- Cerita Silat Pendekar Budiman 3
- Cersil Pendekar Budiman Kho Ping Hoo
- Pendekar Budiman Serial Terbaru Kho Ping Hoo
- Cerita Silat Rajawali Hitam 3 Tamat
- Cersil Rajawali Hitam 2
- Rajawali Hitam 1 Lanjutan Dewi Ular Serial Gelang ...
- Dewi Ular 3 Full Tamat Komplit Baca Online disini
- Dewi Ular 2
- Dewi Ular 1 Cersil Serial Gelang Kumala Kho Ping H...
“Ah, ternyata kau telah mengalami banyak hal hal yang
pahit selama hidupmu, adikku. Semoga saja kelak kau akan
menemui kebahagiaan seperti aku yang telah bertemu
dengan Ling In. Hal ini benar benar kudoakan, karena kau
telah merampas nyawaku dari cengkeraman maut. Kalau
tidak ada kau, tentu sekarang aku telah menggeletak dengan
kepala pecah oleh senjataku sendiri ini.” Wan Kan meraba
raba rantainya yang sudah dikembalikan oleh Ciang Le.
“Itu hanya kebetulan saja, twako dan agaknya Thian
memang belum menghendaki kau kembali ke asalmu.
Baiknya ketika aku tiba di Enghiong Hweekoan, susiokku
Pak Hong Siansu dan juga Ba Mau Hoatsu gurumu itu
tidak berada di sana. Kalau mereka berdua ini ada di sana
belum tentu kita akan dapat meloloskan diri.”
“Ah, mereka sedang pergi untuk mewakili Sam Thai
Koksu menghadapi Thian Te Siang mo.”
Ciang Le terkejut sekali mendengar ini. “Mengapa? Ada
keperluan apakah Sam Thai Koksu dengan kedua orang tua
itu?”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
“Ah, belum tahukah kau, Go te? Sudah lama Sam Thai
Koksu menyiarkan tantangan bertanding kepada Thian Te
Siang mo dan akhirnya hal ini terdengar agaknya oleh Iblis
Kembar itu karena mereka mengirim berita kepada
Enghiong Hwee koan bahwa mereka menanti kedatangan
Sam Thai Koksu untuk berpibu (mengadu kepandaian).”
“Dan San Thai Koksu tidak berani maju sendiri lalu
mewakilkan pibu itu kepada susiok Pak Hong Siansu dan
gurumu Ba Mau Hoatsu? Alangkah pengecutnya!”
“Terus terang saja, adikku, tantangan itu hanya siasat
untuk membangkitkan amarah kedua orang kakek itu
sehingga mereka mau muncul untuk ditewaskan, karena
Sam Thai Koksu menganggap mereka sebagai orang orang
berbahaya,” kata Wan Kan yang sesungguhnya memang
tidak setuju akan siasat siasat licik dan rendah dari Sam
Thai Koksu.
“Di mana pertemuan itu diadakan?” tanya Ciang Le tiba
tiba.
“Di jembatan Liong thouw (Kepala Naga) yang
menyeberangi sungai di kota Paoting.” kata Wan Kan yang
mengetahui jelas persoalan itu karena ketika hal itu
dibicarakan ia masih berada di Enghiong Hweekoan.
“Kalau begitu, aku akan menyusul ke sana kalau perlu
menolong kedua orang guruku itu. Mereka takkan dapat
menang dari susiok Pak Hong Siansu!” kata Ciang Le yang
segera bangkit berdiri.
“Aku ikut pergi, Go te. Biar aku akan membujuk Pak
Hong Siansu dan Ba Mau Hoatsu mengingatkan mereka
bahwa sesungguhnya tidak ada perlunya bermusuhan
dengan orang orang Han. Kelak aku boleh menyusul
isteriku,” kata Wan Kan.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Berangkatlah keduanya dengan cepat menuju ke kota
Paoting. Akan tetapi, kebetulan sekali mereka bertemu
dengan Bi Lan yang mengakibatkan pertempuran hebat!
Mereka sedang berlari dalam sebuah hutan berikutnya
ketika tiba tiba mereka melihat seorang gadis cantik datang
dari depan Melihat gadis ini Ciang Le berdebar hatinya dan
ia berkata kepada Wan Kan sambil menunda larinya.
“Wan twako, harap kau jangan melayani dia kalau dia
menyerang. Dia adalah sumoi dari isterimu dan.. dan dia
adalah... calon jodohku....”
Wan Kan memandang dengan tertarik dan gembira
sekali. Ketika Bi Lan sudah datang dekat, diam diam Wan
Kan harus mengakui bahwa pilihan hati adik angkatnya
benar benar tepat. Bi Lan seorang gadis muda yang cantik
jelita dan sikapnya gagah sekali.
Sebaliknya, Bi Lan merasa terkejut dan terheran melihat
Ciang Le datang bersama seorang pemuda yang dikenalnya
sebagai Pangeran Wan yen Kan! Dia memang pernah
melihat pangeran ini dan tahu bahwa pangeran inilah yang
telah menjerumuskan sucinya Thio Ling In, sebagaimana
yang ia dengar dari Gan Hok Seng suhengnya. Maka
marahnya bukan main melihat musuh besar ini. Wan yen
Kan selain merusak kehidupan Ling In dan Lie Bu Tek,
juga dia adalah seorang pangeran Bangsa Kin yang sedang
ditumpas oleh rakyat, bagaimana sekarang Ciang Le dapat
berjalan bersama seperti dua orang sahabat baik?
“Lan moi....” kata Ciang Le akan tetapi sebelum ia
sempat melanjutkan kata katanya Bi Lan memotong cepat
dengan pertanyaan yang kaku.
“Apakah orang ini bukannya Wan yen Kan, pangeran
Kin?” Dipandang secara tajam oleh sepasang mata yang jeli
itu, mau tidak mau Wan yen Kan merasa keder juga. Bukan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kepandaian gadis ini yang membuatnya jerih, melainkan
sikapnya yang galak. Soal kepandaian Bi Lan, karena ia
hanya diberi tahu oleh Ciang Le bahwa gadis itu adalah
sumoi dari isterinya tentu kepandaiannya tidak berapa
hebat.
Wan Kan mengangkat kedua tangan memberi hormat
dan menjawab pertanyaan itu.
“Benar dugaanmu, nona. Akan tetapi sekarang aku
adalah Wan Kan, suami dari sucimu Thio Ling In dan juga
saudara angkat dari adikku Go Ciang Le ini.”
Untuk sejenak Bi Lan tertegun, ia sudah tahu bahwa
Pangeran Wan yen Kan menjadi suami Ling In dan
mempergunakan nama Wan Kan, akan tetapi berita bahwa
pangeran ini diaku saudara angkat oleh Ciang Le, benar
benar merupakan berita yang hebat baginya. Bagaimana
Ciang Le begitu goblok dan buta memilih pangeran jahat ini
sebagai saudara angkat? Merahlah mukanya saking
marahnya.
“Pangeran keparat! Kau menggunakan nama Wan Kan
untuk membujuk dan menipu enci Ling In, sekarang kau
masih melanjutkan siasatmu untuk menipu orang orang
bangsaku! Kau harus mampus di tanganku!” Setelah
berkata demikian, secepat kilat Bi Lan telah menerjang
maju dan memukul dengan tangan kanannya ke arah dada
Wan Kan!
Tentu saja Wan Kan memandang ringan serangan ini.
Isterinya sendiri, Ling In, masih kalah kepandaiannya
olehnya apalagi gadis ini hanya sumoi dari isterinya saja.
Dengan tenang dan sabar ia menangkis pukulan itu sambil
berkata, “Sabarlah, nona....”
Akan tetapi, begitu lengan tangannya beradu dengan
lengan Bi Lan, ia merasa sakit sekali pada pergelangan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tangannya dan tubuhnya terpental ke belakang sehingga ia
terhuyung huyung hampir jatuh. Bukan main kagetnya
menghadapi tenaga lwee kang yang luar biasa hebatnya ini
dan mengingat pesan Ciang Le tadi. Wan Kan segera
meloncat jauh ke belakang Ciang Le.
“Jangan lari, jahanam!” Bi Lan mengejar dengan marah
sekali.
Akan tetapi Ciang Le melangkah maju dan berkata,
“Sabar, Lan moi, mari dengar penjelasanku lebih dulu....”
Sementara itu, melihat keganasan gadis ini, Wan Kan
berlari menjauhi mereka. Ia merasa serba susah, tidak
melawan, gadis itu mendesak dan demikian galak.
Melawan, belum tentu menang dan juga ia tidak enak
karena bukankah gadis itu calon isteri Ciang Le? Melihat
betapa kini Ciang Le menghadapi gadis itu, ia lalu berdiri
menjauhi di tempat aman, mengharap adik angkatnya itu
akan dapat membikin jinak harimau betina itu!
Akan tetapi, Bi Lan makin marah mendengar omongan
Ciang Le yang membela pangeran musuh itu.
“Tak perlu mendengar omonganmu!” bentaknya dan
tangan kanannya bergerak. Meluncurlah beberapa benda
bersinar ke arah Wan Kan dengan kecepatan yang
mengerikan. Tahu tahu benda benda bersinar itu telah
menyambar ke arah Kepala, leher, dada dan perut Wan
Kan. Pangeran ini terkejut bukan main dan cepat cepat ia
meloncat ke belakang sebatang pohon besar yang kebetulan
sekali berada di dekatnya. Kalau tidak ada pohon itu,
agaknya akan celakalah pangeran ini, karena Bi Lan
menyerang terus dengan Kim kong touw kut ciam (Jarum
Sinar Emas Penembus Tulang) semacam senjata rahasia
yang dipelajarinya dari Thian Lo mo! Setelah bersembunyi
di belakang pohon yang besar itu, selamatlah Wan Kan dan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
beberapa buah jarum itu menancap masuk ke dalam batang
pohon.
Tentu saja Ciang Le tahu lihainya Kim kong touw kut
ciam ini, karena ia sendiripun telah mempelajari ilmu
senjata rahasia dari Thian Lo mo.
“Lan moi, jangan bunuh dia.....” katanya dengan gelisah
sekali karena kalau sampai Wan Kan terkena senjata
rahasia itu, celakalah kakak angkatnya itu.
Namun, mana Bi Lan mau mengalah? Gadis itu terus
menghujani pohon tadi dengan senjata rahasianya, Ciang
Le cepat mengambil sesuatu dari saku bajunya dan ia juga
mengeluarkan Kim kong touw kut ciam yang cepat
dilontarkan ke atas. Terdengar suara “cring! cring! cring!” di
tengah udara ketika jarum jarum dari Bi Lan bertumbuk
dengan jarum jarum dari Ciang Le. Sungguh menarik dan
bagus sekali pemandangan ini. Jarum jarum yang
dilepaskan itu mengeluarkan sinar keemasan dan ketika
bertemu di. udara, menimbulkan bunga api, lalu runtuh
bagaikan hujan ke atas tanah.
Bi Lan merasa penasaran dan beberapa kali ia
mengerahkan tenaga mengayun jarum jarumnya akan tetapi
selalu dapat disambut oleh Ciang Le yang juga melontarkan
jarum jarumnya dengan sikap tenang sekali.
“Sumoi kau bertempur dengan siapakah….?” tiba tiba
terdengar suara dari jauh dan datanglah Ling In diikuti oleh
Lie Bu Tek dan Gan Hok Seng. Melihat sumoinya
bertempur senjata rahasia dengan seorang pemuda baju
kembang, Ling In cepat meloncat menghampiri dan untuk
sejenak murid Hoa san pai inipun tertegun dan kagum
sekali menyaksikan pertempuran yang aneh dan indah
dipandang ini.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Melihat datangnya saudara saudara seperguruannya, Bi
Lan menghentikan serangan senjata rahasianya dan ia
menudingkan telunjuknya ke arah pohon di mana tadi Wan
Kan bersembunyi sambil berkata kepada Ling In dan kedua
orang suhengnya.
“Pangeran keparat itu bersembunyi di sana, lekas
tangkap dan bunuh dia!”
Akan tetapi, pada saat itu terjadi sesuatu yang membuat
Bi Lan berdiri melongo. Ternyata ketika mendengar suara
Ling In, Wan Kan cepat meloncat keluar dan kini suami
isteri ini berdiri jauh saling pandang dengan air mata
mengalir.
“Ling In....” Wan Kan berseru girang sambil lari
menghampiri.
“Wan Kan…!” Ling In juga menjerit girang dan lari
sehingga sepasang suami isteri itu bertemu di tengah jalan
lalu saling rangkul dalam pelukan yang mengharukan hati.
Merah sekali muka Bi Lan melihat hal ini, ia merasa
malu, jengah dan juga penasaran sekali. Ketika ia melirik ke
arah Lie Bu Tek dan Gan Hok Seng, ia menjadi mikin
terheran heran melihat dua orang suhengnya itu
menundukkan muka dan agaknya ikut merasa terharu pula.
“Lie suheng, Gan suheng! Apa artinya semua ini?
Mengapa kalian diam saja dan tidak memberi hajaran
kepada pangeran musuh itu?”
Bu Tek tidak menjawab, hanya cepat menghampiri
Ciang Le yang dikenalnya sebagai pemuda yang pernah
menolongnya. Ia menjura dengan hormat dan menyatakan
kegembiraannya bertemu di tempat itu. Adapun Hok Seng
segera menceritakan kepada Bi Lan tentang keadaan Wan
yen Kan yang telah menolong mereka ketika ditawan,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sungguhpun Wan yen Kan telah ditusuk pedang oleh Ling
In dan dikira telah mati.
Mereka semua berkumpul dan berceritalah Wan Kan
tentang pengalamannya ditolong oleh Ciang Le sehingga
mereka mengangkat saudara. Mendengar semua penuturan
itu Bi Lan menjadi terharu dan ia sudah melihat sendiri
betapa besar kasih sayang Ling In kepada suaminya. Apa
lagi ketika ia mendengar bahwa sucinya itu telah
mengandung, dengan sepenuh hati ia dapat menerima Wan
Kan sebagai kawan, bahkan sebagai saudara, karena
bukankah Wan Kan menjadi suami Ling In dan menjadi...
kakak angkat Ciang Le?
“Baiknya sam wi keburu datang,” kata Ciang Le sambil
tersenyum kepada tiga orang murid Hoa san pai itu. “kalau
tidak, aku dan Wan twako tentu akan celaka oleh jarum
jarum yang lihai dari Lan moi....”
“Benar benar nona Bi Lan hebat sekali,” Wan Kan
menyambung, “aku tadi sudah ketakutan setengah mati.
Kukira kepandaiannya di bawah tingkat Ling In, tidak
tahunya sekali beradu lengan, aku sudah terjungkal!”
Mendengar semua ucapan ini, wajah Bi Lan menjadi
merah sekali.
“Belum tentu aku akan dapat menang, karena kita sama
sama mempunyai Kim kong touw kut ciam. Masih harus
ditentukan lebih dulu siapa yang lebih unggul!”
Untuk beberapa lama, orang orang ini bercakap cakap
saling menuturkan pengalaman mereka dengan senang
karena mereka merasa cocok satu sama lain, terutama
sekali Wan Kan merasa suka kepada murid murid Hoa san
pai yang kini ia buktikan sendiri adalah orang orang muda
yang berjiwa gagah. Akan tetapi tiba tiba Ciang Le bangkit
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
berdiri dan berkata, “Aku harus lekas pergi menolong guru
guruku.”
“Eh, guru gurumu yang mana?” tanya Bi Lan.
“Thian Te Siang mo sedang terancam oleh Pak Hong
Siansu dan Ba Mau Hoatsu di kota Paoting. Kami berdua
tadi sedang menuju ke sana karena agaknya hanya Go te
saja yang dapat menolong mereka!” Wan Kan
menerangkan.
“Siapa bilang? Aku yang harus menolong kedua guruku
itu!” kata Bi Lan dengan marah.
“Bagus, kalau begitu mari kita berangkat sekarang, takut
kalau terlambat,” kata Ciang Le.
“Kau jangan tinggalkan aku lagi,” kata Ling In kepada
suaminya dengan sikap manja. Wan Kan tersenyum dengan
muka merah, lalu berkata, “Apa salahnya kalau kita
sekalian beramai ramai menuju ke sana! Keadaan kita akan
lebih kuat lagi kalau bersatu.”
Sebenarnya Ciang Le kurang setuju di dalam hatinya.
Diantara mereka, yang kepandaiannya agak boleh
diandalkan hanya Bi Lan seorang, akan tetapi tentu saja ia
merasa kurang enak kalau menolak, maka katanya,
“Memang lebih baik.”
Semua orang menyatakan setuju untuk ikut, kecuali Gan
Hok Seng. Pemuda ini teringat akan nasib kawan kawannya
di dalam hutan ketika mereka diserbu oleh pasukan Kin.
Dia sebagai kepala pasukan kawan kawannya itu
bertanggung jawab penuh dan ingin sekali ia menyelidiki
bagaimana keadaan kawan kawannya itu. Maka ia lalu
berkata, “Maafkan aku, karena aku tidak mungkin pergi
sebelum mengetahui bagaimana keadaan kawan kawanku
yang dipukul cerai berai oleh pasukan musuh. Aku hendak
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mengurus mereka dulu dan mengumpulkan kawan kawan
untuk membentuk pasukan baru. Pergilah kalian menolong
Thian Te Siang mo, kelak kita bertemu pula.”
Maka berpisahlah Gan Hok Seng dengan kawan
kawannya dan berangkatlah Ciang Le, Wan Kan, Ling In,
Bu Tek dan Bi Lan menuju ke Paoting dengan cepat sekali.
Yang amat mengherankan dan mengagumkan hati Bi Lan
adalah sikap Bu Tek, karena pemuda yang menjadi
suhengnya ini sama sekali tidak nampak cemburu ataupun
iri hati terhadap Wan Kan yang telah menjadi suami bekas
kekasihnya. Bahkan ia nampak rukun sekali dengan Wan
Kan.
Sebaliknya, terhadap Ciang Le, Bi Lan masih saja
bersikap dingin, dan diam diam ia ingin sekali melihat
bagaimana sikap kedua gurunya terhadap pemuda ini.
Memang baik sekali perjalanan kali ini, pikir Bi Lan, tidak
saja untuk membantu Thian Te Siang mo akan tetapi juga
melihat sikap kedua gurunya itu terhadap Ciang Le.
Kita mendahului lima orang muda yang berlari cepat
menuju ke Paoting itu dan mari kita melihat keadaan di
jembatan Liong thouw kiauw di Paoting.
Telah beberapa hari, Thian Te Siang mo berada di kota
ini. Kedua orang tua yang sakti ini memang mempunyai
watak yang kukoai (aneh). Mereka tidak banyak perduli
tentang pemberontakan rakyat terhadap pemerintah Kin,
namun setelah mendengar tentang kematian Coa ong Sin
kai di tangan Ba Mau Hoatsu, mereka menjadi marah dan
mendongkol sekali. Apa lagi ketika mereka mendengar
tentang berita tantangan Sam Thai Koksu terhadap mereka.
Bukan main marah hati kedua Iblis Kembar ini. Karena
melihat bahwa Jembatan Kepala Naga di Paoting amat baik
untuk mengadu pibu, tempat itu luas dan juga tidak begitu
ramai, maka mereka lalu mengunjungi Enghiong
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Hweekoan dan diam diam mereka melemparkan sepotong
surat ke dalam yang isinya menantang Sam Thai Koksu
untuk mengadu kepandaian di jembatan itu.
Thian Te Siang mo sudah maklum akan kelicikan orang
orang Kin, maka kalau mereka menuruti nafsu amarah dan
menyerbu di Enghiong Hweekoan, tentu mereka akan
terjebak dan dikeroyok. Sama sekali tidak tahu bahwa tetap
saja Sam Thai Koksu berlaku licik dan bersikap pengecut
sekali, karena menghadapi tantangan Thian Te Siang mo
ini, mereka tidak berani maju sendiri melainkan minta
tolong kepada Pak Hong Siansu dan Ba Mau Hoatsu untuk
mewakili mereka!
Bukan main marahnya Thian Te Siang mo ketika pada
pagi hari itu mereka menanti di Jembatan Kepala Naga,
yang datang bukan Sam Thai Koksu, melainkan Ba Mau
Hoatsu bersama seorang Kakek tua renta yang botak
bongkok dan bermuka putih. Mereka belum mengenal
kakek ini yang bukan lain adalah Pak Hong Siansu,
sebaiknya Pak Hong Siansu bisa turun dari Tibet karena
memang ia ingin mencoba kepandaian Thian Te Siang mo
yang dikabarkan orang menjagoi di Tiongkok utara! Thian
Te Siang mo marah kepada Ba Mau Hoatsu yang dianggap
telah berlaku curang ketika membunuh Coa ong Sin kai,
maka datang datang Te Lo mo lalu mengejeknya,
“Anjing tua penjilat pemerintah Kin datang menemui
kami ada urusan apakah?”
Muka Ba Mau Hoatsu yang hitam menjadi makin
menghitam mendengar hinaan ini. Semenjak dahulu ia
memang merasa jerih kepada Thian Te Siang mo, akan
tetapi pada saat itu ia datang bersama Pak Hong Siansu,
apa yang ia takuti? Hatinya besar, bahkan timbul
kesombongannya sehingga memesan kepada Pak Hong
Siansu agar jangan turun tangan lebih dulu karena ia sendiri
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
yang hendak mencoba kepandaian Thian Te Siang mo! Kini
mendengar ucapan Te Lo mo, ia mengambil sepasang
senjata rodanya yang istimewa, lalu membentak,
“Iblis tua yang mau mampus! Kami mewakili Sam Thai
Koksu untuk memenggal kepala kalian dan membawanya
ke Cin an!”
Thian Lo mo tertawa bergelak sampai keluar air
matanya. “Ha, ha, ha! Tuannya tidak berani maju, lalu
menyuruh anjing penjilat nya. Bagus sekali, Ba Mau
Hoatsu! Memang tanganku dan pedang adikku ini adalah
haus akan darah anjing. Majulah!”
Kalau talinya ia bersikap sombong, setelah kini melihat
sepasang Iblis Kembar ini yang hendak maju berbareng,
keder juga hati Ba Mau Hoatsu.
“Bangsat pengecut! Apakah kalian hendak maju
mengeroyokku?” bentaknya sambil menggerak gerakkan
sepasang rodanya.
“Kami disebut Iblis Kembar, selalu maju bersama, baik
kau datang seorang diri maupun akan maju berlima!” jawab
Te Lo mo.
“Bagus, kalau begitu terpaksa akupun harus maju
bersama kawanku ini,” kata Ba Mau Hoatsu, sedangkan
Pak Hong Siansu hanya tersenyum saja dengan pandangan
mengejek kepada Iblis Kembar itu.
“Orang tua bangka ini kausuruh maju? Baiklah, kami
akan membebaskannya dari kebosanan hidupnya!” Setelah
berkata demikian, Te Lo mo lalu maju menyerang dengan
pedangnya, menusuk tenggorokan Ba Mau Hoatsu, adapun
Thian Lo mo juga melangkah maju dan menghantam
dengan kepalan tangannya ke arah lambung Ba Mau
Hoatsu pula. Memang, Iblis Kembar ini selalu bertempur
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
berdua dan berpasangan, mereka merupakan dua orang,
akan tetapi kalau bertempur seperti seorang yang berkaki
dan berlengan empat saja, secara teratur sekali mereka
menyerang dan saling membela. Dalam gerakan pertama
saja, mereka telah mainkan Ilmu Silat Thian te Kun hwat
yang mereka baru baru ini ciptakan. Biarpun Thian Lo mo
mengandalkan kedua tangan yang penuh terisi tenaga
lweekang yang tinggi, sedangkan Te Lo mo berpedang,
namun gerakan mereka cocok sekali.
Ba Mau Hoatsu menghadapi serangan yang hebat ini,
cepat menggerakkan rodanya menangkis pedang Te Lo mo
sambil melompat mundur menghindarkan diri dari pukulan
Thian Lo mo yang mendatangkan angin kuat sekali itu.
Akan tetapi, Thian Te Siang mo cepat mengejarnya dan
mengirim serangan bertubi tubi sehingga Ba Mau Hoatsu
menjadi terkejut dan kewalahan sekali.
Tentu saja Pak Hong Siansu tak mau tinggal diam karena
ia maklum bahwa kalau dibiarkan saja, keadaan Ba Mau
Hoatsu amat berbahaya. Ia lalu menggerakkan sepasang
senjatanya yang luar biasa yakni sebatang tongkat merah
yang panjang di tangan kanan, dan seuntai tasbeh batu
putih di tangan kiri.
“Thian Te Siang mo! Aku jauh jauh datang dari barat
sengaja hendak melihat sampai di mana kepandaian
kalian!” serunya dan ketika tongkat dan tasbehnya
melayang, Te Lo mo tertangkis pedangnya sedangkan
Thian Lo mo disambar kepalanya oleh untaian tasbeh itu!
Kedua iblis kembar ini benar benar terkejut sekali, Te Lo
mo merasa betapa pedangnya terpental dan tangannya
menjadi kaku seperti kemasukan aliran tenaga yang hebat
sekali, adapun Thian Lo mo juga cepat melompat dan
mengelak dari sambaran tasbeh yang mengeluarkan bunyi
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
bersiutan dan angin pukulannya telah membuat kulit
mukanya dingin!
“Eh, kakek yang lihai, siapakah kau?” tanya Thian Lo
mo karena maklum bahwa ia berhadapan dengan seorang
yang memiliki kepandaian luar biasa sekali, jauh lebih
tinggi, dari pada kepandaian Ba Mau Hoatsu sendiri.
Pak Hong Siansu tertawa, suara ketawanya terkekeh
kekeh seperti seorang tua sekali biasa tertawa.
“Thian Te Siang mo, jauh dari Tibet aku mendengar
nama kalian yang menggemparkan langit dan bumi dan
hanya karena tertarik untuk mengadu kepandaian dengan
kalian, maka aku Pak Hong Siansu sengaja meninggalkan
tempatku untuk datang ke sini.”
Mendengar nama ini, Thian Te Siang mo terkejut sekali.
Nama ini sudah mereka dengar sebagai sute dari Pak Kek
Siansu yang mereka takuti. Tahulah mereka bahwa mereka
kini berhadapan dengan seorang yang benar benar sakti,
dan bahwa keadaan mereka amat berbahaya. Namun
mereka tidak takut dan Thian Lo mo berseru.
“Bagus! Kiranya jago tua dari Tibet yang datang
memberi kehormatan kepada kami untuk bertanding! Tak
pernah kami sangka bahwa kau telah pula menjadi kaki
tangan Kerajaan Kin. Sedianya kami akan menghormati
mu sebagai seorang yang berkedudukan lebih tinggi, akan
tetapi terhadap seorang anjing penjilat pemerintah Kin,
kami tak perlu memakai banyak penghormatan lagi!”
Butan main marahnya Pak Hong Siansu mendengar ini.
“Keparat yang harus mampus!” bentaknya dan segera
tongkat dan tasbehnya menyambar nyambar laksana kilat
dan halilintar. Thian Te Siang mo cepat mengelak dan
menangkis dan membalas serangan itu sekuat tenaga
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dengan pengerahan seluruh kepandaian. Mereka
mengambil putusan untuk bertempur mati matian. Dengan
kerja sama yang amat baik dan dasar kepandaian mereka
yang memang tinggi, untuk puluhan jurus mereka masih
dapat mempertahankan diri, sungguhpun makin lama
makin terdesak dan terkurung oleh tongkat dan tasbeh
sehingga tidak mendapat kesempatan untuk membalas
sama sekali.
Tiba tiba terdengar bentakan keras, tahu tahu Ba Mau
Hoatsu sudah melontarkan sepasang rodanya ke arah Thian
Te Siang mo! Sepasang iblis kembar ini memang sudah
amat terdesak dan seluruh perhatian mereka ditujukan ke
arah serangan Pak Hong Siansu, maka datangnya serangan
sepasang roda yang tak terduga duga sekali ini tak dapat
mereka elakkan. Dengan tepat roda roda itu menghantam
dada dan leher Thian Te Siang mo.
Dua orang tua ini memekik keras. Te Lo mo yang
terkena pukulan pada kepalanya, roboh tak bernapas lagi
dengan kepala pecah. Akan tetapi Thian Lo mo yang
terpukul dadanya hanya roboh pingsan sungguhpun dalam
keadaan yang amat payah dan terluka berat di sebelah
dalam dadanya.
Dan pada saat kedua orang tua itu roboh datanglah
Ciang Le dan kawan kawannya.
“Suhu..!” jerit Ciang Le dan Bi Lan hampir berbareng
dan Bi Lan yang dari jauh melihat betapa lihainya Pak
Hong Siansu, segera menggerakkan pedangnya menyerang
Pak Hong Siansu.
“Lan moi, biarkan aku melawannya. Kau hadapi
pendeta tinggi besar hitam itu!” seru Ciang Le yang juga
sudah mencabut pedang Kim kong kiam. Akan tetapi Bi
Lan tidak mau membiarkan pemuda itu menghadapi Pak
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Hong Siansu, karena ia masih sangsi akan kepandaian
pemuda itu. Ketika pedangnya meluncur cepat ke arah
tenggorokan Pak Hong Siansu, kakek ini mengangkat
tongkatnya menangkis keras, berbareng tasbehnya meluncut
ke arah lambung Bi Lan.
Hampir saja gadis ini celaka oleh benturan pertama ini.
