau
sudah mendengar, Lee- ko, bahwa setelah beng-cu Souw Tek
Bun mengundurkan diri sebagai beng-cu, penggantinya
adalah seorang pemuda yang bernama Ouw Kwan Lok.
Ketika mereka memperebutkan kedudukan beng cu,
kabarnya tidak ada yang mampu menandingi Ouw Kwan
Lok. Pada hal dia hanya mempunyai lengan kanan saja, yang
kiri sudah putus. Aku curiga kepadanya karena kabarnya
dia bertekad untuk menalukkan seluruh dunia kangouw dan
mengangkat dia sebagai beng-cu semua golongan. Apa lagi
sekarang ketahuan bahwa dia menggerakkan tokoh-tokoh
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sesat dalam dunia persilatan, dan bersekutu pula dengan
pemerintah penjajah Mancu. Sangat boleh jadi kaIau Ouw
Kwan Lok itu yang menjadi pembunuhnya."
"Akan tetapi, engkau sendiri yang mengatakan bahwa
Ouw Kwan ok yang menjadi beng- cu baru itu haya
berlengan satu. Pada hal pembunuh para hwe-sio dan to-su
itu mempunyai dua buah lengan yang lengkap. Ini saja
sudah menjadi bukti bahwa bukan dia orangnya yang
memalsukan Hek-tiauw Eng-hiong," kata Thian Lee sambil
mengerutkan alisnya.
Tin Han menghela napas panjang "Benar juga
pendapatmu itu, Lee- ko. Akan tetapi, apakah tidak ada
kemungkin yang menyangkal bukti itu?"
"Nanti dulu!" Tiba-tiba Thian Le berseru. "Aku teringat
bahwa di kota raja terdapat seorang pandai besi yang
terkenal dengan kepandaiannya membuat lengan dan tangan
palsu, bahkan kaki palsu. Banyak para hartawan dan
bangsawan yang karena suatu sebab kehilangan lengan atau
kakinya, membeli kaki tangan palsu itu darinya. Tentu saja
mungkin sekali kalau Ouw Kwan Lok menggunakan tangan
palsu yang tidak kentara karena tertutup pakaian."
"Bagus! Engkau memang hebat, Lee- ko! Makin tebal
kepercayaanku bahwa Ouw Kwan Lok yang menyamar
menjadi Hek- tiauw Eng- hiong itu. Aku pernah
mengalahkan Siang Koan Bhok ketika dia ikut menyerbu
Keluarga Cia dan mungkin karena itu aku dianggap sebagai
musuh berbahaya yang harus dilenyapkan. Mungkin dengan
memburukkan namaku mereka itu akan dapat melenyapkan
aku dari permukaan bumi. Dan memang usaha mereka itu
hampir berhasil. Aku pernah terancam oleh para hwe-sio
Siauw-lim-pai, kemudian terancam oleh Cin- moi sendiri.
Siapa tahu pada suatu waktu Kun- lun-pai juga mencariku
untuk membalas dendam. Aku harus melakukan
penyelidikan ke Pulau Naga!"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Tepat sekali. Akan tetapi engkau harus berhati-hati
sekali, Han-te. Kalau Pulau Naga menjadi tempat tinggal
beng-cu dan kalau beng-cu mengumpulkan tokoh-tokoh
sesat di dunia kang-ouw di sana, maka tempat itu menjadi
amat berbahaya. Sebaiknya kita kini berpencar dan mencari
jalan masing-masing sambil melakukan penyeledikan di
sepanjang jalan. Kita bertemu kelak di Pulau Naga karena
akupun akan melakukan penyelidik an di sana."
"Ada urusan apakah engkau hendak pergi ke sana, Leeko?"
"Selain untuk membantu mencari pembunuh akupun
mempunyai perhitungan dengan Siang Koan Bhok. Ketika
Thian-te Mo-ong dan kawan-kawannya hendak menangkap
kami dahulu itu, ini jelas ada hubungannya dengan
persekutuan antara beng-cu, para tokoh sesat, dan pasukan
pemerintah. Agaknya beng cu itu telah berhasil menghasut
Kaisar sehingga Kaisar juga menyuruh pasukannya
menangkap aku dengan tuduhan memberontak. Aku ingin
membuat perhitungan dengan biang keladi ini semua yang
kuduga berada di tangan beng-cu Ouw Kwan Lok itu."
"Baik, Lee-ko. Kita bertemu di sana."
-oo(mch)oo-
Lee Cin meninggalkan Tin Han dan Thian Lee dengan hati
tidak karuan rasanya. Benarkah ucapan Thian Lee bahwa
yang menjadi pembunuh para hwe-sio dan to-su, juga yang
menyerang dan melukai ibunya itu, bukan Tin Han,
melainkan orang lain yang menyaru setegai Hek-tiauw Enghiong?
Memikirkan kemungkinan ini, hatinya menjadi
semakin tidak karuan. Ada rasa lega dan gembira, akan
tetapi juga ada rasa penyesalan dan malu. Ia telah
memperlakukan Tin Han sebagai tawanannya dan diseretnya
seperti seekor anjing! Ia tahu bahwa ia, bagaimanapun juga,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
masih amat mencinta Tin Han. Kalau ia bersikap seperti itu
terhadap Tin Han, hal itu adalah karena tadinya ia yakin
bahwa Tin Han yang menyerang ibunya. Akan tetapi
sekarang baru ia menyadari kemungkinan adanya pihak ke
tiga yang sengaja mengadu domba antara keluarganya dan
Tin Han! Kalau dipikirkan secara tenang dan mendalam, kini
iapun sangsi apakah Tin Han yang demikian lembut dan
bijaksana, yang demikian baik hati sehingga berani
menentang keluarga sendiri karena dia mempunyai
pendirian yang teguh sebagai seorang pendekar patriot
sejati, apakah pemuda yang demikian baik itu dapat berbuat
demikian rendah untuk menyerang dan melukai ibunya?
Diam-diam hatinya yang tadinya merasa tertindih kini
menjadi lega. Ah, alangkah senangnya kalau ternyata bukan
Tin Han yang melakukan hal itu. Akan tetapi ia sudah
terlanjur bersikap demikian galak dan membenci terhadap
Tin Han!
"Ah, apakah sikapku itu tidak amat menyakiti hatinya
dan membuat dia membenci aku?" Bibir Lee Cin gemetar dan
tak terasa beberapa tetes air mata menuruni kedua pipinya.
Ia berhenti di bawah pohon, berlindung dari terik
matahari. Ia teringat akan apa yang baru saja terjadi.
Kembali Yauw Seng Kun, si keparat itu, bersama Ban-tok
Mo-li hampir mencelakainya. Kalau tidak ada Tin Han yang
membantunya, maka pengeroyokan duapuluh lebih orang
perajurit dan dua orang jahat itu tentu dapat
membahayakan dirinya.
Setelah mendengar pendapat bahwa ada musuh rahasia
yang sengaja menyamar sebagai Hek-tiauw Eng-hiong untuk
mengadu domba, Lee Cin teringat akan musuh-musuhnya.
Selama ini ia selalu bentrok dengan golongan sesat yang
dahulu membantu pemberonrak akan tetapi yang sekarang
bahkan menjadi sekutu pemerintah penjajah. Orang-orang
seperti Thian-te Mo-ong, Siang Koan Bhok, Hek-bin Mo-ko,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sin-ciang Mo- kai, Yauw Seng Kun dan Ban-tok Mo-li itu
selalu menyerangnya kalau bertemu dengannya. Orangorang
itu juga menjadi musuh Tin Han. Tentu saja mereka
itu memusuhi pula Siauw- lim- pai, Kun- lunpai dan lainlain
partai persilatan besar yang menjadi tempat para
pendekar. Ia sekarang teringat. Kalau ada orang yang
hendak mengadu domba Hek- tiauw Eng- hiong dengan
keluarganya, dengan Siauw-lim- pai dan Kun- lun- pai, maka
besar sekali kemungkinannya orang itu adalah seorang di
antara mereka yang memusuhinya itu. Yauw Seng Kun!
Bukankah yang menyamar sebagai Hektiauw Eng- htong
palsu itu seorang muda yang badannya sebesar Tin Han?
Yauw Seng Kun juga memiliki kepandaian tinggi.
Ia tidak boleh tinggal diam. Ia merasa kasihan kepada Tin
Han yang hanya diberi waktu dua bulan untuk dapat
menangkap pembunuh itu. Bagaimana kalau selama dua
bulan itu pencarian Tin Han gagal ? Tentu semua tuduhan
akan kembali kepada pemuda itu! Ah, ia tidak boleh tinggal
diam. Ia harus membantu Tin Han, melakukan penyelidikan
dan mencari pembunuh yang menyamar sebagai Hek-tiauw
Eng- hiong itu.
Pusat para tokoh sesat itu sekarang berada di Pulau
Naga, dipimpin oleh beng-cu baru itu. Ouw Kwan Lok! Tiba
tiba saja seperti sinar kilat menerangi otaknya. Benar! Ouw
Kwan Lok itu sekarang telah menjadi seorang yang lihai
bukan main. Mengalahkan Im Yang Seng-cu ketua Kun-lunpai
bahkan mengalahkan Nenek Cia. Ouw Kwan Lok menjadi
beng-cu dan dia yang memimpin golongan sesat. Mungkin
Ouw Kwan Lok yang amat lihai itu yang menyaru sebagai
Hek-tiauw Eng- hiong. Akan t eapi, tuduhan itu menjadi
lemah kembali ketika ia teringat bahwa lengan kiri Ouw
Kwan Lok buntung. Ia sendiri yang membuntungi lengan itu.
Bagaimana mungkin Ouw Kwan Lok dapat menyaru sebagai
Hek-tiauw Eng-hiong kalau lengannya hanya satu? Tentu
akan ketahuan semua orang. Tidak, Ouw Kwan Lok tidak
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mungkin menyamar sebagai orang lain. Cacat lengan
buntungnya tidak memungkinkan dia melakukan hal itu.
Akan tetapi, andaikata bukan Ouw Kwan Lok sendiri,
agaknya pembunuh itu seorang di antara para tokoh kang
ouw yang telah bergabung dengan bengcu baru itu. Atas
perintah Ouw Kwan Lok; Benar, tidak dapat salah lagi. Kalau
hendak mencari pembunuh itu, tempatnya tentu di Pulau
Naga. Dengan pikiran ini, Lee Cin lalu melanjutkan
perjalanannya ke selatan dan timur, untuk pergi ke Pulau
Naga.
Ketika dua hari kemudian memasuki kota Teng-lok yang
cukup ramai, dan mengambil keputusan untuk bermalam di
kota itu, di sebuah rumah makan merangkap rumah
penginapan ia melihat Cia Tin Siong sedang duduk
menghadapi meja makan dengan seorang pria setengah tua
dan seorang gadis cantik. Sebelum Lee Cin mengambil
putusan harus mengambil sikap bagaimana, Tin Siong
sudah melihatnya dan pemuda itu segera bangkit berdiri.
"Souw-lihiap!" Tin Siong memanggil dan terpaksa Lee Cin
menghampiri meja mereka. Bagaimanapun juga, Tin Siong
adalah kakak kandung Tin Han.
Ia membalas penghormatan Tin Siong. "Siong-twako,
engkau di sini'?" Lee Cin bertanya sambil memandang
kepada gadis yang masih duduk menghadapi meja itu.
"Paman Kwe dan adik Li Hwa, perkenalkan. Nona ini
adalah pendekar wanita Souw Lee Cin, puteri dari mantan
beng-cu Souw Tek Bun di Hong-san. Souw-lihiap, ini adalah
Paman Kwe Ciang bersama puterinya, adik Kwee Li Hwa.
Mereka ini adalah murid-murid Bu- tong-pai yang
segolongan pendekar.
