Selasa, 21 November 2017

Pendekar Remaja 4

baca juga
-------
Lili hendak mengejar, akan tetapi tanpa sepatu, kaki kirinya terasa sakit sekali menginjak lantai yang kasar.
Pada saat itu, dari luar rumah kuil itu terdengar seruan Lie Siong,
“Kau harus membayar penghinaan dan kesombonganmu dengan sepatumu! Tak mudah mendapatkan
sepatu yang masih dipakai dari puteri Pendekar Bodoh yang ternyata tolol dan bodoh melebihi ayahnya
dan sombong pula!”
Lili hampir menangis saking jengkelnya dan melompat keluar.
“Kubunuh kau, bangsat rendah!” makinya, akan tetapi begitu kakinya menginjak batu-batu tajam, ia
mengeluh, melompat kembali ke ruang itu, duduk di atas sebuah bangku dan... menangis!
Thian Kek Hwesio datang menghampiri Lili dan menghiburnya, “Nona Sie, mengapa kau menangis?
Bukankah kau telah dapat mengusirnya?”
“Dia... manusia kurang ajar itu... dia sudah membawa pergi sebuah sepatuku!” jawab Lili masih menangis.
Sesungguhnya, kejadian perampasan sepatu tadi sangat cepatnya sehingga mata Thian Kek Hwesio yang
tidak terlatih itu sama sekali tidak melihatnya. Kini dia memandang ke arah kaki kiri Lili dan dia berseru
kaget,
“Omitohud...! Bagaimana ada laki-laki yang begitu kurang ajar? Nona Sie, apakah betul ucapanmu tadi
bahwa dia adalah putera Ang I Niocu? Pinceng pernah mendengar nama Ang I Niocu yang terkenal sekali.”
Akan tetapi Lili tidak dapat menjawab, hanya melanjutkan tangisnya. Hatinya mangkel sekali dan ingin dia
dapat menusuk dada pemuda itu dengan pedangnya!
“Aku tidak tahu siapa Ang I Niocu dan siapa pula pemuda itu, tetapi ilmu kepandaiannya memang hebat,”
tiba-tiba Lo Sian berkata. “Aku masih ingat kepada Lie Kong Sian dan agaknya pemuda itu memang patut
menjadi putera Lie Kong Sian. Ilmu sitatnya tinggi dan tadi dia merampas sepatumu hanya untuk
membalas penghinaan yang berkali-kali kau lakukan kepadanya.”
Thian Kek Hwesio memandang heran kepada pembicara ini, “Eh, Sicu, apa maksudmu? Mengapa kau
menyatakan bahwa Nona Sie telah menghinanya berkali-kali?”
Lo Sian yang telah waras pikirannya dan memiliki pandangan yang lebih awas dari Thian Kek Hwesio
berkata tenang, “Lo-suhu, di dalam pertempuran tadi, Nona ini memang selalu menjadi pendesak dan lebih
lihai kepandaiannya. Akan tetapi Nona ini sengaja tak mau melukai dan merobohkan lawan, malah selalu
memberi ampun dan menarik kembali serangannya pada saat pedangnya akan mengenai sasaran. Di
dalam sebuah pibu, tentu saja hal ini dianggap gerakan yang amat menghina dan merendahkan lawan.
Bagi orang gagah, lebih baik dirobohkan dari pada diberi ampun dan diberi kesempatan melepaskan diri
dari ancaman senjata!”
Merahlah wajah Lili sesudah mendengar ucapan Lo Sian ini. Tidak disangkanya bahwa suhu-nya masih
bermata setajam itu dan dapat melihat semua gerakannya! Akan tetapi, hwesio gendut itu menggelenggeleng
kepala dan menghela napas berkati-kali.
“Kalian orang-orang dunia persilatan ini benar-benar aneh sekali! Untung pinceng tidak pernah mempelajari
ilmu silat, karena kalau pinceng dulu mempelajarinya, entah sudah berapa kali pinceng harus berkelahi
seperti binatang buas!”
Terpaksa Lili menerima pemberian Thian Kek Hwesio, yaitu sepasang sepatu hwesio yang besar. Dia
memotong dan menjahit lagi sepatu itu, dikecilkan untuk dapat dipakai oleh sepasang kakinya yang kecil
mungil. Kemudian ia membujuk kepada Lo Sian untuk ikut dengan dia ke rumah ayah-bundanya di
Shaning.
dunia-kangouw.blogspot.com
“Aku tidak kenal siapa adanya ayahmu yang bernama Pendekar Bodoh itu, akan tetapi oleh karena aku
yakin bahwa dahulu tentu aku pernah mengenalmu dan tahu bahwa kau adalah seorang yang mulia, maka
biarlah aku ikut dengan kau, Nona.”
“Suhu, mengapa kau menyebutku nona saja? Sungguh tidak enak bagiku. Sebutlah saja namaku seperti
dulu, yaitu Lili!” kata Lili cemberut.
Lo Sian tersenyum. Air mukanya mulai berseri dan bercahaya seakan-akan kehidupan baru memasuki
tubuhnya. Ia merasa gembira dapat melihat kejenakaan, kemanjaan, dan kegagahan nona ini, maka ia lalu
menjawab,
“Baiklah, Lili, walau pun aku sama sekali tidak mengerti mengapa kau menyebutku Suhu, padahal kalau
melihat kepandaianmu, lebih patut akulah yang menjadi muridmu!”
Demikianlah, setelah menanti sampai tiga hari akan tetapi tidak melihat kedatangan Hong Beng dan Goat
Lan, Lili menjadi hilang kesabaran dan ia mengajak Lo Sian menuju ke Shaning kembali ke rumah orang
tuanya.
Di sepanjang jalan tiada hentinya Lili menuturkan hal-hal yang terjadi pada waktu dahulu kepada Lo Sian,
namun, Sin-kai Lo Sian mendengar semua ini sebagai hal yang baru sama sekali dan ia tidak ingat apaapa
melainkan kematian Lie Kong Sian! Ini pun tak ia ketahui sebab-sebabnya. Lupalah dia akan namanama
seperti Ban Sai Cinjin, Hok Ti Hwesio, Mo-kai Nyo Tiang Le dan yang lain-lain.
********************
Mengapa Hong Beng dan Goat Lan yang sedang dinanti-nanti oleh Lili tidak juga datang menyusul ke kota
Ki-ciu seperti yang telah mereka janjikan? Mari kita ikuti pengalaman mereka. Sebagaimana telah
dituturkan di bagian depan, kedua orang muda ini menuju ke kota Ta-liong untuk memenuhi undangan pibu
yang diterima oleh Hong Beng dari kelima ketua dari Hek-tung Kai-pang.
Pada keesokan harinya, pagi-pagi sekali, Hong Beng bersama Goat Lan sudah menuju ke tempat terbuka
di mana kemarin harinya Hong Beng sudah menolong Lo Sian dari keroyokan para anggota Hek-tung Kaipang.
Ternyata ketika mereka tiba di tempat itu, di sana sudah berkumpul puluhan orang pengemis
anggota Hek-tung Kai-pang dan semua orang itu telah membuat lingkaran.
Di tengah-tengah lingkaran, nampak sebuah meja butut dan beberapa buah bangku butut pula. Di
belakang meja, lima orang nampak menduduki lima buah bangku, duduk berjajar bagaikan arca batu.
Kelima orang ini bukan lain adalah lima orang ketua dari Hek-tung Kai-pang yang sesungguhnya bukanlah
saudara-saudara sekandung melainkan saudara-saudara angkat yang telah bersumpah sehidup semati.
Selain dari pada ini, mereka juga merupakan saudara seperguruan, karena kelimanya adalah murid dari
Hek-tung Kai-ong, pencipta dari Hek-tung Kai-pang dan ilmu tongkat hitam yang amat lihai.
Lima orang ketua ini kesemuanya berpakaian tambal-tambalan dan usia mereka antara empat puluh
sampal lima puluh tahun. Setelah mengangkat saudara menjadi ketua dari Hek-tung Kai-pang, mereka
sudah memakai nama baru dengan she (nama keturunan) Hek pula yaitu Hek Liong, Hek Houw, Hek Pa,
Hek Kwi dan Hek Sai.
Semenjak lima saudara ini menemukan buku pelajaran silat dari guru mereka yang telah meninggal dunia,
dan bersama-sama melatih lagi Ilmu Tongkat Hek-tung-hoat dari kitab ini, kepandaian mereka meningkat
tinggi sekali dan tiap kali ada pemilihan pengurus baru tiada seorang pun yang dapat mengalahkan
mereka! Baru menghadapi seorang di antara mereka saja sudah amat berat, apa lagi kalau menghadapi
mereka berlima sekaligus!
Bagaimana pun juga, Perkumpulan Pengemis Tongkat Hitam ini mendapat nama baik di kalangan kangouw.
Juga Ngo-hek-pangcu (Lima Ketua Hek) ini tidak tercela namanya, karena selama memegang
pimpinan, mereka selalu berlaku adil dan juga melakukan perbuatan-perbuatan gagah.
Akan tetapi, tentu saja sebagai ketua-ketua dari perkumpulan seperti Hek-tung Kai-pang yang amat
terkenal, mereka juga mempunyai keangkuhan. Ketika mereka tiba di Ta-liong dari kota raja dan
mendengar bahwa anak buah mereka yaitu para kepala ranting dan cabang yang sudah berkumpul di situ,
telah dihajar oleh seorang pemuda yang membela seorang pengemis golongan lain yang datang
mengacau, mereka menjadi penasaran sekali. Maka diutuslah anak buah mereka untuk menantang pibu
dunia-kangouw.blogspot.com
kepada pemuda itu.
Kini, pagi-pagi sekali Ngo-hek-pangcu telah bersiap sedia menunggu kedatangan orang yang ditantangnya.
Melihat kedatangan dua orang muda, seorang pemuda tampan dan gagah bersama seorang gadis cantik
jelita, maka kelima orang pangcu ini merasa heran dan juga secara diam-diam mereka merasa kagum.
Inikah orangnya yang sudah dapat mengocar-ngacirkan para pemimpin ranting? Hampir tak dapat
dipercaya!
Namun, sebagai orang-orang kang-ouw yang ulung, mereka tidak berani memperlihatkan sikap
memandang rendah dan segera mereka bangun berdiri ketika melihat Hong Beng dan Goat Lan
menghampiri mereka.
“Maafkan kami, sahabat muda yang gagah. Kami sebagai pengemis-pengemis hina dina dan miskin tentu
saja tidak dapat menyambut kedatanganmu sebagai mana layaknya seorang tamu agung dihormati,” kata
Hek Liong, ketua yang paling tua di antara kelima orang itu.
Merahlah telinga Hong Beng mendengar ucapan dan melihat sikap ini. Ia merasa betapa ‘tuan rumah’ ini
terlalu berlebih-lebihan merendahkan diri dan mengangkatnya sebagai tamu agung. Akan tetapi Hong
Beng memang berwatak sabar dan tenang, maka dia menjawab sambil menjura pula.
“Akulah yang minta maaf, Pangcu (Ketua)! Aku sebagai orang luar yang masih hijau dan bodoh, berani
datang mengganggu ketenanganmu. Memang serba sulitlah kedudukanku, Pangcu. Tidak datang
memenuhi panggilanmu, tentu akan mengecewakan hati Ngo-wi yang gagah, sebaliknya memenuhi
undangan, berarti mengganggu rapat ini!”
Mendengar ucapan yang panjang lebar ini, serta melihat sikap pemuda yang tenang sekali itu, kelima ketua
itu diam-diam makin mengindahkan sikap Hong Beng. Pemuda dengan sikap seperti ini tak boleh
dipandang ringan, pikir mereka.
“Dan bolehkah kiranya kami bertanya, dengan keperluan apakah Nona ini ikut datang ke sini?”
Goat Lan tersenyum dan dengan jenaka sekali dia tersenyum kemudian menjura sambil menjawab, “Ngowi
Pangcu (Lima Tuan Ketua), aku hanyalah seorang perantau yang menjadi sahabat baik orang muda ini.
Ketika mendengar sahabat baikku ini mendapat undangan dari perkumpulan Hek-tung Kai-pang, hatiku
amat tertarik sekali. Aku bersama kedua suhu-ku, Sin Kong Tianglo dan Im-yang Giok-cu, sudah sering kali
mengunjungi orang-orang besar di dunia kang-ouw dan mengunjungi perkumpulan-perkumpulan orang
gagah di dunia ini yang banyak macamnya. Akan tetapi, sungguh aku belum pernah bertemu dengan
Perkumpulan Hek-tung Kai-pang yang sudah sangat tersohor di empat penjuru ini!”
Goat Lan sengaja memperkenalkan diri sebagai murid Sin Kong Tianglo dan Im-yang Giok-cu, karena ia
mengharapkan nama-nama kedua orang gurunya dapat melemahkan hati kelima orang pangcu itu
sehingga permusuhan dapat dicegah. Memang gadis yang cantik ini tepat sekali perhitungannya, karena
saat mendengar nama kedua orang tokoh persilatan yang tinggi dan tersohor namanya ini, kelima orang
pangcu itu lalu berdiri dari tempat duduk mereka dan menjura ke arah Goat Lan.
“Ahh, sungguh mata kami seperti buta saja, tidak melihat Gunung Thian-san menjulang di depan mata!
Silakan duduk, Lihiap (Pendekar Wanita), dan perkenalkan nama kami lima pangcu dari Hektung Kaipang.”
Kelima orang raja pengemis itu lalu memperkenalkan nama mereka seorang demi seorang.
Hong Beng juga memperkenalkan nama demikian pula Goat Lan. Berbeda dengan Goat Lan, Hong Beng
tidak mau menceritakan siapa gurunya dan siapa pula orang tuanya. Ia ingin melihat bagaimana sikap rajaraja
pengemis itu.
Akan tetapi setelah mempersilakan kedua orang tamunya itu mengambil tempat duduk, agaknya kelima
orang ketua Hek-tung Kai-pang itu tidak mempedulikan mereka lagi dan melayani orang-orang yang mulai
datang, dan di antara para pendatang baru itu, nampak pula tiga orang pengemis yang membawa tongkat
berbentuk ular. Mereka ini adalah para ketua Coa-tung Kai-pang (Perkumpulan Pengemis Tongkat Ular)
dari timur yang besar juga besar pengaruhnya.
Selain tiga orang ketua Coa-tung Kaipang ini, nampak juga seorang tosu tinggi kurus, dan seorang laki-laki
setengah tua yang rambutnya dikuncir panjang ke belakang dan memakai topi bundar, sikapnya kasar dan
berlagak. Tosu ini adalah seorang ahli silat yang bernama Beng Beng Tojin, seorang tokoh Bu-tong-san
dunia-kangouw.blogspot.com
yang suka merantau. Ada pun orang bertopi bundar itu adalah seorang kasar yang terkenal sebagai ahli
gwakang (tenaga kasar) dan ahli tiam-hoat (menotok jalan darah). Namanya Cong Tan dan dia memiliki
julukan It-ci-sinkang (Si Jari Tangan Lihai).
Kelima saudara Hek yang menjadi ketua Hek-tung Kai-pang itu menyambut kedatangan lima orang ini
dengan penuh penghormatan pula, akan tetapi mereka tidak dipersilakan duduk seperti Hong Beng dan
Goat Lan.
Hong Beng dan Goat Lan saling pandang dan keduanya merasa heran mengapa tuan rumah tidak
mempedulikan mereka lagi, dan bagaimanakah dengan pibu yang diajukan oleh kelima orang ketua itu?
Bagi Hong Beng dan Goat Lan, memang mereka berharap supaya tidak terjadi salah paham atau
permusuhan, akan tetapi mereka pun, terutama Hong Beng tidak akan merasa puas sebelum mencoba
kepandaian kelima orang tokoh Hek-tung Kai-pang yang terkenal itu.
Setelah menyambut tamu-tamu yang baru datang, Hek Liong, saudara tertua dari kelima orang itu, lalu
berkata dengan suara keras kepada para pemimpin Hek-tung Kai-pang yang hadir di situ.
“Kawan-kawan sekalian! Sebagaimana telah ditentukan kemarin, maka pemilihan ketua akan dilakukan
hari ini. Oleh karena hari ini sudah tiba waktunya bagi kami yang sudah memenuhi tugas sebagai ketua,
maka dengan ini kami menyatakan turun dari kedudukan ketua untuk menghadapi pemilihan baru. Nah,
silakan kawan-kawan yang mempunyai calon untuk mengajukan calonnya!”
Setelah ketua mereka membuka rapat istimewa itu, maka ramailah suara para anggota perkumpulan
pengemis itu. Ternyata bahwa kelima orang tamu yang datang itu, yaitu ketiga ketua Coa-tung Kai-pang,
Beng Beng Tojin, dan Cong Tan, datang atas kehendak mereka sendiri dengan niat hendak mencoba
merobohkan ketua lama untuk menduduki kedudukan ketua baru dari Hek-tung Kai-pang. Semua yang
hadir dengan suara bulat memilih kelima saudara Hek sebagai ketua lagi.
“Kami memilih Ngo-hek-pangcu agar tetap menjadi ketua kami!” seru suara para hadirin dengan serentak.
Mendengar seruan para anggota Hektung Kai-pang ini, ketiga ketua Coa-tung Kai-pang itu segera berdiri
dengan senyum mengejek. Mereka ini adalah ketua tingkat dua dari Coa-tung Kai-pang, dan usia mereka
baru tiga puluh tahun lebih. Sikap mereka amat tinggi dan memandang rendah sedangkan mulut mereka
selalu tersenyum seolah-olah menghadapi perkumpulan yang jauh lebih kecil dari pada perkumpulan
mereka sendiri. Juga pakaian tambal-tambalan yang mereka pakai jauh berbeda dengan pakaian para
pemimpin Hek-tung Kai-pang, karena biar pun pakaian mereka penuh tambalan, namun baik pakaian dasar
mau pun tambalannya amat bersih!
“Cu-wi sekalian,” kata yang tertua di antara mereka, yaitu seorang bertubuh tinggi besar bermuka hitam,
“kami adalah anggota-anggota dewan pimpinan dari Coa-tung Kai-pang di timur yang mewakili
perkumpulan kami. Kedatangan kami ini membawa maksud yang amat mulia. Menurut hasil perundingan
dewan pengurus kami, maka sungguh tidak layak kalau di negeri ini terdapat terlalu banyak perkumpulan
seperti yang kita sekalian dirikan. Mungkin Cu-wi sekalian juga pernah mendengar bahwa Hwa-i Kai-pang
(Perkumpulan Pengemis Baju Kembang) dari Secuan bersama Lo-kai Hwe-koan (Rumah Perkumpulan
Pengemis Tua) dari Shantung, keduanya sudah bergabung dan melebur perkumpulan mereka menjadi
cabang dari perkumpulan kami Coa-tung Kai-pang yang terbesar dan jaya! Oleh karena itu, maka
kedatangan kami ini merupakan wakil dari pada perkumpulan kami untuk minta Cu-wi sekalian menginsyafi
hal ini dan melebur perkumpulan Hek-tung Kai-pang menjadi cabang pula dari Coa-tung Kai-pang kami!”
Ucapan ini menyatakan betapa sombongnya Si Muka Hitam itu. Kalau dia dengan suara membujuk minta
agar supaya Perkumpulan Tongkat Hitam itu suka menggabungkan diri dengan Perkumpulan Tongkat Ular,
ini masih bisa diterima. Akan tetapi ia menggunakan ucapan agar supaya Perkumpulan Pengemis Tongkat
Hitam insyaf dan mau melebur diri menjadi cabang Coa-tung Kai-pang! Sungguh-sungguh tak melihat
muka para pemimpin Hek-tung Kai-pang!
Dengan wajah berubah merah, Hek Pa, yaitu orang ketiga dari kelima Ketua Hek-tung Kai-pang, bangkit
berdiri dan menudingkan jari tangan kirinya kepada ketiga orang tamu itu sambil berkata,
“Orang-orang Coa-tung Kai-pang sombong amat! Siapakah yang tak mendengar bahwa Hwa-i Kai-pang
dan Lo-kai Hwe-koan menggabungkan diri karena kalian paksa dengan kekerasan? Dan siapa pula yang
tidak mendengar bahwa Coa-tung Kai-pang mempunyai banyak anggota yang sering melakukan
pelanggaran dan kejahatan, tidak patut sebagai perkumpulan pengemis pendekar? Orang lain boleh kalian
dunia-kangouw.blogspot.com
gertak, akan tetapi kami para pengurus Hek-tung Kai-pang tak gentar menghadapi tongkat ularmu!”
Setelah mendengar ucapan Sam-pangcu (Ketua ke Tiga), para pengemis tongkat hitam yang berjumlah
empat puluh orang lebih itu serentak berseru, ”Betul! Usirlah orang-orang Coa-tung Kai-pang ini!” Dan
dengan tongkat hitam diangkat tinggi-tinggi mereka serentak maju mengurung!
Akan tetapi ketiga orang pemimpin Coa-tung Kai-pang itu masih saja bersikap tenang, bahkan kini senyum
mereka melebar sombong.
“Hemm, begitukah kegagahan Hek-tung Kai-pang? Hendak mengandalkan jumlah besar mengeroyok kami
tiga orang? Alangkah rendah dan pengecutnya!”
Mendengar ejekan ini, Hek Liong lalu berdiri dan dengan gerak tangannya dia meminta kepada semua
anak buahnya untuk mundur. Sesudah keadaan menjadi reda, dia lalu menghadapi Si Tinggi Besar itu
sambil menantang,
“Dengarlah, kawan! Kami seluruh anggota dan pengurus Hek-tung Kai-pang, tidak mau menerima usulmu
supaya menggabungkan perkumpulan kami dengan perkumpulanmu. Habis, kau mau apa?”
“Hek-pangcu,” kata Si Muka Hitam yang tinggi besar itu, “apakah kau lupa bahwa hari ini adalah hari
pemilihan pengurus baru perkumpulanmu? Aku mendengar bahwa siapa saja yang dapat mengalahkan
Hek-tung-hoat, maka dialah yang berhak menjadi pangcu dari Hek-tung Kai-pang. Nah, kami bertiga juga
hendak mencoba-coba kelihaian Ilmu Tongkat Hek-tung-hoat!”
“Bagus!” Tiba-tiba Beng Beng Tojin melangkah maju. “Inilah baru ucapan orang gagah. Untuk apa
bertengkar mulut seperti wanita? Aturan harus dijalankan dan dipegang teguh. Kedatangan pinto juga ingin
menguji kehebatan Hek-tung-hoat dan jika pinto beruntung, pinto akan merasa senang menjadi pangcu!”
“Aku pun datang untuk mencoba peruntungan menjadi ketua perkumpulan ini!” tiba-tiba It-ci-sinkang Cong
Tan menyela.
Diam-diam Hong Beng dan Goat Lan saling pandang dengan perasaan geli dan heran. Bagaimanakah ada
begitu banyak orang yang memperebutkan kedudukan sebagai ketua perkumpulan para pengemis?
Apakah enaknya menjadi ketua pengemis?
Ada pun kelima orang ketua Hek-tung Kai-pang ketika mendengar ucapan ini, lalu berdiri merupakan
sebuah barisan dan Hek Liong sebagai orang tertua berkata keras,
“Bagus sekali! Kalian semua telah mendengar pilihan para pemimpin cabang bahwa kami berlima masih
tetap dikehendaki untuk memimpin Hek-tung Kai-pang. Nah, siapa yang menyatakan tidak setuju boleh
maju ke muka!”
Melihat sikap kelima orang yang maju bersama ini, Beng Beng Tojin mengerutkan kening dan berkata
lemah, “Apa...? Kalian berlima maju berbareng?”
Juga It-ci-sinkang CongTan memperlihatkan rasa gentarnya. “Ah, ini tidak adil!” katanya.
Hek Liong lalu tersenyum mengejek, “Ketahuilah bahwa kami berlima merupakan saudara seperguruan
yang sudah bersumpah sehidup semati, senasib sependeritaan. Dan kalian tadi mendengar sendiri bahwa
yang diangkat menjadi pangcu adalah kami berlima, maka andai kata seorang di antara kalian ada yang
dapat mengalahkan aku masih ada empat orang saudaraku yang harus dikalahkan pula. Oleh karena itu,
kami merupakan sebuah kelompok yang tak dapat dipisah-pisahkan. Terserah siapa yang ingin
merobohkan kami, boleh maju. Yang merasa takut tak usah mencari penyakit!”
Ketiga orang pemimpin Coa-tung Kai-pang itu tadinya memandang kepada Beng Beng Tojin dan Cong Tan
dengan senyum menghina, akan tetapi tiba-tiba Si Muka Hitam itu mendapat akal baik.
Ia dan kawan-kawannya hanya tiga orang sedangkan pihak lawan ada lima orang, belum ditambah dengan
para pemimpin-pemimpin cabang Hek-tung Kai-pang yang nampaknya berpihak kepada lima orang ketua
mereka. Mengapa dalam keadaan kalah tenaga ini dia tidak menarik tangan kedua orang ini?
“Ji-wi Eng-hiong,” katanya kepada tosu serta orang bertopi bundar itu, “Ji-wi jauh-jauh sudah datang ke sini
dunia-kangouw.blogspot.com
dan biar pun antara Ji-wi dengan kami bertiga tidak ada hubungan, namun maksud kedatangan kita di sini
adalah sama. Sekarang dengan secara licik tuan rumah hendak maju berlima, kenapa kita tidak bergabung
saja sehingga kita pun menjadi lima orang? Bila kita menang, percayalah bahwa kami bertiga tidak akan
berlaku curang seperti tuan rumah dan kita kelak boleh menentukan siapa di antara kita yang paling cakap
untuk menjadi ketua!”
Tosu dan orang bertopi itu saling pandang, kemudian mengangguk-anggukkan kepala. “Bagus, memang
demikianlah baru adil!”
Sementara itu, kelima orang she Hek itu telah dapat mengerti kecerdikan pihak Coa-tung Kai-pang, namun
mereka tidak takut.
“Baiklah, lekas kalian memperlihatkan kepandaian, banyak bicara tak ada guna!” Setelah berkata demikian,
secara otomatis ia beserta kawan-kawannya kemudian berpencar dan membentuk sebuah barisan segi
lima.
“Hayo serang!” kata Si Muka Hitam, pemuka dari pemimpin Coa-tung Kai-pang sambil menggerakkan
tongkat ularnya.
Beng Beng Tojin tertawa bergelak, lantas mengeluarkan senjatanya yang istimewa yaitu sepasang sumpit
gading yang panjang dan berujung runcing, sedangkan It-ci-sinkang Cong Tan juga mengeluarkan
senjatanya yang berupa golok. Dengan berbareng, kelima orang tamu ini menyerang pihak Hek-tung Kaipang.
Indah sekali gerakan kelima saudara Hek itu ketika mereka menyambut lawan-lawannya. Tubuh mereka
bergerak secara amat teratur dan begitu tongkat hitam mereka menangkis senjata lawan, mereka lalu
menggerakkan kaki dengan gerakan yang sama dan dengan teratur sekali mereka lalu menyerang lawan di
sebelah kiri masing-masing, bukan lawan yang rnenyerang tadi!
“Moi-moi,” kata Hong Beng perlahan kepada Goat Lan yang duduk di sebelah kanannya, “perhatikan baikbaik.
Lima saudara Hek itu menggunakan barisan yang teratur sekali.”
Goat Lan mengangguk sambil memandang penuh perhatian. “Memang dugaanmu tepat, Koko. Mereka
tidak mau melayani lawan yang menyerang, sebaliknya menyerang orang di sebelah kiri sehingga pihak
lawan menjadi kacau dan perhatian mereka pecah. Lihat, benar-benar mereka lihai dan sukar dilawan!
Meski pun lima orang melawan lima, namun pihak lawan selalu akan merasa terkurung dan terkeroyok!”
“Aku pernah mendengar dari Suhu mengenai Ilmu Tongkat Hek-tung-hoat, dan melihat pergerakan barisan
mereka, kalau tidak salah mereka itu mempergunakan barisan yang hampir sama dengan Ngo-bun-tin.”
“Apakah ada persamaannya dengan Ngo-heng-tin (Barisan Lima Anasir)?” tanya Goat Lan sambil
menonton pertempuran yang kini berjalan seru itu.
“Tidak sama,” jawab Hong Beng. “Ngo-bun-tin (Barisan Lima Pintu) memiliki lima pintu, yaitu Thian-bun
(Pintu Langit), Tee-bun (Pintu Bumi), Hai-bun (Pintu Laut), Hong-bun (Pintu Angin) dan In-bun (Pintu
Awan). Kedudukan mereka kuat sekali karena tiap kali seorang di antara mereka diserang dan menangkis,
maka kawan di sebelah kanan atau kirinya lalu maju menyerang lawan yang menyerangnya itu, dengan
demikian serangan lawan dapat langsung diputuskan.”
Kedua orang muda itu lalu memperhatikan jalannya pertempuran. Ternyata bahwa Ilmu Tongkat Hek-tunghoat
memang hebat sekali. Tongkat hitam di tangan kelima orang itu bergerak bagaikan lima ekor naga
hitam yang mengamuk dan setiap kali tongkat mereka beradu dengan senjata lawan, tentu terjadi benturan
yang amat keras dan jelas nampak bahwa tenaga kelima ketua Hek-tung Kai-pang itu masih menang
setingkat.
Kecuali apa bila yang ditangkis itu adalah golok di tangan It-ci-sinkang Cong Tan, karena ternyata bahwa
Si Jari Lihai ini benar-benar kuat sekali tenaganya. Hampir saja karena kurang hati-hati, tongkat di tangan
Hek Sai saudara termuda dari lima ketua itu, terlepas dari pegangan ketika ia menangkis golok Cong Tan!
“Ngo-hek-pangcu tentu akan menang,” Goat Lan berkata setelah menonton pertempuran yang sudah
berjalan dua puluh jurus lebih itu.
dunia-kangouw.blogspot.com
“Memang, kepandaian pihak tamu masih belum dapat menyamai kelihaian tuan rumah, akan tetapi kulihat
Ilmu Tongkat Coa-tung-hoat tidak kalah lihai dari pada Hek-tung-hoat, hanya saja gerakan tiga orang itu
masih kurang sempurna. Mereka itu hanya tokoh-tokoh kedua saja, kalau ketua-ketua dari Coa-tung Kaipang
tentu akan hebat sekali permainan tongkatnya,” kata Hong Beng.
Memang kedua orang muda ini mempunyai pandangan yang amat tajam dan awas, hal ini mungkin
disebabkan kepandaian mereka masih jauh lebih tinggi tingkatnya dari pada kepandaian mereka yang
sedang bertempur. Tepat seperti yang mereka duga, kelima orang ketua Hek-tung Kai-pang mulai
mendesak lawan mereka dan yang pertama kali terkena pukulan adalah It-ci-sinkang Cong Tan.
Pada satu saat yang amat tepat, yaitu ketika goloknya menyambar ke arah leher Hek Kwi, orang ke empat
dari Ngo-pangcu ini segera menangkis dan menggunaan tongkat hitamnya untuk menempel golok. Hal ini
dapat terjadi oleh karena dalam tangkisan ini ia menggunakan gerakan coan (memutar) sehingga Cong
Tan merasa sukar untuk menarik kembali goloknya.
Pada saat itu, bagaikan telah diatur sebelumnya, tongkat hitam Hek Pa sudah meluncur dan menotok
pundak Cong Tan pada jalan darah Keng-hin-hiat! Cong Tan lalu memekik kesakitan dan merasa betapa
seluruh tubuhnya terlepas dari pegangan dan sekali Hek Kwi menendang, tubuhnya terlempar keluar dari
kalangan pertempuran dan tidak dapat bergerak pula!
Tidak lama setelah Cong Tan roboh, kembali Beng Beng Tojin menjadi korban di tangan Hek Liong,
saudara yang paling lihai ilmu tongkatnya. Pada saat Hek Liong menusukkan tongkatnya ke dada tosu itu,
Beng Beng Tojin kemudian menggerakkan sepasang sumpit gadingnya untuk menjepit dan menggunting
tongkat lawan. Jepitan sumpitnya ini sangat keras, disertai tenaga lweekang yang hebat, akan tetapi
ternyata bahwa ia masih kalah tenaga.
Hek Liong membuat tongkat dalam tangannya tergetar dan begitu tongkat tadi bergetar keras, maka jepitan
itu dengan sendirinya terlepas. Akan tetapi tongkat itu masih terus bergetar di antara kedua sumpit itu
sehingga Beng Beng Tosu tidak berani sembarangan menarik sumpitnya karena takut kalau-kalau dia
kalah cepat dan kalau-kalau tongkat itu akan mendahuluinya dengan serangan hebat. Akan tetapi, pada
saat itu, Hek Houw yang sudah menduduki Tee-bun (Pintu Bumi) dengan cepat sudah mengirim tusukan
dengan tongkatnya ke arah lambungnya. Beng Beng Tojin menjatuhkan diri ke belakang dan…
“Brettt!”
Jubahnya yang lebar itu tertusuk oleh tongkat hingga robek lebar sekali, sedangkan kulit pahanya ikut pula
robek dan terluka! Masih untung baginya bahwa kedua saudara Hek ini tidak bermaksud mencelakakannya
dan tidak mengejarnya dengan serangan lain.
Tosu ini melompat ke belakang, mengebut-ngebutkan bajunya dengan muka merah, lalu berkata, “Pinto
mengaku kalah!” Kemudian tubuhnya berkelebat cepat dan lenyap dari situ!
Kini tinggallah ketiga orang pemimpin Coa-tung Kai-pang yang melakukan perlawanan hebat dan matimatian.
Memang betul seperti yang dikatakan oleh Hong Beng tadi. Ilmu tongkat mereka benar-benar lihai
dan ganas sekali. Tongkat berbentuk ular pada tangan mereka itu nampak seakan-akan hidup dan tongkat
itu seperti ular asli yang bergerak melenggak-lenggok dengan gerakan amat tak terduga-duga.
Namun, tadi dibantu oleh orang lain yang cukup tinggi kepandaiannya, mereka masih tak sanggup
mengalahkan kelima ketua Hek-tung Kai-pang, apa lagi sekarang, mereka yang hanya bertiga itu terkurung
oleh kelima orang lawannya yang tangguh. Mereka terdesak hebat dan terkurung rapat sehingga mereka
hanya dapat memutar tongkat mereka untuk mempertahankan diri tanpa diberi kesempatan membalas
serangan.
Ketika Hong Beng dan Goat Lan mengerling ke arah para anggota Hek-tung Kai-pang, pada wajah mereka
terbayang kegembiraan besar melihat kemenangan ketua mereka, akan tetapi tak seorang pun yang
menggetarkan suara mau pun gerakan. Wajah mereka tetap tegang dan siap siaga seperti tadi sehingga
diam-diam dua orang muda ini menjadi kagum. Hal ini membuktikan pula bahwa Hek-tung Kai-pang
memang benar merupakan perkumpulan yang berdisiplin baik.
Tiga orang pemimpin Coa-tung Kai-pang yang sudah sangat terdesak itu semakin lama semakin lemah
gerakan tongkat mereka. Memang harus dipuji keuletan mereka karena sampai sebegitu lama belum juga
kelima orang lawan mereka bisa merobohkan mereka. Pertahanan mereka kuat sekali.
dunia-kangouw.blogspot.com
Tiba-tiba Si Muka Hitam berseru keras, “Robohkan mereka!”
Dan komando ini diikuti oleh gerakan mereka menuju ke arah para lawan dengan tongkat mereka dan tibatiba
saja dari kepala tongkat itu menyambar keluar senjata rahasia yang berwarna hitam!
“Celaka, Koko!” seru Goat Lan yang hendak melompat, akan tetapi tiba-tiba lengannya dipegang oleh Hong
Beng.
“Tenanglah, Moi-moi,” kata pemuda itu. Karena sangat tegang, maka Hong Beng tanpa disadarinya pula
telah memegang lengan tunangannya sehingga ketika Goat Lan merasa betapa lengannya dipegang dan
tidak segera dilepaskan pula, tiba-tiba mukanya berubah merah sekali!
“Koko, lepaskan,” bisiknya, “tak malukah dilihat orang?”
Barulah Hong Beng sadar bahwa semenjak tadi dia telah memegang lengan orang yang berkulit halus dan
hangat itu, maka dengan muka kemerahan dan mulut tersenyum malu dia cepat melepaskan lengan
tunangannya. Sepasang mata mereka bertemu untuk saat pendek, karena keduanya segera kembali
melihat ke tempat orang-orang bertempur.
Dari sikap kedua orang muda tadi, ternyata bahwa watak Hong Beng lebih tenang dan ketenangannya ini
membuat pandangannya lebih awas dari pada Goat Lan. Goat Lan yang merasa tegang dan kuatir,
menyangka bahwa ketua-ketua Hek-tung Kai-pang akan terkena celaka, akan tetapi Hong Beng yang
melihat sikap Ngo-hek-pangcu itu maklum bahwa mereka telah siap dan tidak akan mudah diserang
dengan senjata rahasia begitu saja.
Memang betul, pada waktu kelima orang ketua she Hek itu melihat benda-benda hitam menyambar,
serentak mereka segera mendekam ke bawah, lantas dengan gerakan yang berbareng bagaikan telah
diatur lebih dahulu, tongkat-tongkat mereka menyapu ke arah kaki ketiga lawan itu.
Terdengar suara bak-buk dah terjungkallah tiga orang pemimpin Coa-tung Kai-pang itu! Tulang kaki
mereka sudah terpukul hebat dan walau pun tenaga lweekang mereka telah mencegah tulang kaki itu
remuk, akan tetapi pukulan itu cukup keras sehingga untuk beberapa lama mereka takkan dapat bangun
karena tulang kaki mereka terasa sakit dan linu sekali. Senjata rahasia yang keluar dari tongkat mereka
tadi adalah jarum-jarum berbisa yang amat berbahaya!
Setelah dapat berdiri lagi, ketiga orang itu lalu memungut tongkat ular yang tadi terlepas dari pegangan,
kemudian mereka berkata kepada tuan rumah, “Kami sudah menerima kalah, akan tetapi harap kalian siap
menghadapi pembalasan ketua-ketua kami!” Setelah demikian, dengan terpincang-pincang ketiga orang itu
lalu pergi dari situ.
Barulah terdengar sorak-sorai dari para anggota Hek-tung Kai-pang karena kemenangan mutlak dari ketuaketua
mereka ini. Akan tetapi Hek Liong kemudian mengangkat tangan memberi tanda kepada mereka
agar supaya diam.
“Kawan-kawan,” katanya dengan wajah muram, “hari ini adalah hari yang sial bagi kita, tidak boleh kita
bersuka-ria karenanya. Ketahuilah bahwa baru tiga orang dari Coa-tung Kai-pang tadi saja sudah demikian
lihai, padahal mereka itu adalah orang-orang dari tingkat kedua. Apa bila ketua mereka yang datang, belum
tentu kami berlima akan kuat menghadapinya. Sekarang akibat kekalahan mereka tadi, pihak Coa-tung
Kai-pang tentu tidak akan tinggal diam. Oleh karena itu, kita harus berjaga-jaga dan betapa pun juga dari
pada harus tunduk kepada Coa-tung Kai-pang yang jahat, lebih baik kita hancur lebur!”
“Setuju! Setuju!” terdengar jawaban para pengemis yang bersemangat gagah itu.
Kemudian, Hek Liong berpaling kepada Hong Beng dan dengan suara kereng ia berkata, “Orang muda,
tadi kami tak berani menantangmu oleh karena kami tadi untuk sementara meletakkan jabatan. Setelah
sekarang kami diangkat kembali, maka menjadi kewajiban kamilah untuk menegurmu! Kau kemarin telah
melukai orang-orang kami dan setelah kau melihat kelihaian kami tadi, apakah kau tidak lekas-lekas minta
maaf? Ketahuilah, bahwa kami bukanlah orang-orang yang suka menaruh dendam, asal saja kau suka
minta maaf, kami akan memandang muka Lihiap murid Sin Kong Tianglo yang menjadi sahabatmu ini
untuk memaafkan kau dan melupakan segala peristiwa kemarin.”
dunia-kangouw.blogspot.com
Mendengar ucapan yang mengandung sedikit kebanggaan atas kemenangan tadi, Hong Beng tersenyum.
Akan tetapi ia tidak menjawab, sebaliknya, ia menunjuk ke arah tubuh It-ci-sinkang Cong Tan yang masih
rebah di atas tanah tak bergerak.
“Ehh, Hek-pangcu, apakah kau lupa orang itu? Apakah kau akan membiarkan dia mati di situ?”
Barulah Hek Liong beserta adik-adiknya teringat akan Cong Tan yang tadi sudah terkena totokan, maka
cepat mereka menghampiri Cong Tan.
“Pergilah kau dari sini!” kata Hek Liong sambil menepuk pundak orang itu.
Akan tetapi, alangkah kagetnya ketika ia melihat betapa tubuh Cong Tan masih saja kaku tak dapat
bergerak dengan kedua mata melotot! Dia mengira bahwa tepukannya untuk membebaskan totokannya
sendiri tadi kurang tepat, maka dia lalu menepuk lagi, bahkan mengurut urat pundak bekas lawan itu. Akan
tetapi sia-sia belaka, tubuh Cong Tan tetap kaku tak dapat bergerak.