Tangannya terasa sakit sekali dan hampir saja pedangnya
terlepas dari pegangannya sedangkan tasbeh itu sudah
melayang di dekat lambungnya. Untungnya Bi Lan
memang memiliki kelincahan yang luar biasa ia cepat
menarik kembali pedangnya dan melempar tubuh ke
belakang, berpoksai (berjungkir balik) dengan gerakan Koai
liong hoan sin (Naga Siluman Balikkan Tubuh). Dengan
gerakan ini selamatlah ia dari pukulan tasbeh yang akan
mendatangkan maut itu. Akan tetapi gadis itu menjadi
pucat dan keringat dingin membasahi jidatnya.
Sementara itu, Ciang Le sudah meloncat maju
menghadapi Pak Hong Siansu. Kakek ini ketika melihat
Ciang Le, alisnya berdiri dan matanya melotot.
“Kau mau apa menghadapiku dengan pedang di
tangan?” bentaknya.
Ciang Le menjura dengan pedang tergenggam
gagangnya. Sikapnya hormat, akan tetapi wajahnya keren
sekali.
“Susiok, kalau kiranya kau berada di Tibet dan tidak
melakukan hal hal yang buruk, teecu Ciang Le takkan
berani bersikap seperti ini dan tentu akan menghormatimu
sebagai seorang paman guru yang terhormat dan patut
dihormati. Akan tetapi, kau hanya paman guruku,
sedangkan dua orang yang kaubunuh ini adalah guru
guruku!”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
“Hm, habis kau mau apa?” bentak kakek ini dan Bi Lan
yang mendengar dari pinggir menjadi tercengang dan
melongo.
“Sebagai murid Thian Te Siang mo, tentu saja aku akan
berusaha membalas dendam,” jawab Ciang Le. suaranya
dingin, seperti juga pandangan matanya yang membuat Pak
Hong Siansu mau tidak mau merasa keder juga. Mata
pemuda ini mengingatkan dia akan mata suhengnya, Pak
Kek Siansu di waktu mudanya.
“Kau seorang murid keponakan berani menantang
susioknya sendiri?”
“Pak Hong Siansu, pada saat ini aku bukan murid
keponakanmu, akan tetapi aku adalah murid dari Thian Te
Siang mo yang hendak membalas dendam!” seru Ciang Le
tegas.
Pada saat itu Thian Lo mo telah siuman dari pingsannya
dan semenjak tadi ia melihat dan mendengar semua
percakapan ini. Hatinya terharu dan ia berseru lemah,
“Ciang Le...muridku... anakku… jangan Ciang Le. Kau
takkan menang.... tak usah aku kaubela aku sudah tahu
bahwa kau seorang murid yang baik… aku berterima kasih
mendengar pembelaanmu ini....”
“Suhu…!” Bi Lan menubruk Tian Lo mo. Tadinya ia
mengira bahwa kedua orang tua itu sudah tewas, kini
melihat Thian Lo mo ternyata masih hidup, gadis ini segera
berlutut mendekatinya.
“Kau, Bi Lan…. kau anak baik…! Untungnya kau tidak
menghukum Ciang Le...... kami salah sangka, dia murid
terbaik....”
“Suhu, teecu juga akan membalaskan sakit hatimu....”
bisik Bi Lan.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sementara itu, ketika mendengar ucapan Thian Lo mo,
tak tertahan lagi dua butir air mata membasahi mata Ciang
Le. Ia menengok ke arah Thian Lo mo dan berkata.
“Tidak suhu. Teecu harus membalas untuk ini!”
“Awas, koko…!” teriakan ini terdengar dari Bi Lan yang
saking kagetnya, tak terasa lagi menyebut Ciang Le “koko”!
Ciang Le tak perlu diberi ingat oleh Bi Lan karena ia
sudah mendengar menyambarnya angin pukulan dari
belakang ketika ia menoleh memandang kepada Thian Lo
mo tadi.
Cepat ia mengelak dan benar saja, tongkat di tangan Tak
Hong Siansu meluncur melewati atas kepalanya. Bukan
karena Pak Hong Siansu berwatak curang, melainkan kakek
ini sudah terlampau marah mendengar omongan Ciang Le
tadi, maka tanpa banyak cingcong lagi ia telah menyerang.
Ciang Le mainkan ilmu Pedang Pak kek Sin kiam sut
yang ia pelajari dari Pak Kek Siansu sebagai pecahan dari
pada Pak kek Sin ciang yang luar biasa lihainya.
Pak Hong Siansu juga mengerahkan seluruh
kepandaiannya. Tongkat dan tasbehnya menyambar
nyambar sehingga menjadi dua gulung sinar yang
menyilaukan mata dan tubuhnya lenyap sama sekali ditelan
oleh dua gulung sinar senjatanya itu. Akan tetapi, pedang di
tangan Ciang Le juga berubah menjadi sinar kuning emas
yang panjang dan berkelebatan ke sana ke mari bagaikan
kilat menyambar nyambar. Tubuh pemuda inipun lenyap
sama sekali dan kini yang kelihatan bertempur hanyalah
dua gulung sinar bundar melawan sinar panjang yang
berkelebatan cepat sekali. Semua orang melongo menonton
pertempuran ini, bahkan Ba Mau Hoatsu dan Thian Lo mo
yang telah tinggi tingkat kepandaiannya, memandang
dengan penuh kekaguman, Bi Lan sendiri menjadi
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
ternganga dan perlahan lahan merahlah wajahnya. Melihat
ilmu pedang yang dimainkan oleh Ciang Le itu, kalau
dibandingkan dengan kepandaiannya sendiri, ia tidak ada
sepersepuluhnya! Dan selama ini ia menganggap Ciang Le
setingkat atau bahkan lebih rendah dari pada dia dalam
ilmu silat!
Thian Lo mo menjadi makin lemah. Luka di dadanya
berat sekali dan kalau bukan dia, agaknya dari tadi telah
tewas. Mendengar suhunya merintih, Bi Lan cepat
menengok dan kagetlah ia melihat muka gurunya berkerut
merut tanda menahan sakit yang hebat.
“Suhu.....”
“Bi Lan, ingat… Ciang Le anak baik, kau pun anak
baik…. aku senang sekali kalau kalian... kalian tak terpisah
lagi…. jaga dia, awas. Pak Hong Siansu lihai… yang
membunuh aku dan adikku bukan Pak Hong Siansu...
melainkan Ba Mau Hoatsu…. Ahhh…”
Leher Thian Lo mo menjadi lemas dan ia
menghembuskan napas terakhir!
Bi Lan berdiri dengan mata basah. Alisnya berdiri dan ia
memandang ke arah Ba Mau Hoatsu dengan mata
mendelik.
“Jahanam keparat, jadi kau yang membunuh suhu
suhuku?” Bi Lan berseru dan cepat ia menyerang dengan
pedangnya, menusuk dada Ba Mau Hoatsu!
Pada saat itu, Ba Mau Hoatsu sedang memandang
kepada Wan yen Kan yang datang bersama Lin In dan Bu
Tek. Tiga orang muda ini memang tadi tertinggal oleh Bi
Lan dan Ciang Le yang berlari cepat sekali ketika dari jauh
melihat Thian Te Siang mo roboh. Kini Ba Mau Hoatsu
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
memandang dan heran melihat muridnya ini datang
bersama sama musuh.
“Siauw ong ya.... apakah aku bermimpi?” tanyanya.
Wan yen Kan menjura dengan hormat dan menjawab.
“Suhu, memang betul teecu yang datang, akan tetapi bukan
sebagai pangeran Kin, melainkan sebagai rakyat biasa.
Kalau boleh, teecu peringatkan agar supaya suhu kembali
ke barat, jangan mencampuri urusan pemerintah Kin yang
berada di dalam cengkeraman pembesar pembesar lalim!”
Ucapan ini terdengar oleh Ba Mau Hoatsu sebagai
guntur di siang hari panas. Sama sekali tidak diduganya
sehingga ia menjadi terheran heran dan berdiri memandang
dengan mata bundar. Pendeta ini amat sayang kepada Wan
yen Kan, karena pangeran inilah yang telah mengangkat
dirinya menjadi orang terhormat. Sebagai guru dari Wan
yen Kan tentu saja ia dihormati oleh pemerintah Kin. Maka
kini mendengar ucapan ini hatinya tidak karuan rasanya.
Marah, malu, penasaran, kecewa bercampur aduk menjadi
satu.
Dan pada saat itu, datang serangan dari Bi Lan. Cepat
Ba Mau Hoatsu mengelak dan ia lalu mainkan sepasang
rodanya dengan hati hati. Tak mau lagi ia memikirkan
tentang muridnya yang aneh itu, karena ia telah tahu akan
kelihaian Bi Lan yang harus dihadapi dengan penuh
perhatian.
Melihat Bi Lan telah bertanding dengan pendeta tinggi
besar dan hitam yang mainkan roda secara hebat itu, Lie Bu
Tek dan Ling In tidak mau tinggal diam dan kedua orang
ini telah mencabut pedang dan melompat maju untuk
membantu Bi Lan. Akan tetapi Wan yen Kan mencegah
isterinya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
“Ling In, kau tidak boleh menggunakan banyak tenaga.
Biar aku yang membantu adik Bi Lan!” Setelah berkata
demikian, Wan yen Kan mengeluarkan senjata rantainya
dan menyerbu Ba Mau Hoatsu gurunya sendiri untuk
membantu Bi Lan!
Hebat sekali kemarahan Ba Mau Hoatsu melihat ini.
“Murid durhaka, kubunuh engkau!” bentaknya berulang
ulang dan kini sepasang rodanya berputaran mengancam
dan mendesah Wan yen Kan. Sebagai muridnya, tentu saja
Wan yen Kan maklum akan kehebatan sepasang roda ini
dan setidaknya dapat pula menjaga diri untuk beberapa
lama terhadap serangan roda roda itu. Akan tetapi,
andaikata dia harus menghadapi gurunya sendiri, dalam
belasan jurus saja ia tentu akan roboh binasa. Baiknya di
situ ada Lie Bu Tek dan terutama sekali ada Bi Lan yang
membuat Ba Mau Hoatsu amat repot dan tidak dapat
mendesak muridnya terus menerus karena serangan
serangan Bi Lan benar benar membuat dia terkejut dan
berhati hati.
Pertempuran antara Ba Mau Hoatsu yan di keroyok tiga
amat ramainya. Memang sesungguhnya, kalau bertempur
satu lawan satu, kiranya lambat laun Bi Lan akan kalah
juga, karena tingkat kepandaiannya memang kalah tinggi,
akan tetapi sekarang dengan masuknya Bu Tek dan Wan
yen Kan ke dalam gelanggang pertempuran, keadaan
menjadi berobah untuk kerugian Ba Mau Hoatsu yang
segera terdesak hebat.
-ooo0dw0ooo-
Jilid XIV
AKAN tetapi, seramai ramainya pertempuran ini, masih
lebih ramai dan seru lagi pertempuran antara Ciang Le dan
susioknya, Pak Hong Siansu. Memang tak dapat disangkal
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
pula bahwa Ciang Le kalah latihan dan kalah matang
kepandaiannya dan andaikata pemuda ini harus
menghadapi Pak Hong Siansu sepuluh atau lima tahun
yang lalu, agaknya ia tidak mempunyai harapan untuk
menang. Akan tetapi, pemuda ini telah mempelajari ilmu
silat khusus dari Pak Kek Siansu sehingga dengan ilmu
silatnya Pak kek Sin ciang, ia mempunyai daya tahan yang
kuat sekali dan di samping itu, sekarang Pak Hong Siansu
sudah amat tua, sudah terlampau tua malah untuk
mengadakan pertempuran mati matian demikian serunya.
Kalau keadaan Ciang Le makin lama makin hebat dan kuat
adalah Pak Hong Siansu sebaliknya. Menghadapi Ciang Le
yang amat tangguh sehingga kakek tua renta ini harus
mengerahkan seluruh kepandaian dan mengeluarkan
seluruh tenaga dalam pertempuan yang seratus jurus
lamanya, benar benar amat melelahkannya. Peluhnya
sudah memenuhi mukanya dan napasnya mulai tersengal
sengal.
Sementara itu, Ba Mau Hoatsu marah sekali, bukan saja,
karena ia tidak dapat mendesak tiga orang muda
pengeroyoknya, bahkan pedang di tangan Bi Lan benar
benar merupakan bahaya yang besar sekali, ia lebih marah
kalau melihat betapa Wan yen Kan muridnya itu berusaha
sungguh sungguh untuk membantu musuh musuhnya,
“Wan yen Kan bangsat terkutuk, aku harus membunuh
kau!” Akan tetapi mana mungkin ia membuktikan
ancamannya kalau sepasang rodanya harus menghadapi
serangan mereka terutama pedang Bi Lan!
“Pendeta palsu, kau sendiri yang sudah mau mampus,
masih sempat mengancam orang lain? Tak tahu diri!” Bi
Lan mengejek sambil mempercepat gerakan pedangnva.
“Cring….!” terdengar suara nyaring dan roda perak di
tangan Ba Mau Hoatsu pecah! Pendeta hitam itu kaget
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sekali dan sambil menyambitkan rodanya yang pecah itu ke
arah Bi Lan, ia meloncat mundur cepat sekali.
Sedangkan Pak Hong Siansu yang juga sudah lelah,
berkata kepada Ciang Le,
“Tahan dulu!” Pemuda itu bagaimanapun juga masih
ingat bahwa ia berhadapan dengan adik seperguruan
suhunya, maka seruan ini ditaatinya dan ia menarik
kembali pedangnya dan melangkah mundur. Akan tetapi
sungguh tidak dinyana sama sekali, tiba tiba dari jurusan
Pak Hong Siansu menyambar banyak sekali jarum jarum
hitam yang luar biasa cepatnya. Jarak antara mereka amat
dekat dan sambitan jarum yang dilepaskan oleh Pak Hong
Siansu ini dilakukan dengan pengerahan tenaga lwee kang
yang sudah tinggi, maka dapat diduga betapa cepat jalannya
jarum jarum yang menyambar ke arah tubuh Ciang Le.
“Pengecut curang!” Pemuda itu berseru marah, ia tak
sempat menangkis dengan pedangnya, maka jalan satu
satunya baginya hanya melempar diri ke belakang lalu
membuat salto atau bepoksai beberapa kali. Dengan
gerakan jungkir balik ini, ia mengharap akan dapat
menghindarkan diri dari bahaya yang ia tahu amat besar
ini. Namun tetap saja, di waktu ia berjungkir balik Pak
Hong Siansu menyusul dengan lain sambitan sehingga tiba
tiba Ciang Le merasa punggungnya gatal gatal dan panas
sekali. Tujuh batang jarum hitam telah menancap di
punggungnya ketika ia berjungkir balik tadi karena diserang
dari belakang oleh susioknya!
“Tak tahu malu!” pekiknya marah dan ketika ia
membalikkan tubuh dengan marah sekali, ternyata
susioknya dan Ba Mau Hoatsu lelah lenyap dari situ.
Kiranya Pak Hong Siansu merasa malu atas perbuatannya
sendiri setelah ia menyerang pemuda itu secara menggelap,
maka ia lalu mengajak Ba Mau Hoatsu untuk segera
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
melarikan diri. Bi Lan dan yang lain lain tak dapat
mencegah, karena selain mereka merasa jerih terhadap Pak
Hong Siansu, juga mereka tercengang dan terkejut
menyaksikan peristiwa itu.
Menghadapi serangan jarum jarum berbisa itu hanya
sebentar saja Ciang Le dapat bertahan. Sambil berdiri
mengertak gigi menahan sakit ia memandang ke arah
lenyapnya Pak Hong Siansu dan Ba Mau Hoatsu,
kemudian tiba tiba ia mengeluh dan tubuhnya menjadi
limbung.
Orang yang paling cepat maju adalah Bi Lan Gadis ini
merasa kagum kali melihat Ciang Le yang ternyata bukan
main tinggi ilmu silatnya. Akan tetapi, ketiga ia
menyaksikan kecurangan Pak Hong Siansu, ia menjadi
pucat dan kini melihat penuda itu limbung, ia segera
melompat dan memeluknya lupa sama sekali akan perasaan
malu atau kikuk.
Ketika merasa tubuhnya dipeluk oleh dua lengan yang
halus, Ciang Le masih sempat menengok dan tersenyumlah
dia ketika melihat bahwa yang memeluknya adalah Bi Lan,
akan tetapi hanya sebentar saja ia dapat melihat gadis ini,
karena ia lalu roboh pingsan tak sadarkan diri dalam
pelukan Bi Lan.
Sementara itu, Wan yen Kan, Ling In, dan Bu Tek sudah
melompat mendekati mereka dan semua orang merasa
gelisah sekali melihat wajah Ciang Le yang telah menjadi
pucat seperti mayat. Tanpa ragu ragu lagi Bi Lan lalu
merebahkan tubuh Ciang Le ke atas rumput, dalam
keadaan telungkup, merobek baju punggungnya dan
memeriksanya. Ternyata bahwa jarum jarum yang tadi
dilepas oleh Pak Hong Siansu telah lenyap karena jarum
halus itu telah menyusup ke dalam kulit dan bersembunyi di
dalam daging! Kulit punggung Ciang Le yang putih itu
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
nampak kemerahan yang merupakan bintik bintik kecil
seperti penyakit cacar. Sama sekali tidak kelihatan lagi
jarum jarum itu. Akan tetapi ketika Bi Lan merabanya,
gadis ini menarik kembali tangannya dan keningnya
berkerut. Bukan main panasnya kulit punggung itu, seakan
akan dari situ keluar api bernyala.
Bi Lan pernah ikut Thian Te Siang mo merantau, maka
tentu saja ia tahu tentang senjata senjata rahasia dan
tentang racun racun senjata rahasia. Akan tetapi
menghadapi senjata rahasia yang dipergunakan oleh Pak
Hong Siansu ini, dia benar benar bingung. Belum pernah
selama hidupnya ia melihat senjata rahasia yang
menimbulkan luka luka seperti ini dan yang kini tidak dapat
dilihatnya sama sekali. Juga guru gurunya belum pernah
bercerita tentang senjata rahasia macam ini. Bi Lan
mengerutkan kening, hampir hampir menangis sambil
menoleh ke arah tubuh kedua orang gurunya yang masih
menggeletak tak bernyawa di dekat situ. Air matanya mulai
menitik.
“Bagaimana, sumoi… ?” tanya Ling In halus sambil
menyentuh pundak sumoinya. Akan tetapi Bi Lan tak dapat
menjawab, hanya bibirnya saja gemetar menahan
kegelisahan dan kebingungan.
Lie Bu Tek dan Wan yen Kan hanya dapat memandang
dengan bingung, karena mereka sendiripun tidak tahu harus
berbuat apa. Bi Lan lalu bangkit berdiri dan menghampiri
Thian Lo mo yang sudah tidak dapat berkutik lagi. Ia
merasa terharu sekali melihat wajah gurunya ini masih
nampak seperti orang menderita sakit.
“Suhu, maafkan teecu datang mengganggu jenazahmu,
suhu. Suhu… tolonglah dia… tolonglah dia, suhu....”
Suara ini menggetar penuh perasaan dan tiga orang muda
yang mendengar ini, menjadi terharu. Dari suara, ini saja
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mereka dapat mengetahui rahasia hati Bi Lan terhadap
Ciang Le.
Kemudian Bi Lan dengan tangan tangan, gemetar
memeriksa saku baju suhunya di mana ia tahu suka
dipergunakan untuk menyimpan bungkusan obat obat yang
amat penting. Benar saja, ia mengeluarkan sebungkus kain
kuning yang setelah ia buka, terisi bungkusan bungkusan
kecil obat obatan. Ia menghaturkan terima kasih kepada
jenazah gurunya, kemudian cepat menghampiri Ciang Le
yang masih rebah seperti mayat. Setelah membukai semua
bungkusan kecil, Bi Lan yang sudah pernah mendapat
keterangan dari suhunya tentang khasiat obat obat itu lalu
mengeluarkan tiga butir kim tan (seperti pel berwarna
kuning emas) dan sebungkus kecil sun hiat san (obat bubuk
pembersih darah).
“Suci, tolong carikan air dan dimasak untuk minumkan
obat ini. Dan suheng serta suci hu (kakak ipar) harap sudi
mewakili aku untuk mengurus dan mengubur jenazah
kedua orang guruku.” Ling In segera pergi memenuhi
permintaan sumoinya itu.
Adapun Bu Tek dan Wan Kan juga menyanggupi dan
kedua orang muda ini kagum sekali melihat sikap dan kata
kata Bi Lan yang amat tenang, biarpun gadis itu telah
menerima pukulan batin yang hebat. Benar benar seorang
gadis yang tidak saja berkepandaian tinggi, namun juga
tabah dan tenang sekali. Mereka lalu bekerja menggali
tanah untuk tempat menguburkan dua jenazah sepasang
iblis kembar itu.
Sementara itu, Ling in sudah selesai memasak air
sehingga mendidih. Bi Lan mempergunakan daun lebar
untuk mengaduk kim tan dengan air mendidih, kemudian
setelah air campuran obat itu menjadi dingin, ia lalu
menuangkan obat ini ke dalam tenggorokan Ciang Le
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dibantu oleh Ling In. Seteiah itu, kembali Bi Lan
mencairkan sun hiat sun dengan sedikit air dan
menuangkan obat ini pula ke dalam tenggorokan pemuda
itu.
Tak lama kemudian, biarpun masih belum dapat siuman,
namun air muka Ciang Le agak kemerahan, tidak sepucat
tadi dan jalan nadinya sudah kuat kembali. Akan tetapi
tubuhnya masih amat panas dan ia masih pingsan.
Bi Lan menjaga di dekat Ciang Le dan matanya tanpa
berkedip menatap wajah pemuda itu. Kini ia sendiripun
tahu bahwa dia telah jatuh cinta kepada pemuda yang oleh
tokoh tokoh Hoa san pai dijodohkan kepada nya.
Pikirannya melayang dan mengenangkan semua peristiwa
yang terjadi semenjak ayah bunda Ciang Le dihukum oleh
orang orang Kin dan ayahnya sendiripun menjadi kurban
ketika membela mereka sampai pertemuannya dengan
Ciang Le. Kini ia tidak merasa ragu ragu lagi bahwa orang
aneh yang beberapa kali menolongnya, menolong Bu Tek,
menolong guru gurunya sehingga bebas dari pada tahanan,
bukan lain adalah pemuda ini juga! Ia makin cinta kepada
pemuda yang kini menggeletak tak berdaya di hadapannya
ini, sekarang pemuda yang memiliki kepandaian luar biasa
sekali akan tetapi yang tidak bersikap sombong bahkan
yang menolong orang tanpa mau memperkenalkan diri.
Dan pemuda ini cinta kepadanya! Bi Lan merasa ada hawa
panas keluar dari dalam perut memenuhi
kerongkongannya, ia merasa girang, terharu, bangga,
menyesal dan amat gelisah. Matanya kembali terasa panas
dan kalau tidak ditahan tahannya tentu ia akan menubruk
dan memeluk serta menangisi Ciang Le. Bagaimana kalau
dia mati? Pikiran ini mengganggu batinnya dan baru kali ini
selama hidupnya Bi Lan merasa gelisah bukan main.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
“Sumoi, galian sudah beres, siap untuk mengubur
jenazah guru gurumu,” kata kata Lie Bu Tek ini
menyadarkan Bi Lan dari lamunannya. Ia lalu bangkit
berdiri dan setelah sekali lagi ia menengok Ciang Le, ia lalu
menghampiri jenazah kedua orang gurunya. Gadis mi
membungkuk dan mengambil pedang yang biasanya
dipakai oleh Te Lo mo. Ia mengelus elus pedang pusaka ini
yang bernama It gan liong kiam (Pedang Naga Bermata
Satu). Pedang ini bernama begitu karena gagangnya
merupakan bentuk kepala naga yang bermata mutiara besar
hanya sebuah karena sebuah lagi kosong, entah disengaja
entah sudah lenyap. Bi Lan kenal baik pedang ini karena
dulu seringkali ia berlatih silat pedang dengan pedang ini,
maka ia lalu menyimpan pedang, itu di pinggangnya.
Kemudian, dibantu oleh Bu Tek dan Wan Kan, ia lalu
mengubur jenazah Thian Te Siang mo. Setelah lubang
kuburan itu ditimbuni tanah. Bi Lan berlutut di depan
kuburan guru gurunya, bersembahyang tanpa hio karena
dari mana mereka bisa mendapatkan? Bi Lan mengucurkan
air mata dan mengucapkan sumpahnya, “Jiwi suhu, harap
jangan penasaran. Teecu bersumpah, bersama dengan koko
Ciang Le akan membalas kepada Ba Mau Hoatsu yang
membunuh jiwi.”
Juga Lie Bu Tek, Wan Kan dan Ling In kut memberi
hormat.
Kemudian, teringat akan Ciang Le, Bi Lan kembali
berlari ke tempat pemuda itu yang masih rebah miring
tanpa dapat bergerak sama sekali. Ia nampak bingung sekali
dan Wan Kan menghibur.
“Lihiap....... eh, sumoi jangan terlalu berduka. Agaknya
obat obat yang tadi kauberikan kepada Go taihiap, sudah
banyak menolongnya, sekarang lebih baik kita
membawanya ke kota untuk mencari tabib yang pandai.”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
“Betul, sumoi. Memang begitulah agaknya jalan
terbaik,” Ling In membenarkan kata kata suaminya.
“Kebetulan sekali, aku mengenal seorang tabib pandai di
kota Paoting dekat ini. Mari kita membawanya ke sana,”
kata Lie Bu Tek. Beramai ramai mereka lalu menggotong
tubuh Ciang Le. Dalam hal ini mereka berebut, yakni
antara Wan Kan dan Lie Bu Tek yang mendapat tugas
memondong tubuh Ciang Le sungguhpun di dalam hatinya,
Bi Lan ingin sekali melakukan tugas ini sendiri. Akan
tetapi,tentu saja ia merasa jengah dan malu untuk berterus
terang.
Pada saat pertandingan pertandingan berlangsung
keadaan di jembatan Liong touw kiauw amat sunyi.
Memang jembatan ini adalah jembatan yang berada di luar
kota dan biasanya memang sunyi dari lalu lintas umum
Apalagi pada saat itu, orang orang telah mendengar bahwa
di kota Paoting kedatangan Thian Te Siang mo yang
hendak mengadu kepandaian melawan Sam Thai Koksu di
jembatan itu, siapa begitu berani untuk mendekati Jembatan
Kepala Naga?
Oleh karena itu, sampai rombongan orang muda ini
membawa tubuh Ciang Le yang terluka, tak seorangpun
penduduk mengetahui atau melihatnya. Dengan cepat
mereka memasuki kota Paoting dan langsung menuju ke
rumah tabib yang sudah dikenal oleh Lie Bu Tek.
Tabib itu she Cia dan lebih terkenal dengan sebutan Cia
Sinshe Memang tak dapat disangkal pula bahwa dia
memiliki kepandaian tinggi dalam hal pengobatan, karena
dia adalah keturunan dari Tabib Besar Cia Sian yang
mendapat sebutan Tabib Dewa kurang lebih dua ratus
tahun yang lalu. Selain membuka praktek pengobatan,
iapun memiliki sebuah toko obat juga cukup besar dan di
kota Paoting namanya amat terkenal. Bahkan pemerintah
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Kin yang menghargai tabib ini yang banyak menolong
pembesar Kin yang menderita sakit, maka rumah tangganya
tak pernah diganggu. Akan tetapi, sebenarnya diam diam
Tabib Cia ini di dalam hatinya bersimpati kepada para
pejuang dan banyak sudah obat obat yang diam diam ia
kirim kepada para gerilyawan, obat obat luka dan lain lain.
Pada senja hari itu, ketika ia kedatangan serombongan
orang muda yang membawa seorang pemuda yang
menderita luka oleh senjata rahasia, ia mengerutkan kening
dan beberapa lama ia memeriksa keadaan Ciang Le dengan
amat teliti.
“Kalian benar benar berani mati menampakkan diri di
kota ini,” katanya mencela Bu Tek dan kawannya. “Kalau
ketahuan oleh para pembesar adanya beberapa orang muda
Bangsa Han di sini, bukan saja kalian yang akan
menghadapi bahaya, bahkan aku sekeluargapun akan
mendapat celaka.”
“Sinshe harap tenang. Ada kami di sini yang akan
membela kalau sinshe menghadapi bencana. Jangan takut,
anjing anjing Kin itu akan mampus di bawah tangan kami!”
kata Bi Lan tak sabar. “Harap sinshe suka mengobati kawan
kami yang terluka ini cepat cepat.”
Cia Sinshe menghela napas. “Orang muda kau bersikap
seakan akan kalian saja yang menjadi pejuang. Hanya aku
orang tua yang lemah, berjuang dalam lapangan lain dan
berlaku hati hati, tidak seperti kalian orang orang muda
yang berkepandaian silat. Sayang sekali, kawanmu ini
menderita luka terkena obat racun yang luar biasa dan sukar
sekali disembuhkan.”
Semua orang muda itu terkejut sekali, bahkan Bi Lan tak
dapat menahan isaknya karena ia merasa gelisah sekali.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
“Akan tetapi ada yang aneh,” kata tabib itu setelah
memeriksa punggung Ciang Le dan meraba lama.
“Menurut perhitungan, racun yang membuat totol totol
merah ini akan membinasakan orang dalam waktu singkat.
Akan tetapi kawanmu ini masih kuat dan jalan darahnya
baik. Benar benar aneh seakan akan ia telah mendapat obat
yang mujijat.”
“Aku telah memberinya kim tan dan sun hiat san,
sinshe,” jawab Bi Lan cepat cepat
Tabib itu memandang tajam kepada Bi Lan
“Hm, dari mana kau memperoleh obat obat seperti itu?”