Lee Cin saling memberi hormat dengan ayah dan anak
itu. Tin Siong menggunakan kesempatan itu untuk
nempersilakan Lee Cin duduk di meja mereka dan makan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
bersama. Karena sikap Tin Siong yang sopan dan lembut,
Lea Cin merasa tidak enak untuk menolak karena iapun
masuk ke rumah makan itu untuk makan siang.
Sambil makan mereka bercakap-cakap. "Souw-lihiap,
apakah engkau sudah nendengar tentang fitnah yang
dilontarkan orang terhadap keluarga Cia kami?"
Tentu saja Lee Cin mengerti, akan tetapi ia pura-pura
bertanya, "Fitnah yang bagaimana, Siong-twako?"
Dengan suara lirih agar jangan terdengar orang lain di
rumah makan itu, Tin Han berkata. "Ada seseorang yang
menyamar sebagai Hek-tiauw Eng hiong membunuhi
belasan orang hwe-sio Siauw-lim-pai dan dua orang to-su
Kun lun-pai. Karena orang berkedok itu membunuh dengan
pukulan yang mirip Hek- tok-ciang, maka orang-orang
sudah menuduh keluarga kami yang melakukan. Terutama
sekali adik Cia Tin Han yang dituduh sebagai pembunuh
itu."
"Itu benar sekali," kata Kwe Ciang kepada Lee Cin. "Kami
sendiri ketika pertama kali bertemu Cia Tin Siong, mengira
dialah pembunuh itu dan kami melaporkan kepada para
hwe-sio di Siauw-lim-pai."
"Dan para tokoh Siauw-lim-pai segera datang kepadaku
dan mereka hendak menangkap aku. Ketika aku tidak mau
karena merasa tidak bersalah, mereka memaksa sehingga
terjadi pertandingan. Pada saat itu, Hek-tiauw Enghiong
muncul. Dia itu bukan lain adalah adikku Cia Tin Han.
Adikku juga menyangkal bahwa dia melakukan
pembunuhan, akan tetapi para hwe-sio tidak percaya
sehingga terjadi perkelahian antara kami berdua dan
mereka. Selagi keadaan kami terdesak, muncullah pendekar
Song Thian Lee, bekas panglima itu dan dialah yang melerai,
bahkan dia yang menanggung bahwa adikku Tin Han tidak
bersalah. Akhirnya, setelah Tin Han berjanji bahwa dalam
dua bulan dia akan menangkap pembunuhnya yang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menyamar sebagai Hek-tiauw Eng-hiong itu, atas
tanggungan Song Thian Lee, kami dibebaskan. Sungguh
membuat orang merasa penasaran sekali!"
Tentu saja Lee Cin sudah mengetahui semua itu. Akan
tetapi ia tidak ingin menceritakan betapa orang berkedok
itupun menyerang dan melukai ibunya sehingga iapun
pernah menangkap dan menyeret Tin Han. Hanya
kemunculan Song Thian Lee yang membuat ia sadar dan
meragu akan kesalahan Tin Han.
"Aku sudah mendengar tentang pembunuhan itu, bahkan
akupun sedang ikut melakukan penyelidikan tentang
pembunuhan itu. Apakah engkau sudah dapat menduga
siapa adanya pembunuh yang menyamar sebagai adikmu itu
Siong-ko?"
"Aku belum dapat menduga siapa yang melakukan
perbuatan keji itu. Aku pun hendak menyelidiki, akan tetapi
tidak tahu harus mulai dari mana."
"Siong- ko, jelas bahwa orang yang melakukan itu tentu
seorang yang menjadi musuh dan amat membenci Keluarga
Cia. Tentu engkau dapat tahu siapa kiranya orang yang
membenci dan niemusuhi keluargamu, orang yang memiliki
ilmu silat yang amat tinggi."
Tin Siong mengingat-ingat, kemudian dia mengepal
tinjunya dan berkata "Ahh, benar juga! Kenapa aku tidak
memikirkan sebelumnya? Keluarga kami pernah didatangi
Siang Koan Bhok dan Thian-te Mo- ong bersama kawankawan
mereka. Mereka membujuk agar kami mau bersekutu
dengan mereka dan membantu pemerintah Mancu. Tentu
saja kami tidak setuju sehingga terjadi perkelahian antara
kami dan mereka. Untung adik Tin Han muncul dan berhasil
mengalahkan mereka. Tenth mereka itu yang membenci
kami dan tentu perbuatan yang mencemarkan Keluarga Cia
ini datang dari mereka!"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Sekarang semua sudah jelas. Beng-cu baru Ouw Kwan
Lok kini telah menjadi antek Mancu dan dia berusaha untuk
mempengaruhi semua orang kang-ouw agar mau bekerja
sama. Yang tidak mau lalu di musuhi. Keadaan mereka kuat
sekali karena selain banyak tokoh sesat mendukung mereka,
kini mereka dilindungi oleh pasukan pemerintah. Hemm,
sungguh menyesal aku mengapa tempo hari bukan lehernya
yang kubikin buntung, melainkan hanya lengan kirinya!"
"Keadaan ini gawat sekali," kata Kwee Ciang yang sejak
tadi bersma puterinya hanya mendengarkan saja. "Kita
kaum pendekar harus bertindak, kalau tidak, mereka tentu
akan lebih berani mencoba untuk membasmi golongan
pendekar yang tidak mau menjadi antek Mancu. Aku sendiri
akan pergi ke Butong-pai dan memberi kabar ini kepada
para suhu di sana agar Bu-tong-pai tidak tinggal diam
namun bekerja sama dengan semua pendekar untuk
menghancurkan kekuatan jahat yang disusun oleh beng-cu
baru di Pulau Naga itu."
Tin Siong mengangguk dengan gembira. Dia merasa
senang bahwa ayah Li Hwa mau dengan aktip membantu
gerakan untuk membasmi persekongkolan jahat itu.
"Dan aku sendiri akan pergi ke Pulau Naga untuk
melakukan penyelidikan dan mencoba untuk mencari di
mana adanya pembunuh yang telah mempergunakan nama
Hek-tiauw Eng-hiong itu."
Tiba-tiba Kwe Li Hwa berkata kepada ayahnya, "Ayah,
aku ingin ikut dan membantu Siong-ko. Engkau setuju,
bukan?"
Kwe Ciang tersenyum dan sebelum menjawab dia
menatap wajah pemuda itu. Selama beberapa hari
melakukan perjalanan bersama, memang terdapat keintiman
antara kedua orang muda
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ketika dia melihat bahwa Tin Siong hanya tersenyum dan
kelihatan girang dengan ucapan yang dikeluarkan Li Hwa,
dia berkata, "Li Hwa, engkau hanya akan mengganggu Tin
Siong. Dia sedang melakukan pekerjaan penting."
"Aku tidak akan mengganggunya, bahkan membantunya,
ayah!" bantah Li Hwa.
Kwe Ciang menoleh kepada Tin Siong. "Bagaimana
pendapatmu, Tin Siong? Apakah engkau tidak berkeberatan
kalau Li Hwa ikut pergi bersamamu?"
Tin Siong tersenyum. "Saya tidak berkeberatan dan
merasa gembira sekali mendapat bantuan adik Li Hwa."
"Baiklah kalau begitu. Li Hwa, engkau boleh ikut pergi
dengan Tin Siong dan membantunya. Akan tetapi kalian
berdua harus berhati-hati sekali. Pulau Naga merupakan
tempat yang amat berbahaya bagi kalian."
Tentu saja Li Hwa merasa girang bukan main. Wajahnya
yang cantik manis itu berseri- seri, sinar matanya juga
seperti menari- nari ketika ia memandang kepada Tin Siong.
“Ayah, dengan Siong- ko tentu akan bersikap hati- hati.
Kuharap saja kami akan dapat membongkar rahasia orang
yang menyamar seba gai Hek- tiauw Eng- hiong dan yang
melakukan pembunuhan-pembunuhan it u."
Melihat sikap kedua orang muda itu, Lee Cin dapat,
menduga bahwa tentu ada hubungan batin antara Tin Siong
dan Li Hwa. Ia diam-diam merasa gembira sekali.
"Kalau begitu, kita mengambil jalan masing- masing dan
mudah- mudahan kelak kita dapat bertemu di Pulau Naga
untuk bersama-sama membasmi komplotan golongan sesat
yang dihimpun oleh berg- cu Ouw Kwan Lok itu!" kata Lee
Cin.
Setelah selesai makan dan bercakap- cakap dengan suara
lirih namun bersemangat, Tin Siong lalu membayar harga
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
makanan dan Lee Cin minta diri untuk pergi dari situ.
Mereka semua berpencar. Kwee Ciang juga pergi
meninggalkan puterinya dan sepasang orang muda itu, Tin
Siong dan Li Hwa, juga pergi meninggalkan kota Teng- lok.
-oo(mch)oo-
Senja itu indah bukan main. Cahaya kemerahan dari
langit barat mengecat permukaan bumi dengan warna
keemasan yang. cerah. Burung- burung beterbangan pulang
ke sarang mereka dan berkicau riang setelah sehari lelah
bekerja kini kembali ke sarang mereka yang hangat. Dari
jauh tampak seorang anak remaja menggiring sekumpulan
kerbau kembali ke dusun. Punggung kerbau-kerbau itu
tampak bersih mengkilap karena habis dimandikan di
sungai setelah kenyang makan di padang rumput. Para
petani juga berjalan menuju pulang sehabis bekerja sehari di
sawah ladang. Langit di barat merupakan keindahan
tersendiri untuk dinikmati. Awan-awan yang membentuk
bangunan-bangunan aneh berwarna kemerahan, seperti
istana-istana sorga tempat tinggal para dewa.
Tin Han terpesona dan dia berhenti melangkah di lereng
bukit itu dan memandang ke arah barat. Alangkah
indahnya, menakjubkan! Dari lereng yang agak tinggi itu dia
dapat melihat kesibukan di dusun bawah bukit. Agaknya
semua mahluk sudah siap untuk menanti datangnya malam
yang menggantikan siang. Agaknya Sang Raja Matahari
hendak meninggalkan kesan yang indah sebelum dia
menghilang ke balik gunung di barat. Sebentar lagi semua
keindahan di langit itu akan lenyap dan terganti oleh
kegelapan yang pekat.
Tin Han teringat. Dia harus bersicepat kalau tidak ingin
kemalaman di jaIan. Kakinya mulai bergerak, akan tetapi
sukar baginya untuk tidak memandang ke arah langit di
barat itu. Awan-awan yang membentuk bermacam bangunan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
itu demikian indahnya. Lekuk lengkung dengan garis lembut
itu demikian sempurna, seperti lukisan Tangan yang Maha
Sakti. Kembali dia menahan langkahnya. Lambat laun
pemandangan di langit barat itu mulai memudar dan cuaca
menjadi semakin remang. Tanda bahwa malam telah hampir
tiba.
Ketika memandang dan menikmati semua keindahan itu
tanpa berpikir, rasanya dia seperti menjadi satu dengan
segala keindahan itu, menjadi bagian tak terpisahkan dari
alam. Akan tetapi begitu dia teringat akan keadaan diri dan
kebutuhannya, dia merasakan perpisahan dirinya dengan
alam.
Karena cuaca sudah mulai remang dia bergegas
menuruni lereng bukit itu menuju ke dusun di kaki bukit.
Penduduk itu miskin, tampak dari rumah mereka yang kecilkecil
dan butut sehingga Tin Han merasa tidak tega untuk
mengganggu dan merepotkan mereka. Di luar dusun itu dia
melihat sebuah kuil dan ke sanalah dia berjalan.
Kuil itu sudah tua sekali dan tidak dipergunakan lagi,
tidak terawat sehingga dindingnya dari tembok itu penuh
lumut.
Pohon-pohon rambat memenuhi jendela dan pintunya.
