Kamis, 19 April 2018

Jaka Lola 4 Tamat Full Koimplit Baca Online disini

----
"Apa yang dapat kami lakukan untuk Yo-kongcu yang terhormat?" tanya Kamatari dalam bahasa Jepang.
"Kalian sekelompok udang goblok, bagaimana dengan tugasmu menjaga sehingga orang dusun ini bisa
masuk ke sini tanpa ijin?" bentak Yosiko sambil menudingkan telunjuknya ke arah Yo Wan.
Kamatari melirik dan tampak kaget ketika melihat Yo Wan. "Dia... dia adalah orang yang kelihatan di dalam
rumah makan di Leng-si-bun!" katanya gagap dan heran.
"Goblok, seret dia keluar!" bentak Yosiko.
Diikuti lima orang temannya, Kamatari melangkah maju, lambat-lambat, selangkah demi selangkah,
dengan gerak kaki menurutkan ilmu silatnya, kedua tangannya tergantung di kanan kiri, sikunya sedikit
ditekuk dan jari-jari tangannya terbuka dan tertutup, sikapnya mengancam sekali!
Gerakan lima orang temannya juga seperti itu, bahkan dengan teratur mereka berenam kemudian
membuat gerakan mengelilingi Yo Wan.
"Ehhh, cakar nagamu ke mana? Apakah sudah kau tukar dengan cakar ayam maka kau malu
mengeluarkannya?" Yo Wan berkata sambil menghadapi Kamatari, sebab di antara enam orang itu, Si
Cakar Naga inilah yang paling kuat.
Merah muka dan kepala yang botak itu, kemudian tiba-tiba Kamatari mengeluarkan pekik nyaring yang
agaknya keluar dari dalam perutnya, disusul dengan gerakannya laksana katak melompat dan tahu-tahu
pedang samurainya telah menyambar ke arah Yo Wan. Pada detik-detik berikutnya, lima orang temannya
juga sudah menerjang dengan samurai terhunus sehingga dari enam penjuru menyambarlah kilatan enam
sinar samurai yang amat tajam!
"Cring-crang-cring!"
Tampak bunga api berpijar menyilaukan mata pada saat enam batang samurai itu saling bentur dalam
keadaan kacau yang membingungkan. Tadinya Kamatari dan kelima orang temannya merasa yakin bahwa
samurai-samurai mereka pasti akan mencincang hancur tubuh si pemuda desa yang agaknya sudah tidak
dapat mengelak ke mana-mana karena semua jalan keluar sudah tertutup oleh enam buah samurai. Enam
buah samurai yang menghantam ke satu titik, yaitu di mana Yo Wan berada.
Akan tetapi, ketika tepat tiba di sasaran, ternyata pemuda itu tidak tampak bayangannya lagi sehingga
enam buah samurai itu saling bentur. Karuan saja enam orang itu terkejut dan terheran-heran sekali, dan
sebelum mereka tahu apa yang terjadi, mereka merasa didorong dari belakang oleh sebuah tenaga
mukjijat dan... berturut-turut terdengar suara beradunya kepala sama kepala dan bergelimpanglah enam
orang itu dengan tambahan benjol sebesar telor ayam pada botak kepala masing-masing. Mereka pingsan
seketika.
"Hek-san Pangcu (ketua Kipas Hitam), udang-udang busuk begini kau pergunakan untuk menakut-nakuti
orang? Memalukan sekali!" kata Yo Wan, kedua tangannya bergerak dan enam orang itu terlempar keluar
pintu depan satu demi satu seperti rumput-rumput kering ditiup angin saja.
Sepasang alis Yosiko terangkat naik, lalu turun dan hampir bersambung. Marahlah dia, juga heran karena
sama sekali tidak pernah disangkanya bahwa ‘orang desa’ ini ternyata lihai juga.
"Hemmm, kau boleh juga, akan tetapi belum cukup berharga untuk bertanding denganku. Pouw-lopek,
harap wakili aku beri hajaran kepada bocah dusun ini!"
Kakek tinggi kurus yang kulitnya sudah berkeriput semua, melangkah lebar. Kagetlah Yo Wan karena
sekali melangkah saja kakek itu sudah berada di depannya! Mana mungkin begini? Kalau tadi kakek itu
dunia-kangouw.blogspot.com
melompat, dia tidak merasa heran, bahkan hal itu biasa saja. Akan tetapi kakek itu sama sekali bukan
melompat, melainkan melangkah. Betapa pun panjang kakinya, tak mungkin bisa sampai di depannya
hanya dengan sekali melangkah, padahal jaraknya kurang lebih lima tombak (kurang lebih sepuluh meter)!
Ilmu apa ini?
Yo Wan memutar otak dan dapat menduga bahwa kakek tinggi kurus ini tentu memiliki ilmu luar biasa yang
mengandalkan kedua kakinya, dan hal ini mudah diduga bahwa ilmu itu tentulah ilmu tendangan. Apa lagi
yang mampu dikerjakan oleh sepasang kaki dalam pertandingan untuk menyerang lawan kecuali
menendang? Maka dia bersikap waspada, mencurahkan sebagian besar perhatian pada gerakan
sepasang kaki calon lawannya.
"Orang muda," kata kakek itu, suaranya jelas menyatakan bahwa dia orang dari daerah pesisir selatan,
"kau sungguh seorang yang tak tahu diri, tidak mengenal luasnya lautan tingginya langit. Siapakah kau ini
yang berani lancang memasuki gedung tempat tinggal ketua Hek-san-pang dan menjual lagak di sini? Dan
apakah kehendakmu?"
Mendengar ucapan ini dan melihat sikap yang amat berwibawa, Yo Wan dapat menduga bahwa kakek ini
tentunya mempunyai kedudukan yang cukup tinggi dalam perkumpulan Hek-san-pang, maka dia pun
bersikap hormat. Setelah menjura dia menjawab,
"Namaku Yo Wan. Secara kebetulan aku turut menyaksikan peristiwa di rumah makan. Karena tertarik
mendengar bahwa ketua kalian juga she Yo, apa lagi ditambah dengan sepak terjangnya merampas
pedang, meski pun urusan itu dengan aku tidak ada sangkut pautnya, akan tetapi memaksa aku untuk
datang ke sini dan menonton. Kiranya ketuanya seorang wanita yang begitu curang merobohkan dua orang
muda ini dengan racun. Hal ini aku Yo Wan tak mungkin diam saja membiarkan kecurangan.”
Yosiko membentak marah, "Bocah dusun lancang. Kau sombong sekali. Apa maksudmu dengan kata-kata
bahwa Hek-san-pang dipimpin oleh seorang wanita?"
"Seorang wanita curang kataku tadi," Yo Wan menjawab sambil tersenyum kepada ketua Hek-san-pang itu.
"Mata orang lain boleh kau kelabui, akan tetapi bagiku jelas bahwa kau seorang wanita, mengapa memakai
sebutan kongcu (tuan muda) segala macam? Dan memang kau curang sekali, mengambil kemenangan
menggunakan racun..."
"Pouw-lopek, hajar dia!" bentak Yosiko, tak dapat menahan kemarahannya lagi.
Orang tua tinggi kurus itu sebetulnya adalah seorang bajak laut tunggal di pantai selatan yang bernama
Pouw Beng. Akhirnya ia ditarik oleh Kipas Hitam menjadi pembantu utama di samping dua orang lain yang
selalu mendampingi ketua Kipas Hitam.
Ketika tadi menyaksikan gerak-gerik Yo Wan, kakek yang bermata tajam ini pun maklum bahwa Yo Wan
adalah seorang ‘pemuda gunung’ (istilah murid pertapa di gunung) yang tak boleh dipandang ringan, maka
dia bersikap sabar dan bertanya lebih dulu. Sekarang mendengar kemarahan Yosiko yang mendesaknya,
dia segera memasang kuda-kuda, kedua kakinya dipentang lebar pada bagian lutut, namun mata kakinya
saling bertemu.
"Orang muda she Yo, lihat serangan!" bentaknya mengguntur.
Sekali meraba punggungnya, kakek ini sudah mencabut keluar sebatang ruyung lemas (joan-pian) yang
berwarna hitam, lalu menerjang dengan senjata seperti pecut ini dengan gerakan yang dahsyat.
"Wuuuttttt!"
Angin pukulan joan-pian ini menyambar ke arah kepala ketika Yo Wan mengelak. Namun dengan
kelincahannya, mudah saja Yo Wan melompat lagi ke samping. Ketika joan-pian ini bagai seekor ular hidup
mengejarnya terus dengan cepat, Yo Wan diam-diam menjadi kagum dan memuji kepandaian si kakek
mainkan joan-pian yang dapat terus menerus melakukan serangan sambung-menyambung.
Dia masih belum dapat melihat bahayanya ancaman joan-pian ini, maka Yo Wan tetap saja mengelak ke
sana kemari sambil tiada hentinya memperhatikan kedua kaki lawan. Benar saja dugaannya! Gerakan
joan-pian yang menyerang kalang kabut ini hanyalah usaha untuk membingungkan lawan, karena tiba-tiba
saja kedua kaki kakek itu bergerak menyambar, susul menyusul dengan kecepatan yang tak terduga-duga
dunia-kangouw.blogspot.com
dan mengandung kekuatan yang luar biasa!
Yo Wan amat kagum. Hal ini sudah diduganya, dan memang sesungguhnya tendangan-tendangan inilah
yang merupakan inti dari penyerangan kakek kurus itu. Seorang lawan yang kurang waspada pasti akan
roboh oleh tipu muslihat ini, karena hanya tampaknya saja joan-pian yang mengancam, akan tetapi
sesungguhnya bukan demikian, sehingga lawan yang terlalu mencurahkan perhatiannya pada serangan
joan-pian yang dilancarkan secara bertubi-tubi, akan celaka oleh tendangan-tendangan tersembunyi ini.
Yo Wan bukan seorang pemuda sombong. Dia tidak suka memamerkan kepandaiannya, akan tetapi
keadaan saat ini memaksa dia untuk mengeluarkan semua kepandaiannya. Pertama, karena dia berada di
sarang harimau yang berbahaya, kedua untuk menolong muda-mudi putera ketua Lu-liang-pai atau cucu
Raja Pedang itu, ketiga memang sudah menjadi tugasnya untuk membasmi bajak laut, apa lagi setelah dia
teringat akan ucapan penuh sindiran dari ketua Siauw-lim-pai, yaitu Thian Seng Losu.
Karena itu, melihat datangnya tendangan, dia sengaja bersikap seakan-akan dia kurang waspada dan
memberi kesempatan orang menendangnya!
Karuan saja Pouw Beng girang bukan main.
"Pergilah!" bentaknya sambil mengerahkan tenaga pada tendangannya ketika lawannya yang muda itu
sibuk mengelak dari sambaran joan-pian.
"Dukkk!"
Bukan tubuh Yo Wan yang mencelat seperti yang telah dibayangkan si penendang dan teman-temannya,
akan tetapi kakek itu sendiri yang terpelanting dan bergulingan, tidak mampu bangkit lagi karena tulang
kakinya yang menendang tadi telah remuk sedangkan joan-pian di tangannya pun sudah mencelat entah
ke mana!
Kiranya tadi saat kakinya sudah hampir mengenai sasaran, yaitu perut Yo Wan, pemuda ini secepat kilat
menggunakan tangan kirinya menotok jalan darah lalu menggencet. Oleh karena dia mempergunakan
jurus ampuh Ilmu Silat Liong-thouw-kun yang dia warisi dari kakek sakti Sin-eng-cu, seketika remuklah
tulang kaki lawannya, ada pun tangan kanan Yo Wan pada detik yang sama juga menghantam
pergelangan lengan yang memegang joan-pian sehingga joan-pian itu terpental dan mencelat entah ke
mana.
Yosiko melongo. Sama sekali tak pernah diduganya bahwa pemuda dusun itu demikian lihainya. Pouw
Beng dirobohkan hanya dalam beberapa gebrakan saja! Tendangan maut itu diterima tangan kiri dan kaki
Pouw Beng remuk! Mana mungkin ini? Apakah pemuda sederhana baju putih itu main sihir? Dia sendiri
yang sudah mengenal kelihaian Pouw Beng, agaknya sebelum seratus jurus tak mungkin dapat
mengalahkannya!
"Paman Sakisoto, majulah!" teriaknya karena dia masih merasa penasaran.
Kalau terhadap Tan Hwat Ki, tadi dia maju sendiri karena dia sudah yakin akan kelihaian pemuda Lu-liangpai
itu. Akan tetapi pemuda dusun yang tak ternama ini, yang kelihatan begitu lemah dan sederhana, mana
berharga menghadapinya?
Para pelayan lalu mengangkat pergi tubuh Pouw Beng yang masih pingsan, sedangkan kakek yang botak
dan pendek sekali itu sudah melangkah maju menghampiri Yo Wan. Kakek tua yang pendek botak ini
adalah seorang jagoan Jepang yang terkenal dengan ilmunya Yiu-yit-su. Dia seorang jago gulat yang
selama ini jarang menemui tandingan di antara sekalian bajak laut, dan menjadi juara di kalangan Kipas
Hitam.
Kedudukannya tinggi, sejajar dengan kedudukan Pouw Beng dan dia pun menjadi tangan kanan Yosiko,
terutama untuk urusan mengendalikan anak buah bajak laut Kipas Hitam. Semua anak buah bajak laut,
terutama yang berasal dari Jepang, takut belaka kepada Sakisoto, demikian nama jagoan tua ini.
Selain ahli dalam ilmu gulat dan ilmu tangkap Yiu-yit-su, dia pun termasuk seorang jago samurai yang
ampuh. Apa bila dibandingkan dengan Pouw Beng, sukarlah untuk menilai karena keduanya memiliki
keistimewaan masing-masing.
dunia-kangouw.blogspot.com
"Bocah sombong, hayo lekas kau berlutut menyerahkan diri sebelum kubanting tubuhmu sampai remuk!"
bentak Sakisoto, karena bagaimana pun juga dia merasa malu kalau harus melawan seorang pemuda tak
ternama, apa lagi kelihatannya kurus kering dan lemah begitu, maka dia memberi peringatan lebih dulu
agar bocah itu menyerah saja.
Yo Wan tentu saja sudah pernah mendengar tentang ilmu gulat dan ilmu tangkap dari Jepang, tentu
sejenis Ilmu Silat Sauw-kin Na-jiu-hoat, pikirnya. la maklum akan kelihaian ilmu ini yang sama sekali tidak
membolehkan anggota badan tertangkap.
Akan tetapi menyaksikan gerakan kakek ini, dia berbesar hati. Langkah kakek ini sedikit banyak telah
membayangkan keadaan tenaga Iweekang yang dimilikinya dan dia merasa sanggup untuk
menghadapinya.
"Orang tua, kau tentunya seorang ahli membanting orang. Biarlah, aku ingin merasakan bantinganmu,
kalau aku kalah tidak usah kau suruh menyerah, tentu saja aku sudah tak berdaya lagi. Silakan!" la sengaja
bicara dengan lambat supaya kakek Jepang itu dapat mengikuti kata-katanya karena tadi ketika bicara,
orang Jepang ini juga lambat-lambat dan agak sukar.
"Bocah sombong, kau cari mampus!" Sakisoto berseru.
Dua kakinya yang pendek itu lalu bergerak maju, kedua lengannya menyambar dengan gerakan kuat dan
jari-jari tangan terbuka. Alangkah heran dan juga girangnya ketika dia melihat lawannya sama sekali tidak
mengelak sehingga begitu dia menggerakkan kedua tangannya, Yo Wan sudah kena dicengkeram lengan
kiri dan pundak kanannya!
Dengan sepasang mata sipitnya berseri-seri saking gembiranya akan hasil ini, Sakisoto mengerahkan
tenaga dari perut, disalurkan kepada jari-jari tangannya dengan maksud untuk meremas hancur
pergelangan lengan kiri dan pundak kanan pemuda kurang ajar itu. Jari-jari tangannya mengeras,
menggigil karena terisi getaran tenaga yang dahsyat, tenaga yang membuat jari-jari tangan itu mampu
meremas hancur batu karang!
Akan tetapi alangkah kagetnya ketika jari-jari tangannya meremas kulit yang lunak dan licin bagaikan kulit
belut, lunak tetapi ulet seperti karet sehingga tenaga remasan jari-jari tangannya lenyap tertelan atau
tenggelam, sama sekali tidak ada hasilnya seperti orang meremas kapas!
Dalam kagetnya jago tua Jepang yang sudah banyak pengalamannya itu dapat menduga bahwa pemuda
ini memiliki tenaga dalam dari orang-orang daratan yang memang amat luar biasa. Maka, secepat kilat dia
mengubah getaran tenaganya, kini jari-jarinya tidak mencengkeram untuk meremukkan lagi melainkan
mencengkeram erat-erat, kemudian ia mengerahkan tenaga perut untuk mendongkel dan melontarkan
lawannya dengan gerak tipu dalam Ilmu Yiu-jit-su. Kakinya menjegal dan tangannya yang satu mendorong
yang lain menyentak kuat.
Tetapi, orang yang disentaknya tidak bergeming sama sekali. Hal ini tidak mengherankan karena
mendadak Yo Wan juga telah mengganti tenaga dalamnya, kini dia mengerahkan tenaga Selaksa Kati
yang disalurkan ke arah kedua kaki dan berdiri dengan kuda-kuda Siang-kak Jip-te (Sepasang Kaki
Berakar di Tanah), Jangankan baru seorang Sakisoto, biar kedua kaki itu ditarik oleh lima ekor kuda
kiranya belum tentu akan dapat terangkat!
Mulut jago tua Jepang itu mengeluarkan suara ah-ah-uh-uh pada waktu dia beberapa kali mengganti
kedudukan dan jurus untuk berusaha mengangkat kaki lawannya untuk terus dilontarkan di atas pundak
dan dibanting remuk. Keringatnya sudah memenuhi muka, otot-ototnya menonjol keluar, nafasnya
terengah-engah, namun hasilnya sia-sia belaka.
Pemuda yang kurus itu masih berdiri tegak dengan senyum manis, malah sedikit pun tak kelihatan
mengerahkan tenaga. Hal ini selain membuat Sakisoto merasa penasaran, juga membuatnya menjadi malu
dan marah sekali.
“Mampus kau!" bentaknya.
Secepat kilat kedua tangannya melepaskan cengkeraman pada lengan dan pundak, kini berganti dengan
serangan memukul dengan telapak tangan dimiringkan. Tangan kanan memukul leher dan tangan kiri
memukul lambung!
dunia-kangouw.blogspot.com
Jangan memandang ringan serangan ini karena kedua tangan itu sudah terlatih, ampuh sekali. Kepala
orang bisa remuk terpukul oleh tangan miring ini, apa lagi tempat-tempat gawat macam leher dan lambung.
Sekali pukul tentu nyawa akan melayang!
Mendengar menyambarnya hawa pukulan, Yo Wan maklum bahwa serangan ini cukup berbahaya. Cepat
dia menyambar dengan kedua tangannya, jauh lebih cepat dari pada datangnya pukulan. Tahu-tahu kedua
pergelangan tangan jago tua itu sudah dia tangkap dan semua urat syaraf dalam tubuh Sakisoto seketika
bagaikan dilolosi. Tiba-tiba saja Yo Wan berseru keras.
Tubuh pendek tegap itu melayang ke atas dan terbang sampai sepuluh meter jauhnya. Akan tetapi, begitu
dilepas, jago tua yang sudah berpengalaman ini dapat menggerakkan tubuhnya sehingga saat terbanting
ke bawah, dia dapat mendulukan daging belakangnya sehingga hanya terdengar suara berdebuk.
Tubuhnya membal ke atas, lalu turun lagi dalam keadaan berdiri dan mulutnya meringis karena daging tua
pada belakang pantatnya terasa kesemutan dan sakit! Kemarahannya memuncak, kemudian dengan
kerongkongan mengeluarkan gerengan laksana beruang, dia menubruk maju, didahului pedang
samurainya yang panjang dan besar.
Yo Wan cepat miringkan tubuh, membiarkan sinar berkelebat pedang panjang itu lewat. Jari tangannya
bekerja dan di lain saat sekali lagi tubuh Sakisoto terguling, kali ini jatuh tersungkur tak marnpu bangkit
untuk beberapa menit lamanya karena jari-jari tangan Yo Wan telah berhasil menyentil sambungan tulang
pundak kanan dan menotok jalan darah di punggung kiri! Jago tua Jepang itu hanya mampu mengulet dan
merintih perlahan.
Bila tadi sepasang mata Yosiko berapi-api marah, kini mulai bersinar penuh kekaguman. Dua orang
jagonya dirobohkap demikian mudahhya. Bukan main pemuda sederhana ini. Mungkinkah ada pemuda
yang lebih pandai dari pada jago tampan dari Lu-liang-pai?
Diam-diam dia melirik ke arah Hwat Ki yang masih pingsan di dekat sumoi-nya, di sudut ruangan.
Kemudian dia memberi tanda. Para pelayan datang membangunkan Sakisoto dan mengangkatnya keluar
dari ruangan itu.
Yo Wan tersenyum menghadap Yosiko. "Bagaimana? Cukupkah?"
"Hemmm, setelah kau mampu merobohkan dua orang pembantuku, kau mau apa?"
"Tidak apa-apa, hanya minta supaya kau bebaskan kedua orang muda dari Lu-liang-san itu, kemudian
gulung tikar dan kembali ke Jepang, jangan lagi kau atau anak buahmu mengganggu pantai dan perairan
Po-hai."
"Peduli apa dengan kau? Kau murid siapa? Dari partai apa?"
"Mengherankan sekali. Kau masih tanya peduli apa denganku? Tentu saja aku tidak bisa membiarkan kau
mengganggu keamanan wilayah ini dan mengacau ketenteraman hidup bangsaku. Soal aku murid siapa,
tidak ada sangkut pautnya denganmu dan aku tidak punyai partai. Nona, kulihat kepandaianmu lumayan,
mengapa kau memilih jalan sesat? Mengapa kau mendirikan perkumpulan bajak laut Kipas Hitam? Sayang
sekali, kau lihai dan sepatutnya menjadi seorang pendekar wanita yang cantik, gagah, serta terhormat,
berguna bagi bangsamu di Jepang..."
"Tutup mulutmu yang lancang!" Yosiko berteriak nyaring.
Kini penyamarannya gagal karena sesudah dia marah-marah, sepasang pipinya menjadi kemerahan,
merah jambu yang hanya dapat timbul pada pipi seorang gadis, sedangkan teriakannya pun teriakan
marah seorang gadis, tidak lagi suara berat pria seperti yang ia tirukan dalam percakapan biasa.
"Kau begini sombong! Apa kau kira aku takut padamu? Kami belum kalah. Gak-lopek, harap kau beri
hajaran bocah sombong ini!”
Kakek ketiga yang gendut perutnya melompat maju. Gerakannya perlahan dan lambat saja, seakan-akan
dia terlalu malas untuk bergerak, apa lagi main silat, patutnya orang ini bertiduran di atas kursi malas
sambil mengisap huncwe (pipa tembakau) dengan mata meram melek.
dunia-kangouw.blogspot.com
Akan tetapi Yo Wan cukup waspada dan dia maklum bahwa di antara tiga orang kakek tadi, si gendut inilah
yang paling lihai. Wajahnya yang agak pucat kekuningan, kedua lengannya yang tidak kelihatan ada otot
menonjol, langkahnya yang tenang serta terlihat berat dan seolah-olah kakinya menempel dan lengket
pada lantai yang diinjaknya, semua ini menandakan bahwa dia seorang ahli Iweekeh (ahli tenaga dalam)
yang kuat.
Diam-diam Yo Wan mengumpulkan hawa murni di dalam pusarnya, lalu mendesaknya ke seluruh bagian
tubuh, terutama pada kedua lengannya untuk berjaga-jaga. Pemuda ini pernah mendapat gemblengan
tenaga dalam dari dua orang sakti, yaitu Sin-eng-cu dan Bhewakala, apa lagi latihan tenaga dalam ini
kemudian dia sempurnakan dengan tekun di pertapaan Bhewakala, yaitu di Pegunungan Himalaya.
Oleh pendeta sakti ini, Yo Wan digembleng hebat, malah sudah mengalami gemblengan terakhir yang luar
biasa berat, bahkan yang dilakukan dengan taruhan nyawa, yaitu kalau tidak tahan dapat mati seketika.
Latihan ini adalah latihan bersemedhi mengumpulkan sinkang dan memutar-mutar hawa murni ke seluruh
tubuh dengan cara bertapa telanjang bulat selama tujuh hari di bawah hujan salju di puncak gunung. Apa
bila dia tidak dapat menahan, dia akan mati dalam keadaan beku dan terbungkus es!
"Orang muda, kau benar-benar lihai sekali! Akan tetapi, untuk dianggap cukup berharga melayani Yokongcu,
kau harus dapat menandingi aku terlebih dahulu! Perkenalkan, aku bernama Gak Tong Sek!"
Sambil berkata demikian, seperti seorang yang menghormat tamu, dia menjura dengan kedua tangan
dirangkap didepan dada, selayaknya orang memperkenalkan diri.
Tepat seperti dugaan Yo Wan, begitu kakek gendut ahli Iweekeh ini mengangkat kedua lengannya
memberi hormat, dadanya terasa sesak karena terserang oleh hawa pukulan tersembunyi yang sangat
kuat, yang menyambar keluar dari gerakan kedua tangan yang dirangkapkan itu.
Cepat Yo Wan menggerakkan kedua lengannya, diangkat ke atas sebagai pembalasan hormat sambil
diam-diam mengerahkan sinkang mendorong ke depan. Hawa pukulannya amat kuat dan hal ini terasa
betul oleh Gak Tong Sek karena wajahnya tiba-tiba berubah kaget dan jelas tampak dia mengerahkan
tenaga untuk menahan dorongan lawan yang amat kuatnya itu.
la merasa heran karena tidak mengira bahwa lawan yang demikian muda ini tidak saja sanggup menahan
dorongan pukulan jarak jauhnya, tetapi bahkan mengembalikan hawa pukulan itu dengan tambahan
dorongan yang lebih kuat lagi. Tentu saja dia tidak mau menyerah kalah, merasa malu apa bila dia pergi
menghindar. Maka, sambil memasang kuda-kuda sekuatnya pada kedua kaki, dia menahan dorongan
lawan.
Yo Wan merasa betapa dorongannya tertahan secara kuat. Dia menambah tenaganya dan terus
mendorong. Gak Tong Sek mempertahankan dengan sangat kuatnya, namun yang mendorong lebih kuat
lagi.
Terdengar suara keras. Tubuh kakek gendut itu terdorong mundur, akan tetapi sepasang kakinya tetap
dalam keadaan memasang kuda-kuda, sedikit pun tidak terangkat dan dia tidak roboh terguling, akan tetapi
terdorong ke belakang dengan kedua kakinya menyeret lantai sehingga retak-retaklah lantai batu yang
terseret kedua kakinya!
Makin jauh kakek ini terdorong, maka semakin berkuranglah kekuatan dorongan Yo Wan, sehingga setelah
terdorong tiga kaki jauhnya, tubuh kakek ini berhenti. Wajahnya pucat dan dua butir keringat tampak di
dahinya.
"Orang tua, kau benar-benar amat lihai, aku yang muda merasa kagum sekali," kata Yo Wan tersenyum.
Yo Wan memang berkata sejujurnya karena dia merasa sangat kagum akan daya tahan kakek itu sehingga
dia tak mampu merobohkan, malah membuat kakek itu mengangkat kaki pun tidak sanggup. Sungguhsungguh
seorang kakek yang selain memiliki tenaga Iweekang tinggi, juga amat ulet dan tahan uji.
Akan tetapi bagi kakek Gak, ucapan tadi dianggapnya sebagai ejekan, maka dia menjadi penasaran dan
marah bukan main. Biar pun dia maklum akan besarnya tenaga sinkang pemuda itu, namun belum tentu
dia akan kalah dalam ilmu pukulan yang telah dilatihnya puluhan tahun lamanya, yang agaknya telah dia
miliki sebelum orang muda ini lahir.
dunia-kangouw.blogspot.com
Selama ini, hanyalah ketua Kipas Hitam saja orang muda yang mampu menandinginya dan hal ini tidak
membuat dia kecil hati karena dia cukup maklum bahwa pangcu-nya itu mewarisi ilmu kepandaian yang
luar biasa dari orang tuanya. Namun dia anggap bahwa di dunia ini tidak ada keduanya orang muda seperti
pangcu (ketua) dari Hek-san-pang.
"Bocah sombong, belum tentu aku kalah!" bentaknya marah sambil mengayunkan kedua tangannya,
melancarkan pukulan-pukulan maut dari jarak jauh.
Terdengar suara angin menyambar bersiutan sehingga api penerangan di empat penjuru ruangan itu
bergoyang-goyang hampir padam. Demikianlah hebatnya ilmu pukulan jarak jauh dari kakek Gak Tong Sek
yang dia sendiri namakan Swat-hong Sin-ciang (Pukulan Sakti Angin Puyuh).
Para pelayan yang tahu akan hebatnya ilmu pukulan ini, tanpa diperintah lagi segera mundur dan
menyelinap ke balik pintu. Hanya Yosiko yang masih berdiri tegak, pakaian dan penutup rambutnya
berkibar-kibar oleh angin pukulan, tapi dia sendiri tidak apa-apa karena dia pun telah mengerahkan sinkang
melindungi seluruh tubuhnya.
"Bagus!” Mau tak mau Yo Wan memuji kehebatan ilmu pukulan ini.
Akan tetapi tidak sia-sia ia digembleng habis-habisan di puncak Himalaya. Dengan amat tenang, penuh
kepercayaan akan diri sendiri, dia melangkah maju sambil memangku dua lengannya, sama sekali tidak
mengelak atau menangkis.
Pukulan-pukulan jarak jauh datang bagaikan hujan badai menimpa dirinya, namun hanya pakaian beserta
rambutnya saja yang berkibar-kibar, sedangkan semua hawa pukulan itu terbentur dan membalik saat
bertemu dengan hawa sinkang yang menyelubungi seluruh tubuhnya!
Sudah penuh keringat muka dan leher Gak Tong Sek, namun semua pukulannya sia-sia belaka. Saking
marah dan penasarannya, dia melompat maju, kini menggunakan kedua tangannya memukul dari jarak
dekat dengan pengerahan tenaga Iweekang sepenuhnya.
Tentu saja Yo Wan maklum bahwa pukulan ini terlalu berbahaya untuk diterima seperti dia menerima
pukulan jarak jauh tadi. Cepat kedua tangannya bergerak.
"Dukkk-dukkk!"
Dua kali empat buah lengan itu bertemu dan tubuh kakek Gak Tong Sek melayang keluar dari pintu
ruangan, jatuh berdebuk di luar ruangan itu. Dia tak dapat bangun lagi, hanya terdengar mengorok seperti
kerbau disembelih. Di antara tiga orang kakek yang melawan Yo Wan, kakek Gak inilah yang paling berat
lukanya. Hal ini adalah karena dia terpukul oleh tenaga lweekang-nya sendiri, sehingga walau pun tidak
akan kehilangan nyawanya, namun sedikitnya tiga bulan dia harus berbaring!
Kini lenyaplah sama sekali kemarahan dari wajah Yosiko, terganti bayangan kekaguman di wajahnya yang
tampan berseri. Sepasang matanya berkilauan, dengan bola matanya yang bening bergerak-gerak cepat
menandakan kecerdikan otaknya, bibirnya tersenyum-senyum ketika ia melangkah maju dengan senjata di
tangan.
Seperti tadi ketika menghadapi Hwat Ki, kini tangan kanannya memegang pedang, dan tangan kirinya
memegang sabuk sutera putih. Dengan langkah cepat ia bertindak maju, sepasang matanya tak pernah
mengalihkan pandangannya dari wajah Yo Wan.
"Hebat... kau... kau lebih lihai dari pada Tan Hwat Ki... kau hebat...!"
Ketua Hek-san-pang yang muda dan oleh Yo Wan dianggap wanita itu melangkah maju. "Tapi... kau harus
dapat mengalahkan aku lebih dulu, baru dapat kunilai apakah kau lebih patut dari pada dia..."
"Hek-san Pangcu, kau bicara apa ini? Aku tidak ingin bermusuhan dengan engkau, akan tetapi jika kau
mendesakku, jangan menyesal bila aku turun tangan besi dan membasmi gerombolan bajak yang kau
pimpin. Biar pun kau mengerti Ilmu Langkah Kim-tiauw-kun, jangan kau mengira tidak akan ada yang dapat
melawanmu. Justru karena kau mengenal Kim-tiauw-kun, aku makin berkeras untuk melarangmu
melakukan perbuatan jahat!"
dunia-kangouw.blogspot.com
Berubah wajah Yosiko, akan tetapi sinar matanya makin berseri. "Kau... kau tahu tentang langkah-langkah
ajaib?"
"Tentu saja aku mengenal Hui-thian Jip-te. Orang yang mempergunakan ilmu ini harus menjadi pembela
kebenaran dan keadilan, sama sekali tidak boleh menjadi penjahat!"
Yosiko tersenyum. "Wah, kiranya kau pun bukan orang sembarangan, dapat mengenal Hui-thian Jip-te.
Kau bilang tadi namamu Yo Wan? Kau ini murid siapakah? Apakah kau kenal dengan Tan Hwat Ki dan
sumoi-nya dari Lu-liang-pai ini?"
Dalam mengajukan pertanyaan ini, lenyaplah sikap bermusuhan, seakan-akan Yo Wan sedang
menghadapi seorang kenalan baru saja. Ketua Hek-san-pai itu demikian ramah. Akan tetapi Yo Wan tak
ingin memperkenalkan diri, apa lagi jika sampai membawa-bawa nama Pendekar Buta.
"Namaku Yo Wan dan habis perkara. Aku seorang yatim piatu, tak bersanak tidak pula berkadang."
"Dan belum menikah?"
Merah wajah Yo Wan. Celaka orang ini benar-benar cerewet dan tak tahu malu. Karena sungkan dan
jengah, dia tidak menjawab, hanya menggeleng kepala. Yosiko tersenyum lagi.
"Wah, seorang jaka lola kalau begitu. Ehh, jaka lola yang lihai, dengar baik-baik. Adikku mencari jodoh dan
agaknya kau patut menjadi jodohnya karena agaknya kau lebih lihai dari pada Tan Hwat Ki. Namun kau
harus dapat mengalahkan aku untuk membuktikan kelihaianmu."
"Pangcu, harap kau jangan main-main. Aku tidak peduli adikmu itu akan menikah dengan siapa pun juga,
bukan urusanku. Aku pun sekali-kali tidak ingin membuktikan kelihaianku. Aku hanya minta agar kau
bebaskan dua orang muda itu dan tarik mundur semua anak buahmu, jangan pernah lagi mengganggu
daerah Po-hai. Kalau tidak, terpaksa aku akan membasmi Kipas Hitam!"
Yosiko tersenyum lebar sehingga tampak deretan giginya yang putih berkilauan dan rapi.
"Yo Wan, kalau kau bisa menangkan aku dan menikah dengan adikku, kau akan menjadi ketua Kipas
Hitam dan terserah apa yang hendak kau lakukan. Lihat senjata!"
Secepat kilat pedang di tangan Yosiko menyambar, menjadi sebuah tusukan sutera putih di tangan kirinya
sudah bergerak pula menjadi lingkaran bundar yang melayang dari atas mengarah kepala Yo Wan. Sudah
tentu saja pedang itu sangat berbahaya, akan tetapi sinar putih sabuk sutera itu kiranya tidak kalah
bahayanya, karena ujung sabuk itu dapat menjadi alat menotok jalan darah yang sekali mengenai kepala
akan merenggut nyawa!
Mendongkol juga hati Yo Wan. Sebenarnya dia merasa sayang bahwa seorang muda seperti Yosiko, baik
ia gadis seperti dugaannya atau pun betul laki-laki, yang jelas adalah seorang peranakan Jepang, tidak
dapat dia sadarkan kembali ke jalan benar. Akan tetapi orang ini terlalu memandang rendah padanya, bila
tidak diberi hajaran tentu tidak kapok!
"Kau menghendaki kekerasan? Baik!" katanya.
Segera kakinya mempergunakan langkah-langkah ajaib untuk menghindarkan serangan pedang dan sabuk
sutera. Malah dia segera balas menyerang dengan tangan kosong, menggunakan Ilmu Silat Liong-thouwkun
yang sangat lihai. Dia merasa sayang sekali bahwa dia sekarang sudah tidak memiliki senjata apa pun,
karena dalam pertandingan mati-matian melawan Bhok Hwesio yang sakti, tiga buah senjatanya rusak
semua.
Liong-kut-pian (Cambuk Tulang Naga) pemberian mendiang Bhewakala telah putus pada waktu dia
berebutan dengan Bhok Hwesio. Pedang Pek-giok-kiam pemberian subo-nya (ibu gurunya) telah patah
menjadi tiga potong, sedang pedang Siang-bhok-kiam (Pedang Kayu Wangi) yang dia buat di Himalaya
hancur remuk, semua berkat kesaktian Bhok Hwesio, lawan paling hebat yang pernah dia tandingi di dunia
ini!
Sekarang dia bertangan kosong dan menghadapi lawan seperti ketua Hek-san-pang ini, sungguh tidak
dunia-kangouw.blogspot.com
menguntungkan kalau hanya dengan tangan kosong.
Terdengar berkali-kali Yosiko berseru kagum dan heran. Tentu saja dia merasa heran karena pemuda
dusun lawannya ini ternyata mampu bermain langkah ajaib yang malah lebih hebat, lebih lengkap dan lebih
lincah dari pada kepandaiannya sendiri!
Keheranannya membuat dia gugup dan pada saat sabuk sutera putihnya menyambar, ujung sabuk ini kena
dicengkeram oleh Yo Wan yang cepat mengirim pukulan jarak jauh dengan pengerahan tenaga ke arah
lengan kiri lawannya. Hawa pukulan dahsyat lantas menyambar dan Yosiko berteriak kaget, terpaksa dia
melepaskan sabuk sutera putihnya sambil meloncat mundur sampai tiga meter jauhnya!
Yo Wan berdiri sambil tersenyum, mempermainkan sabuk sutera putih yang halus dan berbau harum itu.
Makin yakinlah hatinya bahwa Yosiko pastilah seorang gadis.
"Bagaimana? Menyerahkah kau sekarang?" ujarnya, nadanya mengejek.
Sepasang pipi itu merah padam. Bukan main, pikirnya. Dalam waktu kurang dari sepuluh jurus saja,
pemuda ini dengan tangan kosong telah mampu merampas sabuk suteranya! Padahal tadi Hwat Ki dengan
pedang di tangan tidak mampu merobohkannya sampai puluhan jurus lamanya.
Benar-benar pemuda aneh dan memiliki kepandaian yang luar biasa sekali. Bahkan ilmu langkah dari Hwat
Ki sekali pun tidak seindah dan sehebat ilmu langkah pemuda yang sederhana ini. Jantungnya berdebar
penuh kekaguman, namun ia masih penasaran.
Tanpa mengeluarkan sepatah kata pun ia menerjang lagi. Kini dia memutar pedangnya sehingga pedang
itu lenyap berganti gulungan sinar seperti payung di depan dadanya, langsung menerjang Yo Wan.
"Tar-tar-tar-tar-tar!"
Nyaring sekali suara ledakan-ledakan kecil ini yang tercipta dari ujung sabuk sutera yang diledakkan
seperti cambuk oleh Yo Wan.
Bukan main kagetnya hati Yosiko ketika melihat betapa sabuk suteranya, yang biasanya sangat dia
andalkan sebagai senjata di samping pedangnya, kini di tangan pemuda itu berubah menjadi senjata yang
malah lebih ampuh lagi. Sabuk suteranya itu kini berubah menjadi sinar putih yang panjang, membentuk
lingkaran-lingkaran aneh yang saling susul menyusul dan telan menelan, lingkaran kecil yang ditelan
lingkaran lebih besar, berubah ubah dan sukar diikuti perkembangannya, namun dibarengi ledakanledakan
kecil yang mengancam semua jalan darah di tubuhnya secara bertubi-tubi!
Tentu saja Yo Wan pandai memainkan sabuk sutera ini sebagai senjata karena memang inilah salah satu
di antara ilmu-ilmunya yang sakti, yaitu Ilmu Cambuk Ngo-sin Hoan-kun yang merupakan gerakan dari
pada lingkaran sakti yang terbuat dari pada ujung cambuk atau benda lemas panjang.
Kalang kabutlah permainan pedang Yosiko. Selama hidupnya, baru kali ini ia mengalami hal macam itu,
baru kali ini ia menghadapi lawan yang begini lihainya. Saking kagetnya, ia sampai lupa akan ilmu
pedangnya dan gerakannya menjadi kacau-balau.
Mendadak dia menjerit dan pedangnya ‘terbang’ meninggalkan tangan kanannya karena pedang itu
ternyata sudah terlibat sabuk sutera dan terbetot tanpa dapat dia pertahankan lagi. Kemudian ujung sabuk
itu seperti cemeti meledak-ledak dan mencambuknya.
"Aduhh...! Ihhh...! Aduhhh...!" Yosiko berteriak-teriak karena setiap kali sabuk sutera itu berbunyi pasti
menghantam tubuhnya, membuat pakaiannya robek di tempat yang dicium ujung sabuk itu, serta kulitnya
menjadi merah-merah dan matang biru, rasanya bagaikan ditampar atau dicubit keras!
Yo Wan tidak tega untuk merobohkan ketua Hek-san-pang ini, akan tetapi dia memang hendak memberi
hajaran. Mengingat bahwa ketua itu ialah seorang wanita muda, maka dia hanya menggunakan sabuk
sutera itu untuk mencambukinya agar kapok!
"Sahabat yang gagah, tolong kau bantu kami menangkap dia! Dia adalah ketua bajak, kami harus
menangkapnya untuk dihadapkan kepada Bun-goanswe di Tai-goan!"
dunia-kangouw.blogspot.com
Tiba-tiba terdengar suara Hwat Ki yang kebetulan pada saat itu sudah sadar. Pemuda ini meloncat bangun,
disusul oleh Cui Kim yang juga sudah tersadar. Memang racun yang dipergunakan oleh ketua Kipas Hitam
dalam jamuan makan tadi hanyalah racun untuk membuat mabuk orang untuk sementara waktu saja, sama
sekali tidak berbahaya, hanya sekedar membuat lawan tidak berdaya.
Begitu sadar dari pingsannya serta melihat betapa Yosiko dicambuki secara aneh oleh pemuda asing yang
dia kenal sebagai pemuda di rumah makan di dusun Leng-si-bun, Hwat Ki segera| berseru untuk
menangkapnya. Pemuda Lu-liang-san ini dapat menduga bahwa Yo Wan tentu adalah seorang pendekar
yang berpihak kepadanya dan memusuhi bajak laut.
Mendengar seruan ini, sejenak Yo Wan bingung dan agaknya kesempatan ini tidak ingin disia-siakan oleh
Yosiko. Diam-diam ia telah mengeluarkan sebuah kipas hitam dan pada waktu ia menekan gagangnya,
dari kedua ujung kipas itu menyambarlah sinar hitam ke depan.
"Awas...!" Yo Wan berseru.
Sekali sabuk sutera putihnya dia gerakkan, Hwat Ki dan Cui Kim roboh oleh sabuk itu, terpelanting karena
kaki mereka telah terlibat dan dibetot. Yo Wan sengaja melakukan ini karena dapat menduga akan
bahayanya sinar hitam itu.
Namun usahanya menyelamatkan kedua orang muda itu membuat dia kurang waspada akan dirinya
sendiri. la sudah mengebutkan tangan kiri menyampok, namun dia merasa pundak kirinya sakit dan panas,
maka maklumlah dia bahwa dia sudah terkena senjata rahasia yang halus dan beracun. Rasa panas
bercampur rasa gatal membuat dia kaget sekali dan cepat dia melompat ke depan mengejar Yosiko yang
lari.
"Berhenti, serahkan obat pemunah racun!" teriak Yo Wan marah.
Karena ginkang-nya memang jauh lebih menang dari pada Yosiko, sebentar saja dia hampir dapat
menangkapnya di luar gedung itu. Namun tiba-tiba Yosiko melompat dan...
"Byurrrrr...!" ketua Kipas Hitam itu sudah terjun ke dalam air laut yang berbuih-buih.
Biar pun bukan ahli, namun kalau hanya berenang saja Yo Wan dapat juga. la maklum bahwa tubuhnya
sudah terkena senjata beracun, dan ketua Hek-san-pang itu merupakan satu-satunya orang yang memiliki
obat penawarnya, maka harus dia tangkap. Dengan pikiran ini, Yo Wan menjadi nekat dan...