“Aku adalah murid dari Thian Te Siang mo dan obat itu
dari guru guruku itulah.”
Cia Sinshe nampak tertegun lalu mengangguk anggukkan
kepalanya. “Kalau begitu masih ada harapan! Tadinya aku
sudah putus harapan, akan tetapi setelah ia makan obat
obat itu, ia masih akan dapat bertahan selama lima hari
lagi. Orang satu satunya yang akan dapat
menyembuhkannya hanyalah Kwa Siucai yang tinggal di
atas bukit Gin ma san, di dalam hutan pohon pek.
Perjalanan ke sana akan dapat dicapai dalam lima hari,
maka cepatlah kau pergi ke sana mencarinya. Untuk
mengobati kawanmu, dibutuhkan keahlian membedah dan
mengeluarkan racun dari punggungnya. Eh, sebenarnya
mengapakah ia sampai terkena racun ini?”
Bi Lan lalu menuturkan dengan singkat bahwa Ciang Le
terserang senjata rahasia jarum jarum halus yang menyuup
ke bawah kulit. Tabib tua itu mengangguk angguk.
“Tepat, harus Kwa Siucai yang menyembuhkan. Jarum
jarum itu harus dikeluarkan lebih dulu, baru nyawanya
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tertolong. Lekaslah kalian berangkat dan bawalah suratku
kepadanya.”
Cepat cepat Cia Sinshe membuat surat untuk Kwa
Siucai, lalu memberi petunjuk ke mana harus mencari orang
yang dikehendakinya itu. Setelah menghaturkan terima
kasih, Bi Lan dan kawannya lalu pergi dari situ. Kali ini,
tanpa malu malu atau ragu ragu lagi, Bi Lan sendiri yang
memondong Ciang Le, karena ia memiliki kepandaian yang
tertinggi. Dengan Bi Lan yang menggendong Ciang Le,
mereka dapat melakukan perjalanan cepat sekali karena
ilmu lari cepat dari Bi Lan sudah demikian tingginya
sehingga biarpun ia menggendong Ciang Le, kawan
kawannya masih selalu tertinggal di belakang. Andaikata
kawannya yang lain yang menggendong Ciang Le, tentu
perjalanan akan lebih lambat lagi.
“Cepat… cepat! Kita harus dapat menjumpai Kwa Siucai
cepat cepat!” berkali kali Bi Lan berkata kepada kawan
kawannya yang masih tertinggal di belakang. Maka mereka
mempercepat lari mereka, lupa makan, lupa tidur dan lupa
untuk beristirahat. Kalau kawan kawannya sudah nampak
lelah sekali, barulah Bi Lan mau mengaso, akan tetapi
sedikitpun gadis ini tidak mau makan atau tidur sehingga
dua hari kemudian ia sudah nampak pucat dan lemas
sekali.
Melihat ini, Bu Tek, Wan Kan dan Ling In menjadi
terharu sekali. Lebih lebih Ling In yang sudah tahu
bagaimana watak seorang wanita yang sudah mencinta
seorang laki laki, yakni setia dan sepenuh jiwanya, seperti
cintanya kepada Wan Kan. Dengan lemah lembut Ling In
membujuk sumoinya untuk tidur dan makan sedikit, agar
tidak jatuh sakit sendiri yang akan membuat keadaan lebih
repot dan berat lagi.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Akan tetapi bagaimana Bi Lan dapat tidur atau suka
makan kalau melihat keadaan Ciang Le yang masih terus
pingsan seperti seorang yang tidur terus atau lebih tepat lagi
seperti telah mati? Hanya denyut jantungnya yang lemah
saja yang menyatakan bahwa pemuda ini belum mati.
Bintik bintik kecil di punggungnya yang tadinya merah itu
kini sudah menghitam dan keadaannya benar benar amat
menggelisahkan hati.
Ada ada saja terjadi kalau orang sedang mengalami nasib
sial. Baru saja Bi Lan dapat tidur sebentar di waktu malam
hari di kaki bukit Gin ma san, tiba tiba dikejutkan oleh
suara ribut ribut dan ketika gadis ini membuka matanya,
alangkah terkejutnya ketika ia melihat tiga orang kawannya
tengah bertempur, dikeroyok oleh dua puluh orang lebih
pasukan Bangsa Kin yang kebetulan meronda di daerah itu!
Bi Lan menjadi marah sekali, apalagi teringat akan
keadaan Ciang Le yang tentu saja merupakan bahaya besar
dalam penyerbuan musuh itu. Ia menghunus pedangnya It
gan liong kiam peninggalan Te Lo mo, lalu sambil
mengeluarkan seruan nyaring ia mengamuk. Bukan main
hebatnya sepak terjang gadis ini sehingga sekejap mata saja
lima orang telah terbabat mati oleh pedangnya! Juga Ling
In dan Bu Tek mengamuk, berbeda dengan Wan Kan yang
hanya mempertahankan diri saja. Tentu saja dapat
dimengerti bahwa bekas pangeran ini masih merasa tak tega
hati untuk membunuh bekas orang orang sendiri,
sungguhpun ia tidak dapat membenarkan kedudukan
bangsanya.
Sebentar saja, belasan orang serdadu Kin telah dapat
ditewaskan dan sisanya menjadi gentar menghadapi
amukan Bi Lan, Bu Tek dan Ling In. Larilah mereka cerai
berai, meninggalkan kawan kawannya yang terluka atau
yang tewas.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Bi Lan lalu mengajak kawan kawannya untuk
melanjutkan perjalanan di malam hari itu, khawatir kalau
kalau akan datang pasukan Kin yang lebih besar sehingga
perjalanan mereka terganggu dan terlambat oleh gangguan
ini.
Pasukan yang menyerang tadi memang datang dari
Paoting. Dari mata matanya pasukan ini mendengar akan
adanya orang orang muda Bangsa Han yang membawa
orang sakit kepada Cia Sinshe. Mereka lalu menyerbu
rumah Cia Sinshe dan memaksa tabib ini mengaku.
“Aku tidak tahu apa apa,” kata tabib ini. “Mereka
membawa orang sakit dan aku sebagai tabib memilih siapa
saja, tidak memandang bulu, kewajibanku menolong
siapapun juga yang menderita sakit.”
Setelah membebaskan sinshe ini pasukan itu lalu
melakukan pengejaran dengan menunggang kuda. Biarpun
demikian, setelah dua hari barulah mereka dapat mengejar
dan akhirnya mereka dipukul hancur juga oleh orang orang
muda yang lihai itu.
Pada keesokan harinya, tengah hari tibalah mereka di
atas bukit dan menurutkan petunjuk yang mereka dapat dari
Cia Sinshe, akhirnya mereka bisa mendapatkan hutan pek
yang berada di dekat puncak Bukit Gin ma san. Mereka
berputar putar mencari Kwa Siucai yang katanya tinggal di
tempat itu akan tetapi alangkah kecewa hati mereka ketika
tak dapat melihat sebuah pondokpun juga.
Selagi mereka kebingungan dan Bi Lan sudah merah lagi
matanya karena gadis inilah yang paling gelisah dan cemas,
tiba tiba terdengar suara orang bernyanyi dengan suara,
parau,
“Alangkah bodohnya manusia
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Diperbudak oleh nafsu mementingkan diri
Sendiri belaka !
Tak sadar bahwa nafsu itu
Menimbulkan loba dan iri,
Mendatangkan marah dengki,
Dan loba sifat buruk lagi !”
Bi Lan dan kawan kawannya menengok dan di atas
cabang pohon yang rendah di sana duduk seorang
berpakaian seperti tosu. Orang ini usianya kurang lebih
empat puluh lima tahun dan selain pakaiannya amat bersih,
juga tubuhnya terawat baik dan kulit mukanya putih sekali.
Bi Lan yang ternyata cerdas itu tanpa ragu ragu lagi
berkata.
“Kwa Siucai, kami orang orang muda sengaja datang
mencarimu di tempat ini, harap tidak mengganggu
kesenanganmu.”
Orang tua itu memandang ke bawah, lalu tersenyum
mengejek, “Memulaskan madu pada bibir yang merah! Hm,
ya benar, bibir yang merah mengucapkan kata kata semanis
madu, seperti tabiat semua manusia. Bersopan sopan dan
berlaku manis kepada orang lain hanya dengan perhitungan
untuk kepentingan diri sendiri!”
Merahlah muka Bi Lan mendengar ini, juga kawan
kawannya senua merasa tersindir. Bukankah mereka jugu
selalu diliputi oleh nafsu sebagaimana yang dinyanyikan
dan diucapkan oleh orang tua ini? Ling In sendiri, demi
cinta kasihnya dan demi kesenangan hati sendiri, tak
memperdulikan keadaan Bu Tek dan melupakan
perguruannya, rela bermusuhan dan merugikan siapa juga
asal keinginan hatinya tercapai. Demikian pula Wan yen
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Kan yang rela meninggalkan bangsanya, menyakiti hati
orang tuanya hanya untuk menurutkan cinta kasihnya,
menurut kata hati dan nafsu mementingkan diri sendiri.
Demikian pula Lie Bu Tek, ia merasa betapa dahulu ia telah
setengah memaksa Ling In membunuh Wan yen Kan,
bukan semata karena ia benci kepada pangeran musuhnya,
melainkan terdorong oleh iri hati dan cemburu, terdorong
oleh nafsu mementingkan diri pribadi. Sekarang Bi Lan juga
merasa betapa demi kepentingan Ciang Le, yakni orang
yang ia cinta sehingga otomatis juga demi kepentingan cinta
kasihnya. Ia tidak perdulikan orang lain. Tidak ingat betapa
Ling In yang sudah mengandung itu sebetulnya tidak patut
dibawa berlari lari seperti itu. Sekaligus nyanyian dan
ucapan Kwa Siucai itu mengenai hati mereka, juga
mungkin mengenai hati semua orang yang mendengarnya,
orang yang sedikitnya mempunyai kejujuran hati untuk
mengakui kebodohannya!
“Kwa Siucai, maafkan kami yang muda dan bodoh.
Memang kami bukan dewa dan kami manusia biasa yang
memiliki kesalahan kesalahan dan kelalaian kelalaiannya.
Kami datang hendak memohon pertolonganmu, Kwa
Siucai!” kata Bi Lan dengan suara minta dikasihani. “Kwa
Siucai, kami membawa surat perkenalan dari Cia Sinshe,”
kata Wan Kan yang ikut membujuk.
Akan tetapi Kwa Siucai tidak memperhatikan semua
omongan ini. Ia lalu merayap turun dari pohon itu seperti
laku seorang anak kecil sambil berkata kepada diri sendiri,
“Tak perlu banyak sungkan, aku sendiripun belum terbebas
dari nafsu mementingkan diri sendiri. Kalau sudah terbebas,
bagaimana aku bisa berada seorang diri di sini?” Setelah
tiba di bawah, ia lalu memandang kepada Ciang Le yang
berada dalam gendongan Bi Lan dan tiba tiba ia
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mengerutkan keningnya dan berkata, “Aah, dia telah
terkena racun Ang hong.tok ( Racun Tawon Merah )!”
Mendengar ini Bi Lan lalu menjatuhkan diri berlutut
sambil kedua lengannya masih memondong Ciang Le.
“Orang tua yang baik, kau tolonglah nyawanya....”
suaranya penuh permohonan dan terdengar mengharukan
sekali.
Kakek itu mengangguk angguk, “Ya, ya? ya........ aku
tahu. Aku tidak menolong, hanya aku harus melakukan
kewajibanku. Aku bisa mengobatinya dan kau tidak, kalau
kalian bisa, masa datang ke sini? Letakkan dia ke atas
tanah, buka baju atasnya dan perlihatkan padaku mana
lukanya.”
Dengan girang sekali dan cepat Bi Lan menurunkan
Ciang Le. Keringat gadis ini membasahi seluruh tubuhnya
karena biarpun dengan kepandaian ia tidak merasa berat
menggendong Ciang Le, namun badan pemuda itu telah
menjadi panas lagi dan membuat dia pun merasa amat
panas. Bi Lan dibantu oleh kawan kawannya lalu
membaringkan Ciang Le di atas rumput dalam keadaan
telungkup dan membuka pakaian bagian atas. Tubuh Ciang
Le yang tegap dan kulitnya yang putih itu kelihatan pucat di
atas tanah dan rumput hijau.
Sekali pandang saja Kwa Siucai tahu dan ia berkata
perlahan, “Hm. bintik bintik itu telah menghitam Dia tentu
terkena senjata rahasia yang halus dan yang masih
mengeram di dalan tubuhnya.”
Dengan singkat Bi Lan lalu memberi keterangan bahwa
Ciang Le terkena senjata rahasia jarum halus di
punggungnya, tanpa ia ketahui berapa banyaknya dan
iapun menerangkan bahwa pemuda ini telah ia beri makan
kim tan dan sun hiat san.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Kwa Siucai mengeluarkan sebuah mangkok obat dari
saku bajunya yang lebar. “Kaubuka batang pohon itu dan
ambil getahnya yang putih setengah mangkok,” katanya
kepada Bi Lan.
Dengan cepat Bi Lan melakukan perintah ini,
menghampiri pohon yang ditunjuk oleh orang tua itu.
Dengan pedangnya, ia membuka kulit pohon dan benar
saja, getah pohon itu putih dan kental, yang mengalir keluar
dan ia tadahi dengan mangkok obat tadi sampai
semangkok. Ketika ia kembali, sasterawan Kwa itu telah
memeriksa nadi tangan Ciang Le dan juga meraba raba
punggung dan belakang kepalanya dengan kening berkerut.
Ketika Bi Lan berlutut di dekat Ciang Le sambil
memegangi mangkok terisi getah tadi, Kwa Siucai lalu
mengeluarkan sebatang jarum perak yang besar. Dengan
jarum ini ia mulai menggurat gurat kulit punggung Ciang
Le, dibukanya kulit di mana terdapat jarum rahasia.
Kemudian ia mencolek getah itu dengan ujung jarum dan
dengan getah ini ia berhasil mengambil keluar jarum jarum
halus berwarna hitam yang mengeram di tubuh pemuda itu.
Getah putih itu amat lekat sehingga jarum jarum halus
senjata rahasia Pak Hong Siansu itu melekat pada getah itu
dan dapat ditarik keluar dengan mudah. Tak lama
kemudian, tujuh batang jarum halus itu telah dapat
dikeluarkan semua!
Kemudian dengan jari jari tangannya yang halus, Kwa
Siucai lalu mengurut urat urat pada punggung itu dan
keluarlah darah menghitam dari luka luka bekas guratan
jarumnya. Sampai banyak darah keluar dan setelah darah
merah yang keluar, ia menghentikan urutannya. Lalu
diperiksanya lagi dada kiri dan kepala Ciang Le dengan
amat teliti.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
“Nyawanya tertolong. Dia akan sembuh, akan tetapi
racun yang amat jahat itu telah mempengaruhi jantungnya
dan sebagian bahkan telah mengalir ke dalam otaknya.
Baiknya jantung dan otaknya kuat dan kalau tidak ada
sesuatu yang mengagetkan hatinya, dalam waktu seratus
hari ia akan pulih kembali seperti sediakala.”
Bi Lan menarik napas panjang tanda lega hati
mendengar keterangan ini, akan tetapi ia masih penasaran
dan bertanya.
“Siucai yang baik, bagaimana kalau dia mengalami
kekagetan?”
Kwa Siucai mengerutkan keningnya. “Buruk sekali!
Jantungnya yang terluka oleh racun itu akan menjadi lemah
dan akibatnya, aliran darahnya takkan dapat menahan
rangsangan racun pada otaknya sehingga mungkin sekali
otaknya takkan bekerja baik!”
“Gila....??” Bi Lan membelalakkan kedua matanya dan
mukanya pucat sekali.
Kwa Siucai mengangguk. “Akan tetapi hanya untuk
sementara saja. Kalau hatinya merasa terhibur dan
tenteram, ia akan dapat menguasai semua itu dan akan
sembuh kembali.”
Setelah berkata demikian, Kwa Siucai lalu mengeluarkan
bungkusan obat dua macam. Obat pertama berupa bubuk
hijau, lalu dicampur dengan getah putih itu dan ditempel
tempelkan pada luka luka bekas tusukan jarum di
punggung, adapun obat ke dua merupakan pel pel berwarna
hitam lalu diminumkan ke dalam tenggorokan Ciang Le.
Tubuh pemuda itu lalu dibalikkan terlentang setelah
dipakaikan pula bajunya yang tadi dilepas. Dengan amat
girang, Bi Lan dan kawan kawannya melihat betapa cahaya
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
muka Ciang Le telah berobah, tidak pucat lagi dan
napasnya teratur. Sungguhpun pemuda itu belum siuman,
namun hati Bi Lan telah lega.
“Kwa Siucai, dia telah berhari hari tidak makan dan
tidak siuman.”
Siucai itu tersenyum. “Kau amat mengkhawatirkan dia,
sungguh beruntung pemuda ini mendapatkan perhatian dan
cinta kasih begitu besar. Apakah kau calon isterinya?” Di
dalam pertanyaan ini saja sudah terbukti kelihaian
sasterawan ini. Sekali pandang saja ia bisa tahu bahwa Bi
Lan masih seorang gadis yang belum menikah, maka ia
tidak bertanya apakah gadis ini isteri dari orang yang sakit,
melainkan bertanya apakah dia calon isterinya!
Muka Bi Lan menjadi merah sekali dan ia tidak kuasa
menjawab. Kwa Siucai juga tidak mau mendesaknya.
“Tunggu saja, sebelum malam tiba, dia tentu akan
siuman. Sekarang obat obat itu sedang bekerja, jangan kita
mengganggunya. Lebih baik kita bercakap cakap. Kulihat
kalian orang orang gagah dan sudah lama aku tidak
bertemu orang orang yang boleh diajak bercakap cakap.” Ia
lalu menoleh dan ketika memandang kepada Wan Kan,
kedua matanya bercahaya.
“Eh, bukankah kau Pangeran Wan yen Kan? Mengapa
berada di sini?”
Bukan main kagetnya Wan Kan mendengar ini. Ia cepat
menjura dengan hormat sekali dan berkata.
“Memang betul, Kwa Siucai. Siauwte adalah Wan Kan
dan dahulu memang disebut Pangeran Wan yen Kan, akan
tetapi sekarang tidak lagi! Sudah lama sekali siauwte
mendengar tentang Kwa Siucai yang terkenal sekali akan
karangan karangannya berupa cerita cerita rakyat yang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
amat digemari orang dan sajak sajak yang indah! Maka
siauwte merasa terhormat sekali dapat bertemu di sini,
apalagi ternyata bahwa kau orang tua lelah dapat
menyembuhkan adik angkatku ini. Kau patut dihormat
setingginya!” Wan Kan yang dapat menyesuaikan diri itu
tidak mengingat lagi akan kedudukannya sebagai pangeran
dan ia lalu berlutut menghaturkan terima kasih, di ikuti
cepat cepat oleh Bi Lan yang juga berlutut!
“Cukup, cukup! Mari kita duduk di bawah pohon itu
bercakap cakap sambil menanti dia ini bangun. Bagus
sekali, orang she Wan, kau berbeda dengan orang orang
lain. Kau bilang aku ternama karena cerita cerita
karanganku. Hm, mungkin demikianlah bagi orang orang
yang jujur, bagi rakyat yang memang benar benar
menikmati hasil karyaku. Akan tetapi apakah demikian bagi
para bangsawan dan terutama sekali bagi mereka yang
menyebut diri sendiri sasterawan sasterawan dan seniman
seniman? Ohh, jauh daripada itu, anak muda. Aku
dibencinya, dianggap sasterawan murah, bukan .. bukan
sasterawan, mana bisa dimasukkan dalam daftar sasterawan
sasterawan? Aku dianggap orang gila, bahkan dianggap
perusak nama kesusasteraan!”
Melihat sikap orang tua ini tiba tiba berobah sedih,
semua orang tercengang dan betul betul menganggapnya
gila. Sesungguhnya memang Bi Lan dan kawan kawannya
kurang mengerti apa yang dimasudkan dengan pernyataan
Kwa Siucai yang nampaknya bersungguh sungguh ini.
Wan Kan yang pernah mempelajari kesusasteraan, amat
tertarik dan bertanya, “Kalau saya boleh mengetahui,
mengapa demikian anggapan mereka itu, Kwa Siucai?”
“Karena mereka itu merasa… iri hati!!”
“Iri hati? Mengapa?” tanya Wan Kan.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
“Sebelum aku menjawab pertanyaanmu ini, coba
dengarlah beberapa diantara dongeng dongengku, sambil
menanti bangunnya pemuda itu. Hendak kulihat apakah
orang orang muda yang gagah perkasa juga tertarik dan
suka akan dongeng dongeng dan cerita ceritaku atau tidak.”
Setelah berkata demikian, Kwa Siucai lalu mendongeng
tentang zaman dahulu kala tentang raja raja lalim, tentang
perjuangan rakyat yang tertindas, tentang puteri puteri
cantik, tentang pahlawan pahlawan gagah perkasa, dan
tentang pendekar pendekar yang berbudi mulia. Caranya
mercentakan ini semua, amat indah menarik dengan gaya
bahasa yang lemas dan di dalam setiap kalimat
mengandung filsafat filsafat hidup yang kalau diceritakan
secara begitu saja tentu terasa berat. Dan akibatnya? Semua
orang muda itu mendengarkan dengan bengong, amat
tertarik sampai mereka lupa akan segala!
Kwa Siucai mendongeng tentang petikan petikan dari
ceritera See yu, Sam kok dan lain lain. Diceritakannya
tentang See yu yang mengandung penuh perlambang
perikehidupan, akan tetapi yang dituturkan dalam dongeng
yang amat menarik hati, tentang kepahlawanan dan
kecerdikan dalam ceritera Sam kok, dan lain lain. Benar
benar ceriteranya ini amat menarik semua pendengarnya
dan biarpun Wan Kan sendiri yang pernah membaca cerita
ini, merasa amat kagum akan cara siucai itu bercerita.
“Bagaimana pendapat kalian?” tanya Kwa Siucai setelah
menamatkan cerita terakhir.
“Bagus sekali “ kata mereka yang tadi mendengar
ceritanya.
“Memang indah sekali,” kata Bi Lan.
“Nah, sekarang kukatakan kepada kalian mengapa
sasterawan sasterawan yang mengangkat diri sendiri itu
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
merasa benci kepadaku. Mereka tidak becus membuat atau
mengarang cerita cerita seperti ini dan timbullah iri hati nya
melihat banyak orang menyukai hasil karyaku! Ini timbul
dari rasa iri hati dan mementingkan diri sendiri. Mereka itu
katanya lebih suka membuat sajak sajak yang dapat
dinikmati intisarinya oleh golongan cerdik pandai, kaum
bangsawan belaka. Biar seribu orang rakyat sederhana
menikmati, mereka tidak memandang mata dan tidak
menganggap penting. Namun seorang saja tokoh besar
menyatakan kagum atas hasil karya mereka, ah, mereka
merasa diayunkan ke puncak! Aku lebih suka mendekati
rakyat biar mereka itu membenciku, aku sudah berbahagia
kalau sajak sajak dan ceritera ceriteraku disukai oleh rakyat
terbanyak, bahkan oleh anak anak sekalipun! Aku memang
bekerja untuk menghibur mereka yang dianggap bodoh ini,
untuk membimbing mereka sedikit demi sedikit.”
“Mengapa mereka itu bersikap demikian, Kwa Siucai?”
tanya Wan yen Kan yang masih merasa penasaran.
“Manusia memang bersifat sombong, suka dipuji
pantang dicela. Cela siapa saja dan kau akan menghadapi
orang yang membenci dan merasa sakit hati kepadamu,
sebaliknya pujilah siapa saja dan kau akan menghadapi
seorang yang ramah tamah dan baik, yang selalu berusaha
agar hatimu senang dan kau bisa lebih memuji mujinya
lagi!”
Waktu akan terlewat cepat sekali apabila orang bercakap
cakap dengan asyik. Demikian pun dengan mereka yang
duduk di bawah pohon itu. Tak terasa pula matahari telah
bersembunyi di balik puncak dan keadaan mulai gelap. Bi
Lan yang tak pernah melupakan Ciang Le dan beberapa
kali menengok ke arah pemuda yang masih berbaring itu
sungguhpun ia sendiri amat tertarik oleh cerita Kwa Siucai,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kembali memandang kepada Ciang Le dan dengan girang ia
berseru, “Dia sudah siuman !”
Gadis ini melompat dan menghampiri Ciang Le yang
kelihatan bergerak gerak kaki tangannya. Ketika Bi Lan
sudah berlutut di dekatnya, nampak pemuda itu membuka
matanya, menggosok gosok mata itu, menggeliat dan
nampak keningnya berkerut karena terasa sakit sakit pada
punggungnya, kemudian meramkan mata lagi dan
mulutnya mengeluh.
“Aduh… lapar…!”
Hampir saja Bi Lan terbahak. Ia menahan gelak
ketawanya sambil menutupi mulutnya, tertawa terkekeh
kekeh dengan air mata bercucuran saking girangnya!
Kawan kawannya sudah datang pula di situ dan Ling In
yang melihat suaminya ini, lalu merangkulnya dan
menangis kegirangan.
“Sumoi, dia selamat....” katanya.
Bi Lan hanya mengangguk angguk, menyusut air
matanya lalu tertawa.
“Pertama tama yang disambatinya adalah.... perutnya!”
katanya dan semua orang tertawa geli mendengar ini.
Mendengar suara orang orang tertawa, Ciang Le
membuka lagi matanya dan kini ia terbelalak lebar melihat
orang orang itu merubungnya. Ia lalu bangun duduk dan
berkata.
“Eh, eh...kita dimanakah?” Ia menoleh kepada Bi Lan,
lalu teringat akan pengalamannya dan bertanya, “Mengapa
kau mengeluarkan air mata, Lan moi? Kita semua selamat,
bukan?”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Bi Lan mengangguk angguk dan Wan yen Kan berkata,
“Hm, adikku Go Ciang Le, hampir hampir saja kau tewas.
Baiknya ada Kwi Siucai yang menolongmu! Kau terluka
oleh jarum jarum jahat dari Pak Hong Siansu sehingga kau
pingsan sampai tiga hari tiga malam. Sukur Kwa Siucai
yang menolongmu sehingga kau selamat dan sembuh
kembali.”
Mendengar itu, Ciang Le segera berdiri. Biarpun
tubuhnya amat lemah, namun berkat kepandaiannya yang
sudah tinggi sekali, ia dapat mempergunakan hawa di
dalam tubuh untuk menolak kelemahan ini dan membuat
jalan darahnya mengalir cepat. Ketika melihat seorang tua
duduk bersila sambil memandangnya dengan tersenyum
senyum tak perduli, ia lalu cepat menghampirinya dan
berlutut.
“Inkong (tuan penolong), terima kasih atas judi
pertolonganmu kepada siauwte,” kata Ciang Le.
Kwa Siucai mengibas ngibaskan tangannya. “Sudahlah,
anak muda. Tak perlu segala peradatan kosong ini. Aku
tidak menolongmu. Apakah aku ini? Hanya kebetulan saja
kekuasaan Thian memilih aku sebagi alat NYA sehingga
merupakan sedikit pengertian dalam pikiranku tentang
pengobatan. Kau tahu akan kekuasaan Thian? Tentu saja
tidak mungkin Thian akan mengulurkan tangan NYA,
sehingga kelihatan oleh semua orang untuk menyembuhkan
kau! Itu tidak sesuai dengan kebesaran NYA. Kekuasaan
Thian nampak di manapun juga, menggunakan segala
makhluk dan benda di dunia yang nampak pada pandangan
mata ini sebagai alat NYA. Kau berhutang budi? Hendak
berterima kasih? Berterima kasihlah kepada NYA, karena
tanpa kekuasaan Thian, aku manusia picik ini bisa
apakah?”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Belum pernah Ciang Le mendengar wejangan dan
filsafat kebatinan seperti ini yang biarpun sederhana, namun
sekaligus membuatnya tunduk dan terharu sekali.
“Aduh, orang tua yang budiman. Mendengar kata
katamu ini merupakan bahagia yang sama besarnya dengan
pengobatan yang kaulakukan untuk menyembuhkan.”
Katanya sambil memandang kagum.
Pada saat itu, dari jauh terdengar suara, derap kaki kuda.
Kwa Siucai kembali mengibaskan tangannya dan mukanya
memperlihatkan sikap jemu dan mengejek.
“Barisan berkuda dari pemerintah Kin lagi. Menjemukan
benar segala perang perangan bunuh membunuh itu!”
“Jangan khawatir, Kwa Siucai. Ada kami di sini yang
akan membasmi mereka,” kata Bi Lan bersemangat.
“Apa kau kata? Tidak boleh ada pembunuhan
pembunuhan di depan mataku! Pergilah kalian, akupun
hendak menyembunyikan diri.” Kata sasterawan tua yang
pandai ilmu pengobatan itu.
“Akan tetapi mereka adalah musuh musuh rakyat, Kwa
Siucai!” Bi Lan membantah.
“Siapa perduli urusan musuh musuhan?” bentak Kwa
Siucai yang tiba tiba menjadi marah dan kedua matanya
melotot. “Baru saja kalian datang minta aku membantu
menyelamatkan nyawa satu orang dan sekarang kalian
hendak membalasku dengan suguhan banjir darah dan
pembunuhan besar besaran atas diri sesama manusia? Apa
kalian anggap aku sudah gila?”
