Kamis, 26 April 2018

Serial Silat Terbaru : Dewi Sungai Kuning Tamat

------


Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Seri Huang Ho Sianli 1
Dewi Sungai Kuning
Karya : Asmaraman S Kho Ping Hoo
Sumber djvu :
Abu Keisel http://duniaabukeisel.blogspot.com/
Ebook oleh : Dewi KZ
TIRAIKASIH WEBSITE
http://kangzusi.com/ http://dewi-kz.info/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Jilid 1
SUNGAI Huang-ho atau Sungai Kuning merupakan sungai
yang terbesar dan terpanjang di seluruh daratan Tiongkok.
Sungai ini panjangnya tidak kurang dari lima ribu li dan
semenjak muncul dari mata airnya yang berada di pedalaman
Tibet, yakni di Pegunungan Kun-lun, sungai ini menjelajahi
daerah Tiongkok, memanjang dari barat ke timur, dan melalui
tidak kurang dari delapan propinsi di Tiongkok yang luas!
Huang-ho mulai mengalir dari puncak sebuah bukit di Kunlun-
san, dan dari Propinsi Cinghai ini ia melalui tembok besar
di daerah Sining, terus menjelajahi Propinsi-propinsi Kansu,
Ningsia, dan Suijan melalui Pegunungan Ala-san yang indah
permai, lalu membelok ke selatan dan menjadi tapal batas
Propinsi Siansi dan Shensi, melalui Propinsi Honan, kemudian
masuk di Propinsi Shantung, terus terjun ke laut di Teluk
Lancou.
Banyak kota-kota besar dilaluinya, di antaranya yang
terpenting ialah kota Lancou, Ningsia, Paotow, dan Kaifeng.
Tak terhitung banyaknya kota-kota kecil dilaluinya, dan ribuan
kampung dan desa-desa.
Hampir semua orang Tiongkok kenal dan pernah
mendengar Sungai Huang-ho, atau Sungai Kuning ini. Ia
disebut Sungai Kuning karena airnya berwarna kuning,
membawa air tanah lumpur berwarna kuning yang merupakan
pupuk baik sekali bagi para petani. Sungai Huang-ho terkenal
ganas dan sakti, merupakan berkah di waktu tenang, tetapi
merupakan bencana besar di waktu banjir.
Selama ratusan tahun, bahkan ribuan tahun, semenjak
sungai sakti ini lahir, entah sudah berapa laksa jiwa ditewaskannya
dan entah sudah berapa banyak hasil sawah dan
ladang dihancurkan! Tapi di samping ini pula, Sungai Huangho
telah banyak dan besar jasanya terhadap kaum tani
dengan para nelayan yang mengeduk hasil dari airnya berupa
ikan dan lain-lain.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Pada waktu cerita ini terjadi, Tiongkok masih merupakan
negara besar yang miskin, yakni dalam arti kata
keseluruhannya, baik negaranya maupun rakyatnya yang
terbanyak. Memang ada pula yang hidup makmur dan kaya
raya, bahkan berlebih-lebihan, yakni para tuan tanah di
kampung dan desa, para pedagang besar di kota-kota, dan
para pembesar dan orang berpangkat, terutama mereka yang
berada di dekat kaisar yang merupakan pusat kemewahan.
Tapi apa artinya beberapa gelintir manusia yang hidup mewah
dan makmur ini jika sebagian besar rakyatnya miskin dan
papa, banyak sekali yang demikian sengsara sehingga boleh
dikata pagi makan malam tidak dan belum tentu setahun
sekali bertukar baju?
Sungai Huang-ho menjadi saksi akan segala kejanggalan
hidup di negerinya. Ia telah melihat betapa orang-orang lemah
teraniaya, betapa si kuat menindas si lemah berdasarkan
hukum rimba, betapa si kaya memeras tenaga si miskin
berdasarkan hukum perbudakan, dan betapa apa yang
dinamakan keadilan itu hanyalah akibat dari pengaruh
berkilatnya emas dan perak.
Sungai Huang-ho pernah menyaksikan betapa ribuan jiwa
orang-orang gagah yang berjiwa patriot gugur dan tewas
dalam tugas suci membela rakyat jelata yang berarti pula
membela kebenaran, membela keadilan, dan membela prikemanusiaan.
Orang-orang gagah yang berjuang tanpa
mengharapkan hadiah, tanpa mengharapkan pembalasan jasa,
yang berjuang dengan mulut diam tapi semangat bernyalanyala,
para pembela bangsa yang gagah perkasa, yang
meneteskan darahnya untuk kepentingan rakyat, hingga darah
mereka terbawa hanyut oleh arus Sungai Kuning dan darah
patriot itu melanjutkan usaha perjuangan yang telah tewas
dengan jalan menjadi pupuk bagi sawah ladang pak tani!
Karena keadaan yang sukar hingga untuk mencari pengisi
perut agar jangan mati kelaparan saja sedemikian sulitnya,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
maka di sana-sini muncullah orang-orang yang beriman lemah
tapi bertubuh kuat, melebur diri menjadi penjahat-penjahat,
perampok, maling, dan tukang pukul bayaran. 3uga banyak
muncul bajak-bajak sungai yang siap membajak perahuperahu
yang lewat di daerah mereka.
Di antara para bajak sungai, yang paling terkenal dan
ditakuti lawan disegani kawan, ialah seorang bajak tunggal
yang disebut orang Huang-ho Sui-mo atau Setan Air Sungai
Huang-ho! Sedari muda, sumber hidupnya dari sepanjang
Sungai Huang-ho dengan sebilah pedangnya dan ia belum
pernah terkalahkan. Semenjak bajak air yang gagah perkasa
ini muncul, maka terjadi perubahan besar dalam lalulintas
Sungai Huang-ho, karena Huang-ho Sui-mo mengadakan
larangan kepada semua bajak di sepanjang sungai itu agar
jangan sekali-kali mengganggu para nelayan dan petani!
Tentu saja, mula-mula tidak ada bajak yang sudi menurut
aturan yang diadakan ini, tapi mereka yang tidak menurut ini
satu persatu dilenyapkan dari permukaan sungai oleh Huangho
5ui-mo! Semenjak itu, tiada seorang pun kepala bajak yang
berani membantah lagi dan para nelayan dan rakyat kecil
menghela napas lega dan dapat melanjutkan pekerjaan
mereka dengan aman.
Tapi, Sungai Huang-ho merupakan pantangan bagi
pembesar atau orang-orang hartawan yang hendak lewat.
Mereka ini baru berani lewat kalau membawa pengawal yang
banyak dan kuat.
Pada masa cerita ini terjadi, Huang-ho Sui-mo telah
sepuluh tahun lebih mengundurkan diri dari pekerjaan
membajak. Tapi biarpun demikian, ia dengan perahunya yang
kecil dan setengah tua itu masih nampak hilir mudik dan
celakalah mereka yang berani melanggar aturan yang telah ia
tetapkan!
Karena bajak air ini telah mengundurkan diri karena telah
tua, maka lambat laun sebutan Huang-ho Sui-mo atau Setan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Air dari Huang-ho telah menghilang. Bajak tunggal ini pun lalu
mengubah julukannya karena ia kini mulai meyakinkan ilmu
batin dan menjadi pemeluk Agama To yang banyak dianut
oleh orang-orang di sepanjang Sungai Huang-ho. Kini bajak
sungai yang gagah perkasa ini disebut orang Thian Bong
Sianjin, karena biarpun sudah tua, orang pandai ini masih
sering kali mengulurkan tangan menolong sesama hidup
sehingga ia sangat dihormati dan dikagumi. Namanya sendiri
memang Thian Bong, dan orang-orang yang berhutang budi
kepadanya, untuk menyatakan penghargaan mereka, lalu
menambahkan julukan Sianjin atau manusia dewa kepadanya.
Pada suatu hari, di dalam hutan rimba yang penuh dengan
pohon-pohon besar dan bunga-bunga indah, di mana air
Sungai Huang-ho mengalir berlenggak-lenggok dan
menimbulkan tikungan-tikungan yang benar-benar indah. Di
atas permukaan air yang luas itu tampak sebuah biduk kecil
yang kedua ujungnya runcing meluncur dengan cepatnya.
Keadaan pagi hari itu amatlah indahnya hingga siapa saja
yang berada di tempat itu pasti akan merasa bahagia dan
riang. Sinar matahari yang menerobos di antara celah-celah
daun pohon, memancar ke atas air sungai yang mengeluarkan
embun mengepul ke atas. Warna campuran antara kelabu,
hijau daun, dan kuning emas itu merupakan paduan warna
yang indah dan menciptakan tamasya alam yang
menakjubkan.
Biduk yang meluncur cepat itu dinaiki oleh dua orang.
Seorang kakek berpakaian putih dengan jubah pertapaan dan
seorang anak perempuan berpakaian putih pula. Kakek itu
usianya tentu lebih dari lima puluh tahun, rambutnya penuh
uban dan panjang pula, diikat di atas kepalanya dengan ikat
rambut sutera kuning. Di punggungnya tampak gagang
pedang menambah kegagahannya. Muka kakek itu licin tidak
ditumbuhi kumis maupun jenggot sehingga ia tampak segar
dan sehat. Anak perempuan itu berusia kurang lebih dua belas
tahun, wajahnya segar dan mungil, sepasang matanya tajam
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
gembira dan ia bernyanyi-nyanyi kecil sambil mendayung.
Kalau diperhatikan, maka orang akan merasa terkejut dan
heran sekali mengapa biduk kecil itu dapat melaju
demikian cepatnya, padahal yang mendayung hanya seorang
anak perempuan yang masih kecil!
Siapakah kakek yang gagah dan anak perempuan mungil
itu? Dia bukan lain Thian Bong Sianjin sendiri! Dan anak
perempuan" itu ialah cucu pungutnya yang juga menjadi
muridnya sejak dua belas tahun yang lalu, ketika air Sungai
Huang-ho membanjir dan mengamuk ganas sehingga
menenggelamkan banyak kampung dan mengorbankan
banyak jiwa manusia. Thian Bong Sianjin seperti biasa
menggunakan kepandaiannya menolong mereka yang terkena
bencana. Di antara sekian banyak orang yang ditolongnya,
terdapat seorang anak perempuan yang masih bayi dan
berusia paling banyak tiga hari!
Thian Bong Sianjin tidak dapat menemukan orang tua anak
ini, dan ia menjadi bingung sekali melihat bayi yang masih
merah ini berada dalam pelukannya. Wajah bayi itu sungguh
membuat ia terharu dan menarik perhatian serta
membangkitkan belas kasihan dalam dadanya sehingga ia
mengambil keputusan untuk memungut anak itu menjadi
cucunya! Dengan pertolongan orang-orang kampung, ia dapat
juga memelihara anak perempuan itu. Dan ia memberi nama
anak itu Thian Hwa. Semenjak kecil, Thian Hwa hidup berdua
dengan kakeknya dan menerima latihan-latihan ilmu silat
tinggi dari kakeknya yang gagah perkasa ini. Thian Bong
Sianjin bukan saja ahli ilmu silat, tapi juga ilmu dalam air,
sehingga bukan saja ia dapat berenang cepat sekali bagaikan
seekor ular air, tapi juga kuat sekali bertahan dalam air seperti
seekor ikan! Thian Hwa si gadis cilik itu pun ternyata suka
sekali akan permainan dalam air sehingga setiap hari tentu
terjun ke air yang dalam dan berenang gembira ria bersama
kakeknya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Thian Hwa, kali ini kau harus menggunakan kepandaianmu
sendiri membawa biduk kita melintasi tikungan sempit di
hutan Koai-siong-lim itu. Sanggupkah?" kata Thian Bong
Sianjin kepada cucunya.
Thian Hwa tersenyum memperlihatkan giginya yang kecilkecil
dan putih bersih. "Mengapa tidak sanggup, Kong-kong?
Ketika kita lewat dahulu, kau hanya membantu sedikit dan
telah memberi petunjuk kepadaku. Pula, seandainya aku
masih belum dapat, aku tidak percaya kau akan tinggal
berpeluk tangan saja dan membiarkan biduk kita terbalik
sehingga pakaianmu akan basah kuyup!"
Thian Bong Sianjin tertawa geli mendengar kata-kata
cucunya yang cerdik itu.
"Kalau sekali ini kau tidak dapat, biarlah kita basah kuyup
bersama, aku tidak mau membantumu, tentu kau tidak akan
melakukannya dengan sungguh-sungguh dan mengharapkan
bantuanku belaka!" Kakek dan cucunya itu lalu tertawa geli
bersama-sama sehingga di atas Sungai Huang-ho yang
memanjang itu ber-gemalah suara tertawa yang kecil nyaring
dan bercampur dengan suara tertawa besar parau.
Tikungan yang disebutkan oleh Thian Bong Sianjin itu
memang sangat berbahaya. Ketika sampai di tempat itu,
sungai menjadi kecil dan sempit dan air mengalir sepanjang
tikungan yang menurun itu dengan cepat sekali! Ini saja
sudah berbahaya, belum ditambah dengan batu-batu besar
menonjol di permukaan air, besar dan tajam berwarna hitam
menakutkan karena batu-batu itu berben-tuk aneh sebagai
binatang-binatang buas. Dan semua ini masih ditambah lagi
pu-saran-pusaran air yang berputar cepat merupakan sumursumur
air yang berbahaya sekali, yang terjadi karena aliran air
terpukul kembali oleh air yang tiba-tiba menikung sehingga
terjadi aliran bertentangan. Tempat ini telah sangat terkenal
bagi para nelayan dan penduduk di sekitar tempat itu, sebagai
tempat yang banyak mendatangkan korban. Kebanyakan yang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menjadi korban adalah tukang tukang perahu yang datang
dari tempat jauh dan belum tahu akan berbahayanya tempat
itu. Memang bagi yang tidak tahu, tadinya air bergerak maju
biasa saja karena memang sangat dalam sehingga lajunya
tidak kentara. Tapi setelah mendekati tikungan itu, air melaju
cepat dan jika perahu sudah terbawa hanyut oleh aliran yang
cepat itu, maka sukarlah untuk melepaskan diri. Apalagi
setelah tiba di tempat yang penuh batu-batu,, tak mungkin
lagi untuk mendayungnya ke tepi. Dan celakalah mereka yang
berada di dalam perahu yang telah hanyut sampai ke tempat
itu. Oleh karena ini, maka tempat itu disebut Tikungan Maut
oleh para nelayan dan bilamana melalui tempat itu, mereka
naik ke darat bersama perahu mereka dan menyeret perahu
itu sampai melewati tikungan. Tentu hal ini membikin repot
sekali, terutama sekali mereka yang membawa barang-barang
banyak dan berat.
Maka bermunculanlah buruh-buruh pengangkut barangbarang
itu dan keadaan di situ menjadi lebih makmur bagi
penduduk di dekat tikungan, yakni di sekitar hutan Koai-sionglim.
Ketika biduk yang didayung Thian Hwa telah kena
terpegang oleh aliran sungai yang mulai melaju, Thian Hwa
perdengarkan seruan girang. Bibirnya yang kecil merah
tersenyum-senyum, sepasang matanya bersinar-sinar dan
ditujukan ke air di depan biduknya, sedangkan sepasang
tangannya erat-erat memegang sepasang dayung di kanan kiri
perahu kecil yang runcing depan belakangnya itu. Thian Bong
Sianjin benar-benar mulai memeluk tangannya dan
memandang cucunya dengan tersenyum senang.
Karena aliran air sangat cepat, Thian Hwa tidak
mendayung, hanya menggunakan dayung-dayungnya untuk
menahan imbangan biduk dan mencari jalan di pusat aliran
terbesar, yakni di tengah-tengah. Biduknya maju kencang
bagaikan anak panah yang baru saja terlepas dari busurnya,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
melayang cepat. Angin dingin membelai-belai rambutnya
sehingga rambut itu, berkibar melambai di belakangnya
Kini biduk mulai
memasuki daerah batu, dan
batu-batu karang besar dan
tajam mulai tampak
menonjol di permukaan air.
Keadaan mulai berbahaya
dan makin lama batu-batu
itu makin banyak, malangmelintang
di tengah-tengah
sungai menghadang jalan
air sehingga aliran air
melenggak-lenggok laksana
menggila. Tapi makin
berbahaya keadaannya,
makin Biduknya maju
kencang bagaikan anak
panah yang baru saja terlepas dari busurnya, melayang cepat,
gembiralah Thian Hwa. Anak gadis itu menggunakan dayung
di tangannya untuk menolak batu-batu di kanan kiri yang
mengancam pinggir biduk, sehingga biduk itu sebentar
membelok ke kanan, sebentar membelok ke kiri. Kini tidak
mungkin lagi untuk "menumpang" pusat aliran air dan
menyerahkan biduk dibawa hanyut saja karena batu-batu
yang ganas itu telah memecah-belah aliran sehingga menjadi
aliran-aliran kecil di antara batu-batu yang tidak cukup lebar
untuk dilewati badan perahu. Maka Thian Hwa harus memilih
jalan sendiri, di antara batu-batu karang itu dan ini
membutuhkan ketabahan, kecepatan, kekuatan, keberanian
dan ketelitian yang luar biasa.
Tapi sungguh mengherankan betapa anak gadis yang
berusia paling banyak dua belas tahun itu dapat menguasai
biduk sedemikian gagah dan hebatnya! Di suatu tempat yang
paling banyak terdapat batu, tiba-tiba Thian Hwa kehilangan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
jalan. Jalan di depannya buntu, dan tidak ada satu pun ruang
yang cukup lebar untuk dilewati biduknya! Ia teringat bahwa
pada perjalanan yang lalu ia telah mendapat kegagalan tiga
kali sehingga perlu dibantu oleh kakeknya, dan kegagalan
pertama adalah di tempat ini. Ia lalu mengambil keputusan
cepat. Dengan mata tajam setengah dikatupkan ia bawa
biduknya meluncur ke arah batu karang yang menonjol rendah
dari permukaan air dan di kanan-kiri batu karang itu terdapat
batu karang lain yang lebih tinggi.
Thian Hwa lalu bangun berdiri lalu sambil berseru keras ia
pentang kedua kakinya di kanan kiri badan biduk yang kecil
itu, sehingga ia duduk di atas biduk bagaikan seorang yang
menunggang kuda! Setelah biduk dekat sekali sehingga akan
membentur karang yang menonjol rendah, ia menggunakan
kedua dayungnya menekan karang di kanan-kiri dan berteriak
keras sambil mengerahkan seluruh tenaga lwee-kang yang
telah mulai dilatihnya.
"Naik!" pekiknya dan biduk itu bagaikan terbang dapat
meloncat cepat di atas karang yang menonjol rendah dan
bagian paling bawah hanya setengah dim saja lewat di
atas karang tajam itu!
"Bagus!" kakeknya memuji tapi ia masih tetap berpeluk
tangan! Ia tidak menyangka bahwa cucunya demikian
cerdiknya sehingga dapat menggunakan tenaga tekanan
dayung pada batu karang untuk meloncatkan biduk yang ia
kempit dengan kedua kakinya itu!
Thian Hwa belum puas dengan hasil pertama dan pujian
kakeknya ini, karena ia maklum bahwa di depan masih ada
dua perintang yang lebih berbahaya lagi.
Bahaya ke dua adalah tikungan itu sendiri. Setelah batubatu
dapat dilewati, maka aliran air itu berkumpul dan
berpusat lagi menjadi aliran yang sangat kuat dan yang maju
menubruk dinding karang hitam yang sangat kuat untuk
kemudian membelok dengan tajamnya ke kanan! Biduk Thian
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Hwa bagaikan disam-bitkan ke arah batu karang itu. Tapi
dengan berseru keras gadis ini menggunakan dayungnya
membuat perahunya beralih haluan sehingga menjadi
melintang dan tidak bisa melaju lagi, dan dengan jalan inilah
ia berhasil mematahkan tenaga bantingan hebat. Ketika
berada dekat dengan dinding batu karang yang hitam berkilat
itu, ia menggunakan tangan kiri menolak batu karang itu dan
dayung kanan tetap digunakan untuk mengatur haluan biduk
agar jangan menuju ke dinding itu. Maka lewatlah biduknya
dengan selamat di tikungan maut itu!
Kini mata Thian Bong Sianjin memancarkan cahaya gembira
karena gerakan cucunya tadi memang sempurna yang ia
sendiri juga akan melakukannya. Tapi pada saat itu ia berseru,
"Awas!" dan tiba-tiba badan perahu telah sampai pada sebuah
ulekan atau pusaran air yang besar dan kuat sehingga
sebentar saja biduk itu terputar-putar kencang tanpa dapat
dikuasai oleh sepasang dayung Thian Hwa lagi! Tenaga
putaran itu terlampau kuat bagi gadis itu sehingga untuk
sesaat ia tidak berdaya. Ketika ia melirik ke arah kakeknya,
ternyata orang tua itu masih tetap memeluk tangan dengan
tenangnya sambil tubuhnya ikut berputar-putar dengan biduk.
Thian Hwa menggigit bibir dan dengan mengeraskan hati ia
tetap tidak hendak minta tolong kepada kakeknya! Ia lalu
melepaskan kedua dayung di dalam biduk dan tubuhnya
segera meloncat ke dalam air bagaikan seekor ikan saja!
Tubuhnya segera terbawa pusaran air dan ikut berputar-putar,
tapi dengan sebelah tangan memegang pinggir perahu, ia
mengatur sebelah tangannya lagi dan kedua kaki perlahanlahan
melepaskan diri dari putaran air. Setelah banyak
menggunakan tenaga dan perhitungan tepat, akhirnya
berhasil juga ia membawa perahunya keluar dari putaran itu
dan ia lalu meloncat lagi ke dalam biduk dengan pakaian
basah kuyup!
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Thian Hwa berdiri di dalam perahunya yang kini terbawa
oleh aliran sungai yang masih cepat tapi tenang itu dengan
bangga. Ia menghadapi kakeknya lalu berkata.
"Kong-kong, aku dapat melewati Tikungan Maut!"
"Memang kau tadi telah melakukan pekerjaan baik sekali,
Thian Hwa, aku ikut girang melihat hasilmu. Tapi putaran air
tadi berbahaya sekali, seharusnya kau jangan membiarkan
biduk kita sampai tercengkeram olehnya!"
Thian Hwa menghela napas. "Memang aku tadi kurang
cepat, Kong-kong!" Ia melihat pakaiannya yang basah kuyup
itu.
Thian Bong Sianjin lalu mengambil bungkusan pakaian dan
melemparkan kepada cucunya. "Nih, lekas tukar pakaian
kering."
Kakek itu lalu menggantikan cucunya mendayung dan
Thian Hwa tanpa segan-segan lagi lalu berganti pakaian di
belakang kakek itu. Setelah kedua dayung itu berada dalam
tangan Thian Bong Sianjin, maka tiba-tiba perahu kecil itu
meluncur luar biasa cepatnya sehingga sebentar saja mereka
telah maju beberapa belas li jauhnya! Di suatu tempat yang
airnya tenang dan sungainya lebar sekali, Thian Bong Sianjin
tiba-tiba membelokkan perahunya menuju ke tepi.
"Kita berlatih di sini, Thian Hwa." katanya lalu dia
mengeluarkan empat buah papan dari dasar perahu.
Papanpapan itu panjangnya kira-kira dua kaki dan lebarnya
setengah kaki, di tengah-tengah agak ke depan dipasangi
kayu jepitan seperti pada terompah kayu. Thian Bong Sianjin
lalu melepaskan sepasang papan terompah air itu di atas air
dan ia lalu meloncat di atas papan-papan kayu itu sambil
menjepit kayu tadi. Papan-papan itu hanya tipis saja dan jika
yang memakai orang biasa tentu dia akan tenggelam atau
terguling. Tapi Thian Bong Sianjin menggerak-gerakkan kedua
kakinya dan papan itu tetap mengambang!
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Thian Hwa juga meniru perbuatan kakeknya dan ia
melepaskan dua buah papan terompah air lagi yang lalu
dinaikinya. Kemudian Thian Bong Sianjin dan cucunya
menggerak-gerakkan tubuh ke bawah bagaikan orang hendak
berloncat lalu berdiri, dan gerakan ini ternyata mendatangkan
tenaga dorong yang keras sehingga papan di bawah kakinya
meluncur cepat ke depan. Demikianlah, keduanya bermain di
atas. air sehingga tubuh mereka tampaknya seakan-akan
sedang berlari-lari cepat di atas daratan saja!
Thian Bong Sianjin melatih cucunya untuk meluncur di atas
satu kaki saja, lalu bergerak maju mundur sedemikian lincah
dan mudahnya seolah-olah sedang berlagak di atas tanah
keras saja. Inilah ilmu meringankan tubuh yang betul-betul
luar biasa. Dengan latihan macam ini, maka ginkang gadis cilik
itu cepat sekali majunya, dan dengan memiliki kepandaian
semacam itu, biarpun harus menyeberangi sungai yang
bagaimanapun lebarnya, asal ada dua buah papan, mudah
baginya!
Kemudian kakek dan cucunya itu berlatih silat di atas air.
Latihan itu membutuhkan tenaga kaki yang luar biasa
sehingga dapat melatih kuda-kuda dan gerak kaki yang tetap.
Setelah puas berlatih, Thian Bong Sianjin lalu mengajak
cucunya mengunjungi sebuah perkampungan bajak sungai
yang dipimpin oleh Ui Hauw yang dijuluki Ular Air. Ui Hauw
adalah seorang pemimpin bajak yang tunduk dan taat sekali
akan peraturan yang diadakan oleh Thian Bong Sianjin,
bahkan setelah Thian Bong Sianjin mengundurkan diri, Ui
Hauw boleh dikatakan menjadi penggantinya. Tidak heran
bahwa di antara kedua orang ini terdapat hubungan erat dan
U i Hauw menganggap Thian Bong Sianjin sebagai orang tua
yang sangat dihormati. Pernah dia mohon diterima menjadi
murid, tapi ditolak oleh Thian Bong Sianjin, hanya diberi
pelajaran beberapa pukulan ilmu silat tinggi! Biarpun hanya
menerima sedikit pelajaran, namun Ui Hauw telah
menganggap orang tua itu sebagai guru dan menyebutnya
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"suhu". Boleh dikata sejak mengundurkan diri, segala
keperluan Thian Bong Sianjin dan Thian Hwa dicukupi oleh Ui
Hauw ini, maka sering kali Thian Bong Sianjin mengajak
cucunya berkunjung ke tempat Ui Hauw.
Ketika mereka tiba di perkampungan di pantai sungai itu,
kebetulan sekali di situ sedang diadakan sedikit pesta untuk
menggembirakan dan merayakan ulang tahun putera Ui Hauw
genap berusia empat belas tahun. Ui Hauw hanya mempunyai
seorang putera .yang diberi nama Ui Yan Bun, seorang anak
laki-laki yang berwajah tampan dan cerdik sekali. Ketika Thian
Bong Sianjin dan cucunya tiba, semua anak-anak tengah
berkumpul di situ dan mereka itu sedang mengadakan
pemilihan jago dengan mengadakan pertandingan! Melihat hal
ini, Thian Hwa segera berlari ke tempat itu dan ikut menonton.
Sedangkan Thian Bong Sianjin disambut oleh Ui Hauw yang
mempersilakan duduk ke dalam rumah.
Di antara anak-anak yang ikut memasuki pertandingan
pemilihan jago, ternyata hanya tinggal dua orang lagi sebagai
pemenang, yakni Ui Yan Bun dan seorang anak yang usianya
kira-kira lebih tua dua tahun daripadanya. Kini kedua
pemenang itu saling berhadapan untuk mengukur tenaga dan
kepandaian. Ternyata bahwa keduanya memiliki ilmu silat
cukup baik karena kedua-duanya adalah murid dari Ui Hauw
sendiri. Namun segera kelihatan bahwa betapapun juga, Ui
Yan Bun masih menang tangkas dan cepat sehingga biarpun
telah kalah tenaga, dia dapat mendesak lawannya. Kemudian,
dengan gerak tipu "Mendorong Pohon Siong Tua", dia berhasil
merobohkan lawannya itu dan menerima tepuk sorak dan
pujian dari kawan-kawannya.
Thian Hwa belum pernah bertemu muka dengan Yan Bun,
karena sesungguhnya Yan Bun baru beberapa hari saja datang
di kampung ayahnya. Anak ini oleh ayahnya dikirim kepada
peh-pehnya untuk belajar silat, karena memang kakak Ui
Hauw yang bernama Ui Tiong memiliki kepandaian silat yang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
lebih lihai daripada Ui Hauw sendiri. Beberapa bulan sekali Yan
Bun pulang ke kampung orang tuanya.