"Byurrrrrr...!" air laut yang hitam gelap itu untuk kedua kalinya muncrat ketika tubuh Yo Wan terjun ke
dalamnya.
Yo Wan melihat di bawah sinar bulan yang remang-remang itu lawannya berenang ke tengah di mana
terdapat beberapa buah perahu nelayan.
"Hemmm, ke mana pun kau lari, jangan harap dapat terlepas dari tanganku," pikirnya dan dia merasa
girang ketika mendapat kenyataan bahwa sesudah berada agak ke tengah, ternyata laut itu airnya tenang,
memudahkan dia berenang melakukan pengejaran.
Perahu-perahu di depan itu adalah perahu yang berlabuh, kelihatannya sunyi dan gelap. Tak mungkin
kalau perahu nelayan berlabuh dalam keadaan gelap dan berada di tengah. Agaknya perahu-perahu bajak
laut.
Yo Wan tak mempedulikan perahu-perahu itu. Ke mana pun juga Yosiko pergi, harus dia kejar sampai
dapat, karena kalau tidak, keadaannya akan berbahaya. Mulailah Yo Wan menduga-duga.
Agaknya senjata rahasia yang halus itu merupakan jarum-jarum kecil halus yang dapat menembus kulit
dan menyusup ke bawah kulit sehingga kalau beracun maka racunnya dapat langsung terbawa oleh darah.
Pundak kirinya mulai terasa kejang-kejang. Air laut mengurangi rasa sakit, akan tetapi makin lama
pundaknya terasa makin kaku dan lengan kirinya hampir tidak dapat digunakan lagi. Dia berenang
mengandalkan kedua kaki dan lengan kanannya sehingga tiap kali tubuhnya miring ke kiri, mukanya
terbenam ke dalam air.
Akan tetapi girang hatinya karena agaknya Yosiko tidak dapat berenang cepat. Buktinya sebentar saja dia
dunia-kangouw.blogspot.com
sudah hampir berhasil menyusulnya. Dia mengerahkan tenaganya dan terus bergerak maju, berseru keras,
"Pangcu dari Kipas Hitam, berhentilah! Kau berikan obat pemunah racun dan baru aku mau memberi
ampun kepadamu!"
Yosiko menoleh sambil tertawa, kemudian, tiba-tiba lenyaplah kepala yang tertawa itu. Yo Wan terkejut.
Celaka, pikirnya. Apakah orang itu tenggelam? Jangan-jangan kakinya diseret ikan buas! Kalau Yosiko
kena celaka, berarti dia sendiri pun menghadapi bahaya maut.
Akan tetapi mendadak bulu tengkuknya meremang saking ngeri dan kagetnya ketika dia merasa betapa
kakinya terjepit sesuatu dan dia ditarik ke bawah! Celaka, pikirnya, tentu ikan buas. Yosiko telah menjadi
korban ikan buas dan kini ikan-ikan itu mulai menyambar kakinya dan menarik ke bawah.
Cepat dia mengerahkan tenaga dan menggerakkan kaki sehingga sepatunya terlepas. Akan tetapi
berbareng dengan terlepasnya sepatu kanannya, ikan yang tengah menggigit kakinya itu pun terlepas.
Mendadak ada suara orang tertawa di sebelah belakangnya. Cepat dia menengok dan... kiranya Yosiko
yang tertawa, mentertawakannya.
"Mana kegagahanmu, Yo Wan? Agaknya di air kau tidak segagah di darat!"
Yo Wan menggerakkan tangan kanan meraih untuk menangkap lawan itu, akan tetapi tiba-tiba kepala itu
lenyap lagi. Yo Wan terkejut dan maklumlah dia bahwa Yosiko kiranya adalah seorang ahli bermain dalam
air! Tentu yang mempermainkannya, yang mencopot sepatunya adalah Yosiko inilah!
Berabe, pikirnya. Apa bila harus bertanding di air, melihat gerakan Yosiko yang demikian cepatnya, dia
pasti takkan berdaya. Benar saja, Yosiko muncul di sana-sini, seperti main kucing-kucingan, sedangkan Yo
Wan sudah payah dan lelah sekali.
Mendadak perahu-perahu yang sunyi dan gelap itu tiba-tiba menjadi terang benderang, agaknya ada tanda
rahasia yang membuat orang-orang yang bersembunyi dalam perahu secara serentak memasang lampu
penerangan. Terdengar teriakan-teriakan gaduh.
"Itu dia! Benar dia kepala bajak Kipas Hitam. Serbu!”
"Tangkap!"
"Bunuh...!"
"Hadiahnya besar kalau bisa tangkap dia, hidup atau mati!"
"Mari serbu, hadiahnya bagi rata!"
Ramai sorak-sorai itu dan perahu-perahu hitam tadi mulai bergerak mengurung tempat Yo Wan dan Yosiko
main kucing-kucingan di dalam air. Kemudian telinga Yo Wan yang tajam dapat menangkap mengaungnya
suara anak-anak panah menyambar.
la terkejut sekali, akan tetapi apa dayanya. Di dalam air, dia tidak dapat mengelak atau bergerak secepat di
darat, apa lagi sekarang pundak kirinya mulai kena pengaruh racun. Tiba-tiba...
"Ceppp!"
Pundak kirinya sebelah belakang terkena anak panah yang menancap cukup dalam. Yo Wan mengeluh.
Yosiko mengeluarkan seruan kaget. "Cepat tahan nafasmu...!"
Suara ini hanya terdengar seperti bisikan di dekat telinga Yo Wan, akan tetapi dia cepat mentaatinya,
segera menahan nafasnya. Sebagai seorang ahli Iweekeh tentu saja hal ini mudah dilakukannya.
Pada saat itu dia merasa betapa tubuhnya ditarik ke bawah permukaan air, lalu dibawa berenang sambil
menyelam dengan kecepatan luar biasa. Beberapa menit kemudian Yo Wan tidak ingat apa-apa lagi.
dunia-kangouw.blogspot.com
Yo Wan bermimpi. la melihat seorang lelaki sederhana, berpakaian seperti petani, tetapi berwajah tampan
dan bersikap gagah, berdiri tegak bersama seorang wanita cantik yang wajahnya diliputi kedukaan. Mereka
tersenyum-senyum kepadanya, melambaikan tangan ketika mereka berjalan meninggalkannya.
"Ayah...! Ibu...!" Yo Wan memanggil, mengeluh karena tidak dapat menggerakkan tubuh untuk mengejar
mereka.
la merasa seperti dalam neraka. Api neraka membakarnya, tenaganya habis dan dia tak berdaya
menyingkir dari api yang mengelilinginya itu. Dadanya terasa sesak, kepalanya panas dan serasa hampir
meledak. Sekali lagi dia memanggil ayah ibunya untuk minta pertolongan, namun mereka sudah terlalu
jauh, hanya nampak bayang-bayang mereka saja, tidak jelas lagi. Betapa pun, Yo Wan masih dapat
mengenal mereka, ayahnya yang gagah berani, ibunya yang cantik peramah.
Tiba-tiba muncul bayangan seorang gadis jelita. Sejenak dia bingung dan tidak mengenal siapa gadis ini.
Wajahnya aneh, sebentar seperti Siu Bi, kemudian berubah seperti Lee Si, berubah lagi seperti wajah Bu
Cui Kim, akhirnya menjadi wajah Cui Sian.
Gembira hatinya. Berdebar jantungnya. Mulutnya bergerak hendak memanggil Cui Sian, akan tetapi rasa
malu dan rendah diri menahan niatnya. Cui Sian puteri Raja Pedang, mana bisa disejajarkan dengan dia?
Dia seorang jaka lola, miskin dan bodoh.
Mendadak semua bayangan itu ienyap. Yo Wan kecewa dan menyesal, dia mencari-cari Cui Sian, namun
gadis itu tetap tidak tampak lagi. Sadarlah dia dari mimpi, sebuah mimpi kacau balau ketika dia pingsan.
Kini terasa betapa tubuhnya panas sekali dan sakit-sakit. Dia mengeluh, lalu membuka matanya, merasa
heran dan bingung. Teringat dia kini betapa dia tenggelam, menahan nafas, kemudian dibawa berenang di
bawah permukaan air oleh Yosiko.
Otomatis dia menahan nafasnya, takut kalau-kalau air memasuki hidung dan mulut. Akan tetapi dia tidak
merasakan air lagi di sekeliling tubuhnya. Perlahan dibukanya mata yang tadi sudah dia tutup kembali.
Sekali lagi dia melihat bahwa dia tidak berada di dalam air, kini lebih jelas.
Ada air tampak olehnya, namun di bawah, dan dia sedang rebah di atas sebuah perahu yang bergerak
perlahan dan tenang. Badannya panas bagaikan terbakar, pundak kirinya sakit sekali. Teringatlah dia
bahwa pundaknya terluka oleh senjata rahasia beracun yang dilepas oleh Yosiko.
Di manakah dia sekarang? Masih hidupkah? Apakah ini perjalanan menuju ke alam baka melalui sungai
dan naik perahu? Kembali dia mengeluh, tenggorokannya terasa sangat haus. la mengumpulkan tenaga
dalam tubuhnya yang lemas, mencoba untuk bangkit dan duduk.
"Uuhhhh..."
Pundak kirinya terasa sakit sekali dan ketika tangan kanannya meraba, kiranya di pundak kiri sebelah
belakang masih menancap sebatang anak panah! Teringatlah kini Yo Wan bahwa sebelum dia tenggelam,
ada anak panah yang mengenai pundaknya.
"Ee-e-eeeh... tidak boleh bangun dulu... kau harus rebah terus, miring kanan..." tiba-tiba terdengar suara
halus seorang wanita dan ada jari-jari tangan yang halus pula merangkul pundak kanannya, lalu dengan
tekanan perlahan menyuruh dia rebah kembali, terlentang agak miring ke kanan agar anak panah di
pundak kirinya tidak menyentuh lantai perahu.
Yo Wan serasa mengenal suara ini, dan ini membuat hatinya kecewa. Pada saat untuk pertama kali
mendengar suara wanita itu tanpa melihat orangnya, sepenuh hatinya dia berharap bahwa orang itu Cui
Sian adanya. Akan tetapi kini dia merasa pasti bahwa itu bukanlah suara Cui Sian, dan kenyataannya ini
mengecewakan hatinya.
Suara siapakah? Serasa mengenalnya, akan tetapi dia tidak dapat memastikan siapakah wanita ini.
Setelah rebah, dia memutar leher dan memandang. Seorang gadis cantik jelita sedang sibuk mendayung
perahu itu.
Gadis itu memandangnya dengan bibir tersenyum dan mata bersinar-sinar. Mata itu! la tidak mengenal
wajah ini, akan tetapi dia mengenal benar mata itu. Di mana gerangan? Dan suara itu! Payah Yo Wan
dunia-kangouw.blogspot.com
mengingat-ingat, namun dia tetap tidak tahu di mana dan bila mana dia pernah mendengar suara ini dan
melihat mata itu. Rasa panas terasa menyesakkan nafasnya.
"Uhh-uhhh... panas... haus...," bisiknya.
Gadis itu dengan gerakan perlahan menancapkan sebatang bambu panjang ke bagian yang dangkal di
pinggir sungai dan perahu itu kini terikat pada bambu. Kemudian dia menghampiri Yo Wan.
"Haus? Minumlah ini, jangan banyak-banyak. Kau sedang terserang demam, akan tetapi tidak berbahaya,
jangan khawatir. Nanti setelah tiba di hutan Jeng-hwa-lim (Hutan Seribu Bunga), di sana banyak tanaman
obat untuk mengusir demam, juga untuk menghentikan keluarnya darah. Karena itu, biar sementara kita
diamkan anak panah itu, sesampainya di sana baru dicabut."
Gadis itu bicara dengan halus dan ramah seakan-akan mereka sudah menjadi kenalan baik sejak
bertahun-tahun. Tiada canggung, tiada keraguan, tidak sungkan-sungkan lagi. Siapakah gadis jelita ini?
Matanya begitu tajam dan bening, bersinar-sinar seperti bintang pagi yang pada saat itu masih berkedapkedip
di angkasa, menghias pagi yang sangat dingin. Hidungnya kecil mancung, menjadi imbangan yang
amat manis dari bibirnya yang lunak, merah dan berbentuk indah.
"Kau siapakah, Nona?" Tak tahan lagi Yo Wan bertanya, matanya memandang wajah itu, akan tetapi
keningnya berkerut-kerut menahan sakit.
Sebelum menjawab, gadis itu mengulurkan tangan kanannya. Gerakan kecil ini membuat ujung lengan
bajunya tersingkap sehingga tampaklah lengannya yang berkulit putih halus sampai ke siku membayang di
balik lengan baju. Jari-jemarinya kecil meruncing dengan kuku mengkilap terpelihara.
Tangan halus itu dengan gerakan lembut dan mesra menyentuh kening Yo Wan seperti biasanya orang
hendak melihat panas seorang terserang demam. Kemudian dicabutnya sehelai sapu tangan merah muda
dari balik bajunya dan dihapusnya kening yang penuh keringat itu, terus ke pipi dan leher Yo Wan.
Walau pun sedang menderita demam dan sakit, perbuatan ini membuat jantung Yo Wan berdebar jengah
dan malu. Siapakah gadis jelita ini yang begini mesra dan begini telaten merawatnya?
"Kau... kau siapa...?" tanyanya lagi.
"Kau minum dulu ini, bukankah tadi kau bilang haus?" kata si gadis yang tanpa ragu-ragu menyorongkan
lengan kirinya yang kecil ke bawah leher Yo Wan dan mengangkat kepala pemuda itu sedikit ke atas,
kemudian tangan kanannya mendekatkan sebuah cawan ke mulut Yo Wan.
Pemuda ini merasakan hal yang luar biasa aneh di dalam hatinya. Seluruh isi dadanya serasa bergejolak,
darahnya berdenyar-denyar dan bergelora. Betapa tidak? Meski pun usia Yo Wan sudah cukup dewasa,
sudah dua puluh delapan tahun, akan tetapi baru kali ini lehernya dirangkul lengan seorang wanita!
Kepalanya seakan-akan bersandar kepada pundak dan dada orang, hidungnya mencium aroma harum
yang asing baginya, dan hampir saja dia tidak sanggup menelan air yang diminumnya karena
tenggorokannya serasa tercekik. Namun, sebagai seorang ahli tapa, dia dapat menenteramkan hatinya dan
walau pun dia sedang menderita sakit, dia dapat merasakan betapa lengan kiri yang lembut dan kecil halus
itu mengandung tenaga yang hebat!
"Siapakah kau, Nona?" tanyanya lagi setelah gadis itu merebahkannya kembali.
Si gadis tersenyum. Dekik kecil pada ujung mulut sebelah kiri membuatnya manis sekali. Dekik pipi kiri ini
mengingatkan Yo Wan akan sesuatu, akan tetapi dia tidak tahu benar apa dan siapakah ‘sesuatu’ itu.
Hanya saja dia merasa pasti bahwa dekik ini bukan baru sekarang dia lihat!
"Apakah kau tidak bisa menduga? Aku adalah adik dari ketua Kipas Hitam! Kau terluka dan hampir saja
celaka di laut. Kakakku menolongmu, kemudian menyerahkan kepadaku untuk merawatmu sampai
sembuh."
Yo Wan memandang penuh perhatian. Salahkah dugaannya? Apakah betul Yosiko ketua Kipas Hitam itu
mempunyai seorang adik perempuan? Wajahnya serupa benar dan kini teringatlah dia bahwa sinar mata
serta dekik pada ujung mulut itu dia lihat pada wajah Yosiko! Hemmm, gadis ini adalah Yosiko sendiri, dia
dunia-kangouw.blogspot.com
hampir merasa pasti akan hal itu.
Hanya ada sebuah kemungkinan lagi, yaitu bisa juga gadis ini adiknya, akan tetapi adik kembar. Hanya
adik kembar yang bisa mempunyai persamaan seperti ini, bagai pinang dibelah dua. Akan tetapi, andai
kata benar adiknya, mengapa begini hebat? Sebaliknya, apa bila gadis ini adalah Yosiko sendiri, mengapa
harus seaneh ini sikapnya?
la tidak mau meributkan soal itu, mengingat akan keadaannya. Akan tetapi dia pun tidak mau berhutang
budi kepada kepala bajak. Dengan menahan rasa sakit, Yo Wan bangun lagi, tidak peduli akan cegahan
gadis itu.
"Ehh, jangan bangun... kau mau apa...?" Gadis itu bertanya, memegang lengannya.
"Aku... aku harus pergi dari sini."
"Ehh, jangan! Kau masih terluka hebat, racun di pundakmu belum keluar habis, dan anak panah itu
berbahaya sekali. Kau hendak pergi dari sini, pergi kemanakah?"
"Aku harus menolong muda-mudi dari Lu-liang-san. Di manakah mereka? Dan apa yang terjadi?"
Kini mereka duduk berhadapan di atas perahu dan terlihatlah kini dengan jelas oleh Yo Wan bahwa gadis
di depannya itu benar cantik jelita, akan tetapi pada wajah yang elok itu terbayang sifat liar dan terbuka,
bebas dan lincah seperti terdapat pada wajah Siu Bi si gadis liar dari Go-bi-san.
Gadis ini masih muda, tak akan lewat dua puluh tahun usianya. Melihat kulit muka serta kulit tangan yang
agak gelap dapatlah diduga bahwa gadis ini banyak berada di alam terbuka, banyak terkena cahaya
matahari. Bagian yang paling menarik pada wajahnya adalah mata dan mulutnya.
Mendengar pertanyaan Yo Wan tentang muda-mudi dari Lu-liang-san, segera mata gadis itu berkilat.
"Bocah-bocah kurang ajar itu! Menyesal kenapa aku tidak membunuh mereka saja. Hemmm, semestinya
kakakku membunuh mereka dan melempar mayat mereka ke laut agar menjadi makanan ikan hiu ketika
mereka kena tawan!"
Yo Wan mengerutkan kening. Gadis ini benar-benar seperti Siu Bi, liar dan ganas. Akan tetapi ucapan itu
melegakan hatiriya, karena dalam kegemasannya gadis itu sudah jelas menyatakan bahwa muda-mudi Luliang-
san itu tidak tewas, malah mungkin telah bebas. Kelegaan hati ini membuatnya tersenyum, akan
tetapi karena pundaknya tiba-tiba terasa nyeri, senyumnya menjadi senyum menyeringai masam.
"Apa yang terjadi? Siapakah orang-orang di dalam perahu yang menyerang kita... ehhh, yang menyerang
aku dan... kakakmu?"
"Mereka adalah orang-orang yang dipimpin oleh Jenderal Bun di Tai-goan, dipimpin oleh putera jenderal itu
sendiri. Mereka berusaha hendak menangkap... kakakku. Hemmm, tikus-tikus itu mana mampu
menangkap ketua Kipas Hitam? Apa lagi membasmi Kipas Hitam! Kau lihat saja betapa kami akan
menghancurkan mereka nanti."
Diam-diam Yo Wan terkejut. Kiranya mereka yang menyergap dia dengan Yosiko, yang sudah melukai
pundaknya, adalah orang-orang pemerintah yang bermaksud membasmi bajak laut. Dan di dalam
kegelapan malam tentu saja dia yang bersama-sama dengan Yosiko disangka bajak pula! Diam-diam dia
mengeluh.
"Dan mereka itu, muda-mudi Lu-liang-san itu, bagaimana dengan mereka?"
"Uhh, mereka? Biar mereka itu dimakan setan neraka. Mereka sudah bergabung dengan orang-orang Taigoan,
menyebar kematian di antara anak buah kami. Awas bila mereka terjatuh ke tanganku!"
Yo Wan girang sekali. Tak salah dugaannya dan tidak salah pula ketika dia membantu muda-mudi Luliang-
san itu. Mereka merupakan pendekar-pendekar muda yang perkasa, sedangkan Yosiko, dan...
adiknya ini kalau benar adiknya, serta semua anak buahnya adalah bajak laut-bajak laut yang ganas dan
patut dibasmi.
Berpikir demikian, tiba-tiba saja dia merasa malu. Mengapa dia harus membiarkan dirinya dirawat oleh
dunia-kangouw.blogspot.com
seorang pemimpin bajak laut? Bila para pendekar kang-ouw mengetahui hal ini, alangkah akan rendah dan
malunya. Pikiran ini membuat dia serentak bangkit.
Gadis itu kaget. "Ehh, mau apa kau? Mau ke mana?"
"Aku harus pergi dari sini! Harus!" la mengeluh karena pundak kirinya sakit sekali.
Dengan tangan kanan dia meraba ke belakang pundak kirinya, memegang gagang anak panah dan
mengerahkan tenaga mencabutnya. Anak panah itu tercabut, darah muncrat keluar dan gadis itu menjerit
berbareng dengan robohnya tubuh Yo Wan, pingsan di atas perahu!
Gadis itu cepat menerima tubuhnya sehingga tidak sampai terbanting, kemudian dengan cekatan dan
kelihatan ringan sekali dia memondong tubuh Yo Wan ke darat dan berlari-larilah gadis itu menuju ke
sebuah hutan yang penuh dengan bunga, hutan Jeng-hwa-lim.
Bagaikan berlarian di dalam taman bunga miliknya sendiri, gadis itu dengan cepatnya menuju ke sebuah
goa yang berada di hutan ini. Indah sekali tempat ini. Letaknya tepat di tepi Sungai Kuning yang terjun ke
dalam air Laut Po-hai, sungguh lembah yang subur dan indah. Air sungai yang amat tenang itu mengalir
tak jauh di depan goa.
Apa yang diceritakan oleh gadis itu kepada Yo Wan memang tidak bohong. Orang-orang di dalam perahuperahu
sunyi gelap pada malam hari itu, bukan lain adalah orang-orang Bun-goanswe yang sedang
berusaha untuk membasmi dan menangkap ketua bajak laut, dipimpin langsung oleh Bun Hui, pemuda
putera Bun-goanswe yang tampan dan gagah perkasa.
Ada pun Hwat Ki dan Cui Kim, ketika sadar dari pada pengaruh obat memabukkan di dalam gedung tempat
tinggal ketua Kipas Hitam, kembali dirobohkan oleh Yo Wan yang menyelamatkan mereka dari sambaran
senjata-senjata rahasia ampuh serta berbahaya yang dilontarkan oleh si ketua Kipas Hitam.
Namun sebagai orang-orang yang memiliki kepandaian tinggi, Hwat Ki dan sumoi-nya sudah meloncat
bangun lagi. Mereka tahu bahwa pemuda sederhana yang membantu mereka itu sudah terluka dan kini
mengejar Yosiko, maka serentak mereka berdua pun meloncat melakukan pengejaran.
Akan tetapi begitu tiba di depan gedung, mereka dihadang oleh banyak sekali anak buah bajak laut Kipas
Hitam yang bersenjata lengkap. Kemarahan Hwat Ki dan sumoi-nya lalu memuncak. Mereka tadi telah
memungut pedang masing-masing dan kini sambil berseru marah muda-mudi Lu-liang-pai ini mengamuk.
Pedang mereka berkelebatan seperti dua ekor naga sakti yang menyambar-nyambar.
Akan tetapi, para pengeroyok mereka ternyata bukan orang-orang sembarangan pula. Barisan bajak yang
mengeroyok mereka berdua dipimpin oleh tiga orang kakek yang tadi dikalahkan Yo Wan. Karena maklum
bahwa yang hendak dikeroyok adalah dua orang muda perkasa, maka yang maju adalah anggota-anggota
bajak laut pilihan yang sedikit banyak sudah memiliki kepandaian silat lumayan.
Seorang demi seorang para bajak laut itu mulai roboh. Namun yang datang membantu jauh lebih banyak
dari pada yang roboh, sedangkan muda-mudi Lu-liang-pai ini masih agak pening akibat pengaruh racun
tadi. Karena itu keduanya lalu beradu punggung dan mempertahankan diri dari hujan senjata dari kanan
kiri. Mereka masih dapat merobohkan seorang dua orang, akan tetapi tidak mampu keluar dari kepungan
yang makin tebal itu.
Agaknya para bajak sudah mendapat instruksi dari atasannya untuk bertahan sampai dua orang itu dapat
ditangkap atau dibunuh. Keadaan ini bukan tidak berbahaya. Hwat Ki maklum pula akan hal ini maka
sambil mengeluarkan teriakan keras dia menubruk maju, tangan kirinya menggunakan pukulan-pukulan
Jing-tok-ciang sehingga terdengar pekik berturut-turut ketika empat orang roboh oleh pukulan dahsyat ini!
Akan tetapi, pukulan yang dahsyat dan berhasil baik ini ternyata malah mendatangkan mala petaka, karena
tiga orang kakek itu yang melihat akan hebatnya Jing-tok-ciang, lalu memberi aba-aba dan kini para bajak
menggunakan obor untuk mengurung Hwat Ki dan Cui Kim!
Pucat wajah kakak beradik seperguruan ini. Menghadapi senjata-senjata tajam dari para pengeroyok,
mereka masih mampu mempertahankan diri. Akan tetapi kalau sedemikian banyaknya pengeroyok
menggunakan api untuk menyerang, celakalah mereka!
dunia-kangouw.blogspot.com
"Sumoi, terjang ke kiri, cari jalan keluar melalui darah mereka!" teriak Hwat Ki kepada adik seperguruan itu.
la mendapat akal untuk menggabung tenaga menerjang ke kiri, membuka jalan berdarah. Cui Kim mengerti
akan maksud suheng-nya, karena itu dia segera memutar pedangnya sedemikian cepat sehingga seorang
pengeroyok yang tidak sempat menangkis, terbabat putus bahu kiri berikut lengannya. Orang itu menjerit
ngeri dan roboh.
Akan tetapi Cui Kim terpaksa kembali meloncat mundur karena ada empat orang yang menyorongkan obor
kepadanya. la merasa ngeri juga dan takut. Api adalah benda yang amat berbahaya, sekali mencium ujung
pakaiannya, akibatnya tentu amat mengerikan.
Hwat Ki juga berhasil merobohkan dua orang, akan tetapi para bajak itu ternyata dipimpin oleh orang-orang
yang pandai juga, karena agaknya mereka tahu akan niat dua orang muda ini sehingga begitu mereka
berdua menerjang ke kiri, bagian ini diperkuat sehingga sukarlah untuk membobolkannya.
"Gunakan jala!" Tiba-tiba terdengar perintah dan para bajak itu kini menyeret jala ikan.
Ketika mereka mulai menggunakan benda ini, Cui Kim dan Hwat Ki makin kaget. Kiranya jala ikan itu
mereka lemparkan ke arah kaki kakak beradik ini. Hwat Ki dan Cui Kim cepat meloncat, akan tetapi oborobor
menyala menyambut mereka sehingga terpaksa mereka turun lagi menginjak jala. Bisa dibayangkan
sukarnya orang bersilat di atas jala-jala ikan yang malang-melintang.
Mendadak terdengar Cui Kim memekik karena gadis ini terlibat kakinya dan terguling! Seorang bajak laut
cepat menubruk maju. Para bajak yang terdiri dari orang-orang kasar dan liar itu di dalam hatinya saling
berlomba untuk dapat menangkap si gadis cantik dari Lu-liang-san supaya sebelum menyerahkannya
kepada ketua, mereka bisa memuaskan kekurang ajaran mereka.
Bajak yang menubruk maju ini berseru girang. Dia merasa menang dalam perlombaan ini sebab dapat
lebih dulu memeluk Cui Kim. Akan tetapi seruan girang itu berubah seketika menjadi pekik mengerikan
ketika lehernya ditembusi pedang yang berada di tangan Cui Kim.
Sebagai seorang murid Lu-liang-pai yang terkasih, tentu saja gadis ini bukanlah seorang gadis
sembarangan. Meski pun dia sudah terlibat dan jatuh terguling, akan tetapi dalam robohnya dia sudah
langsung membalikkan tubuh dan bersiap dengan pedangnya. Maka begitu ada bajak yang menubruknya,
pedangnya bergerak dan berhasil menusuk tembus leher si bajak sehingga bajak itu seketika lantas tewas
sambil membawa nafsu kekurang ajarannya ke neraka!
Cui Kim kaget sekali ketika pedangnya sukar dicabut kembali. Agaknya pedang ini sudah menembus
tulang, maka tidak begitu mudah dicabut. Padahal pada saat itu, tiga orang bajak yang melihat kawannya
mati dalam keadaan mengerikan, segera maju dengan obor dan golok di tangan.
Cui Kim sudah meramkan mata menunggu datangnya sang maut. Akan tetapi ia segera membuka
matanya kembali ketika di sampingnya roboh berdebukan tiga orang bajak laut itu. Cepat ia bangkit berdiri
dan sekuat tenaga menarik pedangnya, sambil melirik girang kepada suheng-nya yang dapat menolongnya
dalam waktu yang tepat sekali. Akan tetapi suheng-nya sudah terlihat lelah sekali, juga dia merasa amat
lelah biar pun kini berhasil membebaskan kakinya dari libatan jala.
Pada saat kedua orang jago muda dari Lu-liang-pai ini amat terancam kedudukannya, mendadak terdengar
sorak-sorai yang riuh-rendah dan kacaulah barisan para bajak laut. Mereka yang mengeroyok Hwat Ki dan
Cui Kim makin berkurang dan akhirnya sisa dari mereka yang roboh tewas, membuang obor mereka dan
melarikan diri, menghilang ke dalam gelap setelah terdengar tanda suara seperti terompet.
Apakah yang terjadi? Selagi Hwat Ki dan Cui Kim menduga-duga dengan hati lega akibat terbebas dari
pada bahaya, tiba-tiba muncul seorang pemuda yang memegang pedang yang berlepotan darah.
"Saudara Hwat Ki...! Syukur kau dan sumoi-mu selamat...!"
"Eh, Bun-lote (adik Bun)! Kiranya kau yang menolong kami? Dengan siapa kau datang?" kata Hwat Ki
gembira ketika mengenal pemuda itu yang bukan lain adalah Bun Hui.
"Bersama pasukan khusus dari Tai-goan, dibantu pasukan dari Cin-an! Bajak laut Kipas Hitam itu harus
dibasmi, mereka mengganas di mana-mana. Kau melihat ketuanya? Di mana dia?"
dunia-kangouw.blogspot.com
"Lari, tadi dikejar oleh saudara baju putih yang lihai sekali. Mudah-mudahan tertangkap," kata Hwat Ki.
"Ke mana larinya?"
"Ke sana!" kata Cui Kim yang juga girang melihat putera jenderal ini, yang pernah dia jumpai ketika
pemuda itu naik ke puncak Lu-liang-san untuk bertemu dengan suhu-nya.
"Mari kita kejar!"
Mereka bertiga mengejar ke luar dan ternyata di sekitar tempat itu sudah penuh dengan anak buah yang
dibawa Bun Hui. Akan tetapi ketika mereka tiba di tepi laut di mana anak buah Bun Hui dengan perahuperahu
mereka mengepung Yosiko, mereka kecewa sekali mendengar betapa ketua Kipas Hitam itu
berhasil melenyapkan diri sambil menyelam.
Yang amat khawatir dan kaget hatinya adalah Hwat Ki dan Cui Kim. Mereka mendengar dari orang-orang
kerajaan ini bahwa mereka berhasil memanah seorang pemuda, entah ketua Kipas Hitam entah bukan
karena tadinya ada dua orang pemuda yang berenang seakan-akan berkejaran atau hendak melarikan diri.
Hwat Ki dan sumoi-nya khawatir, jangan-jangan penolong mereka itu yang terkena anak panah!
Mereka semua terus melakukan pengejaran dan mencari-cari. Hwat Ki serta sumoi-nya memisahkan diri,
juga mereka berdua mencari. Kalau Bun Hui dan para anak buahnya mencari jejak para bajak laut yang
hendak mereka basmi, adalah kedua orang muda dari Lu-liang-san ini mencari jejak pemuda baju putih
yang telah menolong mereka.
Mereka berdua dapat membayangkan betapa bahayanya keadaan mereka ketika mereka roboh oleh
makanan yang mengandung racun. Mereka sudah pingsan dan tidak berdaya sama sekali. Entah apa yang
akan dilakukan oleh ketua Kipas Hitam pada mereka dalam keadaan pingsan itu. Entah apa yang akan
terjadi selanjutnya kalau saja tidak muncul pemuda baju putih yang begitu aneh, yang tadinya sudah
mereka lihat di dalam restoran di dusun Leng-si-bun.
Melihat cara pemuda pakaian putih itu menggempur Yosiko dan membuat ketua Kipas Hitam itu terdesak
hebat, sudah membuktikan bahwa pemuda baju putih itu lihai bukan main. Mereka mencari terus, mencari
di sepanjang lembah Huang-ho, menyusuri pantai Sungai Kuning ini…..
********************
Sementara itu, Yo Wan sadar dari pingsannya. Tubuhnya terasa enak dan nyaman, akan tetapi lemas
sekali. Segera dia ingat akan segala peristiwa yang menimpa dirinya, maka cepat-cepat dia membuka
matanya.
Heran dia ketika mendapatkan dirinya rebah di atas pembaringan yang terbuat dari kayu kasar sederhana,
dan berada di dalam sebuah goa yang gelap. Akan tetapi harus dia akui bahwa goa ini bersih sekali, kering
dan dari luar masuk bau semerbak harum dibawa oleh siliran angin.
Ketika melihat tubuhnya, dia merasa heran sekali karena bajunya sudah terganti dengan baju baru yang
berwarna putih, terbuat dari sutera. Baju ini bersih dan baru, jauh berbeda dengan bajunya sendiri yang
sudah agak kumal. Juga sepatunya yang lenyap ketika dia bergumul dengan Yosiko di dalam laut, kini
telah mendapat penggantinya berupa sepatu baru yang mengkilap.
Yo Wan terheran-heran. Tentu gadis adik Yosiko itu yang memberi semua ini, karena dia sudah teringat
akan peristiwa di atas perahu. Tiba-tiba wajahnya menjadi merah sekali. Tidak mungkin! Siapa yang
menggantikan pakaiannya selagi dia pingsan? Apakah gadis jelita itu?
Teringat akan ini, Yo Wan melompat bangun, jantungnya berdebar-debar. Dia mengeluh karena merasa
jantung serta isi dadanya seakan-akan ditusuk-tusuk pisau. Tiba-tiba dia terbatuk dan darah segar
menyembur keluar dari mulutnya.
Terdengar suara kaki berlari-lari ringan memasuki goa. Gadis jelita itu masuk, bagaikan dewi, akan tetapi
yang sedang cemas. Matanya yang indah terbelalak, kedua tangannya berkembang, dan mulutnya yang
kecil berseru kaget.
dunia-kangouw.blogspot.com
"Ahh, kau sudah sadar... jangan berdiri, berbaringlah dulu. Yo Wan, kau terluka parah...!"
Hanya dengan pengerahan tenaga dalamnya Yo Wan sanggup menahan dorongan dari dalam untuk batuk
dan muntah darah. Dia terkejut bukan main dan tahulah dia bahwa dia benar-benar telah menderita luka
yang hebat di sebelah dalam tubuhnya.
Akan tetapi dia merasa malu apa bila harus berbaring lagi, malu karena gadis ini sudah menggantikan
pakaiannya. Sungguh tak tahu malu! Wajahnya menjadi merah sekali dan hampir dia tidak berani
menentang pandang mata itu.
"Aku... aku harus pergi..." Dia memaksa bibirnya berkata demikian, sungguh pun hatinya merasa tidak
enak. Gadis itu sudah begitu baik padanya, agaknya sudah mengobati luka di pundaknya karena pundak
itu tidak terasa sakit lagi.
Dengan tenang tetapi ramah dan bebas, gadis itu melangkah dekat, memegang tangan Yo Wan sambil
menuntunnya setengah memaksa, duduk di atas pembaringan kayu. Yo Wan merasa halusnya kulit
tangan. Kehangatan yang keluar dari jari-jari tangan kecil itu menjalari seluruh tubuhnya, membuat dia
menjadi makin bingung dan memaksa dirinya untuk tidak membantah.
"Yo Wan, ketahuilah. Biar pun luka di pundakmu sudah tidak berbahaya lagi, akan tetapi agaknya anak
panah itu terlalu dalam menghujam di tubuhmu, mungkin melukai bagian penting dalam dadamu. Tadi kau
muntahkan banyak darah, sudah kubersihkan, terpaksa kuganti pakaianmu dengan pakaian bersih. Tetapi
sekarang kau batuk-batuk lagi, maka kau berbaringlah! Aku bukan ahli pengobatan, akan tetapi aku juga
maklum bahwa dalam keadaan seperti ini, tak baik kau mengerahkan tenaga dan menggerakkan tubuh.
Lebih baik kau berbaring, biar kuberi minuman yang mengandung khasiat menguatkan tubuh, kemudian
akan mencari seorang tabib yang pandai untuk mengobatimu."
Mendengar ucapan ini, diam-diam Yo Wan kaget dan bingung. Omongan gadis ini sama sekali tidak
mengandung maksud buruk, bahkan amat baik dan membuat dia berhutang budi.
"Kenapa... kenapa kau melakukan hal ini kepadaku?" tanyanya, suara lemah, akan tetapi karena maklum
akan kebenaran kata-kata gadis itu, dia tidak ingin membantah lagi dan membaringkan tubuhnya.
Gadis itu memandang kepadanya, agaknya terheran mengapa Yo Wan masih bertanya macam itu. Akan
tetapi ketika pandang mata mereka bertemu, tiba-tiba warna merah menjalar ke arah kedua pipi sampai ke
telinga, dan... aneh sekali, gadis itu menundukkan muka sambil menyembunyikan senyum dikulum.
Apa-apaan ini, pikir Yo Wan, namun jantungnya berdebar lagi sehingga cepat-cepat dia harus
mengerahkan sinkang untuk menekan perasaannya yang berdebar dan yang akan menjadi bahaya bagi
keselamatannya.
"Yo Wan, kau telah mengalahkan ketua Kipas Hitam, ingatkah? Kepandaian kakakku itu bukan apa-apa
bagimu, kau jauh lebih lihai, bahkan sepuluh kali lipat lebih lihai dari pada kakakku. Karena itu, sudah
sewajarnya dan seharusnya kalau aku merawatmu."
Yo Wan meramkan matanya, mengingat-ingat. Teringat dia akan ucapan Yosiko ketika hendak bertanding
menghadapi Hwat Ki. Yosiko menyatakan bahwa adik perempuannya menghendaki jodoh yang mampu
mengalahkan Yosiko! Dan kini, adik Yosiko ini agaknya kagum akan kepandaiannya.
Celaka! Hampir Yo Wan melompat bangun, kalau saja dia tidak merasa betapa dadanya yang sebelah kiri
sakit sekali. Ini hanya berarti bahwa gadis liar dan bebas ini... sudah memilihnya sebagai calon jodoh!
Ah, gerak-gerik gadis ini! Sepasang mata dan senyum itu! Salahkah dugaannya bahwa Yosiko ketua Kipas
Hitam adalah penyamaran gadis ini? Akan tetapi mengapa gadis ini mengaku sebagai adiknya ketua Kipas
Hitam? Andai kata betul gadis ini adiknya, dapat dipastikan bahwa mereka tentulah saudara kembar,
karena wajah serta gerak-geriknya serupa benar. Hanya pakaian saja yang berbeda!
Sambil berbaring di atas dipan kayu itu, Yo Wan mengingat-ingat. Hatinya girang kalau dia teringat akan
muda-mudi dari Lu-liang-san itu, terutama melihat betapa Tan Hwat Ki, cucu Raja Pedang, ternyata adalah
seorang pemuda yang gagah perkasa, patut menjadi cucu Raja Pedang, patut menjadi keponakan... Cui
Sian! Berpikir sampai sini, mendadak saja semua lamunannya lenyap, yang nampak dan teringat hanyalah
gadis puteri Raja Pedang itu, Cui Sian!
dunia-kangouw.blogspot.com
"Kenapa? Sakit sekalikah rasanya? Kau mengasolah, biar besok aku pergi mengundang seorang tabib
yang pandai."
Yo Wan tidak menjawab, hanya mengangguk, akan tetapi keningnya berkerut. Dia sudah dirawat oleh
keluarga bajak laut yang mengganas di pesisir Laut Po-hai! Dia berada di tangan orang jahat, akan tetapi
‘orang jahat’ itu justru merawat lukanya akibat serangan anak panah seorang anggota pasukan
pemerintah!
Gadis ini amat mencurigakan. Apa alasannya merawat dia yang terang-terang memusuhi ketua Kipas
Hitam? Tak mungkin! Gadis ini amat cantik jelita, dan kalau benar adik ketua Kipas Hitam, berarti seorang
yang memiliki kedudukan, meski pun hanya menjadi ketua Hek-san-pang.
Mana mungkin seorang gadis jelita seperti ini mencintainya! Lalu apa pula kehendaknya? Merawat seorang
musuh. Tentu ada apa-apanya yang tersembunyi di balik perawatan ini. Mendadak dia merasa amat
mengantuk. Rasa kantuk yang tak tertahankan. Ingat dia akan obat yang diminumnya tadi, yang
diminumkan oleh gadis itu.
Kecurigaannya makin menebal. Jangan-jangan dia sudah diberi minum obat bius. Ia ingin melompat dan
menangkap gadis itu, lalu memaksanya membuat pengakuan. Akan tetapi rasa kantuknya tak dapat dia
tahan lagi dan di lain saat Yo Wan sudah jatuh pulas.
Suara orang bercakap-cakap dengan bisikan-bisikan lirih membuat Yo Wan tersadar dari tidurnya. Akan
tetapi Yo Wan tidak segera membuka mata, melainkan memperhatikan percakapan itu dengan rasa heran.
Ada dua orang berbicara, seorang adalah gadis yang merawatnya, yang seorang lagi tentu seorang wanita
pula, suaranya merdu dan tekanan kata-katanya tegas.
"Dia kelihatan lemah, aku tidak percaya...," kata suara ke dua.
"Pernahkah aku membohong?" kata suara si gadis, manja dan marah. "Dia amat hebat, kau sendiri tidak
akan mampu menang..."
"Hemmm, sebelum mencoba, mana aku bisa percaya obrolanmu?"
Yo Wan membuka sedikit pelupuk matanya. Dari balik bulu matanya dia melihat pakaian-pakaian
bergantungan di atas, agaknya pakaian-pakaian yang baru habis dicuci. Terlihat olehnya pakaiannya
sendiri, dan pakaian sutera putih, pakaian Yosiko!
Ahhh, lagi-lagi pakaian ketua Kipas Hitam! Kalau pakaiannya berada di sini, bahkan bisa memberi pinjam
pakaian kepadanya, orangnya tentu di sini pula. Dan siapa lagi kalau bukan gadis ini orangnya?
"Dia tidak tampan sekali, juga tidak muda lagi, sedikitnya enam tujuh tahun lebih tua dari padamu...
hemmm, aku khawatir kau salah pilih..."
"Lihat, dia sadar..."
"Biar kucoba dia!"
Yo Wan cepat-cepat mempergunakan ginkang-nya untuk membuang tubuhnya dari atas pembaringan
pada saat dia mendengar desir angin pukulan yang menggetar-getar. Angin pukulan itu tidak mengenai
dirinya, hanya menyambar pembaringan kayu, akan tetapi tidak menimbulkan kerusakan pada
pembaringan itu, melainkan tikar yang menjadi tilam pembaringan seperti tertiup angin.
Diam-diam Yo Wan terkejut. Lweekang wanita itu hebat, akan tetapi jelas bahwa wanita itu tidak
mengirimkan pukulan maut. Mungkin inilah yang dimaksudkan dengan mencoba atau mengujinya!
Cepat dia membalikkan tubuh dan memandang. Kiranya di samping gadis itu telah berdiri seorang wanita
setengah tua yang cantik pula, sikapnya kereng, kedua matanya amat tajam membayangkan kekerasan
hati, bentuk mukanya serupa benar dengan gadis itu, dan di punggung wanita setengah tua ini tersembul
gagang sebuah pedang.
Yang amat berbeda dengan gadis itu adalah pakaiannya. Kalau gadis itu mengenakan pakaian serba putih
dunia-kangouw.blogspot.com
dengan hiasan warna merah muda, pakaian wanita setengah tua itu berwarna serba hitam.
Yo Wan hendak bertanya, akan tetapi dia tidak diberi kesempatan lagi karena wanita itu telah
menerjangnya dengan pedang di tangan. Serangan-serangannya sangat hebat dan ganas, namun amat
indah seperti orang menari-nari.
