Selasa, 24 April 2018

Cersil Pendekar Budiman Kho Ping Hoo

-----
Kiang Cun Eng mengakhiri nyanyiannya dengan kata
kata.
“Selagi muda tidak mencari kesenangan dunia.
Sesudah tua, menyesalpun tiada guna !”
Ia mengakhiri nyanyian dan sambil tersenyum senyum
dan sepasang matanya setengah dikatupkan, napasnya agak
terengah engah, gadis itu lalu mendorong kimnya ke
samping, kemudian ia menggeser duduknya, mendekati
Ciang Le!
Wajah pemuda itu yang tadinya kemerah merahan, tiba
tiba menjadi pucat dan dengan suara kaku dan kening
berkerut ia berkata.
“Aku tidak setuju dengan kata kata dalam nyanyianmu
itu.”
“Eh, Go kongcu yang manis, apakah kau menganggap
suaraku tidak merdu?” Kiang Cun Eng telah berada dekat
sekali dan kulit mukanya kemerah merahan menambah
manisnya.
“Suaramu merdu sekali, kau memang pandai
bernyanyi,” terus terang Ciang Le menjawab. Gadis itu
meramkan matanya dan mengeluarkan suara seperti seekor
kucing dibelai kepalanya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
“Aai, kau tidak saja tampan dan gagah akan tetapi juga
pandai memuji dan merayu seorang wanita, kongcu yang
baik. Atau......... bolehkah aku menyebutmu koko saja?
Lebih sedap didengar....” Tangan gadis itu diulur dan
hendak merangkul leher Ciang Le.
Ciang Le menganggap hal ini sudah keterlaluan sekali,
maka ia lalu bangkit berdiri. “Kiang pangcu, aku tidak
sependapat denganmu. Selagi muda mencari kesenangan
dunia adalah perbuatan yang sebodoh bodohnya. Aku juga
mempunyai peribahasa yang berbunyi Selagi muda bersuka
suka, sudah tua banyak menderita, atau selagi muda
beriman kuat, sudah tua akan selamat ! Oleh karena itu,
sudah cukuplah kiranya hiburan ini dan perkenankanlah
aku sebagai seorang sahabat yang sama sama menjunjung
tinggi perikebajikan dan keadilan, memberi nasihat dan
minta sesuatu darimu.”
Gadis itupun berdiri dari tempat duduknya dan sepasang
matanya kini bersinar terang, tidak seperti tadi yang
setengah dikatubkan ketika dirinya dikuasai oleh nafsunya
sendiri.
“Nasihat apa yang hendak kauberikan kepadaku dan
permintaan apa yang hendak kauajukan?”
“Nasihatku kepadamu seperti yang patut kunasihatkan
kepada seorang adik perempuanku. Amat tidak baik
perlakuanmu kepadaku, pangcu. Tidak selagaknya seorang
gadis muda seperti engkau ini membawa seorang pemuda
ke dalam kamarnya dan kemudian kau bersikap menarik
hatinya seperti yang kaulakukan tadi. Adapun
permintaanku kepadamu, berlakulah murah hati terhadap
orang orang yang terkurung di dalam taman bunga di
belakang rumahmu itu. Apapun juga kesalahan mereka,
kau tidak berhak mengurung dan menyiksa mereka di
tempat itu.”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Berkilat kedua mata Cun Eng mendengar kata kata ini.
“Nasihatmu itu tidak ada artinya bagiku, Go enghiong. Aku
bukan anak anak lagi, usiaku sudah dua puluh lebih, dan
seperti kunyatakan dalam nyanyian tadi, selagi muda aku
takkan menyia nyiakan saja kesenangan yang datang
menjelang! Adapun permintaanmu itu, ah, jadi tiga orang
tua bangka tolol itu telah membawamu ke belakang?”
Ciang Le hanya mengangguk dan keningnya berkerut. Ia
tidak tahu apa yang hendak dilakukan oleh wanita cantik
ini, dan merasa lebih berbahaya menghadapi si cantik ini
dari pada menghadapi musuh musuh lainnya. Kalau
disuruh pilih, ia tentu lebih suka menghadapi keroyokan
tiga orang pemimpin Hek kin kai pang tingkat satu yang
lihai itu daripada harus menghadapi gadis ini di dalam
kamarnya!
“Go enghiong, mari kau ikut denganku. Aku hendak
memperlihatkan sesuatu!” Setelah berkata demikian, air
muka gadis itu berubah cepat sekali, kini menjadi sungguh
sungguh dan kekejaman membayang pada wajahnya yang
cantik. Tiba tiba ia menggerakkan kedua tangannya dan
siangto (sepasang golok) tadi telah berada di tangannya.
Kemudian ia melambaikan goloknya mengajak Ciang Le
sambil melompat keluar. Sungguhpun Ciang Le diam diam
menaruh hati curiga, akan tetapi ia tidak mau
memperlihatkan sikap takut. Ia pun lalu menggerakkan
kedua kakinya dan melompat mengikuti gadis itu.
Ternyata Cun Eng memnawanya ke belakang dan seperti
tiga orang pemimpin tingkat satu dari Hek kin kaipang tadi,
kini gadis itupun melompat ke atas pagar tembok yang
menutup taman itu.
Kalau tadi ketika berada di situ dengan Bi Mo li dan
kedua orang kawannya. Ciang Le melihat pemandangan
yang aneh karena orang orang di dalam taman itu nampak
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
ketakutan seperti melihat iblis, sekarang ia melihat
pemandangan yang lebih aneh lagi. Begitu melihat Cun Eng
berdiri di atas tembok dengan sepasang golok di tangan,
orang orang yang tadinya asyik bekerja itu tiba tiba
menjatuhkan diri berlutut semua dan mereka membentur
benturkan jidat di atas tanah seakan akan menghormat
kedatangan seorang puteri raja!
“Toa Sam dan Tangan Seribu, majulah!” terdengar
bentakan nyaring dari Cun Eng.
Dari rombongan orang itu muncul dua orang. Yanp
bernama Toa Sam bertubuh tinggi besar, bermuka brewok
dan matanya sipit, mulutnya mengejek selalu. Orang kedua
yang disebut Tangan Seribu adalah seorang yang kurus kecil
tubuhnya akan tetapi tindakan kakinya cepat dan gesit
sekali. Dua orang itu berdiri lalu berjalan menuju ke depan
rombongan orang yang berlutut. Di situ mereka juga
berlutut. Si Tangan Seribu menundukkan mukanya, akan
tetapi Toa Sam kadang kadang mengerling ke arah Cun Eng
dan Ciang Le.
“Sudah kami pertimbangkan tentang dosa dosamu dan
sekarang hukuman itu akan di jatuhkan. Bersiaplah kalian
!” Baru saja kata kata ini habis diucapkan, Toa Sam tertawa
dan berkata, “Sayang aku tidak tampan seperti pemuda itu.
Kalau aku tampan, sudah tentu Sianli (Dewi) akan
mengampuni kesalahanku !” Akan tetapi ia tidak diberi
kesempatan untuk bicara lebih lanjut, karena pada saat itu,
dari atas telah menyambar Cun Eng. Benar saja seperti yang
diduga Ciang Le, gadis itu memiliki kepandaian yang luar
biasa sekali, terbukti dari gerakannya yang cepat dan ringan
bagaikan seekor burung walet.
Akan tetapi, kepandaian gadis itu tidak amat
mengejutkan hati Ciang Le, yang membuat ia benar benar
terkejut dan memandang dengan mata terbelalak adalah
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
ketika ia melihat sinar putih dari kedua batang golok di
tangan Cun Eng itu berkelebat dan tahu tahu menyembur
darah hidup yang mengerikan sekali. Ternyata ketika ia
memandang dengan penuh perhatian, kepala Toa Sam telah
terpisah dari tubuhnya dan Tangan Seribu telah putus
tangan kanannya sebatas siku! Darah mengalir membasahi
rumput di taman itu. Tubuh Toa Sam menggeletak tak
bergerak, hanya darah yang menyembur nyembur dari
lehernya saja yang bergerak Tangan Seribu menggigit gigit
bibir dengan muka pucat, boleh dipuji sekali orang ini
karena biarpun tangannya dibuntungi, ia tidak
mengeluarkan sedikit suara keluhan!
Ciang Le menjadi marah sekali dan hendak melompat
turun dan menegur gadis yang ganas dan kejam itu, tahu
tahu Cun Eng telah melayang dan berdiri di atas tembok di
sebelahnya lagi. Kejadian itu hanya terjadi sekejap mata
saja, sehingga benar benar sukar dipercaya.
Cun Eng merogoh saku bajunya, mengeluarkan
sebungkus obat lalu melemparkan obat itu kepada Si
Tangan Seribu. “Pakai obat ini dan balut ujung tanganmu
baik baik. Kau sudah menerima hukuman, lekas kau pergi
dari sini!”
Kalau dibicarakan sungguh aneh sekali. Orang yang baru
saja tangannya dibikin buntung dan kini diberi obat lalu
disuruh pergi, kini berlutut menghaturkan terima kasih
kepada gadis yang telah membuatnya bercacad selama
hidupnya itu! Kemudian, dengan sebuah lompatan yang
cukup membuktikan bahwa Si Tangan Seribu itu memiliki
kepandaian lumayan, orang itu telah mengambil bungkusan
obat lalu pergi meninggalkan tempat itu.
Orang orang yang berada di situ masih berlutut dan kini
mereka nampak menggigil seluruh tubuh mereka. Biasanya,
kalau Hek kin kai pangcu (ketua Hek kin kaipang) sudah
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
datang dengan sepasang goloknya di tangan, dia takkan
pergi sebelum “membagi bagi” hukuman dengan cara yang
amat ganas dan kejam. Siapa lagi yang akan menjadi
korban?
Sementara itu, Ciang Le menyambut kembalinya nona
itu di atas pagar tembok dengan mata bersinar marah. Ingin
sekali ia memukul dan menyerang wanita yang kejam ini,
akan tetapi baiknya pemuda itu masih dapat mengendalikan
diri dan ingat bahwa ia adalah seorang tamu dan juga
bahwa sebelum tahu jelas duduknya perkara tidak baiklah
kalau ia bertindak secara sembrono.
“Kiang pangcu, mengapa kau seganas itu? Membunuh
orang begitu saja dan membuntungi lengan orang pula?
Apakah artinya semua ini?”
“Go enghiong, kau kasihan kepada mereka?” tanya
Kiang Cun Eng sambil tersenyum dan kalau dia tersenyum,
lenyaplah bayangan kejam dan ganas pada mukanya yang
cantik. “Orang orang ini adalah penjahat penjahat yang
melakukan pelanggaran di wilayah yang kujaga! Tahukah
kau mengapa aku menghukum mati kepada Toa Sam? Dia
adalah seorang jai hwa cat (penjahat cabul) yang merusak
dan mempermainkan banyak sekali anak bini orang di kota
ini! Kepala daerah telah percaya kepada kami sebagai
pencegah terjadinya kejahatan bukankah perbuatannya itu
merupakan tamparan bagi nama kami? Apakah hukuman
mati tadi kauanggap tidak sudah sepatutnya bagi seorang
macam dia? Adapun Tangan Seribu itu, dia adalah seorang
pencuri ulung yang datang dari luar kota dan ia kurang ajar
sekali. Coba pikir, dia berani mencuri di dalam rumah
kepala daerah sendiri! Inipun merupakan tamparan bagi
kami dan sudah sepatutnya aku membikin buntung
tangannya !”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Baru tahulah Ciang Le dan diam diam ia pun mengakui
bahwa hukuman hukuman yang dijatuhkan itu tentu akan
membikin kuncup hati para penjahat. Namun ia masih
penasaran dan menganggap bahwa perbuatan seorang gadis
cantik dengan hukuman hukuman kejam itu amat
keterlaluan.
“Hm, kau bukan algojo, mengapa membunuh orang
seperti membunuh ayam saja?”
“Habis, kalau menurut pendapatmu, Go enghiong yang
budiman dan berhati mulia, apakah aku harus
memperlakukan orang orang jahat itu dengan lemah lembut
dan melepaskan mereka semua berkeliaran melakukan
kejahatan tanpa diganggu?” suara gadis ini mengandung
ejekan sehingga muka Ciang Le menjadi merah.
“Bukan demikian, hanya hukuman itu terlalu kejam dan
ganas seperti perbuatan iblis saja! Bukan hakmu untuk
menjatuhkan hukuman kepada mereka ini. Apakah tidak
ada rasa kasihan dalam hatimu ?”
Gadis itu menahan ketawanya dan tersenyum lebar.
“Aha, jadi kau benar benar merasa kasihan kepada mereka?
Baiklah, Go enghiong, kebaikan hatimu ini akan
kusampaikan kepada mereka. Memandang mukamu
sebagai tamuku, hari ini aku akan menurunkan semua
hukuman mereka.” Cun Eng lalu mengangkat tangan
kanannya yang memegang golok dan berkata dengan
nyaring kepada semua orang yang masih berlutut, “Hai,
kalian dengarlah baik baik! Hari ini aku kedatangan tamu
agung yang berhati mulia, yakni Hwa I Enghiong, pemuda
gagah dan budiman ini! Atas permintaannya dan melihat
mukanya, baiklah aku mengurangi hukuman kalian dan
memotong setengahnya!”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Orang orang yang tadinya berlutut dan menundukkan
mukanya, kini mengangkat muka dengan girang sekali.
Dengan wajah terharu dan berseri seri mereka lalu
mengangkat kedua tangan di atas kepala, menyembah ke
arah Hwa I Enghiong untuk menyatakan terima kasih.
Ciang Le yang berdiri dengan gagah di sebelah kiri Cun
Eng lalu mengangkat tangan kirinya ke atas.
“Kalian dengarlah baik baik! Sesungguhnya tidak
seharusnya aku membela orang orang seperti kalian yang
telah melakukan kejahatan, baik kejahatan kecil maupun
besar. Orang orang seperti kalian ini wajib dihukum.
Sekarang Kiang pangcu telah berlaku baik untuk
mengurangi hukuman kalian, bukan sekali kali karena
jasaku. Kepada pangcu inilah kalian harus berterima kasih.
Kemurahan hati pangcu ini hendaknya kalian jadikan
pedoman untuk kemudian hidup dengan jalan baik dan
menebus dosa. Ingatlah bahwa kalau lain kali kalian masih
saja melakukan perbuatan terkutuk, aku sendiri bahkan
akan membantu Kiang pangcu untuk menangkap kembali
dan memberi hukuman yang seberat beratnya!”
Cun Eng tersenyum manis mendengar ini dan ia lalu
mengajak pemuda itu turun kembali meninggalkan tempat
itu setelah berpesan kepada orang hukuman itu untuk
mengubur jenazah Toa Sam di tempat kuburan umum.
Sambil menanti datangnya malam hari di mana akan
diadakan perjamuan untuk menghormat tamu. Ciang Le
dilayani oleh Cun Eng dengan segala keramahan. Pemuda
ini benar benar merasa amat sungkan akan tetapi oleh
karena ia telah menerima sambutan perjamuan itu, terpaksa
ia menyabarkan diri, bahkan ia menggunakan kesempatan
itu untuk bertanya dan bercakap cakap dengan Cun Eng
tentang keadaan perkumpulan Hek kin kaipang yang aneh.
Adapun ketua perkumpulan Pengemis Sabuk Hitam itupun
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
agaknya sudah “jatuh hati” betul betul terhadap Ciang Le
yang tampan, karena tanpa ragu ragu lagi Cun Eng
menceritakan semua hal dan bahkan menceritakan pula
siapa adanya tiga orang tua yang menjadi pembantu
pembantu itu.
Cun Eng adalah puteri tunggal dari Kiang pangcu, ketua
dan pendiri dari perkumpulan Hek kin kaipang, seorang
tokoh kang ouw yang amat terkenal karena ilmu silatnya
yang tinggi dan biarpun Kiang pangcu pernah menjadi
seorang bajak tunggal, namun setelah berusia tua, ia
mencuci tangan, bahkan lalu membentuk perkumpulan Hek
kin kaipang yang sifatnya mengumpulkan semua pengemis
dan menjaga keamanan kota di mana mereka tinggal!
Nama Kiang pangcu amat tersohor sebagai ketua
perkumpulan Hek kin kaipang. Akan tetapi, lebih terkenal
lagi adalah nama tiga orang pembantunya, yakni pertama
tama Bi Mo li yang sebenarnya menjadi juga bini mudanya,
setelah ibu dari Cun Eng meninggal dunia, Bi Mo li
menjadi kekasih Kiang pangcu. Orang ke dua Siang tung
him, seorang yang tampan dan gagah, bekas perampok
tunggal yang menjadi sahabat baiknya pula. Akan tetapi,
bukan merupakan rahasia lagi bahwa di antara Bi Mo li dan
Siang tung him, terdapat perhubungan rahasia. Bahkan
Kiang pangcu sendiri juga tahu akan hal ini, akan tetapi ia
diam saja karena kalau ia bertindak, berarti ia akan
melemahkan kedudukannya. Baik Bi Mo li maupun Siang
tung him merupakan pembantu pembantu yang cakap dan
lihai.
Akan tetapi orang yang merasa marah dan sakit hati
melihat kejadian ini adalah Cun Eng! Gadis ini telah
mewarisi kepandaian ayahnya. Beberapa kali ia
mengatakan kepada ayahnya untuk turun tangan memberi
hajaran kepada ibu tirinya dan Siang tung him yang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dianggap mencemarkan nama ayahnya dan bahkan
dianggap menghina ayahnya. Akan tetapi ayahnya bahkan
mencegahnya. Sebaliknya, diam diam Kiang pangcu
menderita tekanan batin hebat dengan menyelewengnya Bi
Mo li yang sudah menjadi bini mudanya itu Ia terlalu
mencinta Bi Mo li dan juga sayang kepada Siang tung him
berhubungan rahasia itu merupakan pukulan batin dan
akhirnya Kiang pangcu yang sudah tua itu jatuh sakit. Di
dalam sakitnya, mengingau dan tanpa disadarinya ia
memaki maki Bi Mo li dan Siang tung him.
Mendengar igauan ayahnya ini larilah Cun Eng keluar,
mencari Siang tung him dan menyerangnya. Pertempuran
hebat terjadi, akan tetapi akhirnya Siang tung him kalah
dan roboh. Dengan ganas sekali Cun Eng lalu
menggunakan siangtonya (golok sepasang) untuk
membuntungi kaki kiri Siang tung him yang tampan itu!
Setelah itu, Cun Eng lalu mencari ibu tirinya, Bi Mo li juga
tidak menyerah begitu saja karena iapun memiliki ilmu silat
yang tinggi. Namun, ilmu kepandaian Cun Eng telah
meningkat tinggi, bahkan mungkin tidak kalah oleh
ayahnya sendiri, maka setelah bertempur dengan hebatnya
akhirnya juga Bi Mo li dapat dirobohkan! Tadinya Cun Eng
hendak menenggal leher wanita itu. Bi Mo li menjerit minta
ampun sehingga golok di tangan gadis itu hanya menggurat
sekitar leher bi Mo li yang menjadi ketakutan dan pingsan
karena mengira bahwa lehernya akan di babat ! Ketika ia
siuman kembali, ternyata bahwa kulit lehernya sudah
digurat sekelilingnya agak dalam, sehingga, untuk
selamanya kulit lehernya akan menjadi cacad!
Adapun Beng san kui, kakek bongkok itu tadinya adalah
seorang tokoh kang ouw yang menaruh hati dendam
kepada Kiang pangcu. Ia datang hendak membalas
dendam, akan tetapi ia mendapatkan musuh besarnya
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
meninggal dunia dan kedatangannya disambut oleh Cun
Eng yang menggantikan ayahnya menjadi ketua dan kakek
bongkok ini juga roboh di tangan Cun Eng, bahkan
kemudian diangkat menjadi pembantu!
Ciang Le yang mendengar semua penuturan ini, diam
diam menarik napas panjang dan merasa sayang bahwa
gadis seperti Cun Eng terlahir di tengah tengah lingkungan
orang orang kasar dan jahat seperti itu. Tidak
mengherankan bahwa gadis ini menjadi seorang yang
ganas, kejam, genit dan tak tahu malu, di samping sifatnya
yang baik, yakni memberantas kejahatan.
“Aku mendengar Bi Mo li menyatakan bahwa guru
guruku, Thian Te Siang mo, adalah musuh musuh besar
kalian. Benarkah ini, dan mengapa demikian?” tanya Ciang
Le.
“Kau benar benar tabah dan berani sekali mengajukan
pertanyaan ini, Go enghiong. Keberanian inilah agaknya
yang membuat aku amat tertarik kepadamu. Kedua orang
gurumu itu pernah mengganggu ayahku, dan ayah
telah dikalahkan oleh mereka. Juga, belakangan ini, Thian
Te Siang mo pernah pula bentrok dengan Bi Mo li dan
kedua orang pembantuku. Soalnya mudah saja diduga,
karena Bi Mo li memang menaruh hati dendam kepada
guru gurumu, karena …. karena sesungguhnya gurumu Te
Lo mo itulah yang membuka rahasia tentang perhubungan
rahasia antara Bi Mo li dan Siang tung him kepada
mendiang ayahku!”
Ciang Le mengangguk angguk. Kini tahulah ia mengapa
Bi Mo li demikian benci kepada guru gurunya.
Malam itu tiba dan perjamuan yang dijanjikan itu
diadakan di ruang tengah yang telah diterangi oleh banyak
sekali api lilin. Di situ hadir Cun Eng, Bi Mo li, Siang tung
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
him Beng san kui, dan kepala daerah Taigoan, seorang
gemuk bermuka ramah, she Lo dengan seorang kepala
pengawalnya, seorang yang berpakaian sebagai guru silat
yang bernama Lai Sui. Lai Sui ini merupakan bayangan
dari Lo taijin, ke mana juga Lo taijin berada, tentu Lai Sui
berada di sampingnya!
Hidangan yang dikeluarkan adalah masakan masakan
yang paling istimewa, sedangkan arak yang mengalir di
tenggorokan mereka juga arak yang termahal dan wangi.
Tidak mengherankan apabila Lo taijin sebentar saja telah
menjadi setengah mabok. Sambil mengelus elus perutnya
yang makin gendut karena daging, ia berdiri dan mengisi
sendiri cawan arak yang telah kosong di depan Cun Eng
lalu berkata,
“Sungguh aku orang she Lo amat berbahagia dapat
duduk makan semeja dengan Kiang pangcu atau Kiang
siocia yang perkasa dan cantik jelita, pelindung kota
Taigoan yang ternama. Harap siocia sudi menerima
penghormatanku secawan arak!”
Dipuji puji oleh kepala daerah ini, Cun Eng hanya
tersenyum dan segera mengangkat cawan araknya dan
diminum kering. Pipinya yang memerah itu menjadi makin
kemerahan dan menarik hati sekali. Dari percakapan yang
terjadi selagi mereka makan minum, tahulah Ciang Le
bahwa perhubungan antara kepala daerah dan pemimpin
pemimpin Hek kin kaipang ini erat sekali dan Hek kin kai
pang benar benar dipandang tinggi dan dihormati oleh
kepala daerah Taigoan.
Semua orang kecuali Bi Mo li yang selalu muram dan
cemberut atau kadang kadang mengerling ke arah Ciang Le
dengan penuh kebencian, dan Ciang Le yang bersikap
tenang tenang saja, nampak bergembira Cun Eng bicara
dengan wajah berseri seri, mata bersinar sinar, dan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
senyumnya murah sekali, Sian tung him yang berwajah
tampan itu pun tersenyum senyum, demikian pula si
bongkok dan Lai Sui pengawal Lo taijin. Mereka semua
telah dipengaruhi oleh wajah pangcu yang cantik itu dan
oleh arak wangi yang keras.
Ciang Le membatasi dirinya dalam minum arak, karena
ia tidak mau kalau sampai menjadi mabok dan lupa
daratan. Akan tetapi sambil tersenyum, Cun Eng
menggerakkan ujung sabuknya yang berwarna hitam
terbuat dari sutera lemas dan yang melambai di depan
tubuhnya. Sabuk sutera hitam itu melayang di atas meja
dan bagaikan lengan yang lemas dari seorang puteri juita,
ujung sabuk itu membelit guci arak yang besar dan berat,
kemudian begitu Cun Eng mengerakkan tangan nya yang
memegang sabuk itu, ujung sabuk lalu bergerak mengangkat
guci itu ke atas. Sambil mengerling ke arah Ciang Le
dengan sepasang matanya yang bening dan indah, barengi
senyumnya yang manis, Cun Eng lalui menggunakan ujung
sabuk itu yang telah membelit guci untuk menuangkan guci
itu dan memenuhi cawan Ciang Le! Pemuda ini terkejut
sekali melihat demonstrasi lweekang yang tinggi ini. Sabuk
sutera itu lemas saja, akan tetapi di dalam tangan nona ini
dapat menjadi hidup. Dengan lweekangnya yang tinggi,
nona itu dapat mempergunakan sabuk itu seperti orang
mempergunakan lengan tangannya sendiri. Dari sini saja
dapat dilihat, bahwa selain sepasang goloknya, nona ini
tentu seorang ahli dalam permainan senjata istimewa, yakni
sabuknya.
“Go koko (engko Go), marilah kita minum untuk
kebahagiaan pertemuan ini,” kata Cun Eng dengan nona ini
menggigit bibir bawah dengan sikap genit sekali.
Bi Mo li memandang kepada ketuanya dengan sinar
mata tajam penuh pertanyaan “Koko….? Apa pula ini?”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tanyanya. Memang sebagai ibu tiri, Bi Mo li ini kadang
kadang bersikap sebagai seorang tua terhadap puterinya
kepada Cun Eng.
Dalam keadaan biasa mungkin sekali kata kata ini dapat
menimbulkan kemarahan Cun Eng. Akan tetapi pada saat
itu gadis ini sedang bergembira, maka sambil tertawa ia
berkata, “Hwa I Enghiong adalah seorang pemuda yang
gagah perkasa dan budiman. Tidak patutkah ia menjadi
kokoku?”
Bi Mo li hanya menjebikan bibirnya dan berkata.
“Hm…!” Akan tetapi tidak berkata apa apa lagi hanya
menenggak araknya di dalam cawan dengan hati gemas
sekali. Ciang Le tak dapat menolak suguhan arak yang
dilakukan secara istimewa oleh ketua Hek kin kai pang itu.
Ia tidak mau menunjukkan kelemahannya. Sambil
mengangguk dan mengucapkan terima kasihnya, ia lalu
memegang cawannya yang penuh tanpa mengangkat cawan
itu, lalu tangannya menekan meja sambil mengerahkan
lweekangnya. Meja sedikit bergetar akan tetapi arak di
dalam cawan itu bergelombang lalu memercik ke atas
bagaikan sebuah pancuran air dan semua arak itu masuk ke
dalam mulutnya. Tidak setetes arakpun tumpah di atas
meja!
Melihat demonstrasi yang dilakukan oleh Cun Eng dan
Ciang Le, Lo taijin terbelalak memandang dengan penuh
kekaguman. “Ah, benar benar hebat. Hwa I Enghiong
memang pantas sekali menerima penghormatan dari Kiang
pangcu.” Ia lalu menoleh kepada pengawalnya dan
menepuk bahunya, “Eh, Lai suhu, kaupun harus memberi
hormat kepada Hwa I Enghiong yang gagah ini!”
Pembesar ini biarpun tidak mengerti ilmu silat, namun ia
selalu dikawal oleh Lai Sui yang ilmu silatnya cukup tinggi.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Maka melihat orang orang mendemonstrasikan
kepandaiannya, ia tidak mau kalah muka dan ingin pula
memamerkan kepandaian pengawalnya. Lai Sui mengerti
akan hal ini. Sebetulnya dia sendiri tidak berani
sembarangan memperlihatkan kepandaian karena ia tahu
bahwa kepandaian dari nona ketua itu masih lebih lihai
daripada kepandaiannya sendiri, akan tetapi oleh karena
majikannya mendesak, ia tidak berani menolak atau
membantah. Sambil tersenyum sungkan ia lalu berdiri dari
menjadi kecil itu kedalam mulutnya. Akan tetapi ketika ia
mencabut sepasang sumpit itu dari mulutnya, sumpit itu
telah patah dan potongannya tertinggal di dalam mulut!
Ciang Le makan daging itu dengan enaknya dan Lo
taijin sampai melongo memandangnya karena mengira
bahwa pemuda itu telah makan potongan sumpit gading!
Akan tetapi tiba tiba Ciang Le meniup ke atas dan dua
potongan sumpit gading itu melayang lalu menancap di
tiang melintang yang berada di atas kepala mereka!
Kemudian Ciang Le mengangkat cawannya yang masih ada
sedikit araknya, lalu diminumnya. Juga ketika mengangkat
cawan ini, seakan akan ia tidak tahu bahwa cawan itu telah
amblas sampai setengahnya.
Bukan main kagumnya semua orang yang berada di situ,
termasuk Cun Eng, Gadis ini menjadi makin kagum dan
suka kepada Ciang Le dan kerlingnya makin tajam
menarik.
“Bi Mo li, kau belum memberi hormat !” kata Cun Eng
yang menghendaki agar semua orang memberi hormat
kepada pemuda yang telah menjatuhkan hatinya itu.
Bi Mo li sudah setengah mabok seperti yang lain, dan
kebenciannya terhadap pemuda itu membuat dia makin
marah saja ketika disuruh memberi hormat. Ia memegang
cawan araknya yang terbuat dari pada perak,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menggenggamnya lalu tertawa dan melemparkan cawan
kosong itu ke depan Ciang Le. “Murid Thian Te Siang mo
hanya patut dihormati di dalam peti mati !”
Ketika semua orang melihat, ternyata bahwa cawan
perak yang digenggamnya tadi kini telah menjadi hancur
berkeping keping di atas meja depan Ciang Le!
-oo0dw0oo-
Jilid IV
DENGAN mata terbelalak heran, Bi Lan melihat
gurunya memperlihatkan kepandaiannya. Dengan siul dan
desis yang aneh, gruunya ini dapat memerintah kepada ular
ular yang makin lama makin banyak muncul di tempat itu.
Ular ular itu dapat diperintah untuk berbaris, untuk
mengangkat leher dai menari nari di depannya, kemudian
dengan barisan yang rapih sekali merayap rayap
mengelilingi Raja Ular itu. Dan semua ini hanya dilakukan
dengan desis dan siulan yang amat kuat bunyinya dan juga
amat tinggi sekali hingga Bi Lan dapat menduga bahwa
suara suara itu hanya dapat dikeluarkan dengan tenaga
khikang yang hebat. Senang juga melihat binatang binatang
itu dapat dipermainkan sekehendak hatinya oleh Coa ong
Sin kai. Akan tetapi, diam diam Bi Lan merasa makin geli
dan jijik, apa lagi setelah ia melihat betapa Coa ong Sin kai
mengambil seekor ular kecil panjang yang dikalungkan
pada lehernya dan seekor pula yang lain melibat libat di
sekitar tubuhnya. Ia tidak suka mempelajari ilmu
menaklukkan ular ini. Ia akan bisa mati kaku kalau ular itu
harus melilit tubuh dan lehernya seperti itu! Bi Lan bergidik
dan meram matanya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Pada saat itu, pendengaran Bi Lan yang terlatih dan
tajam dapat mendengar suara orang bersorak dari jauh.
Ternyata Coa ong Sin kai juga telah mendengar suara ini.
Suara orang orang itu makin lama makin dekat dan tak
lama kemudian, Bi Lan dan gurunya melihat banyak
binatang hutan berlari larian dan burung burung
beterbangan ketakutan.
“Hm, agaknya manusia manusia kejam merajalela di
hutan ini,” tiba tiba Coa ong sin kai berkata. “Mari kita
lihat.” Bi Lan mengikuti suhunya menuju ke arah suara itu
dan dari balik pohon mereka melihat lima orang laki laki
yang berpakaian sebagai pemburu berjalan di dalam hutan
itu. Dua orang memanggul bangkai harimau yang agaknya
tadi dikejar kejar oleh mereka, dan yang tiga orang masing
masing memanggul bangkai kelinci yang gemuk. Mereka
memegang tombak di tangan kiri dan di pundaknya
nampak pula busur dan anak panah.
“Kurang ajar, benar benar manusia manusia kejam!”
kata Coa ong Sin kai perlahan. “Lihat siauw niau, kaulihat
baik baik betapa setia nya ular ularku itu!” Setelah berkata
demikian, kakek ini menggerakkan bibirnya dan keluarlah
suara mendesis yang terputus putus akan tetapi tajam sekali,
persis suara ular yang sedang marah.
Lima orang pemburu itu ketika mendengar suara ini,
menjadi terkejut sekali dan berdiri diam.
“Ada ular!” kata seorang diantara mereka cepat ia
mencabut golok yang tergantung di pinggangnya. Juga
kawan kawannya bersiap sedia, karena memang binatang
ular ini yang paling ditakuti oleh para pemburu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tiba tiba, diantara daun daun dan batang batang pohon,
juga dari bawah rumput, keluar belasan ekor ular besar kecil
menerjang ke lima orang pemburu itu. Para pemburu itu
terkejut sekali karena belum pernah mereka mengalami hal
yang aneh seperti ini, diserbu belasan ekor ular yang
agaknya demikian marah kepada mereka. Bi Lan juga
memandang dengan mata terbelalak. Ia melihat betapa
suhunya dengan wajah berkilat karena berpeluh mata
berseri dan mulut diruncingkan, terus mengeluarkan suara
desisan yang ternyata merupakan panggilan kepada ular
ular itu. Makin lama makin banyaklah ular ular itu datang
mengeroyok para pemburu itu. Lima orang itu telah
menurunkan bawaan masing masing dan kini mereka
mengamuk dengan mata terbelalak ngeri. Golok mereka
diobat abitkan membacok ular ular itu, akan tetapi makin
lama makin bertambah juga jumlah ular ular itu sehingga
akhirnya mereka kena juga digigit dan dibelit tubuh mereka.
Terjadilah pergulatan yang maha hebat dan yang amat
mengerikan Bi Lan menjadi pucat dan tak terasa pula ia
memekik ngeri, lalu melompat ke tempat pertempuran itu.
Ia telah mengambil sebatang ranting kecil dan dengan
ranting ini ia menghajar ular ular itu. Sekali sabet dengan
ranting saja, pecahlah kepala seekor ular, atau kalau terkena
perutnya, maka pecahlah perut itu dan putus tubuh ular itu
menjadi dua! Kehebatan ranting kecil ini lebih besar dari
pada sebatang golok atau pedang! Ular ular itu menyerang
Bi Lan, akan tetapi gadis ini dengan cepatnya dapat
merobohkan mereka sehingga kini bangkai ular bertumpuk
tumpuk dan tubuh mereka menggeliat geliat menggelikan.
“Siauw niau, kau gila? ” tiba tiba Coa ong Sin kai
membentak dan muncul dari tempat sembunyinya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
“Suhu, Kau tidak boleh menyuruh ular ular ini
menyerang manusia!” Bi Lan membentak marah. Akan
tetapi ketika ia menengok ke arah lima orang yang tadinya
bergulingan meronta ronta mencoba melepaskan ular yang
melilit leher mereka, ternyata lima orang itu kini telah tak
bergerak lagi karena mereka telah menjadi biru! Mereka
telah tewas karena tak dapat bernafas.
“Suhu…!” Bi Lan terisak, kemudian ia melemparkan
rantingnya dan melompat pergi dari situ.
“Siauw niau… ke mana kau…? ” teriak Coa ong Sin kui.
Akan tetapi Bi Lan tidak menjawab, bahkan mempercepat
larinya. tidak sudi lagi berdekatan dengan gurunya yang
kejam dan ganas, yang lebih menyayangi nyawa binatang
dari pada jiwa manusia. Kalau gurunya mengejar, ia akan
melawan mati matian. Akan tetapi ternyata Coa ong Sin kai
tidak mengejar, bahkan terdengar kakek itu mengeluh dan
menangis menyesali kematian begitu banyak ular ularnya
yang tersayang.
“Tidak ada manusia yang ingat budi…” suara kakek itu
terdengar jelas oleh Bi Lan yang melarikan diri, “kalian
lebih baik, ular ularku!”
Gadis itu diam diam merasa terharu juga. Gurunya
berlaku sedemikian aneh bukan karena wataknya memang
jahat, melainkan karena pikirannya sudah rusak dan gila.
Akan tetapi ia tidak perduli lagi. Tidak mungkin ia harus
berkumpul terus dengan guru yang kadang kadang
membuatnya merasa serem dan ngeri itu. Kadang kadang
gurunya ini berlaku luar biasa manjanya minta dicari kutu
kutu rambutnya yang tidak boleh dibunuh, minta dipijiti
seluruh tubuhnya. Ah, siapa tahu kalau kalau di luar
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kesadarannya, kakek itu akan melakukan sesuatu yang jahat
terhadap dia. Ia masih ingat betapa karena membunuh
seekor kutu rambut saja, gurunya sudah tega
menamparnya! Betapapun juga, ia harus berterima kasih
kepada Coa ong Sin kai. Kakek gila itu sudah menurunkan
banyak ilmu silat yang tinggi dan luar biasa kepada nya.
Tidak hanya Ouw wan ciang yang tiga puluh enam jurus itu
dan Sin coa kiam hwat yang hebat telah dipelajarinya,
bahkan iapun telah dapat melakukan Pi ki hu hiat dan I
kiong hoan hiat yang tak sembarang orang dapat
melakukan!
Sekarang ke mana ia hendak pergi? Kembali ke Hoa
san? Ah, pengemis sakti yang gila itu telah membawanya
jauh ke utara. Maka teringatlah Bi Lan akan penuturan Tan
Seng, kong kongnya atau lebih tepat sukong nya (kakek
gurunya), yaitu guru daripada mendiang ayahnya. Ayahnya
telah tewas dalam pertempuran melawan orang orang
Bangsa Kin yang juga menjadi sebab kematian ibunya. Dan
sekarang Bangsa Kin masih menjajah di Tiongkok bagian
utara, yakni di sebelah utara Sungai Huai dan juga di
daerah Celah Tasan kuan di Shensi. Aku harus membalas
dendam ayah bundaku, pikir gadis ini. Dengan hati tetap ia
lalu melanjutkan perjalanannya dengan cepat menuju ke
utara!
Seperti telah diceritakan di bagian depan, semenjak
tahun 1141, Kerajaan Sung Selatan dengan amat terpaksa
telah mengadakan perdamaian dalam keadaan amat terhina
dengan orang orang Kin yang memiliki barisan kuat itu.
Selain Kerajaan Kin mendapat bagian tanah di sebelah
utara Sungai Huai dan di Celah Tasan kuan di Shensi, juga
setiap tahun pemerintah Sung harus mengirim upeti tanda
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
bakti kepada pemerintah Kin berupa dua puluh lima laksa
tail perak dan dua puluh lima laksa lain sutera halus!
Betapapun juga, pemerintah Sung Selatan ternyata
pandai mengatur pemerintahannya sehingga keadaan
penghidupan rakyat jelata tidak begitu tertekan. Pertanian
dan perdagangan mendapat kemajuan lumayan dan biar
pun harus diakui bahwa penghidupan para petani tak dapat
dibilang makmur, namun keadaan mereka jauh lebih baik
dari pada keadaan rekan rekan mereka di sebelah utara. Di
bagian utara, yakni di wilayah yang diduduki oleh
pemerintah Kin, keadaan rakyat jelata Bangsa Han benar
benar payah dan tertindas. Bala tentara Kin telah
menghancurkan banyak kota dan desa, membunuh dan
menyiksa rakyat, merampok harta bendanya sehingga
setelah perdamaian diadakan, keadaan rakyat di utara
sudah amat miskin dan habis habisan. Lebih lebih karena
daerah ini diberikan kepada Kerajaan Kin, maka keadaan
rakyat benar benar menyedihkan. Keluarga keluarga
pembesar Kerajaan Kin menjadi majikan majikan mereka,
sedang rakyat Han menjadi hamba hamba yang
kehidupannya lebih berat dari pada penghidupan binatang
ternak! Pada waktu itu, seorang pembesar bangsawan
Bangsa Kin sampai mempunyai hamba sebanyak seratus
lebih Bangsa Han, yang boleh diperlakukan sesuka hati
mereka seperti orang boleh memperlakukan apa saja
terhadap binatang peliharaan mereka. Banyak pula yang
dipaksa mengerjakan sawah ladang yang keseluruhannya
dibagi bagikan kepada pembesar pembesar dan bangsawan
bangsawan Kin, dengan hanya mendapat upah makan
sekedarnya untuk menjaga jangan sampai mereka kelaparan
saja.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tentu saja rakyat yang diperlakukan seperti hewan ini
mengandung kebencian yang mendalam sekali.
Pemberontakan meletus dimana mana. Orang orang gagah
memimpin rakyat untuk melakukan perlawanan dan
tuntutan perbaikan nasib.
Biarpun sejarah mencatat bahwa akhirnya
pemberontakan pemberontakan itu berhasil juga dan
Kerajaan Kin makin lama makin menjadi lemah untuk
akhirnya runtuh dan lenyap, namun dalam tahun tahun
pertama, keadaan Keajaan Kin amat kuatnya. Kerajaan ini
mempunyai banyak sekali orang kuat, terdiri dari pembesar
pembesar bu (militer) yang memiliki kepandaian tinggi.
Selain itu, masih ada juga tiga orang gagah yang oleh kaisar
Kin dianggap sebagai tiang negara atau penasihat kaisar.
Tiga orang gagah ini adalah Bangsa Kin yang terkenal
memiliki ilmu kepandaian tinggi. Dikabarkan orang bahwa
guru mereka adalah seorang pertapa Bangsa Thian tok
(India) yang berilmu tinggi. Mereka ini setelah menduduki
pangkat tinggi sebagai orang orang yang paling berpengaruh
dalam Kerajaan Kin di bawah kaisar sendiri, lalu memilih
nama yang cukup keren dan gagah, yakni yang tertua
bernama Kim Liong Hoat ong, yang ke dua Gin Liong
Hoat ong dan yang ke tiga Tiat Liong Hoat ong. Mereka ini
adalah saudara saudara seperguruan dan selain mereka
bertiga, Sam thai koksu (Tiga guru negara besar) ini masih
mempunyai suheng (kakak seperguruan) yang menjadi
pendeta di Tibet dan bernama Ba Mau Hoatsu yang
kabarnya memiliki kepandaian paling tinggi diantara
mereka.
Sam thai koksu inilah yang berhasil menggagalkan
pemberontak pemberontak dan orang orang gagah yang
mencoba menghancurkan pemerintah Kin yang menjajah
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tanah air mereka. Jarang ada orang kang ouw yang dapat
menandingi kegagahan Sam thai koksu. Apa lagi akhir
akhir ini Sam thai koksu mendatangkan suheng mereka dari
Tibet, dan Ba Mau Hoatsu selain tinggi sekali ilmu silatnya,
juga memiliki ilmu hoatsut (sihir) yang menakutkan orang.
Kini para orang gagah hanya berani melakukan gerakan
secara tersembunyi saja, yakni mengganggu pembesar
pembesar yang terlalu menindas rakyat di kota kota yang
jauh dari kediaman Sam thai koksu.
Di dalam perjalanannya menuju ke utara, setelah
menyeberangi Sungai Huai, yakni tapal batas antara
wilayah Sung dan Kin, Bi Lan lalu menuju ke kota Sucouw.
Melihat kemelaratan para petani yang miskin, hati dara
perkasa ini memberontak. Memang ada diantara orang
orang Han yang hidup mewah dan makmur yakni mereka
yang memang tadinya orang orang hartawan dan kemudian
setelah pemerintah Kin berdiri, mereka dapat mengadakan
hubungan yang baik dengan pembesar pembesar Kin,
melakukan penyogokan. Harta yang hartawan ini sekarang
hidup seperti raja yang terjamin keselamatannya oleh
pembesar pembesar Kin. Dan untuk mengisi kantong para
pembesar Kin yang tidak ada dasarnya itu hartawan
hartawan ini lalu melakukan pemerasan sehebat hebatnya
kepada para petani dan buruhnya. Setiap orang buruh tani
diharuskan bekerja lebih berat dari pada kerbau hanya
untuk dapat mengisi perut setiap hari!
Semenjak menyeberangi Sungai Huai Bi Lan mulai
melakukan kewajibannya sebagai seorang pendekar wanita,
sesuai dengan pesan dari semua gurunya di Hoa san pai.
Dan semenjak Bi Lan memasuki wilayah pemerintah Kin,
di daerah ini muncullah seorang pendekar wanita yang
menggemparkan di samping orang orang gagah yang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
memang banyak mengadakan perbuatan perbuatan yang
membela rakyat. Di sepanjang perjalanannya, Bi Lan
mendatangi pembesar pembesar Kin di waktu malam,
mengancamnya, menggurat muka dengan pedang atau
bahkan membabat putus sebelah telinganya dengan
ancaman agar supaya pembesar itu tidak memeras kepada
rakyat.
Kemudian ia mengambil banyak perak dan emas dari
pembesar pembesar ini dan pada malam itu juga, orang
orang yang hidup miskin dan hampir kelaparan, tiba tiba
saja menemukan potongan potongan perak atau emas di
dalam kamar mereka! Juga banyak orang orang hartawan
yang didatangi oleh Bi Lan dan diancam untuk dicabut
nyawanya apabila tidak ingat akan kesengsaraan bangsanya
dan tidak mengulurkan tangan untuk menolong.
Semua perbuatan mulia ini dilakukan Bi Lan dengan
diam diam, dan karena gerakannya amat lincah, cepat dan
ginkangnya sudah tinggi, maka semua petani miskin yang
hanya melihat bayangan seorang gadis muda yang cantik
jelita dan berpinggang langsing lalu memberi julukan
kepada Bi Lan. Julukan ini adalah Sian li Eng cu (Bayangan
Bidadari). Akan tetapi, para pembesar Kin yang tentu saja
merasa penasaran dan marah, juga membenci gadis
pendekar ini, memberi julukan Mo li Eng cu (Bayangan
Iblis Wanita) kepadanya. Akan tetapi, Bi Lan yang
mendengar julukan julukan ini untuknya, hanya tersenyum
gembira dan tidak ambil perduli sama sekali.
Beberapa pekan kemudian tibalah Bi Lan di kota Cin an,
kota terbesar di Propingi San tung. Di kota ini pemerintah
Kin mendirikan kantor yang besar, bahkan di sinilah letak
pusat kubu kubu atau benteng pertahanan tentara Kin. Oleh
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
karena itu, jarang sekali ada orang gagah berani main main
di tempat ini, karena di kota Cin an ini terdapat banyak
sekali perwira perwira Kin yang gagah perkasa. Bahkan
tidak jarang Sam thai koksu mengunjungi tempat ini.
Ketika Bi Lan memasuki kota yang besar ini,
perhatiannya tertarik oleh pengumuman yang ditempel di
mana mana. Ia berhenti dan membaca pengumuman itu
dan makin tertariklah dia. Ini bukanlah sebuah
pengumuman, melainkan sebuah undangan untuk orang
orang gagah di dunia kang ouw! Karena ingin membaca
dengan jelas, Bi Lan lalu mendesak maju dan beberapa
orang yang sedang membaca surat undangan itu memberi
jalan dan memandang kepada Bi Lan dengan heran.
Pengumuman undangan ini tertulis dengan huruf huruf
yang indah dan bergaya kuat dan berbunyi seperti berikut :
PARA ORANG GAGAH DI SELURUH PENJURU.
Kami, Sam Thai Koksu dari Kerajaan Kin dengan ini
mengumumkan bahwa pada nanti malam bulan purnama kami
hendak mengadakan pesta hiburan menghormat para orang gagah
di dunia kang ouw. Pesta itu diadakan di kebun raya di luar
benteng dan di sana disediakan hidangan yang paling lezat dan
arak paling baik untuk para enghiong.
Dengan ini kami mengundang kepada para orang gagah di
seluruh penjuru untuk datang dan beramah tamah dengan kami
untuk membersihkan segala sesuatu yang nampak keruh.
Kami percaya bahwa cuwi (tuan tuan sekalian) tentu akan
berani datang dan mengingat bahwa kita adalah orang orang yang
menjunjung tinggi kegagahan dan keberanian, cuwi tentu percaya
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
penuh bahwa kami takkan melakukan penangkapan atau
tindakan lain yang mengecewakan dan merusak nama baik kami
sendiri.
Menanti dengan hormat,
SAM THAI KOKSU.
Bi Lan baru membaca setengahnya ketika tiba tiba
terdengar orang tertawa dan surat pengumuman yang
tertempel di atas tembok itu tiba tiba tertiup angin yang
kuat dan tempelannya terlepas lalu melayang ke kiri!
Bi Lan terkejut karena maklum bahwa yang meniup itu,
bukanlah angin sewajarnya, melainkan tiupan khikang yang
kuat dari orang pandai. Timbul hati penasaran dalam dada
gadis ini karena ia belum membaca habis, maka sekali ia
mengulurkan tangannya, ia telah dapat menangkap kertas
itu. Dengan tenang, Bi Lan lalu menempelkan kertas itu di
tembok. Akan tetapi karena lemnya telah kering, kertas itu
tidak mau menempel, Bi Lan menjadi mendongkol dan ia
menggunakan ibu jarinya untuk menekan kepada empat
ujung kertas itu pada tembok. Dengan mengerahkan sedikit
lweekangnya, ia telah dapat membuat kertas itu melesak ke
dalam tembok, sehingga kertas itu dapat menempel!
Terdengar suara ketawa lagi, akan tetapi Bi Lan tidak
mau menengok atau memandang hanya melanjutkan
membaca pengumuman itu sampai habis. Orang orang di
sekitarnya tentu saja dapat melihat semua ini dan diam
diam mereka menjadi tegang karena dapat menduga bahwa
gadis muda cantik jelita ini tentulah seorang tokoh kang
ouw yang berilmu tinggi.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Setelah selesai membaca, barulah Bi Lan menengok ke
arah orang yang meniup tadi. la melihat dua orang kakek
yang rambutnya sudah putih dan diikat ke atas, jenggotnya
terurai ke bawah tak terpelihara, demikian pula pakaian
mereka amat sederhana Yang mengherankan adalah
persamaan wajah kedua orang kakek ini, sehingga sukar
untuk membedakan antara mereka. Bi Lan tidak mengenal
kedua kakek ini, maka setelah membaca, ia lalu pergi dari
situ mencari tempat penginapan. Kedua orang kakek yang
sederhana itu memandang kepadanya sambil tersenyum
dan Bi Lan merasa betapa dua pasang mata itu berkedip
kedip seakan akan memberi isyarat “tahu sama tahu”. Di
sepanjang perjalanan mencari hotel, ia mengingat ingat
siapa adanya dua orang kakek ini yang tiupannya demikian
kuat sehingga dari jarak jauh dapat melepaskan kertas itu
tanpa terasa anginnya oleh semua orang.
Setelah mendapat kamar di hotel, Bi Lan beristirahat
sambil berpikir. Malam ini bulan sudah hampir penuh, jadi
undangan itu dimaksudkan besok malam. Aku harus datang
pula untuk melihat apa sebenarnya maksud tiga orang guru
besar pemerintah Kin itu, pikir Bi Lan. Memang sudah
lama ia mendengar nama Sam Thai Koksu dan kini
mendengar tentang undangan mereka terhadap orang orang
gagah, tentu saja hatinya amat tertarik. Apakah akan ada
perobahan sikap yang baik dari pemerintah Kin terhadap
rakyat jelata? Dan siapa pula dua orang kakek yang kembar
itu? Apakah mereka juga datang untuk memenuhi
undangan Sam Thai Koksu? Tentu saja Bi Lan tidak tahu
bahwa surat undangan seperti yang dibaca tadi, oleh
pemerintah Kin telah disebar di seluruh wilayahnya. Setiap
kota besar tentu disebari undangan ini karena memang Sam
Thai Koksu mempunyai rencana yang amat baik, yang
sudah disetujui oleh kaisar sendiri.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Telah lama Sam Thai Koksu merasa pening kepala
karena gangguan orang orang gagah di dunia kang ouw
yang melakukan pemberontakan pemberontakan kecil.
Biarpun tiga orang guru besar ini dengan kepandaiannya
dapat mengerahkan perajurit untuk membasmi setiap
pemberontakan, namun perlawanan rakyat yang terus
menerus itu menggelisahkan juga Mereka tahu bahwa
rakyat takkan berani bangkit tanpa dorongan dari orang
orang gagah di dunia kang ouw. Melakukan kekerasanpun
sukar karena orang orang gagah itu tak mungkin dapat
dicari dan dibasmi semua. Pemberontakan pemberontakan
itu akan melemahkan kedudukan negara, maka kini Sam
Thai Koksu hendak mengambil jalan halus. Mereka hendak
menggunakan siasat mengambil hati orang orang gagah
untuk menarik mereka agar mau membantu pemerintah
dengan hadiah hadiah besar dan juga janji janji muluk demi
kebaikan penghidupan rakyat! Maka diadakanlah undangan
itu yang maksudnya untuk mengambil hati orang orang
gagah itu.
Sampai malam Bi Lan tak dapat pulas, la telah
mengambil keputusan untuk datang menghadiri pesta itu
besok malam dan melihat gelagat. Kalau kiranya Sam Thai
Koksu ternyata mempunyai maksud buruk, ia takkan
berlaku kepalang dan hendak menyerang tiga orang besar
itu! Apabila dia dapat membinasakan tiga orang yang
dianggap sebagai guru besar negara Kin ini, maka itu
merupakan jasa yang tidak kecil artinya bagi seluruh
bangsanya yang tertindas! Bi Lan sekarang telah
menemukan kembali sifatnya yang dahulu, yakni percaya
penuh akan kepandaiannya sendiri. Dulu ketika berada di
puncak Hoa san, iapun telah memiliki kepercayaan besar
terhadap kepandaian sendiri sampai datang Tiauw It
Hosiang yang mengecewakan hatinya karena ia tidak dapat
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mengalahkan hwesio itu dengan mudah. Kemudian setelah
ia terculik oleh Coa ong Sin kai, ia menjadi makin kecewa
karena merasa betapa kepandaiannya masih jauh dari pada
memuaskan. Akan tetapi, setelah ia mendapat latihan dari
Coa ong Sin kai dan merasa betapa kepandaiannya telah
maju pesat sekali, kini ia merasa bahwa kepandaiannya
telah cukup tinggi dan agaknya ia akan dapat
membinasakan tiga orang koksu yang terkenal itu!
Bi Lan memang masih terlalu muda untuk dapat
mengerti bahwa di dunia ini banyak sekali terdapat orang
orang yang berkepandaian tinggi sekali dan bahwa
betapapun tinggi kepandaian seseorang, tentu ada orang
yang akan mengatasinya. Pula ia masih kurang pengalaman
sehingga kadang kadang timbul sifatnya yang
membanggakan kepandaian sendiri sehingga ia kehilangan
kewaspadaannya.
Ketika ia hampir pulas di atas pembaringannya, tiba tiba
ia mendengar suara kaki menginjak genteng di atas
kamarnya. Suara injakan kaki itu amat perlahan,
menandakan bahwa orang di atas kamar itu telah
mempunyai ginkang yang tinggi. Bi Lan tersenyum
mengejek, kemudian dengan sekali menggerakkan tangan
ke arah lilin yang bernyala di atas meja, api lilin itu padam
oleh tiupan hawa pukulannya.
Agaknya orang yang di atas genteng dapat melihat pula
betapa api di dalam kamar tiba tiba padam, karena
terdengarlah suara berbisik dari atas, “Lihiap (nona yang
gagah), aku datang dengan maksud baik. Harap kau suka
keluar untuk bercakap cakap!”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Bi Lan memang seorang dara muda yang tabah sekali.
Biarpun ia tahu bahwa orang di atas itu tidak boleh
dipercaya, akan tetapi ia tidak merasa takut sama sekali.
Malah ia menduga bahwa mungkin sekali orang itu adalah
seorang diantara kakek yang dilihatnya siang tadi. Ketika ia
mendengar tindakan kaki dua orang melompat turun dari
atas genteng, dugaannya makin kuat bahwa tentu dua orang
kakek kembar itulah yang datang mengunjunginya. Setelah
meringkaskan pakaiannya, Bi Lan lalu membuka jendela
kamar dan sekali tubuhnya berkelebat, ia telah berada di
luar kamar. Ia melihat dua bayangan orang menanti di
tempat agak jauh dari hotel sambil melambaikan tangan,
maka ia lalu berlari ke tempat itu sambil memperlihatkan
ilmu berlari cepatnya yang lihai.
Ia kecele karena dua orang itu sama sekali bukan dua
orang kakek yang dilihatnya siang tadi, melainkan seorang
laki laki berusia kurang lebih empat puluh tahun dan
seorang wanita yang tinggi besar dan cantik juga, usianya
kurang lebih empat puluh tahun akan tetapi masih nampak
cantik dan selain pakaiannya mewah, juga masih
menggunakan bedak tebal dan yanci (alat pemerah pipi)
dan gincu bibir! Dua orang itu nampak kagum melihat cara
Bi Lan berlari, maka
buru buru mereka
memberi hormat dengan
menjura.
“Maaf kalau kami
telah mengganggu lihiap
yang sedang tidur,” kata
wanita pesolek itu
sambil tersenyum
ramah.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
“Ah, tidak apa,” Bi Lan terpaksa menjawab sambil
tersenyum manis, “tidak tahu siapakah jiwi dan ada
keperluan apakah dengan aku yang muda? ” Memang Bi
Lan berwatak nakal. Ucapannya yang terakhir itu, yang
menegaskan bahwa dia jauh lebih muda dari pada wanita
itu, diam diam merupakan sindiran bahwa wanita itu
sebetulnya sudah terlalu tua untuk demikian genit dan
demikian mewah. Akan tetapi wanita itu agaknya tidak
merasa sama sekali akan sindiran ini, bahkan tertawa makin
ramah.
Aku bernama Coa Kim Kiok dan dia ini adalah
suhengku yang bernama Kwa Cu Bi. Kami adalah anak
anak murid dari Go bi pai. Melihat betapa siang tadi kau
memperlihatkan kepandaianmu ketika menempelkan kertas
pada tembok, kami menjadi amat tertarik karena kami
merasa bahwa antara kau dan kami tentu terdapat
persamaan tujuan datang di kota ini. Kau siapakah nona
dan mewakili perguruan mana? Tentu kedatanganmu ini
ada hubungannya dengan undangan dari Sam Thai Koksu,
bukan? ”
Bi Lan tentu saja sudah mendengar tentang perguruan
silat Go bi pai, sungguhpun guru gurunya di Hoa san pai
seringkali meragukan dan menyatakan bahwa di
Pegunungan Go bi san yang amat luasnya itu, banyak sekali
terdapat orang orang pandai yang membuka perguruan silat
sendiri sendiri sehingga yang disebut Go bi pai (partai Go bi
san) sungguh amat kabur dan sukar ditentukan mana yang
aseli. Akan tetapi dia belum pernah mendengar nama Coa
Kim Kiok maupun Kwa Cu Bi. Para pembaca mungkin
masih ingat akan nama Coa Kim Kiok ini. Dia adalah
wanita bertubuh tegap yang dahulu ikut mengeroyok Tan
Seng dan murid muridnya ketika hendak mengambil dan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
merampas jenajah Go Sik An. Coa Kim Kiok sudah
semenjak bala tentara Kin menyerang ke selatan, telah
menjadi kaki tangan Kerajaan Kin, bersama dengan orang
orang gagah Bangsa Han lain seperti San mo Liong kui,
Kwa Sun Ok dan yang lain lain. Kwa Cu Bi yang
mengawani Kim Kiok pada waktu ini adalah adik kandung
dari Kwa Sun Ok.
Tentu saja Bi Lan tidak tahu bahwa dua orang yang
dihadapinya itu, selain merupakan mata mata dan kaki
tangan dari Sam Thai Koksu, juga merupakan dua orang
yang benar benar cocok sekali. Kim Kiok semenjak muda
terkenal sebagai seorang perempuan jahat yang bertabiat
cabul. Adapun Kwa Cu Bi yang bermuka putih dan halus
serta termasuk orang tampan itu dengan sikapnya yang
lemah lembut seperti seorang laki laki banci, sebenarnya
adalah seorang jai hwa cat besar. Maka sekarang sepasang
manusia bermoral bejat ini menjadi sahabat, tentu, amat
cocok bagaikan sampah busuk di keranjang bobrok. Ketika
ia ditanya nama dan mewakili pergurun mana, Bi Lan
menjadi agak bingung Karena sebetulnya ia datang bukan
karena surat undangan dari Sam Thai Koksu itu dan tidak
mewakili perguruan manapun juga. Akan tetapi karena
sudah ditanya, ia menjawab juga, “Namaku Bi Lan, she
Liang. Aku mewakili Hoa san pai!”
Coa Kim Kiok nampak terkejut, akan tetapi hanya
sebentar karena ia segera tertawa dan berkata girang. “Ah,
tidak tahunya kau adalah seorang anak murid Hoa san pai.
Pantas saja demikian lihai! Adik yang baik, kebetulan sekali
kita dapat bertemu, maka bagaimana pikiranmu kalau
besok malam kita pergi bersama ke kebun raya itu?”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Bagi Bi Lan tentu saja tiada halangannya untuk pergi
bersama, apa lagi memang dia tidak mempunyai kenalan
dan merasa asing di tempat ini, maka ia menganggukkan
kepala, “Boleh saja kalau jiwi suka mengajakku pergi
bersama.”
“Bagus, sekarang selamat tidur, adik Bi Lan. Besok siang
kami akan datang menemuimu dan bercakap cakap.
Maafkan kalau kami datang mengganggu.”
Setelah memberi hormat, kedua orang itu lalu berlompat
pergi dan Bi Lan mendapat kenyataan bahwa kepandain
mereka sebetulnya tidak demikian hebat. Ia lalu kembali ke
kamarnya dan gangguan ini melenyapkan nafsunya untuk
tidur. Ia berpikir pikir dengan hati merasa tegang juga.
Tidak disangkanya bahwa undangan dari Sam Thai Koksu
itu telah menarik orang orang dari Go bi pai yang demikian
jauhnya. Diam diam ia merasa heran sekali mengapa kedua
orang anak murid Go bi pai ini demikian baik kepadanya,
padahal ia pernah bertempur melawan Tiauw It Hosiang,
orang yang dianggap sebagai tokoh ke tiga dari pada
perguruan Go bi pai. Tentu mereka itu dari perguruan Go
bi san yang lain lagi dengan Tiauw It Hosiang, pikirnya dan
kemudian setelah menjelang fajar, dapat juga ia pulas. Pada
keesokan harinya, baru saja Bi Lan bangun, mandi dan
tukar pakaian, seorang pelayan mengetuk pintu dan
memberitahukan bahwa di ruang tamu telah menanti dua
orang. Gadis ini makin heran karena ia dapat menduga
bahwa dua orang itu tentulah Kim Kiok dan Cu Bi yang
malam tadi datang mengunjunginya. Ia segera keluar dan
benar saja, Coa Kim Kiok menyambutnya dengan senyum
di mukanya. Juga Cu Bi yang pagi ini mengunjunginya,
berpakaian mewah dan tersenyum senyum manis
kepadanya!
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
“Ah, adik Bi Lan yang manis! Kau baru bangun? Mari
kita sarapan, sudah kusediakan semenjak tadi!” Kim Kiok
memberi tanda kepada pelayan yang cepat datang
mengantarkan hidangan yang masih mengebul hangat.
“Ah, enci Kim Kiok, kau sungguh membikin aku
menjadi sungkan dan malu saja. Mengapa pagi pagi sudah
repot repot? ”
“Nona Liang, mengapa harus berlaku sungkan?
Bukankah kita adalah orang orang segolongan yang tak
perlu malu malu lagi? ” kata Kwa Cu Bi dengan ramah
sambil tersenyum.
Bi Lan tak dapat menolak lagi dan makanlah mereka
bertiga sambil bercakap cakap.
“Apakah jiwi kemarin tidak melihat dua orang tua yang
berpakaian seperti tosu? ”
Kim Kiok dan Cu Bi merenung dan mengingat ingat,
akan tetapi mereka menggeleng kepala. “Tosu yang mana?
Aku tidak melihat dua orang kakek yang berpakaian seperti
tosu,” kata Kim Kiok.
“Bukankah engkau kemarin melihat aku membaca surat
undangan di tembok kota itu? ” tanya Bi Lan.
“Betul, akan tetapi kami tidak melihat dua orang tosu.
Siapakah mereka? ” tanya Cu Bi dengan pandang mata
tajam menyelidik.
Bi Lan diam diam merasa heran. Bagaimana kedua
orang ini tidak melihat dua orang kakek yang lihai, yang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mempergunakan tiupan khikang sehingga kertas undangan
itu lepas dari tembok? Akan tetapi karena mereka tidak
mengetahuinya, iapun lalu tersenyum dan berkata, “Mereka
kulihat diantara orang orang yang membaca surat
undangan. Ah, kalau kalian tidak melihat mereka,
sudahlah. Kiraku mereka itupun hanya orang orang biasa
saja yang tertarik oleh surat undangan itu. O, ya? hampir
aku lupa bertanya Jiwi adalah murid murid Go bi pai,
kenalkah dengan hwesio yang bernama Tiauw It Hosiang? ”
“Kau maksudkan It ci sinkang Tiauw It Ho siang? ” Cu
Bi mengulang, sambil memandang dengan girang. Ketika Bi
Lan mengangguk, ia berkata, “Tentu saja kenal, karena ia
terhitung masih susiok (paman guru) kami. Kenalkah nona
kepadanya? ”
Bi Lan tersenyum dan mengangguk. “Kami pernah
bertemu satu kali. Akan tetapi sungguh aneh bagaimana dia
yang masih muda bisa menjadi susiok dari jiwi. Kukira
usianya tidak lebih dari padamu,”
“Memang betul demikian, It ci sinkang semenjak kecil
telah menjadi hwesio di Gobi san dan karena semenjak
kecil sudah mendapat latihan ilmu silat dari sukong (kakek
guru) kami, yaitu Kian Wi Taisu, maka ilmu
kepandaiannya luar biasa sekali. Suhu kami adalah
suhengnya dan usia suhu jauh lebih tua dari pada It ci
sinkang. Pada waktu ini, boleh dibilang It ci sinkang Tiauw
It Hosiang menduduki tempat ke tiga dalam tingkat
kepandaian, di bawah guru kami Bu It Hosiang dan sukong
kami. Akan tetapi entahlah kalau sekarang terdapat
perobahan karena sudah lama sekali kami tidak pernah
menghadap suhu di Go bi san, karena terlalu jauh.”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Bi Lan mengangguk angguk maklum, akan tetapi tentu
saja ia tidak tahu bahwa dua orang di hadapannya ini
sebenarnya tidak memberi keterangan yang tepat, bahkan
banyak membohong. Kwa Cu Bi memang betul adalah
murid dari Bu It Hosiang, akan tetapi dia dan kakaknya,
Kwa Sun Ok, telah diusir dari perguruan Go bi pai, karena
diketahui melakukan, perbuatan jahat. Adapun Coa Kim
Kiok sama, sekali bukan murid Go bi pai, melainkan
seorang murid dari pendeta Pek lian kauw yang cabul! Kim
Kiok dan Cu Bi yang menjadi kaki tangan Sam Thai Koksu
mendapat tugas untuk menyelidiki orang orang kang ouw
yang datang di kota Cin an dan sedapat mungkin
diperintahkan membujuk orang orang gagah agar suka
bekerja sama dengan pemerintah Kin, atau setidak tidaknya
memberi kesan kesan baik dan benar benar murid
keponakan dari orang orang gagah. Dan usaha kedua orang
ini memang banyak berhasil. Sudah banyak orang gagah
yang dapat mereka bujuk dan kini melihat Bi Lan yang
masih muda dan memiliki ilmu kepandaian tinggi, mereka
sedang berusaha untuk membujuk Bi Lan. Akan tetapi di
samping itu. seperti biasa dan sesuai dengan wataknya yang
cabul dan kotor, diam diam ia tergila gila melihat
kecantikan dan kemudaan Bi Lan yang amat menggiurkan
hatinya dan ia telah mengambil kepastian untuk
menjadikan gadis muda ini sebagai korbannya!
“Di manakah kau bertemu dengan susiok kami itu, adik
Bi Lan? ” Kim Kiok bertanya dengan gaya seakan akan ia
memang benar benar kenal Tiauw It Hosiang.
“Ah, begitu saja, katika ia datang mengunjungi Hoa san
setengah tahun yang lalu,” jawab Bi Lan dengan dingin,
karena ia tidak ingin menceritakan tentang pertempurannya
menghadapi It ci siokang Tiauw It Hosiang.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Kemudian, kedua orang itu mulai dengan tugas mereka.
Dengan gaya menarik dan bergantian mereka menceritakan
tertang kebaikan kebaikan pembesar pembesar Kin,
terutama Sam Thai Koksu terhadap orang orang gagah.
“Sam Thai Koksu adalah orang orang berilmu tinggi
yang menghargai orang orang gagah,” kata Kim Kiok.
“Apakah kau kenal baik dengan mereka? ” Bi Lan
bertanya, “Memang aku mengenal mereka sebagai orang
orang yang amat tinggi kepandaiannya dan sebagai orang
orang yang dapat menghargai kepandaian orang. Mereka
itu ingin sekali bekerja sama dengan orang orang gagah
untuk dapat bersama sama mengamankan negeri dan
menenteramkan kehidupan rakyat jelata. Sungguh orang
orang tua yang boleh dipuji.”
Bi Lan mengerutkan keningnya. “Mungkin benar bahwa
mereka bekepandaian tinggi karena aku sendiripun sudah
mendengar nama mereka. Akan tetapi tentang niat
menenteramkan kehidupan rakyat........ ah, enci Kim Kiok,
hal ini tidak cocok dengan kenyataan!”
Diam diam Kim Kiok dan Cu Bi saling bertukar
pandang.
“Kau salah sangka, nona,” kata Cu Bi. sambil
memainkan alis matanya, lagak yang amat “genit” bagi
seorang laki laki. “Memang harus diakui bahwa banyak
rakyat kecil yang miskin keadaannya, akan tetapi hal inilah
yang justeru hendak dirobah oleh Sam Thai Koksu. Dengan
adanya kerusuhan dan pemberontakan dimana mana,
bagaimana keadaan rakyat bisa diperbaiki? Oleh karena ini
pula, untuk merundingkan tentang cara dan usaha
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
memperbaiki keadaan penghidupan rakyat, maka Sam Thai
Koksu mengadakan pertemuan dengan orang orang gagah.”
Bi Lan diam saja, berpikir dalam dalam. “Baiklah, kita
sama dengar saja apa yang hendak mereka katakan malam
nanti, dan kita sama lihat apa yang akan terjadi
selanjutnya,” akhirnya dia berkata.
Menghadapi sikap Bi Lan yang dingin dan tawar ini,
Kim Kiok dan Cu Bi merasa tidak enak. Mereka lalu
berpamit dan Kim Kiok berkata.
“Adikku yang manis. Malam nanti kita bersama
mengunjungi tempat pesta. Kautunggu saja, kami akan
menjemputmu.”
“Tidak usahlah, enci Kim Kiok. Baik kita bertemu di
sana saja, karena sebelum pergi ke kebun raya, aku hendak
jalan jalan dulu melihat lihat keadaan kota yang besar ini.”
jawab Bi Lan.
Cu Bi nampak kecewa, akan tetapi Kim Kiok lalu
berkata dengan ramah, “Begitupun baiklah. Aku akan
memberitahukan kepada Sam Thai Koksu tentang
kedatanganmu. Seorang wakil dari Hoa san pai perlu
disambut baik baik!” Setelah berkata demikian, Kim Kiok
dan Cu Bi lalu meninggalkan Bi Lan.
Dara ini harus mengakui bahwa ia amat sebal melihat
kedua orang itu. Kim Kiok dianggapnya terlalu genit dan
mewah, serta memiliki gaya dan gerak gerik yang
menjemukan. Sedangkan Cu Bi, biarpun harus diakui
jarang ada seorang setua dia masih memiliki wajah yang
tampan menarik, namun ia merasa sebal dan muak melihat
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
cara laki laki itu memandangnya, cara dia tersenyum dan
memainkan alis matanya. “Mereka itu bukan orang orang
baik, aku harus hati hati,” bisiknya seorang diri. Kesadaran
ini bukan timbul karena kecerdikannya, akan tetapi karena
suara hati dan perasaannya. Ia masih belum berpengalaman
untuk menghadapi orang orang jahat yang pandai
mempergunakan lidah.
Malam hari itu udara bersih sekali. Tak nampak bintang
di langit karena sinar sinar bintang itu tertutup dan kalah
oleh cahaya bulan yang, dingin dan terang. Angin malam
bertiup perlahan, membuat suasana menjadi sejuk sekali.
Akan tetapi, cahaya bulan itu masih kalah oleh
terangnya lampu lampu yang dipasang di bawah pohon
pohon dalam kebun raya, yakni sebuah kebun atau taman
bunga yang biarpun disebut kebun raya, namun
sesungguhnya adalah taman bunga khusus diperuntukkan
bagi bangsawan bangsawan Kin dan beberapa orang
hartawan terkemuka saja. Tempat mereka minum arak dan
mendengarkan nyanyian gadis gadis penyanyi dan tempat
mereka bersenang senang!
Akan tetapi pada malam hari itu, biarpun bulan sudah
cukup terang namun tempat itu masih diterangi pula oleh
lampu lampu yang digantungkan dicabang cabang terendah
dari pohon pohon. Bahkan di tengah tengah kebun raya
yang besar dan luas itu dipasangi tenda tenda tempat orang
masak dan tempat orang menaruhkan alat alat keperluan
pesta malam hari ini.
Penduduk berduyun duyun menonton dan berdiri di
sekeliling taman bunga itu, karena biarpun mereka tidak
boleh masuk, namun dari luar saja mereka dapat pula
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
melihat pesta yang meriah itu. Tamu tamu mulai masuk ke
dalam ke kebun raya, melalui sebuah pintu besar yang
terjaga oleh penjaga penjaga berpakaian militer dan yang
memberi hormat dengan gagahnya pada setiap orang yang
memasuki taman itu. Tamu tamu yang masuk ini semua
terdiri dari tokoh tokoh kang ouw, ada orang orang
berpakaian sebagai piauwsu, (guru silat), ada pula yang
berkepala gundul karena dia adalah hwesio, ada pula tosu,
bahkan ada pula yang berpakaian sebagai seorang
pengemis. Ada pula beberapa orang wanita tua muda yang
menggantungkan pedang di punggung!
Sam Thai Koksu sendiri menyambut kedatangan para
tamu di pintu keluar yakni pintu yang tak berdaun, hanya
merupakan jalan masuk terbuka dari lingkungan pagar
pohon bunga yang mengelilingi taman luas itu. Tiga orang
guru besar ini memang amat gagah. Tubuh mereka tinggi
besar dan tegap dengan dada yang bidang menandakan
bahwa mereka rata rata bertenaga besar. Pakaian mereka
sederhana potongannya, seperti biasa pakaian orang orang
ahli persilatan, ringkas dan pendek, akan tetapi terbuat dari
pada sutera yang paling mahal. Kim Liong Hoat ong yang
tertua berusia kurang lebih enam puluh tahun, Gin Liong
Hoat ong lima puluh tahun lebih, akan tetapi Tiat Liong
Hoat ong yang termuda paling banyak berusia empat puluh
lima tahun. Akan tetapi mereka masih kelihatan segar sehat
dan muda, bahkan Kim Liong Hoat ong sendiri masih
kelihatan muda dan pesolek.
Di samping tiga orang guru besar dari Kerajaan Kin ini
masih ada lagi pembesar kepala daerah sendiri yang
menyambut datangnya para tamu. Benar benar merupakan
satu kehormatan yang besar sekali!
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Bi Lan juga memasuki pintu dan disambut dengan
hormat oleh penjaga penjaga pintu yang mau tidak mau
memandang kepadanya dengan mata menyatakan kagum
kepada nona yang cantik sekali ini. Kemudian Bi Lan
disambut oleh Sam Thai Koksu dengan menjura. Bi Lan
membalas penghormatan ini dengan kaku.
“Ah, kalau tidak salah, nona yang disebut Liang lihiap
(pendekar wanita Liang) dan yang mewakili Hoa san pai? ”
tanya Kim Liong Hoat ong kepada Bi Lan sambil
memandang dengan mata berseri girang.
“Aku yang bodoh memang murid Hoa san pai,” jawab
Bi Lan. Jawaban ini bukan berarti ia membohong, karena
menghadapi tiga orang yang kelihatan gagah perkasa ini, ia
merasa tidak enak membohong. Lagi pula, ia tidak merasa
takut sama sekali, mengapa harus membohong? Terhadap
Kim Kiok lain lagi, karena kalau ia tidak membohong tentu
wanita itu akan banyak bertanya tentang dirinya dan hal ini
ia tidak suka.
“Silakan masuk, Liang lihiap, silakan memilih tempat
duduk sesuka hatimu,” Kim Liong Hoat ong
mempersilakan dan Bi Lan lalu menyatakan terima kasih
dan memasuki taman itu. Yang sudah masuk ke dalam
taman itu kurang lebih ada dua puluh orang tamu dan
keadaan di dalam taman memang meriah. Di sudut kiri
terdapat serombongan penabuh gamelan yang dimainkan
terus menerus hingga suasana makin ramai. Meja meja
dipasang di dalam taman itu, di dekat bunga bunga yang
sedang mekar dan lampu lampu teng yang tergantung di
pohon pohon dihias kertas berwarna warni menimbulkan
pemandangan yang indah menggembirakan. Akan tetapi
hati Bi Lan tidak gembira. Ia tidak melihat orang orang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
yang kelihatan memiliki kepandaian tinggi, seperti,
misalnya kekek pengemis yang berpakaian tambal tambalan
dan yang kini duduk melenggut di atas tanah mengikuti
irama gamelan. Ada pula wanita tua yang kepalanya diikat
dengan saputangan putih seperti orang berkabung dan yang
duduk menghadapi meja bersama seorang wanita muda dan
seorang laki laki muda pula. Juga terlihat seorang hwesio
tua yang bertubuh kekar pendek dengan kepalanya yang
licin bersih itu menghadapi meja pula seorang diri. Dalam
pandangan mata Bi Lan yang tajam, tiga orang ini tentu
memiliki kepandaian yang tinggi, berbeda dari tamu tamu
lain yang nampaknya seperti ahli ahli silat biasa saja.
Bi Lan tidak memilih tempat duduk, sebaliknya ia lalu
berjalan jalan dan mengagumi kembang kembang yang
memenuhi tempat itu. Ketika ia tiba di sudut kanan taman
itu, tiba tiba saja ia mendengar suara orang ketawa dan
ketika ia mengangkat muka, ternyata di dekat sebuah meja
di situ berdiri dua orang kakek yang memandangnya
dengan tertawa tawa. Melihat betapa dua orang kakek itu
mengajak tertawa kepadanya, Bi Lan yang memang
berwatak gembira itu tak dapat menahan untuk tidak
bersenyum! Padahal gadis ini tersenyum untuk
menyembunyikan rasa heran dan kagetnya karena dua
orang kakek ini adalah mereka yang siang kemarin
dilihatnya. Sepasang kakek kembar yang pernah
memperlihatkan kelihaian mereka dengan meniup kertas
pengumuman di tembok itu.
“Kalau kau benar benar mewakili Hoa san pai, benar
benar Liang Gi Tojin tolol sekali menyuruh bocah seperti
kau datang ke tempat semacam ini, akan tetapi kalau tidak
mewakili siapa siapa, kau benar benar bernyali besar. Ha ha
ha!” seorang diantara sepasang kakek kembar ini berkata
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
lalu tertawa terkekeh kekeh, akan tetapi matanya
memandang dengan seri gembira kepada Bi Lan. Kakek
yang seorang lagi hanya mengangguk anggukkan kepala
dan juga tertawa.
Sebelum Bi Lan dapat menjawab, kedua orang kakek itu
menggerakkan ujung lengan baju dan sekali berkelebat
mereka lenyap dari depannya! Bi Lan terkejut sekali dan
selagi ia bengong melihat ke depan, tiba tiba terdengar
orang menegur, “Adik Bi Lan, semenjak tadi aku
mencarimu di mana mana. Aku sudah kuatir kalau kalau
kau tidak akan datang? ” Bi Lan menengok dan ia melihat
Kim Kiok berlari menghampirinya. Wanita ini sekarang
memakai pakaian sutera yang indah dan bedaknya lebih
tebal dari pada biasa.
“Enci, apakah baru saja kau melihat dua orang kakek
itu? ” tanyanya karena pikirannya masih penuh dengan
bayangan dua orang kakek aneh tadi.
Kim Kiok memandang ke kanan kiri dan mengerutkan
kening, “Dua orang kakek? Yang mana? Aku tidak melihat
mereka.”
Bi Lan makin kagum dan heran Bagaimanakah dua
orang tua itu dapat bergerak sesukanya tanpa diketahui dan
dilihat orang? Siapakah mereka? Dan perlu apa mereka
datang ke tempat ini dengan sembunyi sembunyi? Diam
diam Bi Lan berpikir dan hatinya berdebar.
“Eh adik Bi Lan, mengapa engkau termenung saja?
Apakah baru saja kau melihat setan? ” Kim Kiok tertawa
menggoda dan ucapan ini menyadarkan Bi Lan yang segera
tersenyum kepadanya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
“Tamu tamu sudah banyak,” katanya menyimpang
sambil memandang ke arah para tamu yang duduk
mengelilingi meja mereka.
“Memang, sedikitnya ada tiga puluh orang. Hayo kita
duduk dan memilih tempat yang enak, akan tetapi jangan
terlalu jauh dari panggung hingga kita akan dapat
mendengar segala yang akan diucapkan oleh tuan rumah,”
sambil berkata demikian Kim Kiok menggandeng tangan Bi
Lan dan diajak duduk di bangku dekat korsi yang berada di
dekat panggung besar yang sengaja didirikan di tengah
tengah taman itu. Karena di atas meja ini terdapat sebuah
lampu teng yang cukup besar, maka wajah kedua orang
wanita ini tersorot lampu dan sebentar saja hampir semua
mata memandang ke arah mereka, karena wajah Bi Lan
benar benar amat indah rupawan dan menarik perhatian
semua orang tamu yang berada di situ. Sebentar saja semua
orang bertanya tanya siapakah adanya gadis cantik jelita
itu? Akan tetapi ketika melihat Kim Kiok, pandang mata
mereka terhadap Bi Lan berubah, kalau tadi kagum dan
mengindahkan sekarang hanya tinggal kagum saja
sedangkan di dalam hati menyayangkan mengapa seorang
gadis manis yang masih demikian muda telah bergaul
dengan seorang perempuan cabul seperti Kim Kiok! Tentu
saja Bi Lan sendiri tidak tahu sama sekali tentang hal ini
dan ia duduk sambil tersenyum senyum gembira,
pikirannya masih penuh oleh bayangan sepasang kakek
kembar tadi dan beberapa kali ia menoleh ke sana ke mari
dengan mata mencari cari, akan tetapi tetap saja ia tidak
menemukan bayangan dua orang kakek itu.
Diam diam ia mengakui bahwa kepandaian dua orang
kakek itu benar benar hebat sekali dan jauh lebih tinggi dari
pada kepandaiannya sendiri! Kalau saja Bi Lan tahu siapa
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
adanya sepasang kakek kembar itu, tentu ia takkan merasa
seheran itu. Sebetulnya dua orang kakek ini bukan lain
adalah Thian Te Siang mo, yakni Sepasang Iblis Bumi
Langit yang kita sudah lama kenal sebagai guru dari Go
Ciang Le!
Thian Te Siang mo mendengar juga tentang undangan
yang dikeluarkan oleh Sam Thai Koksu dan memang sudah
lama kedua orang kakek kembar ini mendengar tentang
nama Sam Thai Koksu yang terkenal lihai. Kedatangan
Thian Te Siang mo sama sekali bukan karena undangan itu,
dan juga biarpun Iblis Kembar ini mempunyai kesukaan
mengumpulkan jenazah orang orang gagah, namun mereka
sendiri tidak ambil perduli tentang politik dan perang.
Mereka kini datang karena tertarik oleh nama Sam Thai
Koksu dan selain ingin menyaksikan kelihaian guru guru
besar negara Kin, juga memang kebetulan sekali mereka
mengembara dan berada di dekat kota Cin an. Selain dari
pada ini semua, Sepasang Iblis Kembar ini ingin pula
bertemu dengan orang orang gagah yang akan mengunjungi
pesta di kebun raya ini untuk menghibur hati karena kedua
orang sakti ini sedang menderita kekecewaan yang amat
besar. Kekecewaan yang ditimbulkan oleh murid tunggal
mereka, yaitu Go Ciang Le! Sebelum kita melihat lebih jauh
apa yang akan terjadi di dalam taman bunga di mana
diadakan pesta oleh Sam Thai Koksu itu, lebih baik kita
menengok pada peristiwa yang terjadi lebih dahulu dan
mengetahui mengapa Thian Te Siang mo bisa menjadi
kecewa karena Go Ciang Le.
Setelah menolong penduduk dusun di lereng Gunung
Tapie san sebelah selatan, membunuh ular yang dipelihara
oleh Coa ong Sin kai dan bahkan berhasil mengusir
pengemis sakti yang gila itu, Ciang Le lalu melanjutkan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
perjalanannya turun dari gunung. Mulailah ia dengan
pengembaraannya sebagai pendekar yang budiman, yang
selalu siap sedia mengulurkan tangan menolong kepada
orang orang lemah yang tertindas atau mengalami
kesengsaraan. Selama berbulan ia mengembara dan
mendapat kenyataan bahwa kepandaiannya yang dipelajari
dari dua orang gurunya, ternyata benar benar memuaskan
hatinya dan tak pernah ia menemui tandingan Selama ini,
lawan yang dianggapnya paling berat hanyalah Coa ong Sin
kai seorang, yang baru melarikan diri setelah melihat
pedangnya Kim kong kiam. Akan tetapi, semenjak itu, tak
pernah ia mengeluarkan pedangnya karena semua penjahat
yang dihadapinya cukup dilawan dan dirobohkan oleh
kedua tangannya saja.
Dan tanpa ia ketahui, semua perbuatannya dilihat dari
jauh oleh Thian Te Siang mo. Sepasang Iblis yang diam
diam memperhatikan sepak terjang murid mereka itu.
Tanpa disengaja, Ciang Le terus menuju ke utara sampai
ia memasuki wilayah Kerajaan Kin dan di situ ia
menyaksikan kesengsaraan rakyat kecil sehingga makin
giatlah ia melakukan perbuatan perbuatan yang sesuai
dengan tuntutan jiwa seorang pendekar. Namanya menjadi
makin terkenal dan karena ia tak pernah mau mengaku
nama aselinya, ia lebih suka disebut Hwa I Enghiong yang
makin lama makin terkenal baik di kalangan rakyat yang
tertolong maupun di kalangan dunia liok lim (rimba hijau).
Pada suatu hari, sampailah ia di kota Taigoan di Propingi
Shansi dan di kota inilah ia mengalami hal yang hebat,
menjumpai orang orang yang memiliki kepandaian tinggi
yang belum pernah ia impikan atau menduga sebelumnya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Di dalam kota Taigoan yang besar terdapat sebuah
perkumpulan pengemis seperti yang sering kali terdapat di
kota kota besar pada waktu itu. Akan tetapi perkumpulan
pengemis yang berada di Taigoan ini bukanlah
perkumpulan pengemis biasa saja yang suka membagi bagi
hasil pekerjaan mereka di antara kawan kawan.
Perkumpulan ini amat berpengaruh, bahkan pengaruhnya
demikian besarnya sehingga para pemimpinnya
mengadakan perhubungan dengan para pembesar Kin yang
berada di kota itu, perkumpulan ini disebut Hek kin kaipang
(Perkumpulan Pengemis Ikat Pinggang Hitam). Semua
pengemis yang berada di kota Taigoan dan daerahnya,
tidak ada yang tidak menjadi anggauta perkumpulan ini,
karena mereka yang berani menjadi pengemis di luar
keanggautaan perkumpulan ini tentu akan dipukuli atau
diusir dari tempatnya bekerja!
Anggauta anggauta biasa dari perkumpulan ini memang
terdiri dari pada pengemis pengemis biasa saja, akan tetapi
perkumpulan ini mempunyai dewan pengurus yang amat
kuat organisasinya dan selain semua pengurus ini
mempunyai hubungan dan kedudukan yang kuat di
Taigoan dan sekitarnya, juga mereka terkenal sebagai ahli
ahli silat yang tinggi ilmu kepandaiannya. Para pemimpin
pengemis itupun mempunyai tingkat tingkat kedudukan.
Anggauta biasa dapat dikenal dari jubah hitam tambal
tambalan yang memakai sebuah kantong besar di dada,
tempat ia menaruh hasil minta minta kepada penduduk.
Pengemis pengemis yang menjadi pengurus perkumpulan
dapat dilihat dari jumlah kantong di dada mereka. Kantong,
kantong ini kecil dan dipasang di baju mereka bagian dada.
Makin banyak jumlah kantong kecil itu di bajunya, makin
tinggilah kedudukannya atau tingkatnya dan dengan
sendirinya makin tinggi pula ilmu silatnya. Adapun siapa
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
yang menjadi ketua dari Hek kin kai pang, tak seorangpun
mengetahui atau pernah melihatnya, semua pengemis, baik
yang menjadi anggauta biasa dengan baju hitam tambal
tambalan maupun yang mempunyai kedudukan dan
bajunya berwarna macam macam, tentu mengenakan
sehelai sabuk atau ikat pinggang berwarna hitam terbuat
dari sutera pada pinggang mereka. Inilah tanda
keanggautaan dari perkumpulan Hek kin kai pang.
Para anggauta pengemis itu melakukan pekerjaan minta
minta sepeiti pengemis pengemis biasa dan mereka
menerima apa saja yang diberikan orang kepada mereka.
Tak pernah mereka menimbulkan kerusuhan, kecuali kalau
ada orang melakukan pekerjaan mencopet. Pengemis
pengemis ini memang diakui dan dibiarkan oleh pemerintah
karena mereka menjamin bahwa di kota Taigoan dan
sekitarnya takkan ada pencopet atau pencuri. Bahkan,
sedikitnya mereka menjamin dan merupakan tempat
pelarian dari mereka yang lemah dan tidak mampu bekerja
lagi sehingga tidak mati kelaparan di pinggir jalan dan
memusingkan kepada para petugas pemerintah.
Akan tetapi, ada hal yang amat ganjil dalam
perkumpulan ini, yaitu pada para pimpinannya. Biarpun
mereka berpakaian seperti pengemis dan di bajunya
terdapat kantong kantong kecil, jangan mencoba untuk
memberi sesuatu kepada pemimpin pemimpin ini!
Pemberian berupa apapun juga kepada para pengemis yang
sudah mempunyai tanda kedudukan, yakni kantong
kantong di bajunya, dianggap sebagai penghinaan dan
pemberi itu akan dihajar! Setidak tidaknya dimaki maki!
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Hal ini sudah diketahui oleh seluruh penduduk di
Taigoan dan sekitarnya, maka tak pernah terjadi
pelanggaran dan keributan yang tidak diingini.
Karena para pemimpin inipun jarang sekali berkeliaran
di dalam kota, maka juga para pelancong dan pendatang
dari luar kota jarang ada yang bertemu dengan mereka
sehinga biarpun pelancong ini tidak mengetahu tentang
“pantangan” pemimpin pemimpin Hek kin kaipang, tidak
pernah terjadi pelanggaran.
Ketika Ciang Le memasuki kota Taigoan, secara
kebetulan sekali ia bertemu dengan pengemis pengemis ini
dan menyaksikan keributan yang timbul karena
pelanggaran ini sehingga mengakibatkan pertempuran
besar.
Seperti biasa, Ciang Le memasuki kota dengan tindakan
kaki tenang. Ia gembira sekali melihat keindahan kota
Taigoan, biarpun hati kecilnya ada perasaan tak senang
karena ia tahu bahwa gedung gedung yang membuat kota
ini nampak indah adalah milik dari para pembesar Kin,
pembunuh pembunuh kedua orang tuanya! Telah lama
Ciang Le dapat mengubur rasa dendamnya, karena kedua
orang gurunya memberitahukan kepadanya bahwa ayahnya
yang bernama Go Sik An bersama ibunya telah tewas oleh
pengeroyokan tentara tentara Bangsa Kin.
“Tak ada gunanya kau berdendam hati, muridku,” kata
Thian Lo mo, “orang tuamu tewas sebagai pahlawan
pahlawan, sebagai perajurit perajurit gugur dalam perang.
Tidak ada sakit hati atau dendam dalam hal ini, karena
tewasnya orang tuamu bukan karena pertempuran atau
urusan perseorangan, melainkan membela negara. Pula,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kita semua tidak tahu siapa orangnya sebetulnya yang
menjatuhkan tangan maut terhadap orang tuamu, maka
tidak mungkin sekali kalau kau hendak membalas sakit hati
kepada seluruh tentara Kin yang puluhan laksa jumlahnya
itu!”
Dengan nasihat nasihat dan ucapan ucapan seperti
inilah, mata telah lama hati Ciang Le telah menjadi dingin
dan tidak ada nafsu untuk membalas dendam atas kematian
kedua orang tuanya. Menang ia tadinya telah bersumpah
untuk membalas dendam dan sakit hati ayah bundanya,
akan tetapi karena tidak tahu siapa orangnya yang harus
dibalas, hati nya menjadi tawar. Ada sedikit harapan di
dalam dadanya bahwa siapa tahu kalau kalau secara
kebetulan ia akan dapat mendengar siapa orangnya yang
membunuh mereka dan kepada orang ini tentulah ia akan
menjatuhkan tangan pembalasan!
Ketika ia berjalan sampai di sebuah jalan yang
menikung, tiba tiba ia mendengar suara ribut ribut dan
melihat seorang laki laki yang berpakaian seperti seorang
pelajar sedang dipukuli oleh dua orang pengemis. Melihat
cara dua orang pengemis itu memukul, dengan kaget Ciang
Le mendapat
kenyataan bahwa dua
orang itu mengerti
ilmu silat sedangkan
pelajar yang usianya
tiga puluh tahun lebih
itu hanya mengeluh
dan jatuh bergulingan.
“Ampun, tai ong…
ampun…!” pelajar itu
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mengaduh aduh dan minta ampun sambil menyebut “tai
ong” yang berarti raja besar, yakni sebutan yang lajim bagi
kepala kepala perampok!
“Kau harus mampus!” seorang diantara pengemis itu
berseru marah. “Kau cacing buku ini berani sekali
menghina kami, pemimpin tingkat ke lima dari Hek kin
kaipang? Apakah matamu buta tidak melihat jumlah
kantong kantong jimat di baju kami? ”
“Ampun… siauwte tidak tahu tentang hal itu sama
sekali… baru tiga hari siauwte datang di kota ini… harap tai
ong suka memberi maaf.”
“Kami bukan perampok perampok, berani sekali kau
menyebut tai ong!” pengemis ke dua membentak sambil
memberi gaplokan ke arah mulut pelajar itu sehingga darah
mengalir dari bibirnya yang pecah pecah.
Ketika dua orang pengemis itu hendak memukuli lagi,
tiba tiba mereka merasa tangan mereka tertahan oleh
tangan orang lain. Mereka cepat menengok dan dengan
marah sekali mereka melihat seorang pemuda berbaju
kembang yang berdiri dengan tenang dan gagah, akan tetapi
dengin sepasang mata bernyala saking marahnya.
“Kalian ini dua orang pengemis yang biasanya minta
dikasihi orang, mengapa sekarang bahkan berlaku kejam
kepada seorang terhormat? ” Ciang Le mencela dua orang
pengemis itu dengan suara halus, akan tetapi cukup ketus.
Ia melihat bahwa dua orang pengemis itu memakai baju
berwarna biru dan biarpun ditambal di sana sini, namun
nampak bersih dan baru. Di bagian dadanya dipasangi lima
buah kantong kecil berwarna kuning emas dan di pinggang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mereka terselip dua batang tongkat bambu yang runcing. Ia
sendiri tidak pernah mendengar tentang perkumpulan Hek
kin kaipang, akan tetapi melihat sikap dua orang pengemis
yang usianya sudah empat puluh tahun lebih ini, Ciang Le
dapat menduga bahwa dua orang pengemis ini tentulah
orang orang yang memiliki kepandaian silat dan agaknya
sombong dan jahat. Akan tetapi Ciang Le tidak
memperdulikan lagi dua orang pengemis itu, sebaliknya ia
lalu menolong pelajar itu, membantunya bangun dan
berdiri.
Baiknya pelajar itu hanya menerima gebukan dan
tendangan yang tidak bermaksud membunuh, maka hanya
muka dan tubuhnya saja yang matang biru, namun tidak
ada tulang patah atau luka di dalam.
“Saudara, apakah kesalahanmu maka kau sampai
dipukuli oleh dia orang ini? ” tanya Ciang Le kepada orang
berpakaian pelajar itu.
Orang itu menarik napas panjang dan menggunakan
ujung lengan bajunya untuk menyusut darah dari bibirnya,
“Terima kasih atas pertolonganmu, hohan (orang gagah),”
katanya. “Aku sendiri masih merasa heran mengapa kedua
orang gagah ini marah marah kepadaku. Ketahuilah bahwa
aku tadi melihat mereka duduk di pinggir jalan dan karena
merasa kasihan, aku lalu memberi dua potong uang
tembaga kepada mereka. Tidak kusangka sangka, mereka
tiba tiba lalu berdiri dan memukul padaku.”
Sementara itu, dua orang pengemis Hek kin kaipang
yang mempunyai tingkat ke lima itu menjadi marah sekali
melihat ada orang berani membela pelajar yang telah
menghina mereka. Kedua orang pengemis ini
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kedudukannya tidak terlalu rendah, karena pemimpin, yang
paling rendah, adalah tingkat ke tujuh yakni yang
pekerjaannya mengumpulkan hasil pendapatan para
pengemis Pemimpin tingkat ke enam berkewajiban
membagi bagi hasil itu untuk makan para pengemis
sehingga takkan terjadi keributan. Tingkat ke lima
berkewajiban mengontrol pekerjaan pengemis agar jangan
ada yang menganggur atau bermalas malasan dan hanya
mengandalkan makan dari hasil pekerjaan kawan kawan.
“Kau ini orang dari manakah yang sengaja mau
membela orang yang telah menghina kami? ” bentak
seorang diantara mereka yang bercambang bauk menutupi
hampir seluruh mukanya, sambil mendelik memandang
kepada Ciang Le.
Pemuda ini tetap berlaku tenang dan sambil tersenyum ia
berkata, “Sungguh perkara yang aneh sekali. Orang mau
menyumbang uang, kalian tidak berterima kasih, bahkan
berlaku kasar dan menyiksa orang. Aturan manakah ini?
Aku yang telah melakukan perjalanan ribuan li jauhnya,
baru kali ini melihat hal yang seaneh ini. Sahabat, coba
kauterangkan kepadaku mengapa kau memukuli orang
yang hendak memberi bantuan uang kepadamu? ”
Karena tahu bahwa Ciang Le bukan orang dalam kota
dan dari suara pemuda ini terdengar jelas bahwa ia datang
dari selatan, pengemis itu menahan marahnya lalu berkata.
“Dia menghina kami dengan memberi uang itu. tidak
tahukah kau? ”
“Menghina? ” Ciang Le terheran. “Kalian adalah
pengemis pengemis atau setidak tidaknya orang orang yang
berpakaian seperti pengemis. Apa salahnya kalau orang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
memberi sumbangan uang kepadamu. Mengapa kau bilang
menghina? ”
Orang orang yang menonton ribut ribut itu diam diam
mengeluh karena mereka menganggap pemuda tampan
berbaju kembang ini benar benar “mencari penyakit”
dengan ucapan ucapannya yang tidak disadarinya itu.
Memang benar, dua orang pemimpin pengemis tingkat lima
itu makin merah mukanya, akan tetapi si cambang bauk
tetap memberi penjelasan dengan suara ketus.
“Babaimana kau bilang tidak menghina? Butakah
matanya dan tidak melihat bahwa kami memakai lima buah
kantong pada baju kami? ”
“Itu artinya bahwa kalian mempunyai banyak tempat
untuk menyimpan uang. Adakah arti yang lain lagi? ” tanya
Ciang Le mencoba berkelakar. Terdengar suara ketawa
tertahan dari orang orang yang menonton di pinggir jalan.
“Orang muda, hati hatilah dengan mulutmu. Jangan
jangan kau akan keluar dari tempat ini dengan bibir pecah
pecah pula!” Pengemis kedua membentak sambil bertolak
pinggang. “Buka matamu baik baik, kami adalah dua orang
pemimpin tingkat ke lima dari Hek kin kaipang! Apa kau
mau bilang pula bahwa selama hidup kau belum pernah
mendengar tentang Hek kin kaipang? ? ”
Ciang Le memang benar benar belum pernah mendengar
nama perkumpulan ini maka dengan sungguh sungguh ia
menggelengkan kepalanya berkali kali dan berkata,
“Memang aku belum pernah mendengar nama
perkumpulan pengemis ini, sahabat. Dan biar pun kalian
menduduki tingkat ke satu sekali pun dari perkumpulan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
yang manapun juga, kurasa kalian berlaku keterlaluan
terhadap orang yang bermaksud baik memberi sumbangan
kepadamu. Kalau kalian tidak suka menerima kalian boleh
menolak dengan halus, bukan dengan main pukul seperti
tukang tukang pukul dan jagoan jagoan murah saja!” Ciang
Le bicara keras, karena iapun mulai merasa mendongkol
dan marah melihat sikap pengemis yang keterlaluan itu.
Mendengar ucapan ini, tentu saja kedua orang pengemis
itu menjadi makin marah dan mencak mencak, “Agaknya
kau sudah bosan hidup berani bermain gila dan menghina
kami!” kata si cambang bauk yang segera maju menubruk
dan mengayun tangan hendak menampar Ciang Le seperti
yang ia lakukan kepada si pelajar tadi. Akan tetapi kali ini
ia bertemu batunya. Sikap Ciang Le yang lemah lembut dan
kulitnya yang halus itu memang tidak ada bedanya dengan
sikap pelajar tadi dan semua orang tentu akan mengiranya
sebagai seorang yang lemah. Ciang Le memang selalu
menyembunyikan pedangnya di dalam bajunya yang lebar
dan panjang.
Orang orang yang menonton mengira bahwa Ciang Le
tentu akan roboh seperti pelajar tadi akan tetapi alangkah
herannya hati semua orang termasuk si cambang bauk
sendiri ketika yang jatuh bukannya Ciang Le, melainkan si
cambang bauk itulah! Ketika ditampar tadi, Ciang Le
bersikap tenang tenang saja, sama sekali tidak mengelak.
Akan tetapi begitu kepalan tangan pengemis itu telah
mendekati pipinya, tiba tiba pemuda ini menggerakkan
tangan dan miringkan kepalanya. Pukulan itu tidak
mengenai sasaran, sebaliknya begitu tangannya mendorong
tubuh pengemis cambang bauk itu, tak dapat dicegah lagi
tubuh pengemis yang tinggi besar itu terdorong roboh dan
bergulingan beberapa kali!
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Hal ini tidak saja mengherankan para penonton, bahkan
pengemis cambang bauk itu sendiri dan kawan kawannya
jua terheran heran. Bagaimana seorang pemuda lemah
lembut seperti ini dapat merobohkannya, yang sudah
memiliki kepandaian lumayan dan menduduki tingkat ke
lima?
“Eh, sobat, kau siapakah dan dari golongan mana? Beri
tahu lebih dulu agar kami dari Hek kin kaipang tidak salah
tangan terhadap kawan segolongan!” Si cambang bauk
melompat berdiri dan menegur Ciang Le.
Pemuda ini tersenyum manis ketika berkata, “Aku bukan
dari golongan mana mana, hanya seorang pelancong biasa
saja yang tidak suka melihat orang orang kasar
mengandalkan tenaganya dan menghina yang lemah. Lebih
baik kalian minta maaf kepada siucai (orang terpelajar) ini,
dan habislah perkara ini. Akupun tidak suka bermusuhan
dengan siapapun.”
“Ah, lagakmu sombong sekali, orang muda! Biarpun kau
belum mendengar tentang perkumpulan kami, sedikitnya
kau harus tahu bahwa kami bukanlah orang orang yang
boleh dihina begitu saja. Kaukira kami takut kepadamu?
Rasakan pukulanku ini!” Dua orang pengemis itu
menyerang dari kanan kiri dengan pukulan yang dilakukan
sekuat tenaga. Mereka memang marah sekali dan hendak
merobohkan pemuda yang dianggapnya sombong dan
lancang ini dengan sekali pukul. Akan tetapi kembali
mereka kecele, karena bukan pemuda itu yang terjungkal
roboh, melainkan kedua orang pemukul tadi! Demikian
cepat dan hebat gerakan Ciang Le sehingga tahu tahu kedua
orang pengemis Hek kin kaipang tingkat ke lima itu
terjerumus maju dan kepala mereka saling beradu,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
keduanya lalu roboh sambil meringis ringis kesakitan sambil
menggosok gosok kepala mereka yang menjadi benjol!
Terdengar suara ribut ribut dan semua penonton yang
makin banyak bekumpul di tempat itu serentak menjauhkan
diri dengan muka nampak takut takut. Sebaliknya, dua
orang pengemis yang masih belum berdiri itu kelihatan
girang sekali.
Ciang Le berlaku waspada dan ketika melihat datangnya
serombongan orang memasuki tempat itu, ia maklum tentu
ia harus menghadapi lawan lawan yang tangguh. Ternyata
bahwa yang datang adalah pemimpin pemimpin Hek kin
kaipang tingkat empat, tiga, dan dua! Semuanya berjumlah
tujuh orang.
“Suheng, pemuda ini telah menghina kita!” Si cambang
bauk itu berkata kepada pengemis tertua yang bajunya
berkantong dua, tanda bahwa dia memiliki kedudukan
tinggi dalam perkumpulan ini, yakni tingkat ke dua. “Siucai
itu telah merendahkan kita dengan memberi uang. Selagi
siauwte menghajarnya, datang pemuda ini yang turun
tangan dan merobohkan siauwte berdua.”
Pengemis tua tingkat ke dua itu memandang kepada
Ciang Le lalu menjura dan berkata, “Enghiong siapakah
dan dari golongan mana? Harap sudi memperkenalkan diri
dan jangan sampai timbul salah faham diantara orang orang
segolongan.”
Melihat sikap pengemis ini dan mendengar kata katanya
yang sopan, Ciang Le cepat membalas penghormatan itu
dan menjawab, “Mohon maaf sebanyaknya. Siauwte
sesungguhnya tidak ingin mencari keributan. Siauwte
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
seorang pelancong biasa saja yang tidak tahu akan
kebiasaan setempat. Akan tetapi melihat seorang siucai
dipukuli oleh dua orang ini, terpaksa siauwte menegur
mereka. Tidak tahunya mereka menyerang, maka tiada lain
jalan bagi siauwte kecuali membela diri. Kalau kedua orang
ini mau minta maaf kepada, siucai itu, siauwte bersedia
minta maaf pula kepada mereka.”
Mendengar pemuda ini tidak mau menyebut nama,
pengemis tua ini mengerutkan keningnya. “Hm, apakah
kau orang muda merasa terlalu tinggi untuk
memperkenalkan diri lebih dulu? Kalau begitu, biarlah lohu
memperkenalkan diriku. Aku adalah Thio Han, pemimpin
tingkat dua dari Hek kin kaipang. Nah, harap sekarang kau
memberitahukan namamu.”
Dari kedua orang suhunya, Ciang Le seringkali diberi
nasehat agar jangan mengobral namanya, maka ia
menjawab. “Siauwte memberi hormat kepada lo enghiong
dan dengan setulusnya siauwte memandang tinggi
kedudukan lo enghiong di Hek kin kaipang. Akan tetapi
terus terang saja, siauwte tidak mau terlibat dalam urusan
pertikaian ini. Marilah sita sudahi saja dan asal kalian
melepaskan siucai itu, siauwtepun akan melanjutkan
perantauan.”
Tiba tiba diantara para penonton yang memperhatikan
pakaian Ciang Le, berkata. “Apakah pemuda gagah ini
bukan Hwa I Eng hiong? ”
Mendengar sebutan ini, berobah muka Ciang Le dan ia
segera menoleh untuk memandang kepada orang yang
menyebut nama julukannya itu. Adapun para anggota Hek
kin kaipang yang sudah mendengar pula nama pendekar
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
muda yang baru muncul itu, merasa terkejut dan teringat.
Juga Thio Han memandang tajam dan tersenyum, “Ah,
tidak tahunya Hwa I Enghiong yang membuat nama besar!
Betulkah lohu berhadapan dengan Hwa I Enghiong? ”
Terpaksa Ciang Le tak dapat menyembunyikan diri lagi.
Ia tersenyum dan berkata, “Orang orang telah terlalu
melebih lebihkan sesungguhnya siauwte tidak patut disebut
enghiong (orang gagah) sungguhpun sebutant Hwa I
(Berbaju Kembang) tidak dapat kusangkal lagi. Memang
aku berbaju kembang.”
“Kalau begitu, kebetulan sekali. Harap Hwa I Enghiong
sudi memberi sedikit petunjuk kepadaku!” kata Thio Han
yang menggulung lengan bajunya.
Melihat sikap bermusuh ini dan mendengar ucapan
minta petunjuk berarti mengajak adu kepandaian, Ciang Le
merasa heran. Mengapa pengemis tua ini tiba tiba merobah
sikap? Ia tidak tahu bahwa sudah jadi kebiasaan tokoh
tokoh Hek kin kaipang untak mencoba dan menguji
kepandaian setiap orang tokoh kang ouw yang baru muncul
apabila kebetulan mereka berjumpa. Tokoh tokoh Hek kin
kaipang amat bangga atas kemashuran nama mereka dan
kepandaian mereka, maka setiap kali ada orang kang ouw
memasuki daerah Taigoan, orang kang ouw itu tentu akan
menghadap pimpinan Hek kin kaipang sebagai kunjungan
kehormatan. Pemuda ini baru saja membuat nama di dunia
kang ouw, dan kini tidak saja lalai untuk kunjungan
kehormatan bahkan pemuda ini sama sekali belum pernah
mendengar nama Hek kin kaipang dan berani pula
merobohkan dua orang pengurus tingkat ke lima! Oleh
karena itu, Thio Han menganggap bahwa sudah sepatutnya
ia “memperkenalkan” perkumpulannya agar pemuda ini
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
jangan memandang rendah “Hm, jadi kau hendak
menantangku bertempur? ” kata Ciang Le dengan pandang
mata penasaran. “Ketahuilah bahwa aku hanya akan turun
tangan terhadap orang yang menyerangku, atau yang
melakukan perbuatan jahat. Aku baru akan melayanimu
kalau kau menyerangku.”
Mendengar ini, Thio Han ragu ragu untuk turun tangan.
Kalau ia menyerang lebih dulu, ia akan dianggap
keterlaluan, maka ia lalu menengok kepada seorang saudara
muda, yakni pemimpin tingkat empat yang bertubuh tinggi
kurus “Sute, coba kaulayani siauw enghiong ini beberapa
jurus agar kita mendapat tambahan pengertian.”
Pengemis tinggi kurus itu kelihatan gembira menerima
tugas ini. Ia memandang rendah kepada pemuda yang
lemah lembut ini, maka ia melangkah maju menghadapi
Ciang Le. Sementara itu. ketika melihat betapa
penolongnya terdesak oleh rombongan pengemis yang
agaknya hendak menimbulkan keributan, pemuda pelajar
yang tadi dipukuli oleh dua orang pengemis, lalu bertindak
maju dan berkata kepada Ciang Le.
-oo0dw0oo-
Jilid V
“HOHAN, sungguh menyesal sekali karena aku kau
sampai menghadapi kesulitan ini.” Kemudian ia berpaling
kepada para pengemis itu dan berkata, “Kalian ini kalau
mau disebut orang orang gagah mengapa mencari perkara
dengan orang orang yang baru datang dari tempat jauh?
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Apakah ini bukan berarti akan membikin malu saja kepada
kota Taigoan yang besar dan indah? ”
“Kau cacing buku, pergilah!” Pengemis tingkat empat
yang tinggi kurus itu menggerakkan tangan kirinya
mendorong ke arah siucai itu. Dorongan dilakukan dengan
tenaga lweekang dan dari gerakannya itu tahulah Ciang Le
bahwa pengemis ini adalah seorang ahli lweekeh yang
karenanya amat membahayakan keselamatan siucai itu
kalau sampai terdorong dadanya, ia cepat mengulur
tangannya dan berkata, “Sahabat, jangan kau mencampuri
urusan kekerasan ini. Biarlah aku menghadapinya sendiri.”
Biarpun ia kelihatannya mendorong pula tubuh siucai itu,
akan tetapi sebenarnya ia menggerakkan tangannya
memapaki tangan pengemis yang mendorong tadi. Belum
juga tangan mereka bertemu, pengemis tinggi kurus itu
telah terdorong ke belakang dan merasa betapa tangannya
sakit sekali. Cepat ia melompat ke belakang dan menjadi
marah sekali.
“Kurang ajar, kau benar benar hendak bertempur? ”
bentaknya.
Ciang Le tersenyum dan tidak memperdulikannya,
bahkan memegang pundak siucai itu, didorongnya perlahan
ke pinggir sambil berkata, “Sahabat, lebih baik kau lekas
pergi saja dari sini.” Siucai itu maklum bahwa memang
keadaannya berbahaya sekali, maka setelah
menganggukkan kepala dengan pandang mata terima kasih
kepada Ciang Le, ia lalu pergi dari situ untuk cepat cepat
meninggalkan Taigoan yang mendatangkan pengalaman
pahit padanya.
“Menyerang seorang yang tidak mengerti ilmu silat
mengandalkan kepandaian sendiri untuk menindas yang
lemah, adalah perbuatan yang kusebut pengecut dan hina,”
kata Ciang Le seperti kepada diri sendiri.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Mendengar ini, pengemis tinggi kurus itu makin marah
dan dengan cepat ia melangkah maju dan menyerang Ciang
Le dengan pukulan tangan miring. Akan tetapi, kepandaian
pengemis tingkat ke empat ini biarpun bagi orang biasa
sudah hebat sekali, namun menghadapi Ciang Le ia masih
kalah jauh. Gerakan pemuda ini jauh lebih cepat lagi dan
sebelum tangan yang miring itu menyambar ke lehernya, ia
telah mendahuluinya dengan jari jari terbuka, menyambut
datangnya lengan itu dan menangkap pergelangan
tangannya, sekali ia mengerahkan tenaga, tubuh pengemis
itu terjerumus ke depan. Hampir saja hidungnya mencium
tanah. Melihat betapa dalam segebrakan saja pemimpin
Hek kin kaipang tingkat empat sudah roboh oleh pemuda
ini, tentu saja semua orang menjadi makin terheran heran!
Ketika seorang pengemis tingkat tiga hendak maju. Thio
Han mencegahnya. Menurut penglihatan kakek ini,
kepandaian Hwa I Eng hiong terlalu tinggi untuk dihadapi
oleh saudara mudanja tingkat tiga. Ia sendiri lalu
melangkah maju dan berkata. “Hwa I Eng hiong, iangan
berlaku kepalang tanggung memberi petunjuk kepada kami.
Sambutlah!” Sambil berkata demikian, Thio Han
mengerang dengan kepalan tangan kanan. Pukulan datang
nya cepat dan antep sekali, maka tahulah Ciang Le bahwa
kepandaian kakek ini jauh lebih tinggi dari pada pengemis
yang baru saja di kalahkan. Ia melangkah mundur sehingga
pukulan lawan tidak mengenai tubuhnya. Akar tetapi,
dengan gerakan yang luar biasa cepatnya. Thio Han sudah
melangkah maju lagi dan sekaligus pengemis Hek kin
kaipang tingkat dua ini telah melakukan serangan tigat
macam dengan kedua tangan dan dibantu oleh kaki kiri!
Ciang Le mengerti bahwa kalau ia tidak
mendemonstrasikan kepandaiannya, ia akan di rongrong
terus oleh kawanan pengemis yang maju seorang demi
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
seorang. Oleh karena itu, melihat datangnya serangan yang
susul menyusul dan hampir berbareng ini, ia segera
mengumpulkan tenaga memperkuat kedudukan kaki,
kemudian kedua tangannya memukul dari kaki kanannya
menendang lawan.
Bukan main hebatnya gerakan ini dan juga amat aneh
dalam pandangan semua kawanan pengemis. Akan tetapi
yang lebih terkejut adalah Thio Han sendiri. Terdengar
suara “buk buk buk!” tiga kali ketika kedua tangannya yang
terkepal beradu dengan kepalan tangan dari kedua tangan
pemuda itu, sedangkan kaki kirinya bertemu dengan kaki
kanan lawan. Kalau Ciang Le masih berdiri seperti biasa
sambil tersenyum, sebaliknya Thio Han merasa betapa
kedua tangan dan kaki kirinya menjadi sakit dan tergetar. Ia
mencoba untuk mempertahankan diri, akan tetapi
pertemuan kaki tadi membuat kuda kuda kaki kanannya
bobol dan tak dapat dicegah lagi tubuhnya terlempar ke
belakang bagaikan didorong oleh angin besar! Baiknya ia
cukup lihai sehingga dapat berpoksai (membuat salto) untuk
mencegah tubuhnya terjungkal. Akan tetapi ia meringis
kesakitan dan melihat betapa kepalan kedua tangan dan
kaki kirinya menjadi bengkak!
Saudara saudaranya melihat kekalahan ini, sambil
berteriak teriak marah mereka maju menyerbu dan
mengeroyok Ciang Le! Inilah kerukunan dari Hek kin
kaipang dan oleh karena ini pula jarang ada orang berani
menentang mereka. Akan tetapi kerukunan ini dalam
pandangan Ciang Le hanya merupakan sifat yang amat
licik. Ia mendongkol juga ketika para pengemis itu
menggunakan tongkat untuk menyerangnya. Diam diam
telah datang banyak pemimpin pengemis yang telah
mendengar tentang keributan itu, kini Ciang Le dikepung
oleh kurang lebih lima belas orang pengemis dari tingkat
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
lima sampai tingkat dua! Kepandaian para pengemis Hek
sin kaipang itu sudah cukup baik dan lihai, ditambah pula
dengan senjata tongkat mereka yang berbahaya, maka tentu
saja Ciang Le tidak berani berlaku lambat. Ia tidak ingin
melukai orang yang berpakaian tambal tambalan ini akan
tetapi dengan tangan kosong menghadapi keroyokan ini
memang membutuhkan kejelian mata dan kegesitan
gerakannya. Ia cepat mainkan ilmu silat tangan kosong
yang dipelajarinya dari Thian Lo mo sambil mengerahkan
tenaganya.
Bukan main ramainya pertempuran itu akan tetapi juga
amat menarik hati untuk ditonton. Dengan gerakannya
yang lincah dan tenaga dalamnya yang besar, Ciang Le
melayani mereka. Tongkat datang menyerangnya bagaikan
hujan, akan tetapi semua itu dengan cepat dapat dielakkan
oleh Ciang Le. Kadang kadang pemuda ini menggunakan
lengan untuk menangkis dan sekali tangkis saja tentu
sebatang tongkat menjadi patah atau terpental jauh!
Kemudian dalam serangan balasan, Ciang Le
mempergunakan tiam hwat (ilmu menotok jalan darah)
sehingga sebentar saja di tempat itu menggeletak tubuh
tubuh para pengemis dalam keadaan lumpuh, lemas
ataupun kaku membatu!
Akan tetapi tiba tiba banyak sekali orang yang
berpakaian dinas datang menyerbu dengan senjata golok.
Melihat orang orang berpakaian seragam ini, terkejutlah
Ciang Le. Mereka adalah penjaga penjaga kota!
Bagaimanakah penjaga penjaga keamanan ini bahkan
datang menyerbu dan membantu para pengemis yang
mengeroyoknya?
“Eh, saudara saudara! Mengapa kalian mengeroyok aku?
Yang menjadi pengacau pengacau adalah para pengemis
ini, bukan aku!”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
“Bangsat kecil, kaulah yang mengacaukan kota.
Menyerah atau mati!” bentak seorang komandan pasukan
penjaga itu. Mendengar ini Ciang Le menjadi penasaran
dan marah sekali. Ketika komandan itu menusukkan
goloknya kepadanya, ia cepat membuat gerakan miring dan
dengan jalan menyerong tangannya cepat bergerak dan tahu
tahu golok itu telah berpindah ke dalam tangannya! Dengan
gemas sekali pemuda ini lalu menekuk golok itu sehingga
patah menjadi tiga! Semua orang terkejut sekali
menyaksikan demonstrasi tenaga yang luar biasa ini, akan
tetapi pengeroyokan tetap saja makin merapat, Ciang Le
menggerakkan kaki tangannya dan kembali robohlah empat
orang pengeroyok sambil mengaduh aduh. Pemuda itu
masih dapat mengendalikan perasaannya, maka yang roboh
itu hanya terluka ringan saja, tidak sampai membahayakan
jiwanya.
Mendadak terdengar bentakan nyaring, “Mundur
semua!” Dan aneh, baik para pengemis maupun penjaga
kota yang sedang mengeroyok Ciang Le, ketika mendengar
bentakan ini, tiba tiba menahan senjata masing masing dan
cepat melompat mundur. Mereka kini berdiri dengan penuh
hormat dan ada pula sebagian yang menolong kawan
kawan mereka dan membawa pergi dari tempat itu. Kini
Ciang Le berdiri di tengah tengah, dikurung oleh banyak
orang dan di tempat pertempuran tadi yang nampak
sekarang hanyalah bekas bekas darah di atas tanah saja.
Pemuda itu sendiri biarpun masih tenang dan napasnya
masih biasa saja, namun wajahnya yang tampan nampak
kemerahan dan beberapa butir peluh membasahi jidatnya.
Sebelum ia mengerti mengapa orang orang yang
mengeroyoknya mundur dan siapa yang mengeluarkan
bentakan tadi, terdengar angin meniup dari balik orang
orang itu melompat masuk tiga orang yang aneh sekali
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
keadaannya. Tiga orang inipun berpakaian sebagai
pengemis, akan tetapi kantong yang menghiasi baju mereka
hanya sebuah saja, tanda bahwa mereka bertiga adalah
tokoh tokoh Hek kin kaipang kelas satu!
Ciang Le benar benar terkejut melihat tiga orang ini.
Orang pertama adalah seorang kakek yang sukar sekali
diduga berapa usianya. Tubuhnya kecil dan bongkok
sehingga tubuh itu hampir melingkar bulat seperti tubuh
trenggiling. Kalau diperhatikan sungguh menggelikan
karena tinggi kakek ini hanya setengah orang saja dan
bagian tubuh yang paling tinggi bukanlah kepalanya
melainkan punggungnya yang berpunuk seperti onta itu!
Kepalanya tergantung di depan perut, dan kini ia berdongak
memandang kepada Ciang Le dengan sepasang matanya
yang kecil akan tetapi bersinar tajam. Kedua kakinya
telanjang dan nampak jari jari kaki yang mekar seperti cakar
bebek. Ia memegang sebatang tongkat hitam yang
panjangnya hanya tiga kaki. Kakek ini memandang kepada
Ciang Le sambil mengeluarkan suara ketawa seperti burung
kakatua.
Orang kedua adalah seorang nenek, seorang pengemis
wanita yang usianya paling sedikit enam puluh tahun.
Pakaiannya yang tambal tambalan itu berkembang
kembang sehingga nampak lucu sekali. Wajahnya sangat
putih, kepucat pucatan dan seluruh air mukanya
membayangkan kekecewaan dan kedukaan hati. Yang
menarik hati adalah bekas luka di sekeliling lehernya,
seakan akan leher itu pernah dipotong lalu disambung lagi.
Nenek ini tidak memegang tongkat seperti pengemis
pengemis lain, melainkan membawa siang kiam (sepasang
pedang) yang gagangnya nampak tersembul di balik
punggungnya sebelah kiri. Juga nenek ini memandang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kepada Ciang Le dengan mata tajam, dan mulutnya makin
mewek seperti mau menangis.
“Dia pantas sekali untuk siocia!” kata nenek ini
mengangguk angguk dan matanya memandang kepada
Ciang Le seperti seorang pembeli sedang menaksir sebuah
barang yang menarik. Pemuda ini merasa jengah juga
menerima pandangan mata seperti itu. Ia melirik ke arah
orang ke tiga yang juga aneh. Orang ke tiga ini seorang
pengemis tua berambut putih dan wajahnya biarpun sudah
tua, masih membayangkan ketampanan. Sayangnya kakek
tua yang kelihatan tampan dan gagah ini hanya mempunyai
kaki kanan saja, adapun kaki kirinya sebatas lutut telah
hilang. Kakek ke tiga ini memegang dua batang tongkat
yang sama panjangnya, kira kira empat kaki.
“Masih kurang pantas. Ia tidak setampan aku ketika
muda!” kakek ke tiga ini berkata sambil menarik bibirnya
mengejek.
Ciang Le maklum bahwa ia berhadapan dengan tokoh
tokoh tertinggi dari Hek kin kai pang, maka cepat ia
memberi hormat dengan mengangkat tangan yang
dirangkap di depan dada sambil membungkuk.
“Sam wi pangcu, aku merasa menyesal sekali bahwa
telah terjadi keributan antara aku dan anak buahmu. Semua
ini bukan karena aku yang muda sengaja hendak mencari
permusuhan, sama sekali tidak. Sebetulnya soalnya kecil
saja yakni ditimbulkan oleh dua orang anak buahmu yang
memukuli seorang siucai. Aku menegur dan akibatnya aku
dikeroyok. Oleh karena itu, harap saja sam wi yang lebih
luas pertimbangannya, suka menghabiskan urusan ini.”
Kakek yang bongkok itu tertawa cekikikan, “Heh heh,
dia menyebut kita pangcu (ketua). Heh heh heh!”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
“Apakah kau yang disebut Hwa I Eng hiong? ” kakek ke
tiga bertanya.
Ciang Le mengangguk. “Aku yang rendah memang
dijuluki orang demikian, sungguh tidak sesuai dengan
kepandaianku yang rendah.”
Kini nenek itu melangkah maju. “Benar benar kau Hwa I
Enghiong? ” tanyanya. Ketika Ciang Le mengangguk,
nenek itu lalu tersenyum dan berkata, “Kalau begitu aku
harus memberi selamat kepadamu!” setelah berkata
demikian, ia lalu menjura dan merangkap kedua tangan di
dada sambil mem ungkukkar tubuhnya.
Ciang Le terkejut sekali karena ia menduga bahwa
gerakan ini adalah semacam pukulan gelap yang dilakukan
dengan tenaga lweekang yang tinggi. Benar saja dugaannya
ketika ia merasa ada angin menyambar dari kedua kepalan
tangan nenek itu ke arah dadanya. Baiknya ia tadi telah
menaruh hati curiga, maka kini ia cepat mengangkat kedua
tangan ke depan dada dan mendorongnya ke depan sambil
mengerahkan lweekangnya pula.
Akibatnya membuat pemuda dan nenek itu keduanya
terkejut. Benturan tenaga lweekang ini membuat Ciang Le
terpaksa mundur dua langkah. Adapun nenek itu menjadi
terhuyung ke belakang sampai tiga tindak! Ini saja sudah
membuat nenek itu kagum sekali, sebaliknya Ciang Le
diam diam terkejut. Ia tahu bahwa tenaga lweekang dari
nenek ini hanya berbeda sedikit saja dari padanya, padahal
ia telah digembleng secara hebat oleh Thian Lo mo, tokoh
besar ahli lweekeh itu. Baru nenek ini saja sudah demikian
lihai, apalagi dua orang kakek yang aneh ini.
Tiba tiba kakek bongkok itu mengulur tangan dan
sebelum Ciang Le dapat mengelak, tangannya telah
terpegang oleh tangan kakek itu yang sambil terkekeh kekeh
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
berkata. “Bukan di sini tempat bicara. Hayo kau ikut
dengan kami!” Setelah berkata demikian, ia melompat cepat
dengan tangan masih memegangi tangan Ciang Le. Pemuda
ini merasakan tarikan yang kuat sekali. Ia tidak mau
mempergunakan kekerasan, maka iapun lalu menggenjot
kakinya dan mengikuti kakek ini melompati kepala orang
orang yang tadi mengelilinginya. Nenek itu dan kakek
buntung juga melompat sehingga dalam sekejap mata saja
empat orang ini lenyap dari tempat itu. Jalan raya yang
tadinya penuh sesak itu kini menjadi biasa kembali,
ditinggalkan oleh para penonton yang berjubel di situ.
Ciang Le berlari cepat di sebelah kakek bongkok. Ia
merasa betapa cengkeraman tangan kakek ini benar benar
kuat. Baiknya ia sendiri memiliki ilmu lari cepat yang sudah
mencapai tingkat tinggi sehingga ia dapat mengimbangi
kecepatan si bongkok. Kalau tidak, tentu ia akan terseret
dan tangannya akan terasa sakit.
Setelah berlari lari beberapa lama akhirnya kakek
bongkok itu berhenti di depan sebuah rumah gedung yang
penuh tanaman kembang di halaman depan. Rumah
gedung itu tidak terlalu besar, akan tetapi benar benar
mungil dan cantik sekali. Nampak demikian bersih
terpelihara.
Ketika kakek bongkok itu hendak memasuki halaman
gedung ini, Ciang Le merasa sangsi dan berkuatir kalau
kalau ia akan terjebak. Sambil mempergunakan Ilmu Sia
kut hoat, ia membetot tangannya dan sekali tarik, saja
tangannya yang digenggam oleh kakek bongkok telah
terlepas! Si bongkok memandangnya dengan kagum dan
perlahan lahan mukanya menjadi merah. Ia telah kena
dipermainkan oleh pemuda ini. Melihat bahwa pemuda ini
pandai Ilmu Sia kut hoat, kalau tadi tadi pemuda ini
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menghendaki tentu sudah dapat melepaskan tangannya
yang terpegang!
“Hwa I Enghiong, apakah kau takut memasuki rumah
kami? ” tanya nenek yang sudah berada dibelakang mereka
pula bersama, kakek buntung.
Ciang Le tertegun. Tidak saja ia mendapat kenyataan
bahwa nenek dan kakek buntung itupun memiliki ilmu lari
cepat yang hebat juga ia merasa aneh melihat betapa tiga
orang ketua Hek kin kaipang ini dapat tinggal di dalam
sebuah gedung yang demikian indah yang agaknya hanya
patut ditinggali seorang bangsawan tinggi! Akan tetapi,
karena nenek itu menyangkanya takut, ia menjadi panas
hati. Betapapun tiaggi kepandaian tiga orang aneh ini belum
cukup untuk mendatangkan rasa takut dalam hatinya! Ia
menjawab dengan gagah, “Mengapa aku harus takut?
Hanya orang bersalah saja yang dapat takut dan dalam hal
ini, aku tidak merasa bersalah.”
Kemudian dengan langkah tenang dan dada terangkat,
Ciang Le mengikuti mereka memasuki rumah indah itu.
Seorang pelayan dengan pakaian bersih dan sikap sopan
sekali membuka pintu dan membungkuk dengan hormat
sekali seakan akan yang datang bukanlah seorang pemuda
dan tiga orang pengemis, melainkan orang orang
bangsawan agung!
Tiga orang tua itu membawanya menuju ke sebuah
ruangan di bagian kiri gedung, sebuah ruangan yang amat
luas. Melihat betapa keadaan ruangan ini berlantai bersih
dan datar juga bangku bangkunya dan meja terletak di
sudut sehingga di bagian tengah kosong, Ciang Le dapat
menduga bahwa ini tentulah ruang bermain silat.
Pada saat itu, tiba tiba Ciang Le mendengar suara kim
(alat musik bertali) yang dipukul dengan merdunya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Kembali ia tertegun karena suara ini memang amat pantas
terdengar dari sebuah gedung indah, tanda bahwa
penghuninya adalah seorang seniman terpelajar. Akan
tetapi mengapa tiga orang pengemis tua ini bersikap seakan
akan mereka yang menjadi tuan rumah? Selagi ia
menikmati suara kim yang merdu itu, tiba tiba terdengar
suara lain, suara yang jauh berlainan dengan suara
tetabuhan itu. Kali ini yang terdengar datang dari arah
belakang, yakni suara orang orang berkeluh kesah,
menangis, mengerang, pendeknya suara banyak orang
sedang menderita sedih dan sakit! Akan tetapi, suara kim
yang terdengar dari sebelah kanan gedung itu masih saja
berbunyi, seakan akan mengiringi tangis dan keluh kesah itu
yang dianggap oleh penabuh kim sebagai nyanyian yang
enak didengar agaknya!
Melihat keheranan Ciang Le, nenek itu tertawa terkekeh
kekeh. “Anak muda, kau menjadi tamu agung kami, dan
agaknya kau tertarik oleh bunyi dan suara itu. Apakah kau
ingin menyaksikan dengan mata sendiri? ”
Biarpun ia tidak suka dianggap sebagai seorang yang
lancang dan ingin mengetahui keadaan rumah orang,
namun tangis dan keluh kesah itu membuat Ciang Le curiga
kalau kalau di dalam rumah ini terjadi kejahatan, maka ia
lalu menganggukkan kepalanya.
Kakek bongkok dan kakek buntung itu agaknya tidak
setuju kemudian menggerakkan tangannya akan tetapi
mereka itu dibantah oleh nenek tadi dengan kata kata,
“Sebagai seorang calon pasangan pangcu, tentu saja berhak
mengetahui segalanya.” Kemudian ia lalu mendahului dan
mengajak Ciang Le masuk ke ruangan belakang. Ciang Le
mengikuti nenek ini dan di belakangnya, dua orang kekek
itupun berjalan sehingga ia seakan akan dikurung di tengah
tengah. Biarpun mereka bertiga tidak memperlihatkan sikap
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
yang mencurigakan, diam diam Ciang Le maklum bahwa
dia dijaga keras oleh tiga orang aneh ini.
Setibanya di belakang, nenek itu lalu melompat ke atas
dinding tembok. Ciang Le ikut melompat pula dan di
belakang tembok itu ia menyaksikan pemandangan yang
aneh dan juga menawan hati. Di belakang dinding itu
ternyata merupakan sebuah taman yang cukup indah dan
luas sekali. Banyak macam bunga bunga mekar semerbak di
situ. Akan tetapi yang amat aneh adalah banyaknya orang
orang yang bekerja di situ. Biasanya untuk sebuah taman
bunga, dua atau tiga orang tukang kebun saja sudah cukup.
Akan tetapi di dalam taman ini nampak orang orang yang
jumlahnya sampai tiga puluh orang lebih! Mereka ini
bekerja mengurus taman bunga dan ketika Ciang Le
memperhatikan, ternyata bahwa keadaan mereka amat
sengsara. Pakaian mereka pecah pecah dan tambal
tambalan, dan biarpun ada yang pakaiannya cukup baik,
namun rata rata mereka itu pucat pucat bahkan ada
beberapa orang yang menderita luka tanpa diobati!
Ketika orang orang itu melihat nenek dan dua orang
kakek tadi berdiri di atas dinding tembok bersama seorang
pemuda, tiba tiba saja semua tangis dan keluh kesah itu
lenyap dan berhenti. Semua orang lalu sibuk bekerja,
nampaknya mereka takut sekali menghadapi tiga orang tua
itu!
“He, orang she Kwe! Kau kembali menangis, ya? Awas,
sekali lagi kumendengar kau meraung raung seperti anjing
hukumanmu akan kutambah sepuluh tahun lagi! Ini,
rasakan untuk peringatan!” nenek itu berseru keras dan
tangan kirinya bergerak kearah seorang yang sedang berdiri
di dekat sebatang pohon bunga sambil membuangi daun
daun kering. Ciang Le melihat sinar hitam melayang dari
tangan nenek itu dan orang tadi terjungkal. Sebatang touw
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kut teng (paku penembus tulang) telah menancap pada
pundak orang itu yang biarpun meringis meringis kesakitan
sambil memegangi pundaknya, namun sama sekali tidak
berani menangis atau mengeluarkan suara!
Ciang Le terkejut dan marah sekali. “Kau kejam sekali!”
teriaknya, akan tetapi nenek itu memandang kepadanya
dengan mata mendelik dan menudingkan jari tangan ke
arah lehernya.
“Kejam? Apakah artinya pundak tertancap paku dengan
luka di leherku ini? Tahukah kau bahwa luka ini
ditimbulkan oleh guratan golok sehingga leherku hampir
putus? ”
Ciang Le tertegun karena ia tidak mengerti apakah
artinya semua ini. Tiga orang tua itu melompat turun ke
tempat tadi dan terpaksa Ciang Le ikut melompat turun
pula. Ia tadi telah melihat bahwa air muka orang orang
yang berada di dalam taman bunga itu menunjukkan watak
orang orang yang kurang baik kelakuannya. Akan tetapi
tetap saja ia merasa penasaran mengapa orang orang itu
disiksa seperti itu dan mengapa pula mereka dikumpulkan
di tempat itu. Lagi pula, di antara orang orang itu ia juga
melihat pengemis pengemis berikat pinggang hitam,
anggauta anggauta Hek kin kaipang.
“Sam wi pangcu (tiga saudara ketua), apakah artinya
pemandangan itu? Siapakah mereka dan mengapa mereka
berada di tempat itu? ” tanya Ciang Le karena pemuda itu
tak dapat menahan hatinya lagi.
“Mereka itu orang orang hukuman!” jawab nenek itu
sambil menyeringai.
“Orang orang hukuman? Apa kesalahan mereka dan
mengapa dihukum di sini? ”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
“Hwa I Enghiong, dari siapakah kau belajar menyelidik
keadaan dalam rumah tangga lain orang? ” Si bongkok tiba
tiba menegurnya dan merahlah wajah Ciang Le.
Sesungguhnya, taman bunga itu masih menjadi bagian dari
gedung ini dan apa yang terjadi di dalam taman Itu masih
merupakan peristiwa dalam rumah tangga lain orang
“Sekarang marilah kau menyaksikan dengan mata sendiri
suara lain yang datang dari bangunan sebelah kanan itu,”
kata nenek itu pula. Memang suara kim yang ditabuh itu
masih terdengar dengan nyaring dan amat merdunya. Ciang
Le mengikuti tiga orang itu menuju ke arah datangnya
suara.
Mereka tiba di sebuah ruangan yang luas akan tetapi
pintu yang lebar terbuka itu tertutup oleh tirai yang halus
sehingga dari luar orang dapat melihat bayangan di sebelah
dalam. Tercenganglah Ciang Le ketika melihat keadaan
bagian ini. Ruangan itu amat indah dan bersih, dihias
dengan perabot perabot rumah yang serba indah dan mahal.
Juga dari tirai halus itu semerbak bau yang amat harum.
Ketika ia memandang ke dalam, tiba tiba matanya terpaku
pada sebuah pemandangan yang amat menarik hati. Di
sudut ruangan itu, duduk di atas lantai yang ditilami kasur
beralaskan sutera merah muda, nampak seorang gadis yang
cantik jelita. Gadis ini kelihatan seperti seorang bidadari
saja dari luar tirai, berpakaian hijau berkembang yang indah
sekali dan cara duduknya amat luwes dan. menarik hati. Di
depannya terletak sebuah alat tetabuhan kim yang
dimainkannya dengan asyik. Sepuluh jari tangannya yang
runeing bergerak gerak dan mukanya tunduk memandang
alat tetabuhan itu.
Tiba tiba gadis itu mengangkat muka, seakan akan
pandang mata yang penuh kekaguman dari Ciang Le terasa
olehnya. Sepasang mata yang lebar dan jeli menatap ke
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
arah tirai dan Ciang Le segera menundukkan mukanya
yang berobah merah. Benar benar ia merasa malu karena
sungguh tidak sopan memandang seorang gadis di dalam
kamarnya ia lalu membalikkan tubuhnya dan berjalan pergi
dari pintu, diikuti oleh tiga orang pengemis tua itu yang
tersenyum senyum.
“Dia cantik jelita bukan? Pernahkah kau melihat
seorang gadis yang secantik dia? ” tanya nenek itu.
“Siapakah dia? ? ” tanya Ciang Le.
Nenek itu tertawa cekikikan. “Heh heh, kau tergila gila
kepadanya bukan? Heh heh heh, laki laki mana yang
takkan tergila gila melihat dia? Kau boleh menyebut dia
pangcu, Siocia atau Sianli (Ketua, Nona, atau Dewi)!”
“Pangcu? Nona itu ketua dari apakah? ”
Kini si buntung tertawa geli. “Anak bodoh, dialah
pangcu dari perkumpulan kami!”
Bukan main herannya hati Ciang Le mendengar ini.
Nona pemain kim tadi ketua dari Hek kin kaipang?
Sungguh sukar untuk dapat dipercaya!
Sementara itu, mereka telah tiba kembali di ruang
pertama, yakni ruang lian bu thia. Nenek itu lalu berkata.
“Sekarang bersiaplah kau, orang muda. Tidak sembarangan
orang boleh memasuki rumah ini. Dalam pandangan kami,
kau cukup memenuhi syarat, kecuali sebuah lagi, yakni kau
harus dapat menghadapi kami bertiga selama lima puluh
jurus lebih!”
Ciang Le mengerutkan kening. “Apakah artinya ini?
Aku datang atas undangan cuwi, bukan kehendakku sendiri
dan aku sama sekali tidak hendak mencari permusuhan dan
pertempuran.”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
“Ha ha ha, kau takut? ” tanya si kakek buntung.
“Siapa bilang aku takut? Aku hanya hendak mencegah
pertempuran tanpa alasan.”
“Tanpa alasan katamu? ” si bongkok membentak, “Kau
telah mengacau kota Taigoan telah merobohkan banyak
anak buah kami dan para penjaga kota, dan kau bilang
tanpa alasan? Anak muda, kami masih belum
membunuhmu boleh dibilang sudah cukup baik dan sabar.
Kalau tidak Bi Mo Ii (Setan Wanita Cantik) ini yang
membuat gara gara hendak menjadi comblang, sudah
semenjak tadi kau mampus! Hayo kau boleh
memperlihatkan kepandaianmu!” Setelah berkata demikian,
si bongkok ini lalu menggerakkan tongkat pendeknya untuk
menyerang dengan sebuah totokan ke arah ulu hati pemuda
itu. Berbareng pada saat itu, sambil tertawa tawa, nenek
itupun telah menyerang dengan siang kiam (sepasang
pedang) dan si kakek buntung telah menggerakkan kedua
tongkatnya!
Ciang Le terkejut bukan main. Ia cepat menggerakkan
tangan ke arah punggungnya dan tiba tiba berkelebat sinar
emas ketika Kim kong kiam berada di tangannya dan cepat
ia menggerakkan pedang itu untuk menangkis senjata
lawan. Terdengar suara nyaring diikuti oleh bunga api
berpijar. Tiga orang pengemis tua itu mengeluarkan seruan
kaget dan mereka menahan senjata masing masing.
“Kau pernah apa dengan Thian Te Siang mo? ? ” teriak
nenek itu dengan wajah pucat.
“Thian Te Siang mo adalah guruku,” jawab Ciang Le
dengan tenang dan diam diam ia merasa girang karena
agaknya, seperti kakek pemelihara ular itu, tiga orang tua
ini sudah pernah bertemu dengan kedua orang suhunya dan
agaknya jerih menghadapi pedangnya yang dahulu menjadi
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
senjata dari Te Lo mo, gurunya ke dua. Akan tetapi rasa
girang ini berobah menjadi gelisah ketika ia melihat sikap
nenek itu. Tiba tiba saja nenek ini memaki maki.
“Thian Te Siang mo, keparat terkutuk! Sekarang aku
mendapat kesempatan untuk mencincang hancur tubah
muridmu!” Setelah berkata demikian, sepasang pedangnya
bergerak dengan ganas dan cepatnya, dibantu pula oleh dua
orang kakek itu.
Terpaksa Ciang Le melayani mereka dan sebentar saja ia
terkurung rapat rapat. Pemuda ini harus mainkan Kim kong
Kiam sut dengan cepat dan sungguh sungguh, karena,
serangan serangan tiga orang lawannya ini benar benar
hebat dan lihai. Diam diam ia memikir dengan heran
siapakah mereka ini dan mengapa agaknya nenek itu
membenci kedua orang gurunya.
Seperti telah disebutkan di bagian depan, tiga orang tua
ini adalah pemimpin pemimpin Hek sin kaipang tingkat
satu, yakni tingkat tertinggi. Nenek itu berjuluk Bi Mo li
(Setan Wanita Cantik), kakek bongkok itu berjuluk Beng
san kui (Setan Ganung Sakti), dan kakek yang buntung kaki
kirinya itu berjuluk Siang tung him (Biruang Bertongkat
Dua).
Melihat cara tiga orang tua itu menyerangnya, Ciang Le
diam diam menjadi sibuk juga. Tiga orang tua itu kini
bukan lagi hendak mencoba kepandaian, melainkan
menyerang dengan mati matian! Agaknya karena ia murid
Thian Te Siang mo, tiga orang ini menjadi benci kepadanya
dan hendak membunuhnya, terutama sekali nenek yang
lihai itu. Ilmu pedang dari nenek itu benar benar lihai sekali
dan ditambah pula dengan permainan tongkat si bongkok
dan sepasang tongkat si buntung, benar benar Ciang Le
terdesak hebat. Pemuda ini tidak mau mengalah begitu saja,
tadinya memang ia terdesak karena ia memang tidak
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
membalas serangan serangan mereka dengan sungguh
sungguh, kuatir kalau kalau melukai mereka. Sekarang
melihat betapa tiga orang tua itu menyerangnya dengan
sungguh sungguh dan mati matian, terpaksa iapun
membalas dengan serangan yang amat lihai dari Ilmu
Pedang Kim kong Kiam sut.
Ilmu Pedang Kim kong Kiam sut yang ia pelajari dari Te
Lo mo ini memang benar benar luar biasa sekali. Pedang di
tangannya lenyap berobah menjadi segulungan cahaya
kekuningan seperti emas dan merupakan benteng kuat
sekali yang melindungi seluruh tubuhnya dari serangan
senjata senjata lawannya. Bahkan kadang kadang gulungan
sinar pedang itu mendesak hebat sekali sehingga setiap kali
senjata lawan terbentur, lawan lawannya mengeluarkan
suara kaget! karena merasa telapak tangannya tergetar
hebat! Kalau sekiranya tidak dikeroyok tiga, sudah dapat
dipastikan bahwa Ciang Le tentu akan dapat dirobohkan
lawannya Biarpun dalam hal lweekang dan ginkang tidak
boleh dikatakan kepandaian dan tingkatnya lebih tinggi,
namun dengan Ilmu Pedang Kim kong Kiam sut, ternyata
ia menjadi lebih unggul dari pada semua lawannya.
Akan tetapi, karena tenaga dan kepandaian tiga orang
pengemis tua yang aneh itu tergabung dan mereka ternyata
dapat bekerja sama dengan baik dan teratur sekali, maka
Ciang Le akhirnya menjadi kewalahan dan terdesak hebat!
Betapapun juga, berkat daya tahan Kim kong Kiam sut
yang rapat dan kuat, ia masih dapat mempertahankan diri
dan agaknya tidak akan mudah bagi tiga orang tua itu
untuk mengalahkannya. Berbeda dengan mereka yang
sudah tua sekali, Cian Le masih muda dan tenaga serta
napasnya kuat.
Seratus jurus telah lewat dan tiga orang tua itu menjadi
penasaran sekali. Kalau saja pemuda ini tidak mengaku
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sebagai murid Thian Le Siang mo, agaknya nenek itu
menjadi makin kagum dan suka kepada pemuda ini yang
dianggapnya betul betul berharga menjadi jodoh Siocianya.
Tiba tiba bayangan hijau melayang keluar dari pintu
kanan, dan terdengar bentakan halus akan tetapi nyaring
dan amat berpengaruh, “Kalian bertiga mundurlah!”
Sungguh mengherankan Ciang Le, karena tiga orang tua
itu bagaikan tentara tentara mendengar perintah seorang
atasan yang berpangkat tinggi, serentak lalu melompat
mundur dan menahan senjata mereka. Kemudian mereka
bertiga memandang ke arah orang yang baru muncul ini
dengan sikap penuh hormat.
Adapun Ciang Le ketika melihat siapa orangnya yang
datang mukanya menjadi merah dan iapun memandang
dengan kagum. Ternyata bahwa orang itu adalah nona
berbaju hijau berkembang yang tadi menabuh kim di dalam
kamar bertirai itu, nona yang kini nampak lebih cantik dari
pada tadi. Nona ini bertubuh ramping dan berisi, kini
memakai pakaian yang ringkas. Rambutnya yang hitam dan
panjang itu digelung ke atas dan diikat dengan pengikat
rambut terbuat daripada permata yang berkilauan. Di
belakang pundaknya nampak gagang siang to (sepasang
golok) terbuat daripada emas yang terhias permata hijau
pula. Sepatunya yeng tinggi berwarna hitam. Bukan main
gagah dan cantiknya nona ini, dan kulit mukanya yang
putih kemerah merahan itu demikian halus sehingga seakan
akan amat tipis. Diam diam Ciang Le harus akui bahwa
selama hidupnya belum pernah ia melihat seorang gadis
yang lebih cantik dari pada nona ini. Karena ia teringat
akan penuturan nenek tadi bahwa nona manis ini adalah
ketua dari Hek kin kaipang, maka cepat Ciang Le menjura
kepada nona itu dengan hormat setelah menyimpan
pedangnya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
“Pangcu (ketua), harap kau suka maafkan padaku telah
berani datang ke rumahmu yang indah dan membikin ribut.
Percayalah aku hanya terpaksa oleh tiga orang tua yang
berkepala batu ini!”
Nona itu tersenyum dan sepasang matanya berseri
gembira, Ciang Le melihat sederetan gigi yang putih
bagaikan batu kemala di lingkungan bibir yang berbentuk
manis dan berwarna merah.
“Hwa I Enghiong, aku paling benci disebut ketua,
sungguhpun aku memang menjadi pemimpin Hek kin
kaipang. Namaku Kiang Cun Eng, bukankah lebih sedap
didengar kalau kau menyebut namaku saja tanpa segala
sebutan sungkan dan pangcu pangcuan? ” Kembali ia
tersenyum manis sekali dengan lesung pipit di pipi
kanannya, sedangkan sepasang matanya yang lihai itu
mengerling melebihi tajamnya pedang Kim kong kiam!
Melihat gerak bibir, lirikan mata, dan gerak gerik wajah
nona ini, yakinlah Ciang Le bahwa benar benar ia
berhadapan dengan seorang gadis yang luar biasa
cantiknya. Akan tetapi cara gadis itu mainkan bibir dan
mata mendatangkan rasa jengah dan tidak enak dalam hati
Ciang Le dan berbareng menimbulkan rasa tidak suka.
Gadis ini memiliki sifat tidak baik dan genit, pikir Ciang Le,
dan sekaligus berkuranglah kekagumannya.
Akan tetapi ketika ia memandang kepada gagang golok
di belakang pundak gadis itu, teringatlah ia akan sesuatu
dan diam diam ia menjadi gelisah. Baru menghadapi
keroyokan tiga orang pemimpin tingkat satu tadi saja ia
sudah kewalahan. Gadis cantik ini sebagai ketua sudah
tentu saja memiliki kepandaian yang lebih tinggi dari pada
kepandaian tiga orang pengemis tua itu. Kalau saja harus
menghadapi gadis ini saja, ia boleh mengerahkan seluruh
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kepandaiannya dan mustahil kalau ia akan kalah. Akan
tetapi bagaimana kalau dikeroyok empat?
Kemudian gadis itu yang melihat Ciang Le diam saja,
lalu berkata kepada tiga orang pembantunya, “Bi Mo li,
bersihkan kamar tamu sebelah barat! Beng san kui,
perintahkan kepada restoran yang paling besar untuk
mengirim hidangan hidangan yang paling baik, dan kau,
Siang tung him beritahukan kepala daerah bahwa urusan
dengan Hwa I Enghiong sudah beres dan malam ini
diadakan perjamuan untuk menghormatinya di sini, minta
dia datang!”
Tidak saja Ciang Le yang menjadi tercengang
mendengar ini, bahkan tiga orang pembantunya itupun
menjadi tertegun. Apalagi nenek itu, ia kelihatan tidak
senang sekali.
“Nona, ketahuilah bahwa orang ini adalah murid Thian
Te Siang mo musuh musuh besar kita!” kata nenek itu.
Akan tetapi Beng san kui dan Siang tung him tidak
membantah perintah nona ini.
“Baik, pangcu!” jawab Beng san kui.
Aku pergi, nona.” kata Siang tung him dan dua orang
kakek ini sekali berkelebat saja sudah melompat keluar dari
ruangan itu Kini Kiang Cun Eng, ketua Hek kin kai pang
itu menoleh kepada Bi Mo li dan pandangan matanya yang
tadinya lunak dan mesra itu berobah menjadi ganas.
“Bi Mo li, sudah berapakali kau selalu membantah
perintahku? Apakah kau ingin melihat golokku bergerak
lebih keras lagi? Hwa I Enghiong adalah tamu agung
bagiku yang harus kuhormati. Aku suka padanya tidak
perduli ia putera siapa dan murid siapa! Hayo lekas
jalankan perintahku!”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Bi Mo li masih mengerutkan keningnya dan memandang
kepada Ciang Le dengan mata berapi, akan tetapi sekali saja
Kiang Cun Eng menggerakkan kedua tangannya
kebelakang, tahu tahu sepasang golok yang putih berkilauan
saking tajamnya telah berada di kedua tangan yang kecil
halus itu!
“Bi Mo li, lekas pergi! Jangan tunggu sampai tanganku
melakukan gerakan ke dua!”
Kini Ciang Le melihat betapa Bi Mo li menjadi pucat
mukanya, dan setelah mengerling sekali lagi ke arahnya
dengan penuh kebencian, nenek itu lalu pergi terhuyung
huyung ke belakang, untuk melakukan perintah ketua yang
cantik itu.
Ciang Le benar benar merasa terkejut dan heran.
Alangkah besar kekuasaan dan pengaruh nona ini Tiga
orang tua yang memiliki kepandaian demikian tinggi seakan
akan tiga ekor anjing peliharaan saja yang merangkak
rangkak ketakutan di depan kakinya.
“Pangcu….”
Muka manis yang tadinya berubah seram dan ganas, kini
melembut dan pandangan matanya mesra lagi ketika
ditujukan kepada wajah Ciang Le yang tampan.
“Hwa I Enghiong, ingat namaku Kiang Cun Eng.”
“Kiang pangcu (ketua Kiang)....”
“Jangan menyebutku ketua!”
Ciang Le menghela napas. Nona ini benar benar aneh,
“Kiang siocia (nona Kiang),” katanya kewalahan, “harap
kau jangan berlaku sungkan. Aku bukanlah tamu agung dan
aku tidak ingin tinggal lama lama di rumahmu dan
mengganggu kalian. Sudahlah, biarkan aku pergi saja. Lain
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kali aku akan menghaturkan terima kasih atas
kemurahanmu terhadapku.”
Kiang Cun Eng menggeleng geleng kepalanya. “Tidak
bisa, tidak bisa! Apakah kau ingin menghinaku? Kau
datang dan kuanggap sebagai tamuku, hidangan sudah
disiapkan, bahkan kepala daerah Taigoan sudah kupanggil.
Jangan kau membikin malu aku, Hwa I Enghiong. Apa
akan kata orang kalau mendengar bahwa undangan yang
ramah tamah dan penuh sikap persahabatan dari ketua Hek
kin kaipang ditolak mentah mentah oleh Hwa I Enghiong?”
Ciang Le beripikir cepat. Memang tidak baik kalau ia
memaksa meningagalkan dan menolak undangan itu. Ketua
ini telah berlaku manis padanya. Melihat betapa ketua ini
dapat memanggil kepala daerah dan betapa tadi ketika ia
bertempur menghadapi anggauta anggauta Hek kin kaipang
para penjaga kota juga membantu perkumpulan pengemis
itu, tahulah dia bahwa perkumpulan ini mendapat
dukungan dari pemerintah setempat! Hal ini benar benar
amat aneh dan ia harus dapat menyelidikinya. Apa lagi
tentang orang orang yang berada di taman bunga di
belakang gedung ini.
“Baiklah, nona. Aku tidak berani mengecewakan
hatimu, sungguhpun aku terlampau dihormati dan merasa
sungkan sekali “
Gadis itu tertawa dengan manis sekali. Ia nampak girang
bukan main dan seperti seorang anak kecil, tangannya
menyambar dan memegang tangan Ciang Le. Gerakan ini
cepat sekali sehingga sebelum pemuda itu dapat mengelak,
tangannya sudah terpegang dan ditarik tarik.
“Hwa I Enghiong, hayo ikut aku. Aku akan mainkan
kim dan bernyanyi untukmu.” Dengan gaya menarik, genit
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dan manja sekali nona cantik itu membetot betot tangan
Ciang Le.
Tentu saja wajah Ciang Le menjadi merah seperti
kepiting direbus! Ia merasa betapa jari jari tangan yang
halus menekan tangannya dengan mesra dan wajah gadis
itu menatapnya berseri seri dan sinar matanya penuh arti!
Untuk melenyapkan rasa jengahnya, Hwa I Enghiong
tersenyum dan berkata, “Kiang siocia, aku sudah mendapat
kehormatan mendengarkan kau mainkan kim yang benar
benar merdu sekali tadi ketika aku dibawa datang oleh tiga
orang tua itu.”
“Aku tahu, akan tetapi yang kumainkan tadi adalah lagu
sedih. Lagu dari seorang puteri kaisar yang meratapi
nasibnya karena tak dapat mendekati pemuda ksatria yang
menjadi idaman hatinya! Sekarang aku hendak
menyanyikan kisah pertemuan kedua teruna remaja itu,
lagu yang gembira!” Sambil berkata demikian, ia terus
menarik tangan Ciang Le ke arah ruang di sebelah barat
yang tertutup tirai halus itu.
Ciang Le benar benar merasa amat jengah, sungkan, dan
serba salah. Ia tadi telah mengerahkan lweekangnya agar
tangannya yang dipegang itu dapat terlepas tanpa
menyinggung nona itu, akan tetapi ia merasa betapa jari jari
tangan itupun mengerahkan lweekang yang tinggi sehingga
mereka bahkan seperti saling menekan dengan mesra! Oleh
karena ia melihat mata nona itu memandangnya dengan
penuh arti seakan akan menegur “kenakalannya”, ia tidak
berani lagi menarik tangannya dan membiarkan saja dirinya
dituntun seperti kerbau ke dalam kamar yang menyiarkan
bau harum itu.
Kamar itu selain semerbak harum, ternyata juga indah
sekali. Ciang Le berdiri seperti seorang murid bodoh yang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dihukum oleh guru sekolah dan disuruh berdiri di muka
kelas. Ia merasa bingung, malu dan tidak enak. Kalau ia
menggunakan kekerasan, pergi dari tempat itu, Sebentar
saja ia tentu akan dikeroyok dan amat tidak enak
menanamkan bibit permusuhan dengan perkumpulan yang
kuat ini hanya karena ia merasa malu berada di dalam
kamar seorang gadis cantik.
“Silakan duduk, eh, siapa pula namamu? ” tanya Kiang
Cun Eng sambil tertawa dan gadis ini dengan gaya menarik,
lalu menjatuhkan diri duduk di atas lantai yang di tilami
kasur dan bersih.
Ciang Le terpaksa mengambil tempat duduk pula di atas
lantai bertilam itu, sejauh mungkin dari nona rumah dan
duduknya amat tidak leluasa, seakan akan kasur bertilam
sutera yang empuk itu adalah arang membara!
“Aku she Go bernama Ciang Le.” Demikian katanya
singkat sambil melayangkan pandang kepada dinding
kamar yang terhias lukisan lukisan indah dan sajak sajak
terkenal. Hem, selain cantik dan gagah, gadis ini agaknya
ahli pula dalam hal kesusasteraan, pikirnya dan diam diam
ia merasa kagum. Sukarlah mencari seorang gadis seperti
ini, sayang sekali ia demikian genit dan manja.
Ketua Hek kin kaipang itu yang sudah mengambil alat
tetabuhannya lalu mulai membunyikannya dan berkata,
“Go enghiong, sekarang dengarkanlah aku bernyanyi
untukmu.” Suaranya diucapkan dengan lagak dibuat buat
dan matanya mengerling penuh arti. Kemudian, diiringi
suara kim yang indah bernyanyilah gadis itu. Kembali
Ciang Le tertegun dan kagum karena suara gadis ini benar
benar merdu sekali.
Akan tetapi ketika ia mendengar kata kata dalam
nyanyian itu, wajahnya yang sudah merah menjadi makin
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
merah dan Ciang Le tidak berani memandang gadis itu.
Gadis in bernyanyi tentang pertemuan seorang puteri
dengan kekasihnya, memuji muji kecantikan puteri itu,
memuji muji ketampanan wajah pemuda kekasihnya,
kemudian tentang pertemuan yang mesra dan romantis itu
dengar kata kata yang tidak kenal malu lagi! Kalau saja
bukan Ciang Le yang mendengar nyanyian ini keluar dari
mulut seorang gadis yang demikian menggiurkan dan
cantik, kalau saja pemuda pemuda biasa yang
mendengarnya, tentu hatinya akan jatuh dan akan
berlututlah dia di depan kaki Kiang Cun Eng memohon
belas kasihan dan cinta kasih. Tentu akan berkobarlah api
nafsu birahi dalam dada pemuda yang mendengarnya
bagaikan api disiram minyak. Akan tetapi Ciang Le adalah
keturunan seorang pahlawan sejati, keturunan Go Sik An
seorang bun bu cwan jai yang terpelajar dan gagah perkasa.
Pula dia adalah murid dari sepasang manusia kembar yang
sakti, murid dari Thian Te Siang mo yang sudah
menggemblengnya semenjak ia masih Kecil sehingga
pemuda ini memiliki kekuatan batin yang cukup teguh.
Maka biarpun mukanya menjadi makin merah sampai ke
telinganya karena ia merasa jengah dan malu, namun di
dalam hatinya terasa kemuakan dan kejemuan mendengar
nyanyian yang tidak kenal kesopanan dan melanggar susila
itu.
Kiang Cun Eng mengakhiri nyanyiannya dengan kata
kata.
“Selagi muda tidak mencari kesenangan dunia. Sesudah
tua, menyesalpun tiada guna!”
Ia mengakhiri nyanyian dan sambil tersenyum senyum
dan sepasang matanya setengah dikatupkan, napasnya agak
terengah engah, gadis itu lalu mendorong kimnya ke
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
samping, kemudian ia menggeser duduknya, mendekati
Ciang Le!
Wajah pemuda itu yang tadinya kemerah merahan, tiba
tiba menjadi pucat dan dengan suara kaku dan kening
berkerut ia berkata.
“Aku tidak setuju dengan kata kata dalam nyanyianmu
itu.”
“Eh, Go kongcu yang manis, apakah kau menganggap
suaraku tidak merdu? ” Kiang Cun Eng telah berada dekat
sekali dan kulit mukanya kemerah merahan menambah
manisnya.
“Suaramu merdu sekali, kau memang pandai
bernyanyi,” terus terang Ciang Le menjawab. Gadis itu
meramkan matanya dan mengeluarkan suara seperti seekor
kucing dibelai kepalanya.
“Aai, kau tidak saja tampan dan gagah akan tetapi juga
pandai memuji dan merayu seorang wanita, kongcu yang
baik. Atau......... bolehkah aku menyebutmu koko saja?
Lebih sedap didengar....” Tangan gadis itu diulur dan
hendak merangkul leher Ciang Le.
Ciang Le menganggap hal ini sudah keterlaluan sekali,
maka ia lalu bangkit berdiri. “Kiang pangcu, aku tidak
sependapat denganmu. Selagi muda mencari kesenangan
dunia adalah perbuatan yang sebodoh bodohnya. Aku juga
mempunyai peribahasa yang berbunyi Selagi muda bersuka
suka, sudah tua banyak menderita, atau selagi muda
beriman kuat, sudah tua akan selamat! Oleh karena itu,
sudah cukuplah kiranya hiburan ini dan perkenankanlah
aku sebagai seorang sahabat yang sama sama menjunjung
tinggi perikebajikan dan keadilan, memberi nasihat dan
minta sesuatu darimu.”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Gadis itupun berdiri dari tempat duduknya dan sepasang
matanya kini bersinar terang, tidak seperti tadi yang
setengah dikatubkan ketika dirinya dikuasai oleh nafsunya
sendiri.
“Nasihat apa yang hendak kauberikan kepadaku dan
permintaan apa yang hendak kauajukan? ”
“Nasihatku kepadamu seperti yang patut kunasihatkan
kepada seorang adik perempuanku. Amat tidak baik
perlakuanmu kepadaku, pangcu. Tidak selagaknya seorang
gadis muda seperti engkau ini membawa seorang pemuda
ke dalam kamarnya dan kemudian kau bersikap menarik
hatinya seperti yang kaulakukan tadi. Adapun
permintaanku kepadamu, berlakulah murah hati terhadap
orang orang yang terkurung di dalam taman bunga di
belakang rumahmu itu. Apapun juga kesalahan mereka,
kau tidak berhak mengurung dan menyiksa mereka di
tempat itu.”
Berkilat kedua mata Cun Eng mendengar kata kata ini.
“Nasihatmu itu tidak ada artinya bagiku, Go enghiong. Aku
bukan anak anak lagi, usiaku sudah dua puluh lebih, dan
seperti kunyatakan dalam nyanyian tadi, selagi muda aku
takkan menyia nyiakan saja kesenangan yang datang
menjelang! Adapun permintaanmu itu, ah, jadi tiga orang
tua bangka tolol itu telah membawamu ke belakang? ”
Ciang Le hanya mengangguk dan keningnya berkerut. Ia
tidak tahu apa yang hendak dilakukan oleh wanita cantik
ini, dan merasa lebih berbahaya menghadapi si cantik ini
dari pada menghadapi musuh musuh lainnya. Kalau
disuruh pilih, ia tentu lebih suka menghadapi keroyokan
tiga orang pemimpin Hek kin kai pang tingkat satu yang
lihai itu daripada harus menghadapi gadis ini di dalam
kamarnya!
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
“Go enghiong, mari kau ikut denganku. Aku hendak
memperlihatkan sesuatu!” Setelah berkata demikian, air
muka gadis itu berubah cepat sekali, kini menjadi sungguh
sungguh dan kekejaman membayang pada wajahnya yang
cantik. Tiba tiba ia menggerakkan kedua tangannya dan
siangto (sepasang golok) tadi telah berada di tangannya.
Kemudian ia melambaikan goloknya mengajak Ciang Le
sambil melompat keluar. Sungguhpun Ciang Le diam diam
menaruh hati curiga, akan tetapi ia tidak mau
memperlihatkan sikap takut. Ia pun lalu menggerakkan
kedua kakinya dan melompat mengikuti gadis itu.
Ternyata Cun Eng membawanya ke belakang dan seperti
tiga orang pemimpin tingkat satu dari Hek kin kaipang tadi,
kini gadis itupun melompat ke atas pagar tembok yang
menutup taman itu.
Kalau tadi ketika berada di situ dengan Bi Mo li dan
kedua orang kawannya. Ciang Le melihat pemandangan
yang aneh karena orang orang di dalam taman itu nampak
ketakutan seperti melihat iblis, sekarang ia melihat
pemandangan yang lebih aneh lagi. Begitu melihat Cun Eng
berdiri di atas tembok dengan sepasang golok di tangan,
orang orang yang tadinya asyik bekerja itu tiba tiba
menjatuhkan diri berlutut semua dan mereka membentur
benturkan jidat di atas tanah seakan akan menghormat
kedatangan seorang puteri raja!
“Toa Sam dan Tangan Seribu, majulah!” terdengar
bentakan nyaring dari Cun Eng.
Dari rombongan orang itu muncul dua orang. Yanp
bernama Toa Sam bertubuh tinggi besar, bermuka brewok
dan matanya sipit, mulutnya mengejek selalu. Orang kedua
yang disebut Tangan Seribu adalah seorang yang kurus kecil
tubuhnya akan tetapi tindakan kakinya cepat dan gesit
sekali. Dua orang itu berdiri lalu berjalan menuju ke depan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
rombongan orang yang berlutut. Di situ mereka juga
berlutut. Si Tangan Seribu menundukkan mukanya, akan
tetapi Toa Sam kadang kadang mengerling ke arah Cun Eng
dan Ciang Le.
“Sudah kami pertimbangkan tentang dosa dosamu dan
sekarang hukuman itu akan di jatuhkan. Bersiaplah kalian!”
Baru saja kata kata ini habis diucapkan, Toa Sam tertawa
dan berkata, “Sayang aku tidak tampan seperti pemuda itu.
Kalau aku tampan, sudah tentu Sianli (Dewi) akan
mengampuni kesalahanku!” Akan tetapi ia tidak diberi
kesempatan untuk bicara lebih lanjut, karena pada saat itu,
dari atas telah menyambar Cun Eng. Benar saja seperti yang
diduga Ciang Le, gadis itu memiliki kepandaian yang luar
biasa sekali, terbukti dari gerakannya yang cepat dan ringan
bagaikan seekor burung walet.
Akan tetapi, kepandaian gadis itu tidak amat
mengejutkan hati Ciang Le, yang membuat ia benar benar
terkejut dan memandang dengan mata terbelalak adalah
ketika ia melihat sinar putih dari kedua batang golok di
tangan Cun Eng itu berkelebat dan tahu tahu menyembur
darah hidup yang mengerikan sekali. Ternyata ketika ia
memandang dengan penuh perhatian, kepala Toa Sam telah
terpisah dari tubuhnya dan Tangan Seribu telah putus
tangan kanannya sebatas siku! Darah mengalir membasahi
rumput di taman itu. Tubuh Toa Sam menggeletak tak
bergerak, hanya darah yang menyembur nyembur dari
lehernya saja yang bergerak Tangan Seribu menggigit gigit
bibir dengan muka pucat, boleh dipuji sekali orang ini
karena biarpun tangannya dibuntungi, ia tidak
mengeluarkan sedikit suara keluhan!
Ciang Le menjadi marah sekali dan hendak melompat
turun dan menegur gadis yang ganas dan kejam itu, tahu
tahu Cun Eng telah melayang dan berdiri di atas tembok di
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sebelahnya lagi. Kejadian itu hanya terjadi sekejap mata
saja, sehingga benar benar sukar dipercaya.
Cun Eng merogoh saku bajunya, mengeluarkan
sebungkus obat lalu melemparkan obat itu kepada Si
Tangan Seribu. “Pakai obat ini dan balut ujung tanganmu
baik baik. Kau sudah menerima hukuman, lekas kau pergi
dari sini!”
Kalau dibicarakan sungguh aneh sekali. Orang yang baru
saja tangannya dibikin buntung dan kini diberi obat lalu
disuruh pergi, kini berlutut menghaturkan terima kasih
kepada gadis yang telah membuatnya bercacad selama
hidupnya itu! Kemudian, dengan sebuah lompatan yang
cukup membuktikan bahwa Si Tangan Seribu itu memiliki
kepandaian lumayan, orang itu telah mengambil bungkusan
obat lalu pergi meninggalkan tempat itu.
Orang orang yang berada di situ masih berlutut dan kini
mereka nampak menggigil seluruh tubuh mereka. Biasanya,
kalau Hek kin kai pangcu (ketua Hek kin kaipang) sudah
datang dengan sepasang goloknya di tangan, dia takkan
pergi sebelum “membagi bagi” hukuman dengan cara yang
amat ganas dan kejam. Siapa lagi yang akan menjadi
korban?
Sementara itu, Ciang Le menyambut kembalinya nona
itu di atas pagar tembok dengan mata bersinar marah. Ingin
sekali ia memukul dan menyerang wanita yang kejam ini,
akan tetapi baiknya pemuda itu masih dapat mengendalikan
diri dan ingat bahwa ia adalah seorang tamu dan juga
bahwa sebelum tahu jelas duduknya perkara tidak baiklah
kalau ia bertindak secara sembrono.
“Kiang pangcu, mengapa kau seganas itu? Membunuh
orang begitu saja dan membuntungi lengan orang pula?
Apakah artinya semua ini? ”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
“Go enghiong, kau kasihan kepada mereka? ” tanya
Kiang Cun Eng sambil tersenyum dan kalau dia tersenyum,
lenyaplah bayangan kejam dan ganas pada mukanya yang
cantik. “Orang orang ini adalah penjahat penjahat yang
melakukan pelanggaran di wilayah yang kujaga! Tahukah
kau mengapa aku menghukum mati kepada Toa Sam? Dia
adalah seorang jai hwa cat (penjahat cabul) yang merusak
dan mempermainkan banyak sekali anak bini orang di kota
ini! Kepala daerah telah percaya kepada kami sebagai
pencegah terjadinya kejahatan bukankah perbuatannya itu
merupakan tamparan bagi nama kami? Apakah hukuman
mati tadi kauanggap tidak sudah sepatutnya bagi seorang
macam dia? Adapun Tangan Seribu itu, dia adalah seorang
pencuri ulung yang datang dari luar kota dan ia kurang ajar
sekali. Coba pikir, dia berani mencuri di dalam rumah
kepala daerah sendiri! Inipun merupakan tamparan bagi
kami dan sudah sepatutnya aku membikin buntung
tangannya!”
Baru tahulah Ciang Le dan diam diam ia pun mengakui
bahwa hukuman hukuman yang dijatuhkan itu tentu akan
membikin kuncup hati para penjahat. Namun ia masih
penasaran dan menganggap bahwa perbuatan seorang gadis
cantik dengan hukuman hukuman kejam itu amat
keterlaluan.
“Hm, kau bukan algojo, mengapa membunuh orang
seperti membunuh ayam saja? ”
“Habis, kalau menurut pendapatmu, Go enghiong yang
budiman dan berhati mulia, apakah aku harus
memperlakukan orang orang jahat itu dengan lemah lembut
dan melepaskan mereka semua berkeliaran melakukan
kejahatan tanpa diganggu? ” suara gadis ini mengandung
ejekan sehingga muka Ciang Le menjadi merah.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
“Bukan demikian, hanya hukuman itu terlalu kejam dan
ganas seperti perbuatan iblis saja! Bukan hakmu untuk
menjatuhkan hukuman kepada mereka ini. Apakah tidak
ada rasa kasihan dalam hatimu? ”
Gadis itu menahan ketawanya dan tersenyum lebar.
“Aha, jadi kau benar benar merasa kasihan kepada mereka?
Baiklah, Go enghiong, kebaikan hatimu ini akan
kusampaikan kepada mereka. Memandang mukamu
sebagai tamuku, hari ini aku akan menurunkan semua
hukuman mereka.” Cun Eng lalu mengangkat tangan
kanannya yang memegang golok dan berkata dengan
nyaring kepada semua orang yang masih berlutut, “Hai,
kalian dengarlah baik baik! Hari ini aku kedatangan tamu
agung yang berhati mulia, yakni Hwa I Enghiong, pemuda
gagah dan budiman ini! Atas permintaannya dan melihat
mukanya, baiklah aku mengurangi hukuman kalian dan
memotong setengahnya!”
Orang orang yang tadinya berlutut dan menundukkan
mukanya, kini mengangkat muka dengan girang sekali.
Dengan wajah terharu dan berseri seri mereka lalu
mengangkat kedua tangan di atas kepala, menyembah ke
arah Hwa I Enghiong untuk menyatakan terima kasih.
Ciang Le yang berdiri dengan gagah di sebelah kiri Cun
Eng lalu mengangkat tangan kirinya ke atas.
“Kalian dengarlah baik baik! Sesungguhnya tidak
seharusnya aku membela orang orang seperti kalian yang
telah melakukan kejahatan, baik kejahatan kecil maupun
besar. Orang orang seperti kalian ini wajib dihukum.
Sekarang Kiang pangcu telah berlaku baik untuk
mengurangi hukuman kalian, bukan sekali kali karena
jasaku. Kepada pangcu inilah kalian harus berterima kasih.
Kemurahan hati pangcu ini hendaknya kalian jadikan
pedoman untuk kemudian hidup dengan jalan baik dan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menebus dosa. Ingatlah bahwa kalau lain kali kalian masih
saja melakukan perbuatan terkutuk, aku sendiri bahkan
akan membantu Kiang pangcu untuk menangkap kembali
dan memberi hukuman yang seberat beratnya!”
Cun Eng tersenyum manis mendengar ini dan ia lalu
mengajak pemuda itu turun kembali meninggalkan tempat
itu setelah berpesan kepada orang hukuman itu untuk
mengubur jenazah Toa Sam di tempat kuburan umum.
Sambil menanti datangnya malam hari di mana akan
diadakan perjamuan untuk menghormat tamu. Ciang Le
dilayani oleh Cun Eng dengan segala keramahan. Pemuda
ini benar benar merasa amat sungkan akan tetapi oleh
karena ia telah menerima sambutan perjamuan itu, terpaksa
ia menyabarkan diri, bahkan ia menggunakan kesempatan
itu untuk bertanya dan bercakap cakap dengan Cun Eng
tentang keadaan perkumpulan Hek kin kaipang yang aneh.
Adapun ketua perkumpulan Pengemis Sabuk Hitam itupun
agaknya sudah “jatuh hati” betul betul terhadap Ciang Le
yang tampan, karena tanpa ragu ragu lagi Cun Eng
menceritakan semua hal dan bahkan menceritakan pula
siapa adanya tiga orang tua yang menjadi pembantu
pembantu itu.
Cun Eng adalah puteri tunggal dari Kiang pangcu, ketua
dan pendiri dari perkumpulan Hek kin kaipang, seorang
tokoh kang ouw yang amat terkenal karena ilmu silatnya
yang tinggi dan biarpun Kiang pangcu pernah menjadi
seorang bajak tunggal, namun setelah berusia tua, ia
mencuci tangan, bahkan lalu membentuk perkumpulan Hek
kin kaipang yang sifatnya mengumpulkan semua pengemis
dan menjaga keamanan kota di mana mereka tinggal!
Nama Kiang pangcu amat tersohor sebagai ketua
perkumpulan Hek kin kaipang. Akan tetapi, lebih terkenal
lagi adalah nama tiga orang pembantunya, yakni pertama
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tama Bi Mo li yang sebenarnya menjadi juga bini mudanya,
setelah ibu dari Cun Eng meninggal dunia, Bi Mo li
menjadi kekasih Kiang pangcu. Orang ke dua Siang tung
him, seorang yang tampan dan gagah, bekas perampok
tunggal yang menjadi sahabat baiknya pula. Akan tetapi,
bukan merupakan rahasia lagi bahwa di antara Bi Mo li dan
Siang tung him, terdapat perhubungan rahasia. Bahkan
Kiang pangcu sendiri juga tahu akan hal ini, akan tetapi ia
diam saja karena kalau ia bertindak, berarti ia akan
melemahkan kedudukannya. Baik Bi Mo li maupun Siang
tung him merupakan pembantu pembantu yang cakap dan
lihai.
Akan tetapi orang yang merasa marah dan sakit hati
melihat kejadian ini adalah Cun Eng! Gadis ini telah
mewarisi kepandaian ayahnya. Beberapa kali ia
mengatakan kepada ayahnya untuk turun tangan memberi
hajaran kepada ibu tirinya dan Siang tung him yang
dianggap mencemarkan nama ayahnya dan bahkan
dianggap menghina ayahnya. Akan tetapi ayahnya bahkan
mencegahnya. Sebaliknya, diam diam Kiang pangcu
menderita tekanan batin hebat dengan menyelewengnya Bi
Mo li yang sudah menjadi bini mudanya itu Ia terlalu
mencinta Bi Mo li dan juga sayang kepada Siang tung him
berhubungan rahasia itu merupakan pukulan batin dan
akhirnya Kiang pangcu yang sudah tua itu jatuh sakit. Di
dalam sakitnya, mengingau dan tanpa disadarinya ia
memaki maki Bi Mo li dan Siang tung him.
Mendengar igauan ayahnya ini larilah Cun Eng keluar,
mencari Siang tung him dan menyerangnya. Pertempuran
hebat terjadi, akan tetapi akhirnya Siang tung him kalah
dan roboh. Dengan ganas sekali Cun Eng lalu
menggunakan siangtonya (golok sepasang) untuk
membuntungi kaki kiri Siang tung him yang tampan itu!
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Setelah itu, Cun Eng lalu mencari ibu tirinya, Bi Mo li juga
tidak menyerah begitu saja karena iapun memiliki ilmu silat
yang tinggi. Namun, ilmu kepandaian Cun Eng telah
meningkat tinggi, bahkan mungkin tidak kalah oleh
ayahnya sendiri, maka setelah bertempur dengan hebatnya
akhirnya juga Bi Mo li dapat dirobohkan! Tadinya Cun Eng
hendak menenggal leher wanita itu. Bi Mo li menjerit minta
ampun sehingga golok di tangan gadis itu hanya menggurat
sekitar leher bi Mo li yang menjadi ketakutan dan pingsan
karena mengira bahwa lehernya akan di babat! Ketika ia
siuman kembali, ternyata bahwa kulit lehernya sudah
digurat sekelilingnya agak dalam, sehingga, untuk
selamanya kulit lehernya akan menjadi cacad!
Adapun Beng san kui, kakek bongkok itu tadinya adalah
seorang tokoh kang ouw yang menaruh hati dendam
kepada Kiang pangcu. Ia datang hendak membalas
dendam, akan tetapi ia mendapatkan musuh besarnya
meninggal dunia dan kedatangannya disambut oleh Cun
Eng yang menggantikan ayahnya menjadi ketua dan kakek
bongkok ini juga roboh di tangan Cun Eng, bahkan
kemudian diangkat menjadi pembantu!
Ciang Le yang mendengar semua penuturan ini, diam
diam menarik napas panjang dan merasa sayang bahwa
gadis seperti Cun Eng terlahir di tengah tengah lingkungan
orang orang kasar dan jahat seperti itu. Tidak
mengherankan bahwa gadis ini menjadi seorang yang
ganas, kejam, genit dan tak tahu malu, di samping sifatnya
yang baik, yakni memberantas kejahatan.
“Aku mendengar Bi Mo li menyatakan bahwa guru
guruku, Thian Te Siang mo, adalah musuh musuh besar
kalian. Benarkah ini, dan mengapa demikian? ” tanya
Ciang Le.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
“Kau benar benar tabah dan berani sekali mengajukan
pertanyaan ini, Go enghiong. Keberanian inilah agaknya
yang membuat aku amat tertarik kepadamu. Kedua orang
gurumu itu pernah mengganggu ayahku, dan ayah telah
dikalahkan oleh mereka. Juga, belakangan ini, Thian Te
Siang mo pernah pula bentrok dengan Bi Mo li dan kedua
orang pembantuku. Soalnya mudah saja diduga, karena Bi
Mo li memang menaruh hati dendam kepada guru gurumu,
karena …. karena sesungguhnya gurumu Te Lo mo itulah
yang membuka rahasia tentang perhubungan rahasia antara
Bi Mo li dan Siang tung him kepada mendiang ayahku!”
Ciang Le mengangguk angguk. Kini tahulah ia mengapa
Bi Mo li demikian benci kepada guru gurunya.
Malam itu tiba dan perjamuan yang dijanjikan itu
diadakan di ruang tengah yang telah diterangi oleh banyak
sekali api lilin. Di situ hadir Cun Eng, Bi Mo li, Siang tung
him Beng san kui, dan kepala daerah Taigoan, seorang
gemuk bermuka ramah, she Lo dengan seorang kepala
pengawalnya, seorang yang berpakaian sebagai guru silat
yang bernama Lai Sui. Lai Sui ini merupakan bayangan
dari Lo taijin, ke mana juga Lo taijin berada, tentu Lai Sui
berada di sampingnya!
Hidangan yang dikeluarkan adalah masakan masakan
yang paling istimewa, sedangkan arak yang mengalir di
tenggorokan mereka juga arak yang termahal dan wangi.
Tidak mengherankan apabila Lo taijin sebentar saja telah
menjadi setengah mabok. Sambil mengelus elus perutnya
yang makin gendut karena daging, ia berdiri dan mengisi
sendiri cawan arak yang telah kosong di depan Cun Eng
lalu berkata, “Sungguh aku orang she Lo amat berbahagia
dapat duduk makan semeja dengan Kiang pangcu atau
Kiang siocia yang perkasa dan cantik jelita, pelindung kota
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Taigoan yang ternama. Harap siocia sudi menerima
penghormatanku secawan arak!”
Dipuji puji oleh kepala daerah ini, Cun Eng hanya
tersenyum dan segera mengangkat cawan araknya dan
diminum kering. Pipinya yang memerah itu menjadi makin
kemerahan dan menarik hati sekali. Dari percakapan yang
terjadi selagi mereka makan minum, tahulah Ciang Le
bahwa perhubungan antara kepala daerah dan pemimpin
pemimpin Hek kin kaipang ini erat sekali dan Hek kin kai
pang benar benar dipandang tinggi dan dihormati oleh
kepala daerah Taigoan.
Semua orang kecuali Bi Mo li yang selalu muram dan
cemberut atau kadang kadang mengerling ke arah Ciang Le
dengan penuh kebencian, dan Ciang Le yang bersikap
tenang tenang saja, nampak bergembira Cun Eng bicara
dengan wajah berseri seri, mata bersinar sinar, dan
senyumnya murah sekali, Sian tung him yang berwajah
tampan itu pun tersenyum senyum, demikian pula si
bongkok dan Lai Sui pengawal Lo taijin. Mereka semua
telah dipengaruhi oleh wajah pangcu yang cantik itu dan
oleh arak wangi yang keras.
Ciang Le membatasi dirinya dalam minum arak, karena
ia tidak mau kalau sampai menjadi mabok dan lupa
daratan. Akan tetapi sambil tersenyum, Cun Eng
menggerakkan ujung sabuknya yang berwarna hitam
terbuat dari sutera lemas dan yang melambai di depan
tubuhnya. Sabuk sutera hitam itu melayang di atas meja
dan bagaikan lengan yang lemas dari seorang puteri juita,
ujung sabuk itu membelit guci arak yang besar dan berat,
kemudian begitu Cun Eng mengerakkan tangan nya yang
memegang sabuk itu, ujung sabuk lalu bergerak mengangkat
guci itu ke atas. Sambil mengerling ke arah Ciang Le
dengan sepasang matanya yang bening dan indah, barengi
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
senyumnya yang manis, Cun Eng lalui menggunakan ujung
sabuk itu yang telah membelit guci untuk menuangkan guci
itu dan memenuhi cawan Ciang Le! Pemuda ini terkejut
sekali melihat demonstrasi lweekang yang tinggi ini. Sabuk
sutera itu lemas saja, akan tetapi di dalam tangan nona ini
dapat menjadi hidup. Dengan lweekangnya yang tinggi,
nona itu dapat mempergunakan sabuk itu seperti orang
mempergunakan lengan tangannya sendiri. Dari sini saja
dapat dilihat, bahwa selain sepasang goloknya, nona ini
tentu seorang ahli dalam permainan senjata istimewa, yakni
sabuknya.
“Go koko (engko Go), marilah kita minum untuk
kebahagiaan pertemuan ini,” kata Cun Eng dengan nona ini
menggigit bibir bawah dengan sikap genit sekali.
Bi Mo li memandang kepada ketuanya dengan sinar
mata tajam penuh pertanyaan “Koko….? Apa pula ini? ”
tanyanya. Memang sebagai ibu tiri, Bi Mo li ini kadang
kadang bersikap sebagai seorang tua terhadap puterinya
kepada Cun Eng.
Dalam keadaan biasa mungkin sekali kata kata ini dapat
menimbulkan kemarahan Cun Eng. Akan tetapi pada saat
itu gadis ini sedang bergembira, maka sambil tertawa ia
berkata, “Hwa I Enghiong adalah seorang pemuda yang
gagah perkasa dan budiman. Tidak patutkah ia menjadi
kokoku? ”
Bi Mo li hanya menjebikan bibirnya dan berkata.
“Hm…!” Akan tetapi tidak berkata apa apa lagi hanya
menenggak araknya di dalam cawan dengan hati gemas
sekali. Ciang Le tak dapat menolak suguhan arak yang
dilakukan secara istimewa oleh ketua Hek kin kai pang itu.
Ia tidak mau menunjukkan kelemahannya. Sambil
mengangguk dan mengucapkan terima kasihnya, ia lalu
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
memegang cawannya yang penuh tanpa mengangkat cawan
itu, lalu tangannya menekan meja sambil mengerahkan
lweekangnya. Meja sedikit bergetar akan tetapi arak di
dalam cawan itu bergelombang lalu memercik ke atas
bagaikan sebuah pancuran air dan semua arak itu masuk ke
dalam mulutnya. Tidak setetes arakpun tumpah di atas
meja!
Melihat demonstrasi yang dilakukan oleh Cun Eng dan
Ciang Le, Lo taijin terbelalak memandang dengan penuh
kekaguman. “Ah, benar benar hebat. Hwa I Enghiong
memang pantas sekali menerima penghormatan dari Kiang
pangcu.” Ia lalu menoleh kepada pengawalnya dan
menepuk bahunya, “Eh, Lai suhu, kaupun harus memberi
hormat kepada Hwa I Enghiong yang gagah ini!”
Pembesar ini biarpun tidak mengerti ilmu silat, namun ia
selalu dikawal oleh Lai Sui yang ilmu silatnya cukup tinggi.
Maka melihat orang orang mendemonstrasikan
kepandaiannya, ia tidak mau kalah muka dan ingin pula
memamerkan kepandaian pengawalnya. Lai Sui mengerti
akan hal ini. Sebetulnya dia sendiri tidak berani
sembarangan memperlihatkan kepandaian karena ia tahu
bahwa kepandaian dari nona ketua itu masih lebih lihai
daripada kepandaiannya sendiri, akan tetapi oleh karena
majikannya mendesak, ia tidak berani menolak atau
membantah. Sambil tersenyum sungkan ia lalu berdiri dari
menjadi kecil itu kedalam mulutnya. Akan tetapi ketika ia
mencabut sepasang sumpit itu dari mulutnya, sumpit itu
telah patah dan potongannya tertinggal di dalam mulut!
Ciang Le makan daging itu dengan enaknya dan Lo
taijin sampai melongo memandangnya karena mengira
bahwa pemuda itu telah makan potongan sumpit gading!
Akan tetapi tiba tiba Ciang Le meniup ke atas dan dua
potongan sumpit gading itu melayang lalu menancap di
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tiang melintang yang berada di atas kepala mereka!
Kemudian Ciang Le mengangkat cawannya yang masih ada
sedikit araknya, lalu diminumnya. Juga ketika mengangkat
cawan ini, seakan akan ia tidak tahu bahwa cawan itu telah
amblas sampai setengahnya.
Bukan main kagumnya semua orang yang berada di situ,
termasuk Cun Eng, Gadis ini menjadi makin kagum dan
suka kepada Ciang Le dan kerlingnya makin tajam
menarik.
“Bi Mo li, kau belum memberi hormat!” kata Cun Eng
yang menghendaki agar semua orang memberi hormat
kepada pemuda yang telah menjatuhkan hatinya itu.
Bi Mo li sudah setengah mabok seperti yang lain, dan
kebenciannya terhadap pemuda itu membuat dia makin
marah saja ketika disuruh memberi hormat. Ia memegang
cawan araknya yang terbuat dari pada perak,
menggenggamnya lalu tertawa dan melemparkan cawan
kosong itu ke depan Ciang Le. “Murid Thian Te Siang mo
hanya patut dihormati di dalam peti mati!”
Ketika semua orang melihat, ternyata bahwa cawan
perak yang digenggamnya tadi kini telah menjadi hancur
berkeping keping di atas meja depan Ciang Le!
-oo0dw0oo-
Jilid VI
Hal 1-6 gak ada
“Kiang siocia, harap kauampunkan dia. Memang benar
tidak disengaja ia melukai kau …”
Sinar mata gadis itu berobah heran. “Apa? Kau yang
akan dibunuhnya bahkan mintakan ampun? ”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
“Ia memang benci kepadaku, kepada suhu suhuku.
Sudahlah, ampunkan saja dia.”
Juga Lo taijin yang merasa ketakutan dan tidak enak
sekali melihat peristiwa ini, berdiri dan berkata. “Kiang
pangcu, harap kau suka memberi maaf kepadanya. Untuk
apakah ribut ribut dengan orang sendiri? Dan pula karang
sudah jauh malam, harap kaumaafkan, aku harus pulang
karena besok banyak sekali pekerjaan yang harus
kuselesaikan.”
Setelah berkata demikian, pembesar ini lalu menjura
kepada Cun Eng dan Ciang Le, yang dibalas oleh gadis itu,
Lo taijin merasa ngeri, melihat tangan gadis itu masih saja
mengalirkan darah. Maka ia lalu buru buru mengajak Lai
Sui untuk segera meninggalkan tempat itu.
Bi Mo li masih berdiri sambil menundukkan mukanya di
depan Cun Eng, sementara itu, kakek bongkok dan kakek
buntung masih terus saja minum arak, seakan akan tidak
terjadi sesuatu yang hebat!
“Siang tung him, Beng san kui! Bawa dia ke belakang,
keram dalam kamar gelap!” perintah Cun Eng kepada dua
orang kakek itu Siang tung him dan Beng san kui saling
pandang, akan tetapi merekapun tidak berani membantah
perintah ketua ini, dan tak lama kemudian Bi Mo li
dipegang tangan kiri kanannya oleh dua orang kakek itu
yang membawanya pergi dari situ. Terdengar isak tangis
nenek itu ketika ia dibawa pergi.
“Go koko, harap kau maafkan kekurang ajaran Bi Mo li.
Aku akan memberi hukuman yang setimpal padanya.” kata
Cun Eng sambil mulai membalut tangan kirinya dengan
saputangan.
Ciang Le merasa jemu dan tidak enak hati sekali melihat
seraja peristiwa tadi. Akan tetapi ketika ia melihat tangan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kiri gadis itu yang berdarah, timbul rasa haru dan kasihan.
Betapapun juga, boleh dibilang gadis itu telah
menolongnya, bahkan menolong nyawanya karena harus ia
akui bahwa serangan gelap tadi benar benar amat
berbahaya dan ia tidak berdaya untuk menghindarkan diri.
Kini, tangan yang kecil dan halus itu berdarah karena
menolongnya. Melihat betapa tangan kanan Cun Eng amat
canggung membalut tangan kirinya sendiri, pemuda itu lalu
menghampiri dan berkata, “Biarlah aku membalut
tanganmu, nona”. Tanpa menanti jawaban, ia lalu
mengambil saputangan itu dan mulai membalut tangan Cun
Eng yang terluka, setelah menaruhkan obat bubuk warna
putih yang selalu berada di kantongnya untuk membuat
luka itu lekas kering dan mencegah panas. Ketika pemuda
itu sedang membalut tangannya, Cun Eng memandang
dengan mata tertutup dan mesra sekali. Ia mendoyongkan
tubuhnya mendekati pemuda itu lalu berbisik, “Koko, kau
baik sekali. Aku...... aku suka kepadamu.”
Melihat betapa gadis itu makin mendekat sehingga
sebagian rambut yang panjang hitam itu, membelai pipinya,
Ciang Le menjadi berdebar dan cepat cepat menyelesaikan
pekerjaannya membalut. Kemudian ia melangkah mundur
tiga tindak dan menjura lalu berkata, “Kiang pangcu,
sekarang aku bermohon diri. Terima kasih atas segala
kebaikanmu. Biarlah lain kali kalau ada kesempatan akui
akan membalas keramahanmu itu.”
Terbelalak mata Cun Eng mendengar ucapan ini.
“Apa...? Kau hendak pergi? Jangan koko, jangan pergi
dulu…! Kau harus bermalam di sini. Bukankah kau
tamuku, tamu ku yang kami hormati? Kau harus bermalam
disini koko.” ia mengulang dengan suara memohon.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ciang Le ragu ragu, akan tetapi ia lalu menggeleng
kepala. “Tidak usah, nona. Aku sudah cukup banyak
menimbulkan repot padamu. Aku harus pergi dari sini.”
Berkerut kening gadis itu dan untuk beberapa lama ia
diam saja. Ciang Le tidak tahu bahwa gadis ini sedang
memutar otaknya yang cerdik dan penuh tipu muslihat
Kemudian gadis itu menarik napas panjang dan nampak
sedih sekali.
“Hwa I Enghiong, kalau kau berkeras hendak pergi, aku
yang bodoh juga tak dapat berbuat sesuatu. Bagaimana aku
dapat menahanmu? Akan tetapi, dengan terjadinya hal
tadi, hatiku merasa tidak enak dan lenyap kegembiraan kita.
Kau mau pergi? Baiklah, akan tetapi lebih dulu temanilah
aku minum tiga cawan arak.”
Ciang Le merasa serba salah. Ia telah minum arak terlalu
banyak daripada semestinya, ia bukan seorang peminum
dan beberapa cawan tadi saja sudah membuat kepalanya
mulai terasa ringan sekali. Akan tetapi, bagaimana ia dapat
menolak?
“Kiang siocia, maafkanlah aku. Sekarang aku sudah
cukup banyak minum arak. Baiklah aku berjanji bahwa lain
kali, kalau aku kebetulan lewat di kota ini, aku akan
menemani minum arak, tidak hanya tiga cawan, bahkan
sepuluh cawan!” Ia mencoba tersenyum.
Akan tetapi Cun Eng tampak marah dan kecewa. “Hm,
jadi sedemikian sajakah penghargaan Hwa I Enghiong
kepadaku? Aku telah mengundangnya, menjamunya,
permintaannya untuk mengurangi hukuman para penjahat
kuturuti, bahkan baru saja aku telah melepaskan dia dari
bahaya maut sehingga tanganku berdarah. Dan sekarang
hanya menemani minum tiga cawan arak saja dia tidak
mau?
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
“Ah… aku benar benar telah merendahkan diri terlalu
sekali…” dengan amat pandai nya, tiba tiba Cun Eng dapat
mengeluarkan air mata dari kedua matanya dan nona cantik
ini mulai menangis.
Tentu saja Ciang Le menjadi sibuk sekali “Ah, jangan
kau berpikir bahwa aku memandang rendah kepadamu,
nona.” Kemudian melihat nona itu tetap menangis, ia
menghela napas, “Baiklah, baiklah, aku menemaniku
minum tiga cawan lalu aku pergi. Akan tetapi jangan
mentertawakan kalau aku menjadi mabok karenanya!”
Cun Eng mengangkat mukanya dan dengan air mata
masih membasahi pipinya, gadis itu tersenyum. “Koko, kau
baik sekali, terima kasih!”
Mau tak mau Ciang Le tersenyum juga melihat gadis ini.
Baru saja menangis, sudah tersenyum lagi dan diam diam ia
mengakui bahwa gadis ini benar benar cantik dan menarik
hati sekali. Hanya sayang…. ah, ia mencela diri sendiri,
mengapa ia menyayangkan? Perduli apa dengan nona ini?
Ia tidak berhak memikirkannya. Dengan langkah tetap
Ciang Le lalu menghampiri bangkunya yang tadi dan
duduk sambil menanti Cun Eng menuangkan arak ke dalam
cawan.
“Hwa I Enghiong.” kata Cun Eng sambil menukarkan
cawannya sendiri dengan cawan Ciang Le, “Baru sekarang
aku bertemu dengan orang seperti engkau. Sayang sekali
kau mau buru buru pergi saja, sesungguhnya aku me rasa
berbahagia kalau kau… suka tinggal untuk beberapa lama
di sini atau… bahkan selama hidupmu tinggal bersamaku di
sini. Aku suka kepadamu, terus terang saja, aku suka sekali
kepadamu. Biarlah perpisahan ini akan selalu menjadi
kenang kenangan, maka mari kita bertukar cawan. Aku
takkan melupakanmu, sahabatku yang baik.”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Cun Eng mengangkat cawannya. Ciang Le tak dapat
menjawab. Mukanya sudah menjadi merah karena jengah
dan malu. Kata kata apa yang dapat ia ucapan terhadap
pernyataan seperti itu? Ia lalu mengangkat cawannya pula
dan mereka minum arak itu dengan sekali teguk.
Kembali Cun Eng mengisi cawan cawan yang sudah
kering. “Cawan kedua ini untuk bersyukur bahwa kau telah
terhindar dari pada bahaya maut!” Karena hal itu memang
betul betul terjadi dan tidak ingin menyinggung perasaan
nona itu, Ciang Le menurut saja dan minum pula araknya
yang ke dua ini, kepalannya mulai terasa pening dan denyut
darahnya makin cepat. Celaka, pikirnya, maboklah aku?
Akan tetapi pemuda ini masih dapat mempergunakan
lweekangnya untuk mengatur jalan darahnya dan
memperkuat dirinya.
“Cawan ke tiga untuk pertemuan kita yang mesra ini”
Cun Eng mengangkat cawannya dan memandang kepada
Ciang Le dengan, kerling mata demikian tajam dan senyum
demikian menarik dan manisnya sehingga ketika Ciang Le
mengangkat cawannya sendiri memandang kepada gadis
itu, ia melihat seorang bidadari yang luar biasa eloknya
berdiri di depannya!
Dengan kepala makin bingung dan tidak karuan, Ciang
Le cepat cepat menenggak araknya yang ke tiga. Ia lalu
menaruh cawan kosong itu di atas meja, menghela napas
lega lalu menjura kepada Cun Eng dan berkata, “Sekarang
maafkan aku, nona. Aku harus pergi!” Setelah berkata
demikian, ia buru buru membalikkan tubuhnya agar jangan
melihat lagi senyum yang manis sekali dan kerling yang
seakan akan membetot semangatnya Itu.
Cun Eng tidak menahannya, bahkan tidak mengeluarkan
sepatahpun kata kata. Akan tetapi gadis ini memandang
kepada pemuda itu dengan senyum melebar ketika melihat
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
betapa Ciang Le ketika membalikkan tubuh tadi tidak
menuju keluar, bahkan menuju ke dalam rumah!
Kemudian, pemuda itu terhuyung huyung dan hampir
roboh kalau saja Cun Eng tidak cepat melompat dan
memeluknya, “Hati hati, koko, kau nanti jatuh…” tegurnya
dengan senyum dikulum dan suara merdu dan halus.
Ciang Le benar benar bingung Ada bau yang harum
menusuk hidungnya, bukan bau arak tadi. Tiba tiba ia
teringat bahwa ketika minum cawan kedua bau harum ini
lebih keras lagi memasuki tenggorokannya. Ah, celaka,
pikirnya. Tentu wanita ini telah mencampur racun di dalam
arak yang diminumnya!
Ketika ia merasa betapa Cun Eng memeluknya, ia cepat
memberontak dan membentak. “Kau mencampuri apa
dalam arak tadi…”
Akan tetapi Cun Eng hanya tertawa tawa saja dan
terdengar ia berkata, “Ah, kau mabok… kau lucu sekali,
koko yang manis…!” Kembali Cun Eng hendak memeluk
karena tubuh Ciang Le bergoyang goyang hendak jatuh.
“Kurang ajar, kau tentu meracuniku!” kata Ciang Le dan
pemuda ini segera mengangkat tangan kanan untuk
menampar muka nona itu. Akan tetapi ternyata bahwa
tenaganya telah menjadi lemah dan ketika Cun Eng
meaunduk kan kepala, tamparannya mengenai tempat
kosong dan kini bahkan lengannya itu melingkari leher
nona itu seperti orang yang memeluk kekasihnya!
“Kokoku yang manis...” kata pula Cun Eng sambil
merangkul Cian Le dan ditariknya pemuda itu menuju ke
kamarnya di bagian barat gedung. Ciang Le seperti orang
yang setengah pingsan, tidak ingat apa apa dan dengan
tersaruk saruk setengah ditarik oleh Cun Eng, ia menurut
saja dibawa ke dalam kamar bertirai halus itu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Dua orang itu tidak tahu bahwa semenjak pertemuan
dalam perjamuan tadi, telah ada bayangan orang yang
mengintai mereka. Bayangan ini adalah seorang kakek yang
berpakaian sebagai seorang sasterawan dan yang berwajah
sabar sekali.
Sungguh luar biasa gerakan kakek ini karena biarpun
yang berada di dalam ruangan itu orang orang yang
memiliki kepandaian tinggi, namun tak seorangpun
diantara mereka yang dapat mendengarkan gerakan
kakinya.
Ketika Cun Eng merangkul Ciang Le yang sudah
setengah pingsan dan mabok karena pengaruh obat yang
dicampurkan dalam arak oleh Cun Eng, tiba tiba datang
lain bayangan menyambar dan mengintai. Berbeda dengan
bayangan pertama, yakni sasterawan itu, bayangan ke dua
ini memandang ke dalam dengan mata bernyala nyala. Tak
lama kemudian datang lagi seorang kawannya yang juga
mengintai di sebelahnya. Dua orang ini adalah dua orang
kakek yang berpakaian pendeta dan berwajah sama. Mereka
saling pandang dengan muka merah dan seorang
diantaranya berbisik...
“Kurang ajar sekali, Ciang Le! Benar benarkan dia
hendak mengecewakan kita dan demikian lemah
menghadapi wajah cantik? ” yang bicara ini adalah Te Lo
mo, sedangkan Thian Lo mo hanya mengerutkan
keningnya Memang dua orang yang baru datang ini adalah
Thian Te Siang mo, guru dari Ciang Le yang selama ini
diam diam dan dari jauh mengikuti perjalanan murid
mereka untuk melihat sepak terjangnya. Ketika Ciang Le
berada di rumah ketua Hek kin kaipang, kedua orang iblis
tua ini merasa heran. Mereka dulu pernah datang di tempat
ini, yakni ketika mereka mengalahkan ketua dari Hek kin
Kaipang dan membuka rahasia Bi Mo Ii dan Siang tung
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
him sebagaimana yang telah dituturkan oleh Cun Eng
kepada Ciang Le. Thian Te Lo mo lalu mengadakan
penyelidikan di dalam kota dan mendengar bahwa kini Hek
kin kaipang merupakan perkumpulan yang kuat dan bahkan
membasmi kejahatan, mereka merasa lega.
Akan tetapi ketika dinanti sampai malam murid mereka
belum juga keluar dari rumah itu, mereka merasa curiga
dan segera melakukan penyelidikan. Mereka tidak tahu apa
yang telah terjadi dan tahu tahu mereka menyaksikan
betapa dalam keadaan mabok, Ciang Le dirangkul dan
dituntun oleh ketua Hek kin kaipang yang cantik dan genit
itu memasuki kamarnya!
Thian Te Lo mo menjadi marah sekali. Mereka telah
mendengar akan sifat sifat cabul dan genit dari Kiang
pangcu, ketua Hek kin kaipang, dan kini melihat Ciang Le
seperti melayani kehendak wanita ini, mereka menjadi
kecewa sekali. Yang amat mengherankan, biarpun kedua
iblis tua ini amat lihai, juga tidak melihat adanya bayangan
sasterawan tua yang mengintai di tempat itu, sebaliknya
sasterawan itu dapat melihat mereka!
“Anak itu lebih baik mampus di tangan kita dari pada
mencemarkan nama baik kita!” kata Te Lo mo yang
berwatak lebih keras dari pada kakaknya. Akan tetapi
sebelum mereka bergerak, tiba tiba melayang bayangan
yang gesit sekali bagaikan seekor burung garuda
menyambar ke dalam kamar itu. Thian Te Lo mo terkejut
dan merekapun lalu melarang turun.
Yang lebih kaget adalah Cun Eng. Ia telah merasa girang
sekali karena berhasil membikin Ciang Le tidak berdaya.
Gadis ini benar benar jatuh hati kepada pemuda itu dan ia
hendak berusaha membikin pemuda itu menjadi kekasihnya
atau kalau mungkin, menjadi suaminya. Ia percaya akan
kecantikan dan kecerdikannya. Biarpun pemuda ini keras
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
hati, namun ia telah mendapat daya unuk membikin Ciang
Le menurut kehendak hatinya. Sambil membisik bisikkan
rayuan yang mesra, ia telah menarik pemuda yang telah
lemas tak berdaya itu dan membaringkannya di atas
pembaringannya yang indah. Dan pada saat itu, ia melihat
bayangan yang luar biasa gesitnya memasuki kamarnya.
“Kurang ajar, siapa kau berani masuk ke dalam
kamarku? ” bentak Cun Eng. Ia tadinya mengira bahwa ini
mungkin Bi Mo li yang telah dapat melepaskan diri dan
hendak mengganggu Ciang Le. maka ia telah mencabut
sepasang goloknya dan berniat membunuh Bi Mo li yang
dianggapnya terlalu sekali. Akan tetapi ketika melihat
bahwa yang datang dan yang kini telah berdiri di depannya
dengan senyum mengejek itu adalah seorang laki laki tua
berpakaian sasterawan, Cun Eng tertegun. Ia tidak kenal
siapa orang ini.
“Siapakah engkau? dan perlu apa kau berlancang
memasuki kamarku tanpa permisi? ”
Sasteravsan tua itu menuding ke arah Ciang Le dan
berkata, “Lohu datang hendak membawa dia keluar dari
sini. Nona, namamu sebagai ketua Hek kin kaipang telah
ternama dan terkenal sebagai seorang gagah yang tidak
tercela, apakah kau sekarang hendak merusak namamu itu
hanya karena ketampanan wajah seorang pemuda? Salah,
kau salah....” Setelah berkata demikian, sekali bergerak saja,
sasterawan tua itu telah melompat ke dekat pembaringan
Ciang Le dan di lain saat, pemuda itu telah dikempit di
bawah lengan kirinya.
“Setan tua, lepaskan!” seru Cun Eng marah sekali.
“Siapakah kau berani sekali mencampuri urusanku?
Sungguh tak bermalu!”
Hal 20-21 ga ada
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Luliang Siucai, seorang diantara pelayan dari Pak Kek
Siansu itu tersenyum sabar. “Bukan mencampuri
urusanmu, Siang mo. Soalnya ialah bahwa aku telah
melihat sendiri betapa pemuda ini telah menolong seorang
pemuda sasterawan. Oleh karena ini maka aku merasa
menjadi kewajibanku untuk membalas budinya itu terhadap
orang segolonganku.”
Pada saat itu Cun Eng telah tiba di situ dan gadis ini
terkejut bukan main ketika melihat Thian Te Siang mo
berada di situ dan mendengar bahwa sasterawan tua yang
merampas kekasihnya itu adalah Luliang Siucai, tokoh luar
biasa yang sudah banyak dikenai namanya. Siapakah orang
di dunia kang ouw yang tidak mengenal nama Luliang
Ciangkun. Luliang Siucai, dan Luliang Nungjin, tiga tokoh
utama berpakaian Perwira, Sasterawan, dan Petani, tiga
orang murid dan pelayan dari Pak Kek Siansu, guru besar
yang ditakuti oleh semua orang itu?
Melihat mereka ini, Cun Eng segera mengeluarkan jerit
rahasia dari perkumpulannya dan sebentar saja terdengar
suara kaki yang banyak sekali mendatangi tempat itu.
Pertama tama yang muncul adalah Siang tung him dan
Beng san kui. Akan tetapi dua orang kakek tokoh Hek kin
kaipang inipun berdiri tertegun dan tidak berani
sembarangan bergerak ketika melihat Thian Te Siang mo.
Adapun Luliang Siucai mengeluarkan suara ketawa
perlahan, kemudian mengenjot kedua kakinya dan bagaikan
sesosok bayangan setan tubuhnya telah melayang keluar
dari tempat itu sambil mengempit tubuh Ciang Le!
“Siucai tua bangka, lepaskan dia!” seru Thian Lo mo dan
diikuti oleh adiknya, ia lalu melompat mengejar.
Cun Eng dan dua orang kakek pembantunya itu tidak
berani mengejar dan mereka hanya saling pandang dengan
muka pucat. Ketika para pemimpin Hek kin kaipang tingkat
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dua ke bawah datang berturut turut mendengar pekik tanda
rahasia tadi. Cun Eng dengan mendongkol dan kecewa
sekali lalu membubarkan mereka. Kemudian ketua dari Hek
kin kaipang, nona cantik ini, lalu kembali ke dalam
kamarnya menjatuhkan diri di atas pembaringan dan
menangis terisak isak dengan amat sedih dan kecewanya!
“Siucai, benar benarkah kau tidak mau melepaskan dia?”
Seru Te Lo mo ketika dia dan kakaknya mengejar Luliang
Siucai. “Dia itu murid kami, tahukah kau? Apakah kau
tidak malu melarikan murid orang lain? ”
“Tidak ada guru yang hendak membunuh muridnya
tanpa dosa!” kata Lu liang Siucai sambil mempercepat
larinya.
“Kau perduli apa? Lepaskan dia!” Sambil berkata
demikian. Thian Lo mo mengayun tangannya dan tujuh
batang Kim kong touw kut ciam (Jarum Penembus Tulang
Bersinar Emas) melayang dengan amat cepatnya ke arah
belakang tubuh kakek sasterawan itu mengarah jalan darah
di tujuh tempat!
Luliang Siucai takkan patut disebut pelayan dan murid
Pak Kek Siansu kalau ia roboh oleh setangan gelap ini,
sungguhpun serangan ini agaknya takkan mudah dielakkan
oleh sembarang tokoh persilatan. Tanpa menoleh, kakek
sasterawan itu meneebutkan lengan bajunya yang panjang
dan lebar itu ke belakang tubuhna. Bagaikan sehelai layar
perahu tertiup angin keras, ujung lengan baju itu
mengembang dan mengeluarkan angin, mengebut runtuh
tujuh jarum itu. Akan tetapi, kembali menyambar tujuh
batang jarum, disusul lagi oleh tujuh batang yang lain
berturut turut sebanyak tiga kali. Luliang Siucai terkejut
sekali Cepat ia mempergunakan ginkangnya untuk
melompat jauh menghindarkan diri dari sambaran dua
puluh satu batang jarum yang datang bagaikan hujan itu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Baiknya di dekat situ terdapat sebatang pohon yang besar
sekali sehingga ia cepat melompat ke balik pohon dan
dengan sendirinya serangan jarum jarum itu tertahan oleh
pohon berikut dahan dan daun daunnya.
Ketika Thian Te Siang mo mengejar ke balik pohon,
kakek sasterawan itu telah menghilang di dalam gelap.
Sepasang iblis ini menyumpah nyumpah dan memaki maki.
Kalau saja mereka tidak jerih menghadapi Pak Kek Siansu,
tentu mereka akan terus mengejar ke Luliang san.
Menghadapi tiga pelayan atau murid dari Pak Kek Siansu
yakni Luliang Siucai, dan Luliang Nungjin saja mereka
berdua masih sanggup untuk mengimbangi kepandaian
mereka, akan tetapi biarpun kedua orang lihai ini belum
pernah berhadapan sendiri dengan Pak Kek Siansu, namun
mendengar nama guru besar itu mereka telah kuncup
hatinya!
“Dasar kita yang bernasib buruki” Te Lo mo
membanting banting kaki kanannya, “anak itu kita didik
semenjak kecil, tidak tahunya sekarang ternyata hanya
menjadi seorang pemuda pemogoran, pemuda hidung
belang, mata keranjang yang kelak hanya akan
mencemarkan nama kita saja!”
Thian Lo mo yang lebih tenang dan sabar berkata,
“Belum tentu seburuk itu. Yang paling menggemaskan
adalah Luliang Siucai itu. Dia bawa pergi murid kita mau
apakah? ”
“Hm, apalagi? Dia tentu tertarik melihat bakat yang baik
pada diri Ciang Le dan hendak mengambilnya sebagai
murid!”
Karena masih penasaran, kedua orang iblis ini lalu
mendatangi rumah Cun Eng. Tanpa permisi lagi mereka
lalu melompat ke atas genteng dan Cun Eng ketika itu
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
masih menangis tersedu sedu di dalam kamarnya ketika
tahu tahu ia mendengar suara angin dan ketika gadis ini
mengangkat kepala, ternyata ia telah berhadapan dengan
Thian Te Lo mo! Kalau dalam keadaan biasa, tentu gadis
ini akan menjadi pucat ketakutan, karena ia sudah tahu
sampai di mana kelihaian sepasang iblis ini yang
kepandaiannya jauh lebih tinggi dari pada kepandaiannya
sendiri. Akan tetapi pada saat itu, Cun Eng sedang patah
hati berduka, maka ia menjadi nekat dan tidak merasa takut
sama sekali.
“Kalian datang apakah hendak membunuhku? Kalau
demikian, lekas turun tangan, aku tidak takut mati!”
“Hm, apa sukarnya membunuh orang seperti engkau?
Akan tetapi, apa gunanya pula? Betapapun juga, kami
sudah tahu akan sepak terjang Hek kin kai pang dan tidak
ada alasan bagi kami untuk membunuhmu. Kami datang
untuk minta penjelasan darimu. Mengakulah sejujurnya,
apakah murid kami yang goblok ini betul betul suka
kepadamu, ataukah kau yang menipu dan membujuknya?”
Perih hati Cun Eng mendengar pertanyaan ini. Ia tahu
bahwa biarpun ia mencinta pemuda itu dengan seluruh
hatinya, namun ia masih belum berani menentukan apakah
pemuda yang keras hati itu akan sudi melayani dan
menyambut cinta kasihnya. Ia tersenyum pahit dan berkata,
“Jiwi totiang kalian ini dua orang tua mengapa hendak
mencampuri urusan orang orang muda? Aku suka kepada
Ciang Le dan dia tergila gila kepadaku, kalian orang orang
tua ini apakah tidak lebih baik lekas panggil dia kembali
dan rebut dari tangan sasterawan gila itu agar kebahagian
kami berdua takkan terganggu? ”
“Betul betul bangsat berhidung kerbau!” Te Lo mo
memaki muridnya dan tanpa banyak cakap lagi kedua
orang iblis ini lalu melompat dan pergi dari tempat itu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Kembali Cun Eng menjatuhkan diri di atas pembaringan
untuk melanjutkan tangisnya yang tadi terganggu oleh
Thian Te Siang mo.
Inilah sebabnya mengapa Thian Te Siang mo menjadi
kecewa sekali terhadap murid mereka dan ketika mereka
mendengar tentang undangan terhadap orang orang kang
ouw yang dilakukan oleh Sam Thai Koksu di kota Cin an
mereka lalu datang mengunjungi, sebagian untuk
menghibur hati mereka yang kecewa, juga untuk melihat
siapa siapa saja diantara orang orang kang ouw yang akan
datang menghadiri undangan itu.
Dan sebagaimana telah dituturkan di bagian depan dari
cerita ini, Thian Te Siang mo bertemu dengan Liang Bi
Lan, murid Hoa san pai yang muda, cantik manis, lincah
dan cerdik itu. Mari sekarang kita kembali menengok
keadaan Bi Lan yang hadir di dalam taman besar di kota
Cin an di mana Sam Thai Kok su mengadakan perjamuan
untuk menghormat orang orang kang ouw yang hendak
diajak berunding.
Sebagaimana telah dituturkan di bagian depan, Bi Lan
diajak duduk di bangku dekat panggung oleh Kim Kiok.
Sebetulnya, Bi Lan merasa tidak suka kepada wanita
setengah tua yang masih genit ini, akan tetapi oleh karena ia
tidak melihat orang yang dikenalnya di tempat itu, dan pula
Kim Kiok berlaku ramah kepadanya terpaksa ia melayani
ajakan kawan baru ini.
Makin banyak tamu yang datang memenuhi tempat itu
Akan tetapi, menurut pandangan Bi Lan, sebagian besar
orang orang yang datang adalah orang orang kang ouw
yang kasar dan tidak seberapa tinggi kepandaiannya. Tentu
saja ada kekecualiannya, misalnya tiga orang yang
semenjak ia masuk telah menarik perhatiannya, yakni kakek
jembel, nenek yang kepalanya dibalut saputangan putih,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dan hwesio yang besar pendek itu. Kemudian datang dua
orang yang menarik perhatian karena mereka ini biarpun
telah berusia kurang lebih lima puluh tahun, namun masih
bertubuh kekar dan gagah, serta tindakan kaki mereka gesit
sekali. Orang pertama membawa pedang dan orang ke dua
membawa tongkat bercagak. Sam Thai Koksu menyambut
kedatangan dna orang ini dengan muka berseri, “Selamat
datang, jiwi ciang bunjin (dua orang ketua) dari Hui eng
pai! Sudah lama sekali kita tidak saling bertemu. Silakan
duduk!” kata Kim Liong Hoat ong sambil berdiri dari
bangkunya. Semua orang mendengar disebutnya Hui eng
pai, menjadi tertarik dan memandang kepada dua orang
yang baru datang itu. Juga Bi Lan terkejut dan
memperhatikan. Ia sudah lama mendengar nama Hui eng
pai sebagai perkumpulan yang amat ditakuti dan terkenal
sekali di Pegunungan Tapie san.
Tepat seperti dugaan Bi Lan tentang orang orang yang
paling lihai yang berada di situ, orang orang yang
dipersilakan duduk di meja kehormatan, yakni yang berada
di panggung, adalah kakek jembel tadi, hwesio yang besar
pendek itu, dan nenek tua yang kepalanya dibalut
saputangan putih. Ketika tadi Kini Liong Hoat ong
mempersilakan nenek itu untuk duduk di meja kehormatan,
nenek itu menerima baik akan tetapi menuntut agar supaya
dua orang muda laki laki dan wanita yang datang bersama
dia dan yang disebut sebagai murid muridnya itupun
diperkenankan duduk di tempat itu! Oleh karena jumlah
orang yang menduduki tempat kehormatan kini banyak
sekali, maka terpaksa dinaikkan sebuah meja lagi dan
tempat kehormatan itu dipecah menjadi dua meja yang
dikelilingi korsi korsi atau bangku bangku berukir yang
mewah.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Agar jelas, maka baik diterangkan bahwa yang
menduduki tempat kehormatan di atas panggung itu adalah
Kim Liong Hoat ong, Gin Liong Hoat ong, dan Tiat Liong
Hoat ong sebagai tuan rumah, yaitu ketiga Sam Thai
Koksu. Kemudian sebagai tamu tamu nya adalah nenek itu
yang kemudian ternyata adalah seorang tokoh besar dari
barat yang hanya diketahui shenya saja, yaitu she Liu. Oleh
karena itu, ia di sebut Liu Toanio dan berjuluk Siu kun
(Kepalan Sakti). Pemuda dan pemudi itu adalah enci adik
yang menjadi muridnya, yang perempuan bernama Liok
Hui berusia kurang lebih tiga puluh tahun, berwajah cantik
dan pendiam sehingga nampak keren sekali, yang laki laki
bernama Liok San berusia dua puluh lima tahun. Ke
tiganya adalah tokoh tokoh Kwan im pai.
Kakek jembel yang selalu nampak mengantuk dan
melenggut saja itu juga bukan orang sembarangan, karena
dia ini adalah Bu Eng Lokai (Pengemis Tua Tanpa
Bayangan) seorang hiapkek (pendekar) perantau yang sudah
banyak membikin pusing kepala para pembesar Kin karena
melakukan hal hal yang menggemparkan dan menentang
tindakan sewenang wenang dari pemerintah Kin.
Hwesio gemuk pendek itu bukan lain adalah tokoh ke
dua dari Go bi pai bernama Bu It Hosiang, yang menurut
pengakuan Cu Bi adalah guru pemuda ini. Akan tetapi
benar benar aneh karena pada saat itu, pemuda ini sama
sekali tidak pernah memperlihatkan diri. Bagi yang
mengetahui, tentu tidak aneh karena memang Cu Bi telah
diusir oleh Bu It Hosiang dan karenanya orang muda ini
tidak berani memperlihatkan hidungnya kepada bekas
suhunya.
Siapakah dua orang yang baru datang itu tadi, yang
disebut oleh Kim Liong Hoat ong sebagai ketua ketua dari
Hui eng pai? Tentu pembaca masih ingat karena dua orang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
ini bukan lain adalah Suma Kwan Seng dan Suma Kwan
Eng, ketua pertama dan ke dua dari Hui eng pai yang lihai.
Demikianlah, ada sepuluh orang duduk di atas panggung
itu, dan semua tamu memandang kearah mereka dengan
penuh keseganan karena semua itu adalah orang orang
terkemuka. Bi Lan juga memandang dengan penuh
perhatian, dan karena kebetulan sekali Kim Kiok
mengajaknya duduk di dekat panggung, maka ia berada di
bawah tokoh tokoh besar itu dan dapat mendengarkan
percakapan mereka, “Mengapa jiwi hanya datang berdua?
Di mana adanya Sam paicu? ” Ditanya tentang orang
ketiga, yaitu adik seperguruan mereka. Suma Kwan Eng
menjadi muram mukanya. “Sute kami Ciu Hoan Ta telah
celaka dalam tangan orang orang Hoa san pai.”
Mendengar nama Hoa san pai disebut sebut, Bi Lan
memasang telinga dengan penuh perhatian.
“Apa yang telah terjadi? ” tanya Kim Liong Hoat ong.
“Bagaimana Ciu enghiong sampai bentrok dengan orang
orang Hoa san pai? ”
“Ah, tak perlu diceritakan, karena hanya akan
memanaskan perut, Toa koksu,” kata Suma Kwan Seng
kepada Kim Liong Hoat ong, “Suteku itu telah tewas
karena keroyokan orang orang Hoa san pai tetapi biarlah,
akan datang masanya kami berdua membalas dendam
kepada keparat keparat Hoa san pai itu!”
Bukan main marahnya Bi Lan mendengar partainya
dimaki maki orang, wajahnya menjadi merah sekali dan
sepasang matanya yang bening itu memancarkan cahaya
berapi, Kim Liong Hoat ong mengerling ke arah Bi Lan dan
tuan rumah ini merasa tidak enak juga mendengar ketua
Hui eng pai itu memaki maki Hoa san pai yang pada saat
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
itu diwakili oleh seorang nona yang kebetulan sekali
duduknya begitu dekat!
“Harap Suma ciangbunjin jangan terlalu keras
mengeluarkan celaan, karena pada waktu ini ada pula
seorang wakil dari Hoa san pai yang hadir...” katanya
perlahan. Akan tetapi pada saat itu, sebelum Suma Kwan
Seng dan Suma Kwan Eng yang telah menjadi marah itu
bertanya di mana adanya wakil Hoa san pai, tiba tiba Bu It
Hosiang yang duduknya berhadapan dengan dua orang
ketua Hui eng pai itu, telah menggebrak meja di depannya
sehingga cawan cawan arak berlompatan ke atas.
“Memang sungguh menjemukan sekali orang orang Hoa
san pai! Pantas saja jiwi merasa sakit hati. Pinceng sendiri
kalau hari ini melihat seorang diantara mereka berada di
sini, akan pinceng beri tempelengan tiga kali pada batok
kepalanya!”
Kim Liong Hoat ong dan dua orang adiknya saling
pandang dan mereka merasa makin tidak enak.
Sesungguhnya, tiga orang guru negara ini amat licin dan
cerdik di samping kepandaian silat mereka yang tinggi.
Pada waktu itu, perlawanan rakyat secara sembunyi
sembunyi terhadap pemerintah Kin tiada hentinya
dilakukan oleh patriot patriot Bangsa Han. Biarpun secara
resmi Tiongkok bagian utara diduduki oleh pemerintah Kin
namun rakyat yang tidak merelakan tanah airnya dikuasai
penjajah, selalu mendatangkan rongrongan berupa
pemberontakan pemberontakan, pengacauan pengacauan
dan perlawanan terhadap pemerintah Kin Sam Thai Koksu
maklum bahwa biarpun pemberontakan pemberontakan ini
bersumber pada semangat rakyat jelata yang tidak mau
dijajah, namun tanpa pimpinan orang orang pandai
pemberontakan pemberontakan itu takkan berarti apa apa.
Oleh karena inilah, maka Sam Thai Koksu telah
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
merendahkan diri untuk mengundang dan menghubungi
orang orang kang ouw. Kalau jalan “mempererat”
hubungan dengan mereka ini tidak berhasil, masih ada jalan
lain, yaitu mengadudombakan mereka!
Oleh karena inilah, biarpun pada wajah mereka kelihatan
perasaan tak senang dan tidak enak mendengar kedua
pimpinan Hui eng pai dan hwesio tokoh Go bi pai itu
memaki maki Hoa san pai, namun di dalam hati tiga orang
tokoh pembesar Kin ini diam diam tertawa dengan puas.
Hoa san pai telah mereka kenal sebagai partai persilatan
yang besar dan berpengaruh. Demikian pula Go bi pai.
Adapun Hui eng pai juga merupakan partai liar yang amat
kuat, maka kalau sampai terjadi bentrokan antara tiga partai
ini, hai itu hanya mendatangkan kepuasan dan sesuai benar
dengan siasat siasat pemerintah Kin!
Kini menghadapi Bu It Hosiang yang kelihatannya
berangasan itu, Kim Liong Hoat ong bermaksud
“menyiram” api itu dengan minyak. Akan tetapi sebagai
seorang yang pandai dan berpengalaman, ia tidak mau
berpihak, tidak mau kalau sampai terlibar di dalam
bentrokan itu. Maka seperti tak disengaja dan karena
memang tertarik ingin mengetahui Kim Liong Hoat ong
bertanya kepada Bu It Hosiang.
“Bu It Losuhu, sebetulnya mengapakah kau marah
marah kepada Hoa san pai? Bukankah sepanjang
pendengaran kami, Hoa san pai adalah partai persilatan
besar dan nama nama seperti Lian Gi Tojin, Liang Bi
Suthai, Liang Tek Sianseng, dan Tan Seng taihiap sudah
amat terkenal sebagai orang orang gagah di dunia kang
ouw? ”
Bi Lan ikut membuka telinga baik baik. Diam diam ia
suka kepada Kim Liong Hoat ong yang memuji muji nama
guru gurunya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
“Bah, orang orang gagah di dunia kang ouw? Mereka
itu, terutama Liang Bi Suthai, adalah orang orang sombong
yang mengandalkan kepandaian sendiri untuk menghina
orang! Baru beberapa hari yang lalu, kalau tidak suhu
berhati murah, nenek sombong itu tentu sudah pinceng
hajar mampus!”
Hampir saja Bi Lan membuka mulutnya untuk
membalas dampratan hwesio gemuk pendek itu, akan tetapi
ia didahului oleh Kim Liong Hoat ong yang bertanya
kepada Bu It Hosiang, “Sebenarnya apakah yang telah
terjadi antara losuhu dengan Liang Bi Shuthai? ”
Bu It Hosiang tadi sudah mendengar bahwa di situ
terdapat seorang wakil Hoa san pai, karena tadi ia telah
menengok ke sana ke mari dan tidak melihat adanya
seorang diantara empat tokoh Hoa san pai ia menduga
bahwa yang datang tentulah seorang anak murid yang tidak
mempunyai kedudukan berarti. Maka ia tidak ambil perduli
dan bahkan sengaja menuturkan kejadian itu untuk
memberi tahu kepada semua yang mendengarnya betapa
sombong nenek dari Hoa san pai itu.
“Liang Bi Suthai, nenek sombong Hoa san pai itu belum
lama ini dengan beraninya, mengandalkan
kesombongannya, telah naik ke Go bi dan menemui kami,”
ia mulai menutur dengan singkat. “Dengan kata katanya
yang kasar ia menuduh bahwa seorang murid kami berbuat
jahat. Nenek itu telah membunuh seorang anak murid Go
bi pai, kemudian ia datang bukan untuk minta maaf kepada
suhu, melainkan mengeluarkan kata kata kasar, siapa yang
dapat menahan sabar lagi? Suteku, Tiauw It Hosiang
karena masih muda tak dapat menahan sabar lagi lalu
menyerangnya, akan tetapi Tiauw It sute yang masih muda
itu tentu saja tidak dapat menang. Setelah pinceng turun
tangan barulah nenek bawel itu dapat kukalahkan. Tadinya
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
pinceng hendak membalas kematian anak murid kami,
sayangnya suhu yang berhati penuh welas asih itu
mencegahku dan mengampuni nenek bawel itu,
membiarkan nenek bawel itu pergi tanpa mengganggunya.
Bahkan suhu telah memberi obat kepada nenek yang telah
kulukai itu. Nah, cuwi (tuan tuan sekalian) pikir, bukankah
Liang Bi Suthai si nenek bawel itu benar benar sombong
sehingga bebani dia datang menjual lagak di tempat kami? ”
Bi Lan terkejut sekali dan juga marah, tahu bahwa
setelah Tiauw It Hosiang dahulu itu datang mengacau di
Hoa san pai dan ia kalahkan, gurunya wanita itu memang
hendak pergi ke Go bi pai untuk mendamaikan urusan
perselisihan itu dengan ketua Go bi pai, Kian Wi Taisu.
Menurut penuturan hwesio gendut ini, ternyata gurunya itu
telah mengalami kekalahan di puncak Go bi!
Tentu saja Bi Lan dan juga semua orang tidak tahu
duduknya perkara yang sesungguhnya. Memang di dunia
ini siapakah orangnya yang dapat menginsafi kekeliruan
sendiri dan mengemukakan kebenaran lain orang yang
bermusuhan dengan dia? Tak terkecuali Bu It Hosiang.
Penuturannya tadi memang berat sebelah dan ia
menimpakan semua kesalahan pada Liang Bi Suthai. Agar
jelas, mari kita meninjau sebentar apa yang telah terjadi di
puncak Go bi pai itu beberapa hari yang lalu.
Sebagaimana telah dituturkan di depan Liang Bi Suthai
berangkat seorang diri mengunjungi Go bi pai untuk
bertemu dengan ketua Go bi pai, Kian Wi Taisu, guna
membicarakan perselisihan yang timbul antara Go bi pai
dan Hoa san pai, juga untuk menegur Kian Wi Taisu
berhubung dengan sepak terjang anak murid Go bi pai dan
yang akhir akhir ini tentang pengacauan Tiauw It Hosiang
di Hoa san.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Dengan kepandaiannya yang tinggi, Liang Bi Suthai
sebentar saja sudah berada di puncak Go bi san dan
menghadap Kian Wi Taisu. Ia diterima oleh ketua Go bi
pai itu di mang berlatih silat di kelenteng Go bi pai, di mana
Kian Wi Taisu, dan murid muridnya telah duduk
menantinya. Di ujung ruangan lian bu thia ( tempat berlatih
silai ) itu, nampak Kian Wi Taisu duduk di atas sebuah
bangku. Sikapnya dingin dan angker. Hwesio yang sudah
tua sekali ini menegangi tongkat hwesionya yang berat dan
panjang. Para hwesio pengurus yang menjadi murid murid
dan cucu cucu muridnya berdiri dengan sikap sopan di
kanan kiri dan belakangnya. Tokoh ke dua dan ke tiga dari
Go bi pai, yakni Bu It Hosiang dan Tiauw It Hosiang,
berdiri di sebelah kiri guru besar itu.
Melihat sikap hwesio hwesio itu yang amat dingin
menyambut kedatangannya, hati Liang Bi Suthai merasa
tidak enak, akan tetapi ia tidak merasa jerih dan terus
menghampiri Kian Wi Taisu sambil memberi hormat. Ia
tidak tahu bahwa Kian Wi Taisu telah dibikin panas
hatinya oleh Tiauw It Hosiang muridnya. Karena menaruh
hati dendam atas kekalahannya terhadap murid termuda
dari Hoa san pai di puncak Hoa san, Tiauw It Hosiang lalu
mengadu kepada gurunya. Ia menceritakan betapa seorang
anak murid telah terbunuh oleh Liang Bi Suthai, dan bahwa
ketika ia naik ke Hoa san untuk menegur, ia dikalahkan
pula oleh seorang anak murid Hoa san pai. Kian Wi Taisu
adalah seorang tokoh besar Go bi pai yang memiliki
kepandaian tinggi sekali, namun ia tetap seorang manusia
biasa dari darat dan daging, oleh karena itu iapun belum
dapat melepaskan jiwanya dari pada sifat memilih. Sudah
tentu saja ia lebih berat kepada anak anak muridnya dan
lebih percaya kepada Tiauw It Hosiang, sehingga ketika
mendengar penuturan muridnya itu, diam diam ia merasa
mendongkol juga. Akan tetapi ia telah dapat memiliki
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kesabaran besar, maka ia hanya berpesan agar supaya para
muridnya jangan sekali kali mencari permusuhan lagi
dengan orang orang Hoa san pai.
Kini tiba tiba Liang Bi Suthai muncul, tentu saja diam
diam Kian Wi Taisu menjadi makin gemas. Ia menerima
kedatangan nenek Hoa san pai ini dengan muka dingin dan
pandang mata penuh selidik, “Harap Tai suhu suka
memaafkan kelancanganku datang menghadap tanpa
memberi tahu lebih dulu,” kata Liang Bi Suthai dengan
tenang, setelah ia memberi hormat ia tidak memberi hormat
secara berkelebihan, karena biarpun Kian Wi Taisu
memiliki kedudukan tinggi dalam partai Go bi pai, Liang Bi
Suthai merasa bahwa kedudukannya setingkat. Biarpun ia
bukan pemeluk Agama Buddha melainkan seorang pendeta
wanita Agama To kauw namun kedudukannya di Hoa san
paipun terhitung paling tinggi.
“Hm, bagus, Liang Bi Suthai. Baik kau datang, karena
bukankah kedatanganmu ini akan minta maaf atas
kesalahan tangan membunuh seorang murid kami dan
hendak mendamaikan urusan ini? ” tanya Kian Wi Taisu.
Sebetulnya memang hwesio tua ini sudah merasa lega juga
melihat kedatangan nenek ini, di samping perasaan
mendongkol. Kalau saja orang Hoa san pai mau datang
minta maaf, iapun akan menghabiskan urusan itu. Sebagai
seorang pemimpin partai besar, Kian Wi Thaisu dapat tahu
juga bahwa anak murid Go bi pai yang terbunuh oleh nenek
ini bukanlah seorang murid yang baik, bahkan boleh
dibilang seorang murid yang murtad dan menyeleweng.
Akan tetapi, ucapan ketua Go bi pai tadi membangkitkan
kerut merut pada kening Liang Bi Suthai. Nenek ini
memang terkenal berwatak berangasanan keras hati, ia
datang hendak menegur Kian Wi Taisu atas sepak terjang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
murid muridnya, tidak tahunya ia bahkan diharapkan
datang untuk minta maaf!
“Tidak salah dugaanmu bahwa aku datang untuk
mendamaikan urusan, akan tetapi sekali kali bukan dari
fihakku yang harus minta maaf. Aku bukan seorang yang
gila akan pujian akan tetapi kalau hendak dibicarakan
tentang maaf, Pihak Go bi pailah yang seharusnya minta
maaf!”
Sepasang mata Kian Wi Taisu memancarkan sinar kilat.
Ia telah bertahun tahun dapat menahan kesabarannya
karena memang di puncak Go bi san itu tidak pernah ada
urusan sesuatu yang dapat membangkitkan marahnya. Kini
menghadapi Liang Bi Suthai, kemarahannya timbul
bagaikan seekor harimau tidur dibangunkan.
“Liang Bi Suthai, kalau kau tidak mau minta maaf,
apakah kauanggap bahwa pembunuhanmu terhadap anak
murid kami, dan perlakuanmu terhadap muridku Tianw It
ketika ia pergi ke Hoa san, apakah semua itu kauanggap
sudah tepat dan betul? ”
Liang Bi Suthai tidak takut dan menentang sinar mata
hwesio tua itu. “Mengapa tidak betul? Dengarlah, Kian Wi
Taisu. Murid Go bi pai yang terbunuh olehku itu adalah
seorang penjahat cabul yang amat kejam! Aku
membunuhnya bukan mengingat bahwa dia murid Go bi,
melainkan berdasar kejahatannya dan untuk menolong
wanita wanita dari gangguannya. Salahkah itu? Kemudian,
muridmu Tiauw It Hosiang ini yang mengandalkan
kepandaiannya, menyerbu ke Hoa san pai di mana ia
menghina murid murid kami. Akhirnya datang muridku
yang termuda dan Tiauw lt Hosiang dikalahkan oleh
muridku yang termuda itu! Salah pulakah ini? ”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tiba tiba terdengar seman keras dan Tiauw It Hosiang
meloncat maju sumbil membentak, “Setan perempuan, kau
hendak berlaku sombong di sini? ” Sambil berkata
demikian, Tiauw It Hosiang sudah menyerang dengan jari
telunjuk tangan kanannya yang dituruskan ke atas! Datang
datang Tiauw It Hosiang ini sudah hendak mempergunakan
ilmu pukulan It ci sinkang yang terkenal.
Liang Bi Suthai maklum akan berbahayanya serangan It
ci sinkang ini, maka cepat ia mengelak ke kiri sambil
berkata kepada Kian Wi Taisu, “Kian Wi Tai suhu,
beginikah kelakuan murid muridmu terhadap seorang
tamu? ”
Nenek yang keras hati ini tidak menanti sampai hwesio
tua itu menjawab, kemudian secepat kilat ia lalu membalas
serangan Tiauw It Hosiang dengan ilmu pukulan yang
bertubi tubi dilakukan dengan kedua tangannya. Liang Bi
Suthai adalah ahli silat tangan kosong yang paling lihai
diantara saudara saudaranya, maka serangannya ini hebat
sekali sehingga biarpun Tiauw It Hosiang sudah berusaha
menangkis, namun tetap saja hwesio ini terdesak mundur
dengan hebat dan angin pukulan yang bertenaga kuat itu
membuat Tiauw It Hosiang terhuyung huyung!
Tiba tiba dari samping menyambar angin pukulan yang
sekaligus menolak pukulan Liang Bi Suthai. Nenek ini
terkejut karena tangkisan itu benar benar kuat sekali. Ketika
ia memandang, ternyata yang menangkis itu adalah Bu It
Hosiang yang menolong sutenya.
“Hm, Bu It Hosiang apakah kau juga sedogol sutemu? ”
Kemudian nenek ini berkata kepada ketua Go bi pai. “Tai
suhu, benar benarkan kau hendak menghina seorang tamu
dari Hoa san pai? Apakah benar benar kau tidak ingat dan
tidak mau tahu lagi bahwa kita semua sebenarnya berasal
dari satu sumber? ”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Kian Wi Taisu tersenyum dingin. “Memang sukarlah
bagi seseorang untuk menyadari, Liang Bi Suthai. Kau
menyalahkan kami, akan tetapi kau tidak ingat bahwa
betapapun besar kejahatan seorang anak murid kami,
namun kau sama sekali tidak berhak untuk membunuhnya!
Kalau memang benar anak murid Go bi pai jahat, mengapa
kau tidak menegurku sehingga kami dapat turun tangan
sendiri? Mengapa tahu tahu kau telah membunuhnya? Itu
adalah kesalahan besar sekali. Kemudian sekarang kau
mengejek kami karena Tiauw It telah menyerangmu.
Apakah kau tidak ingat lagi betapa Tiauw It ketika menjadi
tamu di gunungmu, juga kau telah menyerangnya dengan
murid muridmu sehingga ia kalah? ”
Liang Bi Suthai tidak mengira bahwa ketua Go bi pai ini
demikian pandai bicara, ia lalu memandang tajam dengan
sikap menantang. “Kalau begitu, kalian hendak mengambil
keputusan bagaimanakah? Aku bersedia melayani,
memang sudah lama aku ingin sekali menyaksjkan sampai
di mana kehebatan ilmu kepandaian dari Kian Wi Taisu
ketua Go bi pai!”
Kian Wi Taisu tertawa dan ia mengetuk ngetukkan
tongkatnya di atas lantai.
“Liang Bi Suthai, biar suhengmu sendiri, Liang Gi
Cinjin, masih belum cukup kuat untuk menguji
kepandaianku. Apalagi kau! Bu It, coba kaulayani tamu kita
ini main main sebentar!”
Hal ini memang sudah sejak tadi dikehendaki oleh Bu It
Hosiang, maka ia segera melangkah maju menghadapi
nenek Hoa san pai itu. Hwesio pendek besar ini lalu
mengeluarkan sebatang toya kuningan dan sambil
tersenyum mengejek ia berkata, “Liang Bi Suthai, cobalah
kaulayani toyaku ini beberapa jurus untuk menambah
kebodohanku!”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Liang Bi Suthai sudah marah sekali Dengan muka merah
ia menjawab, “Hwesio kasar, tak perlu banyak cakap lagi,”
lalu tiba tiba ia mengayun tangan kacaunya menampar ke
arah dada hwesio itu Bu It Hosiang cepat mengelak dan di
lain saat, toyanya sudah menggempur ke arah kepala Liang
Bi Suthai. Keistimewaan nyonya tua ini memang terletak
pada kedua tangan dan kedua ujung lengan bajunya yang
panjang dan yang ia pergunakan sebagai sepasang senjata
pendek, maka ia tak pernah mempergunakan senjata dalam
pertempuran. Dengan ginkangnya yang tinggi, biarpun
bertangan kosong, ia tidak gentar menghadapi lawan yang
bersenjata.
Akan tetapi, menghadapi Bu lt Hosiang murid tertua dari
Kian Wi Taisu dan tokoh ke dua dari Go bi pai, ternyata ia
telah menemui tandingan yang setimpal. Keduanya
mengerahkan kepandaian masing masing dan sebentar saja
tubuh kedua orang tua ini lenyap terbungkus gulungan sinar
toya yang diputar cepat sekali oleh Bu It Hosiang.
Menonton pertempuran yang hebat ini, hanya Tiauw It
Hosiang dan Kian Wi Taisu saja yang dapat mengikuti
jalannya pertandingan dengan jelas dan diam diam Kian Wi
Taisu mengagumi ilmu silat tangan kosong dari tokoh Hoa
san pai itu.
Akan tetapi oleh karena senjata toya lebih berat dan
panjang dari pada senjata sederhana berupa ujung lengan
baju, setelah bertempur seratus jurus lebih, tiba tiba
terdengar suara keras dan kedua orang itu melompat
mundur. Bu It Hosiang terkejut sekali melihat senjata
toyanya telah patah menjadi dua, akan tetapi Liang Bi
Suthai terhuyung dengan wajah pucat dan bibirnya menjadi
merah karena dari mulutnya mengeluarkan darah! Ternyata
bahwa tadi ujung toya Bu It Hosiang berhasil menyodok
dada nenek itu, yang cepat mengerahkan lweekangnya dan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
“menggunting” dengan kedua lengannya. Biarpun ia
berhasil dapat mematahkan toya itu, namun tetap saja
bagian atas dadanya, dekat pundak kanan telah tersodok
toya dan ia menderita luka di dalam tubuh yang lumayan.
“Kepandaian Bu It Hosiang benar benar lihai,” nenek itu
menjura sambil menahan sakit, “Liang Bi Suthai,” kata
Kian Wi Taisu menyesal, “ketika Tiauw lt pergi ke Hoa
san, ia telah menderita luka di dalam tubuhnya. Sekarang
kau datang ke sini, luka pula. Ah, aku menyesal sekali.
Biarlah pinceng memberi obat untuk menyembuhkan
lukamu.” Sambil berkata demikian, Kian Wi Taisu
merogoh kantong jubahnya dan memberi tiga butir pil
merah kepada Liang Bi Suthai. Akan tetapi nenek ini
menjura kepadanya dan berkata, “Tai suhu mulia sekali,
akan tetapi ketika Tiauw It Hosiang terluka di Hoa san,
iapun menolak obat dari Hoa san pai. Apakah sekarang aku
ada muka untuk menerima obat dari Go bi pai? Tidak,
terima kasih dan sampai jumpa pula!” Setelah berkata
demikian,, Liang Bi Suthai lalu pergi meninggalkan tempat
itu.
Demikianlah peristiwa jang terjadi di puncak Go bi san,
di kelenteng dari partai Go bi pai. Tentu saja Bu It Hosiang
yang kini hadir di dalam taman raya di kota Cin an, tidak
menceritakan semua dengan jelas. Namun penuturannya
itu, kecuali kepada Bi Lan yang menjadi marah sekali,
membuat semua tamu menarik kesimpulan bahwa Liang Bi
Suthai benar benar sombong.
“Memang terlalu sekali orang orang Hoa san pai!” kata
Suma Kwan Eng, ketua nomor dua dari Hui eng pai.
“Mereka itu baru tahu rasa kalau sudah diberi hajaran.
Karena itu, setelah selesai menghadiri pertemuan di sini
kami berdua juga hendak menuntut balas atas kematian sute
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kami di Hoa san! Orang she Tan itu harus menebus
kematian sute!”
Wajah Bi Lan sebentar pucat sebentar merah saking
marah dan mendongkolnya. Akan tetapi gadis ini maklum
bahwa ia menghadapi banyak sekali orang pandai yang
sukar untuk dilawan, oleh karena itu, gadis ini memutar
otaknya dan tidak berani berlaku secara sembrono. Ia telah
mengambil keputusan untuk memperkenalkan diri agar
orang orang itu tidak membuka mulut seenaknya saja, akan
tetapi baru saja ia berdiri, terdengar Bu It Hosiang bertanya
kepada Satu Thai Koksu.
“Pinceng tadi mendengar bahwa di sini hadir pula anak
murid Hoa san pai. Yang manakah dia? Menurut pinceng,
agar jangan sampai pertemuan ini dikotori oleh orang
sombong, wakil Hoa san pai itu disuruh meninggalkan
tempat ini saja!”
Pada saat itu, dari bawah panggung berkelebat bayangan
yang gesit sekali dan tahu tahu Bi Lan sudah berdiri
menghadapi tokoh tokoh besar yang mendapat tempat
duduk istimewa itu.
Karena gadis ini langsung menghampiri Bu It Hosiang
sambil memandang dengan senyum mengejek dan mata tak
berkedip, hwesio ini membentak, “Anak kurang ajar, siapa
kau? ”
“Dia inilah wakil dari Hoa san pai,” kata Kim Liong
Hoat ong yang diam diam merasa girang karena ia
mengharapkan mereka semua itu saling bentrok dan
bermusuhan, sungguhpun pada lahirnya ia seakan akan
menjadi orang yang mendamaikan.
Bu It Hosiang tertegun, demikian juga kedua orang
saudara Suma dari Hui eng pai. Melihat bahwa wakil dari
Hoa san pai hanya seorang nona muda sekali yang cantik
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
jelita dan nampak lemah, mereka tentu saja memandang
rendah.
“Ah, kalau nona ini yang mewakili Hoa san pai, biar
sajalah jangan disuruh pergi. Kasihan dong nona manis
yang masih muda ini. Biarlah memandang mukanya, kami
mengalah dan menberi ampun. Baiknya dia diberi tempat
duduk di atas panggung sehingga semua orang dapat
melihatnya,” kata Suma Kwan Eng. Ucapan ini sebenarnya
selain memperolok olok, juga memandang rendah dan
menghina sekal, di samping sifatnya yang membuktikan
nilai watak orang yang bicara. Akan tetapi, banyak juga
yang tertawa gembira dan menyatakan setuju! Demikianlah
watak orang orang lelaki yang pada dasarnya memang gila
kecantikan apa bila melihat seorang nona cantik. Memang
sedari tadi, Bi Lan telah dijadikan sasaran banyak sekali
mata laki laki yang hadir di tempat itu!
Bi Lan tersenyum manis sehingga dekik pipinya nampak
nyata ketika ia menjura kepada Suma Kwan Eng, “Terima
kasih, kau baik sekali, pantas saja kau masih hidup, tidak
seperti sutemu itu yang pendek usia.”
Kalau tadi wajah Suma Kwan Eng penuh dengan seri
mentertawakan, kini tiba tiba berobah cemberut dan
keningnya berkerut. Sudah biasanya, kalau orang suka
memperolok orang lain di depan umum dia sendiri tidak
suka dipermainkan orang.
Akan tetapi sebelum Suma Kwan Eng menjawab, Bu It
Hosiang sudah berdiri dan menghadapi Bi Lan. Pendeta
gundul ini memandang tajam penuh perhatian. Ia tidak
memandang gadis ini serendah pandangan kedua saudara
Suma itu, karena ia teringat akan penuturan sutenja yang
katanya kalah oleh gadis muda murid Hoa san pai.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
“Apakah kau yang telah melukai suteku Tiauw It
Hosiang? ” tanyanya.
Bi Lan menghadapi hwesio tua ini dengar senyum
manis, sungguhpun hatinya gemas sekali memikirkan
bahwa hwesio ini telah melukai Liang Bi Suthai.
“Siapa sih Tiauw It Hosiang itu? ” ia balas bertanya
dengan pandangan mata lucu.
Bu It Hosiang meraba tongkatnya yang lihai. “It ci
sinkang Tiauw It Hosiang hanya seorang saja, yaitu suteku
dari Go bi pai. Kau kah yang dulu di puncak Hoa san telah
melukainya? ”
Bi Lan beraksi seakan akan ia berpikir keras kemudian
dengan muka lucu ia berkata, “Aku tidak tahu apakah
namanya It ci sinkang Tiauw It Hosiang atau bukan. Yang
aku tahu hanyalah seekor kepiting gundul yang lucu sekali.
Eh, Bu It Hosiang, kalau waktu itu kau berada di sana, kau
tentu takkan dapat menahan ketawamu karena geli. Aku
benar benar masih ingin tertawa terpingkal pingkal kalau
mengenangkan kepiting gundul itu. Ia menari nari kepiting,
beginilah!” Lalu gadis ini membuat gerakan dengan kedua
jari telunjuk di mainkan, seperti kepiting merayap. Orang
orang yang hadir di situ tertawa bergelak melihat sikap yang
lucu ini. “Nah, apakah kau mau bilang bahwa kepiting
gundul itu sutemu? ”
“Gadis kurang ajar! Kau berani mempermainkan tokoh
tokoh Go bi pai demikian rupa? Apakah kau sudah bosan
hidup? ”
“Bosan hidup? Kalau aku bosan hidup, aku akan
menutup hidung dan mulutku dengan tangan, menahan
napas dan… nah, apakah kaukira aku dapat bernapas lagi?
Tidak, hwesio tua aku masih suka sekali hidup.!” jawaban
Bi Lan terang sekali hendak mempermainkan hwesio itu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
“Setan cilik, mengakulah bahwa kau yang melukai
suteku,”
“Bukan aku yang melukai, adalah kepiting gundul itu
sendiri yang cari penyakit. Kalau di dalam laut, ia boleh
beraksi mengulur kaki kakinya yang panjang. Akan tetapi ia
menari di darat dan kebetulan sekali pada waktu itu aku
dan guru guruku ingin makan telur kepiting. Aku berusaha
menangkap kepiting untuk dimasak, eh, dia hendak
menyapit, tentu saja kuketok kepalanya. Begini!” Gadis itu
membuat gerakan seperti orang memukul sesuatu dengan
tangannya.
Hampir saja Bu It Hosiang tak dapat menahan nafsunya
lagi. Dari hidungnya keluar hawa panas dan kepalanya
sampai pening saking bergolaknya nafsu marah di
dalamnya.
“Mengakulah, benar benar kau yang melukainya? Aku
hampir tidak percaya! Atau, apakah memang murid Hoa
san pai pengecut semua, berani berbuat tidak berani
mengaku? ”
“Bu It Losuhu, sebelum aku menjawab, kau mengakulah
dulu, apakah kau yang melukai guruku Liang Bi Suthai di
puncak Go bi san? ”
Bu It Hosiang tertegun. “Sudah kuceritakan tadi.”
“Kau mengakulah yang jelas, atau, apakah orang orang
Go bi pai pengecut semua, berani berbuat tidak herani
mengaku? ” Pertanyaan ini jelas sekali adalah tiruan dari
pertanyaan hwesio tadi maka makin marahlah Bu It
Hosiang.
Bu It Hosiang yang sudah marah sekali hampir saja tak
dapat menahan hatinya. Ingin ia sekali menggerakkan
toyanya menghancurkan kepala gadis muda Hoa san pai
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
yang sudah pernah menjatuhkan sutenya, juga sekarang di
hadapan orang banyak telah berani mengeluarkan kata kata
mempermainkannya.
Akan tetapi sebelum ia bergerak, tiba tiba dari bawah
menyambar tubuh seorang laki laki yang berkumis tebal.
Sepasang tangannya memegang dua batang tombak pendek
dan sikapnya sombong sekali. Biarpun orang ini masih
belum tua benar, paling banyak empat puluh tahun, namun
kumisnya yang tebal itu sudah putih, demikian pula
rambutnya. Akar tetapi ia menutup ubannya dengan topi
sedangkan bajunya kotak kotak aksi sekali. Dia adalah
seorang tokoh kang ouw yang cukup terkenal, bernama
Ciang Kui San. Telah lama Kui San tertarik dan tergila gila
kepada Coa Kim Kiok wanita genit itu dan karena Kim
Kiok mengaku bahwa dia adalah murid dari Go bi pai,
maka kini melihat seorang tokok besar Go bi pai
dipermainkan dan dihina oleh seorang nona muda, Ciang
Kui San tak sabar lagi dan melompat ke atas panggung.
“Locianpwe, silakan mundur, biar siauwte yang
menghadapi bocah kurang ajar ini. Untuk apa memukul
seekor anjing betina kecil dengan tongkat besar? ”
Bu It Hosiang tidak mengenal orang itu, akan tetapi ia
pikir betul juga. Kalau dia tidak dapat menahan nafsu dan
melayani Bi Lan di tempat itu, maka semua orang yang
kebanyakan adalah orang orang kang ouw itu akan
menyaksikan pertempuran antara dia dan anak murid Hoa
san pai. Ini sungguh merendahkan namanya. Dia adalah
tokoh ke dua dari Go bi pai, seorang yang boleh dibilang
telah menduduki tingkat tinggi. Masa dia harus menghadapi
seorang gadis semuda ini, yang bahkan menjadi murid
termuda dari Hoa san pai? Sungguh tidak patut sekali!
Maka ia mengangguk kepada Kui San lalu mengundurkan
diri, duduk di tempatnya yang tadi.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ciang Kui San terkenal sebagai seorang yang mabok
akan paras cantik. Dia seorang laki laki pemogoran yang
mengandalkan kepandaiannya suka membikin ribut. Kini ia
menghadapi Bi Lan sambil tertawa cengar cengir seperti
seekor monyet tua.
“Nona, kau ini masih terlalu hijau sudah berani berlagak
di tempat ini. Lebih baik kau berlutut minta ampun kepada
locianpwe dari Go bi pai itu, kemudian kau turut aku Ciang
Kui San untuk belajar silat barang lima tahun lagi.
Bagaimana? ”
Bi Lan adalah seorang gadis yang lincah dengan kata
kata. Mendengar ucapan yang menghina ini, biarpun ia
merasa marah dan mendongkol, namun ia tetap
memperlihatkan senyumnya yang manis.
“Sungguh lucu mahluk ini!” katanya penuh ejekan. “Kau
bisa bicara dan mempunyai nama seperti manusia, akan
tetapi melihat mukamu kau seperti monyet tua berkumis
lebat, melihat sikapmu kepada Bu It Hosiang, kau tak
ubahnya seekor anjing penjilat! Aku namakan engkau
manusia setengah monyet setengah anjing. Apa kau ingin
dicabut kumismu? ” Sambil berkata demikian, tubuh Bi Lan
bergerak cepat ke depan dan tangan kanannya menyambar
dari kanan untuk mencabut kumis orang.
Merasa betapa sambaran tangan kanan itu
mendatangkan hawa yang amat kuat, Ciang Kui San
terkejut sekali dan cepat mengelak ke kanan, akan tetapi
segera ia berteriak kesakitan karena tangan kiri nona itu
sudah memapaki dari kiri dan sekali jambak saja kumisnya
yang sebelah kanan copot! Darah mengalir dari kulit di
mana kumis lebat tadi tumbuh!
Karuan saja Ciang Kui San berjingkrak jingkrak
kesakitan sehingga kelihatan amat lucu. Di sana sini
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
terdengar tertawa tertahan, Kui San marah sekali, ia lalu
menyerang dengan sepasang tombaknya. Akan tetapi Kui
San ini hanya besar lagaknya saja dan kepandaiannya
masih kalah jauh oleh Bi Lan yang kini mainkan Ilmu Silat
Ouw wan ciang hwat yang dipelajari dari Coa ong Sin kai.
Ouw wan ciang hwat atau Ilmu Silat Lutung Hitam ini lihai
sekali, sebagai mana tadi telah diperlihatkan ketika ia
mencabut kumis. Gerakan ilmu silat ini dilakukan dengan
kedua tangan dan kedua kaki yang selalu saling membantu.
Seperli tadi, begitu tangan kanan menyerang, disusul
serangan tangan kiri dan sesungguhnya sukar diduga tangan
yang manakah yang tenar benar hendak menyerang dan
tangan mana yang hanya memancing belaka!
Bi Lan memang seorang dara yang jenaka. Baru
segebrakan saja, kalan dia mau, ia dapat merobohkan lawan
yang besar suara tiada isi ini, akan tetapi ia bukan Bi Lan
kalau hanya merobohkan lawan begitu saja tanpa
mempermainkan dulu. Lagi pula, gadis ini hendak menguji
Ilmu Silat Ouw wan ciang hwat nya, maka ia sengaja
mempermainkan lawannya sambil menampar, menendang,
menyiku, dan semua pukulan ini tak lain hanya untuk
mempermainkan lawannya belaka. Mulai terdengar suara
suara pujian dari para tamu ketika mereka menyaksikan
kehebatan ilmu silat tangan kosong gadis itu. Bahkan para
locian pwe seperti Sam Thai Koksu, iuga Bu It Ho siang,
terkejut sekali melihat ilmu silat itu. Belum pernah mereka
menyaksikan ilmu silat seaneh itu, dan dengan malu dan
penasaran sekali mereka harus akui bahwa mereka tidak
mengenal ilmu silat dari gadis itu!
Yang paling heran dan penasaran adalah Ciang Kui San
sendiri. Ia telah melatih diri belasan tahun dan
pengalamannya bertempur juga banyak. Bagaimana
sekarang dengan sepasang tombaknya yang sudah terkenal
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
itu ia tidak dapat merobohkan seorang dara muda? Benar
benar memalukan sekali! Rasa malu ini membuat ia marah
bukan main dan kini tombaknya digerakkan secara lebih
cepat, nekad dan ganas lagi!
Sambil berseru keras, Bi Lan tertawa tawa dan sambil
mengelak ia telah mendupak paha Kui San sehingga terasa
sakit sekali. Ciang Kui San maju menubruk dan dengan
tangan kanannya ia menusukkan tombaknya ke arah dada
Bi Lan.
“Mampus kau setan!” bentaknya.
“Aya… monyet tua masih galak, eh? ” Bi Lan meloncat
ke atas sambil mengelak sehingga tombak itu lewat
disamping tubuhnya. Tombak kanan Kui San itu meluncur
cepat dan menancap pada tiang panggung. Dan sebelum
Kui San dapat mencabutnya kembali, Bi Lan menggerakkan
tangannya ke arah muka Kui San, maka tercabutlah kumis
di sebelah kiri dari orang itu, Bi Lan tidak berhenti sampai
di situ saja. Kakinya menendang dan tubuh Kui San
terlempar ke bawah panggung.
Sambil tertawa tawa, Bi Lan mencabut tombak pendek
yang masih menancap di tiang itu dan memegangnya
dengan sikap tenang.
“Cuwi sekalian lihat sendiri bahwa monyet tua itu
mencari perkara sendiri. Aku hanya melayaninya saja,
jangan mengira bahwa aku yang mencari permusuhan!”
Diantara para penonton ada yang mengenal Bi Lan,
maka ia berseru.
“Kepandaian Sian li Eng cu benar benar mengagumkan
sekali!”
Pada saat itu, Bu It Hosiang sudah meloncat ke depan
nona ini dan menggerak gerakkan toyanya. “Anak Hoa san
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
pai, keluarkanlah senjatamu, biar pinceng di sini
membuktikan sendiri sampai di mana kelihaian mu maka
kau berlagak sombong di depan kami!”
Akan tetapi, setelah keadaan meruncing, Sam Thai
Koksu merasa sudah tiba waktunya turun tangan. Kim
Liong Hoat ong lalu meloncat maju dan berdiri diantara
dua orang itu sambil mengangkat kedua tangannya ke atas.
“Jiwi harap suka memandang muka kami Sam Thai
Koksu untuk menyudahi saja pertempuran ini.”
“Tidak mungkin!” kata Bu It Hosiang tak sabar. “Anak
Setan ini sudah terlampau jauh menghina kami kaum Go bi
pai,”
“Lo enghiong,” kata Bi Lan kepada Kim Liong Hoat
ong, “kalau memang losuhu dari Go bi pai ini hendak
memperlihatkan bagaimana seorang pendeta menurutkan
nafsunya untuk menghina orang muda, biarkanlah dia
berbuat sesukanya!” Ucapan Bi Lan ini menyakitkan hati,
akan tetapi juga membuat Bu It Hosiang merasa tak
berdaya. Ucapan ini dikeluarkan nyaring sehingga
terdengar oleh semua orang, kalau dia sebagai seorang
hwesio berlaku nekad terus, tentu semua orang akan
menganggapnya keterlaluan! Maka sambil mengertak gigi,
hwesio tua ini berkata, “Anak setan, baiklah kita mencari
tempat yang sunyi untuk menentukan siapa yang lebih kuat
antara Hoa san dan Go bi san!”
“Sudahlah, harap bersabar. Sekarang diatur begini saja.
Kami sebagai tuan rumah hendak melanjutkan acara
pertemuan malam ini dan kemudian sebagai acara hiburan,
boleh diadakan pibu secara terbuka. Siapa saja yang
berminat boleh menguji kepandaian sendiri di panggung ini,
bagaimana? ”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
“Setuju! Setuju!!” terdengar teriakan orang dan semua
orang lalu mengikuti teriakan ini.
Terpaksa dengan uring uringan Bu It Hosiang kembali ke
tempat duduknya. Juga Bi Lan lalu meloncat turun,
kembali ke tempat duduknya, akan tetapi Kim Kiok tidak
berada di tempatnya yang tadi lagi. Bi Lan juga tidak mau
memperdulikan nona itu dan ia duduk dengan senang
hendak melihat apa yang akan terjadi selanjutnya.
Sam Thai Koksu, yang terdiri dari Kim Liong Hoat ong
Cin Liong Hoat ong dan Tiat Liong Hoat ong, berdiri di
atas panggung, berjejer dan Kim Liong Hoat ong sebagai
saudara tertua, bicara terhadap tamu.
“Cuwi sekalian yang mulia. Kami menghaturkan selamat
datang dan terima kasih atas perhatian cuwi sekalian
mengunjungi pertemuan ini atas undangan kami. Dalam
kesempatan ini, kami ingin memperkenalkan diri, dan ingin
memperlihatkan bahwa sesungguhnya pemerintah kami
ingin bekerja sama dengan cuwi sekalian yang gagah
perkasa demi keamanan dan kemakmuran. Kami
mempersilakan kepada cuwi enghiong besok pagi
mendaftarkan diri sebagai anggauta di kantor kepala daerah
Cin an. Hendaknya diketahui bahwa kami membentuk
sebuah perkumpulan orang gagah, yang bernama Eng hiong
hwe dan kantornya berada di sebelah kantor kepala daerah.
Di sana cuwi akan mendapat penjelasan tantang cara dan
rencana kerja diri perkumpulan kita. Nah, sekarang kami
persilakan kepada cuwi sekalian untuk menikmati hidangan
sekedarnya!”
Para pelayan lalu sibuk mengeluarkan arak dan makanan
yang serba mahal dan enak. Orang orang gagah yang
mendengar omongan Kim Liong Hoat ong dan melihat
sikap kakek ini. merasa enak hatinya. Diam diam mereka
menganggap bahwa Sam Thai Koksu ternyata bersikap
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sopan dan beraturan, patut dijadikan kawan daripada
menjadi lawan. Akan tetapi semua ini tentu saja tidak
dihiraukan oleh Bi Lan. Ketika gadis ini memperhatikan
kepada tokoh tokoh lain, hanya melihat bahwa Sin kun Liu
Toanio dan juga Bu eng Lo kai kelihatan tak senang. Bu
eng Lo kai si kakek jembel itu mencoret coret tanah dengan
tongkatnya dan tidak mau minum arak sama sekali.
Matanya memandang ke arah Sam Thai Koksu penuh
selidik. Adapun Sin kun Liu Toanio, bicara berbisik bisik
dengan Liok Hui dan Liok San dua orang muridnya. Sikap
mereka juga tidak bersahabat. Diam diam Bi Lan menjadi
gembira karena ia menduga bahwa tentu akan terjadi hal
hal yang hebat. Ia sama sekali tidak pernah merasa gentar
menghadapi Bu It Hosiang dan dua orang ketua Hui eng
pai yang kasar itu, hanya ia masih sangsi akan kepandaian
Sam Thai koksu karena melihat sikap mereka, dapat diduga
bahwa mereka tentu memiliki kepandaian luar biasa. Juga
kakek jembel dan nenek yang kepalanya diikat kain putih
itu agaknya orang orang yang lihai sekali.
Setelah arak dibagikan beberapa putaran, Bu It Hosiang
sudah tak dapat menahan rasa penasaran dan marahnya
lagi terhadap Bi Lan gadis Hoa san pai itu, maka ia lalu
melompat dan berdiri di atas panggung yang luas. Ia
menjura kepada tuan rumah, lalu berkata sambil menoleh
keoada Bi Lan, “Sekarang pinceng hendak menggunakan
kesempatan yang diberikan oleh Sam Thai Koksu, pinceng
menantang pibu kepada orang orang Hoa san pai yang
kebetulan berada di sini, untuk menentukan mana yang
lebih lihai antara ilmu silat Go bi pai dan ilmu silat Hoa san
pai.”
Bi Lan biarpun amat periang, namun ia masih muda dan
berdarah panas. Ia tidak takut kepada hwesio tua dari Go bi
pai itu maka cepat ia berdiri dan sekali kedua kakinya
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
digerakkan, tubuhnya sudah melayang naik ke atas
panggung.
“Bu It Hosiang, kau tokoh kedua dari Gobi pai benar
benar bermulut besar sekali. Biarlah pada malam hari ini
tokoh kedua dari Go bi pai berpibu melawan aku, murid
paling kecil dari Hoa san pai.” Bi Lan sengaja menekan
pada kata kata tokoh kedua dan murid paling kecil,
sehingga orang orang yang mendengar kata katanya dapat
menangkap maksud ucapannya itu bahwa sungguh Bu It
Hosiang tidak tahu malu, sebagai tokoh ke dua dari Go bi
pai ia hendak turun tangan terhadap murid paling kecil dari
Hoa san pai!
-oo0dw0oo-
Jilid VII
BU IT HOSIANG tentu saja mengerti akan sindiran ini,
maka juga dengan keras ia berkata, “Pinceng telah
mengalahkan gurumu, Liang Bi Suthai tokoh Hoa san pai
yang terkenal. Sebaliknya kau sebagai muridnya, telah
mengalahkan suteku. Bukankah hal ini aneh sekali? Entah
kau yang memiliki kepandaian melebihi gurumu, entah
suteku yang goblok sekali! Oleh karena itu, tidak ada
salahnya kalau pinceng sendiri mencoba dan mengukur
sampai di mana tingkat kepandaianmu. Apakah kau takut,
nona? Kalau kau takut, pinceng takkan memaksa dan kau
boleh kembali ke Hoa san!"
“Kakek gundul, siapa takut? " Bi Lan gemas juga karena
dengan pandai hwesio itu dapat membalasnya dengan kata
kata. "Lekas gerakkan toyamu pemukul anjing itu."
Bu It Hosiang tersenyum mengejek. "Untuk apakah aku
harus bersenjata menghadapi seorang anak kecil? Lebih
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tepat kalau kau mengeluarkan senjatamu, biar pinceng
melawan dengan tangan kosong!"
“Betulkah? ” kata Bi Lan dan cepat bagaikan kilat ia
telah mengambil tombak pendek milik Ciang Kui San tadi
yang masih berada di panggung itu, sekali ia menggerakkan
tombak itu yang dipegang pada gagangnya, ia telah
melakukan serangan yang hebat sekali!
Bukan main kagetnya Bu It Hosiang. Tombak pendek ini
setelah berada di tangan Bi Lan ternyata dimainkan seperti
sebatang pedang dan nona ini karena dapat menduga akan
kelihaian lawannya, tidak mau main main seperti
menghadapi Ciang Kui San tadi, sebaliknya datang datang
ia telah mainkan Sin coa Kiam hwat, ilmu pedang yang ia
pelajari dari Coa ong Sin kai. Hebat sekali ilmu pedang ini,
dan pula Ilmu Pedang Sin coa Kiam hwat dari Coa ong Sin
kai ini jarang sekali diperlihatkan di dunia kang ouw. Oleh
karena iu ilmu pedang ini masih asing bagi semua orang
yang berada di situ.
Bu It Hosiang benar benar merasa terkejut. Tadipun
ketika ia melihat gadis ini menghadapi Ciang Kui San, ia
sudah merasa heran karena ilmu silat tangan kosong yang
dimainkan oleh Bi Lan bukanlah ilmu silat Hoa san pai.
Kini dengan tombak pendek gadis ini mainkan ilmu pedang
yang aneh dan luar biasa sekali lagi. Maka hwesio ini lalu
berseru dan toyanya menyambar nyambar dengan dahsyat
sekali sehingga Bi Lan harus berlaku awas dan cepat sekali.
Namun gadis ini tidak menjadi takut, bahkan iapun lalu
mainkan ilmu pedangnya yang terpecah menjadi tiga bagain
dan setiap bagian mempunyai sembilan jurus yang lihai.
Bu It Hosiang sudah pernah menyaksikan ilmu pedang
Hoa san pai, bahkan ia beberapa kali pernah menghadapi
ilmu pedang ini, maka melihat jalannya ilmu pedang yang
dimainkan oleh Bi Lan, ia benar benar tidak mengerti.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Beberapa kali mendesak, akan tetapi sia sia saja karena
permainan pedang yang juga bukan mempergunakan
pedang asli, melainkan sebatang tombak pendek dari gadis
ini tidak dapat didesaknya, bahkan beberapa kali tombak
menyerang dengan cara yang amat dahsyat sehingga
membingungkan Bu It Hosiang.
“Tahan dulu!” hwesio itu berseru keras sambil meloncat
mundur dan mengeluarkan toyanya yang dipalangkan di
depan dada.
“Ada apa, Bu It Hosiang? Apakah kau sudah merasa
cukup? ” tanya Bi Lan mengejek.
“Nona, pinceng lihat kau tidak mengguna ilmu pedang
dari Hoa san pai! Betul betulkah kau seorang murid Hoa
san pai? Jangan kau main main. Ilmu pedang apakah yang
kau mainkan tadi? Juga, ilmu pukulanmu ketika kau
merobohkan Ciang enghiong tadipun bukan dari Hoa san
pai!”
Bi Lan biarpun suka bergurau, namun mempunyai watak
jujur. Ia tertawa dan menjawab, “Aku memang anak murid
Hoa san pai, itu tak dapat disangkal lagi. Akan tetapi, guru
guruku tidak melarangku untuk mempelajari ilmu silat lain.
Apakah kau jerih menghadapi ilmu pedangku tadi? ”
“Siapa jerih kepadamu? Kulihat ilmu pedangmu aneh
seperti ilmu kepandaian siluman. Agaknya kau dapat
belajar dari seorang iblis!”
Merah muka Bi Lan mendengar ini. Memang Bu It
Hosiang mempergunakan akalnya. Hwesio yang sudah
banyak pengalaman ini maklum bahwa menghadapi
seorang lincah dan berani seperti nona ini, kalau ia bertanya
siapa guru nona ini mengajar ilmu pedang itu tentu ia
hanya akan dipermainkan saja. Maka ia mendahului dan
sengaja mencaci maki guru nona itu untuk membangkitkan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kemarahannya. Memang benar. Bi Lan yang menjadi
marah lupa untuk bergurau dan ia segera mengaku.
“Hwesio tua lancang mulut. Kau hendak bilang bahwa
guruku yang baru Coa ong Sin kai seorang iblis? Hati hati
kau dengan mulutmu, hwesio!”
Terdengar seruan seruan kaget. Bahkan Sam Thai Koksu
sendiri sampai bangun dari tempat duduknya. Sin kun Liu
Toanio, dan juga Bu eng Lo kai juga bangun dari bangku
masing masing, memandang kepada Bi Lan dengan mata
terbelalak. Adapun Bu It Hosiang menjadi pucat dan
otomatis memandang ke sana ke mari untuk melihat
apakah manusia iblis yang ditakuti itu benar benar berada
ditempat ini!
“Kau mencari suhuku? Ha ha! Bu It Hosiang, jangan
kau ketakutan. Suhu tidak berada di sini, kalau tidak
kupanggil dia takkan datang. Jangan kau takut!”
Akan tetapi Bi Lan melihat ke sekeliling nya dan ia
menjadi terkejut sekali karena sebagian besar orang orang
yang berada di situ memandang kepadanya dengan sikap
bermusuhan dan mengancam. Bahkan Sam Thai Koksu
sudah menghampirinya dan Kini Liong Hoat eng, berseru
keras, “Murid si jahat berada di sini, kalau kita tidak
menghajarnya, si jahat Coa ong Sin kai takkan tahu rasa!”
“Betul, si ular jahat itu memang masih hutang beberapa
pukulan dari aku!” berkata Bu eng Lo kai dan tahu tahu
tubuhnya bergerak dan telah berdiri di hadapan Bi Lan.
“Anak ular, kau rebahlah!” ketika tongkat bambunya
melayang ke arah kepala Bi Lan, gadis ini cepat menangkis
dengan tombak pendeknya. Akan tetapi Bi Lan terkejut
sekali karena telapak tangannya terasa sakit sekali dan
hampir saja tombak pendeknya terlepas dari pegangan. Ia
menjadi marah dan tangan kirinya memukul dengan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
gerakan Ouw wan hian to ( Lutung Hitam Persembahkan
Buah ) sebuah serangan dari Ilmu Silat Ouw wan ciang hoa
dari Coa ong Sin kai.
Kini Bu eng Lo kai yang terkejut sekali. Ia adalah
seorang hiap kek perantau yang sudah banyak makan asam
garam dalam dunia, persilatan, maka ia tahu akan
bahayanya serangan kilat ini. Iapun pernah pula
menghadapi Ouw wan ciang hoat dari Coa ong Sin kai,
maka ia tidak berani main main dan cepat ia mengelak
sambil berkata, “Bagus, kau memang murid si jahat!”
Kim Liong Hoat ong melihat betapa kakek pengemis itu
sudah turun tangan, lalu iapun tidak mau kalah, cepat ia
mencengkeram dengan tangan kanannya ke arah pundak
kiri Bi Lan. Nona ini cepat melompat sambil mengelak,
karena cengkeraman yang mendatangkan angin keras itu
benar benar tidak kalah lihainya oleh senjata senjata tajam
lainnya. Bi Lan benar benar sibuk, baru saja ia mengelak,
datang sambaran toya dari Bu It Hosiang dari belakang! Ia
melompat ke atas dan disambar oleh tongkat dari Bu eng
Lo kai. Ia dikeroyok oleh tiga orang tokoh persilatan yang
tingkatnya jauh lebih tinggi daripadanya. Akan tetapi gadis
ini tidak menjadi gentar dan ia memutar tombak pendeknya
sedemikian rupa, mainkan Sin coa kiam hoat sebaik
baiknya sehingga untuk beberapa lama ia dapat
mempertahankan diri dengan baiknya.
Akan tetapi ketika Bu eng Lo kai berseru keras dan
menghantamkan tongkat bambunya kepada tombak di
tangan Bi Lan, gadis ini berseru, tombaknya patah dua dan
terlepas dari pegangannya! Tangan Kim Liong Hoat ong
yang mencengkeram itu telah datang lagi mengarah kepala
sedangkan toya Bu It Hosiang kembali telah menyambar
pula Bi Lan menjadi sibuk sekali dan ia lalu menggulingkan
tubuhnya ke lantai dan menyerang dengan tendangan kaki
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
bertubi tubi sambil melompat bangun. Inipun sebuah jurus
tipu serangan dari Ouw wan ciang hoat yang lihai sekali
sehingga untuk beberapa jurus gadis ini masih dapat
mempertahankan diri dan mengejutkan tiga orang
pengepungnya. Akan tetapi Bi Lan maklum bahwa kali ini
ia takkan terlepas lagi dan pasti akan celaka. Ia tidak
mengira sama sekali bahwa dengan menyebutkan nama
Coa ong Sin kai sebagai gurunya, ia dimusuhi oleh semua
orang kang ouw!
“Suhu…! Coa ong Sin kai…! Mengapa suhu tidak
menolong teecu?” Bi Lan berteriak teriak keras sekali.
Maksud gadis ini hanya menakut nakuti para
pengeroyoknya untuk mencari kesempatan melarikan diri.
Benar saja, tiga orang pengeroyoknya terkejut
mendengar ini dan untuk sesaat serangan mereka
mengendur. Mereka berhati hati sekali sambil memandang
ke sekeliling, takut kalau betul betul Coa ong Sin kai
muncul. Karena hal itu berbahaya sekali bagi mereka.
Bi Lan mempergunakan kesempatan ini hendak lari,
akan tetapi melihat gerakan ini, tiga orang pengeroyoknya
yang terdiri dari orang orang yang sudah berpengalaman,
dapat menduga akan akal bulusnya ini.
“Ha, ha, ha, ular betina. Kau jangan menipu kami! Kali
ini, biarpun si jahat Coa ong Sin kai sendiri berada di sini,
kau takkan terlepas dari senjata kami!” kata Bu It Hosiang
yang kembali menggerakkan toyanya menghantam kepala
Bi Lan. Gadis ini cepat mengelak dan “brak!” toya yang
kuat sekali itu menghantam lantai sehingga papan lantai itu
pecah dan bolong!
Sementara itu, di bawah panggung, Sin kun Liu Toanio
berkata kepada dua orang muridnya. “Kalau saja nona itu
bukan murid Coa ong Sin kai, tentu aku akan turun tangan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
memberi hajaran kepada tua bangka tua bangka yang tak
tahu malu itu! Untuk apa kita berada lama lama di tempat
ini? Hayo pergi!” Setelah berkata demikian, nenek ini lalu
melompat pergi diikuti oleh dua orang muridnya,
menghilang di dalam gelap.
Bi Lan sudah terdesak betul betul. Ketika tangan Kim
Liong Hoat ong menyambar lehernya, ia sedang mengelak
dari serangan tongkat dan toya, maka ia hanya miringkan
tubuhnya saja. “Brett!” biarpun lehernya terhindar dari
bahaya, namun cengkeraman ini masih saja mengenai
pundaknya sehingga pakaian gadis ini di bagian pundak
terkena cengkeraman dan robek, kulitnya terbawa sedikit
sehingga berdarah pundak Itu.
“Suhu, benar benar suhu tidak muncul? ” kembali Bi Lan
berseru keras sambil melakukan serangan pembalasan mati
matian kepada Kim Liong Hoat ong, yaitu sambil
menubruk maju ia memukul ke arah ulu hati kakek ini.
Akan tetapi, Kim Liong Hoat ong hanya tertawa mengejek
dan sekali ia menangkis, tubuh Bi Lan terhuyung dan
celaka sekali bagi gadis ini, ia kena injak papan yang
bolong, yang tadi terpukul oleh toya Bu It Hosiang.
“Celaka!” seru gadis ini dengan muka pucat karena
kakinya terjeblos sampai di paha bawah panggung! Pada
saat itu, toya Bu It Hosiang kembali menyambar kepalanya
dengan keras sekali Bi Lan merobohkan dirinya ke belakang
sehingga telentang di atas lantai dan toya itu menyambar
lewat di atas mukanya dan memukul lantai yang kembali
menjadi bolong!
Pada saat yang sudah pasti akan menewaskan nyawa
gadis itu, tiba tiba bertiup angin keras dan tahu tahu tubuh
seorang kakek tinggi kurus yang matanya liar, pakaiannya
tidak karuan memegang sebatang tongkat atau ranting
bambu warna kuning, berbintik bintik hijau telah berdiri di
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
situ sambil tertawa terkekeh kekeh dan berkata, “Siauw
niauw, siapa mengganggu kau? ”
Pada saat itu, tongkat bambu dari Bu eng Lo kai telah
menusuk ke arah jalan darah di leher Bi Lan sedangkan
toya dari Bu It Hosiang telah menyambar lagi, kini untuk
memberi pukulan maut ke arah dada gadis itu, juga Kini
Liong Hoat ong telah mengirim tendangan ke arah kepala
Bi Lan!
Hebat sekali akibat dari tiga macam serangan itu setelah
kini kakek aneh itu berada di dekat Bi Lan. Dengan
kecepatan yang tak terduga sama sekali, ranting bambunya
telah melayang dan mendahului gerakan Bu eng Lo kai,
menotok jalan darah di leher pengemis tua ini sehingga ia
roboh kaku tertotok jalan darahnya. Kemudian, ketika toya
Bu It Hosiang mengarah dada Bi Lan, kakek liar matanya
ini menggerakkan kaki menendang dan aneh sekali, Toya
itu ketika beradu dengan ujung kakinya, terpental dan
membalik, bukan memukul dada Bi Lan, bahkan sebaliknya
memukul dada Bu It Hosiang sendiri!
Baiknya Bu It Hosiang telah mengerahkan lweekangnya,
maka ketika toyanya melakukan gerakan senjata makan
tuan ini terdengar suara “buk” dan ia hanya merasa
terdorong oleh tenaga besar sehingga tubuhnya terguling ke
bawah panggung. Adapun Kim Liong Hoat ong adalah
yang paling cerdik. Melihat datangnya kakek ini, ia telah
melompat mundur menjauhi dan kini semua orang melihat
kakek itu menarik tangan Bi Lan disuruh berdiri.
“Coa ong Sin kai …!” berseru orang orang kang ouw
ketika melihat kakek jembel ini.
Coa ong Sin kai tertawa terkekeh kekeh, kemudian ia
menudingkan jari telunjuknya yang hanya tulang
terbungkus kulit itu ke arah Saru Thai Koksu sambil
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
berkata, “Kalian ini Sam Thai Koksu yang keluar dari
neraka, menjelma di dunia hanya untuk membikin rusuh!
Kalau kalian tidak menyerahkan nyawamu padaku, akan
kubasmi semua orang di sini. Hayo maju berlutut!”
Sam Thai Koksu menggigil, akan tetapi mereka adalah
tokoh tokoh besar dan tentu saja mereka tidak sudi mentaati
perintah ini. Bahkan ketiganya lalu mencabut senjata
masing masing dan Kim Liong Hoat ong merasa jerih lalu
berteriak kepada para tamunya, “Calon calon anggauta Eng
hiong hwee, cu wi enghiong yang mulia. Si jahat ini telah
datang, mari kita basmi bersama!”
Orang orang yang berkumpul di situ, hampir semua
membenci Coa ong Sin kai yang sudah banyak membunuh
orang tanpa sebab, yang sudah banyak merobohkan tokoh
tokoh kang ouw, maka serentak mereka itu mencabut
senjata dan bersiap mengeroyok!
Melihat ini, Coa ong Sin kai menari nari kegirangan dan
berkata, “Sayang, sayang, ular ularku tidak berada di sini.
Kalau ada mereka akan berpesta pora! Baik, baik, malam
ini aku akan mengantar banyak nyawa kesasar kembali ke
asalnya!” Setelah berkata demikian, kaki tangannya
bergerak dan terdengar suara “kraak! kraak!” keras sekali.
Ternyata tiang tiang panggung itu hampir roboh. Ketika ia
melihat tubuh Bu eng Lo kai masih terbaring kaku di lantai
panggung, ia lalu mengangkat kaki menginjak kepala
pengemis itu.
“Praak!” Pecahlah kepala Itu dan otaknya berhamburan.
Kemudian ia menendang mayat Bu eng Lo kai itu ke bawah
panggung!
“Suhu, jangan!” Bi Lan mencegah dan merasa ngeri
sekali. Gadis ini tahu bahwa gurunya ini kalau sudah
marah, amat kejamnya. Gurunya yang berotak miring ini
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
memang pembenci manusia dan akan terjadi perkara
mengerikan sekali kalau suhunya ini melanjutkan
amukannya.
Akan tetapi Coa ong Sin kai sudah kumat gilanya, ia
memondong tubuh muridnya dan membawanya melompat
ke bawah panggung. Sekali saja ia menggerakkan kaki
menendang tiang besar yang menyangga panggung,
terdengar suara keras dan panggung itu roboh, membawa
para tokoh besar yang masih duduk di ujung panggung.
Mereka yang duduk di atas itu adalah Sam Thai Koksu dan
para tokoh tua yang berkepandaian tinggi, maka cepat
mereka bergerak melompat turun sehingga semua selamat,
kecuali tiga orang pelayan yang ikut jatuh bersama
panggung dan tertimpa oleh tiang tiang dan atap sehingga
mereka menjerit jerit seperti babi disembelih!
Suma Kwan Seng yang melihat hal ini, menjadi marah
sekali. Orang tertua dari tokoh Hui eng pai ini memang
bernyali besar sekali, dan juga ia memiliki kepandaian yang
cukup tinggi. Melihat sepak terjang Coa ong Sin kai, ia
menjadi marah sekali dan sambil berseru keras ia mencabut
pedang lalu menerjang orang gila yang mengamuk itu.
“Pengemis gila, kau jahat dan kejam sekali!”
“Jangan......!” Bi Lan masih berseru mencegah perbuatan
Suma Kwan Seng dan juga mencegah gurunya bertindak,
akan tetapi terlambat! Melihat terjangan Suma Kwan Seng
yang memutar pedang dan menyerang dengan hebatnya,
menusuk ke arah dada Coa ong Sin kai, pengemis sakti ini
tertawa bergelak gelak dan ranting bambu di tangannya
memapaki pedang itu. Sungguh aneh, ranting itu bagaikan
seekor ular, dapat melengang lenggok dan membelit pedang
itu, dan ketika Suma Kwan Seng hendak membetot
kembali, tahu tahu ia bahkan terdorong ke depan, terbawa
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
oleh tenaga tarikan dari Coa ong Sin kai yang benar benar
kuat sekali itu.
Kwan Seng terkejut sekali dan ia tahu akan bahaya.
Seandainya ia melepaskan pedangnya dan meloncat
mundur, belum tentu keburu karena ia tahu akan kecepatan
serangan kakek gila ini, dan jarak antara mereka sudan dekt
sekali. Maka lalu menggerakkan tangan kirinya memukul
kepala Coa ong Sin kai. Kakek ini kembali tertawa dan
dengan tangan kiri ia mengganti pegangan pada ranting
bambunya dan dengan demikian tangan kanannya
menerima pukulan itu. Gerakannya cepat sekali dan tahu
tahu tangan kiri Suma Kwan Seng yang dipukulkan itu
telah tertangkap pergelangannya. Ia memencet dengan
tenaga lweekang dan Suma Kwan Seng memekik keras dan
terdengar suara “krak” dan tulang pergelangan tangan ketua
Hui eng pai itu remuk! Suma Kwan Seng menjadi nekad
sekali. Ia menahan napas, mengerahkan lwekangnya ke
arah kepalanya, dengan nekad ia hendak mengadu
nyawanya. Ia menyerudukkan kepalanya ke arah dada
kakek itu. Akan tetapi Coa ong Sin kai bahkan meloncat
sedikit ke atas sehingga yang kena serudukan bukan dada
nya melainkan perutnya yang kempis itu! “Cep!” Kepala
Suma Kwan Seng menancap di perut Coa ong Sio kai yang
masih tertawa ha ha hi hi dan kepala itu tidak dapat terbetot
kembali!
Suma Kwan Seng merasa betapa kepalanya sakit sekali,
seperti dijepit oleh jepitan besi, berdenyut denyut dan makin
lama makin panas. Juga ia tidak dapat bernapas lagi,
sehingga kini hanya kedua kakinya yang bergerak gerak
seperti orang sekarat.
“Celaka!” teriak Sam Thai Koksu dengan muka pucat.
“Bedebah lepaskan saudaraku!” Suma Kwan Eng
mencabut senjatanya, yaitu sepasang tongkat bercagak dan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
ia menerjang. Akan tetapi Coa ong Sin kai sambil tertawa
tawa lalu mengerahkan ambekannya dan tahu tahu tubuh
Suma Kwan Seng terpental ke belakang bagaikan sebuah
pelor besar menerjang ke arah adiknya sendiri! Suma Kwan
Eng lalu melepaskan senjatanya dan menyambut tubuh
kakaknya itu, akan tetapi alangkah kagetnya ketika melihat
bahwa Suma Kwan Seng sudah mati dan pada kening dan
jidatnya ada tanda tanda biru!
Suma Kwan Eng menjerit dan hampir ia pingsan saking
marah dan sakit hatinya. Juga Sam Thai Koksu sudah
bersiap siap untuk mengeroyok.
“Suhu, jangan banyak membunuh orang ........” Bi Lan
kembali berseru, akan tetapi dijawab dengan tertawa
menyeramkan oleh Coa ong Sin kai.
Pada saat itu dari atas melayang turun dua tubuh orang
tua yang gerakannya ringan dan gesit sekali.
“Coa ong Sin kai, orang gila! Biarpun kami senang
melihat kau membunuh mereka semua, akan tetapi kau
terlalu kejam dan terlalu gila!”
Coa ong Sin kai marah sekali dan cepat ia memandang.
Tiba tiba matanya terbelalak lebar dan Bi Lan merasa heran
sekali melihat wajah gurunya ini kelihatan takut! Ia cepat
menengok dan melihat bahwa yang datang itu bukan lain
adalah dua orang kakek kembar yang telah beberapa kali
bertemu dengan dia dan main mata! Dua orang kakek itu
sambil tersenyum senyum berdiri di situ, nampak tenang
tenang saja seperti di situ tidak terjadi perkara hebat.
Keduanya memandang ke arah Coa ong Sin kai dengan
senyum mengejek.
“Thian Te Siang mo...” Bibir Coa ong Sin kai berkata
perlahan, akan tetapi suaranya cukup terdengar oleh semua
orang sehingga muka orang orang itu menjadi makin pucat.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Baru mendengar dan melihat Coa ong Sin kai saja sudah
membuat jantung mereka berdebar gelisah, kini nama Thian
Te Siang mo membuat mereka seakan akan kehilangan
semangat yang terbang keluar dari tubuh saking takutnya!
Sebaliknya Bi Lan cepat memandang dan ia terheran
heran. Kedua kakek itu kelihatannya baik hati dan sabar,
mengapa ditakuti semua orang kang onw dan dianggap
amat kejam dan ganas?
Coa ong Sin kai tiba tiba menyambar tubuh Bi Lan,
mengempit pinggang yang ramping dari muridnya itu
sambil berseru. “Siauw niauw (burung kecil), mari kita
terbang pergi dari sini!”
Setelah berkata demikian, sekali saja ia menggerakkan
kedua kakinya, ia telah meloncat tinggi sekali dan lenyap di
malam gelap.
“Suhu ....! Aku tidak mau ikut suhu pergi…!”
Suara gadis ini terdengar jauh sekali, tanda betapa
hebatnya ilmu lari cepat dari Coa ong Sin kai itu.
“Sin kai, kau tidak boleh memaksa orang menjadi
muridmu!” Te Lo mo berseru dan sekali tubuhnya
berkelebat, kakek inipun lenyap dari pandangan mata.
Thian Lo mo hanya tersenyum senyum saja.
Adapun Sam Thai Koksu setelah mengetahui bahwa dua
orang kakek yang sama muka nya itu adalah Thian Te
Siang mo yang amat terkenal di dunia kang ouw, lalu
ketiganya maju menghampiri Thian Lo mo yang masih
berdiri di situ. Dengan hormat sekali mereka menjura, lalu
terdengar Kim Liong Hoat ong berkata, “Oh, tidak tahunya
jiwi adalah Thian te Siang locianpwe yang amat terkenal di
dunia? Siauwte bertiga menghaturkan hormat kepada jiwi
dan silahkan duduk di dalam di mana kita dapat mengobrol
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dengan enak. Harap jiwi sudi memaafkan bahwa kami tidak
mengetahui lebih dulu sehingga berlaku kurang hormat dan
tidak mengadakan penyambutan yang selayaknya.”
Akan tetapi, melihat sikap yang bermuka muka ini,
Thian Lo mo hanya memperlebar senyumnya, lalu sekali
tangannya bergerak mendorong, ia telah melakukan
serangan hebat sekali ke arah tiga orang Guru Negara Kin
itu! Sam Thai Koksu cepat mengelak, akan tetapi angin
dorongan itu tetap saja telah membuat mereka terhuyung
huyung mundur sampai lima langkah lebih, seakan akan
mereka itu tertiup oleh angin taufan yang kuat sekali!
Ketika Sam Thai Koksu menengok, ternyata Thian Lo
mo sudah tidak kelihatan lagi! Mereka menarik napas
panjang dan hati mereka menjadi kuncup. Baiknya orang
orang seperti Thian Te Siang mo dan Coa ong Sin kai itu
tidak mau mencampuri urusan negara, karena kalau mereka
itu ikut campur dan memusuhi negara Kin, sungguh
beratlah tugas mereka bertiga! Maka mereka lalu cepat
menyuruh orang membereskan semua kerusakan dan
mengurus semua jenazah yang menjadi korban keributan
itu. Pesta dilanjutkan, akan tetapi sekarang sudah tidak
dapat ditimbulkan kegembiraan seperti tadi. Semua orang
telah ketakutan dan seorang demi seorang, mereka
meninggalkan taman itu.
Betapapun cepatnya Coa ong Sin kai berlari, namun
ketika fajar menyingsing dan ia telah tiba di tempat yang
hampir seratus li jauhnya dari Cin an dan berhenti di
pinggir jalan, tahu tahu dari belakangnya terdengar seruan
keras.
“Coa ong Sin kai, kaulepaskan nona Itu!” Pengemis ular
ini terkejut dan marah sekali. Ia menurunkan Bi Lan dari
pondongannya dan berkata kepada muridnya itu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
“Bi Lan, benar benarkah kau tidak mau turut dengan aku
dan hendak ikut mereka itu? ”
Mendengar suara yang mengandung ancaman dan
melihat sinar mata kakek ini, Bi Lan terkejut sekali dan tahu
bahwa kalau ia salah omong, gurunya ini tentu takkan
segan segan untuk membunuhnya! Maka ia berkata, “Suhu,
siapa mau turut mereka? Aku tidak mengenal mereka itu.
Aku hanya ingin hidup sendiri, tidak terikat oleh siapapun
juga. Maka biarkanlah aku pergi sekarang, suhu.”
Sebelum Coa ong Sin kai menjawab, berkelebat dua
bayangan orang dan tahu tahu Thian te Siang mo telah
berada di depan mereka!
“Coa ong Sin kai, kami tahu kau gila dan ganas. Nona
ini mempunyai bahan yang baik, sayang kalau sampai rusak
di tanganmu!”
“Iblis kembar! Kalian mau apakah mengejar ngejarku?
Bi Lan ini adalah muridku, mengapa tidak kubawa pergi
dari tempat celaka itu. Kami tahu bahwa dia pernah
mempelajari ilmu silatmu yang ganas dan buruk, akan
tetapi kamipun mendengar bahwa dia tidak mau ikut
dengan kau lagi. Mengapa kau hendak memaksanya? ”
“Tak tahu malu! Ada sangkut paut apakah kau dengan
urusan kami guru dan murid? ” Coa ong Sin kai membentak
dan mukanya menjadi merah saking marahnya. Kalau
bukan Thian te Siang mo yang dihadapinya, tentu kakek ini
sudah membunuh orang lagi.
“Sangkut paut apa? Kami telah memilihnya untuk
mewarisi ilmu silat baru yang kami ciptakan!”
“Bagus!” Coa ong Sin kai melirik ke arah Bi Lan. “Bocah
lancang, apakah kau berani hendak menipu gurumu? Kau
harus mampus!” Setelah berkata demikian dengan cepat
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sekali Coa ong Sin kai menubruk dan mengirim serangan
maut ke arah lambung muridnya sendiri!
Kalau lain orang yang diserang secara begini tentu ia
akan roboh tak bernyawa lagi. Akan teiapi Bi Lan pernah
mempelajari ilmu silat dan Raja Ular ini dan karena
serangan yang dilakukan oleh Coa ong Sin kai itu adalah
jurus dairi Ouw wan ciang hoat yang pernah dipelajari oleh
Bi Lan, maka dara ini tahu cara mengelaknya. Ia tahu
bahwa gurunya menyerang dengan tipu Ouw wan tui san
(Lutung Hitam Mendorong Gunung) yang tentu akan
diteruskan dengan tendangan berantai yang dahsyat sekali.
Maka gadis ini lalu menjatuhkan diri bergulingan di atas
tanah dengan gerak tipu Trengiling Turun Gunung.
Memang ia selamat dari serangan pertama itu, akan
tetapi Coa ong Sin kai sambil memaki maki terus melompat
mengejarnya dan mengangkat tangan memukul! Pada saat
itu terdengar bentakan keras, “Jangan bunuh dia!” Dan
tubuh Coa ong Sin kai terpental ke belakang. Ternyata
bahwa Thian Lo mo telah menangkis pukulan ini. Melihat
betapa tubuh Coa on Sin kai terpental, dapat diduga bahwa
tenaga lweekang dari Thian Lo mo lebih menang setingkat.
Coa ong Sin kai
terkejut dan makin
marah ia lalu
menyabet dengan
ranting bambunya.
Sabetan ini tidak
boleh dipandang
ringan dan Thian Lo
mo cukup maklum
akan bahayanya
sabetan ini.
Walaupun senjata
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kakek ular itu hanya sebatang ranting bambu, namun
ranting bambu itu bukanlah bambu biasa, melainkan bambu
ular yang hanya terdapat di puncak bukit sebelah selatan
Go bi san, sebuah bukit yang penuh ular di mana bambu
kuning berbintik bintik hijau ini batangnya penuh dengan
ular ular berbisa sehingga ranting bambu ini pun
mengandung bisa yang jahat sekali! Thian Lo mo meloncat
ke atas lalu berjungkir balik beberapa kali ke belakang untuk
menghindarkan diri dari serangan ranting bambu. Akan
tetapi, Coa ong Sin kai maklum bahwa senjata nya ini
ditakuti lawan, maka mengejar terus dan mendepak Thian
Lo mo sebelum Te Lo mo datang membantu. Pikirnya,
kalau ia dapat membunuh Thian Lo mo, biarpun dia harus
menghadapi pedang dari Te Lo mo, ia takkan begitu merasa
berat, pula biarpun andaikata ia akan mati di tangan Te Lo
mo, ia tidak rugi kalau sudah berhasil membunuh Thian Lo
mo.
Akan tetapi, ia tidak tahu bahwa kepandaian Thian Lo
mo tinggi sekali. Biarpun ia sedang berjungkir balik di
udara, namun Thian Lo mo dapat melihat lawannya
mendesak. Tiba tiba ia berseru keras.
“Coa ong Sin kai, terimalah jarum jarumku!” Dan ketika
tangannya terayun, sekaligus tujuh batang jarum yang
merupakan sinar emas menyambar ke arah tujuh jalan
darah di seluruh tubuh Coa ong Sin kai. Itulah Kim kong
touw kut cum (Jarum Penembus Tulang Bersinar Emas),
salah satu keistimewaan atau kepandaian khusus dari Thian
Lo mo!
Kini Coa ong Sin kai yang repot. Sambil menyumpah
nyumpah pengemis ular ini memutar ranting bambunya
sambil mengelak ke sana ke mari agar jangan sampai
menjadi korban jarum jarum itu. Sebatang saja jarum
mengenai tubuhnya, akan celakalah dia!
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
“Curang!” bentaknya marah setelah tujuh batang jarum
itu dapat dielakkan. Akan tetapi Te Lo mo telah
menghadapinya dengan sebatang pedang kayu! Pedang ini
sepotong cabang pohon yang baru saja dipatahkannya dari
batangnya.
“Ular hina dina, kau menyerang orang bertangan
kosong, sekarang kau bilang orang lain curang? Nah,
majulah, kebetulan sekali kami hendak mencoba ilmu silat
kami yang baru!”
Coa ong Sin kai pernah bentrok dengan Thian Te Siang
mo dan dulu ia sudah kena dikalahkan. Biarpun selama ini
Coa ong Sin kai sudah melatih diri dan mendapat kemajuan
pesat, namun ia tetap saja merasa jerih menghadapi dua
orang kakek kembar yang tingkat kepandaiannya sudah
lebih tinggi dari padanya itu. Akan tetapi, karena penasaran
dan merasa betapa haknya sebagai guru dari Bi Lan hendak
dirampas, ia tidak puas kalau tidak menyerang lebih dulu.
Maka sambil berseru keras ia lalu menerjang dengan ranting
bambunya yang lihai.
Te Lo mo mengeluarkan pekik menyeramkan dan
pedang kayunya digerakkan secara aneh. Inilah Ilmu Silat
Thian te kun yang baru baru ini diciptakan bersama kakak
kembarnya. Ilmu Thian te kun ini dapat dimainkan baik
dengan tangan kosong, berpedang, atau bahkan dengan
senjata lain. Oleh karena itu, biarpun ia hanya memegang
pedang kayu, namun kelihaiannya tidak kalah oleh pedang
pusaka yang manapun juga!
Menghadapi permainan pedang kayu yang aneh ini, Coa
ong Sin kai menjadi bingung dan sibuk sekali menjaga diri.
Biarpun ranting bambunya cukup ganas, namun ia kalah
cepat dan pula kalau gerakan ranting bambunya aneh, maka
gerakan pedang kayu ini lebih aneh lagi!
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Thian Lo mo hanya menonton saja, lalu sambil
tersenyum ia berkata kepada Bi Lan, “Kaulihat, mana lebih
hebat, ilmu silat orang gila itu ataukah ilmu silat kami? ”
Bi Lan merasa gembira sekali melihat ilmu pedang yang
benar benar hebat dan aneh dari Thian Lo mo. Gadis ini
berbakat baik dan memiliki pandangan tajam serta
kecerdikan otak luar biasa. Ia telah mempelajari Hoa san
Kiam hoat dan Kim coa kiam hoat, akan tetapi dua ilmu
pedang itu dibandingkan dengan ilmu pedang yang
dimainkan oleh kakek berpedang kayu ini, benar benar
kalah jauh! Tak terasa pula ia mengeluarkan kata kata
memuji.
“Anak baik, kaulah kelak yang akan mewarisi ilmu silat
kami Thian te kun!” kata pula Thian Lo mo melihat
kegembiraan Bi Lan. “Maukah kau mempelajarinya dari
kami? ”
Bi Lan melihat betapa Coa ong Sin kai terdesak hebat.
Kakek gila itu menyumpah nyumpah dan mempertahankan
diri sekuatnya dengan ranting bambunya.
“Kalau kalian membunuh suhu, aku takkan mau
mempelajari ilmu silatmu yang ganas!” katanya dengan
keras.
Te Lo mo mendengar pula ucapan ini, maka sambil
tertawa bergelak ia menggerakkan pedang kayunya secara
luar biasa sekali, Coa ong Sin kai memaki keras karena
pundaknya terluka oleh pedang kayu itu dan biarpun
pedang itu sebetulnya hanya sepotong cabang pohon dan ia
telah memiliki kekebalan hebat, tetap saja kulit pundaknya
pecah dan darah mengalir keluar.
Coa ong Sin kai maklum bahwa lawannya tidak
bermaksud membunuhnya, maka iapun tahu diri, lalu
melompat ke belakang dan sambil mendelikkan matanya
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kepada Bi Lan, ia berkata, “Kalau kau mempelajari ilmu
silat setan ini, lain kali aku akan membunuhmu I” Sehabis
berkata demikian, Coa ong Sin kai tertawa bergelak dan
tubuhnya lalu mencelat jauh, menghilang di balik pohon
pohon.
Sepasang kakek kembar itu lalu menghadapi Bi Lan.
“Nah, sekarang katakan, apakah kau mau menjadi murid
kami? ”
Bi Lan menjatuhkan diri berlutut dan hatinya girang
sekali. “Tentu saja teecu mau mempelajari ilmu silat dari
jiwi suhu.” Dalam kegirangannya nona ini lupa bahwa ia
tadi telah berjanji kepada Coa ong Sin kai bahwa ia takkan
ikut kepada dua orang kakek ini. Hal ini kelak akan
mendatangkan permusuhan hebat dari fihak Coa ong Sin
kai, bekas gurunya itu.
Thian Te Siang mo yang merasa kecewa karena Ciang
Le dianggapnya melanggar kesusilaan dan telah menjadi
murid Lulian Siucai, kini menurunkan Ilmu Silat Thian te
kun kepada Bi Lan yang mempelajarinya dengan penuh
ketekunan. Gadis ini merasa girang bukan main karena
memang kepandaian dua orang gurunya ini benar benar
hebat sekali. Jauh lebih tinggi daripada kepandaian tokoh
tokoh Hoa san pai, bahkan masih lebih tinggi daripada
kepandaian Coa ong Sin kai yang terkenal hebat dan lihai!
Sekarang kita menengok keadaan Ciang Le yang telah
lama kita tinggalkan. Pemuda ini yang mabok keras, tidak
sadar bahwa dirinya diperebutkan oleh guru gurunya dan
Lu liang Siucai, murid dan pelayan dari tokoh besar Pak
Kek Siansu, Guru Dewa Kutub Utara di Luliang san!
Ketika ia sadar kembali dan merasa dirinya dikempit
oleh lengan tangan yang halus tapi kuat sekali dan dibawa
lari, Ciang Le menjadi kaget dan heran sekali. Ia dikempit
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
di lengan kanan dan ia tahu bahwa orang ini menggunakan
ilmu lweekang yang tinggi sekali, maka kalau ia
mengerahkan tenaga untuk melepaskan diri, selain belum
tentu ia akan dapat terlepas, juga itu amat membahayakan
dirinya. Maka ia lalu menengok muka orang yang
membawanya lari. Ia makin terheran heran, karena wajah
orang itu nampaknya sebagai seorang sasterawan tua yang
halus raut mukanya dan lembut sinar matanya.
“Lo enghiong, siauwte hendak kaubawa kemanakah? ”
tanyanya.
Ketika melihat bahwa Ciang Le sudah sadar kembali,
Luliang Siucai tersenyum dan menghentikan larinya, lalu
melepaskan tubuh pemuda itu yang segera berdiri di
depannya.
“Anak muda, aku mendengar bahwa kau bernama Go
Ciang Le, apakah benar kau berjuluk Hwa I Enghiong dan
menjadi murid dari Thian Te Siang mo? ”
“Betul, memang siauwte bernama Go Ciang Le. Tidak
tahu siapakah lo enghiong dan mengapa tahu tahu lo
enghiong membawa lari siauwte? ”
Sasterawan tua itu tersenyum dan memandang tajam.
“Orang muda, coba kauingat ingat, lupakah kau akan
peristiwa yang baru saja kaualami di rumah ketua Hek kin
kaipang? ”
Ciang Le mengerutkan keningnya dan mengingat ingat
dan perlahan lahan semua pengalamannya terbayang
kembali sampai pada saat ia minum arak dan mabok, lalu
terbayang pula sikap yang genit dan tak tahu malu dari Cun
Eng yang cantik! Tak terasa lagi merahlah wajah Ciang Le
ketika ia teringat akan semua itu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
“Tahukah kau bahwa karena perbuatanmu di dalam
rumah ketua Hek kin kaipang itu, hampir saja kau mati oleh
kedua orang gurumu sendiri? Mereka amat marah dan
jemu melihat kelakuanmu.”
“Akan tetapi, siauwte sama sekali tidak melakukan
pelanggaran! Siuwte tidak.... tidak...”
Luliang Siucai mengangkat tangannya mencegah Ciang
Le melanjutkan pembelaannya. “Aku tahu, anak muda.
Kalau aku tidak tahu bahwa kau berhati bersih, apa kaukira
aku begitu usilan dan merampasmu dari Thian Te Siang mo
yang hendak membunuhmu? Karena kau telah menolong
seorang sasterawan muda, maka hatiku tergerak dan ketika
aku melihat betapa kau terjerumus dalam sarang ular cantik
itu aku segera membawamu keluar.”
Ciang Le memandang dengan penuh perhatian. Kakek
ini melihat sikap dan pakaiannya, terang adalah seorang
sasterawan tua, akan tetapi mengapa memiliki Kepandaian
silat yang begitu tinggi? Tadi saja ia sendiri sudah
menyaksikan ketika kakek ini mengempitnya dan sekarang
mendengar bahwa kakek ini dapat merampasnya dari
tangan Thian Te Siang mo yang hendak membunuhnya, ia
benar benar merasa terkejut.
“Siapakah lo enhiong yang gagah perkasa? ” tanyanya.
Luliang Siucai tertawa perlahan. “Aku tidak punya
nama. Apakah artinya nama bagi orang tua seperti aku?
Kau masih muda dan bertulang pendekar. Siansu tentu
akan senang melihatmu. Kau ikutlah saja padaku.”
Setelah berkata demikian, ia menyambar tangan Ciang
Le dan berlari cepat seperti terbang. Ciang Le terpaksa
mengerahkan ilmunya berlari cepat karena kalau tidak, ia
tentu akan terseret. Biarpun sasterawan itu nampaknya lari
biasa saja, akan tetapi Ciang Le harus mengerahkan seluruh
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kepandaiannya untuk dapat mengimbanginya. Hati pemuda
ini berdebar aneh. Orang ini saja kepandaiannya sudah
seimbang atau bahkan lebih tinggi dari pada kepandaian
Thian Te Siang mo, akan tetapi orang ini masih mengaku
rendah tidak berarti dan hendak membawanya kepada
Siansu. Ah, sampai di manakah hebatnya kepandaian orang
yang disebut Siansu itu? Karena ingin tahu sekali, Ciang Le
tidak banyak membantah dan mengikuti sasterawan ini
yang menuju ke sebuah gunung yang menjulang tinggi.
Luliang Siucai ternyata percaya betul kepada Ciang Le.
Biarpun sasterawan itu tidak pernah bicara apa apa lagi, ia
tidak memaksa Ciang Le ikut dengan dia. Mereka makan
dan mengaso atau tidur tanpa banyak cakap, hanya kalau
mereka melanjutkan perjalanan, barulah Luliang Siucai
memegang tangan Ciang Le sehingga perjalanan dilakukan
cepat sekali.
Beberapa hari kemudian, pada suatu pagi tibalah mereka
di lereng Pegunungan Luliang san. Ketika mereka tengah
berjalan cepat dan tiba di daerah terbuka di mana hanya
terdapat rumput alang alang yang luas dan tidak nampak
pepohonan, tiba tiba terdengar suara bersiut keras dan
Ciang Le melihat belasan batang anak parah meluncur
cepat sekali ke atas udara. Belasan batang anak panah ini di
susul oleh belasan batang anak panah lain lagi yang tepat
mengenai anak anak panah pertama sehingga anak anak
panah itu patah menjadi dua. Kembali menyusul
rombongan anak panah ke tiga yang seperti juga tadi,
mematahkan rombongan anak panah ke dua. Baru saja
rombongan ke dua ini di patahkan oleh rombongan ke tiga,
dari bawah meluncur lagi rombongan ke empat dan
demikian sampai tujuh rombongan dari belasan anak
panah, semua diluncurkan dengan cara main main dan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
anak anak panah dari rombongan berikutnya mematahkan
anak anak panah yang terdepan!
“Bagus sekali!” Ciang Le memuji karena sesungguhnya
ilmu panah yang didemontrasikan itu benar benar hebat!
Baru saja ia menutup mulutnya, tiba tiba meluncur
belasan anak panah ke arah mereka dan anehnya, semua
anak panah itu sama sekali tidak tertuju kepada kakek
sasterawan, melainkan seluruhnya menyambar ke arah
Ciang Le! Pemuda ini terkejut dan juga marah sekali ia lalu
mengeluarkan Kim kong touw kut ciam sebanyak belasan
batang, lalu disambitkannya ke arah anak panah yang
terbang datang. Sambitannya ini tepat dan jitu, juga
dilakukan dengan tenaga keras. Memang benar ada tujuh
batang anak panah yang menjadi mencong arahnya ketika
terbentur oleh sinar sinar kuning emas dari jarum jarum
yang dilepas oleh Ciang Le, akan tetapi masih ada lima
batang yang cepat mengarah tubuhnya! Ciang Le kaget
sekali. Tidak saja jarum jarumnya kalah kuat sehingga anak
anak panah itu masih terus meluncur biarpun menceng
arahnya, namun lima batang yang kini menyambar itu
benar benar berbahaya sekali.
“Suheng, jangan main main dan menakut nakuti hati
orang muda!” Sasterawan tua itu berseru dan sekali ia
mengebutkan ujung lengan bajunya lima batang anak panah
itu runtuh ke atas tanah.
Berbareng dengan terdengarnya suara ketawa yang keras
dan kasar muncullah tubuh manusia dari balik alang alang
yang tinggi. Orang ini tubuhnya tinggi besar dan kekar,
nampak kuat sekali. Pakaiannya adalah baju perang yang
indah dan gagah. Mukanya keren dan menyeramkan seperti
muka Kwan Kong, panglima perang terkenal di jaman Sam
Kok, matanya lebar dan kulit mukanya kemerah merahan.
Cambang dan jenggotnya memanjang sampai di dada.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ciang Le kagum sekali melihat orang tua yang gagah
perkasa ini, maka sekali pandang saja menimbulkan rasa
suka dan hormat.
“Sute, mengapa kau membawa orang muda ini naik ke
tempat kita? Kulihat dia tadi menggunakan Kim kong touw
kut ciam milik Thian Te Siang mo, siapakah orang muda
ini? Hati hati, kau nanti bisa membuat Siansu marah
besar,” kata orang yang berpakaian seperti panglima perang
itu.
“Suheng, secara kebetulan saja aku bertemu dengan
orang muda ini. Memang dugaanmu benar, dia adalah
murid dari Thian Te Siang mo yang hendak membunuhnya,
maka aku mencegahnya.”
“Eh, sute, mengapa kau begitu tidak tahu aturan?
Urusan antara guru dan murid, mengapa kau ikut
mencampurinya? Itu tidak baik!”
Ciang Le diam diam kagum melihat sikap orang gagah
ini yang demikian jujur dan polos.
“Nanti dulu, suheng, sabarlah. Kalau dia tidak berjasa
terhadap kami orang orang sasterawan apakah aku
mencampuri urusannya?” Sasterawan tua ini lalu
menceritakan betapa Ciang Le telah menolong seorang
terpelajar muda yang disiksa oleh anak buah Hek kin
kaipang, kemudian betapa ia melihat kebersihan hati Ciang
Le yang tidak sudi menurut bujukan Cun Eng yang cantik
genit, dan kemudian ia menuturkan betapa Thian Te Siang
mo tanpa memeriksa lagi, menyangka muridnya berjina
dengan ketua Hek kin kaipang itu dan hendak
membunuhnya.
“Hm, kau ini kutu kutu buku memang saling membela
dan menangkan fihak sendiri,” orang gagah yang
sesungguhnya adalah Lu liang Ciangkun, atau pelayan dan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
murid pertama dari Pak Kek Siansu, mencela adik
seperguruannya.
“Bukan begitu, suheng. Kaulihatlah sendiri baik baik,
tidak pantaskah anak itu menghadap Siansu? ”
Luliang Ciangkun menggerakkan kedua kakinya yang
besar dan kuat itu menghampiri Ciang Le. Dipandangnya
pemuda ini seperti seorang pedagang kuda memandang
seekor kuda yang hendak dibelinya, menaksir naksir dan
menyelidik, menepuk nepuk bahu pemuda itu dan
mengetuk ngetuk buku buku tulangnya! Ciang Le merasa
geli dan juga penasaran, akan tetapi oleh karena maklum
bahwa orang jujur itu tidak bermaksud buruk atau
menghina, ia diam saja, hanya mengerahkan lweekangnya
tiap kali ditepuk atau diketuk, karena kalau tidak tentu ia
akan merasa sakit.
Luliang Ciangkun agaknya nampak puas. Ia telah dapat
merasa bawa tenaga yang membuat tangannya terbentur
pada kulit dan daging yang keras tiap kali ia menepuk dan
mengetuk, dan ia tahu bahwa pemuda itu memang
bertulang bersih dan berbakat baik sekali. Akan tetapi,
diantara tiga orang pelayan dan murid Pak Kek Siansu,
memang Luliang Ciangkun atau yang biasa disebut si
Panglima ini, adatnya paling keras dan kukuh. Pak Kek
Siansu sudah memesan agar jangan ada orang luar datang
mengganggunya, dan dalam hal memegang teguh larangan
ini Panglima ini memang paling kukuh. Berbeda dengan si
Sasterawan (Luliang Siucai) atau si Petani (Lulang Nung
jin) yang kadang kadang masih suka menyampaikan
permohonan permohonan tolong dari rakyat jelata kepada
guru mereka.
“Kau adalah murid dari Thian Te Siang mo, siapa bisa
bilang bahwa kau tidak mempunyai watak yang buruk
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
seperti guru gurumu? ” ia membentak sambil menghadapi
Ciang Le. “Kau tidak boleh menghadap Siansu!”
Ciang Le memang berwatak sabar, akan tetapi ia masih
muda sekali dan kini menghadapi perlakuan kasar seperti
itu, tentu saja ia merasa penasaran dan marah. Hanya,
terhadap seorang tua, ia masih dapat menekan
kemarahannya hingga memperlihatkan muka biasa saja,
akan terapi ia menjawab juga.
“Orang tua gagah, tak perlu kiranya aku menyangkal dan
mengaku aku bahwa aku mempunyai watak yang baik.
Siapa orangnya di dunia ini mau mengaku berwatak buruk?
Hanya orang lain yang berhak menentukan apakkah watak
kita baik atau buruk, dan dalam hal watakku, kalau kau
menganggapnya buruk, terserah. Adapun tentang Siansu
yang kausebutkan itu, bukan kehendakku untuk berjumpa,
sungguhpun aku ingin sekali menyatakan penghormatanku
kepada Pak Kek Siansu, akan tetapi aku dibawa oleh lo
enghiong ini.”
“He, siapa bilang kau akan menghadap Pak Kek
Siansu?” kini sasterawan itu bertanya heran. Memang dia
belum pernah memperkenalkan diri sendiri, apalagi
menyebut nyebut nama Pak Kek Siansu.
Ciang Le tersenyum. “Bukankah lo enghiong ini Luliang
Siucai dan orang tua gagah ini Luliang Ciangkun? Apakah
sukarnya menebak ini kalau melihat sikap, pakaian, dan
tingkat kepandaian jiwi? Sudah lama siauwte mendengar
tentang tiga orang tua yang gagah perkasa dan yang
menjaga Bukit Luliang san, yaitu Luliang Ciangkun,
Luliang Siucai dan Luliang Nungjin, sekarang siauwte
melihat jiwi berdua, dan mendengar jiwi menyebut nyebut
Siansu siapa lagi kalau bukan Pak Kek Siansu yang jiwi
maksudkan? ”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Panglima dan sasterawan itu saling pandang, kemudian
tertawa gelak.
“Kau mempunyai otak juga!” Panglima itu memuji. “Eh,
kau anak siapakah? ”
“Ayah bunda siauwte sudah meninggal dunia oleh bala
tentara Kin,” jawab Ciang Le.
Mendengar ini, tiba tiba Luliang Ciangkun mencabut
pedangnya yang besar dan berat, lalu sekali ayun saja
pedangnya itu menimpa batu karang. Terdengar bunyi keras
dan terlihat bunga api berpijar menyilaukan mata dan batu
karang itu terbelah menjadi dua! Dapat dibayangkan betapa
hebatnya tenaga dari panglima inj, dan menjadi bukti
bahwa pedangnya itupun pedang baik sekali.
“Keparat Bangsa Kin!” teriaknya gemas “Kalau tidak
ada Siansu yang mencegah, sudah sejak dulu aku turun
gunung dan membasmi mereka!”
“Suheng, Siansu mengajar kita mengendalikan nafsu,
apakah suheng sudah lupa lagi? ”
Luliang Ciangkun menarik napas panjang dan alangkah
heran dan kagetnya hati Ciang Le ketika ia melihat betapa
di atas pipi panglima ini terdapat dua titik air mata yang
besar dan bening! Diam diam ia merasa terharu juga. Ia
dapat menyelami jiwa panglima besar ini. Sebagai seorang
panglima besar yang berjiwa patriotis, tentu saja hatinya
sakit melihat Tiongkok dihina dan dihisap oleh Bangsa Kin,
akan tetapi ia lebih taat dan tunduk kepada pesan suhunya,
maka kini ia hanya dapat menekan gelora semangatnya.
“Anak baik, jadi orang tuamu menjadi korban musuh?
Siapakah nama ayahmu? ”
“Ayah bernama Go Sik An,” jawab Ciang Le dengan
jujur.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Akan tetapi, jawaban ini membuat dua orang tua itu
meloncat dan segera Ciang Le dipeluk dari kiri kanan oleh
sasterawan dan panglima itu.
“Apa…? Sungguh kebetulan sekali. Jadi kau ini
keturunan Go taihiap? Aduh, anakku…!” kata sasterawan
dan kini kedua orang tua itu mengucurkan air mata
sungguh sungguh!
Tentu saja Ciang Le merasa terheran heran. la tidak tahu
bahwa kedua orang ini dahulunya adalah kawan kawan
seperjuangan dari Go Sik An dan tentu saja mereka merasa
terharu sekali melihat putera dari Go Sik An yang dihukum
gantung karena membela negara dan tanah air.
Pada saat itu datanglah seorang kakek lain yang
pakaiannya penuh lumpur demikianpun kedua kakinya
yang telanjang. Celananya digulung sampai sebatas lutut,
kepalanya ditutup caping (topi yang atasnya runcing)
bundar lebar sekali seperti payung dan tangan kirinya
memanggul sebatang cangkul. Dilihat sekelebatan saja,
tahulah orang bahwa dia adalah seorang petani yang rajin.
Di tangan kanannya ia memegang sebuah alat dari kayu
dan besi yang besar dan berat sekali. Kayu ini ternyata
sebuah bajak yang besar dan yang biasanya ditarik oleh
kerbau untuk meluku sawah, akan tetapi melihat cara kakek
ini menjinjing, agaknya ringan sekali.
Maka Ciang Le dapat menduga bahwa ini tentulah orang
ke tiga dari para murid atau pelayan Pak Kek Siansu, yakni
yang bernama atau yang disebut Luliang Nung jin (Petani
dari Gunung Luliang).
“Jiwi suheng, lihat betapa aku telah dapat membuat
sebuah luku yang akan meringankan pekerjaan para kerbau.
Kasihan binatang binatang itu harus menarik luku yang
giginya terlalu melengkung dan kurang runcing, dengan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
luku buatanku ini, pekerjaan akan lebih cepat dan ringan.
Kalian lihat!” Sambil berkata demikian, biarpun ia masih
jauh dari mereka, petani ini telah melemparkan luku tadi
yang melayang cepat sekali menimpa ke arah panglima dan
sasterawan yang sedang memeluk Ciang Le Pemuda ini
melihat betapa benda yang berat itu melayang turun dan
dengan kaget ia mendapat kenyataan bahwa dua orang
kakek yang memeluknya tidak menyambuti sama sekali! Ini
berbahaya karena kalau mereka tertimpa oleh luku yang
demikian berat dan besarnya, biarpun tubuh mereka kebal,
tentu mereka akan terluka juga. Apalagi dia sendiri yang
tentu akan tertimpa pula. Dengan cepat Ciang Le melompat
ke depan dan mengulurkan kedua tangannya menyambuti
luku yang besar ini.
Baiknya Ciang Le amat cerdik dan ia telah menduga
lebih dulu bahwa lemparan kakek itu tentu bertenaga besar
sekali sehingga ia sudah berlaku hati hati. Benar saja, ketika
kedua tangannya menyambut luku yang datang menimpa,
ternyata tenaga lemparan kakek itu luar biasa kuatnya
ditambah pula oleh gaya bobot benda itu sendiri sehingga
kalau ia mempergunakan tenaganya untuk menerima benda
ini, tentu ia akan terluka di sebelah dalam tubuhnya! Maka
Ciang Le lalu mempergunakan gerakan yang disebut Siu po
pan san (Sambut Mustika Memindahkan Gunung). Kedua
kakinya membuat kuda kuda tegak dan dibuka lebar lebar,
tubuhnya agak direndahkan dan ketika luku itu ia terima
dengan tangan yang terangkat ke atas, ia lalu mengayun
luku itu dengan bantuan ayunan tubuh dan kedua
lengannya, terus ia melemparkan luku itu ke atas
kepalanya! Dengan cara ini, maka tenaga luncuran luku itu
menjadi patah dan habis, kemudian ketika benda itu turun
kembali dengan tenaga luncuran lemah, ia menerimanya
dengan mudah dan cepat membungkuk dan memberi
hormat kepada si Petani.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
“Siauwte Go Ciang Le memberi hormat kepada Luliang
Nung jin yang terhormat dan gagah perkasa.”
Petani itu hendak menegur, akan tetapi ketika ia melihat
dua orang suhengnya berdiri dengan muka basah oleh air
mata, ia menjadi melongo dan memandang dan pemuda itu
kepada dua orang suhengnya penuh pertanyaan.
“Eh, eh, apakah yang terjadi? ” tanyanya.
“Sute, perkenalkanlah. Dia itu adalah Go Ciang Le,
keturunan satu satunya dari sahabat kita Go taihiap,” kata
Sasterawan kepada adik seperguruannya.
“Kaumaksudkan Go Sik An, suheng? ” tanya petani itu
sambil membelalakkan matanya.
Ketika melihat Sasterawan itu mengangguk, Luliang
Nung jin nampak girang sekali. Ia melempar paculnya dan
sambil menari nari ia lalu menghampiri Ciang Le,
menangkap pinggang pemuda itu dan melemparkan Ciang
Le ke atas! Bukan main hebatnya tenaga lemparan ini
sehingga Ciang Le terpaksa hanya mengerahkan
keseimbangan badannya saja sehingga ia dapat meluncur
turun dengan tegak.
Memang orang termuda dari tiga sekawan yang aneh ini
berwatak paling gembira. Setiap hari ia mengerjakan sawah
sambil bernyanyi nyanyi, meniup suling dan bersenda gurau
dengan para petani di bawah gunung.
“Bagus, bagus! Kau keponakanku yang tampan dan
gagah! Siapa namamu? Go Ciang Le? Bagus, bagus! Eh,
suheng, setelah dia berada di sini, apakah kehendak jiwi? ”
“Kami hendak membawanya menghadap Siansu, sute.”
Petani itu nampak terkejut. “Siansu terus menerus
bersamadhi, bahkan laporanku tentang sawah ladang sama
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sekali tidak didengarnya. Siansu makin dingin menghadapi
urusan dunia. aku sangsi apakah dia akan menerima orang
muda ini.”
“Kita coba cobalah! Segala sesuatu ada jodohnya, siapa
tahu kalau Ciang Le berjodoh dengan Siansu,” kata
Sasterawan sambil menarik tangan pemuda itu.
Mendengar semua percakapan ini, diam diam Ciang Le
merasa tidak enak sekali, maka ia berkata.
“Sam wi lo enghiong (tiga orang tua gagah), mana berani
siauwte mengganggu Pak Kek Siansu!”
“Keponakanku, kau tidak tahu. Memang Siansu mencari
seorang yang berjodoh untuk mewarisi kepandaiannya.
Kami tiga orang tua bangka mana ada bakat untuk
mewarisinya? Hayolah!, jangan ragu ragu, ada kami bertiga
yang menanggung!” kata Petani yang berwatak gembira itu.
Karena tidak ingin menyinggung hati tiga orang kakek aneh
ini, terpaksa Ciang Le ikut dengan mereka mendaki puncak
bukit itu. Kini iapun seperti tadi digandeng tangannya oleh
Sasterawan sehingga dapat berlari cepat sekali, kalau tidak,
tentu ia akan tertinggal ke belakang karena gerakan tiga
orang kakek itu benar benar cepat sekali. Diam diam Ciang
Le merasa kagum sekali dan berpikir bahwa tiga orang
kakek ini yang menjadi pelayan dan murid Pak Kek Siansu
sudah demikian tinggi kepandaiannya apalagi Guru Dewa
itu sendiri! Ah, kalau, saja ia dapat diterima menjadi murid,
alangkah senangnya.
Jalan menuju ke puncak sukar sekali, makin menanjak
makin sulit dilewati. Tidak saja di situ tidak terdapat jalan
biasa, bahkan terkurung oleh jurang jurang yang dalam dan
jalan hanya dapat dilakukan melalui batu batu karang yang
amat licin karena selalu basah oleh halimun. Akan tetapi,
bagi tiga orang kakek itu mudah saja untuk melalui itu
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
semua dan akhirnya mereka tiba di puncak Ciang Le
merasa heran sekali karena berbeda dengan tadi kini puncak
itu sama sekali tidak tertutup halimun. Bahkan sinar
matahari memancar sepenuhnya. Di atas puncak bukit ini
terdapat sebuah pondok kayu yang besar dan kokoh kuat.
Di sinilah Pak Kek Siansu bertapa dan mengasingkan diri
dari dunia ramai, dilayani oleh tiga orang kakek aneh itu.
Ketika tiga orang pelayan itu datang menghadap
bersama Ciang Le, Pak Kek Siansu sedang bersamadhi dan
meramkan matanya Orang tua ini sudah berusia tinggi,
sedikitnya delapan puluh tahun, kepalanya sudah botak dan
hanya di bagian bawah dan di belakang telinganya saja
masih ada rambut yang halus berwarna putih kekuningan
tumbuhnya jarang sekali. Alisnyapun sudah putih semua,
demikian pula jenggotnya. Kulit mukanya putih kemerahan
dan halus sekali, seperti muka seorang anak bayi. Tubuhnya
sehat dan agak gemuk, pakaiannya sederhana, dari kain
putih yang dililit lilitkan pada tubuhnya.
“Siansu…!” tiga orang kakek pelayan itu sambil berlutut
menyebut suhu mereka.
“Ada apa lagi kalian datang menggangguku? ” Pak Kek
Siansu berkata, suaranya halus dan sabar akan tetapi ia
tidak bergerak dari samadhinya, bahkan tidak membuka
mata, hanya bertunduk saja, Ciang Le merasa tidak enak
sekali mendengar pertanyaan ini, karena sesungguhnya, dia
tidak akan bertega hati untuk mengganggu orang suci yang
sudah lanjut usianya ini.
“Maaf, Siansu. Teecu bertiga datang menghadap
bersama seorang pemuda yang benar benar teecu lihat
mempunyai bakat dan tulang yang bersih dan baik, patut
menjadi ahli waris daripada Luliang san,” kata Sasterawan.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Hening sejenak, kemudian terdengar kakek botak itu
menarik napas panjang, akan tetapi tetap tidak membuka
matanya ketika berkata “Hm, apa gunanya lagi? Siapa
orangnya sanggup menerima latihan Pak kek sin ciang
(Ilmu Silat Sakti dari Kutub Utara)? Kalian bertiga yang
sudah berlatih silat puluhan tahunpun tak sanggup
menerimanya.”
“Siansu, anak muda ini berbeda lagi. Ia pasti bisa!”
“Tiada gunanya, aku sudah tua, tidak ada nafsu
mengajar lagi.”
“Siansu, penjajah Kin masih saja menindas rakyat,
apakah tidak perlu dibasmi? Siapakah kuat menghadapi
mereka selain pemilik dari ilmu Pak kek sin ciang? ” tiba
tiba Luliang Ciangkun Si Panglima berkata dengan
suaranya yang besar.
“Aku tidak mau mengurus soal pemerintahan,” jawab
kakek tua itu tanpa membuka mata.
“Siansu, kaum petani masih tertindas mati matian, kerja
banyak makan kurang. Pak kek sin ciang masih amat
dibutuhkan untuk membahagiakan dan menolong keadaan
mereka!” kata petani, Luliang Nungjin.
Pak Kek Siansu tetap diam saja bahkan kini ia tidak mau
membuka mulut lagi. Ciang Le benar benar merasa jengah,
malu, dan tidak enak hati terhadap kakek itu. Ia merasa
seakan akan ikut mengganggu ketenteraman hidup orang
suci itu, maka ia lalu berkata, “Siansu, mohon banyak maaf
apabila teecu mengganggu dengan kehadiran teecu di
tempat terlarang dan suci ini.”
“Tidak apa, tidak apa, kalian pergilah!”
“Siansu, apakah keturunan seorang gagah, perkasa yang
sudah mengorbankan nyawa sendiri dan nyawa
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
keluarganya harus didiamkan begitu saja? Siansu, pemuda
ini adalah putera dari Go Sik An!”
Aneh, mendengar ini, kakek itu membuka kedua
matanya dan memandang kepada Ciang Le. Ketika pemuda
ini mengangkat muka memandang, terkejutlah ia karena
sepasang mata kakek ini benar benar amat tajam, seakan
akan menembusi dadanya dan menjenguk ke dalam hati!
Cepat cepat ia lalu mengangguk angguk sambil berlutut,
memberi hormat.
Pak Kek Siansu memandang kepada tiga orang murid
atau pelayannya, lalu katanya “Semenjak tadi, aku sudah
tertarik oleh pemuda ini, hanya masih ragu ragu karena
tidak tahu siapa dia. Tidak tahunya dia putera dari
mendiang Go taihiap! Kalian bertiga boleh keluar menjaga,
jangan perbolehkan orang lain masuk. Biar anak ini
mencoba kekuatan semangatnya.”
Setelah tiga orang kakek itu pergi dengar wajah puas dan
girang, Pak Kek Siansu bertanya.
“Orang muda, siapakah namamu? ”
“Teecu bernama Go Ciang Le, Siansu.”
Kakek itu mengangguk angguk. “Kau pernah belajar
ilmu silat dan lweekang, sayang sekali pelajaran yang
kauterirna itu sifatnya, kurang bersih! Gurumu tentu orang
orang yang tidak bisa dibilang baik, siapa mereka? ”
Ciang Lee merasa tak senang juga mendengar gurunya
dicela, maka ia menjawab, “Teecu memang murid dari
Thian Te Siang mo, akan tetapi bagi teecu, kedua orang
suhu itu baik dan mulia hatinya.”
“Hm, tak salah dugaanku. Kau datang menghadap aku
inipun bukan kehendakmu sendiri, akan tetapi atas desakan
ketiga orang muridku. Sekarang katakan, apakah kau suka
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mempelajari Pak kek sin ciang? Aku tidak mau memaksa
orang.”
Ciang Le benar benar merasa heran. Kakek ini kelihatan
lemah lembut peramah dan halus tutur sapanya, akan tetapi
isi dari pada kata katanya itu bersifat kasar, jujur, dan tidak
banyak hiasan. Juga ia kagum sekali melihat kecerdikan
kakek tua ini karena ternyata dapat menduga segala sesuatu
dengan tepat sekali biarpun semenjak tadi ia hanya
dieramkan mata dan duduk tak bergerak.
“Sesungguhnya, teecu datang bukan atas kehendak teecu
sendiri, melainkan atas desakan dan setengah paksaan
ketiga lo enghiong tadi. Akan tetapi tentang mempelajari
ilmu silat, apabila Siansu yang mulia suka memberi
petunjuk, tentu teecu akan merasa berterima kasih sekali
dan akan mempelajari nya baik baik.”
Sepasang mata Pak Kek Siansu melebar, “Betulkah?
Kau takkan menyesal? Ingat, Ilmu Silat Pak kek sin ciang
itu bukan sembarangan ilmu silat dan tidak mudah
diyakinkan. Sedangkan tiga orang muridku tadi, yang
kepandaiannya lebih tinggi tingkatnya daripada
kepandaianmu, mereka juga tidak sanggup melatih ilmu
silat ini!”
“Teecu akan mencoba dan teecu berjanji akan
mempelajarinya dengan tekun dan rajin.”
“Akan tetapi, latihannya amat berbahaya, anak muda.
Kalau kau lulus, itulah amat baik, akan tetapi sebaliknya
kalau tidak, kau dapat kehilangan nyawamu!”
Ciang Le terkejut sekali. Mana ada ilmu silat yang
demikian anehnya? Akan tetapi pikirannya sudah bulat.
Kalau ia hendak mempelajari ilmu silat yang paling tinggi,
di sinilah tempatnya, pikirnya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
“Biarpun teecu harus berkorban nyawa, teecu akan
mentaati segala petunjuk dari Siansu.”
Kakek tua itu nampak puas dan tersenyum sambil
mengangguk angguk. “Kau bersemangat besar dan berhati
teguh seperti ayahmu! Akan tetapi ini bukan main main.
Dengarlah dulu beberapa macam latihan ujian untuk
mempelajari Pak kek Sin ciang ini. Kau harus berpuasa dua
puluh satu hari, sama sekali tidak boleh makan dan hanya
hidup dari hawa udara saja, kau harus menghindari sinar
matahari selama dua puluh satu hari dan hidup di dalam
gua yang gelap, menghadapi godaan dari pikiran dan nafsu
nafsumu sendiri. Kau harus tidur di atas salju selama dua
puluh satu hari, kemudian tidur di dalam gua dekat api
unggun yang panas sekali selama dua puluh saiu hari pula.
Beberapa ujian yang kusebutkan tadi baru beberapa
diantaranya, belum ujian pengendalian nafsu dan lain lain.”
“Teecu akan lakukan semua itu dengan patuh” kata
Ciang Le dengan suara tetap.
Setelah mendapat kenyataan akan ketabahan dan
ketetapan hati pemuda itu. Pak Kek Siansu tertawa puas
dan berkata, “Baiklah, Ciang Le, kaulah satu satunya
muridku yang kelak akan menjunjung tinggi nama baik
Luliang san dan akan mempergunakan Pak kek Sin ciang
dalam perbuatan nyata.”
Mulai hari itu, Ciang Le berdiam di puncak Luliang san
dan menerima gemblengan dari Pak Kek Siansu yang sudah
tua sekali itu. Benar saja seperti yang dikatakan oleh Guru
Dewa itu, latihan latihannya amat berat. Bukan saja berat
bagi jasmani, terutama beratlah latihan latihan batinnya.
Dan setelah pada waktu menjalani latihan menghindarkan
cahaya matahari, tahulah Ciang Le mengapa tiga orang
kakek murid Pak Kek Siansu itu tidak sanggup. Di dalam
latihan ini, di mana ia bersamadhi, Pak Kek Siansu yang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sudah memiliki ilmu batin tinggi sekali itu, sengaja
menggoda muridnya dengan menyalurkan pikirannya
kepada pikiran muridnya, di mana guru besar ini dengan
kekuatan batinnya membayangkan segala macam
kesenangan dunia yang akan meruntuhkan iman seorang
pertapa! Akan tetapi baiknya Ciang Le masih perjaka dan
tidak begitu mudah jatuh oleh bayangan wanita cantik, pula
ia memang memiliki hati bersih dan bakat yang baik
sehingga ia dapat lulus dari semua ujian itu. Setelah
mengalami ujian bermacam macam yang makin lama
makin berat, barulah perlahan lahan, Pak Kek Siansu
menurunkan ilmu silatnya yang luar biasa, yaitu Pak kek
Sin ciang yang belum pernah dituturkan pada siapapun
juga, bahkan yang belum pernah dipergunakan di dunia ini,
karena tanpa mempergunakan ilmu silat inipun, tak
seorangpun berani mengganggu atau memusuhi Guru
Dewa ini!
Dengan tekun dan rajin sekali Ciang Le melatih diri,
sama sekali tak pernah keluar dari puncak sehingga ia tidak
tahu bahwa tak lama setelah ia diterima menjadi murid olek
Pak Kek Siansu, di atas Bukit Luliang san tim datang
seorang tamu, yaitu tokoh dari Hoa san pai, Liang Tek
Sianseng!
Sebagaimana telah dituturkan di bagian depan, setelah Bi
Lan diculik oleh Coa ong Sin kai, tokoh tokoh Hoa san pai
menjadi gempar dan Liang Tek Sianseng mendapat tugas
untuk minta bantuan Pak Kek Siansu agar Coa ong Sin kai
suka melepaskan murid Hoa san pai itu Kedatangan tokoh
Hoa san pai ini disambut oleh Luliang Siucai yang sudah
kenal baik dengan tokoh Hoa san pai yang juga seorang
sasterawan ini.
Kedua orang tokoh ini bertemu dan segera asik bercakap
cakap.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
“Sayang sekali, saudaraku yang baik, Siansu pada waktu
ini sedang sibuk sekali dan tidak boleh diganggu. Ada
keperluan apakah gerangan maka, saudara jauh jauh datang
dari Hoa san pai dan agaknya amat perlu bertemu muka
dengan Siansu? ”
Liang Tek Sianseng lalu menceritakan tentang diculiknya
Bi Lan oleh Coa ong Siu kai dan segala peristiwa yang
terjadi di puncak Hoa san.
“Kami merasa tidak sanggup mengalahkan Coa ong Sin
kai, dan oleh karena kita semua sudah maklum akan
kejahatan Pengemis Raja Ular itu, maka kami hendak
mohon pertolongan Siansu untuk menegur Coa ong Sin kai
sehingga murid kami itu dapat dibebaskan kembali.”
“Sayang, Siansu tak mungkin diganggu. Akan tetapi,
baiklah aku akan pergi bersama untuk mencari Raja Ular
itu. Agaknya memandang muka guruku, ia akan tunduk
kepadaku.”
Bukan main girangnya Liang Tek Sianseng mendengar
kesanggupan sasterawan ini. Ia maklum bahwa kepandaian
Luliang Siucai ini saja sudah amat tinggi dan ia percaya
bahwa Luliang Siucai akan dapat mengalahkan Coa ong
Sin kai apabila Raja Ular itu hendak menggunakan
kekerasan.
Dua orang sasterawan yang memiliki kesukaan yang
sama ini lalu bercakap cakap dan main catur sampai tiga
hari di atas puncak Luliang san. Kemudian Luliang Siucai
lalu berpamit kepada suhengnya, yaitu Luliang Ciangkun
dan sutenya, Luliang Nung jin, untuk turun gunung. Ia
berpesan agar suka menyampaikan kepada Siansu apabila
Siansu menanyakan, kecuali ditanya, tiga orang ini tidak
berani mengganggu Pak Kek Siansu!
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Demikianlah, dua orang sasterawan tua yang keduanya
merupakan tokoh tokoh persilatan yang berilmu tinggi ini,
bersama sama turun gunung untuk mencari Coa ong Sin kai
dan minta Bi Lan yang telah diculik oleh pengemis aneh itu.
Semenjak Coa ong Sin kai dan Thian Te Siang mo
mengacau pertemuan di malam hari dalam taman di kota
Cin an yang diadakan oleh Sam Thai Koksu, maka hati
ketiga orang guru negara pemerintah Kin ini menjadi
kuncup dan kecil. Ternyata di Tiongkok terdapat banyak
sekali orang orang kang ouw yang benar benar memiliki
kepandaian tinggi sekali.
Suma Kwan Eng, orang kedua dari Hui eng pai, ketika
kakaknya, yaitu Suma Kwan Seng, tewas di tangan Coa
ong Sin kai, menjadi demikian sakit hati, sehingga ia lalu
mengumpulkan anak buahnya dan menggabungkan diri
kepada Sam Thai Koksu untuk rela menjadi kaki tangan
Bangsa Kin! Suma Kwan Eng amat sakit hati kepada Hoa
san pai, karena pembunuh adik seperguruannya, yakni Ciu
Hoan Ta, adalah Tan Seng, tokoh Hoa san pai. Kemudian,
biarpun pembunuh kakaknya adalah Coa ong Sin kai,
namun terbunuhnya adalah gara gara Bi Lan, anak murid
Hoa san pai pula! Untuk menjatuhkan sakit hati kepada
Coa ong Sin kai, itulah terlalu berat baginya, maka segala
kesalahan ia timpakan kepada Hoa san pai semua.
Beberapa hari semenjak peristiwa yang terjadi di taman
kota Cin an itu, datanglah seorang kakek tua dari
perantauannya, yaitu yang bernama Ba Mau Hoatsu,
seorang tokoh dari Tibet yang kenamaan. Ba Mau Hoatsu
adalah sahabat baik yang dihormati sekali dari Sam Thai
Koksu dan hubungannya dengan Pemerintah Kin adalah
karena Ba Mau Hoatsu ini menjadi guru dari Wanyen Kan
seorang pangeran Kin yang selain berwajah tampan, juga
berilmu tinggi.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Kedatangan Ba Mau Hoatsu bersama dengan pangeran
ini. Semua orang menyambut dua orang agung ini dengan
penuh penghormatan. Ketika Ba Mau Hoatsu mendengar
tentang pengacauan di Cin an oleh Coa ong Sin kai dan
Thian Te Siang mo, ia menjadi marah sekali.
“Kepandaian Coa on Sin kai sih tidak berapa hebat. Aku
sendiri sanggup menghadapinya dan takkan kalah. Akan
tetapi Thian Te Siang mo memang lihai sekali. Kalau dua
orang iblis itu memusuhi kita, baiknya aku memanggil
datang Pak Hong Siansu yang kini tinggal di Tibet. Hanya
sahabat baikku Pak Hong Siansu itu saja yang akan sanggup
menghadapi dan mengalahkan Thian Te Siang mo!”
Sam Thai Kok su merasa girang sekali, akan tetapi
Pangeran Wanyen Kan berkata, “Akan tetapi, suhu.
Bukankah Pak Hong Siansu sudah menjadi wali dari
Buddha hidup di Tibet? Kedudukannya paling tinggi di
Tibet, dan beliau sudah tua, mana mau datang ke sini? ”
Ba Mau Hoatsu tertawa bergelak. “Benar kata katamu
itu, muridku. Akan tetapi akulah yang lebih kenal
wataknya. Memang kedudukannya tinggi, hidupnya sudah
makmur dan tidak membutuhkan sesuatu sehingga mustahil
dia mau datang ke sini yang begitu jauh dari sana. Akan
tetapi kalau kita beri tahu tentang Thian Te Siang mo,
kiraku dia mau juga turun tangan, karena dia adalah
seorang yang tidak mau kalah dan kalau mendengar orang
mengabarkan bahwa hanya kepandaian Thian Te Siang mo
lebih tinggi dari kepandaiannya, kupastikan ia akan menjadi
penasaran dan dengan sendirinya ia yang akan mencari
Thian Te Siang mo untuk diajak pibu!”
“Baiklah kalau suhu mau ke barat untuk mengunjungi
Pak Hong Siansu, akan tetapi teecu hendak melancong ke
Biciu,” kata Pangeran Wanyen Kan.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
“Eh, apakah kau tidak kembali ke kota raja dulu?
Apakah nona Hoa san pai itu sudah demikian hebat
pengaruhnya atas dirimu? ”
Ditanya demikian oleh gurunya, Wanyen Kan menjadi
merah mukanya.
“Teecu ingin mengambil kepastian, suhu,” katanya dan
Ba Mau Hoatsu hanya tertawa.
“Ah, orang orang muda memang berdarah panas.”
Tentu saja semua orang tidak tahu akan maksud kata
kata guru dan murid ini, akan tetapi siapakah orangnya
yang berani bertanya kepada Ba Mau Hoatsu atau kepada
Pangeran Wan yen Kan? Hanya seorang saja yang berada
di situ menjadi amat tertarik, yaitu Suma Kwan Eng.
Seperti diketahui, bekas ketua Hui eng pai ini menaruh hati
dendam hebat kepada Hoa san pai, maka segala sesuatu
yang didengarnya mengenai Hoa san pai tentu saja menarik
hatinya. Diam diam ia lalu mendekati Pangeran Wan yen
Kan dan mengajaknya bercakap cakap.
Pangeran Wan yen Kan masih muda, paling banyak dua
puluh empat tahun usianya. Tubuhnya tidak begitu besar,
akan tetapi tegap dan gagah. Wajahnya halus tampan,
rambutnya yang hitam dan tebal itu diikat di atas kepala.
Dandanannya seperti orang Han dan karenanya, jarang ada
orang mengetahui bahwa pemuda ini sebenarnya adalah
Pangeran Wan yen Kan, seorang pangeran putera Kaisar
Kin! Wan yen Kan suka mengenakan pakaian orang orang
Han karena memang semenjak menjelang dewasa, ia telah
melakukan perantauan dan banyak menjelajah daerah
pedalaman Tiongkok Karena ia semenjak kecil mendapat
pendidikan ilmu silat dari Ba Mau Hoatsu, maka
kepandaiannya tinggi sekali dan dalam perantauannya, ia
selalu berlaku hati hati agar tidak menarik perhatian orang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kang ouw, akan tetapi ia selalu dapat menjaga diri dengan
baik baik. Oleh karena ini, nama nya tidak terkenal di dunia
kang ouw, akan tetapi siapa saja yang sudah
menghambakan diri kepada pemerintah Kin, pasti sudah
mengenal nama Wan yen Kan sebagai pangeran yang
paling pandai, paling tampan paling disayang oleh kaisar
dan banyak orang meramalkan bahwa Wan yen Kan inilah
yang kelak akan menggantikan ayahnya sebagai kaisar!
Ketika Wan yen Kan mendengar bahwa orang bertubuh
tinggi besar dan nampak kuat dan gagah itu adalah ketua
dari Hui eng pai yang ternama, ia menaruh perhatian dan
sebentar saja mereka menjadi sahabat baik. Suma Kwan
Eng memang pandai sekali bermuka muka dan bicara
manis. Akhirnya ia berhasil memancing pangeran muda itu
untuk menceritakan, pengalamannya yang bersangkutan
dengan nona Hoa san pai seperti yang dibicarakan dengan
Ba Mau Hoatsu tadi.
Beberapa bulan yang lalu, Wan yen Kan seorang diri
sedang merantau ke selatan dan berada di wilayah Kerajaan
Sung selatan. Pada masa itu, Tiongkok dibagi dua, sebelah
utara Sungai Huai dikuasai dan dijajah oleh pemerintah
Kin, adapun daerah selatan dari Sungai Huai dikuasai oleh
Kerajaan Sung. Akan tetapi dalam kenyataannya, Kerajaan
Sung setengah dijajah oleh Kerajaan Kin, dan di dalam
banyak hal, Kerajaan Sung selalu mengalah. Beberapa kali
terjadi pelanggaran pelanggaran oleh orang orang dari
pemerintah Kin, akan tetapi pemerintah Sung hanya
mengurut dada saja dan tidak berani bertindak. Bahkan,
Kerajaan Sung selalu bermuka muka untuk mengambil hati
Kerajaan Kin yang amat kuat.
Kalau saja Wan yen Kan melakukan perjalanan sebagai
seorang pangeran Kin, tentu ia akan mendapat sambutan di
mana mana, sambutan yang amat besar dan penuh
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
penghormatan. Sebaliknya, nyawapun akan terancam
bahaya besar karena selain di satu fihak para pembesar
Kerajaan Sung akan menyambutnya, di lain fihak orang
orang kang ouw dan gagah perkasa yang masih menaruh
sakit hati kepada bala tentara Kin yang dulu pernah
menyerang ke selatan, tentu akan berusaha untuk
membunuh pangeran musuh ini.
Akan tetapi, seperti biasa kalau melakukan perjalanan,
Wan yen Kan selalu berpakaian seperti orang Han dan
karena iapun pandai berbahasa Han seperti orang orang
Han asli ia dapat melakukan penyamaran dengan amat
mudahnya.
-oo0dw0oo-
Jilid VIII
NYONYA janda Thio seringkali menegur puterinya
yang mempunyai kesukaan pergi merantau. Sering kali
memberi nasihat mengapa puterinya itu tidak mau tinggal
saja di rumah mengawaninya dan bahwa kurang baik bagi
seorang gadis untuk melakukan perjalanan seorang diri.
“Ibu tidak tahu bahwa sudah menjadi kebiasaan seorang
ahli silat untuk berkelana dan melakukan perbuatan gagah
berani menolong orang orang yang tertindas.” Ling In
menjelaskan sambil memeluk ibunya dengan sikap manja.
“Kalau aku berada di rumah saja dan sibuk di dapur, untuk
apakah aku selama ini mempelajari ilmu silat?”
Ibunya menarik napas panjang. “Ah, mengapa kau
dahulu belajar silat, anakku? Sesungguhnya, aku lebih suka
melihat kau lekas lekas menikah dan mempunyai anak, agar
aku dapat menimang nimang cucuku.”
“Aah… ibu...!” Ling In menjadi merah mukanya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
“Mengapa tidak, Ling In?” Ibunya mengelus elus rambut
anaknya yang menumpangkan kepala nya di atas pangkuan
ibunya. “Kau sudah berusia duapuluh tiga tahun. Sejak kau
berusia tujuhbelas tahun, entah sudah berapa banyak
pemuda pemuda meminangmu, akan tetapi kau berkeras
kepala dan tidak mau menerimanya. Kau membikin ibu mu
kecewa dan berduka, Ling In.”
Sampai di sini, ibunya menyusut air matanva Ling In
terharu dan memeluk ibunya. “Ibu, aku... aku belum suka
menjadi isteri orang, tidak sampai hatiku meninggalkan ibu
seorang diri di rumah ini.”
“Kau selalu berkata begitu, Ling In. Sebenarnya itu
hanya alasan belaka, karena aku tahu bahwa kau tidak suka
kepada semua pemuda yang melamarmu. Akan tetapi
kulihat suhengmu itu, yang seringkali mengantar kau
pulang, pemuda bernama Lie Bu Tek itu, dia amat baik dan
agaknya kau pun suka kepadanya.”
“Sst, ibu… kenapa sih hari ini ibu membicarakan soal
pernikahan?” anaknya menegur dengan muka makin
merah.
Pada saat itu, bibi dari Ling In yakni isteri pamannya,
masuk dan memberitahukan bahwa di luar ada seorang
tamu ingin bertemu dengan Biciu lihiapl
“Ling In, hati hatilah. Dia kelihatannya kasar dan
berwajah menakutkan. Hatiku tidak enak melihat dia,” kata
bibinya.
“Terangkanlah hatimu, bibi.” Gadis itu dengan tabah
lalu bertindak keluar.
“Ling In, jangan kau mencari keributan dengan orang
lain,” ibunya memperingatkan. Akan tetapi Ling in telah
melompat keluar dan ia melihat seorang laki laki tinggi
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
besar, berusia kurang lebih limapuluh tahun akan tetapi
masih nampak sehat dan kuat. Bahkan sepasang matanya
ketika memandang, secara kurang ajar dan terang terangan
menyatakan kekagumannya akan kecantikan Ling Inl
Melihat orang ini, Ling In terkejut sekali dan hatinya
berdebar. Ia mengenal orang itu yang bukan lain adalah
Suma Kwan Eng, orang ke dua dari Hui eng pai yang amat
lihai. Dahulu ketika mencari Gua Makam Pahlawan
bersama Tan Seng, Lie Bu Tek dan Gan Hok Seng, ia sudah
bertemu dengan orang ini, yaitu setelah paman gurunya,
Tan Seng menewaskan orang ke tiga dan Hui eng pai.
Sebaliknya, Suma Kwan Eng tidak ingat lagi kepada
gadis ini. Dahulu ketika bersama Suma Kwan Seng ia
mengadang perjalanan Tan Seng yang telah membunuh
adik seperguruan mereka, ia hanya melihat dan bertemu
sebentar saja. Maka kini ia memandang dengan penuh
kekaguman dan juga kebencian kepada murid Hoa san pai
ini.
“Eh, kiranya Suma lo enghiong dari Hui eng pai yang
datang berkunjung ke gubukku yang buruk. Ada keperluan
apakah lo enghiong (orang tua gagah) membuang waktu
berharga datang ke tempat ini?”
Suma Kwa Eng tertegun, lalu mengingat ingat. “Nona,
pernahkah kita saiing berjumpa? Kalau pernah, aku sudah
lupa lagi di mana.”
Ling In tersenyum. “Lo enghiong agaknya lupa lagi.
Dahulu di lereng Tapie san, aku pernah ikut susiok (paman
guru) dan kami berjumpa dengan lo enghiong.”
“Ah, benar! Jadi aku berhadapan dengan Bi ciu lihiap
anak murid Hoa san pai?”
Ling in mengangguk.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
“Bagus!” kata Suma Kwan Eng. “Susiokmu itu telah
membunuh mati suteku Ciu Hoau Ta. Kemudian suhengku
tewas pula gara gara seorang murid Hoa san yang bernama
Sianli Eng cu (Bayangan Bidadari) Liang Bi Lan. Pantaslah
kalau aku Suma Kwan Eng harus membalas dendam dan
menewaskan kau yang menjadi murid Hoa san pai. Akan
tetapi aku Suma Kwan Eng bukanlah seorang yang tidak
menyayang usia muda dan wajah cantik Nona, kau ikutlah
dengan aku dan aku berjanji takkan mempergunakan
kekerasan terhadap kau!”
Berkerut alis Ling In mendengar kata kata ini.
“Orangtua, apakah maksudmu dengan kata kata itu?”
Suma Kwan Eng tertawa bergelak dan pada saat itu, ibu
Ling In muncul, lalu berkata, “Ling In, ada tamu datang,
mengapa tidak dipersilahkan duduk di dalam?”
“Ibu, kau masuklah dan biarkan aku menghadapi orang
tua ini!” kata Ling In yang dapat menduga bahwa
menghadapi tamu ini, akhirnya ia harus mempergunakan
kekerasanl
Akan tetapi Suma Kwan Eng segera berkata kepada ibu
Ling In, “Jadi nyonya adalah ibu dari nona ini? Bagus
sekali dan amat kebetulan. Kedatanganku ini sebenarnya
hendak meminang puterimu ini untuk menjadi bini muda
dari Siauw ongya!”
“Bangsat tua bermulut lancangl Kau berani
menghinaku?” Ling In berseru keras sambil mencabut
pedangnya. Kemudian ia berpaling kepada ibunya. “Ibu,
harap kau suka masuk saja.” Mendengar ucapan tamu itu
dan permintaan puterinya, nyonya janda Thio lalu masuk
ke dalam, akan tetapi ia mengintai dari balik daun pintu.
Ling In menghadapi Suma Kwan Eng. “Orang she
Suma, aku sudah dapat menduga bahwa kedatanganmu ini
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tentu tidak mengandung maksud baik. Apa kaukira aku
takut kepadamu sehingga kau berani sekali menghinaku?”
“Eh, eh, nona manis mengapa begitu galak! Sebetulnya
memang sudah sepatutnya kalau aku membunuhmu,
sebagai pembalasan dendam terhadap Hoa san pai atas
tewasnya kedua orang saudaraku. Akan tetapi aku sayang
akan kecantikanmu dan juga Siauw ongya amat cinta
kepadamu. Lebih baik kau turut padaku dan hidup
berbahagia dengan Siauw ongya yang tampan, karena kalau
kau menolak, apamukah yang dapat kau pergunakan untuk
menangkan aku?”
“Keparat jahanam, makanlah pedangku ini!” Sambil
membentak marah, Ling In lalu menyerang dengan
pedangnya. Serangan ini cepat dan ganas sekali dan sebagai
ahli pedang, murid Liang Bi Suthai, tentu saja ilmu pedang
Hoa san pai yang dimilikinya amat tinggi. Namun ia
menghadapi Suma Kwan Eng orang ke dua dari Hui eng
pai yang lihai. Sambil tersenyum mengejek, Suma Kwan
Eng lalu mengelak dan di lain saat, kedua tangannya telah
mengeluarkan senjatanya. Suma Kwan Eng terkenal sekali
dengan senjatanya yang aneh, yaitu sepasang tongkat
bercabang. Kedua ujung tongkat ini mempunyai cabang dan
apabila dimainkan olehnya, dua cabang inilah yang
berbahaya sekali, karena biarpun pukulan atau dorongan
tongkat boleh tidak mengenai sasaran, namun cabangnya
itu masih dapat melakukan serangan lanjutan dari samping
yang datangnya amat tidak terduga sama sekali.
“Hm, nona manis! Kalau aku, menghendaki nyawamu,
apa sukarnya? Akan tetapi aku harus dapat menangkapmu
hidup hidup, Siauw ongya akan marah kalau burung yang
indah bulunya ini sampai terlukal Sambil berkata demikian,
Suma Kwan Eng menggerakkan tongkatnya dan membalas
serangan gadis itu. Kata kata Suma Kwan Eng ini memang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
ada benarnya. Kalau dia mau, tentu dengan serangan
serangannya yang hebat ia dapat merobohkan gadis itu.
Akan tetapi ia tidak hendak membunuh Ling In dan mau
menangkapnya hidup hidup, maka agak sukar jugalah
baginya mengalahkan gadis Hoa san pai yang lihai ilmu
pedangnya ini. Betapapun juga, Ling In selalu berada di
fihak yang terdesak. Gadis ini melawan mati matian dan
karena ia kalah tenaga, dalam pertempuran yang kurang
lebih limapuluh jurus lamanya, ia telah lelah sekali,
tubuhnya penuh peluh dan rambutnya awut awutan.
Namun semangatnya tak kunjung padam dan pedangnya
masih berkelebatan menyambar nyambar, tidak kurang
bahayanya!
Pada saat Ling In menusukkan pedangnya ke arah dada
Suma Kwan Eng, orang Hui eng pai yang lihai ini
melompat mundur dan kedua tongkatnya menggunting
pedang itu diantara cabang cabangnya. Ling In mencoba
untuk menarik pedangnya, akan tetapi pedang itu tak dapat
terlepas daripada jepitan sepasang tongkat! Suma Kwan
Eng menggerakkan tongkatnya ke bawah dan cabang
cabang tongkat itu mengancam jari tangan Ling In yang
memegang pedang. Gadis itu terkejut sekali dan ketika
pegangannya mengendur, Suma Kwan Eng menggerakkan
kedua tongkatnya ke atas dan.... melayanglah pedang Ling
In dari tangannya!
Setelah pedangnya dapat terampas, Ling In bukannya
menjadi takut, bahkan menjadi makin gemas dan nekad. Ia
menubruk maju dan kini ia menyerang lawannya dengan
tangan kosong!
“Ha, ha, ha, nona yang baik. Pedangmu sudah tidak ada,
mengapa begitu nekad? Lihat, rambutmu sudah awut
awutan dan napasmu senin kamis, ahl Aku tentu akan
mendapat marah dari Siauw ongya nanti! Kau menyerahlah
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
saja, nona manis, tentu ong ya akan membereskan
rambutmu yang awut awutan itu.”
Suma Kwan Eng memang sengaja mengeluarkan ucapan
ucapan menghina, karena sebetulnya ia ingin sekali
membunuh gadis Hoa san pai untuk melampiaskan
dendamnya. Hanya karena takut kepada Wanyen Kan saja
maka ia tidak membunuh Ling In dan hanya memuaskan
hati dengan mengejek dan menghina. Kini sepasang
tongkatnya mengurung tubuh Ling In yang sudah tak
berdaya sungguhpun gadis ini melawan terus. Ibu Ling In
sudah menggigil di belakang pintu dan merasa gelisah dan
takut sekali.
Keadaan Ling In sudah terdesak sekali dan agaknya
gadis itu takkan dapat melepaskan diri lagi dari lawannya
yang hendak menangkapnya.
“Nona manis, sudahlah, kau menyerah saja, apa
gunanya melawan terus? Siauw ongya akan
memperlakukan kau baik baik dan kau akan hidup
beruntung, kaya raya, dan dicinta…!”
“Bangsat tua bangka, aku Thio Ling In akan mengadu
nyawa dengan kau!” seru Ling In sambil menyerang terus
dengan nekad.
“Ha ha ha, kau benar benar galak! Heran sekali mengapa
Siauw ongya bisa tergila gila kepada seorang perempuan
galak!” Suma Kwan Eng mentertawakan sambil menyerang
terus.
Pada saat yang amat berbahaya bagi keadaan Ling In,
tiba tiba menyambar tubuh yang gesit sekali dibarengi
bentakan,
“Kurang ajar sekali kau! Enyah dari sini!”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Bentakan ini disusul oleh tendangan kilat. Suma Kwan
Eng terkejut sekali ketika melihat bahwa yang datang
menyerangnya itu adalah Wan yen Kan! Ilmu kepandaian
Wan yen Kan masih lebih tinggi sedikit dari pada tingkat
kepandaian Suma Kwan Eng. Akan tetapi kalau saja Suma
Kwan Eng berani melawan, tidak akan mudah bagi Wan
yen Kan untuk merobohkannya. Pada saat itu Suma Kwan
Eng sedang terkejut dan tidak mengira bahwa pangeran
muda itu akan menyerangnya, pula ia tidak berani melawan
pangeran ini, maka tendangan Wan yen Kan tepat
mengenai pahanya sehingga Suma Kwan Eng terlempar
sampai dua tombak jauhnya!
Akan tetapi Suma Kwan Eng dapat bangun kembali dan
ketika tubuhnya terlempar tadi, sepasang tongkatnya masih
ia pegang. Ia berdiri memandang Wan yen Kan dengan
mata terbelalak dan mulutnya berkata, “Akan tetapi…
Wan...”
“Diam dan enyah kau dari sini! Apakah kau sudah bosan
hidup? Pergi dan jangan ganggu kami,” bentak Wan yen
Kan dengan garang.
Suma Kwan Eng tak berani membantah dan pergilah dia
dengan hati mendongkol dan muka merah. Sebetulnya,
Wan yen Kan memang marah benar benar. Tadi ia tinggal
di hotel dan menyuruh Suma Kwan Eng datang lebih dulu
ke rumah Ling In untuk mengajukan pinangan secara baik
baik. Akan tetapi siapa tahu bahwa Suma Kwan Eng bukan
melakukan perintahnya secara sopan, sebaliknya telah
menghina Ling In dan hampir saja menangkapnya.
Sesungguhnya, Suma Kwan Eng salah sangka. Dikiranya
bahwa Wan yen Kan menghendaki gadis itu sebagai
kekasih belaka, bukan dipinang sebagai calon isteril Ohh
karena itu, dalam mendapatkan gadis ini, ia tidak mau
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mengambil jalan terhormat, karena memang maksudnya
hendak menghina murid Hoa san pai yang dibencinya.
Adapun Ling In ketika melihat siapa orangnya yang
menolongnya dari tangan Suma Kwan Eng mukanya
menjadi merah sekali. Tidak saja ia merasa jengah karena
lagi lagi pemuda ini menolong dan membantunya, juga
karena pemuda tampan ini tadi melihat betapa ia tidak
berdaya menghadapi Suma Kwan Eng, juga heran
mendengar betapa kedua orang itu agaknya sudah saling
kenal baik!
“Wan enghiong, kiranya kau yang datang menolongku.
Agaknya Suma Kwan Eng amat takut kepadamu.”
Wan yen Kan tersenyum. “Bangsat tua itu memang
kurang ajar dan ia pernah mendapat hajaran dari aku, maka
kini setelah bertemu, ia ketakutan. Mengapa dia
menyerangmu, lihiap?”
Sebelum Ling In menjawab, nyonya janda Thio sudah
berlari keluar dan nyonya ini serta merta menjatuhkan duri
berlutut di depan Wan yen Kan sambil berkata, “Sungguh
beruntung sekali inkong (tuan penolong) datang, kalau
tidak, apa jadinya dengan puteriku? Terima kasih, inkong,
terima kasih!”
Wan yen Kan buru buru menjura dan dengan kikuk
sekali cepat membangunkan nyonya janda itu sambil
berkata halus, “Harap hujin (nyonya) jangan melakukan
penghormatan seperti ini. Aku menolong lihiap sudah
sewajarnya karena memang diantara kita sudah semestinya
saling tolong menolong.”
Nyonya Thio berkata kepada puterinya, “Ling In,
mengapa kau tidak pernah menceritakan kepadaku tentang
inkong ini?”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
“Ibu, kami baru satu kali bertemu,” jawab Ling In dan
mukanya yang cantik menjadi kemerahan.
“Silahkan masuk dan duduk di dalam, inkong.” Nyonya
janda itu mempersilahkan tamunya, dan sambil tersenyum
Ling In juga mempersilahkan Wan yen Kan untuk duduk di
ruang dalam rumah.
Setelah ketiganya duduk menghadapi meja, Wan yen
Kan berkata, “Aku menyusahkan saja.”
“Ah, tidak sama sekali, kongcu,” jawab ibu Ling In. “Eh,
Ling In, siapakah tamu kita yang terhormat ini?”
“Ibu, ini adalah saudara Wan Kan, seorang pendekar
perantau yaag gagah perkasa.” Ling In memperkenalkan
Wan yen Kan kepada ibunya.
Nyonya Thio memandang kagum. “Pantas, pantas!
Memang betul betul seorang pendekar muda yang gagah
perkasa, dan kalau tidak ada dia, entah bagaimana jadinya
dengan nasibmu, Ling In.”
Wan yen Kan menjadi malu malu dan sungkan. “Aku
benar benar menyusahkan saja, sebetulnya perbuatanku tadi
apakah yang patut dikagumi?”
“Wan kongcu merendahkan diri!” kata ibu Ling In. “Ah
ya, sampai aku yang sudah tua lupa. Tunggulah kalian anak
anak muda, biar aku mengeluarkan hidangan seadanya.”
“Eh, harap hujin jangan sungkan sungkan, aku tidak
mau merepotkan,” Wan yen Kan mencegah, akan tetapi
nyonya itu sudah pergi ke belakang.
“Maafkan aku, lihiap. Sebetulnya, seperti pernah
kukatakan ketika kita bertemu dahulu, apabila kebetulan
lewat di Biciu, aku tentu akan mampir. Kebetulan sekali
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kedatanganku tadi ada baiknya bagimu, dan aku hanya
ingin..... ingin bertemu denganmu, nona.”
Setelah terjadi kekasaran yang dilakukan oleh Suma
Kwan Eng, tentu saja Wan yen Kan tidak berani bicara
tentang pinangan lagi. Siapa tahu kalau kalau gadis ini akan
menjadi curiga kepadanya.
“Aku heran sekali melihat sikap Suma Kwan Eng tadi,”
kata Ling In sambil memandang tajam kepada Wan yen
Kan, karena memang gadis ini sedikitnya menaruh hati
curiga terhadap pemuda ini.
“Penyerangannya terhadapku tidak aneh karena ia
menaruh hati dendam atas kematian saudara saudaranya
dan ia agaknya memusuhi partai persilatan Hoa san pai.
Akan tetapi, ia menyebut nyebut nama seorang yang
dipanggil siauw ongya. Pangeran manakah gerangan yang
menyuruhnya datang menggangguku? Agaknya pangeran
atau pembesar yang menyuruhnya itu seorang laki laki mata
keranjang yang jahat, atau seorang bandot tua yang
wataknya seperti Liok taijin dahulu itu.”
“Benci benarkah kau kepada pangeran dan bangsawan
tinggi, lihiap?”
“Tentu saja, kalau dia jahat seperti Liok taijin dan orang
yang disebut siauw ongya oleh Suma Kwan Eng tadi.”
“Sifat jahat memang menyerang dan hendak menguasai
hati semua orang, nona. Tidak perduli dia itu pengemis
ataupun pangeran. Tidak jarang terdapat pangeran yang
sifatnya buruk, juga sama banyaknya orang orang biasa
berhati jahat. Akan tetapi, kita harus akui bahwa tidak
semua bangsawan jahat jahat, demikian pula, banyak orang
biasa yang berhati mulia.”
“Kau agak membela kaum bangsawan, saudara Wan.”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Mendengar ucapan yang tepat ini, Wan yen Kan
berdebar hatinya, akan tetapi ia masih tetap tenang dan
tersenyum. “Yang kubela hanya mereka yang baik hati,
nona. Adapun tentang Suma Kwan Eng tadi, ah, mana kita
bisa mengharapkan kebaikan dari seorang bekas pemimpin
Hui eng pai? Baik kita lupakan saja dia, dan percayalah,
kalau aku ketemu dengan dia, takkan kuberi ampun lagi.”
“Kau baik sekali, saudara Wan. Tak perlu kau bersusah
payah karena aku.”
“Diantara kita tak perlu sungkan sungkan, nona.
Bukankah kita sudah menjadi sahabat baik?”
“Kau memang sahabat baik, telah dua kali kau
membantu dan menolongku. Akan tetapi aku...”
“Kau juga baik sekali, nona Thio. Belum pernah selama
hidupku aku mengagumi seorang dara gagah perkasa seperti
kau.”
Ucapan ini tentu saja membuat muka Ling In menjadi
merah sekali. Baiknya pula pada saat itu, ibunya muncul
diikuti oleh bibinya yang membawa makanan hidangan.
Wan yen Kan menyambutnya dengan ucapan merendahkan
diri akan tetapi akhirnya mereka makan bersama dalam
suasana ramah tamah sekali. Kebetulan sekali, tengah
mereka makan, paman dari Ling In datang. Pamannya ini
bernama The Liok, yang bekerja mengurus sawah kakak
perempuannya, yaitu ibu Ling In. Wan yen Kan
diperkenalkan dan The Liok segera ikut makan semeja.
Keadaan menjadi makin meriah karena ternyata bahwa The
Liok pandai berkelakar.
“Wan kongcu, setelah jauh jauh kau datang di tempat
kami, harap kau suka bermalam di sini saja,” kata The
Liok.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
“Terima kasih banyak. Siauwte telah menyewa kamar
hotel.”
“Mana ada aturan begitu? Kau telah menjadi sahabat
Ling In. Diantara kita sendiri mengapa sungkan sungkan?
Sebagai tamu kami, kau sebaiknya bermalam saja di sini.
Jangan kuatir, di sini terdapat dua kamar kosong yang
memang disediakan untuk tamu. Bu Tek juga bermalam di
sini.”
“Siapakah Bu Tek itu, The toako?” tanya Wan yen Kan.
Ketika The Liok bertemu pandang dengan Lin In yang
menegurnya dengan matanya, The Liok berkata, “Dia
adalah seorang diantara saudara saudara seperguruan dari
keponakanku Ling In. Orang orang gagah itu apabila
datang berkunjung juga bermalam di sini, maka tiada
halangannya bagimu untuk bermalam di sini, Wan
kongcu.”
Juga nyonya janda Thio membujuk,
“Benar kata kata adikku, Wan siangkong. Kau
bermalamlah saja di sini selama kau berada di kota Biciu.”
“Akan tetapi… aku bermaksud tinggal sedikit nya
sepekan di kota ini. Bagaimana aku berani mengganggu
kalian yang begini baik budi dan ramah tamah?” kata Wan
yen Kan.
“Lebih baik lagil Kalau kau tinggal sepekan di kota ini,
kita akan dapat bercakap cakap dengan senang,” kata The
Liok dengan gembira.
Wan yen Kan menoleh kepada Ling In yang semenjak
tadi berdiam diri saja.
“Nona, benar benarkah aku tidak akan mengganggu?
Sesungguhnya aku tidak mau kalau menjadi pengganggu,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
akan tetapi untuk menolak tawaran yang demikian manis
budi, akupun merasa tidak enak sekali.”
Ling In memang semenjak tadi merasa suka melihat
sikap pemuda yang benar halus budi pekertinya dan sopan
tutur sapanya ini. Dalam hal sikap, benar benar pemuda ini
mengatasi semua orang muda yang pernah dijumpainya,
bahkan lebih halus dan sopan daripada Lie Bu Tek sendiril
Juga terus terang saja harus ia akui bahwa pemuda ini
bahkan lebih tampan dari pada Bu Tekl Akan tetapi, tentu
saja pengakuan dalam hatinya ini bukan berarti bahwa dia
jatuh hati kepada Wan Kanl
“Kau tidak merupakan gangguan, saudara Wan. Asal
saja kau tidak merasa keberatan bermalam di pondok yang
kecil dan buruk ini.”
Demikianlah, Wan yen Kan diterima oleh keluarga Thio
itu dengan baik dan ramah tamah. Tak seorangpun mengira
bahwa dia adalah seorang pangeran muda l Bahkan kini
Ling In telah melenyapkan kecurigaannya dan diam diam
ia mengaku bahwa pemuda ini betul betul baik dan manis
budi, di samping pengetahuannya yang amat luas, baik
dalam ilmu silat maupun dalam ilmu surat Wan Kan benar
benar seorang bun bu cwan jai (ahli silat dan ahli surat)
yang mengagumkan.
Ling In tidak merasa likat dan malu malu lagi untuk
bercakap cakap dengan Wan Kan yang memperlihatkan
sikap sopan. Bahkan ia pernah membicarakan ilmu silat
dengan pemuda itu dan mereka pernah pibu (mengadu
kepandaian) secara main main. Dalam pibu ini, Ling In
harus mengaku bahwa ia masih kalah setingkat, baik dalam
hal ilmu silat, lweekang maupun ginkang. Kekagumannya
terhadap pemuda ini makin meninggi.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tiga hari kemudian, The Liok paman Ling tn mengajak
Wan Kan bicara di ruang dalam secara empat mata.
“Wan siangkong,” kata petani ini sambil tersenyum
senyum.

Tag:cersil cersil indo cersil mandarin full cerita silat mandarin online cersil langka cersil mandarin lepas cerita silat pendekar matahari kumpulan cerita silat jawa cersil mandarin beruang salju. cerita silat pendekar mataharicerita silat indonesia cerita silat kho ping hoo cerita silat mandarin online cerita silat mandarin full cerita silat jawa kumpulan cerita silat cerita silat jawa pdf cerita silat indonesia gratis cerita silat jadul indonesia cerita silat indonesia pendekar rajawali sakti cersil indonesia pendekar mabuk cersil langka cersil dewa arak cerita silat jaman dulu cersil jawa download cerita silat mandarin full cerita silat mandarin online cersil mandarin lepas cerita silat mandarin pendekar matahari cerita silat jawa pdf cersil indonesia pdf cersil mandarin beruang salju kumpulan cerita silat pdf
kumpulan cerita silat cersil online
Share:
cersil...
Comments
0 Comments

Postingan Cersil Terbaru