Memang Ui Hauw mempunyai pendapat yang aneh. Dia
sendiri adalah seorang kepala bajak sungai yang mempunyai
cara hidup kasar, tapi terhadap puteranya ia mempunyai citacita
yang tinggi. Dia ingin melihat puteranya menjadi seorang
gagah yang terhormat dan jangan sampai menjadi seorang
bajak seperti dia. Oleh karena inilah maka dia mengirim Yan
Bun kepada kakaknya yang tinggal di kota yang membuka
warung obat, agar anak ini selain belajar silat, juga dapat
mempelajari ilmu surat dan kebudayaan! Mungkin karena
berpendirian demikian, maka biarpun menjadi bajak, Ui Hauw
adalah seorang bajak yang tidak kejam dan melakukan
pekerjaan dengan pilih-pilih dan taat akan peraturan Thian
Bong Sianjin.
Demikianlah, maka ketika datang ke situ Thian Hwa ikut
menonton pertandingan itu, dan ia belum mengenai Yan Bun.
Ia melihat betapa Yan Bun dipuji-puji sebagai jago paling
pandai, tiba-tiba menjadi iri dan penasaran. Tanpa terasa lagi
ia meloncat ke tengah kalangan dan berkata.
"Siapa bilang anak ini yang terpandai? Masih ada aku di
sini!" dan gadis cilik itu berdiri menantang sambil bertolak
pinggang! Hampir semua anak yang berada di situ kenal
kepada Thian Hwa dan tahu akan kelihaian cucu dari Thian
Bong Sianjin ini, maka banyak mulut lalu berseru, "Thian Hwa
memang lihai, ia tak terlawan oleh siapa juga!"
Bahkan ada yang berani berkata, "Yan Bun tak mungkin
bisa menangkan Thian Hwa!"
Mendengar kata-kata ini Yan Bun mengarahkan sepasang
matanya yang tajam kepada gadis cilik itu. Dia marah sekali
karena merasa dirinya yang telah menjadi pemenang dan baru
saja dipuji-puji, sekarang tiba-tiba dipandang rendah oleh
seorang gadis. Tapi, biarpun masih kanak-kanak, Yan Bun
telah memiliki jiwa jantan yang tidak mau merendahkan kaum
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
wanita. Biarpun hatinya sedang marah, tapi ia tidak
memperlihatkannya kepada Thian Hwa. Dia hanya maju dan
berkata.
"Jika kau hendak memberi pelajaran padaku yang bodoh,
silakan kau maju." Kemudian ia memasang kuda-kuda yang
kokoh kuat sambil menanti serangan lawan, tidak mau sekalikali
mendahului menyerang.
Thian Hwa melengak. Tidak disangkanya sama sekali
bahwa anak laki-laki itu demikian sopan dan pandai membawa
diri, jauh berbeda dengan anak-anak lain yang biasanya suka
berlaku sombong dan memandang rendah anak perempuan.
Juga kuda-kuda yang dipasangnya cukup sempurna dan kuat
sehingga diam-diam Thian Hwa merasa kagum dan hatinya
menjadi suka kepada Yan Bun.
Thian Hwa tersenyum dan berkata, "Marilah kita coba
sebentar."
Maka bertempurlah kedua anak itu dengan ramai. Mereka
sama-sama cepat, sama-sama gesit dan keduanya telah
memiliki dasar-dasar ilmu silat tinggi sehingga kepalan kecil
mereka bergerak mendatangkan angin. Semua anak yang
menonton pertandingan ini bersorak gembira sehingga
menarik perhatian Ui Hauw dan Thian Bong Sianjin. Kedua
orang tua ini keluar untuk melihat. Mereka keduanya
tersenyum melihat betapa Yan Bun dan Thian Hwa bersilat
mengadu kepandaian.
"Ah, anak itu baik sekali!" Thian Bong Sianjin memuji ketika
melihat gerakan silat Yan Bun. "Bukankah itu anakmu Yan
Bun?" Karena hubungan mereka yang erat, Thian Bong Sianjin
segera mengenal anak laki-laki kawannya.
Ui Hauw senang sekali mendengar pujian Thian Bong
Sianjin.
Maka bertempurlah kedua anak itu dengan ramai. Mereka
sama-sama cepat, sama-sama gesit dan keduanya telah
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
memiliki dasar-dasar ilmu silat tinggi sehingga kepalan kecil
mereka bergerak mendatangkan angin.
"Ah, dia masih bodoh dan banyak mengharap pimpinan
Suhu."
Thian Bong Sianjin
mengangguk-angguk.
"Anak baik, dia mempunyai
bakat yang bersih."
Pada saat itu Thian Hwa
mengeluarkan ilmu silat
Kauw-jiu Kwan Im atau
Dewi Kwan Im Tangan
"Sembilan yang belum
lama dipelajari. Tipu silat
ini adalah gubahan Thian
Bong Sianjin sendiri yang
sengaja mengubah ilmu
silat ini untuk disesuaikan
dengan cucunya, karena
dia menganggap lebih
tepat daripada ilmu silat
lain yang kasar. Kauw-jiu Kwan Im memang mempunyai
gerakan-gerakan lemas dan membutuhkan kelincahan dan
kecepatan. Maka ketika memainkan ilmu silat yang sukar ini,
Thian Hwa harus mengerahkan ginkangnya sehingga
tubuhnya melesat cepat dan berputar-putar di sekeliling
lawannya, membuat Yan Bun merasa bingung karena tiba-tiba
dia melihat betapa gadis itu seakan-akan berubah menjadi tiga
orang! Namun, dia telah memiliki ilmu silat yang lumayan juga
sehingga dia masih dapat mempertahankan diri dari desakan
Thian Hwa.
"Yan Bun, berhenti!" teriak Ui Hauw. Kedua anak itu
mendengar teriakan ini dan segera meloncat mundur. "Yan
Bun, jangan kurang ajar, lihat siapa yang datang ini?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Yan Bun memandang dan ia masih ingat kepada kakek
yang dulu sering mengajar ayahnya bersilat, maka dia lalu
maju berlutut sambil memanggil, "Su-kong!"
Thian Bong Sianjin mengangkat bangun anak ini sambil
tertawa. "Yan Bun, kau telah banyak maju!"
Ui Hauw berkata kepada anaknya. "Tahukah kau siapa
yang kauajak bertanding tadi? Ia adalah cucu dari Su-kongmu!
Maka kau bisa melawannya?"
Thian Hwa telah sering berkunjung ke tempat itu dan kenal
baik kepada Ui Hauw tadi, ia segera berkata, "Aah, Ui Peh-peh
selalu memuji-muji saja!"
Thian Bong Sianjin gembira sekali melihat kemajuan ilmu
silat Yan Bun, maka dia segera bertanya kepada Ui Hauw.
"Tidak tahu apakah dia juga mempelajari ilmu dalam
air?"
Ui Hauw menjawab."Sedikit-sedikit dia pernah teecu latih
sendiri. Apalagi rumah Peh-pehnya dekat dengan sebuah
telaga yang cukup dalam sehingga dia sering berlatih renang
di sana."
Kakek tua itu makin gembira, lalu dia berkata kepada
cucunya.
"Thian Hwa, coba kauajak Yan Bun berlomba berenang
menyeberang sungai itu."
Thian Hwa merasa gembira sekali karena ia menduga
bahwa biarpun dalam ilmu silat ia hanya menang sedikit,
namun dalam hal ilmu dalam air ia tidak usah takut kalah!
Maka ia segera menghampiri Yan Bun dan berkata. "Mari, Uitwako,
kita mencoba kepandaian renang kita."
Yan Bun memandang gadis cilik itu dengan heran. Dia tadi
sangat kagum karena ternyata ilmu. silat anak gadis itu tidak
lebih rendah daripadanya, bahkan kalau dia boleh berkata
terus terang, dia harus mengakui keunggulan Thian Hwa! Kini
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
ternyata gadis cilik lnl pandai pula berenang, karena kalau
tidak pandai, tidak nanti dia berani menantangnya demikian
gembira. Dia makin merasa takluk kepada Thian Bong Sianjin
dan diam-diam mengiri terhadap keberuntungan Thian Hwa
yang sudah terpilih menjadi murid kakek berilmu tinggi itu.
Setelah keduanya tiba di tepi sungai dengan diikuti oleh
semua anak-anak dan orang-orang kampung, para anggauta
bajak yang kini merasa tertarik dan ikut menonton, tidak
ketinggalan pula Thian Bong Sianjin dan Ui Hauw sendiri,
Thian Hwa lalu berlari bersembunyi untuk berganti pakaian.
Ketika ia datang lagi, ia telah memakai pakaian yang serba
ringkas dengan mulut celana yang dapat diikatkan pada
pergelangan kakinya dan lengan baju yang pendek sampai ke
siku. Dengan pakaian ini ia dapat bergerak lebih leluasa di
dalam air. Semua orang memandang dengan kagum.
Kemudian, setelah Yan Bun juga siap sedia, keduanya lalu
terjun ke air berbareng dan berenang dengan cepat
menyeberang! Air di bagian itu tenang saja, tapi sangat dalam
dan sangat lebar sehingga untuk menyeberang sekali saja,
bagi orang-orang yang tidak terlatih baik akan terasa lelah
sekali, jangan kata bagi mereka yang tidak pandai berenang!
Tapi kedua anak itu ternyata benar-benar pandai karena
mereka berenang dengan cepat dan sepasang kaki dan tangan
mereka berpusing-pusing bagaikan kitiran dan membuat air
sungai berbuih keputih-putihan di dekat tangan dan kaki!
Perlombaan renang ini mendatangkan kegembiraan besar
dan semua anak bersorak-sorak menjagoi pilihan masingmasing,
tapi sebagian besar anak lelaki menjagoi Yan Bun
sedangkan anak-anak perempuan tentu saja memilih Thian
Hwa. Dan ternyata mereka berdua tiba di pantai sebelah sana
dengan waktu yang hampir bersamaan dan segera mereka
berbalik dan kini mereka berenang sambil menyelam. Semua
anak yang menonton pertunjukan ini menahan napas karena
kini kedua jagoan mereka lenyap dari permukaan air! Sampai
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
lama sekali tidak nampak keduanya muncul dari bawah air,
seakan-akan mereka sengaja bertahan dan tidak mau muncul
lebih dahulu!
Setelah lewat lama sekali, barulah tampak Yan Bun muncul
ke permukaan air sambil terengah-engah karena terlalu lama
dia menahan napas! Anak-anak perempuan yang menjagoi
Thian Hwa bersorak riuh karena munculnya Yan Bu ini mereka
anggap sebagai kemenangan bagi Thian Hwa yang. ternyata
lebih kuat bertahan di bawah permukaan air! Tapi sampai
lama ditunggu, belum juga Thian Hwa tampak muncul! Yan
Bun merasa heran sekali, karena mungkinkah gadis itu dapat
bertahan selama itu di dalam air? Ah, tidak mungkin!
Andaikata lwee-kang gadis itu sudah sangat tinggi dan kuat,
rasanya tidak mungkin ia dapat menahan napas selama itu.
Tapi, karena dalam hal bertahan diri di dalam air dia merasa
dikalahkan, Yan Bun lalu keluarkan kepandaian berenangnya
yang paling cepat untuk mendahului tiba di tepi. Benar saja, ia
dapat mencapai tepi lebih dahulu dengan disambut sorakan
ramai.
Tapi kini orang-orang gelisah karena Thian Hwa belum juga
tampak muncul! Bahkan Ui Hauw sendiri menjadi gelisah dan
tidak tahan lagi untuk tidak bertanya kepada Thian Bong
Sianjin. "Suhu, apakah benar-benar Thian Hwa dapat bertahan
sedemikian lamanya?" Karena Ui Hauw Si Ular Air sendiri tak
sanggup untuk berdiam di dalam air sedemikian lamanya!
Thian Bong Sianjin yang semenjak tadi hanya tersenyum
saja, ketika mendengar kata-kata Si Ular Air ini tertawa
terkekeh-kekeh, lalu menuding ke arah air sambil berkata.
"Ha, kau juga kena dikelabuhi? Lihatlah batang jerami itu!
Pernahkan melihat batang jerami bisa berenang?"
Ui Hauw memandang dan dia pun ikut tertawa terbahakbahak.
Tak lama kemudian, batang jerami yang menonjol di
permukaan air dan semenjak tadi bergerak ke arah tepi, telah
tiba di tepi dan tampaklah kini kepala Thian Hwa yang segera
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
muncul. Wajah gadis itu berseri-seri dan pada mulutnya
tergigit sebatang jerami panjang. Jadi ternyata gadis yang
sangat cerdik ini telah mengalahkan Yan Bun dalam bertahan
di bawah air dengan menggunakan akal, yakni ia menggigit
batang jerami yang berlubang dan dengan telentang ia dapat
berenang di bawah air seenaknya karena dapat bernapas
melalui batang jerami yang berlubang itu!
Semua orang tertawa dan memuji gadis itu, terutama Ui
Hauw merasa kagum dan gembira sekali.
"Suhu, bukankah cucumu itu cocok sekali kalau kelak
menjadi jodoh putera teecu?" katanya perlahan. Thian Bong
Sianjin hanya tertawa saja, tapi tidak menjawab sesuatu,
karena pada saat itu dia belum memikirkan tentang hal itu.
Karena sayang dan suka kepada Yan Bun, sejak saat itu
Thian Bong Sianjin sering sekali datang ke kampung Ui Hauw
untuk memberi pelajaran silat kepada Yan Bun, sehingga
boleh dibilang semenjak saat itu murid Thian Bong Sianjin
menjadi dua orang, yakni Thian Hwa sendiri dan Yan Bun.
Kakek tua itu tidak pilih kasih dan ia memberi pelajaran
kepada Yan Bun dengan sungguh-sungguh, bahkan pelajaran
yang diterima oleh Yan Bun jauh lebih banyak daripada yang
pernah dia berikan kepada Ui Hauw. Yan Bun memang
berotak terang, maka dia dapat menguasai semua pelajaran
yang diberikan itu dengan baik sehingga mendapat kemajuan
pesat sekali. Malah kini dia dapat ikut bersilat di atas air
dengan menggunakan papan terompah air bermain-main
dengan Thian Hwa.
Hubungan kedua anak itu menjadi erat, karena Thian Hwa
suka kepada Yan Bun yang bersikap lemah-Iembut, sopansantun
dan pandai pula berkelakar. Sebaliknya, sudah
semenjak pertemuan pertama, Yan Bun kagum sekali kepada
Thian Hwa yang dianggapnya sebagai seorang gadis yang
tidak ada nomor duanya di dunia ini!
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Berkali-kali, apabila melihat hubungan kedua anak itu
demikian baiknya, Ui Hauw mengutarakan pikirannya untuk
menjodohkan keduanya, tapi selalu Thian Bong Sianjin tidak
mau menyatakan persetujuannya, walaupun dia juga tidak
menyatakan ketidaksukaannya akan usul ini. Hanya satu kali
pernah dia berkata kepada Ui Hauw, "Tentang hal itu, aku
tidak berpendirian kukuh. Biarlah hal itu diputuskan sendiri
oleh Thian Hwa. Anak itu berdiri sendiri di dunia ini, maka
segala hal yang menyangkut dirinya, biarlah dia sendiri
mengambil keputusan, aku orang tua yang hanya sebentar
lagi berada di dunia ini cukup mengamat-amati saja."
Mendengar keterangan yang bersifat pernyataan isi hati
kakek ini, Ui Hauw maklum. Dia tahu bahwa Thian Hwa
bukanlah cucu gurunya sendiri, sedangkan dia tahu pula
bahwa kakek tua itu berhati mulia dan penuh belas kasih
hingga untuk kebahagiaan orang lain, dia sendiri rela
berkorban. Apalagi untuk menjaga kebahagiaan Thian Hwa
yang dikasihi, dia tentu tidak perdulikan perasaan hatinya
sendiri dan menyerahkan saja kepada anak itu agar tidak
sampai salah pilih.
Telah beberapa kali Thian Hwa bertanya kepada kakeknya
tentang ayah ibunya, karena gadis ini setelah besar mengerti
bahwa selain kakeknya, ia tentu mempunyai seorang ibu dan
ayah. Jika ditanya kakeknya selalu memberi jawaban
menyimpang sehingga Thian Hwa menjadi penasaran. Pernah
gadis itu berkata, "Kong-kong, kalau memang ayah ibuku
telah meninggal dunia, katakanlah saja. Tapi kalau mereka
masih hidup, bawalah aku bertemu dengan mereka." Gadis
yang semenjak kecilnya tidak pernah menangis ini ketika
mengajukan pertanyaan, dari kedua matanya mengalir air
mata membasahi pipinya. Tapi ia dapat menetapkan hatinya
yang keras untuk tidak menangis tersedu-sedu.
Thian Bong Sianjin ketika ditanya dan mendengar sesalan
cucunya ini, menghela napas panjang. Memang dari dulu dia
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
telah maklum bahwa pada suatu saat pasti datang pertanyaan
ini dan kalau sudah tiba waktunya, tak mungkin lagi dia dapat
membohongi anak itu. Dia memang belum pernah bertemu
dengan kedua orang tua Thian Hwa, tapi pada malam dia
menolong dan merawat Thian Hwa, dia bermimpi bertemu
dengan seorang wanita muda yang menangis sedih dan
berlutut kepadanya sambil berkata, "Inkong, peliharalah
anakku baik-baik...." Thian Bong Sianjin masih ingat betul
bahwa wanita muda itu wajahnya cantik dan di atas bibirnya
terdapat tahi lalat hitam. Tapi hal itu disimpannya sebagai
rahasia sendiri dan tidak pernah menuturkannya kepada orang
lain.
Setelah usia Thian Hwa meningkat sehingga sukar untuk
dibohongi lagi, terpaksa dia menjawab. "Thian Hwa, memang
kau masih mempunyai ayah dan ibu!"
"Mendengar kata-kata itu, gadis itu berdiri dan merangkul
kakeknya untuk menyembunyikan matanya yang telah basah
di pundak kakeknya itu. Dan terbayanglah lagi wajah wanita
muda di depan mata Thian Bong Sianjin. Dia masih teringat
bahwa wanita itu memakai pakaian yang mewah seperti orang
berpangkat.
"Di mana mereka, Kong-kong? Di mana7" Thian Hwa
bertanya sambil tersenyum dan wajah yang berseri-seri.
"Sabarlah, Thian Hwa. Aku sendiri belum pernah bertemu
dengan mereka itu' Ketahuilah, aku... aku bukanlah kakekmu
sejati. Kau kutemukan di... dan... dan aku pun tidak tahu
siapa orang tuamu."
Wajah yang berseri-seri itu tiba-tiba menjadi muram
bagaikan api bernyala disumbu lilin tiba-tiba tertiup padam.
"Kalau begitu... Kong-kong... mari kita cari mereka...."
Thian Bong Sianjin lalu memeluk muridnya yang baru
berusia tiga belas tahun itu. "Thian Hwa, kau sabarlah. Apa
kau-kira aku tidak suka melihat kau berjumpa dengan kedua
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
orang tuamu? Aku mendidik kau menjadi orang pandai juga
dengan maksud agar kelak kau dapat mencari mereka! Tapi
nanti, kalau kau sudah dewasa dan sudah memiliki kepandaian
tinggi. Sekarang kau belajarlah dengan tekun dan rajin, kelak
tentu akan tiba masanya aku melepaskan kau pergi mencari
orang tuamu."
Tubuh Thian Hwa menggigil dalam pelukan kakeknya,
tanda bahwa anak itu menggunakan seluruh tenaganya untuk
menahan isak tangisnya. Thian Bong Sianjin menghela napas.
Sungguh hebat luar biasa sekali anak ini, pikirnya dengan
kagum.
Semenjak itu, Thian Hwa tekun mempelajari ilmu silat
tinggi, bersama-sama Yan Bun sehingga tingkat kepandaian
mereka saling susul dan tidak berbeda jauh. Yan Bun tumbuh
menjadi seorang pemuda yang sabar, hati-hati dan sebelum
bertindak selalu mengadakan perhitungan tepat dan cermat,
tapi Thian Hwa menjadi seorang gadis yang sangat pemberani
dan bebas. Mungkin hal ini terjadi karena memang semenjak
kecil ia hidup berdua dengan kakeknya, lepas bebas sebagai
seekor burung di udara, dan dalam pada itu, selalu segala
macam bahaya dan kesukaran ia pecahkan sendiri karena
memang disengaja oleh Thian Bong Sianjin untuk membiarkan
gadis itu menghadapi segala kesukaran dengan tenaga sendiri,
dan baru ditolongnya kalau memang perlu ditolong! Karena
inilah, maka watak Thian Hwa selain keras dan jujur, juga
sangat pemberani dan percaya penuh akan kemampuannya
sendiri.
Pada suatu hari, ketika seperti biasanya Thian Bong Sianjin
dan Thian Hwa mengunjungi perkampungan Ui Hauw, mereka
mendapatkan kampung itu dalam persiapan dan Ui Hauw
ta.mpak berwajah muram. Thian Bong Sianjin merasa heran
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sekali dan baru saja dia dan cucunya mendarat, Ui Hauw
menyambutnya dengan penuturan sebuah peristiwa yang
membuat Thian Hwa menjadi marah sekali.
Semenjak Thian Bong Sianjin mengundurkan diri dan
mencuci tangan dari pekerjaannya sebagai bajak tunggal,
maka peraturan yang dia tetapkan bagi semua bajak di Sungai
Huang-ho tetap diindahkan dan ditaati semua bajak besar
kecil. Terutama karena mereka semua itu mendengar bahwa
Si Ular Air Ui Hauw yang dianggap sebagai pengganti Thian
Bong Sianjin yang dulu disebut Huang-ho Sui-mo atau Setan
Air Sungai Huang-ho, terkenal sebagai seorang gagah yang
mengutamakan keadilan dan kegagahan dan tetap mentaati
peraturan yang ada.
Akan tetapi, karena Ui Hauw kini jarang sekali
meninggalkan perkampungannya yang kini menjadi kampung
tetap, dan boleh dikata tak pernah kepala bajak itu
mendayung perahunya lagi menjelajah sepanjang sungai,
lambat laun kekuatan para bajak makin lemah dan di sana-sini
terjadi pelanggaran-pelanggaran. Ada kumpulan bajak yang
sengaja mengganggu perahu-perahu nelayan dan merampas
hasil-hasil yang didapatnya, bahkan ada yang merampok ikanikan
yang didapat dengan bekerja keras sehari semalam oleh
tukang-tukang ikan itu!
Baru beberapa bulan akhir-akhir ini, di permukaan Sungai
Huang-ho timbullah nama baru yang cukup menggemparkan
dan yang seakan-akan mendesak ke samping nama Ui Hauw
yang telah lama seakan-akan tidak aktif lagi itu. Memang,
sudah lama sekali Ui Hauw mengajar anak buahnya untuk
mendapatkan hasil dengan cara menangkap ikan dan bertani
di pinggir sungai yang tanahnya subur itu, sehingga mereka
kini boleh dibilang menjadi nelayan-nelayan dan petani-petani
yang pandai dan hidup damai! Nama baru ini ialah Ma Tek San
yang digelari orang Tiat-thou-kim-go atau Buaya Emas Kepala
Besi! Orang she Ma ini tadinya adalah seorang perampok,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tetapi karena kekurangan hasil, lalu menceburkan diri dalam
kalangan pembajakan dan menjadi seorang bajak yang ganas.
Karena kepandaian silatnya yang tinggi, ditambah pula
memang dia pernah mempelajari ilmu dalam air, maka
sebentar saja dia dapat mengangkat dirinya menjadi kepala
dan pengikut-pengikutnya adalah orang-orang yang sifatnya
sesuai dengan dia, yakni kejam dan berani mati.
Karena baru saja muncul dari bidang pekerjaan lain, yakni
merampok, maka Ma Tek San tidak pernah bertemu muka
dengan Ui Hauw dan karenanya tidak menaruh hormat
sedikitpun juga. Dia membajak sesuka hatinya, bahkan berani
melanggar wilayah atau daerah dari bajak-bajak lain hingga
terjadi pertempurran-pertempuran. Tetapi selama ini belum
pernah ada bajak lain yang sanggup mengalahkannya, maka
sebentar saja namanya menjadi terkenal dan sangat ditakuti.
Walaupun demikian, Ma Tek San juga mendengar tentang
nama besar Ui Hauw sehingga dia belum berani main-main
atau coba-coba mengganggu wilayah orang she Ui itu.
Tapi pada dua hari yang lalu, mulailah Si Buaya Emas itu
beraksi! Dan sekali ia beraksi, dia tidak mau kepalangtanggung
lagi! Dia telah mengganggu dan merampas semua
ikan dari empat orang nelayan yang bukan lain adalah anak
buah Ui Hauw sendiri! Ini masih belum hebat, yang lebih
menyakitkan hati ialah bahwa dua orang di antara yang empat
itu telah mati terbunuh, sedangkan yang dua lagi kalau tidak
memiliki kepandaian berenang yang cukup tinggi, tentu akan
terbunuh pula. Mereka inilah yang datang memberi laporan
kepada Ui Hauw dan menceritakan betapa Ma Tek San dengan
sombongnya menantang.
"Kalau kalian memang betul anak buah bajak kecil Ui Hauw
itu, katakan padanya bahwa kalau dia ingin tahu keberanian
Tiat-thou-kim-go, biarlah kutunggu dia di Tikungan Maut!"
Ternyata bahwa rombongan bajak baru yang dipimpin oleh
Ma Tek San ini telah menjelajah sampai di Tikungan Maut dan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
agaknya hendak menguasai dan merampas daerah yang subur
di mana Ui Hauw dan anak buahnya tinggal. Tentu saja hal ini
merupakan penghinaan besar sekali, karena tidak saja Ma Tek
San telah melanggar pantangan merampok dan membunuh
nelayan, juga telah berani membunuh anak buah Ui Hauw dan
mengeluarkan tantangan! Juga semua anak buah Ui Hauw
marah sekali dan mereka bersiap untuk menyerbu ke
Tikungan Maut.
Mendengar berita ini, Thian Bong Sianjin yang sudah tua itu
menggunakan tangan kanan mengusap-usap jenggotnya dan
tersenyum getir.
"Aku orang tua sudah tiada guna, maka ada orang yang
berani berlaku sewenang-wenang dan menjalankan kejahatan
di depan mataku. Kalau hal ini kudiamkan saja, maka akan
kotorlah Sungai Huang-ho dan percuma saja aku hidup
puluhan tahun di permukaan air ini! Biarlah aku mewakili
kalian menghajar buaya kecil itu."
"Suhu, yang dihina oleh buaya itu adalah teecu, maka
biarkanlah teecu sendiri yang mencoba sampai di mana
keperkasaan buaya yang sombong itu. Suhu tidak usah
mencapaikan diri turun tangan sendiri." kata Ui Hauw yang
merasa sangat sakit hati terhadap orang she Ma itu.
"Ayah, ada aku anakmu di sini, mengapa kau orang tua
hendak turun tangan sendiri? Kurasa, kalau hanya orang
macam dia itu saja, aku yang telah menerima pelajaran dari
Ayah dan Sukong masih sanggup melawannya." kata Yan Bun
dengan gagah. "Berilah aku beberapa orang saudara yang
pandai dan gagah berani, dan aku akan tangkap buaya itu dan
menyeretnya ke sini."
"Kong-kong dan Ui Peh-peh. Memang betul kata Ui-twako
tadi. Hal seremeh ini tak perlu harus membuat Kong-kong
atau Peh-peh kesal hati. Untuk memukul anjing kecil tak perlu
memakai tongkat besar. Dan juga, kurasa tak perlu Ui-twako
harus repot-repot membawa banyak kawan. Hal ini hanya
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
akan merendahkan nama kita saja. Cukup Ui-twako dan saya
pergi dan tanggung bereslah beberapa ekor buaya kecil itu!"
demikianlah kata Thian Hwa yang sangat jumawa dan berani
itu.
Ui Hauw maklum bahwa kepandaian Yan Bun dan Thian
Hwa telah melampaui kepandaiannya sendiri dan jauh lebih
tinggi, maka kalau kedua anak muda itu yang pergi, akan lebih
kuat daripada kalau dia sendiri yang pergi, tetapi dia merasa
tidak enak hati untuk melepas kedua anak muda yang belum
berpengalaman itu menghadapi seorang penjahat licin seperti
Ma Tek San. Karena inilah, maka dia merasa ragu-ragu.
Tiba-tiba Thian Bong Sianjin tertawa besar. "Ha-ha-ha!
Sikap kalian ini membuat aku teringat akan masa mudaku
ketika kami beberapa hohan menjadi barisan gerilya
mengacau pertahanan kubu-kubu tentara Manchu. Tiap kali
ada pekerjaan mengadu nyawa, kami selalu berebut untuk
melakukannya! Sekarang kalian berebut untuk mencari
pahala, ha-ha! Memang beginilah seharusnya laku orangorang
gagah! Ui Hauw, biarlah. Kaulepaskan kedua anak muda
ini, biar mereka mendapat pengalaman baru."