Menyaksikan ilmu pedang ini, jantung Yo Wan lantas berdebar. Ilmu pedang yang hebat! Serupa benar
dengan ilmu pedang yang pernah dilihatnya dalam permainan pedang Cui Sian. Indah bagaikan tarian,
namun mengandung daya serang yang sangat ganas! Dan gerakan kaki itu! Jelas adalah inti dari Ilmu
Langkah Hui-thian Jip-te, yang merupakan cabang dari Ilmu Langkah Kim-tiauw-kun. Siapakah wanita ini?
Karena dia bertangan kosong, Yo Wan terpaksa memainkan langkah-langkah ajaib untuk menyelamatkan
diri. Ruangan dalam goa itu remang-remang, hanya diterangi oleh sinar penerangan pelita sumbu minyak
sederhana, maka untuk menyelamatkan diri tak cukup mengandalkan penglihatan yang menjadi silau oleh
berkelebatnya kilatan pedang.
Namun Yo Wan telah memiliki kepandaian yang tinggi. Dengan perasaannya yang peka serta
pendengarannya yang amat tajam dia dapat mengetahui dari mana senjata lawan menyambar dan
bagaimana sifat-sifat penyerangan lawannya yang cukup lihai ini.
Berkali-kali wanita setengah tua itu mengeluarkan ucapan heran menyaksikan betapa Yo Wan selalu dapat
menghindarkan serangannya, dan dari sikap heran menjadi penasaran, kemudian menjadi marah. Hal ini
terbukti pada serangannya yang semakin gencar dan sungguh-sungguh, bahkan kini setiap sambaran
pedangnya merupakan jurus-jurus maut.
Yo Wan terkejut dan khawatir. Dia merasa betapa nyeri di dalam dadanya masih hebat, punggungnya
terasa panas dan setiap gerakan yang membutuhkan pengerahan tenaga agak banyak, terasa darah segar
naik ke kerongkongannya. Dia maklum bahwa untuk membalas serangan wanita yang galak ini, tidak
mungkin tanpa membahayakan lukanya sendiri. Maka, terpaksa dia hanya dapat mengelak dan seratus
prosen mengandalkan keampuhan langkah-langkah ajaib Si-cap-it Sin-po.
Masih untung bagi Yo Wan bahwa ruangan dalam goa itu cukup luas sehingga dengan leluasa dia dapat
mainkan Si-cap-it Sin-po. Dan lebih untung lagi bahwa wanita setengah tua ini agaknya hanya paham Ilmu
Langkah Hui-thian Jip-te yang tentu saja tidak seluas Si-cap-it Sin-po yang mempunyai ragam sebanyak
empat puluh satu langkah. Hui-thian Jip-te hanya mempunyai dua puluh empat langkah.
Dengan demikian, maka sebegitu jauh Yo Wan selalu masih dapat meloloskan diri, biar pun kadangkadang
dia seperti sudah terkurung dan hanya mampu lolos melalui lubang jarum! Makin lama gerakan Yo
Wan makin lemah karena rasa nyeri dalam dada dan di punggungnya makin menghebat. Dia telah
mempertahankan diri sampai lebih dari lima puluh jurus, selalu diserang tanpa dapat membalas kembali.
"Cukup!" teriak si gadis dengan suara gelisah. "Dia dapat mempertahahkan diri sampai puluhan jurus,
padahal dia terluka hebat di punggungnya, dan racun masih belum bersih betul! Bukankah itu sudah luar
biasa sekali? Mana ada orang lain yang dapat menahan seranganmu sampai puluhan jurus dengan tangan
kosong?"
Akan tetapi wanita setengah tua itu agaknya sudah terlanjur marah dan penasaran. Dia hanya
mengeluarkan suara mendengus dengan hidungnya, pedangnya terus mendesak dan melancarkan
serangan yang hebat.
Ketika itu Yo Wan sudah merasa pening kepalanya dan pandang matanya kabur. Pada waktu melangkah
mundur, kakinya tertumbuk pembaringan sehingga tubuhnya terguling. Pedang di tangan wanita setengah
tua itu menyambar ke arah lehernya.
"Tranggggg...!" Pedang itu tertangkis oleh pedang di tangan si gadis.
"Masa kau hendak berlaku curang terhadap dia?" Gadis itu memekik.
Si wanita setengah tua melompat mundur, lalu mendengus marah, "Hemmm, biarkan dia sembuh dan beri
dia senjata. Dia harus bisa mengalahkah aku, baru hatiku puas!"
Setelah berkata demikian, wanita itu berkelebat dan melompat keluar dari dalam goa itu. Gadis itu menarik
dunia-kangouw.blogspot.com
napas panjang dan melemparkan pedangnya ke atas meja.
Yo Wan sudah bangkit kembali dan dengan hati penuh kemarahan dia melompat maju, lalu menangkap
tangan kanan gadis itu.
"Apa artinya semua ini? Siapa wanita itu tadi? Hayo kau lekas mengaku semuanya dan apa maksudmu
menahan dan pura-pura menolongku di sini! Lekas kau mengaku, kalau tidak...!"
Gadis itu tersenyum manis. Bukan main cantiknya wajah di depan Yo Wan itu. Matanya terbuka, terbelalak
lebar seperti orang kaget dan heran, mulutnya agak terbuka, dan dari balik sepasang bibirnya yang merah
basah dan mungil itu terdengar suara seperti orang menahan tawa. Dia sama sekali tidak melawan ketika
tangannya dipegang, bahkan dia merapatkan tubuhnya.
"Yo Wan, kau hebat! Dengan tangan kosong kau..."
"Cukup! Tak perlu kau melanjutkan permainan sandiwara ini. Hayo katakan semua, kalau tidak...!"
"Ihhh... dua kali kau bilang kalau tidak! Kalau tidak... kau mau apa sih?"
"Hemmm, biar pun kau sudah menolongku, mungkin pertolongan palsu, kalau kau tidak mau berterus
terang, aku... aku akan mematahkan tanganmu ini!"
Mulut Yo Wan memang berkata demikian, akan tetapi hatinya ragu apakah ia akan tega merusak tangan
yang berkulit halus dan hangat itu, apakah dia akan sanggup menyakiti gadis yang sejak bertemu telah
menolong dan merawatnya ini.
Gadis itu semakin merapatkan tubuhnya sarnpai mukanya hampir menempel di dada Yo Wan. "Kau...
betul-betul hendak mematahkan tanganku?"
"Kalau kau tidak berterus terang!"
"Wah, kau benar-benar amat tega..."
Ketika itu keduanya hampir berbareng merenggutkan tubuh masing-masing, melangkah mundur, bahkan si
gadis cepat menyambar pedangnya dan melompat ke arah pintu goa itu. Tampak berkelebat bayangan
orang yang amat gesit di luar goa itu.
Akan tetapi ketika si gadis mengejar, bayangan itu telah lenyap. Dengan muka berkerut gadis itu kembali
ke dalam goa.
"Siapa?" tanya Yo Wan. Gadis itu menggelengkan kepalanya.
"Agaknya yang akan berani mengintai ke sini tentu hanya ibu seorang, akan tetapi kalau ibu tak mungkin
melakukan perbuatan seperti pencuri begitu."
Yo Wan menarik napas panjang. "Nona, kuharap kau tidak mempermainkan aku lagi dan sukalah kau
bercerita terus terang. Bukankah kau ini yang menyamar sebagai pria yang menjadi ketua Kipas Hitam dan
bernama Yosiko?"
Gadis itu melemparkan pedangnya di atas meja kayu. Dia menghela napas, kemudian menggandeng
tangan Yo Wan, diajaknya duduk di atas pembaringan kayu yang kasar. "Duduklah dan dengarkan
ceritaku."
Yo Wan tidak membantah karena sebenarnya perlawanannya terhadap wanita setengah tua yang lihai tadi
membuat tubuhnya lelah dan gemetar. Pula, dia memang ingin sekali mendengar penuturan gadis yang
aneh ini, gadis yang membuat hatinya bingung karena biar pun gadis ini seorang bajak laut, gerak-geriknya
tidak patut menjadi bajak laut yang kejam dan ganas, lagi pula kepandaiannya sangat lihai dan mengenal
langkah-langkah Kim-tiauw-kun!
"Tiada gunanya menipu orang yang berpemandangan tajam seperti kau," gadis itu mulai bicara. "Aku
memang Yosiko atau Yo-kongcu bila berpakaian pria, juga ketua dari Kipas Hitam."
dunia-kangouw.blogspot.com
la berhenti untuk melihat reaksi pada wajah Yo Wan. Akan tetapi oleh karena pemuda ini sudah menduga
akan hal itu, maka wajahnya tak membayangkan sesuatu, tetap tenang saja.
"Hemmm, kalau begitu kita berdua masih satu she (nama keturunan)," komentar Yo Wan, keningnya
berkerut karena sungguh tak sedap hatinya mendapat kenyataan bahwa dia mempunyai seorang kerabat
yang kepala bajak!
Akan tetapi Yosiko tertawa. Tidak ada keindahan pada wajah manusia melebihi di waktu dia tertawa.
Seorang yang buruk rupa sekali pun akan tampak menyenangkan apa bila sedang tertawa. Apa lagi tawa
seorang gadis jelita seperti Yosiko!
"Namaku memang Yosiko akan tetapi sama sekali bukan she Yo! Yosiko adalah nama Jepang, ayahku
seorang Jepang, seorang tokoh besar pendekar samurai yang dijuluki orang Samurai Merah!" Agaknya
Yosiko bangga sekali ketika menyebut ayahnya. "Ibuku yang tadi datang menggempurmu adalah seorang
pendekar wanita. Dahulu dia berjuluk Bi-yan-cu (Walet Cantik) Tan Loan Ki. Kepandaiannya hebat,
bukan?"
Akan tetapi Yo Wan amat terkejut ketika mendengar nama-nama ini karena dia pernah mendengar dari
suhu-nya bahwa Raja Pedang memiliki seorang keponakan perempuan yang menikah dengan seorang
pendekar Jepang. Kiranya wanita setengah tua yang tadi menyerangnya adalah keponakan Si Raja
Pedang. Pantas saja wanita itu beserta anak gadisnya ini mengerti akan ilmu pedang indah seperti yang
dimiliki Cui Sian!
Akan tetapi Yo Wan masih belum percaya begitu saja, oleh karena dia merasa ragu-ragu mengapa
keponakan Raja Pedang sampai menjadi bajak laut!
"Hemmm, kiranya baik ayah mau pun ibumu keduanya adalah pendekar-pendekar besar! Sayang anaknya
menjadi kepala bajak!"
Bibir yang merah itu merengut. "Apa salahnya menjadi bajak? Kami menjadi bajak secara terang-terangan,
kami menuntut pajak bagi lalu lintas laut, minta bagian dari saudagar yang banyak untungnya, apa
salahnya? Mana lebih jahat dari pada menjadi pembesar-pembesar yang memeras rakyat melebihi bajak?
Terlebih lagi aku menjadi kepala Kipas Hitam karena terpaksa, karena kami harus menuntut balas dan
melanjutkan pekerjaan mendiang ayahku."
"Hemmm, jadi ayahmu sudah meninggal dunia dan dahulunya juga bajak laut? Ibumu juga?" tanya Yo Wan
yang kini menjadi sangat terheran-heran. Bagaimana keponakan Raja Pedang bisa menikah dengan
seorang kepala bajak?
(Tentang Tan Loan Ki dan Samurai Merah, baca cerita Pendekar Buta)!
Ditanya demikian, wajah gadis itu menyuram, suaranya juga terdengar sangat sedih, dan sebelum
menjawab dia menarik napas panjang. "Ayahku dahulunya bukan bajak. Sudah kukatakan, ayah seorang
pendekar samurai dan karena tidak sudi diperbudak oleh kaum ningrat, ayah merantau ke Tiongkok dan di
sini bertemu dengan ibuku, pendekar wanita Bi-yan-cu Tan Loan Ki. Mereka saling mencinta dan akhirnya
ibu ikut dengan ayah ke Jepang. Akan tetapi, di negara Jepang, ayah menerima penghinaan dan ejekan
dari para samurai lain karena sudah mengawini ibu, bukan gadis bangsa sendiri. Kemudian terjadi
pertengkaran dan perkelahian. Karena dikeroyok, akhirnya ayah lari dan menjadi bajak laut antara laut
Jepang dan Tiongkok. Akan tetapi, baru tiga tahun yang lalu ayah tewas karena keroyokan para pendekar
Jepang dan Tiongkok. Aku melanjutkan pekerjaannya, memimpin Kipas Hitam dibantu ibu!"
Yo Wan mengangguk-angguk dan mulai teranglah sekarang baginya kenapa keponakan Raja Pedang
menikah dengan seorang bajak laut. Hanya dia masih merasa heran bagai mana ibu dan anak ini dapat
mainkan langkah-langkah ajaib dari Kim-tiauw-kun, padahal Raja Pedang sendiri tidak mengerti akan ilmu
ini.
Setahunya, selain dirinya, sekarang di dunia ini hanya ada dua orang yang mengerti ilmu langkah ajaib ini.
Yang seorang adalah suhu-nya, yaitu Pendekar Buta, dan seorang lagi tentu saja Tan Sin Lee, ketua dari
Lu-liang-pai.
"Hemmm, kiranya begitukah? Tetapi, Nona..."
dunia-kangouw.blogspot.com
"Namaku Yosiko, tak perlu kau repot-repot menambahi nona segala, biasanya aku malah disebut kongcu
(tuan muda)...," potong Yosiko sambil tersenyum.
Hemmm, gadis ini lincah jenaka dan galak, sama persis seperti sifat-sifatnya Siu Bi gadis Go-bi-san itu.
"Baiklah, kusebut kau Yosiko. Setelah kau menjadi ketua bajak laut dan kau sudah tahu pula bahwa mudamudi
itu adalah putera dan murid Lu-liang-pai, kenapa kau memusuhi mereka?"
"Mereka adalah komplotan alat pemerintah, mereka agaknya mata-mata yang diperintah menyelidiki
keadaan kami, dan mereka telah membunuh beberapa orangku! Tadinya aku masih mengampuni mereka!
Hemmm, kalau saja aku tahu bahwa mereka itu berkomplot dengan tentara pemerintah, tentu kemarin
sudah kubunuh mereka!"
"Kau menaruh murah hati ataukah... karena kau tertarik kepada Tan Hwat Ki yang gagah perkasa dan
tampan? Tahukah kau bahwa Tan Hwat Ki adalah cucu pendekar sakti Raja Pedang Tan Beng San lokiam-
ong (raja pedang tua) ketua Thai-san-pai? Bukankah dia itu masih saudara misanmu sendiri?
Bagaimana kau hendak membunuhnya?"
Yosiko terkejut dan heran. "Wah… wah, agaknya engkau mengetahui banyak hal tentang diriku! Yo Wan,
kau duduklah, mari kita bicara. Agaknya terhadap orang yang sudah tahu akan segala hal ini, tak perlu lagi
aku menyimpan rahasia. Kau duduklah dan dengarkan penjelasanku."
Karena memang kesehatannya belum pulih benar, Yo Wan yang ingin sekali mengetahui keadaan gadis ini
dan ingin tahu pula latar belakang mengapa dia dirawat setelah dilukai, dan mengapa pula ibu gadis ini tadi
menyerangnya mati-matian, dia tidak membantah dan duduklah dia di atas pembaringan kayu.
Yosiko sendiri lalu duduk di atas sebuah bangku yang berdekatan. Sambil membetulkan dan memainkan
kuncir rambutnya, gadis ini berkata,
"Aku tidak tahu bagaimana kau bisa mengetahui bahwa aku merupakan saudara misan dengan Tan Hwat
Ki! Sesungguhnya, Raja Pedang Tan Beng San yang kau sohorkan itu adalah paman ibuku. Akan tetapi
kami tidak peduli akan dia, karena dia bukanlah paman yang baik dari ibu!"
Yo Wan pernah mendengar pula akan hal ini. Kakak dari Raja Pedang Tan Beng San bernama Tan Beng
Kui dan ibu dari Yosiko ini yang bernama Tan Loan Ki adalah puteri Tan Beng Kui itulah. la mendengar
pula bahwa memang ada pertentangan antara kedua orang saudara itu, akan tetapi suhu-nya, Pendekar
Buta, tak pernah menceritakan secara jelas. (baca kisah Raja Pedang dan Rajawali Emas)
"Apakah karena pertentangan antara kakekmu dan Raja Pedang itu maka kau hendak membunuh cucu
Raja Pedang? Akan tetapi kau... tadinya kau kagum kepada Hwat Ki, bahkan kau berkata hendak
menjodohkan dia dengan... adikmu yang ternyata adalah kau sendiri!"
Gadis lain yang ditegur seperti ini, yang sekaligus membuka rahasia hatinya, tentu akan menjadi malu dan
marah. Akan tetapi Yosiko tersenyum dan mengangguk-angguk!
"Betul, begitulah! Akan tetapi setelah kau muncul, aku tidak kagum lagi kepada Tan Hwat Ki, bahkan
setelah tahu dia berkomplot dengan bala tentara pemerintah yang membasmi kami, aku benci kepadanya."
Sekarang Yo Wan yang terheran-heran mendengar ucapan yang begini terus terang dari seorang gadis
remaja. "Yosiko, benar-benar aku tak mengerti bagaimana seorang gadis sepandai engkau, memilih-milih
pria seperti ini...?"
Kembali Yosiko tersenyum lagi, seakan-akan pertanyaan yang bagi gadis lain tentu akan merupakan pisau
yang menusuk perasaan ini tapi baginya hanya merupakan pertanyaan yang wajar dan biasa.
"Mengapa tidak? Yo Wan, semenjak aku masih kecil, ibu dan aku bercita-cita agar aku mendapatkan jodoh
seorang pria yang jauh lebih lihai dari pada aku. Hal ini adalah karena aku dan ibu tidak ingin melihat
kematian seperti ayah terulang kembali. Ayah meninggal karena kurang pandai ilmunya, dan aku memang
tidak sudi diperisteri laki-laki yang lemah, yang tak dapat menangkan aku. Akan tetapi selama beberapa
tahun ini, di antara bajak laut, aku hanya melihat laki-laki yang tak becus, paling hebat hanya macam
Shatoku murid ayah yang tewas oleh Tan Hwat Ki kemarin. Sedangkan di darat, aku pun belum pernah
bertemu laki-laki yang mampu mengalahkan aku. Itulah sebabnya kenapa pertemuanku dengan Tan Hwat
dunia-kangouw.blogspot.com
Ki menarik hatiku. Dia lebih lihai dari pada aku, biar pun hanya sedikit selisihnya. Tentu saja pada saat itu
hatiku tertarik dan tadinya aku hendak mencalonkan dia sebagai jodohku. Akan tetapi, kemudian muncul
kau yang hanya dalam beberapa gebrakan saja dapat mengalahkan aku. Terang bahwa tingkat
kepandaianmu jauh melampaui Tan Hwat Ki, karena itu... karena itu..."
Tentu saja Yo Wan maklum akan apa yang dimaksudkan oleh gadis itu. Akan tetapi hal ini membuatnya
menjadi mendongkol sekali. Boleh jadi Yosiko seorang gadis yang cantik jelita, yang sukar dicari
bandingannya baik dalam hal kecantikan mau pun kepandaian. Akan tetapi dia bukanlah laki-laki yang
boleh dipilih sebagai jodoh lalu jadi begitu saja! Kedongkolan hatinya membuat dia jadi tega untuk
mendesak Yosiko yang mulai merasa jengah dan malu karena betapa pun juga dia adalah seorang gadis.
"Karena itu... bagaimana, Yosiko? Kau melukai aku dengan jarum beracunmu, kemudian kau menolongku
di laut dan merawatku di sini. Apa kehendakmu?"
Yosiko masih tersenyum, akan tetapi sekarang tidak selancar tadi dia menjawab, bahkan kelihatan gagap,
"Yo Wan, tak mengertikah kau? Aku... aku... karena kau jauh lebih lihai dari pada Tan Hwat Ki, aku... aku
memilih engkau!"
Diam-diam Yo Wan merasa terharu sekali. Gadis ini amat polos dan jujur, terang bahwa di dalam sanubari
seorang gadis semacam ini terkandung watak yang bersih dan tidak dibuat-buat. Mungkin gadis ini belum
pernah mengenal rasa cinta kasih antar muda-mudi sehingga dalam soal pemilihan jodoh, sama sekali dia
tidak mendasarkan pada cinta, melainkan pada ‘tingkat kepandaian’. Dan semua itu ia kemukakan dengan
jujur dan apa adanya!
"Hemmmm...! Dan ibumu, mengapa tadi ia menyerangku mati-matian?"
"Ibu tidak percaya kepadaku akan kelihaianmu, tidak puas kalau tidak mencoba sendiri."
Ah, anaknya gila ibunya sinting, gerutu Yo Wan di dalam hatinya. la pernah tertarik sekali kepada Siu Bi
dan agaknya kali ini dia akan jatuh cinta pada gadis aneh yang jelita ini kalau saja hatinya tidak sudah
terampas oleh Cui Sian, puteri Raja Pedang!
Setelah dia mengenal Cui Sian yang berhasil menjatuhkan hatinya dan merenggut cinta kasihnya, kini Yo
Wan menganggap Yosiko sebagai seorang bocah yang nakal. la harus segera membebaskan diri dari ibu
dan anak ini, akan tetapi jika lukanya belum sembuh, agaknya tidak mungkin hal itu dia lakukan. Gadis ini
sudah cukup berbahaya, apa lagi di situ masih ada ibunya yang lihai. la harus bersabar dan menanti
sampai lukanya sembuh betul.
Berpikir demikian, Yo Wan lalu merebahkan dirinya tanpa berkata apa-apa.
"Bagaimana? Menarikkah penuturanku?” tanya Yosiko.
"Menarik juga, tapi sudahlah. Aku mau tidur."
Yosiko merengut gemas. "Bagaimana pendapatmu? Kau tentu tidak keberatan menjadi pilihanku?"
Edan, pikir Yo Wan. Terpaksa dia menjawab, "Yosiko, kau memandang terlalu rendah tentang perjodohan.
Apa kau kira syarat kebahagiaan perjodohan adalah ilmu silat yang tinggi? Apakah kalau kau menjadi isteri
seorang ahli silat yang lebih lihai dari padamu, hidupmu lalu bahagia?"
"Tentu saja!" jawab Yosiko tanpa ragu-ragu lagi. "Ayah tewas karena kepandaiannya kurang tinggi,
sehingga ibu menjadi janda. Bukankah itu celaka sekali? Seandainya ayah berkepandaian tinggi seperti
kau, kiranya sekarang ayah masih hidup. Dengan seorang suami berkepandaian paling tinggi, hidupku
akan terjamin. Karena itu aku memilihmu!"
Yo Wan menarik napas panjang dan menggelengkan kepalanya, akan tetapi dia tidak bangkit dari
pembaringan.
"Yosiko, agaknya semenjak kecil kau hidup dikelilingi kekerasan dan kekejaman hingga kau tak
mempedulikan tentang perasaan. Apakah kau tidak mempunyai perasaan halus? Apakah ibumu tidak
pernah memberi tahu kepadamu bahwa syarat perjodohan adalah kasih sayang?"
dunia-kangouw.blogspot.com
"Tentu saja sudah!" Yosiko tersenyum lagi, matanya bersinar-sinar gembira. "Apakah kau tidak kasih dan
sayang kepadaku?"
Yo Wan mengeluh di dalam hatinya. Sukar bicara dengan gadis liar ini, pikirnya. la harus bicara dengan ibu
gadis ini yang tentu lebih mudah diajak berbicara. Diam-diam dia pun kasihan kepada Yosiko karena kalau
dibiarkan demikian, kelak mungkin sekali berjodoh dengan seorang pria tanpa kasih sayang hingga
akhirnya hidupnya akan merana dalam kesengsaraan batin.
Hatinya lega juga karena kini dia yakin bahwa perawatan gadis itu, juga sikap manisnya, bukan terdorong
oleh rasa cinta yang dia khawatirkan, melainkan oleh rasa kagum akan kepandaiannya sehingga dia dipilih
menjadi calon jodohnya dan karena itu harus dirawat hingga sembuh! Diam-diam Yo Wan merasa seolaholah
dirinya menjadi seekor binatang peliharaan terkasih yang sedang sakit!
"Bagaimana, Yo Wan? Apakah kau tidak kasih dan sayang kepadaku?"
Yo Wan menarik napas panjang. "Sudahlah, Yosiko, biarkan aku mengaso. Kelak kalau aku sudah
sembuh, hal ini akan kita bicarakan bersama ibumu. Tentu saja aku sayang kepadamu, kau gadis yang
baik."
Girang sekali hati Yosiko dan wajahnya berseri. la cepat mengambil sehelai selimut dan menyelimuti tubuh
Yo Wan yang segera tertidur nyenyak. Yosiko juga berbaring di atas sebuah pembaringan kayu kecil di
sudut ruangan, wajahnya kelihatan puas dan berseri.
Menjelang pagi, Yo Wan terbangun dari tidurnya ketika dia mendengar orang berseru girang, "Dia di sini...!"
Sebagai seorang ahli silat yang iihai, begitu sadar Yo Wan sudah meloncat turun dari pembaringannya,
siap menghadapi bahaya. Akan tetapi wajahnya berubah ketika dia melihat sepasang muda-mudi dari Luliang-
pai yang berdiri di mulut goa dan memandang kepadanya dengan terheran, apa lagi ketika mereka
memandang kepada Yosiko yang juga sudah duduk di atas pembaringannya.
Tentu saja Yo Wan menjadi jengah dan bingung sekali. Betapa tidak? Orang melihat dia berduaan dengan
seorang gadis cantik dalam sebuah goa, melewatkan malam di situ! Di lain fihak, Tan Hwat Ki dan sumoinya
yang tidak mengenal keadaan Yo Wan, tentu saja mengira bahwa gadis ini tentu ada hubungannya
dengan pendekar yang telah menolong mereka.
"Saudara yang gagah perkasa, kiranya kau berada di sini dan dalam keadaan selamat. Syukurlah...," kata
Hwat Ki sambill melirik ke arah Yosiko.
Lirikan inilah yang membuat Yo Wan cepat-cepat memperkenalkan. "Aku juga gembira melihat kalian
selamat dan... Nona ini... ehhh, dia nona Yosiko..."
"Apa...?! Dia... dia ketua Kipas Hitam...?"
Yosiko tersenyum, sepasang matanya yang puas tidur itu berseri.
"Aku adiknya!"
"Srattttt!"
Tampak cahaya hitam berkelebat ketika Bu Cui Kim mencabut Hek-kim-kiam dan sambil berseru nyaring
nona ini menerjang maju ke arah Yosiko.
"Eh, ahh, galaknya...!" Yosiko mengejek dan sekali meloncat ia telah menghindarkan diri.
"Sumoi...!" Hwat Ki berseru bingung.
"Suheng, tidak lekas-lekas membantu aku membasmi bajak laut mau tunggu apa lagi?" Bu Cui Kim berseru
dan terus menyerang lagi.
Hwat Ki menjadi merah mukanya, akan tetapi biar pun tadinya dia ragu-ragu, mengingat betapa lihainya
Yosiko, dia sudah mencabut pedangnya pula dan melompat maju untuk membantu sumoi-nya.
dunia-kangouw.blogspot.com
"Tahan senjata!" Yo Wan berseru sambil melangkah maju. Suaranya berpengaruh sekali sehingga tidak
saja Hwat Ki serta Cui Kim menghentikan penyerangannya, juga Yosiko yang sudah memegang
pedangnya, berhenti dan memandang dengan senyum mengejek kepada dua orang muda Lu-liang-san itu.
"Saudara Tan Hwat Ki, ketahuilah bahwa nona Yosiko ini bukanlah orang lain, melainkan saudara misanmu
sendiri. Dia adalah puteri dari bibimu Tan Loan Ki yang telah menikah dengan seorang pendekar Jepang."
Tentu saja Hwat Ki sudah pernah mendengar nama-nama ini dari ayahnya, maka dia memandang dengan
bingung, kemudian dia menatap wajah Yo Wan penuh curiga.
"Kau siapakah? Bagaimana mengetahui namaku?"
Yo Wan menjura sambil tersenyum. "Aku Yo Wan..."
Hwat Ki terkejut. "Apa? Kau murid paman Kwa Kun Hong Pendekar Buta?"
"Ahhh...!" Seruan ini keluar dari mulut Cui Kim dan mulut Yosiko.
"Beliau adalah suhuku yang terhormat," jawab Yo Wan sederhana.
"Saudara Yo... tapi... tapi mengapa dia menjadi... ehhh, ketua bajak laut? Dan di mana pula Bibi Loan Ki?"
"Suheng, walau pun masih ada ikatan keluarga, kalau jahat harus kita basmi!" Cui Kim berseru, matanya
masih melotot marah.
"Yo Wan, dua orang ini bersekongkol dengan orang pemerintah, anak buahku banyak yang tewas. Biarkan
kubunuh mereka!" bentak Yosiko pula.
Yo Wan maklum akan sulitnya keadaan. Kalau dibiarkan saja, tiga orang ini tentu akan bertanding matimatian.
la mengangkat kedua tangannya dan berkata, suaranya kereng.
"Tidak boleh! Saudara Hwat Ki, biarlah lain kali aku menerangkan semua ini kepadamu. Sekarang kuminta
dengan hormat agar kau dan sumoi-mu meninggalkan tempat ini dan kuminta pula agar kau tidak memberi
tahukan tempat ini kepada orang lain."
Hwat Ki meragu. Cui Kim mengomel, "Mana bisa? Dia bajak..."
Akhirnya Hwat Ki menjura kepada Yo Wan. "Saudara Yo Wan, oleh karena kau pernah menolong kami,
maka aku percaya kepadamu, apa lagi mengingat bahwa engkau adalah murid paman Kwa Kun Hong.
Akan tetapi, aku tetap mengharapkan penjelasanmu kelak mengapa kau melarang kami." Setelah berkata
demikian, Hwat Ki mengajak sumoi-nya keluar dari goa itu.
Sesudah dua orang muda itu pergi, Yosiko lantas mengomel, "Yo Wan, mengapa kau menghalangi aku
membunuh dua orang itu? Mereka musuh Kipas Hitam..."
"Mereka adalah pendekar-pendekar muda yang gagah perkasa, pembasmi kejahatan, apa lagi Tan Hwat Ki
adalah putera Lu-liang-pai, cucu Raja Pedang. Mana mungkin aku membiarkan dia terbunuh? Aku tidak
menghendaki permusuhan dengan kau dan kalau kau menyerangnya, terpaksa aku membantunya."
Dengan muka masih cemberut Yosiko berkata, "Hemmm, kau memang tak kenal budi, tidak mengasihani
orang. Hwat Ki sendiri saja kepandaiannya sudah lebih lihai dari pada aku, melawan dia saja aku belum
tentu dapat menang, kau masih hendak membantunya. Sama saja dengan kau dan dia sengaja hendak
membunuh aku!"
Aneh sekali, secara mendadak gadis itu menangis! Akan tetapi hanya sebentar saja air matanya
bercucuran keluar, karena segera dihapusnya dan sikapnya kembali keras.
"Kau mau bunuh aku, kenapa masih memakai jalan memutar, plintat-plintut? Mau bunuh hayo bunuh!"
"Eh-ehh, kenapa kau mengamuk tidak karuan, Yosiko? Siapa ingin membunuhmu? Aku bilang membantu
mereka, yaitu kalau kau hendak membunuh mereka, karena biar pun ilmu silatmu kalah lihai, namun
akalmu lebih banyak dan tipu muslihatmu mungkin akan mengalahkan mereka berdua. Kalau terjadi
dunia-kangouw.blogspot.com
sebaliknya, yaitu mereka yang mengancam keselamatanmu dan hendak membunuhmu, sudah tentu akan
kuhalangi niat mereka dan kubela engkau."
Seketika berubah wajah Yosiko, kemarahannya lenyap bagaikan awan tipis ditiup angin. Akan tetapi dia
masih mencela, "Yo Wan, kalau memang kau suka kepadaku, mengapa kepalang tanggung? Kalau kau
membenciku, juga kenapa tidak terus terang saja? Kau orang aneh... tapi sudahlah, kau mengaso biar
sembuh, baru kita bicara lagi. Sebentar lagi ibu tentu akan mengantarkan obat yang kuminta, atau aku
akan mencari ke sana."
Yo Wan tidak mau membantah lagi. la maklum bahwa menghadapi seorang gadis remaja yang galak ini,
lebih baik jika dia menutup mulut dan bersabar sampai dia sembuh benar. Kalau dilawannya cekcok mulut
tentu akan makin menjadi-jadi dan hal ini amat tidak baik baginya…..
********************
Di tempat lain, terjadi percekcokan lain lagi. Semenjak meninggalkan goa yang dijadikan tempat
persernbunyian ketua Kipas Hitam itu, Bu Cui Kim tampak cemberut dan menjadi pendiam. Sudah
beberapa kali Hwat Ki mengajaknya bicara, akan tetapi sumoi-nya yang biasanya amat ramah dan taat
kepadanya, kini hanya menjawab secara singkat-singkat saja, kadang-kadang bahkan tak menjawab sama
sekali. Seakan-akan kegembiraan dan semangat sumoi-nya tertinggal di goa!
Diam-diam Hwat Ki curiga. Hatinya sudah merasa sangat tidak enak ketika malam tadi mereka dijamu
sebagai tamu ketua Kipas Hitam, karena dia menduga bahwa sumoi-nya tertarik oleh ketua Kipas Hitam
yang tampan jenaka. Apakah sumoi-nya menjadi kecewa melihat ketua Kipas Hitam yang disangkanya
seorang pemuda tampan gagah itu seorang wanita? Ataukah... sumoi-nya tertarik kepada Yo Wan,
pemuda sederhana yang sangat sakti itu? Akhirnya Hwat Ki tidak dapat menahan perasaannya.
la berhenti di tempat yang amat indah di tepi sungai. Amat sejuk hawa pagi itu dengan sinar matahari dan
air sungai yang mulai mengeluarkan suara berdendang saat alirannya bermain dengan batu-batu karang.
Burung-burung pagi berkicau dan menari-nari di atas dahan-dahan pohon. Angin pagi yang semilir
merontokkan daun-daun tua dan mutiara-mutiara embun yang menempel di ujung daun-daun hijau. Daun
bambu dilanda angin berkeresekan halus seperti sepasang kekasih berbisikan mesra. Pagi yang indah,
akan tetapi anehnya, wajah muda-mudi dari Lu-liang-san ini muram!
Melihat Hwat Ki berhenti dan berdiri bersandarkan batu karang, Cui Kim juga berhenti, berdiri termenung
memandang air sungai, sama sekali tidak mempedulikan suheng-nya. Suasana kaku serta tegang ini
terasa benar oleh mereka dan Hwat Ki maklum bahwa sesuatu yang mengganjal ini bila tidak lekas ia
dongkel dan singkirkan, akan merupakan penghalang yang amat tidak menyenangkan dalam pergaulannya
dengan sumoi-nya.
Selama bertahun-tahun sumoi-nya menjadi murid ayahnya, sejak mereka berdua baru berusia dua tiga
belas tahun, mereka telah bermain-main bersama, rukun dan tak pernah bercekcok, seperti kakak beradik
kandung saja. Baru sekarang ini terjadi hal yang amat aneh, yang membuat mereka murung dan seakanakan
enggan menatap wajah masing-masing, hati penuh kemarahan dan ketidak puasan!
"Sumoi, apakah yang kau pikirkan?"
"Tidak apa-apa..."
Hemm, jawaban yang dipaksakan, sebetulnya enggan menjawab, dan kemarahan serta sakit hati yang
amat besar terkandung dalam suara itu, pikir Hwat Ki. Rasa cemburunya makin membesar dan dia pun
membuang muka. Sampai beberapa lama keduanya diam saja.
Hwat Ki berdiri dengan kaki kanan di atas batu karang, bersandar pada batu karang yang agak tinggi dan
membelakangi sungai. Sebaliknya, Cui Kim berdiri menghadapi sungai, mukanya lurus memandang ke
arah sungai, mulutnya yang biasanya manis itu cemberut. Karena keduanya berdiam diri, makin teganglah
suasana.
"Sumoi, sungguh tidak enak keadaan begini!" Akhirnya berkatalah Hwat Ki dengan suara marah pula.
"Semenjak pertemuan kita dengan ketua Kipas Hitam malam tadi, kau sudah berubah, kemudian setelah
meninggalkan goa, kau benar-benar berbeda sekali..."
dunia-kangouw.blogspot.com
Dengan gerakan serentak Cui Kim membalikkan tubuh memandang, matanya bersinar penuh kemarahan
dan suaranya keras kaku, "Suheng, apa perlunya kau memutar balik kenyataan? Siapakah yang berubah?
Kau ataukah aku?"
Hwat Ki membelalakkan matanya. "Ehh… ehhh, bagaimana ini? Kau malah bilang aku yang berubah?
Sumoi, kau mencari-cari. Aku berubah bagaimana?"
"Masa pura-pura bertanya lagi!" Kembali Cui Kim membuang muka, memutar tubuhnya membelakangi
suheng-nya.
Benar-benar aneh sekali ini, pikir Hwat Ki. Belum pernah sumoi-nya ini bersikap seperti ini terhadapnya.
"Sumoi, bilanglah, apa kesalahanku sehingga kau marah-marah macam ini?"
"Hemmm, setelah kau melihat bahwa ketua Kipas Hitam ternyata seorang gadis secantik bidadari, gadis
jelita yang malam tadi menyatakan terang-terangan hendak menjodohkan kau dengan dirinya sendiri, kau...
kau... melepaskan dia begitu saja?"
"Ehh… ehhh... aku hanya mentaati permintaan saudara Yo Wan..."
"Alasan kosong. Biar pun dewa yang minta dia dilepaskan, mengingat dialah ketua Kipas Hitam, mestinya
kita membunuhnya atau setidaknya menangkapnya. Akan tetapi kau... dengan mudah kau melepaskannya,
karena kau... karena kau cinta kepadanya..." Kini suara ini mengandung isak.
Hening sejenak. Hwat Ki mengerutkan kening, kepalanya dimiringkan, dia memutar otak. Kemudian
mendadak dia tertawa bergelak. "Ha-ha-ha-ha-ha!"
"Apanya yang lucu?" Cui Kim yang tadinya kaget menengok, bertanya.
Hwat Ki masih tertawa terus, kemudian katanya, "Terang kau cemburu kepada Yosiko! Ha-ha-ha, dan
malam tadi aku cemburu pula kepada Yosiko karena kau agaknya tertarik sekali kepadanya! Ha-ha-ha,
kumaksudkan tentu saja aku cemburu kepada Yosiko pria dan kau cemburu kepada Yosiko wanita! Ha-haha,
kita berdua cemburu kepada satu orang. Malam tadi aku menyangka kau tergila-gila kepada Yosiko,
sekarang kaulah yang menyangka aku tergila-gila kepada Yosiko pula. Bukankah lucu sekali ini?"
Seketika wajah Cui Kim pun menjadi merah dan jantungnya berdebar. Bagaimana pun juga ucapan ini
mengenai perasaannya karena ia tidak dapat menyangkal hatinya sendiri bahwa malam tadi memang ia
tertarik oleh gerak-gerik Yosiko yang disangkanya pemuda yang amat tampan dan gagah! Akan tetapi
sebagai seorang gadis, tentu saja ia tidak sudi mengakui hal ini, maka dengan tersipu-sipu ia berkata,
"Cih! Siapa yang tergila-gila pada seorang bajak? Suheng, jangan kau hendak menutupi kesalahan sendiri
dengan fitnah pada orang lain!"
Namun Hwat Ki yang sudah mengenal sumoi-nya semenjak kecil, dengan lega mendapat kenyataan
bahwa adik seperguruannya ini tidak marah lagi seperti tadi. Dia melangkah maju mendekati Cui Kim dan
menegur.
"Sumoi, sungguh mati, aku berani bersumpah bahwa tadi aku melepaskan Yosiko hanya karena
memandang muka saudara Yo Wan, dan mungkin juga terdorong oleh kenyataan bahwa dia adalah puteri
bibi Tan Loan Ki. Kau pun tahu, bibi Tan Loan Ki adalah saudara misan ayah. Akan tetapi, sudahlah, hal itu
tak perlu dibicarakan lagi. Yang benar-benar membuat aku heran dan tidak mengerti, Sumoi, andai kata
benar-benar aku jatuh cinta kepada Yosiko, kenapa kau menjadi marah-marah? Apakah... sebabnya?
Andai kata aku mencinta dia dan dia mencintaku... ahhh, ini hanya andai kata, Sumoi..." Sambung Hwat Ki
cepat-cepat karena melihat wajah sumoi-nya itu tiba-tiba menjadi pucat.
Sejenak mereka saling pandang. Lalu Cui Kim berkata, dengan suaranya yang gemetar, "Suheng,
sebaliknya engkau sendiri... mengapa kau cemburukan Yosiko laki-laki? Andai kata aku benar mencinta
seorang pemuda... mengapa engkau marah-marah...?"
Mereka saling pandang sampai lama dengan sinar mata penuh selidik. Seakan-akan baru kini mata
mereka terbuka, baru sekarang mereka melihat kenyataan bahwa masing-masing merasa tidak rela kalau
yang satu mencinta orang lain!
dunia-kangouw.blogspot.com
"Sumoi... kau tidak senang jika melihat aku mencinta gadis lain...?" Suara Hwat Ki juga gemetar kini. Cui
Kim menggeleng kepala keras-keras.
"Aku pun tidak senang kalau melihat kau mencinta pemuda lain! Sumoi... kalau begitu... kau mencintaku?"
Cui Kim menundukkan mukanya yang merah, akan tetapi akhirnya dia mengangguk perlahan.
Hwat Ki melangkah maju dan di lain saat dia sudah merangkul sumoi-nya, dan Cui Kim menyembunyikan
muka pada dada suheng-nya sambil menangis. Hwat Ki lalu mendekap kepala dengan rambut yang harum
itu, menengadah dan berkata lirih,
"Ah, alangkah bodoh kita! Seperti buta! Selama ini kusangka bahwa antara kita hanya ada kasih sayang
seperti saudara. Sumoi... kiranya sekarang aku yakin betul bahwa aku tidak dapat mencinta wanita lain!
Sumoi, mari kita kembali ke Lu-liang-san, biar aku yang akan beri tahukan ayah ibu tentang urusan kita!"
Cui Kim merenggangkan tubuhnya. Ketika mereka saling pandang, sinar mata mereka sudah jauh
berbeda. Kini di antara mereka terdapat rahasia mereka berdua, sinar mata mereka membawa seribu satu
macam pesan hati yang mesra, pandang mata bergulung menjadi satu, sepaham.
"Suheng," kata Cui Kim, suaranya penuh kesungguhan. "Aku pun semenjak dulu sudah yakin bahwa aku
tak dapat mencinta laki-laki lain. Tentang urusan kita, terserah padamu, Suheng. Kelak kalau kita sudah
pulang terserah kau yang menyampaikan kepada suhu dan subo. Akan tetapi sekarang kita belum boleh
pulang. Bukankah kita bertugas untuk membasmi bajak? Suhu sendiri yang mewakilkan kepada kita.
Bajak laut belum terbasmi habis, malah kepalanya, ketua Kipas Hitam, masih hidup berkeliaran. Apa yang
akan kita katakan kepada suhu tentang ini?"
Hwat Ki menjadi bingung juga diingatkan demikian. "Habis, apa yang harus kita lakukan, Sumoi? Yo Wan
itu adalah murid paman Kwa Kun Hong, dia sudah menolong nyawa kita, dan dia amat lihai. Apa bila dia
melarang kita menangkap atau membunuh Yosiko, bagaimana baiknya?"
"Di dalam menunaikan tugas, kita tidak boleh mundur oleh kesukaran apa pun. Murid Pendekar Buta
seharusnya seorang pendekar pula yang bertugas membasmi penjahat. Kalau Yo Wan melindungi ketua
Kipas Hitam berarti dia menyeleweng dari kebenaran. Biar dia sepuluh kali lebih lihai, sudah menjadi
kewajiban kita untuk menentangnya."
Mendengar kata-kata sumoi-nya yang tercinta, seketika bangkit semangat Hwat Ki. Kini pandangannya
terhadap Cui Kim berbeda dan dia merasa bangga sekali mendengar ucapan kekasihnya itu.
"Kau betul, Sumoi. Akan tetapi Yo Wan sudah berjanji hendak memberi penjelasan. Mari kita awasi gerakgeriknya
dan kita berunding dengan saudara Bun Hui agar supaya goa itu dikurung dan jangan sampai
Yosiko dapat terbang."