Lima orang ketua Hek-tung Kai-pang itu menjadi terheran-heran sekali dan seorang demi seorang mereka
lalu turun tangan untuk membebaskan Cong Tan dari pengaruh totokan. Namun percuma saja, tak seorang
pun di antara mereka dapat menolong.
“Celaka!” terdengar Hek Liong berkata. “Yang tadi terkena totokan adalah jalan darahnya Keng-hin-hiat,
kalau tidak dapat dilepaskan ia akan mati dalam waktu setengah hari!”
Tiba-tiba terdengar angin menyambar dan ketika lima orang itu menengok, ternyata Goat Lan telah
melompat ke tempat itu. Gadis ini amat tertarik melihat keadaan yang aneh itu, dan sebagai seorang ahli
pengobatan murid Sin Kong Tianglo, tentu saja ia amat tertarik dan ingin menyaksikan dengan mata
sendiri.
“Ngo-wi harap mundur dan biarkan aku memeriksanya!” kata gadis ini dan kelima orang ketua Hek-tung
Kai-pang itu lalu melangkah mundur karena mereka maklum bahwa dara jelita ini adalah seorang ahli
pengobatan yang amat terkenal di dunia kang-ouw.
Goat Lan segera berjongkok dan memeriksa keadaan tubuh Cong Tan yang masih kaku. Beberapa kali ia
memijit pundak yang tertotok itu dan akhirnya ia tersenyum, lalu berkata kepada para ketua yang masih
merubungnya dengan muka heran.
“Ngo-wi Pangcu, ketahuilah bahwa orang ini sudah pernah meyakinkan Ilmu Pi-ki-hu-hiat (Menutup Hawa
Melindungi Jalan Darah), akan tetapi pelajaran yang dilatihnya itu belum sempurna benar. Ia telah
mempelajari ilmu itu di bagian penggunaan hawa tubuh untuk membuyarkan totokan pada jalan darah.
Maka pada waktu tadi tertotok roboh, dia telah berusaha mengumpulkan hawa di tubuhnya untuk membuka
totokan itu, akan tetapi oleh karena ia belum paham betul, maka penggunaannya salah, tidak diatur
bersama dengan pernapasannya. Karena itu maka sekarang hawa itu berkumpul di pundaknya, menutup
jalan darahnya yang masih tertotok sehingga ketika Ngo-wi mencoba melepaskannya, tentu saja terhalang
oleh hawa tubuh yang berkumpul ini!”
Sesudah berkata demikian, Goat Lan lalu mencabut tusuk kondenya yang terbuat dari perak dan dengan
gerakan cepat sekali dia menusukkan ujung tusuk konde yang runcing itu pada pundak Cong Tan yang
tertotok.
“Aduuuh...!”
It-ci-sinkang Cong Tan pulih kembali. Orang ini lalu bangun berdiri, memandang kepada Goat Lan dengan
mata melotot lalu memaki,
“Perempuan kurang ajar! Kau sudah melukai serta mempermainkan aku dalam keadaan aku tidak berdaya!
Kau harus menebus kekurang ajaranmu itu!” Sambil berkata demikian Cong Tan yang galak segera
menyerang Goat Lan dengan jari tangan terbuka, menotok dada gadis itu! Goat Lan sempat melompat ke
belakang sambil memandang heran.
Kelima orang ketua dari Hek-tung Kai-pang itu menjadi marah dan mendongkol sekali. Ditolong orang tidak
berterima kasih, bahkan lalu menyerang penolongnya, aturan dari manakah ini? Akan tetapi melihat
gerakan mereka, Goat Lan tersenyum dan berkata, “Biarlah Ngo-wi Pangcu, biar ia melepaskan
dunia-kangouw.blogspot.com
kemarahannya kepadaku!”
Maka terpaksa kelima orang she Hek itu lalu mundur, membiarkan Goat Lan menghadapi It-ci-sinkang
Cong Tan yang marah-marah. Memang Cong Tan tadi merasa mendongkol dan malu sekali karena dia
yang tadinya menyombongkan kepandaiannya dan hendak merebut kedudukan pangcu dari Hek-tung Kaipang,
baru beberapa jurus saja telah kena tertotok seperti arca bergelimpangan!
Dan pada saat Goat Lan menolongnya, dia sebetulnya sama sekali tidak mengerti bahwa dirinya ditolong
dan dikiranya bahwa nona itu mempermainkannya dan sengaja melukai pundaknya, maka ia pun menjadi
semakin marah. Untuk melampiaskan kedongkolannya kepada para ketua Hek-tung Kai-pang, ia tak berani
karena merasa tidak dapat menang, maka kini dia sengaja hendak memperlihatkan kepandaiannya dengan
menyerang gadis ini. Mustahil ia akan kalah menghadapi seorang gadis muda seperti ini!
“Rasakanlah pembalasan dari It-ci-sinkang Cong Tan!” serunya sambil menyerbu Goat Lan yang berdiri
dengan tenang itu.
Cong Tan memang bertenaga besar, ia ahli tenaga gwakang dan setiap hari melatih diri di rumahnya
dengan mengangkat dan mempermainkan batu-batu besar yang beratnya ratusan kati, juga dia telah
melatih jari-jari tangannya sehingga jari-jari tangan itu dapat memukul hancur batu! Yang paling hebat
adalah dua jari tangan kanan dan kirinya, yaitu telunjuk dan jari tengah, karena dia bersilat dengan jari-jari
ini terbuka, digunakan untuk menotok jalan darah lawan!
Akan tetapi, segera ia mendapat kenyataan bahwa bertempur melawan gadis cantik jelita yang
mengeluarkan aroma harum seperti kembang ini, sama halnya dengan bertempur melawan bayangannya
sendiri pada waktu terang bulan. Ke mana juga ia menubruk dan menyerang, selalu yang tertangkap dan
terpukul olehnya hanyalah angin belaka!
Dia bagaikan seekor kerbau gila yang menyerang kain merah yang diikatkan di depan tanduknya.
Menubruk sana menyerang sini, tapi selalu mengenai angin. Goat Lan sambil tersenyum-senyum
mempermainkan orang ini. Hitung-hitung latihan, pikirnya!
Tiga puluh jurus telah lewat dengan cepat dan karena setiap pukulan yang dikeluarkan oleh Cong Tan
disertai tenaga gwakang yang besar, maka setelah menyerang tiga puluh jurus, tubuh orang ini telah basah
kuyup oleh peluhnya sendiri.
Hong Beng menonton pertempuran itu dengan tersenyum simpul karena dia merasa geli melihat lagak
Cong Tan, juga diam-diam dia menggelengkan kepala melihat kejenakaan tunangannya yang
mempermainkan orang besar itu.
Ada pun kelima orang ketua she Hek itu berdiri menonton sambil membelalakkan mata. Baru sekarang
mereka menyaksikan ginkang yang luar biasa lihainya. Hampir mereka tak dapat percaya betapa dengan
hanya mengandalkan keringanan tubuh nona itu dapat menghindarkan seluruh penyerangan Cong Tan.
Tiba-tiba terdengar seruan nyaring dari Goat Lan dan tubuhnya lenyap dari pandangan mata lawannya.
Karuan saja Cong Tan menjadi terkejut sekali. Terdengar suara tertawa di sebelah belakang dan
telinganya mendapat sentilan yang keras hingga terasa pedas sekali.
Cepat ia mengayun kedua tangan ke belakang, memukul lawannya yang ternyata sudah berada di
belakangnya itu. Akan tetapi, hanya nampak bayangan berkelebat dan gadis itu tahu-tahu sudah berada di
belakangnya pula, kini mengirim tendangan perlahan ke arah punggungnya sehingga dia merasa tulang
punggungnya sakit sekali serasa hampir patah-patah!
Demikianlah, dengan mengeluarkan ginkang-nya yang paling tinggi, Goat Lan melompat-lompat dan
membuat lawannya berputar-putar mengejar angin! Akhirnya saking jengkel, pening dan lelah, It-ci-sinkang
Cong Tan Si Jari Lihai tak dapat mempertahankan dirinya lagi. Bumi yang dipijaknya serasa berputar-putar,
matanya melihat ribuan bintang sedang menari-nari, dan akhirnya robohlah dia bagaikan orang mabuk!
Setelah peningnya lenyap, tanpa peduli dengan suara tawa yang riuh dari para pengemis Tongkat Hitam,
It-ci-sinkang Cong Tan lalu melompat dan berlari bagaikan seekor anjing terkena pukulan.
Kini kelima orang ketua Hek-tung Kai-pang itu kembali menghadapi Hong Beng, dan Hek Liong berkata,
dunia-kangouw.blogspot.com
“Bagaimana, orang muda? Sebagaimana sudah kukatakan tadi sebelum ada gangguan dari si sombong
itu, di antara kami Hek-tung Kai-pang dan kau orang muda she Sie tidak ada permusuhan sesuatu. Akan
tetapi, kau telah menghina kami dan melukai beberapa orang anggota kami, maka kami harap kau suka
minta maaf supaya kami tidak terpaksa melanjutkan pertikaian kecil yang tidak ada artinya ini.”
“Maaf, Pangcu,” Hong Beng menjawab dengan tenang sekali. “Aku bersedia minta maaf andai kata
kedatanganku ini dianggap lancang dan ikut mencampuri urusan kalian. Akan tetapi untuk satu hal itu,
sukarlah bagiku untuk minta maaf. Ketahuilah Pangcu, kemarin ketika aku datang ke tempat ini, aku
melihat kawan-kawanmu telah mengeroyok seorang pendekar budiman sehingga tentu saja aku tak dapat
membiarkan begitu saja satu orang dikeroyok demikian rupa oleh kawan-kawanmu. Dalam hal ini, kawankawanmulah
yang bersalah dan sudah sepatutnya bila kawan-kawanmu itu yang minta maaf pada
pendekar yang sedang menderita sakit itu!”
Hek Liong mengerutkan keningnya, tanda bahwa ia tidak puas mendengar jawaban ini.
“Saudara Sie! Kami dapat menerima ucapanmu tadi. Menurut penuturan kawan-kawan kami, orang gila
kemarin itu sudah mengacau dan menghina kawan-kawan kami, dan dia dikeroyok oleh karena
kepandaiannya lebih tinggi dari pada kepandaian kawan-kawan kami. Kau sebagai orang luar, sudah
membantu sepihak tanpa melihat dulu sebab-sebab pertempuran. Dan sekarang, karena kau telah datang
ke sini dan untuk mempertahankan nama serta kehormatan kami, kami ingin sekali menerima pelajaran
darimu!”
Sambil tersenyum tenang Hong Beng bangun berdiri dari tempat duduknya. Memang inilah maksud
kedatangannya, untuk mencoba kepandaian lima orang ketua itu. Memang mungkin dia dapat mencegah
pibu ini dengan memberi penjelasan dan memperkenalkan siapa adanya pengemis yang dianggap gila itu.
Akan tetapi ia bersabar dulu dan sebelum memperkenalkan Lo Sian, ia hendak lebih dulu merasai
bagaimana lihainya kelima orang pangcu itu.
“Pangcu,” katanya dengan mulut masih tersenyum, “kini aku sudah datang dan menurut kata-kata orang,
perkenalan akan menjadi lebih erat sesudah dua pihak mengadu tenaga dan mengukur kepandaian
masing-masing. Maka, sebelum kita melanjutkan percakapan ini, marilah kita main-main sebentar!”
Lima orang ketua dari Hek-tung Kai-pang itu lalu berdiri dan bersiap menanti di lapangan pertempuran
yang tadi. Semua pengemis segera mengurung lapangan itu dan memilih tempat duduk, dengan wajah
tegang akan tetapi dengan sinar mata gembira mereka siap menonton pertandingan ilmu silat yang ramai!
Para ketua mereka tadi sudah memperlihatkan kepandaian mereka, dan pemuda yang tampan itu sudah
menyaksikannya pula, tetapi sekarang pemuda itu berani menghadapi lima orang ketua itu, mudah saja
diduga oleh para pengemis yang kesemuanya memiliki ilmu silat itu bahwa pemuda ini tentulah memiliki
kepandaian tinggi!
Ada pun Goat Lan yang tadi pun telah menyaksikan kepandaian dari kelima orang ketua Hek-tung Kaipang
itu, merasa ragu-ragu apakah Hong Beng akan mampu menandingi mereka. Biar pun gadis ini tidak
ragu-ragu lagi akan kelihaian tunangannya, akan tetapi menghadapi lima orang ketua itu pun bukanlah hal
yang ringan.
Betapa pun juga, lima orang ketua itu telah merasa jeri kepadanya, dan kalau dia turut mencampuri urusan
ini, tentu akan berkurang kegagahan serta kejantanan Hong Beng dalam pandangan mata mereka. Maka
dia diam saja, duduk sambil tersenyum manis.
“Silakan, Ngo-wi Pangcu, terserah pada Ngo-wi apakah hendak maju menyerang dengan tangan kosong
ataukah dengan senjata!” kata Hong Beng dengan sikapnya yang tenang.
“Kami adalah pihak tuan rumah,” jawab Hek Liong, “dan kau adalah tamu kami. Sudah sepatutnya bila tuan
rumah melayani kehendak tamu. Silakan kau saja yang menentukan, Sie-enghiong, kami hanya melayani
saja.”
Hong Beng berpikir cepat. Dalam hal pibu, orang tidak boleh berlaku sungkan-sungkan, apa lagi
menghadapi keroyokan lima orang seperti Ngo-hengte ketua Hek-tung Kai-pang ini. Kalau ia menghadapi
mereka mengandalkan tangan kosong, meski pun ia tidak takut dan merasa yakin takkan kalah, namun
selain agak sukar mengalahkan mereka, juga ia tidak dapat memperlihatkan kelihaian ilmu tongkatnya.
dunia-kangouw.blogspot.com
Ia tahu bahwa kelima orang ketua Hek-tung Kai-pang ini mengandalkan kehebatan ilmu tongkat mereka.
Maka jalan yang paling tepat untuk membuat mereka tunduk betul-betul adalah mengalahkan Ilmu Tongkat
Hek-tung-hoat mereka dengan ilmu tongkat pula.
Hong Beng lalu membungkuk untuk mengambil sebatang cabang kering yang besarnya selengan orang
saja dan panjangnya hanya dua kaki lebih, kemudian sambil menjura ia berkata,
“Siauwte sudah mendengar mengenai kehebatan Hek-tung-hoat, dan karena kebetulan sekali siauwte
pernah mempelajari sedikit ilmu tongkat yang masih sangat rendah, maka siauwte akan merasa gembira
dan berterima kasih sekali apa bila dapat menambah pengetahuan ilmu tongkat dan menerima sedikit
pelajaran ilmu tongkat dari Ngo-wi untuk membuka mata siauwte!”
Hek Liong dan kawan-kawannya saling pandang dengan heran dan tersenyum. Mereka menganggap
pemuda ini terlalu lancang dan terlalu berani. Ia telah diberi kesempatan untuk memilih, kenapa justru
memilih hendak mengadu ilmu tongkat? Pemuda ini terang mencari penyakit, pikir mereka. Hek Liong yang
berpikiran adil, lalu berkata,
“Sie-enghiong, karena kau hanya memegang sebuah tongkat kayu yang kecil dan lemah, kami merasa
malu untuk maju berbareng. Biarlah aku seorang saja yang mencoba dan main-main sebentar dengan ilmu
tongkat itu.”
Panas hati Hong Beng mendengar ucapan ini. Terang sekali bahwa ia dipandang ringan sekali oleh ketua
ini. Maka sambil tersenyum ia berkata manis, akan tetapi mengandung tantangan,
“Pangcu, sudah kudengar tadi bahwa untuk menghadapi ketua dari Hek-tung Kai-pang, orang harus
menghadapi kelimanya sekaligus. Oleh karena adanya ketentuan itu, mana siauwte berani melanggarnya?
Harap saja Ngo-wi tidak berlaku sungkan-sungkan dan persilakan maju berbareng, karena bukankah
siauwte dianggap sebagai tamu yang harus dilayani oleh semua tuan rumah?”
“Hemm, jangan anggap kami keterlaluan, orang muda, kau sendiri yang minta kami maju berbareng!” seru
Hek Liong dengan mendongkol.
Nyata sekali bahwa pemuda ini tidak mau menerima kebaikannya. Kepandaian apakah yang diandalkan
hingga anak muda ini berani bersikap begini sombong? Ia lalu memberi tanda kepada empat orang adiknya
dan berbareng mereka mengeluarkan tongkat hitam mereka.
“Awas serangan!” seru Hek Liong.
Bagaikan lima ekor ular hitam, tongkat di tangan kelima orang ketua itu lalu menyambar ke arah tubuh
Hong Beng dari lima jurusan. Cepat dan kuat sekali gerakan serangan tongkat-tongkat itu sehingga angin
menyambar ke arah Hong Beng dari segala jurusan.
Akan tetapi, dengan memutar cabangnya, sekaligus Hong Beng telah dapat menangkis sehingga tongkattongkat
hitam itu terpental kembali. Barulah kelima orang ketua yang tadinya memandang rendah itu
menjadi terkejut setengah mati. Mereka merasa betapa dari cabang kecil di tangan pemuda itu yang
membentur tongkat-tongkat hitam mereka, seorang demi seorang merasa betapa telapak tangan mereka
seperti digurat pisau tajam rasanya!
Setelah dapat menduga bahwa pemuda itu bukanlah orang sembarangan, Hek Liong lalu berseru keras
dan ia cepat memutar-mutar tongkat hitamnya sedemikian rupa sehingga lenyaplah tongkat itu, berubah
menjadi segulung sinar hitam yang amat mengerikan dan dahsyat sekali datangnya. Juga keempat
saudaranya tidak mau kalah, mengikuti gerakan kakak mereka ini dan sebentar lagi nampaklah lima
gulungan sinar hitam bagaikan lima ekor naga sakti menyerang dan mengurung tubuh Hong Beng!
“Bagus, lihai sekali Hek-tung-hoat!” terdengar pemuda itu berseru, dan belum juga habis ucapannya itu,
mendadak lenyaplah tubuhnya, terbungkus oleh sinar putih kehijauan dari tongkat cabangnya yang diputar
secara luar biasa sekali!
Semua pengemis anggota Hek-tung Kai-pang menahan napas dan hampir tidak percaya kepada mata
sendiri. Kalau mereka sudah biasa melihat gerakan tongkat-tongkat hitam pangcu mereka, kini mereka
melihat gulungan sinar yang lebih hebat lagi. Lebih panjang, lebar dan mendatangkan angin keras hingga
semua pengemis yarig duduk di atas tanah mengelilingi tempat adu kepandaian itu, merasa muka mereka
dunia-kangouw.blogspot.com
tertiup oleh angin yang dingin sekali!
Pakaian mereka berkibar-kibar dan yang aneh sekali adalah hawa yang keluar dari sinar putih kehijauan itu
karena sebentar terasa dingin sekali dan sebentar pula terganti oleh hawa yang panas! Inilah Ngo-heng
Tung-hoat yang mengeluarkan hawa-hawa Im dan Yang, ilmu tongkat warisan dari Pok Pok Sianjin yang
dimainkan oleh Hong Beng dengan amat hebatnya, oleh karena pemuda ini memang hendak
menundukkan lima orang ketua Perkumpulan Pengemis Tongkat Hitam yang tadinya memandang rendah
kepadanya!
Apa bila tadi ketika merasakan tangkisan tongkat ranting di tangan Hong Beng, kelima orang ketua itu
merasa terkejut, adalah sekarang mereka tidak saja menjadi kaget, akan tetapi merasa amat terheranheran!
Seujung rambut pun mereka tidak pernah mengira bahwa pemuda itu selihai ini dan tak pernah pula
bermimpi bahwa di dunia ini ada ilmu tongkat sehebat ini! Mereka berusaha untuk memperhebat gerakan
tongkat mereka, mengurung dan menyerbu bayangan Hong Beng dengan seluruh tenaga, akan tetapi tiap
kali tongkat mereka terbentur oleh sinar putih kehijauan itu, tongkat mereka kembali dan memukul diri
sendiri!
Sampai empat puluh jurus lebih Hong Beng hanya mempertahankan dirinya saja dan tidak membalas
sama sekali. Akan tetapi, tetap saja lima orang lawannya tidak berdaya sama sekali dan tidak pernah dapat
menyentuhnya dengan senjata mereka.
Sesudah Hong Beng merasa puas menunjukkan kehebatan Ngo-heng Tung-hoat, secara tiba-tiba dia lalu
merubah gerakan tongkatnya dan mulai memainkan Pat-kwa Tung-hoat. Maka lebih hebat lagilah
akibatnya! Karena pemuda itu bersilat dengan gerakan kaki atau kedudukan sesuai dengan aturan pat-kwa
(segi delapan), maka lima orang lawannya itu seolah-olah menghadapi delapan orang pemuda! Bukan
mereka berlima yang mengurung, bahkan kini mereka merasa seperti terkurung oleh delapan orang!
Mereka kaget sekali dan gerakan mereka menjadi kacau balau. Nampaknya lawan muda itu berada di
depan akan tetapi baru saja mau diserang, dari belakang telah menyambar angin cabang dari pemuda itu,
seakan-akan pemuda itu dapat memecah dirinya menjadi delapan orang!
Sekarang para pengemis yang menonton sudah melupakan peraturan saking kagumnya. Mereka bergerak
dan memuji dengan kata-kata keras, bahkan Goat Lan sendiri setelah menyaksikan ilmu tongkat
tunangannya, menjadi bengong! Ia merasa bangga sekali dan diam-diam dia mengakui bahwa kalau
tunangannya itu mau bermain sungguh-sungguh, sepasang tombak bambu runcing sekali pun belum tentu
akan dapat mengalahkannya!
“Sie-enghiong, bukalah mata kami dengan seranganmu!” Hek Liong berkata keras sebab dia belum pernah
melihat serangan pemuda itu. Dia merasa amat penasaran dan hendak melihat bagaimana hebatnya
pemuda itu kalau menyerang.
“Maafkan, Pangcu!” terdengar Hong Beng berseru.
Seruan ini lantas disusul oleh teriakan kelima orang ketua itu dan terdengar suara keras. Tahu-tahu lima
batang tongkat hitam itu sudah terlepas dari pegangan masing-masing dan melayang ke atas! Mereka
cepat melompat mundur, dan melihat dengan melongo betapa Hong Beng menggerakkan tongkatnya ke
atas, diputar sedemikian rupa sehingga ia dapat mengelilingi kelima batang tongkat hitam itu, ‘menangkap’
lima batang tongkat itu dengan putaran cabangnya sehingga tongkat-tongkat itu terkumpul menjadi satu
dan ketika ia mengeluarkan tangan kiri ke depan, lima tongkat hitam itu telah berada dalam pegangannya.
Sambil tersenyum dan menjura, dia maju memberikan tongkat-tongkat itu kepada pemiliknya!
Untuk beberapa lama, kelima orang ketua Hek-tung Kai-pang itu memandang pemuda ini dengan bengong,
masih belum dapat mempercayai pengalaman mereka sendiri. Akan tetapi, tiba-tiba Hek Liong lalu
menjatuhkan diri berlutut di depan pemuda itu, diikuti oleh keempat orang adiknya! Terdengar sorak-sorai
para pengemis dan kelima orang ketua itu memimpin orang-orangnya berseru ramai,
“Hidup pangcu (ketua) yang baru! Hidup Sie-pangcu yang gagah!”
Bukan main kagetnya Hong Beng mendengar kata-kata ini dan melihat betapa semua pengemis sudah
berlutut mengelilingi dirinya!
“Ehh, ehhh, apa-apaan ini? Kuharap kalian tidak main-main dengan aku!” katanya gagap dengan muka
dunia-kangouw.blogspot.com
berubah merah, karena ia maklum bahwa ia telah dipilih dan diangkat oleh mereka menjadi pangcu!
Akan tetapi Hek Liong yang masih berlutut berkata dengan suara penuh permohonan, “Kami harap Taihiap
tidak menolak. Dengan setulusnya kami mengangkat Taihiap menjadi pangcu kami, karena selain Taihiap
seorang, tidak ada lagi orang di dunia ini yang patut menjadi pemimpin kami! Harap Taihiap sudi
memperkenalkan diri, siapakah sebenarnya Taihiap ini dan murid orang sakti dari mana?”
Hong Beng menjadi serba salah. Melihat ketulusan hati mereka, untuk menolak begitu saja dia tidak tega,
akan tetapi kalau dia menerima, bagaimana ia bisa menjadi pemimpin rombongan pengemis? Dia lalu
memandang ke arah tunangannya.
Dengan senyum lebar yang menambah keayuan, tahu-tahu Goat Lan telah melompat ke dekat Hong Beng.
Sambil memandang kepada tunangannya, gadis ini kemudian berkata, “Mereka bersungguh-sungguh,
tidak baik kalau menolak maksud jujur dari perkumpulan Hek-tung Kai-pang yang terkenal gagah dan
budiman ini!”
Sorak-sorai gembira menyambut ucapan gadis ini dan Hong Beng merasa seakan-akan tubuhnya
terbenam makin dalam lagi. Tiada harapan untuk keluar sesudah tunangannya sendiri bahkan
menghendaki dia menjadi pemimpin pengemis.
“Baiklah, baiklah, harap kalian semua suka bangun berdiri dahulu. Hal pertama yang tak kusukai adalah
supaya aku jangan terlalu dipuji-puji dan disanjung-sanjung. Aku bukan seorang raja, dan apa bila aku mau
menerima jabatan ketua, ini hanya terpaksa karena melihat kebaikan perkumpulan ini.”
Semua orang berdiri dengan sikap hormat dan diam, menunggu ucapan ketua baru itu selanjutnya.
“Aku maklum bahwa kalian tentulah mengharapkan bantuanku untuk menghadapi bahaya yang mungkin
datang dari pihak Coa-tung Kai-pang,” kata pemuda yang cerdik ini. “Dan aku menerima pengangkatan ini
hanya saja dengan beberapa macam syaratnya.”
“Silakan Pangcu menentukan syarat-syarat itu, kami sekalian tentu saja bersedia untuk mematuhinya,
karena setiap syarat dan usul dari pangcu kami, merupakan perintah yang akan kami jalankan dengan
taruhan nyawa kami!”
Terharulah hati Hong Beng mendengar kata-kata ini. Dia menghela napas panjang dan berkata, “Tentu
kalian harus mengetahui keadaanku. Biarlah aku berterus terang kepada kalian karena kita adalah orangorang
sendiri, orang-orang sehaluan yang bertujuan ingin memberantas dan membasmi kejahatan!
Namaku Sie Hong Beng dan aku adalah putera dari pendekar besar Sie Cin Hai atau Pendekar Bodoh!”
Semua pengemis, terutama sekali Ngo-hengte, menahan napas dan bukan main terkejut serta girangnya
hati mereka. Kalau tadi mereka berlima masih merasa penasaran karena kalah sedemikian mudahnya oleh
pemuda ini, sekarang rasa penasaran itu lenyap sama sekali. Pantas saja pemuda itu lihai bukan main
karena tidak tahunya dia adalah putera dari Pendekar Bodoh yang namanya telah menggemparkan kolong
langit!
“Suhu-ku yang mengajar ilmu tongkat adalah Pok Pok Sianjin, tokoh terbesar dari barat!”
Kembali semua orang tertegun. “Nona ini tadi telah memperkenalkan diri sebagai murid Sin Kong Tianglo
dan Im-yang Giok-cu, akan tetapi tentu kalian belum tahu bahwa dia sesungguhnya adalah puteri dari
pendekar besar Kwee An di Tiang-an. Dan perlu pula kuberitahukan bahwa dia adalah... tunanganku!”
Merahlah wajah Goat Lan mendengar keterangan ini. Ingin ia mencubit tunangannya itu yang dianggapnya
berlebihan telah memperkenalkan dirinya pula.
“Nah, setelah kalian mengenal keadaan kami berdua, maka sekarang akan kukemukakan syarat-syaratku.
Biar pun aku menerima jabatan ketua, akan tetapi tidak mungkin bagiku untuk selalu berada di tempat
perkumpulan kalian ini. Aku mengangkat kelima Saudara Hek sebagai wakil. Segala sesuatu mengenai
perkumpulan kuserahkan kepada mereka berlima untuk mengurusnya. Dan aku pun tidak mau menurut
kebiasaan kalian, tak mau memakai pakaian sebagai pengemis. Akan tetapi aku telah menerima jabatan
ini, maka aku bersumpah hendak membela serta melindungi Hek-tung Kai-pang dan bertanggung jawab
apa bila ada sesuatu yang mengancam dan yang mengganggu perkumpulan kita!”
dunia-kangouw.blogspot.com
Ramailah sorak-sorai para pengemis mendengar kesanggupan ini. Inilah yang mereka harapkan. Dengan
adanya pemuda putera Pendekar Bodoh ini menjadi ketua mereka, maka mereka tidak takut menghadapi
penjahat yang bagaimana pun juga. Juga mereka kini tidak kuatir lagi akan serbuan atau gangguan Coatung
Kai-pang!
Kemudian Hek Liong berkata kepada Hong Beng, “Pangcu, kami mempersilakan Pangcu bersama Lihiap
untuk datang ke tempat pertemuan kita yang kita sebut Istana Pengemis untuk merayakan pengangkatan
ini, juga untuk mengesahkannya!”
Beramai-ramai semua pengemis itu lalu mengiringkan Hong Beng dan Goat Lan menuju ke sebuah hutan
di sebelah utara tempat itu. Hutan ini besar sekali dan ketika sampai di tengah hutan, Hong Beng dan
tunangannya melihat sebuah kuil kuno yang baru saja diperbaiki. Sungguh pun dari luar nampak sangat
miskin, akan tetapi huruf-huruf yang dipasang di luar kuil amat gagah dan angker. Huruf-huruf itu berbunyi:
Istana Pengemis HEK TUNG KAI PANG.
Ketika kedua orang muda itu diarak masuk, Hong Beng dan Goat Lan terkejut sekali karena di sebelah
dalam sungguh amat berbeda dengan keadaan di luar. Di situ sangat indah dan mewah. Meja dan kursi
serta perabot-perabot lain terdiri dari barang-barang pilihan yang mahal, terukir indah dan serba baru!
Benar-benar patut menjadi perabot dan isi ruang sebuah istana kaisar!
Tahulah kini Hong Beng dan Goat Lan mengapa banyak yang berhati serakah hendak menduduki jabatan
ketua dari perkumpulan pengemis ini. Tidak tahunya keadaan mereka begitu kaya raya.
Memang sesungguhnya para pengemis itu yang hidupnya hanya bekerja mengemis dan juga menerima
upah dari pekerjaan kasar atau membantu orang menjaga keamanan, selalu mengumpulkan hasil
pekerjaan mereka kemudian menyerahkannya kepada pusat sehingga dapatlah dibangun isi istana yang
mewah ini. Di samping perabot-perabot yang indah itu, ternyata banyak pula terdapat harta simpanan yang
besar jumlahnya.
Setelah bercakap-cakap lebih mendalam, tahulah kedua orang muda itu bahwa harta benda itu bukannya
disimpan begitu saja, akan tetapi digunakan untuk menolong rakyat miskin dengan jalan menderma dan
lain-lain. Maka semakin kagumlah mereka terhadap perkumpulan pengemis ini dan semakin yakinlah hati
Hong Beng bahwa menjadi ketua perkumpulan macam ini sekali-kali bukanlah hal yang merendahkan
namanya!
Ketika mereka duduk bercakap-cakap, masuklah pengemis-pengemis yang masih muda, yaitu anggotaanggota
yang ditugaskan untuk mengeluarkan hidangan dan kembali Hong Beng dan Goat Lan tercengang
karena hidangan yang dikeluarkan merupakan hidangan-hidangan yang mewah dan mahal, sedangkan
araknya pun adalah arak Hangciu yang lezat dan harum, bukan arak sembarang arak.
Pesta berjalan secara amat meriah dan dua orang muda itu mendapat kenyataan bahwa pengemispengemis
itu makan hidangan mereka dengan cara yang amat beraturan dan sopan. Benar-benar
mengagumkan sekali!
Pada saat pesta berjalan ramai, tiba-tiba dari luar pintu terdengar suara bentakan parau dan keras, “Hektung
Kai-pang Pangcu, sambutlah kami!”
Belum lenyap gema suara itu, orangnya sudah melayang masuk dan tahu-tahu di tengah ruangan itu telah
berdiri dua orang pengemis tua yang berpakaian tambal-tambalan akan tetapi bersih sekali dan mereka
memegang tongkat ular! Ternyata mereka ini adalah dua orang pengurus Coa-tung Kai-pang tingkat satu!
Coa-tung Kai-pang mempunyai banyak sekali pengurus. Pengurus yang bertingkat satu saja ada tujuh
orang, dan mereka ini adalah murid dari seorang tosu tua yang menjabat kedudukan pemimpin besar dan
bernama Coa Ong Lojin.
Ada pun dua orang pengurus tingkat satu yang datang ini bernama Kim Coa Jin dan Bhok Coa Jin. Mereka
ini mendapat laporan dari tiga orang pemimpin Coa-tung Kai-pang yang telah roboh di tangan Ngo-hengte
dari Hek-tung Kai-pang pagi tadi. Dengan marah Kim Coa Jin dan Bhok Coa Jin segera mendatangi istana
pengemis di dalam hutan itu dengan maksud untuk merobohkan lima orang ketuanya.
Dengan tindakan kaki berlagak sekali kedua orang tua itu sambil menggerak-gerakkan tongkat ular di
tangannya menghampiri meja Hek Liong dan adik-adiknya yang duduk di sebelah kiri Hong Beng dan Goat
dunia-kangouw.blogspot.com
Lan. Kim Coa Jin tertawa bergelak di depan lima orang pengurus Hek-tung Kai-pang itu lalu berkata,
“Pangcu-pangcu dari Hek-tung Kai-pang benar-benar tak memandang mata kepada kami dari Coa-tung
Kai-pang. Mengadakan perjamuan minum arak sedemikiah ramainya sama sekali tidak mengundang! Haha-
ha, benar-benar tidak memandang mata kepada orang segolongan.”
Hek Liong maklum bahwa dua orang tua ini memang datang hendak membuat ribut dan melihat sikap
mereka yang kasar ia tidak mau membiarkan pangcu-nya yang baru untuk menghadapinya. Karena itu ia
sendiri lalu berdiri bersama empat orang adiknya, menjura sebagai penghormatan sambil berkata,
“Maaf, Ji-wi datang tanpa kami ketahui sehingga tidak semenjak siang-siang mengatur penyambutan.
Silakan duduk dan minum arak kami yang murah!” Sambil berkata begini Hek Liong lalu mengeluarkan dua
buah cawan, kemudian mengisi sendiri cawan-cawan itu sampai penuh dengan arak harum.
“Ha-ha-ha-ha-ha!” Bhok Coa Jin tertawa bergelak, lalu dengan gerakan cepat sekali dia mengulur tongkat
ularnya sambil berkata, ”Biarlah tongkatku mencoba dahulu bagamana rasanya arakmu!”
Sambil berkata demikian, sekali tongkatnya bergerak ke depan, kedua cawan arak yang disuguhkan itu
terguling di atas meja dan araknya tumpah membasahi meja! Kemudian ujung tongkatnya yang berkepala
ular itu meluncur memasuki mulut guci, dari mulut guci itu keluarlah uap hijau bergulung ke atas!
“Ha-ha-ha! Ternyata arakmu cukup baik!” kata Bhok Coa Jin kepada lima orang pengurus Hek-tung Kaipang
itu. “Marilah kita minum arak dari guci yang sudah dicoba isinya oleh tongkatku tadi!”
Tanpa diketahui oleh orang lain, Goat Lan membisikkan sesuatu kepada Hong Beng sambil memberikan
tiga buah pil merah kepada tunangannya itu. Hong Beng lalu berdiri dan mendahului kelima saudara Hek
itu berkata kepada dua orang tamu yang aneh ini,
“Ji-wi Lo-kai (Dua Tuan Pengemis Tua), melihat bentuk tongkatmu, aku dapat menduga bahwa kalian
tentulah pengurus-pengurus dari Coa-tung Kai-pang! Pertunjukanmu tadi lucu sekali dan kebetulan aku
adalah seorang yang paling doyan arak beruap! Marilah aku menemani kau berdua minum arak!”
Sambil berkata demikian, tanpa menanti jawaban tamunya, Hong Beng mengambil guci arak tadi dan
mengisikan arak ke dalam cawan-cawan tamunya yang tadi terguling, juga dia mengisi cawannya sendiri
sampai penuh.
Semua orang melihat betapa arak yang keluar dari guci itu telah berwarna hijau, padahal tadinya berwarna
kemerahan! Lima orang pengurus Hek-tung Kai-pang menjadi pucat karena mereka maklum bahwa arak
itu telah dicampuri racun!
“Arak itu beracun!” seru Hek Liong marah.
“Ha-ha-ha! Ternyata ketua dari Hek tung Kai-pang berhati pengecut! Kalah oleh orang muda berhati tabah
dan gagah ini!” Kim Coa Jin berkata sambil tertawa bergelak-gelak. “Siapakah pemuda ini yang menantang
kami minum arak? Kami tidak sudi minum arak dengan segala orang tak ternama!”
Makin marahlah Hek Liong mendengar ucapan ini. “Bukalah matamu baik-baik karena kau sedang
berhadapan dengan pangcu kami yang baru!”
Kim Coa Jin dan Bhok Coa Jin melengak dengan hati heran. Kini mereka memandang kepada Hong Beng
dengan penuh perhatian. Kemudian mereka menjura ke arah Hong Beng sebagai penghormatan yang
dibalas oleh Hong Beng dengan sepatutnya.
“Tidak tahu siapakah nama Pangcu yang terhormat?” tanya Kim Coa Jin.
“Siauwte bernama Sie Hong Beng dan secara kebetulan saja siauwte telah dipilih menjadi pangcu dari
Hek-tung Kai-pang yang mulia. Tidak tahu siapakah Ji-wi dan ada keperluan apakah dua orang penting
dari Coa-tung Kai-pang datang ke sini?”
“Hemm, kami adalah pengurus-pengurus Coa-tung Kai-pang, namaku Kim Coa Jin dan ini adalah adikku
Bhok Coa Jin. Kami tidak tahu bahwa Hek-tung Kai-pang telah berganti pengurus. Bagus, bagus, kami
harap saja biar pun kau masih muda, akan tetapi sudah terbuka pikiranmu untuk menggabungkan
dunia-kangouw.blogspot.com
perkumpulanmu yang kecil ini pada Coa-tung Kai-pang yang besar sehingga tak perlu ada pertikaian lagi.”
“Ji-wi Lo-kai, hal itu tak mungkin dilakukan. Setiap perkumpulan tentu mempunyai tujuan sendiri-sendiri,
dan biarlah kita melakukan tugas kita masing-masing tanpa harus saling mengganggu, bukankah dengan
demikian akan lebih baik lagi dan tidak ada pertikaian? Aku akan memberi nasehat kepada semua anggota
perkumpulan kami supaya jangan mengganggu perkumpulanmu, dan sebaliknya aku juga mengharapkan
dari pihakmu ada kebijaksanaan seperti itu.”
Tiba-tiba Kim Coa Jin tertawa bergelak dengan suara menghina dan memandang rendah sekali.
“Pangcu, kau ternyata masih hijau seperti usiamu. Marilah kita minum arak hijau ini untuk menambah
pengalamanmu. Beranikah kau?”
“Mengapa aku tidak berani?” kata Hong Beng yang sudah menelan tiga butir pil ang-tan pemberian
tunangannya tadi.
Ia percaya penuh akan kelihaian tunangannya yang paham betul akan segala macam racun dan
pengobatannya, maka ketika tadi Goat Lan menyerahkan pil itu sambil berbisik bahwa itulah pil penawar
dan penolak racun hijau, ia segera menelannya dan bertindak seperti yang dituturkan di atas.
Sekarang dia mengangkat cawan araknya, diturut pula oleh kedua orang tamu itu yang memandangnya
dengan mata heran akan tetapi mulut tersenyum mengejek. Mereka lalu minum arak itu. Sekali tenggak
saja arak hijau itu lenyap dalam perut Hong Beng.
Sekarang barulah kedua orang pengemis tua itu terheran-heran. Biasanya, racun hijau yang dimasukkan di
dalam arak itu amat keras. Jangankan menghabiskan secawan, baru minum beberapa tetes saja cukup
untuk membakar isi perut orang dan menewaskannya seketika itu juga.
Akan tetapi, pemuda yang tampan dan tenang ini setelah minum secawan tidak kelihatan terpengaruh
sama sekali, seakan-akan arak itu tidak ada apa-apanya! Mereka menjadi penasaran dan Kim Coa Jin
sendiri kini memasukkan kepala tongkatnya ke dalam guci, menambah racun itu dan menuangkan isi guci
ke dalam tiga cawan yang sudah kosong, memenuhinya kembali.
“Kau kuat minum secawan lagi, Pangcu?” tanyanya menantang.
Hong Beng tersenyum. “Mengapa tidak kuat? Marilah kita minum untuk kesejahteraan Hek-tung Kai-pang!”
Kembali mereka minum dan sekali lagi Kim Coa Jin dan Bhok Coa Jin saling pandang dengan heran.
Jangankan menjadi mabuk atau roboh binasa, muka pemuda tampan itu merah pun tidak.