"Tapi, Suhu. Mereka ini masih belum berpengalaman, teecu
merasa khawatir kalau-kalau mereka akan terjebak oleh tipu
muslihat buaya itu."
"Jangan cemas, aku sendiri akan mengamat-amati mereka,
sekalian melihat siapakah sebenarnya orang kurang ajar itu."
Mendengar bahwa orang tua itu sendiri hendak ikut pergi
dengan kedua anak muda itu, tenanglah pikiran Ui Hauw.
Tetapi, biarpun dia dan anak buahnya tak berani membantah,
namun di dalam hati mereka itu kurang puas karena tidak
dapat menghantam musuh yang dibenci itu dengan tangan
sendiri.
Sementara itu, Yan Bun dan Thian Hwa segera pergi ke
sungai bersama Thian Bong Sianjin. Mereka bertiga naik
perahu kecil yang biasa dinaiki Thian Bong Sianjin dan Thian
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Hwa. Kakek tua itu duduk di tengah-tengah sambil berpeluk
tangan dan memejamkan mata, sedangkan Yan Bun di
belakang dan Thian Hwa di depan mengayuh biduk kecil itu
dengan cepat sekali menuju ke Tikungan Maut.
Kedatangan biduk kecil yang ditumpangi oleh seorang
kakek dan dua orang anak muda itu cepat sekali diketahui
oleh Ma Tek San yang telah menyebar mata-matanya di
sepanjang sungai. Dia lalu bersiap karena mendengar bahwa
yang datang itu adalah utusan-utusan dari Ui Hauw hingga dia
dapat menduga bahwa mereka tentulah orang-orang yang
memiliki kepandaian. Tetapi sedikit pun dia tidak takut, karena
sesungguhnya yang membuat dia berani mengganggu anak
buah Ui Hauw adalah karena kedatangan suhengnya yang ikut
menggabungkan diri padanya. Suhengnya ini adalah seorang
hwesio gundul bernama Lauw Keng Hwesio. Karena
melakukan pekerjaan terkutuk, di antaranya mengganggu
anak bini orang dan merampok, dia dimusuhi oleh orangorang
gagah dari kotanya sehingga terpaksa dia melarikan
diri. Kemudian pendeta palsu ini mendengar tentang adik
seperguruannya yang kini menjadi kepala bajak yang makmur,
maka segera dia menyusul dan ikut membonceng adik
seperguruannya itu. Tentu saja Ma Tek San merasa girang
sekali karena dengan adanya suhengnya ini, kedudukannya
semakin kuat sehingga dia tak perlu lagi takut kepada Ui
Hauw.
Thian Bong Sianjin dan kedua anak muda yang naik biduk
kecil itu tahu bahwa biarpun tikungan itu nampak sunyi-sunyi
saja, namun di kedua tebing sungai yang curam itu, di atas
batu-batu karang yang tinggi di kanan kiri, tampak bergerak
orang-orang bersembunyi di balik batu. Tetapi baik kakek tua
itu dan kedua anak muda itu, mereka tenang-tenang saja
seakan-akan tidak ada sesuatu yang mengancam keselamatan
mereka. Kalau dulu Thian Hwa masih harus menggunakan
seluruh kepandaian untuk membawa biduknya melalui
Tikungan Maut itu dengan selamat, kini gadis itu sudah biasa
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
lewat di situ dan dapat melalui segala bahaya tikungan itu
dengan mudah. Apalagi sekarang ada Yan Bun yang
membantunya, maka ketika biduk kecil melewati tikungan itu,
biarpun air datang menghantam dari depan sangat cepat dan
kuatnya, namun keduanya dapat membawa biduk menerjang
aliran air dan menikung dengan selamat. Bahkan putaranputaran
air itu tak berdaya mengganggu biduk yang didayung
oleh dua orang muda yang memiliki kepandaian dan tenaga
yang terlatih hebat. Melewati sungai yang penuh batu-batu
karang, biduk itu sedikit pun tidak bergoncang hingga Thian
Bong Sianjin yang tampak tidur sambil duduk di tengahtengah
perahu sama sekali tidak merasa apa-apa!
Puluhan pasang mata mengintai biduk kecil itu dari kedua
tebing sungai, di atas batu-batu karang yang tinggi. Mereka
kagum dan heran sekali mengapa ada biduk kecil yang dapat
menerjang arus sungai dan mudik melalui tikungan yang
demikian berbahaya, sedangkan untuk membawa perahu
dengan selamat ke hilir saja adalah pekerjaan yang dapat
mendatangkan maut!
Tiba-tiba dari kedua tebing tinggi jatuh batu-batu
berhamburan menimpa biduk kecil itu. Ini adalah akal keji dari
Ma Tek San yang hendak menghancurkan utusan musuhnya
dengan sekali serang. Memang keadaan mereka bertiga dalam
biduk itu sangat berbahaya. Datangnya batu-batu yang
dilemparkan ke bawah bagaikan hujan! Jangan kata mereka
dapat bahaya, terkena batu saja pun tidak. Andaikata
biduknya sampai terbalik, sukarlah menolong jiwa
penumpangnya di tempat bahaya itu.
Tetapi biarpun keadaan demikian berbahaya, Thian Bong
Sianjin masih saja berpeluk tangan dan memejamkan mata,
sedangkan kedua anak muda itu dengan tenang lalu
memperlihatkan kepandaiannya. Thian Hwa melepaskan ikat
pinggangnya yang panjang dan lebar, lalu menggunakan
sutera ini untuk diputar sedemikian rupa di atas kepala
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mereka bertiga sehingga dari atas putaran sabuk itu
merupakan perisai putih ber-bentuk bundar yang kuat sekali,
karena setiap batu yang jatuh menimpa putaran itu lalu
terpental jauh! Inilah tenaga lweekang yang tinggi, hingga
sabuk sutera itu merupakan senjata penangkis yang sangat
kuat dapat menangkis setiap batu yang datang menimpa
mereka. Dengan adanya payung sabuk ini, maka Yan Bun
dapat bekerja dengan tenang. Dia dayung terus biduk kecil itu
lewat di antara batu-batu karang yang menonjol.
Akhirnya anak buah Ma Tek San yang menghujani batu itu
menghentikan serangan mereka dan kini tiba-tiba di depan
biduk kecil itu muncullah puluhan perahu cat hitam dipasang
malang-melintang memenuhi permukaan sungai. Mereka
muncul dari belakang rumput sungai yang tumbuh di kanan
kiri sungai. Di tiap perahu duduk empat orang yang semuanya
berikat kepala hitam dan berbekal senjata tajam. Sikap
mereka ganas dan menakutkan.
Thian Bong Sianjin membuka kedua matanya dan
memandang sambil tersenyum. Dia lalu berkata kepada Yan
Bun dan Thian Hwa.
"Lebih baik tinggalkan aku sendiri di dalam perahu dan
kalian boleh menyambut mereka." Habis berkata demikian,
Thian Bong Sianjin mengambil tombak pendek dan diikatnya
dengan tali yang kuat yang sudah tersedia di dalam biduk,
Kemudian dengan menjepit tombak itu di antara dua
jarinya, dia luncurkan tombak ke bawah. Tombak itu meluncur
cepat ke dalam air dan menancap di dasar sungai. Inilah cara
Thian Bong Sianjin melepas jangkar perahu untuk menahan
perahu itu hanyut terbawa air. Kemudian kakek itu duduk saja
di situ dengan seenaknya, sambil memandang sepak terjang
kedua muridnya.
Yan Bun dan Thian Hwa lalu mengeluarkan papan
terompah air mereka dan sebentar kemudian semua anggauta
bajak itu berseru kaget dan terheran-heran ketika melihat
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
betapa pemuda dan gadis yang di dalam perahu itu kini
berlari-lari cepat di atas air menuju ke tempat mereka!
Memang dari jauh papan di bawah kaki kedua anak muda itu
tidak tampak dan mereka seolah-olah berlari atau melayang
di permukaan air.
Ketika sudah datang dekat, tahulah mereka bahwa kedua
anak muda itu menggunakan papan sehingga mereka menjadi
takjub sekali. Dari dalam perahu bajak yang terbesar,
berdirilah dua orang yang bertubuh tinggi besar. Seorang di
antaranya adalah Ma Tek San yang berpakaian serba hitam
dengan golok besar di tangannya, sedang di sebelahnya
berdiri seorang hwesio gundul yang matanya jelilatan ke sana
kemari, sedangkan mulutnya tersenyum menyeringai. Kedua
orang ini biarpun kagum juga melihat pertunjukan ginkang
luar biasa ini, namun mereka tidak mau memperlihatkan
kekagumannya seperti anak buah mereka.
"Hai, kalian anak-anak muda yang berada di depan apakah
utusan dari Ui Hauw Si Ular Air?" terdengar Ma Tek San
membentak dengan sombong.
"Kami memang utusannya." jawab Yan Bun, tetapi Thian
Hwa lalu menambahkan cepat-cepat.
"Kami datang mewakili Ui Peh-peh untuk, menyeret buaya
kecil yang mengotorkan perairan Huang-ho!"
Kata-kata ini disambut oleh luncuran enam batang tombak
ke arah kedua anak muda itu dari kanan kiri!
"Bagus!" seru Thian Hwa dan Yan Bun berbareng, dan Yan
Bun segera miringkan tubuh berkelit dari serangan sebatang
tombak, kemudian menangkap sebatang tombak ke dua dan
yang ke tiga ia sam-pok dengan tangan kanan jatuh ke dalam
air! Tetapi Thian Hwa tidak mau berlaku sungkan. Gadis ini
menggunakan kedua tangan menangkap dua batang tombak
dan tombak ke tiga yang menyerang perutnya ia tendang
hingga terpental ke atas dan ketika tombak itu meluncur
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
turun, ia sabet dengan tombak yang terpegang olehnya
hingga meluncur cepat kembali ke tempat ia dilepas dan
menancap ke sebuah perahu dengan kencangnya!
Tentu saja ketangkasan kedua anak muda itu tak
tersangka-sangka oleh mereka semua, maka kembali dari
mulut para anak buah bajak itu terdengar seruan kagum.
"Dan kau yang berbaju hitam apakah buaya kecil she Ma?"
Thian Hwa balas bertanya.
Ma Tek San mengangkat dada dan berkata. "Aku adalah
Tiat-thou-kim-go Ma Tek San dan ini adalah suhengku Lauw
Kang Hwesio!" Dan. kata-kata ini disambut oleh Yan Bun dan
Thian Hwa dengan lontaran tombak di tangan mereka. Yan
Bun melontarkan tombaknya ke arah perahu yang memuat
pelontar tombak yang menyerangnya tadi, sedangkan Thian
Hwa pun menggunakan sebatang tombak untuk mengirim
kembali kepada penyerangnya tadi. Lemparan mereka jauh
lebih cepat dan hebat daripada tadi, juga gerakan mereka
sangat cepat hingga tidak terduga, maka segera terdengar
teriakan-teriakan ngeri dari kedua perahu itu yang
menyatakan bahwa serangan itu mendatangkan korban!
Bukan main marahnya Ma Tek San melihat hal ini. Dia
perintahkan orangnya mendayung maju perahunya dan sambil
menggunakan golok untuk menuding ia berseru, "Bangsat
kecil tak tahu diri! Kalau belum mampus kalian kena golok ini
aku belum akan puas!"
"Kau bangsat besar yang bermulut besar pula! Terimalah
tombak ini!" Thian Hwa melempar tombaknya ke arah orang
she Ma itu dengan keras. Tetapi ternyata bahwa Buaya Emas
Kepala Besi itu tangkas dan kuat juga, Dengan goloknya yang
berat dan besar dia tangkis tombak itu hingga meleset ke
pinggir dan masuk ke dalam air. Melihat kepala mereka mulai
beraksi, semua perahu bajak bergerak cepat dan mengurung
kedua anak muda itu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Bangsat-bangsat kecil, sebelum darahmu mengalir dengan
air Sungai Huang-ho, beritahukan dulu nama kalian." teriak Ma
Tek San.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Seri Huang Ho Sianli 1
Dewi Sungai Kuning
Karya : Asmaraman S Kho Ping Hoo
Sumber djvu :
Abu Keisel http://duniaabukeisel.blogspot.com/
Ebook oleh : Dewi KZ
TIRAIKASIH WEBSITE
http://kangzusi.com/ http://dewi-kz.info/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Jilid II
YAN BUN menjawab dengan tenang. "Aku adalah Ui Yan
Bun, putera dari Ui Hauw, dan aku datang mewakili Ayahku.
Dan ini...."
Tetapi Thian Hwa mendahuluinya. "Dan aku adalah Huangho
Sian-li, Dewi Sungai Huang-ho yang datang hendak
menangkap buaya kecil berkepala busuk!"
"Perempuan rendah, kau akan kubunuh lebih dulu!" teriak
Ma Tek San dengan marah sekali.
Yan Bun yang lebih berhati-hati dan tahu bahwa dengan
sampokan ketika menangkis lontaran tombak Thian Hwa tadi
maka ternyata bahwa kepala bajak itu memiliki tenaga besar
dan kepandaian yang luar biasa juga, maka dia merasa bahwa
kalau harus melayani pengeroyokan itu di atas papan
terompah air, mereka tidak akan leluasa sekali. Maka dia lalu
berkata kepada Thian Hwa, "Thian-moi, marilah kita mendarat
saja."
Sebenarnya, gadis itu tidak jerih sama sekali walaupun
harus melayani mereka semua di atas papan terompah air,
tetapi karena ia maklum bahwa Yan Bun memang belum
mahir seperti dia menggunakan kepandaian itu, dan untuk
membantahnya ia takut kalau-kalau membikin malu Yan Bun,
maka ia lalu berkata keras, "Hei, bajak-bajak kecil, kalau mau
tahu kegagahan kami, kalian naiklah ke darat!"
"Kalian telah terkurung, bagaimana hendak mendarat?" Ma
Tek San tertawa mengejek dan memberi isyarat untuk
menyerbu. Maka perahu-perahu itu meluncur datang dan
ujung-ujung senjata mereka digerakkan untuk menyerang
Thian Hwa dan Yan Bun. Kedua anak muda itu telah bersiap
dan keduanya telah mencabut pedang mereka. Dengan
beberapa kali gerakan pedang saja, Yan Bun dan Thian Hwa
telah membuat empat orang bajak tercebur ke dalam air,
maka kedua anak muda itu lalu menggerakkan tubuh dan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
melompati perahu yang telah kosong itu untuk melepaskan
diri dari kepungan, lalu dengan enak sekali mereka menuju ke
tepi!
Ma Tek San dengan marah mengejar ke tepian bersama
suhengnya. Ketika kepala bajak itu dan suhengnya serta
orang-orangnya telah berada di tepi sungai, tiba-tiba seorang
anak buah bajak menunjuk ke arah perahu Thian Bong
Sianjin.
Ma Tek San yang
memang berwatak
curang dan licin segera
memberi perintah kepada
orang-orangnya,
"Tangkap orang tua itu
dan bawa dia ke s ini, tapi
jangan lukai dia!" Kepala
bajak she Ma ini telah
dapat menduga bahwa
kedua anak muda utusan
dari Ui Hauw itu adalah
orang-orang yang
memiliki kepandaian
hebat, maka ia telah
mengambil keputusan
jika dia dan suhengnya
kalah, akan mengeroyoknya. Tetapi orang tua dalam perahu
itu mungkin akan kabur dan memberi laporan kepada Ui Hauw
hingga datang bala-bantuan, karena itu lebih baik orang tua
itu ditawan lebih dulu!
Dengan beberapa kali gerakan pedang saja, Yan
Bun dan Thian Hwa telah membuat empat orang bajak
tercebur ke dalam air.
Mendengar perintah Ma Tek San ini, beberapa orang bajak
dalam tiga buah perahu segera mendayung perahu ke arah
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
perahu kecil di mana Thian Bong Sianjin masih duduk berpeluk
tangan tak bergerak. Ui Yan Bun dan Thian Hwa melihat hal
ini hanya tersenyum saja dan saling pandang.
Para bajak segera mengurung kedua anak muda itu dan
merupakan lingkaran besar, sedangkan kedua anak muda itu
berdiri di tengah-tengah dengan sikap tenang sekali. Ma Tek
San lalu maju dan membentak.
"Apakah kalian masih berkeras kepala dan ingin mampus di
sini7"
Ui Yan Bun pun maju dan berkata sabar, "Orang muda she
Ma! Kau ini benar-benar tidak memakai peraturan dan
kesopanan sesama kaum sungai telaga! Tanpa alasan dan
sebab kau telah memusuhi Ayahku, bahkan kaubunuh dua
orang kami yang sedang mencari ikan. Bukankah hal ini
sangat merendahkan namamu?"
"Memang aku sengaja membunuh orangmu, habis kau mau
apa?" kata Ma Tek San ketus, sedangkan suhengnya dan para
anak buahnya terkekeh mentertawakan.
"Perbuatanmu itu berarti kau menantang fihak kami, maka
sekarang aku mewakili ayah datang ke sini hendak mencoba
sampai di mana kekuatanmu maka kau berani berlaku
sewenang-wenang. Apakah kau hendak melakukan
pengeroyokan atau kau berani melayani aku secara laki-laki?"
Marahlah Ma Tek San mendengar tantangan ini. "Eh, anak
kecil sombong, jangan kaukira kepandaianmu sudah tiada
lawannya dengan hanya memiliki ginkang dan permainan
kanak-kanak di atas air itu saja! Majulah kau kalau hendak
berkenalan dengan Tiat-thou-kim-go!" Setelah berkata
demikian orang she Ma itu mencabut golok besarnya yang
berkilauan karena tajamnya.
Tetapi sebelum kedua musuh itu bertempur, tiba-tiba
terdengar suara ramai-ramai dari arah sungai. Mereka semua
memandang dan terkejut melihat bahwa yang ramai-ramai itu
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
adalah beberapa orang anak buah bajak datang sambil
memikul biduk kecil di atas mana Thian Bong Sianjing masih
saja duduk berseda-kap tak bergerak sambil memejamkan
mata!
"Eh, mengapa kalian berbuat segila ini?" Ma Tek San
membentak kepada seorang bajak yang berjalan paling depan.
Bajak itu segera minta maaf kepada pemimpinnya dan
menceritakan bahwa dia dan kawan-kawannya tidak sanggup
mengeluarkan kakek itu dari perahunya! Telah dicoba oleh
banyak orang tetapi tak seorang pun sanggup menggerakkan
tubuh yang bagaikan membatu itu keluar dari perahu. Maka,
untuk mentaati perintah Ma Tek San, dia dan kawankawannya
lalu menggusur saja biduk itu ke tepi lalu
mengangkat kakek itu dengan perahunya!
Yan Bun dan Thian Hwa tertawa geli. Ma Tek San marah
sekali dan mendekati Thian Bong Sianjin di dalam perahunya
yang kini telah diletakkan di atas tanah. "He, orang tua,
siapakah engkau sebenarnya?"
Thian Bong Sianjin membuka matanya perlahan dan
menjawab dengan tak acuh, "Namaku Thian Bong, kalian
hendak membawaku ke manakah?"
Thian Hwa dengan keras berkata, "Orang she Ma,
ketahuilah, dulu Kakekku ini disebut orang Huang-ho Sui-mo!"
Terkejutlah Ma Tek San mendengar ini, juga semua anak
buah bajak. Lebih-lebih para bajak yang tadi memaksa Thian
Bong Sianjin mendarat, mereka ini menggigil dan wajah
mereka pucat sekali, bahkan tiga orang anak buah bajak yang
telah lama menjalankan pekerjaan itu dan cukup kenal dengan
nama Huang-ho Sui-mo, segera maju dan menjatuhkan diri
berlutut di depan Thian Bong Sianjin sambil menganggukanggukkan
kepala minta ampun!
Lauw Keng Hwesio melihat lagak tiga orang bajak itu
menjadi sangat sebal dan dia yang belum pernah mendengar
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
nama Huang-ho Sui-mo lalu memajukan kaki dan tiba-tiba
kedua tangannya memukul ke arah kepala Thian Bong Sianjin
dari kanan kiri! Lauw Keng Hwesio hendak memperlihatkan
kepandaiannya dan ingin sekali memukul mati kakek yang
agaknya terkenal dan ditaati itu, maka datang-datang dia
mengirimkan serangan maut dalam gerak tipu Dewa Mabuk
Menuangkan Arak!
Tetapi, kakek tua yang tampak tenang-tenang saja itu tibatiba
mengebutkan kedua lengan bajunya ke arah tangan Lauw
Keng Hwesio yang meluncur maju dan tepat sekali ujung
lengan bajunya menyambar ke arah jalan darah di
pergelangan lengan hwesio itu! Bukan main terkejutnya Lauw
Keng Hwesio sehingga dia buru-buru menarik kembali kedua
tangannya, karena kalau diteruskan, belum sampai
kepalannya mendarat di kepala lawan, dia akan tertotok
terlebih dulu. Dia tahu betapa hebat ujung lengan baju itu,
karena anginnya telah terasa dan membuat urat tangannya
kesemutan. Diam-diam dia mengeluarkan keringat dingin
karena maklum bahwa kakek itu benar-benar berilmu tinggi
sekali.
Thian Bong Sianjin tersenyum sabar sambil berkata
perlahan.
"Eh, hwesio, kau mau apakah?"
Lauw Keng Hwesio meloncat mundur dengan malu, dan
pada saat itu Thian Hwa maju dan memakinya. "Bangsat
gundul jangan kau berani mengganggu Kakekku!"
Kepala gundul itu menjadi marah dan dia melepaskan
sabuknya yang ternyata terbuat daripada baja lemas dan
merupakan joan-pian yang kuat. Tanpa banyak kata lagi dia
lalu menyerang Thian Hwa yang sudah siap dengan pedang di
tangan. Dan pada saat itu juga, Ma Tek San juga sudah mulai
bertempur dengan Ui Yan Bun.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ma Tek San dan Lauw Keng Hwesio memang memiliki
kepandaian yang tinggi dan ganas, ditambah lagi tenaga
mereka besar. Tetapi kini mereka menghadapi dua orang
muda gemblengan Thian Bong Sianjin yang telah menurunkan
ilmu silat tinggi kepada kedua muridnya itu, maka baru
bertempur beberapa puluh jurus saja keduanya telah terdesak
hebat oleh pedang Thian Hwa dan Yan Bun!
Ma Tek San yang selalu berpikir jahat, ketika mendapat
kenyataan bahwa kedua lawannya itu benar-benar lihai,
segera berseru kepada anak buahnya yang masih berdiri
mengelilingi lapangan pertempuran itu.
"Hayo kamu semua lekas bantu menangkap dua setan ini!"
Suara Ma Tek San yang keras terdengar berpengaruh dan
tidak seorang pun di antara anak buahnya yang berani
menentang atau mengabaikan perintah ini, karena mereka
sudah mengenal kekejaman Ma Tek San. Dengan senjatasenjata
tajam di tangan, mereka bergerak maju untuk
mengeroyok.
Tiba-tiba terdengar suara bentakan keras sekali.
"Kalian semua mundur!" Inilah bentakan Thian Bong Sianjin
yang masih duduk di dalam perahunya. Suaranya lebih keras
dan nyaring dibanding suara Ma Tek San sehingga para bajak
terkejut dan sebagian besar mundur. Tapi sebagian lagi tetap
maju karena mereka lebih takut kepada pimpinan mereka
yang kejam.
"Mundur kalian! Kalau tidak, tangan Huang-ho Sui-mo ikut
berbicara!'
Ancaman ini berhasil juga, karena lebih dua puluh orang
yang pernah mendengar nama ini segera mundur dan melihat
ke arah orang tua itu dengan hormat, tapi masih ada juga
yang berani maju dengan maksud mengeroyok Thian Hwa dan
Yan Bun. Tapi Thian Bong Sianjin mengangkat tangan dan
mengayunkan tangannya ke arah mereka dan pada saat itu
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
juga beberapa orang bajak berteriak-teriak sambil melepaskan
senjata mereka, karena ternyata sambil duduk di perahunya
kakek itu telah meraup segenggam pasir kasar dan
mempergunakan pasir itu sebagai senjata rahasia! Ternyata
pasir kasar yang hampir menyerupai kerikil itu telah
memecahkan kulit tubuh mereka yang tersambit sehingga
mengeluarkan darah dan rasanya perih sekali! Melihat
kelihaian orang tua itu, para bajak menjadi ketakutan dan
tidak berani maju lagi.
Sementara itu, Thian Hwa yang memainkan pedangnya
secara cepat sekali telah berhasil mengurung Lauw Keng
Hwesio sehingga hwesio itu hanya dapat menangkis saja
tanpa dapat membalas sedikitpun juga.
"Thian Hwa, jangan membunuhnya!" Thian Bong Sianjin
berteriak dan Thian Hwa lalu mengubah gerakan pedangnya
dengan secepat kilat! Dia menggunakan ujung pedang
menusuk ke arah jalan darah di tenggorokan lawan dengan
gerak tipu Burung Kepinis Mematuk Ikan. Karena gerakan ini
cepat sekali, maka Lauw Keng Hwesio hampir saja tak dapat
mengelakkan diri, tetapi masih ingat untuk melempar diri ke
belakang sehingga dia terjengkang, tapi terhindar dari maut.
Pada saat dia belum dapat memperbaiki kedudukannya,
sepasang kaki Thian Hwa bergerak cepat dan joan-pian-nya
telempar karena tendangan kaki kiri Thian Hwa, sedangkan
ujung sepatu kanan gadis itu mampir di pundaknya
menendang jalan darahnya sehingga dia berteriak keras dan
merasa betapa pundaknya sakit sekali sampai meresap ke ulu
hati!
Masih untung bagi Lauw Keng Hwesio bahwa Thian Bong
Sianjin dalam saat yang tepat telah mencegah cucunya untuk
menghabiskan jiwa hwesio itu sehingga gadis itu tidak
menggunakan ujung sepatu untuk menendang tempat
kematian, maka hwesio itu hanya menderita luka dalam dan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
patah tulang pundak saja. Tapi rasa sakit cukup membuat dia
roboh pingsan!
Sementara itu, Ui Yan Bun juga berhasil merobohkan
lawannya. Pemuda ini merasa sakit hati dan marah sekali
kepada Ma Tek San yang telah berlaku kejam membunuh dua
orang anak buah ayahnya, maka dia tidak mau memberi hati
sedikit pun. Dia mengeluarkan ilmu pedangnya yang hebat
dan mendesak terus sehingga lawannya bertempur sambil
mundur berputar-putar. Napas Ma Tek San telah terengahengah
dan wajahnya telah menjadi pucat. Pada saat yang
tepat, Yah Bun memutar pedangnya sedemikian rupa dalam
gerak tipu Air Ombak Menampar Karang dan serangan yang
dahsyat dan ganas ini datang bergulung-gulung bagaikan
ombak samudera sehingga tak dapat ditangkis lagi oleh Thiatthou-
kim-gq Ma Tek San. Dengan teriakan menyeramkan,
kepala bajak yang jahat itu roboh terguling setelah tertembus
pedang Yan Bun! Maka binasalah orang she Ma ini!
Para anak buah bajak laut melihat betapa kedua kepala
mereka dengan mudah terbunuh oleh Thian Hwa dan Yan Bun
segera mengangkat senjata hendak mengeroyok, tapi lagi-lagi
Thian Bong Sianjin membentak keras.
"Kalian masih belum takluk? Siapa melawan berarti mati!"
setelah berkata demikian, kakek itu berdiri dan tubuhnya yang
tinggi tampak angker menakutkan. Memang nama Huang-ho
Sui-mo sudah merupakan sesuatu yang menakutkan mereka,
apalagi melihat betapa kepandaian tiga orang itu hebat sekaU,
maka para bajak itu segera menjatuhkan diri berlutut meminta
ampun!
"Kalian dengarkan baik-baik! Berpuluh tahun yang lalu aku
telah adakan aturan-aturan dan larangan-larangan bagi para
bajak di Huang-ho untuk bekerja dengan mengenal aturan
dan memilih orang yang patut dijadikan korban! Tapi orang
she Ma ini telah melanggarnya, dan lihat, apa yang menjadi
akibatnya saat ini! Harus kalian ketahui bahwa jika ada yang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tidak mentaati aturan dan bertindak sewenang-wenang, tak
usah aku sendiri turun tangan, pasti ada saja yang akan
mewakili aku memberi hajaran kepada pelanggar itu!