"Itu benar, Suheng. Mari kita mencari saudara Bun Hui dan pasukannya."
Sambil bergandengan tangan mesra dua orang muda-mudi yang semenjak kecil menjadi teman baik dan
selalu berkumpul, akan tetapi yang baru sekarang ini menemukan cinta kasih antara mereka,
meninggalkan tempat yang indah dan sunyi itu…..
********************
Selama tiga hari Yo Wan dirawat oleh Yosiko di dalam goa. Selama tiga hari tiga malam itu Yosiko
merawatnya penuh ketekunan, hanya pergi meninggalkan pemuda itu untuk mengambil obat dan
makanan.
"Obat ini merupakan obat yang amat manjur untuk membersihkan darah, dan bisa untuk menyembuhkan
luka dengan cepat. Obat ini dari Jepang, akan tetapi sekarang ibu telah pandai membuat sendiri," kata
Yosiko dengan suara bernada bangga.
"Terima kasih kepada ibumu, dia baik hati."
Yosiko terkekeh, "Hi-hik, kau kira dia memberi obat karena baik hati kepadamu? Sama sekali tidak. la ingin
kau lekas-lekas sembuh agar dia segera dapat datang untuk menguji kepandaianmu."
dunia-kangouw.blogspot.com
Yo Wan tercengang. Aneh sekali wanita setengah tua keponakan Raja Pedang itu.
"Kemarin ibu bilang, hari ini kau pasti sudah sembuh betul dan nanti ibu tentu datang, kau diminta siap
melayaninya."
Memang Yo Wan sudah merasa sembuh dan dia bersyukur sekali. Sebetulnya kalau dia mau, bisa saja dia
pergi sekarang juga. Akan tetapi dia bukan seorang pengecut yang melarikan diri dari seseorang, apa lagi
dia harus bertemu dengan ibu gadis ini. Pertama dia harus mengucapkan terima kasih atas pemberian
obat, dan kedua untuk menjelaskan keadaan Yosiko agar niat buruk tentang pemilihan calon jodoh itu
diubah.
"Biarlah ibumu datang, aku memang ingin sekali bertemu dengan ibumu. Bukan untuk bertanding,
melainkan untuk bicara."
Yosiko tersenyum. "Bicara tentang perjodohan kita? Ibu tetap tidak percaya bahwa kau dapat menangkan
dia, malah ibu juga tidak percaya bahwa kau adalah murid Pendekar Buta Kwa Kun Hong."
"Ehh, ibumu mengenal suhu?"
"Tentu saja! Sahabat baik sekali, kata ibu, malah bekas kekasih, kata ibu."
"Apa...?!" Kini Yo Wan yang tidak percaya. Suhu-nya seorang pria yang sakti dan gagah, berbatin mulia
dan tangguh, setia kepada isteri, mana mungkin main gila dengan nenek galak itu?
Tiba-tiba di depan goa berkelebat bayangan yang amat gesit. Yo Wan sudah melompat dan mengejar
pada saat Yosiko baru saja melihat bayangan itu. Gadis ini menyambar pedang dan loncat mengejar pula.
"Dia bukan ibu! Tentu mata-mata musuh!" teriak Yosiko.
Akan tetapi Yo Wan sudah mengejar lebih dulu. Bayangan itu gesit sekali, sebentar saja sudah lenyap di
dalam hutan.
"Adik Cui Sian...!" Yo Wan berteriak dengan jantung berdebar ketika dia sempat melihat bayangan tadi
sebelum lenyap.
Tidak salah lagi, gadis itu tentu Cui Sian! Mengapa berada di sini dan apa sebabnya melarikan diri darinya?
Karena bayangan gadis itu sudah lenyap, dan melihat sikapnya jelas tidak mau bertemu dengannya, Yo
Wan menghentikan pengejarannya, lalu berdiri termenung dengan bengong.
Dengan terengah-engah karena kalah cepat larinya, Yosiko akhirnya tiba juga di situ.
"Mana dia, Yo Wan? Siapa dia...?"
Akan tetapi Yo Wan tidak menjawab karena pemuda ini dalam bingungnya teringat akan bayangan gesit di
luar goa pada beberapa hari yang lalu, di waktu malam. Bayangan itu ternyata bukan ibu Yosiko, juga
agaknya bukan Hwat Ki dan Cui Kim. Apakah bayangan tiga malam yang lalu itu juga bayangan Cui Sin?
Berpikir sampai di sini tiba-tiba saja wajahnya berubah.
Celaka! Kalau benar bayangan itu bayangan Cui Sian, tentu gadis pujaan hatinya itu mengetahui pula
bahwa selama tiga hari tiga malam ini dia tinggal berdua saja dengan Yosiko, gadis cantik! Itukah
sebabnya mengapa Cui Sian menghindarkan pertemuannya dengan dirinya?
"Yo Wan, kenapa engkau? Siapa yang kau panggil-panggil tadi?" Kini Yosiko memegang lengannya dan
mengguncang-guncangnya.
Yo Wan menggelengkan kepalanya, menarik napas panjang. "Kau yang mendatangkan gara-gara ini."
"Aku? Lho! Apa maksudmu?" Yosiko terheran dan penasaran.
"Kalau saja kau membiarkan aku pergi tiga hari yang lalu..."
dunia-kangouw.blogspot.com
"...tentu kau akan mampus karena luka-lukamu!" sambung Yosiko.
Mendengar kata-kata Yosiko, Yo Wan sadar dari lamunannya dan memandang. Mereka saling pandang
dan melihat wajah yang ayu itu cemberut sehingga wajahnya berubah lucu, mau tidak mau Yo Wan
tersenyum dan menghela napas lagi.
"Lebih baik mampus dari pada dia menyangka yang bukan-bukan, Yosiko."
"Dia? Siapa dia? Laki-laki atau wanita tadi? Larinya cepat amat!"
Yo Wan merasa tidak perlu lagi untuk menyembunyikan sesuatu kepada gadis ini, malah lebih baik dia
berbicara sejujurnya untuk menghapus lamunan kosong gadis ini mengenai perjodohan.
"Tentu saja ia lihai dan larinya cepat, dia itu bibimu!"
Saking kagetnya, hampir Yosiko meloncat tinggi. Matanya terbelalak, mulutnya terbuka dan lidahnya
dikeluarkan sedikit.
"Jangan main-main kau! Siapa bibiku?"
"Dia itu Tan Cui Sian, puteri tunggal Raja Pedang Tan Beng San. Karena ibumu adalah keponakan Raja
Pedang, maka berarti dia itu saudara misan ibumu dan dia itu bibimu!"
"Ahhh...!" Yosiko mengeluh.
"Dan dia agaknya sudah memata-matai kita sejak tiga malam yang lalu."
"Ohhh...!" Yosiko mengeluh lagi.
"Mengapa ah-oh-ah-oh? Apa kau kehilangan suaramu?"
"Yo Wan, kau tadi bilang lebih baik mampus dari pada ia menyangka yang bukan-bukan! Kalau begitu...
kalau begitu... kau tidak suka dia menyangka yang bukan-bukan?"
"Tentu saja tidak suka!"
"Jadi kau... kau suka kepadanya?"
Yo Wan mengangguk. "Aku sangat cinta kepadanya dan kalau ada wanita di dunia ini yang kuinginkan
menjadi jodohku, maka satu-satunya wanita itu adalah dia orangnya!"
"Ihhhh...!" Kali ini Yosiko benar-benar meloncat mundur, kemudian mulutnya mewek dan terdengar suara,
"Uhhhu..hu..hu...!" dan dia menangis!
"Yosiko, tak usah kau menangis. Sudah kukatakan, perjodohan hanya dapat terjadi atas dasar saling
mencinta," kata Yo Wan sambil melangkah maju dan memegang pundak gadis itu.
Betapa pun juga, dia merasa amat kasihan kepada gadis ini yang kembali telah menjadi kecewa. Mulamula
gadis ini memilih Hwat Ki yang mengecewakannya karena ternyata pemuda itu memusuhi serta
membunuhi orang-orangnya, kini pilihannya kepada dirinya kembali keliru.
Mendadak gadis itu menghentikan tangisnya. "Kubunuh dia! Kubunuh dia!"
Dia meronta lepas dan meloncat, mengejar ke arah larinya bayangan tadi. Akan tetapi dengan loncatan
panjang Yo Wan sudah mengejarnya dan memegangi tangannya.
"Jangan, Yosiko. Kau tak akan menang!"
"Peduli amat! Aku menang dia mampus, aku kalah aku mampus!"
"Hush, jangan. Adikku yang baik, kau bersabarlah. Bukan begini caranya mencari jodoh. Dunia tidaklah
sesempit telapak tangan, masih terdapat banyak sekali laki-laki yang jauh melebihi pilihanmu sekarang."
dunia-kangouw.blogspot.com
Yosiko memandang kepadanya dengan mata terbelalak beberapa lamanya seakan-akan hendak
menyelidiki isi hatinya, kemudian ia menggelengkan kepalanya.
"Tidak! Kau bohong!"
"Ahh, kau benar-benar seperti katak dalam tempurung. Yosiko, sudah kukatakan bahwa memilih jodoh
dengan dasar tingkat ilmu silat merupakan cara yang sangat bodoh. Ilmu kepandaian adalah seperti
tingginya langit, sukar diukur. Gunung Thai-san yang tinggi masih kalah oleh awan, awan yang tinggi masih
kalah oleh langit. Kalau kau memilih aku berdasarkan ilmu kepandaian, bagaimana kalau di sana ada
beberapa ratus orang pria yang melampaui aku tingkat kepandaiannya? Apakah kelak kalau ada laki-laki
yang lebih pandai, kau akan menyesal dan memilih dia?"
Kembali Yosiko tertegun, memandang dengan mata terbelalak. Agaknya gadis ini mulai mengerti akan
maksud kata-kata Yo Wan dan mulai bimbang akan sikapnya. Yo Wan girang sekali, tersenyum dan
berkata halus,
"Nah, kau agaknya mulai mengerti sekarang. Bagaimana, andai kata ada seorang kakek tua masih jejaka
yang rupanya buruk, tangan kiri dan kaki kanannya buntung, mata dan telinga kiri tidak ada, hidungnya
patah, tapi kepandaiannya mengalahkan aku? Apa kau akan memilih dia sebagai jodohmu?"
Mata yang indah jeli itu bergerak-gerak, tapi tiba-tiba gadis itu menubruk dan merangkul lehernya,
menangis. "Tidak! Tidak! Aku tidak mau memilih siapa pun juga. Biar dia lebih pandai dari pada engkau,
tetapi tidak ada yang seperti engkau, Yo Wan aku tidak mau memilih orang lain!"
Mampus kau sekarang! Yo Wan menyumpahi dirinya sendiri. Kenapa tiga hari yang lalu dia tidak pergi saja
diam-diam meninggalkan goa? Celaka sekarang, celaka sekali kalau gadis peranakan Jepang ini mulai
jatuh hati kepadanya, mulai mencintainya!
"Ehh, Yosiko, jangan begitu, ehh... nanti dulu..." Yo Wan melepaskan sepasang lengan halus yang
merangkul lehernya seperti dua ekor ular itu.
Dengan terisak dan ujung hidungnya merah Yosiko memandang kepadanya.
"Lihat siapa yang datang!" kata Yo Wan sambil memandang ke depan.
Yosiko menoleh dan wajahnya berubah. Segera gadis ini menghapus air matanya dan menyusut
hidungnya dengan ujung baju, dengan gerak dan sikap sewajarnya di depan Yo Wan, sama sekali tidak
sungkan-sungkan!
Ternyata yang datang itu adalah seorang wanita setengah tua, ibu Yosiko. Wanita ini masih kelihatan
sangat cantik dan gagah, sikapnya galak dan cekatan sekali, pakaiannya ringkas, wajahnya yang masih
cantik itu tidak dirias, akan tetapi kesederhanaan rias dan pakaiannya menambahkan kesegarannya yang
asli.
Inilah ibu Yosiko yang bernama Tan Loan Ki yang pada waktu mudanya dahulu terkenal dengan julukan Biyan-
cu (Walet Jelita), yang pernah menggemparkan dunia kang-ouw dengan kelincahan, kepandaian dan
keberaniannya! (baca cerita Pendekar Buta)!
Dengan gerakan lari cepat yang tangkas sebentar saja wanita ini sudah tiba di tempat itu, menghadapi Yo
Wan dengan pandang mata penuh seiidik, seakan-akan seorang yang ingin menaksir barang dagangan
sebelum dibelinya! Ada lima detik ia menatap wajah Yo Wan, keningnya berkerut. Kemudian ia menoleh ke
arah Yosiko.
"Kenapa kau menangis?" tanyanya tiba-tiba.
Yosiko menjadi merah mukanya. Agaknya merupakan hal yang memalukan baginya dan aneh bagi ibunya
melihat gadis ini menangis. Memang semenjak Yosiko remaja dan suka memakai pakaian pria, belum
pernah ibunya melihat puterinya itu menangis.
"Aku menangis karena girang melihat Yo Wan sembuh, Ibu. Lekas kau uji dia dan kalau dia menang, kau
tidak boleh membohongi aku, Ibu."
dunia-kangouw.blogspot.com
"Hemmm, bohong apa?" tanya wanita itu agak gelisah karena anaknya demikian berterus terang di depan
Yo Wan yang belum dikenalnya.
"Kalau Yo Wan menang, Ibu harus mengawinkan aku dengan dia. Kalau tidak tentu aku akan menganggap
Ibu tukang bohong dan penipu!"
"Anak setan! Selain belum tentu dia mampu mengalahkan aku, laki-laki ini pun tidak ada harganya menjadi
suamimu! Seperti orang gunung..."
"Memang aku tidak berharga menjadi mantumu, Twanio (Nyonya Besar)," kata Yo Wan sambil menjura
kepada wanita itu.
"Apa kau bilang?" Tan Loan Ki membentak.
"Terus terang saja, aku sama sekali tidak cukup berharga untuk menjadi suami seorang gadis seperti nona
Yosiko."
"Apa? Kau berani menolaknya setelah dia setengah mati merawatmu dan kalian tinggal tiga hari tiga
malam dalam satu goa?"
Wajah Yo Wan menjadi merah padam, dan kembali dia menjura. "Harap Twanio sudi memaafkan. Aku
sama sekali tidak menghendaki hal itu terjadi. Akan tetapi Yosiko... ehh, nona Yosiko ini memaksaku dan
mengobatiku. Aku amat berterima kasih padanya, dan juga sangat berterima kasih kepadamu, Twanio,
yang sudah memberi obat kepadaku. Percayalah, Yo Wan akan menganggap Twanio sebagai seorang
locianpwe terhormat dan Yo... ehh, nona Yosiko sebagai seorang sahabat yang baik..."
"Cukup! Muak aku mendengar pidatomu! Kutanya mengapa kau menolak anakku! Kau anggap kurang
cantik dia? Kurang pandai? Apa kau terlalu bagus untuknya? Kau merasa terlalu pandai menjadi suaminya,
terlalu berharga?"
"Bukan begitu, Twanio. Sama sekali tidak, bahkan aku merasa diri sendiri yang kurang berharga. Aku tidak
berani menerima maksud hati nona Yosiko karena... sesungguhnya aku tidak setuju dengan dasar
pemilihan jodoh itu. Menurut nona Yosiko, Twanio dan dia sendiri sudah mengambil keputusan untuk
mencari jodoh bagi nona Yosiko dengan cara menguji kepandaian. Siapa saja yang dapat mengalahkan
dia dan Twanio akan menjadi pilihannya."
"Kalau betul begitu, mengapa?"
"Maaf, Twanio. Kurasa hal ini amatlah tidak baik, karena perjodohan harus didasari saling pengertian,
saling kasih sayang dan saling cocok. Jika dasarnya hanya kepandaian ilmu silat, aku khawatir sekali kelak
nona Yosiko akan mendapat jodoh yang wataknya tidak cocok dan akhirnya akan menghancurkan
kebahagiaan rumah tangganya."
"Cerewet! Baru kali ini aku melihat laki-laki yang cerewet! Yosiko, benarkah kau memilih orang macam ini?
Dia cerewet sekali, apakah kau tidak menyesal kelak?
"Tidak, Ibu. Aku tidak mau menikah dengan orang lain kecuali dengan Yo Wan!"
"Kalau dia kalah olehku?"
"Tak mungkin. Kau tak akan menang, Ibu!"
Mendengar ini, diam-diam Yo Wan mengambil keputusan untuk mengalah dan sengaja memberi
kemenangan kepada ibu Yosiko apa bila dia dicoba kepandaiannya. Akan tetapi maksud hatinya ini
seketika buyar sama sekali pada waktu dia mendengar wanita itu mendengus dan berkata,
"Huh, belum tentu! Dan biarlah aku mengalah dan membolehkan dia menjadi suamimu kalau aku kalah,
biar pun dia cerewet dan aku tidak menyukai laki-laki cerewet. Mendiang ayahmu tak banyak cakap,
seorang jantan sejati! Akan tetapi kalau si lidah tak bertulang ini kalah olehku, dia harus mampus karena
dia berani menolakmu, Yosiko!"
dunia-kangouw.blogspot.com
“Ibu takkan menang!" Yosiko bersungut-sungut.
Tan Loan Ki tidak bicara lagi melainkan meloncat mundur sambil mencabut pedangnya. "Keluarkan
senjatamu!" bentaknya.
"Twanio, aku tidak mempunyai senjata," jawab Yo Wan sejujurnya karena memang tiga macam senjatanya
telah habis semua, rusak ketika dia melawan Bhok Hwesio yang amat sakti.
"Hemm, lekas kau cari senjata, aku tidak sudi menyerang orang bertangan kosong!"
Pikiran baik menyelinap pada benak Yo Wan. "Twanio, memang aku tak ingin bertempur denganmu, dan
aku tidak bersenjata. Nah, selamat tinggal..." Sambil berkata demikian dia melangkah hendak pergi.
"Berhenti" Tan Loan Ki berteriak keras dan tahu-tahu tubuhnya sudah melayang lantas menghadang di
depan pemuda itu. "Aku tidak menyerang lawan bertangan kosong, akan tetapi aku akan membunuhmu
sekarang juga apa bila kau berani menghina dan tidak menerima tantanganku. Hayo lawan!"
Diam-diam Yo Wan mendongkol juga. Wanita ini sangat galak dan perlu ditundukkan. Akan tetapi dia
menjadi serba salah. Kalau dia menang, berarti dia ‘lulus’ sebagai calon menantu. Kalau kalah, tentu dia
dibunuh. Tak mungkin dia mau dibunuh dan mati konyol. Matanya mencari-cari.
"Yo Wan, kau pakailah pedangku ini!" kata Yosiko dengan suara manis.
Yo Wan hendak menerima pedang, akan tetapi cepat-cepat menarik kembali tangannya yang sudah sedikit
dia gerakkan. Tidak baik ini. Kalau dia menang dan kemenangannya menggunakan pedang Yosiko, hal itu
lebih-lebih akan menguatkan mereka mengikatnya sebagai calon jodoh Yosiko.
"Terima kasih, Yosiko. Aku tidak perlu menggunakan pedang, cukup dengan ini, karena aku memang tidak
ingin bertempur sungguh-sungguh dengan ibumu. Bukankah ini hanya ujian saja?"
Sambil berkata demikian, dengan sepatu barunya pemberian Yosiko, Yo Wan mencukil sepotong kayu,
agaknya ranting pohon kering yang terletak di atas tanah. Kayu sebesar ibu jari kaki itu tersontek ke atas
dan dia sambar di tangan kanan. Ranting yang kecil ini panjangnya kurang lebih empat kaki, kecil dan
hanya kayu kering, mana mungkin bisa dipakai senjata menghadapi pedang pusaka?
Wajah Tan Loan Ki menjadi merah sekali. Selama hidupnya baru sekarang ini ia merasa dipandang rendah
orang! Wajah yang merah berubah pucat, kemudian merah lagi, tanda bahwa hatinya bergolak dan
kemarahannya memuncak.
“Bocah sombong! Kau hendak menghadapi aku dengan ranting itu?"
"Twanio, karena pertempuran ini hanya coba-coba saja, aku yakin kau tidak bermaksud melukaiku, maka
dengan sebatang ranting sudah cukuplah."
"Setan! Kau memandang rendah kepadaku, ya? Berjanjilah, kalau pedangku mengantar nyawamu ke
neraka, jangan rohmu menjadi penasaran kepadaku kelak!"
Yo Wan menggelengkan kepalanya dengan sabar. "Aku yakin Twanio tak akan sanggup membunuhku."
"Apa?! Kau begini sombong??" Nyonya itu menjerit.
"Bukan sombong, Twanio. Akan tetapi hidupku adalah pemberian Tuhan, bagaimana kau akan dapat
mengakhiri hidupku? Hanya Tuhan yang akan dapat melakukan hal itu!"
"Wah, kau bersilat lidah! Lidahmu bercabang, tak bertulang! Kau lihat pedangku!" Sambil berkata demikian,
Tan Loan Ki segera menerjang dengan pedangnya, menusuk ke arah dada dengan gerakan yang sangat
cepat dan kuat. Ujung pedang itu bagaikan sebatang anak panah terlepas dari busurnya melayang
merupakan kilatan menyilaukan mata.
"Cring! Cring! Cring!" Tiga kali pedang itu berkelebat dan tiga kali pula membalik seperti terbentur tembok
baja.
dunia-kangouw.blogspot.com
"liihhhhh!" Tan Loan Ki berseru kaget.
Nyonya itu cepat meloncat ke belakang dengan gerakan memutar, diam-diam ia merasa terkejut dan mulai
percaya akan kata-kata puterinya. Betapa mungkin ranting kayu kecil itu menangkis pedangnya
menerbitkan bunyi senyaring itu seakan-akan ranting itu telah menjadi sebatang besi baja pilihan?
Namun ia tidak gentar, dan cepat ia menubruk maju lagi dengan cekatan sekali. Kini ia memainkan ilmu
pedang keturunan yang ia pelajari dari ayahnya dahulu. Ayahnya adalah Tan Beng Kui yang dahulu
berjuluk Sin-kiam-eng (Pendekar Pedang Sakti) yang menjadi raja kecil di hutan Pek-tiok-lim (Hutan
Bambu Putih), di tepi pantai Po-hai.
Sin-kiam-eng Tan Beng Kui ini adalah murid terkasih dari Bu-tek Kiam-ong Cia Hui Gan (Raja Pedang
Tanpa Tanding), dan menjadi suheng dari isteri Raja Pedang kedua, yaitu adik kandungnya sendiri.
Sebagai murid terkasih Cia Hui Gan, tentu saja dia mewarisi Ilmu Pedang Sian-li Kiam-sut (Ilmu Pedang
Bidadari) yang gerakannya indah dan lemah gemulai, tapi mengandung daya serang dan daya tahan yang
luar biasa (baca cerita Raja Pedang dan cerita Rajawali Emas).
Demikianlah, sekarang Tan Loan Ki memainkan IImu Pedang Sian-li Kiam-sut dengan hebat, dan ditambah
dengan gerak langkah Hui-thian Jip-te (Terbang ke Langit Amblas ke Bumi) yang dulu pernah ia pelajari
dari Kwa Kun Hong. (baca cerita Pendekar Buta)
Dengan penggabungan kedua ilmu yang sangat ampuh ini, tidaklah mengherankan apa bila nyonya
setengah tua yang masih cantik serta galak ini jarang menemui tandingan. Dan tidaklah mengherankan
pula bahwa puteri tunggalnya menjadi jagoan di antara para bajak sehingga diangkat menjadi ketua.
Namun kali ini ia menghadapi Yo Wan! Seperti kita ketahui, Ilmu Langkah Hui-thian Jip-te yang dimainkan
Tan Loan Ki itu hanya merupakan sebagian saja dari Si-cap-it Sin-po yang berdasarkan pada Kim-tiauwkun,
sedangkan Yo Wan sudah hafal semua, bahkan sudah menguasai dengan sempurna semua langkah
Si-cap-it Sin-po.
Tentu saja langkah dari nyonya itu dikenalnya baik-baik, seperti seorang guru mengenal langkah muridnya!
Ada pun ilmu pedang yang dimainkan nyonya itu, Ilmu Pedang Sian-li Kiam-sut yang sukar sekali
dikalahkan orang lain, juga tidak membingungkan Yo Wan.
Seperti kita ketahui orang muda ini telah digembleng secara hebat oleh dua orang guru sakti yang memiliki
tingkat ilmu amat tinggi, sejajar dengan tingkat tokoh besar seperti Si Raja Pedang sendiri. Bahkan ilmu
yang dia warisi dari Sin-eng-cu merupakan ilmu yang bersumber sama dengan Sian-li Kiam-sut, yaitu ilmu
lemas tapi menyembunyikan tenaga keras. Sebaliknya, dari pendeta Bhewakala dia mempelajari ilmu sakti
yang terlihat kasar akan tetapi menyembunyikan tenaga lemas.
Sambil membuat gerakan bagai orang menari-nari, Tan Loan Ki memainkan pedangnya. Pedang itu sama
sekali tidak menyerang, melainkan digerakkan bagaikan orang menari, indah dan lemas sekali. Akan tetapi
kadang kala dari gulungan sinar pedang yang indah itu menyambar keluar kilatan pedang yang merupakan
tangan maut.
Ketika kilatan pedang macam itu menyambar ke arah leher Yo Wan, pemuda ini cepat menangkis dengan
rantingnya. Semenjak tadi sudah lebih dari lima puluh kali rantingnya menangkis dan membalikkan pedang
lawan. Kini dia menangkis lagi.
"Prakkk!" Patahlah ranting kayu itu.
Yo Wan terkejut dan diam-diam memuji kecerdikan lawan. Kiranya Tan Loan Ki maklum bahwa pemuda
luar biasa ini sudah mengetahui rahasia ilmu pedangnya. Yo Wan dapat menangkis pedang hanya dengan
sebuah ranting saja karena pemuda ini mengimbangi permainannya. Setiap kali menangkis pedang yang
digerakkan secara lemas akan tetapi mengandung tenaga keras itu ditangkis dengan pengerahan tenaga
Im yang lemas dan lembek.
Oleh karena itu, dalam penyerangan ke arah leher, diam-diam Tan Loan Ki membalikkan tenaganya,
menyimpan tenaga keras dan mempergunakan tenaga Iweekang yang lemas disalurkan melalui
pedangnya. Inilah sebabnya maka ketika ranting yang mengandung tenaga lemas yang sama itu bertemu
pedang yang juga mengandung hawa Im, ranting yang pada dasarnya jauh kalah kuat dari pada pedang itu
menjadi patah!
dunia-kangouw.blogspot.com
"Hemmm, bocah sombong, kau tak mengaku kalah?" bentak Tan Loan Ki. Akan tetapi di dalam hatinya dia
diam-diam merasa kagum bukan main dan mulailah ia percaya bahwa pemuda macam ini sangat boleh
jadi murid Kwa Kun Hong!
Yo Wan menjura dan melemparkan ranting di tangannya. "Twanio betul-betul lihai bukan main, aku tidak
kuat menahan dan mengaku kalah!"
Yosiko meloncat ke atas. "Tidak bisa! Tidak adil! Ibu, kau dengan pedang pusaka hanya dilawannya
dengan ranting, sampai lima puluh jurus lebih. Dan rantingnya patah setelah menangkis puluhan kali, apa
anehnya? Dia sengaja mengalah, dia tidak kalah olehmu!"
Tan Loan Ki biar pun galak dan keras wataknya namun dia adalah seorang gagah yang jujur. Mendengar
ucapan anaknya ia mengangguk.
"Kau benar, Yosiko. Orang muda ini memang amat hebat dan kalau dia melawan secara sungguhsungguh,
agaknya aku takkan mudah mencapai kemenangan. He, orang muda yang bernama Yo Wan.
Apakah betul kau murid Kwa Kun Hong?"
"Betul, Twanio. Beliau adalah guruku, meski pun aku malu sekali harus mengaku sebagai muridnya karena
kepandaianku tidak ada sepersepuluh kepandaian suhu yang sakti."
"Dahulu aku pernah diajar Hui-thian Jip-te oleh Kun Hong. Kau agaknya pandai pula ilmu langkah itu, akan
tetapi mengapa lebih lengkap dari pada aku? Apakah kau dilatih pula ilmu itu oleh Kun Hong?"
"Ahh, mana bisa aku yang bodoh disamakan dengan suhu? Aku hanya dapat menerima sedikit sekali, dan
suhu pernah menurunkan Si-cap-it Sin-po kepadaku."
Tan Loan Ki berdiam sejenak, matanya kini memandang penuh selidik. Hemm, pikirnya, wajah bocah ini
tidak buruk. Malah tampan, walau pun sederhana dan kelihatan bodoh. Akan tetapi tidak muda lagi!
"Yo Wan, berapa usiamu sekarang?"
Yo Wan kaget. Pertanyaan yang sama sekali tidak disangka-sangkanya. Sungguh sukar mengikuti jalan
pikiran nyonya ini yang cepat berubah-ubah seperti angin laut! Setengah terpaksa dia menjawab,
"Kalau tidak salah, tahun ini aku berusia dua puluh delapan tahun, Twanio."
"Berapa orang anakmu?"
"Heh… ?! Anak…?”
"Ya, berapa orang anakmu. Berapa laki-laki dan berapa perempuan?"
Seketika wajah Yo Wan menjadi merah sekali. Sinting! Mau dibawa ke mana dia dengan pertanyaanpertanyaan
macam ini?
"Twanio, aku... aku tidak punya anak..."
Terdengar suara cekikikan tertawa. Yosiko yang tertawa ini dan ia berkata lantang, "Ah, Ibu, dia adalah
Jaka Lola!"
"Apa? Jaka Lola?"
"Ya, dia tidak berayah ibu lagi, tidak bersanak kadang, tentu saja tidak punya anak atau isteri. Dia masih
perjaka!"
Nyonya itu mencibirkan bibirnya mengejek. "Biasa! Biar pun anaknya sudah sepuluh, di luaran laki-laki
selalu mengaku jejaka! Usia dua puluh delapan tahun tapi belum kawin? Bohong! Sekali berhadapan
dengan perawan cantik, laki-laki lupa isteri lupa anak."
Muka Yo Wan makin merah. "Twanio! Aku bukanlah laki-laki macam itu. Aku betul-betul belum pernah
dunia-kangouw.blogspot.com
menikah dan sama sekali tidak punya anak."
"Bagus! Kalau begitu, biar agak tua, aku terima kau menjadi suami Yosiko!"
Hampir saja Yo Wan mengemplang mulut sendiri dan dia hanya bengong memandang Yosiko yang lari dan
menubruk ibunya, merangkul leher dan menciumi kedua pipi ibunya. Menyaksikan adegan macam ini,
terharu juga Yo Wan. Diam-diam dia merasa menyesal sekali mengapa dia terpaksa tak mungkin
memenuhi maksud hati ibu dan anak ini. Kalau saja di sana tidak ada Cui Sian agaknya... agaknya...
hemmm!
"Maaf, Twanio...," katanya dengan suara gemetar. "Maaf, terpaksa sekali aku tidak dapat memenuhi
kehendak Twanio yang suci ini. Betapa pun juga, aku merasa amat berterima kasih dan walau pun aku
tidak mungkin dapat menjadi suami Yosiko, biar dia kuanggap sebagai adikku..."
"Apa kau bilang?!" Tan Loan Ki berseru dan mendorong anaknya. Sepasang matanya berkilat.
"Kau... kau menolak menjadi suami Yosiko?"
"Bukan aku menolak, Twanio, akan tetapi... tapi menyesal sekali, aku... aku tidak dapat memenuhi
kehendakmu, aku..., tak mungkin menjadi suaminya..."
"Keparat, kalau begitu kau harus mampus!" Sambil memekik nyaring nyonya itu lantas menerjang Yo Wan
dengan pedangnya, dengan sebuah tusukan maut yang dilancarkan penuh kemarahan.
Yo Wan cepat-cepat menghindar. Dari gerakan ini tahulah dia sekarang bahwa sekali ini lawannya tidak
main-main lagi, tapi menyerang dengan penuh nafsu hendak membunuh. Ngeri juga hatinya. Kepandaian
wanita ini sudah hebat, apa-lagi dalam keadaan marah. Sama sekali dia tak boleh memandang ringan, dan
tidak boleh membuang waktu, karena kalau dia terlena sedikit saja pasti akan tewas.
"Maaf, Twanio...!" katanya berkelebat cepat.
Tan Loan Ki berseru kaget karena kehilangan lawannya. Saat membabatkan pedangnya ke belakangnya di
mana ia mendengar angin gerakan lawan, tiba-tiba ia merasa tangan kanannya lumpuh dan pedangnya
mencelat sampai lima meter lebih jauhnya. Segera ia membalik dan dilihatnya Yo Wan berdiri sambil
menjura dan berkata,
"Maaf, Twanio, bukan maksudku hendak pamer.”
Tan Loan Ki mendengus. Ia semakin kagum dan diam-diam ia kini mengharapkan sekali mendapatkan
mantu seperti ini. “Uhhh, kau...! Biar kucari Kwa Kun Hong. Biar dia yang mengadili dan dia yang
memaksamu. Kalau tidak, kutantang Kun Hong!"
Sambil berkata demikian, nyonya itu lari, menyambar pedangnya dan dengan loncatan-loncatan jauh
menghilang dari situ.
Yo Wan menghela napas panjang. la mendengar isak tangis. Pada saat dia menengok, dilihatnya Yosiko
berdiri sambil memandangnya dengan air mata bercucuran membasahi kedua pipinya.
“Maafkan aku, Yosiko. Aku... kau tahu sendiri... aku mencinta gadis lain. Ahh, mengapa kita tidak
menceritakan hal itu kepada ibumu tadi..."
Dengan terisak-isak Yosiko berkata, "Aku akan mencari Tan Cui Sian dan membunuh dia!"
Maka larilah gadis ini, lenyap ke dalam semak-semak di hutan itu, meninggalkan Yo Wan yang berdiri
bengong dan menggeleng-geleng kepala berkali-kali dengan hati bingung. Akhirnya dia melangkah pergi
dari situ dengan maksud mencari Tan Hwat Ki.
Kiranya di dunia ini tidak ada rasa sakit hati yang lebih hebat bagi seorang wanita dari pada rasa sakit hati
karena ditolak oleh seorang pria! Dan kiranya tidak ada rasa sakit yang lebih parah dan sengsara dari pada
rasa sakit dirundung asmara!
Bagi yang sudah mengerti, tentu saja perasaan sengsara ini adalah dibuat-buat sendiri, perasaan sakit hati
dunia-kangouw.blogspot.com
dan hancur merana yang tanpa disadarinya sengaja ia timpakan pada dirinya sendiri. Perasaan sengsara
yang bersumber kepada rasa kasihan terhadap diri pribadi (self pity) yang merupakan cabang terdekat dari
rasa mementingkan diri pribadi (egoism).
Namun bagi Yosiko yang tidak memiliki self-pity dan egoism yang terlalu besar, sakit hatinya tidak
membuat ia berduka, melainkan membuat ia marah dan penasaran. la tetap tidak mau menerima
kenyataan bahwa Yo Wan menolak dia karena mencinta Tan Cui Sian. la marah kepada Cui Sian dan ingin
membunuhnya karena ia menganggap Cui Sian telah merampas calon suaminya.
la pun penasaran dan ingin memaksa supaya Yo Wan tetap menjadi jodohnya. Perasaan ini memang tidak
wajar bagi seorang gadis, akan tetapi Yosiko adalah seorang gadis yang lain dari pada yang lain. la
dibesarkan dalam asuhan ibunya yang keras hati dan yang selama ini hidup di alam bebas yang liar, di
tengah-tengah para bajak laut, setiap hari menyaksikan pertempuran-pertempuran dan peristiwa yang
kejam dan mengerikan. Hal inilah yang mempengaruhi dirinya karena sesungguhnyalah benar kalau
dikatakan orang bahwa keadaan sekeliling inilah yang membentuk watak seseorang.
Yosiko menyusup-nyusup di dalam hutan di sepanjang Sungai Kuning yang amat luas. Tiba-tiba saja ia
menyelinap ke dalam semak-semak. Dilihatnya beberapa orang anggota tentara kerajaan berkelompok dan
menjaga di situ.
Dengan hati-hati dan cepat Yosiko mengambil jalan lain menjauhi mereka. Dia tidak takut terhadap
mereka, tetapi karena dia maklum bahwa orang-orang ini dipimpin oleh putera Bun-goanswe yang lihai,
dibantu pula oleh Tan Hwat Ki serta sumoi-nya, maka dia tidak berani sembarangan turun tangan. Kini
maksud perjalanannya sudah lain, bukan sebagai ketua Kipas Hitam lagi, melainkan sebagai seorang
gadis yang mencari saingannya!
Akan tetapi ketika dia menyusup-nyusup mengambil jalan ke timur, kembali dia melihat kelompok lain yang
sudah menjaga di sana. Bahkan di sini terdapat sebuah tenda dan samar-samar ia melihat Tan Hwat Ki
dan orang-orang lain berada di dalam tenda!
Cepat dia memutar lagi dan diam-diam dia merasa khawatir. Tahulah ia sekarang bahwa goa yang menjadi
tempat persembunyiannya itu, yang sudah diketahui oleh Tan Hwat Ki, kini sudah dikurung dari segala
penjuru. Apakah kehendak mereka? Hendak menangkap dirinya? Yosiko mengulum senyum mengejek.
Jangan mengira mudah untuk menangkap ketua Kipas Hitam!
Kalau saja ia tidak sedang mencari Tan Cui Sian, agaknya ia akan menggunakan akal dan membasmi
mereka. Setidaknya ia tentu akan berhasil membunuh beberapa puluh orang di antara mereka! Akan tetapi
ia tidak ada waktu dan terutama sekali tidak punya nafsu untuk ‘main-main’ dengan nyawa mereka.
Yosiko memasuki sebuah hutan bambu yang dahulu menjadi tempat tinggal kakeknya, yaitu Pek-tiok-lim,
lalu dari tengah-tengah rumpun bambu ia menggulingkan sebuah batu hitam yang menyembunyikan
sebuah lubang. Orang lain tentu tak akan menduga bahwa di bawah batu ini ada lubangnya. Andai kata
pun ada orang lain mendapatkan lubang ini, tentu ia mengira bahwa lubang itu adalah lubang ular atau
binatang lain yang berbahaya sehingga tak mungkin orang berani masuk.
Akan tetapi Yosiko segera memasuki lubang ini, lalu menutupnya dari dalam. Lubang ini bukanlah lubang
ular atau lubang binatang lain, melainkan sebuah lubang yang menuju ke terowongan kecil di bawah tanah.
Yosiko merayap di dalam gelap sampai beberapa menit lamanya. Ketika keluar, ia telah berada jauh di luar
hutan, keluarnya dari sebuah goa di antara batu-batu karang di mana terdapat banyak goa kecil. Juga goa
ini mempunyai sebuah pintu rahasia, karena itu tak tidak pernah ada orang dapat memasukinya,
mengiranya sebuah goa buntu.
Yosiko tersenyum karena ia telah keluar dari kepungan. Ia percaya bahwa ibunya tadi agaknya juga
mengambil jalan ini dan dugaannya ini memang tidak keliru.
Yosiko berpikir sejenak. Tan Cui Sian tadi mengintai ke goa. Tentu gadis saingannya ini tidak berada jauh.
Mungkin berada bersama Tan Hwat Ki dan kawan-kawannya. la harus dapat mencari kesempatan untuk
berjumpa berdua dengan Cui Sian dan menantangnya berkelahi mati-matian memperebutkan Yo Wan!
Perutnya terasa lapar bukan main. Dia harus mencari makanan. Celakanya, hutan yang mengandung
buah-buahan dan binatang-binatang yang dapat dijadikan makanan adalah hutan yang terkepung prajuritdunia-
kangouw.blogspot.com
prajurit kerajaan tadi. Dan satu-satunya cara mendapatkan makanan hanya pergi ke dusun-dusun untuk
membelinya dari warung-warung nasi. Akan tetapi ia harus mencari dusun yang agak jauh, siapa tahu di
situ terdapat mata-mata atau penjaga-penjaga yang tentu akan langsung mengepung dan mengejarnya,
mengacaukan urusannya sendiri.
Yosiko berjalan menuju sebuah dusun yang agak jauh. Akan tetapi di tengah perjalanan, tiba-tiba ia
menyelinap dan bersembunyi ketika ia melihat dua orang mendatangi dengan langkah perlahan. la tertarik
sekali ketika melihat betapa mereka adalah seorang pemuda dan seorang gadis cantik. Mula-mula ia kaget
dan mengira bahwa mereka adalah Tan Hwat Ki dan sumoi-nya, tetapi setelah mereka datang dekat,
ternyata mereka adalah dua orang yang sama sekali tidak dikenalnya.
Gadis itu cantik sekali, juga gagah dan membayangkan bahwa gadis itu bukanlah gadis sembarangan.
Akan tetapi pada saat itu, gadis itu wajahnya pucat, kedua pipinya basah air mata, rambutnya kusut dan
matanya merah.
Ada pun yang seorang lagi, adalah pemuda yang mempunyai wajah tampan bukan main. Belum pernah
Yosiko melihat seorang pemuda setampan itu, dengan sikap yang gagah pula, sepasang mata bersinarsinar
seperti bintang. Sayang sekali, pemuda itu buntung lengan kirinya, sebatas siku! Mereka berjalan
perlahan dan bercakap-cakap, keduanya memperlihatkan kesedihan dan kemuraman.
Siapakah mereka ini? Demikian pikir Yosiko dengan heran. la tertarik sekali karena jelas terbayang bahwa
dua orang ini adalah orang-orang yang mempunyai kepandaian, bukan orang-orang biasa. Apakah mereka
ini juga merupakan anggota rombongan orang gagah yang hendak membasmi bajak laut di sekitar Lautan
Po-hai? Akan tetapi kenapa mereka berdua jalan di sini dan kelihatan sedih sekali? Bahkan terang bahwa
si gadis itu bekas menangis, matanya merah, pipinya masih basah dan hidungnya merah.
Yosiko tidak mengenal mereka, akan tetapi pembaca tentu mengenal mereka. Mereka itu bukan lain
adalah Kwa Swan Bu dan The Siu Bi! Sudah lama sekali kita meninggalkan mereka.
Seperti telah dituturkan di bagian depan, Swan Bu yang masih menderita itu bersama Siu Bi melarikan diri
setelah Siu Bi berhasil membunuh Ouwyang Lam dan kemudian mereka ditolong oleh The Sun yang
mengorbankan nyawa untuk anak tirinya di tangan Ang-hwa Nio-nio. Dua orang muda-mudi yang saling
mencinta tetapi sekaligus juga terlibat dalam permusuhan dendam-mendendam antara orang-orang tua
mereka, sedang melarikan diri tanpa tujuan, dengan niat menjauhkan diri dari ancaman pihak musuh.
Rasa sakit pada lengannya tidak membuat Swan Bu terlalu berduka. Yang membuat dia merasa amat
bersedih adalah karena urusannya membuat hal-hal yang amat ruwet dan hebat terjadi. Nama baik Lee Si
ternoda sebagai seorang gadis, bahkan ayah gadis itu telah dibunuh orang dengan pedang ibunya
menancap di dada, pedang yang kini berada di tangannya.
Dengan terjadinya peristiwa ini, dia tidak berani pulang! Bagaimana kalau ternyata ibunya yang membunuh
ayah Lee Si? Bagaimana kalau paman Tan Kong Bu benar-benar telah dibunuh oleh ibunya karena
kesalah pahaman? Ahh, hebat perkara itu dan dia tidak ada keberanian untuk menghadapi peristiwa
menyedihkan itu.
Di samping itu, juga dia tidak dapat berpisah dari Siu Bi. Andai kata ayah Siu Bi tidak meninggal, dia tentu
akan memaksa diri meninggalkan Siu Bi. Akan tetapi sekarang Siu Bi tidak berayah ibu lagi, tidak ada
sanak saudara, hidup sebatang kara. Bagaimana dia tega melepaskan Siu Bi merawat seorang diri begitu
saja?
Perjalanan mereka penuh dengan kenang-kenangan yang memilukan. Ada saat mereka memadu kasih
dan janji, hendak sehidup semati. Ada kalanya mereka bertangis-tangisan mengingat keadaan keluarga
mereka. Bahkan ada kalanya mereka cekcok mulut karena berbeda pendapat. Namun betapa pun juga,
Siu Bi selalu tekun dan rajin merawat Swan Bu sehingga luka pada lengannya berangsur sembuh.
