Minggu, 27 Mei 2018

Cersil Pedang Pusaka Naga Putih 2 Tamat

====
baca juga


“Memang sudah sepantasnya Bhok lo-Enghiong membuka pertunjukan barang sepuluh jurus agar mata kami terbuka. Di ruangan ini selain Bhok lo-Enghiong, siapa lagi yang patut menambah pengertian kita?” demikian terdengar suara desakan. Seorang yang bertubuh tinggi kurus, berusia lebih kurang empat puluh tahun, berdiri dari kursinya. Ia menjura kepada orang yang memujinya dengan sikap merendah, tapi dadanya tampak naik, sehingga orang-orang tahu bahwa diam-diam ia merasa bangga.
“Cuwi,” katanya, “Di sini berkumpul orang-orang dari kalangan bun (sastera) yang halus dan sopan, mana aku berani memperlihatkan kekasaranku. Juga tuan rumah adalah seorang siucai yang terhormat, sekailikali aku tak berani kurang ajar!” Lalu ia duduk kembali.
“Mana bisa begitu?” seorang tua bertubuh gagah kuat berkata, “Bhok Enghiong hendak mengadakan penunjukan silat, ini bukanlah mengganggu, bahkan membantu tuan rumah
178
meramaikan dan menggembirakan pestanya. Siok Sianseng adalah seorang sasterawan patriot yang mengutamakan kegagahan, hingga biarpun beliau bertubuh lemah, tapi jiwanya termasuk orang gagah juga, apa bedanya dengan kita? Kalau bun (kesusasteraan) dan bu (kegagahan) tidak disatupadukan, mana perjuangan akan berhasil? Siok Sianseng, bukankah pendapatku ini benar?” tanyanya kepada Siok Houw Sianseng yang sedang menghampiri mereka karena tertarik oleh suara perdebatan itu. Siok Sianseng menjura dan berkata gembira,
“Kalau para Enghiong merasa gembira dan hendak mengadakan pertunjukan, sudah tentu hal itu amat menggirangkan dan siauwte sebelumnya menghaturkan banyak terima kasih!”
“Nah, apa kataku? Ayoh, Bhok Enghiong, silakan kau membuka pertunjukan lebih dahulu. Tidak mudah kami melihat menyambarnya Garuda Putih kalau tidak kebetulan berada di pesta Siok Sianseng!”
Mendengar orang she Bhok itu disebut Garuda Putih, Han Liong segera memperhatikan. Jadi orang tinggi kurus yang dipuji-puji itu adalah suhengnya, Bhok Kian Eng si Garuda Putih? Ia lihat Bhok Kian Eng dengan sikap apa boleh buat berdiri dari kursi dan setelah mengangkat kedua tangannya ke kepala memberi hormat kearah para tamu, ia melompat ke tengah ruangan yang lebar dan kosoug itu. Di situ ia bersilat tangan kosong dan tubuhnya melompat ke sana ke mari. Memang hebat kepandaian Garuda Putih ini. Gin-
179
kangnya sudah mahir sekali sehingga ketika ia percepat gerakan-gerakannya, maka kedua kakinya seakan-akan tak menginjak lantai! Tubuhnya menjadi bertambah seakan-akan ada dua orang yang bersilat karena cepatnya gerak tubuhnya. Diam-diam Han Liong kagum.
Tak kecawa Bhok Kian Eng ini menjadi murid dari Liok-tee Sin-mo Hong In si Iblis Daratan, karena ternyata ilmu meringankan tubuh yang bebat dari Iblis Daratan itu sedikitnya delapan bagian telah diwarisinya! Tentu saja semua tamu menyambut ilmu silat yang lihai ini dengan tepuk tangan riuh, disana-sini terdengar suara pujian. Bibran para sasterawan yang asing sama sekali akan pertunjukan seperti itu, juga mau tak mau menjadi tertarik. Mereka ini heran betul betapa tubuh seorang manusia biasa dapat bergerak selincah burung garuda hingga mengaburkan mata!. Maka mereka juga ikut bertepuk tangan memuji. Dengan hati kecewa Han Liong melihat betapa suhengnya itu mempunyai watak sombong dan takabur, jauh berbeda dengan Lie Kiam, twa-suhengnya. Bhok Kian Eng menghentikan silatnya dan menjura dengan mulut tersenyum dan dada yang kurus itu terangkat naik!
“Sungguh hebat setali ilmu silatmu, Bhok Enghiong. Baru sekarang aku menyaksikan sendiri kelihaian Garuda Putih, sungguh membikin kami gentar. Tapi, sudikah kau memperlihatkan pertunjukan ilmu sambit kim-chi-piauwmu yang terkenal itu?” Bhok Kian Eng makin angkuh mendengar pujian orang, maka tanpa ragu-ragu lagi ia rogoh sakunya,
180
“Lihat, aku hendak memadamkan semua lilin besar di meja-meja ini!” Dan ia mulai mengayunkan tangannya. Tiap kali ia mengayunkan tangannya, maka padamlah sebuah lilin di meja pertama! Demikianlah, dengan bergiliran lilin-lilin besar di semua meja padam kena sambitan kim-chi-piauw, sedangkan uang logam yang disambitkan itu sama sekail tidak melukai orang! Ketika lilin di depan Han Liong kena dan padam, maka tinggal sebuah lilin di meja para sasterawan di ujung ruangan itu saja yang belum padam. Bhok Kin Eng mengeluarkan kepandaiannya untuk sambitan terakhir ini. Ia sengaja berdiri membelakangi meja itu dan tiba-tiba tangan kirinya bergerak melalui bawah lengan kanan! Sebuah uang tembaga meluncur cepat ke arah api lilin. Tapi tiba-tiba seorang sasterawan muda tampak terkejut hingga tangan kanannya terangkat ke depan.
Uang logam itu tidak mengenai lilin karena buktinya lilin tidak padam dan senjata rahasia itu entah kemana terbangnya. Keadaan menjadi sunyi dan Bhok Kian Eng heran sekali mengapa tidak terdengar tepuk tangan untuk sambitan kali ini, tidak seperti hasil sambitan sambitan yang tadi. Ia segera menengok dan wajahnya merah ketika melihat lilin itu masih menyala! Rupanya sambitannya tidak mengenal sasaran. Maka untuk menutup rasa malunya, ia ayunkan lagi tangannya, kini tangan itu melalui selangkang kakinya! Tapi kini semua tamu, kecuali Han Liong yang telah tahu, merasa terkejut sekali, karena pada saat uang logam itu akan menyambar api lilin, tiba tiba uang logam yang pertama datang menyambar dan membentur uang logam kedua hingga
181
menerbitkan suara nyaring dan kedua senjata rahasia itu jatuh ke atas lantai!
Han Liong kagum melihat hal ini. Tadi ia dapat melihat betapa dengan gerakan Menangkap Burung Terbang, sasterawan muda yang duduk di meja itu telah berhasil menangkap piauw pertama tanpa diketahui orang lain dan kemudian setelah piauw kedua menyambar, ia gunakan piauw pertama itu untuk menyambut piauw kedua! Tapi gerakan ini tentu saja dapat terlihat oleh semua orang hingga menimbulkan suara-suara kagum dan heran terkejut. Bhok Kian Eng merasa malu dan marah sekali, karena merasa dipermainkan orang. Segera ia menghampiri sasterawan yang bertubuh tegap berwajah cakap dan berusia lebih kurang tiga puluh tahun itu, dan dengan senyum dibuat-buat Bhok Kian Eng menjura.
“Saudara telah memperlihatkan kelihaian dan dengan itu memberi pelajaran padaku, maka janganlah kepalang, siauwte mohon pengajaran barang dua-tiga jurus.” Sasterawan muda itu tertawa,
“Bhok Enghiong terkenal dengan julukan Garuda Putih, ternyata memang bukan nama kosong belaka. Tadi siauwte telah melihat ilmu silatmu dan soal kepandaian gin-kang, aku orang she Bie boleh berguru padamu! Tapi, dengan uang logam memadamkan api di meja semua orang, bukanlah itu tak mengindahkan orang lain?” Bhok Kian Eng menundukkan kepalanya dan ia memang merasa bahwa dirinya bersalah. Tapi ia beradat keras dan tinggi hati, mana ia mau mengalah begitu saja?
182
“Bie Enghiong, memang siauwte bermata tapi seakan-akan buta, biarlah kesempatan ini kugunakan untuk mengerti kelihatanmu.” Orang yang ditantangnya secara halus itu berdiri dan menanggalkan baju luarnya sambil tersenyum,
“Aku Bie Cauw Giok selamanya tak suka bermusuh, tapi juga selamanya takkan mundur jika hendak dicoba orang. Marilah, Bhok Enghiong, kutemani kau main-main sebentar untuk menggembirakan pesta Siok Sianseng yang budiman.”
Lalu dengan gerakan lincah sekali, ia melompat ke tengah ruangan dengan ilmu loncat It-ho-ciong-thian atau Burung Hoo Terjang Langit. Hong Ing melihat ini menjadi kagum karena gerakan ini menunjukkan gerakan seorang ahli lweekeh. Tapi yang lebih heran adalah Han Liong. Ketika ia mendengar orang itu menyebutkan namanya Bie Cauw Giok, tanpa disadarinya, ia bangun dari kursinya dengan wajah gembira. Karena nama itu bukan lain ialah nama murid tunggal dari gurunya sendiri, Pauw Kim Kong Beng-san Tojiu si Malaikat Rambut Putih! Jadi, sebagaimana Bhok Kian Eng maka Bie Cauw Giok inipun bukan lain adalah suhengnya sendiri! Dan kedua suheng ini sekarang saling berhadapan hendak bertempur! Tentu saja ia merasa gelisah dan bingung.
Sementara itu, Bhok Kian Eng juga sudah melompat menyusul Bie Cauw Giok dan segera mereka bertanding mengadu kepalan.
183
Bhok Kian Eng yang berwatak keras segera melancarkan serangan bertubi-tubi dengan mengeluarkan ilmu silatnya yang istimewa. Tapi Bie Cauw Giok ternyata bukan orang lemah dan dapat melayaninya dengan baik sekali. Mereka berdua bergerak cepat sehingga membuat para penonton menahan nafas dan tak dapat membedakan mana kawan dan lawan. Han Liong yang masih berdiri bingung segera dapat mengenal perbedaan mereka dalam hal kepandaian. Bhok Kian Eng sangat mahir tentang ilmu meringankan tubuh hingga gerakannya lebih gesit dan cepat, sedang Bie Cauw Giok mempunyai keuletan luar biasa dan tenaga dalamnya lebih tinggi daripada lawannya.
Bhok Kian Eng dapat melancarkan serangan lebih sering karena lincahnya, tapi ia selalu menjaga agar jangan sampai beradu tangan, karena tadi baru sekali saja berada lengan ia terhuyung-huyung mundar dan lengannya terasa sakit! Maka keadaan mereka boleh dibilang tak jauh selisihnya. Namun Han Liong yakin bahwa jika didiamkan saja, seorang di antara mereka pasti akan terluka, dan ia tak ingin hal ini terjadi. Tanpa raga-ragu lagi ia melompat kedepan. Orang-orang hanya melihat bayangan berkelebat di antara kedua orang yang bertanding itu, dan tahu-tahu Bhok Kian Eng dan Bie Cauw Giok terhuyung mundur bagai ditolak oleh suatu tenaga besar! Han Liong menjura kepada mereka berdua dengan sikap hormat sekali, lalu berkata,
“Siauwte mohon maaf dan harap sudilah suheng berdua menghentikan permainan-permainan yang berbahaya ini.” Bhok
184
Kian Eng dan Bie Cauw Giok yang tadinya merasa marah kini menjadi terheran-heran.
“Eh siapakah kau maka menyebut aku suhengmu?” Bhok Kian Eng bertanya dengan marah, sedangkan Bie Cauw Giok memandang makin heran. Kalau orang ini benar-benar sute dari Bhok Kian Eng, mengapa menyebut suheng pula kepadanya? Tapi diam-diam kedua orang gagah itu kagum melihat gerakan dan tenaga anak muda yang telah dengan mudah membuat mereka terhuyung mundur. Tapi mereka juga mesata amat tidak senang atas kelancangan anak muda ini.
“Siauwte adahh Si Han Liong. Bukanlah Bhok suheng murid suhu Liok-tee Sin-mo Hong In dan bukankah suhu Pauw Kim Kong guru dari Bie suheng?” Untuk kedua kalinya Bhok Kian Eng dan Bie Cauw Giok terheran-heran karena pemuda itu dapat mengetahui nama guru mereka. Tentu saja mereka tidak percaya karena mana bisa jadi, sute mereka masih begitu muda tapi berkepandaian demikian tinggi?
“Bie Enghiong,” Bhok Kian Eng berkata kepada Bie Cauw Giok, “Agaknya orang ini hendak mempermainkan kita dan memamerkan kegagahannya untuk menghina kita berdua.”
185
“Benar begitu kiranya,” kata Bie Cauw Giok, “karena mana mungkin sutemu menjadi suteku pula? Biarlah aku mencobanya dulu, sampai di mana kepandaian orang yang mengaku suteku ini.”
“Tidak, biar aku maju lebih dulu untuk memberi pelajaran kepadanya,” bantah Bhok Kian Eng. Sampai di lini, maka kesabaran Hong Ing yang dari tadi dirahan-tahan menjadi hilang melihat kokonya dipandang readah. Dan sekali melompat ia telah berada di tengah ruangan itu. Semua tamu makin heran melihat datangnya seorang pemuda yang muda dan cakap, dan dari gerakannya ternyata memiliki kepandaian tinggi. Suasana menjadi tegang.
“Jiwi Enghiong jangan berebut. Kalau jiwi masih tidak percaya kepada kokoku ini dan masih menganggap dia seorang sute palsu, kurasa untuk mencobanya tak perlu seorang demi seorang. Majulah saja bersama-sama, pasti kokoku akan dapat melayani jiwi dengan baik.” Kata-kata ini mengandung tantangan hebat dan memandang rendah kedua orang itu, maka wajah kedua orang itu menjadi merah padam. Han Liong melihat kenakalan Hoag Ing, buru-buru menunduk memberi hormat dan berkata,
“Jiwi suheng, ia adalah adikku Hong Ing. Maafkan dia yang masih muda, tetapi biarlah suheng berdua melaksakan seperti yang diusulkannya. Siauwte akan melayani suheng berdua, tetapi siauwte akan membuktikan bahwa ilmu silat yang siauwte pakai dalam permainan ini tiada bedanya dengan ilmu suheng sendiri.”
186
Kedua orang itu heran dan tercengang atas keberanian orang muda ini. Bagaimana seorang dapat melayani mereka berdua dengan menggunakan dua macam cabang ilmu silat? Tetapi karena tahu akan ketangguhan lawan, Bhok Kian Eng memberi tanda kepada Bie Cauw Giok dan berkata,
“Kau sombong sekali, anak mula. Baiklah, mari kita serang dia bersama-sama, Bie Enghiong, lihat, bagaimana dia akan melayani kita.”
“Tetapi tidak adil kalau kita harus maju terentak, Bhok Enghiong,” bantah Bie Cauw Giok.
“Tidak apa, Bie suheng, majulah,” kata Han Liong dengan tenang dan mengambil tempat di tengah, Bhok Kian Eng di kiri dan Bie Cauw Giok di kanan.
Mendengar kata-kata yang bersifat menantang ini, Bhok Kian Eng dan Bie Cauw Giok tak dapat menahan rasa amarahnya dan maju melakukan serangan hebat! Han Liong yang telah, dilatih sempurna oleh Kam Hong Siansu yang menciptakan Ilmu Silat Empat Bintang, yakni yang mengambil dasar dari pelajaran keempat guru Han Liong, tentu saja kenal baik gerakan-gerakan kedua suhengnya itu. Segera ia bergerak dengan gesit, tangan kanan dipakai menangkis serangan Bie Cauw Giok dan tangan kiri menangkis serangan Bhok Kian Eng. Sekaligus ia dapat
187
mempergunakan dua gerakan dari kedua cabang persilatan, dengan mengandalkan kekuatan ilmu ginkangnya yang tinggi, sehingga tubuhnya dapat bergerak dengan cepat.
Setelah menyerang beberapa belas jurus, kedua suheng itu terheran-heran dan terkejut, karena ternyata semua gerakan Han Liong adalah benar-benar ilmu silat cabang mereka! Bahkan tangkisan-tangkisan anak muda itu membawa tenaga yang demikian besar sehingga tiap kali lengan mereka beradu, kedua orang itu mesata betapa tubuh mereka terpental dan lengan mereka tergetar hebat. Hal ini membuat mereka heran dan kagum, lebih-lebih Bie Cauw Giok yang memiliki ilmu tenaga dalam yang tinggi namun tetap tak berdaya terhadap orang yang mengaku sutenya itu! Juga Bhok Kian Eng yang mahir ilmu meringankan tabuh, kagum sekali melihat gerakan Han Liong yang tak kalah hebatnya jika dibandingkan dengan gurunya, Hong In si Iblis Daratan sendiri! Tapi kedua orang itu masih belum puas dan mereka menyerang semakin hebat.
Han Liong terpaksa menggunakan ilmu silatnya Empat Bintang Untuk melayani kedua suheng ini. Tentu saja kedua lawannya menjadi bingung karena pemuda ini kini bergerak dalam ilmu silat yang aneh sekail. Mirip ilmu silat mereka sendiri, tapi toh bukan! Dan sebentar saja kedua orang itu merasa seakan-akan bukan sedang bertanding melawan seorang, tapi lebih dari lima orang. Dimana-mana tampak bayangan pemuda itu mengeroyok mereka! Sementara itu, Hong Ing yang bermata tajam melihat seSosok bayangan tubuh melayang-layang di atas genteng. Diam-diam
188
nona ini melayang ke atas mengejar. Alangkah marahnya ketika dilihatnya bahwa bayangan itu tidak lain dari wanita buruk yang merampas kembangnya dan bertempur dengannya siang tadi! Setan perempuan itu sedang mencari-cari dari atas genteng dengan pedang dan kebutannya di kedua tangan.
“Siluman perempuan, kau berani datang mengacau?” teriak Hong Ing. Perempuan itu memperlihatkan senyum mengejek.
“Eh, kau juga berada di sini, siangkong? Jangan kau turut campur urusanku.”
“Kau kira aku takut padamu?” bentak Hong Ing yang segera menyerang dengan siang-kiamnya. Lawannya memperdengarkan suara menghina dan mereka segera bertempur seru. Han Liong biarpun sedang dikeroyok oleh kedua subangnya, namun ia masih dapat memperhatikan keadaan yang terjadi di sekelilingnya. Maka ketika Hong Ing melayang ke atas genteng, hal itu tak terlepas dari pandanyanya. Ia merata khawatir akan keselamatan adiknya yang nakal dan suka mencari onar itu, maka sambil berkata,
“Maaf, jiwi suheng, siauwte tak dapat melayani kalian lebih lama lagi.” Tubuhnya lalu melambung ke atas langsung ke tempat Hong Ing tadi melompat. Tetapi kedua suheng itu yang hendak menuntut keterangan dan penjelasan dari pemuda ini, segera melompat mengejarnya! Mereka bertiga melihat betapa Hong Ing terdesak
189
hebat oleh seorang perempuan berwajah buruk yang memainkan pedang dan kebutan secara dahsyat sekali. Melihat perempuan itu. Bhok Kian Eng dan Bie Cauw Giok berbareng mengeluarkan seruan kaget,
“Ji-siauw-molie!” Tapi Han Liong tak perdulikan sebutan Setan Perempuan Muda Kedua ini, hanya segera tangannya bergerak menyambar ke arah perempuan itu. Perempuan itu berseru terkejut karena kebutannya hampir saja terlepas dari tangannya ketika terkena sambaran angin pukulan Han Liong. Ia melirik sekilas dan tertawa menghina.
“Hm, bagus! Kalian semua sudah berkumpul menjaga penberontak tua she Siok? Baik sekali, kami takkan datang percuma kalau begini. Nah, tunggulah, besok diwaktu penagntin bertemu, kami akan kembali main-main dengan kallanl” Sehabis berkata demikian, ia menggerakkan tubuhnya dan menghilang. Hong Ing hendak mengejar, tapi Bhok Kian Eig berkata.
“Jangan kejar!” Suaranya menunjukkan kekhawatiran besar, maka Han Liong dan Hong Ing menjadi heran. Tapi orang she Bhok itu memberi tanda supaya mereka semua turun. Para tamu di ruang itu semua tampak pucat dan ketakutan, bahkan para jago silat juga tampak gelisah. Hanya tuan rumah yang lemah dan tua itu saja kelihatan tenang dan sedang mencoba untuk menenteramkan hati para tamunya. Melihat semangat dan ketabahan orang tua she Siok ini, mau tak mau Han Liong dan Hong Ing merasa kagum juga.
190
“He, anak muda. Sebelum kita bicara lebih lanjut, kami harap kau memberi penjelasan padaku tentang keadaan dirimu yang mengaku menjadi suteku ini,” kata Bhok Kian Eng.
“Siauwte memang benar murid Liok-tee Sin-mo, dan siauwte bahkan sudah bertemu dengan twa-suheng Lie Kiam. Kedatangan siauwte ke sini juga atas suruhan twa-suheng. Mungkin suhu belum pernah memberitahu kepadamu, suheng, maka tidak kenal pada siauwte,” Bhok Kian Eng menganguk-angguk dan diam-diam girang mempunyai seorang adik seperguruan yang demikiaa cekatan, tapi ia masih belum puas mengapa adik seperguruannya ini lebih pandai darinya!
“Saudara, kalau kau benar sute diri Bhok Enghiong, mengapa kau juga mengaku menjadi suteku? Bukankah ini aneh dan bohong belaka?” tiba-tiba Bie Cauw Giok menyela.
“Bie suheng, mana siauwte berani membohong. Dengan sebenarnya siauwte juga murid dari suhu Pauw Kim Kong yang mengajarku bersama-sama dengan suhu Hong In, suhu Bie Kong Hosiang dan juga suhu Hee Ban Kiat!” Mendengar ini, kedua suheng itu memandangnya heran dan kagum. Hong Ing yang ikut merasa bangga bahwa kokonya menjadi pusat kekaguman orang, segera bertindak maju dan memperkenalkan lebih lanjut,
191
\“Tidak hanya koko Han Liong murid keempat cianpwe itu, juga dia adalah murid dari Kam Hong Siansu.”
“Stt, Ing moi...!” Han Liong mencegah, dan semua orang tercengang mendengar bahwa pemuda cakap itu disebut Ing-moi! Hong Ing mana mau menurut teguran dan cegahan Han Liong, ia terus saja menyombong, “Dan tahukah semua Enghiong dan cianpwe yang berada disini, siapa Han-ko ini? Ia bukan lain ialah putera tunggal dari almarhum Si Enghiong...”
“Betulkah itu?” tiba-tiba tuan rumah bertanya heran. Orang tua she Siok int pernah berjuang bahu-membahu dengan Si Cin Hai atau yang lebih terkenal dengan sebutan Si-Enghiong. Terpaksa Han Liong tak dapat menyembunyikan diri dan asal-usulnya lagi, sehingga semua orang mengerumuninya dengan kagum. Juga Bhok Kian Eng daa Bie Cauw Giok yang tadinya merata penasaran, kini bahkan merasa bangga mempunyai seorang sute yang bukan lain adalah putera Si Enghiong yang mereka semua puja itu.! Kemudian Han Liong bertanya tentang keadaan perempuan buruk yang datang mengganggu tadi.
“Kau belum kenal dia, sute?” kata Bhok Kien Eng dengan suara mengandung kepuasan dan kebanggaan bahwa betapaun juga, dalam kalangan kang-ouw ternyata ia jauh lebih berpengalaman dari pada sutenya.
192
“Dia itu bernama Kiu Lau yang dijuluki Jie siauw-moli, sebenarnya iblis wanita itu biasanya keluar berpasangan dengan cicinya yang bernama Kiu Hwa Twa-moli. Kepandaian silat kedua enci adik itu memang luar biasa, teristimewa Kiu Hwa, kakak iblis wanita yang datang tadi, sehingga mereka berdua ditakuti orang banyak di kalangan kang-ouw. Sebenarnya mereka sendiri tak berapa kejam atau jahat, tetapi yang membuat orang menjadi takut adalah mengingat bahwa mereka berdua ini adalah murid dari Loh-san Sam-moli atau Tiga Iblis Wanita dari Gunung Loh-san.”
“Hm, agaknya mereka keluarga iblis-iblit, tapi yang datang tadi iblis kecil tak berapa hebat kepandaiannya” berkata Hong Ing. Bie Cauw Giok memandang wajah Hong Ing dengan tajam.
“Sute, kepandaian adikmu ini lumayan juga hingga berani menahan Jie siauw-moli. Dari mana Lihiap mempelajari permainan siang-kiam sehebat itu?” Hong Ing mengerling ke arah Han Liong dengan penyesalan mengapa katak ini kurang hati-hati hingga tadi membuka rahasianya dan membuat semua orang tahu bahwa ia sebenarnya adalah seorang gadis! Tapi, mendengar semua orang juga mengagumi ilmu silatnya, ia terpaksa tersenyum merendah.
“Ah, aku hanya belajar sedikit ilmu silat dari guruku Sang Bouw Nikouw di kelenteng Bok-sin tang. Mana aku dapat disamakan dengan Han-ko yang mempunyai banyak guru” Demikianlah dengan gembira mereka bercakap-cakap dan Han Liong diperkenalkan kepada para tamu lain. Han Liong bertanya kepada
193
Siok Houw Sianseng mengapa iblis wanita itu datang membikin gaduh, dan apakah yang menyebabkan tuan rumah itu dimusuhi oleh Jie-siauw-moli.
“Si hiante,” jawab Siok Houw yang menganggap Han Liong sebagai keponakan sendiri, “Aku selamanya belum pernah bertemu maupun bermusuhan dengan mereka, tapi hal ini juga terjadi pada almarhum ayahmu. Maka, mudah saja diduga dari mana dan siapa yang menyuruh mereka datang ke sini menggangguku. Tak lain menurut dugaanku mereka itu pasti bekerja untuk pemerintah musuh”
“Ini benar sekali,” sambung Bie Cauw Giok, “suhu belum lama ini juga mengirim kabar padaku bahwa sekarang banyak sekail orang kalangan liok-lim yang diperalat oleh kaisar untuk membasmi semua orang yang bersikap memusuhi pemerintahannya. Dan menurut berita-berita yang kudengar, bahkan sekarang Tiga Iblis Wanita dari Loh-san itu telah menjadi pembantu yang dipercaya dari para pengawal istana kaisar. Siok Houw Sianseng menghela napas.
“Aku yang tua dan tak berguna ini tieda harganya untuk merepotkan para Enghiong. Biarlah mereka datang dan mengambil jiwaku. Tapi yang membuat aku menyesal ialah mengapa mereka justeru memilih waktu sekarang? Mengapa mereka tidak menunggui sampai aku selesai merayakan perkawinan anakku?”
194
“Siok Sianseng jangan takut. Biar iblis-iblis itu datang, aku orang she Bhok, pasti akan mengajak mereka adu jiwa.” Kata-katanya ini biarpun terdengar jumawa namun diam-diam Han Liong merasa girang karena ia mendapat kenyataan bahwa biarpun tabiatnya kasar, namun subengnya ini ternyata gagah berani dan jujur.
“Bhok twako benar. Kami takkan tinggal diam,” Bie Cauw Giok menghibur Siok Sianseng, “Tapi kita harus berhati-hati, musuh yang akan datang besok itu bukanlah orang-orang lemah. Harap Bhok twako berhati-hati dan waspada. Baiknya di sini ada Si sute dan Lihiap yang merupakan tenaga bantuan tangguh hingga kita tak usah merasa takut.”
“Dua orang wanita itu tak berapa berbahaya,” kata Han Liong, “Terus terang saja aku dan adikku bertemu dengan mereka siang tadi” Lalu ia menceritakan pengalamannya kepada semua orang. Melihat Han Liong agaknya tidak takut terhadap kedua iblis wanita itu, semua orangpun berbesar hati. Setelah itu mereka beristirahat. Han Liong sekamar dengan kedua suhengnya, sedangkan Hong Ing bermalam dengan Kim Lian,. puteri Siok Sianseng yang akan kawin besok harinya. Gadis ini merasa kagum dan senang sekali, berkenalan dengan nona pendekar itu.
Malam itu semua orang gagah tidur dengan bergiliran tapi semalam-malaman itu tak terjadi sesuatu. Pada keesokan harinya,
195
udara terang dan cuaca bagus, maka sudah sepantasnya orang-orang bergembira. Tapi jika seseorang memperhatikan wajah orang-orang dalam ramah Siok Sianseng, tentu mereka akan melihat betapa wajah orang-orang itu mengandung kecemasan hebat. Tamu-tamu baru datang dari segala tempat sehingga dalam sekejap saja rumah keluarga Siok penuh orang. Banyak pula jago silat datang bertamu, maka Bhok Kian Eng menjadi tambah girang karena mereka ini dapat diharapkan bantuannya bila iblis-lblis itu datang mengganggu. Hampir semua tamu yang datang, baik ia sasterawan maupun jago silat, terdiri dari para orang gagah pencinta bangsa dan pengikut-pengikut Si Enghiong dulu atau sisa-sisa kaum pemberontak yang dihancurkan oleh pemerintah bangsa Boan.
Ketika rombongan pengantin laki-laki datang menjemput calon isterinya, keadaan menjadi ramai dan suasana menjadi sangat meriah, orang-orang lupa sejenak akan ancaman bahaya. Suara tambur dan gembreng, mercon dan orang-orang tertawa memenuhi suasana rumah itu. Tiba-tiba tampak tiga bayangan orang berkelebat! Dua orang tua laki-laki dan seorang wanita tampak berdiri di depan tuan rumah, lalu menjura memberi selamat. Semua orang heran karena gerakan mereka demikian cepatnya sehiniga tahu-tahu sudah berada disitu, entah dari mara datangnya! Bhok Kian Eng dan Bie Cauw Giok diam-diam bersiap dengan senjata masing-masing. Tetapi Siok Sienseng memandang mereka dengan wajah girang, sedangkan Han Liong tiba-tiba meloncat ke depan ketiga orang tua itu dan memberi hormat sambil berlutut.
196
“Suhu! Ie-ie!!”
“Han Liong, kau juga berada di sini? Syukurlah!” seru ketiga orang itu terdengar girang sekali seperti suara orang yang terbebas dari kekhawatiran besar ketika melihat muridnya-pun berada di situ. Ternyata wanita setengah tua yang kelihatan gagah itu bukan lain adalah Yo Leng Ing, bibi Han Liong, sedangkan kedua orang tua ita adalah Siauw lo-ong Hee Ban Kiat si mata satu dan Kim-to Bie Kong Hosiang, dua diantara guru-garu Han Liong! Tentu saja pertemuan ini sangat menggirangkan dan Siok Sianseng merasa bangga menerima tamu-tamunya yang terdiri dari orang-orang gagah golongan tua dan patriot-patriot bangsa yang terkenal. Dihadapan tuan rumah, ketiga orang tua ini tidak menyatakan apa-apa, hanya sekedar datang memberi selamat. Tapi ketika mendapat kesempatan, Hee Ban Kiat menarik tangan Han Liong ke samping dan berkata,
“Han Liong, kita harus waspada, Siok Sianseng akan didatangi orang-orang jahat” Han Liong menyangka dua iblis wanita yang datang malam tadi itulah yang dimaksudkan oleh gurunya, tapi ia bertanya.
“Siapakah mereka itu, suhu?”
197
“Loh-san Sam-moli!”
“Oh, Tiga Iblis Wanita dari Loh-san?” bata Han Liong berseru kaget. Hee Ban Kiat mengangguk,
“Untuk itulah maka aku, Bie Kong Hosiang, dan Yo Toanio datang kemari. Ketiga iblis itu mempunyai kepandaian dan ilmu silat yang tinggi pula. Belum tentu kita sanggup melawan dan mengalahkannya, tapi bagaimanapun juga, kita harus melindungi Siok Sianseng.” Han Liong lalu menceritakan dengan singkat bahwa murid ketiga iblis wanita itu semalam telah datang dan berjanji hendak datang menyerbu hari ini.
Kemudian, ketika Bie Kong Hosiang dan Yo Lee In juga datang ke sana dan mendengar kisah perjalanannya semenjak berpisah, Han Liong segera melambaikan tangan kepada Hong Ing. Ia memperkenalkan gadis yang masih berpakaian laki-laki itu kepada ie-ienya dan kepada kedua suhunya. Yo Leng In memandang gadis itu dan diam-diam ia mengakui persamaan wajah anak itu dengan cicinya. Tetapi karena mengingat bahwa gadis itu adalah puteri Lie Ban musuhnya, maka ia hanya menyambut dengan dingin saja. Melihat ketiga orang tua itu bercakap-cakap dengan Han Liong, Bhok Kian Eng dan Bie Cauw Giok mendekati mereka. Hee Ban Kiat dengan matanya yang tinggal satu itu memandang ke arah mereka. Kedua orang itu sangat terkejut melihat betapa mata itu bersinar sangat tajam seakan-akan dapat menembus dada!
198
Han Liong segera mengundang mereka itu duduk dan memperkenalkan Bhok Kian Eng dan Bie Cauw Giok sebagai murid Liok-te Sin-mo dan Beng-san Tojin! Kedua orang itu segera memberi hormat kepada mereka. Mendengar bahwa Loh-san Sam-moli akan datang, kedua orang itu menjadi pucat, tetapi melihat bahwa kedua guru dan ie-ie Han Liong, yang tinggi ilmu silatnya itu berada di situ hati mereka agak tenteram. Di antara mereka semua, hanya Hong Ing saja yang merasa sangat kurang senang hati!. Menurut anggapannya mungkin ketiga orang tua itu tak suka padanya, dan ia maklum mengapa mereka demikian. Maka ia mesata hatinya sangat tersinggung dan berduka. Han Liong juga dapat merasakan keadaan adiknya ini, maka beberapa kali ia mengerling ke arah Hong Ing dengan pandangan iba dan mesra.
Melihat pandangan iba dari kakaknya itu, Hong Ing makin merasa sedih. Dengan menundukkan kepalanya, gadis itu segara berdiri dan meninggalkan mereka, menghilang diantara orang banyak yang berkerumun berdesak-desak melihat pengantin. Ketika smua orang tengah bergembira, tiba-tiba terdengar suara tertawa nyaring yang mengalahkan semua suara gaduh. Suara itu sangat merdu dan nyaring, tetapi juta mendatangkan pengaruh yang menyeramkan. Han Liong berkelebat ke atas genteng, diikuti oleh kedua gurunya, ie-ienya, dan kedua suhengnya. Juga beberapa belas jago silat yang berkepandaian tinggi ikut menyerbu naik! Keadaan menjadi panik. Mereka yang tidak mengerti ilmu silat
199
mencari perlindungan di dalam kamar, tak peduli kamar siapa saja dimasukinya dan pintu ditutup dari dalam.