Ketahuilah bahwa di dunia ini banyak sekali terdapat orangorang
gagah yang kesemuanya siap sedia membasmi
kejahatan! Nah, kalian sekarang boleh memilih kepala baru,
tapi awas, jangan sekali-kali pelanggaran seperti yang telah
dilakukan orang she Ma ini kalian ulangi!"
Setelah memberi nasehat-nasehat kepada para bajak,
Thian Bong Sianjin mengajak Thian Hwa dan Yan Bun untuk
kembali ke kampung. Mereka disambut Ui Hauw yang
mendengarkan cerita puteranya dengan girang dan bangga
sekali.
Setelah bermalam di situ beberapa hari lagi, Thian Bong
Sianjin lalu mengajak cucunya meninggalkan kampung itu.
Mereka berdua memang tidak mempunyai tempat tinggal
yang tetap, berpindah-pindah dan sebagian besar dari waktu
mereka digunakan untuk mendayung perahu, menangkap ikan
dan mengunjungi kawan-kawan dan orang-orang kampung
yang tinggal di sepanjang Sungai Huang-ho yang panjang itu.
Beberapa bulan kemudian, ketika Thian Bong Sianjin dan
Thian Hwa sedang menjalankan biduk mereka perlahan di
sepanjang tepi sungai yang airnya tenang dan hawa udara
pada pagi hari itu sangat baiknya, Thian Hwa kembali
mengulangi pertanyaannya yang telah berkali-kali diajukan
kepada kakeknya itu.
"Kong-kong, kuharap kali ini Rongkong menaruh kasihan
kepadaku. Dulu Kong-kong berjanji akan membuka rahasia ini
kepadaku setelah aku dewasa dan memiliki kepandaian. Nah,
sekarang aku telah berusia tujuh belas tahun, dan tentang
kepandaian, kiranya tidak s ia-sia Kong-kong mengajar padaku.
Kong-kong, beritahukanlah kepadaku siapa sebenarnya Ayah
dan Ibuku...." Pada kalimat terakhir ini suara Thian Hwa
menjadi perlahan dan mengharukan sehingga Thian Bong
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sianjin menghela napas sedih, karena dia bingung sekali.
Bagaimana dia harus menceritakan kalau dia sendiri pun tidak
mengenal dan tidak tahu siapa orang tua gadis itu? Dia
teringat betapa dulu pernah bertemu dengan wanita cantik
dalam mimpi, maka karena tiada jawaban lain, dia menjawab.
"Thian Hwa, cucuku! Sebetulnya kalau menurut
kehendakku, tak usah kau pergi mencari orang tuamu karena
aku sangat merasa ragu apakah kau akan berhasil. Tapi, kalau
aku larang kau melakukan hal ini, berarti bahwa aku adalah
seorang yang tidak berbudi dan hanya mementingkan diri
sendiri saja." Kakek itu menghela napas lagi dan melanjutkan
kata-katanya sambil menatap wajah cucunya yang sangat
dikasihinya itu.
"Thian Hwa, terus terang saja aku ulangi, bahwa aku
selama hidup belum pernah bertemu muka dengan kedua
orang tuamu. Tapi aku pernah bermimpi dan melihat
Ibumu...."
Sepasang mata gadis itu berkilat dan wajahnya berseri.
"Ibuku....!" kata-kata "ibu" ini sangat asing baginya dan
sangat mesra. "Bagaimana rupanya dan di mana dia, Kongkong?”
tanyanya cepat.
"Ibumu adalah seorang wanita yang cantik sekali dan di
atas bibirnya sebelah kiri terdapat sebuah tanda tahi lalat
hitam yang kecil. Wajah Ibumu itu seperti... seperti... kau
sendiri, Thian Hwa, dan melihat dari pakaian yang dipakainya,
ia adalah seorang bangsawan."
"Kong-kong, kenapakah aku harus mencarinya?" tanya
Thian Hwa.
"Thian Hwa, inilah yang sangat menyusahkan hatiku. Kalau
aku sendiri mengetahui dimana adanya orang tuamu, agaknya
sudah dulu-dulu kucari mereka. Tapi aku hanya bertemu
dengan Ibumu dalam mimpi, dan aku tidak tahu di mana
tempat tinggal mereka." kakek tua ini lalu menundukkan muka
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dan tidak berani menentang wajah cucunya, karena dia
maklum betapa kata-katanya ini sangat menusuk hati dan
menghancurkan pengharapan gadis itu. Dia hanya mendengar
isak tangis Thian Hwa yang berusaha sekuat tenaga menekan
perasaan dan menahan tangisnya.
"Kong-kong... bukankah para bangsawan... bertempat
tinggal di kota raja saja?" akhirnya gadis itu bertanya setelah
mereka diam untuk beberapa lama.
Kini barulah kakek itu berani mengangkat muka
memandang wajah cucunya dan hatinya seperti dikerat pisau
ketika melihat betapa wajah cucunya tampak pucat dan di
kedua pipinya mengalir air mata yang bening.
"Thian Hwa, memang di kota raja banyak sekali terdapat
bangsawan tinggi, tapi di antara ribuan para bangsawan itu,
yang manakah keluarga yang kita maksudkan? Ahh, seakanakan
mencari setitik air dalam Sungai Huang-ho!"
Semenjak terjadinya percakapan ini, wajah Thian Hwa
nampak suram-muram dan tidak bergembira sedikit pun
seperti biasanya sehingga diam-diam Thian Bong Sianjin
merasa khawatir sekali. Malam hari itu mereka bermalam
dalam sebuah bio rusak yang telah lama kosong, dan yang
berdiri di pinggir sungai dalam sebuah hutan yang sunyi.
Karena hatinya sedih dan terharu melihat cucunya, maka
Thian Bong Sianjin tekun bersamadhi untuk menenteramkan
hati dan pikiran sehingga seakan-akan mati duduk dan tak
bergerak bagaikan sebuah patung batu. Ketika pada keesokan
harinya dia sadar, dia merasa tidak enak hati seakan-akan ada
sesuatu yang terjadi. Dan benar saja, karena Thian Hwa,
cucunya yang semenjak berusia tiga hari tak pernah terpisah
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
darinya itu, telah pergi dengan diam-diam! Gadis yang
dikasihinya itu pergi dengan nekad hendak mencari orang
tuanya, dan hanya meninggalkan sepucuk surat yang kini dia
pegang di dalam kedua tangannya yang gemetar dan
keriputan, sambil dibacanya dengan terharu.
Kong-kong,
Mohon beribu ampun bahwa aku terpaksa pergi karena tak
tahan melawan desakan hati untuk mencari Ibu dan Ayahku.
Aku pergi ke kota raja dan takkan kembali sebelum bertemu
dengan mereka!
Cucumu Thian Hwa
Thian Bong Sianjin menghela napas dalam-dalam. Hasrat
hatinya hendak segera menyusul, tapi dia menggeleng-geleng
kepala tanda tidak menyetujui kehendak hati sendiri ini. Kalau
dia menyusul, maka gadis itu tentu akan kecewa dan
menganggap dia menghalang-halangi maksudnya. Pula, Thian
Hwa sudah memiliki kepandaian tinggi dan dia tak perlu
mengkhawatirkan keselamatannya. Yang dia cemaskan adalah
bahwa gadis itu takkan mungkin bertemu dengan kedua orang
tuanya, karena dia sendiri tidak percaya bahwa wanita yang
dilihatnya dalam mimpi itu benar-benar ibu Thian Hwa! Gadis
itu tentu takkan dapat menemukan orang tuanya di kota raja
dan akan kecewa hati. Inilah yang dikhawatirkan. Kini Thian
Bong Sianjin merasa sunyi, sunyi sepi yang biasanya
mengamankan hati menyedapkan perasaan itu kini berubah
menjadi sunyi yang menyayat hati, yang menimbulkan
kenangan-kenangan sedih, kesunyian seorang yang
kehilangan sesuatu atau seseorang yang sangat dikasihaninya!
Kakek tua yang gagah perkasa itu akhirnya menundukkan
kepala dan memejamkan mata sambil menahan napas untuk
melawan gelora yang mengamuk di dalam dirinya dan
membuatnya lemas.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Kira-kira setengah bulan kemudian, Thian Bong Sianjin
mengunjungi Ui Hauw dan kepala bajak ini kaget sekali
mendengar tentang perginya Thian Hwa.
"Ah, mengapa Suhu tidak menahannya? Ke manakah anak
itu pergi? Ahh, bagaimana kalau terjadi sesuatu??"
Thian Bong Sianjin hanya tersenyum. Setelah beberapa hari
lewat, orang tua ini dapat juga menetapkan hatinya dan
melenyapkan rasa sedih yang menyerangnya. "Ia akan
selamat. Kepandaiannya cukup untuk menjaga diri."
Sementara itu, ketika mendengar tentang perginya Thian
Hwa ke kota raja, Yan Bun merasa terkejut sekali. Ia merasa
seakan-akan hatinya terbawa pergi oleh gadis itu. Dengan
lemas ia meninggalkan Thian Bong Sianjin dan ayahnya, tanpa
berkata sesuatu, dan masuk ke kamarnya. Tiba-tiba saja dia
merasa bahwa gadis itu sungguh merupakan arti yang besar
sekali baginya.
Dan pada keesokan harinya, semua orang kaget dan
bingung karena Yan Bun tahu-tahu telah pergi dengan sebuah
biduk tanpa memberitahukan sesuatu kepada semua orang.
Tapi Ui Hauw dan Thian Bong Sianjin saling pandang dengan
penuh pengertian. Mereka ini tanpa mengeluarkan sepatah
kata pun, telah dapat menduga bahwa Yan Bun tentu pergi
menyusul Thian Hwa dan mereka tahu pula apa artinya
perbuatan pemuda itu. Diam-diam Ui Hauw menarik napas
dan dia berkata kepada Thian Bong Sianjin.
"Alangkah baiknya kalau dulu-dulu kita jodohkan kedua
anak itu!"
Thian Bong Sianjin hanya tersenyum dan berkata perlahan.
"Ui Hauw, jodoh tak dapat dipaksakan. Kita orang-orang tua
menunggu saja dan melihat perkembangan terlebih jauh.
Sementara itu, biarlah kita doakan agar mereka dapat
bertemu dan dijauhkan dari segala bencana."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Thian Hwa pergi melakukan perjalanannya dengan hanya
membawa sebungkus pakaian dan sebatang pedang. Ia
pernah diberitahu kakeknya bahwa letak kota raja adalah di
sebelah utara, maka ia langsung menuju ke utara dengan
menggunakan ilmu lari cepat. Karena ia biasanya melakukan
perjalanan dengan berperahu dan di sepanjang Sungai Huangho,
kini melalui gunung-gunung dan lembah-lembah yang
penuh dengan tamasya alam yang jauh bedanya dengan
pemandangan di sepanjang sungai, hatinya tertarik dan
gembira "sekali, seperti seorang kanak-kanak yang mendapat
barang permainan baru.
Setelah berjalan dua hari, ia tiba di sebuah kampung yang
makmur, dengan rumah-rumah yang bagus. Ternyata bahwa
tanah di sekitar kampung itu subur dan menghasilkan banyak
palawija sehingga memakmurkan para petani di kampung itu.
Tanah-tanah di sekitar kampung itu terbagi rata di antara para
petani sehingga di situ tiada terjadi pemerasan tenaga seperti
halnya di kampung-kampung yang terdapat tuan tanah yang
menguasai seluruh sawah ladang dan para petaninya hanya
buruh tani belaka. Di kampung Luncwan ini, para petani
memiliki sedikit tanah yang hasilnya cukup untuk
menghidupkan semua keluarga dan mereka hidup dengan
rukun dan damai, saling tolong, dan membuat kampung itu
menjadi sebuah tempat kediaman yang sangat menyenangkan
mereka. Kampung itu hanya didiami keluarga-keluarga Tan
dan Ong yang masih terikat kekeluargaan pula karena
pemuda-pemudi kedua turunan ini banyak yang terikat
sebagai suami isteri. Ada juga pendatang dari keturunan lain,
tapi pendatang-pendatang baru ini pun taat dan tunduk
kepada kerukunan yang telah ada dan menambah kekuatan
dan persatuan kampung.
Kepala kampung di situ adalah seorang tua bernama Tan
Hok San yang terkenal adil dan bijaksana sehingga dicintai
dan dihormati orang-orang kampung. Akan tetapi, setelah
beberapa pekan ini terjadi perubahan hebat sekali di kampung
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
itu. Sebetulnya yang sangat berubah dan membuat orangorang
kampung merasa heran dan penasaran adalah kepala
kampung itu sendiri. Tanpa mengetahui sebab-sebabnya
orang-orang kampung melihat betapa Tan Hok San sekarang
berubah menjadi pemeras rakyat yang luar biasa. Kepala
kampung yang bertahun-tahun dianggap sebagai seorang
pemimpin yang cakap dan baik, tiba-tiba berubah menjadi
seekor srigala yang ganas. Dia menetapkan pajak hasil sawah
yang sangat berat karena tujuh bagian hasil sawah harus
diserahkan kepadanya dengan alasan untuk disetorkan kepada
pembesar atasan di kota raja. 3uga peternak-peternak
dikenakan pajak besar sekali, sehingga dalam beberapa pekan
saja keadaan kampung itu menjadi berbeda sekali.
Kegembiraan lenyap digantikan oleh kedukaan dan keheranan.
Tiada seorang pun berani menegur, karena pernah seorang
mencoba untuk menegur kepala kampung itu tapi hasilnya
orang itu sendiri ditahan dan katanya dikirim ke kota raja
karena dianggap memberontak terhadap pemerintah!
Ketika hendak memasuki kampung itu Thian Hwa melewati
sebuah hutan dan di situ ia melihat mayat seorang laki-laki tua
yang sudah rusak karena diganggu binatang hutan. Karena
pemandangan ini maka ia berlaku hati-hati dan menganggap
bahwa kampung yang dimasukinya ini tentu bukan kampung
yang aman dan baik. Ia mencoba mencari rumah penginapan,
tapi sungguh mengherankan, dua buah rumah penginapan
kecil yang biasa dibuka, kini tertutup dan tidak menerima
tamu.
"Maaf, Nona, rumah penginapan tidak dibuka lagi," kata
seorang bekas pelayan rumah penginapan itu.
"Mengapa tidak?"
"Kami tidak kuat membayar pajak!"
Demikian pun, ketika Thian Hwa hendak pesan makanan di
sebuah rumah makan yang telah ditutup, ia mendapat
jawaban serupa. Keadaan kampung itu membuat ia
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
merasa curiga dan menduga pasti ada apa-apa. Ia bertanya
kepada seorang yang tampak muram dan duduk di depan
rumahnya.
"Maaf, Lopeh, aku baru saja mendengar bahwa orangorang
takut berusaha-karena dikenakan pajak. Sebetulnya
siapakah yang mengadakan pajak-pajak besar itu, Lopeh?"
Orang tua itu memandangnya dengan mata terbelalak,
kemudian setelah ia menengok ke kanan kiri, dia segera
mempersilakan Thian Hwa masuk, lalu mengunci pintu
rumahnya!
"Siocia, kau agaknya seorang luar kampung dan agaknya
kau seorang yang biasa merantau karena kau membawa-bawa
pedang di punggung. Di kampung ini jangan kaubicarakan
sembarangan saja."
"Ada apakah, Lopeh?" tanya Thian Hwa heran.
Orang tua itu lalu menceritakan betapa kepala kampung
yang tadinya berbudi dan adil itu kini berubah menjadi
pemeras rakyat yang kejam. Thian Hwa lalu menceritakan
bahwa ia telah melihat mayat di dalam hutan. Ketika empek
itu mendengar tentang hal ini, dia segera bertanya tentang
keadaan mayat itu, tentang pakaian dan lain-lain. Setelah
mendengar keterangan Thian Hwa bahwa mayat itu memakai
baju biru dan celana abu-abu, orang tua itu menjadi pucat dan
berseru. "Kalau begitu, dia adalah Cun Sam!"
"Cun Sam? Siapakah Cun Sam itu, Lopeh?"
Tiba-tiba kakek itu menangis dan isterinya yang juga
berada di s itu ikut pula menangis. "Cun Sam adalah adikku...."
Kemudian kakek itu menceritakan betapa Cun Sam ditangkap
karena berani mencela kepala kampung dan katanya dikirim
ke kota raja diadukan karena dianggap pemberontak.
"Kalau begitu semua itu bohong belaka...." kakek itu
mengeluh. "Cun Sam bukan dibawa ke kota raja, tapi dibawa
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
ke hutan dan dibunuhnya." Kemudian kakek itu lalu berlari
keluar untuk mengajak kawan-kawan mengambil dan
mengubur mayat adiknya itu.
Sementara itu, Thian Hwa merasa gemas dan marah sekali.
Ia menganggap perbuatan kepala kampung itu sewenangwenang
dan mau tidak mau ia harus turun tangan dan
mencampuri perkara penasaran ini. Dengan hati panas ia lalu
mencari rumah kepala kampung itu. Tapi ternyata bahwa
gedung kepala kampung yang bercat kuning itu pun tertutup
pintunya. Ia mengetuk dengan keras dan pintu dibuka oleh
seorang pengawal bersenjata golok yang bertubuh tinggi
besar dan membentaknya.
"Bangsat kurang ajar dari mana berani mengganggu rumah
kami?"
Tapi ketika ia telah membuka pintu dan melihat bahwa
yang datang adalah seorang gadis yang cantik sekali, wajah
yang tadinya tampak kejam itu berubah dan kini orang tinggi
besar itu terse-nyum-senyum ceriwis dan menyebalkan.
"Eh, Nona... kau hendak mencari siapakah?"
Thian Hwa merasa curiga sekali melihat orang ini. Terang
bahwa ia bukan orang baik-baik, mengapa bisa menjadi
pengawal di tempat ini? Pula, orang ini tadi menyebut "rumah
kami" yang sudah tidak selayaknya bagi seorang pengawal
menyebut rumah seorang kepala kampung. Ia hendak
menerjang, tapi dapat mengendalikan nafsu marahnya, lalu
bertanya.
"Kau siapakah?"
Orang tinggi besar itu memperlebar senyumnya. "Aku
adalah seorang penjaga keamanan di sini. Apakah Nona
hendak bertemu dengan Chungcu?"
Thian Hwa mengangguk. "Ya, tolong panggil keluar
Chungcu kampung ini, aku hendak bertemu dengan dia."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Orang tinggi besar itu tersenyum lagi. "Tunggu sebentar,
Nona, hendak kulapor-kan ke dalam."
Setelah berkata demikian, dia masuk ke dalam dan tak
lama kemudian keluar dan berkata. "Kau dipersilakan masuk
menghadap di dalam, Nona."
Thian Hwa mengikuti penjaga itu memasuki ruang dalam
dan berlaku hati-hati karena ia tetap menaruh kecurigaan
besar. Mereka tiba di ruang dalam yang cukup luas dan di atas
sebuah kursi di belakang mejanya duduk seorang laki-laki tua.
Dengan memandangnya sekilas saja Thian Hwa tahu bahwa
orang itu adalah seorang terpelajar dan baik hati, tapi
sepasang matanya redup dan layu seakan-akan menderita
hebat di dalam batinnya. Ketika melihat ia datang, orang tua
itu bersikap sombong dan angkuh, tapi Thian Hwa yang
bermata tajam sering menerima wejangan dari kakeknya
dapat mengenal wajah dan sifat manusia, maka tahulah ia
bahwa sikap itu adalah paksaan belaka.
"Siocia, kau siapakah, datang dari mana dan ada keperluan
apa mencari aku?" tanya Tan-chungcu dengan suara angkuh.
"Chungcu, maafkan kalau aku mengganggumu. Aku adalah
seorang perantau yang kebetulan lewat di kampung ini, tapi
keadaan ganjil yang terjadi di kampungmu membuat aku
merasa tidak enak dan aku harus menegurmu."
Wajah kepala kampung itu berubah pucat, agaknya
merasa cemas dan marah. "Siocia, kau seorang muda
janganlah mencampuri urusan pemerintahan. Lebih baik
pergilah dari kampungku dengan aman."
"Tan-chungcu! Kau berlaku kejam sekali dengan memeras
rakyatmu sendiri, menghisap orang-orang kampung yang
mengangkatmu menjadi kepala! Tidak tahukah kau bahwa
dengan peraturanmu yang sewenang-wenang menjatuhkan
pajak besar itu membuat banyak orang-orangmu menderita
kelaparan? Tidak dengarkah kau betapa mereka mengeluh
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dan menangis karena peluh dan darah yang mereka peras di
ladang ternyata kaurampas hasilnya? Apakah ini adil? Kau
sebagai seorang pemimpin seharusnya membimbing mereka
ke jalan kebahagiaan, tapi kau bahkan menggunakan hak dan
kekuasaanmu untuk memburu nafsu, mengenakkan diri sendiri
tanpa mempedulikan keadaan orang lain!"
"Diamlah.... diamlah! Kau... kau keluar dari sini!" Tanchungcu
berteriak keras sedangkan wajahnya makin pucat.
"Tidak! Aku takkan keluar sebelum bicara habis, sebelum
kau mengubah kelakuanmu yang tiada bedanya dengan
seorang perampok rendah! Kau bahkan berani menangkap
seorang kampung yang memperingatkanmu dan
membunuhnya!"
"Apa? Kau membohong! Aku tak pernah membunuh
orangku."
Bibir gadis itu tersenyum sindir. "O, begitukah? Di manakah
Cun Sam sekarang? Coba kauterangkan!" kata Thian Hwa.
Tan-chungcu berkata sungguh-sungguh. "Cun Sam? Ah,
dia... dia telah memberontak, maka dikirim ke kota raja agar
diadili."
"Ah, jangan berpura-pura! Kau bukan mengirim dia ke kota
raja, tapi kau mengirim dia ke hutan dan kau bunuh dia di
sana. Kau telah menyuruh orang-orangmu membunuhnya.
Aku sendiri melihat jenazahnya di hutan!"
"Apa?" Tan-chungcu berteriak dengan wajah pucat dan
mata terbelalak. "Dia... di... dibunuh....??" Dan pada saat itu,
dari balik pintu sebelah dalam keluarlah berloncatan lima
orang, dan orang tinggi besar yang tadi membuka pintu untuk
Thian Hwa terdapat juga di antara mereka.
Seorang pendek gemuk yang matanya juling berkata.
"Chungcu, budak perempuan ini kurang ajar dan
memberontak apakah harus ditawan?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tapi Tan-chungcu berdiri dengan tubuh gemetar dan
bahkan bertanya kepada... Si Gemuk Pendek itu.
"Kau... kau apakan Si Cun Sam??"
Si Gemuk Pendek tersenyum dingin. "Nanti saja kita
bicarakan soal itu, sekarang kita bereskan dulu budak hina
ini!" katanya.
"Tidak, tidak! Kau... kau pembunuh kejam... kau perampok
jahat....!"
Si Gemuk Pendek itu membelalakkan matanya dan secepat
kilat tubuhnya yang gemuk itu bergerak dan pedangnya
berkilauan meluncur ke arah dada Tan-chungcu ! Tapi Thian
Hwa telah siap sedia, maka ia mendahului Si Gemuk itu, dan
sekali berkelebat ia berhasil menyambar tangan Tan-chungcu
dan menariknya sehingga terluput dari tusukan Si Gemuk
Pendek. Tan-chungcu segera bersembunyi di belakang tubuh
gadis itu karena tahu bahwa Thian Hwa adalah seorang gadis
pendekar yang mungkin akan dapat menolongnya.
"Li-hiap, kau berhati-hatilah. Mereka adalah perampokperampok
kejam dan ganas yang telah lama menguasai dan
mengancamku!" kata Kepala Kampung itu.
Thian Hwa mengangguk-angguk dan bertolak pinggang
sambil menghadapi lima orang yang berwajah ganas itu. "Hm,
hm! Sudah kuduga begitu. Jadi kamu perampok-perampok
hina ini dengan secara pengecut sekali telah memaksa
Chungcu melakukan semua pemerasan ini? Sungguh rendah,
tapi hari ini aku tentu akan menamatkan riwayatmu yang
kotor ini!"
"Budak hina! Tidak tahukah kau dengan siapa kau
berhadapan?" teriak orang tinggi besar yang menjadi
pengawal tadi.
"Tentu saja aku tahu. Kalian berlima adalah calon-calon
makanan api neraka!"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Perempuan sombong! Kau masih begini muda tapi mau
besar kepala. Ketahuilah, kami adalah Bweesan Ngo-heng,
Lima Raja dari Gunung Bweesan, maka jangan harap kau akan
dapat keluar dari gedung ini dengan selamat!" kata Si Gemuk
Pendek yang agaknya menjadi pemimpin mereka.
Thian Hwa tersenyum menyindir. "Siapa takut pada siluman
dari Bweesan? Hari ini kalian lima ekor siluman bertemu
dengan aku, Huang-ho Sian-li, dan akulah yang akan
mengirim kalian pulang ke asalmu!"
"Bangsat perempuan
sombong!" Si Tinggi
Besar meloncat maju
kedua tangan terulur
dengan maksud hendak
menubruk dan memeluk
gadis jelita itu dan
membuatnya malu. Tapi
dengan cepat Thian Hwa
meloncat berputar ke kiri
dan kaki kanannya cepat
menendang ke arah
lambung kanan lawan. Si
Tinggi Besar terkejut
sekali karena sama
sekali tidak menduga
bahwa gadis cilik itu
dapat bergerak secepat itu sehingga hampir saja lambungnya
berkenalan dengan ujung sepatu. Cepat tangan kanannya
bergerak hendak menyaut dan menangkap kaki Thian Hwa,
tapi ternyata tendangan itu hanya pancingan belaka. Ketika
tangan kanan Si Tinggi Besar itu bergerak hendak menangkap
kakinya, ia cepat memutar ujung kakinya dan dengan dua jari
tangan dikembangkan ia menusuk kedua mata lawan! Sekali
lagi Si Tinggi Besar terkejut dan buru-buru meloncat mundur
dengan keringat dingin membasahi jidatnya!
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Melihat betapa anak perempuan itu benar-benar lihai,
Kelima Raja Gunung Bweesan itu mencabut senjata mereka
dan maju menyerang! Kini mereka tidak ada hasrat untuk
menangkap gadis cantik itu lagi, mereka hanya ingin
membunuhnya secepat mungkin karena gadis ini merupakan
bahaya dan halangan besar bagi usaha mereka!
Tapi Thian Hwa tidak menjadi takut, bahkan ia merasa
gembira sekali melihat berkeredepannya senjata-senjata
musuh. Ia cepat mencabut pedangnya sendiri dan sebentar
saja sinar pedangnya menari-nari dan bergulung-gulung
mengurung kelima perampok itu! Dengan ilmu pedang Kwan
Im Kiam-hoat, ia dapat melayani kelima lawannya dengan
baik, bahkan dapat membuat mereka itu repot sekali.
Kemudian Thian Hwa mengubah permainannya dan mainkan
ilmu pedang gubahan kakeknya yang disebut Huang-ho Kiamhoat.
Ilmu pedang ini tampaknya tenang-tenang saja tapi
mendatangkan tenaga yang luai biasa kuatnya, dan kadangkadang
tampak buas dan bergulung-gulung, lalu tenangtenang
lagi, sehingga sama dengan sifat dan pergerakan
aliran air sungai Huang-ho, tapi yang di dalamnya
mengandung gerak tipu mematikan.
Dengan gerak tipu baru ini sebentar saja Thian Hwa dapat
merobohkan tiga orang pengeroyok. Sementara itu, melihat
bahwa lima orang yang selalu mengancamnya dan
membuatnya tidak berdaya itu kini bertempur melawan Thian
H'va, diam-diam Tan-chungcu berlari keluar dan berteriakteriak
minta tolong kepada orang-orang kampung. Semua
orang kampung ketika mengetahui bahwa di gedung kepala
kampung ada perampok, lalu datang membawa senjata
masing-masing dan menyerbu. Mereka melihat betapa tiga
orang perampok telah roboh mandi darah dan yang dua sudah
terdesak hebat. Tanpa ampun lagi tiga orang perampok yang
belum mampus tapi sudah terluka oleh pedang Thian Hwa itu,
lalu dikeroyok dan tubuh mereka hancur di bawah hantaman
dan bacokan orang-orang kampung!
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Dua orang perampok yang belum roboh, yakni Si Tinggi
Besar dan Si Gemuk Pendek, yang ternyata memiliki
kepandaian lumayan juga, melihat nasib ketiga kawannya, lalu
menjadi ngeri dan takut. Mereka hendak melarikan diri, tapi
pedang gadis yang gesit itu mengurung dan menahan mereka.
Kemudian Si Gemuk Pendek menggunakan akal busuk dan
memperlihatkan kekejaman dan kejahatannya. Dia meloncat
ke belakang kawannya Si Tinggi Besar, lalu mendorong
kawannya itu dengan keras ke arah Thian Hwa! Sehabis
melakukan ini, dia meloncat ke atas melalui jendela dan
kabur!