Pada hari itu mereka tiba di lembah Sungai Huang-ho. Mereka bermaksud melanjutkan perjalanan dengan
perahu karena perjalanan dengan perahu tak akan melelahkan tubuh Swan Bu yang perlu banyak istirahat.
Akan tetapi sejak pagi tadi, sambil berjalan perlahan, mereka bertengkar kembali. Swan Bu mendesak
supaya Siu Bi suka ikut dia pulang saja ke Liong-thouw-san, menghadap ayah bundanya dan berterus
terang, mengaku bahwa mereka sudah saling mencinta dan tak dapat terpisah lagi.
dunia-kangouw.blogspot.com
"Aku takut, Swan Bu. Aku takut untuk bertemu dengan ayah ibumu. Bagaimana kalau mereka tidak
memperbolehkan aku dekat denganmu? Bagaimana kalau aku diusir? Aku pernah hendak membunuh
mereka. Ibumu amat benci kepadaku! Ah, Swan Bu... jangan paksa aku ke sana, lebih baik kita pergi yang
jauh, biar kita mencari pulau kosong, hidup berdua sampai kematian memisahkan kita...," demikian keluhkesah
Siu Bi.
"Siu Bi!" Swan Bu membentak marah. "Kau hanya ingat kepada dirimu sendiri saja! Apa kau tidak ingat
betapa aku pun tidak mungkin selamanya harus berpisah dengan ayah bundaku? Kalau begitu halnya, aku
ini anak macam apa? Apa kau hendak memaksa aku menjadi seorang anak yang paling puthauw (murtad)
di dunia ini?"
"Sesukamulah! Boleh kau tinggalkan aku, akan tetapi kau harus membunuh aku terlebih dahulu. Swan Bu,
aku lebih baik mati dari pada kau tinggalkan!"
Demikianlah percekcokan itu yang dilanjutkan di sepanjang jalan. Ketika mereka tiba di dekat tempat
sembunyi Yosiko, percekcokan mereka sudah memuncak sehingga jelas terdengar oleh Yosiko ketika Siu
Bi berseru keras,
"Sudahlah! Kau boleh pergi dan jika kau tidak mau membunuh aku, aku akan membunuh diriku sendiri di
depanmu sebelum kau pergi!" Sambil berkata demikian, Siu Bi mencabut pedangnya dan sinar menghitam
menyambar ke arah lehernya.
Hampir saja Yosiko mengeluarkan jeritan ngeri karena gadis ini melihat betapa gerakan pedang di tangan
Siu Bi amat cepat sehingga agaknya sukar untuk menghindarkan gadis itu dari kematian. Akan tetapi
alangkah kagum hatinya ketika tiba-tiba saja pemuda itu menggerakkan tangan kanannya dan sinar
keemasan berkelebat kemudian membentur sinar hitam menerbitkan suara berkerontangan nyaring.
Kiranya pedang bersinar hitam di tangan gadis itu sudah ditangkis dan bahkan runtuh di atas tanah!
"Siu Bi, jangan gila kau! Apa bila kau membunuh diri, mana aku dapat hidup lebih lama lagi?" berkata
Swan Bu sambil menyimpan pedangnya yang bersinar emas, yaitu pedang Kim-seng-kiam, pedang ibunya
yang dia cabut dari dada jenazah Tan Kong Bu.
Siu Bi menangis. Swan Bu mendekatinya dan keduanya lalu berpelukan mesra sambil bertangisan.
"Siu Bi, bukankah kau sudah setuju bahwa aku harus mengawini Lee Si? Kau pun tahu, hanya itu satusatunya
jalan untuk mengusir awan kegelapan yang meliputi keluargaku. Hanya pengorbanan itu yang bisa
kulakukan untuk menebus nama baik keluarga paman Tan Kong Bu. Kemudian bersama Lee Si aku harus
mencari keterangan bagaimana matinya paman Tan Kong Bu. Betapa pun juga, aku masih belum percaya
benar bahwa ibuku yang membunuh paman Kong Bu."
"Swan Bu, kau sudah bersumpah sehidup semati dengan aku. Walau pun tidak secara resmi, bukankah
aku ini isterimu yang sah karena sumpah kita? Bukankah Tuhan yang menyaksikan, juga langit, bumi,
bintang dan bulan? Swan Bu, aku tidak akan melarang kau mengawini Lee Si, akan tetapi... jangan kau
tinggalkan aku."
Swan Bu mencium dan mengelus-elus rambut Siu Bi sehingga tangis gadis itu mereda.
"Siu Bi, harap kau suka berpikir secara panjang. Aku mengajakmu menemui ayah ibuku, tapi kau merasa
takut dan tidak mau. Kemudian kalau aku pulang lebih dulu seorang diri untuk kelak kita bertemu lagi, kau
tidak membolehkan aku meninggalkanmu. Bagaimana ini? Siu Bi, kau tahu betapa aku mencintaimu
dengan seluruh jiwa ragaku. Aku sudah bersumpah dan apa pun yang akan terjadi, sudah pasti aku akan
kembali kepadamu. Sebaiknya bila untuk sementara kita berpisah. Biarkan aku menghadap orang tuaku
dan menyelesaikan urusan kami. Syukur kalau mereka tidak memaksaku mengawini Lee Si. Andai kata
begitu, aku tetap hendak menceritakan pada mereka tentang dirimu dan aku tetap hendak mengajukan
syarat, yaitu aku mau menikah dengan Lee Si asal kau juga menjadi isteriku."
Untuk sejenak Siu Bi terdiam. Dia hanya menyandarkan kepalanya di dada kekasihnya. "Betulkah kau tidak
akan lupa kepadaku?"
"Apa kau kira aku sudah gila? Marilah kita mencari tempat untukmu, di mana kau dapat menantiku. Begitu
urusanku selesai, aku pasti akan datang menjemputmu dan kau tidak perlu merasa khawatir lagi bertemu
dengan orang tuaku."
dunia-kangouw.blogspot.com
Keduanya berjalan lagi perlahan.
Yosiko yang berada di tempat sembunyinya merasa kasihan kepada Siu Bi. Gerak-gerik gadis itu menarik
hatinya, menimbulkan perasaan suka. Agaknya, seperti juga dia, gadis bernama Siu Bi itu pun tidak
beruntung dalam soal perjodohan.
Dia ingin berjodoh dengan Yo Wan tapi pemuda itu memilih Tan Cui Sian. Agaknya gadis bernama Siu Bi
itu pun ingin bersuamikan pemuda buntung itu, akan tetapi si pemuda itu hendak mengawini gadis lain!
Dengan orang yang senasib ini boleh sekali ia berkawan.
Tiba-tiba terdengar seruan, "Swan Bu...!"
Swan Bu dan Siu Bi terkejut, berhenti dan menengok. Seorang gadis tampak datang dengan lari cepat
sekali, sebentar saja sudah tiba di tempat itu. Dari tempat sembunyinya Yosiko menyaksikan ini dan
menjadi kagum.
Gadis yang baru datang ini pun hebat sekali ilmu lari cepatnya dan kini ia mulai merasa heran. Kenapa
begini banyak berkumpul orang-orang muda yang amat lihai? Akan tetapi alangkah terkejutnya ketika dia
mendengar pemuda buntung itu menyebut nama gadis yang baru tiba.
"Sukouw (Bibi Guru) Cui Sian...!" Swan Bu berteriak kaget karena dia benar-benar sama sekali tidak
mengira bahwa gadis itu dapat datang ke tempat sejauh ini.
Yang datang memang benar adalah Tan Cui Sian, gadis Thai-san, puteri Raja Pedang yang amat lihai.
Dengan pandang mata tajam Cui Sian mengerling ke arah Siu Bi yang biar pun tadi sudah didorong dari
dadanya oleh Swan Bu, masih saja memegangi tangan kanan pemuda itu dengan erat, seakan-akan ia
khawatir kalau-kalau kekasihnya itu akan direnggut orang.
"Swan Bu, kenapa kau berada di sini... dengan dia ini? Ayah ibumu mencarimu, mereka amat
mengharapkan kau pulang. Mau apa kau berkeliaran di sini bersama dia?" Kembali ia melirik tajam ke arah
Siu Bi, jelas wajahnya memperlihatkan hati tidak senang
"Sukouw..." bingung sekali hati Swan Bu.
Mau tak mau dia harus melepaskan tangannya dari pegangan Siu Bi sebab merasa tidak enak bila di
depan bibi gurunya itu memperlihatkan kasih sayangnya pada Siu Bi, gadis yang tentu saja oleh bibinya
dianggap musuh karena sudah membuntungi lengannya.
"Sukouw, bagaimana dengan... ibu? Tidak apa-apakah? Siapa... yang membunuh paman Kong Bu?"
"Tidak usah khawatir, bukan ibumu yang membunuhnya, melainkan... kawan bocah liar ini," kata Cui Sian
sambil melirik lagi ke arah Siu Bi.
Watak Siu Bi memang sangat keras dan ia pantang mundur menghadapi musuh yang bagaimana pun.
Tadi ia sudah mendongkol melihat sikap Cui Sian, akan tetapi ditahan-tahannya. Mendengar bahwa yang
membunuh ayah Lee Si bukan ibu Swan Bu, Siu Bi diam-diam merasa lega dan girang juga. Akan tetapi
mendengar dia disebut-sebut gadis liar dan pembunuh itu adalah kawannya, kemarahannya bangkit, lalu
segera melangkah maju dan menudingkan telunjuknya ke muka Cui Sian sambil berseru nyaring.
"Enak saja kau bicara! Aku tidak punya kawan pembunuh! Hayo buktikan bahwa yang membunuh adalah
kawanku, jangan hanya pandai melempar fitnah!"
Cui Sian tersenyum mengejek. "Yang biasa melakukan fitnah adalah manusia semacam kau dan temantemanmu.
Pembunuh kakakku Kong Bu adalah Ang-hwa Nio-nio! Nah, bukankah dia kawanmu?"
"Bukan! Ngaco kau, dia bukan kawanku, aku benci kepadanya!"
"Siapa tidak tahu akan kejahatanmu? Ang-hwa Nio-nio sudah mampus dan sekarang kau pun harus
mampus!"
Cepat sekali gerakan Cui Sian yang maju dan menerjang Siu Bi dengan pedangnya. Pedang hitam Siu Bi
dunia-kangouw.blogspot.com
belum sempat ditarik untuk menangkis, namun gadis ini dengan gesit sudah meloncat ke kiri untuk
menghindarkan diri dari sambaran pedang, kemudian ia sudah mencabut pula pedangnya, siap bertanding
mati-matian.
"Tahan! Sukouw, harap jangan serang dia!" kata Swan Bu sambil melompat ke depan, menghadang Cui
Sian. Biar pun pemuda buntung ini tidak mencabut pedangnya, namun sinar matanya jelas memperlihatkan
bahwa dia tidak akan membiarkan Siu Bi diganggu.
Cui Sian ragu-ragu dan membentak, "Swan Bu! Kau membela bocah liar ini, setelah apa yang terjadi
semua? Setelah lenganmu dibuntungi dan setelah keluarga kita hampir saja rusak berantakan?"
"Sukouw, dia... aku... aku cinta kepadanya."
Siu Bi sudah menyimpan pedangnya dan kini dia kembali menggandeng tangan kanan Swan Bu.
Wajahnya berseri memperlihatkan sinar kemenangan dan mengejek.
Cui Sian tertegun! Dia heran dan tidak tahu harus berkata apa. Dengan tarikan napas panjang, dia
menyimpan kembali pedangnya. Cinta memang aneh sekali, pikirnya, atau lebih tepat orang muda yang
dilanda cinta memang tidak waras otaknya, seperti... seperti dia sendiri!
"Swan Bu, omongan apa yang barusan kau keluarkan ini? Kau diharapkan pulang dan perjodohanmu
dengan Lee Si sudah diatur orang tuamu."
"Aku hanya mau menikah dengan Lee Si asal Siu Bi juga diperkenankan jadi isteriku."
Terbelalak mata Cui Sian, akan tetapi karena hal itu bukan urusannya, ia menjawab,
"Sudahlah, aku tidak tahu akan hal itu. Kau boleh bicara sendiri dengan orang tuamu dan dengan ibu Lee
Si. Sekarang kau harus pulang dulu. Bocah ini kalau memang betul-betul mencintaimu... hemmm, aku
masih ragu-ragu akan hal ini melihat betapa dia begitu tega membuntungi lenganmu, kalau betul ia
mencinta, ia harus setia dan suka menantimu."
Swan Bu menoleh kepada Siu Bi. "Moimoi, kau mendengar sendiri. Memang sebaiknya aku pulang lebih
dahulu. Aku yakin orang tuaku akan setuju dan kalau sudah demikian, baru aku akan menjemputmu."
"Tapi... tapi... aku akan tidak senang sekali kalau kau pergi..."
Cui Sian mendapat pikiran baik. Betapa pun juga, Swan Bu harus dipisahkan dari gadis liar ini dan
sekaranglah terbukanya kesempatan itu. Maka ia cepat berkata,
"Yang tidak berani berkorban adalah cinta palsu! Kalau bocah ini tidak membolehkan kau pulang untuk
membereskan semua urusan, maka cintanya itu pura-pura saja."
Usahanya berhasil. Memang Siu Bi orangnya keras dan jujur, tidak merasa diakali orang. Mukanya menjadi
merah dan ia membentak, "Kalau kau bukan sukouw dari Swan Bu, sudah tadi-tadi kuterjang kau! Siapa
bilang cintaku palsu? Swan Bu, kau pulanglah, aku akan menunggumu. Pulanglah, kau dan seluruh orang
di dunia ini akan melihat bahwa cintaku tidak palsu dan aku setia kepadamu!"
Lega hati Swan Bu, akan tetapi khawatir juga.
"Siu Bi, kita harus mencari tempat untukmu, di mana kau dapat menantiku..."
"Bukankah di sini merupakan tempat juga? Aku akan tinggal di sini, Swan Bu, di lembah sungai ini, menanti
sampai kau datang menjemputku. Pergilah!"
Swan Bu merasa betapa berat perasaan hatinya harus meninggalkan kekasihnya di situ seorang diri. Akan
tetapi apa lagi yang dapat dia lakukan? Pertama, dia malu terhadap bibinya kalau terlalu memperlihatkan
kelemahan hatinya akibat cinta kasih. Selain itu, kalau ia terlalu menahan dan tidak rela meninggalkan Siu
Bi, tentu kekasihnya itu akan merasa rendah terhadap Cui Sian.
"Siu Bi, kau tunggulah dan carilah tempat di sekitar ini. Percayalah, nanti aku pasti akan datang
menjemputmu. Percayalah..."
dunia-kangouw.blogspot.com
Siu Bi tersenyum sungguh pun kedua matanya menjadi basah. la pun merasa tidak rela dan berat harus
berpisah dengan orang yang paling dia cinta di dunia ini, satu-satunya miliknya yang masih tersisa. Tanpa
Swan Bu di sampingnya, hidup tak akan ada artinya baginya.
Akan tetapi, bagaimana pun juga, tak mungkin ia dapat merampas Swan Bu begitu saja dari orang tuanya.
Kalau ia menghendaki agar selanjutnya ia boleh menghabiskan sisa hidupnya di dekat Swan Bu, maka
urusan itu harus mendapat persetujuan orang tuanya. Baginya, tidak peduli Swan Bu akan menikah
dengan Lee Si atau dengan siapa juga atas kehendak orang tuanya, asalkan hati dan cinta kasih pemuda
itu dia yang memilikinya.
Bukan main terharunya hati Swan Bu menyaksikan gadis itu berdiri lemas dengan air mata di pipi dan
senyum di bibir. Ingin dia memeluknya, ingin dia menghiburnya, namun ia malu melakukan hal ini di depan
Cui Sian.
"Siu Bi, selamat berpisah untuk sementara..."
"Pergilah Swan Bu, dan jaga dirimu baik-baik. Aku akan tetap menantimu.”
Pergilah Swan Bu bersama Cui Sian. Ada tiga atau empat kali dia menengok sebelum bayangan mereka
lenyap ditelan tetumbuhan.
Melihat wajah Swan Bu demikian sedih, diam-diam Cui Sian merasa terharu dan kasihan. Tentu saja, kalau
menurutkan hatinya, ia tidak suka melihat Swan Bu berjodoh dengan Siu Bi, gadis liar yang semenjak kecil
berdekatan dengan orang-orang jahat.
Jauh lebih baik bila Swan Bu berjodoh dengan Lee Si. Selain gadis itu memang berdarah ksatria, juga
perjodohan ini akan merupakan penghapus bagi luka-luka yang diakibatkan oleh kesalah pahaman antara
keluarga Pendekar Buta dan keluarga Raja Pedang.
Akan tetapi, oleh pengalamannya sendiri pada saat itu sebagai korban asmara, dia dapat merasakan pula
keadaan hati pemuda ini. Maka, diam-diam dia menaruh rasa kasihan. Pemuda itu berjalan sambil
menundukkan mukanya yang pucat, seakan-akan seluruh semangatnya tertinggal pada gadis kekasihnya
yang tadi tersenyum dengan air mata bertitik.
"Swan Bu..."
Pemuda itu kaget dan menengok. "Ada apakah, Sukouw?"
"Kau tentu maklum, bukan maksudku hendak merusak kebahagiaanmu, akan tetapi aku memaksamu pergi
menemui orang tuamu demi kebaikan kita bersama, demi kebaikan orang tuamu, kebaikan keluarga dan
kebaikanmu sendiri!"
"Aku mengerti, Sukouw." Swan Bu menarik napas panjang.
"Sekarang, sebelum kita pulang, mari kita singgah dulu di perkemahan pantai Po-hai, di mana kau akan
dapat bertemu dengan banyak sahabat baik dan saudara..."
Suara Cui Sian terdengar gembira, karena memang sengaja gadis ini hendak menghibur Swan Bu dan
membangkitkan semangatnya. Kalau pemuda ini sudah bertemu dengan orang-orang gagah yang bertugas
membasmi bajak-bajak laut, tentu akan terbangkit pula semangatnya sebagai keturunan seorang pendekar
sakti seperti Pendekar Buta.
"Mereka siapakah, Sukouw?" Suara Swan Bu dalam pertanyaan ini terdengar acuh tidak acuh. Sesudah
berpisah dengan orang yang paling dia sayangi di dunia ini di samping ayah bundanya, siapa pulakah yang
dapat menggembirakan hatinya dalam perjumpaan?
"Kau akan bertemu dengan Bun Hui!"
"Mengapa saudara Bun Hui berada di tempat ini?"
"Dia mewakili ayahnya untuk memimpin pasukan dari Tai-goan yang bertugas membasmi bajak-bajak laut
dunia-kangouw.blogspot.com
di daerah Po-hai."
Swan Bu mengangguk-angguk, akan tetapi pikirannya kembali melayang-layang. Dia tak begitu tertarik
urusan pembasmian bajak laut yang dianggapnya bukanlah urusannya.
"Di sana engkau akan menemui banyak orang-orang gagah, di antaranya adalah seorang yang sama
sekali takkan dapat kau duga-duga siapa adanya!" Cui Sian sengaja berkata dengan suara gembira agar
pemuda itu tertarik. Memang berhasil dia karena Swan Bu benar-benar memperhatikan.
"Sukouw, siapakah dia?"
"Seorang pendekar muda yang hebat, dan dia masih keponakanku sendiri!"
Wajah Swan Bu mulai berseri. "Apa? Sukouw maksudkan... dia... Hwat Ki?"
Pada waktu Cui Sian mengangguk membenarkan, wajah pemuda ini sudah mulai berseri gembira. Pernah
dia berkenalan dan bertemu dengan Tan Hwat Ki pada waktu mereka berdua masih kecil, baru berusia
belasan tahun. la membayangkan cucu Raja Pedang itu yang tampan dan gagah.
"Dia berada di sana bersama sumoi-nya, seorang gadis cantik dan gagah perkasa."
Akan tetapi Swan Bu tidak terlalu memperhatikan ucapan ini karena pikirannya penuh dengan bayangan
Tan Hwat Ki yang akan dijumpainya. Kini perjalanan mereka dilakukan dengan cepat…..
********************
Yosiko yang semenjak tadi bersembunyi dan mengintai, tentu saja menjadi kaget sekali ketika tadi pemuda
buntung itu memanggil nama gadis yang baru tiba. Gadis itu disebut ‘sukouw Cui Sian’! Jadi inikah Cui
Sian, gadis yang menjadi pilihan hati Yo Wan? Hatinya dipenuhi kebencian dan ingin dia melompat ke luar
untuk menyerang serta membunuh gadis itu. Memang dia meninggalkan tempatnya dengan satu niat di
hatinya, membunuh gadis yang bernama Cui Sian.
Akan tetapi Yosiko bukanlah seorang gadis yang bodoh dan ceroboh. Tadi dia pun sudah menyaksikan
gerakan gadis yang hendak membunuh diri dan gerakan pemuda buntung yang mencegahnya. Gerakan
mereka amat hebat, membayangkan kepandaian ilmu silat yang amat tinggi.
Pemuda buntung itu sudah lihai sekali, kalau Cui Sian adalah sukouw-nya (bibi gurunya), dapat
dibayangkan bagaimana hebatnya kepandaian Cui Sian! Yosiko tak mau bertindak sembrono menurutkan
nafsu amarah kemudian sekali turun tangan dan gagal. Apa lagi kalau diingat bahwa Cui Sian pada waktu
itu mempunyai dua orang kawan yang kalau mengeroyoknya tentu akan lebih sukar mencapai
kemenangan.
Dia tertarik sekali ketika menyaksikan dan mendengar percakapan ketiga orang muda itu. Keadaan Siu Bi
selain menarik perhatiannya, juga mendatangkan sebuah pikiran yang baik sekali. Oleh karena ini, maka
Yosiko mendiamkan saja ketika Cui Sian dan Swan Bu pergi. Untuk beberapa lamanya dia memandang
Siu Bi yang sepergi kedua orang itu lalu duduk di atas tanah dan menangis.
Memang hati Siu Bi berduka sekali. Dia tidak dapat menahan kepergian kekasihnya. Dia maklum bahwa
kalau dia tidak memperbolehkan Swan Bu pulang lebih dahulu menemui orang tuanya, selamanya ia tidak
akan dapat membereskan urusannya dengan Swan Bu. la percaya penuh akan cinta kasih pemuda yang
lengannya ia buntungi itu, akan tetapi ia pun maklum betapa Swan Bu tak akan dapat membantah orang
tuanya.
la takut sekali kalau-kalau ia akan kehilangan pemuda itu dan andai kata hal ini terjadi, hidup tiada artinya
lagi baginya. Kekhawatiran inilah yang mengamuk di hatinya setelah di situ tidak ada siapa-siapa dan ia
boleh puas menangis. Di depan Cui Sian tadi, tak sudi ia memperlihatkan kelemahan hatinya.
Yosiko keluar dari tempat sembunyinya menghampiri Siu Bi dengan perlahan. la melihat gadis itu
menangis sedih sekali dan agaknya tidak tahu akan kedatangannya, maka dia pun duduk pula di hadapan
Siu Bi yang menyembunyikan mukanya di belakang kedua tangan. Air mata bercucuran keluar dari celahcelah
jari tangannya.
dunia-kangouw.blogspot.com
Yosiko menarik napas panjang, "Dia memang seorang pemuda yang amat tampan dan gagah perkasa...,"
katanya lirih.
"Tidak ada pemuda lebih tampan dan gagah dari pada Swan Bu di dunia ini!" Serta merta Siu Bi menjawab
tanpa menurunkan kedua tangan dari depan mukanya.
Kembali Yosiko menarik napas panjang. Apa bila bagi Siu Bi ucapan Yosiko tadi cocok benar dengan
suara hatinya, adalah jawaban Siu Bi juga tepat dengan perasaan Yosiko. Tentu saja keduanya
melamunkan dua macam pemuda!
"Pemuda sehebat itu patut dicinta sampai mati...," kembali Yosiko berkata seperti kepada dirinya sendiri.
Kembali seperti dalam mimpi, tanpa menurunkan kedua tangannya, Siu Bi menyambung. "Aku cinta
kepada Swan Bu dengan sepenuh jiwa ragaku."
Hening pula sejenak. Siu Bi masih saja terisak-isak, Yosiko duduk termenung. Keduanya duduk saling
berhadapan di atas tanah, akan tetapi seolah-olah tidak tahu akan keadaan masing-masing.
"Perempuan yang bernama Cui Sian itu betul-betul menjemukan sekali," kembali Yosiko berkata.
"Aku benci kepadanya! Aku benci kepadanya!" Tiba-tiba Siu Bi berseru dan menurunkan kedua tangannya.
Tiba-tiba Siu Bi berseru keras dan meloncat bangun sambil mencabut pedangnya. Sinar hitam berkelebat
ketika dia menerjang Yosiko dengan pedangnya itu. Akan tetapi Yosiko sudah menangkis dengan
pedangnya pula sehingga keduanya terhuyung mundur.
"Siapa kau?!" bentak Siu Bi.
Yosiko tersenyum. "Adik yang baik, simpanlah pedangmu. Aku bukan musuh, aku bukan Cui Sian. Kita
senasib sependeritaan, kita sama-sama dibikin sengsara oleh perempuan bernama Cui Sian tadi!"
"Apa kau bilang?”
"Namaku Yosiko, dan aku benar-benar suka padamu karena nasib kita sama. Kau harus berpisah dari
kekasihmu karena Cui Sian, aku pun... aku pun terpaksa berpisah dari dia karena Cui Sian. Adik Siu Bi,
sebaiknya kita bersatu untuk menghadapi Cui Sian."
"Kau mengerti namaku?"
Yosiko menyimpan pedangnya. "Mari kita bicara secara sahabat baik. Sudah sejak tadi aku melihat dan
mendengar semua."
Siu Bi menjadi merah mukanya, akan tetapi karena melihat bahwa gadis cantik itu tidak bersikap sebagai
musuh, ia pun menyimpan pedangnya dan kembali mereka duduk, tapi kali ini mereka saling memandang
dan memperhatikan.
"Mengapa sikapmu begini aneh? Apa yang kau kehendaki dari padaku?"
"Begini, adik Siu Bi. Aku tadi tanpa kusengaja sudah mendengar dan melihat semua apa yang terjadi. Kau
dan pemuda buntung yang tampan tadi saling mencinta, bersumpah sehidup semati, akan tetapi lalu
datang Cui Sian yang mengajaknya pergi, dan kalau aku tidak salah... untuk menjodohkan pemuda
kekasihmu itu dengan wanita lain, bukan?"
"Swan Bu tak akan mau melupakan aku!" teriak Siu Bi bernafsu.
"Aku percaya, tampaknya dia sangat mencintamu. Akan tetapi, jangan pandang rendah perempuan
bernama Cui Sian itu. Mendengar percakapan tadi, dia adalah bibi gurunya, tentu akan dapat membujuk
dan mengubah pendiriannya."
Pucat wajah Siu Bi. "Hemmm, tidak mungkin... andai kata begitu, apa kehendakmu?"
"Aku pun benci kepada Cui Sian. Lebih baik kita berdua mencarinya dan membunuhnya!"
dunia-kangouw.blogspot.com
"Huh, enak saja kau bicara. Namamu Yosiko, agaknya kau orang asing dan tidak tahu siapa Cui Sian! Kau
kira gampang membunuh dia? Kau tahu siapa dia? Dia adalah puteri tunggal dari Raja Pedang, tahukah
engkau?"
Yosiko mengangguk dingin. "Tentu saja aku tahu. Kalau tidak tahu bahwa dia lihai, tentu tadi aku sudah
muncul dan kubunuh dia. Karena dia lihai itulah, maka aku mengajak kau bersekutu, mari kita berdua
mengeroyok dan membunuhnya.”
"Hemmm, tidak segampang menggoyang lidah, Yosiko. Ehh, nanti dulu, kau ini siapakah dan mengapa
tiada hujan tiada angin begini benci terhadap Cui Sian? Kalau kau tidak ceritakan persoalanmu lebih
dahulu, aku tidak sudi bicara lebih lanjut denganmu." Siu Bi memandang curiga."
Yosiko kembali menarik napas panjang. "Baiklah, dan terserah padamu apakah kau suka berteman
denganku atau tidak setelah kau mendengar keadaanku. Seorang sahabat tak perlu pura-pura. Aku
bernama Yosiko dan aku adalah Hek-san Pangcu, ketua dari bajak laut Kipas Hitam!"
la berhenti sebentar untuk melihat reaksi pada wajah cantik itu. Akan tetapi karena Siu Bi tidak pernah
mendengar tentang bajak-bajak laut, hanya ayem saja mendengarkan.
"Semenjak kecil aku dan ibu selalu bercita-cita supaya aku mendapatkan jodoh seorang pendekar yang
tinggi ilmu silatnya, yang tidak saja mampu menangkan aku, akan tetapi bahkan dapat mengalahkan ibu!"
"Baik sekali," Siu Bi segera memberi komentar, "Swan Bu juga tiga kali lebih lihai dari pada aku! Akan
tetapi bagiku, andai kata Swan Bu tidak lebih lihai dari pada aku, aku pun tetap akan cinta padanya!"
"Uhhh, salah besar! Aku tidak tahu tentang cinta, pendeknya, calon jodohku sudah cukup kalau
kepandaiannya jauh melebihi aku!"
Siu Bi mengangkat pundak, tidak peduli. "Lalu bagaimana? Kepandaianmu tinggi, soal ini dapat kuketahui
ketika kau menangkisku tadi. Adakah pria yang dapat menandingimu?"
"Bukan hanya menandingi!" kata Yosiko, wajahnya berseri-seri. "Dia malah patut menjadi guruku! Ibu
sendiri tidak mampu menangkan dia! Dia hebat, wah, pendeknya di dunia ini tidak akan ada pria yang
dapat mengalahkan dia!"
Siu Bi tersenyum mengejek. Belum tentu, pikirnya. Swan Bu memiliki kepandaian yang luar biasa! "Siapa
sih namanya laki-laki pilihanmu itu dan mengapa kau membenci Cui Sian? Apa hubungannya dengan lakilaki
pilihanmu itu"
Seketika wajah Yosiko menjadi muram. "Laki-laki itu bernama Yo Wan dan celakanya, dia mencinta Cui
Sian."
Terbelalak mata Siu Bi memandang ketika ia mendengar disebutnya nama ini. "Yo Wan kau bilang? Yo
Wan...? Yo Wan murid Pendekar Buta?"
Kini Yosiko yang menjadi tercengang dan kaget. "Apa?! Kau kenal dia?"
"Kenal dia?" Siu Bi tertawa dan lucu-lah melihat gadis yang matanya masih merah bekas menangis ini
tertawa geli. "Aku mengenal Yo Wan? Ahhh, aku mengenalnya baik sekali! Suatu kebetulan yang amat tak
terduga-duga, sahabatku! Tahukah kau siapa kekasihku, pemuda buntung yang paling tampan dan gagah
di seluruh dunia tadi? Dia adalah putera tunggal Pendekar Buta!"
Untuk kedua kalinya Yosiko tercengang. Sesaat ia memandang Siu Bi dengan bengong, kemudiah ia
merangkulnya.
"Kebetulan sekali! Kau mencinta putera Pendekar Buta, dan aku telah memilih muridnya. Bukankah
dengan demikian kau dan aku masih ada hubungan dekat? Sudah sepatutnya kita saling tolong-menolong,
sudah selayaknya kita bersatu. Kita sama-sama membenci Cui Sian yang agaknya menjadi perusak
kebahagiaan kita!"
Siu Bi memandang ragu dan Yosiko yang cerdik sekali dapat menduga akan hal ini. Maka cepat-cepat
dunia-kangouw.blogspot.com
Yosiko memutar otaknya dan berkata, "Kau dengar, Siu Bi adikku yang manis. Kau bantulah aku
menghalau Cui Sian ini, dan kalau aku sudah berjodoh dengan Yo Wan, aku dapat membujuknya agar dia
mau membantumu mendapatkan kekasihmu tanpa diganggu oleh siapa pun juga. Sebagai murid Pendekar
Buta, tentu dia akan dapat membujuk suhu-nya untuk meluluskan puteranya agar menikah dengan engkau
seorang. Bukankah ini kerja sama yang baik sekali namanya?"
Yosiko terus membujuk dan karena Siu Bi berwatak sederhana, akhirnya dia kena bujuk juga dan
menyanggupi. Menghadapi Yosiko, ia kalah bicara dan memang kedua gadis ini memiliki watak yang
cocok, maka sebentar saja mereka merasa senasib sependeritaan dan menjadi dua orang sahabat baik.
"Mereka berdua tak akan pergi jauh!" kata Yosiko. "Aku tahu bahwa Cui Sian itu hendak membantu
pembasmian bajak-bajak laut di daerah Po-hai ini, dan kurasa pekerjaan itu tidak mudah, tidak dapat
diselesaikan dalam waktu singkat. Kau lihat saja, tentu mereka masih berada di sekitar tempat ini, dan aku
tahu ke mana harus mencari Cui Sian!"
Mereka bercakap-cakap dan sama sekali mereka tidak tahu bahwa semenjak tadi di sana ada seorang lakilaki
yang mengintai, melihat serta mendengarkan percakapan mereka. Mendengar bujukan Yosiko, lelaki
ini menggeleng-geleng kepala dan berkali-kali menarik napas panjang, keningnya berkerut.
Tak lama kemudian setelah tahu apa yang menjadi rencana dua orang gadis yang diliputi perasaan
dendam itu, dia meninggalkan tempat itu dengan diam-diam. Laki-laki ini bukan lain adalah Yo Wan…..
********************
Apa yang dikatakan Yosiko memang betul. Bun Hui dengan dibantu oleh Tan Hwat Ki dan Bu Cui Kim,
memimpin orang-orangnya untuk membasmi bajak-bajak laut yang telah merajalela di daerah Po-hai.
Akan tetapi tidaklah gampang membasmi gerombolan penjahat itu, karena selain jumlah mereka banyak,
juga mereka itu rata-rata adalah orang-orang yang pandai berkelahi dan dipimpin oleh orang-orang
tangguh. Apa lagi semenjak digempur oleh pasukan kerajaan ini, para bajak laut lalu bersiap-siap dan
bersatu, bahkan mereka lalu mengangkat ketua Kipas Hitam menjadi pemimpin untuk melakukan
perlawanan. Semua gerombolan bajak laut sudah tahu belaka akan kelihaian Hek-san Pangcu (ketua dari
Kipas Hitam), Yosiko!
Pada waktu mendengar penuturan Tan Hwat Ki dan sumoi-nya tentang Yo Wan, Bun Hui merasa
menyesal sekali mengapa orang gagah yang aneh itu tidak mau datang untuk menggabungkan diri dan
bersama-sama membasmi bajak laut. Pemuda bangsawan ini ingin sekali dapat menangkap ketua Kipas
Hitam yang tersohor, untuk dibawa sebagai tawanan ke kota raja sehingga dengan jasa itu dia akan dapat
mengangkat nama besar ayahnya.
Akan tetapi selama beberapa pekan ini, dia hanya dapat mendengar namanya saja yaitu Hek-san Pangcu
yang bernama Yosiko, akan tetapi belum pernah dia melihat orangnya. Hampir dia tidak percaya ketika dua
orang muda dari Lu-liang-san itu bercerita bahwa ketua Kipas Hitam adalah seorang gadis peranakan yang
cantik jelita.
"Itulah sebabnya mengapa saudara Yo Wan melarang kami berdua menyerang Yosiko," demikian
penuturan Tan Hwat Ki. "Saudara Yo Wan adalah murid Pendekar Buta, maka dia termasuk orang dalam
dan dia tidak menghendaki apa bila di antara keluarga terjadi permusuhan. Memang sungguh aneh,
kenapa segala hal bisa terjadi secara kebetulan sekali. Siapa kira kepala bajak laut itu adalah saudara
misanku sendiri."
Bun Hui mengerutkan keningnya. "Kalau memang begitu, mengapa tidak menginsyafkan gadis itu? Kalau
dia dapat diinsyafkan dan anak buahnya tidak melakukan perlawanan, bahkan suka menyerah, bukankah
tidak akan terjadi ribut-ribut lagi? Kalau memang dia itu masih terhitung cucu Raja Pedang dan suka
membubarkan perkumpulan bajak laut, aku bersedia untuk mintakan ampun ke kota raja."
Tan Hwat Ki menggelengkan kepala. "Agaknya sukar. Dia itu biar pun wanita, lihai bukan main dan juga
berwatak liar."
"Biar pun ada hubungan keluarga, kalau dia jahat patut dibasmi!" sambung Bu Cui Kim yang masih merasa
cemburu.
dunia-kangouw.blogspot.com
Demikianlah, setiap hari Bun Hui masih terus melakukan pengejaran terhadap para bajak laut yang
melakukan perlawanan secara sembuhyi-sembunyi, dipimpin oleh Yosiko yang amat licin. Banyak di antara
anak buah Bun Hui menjadi korban dan selama ini belum pernah dia berhasil mendapatkan sarang bajak
laut itu yang selalu berpindah-pindah.
Kedatangan Tan Cui Sian bersama Kwa Swan Bu menggirangkan hati semua orang. Tan Cui Sian adalah
bantuan yang sangat hebat, karena semua maklum bahwa puteri Raja Pedang ini memiliki kepandaian
yang luar biasa. Apa lagi setelah Bun Hui dan Tan Hwat Ki diperkenalkan kepada si pemuda buntung yang
ternyata adalah putera Pendekar Buta, mereka menjadi girang bukan main. Mereka menjadi terharu sekali
menyaksikan lengan yang buntung dari pemuda tampan ini, tetapi karena wajah pemuda itu kelihatan
muram dan sedih, mereka pun tidak berani banyak bertanya.
Lebih besar lagi kegembiraan hati Bun Hui ketika mendengar dari Cui Sian bahwa gadis perkasa ini sudah
tahu akan sarang Yosiko ketua Kipas Hitam. Malah di bawah pimpinan pendekar wanita ini mereka lalu
melakukan penggerebekan, yaitu di dalam goa di mana Cui Sian melihat Yosiko bersama Yo Wan.
Sejak saat ia melihat Yo Wan tinggal bersama Yosiko itu, hati Cui Sian serasa bagaikan ditusuk-tusuk,
penuh rasa cemburu. Akan tetapi dasar seorang wanita pendekar, ia dapat menyembunyikan perasaannya
ini dengan baik.
Tapi mereka kecewa karena ketika mereka menggeropyok tempat itu, burungnya sudah terbang pergi dari
kurungan. Yosiko tidak tampak bayangannya, dan di situ hanya tinggal terdapat bekas-bekas ditinggali
orang saja.
Dan sewaktu Cui Sian bersama Swan Bu, Bun Hui, Hwat Ki, dan Cui Kim melakukan penggeropyokan di
situ, ternyata perkemahan mereka yang hanya dijaga oleh pasukan dari tiga puluh orang lebih, malah
diserbu oleh bajak laut yang jumlahnya dua kali lipat! Belasan orang penjaga tewas dan perkemahan itu
dibakar!
Hal ini membuat Bun Hui semakin gemas dan pusing. Dan hal ini pula yang membuat Cui Sian terpaksa
menunda perjalanannya, karena dia melihat para bajak laut itu tidak boleh dipandang ringan, dan sudah
sepatutnya kalau ia membantu Bun Hui.
Swan Bu juga tidak keberatan. Sebagai seorang pendekar, dia pun tidak mungkin dapat melihat saja tanpa
membantu usaha Bun Hui yang bertugas memulihkan keamanan dan membasmi bajak-bajak laut yang
begitu lihai.
Setelah tinggal di situ beberapa hari lamanya, akhirnya Bun Hui dapat mendengar juga penuturan Swan Bu
mengenai buntungnya lengannya. Swan Bu segera tertarik kepada Hwat Ki dan Bun Hui yang gagah.
Mereka segera menjadi sahabat-sahabat baik dan mulai beranilah mereka saling membuka rahasia hati
masing-masing. Akan tetapi betapa terkejut hati Bun Hui saat mendengar bahwa yang membuntungi
lengan Swan Bu adalah The Siu Bi, gadis yang pernah mengacau gedung ayahnya, dan pernah pula
mengacau hatinya!
"Ahh, kalau begitu betullah kekhawatiran ayah," komentar Bun Hui.
"Ayah telah melihat betapa sakit hati nona Siu Bi itu sungguh-sungguh, sehingga dahulu ayah sengaja
menyuruhku pergi menemui ayahmu untuk menyampaikan peringatan agar berhati-hati. Kiranya ekornya
begini hebat..."
Swan Bu tersenyum. "Tidak apa-apa, saudara Bun Hui, dan ini agaknya sudah kehendak Thian. Buktinya,
buntungnya lenganku oleh Siu Bi, malah menjadi perantara ikatan jodoh antara dia dan aku.”
"Heee...?!" Bun Hui kaget bukan main, juga Hwat Ki menjadi bingung.
Akan tetapi Swan Bu hanya menarik napas panjang, tak melanjutkan kata-katanya yang tadi tanpa sengaja
terloncat dari bibirnya. "Karena kalian adalah sahabat-sahabat baikku dan orang sendiri, kelak tentu akan
mendengar juga."
Mereka tak berani mendesak, hanya diam-diam Bun Hui mencatat dalam hatinya bahwa Siu Bi bukanlah
jodohnya, sungguh pun gadis itu dahulu pernah mengaduk-aduk hatinya dan pernah pula menjadi buah
mimpinya pada setiap malam. Kiranya gadis yang hendak memusuhi Pendekar Buta itu, dan yang sudah
dunia-kangouw.blogspot.com
berhasil membuntungi lengan Swan Bu, malah akan menjadi jodoh pemuda ini. Apa lagi kalau bukan gila
namanya ini?
Bun Hui masih termenung, menggeleng-gelengkan kepala. Bibirnya mengeluarkan bunyi decak berkali-kali
kalau dia teringat akan Siu Bi dan Swan Bu. Sukar dipercaya memang. Apakah Siu Bi sudah gila? Ataukah
Swan Bu yang tolol? Atau juga barang kali dia yang miring otaknya?
Gadis itu dulu bersumpah untuk memusuhi Pendekar Buta sekeluarga. Kemudian gadis itu berhasil dalam
balas dendamnya, yaitu membuntungi lengan Swan Bu. Akan tetapi sekarang menurut pengakuan Swan
Bu, mereka akan berjodoh, berarti mereka saling mencinta! Adakah yang lebih aneh dari pada ini?
Betapa pun juga, diam-diam dia iri kepada Swan Bu. Ketika pemuda itu bercerita tentang Siu Bi, wajahnya
berseri matanya bersinar-sinar. Ah, alangkah senangnya mencinta dan dicinta. Kalau dia? Masih sunyi!
“Ahh, di dunia ini memang banyak terjadi hal aneh-aneh...!" la menghela napas dengan kata-kata agak
keras.
Bun Hui tengah berada seorang diri di pinggir pantai yang sunyi, merenung dan menyepi karena hatinya
sedang kesal. Siang hari itu panas sekali dan seorang diri dia pergi ke pantai, sekalian melihat-lihat dan
mengintai. Beberapa hari ini dia merasa jengkel karena para penyelidiknya belum juga dapat mencari
tempat sembunyi pimpinan bajak laut.
"Dunia memang aneh..." Sekali lagi dia berkata dan kakinya menumbuk-numbuk pasir.
"Lebih aneh lagi pertemuan ini!" tiba-tiba terdengar suara orang.
Bun Hui kaget sekali, cepat dia menengok dengan tangan meraba gagang pedangnya. Akan tetapi
seketika tangannya lemas dan kekhawatirannya lenyap terganti kekaguman. Bukan musuh mengerikan
atau bajak laut yang kejam liar yang dihadapinya, melainkan seorang gadis yang cantik molek dengan
pakaian sutera tipis warna putih berkembang merah, berkibar-kibar ujung pakaian dan rambut hitam halus
terkena angin laut!
Agaknya dewi laut yang datang hendak menggodanya! Kalau memang dewi laut atau siluman, biarlah dia
digoda! Pandang mata Bun Hui lekat dan sukar dialihkan dari lesung pipit yang menghias ujung bibir.
"Bun-ciangkun (Perwira Bun), panglima muda dari Tai-goan, bukan?" Gadis cantik jelita itu menegur dan
memperlebar senyum sehingga berkilatlah deretan gigi kecil-kecil putih yang membuat pandang mata Bun
Hui makin silau.
Bun Hui terkejut dan heran sekali. Akan tetapi dia adalah seorang pemuda yang cerdas, dalam beberapa
detik saja dia sudah dapat menduga siapa adanya nona yang cantik dan tidak pemalu ini. Maka dia pun
cepat-cepat menjura dan berkata,
"Dan kalau tidak salah dugaanku, kau adalah Yosiko, Hek-san Pangcu, bukan?"