“Secawan lagi, Ji-wi Lokai?” Kini Hong Beng yang menantang!
Dua orang pengemis tua itu menjadi bingung. Obat penawar yang tadinya sudah mereka telan hanya
cukup kuat untuk menolak racun dua cawan arak, maka kalau harus minum secawan lagi, mungkin mereka
takkan kuat menahan dan akan roboh binasa dengan isi perut terbakar!
“Cukup, cukuplah, Pangcu!” berkata Kim Coa Jin sambil menggerakkan tongkat ularnya. “Sudah terbuka
mata kami bahwa biar pun masih muda, ternyata kau adalah seorang yang kuat minum. Tidak tahu apakah
ilmu tongkatmu sekuat kemampuan minummu!”
Pada saat itu pula Hek Liong melangkah maju menghadap Hong Beng dan menyerahkan sebatang tongkat
hitam dengan sikap menghormat sekali. Tongkat ini baru saja ia ambil dari dalam sebuah kamar dan
ternyata bahwa tongkat ini luar biasa sekali. Memang warnanya hitam seperti tongkat-tongkat yang
dipegang oleh semua anggota Hek-tung Kai-pang, akan tetapi tongkat ini mengeluarkan cahaya mengkilap
dan ternyata dapat digulung.
“Tongkat ini adalah peninggalan sucouw kami Hek-tung Kai-ong. Sudah berpuluh tahun tidak ada orang
yang dapat mempergunakan tongkat lemas ini, maka sekarang kami serahkan kepada Pangcu!”
Hong Beng menerima tongkat itu dengan girang dan ketika ia memegang tongkat itu, ia merasa kagum dan
juga girang sekali. Ternyata bahwa senjata luar biasa ini terbuat dari logam yang amat kuat dan merupakan
sebatang tongkat pusaka yang ampuh sekali. Ia segera turun dari tempat duduknya dan menghadapi
dunia-kangouw.blogspot.com
kedua orang tamunya itu dengan sikap tenang.
“Ji-wi Lo-kai, kami telah cukup maklum bahwa kalian dari Coa-tung Kai-pang ingin sekali memperlebar
pengaruhmu, akan tetapi caramu ini benar-benar kurang sempurna. Apa kau kira bahwa di kolong langit ini
tidak ada orang-orang yang lebih pandai dari pada pemimpin-pemimpin Coa-tung Kai-pang? Tanpa
kusengaja, aku yang muda dan bodoh telah terpilih menjadi pemimpin Hek-tung Kai-pang, betapa pun
juga, aku akan membela perkumpulan ini dengan tongkat yang sudah dipercayakan kepadaku. Nah,
silakan Ji-wi maju mencoba kekerasan tongkat ini!”
Kim Coa Jin biar pun merasa amat kagum melihat betapa orang muda ini dapat minum racun dari tongkat
ularnya tanpa akibat sesuatu, tetap saja ia masih memandang rendah kepada Hong Beng. Tidak mungkin
pemuda ini mempunyai kepandaian silat yang dapat mengimbangi kepandaiannya sendiri.
Dia dan Bhok Coa Jin adalah dua orang di antara tujuh orang Pengemis Tongkat Ular tingkat satu.
Kepandaian mereka ini sudah sangat tinggi, oleh karena mereka merupakan murid-murid yang menerima
pelajaran langsung dari Coa Ong Lojin, datuk dari Coa-tung Kai-pang! Mereka telah mewarisi delapan
puluh bagian dari ilmu silat dan ilmu tongkat dan telah bertahun-tahun mereka merantau di seluruh
permukaan bumi Tiongkok.
Oleh karena memandang rendah dan tak ingin disebut licik, Kim Coa Jin berkata kepada Bhok Coa Jin,
“Sute, harap kau berdiri di pinggir saja dan biar aku sendiri yang mencoba kekuatan pangcu muda ini!”
Ucapannya ini dikeluarkan dengan mulut tersenyum.
Bhok Coa Jin juga tersenyum, lalu dia menancapkan tongkat ularnya di atas lantai dan duduk di atas
tongkat itu! Demonstrasi kekuatan lweekang ini saja sudah hebat sekali, karena lantai itu amat keras
namun dapat tertusuk oleh tongkat itu seakan-akan lantai itu terdiri dari tanah lumpur belaka!
“Silakan, Suheng, aku hendak menonton saja,” katanya.
“Nah, Sie-pangcu, marilah kita mulai!” kata Kim Coa Jin menantang.
“Majulah Kim-lokai. Sebagai tamu kau turun tangan lebih dulu,” jawab Hong Beng sambil memegang
tongkat hitamnya dengan cara sembarangan saja.
Ia memegang kepala tongkatnya sehingga tongkat itu tergantung lurus ke bawah, seperti seorang kakek
yang meminjam tenaga tongkat untuk membantu menunjang tubuhnya yang sudah lemah. Bagi orang yang
tidak tahu, tentu mengira bahwa pemuda ini tidak pandai ilmu silat dan bahwa caranya memasang kudakuda
itu tidak ada artinya sama sekali.
Akan tetapi pada saat Kim Coa Jin melihat cara Hong Beng memegang tongkat, hatinya tertegun. Itulah
kuda-kuda yang disebut Dewa Bumi Menangkap Ular, yakni semacam kuda-kuda yang tidak sembarang
orang berani menggunakannya untuk memulai sebuah pertempuran, karena kuda-kuda seperti ini amat
sukar dibuka dan dikembangkan.
“Awas serangan!” serunya dan Kim Coa Jin cepat menyerang dengan hebat.
Dia sengaja menyerang dengan gerakan yang paling hebat dan lihai, karena dia hendak merobohkan ketua
Hek-tung Kaipang ini dengan sekali gerakan saja! Tongkat ularnya dengan cepat bagaikan anak panah
terlepas dari busurnya menusuk ke arah dada Hong Beng, sedangkan tangan kirinya tidak tinggal diam,
melainkan meluncur pula di belakang tongkatnya untuk mengirimkan pukulan susulan yang dilakukan
dengan tenaga lweekang sehingga angin pukulan ini saja sudah cukup untuk merobohkan lawan!
Akan tetapi Hong Beng dengan gerakan Hek-hong Koan-goat (Bianglala Hitam Menutup Bulan)
menggerakkan tongkat hitamnya dengan putaran cepat sekali. Ketika tongkatnya bertemu dengan tongkat
ular lawannya, kedua tongkat itu menempel dan tongkat ular itu ikut pula terputar karena pemuda yang lihai
ini telah menggerakkan lweekang-nya untuk ‘menyedot’ dan menempel senjata lawan.
Karena kedua tongkat itu terputar cepat di depan mereka, otomatis pukulan tangan kiri pengemis tua itu
tertolak kembali! Kim Coa Jin mengerahkan tenaganya untuk membetot kembali tongkatnya dari tempelan
tongkat hitam lawannya akan tetapi ternyata tongkat itu seakan-akan telah berakar pada tongkat Hong
Beng. Ia merasa penasaran sekali dan sambil mengerahkan seluruh tenaganya dia berseru keras sekali
dan tiba-tiba tubuhnya terjengkang ke belakang dan hampir saja dia jatuh ketika secara mendadak Hong
dunia-kangouw.blogspot.com
Beng melepaskan tempelannya!
Bukan main kagetnya hati Kim Coa Jin merasakan kelihaian pangcu muda dari Hek-tung Kai-pang ini.
Sambil menggereng laksana seekor harimau terluka ia lalu menerjang maju, memutar-mutar tongkatnya
dengan hebat bagaikan angin puyuh dan kini benar-benar dia mengeluarkan ilmu tongkatnya yang lihai,
karena dia sudah maklum sepenuhnya bahwa pemuda itu bukanlah orang sembarangan, melainkan murid
orang pandai!
Akan tetapi Hong Beng tetap saja berlaku tenang. Dengan puas dan gembira sekali dia mendapat
kenyataan bahwa tongkat hitam yang lemas pada tangannya itu benar-benar merupakan senjata istimewa.
Walau pun tongkat itu lemas, akan tetapi dapat menerima saluran tenaga lweekang dengan baik sekali,
sehingga tidak kalah ‘enaknya’ dipakai dari pada sebatang ranting kecil!
Dia lalu memainkan Ngo-heng Tung-hoat dan melayani lawannya dengan gerakan yang membuat
lawannya menjadi pening kepala. Ngo-heng Tung-hoat adalah semacam ilmu silat yang mengambil sari
dari lima anasir atau lima sifat, bisa sekuat baja, selemah air, sepanas api! Juga gerakan tubuh Hong Beng
yang lincah dan gesit membuat tubuhnya lenyap dari pandangan mata, terbungkus oleh gulungan sinar
tongkat yang menghitam!
Kim Coa Jin sebagai tokoh tingkat satu dari Coa-tung Kai-pang, tentu saja memiliki ilmu silat yang sudah
sangat tinggi. Akan tetapi harus dia akui bahwa selama hidupnya, baru sekarang dia bertemu dengan
tandingan yang demikian tangguhnya.
Ilmu Tongkat Coa-tung-hoat bukanlah ilmu silat sembarang saja, tetapi memiliki sifat-sifat tersendiri yang
sangat kuat dan berbahaya. Gaya Ilmu Tongkat Coa-tung-hoat ini amat ganas dan kejam serta memiliki
tipu-tipu yang licik dan berbahaya sekali karena ilmu ini tercipta di antara jalan hitam, di antara orang-orang
yang memiliki pikiran dan tabiat yang kurang baik.
Tongkat yang berbentuk ular itu saja mengandung bagian-bagian rahasia sehingga dapat mengeluarkan
senjata-senjata rahasia berupa jarum-jarum berbisa. Malah dari mulut ular itu, apa bila dikehendaki oleh
pemakainya, dapat mengeluarkan semacam uap berbisa yang berbahaya sekali.
Hong Beng sengaja tidak mau melukai Kim Coa Jin dan hanya mendesaknya dengan ilmu tongkat yang
memang lebih tinggi tingkatnya. Pemuda ini biar pun masih muda dan mempunyai darah panas namun ia
memang cerdik sekali, dan ia maklum bahwa kalau ia sampai melukai orang ini, maka permusuhan antara
kedua partai pengemis akan menjadi semakin mendalam. Pihak Coa-tung Kai-pang tentu akan menjadi
makin sakit hati dan menaruh dendam hati yang maha berat. Dia ingin menghindarkan hal ini, maka ia
hanya mendesak lawannya dengan tongkat hitamnya, berusaha untuk mengalahkan Kim Coa Jin dengan
serangan-serangan yang tidak membahayakan jiwanya.
Bhok Coa Jin yang menonton pertandingan itu menjadi marah serta penasaran sekali. Bhok Coa Jin
mempunyai watak yang lebih berangasan dan keras dari pada suheng-nya. Melihat betapa suheng-nya
tidak dapat menangkan pemuda itu bahkan terdesak hebat sekali, tiba-tiba dia berseru keras dan
membantu suheng-nya menyerang Hong Beng.
“Pengemis curang, perlahan dulu!” Mendadak terdengar bentakan merdu dan tahu-tahu tongkat yang
diputar oleh Bhok Coa Jin itu telah terpental mundur karena tertangkis oleh sebatang tongkat bambu
runcing yang digerakkan secara luar biasa.
Bhok Coa Jin terkejut dan lebih-lebih kagetnya ketika ia melihat bahwa yang menangkis tongkatnya itu
adalah nona cantik yang tadi ia lihat duduk di dekat Hong Beng.
“Bocah kurang ajar!” seru pengemis tua ini dengan marah. “Siapakah kau, berani sekali menghalangi Bhok
Coa Jin?”
“Hemm, agaknya kau terlalu sombong dan menganggap diri sendiri paling hebat,” Goat Lan menyindir.
“Kau mau tahu siapa aku? Namaku Kwee Goat Lan dan kalau lain orang takut mendengar namamu, aku
bahkan merasa muak karena nama besarmu itu sama sekali tidak sesuai dengan sifatmu yang pengecut!”
“Kurang ajar!” Bhok Coa Jin memaki dan tongkatnya segera meluncur cepat mengarah tenggorokan nona
itu.
dunia-kangouw.blogspot.com
Akan tetapi cepat sekali sepasang tongkat bambu runcing di tangan gadis itu bergerak dan menjepit
tongkat ular Bhok Coa Jin sehingga tak dapat dicabut kembali. Betapa pun Bhok Coa Jin membetot
tongkatnya, tetap saja tongkatnya itu bagaikan terjepit oleh dua potong besi yang kuat sekali. Barulah dia
merasa amat terkejut dan heran. Bagaimana gadis muda ini dapat memiliki tenaga yang demikian
hebatnya?
Juga Goat Lan merasa gemas sekali terhadap pengemis tua yang berangasan dan kasar ini. Dia sudah
menggerakkan sepasang bambu runcingnya yang lihai ketika Hong Beng berkata mencegahnya,
“Lan-moi, jangan layani dia. Biarkan saja dia mengeroyokku agar mereka tahu kelihaian Hek-tung Kaipang!”
Walau pun hatinya mendongkol dan tidak puas, Goat Lan maklum akan maksud ucapan tunangannya ini
dan ia melompat mundur. Dia tahu kalau ia turun tangan, maka hal ini akan mengurangi keangkeran Hektung
Kai-pang.
Sebaliknya, diam-diam Bhok Coa Jin merasa lega melihat gadis yang lihai itu melompat mundur. Tak
banyak cakap lagi ia lalu menyerbu dan menyerang Hong Beng, membantu suheng-nya.
Jika sekiranya keadaan Hong Beng berbahaya apa bila dikeroyok dua, tentu betapa pun juga Goat Lan
akan memaksa turun tangan. Akan tetapi ia maklum bahwa menghadapi dua orang pengemis Coa-tung
Kai-pang itu, tunangannya takkan kalah sebab kepandaian Hong Beng masih lebih tinggi tingkatnya. Dia
lalu duduk kembali dan menonton dengan sikap tenang. Sebaliknya, para anggota Hek-tung Kai-pang
merasa kuatir juga melihat betapa ketua mereka dikeroyok dua oleh lawan-lawan yang amat tangguh itu.
Menghadapi keroyokan dua orang lawan yang tidak boleh dipandang ringan itu, Hong Beng
memperlihatkan kehebatan ilmu tongkatnya. Dia segera merubah gerakan tongkat hitamnya dan kini dia
mainkan Ilmu Tongkat Pat-kwa Tung-hoat yang gerakannya jauh lebih cepat dari pada Ngo-heng Tunghoat.
Sebentar saja, seperti halnya lima saudara Hek pada waktu menghadapi pemuda ini, dua orang pengurus
Coa-tung Kai-pang ini merasa pening serta pandangan mata mereka menjadi kabur. Mereka merasa heran
dan juga penasaran sekali karena selama hidup mereka, belum pernah mereka menyaksikan ilmu tongkat
yang seperti itu. Ilmu Tongkat Hek-tung-hoat pernah mereka lihat, akan tetapi ilmu silat tongkat yang
dimainkan oleh ketua baru dari Hek-tung Kai-pang ini benar-benar tidak mereka kenal.
Sebaliknya, bagi Hong Beng juga tak mudah untuk mengalahkan kedua lawannya tanpa menggunakan
serangan kilat yang sedikitnya akan melukai mereka. Maka terpaksa, biar pun dia tidak ingin melukai kedua
lawan ini, dia harus memperlihatkan kepandaiannya.
Sekali dia mengerahkan tenaga, maka terdengar suara keras sekali dan dua batang tongkat ular itu patah
di tengah-tengah. Berbareng dengan patahnya kedua tongkat itu, dari dalam tongkat menyembur keluar
banyak sekali jarum hitam ke arah Hong Beng. Akan tetapi pemuda ini dengan mudah saja lalu memukul
semua sinar hitam itu dengan tongkatnya dan sebagai pembalasan, dua kali tongkatnya bergerak ke
bawah dan kedua orang lawannya itu terjungkal tanpa dapat mengelak lagi!
Untung bahwa Hong Beng hanya mempergunakan sedikit tenaga, karena kalau pemuda ini berlaku kejam,
meski pun kedua orang pengemis tua itu memiliki kekebalan, mereka tentu akan patah-patah tulang
kakinya. Kini mereka hanya merasa kedua kaki mereka sakit sekali dan untuk beberapa lama mereka tidak
mampu berdiri. Mereka hanya duduk memandang dengan mata terbelalak, lebih merasa heran dari pada
merasa marah.
“Kau... kau siapakah? Dan ilmu sihir apakah yang sudah kau gunakan untuk merobohkan kami?” Akhirnya
Kim Coa Jin dapat juga berkata sambil merangkak mencoba bangun. Begitu pula Bhok Coa Jin dengan
muka meringis menahan sakit mencoba untuk bangun berdiri.
“Tadi sudah kukatakan bahwa namaku Sie Hong Beng dan aku telah diangkat menjadi pangcu dari Hektung
Kai-pang!” jawab Hong Beng sederhana. “Kalian datang dan roboh bukan karena kehendak kami,
akan tetapi kalian sendiri yang mencari penyakit. Harap kalian jangan persalahkan kami.”
Akan tetapi jawaban ini tidak memuaskan hati mereka, dan Hek Liong yang juga merasa tidak puas
mendengar jawaban pangcu-nya, kemudian berdiri dan berkata dengan suara lantang,
dunia-kangouw.blogspot.com
“Bukalah matamu baik-baik, kalian orang-orang Coa-tung Kai-pang! Pangcu kami adalah putera dari
Pendekar Bodoh dan murid dari Pok Pok Sianjin! Dan pendekar wanita yang kalian pandang rendah ini, dia
adalah tunangan pangcu kami yang gagah dan Lihiap adalah murid dari Sin Kong Tianglo dan Im-yang
Giok-cu! Apakah keterangan ini masih belum cukup?”
Pucatlah muka kedua orang pengemis tua itu ketika mendengar nama-nama besar dari para pahlawan dan
tokoh dunia persilatan itu. Akhirnya Kim Coa Jin pun menarik napas panjang dan berkata, “Dasar nasib
kami yang sial, bertemu dengan keturunan Pendekar Bodoh! Buah yang jatuh tidak akan menggelinding
jauh dari pohonnya!” Setelah berkata demikian, dengan terpincang-pincang Kim Coa Jin dan Bhok Coa Jin
pergi meninggalkan tempat itu.
“Tahan...!” seru Hong Beng dan tubuhnya berkelebat mendahului kedua orang itu. Ia kini berdiri
menghadapi mereka sambil bertolak pinggang dan matanya memandang tajam penuh ancaman. “Apa
maksud kata-katamu tadi? Apa maksudmu berkata bahwa buah tidak akan jatuh menggelinding jauh dari
pohonnya?”
Kim Coa Jin tersenyum mengejek “Watak anak takkan berbeda jauh dengan bapaknya. Suhu-ku pernah
menceritakan bahwa Pendekar Bodoh adalah seorang yang selalu turut mencampuri urusan orang lain,
seorang yang selalu turun tangan dan bertindak dengan sewenang-wenang mengandalkan
kepandaiannya. Dan kau agaknya tidak berbeda jauh dengan ayahmu itu!”
“Siapakah suhu-mu?” tanya Hong Beng.
“Suhu kami adalah pendiri dari Coa-tung Kai-pang, yang bernama Coa Ong Lojin!”
Sambil berkata demikian Kim Coa Jin memandang tajam karena mengharapkan pemuda itu akan menjadi
terkejut mendengar nama suhu-nya. Akan tetapi ternyata Hong Beng menerima keterangan ini dengan
dingin saja, sungguh pun dia pernah mendengar nama orang tua yang sakti itu.
“Pernahkah suhu-mu bentrok dengan ayahku?”
“Belum, belum pernah. Akan tetapi Suhu sudah cukup banyak mendengar dari kawan-kawannya, dan Suhu
ingin sekali bertemu dengan ayahmu untuk melihat sampai di mana sih kepandaiannya maka dia dan
puteranya sesombong ini!”
Tiba-tiba muka Hong Beng menjadi merah sekali, tanda bahwa ia marah.
“Jahanam berlidah busuk!” makinya sehingga Goat Lan yang sudah berdiri di dekatnya menjadi terkejut,
karena tak disangkanya sama sekali bahwa tunangannya yang lemah lembut dan sopan santun ini
sekarang begitu marah sampai memaki orang. “Kau pandai benar memutar balik duduknya perkara!
Pantas saja kau menjadi pengurus Perkumpulan Tongkat Ular sebab watakmu seperti ular, lidahmu
berbisa. Kalian yang datang mengacau di perkumpulan kami akan tetapi kalian yang menuduh kami suka
mencampuri urusan orang lain! Memang ayahku suka mencampuri urusan orang lain, urusan orang jahat
macam engkau yang suka mengganggu orang, dan hal seperti itu tentu saja ayahku dan aku tak akan
tinggal diam memeluk tangan!”
Hampir saja Hong Beng mengangkat tangan menjatuhkan pukulan, kalau saja Goat Lan tidak menyentuh
pundaknya sambil memandang dengan senyum menghibur. Pemuda ini menjadi marah sekali karena
mendengar ayahnya dicela oleh dua orang jahat seperti Kim Coa Jin dan Bhok Coa Jin.
Kedua orang pengemis dari Coa-tung Kai-pang itu segera pergi dengan muka pucat dan tak berani
menengok lagi. Goat Lan lalu menghibur tunangannya dengan kata-kata yang halus,
“Sudahlah, Koko, untuk apa mencurahkan kemarahan terhadap orang-orang macam itu? Mereka sudah
dikalahkan dan tentu mereka sudah merasa kapok.”
“Mudah-mudahan begitu,” jawab Hong Beng. “Akan tetapi aku masih merasa amat kuatir kalau-kalau
mereka akan datang lagi bersama kawan-kawan mereka untuk mengganggu Hek-tung Kai-pang.”
“Kalau begitu, lebih baik kita menanti dahulu sampai beberapa hari di sini, untuk menjaga keselamatan
perkumpulan. Memang sudah menjadi kewajibanmu untuk melindunginya dari serangan orang-orang jahat.
dunia-kangouw.blogspot.com
Biarlah mereka mendatangkan suhu mereka, aku pun sudah pernah mendengar nama Coa Ong Lojin yang
terkenal jahat. Betapa pun lihainya, kita pasti akan dapat mengalahkannya.”
Demikianlah, dua orang muda ini terpaksa menunda keberangkatan mereka dan berjaga di tempat itu
bersama para pengurus Hek-tung Kai-pang sampai sepekan lamanya. Dan ini pulalah sebabnya maka
mereka tidak cepat menyusul Lili dan Lo Sian yang pergi ke rumah Thian Kek Hwesio sehingga setelah
menanti tiga hari lamanya, Lili menjadi hilang kesabaran dan mengajak bekas suhu-nya itu pergi ke
Shaning, ke rumah orang tuanya sebagaimana telah dituturkan di bagian depan.
********************
Betapa pun Lili berusaha untuk membantu ingatan Lo Sian ia tetap gagal, karena Lo Sian benar-benar
tidak ingat apa-apa lagi.
“Suhu, kau bernama Lo Sian dan berjuluk Sin-kai (Pengemis Sakti), cobalah ingat-ingat lagi, Suhu. Aku
bernama Sie Hong Li atau Lili yang dahulu pernah kau tolong dari tangan Bouw Hun Ti. Dan tidak ingatkah
kau kepada suheng-mu Mo-kai Nyo Tiang Le?” Untuk kesekian kalinya di dalam perjalanannya menuju ke
Shaning, Lili berkata kepada bekas suhu-nya.
Lo Sian hanya menggeleng kepalanya dengan wajah sedih. “Sebenarnya, sudah hampir setiap malam aku
mencoba mengerahkan seluruh ingatanku, akan tetapi tiada gunanya. Ingatanku akan hal-hal yang lampau
bagaikan sebuah goa yang hitam pekat. Memang, namamu dan juga namaku sendiri terdengar tidak asing
bagi telingaku, akan tetapi aku benar-benar sudah lupa. Baiklah, mulai sekarang aku bernama Lo Sian lagi
dan engkau bernama Lili, akan tetapi jangan kau suruh aku mengingat-ingat akan hal yang lalu. Aku tidak
sanggup, anak baik.”
Akan tetapi, jalan pikiran Lo Sian masih biasa dan baik sekali. Pertimbangannya masih sempurna,
mencerminkan wataknya yang budiman dan gagah perkasa. Pada suatu hari, ketika mereka sedang
melanjutkan perjalanan menuju ke kota Shaning mereka melihat sebuah makam yang dibangun indah
sekali di pinggir jalan. Besarnya makam itu seperti rumah orang, merupakan bangunan gedung yang indah
dan mahal. Lo Sian nampaknya amat tertarik dan kagum. Dia berdiri di depan makam itu sambil
memandang ke dalam seperti seorang yang terpesona.
“Suhu, coba kau ingat-ingat, makam siapakah ini?”
Seperti bicara kepada diri sendiri, Lo Sian berkata perlahan, “Sudah pasti bukan makam Lie Kong Sian...
bukan, bukan makam Lie Kong Sian!”
Lili memandang dengan terharu. “Suhu, benarkah Lie-supek telah meninggal dunia?”
Lo Sian mengangguk pasti. “Memang dia sudah meninggal dunia dan agaknya aku akan bisa mengenali
kalau melihat makamnya. Akan tetapi entah di mana, entah bagaimana macamnya, hanya aku merasa
yakin akan mengenal makamnya. Dia sudah mati... tidak salah lagi...”
Pada saat bicara tentang kematian Lie Kong Sian, Lo Sian nampaknya sedih sekali dan Lili lalu terbayang
kepada pemuda tampan yang telah merampas sepatunya sehingga tak terasa mukanya telah berubah pula
menjadi merah sekali.
“Sesungguhnya, makam siapakah begini mewah dan mendapat penghormatan sebesar ini dari rakyat?”
tanya Lo Sian sambil membaca papan-papan pujian dan kain-kain berisi sajak yang bagus-bagus, juga
pada tempat hio (dupa) yang agaknya dibakari dupa setiap hari.
Lili menarik napas panjang. Apa bila suhu-nya tidak mengenal makam ini, benar-benar ia sudah lupa
segala. Siapakah yang tidak mengenal makam Jenderal Ho, pahlawan besar yang gagah perkasa dan
yang telah mengorbankan nyawa untuk kejayaan negara dan bangsa?
“Suhu, masa kau tidak ingat kepada makam Jenderal Ho ini?”
Lo Sian menggelengkan kepala. “Tidak, sama sekali tidak ingat lagi. Siapakah Jenderal Ho yang kau
sebutkan tadi?”
“Jenderal Ho adalah seorang pahlawan yang gagah perkasa. Dahulu ketika bala tentara Mongol
dunia-kangouw.blogspot.com
menyerang pedalaman Tiongkok dan hampir saja bisa membobolkan pertahanan, Jenderal Ho inilah yang
berhasil memukul musuh mundur sampai keluar dari Tembok Besar. Juga ketika terjadi pemberontakan di
selatan sehingga kedudukan Kaisar sudah terjepit, kembali Jenderal Ho dan pasukannya yang berjasa
besar dan berhasil memukul hancur para pemberontak.”
“Dan bagaimana ia sampai meninggal dunia?”
“Dia gugur dalam peperangan ketika pasukan kerajaan menyerang ke timur. Biar pun dia telah terluka
hebat di dalam peperangan itu, namun dia masih sanggup untuk memimpin pasukannya dan mengatur
barisan sambil duduk di atas tandu dan dia menghembuskan napas terakhir di atas tandu itu pula! Karena
jasa-jasanya terhadap negara inilah maka namanya terkenal di seluruh negeri sehingga semua rakyat tak
ada yang tidak mengenal namanya. Inilah makamnya. Suhu, apakah kita akan masuk dan memberi
penghormatan kepada makam Jenderal Ho yang besar? Di dalam terdapat orang yang menyediakan
dupa.”
Akan tetapi Lo Sian malah menggelengkan kepalanya dengan keras dan berkata setelah menghela napas
panjang. “Tidak perlu, aku tidak suka melihat kepalsuan ini!”
Lili memandang suhu-nya dengan dua mata terbelalak. “Apa maksudmu, Suhu? Palsu? Apanya yang
palsu?”
“Penghormatan ini, makam ini, semua adalah pemujaan dan pujian palsu belaka. Kau duduklah, Lili, dan
biarlah aku membuka pikiranmu yang masih hijau menghadapi segala kepalsuan dunia.” Mereka lalu duduk
di atas bangku batu yang banyak terdapat di depan makam besar itu.
“Sebelum aku membentangkan pendapat dan pandanganku, lebih dulu jawablah, apakah kau pernah
melihat makam-makam besar yang dihormati seperti ini untuk para prajurit-prajurit biasa yang gugur dalam
peperangan membela negara?”
Lili memandang bodoh kemudian menggelengkan kepalanya. “Belum pernah Suhu, yang selalu dihormati
adalah makam orang-orang besar, jenderal-jenderal, panglima-panglima besar, dan menteri-menteri.”
“Nah, itulah yang kukatakan palsu! Jenderal Ho ini dihormati, dipuji-puji karena katanya ia berjasa terhadap
negara, bahwa dia sudah mengorbankan nyawanya demi kepentingan negara. Bahkan orang-orang yang
katanya besar, sungguh pun tak usah mengorbankan nyawa dalam peperangan, tetap saja makamnya
terus dipuji-puji, namanya dihormati dan dicatat dalam sejarah sampai ribuan tahun! Apakah jasa prajurit
kecil itu kalah besarnya? Bukankah mereka itu pun mengorbankan nyawanya, bahkan maju di garis
pertempuran terdepan, gugur lebih dahulu dari pada para pemimpinnya yang hanya mengatur siasat
pertempuran dari belakang? Apakah mereka ini tidak jauh lebih berani, lebih gagah, dan berjasa dari pada
jenderal-jenderal itu? Namun, bagaimana nasib mereka? Mana makam mereka? Dan bagaimana keadaan
keluarga mereka yang ditinggalkan? Tak seorang pun mengingat lagi kepada mereka! Nah, inilah yang
kukatakan tidak adil dan palsu! Orang hanya pandai mengingat yang besar-besar selalu melupakan yang
kecil. Padahal, tanpa yang kecil-kecil, yang besar tidak ada artinya lagi. Apakah dayanya para pembesar
tanpa rakyatnya? Apakah artinya jenderal-jenderal tanpa prajurit-prajuritnya?”
Lili tertegun mendengar ucapan suhu-nya ini, akan tetapi sebagai anak Pendekar Bodoh yang banyak
mendengar tentang filsafat, dia tidak mau menyerah begitu saja dan masih membantah, “Akan tetapi Suhu,
sebaliknya, apakah artinya prajurit-prajurit dalam barisan tanpa pemimpin yang mengatur siasat
peperangan? Apakah artinya rakyat tanpa adanya pemimpin yang pandai?”
Lo Sian mengangguk-angguk. “Hemm, ada isinya juga kata-katamu tadi. Memang kedua hal itu perlu
sekali, keduanya merupakan dwitunggal yang tidak dapat dipisah-pisahkan. Betapa pun juga, lebih penting
anak buahnya dari pada kepalanya. Tanpa jenderal, tiap pasukan prajurit masih merupakan kekuatan yang
hebat. Tanpa pemimpin, rakyat masih merupakan massa yang kuat! Sebaliknya, tanpa pasukan, jenderal
hanya seorang yang sama sekali tidak berdaya menghadapi lawan. Tanpa rakyat, pemimpin hilang sifatnya
sebagai pemimpin. Oleh karena kukatakan tadi bahwa keduanya merupakan dwitunggal yang tak dapat
dipisah-pisahkan, mengapa orang hanya menghormati pemimpinnya saja tanpa mengingat anak
buahnya?”
Mendengar ucapan suhu-nya yang panjang lebar ini, diam-diam Lili merasa girang sekali, oleh karena dia
kini merasa yakin bahwa biar pun sudah kehilangan ingatannya dan lupa akan peristiwa yang terjadi pada
waktu yang lalu, ternyata suhu-nya ini masih memiliki pikiran sehat dan pandangan yang mengagumkan.
dunia-kangouw.blogspot.com
Sesudah bicara panjang lebar kepada Lili, Lo Sian lalu bangkit berdiri dan menghampiri tembok yang
mengelilingi makam itu. Ia mengerahkan lweekang-nya dan dengan jari-jari telunjuknya ia lalu mencoretcoret
tembok itu, menulis beberapa buah huruf yang artinya seperti berikut,
Jenderal Ho menerima penghormatan berkat pasukannya yang gagah perkasa. Siapa yang melihat makam
ini harus mengingat akan jasa dari setiap orang prajurit tak dikenal dalam pasukannya!
Biar pun dia menggurat-gurat tembok yang keras itu hanya dengan jari telunjuknya saja, akan tetapi
bagaikan sepotong besi kuat, jari itu menggores tembok sampai dalam dan tulisan itu tidak dapat dihapus
lagi!
Ketika melihat kejadian ini, orang-orang yang lewat di tempat itu lalu maju melihat dan mereka
mengeluarkan pujian melihat kekuatan jari telunjuk kakek itu. Tiba-tiba terdengar suara amat nyaring dan
keras,
“Bagus, tulisan yang gagah sekali!”
Ketika Lili dan Lo Sian menengok, ternyata di antara penonton itu muncullah seorang pemuda berpakaian
sebagai seorang panglima. Orangnya masih muda, tubuhnya tegap dan mukanya tampan dan gagah.
Dengan matanya yang tajam bersinar menatap Lili dan Lo Sian, orang ini menjura dengan penuh
penghormatan kepada Lo Sian dan Lili.
Lili melihat dengan herannya betapa semua orang yang melihat panglima muda ini, lalu mundur sambil
membungkuk-bungkuk, tanda bahwa panglima muda ini bukanlah orang sembarangan dan mempunyai
pengaruh yang besar. Dia merasa segan untuk membalas penghormatan itu, akan tetapi melihat suhu-nya
menjura dengan hormat, terpaksa ia pun mengangkat kedua tangan memberi hormat pula.
“Siauwte adalah Kam Liong, dan sebagai seorang panglima dari kerajaan, siauwte amat tertarik melihat
tulisan Lo-enghiong itu. Tidak tahu siapakah gerangan Lo-enghiong yang bersemangat gagah dan
berwatak jujur ini? Dan bolehkah kiranya siauwte mengetahui pula siapakah Siocia ini, murid ataukah
puterinya?”
Ucapan Kam Liong terdengar jujur dan tegas, seperti biasa ucapan seorang prajurit, dan Lo Sian
memandang kepada pemuda ini dengan mata gembira. Ia bisa menduga bahwa pemuda ini memiliki
kegagahan dan kejujuran hati.
Sebagaimana para pembaca tentu masih ingat, Kam Liong ini adalah putera tunggal dari panglima besar
Kam Hong Sin. Kam Liong pernah bertemu dan mengukur kepandaian dengan Lie Siong pada waktu Lie
Siong menolong Lilani dan Kam Liong menjadi tamu dari keluarga bangsawan Gui.
“Terima kasih atas keramahanmu, Kam-ciangkun,” kata Lo Sian ramah, “kami hanyalah orang-orang biasa,
namaku Lo Sian dan dia ini adalah muridku bernama Sie Hong Li, puteri dari pendekar Bodoh.”
“Suhu...!” Lili menegur suhu-nya sebab ia tak suka dirinya diperkenalkan kepada seorang pemuda asing.
Akan tetapi Lo Sian berpemandangan lain. Memang tidak ada gunanya memperkenalkan diri kepada orang
yang berwatak buruk, akan tetapi dia melihat pemuda ini sungguh pun mempunyai kedudukan tinggi, akan
tetapi peramah dan sopan, maka tidak ada salahnya memperkenalkan diri mereka.
Mendengar nama Lo Sian, wajah Kam Liong tidak berubah, akan tetapi saat mendengar bahwa gadis
cantik jelita itu adalah puteri Pendekar Bodoh, sikapnya langsung berubah sama sekali. Ia menjadi makin
menghormat dan cepat menjura kepada mereka berdua.
“Ahhh, tidak tahunya siauwte berhadapan dengan puteri dari Sie Taihiap yang terkenal! Kalau begitu, kita
bukanlah orang luar! Ayahku, Kam Hong Sin sudah kenal baik dengan ayahmu, Nona. Bolehkah aku
bertanya, di mana sekarang tempat tinggal ayahmu yang terhormat?”
Terpaksa Lili menjawab, “Ayah kini tinggal di kota Shaning.”
“Siauwte harap Lo-enghiong dan Nona sudilah mampir di kota raja, siauwte akan merasa gembira dan
terhormat sekali dapat menjadi tuan rumah.”
dunia-kangouw.blogspot.com
“Terima kasih, Kam-ciangkun. Maafkan kami tidak dapat pergi ke kota raja, karena kami hendak
melanjutkan perjalanan menuju ke kota Shaning,” jawab Lo Sian.
“Ahh, sayang sekali siauwte tidak dapat mengawal Ji-wi (Anda berdua) ke Shaning, akan tetapi biarlah lain
kali siauwte mengunjungi Sie Taihiap untuk menghaturkan hormat.”
Maka berpisahlah mereka, Kam Liong kembali ke kota raja sedangkan Lili dan Lo Sian melanjutkan
perjalanan ke kota Shaning. Di tengah perjalanan, Lo Sian berkata kepada Lili,
“Pemuda itu gagah dan baik sekali. Aku percaya dia tentu memiliki ilmu kepandaian yang tinggi.”
“Ayahnya memang berkepandaian tinggi, Suhu. Teecu pernah mendengar dari Ayah dan Ibu bahwa Kam
Hong Sin adalah seorang panglima yang mempunyai ilmu silat tinggi dan dulu pernah bertemu dengan
kedua orang tuaku.”
Gadis ini sambil berjalan kemudian menuturkan secara singkat kepada suhu-nya tentang pengalaman
orang tuanya pada waktu muda, pada saat bertemu dengan ayah panglima muda itu. (Hal ini dituturkan
dengan jelas dan menarik dalam cerita Pendekar Bodoh).
Tiba-tiba terdengar bunyi derap kaki kuda yang dilarikan cepat sekali dari arah belakang. Ketika tiba di
dekat mereka, seorang perwira tua yang menunggang kuda itu kemudian melompat turun dan bertanya,
“Apakah kau yang bernama Lo Sian?”
Lo Sian dan Lili menjadi heran sekali.
“Betul,” jawab Lo Sian. “Ada keperluan apakah kau mencariku?”
Perwira itu menyerahkan sepucuk surat yang tertutup kepadanya sambil melirik ke arah Lili. “Aku telah
menerima perintah dari Kam-ciangkun agar supaya menyerahkan surat ini kepada seorang nona yang
berjalan bersama dengan orang tua yang bernama Lo Sian. Kurasa kaulah Nona itu.”
Lili tidak mau menerima surat itu, dan Lo Sian yang menerimanya. Setelah memberikan surat itu, perwira
ini cepat-cepat melompat ke atas kudanya kembali dan tanpa memberi kesempatan kedua orang itu bicara,
dia sudah membalapkan kudanya kembali. Memang begitulah perintah komandannya, hanya
menyampaikan surat lalu segera meninggalkan mereka lagi.
“Kurang ajar sekali panglima muda itu!” kata Lili dengan muka merah. “Apa maksudnya memberi surat
kepadaku? Aku tidak sudi membacanya!”
“Jangan terburu nafsu, Lili. Tidak baik menuduh orang kalau belum melihat buktinya. Kau bacalah dahulu
surat ini, baru kemudian kita dapat melihat orang macam apakah adanya panglima muda she Kam itu,”
kata Lo Sian.
Dengan mulut cemberut dan muka merah Lili membuka sampul surat itu dengan kasar dan membaca surat
yang singkat itu.
Nona Sie,
Aku pernah bertemu dengan kakakmu dan karena dia menewaskan putera bangsawan, Gui Kongcu, kini
dia menjadi buruan pemerintah. Aku sebagai panglima tentu saja harus melakukan tugas ini, sungguh pun
aku bersimpati kepada kakakmu itu. Suruh dia supaya berhati-hati apa bila bertemu dengan perwiraperwira
kerajaan.
Yang tetap menghormat orang tuamu,
Kam Liong
Setelah membaca surat ini, berubahlah wajah Lili dan dia menjadi termenung. Perbuatan apakah yang
telah dilakukan oleh kakaknya? Yang dimaksud oleh Kam Liong ini tentulah Hong Beng, akan tetapi
mengapa ketika bertemu, Hong Beng tidak bercerita sesuatu tentang pembunuhan seorang bernama Gui
Kongcu?
dunia-kangouw.blogspot.com
“Surat apakah itu, Lili?” Pertanyaan Lo Sian ini menyadarkan Lili dari lamunannya.
Ia tak menjawab, hanya menyerahkan surat kepada bekas suhu-nya. Lo Sian membaca surat itu dan
kemudian berkata,
“Aku tidak tahu siapa adanya kakakmu, akan tetapi dari bunyi surat ini saja dapat diambil kesimpulan
bahwa pemuda she Kam itu memang benar orang baik hati.”
Akan tetapi Lili tidak menjawab karena ia masih merasa heran. Apakah perwira muda itu tidak
membohong?
“Teecu sendiri tidak tahu apakah isi surat ini tidak bohong, Suhu. Akan tetapi biarlah, kakakku Hong Beng
mana takut menghadapi ancaman dari para perwira kerajaan? Mari kita melanjutkan perjalanan kita,
Shaning tidak jauh lagi.”