Terkejut Bi Lan mendengar ini dan sasterawan itu
dengan terpincang pincang telah lari bersembunyi ke dalam
semak semak.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
“Sudahlah, Lan moi. Kalau pikir pikir, memang kata
katanya itu ada betulnya, yaitu dipandang dari sudut
perikemanusiaan dan pendiriannya sebagai seorang
sasterawan dan ahli pengobatan. Mari kita pergi,” kata
Ciang Le yang dibenarkan pula oleh Wan yen Kan. Maka
cepat cepat mereka pergi dari tempat itu untuk
menghindarkan pertempuran. Biarpun tubuh Ciang Le
masih lemah, namun ia masih dapat mempergunakan ilmu
lari cepatnya yang masih tidak kalah oleh Bi Lan, apa lagi
oleh yang lain lain!
Setelah mereka berada jauh dari Bukit Gin ma san dan
suara derap kaki kuda itu tidak terdengar lagi, baru Bi Lan
teringat akan surat dari Cia Sinshe yang ia bawa untuk
diserahkan kepada Kwa Siucai akan tetapi yang sama sekali
tidak diperhatikan oleh Kwa Siucai. Ia mengeluarkan surat
itu dan membukanya. Dan ternyata bahwa surat kosong
belaka!
Tentu saja Bi Lan terkejut dan merasa di permainkan
oleh Cia Sinshe. Akan tetapi setelah mendengar penuturan
mereka semua Ciang Le berkata.
“Jangan menyangka yang bukan bukan. Kiraku Cia
Sinshe itu tidak mempermainkan. Ia telah kenal baik akan
watak Kwa Siucai maka sengaja ia mengirim surat kosong
karena tanpa kata kata di dalamnyapun, Kwa Siucai sudah
akan tahu maksudnya!”
“Ah, benar benar kukoai (ganjil) watak dari orang orang
pandai itu,” kata Bi Lan menarik napas panjang karena ia
teringat akan watak watak yang aneh dari orang orang
seperti Coa ong Sin kai, Thian Te Siang mo, dan lain lain
orang pandai.
Sementara itu, Ling In berkata bahwa ia dan suaminya
hendak pergi ke selatan.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
“Kami sudah bermufakat untuk mencari tempat tinggal
di selatan dan hidup dengan tenteram di sana,” kata nyonya
muda ini dengan muka merah Ciang Le mengangguk.
“Memang demikian sebaiknya. Wan twako tentu saja tidak
mungkin dapat tinggal di daerah ini, di mana bangsanya
dan bangsaku main hantam dan bunuh membunuh. Dan
juga keadaan isterinya mengharuskan kalian berdua
mencari tempat untuk beristirahat.” Kembali Ling In
merah, mukanya karena jengah. Ia dan suaminya lalu sekali
lagi berpamit, kemudian pergi dari situ, setelah Wan yen
Kan memeluk Ciang Le dengan pesanan agar supaya adik
angkat itu segera mencarinya di selatan.
“Kami akan tinggal di Biciu,” katanya kepada Ciang Le.
Setelah suami isteri itu pergi, Lie Bu Tek berkata kepada
Bi Lan, “Sumoi. Biarlah kita berpisah di sini. Aku pun
hendak menyusul Gan sute dan membantunya dalam
perjuangan melawan penjajah.
Bi Lan dan Ciang Le menyatakan setuju, maka pergilah
Lie Bu Tek, diikuti pandang mata penuh rasa kasihan oleh
Bi Lan.
“Kasihan betul twa suheng itu....” katanya menghela
napas. “Ia telah kehilangan kegembiraan hidupnya.”
“Kau benar, Lan moi. Akan tetapi siapa tahu akan
peruntungan dan nasib manusia. Mudah mudahan saja
kelak ia akan menjumpai jodohnya dan mengalami
kebahagiaan seperti Wan twako dan isterinya, atau
seperti.... kita!”
Bi Lan mengerling tajam. “Hm, baru saja sembuh kau
sudah mulai lagi!”
“Mulai apa…?”
“Menyebut nyebut soal itu.”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
“Kau tidak suka mendengarnya?”
“Bukan … bukan begitu, hanya membikin aku
menjadi malu saja. Sudahlah, sekarang tugas masih banyak,
persoalan itu ditunda saja di dalam hati masing masing.
Tahulah kau koko, bahwa biarpun kau sembuh, akan tetapi
kau masih dalam bahaya?”
“Apa maksudmu?”
“Menurut Kwa Siucai, biarpun kau sudah sembuh, akan
tetapi pengaruh racun itu telah masuk ke jantung dan otak,
sehingga selama seratus hari, kau tidak boleh mengalami
kesedihan dan kekagetan hebat, kau bisa menjadi… gila.
Karena itu terpaksa aku harus mengawani kau selalu dan
menjaga agar kau jangan sampai mengalami kaget atau
sedih selama seratus hari.”
Ciang Le tersenyum. “Satu satunya yang dapat membuat
aku kaget atau sedih dan menjadi gila, hanya kalau kau....
menyatakan bahwa kau tidak suka menjadi jodohku! Nah
jawablah, kau suka bukan? Awas, kalau kau bilang tidak
suka, aku bisa gila, bahkan bisa mati karena sedih.”
Bi Lan cemberut. “Kauanggap main main saja bahaya
itu, koko. Kau tidak tahu betapa aku yang cemas dan
takut.”
“Eh eh nanti dulu semua kata kata itu Jawablah dulu,
suka atau tidak?”
“Kau memang berwatak nakal. Tak kusangka dahulunya
kelihatan pendiam sekarang ternyata pandai menggoda
orang. Sudahlah, aku terus terang saja suka sekali. Nah, kau
boleh merasa puas sekarang.”
Ciang Le memegang kedua pundak gadis itu dan
memandang tajam, penuh kasih sayang yang mesra.
“Adikku yang baik, jangan kau cemas. Kata kataku tadi
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
biarpun hanya berjenaka, akan tetapi sesungguhnya tidak
bohong. Di dunia ini yang dapat membuat aku kaget dan
berduka, hanya kalau kau tidak suka kepadaku. Sekarang
kau sudah menjawab bahwa kau suka kepadaku, apalagi
yang kutakutkan? Aku takkan meniadi gila, percayalah!”
“Sukurlah kalau begitu. Dan sekarang kita ke mana?
Menyusul Gan suheng ke Cin an mencari Pak Hong Siansu
untuk membalas kecurangannya, atau membantu para
pejuang setempat, ataukah kembali dulu mencari kong
kong?”
Ciang Le memandang dengan senyum bahagia. Kini
wajah Bi Lan dalam pandangan matanya nampak lebih
cantik dan manis, benar benar meresap di hatinya dan
membuatnya tiada bosannya memandang.
“Lebih dulu pergi mencari… pengisi perutku yang amat
lapar! Selanjutnya.... bagaimana nanti, terserah
kepadamulah. Aku menurut saja!”
Sepasang merpati ini lalu pergi dari situ, mencari makan
untuk perut mereka ke sebuah kampung yang berdekatan.
-oo0dw0oo-
Mungkin para pembaca sudah lupa lagi akan nama Sin
kun Liu Toanio. Dia adalah tokoh Kwan im pai, nenek tua
yang kepalanya selalu diikat dengan kain putih, nenek yang
amat tinggi ilmu silatnya sehingga mendapat julukan Sin
kun (Kepalan Dewa). Dahulu ketika Sam Thai Koksu
mengadakan pertemuan dengan orang orang gagah, Sin kun
Liu Toanio juga hadir bersama dua orang muridnya kakak
beradik Liok Hui dan Liok San. Dulu ketika Bi Lan
dikeroyok oleh Sam Thai Koksu dan kawan kawannya, Sin
kun Liu Loanio tidak mau membantu oleh karena ia
mendengar bahwa gadis itu adalah murid Coa ong Sin kai
yang memang terkenal jahat dan di benci oleh semua orang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kang ouw. Kalau saja Bi Lan tidak mengaku sebagai murid
Coa ong Sin kai, tentu Sin kun Liu Toanio sudah turun
tangan membantunya dan menghajar orang orang Kin,
karena Liu Toanio terkenal sebagai orang yang benci sekali
pada pemerintah Kin.
Akan tetapi semenjak rakyat memberontak terhadap
pemerintah Kin Sin kun Liu Toanio bukan saja membantu
pergerakan ini, bahkan ia ikut dengan aktip sekali,
mengumpulkan seluruh anggauta Kwan im pai yang
jumlahnya ada empat puluh orang lebih, yakni anak anak
murid dari Kwan im pai dan dipimpinnya pasukan kecil ini.
Biarpun pasukan ini hanya kecil saja, namun jasanya sudah
besar. Entah berapa banyak barisan pemerintah Kin sudah
dihancurkan oleh pasukan ini. Kedua orang murid yang
paling disayanginya, yaitu Liok Hui dan Liok San,
membantu dengan penuh semangat sehingga nama Liu
Toanio dan dua orang muridnya ini ditakuti oleh barisan
Bangsa Kin.
Sin kun Liu Toanio juga sadar akan kekuatan
pasukannya yang hanya kecil jumlahnya, maka tiap kali
pemerintah Kin mengirim barisan besar untuk membasmi
pasukan Kwan im pai ini selalu Sin kun Liu Toanio sudah
membawa pasukannya bersembunyi dan pindah ke lain
daerah. Siasat gerilya dilakukannya dan biarpun jumlah
musuh besar, namun jika disergap pada malam hari oleh
pasukan kecil yang rata rata memiliki kepandaian silat
tinggi dan terutama sekali amukan Liu Toanio sendiri
bersama dua orang muridnya, maka barisan musuh menjadi
kocar kacir.
Pada waktu itu, pasukan Kwan im pai yang dipimpin
oleh Sin kun Liu Toanio berada di dalam sebuah hutan di
Propinsi Shansi di sebelah timur kota Tatung. Berkali kait
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
pasukan ini menghancurkan barisan Kin yang bergerak
lewat di daerah itu.
Telah lama sekali Sam Thai Koksu menjadi pusing
menghadapi gangguan ini dan mata matanya tersebar ke
mana mana untuk menyelidiki tempat bersembunyinya
pasukan Kwan im pai ini. Akhirnya seorang penyelidiknya
melaporkan bahwa pasukan Kwan im pai itu bersembunyi
di dalam hutan itu, di sebuah pegunungan yang sukar sekali
dinaiki karena daerah itu penuh dengan jurang yang amat
dalam dan jalan satu satunya menaik gunung itu melalui
jalan kecil di dalam hutan. Oleh karena ini maka
kedudukan pasukan kecil itu amat kuat tak dapat diserang
dari belakang atau kanan kiri dan pasukan musuh yang
melewati di hutan itu, tentu akan diserbu secara bergerilya.
Sam Thai Koksu kali ini tidak mau bekerja kepalang
tanggung, lalu menyuruh sepasukan istimewa berbaris
memasuki hutan itu dan sambil menyamar, Sam Thai
Koksu sendiri memimpin barisan ini. Di sampingnya masih
dibantu oleh Suma Kwan Eng, Giok Seng Cu dan lain lain
panglima yang berkepandaian tinggi. Bahkan dari belakang,
diikuti pula oleh Pak Hong Siansu dan Ba Mau Hoatsu!
Sin kun Liu Toanio Terkena jebakan ini. Melihat adanya
barisan Kin, ia segera membawa anak buahnya
menghadang dan menyerbu. Kalau saja ia tahu bahwa
tokoh tokoh besar itu berada di dalam barisan, tentu ia akan
berlaku hati hati dan takkan berani sembarangan menyerbu.
Pertempuran hebat terjadi akan tetapi hanya sebentar saja
anak buah Kwan im pai kena dibabat dan dihancurkan.
Akhirnya tinggal Sin kun Liu Toanio dan dua orang
muridnya saja yang masih mengamuk, menghadapi Sam
Thai Koksu, Suma Kwan Eng, dan Giok Seng Cu!
“Ha, ha, ha. nenek. Lebih baik kau menyerah saja,
mungkin hukumanmu akan lebih ringan. Salahmu sendiri
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mengapa dahulu kau tidak membantu kami saja!” kata Kim
Liong Hoat ong mengejek, sambil mengeroyok nenek itu
dengan dua orang adiknya.
“Sam Thai Koksu, tua bangka tua bangka keparat.
Jangan kira aku begitu pengecut dan takut mendengar
omonganmu yang busuk Majulah untuk kuhancurkan
kepalamu bertiga!” bentak Liu Toanio sambil memutar
tongkatnya dengan sengit.
Adapun Liok Hui dan Liok San amat kewalahan
menghadapi Suma Kwan Eng dan Giok Seng Cu. Suma
Kwan Eng yang mata keranjang itu menghadapi Liok Hui
yang cantik juga, mempermainkannya dengan kata kata
yang kotor sehingga Liok Hui menjadi nekad dan memutar
pedangnya secepat angin menyambar. Liok San, pemuda
adik Liok Hu yang bertubuh tinggi besar, sebentar saja
roboh oleh Giok Seng Cu dan tertawan.
Pada saat keadaan Liu Toanio dan Liok Hu amat
terancam, tiba tiba berkelebat dua sosok, bayangan orang
dan tahu tahu di gelanggang pertempuran itu nampak
sepasang orang muda yang mainkan pedang dengan
hebatnya. Mereka, ini adalah Ciang Le dan Bi Lan yang
kebetulan lewat di tempat itu dan mendengar suara
pertempuran dari jauh lalu berlari mendatangi. Melihat
tokoh tokoh Kin sedang mengeroyok nenek itu dan
muridnya. Bi Lan berkata, “Koko, mari kita bantu mereka
itu dan hancurkan orang orang Kin!”
Ciang Le tidak perlu disuruh untuk kedua kalinya. Begitu
pedangnya berkelebat, tongkat bercagak di tangan Suma
Kwan Eng menjadi putus dan orangnya melompat ke
belakang dengan wajah pucat. Giok Seng Cu yang
mengenal pemuda ini, menjadi marah sekali dan cepat maju
menyerang dengan senjata rantainya yang ampuh. Segera
mereka terlibat dalam pertempuran yang seru sekali.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Adapun Bi Lan cepat membantu Sin kun Toanio,
menghadapi Sam Thai Koksu sambil memutar pedangnya
dengan gemas sekali. Melihat datangnya bantuan yang kuat
ini, timbul kembali semangat Sin kun Liu Tonio, dan
bagaikan seekor naga betina ia mengamuk sehingga Sam
Thai Koksu tidak mendapat kesempatan untuk mendesak
lagi.
“Bagus, nona Hoa san pai, mari kita hancurkan anjing
anjing Bangsa Kin ini!” seru Liu Toanio.
Sebaliknya, pertempuran antara Ciang Le yang
menghadapi Giok Seng Cu, biarpun berjalan seru sekali,
narnun sebentar saja terbukti bahwa kepandaian Giok Seng
Cu masih belum cukup tangguh untuk menghadapi Pak kek
Sin ciang dari Ciang Le. Ia terdesak hebat sekali dan tak
berdaya untuk membalas serangan anak muda itu. Suma
Kwan Eng yang melihat ini, lalu mengambil tongkatnya
yang sudah patah dan membantu Giok Seng Cu. Akan
tetapi agaknya dosa dari orang ini sudah terlalu banyak,
karena bantuannya ini hanya merupakan bunuh diri
baginya. Baru dua jurus ia menyerang, ujung pedang Ciang
Le telah mampir di lehernya dan Suma Kwan Eng
terhuyung huyung ke belakang lalu roboh tak kuasa
bersambat lagi. Urat besar pada lehernya putus dan ia
menghembuskan nafas terakhir tak lama kemudian.
Giok Seng Cu benar benar menjadi jerih menghadapi
kelihaian Ciang Le dan pada saat gerakan rantainya agak
terlambat, sebuah tendangan dari Ciang Le menyerempet
pundaknya sehingga tubuh tosu ini bergulingan di atas
tanah. Uniknya ia masih mempunyai kecepatan gerakan
sehingga ketika ia bergulingan, ia masih mengerjakan
rantainya, diputar putar sedemikian rupa melindungi
tubuhnya dari serangan selanjutnya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Akan tetapi Ciang Le tidak perdulikan dia lagi.
Sebaliknya pemuda ini lalu melompat dan membantu Bi
Lan dan Sin kun Liu Toanio yang masih amat sukar
mengalahkan Sam Thai Koksu yang tangguh, yang dibantu
oleh tiga orang panglima Kin lain yang kepandaiannya
cukup tinggi.
Datangnya bantuan ini tentu saja membesarkan hati Bi
Lan. Pedang di tangan Ciang Le sebentar saja merobohkan
dua orang panglima Kin, dan Bi Lan juga berhasil
membinasakan panglima Kin yang ke tiga, Sam Thai Koksu
terkejut sekali dan dalam kesempatan ini, Liu Toanio
mengerjakan tongkatnya secara istimewa dan terdengarlah
pekik Gin Liong Hoat ong, orang ke dua dari Sam Thai
Koksu yang terpelanting dengan dada pecah terpukul oleh
tongkat Sin kun Liu Toanio!
Kim Liong Hoat ong dan Tiat Liong Hoat eng lalu
memberi aba aba kepada anak buahnya untuk maju
mengeroyok. Melihat ini Ciang Le cepat meloncat ke arah
Liok San, murid Sin kun Liu Toanio yang tadi tertotok oleh
Giok Seng Cu untuk membebaskan pemuda ini agar dapat
membantu menghadapi pengeroyokan fihak lawan yang
besar jumlahnya. Maka mengamuklah mereka semua, Liu
Toanio, Bi Lan, Ciang Le, Liok Hui dan Liok San. Banyak
anggauta pasukan Kin bergelimpangan tak bernyawa lagi.
Menghadapi amukan lima orang gagah ini, pasukan Kin
menjadi gentar sekali dan kocar kacir.
Akan tetapi pada saat itu, terdengar bentakan nyaring.
“Mundur semua, biarkan pinto membasmi anjing anjing
pemberontak ini!”
Dan muncullah Pak Hong Siansu dan Ba Mau Hoatsu!
Melihat Ba Mau Hoatsu, musuh besarnya yang telah
membunuh Thian Te Siang mo guru gurunya, Bi Lan tak
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dapat menahan sabarnya lagi. Gadis ini melompat dan
menyerbu Ba Mau Hoatsu sambil memaki maki.
“Pendeta bangsat, sekarang tiba saatnya kau harus
mampus dalam tanganku!”
Ba Mau Hoatsu tertawa bergelak dan menggerakkan
sepasang rodanya menghadapi Bi Lan.
“Iblis wanita, di mana mana kau mengacau saja,”
jawabnya.
Sementara itu, Liu Toanio dan dua orang muridnya
tentu saja tidak mau tinggal diam dan menggerakkan
senjata masing masing. Akan tetapi mereka dihadapi oleh
Kim Liong Hoat ong, dan Giok Seng Cu! Tentu saja ini
merupakan lawan lawan yang amat berat, namun mereka
telah nekad untuk berkelahi sampai nafas terakhir.
Adapun Ciang Le berdiri berhadapan dan saling pandang
dengan Pak Hong Siansu. Pemuda itu memandang dengan
mata bernyala nyala, sedangkan Pak Hong Siansu
memandang dengan mata menyatakan ragu ragu, heran dan
juga malu.
“Pak Hong Siansu, kebetulan sekali kita bertemu di sini
untuk melanjutkan pertandingan kita yang terputus karena
kecuranganmu yang amat memalukan itu!” kata Ciang Le
tersenyum sindir. Kini ia sama sekali tidak sudi
menganggap kakek ini sebagai paman gurunya lagi,
melainkan sebagai musuhnya yang dibenci.
Merah muka Pak Hong Siansu mendengar sindiran ini.
“Anak muda yang sombong, kekalahanmu dahulu itu
terjadi karena kebodohanmu, tak usah menyalahkan orang
lain. Sekarang akupun takkan bertindak setengah setengah
dan takkan mau mengampuni nyawamu lagi!” Sambil
berkata demikian, kakek sakti ini lalu menggerakkan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sepasang senjatanya tongkat dan tasbeh. Terulang
kembalilah pertempuran yang amat dahsyat antara kakek
sakti dan murid keponakannya itu. Seperti juga dulu, tak
seorangpun berani atau dapat membantu pertempuran yang
hebat ini. Masing masing mengeluarkan kepandaiannya dan
kalau Pak Hong Siansu menukar nukar ilmu silatnya dan
mengeluarkan kepandaian simpanan dari ilmu ilmu silat
aneh yang banyak dipelajarinya, adalah Ciang Le selalu
mainkan pedangnya menurut ilmu Silat Pak kek Sin ciang,
karena ia maklum bahwa selain ilmu silat khusus yang ia
peroleh dari gurunya, Pak Kek Siansu, agaknya tidak ada
lain ilmu silat yang dapat bertahan menghadapi Pak Hong
Siansu, yang benar benar lihai itu. Kini Ciang Le berlaku
hati hati dan awas sekali menjaga kalau kalau susioknya
yang curang itu lagi lagi menggunakan kesempatan untuk
menyerangnya secara gelap. Kalau Ciang Le dapat
mengimbangi kepandaian Pak Hong Siansu, atau boleh
juga dibilang ia berada di fihak lebih unggul sedikit dalam
hal tenaga dan keuletan napas, adalah sebaliknya dengan
keadaan Bi Lan, Sin kun Liu Toanio dan dua orang
muridnya. Bi Lan yang bertempur melawan Ba Mau
Hoatsu, terdesak hebat namun gadis ini dengan ilmu
pedangnya Thian Te Kiam sut masih dapat
mempertahankan diri mati matian dari sepasang roda yang
berbahaya dari pendeta Tibet itu.
Yang hebat adalah Sin kun Liu Toanio karena nenek ini
menghadapi Giok Seng Cu yang kepandaiannya hebat
sekali, tidak berada di sebelah bawah kepandaian Ba Mau
Hoatsu. Sebentar saja nenek ini sudah kehabisan tenaga dan
hanya mampu mengelak ke sana ke mari tanpa dapat
menyerang. Juga Liok Hui dan Liok San sibuk sekali
menghadapi gempuran gempuran dari Kim Liong Hoat ong
dan Tiat Liong Hoat ong. Mudah diramalkan bahwa dalam
beberapa belas jurus lagi mereka ini tentu akan roboh.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sin kun Liu Toanio yang memutar tongkat secara nekad
menghadapi serangan rantai Giok Seng Cu, akhirnya tak
dapat mempertahankan diri lagi dan ketika Giok Seng Cu
mengayun rantainya menyerangnya dengan sabetan maut
ke arah kepala, nenek ini mencoba untuk menangkis
dengan tongkatnya. Namun tenaganya lelah lemah dan
sambil mengeluarkan suara keras, tongkatnya patah dan
rantai itu menyambar kepalanya tanpa dapat dielakkan lagi!
“Prak…!” Nenek itu menjerit dan roboh dengan kepala
pecah!
Kemudian Giok Seng Cu meloncat dan membantu Ba
Mau Hoatsu mengeroyok Bi Lan! Tentu saja gadis ini
terkejut sekali. Menghadapi Ba Mau Hoatsu seorang saja
baginya sudah sukar sekali untuk mencapai kemenangan,
apa lagi sekarang datang Giok Seng Cu yang demikian
lihai.
Gadis ini memutar pedangnya dan berkelahi sambil
mundur terus didesak hebat oleh kedua orang lawannya.
Keadaannya yang berbahaya ini dapat dilihat oleh Ciang
Le karena pemuda ini tak pernah melepaskan perhatiannya
itu. Tentu saja ia menjadi gelisah sekali dan hal ini
membuat permainan pedangnya kalut. Ia tak dapat
menolong kekasihnya karena bagaimana ia dapat
meninggalkan Pak Hong Siansu, lawannya yang juga tak
boleh dipandang ringan ini? Dengan hati gelisah dan penuh
kecemasan, ia melihat betapa Bi Lan terus mundur, didesak
oleh Ba Mau Hoatsu yang tertawa tawa mengejek dan Giok
Seng Cu yang gerakan rantainya makin lama makin kuat
ini.
“Lan moi… hati hati belakangmu…!” teriak Ciang Le
ketika ia melihat betapa Bi Lan terus mundur sampai ke tepi
jurang!
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Namun terlambat. Sepasang roda Ba Mau Hoatsu sudah
melayang layang di atas kepala Bi Lan dan rantai dari Giok
Seng Cu menyambar nyambar dan menyapu kedua kaki
gadis itu. Tak ada jalan lain bagi Bi Lan selain meloncat
mundur dan….
“Ciang Le…!” terdengar gadis itu menjerit dan tubuhnya
lenyap ditelan jurang yang curam sekali!
“Bi Lan !” Ciang Le sekali meloccat sudah
meninggalkan Pak Hong Siansu. Ia menggunakan gerakan
Hui niau coan in (Burung Terbang Menembus Mega) dan
sekejap mata saja ia sudah tiba di pinggir jurang itu berdiri
memandang ke dalam jurang yang tidak kelihatan dasarnya
saking dalamnya. Kekagetan dan kecemasan membuat ia
berdiri seperti patung dan apa yang dikhawatirkan oleh
Kwa Siucai terjadilah! Ciang Le berdiri seperti orang
kehilangan semangat sambil menyarungkan pedangnya,
pemuda ini terdengar menangis tersedu sedu!
Kesempatan ini dipergunakan oleh Ba Mau Hoatsu
untuk mengirim pukulan ke arah punggung Ciang Le dari
belakang. Namun pemuda, ini biarpun otaknya sudah
terpengaruh oleh racun, ternyata kepandaiannya masih
belum lenyap. Ia merasakan adanya sambaran angin dari
belakang dan secepat kilat ia membalikan tubuh dan ketika
kakinya menendang tubuh Ba Mau Hoatsu terlempar dan
terguling guling! Ciang Le tertawa bereelak gelak, kemudian
menangis lagi ketika teringat kepada Bi Lan! ia telah
menjadi gila.
Ba Mau Hoatsu marah sekali, demikian pula Giok Seng
Cu. Kedua orang ini menggerakkan senjata masing masing
untuk menewaskan pemuda yang sudah tidak waras lagi
otaknya ini. Akan tetapi tiba tiba terdengar bentakan,
“Tahan senjata! Jangan bunuh dia!”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Yang membentak ini adalah Pak Hong Siansu dan baik
Ba Mau Hoatsu maupun Giok Seng Cu tidak berani
membantah lalu menahan senjata masing masing. Mereka
memandang kepada Pak Hong Siansu dengan terheran
heran. Belum lama ini, Pak Hong Siansu telah melepaskan
senjata rahasia yang membahayakan nyawa Ciang Le
dengan maksud membunuh, akan tetapi mengapa sekarang
kakek itu bahkan hendak menyelamatkan nyawa pemuda
ini dan melarang mereka membunuhnya selagi ada
kesempatan baik?
Sebetulnya bukan karena Pak Hong Siansu merasa
sayang kepada Ciang Le atau timbul iba hatinya melihat
pemuda itu, sama sekali bukan. Kakek ini setelah melihat
kepandaian Ciang Le, menjadi gentar juga menghadapi
suhengnya, Pak Kek Siansu. Ilmu Silat Pak kek Sin ciang
yang diciptakan oleh suhengnya itu betul betul hebat sekali
dan ia terus terang saja tidak sanggup melawannya. Baru
muridnya saja yang mainkan, begitu hebat, apalagi kalau
Pak Kek Siansu yang mainkan ilmu silat ini! Melihat
keadaan Ciang Le yang setelah menderita kaget dan duka
mendadak menjadi gila, tahulah Pak Hong Siansu bahwa
racun dari jarum jarum hitam nya telah menguasai pemuda
ini dan ia mendapat pikiran yang amat baik. Ia tahu dan
dapat menduga bahwa kalau Pak Kek Siansu sudah
mempercayakan pemuda ini turun gunung dan sudah
menurunkan ilmu Silat Pak kek Sin ciang yang amat
dirahasiakannya itu, tentu kakek di Bukit Luliang san itu
amat sayang kepada Ciang Le. Maka ia hendak menangkap
Ciang Le, kemudian menggunakan pemuda ini sebagai alat
pemaksa, membujuk suhengnya turun gunung dan
membantu pemerintah Kin! Karena sesungguhnya, Pak
Hong Siansu sendiri merasa kewalahan menghadapi
pemberontakan rakyat yang demikian menggelora.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Demikianlah, setelah mencegah Ba Mau Hoatsu dan
Giok Seng Cu membunuh Ciang Le, Pak Hong Siansu
sendiri lalu melompat ke arah Ciang Le dan mengancam
dengan tongkatnya yang dipukulkan kepada Ciang Le.
Pemuda ini yang masih menangis lalu tertawa tawa,
melihat tongkat menyambar lalu mengelak, akan tetapi
ujung tongkat itu secepat kilat mengurungnya. Karena kini
tidak bersenjata lagi, sedangkan kepalanya terasa pening
tidak karuan, Ciang Le tidak berdaya menghadapi serangan
susioknya dan ujung tongkat dengan tepat menotok jalan
darahnya di iga sehingga pemuda itu tersungkur dalam
keadaan pingsan.
Pak Hong Siansu lalu menyambar tubuh Ciang Le dan
dikempitnya, kemudian ia mengajak semua orang pergi dari
situ, juga Liok Hui dan Liok San yang telah tertawan, oleh
Pak Hong dibebaskan lagi oleh karena orang tua ini sudah
merasa cukup menewaskan guru mereka dan menganggap
kedua orang muda iui tidak berbahaya. Kakak beradik she
Liok ini ditinggalkan dalam keadaan terluka dan keduanya
hanya dapat bersedih dan mengertak gigi melihat guru
mereka rebah tak bernyawa lagi!