Yosiko kembali tersenyum, akan tetapi pandang matanya berkilat. "Tak salah dugaanmu. Agaknya kau
cukup cerdik untuk menduga pula apa yang harus kita lakukan setelah kita saling berjumpa di tempat ini.
Sudah berpekan-pekan engkau memimpin orang-orangmu untuk membasmi aku beserta teman-temanku.
Sekarang kita kebetulan saling bertemu di sini, berdua saja. Nah, orang she Bun, cabutlah pedangmu dan
marilah kita selesaikan urusan antara kita."
Aneh sekali. Timbul keraguan dan kesangsian di hati Bun Hui. Padahal, tadinya sering kali dia ingin dapat
menangkap ketua bajak laut Kipas Hitam dengan tangannya sendiri, atau membunuhnya dengan
pedangnya sendiri.
Semestinya dia akan menyambut tantangan ini dengan penuh kegembiraan. Akan tetapi entah bagaimana,
begitu bertemu dengan Yosiko, dia menjadi terpesona dan tidak tega untuk mengangkat senjata
menghadapi nona jelita ini! Apa lagi ketika dia teringat akan penuturan Tan Hwat Ki bahwa gadis ini masih
terhitung cucu keponakan Raja Pedang sendiri, makin tidak tegalah dia untuk memusuhinya.
"Hayo lekas siapkan senjatamu, mau tunggu apa lagi? Menanti kawan-kawanmu supaya dapat
mengeroyokku?" Yosiko mengejek.
dunia-kangouw.blogspot.com
Gadis ini sudah berdiri tegak dengan pedang di tangan kanan dan sabuk sutera putih di tangan kiri.
Sikapnya gagah menantang, juga amat cantik.
"Hek-san Pangcu, dengarlah dulu omonganku," akhirnya Bun Hui dapat berkata sesudah dia
menenteramkan jantungnya yang berdebaran keras. "Memang suatu kebetulan yang tidak tersangkasangka
aku dapat bertemu denganmu di sini dan memang hal ini sudah kuharapkan selalu. Ketahuilah,
setelah aku mendengar siapa adanya ketua Kipas Hitam yang memimpin para bajak, sudah lama sekali
keinginanku untuk memerangimu lenyap. Aku mendengar bahwa engkau adalah cucu keponakan
locianpwe Tan Beng San, Raja Pedang ketua Thai-san-pai. Setelah sekarang aku berhadapan denganmu,
serta melihat kau adalah seorang gadis muda yang gagah dan pantas menjadi cucu seorang pendekar
sakti seperti Si Raja Pedang, kuharap kau suka mendengar omonganku dan marilah kita berdamai..."
"Apa? Kau perwira tinggi kerajaan mengajak damai bajak laut? Mengajak damai sesudah kau mengobrakabrik
orang-orangku, membunuhi banyak anak buahku?"
"Pangcu... Nona, ingatlah. Kita masih orang sendiri. Aku sangat menghormati keluarga Raja Pedang, dan
kau adalah cucunya. Aku merasa sayang sekali melihat kau tersesat. Kembalilah ke jalan benar. Kau
bubarkan para bajak, menyatakan takluk dan bertobat. Percayalah, aku yang akan menanggung, aku yang
akan mintakan ampun agar kau tidak akan dituntut..."
"Huh, siapa minta kasihan darimu? Ehh, orang muda she Bun, mengapa kau mendadak sontak begini
sayang kepadaku?"
Wajah Bun Hui menjadi merah. Gadis jelita ini selain gagah dan liar, juga lidahnya amat tajam!
"Sudah kukatakan tadi, Nona. Karena kau adalah seorang wanita muda, dan karena kau masih keluarga
Raja Pedang."
"Hemmm, karena kau takut! Karena kau seorang diri, tidak dapat mengandalkan bantuan orang-orangmu,
maka kau takut melawan aku! Huh, begini sajakah panglima muda dari Tai-goan?"
Wajah pemuda itu sebentar pucat sebentar merah. Perlahan-lahan dia menggerakkan tangannya, meraba
gagang pedang, kemudian dengan sinar mata marah dia mencabut pedangnya.
"Hek-san Pangcu, aku adalah seorang lelaki sejati, kenapa harus takut? Aku tadi bicara dengan
kesungguhan hati karena sayang melihat engkau tersesat, seberapa dapat ingin menyadarkanmu. Akan
tetapi kalau kau menganggap sikapku itu karena takut, silakan maju!"
Yosiko tersenyum lagi. "Nah, ini baru namanya jantan. Orang she Bun, bersiaplah untuk mampus!"
Pedangnya langsung berkelebat diikuti gerakan sabuk suteranya ketika gadis ini menyerang dengan hebat.
Terkejut juga hati Bun Hui. Tak disangkanya gadis ini demikian ganas dan serangannya begitu dahsyat.
Segera dia memutar pedang menangkis sambil meloncat ke samping menghindarkan diri dari pada
sambaran sabuk sutera yang mendatangkan angin pukulan hebat itu.
"Tranggggg...!" Sepasang pedang bertemu dan keduanya terhuyung mundur.
Akan tetapi tiba-tiba saja Yosiko terguling dan hanya dengan berjungkir balik saja gadis ini dapat menahan
dirinya agar tidak jatuh. Dia terheran-heran. Mungkinkah pemuda she Bun ini begitu kuat sehingga sekali
benturan senjata membuat dia terguling hampir jatuh? Diam-diam ia kaget dan juga kagum. Yo Wan sendiri
yang pernah ia uji kepandaiannya, tak mungkin sekuat ini!
Di lain pihak, Bun Hui juga kaget dan heran. la tadi merasa betapa pedangnya terbentur membalik oleh
pedang gadis itu dan biar pun dia sudah menghindar, hampir saja ujung sabuk sutera putih itu menyentuh
lambungnya. Akan tetapi entah kenapa, tiba-tiba sabuk itu berkibar pergi dan dia merasa ada sambaran
hawa panas lewat di samping tubuhnya dan melihat gadis itu hampir jatuh.
la maklum bahwa nama besar ketua Kipas Hitam ini bukanlah nama kosong belaka. Dia juga maklum
bahwa gadis jelita ini betul-betul lihai. Maka, dengan hati penuh kekaguman dan penyesalan, dia siap
menghadapi serangan lawan.
dunia-kangouw.blogspot.com
Dengan hati penasaran Yosiko menerjang maju lagi, kini lebih hebat. Pedangnya diputar di atas kepalanya
lalu melayang turun ke arah leher lawan, sedangkan sabuk suteranya meluncur maju menotok ulu hati
yang akan mendatangkan maut bila mengenai sasaran dengan tepat. Kembali Bun Hui menggerakkan
pedangnya menangkis, ada pun tangan kirinya dikebutkan untuk menyambar ujung sabuk yang menyerang
dada.
"Tranggggg...!"
Kembali keduanya terhuyung.
Alangkah kaget hati Yosiko ketika tadi dia merasa betapa sabuknya tiba-tiba saja hilang kekuatannya dan
bahkan membalik ke belakang kemudian menyerang dirinya sendiri! la membanting tubuh ke belakang dan
bergulingan, wajahnya pucat.
Hebat pemuda ini! Ilmu siluman apakah yang digunakan pemuda itu sehingga dalam dua gebrakan saja dia
hampir celaka, padahal pemuda itu bukannya menyerang, melainkan menghadapi serangannya?
Bukan Yosiko saja yang terheran-heran dan kagum, juga Bun Hui merasa heran sekali. la tadi merasa
tangannya kesemutan dan kalau dilanjutkan, tentu serangan ujung sabuk akan mencelakakannya sungguh
pun serangan pedang dapat ditangkisnya. Akan tetapi kembali dia merasa ada angin pukulan menyambar
membantunya dan membuat gadis penyerangnya itu terserang sabuknya sendiri. la cepat menoleh, akan
tetapi tidak melihat apa-apa.
Sekarang Yosiko mengeluarkan sebuah kipas hitam! la betul-betul merasa kagum, akan tetapi di samping
kekagumannya ini terkandung rasa penasaran. Pemuda bangsawan yang tampan ini tidak kelihatan terlalu
sakti, akan tetapi mengapa ia sama sekali tidak berdaya menghadapinya?
Bun Hui sudah mendengar akan jahatnya kipas hitam yang mengandung racun ini, maka dia khawatir
sekali. "Nona, aku benar-benar tak ingin bertempur mati-matian melawanmu, marilah kita bicara baik-baik!"
"Terima ini!" Yosiko membentak dan sudah melompat maju.
Pedangnya menyambar, diikuti gerakan kipas yang dikibaskan ke arah Bun Hui. Uap hitam menyambar
dan agaknya pemuda itu akan celaka kalau pada saat itu tidak tampak sinar menyilaukan berkelebat.
Tahu-tahu Yosiko memekik kesakitan, kipasnya mencelat jauh dan pundaknya terluka ujung pedang Bun
Hui. la roboh dan mengerang kesakitan.
Melihat ini, kagetlah Bun Hui. Kini dia merasa yakin, bahwa diam-diam ada orang yang membantunya. Tadi
pedangnya bergerak menangkis lagi, akan tetapi entah bagaimana pedangnya itu meleset dan terus
menusuk ke arah leher Yosiko, sedangkan sinar yang berkelebat dari belakangnya menghantam kipas.
Baiknya dia masih dapat untuk menarik pedangnya sehingga tidak menembus leher yang indah, akan
tetapi menyeleweng dan hanya melukai pundak.
Mungkin saking kaget, penasaran dan sakit, Yosiko rebah pingsan! Ketika dia membuka mata, dia rebah di
tanah dan Bun Hui sedang mengobati pundaknya! Bukan main kaget dan herannya hati Yosiko, akan tetapi
dia berpura-pura masih pingsan. Dari balik bulu matanya yang panjang dia memandang wajah tampan itu
yang dengan penuh perhatian memeriksa lukanya dan kemudian mengobatinya dengan obat bubuk yang
terasa dingin sekali.
Melihat gadis itu menggerakkan matanya, Bun Hui cepat menyelesaikan pengobatan itu dan berkata
perlahan. "Maaf... maaf, aku menyesal sekali, bukan maksudku untuk..."
Yosiko sudah melompat bangun. Mukanya berubah merah dan ia memungut pedangnya yang
menggeletak di atas tanah. Ketika ia melihat kipas hitamnya yang sudah remuk, ia menendang kipas itu
jauh-jauh, lalu menarik napas panjang.
"Maaf, Nona, aku... aku tidak sengaja."
Yosiko berpaling, dan kembali wajahnya berubah ketika memandang Bun Hui. Pandang matanya masih
penuh kekaguman, penuh keheranan, penuh penasaran.
"Kau hebat sekali! Gerakanmu begitu cepat sehingga aku tidak lahu bagaimana caranya kau mengalahkan
dunia-kangouw.blogspot.com
aku. Agaknya aku kurang hati-hati. Bun-ciangkun, mari kita lanjutkan, aku masih penasaran. Apa bila kau
dapat mengalahkan aku tanpa mempergunakan ilmu siluman itu, aku... aku bersedia menuruti segala
kehendakmu, tanpa syarat apa pun!" la tersenyum dan diam-diam Bun Hui morat-marit hatinya.
Senyum dengan lesung pipit itu bukan main manisnya. la juga bingung. la tahu bahwa kepandaiannya
hanya sanggup mengimbangi gadis ini. Kemenangan-kemenangan aneh yang oleh gadis itu dianggap ilmu
siluman tadi adalah kemenangan karena ada bantuan dari orang sakti yang dia sendiri tidak tahu siapa
adanya.
"Nona Yosiko, sudahlah, aku tidak ingin bertempur denganmu. Aku bahkan minta maaf dan ingin berdamai,
kita habisi permusuhan ini..."
"Kalahkan dulu pedangku! Perlihatkan ilmu silatmu!"
Sambil membentak demikian kembali Yosiko menyerang, kini dia hanya mempergunakan pedang saja,
tetapi ia mengerahkan seluruh ilmu pedangnya untuk menyerang. Karena ia mendapat kesan bahwa
pemuda panglima dari Tai-goan ini memiliki ilmu kesaktian yang hebat, maka timbullah rasa sayangnya
dan Yosiko tidak lagi ingin menggunakan senjata gelap, melainkan hendak menguji dengan ilmu
pedangnya.
Melihat gerakan nona ini sungguh-sungguh tentu saja Bun Hui tidak mau tinggal diam. la pun segera
menggerakkan pedangnya dan memainkan ilmu silatnya, yaitu Ilmu Pedang Kun-lun Kiam-hoat yang
sangat kuat dan lihai.
Setelah bergerak beberapa jurus kembali Yosiko menahan pedangnya, meloncat mundur dan berseru,
"Pernah aku menyaksikan Ilmu Pedang Kun-lun yang hebat. Apakah kau anak murid Kun-lun-pai?"
Dengan perasaan bangga di hati Bun Hui menjawab tenang, "Ketua Kun-lun-pai adalah kakekku."
Makin kagumlah hati Yosiko dan tanpa banyak cakap lagi dia lalu menerjang lagi dengan jurus yang amat
berbahaya.
Bun Hui amat terkejut dan cepat dia mengelak ke kiri. Akan tetapi gulungan sinar pedang lawannya
bagaikan uap menyambarnya terus, sekarang mengancam lambung. Dengan pemutaran pergelangan
tangan Bun Hui menangkis. Bunga api berpijar ketika sepasang pedang bertemu, akan tetapi kali ini
dengan cerdik sekali Yosiko sengaja mementalkan pedangnya, bukan ditarik ke belakang, melainkan
menyeleweng ke depan terus menusuk dada. Inilah gerak tipu yang amat hebat dan tak tersangka-sangka.
Semua ini dibantu dengan langkah-langkah kaki gadis itu yang betul-betul membuat Bun Hui bingung.
Jalan satu-satunya hanyalah menggerakkan pedang membabat kaki lawan yang terdekat, akan tetapi
untuk melakukan hal ini dia merasa tidak tega. Pada saat yang berbahaya itu, kembali ada angin
menyambar dan... tubuh Yosiko terhuyung-huyung ke samping, serangan pedangnya kembali
menyeleweng.
"Kau menggunakan ilmu setan!" bentak Yosiko marah.
Pada saat itu muncullah Siu Bi. Melihat betapa Yosiko bertanding dengan Bun Hui, dia merasa khawatir.
Bagaimana pun juga, pemuda putera jenderal di Tai-goan ini pernah bersikap baik sekali kepadanya,
dahulu ketika ia menjadi tawanan Jenderal Bun.
"Yosiko, mari pergi! Dia seorang diri di sana, kesempatan baik. Mari!"
Yosiko merasa ragu-ragu, akan tetapi mendengar ucapan-ucapan terakhir itu dia segera membalikkan
tubuh, lalu berlari meninggalkan Bun Hui sambil menoleh dan berkata, "Aku masih belum puas. Lain kali
kita lanjutkan!”
Bun Hui berdiri bengong. la benar-benar bingung dan kaget melihat nona yang mengajak pergi Yosiko itu.
Dia merasa mengenal baik nona itu, nona yang pernah mengobrak-abrik hatinya… Siu Bi. Siu Bi bersekutu
dengan Kipas Hitam? Ini hebat.
Tetapi pengalamannya bertanding melawan Yosiko tadi masih meninggalkan ketegangan di hatinya. Apa
lagi sesudah melihat munculnya Siu Bi di samping Yosiko, membuat dia termenung berdiri bagaikan
dunia-kangouw.blogspot.com
patung dengan pedang masih di tangannya.
Dia tidak boleh mengharapkan diri Siu Bi lagi, yang dahulu pernah merampas cintanya. la mendengar
pengakuan Swan Bu dan dari mulut pemuda itu sendiri ia tahu bahwa antara Swan Bu dan Siu Bi terjalin
kasih sayang yang mendalam.
Jika Siu Bi mencinta Swan Bu, tentu dia tak akan mau mengganggunya. Biarlah mereka berbahagia dalam
cinta kasih mereka. Akan tetapi... ketika tadi dia berhadapan dengan Yosiko, dia segera merasa bahwa
gadis peranakan Jepang, gadis liar ketua bajak laut inilah yang menggantikan Siu Bi di hatinya. la jatuh
cinta kepada Yosiko!
Bun Hui dapat mengetahui hal ini dengan cepat, karena sebagai putera bangsawan yang terkenal, tampan
serta gagah, tentu saja sudah banyak dia bertemu dengan gadis-gadis kota, puteri-puteri bangsawan yang
cantik dan yang oleh orang tuanya mau pun handai taulannya seakan-akan ditawarkan kepadanya untuk
menjadi jodohnya.
Banyak sudah dia bertemu dengan gadis-gadis cantik, akan tetapi dia tak pernah merasa seperti dahulu
ketika dia berhadapan dengan Siu Bi, atau saat tadi dia berurusan dengan Yosiko! Bukan hanya
kecantikan kedua orang gadis itu agaknya yang mengguncangkan jantungnya dan membetot
semangatnya, melainkan juga sikap mereka, agaknya karena keduanya sama lincah, sama liar, dan sama
aneh!
Bun Hui menarik napas panjang, bingung memikirkan keadaan hatinya sendiri. Mengapa dia selalu jatuh
cinta kepada wanita yang sebenarnya menjadi musuh! Ayahnya tentu tak akan setuju. Dan bagaimana dia
dapat berjodoh dengan seorang seperti Yosiko? la tahu bahwa hal ini amatlah tidak mungkin, akan tetapi
dia tidak dapat menyangkal perasaan hatinya yang benar-benar tertarik sekali oleh lesung pipit di sebelah
pipi Yosiko tadi.
Dengan murung Bun Hui meninggalkan tempat itu, sama sekali tidak tahu bahwa sejak tadi ada bayangan
orang yang kini berkelebat mengejar ke arah larinya Yosiko dan Siu Bi. Bayangan orang yang tadi secara
rahasia sudah membantunya mengalahkan Yosiko dengan mudah.
Apa kata gadis aneh tadi? ‘Kalau dapat mengalahkan aku, aku bersedia menuruti segala kehendakmu
tanpa syarat apa pun!’
Ucapan Yosiko ini terus berdengung-dengung dalam telinga Bun Hui ketika dia berjalan kembali ke
perkemahannya. la kembali dalam keadaan yang jauh berbeda dari pada tadi ketika berangkat. Dia sudah
menjadi seorang Bun Hui yang lain, seorang pemuda yang linglung terombang-ambing gelora asmara…..
********************
Bayangan yang tadi membantu Bun Hui, kini dengan gesit bagai setan melesat secepat terbang mengejar
Yosiko dan Siu Bi, kemudian mengikuti kedua orang gadis itu secara diam-diam. Ia bukan lain adalah Yo
Wan, Si Jaka Lola!
Yo Wan selalu mengikuti Yosiko dan karenanya dia tahu akan gerak-gerik gadis ini. Dia tahu pula bahwa
Yosiko dan Siu Bi sudah bersekutu untuk mencelakai Cui Sian! Dia juga menjadi saksi akan adeganadegan
aneh dari dua orang muda itu tadi, melihat betapa dengan mesra dan penuh perasaan Bun Hui
merawat luka di pundak Yosiko.
Dia sengaja membantu Bun Hui karena dia tahu bahwa tanpa dia bantu, walau pun ilmu kepandaian Bun
Hui belum tentu kalah oleh Yosiko, namun gadis yang sangat lincah itu mungkin merobohkan Bun Hui
dengah senjata rahasianya.
Ketika Yo Wan melihat Siu Bi muncul memanggil Yosiko, kemudian dua orang gadis itu berlari cepat,
hatinya menjadi khawatir sekali. Kekhawatirannya terbukti karena tak lama kemudian dia melihat Cui Sian
sedang bertempur mati-matian dikeroyok belasan orang bajak laut anak buah Yosiko! Kiranya tadi Siu Bi
memanggil Yosiko untuk melaksanakan kehendak mereka, yaitu mengeroyok dan membunuh Cui Sian.
Seperti juga Bun Hui, siang hari itu Cui Sian berada seorang diri di pinggir laut. la sedang termenungmenung
memikirkan Yo Wan. Semenjak ia melihat Yo Wan berada di dalam goa bersama Yosiko, hatinya
terasa sakit sekali. la ingin marah, ingin membunuh wanita itu dan juga ingin menantang Yo Wan untuk
dunia-kangouw.blogspot.com
mengadu kepandaian.
Dia penasaran dan merasa terhina. Bukankah ketika perjumpaan mereka dahulu Yo Wan terang-terangan
menyatakan perasaannya? Kiranya Yo Wan hanyalah seorang pemuda yang gila perempuan, seorang
hidung belang yang menjemukan.
Selagi ia termenung, mukanya sebentar merah sebentar pucat, tiba-tiba saja ia tersentak kaget kemudian
cepat mengelak. Sebatang anak panah menyambar di atas kepalanya, lenyap ke dalam pohon-pohon. Cui
Sian cepat mencabut pedangnya dan muncullah lima belas orang lelaki, dipimpin oleh seorang gadis yang
membuat Cui Sian membelalakkan matanya. Gadis itu adalah Siu Bi!
"Bocah jahat! Kau... kau bersekutu dengan bajak-bajak ini...?" tegurnya, terheran-heran dan kemarahannya
memuncak. Memang ia tidak suka pada Siu Bi yang membuat Swan Bu tergila-gila, maka dapat
dibayangkan kebenciannya melihat Siu Bi muncul bersama para bajak itu.
Akan tetapi Siu Bi tidak mempedulikannya, malah memberi aba-aba, "Kurung dia, jangan boleh lolos!" la
sendiri lalu melarikan diri untuk pergi mencari Yosiko!
Demikianlah, dengan amarah yang meluap Cui Sian memutar pedangnya, menghadapi pengeroyokan
belasan orang itu. Dalam waktu beberapa menit saja pedangnya berhasil merobohkan empat orang
pengeroyok, ada pun sisa lainnya hanya berani mengurungnya dari jarak yang tidak terlampau dekat.
Namun pengurungan mereka ketat, tidak memberi kesempatan gadis ini keluar dari kepungan.
Cui Sian adalah puteri tunggal Si Raja Pedang. Ilmu silatnya tinggi, akan tetapi sebagai puteri pendekar
sakti yang namanya dipuji-puji di mana-mana, tentu saja sifatnya tidaklah ganas. Ilmu pedangnya bersih,
mengandung daya Im dan Yang, tak gentar menghadapi kepungan.
Tetapi, sudah menjadi sifat ilmu pedang keturunan Raja Pedang, selalu menitik-beratkan kepada serangan
balasan, yaitu apa bila diserang barulah timbul keampuhannya untuk merobohkan si penyerangnya. Oleh
karena sifat ini pula, agaknya Cui Sian pun merasa segan untuk menyerang para bajak laut yang ia anggap
bukan lawan sebanding itu.
Ia hanya menanti, dan empat orang yang roboh tadi pun adalah karena mereka dengan ganas menyerang
dirinya, maka akibatnya hebat pula. Kini karena para pengeroyoknya hanya mengepung dari jarak agak
jauh, Cui Sian hanya berdiri tegak saja. Baru setelah para bajak menerjang maju dari segenap penjuru, dia
mainkan pedangnya dan kembali dua orang roboh mandi darah!
Kedatangan Yosiko dan Siu Bi menggembirakan para bajak yang sudah mulai menjadi gentar. Yosiko
berseru keras dalam bahasa Jepang, memberi perintah agar supaya anak buahnya mengepung dari jarak
jauh dan siap dengan anak panah, memberi kesempatan kepada dia untuk menangkap musuh. Para bajak
mundur sambil menyeret enam mayat teman-temannya. Yosiko dan Siu Bi sendiri dengan pedang terhunus
sudah melompat maju menghadapi Cui Sian.
Gadis dari Thai-san ini menjadi merah mukanya. Dengan pedang menuding ke depan ia memaki,
"Sungguh kebetulan sekali! Memang besar keinginanku untuk membasmi kalian berdua perempuan yang
tak tahu malu!"
"Sombong!" bentak Yosiko. "Kaukah yang bernama Cui Sian? Hemmm, kematian sudah di depan mata
masih berani berlagak!"
Setelah berkata begitu, Yosiko menggerakkan pedang dan meloloskan sabuk suteranya. Siu Bi juga sudah
melangkah maju dengan sikap mengancam. Dia membenci Cui Sian yang dianggapnya hendak
menjauhkan Swan Bu dari padanya.
Hebat penyerangan Yosiko dan Siu Bi, terdorong oleh kebencian di hati mereka. Namun, makin kuat dia
diserang, makin kuatlah pertahanan Cui Sian. Liong-cu-kiam di tangannya laksana halilintar menggulunggulung
dan gerak Ilmu Pedang Sian-li Kiam-sut dimainkan dengan indahnya seakan-akan dia menjadi
seorang dewi yang menari-nari. Dengan gaya permainannya yang ampuh ini dia sama sekali tak memberi
kesempatan kepada senjata lawan untuk dapat mendekatinya.
Betapa pun juga, ketika Cui Sian menyaksikan gerakan pedang Yosiko yang memainkan jurus-jurus yang
serupa, yaitu jurus-jurus campuran dari Sian-li Kiam-sut, maka hatinya pun tergerak. Teringat ia akan
dunia-kangouw.blogspot.com
penuturan Tan Hwat Ki, bahwa gadis ini adalah puteri Tan Loan Ki yang masih terhitung saudara misannya
sendiri, masih sedarah!
Teringat dia akan penuturan orang tuanya tentang paman tua (uwaknya) Tan Beng Kui, yaitu ayah Tan
Loan Ki atau kakek dari gadis ini! Dengan bentakan keras ia menangkis, sehingga terpentallah pedang
kedua orang lawannya, kemudian ia meloncat mundur.
"Tahan dulu!"
"Mau bicara apa lagi?" bentak Yosiko.
"Yosiko, bukankah kau ini puteri enci Tan Loan Ki? Tahukah engkau bahwa aku adalah bibimu sendiri?
Dan kau, Siu Bi, kau sudah berjanji hendak menanti Swan Bu. Beginikah kesetiaanmu kepadanya?"
"Bibi macam apa engkau ini?! Aku tidak peduli, kau adalah musuh Kipas Hitam!" balas Yosiko.
"Tan Cui Sian, kaulah yang memisahkan Swan Bu dari sampingku!" bantah Siu Bi.
"Ahh, dua bocah liar! Kalian jahat..."
"Cukup! Apa kau takut menghadapi kami?" ejek Yosiko.
"Hemmm, boleh ditambah sepuluh orang lagi macam kalian aku tak akan mundur. Aku hanya mengingat
bahwa kau masih terhitung keponakanku, dan Siu Bi... ahhh, aku ingat Swan Bu maka aku mau bicara!"
"Cerewet!" Yosiko membentak dan menerjang lagi, diikuti Siu Bi.
Kembali mereka bertanding dengan serunya. Sementara itu, dengan tanda suitan Yosiko sudah
mengundang anak buahnya sehingga tempat itu kini terkurung oleh kurang lebih lima puluh orang bajak!
Namun mereka tidak ada yang turun tangan sebelum mendapat perintah pemimpin mereka.
"Yosiko! Siu Bi! Mundur...!" Tiba-tiba berkelebat bayangan putih dan orang ini bukan lain adalah Yo Wan!
Kagetlah kedua orang gadis itu ketika melihat munculnya Yo Wan.
"Kau?!" Yosiko berseru. "Kau... membelanya?"
"Tentu saja! Yosiko, kenapa kau belum juga mau insyaf? Siu Bi, kenapa kau ikut-ikut?"
"Dia membawa pergi Swan Bu. Dia memisahkan kami...!" Siu Bi bingung menjawab. Gentar hatinya kalau
harus menghadapi Yo Wan, apa lagi kalau diingat bahwa Yo Wan yang telah menolongnya sehingga
dahulu dia tidak terbunuh oleh Lee Si dan Cui Sian.
Tiba-tiba saja dua orang pimpinan bajak dengan pedang di tangan menerjang Yo Wan. Serangan ini
mendadak sekali, dilakukan dari belakang. Namun dengan gerakan ringan Yo Wan menggeser kaki, tanpa
menengok tangannya bergerak ke belakang dan kakinya menendang. Akibat gerakan ini, sebatang pedang
terampas dan kedua orang pimpinan bajak itu terlempar oleh tamparan dan tendangannya!
Ributlah para bajak laut. Seorang yang bercambang bauk dan bermata lebar melompat maju dengan golok
besar di tangannya, diikuti anak buahnya!
"Bong-twako, jangan serang!" bentak Yosiko.
"Tapi...," bantah si cambang bauk.
"Tidak ada tapi, mundur semua!" bentak Yosiko yang segera memimpin anak buahnya pergi dari situ,
diikuti oleh Siu Bi yang beberapa kali memandang ragu ke arah Yo Wan.
Dalam waktu sebentar saja tempat itu sudah menjadi sunyi kembali setelah Yosiko dan anak buahnya
menghilang di balik pohon-pohon besar di hutan tepi pantai. Hanya tinggal Yo Wan dan Cui Sian berdua
yang masih berdiri di situ.
"Bagus, akhirnya kita bertemu juga. Nah, kebetulan kau sudah mendapatkan pedang. Lihat seranganku!"
dunia-kangouw.blogspot.com
Setelah berkata demikian, Cui Sian lalu menyerang Yo Wan dengan pedangnya!
Bukan main kagetnya hati Yo Wan. "Ehhh...! Bagaimana ini...?"
Yo Wan cepat mengelak ketika melihat betapa gadis itu tidak main-main, serangannya dilakukan dengan
sungguh-sungguh dan amat berbahaya.
"Tak perlu pura-pura kaget! Kau bersekutu dengan kepala bajak laut Kipas Hitam!" kata Cui Sian marah.
"Karena itu kau adalah musuh kami!"
Kembali Cui Sian menyerang dengan gerakan kilat. Dan kembali pula Yo Wan mengelak sambil
mengelebatkan pedang rampasannya untuk menangkis. la maklum kalau pedang di tangan Cui Sian
adalah sebuah pedang pusaka yang ampuh, sedangkan pedang yang di tangannya hanyalah pedang biasa
yang tajam, sekali beradu tentu akan patah. Oleh karena itu, dia sengaja mengerahkan sinkang-nya
dengan tenaga lemas sehingga ketika terbentur, pedangnya hanya membalik dan tidak menjadi rusak.
Bagi Yo Wan hal ini adalah pekerjaan yang amat mudah, dan memang di sini terletak kelihaiannya.
Jangankan sebuah pedang baja, sedangkan sebatang pedang kayu saja bisa merupakan senjata yang
dapat menghadapi pusaka-pusaka ampuh kalau berada di tangannya.
Ketika kedua pedang bertemu dan pedang di tangan Yo Wan tidak rusak, diam-diam Cui Sian kaget dan
kagum sekali. Sebagai seorang ahli silat tinggi, dia pun dapat menduga bahwa pemuda ini sudah mahir
dalam memindahkan tenaga sakti ke dalam benda yang dipegangnya. Hal ini membutuhkan Iweekang
yang sangat mendalam dan kiranya hanya orang-orang setingkat ayahnya atau Pendekar Buta saja yang
mampu melakukan hal itu!
"Eh, nanti dulu... Sian-moi (adik Sian)... sejak kapan aku bersekutu dengan kepala Kipas Hitam?"
"Pembohong pandai berpura-pura! Lelaki mata keranjang! Jai-hoa-cat (penjahat pemetik bunga)!" Cui Sian
menusukkan pedangnya ke arah dada Yo Wan.
Yo Wan begitu kaget mendengar tuduhan ini sehingga dia meloncat ke atas, akan tetapi dia segera
menangkis pedang Cui Sian, mengerahkan tenaga dan pedangnya berhasil menindas pedang gadis itu ke
bawah. Betapa pun Cui Sian mengerahkan tenaga, dia tak mampu mengangkat pedangnya yang tertindas
itu!
"Wah, nanti dulu, Sian-moi! Apa artinya tuduhan jai-hoa-cat dan mata keranjang itu?" Yo Wan bertanya
gugup.
"Hemmm, apa kau masih hendak menyangkal bahwa siang malam kau tinggal berdua saja dengan...
dengan... ketua Kipas Hitam yang cantik itu?"
Yo Wan menarik napas panjang. Hal ini sudah dia khawatirkan. Dia segera melepaskan pedangnya dan
berkata,
"Aahhh, kau salah duga, Moimoi. Kau dengarlah penjelasanku, atau bila kau sudah tidak percaya lagi
kepadaku, boleh kau gunakan pedangmu itu menusuk mampus dadaku, aku tak akan melawan lagi!"
Cui Sian meragu, memandang tajam, pedangnya tidak bergerak, dia menunggu. Dengan tenang Yo Wan
lalu menuturkan pengalamannya ketika dia mencari Swan Bu, betapa di tengah jalan dia melihat Tan Hwat
Ki beserta sumoi-nya menyerang sarang Kipas Hitam, betapa dia menolong Tan Hwat Ki dan Bu Cui Kim,
kemudian dia mengejar Yosiko dan terluka, lalu dirawat oleh gadis yang menjadi kepala Kipas Hitam itu.
"Memang kasihan gadis itu, sejak kecil terdidik liar. Dia dan ibunya beranggapan bahwa pemuda yang
mampu mengalahkan mereka adalah calon jodohnya...," demikian Yo Wan menutup ceritanya sambil
menarik napas panjang. "Tetapi aku tentu saja menolaknya… aku bukan mata keranjang atau jai-hoacat..."
Cui Sian tersenyum mengejek, akan tetapi wajahnya sudah ditinggalkan kemuramannya.
"Siapa percaya kau akan menolak seorang gadis yang begitu cantik jelita?"
dunia-kangouw.blogspot.com
"Sian-moi...!"
"Sudahlah, percaya atau tidak, tak ada bedanya! Kau suka menjadi jodohnya atau tidak, sebetulnya aku
pun tidak peduli. Bukan urusanku, kan?"
Hampir Yo Wan tertawa bergelak menyaksikan sikap ini. Tadi gadis ini menyerangnya hebat, hampir
membunuhnya karena cemburu, akan tetapi sekarang sesudah menerima penjelasan, mengatakan bahwa
dia tidak peduli dan bukan urusannya! Memang aneh sekali watak perempuan, pikirnya.
"Sian-moi...," Yo Wan memegang tangan Cui Sian, yang berkulit halus lunak dan yang tidak ditarik ketika
dia pegang, "kuharap kau tidak kehilangan kepercayaanmu kepadaku. Sian-moi, tahukah engkau kenapa
Yosiko tadi hendak mengeroyok dan membunuhmu? Karena aku secara terus terang menolak usul
perjodohannya dan mengatakan bahwa di dunia ini hanya seorang gadis yang kucinta dan kuharapkan
menjadi calon jodohku, yaitu gadis yang bernama Tan Cui Sian. Dia menjadi marah kemudian hendak
membunuhmu, bahkan ibunya juga marah lalu pergi hendak menemui suhu supaya suka memaksaku.
Akan tetapi ibunya belum tahu akan pengakuanku mengenai engkau, hanya mengira aku menolak begitu
saja. Sian-moi, apa pun yang terjadi, siapa pun yang akan menggodaku, tak mungkin aku mengubah
pendirian hatiku yang sudah teguh bagaikan karang di pantai laut. Lihat, benda inilah yang menjadi saksi
akan kesetiaanku kepadamu, Moimoi!"
Cui Sian tak mengangkat mukanya yang semenjak tadi terus menunduk, hanya matanya mengerling
kepada benda yang dikeluarkan Yo Wan dari sakunya. Ternyata benda itu adalah sehelai sapu tangan,
sapu tangannya yang dia berikan kepada pemuda itu ketika Yo Wan menghadapi lawan-lawan sakti, di
antaranya Bhok Hwesio. Kepala itu semakin menunduk.
"Sian-moi... percayakah kau kepadaku kini?"
Cui Sian tak menjawab dengan mulut, akan tetapi dua titik air mata yang jatuh di tangan Yo Wan ketika
kepala itu mengangguk perlahan sudah merupakan jawaban yang cukup meyakinkan.
Sampai beberapa lama keduanya hanya berdiri saling berpegang tangan, tak ada suara yang keluar dari
mulut mereka, tapi hati masing-masing dipenuhi kebahagiaan. Akhirnya, sesudah agak terlambat karena
selalu menolak para pemuda yang merayunya, Cui Sian mendapatkan juga jodohnya.
Akhirnya Cui Sian juga yang memecahkan kesunyian akibat terdorong rasa sungkan dan malu di samping
rasa bahagianya. Dia menarik tangannya, mengangkat muka dan kedua mata bintangnya bersinar-sinar
menentang wajah Yo Wan, bibirnya tersenyum.
Yo Wan membalas dengan pandang mata mesra dan tersenyum pula. Senyum dan sinar mata itu sudah
cukup mewakili hatinya, menyampaikan seribu satu macam bahasa yang penuh madu asmara.
"Ah, kita melamun sampai melupakan urusan!" kata Cui Sian, wajahnya menjadi merah sampai ke
telinganya. Dia memasukkan pedangnya dan berkata, "Hatiku masih bingung memikirkan keadaan Swan
Bu dan Siu Bi si gadis liar itu. Aku berjumpa dengan mereka sedang berdua, dan agaknya Swan Bu
merasa berat untuk berpisah dari Siu Bi. Padahal ayah bundanya tentu saja mengharapkan agar Swan Bu
dapat mencuci segala kesalah pahaman dan noda akibat fitnah jahat dengan jalan mengawini Lee Si..."
Yo Wan mengangguk-angguk kemudian menarik napas panjang. "Kita tak mungkin dapat menyalahkan
Swan Bu. Moimoi, kalau hati sudah menyerah kepada kasih, apa lagi yang dapat menjadi halangan?
Sudah banyak contoh-contohnya yang bisa kita petik dari cerita lama. Tentu kau tahu akan riwayat ayahmu
sendiri yang dulu diombang-ambingkan oleh asmara, kemudian riwayat suhu yang juga sudah menjadi
korban kasih tak sampai. Aku maklum benar bahwa gadis-gadis seperti Siu Bi dan Yosiko pada dasarnya
bukan jahat. Hanya karena mereka sejak kecil terdidik dalam suasana yang kasar dan liar, mereka menjadi
orang yang berwatak liar dan keras pula. Soal Swan Bu dan Siu Bi, biarlah nanti kita urus perlahan-lahan
dan kita bicarakan bersama dengan orang-orang tua bagaimana baiknya."
Cui Sian mengangguk-angguk. Dia sendiri sedang diamuk cinta, tentu saja ia pun dapat merasakan
keadaan Siu Bi sehingga rasa bencinya berkurang.
"Akan tetapi bagaimana mengenai Yosiko? Meski pun dia itu masih keponakanku sendiri, bagaimana aku
dapat membenarkannya kalau dia menjadi ketua gerombolan bajak laut? Apakah kita harus
mendiamkannya saja? Kurasa hal ini amat tidak sejalan dengan sikap yang harus diambil orang gagah
dunia-kangouw.blogspot.com
menghadapi kejahatan. Biar pun keluarga sendiri, kalau jahat, harus ditentang!"
Yo Wan memandang kekasihnya dengan bangga. "Kau seorang pendekar wanita sejati, Moimoi. Memang
harusnya demikian. Akan tetapi, sebelum mengambil jalan kekerasan, marilah kita mencari jalan yang lebih
halus dan agaknya aku melihat jalan yang sangat baik untuk mengatasi hal ini. Jika kita bisa
mengaturnya..."
Yo Wan lalu bercerita tentang pertemuan dan pertandingan antara Bun Hui dan Yosiko, menyatakan
dugaannya bahwa Bun Hui tertarik dan suka pada ketua Kipas Hitam yang cantik itu. Sambil berjalan
perlahan kembali ke perkemahan bersama Yo Wan, Cui Sian mendengarkan cerita kekasihnya.
Pertemuan antara Yo Wan dan orang-orang gagah di sana amatlah menggembirakan, terutama Swan Bu
dan Tan Hwat Ki. Mereka bercakap-cakap sampai jauh malam, akan tetapi tidak sepatah kata pun Yo Wan
atau Cui Sian bicara tentang diri Siu Bi…..
********************
"Apakah kalian tidak percaya lagi kepadaku?" terdengar Yosiko membentak marah dan meloncat turun dari
atas batu yang tadi ia duduki. Di depannya, puluhan bajak laut yang dipimpin oleh empat orang laki-laki
tampak bersungut-sungut.
Empat orang ini adalah empat orang kepala bajak yang kini menggabungkan diri dengan Kipas Hitam
untuk secara bersama-sama menghadapi dan melawan pasukan kota raja yang dipimpin Bun Hui dan
teman-temannya.
Orang pertama adalah si cambang bauk yang bernama Bong Ji Kiu dan memiliki julukan Kim-bwee-liong
(Naga Berekor Emas). Julukan ini dia dapatkan karena dia bersenjatakan sebatang golok besar yang
bergagang emas, golok yang diukir dengan gambar naga dan ekornya tiba di gagang yang terbuat dari
emas. la tadinya seorang kepala bajak Sungai Kuning dan terkenal akan kelihaian dan kekejamannya.
Tiga orang yang lainnya adalah kepala-kepala bajak laut yang selama ini mengganas di pantai selatan.
Seorang di antara mereka, yang kurus pucat adalah adik kandung Bong Ji Kiu bernama Bong Kwan, ada
pun yang dua lagi adalah teman-teman yang sudah saling mengangkat saudara. Mereka ini juga bukan
orang-orang lemah. Apa bila Bong Kwan, seperti kakaknya, pandai pula bermain golok, adalah dua orang
temannya yang bernama Tio Khong dan Yauw Leng merupakan ahli-ahli bermain pedang.
Empat orang pimpinan bajak itu kini menghadapi Yosiko yang kelihatan marah-marah. Mula-mula adalah
Bhong Ji Kiu si cambang bauk yang menyatakan rasa tidak puasnya terhadap pimpinan ini karena Yosiko
melarang Bong Ji Kiu beserta para anak buahnya mengeroyok Yo Wan dan Cui Sian.
"Kenapa Pangcu (Ketua) kelihatan memihak musuh? Sudah jelas bahwa mereka adalah sahabat-sahabat
pimpinan pasukan musuh, mengapa tidak menangkap atau membunuh mereka?" Bong Ji Kiu yang
mewakili tiga orang temannya dan juga puluhan orang anak buahnya mengajukan pertanyaan ini dengan
suara menantang sehingga Yosiko menjadi marah dan membentak apakah mereka tidak percaya lagi
kepadanya.
"Kalau kami tidak percaya lagi kepada Pangcu, kiranya kita tak akan berkumpul di sini," jawab Bhong Ji
Kiu. "Sayang toanio (nyonya besar) tidak berada di sini, kalau ada tentu dapat kami mintai pertimbangan.
Hendaknya Pangcu ingat bahwa anak buah Pangcu kini tinggal sedikit, sudah banyak yang tewas,
tertinggal dua puluh orang lebih saja. Apakah Pangcu tak merasa sakit hati? Jika tidak ada kami yang
membantu dengan orang-orang kami yang semua mendekati seratus orang jumlahnya, bagaimana kita
dapat melawan pasukan pemerintah?"
"Hemmm, Bong-twako! Apa perlunya kau bersikap mengancam? Habis, apa yang kalian kehendaki? Apa
yang kalian ingin lakukan?"
"Kami hanya menghendaki agar supaya Pangcu sungguh-sungguh berdaya upaya untuk menghancurkan
mereka, bukan melindungi mereka. Buktikan bahwa Pangcu tidak miring hatinya terhadap pimpinan
pasukan pemerintah atau kalau tidak demikian, kami terpaksa akan meninggalkan Pangcu dan tidak mau
lagi bekerja sama menghadapi musuh."
"Boleh! Kalian boleh meninggalkan aku, aku juga masih memiliki anak buah yang setia!" bentak Yosiko
dunia-kangouw.blogspot.com
marah.
Mendadak Kamatari, jagoan Kipas Hitam, bangsa Jepang yang terkenal dengan samurai Cakar Naga,
maju dan memberi hormat kepada Yosiko, sikapnya tenang namun tegas, kata-katanya nyaring.
"Pangcu, terus terang saja kami melihat gejala-gejala tak baik dari diri Pangcu. Agaknya Pangcu memilih
musuh untuk menjadi sahabat, malah Pangcu hendak mengambil jodoh dari golongan musuh. Hal ini
mengecewakan hati kami dan kami membenarkan ucapan Bong-twako bahkan kami pun akan berpihak
kepadanya kalau terjadi perpecahan."