Kedua pengantin cepat dibawa orang bersembunyi dalam kamar pengantin dan dijaga oleh beberapa orang gagah dengan senjata di tangan! Di atas genteng tampak berdiri tiga orang perempuan terengah tua yang berpakaian serba hijau dan masing-masng memegang kebutan dan pedang. Mereka ini adalah Loh-san Sam-moli yang terkenal dan ditakui semua orang! Di pinggir mereka berdiri Kiu-hwa Twa-moli, sedangkan Kiu Lan Siauw-moli sedang bertempur melawan Hong Ing, Kiu Lan menggunakan hudtim dan pedang, sedangkan Hong Ing menggunakan siang-kiamnya. Ketika itu Hong Ing memainkan ilmu pedang pasangan warisan gurunya dan mencoba berkelahi dengan nekad, terdorong oleh kedukaan hatinya. Melihat permainan ini, tiba-tiba iblis termuda berkata sambil kebutkan hudtimnya,
“Berhenti!” Dan heran, sambaran angin hudtimnya cukup untuk membuat kedua orang yang sedang bertempur itu terhuyung-huyung mundur.
“Eh, nona kecil, apakah hubunganmu dengan Seng Bouw Nikouw?” Iblis wanita ketiga itu bertanya. Hong Ing biarpun telah merasakan kehebatan tenaga iblis itu, tapi ia tidak takut, bahkan ia hendak menggunakan nama gurunya menggertak,
200
“Ia adalah guruku, kau mau apa menanyakan?” Iblis wanita iu terkejut dan heran,
“Kau muridnya? Kalau begitu, bukankah! kau she Lie dan ayahmu adalah Lie Ban?” Mendengar nama ayahnya disebut-sebut, Hong Ing menjadi marah.
“Apa maksudmu bertanya panjang lebar? Aku bukan kerabatmu!”
“Omitohud! Kami adalah orangmu sendiri, nona! Kau adalah keturunan Lie Ban, mengapakah kau bisa berada bersama-sama dengan orang-orang ini? Mereka ini adalah musuh-musuhmu, nona! Ayah-ibumu juga merekalah yang membunuhnya.”
“Jangan banyak cerewet!” Hong Ing berteriak gemas dan bersamaan itu air matanya mengalir di pipinya karena kata-kata itu mengingatkannya akan kedua orang tuanya yang meninggal dunia. Digerakkannya siang-kiamnya lagi dan menyerang Kiu Lan dengan sengit. Kiu Lan menangkis dan mereka bertempur lagi mati-matian. Pada saat itulah Han Liong dan kawan-kawannya sampai disitu. Loh-san Sam-moli sebenarnya bukanlah tiga saudara. Mereka adalah saudara-saudara seperguruan, yakni murid-murid dari Ngo-lian-posat Ang Gwat Niang-niang si Dewi Lima Teratai seorang wanita pertapa yang tinggi ilmu silatnya dan tinggi pula lima batinnya, dan yang sedang bertapa di Ngo-lian-san.
201
Tiga saudara seperguruan itu oleh gurunya diberi nama Biauw Niang-niang, Leng Niang-niang, Hai Niang-niang. Mereka bertiga telah mewarisi kepandaian dari suhunya sehingga kepandaian mereka sudah boleh dikatakan sempurna dan jarang tandingannya. Sebenarnya semenjak muda mereka bertiga telah dididik untuk menjadi orang suci, dan mula-mula mereka juga patuh menjalankan ibadat. Tapi karena pada dasarnya memang tidak bersih, Biauw Niang-niang tergoda oleh nafsu dan ia menyeret kedua adik seperguruannya ke dalam jurang kehinaan, hingga mereka bertiga berobah menjadi jahat. Bie Kong Hosiang yang pernah bertemu dengan ketiga iblis wanita ini, segera menjura dan berkata,
“Omitohud! Ketiga Niang-niang yang terhormat berkenan mengunjungi tempat sahabatku yang buruk ini. Maafkan kami tidak tahu sehingga tak menyambut dengan sepantasnya.” Biauw Niang-niang tertawa menghina.
“Bie Kong Hwesio!” katanya. “Kau juga berada di sini? Kau mengaku kawan si pemberontak she Siok itu? Hati-hati, hwesio, ia adalah seorang pemberontak yang harus menerima hukuman sekeluarganya. Lebih baik kau pergi saja dari sini, barangkali aku dapat mengampunkan kau!”
202
“Eh, setan perempuan darimana begini jumawa dan datang-datang memaki-maki orang? Kalian boleh menakut-nakuti orang lain, tapi aku Bhok Kian Eng si Garuda Putih sekali-kali tidak takut padamu!” Sepasang mata Hai Niang-niang, iblis termuda, yang jeli seperti mata seorang gadis cantik, berkilat memandang ke arah Bhok Kian Eng, lalu mulutnya tersenyum.
“Hm, beginikah macamnya Garuda Putih? Baiklah, aku akan membikin kau menjadi garuda tak bersayap!” Dan bersamaan dengan kata-kata terakhir, tangannya bergerak dan sebuah benda putih berkilauan menyambar secepat kilat ke arah Bhok Kian Eng!
Huito atau pisau terbang itu menyambar ke arah kaki si Garuda Putih dengan cepat sekali sehingga jalan satu-satunya bagi Bhok Kian Eng ialah melompat tinggi untuk menyelamatkan diri dari tikaman pisau yang sempat mengenai betisnya. Tapi serangan gelap ini memang diperhitungkan masak-masak oleh penyerangnya, karena selagi tubuh Bhok Kian Eng masih terapung di udara, tiba-tiba pisau lain telah terbang menancap di bahu kirinya! Tanpa ampun lagi si Garuda Putih terbanting ke bawah genteng! Baiknya ia sudah memiliki tubuh kuat dan mempunyai kegesitan cukup baik sehingga dalam bahaya maut itu ia masih sempat berjungkir balik dan jatuh di atas tanah dengan berdiri. Ia segera roboh karena betisnya yang terkena pisau terasa sakit sekali.
203
“Sungguh tak tahu malu, menyerang secara pengecut!” teriak Hee Ban Kiat yang meloncat menyerang Hai Niang-niang. Tetapi Kiu Hwa twa-moli menangkisnya dan mereka segera bertempur dengan seru. Hee Ban Kiat seperti biasa tak pernah menggunakan senjata, tetapi menggunakan sepasang kepalan dan kedua kakinya yang dapat bergerak cepat dan tak kalah hebatnya dengan senjata yang bagaimanapun juga. Tapi lawannya, murid kepala dari ketiga iblis, bukanlah lawan yang ringan. Perempuan buruk ini menggunakan hudtimnya untuk membalas menyerang dan mencoba untuk mengalahkan si mata satu.
“Kau mencari mati!” Hai Niang-niang tertawa dingin dan kebutannya berkelebat ke arah dada Bie Kong Hosiang. Tapi tiba-tiba sebuah bayangan putih menyambar dan Hai Niang-niang merasa tenaga yang luar biasa kuatnya menolak kebutannya hingga terpental. Ia menjerit terkejut dan marah. Ternyata Han Liong telah mewakili gurunya, dan tadi ia menggunakan ujung bajunya untuk menyabet dan menangkis kebutan itu! Bukan main herannya Hai Niang-niang ketika melihat bahwa yang menangkis hudtimnya secara hebat itu bukan lain hanyalah seorang pemuda yang belum ada dua puluh tahun usianya. Ia sampai tak percaya dan sekali lagi ia menggerakkan hudtimnya, kini ke arah kepala Han Liong. Gerakan hudtim ini mengandung tenaga dalam yang besar sehingga sebelum kebutan sampai, anginnya telah terasa menyambar dingin.
“Bagus!” kata Han Liong dan Hai Niang-niang merasa kepalanya pening dan matanya kabur karena tahu-tahu anak muda baju putih
204
itu lenyap dari depannya!. Secepat kilat ia memutar tubuh sambil memukulkan kebutan dan pedangnya. Benar saja, Han Liong sudah berada di belakangnya tersenyum den menangkis sabetannya.
“Sungguh lihai!” Leng Niang-niang berseru. Iblis kedua ini tahu bahwa seorang diri saja sumoinya itu sukar memperoleh kemenangan, maka ia segera maju menyerang.
Han Liong melibat gerakan Leng Niang-niang lebih hebat dari Hai Niang-niang, berlaku hati-hati dan ia melayani keroyokan kedua wanita iblis itu dengan mengandalkan kegesitan dan kelincahannya. Melihat kedua sumoinya dapat mengimbangi Han Liong, Biauw Niang-niang tertawa seram, kemudian, in memutar pedangnya menyerang Bie Kong Hosiang yang menangkisnya dengan golok. Bie Cauw Giok melihat betapa Hong Ing sangat terdepak oleh Kiu Lan, segera maju membantu. Beberapa orang tamu yang juga memiliki kepandaian ikut naik ke atas genteng, dan segera maju pula menyerbu. Ada yang membantu Bie Kong Hosiang, ada pula yang membantu Hee Bin Kiat. Tapi tak seorangpun berani membantu Han Liong karena pemuda itu sudah tak kelihatan bayangannya lagi, seakan-akan menjadi satu dengan sinar pedangnya dalam perjuangan mati-matian melawan dua iblis yang lihai itu.
Di dalam pertempuran yang hebat itu, selain Han Liong sendiri, yang boleh dibilang menang dan mendesak lawannya adalah Hee
205
Ban Kiat. Biarpun Liu Hwa telah mewarisi kepandaian tiga iblis wanita yaag menjadi gurunya, namun terhadap Hee Ban Kiat si mata satu ia kalah tenaga, kalah pengalaman dan kalah ulet. Permainan pedang dan hudtimnya mulai kacau menghadapi silat tangan kosong si mata satu yang memainkan Kiaw-ta-sin-na-hwat. Tiba-tiba Kiu Hwa menjerit ngeri dan ia terhuyung-huyung lalu memuntahkan darah sambil memegang pundaknya. Ternyata dengan tipu Lutung Sakti Menyambar Hati, Hee Ban Kiat menyerangnya dan Kiu Kwa menangkis dengan hudtim, tapi Hee Ban Kiat merobah gerakannya, jari tangannya mencuri masuk dalam totokan Su-sat-chiu yang luar biasa itu.
Tanpa ampun lagi Kiu Hwa terkena totokan di pundaknya, dan jiwanya tak tertolong lagi karena yang tertotok adalah urat kematian. Melihat muridnya terluka, Biauw Niang-niang marah sekali. Sambil berseru keras ia menangkis golok Bie Kong Hoiiang dengan kebutan dan pedangnya berkelebat cepat ke arah dua orang yang membantu hwesio itu. Terdengar bunyi “Traang!!” dan senjata kedua orang itu terlepas dari tangannya diikuti dengan suara pekik kesakitan karena Biauw Niang-niang terus memainkan kebutannya menyabet, yang akibatnya hebat sekali. Seorang pengeroyok pecah kepalanya sedangkan orang kedua patah tulang iganya ketika ujung bulu kebutan singgah di dadanya! Bie Kong Hosiang terkejut sekali melihat kehebatan lawannya. Ia melompat maju dan memutar goloknya makin cepat dalam ilmu goloknya Ngo-houw-toan-hun-to yang lihai.
206
Namun Bianw Niang-niang terlalu tangguh baginya. Dengan tangan kiri yang memegang hudtim, ia dapat menangkis dan memunahkan semua serangan Bie Kong Hosiang, sedangkan di tangan kanannya ia menggunakan pedang untuk menyebar maut! Sambil berkelebat ke sana ke mari ia berhasil melepaskan diri dari serangan Bie Kong Hosiang dan sekali pedangnya berkelebat, maka robohlah seorang lagi pengeroyok dengan mandi darah! Sebentar saja pedang iblis wanita yang ganas dan kejam itu telah merobohkan lima orang! Lain orang yang tak seberapa tinggi kepandaiannya menjadi takut mengundurkan diri ke samping. Sementara itu, setelah berhasil merobohkan Kiu Hwa, Hee Bin Kiat yang melihat keganasan Biauw Niang-niang segera maju menyerang dan bersama-sama Bie Kong Hosiang mengeroyok iblis wanita yang lincah itu.
Kini pertempuran terjadi dalam tiga rombongan, yakni, Hee Ban Kiat dan Bie Kong Hosiang melawan Biauw Niang-niang, Bie Cauw Giok dan Hong Ing bertempur mengeroyok Kiu Lan, sedangkan Han Liong seorang diri dikeroyok oleh Leng Niang-niang dan Hai Niang-niang. Yo Leng In tadinya membantu Han Liong, tetapi Han Liong sambil melayani kedua lawannya, minta agar ie-ienya ini turut menjaga di bawah, takut kalau-kalau ada kawan penjahat yang menyerbu. Han Liong sejak tadi hanya memainkan ilmu Pedang Empat Bintang yang cukup kuat untuk dapat melayani kedua lawan itu tanpa terdesak, tetapi ketika ia mendengar suara jeritan-jeritan ngeri dari para korban pedang Biauw Niang-niang ia menjadi marah. Ia merubah gerakan pedangnya dan kini ia memainkan jurus-jurus teratas dari Pek-liong-kiamsut! Pedangnya
207
berkelebat menjadi puluhan sehingga kedua lawannya amat terkejut. Sebelum mereka sempat mempelajari gerakan Han Liong.
Tiba-tiba Hai Niang-niang merasa pundaknya amat sakit hingga hudtimnya terlepas. Ternyata dengan tangan kirinya Han Liong telah menepuk bahu kirinya hingga sambungan tulangnya pecah! Tapi pada saat itu juga Biauw Niang-niang berhasil melukai Bie Kong Hosiang dengan hudtimnya. Kebutan itu telah memukul leher Bie Kong Hosiang dengan keras sekali, maka kalau lain orang yang terkena pukulan hebat itu pasti akan mati seketika itu juga. Untunglah Bie Kong Hosiang adalah seorang yang tinggi ilmu silatnya, sehingga ia bisa menggerakkan tenaga dalamnya menangkis pukulan itu dan ia hanya mendapat luka diluar yang biarpun berat namun tidak sampai membahayakan jiwanya. Han Liong melihat gurunya terluka segera melompat menahan pedang Biauw Niang-niang yang hendak disabetkan ke leher Bie Kong Hosiang.
Dengan gemas Biauw Niang-niang menempur pemuda ini sedangkan Hee Ban Kiat berganti lawan, kini menghadapi Leng Niang-niang yang tak sepandai Biauw Niang-niang, biarpun siluman wanita kedua ini masih terlampau berat baginya. Hong Ing dan Bie Cauw Giok, setelah bertempur mati-matian, akhirnya berhasil juga membuat Kiu Lan repot dan terdesak. Melihat pihaknya terdesak hebat, ditambah pula ia sendiri harus menghadapi Han Liong yang ternyata tangguh dan gagah itu, Biauw Niang-niang mengeluarkan suara siulan nyaring dan tinggi. Siulan ini adalah sebuah isyarat, karena Leng Niang-niang, dan
208
juga Hai Niang-niang yang terluka dan hanya menggunakan sebelah tangan, tiba-tiba ia menyebarkan Bwee hwa-ciam atau senjata rahasia berbentuk jarum yang jahat itu. Biauw Niang-niang sendiri juga tebarkan jarum maut mengarah urat-urat kematian Han Liong.
Semua orang terkejut dan dengan teriakan marah Bie Cauw Giok roboh terguling karena sebuah jarum menancap di pahanya. Juga Hec Bia Kiat mengeluarkan seruan tertahan ketika hampir saja ia menjadi korban jarum rahasia yang dilepas oleh Leng Niang-niang. Kemudian dengan cepat sekali ketiga iblis waniia itu lari. Biauw Niang-niang dengan tak terduga telah melompat ke dekat Hong Ing dan sebelum gadis itu sadar, pundaknya telah tertotok dan tubunya yang tak berdaya itu dipondong dengan ringan sekali oleh siluman wanita itu! Han Liong terkejut dan lompat mengejar, tapi Leng Niang-niang mencegat dengan tambasan jarum-jarumnya. Karena merasa marah dan khawatir sekali akan keselamatan Hong Ing, Han Liong memutar pokiamnya hingga jarum-jarum tertangkis dan jatuh semuanya, lalu sekali Pek-liong pokiam bermain, telinga kiri berikut antibg-anting terbabat putus!.
“Bangsat keji!” Leng Niang-niang berteriak keras dan menyerang hebat. Tiba-tiba kaki Han Liong melayang dan tepat menghantam pergelangan tangannya hingga pedangnya terpental jauh, sedangkan tulang lengannya memperdengarkan suara “krak” dan patah.! Leng Niang-niang menjerit kesakitan lalu lari! Han Liong tidak mengejarnya karena ia merasa bingung benar. Biauw Niang-niang yang memondong Hong Ing telah lenyap dan ia tidak tahu ke
209
mana iblis itu lari. Lama sekali Han Liong berdiri kesima dan bingung, ia tak tahu harus mengejar ke jurusan mana, sedangkan hatinya terasa perih sekali mengingat akan nasib Hong Ing. Tiba-tiba terdengar suara kaki di belakangnya. Cepat ia berpaling dan Yo Leng In telah berdiri di depannya. Bibi ini heran melihat betapa Han Liong berdiri pucat bagaikan kehilangan semangat.
“Liong, lukakah kau?” tanyanya khawatir.
“Tidak, ie-ie, tapi... Hong Ing telah dibawa lari oleh Biauw Niang-niang” jawabnya sambil mengerutkan kening. Yo Leng In diam-diam bernafas lega. Memang ia tidak senang melihat puteri musuhnya itu, maka pikirnya biarlah setan kecil itu dibawa pergi oleh iblis wanita Biauw Niang-niang, hingga Han Liong tak perlu berdekatan lagi dengan “Adiknya” itu.
“Sudahlah jangan khawatir. Agaknya iblis-iblis itu menganggap nona Lie sebagai orangnya sendiri. Rasanya nona itu takkan diganggu.” Ia menghibur sedangkan Han Liong heran mendengar suara bibinya.
Ternyata kerugian pihak Siok Sianseng lebih hebat. Lima orang tamu yang ikut bertempur mendapat luka
(Lanjut ke Jilid 06)
210
Pedang Pusaka Naga Putih (Seri 04 - Serial Jago Pedang Tak Bernama)
Karya : Asmaraman S. Kho Ping Hoo
Jilid 06
berat, bahkan seorang di antaranya telah tewas.
Bhok Kian Eng luka berat, begitu pula Bie Cauw Giok dan Bie Kong Hosiang. Orang-orang yang terluka oleh jarum iblis itu, lukanya bengkak dan hitam, tanda bahwa senjata rahasia itu mengandung racun hebat. Setelah memeriksa dengan teliti, Han Liong lalu memasukkan pedang Pek-liong-pokiam ke dalam air dan menggunakan air itu untuk mengobati. Sungguh manjur sekali, begitu luka dicuci dengan air ini maka semua darah yang mengandung racun dapat dihisap keluar! Siok Sianseng menyatakan penyesalannya bahwa begitu banyak orang yang telah menjadi korban karena membela dia seorang. Lebih-lebih ketika ia mendengar bahwa nona Hong Ing diculik oleh iblis wanita itu, ia membanting-banting kakinya dan tanpa disadarinya air matanya mengalir membasahi pipinya karena merasa sedih dan marah.
“Biarlah... biarlah, aku akan menggunakan sisa hidupku yang tak berharga ini untuk menyalakan lagi api pemberontakan dan bersama kawan-kawan seperjuangan menggulingkan pemerintah musuh yang jahat ini!” Orang tua yang lemah tetapi penuh
211
semangat baja ini berdiri dengan mata bernyala-nyala dan kedua tangan terkepal. Pada saat itu, seakan-akan semangat ayahnya menjalar di tubuh Han Liong. Anak muda ini melihat Siok Sianseng demikian bersemangat, merasa sangat terharu sehingga untuk sesaat ia melupakan kesedihannya karena terculiknya Hong Ing. Ia maju dan memegang lengan tuan rumah.
“Paman Siok, jangan khawatir, aku akan membantumu untuk membasmi perampok-perampok jahanam itu!” Siok Houw Sianseng memeluk Han Liong dengan terharu, kemudian setelah para korban dirawat, dan pengantin laki-laki telah pulang membawa isterinya, Siok Sianseng mengajak Han Liong, Yo Leng In, Hee Ban Kiat, dan Bie Kong Hosiang untuk berunding. Semenjak usaha pemberontakan yang dipimpin ayah Han Liong, Si Enhiong, gagal dan dihancurkan oleh pemerintah Ceng tiauw, Siok Houw Sianseng melarikan diri dan dengan diam-diam sasterawan patriot ini menulis sebuah karangan yang berjudul “Rakyat tak sudi dijajah.” Berbulan-bulan Siok Houw dengan dibantu oleh puterinya menulis karangan ini sampai menjadi lima belas buah. Ia bermaksud hendak membagi-bagikan karya tulisannya ini ke segenap penjuru agar disalin oleh para patriot dan disebarkan di antara rakyat.
Tapi ia seorang lemah dan namanya telah tercatat dalam daftar hitam pemerintah penjajah, maka ia tak berdaya dan karangannya itu telah lama sekali tersimpan dalam kopornya. Kini melihat para orang gagah berkumpul, bahkan disitu ada putera Si Enghtong yang seakan-akan menjadi pengganti ayahnya, semangat
212
sasterawan tua ini timbul kembali. Apalagi ketika ia mendapat kenyataan bahwa dirinya diincar dan hampir saja menjadi korban keganasan kaki tangan kaisar lalim, ia segera mengambil keputusan untuk mulai lagi perjuangan menentang pemerintah yang dibencinya itu. Setelah mendengar keterangan Siok Sianseng tentang karangan dan cita citanya, Han Liong memajukan dirinya sendiri untuk menjalankan tugas menghubungi orang-orang gagah di seluruh daratan Tiongkok dan membagi-bagikan tulisan Siok Sianseng itu. Semua orang setuju dan Siok Sianseng memberi nasehat,
“Si hiante telah menerima tugas suci ini, maka aku merasa bangga dan puas, karena keturunan Si Enghiong pasti akan bekerja dengan sempurna. Hanya saja, hendaknya Si hiante berhati-hati, karena dengan adanyapenyerangan terhadap rumah tanggaku, maka besar sekali dugaanku bahwa kaki tangan kaisar kejam itu telah mendengar tentang tulisanku itu dan tentu mereka akan bersusah payah dalam usaha mereka merampasnya.” Setelah berunding dan mengambil keputusan bahwa semua orang gagah yang diundang oleh Han Liong dan yang lain-lain supaya datang menghadiri pertemuan di puncak Gunung Beng-san, tempat kediaman Beng-san Tojin, pada Go-gwee Cap-go untuk memilih seorang Bengcu atau kepala, maka pertemuan itu diakhiri.
Siok Houw membubarkan semua pelayan, dan karena puterinya telah mengikuti suaminya, sedangkan isterinya telah meninggal beberapa tahun yang lalu hingga ia hidup seorang diri, maka ia setuju untuk ikut dengan Hee Ban Kiat bersembunyi di kelenteng
213
Bie Kong Hosiang, ialah kelenteng Kim-kee-tang di bukit Huntian-sie, agar ia dapat menyelamatkan diri dari kejaran kaki tangan pemerintah musuh. Yo Leng In juga pergi untuk mengumpulkan dan mengundang kawan-kawan seperjuangan lama yang dulu bersama-sama suaminya dan Si Enghiong pernah mengadakan pemberontakan dan gagal. Marilah kita tinggalkan dulu Han Liong yang pergi mencari hubungan dengan orang-orang gagah sefaham, dan baik kita ikuti keadaan Lie Hong Ing yang dibawa lari oleh Biauw Niang-niang.
Iblis wanita tertua yang lihai itu setelah pergi jauh, lalu menanti datangnya Leng Niang-niang dan Hai Niang-niang yang terluka hebat oleh Han Liong. Kedua sumoi itu datang dengan merintik-rintih, hingga Biauw Niang-niang merasa sakit hati sekali kepada Han Liong. Ia menggunakan kepandaiannya menotok jalan darah kedua sumoinya untuk mengurangi rasa sakit dan memberi mereka makan obat bubuk berwarna hijau. Pada saat itu tampak Kiu Lan datang berlari-lari dengan nafas terengah-engah. Ketiga gurunya merasa lega melihat bahwa murid ini tidak terluka, tapi mereka memaki-maki dengan gemas dan marah mendengar bahwa Kui Hwa telah tewas! Kemudian Biauw Niang-niang membebaskan Hong Ing dari totokannya, lalu berkata kepada nona itu.
“Sie Siocia, jantan kau salah paham. Gurumu adalah kawan kami dan almarhum ayahmu juga segolongan dengan kami. Kau agaknya telah kena dibujuk oleh lawan dan orang-orang yang sekarang menjadi sahabat-sahabatmu itu. Sebenarnya mereka
214
adalah musuh-musuhmu dan musuh-musuh kami yang harus kita basmi! Kamilah sahabat-sahabatmu yang sejati.” Hong Ing memang masih merasa marah kepada kawan-kawan Han Liong, tapi ia juga tidak suka melihat tiga iblis wanita ini lebih-lebih kepada Kui Lan, ia benci sekali. Maka, mengingat hal ini ia menjadi makin marah dan berlaku nekat.
“Aku tidak mempunyai sahabat! Kalian dan semua orang tadi adalan orang-orang jahat belaka! Di dunia ini mana ada kawan baik? Aku tak perduli, aku mau hidup sendiri, kalian jangan mengganggu aku.”
“Lie siocia, jangan kau salah duga. Kami adalah pelindungmu. Kau harus ikut dengan kami ke istana.”
“Apa? Istana? Apa maksudmu?”
“Bukankah ayahmu dulu menjadi panglima? Nah, kau yang menjadi puterinyapun berhak tinggal di Istana Putih yang khusus dibangun oleh yang mulia kaisar untuk kita. Marilah ikut kami, kau akan mendapat kemuliaan.” Hong Ing tertarik, tapi ia ragu-ragu dan diam saja. Sementara itu, Kui Lan yang ingat kepada sucinya, tiba-tiba mencucurkan air mata. Biauw Niang-niang menghela nafas, karena iblis wanita ini maklum akan perasaan muridnya.
215
“Sudahlah, Kui Lan, tak perlu segala tangis itu. Kui Hwa gugur, tapi kitapun telah banyak menjatuhkan korban. Sayang tua bangka she Siok itu terlepas dari ujung pedang kita. Biarlah mari kita pulang dulu untuk mengumpulkan tenaga bantuan. Mudah saja lain kali kita membalaskan sakit hati Kui Hwa.” Hong Ing diam-diam menggunakan pikirannya. Agaknya orang-orang inipun tergolong orang-orang gagah yang hanya berbeda pendirian dengan Han Liong dan kawan-kawannya. Kalau Han Liong dan kawan-kawannya memusuhi kaisar, iblis ini bahkan sebaliknya, membela kaisar. Mana yang betul? Tentu saja Haa Liong yang betul, kakaknya itu tak pernah bertindak salah. Terhibur hatinya kalau terkenang kepada Han Liong.
Betapapun juga, pemuda itu tidak membenciya. Biarpun seluruh dunia membencinya, ia tak perduli, asal Han Liong jangan membencinya. Dan orang-orang ini, yang ia telah saksikan kelihaiannya, agaknya juga suka padanya. Tentang permusuhan bela-membela kaisar itu, ah, ia tidak mengerti dan juga tidak perduli. Bukankah antara ayah dan ibunya sendiripun ada perbedaan faham macam ini?. Hong Ing mempertimbangkan untung ruginya kalau ia ikut Biauw Niang-niang. Ia akan belajar silai tinggi dan akan tahu lebih jelas keadaan mereka, hingga lain kali kalau bertemu dengan Han Liong, ia dapat memberikan keterangan. Ruginya? Ia berpisah dari Han Liong! tapi tidak apa, berpisah untuk sementara. Bahkan nanti kalau bertemu lagi ia sudah berkepandaian tinggi. Alangkah senangnya untuk membanggakan kepandaiannya kepada kakaknya itu kelak!
216
“Eh, kalau aku ikut... maukah kau memberi pelajaran silat kepadaku?” tiba-tiba ia bertanya kepada Biauw Niang-niang. Wanita tua itu tersenyum.
“Tentu saja! Bahkan sudah seharusnya, Dengarlah, anak bodoh, gurumu Seng Bouw Nikouw juga berada di sana.”
“Betulkah ini.?” Hong Ing berseru girang.
“Siapa yang membohong?” bentak Biauw Niang-niang. Kini keragu-raguan di hati Hong Ing lenyap. Hatinya diliputi perasaan ingin tahu sehingga ia ikut Biauw Niang-niang g tanpa membantah lagi. Ketika mereka keluar dari kota, beberapa belas li dari situ, mereka bertemu dengan serombongan pahlawan kaisar yang menyusul mereka. Biauw Niang-niang yang ternyata mempunyai pengaruh besar, tanpa keterangan apa-apa segera memerintahkan semua pahlawan itu kembali bersama mereka. Kepala rombongan memberi kuda-kuda terbaik untuk mereka, sehingga perjalanan dapat dilanjutkan dengan cepat menuju ke kota raja.
Hong Ing yang selama hidupnya belum pernah melihat ibu kota yang besar dan indah itu, menjadi sangat kagum. Setelah memasuki kota, rombongan itu memisahkan diri dan Biauw Niang-niang mengajak kawan-kawannya menuju ke sebuah gedung besar. Memang tepat sekali gedung itu diberi nama Istana Putih,
217
karena dicat serba putih dan tampak bersih indah. Di dalamnya berhiaskan batu-batu marmer yang licin mengkilat. Hati Hong Ing berdebar ketika memasuki istana itu. Istana putih ini memang mewah dan indah. Dulu kaisar sengaja membangun istana ini untuk seorang selirnya yang cantik dan manja bernama Yauw Liang Kwei. Setelah merasa bosan dengan selir cantik itu, ia membuangnya sebagai barang hadiah kepada seorang hambanya,
Kaisar lalu menganugerahkan istana putih itu kepada para kaki tangannya yang berjasa untuk dijadikan tempat berkumpul, bermusyawarah, dan beristhahat. Kedatangan Biauw Niang-niang dan kawan-kawannya disambut dengan penuh penghormatan, ternyata oleh Hong Ing bahwa tiga Iblis Wanita itu mempunyai kedudukan sebagai pemimpin dan orang-orang gagah yang berkumpul di istana patuh itu dan menamakan dirinya sendiri “pembela-pembela negara pembasmi pengacau.” Gedung besar itu dibagi menjadi dua bagian. Bagian kanan diperuntukkan tamu-tamu lelaki dan tamu-tamu wanita menempati bagian kiri. Ketika Biauw Niang-niang mengajak mereka menuju ke gedung kiri, Hong Ing tiba-tiba merasa girang sekali ketika melihat bahwa benar-benar Seng Bouw Nikouwpun berada di situ, berkumpul dengan beberapa orang wanita gagah lainnya!
“Subo!” Hong Ing memeluk garunya. Seng Bouw Nikouw balas memeluk dan berkata, “Hong Ing, bagus sekail kau dapat ikut sam-wi suci ini untuk datang ke sini. Memang semenjak mendengar tentang kematian orang tuamu itu, dan aku merasa khawatir sekali,
218
karena dengan tak sadar kau bergaul dengan segala pemberontak dan perampok.”
“Tapi, subo, tecu belum pernah berkenalan dengan pemberontak dan perampok!” bantah Hong Ing gemas. Biauw Niang-niang tertawa gelak-gelak.
“Belum pernah? Ah, anak bodoh. Kau anggap siapakah orang-orang yang bertempur melawan kami itu? Mereka adalah pemberontak-pemberontak, penjahat-penjahat dan perampok yang hendak mengacau negara, hendak memberontak untuk menjatuhkan Raja. Mereka itu hendak membasmi semua alat pemerintah, semua pegawai negeri seperti ayahmu dulu.”
Mendengar ucapan ini, Hong Ing mengerutkan keningnya. Memang ia tak pernah memperhatikan tentang ketata-negaraan dan politik, sehingga ia buta sama sekali tentang kegiatan-kegiatan kaisar maupun para patriot. Mata sekarang ia merasa bingung sekali. Han Liong dan kawan-kawannya itu anggauta pemberontak? Ah, tak mungkin Han Liong orang jahat, apa lagi perampok, hal ini sampai matipun ia takkan bisa percaya. Entah kalau orang-orang tua yang mengaku menjadi guru-guru Han Liong itu, kelihatannya juga berwatak keras dan galak! Melihat muridnya hanya tunduk dan agaknya bingung, Seng Bouw Nikouw menghibur.
219
“Sudahlah, Hong Ing, jangan kaupusingkan semua ini. Kau masih terlalu muda untuk dapat mengerti. Kau tinggal saja dengan aku disini dan. belajar ilmu silat lebih lanjut. Aku akan minta sam-wi cici untuk membimbingmu, karena kepandaian mu masih terlampau rendah, sedangkan dewasa ini banyak sekali orang-orang jahat yang lihai berkeliaran.”
Demikianlah, di bawah pengawasan Seng Bouw Nikouw dan di bawah bimbingan Biauw Niang-niang yang lihai, Lie Hong Ing belajar silat dengan rajin. Iblis wanita itu mengajarnya kiamhwat dari cabang Ngo-lian-pai yang gerakan-gerakannya cepat, ganas dan sigap itu. Dasar Hong Ing berotak terang, maka beberapa bulan saja ia sudah dapat mewarisi banyak ilmu pedang yang istimewa. Ia cerdik dan tahu bahwa gurunya dan semua orang di Istana Putih adalah musuh Han Liong, maka tak pernah ia menceritakan kepada mereka bahwa ia pernah mendapat ilmu silat dari pemuda itu. Di sebelah kanan Istana Putih itu ada sebuah rumah gedung bercat merah yang mewah dan tampak agung.
Pekarangan depannya lebar dan sekeliling rumah berdiri pagar tembok yang tebal dan tinggi. Gedung ini adalah.tempat tinggal seorang Cianbu (kapten) she Tan. Tan Cianbu adalah kapten dari barisan pengawal kaisar yang berkepandaian tinggi dan mempunyai tenaga besar. Ia juga seorang Han yang memang telah berketurunan dari nenek-moyangnya dulu selalu menjadi orang peperangan. Tan Cianbu terkenal bukan hanya karena ilmu silatnya yang tinggi, tapi juga terkenal akan tabiatnya yang kasar, terus terang dan jujur. Ia tidak suka akan hal-hal yang dirahasiakan
220
atau dilakukan secara diam-diam, maka biarpun ia tahu juga bahwa istana putih di sebelah rumahnya adalah tempat berkumpul para orang kalangan kang-ouw yang diam-diam membantu kaisar dengan jalan menerima hadiah-hadiah berharga, namun ia tidak perduli akan mereka ini dan tidak mau tahu lama sekali.