-ooo0dw0ooo-
Kita tinggalkan dulu Ciang Le yang tertawan oleh Pak
Hong Siansu yang di tengah jalan menceritakan siasatnya
kepada Ba Mau Hoatsu dan marilah kita ikuti nasib Bi Lan
yang terjungkal ke dalam jurang yang amat curam itu.
Tidak salah kata kata orang bijaksana bahwa siapa yang
membela kebenaran, selalu akan dilindungi oleh Thian
Yang Maha Kuasa.
Demikianpun dengan Bi Lan. Kalau dilihat dari atas
jurang, takkan ada seorangpun dapat menduga bahwa
orang yang terjatuh ke dalam jurang itu akan dapat
bertahan untuk hidup lebih lama lagi. Kalau tidak
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
demikian, kiranya Ciang Le takkan begitu terkejut, putus
asa dan berduka sehingga ia terpengaruh oleh racun yang
menyerang otak dan hatinya. Jurang mi memang curam
sekali, licin dan dalamnya tak dapat diukur karena dari atas
tidak kelihatan dasarnya yang tertutup oleh kabut tebal.
Ketika Bi Lan merasa tubuhnya terpelanting dan jatuh
dari tempat yang amat tinggi, ia mengulur kedua lengannya
dan kedua tangannya, dengan jari jari terbuka menjambret
ke kanan kiri. Akhirnya usaha yang terdorong oleh rasa
takut dan ngeri ini berhasil, ia dapat memegang sebatang
akar pohon yang beruntai di jurang itu, yakni di samping
yang menurun. Tubuhnya tersentak kaget, tertahan dari
kejatuhan sehingga ia merasa betapa pangkal lengan
kanannya seakan akan lengannya itu hampir terlepas dari
tubuhnya. Namun berkat tenaga lweekangnya yang tinggi,
ia dapat menggerakkan rubuh diayun sedemikian rupa
sehingga ia dapat mematahkan tenaga sentakan itu dan
mencegah pegangannya terlepas. Namun ia harus cepat
menggantikan angan kanan dengan tangan kiri, karena
memang lengan kanannya terasa sakit sekali. Agaknya
terjadi salah urat ketika tersentak tadi. Dengan menarik
napas dalam dalam, ia dapat menyalurkan darahnya, ke
arah lengan kanan yang salah urat itu sehingga rasa panas
dan perlahan lahan lengan kanan itu tidak begitu sakit lagi.
Setelah tidak terlalu menderita sakit lagi, barulah Bi Lan
memperhatikan keadaan dirinya. Ia bergantungan pada
akar pohon yang tidak terlalu besar, yang banyak timbul di
permukaan lereng jurang itu, juga banyak pohon pohon
kecil tumbuh di situ. Akan tetapi, jalan naik ke atas amat
tingginya dan tanah lereng jurang itu ternyata tidak keras
dan juga licin karena membasah oleh kabut. Ketika ia
memandang ke bawah, Bi Lan yang biasanya tabah sekal
itu terpaksa menutup matanya saking ngeri nya. Yang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
nampak hanya kabut yang perlahan lahan bergerak naik
dan selebihnya hitam mengerikan. Ia tidak berani
membayangkan betapa nasibnya kalau ia terus jatuh ke
bawah.
Tiba tiba akar yang dipegangnya bergerak gerak. Bi Lan
cepat memandang dan alangkah terkejutnya ketika ia
melihat akar itu mulai terbongkar dari tanahnya! Gadis ini
cepat menggunakan tangan kanannya menangkap sebuah
akar lain yang berdekatan dan baiknya ia berlaku sigap,
karena kalau tidak, tentu ia akan terjerumus ke bawah.
Akar yang semenjak tadi menahan tubuhnya itu tidak kuat
lagi dan hampir putus.
Bi Lan mengumpulkan segala kekuatannya. Perlahan
lahan dan hati hati ia bergantungan dan berpindahan dari
akar ke akar atau pohon kecil, terus merambat ke atas.
Akan tetapi, oleh karena akar akar itupun amat licin dan
keadaan suram suram gelap sehingga mesti berhati hati
sekali, maka cara bergerak naik ini amat lambat dan kedua
tangannya telah terasa kaku dan pedas pedas. Baru saja
beberapa kali berganti pegangan, ketika tangan kirinya
menyambar ke atas, dan menangkap sebuah akar yang
sebesar lengannya ia merasa betapa akar ini lebih licin lagi
dan tidak begitu keras, namun ternyata kuat dan ulet.
Hampir saja ia melepaskan tangan kanannya untuk mencari
lain pegangan yang lebih tinggi ketika tiba tiba “akar” yang
dipegang oleh tangan kirinya itu bergerak dan terdengar
suara mendesis yang tajam.
“Ular…!” Bi Lan menjerit kengerian, bukan karena ia
takut kepada binatang ini, akan tetapi karena kagetnya
melihat kenyataan yang tiba tiba ini dan pula ia merasa geli
melihat tubuh ular yang licin itu menggeliat geliat di dalam
pegangannya. Saking ngerinya. Gadis ini seketika
melepaskan pegangannya dan akar yang dipegang oleh
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tangan kanannya berbunyi. “Krak!” dan patah! Tubuhnya
bergulingan ke bawah!
“Celakalah kali ini!” pikir Bi Lan. Betapapun juga, ia
tidak putus harapan dan kedua tangannya menjambret dan
memegang apa saja yang dapat disambar. Akhirnya
usahanya berhasil dan ia dapat memegang sesuatu dengan
tangan kanannya, dan tangan kirinya tersangkut pada
ranting yang berdaun, ia girang sekali akan tetapi ia
meramkan mata dengan napas terengah engah dan tubuh
sakit sakit. Siapa orangnya yang takkan berdebar
jantungnya menghadapi maut yang hampir saja merenggut
nyawanya ketika ia bergulingan tadi!
Dengan amat hati hati ia mengangkat tubuhnya dan
mendapat kenyataan bahwa kebetulan sekali ia berada di
lereng jurang yang agak legok sehingga ada sedikit tempat
baginya untuk duduk dan beristirahat, yaitu di atas daun
daun dan ranting ranting kecil dari tetumbuhan yang
menahannya tadi. Keadaan di situ lebih gelap lagi dan
ketika tangan kanannya meraba raba, ia mendapatkan
bahwa benda yang tadi dipakai bergantung oleh tangan
kanannya, di bagian bawah nya amat tajam. Benda itu
tertancap pada akar pohon dan terus menembus ke dalam
tanah. Hati Bi Lan berdebar. Sambil meraba raba, ia
mendapat kenyataan bahwa benda itu adalah sebuah
pedang atau golok! Ia membetulkan duduknya sehingga
aman betul, menggunakan tangan kiri berpegang kepada
akar, kemudian dengan tangan kanannya ia mencabut
senjata itu. Dan apa yang dilihatnya? Bukan lain adalah
pedangnya sendiri!
-ooo0dw0oooTiraikasih
Website http://kangzusi.com/
Jilid XV
BI LAN terkejut, terheran, dan juga girang bukan main.
Bagaimana ada hal yang begini kebetulan? Pedangnya tadi
terlepas dari pegangan ketika ia terjungkal ke dalam jurang
dan kini pedangnya itu bahkan telah menolongnya dari
bahaya maut. Pedang ini jatuh meluncur dan menancap
pada akar itu, terus menembus ke dalam tanah, merupakan
pegangan yang cukup kuat. Baiknya pedang itu menancap
sampai hampir ke gagangnya, kalau tidak demikian, besar
kemungkinan tubuhnya ketika jatuh tadi akan terluka oleh
pedangnya sendiri!
Bi Lan tertawa. Benar benar hebat, dalam keadaan
seperti itu, gadis lincah ini masih dapat tertawa. Ia tertawa
geli memikirkan hal ini. Dan timbul harapannya. Thian
telah mengaturnya sehingga ia bertemu dengan pedangnya
sendiri di tempat yang aneh ini, tentu Yang Maha Kuasa
telah mengatur pula sehingga ia akan tertolong dan keluar
dari tempat ini. Dikumpulkan seluruh tenaganya dan untuk
beberapa lama ia mengatur pernapasannya sehingga tubuh
dan semangatnya menjadi sehat dan tenang kembali.
Setelah itu, Bi Lan mulai merayap naik lagi seperti tadi.
Akan tetapi sekarang ia tidak mau berlaku sembrono. Setiap
kali hendak menarik tubuhnya ke atas, ia lebih dulu
menggunakan pedangnya, ditancapkan kuat kuat ke dalam
tanah yang keras. Di antara tanah yang basah dan lunak
memang terdapat tanah tanah cadas sehingga dengan
adanya pedang itu, ia mendapat pembantu yang boleh
dipercaya.
Biarpun amat lambat, namun nampaknya ada hasilnya,
makin lama badannya makin mendekati tebing jurang.
Namun, jangan dikira bahwa pekerjaan ini mudah. Pecah
pecah kulit telapak tangan dan lutut gadis ini, peluhnya
bercucuran, napasnya memburu dan tubuhnya sakit sakit
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
semua. Apalagi bekas terguling guling tadi mendatangkan
beberapa luka kecil yang menguncurkan darah. Dan bukan
main tingginya tebing itu karena setelah bergulat dengan
mati matian selama setengah hari, barulah ia tiba di tebing
jurang!
Bi Lan tidak berani segera naik dan ia beristirahat dulu
sambil bergantung pada gagang pedangnya dan sebuah
akar. Ia hendak mengumpulkan tenaganya, karena siapa
tahu kalau kalau ia harus bertanding lagi setelah tiba di atas.
Gadis ini tidak sadar bahwa telah setengah hari ia bergulat
merayap naik itu. Akan tetapi, semua sunyi dan tidak
terdengar sedikitpun suara dari atas jurang. Dan keadaan
sudah menjadi gelap karena senja telah lewat dan malam
mulai mendatang. Ketika ia berdongak ke atas, bintang
bintang mulai menghias langit biru. Akhirnya ia merayap
lagi naik dan berhasil meloncat ke atas tebing jurang. Ketika
melihat betapa sunyi tidak nampak seorangpun manusia,
hatinya demikian lega sehingga ia lalu berbaring telungkup,
mencium tanah dan tak tertahan lagi ia mengalirkan air
mata! Bukan main senangnya dapat berada di permukaan
bumi lagi setelah mengalami hal hal yang demikian
hebatnya, ia merasa seakan akan hidup kembali dari balik
kubur!
Ia tidak melihat bekas bekas pertempuran tadi, hanya
ada beberapa senjata patah berserakan di situ. Tak ada
sebuahpun mayat manusia, padahal tadi banyak terdapat
mayat mayat dari anggauta Kwan im pai yang terbasmi
oleh bala tentara Kin, juga banyak serdadu serdadu Kin
yang tewas di situ. Ia tidak tahu bahwa semua jenazah
serdadu Kin dibawa oleh kawan kawan mereka dan tak
lama setelah bala tentara Kin pergi, orang orang Kwan im
pai yang masih hidup, diam diam datang dan merawat
jenazah jenazah kawan kawan mereka yang gugur,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
termasuk jenazah dari ketua mereka, yakni Sin kun Liu
Toanio.
Setelah dapat menenangkan perasaannya yang penuh
keharuan, Bi Lan lalu bangkit berdiri. Tenaganya pulih
kembali dan ia berjalan perlahan meninggalkan tempat itu.
Hatinya mulai diliputi kekhawatiran karena ia tidak tahu ke
mana perginya Ciang Le, ia merasa heran dan juga gelisah.
Kalau pemuda itu selamat, tidak mungkin kekasihnya itu
meninggalkan tempat itu, tahu bahwa dia terjerumus di
dalam jurang. Apakah Ciang Le me ngalami bencana?
Ataukah…. barangkali pemuda itu sudah putus asa dan
mengira dia telah tewas? Ke mana perginya Ciang Le?
Pertanyaan pertanyaan yang tak dapat dijawab nya ini
memenuhi kepalanya sehingga ia tidak tahu bahwa ada tiga
orang mengintainya.
Akan tetapi, pendengaran gadis ini masih amat tajam
dan ketika mereka itu bergerak sedikit saja, Bi Lan tiba tiba
melompat dan sekali lompat saja ia telah berhadapan
dengan mereka yang bersembunyi di balik pohon.
“Siapa kalian?” bentaknya sambil mengancam dengan
pedang.
“Kami anggauta Kwan im pai, lihiap. Harap jangan
salah sangka kami... kami telah kehilangan kawan kawan,
bahkan ketua kami Sin kun Liu Toanio telah tewas….”
“Mengapa kalian tidak keluar saja dan mengintaiku
sambil bersembunyi?” bentak Bi Lan yang masih saja
menodongkan pedang ke arah dada mereka.
“Maaf, lihiap. Kami…kami kira lihiap sudah… tewas
ketika terjerumus ke dalam jurang tadi…. apakah… apakah
benar benar lihiap masih… hidup?” seorang di antara
mereka memberanikan diri bertanya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Bi Lan tertawa terkekeh kekeh, sambil menutupi
mulutnya dengan tangan kiri dan ia menyimpan
pedangnya. Tiga orang itu saling pandang dan menjadi
makin ketakutan. Memang sukar untuk dapat percaya
bahwa orang yang terjungkal ke dalam jurang itu dan
lenyap selama setengah hari lebih, tahu tahu kini telah
berada di atas dalam keadaan selamat dan hidup, lukapun
nampaknya tidak sama sekali! Mereka lebih percaya kalau
arwah gadis itu yang kini keluar dan menuntut balas, arwah
penasaran
“Kalian jangan takut, aku masih hidup, berkat Thian
Yang Maha Kuasa. Coba kauceritakan, bagaimana
selanjutnya dengan pertempuran tadi setelah aku terjerumus
ke dalam jurang?”
Tiga orang itu segera menjatuhkan diri berlutut dan
mereka nampak sedih sekali.
“Kami benar benar merasa berduka sekali lihiap. Kau
dan sahabatmu itu dengan gagah perkasa telah membantu
kami, akan tetapi sebaliknya lihiap telah mengalami
kecelakaan yang hampir merenggut nyawa lihiap. Dan
kawan lihiap itu, pemuda yang gagah perkasa itu....”
“Apa yang terjadi dengan dia? Lekas katakan, lekas!”
“Dia....dia….”
“Keparat! Lekas katakan, dia kenapa?” suara Bi Lan
menggigil.
“Dia....entah mengapa, lihiap. Ketika itu kami mengintai
dan bersembunyi dan kami melihat dia.......”
“Dia kenapa?
“Dia menangis dan tertawa seperti orang gila!”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Naik sendu sedan dalam leher Bi Lan dan tak tahan lagi
gadis ini menangis terisak isak.
“Ciang Le ........ kau terpengaruh oleh racun itu........”
keluhnya dengan hati tidak karuan rasanya. Tiga orang
anggauta Kwan im pai itu hanya memandang dengan
penuh kasihan, akan tetapi tidak dapat mengeluarkan kata
kata untuk menghibur.
Akan tetapi Bi Lan segera dapat menguasai hatinya.
“Lalu bagaimana? Ke mana perginya?”
“Dia....dia tertawan, lihiap.”
“Apa? Tertawan? Oleh siapa?” Akan tetapi Bi Lan tak
perlu bertanya lagi karena ia sudah dapat menduga dengan
jitu. Siapa lagi yang mampu menawan Ciang Le kalau
bukan Pak Hong Siansu? Biarpun kekasihnya itu telah
diserang oleh racun yang membuat ingatan berubah, tidak
ada yang akan mampu menawannya selain Pak Hong
Siansu. Maka tanpa menanti jawaban, seakan akan
mendapat tenaga baru. gadis itu melompat dan lenyap dari
depan tiga orang anggauta Kwan im pai yang memandang
dengan bengong terlongon longong.
“Ah, gadis yang hebat sekali,” kata seorang diantara
mereka, penuh kekaguman dan juga penuh iba hati.
-odwo-
Beberapa hari kemudian, Enghiong Hwee koan nampak
sunyi. Para orang gagah yang dahulu dikumpulkan oleh
Sam Thai Koksu,. kini sebagian besar keluar dari tempat itu
untuk membantu tentara Kin membasmi pemberontak yang
timbul di mana mana. Mereka ini sibuk sekali. Bahkan Pak
Hong Siansu dan Ba Mau Hoatsu juga tidak nampak berada
di situ. Juga Sam Thai Koksu yang kini tinggal dua orang
lagi. yaitu Kim Liong Hoat ong dan Tiat Liong Hoat ong
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
karena orang ke dua Gin Liong Hoat ong telah tewas di
tangan Sin kun Liu Toanio, tidak kelihatan di situ dan
sedang pergi ke kota untuk mengadakan perundingan
dengan kaisar tentang usaha membasmi pemberontak.
Hanya Giok Seng Cu, tosu yang lihai murid Pak Hong
Siansu saja yang ditinggalkan di Enghiong Hweekoan untuk
membantu kepala penjaga, kalau kalau ada musuh
menyerbu.
Malam itu bintang memenuhi angkasa. Giok Seng Cu
bercakap cakap dengan para penjaga, dan tosu ini merasa
senang karena mengira bahwa keadaan di situ pasti aman.
Orang orang kang ouw dari selatan dan utara sibuk
membantu perjuangan para pemberontak, maka siapakah
yang akan berani mengantarkan nyawa di tempat ini? Juga
Ciang Le yang menjadi tawanan telah menjadi seorang
yang tidak berguna, bisanya hanya tertawa atau menangis
saja. Dibelenggu menurut saja, dipukuli tidak membalas,
sudah kehilangan sama sekali ingatannya sehingga tidak
tahu lagi bagaimana harus bersikap. Kini pemuda yang
menjadi gila itu ditahan di dalam sebuah kamar yang gelap
dengan pintu yang tebal dan kuat sekali. Di depan pintu
tebal ini masih terjaga oleh pasukan yang terdiri dari dua
puluh orang perwira bersenjata lengkap dan berkepandaian
tinggi. Apa lagi yang dikhawatirkan?
Giok Seng Cu minum minum dengan para kepala
penjaga sambil mengobrol dengan asyiknya. Mereka tidak
tahu bahwa sesosok bayangan yang gesit sekali mengintai
dari atas genteng. Melihat Giok Seng Cu makan minum di
ruang depan, bayangan ini dengan hati hati sekali lalu
menyingkir dari atas ruangan itu dan berkelebat cepat ke
belakang. Di sini kembali ia mengintai dan melihat dua
puluh orang perwira yang menjaga sebuah pintu besi yang
tebal sekali.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
“Hm, di situ agaknya Ciang Le ditahan,” pikir bayangan
ini yang bukan lain Bi Lan adanya.
Dia tidak mau secara sembrono turun tangan, karena
selain pintu amat kokoh kuat dan penjagaan juga kuat, di
sana masih ada Giok Seng Cu yang kepandaiannya telah ia
ketahui lebih tinggi dari pada kepandaiannya sendiri. Apa
akal? Bi Lan menjadi bingung sekali, terutama karena ia
tidak dapat tahu dengan pasti apakah benar benar Ciang Le
berada di tempat itu! Menurut jalan pikirannya, ia harus
minta bantuan dari kawan kawannya atau dari tokoh tokoh
Hoan san pai yang ia ketahui tentu berada bersama dengan
suhengnya, Gan Hok Seng. Karena kalau bertindak sendiri,
amat besar bahayanya. Akan tetapi menurutkan suara
hatinya, ia tidak tega meninggalkan Ciang Le begitu saja,
dan hatinya ingin sekali turun tangan dan menolong
kekasihnya. Kalau ia harus pergi dulu mencari bala bantuan
bagaimana nanti kalau Ciang Le tidak keburu tertolong dan
dibinasakan oleh orang orang Kin?
Akhirnya suara hati ini yang menang dan ia mengambil
keputusan, menolong Ciang Le atau kalau perlu mati
bersama di tempat itu! Setelah mengambil keputusan
demikian, sadis yang tabah ini lalu mengertak gigi dan
dengan pedang di tangan ia melayang turun ke arah tempat
tahanan itu sambil memutar pedangnya.
Bukan main gegernya para penjaga ketika tahu tahu
berkelebat bayangan gadis ini dan dua orang penjaga tanpa
berdaya lagi roboh terbabat pedang! Mereka segera
mengeroyok sambil berteriak teriak. Akan tetapi sebentar
saja, kembali dua orang telah roboh terluka oleh pedang Bi
Lan yang amat lihai.
Tertarik oleh suara ribut ribut itu, muncullah Giok Seng
Cu dan untuk beberapa lama tosu ini berdiri seperti patung
dengan mata terbelalak lebar. Ia hampir tidak percaya
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kepada kedua matanya sendiri melihat Bi Lan mengamuk
itu dan mengira bahwa yang datang adalah orang lain.
Akan tetapi setelah ia mendapat kenyataan bahwa benar
benar gadis ini adalah Bi Lan yang dahulu terjungkal ke
dalam jurang, dan melihat betapa Bi Lan kembali
merobohkan seorang penjaga ia lalu berseru keras sambil
menggerakkan senjata rantainya,
“Iblis betina kau belum mampus juga?”
Bi Lan tidak mau banyak cakap lagi lalu menyerang
dengan pedangnya. Gerakannya hebat sekali karena ia
marah bukan main. Dengan menggertak gigi ia memutar
pedangnya dan mainkan Ilmu Silat Thian te Kiam sut yang
paling lihai. Pedangnya lenyap berobah menjadi segunduk
cahaya berkilau kilauan tertimpa sinar lampu penerangan,
menyilaukan mata para penjaga yang ikut mengeroyok.
Namun gadis ini memang bukan lawan Giok Seng Cu
yang selain memiliki ilmu kelandaian dan pengalaman yang
luas, juga telah menerima gemblengan dari Pak Hong
Siansu yang sakti. Apa lagi masih banyak perwira yang lihai
ikut mengeroyok sehingga sebentar saja keadaan Bi Lan
amat terdesak. Namun gadis ini dengan nekad dan mati
matian mempertahankan diri dan beberapa orang penjaga
terlempar lagi dengan tubuh luka luka.
Giok Seng Cu penasaran, marah dan malu karena
sampai lima puluh jurus dia dan kawannya belum juga
mampu mengalahkan Bi Lan. Ia memutar rantai bajanya
dan berseru, keras. Rantai itu bergerak menyambar dan
dapat melibat ujung pedang Bi Lan. Ketika gadis itu hendak
menarik pedangnya, Giok Seng Cu melangkah maju dan
tangan kirinya memukul ke arah dada Bi Lan, sedangkan
dari kanan kiri, beberapa batang golok dari para penjaga
juga menyambar dengan serangan yang berbahaya juga.
Terpaksa Bi Lan melepaskan pedangnya dan melompat
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mundur, akan tetapi seorang penjaga yang memegang toya
berhasil menyerampang kakinya sehingga biarpun gadis itu
tidak terluka, namun cukup membuatnya terjungkal!
Para penjaga mengayun golok untuk membunuhnya,
namun Giok Seng Cu mencegah, “Jangan bunuh!”'Dan
tosu ini lalu menubruk dan menangkap kedua lengan Bi
Lan lalu mengikatnya dengan rantainya tadi. Bi Lan tidak
berdaya, hanya memandang dengan mata melotot marah.
“Ha, ha, ha, biarlah dia menjadi tawanan kita!” kata tosu
itu kepada para penjaga. “Suhu tentu akan girang sekali
kalau kembali dan melihat iblis betina ini sudah tertangkap.
Rantaiku cukup kuat dan biarpun ia tumbuh tiga pasang
tangan lagi, tak dapat ia melepaskannya. Lempar ia masuk
ke dalam kamar gelap biar ia merawat kawannya yang
dulu. Ha. ha, ha!”
Para penjaga ikut tertawa dan dengan sebuah anak
kunci, pintu yang amat tebal itu dibuka. Cahaya lampu
menyerbu masuk ke dalam kamar yang gelap itu, di mana
nampak duduk seorang pemuda yang memandang ke arah
pintu dengan tertawa tawa. Dia ini adalah Ciang Le yang
duduk dalam keadaan terbelenggu kaki tangannya.
“Nah, kau mengobrollah dengan orang gila itu!” kata
seorang penjaga bertubuh tinggi besar sambil mendorong
punggung Bi Lan ke dalam kamar itu sehingga gadis itu
terdorong ke depan dan jatuh menimpa Ciang Le yang
masih tertawa tawa! Kemudian pintu yang tebal itu ditutup
kembali dan Bi Lan tidak sempat lagi melihat wajah orang
yang ditubruknya karena keadaan menjadi gelap sama
sekali, sampai melihat tangannya sendiripun tak tampak!
“Ha, ha, ha. mengapa kau ikut masuk? He, orang orang
Kin yang jahat, di manakah kalian? Jangan sembunyi
seperti tikus. Ha, ha, ha!” Ketika mendengar orang yang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
ditubruknya tadi bicara seperti ini, Bi Lan menahan isaknya
dan ia merasa betapa hatinya hancur mendengar orang itu
kemudian menangis tersedu sedu!
“'Ciang Le....“ bisiknya menahan isak, dan gadis ini
karena ke dua tangannya dirantai ke belakang, hanya bisa
merapatkan tubuh nya kepada pemuda yang duduk
menangis itu
Mendengar panggilan ini, Ciang Le berhenti menangis
dan tubuhnya menegang. Akan tetap hanya untuk sebentar,
seakan akan suara panggilan ini mengingatkan ia akan
sesuatu, dan ia menangis lagi.
“Ciang Le .... aku disampingmu, aku… Bi Lan ....“ kata
pula Bi Lan yang tak dapat menahan tangisnya sehingga ia
ikut tersedu sedu.
Tiba tiba Ciang Le tertawa bergelak, membuat bulu
tengkuk gadis itu berdiri saking seramnya. Ini bukanlah
suara ketawa Ciang Le lebih pantas suara ketawa iblis,
pikirnya.
“Lan moi, hanya kalau kau benci padaku dan
meninggalkan aku, baru aku akan menjadi gila. Ha. ha,
ha!”
Tersayat hati Bi Lan mendengar Ciang mengoceh
seorang diri, mengulang kata katanya yang dahulu ketika
berkelakar dengannya.
“Ciang Le .... koko.... aku di sini, aku Bi Lan! Aku
takkan meninggalkanmu selama lamanya, koko. Aku tidak
benci padamu…”
Bi Lan terpaksa menghentikan kata katan karena kembali
Ciang Le memutuskan kata katanya dengan suara ketawa
yang mengiris jantung. “Ha, ha, ha, Lan moi, aku takkan
gila! Ha, ha, ha, mendapatkan kau sebaga calon jodohku,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sebagai kekasihku, mana aku bisa gila? Ha, ha, ha! Kalau
kau tidak mau menjadi jodohku, baru aku akan gila, Lan
moi ....”
“Tidak......tidak ! Kau jangan....jangan gila, koko....aku
suka menjadi jodoh mu, aku...... aku cinta padamu....” Bi
Lan seperti telah ikut gila pula menjawab kata kata Ciang
Le sambil menahan tangisnya. Kini gadis ini merebahkan
kepalanya di atas pangkuan Ciang Le dan di situ ia
menangia sepuas hatinya. Lalu ia teringat. Mengapa
bersedih? Mengapa berduka? ia telah berada di samping
Ciang Le. Gila atau tidak, pemuda ini tetap Ciang Le calon
suaminya. Ciang La pemuda yang dikasihinya. Matipun ia
akan bersama pemuda ini, mengapa berduka? Maka
tenanglah pikirannya dan bahkan timbul kegembiraannya.
“Ciang Le, kau ingatlah baik baik. Aku adalah Liang Bi
Lan kekasihmu. Aku tidak mati di dalam jurang.... aku…”
“Setan! Bi Lan sudah tewas, terjungkal ke dalam jurang,
ah.....” dan pemuda itu menangis lagi terisak isak sehingga
Bi Lan merasa air mata yang hangat membanjiri mukanya,
membasahi bibirnya. Hatinya terharu sekali dan ia hanya
bisa merapatkan kepalanya pada tubuh pemuda itu.
“Koko… ah, jangan kau begitu ! Aku masih hidup, lihat
baik baik, atau... rabalah dengan tanganmu, ini kepalaku,
rambutku, mataku.... aku Bi Lan. Ciang Le, ingatlah
kembli, aku berada di sampingmu, baik mati maupun
hidup!”
Ucapan Bi Lan ini keras sekali, mengalahkan suara
ketawa Ciang Le. Tiba tiba hening dan sunyi. Bi Lan
merasa betapa kembali tubuh pemuda itu menegang dan
untuk beberapa lama tidak terdengar suara apa apa keluar
dari mulut Ciang Le. Bi Lan maklum bahwa Ciang Le
terbelenggu kaki tangannya, maka diam diam ia mengeluh.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ia sudah berusaha untuk mengerahkan tenaga membuka
rantai yang mengikat kedua tangannya, namun sia sia.
Rantai itu terlalu kuat baginya.
Sampai lama Ciang Le diam saja, Bi Lan tidak berani
menggerakkan kepalanya. Ia sendiri tidak tahu mengapa
kekasihnya diam saja tak bergerak. Ia tidak berari
mengganggunya, takut kalau kalau gilanya kumat lagi. Ia
bahkan ikut diam seperti orang bersamadhi, saking lelah
dan sedihnya. Bi Lan pulas dengan kepala di atas pangkuan
Ciang Le!
Entah berapa lama ia tertidur dengan kepala di atas
pangkuan pemuda itu. Bi Lan tidak tahu lagi. Tiba tiba ia
sadar dari tidurnya karena merasa ada jari jari tangan
menggerayangi mukanya, menyentuh pelupuk matanya.
bibirnya, hidungnya, telinganya, pipinya...