Pucatlah wajah Yosiko. Baru kali ini semenjak ia kecil, anak buahnya berani mencelanya. Kalau tidak ingat
akan jasa-jasa Kamatari, tentu ia sudah turun tangan membunuhnya di saat itu juga. Melihat keadaan
Yosiko ini, Siu Bi maju menghampiri dan berkata perlahan,
"Sudahlah, Yosiko, biarkan saja mereka semua pergi. Apa sih enaknya menjadi kepala bajak?"
Ucapan ini membuat para bajak menjadi marah. Mereka sudah berdiri dan sikap mereka mengancam,
seakan-akan mereka siap untuk mengeroyok kedua orang nona cantik itu. Melihat gelagat tidak baik ini,
Yosiko lalu mengangkat tangannya dan berkata nyaring,
"Baiklah, kalian orang-orang tidak ada guna! Kalian berani menghinaku, berani mengira bahwa Yosiko
memihak musuh? Biar kubuktikan bahwa aku tidak takut terhadap musuh. Kamatari, kau sampaikan surat
tantanganku kepada panglima pasukan musuh. Biar akan kutantang dia maju dan bertanding satu lawan
satu denganku, sampai dia atau aku yang mampus. Selama dia bertanding denganku, karena mereka tidak
punya pimpinan, tentu pasukannya juga lengah. Nah, ketika itu boleh Bong-twako memimpin orangorangnya
mengadakan serbuan besar-besaran. Bagaimana?"
Wajah semua orang di situ menegang. Kamatari yang diam-diam menaruh rasa sayang kepada Yosiko
berkata, "Tapi... tapi... bukankah itu berbahaya sekali? Pemimpin mereka, panglima muda itu, kabarnya
lihai bukan main."
"Siapa takut dia? Lakukah perintahku, habis perkara!"
Yosiko lalu menyuruh anak buahnya menyediakan alat tulis. Dengan huruf-huruf tebal ia kemudian menulis
surat tantangan yang ditujukan kepada ‘Panglima muda she Bun’ dari Tai-goan! Panglima muda itu
ditantang mengadakan ‘duel’ di tepi laut untuk menentukan siapa yang lebih unggul antara pemimpin bajak
laut dan pemimpin pasukan kota raja.
Malam hari yang gelap gulita menyembunyikan gerak-gerik Kamatari yang menancapkan surat tantangan
itu dengan sebatang anak panah di batang pohon besar yang tumbuh di luar perkemahan pasukan
pemerintah. Keesokan harinya, para pasukan pemerintah baru ribut ketika melihat surat ini dan cepat-cepat
mereka menyampaikan kepada Bun Hui.
Bukan main bingungnya hati panglima muda ini ketika membaca surat tantangan Yosiko. Dia ingin mencari
jalan damai dengan gadis kepala bajak yang telah merebut hatinya itu, siapa kira si gadis malah
menantangnya untuk melakukan pertandingan secara terbuka!
Dia maklum bahwa gadis itu mempunyai kepandaian tinggi, dan bahwa belum tentu dia sanggup menang.
Hal ini bukan merupakan hal yang mengecilkan hatinya, akan tetapi dengan adanya surat tantangan ini,
habislah jalan untuk dapat mengadakan perdamaian, untuk dapat menginsyafkan Yosiko.
Kalau surat tantangan macam itu tidak dia terima, tentu dia akan menjadi bahan ejekan orang. Kalau dia
terima dan mereka bertanding, tentulah seorang di antara mereka akan tewas! Selagi Bun Hui
kebingungan dan termenung di dalam kamarnya, mendadak pintu kamarnya diketuk orang dan ternyata
orang ini adalah Yo Wan. Bun Hui cepat membuka pintu dan mempersilakan pendekar ini dengan ramah.
"Saudara Bun, mengapa bingung memikirkan pertandingan melawan Yosiko? Ragu?” Yo Wan berkata
sambil tersenyum.
Muka Bun Hui menjadi merah ketika dia menjawab dengan pertanyaan pula. "Yo-twako, bagaimana kau
tahu bahwa aku bingung memikirkan pertandingan itu?"
dunia-kangouw.blogspot.com
"Ah, aku tahu semua, saudara Bun. Jangan khawatir, aku mendapat akal agar kau dapat mengalahkan
Yosiko dengan mudah seperti yang terjadi kemarin dulu."
Sejenak Bun Hui melongo, kemudian dia tersenyum maklum dan meloncat dari tempat duduknya,
memegang tangan Yo Wan.
"Wah, kiranya kau yang telah membantuku, Yo-twako? Ahhh, pantas saja begitu mudah aku mendapat
kemenangan! Mengapa kau lakukan itu, Yo-twako?"
"Bun-lote, ada sebabnya mengapa aku membantumu. Seperti juga engkau, aku merasa sayang melihat
Yosiko dan tidak ingin melihat dia tersesat lebih jauh lagi. Dia sebetulnya adalah seorang gadis yang baik,
keturunan keluarga Raja Pedang, berdarah pendekar. Sayangnya dia terdidik dalam lingkungan liar. Oleh
karena itu, aku akan merasa girang sekali kalau kau berhasil menundukkan dia, Bun-lote, lalu
membujuknya kembali ke jalan benar dan membubarkan anak buahnya. Kau hadapilah dia dan kau akan
menang!"
"Tapi... aku belum yakin bahwa aku akan bisa menang, Yo-twako. Ilmu pedangnya hebat dan karenanya
aku tahu bahwa yang menjatuhkannya kemarin dulu bukanlah aku. Tanpa bantuanmu, belum tentu aku
menang, atau andai kata bisa mendapatkan kemenangan, kiranya harus melalui pertandingan mati-matian
dan seorang di antara kami harus tewas di ujung pedang!"
Keperihan hati Bun Hui terbayang pada wajahnya yang tampan dan diam-diam Yo Wan merasa geli. Cinta
kasih memang tidak pilih bulu, tidak memandang pangkat, kedudukan, atau pun keadaan orang yang
dicinta. Kalau melihat kedudukannya, semestinya Bun Hui menganggap Yosiko sebagai musuh besar yang
harus dibasminya, akan tetapi bahkan rintangan berat ini dapat dilalui dengan mudah oleh cinta kasih.
"Bun-lote, kau cinta kepada Yosiko, bukan?"
Ditanya begini langsung Bun Hui rasa seakan-akan diserang oleh tusukan pedang yang langsung
menembus jantungnya. Wajahnya menjadi merah sampai ke telinganya, dan dengan gagap dia menjawab,
"Aku... aku tertarik kepadanya..."
"Kau cinta padanya?"
"Aku... aku suka..."
"...dan cinta padanya?"
Akhirnya Bun Hui mengangguk.
"Nah, karena itu kau harus memenangkan dia, Lote. Yosiko adalah seorang gadis yang cukup pantas
dilindungi. Dia memang berwatak aneh dan hanya akan tunduk kalau kau dapat memenangkannya. Karena
itu, kau harus menang."
"Bagaimana caranya? Aku belum tentu dapat..."
"Waktu yang ia tentukan untuk bertanding masih tiga hari lagi. Biarlah aku menurunkan beberapa jurus ilmu
pedang kepadamu. Aku sudah hafal akan ilmu pedang Yosiko. Aku pernah bertanding melawan dia dan
aku tahu di mana letak kelemahan-kelemahannya. Memang dia pandai, ilmu pedangnya adalah Sian-li
Kiam-sut yang sudah tercampur ilmu lain, juga dia pandai Ilmu Langkah Hui-thian Jip-te. Akan tetapi
dengan ilmu pedangmu Kun-lun Kiam-sut, kau tentu dapat menghadapnya dan mempertahankan diri.
Kemudian, jika kau melihat kesempatan baik, nah, kau gunakan jurus-jurus yang kuajarkan, tentu dia akan
roboh. Kau perhatikan baik-baik, Lote. Bila mana kau melihat dia berada dalam kedudukan langkah seperti
ini, nah, kau lalu pergunakan jurus ini sebagai pancingan, dan tentu dia akan bergerak begini, maka kau
cepat-cepat menekan pedangnya kemudian menyapu kakinya dengan jurus ini." Sambil bicara Yo Wan lalu
memberi contoh gerakan yang diperhatikan baik-baik oleh Bun Hui.
Yo Wan menurunkan lima jurus serangan, disesuaikan dengan keadaan atau posisi yang akan dilakukan
Yosiko. Dengan tekun Bun Hui mempelajarinya selama tiga hari sehingga dia hafal betul.
"Kau pasti akan berhasil, Bun-lote. Andai kata tidak, percayalah, aku takkan berada jauh dan akan
menggunakan akal lain. Kalau dia sudah mengaku kalah, kau bujuk dia supaya membubarkan anak
dunia-kangouw.blogspot.com
buahnya dan mengusir mereka dari wilayah ini, kemudian kau ajak dia pergi ke Tai-goan menghadap
ayahmu untuk kau mintakan ampun. Mengenai bagai mana kau membujuk ayahmu supaya mengambilnya
sebagai mantu, terserah..." Yo Wan tertawa melihat Bun Hui menjadi merah mukanya.
"Terima kasih, Yo-twako. Baru satu kali aku bertemu denganmu, akan tetapi kau sudah begini baik
kepadaku..."
"Bukan satu kali, Bun-lote. Beberapa bulan yang lalu aku pernah mengunjungi gedung ayahmu,
mengunjungi tempat tahanan untuk membebaskan adik Siu Bi.”
"Ahhh...!" Bun Hui berseru kagum. "Kiranya kau yang melakukan hal itu, Yo-twako? Kau benar-benar lihai!
Tetapi... mengapa kau menolong nona Siu Bi?" Bun Hui mengerutkan kening lalu menyambung, "Kau
adalah muridnya Pendekar Buta, sedangkan nona Siu Bi bermaksud membalas dendam kepada Pendekar
Buta sekeluarga, bahkan kini berhasil membuntungi lengan Swan Bu."
Yo Wan menarik napas panjang. "Dia hidup sebatang kara, seperti aku, patut dikasihani. Tentang dendam
dan balas membalas itu, ahhh... bukan salah Siu Bi. la hanya menjadi korban pendidikan keliru seperti...
Yosiko. Kasihan Siu Bi, dan kasihan Swan Bu..."
Bun Hui paham apa yang dimaksudkan oleh Yo Wan, maka keduanya berdiam sejenak, tenggelam dalam
keharuan hati masing-masing. Kemudian Bun Hui kembali melatih diri dengan jurus-jurus yang dia terima
dari Yo Wan sampai Yo Wan merasa puas karena gerakan Bun Hui sudah boleh dibilang cukup memenuhi
syarat.
Saat pertandingan antara pimpinan bajak dan pimpinan pasukan pemerintah tiba, seperti yang diajukan
dalam surat tantangan Yosiko. Tempatnya di tepi laut, di mana tiga hari yang lalu Bun Hui sudah mengadu
ilmu melawan Yosiko.
Pagi hari itu, Bun Hui dengan ditemani Tan Hwat Ki, Kwa Swan Bu, Tan Cui Sian, dan Bu Cui Kim,
mendatangi tempat itu dengan langkah kaki tenang. Tentu saja Bun Hui besar hati dan sangat tabah
karena di sebelahnya berjalan empat orang yang mempunyai ilmu kepandaian tinggi, sehingga andai kata
nanti terjadi pengeroyokan, dia tak usah merasa khawatir.
Sesungguhnya, andai kata para bajak laut itu melakukan pertempuran secara terbuka, dia dengan bantuan
empat orang muda perkasa ini, apa lagi ditambah dengan Yo Wan sudah cukup untuk membasmi para
bajak laut. Akan tetapi celakanya, para bajak laut itu tidak pernah melakukan pertempuran terbuka, akan
tetapi melakukan serangan tiba-tiba secara diam-diam dan curang pada waktu malam! Ini yang
menyebabkan sulitnya usaha pembasmian para bajak itu.
Di lain pihak, Yosiko sudah muncul pula dengan pakaian yang serba putih dan ringkas. Sikapnya gagah
dan wajahnya cantik sekali, membuat jantung Bun Hui makin berdebar kencang, seakan dia merasa bahwa
pertemuannya dengan Yosiko ini bukan pertemuan untuk bertanding, melainkan pertemuan sebagai
pengantin! Yosiko diiringkan oleh empat orang pula, yaitu empat orang kepala bajak, sedangkan belasan
orang anggota bajak pilihan kelihatan agak jauh di belakang, merupakan pasukan pengawal.
Swan Bu sudah mendengar bahwa Siu Bi berada bersama Yosiko. Karena kini dia tidak melihat
kekasihnya itu muncul bersama-sama Yosiko, dia tak dapat menahan kesabaran hatinya lagi lalu
melangkah maju dan bertanya,
"Kaukah pangcu dari Hek-san-pang? Aku mendengar bahwa Siu Bi bersamamu. Di mana kau menahan
dia? Lekas bebaskan dia dan jangan bawa-bawa dia dalam kejahatanmu!"
Yosiko hanya memandang tajam dan sebelum ia sempat menjawab, dari sebelah kirinya terdengar Bong
Kwan si kepala bajak pucat kurus membentak marah, agaknya hendak menunjukkan wibawa.
"Bocah buntung mengapa banyak mulut? Tutup mulutmu, atau aku akan membuntungi lenganmu yang
sebelah lagi!"
Penghinaan yang tak tersangka-sangka ini membuat Yosiko dan pihak Bun Hui terkejut sekali sehingga
mereka tak dapat berkata-kata.
Dengan muka tenang seperti biasa, akan tetapi sepasang matanya memancarkan api, Swan Bu bertanya,
dunia-kangouw.blogspot.com
"Kau siapakah, orang gagah?"
Bong Kwan yang pucat kurus membusungkan dadanya, karena ucapan Swan Bu yang merendah itu dia
anggap sebagai tanda bahwa pemuda itu gentar terhadap dirinya. "Aku Bhong Kwan berjuluk Si Ular
Terbang!"
"Dengan apa kau hendak membuntungi lenganku yang sebelah ini?" Swan Bu bertanya lagi, wajahnya
masih tenang seperti biasa, hanya suaranya agak gemetar, tanda bahwa dia menahan kemarahan yang
meluap-luap.
"Dengan apa? Hah, tentu dengan golokku ini!" kembali Bong Kwan menyombong sambil mencabut
goloknya.
Inilah agaknya yang dikehendaki Swan Bu. Terdengar ucapannya, "Bersiaplah!"
Dan tubuhnya berkelebat lenyap, yang tampak hanya gulungan sinar pedang berkelebat bagaikan halilintar
menyambar ke depan, ke arah Bong Kwan. Kejadian ini begitu cepat sehingga tidak ada yang dapat
mencegah.
Bong Kwan sendiri segera menggerakkan goloknya membacok sinar berkeredepan yang menyambarnya
itu.
“Tranggg!” terdengar bunyi nyaring diiringi pekik kesakitan.
Ketika semua orang memandang, ternyata Swan Bu sudah melesat kembali dan berdiri seperti biasa,
pedangnya masih tergantung di dalam sarung pedang, wajahnya biasa seperti tadi. Akan tetapi di pihak
sana, Bong Kwan berkelojotan dan mengerang-erang kesakitan, golok berikut lengan kanannya telah
terbabat buntung!
Kejadian ini terjadi amat cepatnya sehingga semua orang melongo dan kaget. Pasukan bajak laut lalu
berlarian datang, dan atas perintah Bong Ji Kiu si cambang bauk yang marah sekali melihat adiknya
menjadi buntung, mereka menggotong pergi Bong Kwan dari tempat itu.
Diam-diam Yosiko kagum bukan main. Ilmu pedang si pemuda buntung kekasih Siu Bi itu hebat bukan
main, membuat ia merasa gentar juga. Dia sendiri merasa yakin bahwa dia bukanlah lawan pemuda
buntung putera Pendekar Buta yang luar biasa itu, dan ia pun bergidik kalau mengingat betapa Bun Hui
didampingi orang-orang yang begitu lihai.
Alangkah banyaknya orang lihai di dunia ini dan ia teringat akan ucapan Yo Wan betapa kelirunya kalau ia
memilih jodoh orang yang terlihai kepandaiannya. Di dunia ini kiranya sukar dicari orang yang paling
pandai, karena tentu ada saja yang melebihinya.
"Ahh, tidak keliru Siu Bi memilih!" Ucapan ini tak terasa keluar dari mulut Yosiko. "Kau putera Pendekar
Buta yang bernama Swan Bu? Jangan khawatir, Siu Bi tidak ditahan, ia tidak ikut muncul karena takut
kepada dia ini!" la menudingkan telunjuknya ke arah Cui Sian sambil mengerling nakal. "Dia galak benar
sih! Akan tetapi Siu Bi titip pesan bahwa dia selalu menantimu dengan setia."
Wajah Swan Bu berseri mendengar ini, akan tetapi dia hanya mengangguk, merasa agak malu untuk
menjawab.
"He, Bun-ciangkun, kau datang bersama begini banyak orang lihai, apakah kau merasa jeri terhadap aku
dan hendak mengandalkan pengeroyokan mereka untuk mengalahkan aku?"
"Ihhh, sombongnya!" Cui Sian membentak. "Aku sendiri pun cukup untuk membereskan orang seperti kau
ini, masa harus mengeroyok?"
Yosiko tersenyum kepadanya. "Aku bicara dengan Bun-ciangkun, siapa minta kau turut campur? Ehh, Bunciangkun,
bagaimana jawabmu?"
"Mereka hanya menemaniku sebagai saksi," jawab Bun Hui. "Kulihat kau juga membawa teman, apa
bedanya?"
dunia-kangouw.blogspot.com
"Kalau begitu biarlah kita suruh mereka menyingkir mundur yang jauh. Aku hanya ingin bicara dan
bertanding denganmu, yang lain-lain tak boleh mencampuri!"
Tanpa diminta Cui Sian kemudian mengajak Swan Bu, Hwat Ki, serta Cui Kim untuk mengundurkan diri
dan berdiri dari kejauhan, hanya untuk menjaga kalau-kalau musuh mempergunakan tipu curang. Dari
tempat mereka berdiri, mereka hanya dapat melihat, akan tetapi tidak dapat mendengar kata-kata mereka
berdua. Juga Bong Ji Kiu dan dua orang temannya lantas mengundurkan diri ke tempat pasukan anak
buah mereka, juga cukup jauh dari tempat pertandingan.
"Nah, sekarang kita hanya berdua bebas untuk bicara. Nona Yosiko, sebetulnya apakah maksudmu
mengadakan tantangan seperti ini? Sudah kukatakan dahulu bahwa aku tidak ingin bermusuhan
denganmu, malah ingin menawarkan perdamaian."
"Hemmm, pertandingan antara kita tempo hari belum selesai. Sekarang kita selesaikan dengan perjanjian,
apa bila kau kalah, kau harus menarik pulang pasukanmu dan jangan mengganggu kami lagi."
"Kalau kau yang kalah?"
"Kalau aku yang kalah, aku tetap memegang janjiku lima hari yang lalu, aku menyerah dan menurut segala
kehendakmu."
"Nona..., betulkah itu? Kau tidak akan melanggar janji?"
"Janji lebih berharga dari pada nyawa."
Gemetar suara Bun Hui ketika dia berkata, "Nona, kalau Thian mengabulkan dan aku berhasil menangkan
engkau, aku hanya minta supaya kau membubarkan semua bajak, melarang mereka melakukan perbuatan
jahat lagi, kemudian kau harus ikut bersamaku ke Tai-goan, kuhadapkan ayah, kumintakan ampun...
bagaimana, setujukah engkau?"
Yosiko mengangguk. "Aku sudah berjanji, dan aku menurut segala kehendakmu."
"Bagus! Mari kita mulai, mudah-mudahan aku akan menang," Bun Hui berkata gembira. Mereka mencabut
pedang masing-masing dan memasang kuda-kuda.
"Akan tetapi kau harus menggunakan ilmu pedang, tidak boleh menggunakan ilmu sihir seperti dahulu,"
kata Yosiko sebelum mulai.
Bun Hui tersenyum. Yang disangka ilmu sihir itu tentu bantuan Yo Wan yang dilakukan secara diam-diam.
"Tidak, aku hanya akan menggunakan ilmu silatku, akan tetapi kuharap kau pun jangan menggunakan
senjata gelap dan segala racun."
"Baik, mulailah!"
Bun Hui menggerakkan pedangnya menyerang dan beberapa menit kemudian mereka sudah saling terjang
dengan hebat dan seru sekali. Sebetulnya hanya Yosiko yang terus menerus melakukan penyerangan.
Karena mentaati pesan Yo Wan, Bun Hui tidak mau menyerang. Dia hanya melindungi tubuhnya dengan
Ilmu Pedang Kun-lun Kiam-sut yang amat kuat. Pedangnya membentuk benteng baja yang sukar ditembus
sehingga makin penasaranlah hati Yosiko. Namun, biar pun hanya mempertahankan diri, Bun Hui selalu
mengincar kedudukan kaki Yosiko untuk menunggu kesempatan seperti yang diajarkan oleh Yo Wan.
Kesempatan pertama terbuka pada saat Yosiko menyerangnya dengan mengembangkan lengan kiri
sambil menusukkan pedang ke dadanya. Kedudukan kaki dan posisi badan gadis itu persis seperti yang
diajarkan Yo Wan kepadanya. Cepat dia miringkan tubuh ke kiri seperti yang diajarkan Yo Wan, kemudian
pedangnya berkelebat menyabet lengan kiri gadis yang dikembangkan itu dengan cepat sekali.
Kagetlah Yosiko menghadapi serangan balasan ini. Lengan kirinya terancam bahaya dan serangan
balasan yang tiba-tiba ini sama sekali tidak pernah ia sangka karena justru kelemahan kedudukannya
adalah pada lengan kiri itu.
Tepat seperti diperhitungkan dan diajarkan Yo Wan kepada Bun Hui, gadis itu menarik lengan kirinya
dunia-kangouw.blogspot.com
kemudian melangkah mundur satu tindak dengan kaki kiri pula. Bun Hui cepat-cepat menggunakan
kesempatan itu untuk mencengkeram dengan tangan kirinya ke arah pedang si gadis sambil berseru,
"Lepaskan pedang!"
Kembali Yosiko terkejut sekali. Cepat ia menarik gagang pedangnya sambil menggoyang pergelangan
tangan untuk menangkis cengkeraman itu dengan mata pedangnya. Akan tetapi ternyata cengkeraman itu
hanya gertakan belaka karena tahu-tahu yang betul-betul menyerang adalah pedang di tangan kanan Bun
Hui. Pedang itu berkelebat bagai kilat dan... putuslah sabuk sutera yang mengikat pinggang Yosiko, putus
di kedua ujungnya yang berkibar-kibar!
"Ihhh...!" Yosiko meloncat lagi air mukanya menjadi merah sekali.
"Maaf... tidak sengaja..." kata Bun Hui sambil tersenyum.
"Aku belum kalah!" kata Yosiko menutupi rasa malunya dan pedangnya berkelebat lagi melakukan
serangan yang lebih hebat.
Bun Hui yang sudah siap cepat memutar pedangnya melindungi tubuhnya dan kembali mereka bertanding
dengan serunya. Pedang mereka berkali-kali bertemu mengakibatkan bunyi nyaring dan percikan bunga
api.
Kesempatan kedua datang ketika Bun Hui melihat posisi menyerang lawannya dengan tubuh miring. Cepat
ia ‘memasuki’ lowongan dengan memukulkan tangan kirinya ke arah pundak sambil menangkis pedang
Yosiko.
Tepat seperti yang diajarkan Yo Wan, Yosiko mengelak sambil menusukkan pedangnya dari samping.
Karena sudah menduga akan perubahan atau perkembangan kaki Yosiko, cepat bagaikan kilat Bun Hui
menekan pedang lawannya ke bawah dan selagi gadis itu mengerahkan tenaga untuk menarik pedangnya,
kaki Bun Hui menyapu dan..., Yosiko pun terjungkal!
Namun gadis itu dapat cepat melompat berdiri dan memandang dengan mata terbelalak. la terheran-heran
karena seakan-akan pemuda itu sudah mengenal baik jurus-jurusnya dan tahu pula akan perubahannya,
apa bila tidak demikian bagaimana dapat tahu bahwa pada saat itu kelemahannya terletak pada
kedudukan kakinya sehingga dapat melakukan penyerangan yang begitu tepat?
"Maaf...!" untuk kedua kalinya Bun Hui berkata perlahan.
"Aku tetap belum mengaku kalah!" kata Yosiko pula yang merasa penasaran dan cepat menerjang lagi.
Diam-diam Bun Hui menarik napas panjang. Tepat betul tafsiran Yo Wan tentang gadis ini, keras dan liar
wataknya, tetapi gerak-geriknya benar-benar telah mencengkeram hati Bun Hui.
Dia sudah melakukan pesan Yo Wan dengan baik. Menurut petunjuk Yo Wan, dia tidak boleh sekaligus
merobohkan gadis ini, karena hal itu akan melukai harga dirinya. Maka setelah dua kali memperlihatkan
keunggulannya, baru Bun Hui menanti kesempatan baik untuk mengalahkannya.
Kesempatan itu datang sesudah Yosiko mulai mengeluarkan jurus-jurusnya yang paling ampuh. Memang
sudah diperhitungkan oleh Yo Wan bahwa setelah berturut-turut dua kali menderita kekalahan, pasti Yosiko
yang keras hati itu akan mengeluarkan jurus-jurus yang paling hebat. Oleh karena inilah, untuk
menjatuhkan Yosiko, dia sengaja mengajar Bun Hui untuk menghadapi jurus yang paling berbahaya.
Pada saat Yosiko menerjang dengan bacokan pedang ke arah leher diteruskan sabetan ke bawah
mengarah pinggang dibarengi dengan dorongan-dorongan tangan kiri yang mengandung hawa pukulan
jarak jauh, terbukalah kesempatan ketiga itu bagi Bun Hui.
Tepat seperti ajaran Yo Wan yang sudah dilatihnya baik-baik, karena tahu bahwa pedang lawan yang
membacok leher itu akan terus menyabet pinggang, otomatis pedang Bun Hui menjaga leher dan
pinggangnya sehingga dua serangan itu otomatis gagal. Ada pun pukulan atau dorongan tangan kiri Yosiko
itu oleh Bun Hui sengaja diterimanya dengan pundak kanannya.
Girang sekali hati Yosiko karena ia melihat bahwa kali ini ia bakal menang, karena sekali pukulannya
mengenai pundak, tidak dapat tidak pemuda itu tentu akan roboh, sedikitnya terhuyung-huyung sehingga
dunia-kangouw.blogspot.com
memudahkan dia untuk mendesak terus.
Akan tetapi alangkah kagetnya ketika pada saat pukulannya mampir ke pundak, tangan kiri Bun Hui
dengan kecepatan luar biasa telah menotok bawah siku kanannya, membuat lengan kanannya setengah
lumpuh. Sebelum ia dapat mencegahnya, tangan kiri pemuda itu sudah berhasil merampas pedangnya dari
tangan kanan yang setengah lumpuh itu.
Memang betul pukulan kirinya tepat mengenai pundak Bun Hui dan membuat pemuda itu terhuyunghuyung
ke belakang dengan muka pucat, akan tetapi pedangnya telah berada di tangan kiri pemuda itu.
Hal ini berarti ia kalah mutlak!
Dengan pandang mata penuh kekaguman Yosiko berdiri memandang Bun Hui. Dia tidak mungkin melawan
terus setelah pedangnya terampas. Jelas bahwa pemuda ini lebih lihai dari padanya!
"Kau lihai sekali, Nona. Pundakku telah terluka oleh pukulanmu!" kata Bun Hui merendah sambil
mengangsurkan pedang rampasannya kepada Yosiko.
"Tidak, aku telah kalah dan aku pun mengaku kalah. Tidak dapat aku menerima kembali pedangku. Aku
sudah berjanji dan sekarang biarkan aku kembali untuk membubarkan mereka, besok baru aku akan
datang kepadamu dan selanjutnya terserah."
Saking girangnya Bun Hui tak dapat berkata-kata, hanya memandang dengan sinar mata penuh
kebahagiaan. Dia hanya dapat menjura ketika nona itu mengundurkan diri. Dari tempat dia berdiri, dia
melihat Yosiko memberi tanda dengan tangan kepada para anak buahnya dan mereka lalu menghilang di
balik semak-semak di hutan.
Cui Sian dan yang lain-lain segera lari menghampiri.
"Selamat, saudara Bun Hui, kau telah menang!" kata Tan Hwat Ki girang.
"Setelah ia kalah, apa yang akan ia lakukan?" tanya Cui Sian.
"la sudah berjanji akan membubarkan anak buahnya, dan ia sendiri besok menyerahkan diri untuk menjadi
tawanan dan dibawa ke kota raja," kata Bun Hui. "Semua ini adalah jasa Yo-twako. Ehhh.., Yo-twako
mengapa tidak muncul?"
la menoleh ke arah belakang di mana terdapat banyak pohon besar. la menduga bahwa Yo Wan tentu
bersembunyi di situ dalam persiapan membantunya apa bila rencananya gagal. Benar saja, Yo Wan
muncul dari balik pohon dan tertawa girang.
"Kau berhasil baik, Bun-lote. Bagus sekali! Kurasa orang seperti Yosiko akan memegang janjinya.
Alangkah baiknya urusan ini berhasil dibereskan dengan jalan damai sehingga daerah ini akan bebas dari
gangguan bajak laut tanpa banyak banjir darah."
"Bagaimana pun juga, aku sangsi apakah jalan ini cukup baik dan menjamin keamanan. Andai kata para
bajak itu benar-benar mau pergi dari sini, kiranya masalah belum tentu selesai karena mereka pasti akan
mengganas di tempat lain," kata Cui Sian menyatakan pendapatnya.
"Setuju sekali dengan ucapan Bibi," sambung Hwat Ki, "membasmi pohon jahat harus sampai ke akarakarnya,
kalau tidak tentu akan tumbuh kembali. Penjahat-penjahat itu kalau tidak dibasmi habis, kelak
tentu akan melakukan kejahatan pula."
Yo Wan menggeleng-geleng kepalanya, kemudian berkata, suaranya sungguh-sungguh, "Kurasa tidak
demikian persoalannya. Kejahatan bukanlah suatu sifat dari jiwa. Tidak ada manusia yang lahir sudah jahat
atau selama hidupnya setiap saat dia jahat. Kejahatan hanyalah kebodohan atau penyelewengan dari
kesadaran hati nurani oleh keadaan yang terdorong oleh nafsu-nafsu keduniawian. Memang sudah
menjadi kewajiban kita yang mempelajari ilmu dan mengabdi kebenaran dan keadilan untuk memberantas
kejahatan-kejahatan, akan tetapi bukanlah cara yang sempurna kalau kita harus membunuhi setiap orang
yang melakukan kejahatan yang sesungguhnya hanya kebodohan itu. Hal ini akan merupakan pekerjaan
sia-sia belaka, malah membunuh sendiri pun termasuk kebodohan yang berdasarkan kepada kebencian,
jadi pada umumnya juga disebut jahat! Yang kita musnahkan bukan orangnya melainkan kebodohannya
itulah." Yo Wan berhenti sebentar mengumpulkan ingatannya tentang filsafat yang pernah dia pelajari
dunia-kangouw.blogspot.com
ketika dia bertapa di Himalaya.
Orang-orang muda yang gagah mendengarkan dengan tertarik.
"Yo-twako, teruskanlah, aku masih belum dapat memahami filsafatmu ini," kata Bun Hui.
"Anggapan bahwa orang yang sekarang dianggap jahat akan menjadi jahat selamanya, dan anggapan
bahwa orang yang sekarang dianggap baik akan menjadi baik selamanya, adalah anggapan yang sempit.
Apa yang disebut jahat mau pun baik hanyalah akibat dari kesadaran si orang itu pada saat itu. Apa bila dia
lupa dan lemah, bodoh menghambakan diri pada hawa nafsu, maka dia melakukan perbuatan yang
dianggap jahat. Sebaliknya apa bila pada saat itu ia sadar dan kuat menghadapi godaan nafsu, dia akan
ingat dan menjauhi perbuatan yang dianggap jahat. Jadi semua hanya akibat sementara saja dari
kesadaran. Tidak akan selamanya begitu. Yang sadar mungkin lain waktu akan lupa, dan sebaliknya yang
sekarang lupa mungkin sekali lain waktu akan menjadi sadar. Saudara-saudaraku yang baik, pada
hakikatnya, apakah itu yang disebut baik atau pun jahat? Dari mana timbulnya sebutan ini? Ingat, banyak
sekali di antara kita yang menyalah tafsirkan istilah baik dan jahat ini, bahkan banyak yang menyeleweng
dari kebenaran dan keadilan dalam menentukan tentang orang baik dan orang jahat,"
"Bagaimana ini? Baru sekarang aku mendengarnya. Yo-koko, coba kau beri penjelasan," kata Cui Sian
dengan hati amat tertarik sehingga ia lupa bahwa ia menggunakan sebutan mesra sekali, yaitu sebutan
‘koko’. Baiknya semua orang pun sedang dalam keadaan tertarik oleh filsafat Jaka Lola sehingga tidak ada
yang memperhatikan sebutan itu.
"Sebelumnya maaf. Kalian adalah putera-puteri para pendekar sakti yang berilmu tinggi, tentu telah
menerima gemblengan-gemblengan batin yang mendalam. Akan tetapi, tiada salahnya apa bila sekarang
kita bertukar pikiran untuk memperlengkapi ilmu dan mencari kesesuaian pendapat. Yang aku maksudkan
penyelewengan dalam penilaian seseorang terhadap orang lain yang dianggap baik dan jahat adalah
karena sebagian besar orang menilai manusia lain berdasarkan nafsu kokati..."
"Nanti dulu, Yo-twako. Apa artinya kokati?" tanya Hwat Ki.
"Nafsu kokati adalah nafsu mementingkan diri pribadi, demi kesenangan sendiri, demi keuntungan sendiri,
demi kepentingan sendiri tanpa menghiraukan orang lain. Orang menilai orang lain sebagai orang baik
kalau orang lain itu mendatangkan keuntungan atau kesenangan kepadanya. Dan orang menilai orang lain
sebagai orang jahat kalau orang lain itu mendatangkan kerugian atau kesusahan kepadanya."
"Tentu saja, bukankah itu wajar?" Bun Hui berkata.
Yo Wan mengangguk. "Wajar bagi penilaian yang berdasarkan kokati. Memang hal ini menjadi kesalahan
atau penyelewengan yang tak terasa lagi oleh manusia yang dalam setiap geraknya dikendali oleh nafsu
kokati. Akan tetapi sesungguhnya tidak wajar bagi orang yang mengabdi kepada kebenaran dan keadilan!"
"Mengapa begitu?" tanya Hwat Ki.
"Agaknya persoalan ini sulit dimengerti. Baiklah aku menggunakan contoh. Ada seorang yang menjadi
perampok, merampasi barang lain orang dengan jalan kekerasan. Orang ini pada umumnya disebut jahat,
bukan? Akan tetapi orang ini amat baik kepadamu, tidak merampokmu, bahkan membantumu,
menolongmu dengan ikhlas. Nah, saudara Hwat Ki, bagaimana penilaianmu terhadap orang ini? Tentu kau
akan sulit sekali menganggap dia orang jahat, dan akan menerima dia sebagai seorang yang baik karena
memang ia amat baik terhadapmu. Sebaliknya, andai kata ada seseorang yang oleh umum dianggap baik,
suka menolong orang lain, tetapi justru kepadamu orang itu berbuat hal yang merugikan, misalnya
menghina atau menyusahkan. Bukankah kau akan sukar sekali menilai dia sebagai orang yang baik, Bunlote?
Kiranya akan lebih mudah bagimu untuk menilai dia sebagai seorang yang jahat karena ia kau
anggap amat jahat kepadamu. Nah, bukankah jelas bahwa penilaian saudara Hwat Ki dan Bun-lote ini
menyeleweng dari kebenaran dan keadilan? Karena penilaian ini hanya mendasarkan kepada untung atau
rugi bagi dirinya sendiri! Bagaimana pendapat kalian?"
"Betul sekali! Baru sekarang aku dapat mengerti!" berkata Cui Sian, sepasang matanya berseri penuh
kekaguman.
"Memang betul apa yang dikatakan Yo-twako. Aku pun pernah mendengar filsafat seperti ini diwejangkan
oleh ayah," kata Swan Bu.
dunia-kangouw.blogspot.com
Yo Wan mengangguk. "Suhu adalah seorang yang sangat bijaksana. Sungguh pun suhu kehilangan kedua
alat penglihatannya, akan tetapi mata batinnya terbuka lebar sehingga suhu tak mudah terperosok ke
dalam jurang penyelewengan. Banyak orang yang kedua matanya awas, akan tetapi mata batinnya seperti
buta sehingga terjadilah di dunia ini perebutan kebenaran, dan yang diperebutkan itu adalah kebenaran
palsu, kebenaran diri sendiri yang bukan lain hanyalah penyamaran dari nafsu kokati juga. Kebenaran
sejati tidak diperebutkan orang, karena sesungguhnyalah bahwa siapa yang merasa diri tidak benar, dialah
yang paling dekat kepada kebenaran sejati! Perasaan bahwa diri sendiri tidak benar ini menghilangkan
atau setidaknya mengurangi nafsu yang amat buruk, yaitu nafsu membencl orang lain. Tentu saja orang
lain dibenci karena dianggap jahat. Kalau kita merasa bahwa diri kita sendiri pun tidak benar, maka tidak
mudah menilai orang lain jahat dan karenanya berkuranglah rasa benci. Hapuskan rasa benci dari dalam
lubuk hati dan kita akan mudah menerima cahaya kasih, yaitu kasih sayang pada sesama manusia, dan ini
merupakan jembatan yang akan membawa kita kepada kebenaran sejati."
Hening sejenak karena orang-orang muda itu seakan-akan terpesona dan terpengaruh hikmat kata-kata
yang mengandung filsafat hidup itu. Kemudian dengan perasaan kagum dan bangga Cui Sian tertawa,
memecah suasana yang tercekam oleh kesunyian itu.
"Wah-wah, mengapa kita jadi menyimpang jauh dari persoalan pokok? Bukankah kita tadi bicara tentang
bajak-bajak itu?"
Yo Wan juga tertawa. Hatinya gembira karena dia dapat menangkap suara kekasihnya yang mengandung
kekaguman dan kebanggaan.
"Kita tidak menyimpang karena apa yang kita bicarakan tadi juga ada hubungannya dengan para bajak.
Aku tidak membenci mereka, namun kasihan terhadap kebodohan dan penyelewengan mereka. Aku akan
merasa lebih bersyukur apa bila mereka itu dapat diinsyafkan dan dapat ditunjukkan jalan benar. Kalau hal
ini tidak berhasil, tentu saja kita harus mencegah mereka melakukan kejahatan, mempergunakan
kepandaian kita. Tetapi baiknya kalau tidak terpaksa sekali untuk mempertahankan diri, tak perlu
membunuh lain orang."
"Wah, nasehat Yo-twako sama benar dengan nasehat ayah,” kata Swan Bu lagi.
"Memang aku murid ayahmu, tentu saja sependirian."
Malam itu tidak terjadi sesuatu, tetapi pada keesokan harinya pagi-pagi sekali menjelang subuh, di waktu
ayam hutan ramai berkokok, tiba-tiba terjadi penyerbuan besar-besaran dari pihak bajak laut. Para penjaga
malam di perkemahan pasukan kota raja yang hanya berjumlah dua puluh orang lebih, tak dapat menahan
serbuan ratusan bajak itu sehingga dalam waktu beberapa puluh menit saja dua puluh orang lebih penjaga
itu telah tewas. Ributlah keadaan pasukan ketika dalam keadaan masih nanar karena baru bangun tidur
secara mendadak menghadapi musuh-musuh menyerbu itu.
"Wah, agaknya Yosiko tidak memegang janjinya!" seru Cui Sian marah sambil mencabut pedangnya
setelah para orang muda gagah itu berkumpul di ruangan depan.
"Belum tentu," jawab Yo Wan. "Mari kita berpencar. Kita menahan serbuan mereka dari empat penjuru,
membantu Bun Hui yang sudah pergi lebih dulu mengatur pasukannya."
Orang-orang muda itu lalu berloncatan ke luar di dalam cuaca yang masih gelap itu. Hwat Ki dan sumoinya
berlari ke arah barat untuk menahan gelombang serangan bajak laut dari arah ini. Cui Sian berlari ke
arah utara sedangkan Yo Wan berlari ke selatan. Swan Bu sendiri yang semenjak malam tadi gelisah
memikirkan Siu Bi, kini menghilang seorang diri dengan tujuan untuk mencari kekasihnya di antara para
bajak laut.
Hebat perang kecil yang terjadi pada pagi buta yang masih gelap itu. Banyak anggota pasukan pemerintah
roboh karena hujan anak panah, akan tetapi sesudah orang-orang muda perkasa itu keluar turun tangan,
keadaan berubah dan banyak bajak laut yang roboh dan banyak pula yang mengundurkan diri.
Akan tetapi tidak seorang pun di antara para muda perkasa itu melihat Yosiko. Bahkan pimpinan bajak laut
yang lain hanya dua orang yang muncul, yaitu Thio Kong dan Yauw Leng, sedangkan yang dua orang lagi,
Bong Ji Kiu dan adiknya Bong Kwan yang lengan kanannya kemarin buntung oleh serangan kilat Swan Bu
juga sama sekali tidak tampak batang hidungnya.
dunia-kangouw.blogspot.com
Bun Hui memimpin anak buahnya mengamuk dan mengejar bajak-bajak yang melarikan diri. Karena tidak
melihat Yosiko memimpin mereka, setelah merobohkan Thio Kong, Bun Hui membentak kepala bajak yang
terluka ini, "Hayo katakan, di mana adanya Hek-san Pangcu Yosiko?"
Biar pun sudah terluka parah, Thio Kong masih tertawa mengejek, "Kau takkan melihat dia hidup lagi! Dia
menjadi tawanan Bong Ji Kiu di dalam goa di tepi laut!"
Bukan main kagetnya hati Bun Hui. Di samping terkejut dan khawatir akan keselamatan Yosiko, diam-diam
dia juga merasa lega. Ternyata gadis itu tidak mengingkari janji, tidak mengkhianatinya, melainkan menjadi
tawanan bawahannya sendiri yang memberontak!
"Hayo kau tunjukkan aku di mana goa tempat ia ditawan!" bentaknya sambil mengempit tubuh Thio Kong
yang terluka dan membawanya lari.
Pasukannya itu ikut pula mengejar para bajak, dan selebihnya lalu mengikuti komandan mereka ke tepi
laut. Di depan sebuah goa yang besar dan gelap, Bun Hui berhenti.
Dengan napas empas-empis Thio Kong berkata, "Di sanalah tempatnya... Bong-twako berpesan bahwa
kau sendiri harus memasuki goa melawannya kalau kau ingin bertemu dengan Yosiko. Jika kau membawa
pasukanmu menyerbu, dia akan dibunuh...” Setelah berkata demikian, Thio Kong roboh pingsan.
Bun Hui memerintahkan anak buahnya untuk menawan Thio Kong. Dia lalu menghampiri mulut goa. Goa
ini lebar, akan tetapi gelapnya bukan main. Dari luar tidak tampak apa pun, hanya hitam gelap
menyeramkan, agaknya ada terowongannya. Goa batu karang itu merupakan mulut naga yang mengerikan
dan tahulah Bun Hui bahwa memasuki goa ini merupakan bahaya besar. Akan tetapi mengingat akan nasib
Yosiko di tangan Bong Ji Kiu, tak mungkin dia berdiam diri saja di luar goa.
Pada saat itu, Yo Wan dan Hwat Ki berlari-lari menghampiri Bun Hui. Dua orang muda ini tadinya bersama
Cui Kim dan Cui Sian yang saling bertemu sesudah mereka berhasil mengundurkan para bajak laut.
Akhirnya Yo Wan mengajak Hwat Ki untuk membantu Bun Hui, sedangkan Cui Sian mengajak Cui Kim
untuk mengejar ke lain jurusan sambil mencari Swan Bu yang belum tampak.
Pada waktu Yo Wan dan Hwat Ki sampai di tempat itu, Bun Hui sudah mulai meloncat memasuki goa
setelah dia memerintahkan anak buahnya menjaga di luar.
"Bun-lote! Mau ke mana kau?" Yo Wan berteriak heran.
Akan tetapi Bun Hui yang khawatir kalau-kalau Yo Wan dan Hwat Ki akan merintanginya jika mendengar
bahwa Yosiko tertawan di dalam dan hanya dia seorang diri yang boleh masuk, tidak mempedulikan
seruan ini dan terus melompat ke dalam.
Yo Wan bukan seorang sembrono. Segera dia menghampiri seorang kepala regu dan bertanya apa
maksudnya semua itu.