Memang kaisar mempunyai tentara pengawal sendiri, tapi di samping itu, Co thaikam, pembesar kebiri yang rangat berpengaruh pada masa itu, dengan diam-diam berhubungan dengan orang-orang gagah itu dan ia menggunakan bujukan dan harta untuk membuat mereka ini mau bekerja di bawah perintahnya. Kaisar yang mengetahui hal ini tak lain hanya menyatakan persetujuannya, karena Co thaikam menyatakan bahwa orang-orang gagah itu perlu didekati dan dipergunakan kepandaiannya untuk membasmi para pemberontak. Demikianlah, maka terdapatlah dua rombongan pembela kaisar dan pemerintahnya, yakni para pengawal kaisar merupakan tentara dinas dan para orang-orang gagah dari kalangan kang-ouw yang merupakan kelompok pembantu rahasia.
Tan Cianbu mempunyai seorang putera bernama Tan Un Kiong. Un Kiong baru berusia tujuh belas tahun, wajahnya tampan dan tubuhnya tegap. Tetapi sayang sekali, pemuda ini kelihatan ketolol-tololan dan dari kata-katanya menunjukkan bahwa ia bodoh sekali. Ayahnya merata sengat sedih dan kecewa kalau melihat putera tunggalnya ini. Ia sebenarnya sangat sayang dan cinta kepada anak satu-satunya dan semenjak kecil dimanjakannya. Ketika masih kecil, Un Kiong adalah seorang anak yang cerdik dan pintar.
221
Tetapi entah mengapa, setelah ia berusia tujuh tahun, mulailah tampak perobahan pada dirinya, dan gejala-gejala penyakit tolol mulai terlihat. Tan-Cianbu sengaja mengundang seorang guru untuk mengajarnya ilmu surat menyurat,
Tetapi ternyata setelah berusia tujuh tahun, Un Kiong rupanya malas sekali belajar. Apalagi kalau disuruh belajar silat, ia menyatakan ketidaksenangannya. Pernah ayahnya sendiri mencoba dan mengajarnya dasar-dasar ilmu silat, tetapi ia meniru gerakan ayahnya dengan ngawur tidak keruan dan membuat ayahnya gemas dan putus asa. Tetapi karena besarnya rasa sayang pada anaknya, ia tidak bisa marah dan dibiarkannya saja anaknya menurut kemauannya sendiri. Hal lain yang mengherankan, semenjak kecil Un Kiong tidak mau tidur dengan orang lain, biarpun dengan ibunya sendiri. Semenjak usia tujuh tahun, ia menghendaki kamar sendiri dan tak boleh seorangpun masuk ke kamarnya.! Berbeda dangan ayahnya yang sama sekali tidak mau perduli dan tidak mau kenal dengan penghuni Istana Putih, Un Kiong sering datang main-main kesitu.
Penjaga istana yang kenal baik padanya selalu menerimanya dengan hormat, sedangkan para tamu yang terdiri dari orang-orang gagah itu, walaupun sebal melihat pemuda tolol itu, namun di depannya mereka tersenyum dan menghormat juga, karena mereka tahu pula bahwa pemuda tolol itu adalah putera Tan-Cianbu yang terkenal dan disegani. Pada suatu pagi, ketika Hong Ing sedang belajar silat di bawah bimbingan Biauw Niang-niang, tiba-tiba mereka berdua mendengus suara di tembok yang
222
memisahkan halaman Istana Putih dengan gedung Tan-Cianbu. Mereka menengok segera dan melihat kepala seorang muncul dari balik tembok. Ketika orang itu naik ke tembok, ternyata ia adalah Tan Un Kiong yang naik dengan menggunakan tangga bambu. Pemuda ini berdiri di atas tembok dengan sikap ketakutan, tapi ketika melihat Biauw Niang-niang dan Hong Ing, ia tertawa sambil memaksa dirinya berlaku tenang.
“Biauw suthai tolonglah aku,” katanya sambil mendekam di atas tembok, karena ia tidak berani berdiri lebih lama lagi di atas tembok yang tinggi itu!
“Eh, Tan-kongcu, kau hendak ke mana? Kau minta ditolong dalam hal apakah?” jawab Biauw Niang-niang dengan sabar. Kalau lain orang berani secara diam-diam masuk ke situ, pasti sedikitnya ia akan kena damprat.
“Biauw Suthai jangan marah... aku... aku mendengar suaramu semua dari balik tembok dan mendengar suara angin pedang cici ini bersuitan. Hatiku tertarik dan ingin melihat. Tidak tahu akan tembok ini begini tinggi, aku..., aku tidak bisa turun lagi. Tolonglah carikan tangga dan pasang di sini, agar aku bisa turun dan menonton cici ini belajar ilmu silat.”
Hong Ing hampir tak dapat menahan geli hatinya dan menahan tertawa. Ah, alangkah tololnya orang itu. Baru dua kali ia bertemu
223
dengan Un Kiong ketika pemuda itu mengunjungi istana putih. Biarpun bodoh dan tolol, pemuda itu tidak pemalu. Begitu bertemu, ia berani mengajak bicara kepada Hong Ing dengan sikap yang tulus dan jujur, hingga Hong Ing juga tidak malu menjawabnya. Agaknya pemuda itu terlampau tolol untuk dapat bersikap kurang ajar terhadap wanita! Tapi di dalam hatinya, Hong Ing memandang rendah sekali kepada pemuda itu. Alangkah jauh perbedaan antara Un Kiong dengan Han Liong! Mungkin hanya kecakapan wajah dan keindahan pakaian sejalah yang ada pada Un Kiong dan tak usah mengaku kalah, tapi jika dibicarakan tentang kepandaian, baik silat maupun surat menyurat, Han Liong boleh diumpamakan emas dan Un Kiong besi tua yaug berkarat!
“Tan-kongcu bukankah sudah pernah belajar silat? Bukankah ayahmu seorang ahli silat ternama? Masakan tembok yang sebegini tingginya saja kau tak mampu melompatinya?” Hong Ing mengejek, sedangkan Biauw Niang-niang hanya berdiri menertawakan. Un Kiong memandang Hong Ing dengan mata terbelalak. Biarpun bodoh, tapi ia masih mempunyai rasa kebanggaan. Mendengar kata-kata gadis itu ia tidak merasa bahwa ia diejek, malahan merasa dipuji! Maka sambil tertawa haha-hihi ia berkata,
“Memang aku pernah belajar silat. Bahkan ayah telah mendatangkan banyak sekali guru silat yang pandai. Aku pernah diajar oleh ayah untuk melompat ke atas, tetapi melompat ke bawah... ah sesungguhnya, belum pernah kupelajari. Entah mengapa, untuk melompat ke bawah, baru melihat ke bawah saja,
224
hatiku sudah tidak karuan rasanya.” Kini Hong Ing dan Biauw Niang-niang tak dapat lagi menahan gelaknya. Un Kiong merasa bahwa ia ditertawakan, maka ia berkata sambil mengangkat kepala memandang,
“Coba cici tolong memberi contoh, melompatlah ke atas tembok ini, kemudian aku hendak memperhatikan caramu melompat turun untuk kutiru” Biauw Niang-niang yang jarang melihat peristiwa lucu seperti ini timbul kegirangannya dan ia menyuruh Hong Ing meluluskan permintaan pemuda tolol itu. Dengan gerakan Hui-niauw-coan-in atau Burung Terbang Menerjang Mega, ia melompat ke atas tembok dan berdiri di dekat Un Kiong dan berkata,
“Bagus, bagus!” Pemuda itu lalu berdiri dengan hati-hati, tubuhnya gemetar karena ia takut jatuh.
“Nah, lihatlah, aku hendak melompat turun!” kata Hong Ing yang sengaja menggunakan tipu lompat Koai-liong-hoan-sin atau Siluman Naga Jumpalitan. Ia jungkir balik dengan poksai yang indah sampai tiga kali sehingga kakinya kelihatan sangat ringan menginjak tanah.
“Wah, gerakan cici sukar sekaki untuk ditiru. Mana aku bisa jungkir balik macam itu. Biarlah aku melompat tanpa jungkir balik.” Ia lalu membuat gerakan meniru-niru sikap Hong Ing tadi, lain tubuhnya melompat turun bagaikan batu jatuh!
225
Terdengar suara bedebuk kerae dan debu mengepul ketika pinggul Un Kiong menimpa tanah dan pemuda itu mengaduh-aduh beberapa kali. Untung baginya tidak ada tulangnya yang patah atau kulitnya yang luka. Hong Ing dan Biauw Niang-niang tertawa makin keras dan iblis wanita tua itu segera maju menolong Un Kiong berdiri. Kemudian Hong Ing melanjutkan latihannya bermain pedang dan ditonton oleh Un Kiong yang duduk di atas sebuah batu penghias taman istana putih itu. Berkali-kali ia memuji-muji keindahan gerak dan kelincahan Hong Ing. Lalu dengan menggunakan setangkai kayu iapun bersilat meniru-niru gerakan gadis itu, tapi gerakannya tak karuan sedangkan kuda-kuda kakinyapun sering terbalik hingga kelihatannya sangat lucu! Pada saat itu Kui Lan datang dengan wajah pucat,
“Celaka, subo!” katanya kepada Biauw Niang-niang setelah ia berada di depan gurunya.
“Kui Lan tenanglah. Ada apakah maka engkau demikian ketakutan?” tegur Biauw Niang-niang.
“Subo, celaka. Semua kamar telah diperiksa orang malam tadi!”
“Apa maksudmu?” Kui Lan hendak menjawab, tapi tiba-tiba ia tahan kata-katanya ketika melihat Un Kiong berdiri di dekat situ.
226
Wajahnya yang tadinya suram dan gelap diliputi kekhawatiran, tiba-tiba menjadi terang ketika melihat pemuda itu.
“Eh, Tan siangkong, kaupun berada di sini?” tanyanya sambil tersenyum genit hingga wajahnya yang hitam menjadi makin buruk. Memang Kui Lan semenjak melihat pemuda tampan itu, telah lama ia merasa tertarik dan hati padanya. Un Kiong mendapat teguran manis ini tertawa-tawa dan dengan muka bodoh ia menjawab,
“Enci Lan yang hitam manis. Aku sudah lama disini menonton latihan silat ini. Kau belum jawab pertanyaan Biauw Suthai.” Kui Lan baru ingat akan hal ini. maka buru-buru ia menghadap gurunya lagi.
“Subo, semua kawan memberi keterangan bahwa kamar mereka tadi malam kedatangan orang jahat yang memeriksa seluruh buntalan pakaian, seakan-akan mencari rahasia semua arang disini. Bahkan kamar teccu juga tak terkecuali.”
“Kamarku juga ada yang menggeledah,” kata Hong Ing. Biauw Niang-niang mengerutkan keningnya.
“Biarpun maling itu tidak berani memasuki kamarku, tetapi dengan berhasilnya memasuki dan memeriksa semua kamar tanpa
227
diketahui, ia boleh dibilang licin juga. Kui Lan, coba panggil semua orang berkumpul di ruangan tengah untuk mengadakan perundingan.” Kui Lan mengundurkan diri setelah melayangkan sebuah kerlingan memikat kearah Un Kiong yang dibalas oleh pemuda tolol itu dengan suara tertawa dan tarikan muka bodoh.
“Biauw Suthai, akupun pernah melihat maling masuk ke kamarku, tetapi ia hanya mencuri sebuah celana usang,” katanya kepada iblis wanita itu. Biauw Niang-niang merasa kesal dan membelalakkan matanya, tetapi melihat pemuda itu berdiri tersenyum sehingga wajahnya yang muda itu tampak jadi semakin tampan, lenyaplah hawa marahnya. Ia harus mengakui bahwa pemuda itu sangat menarik dengan wajahnya yang berkulit putih bersih, sepasang matanya yang tajam bersinar gembira, bibirnya yang merah seperti bibir wanita, tetapi dagunya yang keras tajam serta alis matanya yang berbentuk golok membuat ia tampak gagah. Sayang pemuda seperti ini demikian dungu.
“Kalian hendak mengadakan pembicaraan tentang maling, baiklah aku pulang saja, sekarang sudah waktunya makan pagi dan ayah akan marah kalau aku tidak ada di rumah. Cici kalau mau latihan pedang lagi, beritahulah aku, agar kita bisa latihan bersama-sama, jadi lebih cepat maju!” Setelah menjura untuk memberi hormat, pemuda bodoh itu berjalan pergi melalui pintu luar.
“Subo sabar sekali menghadapi pemuda bodoh itu,” kata Hong Ing.
228
“Biarpun bodoh, ia putera tunggal dari Tan Cianbu yang telah berjasa kepada kaisar. Dan tidakkah anak muda itu tampan menurut pendapatmu?” Mendengar pernyataan ini, Hon Ing merasa heran dan juga jengah serta jemu terhadap gurunya.
Karena Hong Ing dianggapnya sebagai murid yang masih baru, maka ia tidak diajak berunding. Gadis ini merasa girang, tapi betapapun juga, ia tidak senang bergaul dengan orang-orang penghuni istana putih itu. Kalau gurunya, Seng Bouw Nikouw tidak berada di situ dan kalau ia tidak ingin untuk menambah kepandaian ilmu silatnya, pasti sudah lama ia melarikan diri untuk mencari Han Liong. Kadang-kadang ia merasa sangat rindu kepada kakaknya itu dan ia merasa sangat kesepian. Biauw Niang-niang dengan tercengang mendengar laporan semua kawannya yang tinggal di gedung itu, betapa kamar mereka tadi malam telah didatangi orang dan semua barang mereka diobrak-abrik. Tapi setelah diperiksa, tak sepotongpun barang mereka lenyap. Diantara semua orang itu, hanya seorang kauwsu atau guru silat dari Kanglam yang bernama Thio Poan menuturkan pengalamannya semalam.
“Ketika itu aku sudah tidur, tapi tiba-tiba aku dibangunkan oleh suara keras. Aku segera melompat bangun melibat bahwa cawan arak yang tadinya berada di atas meja telah jatuh menggelinding ke bawah. Kusangka ada kucing masuk kamar, sesudah itu aku bermaksud hendak tidur kembali. Tapi tiba-tiba aku melihat buntalan pakaianku terbuka,! Aku melompat lagi dan pada saat itu
229
juga kelihatan bayangan putih berkelebat keatas tiang penglari. Bayangan itu gerakannya cepat sekali hingga aku tak dapat melihat dengan tegas apakah itu bayangan orang atau setan! Sebelum aku dapat memeriksa lebih lanjut, tiba-tiba dari atas datang angin bertiup keras dan api lilin padam seketika itu juga. Terus terang saja kuakui bahwa bulu tengkukku terasa berdiri. Ketika aku mencari api untuk menyalakan lilin, aku merasa sesuatu bergerak di belakangku dan angin meniup ke arah pintu. Setelah lilin kupasang, maka di kamar sudah tiada terlihat sesuatu lagi. Karena aku menyangka ada setan, maka aku tidak berani menceritakan pada orang lain, takut ditertawakan. Tapi ternyata kalian semuapun mendapat kunjungan setan itu!”
Biauw Niang-niang mengerutkan alisnya. Ia tahu sampai di mana kepandaian orang she Thio itu dan agaknya bukan sembarang orang dapat mempermainkan guru silat ini. Tapi toh tadi malam ia telah dipermainkan seorang yang mempunyai gin-kang dan lwee-kang yang tinggi! Kalau maling itu berani masuk ke dalam kamarnya, pasti ia akan dapat melayaninya. Tapi agaknya maling itu tahu akan kelihaian Biauw Niang-niang hingga kamar iblis wanita ini saja yang dilewati tanpa digeledah.
“Memang sukar untuk mengetahui siapakah orang yang berlaku kurang ajar ini” kata Leng Niang-niang yang kamarnya juga menjadi sasaran penggeledahan,
230
“Tapi kiranya tak perlu dipusingkan hal itu karena ternyata ia tidak berlaku jahat. Hanya, satu bal yang harus kita selidiki, yaitu apakah yang dicari penjahat itu? Sudah terang bahwa ia tadi malam mencari sesuatu.” Biauw Niang-niang mengangguk-angguk.
“Tak lain tak bukan tentulah ia seorang dari golongan lawan kita yang hendak mencari rahasia kita. Dan setahuku, dari golongan mereka, orang yang mungkin dapat melakukan hal itu hanya satu orang saja.” Dan ia memberi isyarat mata kepada sumoinya. Leng Niang-niang dan Hai Niang-niang diam-diam mengangguk.
“Coba panggil muridmu kesini,” kata Biauw Niang-niang kepada Seng Bouw Nikouw yang segera memanggil Hong Ing. Gadis ini merasa heran dan diam-diam hatinya berdebar-debar ketika ia datang ke ruangan yang penuh dengan orang-orang gagah yang berwajah perkasa dan galak itu. Tapi ia tetapkan hatinya dan duduk dekat gurunya.
“Hong Ing,” kata Biauw Niang-niang dengan suara halus, “kau bukanlah orang luar, maka perlu kiranya kau ketahui juga. Semalam istana putih ini telah kemasukan orang jahat! Orang itu datang mencari-cari sesuatu. Dan tahukah kau siapa orang itu? Ia tak lain ialah orang yang membunuh ayahmu tapi yang kauanggap kakakmu sendiri itu!”
231
“Koko Han Liong? Dia yang datang malam tadi?” Hong Ing bertanya heran, hatinya berdetak-detak, karena kini ia pun merasa betapa besarnya kemungkinan ini. Banyak alasan Han Liong untuk datang menyelidik ke situ, dan siapakah orangnya yang berkepandaian begitu tinggi dan berhati begitu berani dan tabah selain Han Liong?
“Agaknya kau juga percaya akan kemungkinan ini,” kata Biauw Niang-niang yang pandai membaca suara hati orang. “Sepak-terjang anak muda itu sungguh berani dan berbahaya sekali. Maka coba kauceritakan kepada kami tentang keadaannya. Pertama-tama, siapakah namanya dan ia murid golongan mana?” Hong Ing tahan-tahan hatinya agar suaranya tak kedengaran bangga hingga jangan sampai membongkar rahasia perasaannya, lalu berkata dingin,
“Ia adalah Si Han Liong. Gurunya banyak sekali. Kalau aku tak salah ingat, guru pertama adalah Liok-tee Sin-mo Hong In, guru kedua Beng San Tojin Pauw Kim Kong, guru ketiga Kim-to Bie Kong Hosiang, guru keempat Siauw-lo-ong Hee Ban Kiat. Dan ia masih mempunyai seorang guru lagi, yakni Kam Hong Siansu.” Semua orang terkejut mendengar ini, dan ketiga iblis wanita itu diam-diam mengagumi juga.
“Kam Hong Siansu? Ah, tidak dinyana manusia dewa itu masih hidup dan menerima murid seperti Han Liong itu. Pantas saja ia
232
demikian lihai!” Biauw Niang-niang berkata seperti kepada dirinya sendiri. Hong Ing dengan rasa bangga menambahkan,
“Dan ia adalah putera tunggal dari Si Enghiong yang terkenal!” Biauw Niang-niang dan Seng Biauw Nikouw loncat berdiri.
“Apa?” kata Biauw Niang-niang. “Sayang aku tidak mengetahui hal ini dari dulu. Hong Ing tahukah kau siapa orang yang kau sebut Si Enghiong itu? Ia adalah Si Cin Hai, seorang kepala pemberontak besar yang telah kami basmi. Semua ini kesalahan ayahmu sendiri yang kena terpikat oleh isterinya, sehingga isteri dan anak kepala pemberontak itu tak dapat dilenyapkan dari muka bumi ini. Membasmi pohon jahat harus dengan akar-akarnya, kaya pribahasa, tapi ayahmu menyalahi hukum ini dan ia bahkan mengambil isteri musuh menjadi isterinya dann dengan demikian ia menyelamatkan anak musuhnya. Tentu saja hal ini sama dengan memelihara anak serigala dalam rumah. Dan betul saja, anak itu setelah dewasa kini merepotkan kita semua.”
Biauw Niang-niang menghela napas, tak perdulikan wajah Hong Ing yang tampak tidak senang itu mendengar ayah ibunya menjadi buah tutur orang dan menerima berbegai celaan. Pada saat itu dari luar datang seorang saikong yang bertubuh tinggi besar dan memelihara cambang bauk yang tebal dan kaku ceperti kawat. Pertapa itu berjubah kuning dan sepatunya memakai sol dari ujung besi. Ia memegang sebuah tongkat pendek berwarna hitam yang berukiran kepala ular di bagian pegangannya. Di punggungnya
233
tergantung kantong hui-to yakni semacam golok kecil yang memakainya dengan pelemparan hingga disebut golok terbang! Ketiga iblis wanita melihat saikong itu lalu berseru girang.
“Susiok datang!” Dan ketiga-tiganya lalu memburu dan memberi hormat. Hong Ing terkejut melihat air muka dan tubuh yang menakutkan itu, dan ia merasa heran sekali mengapa ketiga iblis wanita itu tidak berlutut kepada seorang paman gurunya bahkan menyambutnya dengan mesra bagaikan menyambut seorang kawan baik, bahkan Hei Niang-niang dan Leng Niang-niang memegang lengan saikong itu di kiri kanannya sambil tersenyum dan memainkan mata. Sikap mereka kekanak-kenakan dan mereka rupanya sungguh sangat manja. Tentu saja Hong Ing tak mengerti sama sekali akan sikap aneh ini. Semua orang yang berkumpul di situ memberi hormat dan Hong Ing terpaksa juga menjura terhadap saikong tua itu. Melihat semua orang memberi hormat padanya, saikong itu tertawa terbahak-bahak.
“Siancai, siancai, terima kasih atas penghormatan ini, cuwi silakan duduk, pinto ada berita penting untuk disampaikan padamu.” Suaranya nyaring dan kecil, tak sesuai dengan tubuhnya yang sebesar raksasa itu. Semua orang duduk kemhali. Biauw Niang-niang dengan suara manja dibuat-buat menceritakan kepada paman gurunya tentang gangguan lawan yang menggagalkan serangannya terhadap Siok Houw, sehingga muridnya tewas dan kedua sumoynya terluka. Juga ia menceritakan tentang datangnya seorang penjahat yang menggeledah kamar mereka tadi malam.
234
“Hm, jangan sedih, sakit hatimu pasti terbalas. Suci telah memerintahkan aku turun gunung membantu kamu sekalian. Kalau mereka berhadapan dengan pinto, anjing-anjing pemberontak itu pasti kupukul dengan tongkat ini seorang sekali.” Sambil berkata begini ia mengayunkan tongkatnya perlahan menghantam lantai. Lantai batu yang keras yang kena terpukut tongkat itu menerbitkan bunga api dan semua orang kagum melihat di tempat bekas pukulan itu tampak berlobang setengah kaki lebih!. Kemplangan demikian perlahan dapat melobangi lantai batu, apa lagi kalau yang dikemplang itu tubuh manusia dan dilakukan dengan sepenuh tenaga pula! Hong Ing juga merasa ngeri dan takut juga.
“Tentang, datangnya maling kecil malam tadi, pinto juga dapat menduga maksudnya. Tentu ia datang mencari ini.” Ia merogoh saku jubahnya yang besar dan mengeluarkan segulung kertas. “Lihat, ini adalah firman atau surat perintah dari kaisar untuk menangkap Siok Houw dan surat-surat perintah rahasia dari Co Thaikam sendiri. Agaknya para pemberontak telah mendengar tentang surat-surat ini, sehingga orang yang membawanya dari kota raja mendapat gangguan di sepanjang jalan. Tapi surat-surat ini sekarang diserahkan padaku, coba lihat siapa berani mengganggu!” Melihat kejumawaan dan keangkuhan paman gurunya ini, Biauw Niang-niang mengerutkan kening.
“Susiok, musuh sangat lihai, kenapa kau bicarakan hal rahasia ini secara terbuka?”
235
“Ha, ha, Biauw Niang, kau sudah menjadi penakut” Kemudian ian melanjutkan dengan berbisik:. “Hal ini kusengaja agar pihak musuh mendengar dan mencoba datang. Aku akan siap-sedia setiap saat menyumbat kedatangannya” Diam-diam Hong Ing melirik ke sana ke sini. Benarkah ada Han Liong atau kawan-kawannya yang datang mendengar?
“Susiok,” kata Biauw Niang-niang selanjutnya, “Dipihak mereka kini ada seorang muda yang cukup tangguh. Ia adalah murid Kam Hong Siansu dan kukira dialah orangnya yang datang tadi malam.” Mendengar nama Kam Hong Siansu, saikong itu terkejut, tapi ia lalu berkata,
“Bohong! Orang tua itu mana mau menerima murid? Kedua tangannya sudah putih bersih, mana ia mau mengotorinya pula dengan segala urusan tetek bengek di dunia fana ini? Mungkin pemuda itu hanya monggunakan nama Kam Hong Siantu untuk menggertak saja.” Siapakah gerangan saikong ini? Ia bukan lain adalah Kek Kong Tojin yang dijuluki orang Coa-thouw-koai-tung si Tongkat Setan Kepala Ular, karena memang permainan tongkatnya luar biasa lihainya dan belum pernah dikalahkan lawan! Sebenarnya ia adalah pendiri termuda dari cabang persilatan Ngo-lian-pai,
236
Disamping sucinya Ang Gwat Niang-niang yang terkenal dengan nama Ngo-lian-posat atau Dewi dari Ngo-lian, dan twa-suhengnya Lo Thong Sianjin. Mereka bertiga merupakan pendiri Ngo-lian-pai yang disegani kalangan kang-ouw. Diantara mereka bertiga, Aug Gwat Niang-niang yang terpandai, maka dialah yaag berdiam di bukit Ngo-lian-san dan karenanya dinamakan orang Dewi daru Ngo-lian. Sayangnya, hanya Lo Thong Sianjin seorang saja yang berwatak suci, hanya cacatnya, ia ini terlampau jujur dan tidak mau mengaku kalah! Sedangkan sumoinya, Ang Gwat Niang-niang, wataknya terlampau membela ketiga muridnya hingga pertimbangan dan keadilannya menjadi berat sebelah. Kek Kong Tojin yang termuda bukanlah orang baik-baik. Telah lama ia mempunyai hubungan kotor dengan ketiga murid Ang Gwat Niang-niang, yakni Biauw Niang, Reng Niang, dan Hai Niang.
Dengan demikian, boleh dibilang bahwa kedatangan ketiga wanita yang menjadi anak murid Ngo-lian-pai itu, telah mengotorkan nama Ngo-lian-pai dan merusak kebersihan hati Kek Kong Tojin dan Ang Gwat Niang-niang. Kalau bicara soal kepandaian, Lo Thong Sianjin dan Ang Gwat Niang-niang sama lihainya, karena dalam hal ilmu pedang Ngo-lian-posat lebih unggul, tapi Lo Thong Sianjin sebaliknya lebih tinggi ilmu ginkang dan lweekangnya. Kek Kong Tojin masih kalah setingkat dari kedua kakak seperguruannya itu. Dengan sengaja, pada malam hari itu, Kek Kong Tojin menaruh gulungan surat-surat penting itu di atas meja dalam kamarnya dan ia sendiri berada di ruang tamu minum arak dan makan daging, ditemani oleh ketiga murid keponakannya! Sembari makan minum, mereka berempat mengobrol gembira.
237
“Eh, Biauw Niang, siapakah gadis yang duduk di dekatmu siang tadi?”
“Ia adalah muridku, puteri dari almarhum Lie Ban Ciangkun.” Saikong itu mengangguk-angguk gembira.
“Hm, muridmu itu sungguh cantik jelita, sayang aku tak. pernah punya murid semuda dan secantik itu.” Memang, diantara ketiga pendiri Ngo-lian-pai, hanya Ang Gwat Niang-niang sendiri yang mempunyai murid, yakni ketiga Liok-san Sam-moli, sedangkan Kek Kong Tojin dan Lo Thong Sianjin tak pernah menerima murid lain. Pada saat Biauw Niang-niang hendak menegur paman gurunya dan mengatakannya mata keranjang, tiba-tiba saikong itu mengayunkan sumpitnya ke atas. Sumpit itu meluncur seperti anak panah dan menembus genteng dengan suara nyaring! Ketiga iblis wanita pun melompat sambil mencabut pedang.
“Biar kami yang menangkap mata-mata itu, susiok duduk sajalah minum arak!” kata Biauw Niang-niang yang segera meloncat keluar, diikuti kedua sumoinya.
“Bangsat maling jangan lari!” teriak Hai Niang-niang dengan suara nyaring. Teriakan ini membuat semua orang dalam Istana Putih itu bangun terkejut dan melompat keluar mengejar dengan senjata di
238
tangan. Hong Ing merasa berdebar-debar karena timbul dugaan dalam hatinya kalau-kalau yang datang itu adalah Han Liong dan kawan-kawannya. Maka tanpa berkata sesuatu iapun ikut melompat ke atas genteng. Ketika tiba di atas, Hong In melihat seorang laki-laki tinggi kurus sedang bertempur melawan ketiga iblis wanita.
Tamu malam itu belum tua benar, lebih kurang empat puluh lima tahun, tapi rambutnya telah putih semua. Ia bersenjatakan joan-pian atau ruyung cambuk dan bersilat dengan gerakan yang luar biasa cepat dan lincahnya. Tadinya Biauw Niang-niang seorang diri melawan tamu malam itu, tapi ternyata iblis wanita tertua itu bukan tandingan si rambut putih! Maka, dengan berseru marah, Leng Niang-niang dan Hai Niang-niang ikut menyerbu hingga tamu malam yang lihai itu dikeroyok tiga! Orang-orang lain tak berani ikut mengeroyok karena keempat orang yang sedang bertempur itu berkepandaian tinggi sehingga merupakan bayangan empat tubuh yang sukar dikenal lagi mana kawan mana lawan! Pada saat orang-orang sedang menyaksikan pertempuran hebat itn dengan kagum, tiba-tiba dari bawah terdengar teriakan nyaring dari Kek Kong Tojin.
“Bangsat rendah kau datang ingin mencari kematian?” Semua orang di atas genteng, kecuali yang sedang bertempur, merasa terkejut. Tiba-tiba dari bawah meloncat seorang dengan gerakan lincah dan ringan laksana seekor burung. Hong Ing hampir berteriak karena orang itu potongan tubuhnya hampir sama dengan Han Liong, hanya lebih kecil sedikit.
239
Orang yang baru datang ini memakai kedok kain sutera hitam dan tangannya memegang sebuah pedang yang berkilauan. Tangan kirinya memegang gulungan kertas yang berisi perintah dan rencana rahasia yang dibawa oleh Kek Kong Tojin siang tadi! Ternyata ia menggunakan kesempatan ini selagi orang-orang ribut mengepung si rambut putih di atas genteng, si kedok hitam ini turun dengan diam-diam dan mencuri dokumen itu di kamar Kek Kong Tojin! Tapi Kek Kong Tojin yang masih duduk minum arak di ruang tamu dapat melihat bayangan hitam berkelebat keluar dari kamarnya. Kebetulan pada saat itu tangannya sedang memegang tulang paha ayam dan memakan dagingnya, maka ia melemparkan tulang ini ke arah bayangan itu. Biarpun hanya kecil, tapi karena dilempar oleh Kek Kong Tojin yang mempunyai tenaga dalam sempurna, maka tulang itu merupakan senjata yang sangat berbahaya!
Si kedok hitam mendengar sambaran angin, cepat menempiskan tangannya dan tenaga tempisan ini mengeluarkan angin dan dapat memukul jatuh tulang itu ke lantai! Tanpa ayal lagi, setelah berhasil menyambar gulungan kertas pening dari atas meja, si kedok hitam menghilang pergi, dan dikejar oleh Kek Kong Tojin sambil memaki-maki!. Si rambut putih biarpun dikeroyok oleh tiga iblis wanita yang lihai, namun dapat melayani mereka dengan baik dan tidak sampai terdesak, bahkan ia masih sempat mengerling ke arah si kedok hitam. Melihat ti kedok hitam itu memegang gulungan kertas, ia berseru keras dan joan-piannya berputar menyambar bagaikan kilat hingga ketiga iblis wanita terpaksa mengelak sambil mundur.
240
Kesempatan ini digunakan oleh si rambut putih yang berkelebat dan meloncat menabrak si kedok hitam sambil berseru,
“Sobat, berikan barang itu padaku!” Tapi gerakan si kedok hitam tak kalah hebatnya.
“Jangan mau enaknya saja, kawan!” ia mengejek sambil betkelit. Pada saat itu Kek Kong Tojin sudah tiba di situ dan saikong ini melayangkan kepalannya memukul si kedok hitam. Tapi dengan mudah lawannya menghindarkan pukulan ini dan balas memukul dengan lebih bebat lagi! Kek Kong Tojin menangkis dan dua lengan tangan beradu keras. Saikong ini heran sekail ketika lengannya terbentur sebuah lengan yang keras dan mengandung tenaga yang tak boleh dianggap enteng! Diam-diam ia mengeluh. Untuk, menghadapi si rambut putih yang dapat melayani ketiga murid keponakannya itu saja ia harus mengerahkan tenaga, sekarang ditambah lagi dengan si kedok hitam yang tidak kalah tangkasnya itu! SI rambut putih rupanya tidak begitu mendesak si kedok hitam lagi, bahkan kini ia menyerang Kek Kong sambil berseru,
“Ah, pantas saja penjilat-penjilat ini makin banyak dan makin kurang ajar, rupanya disini ada anjing tuanya yang menjagoi!” Bukan main marahnya Kek Kong Tojin mendengar cacian ini. Ia melompat ke arah si rambut putih dan menuding.
241
“Bangsat rendah! Berani banar kau berlancang mulut. Beritahukan namamu sebelum kuantarkan kau kepada Giam-lo-ong!” Si rambut putih tertawa.
“Aku selalu datang tak mengubah she, pergi tak mengganti nama. Aku adalah Lie Bun Tek dari Heng-san!” Kek Kong Tojin terkejut.
“Kau Heng-san Koai-hiap?” Si rambut putih mengangguk, dan Kek Kong Tojin segera meneriaki semua orangnya.
“Kepung orang berkedok itu. Jangan sampai dia lari!” Maka ketiga ib|is wanita dan semua orang yang kini merasa gatal tangan itu hendak menonjolkan jasanya, dengan cepat mengepung si kedok hitam. Kemudian Kek Kong Tojin mencabut tongkatnya, tapi si rambut putih tertawa mengejek.
“Ha, ha! Inikah macamnya Coa-thouw-koai-tung yang ditakuti orang? Agaknya tak seberapa menakutkan!” Kek Kong Tojin tidak menjawab, tapi sambil berseru keras tongkatnya melayang kearah kepala lawan. Si rambut putih pun berseru,
“Bagus!” dan ia menggerakan joan-piannya menangkis, tapi tongkat itu segera berobah gerakan, langsung menotos iga!
242
Inilah sebuah tipu gerakkan ilmu sitlat Ngo-lian-pai yang berbahaya sekali, maka si rambut putih tak berani berlaku sembrono lagi. Ia berkelit dan balas menyerang. Sebentar saja kedua orang ini bertempur seru sekali dan tubuh mereka lenyap dalam dua gulungan sinar senjata yang mengeluarkan angin dingin!. Sementara itu, si kedok hitam menyiapkan pedangnya menanti mereka yang mengepung dan hendak menyergapnya. Tiba-tiba seorang tinggi besar meloncat maju dan berkata. “Cuwi sekalian tahan dulu! Untuk memukul anjing kecil ini tak perlu menggunakan tongkat besar, biar siauwto saja menangkap dia!” Ia ini adalah Kok Beng si Kerbau Hitam, seorang kepala rampok yang kenamaan di Secuan dan selain pandai silat, iapun bertenaga besar. Kemudian, sambil mengungkat dada, ia memutar-mutar toyanya dan mendekati si kedok hitam.