Hampir suja Bi Lan tersentak karena kagetnya dan
hampir saja ia meloncat berdiri karena kedua kakinya tidak
terbelenggu seperti kaki Ciang Le. Akan tetapi ia ingat
bahwa tubuh pemuda itu masih diam saja maka ia pun
berdiam diri sambil membuka matanya. Jari jari tangan itu
masih bergerak gerak dengan halus dan mesra, seakan akan
hendak mempelajari garis garis pada mukanya. Hati Bi Lan
mulai berdebar keras. Tak salah lagi ini adalah jari jari
tangan Ciang Le. Ia teringat dan hampir berseru girang
kalau tidak cepat cepat ditekannya agar jangan
mengagetkan pemuda itu. Tadi Ciang Le terbelenggu,
sekarang jari jari tangan yang tadinya terikat ke belakang
sudah dapat meraba raba mukanya, tanda bahwa pemuda
itu telah melepaskan diri. Dan ini hanya mempunyai satu
arti, yaitu bahwa pemuda ini tentu sudah mendapatkan
kembali ingatannya! Atau setidaknya sudah mulai ingat dan
ragu ragu sehingga hendak meyakinkan bahwa gadis yang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kepalanya di atas pangkuannya itu benar benar Bi Lan
adanya!
Dugaan ini memang tepat sekali. Seperti pernah
dikatakan atau diramalkan oleh Kwa Siucai dahulu ketika
menolong Ciang Le dari ancaman jarum jarum hitam yang
menancap di punggung pemuda itu, biarpun sudah sembuh
namun apabila mengalami kekagetan dan kedukaan,
pemuda ini akan menjadi gila. Akan tetapi, apabila ia
mendapatkan kembali harapannya, terhibur dan mengalami
kebahagiaan besar, ia akan sembuh kembali!
Tadi ketika mendengar suara Bi Lan, Ciang Le sudah
mulai tergugah dari kegilaannya, hanya karena suara itu
masih belum meyakinkannya betul, kegilaannya masih kuat
dan membuatnya mengoceh tidak karuan. Kemudian
setelah Bi Lan menangis terisak isak di atas pangkuannya,
tiba tiba seperti ada aliran hawa aneh menyelubungi seluruh
tubuhnya dan membuat kepalanya terasa panas sekali. Ia
mengenal betul suara gadis ini dan suara itu seakan akan
embun pagi yang membasahi bunga yang mulai melayu
kekeringan sehingga bunga itu segar kembali perlahan
lahan.
Ketika Bi Lan tertidur, beberapa kali Ciang Le
membungkukkan kepala dan mencium rambut gadis itu
sehingga makin kuatlah ingatannya. Perang hebat antara
racun yang menguasai hati dan pikirannya melawan rasa
bahagia yang menghangatkan hatinya, terjadilah. Membuat
ia berdiam diri seperti patung. Kemudian ia merasa seakan
akan sedang mimpi dan ketika ia menggerakkan kedua
tangan hendak meraba muka gadis yang tertidur di atas
pangkuannya itu, ia mendapatkan kedua tangannya
terbelenggu. Kembali ia terheran heran, karena ia masih
belum ingat betul mengapa ia berada di situ dan siapa pula
gadis yang tertidur dengan kepala di atas pangkuannya ini.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Maka ia lalu mengerahkan lweekangnya dan dengan
kepandaiannya Jui kut kang (Ilmu Melemaskan Badan),
akhirnya ia dapat meloloskan tangan dari belenggu itu dan
ia mulai meraba raba muka gadis itu. Hatinya makin besar,
kegilaannya makin menghilang, pengharapannya timbul
kembali dan kebahagiaan yang besar membuat ia tak dapat
berkata kata.
Bi Lan masih diam saja tak bergerak. Kalau saja ia tidak
ingat bahwa Ciang Le sedang dalam keadaan seperti itu, ia
bisa marah karena hidungnya dipencet pencet, rambutnya
diawut awut, pipinya dicubit cubit!
Kemudian Ciang Le teringat dan merasa heran mengapa
gadis yang disangkanya Bi Lan ini tidak dapat bergerak.
Ketika ia memegang lengan Bi Lan tahulah ia bahwa gadis
itu terbelenggu, maka ia lalu mengulurkan angan meraba
raba belenggu yang mengikat kedua tangan Bi Lan. Rantai
itu mengikat erat erat, akan tetapi dengan pencerahan
tenaga yang luar biasa. Ciang Le berhasil mematahkan
sebuah mata rantai dan terlepaslah ikatan tangan Bi Lan!
“Koko…!” Bi Lan bangkit dan duduk dengan girang,
sungguhpun suaranya masih belum tahu betul apakah
kekasihnya benar benar telah sembuh.
“Bi Lan..... tidak salahkan aku? Apakah kita berada di
alam baka? Ataukah aku yang bermimpi ?”
Mendengar ini, naik sedu sedan dari dada gadis itu ke
lehernya. Serentak ia menubruk dan memeluk leher
pemuda itu sambil menangis.
“Koko, aku benar Bi Lan, aku Bi Lanmu... kita masih
hidup. Aku tidak mati dalam jurang itu, koko. Aku dapat
menyambar akar dan kemudian merayap naik setengah
mati dalam usahaku untuk.... untuk mencari kau...”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
“Aduh, Bi Lan...!” Ciang Le mendekap kepala itu kuat
kuat di dadanya dan air mata nya tak tertahan lagi
mengucur deras. “Bi Lan....benar benar engkau ini,
kekasihku… Thian benar benar Maha Adil!”
Untuk beberapa lama mereka saling rangkul, penuh
kebahagiaan dan rasa sukur kepada Thian. Ciang Le
bersukur karena Bi Lan benar benar tidak mati di dalam
jurang, ada pun Bi Lan bersukur karena pemuda itu
ternyata telah sembuh kembali.
Kemudian mereka teringat bahwa mereka berada di
dalam sebuah kamar tahanan yang gelap sekali.
“Koko, bagaimana kita bisa keluar?” tanya Bi Lan
dengan gelisah. Demikianlah hidup, kegelisahan karena
yang satu menyusul kegelisahan lain yang sukar dapat
dipecahkan. Kalau tadinya ia gelisah melihat keadaan
Ciang Le, kini gelisah menghadapi kenyataan bahwa masih
sukarlah bagi mereka untuk dapat keluar dari situ!
Akan tetapi Ciang Le telah mendapatkan kembali tenaga
dan ketenangan serta kecerdikannya yang dulu. ia menepuk
nepuk bahu kekasihnya untuk menghiburnya. Kemudian
dengan sekali renggut saja ia telah melepaskan belenggu
kakinya. Ketika melakukan ini tangannya menyentuh
mangkok dan pecahlah mangkok itu. Ia meraba raba dan
tahulah bahwa mangkok itu terisi makanan.
“Hm, mereka masih ingat untuk memberi makan
kepadaku.” katanya kepada Bi Lan. “Ini berarti bahwa tak
lama lagi mereka tentu akan membuka pintu dan
memasukkan makanan. Kalau kesempatan itu terjadi, kita
menyerbu keluar.”
Mendengar ini, timbul harapan Bi Lan, lalu duduk
menanti sambil bercakap cakap, saling menuturkan
pengalaman mereka atau lebih tepat Bi Lan yang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menuturkan pengalamannya karena Ciang Le lupa akan
segala. Bahkan ia tahu bahwa ia ditahan dalam kamar
tahanan di Enghiong Hweekoan dan bahwa di luar terjaga
kuat dan ada Giok Seng Cu pula, semua ia ketahui dari
penuturan Bi Lan belaka. Mendengar penuturan Bi Lan,
Ciang Le terharu dan juga merasa bangga.
“Bi Lan, kau demikian setia dan rela berkorban nyawa
untuk menolongku. Demikian besarkah cintamu
kepadaku?”
“Hush… siapa yang pernah menyatakan cinta? Jangan
kau mengoceh seenakmu saja!” Di dalam gelap Bi Lan
cemberut, akan tetapi kemudian ia tersenyum karena
cemberut atau tersenyumpun, Ciang Le takkan dapat
melihatnya.
Ciang Le tertawa dan keduanya lalu tertawa. Benar
benar aneh sekali dua orang muda itu. Dalam keadaan
seperti itu masih bisa tertawa. Akan tetapi, agaknya hal ini
akan dapat dimaklumi oleh mereka yang pernah terjerumus
dalam perangkap asmara. Dalam keadaan bagaimana
sengsarapun juga, asal dengan si dia di sampingnya neraka
terasa sorga.
“Koko, ketika tanganmu yang nakal tadi meraba raba
mataku....apanyakah yang membuat kau tahu bahwa aku
adalah Bi Lan?”
Ingin sekali Bi Lan dapat melihat wajah, Ciang Le di saat
itu ketika ia menanti jawaban. Akan tetapi karena keadaan
benar benar gelap, ia tidak melihat sesuatu, hanya
mendengar betapa pemuda itu agak tertahan nafasnya,
tanda kebingungan untuk menjawab.
“Mm…” akhirnya Ciang Le menjawab juga. “Agaknya
karena … karena mulutmu itulah!”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
“Mengapa mulutku? Terlalu besar?”
“Tidak sama sekali!”
“Hm, kalau begitu terlalu kecil?”
“Bukan! Bukan terlalu kecil, barangkali hmm.....
entahlah. Oh, agaknya matamu itulah. Ya benar, karena
matamu itulah aku dapat mengenal dan yakin bahwa kau
adalah Bi Lan ku.”
“Mataku pula? Kenapa mataku?” Sepasang mata Bi Lan
yang bening itu berusaha menembus kegelapan untuk
menatap wajah Ciang Le, namun sia sia.
“Ya benar, matamu. Karena matamu itu....ya, karena
seperti matamulah! Tidak ada wanita di dunia ini yang
mempunyai mata seperti matamu, mulut seperti mulutmu
dan hidung seperti hidungmu!”
“Cukup! Kau mengoceh lagi! Tentu saja tidak ada yang
sama.”
“Nah, itulah maksudku. Aku suka akan matamu,
mulutmu, hidungmu dan seluruh dirimu, bukan semata
karena tertarik akan keindahan dan kecantikannya, akan
tetapi semata mata tertarik dan suka karena.... itulah, tidak
ada keduanya di dunia ini.”
Bi Lan menjadi bingung dan pening ia mencari maksud
kata kata itu, namun yang sudah pasti, kata kata ini
membuat hatinya merasa bangga dan girang bukan main.
Pada saat itu, terdengar pintu kamar bersuara. Bi Lan
siap hendak bangun, akan tetapi Ciang Le memegang
tangannya dan menahan gadis itu.
“Tunggu!” bisiknya di dekat telinga Bi Lan. ”Biarkan
aku yang bergerak.”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Bi Lan menurut saja. Di dalam gelap mereka tidak
melihat, apakah pintu itu bergerak akan tetapi tiba tiba
cahaya yang kecil memasuki kamar itu, tanda bahwa pintu
terbuka dari sedikit. Tiba tiba pintu terbuka lebar lebar dan
cahaya penerangan membakar kegelapan itu membutakan
mata Bi Lan yang terpaksa merapatkan matanya.
Benar seperti dugaan Ciang Le yang amat cerdik.
Cahaya penerangan yang tiba tiba menerangi kegelapan itu
memang amat menyilaukan dan menyakitkan mata, oleh
karena itulah maka tadi ia menahan Bi Lan. Kini, sambil
sedikit saja membuka matanya, ia menubruk maju dan
sebelum sempat mengeluarkan sedikit pun suara, penjaga
yang mengantar makanan itu telah ditangkap dan
ditotoknya. Kemudian ia meloncat keluar sambi! memutar
tubuh penjaga itu di depannya sebagai perisai. Semua ini
dilakukan dengan mata tertutup dan baru dibukanya
perlahan lahan setelah ia mulai biasa dengan cahaya
penerangan itu.
Tindakan Ciang Le tadi memang tepat sekali. Sekiranya
ia tidak mencegah Bi Lan, maka gadis itu tentu akan
disambut oleh cahaya penerangan dan sesampainya di luar
tentu akan silau tak dapat melihat sehingga mereka akan
berada dalam bahaya serangan para penjaga. Sebaliknya
dengan perbuatan Ciang Le yang tiba tiba meloncat keluar
sambil memutar tubuh pengantar makanan para penjaga
menjadi kaget sekali, namun mereka tidak berani
menyerang karena takut mengenai tubuh kawan mereka
sendiri. Dapat dibayangkan betapa kaget hati mereka
melihat pemuda yang tadinya sila dan menurut saja
diperbuat sesuka hati oleh mereka, kini telah terlepas dari
belenggu dan mengamuk. Dinding kamar itu, demikian
pula pintunya, amat tebal sehingga bukan hanya cahaya tak
masuk, bahkan suara yang bagaimana keraspun tidak
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
terdengar dari luar sehingga mereka tadi tidak mendengar
sesuatu.
Setelah kini berani membuka matanya dan tidak silau
lagi. Ciang Le lalu melemparkan tubuh penjaga yang
ditangkapnya tadi kepada kawan kawan mereka. Kemudian
kaki tangannya bergerak dan dengan enaknya ia
merobohkan para penjaga itu semudah orang mencabut
rumput saja. Terdengar suara senjata mereka terlempar ke
sana ke mari berkerontangan di atas lantai disusul oleh jerit
jerit kesakitan dan terlempar tubuh mereka. Keadaan
menjadi ribut, apalagi ketika tiba tiba Bi Lan meloncat
keluar dan ikut membabat mereka dengan pukulan dan
tendangannya yang keras! Gadis inipun perlahan lahan
telah dapat membiasakan matanya dan setelah ia dapat
membuka mata, ia membantu amukan pemuda itu.
Waktu itu sudah menjelang pagi dan Giok Seng Cu
sudah tidur. Maka agak lama barulah ia muncul dengan
rantai yang lebih besar dari pada yang dipergunakan untuk
membelenggu Bi Lan di tangannya. Ia merasa kaget juga
melihat Ciang Le, akan tetapi tanpa banyak cakap ia lalu
memutar senjata rantainya.
“Lan moi, kau habiskan makanan lunak ini, biar aku
menghadapi yang keras itu!” kata Ciang Le yang
memaksudkan agar Bi Lan melanjutkan amukannya
terhadap para penjaga dan ia sendiri akan menghadapi
Giok Seng Cu, Bi Lan tersenyum dan mengangguk.
Giok Seng Cu makin kaget mendengar omongan ini,
karena ia tahu bahwa pemuda ini entah bagaimana tentu
telah sembuh dari gilanya sehingga omongannya beres.
Namun ia tiada waktu lagi untuk menyelidiki kesembuhan
Ciang Le karena pemuda itu telah meloncat maju dan
menyerangnya dengan pukulan yang mendatangkan angin
keras.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Giok Seng Cu maklum akan kelihaian pemuda yang
sesungguhnya masih seperguruan dengan dia ini, maklum
bahwa kepandaiannya sendiri masih kalah jauh oleh
pemuda yang mengimbangi kepandaian Pak Hong Siansu.
Akan tetapi melihat pemuda itu bertangan kosong
sedangkan ia membawa senjata rantainya yang diandalkan,
hatinya besar dan sambil berseru keras ia lalu memutar
rantainya menyambut Ciang Le dengan pukulan pukulan
mematikan. Pertempuran bebat berlangsung di tempat itu.
Memang tepat kau Ciang Le menamakan penjaga
penjaga itu makanan lunak, karena mereka benar benar
merupakan yang amat lunak bagi Bi Lan. Gadis ini karena
merasa jijik juga harus menggunakan tangannya
merobohkan mereka, kini merampas sebatang golok dan
setelah beberapa orang penjaga roboh mandi darah, yang
lain lain lalu melarikan diri dengan gentar!
Bi Lar tertawa tawa dan gadis ini lalu menarik sebuah
bangku, didudukinya sambil menonton pertempuran yang
berlangsung antara Ciang Le dan Giok Seng Cu. Biarpun
permainan senjata rantai di tangan Giok Seng Cu amat
cepat dan kuat, namun gerakan Ciang Le lebih lincah
sehingga seringkali Giok Seng Tu kehilangan lawannya.
Maka maklum bahwa ia akan kalah kalau tidak cepat cepat
mengeluarkan ilmu silatnya yang paling lihai, yakni dengan
ilmu silat rantai yang disebut Koai ling toan bun (Naga Iblis
Menjaga Pintu). Rantai itu berobah menjadi gulungan besar
sinar putih yang merupakan dinding baja dan yang
melindungi seluruh tubuhnya dari pukulan Ciang Le.
Diam diam pemuda ini kagum sekali karena memang
permainan rantai itu demikian hebatnya. Lengan tangan
tosu itu nampaknya tidak bergerak, akan tetapi rantai yang
dipegangnya itu terputar putar mengelilingi tubuhnya
seakan akan digerakkan oleh tenaga yang tidak kelihatan.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Namun, karena Giok Seng Cu juga murid dari Pak Hong
Siansu yang menjadi adik seperguruan Pak Kek Siansu,
tentu saja Ciang Le tahu di mana kelemahan dari
permainan ini. Dengan gerakan Lo wan hian ko (Monyet
Tua Persembahkan. Buah) ia bergerak cepat dan ketika
tangannya menyambar, ia berhasil memegang ujung rantai
lawan! Keduanya mengerahkan tenaga untuk menarik dan
memperebutkan senjata itu dan.... “krak!” patahlah rantai
itu menjadi dua potong! Karena tadi menggerakkan seluruh
tenaganya, kejadian ini membuat Giok Seng Cu terjengkang
kebelakang, berbeda dengan Ciang Le yang masih dapat
mengatur keseimbangan tubuhnya dan selagi tosu itu
terhuyung huyung, Ciang Le menyambar dengan potongan
rantai yang berada di tangannya.
Giok Seng Cu menangkis, akan tetapi tenaga tangkisan
ini lemah karena kedudukan tubuhnya yang sudah tidak
baik lagi maka rantai di tangannya itu terlempar dan
pundaknya tersambar ujung rantai sehingga patah
tulangnya. Tosu itu menjerit roboh pingsan!
Bi Lan melompat menghampiri seorang penjaga yang
terluka. Ia mengancam dengan golok rampasannya dan
membentak.
“Hayo katakan di mana adanya pedang-pedang kami!”
Penjaga itu ketakutan lalu memberi tahu bahwa pedang
pedang itu disimpan dalam kamar Giok Seng Cu. Bi Lan
dan Ciang Le lalu memeriksa ke dalam kamar itu dan benar
saja, pedang mereka terletak di atas meja di dalam kamar
maka dengan girang mereka lalu mengambil senjata masing
masing. Ketika mereka membawa pedang keluar dari
kamar, mereka melihat beberapa orang penjaga hendak
melarikan diri. Dengan sekali melompat, Bi Lan telah dapat
mengejar dan kakinya merobohkan dua orang di antara
mereka. Melihat ini yang lain lain lalu menjatuhkan diri
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
berlutut. Mereka benar benar telah mati kutu melihat sepak
terjang dua orang pemuda ini, apalagi setelah melihat
betapa Giok Seng Cu yang mereka andalkan pun sudah
roboh.
“Ampun jiwi taihiap, ampunkan kami....” ratap mereka.
“Anjing anjing Kin bisa minta ampun, tidak ingat betapa
kaum tani minta minta ampun tanpa ada perhatian dari
pemerintahmu. Kalian layak mampus!” bentak Bi Lan
sambil mengancam dengan pedangnya.
“Lihiap, ampunkan kami,” kata seorang penjaga yang
sudah tua. “Kalau lihiap mau memberi ampun kami akan
membuka rahasia yang besar.”
Memang Bi Lan juga bukan seorang kejam. Ia bisa
membunuh banyak musuh dalam pertempuran atau perang,
akan tetapi ia tidak nanti tega membunuh lawan yang sudah
tidak mau melawan lagi dan ketakutan. Kini mendengar
ucapan penjaga tua itu ia amat tertarik, karena memang
tadipun ia hanya menggertak saja.
Ciang Le juga tertarik, maka ia mendahului Bi Lan,
“Lekas ceritakan, rahasia apakah gerangan yang kau
maksudkan?”
“Rahasia mengenai diri taihiap, ketahuilah bahwa
kemarin Pak Hong Siansu dan Ba Mau Hoatsu menuju ke
Lu liang san untuk membujuk atau memaksa guru taihiap
membantu kami, dan menjadikan taihiap yang masih
tertawan sebagai tanggungan.”
Baru saja mendengar sampai di sini, Ciang Le lalu
membetot tangan Bi Lan dan melompatlah dia keluar dari
Enghiong Hweekoan bersama Bi Lan. Mereka, pada waktu
menjelang fajar itu, berlari lari cepat sekali meninggalkan
kota Cin an.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
“Kita harus menyusul ke Lu liang san, Lan moi. Susiok
Pak Hong Siansu orangnya curang dan licik, siapa tahu
kalau kalau suhu akan ia bikin celaka!”
“Memang kita harus menyusulnya. Dia masih
mempunyai perhitungan yang belum beres dengan kita!”
jawab Bi Lan. Maka sepasang orang muda ini berangkatlah
cepat epat menuju ke Lu liang san, tempat Pak Kek Siansu.
--dw--
Pada waktu itu musim dingin telah tiba. Terutama sekali
di Pegunungan Lu liang san, dinginnya bukan kepalang,
menusuk tulang sungsum. Puncak Lu liang san sampai
membeku karena dinginnya dan jarang ada orang dapat
tahan nenghadapi musim dingin ini tanpa persediaan
pakaian yang tebal dan hangat.
Namun, apabila orang melihat tiga orang kakek yang
tengah duduk bercakup cakap di puncak Bukit Lu liang san,
dia tentu akan terheran heran dan menganggap bahwa tiga
orang kakek itu bukan manusia, melainkan dewa dewa
penjaga gunung. Tiga orang kakek ini duduk di atas rumput
di depan bangunan yang tua di puncak gunung dan mereka
ini mengenakan pakaian yang tipis belaka. Tanpa nampak
Kedinginan. Mereka ini adalah murid atau pelayan pelayan
dari Pak Kek Siansu, yakni yang sudah kita kenal baik,
Luliang Ciangkun yang berpakaian sebagai panglima
perang, Luliang Siucai sebagai sasterawan dan Lutiang
Nungjin sebagai orang petani. Nampaknya mereka tengah
mengobrol dengan asiknya, membicarakan soal yang
mereka anggap amat pelik.
Dan kalau orang mendengarkan percakapan mereka, ia
akan menjadi lebih heran karena itu bukanlah percakapan
penduduk gunung, melainkan percakapan orang orang yang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mengerti betul akan keadaan pemerintah dan
ketatanegaraan.
“Semua adalah kesalahan Kaisar Kao Tsung yang
lemah!” terdengar Luliang Ciagkun berkata dengan
suaranya yang keras sambil memukul tanah di depannya
sehingga tergetar. “Dia begitu lemah dan pengecut, takut
sekali kepada bala tentara Kin seperti anjing takut serigala.
Dia hanya mengingat kepentingan diri sendiri, takut
kehilangan kedudukan, kemuliaan dan kemewahan
sehingga tidak bermalu untuk mengorbankan nasib rakyat
demi kesenangan diri sendiri. Sungguh menjemukan!”
“Yang lebih menyebalkan adalah pengkhianat dan
bangsat besar Jin Kwi itu! Kalau panglima besar dan
Pahlawan Gak Hui tidak dtfitnahnya, belum tentu bala
tentara Kin dapat bergerak maju dan rakyat sekarang
mungkin takkan mengalami penindasan seperti sekarang.
Hm, kalau saja Jin Kwi belum mampus, suka aku mencari
dan menghancurkan kepalanya yang penuh akal busuk!”
kata Luliang Siucai yang biasanya sabar, akan tetapi siapa
orangnya yang berjiwa patriotik dapat bersabar hati kalau
teringat kepada Jin Kwi, perdana menteri yang busuk dan
pengkhianat bangsa itu?
“Semua memang sudah terjadi, tak perlu disesalkan lagi.
Kalau diingat ingat politik pemerintah Sung selatan yang
membuat perjanjian perdamaian dengan pemerintah Kin.
Itulah yang harus amat disesalkan. Bukan perjanjian
melainkan penghinaan namanya! Penghinaan yang
memancing datangnya pemerasan terhadap rakyat jelata.
Sekarang, di Tiongkok atara rakyat diperas habis habisan
oleh pemerintah Kin, dan di samping itu, pemerintah kita
sendiri masih harus bermanis muka, setiap tahun memberi
upeti yang besar jumlahnya. Hm, benar benar bisa
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
membikin orang mati karena mendongkol!” kata Luliang
Nungjin.
“Pemerintah penjajah Kin memang harus lenyap dari
permukaan bumi.” Luliang Ciangkun mengutuk lagi.
“Sekarang, biarpun dimana mana para pejuang rakyat telah
bangkit memberontak, namun tidak sedikit kaum kecil
dipaksa oleh keparat keparat Kin itu untuk menjadi serdadu
paksaan. Ah, kalau aku ingat itu....”
“Yang mengherankan adalah Siansu. Mengapa Siansu
masih saja menahan kita dan tidak memperbolehkan kita
turun gunung untuk membantu perjuangan rakyat? Aku
sudah ingin sekali menggunakan paculku untuk
memancung leher penindas itu!” kata lagi Luliang Nungjin.
“Siansu selalu berlaku tenang dan sabar.” Si Sasterawan
membela suhunya, “bukankah sudah ada Go sute yang
turun gunung? Kepandaian Go sute sudah jauh melebihi
kita, dan Go sute adalah seorang pemuda yang boleh
diharapkan. Sebelum menanti kedatangan Go sute, lalu
secara sembrono turun gunung, memang kurang baik. Kita
harus menanti dulu bagaimana hasil perjuangan Go sute.
Kalau susiok Pak Hong Siansu tetap masih membantu
pemerintah Kin dan berkeras tidak mau menurut nasihat
Siansu, agaknya kita harus turun gunung, bahkan Siansu
sendiri tentu akan turun gunung.”
Demikianlah, tiga orang tokoh Luliang san itu bercakap
cakap dan selalu dalam percakapan mereka dapat dinilai,
bahwa mereda ini adalah orang orang tua yang berjiwa
patriot, orang orang yang tidak rela melihat rakyatnya
ditindas oleh pemerintah Kin. Hanya ketaatan mereka
terhadap Pak Kek Siansu saja yang mencegah mereka untuk
turun gunung dan ikut berjuang membantu rakyat yang
melakukan perlawanan gigih di mana mana terhadap
pemerintah Kin yang kuat.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
“Lihat, siapakah mereka yang datang itu? Melihat cara
mereka berlari menanjak bukit menggunakan ilmu lari cepat
Couw sang hwe, mereka tentulah orang orang pandai.”
Kedua orang kakak seperguruannya cepat menengok.
Benar saja, dari bawah kelihatan bayangan dua sosok tubuh
manusia yang berlari naik ke arah puncak dengan cepat
sekali. Setelah agak dekat, Luliang Ciangkun bangun berdiri
dan berkata kepada kedua orang sutenya.
“Hati hati, mereka itu orang tua dan memiliki
kepandaian tinggi. Kita tidak tahu apakah mereka itu
kawan kawan atau lawan.” Kedua orang sutenya juga
bangun berdiri dan tiga orang tokoh Luliang san itu berdiri
dengan penuh perhatian memandang dua orang yang kini
sudah makin dekat itu.
“Aah, bukankah orang yang di depan dan terbongkok
bongok itu susiok Pak Hong Siansu?” tiba tiba Luliang
Ciangkun berkata kaget dan khawatir.
“Betul,” Luliang Siucai membenarkan, “dia adalah Pak
Hong Siansu dan orang ke dua yang tinggi besar itu tidak
salah lagi tentulah Ba Mau Hoatsu dari Tibet. Hati hati,
mereka tidak mengandung maksud baik!”
Tiga orang tua ini diam diam bersiap siap menghadapi
segala kemungkinan. Dan dengan sepat dua orang kakek,
yakni benar benar Pak Hong Siansu dan Ba Mau Hoatsu,
telah tiba d depan mereka.
Betapapun juga, tiga orang tokoh Luliang san itu tidak
melupakan kesopanan. Mereka, bertiga lalu berlutut di
depan Pak Hong Siansu sambil berkata, “Susiok, selamat
datang di Luliang san. Kemudian mereka berdiri dan
menjura kepada Ba Mau Hoatsu sebagai penghormatan.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Pak Hong Siansu tertawa bergelak sambil mengelus elus
kepala botaknya yang licin. Karena ketawa, bongkoknya
nampak makin nyata sehingga tubuhnya seakan akan
terlipat menjadi dua.
“Heh heh heh heh! Kalian ini murid murid suheng benar
benar tahu aturan! Bagus sekali, memang suheng pandai
mengajar murid. Eh, murid murid keponakanku yang gagah
dan baik, di manakah guru kalian itu? Lekas beri tahukan,
aku ingin sekali bertemu, ada keperluan amat penting!”
Luliang Sam lojin, tiga orang tua dari Lu liang san itu
saling pandang dan dalam bertukar pandang sekejap ini saja
mereka telah saling cocok dan dapat mengambil keputusan
yakin tidak memperbolehkan siapapun juga mengganggu
Pak Kek Siansu!
Luliang Cianghun Si Panglima sebagai murid tertua,
mewakili saudara saudaranya, maju memberi hormat
kepada Pak Hong Siansu lalu berkata,
“Maaf. susiok. Tentang suhu teecu bertiga, memang
benar berada di dalam kamar samadhinya, akan tetapi
Siansu telah berpesan tidak mau diganggu oleh siapapun
juga. Oleh karena itu, mana teecu bertiga berani melanggar
pesannya? Teecu tidak berani mengganggu Siansu dari
samadhinya?”