Thian Hwa cepat berkelit menghindar diri dari tubrukan dan
langsung menusuk ke arah dada Si Tinggi Besar yang
dikorbankan oleh kawannya sendiri sehingga Si Tinggi Besar
roboh dan menjadi korban orang-orang kampung pula.
Sementara itu Thian Hwa yang merasa gemas dan benci
kepada kepala perampok yang curang dan pengecut itu,
segera menggerakkan tubuh mengejar keluar jendela.
Ketika tiba di atas genteng, ia melihat bayangan kepala
perampok itu bergerak-gerak jauh di depan, maka segera ia
mengeluarkan kepandaian mengejar cepat. Ternyata dalam
hal kepandaian ginkang ia masih menang jauh, maka sebentar
saja ia dapat mengejarnya. Si Pendek Gemuk itu dengan
gemas lalu berlaku nekad dan melawan mati-matian, tapi
dalam beberapa jurus saja dia terpaksa mengakui keunggulan
Huang-ho Sian-li yang walaupun masih sangat muda namun
memiliki kepandaian yang berlipat ganda lebih tinggi daripada
kepandaiannya sendiri. Sebuah tusukan yang tepat menembus
lehernya membuat dia roboh berguling-guling dari atas
genteng dalam keadaan tidak bernyawa pula!
Setelah mendengar cerita kepala kampung, maka seluruh
penduduk baru mengerti mengapa Tan-chungcu demikian
berubah. Tidak tahunya, beberapa pekan yang lalu, pada
suatu malam, lima orang penjahat itu masuk dan menyerbu
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dari atas genteng ke dalam gedung Tan-chungcu. Lalu mereka
itu mengancam kepala kampung untuk memeras rakyat dan
menyerahkan semua hasil pemerasan kepada mereka! Mereka
ini bersembunyi di dalam gedung Tan-chungcu dengan
menyamar sebagai pengawal-pengawal yang katanya datang
dari kota raja! Tentu saja Cun Sam juga mereka yang
membunuhnya. Semua keluarga kepala kampung tidak
berdaya dan tidak seorang pun berani membuka rahasia
mereka karena itu berarti bencana bagi keluarga kepala
kampung itu!
Semua penduduk kampung menyambut kedatangan Thian
Hwa yang menyeret tubuh Si Gemuk Pendek yang tak
bernyata lagi itu dengan sorakan gemuruh. Mereka berterima
kasih sekali, terutama Tan-chungcu sendiri. Kepala kampung
yang sudah tua ini mengumpulkan seluruh keluarganya dan
bersama-sama mereka berlutut sambil menganggukanggukkan
kepala di depan Thian Hwa! Tentu saja gadis itu
menjadi repot dan bingung, karena tak mungkin ia dapat
mencegah orang sebanyak itu yang berlutut padanya, maka
tiada lain jalan baginya selain ikut pula berlutut membalas
hormat mereka!
Maka berpestalah seluruh kampung pada hari itu dan tiap
bibir menyebut-nyebut nama Huang-ho Sian-li! Pada keesokan
harinya, setelah menanyakan jalan, Thian Hwa meninggalkan
kampung Lun-cwan dengan diantar oleh seluruh penduduk
kampung, tua muda, laki-laki perempuan, sampai jauh di luar
kampung. Gadis ini diberi seekor kuda yang bagus dan banyak
pula bekal makanan dan pakaian yang diberikan padanya
dengan setengah memaksa sehingga ia tidak dapat menolak
lagi! Di sepanjang jalan, Thian Hwa merasa betapa senangnya
memberi pertolongan kepada orang yang sedang menderita
kesukaran, dan jika ia mengenang kembali kemesraan yang ia
dapat dari para penduduk kampung Lun-cwan, ia tidak merasa
hidup sebatang kara lagi, bahkan merasa bahwa seluruh
penduduk kampung itu adalah saudara dan keluarganya!
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Karena telah mendapat petunjuk dari kepala kampung Tan
tentang jalan dan jurusan yang menuju ke kota raja, pula
karena kini telah mempunyai seekor kuda yang kuat dan cepat
larinya, maka perjalanan Thian Hwa menjadi lancar dan cepat.
Biarpun semenjak kecil hidup di atas air sungai Huang-ho, tapi
karena kakeknya seorang yang berpemandangan luas, maka
ia pernah dilatih menunggang kuda, sehingga kini tidak kaku
lagi dan dapat melakukan perjalanan jauh dengan kuda.
Beberapa hari lewat tanpa terjadi sesuatu yang penting.
Pada hari yang ketiga, Thian Hwa tiba di tepi sebuah sungai
tapi jika dibandingkan dengan Huang-ho tampak tidak berarti,
tapi cukup lebar karena pada waktu itu musim hujan telah
tiba, Thian Hwa telah diberitahu oleh orang di kampung yang
baru dilewatinya bahwa jembatan besar yang menyeberangi
sungai itu terdapat kira-kira lima li di sebelah barat.
Karena semenjak kecil selalu hidup dekat sungai, maka
melihat sungai ini timbullah kegembiraan Thian Hwa. Ia
melihat di tempat itu sunyi sekali, maka segera ia tambatkan
kudanya pada sebatang pohon dan ia cepat menanggalkan
pakaian luarnya dan mengganti pakaian mandi yang ringkas.
Rambutnya yang panjang itu ia gelung ke atas dan diikatnya
dengan sepotong sutera halus. Kemudian ia terjun ke dalam
air yang dalam dan mengalir deras itu! Sebentar kemudian
tubuhnya berenang hilir mudik dengan cepat sekali dan Thian
Hwa merasa tubuhnya segar dan enak. Alangkah nikmatnya
mandi di sungai yang airnya dalam dan dingin itu.
Ternyata air sungai itu jernih dan lebih dingin daripada air
Sungai Huang-ho, maka Thian Hwa merasa betah sekali mandi
di situ. Ia menyelam ke dalam air mencari kerang dan
mengejar ikan-ikan kecil yang bermacam-macam warna dan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
bentuknya, seperti yang tiap hari dilakukannya di Huang-ho
dulu ketika ia masih kecil. Pada saat seperti itu ia lupa akan
segala, lupa akan orang tua yang sedang dicarinya, lupa akan
kakek yang ditinggalkannya, pendeknya lupa akan segala
kesusahan dan hanya merasa gembira dan bahagia. Ia merasa
dirinya benar-benar menjadi dewi air!
Air sungai itu makin ke hilir makin besar dan dalam
kegembiraannya, Thian Hwa telah berenang mengikuti aliran
air sungai jauh juga dari tempat kudanya ditambatkan! Tibatiba
ia melihat sesuatu yang mengerikan terjadi di permukaan
air, agak jauh ke hilir. Sebuah perahu kecil yang indah
terombang-ambing di permukaan air karena sedang diserang
oleh seekor ular air warna hitam yang besar dan panjang! Ular
itu telah menggunakan ekor dan tubuhnya membelit perahu
dan kepala dijulurkan ke dalam hendak menerkam seorang
yang mempertahankan dirinya dengan sebuah dayung kayu
dan mencoba untuk memukul kepala ular itu dengan dayung.
Tapi usaha orang itu sia-sia karena kepala ular makin dekat
dan tiap saat tentu ia akan menjadi mangsa binatang itu yang
agaknya tidak terburu-buru untuk segera menerkam
mangsanya dan hendak mempermainkan lebih dulu!
Melihat ini, Thian Hwa mempercepat berenangnya menuju
ke perahu itu dan sekali meloncat sambil menekan pinggiran
perahu, ia telah berada di atas perahu dan tanpa berkata ia
telah merampas dayung dari tangan orang itu. Orang itu
ternyata seorang tua yang berpakaian bangsawan dan
sikapnya gagah dan kini berdiri dengan mata terbelalak
memandang gadis yang pakaian dan keadaannya bagaikan
seorang dewi yang baru saja muncul dari Kerajaan Hai Liong
Ong yang berada di bawah air!
Dalam keadaan yang demikian mendesak untuk menolong
jiwa orang Thian Hwa tidak menggunakan banyak peradatan
dan upacara lagi, bahkan ia lupa bahwa dengan pakaiannya
yang ringkas dan basah itu sebetulnya tidak pantas untuk
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
memperlihatkan diri di depan seorang laki-laki. la
menggunakan dayung itu untuk memukul kepala ular. Tadi
ketika dayung itu masih berada di tangan laki-laki bangsawan
itu dan digunakan untuk menyerangnya, binatang itu dengan
mudah dan secara main-main mengelakkan tiap pukulan. Kini
menghadapi serangan Thian Hwa, sekali pukul saja dayung itu
tepat mengenai kepala ular sehingga ular itu mengamuk
karena merasa sakit. Dari mulutnya keluar busa dan ia
menyembur-nyembur dan mendesis-desis! Tapi Thian Hwa
tidak takut bahkan ia menggunakan dayungnya menghantam
tubuh dan ekor yang melilit perahu. Ular itu memberontak
keras dan perahu itu hampir terguling dan terbalik! Orang tua
bangsawan itu berteriak ketakutan karena dia tidak pandai
berenang dan jika jatuh ke dalam air berarti mati baginya,
maka dia berpegang kepada pinggiran perahu dan duduk
dengan tubuh menggigil.
Melihat hal ini, Thian
Hwa lalu meloncat ke
dalam air dan
menggunakan
tangannya menahan
badan perahu sehingga
tidak berguncang lagi.
Tapi pada saat itu, ular
yang panjangnya lebih
sepuluh kaki itu
meluncur di permukaan
air dan menyerangnya
dengan hebat dan mulut
terbuka lebar!
"Awaaaassss!!!"
bangsawan itu menjerit
ngeri ketika melihat hal
ini, tapi Thian Hwa cepat bergerak menjauhi perahu karena ia
hendak memancing ular itu menjauhi perahu. Kalau harus
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
bertempur di dekat perahu, maka ia akan sibuk sekali dan
harus memecah perhatian dan tenaganya menjadi dua,
sebagian untuk melawan ular, sebagian lagi untuk menjaga
perahu.
Ia berenang cepat dan dikejar dari belakang oleh ular itu!
Sebetulnya, melihat badan ular yang panjang dan kelihatan
licin berlenggang-lenggok itu, timbul ngeri dan jijik di dalam
dada Thian Hwa, tapi sekali-kali tidak merasa takut. Ia
mencari akal untuk melawan sebaiknya dan secepatnya
menjatuhkan atau membinasakan ular itu. Tiba-tiba ia
membalik dan berenang sambil telentang menghadapi ular itu.
Ia sengaja berenang perlahan dan kadang-kadang
mengangkat tubuhnya tinggi untuk memanaskan hati ular itu.
Benar saja, ular itu makin marah dan mempercepat
berenangnya. Ia kini meluncur cepat sekari ke arah gadis itu
dengan mulut dibuka selebar-lebarnya. Thian Hwa membuat
perhitungan tepat, lalu ia siap sedia. Ketika ular datang
mendekat dan menerjangnya dengan rnulut terbuka lebar
sehingga giginya yang runcing tampak nyata, Thian Hwa
memapakinya dengan dayung di tangan dan gerakan
dayungnya sedemikian rupa sehingga dayung kecil itu tepat
sekali memasuki mulut ular dan terus disodokkan ke dalam
sehingga memasuki perutnya! Ular itu berontak, sebagian
tubuh belakang dan ekornya menyabet-nyabet dan berdaya
melepaskan diri, tapi tusukan dayung itu terlampau dalam
sehingga hampir saja seluruhnya masuk ke dalam tubuh! Ia
hendak selulup (menyelam) tidak dapat, hendak berenang
lari pun sukar karena kepala dan leher tidak dapat digerakkan
lagi, maka ia hanya dapat menggerak-gerakkan tubuh
belakangnya melilit-lilit dan berputar-putar menimbulkan
ombak besar pada air yang telah mulai memerah bercamput
dengan darahnya yang keluar dari mulut yang tak berdaya itu.
Sementara itu, Thian Hwa berenang cepat menuju ke
perahu kecil indah yang kini terputar-putar di tengah sungai
karena tidak ada dayung yang mengemudikannya lagi.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Bangsawan tua tadi hanya duduk bengong karena masih
merasa ngeri dan heran melihat perkelahian antara ular dan
gadis aneh itu. Dan dari tepi sungai tampak beberapa orang
laki-laki berteriak-teriak bingung.
Thian Hwa lalu menghampiri perahu dan sambil berenang
ia mendorong perahu itu ke pinggir di mana orang-orang
menyambut perahu itu dengan teriakan-teriakan girang.
"Kau... kau... manusiakah?" tanya bangsawan tua itu.
Thian Hwa memandangnya dengan senyum manis. Wajah
bangsawan itu mendatangkan rasa simpatinya, karena wajah
itu membayangkan watak yang agung dan gagah.
"Aku orang biasa saja yang kebetulan lewat di sini."
Bangsawan tua itu tak dapat berkata apa-apa lagi dan
sementara itu perahunya telah tiba di tepi dan banyak tangan
kini membantunya ke tepi. Begitu naik, bangsawan itu lalu
melepas baju luarnya yang lebar dan indah lalu
melemparkannya ke arah Thian Hwa yang masih berada di air.
"Siocia, kaupakailah ini dan naiklah. Aku ingin sekali bicara
denganmu dan menyatakan terima kasihku."
Thian Hwa makin tertarik melihat kesopanan dan kebaikan
orang tua itu, apalagi sikap orang tua yang terus terang dan
tanpa banyak peradatan itu mengingatkan ia akan kakeknya.
Ia tahu bahwa dalam pakaian mandinya tak pantas kalau ia
keluar dari air, maka ia lalu menggunakan pakaian luar
bangsawan itu untuk menutupi tubuhnya dari pundak sampai
ke lutut, lalu mendarat.
Semua orang heran melihat Thian Hwa dan memandang
dengan bengong, bahkan beberapa orang bertanya. "Siapakah
gadis cantik ini?"
Karena banyak mata orang memperhatikannya, Thian Hwa
menjadi tidak senang dan malu, maka bangsawan itu
membentak.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Kalian semua manusia yang tidak bisa diharapkan! Baru
ada serangan ular begitu saja kalian melarikan diri dan semua
memikirkan keselamatan diri sendiri dan meninggalkan aku
seorang diri di tengah sungai! Sungguh semangat kalian
dibandingkan dengan semangat tikus pun masih kalah besar.
Lihatlah Siocia ini. Ia adalah seorang wanita yang gagah
perkasa. Dengan sebatang dayung kecil ia berhasil membuat
ular air tadi tak berdaya. Ia menusuk mulut ular itu sehingga
dayung perahuku masuk sampai ke perut ular! Ha, ha!
Sungguh hebat, sungguh lucu! Aku ingin sekali melihat muka
ular air itu sekarang! Tadi ketika ia menyerangku sangat
ganas sekali!"
Kemudian bangsawan itu bertanya kepada Thian Hwa
tentang asal-usulnya yang dijawab oleh gadis itu dengan
sederhana saja. "Aku adalah seorang dari Sungai Huang-ho,
dan hidup sebagai nelayan. Aku pada waktu ini sedang
merantau meluaskan pengalaman dan hendak pergi ke kota
raja."
Mendengar kata-kata gadis yang sangat sederhana dan
tidak banyak menggunakan peradatan seperti yang biasa ia
mendengar orang bersopan-sopan padanya, pembesar itu
semakin tertarik, lalu ia memperkenalkan diri. Ternyata
bangsawan itu adalah seorang pangeran bernama Ciu Wan
Kong yang menduduki tempat penting juga di dalam istana
raja. Pada waktu itu dia sedang pesiar dan dengan diikuti oleh
beberapa orang teman dan pengawal, dia lewat di tempat itu
dan bermain-main di atas perahu. Tidak disangkanya sama
sekali bahwa di sungai yang tak berapa besar itu terdapat ular
air yang demikian besar dan galak sehingga hampir saja
menewaskan jiwanya kalau tidak segera datang gadis itu
menolong. Ketika melihat ular itu, semua sahabat dan
pengawalnya cepat-cepat mendayung perahu dan berenang
lari ke tepi, tanpa sedikit pun pedulikan jiwa pangeran itu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Oleh karena pertolongan ini maka pangeran itu sangat
berterima kasih kepada Thian Hwa.
"Lihiap tentu seorang pendekar gagah. Bolehkah aku
mengetahui nama dan ju-lukanmu?"
"Aku bernama Thian Hwa dan sudah lama ada orang
menyebut diriku Huang-go Sian-li." jawab Thian Hwa,
kemudian gadis itu memohon diri karena teringat akan kuda
dan pakaiannya.
"Lihiap, kalau hendak ke kota raja, marilah ikut saja dengan
kami. Kami ada kendaraan dan kuda di kampung dekat itu."
Thian Hwa menolak dengan halus dan biarpun dibujukbujuk
oleh bangsawan yang sangat berterima kasih dan
hendak memperlihatkan keramahan dan kebaikan untuk
sekedar membalas budi, tetapi gadis itu menolak.
"Lopeh, Kakekku selalu berkata bahwa manusia hidup
harus selalu menolong sesamanya di saat yang perlu, karena
untuk itulah kita dilahirkan di dunia ini. Aku hanya mentaati
pesan Kakekku, dan sekali-kali bukan hendak menanam budi
dan mengharap balas. Nah, selamat tinggal, Lopeh!"
Thian Hwa adalah seorang gadis didikan kampung yang
tidak tahu akan adat istiadat atau tata cara kesopanan, maka
ia pun menyebut bangsawan itu dengan "Lopeh" atau paman
saja, panggilan yang selalu ditujukan kepada seorang laki-laki
tua! Tapi pangeran itu tidak marah bahkan ia terharu sekali
mendengar kata-kata filsafat yang tinggi itu keluar begitu saja
dari mulut seorang gadis muda yang berilmu silat tinggi ini!
Padahal gadis itu sedemikian bodoh dan sederhana sehingga
menyebut orang dengan patut saja tidak pandai!
Thian Hwa lalu meloncat ke dalam air kembali dan dari situ
ia melemparkan jubah luar pangeran itu ke darat sambil
berkata.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Aku kembalikan pakaian luar, terima kasih!" Sehabis
berkata demikian ia menggerakkan kaki tangannya dan
sebentar saja ia lenyap di bawah permukaan air!
Pangeran Ciu Wan Kong dan kawan-kawan serta sekalian
pengiringnya merasa kagum dan heran sekali, dan berkali-kali
pangeran tua itu menghela napas karena merasa kecewa dan
menyesal tak dapat bicara dan mengetahui riwayat gadis itu
lebih banyak lagi. Dia merasa tertarik dan suka sekali kepada
gadis itu. Kemudian setelah menegur lagi orang-orangnya
yang memperlihatkan sifat pengecut ketika menghadapi
bahaya, dia lalu kembali ke kota raja.
Thian Hwa berenang kembali ke tempat semula dan
alangkah kagetnya ketika ia tidak melihat lagi kudanya di
tempat tadi! Kuda dan bungkusan pakaiannya telah lenyap! Ia
menjadi bingung sekali dan hampir saja menangis di pinggir
sungai itu karena tak mungkin ia melanjutkan perjalanan
dengan pakaian seperti itu dan pakaian mandinya basah pula!
Dengan bingung dan gemas Thian Hwa berlari cepat
menuju ke jembatan untuk menyeberangi sungai itu, karena ia
merasa di tempat itu tentu terdapat kampung di mana ia
dapat meminjam pakaian!
Untung baginya bahwa ketika itu sudah hampir senja
sehingga ia tidak lama menanti hari menjadi gelap dan
memasuki sebuah kampung di dekat jembatan itu. Dengan
menggunakan kepandaiannya, mudah saja ia memasuki
rumah yang agak besar dan indah bagaikan se orang maling
yang pandai ia masuk ke dalam kamar dan memilih
seperangkat pakaian wanita. Akhirnya ia mendapat juga
pakaian berwarna biru yang lumayan dan segera dipakainya
lalu ia pergi dari rumah itu.
Karena ia tidak ingin lagi keesokan harinya terlihat oleh
pemilik pakaian yang dicurinya itu, maka malam itu juga ia
menyeberang sungai dan tiba di sebuah dusun. Ia naik ke atas
wuwungan dan tidur di atas rumah orang. Hawa sangat
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dingin, tetapi Thian Hwa sudah biasa tidur di udara
terbuka sehingga hawa dingin tidak lagi merupakan gangguan
hebat baginya. Apalagi ia telah memakai pakaian yang agak
tebal maka sebentar saja ia telah tidur nyenyak di atas
genteng rumah orang!
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Seri Huang Ho Sianli 1
Dewi Sungai Kuning
Karya : Asmaraman S Kho Ping Hoo
Sumber djvu :
Abu Keisel http://duniaabukeisel.blogspot.com/
Ebook oleh : Dewi KZ
TIRAIKASIH WEBSITE
http://kangzusi.com/ http://dewi-kz.info/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Jilid III
PADA keesokan harinya, pagi-pagi sekali ia telah
meninggalkan tempat itu. Ia mengambil keputusan untuk
melanjutkan perjalanan ke kota raja dengan jalan kaki. Tapi
pada saat itu ia merasa lapar sekali dan bingunglah dia.
Hendak membeli makanan, tidak membawa uang, karena
semua barangnya telah disambar orang. Tiba-tiba ia
mendengar suara ringkik kuda dan giranglah hatinya. Itu
adalah ringkik kudanya!
Segera ia menuju ke tempat itu dan tampak olehnya
seorang hwesio sedang menuntun kudanya. Hwesio itu masih
muda dan memakai jubah hitam. Thian Hwa merasa heran
sekali karena tidak mungkin seorang hwesio mau mencuri
kuda dan pakaiannya! Maka dengan sabar ia maju
menghampiri hwesio itu dan mengangkat tangan memberi
hormat, lalu berkata.
"Kalau aku tidak salah, kuda dan bungkusan pakaian itu
adalah milikku yang hilang di pinggir sungai. Darimanakah
kauperoleh kuda dan barang-barang yang sedang kucari-cari
ini?"
Hwesio itu terkejut dan memandangnya untuk beberapa
lama, kemudian ia menyeringai. "Oh, oh, jadi engkau yang
meninggalkan pakaian di pinggir sungai? Dan waktu itu kau
sedang ke mana?"
Thian Hwa menganggap pertanyaan itu biasa saja, maka ia
menjawab sejujur nya. "Aku sedang mandi di sungai."
Hwesio itu memandangnya dengan mata terbelalak dan
mulut yang tebal itu tersenyum-senyum kurang ajar, lalu
katanya sambil tertawa.
"Aih, aih! Mengapa tadi aku tidak melihatmu? Ah, sungguh
sayang, sungguh sayang! Alangkah senangnya melihat kau
mandi!" Sambil berkata demikian, kedua mata hwesio itu
dengan secara kurang ajar sekali memandangi tubuh Thian
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Hwa dari atas sampai ke bawah. Hal ini membuat gadis itu
marah sekali dan hampir saja ia menggerakkan tangan
menyerang, tapi karena di situ mulai banyak orang lewat, ia
hanya memaki perlahan.
"Hwesio kurang ajar lekas kau kembalikan kuda dan
bungkusan pakaianku, kalau tidak jangan anggap aku
keterlaluan menghina seorang hwesio di muka umum dengan
pedangku!"
Tapi ditantang dan diancam secara demikian, hwesio muda
itu ternyata tidak takut sama sekali, bahkan dia lalu tertawa
besar.
"Ha, ha! Nona manis agaknya bisa juga bermain pedang.
Hayo, kulayani. kau beberapa jurus, kalau permainan
pedangmu cukup baik, boleh kauambil kuda dan pakaian ini."
Lalu hwesio itu menuntun kuda menuju keluar kota dengan
cepat diikuti oleh Thian Hwa.
Ketika tiba di tempat yang sunyi, hwesio itu
menambatkan kuda Thian Hwa pada sebatang pohon, lalu dia
menghadapi Thian Hwa dengan senyum dibuat-buat.
"Nona, kau masih muda dan cantik. Tidak baik kau
merantau seorang diri saja. Aku suka mengembalikan kuda
dan pakaianmu dan selanjutnya marilah kita jalan bersama.
Aku akan menjadi pelindungmu." Sikapnya masih kurang ajar
sehingga kemarahan Thian Hwa meluap.
"Bangsat gundul jangan kau kurang ajar! Lekas serahkan
bungkusan pakaianku itu, kalau aku hilang sabar, kepala
gundulmu itu tentu akan menggelinding dari batang lehermu!"
Sekarang marahlah hwesio itu. Dia menganggap Thian Hwa
terlalu sombong dan tidak mengindahkannya. "Eh, perempuan
muda! Tidak tahukah kau sedang berhadapan dengan siapa?
Aku adalah murid ke tiga dari Pat-chiu Lo-mo."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Aku tidak peduli kau murid siapa, biar murid Iblis Tua
Tangan Delapan atau siluman aku tidak takut! Jangankan
kepalamu yang gundul hanya sebutir, biar kau tambah
sepuluh butir lagi, kalau barang-barang dan kudaku tidak lekas
kaukembalikan, pasti akan kutebas buntung semua!"
"Setan kurang ajar!" Hwesio itu membentak dan mencabut
pedangnya dari punggung lalu menyerang dengan gemas.
Thian Hwa melihat datangnya serangan hebat dan cepat juga,
segera kelit serangan itu dan mencabut pedangnya pula.
Sebentar saja mereka saling menyerang dengan hebat, tapi
terpaksa hwesio muda itu harus mengakui keunggulan Kwamim
Kiam-hoat dari Thian Hwa. Dia mulai terdesak hebat dan
gadis itu tidak mau memberi hati kepadanya.
Pada suatu saat yang tepat, Thian Hwa berhasil
memasukkan pedangnya di antara tangkisan lawan dan ujung
pedangnya menyambar dada! Hwesio itu terkejut sekali dan
buru-buru menggulingkan tubuh ke belakang, tapi masih saja
ujung pedang merobek jubahnya dan melukai kulit dadanya
sehingga dia terus menggelinding di atas tanah sampai jauh,
meloncat dan berlari pergi meninggalkan buntalan pakaian
dan kuda!
Thian Hwa tertawa geli, lalu ia menghampiri kudanya dan
mengelus-elus kepala kuda itu. Binatang itu meringkik girang
karena ia pun masih mengenali kawan seperjalanannya itu.
Kemudian Thian Hwa membuka buntalan dan memeriksa
isinya. Ternyata pakaian masih lengkap, bahkan bertambah
dengan satu stel pakaian hwesio itu. Dengan jijik ia melempar
pakaian hwesio itu ke atas tanah dan pada saat itu ia melihat
sehelai surat melayang keluar dari saku jubah itu. Surat itu
kertasnya berwarna merah dan indah, maka Thian Hwa
tertarik akan surat itu. Dipungutnya surat itu, lalu dibukanya.
Ternyata itu adalah surat yang ditujukan kepada pangcu atau
ketua perkumpulan Lian-bu-pang di kota Twi-lok. Bunyi surat
itu sebagai berikut.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Lian-bu-pangcu yang terhormat.
Pembawa surat ini sangat boleh dipercaya untuk dikirim
sebagai penghubung dengan Pangeran Leng di kota raja.
Tertanda, Pat-chiu- Lo-mo
Thian Hwa memutar otaknya. Ia tidak tertarik akan namanama
seperti Ketua Lian-bu-pang maupun Pat-chiu Lo-mo
yang ia ingat adalah suhu dari hwesio jahat tadi. Tapi
disebutnya Pangeran Leng di kota raja membuat ia berpikir.
Bukankah ini suatu kesempatan baik untuk memudahkan
penyelidikannya? Ia hendak menyelidiki para bangsawan di
kota raja untuk mencari orang tuanya dan adanya hubungan
dengan seorang pangeran tentu akan sangat menolong
usahanya itu. Di dalam surat ini tidak disebut nama, maka apa
salahnya kalau ia mewakili hwesio itu?
Dengan hati tetap Thian Hwa lalu menaiki kudanya dan
membedal binatang itu cepat-cepat kembali ke kampung yang
baru saja ditinggalkan, la membeli makanan dan mengisi
perutnya, lalu minta keterangan di mana letak kota Twi-lok.
Bukan main girangnya ketika mendapat keterangan bahwa
kota itu justru berdekatan dengan kota raja yang tidak
membuang banyak waktu lagi. Ia membalapkan kudanya dan
melanjutkan perjalanannya.
Beberapa hari kemudian, sampailah ia di kota Twi-lok dan
mudah sekali baginya untuk mencari gedung perkumpulan
Lian-bu-pang karena hampir semua orang mengenal nama ini.