“Sobat, jangan kau mencari mati. Tinggalkan kertas itu dan kau berlututlah meminta ampun, tentu tuan besarmu akan memberi maaf padamu!” Tapi hanya terdengar suara ejeken sambil tertawa dari balik kedok sutera hitam itu sehingga Kok Beng menjadi marah sekali dan segera menyerang dengan toyanya. Tapi di luar dugaannya, kaki kiri si kedok hitam itu terangkat dan dipakai mendepak ujung toyanya, lalu pedangnya berputar-putar menebas lengan yang memegang toya! Gerakan istimewa ini sungguh tak terduga, juga sangat berbahaya, sehingga Kok Beng menjadi terkejut. Terpaksa ia melepaskan toyanya dan meloncat mundur.
“Hebat betul...” teriaknya dan mukanya menjadi pucat lalu berobah merah. Baru satu gebrakan saja ia terpaksa harus melepaskan
243
senjatanya dan mundur! Biauw Niang-niang terkejut gerakan, si kedok hitam. Yang tadi itu adalah gerakan tendangan Siauw-cu-twie yang dilakukan dengan mahir sekali. Ia teringat akan seorang pendekar gagah perkasa yang menjadi ahli tendangan itu, maka tanpa disengaja ia bertanya,
“Apa hubunganmu dengan Sin-chiu Tai-hiap Khouw Sin Ek?” Sepasang mata di balik kedok itu memandangnya dengan sinar mata berkilat, tetapi yang terdengar hanya suara tertawa mengejek.
“Baiklah, biar kau ada hubungan dengan Khouw Locianpwe atau dengan dewa sekalipun, kalau kau tidak mau mengembalikan gulungan kertas itu, jangan harap kau bisa keluar dari sini!” Sehabis berkata begini, Biauw Niang-niang segara menggerakkan pedang dan hudtimnya menyerang dan sebentar saja si kedok hitam telah dikeroyok.
Tetapi ternyata ia dapat bergerak dengan cepat sekali sehingga tak mudah bagi mereka untuk menangkapnya. Hong Ing yang berdiri diam saja sambil melihat pertempuran itu dengan hati kagum, kini tahu bahwa dua orang tamu malam itu bukanlah kawan-kawan Han Liong yang pernah dilihatnya. Ia lebih lebih kagum ketika melihat gerakan si kedok hitam yang ternyata ditilik dari potongan tubuh dan rambutnya, masih muda benar. Tetapi kemidian diam-diam ia khawatir melihat si kedok hitam itu terdesak juga oleh tiga kebutan dan pedang dari si Tiga Iblis Wanita, ditambah dengan kepungan
244
orang-orang lain. Ketika ia menengok ke arah Kek Kong Tojin, ia melihat saikong itu masih bertempur seru melawan Pendekar Aneh dari Heng-san itu dengan kekuatan berimbang.
Tiba-tiba terdengar Biauw Niang-niang menjerit ketika pundaknya tergores sedikit oleh pedang musuh sehingga mengeluarkan darah. Dengan marah Tiga Iblis Wanita itu mengeluarkan Bwee-hwa-ciamnya, jarum beracun yang kejam itu. Melihat senjata berbahaya itu dihamburkan ke arahnya, si kedok hitam melompat tinggi sampai dua tombak dan dari atas ia meluncur turun dari genteng dengan gerakan Naga Air Terjun ke Laut yang indah dan cekatan sekali. Sambil berteriak-teriak semua pengejarnya ikut melompat turun. Hong Ing merasa heran mengapa si kedok hitam itu bukannya lari keluar tapi malah kembali masuk ke Istana Putih! Ia juga ikut melompat turun. Tapi biarpun semua orang mencari di mana-mana, si kedok hitam tak tampak bayangannya lagi.
Semua orang mencari berkeliling sambil memaki-maki tak keruan! Setelah mencari beberapa lama tanpa hasil, Tiga Iblis Wanita dengan diikuti semua orang, ramai-ramai naik lagi ke atas genteng di mana Kek Kong Tojin masih bertarung seru melawan Heng-san Koai-hiap. Biauw Niang-niang bertiga melihat susioknya tak dapat mengalahkan lawanya, segera maju sekalian mengeroyok. Kek Kong Tojin diam saja melihat ketiga murid keponakannya maju mengeroyok, bahkan diam-diam ia merasa girang, biarpun ia tahu bahwa hal itu tak pantas dilakukan oleh seorang tokoh persilatan besar seperti dia. Kini Heng-san Koai-hiap repot juga, karena ketiga iblis wanita itu walaupun ilmu silatnya masih kalah setingkat,
245
namun dengan maju bersama, mereka merupakan tenagga bantuan yang hebat juga. Perlahan-lahan ia terdesak. Pada saat itu, tiba-tiba terdengar suasa mencela.
“Kek Kong! Sungguh sikapmu tak pantas dengan keroyokan ini membuat orang-orang gagah merasa malu!” Dan pada saat itu juga tiga buah benda hitam melayang cepat dan tepat sekali memukul ketiga pedang dari Tiga Iblis Wanita itu, hingga ketiga pedang itu melenting dan hampir saja terlepas dari pegangan! Heng-san Koai-hiap melompat ke belakang dan berkata kepada Kek Kong,
“Barang yang kukehendaki sudah terampas oleh orang lain. Aku tiada waktu melayani kau lebih lama. Kalau ada untung lain kali kita berjumpa pula!” Tubuhnya lalu berpusing-pusing di udara dan menghilang. Sementara itu, Tiga Iblis Wanita merasa heran dan kaget sekali melihat bahwa senjata rahasia yang membentur pedang mereka dan membuat pedang itu hampir terlepas ternyata hanya tiga potong pecahan genteng! Dapat dibayangkan betapa dahsyatnya tenaga pelemparnya! Diam-diam mereka merata ngeri juga. Setelah semua orang turun dan berkumpul di ruang tengah, Kek Kong menghela nafas dan berkata,
“Biauw Niang berkata benar, musuh banyak juga yang lebih tinggi kapandaiannya dari kita. Sekarang surat-surat itu sudah jatuh ke tangan musuh, kita harus berusaha merebutnya kembali. Dan kita harus mencari bala bantuan!”
246
“Tetapi susiok, menurut pendapatku, pencuri yang berkedok tadi bukan sekomplotan dengan Heng-san Koai-hiap. Mereka bergerak sendiri-sendiri dan terpisah,” berkata Hai Niang-niang. Tiba-tiba Biauw Niang-niang melihat kesana kemari, seakan-akan ada yang dicarinya, kemudian ia bertanya heran,
“Eh, mana Seng Bouw Nikouw? Kenapa aku tidak melihatnya semenjak tadi?” Hong Ing terkejut mendengar ini dan iapun heran, karena memang ia tidak melibat gurunya itu ikut bertempur tadi. Semua orang mencari, tetapi tidak dapat menemukan nikouw itu. Hong Ing merata khawatir sekali dan meloncat naik ke atas genteng. Setelah ia mencari beberapa lama, ia berteriak kaget sehingga semua orang meloncat naik mengejarnya. Ternyata pendeta perempuan itu rebah di atas genteng belakang dan ketika diperiksa ternyata ia dibuat tak berdaya dengan sebuah totokan yang lihai sekali, Kek Kong Tojin segera menepuk bahu dan menotok punggung Seng Bouw Nikouw hingga pendeta itu dapat bergerak kembali. Berulang kali ia menghela napas.
“Omitohud, sungguh lihai... sungguh lihai!” Kek Kong Tojin dan ketiga iblis wanita heran sekali melihat pendeta wanita itu sampai dibuat tak berdaya sedemikian rupa oleh lawan, padahal Seng Bouw Nikouw bukanlah seorang lemah dan dalam hal ilmu silat ia hanya sedikit dibawah kepandaian tiga iblis wanita itu! Seng Bouw Nikouw lalu bercerita,
247
“Ketika kalian bertempur tadi, aku hendak membantu, tetapi tiba-tiba aku melibat sebuah bayangan berputar-putar di atas genteng belakang. Aku mengejar dan kemudian menjadi sangat terkejut, karena ternyata yang berdiri disitu bukan lain ialah Sin-chiu Taihiap Khouw Sin Ek! Tentu saja aku tak berani melawan orang tua itu dan diam-diam aku tersembunyi di balik wuwungan genteng. Aku melhat juga betapa orang tua yang lihai itu menggunakan pecahan genteng memukul padang suci bertiga! Melihat ia menggunakan senjata rahasia istimewa itu, aku teringat bahwa biarpun aku takkan dapat melawannya, tetapi sedikitnya dari tempat gelap itu aku dapat melepaskan senjata rahasia jarum, karena itu aku justeru sembunyi di belakangnya. Tanpa pikir lagi aku mengirimkan segenggam jarum, tapi tak kusangka ia sedemikian lihainya. Tanpa menengok ia mengayunkan lengan baju dan telah meniup pergi semua jarumku.! Sebelum aku sempat lari, ia telah meloncat dan tanpa kusadari aku telah tertotok dan rebah tak berdaya!” Kek Kong Tojin menghela napas.
“Celaka, terlampau banyak lawan lihai yang datang malam ini. Kita harus berhati-hati dan mulai malam ini kita harus mengatur penjagaan yang kuat.” Setelah berkata demikian. Kek Kong Tojin memimpin sendiri dan mengatur penjagaan di semua sudut sehingga Istana Putih itu terkurung kuat.
Kemudian orang-orang yang tidak bertugas menjaga kembali di kamar masing-masing. Hong Ing dengan hati lega karena si rambut putih dan si kedok hitam terlepas dari bahaya, kembali ke kamarnya pula. Ia memasuki kamar, lalu menutup pintunya dan
248
memasang lilin. Hampir saja ia berteriak, karena melihat di atas kursi di kamarnya duduk seorang yang berkedok sutera hitam. Baiknya si kedok hitam segera memberi tanda agar ia jangan berteriak. Hong Ing menggerakkan bibirnya hendak bertanya dengan marah kepada tamu malam yang keterlaluan dan kurang ajar itu, tapi si kedok hitam lalu mengeluarkan sehelai surat yang agaknya telah ia sediakan sebelumnya. Hong Ing menerima surat itu dan membacanya sambil duduk di atas pembaringan dan selalu mengerling kearah si kedok hitam. Surat itu tidak panjang dan berbunyi seperti berikut:
Nona Lie Hong Ing,
Kau bukanlah seorang penjahat dan mungkin kau tidak tahu bahwa orang-orang di gedung ini semua adalah kaki tangan pembesar durna yang bermaksud memberontak! Kalau kau terus berada dengan mereka, maka kau akan menghadapi dua macam bahaya. Bahaya pertama: kau akan dimusuhi oleh orang-orang gagah di kalangan kang-ouw, dan bahaya kedua: kau akan dicap anggauta pemberontak dan mendapat hukuman! Kau ingin belajar silat? Kalau kau percaya, aku dapat menolongmu mencari seorang guru yang jauh lebih pandai daripada Iblis-iblis itu. Kau takut melarikan diri? Aku dapat membantumu. Kalau setuju, sekarang juga, ikutlah aku keluar dari neraka ini.
Membaca surat ini, Hong Ing terkejut, Benarkah gurunya dan semua erang itu pemberontak? Mengapa mereka memaki Han Liong dan kawan-kawannya sebagai pemberintak? Tentang
249
kejahatan mereka, hal ini ia dapatlah percaya, memang ia sendiri tidak suka melihat sikap dan sepak terjang mereka itu, tapi apakah si kedok hitam ini dapat dipercaya? Biarlah, ia akan ikut lari dan mencari Han Liong. Kalau sudah bertemu dengan kakaknya itu, ia tidak takut akan setan yang manapun juga! Maka ia lalu mengangguk dan si kedok hitam tersenyum girang. Sepasang mata di balik sutera hitam itu memancarkan sinar berseri-seri tanda kegirangan. Hong Ing menyiapkan buntalan pakaiannya dan si kedok hitam lalu memberi tanda agar gadis itu masuk di bawah tempat tidur!
Hong Ing terheran-heran dia memandang marah karena pada sangkanya si kedok hitam itu mempermainkannya. Tapi tanpa banyak cakap lagi si kodok hitam merayap di kolong pembaringan dan Hong Ing karena ingin tahu sekali, mengintipnya. Beberapa kali si kedok hitam meraba-raba dinding dan tiba-tiba terdengar bunyi berderik dan di atas lantai di bawah pembaringan itu terbuka lubang selebar hampir dua kaki! Kini mengertilah Hong Ing bahwa itu adalah sebuah jalan rahasia! Ia serasa malu akan kesangsiannya tadi dan tanpa ragu ia merangkak di kolong pembaringan. Si kedok hitam lalu memasuki lobang itu, diikuti oleh Hong Ing, ternyata di bawah tanah terdapat sebuah lorong kecil yang pas untuk seseorang merayap maju. Beberapa lama mereka merayap maju dalam gelap dan akhirnya mereka sampai keluar dan berada dalam sebuah taman bunga!
“Eh, taman bunga siapakah ini?” Hong Ing bertanya heran.
250
“Stt!” Si kedok hitam mencegahnya, tapi terlambat. Dari balik pintu belakang sebuah gedung, terdengar suara bertanya.
“Siapa di taman?” Sebelum gema suara itu lenyap, penanyanya sudah sampai di hadapan mereka dengan sebuat golok besar di tangan! Hong Ing terkejut melihat orang itu yang ternyata bukan lain adalah Tan-Cianbu. Ia pernah melihat kapten itu beberapa kali maka ia dapat mengenalnya, namun Tan Cianbu tidak kenal kepadanya.
“Bangsat darimana berani memasuki taman tanpa izin?. Ayoh buka kedokmu dan berlutut, kalau tidak kalian akan kusuruh tangkap dan masukkan penjara!” Melihat kegagahan Tan Cianbu itu, Hong Ing meloloskan siang-kiamnya, dan ia merasa pundaknya ditowel oleh si kedok hitam. Tapi ia tidak tahu maksudnya, bahkan maju menyerang dengan berkata,
“Lepaskan dan jangan ganggu kami!” Tan Cianbu gelak tertawa.
“Hm, gadis kecil ini sombong amat! Kau juga berani main-main dengan pedang!” Kemudian ia menggerakkan goloknya dan menangkis. Pedang di tangan kanan Hong Ing terpukul dan gadis itu merasa telapak tangannya perih dan panas. Ia terkejut sekali karena pedang itu hampir saja terlepas!
251
“Ha ha, ha!” Tan Cianbu tertawa tapi matanya memandang kagum. “Kau boleh juga, nona kecil! Kau dapat menahan tangkisanku, hm, majulah, hendak kulihat sampai di mana kepandaianmu.” Tapi Hong Ing bersanksi, karena ia merasa bukan tandingannya kapten yaag bertenaga besar itu!
“He, kamu yang berkedok hitam, pengecutkah kau? Bukankah kau laki-laki? Mengapa kau biarkan saja wanita ini maju seorang diri? Ayoh majulah!” Si kedok hitam tampak bingong dan ketakutan! Hong Ing
(Lanjut ke Jilid 07)
Pedang Pusaka Naga Putih (Seri 04 - Serial Jago Pedang Tak Bernama)
Karya : Asmaraman S. Kho Ping Hoo
Jilid 07
merasa heran sekali. Apakah Tan Cianbu ini lebih tinggi ilmu silatnya dari si kedok hitam ini sehingga si kedok hitam yang tadi telah ia saksikan sendiri kepandaiannya juga merasa takut menghadapinya? Tapi Tan Cianbu melihat keragu-raguan dan kebingungan si kedok hitam, timbul marahnya.
252
“Pengecut! Gadis ini berani maju menyerangku, tapi kau tidak berani! Kalau begitu, lebih dulu kau akan kubunuh. Mungkin perempuan ini akan kubebaskan karena ia gagah dan berani tidak semacam kau!” Goloknya berkelebat membacok leher pemuda itu!
Si kedok hitam berkelit mundur, tapi golok Tan Cianbu terus mengejar dan melakukan serangan bertubi-tubi. Kini heranlah Tan Cianbu, karena berkali-kali ia menyerang, selalu tanpa hasil. Gerakan si kedok hitam itu sangat lincah dan selalu berkelit cepat membuat ia tidak berdaya! Si kedok hitam berkelit sambil mundur hingga mereka tiba di dekat sebuah lampu taman. Tiba-tiba si kedok hitam merogoh saku dan melempar sesuatu kearah lawannya. Tan Cianbu terkejut dan hendak berkelit, tapi lemparan si kedok hitam cepat sekali hingga tahu-tahu benda itu mengenai mukanya! tapi Tao Cianbu tidak merasa sakit karena ternyata benda itu hanya sehelai saputangan sutera saja, dan disitu terdapat tulisan besar-besar. Tan cian-bu tertarik akan sapu tangan sutera itu dan di bawah sinar lampu, ia membaca beberapa huruf besar itu. Seketika itu juga kedua matanya terbelalak dan mulutnya berseru,
“Apa??? Mana bisa jadi?” tetapi ketika ia menengok, si kedok hitam telah menyambar tangan Hong Ing dan menarik gadis itu melompati tembok yang tinggi itu, dan terus lari dengan cepat sekali. Hong Ing yang terpegang pergelangan tangannya ikut lari cepat pula, jauh lebih cepat dari pada ilmu larinya, karena ia seakan-akan ditarik oleh tenaga raksasa sehingga kedua kakinya seakan-akan tak menginjak bumi! Gadis ini menjadi makin kagum
253
dan diam-diam ia membandingkan kepandaian orang ini dengan Han Liong, Tetapi setelah lari beberapa belas li jauhnya dan mereka memasuki sebuah hutan, Hong Ing merasa lelah juga, karena kedua kakinya sangat dipaksa.
“Aduh, aku lelah, mari beristirahat dulu!” keluhnya.
“Maaf, aku tidak ingat bahwa kau belum pandai lari cepat,” kata si kelok hitam sambil melepaskan pegangannya. Hong Ing melepaskan lelah dan duduk di atas rumput. Ia memandang si kedok hitam yang masih berdiri dan memandang jauh ke depan.
“Kita hendak ke mana?” tanya Hong Ing.
“Ke kota raja,” jawabnya singkat.
“Ke kota raja? Hendak mengapa ke sana?” Si kedok hitam memandang sehingga sinar matanya terbentur sinar mata Hong Ing. Kemudian ia tampak bingung dan tidak tahu bagaimana harus menjawab. Ia lalu menghela nafas dan berkata perlahan,
“Kau..., kau kini sudah bebas, terserah kepadamu hendak pergi ke mana, Aku... aku tidak memaksamu ikut, yakni... kalau kau tidak suka...” Hong Ing merasa dadanya berdebar-debar. Jadi orang ini
254
benar-benar hendak menolong belaka dan tidak bermaksud jahat? Ah, alangkah baik hatinya. Dan lenyaplah kecurigaannya, karena sebenarnya tadi ia masih merasa curiga memikirkan bahwa mungkin orang ini sengaja datang ke kamarnya hendak menculiknya. Tctapi setelah di kamarnya terdapat jalan rahasia itu, tahulah ia mengapa orang itu berada di kamarnya. Dan kini, orang ini melepaskannya!.
“Kalau begitu, terima kasih atas kebaikanmu.”
“Ah, itu semua tak berarti apa-apa. Hanya ingat, kau harus berhati-hati, karena orang-orang Istana putih banyak dan jahat, mungkin kau akan bertemu dengan seorang di antara mereka di jalan.” Hong Ing tidak merasa takut karena ia tak begitu memperhatikan kata-kata si kedok hitam. Ia sedang terheran-heran dan mengingat-ingat karena ia seperti sudah pernah mendengar dan mengenal suara orang itu entah kapan dan dimana??
“Eh, apa katamu tadi? O ya, kau takut aku berjumpa dengan mereka? Aku hendak mencari kakakku, kalau sudah bertemu, aku tidak perlu takut kepada segala orang itu.”
“Kalau begitu agaknya gagah benar koko-mu itu.” Kembali Hong Ing memikir-mikir dan mengingat-ingat suara siapakah ini!
255
“Kau telah menolongku dan kini kita hendak berpisah. Maukah kau melakukan sebuah permintaanku?” tiba-tiba Hong Ing bertanya.
“Apakah itu?”
“Yaitu... aku ingin tahu dan melihat wajahmu, agar aku tak lupa lagi... maukah kau membuka kedokmu itu sebentar saja?” Si kedok hitam mundur dua tindak dan dengan cepat tangan kirinya memegang kedok sutera di mukanya, seakan-akan ia takut kedok itu akan terlepas.
“Tak mungkin!” katanya.
“Mengapa tak mungkin? Apa... apa mukamu bercacat dan jelek sekali?” Si kedok hitam itu cepat menggeleng-geleng kepala, tapi lalu mengangguk-angguk berkali-kali, hingga mau tak mau Hong Ing tersenyum geli.
“Tidak apalah!” Akhirnya Hong Ing berkata sambil menghela nafas.
“Jika kau tidak mau dikenal, akupun takkan memaksa! Tapi betapapun juga, aku akan selalu menganggap kau seorang yang gagah dan baik hati.” Ketika mereka hendak berpisah, tiba-tiba dari belakang ada dua bayangan orang berlari cepat ke arah mereka.
256
Kepandaian dua orang itu ternyata tinggi juga karena sebentar saja mereka sudah tiba dihadapan si kedok hitam dan Hong Ing. Hong Ing terkejut sekali karena yang datang itu adalah seorang laki-laki dan seorang gadis muda yang cantik jelita dan berpakaian serba hitam hingga tampak kulit tangan dan pergelangan lengannya yang putih. Dan laki-laki itu bukan lain dari Heng-san Koai-hiap Lie Bun Tek sendiri, orang lihai berambut putih yang mengacau di istana putih.
“Ha, ha, ha! Kalau memang berjodoh, biar tak disengaja dan tak disangka-sangka, akhirnya bertemu juga!” Heng-san Koai-hiap tertawa terkekeh-kekeh. Lalu ia mengangkat kedua tangannya memberi hormat kepada si kedok hitam yang dibalasnya dengan hormat pula.
“Sobat berkedok yang gagah berani. Aku kagum melihat tepak terjangmu tadi. Agaknya kau pun mengikuti jalan lurus dari para patriot. Ketahuilah, aku adalah Heng-san Koai-jin Lie Bun Tek dan ini adalah sumoiku bernama Pauw Lian. Kau tentu sudah pernah mendengar nama kami dan tahu bahwa kami bukanlah orang-orang jahat. Terus terang kukatakan bahwa kamipun pengikut jejak para patriot! Dokumen yang kau rampas dari istana putih itu sangat kami butuhkan. Maka kuminta dengan hormat, berikanlah itu padaku, sobat.”
“Maaf, saudara, aku sendiripun perlu juga akan surat-surat penting itu. Soalmu dengan penghuni Istana putih tiada sangkut-pautnya
257
dengan aku. Aku bertugas dan sebagai seorang laki-laki aku harus menunaikan tugaaku itu dengan sempurna. Kalau tugasku telah selesai mungkin sekali aku dapat membantu menghancurkan kaki tangan durna yang rendah itu!”
“Hm, jawabanmu sangat licin bagai belut yang tak tentu ujung pangkalnya! Pendeknya, aku ingin tahu, kau ini pembela rakyat atau pembela kaisar?” Gadis cantik berpakaian hitam yang disebut Pauw Lian itu berkata, suaranya merdu tetapi tajam. Mendengar kata-kata setengah sesalan dan penuh kecurigaan ini, si kedok hitam memandang dengan tajam dan menjawab,
“Pembela kedua-duanya!” Lie Bun Tek tertawa dan Pauw Lian memperdengarkan suara ejekan.
“Hm, jawaban apa ini? Kalau kau pembela rakyat dan kaisar, habis, siapa yang kauanggap musuhmu?”
“Musuhku adalah segala perampok yang mengacau rakyat dan segala macam durna yang mengacau negara!” Lie Bun Tek dan Pauw Lian saling pandang dengan heran.
“Eh, sobat, kau sungguh aneh. Coba buka kedokmu dan perlihatkan mukamu kepada kami agar kami dapat melihat apakah kau ini lawan atau kawan.” berkata Lie Bun Tek.
258
“Kubuka juga kau takkan kenal,” jawab si kedok hitam.
“Kalau begitu engkau ini tentu bukan orang baik-baik. Orang yang bermaksud baik takkan menyembunyikan muka di belakang kedok,” kata Lie Bun Tek.
“Suheng, bangsat ini tentu mempuyai maksud rahasia,” berkata Pauw Lian kepada Lie Bun Tek.
“Memang aku mempunyai tugas dan maksud rahasia,” jawab si kedok hitam sehingga Lie Bun Tek menjadi heran dan marah mendengar orang berterus terang secara menantang itu. Dengan berseru keras ia loloskan joan-piannya dari pinggang dan berkata,
“Agaknya kau mau mencoba kami, orang muda yang aneh!” Si kedok hitam memperdengarkan suara mengejek sambil mencabut pedangnya.
“Tahan senjatamu, ia bukanlah orang jahat!” Hong Ing berteriak karena ia khawatir si kedok hitam takkan dapat melawan si rambut putih yang tinggi ilmunya itu.
“Kaupun bukan orang baik-baik,!” kata Pauw Lian yang maju menghalangi.
259
“Kau kira aku takut padamu?” Hong Ing membentak marah dan mencabut siang-kiamnya! Tapi Pauw Lian hanya momandangnya dengan terseyum manis bagaikan seorang dewasa tengah mempermainkan seorang kanak-kanak. Sementara itu, si kedok hitam sudah mulai bertempur melawan Heng-san Koai-hiap Lie Bun Tek. Sekali senjata mereka beradu dan kedua-duanya mundur karena merasakan getaran hebat di telapak tangan masing-masing. Sambil melompat mundur mereka memeriksa senjata masing-masing, tapi ternyata kedua senjata itu tidak rusak. Dengan perasaan kesal Lie Bun Tek meloncat maju lagi melakukan serangan hebat. Si kedok hitam berkelit lincah dan balas menyerang.
Ternyata tenaga dan kepandaian mereka seimbang. Lie Bin Tek memainkan pukulan-pukulan Ilmu permainan joan-pian dari cabang Heng-san-pai yang tinggi itu, tapi pedang si kedok hitam pun dapat bergerak dengan lincah dan cepat karena ia memainkan tipu silat Pedang Delapan Dewa Bermain-main. Hong Ing yang merasa gemas melihat lagak Pauw Lian yang seakan.akan memandang rendah kepadanya, dengan teriakan keras maju menyerang dengan siang-kiamnya! Ia memainkan jurus-jurus dari Ngo-lian-pai yang belum lama ini ia pelajari dari Biauw Niang-niang. Tapi alangkah terkejutnya ketika ia melihat lawannya berputar berbelit-belit cepat dan serta merta telah berada di belakangnya! Ia terus menyerang dan jurus-jurus yang ganas dan tipu-tipu mematikan dari Ngo-lian-pai ia keluarkan.
260
“Hemm, sayang kau yang muda dan cantik telah mempelajari ilmu silat jahat,” kata Pauw Lian menyindir sambil meloncat menghindar. Mendengar sindiran itu dan melihat serangan-serangannya tak mendatangkan hasil sedikitpun juga, wajah Hong Ing berubah merah karena malu dan marah. Ia segera merubah gerakannya dan kini mempergunakan ilmu pedang Ngo-houw-toan-bun-to yang ia pelajari dari Han Liong. Kedua pedangnya bergerak teratur sekali dan serangan-serangannya kuat mendatangkan angin.
“Bagus! Ini baru ilmu pedang tulen!” Nona baju hitam itu memuji. Sesungguhnya permainan siang-kiam Hong Ing hebat sekali dan gerakan kedua pedangnya sukar dilawan. Tapi ternyata ia menghadapi lawan kelas berat yang sangat tinggi ilmu ginkangnya hingga ia dapat dipermainkan, biarpun Pauw Lian tak memegang senjata! Hong Ing hampir menangis karena jengkel dan ia gertakkan giginya sambil nenyerang terus membabi buta. Pauw Lian melihat kenekadan lawannya menjadi marah juga, sambil berseru,
“Awas balasan serangan-ku!” ia mendesak dengan sepasang kepalan dan sepasang kakinya yang dapat bergerak cepat sekali. Hong Ing terdesak mundur dan keadaannya berbahaya! Pada saat itu terdengar seruan orang,
“Ing-mo!, jangan khawatir, aku datang,” Belum habis gema suara itu, orangnya telah datang dan tiba-tiba Pauw Lian melihat seorang
261
pemuda baju putih berdiri di depannya menggantikan Hong Ing yang kini berdiri di belakang pemuda itu! Alangkah girang hati Hong Ing mendengar suara dan melihat orang yang baru datang ini. Segera ia menubruk maju dan memeluk,
“Han-ko! Syukur kau datang. Tolonglah aku dan hajarlah wanita yang sangat menghinaku ini!” Melihat Hong Ing memeluk pemuda itu, Pauw Lian mengeluarkan suara cemoohan,
“Hm, tak tahu malu!” Hong Ing menghadapinya dengan bertolak pinggang.
“Mau apa? Ini kakakku dan kalau kau memang perempuan gagah, lawanlah dia. Kalau kau menang, aku bersedia berlutut seratus kali di depanmu dan menyebut nenek guru padamu!” Biarpun ia tahu bahwa pemuda yang berdiri bingung di depannya ini bukanlah lawan ringan, namun Pauw Lian merasa gemas dan marah juga mendengar tantangan Hong Ing.
“Apa yang harus ditakuti?” katanya dan tanpa banyak cakap lagi ia menerjang Han Liong dengan serangan Harimau Mencuri Hati! Tadinya Han Liong hendak mendamaikan mereka karena ia tahu bahwa adiknya suka sekali mencari onar, tapi ia tak diberi kesempatan dan gadis itu langsung memukul Han Liong. Angin pukulan gadis baju hitam ini berat dan kuat sekali. Karenanya terpaksa ia melayaninya dengan hati-hati dan sebentar saja ia
262
diam-diam mengeluh karena lawan yang dipilih Hong Ing kali ini benar - benar merupakan lawan terberat yang pernah ditemuinya! Ia kagum sekali akan kepandaian gadis yang jelita ini dan tak lama kemudian ia merasa makin kagum bercampur heran karena ternyata kepandaian gadis itu, baik ginkang maupun lweekangnya, tidak berselisih jauh dengan kepandaiannya sendiri! Timbul hati sayangnya dan ia ingin sekali tahu siapakah gadis ini dan murid siapakah ia?
Sebaliknya, Pauw Lian merasa terkejut dan heran sekail mengapa pemuda ini demikian lihai dan sungguh di luar dugaannya semula. Gadis yang baru berusia sembilan belas tahun itu yang baru saja turun gunung merasa diri tiada tandingnya lagi, karena memang ia sudah memiliki ilmu silat yang mendekati batas kesempurnaan, bahkan suhengnya sendiri, Heng-san Koail-hiap Lie Bun Tek yang terkenal akan kelihaian dan kepandaiannya, tak dapat mengalahkannya, terutama dalam ilmu pedang! Maka, kini menghadapi Han Liong jang dapat melayani, bahkan dapat mendesaknya, ia menjadi gusar sekali. Dengan teriakan marah ia mencabut pedangnya. Sinar hitam berkelebat di depan muka Han Liong dan pemuda ini tertejut melihat gadis itu kini memegang sebilah pedang hitam yang sinarnya menyeramkan.
Tiba-tiba ia teringat akan kata-kata suhunya, Kam Hong Siansu yang mengatakan bahwa di dunia ini masih terdapat Ilmu silat pedang yang dapat menandingi Pek-liong-kiamsut, yakni Ouw-Liong-Kiamsut atau Ilmu Pedang Naga Hitam. Dan gadis ini mempunyai sebuah pokiam berwarna hitam berukir naga pula.
263
Bukankah pedang ini yang disebut Ouw-liong-pokiam? Hampir saja ia melompat keluar kalangan tapi tiba-tiba timbul kegembiraannya untuk mencoba sampai dimana kehebatannya Ouw-liong Kiamsut! Iapun mencabut Pek-Hong-pokiamnya dan menangkis setiap serangan gadis itu. Pauw Lian melihat sinar pedang Han Liong putih melepak seperti perak juga merasa terkejut. Iapun pernah mendengar gurunya bercerita tentang Pek liong-pokiam, maka sama juga halnya dengan hati Han Liong, ia ingin sekali mencoba ketinggian ilmu pedang pemuda itu.
Kalau tadi ketika bertempur mengadu kepalan mereka berkelebat ke sana ke mari hingga dua bayangan hitam dan putih seakan-akan tergabung menjadi satu, kini dua pokiam itu dimainkan sedemikian cepatnya sehingga yang tampak hanya dua gulung sinar hitam dan putih berputar-putar cepat seperti kilat, sedangkan dua orangnya sama sekail tak tampak pula! Tentu saja melihat pertunjukan ini, Hong Ing hanya memandang dengan mulut ternganga saking kagumnya. Sementara itu, si kedok hitam juga sedang bertempur dengan hebatnya melawan Lie Bun Tek. Pedang dan joan-pian saling serang dan saling tangkis sampai mengeluarkan bunga api. Pada saat pertempuran sedang hebat-hebatnya, tiba-tiba terdenger orang menyebut.
“Siancai, siancai, Lie Bun Tek Enghiong, tahan senjatamu dan maafkan muridku. Un Kiong, buang pedangmu!” Mendengar seruan ini, dengan berbareng si kedok hitam dan Heng-san Koai-hiap melompat mundur dan menahan senjata masing-masing, karena si kedok hitam mengenal suara gurunya sedangkan Lie Bun
264
Tek kenal pula suara Khouw Sin Ek atau Sin-chiu talhiap yang telah menolongnya ketika bertempur di atas geeteng Istana Putih! Sebaliknya, Hong Ing yang mendengar nama Un Kiong disebut segera menghadapi mereka dengan heran. Lio Bun Tek menjura kepada Sin-chiu Taihiap sambil berkata.
“Maafkan siauwte, Lo-Taihiap.” Dan si kedok hitam berlutut sambil menyebut,
“Suhu.”
“Un Kiong, buka kedokmu! Terhadap kawan-kawan segolongan, tak perlu kau menyembunyikan mukamu.” Si kedok hitam segera merenggutkan sutera hitam itu dan Hong Ing hampir saja tak dapat menahan jerit herannya, karena si kedok hitam itu bukan lain ialah si pemuda tolol, Tan Un Kiong, putera dari Tan cian-bu yang tinggal di dekat Istana Putih! Hal ini sama sekali tak disangkanya, maka tanpa terasa kakinya bertindak maju mendekati pemuda itu lalu, sambil menatap wajahnya, ia berkata,
“Kau...??” Un Kiong hanya teneayum dan menjura.