Sebagian dari atapnya sudah ambruk, akan tetapi bagian
belakangnya masih utuh sehingga tempat itu lumayan untuk
dipergunakan sebagai tempat melewatkan malam. Dia
menguak daun pintu dan terdengar bunyi berkeriyet
nyaring, lalu memasuki kuil itu. Hawa dingin
menyambutnya dan Tin Han bergidik saking dinginnya dan
juga karena sedikit banyak ada rasa was- was melihat
tempat yang tampaknya angker, seolah-olah tempat itu lebih
pantas dihuni setan dan iblis.
Terdapat beberapa buah arca di ruangan belakang, arca
dari iblis penjaga pintu neraka. Buatannya halus sekali. Di
ruangan belakang ini tempatnya masih lumayan, atapnya
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tidak rusak dan tempat itu masih mempunyai dinding yang
dapat menahan serangan angin malam yang dingin.
Tin Han menemukan sebuah sapu dan -menyapu
lantainya sehingga bersih. Dia lalu duduk dan mengambil
dua batang lilin dari buntalan pakaiannya, menyalakan lilin
itu sehingga keadaannya menjadi terang dan tidak
menyeramkan lagi. Akan tetapi ketika dia duduk di atas
lantai, dia seperti mendengar suara gerakan dan tiba-tiba dia
seperti melihat dua pasang mata mengintainya dari balik
arca-arca itu. Dia terkejut dan cepat melompat mendekat,
akan tetapi dua pasang mata itu lenyap. Sungguh
keadaannya menjadi menegangkan dan menyeramkan.
Manusia atau ibliskah yang telah mengintainya?
Tin Han merasa betapa tengkuknya meremang. Dia tidak
takut, akan tetapi merasa ngeri juga. Perasaan ini
dilawannya dengan anggapan bahwa tidak ada iblis dapat
mengganggu manusia, kecuali kalau iblis itu manusia juga
dan kalau ada manusia jahat yang mengganggunya, dia
sudah siap siaga dan tidak merasa takut.
Malam semakin larut. Tin Han mengumpulkan kayu
bakar dan membuat api unggun. Selain dapat
mendatangkan kehangatan, api unggun itupun memberi
cahaya yang lebih terang dan mengusir nyamuk. Akan tetapi
api unggun itu juga menimbulkan bayang-bayang yang besar
dan panjang, menari-nari di sekelilirignya, seolah-olah dia
dikepung oleh banyak hantu.
Tiba-tiba tampak banyak sekali nyala api disekelilingnya.
Nyala api itu seperti obor akan tetapi pemegangnya tidak
tampak dan perlahan-lahan obor itu mulai bergerak
mengitarinya, makin lama semakin cepat sehingga akhirnya
hanya tampak sebagai sebuah lingkaran besar dari api dan
kelihatan indah sekali.
Tin Han mengerutkan alisnya dan menjadi tak senang.
Dia merasa dipermainkan. Dia yakin bahwa obor-obor itu
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tentu dipegang oleh manusia, bukan sebangsa iblis.
Tangannya meraih ke depan, mengambil sepotong kayu
bakar dan segera dia melontarkan kayu bakar itu ke arah
lingkaran api sambil mengerahkan tenaga dalamnya.
" Wuuuuuttt......... dukkk!" Terdengar suara mengaduh
ketika kayu bakar itu mengenai sasarannya. Tiba-tiba dari
sekelilingnya menyambar benda-benda hitam dan ketika
benda-benda itu jatuh ke atas lantai, terdengar ledakanledakan
dan asap berwarna warni mengepul tebal. Tin Han
terkejut. Dia meloncat bangun dan siap melawan. Akan
tetapi dia segera terbatuk-batuk. Asap itu berbau keras,
memasuki hidungnya seperti merica bubuk sehingga dia
terbatuk-batuk. Tin Han tidak dapat menghindarkan diri lagi
karena di dalam ruangan itu telah penuh dengan asap. Dia
menerjang hendak keluar dari ruangan itu, akan tetapi
kepalanya menjadi pening dan dia terhuyung-huyung lalu
roboh tak sadarkan diri di atas lantai.
Setelah asap mulai memudar, tampaklah duapuluh lebih
orang yang berpakaian serba hijau dan muka mereka
dicoreng-moreng dengan cat berwarna warni sehingga sukar
sekali untuk mengenal mereka. Akan tetapi dari gerakan
mereka yang gesit, mudah diduga bahwa mereka adalah
orang-orang yang memiliki ilmu silat yang lihai.
Tanpa banyak cakap lagi, dua orang di antara mereka
lain menghampiri Tin Han dan melibat- libatkan tali kain
sutera ke tubuh bagian atas Tin Han sehingga kedua tangan
pemuda itu sama seka li tidak dapat di gerakkan, dilibatlibat
kain sutera itu dengan kuat.
"Cepat bawa dia menghadap Kui-bo (Biang Hantu)!" kata
seorang di antara mereka yang agaknya menjadi memimpin
dan dari suaranya dapat diduga bahwa ia seorang wanita.
Orang-orang itu memang sukar dikenal karena wajah yang
dicoreng moreng, bahkan sukar untuk menentukan mana
yang pria dan mana yang wanita.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Empat orang lalu menggotong tubuh Tin Han yang masih
pingsan dan mereka lalu berjalan dengan cepat keluar dari
hutan itu, membawa obor dan menujli ke utara, mendaki
sebuah bukit dan keluar masuk hutan. Pemimpin
rombongan, wanita itu, berulang kali melihat apakah Tin
Han masih belum sadar dari pingsannya. Setelah melihat
pemuda itu sadar dan membuka matanya, ia berkata kepada
orang- orangnya, "Lepaskan dia, biar dia jalan dengan
kakinya sendiri!"
Empat orang itu melepaskan Tin Han. Pemuda ini ketika
sadar menjadi bingung melihat dirinya digotong orang dan
berada di tengah- tengah banyak orang yang mukanya
dicoreng- moreng dan pakaian mereka serba hijau. Akan
tetapi dia segera teringat peristiwa di dalam kuil tua itu dan
maklum bahwa dia telah ditawan sekelompok orang aneh.
Dia mendapatkan dirinya dibelenggu dan tubuhnya dibelitbelit
kain sutera yang amat kuat sehingga tidak mampu
membebaskan kedua tangannya. Kain pengikat dirinya itu
dapat mulur seperti karet maka sukar sekali untuk dibikin
putus. Tidak, dia harus sabar mencari kesempatan baik,
pikirnya. Membebaskan diri sekarang, selain sukar, juga
berbahaya karena dia berada di tengah- tengah duapuluh
lebih orang aneh itu.
Ketika dia dipaksa melangkah bersama mereka,
pemimpin gerombolan itu berjalan mendekatinya dan
terdengar suaranya yang merdu, suara seorang wanita
muda, bertanya kepadanya.
"Siapa namamu?" Pertanyaan itu diajukan seperti orang
bertanya kepada seorang teman saja sehingga Tin Han
merasa akrab pula.
"Namaku Cia Tin Han," jawabnya pendek.
"Namaku Siauw Leng Ci," kata pula orang itu dengan
suara wajar. Tin Han diam-diam merasa heran. Melihat
sikap dan suara orang ini, agaknya ia bukan dari golongan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sesat, akan tetapi mereka itu demikian aneh, mencorengmoreng
muka mereka dan mengapa pula dia ditawan?
"Senang sekali berkenalan denganmu," katanya.
"Akan tetapi mengapa aku kalian tawan? Apa
kesalahanku terhadap kalian?"
"Hemm, engkau telah menemukan tempat rahasia kami,
karena itu engkau ditawan."
Tin Han tertegun. Kiranya kuil tua itu tempat rahasia
orang-orang aneh ini.
"Akan tetapi aku tidak sengaja!"
"Hal itu harus dibuktikan dulu nanti."
"Ke mana aku akan dibawa?"
"Engkau akan kami hadapkan kepada ketua kami yang
akan menentukan apa yang harus kami lakukan terhadap
dirimu."
"Siapakah ketua kalian?"
"la adalah.......... ibuku!"
Tin Han terkejut. Jadi gadis ini, ia dapat menduga bahwa
Siauw Leng Ci tentu seorang gadis muda yang tidak lebih
dari duapuluh tahun usianya, puteri ketua gerombolan
orang aneh itu.
"Siapa nama ibumu?"
"Ibu hanya dikenal nama julukannya saja, yaitu Te-tok
Kui-bo (Biang Hantu Racun Bumi)."
Mendengar nama julukan yang menyeramkan itu, Tin
Han tertegun. Nama julukan seperti itu membayangkan
seorang yang sakti dan kejam.
"Akan tetapi, Leng Ci. Engkau sendiri tahu bahwa aku
tidak bersalah apa-apa. Aku menemukan tempat rahasia
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kalian tanpa kusengaja. Apakah untuk itu aku harus
menerima hukuman? Itu tidak adil sekali namanya!"
"Jangan khawatir, Tin Han. Ibuku adalah seorang yang
bijaksana walaupun ia dapat mengambil keputusan tegas.
Engkau tadi telah merobohkan dua orang anggauta kami
dengan lemparan kayu, karena itu engkau dianggap orang
yang berkepandaian. Dan ibu memerlukan bantuan orangorang
yang berkepandaian. Tenanglah saja, aku tidak akan
tinggal diam kalau engkau diperlakukan tidak adil."
Tin Han merasa lega. Penglihatannya ternyata benar.
Gadis ini baik hati dan agaknya tertarik kepadanya. Maka
tadi dia sengaja menyebut namanya begitu saja dan agaknya
panggilan yang intim itu menyenangkan hatinya, buktinya
iapun menyebut namanya begitu saja seolah mereka telah
menjadi seorang sahabat baik. Berada di tengah-tengah
sekumpulan orang aneh ini, menghibur juga kalau
mempunyai seorang sahabat. Dia harus mencari tahu,
perkumpulan macam apakah mereka itu.
"Leng Ci, engkau begini baik budi, maka aku yakin
bahwa perkumpulanmu tentu perkumpulan baik dan bukan
termasuk golongan sesat. Sebetulnya, perkumpulan apakah
yang dipimpin oleh ibumu itu?"
"Perkumpulan kami namanya Te-kwipang (Perkumpulan
Iblis Bumi) dan jangan salah sangka, biarpun kami memakai
nama seram itu, sebetulnya kami adalah segolongan patriot
yang menentang pemerintah penjajah Mancu. Bahkan mata
pencaharian kami untuk membiayai perkumpulan kami
adalah dari hasil merampok harta para pembesar Mancu."
"Bagus!" seru Tin Han dengan gembira. "Kalau begitu aku
merasa aman, tidak terjatuh ke tangan perkumpulan sesat
dan jahat." Dia memandang wajah gadis itu dengan penuh
perhatian, berusaha untuk memandang wajah aselinya di
balik coreng moreng itu. Matanya tajam bening, hidungnya
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mancung. Gadis ini tentu seorang yang cantik jelita,
pikirnya.
Pada saat itu mereka tiba di sebuah puncak bukit yang
tertutup hutan yang penuh dengan pohon besar. Di tengahtengah
hutan itu terdapat puluhan pondok bambu
mengelilingi sebuah pondok kayu yang besar. Dan tampak
banyak sekali orang yang mukanya dicoreng-moreng kurang
lebih seratus orang jumlahnya.
Jilid XII
Siauw Leng Ci memegang tangan Tin Han dan dibawanya
pemuda itu memasuki rumah besar. Di ruangan dalam yang
cukup luas, dia melihat seorang nenek duduk di kursi besar,
dihadap lima orang laki-laki yang tubuhnya tinggi besar dan
juga muka lima orang laki laki ini dicoreng- moreng. Hanya
wajah nenek itu saja yang tidak dicorengi, dan melihat nenek
itu, Tin Han teringat akan neneknya sendiri, mendiang
Nenek Cia! Ada persamaan di antara keduanya. Usia
sepantar dan keduanya memiliki sikap tegak dan angkuh
yang sama pula. Bahkan senjata merekapun serupa, yaitu
tongkat berkepala naga!