Pak Hong Siansu mengerutkan kening lalu berkata
dengan tertawa.
“Tidak apa, tidak apa! Kalau kalian tidak berani
mengganggunya, biar akulah yang akan menemui di
kamarnya. Ia takkan marah melihat aku yang datang,”
Setelah berkata demikian. Pak Hong Siansu lalu melangkah
hendak menuju ke bangunan di mana Pak Kek Siansu
berada.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Akan tetapi serentak tiga orang tokoh Lu liang san
menggerakkan tubuh dan menghadang di depan Pak Hong
Siansu.
“Eh, eh, apa kehendak kalian? Mengapa menghadang di
jalan?” tegur Pak Hong Siansu dan kernyit keningnya
makin mendalam, matanya mulai memancarkan sinar
kemarahan.
“Sekali ini maaf, susiok. Terpaksa teecu bertiga tak dapat
memenuhi keinginan susiok. Bukan sekali kali kami berlaku
kurang hormat, akan tetapi kalau teecu bertiga membiarkan
usiok lewat dan mengganggu Siansu, pasti teecu bertiga
akan mendapat teguran keras dan hal ini teecu sekalian
tidak menghendakinya.”
“Bagus! Jadi kalian melarang aku masuk menemui
gurumu?”
“Bukan sekali kali kami yang melarang melainkan
Siansu sendiri yang menghendaki dan kami hanya
menjalankan tugas dan perintah,” jawab Luliang Nungjin
dengan sikap hormat akan tetapi teguh dalam pendiriannya,
seperti juga dua orang saudaranya.
“Keparat, kalian berani menentang susiok sendiri?” Kini
Pak Hong Siansu mulai membentak marah.
“Bukan menentang susiok, melainkan mentaati perintah
Siansu,” jawab Luliang Siucai dengan suara tetap dan
tenang.
Kemarahan Pak Hong Siansu memuncak dan ia
membanting banting tongkat merahnya.
“Kurang ajar sekali! Kalau aku menggunakan kekerasan
memaksa masuk, bagaimana?”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
“Terpaksa teecu akan menghalangi susiok,” jawab Si
Petani dengan sikap gagah.
“Kau harus mampus!” seru Pak Hong Siansu dan
tasbehnya menyambar ke arah kepala Luliang Nungjin Si
Petani. Akan tetapi, tokoh Luliang san ini bukanlah seorang
lemah dan cepat ia mengelak dari serangan paman gurunya
ini. Pak Hong Siansu menyerang terus kini bahkan
menggerakkan tongkatnya, dan Si Petani juga mengerahkan
seluruh kepandaian untuk menghadapi susioknya.
Berbeda dengan Ciang Le, tiga orang tua dari Luliang
san ini adalah orang orang tua yang kukuh dan kuno.
Mereka ini ketiga tiganya masih terikat oleh peradatan dan
karenanya, mereka tunduk dan menghormat Pak Hong
Siansu dengan sungguh sungguh. Maka kini setelah Pak
Hong Siansu menyerang Si Petani, dua orang suhengnya. Si
Panglima dan Si Sasterawan, hanya menonton saja dengan
hati gelisah. Kalau tidak diserang, mereka sama sekali tidak
berani turun tangan menyerang susiok mereka. Hal ini akan
terlalu kurang ajar! Berbeda sekali dengan Ciang Le yang
pandangannya lebih mengutamakan keadilan dan
kebenaran. Bagi pemuda itu, siapapun juga, kalau salah
pasti akan dihadapinya dengan berani.
Luliang Nungjin amat terdesak oleh tongkat dan tasbeh
dari Pak Hong Siansu yang memang benar benar lihai sekali
gerakannya. Si Petani itu terpaksa mengerahkan seluruh
tenaga dan kepandaian, menggerakkan paculnya dan
melindungi tubuhnya rapat rapat dengan senjatanya yang
istimewa ini. Ada baiknya juga karena Si Petani tidak
berani membalas serangan paman gurunya. Kalau kiranya
ia membalas dan menyerang, tentu sebentar yaja ia akan
dapat mencurahkan seluruh perhatiannya kepada penjagaan
diri dan ini tentu saja memperlipat kekuatannya membuat
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
penjagaannya benar benar amat kuat dan sukar ditembus
oleh senjata lawan!
Sementara itu, Ba Mau Hoatsu juga hanya berdiri
menonton saja. Ia masih mempunyai kesopanan untuk
tidak mencampuri urusan orang lain karena Pak Hong
Siansu berurusan dengan murid murid keponakan,
bagaimana ia dapat ikut membantu? Pula, ia yakin bahwa
menghadapi tiga orang murid keponakan itu, Pak Hong
Siansu pasti akan dapat menang.
Hal ini memang mudah sekali diduga. Tingkat
kepandaian Pak Hong Siansu jauh lebih tinggi dari pada
tingkat murid murid keponakannya, dan kini murid
keponakannya itu diserang tanpa membalas sedikitpun.
Setangguh tangguhnya penjagaan Si Petani, menghadapi
tongkat merah panjang yang menyambar nyambar bagaikan
seekor naga itu dan tasbeh mutiara yang berkelebatan di
atas kepalanya seperti halilintar, ia menjadi kewalahan juga.
Apa lagi karena Pak Hong Siansu menjadi makin penasaran
dan marah sehingga ia mengeluarkan kepandaiannya dan
menyerang dengan seluruh tenaga yang ada padanya. Pada
saat tasbehnya menyambar dan ditangkis oleh pacul di
tangan Luliang Nungjin, ia menggetarkan tasbeh itu yang
tidak terpental kembali, sebalikna lalu membelit pacul itu
dengan eratnya!
Luliang Nungjin terkejut, maklum bahwa susioknya
marah sekali. Ia mengerahkan tenaga untuk menarik
kembali paculnya, akan tetapi pada saat itu tongkat merah
yang panjang telah bergerak menyerampang kedua kakinya.
Serangan ini tak dapat dielakkan lagi dan terdengarlah
suara keras, lalu tubuh Luliang Nungjin terguling. Kedua
tulang kakinya telah remuk oleh pukulan itu dan roboh
pingsan!
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Biarpun hati mereka perih dan sakit sekali, namun
Luliang Ciangkun dan Luliang Siucai tidak dapat berbuat
sesuatu, hanya berdiri tegak dengan sikap angkuh.
“Hm, menyesal sekali aku harus merobohkannya karena
ia berkepala batu.” kata Pak Hong Siansu yang menjadi
agak malu juga harus merobohkan murid keponakan yang
dalam pertempuran tadi tidak melawan sama sekali, hanya
mempertahankan diri saja. Kemudian ia memandang
kepada Si Panglima dan Si Sastetawan.
“Bagaimana, apakah sekarang aku boleh menemui
gurumu?”
“Tetap tidak bisa, susiok. Sebelum teecu roboh pula
seperti sute, susiok tidak boleh mengganggu Siansu,” jawab
Luliang Siucai dengan suara tetap.
Pak Hong Siansu tertegun dan diam diam merasa kagum
sekali atas kesetiaan murid murid keponakannya terhadap
suhengnya. Benar benar mereka merupakan penjaga
penjaga yang sukar dicari bandingannya.
“Aku tidak suka merobohkan kalian, maka sekali lagi,
harap kalian ini mengalah dan membiarkan aku bertemu
dengan suheng. Percayalah, kedatanganku ini bukan
bermaksud buruk,” kata pula Pak Hong Siansu mencoba
untuk membujuk mereka.
“Maaf, terpaksa teecu tidak dapat mentaati kehendak
susiok karena lebih taat kepada Siansu.”
Memuncak kemarahan Pak Hong Siansu. “Benar benar
kepala batu yang harus mampus!” Setelah berkata
demikian, kakek sakti ini lalu menyerang Luliang Siucai!
Sisterawan ini mengeluarkan sampul kitab dan alat tulisnya
yang merupakan senjatanya yang ampuh. Seperti juga
sutenya tadi. Si Sasterawan ini membela diri sedapat
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mungkin, mengelak dan menangkis semua serangan Pak
Hong Siansu.
Kini Pak Hong Siansu tidak ragu ragu lagi seperti tadi
karena ia yakin bahwa murid murid keponakannya ini lebih
suka mengorbankan nyawa dari pada membiarkan ia
menemui Pak Hong Siansu, maka begitu bergebrak, ia lalu
mengerahkan seluruh kepandaian dan mengeluarkan gerak
gerak tipu yang paling berbahaya. Dalam jurus ke dua
puluh, tasbehnya telah berhasil memukul pundak kanan
Luliang Siucai, sehingga sasterawan ini roboh dengan
tulang pundak patah patah dan juga pingsan seperti Petani
tadi.
Bukan main marahnya Luliang Ciangkun. Dia boleh
dibilang mempunyai watak yang paling kasar dan keras di
antara kedua orang saudaranya, maka melihat kedua orang
sute nya itu dirobohkan oleh susioknya. Luliang Ciangknn
menggigit gigit bibirnya sampai berdarah! Ia melompat dan
menghadang di depan susioknya itu, sepasang matanya
mendelik, kumisnya berdiri, dan kedua tangannya sudah
menggigil, gatal gatal untuk memukul kepala botak
susioknya yang bongkok itu. Namun kesopanan masih
menahannya dan ia hanya bisa berdiri dengan dada
berombak.
“Ha, kau marah, ciangkun?” Pak Hong Siansu mengejek.
“Cabut pedangmu itu dan serang aku kalau begitu. Aku
sudah bosan dengan sikap kalian yang keras akan tetapi
tidak mau membalas serangan!”
“Tidak patut seorang murid keponakan menyerang
paman gurunya, betapapun jahat dan keji paman gurunya
itu.”
Dalam kata kata ini, secara menyimpang dan tidak
langsung, Luliang Ciangkun memaki Pak Hong Siansu
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sebagai paman guru yang jahat dan keji. Maka Pak Hong
Siansu menjadi mendongkol sekali.
“Jadi kaupun hendak mempertahankan pendirianmu dan
tidak memperbolehkan aku, lewat?”
“Hanya melalui mayat teecu!” jawab Luliang Ciangkun
singkat sambil meraba gagang pedangnya.
“Jahanam, kalau begitu mampuslah!” Pak Hong Siansu
menyerang dan Si Panglima mencabut pedang sambil
mengelak. Pertempuran berjalan lebih lama karena
panglima ini sebagai murid tertua, memang memiliki ilmu
pedang yang amat kuat daya tahannya Sampai tiga puluh
lima jurus ia dapat mempertahankan diri, namun akhirnya
iapun harus menyerah dan roboh dengan lengan kanan
pecah pecah tulangnya terpukul oleh tongkat merah Pak
Hong Siansu!
Kini tiga tokoh Luliang san itu rebah dan setelah siuman
hanya bisa mengerang menahan rasa sakit, tanpa berdaya
sama sekali melihat Pak Hong Siansu dan BaMau Hoatsu
melangkahi tubuh mereka dan naik ke puncak mencari Pak
Kek Siansu.
Akan tetapi, baru saja dua orang tua ini tiba di depan
bangunan yang menjadi tempat tinggal Pak Kek Siansu tiba
tiba dari dalam melayang keluar Pak Kek Siansu sendiri
yang melayang sambil duduk di atas sebuah batu hitam
besar berbentuk bangku bulat!
Pak Hong Siansu dan terutama Ba Mau Hoatsu berdiri
terlongong memandang kepada kakek tua ini. Bukan main
hebatnya ilmu yang diperlihatkan oleh Pak Kek Siansu
dalam menyambut kedua orang tamunya. Kakek tua renta
ini duduk bersih dan kedua tangannya memegang batu yang
diduduki itu dengan telapak tangan menempel di kanan kiri
bangau batu, seakan akan ia menduduki batu terbang!
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ketika batu itu tiba di depan Pak Hong Siansu, turunlah
batu itu tanpa menimbulkan suara dan Pak Kek Siansu
memandangnya dengan mulut tersenyum. Akan tetapi, Ba
Mau Hoatsu melihat betapa kakek ini matanya
menyinarkan cahaya yang tajam sekali sehingga ia merasa
gentar. Sikap Pak Kek Siansu sama benar dengan Pak Hong
Siansu, nampak lemah lembut dan lemah. Hanya pada
mata kakak beradik seperguruan ini yang terdapat
perbedaan. Mata Pak Hong Siansu bergerak gerak cepat dan
liar, sedangkan mata, Pak Kek Siansu tenang, berpengaruh
dan tajam sekali.
“Sute, ada keperluan apakah kau mendatangi tempatku
ini?” suara ini perlahan dan lambat, halus akan tetapi
berpengaruh, mengandung sesuatu penuh dengan tuntutan.
“Suheng. telah lama kita tak saling berjumpa. Aku rindu
kepadamu dan ingin bercakap cakap.” jawab Pak Hong
Siansu dengan sopan dan ramah.
“Hm, begitukah? Mengapa membawa kawan? Harap kau
menyuruhnya lekas pergi lagi, jangan mengotori tempat
suci ini,” kata Pek Kek Siansu tanpa menengok kepada Ba
Mau Hoatsu.
Ba Mau Hoatsu merasa terhina dan ia marah sekali.
Mukanya yang hitam menjadi lebih hitam lagi. Kalau
menurutkan nafsunya, ingin ia meloncat maju dan
mengetuk kepala Pak Kek Siansu yang sudah putih semua
rambutnya itu, biar pecah berantaran. Akan tetapi ia tidak
berani, karena maklum bahwa ilmu kepandaian kakek ini
sama sekali bukan lawannya. Ia hanya menengok kepada
Pak Hong Siansu yang tersenyum kepadanya dan berkata,
“Kau sudah dengar sendiri sahabatku. Harap kau suka
turun gunung lebih dulu, aku akan menyusul belakangan.”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Bukan main mendongkolnya hati Ba Mau t Hoatsu, akan
tetapi ia dapat berbuat apakah? Ia seorang tamu yang tak
dikehendaki, dan ia tidak dapat berbuat sesuatu untuk
memuaskan hatinya yang mendongkol. Maka sambil
membanting kaki ia lalu pergi tanpa pamit, berlari cepat
turun dari Luliang san.
“Baik sekali kau menyuruh dia pergi, sute. Karena kau
dan aku takkan turun lagi dari tempat ini,” kata pula Pak
Kek Siansu dengan suara masih halus seperti tadi.
Pak Hong Siansu membelalakkan matanya. “Eh, apa
maksudmu, suheng?”
“Duduklah dulu, biar kita lebih enak bercakap cakap,”
kata tokoh Luliang san itu sambil menuding ke arah sebuah
batu halus yang berada di depannya. Pak Hong Siansu lalu
duduk dan bersila di atas batu itu, hanya terpisah dua
tombak dari suheng nya. Mereka saling pandang, seperti
dua buah patung orang tua yang baik sekali.
“Sayang sekali, sute, kedatanganmu ini bukan
merupakan kedatangan seorang yang telah insaf dan sadar
akan kekeliruan dan kesesatannya. Benar benar bukan
merupakan kedatangan yang kuharap harapkan.”
“Suheng, aku takkan berpanjang ceritera karena akupun
tidak suka tinggal lama lama di tempat sunyi ini.
Ketahuilah kedatanganku ini untuk mengajakmu ke dunia
ramai. Marilah kita membantu pemerintah Kin untuk
mengamankan dunia. Orang orang jahat timbul di mana
mana, kekacauan membuat rakyat sengsara. Sudah menjadi
kewajiban kita untuk turun tangan, suheng.”
“Memang benar kata katamu. Orang orang jahat timbul
di mana mana, dan orang yang duduk di hadapanku adalah
seorang di antara mereka, bahkan yang paling jahat. Sute,
kau datang ke sini membawa Ba Mau Hoatsu dari Tibet,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kemudian kau melukai tiga orang muridku. Ada kehendak
apakah, lekas katakan sebelum terlambat!”
Berdebar hati Pak Hong Siansu. Bukan hanya karena
ternyata suhengnya telah tahu akan peristiwa yang terjadi
dalam pertempurannya menghadapi tiga murid
keponakannya adi, akan tetapi karena mendengar kata kata
aneh yang seakan akan mengandung ancaman dan tanda
tanda tidak baik baginya.
“Suheng, tentang murid muridmu, mereka sengaja
berlaku keras dan tidak memperbolehkan aku datang
menghadapmu. Akan tetapi mereka hanya terluka dan
dapat sembuh. Yang penting aku hendak memberi tahu
bahwa kali ini kau harus membantu kami atau membantu
pemerintah Kin. Kalau kau tidak mau, muridmu yang amat
baik, Go Ciang Le itu, tentu akan tewas dalam keadaan
yang amat mengecewakan, Suheng.” Pak Hona Siansu
berhenti sebentar untuk melihat reaksi kata katanya ini
terhadap suhengnya. Akan tetapi Pak Kek Siansu tetap
tidak berobah air mukanya, maka ia menambahkan.
“Muridmu itu telah tertawan oleh pemerintah Kin, dan
kalau kau tidak mau turun gunung membantu, tentu ia akan
dihukum mati.”
Setelah hening agak lama, baru Pak Kek Siansu
menjawab sambil menatap wajah sutenya.
“Sute, apakah artinya mati? Agaknya kau lupa bahwa
aku dan kaupun takkan terbebas dari pada kematian.
Demikianpun Ciang Le. Lebih baik dia tewas sebagai
seorang pejuang rakyat dari pada mati seperti kau, seorang
pengkhianat dan penjilat rendah!”
Pucat wajah Pak Hong Siansu mendengar ini.
“Suheng, tidak saja Ciang Le akan dibunuh, akan tetapi
juga semua pemberontak semua orang orang kang ouw
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
yang membantunya. Alangkah ngerinya ini! Kalau kau
turun gunung, tentu para pemberontak akan suka
mendengar nasihatmu, orang orang kang ouw akan mundur
teratur. Tanpa bantuan mereka, rakyat yang memberontak
takkan bertenaga lagi dan pemberontakan akan padam.
Rakyat hidup aman dan damai, bukankah itu baik sekali?”
Kini pandang mata Pak Kek Siansu bersungguh
sungguh, juga suaranya.
“Sute, dengan lidahmu yang semenjak dahulu amat
lemas itu, takkan ada gunanya kau membujukku dengan
kata kata manis. Biarpun aku selalu terbenam di tempat ini,
namun aku tahu akan keadaan rakyat diantara yang
tertindas. Jangan kau mencoba untuk memutarbalikkan
kenyataan. Pula tentang pembasmian yang dilakukan oleh
pemerintah asing itu, hal ini tak mungkin. Tak ada satu
kekuatan yang betapa besarpun di dunia ini yang akan
sanggup mematahkan semangat perjuangan rakyat! Adapun
kau.... kau yang lupa diri, kau yang bahkan menghambat
hasil perjuangan rakyat, kau takkan turun lagi, sute. Kau
berdiam dengan aku di sini, aman dan damai dalam arti
kata seluas luasnya.”
“Tidak....tidak! Aku tidak mau, suheng.”
“Kau harus kataku, dan kau tahu bahwa aku sebagai
suhengmu berhak untuk memberi perintah kepadamu.”
“Suheng, kalau aku tidak turun gunung, tidak kembali,
tentu Ba Mau Hoatsu akan melaporkan bahwa aku celaka
di tanganmu, dan Ciang Le akan disiksa sampai mati!”
“Tidak ada siksaan di dunia ini yang lebih hebat dari
pada siksaan batin sendiri menyesali perbuatan perbuatan
yang sesat.”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Pak Hong Siansu menjadi bingung dan juga gelisah. Tak
disangkanya sama sekali bahwa Pak Kek Siansu bukan saja
tidak mau turun gunung dan sama selili tidak perduli akan
nasib Ciang Le, bahkan kini suhengnya itu melarang ia
turun gunung! Ia merasa seakan akan seperti burung
terjebak dalam kurungan.
Melihat kebingungannya Pak Kek Siansu berkata halus,
“Sute, mengapa bingung. Orang orang seperti kita ini sudah
tua, tinggal menanti datang nya panggilan Giam lo ong,
kembali, ke alam asal. Mengapa meributkan persoalan
dunia? Lupakah kau akan kenikmatan dalam suasana
hening yang hanya didapat dengan jalan bersamadhi?
Marilah, kau tiru aku, sute. Kau boleh mencoba siulian di
sini, hawanya begini indah. Cobalah, kau akan mendapat
ketenteraman batin yang belum pernah kau rasai
sebelumnya.”
Setelah berkata demikian, Pak Kek Siansu menundukkan
mukanya dan sebentar saja ia telah bersamadhi,
mengheningkan cipta nampaknya demikian enteng,
demikian damai dan amat aman seperti telah berobah
menjadi sebuah patung batu yang tak bergerak.
Pak Hong Siansu makin bingung lagi. Ia maklum bahwa
biarpun suhengnya seperti orang tidur, namun dalam
keadaan bersiulian itu, suhengnya lebih lihai dari pada
kalau sadar. Panca indera yang dikumpulkan itu bahkan
menjadi makin tajam dan ia tahu bahwa kalau diam diam ia
melarikan diri. suhengnya tentu akan mengerti dan
mencegahnya. Untuk melawannya, ia masih ragu ragu.
Kepandaian Ciang Le sudah begitu hebat, apalagi
suhengnya ini. Diam diam ia bergidik. Apa yang harus ia
lakukan? Iapun berpura pura samadhi meniru suhengnya,
padahal sebenarnya diam diam ia memutar otak,
mengerahkan segala akal muslihatnya untuk keluar dari
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kurungan yang mengerikan hatinya ini. Ia harus dapat
membunuh suhengnya! Kalau ia bisa membunuh
suhengnya. baru ia bisa pergi dengan aman dan pekerjaan
selanjutnyapun mudah. Ciang Le telah gila dan tertahan,
dan kalau Pak Kek Siansu dapat dibinasakan, ah, mudahlah
untuk membereskan para pemimpin pemberontak yang lain!
Akan tetapi bagaimana ia dapat membinasakan
suhengnya ini? Biarpun suhengnya tak membuka mata, ia
merasa gentar dan tidak berani turun tangan. Jarak antara
tempat duduknya dan tempat duduk suhengnya ada dua
tombak lebih. Suhengnya tentu telah mengetahui lebih dulu
sebelum ia sempat menjatuhkan tangan maut.
Tiba tiba ia mendapatkan akal dan teringat akan sesuatu
sehingga wajah nya menjadi terang dan hatinya berdebar
tegang. Untuk menghadapi suhengnya yang memiliki ilmu
kepanduan yang tinggi sekali ini, hanya ada satu jalan saja,
jalan yang curang dan keji!
Pak Hong Siansu tahu, dan semua orang yang mengerti
dan biasa menjalani siulian (bersamadhi atau meditasi)
tahu, bahwa antara sadar dan hening dalam siulan, terdapat
pintu yang seakan akan gelap dan tak dapat ditembusi, yang
membuat orang seperti tidak sadar sama sekali dan tidak
terasa bilamana ia memasuki keadaan yang lain. Menang
pintu ini pendek saja, dari keadaan sadar tahu tahu orang
yang bersiulian telah memasuki keadaan hening. Demikian
sebaliknya. Orang yang tadinya dalam keadaan hening
dalam samadhi, cipta terkumpul dan panca indera
terkumpul pula tanpa bekerja namun tidak mati, apabila ia
kembali ke dalam keadaan sadar, ia melalui pintu yang
pendek itu yang membuatnya tidak ingat lagi bilamana ia
telah keluar dari keadaan hening itu kembali kepada
keadaan biasa.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Pak Hong Siansu tahu betul akan hal ini. Apabila
suhengnya berada di dalam keadaan hening, biarpun seperti
“mati dalam hidup” namun sukar baginya untuk turun
tangan. Sebaliknya apabila suhengnya sudah sadar, iapun
tak dapat mengalahkannya. Maka ia hendak menggunakan
saat di mana semangat suhengnya melalui pintu pendek
yang membuatnya kehilangan kesadarannya itu, ia akan
turun tangan. Diam diam ia lalu merogoh saku baju nya
dan menyiapkan jarum jarum hitamnya yang lihai dan amat
berbahaya. Ia bergerak hati hati sekali dan jangan
menimbulkan suara. Seandainya ia menyambitkan senjata
senjata rahasia itu sekarang, suhengnya pasti akan dapat
menghindarkan diri, biarpun kelihatan sepeti tidur. Jika
menanti kalau suhengnya sudah sadar lebih berbahaya lagi
agaknya.
Dibukanya matanya dan dipandangnya suhengnya itu
dengan senyum mengejek. Mukanya berubah beringas,
membayangkan nafsu keji dan jahat. Kemudian ia berkata.
“Suheng, aku mau menuruti nasihatmu tinggal di sini
dengan satu syarat. Dengarlah!” Bergerak pelupuk mata
Pak Kek Siansu. Ia sedang berada dalam saat perubahan,
akan kembali ke dalam keadaan sadar setelah tadi bersiulian
dengan amat tenangnya.
Dan saat itulah yang dinanti oleh Pak Hong Siansu, ia
tahu bahwa pada detik itu, suhengnya sedang melalui pintu
yang gelap itu, yang membuat suhengnya kehilangan
kesadarannya dalam perjalanan kembali ke dalam keadaan
biasa. Tangannya bergerak cepat dan menyambarlah
belasan jarum hitam ke arah tubuh Pak Kek Siansu.
Tepat seperti yang diduga dan diharapkan oleh Pak
Hong Siansu. Dalam keadaan seperti itu, Pak Kek Siansu
tidak tahu akan datang nya bahaya dan ketika ia membuka
matanya, baru panca inderanya dapat menangkap
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sambaran angin. Namun terlambat karena pada saat itu,
jarum jarum tadi telah menancap di tubuhnya, melalui
pakaiannya yang tipis dan kasar!
Namun, Pak Kek Siansu benar benar seorang tokok yang
luar biasa dan jarang dapat ditemukan tandingannya di
masa itu. Begitu ia merasa tubuhnya seakan akan lumpuh
dan sakit sakit, ia tertawa bergelak dan tangan kanannya
memukul ke depan. Angin pukulan yang hebat sekali
menyambar dan Pak Hong Siansu tersentak dalam
duduknya, ia merasa seakan akan dadanya ditumbuk oleh
palu godam dan terasa sakit sekali di dalam dadanya. Ia
telah terkena pukulan Pak kek Sin ciang yang paling hebat,
yakni gerakan yang disebut Liat sim ciang (Pukulan
Membelah Hati). Hampir saja Pak Hong Siansu menjerit
jerit saking sakitnya. Jantungnya serasa diremas remas dan
seluruh dadanya seperti ditusuk tusuk jarum. Ia hendak
melompat, akan tetapi terdengar ucapan suhengnya tenang
tenang.
“Sute, tiada gunanya. Kau akan tewas di sini seperti aku
pula. Kita takkan dapat turun tangan. Lekas kau menahan
napas dan menutup jalan darahmu sampai putus napasmu.
Jalan itulah satu satunya yang akan membebaskan kau dari
siksa rasa sakit. Terserah kepadamu. Mati dalam keadaan
tenang ataukah mati tersiksa seperti cacing dibakar! Selamat
meninggalkan raga kita yang sudah tua, sute!” Dan dengan
mulut tersenyum, Pak Kek Siansu sebentar kemudian telah
berada dalam keadaan siulan kembali!
Pak Hong Siansu tidak dapat menahan rasa sakit, maka
ia cepat cepat menurut nasihat suhengnya. Ditahannya
napasnya, dikerahkan lweekangnya untuk menutup semua
jalan darahnya. Benar saja, rasa sakit itu menghilang dan
tak lama kemudian ia mati dalam keadaan kaku. Inilah
yang dikehendaki oleh Pak Kek siansu. Kakek ini tadi
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
merasa amat menyesal bahwa ia telah terpaksa menurunkan
tangan maut. Ia menyesal harus menjadi pembunuh dalam
saat terakhir. Maka ia memberi nasihat itu bukan semata
karena kasihan kepada sutenya, melainkan terutama sekali
agar supaya sutenya itu mati karena perbuatan sendiri. Mati
bukan karena pukulannya, melainkan karena Pak Hong
Siansu menutup jalan darahnya dan menghentikan
pernapasannya sendiri!
Dan hampir berbareng dengan sutenya, kakek sakti ini
sendiripun lalu menahan rasa sakit dengan jalan yang sama
sehingga boleh dibilang dilarang saat yang bersamaan
nyawa mereka meninggalkan tubuh mereka tak dapat
diceritakan apalah nyawa kedua orang kakak beradik
seperguruan ini melakukan perjalanan yang sama pula
kembali ke alam asal!
-odwo-
Ketika Ba Mau Hoatsu berlari turun gunung dengan hati
mengkal dan mendongkol sekali, tiba tiba ia melihat dua
sosok bayangan manusia berlari cepat naik dari kaki bukit.
Ia cepat bersembunyi di balik pohon dan alangkah kaget
dan herannya ketika ia melihat bahwa bayangan itu bukan
lain adalah Ciang Le dan Bi Lan! Ia tidak berani
mengganggu karena maklum akan kelihaian dua orang
muda itu, maka ia membiarkan mereka lewat. Kemudian ia
melanjutkan perjalanan dan pikirannya berubah sama sekali
Tadi ia sudah merasa mendongkol sekali kepada Pak
Hong Siansu. Hatinya sudah mulai tawar untuk membantu
pemerintah Kin. Apalagi sekarang ia melihat bahwa Ciang
Le sudah bebas dan agaknya sudah sembuh dari penyakit
gilanya. Ah, keadaan makin buruk, pikirnya. Menghadapi
Ciang Le saja, tidak ada orang dari pemerintah Kin yang
sanggup menahan, bahkan Pak Hong Siansu sendiri belum
tentu menang. Apalagi masih ada Pak Kek Siansu. Ia tidak
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
melihat harapan baik bagi pemerintah Kin dalam
mempertahankan kedudukannya. Ia mulai mengenangkan
semua hasil hasil diri pada campur tangannya. Tidak ada
untungnya sedikitpun juga! Bahkan ia menderita malu besar
karena muridnya, yakni Pangeran Wan yen Kan, telah
menyeberang dan membantu para pemberontak! Untuk apa
ia lebih lama membantu pemerintah Kin?