“Hong Ing cici!” Lie Bun Tek berseru kepada Pauw Lian yang masih bertempur.
265
“Sumoi, tahan pedangmu...” Tapi Khouw Sin Ek mencegahnya dan berkata perlahan “Jangan ganggu mereka... Tak usah khawatir, mereka takkan melukai satu sama lain. Lihat, alangkah hebatnya kiamsut mereka. Sungguh yang tertinggi di dunia ini. Lihat... bukankah mirip sepasang naga hitam dan putih bermain-main di awan?” Setelah puas menonton. Pendekar Besar kepalan Malaikat ini mengambil dua buah batu kecil dan mengayunkannya dua buah batu itu ke arah dua gundukan sinar hitam putih yang sedang bertempur.
“Jiwi, silakan berhenti!” Suaranya terdengar nyaring dan keras sekali. Dua buah batu kecil itu dengan tepat menghantam dua pedang, tapi tak membikin pedang itu terenggut, bahkan dua buah batu itu terbelah dengan mudah dan jatuh ke atas tanah. Tetapi ini cukup membuat Han Liong dan Panw Lian insyaf bahwa ada orang yang pandai memisahkan mereka. Mereka tidak berani memandang rendah dan keduanya segera melompat sambil menjura. Sepasang mata Pauw Lian yang jeli menatap wajah Han Liong dengan kagum, sebaliknya Han Liong juga tertarik sekali akan kepandaian gadis itu.
Pada saat mereka saling pandang itu, seakan-akan ada sesuatu yang mengikat hati mereka dan membuat mereka malu hingga serentak pula keduanya menundukkan muka. Lie Bun Tek memperkenalkan pendekar tua itu kepada sumoinya sedangkan Hong Ing yang masih saja bermain mata dengan Un Kiong segera
266
lari dan memegang lengan kakaknya. Gadis ini dengan lincah dan gembira memperkenalkan Un Kiong kepada Han Liong dan serta merta mempercakapkan bagaimana “pemuda tolol” itu telah menolongnya lari dari Istana Putih. Berkat kebijaksanaan Khouw Sin Ek yang mempunyai nama harum dan disegani, mereka dapat menahan rasa sakit hatinya dan melenyapkan rasa permusuhan, kemudian masing-masing memperbincangkan riwayat masing-masing untuk menghindarkan salah faham.
“Cuwi sekalian tentu heran melihat kenyataan bahwa aku orang tua mempunyai seorang murid putera seorang pembesar yang berpengaruh di kalangan pahlawan raja. Biarpun aku orang she Khouw bukan termasuk seorang anti kaisar, namun memang terdengar ganjil bahwa aku mengambil murid seorang putera cian-bu! Hal ini ada sebabnya, maka kalian dengarlah riwayatku dan muridku Tan Un Kiong ini.” Demikian Khouw Sin Ek mulai membuka riwayatnya. Khouw Sin Ek adalah seorang hiapkek besar, yang mewarisi kepandaian silat tunggal dari Bong Tak Totiang, seorang pertapa dan ahli persilatan Thai-san yang mengasingkan diri dan diam-diam menciptakan ilmu silat dari Thai-san, Bu-tong dan Siaw-lim yang ia gabungkan menjadi satu. Totiang ini kemudian menurunkan semua kepandaiannya kepada Khouw Sin Ek karena ia melihat bahwa Khouw Sin Ek mempunyai tulang baik dan pribudi tinggi.
Setelah belasan tahun belajar dan dapat mewarisi semua kepandaian suhunya, Khouw Sin Ek mulai berkelana dan menggunakan kepandaiannya untuk melakukan pekerjaan
267
menolong sesama manusia. Sepak terjangnya yang gagah perkasa membuat namanya harum. Disegani, dikagumi kawan dan ditakuti lawan. Pernah seorang diri ia membunuh Pangeran Liok Bin Ong yang terkenal jahat dan memeras rakyat dengan sewenang-wenang. Kemudian ia mengobrak-abrik sarang perampok di Gunung Kim-wat-san yang dikepalai oleh Kang Leng Giap, seorang jagoan berilmu tinggi yang karena sombong serta mengagung-agungkan diri sebagai orang gagah nomor satu lalu berbuat sewenang-wenang saja, merampok rakyat dan petani yang sudah miskin dan hidup melarat.
Tentu saja hal ini membuat hiapkek Khouw Sin Ek marah sekali. Kepala perampok kejam ini akhirnya tewas dalam tangan Khouw Sin Ek dan semenjak itu ia mendapat nama julukan sin-chiu-taihiap atau Pendekat Gagah Kepalan Malaikat! Tetapi, betapapun gagahnya seseorang, tetap harus tunduk kepada kekuasaan yang lebih tinggi sehingga pada suatu hari Sin-chiu Taihiap Kouw Sin Ek diserang sakit panas yang berat. Pada masa itu ia memang menjadi buronan dan dicari oleh para pengawal raja karena ia telah membunuh Pangeran Liok Bin Ong. Justeru yang mendapat tugas untuk mencarinya adalah Tan cian-bu, ayah Un Kiong! Ketika Khouw Sin Ek tengah rebah tak berdaya karena sakitnya di sebuah kelenteng kotor dan rusak, Tan cian-bu dapat membekuknya.
Namun Tan cian-bu yang jujur dan berwatak satria itu, merasa kagum dan sayang kepada Sin-chiu taihiap, karena menurut pendapatnya, orang semacam Liok Bin Ong itu memang sudah sepatutnya dilenyapkan dari muka bumi ini! Ia pikir pula kalau ia
268
sendiri tidak menjabat pangkat cian-bu, tentu telah siang-siang ia pergi mencari pangeran jahat dan cabul itu untuk menghajarnya. Demikian ia menyelamatkan jiwa Sin-chiu-taihiap dari hukuman. Khouw Sin Ek merasa berterima kasih dan kagum melihat kepribadian Tan cian-bu, maka untuk membalas jasanya, ia secara diam-diam tidak setahu kapten she Tan itu, telah mengangkat Un Kiong sebagal muridnya. Pada suatu hari ketika Un Kiong yang berusia tujuh tahun itu bermain-main di dalam taman bunga, Khouw Sin Ek datang. Di depan anak itu ia meloncat ke sebuah pohon dan menggunakan tangannya menangkap burung,
Sedangkan ketika ia turun kembali, burung di telapak tangannya yang menggerak-gerakkan sayap itu ternyata tak dapat terbang, seakan-akan menempel di telapak tangan Khouw Sin Ek. Tentu saja Un Kiong sangat tertarik dan ia terima dengan gembira ketika orang tua itu mengangkatnya sebagai murid. Tapi Khouw Sin Ek tak ingin orang mengetahui bahwa ia menerima murid seorang putera kapten pengawal raja, maka ia pesan dengan keras kepada muridnya supaya tidak membocorkan rahasia ini. Un Kiong ternyata selain berkemauan besar dan berbakat baik, juga berhati teguh sehingga terdadap orang tua sendiripnn ia tidak memberitahukan bahwa ia telah menjadi murid Sin chiu Tai hiap Khouw Sin Ek yang berkepandaian sangat tinggi! Bahkan untuk menyembunyikan kepandaiannya, ia berpura-pura menjadi pemuda tolol!
“Demikianlah maka Un Kiong menjadi muridku. Pertama karena ayahnya pernah monolongku dan kedua karena aku melihat ia
269
mempunyai bakat baik.” Khouw Sin Ek menutup penuturannya. Kini giliran Tan Un Kiong menuturkan pengalamannya.
“Sebagai seorang keturunan perajurit sejati, ayah sangat mengutamakan kesetiaan kepada pemerintah. Ia berpendirian bahwa betapapun bcntuk pemerintah yang diabdinya, seorang perajurit harus membelanya dengan setia, siap mengorbankan jiwa raganya. Aku tak dapat menyalahkan sikap ini yang menurut pendapatku betul juga. Karena itulah maka biarpun aku merasa bersimpati akan perjuangan para patriot bangsa, namun sebagai putera seorang kapten barisan penjaga istana raja, aku tak berani berhubungan dengan mereka. Lagi pula, menurut pendapatku, raja yang memerintah tidaklah demikian jahat sebagaimana banyak disangka orang. Ia hanya terpengaruh oleh hasutan para durna yang jahat. Ayah sangat benci kepada para durna ini, teristimewa kepada Co Thaikam yang makin lama makin besar pengaruhnya. Ayah sangat sedih memikirkan keadaan kaisar.”
Demikian Un Kiong memulai penuturannya. Kemudian ia mengatakan bahwa ayahnya pernah berkata kepadanya tentang adanya bisikan bahwa Co Thaikam bermaksud hendak memberotak! Memang thaikam ini telah pengaruhi para pembesar tinggi sehingga kaisar seakan-akan terkurung. Mendengar hal ini dan karena kasihan melihat kesedihan ayahnya juga karena berkali-kali ayahnya menyatakan penyesalannya bahwa Un Kiong demikian tolol, pemuda itu diam-diam mulai melakukan penyelidikan terhadap penghuni Istana Putih yang ia tahu adalah
270
kaki tangan Co Thaikam. Pernah ia menggeledah semua kamar tapi hasilnya nihil.
Kebetulan sekali ia dapat mendengar kejumawaan Kek Kong Tojin sehingga ia memberanikan diri mencuri dokumen-dokumen itu, tepat pada waktu Heng-san Koai-hiap Lie Bun Tek bertempur dengan tiga iblis wanita. Setelah berhasil memasuki kamar Hong Ing di mana memang ia tahu terdapat sebuah jalan rahasia, ia yang merasa tertarik dan suka kepada nona ini, membujuknya lari. Maksud Un Kiong hendak membawa dokumen yang di antaranya terdapat rencana pemberontakan Co Thaikam itu terhadap Istana raja dan membongkar rahasia busuk ini kepada raja! Ia sengaja memakai kedok agar tak dikenal oleh para penghuni Istana Putih dan kaki tangannya, karena kalau sampai ketahuan tentu ayahnya berada dalam bahaya dan akan mereka musuhi. Ketika tiba giliran Hong Ing bercerita, sebelumnya nona ini sambil memegang lengan Pauw Lian, berkata dengan suara manja.
“Cici harap maafkan aku sebanyak-banyaknya karena telah berlaku kurang ajar padamu. Sebenarnya aku... aku iri melihat kecantikan dan kepandaianmu,” sampai disini ia mengerling kepada Han Liong “Dan nanti sewaktu-waktu kuharap cici suka mengajar Ilmu pedang padaku.”
“Ah, bukankah kau sudah mempunyai seorang kawan yang dapat mengajarmu dan yang kepandaiannya tidak terkalahkan olehku?” Pauw Lian balas menggoda dengan kerlingan mata ke arah Un
271
Kiong. Godaan ini mengenai tepat, tapi dasar cerdik. Hong Ing bahkan dapat membelokkan godaan ini untuk.menggoda Un Kiong dengan berkata,
“Kau maksudkan saudara Tan Un Kiong? Aah, bukankah ia pemuda tolol yang tak mengerti apa-apa? Ketahuilah, pernah ia meniru-niru aku belajar ilmu pedang dengan gerakan-gerakan sepertiseorang badut!” Mendengar ini semua orang tertawa, tak terkecuali Khouw Sin Ek, hanya Un Kiong saja yang membesarkan matanya kepada Hong Ing, tetapi mukanya merah karena malu! Diam-diam Hong Ing merasa suka kepada Pauw Lian yang ternyata juga bersifat jenaka dan suka main-main seperti dia pula.
Heng-san Koai hiap Lie Bun Tek meneeritakan riwayatnya sendiri dan sumoinya secara singkat. Di puncak Gunung Heng-san terdapat sebuah bio (kelenteng) tua yang sederhana, di mana tetdapat seorang pertapa wanita yang sudah tua. Pertapa. wanita ini bukan lain ialah sumoi dari Kam Hong Siansu, yang bernama Kui Giok Ciu Suthai. Ilmu kepandaian Kui Giok Ciu Suthai ini tinggi sekali, terutama ilmu pedangnya. Sebenarnya ketika mudanya diantara Kui Giok Ciu dan Kam Hong Siansu kedua kakak beradik seperguruan ini, terjalin tali asmara yang erat. Tapi sungguh mengharukan sekali, hubungan mereka terputtus karena kecurangan seorang pemuda yang merasa iri hati dan menggunakan siasat jahat sehingga suheng dan sumoi yang saling menyinta itu pada suatu hari sampai dapat ditipu dan merasa cemburu kepada yang lain.
272
Pemuda curang itu tidak berhenti sampai di situ saja, bahkan ia dapat bertindak demikian jauh dan membuat mereka berdua pada suatu hari mengadu Ilmu pedang di atas bukit Kam-hong-san! Ternyata kepandaian mereka berimbang dan biarpun sudah bertempur hampir semalam penuh sampai melebihi ribuan jurus belum juga kelihatan siapa yang lebih unggul. Kam Hong Siansu yang ketika itu masih bernanama Bun Sin Wan menggunakan Pek-Liong-pokiam dan memainkan Pek-liong-kiamsut, sedangkan Kui Giok Ciu menggunakan Ouw-liong-Pokiam dan memainkan Ouw-Liong-kiamsut. Ilmu pedang mereka memang secabang, hanya terdapat perbedaan sifat saja karena suhu mereka memang sengaja mencipta kedua ilmu pedang itu khusus untuk murid wanita dan murid laki-laki yang dua orang itu.
Suhu mereka adalah seorang pertapa aneh yang mengasingkan diri dan hanya mereka kenal dengan sebutan Bu Beng Lojin atau Orang Tua Tak Bernama. Orang aneh ini, mempunyai sepasang Pedang Pusaka Naga Putih dan Naga Hitam! Dan kedua pedang itu ia berikan kepada kedua muridnya dengan pesan agar pedang itu kelak diberikan kepada murid-murid yang benar-benar bertulang bersih dan berjiwa luhur. Agaknya memang sudah merupakan sumpah keturunan bahwa siapa saja yang memegang kedua pedang itu tentu terlibat dalam urutan asmara. Demikianpun Kui Giok Ciu dan suheagnya. Diam-diam hati mereka tertusuk panah asmara sehingga mereka tak berdaya lagi. Tapi ikatan yang seharusnya mendatangkan kebahagiaan ini, hancurlah oleh
273
kecurangan pemuda she Gak yang juga seorang ahli silat tinggi dari cabang Bu-tong.
Akhirnya kedua suheng dan sumoi itu sadar juga akan kecurangan Gak Bin Tong dan mereka berdua mencarinya lalu membunuhnya. Tapi hubungan mereka telah renggang, di sudut hati kecil mereka telah dikotori sakit hati dan kekecewaan. Namun, agaknya mereka masih merasa berat dan saling setia sehingga mereka berdua bersumpah takkan kawin dengan orang lain dan tinggal membujang selama hidup dan hidup sebagai pertapa di atas gunung! Bun Sin Wan bertapa di atas bukit Kam-hong-san dan memakai nama Kam Hong Siansu dan Kui Giok Ciu bertapa di atas bukit Heng-san dan disebut Kui Suthai. Mereka berdua bertapa sambil memperdalam Ilmu pedang mereka dan mereka telah berjanji akan menurunkan kepandaian kepada seorang murid dan kemudian murid mereka akan menetapkan siapa yang lebih unggul!
Ternyata kemudian bahwa murid Kam Hong Siansu yang mewarisi Pek-Liong Kiamsut dan Pedang Pusaka Naga Putih adalah Si Han Liong, sedangkan yang mewarisi Ouw-Liong Kiamsut dan Pedang Pusaka Naga Hitam adalah Pauw Lian. Selain Pauw Lian, pertapa wanita itu masih menerima seorang murid lagi, yakni Lie Bun Tek, seorang yatim-piatu yang hidup terlunta-lunta dan tersesat naik ke Gunung Heng-san. Melihat anak itu bertulang baik dan patut dijadikan seorang pendekar, Kui Giok Ciu Suthai memungutnya dan mendidiknya. Tapi karena Ilmu Pedang Naga Hitam hanya diperuntukkan seorang saja, maka ia tidak memberi pelajaran ilmu
274
pedang kepada muridnya ini, sebaliknya menurunkan ilmu silat joan-pian yang lihai dan yang tingkatnya hanya sedikit lebih rendah daripada Ouw-Liong Kiamsut.
Demikianlah, Heng-san Koai-hiap Lie Bun Tek menuturkan riwayatnya, tentu saja ia tak menuturkan riwayat gurunya di atas karena ia tidak tahu akan hal itu. Sebaliknya Pauw Lian juga diam saja dan tidak banyak menuturkan keadaan diri dan asal-usulnya, karena ia merasa malu kepada Han Liong. Hanya kadang-kadang ia mencuri dengan kerlingan mata ke arah pemuda itu, dan dengan tajam matanya menatap Pedang Pusaka Naga Putih yang tergantung di punggung Han Liong. Sebetulnya, siapakah nona Pauw Lian ini? Marilah kita ikuti riwayatnya secara singkat. Ketika Kui Giok Ciu sambil memegang Pedang Pusaka Naga Hitam berpisah dari Bun Sin Wan dengan hati patah akibat asmara gagal, ia terjun ke dalam kaiangan kang-ouw dan melakukan hal-hal yang menggemparkan. Dengan pedang hitam di tangan, ia binasakan Lima Iblis dari Keng-liat yang terkenal jahat,
Mengobrak-abrik sarang kawanan penjahat dan perampok di Bukit Heng-san yang dikepalai oleh si Raja Naga Teng Lok, pergi ke atas Kun-lun-san dan dengan ilmu pedangnya mengalahkan semua cabang atas dari cabang Kun-lun, lalu seorang diri mengambil kepala durna Tui Keng Hok yang berpengaruh besar dan terkenal jahat pemeras rakyat. Masih banyak hal-hal luar biasa ia lakukan untuk melampiaskan sakit hati dan kekecewaannya akibat asmara gagal! Kemudian ia memilih bukit Heng-san sebagai tempat pertapaan dan semenjak itu ia menyembunyikan diri di gunung itu.
275
bertapa dan memperdalam ilmu pedangnya Ouw-liong Kiamsut karena khawatir kalau-kalau kelak muridnya tak dapat melawan murid suhengnya! Ia bertapa semenjak masih gadis remaja berusia tak lebih dari dua puluh tahun sampai menjadi seorang nenek berusia lima puluh tahun lebih.
Pada suatu hari, dengan tak disengaja Kui Giok Cin melihat bayangan sendiri di dalam telaga dan ia menjadi terkejut melihat bayangan tubuhnya merupakan seorang nenek tua yang telah putih rambutnya! Tak terasa ia menangis tersedu-sedu dan ia terkejut pula ketika teringat bahwa ia belum mempunyai murid. Maka pergilah ia turun gunung dengan maksud mencari murid. Baru saja ia menuruni bukit Heng-san di dalam sebuah hutan ia melibat seorang anak laki-laki berusia kurang lebih lima belas tahun roboh di bawah pohon Siong besar dalam keadaan sakit. Anak muda itu ternyata adalah Lie Bun Tek, seorang anak yatim piatu yang hidup sebatang kara dan terlunta-lunta. Pada saat itu ia menderita sakit dan rebah tak berdaya dalam hutan itu. Kui Giok Ciu Suthai merasa kasihan sekali melibat kesengsaraan anak muda itu dan ia teringat akan keadaan dan nasib sendiri.
Maka ia segera menolongnya dan memberi obat dan setelah Lie Bun Tek sembuh, ia pesankan kepada anak itu untuk menjaga tempat pertapaannya selama ia pergi. Maka ia kembali pergi mencari murid. Ia maklum bahwa Lie Bun Tek adalah seorang anak yang bertubuh bersih dan mempunyai dasar yang baik untuk menjadi orang gagah. Sebenarnya takkan kecewa kalau ia mempunyai murid seperti anak itu, tapi sayang bahwa Lie Bun Tek
276
bukanlah seorang wanita, sedangkan Ouw-liong Kiamsut harus diturunkan kepada seorang murid wanita sebagaimana yang selalu ia cita-citakan. Selama lima tahun Kui Suthai merantau dalam usahanya mcncari seorang anak yang pantas menjadi muridnya. Ia tidak ingat untuk pulang ke atas Gunung Heng-san sebelum berhasil mendapat seorang murid yang cocok.
Pada suatu hari ketika ia melalui sebuah hutan, ia mendengar suara orang berteriak minta tolong. Ia mempercepat langkahnya dan menuju ke arah suara itu. Di atas lapangan rumput ia melihat seorang laki-laki sedang berkelahi melawan empat orang yang mengeroyoknya. Seorang yang berpakaian pelayan roboh bermandikan darah dan rupanya ialah yang berteriak-teriak minta tolong tadi. Kepandaian orang yang dikeroyok itu cukup baik tapi menghadapi empat orang yang bersenjata golok sedangkan ia sendiri bertangan kosong, ia kelihatan sibuk juga. Tubuhnya telah penuh dengan luka-luka, tapi ia masih bisa melawan dengan gigihnya. Di dekat itu kelihatan sebuah kereta kecil dan seorang anak perampuan yang baru berusia kurang lebih lima tahun berseru-seru kepada ayahnya yang sedang dikeroyok.
“Ayah, pukul, ayah. Pukul mereka!” Kedua tangannya yang kecil terkepal erat-erat dan sepasang matanya yang bening menyala-nyala. Melihat keadaan mereka, Kui Suthai segera bertindak. Sekali ia berkelebat dan menggunakan kedua tangan dan kakinya, tubuh keempat penjahat itu terlempar jauh dan roboh tak dapat bangun lagi! Laki-laki yang dikeroyok itu tak tahu apa yang telah terjadi. Ia hanya melihat bayangan putih berkelebat dan tahu-tahu
277
keempat musuhnya menjerit dan terlempar jatuh dan tidak bangun lagi. Tadi ia tak sempat memikirkan itu semua karena kepalanya terasa pusing dan tubuhnya lemah. Ia telah mengeluarkan terlampau banyak darah. Dengan langkah lemah lunglai ia menghampiri anaknya, tapi sebelum sampai di kereta anaknya itu, ia telah roboh terguling.
“Ayah!” Anak perempuan itu menjerit dan meloncat dari atas kereta lalu memeluk tubuh ayahnya yang penuh dengan darah.
Ternyata laki-laki itu idalah Pauw Bin Siong, seorang pedagang kecil yang baru saja ditinggal mati isterinya dan sedang menuju ke kampung halamannya dengan seorang anak dan seorang pelayan. Ia bermaksud pindah ke kampung sendiri agar dapat bersatu dengan orang tuanya agar anaknya ada yang merawat. Pauw Bin Siong menderita luka terlampau berat dan sejak tadi mengeluarkan banyak darah, maka Kui Suthai melihat keadaannya hanya bisa goyang-goyang kepala saja. Tak berapa lama lagi Pauw Bin Siong yang bernasib malang itu meninggal dunia dalam pelukan anak perempuannya yang baru berusia lima tahun itu! Anak perempuan itu bernama Lian dan semenjak saat itu ia menjadi yatim piatu dan dibawa oleh Kui Suthai keatas gunungnya. Memang pandangan mata Kui Suthai tajam dan tepat. Ternyata bahwa Pauw Lian adalah seorang anak perempuan yang cerdik dan pandai.
Ketika tiba di atas Gunung Heng-san, Kui Suthai girang sekali melihat bahwa Lie Bun Tek, pemuda yang dulu disuruhnya
278
menjaga pertapaan, ternyata masih berada di situ seorang diri! Tapi sungguh kasihan, pemuda itu menderita kesedihan ditinggal seorang diri, dan penderitaannya demikian hebat hingga tubuhnya menjadi kurus dan rambut di kepalanya telah berubah putih semua! Melihat kesabaran dan kesetiaannya, Kui Suthai merasa sangat terharu dan ia turunkan Ilmu silet joan-pian kepada pemuda itu dan ia belajar dengan rajin. Tapi, sebentar saja ia ketinggalan oleh sumoinya, Pauw Lian yang benar-benar cerdik dan berbakat itu. Telah beberapa kali Kui Suihai menyuruh Lie Ban Tek turun gunung melakukan tugas menolong sesama manusia yang tertindas dan yang sengsara, hingga Lie Bun Tek menjadi terkenal dan digelari orang Heng-san koai-hiap atau Pendekar Aneh dari Heng-san.
Karena Pauw Lian masih sangat muda juga adatnya agak keras tak mau kalah. Kui Suthai tak memperkenankan gadis itu turun gunung biarpun berkali kali Pauw Lian memohon kepada gurunya untuk sekali-kali ikut suhengnya. Waktu berlalu cepat dan dengan tak terasa Pauw Lian telah menjadi seorang gadis berusia sembilan belas lanun. Ia sangat cantik jelita hingga gurunya makin sayang padanya. Melihat bahwa semua dasar ilmu silat tinggi telah dimiliki muridnya, maka ia turunkan ilmunya yang terakhir, ialah Ouw liong Kiamsut. Ketika ia memberikan pedang Ouw-liong pokiam kepada Pauw Lian, ia menyuruh gadis itu bersumpah, Kemudian ia membetitahu kepada muridnya itu bahwa biarpun Ouw-liong Kiamsut boleh menjagoi di kalangan kang-ouw, namun masih ada tandingannya, yakni Pek-liong Kiamsut.
279
Dan ia ceritakan kepada muridnya akan hal suhengnya yang kini bertapa di Kam-hong-san dan bergelar Kam Hong Siansu dan bahwa suhengnya itu mempunyai sebuah Padang Pusaka Naga Putih. Secara menyindir iapun menceritakan betapa ia sudah berjanji dengan suhengnya itu untuk menetapkan mana yang lebih unggul antara Ouw-liong Kiamsut dan Pek-liong Kiamsut. Ia hanya pesan kepada muridnya agar berlaku sangat hati-hati jika menghadapi Pek liong Kiamsut. Biarpun telah menjadi seorang pertapa yang menjauhkan diri dari dunia ramai, Kui Suthai mempunyai jiwa patriot dan ia tidak senang melihat kedua muridnya menjadi orang tak berguna. Maka diperintahkannya kedua muridnya itu turun gunung dan membantu gerakan kaum pembela rakyat yang gagah perwira. Tentu saja Pauw Lian merasa girang sekali, karena ini adalah yang pertama kalinya ia turun gunung.
Di bawah bimbingan suhengnya yang sudah berpengalaman, Pauw Lian mulai melakukan tugas mulia bersama-sama suhengnya dan banyak rakyat yang telah menerima budi mereka. Kemudian mereka tiba di kota raja dan Lie Bun Tek mendengar akan hal istana putih. Ia menyuruh sumoinya tinggal di rumah penginapan dan menanti di sana sedangkan ia sendiri pergi menyelidik di istana putih yang terkenal itu. Dan dengan sangat kebetulan ia mendengar kesombongan Kek Kong Tojln yang bercerita tentang turut surat rahasia itu. Maka ia menjadi sangat girang dan mencoba merampas surat-surat itu yang berarti membantu perjuangan kaum patriot. Tapi tak tersangka bahwa pada saat itu muncul seorang berkedok yang mendahuluinya dan
280
yaug ternyata adalah Tan Un Kiong, pemuda yang mengagumkan itu. Lie Bun Tek mengakhiri ceritanya dengan berkata,
“Tak kami sangka sama sekali bahwa pemuda berkedok yang lihai itu bukan lain juga orang segolongan sendiri yang hendak membela rakyat. Biarpun di sini terdapat sedikit perbedaan di antara Si Taihiap dengan Tan Taihiap, yakni seorang memusuhi kaisar dan yang seorang tidak, namun pada dasarnya serupa yakni membela rakyat yang tertindas!”
“Menurut pendapatku, surat-surat penting itu harus diserahkan kepada Si-taihiap.” Pauw Lian tiba-tiba berkata dengan suara tetap. Semua orang memandangnya dan Han Liong memandangnya dengan heran,
“Pauw Lian cici mengapa berlaku segan-segan? Bukankah kau sudah tahu bahwa Han-ko ini murid dari supeh-mu? Jadi kau bukanlah orang luar, tetapi masih terhitung sumoi-nya. Mengapa kau sebut dia taihiap-taihiapan!” tegur gadis jenaka itu sambil melonjongkan mulutnya yang manis. Bukan main sibuknya Pauw Lian ketika itu. Seluruh mukanya yang jelita dan berkulit putih bersih itu tiba-tiba saja menjadi merah sampai ke telinganya. Han Liong ketihen melihatnya dan diam-diam ia membelalakkan matanya kepada Hong Ing yang ketika melihat sikapnya ini lalu mencibir kepadanya! Untuk menolong Pauw Lian yang bingung karena pukulan Hong Ing tadi, Han Liong berkata tenang,
281
“Pauw sumoi, adikku berkata betul. Tetapi, kau tadi berkata bahwa surat-surat itu harus diserahkan kepadaku, mengapa dan apakah alasanmu?” Pauw Lian menghela nafai panjang dan memandang kepada pemuda itu dengan berterima kasih.
“Begini,” katanya kemudian, “Si suheng telah bergabung dengan orang-orang gagah di kalangan kang-ouw untuk melakukan maksud besar dan menghancurkan pemerintah asing yang menjajah. Justeru surat-surat ini perlu sekali untuk usahanya yang suci itu. Memang Tan taihiap juga mempunyai alasan kuat untuk memiliki surat-surat itu, namun bila dipertimbangkan lagi, alasannya hanya berdasarkan kepentingan pribadi, sedangkan Si suheng mendasarkan alasannya memiliki surat itu untuk kepentingan rakyat jelata dan perjuangan suci.” Semua orang mendengar kata-kata yang lancar dan bijaksana ini dengan kagum, tetapi Un Kiong diam-diam mengerutkan keningnya, Hong Ing yang bermata tajam dapat melihat sikap pemuda “Tolol” itu.
“Aku tidak sependapat dengan Pauw cici!” tiba-tiba Hong Ing berkata dengan gagah dan tegas. Kini semua oranglah yang menatap wajahnya. “Kita orang-orang gagah harus menempatkan keadilan di atas semua hal. Apa artinya gagah kalau tidak adil? Jangan kira hanya mementingkan keperluan diri sendiri lalu lupakan kepentingan orang lain. Saudara Tan Un Kiong telah bersusah payah merampas surat-surat ini dan tak dapat disangkal lagi dialah yang berhasil merampasnya hingga dia yang berhak
282
memilikinya sebelum dirampas oleh orang lain.” Sampai di sini, semua orang memandangnya heran, tak terkecuali Han Liong yang berpikir apakah yang hendak ditelurkan oleh adiknya yang nakal ini? Sementara itu, Pauw Lian yang suka berkata jujur dan berterus terang, segera bertanya.
“Eh, eh, adik Hong Ing rupa-rupanya hendak mengadu orang? Kau maksudkan bahwa kami atau seorang diantara kami harus merampas surat-surat itu dengan kekerasan dari tangan Tan-taihiap?” Kedua mata Hong Ing yang jernih seperti mata burung Hong Itu melebar.
“Hai, jangan terburu nafsu, cici! Masakan sesama kita harus saling cakar? Maksudku dengan kata-kata sebelum dirampas oleh orang lain ialah sebelum dirampas kembali oleh pihak lawan. Aku katakan orang lain, apakah kalian semua ini termasuk orang lain? Maka jika surat-surat itu semuanya diserahkan kepada Han-ko, kurasa kurang adil terhadap saudara Tan Un Kiong. Alasannya cukup kuat. Ayahnya seorang pembesar setia dan jujur, sedangkan dia sebagai seorang putera hendak berbakti kepada ayahnya. Bukankah alasan ini cukup mulia dan kuat?” Tiba tiba Han Liong tersenyum. Diam-diam ia merasa sangat girang karena rupanya adiknya yang bengal ini suka kepada pemuda she Tan itu!
“Hm, baru kali ini aku mendengar kau membela orang demikian mati-matian!” Kata-kata ini diucapkan dengan suara sungguh-sungguh, tapi pada wajah Han Liong yang cakap terbayang
283
senyum penuh arti hingga semua orang dapat mengerti maksudnya dan tertawa sambil memandang wajah Hong Ing. Gadis ini cukup cerdik dan ia tahu kemana maksud kata-kata kakaknya. Wajahnya menjadi merah dan dengan muka asam ia lalu cubit lengan kakaknya dengan keras hingga Han Liong berteriak kesakitan. Orang-orang yang melihat sikap mereka demikian mesra dan gembira sebagai kanak-kanak, diam-diam ikut merasa senang.
“Kalau tidak ada orang lain, pasti aku sudah putar telingamu. Enak saja kau menggoda orang. Awas, lain kali kalau ada kesempatan jangan katakan aku keterlaluan kalau aku membalas mempermainkan kau. Bukan maksudku untuk begitu saja menyerahkan surat-surat kepada saudara Tan Un Kiong dan melupakan tugat dan kepentinganmu, tapi usulku ialah begini. Kita periksa surat-surat itu, mana yang penting bagi keperluan saudara Tan boleh dia ambil, sedangkan yang penting bagi kau boleh kau ambil. Bukankah ini namanya adil?” Han Liong dan yang lain mengangguk-angguk.
“Kau memang cerdik,” Han Liong memuji. Tapi Un Kiong tak setuju.
“Memang usul ini baik dan adil sekali,” katanya, “Tapi bila aku membawa surat tentang pemberontakan yang direncanakan Co Thaikam itu saja tanpa surat-surat lain yang berupa amanat kaisar, aku khawatir kaisar takkan mudah percaya begitu saja. Beliau sangat teliti dan kalau sampai aku tidak dipercaya, maka mudah
284
bagi Co Thaikam mempengaruhi Kaisar dan sebaliknya ayahku akan mendapat celaka.” Hati Liong berkata kepada Khouw Sin Ek yang semenjak tadi hanya diam saja, mengusap-usap jenggotnya yang putih sambil sekali-kali tersenyum gembira melihat tingkah anak- anak muda itu.
“Khouw Lo-Enghiong, tolonglah memberi petunjuk kepada teecu semua. Bagaimanakah baiknya hal surat-surat itu harus diatur?” Sio-chiu Tai-hiap Khouw Sin Ek berkata tenang.