Ketika Thian Hwa tiba di depan pintu gedung itu, ia heran
bahwa di dalam gedung berkumpul banyak tamu. Hatinya
agar berdebar karena ia merasa khawatir kalau pemalsuannya
ini diketahui orang. Tapi dasar ia memang seorang gadis yang
berjiwa besar dan berhati tabah, ia masuk dengan muka
terangkat. Seorang penjaga pintu menyambutnya dengan
hormat dan berkata.
"Lihiap, silakan masuk!"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ternyata ruang dalam gedung itu luas sekali dan beberapa
belas orang, di antaranya tiga orang wanita, duduk mengitari
meja besar sambil menghadapi hidangan dan arak. Melihat
kedatangan Thian Hwa semua orang memandang dengan
penuh perhatian.
"Maafkan aku, Cu-wi." kata Thian Hwa sambil mengangguk
sederhana, "Apakah di antara kalian ada terdapat ketua dari
Lian-bu-pang?"
Seorang laki-laki tinggi kurus kurang lebih berusia empat
puluh tahun berdiri menjura. "Nona mencari aku ada
keperluan apa?"
Thian Hwa mengeluarkan surat dan berkata. "Aku
membawa surat dari Pat-chiu Lo-mo!"
Kagetlah semua orang yang berada di situ mendengar ini,
dan ketua dari Lian-bu-pang sendiri buru-buru maju dan
memberi hormat. "Maaf, kiranya Lihiap utusan dari Ciolocianpwe?
Silakan duduk."
Setelah memberikan surat, Thian Hwa duduk dan melirik
semua orang yang duduk di situ dengan sudut matanya.
Mereka semua tampak gagah dan berkepandaian, maka ia
semakin berlaku hati-hati.
Ketua itu setelah membaca habis surat dari Pat-chiu Lo-mo,
segera tertawa dan kembali menjura kepada Thian Hwa
"Lihiap, maaf kami tidak tahu dan kurang menghormati Lihiap
yang datang tiba-tiba ini, maka mohon maaf. Aku adalah
pangcu dari Lian-bu-pang dan namaku Lauw Cin. Cu-wi
sekalian, Nona ini membawa surat dari Cio-locianpwe yang
mempercayakannya untuk menjadi penghubung."
Semua orang terkejut dan seorang bertubuh gemuk berdiri
dan berkata dengan suara kurang senang. "Pat-chiu Lo-mo
sungguh menghina kita! Dia terlalu memandang rendah kita
rupanya! Masa ia mengirim seorang nona muda ini untuk
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menjalankan pekerjaan itu? Apakah ia menganggap kita anakanak
kecil yang tidak becus apa-apa?"
Sambil berkata demikian, Si Gemuk itu memandang kepada
Thian Hwa dengan mata tajam dan memandang rendah,
sedangkan mendengar ini semua orang diam. Untuk sesaat
suasana menjadi sunyi sekali, tak seorang pun berani
mengeluarkan suara dan Si Gemuk lalu duduk kembali dan
mengangkat cawan araknya ke mulut.
Tapi pada saat itu terdengar suara nyaring dan cawan
beling di tangannya telah pecah menjadi dua! Ketika semua
orang melihat, ternyata yang membuat pecah cawan itu
adalah sebutir kacang tanah. Mereka terkejut sekali dan cepat
memandang ke arah Thian Hwa. Gadis itu dengan tenangnya
memakan kacang tanah yang tersedia di atas piring dan
agaknya dengan menggunakan jari tangan ia menyentil
sebutir kacang tanah untuk memecahkan cawan Si Gemuk
yang tadi telah mencelanya!
Si Gemuk yang tidak melihat bagaimana caranya cawan di
tangannya itu tahu-tahu menjadi pecah, lalu tersenyum dan
sambil berdiri dia mengambil secawan arak lain lalu
diangkatnya tinggi-tinggi sambil berkata. "Aku harap Saudara
yang tadi membikin pecah cawanku suka mengulangi lagi
perbuatannya sehingga kita semua dapat melihatnya, jangan
berlaku sembunyi-sembunyi seperti tindakan seorang
pengecut!"
Si Gemuk itu adalah seorang yang ahli ilmu golok dan
kepandaian silatnya tergolong tinggi juga, maka dia merasa
penasaran telah dipermainkan orang. Kini dia s iap sedia untuk
membuat malu orang yang mengganggunya itu. Dia yakin
bahwa kini orang takkan mudah begitu saja membuat pecah
cawan di tangannya, dan jika orang itu berani lagi mencoba,
tentu ia akan dapat mengelak dan orang itu akan mendapat
malu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tiba-tiba Thian Hwa tertawa nyaring dan sambil
memperlihatkan sebutir kacang tanah ia berkata. "Eh, tuan
yang gemuk, aku datang-datang telah mendengar katakatamu
yang mengejek Pat-chiu Lo-mo dan memandang
rendah padaku. Aku habiskan perkara itu karena mengingat
bahwa aku sedang mabok. Tapi jangan harap kau akan
mencegah aku memecahkan setiap cawan arak yang hendak
kau minum, karena aku tidak senang melihat kau semakin
mabuk bicara tak karuan! Lihat ini!" Dengan jari telunjuknya.
Thian Hwa menyentil kacang tanah itu yang meluncur cepat
sehingga tak terlihat ke arah cawan di tangan Si Gemuk. Si
Gemuk itu telah menduga akan datangnya senjata rahasia
yang aneh ini dan yang cukup berbahaya, maka cepat dia
menggerakkan tangan yang memegang cawan itu ke bawah.
Dia merasa betapa benda kecil itu menyambar di dekat
lengannya dan tidak mengenai sasaran! Ia merasa girang
sekali dan membuka mulut untuk mentertawakan, tapi pada
saat itu juga terdengar suara "prak!" dan cawan di tangannya
itu pecah sehingga araknya tumpah membasahi lengan dan
tangan kanannya! Ternyata bahwa Thian Hwa menggunakan
dua butir kacang tanah yang dilepas bergiliran. Yang pertama
hanya untuk memancing saja dan pada saat ia berkelit, ia
lepaskan pula yang kedua sehingga tepat mengenai
sasarannya!
Tentu saja kepandaian ini membuat semua orang merasa
kagum. Mereka yang terdiri dari ahli-ahli silat berilmu tinggi
maklum bahwa untuk dapat menggunakan kacang tanah itu
memecahkan cawan dengan hanya disentil dengan jari
tangan, orang harus mempunyai tenaga lweekang yang
sangat tinggi dan latihan yang sempurna. Mereka tidak tahu
bahwa sentilan jari telunjuk Thian Hwa sering dilatih untuk
menggunakan benda-benda kecil apa pun saja disentilkan ke
arah ikan-ikan di Sungai Huang-ho dan betapa dalam pun ikan
itu berenang, sekali terkena benda yang disentilkan dari atas
perahu oleh Thian Hwa pasti akan mati dan terapung!
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Si Gemuk itu kini tak dapat menahan lagi marahnya. Dia
memang terkenal berangasan dan sangat mengagungkan
kepandaiannya bermain golok. Memang dia pandai sekali
bermain Hui-eng To-hoat yakni Ilmu Golok Elang Terbang.
Goloknya besar dan berat sehingga permainan goloknya yang
istimewa itu sangat ditakuti orang. Namanya adalah Phang
Houw dan dia dijuluki orang Si Golok Elang Terbang. Kini
melihat betapa seorang gadis muda yang masih hijau berani
menghinanya sedemikian rupa di muka orang banyak, dia
memukul meja sehingga cawan arak berhamburan dan
membentak keras dengan kemarahan yang ditahan-tahan.
"Nona, kau sebagai utusan Pat-chiu Lo-mo seharusnya
mengenal dan tahu bahwa aku Hui-eng-to bukan orang yang
mudah saja menerima hinaan! Tapi, mengingat nama Pan-chiu
Lo-mo dan melihat muka para saudara di s ini, aku masih mau
mengampuni perbuatanmu tadi karena kau masih begini muda
dan bodoh. Akan tetapi untuk menerima kau sebagai
penghubung sebagaimana yang diusulkan oleh orang tua she
Cio itu, sungguh aku masih sangsi! Sekarang kau cabutlah
senjatamu dan coba kaulayani golokku. Jika kau sanggup
bertahan sampai lima puluh jurus, barulah aku orang she
Phang mau menerimanya sebagai penghubung."
Thian Hwa sebenarnya marah sekali melihat lagak Si
Gemuk itu dan kalau menuruti hatinya ingin benar ia sekali
serang merobohkan orang angkuh itu. Tapi karena ia teringat
akan kepentingannya sendiri, yakni untuk menghubungi
pangeran dan mencari orang tuanya, maka ia menahan
kemarahannya dan segera berdiri sambil menjawab.
"Baik sekali, kawan. Aku pun tidak suka menghina orang
asalkan orang jangan mengganggu aku lebih dahulu! Biarlah
kuperlihatkan bahwa tidak sia-sia Pat-chiu Lo-mo
mempercayaiku. Silakan kau menggunakan golokmu!" Gadis
itu lalu maju ke ruang yang luas itu dan mencabut pedangnya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Phang Houw mencabut goloknya yang lebar, berat dan
berkilauan itu, sehingga sangat mengerikan tampaknya, lalu
dengan tindakan bebas dia menghampiri Thian Hwa. Sebelum
dia mulai menyerang, dia menjura ke arah tuan rumah dan
berkata. "Lauw Pangcu, maafkan aku kalau aku terpaksa
menguji Nona ini, karena ini untuk kepentingan urusan kita."
Lauw Cin berkata tenang. "Memang itu patut sekali, Phanghiante,
asal saja kau berhati-hati dan ingat bahwa Lihiap ini
adalah utusan Cio-locianpwe!" Kata-kata ini membuat Thian
Hwa heran karena agaknya Iblis Tua Tangan Delapan itu
sangat dihormat dan ditakuti.
Kemudian Phang Houw berseru keras. "Nona, kau lihat
golokku!" Golok besar itu segera menyambar sehingga
mendatangkan angin. Serangan pertama ini cukup hebat
karena tiba-tiba Phang Houw menggunakan tipu gerakan
Elang Terbang Menyambar Ikan. Datangnya serangan sangat
keras dan golok besar itu berputar-putar menebas dari kanan
ke kiri ke arah leher Thian Hwa dan ketika gadis itu berkelit
mundur, golok itu melayang dari kiri ke kanan berkali-kali dan
kini menyabet ke pinggang gadis itu dengan gerakan yang
sangat cepat sekali! Thian Hwa dapat menduga bahwa kalau
ia berkelit terus, golok itu juga terus akan mengejar dan
menyerangnya karena gerakan Elang Terbang Menyambar
Ikan memang terus-menerus bergerak menyerang dari kanan
ke kiri dan sebaliknya sehingga golok itu terus menerus
diobat-abitkan dengan gerakan cepat dan berbahaya sekali.
Thian Hwa lalu berseru nyaring dan tahu-tahu tubuhnya
melayang ke atas dan ia menggunakan gerak tipu Tiang -
khing - king - thian atau Pelangi Panjang Melengkung di Langit
menyerang dari atas ke arah ubun-ubun kepala lawannya!
Serangan ini berbahaya sekali karena ujung pedang itu
kalau ditangkis dapat diubah gerakannya menjadi serangan
melintang menyabet leher. Phang Houw terkejut sekali dan ia
meloncat mundur lalu bersamaan menyerang lagi ketika tubuh
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
lawannya yang ringan bagaikan burung itu telah menginjak
tanah. Mereka bertempur lagi dengan hebat. Kini Thian Hwa
tidak mau berlaku ragu-ragu dan ia mengeluarkan
kepandaiannya dan bersilat dengan ilmu pedang Kwan-im
Kiam-hoat. Gerakannya sebentar lemas dan lemah-gemulai,
tapi kadang-kadang berubah ganas dan cepat sekali sehingga
setelah mereka bertempur lebih dari lima puluh jurus, Phang
Houw mulai merasa kepalanya pening dan tak mampu
menyerang lagi, hanya dapat menangkis dan berkelit karena
pedang lawannya bagaikan telah berubah menjadi puluhan
banyaknya!
Pada suatu saat Phang
Houw merasa begitu
terdesak sehingga dia
menjadi nekad dan
mengeluarkan gerakan
mengadu jiwa. Ketika dia
merasa betapa ujung
pedang lawannya
mengancam dadanya
sebelah kanan, dia barengi
menubruk maju dengan
goloknya .untuk mengadu
jiwa dan mati bersama!
Tentu saja Thian Hwa tidak
sudi melayani kehendak
lawannya ini, dan segera
menggunakan pedangnya
menangkis. Kali ini karena kedua senjata digerakkan dengan
sekuat tenaga, maka dua tenaga beradu keras sekali dan
kesudahannya membuat Phang Houw berteriak kaget karena
dia merasa betapa telapak tangannya sakit sekali sehingga tak
kuasa lagi mempertahankan goloknya yang terlepas dan
terpental ke atas. Ketika golok yang besar dan berat itu
meluncur ke bawah dan tepat menuju ke arah di mana Thian
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Hwa berdiri, gadis itu dengan tenang sekali menggunakan
pedangnya menyambut dan memutar pedang itu sedemikian
rupa sehingga golok besar itu terputar-putar dengan ujungnya
seakan-akan menempel di pedang Thian Hwa!
Pertunjukan ini sungguh hebat dan indah sehingga semua
orang menjadi sangat kagum dan bertepuk tangan memuji.
Bahkan Phang Houw sendiri berdiri bengong karena heran.
Thian Hwa lalu mengulur tangan kiri dan menangkap gagang
golok lawannya itu, lalu dengan tersenyum ia mengembalikan
golok itu kepada Phang Houw.
Si Gemuk itu kini menjadi tunduk betul, dia menghela
napas berulang-ulang dan berkata. "Seumur hidupku belum
pernah aku bertemu dengan seorang muda yang selihai kau
ini, Nona. Siapakah namamu yang mulia dan siapa pula
Suhumu yang terhormat?"
Semua orang juga ingin tahu nama dan suhu dan gadis
lihai itu. Thian Hwa menjawab sederhana. "Aku bernama
Thian Hwa dan orang di sebelah selatan menyebutku Huangho
Sian-li. Suhuku adalah Huang-ho Sui-mo."
Semua orang belum pernah mendengar nama Huang-ho
Sian-li, tapi nama Huang-ho Sui-mo pernah mereka dengar,
maka mereka mengangguk-angguk dan menyatakan kagum.
"Memang patut sekali Lihiap diserahi tugas ini." kata Louw
Cin dengan girang.
"Jika Cu-wi sudah cukup percaya kepadaku, harap urusan
ini lekas diterangkan dengan jelas kepadaku, karena
sesungguhnya Pat-chiu Lo-mo tak pernah memberitahu apaapa,
hanya minta aku supaya datang saja ke sini." kata Thian
Hwa.
Maka Louw Cin lalu menerangkan duduknya persoalan.
Ternyata bahwa di lingkungan kerajaan kaisar, terjadi
pertentangan dan perebutan kekuasaan di antara para
bangsawan tinggi. Mereka berlumba untuk merebut hati Kaisar
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
yang sudah tua, dan sementara itu, dengan diam-diam
mereka menggunakan segala daya untuk menyingkirkan
bangsawan lain yang dianggap sebagai saingan terbesar. Di
antara para pembesar itu, terdapat seorang pangeran yang
bernama Leng Kok Cun. Pangeran ini mempunyai kekuatan
dan pengaruh besar juga karena dia adalah putera seorang
selir yang tercinta. Tapi pangeran ini mempunyai watak yang
buruk dan dia bahkan mengandung niat untuk merampas
kedudukan Kaisar jika Kaisar tua itu telah meninggal dunia.
Dia mengumpulkan banyak ahli-ahli silat berkepandaian tinggi
untuk menjadi sahabat dan kaki tangannya. Di antaranya
adalah Louw Cin yang sudah dipercayainya benar-benar.
Beberapa waktu yang lalu, Pangeran Leng minta agar
dikirim seorang penghubung yang pandai dan yang datang
dari luar kota, karena para bangsawan lain telah menaruh
curiga dan tidak baik kalau penghubung yang mendatangi
rumah pangeran itu orang-orang yang tinggal di kota raja. Hal
ini akan mudah mereka ketahui. Karena inilah maka Louw Cin
lalu minta tolong Pat-chiu Lo-mo yang juga telah terbujuk
olehnya untuk mengabdi kepada Pangeran Leng, untuk
mengirim seorang yang pandai.
"Dan demikianlah, maka ternyata Cio-locianpwe telah
mengirim Lihiap ke sini, yakni untuk membantu Pangeran
Leng dan menjalankan perintah-perintah rahasia dari sana.
Kalau tidak salah, Pangeran Leng hendak memberi perintahperintah
kepada para pembantunya di barat dan selatan untuk
bersiap sedia, maka lebih baik Lihiap segera mendatangi
gedungnya dengan membawa surat dari kami."
Mengertilah kini Thian Hwa bahwa dengan tak disengaja ia
telah melibatkan diri sendiri dengan urusan negara yang
ruwet. Maka segera ia minta surat itu, lalu setelah mendapat
petunjuk di mana letak gedung Pangeran Leng, ia segera
menuju ke sana.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Gedung pangeran itu ternyata besar dan mewah sekali, tapi
terjaga keras. Setelah memberitahu bahwa ia datang dari
Lian-bu-pang, barulah ia diperkenankan masuk ke dalam
sebuah kamar dan menanti di situ. Thian Hwa merasa bahwa
dari balik pintu dalam tentu ada mata orang mengintai, maka
ia pura-pura tidak tahu dan diam saja, karena ia dapat
menduga bahwa pangeran itu agaknya curiga kepadanya.
Tak lama kemudian, masuklah seorang laki-laki yang
berpakaian mewah. Dia berusia kurang lebih empat puluh
tahun, mukanya licin dan sepasang matanya yang sipit itu
hampir-hampir tertutup. Tubuhnya tinggi kurus dan
tampaknya lemah sekali. Inilah Pangeran Leng Kok Cun.
Thian Hwa berdiri dan memberi hormat sepantasnya, lalu ia
menyerahkan surat itu. Setelah pangeran itu membaca nya,
dia merasa sangat heran mengapa orang mengirim seorang
gadis muda lagi cantik untuk menjadi penghubung? Tapi
ketika melihat pedang di punggung Thian Hwa, dia dapat
menduga bahwa ilmu silat gadis ini tentu hebat, kalau tidak,
Laouw Cin takkan begitu gila mengirimnya ke situ.
"Nona, sungguh tak kusangka bahwa kau yang semuda ini
telah memiliki kepandaian tinggi sehingga dipercaya oleh
Louw Cin. Nona, kau mendapat kamar di bangunan sebelah
kiri dan malam nanti akan kuberi tugas pertama padamu.
Sekarang beristirahatlah!"
Thian Hwa tidak senang melihat orang ini. Sikapnya
demikian memerintah dan tidak mengindahkan orang lain.
Gagallah maksudnya hendak mendengar sesuatu tentang
orang tuanya dari orang sekaku ini. Maka untuk sementara
waktu ia harus menurut saja, dan pergilah ia ke tempat yang
disediakan untuknya itu. Ternyata ia mendapat kamar yang
cukup mewah dan menyenangkan. Dengan hati-hati sekali
Thian Hwa memeriksa jendela dan pintu kamar itu, tapi
ternyata tidak ada sesuatu yang mencurigakan, maka ia
beristirahat di atas pembaringan yang indah dan bersih itu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Malamnya, setelah keadaan di luar gelap, ia dipanggil ke
ruang dalam di mana Pangeran Leng telah menantinya.
"Duduklah, Nona. Sebetulnya aku mempunyai sesuatu yang
sangat penting dan rahasia untuk disampaikan ke luar kota
dan kaulah yang telah dipilih untuk melakukan tugas berat ini.
Ketahuilah bahwa banyak sekali orang menghendaki barang
yang kuserahkan padamu itu dan mungkin kau akan
mendapat rintangan di jalan. Maka agar hatiku tenteram, dan
untuk mengujimu, lebih dulu kau malam ini harus melakukan
sesuatu untukku. Kau pergilah ke gedung Pangeran Ciu Kiong
di sebelah timur kota. Dia ini adalah musuhku yang paling
besar dan kau harus dapat membunuhnya! Dan kalau bisa
malam ini juga!"
Terkejutlah Thian Hwa. mendengar ini. Celaka sekali, ia
harus memasuki urusan yang kotor dan ruwet. Datang-datang
ia disuruh membunuh orang begitu saja. Dan sikap pangeran
ini demikian tinggi, seakan-akan ia memang bujangnya yang
setiap waktu diperintah sesukanya!
Sebelum ia sempat membantah, tiba-tiba dari atas
terdengar seruan orang.
"Taijin, awas, gadis itu adalah mata-mata musuh!" Dan
berbareng dengan itu, dari atas melayang tiga batang huito
atau golok terbang menyambar ke arah Thian Hwa!
Gadis itu loncat menyingkir dan tertawa geli. "Sudahlah,
kalian orang-orang rendah! Aku tak perlu mencampuri
urusanmu yang kotor!" Lalu ia meloncat keluar. Tapi Pangeran
Leng sudah berteriak.
"Tangkap penjahat!" Sehingga para pengawalnya telah
maju mengejar. Juga dari luar datang Louw Cin dan seorang
tua bongkok dan wajahnya buruk sekali dan memegang
sebatang tongkat, serta di punggungnya yang bongkok
tampak tempat golok-golok kecil, maka tahulah Thian Hwa
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
bahwa yang melepas golok terbang tadi adalah Si Bongkok
itu!
"Setan perempuan, berhenti!" Louw Cin yang mencegat
didepannya membentak. "Mengakulah terus terang, siapakah
engkau dan apa kehendakmu memalsukan surat dari Ciolocianpwe?"
"Aku sudah mengaku tadi dan namaku sudah kuterangkan
pula. Tentang memalsu, aku tidak memalsu hanya
menyampaikan surat yang kutemukan dari seorang maling
kecil!"
Tiba - tiba Si Bongkok menuding. "Hemm, jadi kau yang
telah melukai muridku?"
Thian Hwa melengak. "Eh, eh, kau yang disebut Iblis Tua
Tangan Delapan? Pantas, pantas...."
Marahlah orang itu. "Kau lancang mulut, rasakan
tanganku!" kakek bongkok ini maju menyerang dengan
tongkatnya. Sambaran tongkatnya demikian hebatnya,
sehingga Thian Hwa terkejut sekali karena ia maklum bahwa
kali ini ia menghadapi seorang lawan yang benar-benar
perkasa, la cepat berkelit dan meloncat, mundur sambil
mencabut pedangnya.
Mereka berdua lalu bertempur seru sekali, ditonton oleh
Pangeran Leng dan kawan-kawannya.
Setelah bertempur seratus jurus lebih, diam-diam Thian
Hwa mengeluh karena lawannya ini benar-benar hebat dan
tangguh. Sebaliknya Pat-chiu Lo-mo juga penasaran dan malu
karena belum pernah ada seorang lawan yang sanggup
bertahan melawan dia sampai seratus jurus lebih tanpa dia
dapat melukainya sedikit pun.
Sementara itu, Louw Cin dan kawan-kawannya sangat
kagum melihat pertempuran itu. Tidak mereka sangka sedikit
pun bahwa gadis muda itu demikian pandai sehingga sanggup
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menandingi Si Tua Bongkok yang lihai. Pangeran Leng merasa
penasaran lalu berteriak agar orang membantu Si Bongkok itu.
Maka majulah beberapa pahlawan mengeroyok Thian Hwa!
Gadis itu merasa sibuk juga dan sambil berseru nyaring ia
menggerakkan pedangnya secara luar biasa sehingga lawanlawannya
terpaksa mundur beberapa tindak. Kesempatan ini
ia pergunakan untuk meloncat keluar dari kalangan dan berlari
cepat! Tiga buah golok terbang yang dilepas oleh Pat-chiu Lomo
dengan mudah dapat ia tangkis dan kelit tanpa menoleh,
kemudian ia menghilang ke dalam gelap.
Pat-chiu Lo-mo merasa penasaran sekali lalu mengejar,
juga Louw Cin dan beberapa pengawal yang berkepandaian
tinggi ikut mengejar. Mereka ini semuanya mempunyai
kepandaian lari cepat yang boleh juga sehingga dapat juga
mengejar Thian Hwa dari jauh. Biarpun sebenarnya ginkang
gadis itu lebih tinggi, tapi karena ia belum mengenal jalan dan
tempat itu masih asing baginya, ia tidak dapat maju cepat. Ia
hanya menuju ke timur karena ia teringat akan pesan
Pangeran Leng padanya untuk membunuh seorang pangeran
lain. Kalau Pangeran Leng dan kaki tangannya jahat, maka
Pangeran Cu Kiong yang dimusuhinya itu tentu orang baik.
Biasanya, yang dimusuhi oleh orang jahat tentu orang-orang
baik dan sebaliknya! Karena inilah, maka Thian Hwa lari ke
juruan timur sambil mencari-cari.
Akhirnya, ia sampai juga ke sebuah gedung yang tinggi dan
besar, bahkan lebih tinggi daripada gedung Pangeran Leng.
Inikah gedung Pangeran Cu Kiong itu? Baru saja kakinya
menginjak genteng, tiba-tiba di sebelah kirinya berkelebat
bayangan putih. Ia mengangkat pedang menyerang ke kiri,
tapi bayangan itu demikian gesitnya dan cepat dapat berkelit.
"Sabar, Nona. Aku bukan lawan, tapi kawan. Mari kita
hadapi mereka yang mengejarmu!" Bayangan yang
berpakaian putih itu lalu berdiri menanti datangnya para
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
pengejar. Ketika Si Bongkok dan Louw Cin tiba di situ,
bayangan putih itu menegur.
"Apakah Pangeran Leng sudah tidak tahu adat menyuruh
kaki tangannya membikin kotor genteng rumahku?"
Louw Cin terkejut ketika melihat siapa yang menegur
mereka. Ia buru-buru memberi hormat dan berkata, "Mohon
beribu maaf, Thaijin. Kami hanya mengejar seorang penjahat
perempuan."
"Jangan kurang ajar! Tidak ada penjahat perempuan di sini,
yang ada ialah tamuku ini dan kalian pergilah dari sini. Atau
kalian sengaja hendak mengacau?"
Si Bongkok perdengarkan suara menyindir. "Hm, jadi setan
itu telah menjadi kaki tangan Pangeran Cu? Bagus! Mari kita
pergi, Louw Cin!" Dan pergilah para pahlawan Pangeran Leng
itu.
Si Baju Putih itu lalu berkata kepada Thian Hwa dengan
suaranya yang halus dan sopan. "Nona, kau sungguh gagah
perkasa sehingga sanggup seorang diri membuat pusing Si
Iblis Tua Tangan Delapan! Sudilah kau mampir sebentar ke
pondokku."
Kagetlah Thian Hwa mendengar ini. "Apa? Jadi kau
adalah... Pangeran Cu Kiong?"
Orang itu menjura dengan hormat dan berkata.
"Dugaanmu tepat, Nona. Marilah kita bicara di bawah."
Thian Hwa tidak merasa keberatan, bahkan timbul harapan
baru dalam hatinya untuk minta bantuan pangeran yang
sopan dan halus ini mencari keterangan tentang orang tuanya.
Ia lalu ikut meloncat turun dan ketika mereka tiba di tempat
terang dan saling memandang maka kedua-duanya terkejut
dan kagum. Thian Hwa melihat bahwa Si Baju Putih itu, yang
sebenarnya Pangeran Cu Kiong sendiri, ternyata adalah
seorang pria muda yang berwajah sangat tampan. Mukanya
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
bulat putih dengan sepasang mata yang lebar dan terang,
dihias sepasang alis mata yang panjang hitam berbentuk golok
sehingga paras yang cakap itu tampak gagah sekali.
Pakaiannya yang putih itu pinggirnya disulam dengan benang
emas indah sekali dan sikap serta gerak gayanya lemah
lembut menandakan bahwa dia seorang terpelajar. T hian Hwa
kagum sekali karena biarpun tampaknya demikian sopan
santun dan lemah lembut lagi masih muda, namun dari
gerakannya ketika mengelit serangannya tadi ia tahu bahwa
pangeran itu pun memiliki kepandaian yang tidak rendah.
Sebaliknya Pangeran Cu Kiong ketika melihat wajah Thian
Hwa di bawah sinar penerangan lampu, menjadi kagum sekali
dan menatap wajah yang cantik itu dengan hati tertarik. Tak
disangkanya sama sekali bahwa gadis pendekar yang gagah
perkasa itu ternyata masih sangat muda dan memiliki
kecantikan yang luar biasa pula. Karena dua-duanya saling
pandang, maka akhirnya mereka sama-sama menundukkan
muka dan wajah Thian Hwa menjadi merah karena segan dan
malu. Heran sekali! Belum pernah ia merasa malu di bawah
pandang mata laki-laki dan ia merasa betapa dadanya
berdebar aneh!