Dua hari kemudian pada senja hari mereka tiba di kota Lianing, hanya beberapa puluh li lagi dari kota
Shaning. Di luar kota Lianing ini, di luar barisan hutan pada lereng bukit terdapat banyak kuil-kuil kuno yang
sudah kosong, karena sudah banyak yang rusak.
Pada siang hari banyak pelancong datang untuk melihat-lihat kuil kuno ini dan sekaligus mengagumi seni
ukir serta sajak-sajak kuno yang banyak ditulis pada tembok kuil. Akan, tetapi pada malam harinya, tempat
ini amat sunyi, karena selain gelap juga nampaknya angker menakutkan.
Akan tetapi Lo Sian lebih menyukai tempat seperti ini untuk bermalam dari pada hotel yang ramai. Maka,
malam hari itu mereka kemudian bermalam di kuil ini untuk menanti lewatnya malam dan untuk
melanjutkan perjalanan pada keesokan harinya.
Pada saat mereka menuju ke kuil itu di waktu hari telah mulai menggelap tiba-tiba di luar hutan itu
berkelebat bayangan orang. Lili yang merasa curiga melihat gerakan bayangan yang cepat ini, segera
mengejar. Akan, tetapi ketika dia tiba di luar hutan, bayangan itu sudah lenyap.
“Hemm, bayangan itu dari gerakannya menunjukkan bahwa dia adalah seorang berilmu tinggi. Malam hari
ini kita harus berlaku hati-hati, Lili,” kata Lo Sian.
Akan tetapi gadis yang tabah sekali ini hanya tersenyum dan sama sekali tidak merasa takut, sungguh pun
gerakan orang tadi juga membuat dia kagum.
Mereka memilih kuil yang bersih di mana terdapat sebuah kamar. Lili memakai kamar ini sebagai tempat
bermalam dan ia merebahkan diri di atas sebuah pembaringan batu yang kasar. Ada pun Lo Sian memilih
ruang belakang kuil itu.
Agaknya kekuatiran Lo Sian tidak terbukti, oleh karena sampai tengah malam tak terjadi sesuatu. Akan
tetapi, pada saat Lili dan Lo Sian sudah hampir pulas, tiba-tiba terdengar suara perlahan dari atas genteng
dan tahu-tahu bayangan hitam yang gerakannya ringan sekali melayang turun di ruangan belakang di
mana Lo Sian membaringkan tubuhnya. Pada waktu itu, bulan telah muncul dan ruangan itu yang tidak
tertutup genteng, nampak agak terang oleh cahaya bulan yang dingin.
Pendengaran Lo Sian masih sangat tajam dan begitu dia mendengar suara ini, lenyaplah kantuknya dan ia
segera bangun dan duduk memandang tajam.
Untuk sesaat bayangan itu tak bergerak, tapi terdengar sedu sedan di kerongkongannya dan tiba-tiba saja
bayangan itu menjatuhkan diri berlutut di depan Lo Sian sambil berkata perlahan, “Suhuuu..., ampunkan
teecu yang tidak kenal budi…”
Tentu saja Lo Sian menjadi terkejut dan heran sekali. Ia berdiri bengong untuk beberapa lamanya,
kemudian baru ia dapat berkata gagap,
“Eh, eh, nanti dulu. Kau siapakah dan mengapa menyebut Suhu kepadaku? Aku Lo Sian tidak mempunyai
murid lain kecuali Lili yang mengaku sebagai muridku!” Sambil berkata demikian, ia melangkah maju dan
memandang wajah orang itu dengan penuh perhatian.
Orang itu adalah seorang pemuda yang berwajah tampan, akan tetapi benar-benar Lo Sian tidak ingat lagi
dunia-kangouw.blogspot.com
siapa gerangan yang datang mengaku guru kepadanya itu.
“Sudah sepatutnya Suhu tidak sudi mengaku murid kepada teecu,” pemuda itu berkata dengan suara sedih
sekali, “teecu telah Suhu tolong dan lepaskan dari bahaya maut, lalu menerima budi Suhu yang sangat
besar. Akan tetapi teecu...,” kembali terdengar sedu sedan di kerongkongan pemuda itu.
“Sabar dulu, orang muda. Bukan aku tak sudi mengakui kau sebagai muridku, akan tetapi sesungguhnya
aku tidak kenal siapa kau ini.”
“Suhu, teecu adalah Kam Seng, anak yang dulu pernah Suhu tolong di sebuah kelenteng dan kemudian
menjadi murid Suhu. Lupakah Suhu kepada teecu yang bodoh?”
Akan tetapi tentu saja Lo Sian yang sudah kehilangan ingatannya itu tidak mengenalnya. Tiba-tiba saja
terdengar bentakan keras dan tubuh Lili berkelebat masuk dengan pedang Liong-coan-kiam di tangan.
“Bangsat rendah, kau berani datang ke sini?” Secepat kilat pedangnya menusuk ke arah tubuh Kam Seng
yang masih berlutut tidak bergerak itu!
Untung pada saat itu juga Lo Sian bergerak maju dan mencegah sehingga terpaksa Lili menahan
tusukannya. Akan tetapi sebetulnya cegahan Lo Sian itu kurang perlu, karena pada saat itu tubuh Kam
Seng sudah mencelat ke arah pintu dan menghilang di dalam gelap. Hanya terdengar suaranya dari luar,
“Aku tidak dapat melawanmu, Lili, tidak dapat membencimu! Betapa pun benciku kepada ayahmu, aku tak
dapat memusuhimu, kau tahu akan hal ini...”
“Bangsat rendah, jangan lari!” Lili membentak marah dan dia pun cepat melompat keluar hendak mengejar.
Akan tetapi di luar tidak terlihat bayangan Kam Seng lagi. Diam-diam Lili merasa sangat penasaran dan
juga heran mengapa kini ginkang dari pemuda itu jauh lebih hebat dari pada dahulu. Ketika dia kembali ke
ruangan itu, terpaksa dia menuturkan kepada Lo Sian tentang Song Kam Seng, putera dari Song Kun yang
dulu tewas di tangan ayahnya. Dia menuturkan pula betapa dulu Kam Seng telah ditolong oleh Lo Sian.
Pengemis Sakti ini menarik napas panjang dan berkata,
“Sayangnya dia menaruh hati dendam terhadap ayahmu, Lili. Melihat betapa pemuda itu masih ingat
kepadamu dan tidak mau melupakan budi, dia terhitung seorang yang masih memiliki pribudi.”
Lili tidak menjawab, akan tetapi kepalanya terasa panas sekali kalau dia teringat betapa pemuda itu dulu
pernah menciumnya! Betapa pun juga, agaknya dia tidak akan sampai hati membunuh Kam Seng, kalau
diingat bahwa pemuda itu pernah pula membebaskan dirinya dari kematian dan hinaan di dalam kuil Ban
Sai Cinjin.
Memang pemuda itu adalah Song Kam Seng yang kini sudah menjadi murid Wi Kong Siansu. Semenjak
kekalahannya terhadap Lili dan juga terhadap Lie Siong, pemuda ini merasa prihatin sekali.
Dia lalu mengajukan permohonan kepada suhu-nya untuk menurunkan ilmu silat yang lebih tinggi dan
bertekun mempelajari segala macam ilmu silat dari Wi Kong Siansu. Tidak heran apa bila ia mendapat
kemajuan yang amat pesatnya.
Pada saat itu ia sedang mengikuti suhu-nya melakukan perantauan, dan biar pun ia tidak berkata sesuatu,
namun ia merasa berdebar ketika mendengar bahwa suhu-nya hendak pergi ke Shaning mencari Pendekar
Bodoh! Ketika sampai di kota Lianing dan suhu-nya mengadakan pertemuan dengan kawan-kawan lama,
dia lalu berjalan-jalan seorang diri dan melihat Lili dengan gurunya dalam kota itu.
Tentu saja dia menjadi terkejut sekali dan hatinya terharu ketika dia melihat kedua orang itu. Teringatlah
dia ketika dulu Lili masih kecil bersama Lo Sian pula untuk menolongnya dari ancaman pisau Hok Ti
Hwesio di kuil dalam rimba milik Ban Sai Cinjin.
Diam-diam dia mengikuti mereka dan menahan nafsu hatinya untuk menjumpai suhu-nya itu. Dia kuatir
kalau-kalau Lili akan menyerangnya, maka menanti sampai tengah malam barulah dia masuk ke dalam kuil
menjumpai suhu-nya. Tak tahunya suhu-nya telah lupa sama sekali kepadanya dan hampir saja dia
menjadi korban pedang Lili!
dunia-kangouw.blogspot.com
Pada keesokan harinya, Lili mengajak suhu-nya melanjutkan perjalanan mereka. Mereka mampir dulu di
kota Lianing untuk makan pagi. Ketika mereka memasuki sebuah rumah makan, tiba-tiba saja wajah gadis
itu berubah dan tak terasa pula dia memegang tangan suhu-nya.
Lo Sian juga menengok dan dia melihat pemuda yang malam tadi mendatangi kuil telah duduk menghadap
meja bersama tiga orang lainnya. Kam Seng duduk bersama Wi Kong Siansu dan dua orang lain, dua
orang setengah tua yang nampak gagah. Yang seorang berhadapan dengan Wi Kong Siansu dan
memakai sebuah topi, dan sikapnya nampak sombong sekali. Orang ke dua bertubuh pendek serta
bermuka buruk bagaikan seekor monyet.
Song Kam Seng juga terkejut sekali ketika melihat Lili dan Lo Sian memasuki rumah makan itu. Untuk
sesaat matanya bertemu dengan mata Lili dan pemuda itu kemudian mengerutkan keningnya dengan hati
penuh kekuatiran. Ia kuatir sekali kalau-kalau gadis itu akan bentrok dengan Wi Kong Siansu, karena dia
pun maklum bahwa kepandaian Lili masih kalah jika dibandingkan dengan kepandaian gurunya.
Akan tetapi Lili yang tabah sekali tidak mempedulikan Wi Kong Siansu, bahkan dengan tenangnya lalu
mencari meja yang masih kosong. Meja satu-satunya yang kosong adalah meja yang berada dekat meja
Wi Kong Siansu itu. Akan tetapi, dengan langkah tenang dan gagah Lili mengajak suhu-nya duduk
menghadapi meja itu!
Wi Kong Siansu seolah-olah tidak mengetahui kedatangan nona yang pernah merasakan kelihaian
totokannya. Ia sedang bercakap-cakap dengan orang yang bertopi. Nampaknya mereka sedang berdebat
tentang sesuatu.
Orang bertopi itu adalah seorang jago silat dari Shantung, seorang ahli gwakang yang mempunyai tenaga
gajah. Namanya Can Po Gan, dan orang yang bertubuh kecil dan bermuka buruk itu adalah adiknya
bernama Can Po Tin.
Sungguh pun dia kecil dan buruk, akan tetapi kelirulah kalau orang memandang rendah kepadanya, karena
ilmu kepandaiannya bahkan lebih lihai dari pada kakaknya. Apa pula Can Po Tin terkenal mempunyai
kecerdikan dan kelicinan yang luar biasa sehingga di kalangan kang-ouw dia diberi nama poyokan Si Belut!
Secara kebetulan sekali, di kota ini mereka bertemu dengan Wi Kong Siansu yang telah mereka kenal dan
mereka kagumi, maka mereka lalu bercakap-cakap dengan asyiknya di restoran itu.
Biar pun matanya tidak memandang ke arah meja di mana Wi Kong Siansu, Song Kam Seng, dan kedua
orang sudara Can itu bercakap-cakap, akan tetapi Lili tertarik juga akan percakapan mereka dan
mendengarkan sambil minum air teh yang tadi dipesannya dari pelayan.
Ketika Lo Sian memandang kepadanya dengan mata bertanya, Lili segera mencelupkan telunjuknya ke
dalam cawan tehnya, dan menggunakan jari telunjuk yang basah itu untuk menulis huruf-huruf di atas meja
agar Lo Sian dapat membacanya. Ia menulis nama Wi Kong Siansu.
Lo Sian terkejut membaca nama ini karena telah beberapa kali Lili bercerita kepadanya mengenai tosu ini
yang sangat tinggi kepandaiannya dan yang diakui oleh Lili bahwa dia pernah roboh oleh totokan tosu itu!
Juga Lili pernah menceritakan bahwa Wi Kong Siansu ini adalah suheng dari Ban Sai Cinjin yang terkenal
jahat. Diam-diam Lo Sian juga turut memperhatikan orang-orang itu dan mendengarkan percakapan
mereka.
“Wi Kong Totiang tadi berkata benar, Twako,” terdengar Si Kecil Buruk berkata kepada kakaknya yang
mukanya nampak tidak percaya. “Betapa pun besarnya tenaga gwakang, akan celakalah kalau
menghadapi seorang ahli lweekeh, karena tenaga kasar itu hanya akan terbuang sia-sia.”
“Betapa pun juga sukar untuk dapat dipercaya!” bantah Can Po Gan sambil memandang pada Wi Kong
Siansu. “Aku lebih percaya bahwa tingkat kepandaian seseoranglah yang menentukan kemenangan. Tentu
saja, kalau misalnya aku menghadapi Wi Kong Totiang yang tingkatnya lebih tinggi dariku, aku pasti akan
kalah, tidak peduli Wi Kong Totiang mempergunakan gwakang mau pun lweekang. Akan tetapi kalau aku
menghadapi orang setingkat, biar pun dia ahli lweekeh, agaknya belum tentu aku akan kalah!”
Adiknya, Tan Po Tin tertawa hingga Lili merasa bulu tengkuknya meremang mendengar suara ketawa yang
tinggi kecil seperti suara ketawa seorang perempuan itu. Orang yang suara bicaranya demikian parau dan
besar bagaimana bisa tertawa seperti itu?
dunia-kangouw.blogspot.com
“Twako, kau tidak tahu. Kalau kau menghadapi orang yang ilmu kepandaian dan tenaga lweekang-nya
seperti Pendekar Bodoh, tenagamu yang besar takkan ada gunanya lagi.”
Marahlah Can Po Gan mendengar ini.
“Hemm, ingin sekali aku mencoba tenaga lweekang dari Pendekar Bodoh yang banyak didengungdengungkan
orang itu! Hendak kulihat apakah tenaganya ada selaksa kati!”
Wi Kong Siansu tersenyum. “Harapanmu akan terkabul, Can-sicu. Akan tetapi sebelum kau bertemu
dengan dia, lebih baik kau berhati-hati dan jangan terlampau mengandalkan tenagamu. Dengan ilmu silat
Hui-houw Ciang-hoat (Ilmu Silat Pukulan Harimau Terbang) agaknya kau masih akan mampu
menghadapinya, akan tetapi kalau kau mengandalkan tenagamu, jelas kau sudah keliru. Ketahuilah bahwa
di antara ahli-ahli lweekeh ada yang menyatakan bahwa tenaga gwakang amat lemahnya sehingga tidak
dapat menarik putus sehelai rambut. Dan kata-kata ini memang ada betulnya!”
“Totiang, mengapa kau pun memandang amat rendahnya kepada tenaga orang? Hendak kusaksikan
sendiri kebenaran kata-kata sombong ini.” Kini Can Po Gan yang berangasan menjadi marah dan
penasaran sekali.
“Kau ingin bukti? Nah, mari kita buktikan supaya dapat menambah pengalaman dan kau bisa bertindak
hati-hati,” jawab Wi Kong Siansu yang segera mencabut sehelai rambut jenggotnya yang panjang. Ia
memegang rambut itu pada ujungnya dan berkata,
“Can-sicu, coba kau tarik rambut ini dan kita sama-sama lihat apakah kau dapat menarik putus rambut ini!”
Can Po Gan tertawa keras dan ia segera menjepit ujung rambut itu dengan jari telunjuk dan ibu jarinya.
“Awas, Totiang, sekali tarik saja, akan putuslah rambut ini,” katanya dan ia mengerahkan tenaganya
menarik.
Akan tetapi sungguh heran! Ketika ditarik, rambut itu tidak menjadi putus, hanya mulur sedikit. Ia lalu
menambah tenaganya dan tahu-tahu rambut yang terjepit di antara kedua jarinya itu terlepas, akan tetapi
tidak putus!
Kembali terdengar suara ketawa yang kecil aneh dari Can Po Tin.
“Ingat, Twako. Rambut itu mempunyai tenaga lemas, apa lagi berada di dalam tangan Wi Kong Tosu!
Mana kau bisa memutuskannya?”
“Rambut itu terlalu licin!” kata Can Po Gan penasaran. “Kalau tidak terlepas, tentu aku akan dapat
memutuskannya!”
“Boleh kau coba sekali lagi, Can-sicu,” kata Wi Kong Siansu.
Kembali Can Po Gan memegang ujung rambut itu dan mulai menariknya. Rambut itu menegang sehingga
menjadi makin kecil.
Lili yang tadi mendengar nama ayahnya disebut-sebut, menjadi mendongkol sekali. Dia maklum bahwa Wi
Kong Siansu pasti telah melihatnya, karena mustahil seorang memiliki kepandaian tinggi seperti tosu itu
tidak melihatnya yang duduk demikian dekat.
Melihat betapa tosu itu tidak pernah mempedulikannya, bahkan berani bercakap-cakap membicarakan
ayahnya, tanda bahwa pendeta itu tidak memandang mata kepadanya, membuat gadis ini marah sekali.
Dia tidak merasa takut sedikit pun juga, meski pun dia maklum akan kelihaian Wi Kong Siansu.
Melihat pertapa itu bersama orang bertopi itu kembali akan mendemonstrasikan tenaga lweekang dan
gwakang, Lili lantas mengambil sebuah uang mas dari saku bajunya dan memegang uang itu di antara jarijari
tangan kirinya. Ia menanti dan melihat ke arah Wi Kong Siansu yang masih saja mengadu tenaga
melalui rambut itu dengan Can Po Gan. Setelah dilihatnya bahwa rambut itu telah menjadi tegang dan kecil
akan tetapi tetap saja tidak dapat putus, tiba-tiba Lili lalu menggunakan jari tangannya menyentil uang
emas di tangannya itu.
dunia-kangouw.blogspot.com
“Tingg...!” Nyaring sekali suara ini saat uang emas itu terkena sentilannya dan terlempar ke udara.
“Ahh...!” Wi Kong Siansu dan Can Po Gan berseru kaget karena ketika terdengar suara yang nyaring itu,
rambut yang mereka tarik telah putus dengan tiba-tiba sekali.
Tadinya Can Po Gan mengira bahwa dia sudah menang dalam pertandingan ini. Akan tetapi dia merasa
heran sekali ketika melihat Wi Kong Siansu dan adiknya, Can Po Tin, tidak memandang kepadanya
dengan kagum, sebaliknya menengok dan memandang ke arah meja di sebelah kirinya dan anehnya,
pandang mata Wi Kong Siansu nampak amat marah.
Dia pun segera menengok dan baru kali ini Can Po Gan melihat wajah Lo Sian yang kebetulan juga
sedang memandang kepadanya.
“Sin-kai Lo Sian!” Can Po Gan berseru ketika dia melihat dan mengenal kakek pengemis ini. Akan tetapi
tentu saja Lo Sian tidak mengenalnya dan mendengar namanya disebut, ia memandang dengan tajam.
Sementara itu, Wi Kong Siansu telah bangkit berdiri dan berkata kepada Lili,
“Hemm, puteri Pendekar Bodoh, engkau sungguh lancang dan jail seperti ayahmu! Akan tetapi aku harus
menyatakan kagum atas ketabahan hatimu. Apakah kau masih belum mengaku kalah terhadapku?”
Lili tetap duduk di bangkunya saat dia menjawab dengan suara dingin, “Wi Kong Siansu, menang dan
menang merupakan dua macam hal yang jauh berlainan! Menang dengan mutlak adalah kemenangan
yang dicapai dengan cara jujur dan berterang. Tapi ada pula kemenangan yang dicapai dengan
kecurangan dan dengan jalan pengeroyokan. Dahulu kemenanganmu terhadap aku adalah kemenangan
yang kedua ini. Siapa mau mengaku kalah terhadap kau? Seperti juga tadi, kau katakan rambut jenggotmu
itu tak dapat putus, bukankah dengan suara uang emasku saja sudah dapat terputus? Apakah hal ini boleh
dianggap kau telah kalah pula terhadapku?”
“Bocah bermulut lincah! Apakah kau datang ini sengaja hendak memancing pertempuran dengan pinto?”
Wi Kong Siansu bertanya penasaran.
“Tidak ada yang memancing pertempuran. Aku masuk ke dalam rumah makan umum untuk makan, apa
salahnya dan siapa berhak melarangku?”
“Akan tetapi, mengapa tadi kau berlancang tangan memutuskan rambutku dengan suara uangmu?” Wi
Kong Siansu makin penasaran.
“Siapa pula menyuruh kalian membawa-bawa nama ayahku dalam percakapan kalian?” balas Lili.
Tiba-tiba Wi Kong Siansu tertawa bergelak. “Betul pandai! Aku mengaku kalah berdebat dengan engkau.
Bagus, tolong kau sampaikan kepada ayahmu, bahwa kalau dia berani, aku mengundangnya untuk
menentukan siapa yang lebih unggul, kelak pada musim semi tahun depan di puncak Thian-san! Jika dia
tidak datang, akan kuanggap bahwa Pendekar Bodoh hanya namanya saja yang besar, akan tetapi
nyalinya kecil!”
“Siapa takut kepadamu?” kata Lili marah. “Jangan kata Ayah, aku sendiri pun tidak takut dan akan datang
pada waktu itu!”
Wi Kong Siansu duduk kembali, tidak mau mempedulikan lagi kepada Lili. Akan tetapi, kedua saudara Can
itu memandang dengan hati penuh penasaran. Bagaimana seorang tokoh besar seperti Wi Kong Siansu
dapat bercakap-cakap dengan seorang gadis muda seakan-akan bicara dengan orang yang sama tinggi
kedudukannya dalam kepandaian silat?
Pula, Can Po Gan yang mendengar bahwa gadis ini adalah puteri Pendekar Bodoh, dan bahwa putusnya
rambut tadi adalah disebabkan oleh gadis itu yang membunyikan uang emas dengan nyaringnya, dia
menjadi amat penasaran. Ia memandang dengan senyum mengejek dan berkata,
“Jadi inikah puteri Pendekar Bodoh? Ehhh, Nona, kau duduk semeja dengan Sin-kai Lo Sian, apamukah
dia?” tanya Can Po Gan dengan kasar dan menyeringai.
“Dia adalah Suhu-ku, kau mau apa tanya-tanya?” Lili yang memiliki hati tabah itu balas bertanya dengan
dunia-kangouw.blogspot.com
kasar.
Tidak saja kedua saudara Can itu yang terheran, bahkan Wi Kong Siansu juga tertegun mendengar ucapan
ini. Ia juga pernah melihat Lo Sian dan sudah mendengar pula akan kepandaian Pengemis Sakti ini, akan
tetapi apa bila dibandingkan dengan kepandaian gadis puteri Pendekar Bodoh itu, Si Pengemis Sakti akan
kalah jauh!
Hanya Kam Seng seorang yang menundukkan mukanya, diam-diam dia mengagumi Lili yang masih terus
mengaku guru kepada Lo Sian meski pun gadis itu kini telah memiliki kepandaian yang jauh lebih tinggi
dari pada Lo Sian!
Terdengar suara ketawa yang menyeramkan dari Can Po Tin ketika dia mendengar ini. “Sin-kai Lo Sian,
benar-benarkah Nona ini muridmu? Dan muridmu sudah berani berlaku kurang ajar terhadap Wi Kong
Siansu, kau diamkan saja? Alangkah kurang ajar dan tak tahu adat kau ini!”
Akan tetapi dengan tenang Lo Sian menjawab dengan suaranya yang dalam, “Kalian ini siapakah? Aku
tidak kenal dengan Ji-wi (Tuan Berdua), akan tetapi mengapa Jiwi hendak menggangguku?”
Mendengar jawaban ini, kedua saudara Can itu melengak. Akhirnya Can Po Gan yang berangasan itu lalu
bangkit berdiri dan dengan langkah lebar ia menghampiri Lo Sian.
“Pengemis jembel! Kau pura-pura tidak mengenal kami? Dulu kami pernah mengampuni jiwa anjingmu dan
sekarang kau masih berani berlaku demikian kurang ajar dan tidak memandang mata? Agaknya kau minta
dihajar lagi!”
Sambil berkata demikian, tangan kanan orang berangasan ini melayang dari atas dan memukul lengan
tangan Lo Sian yang diletakkan di atas meja. Lo Sian cepat menarik lengannya dan…
“Brakk!”
Kepalan tangan Can Po Gan yang keras itu bagaikan palu baja menimpa meja sehingga tembus! Cawan
air teh di depan Lili melayang ke atas dengan cepat karena getaran meja itu sehingga kalau tidak cepatcepat
Lili menangkapnya, tentu isinya akan tumpah. Gadis ini menjadi marah sekali dan cepat dia berdiri,
sementara itu Lo Sian sudah melompat ke belakang untuk menghindarkan diri dari serangan selanjutnya.
“Buaya darat!” Lili memaki sambil memandang dengan mata berapi. “Kepandaian macam itu saja kau
pamerkan di sini? Apakah kau tukang jual obat kuat?”
Can Po Gan memandang kepada Lili dengan senyum mengejek menghias pada bibirnya yang tebal. “Apa
kau tidak takut melihat tanganku ini?” Ia mengacungkan kepalan tangan kanannya yang kini menjadi
kemerah-merahan.
Melihat cahaya merah yang menjalar di sepanjang lengan tangan yang sangat besar itu, diam-diam Lili
terkejut dan mengetahui bahwa lengan tangan itu mempunyai kekuatan Ang-see-jiu yang berbahaya. Akan
tetapi ia tidak takut, bahkan ia lalu membuka telapak tangannya, mengulurkan ke depan dan berkata,
“Siapa sih takut kepada lengan tangan kasar berbulu macam itu? Gunanya paling banyak hanya untuk
memukul meja atau menakut-nakuti orang.”
“Bocah bermulut lancang! Kepalamu pun akan tertembus terkena pukulanku,” kata Can Po Gan.
Lili tersenyum dingin. “Begitukah? Coba kau tembuskan telapak tanganku ini, kalau dapat membuat aku
merasa sakit, aku mau berlutut di hadapan kakimu dan mengangkat kau sebagai Sucouw (Kakek Guru)!”
“Kau menantang?!”
“Beranikah kau memukul tanganku?”
“Siapa takut? Awas, kuhancurkan tanganmu yang kecil halus!” Setelah berkata demikian, Can Po Gan
langsung melakukan pukulan keras ke arah telapak tangan Lili yang sejak tadi diperlihatkan kepadanya.
Tanpa dapat terlihat oleh orang lain, karena gerakannya sangat cepat, tangan gadis itu lalu bergeser
dunia-kangouw.blogspot.com
sedikit dan jari telunjuknya menyentil dengan cepat dan keras ketika lengan tangan lawannya itu meluncur
lewat menyerempet telapak tangannya.
“Aduhh...!”
Can Po Gan menarik kembali lengannya, akan tetapi ia tak dapat menggerakkan lengan tangan kirinya
yang kini telah menjadi kaku seperti sepotong kayu itu!
Ternyata ketika tadi dia memukul, dari gerakan anginnya saja Lili sudah dapat mengelak sedikit tanpa
menggerakkan lengan, hanya menggerakkan pergelangan tangannya, lalu dia sudah melakukan sentilan
jari telunjuk untuk menotok jalan darah pada pergelangan siku lawannya!
“Jangan kau main-main terhadap gadis itu Sicu!” kata Wi Kong Siansu yang kini sudah melangkah maju.
Dengan beberapa kali urutan serta tepukan, totokan itu dapat dibebaskan dari lengan tangan Can Po Gan.
Akan tetapi Can Po Gan dan Can Po Tin sudah menjadi marah sekali dan mereka lalu mencabut golok
masing-masing, siap maju menggempur Lili.
Akan tetapi, sambil mengeluarkan seruan nyaring, tubuh Lili mencelat ke atas meja dan sekarang ia telah
berdiri di atas meja dengan tangan memegang sebatang pedang yang berkilauan saking tajamnya, yakni
pedang Liong-coan-kiam!
“Kalian mau mencari mampus? Boleh, boleh, majulah!” tantangnya dengan sikap gagah sekali.
Melihat ini, kedua saudara Can itu menjadi gentar juga. Sesungguhnya, kekalahan Can Po Gan tadi bukan
karena ilmu kepandaiannya jauh di bawah tingkat kepandaian Lili, akan tetapi terjadi oleh karena kurang
hati-hatinya dan kesembronoannya, juga karena tadinya dia memandang rendah. Sekarang melihat
ketabahan dan kekerasan gadis itu, apa lagi mengingat bahwa gadis itu adalah puteri Pendekar Bodoh,
setidaknya mereka menjadi ragu-ragu. Wi Kong Siansu lalu maju pula dan mencegah mereka.
“Ji-wi Can-sicu, tak perlu membikin ribut di sini. Kelak saja pada permulaan musim semi tahun depan, kita
mempunyai kesempatan banyak untuk mengadu tenaga dengan Nona ini.”
“Baiklah, kami akan menanti datangnya saat itu dengan hati tidak sabar,” kata Can Po Gan sambil duduk
kembali dan menyimpan senjatanya.
Ada pun Lili pada saat melihat sikap lawannya ini, juga tidak mau mendesak lebih lanjut, karena gadis ini
bukan tidak tahu bahwa kalau sampai terjadi pertempuran dan Wi Kong Siansu turun tangan, sukar sekali
bagi dia dan suhu-nya untuk mencapai kemenangan.
Lili melompat turun, menyimpan pedangnya dan memberi ganti kerugian kepada pelayan restoran,
kemudian ia mengajak suhu-nya untuk cepat-cepat meninggalkan tempat itu, karena kini dia menjadi
perhatian semua orang yang tadi menyaksikan peristiwa itu.
“Jangan lupa sampaikan undanganku kepada ayahmu!” Wi Kong Siansu masih berseru keras ketika Lili
dan Lo Sian sudah tiba di luar restoran.
Gadis itu tak menjawab karena ia merasa mendongkol sekali. Terang-terangan ayahnya ditantang oleh
tosu itu dan dia merasa penasaran sekali tidak dapat menghadapi tosu itu sekarang juga!
Ketika tiba di Shaning dan memasuki rumah keluarga Sie, Lo Sian disambut oleh Cin Hai dan Lin Lin
dengan penuh penghormatan. Kedua suami-isteri pendekar ini merasa amat berterima kasih kepada Lo
Sian dan mereka menyambutnya sebagai seorang penolong besar.
Sebaliknya Lo Sian merasa amat canggung dan juga kagum, melihat sepasang suami isteri yang namanya
sudah terkenal di seluruh penjuru bumi Tiongkok, akan tetapi yang ternyata bersikap ramah tamah dan
sederhana, juga suami-isteri itu sangat tampan dan cantik.
Pada waktu mendengar penuturan Lili mengenai keadaan Lo Sian, Cin Hai dan Lin Lin mengerutkan
keningnya. Apa lagi kelika mereka mendengar bahwa Lo Sian merasa pasti akan kematian Lie Kong Sian,
kedua orang ini menjadi amat berduka.
dunia-kangouw.blogspot.com
“Apakah kau tidak dapat mengingat di mana dan bagaimana cara Lie-suheng menemui kematiannya?”
tanya Cin Hai.
Akan tetapi Lo Sian menggeleng kepalanya. “Menyesal sekali, Taihiap. Ingatanku sudah lenyap sama
sekali, dan aku sendiri pun tidak tahu mengapa aku bisa berhal seperti ini. Sudah kucoba untuk
mengerahkan seluruh ingatan, namun hasilnya nihil belaka. Hanya dapat kurasakan dan agaknya sudah
terukir dalam-dalam di hatiku bahwa Lie Kong Sian Taihiap sudah tewas, entah dengan cara bagaimana
dan di mana, tapi yang sudah pasti menurut perasaan hatiku, tewas dalam cara yang amat mengerikan!”
“Suhu sudah lupa segala macam peristiwa yang lalu, Ayah. Bahkan nama sendiri pun dia telah lupa. Akan
tetapi pada waktu aku menjumpai Suhu dalam keadaan lupa ingatan dan rusak pikiran, Suhu berseru-seru
ketakutan dan mengucapkan kata-kata 'pemakan jantung', entah apa yang dimaksudkan.”
Mendengar kata-kata ini, wajah Lo Sian berubah agak pucat dan dia menghela napas berkali-kali. “Ucapan
ini sudah sering kali membuatku tak dapat tidur. Aku sendiri merasa bahwa dalam ucapan ini terkandung
hal yang amat hebat, akan tetapi sayang sekali, aku tak dapat mengingatnya lagi.”
Cin Hai dan Lin Lin merasa sangat kasihan melihat keadaan penolong puterinya ini dan tahu bahwa orang
ini perlu beristirahat dan mendapatkan hiburan. Maka ia merasa girang sekali mendengar keinginan Lili
untuk menahan suhu-nya tinggal di situ.
Mereka menyatakan persetujuan mereka, bahkan mereka setengah memaksa Lo Sian untuk tinggal di
sana, sehingga lenyaplah keraguan dan kesungkanan dari hati Lo Sian. Semenjak saat itu, dia tinggal
bersama Pendekar Bodoh dan menempati kamar bekas tempat tinggal Yousuf yang masih dibiarkan
kosong.
Ketika Cin Hai dan isterinya mendengar penuturan Lili mengenai Wi Kong Siansu yang menantang mereka
untuk mengadu kepandaian di puncak Thian-san pada musim semi tahun depan, Cin Hai hanya tersenyum
saja dan berkata tenang,
“Wi Kong Siansu seperti anak kecil saja. Betapa pun juga, undangan macam ini tak boleh tidak harus
disambut dengan gembira.”
Sebaliknya, Lin Lin berkata dengan muka merah, “Pendeta sombong! Kalau memang dia merasa
penasaran dan hendak mencoba kepandaian, mengapa dia tidak terus datang saja sekarang? Siapa yang
takut menghadapinya?”
Mendengar percakapan suami-isteri ini, Lo Sian menjadi kagum sekali. Sikap Pendekar Bodoh demikian
tenang dan tabah sebagaimana layaknya sikap seorang pendekar besar yang telah luas sekali
pengetahuannya. Dan sikap Lin Lin demikian gagahnya, sehingga mengingatkan Lo Sian kepada watak
Lili.
“Menurut pendapatku yang bodoh, orang yang mengundang pibu dengan menyebutkan waktu dan tempat
tertentu harus dihadapi dengan hati-hati. Kalau Wi Kong Siansu telah menetapkan waktu tahun depan dan
mengambil tempat di puncak Thian-san, tentulah dia telah merencanakan hal ini dengan semasakmasaknya
dan takkan mengherankan apa bila Taihiap kelak tak hanya akan bertemu dengan dia seorang
saja, akan tetapi dengan orang-orang lain yang lihai.”
Cin Hai mengangguk-angguk, ada pun Lin Lin segera berkata dengan wajah berseri-seri, “Lo-twako,
mendengar bicaramu aku jadi teringat kepada mendiang ayah angkatku! Kau sama benar dengan ayah,
hati-hati dan jauh pandangan.”
Sebentar saja Lo Sian merasa cocok dan suka sekali dengan sepasang pendekar besar itu yang
menyebutnya twako (kakak tertua), sedangkan Lili lalu menyebut dirinya twa-pek (uwa)…..
********************
Sesudah selama sepekan bersama Goat Lan menjaga di Istana Pengemis untuk menanti kalau-kalau pihak
Coa-tung Kai-pang datang membikin pembalasan, dan ternyata tidak terjadi sesuatu, maka Hong Beng
kemudian minta diri dari kelima saudara Hek. Bersama dengan tunangannya dia lalu berangkat menyusul
Lili ke kota Kiciu, tempat tinggal Thian Kek Hwesio, ahli pengobatan di kuil Siauw-lim-si itu.
dunia-kangouw.blogspot.com
Thian Kek Hwesio menerima mereka dengan girang sebab memang sudah lama ia kenal dan mengagumi
Goat Lan, murid tersayang dari sahabat baiknya, Sin Kong Tianglo. Ia merasa makin gembira ketika
mendengar betapa Goat Lan sudah berhasil mendapatkan To-hio-giok-ko obat satu-satunya untuk penyakit
putera kaisar.
Pada waktu Goat Lan menyatakan terus terang bahwa ia hendak ke Tiang-an dulu untuk mengambil kitab
Thian-te Ban-yo Pit-kip untuk mempelajari cara mempergunakan dua macam obat itu, Thian Kek Hwesio
segera berkata,
“Tidak usah, Nona. Tidak perlu kau membuang waktu untuk mengambil jalan memutar. Penyakit putera
kaisar sudah payah sekali dan kalau kau tidak cepat-cepat pergi ke kota raja dan segera mengobatinya,
mungkin kau akan terlambat dan pengharapan mendiang sahabat baikku akan sia-sia belaka.”
Terkejut Goat Lan ketika dia mendengar ucapan ini. “Habis bagaimana baiknya, Losuhu? Aku tidak tahu
apa macamnya penyakit yang diderita oleh Pangeran Muda itu dan tidak tahu cara bagaimana harus
mempergunakan obat yang langka ini.”
“Jangan kuatir, pinceng pernah mendengar keterangan dari sabahat baikku gurumu itu. Baiklah
kubentangkan sedikit agar supaya lebih jelas bagimu. Penyakit yang diderita oleh Pangeran Mahkota ini
adalah semacam penyakit di dalam usus besar. Menurut gurumu, usus besar itu terluka hebat dan di sana
terdapat bisul yang sudah pecah dan menjadi semacam luka yang makin lama makin menghebat. Oleh
karena itulah, maka Pangeran Muda itu selalu mengeluarkan kotoran darah dan tubuhnya lemas, perutnya
terasa sakit. Bila mana kau sudah menghadap Hong-siang (Kaisar) dan Hong-houw (Permaisuri) dan
dibawa ke tempat si sakit, terlebih dahulu kau harus memberinya sebuah Giok-ko (Buah Mutiara) untuk
dimakan mentah-mentah. Khasiat Giok-ko ini untuk membersihkan darah sehingga daya penolak luka di
dalam itu akan menjadi kuat. Kemudian, To-bio (Daun Golok) itu boleh kau rebus dengan air sampai airnya
tinggal satu bagian, lalu berikan untuk diminum. Daun ini sarinya manjur sekali untuk mengeringkan
lukanya. Setelah tiga hari berturut-turut kau memberi obat To-hio-giok-ko kepada Pangeran, selanjutnya
dapat kau lakukan pengobatan dengan obat-obat penguat tubuh serta pembersih darah seperti biasa,
bahkan sangat baik kalau kau mempergunakan juga tiam-hoat (ilmu totok) untuk melancarkan jalan darah!”
Setelah mendapat keterangan demikian, Goat Lan lalu minta diri untuk segera menuju ke kota raja. Kepada
Hong Beng ia berkata setelah keluar dari kuil itu.
“Koko, kau dengar sendiri bahwa aku harus segera ke kota raja untuk mengobati putera Kaisar, demi
menjaga dan menjunjung nama baik dan kehormatan mendiang Suhu Sin Kong Tianglo. Apakah kau
hendak menyusul Lili, ataukah...?”
Goat Lan tak dapat melanjutkan kata-katanya karena sesungguhnya hatinya masih ingin sekali melakukan
perjalanan dengan tunangan yang gagah berani dan tampan ini. Tentu saja sebagai seorang gadis yang
sopan dan tinggi hati, ia tidak dapat menyatakan suara hatinya.
Seperti halnya Goat Lan, meski pun dia seorang laki-laki namun Hong Beng juga masih sungkan dan malumalu.
Dia pun tak pandai menyatakan perasaan hati melalui bibirnya, maka dengan muka merah ia
menjawab,
“Lan-moi, sebetulnya aku pun ingin sekali ke kota raja, dan... dan aku kuatir kalau-kalau para tokoh kangouw
yang merasa iri hati terhadap mendiang suhu-mu, akan datang lalu mengganggu dan menghalangimu
mengobati putera Kaisar.”
“Aku pun berpikir demikian, Koko. Bukan tak mungkin sekarang sudah ada banyak yang mengincar gerakgerikku.”
“Biarlah aku mengawanimu sampai selesai tugasmu ini, Moi-moi, tetapi... kalau kau tidak keberatan.”
“Mengapa keberatan?” Goat Lan memandang kepada tunangannya yang kebetulan juga menatap
wajahnya.
Dua pasang mata kembali bertemu untuk kesekian kalinya dan keduanya menundukkan muka dengan
wajah merah dan bibir tersenyum. Pada saat seperti itu tak perlu kata-kata lagi. Mereka sudah saling
mendengar seribu satu ucapan yang keluar dari hati masing-masing.
dunia-kangouw.blogspot.com
“Hayo kita berangkat!” Akhirnya Hong Beng memecahkan kesunyian yang menekan dan membuat mereka
merasa canggung. Keduanya lalu berlari cepat menuju ke kota raja.