“Aku orang tua sebenarnya tidak mengerti tentang urusan ini. Tapi mendengar alasan-alasan yang diajukan, memang kedua-duanya mempunyai alasan kuat. Sayang surat-surat itu tidak bisa dibagi-bagi menurut kepentingan masing-masing sebagaimana yang diusulkan oleh nona Hong Ing ini. Tapi, kurasa para kaki tangan Co Thaikam itu tentu takkan berani cepat-cepat menjalankan rencana mereka karena surat-surat telah berada di tangan orang lain. Mereka tentu akan berusaha sekuat tenaga untuk mencari dan merampas kembali surat-surat ini yang bagi mereka bukan hanya sangat penting, juga sangat berbabaya.” Tiba-tiba Han Liong teringat sesuatu. Ia bangun berdiri dan berkata girang,
“Bukankah besok malam Go-gwee Cap-go. Ah, sungguh aku lupa. Aku justeru bertugas mengundang orarng-orang gagah berkumpul di bukit Beng-san pada Go-gwee Cap-go. Maka, harap cuwi sudi menunda dulu soal surat-surat ini dan marilah kita menuju ke Beng-san untuk menghadiri pertemuan orang-orang gagah yang kami
285
undang. Kurasa, soal surat-surat inipun dapat dibicarakan dan diputuskan di sana. Tan lauwte kuharap sukalah menunda kepentingannya barang dua hari dan ikut menghadiri pertemuan penting ini.” Tan Ui Kiong tadinya merasa ragu-ragu, tetapi tiba-tiba Hong Ing berkata girang,
“Tentu saja saudara Tan suka ikat pergi. Ketempatan untuk bertemu dengan para hohan yang berkumpul, belum tentu akan didapatkan untuk kedua kalinya selama hidup. Koko Han Liong, kau jangan tanya aku lagi mau atau tidak pergi ke sana. Pendeknya, aku ikut pergi!” Han Liong tertawa dan dengan hormat mengundang Khouw Sin Ek, Pauw Lian serta Lie Bun Tek.
Semua setuju dan beramai-ramai mereka berangkat menuju ke gunung Beng-san, tempat kediaman Beng-san Tojin Pauw Kim Kong, seorang di antara guru-garu Han Liong, karena tempat inilah yang sudah ditentukan untuk pertemuan itu. Memang Pauw Kim Kong Malaikat Rambut Putih pandai sekali memilih tempat kediaman. Beng-san adalah sebuah bukit yang subur dan penuh dengan pohon-pohon hijau menyegarkan. Juga tempat ini sangat sejuk hawanya, tidak terlalu dingin, karena tidak terlalu tinggi Sehingga matahari dapat menembuskan cahayanya diantara mega-mega tipis. Penduduk di sekitar gunung itu semuanya hidup dari hasil pertanian, karena tanah disitu memang baik dan subur. Ketika rombongan Han Liong tiba di situ, ternyata sebagian besar orang-orangg gagah telah berkumpul. Han Liong merasa girang sekali karena dapat bertemu dengan semua gurunya.
286
Melihat bahwa Khouw Sin Ek ikut datang bersama Han Liong, semua orang merasa gembiea sekali dan mereka menyambut cianpwe ini dengan penuh penghormatan karena diantara semua yang hadir boleh dibilang Khouw Sin Ek adalah dari golongan tertua. Yang hadir pada saat itu antara lain adalah. Siok Houw Sianseng, Beng-san Tojin Pauw Kim Kong, Kim-to Bie Kong Hosiang. Liok-tee Sin-mo Hong In, Siauw-lo-ong Hce Bin Kiat, dan Yu Leng In. Dari golongan muda, selain Han Liong, Hong Ing, Ui Kiong, Pauw Lian, dan Lie Bun Tek, tampak pula Bhok Kian Eng dan Lie Kiam murid-murid Liok-tee Sin-mo, juga hadir Bie Cauw Giok murid Beng-san Tojin. Orang-orang gagah yang diundang oleh Han Liong dan tampak hadir adalah, Lok Twie Hwesio wakil Siauw-lim, Pak Ciok Tojin seorang ahli pedang Kun-tun-pai, Khu Bu Souw ahli waris ilmu silat keturunan keluarga Khu yang terkenal lihai,
Bing Hwa Suthai dari bukit Leng-san dengan muridnya Coa Li Lian yang bergelar Burung Kepinis Merah, Kok Tiang Lojin seorang gagah bergelar Pengemis Malaikat karena ia selalu berpakaian seperti seorang pengemis, dan masih banyak lagi orang-orang gagah yang ternama pada masa itu. Diantara undangan-undangan lain tampak pola Lima Pendekar tua dari Keng-ciu yang bernama Lok Ho, Lok Thian, Lok Kim, Lok Eng, dan Lok Kiat. Ngo-Lohiap ini terkenal dengan Ngo-heng-tin atau Barisan Lima Elemen, yakni ilmu silat yang dilakukan oleh mereka berlima dan yang jika dimainkan dapat mengimbangi kekuatan lawan yang berapapun banyaknya! Kang-ciu Ngo-Lohiap ini mengiringkan seorang tua
287
yang sikapnya agung dan terkenal sebagai seorang patriot sejati juga memiliki kepandaian tunggal, yakni permainan toya yang disebut Sin-coa-kun-hwat atau Ilmu Toya Ular Dewa.
Orang tua ini bernama Souw Kwan Pek dan ia adalah seorang panglima dalam barisan Gouw Sam Kwie dahulu. Tak heran semua orang menghormatnya sebagai seorang pahlawan pembela rakyat yang gagah perkasa. Kelima saudara Lok itu sengaja mengiringkannya karena mereka seakan-akan mewakili daerah Selatan dan Barat untuk mengangkat Souw Kwan Pek ini sebagai Bengcu atau kepala dari perserikatan pemberontak yang baru. Ketika Han Liong mcmperkenalkan kawan-kawannya yang muda kepada semua suhunya, Pouw Kim Korg memandang Pouw Lian dengan mata terbeliak dan wajah pucat. Han Liong tahu perobahan air muka suhunya ini, maka dengan cepat ia raba lengannya. Pouw Kim Kong dapat mengendalikan perasaannya dan menjadi tenang kembali, tapi ketika ada saat terluang, ia memberi tanda kepada Han Liong agar mengikutinya ke ruang belakang di mana tidak terdapat tamu.
“Han Liong, tolong panggil nona Pouw Lian ke sini,” kata orang tua itu sambil merebahkan dirinya di atas sebnah kursi dengan tubuh lemas karena terlalu lama ia menahan tekanan perasaannya. Han Liong memandang heran, tapi ia segera melaksanakan perintah gurunya itu. Pauw Lian pun merasa heran juga tapi ia datang juga, diikuti oleh Hong Ing yang tak mau terpisah darinya. Ketika tiba di kamar itu, lagi-lagi Pauw Kim Kong menatap wajah gadis jelita itu
288
hingga Pauw Lian yang tadinya merata heran, kini memperlihatkan wajah tak senang dan ia beranggapan orang tua itu kurang sopan.
“Nona Pauw Lian, maafkan jika aku mengganggumu. Tapi, kau mengingatkan aku akan seseorang yang yang kukasihi. Kau... coba sebutkan nama ayahmu padaku,” kata Pauw Kim Kong. Biarpun merasa heran, namun Pauw Lian menjawab juga.
“Almarhum ayahku bernama Pauw Bin Siong.” Pauw Kim Kong menghela nafas dalam-dalam.
“Benar... benar... dunia ternyata tak sangat besar. Nona... tahukah kau siapa aku? Pauw Bin Siong yang kau sebut ayahmu itu bukan lain ialah kakakku sendiri!” Pauw Lian terkejut dan mengangkat kepalanya memandang.
“Aku, Pauw Kim Kong, hanya mempunyai seorang saudara, tapi semenjak kau lahir, aku memisahkan diri mengejar ilmu. Dulu aku tinggal serumah dengan orang tuamu, maka aku kenal baik wajah ibumu yang serupa benar denganmu. Maka tadi ketika aku melihat kau. aku merasa seakan-akan berhadapan dengan ensoku sendiri. Aku... aku sudah mendengar tentang kematian orang tuamu dan sudah lama aku pergi mencari-carimu tak kusangka sama sekali bahwa kita akan bertemu, di tempat ini. Karena merasa terharu, Si Malaikat Rambut Putih menundukkan kepala untuk menyembunyikan mukanya yang berobah karena keharuannya itu.
289
Sekarang Pauw Lian melibat tegas persamaan wajah almarhum ayahnya. Tanpa merasa ragu-ragu lagi ia maju berlutut di depan Pauw Kim Kong sambil memeluk kakinya, dan menangis tersedu-sedu.
“Siokhu...” hanya sebutan ini saja yang dapat keluar dari mulut Pauw Lian yang tersendat itu, karena parasaan terharu hatinya bertemu dengan seorang yang masih ada hubungan keluarga dengannya. Melibat Pauw Lian menangis, Hong Ing tak dapat pula menahan hatinya lagi dan ia pun ikut terharu tanpa dapat pula dicegah. Nanun ia masih dapat menenangkan perasaan Pauw Lian sambil memeluknya dan berkata,
“Eh, ah mengapa? Bertemu dengan seorang paman bukannya bergembira, bahkan menangis!” Tetapi air matanya sen diri mengalir meleleh di kedua pipinya. Maka paman dan keponakan itu segera saling menuturkan riwayat masing-masing dan Pauw Kim Kong merasa bangga sekali mendengar bahwa keponakannya ternyata menjadi murid dari Kui Giok Ciu Suthai yang namanya pernah menggegerkan kalangan kang-ouw si Malaikat Rambut Putih maklum bahwa setelah mewarisi senjata Pedang Pusaka Naga Hitam yang hebat itu, keponakannya yang jelita ini tentu mempunyai kepandaian yang lebih tinggi dari dia sendiri!
Diam-diam ia mengadakan perbandingan antara Pauw Lian dengan Han Liong dan hatinya merasa senang sekali. Pada malam Go-gwee Cap-go, saat pertemuan yang telah ditetapkan, di puncak
290
Gunung Beng-san itu berkumpul kaum persilatan hingga lebih dari lima puluh orang, Siok Houw Sianseng mendapat kehormatan untuk memimpin rapat pertemuan itu. Di tengah-tengah pekarangan yang luas itu didirikan sebuah panggung dan Siok Houw Sianseng mengadakan sembahyang untuk menghormati arwah para pahlawan bangsa yang telah gugur. Di tengah-tengah panggung, sebagai pahlawan terbesar, dituliskan nama Si Cin Hal, yakni Eighiong yang telah banyak dikenal. Semua orang ikut bersembahyang. Kemudian Siok Houw Sienseng berdiri di atas panggung dan menjura kepada semua orang.
“Cuwi sekalian yang mulia. Kiranya cuwi telah cukup mengerti maksud diadakannya pertemuan ini, pertama untuk bersembahyang dan menghormati para pahlawan yang telah gugur. Kedua untuk dapat saling kenal-mengenal satu sama lain dan mempererat hubungan. Ketiga tak lain ialah untuk memilih seorang Bengcu, karena setiap pergerakan harus ada seorang pemimpinnya agar segala sesuatu dapat dilakukan secara teratur, tidak kacau-balau. Karena kita semua telah bersembahyang, maka baiklah kita bersama kini mulai dengan pemilihan seorang bengco. Pemilihan diatur begini. Tiap rombongan yang terdiri sedikitnya sepuluh orang yang berkumpul di sini boleh mengajukan seorang wakil. Nanti diantara wakil-wakil atau calon-calon ini dipilih seorang yang menurut pendapat suara terbanyak lebih cocok. Nah, silakan cuwi mulai mengajukan calon.” Maka ramailah orang-orang bicara hingga suara mereka seakan-akan bunyi lebah yang baru saja diusir dari sarangnya.
291
Dengan sendirinya mereka terpecah menjadi beberapa rombongan. Setelah masing-masing rombongan menyampaikan nama calon, maki para calon adalah. Pertama calon yang diajukan oleh rombongan dari dua puluh lima orang, yakni Sin-coa-kun-hwat Souw Kwan Pek. Ketika namanya diumumkan, maka terdengar tempik-sorak gemuruh, menyatakan betapa orang tua ini telah terkenal dan banyak, disukai orang. Calon kedua yang diajukan oleh rombongan Han Liong dan kawan-kawannya adalah Sin-chiu Tai-hiap Khouw Sin Ek, yang juga mendapat sambutan meriah karena di kalangan kang-ouw, siapakah yang belum mendengar nama jago tua ini? Calon ketiga adalah hasil daripada kenakalan Hong Ing. Gadis yang tak mau diam ini dengan cepat dan diam-diam telah membujuk semua wanita gagah yang berada di situ untuk memilih Pauw Lian.
Bahkan, Yo Leng In sendiri sampai kena terbujuk oleh Hong Ing yang secara berlebih-lebihan menceritakan kepandaian dan kebaikan Pauw Lian. Ketika Paum Lian yang merasa heran disambut oleh tampik-sorak para hadirin yang gegap gempita. Hong Ing tersenyum puas dan Pauw Lian agaknya tahu setidaknya dapat menduga siapakah yang menjadi biang keladi pencalonan atas namanya ini, karena terlihat betapa Pauw Lian memandang ke arah Hong Ing dengan mata melotot. Calon keempat adalah Si Han Liong sendiri yang dicalonkan oleh keempat gurunya dan orang-orang yang telah mengenal dan mongetahui akan sepak terjang dan kelihaiannya. Bahkan Khouw Sin Ek sendiripun memilih dia sebagai calon utama!. Siok Houw Sianseng berdiri dan dengan kedua tangannya memberi isyarat kepada semua orang supaya tenang.
292
“Cuwi, ternyata bahwa calon yang diajukan hanya empat orang. Maka sebelum dilakukan pemilihan di antara keempat calon ini kami persilakan para calon naik di panggung ini untuk memberi sambutan. Dipersilakan calon pertama!” Sin-coa-kun Souw Kwan Pek dengan kebutan lengan bajunya membuat tubuhnya melayang tiba diatas panggung hingga mendapat sambutan meriah dari mereka-mereka yang merasa kagum melihat gerakan indah ini. Si Toya Ular Dewa ini telah berusia enam puluh lebih tapi tubuhnya masih nampak kuat dan wajahnya membayangkan semangat yang besar. Dari kedua matanya bersinar cahaya kegembiraan, tanda ia berkeyakinan teguh dan berkemauan keras. Ia menjura dengan hormat sekali kepada Siok Houw Sianseng dan kepada para hadirin!
“Cuwi yarg terhormat. Terus terang memang saya selalu bersedia membantu perjuangan ini dan meruntuhkan kerajaan penjajah serta membangun lagi pemerintahan Han. Untuk perjuangan ini, jiwaku yang sudah terlalu lama tinggal di tubuh tua ini saya sediakan, tapi sesungguhnya, karena di sini terdapat beberapa orang calon, lebih-lebih ketika mendengar nama Sin-chiu Tai-hiap, maka saya harus menyatakan bahwa Khouw Tai-hiap yang memang pantas dan tepat sekali untuk menjadi Bengcu kita. Baik dipandang dari usia, maupun dari pengalaman, jangan kata tantang kepandaiannya yang tiada bandingnya di masa ini, dan kepandaian saya belum seberapa jika dibandingkan dengan Khouw Tai-hiap.
(Lanjut ke Jilid 08)
293
Pedang Pusaka Naga Putih (Seri 04 - Serial Jago Pedang Tak Bernama)
Karya : Asmaraman S. Kho Ping Hoo
Jilid 08
Tentu saja hasil pemilihan tergantung daripada cuwi sekalian, namun saya akan merasa bangga dan gembira jika kiranya Khouw Tai-hiap yang membimbing kita sekalian.” Baru saja habis bicara, tiba-tiba tampak bayangan berkelebat dan tahu-tahu Khouw Sin Ek telah berdiri di situ dengan tersenyum dan menjura di dipan Souw Kwa Pek.
“Saudara Souw terlalu segan-segan!” katanya sambil tersenyum. “Mungkin dalam hal usia dan pengalaman aku menang darimu, tentang kepandaian, siapakah yang dapat dikatakan unggul dan siapa yang rendah? Masing-masing mempunyai keunggulan sendiri-sendiri dan masing-masing mempunyai kerendahan sendiri. Tapi, andaikata kedua lengan tanganku lebih keras, maka aku bukanlah calon Bengcu yang baik. Ketahuilah, saudara sekalian, aku sebagai orang tua paling suka berterus terang. Di dalam hati,, aku tidak merasa benci atau dendam kepada kaisar, biarpun aku benci sekali melihat perbuatan kaki tangannya. Kuanggap kaisar hanya seorang yang lemah dan terpengaruh oleh anasir-anasir jahat. Apakah kaisar yang berbuat jahat dan memeras rakayt? Belum tentu. Aku lebih percaya jika dianggap
294
bahwa para pembesar lalailah yang memeras rakyat. Biarpun kaisar diganti seribu kali, namun bila semua pembesar tidak jujur, tetap saja rakyat akan tertindas! Maka, aku tidak tepat menjadi Bengcu. Aku sudah bosan berkelahi, sudah bosan dengan urusan dunia yang serba penuh dosa ini. Aku ingin beristirahat, menanti hari saat terakhir hidupku dengan aman dan tenteram. Aku hanya bisa membantu bilamana perlu saja, tapi untuk menjadi pemimpin, ini aku tak sanggup. Tapi, cuwi yang terhormat. Ada seorang calon yang memang tepat sekali menjadi pemimpin para orang gagah. Tentang usia muda itu bukan menjadi soal, yang perlu sepak terjangnya. Soal kepandaian, barangkali ia masih lebih tinggi dari aku sendiri atau dari calon-calon yang lain. Aku tetap usulkan, calon keempat untuk menjadi Bengcu.” Orang-orang tidak melihat betapa gadis jelita berpakaian hitam itu sampai ke atas panggung, karena tahu-tahu Pauw Lian telah berada di situ dan memberi hormat.
“Aku yang muda dan bodoh sebenarnya merasa malu sekali sampai dicalonkan. Mungkin cuwi bermain-main dengan aku, karena ibarat burung, sayapku belum lagi tumbuh. Maka, setelah mendengar saran-saran Khow lo-Enghiong tadi, aku setuju untuk memilih calon keempat menjadi Bengcu!”
Sementara itu, Han Liong merasa serba susah. Betapapun juga, ia masih merasa keberatan untuk menerima tugas yang bukan ringan itu, namun disamping keraguannya, ada juga rasa pertanggungan jawab untuk melanjutkan cita-cita almarhum ayahnya. Maka setelah Pauw Lian selesai bicara, dengan tenang Han Liong
295
melompat keatas panggung. Semua orang yang belum mengenalnya merasa heran mengapa Khouw Locianpwe memilih calon yang masih sangat muda dan kelihatan lemah itu! Juga Souw Kwan Pek merasa tak puas karena dengan memuji-muji anak muda ini berarti Khow Sin Ek sangat merendahkan kalangan tua. Berapakah tingginya ilmu seorang pemuda seperti ini? Sementara itu Han Liong memberi hormat kepada Khouw Sin Ek dan berkata,
“Khouw Locianpwe terlalu memuji aku yang muda dan bodoh ini. Sungguh aku sengat malu menerimanya.” Kemudian ia menghadapi semua tamu dan berkata dengan sungguh-sungguh
“Cuwi Enghiong. Biarpun pemilihan Bengcu ini sangat perlu dan harus dilakukan dengan sangat hati-hati agar jangan salah pilih, namun menurut pendaratku yang sempit, jika dipikir-pikir dengan masak hasil atau tidaknya sebuah perjuangan bukanlah bergantung semata-mata kepada seorang pemimpin. Apakah artinya pemimpin pandai bila para anggutanya tidak berjuang dengan penuh semangat? Maka, menurut pendapatku, seorang pemimpin haruslah seorang yang disegani dan yang cukup pengalaman. Bagiku yang muda dan bodoh, dipilih atau tidak, tetap aku sediakan jiwa raga untuk mengabdi kepada rakyat.” Ucapannya ini mendapat sambutan hangat. Siok Houw Sianseng berdiri dan berkata kepada orang banyak.
“Nah, kini keempat calon telah berdiri disini dan telah pula memberikan sambutannya. Maka, kini terserah kepada cuwi untuk
296
memilih seorang di antara mereka.” Khouw Sin Ek berdiri dan suaranya tiba-tiba terdengar lantang dan nyaring hingga orang banyak terkejut.
“Cuwi dengarlah. Lohu tak mau ribut-ribut tentang pemilihan ini, tapi hendaknya diketahui bahwa calon keempat bukan lain adalah putera tunggal dari almarhum Si Enghiong.” Mendengar pengumuman ini, maka ramailah suara orang menyambut dengan tempik sorak. Di sana-sini terdengar,
“Pilih nomor empat!”. Bahkan yang telah kenal dan tahu keadaan Han Liong berteriak.
“Pilih Pek-liong-Pokiam sebagai Bengcu!” Karena terkenalnya pedang dan kiamsut Han Liong, maka banyak orang memberi dia gelaran Pek-liong-Pokiam si Pedang Pusaka Naga Putih! Tak lama kemudian, hampir semua tamu menyatakan setujunya memilih Han Liong sebagai Bengcu. Tapi diantara mereka ada juga yang merasa merasa kurang puas di antaranya ialah Keng-cu Ngo-Lohiap dan Souw Kwan Pek. Mereka ini menganggap bahwa orang-orang telah berlaku ceroboh memilih seorang yang masih begitu muda untuk menjadi seorang Bengcu dan menjabat kedudukan demikian penting dan sukar. Siok Houw Sianseng berdiri dan memberi tanda lagi supaya orang menjadi tenang.
297
“Cuwi, setelah mendengar suara terbanyak, maka saya pada saat ini tebagai pemimpin pertemuan ini mengumumkan bahwa Bengcu kita yang terpilih ialah Si Han Liong taihiap” Terdengar tempuk sorak menggema dan Siok Houw Sianseng menjura kepada Han Liong sambil berkata,
“Si Bengcu, terimalah ucapan selamat dan hormatku.” Dengan gugup Han Liong balas pemberian selamat itu. Tiba-tiba terasa angin bertiup ke arah panggung dan kelima kakek gagah dari Keng-cu telah berdiri di atats panggung. Lok Ho yang tertua, dengan senyum di mulut menjura kepada Han Liong sambil berkata,
“Kami datang dari tempat jauh dan mewakili ribuan orang di kalangan kang-ouw untuk memilih seorang Bengcu. Kini Si Enghiong terpilih, maka sudah sepatutnya kami bergembira ria karenanya dan memberi selamat. Tapi sebelum memberi selamat kepada sicu, terpaksa kami lebih dulu harus menyampaikan janji kami kepada kawan-kawan semua.” Dari ucapan ini Han Liong dapat menangkap maksudnya yang hendak mencari-cari perkara, maka dengan sabar sekali ia bertanya.
“Memang sudah sepantasnya begitu, lo-Enghiong tapi apakah janji itu?”
298
“Kami telah berjanji untuk mengangkat seorang Bengcu yang dapat melayani Ngo-heng-tin kami selama seratus jurus tanpa terkalahkan!” Han Liong terkejut mendengar ini. Ia pernah mendengar tentang kelihatan Ngo-heng-tin ini yang demikian kuat hingga berani menghadapi lawan sebanyak seratus orang apalagi menghadapi dia yang hanya seorang diri! Biarpun ia tak merasa takut, tapi ia dapat membayangkan bahwa bila tidak menggunakan tangan besi dan membuka jalan darah, agaknya sukar baginya untuk mendapat kemenangan. Tiba-tiba terdengar Khouw Sm Ek tertawa.
“Hm, Ngo-Lohiap agaknya belum percaya kepada Si Bengcu. Apakah aturan yang ditetapkan itu mengenai juga semua orang? Karena tadi lo-hiap memilih saudara Souw Kwan Pek, tentu saudara Souw sudah pernah pula diuji dalam Ngo-heng-tin kalian.” Biarpun kurang senang mendengar kata-kata yang mengandung sindiran tepat ini, namun Lok Ho tak berani menyatakan kurang senangnya terhadap Sin-chiu Tai-hiap. Ia hanya menjura dan menjawab.
“Janji kami ini hanya berlaku untuk calon yang bukan berasal dari daerah kami dan yang belum kami ketahui benar ilmu kepandaiannya. Mohon Khouw cianpwe jangan salah mengerti. Sesungguhnya syarat yang kami janjikan ini hanya untuk menjamin bahwa Bengcu yang hendak kita ikuti jejak dan petunjuknya benar-benar seorang yang patut dipercayai penuh hingga setelah mengujinya, kami lima orang tua dapat bertanggung jawab terhadap kawan-kawan semua yang tidak ikut datang menyaksikan
299
pemilihan ini. Kalau Souw cianpwe, kami dari daerah Barat telah kenal semua dan tahu sampai di mana kemampuannya, maka perlu apa dicoba lagi?” Mendengar alasan-alasan yang kuat ini, Khouw Sin Ek terpaksa mengangguk-angguk membenarkan. Memang ia seorang yang jujur, maka ia menghargai sikap Ngo-Lohiap yang terus terang itu. Ia berpaling kepada Han Liong dan berkata.
“Agaknya kau terpaksa harus melayani lima orang tua gagah ini, Si Bengcu!” Han Liong buru-buru memberi hormat kepada Ngo-Lohiap.
“Siauwte yang muda dan bodoh ini mana berani berlaku kurang sopan dan mencoba-coba Ngo-heng-tin yang lihai! Harap Ngo-Lohiap jangan membikin sieuwte menjadi buah tertawaan, semua orang gagah.” Mendengar kata-kata yang sangat merendah dan seakan-akan menunjukkan rasa jerih dan takut terhadap Ngo-heng-tin mereka yang terkenal itu, Lok Thian, kakek kedua, merasa bangga dan timbul jaga rasa kasihan terhadap Han Liong yang dianggap pemuda cakap dan sopan. Maka ia segera berkata,
“Si Enghiong, mondengar bahwa kau adalah putera almaihum Si lo-Enghiong saja, aku sudah merasa suka kepadamu. Tapi karena kami tak dapat melanggar janji terhadap semua kawan dan syarat inin hanya sebagai coba-coba saja, maka kami persilakan kau memilih seorang kawan hingga kau berdua boleh maju melayani Ngo-heng-tin kami secara main.main.” Lok Ho mendengar kata-
300
kata adiknya ini hanya mengangguk-angguk sambil tersenyum dan dalam. hatinya berkata, apa bedanya satu atau dua orang?. Tapi tiba-tiba ia teringat sesuatu, maka cepat ia berkata,
“Memang boleh mencari seorang kawan pembantu, tapi jangan Khoaw cianpwe!” Melihat kecerdikan dan kebulusan akalnya, Khouw Sin Ek tertawa terbahak-bahak sambil mengurut-urut misainya.
“Aku sudah tua,. tidak seperti kalian anak anak kecil, masih suka main-main. Ayoh mulailah, aku sudah ingin sekali menonton pertunjukan bagus ini!”
Han Liong yang masih dalam keadaan bingung memandang ke kanan dan ke kiri mencari kawan. Maunya memandang ke arah Hong Ing yang berdiri dengan kening berkerut seakan-akan sedang memikirkan sesuatu. Tadinya Han Liong hendak minta Ui Kiong untuk membantunya karena ia maklum akan kelihaian anak muda itu, tapi tibi-tiba Hong Ing meloncat ke atas panggung. Han. Liong terkejut dan khawatir kalau-kalau Hong Ing menawarkan diri, karena hal itu malah akan memberatkannya saja, mengingat akan kepandaian gadis yang belum seberapa tinggi itu. Tapi Hong Ing tidak memperdulikan sikap Han Liong, langsung ia pegang lengan Pauw Lian yang masih duduk disitu dan menariknya lalu berkata kepada Ngo-Lohiap,
301
“Teecu usulkan supaya Pauw Lian cici saja yang mengawani Han-ko menghadapi Ngo-heng-tin. Karena, selain Pauw Lian cici ilmu pedangnya lihai, jaga untuk memberi muka terang kepada Ngo-losuhu. Kalau menyuruh sembarang orang saja memasuki barisan hebat itu, bukanlah berarti memandang rendah Ngo-heng-tin dan menghina Ngo-losuhu?” Kembali terdengar Khouw Sin Ek tertawa gembira.
“Bagus, bagus! Pilihanmu tepat sekali, nona. Kau memang cerdik. Nah. Pauw Lihiap harap jangan menolak.” Terpaksa Han Liong menjura kepada Pauw Lian dan berkata denjan wajah merah,
“Pauw sumoi, sudikah kau membantu aku?” Pauw Lian hanya tersenyum dan mengangguk. Kedua anak muda itu, yang peompuan berpakaian hitam yang laki-laki berpakaian putih, berdiri menghadapi Lok Ho berlima dengan tenang. Karena panggung itu cukup kuat dan lebar, semua orang yang tidak hendak memperlihatkan kepandaiannya lalu turun, yang tertinggal hanya Ngo-Lohiap dan kedua orang muda itu. Keng-ciu Ngo-Lohiap masing-masing mencabut keluar sebilah pedang dan berdiri memasang kuda-kuda merupakan segi empat dan seorang berdiri di tengah-tengah. Empat orang menghadap ke empat penjuru dengan pedang melintag di dada.
Pedang masing-masing juga terukir dengan huruf-huruf yang menjadi lambang lima anasir, yakni Kim, Bok, Swie, Ho dan Tho atao Logam, Kayu, Air, Api, dan Tanah. Pemegang pedang Kim-
302
kiam adalah ahli silat yang menggunakan tenaga gwa-kang atau tenaga keras yang mempunyai kekuatan luar biasa. Pemegang pedang Bok-kiam sebaliknya ahli tenaga lemas atau tenaga dalam yang tangguh. Pemegang pedang Swie-kiam mempunyai daya tahan atau daya bela yang kuat sekali, tetapi sewaktu-waktu dapat bersatu dengan pemegang pedang Ho-kiam dan merupakan penyerang-penyerang yang tangguh dan kuat. Pemegang pedang Tho-kiam melakukan penjagaan dan melindungi keempat kawannya. Demikianlah, kelima kakek gagah dari Keng-ciu itu mempunyai kepandaian-kepandaian khusus yang semuanya bertingkat tinggi dan yang telah menjalani latihan-latihan yang tekun dan teratur.
Maka tak heran bila Ngo-heng-tin mereka merupakan barisan yang amat tangguh dan berbahaya! Melihat kedudukan Ngo-Lohiap demikian kuatnya, Han Liong memberi tanda kepada Pauw Lian dan dengan gerakan indah keduanya mencabut pedang masing-masing. Tampak dua cahaya hitam dan putih bersinar menyilaukan mata ketika Ouw-Liong Pokiam dan Pek-liong Pokiam bergerak dalam tangan sepasang teruna remaja itu! Bergetar juga hati kelima kakek gagah melihat pedang pusaka yang hebat itu. Khouw Sin Ek duduk mencari tempat yang enak dan ia sap menonton pertunjukan hebat itu. Sedangkan entah disengaja atau tidak, Hong Ing tampak berdiri dekat dengan Ui Kiong di belakang Khouw Sin Ek! Sementara itu, Pauw Kim Kong juga bersama semua kawannya melihat dengan gembira, walaupun dengan hati agak tegang.
303
“Sumoi. aku memainkan Im dan kau memainkan Yang.” Han Liong berbisik kepada Pauw Lian yang mengangguk mengerti. Memang permainan kedua anak muda itu, baik Ouw-liong Kiamsut maupun Pek-liong Kiamsut, sebenarnya berdasarkan jalan Pat-kwa dan dapat bergerak ke delapan penjuru, dan gerakan-gerakan mereka berdasarkan dua sifat yakni Im dan Yang (positive dan negative). Gerakan-gerakan Im lebih bersifat menyerang dan agressive sedangkan gerakan-gerakan Yang bersifat membela diri.
“Ngo-lotaihiap silakan bergerak lebih dulu,” kata Han Liong mempersilakan.
“Tidak, sicu. Kami merupakan barisan, kalianlah yang harus memulai. Kami akan mencoba menahan seranganmu dalam seratus jurus!” Kata-kata ini untuk mengalah dan merendah tapi mengandung tantangan dan diucapkan oleh Lok Ho dengan senyum seorang guru memandang muridnya.
“Kalau begitu, maaf siauwte mulai menyerang!” Han Liong menutup kata-katanya dengan serangan pedangnya kearah Lok Thian yang menjaga di selatan dan memegang pedang Tho-kiam karena Han Liong ingin tahu sampai di mana ketangguhan bagian penjaga barisan itu. Serangannya ini sekali gerak telah ditangkis oleh Lok Ho dan Lok Thian, yakni pemegang Tho-kiam dan Swi-kiam, sedangkan pada saat itu juga tiga pedang yang lain meluncur ketiga bagian tubuhnya! Tapi Pauw Lian tahu akan tugasnya sebagai pemain bagian pembela. Ouw-liong kiam bergerak cepat
304
dan dapat menangkis ketiga serangan itu. Han Liong yang percaya penuh akan ketangguhan penjagaan Pauw Lian,
Seakan-akan tak perduli sama sekali akan serangan itu dan ia terus gerakkan pedangnya menyerang Lok Ho dan Lok Thian. Tiap gerakan pedang ia sertai dengan tenaga dalam yang hebat sekali sehingga kakek pertama dan kedua yang menahannya merasa betapa pedang pusaka mereka hampir terpental tiap kali beradu dengan Pek-liong Pokiam! Maka mengertilah mereka bahwa anak muda ini banar-benar tak boleh dibuat gegabah. Sebaliknya, Lok Kim, Lok Eng, dan Lok Kiat yang bertugas menyerang, ternyata menghadapi Pauw Lian mereka seakan-akan menghadapi dinding baja yang tak mungkin ditembus! Melihat siasat Han Liong yang mempergunakan gerakan Im dan Yang hingga kedua anak muda itu terbagi dua bagian pula, yakni menyerang dan membela, Lok Tho maklum bahwa jika demikian terus, fihaknya akan mendapat rugi. Maka ia berseru keras,
“Putar!” barisannya segera merobah gerakan. Mereka lari berputar disekeliling Han Liong dan Pauw Lian yang terkepung ditengah! Mereka bergerak bergantian, sekali tusuk terus lari, digantikan orang kedua yang menyerang atau menangkis. Dengan gerakan ini, maka kelima orang itu tidak mempunyai tugas tertentu, mereka merupakan lima buah kitiran yang bergerak bersamaan dan saling bantu membantu. Tenta saja perobahan yang tiba.tiba ini membuat Han Liong dan Pauw Lian terpaksa ikut berputar di dalam kepungan itu! Dalam hal ini kedua teruna remaja itu rugi, karena lapangan berputar mereka sangat sempit hingga kcscmpatan
305
menyerang lebih kecil. Mereka berdua harus berlaku waspada, karena serangan-serangan kelima pedang itu sama sekali tak boleh dipandang ringan.
Semua serangan dilakukan oleh tangan seorang ahli pedang dan tak sebuahpun yaag tidak berbahava. Bahkan lama-kelamaan kelima kakek gagah itu menggunakan tipu-tipu cabang Thai-san dan semua tusukan diarahkan kepada urat-urat kematian! Hal ini membuat Han Liong gemas sekali. Tadi ia berlaku malu dan kebanyakan hanya menangkis saja, kalaupub menyerang maka serangan itu ia jaga jangan sampai terlanjur dia melukai seorang dari pada Ngo-Lohiap itu. Demikianpun Pauw Lian yang mengerti keadaan dan maksud Han Liong. Sementara itu, selain Khouw Sin Ek, Tan Ui Kong, Lie Bun Tek, dan keempat guru Han Liong, semua orang yang menonton pertandingan itu merasa kepalanya pening dan matanya kabur. Begitu cepat gerakan kelima kakek itu hingga mereka seakan-akan bukan berlima, tapi lebih dari sepuluh orang! Tiba-tiba terdengar Sin-coa-kun-hwat Souw Kwan Pek memuji.