Timbul geram dan marahnya kepada murid nya karena
ia mendapat nama busuk dan malu sekali karena perbuatan
muridnya itu. Aku harus bunuh bedebah itu untuk
membersihkan namaku dari para tokoh kang ouw, pikirnya.
Dipercepatnya jalannya dan ia tidak kembali ke Cin an,
juga tidak menanti turunnya Pak Hong Siansu.
Sementara itu, Ciang Le dan Bi Lan terus berlari naik.
Hati Ciang Le amat tidak enak, karena ia tahu bahwa di
mana saja Pak Hong Siansu dan Ba Mau Hoatsu berada,
pasti akan timbul kekacauan.
Dan benar saja, ia mengeluarkan kutukan perlahan
ketika tiba di tempat penjagaan pintu masuk dan dari jauh
melihat tubuh tiga orang suhengnya, yakni Luliang
Ciangkun, Luliang Siucai, dan Luliang Nung jin
menggeletak di atas tanah dalam keadaan terluka hebat!
Ciang Le segera berlutut dan memeriksa mereka. Bukan
main marahnya menyaksikan Luliang Nung jin patah patah
tulang kakinya, Luliang Siucai patah tulang pundaknya dan
Luliang Ciangkun patah lengan kanannya! Akan tetapi, tiga
orang kakek itu hanya tersenyum dan bahkan Luliang
Siucai berkata, “Sute, kepandaian kami terlalu rendah,
mana dapat menahan susiok yang lihai?”
Mendengar ini, Ciang Le teringat lagi kepada Pak Hong
Siansu dan Ba Mau Hoatsu. Cepat ia bertanya.
“Di mana dia?”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Luliang Siucai menudingkan jari tangannya ke atas dan
Ciang Le segera meninggalkan mereka dan mengejar ke
atas, diikuti oleh Bi Lan. Pemandangan yang terlihat di atas
membuat Ciang Le pucat. Ia melihat Pak Hong Siansu
duduk bersila di atas batu, tubuhnya kaku seperti batu.
Adapun gurunya juga duduk di atas batu menghadapi
susioknya itu, juga gurunya nampak kaku seperti batu.
Setetah dapat menekan gelora hatinya, Ciang Le cepat
menghampiri mereka dan alangkah kagetnya melihat kedua
orang kakek itu telah putus napasnya!
Ketika Ciane Le memeriksa tubuh suhunya, ia menggigit
bibir saking marahnya. Tubuh suhunya penuh dengan
jarum jarum hitam yang keji dari susioknya. Dan melihat
sepintas saja keadaan susioknya maklumlah ia bahwa
susioknya telah terkena pukulan Pak kek Sin ciang dari
suhunya.
Dengan hati sedih Ciang Le dibantu oleh Bi Lan lalu
mengurus jenazah kedua orang kakek itu dan
menguburnya. Akan tetapi sengaja ia menjauhkan kuburan
gurunya dan susioknya. Biarpun di dalam hati ia benci dan
marah kepada susioknya, namun setelah melihat susioknya
tidak benyawa lagi, ia masih mau mengubur dan
bersembahyang di depan makamnya, dan ini saja dapat
dipergunakan sebagai ukuran untuk mengetahui watak yang
mulia dan budiman dari Hwa i enghiong Go Ciang Le!
Kemudian, Ciang Le mengangkat ketiga orang
suhengnya ke dalam pondok di atas dan mulai merawat
luka mereka, dibantu dengan setia oleh Bi Lan. Dengan
kepandaiannya menyambung tulang, maka tulang tulang
yang remuk itu dapat tersambung pula setelah lewat
beberapa pekan. Luliang Sam lojin merasa amat berterima
kasih kepada Ciang Le, terutama sekali kepada Bi Lan yang
dengan telaten ikut merawat mereka, memasak, menjaga
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dan lain lain. Bagi Ciang Le. Memang tidak aneh karena
sebagai sute, ia sudah berkewajiban untuk melakukan
pekerjaan ini, akan tetapi Bi Lan yang tiada hubungan
sesuatu dengan Luliang Sam lojin, mau melakukan semua
ini, benar benar membuat tiga orang kakek itu berterima
kasih. Berkali kali mereka memuji bahwa nona itu
merupakan calon jodoh yang baik sekali untuk Ciang Le
sehingga sepasang orang muda itu merasa berbahagia.
Setelah sembuh dari luka lukanya, biarpun agak cacad,
yaitu Luliang Nungjin agak terpincang jalannya, Luliang
Siucai tak dapat menulis dengan baik lagi, sedangkan
Luliang Ciangkun terpaksa kini mainkan pedang dengan
tangan kiri, tiga orang kakek itu lain mengajak Ciang Le
dan Bi Lan turun gunung membantu perjuangan rakyat
Tiongkok utara!
-odwo-
Perjuangan rakyat makin menggelora dan menghebat.
Kedudukan pemerintah Kin makin lemah. Banyak
penduduk utara mengungsi ke selatan karena keadaan di
selatan jauh lebih makmur dari pada keadaan di utara.
Ling In dan suaminya, Wan Kan, hidup di Biciu dengan
tenteram. Mereka merupakan suami isteri yang memiliki
rumah tangga bahagia. Telah satu setengah tahun mereka
tinggal di Biciu dan Ling In telah mempunyai seorang anak
laki laki yang diberi nama Wan Sin Hong. Ibu dari Ling In
sudah meninggal dunia, dan pamannya telah pindah ke lain
kota. Dengan demikian, Wan Kan dan Ling In tinggal
bersama putera mereka dan dibantu oleh seorang pelayan
wanita yang sudah setengah tua.
Oleh karena ibu dari Ling In meninggalkan warisan
berupa rumah dan sawah, maka kehidupan mereka cukup
dan tidak kekurangan sesuatu. Agaknya suami isteri ini
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
akan menikmati hidup sampai di hari tua, kalau tidak
datang malapetaka yang hebat menimpa mereka.
Malapetaka ini merupakan seorang hwesio hitam tinggi
besar, bukan lain ialah Ba Mau Hoatsu, guru dari Wan
Kan.
Pada pagi hari itu. Wan Kan dan Ling In sedang duduk
di ruang depan, bercakap cakap gembira, Wan Sin Hong
yang baru berusia setahun, merangkak rangkak ke sana ke
mari dan mengeluarkan suara yang lucu dan sukar
dimengerti, Thio ma, pelayan mereka, menjaga anak itu
dan semua orang nampak gembira sekali oleh kelakuan
Wan Sin Hong, anak yang mungil dan lucu itu.
Setelah diberi makan, Wan Kan berkata kepada
isterinya.
“Aku sudah rindu sekali mendengar berita dari pada
kawan kawan kita. Mengapa mereka belum juga kembali?
Terutama sekali aku ingin bertemu dengan adikku Ciang
Le, entah di mana sekararang ia berada.”
“Kurasa bersama sama suheng suhengku dan dengan Bi
Lan. Mudah mudahan saja mereka semua selamat,” jawab
Ling In dan nyonya muda ini menyembunyikan perasaan
yang kecewa. Sesungguhnya, ia sendiri pun ingini sekali
membantu perjuangan kawan kawannya itu, mengusir
penjajah Kin. Akan tetapi, biarpun ia maklum bahwa
suaminya berbeda dengan penjajah Kin, dan bahwa
suaminya sudah sadar benar benar akan kelaliman
pemerintahan bangsanya, namun sebagai seorang isteri
bijaksana ia selalu menjaga agar jangan menyinggung
perasaan suaminya. Maka ia tak pernah bicara tentang
kesalahan Bangsa Kin yang memeras rakyat di Tiongkok
utara.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
“Mudah mudahan saja.” Wan Kan membenarkan.
“Alangkah ingin hatiku menyaksikan Ciang Le dan Bi Lan
kembali dan merayakan pernikahan mereka. Kedua orang
itu benar benar sudah cocok sekali, jarang ada jodoh yang
sedemikian cocoknya, sama sama memiliki kepandaian
tinggi.”
“Dan mudah mudahan mereka kelak sebahagia kita,”
kata Ling In sambil memandang suaminya.
“Begitulah pula harapanku,” sambung suaminya dan
balas memandang. Dalam pertemuan pandang ini tersinar
rasa kasih sayang yang murni.
Pada saat itu, biarpun tidak terdengar sesuatu, sepasang
suami isteri ini seakan akan tertarik oleh tenaga gaib dan
keduanya tiba tiba menoleh dan memandang ke arah pintu.
Wajah mereka tiba tiba menjadi pucat sekali karena di
ambang pintu rumah berdiri seorang hwesio gemuk
bermuka hitam yang memandang kepada mereka dengan
sinar mata mengandung penuh kebencian!
“Suhu....!” seru Wan Kan dengan suara perlahan.
“Murid murtad! Kau masih mengaku guru kepadaku?
Bagus, dengan begitu matimu tidak penasaran!” jawab Ba
Mau Hoatsu yang segema mengirim serangan dengan
sepasang rodanya.
Bukan main kagetnya Wan Kan karena serangan
gurunya ini memang hebat sekali. Ia meloncat ke samping,
mengelak dari serangan roda kiri gurunya, akan tetapi roda
emas di tangan kanan Ba Mau Hoatsu sudah menyusul
cepat sekali. Wan Kan kembali mengelak dan terdengar
seruan keras dari Ling In yang telah mengangkat bangku
dan menyerang hwe sio tinggi besar itu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Pada waktu itu Ling In tidak memegang pedang, maka ia
mencari senjata seadanya saja dan menyambar bangku yang
tadi didudukinya untuk menolong suaminya. Ketika
bangkunya menghantam kepala Ba Mau Hoatsu, terdergar
suara keras dan bangku itu hancur berkeping keping beradu
dengan roda perak dari Ba Mau Hoatsu. Pendeta Tibet ini
tadinya hanya ingin menewaskan muridnya, akan tetapi
ketika melihat Ling In menyerangnya, timbul geramnya dan
ia meluncurkan rodanya ke arah nyonya muda itu.
Ling In mencoba untuk mengelak, akan tetapi serangan
itu hebat sekali datangnya dan tepat mengenai kepalanya
sehingga robohlah Ling In dengan kepala pecah!
“Bangsat tua bangka! Iblis terkutuk, kau membunuh
isteriku?” jerit Wan Kan yang menubruk gurunya dengan
pukulan maut. Akan tetapi Ba Mau Hoatsu mengangkat
kakinya dan sebuah tendangan kilat menyambar dada Wan
Kan. Bekas pangeran ini terpental ke belakang dan sebelum
ia dapat meloncat kembali, kepalanya sudah tertimpa oleh
roda perak yang masih berbekas darah kepala isterinya.
Kembali terdengar suara keras dan kepala Wan Kan pun
pecah seperti keadaan isterinya. Nyawa kedua suami isteri
yang saling kasih mengasihi ini susul menyusul melayang
ke alam baka!
Ba Mau Hoatsu tertawa bergelak. “Puaslah hatiku,
bersih kembali nama baikku yang kalian cemarkan!”
katanya, kemudian tubuhnya berkelebat dan lenyap dari
tempat itu. Pendeta Tibet ini sama sekali tidak tahu bahwa
muridnya itu telah mempunyai seorang putera, yang kini
sedang diberi makan oleh pelayannya. Kalau saja ia
mengetahui hal ini, tentu ia akan turun tangan pula dan
membunuh si kecil. Kelalaiannya ini akan ia bayar mahal
kelak! (Dituturkan dalam cerita SIM KIAM HOK MO atau
Pedang Sakti Penaluk Iblis yang amat menarik).
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tentu saja ketika pelayan atau pengasuh Wan Sin Hong
mendengar suara ribut ribut, ia menjadi kaget dan
ketakutan. Setelah suara, gaduh itu lenyap, ia berjalan
keluar dan alangkah ngeri hatinya menyaksikan betapa
kedua majikannya telah menggeletak di atas lantai dengan
kepala pecah dan mandi darah!
“Tolong....tolooong…!” Pelayan itu berlari lari keluar
dari rumah dengan muka pucat dan memeluk Wan Sin
Hong erat erat.
Orang orang menjadi terkejut dan mendengar jeritan itu
memburu ke tempat itu.
“Ada apa? Ada apa, Thio ma?” tanya mereka.
“Aduh....celaka....aduh, celaka….!” hanya demikian
Thio ma dapat mengeluh sambil menudingkan jarinya ke
arah rumah yang baru saja ditinggalkannya. Sementara itu,
Sin Hong menangis menjerit jerit karena ia merasa kaget
dan takut melihat orang orang itu dan mendengar tangis
Thio ma.
Orang orang mengejar masuk dan sebentar saja terdengar
seruan seruan ngeri dari mereka ini. Yang berwajib diberi
laporan dan jenazah Ling In serta Wan Kan lalu diurus
baik, ditangisi siang malam oleh Thio ma yang
menggendong Wan Sin Hong yang juga menangis terus
mencari ibunya.
Paman Ling In dari dusun segera datang ketika
mendengar berita ini. Seperti kita telah ketahui, paman dari
Ling In ini bersama The Liok, seorang petani yang jujur.
The Liok beserta isterinya lalu mengurus jenazah dan
setelah jenazah itu di makamkan baik baik The Liok lalu
mengosongkan rumah Ling In, membawa perabot perabot
rumah itu ke dusunnya bersama Wan Sin Hong dan Thio
ma. The Liok tidak mau tinggal di rumah dalam kota itu, ia
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
merasa lebih aman dan damai tinggal di dusun, di mana ia
telah mempunyai sawah. Dengan adanya sawah
peninggalan dari Ling In. Ia tidak khawatir lagi akan nasib
hidupnya, maka iapun tidak keberatan untuk memelihara
Wan Sin Hong berikut Thio ma, inang pengasuh yang amat
setia dan mencinta anak itu.
Akan tetapi, hanya untuk tiga bulan anak kecil itu berada
di rumah The Liok. Pada suatu senja, datanglah seorang
pemuda tampan yang bertubuh tegap ke rumah The Liok.
Petani ini telah pulang dari sawah dan sedang duduk di
depan rumah bersama isterinya. Melihat kedatangan
pemuda itu, The Liok menyambut dengan girang dan
ramah tamah.
“Ah, kiranya Lie hiante. Telah lama sekali kita tidak
saling bertemu,” kata The Liok.
Pemuda ini menjura selaku penghormatan. “Paman
Liok, baik baik sajakah sekeluarga?” tanya pemuda itu yang
bukan lain adalah Lie Bu Tek.
“Keluargaku sendiri sih baik baik saja, akan tetapi
keponakanku Ling In .... “ The Liok menghentikan
ucapannya untuk menarik napas panjang kemudian
memandang kepada Lie Bu Tek dengan muka sedih.
“Aku sudah mendengar akan hal itu, paman The Liok.
Memang menyedihkan sekali nasib Ling In dan Wan Kan,”
jawab Lie Bu Tek sambil menghela napas panjang pula.
“Betulkah hiante?” The Liok memandang dengan mata
penuh perhatian bercampur curiga.
Tadinya memang ada sangkaan dalam hati The Liok ini
bahwa yang membunuh keponakannya adalah pemuda ini
yang ia ketahui dulu yang mencinta Ling In. Hanya
keterangan Thio ma saja yang membuat ia harus
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
melenyapkan kecurigaannya terhadap Lie Bu Tek. Thio ma
mengatakan bahwa ketika terjadi ribut ribut ia mengintai
sebentar dan melihat seorang hwesio tinggi besar bermuka
hitam berhadapan dengan kedua orang majikannya.
“Aku sudah mampir di Biciu sebelum datang ke sini
mencarimu, paman Liok,” kata Bu Tek.
“Dan tahukah kau, siapakah gerangan yang membunuh
keponakanku dan suaminya?”
“Siapa lagi kalau bukan guru dari Wan Kan yang
bernama Ba Mau Hoatsu?”
“Gurunya sendiri?” The Liok memandang heran karena
ia tidak mengerti mengapa seorang guru dapat membunuh
murid sendiri. “Mengapa begitu, hiante?”
Lie Bu Tek menarik napas panjang. “Biarpun aku sendiri
hanya menduga duga saja, akan tetapi dugaanku agaknya
takkan meleset. Seperti kita ketahui, Wan Kan adalah
Pangeran Wan yen Kan yang menjadi murid dari hwesio
Tibet itu dan Ba Mau Hoatsu tentu saja mendapat
kedudukan tinggi dan terpandang sekali oleh Kerajaan Kin
karena menjadi guru dari Pangeran Wan yen Kan. Akan
tetapi, kemudian Wan yen Kan berjodoh dengan sumoi,
bahkan rela meninggalkan bangsanya dan melebur diri
menjadi orang Han. Dengan tindakan Wan Kan ini, tentu
saja nama Ba Mau Hoatsu menjadi jatuh dan ia merasa
malu sekali. Oleh karena inilah kukira maka ia sengaja
mencari Wan Kan dan membunuhnya, sekalian dengan
sumoi.”
The Liok mengangguk angguk. “Agaknya cocok
dugaanmu itu, hiante. Tadinya akupun hendak naik ke Hoa
san untuk melaporkan pembunuhan ini kepada para
locianpwe sana, akan tetapi aku pernah mendengar dan
Ling In bahwa semua orang telah turun gunung dan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
membantu perjuangan melawan pemerintah Kin, bahkan
Ling In sendiri sering kali menyatakan keinginannya
membantu perjuangan itu. Maka aku membatalkan niatku
karena untuk apa pergi jauh jauh ke Hoa san kalau
kemudian tidak dapat bertemu dengan seorangpun di sana.”
“Memung betul, paman The Liok. Di puncak Hoa
sansekarang tidak ada orang, semua sudah turun gunung
membantu perjuangan. Bahkan datangku ke Biciu
sebetulnya juga hendak minta bantuan sumoi dan juga
minta kepada Wan Kan agar ia dapat memberi petunjuk
petunjuk tentang keadaan pertahanan pemerintah Kin.
Siapa tahu mereka telah menalami nasib demikian hebat.”
Tak terasa pula ketika mengucapkan kata kata ini, Bu
Tek tetingat kepada Ling In yang pernah dicintainya,
bahkan yang sampai saat itu masih saja bayangan sumoinya
terukir di dalam hatinya, dan basahlah matanya.
Melihat ini, The Liok terharu. Orang tua ini tahu akan
perasaan Lie Bu Tek, maka ia segera menyimpangkan
pembicaraan itu dan bertanya.
“Dan kau lalu mengunjungi aku di sini, apakah hanya
menengok saja ataukah ada kepentingan lain, hiante?”
“Aku ingin melihat putera dari Ling In. Di mana dia dan
siapakah namanya?”
The Liok tersenyum lebar. “Oh, kaumaksudkan Sin
Hong? Ia lucu sekali dan sehat sehat saja, kasihan anak
itu....” The Liok memanggil Thio ma yang segera datang
sambil menggendong Wan Sin Hong yang tertawa tawa.
Anak yang baru berusia setahun ini tentu saja tidak kenal
akan arti susah dan telah melupakan ayah bundanya.
Melihat anak ini, Bu Tek merasa terharu sekali.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
“Paman The Liok, anak ini adalah keturunan mereka.
Biarkanlah aku membawa dan mendidiknya agar ia kelak
menjadi seorang bijaksana dan budiman serta gagah
perkasa seperti ayah bundanya.”
The Liok nampak terkejut, demikian pula Thio ma
segera memeluk anak itu erat erat. Inang pengasuh ini amat
mencinta kepada Sin Hong seperti kepada cucunya sendiri.
“Tidak mungkin, hiante. Sin Hong masih terlampau
kecil, dan sudah menjadi hak dan kewajibanku untuk
mengurusnya baik baik! Kau takkan dapat mengurusnya. Ia
masih terlampau kecil dan kau seorang laki laki
sebatangkara. Tak mungkin....“
“Jadi paman hendak mendidiknya menjadi seorang
petani biasa?” tanya Lie Bu Tek dengan suara keras.
Tiba tiba sikap The Liok berobah keras. Ia menentang
pandang mata Bu Tek dan menjawab keras pula.
“Hiante! Apakah ucapanmu itu berarti kau memandang
rendah kami kaum petani? Kaukira rendahkah kedudukan
seorang petani? Lie hiante, kau lupa agaknya, hasil jerih
payah siapakah yang setiap hari kaumakan? Cucuku Wan
Sin Hong ini seribu kali lebih baik menjadi seorang petani
yang jujur dan rajin dari pada menjadi seorang pandai yang
hidup sebagai petualang! Pernahkah kau berpikir, Lie
hiante, bahwa di dunia ini, biarpun tidak ada orang orang
pandai, namun para petani masih sanggup hidup bahagia,
sedangkan orang orang pandai kalau tidak ada petani,
dapatkah ia hidup? Mereka akan terpaksa melebur diri
menjadi petani kalau tidak mau mampus kelaparan,
tahukah kau?”
Melihat The Liok membela kaum tani dengan mati
matian, penuh nafsu amarah ini, Lie Bu Tek tersenyum. Ia
maklum bahwa tentu saja sebagai seorang petani, The Liok
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
membela kaumnya, dan sebagai seorang gagah yang pernah
mempelajari tentang pribadi, diam diam ia meagakui
kebenaran kata kata orang sederhana dan jujur seperti The
Liok itu.
“Betapapun jua, paman The Liok, aku ingin membawa
anak ini hendak kuperlakukan sebagai puteraku sendiri.
Biarlah aku berjanji bahwa sisa hidupku akan kuhabiskan
untuk mengurus dan mendidik Sia Hong.”
“Tidak bisa dan tidak boleh!” bentak The Liok marah
marah.
Lie Bu Tek berdiri dan menjura. “Kalau begitu,
ijinkanlah aku pegi, aku tidak ingin mengganggumu lagi,
paman The Liok.” Akan tetapi petani tua itu tidak
menjawab, hanya menganggukkan kepalanya dengan hati
lega karena tadinya ia berkhawatir kalau kalau pemuda ini
memaksa.
Akan tetapi, pada keesokan harinya, Sin liong telah
lenyap dari kamarnya! Thio ma, menangis menjerit jerit,
The Liok memaki maki Lie Bu Tek, akan tetapi apakah
dayanya? Ia tidak tahu ke mana Lie Bu Tek membawa anak
itu dan ia yang tidak memiliki kepandaian, bagaimana ia
dapat mencari Lie Bu Tek yang gagah perkasa? Maka tidak
ada lain jalan baginya selain berdoa kepada Thian agar
anak itu mendapat perlindungan Nya.
-oo0dw0oo-
Dengan adanya bantuan dan orang orang agah seperti
tokoh tokoh Hoa san pai, tokoh tokoh Go bi pai, pemuda
pemuda perkasa seperti Ciang Le, Bi Lan, Hok Seng, dan
masih banyak lagi yang sukar disebutkan satu demi satu,
akhirnya beberapa tahun kemudian, lambat laun kekuasaan
Kerajaan Kin makin menyuram dan akhirnya pemerintah
Kin harus mengakui bahwa rakyat Tiongkok memang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
gagah perkasa dan pantang mundur menuntut perbaikan
nasib.
Pemberontakan terjadi di mana gugur sepuluh maju
seratus, jatuh seratus maju seribu, dan roboh seribu maju
selaksa! Di manakah ada kekuatan penjajah di dunia ini
yang dapat membendung gelora rakyat yang membanjir
dalam perjuangan demi kebebasan tanah air dan bangsa?
Biarpun pemerintah Kin mempunyai balatentara yang kuat,
panglima yang gagah dan berkepandaian tinggi, namun
mereka tak kuat juga menghadapi pemberontakan rakyat
yang makin lama makin membesar dan meluas itu.
Dan diantara para pejuang yang gagah berani itu, Ciang
Le berjuang bahu membahu dengan Bi Lan, kekasih
hatinya, calon jodoh nya. Mereka bersumpah takkan
menikah sebelum bangsa penjajah dapat terusir keluar dan
sebelum bangsanya terbebas betul betul dari cengkeraman
Bangsa Kin yang membuat rakyat sengsara.
Dan di mana adanya Lie Bu Tek, pemuda yang
membawa pergi Wan Sin Hong puteri dari Wan Kan dan
Ling In yang meninggal dalam keadaan mengenaskan itu?
Tak seorang mengetahuinya. Bahkan ketika Ciang Le dan
Bi Lan hendak mengunjungi Ling In dan mendengar berita
menyedihkan itu dari The Liok, sepasang pendekar inipun
tidak pernah bertemu dengan Lie Bu Tek dan tidak tahu ke
mana perginya pemuda itu.
Kita akhiri cerita ini dalam keadaan suramnya
pemerintah Kin yang terus terdesak oleh kaum
pemberontak. Kota demi kota terjatuh ke dalam tangan
pejuang rakyat, dan di alam setiap perjuangan rakyat, cerita
perseorangan lenyap, yang ada cerita tentang kegagah
beranian setiap orang anggauta pejuang yang siap
mengurbankan nyawa dan darah demi tanah air!
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Bagaimana dengan nasib Lie Bu Tek dan Wan Sin
Hong? Dan bila kita dapat bertemu kembali dengan
pendekar pendekar perkasa seperti Ciang Le dan Bi Lan?
Semua ini akan terjawab dalam cerita yang lebih hebat lagi,
yang khusus dihidupkan oleh pengarang cerita ini sebagai
sambungan dari cerita HWA I ENGHIONG atau
PENDEKAR BUDIMAN, yaitu cerita :
“PEDANG SAKTI PENAKLUK IBLIS”
TAMAT
Tag:cersil
cersil indo
cersil mandarin full
cerita silat mandarin online
cersil langka
cersil mandarin lepas
cerita silat pendekar matahari
kumpulan cerita silat jawa
cersil mandarin beruang salju.
cerita silat pendekar mataharicerita silat indonesia
cerita silat kho ping hoo
cerita silat mandarin online
cerita silat mandarin full
cerita silat jawa
kumpulan cerita silat
cerita silat jawa pdf cerita silat indonesia gratis
cerita silat jadul indonesia
cerita silat indonesia pendekar rajawali sakti
cersil indonesia pendekar mabuk
cersil langka
cersil dewa arak
cerita silat jaman dulu
cersil jawa download cerita silat mandarin full
cerita silat mandarin online
cersil mandarin lepas
cerita silat mandarin pendekar matahari
cerita silat jawa pdf
cersil indonesia pdf
cersil mandarin beruang salju
kumpulan cerita silat pdf
- Cersil Ke 8 Kembalinya Pendekar Rajawali Sakti Cer...
- Cersil Ke Tujuh Kembalinya Pendekar Rajawali Sakti...
- Cersil ke 6 Kembalinya Pendekar Rajawali Sakti
- Cersil Ke 5 Yoko Bibi Lung
- Cerita Silat Ke 4 Pendekar Yoko
- Cersil Yoko 3 Condor Heroes
- Cersil Yoko Seri Ke 2
- Cerita Silat Cersil Ke 1 Kembalinya Pendekar Rajaw...
- Cerita Silat Cersil Pendekar Pemanah Rajawali Komp...
- Cersil Ke 25 Tamat Kwee Ceng Bersambung Ke Pendeka...
- Cerita Silat ke 24 Kwee Ceng Pendekar Jujur
- Cersil Ke 23 Kwee Ceng Pendekar Lugu
- Cerita Silat Ke 22 Kwee Ceng
- Cersil Ke 21 Kwee Ceng
- Cerita Silat Ke 20 Cersil Kwee Ceng Rajawali Sakti...
- Cerita Silat Ke 19 Kwee Ceng Jagoan Sakti
- Cersil Ke 18 Kwee Ceng
- Cersil Ke 17 Kwee Ceng Cerita Silat Pendekar Rajaw...
- Cersil Pendekar Pemanah Rajawali Ke 16 Pendekar Kw...
- Cersil Ke 15 Pendekar Kwee Ceng
- Cersil Hebat Kweeceng Seri 14
- Cersil Cerita Silat Kwee Ceng 13
- Cersil Pendekar Ajaib : Kwee Ceng 12
- Kumpulan Cerita Silat Jawa : Kwee Ceng 11
- Cerita Silat Pendekar Matahari : Kwee Ceng 10
- Cersil Mandarin Lepas :Kwee Ceng 9
- Cersil Langka Kwee Ceng 8
- Cerita Silat Mandarin Online : Kwee Ceng 7
- Cersil Indo Kwee Ceng 6
- Cerita Silat Cersil Kwee Ceng 5
- Cersil Kwee Ceng 4
- Cersil Pendekar Kwee Ceng 3
- Cersil Pendekar Kwee Ceng 2
- Cersil Pendekar Kwee Ceng ( Pendekar Pemananah Raj...
- Cersil Seruling Sakti dan Rajawali Terbang
- Kumpulan Cersil Terbaik
- Cersil Jin Sin Tayhiap
- Cersil Raisa eh Ching Ching
- Cersil Lembah Merpati
- Cerita Silat Karya stefanus
- Cersil Pedang Angin Berbisik
- Cersil Sian Li Engcu
- Cersil Si KAki Sakti
- Cersil Bendera Maut
- Cersil Pahlawan Gurun
- Cersil Pedang Pusaka Buntung
- Cersil Terbaik Pendekar Kunang Kunang
- Cersil Mandarin Imam Tanpa Byangan