Memang kekuatiran kedua orang muda ini betul-betul terjadi. Di dalam kota raja terdapat komplotan yang
sudah siap sedia menghalangi semua usaha mengobati Pangeran yang sedang rebah menderita sakit
yang amat berat. Mereka ini dikepalai oleh seorang selir kaisar yang juga mempunyai putera dan yang
mengharapkan agar puteranya kelak yang menggantikan kedudukan kaisar apa bila pangeran itu
meninggal dunia karena sakitnya.
Selir kaisar inilah yang mengharapkan kematian putera Kaisar. Ia telah mempercayakan pelaksanaan
semua urusan ini kepada seorang pembesar tinggi yang kini menjadi kepala pengawal istana dan bernama
Bu Kwan Ji, yang sesungguhnya sudah lama mempunyai hubungan gelap dengan selir kaisar itu!
Bu Kwan Ji adalah seorang yang pandai ilmu silat, termasuk perwira kelas satu di kota raja, dan
mempunyai banyak kawan sepaham terdiri dari para perwira bayangkari yang tinggi ilmu silatnya. Para
kawan-kawannya pun maklum akan keadaan Bu Kwan Ji yang dikasihi oleh Kaisar dan selirnya, dan
bahwa Bu Kwan Ji mempunyai banyak harapan bagus di masa depan. Maka tentu saja mereka suka
membantu supaya kelak ikut pula merasakan kesenangan.
Rombongan pengkhianat ini lalu minta bantuan pula dari tiga orang tabib yang paling terkenal di kota raja.
Mereka mengadakan hubungan dan Bu Kwan Ji menjanjikan upah besar dan pembagian keuntungan apa
bila kelak ia dapat menduduki kursi tinggi.
Memang harta benda dan pangkat dapat memabukkan manusia dan dapat membutakan mata batin
manusia. Tiga orang tabib itu bukanlah orang sembarangan, bahkan ilmu silat dan ilmu pengobatan
mereka sudah amat terkenal di kalangan kang-ouw.
Yang seorang bernama Ang Lok Cu, seorang pendeta dan pertapa yang terkenal dari Bukit Kun-lun-san.
Orang ke dua dan ke tiga adalah dua orang hwesio gundul, kakak beradik seperguruan yang tinggi ilmu
silat serta ilmu pengobatan mereka. Mereka ini bernama Cu Tong Hwesio dan Cu Siang Hwesio.
Kedua orang hwesio ini dahulu pernah belajar ilmu pengobatan dari Thian Kek Hwesio. Akan tetapi setelah
dapat menduga bahwa dua orang hwesio ini bukanlah orang-orang yang berhati teguh dan suci, Thian Kek
Hwesio menghentikan pelajaran mereka. Ada pun Ang Lok Cu adalah murid dari seorang tosu perantau
yang sangat ahli dalam ilmu pengobatan.
Tadinya, tiga orang pendeta ini datang ke kota raja untuk mencoba kepandaian mereka mengobati putera
Kaisar, akan tetapi mereka tak berhasil. Kemudian mereka mendengar tentang kesanggupan Sin Kong
Tianglo, maka mereka lalu menjadi iri hati dan bersama beberapa orang tokoh kang-ouw mereka
menjumpai Sin Kong Tianglo dan memperolok-olokannya dan memanaskan hati Sin Kong Tianglo hingga
kakek sakti ini pergi mencari obatnya dan akhirnya menjumpai kematian di daerah dingin itu.
Ketika Bu Kwan Ji mendengar tentang kekecewaan dan iri hati dari tiga orang pendeta ini, maka dia lalu
datang menghubunginya dan kini ketiga orang pendeta ini menerima tugas untuk mencegah pengobatan
untuk putera Kaisar ini. Melalui selir Kaisar, Bu Kwan Ji berhasil membuat Kaisar mengangkat ketiga orang
pendeta itu menjadi tabib-tabib penjaga putera Kaisar, dan mereka inilah yang berhak memeriksa obatobat
yang akan diminumkan kepada yang sakit.
Dengan demikian, maka bukanlah tugas yang ringan bagi Goat Lan untuk mengobati putera Kaisar itu,
karena menghadapi segerombolan serigala kejam tanpa diketahuinya lebih dulu di mana serigala-serigala
itu bersembunyi. Baiknya dia dan Hong Beng sudah dapat menduga terlebih dulu bahwa tugasnya ini tentu
akan mengalami halangan pihak yang memusuhinya.
Halangan pertama dijumpai oleh Goat Lan dan Hong Beng pada saat mereka telah tiba di kota raja dan
hendak menghadap Kaisar. Yang menerima adalah kepala bayangkari yang juga telah menjadi kaki tangan
Bu Kwan Ji, maka tidak mudah bagi kedua orang muda ini untuk menghadap Hong-siang (Kaisar). Mereka
lalu dibawa masuk ke dalam sebuah kantor besar di mana duduk Bu Kwan Ji yang memeriksa mereka.
“Kalian ini dari manakah dan dari siapakah kalian membawa obat untuk putera Kaisar?” tanya Bu Kwan Ji
dengan pandangan mata tajam.
Mendengar pertanyaan yang kasar ini, Goat Lan mengerutkan keningnya. Akan tetapi Hong Beng yang
dunia-kangouw.blogspot.com
tahu akan kekerasan hati Goat Lan, mewakili tunangannya menjawab,
“Kami mewakili Yok-ong (Raja Obat) Sin Kong Tianglo dan membawa obat penyembuh penyakit Pangeran.
Harap saja Ciangkun sudi membawa kami untuk menghadap kepada Hong-siang atau langsung membawa
kami kepada yang sakit agar supaya pengobatan tidak terlambat.”
“Mudah saja kau bicara hendak mengobati Pangeran!” tiba-tiba Bu Kwan Ji membentak marah. “Aku telah
bosan mendengar ocehan segala macam tukang obat. Sudah ratusan ahli pengobatan yang tua-tua dan
berpengalaman tidak berhasil menyembuhkan Beliau, dan kalian ini orang-orang muda berani sekali
membawa obat palsu. Apakah kalian tidak menyayangi jiwa sendiri? Awas, pengobatan yang tidak berhasil
akan membuat kalian ditangkap dan menerima hukuman berat!”
Goat Lan menjadi mendongkol sekali dan cahaya berapi sudah muncul pada sepasang matanya. Ingin
sekali ia maju dan menampar mulut perwira ini, akan tetapi kembali Hong Beng yang menyabarkannya
karena pemuda ini telah berkata pula kepada Bu Kwan Ji,
“Maaf, Ciangkun. Kami datang dengan maksud menolong. Dulu Yok-ong sudah berjanji hendak
menyembuhkan penyakit putera Kaisar, dan sekarang muridnya ini telah datang membawa obat itu. Berilah
kami kesempatan untuk menolong nyawa putera Kaisar yang sakit.”
“Hemm, benarkah kau murid dari Yok-ong Sin Kong Tianglo?” tanya Bu Kwan Ji kepada Goat Lan. “Dan
kau benar-benar sudah mendapatkan obat yang manjur untuk mengobati penyakit putera Kaisar?”
“Benar!” jawab Goat Lan singkat.
“Kalau begitu, kau tinggalkan obat itu kepadaku agar aku dapat memberi perintah kepada tabib-tabib istana
untuk meminumkan obat itu kepada Pangeran.”
“Tidak bisa demikian!” Goat Lan berkata gemas. “Obat itu tidak boleh diminumkan oleh orang lain, harus
aku sendiri yang mengobatinya.”
“Kalau begitu, pergilah kalian dari sini!” Bu Kwan Ji menggebrak meja.
Mendengar ucapan ini, Goat Lan bangkit berdiri dari tempat duduknya. “Bagus! Macam apakah perwira
seperti kau ini? Kau kira kami takut kepadamu? Kami datang hendak menolong putera Kaisar dan kau
sengaja mengusir kami? Kalau kami melaporkan hal ini kepada Hong-siang, aku kuatir kau takkan dapat
mempertahankan pangkatmu lagi!”
Bu Kwan Ji memandang tajam dan melihat sikap kedua orang muda yang gagah ini, hatinya menjadi raguragu.
“Pulanglah dan besok kalian boleh datang kembali. Aku harus melaporkan hal ini kepada Kaisar lebih
dulu. Aku hanya menjalankan tugas, karena siapa tahu jika ada yang datang berpura-pura membawa obat
akan tetapi sebenarnya hendak meracuni Pangeran!”
Dengan mendongkol Goat Lan dan Hong Beng terpaksa keluar dari situ, karena mereka mau tak mau
harus membenarkan pula ucapan ini.
Memang Bu Kwan Ji orangnya cerdik sekali. Melihat keadaan kedua orang muda itu dan mendengar
bahwa nona itu adalah murid Sin Kong Tianglo yang sakti, dia tidak berani berlaku sembrono. Dia
menyuruh kedua orang muda itu pulang lebih dulu untuk mencari kesempatan mengatur siasat.
Pada saat Goat Lan dan Hong Beng keluar dari situ, mereka melihat tiga orang perwira menyusul mereka
dan berjalan mengikuti mereka.
“Kalian mau apa?” Goat Lan membentak marah.
“Oleh karena Ji-wi hendak mengobati putera Kaisar, maka kami disuruh mengikuti Ji-wi dan mencari tahu
di mana Jiwi bermalam, agar mudah memanggil apa bila ada perintah dari Kaisar untuk memanggil Ji-wi
menghadap,” jawab seorang perwira itu.
Hong Beng dan Goat Lan tidak dapat membantah dan sesudah mereka mendapat kamar dalam sebuah
hotel, ketiga orang perwira itu pergi meninggalkan mereka.
dunia-kangouw.blogspot.com
“Malam ini kita harus berhati-hati sekali,” kata Hong Beng kepada Goat Lan. “Siapa tahu kalau-kalau ada
penjahat datang hendak mengganggu. Ayah sering kali bercerita tentang penjahat-penjahat yang pandai di
kota raja.”
Goat Lan mengangguk dan dia masuk ke dalam kamarnya setelah makan malam. Hong Beng juga duduk
di dalam kamarnya, duduk bersila di atas ranjang, tidak mau tidur, dan hanya beristirahat sambil
bersemedhi.
Menjelang tengah malam, baik Hong Beng mau pun Goat Lan yang duduk bersemedhi pula, dapat
mendengar gerakan kaki beberapa orang yang amat ringan dan halus di atas genteng hotel. Kedua orang
muda itu tersenyum dan dengan penuh perhatian keduanya memasang telinga untuk mengikuti gerak-gerik
orang di atas genteng itu. Mereka berdua sudah memiliki pendengaran yang amat tajam, maka dengan
mudahnya dapat menduga bahwa yang datang adalah tiga orang yang ilmu ginkang-nya cukup tinggi.
Kedua orang muda itu tidak bergerak, menanti sampai ketiga orang penjahat malam itu turun dari atas
genteng. Akan tetapi sungguh mengherankan karena mereka bertiga itu tidak turun, hanya berjalan hilir
mudik beberapa kali seperti orang-orang yang merasa ragu-ragu.
Tiba-tiba saja terdengar bunyi genteng digeser, baik di atas kamar Hong Beng mau pun di atas kamar Goat
Lan. Kedua orang muda itu dengan urat saraf tegang lalu menanti datangnya senjata rahasia, namun
mereka tidak takut sama sekali. Hendak mereka lihat bagaimana penjahat-penjahat itu akan bertindak
terhadap mereka di dalam kamar yang gelap itu.
Hong Beng sudah bersiap-siap dengan hati-hati sekali. Ia mempunyai dua dugaan, yaitu penjahat itu akan
menyerang dengan senjata rahasia secara ngawur, atau mereka akan melompat turun ke dalam kamarnya
dari atas genteng. Dan tiba-tiba dari atas melayang turun benda kecil, akan tetapi jauh dari tempat dia
berdiri di sudut kamar.
Dia hampir tertawa melihat ketololan penjahat itu. Akan tetapi alangkah kagetnya ketika benda itu jatuh di
lantai, karena segera nampak asap mengebul. Dia hendak melompat keluar melalui jendela, akan tetapi
tiba-tiba ia mencium bau yang amat wangi dan Hong Beng pun roboh terguling dalam keadaan pingsan!
Ternyata bahwa asap itu adalah asap yang mengandung obat memabukkan yang luar biasa kerasnya.
Goat Lan mengalami peristiwa yang sama. Sebuah benda juga jatuh di dalam kamarnya dan
mengeluarkan asap. Akan tetapi, sebagai murid Sin Kong Tianglo yang berjuluk Raja Obat atau Raja
Tabib, gadis ini selalu mengantongi penolak racun. Begitu dia melihat benda itu mengeluarkan asap, dia
telah menjadi curiga dan cepat dia memasukkan tiga butir pil merah ke dalam mulutnya, sehingga ketika
dia mencium bau wangi itu, dia tidak jatuh pingsan, sungguh pun dia merasa agak pening juga.
“Bangsat curang!” dia memaki dan cepat tubuhnya melayang ke atas melalui jendela kamarnya.
Ia melihat bayangan dua orang hwesio di atas genteng, maka langsung ia menyerang dengan bambu
runcingnya. Kedua orang hwesio itu bukan lain adalah Cu Tong Hwesio dan Cu Siang Hwesio. Mereka ini
datang bersama Ang Lok Cu setelah mendapat kabar dari Bu Kwan Ji bahwa murid Sin Kong Tianglo telah
datang membawa obat untuk putera Kaisar. Mereka hendak mendahului kedua orang muda itu dengan
cara mencuri obat yang dibawanya.
Ang Lok Cu yang mempunyai julukan Ngo-tok Lo-kai (Setan Tua Lima Racun) kemudian mengeluarkan
asap beracunnya yang sangat lihai untuk membuat kedua orang muda itu pingsan agar memudahkan
pekerjaan mereka. Sesudah mendengar Hong Beng roboh di dalam kamarnya, Ang Lok Cu lalu melayang
turun ke dalam kamar pemuda itu, ada pun kedua hwesio kawannya itu masih menanti untuk
mendengarkan suara robohnya gadis di dalam kamar lain.
Akan tetapi alangkah terkejutnya kedua orang hwesio jahat itu ketika mendengar suara angin dan makian
Goat Lan. Mereka lebih terkejut lagi pada saat melihat betapa dengan gerakan yang luar biasa cepatnya
gadis cantik itu sudah menyerang mereka dengan dua batang bambu runcing yang menotok ke arah dada
mereka.
Cu Tong Hwesio dan Cu Siang Hwesio cepat-cepat mengelak sambil mencabut pedang mereka, akan
tetapi gerakan Cu Siang Hwesio kurang cepat sehingga satu tendangan susulan dari Goat Lan membuat
dia menjerit kesakitan dan tubuhnya lantas terguling di atas genteng.
dunia-kangouw.blogspot.com
“Lihai sekali!” seru Cu Tong Hwesio dan tanpa membuang waktu lagi, melihat gadis itu benar-benar hebat
sepak-terjangnya, segera hwesio ini menyambar tangan adiknya dan membawanya melompat turun dari
atas genteng dengan gerakan cepat sekali.
Goat Lan tidak mau mengejar karena dia merasa kuatir akan keadaan tunangannya. Dia cepat melompat
turun dan sekali tendang saja jendela kamar Hong Beng terbuka. Asap yang wangi keluar dari jendela itu.
Goat Lan masih dapat melihat berkelebatnya sesosok tubuh manusia keluar dari kamar tunangannya
melalui lubang di atas genteng. Akan tetapi dia tidak mau mengejar, terus menghampiri ke dalam kamar
dan cepat mencari tunangannya.
Ternyata bahwa tosu yang memasuki kamar Hong Beng itu sudah menyalakan lilin dan bahkan sudah
sempat memeriksa buntalan pakaian Hong Beng. Goat Lan yang melihat tubuh tunangannya menggeletak
di atas lantai, menjadi pucat.
Cepat dia mengangkat tubuh tunangannya itu ke atas pembaringan dan tanpa sungkan-sungkan lagi dia
memeriksa. Dia menarik napas lega ketika mendapat kenyataan bahwa tunangannya itu tidak menderita
sesuatu, hanya pingsan akibat asap yang memabukkan tadi. Dengan pertolongan air teh yang tersedia di
atas meja, dia dapat membikin Hong Beng segera siuman dari pingsannya.
Hong Beng merasa malu sekali karena telah menjadi korban penjahat, akan tetapi Goat Lan lalu
mengeluarkan beberapa butir pil dan memberikan itu kepada tunangannya.
“Aku yang kurang hati-hati,” katanya menghibur, “harusnya aku memberi beberapa butir obat penolak ini
kepadamu untuk penjagaan. Yang datang tadi adalah orang-orang yang cukup pandai, meski pun bukan
merupakan lawan yang harus ditakuti.” Kemudian Goat Lan menceritakan bahwa yang datang adalah dua
orang hwesio dan seorang tosu.
“Aku tidak dapat melihat jelas wajah mereka,” kata gadis gagah ini, “apa lagi yang sudah memasuki
kamarmu. Hanya kulihat ia adalah seorang yang berpakaian seperti tosu. Aku hanya berhasil menendang
roboh seorang hwesio, sayang bahwa mereka sudah dapat melarikan diri. Gerakan mereka cukup cepat
dan ringan sekali.”
“Sudah terang bahwa maksud kedatangan mereka itu untuk mencuri dan mencari obat yang kau bawa,”
kata Hong Beng. “Agaknya mereka itu bukan kaki tangan perwira yang galak tadi.”
“Kukira juga bukan,” jawab Goat Lan, mungkin sekali mereka adalah ahli-ahli obat yang iri hati pada
mendiang Suhu, dan hendak merampas obat agar supaya nama Suhu tetap tercemar.”
“Dugaanmu betul. Melihat asap beracun tadi, tentulah mereka itu mempunyai kepandaian tentang obatobatan.
Mungkin juga mereka hendak mencuri obat supaya mereka dapat mengobati putera Kaisar dan
merekalah yang akan berjasa.”
Demikianlah, kedua orang muda itu bercakap-cakap dengan asyik. Tiba-tiba Goat Lan teringat bahwa
sudah terlalu lama dia berada di kamar Hong Beng, maka dengan wajah merah dia lalu berdiri dan berkata,
“Koko, aku harus kembali ke kamarku sendiri!”
Sebelum Hong Beng menjawab, gadis itu melompat keluar dari jendela kamar itu, pergi meninggalkan
Hong Beng yang masih berdiri bengong saking kagumnya melihat wajah tunangannya yang demikian
manisnya tersinar oleh penerangan lilin! Ia menghela napas lalu menutup kembali jendelanya, kemudian ia
melompat naik ke atas pembaringan dan rebah membayangkan wajah Goat Lan yang cantik manis!
Pada keesokan harinya, Goat Lan dan Hong Beng sudah menghadap Bu Kwan Ji yang menerima mereka
dengan muka ramah sehingga kedua orang muda itu berlaku semakin hati-hati sekali. Sikap ini bukan
menyenangkan hati mereka, bahkan lantas menimbulkan kecurigaan di dalam hati.
“Ji-wi telah diterima oleh Hong-siang dan sekarang juga dipersilakan untuk menghadap,” katanya dengan
senyum manis dibuat-buat.
Dengan dikawal oleh Bu Kwan Ji bersama dua belas orang perwira bayangkari yang gagah dan berpakaian
indah, sepasang orang muda itu memasuki istana yang luar biasa indahnya. Bagaikan dua orang dusun
dunia-kangouw.blogspot.com
yang baru pertama kali memasuki sebuah kota besar, Hong Beng, dan Goat Lan memandang ke kanan kiri
dan tiada habisnya memuji dan mengagumi perabot yang memang luar biasa indahnya dan jarang dapat
terlihat oleh umum.
Mereka diterima oleh Kaisar dan Permaisuri sendiri! Bukan dalam persidangan umum, di mana sekalian
hamba sahaya dan bayangkari menghadap Kaisar, melainkan pertemuan tersendiri.
Mata Hong Beng dan Goat Lan merasa silau oleh pakaian yang dipakai oleh Kaisar dan Permaisuri, karena
itu dari jauh mereka sudah menjatuhkan diri berlutut bersama semua perwira yang mengawal mereka.
“Betulkah kalian datang membawa obat untuk putera kami?” terdengar Kaisar bertanya.
Goat Lan tidak berani menjawab. Dia merasa seakan-akan lehernya tersumbat, sehingga Hong Beng yang
mewakili.
“Benar, Paduka yang mulia. Hamba berdua mewakili Yok-ong Sin Kong Tianglo, datang membawa obat
dan hendak mencoba mengobati putera Paduka, mudah-mudahan saja Thian Yang Maha Kuasa akan
memberi berkah-Nya.”
“Hemm, kami telah mendengar akan kesombongan Raja Obat itu! Kami juga telah bosan mendengar
kesanggupan ahli-ahli obat. Tahukah kalian bahwa sudah ada empat orang ahli obat kami jatuhi hukuman
mati karena mereka tidak dapat memenuhi kesanggupan mereka? Kami memberitahukan hal ini karena
sayang melihat kalian yang masih muda dan rupawan. Sekarang tinggalkan sebuah obatmu untuk kami
cobakan kepada putera kami, mudah-mudahan ada hasilnya.”
“Mohon maaf sebanyaknya apa bila hamba berani membantah,” tiba-tiba Goat Lan nekad berkata.
“Menurut pesan terakhir dari Suhu, haruslah hamba sendiri yang meminumkan obat itu kepada putera
Paduka.”
Berkerutlah kening Kaisar itu. “Apa? Apakah kau tidak percaya kepadaku? Tidak percaya kepada ahli-ahli
pengobatan yang berada di dalam istana?”
“Bukan demikian, akan tetapi…”
“Cukup! Kau ini anak gadis masih muda, sampai berapa tinggi kepandaian dan berapa banyak
pengalamanmu. Tabib-tabibku adalah orang-orang pandai yang berpengalaman. Tinggalkan obat itu dan
kalian harus tunggu di dalam kota raja, jangan sekali-kali keluar dari kota raja sebelum ada hasil
pengobatan itu!”
Bukan main gelisahnya hati Goat Lan, akan tetapi dia tidak berani membantah. Suara Kaisar itu dan
keadaannya sungguh amat berpengaruh. Kemudian dengan kedua tangan menggigil dia mengeluarkan
sebutir buah Giok-ko.
“Hamba mentaati perintah,” katanya kemudian. “Harap saja buah ini diberikan kepada putera Paduka yang
sakit untuk dimakan mentah-mentah.”
Kaisar memberi tanda dengan tangannya dan Bu Kwan Ji maju untuk mewakili Kaisar menerima buah itu.
Bukan main mangkelnya hati Goat Lan. Mengapa Kaisar percaya kepada orang macam ini? Akhirnya dia
dan Hong Beng dipersilakan keluar dari istana.
Sesudah keluar dari istana yang mewah dan megah itu, Goat Lan membanting-banting kakinya. “Kaisar
bod...”
“Sssttt,” kata Hong Beng mencegah.
“Kita lihat saja bagaimana perkembangannya, Moi-moi. Marah saja tak akan ada artinya. Harus kau ingat
bahwa pengobatan dan segala jerih payahmu ini bukan khusus untuk menolong Pangeran yang sedang
sakit, melainkan untuk menjaga nama suhu-mu.”
Keduanya lalu berjalan perlahan kembali ke hotel mereka. Mendadak terdengar seruan girang,
“Lihiap...!”
dunia-kangouw.blogspot.com
Mereka menengok dan melihat seorang pemuda tanggung berusia kurang lebih empat belas tahun yang
berwajah tampan dan berpakaian indah sedang duduk di atas seekor kuda putih, diiringi oleh empat orang
pengawal berpakaian sebagai guru-guru silat.
“Kau...?” Goat Lan merasa kenal dengan pemuda bangsawan ini.
Ketika pemuda tanggung itu melompat turun, teringatlah ia bahwa dia adalah Ong Tek, putera Pangeran
Ong yang dulu menjadi murid Ban Sai Cinjin dan yang telah ditolongnya dari bahaya maut ketika diserang
oleh gurunya sendiri!
“Lihiap, kau hendak ke manakah? Sungguh sangat menggirangkan hati dapat bertemu dengan penolongku
yang tidak pernah kulupakan di tempat ini!”
Dengan sikap masih kekanak-kanakan Ong Tek lalu menghampiri Goat Lan dan menjura dengan
hormatnya. Cepat Goat Lan membalasnya, karena banyak orang yang melihat mereka dengan mata heran.
Siapakah yang tidak merasa heran melihat putera pangeran beramah-tamah dengan seorang gadis biasa?
“Lihiap, marilah kau singgah di rumah orang tuaku, mereka telah merasa rindu dan ingin sekali bertemu
dengan penolongku.”
Menghadapi keramahan anak ini, Goat Lan tidak dapat menolak dan dia menganggukkan kepalanya. Ong
Tek menjadi girang sekali dan ketika dia melihat Hong Beng dia segera bertanya, “Lihiap, siapakah Twako
yang gagah ini?”
“Dia adalah... kawan baikku, dan kedatanganku juga bersama dia.”
Ong Tek yang terpelajar itu lalu menjura dan memberi hormat kepada Hong Beng yang membalasnya
dengan tersenyum. Dia suka juga melihat anak yang sopan dan peramah ini.
“Silakan naik kuda pengawalku!” kata Ong Tek, yang menyuruh dua orang pengawalnya turun dari kuda.
Akan tetapi Goat Lan dan Hong Beng tentu saja menolaknya dan menyatakan lebih baik berjalan kaki. Ong
Tek tak dapat memaksa dan dia pun lalu menyuruh para pengawalnya berangkat lebih dulu sambil
membawa kudanya, mengabarkan bahwa penolongnya akan datang ke rumahnya. Dia sendiri lalu berjalan
kaki bersama dua orang muda itu!
Rumah gedung Pangeran Ong Tiang Houw, ayah Ong Tek, sangat besar dan megah. Pangeran ini cukup
berpengaruh, oleh karena dia masih terhitung keluarga dekat dengan Kaisar. Maka ia amat disegani. Akan
tetapi oleh karena dia amat setia kepada Kaisar dan tak mau berbaik dengan para pembesar durna, maka
diam-diam banyak pembesar yang membencinya.
Ketika Goat Lan dan Hong Beng tiba di gedung itu, mereka merasa amat malu-malu dan sungkan sebab
ternyata bahwa Pangeran Ong Tiang Houw beserta isterinya menyambut mereka sendiri sampai di depan
pintu, diiringi oleh banyak sekali pelayan dan pengawal!
Begitu berhadapan, ibu Ong Tek lalu maju dan merangkul Goat Lan. Ia menatap wajah pendekar wanita itu
dengan kagum, lalu berkata, “Ahhh, melihat kau begini cantik dan lemah-lembut, sukarlah bagiku untuk
percaya cerita Tek-ji (Anak Tek) bahwa kau adalah seorang pendekar wanita gagah perkasa yang telah
menolong nyawa anakku.”
Dengan muka kemerah-merahan Goat Lan lalu mengucapkan kata-kata merendah. Juga Pangeran Ong
menyatakan kegembiraan dan kekagumannya.
“Nona, siapakah sebenarnya namamu? Putera kami sendiri masih tidak tahu siapa nama penolongnya.”
Dengan sikap hormat dan manis Goat Lan segera memperkenalkan namanya dan juga nama Hong Beng.
Ketika mendengar bahwa Goat Lan adalah puteri Kwee An dan Hong Beng putera Pendekar Bodoh,
Pangeran Ong makin menghormat sikapnya. Kedua orang muda itu lalu diajak masuk ke dalam di mana
mereka diterima dengan jamuan makan yang mewah serta percakapan yang amat ramah tamah dan
meriah.
dunia-kangouw.blogspot.com
Pada saat mereka sedang makan minum sambil bercakap-cakap, ditemani oleh beberapa orang pengawal
kepala yang duduk di meja lain, tiba-tiba seorang penjaga pintu datang menghadap Pangeran Ong dengan
wajah pucat.
“Taijin, di luar ada utusan dari Hong-siang (Kaisar) yang minta agar Paduka dan tamu Paduka keluar.”
Pangeran Ong mengerutkan kening mendengar ini. Tidak biasa Kaisar mengutus orang pada saat seperti
ini, dan sepanjang ingatannya, tidak ada urusan penting di istana. Tapi betapa pun juga, dia lalu berdiri dari
tempat duduknya dan Hong Beng yang mendengar ucapan penjaga itu pun segera bangun berdiri
mengikuti tuan rumah keluar dari ruangan dalam.
Ada pun Goat Lan yang duduk bercakap-cakap dengan Nyonya Ong, hanya memandang ke arah Hong
Beng, seakan-akan ia menyatakan sudah cukup diwakili oleh tunangannya itu untuk melihat apakah yang
terjadi di luar gedung.
Ketika Pangeran Ong dan Hong Beng tiba di luar, ternyata yang datang adalah Perwira Bu Kwan Ji sendiri,
diikuti oleh lima orang perwira lain. Melihat Pangeran Ong, Bu Kwan Ji memberi hormat karena kedudukan
Pangeran ini jauh lebih tinggi dari pada kedudukan dia sendiri yang hanya sebagai kepala pengawal raja.
“Mohon dimaafkan bila hamba mengganggu Taijin. Hamba mendapat keterangan bahwa kedua orang
muda yang lancang berani memberi obat palsu kepada Pangeran yang sakit sedang berada di gedung
Taijin, maka hamba datang hendak menangkap mereka.” Dia memandang ke arah Hong Beng yang berdiri
dengan tenangnya.
Pangeran Ong memandang heran. Memang sesungguhnya Hong Beng dan Goat Lan tidak menceritakan
kepadanya tentang hal pengobatan itu.
“Bu-ciangkun, apakah kau mengimpi? Memang ada kedua orang tamuku di sini, akan tetapi mereka adalah
pendekar-pendekar muda yang gagah perkasa. Inilah seorang di antaranya, ia adalah putera dari
Pendekar Bodoh, apakah ini yang kau maksudkan?”
Bu Kwan Ji tertegun mendengar bahwa pemuda ini adalah putera Pendekar Bodoh, akan tetapi dia dapat
menetapkan hatinya dan berkata, “Betul, Taijin. Dia inilah dan seorang gadis telah berani memberi obat
palsu kepada Hong-siang dan setelah diberikan kepada Pangeran yang sakit, ternyata obat itu membuat
sakitnya lebih berat!”
Hong Beng melangkah maju, “Ciangkun, apakah bicaramu itu boleh dipercaya?”
“Kenapa tidak? Hayo kau menyerah untuk kami tangkap! Kau dan kawanmu telah berani mati mencoba
meracuni Pangeran!” Sambil berkata demikian, Bu Kwan Ji bergerak maju diikuti lima orang kawannya.
Akan tetapi Hong Beng sudah marah sekali.
“Maaf, Ong-taijin,” katanya kepada Pangeran Ong, “terpaksa hamba akan melayani para perwira kasar ini.”
Dia lalu menantang kepada Bu Kwan Ji dengan suara keras. “Perwira she Bu, aku tidak percaya akan
semua ucapanmu itu! Jika memang benar kata-katamu, antarkanlah aku dan kawanku ke tempat Pangeran
yang sedang sakit berada, agar kami dapat menyaksikan dengan mata kepala sendiri!”
“Hemm, penjahat muda. Apakah kau hendak datang dan membunuh Pangeran dengan kedua tanganmu
sendiri, setelah obat racunmu tidak berhasil membunuhnya?”
Keadaan menjadi tegang dan Pangeran Ong segera berlari masuk sambil berkata, “Baik kupanggil Nona
Kwee!” Sementara itu, dua orang pengawalnya berdiri menjaga di pintu, sedangkan Hong Beng berdiri
bertolak pinggang dengan sikap menantang.
Tiba-tiba terdengar suara bergelak dari sebelah belakang para perwira itu dan tahu-tahu seorang kakek tua
yang berpakaian mewah dan membawa sebatang huncwe panjang melangkah maju.
“Bu-ciangkun, pemuda ini mengaku sebagai putera Pendekar Bodoh! Ha-ha-ha! Agaknya semua penjahat
muda suka menggunakan nama Pendekar Bodoh untuk menakut-nakuti orang. Akan tetapi aku tidak takut!
Biarlah aku menolong kalian menangkapnya!”
Orang tua itu bukan lain adalah Ban Sai Cinjin! Walau pun Hong Beng belum pernah melihat sendiri kakek
dunia-kangouw.blogspot.com
ini, akan tetapi ia telah mendengar dari Goat Lan tentang kakek ini. Pada saat Ban Sai Cinjin mengirim
huncwe-nya ke arah Hong Beng, pemuda ini merasa betapa ada angin yang keras menyambar ke arahnya.
Cepat ia mengelak dan kini ia tidak merasa ragu-ragu lagi. Melihat kelihaian sambaran huncwe tadi, ia
maklum bahwa tentulah ini orangnya yang pernah bertempur dengan Lili dan Goat Lan.
“Apakah ini yang disebut Huncwe Maut?” katanya mengejek. “Biar kulihat sampai dimana sih
kepandaianmu maka kau bisa sejahat itu!”
Ban Sai Cinjin merasa penasaran sekali ketika sambaran huncwe-nya dapat dielakkan dengan secara
mudah sekali oleh pemuda itu. Tadinya ia masih memandang rendah dan sama sekali tidak percaya bahwa
pemuda ini pun putera Pendekar Bodoh, maka ia lalu maju menyerang dengan cepatnya.
Akan tetapi, akhirnya ia merasa ragu-ragu dan terkejut sekali karena gerakan pemuda itu benar-benar luar
biasa sekali. Dengan ilmu ginkang yang ringannya bagai seekor burung walet, pemuda itu dapat
menghindarkan diri dari serangan-serangan huncwe-nya, malah kini membalas dengan serangan pukulan
tangan kosong yang luar biasa sekali. Semakin besar rasa terkejutnya pada saat dia mengenal ilmu silat
pemuda ini sebagai Ilmu Silat Pat-kwa Ciang-hoat, yaitu satu-satunya ilmu silat di dunia barat yang menjadi
kepandaian seorang tokoh besar.
“Eh, dari mana kau mencuri ilmu silat dari Pok Pok Sianjin?” bentaknya sambil mengayun huncwe-nya.
“Tua bangka rendah! Pok Pok Sianjin adalah Suhu-ku, kau mau apa?” maki Hong Beng sambil
mempercepat gerakannya.
Pertempuran berjalan ramai sekali dan sungguh pun Hong Beng menghadapinya dengan tangan kosong,
akan tetapi dalam beberapa belas jurus ini belum kelihatan pemuda itu terdesak, bahkan ia menggunakan
kegesitan dan keringanan tubuhnya untuk menyambar-nyambar dari atas dan mengirim pukulan dan
tendangan ke arah kepala lawannya!
Bukan main terkejut dan marahnya Ban Sai Cinjin. Tadi ia telah menyombong di depan Bu Kwin Ji dan
ketiga orang tabib istana untuk menangkap dua orang muda yang hendak mencoba mengobati Pangeran,
akan tetapi sekarang baru menghadapi seorang di antara kedua orang muda itu saja, ia tidak dapat
menangkapnya, biar pun pemuda itu bertangan kosong!
Ia berseru keras dan dengan cepat ia menjemput tembakau hitam dari kantong tembakau yang tergantung
pada huncwe-nya, memasukkan tembakau itu pada kepala huncwe-nya yang masih berapi. Tak lama
kemudian mengepullah asap hitam dari huncwe-nya!
Akan tetapi pada saat itu, berkelebat bayangan putih kemerahan dan tahu-tahu Goat Lan sudah melompat
dari dalam dan berdiri di depan kedua orang pengawal Pangeran Ong yang berdiri menjaga di depan pintu
masuk. Di belakangnya nampak Ong Tek berlari-lari mengikutinya. Kini keduanya berdiri bengong
memandang ke arah mereka yang sedang bertempur.
Ong Tek memandang dengan hati berdebar ngeri ketika mengenal bekas gurunya yang sedang
menyerang Hong Beng, ada pun Goat Lan juga merasa heran mengapa kakek ini tiba-tiba saja bisa
muncul di tempat itu. Akan tetapi ketika dia melihat huncwe yang telah mengepulkan asap hitam, tak terasa
pula ia mendekatkan telunjuknya ke mulut. Hatinya gelisah dan ia memandang dengan hati kuatir sekali
akan keselamatan tunangannya.
“Hati-hati, Koko, asap tembakaunya beracun! Biar aku menghadapi pesolek tua bangka ini!” Setelah
berkata demikian, dia mencabut sepasang bambu runcingnya dan melompat ke kalangan pertempuran.
Bukan main kagetnya hati Ban Sai Cinjin ketika ia melihat gadis yang pernah mengacau kuilnya dulu. Dia
cepat memutar huncwe-nya untuk menangkis bambu runcing yang telah dikenal kelihaiannya itu.
Sungguh sial, pikirnya. Keadaan pemuda itu saja sudah merupakan kesialan baginya, karena tadinya ia
tidak percaya bahwa pemuda ini benar-benar putera Pendekar Bodoh dan memiliki ilmu silat sedemikian
lihainya, bahkan ternyata masih murid Pok Pok Sianjin pula! Dan sama sekali tidak pernah ia bermimpi
bahwa gadis yang membawa obat untuk Pangeran itu adalah Kwee Goat Lan yang lihai!
Menghadapi kedua orang muda ini, dia tidak akan menang, pikirnya. Karena itu, setelah menyemburkan
dunia-kangouw.blogspot.com
asap hitam tembakaunya, dia lalu melompat mundur dan lari keluar dari tempat itu! Goat Lan memutar
sepasang bambu runcingnya untuk memukul buyar asap hitam yang bergumpal-gumpal, sedangkan Hong
Beng juga melompat mundur sambil menggerakkan kedua tangannya supaya mendatangkan angin
mengusir asap berbahaya tadi.
Pada saat keduanya memandang ke depan, ternyata rombongan perwira tadi pun sudah lenyap dari sana!
Pangeran Ong Tiang Houw sudah keluar pula dan Pangeran ini marah sekali. Ia membanting-banting
kakinya dan berkata dengan gemas,
“Terlalu sekali si Bu Kwan Ji! Aku harus memprotes hal ini di hadapan Kaisar! Perwira itu sudah sepatutnya
diganti dengan orang lain! Sungguh kurang ajar, di rumahku dia berani berlagak seperti itu!”
Ada pun Goat Lan merasa marah sekali dan juga mendongkol. “Telah susah payah Suhu mencarikan obat
sampai mengorbankan nyawa dan aku melanjutkan usahanya mencari obat itu, tidak tahu hanya begini
saja terima kasih orang! Koko, apa gunanya mengobati orang yang tidak tahu terima kasih? Aku mau
pulang saja ke Tiang-an!”
Walau pun telah dibujuk oleh Pangeran Ong, Goat Lan tetap tidak mau tinggal lebih lama di gedung
Pangeran itu dan bersama Hong Beng lalu keluar dari situ. Akan tetapi Hong Beng berhasil membujuk
Goat Lan agar jangan meninggalkan kota raja dulu.
“Moi-moi, hatiku masih merasa amat curiga terhadap Bu Kwan Ji itu! Siapa tahu kalau dia yang main gila
dan bukan Kaisar yang menyuruh menangkap kita? Dan siapa tahu pula kalau dia bermain gila dan
mengganti obat buah mutiara itu dengan lain buah?”
Terkejut Goat Lan memandang kepada Hong Beng. “Mungkinkah ada orang berpangkat pengawal istana
yang menghendaki kematian Pangeran?”
“Siapa tahu?” Hong Beng menggerakkan kedua pundaknya. “Menurut Ayah, di dunia ini banyak sekali
terjadi kejahatan-kejahatan yang amat mengerikan. Iblis telah berkuasa di banyak hati manusia. Oleh
karena itu, biarlah untuk sementara kita tinggal di hotel dan menanti perkembangan selanjutnya. Kita tidak
usah kuatir, meski pun ada Ban Sai Cinjin yang membantu Bu Kwan Ji, kita tak perlu takut!”
Disebutnya nama ini membuat Goat Lan mengerutkan keningnya. “Aku tidak takut pada Huncwe Maut itu,
hanya aku merasa heran sekali bagaimana kakek jahat itu bisa sampai ikut campur tangan? Benar-benar
aneh!”
Memang ucapan Goat Lan beralasan. Mungkin para pembaca juga merasa heran seperti gadis cantik itu.
Bagaimanakah tahu-tahu Ban Sai Cinjin bisa muncul di kota raja dan ikut membantu Bu Kwan Ji
melakukan penangkapan?
Setelah rumahnya menderita amukan Lie Siong yang membakar dan membunuh banyak anak buahnya,
diam-diam Ban Sai Cinjin menjadi terkejut dan mulai merasa khawatir. Ternyata bahwa keturunan
Pendekar Bodoh dan kawan-kawannya memiliki kepandaian yang amat tinggi ilmu dan juga amat
ganasnya.
Memang betul bahwa dia telah berhasil mengundang pembantu-pembantu yang tangguh seperti suhengnya
sendiri Wi Kong Siansu yang ilmu kepandaiannya belum tentu kalah oleh Pendekar Bodoh, juga dia
sudah berhasil mengundang Thai-lek Sam-kui, Tiga Iblis Geledek dari Hailun yang juga memiliki ilmu
kepandaian yang bisa diandalkan dan hanya sedikit di bawah tingkat Wi Kong Siansu.
Dia lalu mengadakan perundingan dengan suheng-nya dan tiga orang Iblis Geledek itu, bagaimana cara
untuk menghadapi musuh-musuh besarnya, yaitu Pendekar Bodoh dan keturunannya serta kawankawannya.