“Bagus!” suaranya terdengar gembira karena ketika itu Han Liong dan Pauw Lian tampak terkurung dan terdesak. Kepungan Ngo-heng-tin makin menyempit dan serangan makin bertubi-tubi datangnya! Orang tua she Souw ini yang sudah kenal akan kelihaian Ngo-heng-tin maklum bahwa sebentar lagi kedua anak muda itu pasti dapat dikalahkannya.
306
Sebaliknya Khouw Sin Ek mengerutkan keningnya, tapi sebagai seorang dari golongan tua ia tidak mau ikut bicara atau memberi petunjuk. Para cianpwe lain yang berada disitu, ahli-ahli silat ternama tingkatan atas seperti Lok Twie Hwesio dari Siauw-lim-pai, Pek Ciok Tojin dari Kun.lun-pai, Khu Bu Houw, dan yang lain-lain merasa kagum dan diam-diam mereka mengeluh bahwa mereka telah terlalu tua dan telah ketinggalan oleh anak-anak muda, karena dalam hal kepandaian ilmu pedang, diam-diam mereka akui bahwa Han Liong dan Pauw Lian berada di tingkat lebih tinggi dari mereka, bahkan permainan pedang seperti yang mereka itu selama hidup baru kali ini mereka lihat! Tan Un Kiong yang dapat melihat pula betapa Han Liong berlaku segan-segan sedangkan kelima lawannya menggunakan seluruh kepandaiannya, juga merasa kurang senang, maka tanpa terasa ia berseru keras,
“Saudara Han Liong dan Pauw Lian cici, buat apa berlaku segan-segan lagi, sedangkan orang berlaku sungguh sungguh, mengapa kalian masih main-main?” Teriakan ini membakar semangat Pauw Lian yang wataknya tidak sesabar Han Liong, maka sambil berseru kepada Han Liong.
“Balas!” ia memutar pedangnya dan memainkan jurus-jurus Ouw-liong- kiamsut yang hebat. Han Liong berkata keras,
“Maaf, Ngo-lotaihiap!” dan pedangaya pun bergerak cepat sekali mengimbangi gerakan Pauw Lian. Ia memainkan tipu-tipu permainan Pek-liong Kiamsut yang luar biasa. Dengan adanya
307
perobahan ini, tubuh Han Liong dan Pauw Lian lenyap dari pandangan mata karena cepatnya mereka bergerak dan karena hebatnya sinar pedang mereka. Yang tampak, kini hanya dua sinar hitam dan putih berkelebat ke sana ke mari dan makin lama makin cepat hingga merupakan cahaya memanjang seperti dua ekor naga sakti hitam dan putih bermain-main diantara gundukan awan-awan putih, yakni cahaya pedang kelima kakek gagah itu! Tanpa terasa, dari mulut Un Kiong dan lain-lain orang tergolong kaum cianpwe keluar seruan kagum.
“Bagus” berkali-kali karena memang permainan itu indah ditonton.
Bahkan Khouw Sin Ek karena kagumnya sampai berdiri dari tempat duduknya tanpa terasa lagi. Sepasang matanya bersinar-sinar gembira, tangan kiri menolak pinggang, tangan kanan tiada hentinya mengelus-elus jenggotnya yang putih dan panjang. Dua cahaya hitam dan putih itu makin besar dan makin panjang, sedangkan kelima kakek gagah itu makin lambat gerakan perputarannya. Akhirnya mereka tidak lari lagi, tetapi hanya berdiri dengan pedang di tangan dan hanya kuasa menjaga diri dari lembaran cahaya hitam dan putih itu! Ternyata setelah Han Liong dan Pauw Lian bermain sungguh-sungguh dan balas menyerang, dengan mudah saja mereka membikin Ngo-heng-tin yaag terkenal kuat itu menjadi kucar-kacir! Kalau mereka mau, mudah saja mereka merobohkan lawan-lawan itu, tetapi keduanya cukup bijaksana dan tahu mana kawan mana lawan!
308
Dan dalam pertempuran inilah terasa oleh keduanya, baik Han Liong maupun Pauw Lian, bahwa kedua Ilmu pedang mereka sesungguhnya merupakan Ilmu pedang pasangan yang jika dimainkan bersama-sama dan saling bantu-membantu, merupakan Ilmu pedang yang kuat dan cocok sekali. Mereka dapat saling membantu dengan demikian tepat hingga seakan-akan mereka hanya mempunyai satu pikiran dan satu perasaan! Diam-diam mereka merasa girang sekali. Sementara itu, jurus-jurus telah dilewati lebih dari seratus lima puluh jurus, sedangkan kelima kakek she Lok itu telah mandi keringat karena setiap serangan kedua anak muda itu disertai tenaga dalam yang hebat sehingga untuk menangkisnya meskipun harus mengerahkan tenaga dalam yang membuat mereka lelah sekali. Tapi untuk menghentikan kedua anak muda itu, mereka merasa malu.
“Sudah cukup seratus jurus!” tiba-tiba Khouw Sin Ek memperdengarkan suaranya yang nyaring. Han Liong dan Pauw Lian menahan gerakannya dan kedua bahaya itupun lenyap. Mereka berdua berdiri saling pandang penuh arti, kemudian bersama-sama menjura dihadapan kelima Ngo-Lohiap sambil berkata,
“Terima kasih atas kemurahan dan pengunjukan Ngo-Lohiap.” Lok Ho kakek yang tertua menggunakan lengan bajunya menghapus peluh di dahinya. Ia tersenyum dan mengangguk-anggukkan kepala,
309
“Sungguh kami tak tahu diri. Jangankan kalian berdua, seorang diripun kami lima orang kakek loyo bukanlah tandinganmu. Selamat, Si Bengcu, tidak hanya kami suka sekali mengaku kau sebagai Bengcu, bahkan aku sendiri mau mengaku bahwa untuk zaman ini, Ilmu pedangmu boleh dikatakan yang paling tertinggi tingkatnya. Sungguh arwah Si lo-Enghiong boleh merasa bangga karena beliau mempunyai seorang putera seperti kau!” Inilah pujian yang tinggi sekali hingga Khouw Sin Ek diam-diam merasa girang akan kejujuran Lok Ho.
Namun, Souw Kwan Pek si Toya Ular Dewa tetap merasa penasaran. Kalau diadakan perbandingan, ia mempunyai ilmu sitat jauh lebih tinggi daripada para kakek she Lok itu, biarpun harus ia akui bahwa belum tentu ia sanggup pukul pecah Ngo-heng-tin yang lihai. Selain ilmu toyanya yang sangat hebat. kakek ini mempunyai tenaga lweekang yang terlatih puluhan tahun lamanya hingga ia dapat menggunakan kepalan tangannya untuk memukul ke arah air dalam sumur dan membikin angin pukulannya itu menggerakkan air sampai melonjak ke atas. Maka, kini melihat Han Liong yang masih begitu muda tapi sudah begitu tinggi ilmu silatnya, ia merasa belum puas dan ingin mencobanya dengan tangan sendiri! Dengan cepat Souw Kwan Pek melompat ke atas panggung dan ia menjura kepada Pauw Lian dan berkata.
“Sungguh lihai ilmu pedangmu Lihiap, aku yang tua merasa tunduk sekali!”. Berbareng dengan ucapan ini, ia mengerahkan tenaga dalamnya dan dengan tak kentara kedua tangannya terangkat dan dari situ menyambar angin pukulan ke arah rambut kepala Pauw
310
Lian yang terbungkus sutera hijau. Maksud Souw Kwan Pek hanya akan membuat ikat rambut itu terpukul dan terlepas. Tapi Pauw Lian telah waspada, karena tiba-tiba saja tubuhnya berkelebat dan ia lenyap dari depan Souw Kwan Pek! Selagi kakek itu terkejut dan heran, terdengar suara halus nona Pauw Lian di belakangnya.
“Souw Lo Enghiong, aku yang muda tak berani menerima penghormatan demikian besar.” Souw Kwan Pek cepat memutar tubuhnya. Ia terheran-heran menyaksikan ginkang atau ilmu ringankan tubuh yang demikian luar biasa. Ternyata gadis cerdik itu telah melawan kekuatan tenaga dalamnya dengan kecepatan gerakannya.
“Hh, maaf, maaf...!” katanya dan ia merasa mukanya merah ketika terdengar suara Khouw Sin Ek tertawa bergumam. Karena masih penasaran juga, ia menghampiri Han Liong. Sambil berkata.
“Si Bengcu, kau begini muda, tetapi begini gagah, sungguh membikin aku orang tua iri sekali.” Ia menggunakan tangan kirinya menekan pundak Han Liong dengan maksud menggunakan tenaganya untuk memaksa anak muda itu membungkuk sedikit. Tetapi Han Liong yang sudah tahu bahwa ia sedang di “ukur” segera menggunakan kepandaiannya “sia-kut-hwat” yang ia dapat dari Pauw Kim Kong dan sekalian menggunakan tenaga dalamnya yang terlatih ketika ia berada di Kam-hong-san. Tetapi ia diam-diam terkejut karena biarpun tenaga pertahanannya cukup kuat,
311
masih saja ia merasa seakan-akan pundaknya tertekan oleh tenaga ribuan kati dan kulitnya terasa panas dan perih!
Sebenarnya, dalam hal tenaga dalam, Han Liong masih kalah setingkat oleh Souw Kwan Pek, tetapi tubuh Han Liong semenjak kecil telah dilatih hebat, lagi pula di dalam tubuhnya telah mengalir obat mukjizat yakni racun ular hitam dan putih, maka ia masih dapat menahannya dan kulitnya tak menderita luka serta tulangnya tidak menderita pukulan. Sebaliknya, Souw Kwan Pek merasa kagum ketika jari-jari tangannya menyentuh kulit yang licin bagaikan belut itu, tetapi keras melebihi baja, sedangkan di balik kulit pundak itu lunak dan halus sehingga sebagian besar tenaga tekanannya punah! Biarpun kejadian ini hanya berjalan beberapa detik saja, namun buku-buku jarinya terdengar berkeratakan sehingga ia terkejut sekali dan buru-buru mengangkat tangannya lalu menjura.
“Si Bengcu, kau biarpun muda tetapi patut menjadi pemimpin kami, aku yang tua takluk padamu.” Han Liong cepat membalas menjura dengan hormat sekali. Peristiwa mencoba ilmu Han Liong dengan secara diam-diam ini tidak kentara oleh orang lain dan yang mengerti hanya mereka yang telah tinggi ilmu kepandaiannya seperti Un Kiong dan gurunya, para Locianpwe yang mewakili masing-masing cabang persilatan, dan guru-guru Han Liong. Mereka ini diam-diam merasa kagum sekali akan kelihaian Pauw Lian dan Han Liong yang dapat menundukkan orang tua she Sonw yang gagah perkasa itu. Setelah semua orang setuju akan
312
pengangkatan Han Liong sebagai Bengcu, maka diadakanlah perjamuan yamg penuh kegembiraan.
Kemudian para Locianpwe mengadakan rapat untuk membicarakan soal surat penting yang dapat dirampas oleh Tan Un Kiong di istana putih itu. Setelah dirundingkan masak-masak, maka diambil keputusan bersama-sama membasmi dulu kaki tangan Co Thaikam dan sedapat mungkin melenyapkan Thaikam jahat itu, barulah kemudian menghadap kaisar untuk menyadarkan kaisaar akan pengaruh- pengaruh jahat sehingga pemerintah kaisar itu sampai menindas rakyat jelata. Kalau kaisar kaisar tidak menurut, barulah diusahakan penghancurannya! Un Kiong mendapat tugas untuk kembali ke kota raja dan berunding dengan ayahnya. Menurut paham Han Liong, sudah sepatutnya seorang gagah seperti ayah Un Kiong itu diberitahu sejelas-jelasnya tentang maksud dan usaha mereka.
Surat-surat rencana pemberontakan Co Thaikam juga diserahkan Kepada Un Kiong untuk diberikan dan disimpan selanjutnya di tangan Tan Cianbu sebagai bukti dan nanti pada saatnya diperlihatkan kepada kaisar. Mereka mengatur rencana untuk menyerbu istana putih pada malam hari, dan tugas-tugas telah dibagi-bagi. Pada malam hari kedua, belum juga Un Kiong meninggalkan tempat itu. Ia agaknya tiada sampai hati untuk meninggalkan tempat itu dan ia tampak banyak mengobrol dengan Hong Ing. Kedua teruna remaja ini nampak demikian rukun dan mesra sehingga diam-diam Kouw Sin Ek, Han Liong dan Pauw Lian dapat menduga apa yang terkandung dalam hati Hong Ing dan
313
Un Kiong. Ketika Khouw Sin Ek hendak meninggalkan Gunung Beng-san dan kembali ke tempatnya sendiri, ia memanggil muridnya itu dan dengan wajah berseri-seri ia berkata,
“Un Kiong, agaknya sudah tiba masanya kau mengikat janji dengan seorang wanita untuk sehidup semati!.”
“Eh. ah, apa maksud suhu?” pemuda itu terbelalak heran.
“Kau selalu pandai bersandiwara, muridku. Kau kira aku yang sudah mengenalmu luar dalam ini tak mengerti akan sikapmu terhadap nona Hong Ing?” Disebutnya nama ini membuat wajah Un Kiong tiba-tiba saja menjadi merah dan ia terpaksa menundukkan mukanya karena rahasianya telah diterka oleh gurunya sendiri.
“Bagaimana kalau aku memberitahu pada ayahmu dan juga menanyakan pendapat Si Bengcu? Karena dia inilah yang berhak memutuskan nasib adiknya.” Terpaksa Un Kiong hanya mengangguk perlahan,
“Terserah kepada suhu sajalah.” Dan gurunya tertawa terbahak-bahak. Sementara itu, Hong Ing yang hendak membuktikan ancamannya untuk membalas godaan Han Liong ketika ia membela Un Kiong dulu itu, sedang menjalankan rencananya. Ia
314
tampak bicara berdua dengan Han Liong di pekarangan belakang. “Han-ko, aku kagum sekali melihat kepandaian cici Pauw Lian. Kurasa mencari seorang gadis sepandai dia itu di atas dunia ini sukar didapat keduanya” Hong Ing mulai dengan muslihatnya. Karena gadis itu bicara dengan suara sungguh-sungguh, Han Liong mengangguk membenarkan.
“Memang, kepandaian ilmu pedang Pauw sumoi sudah mencapai tingkat tinggi. Lebih-lebih gin-kangnya, ia sudah boleh dibilang mendekati kesempurnaan.”
“Selain kepandaiannya yang sangat lihai, iapun berbudi halus dan baik hati sekali.”
“Hm, hal ini aku tak tahu benar,” jawab Han Liong sederhana, tapi diam-diam dalam hatinya mempertimbangkan ucapan Hong Ing ini.
“Ya, ia memang seorang gadis yang baik dan sukar dicari bandingnya. Pula, ia cantik jelita.” Han Liong mengerling ke arah adiknya karena dalam suara gadis itu ia menangkap sesuatu yang tak wajar yang menjadi tanda tanya. Hendak kemanakah tujuannya Hong Ing dengan ucapannya itu, pikirnya. Tapi ia tidak menjawab.
315
“Ci-ci Pauw Lian cantik jelita, berhati baik, berkepandaian tinggi, benar-benar seorang siocia yang patut dikagumi, bukankah demikian, koko?”
“Hm, barangkali... ya mungkin benar kata-katamu itu. Ia patut dikagumi,” jawabnya perlahan.
“Dan... dan pantas pula dicinta, bukan, koko?” Tiba-tiba Han Liong menatap wajahnya. Ah, kesanakah arah tujuannya?
“Adik Ing, apa hubungannya keadaan Pauw sumoi dengan aku? Apa maksudmu menceritakan kesemuanya itu padaku? Ia boleh jadi cantik, pandai, tapi hal itu tiada sangkut-pautnya dengan aku.” Han Liong lalu memalingkan mukanya karena ia tidak mau menjadi korban godaan Hong Ing lebih lanjut. Hong Ing masih memuji-muji kecantikan Pauw Lian, dan memancing-mancing agar Han Liong mau membuka “rahasia hatinya”, supaya ia mendapat giliran untuk menggodanya, tapi Han Liong yang sudah maklum akan maksud adiknya yang nakal ini pura-pura tak mendengarnya dan sikapnya dingin saja seakan-akan ia betul-betul tidak memperdulikan sedikit jua akan hal Pauw Lian yang dipuji-pujinya itu. Sikapnya ini membuat Hong Ing kewalahan dan ia mulai putar-putar otak mencari siasat baru.
“Tapi Han-ko.” Demikian gadis yang cerdik ini merobah siasatnya, “Ada sebuah hal pada diri cici Pauw Lian yang membuat hatiku tidak puas, bahkan selalu terasa di hatiku. Dan hampir-hampir aku
316
benci kalau mengenangkan hal ini.” Hong Ing telah dapat mengatur suaranya demikian rupa hingga mau tak mau Han Liong merasa tertarik. Tak terasa lagi pemuda ini cepat-cepat bertanya.
“Apa? Apakah Cacatnya maka kau merasa penasaran?” Suaranya mengandung keinginan tahu besar sekali hingga diam-diam Honi Ing hatinya merasa geli. Baru dicela sedikit saja Han Liong sudah bingung tak karuan!
“Cacatnya ialah kesombongannya. Agaknya kecantikan dan kepandaiannya membuat ia sombong dan tak tahu diri!”
“Hm, benarkah begitu?” Han Liong masih ragu-ragu akan kebenaran kata-kata adiknya ini.
“Ah, tentu kau tak mau percaya, koko, karena kau sudah... anggap dia seorang dewi yang tiada Cacat!” selanya lagi.
“Eh, eh, jangan main-main, adik Ing. Sebenarnya, mengapa kau katakan dia sombong dan tak tahu diri?”
“Tidak, ah. Kau nanti marah.” Han Liong makin bernafsu, ingin tahu.
317
“Aku berjanji takkan marah.”
“Kau berjanji? Bagus kalau begitu. Nah, tahukah kau apa katanya padaku setelah kau dan menyerbu menyerbu barisan Ngo-heng-tin fa bilang bahwa jika ia maju seorang diri menggunakan Ouw-liong Pokiamnya, tentu dengan mudah ia dapat memukul pecah barisan itu, tapi karena ada kau, maka ia menjadi canggung, karena gerakannya kacau oleh permainmu!” Han Liong tiba-tiba mengerutkan keningnya.
“Betul dia berkata begitu”“ suaranya mengandung ketidakpercayaan.
“Kau tidak percaya bukan? Biarlah, masa bodoh kau mau percaya atau tidak, tapi tahukah kau apa jawabnya ketika kutanya apakah dia telah bertunangan? Ia jawab bahwa agaknya ia takkan kawin selama hidupnya karena ia telah bersumpah bahwa ia hanya mau kawin dengan seorang pemuda yang dapat mengalahkan Ilmu pedangnya! Yang membuat hatiku lebih panas lagi ialah ketika kukatakan padanya bahwa ilmu pedangmu juga lihai dan tinggi, tapi la menjawab dengan suara dingin bahwa biarpun Pek-liong Pokiam juga sebuah pedang pusaka yang baik dan setara dengan pedangnya, namun ilmu pedangmu hanya indah dilihat saja, tapi isinya kurang dan masih kalah jauh jika dibandingkan dengan Ouw-liong Kiamsut!” Hio Liong merasa mukanya panas dan ia tidak tahu
318
bahwa kulit mukanya menjadi merah, tanda bahwa hatinya telah berubah menjadi kayu kering yang dimakan oleh api yang dilepas Hong Ing. Tapi ia masih dapat menekan perasaan dan penasarannya, dan mencoba membantah keterangan adiknya ini dengan jawaban.
“Benar-benarkah ia berkata begitu?” Hong Ing menghela nafas panjang.
“Ah, sudahlah. Kau mana mau percaya! Rupanya kau telah jatuh hati betul-betul padanya! Agaknya kau takkan percaya juga jika kukatakan bahwa cici Pauw Lian telah mengundang kau untuk mencoba ilmu pedang di sini pada malam ini jam dua belas tengah malam nanti?” Han Liong lompat berdiri.
“Apa katamu?” Hong Ing juga lompat berdiri dan bertolak pinggang.
“Kataku, nanti jam dua belas tengah malam, cici Pauw Lian akan datang di sini antuk mencoba ilmu pedangmu, yakni kalau kau berani!”
“Kalau aku berani?” jawab Han Liong marah. “Mengapa aku takkan berani? Tapi, benar-benarkah demikian besar hasrat Pauw sumoi itu?”
319
“Buktikan saja malam ini. Tapi jangan lupa, kau harus pakai kedok sapu tangan.”
“Eh, ada apa lagi ini? Harus pakai kedok? Mengapa?”
“Begitulah kehendak Pauw ciei! Dia sendiri juga pakai kedok, agaknya ia malu bertemu muka denganmu tanpa kedok!” Habis berkata begini, Hong Ing pergi, tak perduli akan panggilan Han Liong yang masih hendak bertanya. Pemuda ini merasa heran sekali. Benar-benarkah semua keterangan Hong Ing tadi? Mustahil Pauw Lian demikian sombong! Tapi, biar demikian Hong Ing tak pernah membohong, sekalipun ia amat nakal. Ah, biarlah, ia akan menanti sampai tiba saatnya tengah malam! Hong Ing langsung menuju ke kamar Pauw Lian yang memang mendapat kamar bersama-sama dia. Pauw Lian sedang duduk seorang diri membereskan rambutnya yang hitam dan panjang itu. Hong Ing tak berkata sesuatu, hanya dengan muka asam terus saja membanting diri di atas pembaringan dan rebah telentang.
“Ea, kau kenapa, Ing moi! Kenapa mukamu merah padam seperti orang marah? Apakah kau ribut mulut dengan Tan Kongcu?” Hong Ing gigit bibirnya karena datang-datang ia diganggu oleh Pauw Lian yang jenaka. Awas, pikirnya. Awas pembalasanku!
320
“Memang aku baru saja ribut mulut. Tapi bukan dengan pemuda she Tan itu, dan aku bertengkar karena membelamu, cici. Sebaliknya yang dibela tidak mengerti, bahkan datang-datang menggoda, Ah, memang dunia ini tidak adil!” Pauw Lian mendekati dan memegang lengannya.
“Kau membelaku sampai bertengkar dengan orang lain? Ah, maaf, adikku yang manis. Kenapa kau bertengkar dan dengan siapa?”
“Ah, aku tak berani memberi tahu, takut kau akan menjadi marah.” Tentu saja kata-kata ini membuat Pauw Lian makin ingin tahu dan ia mendesak.
“Aku takkan marah, adik Ing, katakanlah.”
“Aku bertengkar dengan Han-ko karena dia mencelamu!”
“Sie suheng? Dia mencelaku? Biarlah, itu hal yang lumrah, mengapa kau harus membelaku?”
“Hm, hm, rupa-rupanya ada apa-apa dalam dadamu, cici, hingga kau menerima saja dicela dan dipandang ringan olehnya, sedangkan aku yang mendengarnya saja menjadi panas hati.”
321
“Tapi... benar benarkah Sie suheng mencela dan memandang ringan padaku? Agaknya... ha! Itu tak boleh jadi. Tak mungkin dia berwatak demikian.”
“Nah, nah, itulah kalau orang sudah tertawan! Kau baru saja bertemu padanya, sedangkan aku sudah bertahun-tahun kumpul dengannya, siapakah yang tidak tahu akan wataknya?”
“Ya sudahlah, kau yang benar. Tapi ia mencela dalam hal apakah?”
“Ia mencela ilmu pedangmu! Ia katakan bahwa ilmu pedangmu masih mentah dan lemah dan bahwa hanya di luarnya saja tampak bagus dipandang, tapi kalau dipakai bertempur tidak berarti banyak! Tentu oaja hal ini kubantah karena aku tak senang melihat kesombongannya, tapi kalau kau tidak percaya dan masih penasaran, malam ini jam dua belas tengah malam nanti, ia menanti di dalam kebun belakang untuk mencoba dan mengukur Ilmu Pedang Ouw-liong Kiam-sut!”
Siapa orangnya yang takkan merasa panas hati mendengar kata-kata yang membakar yang keluar dari mulut kecil mungil dengan bibirnya yang manis dan wajah yang bersungguh-sungguh itu? Pauw Lian biarpun orangnya jenaka dan cukup mendapat didikan
322
ilmu batin dari gurunya, namun pada hakekatnya ia memang mudah juga menjadi marah seperti Hong Ing, mana ia dapat menahan hatinya? Warna merah mulai menjalar di kulit muka sampai ke telinganya. Kepalanya yang cantik bergerak-gerak hingga sepasang anting-anting di kedua telinganya berbunyi kelentang-kelenting. Melihat sinar mata yang berapi itu terkejutlah hati Hong In dan ia merasa telah membakar terlampau panas. Segera ia berkata.
“Tapi, cici jangan marah kepada Han-ko. Sebenarnya dia bilang demikian itu karena sedang bertengkar denganku, hingga karena marah ia lalu bicara demikian. Tentu saja dia tidak sengaja bermaksud memandang rendah padamu. Tapi aku ada jalan yang baik, Cici. Bagaimana kalau kau layani dia dengan pakai kedok saputangan? Kau tak usah banyak cakap, begitu datang berhadapan terus saja menggunakan pedangmu, agar dia bisa membuktikan, sampai di mana kelihaianmu. Kita kaum wanita janganlah mudah dipandang ringan oleh pria, cici! Tak perlu kita harus kalah terhadap pria, biar pria itu setampan dan segagah Han-ko sekalipun!” Karena pandainya Hong Ing membujuk dan membakar hati, maka tak heran bila pada waktu Han Liong dengan hati penasaran menunggu di dalam kebun, tiba-tiba tampak berkelebat bayangan hitam dan sinar hitam dari Ouw-liong Pokiam menyambarnya diikuti bentakan.
“Rasakan tajamnya Ouw-liong Pokiam!” Baiknya Han Liong sudah siap dan waspada, maka cepat ia berkelit dan mencabut Pek-Liong Pokiam. Ia melihat bahwa penyerangnya adalah seorang gadis
323
berkedok saputangan merah dan ia maklum siapakah gadis ini. Sebaiknya Pauw Lian melihat bahwa Han Liong juga memakai kedok saputangan kuning hingga ia kini percaya apa yang diucapkan Hong Ing tadi.
“Sumoi, tahan! Kenapa kau begini keterlaluan?” Kalau tadi hati Pauw Lian sudah terbakar, kini makin berkobar mendengar dirinya disebut keterlaluan!
“Kau yang sombong. Kau kira Pek-liong Pokiam-mu yang tertajam di dunia ini?” Kembali ia menyerang, kini dengan hebat karena ia memakai gerakan Ouw-liong-pok-sai atau Naga Hitam Sambar Air. Pedang hitamnya berkelebat laksana seekor naga hitam terjun, mengerikan. Dalam keheranan dan penasarannya, Han Liong menangkis serangan itu dengan gerakan Pek-liong-hian-bwee atau Naga Putih Perlihatkan Ekor. Demikianlah, sebentar saja mereka saling menyerang dengan hebat sehingga Hong Ing yang bersembunyi di balik pohon dan mengintai, kini menonton dengan mata terbelalak dan mulut ternganga.
Hebat sekali pertarungan itu, merupakan dua sinar hitam dan putih saling belit membelit dengan gerakan cepat. Diam-diam Hong Ing merata gemetar dan hatinya berdebar. Ia mengkhawatirkan keselamatan kedua orang itu, terutama keselamatan Han Liong. Walaupun ia tak dapat mengikuti benar-benar gerakan kedua pedang naga itu, namun ia maklum bahwa pertempuran kali ini jauh lebih hebat dari pada yang sudah-sudah! Han Liong dan Pauw
324
Lian diam-diam mengeluh. Memang kepandaian ilmu pedang mereka seimbang dan memang Ouw-liong Kiamsut sama lihainya dengan Pek-liong Kiam-sut. Hanya bedanya, Han Liong lebih tinggi ilmu lweekangnya atau tubuhnya lebih kuat sehingga tiap kali kedua pokiam beradu, Ouw-liong Pokiam-lah yang lebih banyak mengeluarkan bunga api dan lengan Pauw Lian tergetar.
Tetapi kekalahan ini dapat ditutup pula oleh kemenangan Pauw Lian dalam hal ilmu ginkang atau meringankan tubuh, sehingga ia dapat menghindarkan benturan senjata dengan mengharapkan kegesitannya. Ratusan jurus terlewat sudah dan macam-macam tipu simpanan telah dikeluarkan, namun belum juga ada yang tampak terdesak. Hong Ing sudah merasa lemas. Sejam lebih kedua orang ita beradu pedang dan Hong Ing tak berdaya apa-apa. Maksud hatinya hendak memilah tapi ia tak berani sembarangan maju. Maka diam-diam ia mulai merasa menyesal akan perbuatannya dan dengan tak disengaja dari kedua matanya mengalir air mata yang membanjiri kedua pipinya. Tiba-tiba ia merasa sebuah tangan yang kuat meraba lengannya dengan sentuhan halus dan terdengar suara beibisik.
“Cici Hong Ing kenapa menangis? Mereka tak bertempur sungguh-sungguh, jangan kau khawatir.” Mendengar kata-kata ini. Hong Ing menjadi demikian girang hingga ia lupa untuk mengherankan Un Kiong yang tiba-tiba itu. Ia pegang lengan pemuda itu dengan keras.
325
“Benar-benarkah mereka berkelahi tidak sungguh-sungguh!” Senyum manis terbayang di wajah Un Kiong yang tampan itu.
“Mereka hanya bermain- main!” Setelah hatinya tenang kembali, barulah Hong Ing ingat betapa mesranya ia saling berpegangan lengan dengan Un Kiong. Cepat-cepat ia melepaskan tangannya dan mundur dua langkah lalu tunduk kemalu-maluan. Memang Un Kiong berkata benar. Biarpun keduanya merasa penasaran dan ingin sekali menang, namun mereka menjaga benar agar pedang mereka jangan sampai saling melukai. Pernah ujung pedang Pek-Liong Pokiam menyambar leher Pauw Lian yang halus, tapi sebelum menyentuh kulitnya, pedang itu telah dirobah gerakannya ke atas hingga sebaliknya hanya merobek kain pengikat rambut saja.
Sedangkan ketika ujung Ouw-liong Pokiam menyambar dan hampir menembus jantung dalam dada kiri Han Liong, pedang itu ditahan demikian rupa oleh Pauw Lian hingga akibatnya hanya merobek baju Han Liong di bagian bahu kiri saja. Un Kiong yang sejak tadi dengan diam-diam menonton pula, dapat melihat hal ini. Kemudian ia melihat betapa Hong Ing tiba-tiba menangis. Biarpun tadinya ia merasa malu bertemu dengan gadis itu karena kata-kata gurunya tadi, namun melihat gadis yang telah mencuri hantinya itu menangis, ia tak dapat menahan hatinya dan datang menghampiri lalu menghiburnya! Pada saat itu, tiba-tiba dari bawah Gunung Beng-san terdengar suara hiruk-pikuk dari kaki kuda dan teriakan-teriakan orang banyak. Mendadak Un Kiong melihat suhunya, Khouw Sin Ek melayang turun dari scbuah pohon dan berkata.
326
“Un Kiong, hati-hatilah, rombongan pahlawan kaisar dan penghuni Istana putih datang menyerbu!” Kemudian Khouw Sin Ek melompat pergi ke arah tempat bermalam para tamu. Un Kiong terkejut.
“Cepat! Suruh mereka berhenti bertempur,” katanya kepada Hong Ing. Hong Ing melompat ke dekat dua gulungan sinar yang masih saling belit-membelit itu dan berteriak,
“Pauw cici! Han-ko! Berhentilah! Musuh datang menyerbu!” tapi Han Liong dan Pauw Lian tak memperdulikannya hingga Hong Ing menjadi bingung sampai membanting-bantingkan kakinya karena suara gemuruh dari bawah makin keras. Terpaksa ia lari dan menarik-narik lengan Un Kiong, “Wan Kongcu, tolonglah, kau pisahkan mereka!”
“Mudah saja, tapi kau harus penuhi permintaanku.”
“Baik-baik, lekas katakan,” kata Hong Ing tak sabar.
“Yaitu, jangan kau sebut aku kongcu.”
“Habis bagaimana?”
327
“Sebut aku koko.”
“Aduh! Ya, apa boleh buat,” jawab Hong Ing yang pikirnya bahwa pada saat seperti itu ia tak perlu banyak berbantah. “Koko, lekas kau pisahkan mereka. Musuh sudah dekat!”
“Baik.” Tapi sebelum Un Kiong bergerak, dari balik sebuah pohoh lain keluarlah bayangan seorang orang tua dengan gesitnya.
“Han Liong! Pauw Lian! Cukuplah main-main ini! Berhentilah kailan!” Seruan ini nyaring dan berpengaruh, hingga Han Liong dan Pauw Lian tak berani membantahnya. Mereka melompat mundur dan menyimpan pedang serta membuka kedok masing-masing.
“Maaf suhu!” kata Han Liong dan menjura kepada orang tua yang ternyata bukan lain adalah Pauw Kim Kong sendiri!
“Siokhu!” kata Pauw Lian kemalu-maluan.
“Musuh datang menyerbu, kalian enak-enak dan main-main saja!” guru dan paman itu menegur, tapi mulutnya tersenyum maklum hingga Pauw Lian makin memerah mukanya.
328
“Siaplah kalian semua. Tempat kita diserbu lawan. Aku hendak membuat persiapan di dalam.” Dan pergilah orang tua itu. Han Liong lebih banyak memikirkan keadaan Pauw Lian dari pada keadaan musuh yang datang menyerbu. Melihat Hong Ing dan Un Kiong berdiri di situ, ia membentak adiknya.
“Ing-mol! Sakarang akuilah terus terang, semua ini adalah gara-garamu, bukan?” Hong Ing tertawa.
“Kau tidak kuat menahan godaan? Jangan marah, siapa suruh kau dulu menggodaku?” Kemudian ia menghampiri Pauw Lían dan memeluknya, “Cici, memang aku telah membohong, Han-ko tidak pernah bilang apa-apa. Ia tidak sombong, cuma-cuma...”
“Cuma apa!” bentak Han Liong gemas.
“Cuma sekarang agak... agak galak! Jangan galak-galak, Han-ko, kau bikin takut Soso (kakak ipar) saja!”
“Ada-ada saja! Soso yang mana?” teriak Han Liong marah.
329
“Yang mana lagi? Tentu yang akan datang. Eh, ya sekarang aku mengaku terus terang, cici Pauw Lian tak pernah bilang apa-apa padaku!”
“Sudah kuduga, Kau pikir semua orang senakal engkau?”
“Adik Ing, kenapa kau suka menggoda orang saja?” Pauw Lian ikut menegur.
“Aduh, sekarang aku dikeroyok dua! Cici, sebenarnya aku ingin sekali lagi melihat Ilmu pedang kalian, maka aku gunakan akal ini. Juga sekalian aku hendak membalas godaan kalian padaku dulu.”