"Lihiap silakan duduk." kata Cu Kiong dengan ramah dan
cepat-cepat dia perintahkan pelayan untuk mengeluarkan
hidangan.
"Jangan berlaku sungkan, Kongcu." kata Thian Hwa dengan
sikap hormat, lalu ia duduk di atas sebuah bangku yang
terukir indah, menghadapi meja, dan Cu Kiong duduk di
hadapannya.
"Kongcu, bagaimana bisa tahu bahwa aku telah bertempur
dengan iblis tua itu?" tiba-tiba Thian Hwa bertanya, karena ia
tadi memang heran mendengar kata-kata pangeran itu yang
seakan-akan tahu akan kejadian-kejadian yang dialaminya di
gedung Pangeran Leng.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Tentu saja aku tahu, Nona. Bahkan aku tahu pula bahwa
kau diperintah oleh Pangeran Leng untuk membunuhku!"
katanya dengan senyum.
"Aku... aku tidak menyanggupinya'" Thian Hwa cepat
memotong.
Cu Kiong perlihatkan senyumnya yang menarik. "Tentu
saja. Aku pun takkan percaya bahwa seorang seperti kau ini
dapat berwatak sekejam itu, membunuh aku yang tak kau
kenal sama sekali!"
Mendengar pujian ini, kembali Thian Hwa merada dadanya
berdebar.
"Tapi, bagaimana kau bisa mengetahui semua itu,
Kongcu?"
"Kau ingin tahu? Nah, mari kuperkenalkan kau dengan para
pembantuku!" Dia bertepuk tangan tiga kali dan tiba-tiba dari
segenap penjuru, melalui pintu, jendela dan juga melayang
turun dari atas genteng, muncullah tujuh orang setengah tua
yang mempunyai gerakan gesit dan ringan sekali. Thian Hwa
terkejut karena maklum bahwa kepandaian ketujuh orang ini
sangat tinggi!
"Perkenalkanlah, inilah Kam-keng-chit-sian, Tujuh Dewa
dari Kamkeng!" kata Cu Kiong dan ketujuh orang itu dengan
tersenyum menjura di depan Thian Hwa yang segera berdiri
membalas hormat mereka. Ia belum pernah mendengar nama
ini, tapi ia dapat menduga bahwa mereka ini tentu tokohtokoh
ternama di daerah utara.
"Lihiap, ilmu pedangmu sungguh membuat kami takluk dan
tidak kosonglah nama Huang-ho Sui-mo, Suhumu yang
tersohor itu!" kata seorang di antara mereka.
Pangeran Cu Kiong lalu mempersilakan mereka semua
duduk dan malam itu diadakan perjamuan makan minum
untuk menghormat Thian Hwa. Mereka bercakap-cakap
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
gembira sekali dan Thian Hwa mendapat kesan baik dari
mereka. Ia menganggap bahwa ketujuh orang itu bersikap
baik dan sopan, sedangkan pangeran muda yang tampan itu
betul-betul telah memikat hatinya dan membuat ia tertarik
sekali. Pada kesempatan ini ia diberitahu bahwa Cu Kiong
banyak dimusuhi bangsawan-bangsawan yang menjadi durna
dan penjilat kaisar, dan bahwa pangeran muda ini telah
beberapa kali hendak dibunuh. Oleh karena inilah maka ia
mempelajari ilmu silat dan bahkan mengundang Kamkengchit-
sian untuk menjadi pengawalnya. Kemudian pangeran
yang masih muda dan tampan itu memerintahkan para
pengawalnya untuk mengundurkan diri dan dia bercakapcakap,
berdua dengan Thian Hwa. Sikapnya selalu ramah
tamah dan sopan sehingga Thian Hwa merasa betah di situ.
"Lihiap, kau seorang gadis muda yang berasal dari daerah
selatan, mengapa sampai bisa datang di kota raja? Dan
mengapa pula kau sampai dapat berhubungan dengan orangorang
macam Pangeran Leng itu?"
Thian Hwa lalu menceritakan riwayatnya dengan terus
terang. Ia menganggap bahwa pangeran ini sangat baik dan
jujur, maka pantaslah kalau ia minta tolong dan mendapat
kepercayaannya.
"Demikianlah," ia mengakhiri ceritanya. "Aku yang muda
dan bodoh ini sampai menjadi nekad dan datang ke kota besar
ini untuk mencari kedua orang tuaku."
Cu Kiong memandangnya dengan penuh keheranan
terbayang pada wajahnya yang putih. "Kaukatakan tadi bahwa
orang tuamu adalah bangsawan di kota raja ini?"
Thian Hwa mengangguk. "Demikianlah menurut penuturan
Kakekku. Katanya bahwa Ibuku adalah seorang puteri
bangsawan yang cantik dengan tanda bintik kecil hitam di atas
bibir sebelah kiri. Sayang sekali Kakekku tidak tahu siapa
Ibuku atau Ayahku...." kata Thian Hwa sedih.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ketika ia menceritakan hal ini, kebetulan sekali pelayan lakilaki
yang sudah tua dan sangat hormat sikapnya sedang
membersihkan meja dan mengangkut semua sisa makanan
atas perintah Cu Kiong. Tadinya kakek tua ini bekerja sambil
menundukkan muka, tapi ketika ia mendengar cerita Thian
Hwa, agaknya dia menjadi terharu dan mengangkat mukanya
memandang. Kebetulan Thian Hwa tak sengaja
memandangnya. Untuk sesaat pelayan itu membelalakkan
matanya, kemudian dia menunduk kembali dan Thian Hwa
melihat wajah yang baik dan sabar, bahkan ia merasa seakanakan
wajah orang tua itu tidak asing baginya.
Setelah orang tua itu mengangkut pergi semua sisa
makanan, Cu Kiong berkata. "Nona, percayalah kau kepadaku.
Aku akan memerintahkan orang-orangku untuk mencari
keterangan perihal puteri bangsawan yang mempunyai tahi
lalat kecil di bibir kiri, barangkali saja usahaku ini akan berhasil
baik."
Thian Hwa buru-buru berdiri dan menjura sambil
mengucapkan terima kasih.
"Sekarang harap Kongcu maafkan aku, karena aku harus
pergi. Tidak baik kalau mengganggumu dan besok sore aku
akan datang lagi mendengar hasil pertolonganmu itu."
Cu Kiong buru-buru mencegah. "Jangan kau pergi, Nona.
Apakah bedanya kalau kau menginap di dalam gedung ini?
Pula, kau telah menjadi musuh Pangeran Leng, dan kau tidak
akan aman tinggal di luar. Kau tinggallah untuk sementara
waktu di gedung ini sampai kau dapat bertemu dengan orang
tuamu. Jangan khawatir, aku mempunyai banyak kamar, di
sini dan kau akan terjamin. Anggaplah ini sebagai rumah
sendiri atau sebagai rumah saudaramu!" Sambil berkata
demikian, pangeran itu tersenyum ramah.
Setelah dibujuk-bujuk, akhirnya Thian Hwa tak dapat
menolak lagi dengan girang sekali Cu Kiong memanggil
pelayan. "Lo Sam....!"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Pelayan tua yang tadi membersihkan meja muncul dari
pintu samping dan menghampiri mereka.
"Losam, tolong kauantar Nona ini ke kamar tamu di bagian
kiri. Berikan kamar yang paling baik di ujung itu, dan
selanjutnya suruh pelayan-pelayan wanita melayani segala
keperluannya. Ingat Sio-cia ini harus dilayani baik-baik agar
betah tinggal di sini."
Thian Hwa menghaturkan terima kasih dan ikut pelayan itu
menuju ke bangunan sebelah kiri yang besar dan di depannya
penuh kembang-kembang indah di dalam taman kecil yang
mengitari bangunan itu. Ketika mereka tida di situ, Losam
disambut oleh beberapa orang pelayan yang muda-muda dan
cantik-cantik dan dihujani pertanyaan. Losam dengan suara
sabar memperkenalkan Thian Hwa dengan menyampaikan
pesan majikannya. Pelayan-pelayan wanita itu dengan hormat
dan ramah lalu mengajak Thian Hwa memasuki kamarnya
sehingga gadis itu merasa malu dan berterima kasih sekali.
Pangeran Cu Kiong demikian baik hati terhadap Thian Hwa
sehingga dia memerlukan mengirimkan beberapa stel pakaian
yang indah kepada gadis itu, dan dia minta kepada Losam
untuk mengantarkannya. Thian Hwa merasa malu dan tak
enak hati melihat segala kebaikan ini. Ia terima pakaian itu
tapi tidak mau memakainya dan tetap memakai pakaiannya
sendiri yang sederhana.
Ketika malam hari itu Thian Hwa keluar dari kamarnya dan
berjalan-jalan di taman bunga, ternyata bahwa di belakang
semua bangunan besar itu masih terdapat sebuah kebun
bunga yang sangat luas dan indah, bahkan di tengah-tengah
terdapat kolam air yang lebar dan dalam serta airnya jernih
sekali.
Thian Hwa adalah seorang gadis yang semenjak kecil
tumbuh besar di atas air Sungai Huang-ho, maka kini melihat
air yang jernih itu, tak dapat menahan lagi keinginan hatinya
untuk mandi. Ia melihat betapa keadaan di situ sunyi tiada
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
orang, maka segera ia tanggalkan pakaian luar dan kini hanya
memakai pakaian mandi yang ringkas. Setelah itu, ia lalu
terjun ke dalam air yang dingin itu! Ia berenang ke sana ke
mari dan menangkapi ikan emas yang menjadi kaget dan
ketakutan karena tiba-tiba saja tempat mereka terganggu oleh
suatu mahluk aneh yang menangkapi mereka lalu dilepas lagi
berulang-ulang! Thian Hwa merasa gembira sekali dan ia
tersenyum-senyum sambil memetik setangkai bunga teratai
putih yang mekar berseri di permukaan kolam itu. Ia tidak
tahu mengapa hatinya begitu girang dan bahagia. Ia merasa
seakan-akan ada sesuatu yang mendatangkan rasa nikmat di
dalam hatinya dan bayangan Pangeran Cu Kiong yang tampan
dan tersenyum-senyum itu tak pernah meninggalkan bulu
matanya! Ah, alangkah baiknya orang-orang bangsawan ini,
pikirnya. Tentu ayah ibunya juga sebaik Cu Kiong, dan dia
percaya penuh pangeran yang baik hati itu tentu akan
sanggup mencari keterangan tentang ayah ibunya.
Ia tidak tahu bahwa dari balik sebatang pohon, sepasang
mata memandangnya dengan penuh gairah dan kagum.
Kemudian orang yang mengintai itu keluar, seakan-akan tak
dapat menahan dorongan hatinya lagi. Ia bertindak mendekati
kolam, lalu berseru kaget.
"Ah, Thian Lihiap! Kiranya kau, sungguh aku kaget sekali
kukira siapa yang pada malam sekali begini mandi di s ini!"
Thian Hwa terkejut sekali dan menengok. Ternyata Cu
Kiong sedang berdiri dan" memandangnya dengan mata
kagum. Biarpun pada saat itu yang tampak hanya kepalanya
saja, namun Thian Hwa merasa begitu malu sehingga buruburu
ia menyelam! Cu Kiong tertawa geli dan membalikkan
tubuh memandang ke lain jurusan, tapi masih berdiri di
tempat itu.
Di dalam air, Thian Hwa merasa betapa dadanya berdebar
keras dan napasnya terengah-engah. Ia merasa malu sekali
untuk muncul lagi. Tapi akhirnya ia tidak kuat menahan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
napasnya lalu munculkan kepalanya dengan perlahan dan
hati-hati di belakang daun dan bunga teratai. Ia melihat
betapa Cu Kiong berdiri membelakanginya dan pemuda itu
berkata.
"Nona, kalau kau sudah muncul lagi, katakan apakah aku
harus pergi? Sebenarnya aku ingin sekali bicara dengan kau!
Tapi kalau kau menghendaki supaya aku pergi, aku akan
segera meninggalkan tempat ini."
Thian Hwa berkata dengan suara lemah. "Kongcu, jangan
kau melihat ke sini dulu!"
Terdengar pemuda itu tertawa dan menjawab. "Kauanggap
aku orang rendah macam apakah?"
Thian Hwa girang sekali mendengar ini. Ternyata bahwa
pemuda itu benar-benar orang sopan dan baik. Maka tanpa
ragu-ragu lagi ia keluar dari air dan cepat-cepat berganti
pakaian di balik pohon kembang dekat kolam itu. Pakaiannya
yang basah ia letakkan di atas sebuah batu yang merupakan
patung barongsai. Kemudian, setelah mengenakan
pakaiannya, ia keluar dan berkata sambil tertawa.
"Sekarang kau boleh melihat, aku sudah selesai."
Cu Kiong cepat memutar tubuhnya dan memandang gadis
itu dengan mata kagum. Sinar bulan telah menyinari wajah
yang ayu itu. Thian Hwa menggunakan teratai yang dipetiknya
tadi untuk menghias rambutnya yang diikat secara
sembarangan ke atas sehingga kecantikannya yang aseli
benar-benar mempesonakan.
Cu Kiong maju beberapa tindak dengan perlahan. Setelah
dekat dengan gadis itu, dia berhenti dan menatap wajahnya
sambil berkata berbisik. "Nona kau... kau... cantik sekali...."
Kalau saja yang berkata itu orang lain, tentu Thian Hwa
akan marah sekali, tetapi yang memujinya adalah pemuda
yang memang selalu membayang di depan matanya, pula Cu
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Kiong telah mengucapkan pujian itu dengan sungguhsungguh,
bukan dengan maksud kurang ajar, maka Thian Hwa
hanya menundukkan muka dengan malu-malu.
Cu Kiong maju setindak lagi dan tahu-tahu dengan halus
perlahan ia pegang kedua tangan Thian Hwa dan berkata.
"Sungguh, Nona, selama hidupku belum pernah aku melihat
seorang secantik kau...."
Thian Hwa merasakan betapa seluruh tubuhnya menggigil
dan dadanya berdebar. Mukanya terasa panas dan kepalanya
pening. Ia hendak menarik tangannya, tapi tak kuasa
menggerakkan tangan itu dan terasa olehnya betapa lembut
dan mesra tangan pemuda itu memegang tangannya.
Tiba-tiba telinganya yang tajam dapat menangkap tindakan
kaki orang, maka cepat sekali Thian Hwa menarik tangannya
dan meloncat menghadapi orang yang datang itu. Alangkah
kagetnya melihat bahwa yang datang adalah Pat-chiu Lo-mo
dan tiga orang lain dengan senjata di tangan dan sikap
mengancam.
Melihat ini, terkejutlah Cu Kiong dan dia segera bertepuk
tangan tiga kali. Tapi para pembantunya tidak muncul dan
Iblis Bongkok itu tertawa mengejek.
"Ha, ha! Kaki tanganmu tak mungkin datang, mereka
sendiri sibuk membela diri dan menjaga agar nyawa mereka
jangan melayang!" Kemudian Pat-chiu Lo-mo segera maju dan
menggerakkan tongkatnya ke arah Cu Kiong. T api Thian Hwa
berseru nyaring dan ia maju menotok iga iblis itu dengan
hebat. Terpaksa Si Bongkok menarik kembali tongkatnya dan
melayani Thian Hwa. Kemudian tiga orang lainnya yang
bersenjata pedang maju pula mengeroyok Thian Hwa
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sehingga gadis itu sibuk sekali, tapi ia masih ingat berseru
kepada Cu Kiong.
"Kongcu, lekas kau pergi, biar aku menahan mereka ini!"
Thian Hwa khawatir kalau-kalau pangeran itu mendapat
celaka karena ia maklum bahwa kepandaian pemuda itu masih
terlampau rendah untuk melayani para penyerbu yang
ternyata berkepandaian tinggi ini.
Tapi Chu Kiong tidak mempedulikan teriakan Thian Hwa,
bahkan dia lalu mengangkat sebuah bangku yang terdapat di
kolam itu dan menggunakan barang ini sebagai senjata. Dia
meloncat menerjang pengeroyok Thian Hwa sambil berseru.
"Niocu, jangan takut, aku bantu kau!"
Thian Hwa menjadi sibuk sekali karena untuk menjaga diri
sendiri dengan tangan kosong terhadap empat pengeroyok
saja sudah sukar baginya, apalagi kini dengan ikut campurnya
Cu Kiong, gerakannya makin kalut karena ia harus menjaga
pemuda itu pula!
"Kongcu, pergilah kau!" teriaknya sekali lagi, tapi Cu Kiong
bahkan menyerang Pat-chiu Lo-mo dengan hebat! Si Bongkok
itu melihat datangnya serangan bangku, cepat menangkis
dengan tongkatnya sedemikian rupa sehingga bangku itu
terpental kembali dan menghantam dada Cu Kiong yang
terpental jauh dan tercebur ke dalam kolam! Melihat ini,
hampir saja Thian Hwa menjerit ngeri dan ia lalu
mengeluarkan pukulan Kwan Im yang hebat. Dengan gerakan
yang tak terduga sama sekali oleh lawan-lawannya, tubuhnya
bergerak secepat kilat sehingga mata para lawannya kabur
dan tahu-tahu seorang pengeroyok kena tertotok pundaknya
sehingga tubuhnya menjadi lemas dan roboh. Pengeroyok
yang lain menjadi terkejut dan meloncat mundur, dan
kesempatan ini dipergunakan oleh Thian Hwa untuk meloncat
terjun ke dalam kolam. Ia menyelam dan memegang tubuh Cu
Kiong yang telah lemas dan tenggelam dan cepat mengangkat
pemuda itu keluar dari kolam. Karena para lawannya tidak
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
pandai berenang, maka mereka hanya menanti dengan
senjata di tangan.
Melihat ini, Thian Hwa lalu melihat ke kanan kiri dan ia
melihat sebuah besi tempat gantungan lampu di tengah
kolam. Besi itu sengaja dipasang untuk dipakai menggantung
lampu dan memperindah kolan itu. Thian Hwa lalu
menggunakan tangan kanannya mencabut besi itu dan
dengan tangan kiri memeluk tubuh Cu Kiong yang pingsan, ia
lalu berenang ke tepi kolam. Tapi musuh-musuhnya telah
menanti di situ dengan senjata mengancam sehingga ia
menjadi sibuk sekali. Tiba-tiba Thian Hwa membawa tubuh
pemuda itu menyelam sehingga tidak tampak oleh musuhnya.
Tahu-tahu, ia telah muncul di lain tepi dan mengangkat tubuh
Cu Kiong ke pinggir dan ia sendiri meloncat ke tepi dengan
besi itu melintang di kedua tangan.
Pat-chiu Lo-mo dan kawan-kawannya lalu mengejar dan
kini Thian Hwa dapat melayani mereka dengan baik, karena
besi itu merupakan sebatang tongkat yang hebat. Karena
bingung dan marah sekali melihat Cu Kiong terluka, ia
mengamuk hebat dan mengeluarkan seluruh kepandaiannya.
Dengan gerakan-gerakan kilat akhirnya ia berhasil
menyerampang kaki seorang lawan dan sebelum mereka
hilang kagetnya, tahu-tahu ujung besi di tangannya dengan
gerak tipu Heng-ciajip-te atau Kauw-ce-thian Masuk ke Dalam
Tanah ia menyerang lutut Pat-chiu Lo-mo dari atas. Serangan
ini hebat sekali karena menyambarnya besi sukar untuk
ditangkis. Terpaksa Si Bongkok yang menjadi kaget sekali itu
meloncat tinggi untuk menghindarkan kaki atau lututnya dari
serangan orang, tapi pada saat tubuhnya masih di tengah
udara, Thian Hwa yang menjadi sengit telah memutar
tongkatnya dan menggunakan ujung yang sebelah lagi
menghantam dada Si Bongkok yang lihai itu. Pat-chiu Lo-mo
tak dapat berkelit maupun menangkis, sudah tidak keburu
karena gerakan gadis itu luar biasa cepatnya, maka dia lalu
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mengumpulkan lweekangnya di bagian dada sambil menahan
napas.
"Buk!" ujung besi yang melanggar dada itu menjadi
bengkok! Tapi tubuh Si Bongkok itu terpental jauh dan roboh
pingsan karena dia mendapat luka di dalam dadanya! Kedua
pengeroyok lain melihat hal ini lalu meloncat mundur karena
jerih, tapi Thian Hwa tidak mempedulikan mereka lagi. Ia lalu
menghampiri Cu Kiong yang masih rebah dengan
memejamkan mata.
"Kongcu.... Kongcu..."
Thian Hwa dengan
bingung menggoyanggoyang
tubuh Cu Kiong,
tapi pemuda itu tidak
bergerak dan wajahnya
pucat" sekali. Thian Hwa
tidak tahu bahwa kedua
musuhnya yang belum
roboh masing-masing
memondong seorang
kawan yang terluka dan
telah meninggalkan
tempat itu karena jerih
terhadapnya. Dengan
bingung dan sedih gadis
itu lalu memondong
tubuh Cu Kiong dan membawa lari ke dalam kamarnya. Ia
merebahkan tubuh itu di atas pembaringan dan memeriksa
dadanya setelah merobek baju pemuda itu. Ia bernapas lega
karena dada itu hanya mendapat luka di kulit saja sehingga
mengeluarkan sedikit darah dan menjadi matang biru. Yang
membuat pemuda itu pingsan adalah tenggelam ke dalam air
tadi.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Thian Hwa memanggil-manggil pelayan tapi tak seorang
pun muncul, karena semua pelayan agaknya telah lari
bersembunyi! la lalu melenyapkan semua perasaan malu dan
menggunakan kain tilam pembaringan yang dirobeknya untuk
membalut dada pemuda itu. Ia bingung sekali karena pakaian
pemuda itu dan pakaiannya sendiri basah kuyup.
Pada saat itu Cu Kiong siuman dari pingsannya. Di heran
dan bingung sekali, tapi dia segera teringat akan kejadian tadi.
Cepat sekali dia meloncat bangun dan melihat ke arah
dadanya yang telanjang dan yang kini telah dibalut. Lalu
memandang Thian Hwa yang juga basah kuyup pakaiannya,
sama dengan pakaiannya sendiri.
"Thian Hwa... Nona... kau... kau telah menolong
jiwaku....?"
"Sudahlah jangan ribut-ribut, kau perlu istirahat." kata
Thian Hwa dengan wajah merah dan mendekati pemuda itu
yang segera ia pegang pundaknya untuk didorong agar tidur
kembali.
"Eh, di manakah Kamkeng-chit-sian, mengapa mereka tidak
muncul?" tiba-tiba Cu Kiong teringat akan para pengawalnya
yang benar saja tidak muncul. Thian Hwa lalu teringat juga.
"Bukankah Si Bongkok tadi berkata bahwa mereka juga
diserang? Tentu terjadi pertempuran hebat di atas gedung!
Biar aku pergi melihatnya!"
Tapi Cu Kiong cepat memegang tangan Thian Hwa sambil
berkata lirih. "Biarlah, Moi-moi, jangan tinggalkan aku lagi...."
Sekali lagi gadis itu menjadi lemas dan kepalanya terasa
pening, tak kuasa melepaskan diri dari pegangan tangan
pemuda itu.
"Kongcu, kau perlu berganti pakaian yang kering, kau bisa
sakit dalam pakaian basah ini." katanya perlahan.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Kau sendiri bagaimana?" kata Cu Kiong berbisik.
"Pakaianmu juga basah kuyup." Suaranya mengandung kasih
sayang yang memabukkan kepala Thian Hwa.
Pada saat itu terdengar suara seorang di antara Kamkengchit-
sian di luar pintu kamar. "Thaijin, apakah kau selamat
saja?"
Tanpa membuka pintu atau bangun dari pembaringan Cu
Kiong menjawab. "Aku tidak apa-apa, bagaimana kalian?"
"Musuh telah terusir pergi, hanya seorang di antara kami
mendapat luka."
"Sudahlah, besok saja kita bicarakan!" pangeran itu berkata
dan semua pengawal itu pergi lagi ke kamar masing-masing.
Keesokan harinya, ketika matahari telah naik tinggi, Thian
Hwa bangun dari tidurnya dengan kepala terasa berat. Tapi ia
lalu duduk bersamadhi dan mengatur napas sehingga sebentar
saja ia merasa sehat dan segar kembali. Pintu kamarnya
diketuk dari luar dan ia lalu turun membuka pintu. Pelayanpelayan
yang kemarin itu masuk sambil membawa segala
keperluan untuk mandi dan berganti pakaian. Thian Hwa
minta mereka keluar dan ia sendiri lalu berganti pakaian dan
mencuci muka. Kemudian ia keluar dan ternyata hidangan
pagi telah disediakan. Para pelayan itu dengan ributnya
bercerita betapa malam tadi datang orang-orang jahat yang
baiknya dapat diusir oleh para pengawal.
"Kalian ke mana saja malam tadi, mengapa tidak muncul?"
Thian Hwa bertanya.
"Siapa yang berani keluar, Siocia. Kami bersembunyi di
bawah pembaringan kami, menjadi satu dan tak berani
bergerak." jawab seorang pelayan dan yang lain
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menyambung. "Jangankan bergerak, bernapas pun kami tidak
berani."
Setelah selasai makan, tiba-tiba datang Losam, kakek
pelayan yang kemarin melayaninya. Setelah memberi salam
dan memberes-bereskan makanan, Losam berkata kepada
Thian Hwa. "Siocia, harap kausuruh pergi dulu semua pelayan
ini. Aku ingin bicara empat mata dengan Siocia."
Thian Hwa heran, tapi ia menyuruh semua pelayan pergi.
Pelayan-pelayan itu setelah melotot secara main-main kepada
Losam, lalu pergi meninggalkan mereka berdua.
"Siocia, kalau aku tidak salah, kau kemarin berkata kepada
Thaijin bahwa kau mencari Ibumu?"
Thian Hwa berdebar hatinya dan ia segera mengangguk.
"Coba kaukatakan lagi riwayatmu secara singkat, mungkin
aku dapat memberi keterangan padamu." Dan kedua mata
yang tua itu memandang Thian Hwa dengan mesra dan
terharu.
Thian Hwa lalu menceritakan riwayatnya, betapa ia ditolong
oleh Thian Bong Sianjin dari bencana air dan bahwa ibunya
adalah seorang puteri bangsawan yang cantik dengan tahi
lalat kecil di atas bibir kiri.
Tiba-tiba Losam gemetar bibirnya dan pucat wajahnya.
"Benar... benar... tidak salah lagi... kau... kau adalah anak Cui
Eng... kau adalah cucuku sendiri...."
Terkejutlah Thian Hwa mendengar ini. Ia meloncat berdiri
dan memegang kedua lengan orang tua itu. "Apa katamu?
Hayo kauceritakan yang betul!" Wajah gadis itu pucat,
matanya bersinar-sinar.
"Benar, benar! Seperti pinang dibelah dua! Cui Eng juga
begini ketika masih gadis dulu, sama benar dengan kau!"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Setelah dapat menenteramkan gelora hatinya, kakek itu
bercerita. Dulu, sebelum dia menjadi pelayan dari Pangeran
Cu Kiong, dia adalah seorang kepala pelayan dari seorang
pangeran she Ciu.
Selain itu, anak perempuannya yang bernama Cui Eng dan
sangat cantik, juga menjadi pelayan di gedung itu. Ternyata
antara Cui Eng dan Pangeran Cui yang masih muda belia dan
cakap, terjalin tali asmara yang erat, sehingga mereka telah
berjanji sehidup semati. Tapi sungguh celaka, orang tua
Pangeran Ciu tidak suka menerima Cui Eng sebagai menantu
mereka. Pangeran Ciu yang sangat mencintai Cui Eng
mempertahankan kekasihnya dan membujuk orang tuanya
untuk menerima gadis itu sebagai selir. Orang tuanya,
terutama ibunya, berkeras tidak setuju karena dianggap
rendah sekali jika puteranya mengambil selir dari keluarga
pelayan sendiri. Kemudian, setelah di-beritahu bahwa dari
hubungannnya itu Cui Eng telah mengandung, ibu Pangeran
Ciu berjanji bahwa jika Cui Eng melahirkan seorang anak lakilaki,
maka ia diterima menjadi selir, jika melahirkan anak
perempuan, ia harus pergi dari gedung itu! Celakanya,
ternyata Cui Eng melahirkan seorang anak perempuan! Gadis
yang malang nasibnya itu terpaksa diusir keluar dari gedung
dan membawa anaknya yang masih bayi! Losam sebagai
ayahnya tidak tega melihat Cui Eng dan mengantar gadis itu
untuk pulang saja ke kampung, yaitu di selatan. Tapi nasib
memang sangat kejam. Ketika menyeberangi Sungai Huangho,
ternyata tempat itu merupakan kuburan bagi Cui Eng dan
anaknya, karena pada saat itu Sungai Huang-ho sedang buas
dan besar sehingga perahu yang ditumpanginya terbawa air
dan terbalik! Untung Losam masih dapat menyelamatkan diri
dan dengan hati sedih kembali ke kota raja dan bekerja pada
keluarga Pangeran Ciu, sedang Cui Eng dan anaknya ia
anggap telah mati!