"Siauw-ciangkun masuk goa untuk menolong nona Yosiko yang menjadi tawanan bajak!" Orang itu
menerangkan cepat. "Orang lain tak boleh masuk..."
Yo Wan cepat melompat ke depan goa, lalu berteriak, "Bun-lote! Kembalilah cepat, kau terjebak...!"
Akan tetapi terlambat sudah. Terdengar suara keras dan dari sebelah atas di dalam goa itu mendadak
runtuhlah batu-batu karang yang besar dan berat menutupi mulut goa di mana tadi Bun Hui berlari masuk!
Debu mengebul tinggi keluar dari goa disertai pecahan-pecahan batu yang berhamburan ke sana ke mari.
Yo Wan menggerakkan kakinya melompat keluar sehingga terhindar dari hujan batu kecil yang hancur
beterbangan tertimpa batu karang besar dari atas itu.
Selagi Yo Wan, Hwat Ki dan para perajurit tertegun dan gelisah, tiba-tiba terdengar suara nyaring dari
belakang, "Apa yang terjadi? Mana Yosiko anakku?"
Ketika Yo Wan menengok, ternyata yang datang ini adalah wanita setengah tua yang pernah menguji
kepandaiannya, yaitu Tan Loan Ki, ibu dari Yosiko. Wanita ini wajahnya pucat, agaknya sudah mendengar
dunia-kangouw.blogspot.com
tentang perang antara pasukan pemerintah dengan anak buah bajak laut, dan kini mencari Yosiko.
"Dia tertawan oleh Bong Ji Kiu dan berada di dalam goa ini. Bun-ciangkun, komandan pasukan sedang
berusaha menolongnya, akan tetapi dia terjebak ke dalam goa," kata Yo Wan.
Wanita itu mengeluarkan seruan marah keras sekali, lalu tiba-tiba ia lari dari tempat itu! Yo Wan tidak
mempedulikannya lagi, lalu maju dan bersama Hwat Ki memimpin para prajurit untuk membongkar
runtuhan batu-batu dari atas yang menutup goa…..
********************
Bagaimanakah Yosiko bisa tertawan oleh Bong Ji Kiu? Betulkah ia tertawan? Memang sebetulnya begitu.
Setelah kalah bertanding melawan Bun Hui, hati gadis ini marasa kagum sekali dan dia sudah mengambil
keputusan untuk membubarkan orang-orangnya dan mencuci tangan, menyerah kepada Bun Hui yang
bersikap baik terhadap dirinya.
Dia tidak pedulikan anak buahnya yang tampak tidak puas. Dengan kata-kata singkat ia berkata kepada
Bong Ji Kiu dan yang lain-lain,
"Aku lelah sekali. Biarlah malam ini aku mengaso dan besok pagi kau kumpulkan semua kawan, aku mau
bicara penting sekali. Jangan bergerak dan jauhkan diri dari pasukan kota raja agar tidak terjadi
bentrokan."
Yang kelihatan tidak puas sekali adalah Bong Ji Kiu. Adik kandungnya sudah kehilangan lengan kanan dan
kini pemimpin ini tampaknya tidak mempedulikan, bahkan tadi dalam pertandingan kelihatan mengalah
terhadap musuh!
Malam itu Yosiko tidur di dalam pondoknya, bersama Siu Bi. Gadis ini tak dapat tidur, apa lagi ketika ia tadi
mendengar dari Yosiko tentang Swan Bu yang masih berada bersama pasukan kota raja. Bahkan Yosiko
memuji-muji Swan Bu dan juga menceritakan betapa pemuda buntung itu dengan hebatnya sudah
membuntungi lengan kanan Bong Kwan yang menghinanya.
"Pilihanmu tak keliru, Siu Bi. Putera Pendekar Buta itu hebat. Akan tetapi, Bun-ciangkun lebih hebat.
Mereka memang orang-orang yang mengagumkan," demikian kata Yosiko menutup ceritanya sebelum
gadis kepala bajak itu pulas.
Siu Bi tidak dapat pulas, hatinya gelisah. Mungkin sekali kekasihnya akan salah sangka, mengira bahwa
dia sekarang menjadi bajak pula membantu Yosiko. Padahal ia bersama Yosiko karena tadinya hendak
bersama-sama memusuhi Cui Sian. Aku harus pergi dari sini, pikirnya. Tidak ada gunanya lagi berkumpul
dengan Yosiko.
Tiba-tiba saja Siu Bi mencium sesuatu yang harum sekali. la menjadi curiga dan cepat ia mengerahkan
sinkang menahan nafas. Dilihatnya Yosiko bernapas panjang dan tenang dalam tidurnya.
Ada asap kekuningan memasuki kamar itu dari celah-celah dinding. Siu Bi makin curiga. Dengan masih
menahan napasnya, ia mengguncang-guncang tubuh Yosiko. Akan tetapi alangkah heran dan kagetnya
ketika ia melihat Yosiko membuka sedikit matanya akan tetapi gadis itu lemas dan tidak mampu bangun.
"Asap beracun!" bisik Siu Bi kaget.
Cepat ia mencabut pedangnya dan meloncat turun dari pembaringan, terus menerjang ke arah pintu.
Ternyata di depan pintu sudah menunggu banyak anak buah bajak, dipimpin oleh Bong Ji Kiu yang
langsung menyerangnya dengan pengeroyokan.
Siu Bi memutar pedangnya, akan tetapi karena ia memang sudah mengambil keputusan untuk pergi dari
tempat itu, sesudah berhasil merobohkan dua orang pengeroyok, ia lalu melompat ke dalam gelap, terus
melarikan diri. Kemudian dia mendengar keributan dan perang tanding antara bajak-bajak laut melawan
pasukan pemerintah di dalam hutan itu. la tetap bersembunyi.
Ada pun Yosiko yang sudah menjadi korban asap beracun itu, sama sekali tidak dapat melawan ketika
Bong Ji Kiu membelenggu dan memanggulnya pergi. Andai kata gadis ini tidak berada dalam keadaan tidur
dunia-kangouw.blogspot.com
pulas, seperti halnya Siu Bi, tentu ia takkan menjadi korban. Akan tetapi dalam keadaan pulas, ia telah
menyedot asap beracun dan terbius dalam keadaan setengah pingsan.
Ketika melihat anak buahnya terdesak hebat dan banyak yang tewas, akhirnya Bong Ji Kiu maklum bahwa
pihaknya akan kalah. Maka dia lalu menibawa Yosiko lari ke dalam goa rahasia dan berhasil menjebak
masuk Bun Hui. Dia hendak menggunakan Bun Hui dan Yosiko untuk menjadi jaminan menyelamatkan diri.
Sementara itu, Swan Bu yang lebih dulu menyerbu ke daerah musuh dalam usahanya mencari Siu Bi,
menjadi gelisah karena dia tidak melihat gadis itu di antara para bajak. Juga dia tidak melihat Yosiko.
Pemuda ini mengamuk dan setiap orang bajak yang berani menghadangnya tentu roboh dengan sekali
gerakan.
Banyak sudah dia merobohkan anak buah bajak, menangkap mereka dan bertanya di mana adanya
kekasihnya, Siu Bi. Akan tetapi para bajak itu tidak ada yang tahu, atau tidak ada yang mau memberi tahu
sehingga Swan Bu menjadi makin bingung.
Akhirnya dia dikepung oleh belasan orang bajak yang dipimpin oleh kepala bajak Yauw Leng yang
bertubuh tinggi besar dan memegang sepasang pedang. Yauw Leng kemarin ikut dengan rombongan
Yosiko, oleh karena itu dia mengenal pemuda buntung ini yang kemarin telah membuntungi lengan kanan
temannya, Bong Kwan. Maka melihat pemuda ini, marahlah Yauw Leng dan ingin membalas dendam
sahabatnya. la lalu mengerahkan anak buahnya mengepung.
Akan tetapi kasihan bajak-bajak kecil itu. Mereka seakan-akan merupakan serombongan laron yang
menerjang api lilin. Api itu hanya bergoyang-goyang, sama sekali tak padam, akan tetapi laron-laron itu
satu demi satu roboh!
Swan Bu berpikir bahwa sebagai pemimpin bajak, tentu orang tinggi besar yang kemarin datang bersama
Yosiko ini sedikitnya tahu akan Siu Bi. Maka dia segera mempercepat permainan pedangnya, merobohkan
para bajak dan dengan gerakan yang tak tersangka-sangka dia meloncat ke depan Yauw Leng yang
tadinya hanya memberi komando dari jarak aman.
Bajak laut itu kaget luar biasa. Tak disangkanya pemuda buntung itu dengan mudahnya dapat menembus
kepungan belasan orang anak buahnya dan tahu-tahu telah berkelebat di depannya. Dia cepat
menggerakkan sepasang pedangnya menyerang, pedang kanan menyerang tubuh lawan, pedang kirinya
menyerang bagian atas. Gerakannya cepat dan ganas bukan main, tenaganya besar sehingga sepasang
pedangnya mengeluarkan bunyi berdesingan.
Akan tetapi bajak laut dengan sepasang pedang yang dahsyat itu, yang biasanya jarang menemukan
lawan, sekarang menemui lawan yang ilmu kepandaiannya jauh lebih tinggi dari padanya. Walau pun Swan
Bu sudah kehilangan lengan kirinya, namun kalau baru lawan setingkat bajak laut ini, biar pun ada sepuluh
orang macam Yauw Leng kiranya dia takkan kalah.
Pedang Kim-seng-kiam berkelebat bagaikan halilintar menyambar, dari mulutnya keluar bentakan yang
menggetarkan jantung, kemudian terdengar bunyi nyaring dan tahu-tahu sepasang pedang di tangan Yauw
Leng telah patah-patah, disusul pekik kesakitan ketika bajak itu tertotok roboh oleh gagang pedang Swan
Bu.
Para anak buah bajak berteriak-teriak menyerbu, namun sekali memutar pedang, empat orang bajak laut
roboh. Kemudian Swan Bu menyambar tubuh Yauw Leng dan sekali dia berkelebat, lenyaplah dia dari
depan para bajak laut yang menjadi kebingungan karena kehilangan pimpinan. Akhirnya mereka lari ceraiberai
ketika melihat pasukan pemerintah sudah berlari-lari dari lain jurusan dengan senjata diacungacungkan
penuh ancaman!
"Hayo katakan, di mana adanya nona Siu Bi yang tadinya bersama ketuamu Yosiko? Lekas katakan yang
sebenarnya, kalau tidak... akan kucincang hancur tubuhmu!" Swan Bu mengancam sesudah dia berada di
tempat sunyi dan membanting tubuh bajak itu ke bawah.
Yauw Leng mengeluh panjang, lalu berkata, "Dia... dia tertawan oleh... Bong Kwan yang kemarin kau
buntungi lengannya! Dia tentu akan tewas oleh Bong Kwan yang sakit hati kepadamu kalau tidak lekas kau
tolong..."
"Di mana dia? Di mana bangsat itu dan di mana Siu Bi ditawan?" tanya Swan Bu dengan gugup.
dunia-kangouw.blogspot.com
"Apa gunanya aku memberi tahu kalau kau akhirnya toh membunuhku? Berjanjilah dulu bahwa kau tak
akan membunuhku, baru aku mau menunjukkan tempatnya."
Karena amat khawatir akan keadaan Siu Bi, Swan Bu segera berkata, "Baiklah kau akan kubebaskan.
Lekas tunjukkan tempatnya."
Swan Bu menotok bebas bajak itu dan menyeret tangannya diajak lari ke tempat yang ditunjukkan oleh
Yauw Leng. Tibalah mereka di depan batu-batu karang di pinggir laut, di mana terdapat banyak sekali goagoa
batu karang yang liar. Kadang kala kalau ombak laut besar, air laut sampai di mulut goa-goa ini,
sehingga batu-batu karang di tempat ini amat runcing, tajam dan licin.
"Di sinilah tadi malam Bong Kwan membawa Siu Bi. Kau carilah sendiri ke dalam goa itu, aku tidak berani,"
kata Yauw Leng.
Cepat bagaikan kilat menyambar, tangan kanan Swan Bu menotok Yauw Leng roboh. “Akan kubuktikan,
kalau kau tidak membohong, kau kubebaskan. Akan tetapi awas kalau kau bohong!"
Dengan pedang di tangan, Swan Bu segera meloncat memasuki goa itu dengan gerakan tangkas. la
meloncat ke atas batu-batu karang yang runcing, terus memasuki goa yang amat dalam itu.
"Siu Bi...!” la memanggil.
Tidak ada jawaban kecuali gema suaranya dari dalam goa. Swan Bu meloncat ke atas batu karang sebelah
dalam lagi.
"Siu Bi...!"
Mendadak telinganya menangkap suara yang terdengar dari jauh.
"Swan Bu...!"
Itulah suara Siu Bi! Tidak salah lagi! Gemetar kaki Swan Bu mendengar suara ini, suara yang sulit
diketahui dari mana datangnya, akan tetapi terpengaruh oleh keterangan Yauw Leng tadi, dia menduga
bahwa suara itu pasti datang dari dalam goa ini. Dengan cepat dia meloncat terus, memasuki bagian yang
gelap.
Tiba-tiba saja terdengar angin menyambar dari kanan kiri. Swan Bu terkejut, pedangnya bergerak cepat,
diputar sedemikian rupa sehingga dia berhasil menangkis banyak anak panah yang beterbangan dari
kanan kiri menyambarnya. Anak-anak panah itu runtuh ke bawah dan dia kembali meloncat ke depan.
Sekali lagi dia menangkis sambaran senjata-senjata gelap yang terbang dari depan.
Mendadak terdengar suara keras dan asap hitam tebal memenuhi tempat itu. Swan Bu terbatuk-batuk dan
cepat menahan napas, maklum bahwa asap itu beracun. Akan tetapi karena tempat itu gelap bukan main,
saat meloncat ke atas batu karang di sebelah kanan yang kelihatan hanya hitam saja, dia pun tergelincir.
Pada saat itu pula dia merasa pundak kanannya sakit. Sebatang senjata piauw sudah menancap di
pundaknya. Tak tertahan lagi Swan Bu roboh terguling, tubuhnya terbanting di atas batu-batu karang yang
runcing dan tajam. Lalu sunyi senyap!
Bagaikan terbang cepatnya, Siu Bi datang berlari-lari. la tadi mendengar suara Swan Bu yang memanggil
dirinya dan dia sudah menjawab dengan menyerukan nama pemuda itu sambil berlari ke arah datangnya
suara. Pada saat dia tiba di depan goa, dari dalam goa berlompatan empat orang bajak yang tadi
bersembunyi di situ dan menghujankan anak panah kepada Swan Bu. Siu Bi marah sekali. Melihat Yauw
Leng menggeletak dalam keadaan tertotok, pedangnya menyambar dan putuslah leher kepala bajak itu.
Empat orang bajak menjadi marah, beramai mereka menyerbu. Namun Siu Bi memutar pedangnya dan
hanya dalam beberapa menit saja empat orang bajak itu sudah roboh tanpa bernyawa lagi, tubuh mereka
mandi darah!
"Swan Bu!” Siu Bi menjerit ke dalam goa.
dunia-kangouw.blogspot.com
Tiba-tiba dari dalam goa itu terdengar suara orang tertawa bergelak, menyeramkan suara ini.
"Ha-ha-ha, Manis! Kau mencari kekasihmu? Si buntung lengan? Ha-ha-ha-ha, dia ada di sini. Masuklah!"
Siu Bi terkejut. Itulah suara Bong Kwan yang katanya kemarin dibuntungi lengannya oleh Swan Bu. la tidak
percaya dan memanggil lagi.
"Swan Bu...!"
"Ha-ha-ha, kau tidak percaya? Lihat, apakah ini?"
Dari dalam goa itu lalu melayang sebatang pedang yang mengkilap putih, menyambar ke arah Siu Bi.
Dengan amat cekatan Siu Bi menyambar pedang itu dengan tangan kirinya. Tangannya menggigil. Itulah
pedang Kim-seng-kiam, pedang kekasihnya!
"Swan Bu...!"
"Masuklah kalau hendak menemui kekasihmu!" kembali suara Bong Kwan mengejek.
Pada saat itu, Cui Sian dan Cui Kim datang berlari-lari. Melihat Siu Bi dengan sepasang pedang sedang
berdiri di depan goa, timbullah kemarahan mereka berdua. Gadis liar ini telah bersekutu dengan Yosiko
dan terang bahwa Yosiko sudah bersikap curang, sudah melanggar janji secara diam-diam melakukan
penyerbuan yang akhirnya menewaskan banyak perajurit. Terang bahwa Siu Bi ini membantu penyerbuan
Yosiko.
"Gadis jahat!" Cui Sian melompat maju hendak menyerang, tapi kemudian dia mengenal pedang Kim-sengkiam
di tangan Siu Bi.
"Ehh, itu pedang Kim-seng-kiam milik Swan Bu! Di mana dia? Kau apakan dia?!" Cui Sian membentak.
Muka Siu Bi pucat sekali. "Dia... dia... entah bagaimana keadaannya, tapi... dia... dia di dalam goa ini,
ditawan...!" Sambil berkata demikian, Siu Bi lalu melompat memasuki goa dengan sepasang pedang di
tangan.
"Swan Bu...!" Dia berseru lagi sambil berlari dan berloncatan dari batu karang ke batu karang sebelah
dalam.
Mendadak terdengar ledakan keras dan asap hitam memenuhi tempat di sebelah dalam goa di mana Siu
Bi sedang berdiri. Gadis ini menjadi limbung, pandang matanya gelap dan dalam keadaan matanya gelap
dan dalam keadaan setengah sadar itu, tiba-tiba dia merasa dadanya sakit sekali. la pun terhuyung-huyung
dan terbanting roboh di samping Swan Bu yang menggeletak pingsan di antara batu-batu karang.
"Swan Bu...," Siu Bi merintih lemah, merangkak dan merangkul pemuda itu.
Cui Sian dan Cui Kim terkejut sekali. Mereka lalu meloncat masuk pula dengan pedang terhunus, bergerak
hati-hati sekali. Cui Sian di depan, Cui Kim di belakangnya.
"Mundur...!" Ciui Sian berteriak sambil melompat keluar lagi ketika dia mencium bau yang memuakkan, bau
asap hitam yang masih tergantung tebal di dalam goa. Terpaksa dua orang gadis ini melompat keluar lagi
dan berdiri bingung.
Tiba-tiba berkelebat bayangan dan tahu-tahu di depan goa itu sudah berdiri sepasang suami isteri yang
gagah perkasa. Mereka ini bukan lain adalah Pendekar Buta sendiri bersama isterinya. Kedatangan
mereka ini sebetulnya bersama Tan Loan Ki.
Seperti kita ketahui, Tan Loan Ki mencari Pendekar Buta untuk memaksa pendekar ini menjodohkan
muridnya, Yo Wan dengan puterinya, Yosiko. Mendengar permintaan yang aneh ini, Pendekar Buta yang
kebetulan bertemu di jalan dengan Tan Loan Ki sepulang mereka dari Thai-san, segera ikut dengan wanita
aneh itu.
Perjalanan dilakukan cepat bukan main karena biar pun sudah setengah tua, Tan Loan Ki masih berwatak
keras dan tidak mau kalah. Maka dia seakan-akan mengajak suami isteri dari Liong-thouw-san itu
berlomba adu lari cepat!
dunia-kangouw.blogspot.com
Setibanya di daerah Po-hai, melihat kekacauan dan peperangan, Tan Loan Ki merasa khawatir sekali dan
cepat-cepat dia mencari puterinya sehingga dia bertemu Yo Wan di depan goa di mana puterinya tertawan.
Sedangkan Pendekar Buta dan isterinya, sudah mendengar keterangan dari para perajurit bahwa Swan Bu
putera mereka juga berada di situ, malah ikut bertempur. Atas petunjuk para prajurit inilah mereka berdua
mencari dan akhirnya mereka bertemu dengan Cui Sian dan Cui Kim yang sedang berloncatan keluar dari
dalam goa yang penuh asap hitam beracun!
"Cui Sian... apa yang terjadi? Apakah kau melihat Swan Bu?" tanya Hui Kauw, isteri Pendekar Buta, tak
sabar lagi.
"Saya khawatir... Swan Bu berada di dalarn goa... dan Siu Bi baru saja meloncat masuk untuk mencarinya,
akan tetapi agaknya... agaknya dia mengalami kecelakaan. Goa ini penuh asap hitam beracun..."
"Ahhh...!" Hui Kauw mencabut pedangnya dan bergerak hendak meloncat masuk, akan tetapi cepat Kwa
Kun Hong si Pendekar Buta menyambar lengan isterinya.
"Tunggu! Biarlah aku yang masuk!" katanya dan sebelum isterinya sempat membantah, tubuhnya sudah
bertindak ke depan, dengan hati-hati sekali kakinya melangkah masuk, meraba-raba dengan kedua
kakinya. Segera dia mencium bau asap hitam yang beracun.
"Bahan ledak berbahaya..." katanya perlahan.
Pendekar Buta kemudian menggerak-gerakkan kedua tangannya, mendorong ke dalam goa. Asap hitam
itu yang tadinya mengambang di dalam goa menjadi buyar, terdorong oleh angin pukulan dahsyat yang
memenuhi goa. Karena dorongan ini, asap itu segera terbang keluar goa dan sebentar saja habislah asap
hitam itu.
Lalu dari dalam goa menyambar senjata-senjata rahasia piauw, bagaikan hujan lebatnya. Namun, hanya
dengan gerakan kedua tangannya yang mengeluarkan angin pukulan luar biasa, semua piauw itu terpental,
ada pula yang membalik dan menyambar lebih cepat lagi ke dalam goa. Terdengar pekik kesakitan ketika
piauw-piauw beracun itu menyambar tubuh Bong Kwan sendiri yang segera terjungkal dari atas batu
karang di sudut goa dan tewas seketika itu juga.
Pada saat itu, matahari telah naik tinggi dan sinarnya memasuki goa. Hui Kauw, Cui Sian dan Cui Kim
sudah berani memasuki goa setelah asap hitam itu buyar semua.
"Swan Bu...!" Hui Kauw menjerit ketika melihat puteranya yang sekarang sudah buntung lengannya itu
menggeletak bagaikan mayat, dipeluki oleh Siu Bi yang tubuhnya mandi darah.
Sekali lagi Kun Hong mencegah isterinya, malah dia segera berjongkok dan memeriksa puteranya dengan
rabaan tangannya. Hati lega karena luka pada pundak puteranya tidak berbahaya. Swan Bu hanya pingsan
karena ketika tadi terguling, kepalanya tertumbuk oleh batu. Hanya keadaan Siu Bi yang payah. Ketika Kun
Hong memeriksanya sebentar, pendekar ini mengerutkan keningnya.
"Biarkan dia sebentar...," katanya, hatinya penuh keharuan. Tiga batang piauw beracun yang menancap di
dada Siu Bi tak mungkin dapat dicegah pengaruhnya lagi.
"Swan Bu...," Siu Bi berbisik, tetap merangkul leher pemuda itu erat-erat.
"Swan Bu... aku hanya punya engkau..."
Ucapan ini terdengar gemetar dan lemah, mendatangkan rasa haru pada mereka yang menyaksikan dan
mendengar. Mata gadis itu penuh air mata, akan tetapi sinarnya sudah redup. Jari-jari tangannya dengan
lemah meraba-raba muka Swan Bu yang masih rebah pingsan.
"Swan Bu... aku tidak punya apa-apa lagi... hanya ingin punya engkau... masa tidak boleh...? Swan Bu...
kenapa diam saja...? Kau marah kepadaku? Swan Bu... ah, kau... kau terluka... kau mati? Aku pun ikut...
Swan Bu... aku ikut!" Gadis itu lalu berkelojotan, menjerit-jerit, "Aku ikut! Aku ikut!"
Pelukannya mengeras, akan tetapi hanya sebentar. Tubuhnya lalu menjadi lemas dan kata-kata terakhir
yang keluar dari bibirnya hanya helaan napas dan bisikan, "Swan Bu kekasihku... aku... ikut..."
dunia-kangouw.blogspot.com
Terdengar sedu-sedan dari kerongkongan Hui Kauw yang memeluk dua tubuh itu, tubuh Siu Bi yang sudah
tak bernyawa lagi dan tubuh Swan Bu yang masih pingsan. Juga Cui Sian menangis terisak-isak, ingat
betapa tadinya ia membenci Siu Bi. Baru kini dia sadar betapa Siu Bi patut dikasihani, seorang gadis yatim
piatu yang hidup sebatang kara di dunia ini, tidak punya apa-apa, tidak punya orang yang dikasihinya, tidak
punya harapan. Sekali lagi ia sadar betapa benar pendapat kekasihnya, Yo Wan. Ada pun Cui Kim berdiri
bengong, air matanya juga membasahi pipinya.
"Sudahlah, mari kita angkat keluar mereka. Swan Bu perlu diobati," kata Pendekar Buta.
Hui Kauw memondong tubuh puteranya, Cui Sian memondong mayat Siu Bi dan mereka keluar dari goa
itu, terus menuju ke perkemahan di dalam hutan. Di sepanjang jalan Hui Kauw menangis sesunggukan,
menangisi puteranya yang sudah kehilangan lengan kiri, dan menangisi Siu Bi yang betapa pun juga
sampai di akhir hidupnya membuktikan cinta kasih dan pengorbanan yang besar kepada Swan Bu.
Hanya Pendekar Buta yang berjalan dengan muka tunduk itu diam-diam berterima kasih kepada Tuhan
bahwa Tuhan sudah mengatur sedemikian rupa demi kebaikan. Memang sebaiknya begini. la tahu bahwa
puteranya mencintai Siu Bi, tetapi dia tahu pula bahwa demi kebenaran, demi menjaga kerukunan
keluarga, demi mencuci bersih nama serta kehormatan keluarga Raja Pedang, Swan Bu harus berjodoh
dengan Lee Si.
Dengan pengerahan tenaga para prajurit, dan dia sendiri pun menggunakan kepandaian dirinya untuk
menggulingkan batu-batu yang besar dan berat, akhirnya sejam kemudian Yo Wan berhasil membongkar
batu-batu karang yang tadi telah menutupi goa. Cepat dia menerjang masuk dan apa yang dia lihat?
Tempat itu kini sudah terang, diterangi oleh dua buah obor yang dipasang di kanan kiri. Di atas sebuah
batu karang halus tampak duduk seorang wanita yang bukan lain adalah Tan Loan Ki, duduk sambil
tersenyum-senyum. Di depannya berlutut dua orang yang bergandeng tangan, Bun Hui dan Yosiko! Ada
pun di sudut ruangan goa itu menggeletak mayat si cambang bauk Bong Ji Kiu, lehernya putus! Yo Wan
berdiri tertegun, namun hatinya merasa lega.
Apakah yang terjadi? Kiranya pada waktu Bun Hui memasuki goa itu, Bong Ji Kiu cepat menggerakkan
sebuah alat rahasia sehingga runtuhlah batu-batu dari atas menutupi goa. Sebagian dari batu-batu itu
menimpa Bun Hui yang cepat melompat ke dalam akan tetapi karena keadaan gelap, dia tidak dapat
menghindarkan serangan Bong Ji Kiu.
Sambaran golok Bong Ji Kiu melukai pahanya dan sebuah tendangan tepat mengenai dadanya membuat
Bun Hui terpelanting dan roboh tidak dapat bangun pula. Kemudian Bong Ji Kiu menyalakan obor dan
dengan hati penuh kegelisahan Bun Hui kini melihat betapa Yosiko benar benar berada di situ, terbelenggu
kaki tangannya!
"Ha-ha-ha, kau berani datang untuk melihat kekasihmu? Kau mencinta Yosiko, bukan? Ha-ha, bagus
sekali. Kau saksikanlah betapa nona manis ini menjadi isteriku, kemudian kau mampus! Kau kira akan
dapat mengalahkan Kim-bwee-liong Bong Ji Kiu? Ha-ha-ha!" Kemudian secara kasar kepala bajak ini
memeluk dan menciumi Yosiko.
"Bangsat! Kalau kau memang laki-laki, jangan mengganggu wanita! Hayo kita bertanding secara laki-laki,
jangan menggunakan kecurangan!" Bun Hui memaki sambil merangkak bangun dengan susah payah. Dia
berhasil berdiri sesudah mengambil pedangnya, lalu meloncat menggunakan sebelah kaki menyerang
kepala bajak itu.
Sambil tertawa Bong Ji Kiu menangkis dengan goloknya. Tangkisannya keras sekali dan karena Bun Hui
masih pening, luka di pahanya parah, serta dadanya masih membuat napasnya sesak, tangkisannya ini
saja cukup membuat pedangnya terlepas dan kembali dia terguling roboh karena tendangan lawan.
"Ha-ha-ha, macam kau berani melawan aku?" Bong Ji Kiu melangkah maju dengan golok di tangan.
"Bong Ji Kiu!" Yosiko berseru keras. "Jika kau bunuh dia, aku bersumpah akan mencari kesempatan
menghancurkan kepalamu sampai lumat!"
"Ha-ha-ha, kiranya kau benar-benar mencinta bocah ini? Ahh, Yosiko, kau benar-benar aneh sekali dan
mengecewakan hati. Sepatutnya kau, anak bajak laut, berjodoh dengan bajak laut pula. Akan tetapi kau
dunia-kangouw.blogspot.com
memang tak kenal budi, tak menghargai kawan sendiri. Dulu Shatoku, murid ayahmu sendiri tewas di
tangan Tan Hwat Ki dan kau tidak peduli, padahal Shatoku amat mencintamu. Juga kau tak mau pedulikan
lamaranku, sebaliknya kau malah mencinta bocah ini, padahal dia ini adalah komandan pasukan kerajaan
yang sengaja datang hendak membasmi kita! Ahh, di mana kegagahan ayahmu? Mana rasa setia
kawanmu?" Setelah berkata demikian, Bong Ji Kiu menggunakan sehelai tambang untuk mengikat kaki
tangan Bun Hui yang sudah tidak berdaya lagi kemudian dia meraih hendak memeluk Yosiko lagi untuk
menyiksa hati Bun Hui.
"Jangan sentuh aku! Dengar, Bong Ji Kiu, aku hanya bersedia menjadi isterimu kalau kau membebaskan
Bun Hui dan jangan menyentuhku di depannya. Bila kau tetap melanggar pantangan ini, walau pun kau
akan memaksaku, pasti akan tiba waktunya aku merobek dadamu dan mengeluarkan jantungmu!"
"Ha-ha-ha, baiklah, Manisku. Akan tetapi tidak bisa aku membebaskan dia sekarang. Dia harus ikut dengan
kita ke pantai dan ke perahu. Aku akan membawamu lari ke pulau selatan di mana kita dapat membuat
sarang baru yang aman, sebagai suami isteri bajak laut. Dia harus menjamin keselamatan kita sampai kita
berlayar, barulah dia kubebaskan. Mari, mari kita pergi, Manisku!"
Bong Ji Kiu memondong tubuh Yosiko dan menyeret tubuh Bun Hui melalui terowongan yang kasar
sehingga dapat dibayangkan betapa tersiksanya Bun Hui.
Diam-diam Yosiko cemas sekali. Terowongan rahasia ini adalah peninggalan kakeknya dahulu, tak ada
yang tahu kecuali dia dan ibunya, dan anak buahnya. Agaknya Kamatari telah membocorkan rahasia ini
sehingga kini digunakan oleh Bong Ji Kiu untuk menjebak Bun Hui dan untuk melarikan diri melalui
terowongan rahasia. Kalau sampai Bong Ji Kiu dapat menggunakan Bun Hui sebagai jaminan, agaknya
apa yang dikatakan bajak ini akan terlaksana!
Akan tetapi, tiba-tiba terdengar suara ketawa yang menyeramkan. Bong Ji Kiu terkejut bukan main
sehingga pondongannya terlepas dan tubuh Yosiko terguling ke dekat tubuh Bun Hui. Bajak laut itu
menghunus golok besarnya dan membentak,
"Siluman dari mana berani mengganggu Kim-bwee-liong?"
"Bong Ji Kiu, kematian sudah di depan mata masih berani berlagak?"
Suara itu terdengar aneh karena bercampur dengan kumandangnya, seperti suara yang datang dari alam
lain.
"Keluarlah dan makan golokku ini...!" Tiba-tiba suara Bong Ji Kiu terhenti dan matanya terbelalak lebar
ketika dia melihat bayangan berkelebat dan tahu-tahu Tan Loan Ki telah berdiri di depannya dengan
pedang di tangan!
"Toa... Toanio...! Saya terpaksa menangkap Yosiko karena dia berkhianat dan bersekutu dengan pasukan
kota raja, dan... dan ini... komandan pasukan juga sudah saya… saya tangkap..."
"Setan kaul Keparat! Anakku boleh memilih jodoh siapa pun juga, peduli apa dengan kau? Hayo berlutut
menerima kematian!"
Menggigil sepasang kaki Bong Ji Kiu. “Tidak, Toanio... ini tidak adil! Aku... aku..." Akan tetapi terpaksa dia
menghentikan kata-katanya.
Dengan amarah yang meluap-luap Tan Loan Ki sudah menerjangnya dengan serangan kilat. Terpaksa
Bong Ji Kiu melawan dengan memutar goloknya. Terjadilah pertempuran mati-matian yang amat seru di
dalam ruangan goa yang kini diterangi obor itu.
Bong Ji Kiu berlaku nekat, akan tetapi mana mungkin dia bisa menandingi Tan Loan Ki? Belum tiga puluh
jurus, sambaran pedang merobek kulit lengan dan hampir membuntungi pergelangan tangannya sehingga
golok besarnya terbang.
"Ti... tidak... Toanio... ampun...”
Bong Ji Kiu meloncat ke belakang dengan tubuh gemetaran dan muka pucat. Akan tetapi Tan Loan Ki
menghampirinya dengan mata yang berapi-api dan langkah-langkah lambat sampai akhirnya Bong Ji Kiu
dunia-kangouw.blogspot.com
tak dapat lari lagi karena punggungnya menyentuh dinding di sudut. Pedang Tan Loan Ki berkelebat,
hanya tampak cahayanya dan tahu-tahu tanpa dapat sambat lagi Bong Ji Kiu terguling dengan kepala
terpisah dari tubuh!
Tan Loan Ki cepat membebaskan dua orang muda itu dan dengan gembira sekali Yosiko menceritakan
semuanya kepada ibunya.
"Ibu, aku memilih dia ini menjadi suamiku. Kalau tidak dijodohkan dengan Bun Hui, aku lebih baik mati! Ibu,
hanya sekali ini permintaanku kepadamu, aku harap kau suka untuk mengabulkan."
"Hemmm... kau bocah aneh. Mula-mula Tan Hwat Ki, kemudian Yo Wan, dan sekarang Bun Hui komandan
pasukan kota raja. Bagaimana ini?"
"Dulu aku tidak tahu, Ibu. Kukira hanya laki-laki yang dapat mengalahkan aku saja yang patut menjadi
jodohku, tetapi setelah mendengarkan nasehat Yo Wan, dan mendengar pula penuturan Siu Bi, aku... aku
tahu bahwa tanpa cinta tidak mungkin menjadi isteri orang. Dan aku... aku mencinta Bun Hui!"
Bukan main girang hati Bun Hui mendengar pengakuan ini, pengakuan yang begini terus terang, terbuka,
membayangkan kejujuran dan kepolosan hati gadis ini. Yo Wan benar, pikirnya, gadis ini jujur dan baik,
hanya liar karena pengaruh pendidikan dan lingkungan.
"Bun Hui, kau anak siapa?"
"Ibu, dia itu cucu ketua Kun-lun-pai, bukan sembarang pemuda!" Yosiko yang menjawab cepat.
"Ehhh?" Tan Loan Ki tercengang. "Kalau begitu, kau ini putera Bun Wan?"
"Betul, Bibi," jawab Bun Hui, girang dan heran bahwa ibu Yosiko ini kiranya mengenal ayahnya.
"Hemmm, dia juga baik dan boleh saja. Tapi... eh, Bun Hui, anakku mencintamu, apakah kau juga cinta
kepadanya?"
"Tentu saja dia cinta kepadaku, Ibu, dia... dia membujukku untuk insyaf dan dia hendak membawaku ke
Tai-goan...”
"Diam kau! Harus dia sendiri yang menjawab. Bagaimana, Bun Hui? Apakah kau benar mencinta Yosiko?"
"Saya... saya mencintanya, Bibi."
Yosiko meloncat dan memegang tangan Bun Hui, wajahnya berseri-seri gembira dan ia mengguncangguncang
lengan itu. "Betulkah itu, Bun Hui? Ahhh, alangkah bahagia dan leganya hatiku. Tadinya... tadinya
kukira kau tidak mencintaiku... dan aku sudah khawatir sekali..."
Tan Loan Ki tertawa dan berkata, "Anak-anakku, aku girang melihat kalian bahagia. Bun Hui, kau tidak
memberi hormat kepada ibu mertuamu?"
Bun Hui dengan muka merah, dengan tangan masih digandeng Yosiko, segera berlutut di depan wanita itu.
Mereka berbahagia, tidak peduli akan suara hiruk-pikuk dari Yo Wan dan para prajurit yang membongkar
batu-batu di depan goa.
Demikianlah, ketika akhirnya Yo Wan menerjang masuk dengan hati penuh kekhawatiran menyaksikan
adegan yang tenteram bahagia, yang membuatnya bengong terlongong keheranan!
Bajak laut menjadi kocar-kacir setelah kehilangan pimpinan. Apa lagi ketika Tan Loan Ki dan Yosiko keluar
dan menyerukan perintah agar mereka menyerah, sebagian besar di antara mereka lalu membuang
senjata dan berlutut, menyerah.
Bun Hui cukup bijaksana untuk menyerahkan urusan mereka kepada Yosiko dan ibunya yang
membubarkan Hek-san-pang dan perkumpulan bajak laut yang lain. Selanjutnya harta kekayaan yang ada
oleh Yosiko dibagi-bagikan kepada mereka dengan peringatan agar mereka memulai hidup baru, jangan
melakukan kejahatan lagi.
dunia-kangouw.blogspot.com
Ada pun Swan Bu setelah sadar dan melihat kekasihnya, Siu Bi, telah meninggal karena membelanya,
menjadi berduka sekali. Akan tetapi sebagai seorang yang telah menerima gemblengan batin dari orang
tuanya, apa lagi di situ terdapat pula Pendekar Buta yang menasehati dan menghiburnya, dia dapat
menerima kenyataan pahit yang menimpa dan mendukakan hatinya.
Sejak saat itu, Swan Bu berubah menjadi seorang yang pendiam, seorang yang masak jiwanya, dan biar
pun dia kehilangan lengan kiri dan kehilangan Siu Bi yang dikasihinya, dia mendapatkan pengalaman hidup
yang membuatnya menjadi seorang yang kuat lahir batin.
Orang-orang gagah ini berpisahan dari daerah pantai Po-hai ketika para bajak laut sudah dibubarkan. Bun
Hui kemudian memimpin sisa pasukannya ke kota raja, tentu saja selain membawa kemenangan lahir juga
kemenangan batin, karena di sebelahnya turut pula Yosiko serta ibunya, sedangkan di dalam sakunya
terdapat sebuah surat dari Pendekar Buta untuk ayahnya, surat yang membantu dan mengusulkan supaya
Bun Wan dapat memperkenankan perjodohan antara Bun Hui dan Yosiko.
Tan Hwat Ki bersama sumoi-nya, yang masing-masing menyimpan rahasia kebahagiaan sendiri, yang
dalam perjalanan kali ini telah menemukan cinta kasih mereka satu kepada yang lain, buru-buru kembali ke
Lu-liang-san dengan pengharapan besar mendapat restu ayah dan guru mereka, dengan lamunan dan
cita-cita yang muluk-muluk!
Pendekar Buta bersama isteri serta puteranya kembali ke Liong-thouw-san. Tentu saja Swan Bu membawa
keperihan hati karena dia harus meninggalkan Siu Bi di dalam gundukan tanah kuburan di dalam hutan tepi
pantai.
la merasa kasihan sekali kepada kekasihnya ini. Sampai mati pun harus bersunyi sendiri, dikubur di tempat
sunyi. la baru mau pergi bersama ayah bundanya setelah menemani kuburan Siu Bi semalam suntuk, di
mana dia duduk bersemedhi di dekat gundukan tanah kuburan baru itu.
Masih terngiang di telinganya ketika dia mulai sadar, dia sempat mendengar jeritan Siu Bi berkali-kali,
"Swan Bu, aku ikut... aku ikut...!"
Kenangan ini akhirnya membesarkan hatinya karena ketika dia melakukan perjalanan pulang, dia merasa
seakan-akan Siu Bi benar-benar mengikutinya. Biar pun bukan Siu Bi dalam kenyataan, atau
bayangannya, akan tetapi setidaknya cinta kasih gadis itu selalu mengikutinya!
Sebelum pergi, Pendekar Buta memanggil Yo Wan, lalu berkata di depan Cui Sian yang menundukkan
mukanya karena jengah. "Muridku, Yo Wan. Sebagai wakil orang tuamu, aku telah membicarakan urusan
perjodohanmu dengan Tan Beng San locianpwe. Beliau berkenan menjodohkan Cui Sian denganmu.
Segala hal sudah kami rundingkan dengan masak-masak, dan sekarang, kau ajaklah calon isterimu itu
kembali ke Thai-san. Kelak pada saat pernikahan kalian, sudah pasti aku akan datang ke sana
menghadirinya. Yo Wan, aku merasa bangga kepadamu dan aku sungguh-sungguh merasa bahagia
bahwa dahulu aku ikut mendidikmu sehingga sekarang kau menjadi seorang yang benar-benar tak
mengecewakan. Arwah ibumu akan ikut bahagia, muridku."
Yo Wan tak dapat menjawab, hanya berlutut dan memeluk kaki gurunya itu dengan air mata bertitik yang
cepat dihapusnya. "Banyak terima kasih atas budi kebaikan Suhu dan Subo. Semoga Thian yang akan
membalasnya kalau teecu tidak mampu membalas."
Maka berangkatlah Yo Wan dan Cui Sian berdua, sebagai orang-orang terakhir yang meninggalkan tempat
itu menuju ke Thai-san, tentu saja dengan hati penuh kebahagiaan dan perjalanan itu menjadi perjalanan
yang paling menyenangkan selama hidup mereka, karena bukankah di depan mereka terbentang masa
depan yang penuh madu?
Memang bagi orang muda tidak ada kebahagiaan yang lebih besar selain kebahagiaan menghadapi hidup
baru berdampingan, membina rumah tangga bersama, mendayung biduk rumah tangga mengarungi
samudera hidup, menempuh gelombang dan ombak samudera bersama-sama, menuju pantai cita-cita
yaitu keluarga bahagia. Susah sama diderita, senang sama dirasa, berat sama dipikul, ringan sama
dijinjing.
Biarlah kita mendoakan mereka itu, Bun Hui dan Yosiko, Hwat Ki dan Cui Kim, Swan Bu dan Lee Si, serta
Yo Wan dan Cui Sian, semoga orang-orang muda yang gagah perkasa, pengabdi kebenaran dan keadilan
itu, akan menjadi pasangan suami isteri yang rukun dan menurunkan manusia-manusia yang selalu akan
dunia-kangouw.blogspot.com
sadar dan ingat.
Sadar sebagai manusia yang harus bertindak dengan dasar peri kemanusiaan, dan ingat selalu pada Yang
Maha Kuasa. Hanya manusia yang sadar dan ingat demikianlah yang akan menjadi manusia-manusia
berguna bagi dunia dan akhirat…..
>>>>> T A M A T <<<<<
Tag:cersil cersil indo cersil mandarin full cerita silat mandarin online cersil langka cersil mandarin lepas cerita silat pendekar matahari kumpulan cerita silat jawa cersil mandarin beruang salju. cerita silat pendekar mataharicerita silat indonesia cerita silat kho ping hoo cerita silat mandarin online cerita silat mandarin full cerita silat jawa kumpulan cerita silat cerita silat jawa pdf cerita silat indonesia gratis cerita silat jadul indonesia cerita silat indonesia pendekar rajawali sakti cersil indonesia pendekar mabuk cersil langka cersil dewa arak cerita silat jaman dulu cersil jawa download cerita silat mandarin full cerita silat mandarin online cersil mandarin lepas cerita silat mandarin pendekar matahari cerita silat jawa pdf cersil indonesia pdf cersil mandarin beruang salju kumpulan cerita silat pdf
kumpulan cerita silat cersil online
Share:
cersil...
Comments
0 Comments

Postingan Cersil Terbaru