“Mereka itu terlalu sombong dan mengandalkan kepandaian mereka,” berkata Ban Sai Cinjin, “kalau kita
tidak mengambil tindakan, akan hancurlah nama kita! Seorang pemuda keturunan Pendekar Bodoh berani
sekali membunuhi orang-orangku, tamu-tamuku dan juga membakar rumahku, benar-benar hebat sekali!
Ilmu kepandaian Bu Pun Su ternyata telah diwarisi oleh orang-orang muda yang ganas dan kejam!”
Memang mudahlah bagi mulut untuk mengatakan kejam kepada lain orang, sama sekali tidak ingat akan
kekekejaman sendiri yang dianggapnya selalu benar!
dunia-kangouw.blogspot.com
“Bagaimana pikiranmu kalau aku pergi mengunjungi Pendekar Bodoh untuk menegurnya dan sekalian
menyampaikan undangan untuk pibu di puncak Thian-san tahun depan? Wi Kong Siansu tiba-tiba
bertanya.
Tentu saja semua orang menyatakan persetujuan. “Akan lebih baik lagi kalau begitu. Kita bisa
mempersiapkan diri, dan kalau Suheng bertemu dengan kawan-kawan sehaluan di tengah perjalanan,
boleh sekalian minta bantuan mereka.”
Hailun Thai-lek Sam-kui tertawa bergelak-gelak dan saling pandang. “Masih tahun depan? Alangkah
lamanya, kami kira sekarang akan diadakan pibu! Ah, kalau begitu biarlah kami bertiga melancong dulu
menghibur hati, nanti musim semi tahun depan kami akan datang di Thian-san!” kata Thian-he Te-it
Siansu, kakek yang kate gemuk dan selalu membawa payung itu.
Tiga orang ini termasuk orang-orang aneh yang tak dapat dihalangi kehendaknya, maka Ban Sai Cinjin
juga tidak bisa mencegah keberangkatan mereka. Ia amat mengharapkan bantuan orang-orang ini dan
kalau mereka sudah berjanji akan datang membantu pada nanti tahun depan di puncak Thian-san, tentu
mereka tidak akan melanggar janji. Ia lalu memberi bekal banyak uang emas dan barang-barang berharga,
yang tentu saja diterima oleh Hailun Thai-lek Sam-kui dengan gembira.
Demikianlah, Wi Kong Siansu dan muridnya, Song Kam Seng, lalu berangkat menuju ke Shaning untuk
mencari Pendekar Bodoh dan di tengah perjalanan, yaitu di Lianing, dia bertemu dengan Lili dan Lo Sian
seperti sudah dituturkan di depan dan menyampaikan tantangan pibunya melalui gadis puteri Pendekar
Bodoh itu.
Setelah Thai-lek Sam-kui pergi, Ban Sai Cinjin yang ditinggal seorang diri merasa tidak enak sekali. Diamdiam
dia lantas memikirkan nasibnya yang seakan-akan dikelilingi oleh lawan-lawan muda yang amat
tangguhnya.
Dia tidak merasa gentar, akan tetapi sesunguhnya ada perkara yang lebih penting dan besar dari pada
perkara permusuhannya dengan golongan Pendekar Bodoh. Dari para sahabatnya di kota raja, dia
mendengar tentang keadaan yang sangat genting di dalam istana. Biar pun dari luar tidak terdengar
sesuatu dan rakyat hanya mengetahui bahwa Pangeran Mahkota telah sakit keras sekali, akan tetapi
sebetulnya di dalam istana terjadi perebutan kekuasaan yang hebat!
Ban Sai Cinjin adalah seorang yang mempunyai cita-cita besar. Dia sangat haus akan kedudukan tinggi
dan kemewahan hidup, dan keadaannya yang telah kaya raya itu masih belum memuaskan nafsunya.
Alangkah baiknya kalau dia bisa menjadi pembesar tinggi, menjadi bangsawan yang dihormati oleh
laksaan orang!
Telah lama ia menjadi sahabat Ang Lok Cu, tosu yang berjuluk Ngo-tok Lo-koai dan yang kini tiba-tiba
kejatuhan bintang dan menjadi tabib istana berkat pertolongan Bu Kwan Ji. Ia lalu menghubungi
sahabatnya ini dan diperkenalkan kepada Bu Kwan Ji.
Perwira yang cerdik ini sangat gembira dapat berkenalan dengan Ban Sai Cinjin, karena orang macam
inilah yang amat dibutuhkan untuk membantunya mencapai cita-cita. Biar pun ketiga orang ahli obat itu
merupakan tenaga-tenaga yang cakap, akan tetapi ilmu silat mereka kurang tinggi.
Semenjak perkenalan itu, Ban Sai Cinjin selalu mengadakan hubungan dengan Bu Kwan Ji dan semua
kaki tangannya, atau lebih tepat lagi, dengan kaki tangan selir Kaisar yang memiliki cita-cita untuk
mengangkat puteranya sendiri menjadi pengganti kaisar!
Persekutuan gelap dibentuk, dan Ban Sai Cinjin sudah menyanggupi untuk menyiapkan pasukan yang kuat
dari Mongol apa bila sewaktu-waktu terjadi perang. Muridnya, Bouw Hun Ti yang masih tinggal di rumah
lalu melawat ke Mongol dan mengadakan hubungan dengan kepala suku Mongol yang dikenalnya baik,
yaitu Malangi Khan.
Kemudian Ban Sai Cinjin teringat kepada bekas muridnya, yaitu Ong Tek. Dia merasa menyesal sekali
mengapa ia telah kehilangan Ong Tek, oleh karena ia tahu bahwa ayah Ong Tek, yaitu Pangeran Ong
Tiang Houw, adalah seorang pembesar yang amat besar pengaruhnya di dalam istana. Dan sekarang ia
justru telah menanam kebencian di dalam hati Ong Tek yang tentu saja sudah menuturkan semua
peristiwa yang terjadi kepada ayahnya!
dunia-kangouw.blogspot.com
“Ong Tek merupakan bahaya besar, Suhu,” kata Hok Ti Hwesio, murid satu-satunya yang amat dipercaya
oleh Ban Sai Cinjin. “Akan baik sekali kalau Suhu bisa mencari dan membunuhnya agar ia tidak banyak
membuka mulutnya memburukkan nama Suhu.”
Demikianlah, dengan hati kesal setelah semua orang pergi, dia kemudian memesan Hok Ti Hwesio agar
supaya menjaga kuilnya, kemudian ia lalu berangkat ke kota raja, dengan tujuan utama untuk mengadakan
perundingan dengan Bu Kwan Ji tentang perkembangan cita-cita mereka. Ada pun tujuan kedua ialah
untuk mencari dan bila mungkin membunuh bekas muridnya, yaitu Ong Tek!
Dan pada saat dia tiba di gedung tempat kediaman Bu Kwan Ji itulah maka kebetulan sekali Bu Kwan Ji
sedang menghadapi urusan besar, yaitu datangnya dua orang muda yang mewakili Sin Kong Tianglo
membawa obat untuk Pangeran Mahkota yang sedang sakit! Dengan lincahnya, Bu Kwan Ji berunding
dengan selir Kaisar yang menyampaikan kepada Kaisar tentang adanya dua orang muda yang
mencurigakan dan yang katanya datang membawa obat untuk Pangeran.
“Mereka itu masih muda, mana mungkin memiliki kepandaian tinggi?” Kaisar dibujuk oleh selirnya. “Boleh
mencoba obat mereka, akan tetapi lebih baik mereka jangan dibolehkan mendekati Pangeran, siapa tahu
kalau mereka itu utusan para pemberontak yang secara diam-diam hendak membunuh Pangeran?”
Bujukan itu termakan oleh Kaisar dan sebagaimana dituturkan di bagian depan, Goat Lan dan Hong Beng
tidak diperbolehkan mendekati Pangeran, hanya buah Giok-ko saja yang diterima oleh Kaisar. Mudah
sekali diduga bahwa setelah obat itu diberikan kepada tiga orang tabib istana untuk dicobakan kepada
Pangeran yang sakit, obat itu sudah dibuang dan diganti dengan obat lain yang tidak ada khasiatnya
bahkan yang merusak kesehatan Pangeran yang malang itu.
Kaisar menjadi marah dan menyuruh Bu Kwan Ji pergi mencari serta memanggil kedua orang muda yang
telah membawa obat palsu!! Perwira she Bu ini karena merasa kuatir kalau-kalau kedua orang muda itu
melawan, kemudian mengajak Ban Sai Cinjin pergi mengunjungi rumah gedung Pangeran Ong.
Sungguh hal yang kebetulan sekali, pikir mereka, karena kedua orang muda itu ternyata kenal baik dengan
Pangeran Ong. Kesempatan bagus sekali untuk memfitnah keluarga Pangeran Ong!
Siasat licin dan akal busuk dijalin oleh para pengkhianat itu, dan Hong Beng bersama Goat Lan merasa
kuatir, tidak tahu apakah yang akan terjadi selanjutnya. Mereka tidak tahu bahwa musuh-musuh
tersembunyi sedang mengatur siasat yang jahat bagi mereka dan keluarga Pangeran Ong!
Bu Kwan Ji membawa Ban Sai Cinjin menghadap Kaisar. Dengan pandai sekali dia lalu menuturkan bahwa
dua orang muda itu telah dilindungi oleh Pangeran Ong Tiang Houw, dan bahkan kedua orang yang
berkepandaian tinggi itu melawan ketika akan ditangkap.
“Baiknya ada Losuhu ini yang menolong hamba, kalau tidak, hamba tentu akan binasa oleh mereka,” kata
Bu Kwan Ji menutup laporannya.
“Hamba sudah tahu bahwa mereka itu adalah keturunan Pendekar Bodoh, seorang yang terkenal sebagai
pemberontak di masa pemerintahan ayah Paduka,” kata Ban Sai Cinjin kepada Kaisar. “Agaknya Pendekar
Bodoh dan kawan-kawannya masih saja mempunyai keinginan untuk memberontak dan bersekutu dengan
para bangsawan yang memiliki hati khianat!”
Bukan main marahnya Kaisar mendengar ucapan-ucapan yang menghasut ini.
“Bagaimana mungkin?” katanya ragu-ragu. “Ong Tiang Houw adalah seorang pembesar yang setia,
bahkan masih terhitung keluarga istana! Agaknya tak mungkin ia memiliki hati khianat dan mengadakan
perhubungan dengan segala pemberontak dan penjahat.
“Hamba tidak berani menuduh,” kata Bu Kwan Ji, “hanya akan lebih aman dan baik sekali apa bila
Pangeran Ong dipanggil untuk memberikan keterangan.”
“Baik, kau pergi dan panggil dia datang, juga seluruh keluarganya!” bentak Kaisar. “Dan Losuhu ini,
siapakah namanya?”
“Hamba disebut orang Ban Sai Cinjin, seorang hamba sahaya biasa saja yang bersedia mengorbankan
dunia-kangouw.blogspot.com
tenaga dan nyawa untuk negara.”
“Bagus, kau bantulah Bu Kwan Ji, nanti akan kupikirkan kedudukan yang sesuai dengan jasamu!”
Bukan main girangnya hati Ban Sai Cinjin mendengar ucapan Kaisar ini. Dia kemudian mengundurkan diri
untuk melakukan tugas yang diperintahkan oleh Kaisar. Untuk kali ini, Bu Kwan Ji menerima surat kuasa
yang berupa bendera lengki (bendera tanda pesuruh kaisar).
Dengan lengki di tangan, maka mudah saja bagi Bu Kwan Ji membawa Pangeran Ong sekeluarganya,
menggiring mereka semua ke tahanan, sambil menanti perintah Kaisar untuk memeriksa mereka. Suara
tangis riuh-rendah memenuhi tempat tahanan, namun Pangeran Ong Tiang Houw dengan tenang berkata,
“Tak usah menangis! Kita telah difitnah orang, akan tetapi mengapa gelisah? Tunggulah sampai aku dapat
bertemu dengan Kaisar, tentu aku akan sanggup menyadarkan Kaisar yang agaknya dihasut oleh mulut
jahat!”
********************
Alangkah terkejutnya hati Hong Beng dan Goat Lan pada saat mereka mendengar dari pelayan hotel
bahwa keluarga Pangeran Ong sudah ditangkap oleh perwira-perwira dari istana! Hal ini adalah sebuah hal
yang aneh dan mengejutkan orang, maka tentu saja berita ini tersiar dengan cepatnya hingga pelayan itu
pun mendengar lalu menyampaikan kepada semua tamu hotel.
“Sungguh aneh, agaknya dunia akan kiamat!” pelayan yang doyan cerita itu menutup penuturannya.
“Pangeran Ong adalah seorang yang sangat berpengaruh dan ditakuti, ia selalu dekat dengan Hong-siang
karena kabarnya ia merupakan saudara dari Hong-houw (Permaisuri). Akan tetapi siapa yang tahu akan
nasib orang? Ah, kasihan, Pangeran Ong sekeluarga terkenal sangat dermawan dan budiman. Apa lagi
puteranya, Ong Kongcu yang suka sekali datang ke sini dan bercakap-cakap dengan semua orang. Dia
sangat peramah dan tidak sombong, naik kuda mengelilingi kota, bergaul dengan semua orang, tidak
seperti putera-putera bangsawan lain yang besar kepala dan...”
Baru sampai di situ kata-katanya, tiba-tiba saja dia menutup mulut dan wajahnya menjadi pucat.
Serombongan perwira berbaris menuju ke hotel itu dengan sikap amat galak dan mengancam! Ributlah
semua orang dan semua tamu langsung bersembunyi di kamar masing-masing. Dengan kaki gemetar
pelayan itu pun terpaksa menuju ke pintu bersama pelayan-pelayan lain mengiringi pengurus hotel
menyambut barisan itu.
“Pelayan itu terlampau lancang mulut, tentu dia akan ditangkap!” terdengar seorang tamu berkata perlahan.
Akan tetapi Hong Beng dan Goat Lan berpikir lain. Mereka saling pandang dan cepat masuk ke kamar
masing-masing. Sekejap kemudian mereka telah keluar pula dan sudah menggendong semua barangbarang
mereka, siap untuk meninggalkan tempat itu!
Benar saja dugaan mereka, begitu mereka keluar dari kamar, pengurus hotel dan para pelayan yang
agaknya bercakap-cakap dengan para perwira, kemudian menudingkan jari mereka ke arah Hong Beng
dan Goat Lan. Tiba-tiba Bu Kwan Ji dan perwira-perwira kelas satu dari istana maju menyerbu dan
mengurung kedua orang muda itu!
Goat Lan memandang kepada kedua orang hwesio yang seperti sudah dikenalnya itu, akan tetapi dia lupa
lagi di mana dia pernah bertemu dengan mereka. Dia tidak diberi kesempatan untuk mengingat-ingat hal
itu, karena mereka telah mengeroyok.
Kepandaian mereka ternyata tidak boleh dipandang ringan. Ban Sai Cinjin sendiri sudah amat tangguh,
juga dua orang hwesio dan tosu itu merupakan tandingan-tandingan yang tidak boleh dibuat main-main. Bu
Kwan Ji dan tujuh orang perwira kelas satu dari istana yang sudah menjadi kaki tangannya juga memiliki
kepandaian yang cukup hebat, maka Goat Lan dan Hong Beng cepat mencabut senjata mereka. Hong
Beng mengeluarkan tongkat hitamnya, yaitu tongkat tanda pangkat sebagai ketua Hek-tung Kai-pang, ada
pun Goat Lan lalu mencabut sepasang bambu runcingnya.
Tempat di mana mereka bertempur itu sangat sempit, maka Hong Beng lalu berseru, “Hayo kita keluar!”
Goat Lan mengerti maksud tunangannya, maka dia lalu menerjang pengeroyoknya dan merobohkan
dunia-kangouw.blogspot.com
seorang perwira. Demikian pula Hong Beng berhasil mengemplang kepala seorang perwira dan bersama
Goat Lan cepat melompat ke halaman hotel. Di sini tempatnya lebih luas sehingga mereka akan dapat
melakukan perlawanan dengan baik.
Akan tetapi baru saja kaki mereka menginjak halaman hotel, mendadak puluhan batang anak panah
menyambar dari luar. Cepat mereka menggerakkan senjata dan memutarnya melindungi tubuh. Ketika
mereka memandang, ternyata bahwa tempat itu telah dikurung oleh pasukan yang banyak sekali
jumlahnya!
Jalan keluar tidak ada lagi dan terpaksa Hong Beng dan Goat Lan lalu menghadapi lagi serbuan Ban Sai
Cinjin dan kawan-kawannya yang sudah mengejar pula sampai di situ. Hal ini menguntungkan bagi kedua
orang muda itu karena dengan adanya keroyokan para perwira, maka pasukan pemanah itu tak berani
menggunakan anak panah mereka lagi.
Pertempuran berjalan seru sekali. Yang sangat mendesak adalah Ban Sai Cinjin. Kali ini karena banyak
kawannya, Ban Sai Cinjin bertempur dengan semangat besar sehingga huncwe-nya benar-benar
merupakan senjata maut bagi Hong Beng dan Goat Lan. Sekali saja mereka terkena pukulan huncwe yang
selalu ditujukan ke arah kepala mereka, akan celakalah mereka!
Pada waktu kedua orang muda itu terpaksa hendak mempergunakan tangan besi dan membunuh para
pengeroyoknya untuk dapat mencari jalan keluar, mendadak terdengar sorak-sorai dan lapat-lapat
terdengar oleh Hong Beng dan Goat Lan.
“Bantu pangcu kita...!”
Keadaan pasukan yang tadinya mengurung tempat itu, tiba-tiba saja menjadi heboh dan geger. Ternyata
mereka secara tiba-tiba telah diserang dari belakang oleh serombongan pengemis bertongkat hitam!
Ternyata bahwa tadi ketika Hong Beng melompat keluar dari dalam hotel dan dikeroyok oleh para perwira,
ada beberapa orang anggota Hek-tung Kai-pang berada di luar hotel itu. Melihat betapa pemuda gagah itu
bersenjatakan tongkat hitam yang mereka kenal sebagai tongkat pusaka dari Hek-tung Kai-pang, maka
tahulah mereka bahwa pemuda ini tentulah pangcu yang baru seperti sudah mereka dengar dari para
pemimpin cabang mereka.
Atas bunyi siulan rahasia mereka, dalam waktu sebentar saja datanglah berpuluh-puluh pengemis anggota
Hek-tung Kai-pang, bahkan pemimpin-pemimpin yang berkedudukan di kota raja secara sembunyisembunyi
juga muncul kemudian melakukan pengeroyokan terhadap para tentara kerajaan yang
mengurung itu!
Hong Beng merasa girang sekali. Bersama Goat Lan ia lalu melompat jauh dan mencari jalan keluar dari
tempat di mana para pengemis tongkat hitam itu menyerbu. Sambil memutar tongkat hitamnya dan
merobohkan beberapa belas tentara yang mengeroyok, ia berseru,
“Aku pergi, lekas kalian mencari jalan aman!” Setelah berkata demikian, ia dan Goat Lan melompat ke atas
genteng dan melenyapkan diri di balik wuwungan rumah-rumah yang tinggi.
Kawanan jembel yang setia itu lalu juga ikut melarikan diri ke sana ke mari, memecah rombongan sehingga
sukarlah bagi barisan kerajaan untuk mengejar mereka. Juga tidak ada perintah mengejar para pengemis
itu, sebaliknya Bu Kwan Ji hanya berteriak-teriak memerintahkan anak buahnya untuk mengejar dua orang
muda tadi!
Akan tetapi kemanakah mereka harus mengejar? Dua orang muda itu melompat ke atas genteng bagaikan
dua ekor burung walet saja, dan biar pun para perwira mengikuti Ban Sai Cinjin mengejar, akan tetap
mereka ini lantas tertinggal jauh oleh Ban Sai Cinjin yang gerakannya cepat sekali.
Setelah mengejar agak jauh dan mendapatkan dirinya hanya sendiri saja, Ban Sai Cinjin menjadi gentar.
Kalau hanya seorang diri, andai kata dia dapat menyusul, bagaimana dia akan mampu menangkap kedua
orang muda yang lihai itu? Terpaksa dia pun menunda kejarannya dan membiarkan kedua orang muda itu
melarikan diri dengan cepat.
“Tutup semua pintu gerbang! Perkuat penjagaan! Jangan biarkan mereka lolos dari kota!” seru Bu Kwan Ji
dengan marah sekali. Di dalam kemarahannya terhadap Hong Beng dan Goat Lan, perwira ini sampai lupa
dunia-kangouw.blogspot.com
kepada para pengemis tongkat hitam yang tadi sudah menolong kedua orang muda itu!
Hong Beng dan Goat Lan lari terus sampai di ujung kota yang sunyi.
“Mari ikut aku!” gadis itu mengajak tunangannya dengan suara tegas.
“Ke mana, Moi-moi?” tanya Hong Beng.
“Ke istana, mencari Pangeran Mahkota!”
Hong Beng mempunyai pikiran yang cerdas dan mudah menangkap maksud kata-kata orang, maka dia
diam saja dan keduanya lalu berlari menuju ke istana yang megah itu. Untung bagi mereka bahwa semua
penjagaan dikerahkan untuk menjaga seluruh pintu gerbang dan merondai dinding kota sebagaimana yang
diperintahkan oleh Bu Kwan Ji, sehingga di dalam kotanya sendiri hanya ada beberapa orang perwira saja
melakukan penggeledahan di sana-sini. Senja hari telah mendatang dan keadaan telah hampir gelap ketika
keduanya telah tiba di dekat dinding tinggi yang mengelilingi istana kaisar.
Tidak mudah bagi kedua orang muda itu untuk dapat memasuki istana dan melalui dinding yang tinggi
sekali itu. Untuk masuk lewat depan tidak mungkin sekali dan masuk dengan jalan melompati dinding yang
begitu tinggi, juga sukar.
Mereka berjalan ke sana ke mari mencari dinding yang agak rendah, akan tetapi sia-sia belaka. Ada
beberapa batang pohon yang cukup tinggi untuk menjadi jembatan, akan tetapi pohon-pohon ini letaknya
jauh dari dinding, sehingga melompat dari pohon ke atas dinding, bahkan lebih sukar dari pada melompat
dari atas tanah.
Mereka duduk di bawah dinding dengan hati kecewa, keduanya tak mengeluarkan suara dan termenung
memutar otak. Tiba-tiba Hong Beng berkata girang,
“Ahh, aku mendapat akal, Lan-moi! Kau tentu akan dapat masuk ke dalam dengan cara melompat ke atas
dinding.”
“Bagaimana aku dapat melompati dinding setinggi itu, Koko?”
“Kau melompat lebih dulu dan aku akan mendorongmu dari bawah! Dengan meminjam tenaga dan
tanganku, bukankah kau akan dapat melompat lagi ke atas?”
Untuk sesaat Goat Lan memandang kepada tunangannya dengan sepasang matanya yang seperti mata
burung Hong itu, kemudian wajahnya berseri girang.
“Ahh, benar juga kata-katamu, Koko. Mengapa aku tidak dapat berpikir sampai di situ?”
Tiba-tiba Hong Beng mengerutkan keningnya. “Sayangnya, hanya kau saja yang dapat masuk ke dalam
istana untuk mencari Pangeran dan mengobatinya. Bagaimana hatiku bisa tenteram apa bila membiarkan
kau masuk seorang diri ke tempat berbahaya itu? Dengan menanti kembalimu di luar dinding ini aku akan
merasa seakan-akan berdiri di atas besi panas!”
Kini Goat Lan yang berkata dengan gembira, “Mengapa susah-susah? Pohon itu dapat menolongmu!”
Giliran Hong Beng yang sekarang memandang kepada tunangannya dengan mata bodoh karena sungguhsungguh
dia tidak mengerti apa maksud gadis itu.
“Pohon itu letaknya terlalu jauh dari dinding, bagaimana pohon itu bisa menolongku?”
“Koko, apa kau tidak ingat kepada cabangnya yang panjang?” seru gadis itu yang segera melompat ke
arah pohon besar dan kemudian ia melompat ke atas, memilih cabang yang panjang dan kuat. Dengan
sekali renggut saja maka patahlah cabang itu yang segera dibersihkan daun-daunnya sehingga merupakan
sebatang tongkat panjang.
“Nah, bila mana aku sudah berhasil sampai di atas, kau lemparkan tongkat ini kepadaku. Kemudian kau
melompat dan kuterima dengan tongkat ini, bukankah beres?”
dunia-kangouw.blogspot.com
Girang sekali hati Hong Beng. Ia menangkap tangan Goat Lan sambil memuji, “Moi-moi, kau benar-benar
hebat! Kau cerdik sekali dan... dan... cantik manis!”
“Hushh, bukan waktunya untuk bersenda gurau, Koko!” kata Goat Lan merengut sambil mencubit lengan
pemuda itu, akan tetapi kedua matanya bersinar bangga dan kerlingnya menyambar hati Hong Beng,
menyuburkan cinta kasih yang sudah berakar di dalam hati pemuda itu.
“Nah, sekarang melompatlah, Moi-moi. Melompatlah dengan lurus ke atas, dekat dinding, kemudian tarik
kakimu ke atas sehingga kalau aku sudah menyusul di bawahmu, kau dapat mengenjotkan kakimu di atas
tanganku!”
Goat Lan mengangguk maklum, kemudian membereskan pakaiannya, mengikat erat tali pinggangnya dan
juga membereskan letak buntalan pakaian dan obat yang berada pada punggungnya.
“Siap, Koko!” kata gadis itu sambil menghampiri dinding.
Hong Beng berdiri di belakangnya dan ketika gadis itu melompat ke atas, dia pun cepat menyusul di
bawahnya! Keduanya mempergunakan gerak lompat Pek-liong Seng-thian (Naga Putih Naik ke Langit).
Tubuh Goat Lan yang ringan itu meluncur pesat ke atas dan ketika dia merasa bahwa tenaga luncurannya
sudah hampir habis, dia lalu menarik kedua kakinya ke atas. Tepat pada saat melayang turun kembali, dia
merasa betapa kedua tangan Hong Beng yang kuat telah menyangga sepasang telapak kakinya.
Goat Lan diam-diam memuji tunangannya ini karena dengan gerakan ini ternyata bahwa tenaga lompatan
Hong Beng masih menang sedikit kalau dibandingkan dengan tenaga loncatannya. Karena kini sudah
mendapat tempat untuk sepasang kakinya, Goat Lan lalu mengenjot lagi ke atas dan tubuhnya melayang
makin tinggi sehingga ia dapat mencapai dinding itu.
Tangannya menyambar pinggiran dinding dan sekali ia mengayun tubuh ke atas, ia telah berada di atas
dinding yang tinggi itu! Dia memandang ke sebelah dalam dan untung sekali bahwa mereka tiba di dinding
yang menutupi sebuah taman bunga yang sangat indahnya sehingga gadis ini menjadi takjub melihat
sedemikian banyaknya pohon-pohon bunga yang menyerbakkan keharuman.
Sayang bahwa keadaan sudah agak gelap hingga ia tidak dapat menikmati tata warna yang luar biasa dari
taman bunga itu. Saking kagumnya, Goat Lan sampai lupa kepada Hong Beng. Ia terkejut ketika
mendengar seruan Hong Beng, “Moi-moi, terimalah tongkat ini!”
Cepat dia memutar tubuhnya dan menghadap keluar lagi. Dinding itu tebal sekali, lebar permukaan dinding
yang diinjaknya lebih dari dua kaki, sehingga ia boleh berdiri dengan enak dan tetap di atas dinding itu.
Hong Beng melempar tongkat panjang ke atas yang diterima oleh Goat Lan dengan mudahnya. Ketika
gadis itu duduk di atas tembok, tangan kiri merangkul tembok dan tangan kanan memegang ujung tongkat
yang diulurkan ke bawah maka ujung tongkat di bawah telah mencapai tempat yang cukup rendah bagi
Hong Beng untuk melompat dan menangkapnya. Akan tetapi pemuda ini masih berkuatir kalau-kalau Goat
Lan tidak akan kuat menahan berat tubuhnya dengan tongkat itu, maka sebelum meloncat ia berseru,
“Moi-moi, kalau nanti terlalu berat bagimu, kau lepaskan saja tongkat itu, jangan sampai kau ikut jatuh ke
bawah!”
“Kau kira aku ini orang macam apa?” bantah Goat Lan berpura-pura marah, akan tetapi suaranya
terdengar bersungguh-sungguh. “Kalau kau jatuh, aku pun ikut jatuh pula!”
“Eh, eh, jangan begitu, Lan-moi. Kalau kau lepaskan tongkat itu, jatuhku tidak dari tempat terlalu tinggi dan
paling-paling aku hanya akan lecet-lecet saja. Akan tetapi kau... dari tempat begitu tinggi!”
“Aku juga tak akan mati jatuh dari tempat setinggi ini!”
Hong Beng menjadi bingung. Dia ragu-ragu untuk melompat, karena dia maklum bahwa gadis itu betulbetul
takkan membiarkan ia jatuh sendiri! Tiba-tiba pemuda itu lalu berlari ke tempat di mana terdapat
pohon besar tadi.
Goat Lan memandang heran, akan tetapi ia melihat pemuda itu telah melompat naik ke atas pohon dan
dunia-kangouw.blogspot.com
menggunakan pedangnya untuk membabat putus sebatang cabang yang panjang. Ketika Hong Beng
sudah tiba di tempat tadi, tahulah Goat Lan bahwa pemuda itu telah mengambil dan membuat sebatang
tongkat seperti tadi panjangnya, hanya saja kini tongkat ini ujungnya ada kaitannya. Pemuda yang cerdik
ini telah mengambil cabang yang ada kaitannya dan kemudian ia berkata,
“Moi-moi, taruh saja tongkat itu di atas dinding, dan kau pakailah tongkat yang ini!” Ia melontarkan tongkat
baru ini ke atas yang disambut dengan mudahnya oleh Goat Lan.
Gadis ini menjadi girang sekali, karena tentu saja dengan tongkat ini, dia tak usah kuatir tunangannya akan
jatuh kembali karena dia tidak kuat menahan berat tubuhnya. Dia lalu memasang kaitan tongkat itu pada
dinding, dan memegang kaitan itu menjaga jangan sampai kaitannya terlepas.
“Lompatlah, Koko!” teriaknya ke bawah.
Hong Beng mengumpulkan tenaga pada kakinya, kemudian mengenjot tubuhnya ke atas. Ketika
tangannya dapat mencapai ujung tongkat yang tergantung di bawah, ia menangkap tongkat itu dan dengan
cekatan sekali dia lalu naik ke atas, merayap melalui tongkat. Setelah tiba di atas dinding, ia mengomel
kepada tunangannya,
“Lan-moi, lain kali jangan kau main nekad begitu. Kalau aku tidak mendapat akal ini, aku tak akan berani
melompat naik dan membiarkan kau jatuh ke bawah.”
Goat Lan tersenyum manis, kemudian teringat akan tugasnya lagi.
“Mari kita turun ke dalam,” katanya, “baiknya ada dua buah tongkat ini yang akan dapat membantu kita.”
Gadis yang berani itu lalu melompat turun lebih dulu dengan tongkat yang dipegangnya merupakan
pembantu yang amat berguna. Sebelum tubuhnya tiba di tanah, ia lebih dulu menancapkan tongkat itu
sehingga dapat menahan tenaga luncurannya. Setelah tenaga luncuran itu habis, dia baru melompat ke
bawah dengan ringannya. Kedua kakinya tidak mengeluarkan suara sedikit pun juga.
Hong Beng segera meniru gerakan kekasihnya ini dan kini mereka berdua telah berada di dalam taman.
“Aduh indahnya kembang ini...,” kata Goat Lan sambil menghampiri sekelompok bunga seruni kuning yang
amat indah. Gadis ini bagaikan seekor kupu-kupu. Dengan lincah dan gembira dia berlari-larian dari satu
ke lain bunga, riang gembira seperti anak-anak.
“Lan-moi, apakah kita masuk ke sini hanya untuk bermain-main di taman bunga ini?” tanya Hong Beng
menegur tunangannya dengan pandang mata kagum karena sungguh cocok sekali bagi seorang gadis
cantik berada di taman indah penuh kembang.
“Koko, bunga ini cocok sekali untukmu!” Goat Lan seakan-akan tidak mendengar ucapan Hong Beng.
Ia memetik setangkai bunga seruni dan membawa bunga itu kepada Hong Beng. Dengan sikap yang
menyayang ia lalu memasukkan tangkai kembang itu ke lubang kancing pada dada Hong Beng.
Terharu juga hati pemuda ini melihat kelembutan tunangannya. Ia meremas tangan Goat Lan, kemudian
tanpa berkata-kata dia lalu memetik pula setangkai seruni merah yang ditancapkannya di atas rambut
kekasihnya.
“Hayo kita mencari Pangeran,” katanya kemudian.
Ucapan ini mengusir hikmat taman bunga dan kasih sayang mesra. Keduanya segera berjalan dengan
hati-hati sekali sampai ke ujung taman bunga di mana terdapat sebuah pintu. Tiba-tiba mereka mendengar
suara orang bercakap-cakap di belakang pintu itu.
Ketika mereka mendengarkan dengan penuh perhatian dan tahu bahwa yang bercakap cakap itu hanyalah
dua orang penjaga pintu belakang, cepat kedua orang muda perkasa ini lalu membuka pintu dengan tibatiba.
Dua orang penjaga yang memandang dengan celangap itu tidak diberi kesempatan membuka suara.
Begitu tangan Goat Lan dan Hong Beng bergerak, keduanya telah kena ditotok sehingga menjadi kaku tak
dapat bergerak mau pun bersuara lagi.
dunia-kangouw.blogspot.com
Hong Beng mencabut tongkatnya. Sesudah membebaskan salah seorang penjaga dari totokannya, dia
menempelkan ujung tongkat pada leher orang itu sambil berkata,
“Hayo katakan terus terang di mana kamar Pangeran Mahkota!”
Penjaga itu biar pun tubuhnya menggigil, mukanya pucat, dan bibirnya gemetar namun ia menggelengkan
kepalanya dan berkata, “Tidak, tidak! Kami telah banyak menerima budi Hong-siang (Kaisar), dan Putera
Mahkota amat budiman. Biar pun aku akan kau bunuh, aku tidak akan mengkhianati Putera Mahkola! Kau
tidak boleh membunuhnya!”
Tersenyum Hong Beng mendengar ini. Dia suka dan kagum melihat kesetiaan penjaga pintu, pegawai
rendah ini. Tiba-tiba dia mendapat pikiran yang baik sekali.
“Dengar, sahabat. Kami berdua datang sama sekali bukan membawa niat jahat. Kami datang hendak
mengobati Putera Mahkota, akan tetapi kami niat kami dihalang-halangi oleh Bu Kwan Ji si jahanam.
Maukah kau membantu kami menolong pangeranmu itu?”
Penjaga itu memandang kepada Hong Beng dengan curiga. “Siapa tahu betul tidaknya bicaramu ini?”
tanyanya.
Goat Lan turun tangan dan berkata, “Dengarlah, Lopek (Uwa). Aku adalah murid dari Yok-ong (Raja Obat)
Sin Kong Tianglo dan aku benar-benar datang hendak menolong Pangeran Mahkota. Kau percayalah dan
tunjukkan kepadaku di mana tempat Pangeran itu.”
Melihat Goat Lan, maka lenyaplah kecurigaan penjaga itu. Gadis secantik dan seramah ini dengan
sepasang mata yang indah dan halus itu tak mungkin jahat.
“Baiklah, aku akan membantumu. Kalau aku salah duga dan ternyata kau datang hendak melakukan
kejahatan, biarlah kelak nyawaku akan menjadi setan yang selalu mengejar-ngejarmu! Pada waktu ini,
Pangeran Mahkota berada di ruangan belakang, tidak jauh dari sini. Baiknya tiga orang tabib yang biasa
selalu menjaganya kini tengah keluar, kabarnya untuk menangkap pemberontak-pemeberontak! Yang
menjaga hanyalah inang pengasuh dan para pelayan saja. Mari kalian ikut padaku!”
Penjaga yang seorang lagi tidak dibebaskan dari totokan, bahkan Hong Beng kemudian melepaskan ikat
pinggang orang itu dan mengikat kedua tangannya agar jangan sampai terlepas dan menimbulkan ribut.
Ketiganya lalu berjalan ke sebelah dalam dan tidak lama kemudian mereka tiba di ruang yang
dimaksudkan.
Di sana terdapat lima orang pelayan wanita, dua orang pelayan banci (thai-kam) serta empat orang
penjaga yang kokoh kuat tubuhnya. Alangkah kaget semua orang ini ketika melihat penjaga itu masuk
bersama dua orang muda yang elok. Empat orang penjaga itu cepat melompat menghampiri mereka
dengan golok di tangan.
“Siapa kalian dan perlu apa masuk tanpa dipanggil?” bentak seorang di antara mereka.
“Kami datang hendak mengobati Pangeran!” kata Hong Beng.
“Tak seorang pun boleh mengobati Pangeran di luar tahunya ketiga tabib istana! Kalian orang-orang jahat
harus ditangkap!”
Hong Beng dapat menduga bahwa empat orang penjaga ini pun tentulah kaki tangan Bu Kwan Ji, maka ia
memberi tanda kepada Goat Lan. Pada saat tubuh kedua orang muda perkasa ini berkelebat dan kedua
tangannya bergerak, keempat orang penjaga itu roboh dengan tubuh lemas tak berdaya lagi! Tentu saja
dua orang thaikam dan kelima orang pelayan wanita itu menjadi ketakutan dan berdiri dengan muka pucat
dan tubuh gemetar.
“Kami datang bukan dengan niat jahat,” kata Hong Beng. “Kami datang untuk mengobati Pangeran! Akan
tetapi, siapa saja yang berani menghalangi kami pasti akan kuhancurkan kepalanya!” Sambil berkata
demikian, Hong Beng lalu mencabut tongkatnya yang hitam mengkilap sehingga mereka semua menjadi
takut.
“Siapakah yang membuat ribut-ribut itu?” tiba-tiba terdengar suara yang halus dan lemah.
dunia-kangouw.blogspot.com
Goat Lan cepat menengok ke arah suara itu, maka terlihatlah pangeran Mahkota yang sedang berbaring di
tempat tidurnya yang indah. Pangeran ini masih muda sekali, paling banyak baru empat belas tahun,
tubuhnya amat kurus dan wajahnya pucat sekali.
Goat Lan melompat dan berlutut di depan Pangeran yang sekarang sudah duduk di atas pembaringannya
itu.
“Hamba Kwee Goat Lan, murid dari Yok-ong Sin Kong Tianglo. Hamba datang hendak melanjutkan usaha
mendiang Suhu untuk mencoba mengobati Paduka.”
Pangeran kecil itu membuka kedua matanya lebar-lebar. “Bukankah kau yang kemarin dinyatakan hendak
meracuniku? Obat apa yang kau kirim ke sini itu? Rasanya pahit dan masam! Membuat perutku muak!”
Goat Lan bangkit berdiri. “Paduka telah ditipu. Orang-orang jahat mengelilingi tempat ini. Yang diberikan
bukan obat dari hamba, akan tetapi sudah ditukar dengan obat lain yang jahat!” Dia cepat mengeluarkan
buah Giok-ko dan memperlihatkannya kepada Pangeran itu. “Buah inilah yang kemarin hamba
persembahkan kepada Hong-siang, apakah ini pula yang Paduka makan?”
Pangeran itu menerima buah yang berkilauan bagaikan mutiara itu dengan kagum dan heran. “Bukan,
bukan ini, akan tetapi buah hijau yang baunya tidak enak. Buah ini wangi sekali.”
“Nah, silakan Paduka makan buah ini, dan demi Thian Yang Maha Adil, kalau Paduka percaya, penyakit
Paduka pasti akan lenyap!”
Pangeran itu memandang kepada Goat Lan sampai lama, kemudian ia tersenyum lemah dan berkata, “Kau
cantik dan gagah, aku percaya kepadamu!” Dan ia lalu makan buah itu. Baru saja satu gigitan, ia berseru
girang, “Manis dan wangi sekali!” Sebentar saja habislah buah itu semua.
“Kalau masih ada, aku ingin makan lagi!” Sambil berkata demikian dengan tangan kanan, Pangeran itu
menutup mulut menahan kuapnya, karena ia tiba-tiba merasa mengantuk sekali.
“Sekarang harap Paduka suka beristirahat, karena baru besok pagi Paduka boleh makan sebuah lagi,” kata
Goat Lan.
Akan tetapi Pangeran itu telah merebahkan diri dan sebentar saja ia tertidur pulas terkena pengaruh Giokko
yang sangat manjur itu. Goat Lan segera menyuruh seorang pelayan menyediakan perabot untuk
memasak daun To-hio sebagaimana yang telah dipesankan oleh Thian Kek Hwesio.
Pada saat Goat Lan sedang sibuk memasak obat itu, tiba-tiba saja Hong Beng berseru terkejut, “Celaka,
Hong-siang bersama para pengiringnya sedang menuju ke sini!”
Memang sudah menjadi kebiasaan Kaisar untuk menengok keadaan putera yang tercinta itu sebelum tidur.
Seperti biasa, malam hari itu Kaisar juga datang diantar oleh lima orang pengawal pribadinya!