Setelah mendengar cerita ini, Thian Hwa tidak ragu lagi. Ia
menubruk kakeknya itu dan menangis terisak-isak. Kemudian
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
ia menjadi marah sekali dan berkata. "Kong-kong, lekas kau
tunjukkan aku di mana adanya Pangeran Ciu yang telah
merusak hidup Ibuku itu. Orang macam itu harus dibunuh
mampus!"
"Kau benar, Cucuku. Memang aku pun sangat sakit hati
terhadap mereka! Tapi Ayah Ibu pangeran itu telah
meninggal, dan yang ada kini hanya Pangeran Ciu itu saja. Dia
tetap saja tidak beristeri, hanya biasa saja sebagaimana
semua pangeran, ia memelihara selir."
Pada saat itu muncullah Cu Kiong dengan pakaian yang
indah. Lukanya agaknya telah sembuh, karena wajahnya
berseri-seri dan sepasang matanya yang jernih itu bersinarsinar,
tampak cakap sekali. Ketika melihat pangeran ini, Thian
Hwa lalu menundukkan muka, tapi matanya mengerling dan
bibirnya tersenyum.
"Moi-moi, biarlah hari ini aku akan mengerahkan semua
orang mencari keterangan tentang orang tuamu."
"Koko... eh, Kongcu...." Thian Hwa buru-buru mengubah
sebutan itu sambil memandang kepada kakeknya, "Tak usah
Kongcu repot-repot karena aku telah mendapat keterangan
yang sangat penting dari Kakekku ini." Kemudian ia
menceritakan kembali cerita Losam tadi. Cu Kiong girang
sekali.
"Ah, kau hendak membalas dendam ibumu? Memang,
memang jahat sekali mereka itu, jahat kejam terhadap Ibumu.
Sudah sepantasnya kalau mereka itu kau bunuh! Tapi...."
Pangeran itu mengerling ke arah Losam dan menyuruh
pelayan itu pergi.
Setelah Losam pergi, Cu Kiong memegang kedua tangan
Thian Hwa.
"Moi-moi, perkara membalas dendammu kepada keluarga
Ciu adalah soal mudah karena Pangeran Ciu itu adalah
seorang yang tidak mau memelihara pengawal sehingga
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mudah saja memasuki gedungnya. Tapi yang membuat aku
selalu bingung adalah keadaan Pangeran Leng. Dia ini jahat
sekali dan banyak kaki tangannya. Kau sendiri telah
mengetahui betapa ia membenci dan memusuhi-ku. Aku ingin
sekali minta pertolonganmu, Moi-moi."
Thian Hwa memandang wajah yang tampan itu dengan
pandangan mesra. "Katakanlah, Koko. Apa yang kaukehendaki?"
"Moi-moi, aku menghendaki serupa barang dari Pangeran
Leng itu. Yakni sebuah kotak berisi surat-surat penting yang
akan dapat membuka rahasianya dan menjatuhkannya di
hadapan Kaisar. Kalau kau bisa menolong aku mendapatkan
barang itu, ah... Moi-moi, selama hidupku aku akan selalu
berterima kasih kepadamu!"
Kembali gadis itu runtuh menghadapi kecakapan Cu Kiong
dan sikap yang lemah lembut penuh kasih mesra dari pemuda
itu. Ia dimabuk cinta dan agaknya untuk membalas dan
menyenangkan hati Cu Kiong, ia rela mengorbankan apa saja.
Pada malam harinya, setelah mendapatkan petunjukpetunjuk
yang perlu, Thian Hwa lalu pergi menuju gedung
Pangeran Ciu yang berada di sebelah utara kota raja. Gedung
itu sederhana, tapi cukup besar dan kokoh kuat. Benar saja, di
situ tidak terdapat pengawal-pengawal bersenjata
sebagaimana biasa terdapat di gedung-gedung pangeran dan
bangsawan tinggi. Dan gedung itu sunyi saja.
Thian Hwa melihat sebuah kamar yang masih terang
sinar lampunya, maka ia segera mengintai dari jendela.
Tampak olehnya seorang laki-laki setengah tua duduk
membelakanginya dan laki-laki itu sedang memandang sehelai
gambar, yakni gambar seorang wanita yang kertasnya sudah
kuning, tapi gambar itu tidak tampak nyata dari luar jendela.
Laki-laki itu lalu menjatuhkan kepalanya di atas meja dan
tampak susah sekali, karena berkali-kali dia menghela napas
panjang.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Melihat pakaian orang itu, Thian Hwa tidak ragu-ragu lagi
bahwa inilah Pangeran Ciu yang telah merusak kehidupan
ibunya dulu. Ia lalu menggunakan kedua tangan menolak
daun jendela dan sekali meloncat ia telah berada dalam kamar
itu.
Laki-laki itu mendengar suara jendela terbuka, cepat
meloncat bangun dan berdiri, lalu membalikkan tubuh
memandang Thian Hwa. Tiba-tiba kedua matanya terbelalak
dan mulutnya ternganga heran. Dia mengucek-ucek mata
seakan-akan takut kalau-kalau telah menipunya, tapi benarbenar
yang berada didepannya adalah seorang gadis muda
yang cantik jelita dan sedang manatapnya dengan mata tajam
dan berapi-api.
"Kau... kau....??" laki-laki itu berkata dan Thian Hwa juga
heran terkejut karena mengenal bahwa orang ini bukan lain
Pangeran Ciu Wan Kong yang dulu pernah ditolongnya dari
serangan ular air! Tapi pada saat itu Thian Hwa tidak
mempunyai perasaan apa-apa selain benci dan dendam
terhadap orang tua ini!
Ia tersenyum mengejek dan berkata perlahan. "Ya... aku...
dan kenalkah kau kepada Cui Eng....?"
Wajah pangeran itu tiba-tiba menjadi pucat bagaikan mayat
dan ia terhuyung-huyung limbung lalu berpegang pada sebuah
kursi. Bibirnya gemetar dan matanya terbelalak.
"Kau... Cui Eng... ah... sudah kuduga... gadis itu... gadis itu
tentu Cui Eng sendiri, Cui Engku... Cui Eng kau... kau datang
padaku....?"
Makin gemaslah hati Thian Hwa. "Ya, aku Cui Eng dan aku
hendak membalas dendamku karena perbuatanmu yang
pengecut!" Sambil berkata demikian, Thian Hwa mencabut
pedangnya dan perlahan-lahan bertindak maju. Tapi
sebaliknya daripada takut pangeran itu kini tampak segar
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kembali. Dia berdiri gagah dan memajukan dadanya kepada
Thian Hwa.
"Cui Eng, boleh... boleh...! Kau tusuklah dadaku, awas
jangan meleset, tusuklah sebelah kiri, ke arah jantung ini agar
aku lekas mati! Ha, ha, ha, Cui Eng, kenapa kau ragu-ragu?
Tusuklah, kekasihku, tusuklah dadaku, memang aku tahu pasti
kau akan datang membawaku ke sana. Cui Eng... ha, ha, ha!"
Tiba-tiba wajah orang tua itu berubah, ia tertawa terbahakbahak
dan kedua matanya memandang seakan-akan Thian
Hwa tidak berada di situ lagi, seakan-akan benar-benar dia
melihat Cui Eng di s itu. Pangeran Ciu Wan Kong telah menjadi
gila! Melihat keadaan orang yang sebenarnya ayahnya sendiri
ini, Thian Hwa tidak kuat menahan gelora keharuan hatinya.
Ia memasukkan pedangnya di sarung pedang kembali dan ia
menubruk ayahnya. Tapi ayahnya membentak,
"Pergi kau! Jangan halang-halangi aku bertemu dengan Cui
Eng. Eh, Cui Eng....! Tunggu....! Mau ke mana, kekasihku??"
Dan dengan terhuyung-huyung orang tua itu meninggalkan
gadis yang tadi berlutut memeluk kakinya. Thian Hwa segera
berdiri dan melihat ke atas meja. Ternyata yang tadi
dipandang ayahnya adalah gambar seorang wanita cantik
yang serupa benar dengan dia dan di atas bibir kiri terdapat
sebuah tahi lalat kecil yang menambahkan manisnya!
"Ibu... Ibuku... kau telah membalas dendammu sendiri...."
demikian ia berbisik dan setelah menggulung lukisan itu ia lalu
keluar dan meloncat ke atas genteng dan meninggalkan
tempat itu! Ia hendak kembali ke gedung Pangeran Cu Kiong,
tapi tiba-tiba ia teringat akan pesan pemuda itu.
Ia berhenti di atas sebuah wuwungan rumah dan
termenung. Cu Kiong adalah seorang pemuda yang baik dan
sangat mencintainya, ia juga mencintai pemuda bangsawan
itu. Tapi bukankah ia telah berlaku sembrono menyerahkan
cintanya begitu saja kepada seorang pemuda yang samasekali
belum diketahuinya? Apakah pemuda itu benar-benar patut
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menjadi jodohnya? Ah, ia tak perlu ragu-ragu karena ia tahu
pasti bahwa pemuda itu sangat mencintanya! Dengan hati
ringan dan gembira ia lalu menuju ke gedung Pangeran Leng
untuk menjalankan pesan kekasihnya.
Gedung itu masih terjaga ketat, tapi karena Pat-chiu Lo-mo
yang paling lihai telah terluka dan pulang ke tempat sendiri
untuk berobat maka mudah saja bagi Thian Hwa untuk
mencuri masuk. Ia menotok seorang penjaga dan
menyeretnya ke dalam kebun dan di situ ia memaksa untuk
mendapat keterangan tentang kotak terisi surat-surat penting.
Dengan kecewa ia mendapat keterangan bahwa kotak itu
telah dititipkan kepada Pat-chiu Lo-mo yang pulang ke
kampungnya dan ia tahu dari pengawal ini bahwa surat-surat
itu adalah surat-surat untuk menghubungi orang-orang yang
disiapkan untuk segera bergerak dari segenap penjuru bila
waktunya tiba untuk merebut mahkota kerajaan!
Thian Hwa lalu meninggalkan tempat itu dan ia menjadi
bingung. Mengapa ada segala macam urusan yang ruwet ini?
Dan mengapa pula Cu Kiong ikut campur dalam perkara ini? Ia
menganggap perkara berebut kekuasaan diantara kalangan
bangsawan ini sangat menjemukan dan kotor, maka ia kecewa
sekali mendapat kenyataan bahwa kekasihnya agaknya juga
ikut bermain dalam persaingan itu.
Ketika ia telah tiba di atas genteng gedung Cu Kiong, tibatiba
ia ingin menyelidiki keadaan rumah kekasihnya ini. Ia
tidak lekas meloncat turun, tapi dengan hati-hati sekali ia
membuka genteng dan mengintai. Kebetulan sekali yang ia
buka adalah genteng di atas ruang dalam di bangunan tengah
yang belum pernah dilihatnya. Di situ ia melihat Cu Kiong
bersama ketujuh pengawalnya sedang duduk mengelilingi
meja dan bercakap-cakap.
"Thaijin, mengapa kau menyuruh dia yang pergi melakukan
pencurian itu? Dan mengapa pula ia harus membunuh
Pangeran Ciu, ayahnya sendiri?" seorang di antara KamkengTiraikasih
Website http://kangzusi.com/
chit-sian berkata. "Kami rasa Thaijin terlalu mempercayainya.
Ia masih sangat muda dan orang baru, bagaimana kalau ia
nanti membuka rahasia kepada orang lain?"
Wajah Cu Kiong yang tampan itu tertawa manis sekali.
"Kalian jangan khawatir. Gadis itu lihai ilmu silatnya dan dia
bisa dipercaya. Pula, ia akan menjadi seorang selirku yang
tercinta! Ia harus membunuh Pangeran Ciu karena pangeran
itu terlalu jujur sehingga tidak mau memihak kepada kita. Ia
tak dapat dipercaya maka lebih baik ia mati, dan oleh tangan
anaknya sendiri pula! Tentang pencurian barang di gedung
Pangeran Leng, itu memang kusengaja. Gadis itu mencintaku,
tapi aku hendak menguji kesetiaannya dulu. Kalau ia benarbenar
setia, maka pantaslah ia menjadi selirku nomor satu."
Ketujuh pengawal itu mengangguk-angguk dan pada saat
itu Thian Hwa merasa betapa tubuhnya menjadi lemas.
Hampir saja ia tidak dapat menahan tangisnya karena
semua kata-kata yang keluar dari mulut Cu Kiong itu
terdengar oleh telinganya bagaikan kata-kata yang sangat keji
dan menghina, sehingga rasanya bagaikan ujung pisau yang
menusuk-nusuk jantungnya. Tapi ia dapat menguasai dirinya
dan dengan hati-hati sekali ia turun ke kamarnya.
Ia segera memanggil pelayan dan memerintahkan
memberitahu pada Pangeran Cu Kiong bahwa ia telah datang
dan meminta bertemu. Dengan wajah pucat Thian Hwa
menanti datangnya Cu Kiong ke kamarnya. Ia merasa terhina
sekali. Menjadi selir yang tercinta? Diuji kesetiaannya baru
pantas menjadi selir? Selir?? Bangsat benar! Alangkah
hinanya!
Ia masih dapat menetapkan gelora hatinya ketika Cu Kiong
bertindak masuk ke dalam kamarnya sambil tersenyumsenyum
dan ketika pemuda itu hendak memeluknya, ia segera
mencegahnya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Koko, coba katakan dengan terus terang, apakah kau
sudah kawin?" tanyanya dengan suara sedapat-dapatnya
dibuat tenang.
Cu Kiong terkejut sekali melihat perubahan sikap gadis ini.
Dia tersenyum dan duduk di atas sebuah kursi sambil
memandang wajah Thian Hwa yang bersandar ke dinding.
"Kau tahu bahwa aku belum kawin."
"Tapi... tapi kau sudah mempunyai selir?"
Cu Kiong tertawa keras. "Ha, ha, Niocu! Apakah kau
cemburu? Itu kan hal biasa, tiap pangeran mempunyai selir!
Tapi selirku tidak sebanyak mereka, hanya ada lima orang dan
kau...."
"Dan aku akan kaujadikan selir? Selir ke berapakah?"
Suaranya terdengar menyeramkan dan tangis telah memenuhi
kerongkongannya.
Cu Kiong berdiri dan hendak memegang tangannya, tapi
Thian Hwa menolaknya sehingga pangeran itu duduk lagi.
"Thian Hwa, kau tahu bahwa aku cinta padamu. Kau tentu
akan menjadi selirku nomor satu!"
"Dan kau kata akan menjadi isteri-mu."
"Apakah bedanya, Niocu? Untuk menjadi isteri pertama, tak
mungkin, karena aku sudah bertunangan semenjak kecil
dengan puteri seorang bangsawan dalam keraton."
Merahlah wajah Thian Hwa. "Bagus sekali! Jadi kau pun
hanya seorang bangsat rendah yang berkedok bangsawan
belaka!"
"Moi-moi! Apa katamu? Mengapa demikian? Sudah
lazimnya seorang pangeran mempunyai banyak selir, kau tak
perlu cemburu!"
"Bangsat, siapa yang cemburu?" Thian .Hwa mengulur
tangan menampar dan karena tak sempat berkelit, maka pipi
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Cui Kong kena tampar keras sekali. "Kalau aku tidak ingat
bahwa semua ini terjadi karena kebodohanku sendiri, kau
tentu akan kubunuh!"
"Niocu, jangan begitu. Bukankah kita saling mencinta?
Kalau kau kehendaki, biarlah kau menjadi selirku yang sah,
Isteri ke dua!"
Thian Hwa merasa
tertusuk sekali hatinya dan
ia tak tahan lagi sehingga
air matanya mengucur
deras. "Kau... kau...
menghinaku! Kau kira aku
ingin mendapat kedudukan
sebagai isteri pangeran?
Kau kira aku mencinta kau
karena pangkatmu, karena
hartamu? Ah... manusia
rendah budi, kukira
tadinya bahwa cintamu
semurni cintaku, tak
tahunya, kau hanya tukang
mempermainkan hati
wanita belaka... kau
gunakan wajahmu yang tampan itu untuk menutup wajah
aslimu yang sebenarnya hanyalah seekor srigala yang kejam
dan jahat! Nasib Ibu terulang lagi...."
Cu Kiong maju dan hendak merayu, tapi Thian Hwa
mencabut pedangnya. "Pergi! Pergi sebelum kutebas batang
lehermu!"
Tapi Cu Kiong berkata. "Thian Hwa, aku cinta padamu dan
harus menahanmu. Aku cinta padamu dan aku akan
mendapatkan dirimu, biarpun harus kugunakan kekerasan
untuk itu!"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Bangsat besar!" Tapi pada saat itu Cu Kiong sudah
meloncat keluar dan bertepuk tangan. Ketika Thian Hwa tiba
di luar, ketujuh pengawal berada di situ mengurungnya.
"Thian Hwa, kau tidak boleh pergi."
"Cu Kiong, dengarlah baik-baik! Aku tidak membunuhmu
karena aku menyesali kebodohanku sendiri. Aku pun cinta
padamu, biarlah ketujuh kaki tanganku ini mendengar dan
menjadi saksi. Tapi aku bukanlah perempuan serendah yang
kau-duga. Aku lebih baik mati daripada duduk di sampingmu
dan menderita karena pengertian bahwa kau hanya
mempermainkan diriku! Terkutuklah semua lelaki semacammu
ini!"
"Thian Hwa, aku sudah berlaku baik kepadamu, apakah kau
ini akan mengkhianatiku? Manakah barang yang kau rampas
dari Pangeran Leng?"
"Hm, kau masih menduga serendah itu! Aku tidak sudi
mencampuri urusanmu yang kotor! Barang yang hendak
kaurampas itu telah dibawah pergi oleh Pat-chiu Lo-mo!
Kaucarilah sendiri. Nah, aku pergi dan selama hidup akan
kukutuk kepalsuanmu!"
Thian Hwa lalu meloncat ke atas, tapi Cu Kiong berteriak
kepada pengawalnya. "Tangkap dia!"
Thian Hwa lalu dikurung oleh ketujuh pengawal itu.
Ternyata kepandaian ketujuh orang itu hebat juga dan tidak
heran mereka dijuluki Kamkeng-chit-sian atau Tujuh Dewa
dari Kamkeng. Pedang mereka dimainkan bergabung menjadi
satu dan benar-benar Thian Hwa sibuk dan terdesak. Apalagi
pada saat itu, perasaan hati gadis itu sedang hancur luluh
karena asmara gagal, maka gerakannya menjadi lemah dan
kurang gesit. Kedukaan hatinya yang patah cinta itu membuat
Thian Hwa kurang bersemangat. Maka ia segera terdesak
hebat oleh ketujuh orang pengeroyoknya yang tangguh.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Selagi ia terdesak dan keadaannya gawat sekali, terancam
maut, tiba-tiba terdengar bentakan nyaring.
"Moi-moi, aku datang membantumu!" Sesosok bayangan
hitam berkelebat dan dengan gerakan yang amat cepat dan
kuat dia memutar pedangnya sedemikian rupa sehingga
kepungan tujuh orang Kamkeng-chit-sian menjadi kacau,
apalagi ketika seorang pengeroyok tertusuk pundaknya roboh
sambil menjerit, akan tetapi pedang Si Bayangan Hitam itu
berkelebat dan orang itu pun tak dapat bergerak lagi, lehernya
terbabat pedang dan dia tewas seketika!
Thian Hwa menjadi girang sekali ketika mengenal bayangan
itu yang bukan lain adalah Ui Yan Bun, putera Ui Hauw,
pemuda yang menjadi sahabat dan juga kakak
seperguruannya karena pemuda itu juga menerima
gemblengan Thian Bong Sianjin.
"Bun-ko (Kakak Bun), kau datang?" seru Thian Hwa dan
kini semangatnya bangkit kembali. Mereka berdua lalu
menggerakkan pedang dengan dahsyat sehingga permainan
pedang lawan yang tinggal enam orang itu menjadi kacau.
Dalam waktu yang tidak terlalu lama, pedang di tangan Thian
Hwa sudah merobohkan dua orang pengeroyok dan pedang
Yan Bun telah merobohkan seorang lagi. Melihat betapa dalam
waktu singkat empat orang kawan mereka roboh dan tewas,
tiga orang yang lain menjadi jerih dan mereka berlompatan
melarikan diri. Yan Bun melompat dan mengejar Pangeran Cu
Kiong yang hendak lari ke dalam. Dia dapat mencengkeram
lengan pangeran yang tampan itu. Akan tetapi sebelum ia
turun tangan lebih lanjut, tiba-tiba terdengar Thian Hwa
berseru keras.
"Twako, jangan bunuh dia!" Yan Bun melepaskan lengan
pemuda itu dan memandang kepada Thian Hwa dengan
heran.
"Bukankah dia majikan mereka?" tanya Yan Bun. Akan
tetapi Thian Hwa tidak menjawab, hanya melompat ke depan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Pangeran Cu Kiong dan menatap wajah pangeran itu. Pemuda
bangsawan itu menjadi pucat sekali, tubuhnya menggigil
ketakutan, sedangkan Thian Hwa memandang dengan kedua
mata penuh air mata dan ia menggigit bibir sendiri menahan
tangis. Kemudian, setelah memandang lama sekali, ia lalu
membalikkan tubuh dan meloncat ke atas genteng sambil
berkata dengan suara terisak.
"Twako.... hayo... kita pergi!"
Mendengar ini, Yan Bun segera melompat dan mengikuti
gadis itu dengan hati menduga-duga.
Thian Hwa dan Yan Bun berdiri di atas air Sungai Huangho.
Mereka seakan-akan berdiri di atas air padahal sebenarnya
mereka menginjak sepasang papan terompah air. T hian Hwa,
seperti biasa mengenakan pakaian serba putih seperti pakaian
berkabung. Biarpun ia sudah bertemu dengan ayah
kandungnya, namun ia masih menganggap dirinya yatim piatu
sehingga ia akan berkabung selama hidupnya. Yan Bun
mengenakan pakaian serba biru, warna kesukaannya sejak
dulu. Wajah Thian Hwa yang cantik jelita itu muram, diJiputi
kesedihan. Memang hati gadis itu mengalami kenyataan yang
menyedihkan. Pertama ia sudah menemukan ayah
kandungnya, akan tetapi ayah kandung macam apa! Ayah
kandungnya adalah seorang pangeran, namun seorang lakilaki
yang menyia-nyiakan ibunya sehingga ibunya diusir dan
hanyut di Sungai Huang-ho! Dan kini ayah kandungnya itu
malah menjadi gila! Pukulan batin ini ditambah pukulan lain
yang lebih menyakitkan hatinya. Ia jatuh cinta kepada
Pangeran Cu Kiong yang ternyata merupakan laki-laki yang
sama palsunya dengan Pangeran Ciu Wan Kong, ayah
kandungnya yang telah menyia-nyiakan ibunya! Pangeran Cu
Kiong yang dicinta-nya itu pun ternyata hanya ingin
memanfaatkan dirinya, untuk dijadikan seorang selir yang
tenaganya dapat membantunya untuk bersaing dan saling
berebut kekuasaan dengan para pangeran lain. Ia merasa
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
terhina sekali dan terjadi pertentangan hebat dalam hatinya
antara cinta dan benci terhadap Pangeran Cu Kiong. Dalam
usianya yang delapan belas tahun ini, baru pertama kalinya
ia jatuh cinta, yaitu kepada Pangeran Cu Kiong, namun
ternyata ia telah salah pilih dan kegagalan cintanya ini
sungguh menyakitkan sekali!
"Hwa-moi (Adik Hwa), benar-benarkah engkau akan
meninggalkan aku dan tidak akan kembali?" tanya Yan Bun
dengan alis berkerut membayangkan kekecewaan dan
kedukaan atas keputusan gadis yang dicintanya itu.
Thian Hwa mengangguk. "Benar, Bun-ko, aku hendak
mencari Kong-kong (Kakek) Thian Bong Sianjin dan mengajak
dia merantau sepanjang Sungai Huang-ho."
"Hwa-moi... maafkan kalau aku bicara lancang, akan
tetapi... sesungguhnya... aku dan Ayahku mengharapkan agar
engkau... dapat menjadi... kawan hidupku untuk selamanya."
Thian Hwa memandang wajah pemuda itu dengan terharu.
Dalam hatinya ia harus mengakui bahwa Yan Bun adalah
seorang pemuda yang baik sekali. Sulitlah mencari seorang
pemuda sebaik dia. Akan tetapi luka di hatinya karena
kegagalan cinta pertama masih terasa nyeri dan ia tidak ingin
mengulang kesalahanya telah jatuh cinta kepada seorang
pemuda kepada seorang laki-laki setelah melihat betapa
palsunya cinta laki-laki seperti cinta ayah kandungnya
terhadap ibunya dan cinta Pangeran Cu Kiong terhadap
dirinya.
"Maafkan aku, Twako. Menyesal sekali bahwa terpaksa aku
tidak dapat menerimanya, Bun-twako, engkau adalah seorang
pemuda yang tampan dan gagah dan berbudi mulia,
sedangkan aku... aku tidak berharga... aku yatim piatu, tidak
pantas menjadi pendampingmu...."
"Ah, jangan merendahkan diri seperti itu, Hwa-moi. Katakatamu
menikam perasaanku. Bagiku, engkau adalah seorang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
gadis yang paling mulia di dunia ini. Dan engkau tentu
mengetahui dan merasakan bahwa aku... aku mencintamu,
Hwa-moi."
"Ah, Twako. Harapanku, agar engkau jangan berpikir
tentang itu karena aku... aku sama sekali belum berpikir
tentang cinta dan jodoh, Twako. Maafkan aku."
"Hwa-moi, harap engkau suka berterus terang. Apakah
engkau... mencinta pangeran muda itu? Katakanlah terus
terang, aku akan dapat memaklumi dan tidak
menyalahkanmu!" Wajah pemuda itu berubah agak pucat
ketika dia menyambung, "Maaf, Hwa-moi, aku tidak
bermaksud menyinggung perasaanmu."
Thian Hwa tersenyum getir, menghela napas lalu berkata
dengan suara tegas. "Memang benar, Twako. Aku cinta
padanya, akan tetapi aku juga benci padanya! Nah, selamat
tinggal, Twako!"
Thian Hwa menggerakkan tubuhnya dan papan terompah
yang menjadi semacam papan selancar itu meluncur dengan
cepatnya, mengikuti aliran Sungai Huang-ho dan sebentar saja
sudah jauh dan hanya tampak seperti sebuah titik putih.
Yan Bun berdiri memandang ke arah titik putih itu sampai
akhirnya titik itu menghilang. Ketika dia membalikkan
tubuhnya untuk kembali ke perkampungan ayahnya, kedua
mata pemuda itu basah dan mukanya pucat!
TAMAT
SEGERA TERBIT!
Akan segera mengunjungi Anda cersil Mandarin karya
terbaru dari pengarang kesayangan Anda:
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Asmaraman S. Kho Ping Hoo dengan judul:
1. Kemelut Kerajaan Manchu
2. Lembah Selaksa Bunga
3. Si Rajawali Sakti.
Agar tidak kehabisan pesanlah sekarang juga ke Toko Buku
terdekat atau langsung kepada kami.
PENERBIT CV GEMA
Tag:cersil cersil indo cersil mandarin full cerita silat mandarin online cersil langka cersil mandarin lepas cerita silat pendekar matahari kumpulan cerita silat jawa cersil mandarin beruang salju. cerita silat pendekar mataharicerita silat indonesia cerita silat kho ping hoo cerita silat mandarin online cerita silat mandarin full cerita silat jawa kumpulan cerita silat cerita silat jawa pdf cerita silat indonesia gratis cerita silat jadul indonesia cerita silat indonesia pendekar rajawali sakti cersil indonesia pendekar mabuk cersil langka cersil dewa arak cerita silat jaman dulu cersil jawa download cerita silat mandarin full cerita silat mandarin online cersil mandarin lepas cerita silat mandarin pendekar matahari cerita silat jawa pdf cersil indonesia pdf cersil mandarin beruang salju kumpulan cerita silat pdf
kumpulan cerita silat cersil online
Share:
cersil...
Comments
0 Comments

Postingan Cersil Terbaru