"Ibu.......... " Leng Ci berseru dan membungkuk sebagai
pemberian hormat kepada ibunya. Tin Han berdiri dengan
kedua tangan masih terikat.
Nenek itu memandang wajah Tin Han penuh selidik, lalu
ia berkata kepada puterinya. "Hemm, engkau membawa
seorang tawanan! Mengapa dia?"
"Dia telah menemukan tempat rahasia kita di kuil,
walaupun tidak disengaja. Akan tetapi dia merobohkan dua
orang anggauta kita dengan lontaran kayu bakar. Maka aku
menangkapnya dan membawanya ke sini untuk mendapat
keputusan ibu. "
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Nenek itu kembali memandang wajah Tin Han penuh
perhatian. Agaknya ia merasa senang dengan wajah itu, dan
ia bertanya dengan suara lirih namun mengandung desakan
atau perintah untuk dijawab. "Siapa namamu, orang muda?"
"Nama saya Cia Tin Han."
"Cia?" Nenek itu memandang lebih tajam penuh selidik,
"Apanya dengan Keluarga Cia di Hui-cu?"
Cepat Tin Han berpikir dan dia melihat persamaan antara
nenek ini dan neneknya. Keduanya juga patriot-patriot yang
membenci pemerintah penjajah Mancu. Maka dia berani
berterus terang. "Saya adalah anggauta Keluarga Cia di Huicu."
"Ah- ah..... ! Bagus sekali. Leng Ci, lepaskan ikatan kedua
tangannya. Dia bukan orang lain, masih segolongan sendiri."
Dengan wajah berseri, biarpun yang tampak hanya sinar
matanya saja yang berseri, Leng Ci segera membuka ikatan
yang membelit tubuh bagian atas Tin Han. Setelah terbebas
dari ikatan, Tin Han menggerak- gerakkan kedua lengannya
yang terasa agak kaku.
"Cia Tin Han, aku ingin sekali melihat kemajuan ilmu
kepandaian Keluarga Cia. Leng Ci, engkau boleh mencoba
ilmu silatnya!"
Leng Ci tersenyum lebar lalu menghampiri Tin Han "Nah,
engkau mendengar sendiri, Tin Han. Ibu menghendaki kita
bertanding untuk menguji ilmu."
"Akan tetapi , Leng Cui, aku tidak mau bermusuhan
denganmu”
"Bertanding menguji ilmu bukan berarti bermusuhan, Tin
Han. Kita hanya melihat sampai di mana keunggulan
masing-masing. Marilah, kehendak ibuku jangan dibantah."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tin Han berpikir. Kalau dia menolak, tentu nenek itu
akan menjadi tidak senang hati. Nenek itu hanya ingin
melihat kemajuan ilmu Keluarga Cia, bukan bermaksud lain.
"Baiklah, harap engkau banyak mengalah, Leng Ci,"
katanya dan diapun berdiri tegak di depan gadis itu.
"Mulailah!"
"Awas seranganku, Tin Han!" Leng Ci sudah menerjang
dan ternyata gerakan gadis ini cepat bukan main, juga
tamparan tangan kirinya didahului angin pukulan yang
kuat. Tin Han diam-diam kagum. Gadis ini lihai juga! Dia
mengelak dan ketika gadis itu menyerang secara bertubitubi,
semua serangan itu dapat dielakkan dan ditangkis.
Untuk menjaga agar dia jangan dikira mempermainkan,
diapun membalas dengan tamparan tangannya, tidak
terlampau kuat dan tidak terlampau cepat sehingga dapat
pula dielakkan dan ditangkis gadis itu. Terjadilah
pertandingan yang seru. Hal ini memang disengaja oleh Tin
Han. Dia melawan hanya untuk mengimbangi tingkat
kepandaian gadis itu sehingga seolah mereka itu memiliki
tingkat yang sama. Pada hal kalau dia menghendaki, tentu
saja dia sudah dapat mengalahkan Leng Ci kurang dari
tigapuluh jurus.
Kini lima orang laki-laki tinggi besar yang duduk di situ
memandang kagum. Mereka adalah para pembantu utama
dari Te Tok Kui-bo, akan tetapi dibandingkan dengan puteri
ketua mereka, tingkat masih kalah tinggi. Dan pemuda itu
ternyata mampu mengimbangi kepandaian nona mereka!
Te-tok Kui-bo sendiri memandang dengan wajah berseri.
Penglimatannya yang tajam memberitahu kepadanya bahwa
pemuda itu banyak mengalah dan ia percaya bahwa
sebetulnya kepandaian Tin Han lebih tinggi dari tingkat
puterinya.
Setelah dua orang itu bertanding melewati limapuluh
jurus, iapun berseru, "Tahan serangan!"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tin Han merasa lega hatinya dan dia melompat ke
belakang. Leng Ci juga melompat ke belakang dan gadis ini
memandang kepada ibunya dengan sinar mata bercahaya,
penuh kegembiraan mendapatkan kenyataan bahwa Tin Han
dapat mengimbanginya!
"Leng Ci, sekarang coba ilmu silatnya dengan
menggunakan senjata!" kata Te-tok Kui-bo kepada puterinya.
Leng Ci kembali menghampiri Tin Han dan berkata. "Tin
Han, keluarkanlah senjatamu, atau kalau engkau tidak
mempunyai, engkau boleh memakai senjata kami, tinggal
pilih," katanya sambil menuding pada sebuah rak di sudut
yang penuh dengan bermacam senjata. Tin Han mengambil
buntalan pakaiannya dan mengeluarkan Pek- kong- kaim
dari dalam buntalan pakaiannya, ketika dia mencabut
pedang itu, terdengar lima orang pembantu Te-tok Kui-bo
berdecak kagum. Tampak sinar kilat menyilaukan mata
ketika pedang yang bersinar putih itu digerakkan.
Leng Ci terkejut dan kagum sekali melihat pedang itu.
Pedangnya sendiri adalah sebatang pedang pusaka, akan
tetapi tidak mengeluarkan sinar kilat seperti yang berada di
tangan Tin Han. Ia lalu mundur mengambil jarak dan
berkata, "Mari kita mulai, Tin Han."
"Silakan, Leng Cin, aku sudah siap," jawab pemuda itu
sambil melintangkan pedangnya di depan dada.
"Lihat seranganku!" Leng Ci membentak dan mulai
menyerang. Ternyata serangan pedangnya juga cepat dan
dahsyat sekali. Tin Han mengelak sampai tiga kali dan
serangan ke empat dari gadis itu dia tangkis dengan
pedangnya.
"Trangg......... !" api berpijar ketika dua pedang bertemu
dan Leng Ci merasakan tangannya agar seimbang dengan
tenaga gadis itu. Dia memang harus menang, akan tetapi
meninggalkan kesan ramai atau seimbang agar tidak
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mendatangkan kecurigaan pada Tek-tok Kui-bo. Kemudian
dia balas menyerang dan terjadilah perkelahian dengan
pedang yang lebih seru dari pada perkelahian dengan pedang
yang lebih seru dari pada perkelahian tangan kosong tadi.
Tin Han sejak tadi mainkan ilmu silat Keluarga Cia sehingga
mampu menandingi Leng Ci dengan seimbang.
Kini, setiap mengadu pedang Tin Han menambahi sedikit
tenaganya sehingga setiap kali pedang bertemu, Leng Ci
terhuyung. Setelah pertandingan pedang berlangsung
limapuluh jurus, beberapa kali Leng Ci terhuyung ke
belakang.
"Cukup, tahan senjata!" teriak Te-to Kui-bo dengan wajah
cerah.
Tin Han melompat ke belakang dan Leng Ci juga
menahan gerakan pedangnya.
"Bagus sekali. Engkau ternyata telah mampu menandingi
ilmu silat dan ilmu pedang Leng Ci. Eh, Tin Han, berapa
usiamu sekarang?"
Ditanya demikian, Tin Han tertegun, akan tetapi dia
menjawab juga, "Duapuluh dua tahun, lo-cian-pwe."
"Dan engkau belum menikah, belum bertunangan?"
Merah wajah Tin Han mendengar pertanyaan ini, akan
tetapi terpaksa dia menjawab sambil menggeleng kepaIa.
"Belum."
"Bagus sekali! Kalian cocok satu dengan yang lain.
Tingkat kepandaian kalian juga sebanding. Tin Han, aku
ingin menjodohkan engkau dengan puteriku Siauw Leng Ci."
Suara nenek itu demikian tegas dan mantap, seolah tidak
dapat dibantah lagi, mengingatkan Tin Han akan watak
neneknya. "Leng Ci, pergi engkau membersihkan mukamu.
Tin Han harus melihat wajah aselimu!"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tanpa menjawab Leng Ci lalu pergi dari situ setengah
berlari. Tin Han segera membantah, "Akan tetapi, locianpwe.........
?”
"Akan tetapi apa? Apakah engkau nenolak niatku
menjodohkanmu dengan Leng Ci?"
Walaupun hatinya membenarkan, Tin Han tidak berani
terang-terangan menolak. Seorang locian-pwe seperti nenek
itu tentu amat keras hati, seperti juga neneknya dan dia
akan mengalami banyak kesulitan kalau membikin ia marah
atau kecewa.
"Bukan begitu, lo- cian- pwe. Akan tetapi bagaimana saya
dapat memutuskan sendiri urusan perjodohan saya. Masih
ada ayah dan ibu di sana, tanpa persetujuan mereka, mana
berani aku mengikatkan diri ?"
"Aah, itu urusan mudah. Aku sendiri yang akan bicara
dengan orang tuamu kelak. Hei, Leng Ci, engkau sudah
membersihkan mukamu? Ke sinilah, jangan main- main!"
Gadis itu muncul dan berdegup juga rasa jantung Tin
Han ketika dia melihat gadis itu. Sungguh cantik jelita dan
manis sekali, melebihi yang dia bayangkan semula. Akan
tetapi hatinya yang sudah memiliki dan di miliki Lee Cin
tidak begitu mudah untuk jatuh cinta kepada gadis lain.
Gadis itu memandang kepadanya dan diapun balas
memandang. Dua pandang mata bertemu, bertaut sejenak
dan Leng Ci lalu menundukkan mukanya yang menjadi
kemerah-merahan.
“'Tin Han, urusan orang tuamu, biarlah aku yang akan
bicara. Bagaimana dengan keadaan Nenek Cia sekarang?
Aku mengenal baik nenekmu itu!"
Rasa duka menyelinap ke dalam hati Tin Han. "Nenek
telah meninggal dunia, lo-cian- pwe."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Te-tok Kui-bo terbelalak dan memukulkan tongkatnya ke
atas lantai. "Apa? Bagaimana orang seulet dia begitu mudah
meninggal dunia ? Apa yang menyebabkan kematiannya?"
"Ia bertanding dengan Siang Koan Bhok dan terluka
dalam yang parah lalu meninggal dunia."
"Siang Koan Bhok, si keparat busuk!" tiba-tiba Te-tok
Kui-bo memaki. "Pulau Naga itu pusat kekotoran dunia!
Coba ceritakan mengapa Nenek Cia sampai bertanding
melawan Siang Koan Bhok!"
"Siang Koan Bhok dan kawan- kawannya datang
membujuk nenek untuk bersekongkol bersama dia menjadi
antek Mancu, akan tetapi nenek tidak sudi dan menolak
keras, lalu timbul perkelahian di antara mereka. Nenek
terluka parah kemudian meninggal dunia."
"Bangsat! Bangsat benar Siang Koan Bhok! Dia juga
hendak mempengaruhi aku, mempengaruhi Te-tok-pang
untuk bersekutu dan menjadi antek penjajah Mancu. Akan
tetapi akupun tidak sudi. Kebetulan dia memandang kami
dan para perkumpulan kang-ouw untuk berkunjung ke
Pulau Naga atas nama Ouw-beng cu. Beng-cu baru yang
menjadi antek Mancu itu tentu akan membujuk kami semua
untuk menjadi antek Mancu. Kami semua akan datang dan
beramai- ramai menolak. Hendak kulihat, mereka akan
dapat berbuat apa!"
Tin Han tertarik sekali. "Kapan locian-pwe hendak
memimpin anggauta ke Pulau Naga?"
"Minggu depan dan kami semua akan pergi ke sana.
Engkau, sebagai calon jodoh Leng Ci, harus ikut dan
menjadi wakilku bersama Leng Ci, memperkuat lima orang
wakilku ini. Perkenalkan, Tin Han, lima orang ini adalah
para wakilku yang mempunyai kedudukan paling tinggi
sesudah kami bertiga di Te-tokpang. Ngo-kwi, perkenalkan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
ini Cia Tin Han. Kalian sudah melihat sendiri kehebatan
ilmu silatnya, maka kalian harus menjadi pembantunya."
"Baik, Kui-bo!" Sahut mereka serentak, akan tetapi Tin
Han yang kebetulan memandang kepada mereka bahwa lima
pasang mata di balik coreng moreng muka mereka itu
mengeluarkan sinar tidak senang! Akan tetapi karena tidak
ada alasan untuk mencurigai mereka, diapun menganggap
bahwa sinar mata mereka itu memang sudah seperti itu, dan
tidak memperdulikan mereka lagi. Dia membayangkan
bahwa inilah kesempatan amat baik baginya untuk
memasuki Pulau Naga tanpa dikenal, karena dia dapat
membaur dengan para anggauta Te-tok-pang dengan
mencoreng moreng mukanya pula.
"Bagaimana, Tin Han. Engkau setuju bersama kami ke
Pulau Naga? Di sana engkau berkesempatan untuk
membalas kematian nenekmu dan aku akan membantumu."
"Ah, tentu akan saja, lo-cian-pwe. Aku senang sekali,"
jawab Tin Han cepat- cepat.
Mulai saat itu Tin Han tinggal bersama mereka sambil
menanti datanganya saat berangkat ke Pulau Naga. Sore
harinya, Te- tok Kui-bo memanggilnya. Tin Han sedang
bercakap-cakap dengan Leng Ci. Pergaulan antara mereka
akrab dan Leng Ci ternyata seorang gadis yang lincah dan
pandai bergaul.
Mendapat pariggilan Te- tok Kui-bo mereka berdua lalu
menghadap ke ruangan dalam di mana Te-tok Kui-bo sedang
duduk dihadap lima orang Sian- san Ngo kwi.
"Duduklah kalian," nenek itu menyambut. "Tin han dan
Leng Ci, baru saja Ngo- kwi memberi laporan bahwa ada
rombongan pasukan pemerintah yang akan lewat di kaki
bukit ini. Mereka mengawal dua buah peti terisi emas yang
akan di kirim ke kotaraja. Nah, ini kesempatan baik sekali.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
jumlah mereka hanya limapuluh orang. Kalian harus dapat
memimpin para anggauta untuk merampasnya!"
"Baik, ibu," jawab Leng Ci cepat dan dengan nada
gembira.
"Bagai mana dengan engkau, Tin Han?"
"Biarpun belurn pernah saya melakukan perampasan
harta pasukan Mancu, akan tetapi sekali ini saya akan
membantu sekuat tenaga. Harta itu tentu mereka ambil dari
rakyat jelata," jawab Tin Han.
"Bagus, sekarang kita atur siasatnya," kata Te-tok Kuibo
yang segera mengatur siasat bersama lima orang Siansan
Ngo- kwi dan ternyata Leng Ci juga lincah dan gagah
sekali memberi usul-usulnya. Mereka akan menghadang
barisan itu di kaki bukit sebelah selatan, di mana penuh
dengan hutan-hutan lebar sehingga memudahkan mereka
untuk melarikan diri kalau hal itu diperlukan. Akan tetapi
mengingat bahwa perajurit itu hanya ada limapuluh orang,
sedangkan anggauta Te- t ok- pang ada seratus orang lebih,
rasanya mereka tidak perlu melarikan diri. Setelah berhasil
merampas dua peti harta, dan memukul mundur pasukan
yang mengawalnya, mereka harus mengundurkan diri
sambil berpencar menjadi empat jurusan. Hal ini untuk
membingungkan kalau nanti ada pasukan besar melakukan
pengejaran.
-oo(mch)oo-
Malam itu, serombongan pasukan pemerintah yang
berkuda mengawal dua peti harta yang dimuat di dalam
sebuah kereta, berhenti dan melewatkan malam di sebuah
dusun di kaki bukit. Mereka tidak tahu bahwa di antara
orang-orang dusun yang menonton rombongan mereka
terdapat beberapa orang anggauta Te-tok pang yang
berpakaian sebagai petani biasa memperhatikan gerak gerik
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mereka dan menghitung jumlah pasukan yang mengawal
kereta yang berisi dua peti harta itu.
Pada keesokan harinya, setelah matahari mulai
menerangi tanah, rombongan pasukan berkuda itu
melanjutkan perjalanan mereka, keluar dari dusun itu,
menjadi tontonan penduduk dusun. Ketika beradadi dusun,
dua orang perwira yang memimpin pasukan itu bermalam di
rumah kepala dusun. Kini, dua orang perwira itu dengan
pakaian mereka yang mentereng, menunggang kuda di
depan pasukannya, menuju ke timur.
Matahari telah naik tinggi ketika mereka tiba di sebuah
jalan yang sunyi, di kaki sebuah bukit yang penuh dengan
hutan rimba. Dua orang perwira memberi isyarat agar anak
buahnya waspada karena mereka menempuh jalan yang
sunyi dan agaknya berbahaya.
Baru saja dua orang perwira itu memberi isyarat kepada
anak buahnya, tiba- tiba terdengar sorak-sorak dan dari
empat penjuru bermunculan orang-orang yang mukanya
dicoreng- moreng dan tangan mereka membawa senjata
golok atau pedang.
"Awas, kepung dan lindungi kereta!" Dua orang perwira
itu memberi aba- aba dan limapuluh orang perajurit itu
segera berloncatan turun dari atas kuda mereka dan
membuat gerakan mengepung kereta barang.
“Hei, kalian yang berani menghadang! Kami adalah
pasukan pemerintah yang sedang melakukan tugas
perjalanan. Apakah kalian sudah bosan hidup berani
mengganggu kami?"
"Tinggalkan kereta berisi dua peti itu!" bentak Leng Ci
dengan suara dibesarkan seperti suara pria.
"Hei, berani kalian hendak merampok kami, pasukan dari
kerajaan? Mundur dan jangan lanjutkan kalau kalian ingin
selamat!" teriak pula komandan pasukan.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sam-sian Ngo-kwi memberi aba-aba kepada anak
buahnya. "Serbu.........!”
Seratus orang lebih itu lalu mengeluarkan teriakan
gemuruh dan menyerbu. Para perajurit menyambut mereka
dan terjadi pertempuran yang berat sebelah.
Para perajurit itu memang rata-rata memiliki kepandaian
silat, akan tetapi demikian pu;a para anggauta Te-tok-pang
dan karena jumlah para anggauta perkumpulan itu dua kali
lipat lebih banyak, sebentar saja pihak pasukan kerajaan
terdesak hebat. Sian-san Ngo-kwi mengamuk. Dengan golok
besar mereka yang tajam, mereka mengamuk dan
membunuh banyak perajurit. Demikian pula Leng Ci,
dengan permainan pedangnya yang cepat dan indah, para
pengeroyoknya berpelantingan.
Tin Han sendiri segera lari ke arah kereta yang dilindungi
belasan orang perajurit. Dengan tangan kosong dia
merobohkan beberapa orang perajurit, melompat naik ke
atas kereta, memukul roboh kusir kereta sehingga terjungkal
ke bawah dan dia sudah menguasai kereta itu.
Pertempuran hanya berlangsung sebentar saja. Para
perajurit berjatuhan dan sisanya melarikan diri cerai berai
begitu melihat. dua orang perwira pimpinan mereka telah
roboh.
"Mundur! Berpencar!" Leng Ci memberi aba-aba. Para
anggauta Te-tokpang yang sebelumnya memang sudah
diatur itu lalu melarikan diri ke jurusan yang sudah
ditentukan kepada mereka masing-masing. Tin Han
melarikan kereta barang itu ke arah utara, dan tiba tiba
Leng Ci sudah melompat ke atas kereta dan duduk di
sampingnya.
"Tin Han, kita berhasil baik!"
"Sukurlah. Ada kawan kita yang tewas?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Rasanya tidak ada. Hanya ada yang luka- luka dan
mereka sudah di bawa lari teman- teman mereka. Kita
berhasil baik sekali!" Untuk meyakinkan hatinya, Leng Ci
masuk ke dalam kereta dan membuka dua peti itu. Isinya
memang emas permata yang mahal.
"Hoye, kita berhasil!" Leng Ci kembali ke atas kereta di
sebelah Tin Han dan saking gembiranya ia merangkul
pemuda itu. Hampir saja Tin Han terguling roboh dari
bangku tempat mengemudi dan dia hanya tersenyum.
Saking girangnya gadis itu bersikap seperti anak kecil saja!
Keberhasilan mereka itu disambut dengan pesta malam
itu. Setelah itu, mereka membuat persiapan untuk
berangkat ke Palau Naga. Tin Han ikut dan karena diapun
memakai coreng- moreng pada mukanya, tak seorangpun
akan mengenali mukanya.
Malam berikutnya, sebelum pemberangkatan, Tin Han
berada di kamarnya dan jantungnya berdebar tegang kalau
dia membayangkan bahwa dia akan menyusup ke Pulau
Naga bersama orang-orang Te-tok- pang. Dia akan dapat
menyelidiki dan kalau mungkin menangkap orang yang telah
memalsu sebagai Hek tiauw Eng- hiong dan melakukan
pembunuhan besar- besaran di kalangan para pendekar.
Tiba-tiba dia tertegun. Pendengarannya yang tajam dapat
menangkap langkah kaki yang ringan di luar kamarnya.
Cepat dia berjingkat turun dan mengintai dari balik jendela.
Seorang laki- laki tinggi besar melangkah menjauhi
kamarnya. Suasana sudah sepi dan Tin Han merasa curiga.
Dengan mempergunakan gin- kangnya, dia bergerak tanpa
menimbulkan suara, membayangi orang tinggi besar itu
yang menghilang ke dalam sebuah di antara pondok-pondok
bambu yang mengelilingi pondok induk tempat t inggal Tetok
Kui-bo dan Leng Ci. Dia cepat mendekati pondok itu dan
menempelkan telinganya diluar jendela. Segera dia
mendengar percakapan di sebelah dalam.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Pemuda itupun sudah tidur. Semua orang agaknya
sudah tidur dan inilah kesempatan baik bagi kita," kata
seorang yang diduga tentu orang yang baru saja
meninggalkan kamarnya.
"Twa-ko, sebaiknya kita turun tangan sekarang saja. Kita
bunuh nenek tak tahu diri itu, juga si pemuda dan paksa
Leng Ci menjadi isteri twa-ko. Kita kuasai harta dan anak
buah, dan kita terima uluran tangan Ouw-bengcu untuk
bekerja sama membantu pemerintah," kata orang kedua..
"Nenek itu sungguh menggemaskan!" terdengar kata-kata
yang penuh kemarahan dan agaknya inilah suara twa-ko
(kakak tertua). "Sudah puluhan tahun aku membantunya
dan ia tahu bahwa aku merindukan Leng Ci untuk menjadi
isteriku. Gadis itu kan bukan puteri kandungnya melainkan
hanya anak angkat. Sampai setua ini aku belum menikah
karena menunggu Leng Ci. Siapa kira sekarang dengan
mudah saja diberikan kepada orang yang baru saja muncul!