Hong Beng yang menjaga pintu menjadi bingung, namun Goat Lan lalu berkata, “Koko, kurasa lebih baik
lagi apa bila Hong-siang berada di dalam kamar ini untuk menyaksikan bagaimana kita menolong
puteranya!”
Hong Beng memutar otak dan cepat dia berkata kepada semua pelayan di situ, “Awas, semua orang tidak
boleh membikin ribut. Diam-diam saja seperti tak terjadi sesuatu apa pun sehingga Hong-siang tidak akan
kaget dan curiga. Kalian telah melihat sendiri bahwa kami benar-benar hendak mengobati Pangeran, dan
seperti kataku tadi, siapa saja yang akan menghalangiku, akan kuhancurkan kepalanya!”
Pemuda itu lalu bersembunyi di balik daun pintu, menanti masuknya Kaisar, sedangkan Goat Lan tetap
memasak obat tanpa mempedulikan keadaan di luar kamar.
Untung sekali bagi kedua orang muda itu bahwa tidak sembarang orang boleh masuk ke dalam kamar
pangeran. Maka ketika tiba di luar pintu, hanya Kaisar sendiri yang masuk ke dalam, sedangkan lima
bayangkari menjaga di luar pintu itu dengan golok di tangan! Kaisar masuk dengan wajah muram karena ia
memikirkan keadaan puteranya. Alangkah terkejutnya ketika ia melihat seorang gadis yang tak dikenalnya
sedang memasak obat.
dunia-kangouw.blogspot.com
“Siapa kau?” tanyanya.
Goat Lan menengok dan cepat menjatuhkan diri berlutut di depan Kaisar. “Hamba akan menerima
hukuman dari kelancangan hamba masuk ke tempat ini, akan tetapi mohon diberi kesempatan lebih dulu
untuk menyembuhkan penyakit Putera Mahkota!”
Ketika melihat wajah gadis ini, Kaisar menjadi makin terkejut.
“Bukankah kau yang mengaku murid Yok-ong dan yang sudah mencoba untuk meracuni puteraku?”
Cepat Kaisar menengok untuk memanggil penjaga dan bayangkari, akan tetapi ia makin pucat ketika
melihat bahwa pintu telah ditutup dan kini seorang pemuda yang dikenalnya sebagai kawan gadis ini, kini
telah berdiri dengan gagahnya di tengah pintu itu, menjaga dengan tongkat di tangan. Ketika dia melirik ke
kiri, di sudut rebah empat orang penjaga pangeran dalam keadaan lemas tak berdaya.
“Hemm, jadi kalian berdua ini benar-benar putera-putera Pendekar Bodoh yang hendak memberontak?
Apakah kehendak kalian sekarang? Mau membunuh puteraku atau aku? Kalian kira mudah saja
melakukan hal itu?”
Akan tetapi, walau pun masih memegang tongkatnya, Hong Beng lalu menjatuhkan diri berlutut di tempat
penjagaannya.
“Ayah hamba, Pendekar Bodoh, tidak pernah menjadi pemberontak, dan demikian pula hamba berdua.
Sesungguhnya hamba datang hanya hendak mengobati Putera Mahkota, bukan mengandung niat jahat.
Mohon Hong-siang sudi mempertimbangkan dan memberi ampun.”
“Buah obat yang kalian berikan kemarin telah dimakan oleh puteraku, akan tetapi bahkan menambah
penyakitnya. Bukankah itu bukti yang nyata?”
“Maafkan hamba,” kata Goat Lan. “Itulah sebabnya mengapa hamba berdua terpaksa mengambil jalan
masuk secara lancang ini. Buah dari hamba itu telah ditukar orang dan yang diberikan kepada Pangeran
adalah buah yang berbahaya. Baru tadi putera Paduka telah makan sebutir buah dari hamba dan sekarang
telah dapat tidur nyenyak.”
“Hamba berdua meminta waktu sampai tiga hari, dan sebelum lewat tiga hari, terpaksa hamba berlaku
kurang ajar dan menahan Paduka di kamar ini! Hal ini terpaksa hamba lakukan untuk mencegah gangguan
dari tiga tabib durjana, pengkhianat Bu Kwan Ji, dan Huncwe Maut Ban Sai Cinjin yang amat jahat dan
berbahaya.” Hong Beng menyambung kata-kata Goat Lan.
Kaisar memandang dari Goat Lan ke Hong Beng berganti-ganti, kemudian ia tersenyum.
“Baiklah, kuberi waktu tiga hari, akan tetapi bila mana di dalam waktu itu ternyata kalian membohong,
awaslah, jangan kau berani main-main dengan Kaisar!” Sesudah berkata demikian, Kaisar lalu
menghampiri puteranya yang sedang tidur nyenyak dengan napas teratur dan tenang.
“Lucu... lucu... !” kata Kaisar setelah menghampiri kembali Goat Lan dan Hong Beng, lalu duduk di atas
sebuah kursi gading. “Baru kali ini selama hidupku aku mengalami ditahan oleh orang luar, orang biasa.
Ha-ha-ha! Benar-benar menggembirakan dan mendebarkan hati! Aku ingin sekali mengetahui bagaimana
perkembangan selanjutnya dari peristiwa aneh ini!”
Akan tetapi, karena hari sudah malam dan Kaisar itu merasa mengantuk sekali, dia lalu pergi tidur di atas
sebuah pembaringan biasa yang berada di tempat itu, dilayani oleh lima orang pelayan wanita itu dengan
penuh penghormatan.
“Koko, aku sekarang teringat bahwa hwesio-hwesio yang ikut Bu-ciangkun menyerbu kita di hotel, adalah
hwesio yang datang menyerang kita pada malam hari kemarin dulu!”
Hong Beng mengangguk-angguk. “Sekarang mulai terang bagiku. Sudah jelas bahwa tabib-tabib istana
yang menjaga Pangeran ini telah sengaja menghalangi penyembuhan Pangeran, dan agaknya hal ini ada
hubungannya pula dengan Bu Kwan Ji. Mungkin tiga orang tabib itu telah bersekongkol dengan perwira
she Bu itu, dibantu pula oleh Ban Sai Cinjin! Kita harus dapat meyakinkan Kaisar bahwa mereka itu adalah
dunia-kangouw.blogspot.com
sekomplotan orang jahat yang menghendaki nyawa Pangeran Mahkota, entah apa sebabnya!”
“Jalan satu-satunya untuk meyakinkan dan mendapatkan kepercayaan Kaisar hanyalah penyembuhan
puteranya.”
“Mudah-mudahan saja obat yang kau bawa itu berhasil!”
“Pasti berhasil!” kata-kata ini diucapkan oleh Goat Lan dengan suara yang tetap penuh kepercayaan. “Obat
ini adalah petunjuk dari Suhu, bagaimana bisa salah?”
Malam hari itu, Pangeran Mahkota terjaga dari tidurnya dan Goat Lan lalu memberinya minum obat Daun
Golok yang sudah dimasak. Karena merasa betapa tubuhnya sangat enak, Pangeran itu percaya penuh
kepada Goat Lan dan tanpa ragu-ragu lagi minum semangkok masakan obat daun itu. Kemudian, gadis ini
dengan kedua tangannya sendiri memasakkan sedikit bubur untuk Pangeran itu dan memaksanya untuk
mengisi perut dengah bubur itu.
Sudah tiga hari Pangeran itu tidak mau makan, akan tetapi sekarang, semangkok bubur masih belum
memuaskan seleranya hingga dia minta tambah. Akan tetapi dengan suara halus Goat Lan mencegahnya,
kemudian gadis ini sambil duduk di dekat pembaringan, lalu menceritakan dongeng-dongeng kuno
mengenai kegagahan sehingga pangeran itu merasa tertarik sekali dan akhirnya dia melupakan rasa
laparnya dan tertidur kembali.
Pada keesokan harinya, Kaisar bangun pagi-pagi sekali dan dia merasa sangat heran mengapa ia dapat
tidur demikian nyenyaknya! Biasanya, di dalam kamarnya sendiri yang bagus, di atas pembaringan terhias
emas dan permata, setiap malam pasti dua tiga kali dia terjaga. Akan tetapi kali ini, tidur di tempat
peristirahatan puteranya, hanya di atas pembaringan biasa, bahkan sebagai seorang tawanan dari dua
orang muda aneh itu, ia dapat tidur pulas dan enak!
Ketika dia memandang, ternyata bahwa Goat Lan sudah bangun pula. Gadis ini bersama Hong Beng
bergiliran menjaga pintu, akan tetapi mereka tidak tidur, hanya duduk bersila sambil bersemedhi saja.
“Jadi aku belum boleh keluar dari kamar ini?” Kaisar bertanya sambil tersenyum kepada Hong Beng yang
masih berdiri menghadang di pintu dengan tongkat di tangan.
“Terpaksa hamba akan menghalanginya, demi keselamatan putera Paduka!” jawab Hong Beng dengan
suara tetap.
Kaisar tersenyum. “Apakah kau kira aku dapat bertahan tanpa makan sampai tiga hari? Bodoh! Minggirlah,
biar aku memberi perintah supaya membawa makanan dan air untuk kita mencuci muka!”
Suara Kaisar amat berpengaruh dan karena ia percaya penuh kepada Kaisar ini, Hong Beng lalu
melangkah ke samping. Kaisar membuka daun pintu dan berkata kepada lima orang bayangkari yang
semalam suntuk menjaga di depan pintu tanpa berani pergi atau masuk!
“Jangan perbolehkan siapa pun juga masuk ke kamar ini! Atur penjagaan kuat secara bergilir dan suruh
pelayan wanita menghidangkan makanan dan minuman. Juga air untuk mencuci muka. Laporkan kepada
Hong-houw (Permaisuri) bahwa selama tiga hari ini aku akan berada di dalam kamar pangeran untuk
menjaga dan menyaksikan sendiri Sang Pangeran menerima pengobatan!” Sesudah berkata demikian,
Kaisar lalu menutup pintu kembali.
Lima orang bayangkari itu saling pandang dengan bingung. Perintah dari Kaisar cukup jelas, hanya mereka
merasa bingung sebab siapakah yang sedang mengobati Pangeran? Mereka tidak melihat ada orang
masuk, sedangkan ketiga orang tabib istana pun belum masuk ke kamar itu!
Akan tetapi, oleh karena sudah jelas bunyi perintah Kaisar, mereka mengerjakan dengan seksama dan
taat. Semua perintah Kaisar dikerjakan dengan cepat sekali, dan sebentar saja di depan kamar itu sudah
terjaga oleh dua belas orang bayangkari pengawal pribadi Kaisar. Kalau andai kata Permaisuri sendiri
hendak memasuki kamar itu, tanpa perkenan dan persetujuan Kaisar, para bayangkari itu tentu takkan mau
memberi jalan masuk!
Kaisar memiliki dua puluh empat orang pengawal pribadi yang dipilih oleh Kaisar sendiri dan kesetiaan
mereka sudah dipercaya serta diuji benar-benar. Kepandaian mereka juga cukup tinggi.
dunia-kangouw.blogspot.com
Hong Beng tetap menjaga di belakang pintu yang tertutup itu sedangkan Goat Lan telah memberi makan
sebuah Giok-ko lagi kepada Pangeran yang kini nampak lebih segar dari pada kemarin. Kaisar melihat
sendiri betapa Goat Lan bersungguh-sungguh berusaha mengobati puteranya, maka diam-diam Kaisar ini
memperhatikan Goat Lan dan menjadi kagum sekali.
Ketika dari luar terdengar suara ketokan pintu oleh bayangkari yang melaporkan bahwa makanan dan
minuman telah dibawa datang oleh pelayan-pelayan wanita, Kaisar segera memerintahkan pelayanpelayan
wanita yang banyaknya lima orang di dalam kamar itu untuk mengambil hidangan-hidangan itu.
Pelayan-pelayan baru yang datang membawa makanan tidak diperkenankan masuk!
Sesudah hidangan disiapkan, Kaisar mengajak Hong Beng dan Goat Lan untuk makan bersama! Suatu
kehormatan yang besar sekali dan belum pernah ada orang biasa diajak makan bersama oleh Kaisar!
Akan tetapi Hong Beng yang amat hati-hati dengan sopan dan halus memohon maaf dan menolaknya,
karena dia tidak mau meninggalkan pintu yang dijaganya itu. Dia maklum bahwa kalau dia lalai sehingga
Bu Kwan Ji dan kaki tangannya sampai dapat menyerbu masuk, akan celakalah dia, Goat Lan, dan juga
Pangeran Mahkota!
Sebaliknya, karena dia merasa sangat lapar, Goat Lan tidak menolak ajakan Kaisar dan makanlah mereka
bertiga, yakni Kaisar, Pangeran dan Goat Lan. Kaisar dan Pangeran sungguh merasa gembira sekali, oleh
karena telah berbulan-bulan Pangeran tidak kuasa turun dari pembaringan, akan tetapi sekarang bahkan
dapat makan satu meja dengan ayahnya!
Dalam kesempatan ini, Kaisar mengajukan banyak pertanyaan kepada Goat Lan tentang orang tuanya,
tentang guru-gurunya dan mengapa gadis ini dengan mati-matian hendak mengobati Pangeran.
“Apakah karena kau merasa menjadi rakyat hendak berbakti kepadaku yang menjadi rajamu?” tanya
Kaisar memandang tajam.
“Memang ada juga keinginan hati hamba untuk berbakti, akan tetapi yang utama sekali karena hamba
hendak menjunjung serta melindungi nama baik mendiang suhu hamba, yakni Yok-ong Sin Kong Tianglo!”
Dengan jujur gadis ini kemudian menceritakan keadaannya, menceritakan pula tentang pengorbanan suhunya
yang sampai meninggal dunia dalam usahanya mencarikan obat guna menyembuhkan Pangeran
Mahkota. Pangeran yang kini telah berusia empat belas tahun itu merasa terharu mendengar penuturan
Goat Lan dan dengan berlinang air mata ia lalu berkata,
“Nona, besar sekali budi mendiang suhu-mu dan engkau. Kami tak akan melupakan budi pertolongan yang
besar ini.”
“Kau memang baik sekali, Nona Kwee. Sudah sepatutnya kalau kau mendapat anugerah besar. Tunggu
saja kalau Pangeran sudah sembuh benar!”
“Hamba tidak mengharapkan hadiah atau pun anugerah, sebab anugerah Paduka berupa kebijaksanaan
dan keadilan kepada rakyat jelata sudah merupakan anugerah terbesar yang dapat Paduka berikan! Hanya
hamba merasa kuatir sekali karena jelas bahwa ada komplotan jahat yang tidak ingin melihat kesembuhan
Pangeran Mahkota. Harap Paduka suka berlaku hati-hati dan segera menangkap orang-orang seperti Bu
Kwan Ji dan ketiga orang tabib istana itu. Sudah terbukti bahwa ketika hamba memberi buah Giok-ko yang
Paduka teruskan kepada orang she Bu itu, ternyata setelah sampai di tangan Pangeran telah ditukar
dengan buah lain yang berbahaya!”
Kaisar mengangguk-angguk. “Jangan kuatir, sesudah selesai pengobatan ini, pasti akan kulakukan
tindakan keras untuk menghukum dan menyiksa mereka supaya mengaku.”
Akan tetapi pada saat itu, di luar terdengar ribut-ribut. Hong Beng yang sudah siap sedia, mendekati pintu
dan mendengarkan dari celah-celah daun pintu. Ternyata bahwa yang sedang ribut mulut dengan para
bayangkari itu adalah suara Bu Kwan Ji, ketiga orang tabib, dan Ban Sai Cinjin.
“Apakah kalian sudah gila? Tidak tahukah kalian siapa aku hingga kalian berani mampus sekali
melarangku untuk masuk ke dalam kamar Pangeran?!” Terdengar suara Bu Kwan Ji membentak-bentak
marah.
dunia-kangouw.blogspot.com
“Maafkan kami, Bu-ciangkun. Tentu saja kami mengenal Ciangkun dengan sangat baik. Akan tetapi kami
hanya mentaati perintah dari Hong-siang, maka harap Ciangkun suka memaklumi.”
“Bagaimana bunyi perintah Hong-siang?”
“Bahwa tidak seorang pun, siapa pun juga orang itu, boleh masuk ke dalam kamar ini.”
Sunyi untuk sesaat, baru kemudian terdengar suara Ngo-tok Lo-koai Ang Lok Cu, “Kami bertiga adalah
tabib-tabib istana yang bertugas menjaga Pangeran Mahkota yang tengah sakit. Apakah kami juga tidak
boleh masuk?”
“Sungguh menyesal sekali, Totiang, kami tidak berani melanggar perintah dan larangan Hong-siang!”
jawab bayangkari yang setia itu.
“Mungkin Hong-siang tidak maksudkan kami yang dilarang masuk,” terdengar Bu Kwan Ji membujuk lagi.
“Coba kau laporkan ke dalam kepada Hong-siang, bahwa Bu-ciangkun beserta tiga tabib besar mohon
menghadap untuk membuat laporan tentang pengejaran para pemberontak!”
“Kami tak berani, Bu-ciangkun. Sudah jelas sekali perintah Kaisar bahwa siapa pun juga tidak
diperbolehkan masuk ke kamar ini. Bahkan kami sendiri pun kalau tidak dipanggil, tidak berani membuka
pintu ini!”
Sunyi lagi sesaat lamanya.
“Apakah Hong-siang berada di dalam?” tanya lagi Bu Kwan Ji.
“Betul, Ciangkun,” jawab bayangkari.
“Siapa lagi selain Hong-siang dan para pelayan berada di dalam? Apakah ada orang luar yang masuk?”
“Setahu kami tidak ada orang luar, Ciangkun. Akan tetapi entahlah, sebab kali ini Kaisar berlaku amat ganjil
dan penuh rahasia.”
Pendengaran Hong Beng yang tajam dapat menangkap suara bisik-bisik dan ia maklum bahwa Bu Kwan Ji
tentunya sedang berunding dengan ketiga orang tabib itu. Kemudian terdengarlah tindakan kaki mereka
menjauhi tempat itu. Hong Beng menarik napas lega, karena tidak perlu dia mempergunakan senjatanya
untuk mencegah mereka memasuki kamar itu.
Akan tetapi, kelegaan di dalam dada Hong Beng itu tidak berlangsung lama. Menjelang tengah hari
terdengar suara-suara lagi di depan pintu, dan kini selain suara Bu Kwan Ji dan kawan-kawannya,
terdengar pula suara yang amat merdu dan halus.
Suara ini adalah suara selir terkasih dari Kaisar yang bernama Song Tian Ci. Seperti sudah dituturkan di
bagian depan, Song Tian Ci yang amat dikasihi oleh Kaisar ini telah mempunyai seorang putera dan dia
telah dapat dibujuk oleh Bu Kwan Ji sehingga kedua orang durjana ini mengadakan hubungan gelap di luar
tahunya Kaisar. Keduanya telah mengadakan komplotan gelap untuk membiarkan Pangeran Mahkota
meninggal dunia karena penyakitnya agar kelak putera dari Song Tian Ci dapat menggantikan kedudukan
raja.
Ketika Bu Kwan Ji mendengar dari para bayangkari bahwa Kaisar melarang siapa pun juga memasuki
kamar Putera Mahkota, panglima ini lalu cepat mencari kekasihnya itu dan kini Song Tian Ci sendiri yang
maju ke depan untuk mempergunakan kekuasaannya memberi jalan kepada Bu Kwan Ji dan tiga orang
tabib yang menjadi kaki tangannya itu.
Akan tetapi sekali ini dia pun tertegun melihat betapa para bayangkari tetap tidak mau memberi jalan
kepadanya! Betapa pun juga, terhadap Song Tian Ci, para bayangkari tak berani berlaku keras karena
mereka telah tahu pula akan kekuasaan dan pengaruh selir ini yang tidak kalah oleh Permaisuri sendiri!
“Kalau kalian tidak mau memberitahukan Kaisar mengenai kedatanganku, jangan kalian menyesal apa bila
besok kalian akan kehilangan kepala!” Selir ini berkata dengan marah sekali.
dunia-kangouw.blogspot.com
Akhirnya salah seorang bayangkari tidak dapat menahan rasa gelisahnya, maka dia lalu membuka pintu itu
dan melangkah masuk. Alangkah terkejutnya ketika dia melihat Hong Beng berdiri dengan tongkat di
tangan di belakang pintu itu! Begitu bayangkari itu masuk dan melihat Kaisar sedang duduk di atas
pembaringan Putera Mahkota, dia cepat-cepat menjatuhkan diri berlutut.
“Mengapa kau masuk tanpa dipanggil?!” Kaisar membentak marah. “Apakah kau sudah bosan hidup?!”
“Mohon beribu-ribu ampun atas kelancangan hamba, Paduka. Di luar kamar telah datang Song-thai-thai
yang memaksa hamba memberitahukan kedatangan dan permohonannya untuk masuk menjumpai
Paduka.”
Mendengar bahwa selirnya yang datang, lenyaplah kemarahan Kaisar. Ia memang amat mencinta selir ini
yang dianggapnya amat baik, maka dia berpikir lebih baik dikawani oleh selir itu dalam keadaan yang amat
menegangkan urat syarafnya menghadapi pengobatan puteranya ini.
“Hemm, biarkan dia masuk ke dalam,” katanya kemudian.
Bayangkari itu memberi hormat sambil mengerling dengan kening berkerut ke arah Hong Beng yang berdiri
menjaga dengan tongkat di tangan, kemudian kepada Goat Lan yang sedang masak daun obat. Setelah itu
dia mengundurkan diri, keluar dari kamar itu untuk menyampaikan perkenan Kaisar kepada Song Tian Ci.
Dengan girang dan bangga, Song Tian Ci lalu mengajak Bu Kwan Ji, ketiga tabib yaitu Cu Tong Hwesio,
Cu Siang Hwesio, dan Ang Lok Cu untuk ikut masuk ke dalam kamar. Sekarang para bayangkari tak berani
melarang lagi, sungguh pun perintah Kaisar hanya mengijinkan selirnya saja yang masuk.
Sebagai pembuka jalan, Song Tian Ci masuk dengan jalan di sebelah depan. Kemudian di belakangnya
menyusul Bu Kwan Ji, ketiga orang tabib itu, dan Ban Sai Cinjin.
Ketika pintu terbuka, Hong Beng melihat munculnya seorang wanita yang cantik sekali. Meski pun usia
wanita ini sudah tiga puluh tahun lebih, namun kecantikannya memang amat mengagumkan. Ia dapat
menduga bahwa wanita ini tentu selir Kaisar yang tadi oleh bayangkari disebut Song-thai-thai, karena itu
dia hanya menjura dan berdiri di samping, memberi jalan.
Akan tetapi ketika dia melihat Bu Kwan Ji hendak ikut masuk, cepat dia melangkah maju dan membentak,
“Keluar kau!”
Tongkatnya berkelebat dan telah menodong di dada panglima itu sehingga Bu Kwan Ji menjadi terkejut
dan pucat, kemudian cepat melompat keluar kembali. Hong Beng cepat menutupkan kembali daun pintu
itu!
Begitu tiba di dalam kamar, selir yang cantik itu berdiri dengan muka terbelalak.
“Siapa kau?” bentaknya kepada Hong Beng, kemudian dia menghampiri Goat Lan sambil membentak,
“Dan kau ini perempuan dari mana dan apa yang kau lakukan di tempat ini?”
Sebelum Goat Lan dan Hong Beng sempat menjawabnya, Kaisar telah maju menyambut selirnya sambil
tertawa-tawa.
“Lihatlah, betapa manjurnya obat yang dibawa oleh Nona ini! Lihat puteramu telah hampir sembuh!”
Kaisar itu lalu memegang tangan selirnya dan dibawanya selir itu ke dekat pembaringan Pangeran yang
segera bangun dan memberi hormat dari pembaringannya kepada ibu tiri ini.
Sungguh pun di dalam hatinya Song Tian Ci merasa tertikam dan marah sekali, namun selir yang cerdik ini
dapat tersenyum dengan wajah berseri. “Syukurlah, tidak percuma setiap malam hamba bersembahyang
sampai tengah malam, memohon kepada Thian Yang Maha Esa untuk menolong dan menyembuhkan
penyakit puteranda. Akan tetapi, siapakah dua orang muda itu? Mengapa mereka berada di sini?”
“Memang lucu sekali!” kata Kaisar sambil tertawa geli. “Lihat saja gadis muda yang cantik jelita itu. Walau
pun masih muda, dialah yang mengobati penyakit puteramu. Dia adalah Kwee Goat Lan, murid dari
mendiang Raja Obat Sin Kong Tianglo! Dan yang seorang lagi itu, yang tak pernah melepaskan
tongkatnya, dia adalah putera Pendekar Bodoh...”
dunia-kangouw.blogspot.com
Pucatlah wajah Song Tian Ci mendengar hal ini. “Putera Pendekar Bodoh? Bukankah dia dan ayahnya
telah menjadi pemberontak-pemberontak berbahaya?”
“Ha-ha-ha!” Kaisar malah tertawa. “Memang ia adalah pemberontak! Lihat saja sikapnya. Dengan tongkat
di tangan dia sudah menahanku di dalam kamar ini, melarangku keluar! Ha-ha-ha, alangkah lucunya. Aku,
Kaisar yang berkuasa, ditahan di kamarku sendiri!”
Song Tian Ci semakin terkejut dan cepat memandang ke sekeliling kamar dengan mata menyelidik. Dia
melihat lima orang pelayan wanita yang duduk menanti perintah dengan menundukkan muka seakan-akan
tidak ada peristiwa ganjil terjadi, demikian pula dua orang thai-kam, dan empat orang penjaga yang berlutut
di sudut tanpa berani bergerak! Mudah saja dilihat bahwa meski pun di situ ada Kaisar, sesungguhnya
yang menguasai keadaan adalah Hong Beng, pemuda yang berdiri dengan gagahnya itu!
“Tidak usah kau kuatir,” Kaisar menghibur selirnya, “walau pun pemberontak, dia adalah pemberontak yang
baik! Lucu, bukan? Dia melarangku keluar dan melarang orang-orang masuk ke dalam kamar sebab dia
tidak mau pengobatan puteramu terganggu! Ia mengira bahwa ketiga orang tabib kita adalah orang yang
berhati khianat. Lucu, bukan?”
Bukan main terkejutnya hati Song Tian Ci mendengar ini. Sampai berapa jauhnya orang muda itu
mengetahui rahasia komplotannya? Akan tetapi dia pun menjadi lega hati ketika Kaisar tidak menyatakan
sesuatu tentang dia dan Bu Kwan Ji.
“Siapa dapat percaya tuduhan jahat itu? Paduka, harap waspada dan berhati-hati, siapa tahu kalau kedua
orang ini benar-benar mempunyai niat buruk!”
Akan tetapi Kaisar hanya tertawa saja dan mengajak selirnya duduk di ujung yang jauh dari tempat tidur
pangeran di mana mereka lalu bercakap-cakap dengan mesra.
Sementara itu, ketika Bu Kwan Ji melihat Hong Beng berada di kamar itu dengan tongkat di tangan, ia lalu
keluar dan cepat mengajak kawan-kawannya berunding.
“Celaka,” kata Bu Kwan Ji sesudah mengajak kawan-kawannya pergi dari situ, “pemuda putera Pendekar
Bodoh itu bersama kawan wanitanya telah berada di kamar Pangeran. Tidak tahunya merekalah yang
melakukan semua larangan dan agaknya mereka hendak mengobati Pangeran disaksikan sendiri oleh
Kaisar!”
Ketiga orang tabib itu menjadi pucat mendengar ini. “Tentu Kaisar telah diberi tahu oleh mereka tentang
penukaran buah itu!” kata Ang Lok Cu.
“Habis, apa yang dapat kita lakukan?” kata Bu Kwan Ji bingung. “Kaisar sendiri berada di dalam kamar itu
dan agaknya membantu mereka. Celaka!” Akan tetapi diam-diam dia menaruh pengharapan besar kepada
kekasihnya, yakni Song Tian Ci yang sudah masuk ke dalam kamar Putera Mahkota.
“Kita masuk saja dengan berkeras kemudian mengeroyok kedua orang muda itu! Apa sih sukarnya?” kata
Ban Sai Cinjin sambil mengebulkan asap huncwe-nya.
“Akan tetapi, hal ini akan membikin marah Kaisar dan celakalah kita kalau Kaisar sudah bercuriga kepada
kita!” bantah Bu Kwan Ji yang menjadi gelisah sekali.
Akan tetapi dalam hal siasat kejahatan, Bu Kwan Ji kalah jauh oleh Ban Sai Cinjin, kalah cerdik dan kalah
pengalaman. Sambil tertawa haha-hehe, Ban Sai Cinjin berkata,
“Bu-ciangkun, kenapa begitu bodoh? Kau adalah seorang panglima besar yang dipercaya penuh oleh
Kaisar. Bukan rahasia lagi bahwa kau sedang mengejar-ngejar pemberontak, yakni putera-putera
Pendekar Bodoh. Dan sekarang kau mengetahui bahwa kedua orang pemberontak yang kau kejar-kejar itu
berada di dalam kamar Pangeran Mahkota. Kalau tiba-tiba kau masuk menyerbu dengan para perwira
untuk menangkap atau membunuh pemberontak-pemberontak yang berbahaya, meski Kaisar akan
menjadi marah, mudah saja bagimu mencari alasan yang kuat. Kau dapat mengatakan bahwa kau
menguatirkan keadaan Kaisar dan hendak melenyapkan orang-orang jahat yang dapat mencuri masuk ke
dalam istana. Apa salahnya?”
dunia-kangouw.blogspot.com
Tiga orang tabib itu segera menyatakan persetujuannya dan Bu Kwan Ji berpikir keras. Ada benarnya juga
ucapan kakek mewah ini. Memang dia dapat melakukan hal itu, dan seandainya dia dapat menangkap atau
membunuh kedua orang muda tadi, dan apa bila Kaisar marah, mudah saja baginya untuk minta maaf, apa
lagi masih ada Song Tian Ci yang akan membelanya dan yang akan membujuk Kaisar!
Sore hari itu Pangeran Mahkota sudah nampak sehat setelah dua kali dia makan buah Giok-ko. Menurut
perhitungan, sekali lagi atau sehari lagi maka akan tertolonglah nyawa Pangeran Mahkota ini. Diam-diam
Goat Lan dan Hong Beng merasa girang sekali dan Goat Lan berkata kepada Kaisar,
“Oleh karena Paduka telah menyaksikan sendiri bahwa hamba dan kawan hamba bukan orang-orang jahat
atau pemberontak-pemberontak sebagaimana orang sudah menuduh hamba, maka sudah jelas bahwa
Pangeran Ong Tiang Houw sekeluarga tidak berdosa apa-apa. Karena itu hamba mohon sudilah kiranya
Paduka menaruh hati kasihan kepada keluarga Pangeran Ong dan membebaskan mereka.”
Kaisar mengangguk-angguk. “Mudah saja, Nona. Biarlah kita melihat dan menanti satu hari lagi sampai
puteraku betul-betul sembuh.”
Sementara itu, dengan bisikan-bisikan mesra dan bujukan-bujukan halus, Song Tian Ci berusaha
membangkitkan kecurigaan Kaisar terhadap dua orang muda itu. “Betapa pun juga, hamba masih curiga
besar,” katanya, “maka harus hamba sendiri yang minumkan obat kepada puteranda!”
Pada saat itu obat daun yang dimasak oleh Goat Lan telah matang dan telah didinginkan. Goat Lan sudah
bersiap hendak memberi minum kepada Pangeran ketika tiba-tiba selir cantik itu meminta obat di
tangannya. Akan tetapi, gadis yang memiliki kepandaian tinggi ini berkeras menolaknya.
“Aku harus memeriksa dulu isi cawan itu!” kata selir itu dengan bengis. “Siapa tahu kalau kau memberinya
minum racun seperti kemarin dulu?”
Goat Lan tak menduga bahwa selir ini adalah pemegang kendali komplotan yang hendak membunuh
Putera Mahkota, maka dengan halus ia berkata,
“Maaf, tidak boleh orang lain yang meminumkannya, kecuali aku sendiri!”
Selir itu hendak marah dan hendak merampas cawan, akan tetapi mana mungkin ia bisa mendekati Goat
Lan? Pada waktu selir itu masih mengejar-ngejar sambil memaki-maki, Kaisar datang membujuknya.
“Biarlah, biarkan Nona itu meminumkannya sendiri. Apa bila kelak ternyata bahwa putera kita sembuh,
masih banyak waktu untuk mengadilinya!”
Malam hari itu, di atas genteng kamar itu terdapat empat orang yang mengintai ke dalam. Hanya Hong
Beng dan Goat Lan saja yang dapat mengetahui hal ini, bahkan mereka berdua tahu betul bahwa yang
datang adalah empat orang yang berkepandaian tinggi.
Memang yang berada di atas itu adalah Ban Sai Cinjin dan ketiga orang tabib istana. Bu Kwan Ji tidak
berani muncul, karena tentu saja ia tidak mau secara berterang melakukan percobaan ini. Ia hanya
memberi tugas kepada empat orang kawannya ini untuk terlebih dahulu secara rahasia mencoba untuk
membunuh kedua orang muda itu atau kalau tidak mungkin boleh juga membunuh Pangeran Mahkota!
Goat Lan dan Hong Beng tahu betul bahwa mereka tak usah menguatirkan keselamatan Kaisar dan
selirnya. Siapa berani mengganggu Kaisar? Akan tetapi, keselamatan Putera Mahkota harus dijaga baikbaik.
Pada malam hari itu, Goat Lan tengah memasak daun obat berikutnya untuk diminumkan keesokan
harinya. Akan tetapi malam hari itu, begitu mendengar suara kaki orang di atas genteng, dia lalu
meninggalkan masakan obat dan mendekati Pangeran Mahkota yang sudah tertidur. Ia memberi isyarat
dengan mata kepada Hong Beng yang membalasnya, dan pemuda ini pun siap sedia di dekat pintu dengan
penuh kewaspadaan.
Sesaat suasana sunyi saja. Tiba-tiba terdengar angin mendesir dan tiga sinar kecil sekali menyambar ke
bawah, ke arah Putera Mahkota, Goat Lan serta Hong Beng! Goat Lan menyambar ujung selimut di atas
pembaringan itu dan sekali dia mengebut, dua batang jarum yang mengarah dia dan Pangeran sudah
menancap pada selimut itu! Juga Hong Beng dengan mudah saja mengelak sehingga nampak sebatang
dunia-kangouw.blogspot.com
jarum hitam menancap pada lantai di dekatnya!
Kaisar belum tidur dan Kaisar ini di waktu mudanya pernah mempelajari ilmu silat, maka dia dapat melihat
juga sinar tiga batang jarum tadi.
“Apakah itu?” tanyanya.
Goat Lan dan Hong Beng lalu memperlihatkan tiga batang jarum itu kepada Kaisar dan meletakkan
senjata-senjata rahasia itu ke atas meja sambil berkata,
“Ada orang jahat sengaja menyerang hamba berdua dan Pangeran!”
Kaisar terkejut sekali, akan tetapi pada saat itu dari atas menyambar turun asap hitam yang bergulunggulung.
“Cepat, Koko. Telan obat ini!” Gadis itu mengeluarkan sebutir pil merah kepada Hong Beng yang segera
menelannya.
Hawa harum dan hangat keluar dari dalam perutnya, memenuhi mulut dan hidung. Goat Lan sendiri
menelan sebutir pil merah dan berkata kepada Kaisar,
“Harap paduka menyelamatkan diri di ujung kamar, akan tetapi sebaiknya semua orang berbaring di atas
lantai agar jangan terserang oleh asap beracun itu!”
Dengan cekatan sekali Goat Lan lalu memondong Pangeran yang masih tidur, kemudian menidurkannya di
sudut kamar, di atas lantai yang sudah ditilami dengan selimut tebal. Bingunglah semua pelayan dan
mereka dengan wajah pucat lalu menurut nasehat Goat Lan, berbaring di atas lantai.
Sementara itu, asap makin banyak masuk. Memang ini adalah perbuatan Ban Sai Cinjin yang
mengeluarkan asap pemabok. Dia tidak ingin membunuh Kaisar, maka asap yang dilepaskan dari huncwenya
hanyalah asap yang cukup kuat untuk memabukkan orang.
Dalam suasana tegang dan sibuk ini, selir Kaisar tiba-tiba melompat dan berlari menuju ke tempat
pemasakan obat.
“Aku masih tidak percaya kepadamu! Mungkin semua ini adalah buatanmu sendiri untuk meracuni kami!”
Selir ini lantas berpura-pura lari menghampiri Goat Lan, akan tetapi dengan cerdik sekali kakinya
menendang tempat obat sehingga tumpahlah seluruh obat ini. Goat Lan hendak menghalangi, akan tetapi
terlambat. Dengan gemas Goat Lan lalu membentak,
“Mundurlah! Hanya kepada Kaisar dan Pangeran saja aku tunduk, tetapi tidak kepadamu! Kalau kau tidak
mundur, terpaksa akan kupukul!”
Akan tetapi sebelum ia menggerakkan tangan, selir itu telah menghisap asap hitam dan sambil mengeluh
dia segera terhuyung-huyung. Untung Goat Lan cepat menangkapnya, kemudian mengangkat dan
membawanya kepada Kaisar. Gadis itu membiarkan selir tadi berbaring di situ dan dia cepat kembali ke
tempat Hong Beng berdiri.
“Ban Sai Cinjin, manusia pengecut! Jika kau berani, turunlah! Jangan menggunakan akal busuk!”
Terdengar Ban Sai Cinjin tertawa bergelak, lalu disusul dengan suara Ang Lok Cu, tosu yang melepas
jarum-jarum berbisa tadi.
“Jangan gelisah, Hong-siang! Hamba sekalian datang untuk membebaskan Paduka dan menangkap
pemberontak berbahaya ini!”
Genteng dibuka dari atas dan agaknya orang-orang di atas genteng itu akan menyerbu ke dalam, akan
tetapi terdengar Kaisar berseru keras,
“Ang Lok Cu Totiang! Apakah kau dan yang lain-lainnya sudah gila? Hayo cepat mundur sebelum aku
menjatuhkan hukuman mati kepada kalian!”
dunia-kangouw.blogspot.com
Suara Kaisar sangat berpengaruh sehingga terdengar oleh para bayangkari di luar pintu, yang tidak tahu
apa yang sedang terjadi di dalam kamar, akan tetapi mereka tetap saja tidak berani masuk.
Mendengar bentakan Kaisar ini, Ang Lok Cu dan kawan-kawannya menjadi jeri juga dan mereka mengajak
Ban Sai Cinjin pergi dari situ. Ban Sai Cinjin merasa kecewa dan tidak puas, akan tetapi tanpa bantuan
kawan-kawan ini, apa dayanya terhadap Goat Lan dan Hong Beng yang sudah dikenal kelihaiannya itu?
Mereka pun segera pergi dari tempat itu dan asap hitam yang ringan itu perlahan-lahan naik ke atas
genteng sehingga kamar itu menjadi bersih kembali.
Selir yang tadinya pingsan kini sudah siuman kembali, dan menangis terisak-isak karena mendapat marah
dari Kaisar yang masih belum sadar bahwa selirnya inilah sebenarnya kepala komplotan jahat itu! Selama
itu sampai pagi tidak terjadi sesuatu lagi.
Baiknya Goat Lan masih mempunyai banyak daun obat sehingga ia dapat memasak obat lagi. Begitu
terang tanah dan Pangeran sudah bangun, gadis ini kemudian memberi buah Giok-ko ke tiga. Semenjak
makan obat Giok-ko dan daun To-hio, keadaan Pangeran itu sudah baik sekali. Kalau biasanya ia selalu
mengeluarkan kotoran darah, kini darah telah berhenti dan sakit pada perutnya sudah lenyap sama sekali.
Giranglah hati Kaisar dan dia hendak menyuruh membuka pintu. Akan tetapi Goat Lan mencegahnya dan
menyatakan bahwa masih sekali lagi Pangeran harus minum air daun obat siang nanti.
Akan tetapi tiba-tiba di luar terdengar suara gaduh dan disusul dengan teriakan-teriakan keras.
“Buka pintu! Tangkap pemberontak! Tolong dan bebaskan Kaisar!”
Suara gaduh itu adalah suara senjata yang beradu karena ternyata bahwa Bu Kwan Ji bersama beberapa
orang perwira serta tiga orang tabib itu sudah datang menyerbu dan memaksa membuka pintu. Ketika
bayangkari melawan, mereka ini langsung diserang!
Pintu terbuka dan lima orang bayangkari cepat menghampiri Kaisar untuk melindunginya, sedangkan yang
lain masih menahan majunya para penyerbu itu!
“Cepat lindungi Kaisar dan Pangeran!” seru Goat Lan kepada lima orang bayangkari itu, kemudian dia dan
Hong Beng lalu menyerbu keluar.
“Tangkap pemberontak!” seru Bu Kwan Ji ketika melihat kedua orang muda itu.
“Kaulah pemberontak dan pengkhianat!” seru Goat Lan.
Sedangkan Hong Beng tidak mau banyak cakap lagi, langsung menyerang dengan amat hebatnya. Dua
orang perwira kena dirobohkan oleh tendangannya dan kini dia menyerbu tiga orang tabib istana itu
dengan tongkatnya!