“Godaan? Siapa yang menggoda?” tanya Pauw Lian yang kini hendak membalas pula, “memang kau dan Tan Kongcu cocok benar, selalu bersama dan tampak rukun sekali. Aku bukannya menggoda sembarangan, tapi ini kenyataan.” Han Liong tertawa.
“Nah, itu baru betul!” Kini Un Kiong tampil ke depan.
“Saudara Han Liong dan Pauw Siocia. Kalian menggoda Hong Ing cici boleh saja, tapi aku jangan dibawa-bawa!” Han Liong dan Pauw Lian saling pandang dan tertawa mendengar lagak dan seruan Un Kiong yang seperti kanak-kanak, karena Un Kiong yang sengaja
330
berlagak seperti ketika ia menjadi pemuda tolol, hingga Hong Ing mendengar dan melihat lagaknya jadi teringat lagi akan Un Kiong si tolo1 dulu, maka ia tak dapat menahan gelinya.
“Karena kalian sebut-sebut namaku, terpaksa akupun hendak membalas. Hong Ing cici, aku buka rahasia mereka sekarang. Tadi mereka bertempur biar kelihatan sengit, sebenarnya mereka saling sayang menyayangi dan menjaga jangan sampai saling luka melukai!” Kini Hong Ing dan Ui Kiong yang menertawakan mereka, sedangkan Pauw Lian dan Han Liong yang terbuka rahasianya hanya menundukkan muka kemaluan.
Pada saat itu musuh telah menyerbu naik, dan di pintu gerbang yang dipasang di depan telah penuh dengan musuh yang bertemu dengan pihak tuan rumah. Han Liong mengajak kawan-kawannya menyusul ke sana. Ketika melihat rombongan yang datang itu, Un Kiong merasa terkejut sekali karena romborgan itu dipimpin oleh orang-orang kepercayaan Co Thaikam dan para pahlawan kaisar, termasuk ayahnya sendiri! Yang membuat ia heran adalah kedua golongan ini yang sekarang dapat bekerja sama. Ini sungguh hebat dan berbahaya. Melihat Un Kiong berada di situ, untuk sesaat mata Tan Cianbu memandang penuh kagum dan sayang, tapi ia segera membuang muka dan tak mau memandangnya. Tapi Kui Lan, murid Loh-san sam-moli, yang genit dan memang “Ada hati” terhadap pemuda tolol itu, segera maju menghampiri dan berkata,
331
“Eh, Tan Siangkong, kau berada di sini? Apa kau diculik oleh gerombolan pengacau ini? Biar, nanti aku balaskan sakit hatiumu. Mari, ikut dengan kami!” Berkata begini, Kui Lan si muka hitam itu ulurkan tangannya dengan lemah lembut untuk menarik tangan Un Kiong. Tapi ternyata ia rasakan tangan Un Kiong keras dan tak dapat disentakkan! Ia mengerahkan tenaga, namun tetap tak dapat ia menarik pemuda itu. Sementara itu, dengan hati sebal Un Kiong mengerahkan tenaganya dan berseru,
“Pergi kau!” Tangannya disentakkannya dan Kui Lan terlempar ke atas setinggi setombak lebih dan kalau tidak Biauw Niang-niang segera mengulurkan tangan menangkapnya, tentu ia akan terbanting kebawah. Semua orang yang kenai Un Kiong, kecuali ayahnya sendiri kini sudah tahu akan rahasia anaknya, merasa sangat heran melihat ketangkasan dan kepandaian pemuda tolol itu. Pauw Kim Kong, sebagai tuan rumah, melangkah maju dan menjura kepada para pemimpin rombongan sambil berkata,
“Selamat datang, cuwi Enghiong. Sungguh merupakan satu kehormatan besar sekali bahwa cuwi sudi menginjak tempat tinggalku yang buruk dan kotor ini.” Rombongan itu terdiri dari dua golongan. Golongan pertama terdiri dari tiga puluh lebih pahlawan kaisar yang dipimpin oleh Tan Cianbu serta empat orang kawannya, yakni pahlawan-pahlawan pilihan yang kepandaian silatnya sama lihainya dengan Tan Cianbu. Sedangkan tiga puluh orang kawannyapun terdiri dari pahlawan-pahlawan jagoan dari Istana kaisar!
332
Golongan kedua tak kalah hebatnya, bahkan lebih lihai! Golongan ini yang terdiri dari orang-orang kepercayaan dan kaki tangan Co Thaikam, si pembesar kebiri yang jahat, sebagian besar terdiri dari penghuni istana putih. Golongan ini dipimpin oleh orang-orang yang begitu dilibat membuat Pan Kim Kong dan orang-orang lain yang telah mengenalnya menjadi terkejut sekali. Selain Loh-san Sam-moli si Tiga Iblis Wanita dari Loh-san di situ ada pula Kek Kong Tojin si Toya Aneh Kepala Ular, saikong yang kosen itu! Tapi ini masih belum berapa hebat karena dua orang tua yang kelihatan alim dan yang berdiri di dekat Kek Kong Tojin agaknya bukan orang-orang lemah dan Kek Kong Tojin sendiri tampak sangat hormat pada mereka. Pihak tuan rumah merasa agak cemas ketika Khouw Sin Ek maju menjura kepada Kek Kong Tojin dan dua orang tua itu sambil tertawa gelak-gelak.
“Pantas bulan menjadi suram, rupanya kalian orang-orang tua yang sakti ikut datang menengok kami!” Kemudian Sin-chiu Tai-hiap Khouw Sin Ek berpaling kepada semua kawannya. “Saudara-saudara, jangan berlaku kurang hormat kepada ketiga tamu agung ini. Ini adalah Ngo-lian-posat Ang Gwat Niang-Niang, yang tengah ini bukan lain adalah Lo Thong Sianjin, sedangkan yang ketiga adalah Kek Kong Tojin! Mereka bertiga adalah tokoh-tokoh dan pendiri dari Ngo-lian-pai yang tersohor!”
“Ha, ha! Kiranya disini ada Khouw Lojin! Pantas Gunung Beng-san menjadi makin tinggi saja.” Kek Kong Tajin balas mengejek.
333
Sebenarnya diantara semau orang yang berada di situ, baik dari pihak penyerang dan pihak yang hendak diserang, hanya ketiga pendiri Ngo-lian-pan dan Khouw Sin Ek saja yang boleh dibilang setingkat dan menduduki tempat tertinggi. Maka kini melihat ketiga orang tua itu datang semua, diam-diam Khouw Sin Ek merasa khawatir juga. Tapi ia seorang cerdik dan banyak pengalaman, maka tidak kentara kecemasannya. Lagi pula, dengan adanya Han Liong dan Panw Lian di situ, ia mempunyai dua orang pembantu yang kiranya takkan mengecewakan.
“Khouw Toyu! Kalau telingaku yang tua tak salah dengar, kau bukanlah termasuk golongan pengacau dan pemberontak, juga kau tak pernah ikut campur urusan pemerinrahan. Maka kau bukanlah musuh kami. Karena itu. pandanglah mukaku dan tinggalkanlah gunung ini dengan damai,” kota Lo Thong Sianjin.
“Ha, ha! Kau orang tua enak saja bicara. Memang aku biasanya tak suka campur urusan segala macam yang tidak penting. Tapi kalau tidak salah, kalian orang orang tua juga biasanya jarang turun gunung kalau tidak ada hal yang penting sekali. Kini aku berada di sini sebagai tamu si Malaikat Rambut Putih, maka apa yang akan terjadi kepada tuan rumah sekalian akan terjadi padaku sendiri.”
“Hm, bagus! Biarlah, ikut atau tidaknya Khouw Lo-Enghiong tak menjadi soal,” tiba-tiba Ang Gwat Niang-niang berkata, suaranya merdu dan nyaring.
334
“Pauw Kim Kong! Kau telah bersekongkol dengan pemberontak, mencuri surat-surat penting, dan bersiap hendak memberontak. Maka, untuk menebus dosamu itu, serahkan kepada kami beberapa orang pemberontak dengan damai.”
“Hm, mudah sekali kau bicara. Siapa yang harus diserahkan?” tanya Pauw Kim Kong dengan suara mengejek. Ang Gwat Niang-niang memberi tanda kepada Biauw Niang-niang yang segera maju dan menunjuk dengan jarinya.
“Mereka ini!” Dan yang ditunjuknya ialah Han Liong, Hong Ing, Lie Bun Tek, Pauw Lian, Siok Houw Sianseng, dan keempat guru Han Liong!
(Lanjut ke Jilid 09 - Tamat)
Pedang Pusaka Naga Putih (Seri 04 - Serial Jago Pedang Tak Bernama)
Karya : Asmaraman S. Kho Ping Hoo
Jilid 09 (Tamat)
“Eh, eh, kenapa tidak kau tunjuk semua saja berikut aku juga?” terdengar Khouw Sin Ek mengejek.
335
“Itu lebih baik lagi, memang seharusnya semua karena tak seorangpun diantara kalian yang bukan pemberontak!” Kek Kong Tojin berseru dan tiba-tiba ia berkata.
“Ayoh tangkap, serbu!” Ia mendahului dengan toyanya memukul kepala Khouw Sin Ek. Tapi Sin-chiu Taihiap tertawa keras.
“Lie Bun Tek Enghiong dan Un Kiong, kalian lawan yang ini!” Kedua orang itu segera maju dengan senjata masing-masing, Un Kiong dengan pokiamnya dan Lie Bun Tek dengan joan-piannya. Kedua senjata segera bergerak melawan toya kepala ular yang lihai dari saikong itu. Ang Gwat Niang-niang mencabut pedang dan hudtimnya.
“Khouw Lojin pin-ni terpaksa melanggar larangan membunuh!” Kedua senjatanya mengeluarkan angin dingin ketika menyambar ke arah Khouw Sin Ek, tapi si Kapalan Dewa ini kembali berkelit dan melompat sambil berteriak. Ouw-liong dan Pek-liong, kalian tidak lekas turun tangan mau tunggu apa lagi?” Mendengar perintah lucu ini, Han Liong dan Pauw Lian mencabut pokiam mereka dan lompat ke depan menyambut serangan Ang Gwat Niang-niang yang gerakan-gerakannya luar biasa dan lihai sekali. Khouw Sin Ek segera melompat menghadapi Lo Thong Sianjin.
336
“Kau juga hendak turun tangan? Silakan, biar tua sama tua!” Lo Thong Sianjin yang sudah lama sekali tidak pernah berkelahi, kini melihat orang-orang bertempur segera timbul kegembiraanya. Lagi pula, ia memang sudah lama mendengar nama Sin-chiu Taihiap, maka ia yang berwatak tak mau kalah itu, ingin sekali mencoba kepandaian Khouw Sin Ek.
“Marilah pinto melayanimu barang seratus jurus,” katanya dan mereka berdua lalu saling serang dengan hebat.
Sebenarnya, Lo Thong Sianjin biasa menggunakan senjata rantai, tetapi melihat Khouw Sin Ek hanya bertangan kosong, maka ia yang tak mau kalah itu tak sudi merendahkan diri melawannya dengan menggunakan senjata. Kedua jago cabang atas yang tinggi ilmunya itu dan yang pada jaman itu sudah termasuk tingkat tertinggi, berkelahi dengan luar biasa serunya sehingga debu dan pasir di dekat kaki mereka berhamburan mengepul ke atas! Memang Khouw Sia Ek sangat cerdik, ia tahu bahwa diantara ketiga tokoh Ngo-lian-pai itu, yang paling rendah kepandaiannya adalah Kek Kong Tojin, sedangkan yang terlihai ilmu pedangnya adalah Ang Owat Niang-niang. Maka ia memerintahkan Lie Bun Tek dan muridnya, Un Kiong, untuk melayani Kek Kong Tojin, sedangkan untuk melayani ilmu pedang dan hudtim yang lihai dari Ang Gwat Niang-niang, ia tugaskan kepada Han Liong dan Pauw Lian!
337
Ia maklum pula betapa tinggi ilmu silat dan lweekang dari Lo Thong Sianjin, tokoh tertua dari Ngo-lian-pai itu, maka ia sendirilah yang melawannya! Sementara itu, semua pahlawan dan Loh-san Sam-moli serta kawan-kawannya telah bertempur melawan Pauw Kim Kong dan semua kawannya yang juga terdiri dari jagoan-jagoan lihai. Maka Sam-moli dan Tan Cianbu serta kawan-kawannya yang menjadi pemimpin rombongan dan berkepandaian tinggi segera berhadapan dengan Pauw Kim Kong, Liok-tee Sin-mo Hong In, Hee Ban Kiat, Bie Kong Hosiang, Ngo-Lohiap dari Kengciu, Souw Kwan Pek si Toya Ular Dewa, Lok Twie Hwesio wakil Siauw-lim, Pek Ciok Tojin ahli Kun-lun, Khu Bu Houw, Beng Hwa Suthai, Kok Tiang Lojin dan lain-lain yang menjadi tamu di Beng-san. Maka ramailah pertempuran terjadi di puncak Gunung Beng-san.
Suara senjata beradu disertai bentakan-bentakan marah dan teriakan-teriakan kesakitan memenuhi udara. Kek Kong Tojin menggunakan tongkat kepala ularnya yang sakti untuk mengalahkan lawannya, tapi Un Kiogn dan Lie Bun Tek bukanlah lawan-lawan lemah. Ketangguhan kedua orang ini pernah diuji oleh Kek Kong Tojun di atas genteng istana putih. Kini setelah, mereka bertempur dengan menggunakan senjata, sekali lagi Kek Kong Tojin terpaksa harus mengakui kehebatan lawan yang masih muda ini. Dari gerakan-gerakannya, Kek Kong Tojin tahu bahwa si kedok hitam dahulu bukan lain adalah Un Kiong yang kini menggerakkan pokiamnya dengan begitu gesit dan berbahaya. Maka ia makin marah dan memutar toyanya sehingga merupakan dinding baja yang sukar ditembus!
338
Namun pedang Un Kiong bukanlah pedang biasa, juga joan-pian Lie Bun Tek adalah sebuah senjata pusaka yang kuat dan terbuat dari pada logam mujijat. Lagi pula, ilmu silat kedua orang ini yang memang sudah tinggi, kini tergabung menjadi satu, maka mereka merupakan lawan yang sangat tangguh dan berat. Setelah lewat tiga ratus jurus, Kek Kong yang sudah tua dan yang terlampau banyak menghamburkan tenaga menuruti hawa nafsunya, mulai tampak lelah dan terdesak. Yang paling indah dilihat adalah pertempuran antara Ngo-lain Posat Ang Gwat Niang-niang melawan Han Liong dan Pauw Lian. Kalau gerakan-gerakan pedang dan hudtim wanita tua merupakan awan hitam bergulung-gulung naik turun dan menyelubungi kedua anak muda itu, maka Pek-liong Pokiam dan Ouw-liong Pokiam merupakan dua naga sakti hitam-putih yang terbang berkejar-kejaran di antara awan hitam itu.
Angin pedang mereka bertiga bersiutan sampai tiga tombak lebih di sekeliling mereka hingga daun-daun pohon bergerak-gerak bagaikan tertiup angin. Tubuh ketiganya telah lenyap dari pandangan mata. Maka dapat dibayangkan betapa sengit dan mati-matian pertempuran ini. Diam-diam Ang Gwat Niang-niang terkejut melihat ilmu pedang yang luar biasa dari kedua anak muda itu. Ia akui bahwa jika ia tidak memiliki pengalaman luas dan kalau ia tidak sudah meyakinkan Ngo-lian Kiamsut sampai semasak-masaknya, tentu ia takkan kuat menahan kedua pedang Naga ini. Sebaliknya Han Liong dan Pauw Lian merasa gembira sekali karena mereka diberi kesempatan untuk main pedang bersama lagi, maka diam-diam mereka berterima kasih kepada Khouw Sin Ek.
339
Kali ini, mereka lebih meresa betapa cocok kedua ilmu pedang mereka digabungkan untuk menggempur Ngo-lian kiamsut yang mempunyai banyak tipu kejam dan licin sekali itu. Sementara itu, keadaan Khouw Sin Ek dan Lo Thong Sianjin ternyata seimbang. Lo Thong Sianjin lihai karena ilmu toloknya, sedangkan Khouw Sin Ek terkenal karena ilmu tendangannya yang berbahaya. Maka keduanya berlaku hati-hati sekali dan sedikitpun tak mau mengalah. Diam-diam mereka juga saling mengagumi. Pekik kesakitan makin sering dan makin banyak terdengar, tanda bahwa yang mendapat luka dalam pertempuran itu makin banyak. Kui Lan telah rebah dengan luka berat di pundaknya terkena tusukan golok Bie Kong Hosiang, sedangkan banyak pahlawan menderita luka-luka berat.
Di fihak tuan rumah, beberapa orang juga mendapat luka dan sudah diangkat ke dalam untuk diobati. Hong Ing tidak ikut bertempur karena diam-diam Un liong telah memesan padanya agar jangan ikut bertempur dan bahkan surat-surat penting yang dapat dirampasnya di istana putih dulu, kini ia berikan kepada gadis itu untuk disimpan! Juga Han Liong pesan kepadanya agar jangan ikut bertempur karena musuh terdiri dari orang-orang sangat lihai. Biarpun merasa girang melihat perhatian mereka terutama melihat Un Kiong mengkhawatirkan keselamatannya, namun diam-diam Hong Ing mendongkol karena merasa di pandang rendah. Tapi ia merata terhibur setelah mendapat kepercayaan dari Un Kiong untuk menyimpan dan menjaga surat-
340
surat penting itu merasa bahwa tugas menjaga surat-surat itu bahkan lebih penting dari pada ikut bertempur melawan musuh.
Maka ia berdiam di tempat aman sambil menonton pertempuran hebat itu. Akan tetapi, lambat-laun ia merasa khawatir dan ngeri juga melihat betapa fihaknya terdesak dan banyak korban yang telah jatuh. Pikirannya bekerja cepat dan ia segera masuk ke dalam kamarnya. Di situ ia buka gulungan kertas-kertas penting itu dan setelah cepat mencari, ia mendapatkan surat rencana pemberontakan Co Thaikam. Surat ini ia bawa lari keluar dan matanya mencari-cari Tan Cianbu. Akhirnya ia mendapatkan kapten Tan itu sedang bertempur mati-matian, dikeroyok dua oleh Bie Cauw Giok murid Pauw Kim Kong dan Bhok Kian Eng murid Liok-te Sin-mo! Permainan golok Tan Cianbu cukup lihai dan tenaganya yang besar membuat dua orang pengeroyoknya tak dapat mendesaknya. Hong Ing mendekati mereka dan dengan suara keras ia berkata,
“Bie toako dan Bhok toako, silakan berhenti sebentar! Aku ada urusan penting, biar aku yang menghadapi Tan Cianbo ini!” Meskipun terheran mendengar permintaan Hong Ing, kedua jago muda itu melompat mundur dan membiarkan Hong Ing menghadapi Tan Cianbu. Kapten itu mengenal wajah Hong Ing sebagai gadis yang memasuki tamannya dulu, bersama dengan Un Kiong. Maka ia tahan goloknya dan membentak.
“Kau mau apa?”
341
“Tan Lo-Enghiong jangan marah dan terburu nafsu. Saya datang bukan untuk bertempur, tapi hendak memberitahukan sesuatu yang penting sekali. Dulu saudara Un Kiong berhasil mencuri surat-surat penting dari istana putih dan tahukah lo-Enghiong apakah yang didapatnya? Ini silakan lo-Enghiong baca sendiri!” Dengan heran Tan-Cianbu menyambut surat itu dan membacanya cepat. Mukanya menjadi pucat dan ia hampir tak percaya kepada matanya sendiri. Ia baca lagi dan tiba-tiba ia berteriak keras.
“Semua pahlawan tahan senjata!” Berulang ia berteriak demikian hingga semua kawan-kawannya segera lompat mundur dan menahan serangan mereka. Juga pihak kaki tangan Co Thaikam dengan sendirinya mundur hingga sebentar saja semua orang yang sedang bertempur menghentikan perkelahian. Tidak hanya fihak penyerbu, fihak tuan rumah juga merasa heran. Bahkan ketiga tokoh Ngo-lianpai juga menghentikan serangan masing-masing. Dengan surat di tangan dan tindakan kaki tetap dan sikap mengancam Tan Cianbu menghampiri ketiga tokoh Ngo-lian-pai.
“Cuwi silakan baca ini dan lihat betapa jahat dan palsunya orang-orang yang cuwi bela!” Lo Thong mengambil surat itu dan sehabis membacanya ia memberikan surat itu kepada Ang Gwat Niang-niang dengan wajah merah padam. Pertapa wanita itu membaca dengan tenang tapi sehabis membaca surat itu ia berpaling kepada ketiga muridnya dengan mata berapi.
342
“Biauw Niang, apa artinya ini? Kalian hendak memberontak dan membantu perbuatan terkutuk? Jadi kau sudah tipu gurumu sendiri untuk memusuhi para hohan ini?” suara ini merdu dan nyaring tapi di dalamnya mengandung kebengisan hebat hingga Biauw Niang menjadi gemetar ketakutan.
“Subo... teecu tidak...tidak berani berbuat begitu. Yang membawa rencana dan berhubungan langsung dengan Co Taijin adalah Kek Kong susiok!” Ang Gwat Niang-niang memandang Kek Kong Tojin dengan mata mengandung pertanyaan dan tuntutan. Tapi yang dipandang hanya tertawa lalu berkata,
“Suci, apakah suci takut menghadapi penjahat-penjahat ini? Kalau takut dan tidak mau membantu, silakan suci dan suheng pulang kembali ke gunung saja, biar aku menghadapinya sendiri!”
“Kek Kong, kau tersesat!” Lo Thong Sianjin membentak.
“Biauw Niang, kalian bertiga membuat malu gurumu. Mulai saat ini kalian bukanlah anak murid Ngo-lian-pai lagi!”
“Cuwi, maafkan pin-ni yang tertipu,” kata Ang Owat Niang-niang sambil menjura kepada pihak tuan rumah, kemudian ia tersenyum kepada Han Liong dan Pauw Lian, “Kalian Pek Liong dan Ouw-Liong sungguh gagah. Giok Ciu dan Sin Wan beruntung sekali bisa
343
mendapat murid seperti kailan. Kalau bertemu kedua guru kalian, sampaikan salamku kepada mereka!” Kemudian sekali berkelebat, Ang Gwat Niang-niang lenyap dari pandangan, hanya masih terdengar suaranya memanggil,
“Ayoh, suheng!” Lo Thong tertawa sambil menjura kepada Khouw Sin Ek dan berkata dengan suara tak puas. “Aku telah berkenalan dengan kepalan dewa, tapi sayang belum kenyang kita mengadu kepalan terpaksa harus berakhir sampai disini. Khouw Lojin, kalau ada kesempatan jangan lupa padaku untuk mencoba dan melanjutkan pertempuran ini.”
“Ha, ha, Lo Thong toyu, kau serakah sekali. Baik-baik! Lain kali kalau ada kegembiraan pasti aku mengunjungi gunungmu.” Lo Thong menjura lagi lalu melompat pergi menyusul sumoinya. Sementara itu, karena tidak dapat menahan marahnya lagi, Tan Cianbu berteriak memerintahkan kawan-kawannya,
“Serbu pemberontak dan penghianat-penghianat ini!” Goloknya terayun membacok Kek Kong Tojin yang menangkisnya dengan toyanya. Un Kiong melompat mendekati ayahnya.
“Ayah biarkanlah aku menghajar imam yang jahat ini!” Tan Cianbu maklum bahwa anaknya mempunyai kepandaian yang lebih tinggi darinya, maka ia tertawa dan berkata,
344
“Hati-hati, Un Kiong!” Lalu ia pimpin kawan-kawannya berbalik menghantam Cek Kong Tojin dan kawan-kawannya! Sebaliknya, pihak Han Liong dan kawan-kawannya menjadi bingung karena musuh telah saling gempur sesamanya. Tapi tiba-tiba Han Liong berkata,
“Telah diputuskan untuk membasmi para durna dulu. Nah, mereka inilah kaki tangan durna. Ayoh bantu Tan Cianbu!” Lie Bun Tek segera terjun lagi dalam pertempuran, membantu Un Kiong, sedangkan Han Liong dan Pauw Lian menyerang ketiga siluman wanita dengan sengit. Juga Hong Ing tidak mau tinggal diam. Ia memutar siang-kiamnya dan maju melabrak musuh. Tetapi beberapa orang dari fihak tuan rumah yang tidak mau ikut campur urusan orang lain tinggal diam saja menjadi penonton. Keadaan kedua fthak tidak seimbang maka sebentar saja korban yang berjatuhan di fihat Kek Kong Tojin memenuhi tempat itu. Pek-liong Pokiam dan Ouw-liong Pokiam mengamuk dengan hebatnya dan di mana saja pedang warna hitam dan putih berkelebat, maka pasti ada yang korban jatuh tanpa dapat menjerit lagi.
Ketika Han Liong dan Pausw Lian sedang mengamuk hebat dan merasa gembira melihat hasilnya, tiba-tiba ada angin bertiup keras dan Han Liong dan Pauw Lian merasa ada tenaga raksasa yang menahan pedang mereka! Mereka terkejut sekali tetapi tak dapat menahan tarikan itu sehingga dalam sekejap mata kedua pokiam itu terlepas dari tangan dan terbang entah ke mana! Selagi mereka
345
terheran-heran, dari atas melayang sehelai kertas putih. Han Liong segera memungutnya dan bersama Pauw Lian membacanya. Alangkah terkejut mereka dan tiba-tiba saja mereka merasakan seluruh muka panas karena malu. Han Liong dan Pauw Lian memandang sekeliling. Juga mereka yang sedang bertempur, semua berdiri terheran-heran dengan mulut ternganga karena semua senjata mereka dengan tiba-tiba saja lenyap dari tangan mereka tanpa mereka ketahui siapa yang merampasnya! Hanya Khouw Sin Ek saja yang menjura ke arah barat dan berkata keras,
“Siansu dan Suthai, terima kasih atas bantuan kalian. Silakan singgah di tempat kami yang kotor!” Tiba-tiba dari jauh terdengar suara yang keras bergema,
“Khouw Toyu, ada kau orang tua, kami tak perlu khawatir, semua pasti selesai. Maafkan kami mengganggu dan tak dapat mampir. Selamat tinggal!” Khouw Sin Ek hanya geleng-geleng kepala dan menghela napas! Han Liong dan Pauw Lian berlutut dan menyebut,
“Suhu!” Hanya Khouw Sin Ek saja yang dapat melihat gerakan Kam Hong Siansu dan Kui Giok Cu Suthai yang datang berdua dan merampas semua senjata dari mereka yang sedang bertempur. Bahkan Kam Hong Siansu telah meninggalkan sepucuk surat kepada Han Liong dan Pauw Lian! Melihat hal itu, Khouw Sin Ek menghampiri kedua anak muda itu dan bertanya.
346
“Surat apakah yang kalian terima? Pesanan Siansu?” Sambil menundukkan kepala Han Liong memberikan surat kepada Khouw Sin Ek yang membacanya :
Han Liong,
Sudah terlampau banyak darah mengalir. Hentikanlah pertempuran. Belum waktunya menggulingkan kekuasaan yang memerintah. Tiba saatnya akan runtuh sendiri. Pek Liong sudah bertemu Ouw Liong, maka kami minta kembali. Sebagai gantinya kau mendapat Pauw Lian dan dia mendapat kau. Kami memberi doa restu, jadilah kalian suami isteri yang bahagia dan bijaksana. Terima kasih kepada Khouw toyu yang telah sudi menjadi perantara!
Tertanda
Kam Hong Siansu
Kui Giok Ciu Suthai. Khouw Sin Ek tertawa geli tiada terhingga.
“Ah, sungguh pintar orang tua itu!” Kemudian ia berpaling kepada semua orang. “Hai, cuwi yang terhormat. Kami sebagal tuan rumah di gunung ini mengharap hendaknya agar cuwi jangan membikin kotor tempat ini dengan pertumpahan darah selanjutnya! Para
347
Enghiong yang merasa tertipu oleh biang keladi pemberontakan dan sudah menjadi sadar, harap kembali ke tempat masing-masing dan mengubah kekeliruan masing-masing. Para pahlawan yang setia kepada negara harap mengurus hal ini melalui saluran tertentu. Dan kau, Kek Kong, dengan ketiga muridmu, kalau ingin selamat hentikanlah kesesatanmu, karena kalau tidak, biar kali ini lolos dari bencana, pasti lain kali akan mengalami mala petaka!”
“Kau sombong, Khouw lojin. Memang, kuakui bahwa kali ini kami kalah. Orangmu telah dapat merampas senjata kami. Tapi lain kali tentu aku hendak membalas hormat padamu!” Kemudian saikong itu menggandeng tangan ketiga keponakan muridnya itu dan membawa mereka lari turun gunung. Semua orang bubar sambil membava kawan-kawan mereka yang terluka dan terbinasa. Tapi Khouw Sin Ek menahan Tan Cianbu yang memang telah dikenalnya baik.
“Khouw lo-Enghiong, Sekarang aku mengerti mengapa Un Kiong berlaku demikian ketolol-tololan, tentu ini adalah kau orang tua yang mengajarnya!” kata Tan Cianbu sambil tertawa. Khouw Sin Ek tertawa.
“Tapi, bagaimana pendapatmu tentang puteramu? Puaskah kau melihatnya?”
348
“Terima kasih atas didikanmu kepadanya, Khouw lo-Enghiong,” jawab Tan Cianbu.
“Tidak cukup dengan terima kasih saja, Cianbu. Sekarang aku hendak memajukan diri menjadi perantara untuk perjodohan Un Kiong.”
“Perjodohan? Ia masih sangat muda!”
“Tidak terlalu muda untuk mendapat jodoh yang cocok dan baik.”
“Siapakah nona yang kau puji-puji itu?”
“Bukan lain ialah nona Lie Hong Ing yang memberimu surat tanda pemberontakan tadi.”
“O dia...??” Memang semenjak bertemu di taman dan melihat kegagahan sikap gadit itu dan kecantikannya, Tan Cianbu sudah merasa suka, maka ia segera menyatakan persetujuannya hingga Khouw Sin Ek menjadi girang sekali. Han Liong segera ditemui dan ketika diminta pendapatnya, Han Liong hanya mengangguk sambil tersenyum girang.
349
“Memang mereka berdua itu jodoh masing-masing. Kalau bukan saudara Un Kiong, siapa lagi yang sanggup menundukkan Hong Ing?” Ketika Hong Ing diberitahu oleh Pauw Lian yang mendapat tugas menyampaikan kepada gadis ini, Hong Ing menghujani tubuh Pauw Lian dengan cubitan sehingga Pauw Lian mengaduh-aduh dan lari. Hong Ing mengejarnya, tapi Pauw Lian berteriak,
“Tan Kongcu... Tan Kongcu... tolong aku, Ing-moi nakal sekali...!” Terpaksa Hong Ing cepat-cepat bersembunyi di dalam kamar sendiri, takut kalau-kalau Un Kiong benar-benar muncul pada saat itu!
Sementara itu, perjodohan antara Han Liong dan Pauw Lian tak menemui kesulitan. Kedua guru masing-masing sudah setuju, kedua orang yang bersangkutan juga setuju, sedangkan pada waktu itu, semua guru dan bibi Han Liong pun berada di situ pula dan mereka bahkan menerima warta ini dengan girang sekali. Adapun Pauw Lian, karena ia yatim piatu, maka cukup diwakili oleh Pauw Kim Kong yang menjadi keluarga satu-satunya. Demikianlah, sebulan kemudian, di Beng-san dilangsungkan perkawinan dua pasang mempelai, Tan Un Kiong dengan Lie Hong Ing, dan Si Han Liong dengan Pauw Lian. Ketika upacara dilangsungkan, tiada hentinya mereka berempat saling goda sehingga menambah keramaian dan kemesraan pesta itu.
Selanjutnya, Hong Ing tinggal dengan suaminya di rumah mertuanya yang telah meletakkan jabatan dan pulang ke kampung,
350
sedangkan Han Liong dan isterinya tinggal di Kam hong-san atas permintaan guru-guru dan bibinya. Biarpun kedua pokiam telah ditarik kembali oleh gurunya masing-masing, namun mereka berdua terus berlatih ilmu pedang Pek liong Kiamsut dan Ouw-Liong Kiamsut, bahkan mereka berusaha menggabungkan kedua ilmu pedang ini. Hidup mereka penuh kebahagiaan karena sebagai Bengcu Han Liong dikenal oleh seluruh hohan di kalangan kang-ouw yang datang mengunjungi, juga mereka sering turun gunung untuk mengunjungi sahabat-sahabatnya. Hong Ing pun hidup bahagia dengan suaminya yang sangat menyintainya, dan dari Un Kiong, Hong Ing mendapat bimbingan ilmu silat tinggi sehingga ia memperoleh kemajuan pesat sekali.
Seperti juga Han Liong suami isteri, Un Kiong suami isteri ini juga sering melakukan perjalanan mengunjungi sahabat-sahabat untuk meluaskan pengalaman dan dimana saja mereka tak pernah lupa mengeluarkan tangan dan menggunakan kepandaian mereka untuk membantu fihak lemah yang tertindas dan membasmi orang-orang jahat yang mengacaukan rakyat jelata. Sesuai dengan petunjuk Kam Hong Siansu, untuk sementara Han Liong dan kawan-kawannya menghentikan gerakan mereka sambil menanti suasana melihat keadaan pemerintah. Yo Leng In atau Yo Toanio, bibi Han Liong, ikut keponakannya tinggal di Kam-hong-san dan janda ini melawati sisa hidupnya dengan menumpang dan ikut merasakan kebahagiaan hidup Han Liong dan Pauw Lian.
Hampir sebulan sekail atau lebih sering lagi, kalau tidak Han Liong dan isterinya mengunjungi kampung Un Kiong yang tidak jauh dari
351
Kam hong-san, tentu Un Kiong dan Hong Ing yang naik ke Kam-hong-san untuk mengunjungi kakaknya yang tercinta itu, di mana pada tiap pertemuan mereka mengobrol dengan gembira-ria!
T A M A T

Tag:cersil cersil indo cersil mandarin full cerita silat mandarin online cersil langka cersil mandarin lepas cerita silat pendekar matahari kumpulan cerita silat jawa cersil mandarin beruang salju. cerita silat pendekar mataharicerita silat indonesia cerita silat kho ping hoo cerita silat mandarin online cerita silat mandarin full cerita silat jawa kumpulan cerita silat cerita silat jawa pdf cerita silat indonesia gratis cerita silat jadul indonesia cerita silat indonesia pendekar rajawali sakti cersil indonesia pendekar mabuk cersil langka cersil dewa arak cerita silat jaman dulu cersil jawa download cerita silat mandarin full cerita silat mandarin online cersil mandarin lepas cerita silat mandarin pendekar matahari cerita silat jawa pdf cersil indonesia pdf cersil mandarin beruang salju kumpulan cerita silat pdf
kumpulan cerita silat cersil online
Share:
cersil...
Comments
0 Comments

Postingan Cersil Terbaru