Jangan khawatir, kalau pemuda itu dan Leng Ci nanti tahu
dan membantu nenek itu, kalian berempat cukup untuk
menundukkan mereka. Bunuh pemuda itu akan tetapi
jangan lukai Leng Ci. Adapun nenek itu, serahkan saja
kepadaku. Dengan ilmu yang kudapat pelajari dari Ouwbengcu,
rasanya aku akan mampu mengalahkan dan
membunuhnya."
Setelah mendengar dengan baik, Tin. Han yang terkejut
sekali itu lalu cepat meninggalkan pondok itu tanpa
bersuara dan memasuki pondok- besar tempat tinggal Te-tok
Kui-bu dan Leng Ci. Dia sudah tahu di mana kamar Leng Ci
dan dia menghampiri jendela kamar gadis itu lalu mengetuk
daun jendelanya dengan perlahan.
"Eh, siapa di situ?" terdengar suara Leng Ci. Agaknya
gadis itu sudah turun dengan cepat dan bersikap waspada,
tidak sembarangan membuka daun jendela.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Sssssttt ..... ini aku Tin Han. Buka lah jendelamu aku
ada urusan penting sekali denganmu."
Leng Ci cepat membuka daun jendela itu tanpa
menyalakan Iilin. Cuaca remang-remang karena hanya
mendapat penerangan dari luar pondok di mana tergantung
sebuah lampu.
"Ada apa, Tin Han?" tanyanya heran.
Leng Ci yang sudah percaya sepenuhnya kepada pemuda
yang menawan hatinya itu, membalik untuk mengambil
pedangnya kemudian meloncat ke luar jendela dan tiba di
luar kamar.
"Mari ikuti aku!" bisik Tin Han
Mereka berdua keluar dari pondok dan Tin Han
mengajaknya mendekam dan mengintai. Sambil berbisik dia
lalu menceritakan rencana Sian-san Ngo kwi untuk
membunuh dia, Te-tok Kui-bu dan menangkap Leng Ci.
"Celaka!" seru Leng Ci dengan muka berubah pucat.
"Bagaimana mereka dapat berkhianat seperti itu? Akii harus
cepat memberitahu ibuku!" Gadis itu lalu berlari menuju ke
kamar Te-tok Kui-bo dan menggedor pintu kamarnya.
"Eh, Leng Ci, ada apakah?"
"Ssstt, ibu. Ada bahaya mengancam. Sian-san Ngo-kwi
merencanakan membunuh ibu dan merampas kedudukan
ketua. Tin Han yang mengabarkannya kepadaku."
"Hemm, mereka berani, ya? Biarlah, engkau menanti di
luar saja, aku akan menghadapi dan menghajar mereka
kalau mereka berani datang ke sini!"
"Harap ibu berhati-hati," pesan Leng Ci yang segera
keluar kembali, mengintai bersama Tin Han.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Menjelang tengah malam, lima sosok bayangan
berkelebat di dalam pondok besar itu. Leng Ci sudah hampir
melompat, namun Tin Han memegang engannya_
"Belum waktunya," kata pemuda itu.
Lima orang itu kini sudah tiba di depan kamar Te-tok
Kui-bo. Selagi mereka hendak mencokel jendela, terdengar
seruan dari dalam kamar. "Daun pintuku tidak terkunci,
mengapa pakai cokel jendela?"
Lima orang itu terkejut dan mundur.
Daun pintu kamar itu terbuka dan nenek itu sudah
berdiri di depan pintu dengan senjata tongkat naga di
tangannya.
"Kalian berlima hendak membunuhku dan merebut
kedudukan? Pengkhianat kalian. Aku akan mengantar
kalian ke neraka dengan tongkat ini!" Setelah berkata
demikian, nenek itu menggerakkan tongkatnya dan
menyerang orang tertua dari lima saudara itu. Giam Su,
orang pertama itu, segera menangkis dengan goloknya dan
diapun membalas dan berkelahilah kedua orang ini. Diamdiam
Te-tok Kui-bo terkejut karena mendapat kenyataan
betapa Giam Su tidak seperti biasanya, ilmu goloknya
berubah hebat dan tenaganya juga kuat sekali. Dia dapat
menduga bahwa bekas pembantunya ini tentu telah
mempelajari ilmu silat golok dari orang lain. Akan tetapi
nenek itu tidak menjadi gentar dan menyerangnya dengan
dahsyat.
Ketika empat orang yang lain menggerakkan golok
hendak mengeroyok terdengar bentakan nyaring,
"Pengkhianat pengkhianat keparat!" Dan Leng Ci sudah
muncul dengan pedang di tangan, langsung saja gadis ini
menyerang empat orang itu. 'Serangannya di sambut oleh
dua orang pengeroyok, dan yang dua orang lainnya langsung
saja menerjang Tin Han yang datang bersama Leng Ci.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Giam Su, orang pertama dari Sian-san Ngo-kwi, barubaru
ini menerima pelajaran tambahan dari Ouw Kwan Lok
yang hendak menarik Te-tok-pang menjadi sekutunya.
Biarpun setelah mendapat petunjuk dari Ouw-bengcu ilmu
silatnya maju pesat tetap saja dia masih kewalahan
menghadapi tongkat naga di tangan nenek itu. Dia mulai
terdesak mundur dan menggunakan golok besarnya hanya
untuk menangkis saja.
Dua orang yang mengeroyok Leng Ci berada dalam
keadaan seimbang. Kalau mereka maju satu demi satu,
mereka memang tidak akan mampu menandingi Leng Ci.
Akan tetapi setelah mengeroyok dua, mereka dapat
mengimbangi kekuatan Leng Ci. Namun Leng Ci yang sudah
marah sekali mengamuk dan pedangnya menyambarnyambar
dengan dahsyatnya sehingga dua orang lawannya
harus memutar golok mereka dengan cepat untuk
melindungi tubuh mereka.
Pertandingan antara Tin Han dan dua orang
pengeroyoknya yang paling tidak seimbang. Tin Han hanya
melawan dengan tangan kosong, akan tetapi baru belasan
gebrakan saja dua orang itu telah terpelanting keras, yang
seorang terkena tamparan tangan Tin Han dan yang kedua
terkena tendangannya.
Melihat Leng Ci masih belum dapat merobohkan dua
orang pengeroyoknya, Tin Han meloncat ke depan dan sekali
kakinya mencuat, dada seorang pengeroyok terkena
tendangannya sehingga dia terjengkang dan terbanting
keras. Yang seorang lagi menjadi panik dan sambaran
pedang Leng Ci merobohkannya dengan tusukan yang
mengenai pundak kanannya.
Giam Su yang masih bertanding melawan Te-tok Kui-bo,
terkejut bukan main. melihat semua kawannya roboh. Dia
telah salah perhitungan! Kalau saja di situ tidak terdapat Cia
Tin Han, boleh jadi rencananya akan berhasil. Akan tetapi
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
ternyata pemuda itu menjadi batu sandungan yang besar
dan tidak disangka-sangka. Dia menjadi nekat dan
meaggerakkan goloknya dengan cepat, mengamuk tanpa
memperdulikan keselamatan dirinya.
Sementara itu, para anak buah Te-tok- pang berdatangan
ketika mereka mendengar ribut-ribut itu dan mereka
terheran-heran melihat Sian- san Ngo- kwi menyerang ketua
mereka. Akan tetapi karena tidak mengerti akan duduknya
persoalan, mereka tidak berani berkutik dan hanya menjadi
penonton.
"Mampuslah!" teriak Te-tok Kui- bo dan tiba- tiba tongkat
naganya menyambar dahsyat. Giam Su masih mencoba
untuk menangkis dengan goloknya, namun goloknya
terlepas dari pegangannya dan tongkat itu masih terus
menyambar ke arah kepalanya.
"Prok!" Tubuh Giam Su terpelanting dengan kepala retak
dan dia tewas seketika! Nenek itu dengan mata liar dan
galak masih memandang ke kanan kiri. Melihat empat orang
pembantu yang lain masih belum tewas walaupun sudah
roboh, ia meloncat dan tongkatnya menyambar bertubi-tubi
mengenai kepala empat orang itu dan tewaslah Sian-san
Ngo-kwi dengan kepala retak!
Melihat semua anggautanya sudah memenuhi tempat itu,
Te-tok Kui-bo lalu berseru, "Lihatlah, lima orang ini
berkhianat dan hendak membunuhku, maka sebagai
hukumannya mereka harus mampus! Agar menjadi
pelajaran bagi yang lain, yang mempunyai hati untuk
berkhianat!"
Semua anggauta menjadi gentar dan mereka semua
menjatuhkan diri berlutut menghadap nenek itu dan
terdengar suara-suara menyangkal bahwa mereka hendak
berkhianat.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Baik, aku percaya kepada kalian. Sekarang bawa mayatmayat
ini dan kuburkan sebagaimana mestinya. Jangan
sampai ada orang luar mengetahui tentang peristiwa
memalukan ini!"
Para anggauta lalu menggotong lima mayat itu dan pergi
meninggalkankan pondok kayu, meninggalkan Te-tok Kuibo,
Leng Ci dan Tin Han.
"Tin Han, engkau yang memberitahu, kepada Leng Ci
tentang pengkhianatan ini. Jasamu cukup besar dan mulai
sekarang, hanya engkau dan calon isterimu Leng Ci.........
"Maaf, lo-cian-pwe. Sebelum ada persetujuan dari orang
tua saya, harap lo-cian-pwe jangan menganggap saya
sebagai calon suami Leng Ci, melainkan sebagai sahabat
saja."
"Hemm, baiklah. Akan tetapi begitu aku menerima
kesanggupan dan persetujuan kedua orang tuarnu kalian
harus segera menikah. Kuulangi lagi, mulai sekarang, hanya
engkau dan Leng Ci yang menjadi pembantu utama dan
wakilku. Mari kita berangkat secepatnya ke Pulau Naga."
Mereka semua berkemas dan membuat persiapan,
kemudian berangkatlah Te tok Kui-bo, Siauw Leng Ci dan
Cia Tin Han, diikuti seratus orang lebih anggauta Te-tokpang.
Para anggauta itu tidak ada yang menikah karena
pernikahan dan membentuk keluarga dianggap suatu
kelemahan bagi mereka. Kalau ada yang menikah, maka dia
harus keluar dari perkumpulan itu. Karena tidak ada yang
berkeluarga, hari itu mereka semua meninggalkan sarang
mereka dari ptmdak bukit itu yang ditinggalkan kosong
sama sekali. Mereka membawa perbekalan secukupnya, dan
kelebihan harta yang tidak dibawa, disembunyikan dalam
guha yang tersembunyi, jauh di puncak bukit yang liar dan
tak pernah didatangi manusia.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Diam-diam Tin Han merasa girang. Dia akan dapat
masuk Pulau Naga dengan mudah dan karena Te-tok-pang
mengambil sikap menentang kehendak Ouw-bengcu, maka
dia merasa mendapatkan teman sehaluan.
-oo(mch)oo-
Setelah mengangkat diri sendiri menjadi beng-cu dan
mengalahkan semua orang yang dicalonkan sebagai beng-cu,
Ouw Kwan Lok lalu tinggal di Pulau Naga sebagai beng-cu
dan gurunya sendiri, Siang Koan Bhok dijadikan wakil atau
pembantu utamanya. Begitu dia menjadi beng-cu, Ouw
Kwan Lok lalu mengambil cara hidup yang lain dari pada
para beng-cu sebelumnya. Kalau para beng-cu sebelumnya
adalah pendekar yang tidak mau bergaul dengan golongan
sesat, juga tidak sudi tunduk kepada kerajaan penjajah
Mancu, beng-cu yang sekarang ini telah dibujuk oleh
Panglima Tua Bouw Kin Sek untuk menjadi sekutu
pemerintah! Dengan janji yang muluk-muluk, Ouw Kwan
Lok mau menjadi pembantu pemerintah untuk membasmi
para pemberontak yang menamakan dirinya pejuang,
kemudian membagi dunia kang-ouw menjadi dua kelompok,
yaitu kelompok yang mendukung dan kelompok yang
menentang Kerajaan Mancu. Mereka yang pro ditarik
menjadi sekutu, sedangkan yang anti lalu dianggap musuh
dan kalau perlu dihancurkan!
Banyak sudah perkumpulan-perkumpulan yang dipimpin
tokoh-tokoh sesat menyerahkan diri membantu beng-cu
setelah ketuanya dikalahkan dan ditundukkan. Banyak pula
perkumpulan yang dipimpin oleh pendekar yang bersih, di
musuhi karena tidak mau bersekutu!
Setelah pengaruh dan kekuasaannya cukup besar, Ouw
Kwan Lok lalu mengirim undangan kepada perkumpulanperkumpulan
persilatan dan para tokoh dunia persilatan
untuk mengadakan pertemuan di Pulau Naga, di mana dia
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sebagai Beng- cu akan mengumumkan pandangannya
mengenal pergolakan yang ada. Dia tidak takut kalau- kalau
para pendekar akan menyerangnya karena dia sudah
mendapat persetujuan Panglima Coa Kim, .wakil Panglima
Tua Bouw Kin Sek yang berjanji akan mengirim seribu orang
perajurit untuk melindungi Pulau Naga pada saat pertemuan
diadakan.
Ouw Kwan Lok merasa dirinya kuat karena dilindungi
oleh sekelompok tokoh sesat yang lihai. Selain gurunya
sendiri yang kini tingkat kepandaiannya sudah kalah tinggi
dibandingkan dirinya, kelompok itu terdiri pula dari Thiante
Mo-ong, Kim-to Sam- ong yaitu ketua perkumpulan Kimto-
pang di Liang-cu kaki bukit Lo-sian- san, Hek- bin Mo- ko
dan Sin-ciang Mo- kai, Ma Huan, Yauw Seng Kun dan Bantok
Mo-li, dan masih banyak tokoh sesat lain yang sudah
menjadi kaki tangan Ouw- bengcu. Para tokoh itu tinggal di
Pulau Naga bersama para anak buah mereka sehingga di
Pulau Naga itu terdapat tidak kurang dari tigaratus anak
buah yang kuat.
Setiap beberapa hari sekali ada saja pembantunya yang
datang membawa sekutu baru sehingga keadaan Pulau Naga
menjadi semakin kuat.
Pada suatu hari. Ma Huan, penyelidik yang paling rajin,
datang menggadap Ouw Kwan Lok dan melaporkan bahwa di
pantai daratan terdapat kurang lebih seratus anak buah
Pek-Lian- kauw yang mengadakan pertemuan dengan para
bajak laut Jepang. Mendengar ini, Ouw Kwan Lok segera
memanggil para pembantunya untuk berunding.
"Mengapa kita mesti mencampuri urusan mereka?" kata
Thian- te Mo-ong kepada bekas muridnya itu. "Mereka
bukan dari golongan pendekar. Lebih baik kita diamkan saja
dan tidak mencari bibit permusuhan dengan mereka."
"Kalau begitu suhu berpikiran keliru. Kita sudah sepakat
untuk membantu pemerintah dan kita mengetahui bahwa
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Pek-lian- kauw, biarpun bukan golongan pendekar,
merupakan perkumpulan yang gigih menentang pemerintah
Mancu. Kalau kita biarkan saja mereka melewati daerah kita
tampa berbuat apa-apa, tentu dunia. kang- ouw akan
menganggap kami bersekutu pula dengan gerombolan Peklian-
kauw dan pemerintah juga akan mencurigai kami.
Tidak, kami harus menyerang dan mengusir gerombolan
Pek-lian-kauw dari daerah ini. Juga kalau kita mennusuhi
para bajak laut Jepang, kita akan mendapat simpati rakyat
dan golongan pendekar sehingga lebih mudah membujuk
mereka bekerja dengan kita untuk mendukung pemerintah
Mancu," demikian Ouw Kwan Lok berkata dan pendapat ini
dibenarkan pula oeh Siang Koan Bhok dan para tokoh lain.
Demikianlah, pada hari itu juga Ouw Kwan Lok sendiri
memimpin dua ratus orang anggauta para perkumpulan
'yang sudah bergabung dengan Pulau Naga untuk menyerbu
orang-orang Pek-lian-kauw yang mengadakan pertemuan
dengan para bajak laut Jepang di pantai daratan itu.
Penyerbuan dilakukan mendadak dan karena jumlah para
penyerbu amat banyak, maka orang-orang Pek-lian kauw
dan para bajak laut Jepang dapat dihancurkan, para
pemimpin mereka dibunuh dan sebagaian anak buahnya
terbunuh dan sisanya melarikan diri cerai berai.
Peristiwa ini segera terdengar oleh orang-orang bahwa
gerombolan Pek-lian-kauw dan bajak laut Jepang dibasmi
oleh orang-orang Pulau Naga dan sebentar saja dunia kangouw
juga mengetahuinya. Panglima Bouw Kin Sek juga
mendengar dan panglima tua ini segera mengirim utusan ke
Pulau Naga untuk menyampaikan penghargaannya. Juga
banyak tokoh kang-ouw yang memuji tindakan Pulau Naga
yang dipimpin beng-cu Ouw Kwan Lok ini.
"Hari undangan kita kepada semua golongan di dunia
kang- ouw telah hampir tiba. Kalian semua ingatlah bahwa
kita harus bersikap baik terhadap semua golongan, terutama
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
terhadap golongan para pendekar. Tidak boleh
memperlihatkan permusuhan terhadap mereka selama
mereka menjadi tamu di sini demi menjaga nama baikku
sebagai bengcu. Kelak mudah bagi kita untuk membereskan
dan membasmi mereka yang benar-benar tidak mau bekerja
sama," demikian Ouw Kwan Lok memesan kepada para
sekutunya.
Hari yang ditentukau dalam undangan bengcu baru
itupun tiba dan berbondong- bondong mulai berdatanganlah
orang-orang kang- ouw dari segala golongan menuju ke
Pulau Naga. Selain perkumpulan dan golongan sesat yang
berdatangan, juga perkumpulan- perkumpulan atau partai
bersih kaum pendekar berdatangan pula. Mereka yang
mengirim wa kil- wakilnya adalah dari Siauw- lim- pai, Kunlun-
pai, Bu-tong- pai, Kong-thong pai, Go- bi- pai dan masih
banyak lagi perkumpulan para pendekar yang menaruh
perhatian karena undangan ini menyangkut pendirian
mereka terhadap pemerintah Mancu.
In Kong Thai- su sendiri datang dengan empat orang
hwe-sio lain mewakili Siauw-lim- pai, Im Yang Seng-cu
mewakili Kun- lun- pai diikuti empat orang to-su lainnya,
dan para perkumpulan pendekar lainnya juga mengirim
wakil- wakilnya. Di antara mereka yang tampak hadir
terdapat Song Thian Lee mantan panglima besar pasukan
Mancu yang telah mengundurkan diri, yang muncul seorang
diri. Cia Tin Siong datang bersama Kwee Ciang dan Kwe Li
Hwa sebagai rombongan dari Bu- tong-pai mengikuti tiga
orang to-su Bu-tong-pai yang menjadi guru Kwe Ciang.
Dalam rombongan Siauw-lim-pai terdapat pula Thio Hui San
murid In Kong Thai-su bersama Lui Ceng murid Thian- tok
Gu Kiat Seng. Berdatangan pula sisa Keluarga Cia, yaitu Cia
Kun dan isterinya, Cia Hok dan Cia Bhok. Mereka saling
berjumpa ketika hendak menyeberangi lautan menuju Pulau
Naga dan datang bersama. Tin Han dengan muka coreng
moreng tidak dikenal oleh keluarganya sendiri, apalagi dia
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
datang bersama rombongan besar dari Te-tok-pang yang
berjumlah seratus orang lebih dengan coreng moreng
mukanya kecuali pemimpinnya yaitu Te-tok Kui-bo. Namun
dari penyamarannya ini Tin Han dapat mengenal mereka
yang datang menghadiri pertemuan di Pulau Naga itu.
Dengan jantung berdebar girang dan tegang ia melihat pula
Lee Cin yang datang seorang diri. Tin Han kagum akan
keberanian Lee Cin datang di sarang harimau itu, seorang
diri saja. Kekasihnya itu benar-benar seorang wanita gagah
perkasa yang tidak gentar menghadapi apa pun juga. Hanya
dia yang tahu bahwa kedatangan Lee Cin, juga Thian Lee,
bukan semata- mata karena ingin mendengar tentang
pendapat beng-cu mengenai hubungannya dengan
pemerintah Mancu, akan tetapi terutama sekali untuk
menyelidiki siapa pelaku pembunuhan terhadap para hwesio
Siauw-lim-pai dan to-su Kun- lun- pai yang menyamar
sebagai dirinya.
Para tamu yang datang sehari di muka itu mendapatkan
rumah pondok di luar perkampungan para anggauta Pulau
Naga, di pantai, untuk melewatkan malam. Di situ, berjajar
telah dibangun rumah-rumah pondok di pantai yang terbuat
dari pada bambu untuk menampung para tamu yang datang
sebelum hari pertemuan dibuka. Tin Han diam- diam
meninggalkan rombongannya dan seorang diri dia pergi ke
pantai yang sepi, jauh dari perumahan para tamu.
Hari telah menjelang senja, sinar merah matahari yang
hendak tenggelam di ufuk barat itu mulai membakar langit.
Matahari sendiri sudah merupakan bola merah yang besar
mengambang di permukaan laut sebelah barat. Dia berada di
ujung utara pulau itu.
Tiba-tiba dia mendengar suara pekik yang tidak asing lagi
baginya. Ketika dia menengadah, dia melihat seekor burung
rajawali hitam terbang melayang di atas kepalanya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Hek- tiauw- ko!" Serunya girang ketika mengenal burung
rajawali hitam yang pernah menjadi temannya bermain dan
bermain silat. Burung itu mendengar seruannya dan
menyambar turun. Tin Han melihat betapa seorang kakek
berambut dan berjenggot putih menunggangi burung
rajawali itu, jenggot dan rambutnya berkibar seperti bendera
putih.
"Suhu..........!” Serunya, akan tetapi burung rajawali
sudah niengulur kukunya dan mencengkeram punggung
bajunya dan membawanya terbang tinggi! Karena sudah
mengenal burung itu, Tin Han tidak merasa takut dibawa
terbang seperti itu. Burung itu ternyata terbang ke sebuah
pulau lain yang tidak begitu jauh dari Pulau Naga, sebuah
pulau kecil saja yang tidak berpenghuni. Bahkan binatang
yang mau singgah di pulau itu hanya burung laut karena
tanah pada dan batu karang yang keras dari pula itu hanya
menghasilkan tumbuh-tumbuhan laut yang tidak ada
gunanya bagi binatang.
Rajawali Hitam menurunkan Tin Han perlahan di atas
pulau itu dan Thai Kek Cin-jin juga melompat turun dari
punggung rajawali hitam. Tin Han cepat maju berlutut di
depan kakek Thai Kek Cin- jin dan memberi hormat.
"Apakah suhu dalam keadaan sehat saja selama ini ?"
sapanya.
Akan tetapi kakek itu langsung menegurnya. "Tin Han,
apa yang kudengar selama ini ? Aku mendengar bahwa
engkau sebagai Hek- tiauw Eng-hiong telah membunuhi
belasan orang hwe- sio Siauw- lim- pai dan to-su Kun- lunpai
? Aku tidak dapat tinggal diam saja atas perbuatanmu
yang jahat itu!"
Tin Han tersenyum. "Kiranya berita itu sudah sampai
pula ke telinga suhu? Betapa hebat tersiarnya. Suhu,
sesungguhnya karena ada berita itulah maka teecu sampai
ke Pulau Naga, menyamar sebagai anggauta Te- tok-pang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
untuk melakukan penyelidikan. Teecu sama sekali tidak
melakukan itu, suhu, akan tetapi ada orang lain yang
menyamar sebagai Hek- tiauw Eng- hiong melakukan semua
itu untuk mengadu domba."
"Hemm, bagaimana pula ini? Mengapa terjadi hal seperti
itu? Siapa dia yang menyamar dan memburukkan namamu
sebagai Hek-tiauw Eng-hiong?"
"Siapa dia sesungguhnya belum dapat teecu ketahui,
suhu. Akan tetapi mengingat bahwa orang-orang yang
memusuhi teecu juga memusuhi Siauw-limpai dan Kun-lunpai
datang dari Pulau Naga, maka teecu merasa yakin bahwa
penjahat itu tentu bersembunyi di sana. Ada yang teecu
curigai, yaitu bengcu Ouw Kwan Lok sendiri. Akan tetapi
karena lengannya buntung sebelah kiri, agaknya bukan dia
yang menyamar sebagai Hek-tiauw Eng-hiong. Biarpun
demikian, dia tentu tahu siapa orangnya, mungkin seorang
di antara kaki tangannya.."
"Dan orang-orang dunia kang-ouw itu sekarang
berkumpul di Pulau Naga, ada keperluan apakah?"
"Semua ini ulah beng-cu yang baru yang bernama Ouw
Kwan Lok itu, suhu. Setelah menjadi beng-cu, dia
mengambil sikap bersahabat dengan pemerintah Mancu dan
menentang para pendekar yang memusuhi penjajah. Pada
hal ketika dia pertama kali diangkat menjadi beng-cu, dia
menyatakan bahwa penjajah adalah musuh kita semua. Dan
dia membujuk para tokoh kang-ouw golongan sesat untuk
bekerja sama dengan dia membantu pemerintah penjajah
untuk membasmi para pendekar patriot dan membujuk
dunia kang-ouw untuk membela pemerintah Mancu.
Sekarang dia mengundang semua orang kang-ouw untuk
datang ke Pulau Naga dan bicara tentang sikap terhadap
pemerintah Mancu itu."
"Sian-cai....! Aku sudah terlalu tua untuk mencampuri
urusan dunia. Aku sengaja mencarimu untuk bertanya
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tentang sepak terjang Hek-tiauw Eng-hiong yang namanya
menjadi demikian tercela. Tidak tahunya ada orang yang
sengaja memburukkan nama itu. Engkau harus bertindak,
jangan sampai nama Rajawali Hitam menjadi kotor. Engkau
harus memancing agar Rajawali Hitam yang palsu muncul."
"Baik, suhu. Memang kedatangan teecu ke pulau ini
justeru untuk mencari orang itu dan membersihkan nama
tee-cu sebagai Hek- tiauw Eng-hiong. Akan tetapi untuk itu,
teecu mohon dapat diberi pinjam Hek- tiauw-ko untuk
membantu teecu."
"Baiklah, aku akan beristirahat di pulau kecil ini selama
tiga hari, sampai engkau berhasil menelanjangi orang yang
memburukkan nama Hek-tiauw Eng-hiong. "
"Terima kasih, suhu. Teecu mohon pamit."
"Pergilah, akan tetapi ingatlah, jangan sampai engkau
terjerumus menjadi pembantu penjajah Mancu, walaupun
untuk berjuang menumbangkan pemerintah penjajah
sekarang belum tiba saatnya. Kalau saatnya belum tiba,
walaupun engkau berusaha juga tidak akan berhasil. Masih
harus ditunggu beberapa puluh tahun lagi sampai
kesadaran dan semangat rakyat benar-benar matang untuk
mengadakan perjuangan mengusir penjajah dari tanah air."
"Teecu akan selalu mengingat akan semua nasihat suhu,"
kata Tin Han yang segera memberi hormat dan dia
menghampiri Hek- tiauw- ko yang mendekam tidak jauh dari
situ.
"Hek- tiauw- ko, sekali ini aku mengharapkan
bantuanmu," kata Tin Han sambil merangkul leher burung
itu.
Agaknya coreng moreng di muka Tin Han tidak membuat
burung itu asing bagi dirinya dan masih mengenalnya
dengan baik. Burung itu mengangguk-anggukkan kepalanya,
seorang hendak menyatakan setuju.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Sekarang terbangkan aku kembali ke Pulau Naga,
turunkan di tempat yang sunyi di mana engkau membawaku
tadi." Tin Han segera melompat ke punggung rajawali itu.
Akan tetapi rajawali itu hanya berdiri dan tidak mau
terbang, memandang ke arah Thai Kek Cin-jin.
Kakek itu tersenyum dan berkata, "Engkau boleh pergi
membantu Tin Han, Hek-tiauw- ko!" kata kakek itu dan
setelah mendengar persetujuan kakek itu, barulah burung
rajawali itu mengembangkan sayapnya dan mengenjot kedua
kakinya lalu terbang ke atas dengan cepat sekali.
Burung itu menukik turun ke arah Pulau Naga dan tak
lama kemudian Tin Han sudah tiba di tempat di mana tadi
dia dibawa terbang. Dia melompat turun dari punggung
rajawali, merangkul lehernya seperti dulu ketika dia masih
tinggal bersama Thai Kek Cin-jin dan burung ini, dan
berkata, "Terima kasih, Hek-tiauw-ko. Sekarang harap
engkau tunggu aku di tempat ini dan jangan tinggalkan
tempat ini sebelum aku datang menjemputmu."
Setelah berkata demikian, dengan keyakinan bahwa
burung itu mengerti akan maksud kata-katanya, Tin Han
lalu melompat dan meninggalkan burung rajawali itu.
Tin Han mencari-cari dan akhirnya dia dapat
menemukan di mana Lee Cin tinggal. Malam telah tiba dan
di pondok pondok para tamu telah digantungi lampu
penerangan. Ternyata Lee Cin menempati sebuah pondok
kecil seorang diri saja dan dia menghampiri daun jendela
pondok itu dan mengetuknya perlahan.
"Siapa?" terdengar bentakan dari dalam pondok.
"Aku Cia Tin Han, Cin-moi. Bukalah pintu pondokmu
dan keluarlah, aku menantimu di luar dan ingin
membicarakan urusan penting sekali denganmu."
Hening sejenak. Lee Cin yang mendengar suara Tin Han
ini terkejut dan juga berdebar jantungnya. Sejak
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kedatangannya tadi ia memasang mata mencari-cari adanya
Tin Han, akan tetapi dengan hati kecewa ia tidak
mendapatkan orang yang dicari. Ia ikut datang ke Pulau
Naga karena hampir yakin bahwa penyerang ibunya yang
menyamar sebagai Hek-tiauw Eng-hiong tentulah orang dari
Pulau Naga. Maka, menggunakan kesempatan selagi para
tokoh kang-ouw berkunjung ke Pulau Naga, dara inipun
bertekat untuk memasuki Pulau Naga dan mengadakan
penyelidikan. Dia telah bersikap menuduh, bahkan
menghina dan menyeret-nyeret Tin Han yang dianggapnya
telah menyerang ibunya. Akan tetapi setelah bertemu
dengan Thian Lee dan mendengar keterangan pemuda
perkasa itu, ia pun menyadari bahwa besar
kemungkinannya Tin Han difitnah, penyamarannya sebagai
Hek-tiauw Eng-hiong dipergunakan orang untuk mengadu
domba dan merusak nama baik Hek-tiauw Eng-hiong. Kini ia
harus membantu Tin Han untuk menemukan pembunuh
yang sebenarnya.
Ketika mendengar suara lirih kekasihnya itu, Lee Cin
agak gemetar karena tegangnya. Ia cepat meniup padam lilin
di atas meja, lalu berindap keluar dan membuka daun pintu,
lalu keluar dari pondok itu. Ia melihat bayangan orang
berkelebat dan bayangan itu berdiri di bawah lampu gantung
di luar pondok. Ia terkejut bukan main melihat muka yang
dicoreng-moreng itu. Ia tahu bahwa muka yang dicorengmorertg
itu merupakan tanda sebagai anggauta Te-tok-pang
yang datang siang tadi dengan jumlah anggauta lebih dari
seratus orang. Karena curiga ia berhenti melangkah dan
memandang tajam.
"Cin-moi, apakah engkau tidak mengenali aku? Aku
adalah Tin Han," kata Tin Han sambil menghampiri Lee Cin.
Dari suaranya Lee Cin yakin bahwa ia benar berhadapan
dengan Tin Han.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Mari ikuti aku. Kita bicara di tempat yang aman," kata
pula Tin Han sambil berlari meninggalkan tempat Lee Cin
mengikutinya dengan perasaan heran. Kiranya Tin Han
dapat menyamar sebagai anggauta Te- t ok- pang, pantas
saja ia mencari-cari siang tadi tanpa hasil.
Tin Han berhenti di pantai laut yang sunyi. Lee Cin
menghampirinya.
"Ada apakah engkau memanggilku?" tanya Lee Cin.
Suaranya masih kaku karena ia masih merasa sungkan,
mengingat akan perlakuannya terhadap Tin Han beberapa
waktu yang lalu.
"Cin-moi, maukah engkau membantu aku untuk
menangkap orang yang menyamar sebagai Hek-tiauw Enghiong
dan melakukan pembunuhan- pembunuhan itu, juga
telah menyerang dan melukai ibumu?
“Hemm, tentu saja. Lalu apa yang harus kulakukan?"
tanya Lee Cin, kekakuannya agak berkurang.
"Menurut dugaanku, yang mengetahui akan rahasia itu
hanyalah beng-cu Ouw Kwan Lok. Dia sendiri yang
menyamar sebagai Hek-tiauw Eng hiong palsu, atau kalau
bukan dia, tentu seorang di antara anak buahnya."
"Segala kemungkinan bisa terjadi. Lalu bagaimana?"
"Aku minta kepadamu untuk menemuinya besok pagipagi
benar sebelum pertemuan dimulai dan engkau katakan
kepadanya bahwa engkau sudah tahu akan semua
rahasianya, akan pembunuhan terhadap orang-orang Siauwlim-
pai dan Kun- lun- pai dan katakan bahwa engkau akan
membuka rahasia itu dalam pertemuan nanti."
"Hemm, apa artinya kata- kataku seperti itu kepadanya?
Apa gunanya?"
"Untuk memancing keluarnya Hek tiauw Eng- hiong
palsu. Kalau dia mendengar ancamanmu tentu dia akan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
merasa khawatir sekali dan mungkin saja, hal ini yang
menjadi harapanku, dia akan berusaha untuk melenyapkan
atau membunuhmu sebelum pertemuan dibuka. Dan yang
paling tepat, untuk melakukan hal itu tentu Hek- tiauw Enghiong
yang palsu akan muncul agar kembali kesalahan
dijatuhkan kepadaku." .
Tag:cersil cersil indo cersil mandarin full cerita silat mandarin online cersil langka cersil mandarin lepas cerita silat pendekar matahari kumpulan cerita silat jawa cersil mandarin beruang salju. cerita silat pendekar mataharicerita silat indonesia cerita silat kho ping hoo cerita silat mandarin online cerita silat mandarin full cerita silat jawa kumpulan cerita silat cerita silat jawa pdf cerita silat indonesia gratis cerita silat jadul indonesia cerita silat indonesia pendekar rajawali sakti cersil indonesia pendekar mabuk cersil langka cersil dewa arak cerita silat jaman dulu cersil jawa download cerita silat mandarin full cerita silat mandarin online cersil mandarin lepas cerita silat mandarin pendekar matahari cerita silat jawa pdf cersil indonesia pdf cersil mandarin beruang salju kumpulan cerita silat pdf
kumpulan cerita silat cersil online
Share:
cersil...
Comments
0 Comments

Postingan Cersil Terbaru