Ada pun Goat Lan segera dikeroyok oleh Bu Kwan Ji, Ban Sai Cinjin dan beberapa orang perwira ikut pula
menyerbu, tiga orang mengeroyok Goat Lan sedangkan tiga orang lagi mengeroyok Hong Beng. Enam
orang perwira ini adalah kawan-kawan atau kaki tangan Bu Kwan Ji, demikian pula dua orang yang sudah
roboh oleh tendangan Hong Beng.
Pertempuran hebat terjadi di luar kamar pangeran, tempat yang cukup luas itu. Kaisar menjadi marah
sekali.
“Lekas panggil datang semua perwira dan pengawal istana!” perintahnya kepada salah seorang
bayangkari, dan Kaisar lalu mengambil sendiri obat di atas tungku, lalu memberi minum secawan obat
kepada puteranya. Obat terakhir dan selamatlah nyawa Pangeran Mahkota!
Amukan Hong Beng dan Goat Lan hebat sekali. Dengan sepasang bambu runcingnya, Goat Lan dapat
menahan serbuan para pengeroyoknya, bahkan dengan kecepatan kilat dia berhasil menotok lambung Bu
Kwan Ji yang roboh terguling dalam keadaan pingsan dan merobohkan pula dua orang perwira!
Ada pun Hong Beng juga sudah berhasil melukai pundak Ang Lok Cu dan bahkan telah menewaskan Cu
Siang Hwesio! Akan tetapi mereka tetap saja masih dikurung, terutama sekali Ban Sai Cinjin merupakan
dunia-kangouw.blogspot.com
lawan yang tangguh bukan main, yang berusaha sekuat tenaga untuk merobohkan Goat Lan!
Pada saat itu pula, datanglah seorang panglima yang gagah sekali, diiringi oleh beberapa orang pengawal
yang nampaknya gagah dan kuat. Panglima muda ini bukan lain adalah Kam Liong yang gagah perkasa!
Sejenak pemuda ini menjadi bingung melihat betapa ada dua orang muda yang elok sedang mengamuk
laksana sepasang naga dan banyak perwira pengawal telah rebah di sana-sini. Tentu saja tidak sukar
baginya untuk memilih kawan, dan serta merta dia dan kawan-kawan lainnya lalu mengeroyok Hong Beng
dan Goat Lan.
Akan tetapi, tiba-tiba terdengar bentakan Kaisar, “Kam-ciangkun! Jangan serang mereka! Bantulah mereka
menangkap para pengkhianat!”
Panglima muda ini menjadi terkejut dan merasa amat heran, apa lagi Ban Sai Cinjin yang mendengar
bentakan Kaisar ini, maklumlah dia bahwa tidak ada harapan lagi baginya. Ternyata bahwa usaha Bu
Kwan Ji telah gagal! Dengan menyebarkan asap hitamnya ia lalu melarikan diri keluar dari istana!
Beberapa orang perwira hendak mengejarnya, akan tetapi dengan tabir asap hitam yang jahat sebagai
pelindung, tak seorang pun dapat mendekatinya. Baru saja mencium asap, pengeiar-pengejar itu sudah
jatuh menggeletak seperti mayat! Akhirnya kakek ini berhasil melarikan diri tanpa seorang pun dapat
menangkapnya.
Ada pun Cu Tong Hwesio tak kuat menghadapi tongkat Hong Beng, maka dia pun roboh dengan dada
tertotok tongkat. Sebentar saja, dengan bantuan Kam Liong, semua orang kaki tangan Bu Kwan Ji sudah
tertangkap dan banyak yang tewas.
“Penggal kepala mereka, baik yang masih hidup mau pun yang sudah matil” seru Kaisar dengan marah
sekali. “Kecuali Bu-ciangkun, jangan bunuh dia, tahan dengan kuat. Aku perlu mendengar keterangan dan
pengakuan tentang pengkhianatannya!”
Pucatlah wajah Tian Ci mendengar ini. Kalau Bu Kwan Ji dibunuh seketika itu juga, akan amanlah dia.
Akan tetapi sekarang Kaisar hendak memeriksa perwira itu, sungguh amat berbahaya baginya!
Setelah keadaan menjadi beres, Goat Lan dan Hong Beng berlutut di depan Kaisar minta ampun tentang
kelancangan mereka yang sudah berani menahan Kaisar di dalam kamar itu. Kaisar tersenyum dan
berkata,
“Tentu saja ada hukuman bagi pelanggar dan ada hadiah bagi yang berjasa. Kalian telah melanggar dan
berbareng berjasa pula. Sekarang tinggallah di gedung tamu, tunggu saja keputusanku!”
Sesungguhnya Goat Lan dan Hong Beng hendak pergi pada saat itu juga, akan tetapi mereka tidak berani
membantah kehendak Kaisar, dan lagi, mereka berdua perlu sekali beristirahat setelah tiga hari tiga malam
tidak pernah tidur dan jarang makan itu. Maka sepasukan pengawal lalu mengiringkan mereka dengan
penuh penghormatan ke gedung tamu yang letaknya di sebelah kiri istana.
Pada esok harinya, terjadi peristiwa yang menggemparkan, ketika Bu Kwan Ji kedapatan telah terbunuh di
dalam kamar tahanannya! Tak ada seorang pun mengetahui siapa yang membunuh perwira ini sehingga
Kaisar menjadi marah sekali, karena sebenarnya Kaisar ingin sekali membongkar rahasia komplotan itu.
Tiada seorang pun yang mengetahui, kecuali Song Tian Ci, selir Kaisar itu. Oleh karena sesungguhnya,
yang membunuh adalah penjaga tahanan sendiri yang sudah ‘dibeli’ oleh selir yang lihai ini.
Song Tian Ci maklum bahwa kalau Bu Kwan Ji sampai diperiksa di bawah alat penyiksa, bukan tidak
mungkin kalau orang she Bu ini akan membongkar rahasia perhubungannya dengan perwira ini. Dengan
matinya Bu Kwan Ji, maka amanlah nama Song Tian Ci dan semenjak saat itu, dia tak berani lagi berpikir
untuk merebut kedudukan calon kaisar bagi puteranya.
Akan tetapi diam-diam Song Tian Ci menaruh hati dendam kepada Goat Lan dan Hong Beng, karena
orang muda inilah yang menggagalkan rencananya dan bahkan membuat ia berada dalam bahaya besar.
Wanita ini cerdik sekali dan mempunyai pandangan mata yang amat tajam. Pengalamannya di dalam
kamar Pangeran telah membuka matanya dan ia dapat mengetahui bahwa antara Goat Lan dan Hong
Beng terdapat pertalian cinta kasih yang besar. Inilah kesempatan membalas dendam! Ia maklum bahwa
dunia-kangouw.blogspot.com
salah satu jalan terbaik untuk membalas dendam adalah menghancurkan kebahagiaan orang.
Dengan amat licin dia lalu membujuk Kaisar. Dipuji-pujinya Goat Lan setinggi langit dan tentu saja Kaisar
membenarkan pujian ini.
“Sudah sepatutnya apa bila gadis seperti Nona Kwee itu diberi ganjaran yang setimpal dengan jasajasanya,”
katanya mengakhiri pujiannya.
“Memang,” Kaisar membenarkan, “Aku sendiri pun kini sedang bingung memikirkan apa gerangan yang
dapat kuhadiahkan kepadanya. Kalau dia seorang laki-laki tentu dia akan kuangkat menjadi seorang
pembesar tinggi. Akan tetapi dia adalah seorang gadis.”
“Kedudukan tinggi bagi seorang gadis adalah menjadi isteri seorang berpangkat tinggi. Nona Kwee sangat
cantik jelita dan gagah perkasa, mengambilnya sebagai seorang selir jauh lebih berharga dari pada
mengambil selir seorang bidadari kahyangan!”
Kaisar memandang selirnya ini dengan mata terbelalak. “Apakah kau mabuk? Aku sudah tua, mana dapat
menyia-nyiakan hidup seorang gadis seperti dia? Tidak, aku tidak ingin menambah selirku!”
“Harap Paduka jangan salah paham,” Song Tian Ci membantah, “maksud hamba bukan Paduka yang
harus mengambilnya menjadi selir, akan tetapi untuk Pangeran Mahkota! Bukankah Nona Kwee telah
berjasa besar menyelamatkan nyawa Putera Mahkota? Lihat saja alangkah telaten dan sabar Nona itu
merawatnya, tanda bahwa Nona itu tentu suka kepada Pangeran. Bila Nona itu bisa diambil sebagai
selirnya, tidak saja dapat menjaga keselamatan Pangeran, juga hal itu merupakan hadiah yang paling
berharga untuknya!”
Kaisar mengangguk-angguk sambil mengelus-elus jenggotnya. “Akan tetapi puteraku baru berusia lima
belas tahun kurang, dan Nona itu agaknya sudah ada dua puluh tahun.”
“Soal usia tidak menjadi halangan, apa lagi bukan sebagai isteri yang sah, hanya sebagai selir nomor
satu.”
“Bagaimana kalau dia menolaknya?”
“Tak mungkin ada seorang gadis dari rakyat biasa akan menolak anugerah Paduka yang demikian
besarnya. Penolakan berarti penghinaan karena sama halnya dengan menolak Pangeran! Akan tetapi,
untuk hal ini mudah saja. Bukankah Nona Kwee dan kawannya sudah melakukan pelanggaran besar?
Menahan Paduka di dalam kamar sampai tiga hari saja telah cukup untuk menghukum mati kepada
mereka. Sekarang hukuman ditiadakan, bahkan dia diangkat menjadi mantu Kaisar, tak mungkin dia
menolak!”
Begitulah, dengan siasat yang licin sekali Song Tian Ci berusaha untuk menghancurkan kebahagiaan Giok
Lan, berusaha memisahkannya dari Hong Beng untuk dijadikan selir oleh Pangeran Mahkota! Dan akhirnya
Kaisar merasa setuju sekali.
Pada keesokan harinya, Goat Lan dan Hong Beng dipanggil menghadap. Para menteri dan hulubalang
lengkap menghadap raja yang sudah duduk di singgasana dengan wajah girang. Juga Pangeran Mahkota
itu hadir pula di dekat ayahnya.
Semua pembesar yang setia kepada Kaisar, memandang kepada Pangeran itu dengan wajah riang.
Semua sudah mendengar tentang penyembuhan itu, maka ketika Goat Lan dan Hong Beng datang
menghadap, semua mata ditujukan kepada mereka dengan hati kagum sekali.
Sambil menunjuk kepada Goat Lan dan Hong Beng yang berlutut di depan Kaisar, Kaisar berkata, “Kalian
semua yang hadir di sini sudah mendengar mengenai jasa besar dari kedua orang muda ini. Lihatlah,
betapa puteraku sudah sembuh sama sekali, semua ini berkat pengobatan Nona Kwee Goat Lan dan
sahabatnya yang bernama Sie Hong Beng. Oleh karena itu, pada hari ini aku hendak memberi hadiah dan
anugerah kepada mereka berdua.”
Semua yang hadir mengangguk-anggukkan kepala dan tersenyum, sebab mereka semua merasa bahwa
hal ini sudah cukup pantas.
dunia-kangouw.blogspot.com
“Anugerah pertama,” kata Kaisar, “adalah pembebasan mereka dari tuntutan. Sungguh pun mereka berdua
sudah berani berlaku lancang memasuki istana tanpa ijin, bahkan telah menahan Kaisar dan Pangeran di
dalam kamar selama tiga hari, akan tetapi aku bebaskan mereka dari kesalahan ini.”
Goat Lan dan Hong Beng mengangguk-anggukkan kepala dan menyatakan terima kasih mereka.
“Anugerah kedua bagi Sie Hong Beng, dia kuberi pangkat congtok dan boleh melakukan tugasnya di kota
Nan-kiang, kuberi dua ekor kuda terbaik dari kandang kuda istana dan uang perak seribu tael. Bagaimana
penerimaanmu tentang anugerah ini, orang muda?”
Sie Hong Beng merasa terkejut sekali. Ia sama sekali tidak mengharapkan hadiah, akan tetapi bagaimana
dia dapat menolak hadiah Kaisar? Dia cepat mengangguk-anggukkan kepala dan berkata dengan suara
perlahan,
“Mohon ampun sebanyaknya apa bila hamba berani berlaku tidak patut. Bukan sekali-kali hamba tidak
menghargai karunia Paduka yang dilimpahkan kepada hamba, akan tetapi sesungguhnya hamba tidak
sanggup untuk menjabat pangkat di suatu tempat. Mohon Hong-siang suka mengampuni hamba dan
memperbolehkan hamba menolak kedudukan dan pangkat itu.”
Hening suasana di situ. Tak ada seorang pun berani mengangkat kepala karena merasa heran dan juga
kuatir mendengar jawaban Hong Beng. Kaisar sendiri merasa tertegun, akan tetapi kemudian terdengar dia
berkata,
“Darah petualang agaknya mengalir pada tubuhmu, anak muda. Tidak apalah, kalau kau tidak dapat
menerima pangkat, biar hadiah uang kutambah lima ratus tael lagi!”
Lega hati Hong Beng dan biar pun ia tidak suka menerima hadiah uang akan tetapi tentu saja ia tidak
berani menolak lagi. Cepat ia menghaturkan terima kasihnya sambil berlutut.
“Dan sekarang untuk Nona Kwee Goat Lan yang paling berjasa dalam urusan ini. Tanpa adanya Nona ini,
mungkin puteraku tidak akan dapat sembuh dari sakitnya. Oleh karena pembelaannya ini, maka seakanakan
berarti bahwa jiwa dan raga Pangeran telah dapat dirampasnya dari tangan maut, dan oleh karena
itu, biarlah untuk selama hidupnya, dia memiliki jiwa raga Pangeran! Biar pun puteraku baru berusia lima
belas tahun dan belum menikah, akan tetapi aku mengangkat Nona Kwee menjadi selir pertama dari
puteraku atau sama dengan mantuku yang pertama!”
Bukan main kagetnya Goat Lan dan Hong Beng mendengar ini. Muka Goat Lan sampai menjadi pucat
sekali dan kedua kakinya yang berlutut itu menggigil. Tidak disangkanya sama sekali bahwa dia akan
mendapat anugerah macam ini.
Dia mengerling ke arah Hong Beng yang juga menjadi pucat dan mengerutkan kening. Kemudian ketika tak
disengaja dia menengok ke arah Pangeran Mahkota, Pangeran itu tersenyum-senyum malu, agaknya suka
sekali akan keputusan ayahnya ini!
Semua yang hadir juga merasa setuju sekali dengan keputusan ini, karena hal ini mereka anggap sebagai
anugerah terbesar yang mungkin diberikan kepada gadis itu.
“Bagaimana, Nona Kwee Goat Lan? Engkau tentu dapat menerirna keputusan kami ini, bukan?” Kaisar
mendesak ketika dilihatnya nona itu menundukkan mukanya. Ketika Goat Lan mengangkat muka, Kaisar
melihat betapa pucatnya wajah gadis itu.
“Mohon beribu ampun bahwa hamba terpaksa tak dapat menerima penghormatan besar ini!”
Kali ini keadaan bahkan menjadi jauh lebih sunyi dari pada ketika Hong Beng menolak pengangkatan.
Bagaimana gadis ini berani menolak pinangan dari Kaisar yang diucapkan oleh Kaisar sendiri untuk Putera
Mahkota? Hampir tak dapat mereka percaya!
Terdengar orang menarik kursi dan ternyata Pangeran Mahkota yang mundur dari tempat duduknya
memberi hormat kepada Kaisar sebagai pengganti ucapan maaf dan akhirnya, setelah memandang ke
arah Goat Lan dengan muka merah dan mata sayu Pangeran ini lalu mengundurkan diri ke dalam! Setelah
itu, belum juga Kaisar mengeluarkan suara.
dunia-kangouw.blogspot.com
Tak seorang pun yang memandang wajah Kaisar yang sebentar pucat sebentar merah itu. Ia merasa
terhina sekali. Di hadapan para pembesar, para hulubalang, seorang gadis biasa saja telah berani menolak
pinangannya! Pinangan seorang raja besar untuk putera mahkota, ditolak oleh seorang gadis biasa saja.
Alangkah hinanya! Lalu dia teringat akan ucapan Song Tian Ci selirnya itu, bahwa gadis ini mempunyai
dosa dan untuk dosa itu sudah patut memberi hukuman mati kepadanya.
“Kwee Goat Lan...!” tiba-tiba suara Kaisar memecah kesunyian, suara yang telah cukup dikenal oleh para
penghadap, karena kalau suara Kaisar sudah lambat dan parau, tanda bahwa orang besar ini sedang
marah sekali, “insyaf benarkah kau akan apa yang kau ucapkan tadi? Sadarkah kau bahwa jawabanmu itu
berarti penolakan terhadap pinangan rajamu? Kau telah menghina Kaisar sekaligus membuat malu
seorang Pangeran, seorang Putera Mahkota! Tahukah kau akan dosamu yang besar ini?”
Dengan air mata menitik keluar dari pelupuk matanya, Goat Lan menganggukkan kepala. “Hamba
terpaksa... hamba tak dapat menerima kehormatan besar itu.” Hanya kekerasan hatinya saja yang
menahan Goat Lan tidak sampai menangis tersedu-sedu di situ!
“Kwee Goat Lan, tahukah kau bahwa untuk dosamu masuk ke dalam istana tanpa ijin dan menahanku di
dalam kamar sampai tiga hari itu saja sudah cukup untuk memberikan hukuman mati kepadamu?”
Seorang menteri tua segera maju dan sambil mengangguk-anggukkan kepalanya yang penuh uban dia
berkata, “Mohon Paduka sudi mengampuni gadis ini tentang dosa dan pelanggaran itu karena paduka tadi
dalam anugerah pertama sudah membebaskannya dari kesalahan itu.”
Memang menteri tua yang berpengalaman ini menjadi kuatir sekali kalau-kalau di dalam kemarahannya
Kaisar akan menarik kembali keputusan yang sudah dikeluarkan terlebih dulu dan kalau hal ini terjadi, amat
tidak baik bagi pribadi Kaisar sendiri. Keputusan yang keluar dari mulut seorang kaisar besar, tak dapat
diubahnya lagi!
Kaisar teringat akan hal ini dan berkatalah dia, “Sesungguhnya aku sudah mengampuni kesalahan yang
itu, akan tetapi gadis ini berani sekali menghinaku serta membikin malu Pangeran, maka untuk
kedosaannya ini kuputuskan hukum buang keluar Tembok Besar di utara!”
Terdengar isak tertahan di leher gadis itu. Sebagai seorang gagah, tentu saja dia tidak takut dan dapat
melarikan diri, akan tetapi sebagai seorang setiawan dan seorang yang menjunjung tinggi kepada Kaisar,
tentu saja dia tak berani melakukan hal ini, karena hal ini akan merupakan pemberontakan yang akan
mencemarkan namanya sekaligus nama keluarganya. Bagaimana dia dapat mencemarkan nama ayah
ibunya?
“Ayah... Ibu...” Goat Lan mengeluh dalam hatinya, akan tetapi tanpa disadarinya bibirnya ikut
menggerakkan sebutan ini.
Hong Beng yang berlutut tak jauh darinya mendengar keluhan ini dan dapat dibayangkan betapa
hancurnya hati pemuda ini mendengar keputusan hukuman yang dijatuhkan oleh Kaisar kepada Goat Lan.
“Hamba tidak dapat menerima keputusan hukuman yang dijatuhkan atas diri Nona Kwee Goat Lan!” Hong
Beng berseru keras sekali sehingga semua orang terkejut.
Kaisar memandangnya dengan marah. “Hmm, agaknya bukan desas-desus kosong saja bahwa keturunan
Pendekar Bodoh memang memiliki jiwa pemberontak. Teringat olehku betapa dulu ayahmu dan kawankawannya
juga pernah melawan tentara kerajaan!” kata Kaisar dengan marah. “Dan apakah sekarang kau
ingin mengulangi perbuatan ayahmu yang tidak benar itu? Kau hendak melawan keputusan dari
Kaisarmu?”
Menteri tua yang tadi membela Goat Lan, yaitu seorang bangsawan she Liem, segera mengajukan
usulnya,
“Hamba mohon sudilah kiranya Paduka suka mempertimbangkan keadaan kedua orang muda ini. Jasa
mereka amat besar, karena selain telah menyembuhkan Putera Mahkota, mereka jugalah yang
menghancurkan komplotan jahat dari Bu Kwan Ji. Kalau sekarang Paduka menjatuhkan hukuman berat,
bukankah hal ini akan mengejutkan orang-orang gagah yang banyak terdapat di antara rakyat dan
membuat mereka takut sehingga tidak berani membantu pemerintah untuk menyatakan kesetiaan
mereka?”
dunia-kangouw.blogspot.com
Kaisar mendongkol juga mendengar ucapan ini, meski pun diam-diam ia harus mengakui kebenarannya.
“Habis, kalau menurut pendapatmu bagaimana baiknya?”
“Harap Paduka sudi mengampunkan hamba yang lancang. Hukuman mengusir Nona ini ke utara sudah
dikeluarkan sehingga tidak mungkin dicabut kembali, hanya dapat diubah sifatnya. Hukuman ini bukan
pembuangan seumur hidup, tetapi pembuangan sementara saja. Hamba teringat bahwa kini bangsa Tartar
sedang bergerak dari barat dan utara, melakukan pengacauan dan merampok serta menculik rakyat yang
tinggal di perbatasan utara dan barat. Mengapa tidak memberi kesempatan kepada Nona Kwee dan
kawannya yang gagah perkasa ini untuk membuktikan kesetiaan dan kebaktian mereka terhadap negara?
Hamba rasa lebih baik kalau memberi tugas kepada mereka ini untuk mengusir musuh, dan apa bila
mereka berdua ternyata benar-benar setia, Paduka akan melakukan sesuatu yang adil dan mulia apa bila
mengampuni mereka ini!”
Kaisar mengangguk-angguk dan merasa setuju sekali. Sekelebatan saja menteri tua she Liem ini dapat
menduga bahwa di antara kedua orang muda itu pastilah ada hubungan kasih, terbukti dari kerling mereka
dan betapa pemuda itu dengan mati-matian berani membela Goat Lan di depan Kaisar. Karena itu
timbullah hati kasihan di dalam dadanya sehingga mengajukan usul ini.
Demikianlah, pada hari itu juga, Goat Lan dan Hong Beng diberi tanda cap pada lengan tangan mereka
dengan sejenis tinta yang tak dapat dihapus oleh siapa pun juga, kecuali apa bila dicuci dengan obat yang
tersimpan di istana. Cap dari Kaisar ini merupakan tanda bahwa mereka masih berada di dalam urusan
dan apa bila cap ini belum dihapus oleh Kaisar, berarti mereka selama hidup akan menjadi pesakitan!
Kaisar berjanji bahwa apa bila mereka membuktikan kesetiaan mereka dan berhasil mengusir para
pengacau di utara, cap di lengan itu akan dihapus bersih sebagai tanda pengampunan bagi mereka!
Dengan hati sedih, Hong Beng dan Goat Lan segera berangkat ke utara, dikawal oleh sepasukan prajurit
istimewa yang selain akan mengamat-amati mereka, juga bertugas membantu mereka membasmi para
pengacau. Pasukan ini terdiri dari empat puluh orang perjurit pilihan yang pandai ilmu silat.
Pada hari keberangkatan pertama, kedua mata Goat Lan menjadi merah dan ia tak dapat banyak
mengeluarkan kata-kata. Baiknya masih ada Hong Beng di sampingnya sehingga berkat hiburan-hiburan
pemuda ini, pada keesokan harinya Goat Lan telah mendapatkan kembali kegembiraannya. Dengan amat
mudah Goat Lan dapat merubah hukum buang itu seperti sebuah perjalanan pelesir saja. Tiada hentinya di
sepanjang jalan ia berjenaka sehingga kini sebaliknya Hong Beng yang terhibur!
Pada esok harinya, pagi-pagi sekali mendadak ada serombongan pasukan berkuda yang menyusul cepat
dan ketika pasukan itu tiba, semua prajurit pengawal Hong Beng dan Goat Lan cepat-cepat memberi
hormat kepada seorang panglima muda yang mengepalai pasukan itu. Hong Beng dan Goat Lan segera
mengenal panglima muda yang gagah dan tampan ini sebagai panglima yang membantu mereka
mengalahkan Bu Kwan Ji beserta kaki tangannya di depan kamar Pangeran itu.
Memang panglima muda ini adalah Kam Liong! Ia cepat turun dari kudanya dan menjura kepada Hong
Beng dan Goat Lan sambil berkata dengan senyum,
“Alangkah gembira hati siauwte dapat mengejar dan menyusul Ji-wi hari ini! Siauwte Kam Liong adalah
orang pertama yang merasa amat menyesal dan kecewa mendengar nasib malang yang menimpa diri Ji-wi
yang mulia, karena sebenarnya antara Ji-wi dan siauwte terdapat hubungan yang sudah lama, semenjak
ayah kita masing-masing masih muda!”
Hong Beng dan Goat Lan segera membalas penghormatan panglima muda ini dengan gembira dan juga
terheran. Kam Liong lalu memerintahkan agar pasukan itu beristirahat kemudian dia mengajak kedua
orang muda itu untuk duduk di tempat tersendiri sambil mengeluarkan perbekalan mereka untuk makan
minum.
Di bawah sebatang pohon yang besar mereka duduk bercakap-cakap sambil makan. Di situlah Kam Liong
menceritakan bahwa ia adalah putera dari Panglima Besar Kam Hong Sin yang sudah kenal baik dengan
ayah ibu kedua orang muda itu.
“Siauwte telah bertemu dengan kedua saudaramu, Sie-enghiong,” katanya kepada Hong Beng sehingga
pemuda ini menjadi terheran. “Bukanlah adikmu perempuan bernama Sie Hong Li dengan pedangnya
Liong-coan-kiam yang hebat itu? Hanya sayang aku belum mengetahui nama saudaramu laki-laki itu, juga
dunia-kangouw.blogspot.com
tak tahu apakah dia adik atau kakakmu.”
Hong Beng adalah seorang pemuda yang pendiam akan tetapi cerdik sekali. Biar pun dia tahu bahwa
panglima muda ini telah salah duga, namun dia tidak segera mengemukakan hal ini, bahkan lalu bertanya,
“Siapakah dia, di mana kau bertemu dengannya dan bagaimana rupanya?”
Dengan gembira Kam Liong lalu menceritakan tentang pertemuannya dengan Lie Siong ketika pemuda ini
menolong Lilani. “Pemuda itu sungguh aneh, tidak mau menyebutkan nama dan tidak mengaku pula siapa
orang tuanya, akan tetapi melihat ilmu silatnya, aku tidak ragu-ragu lagi bahwa kalau dia bukan
saudaramu, Sie-enghiong, pasti dia adalah saudara dari Kwee Lihiap ini!”
Akan tetapi, Hong Beng dan Goat Lan yang mendengar penuturan itu saling pandang dengan terheranheran.
“Aku tidak mempunyai saudara laki-laki, Kam-ciangkun,” kata Hong Beng.
“Dan adikku masih kecil,” kata Goat Lan.
Kam Liong memandang kepada mereka dengan tajam. Memang pemuda ini mempunyai mata yang tajam
sekali, tanda bahwa otaknya cerdik.
“Ahh, kalau begitu, tidak salah lagi! Dia tentulah putera Ang I Niocu.”
Kemudian Kam Liong merubah arah pembicaraan dan menyatakan maksudnya menyusul rombongan yang
mengantar kedua orang muda keluar Tembok Besar itu.
“Semenjak kemarin dulu siauwte bertemu dengan Ji-wi, pada saat kita bersama memberi hajaran kepada
komplotan Bu Kwan Ji yang busuk, siauwte telah merasa tertarik sekali dan ingin mengadakan perkenalan.
Akan tetapi, sayang sekali siauwte menerima tugas keluar kota raja dan baru kemarin siauwte datang.
Alangkah kecewa hatiku mendengar bahwa Ji-wi sudah berangkat menerima keputusan dari Hong-Siang
yang sesungguhnya amat kurang bijaksana itu. Akan tetapi, harap Ji-wi tidak kuatir. Apa bila sudah selesai
tugasku di selatan, aku pasti akan menyusul ke utara sehingga kita bisa bersama-sama menghancurkan
pengacau-pengacau itu! Siauwte pernah bertugas di utara dan memiliki tempat merupakan benteng di
sebelah dusun di lereng Gunung Alkata-san. Ji-wi harap mendirikan markas di sana, dan sementara itu bila
mana siauwte ke selatan, siauwte akan mengunjungi Kwee-lo-enghiong dan Sie Taihiap untuk
menyampaikan warta ini dan memberitahukan bahwa Ji-wi berada dalam keadaan selamat!”
Hong Beng dan Goat Lan merasa girang sekali dan juga bersyukur, karena itu mereka lalu menyatakan
terima kasih berulang-ulang. Saking gembiranya, kedua orang muda ini menerima saja usul Kam Liong
yang ramah-tamah ketika Kam Liong mengajak keduanya mempertebal persahabatan dengan menyebut
nama masing-masing begitu saja tanpa embel-embel lagi!
Kam Liong lalu memberi perintah kepada prajurit-prajurit yang mengawal Hong Beng dan Goat Lan,
memberi tahu ke mana mereka harus pergi untuk mendapatkan benteng yang dulu menjadi tempat tinggal
pasukannya itu. Kemudian, tiga orang muda yang gagah ini lalu berpisah.
Sebelum berpisah, Kam Liong melakukan sesuatu yang sangat mengharukan hati kedua orang muda itu.
Panglima gagah perkasa ini memerintahkan kepada prajurit-prajuritnya untuk meninggalkan semua kuda
sehingga pasukan pengawas Hong Beng dan Goat Lan semua mendapat seekor kuda. Kuda Kam Liong
sendiri diserahkan kepada Hong Beng dan Goat Lan juga mendapatkan seekor kuda yang terbagus!
Ketika Hong Beng dan Goat Lan hendak menolak, Kam Liong berkata,
“Tujuan perjalanan kalian masih sangat jauh dan panjang, ada pun kami dapat mudah saja membeli kuda
atau meminjam di kota. Bahkan untuk berjalan kaki ke kota raja pun sudah tak berapa jauh.” Terpaksa
kedua orang muda itu menerima sambil menghaturkan terima kasih.
Tentu saja Hong Beng dan Goat Lan sama sekali tidak dapat membaca isi hati panglima muda itu. Biar pun
Kam Liong sangat mengagumi kedua remaja itu dan memang ingin mengikat tali persahabatan, namun
kalau tidak ada ‘apa-apanya’ belum tentu Kam Liong akan berlaku luar biasa baiknya itu.
dunia-kangouw.blogspot.com
Semenjak Kam Liong bertemu dengan Lili, hati pemuda ini telah runtuh dan dia terjeblos dalam perangkap
asmara. Dia jatuh cinta kepada Lili dan semenjak hari pertemuan itu, setiap malam ia selalu termenung dan
merindukan Lili. Ia ingin sekali menyuruh seorang perantara untuk mengajukan pinangan kepada orang tua
Lili di Shaning, namun hatinya masih ragu-ragu sebab meminang puteri Pendekar Bodoh bukanlah perkara
lumrah saja! Baginya, lebih mudah meminang puteri seorang pangeran di kota raja dari pada harus
meminang puteri Pendekar Bodoh yang dahulu sering kali disebut-sebut oleh ayahnya, Kam Hong Sin
yang sudah gugur dalam peperangan.
Lalu, tanpa disangka-sangkanya, dia mendengar berita tentang adanya putera Pendekar Bodoh yang
mengacau di istana! Ketika itu dia baru saja datang dari luar kota, karena memang pekerjaan terutama dari
Kam Liong adalah melakukan pemeriksaan terhadap benteng-benteng penjagaan tentara kerajaan di batas
negara. Karena itu dia dapat cepat datang pada saat Kaisar memanggil bantuan sehingga bisa bertemu
dengan Hong Beng dan Goat Lan.
Akan tetapi, sayang sekali datang laporan dari seorang perwira sehingga ia mesti keluar kota kembali
untuk beberapa hari. Maka ketika ia kembali ke kota raja, ia telah terlambat karena Hong Beng dan Goat
Lan sudah mendapat hukuman buang ke utara.
Kam Liong tidak mau melepaskan kesempatan baik ini. Dia tergila-gila kepada Lili, dan sekarang kakak
dari gadis itu berada di sini, bagaimana dia tidak melakukan sesuatu untuk mengambil hati? Demikianlah,
ia lalu menyusul dengan cepat dan berhasil menarik dan menawan hati Hong Beng.
Di sepanjang perjalanan, Hong Beng dan Goat Lan tiada henti memuji kebaikan hati Kam Liong. Perwiraperwira
yang memimpin pasukan pengawal itu menambahkan,
“Memang Kam-ciangkun baik sekali dan ilmu silatnya juga tinggi. Kabarnya dia mendapat didikan langsung
dari tokoh-tokoh Kun-lun-pai. Sejak berusia tujuh belas tahun, dia telah berjasa dalam peperangan,
membantu perjuangan ayahnya. Bahkan pada saat ayahnya gugur dalam peperangan, Kam-ciangkun ikut
bertempur bahu membahu dengan ayahnya itu.”
Semakin kagumlah hati Hong Beng dan Goat Lang, dan ini sesuai benar dengan maksud hati Kam Liong!
Kemudian, sesudah menyelesaikan urusannya di kota raja, Kam Liong berangkat ke selatan dan pertamatama
dia menuju ke Shaning hendak mencari rumah Pendekar Bodoh untuk melaporkan keadaan Hong
Beng, dan terutama sekali agar dapat bertemu dengan Lili!
Dia pikir lebih baik bertemu dengan Pendekar Bodoh dahulu sebelum memberanikan diri mengirim
perantara mengajukan pinangan. Baiknya dia mempunyai alasan yang sangat tepat, yakni berita tentang
keadaan Hong Beng. Kalau tidak ada alasan, ia merasa sukar juga menjumpai suami isteri pendekar besar
itu…..
********************
Baiklah, kita meninggalkan Kam Liong yang menuju ke rumah Sie Cin Hai di Shaning. Mari kita
mendahuluinya ke Shaning dan menengok keadaan keluarga Sie ini.
Sejak Sin-kai Lo Sian Si Pengemis Sakti tinggal di rumah keluarga Sie, baik Lili mau pun suami isteri Sie
merasa terhibur dari kedukaan mereka karena kematian Yousuf. Walau pun kematian Yousuf sudah terjadi
belasan tahun yang lalu, namun tiap kali teringat oleh mereka bahwa pembunuhnya, yakni Bouw Hun Ti,
belum terbalas, mereka merasa sedih sekali. Akan tetapi, kini dengan adanya Lo Sian, seakan-akan
Yousuf masih belum mati.
Keadaan dan sikap Lo Sian ini hampir sama dengan kakek Turki itu. Juga seperti Yousuf, Lo Sian sangat
suka minum arak wangi, suka pula bernyanyi-nyanyi dan mendongeng. Berbeda dengan Yousuf yang suka
mendongeng cerita-cerita dari Turki, adalah Lo Sian pandai sekali mendongeng cerita-cerita Tiongkok
kuno.
Dia boleh lupa akan keadaan pengalamannya pada masa lampau, yakni segala hal yang menyangkut
dengan dirinya, akan tetapi ternyata dia tidak melupakan dongeng-dongeng yang terjejal di dalam
ingatannya ketika ia masih kecil!
Lili tak sabar menanti kedatangan Hong Beng, karena dia telah mernperhitungkan bahwa Hong Beng dan
Goat Lan seharusnya telah datang. Ke manakah gerangan perginya dua orang itu? Lili menyesal sekali
dunia-kangouw.blogspot.com
mengapa dulu dia tidak ikut saja. Alangkah senangnya bila mereka itu mengalami hal-hal yang hebat dan
berbahaya!
Baiknya di rumah itu ada Lo Sian yang disebutnya pek-pek atau twa-pek. Kedua orang tuanya, yakni Sie
Cin Hai dan Lin Lin, sudah mendengar penuturannya yang tentu saja banyak dilebih-lebihkan mengenai
pertemuan antara Goat Lan dan Hong Beng sehingga suami isteri itu merasa girang sekali. Memang Lili
amat nakal, jenaka dan lucu. Katanya ketika dia menceritakan hal kakaknya dan Goat Lan,
“Engko Hong Beng agaknya tak dapat berpisah lagi dari Enci Lan! Ahh, kalau Ayah dan Ibu melihat betapa
tadinya sebelum saling mengenal ternyata mereka sudah saling jatuh cinta!” Gadis itu tertawa sambil
menutup mulutnya dengan lengan baju.
“Apa maksudmu?” tanya ayahnya mengerutkan kening.
Lili menceritakan betapa dia telah menggoda Hong Beng dan Goat Lan sehingga kedua orang muda yang
tidak saling mengenal itu sampai bertempur!
“Ahh, kau nakal sekali, Lili!” ayahnya menegur. “Kenakalan seperti itu berbahaya sekali. Kenapa kau
seperti anak kecil saja?”
Lili tidak merasa aneh mendengar teguran ayahnya, karena memang sejak kecil, hanya ayahnya saja yang
selalu menegurnya. Akan tetapi dia juga maklum betul-betul bahwa ayahnya ini hanya galak di luarnya
saja, padahal di dalam hati sangat menyayang dan memanjakannya.
“Mengapa, Ayah? Bukankah dengan demikian mereka jadi dapat saling mengenal tingkat kepandaian
masing-masing?” Kemudian dia lalu melanjutkan penuturannya, betapa Goat Lan merasa berkuatir ketika
mendengar Hong Beng ditantang pibu oleh para pemimpin Hek-tung Kai-pang.
Setelah selesai dengan penuturannya dan gadis ini pergi ke belakang mengunjungi Lo Sian di kebun di
mana Lo Sian mengerjakan taman bunga, membuangi daun kering dan rumput, Pendekar Bodoh berkata
kepada isterinya,
“Ahh, kurang pantas sekali kalau Hong Beng melakukan perjalanan berdua saja dengan Goat Lan. Mereka
itu belum menikah dan sudah terlalu lama mereka pergi berdua. Hal ini tidak baik... tidak baik...” Ia
menggeleng-geleng kepalanya.
“Apanya yang tidak baik?” Lin Lin membantah. “Mereka sudah bertunangan.”
“Tapi masih belum pantas melakukan perjalanan bersama dalam masa pertunangan, itu melanggar adat
kesopanan kita,” kata suaminya.
“Ahhh, kau terlalu kukuh! Tidak ingatkah kau betapa dahulu kita sebelum menikah juga melakukan
perantauan, bahkan lebih jauh dan lebih lama lagi? Asal kita dapat menjaga kesopanan, apa salahnya?
Lagi pula, aku percaya penuh Beng-ji akan mampu menjaga kesopanan, demikian pula Goat Lan.”
“Kita lain lagi, isteriku,” kata Cin Hai. “Ketika kita melakukan perjalanan bersama, kita sudah yatim piatu.
Akan tetapi anak-anak itu masih ada orang tuanya. Boleh saja secara kebetulan mereka bertemu di jalan
dan menyelesaikan urusan bersama, akan tetapi tidak untuk selanjutnya merantau dan tidak pulang
sampai sekarang!”
“Sudahlah, suamiku, kenapa ribut-ribut? Siapa tahu kalau mereka juga menemui urusan yang penting?
Untuk menenteramkan hatimu, lebih baik kita pergi mengunjungi Enci Hoa dan suaminya di Tiang-an untuk
menetapkan hari pernikahan kedua anak itu. Sekalian kita melihat-lihat kalau-kalau mereka sudah pulang
ke sana.”
Sie Cin Hai menyetujui pikiran isterinya ini. Demikianlah, pada keesokan harinya kedua suami-isteri
pendekar ini lalu melakukan perjalanan ke Tiang-an.
Lili yang ditinggalkan berdua dengan Lo Sian, melewatkan waktunya bersama Pengemis Sakti ini. Lili
mencoba terus menerus untuk mengembalikan ingatan bekas suhu-nya ini, akan tetapi hasilnya sia-sia
belaka.
dunia-kangouw.blogspot.com
Kini Lo Sian selalu nampak senang dan gembira. Di dalam rumah keluarga Sie, ia seperti seekor burung
yang akhirnya menemukan sarang yang baik. Badannya menjadi segar dan gemuk dan tiap hari dia minum
arak yang selalu disediakan oleh keluarga Sie.
Tag:cersil cersil indo cersil mandarin full cerita silat mandarin online cersil langka cersil mandarin lepas cerita silat pendekar matahari kumpulan cerita silat jawa cersil mandarin beruang salju. cerita silat pendekar mataharicerita silat indonesia cerita silat kho ping hoo cerita silat mandarin online cerita silat mandarin full cerita silat jawa kumpulan cerita silat cerita silat jawa pdf cerita silat indonesia gratis cerita silat jadul indonesia cerita silat indonesia pendekar rajawali sakti cersil indonesia pendekar mabuk cersil langka cersil dewa arak cerita silat jaman dulu cersil jawa download cerita silat mandarin full cerita silat mandarin online cersil mandarin lepas cerita silat mandarin pendekar matahari cerita silat jawa pdf cersil indonesia pdf cersil mandarin beruang salju kumpulan cerita silat pdf
kumpulan cerita silat cersil online
Share: