Jumat, 27 April 2018

Kemelut Kerajaan Manchu 2 Tamat

---------

dan banyak hal yang perlu kubicarakan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
denganmu! Kong-kong, jangan pergi...!” Suara Thian Hwa
manja dan seperti hendak menangis.
Thian Bong Sianjin tersenyum dan menggeleng-gelengkan
kepalanya, akan tetapi dengan penuh sentuhan sayang dia
mengelus rambut kepada gadis itu. Melihat ini, Pangeran Ciu
Wan Kong merasa terharu dan dia lalu bangkit dari duduknya
dan berkata kepada Thian Bong Sianjin dengan suara agak
gemetar menahan haru.
“Totiang, silakan Totiang bicara berdua dengan Thian Hwa,
dan mudah-mudahan Totiang tidak segera pergi sekarang
melainkan suka tinggal beberapa lamanya di sini. Selamat
malam.” Pangeran itu lalu masuk ke dalam dan membiarkan
puterinya berdua dengan tosu itu.
“Siancai! Anak nakal, engkau memaksa aku merasa tidak
enak kepada ayahmu kalau pergi juga. Nah, mari kita bicara.
Apa yang ingin kaubicarakan?”
Thian Hwa duduk kembali, berhadapan dengan kakek itu,
terhalang meja. “Aku rindu sekali kepadamu, Kong-kong. Aku
ingin mendengar semua pengalaman Kong-kong sejak kita
berpisah dan nanti akan kuceritakan semua pengalamanku
kepadamu.”
“Ha-ha, anak nakal. Apa yang dapat kuceritakan? Aku
merantau ke selatan, ke arah Se-cuan dan tiba di Yunnan-hu.
Melihat keadaan daerah yang dikuasai Wu Sam Kwi dan para
pengikutnya. Di sanalah aku mendengar tentang persekutuan
Wu Sam Kwi dengan Pangeran Cu Kiong itu, maka aku segera
kembali ke utara untuk melaporkan hal itu agar tidak lagi
terjadi perang karena perang hanya mendatangkan
kesengsaraan kepada rakyat jelata.”
“Kong-kong, ceritakan, bagaimana pertemuan Kong-kong
dengan Bouw Hujin?”
Thian Bong Sianjin tertawa. “Ha-ha, tentu saja pertemuan
antara kami itu baik-baik saja. Bouw Hujin hanya merasa
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
terharu melihat aku kini telah menjadi seorang tosu. Akan
tetapi kami bertemu sebagai dua orang sahabat, demikian
pula suami dan anak-anaknya menganggap aku sebagai
seorang sahabat baik. Tidak ada apa-apa yang aneh dan
jangan kau membayangkan yang bukan-bukan! Nah, sekarang
kauceritakan pengalamanmu sejak kita berpisah, Thian Hwa.”
“Nanti dulu, Kong-kong. Ada satu hal yang penting yang
belum Kong-kong ceritakan. Siapakah dua orang sakti yang
diutus Wu Sam Kwi untuk membunuh Pangeran Mahkota?”
“Yang pertama adalah Koksu (Guru Negara), penasihat dari
Wu Sam Kwi sendiri yang disebut Lam-hai Cin-jin (Datuk Laut
Selatan).”
“Apakah dia lihai sekali, Kong-kong?”
“Dia adalah datuk dari selatan, tentu saja memiliki ilmu silat
yang tinggi. Akan tetapi orang ke dua lebih hebat lagi, karena
dia seorang pertapa yang menjadi Susiok (Paman Guru) dari
Lam-hai Cin-jin, bernama Ngo-beng Kui-ong (Raja Setan
Bernyawa Lima), yang kabarnya selain ahli silat tingkat tinggi
juga ahli sihir, sedangkan Lam-hai Cin-jin adalah seorang ahli
racun.”
“Ih, mengerikan. Apakah Bouw Hujin sudah mengetahui
dan mengenal mereka?”
“Aku tadi belum menceritakan kepada keluarga Bouw s iapa
dua orang pembunuh utusan Wu Sam Kwi itu. Nah, sekarang
ceritakan pengalamanmu.”
Thian Hwa lalu menceritakan pengalamannya sejak ia
meninggalkan gurunya yang disebutnya kong-kong (kakek)
itu. Ia menceritakan betapa ia bertemu dengan Bu Kong
Liang, pemuda murid Siauw-lim-pai itu dan betapa bersama
Kong Liang ia membasmi perampok-perampok jahat dan
memberi hajaran kepada Jaksa Bong yang sewenang-wenang.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
“Dan ketika aku mengunjungi keluarga Pangeran Bouw,
aku bertemu pula dengan Bu Kong Liang. Ternyata dia juga
membantu keluarga Bouw melindungi Pangeran Mahkota yang
berada di gedung Pangeran Bouw.”
Karena Thian Bong Sianjin ingin mendengar secara jelas
betapa murid yang diaku cucunya itu menyelamatkan kaisar,
gadis itu menceritakan lagi peristiwa itu sehingga Sribaginda
Kaisar berterima kasih kepada keponakannya ini dan memberi
kepercayaan besar.
“Aku harus melindungi Pangeran Mahkota dan menjaga
agar pelaksanaan pengangkatan dia menjadi kaisar dapat
terlaksana tanpa ada gangguan.”
“Pangeran Mahkota diangkat menjadi Kaisar? Bukankah dia
masih kecil, kabarnya usianya baru sekitar sepuluh tahun!”
Thian Hwa telah terlanjur bicara, akan tetapi kepada
gurunya ini ia merasa tidak perlu menyembunyikan rahasia
Kaisar Shun Chi. Ia berbisik. “Kong-kong, ini merupakan
rahasia besar dan hanya kepada Kong-kong aku berani
memberitahu. Kaisar Shun Chi berduka sekali melihat para
puteranya saling memperebutkan tahta, maka beliau
mengambil keputusan untuk pura-pura mati.”
“Siancai...! Pura-pura mati? Apa maksudmu?”
“Begini, Kong-kong. Paman Kaisar yang menjadi pemeluk
Agama Buddha yang taat, ingin diam-diam meninggalkan
istana untuk hidup sebagai seorang pendeta Buddha, dan
diam-diam beliau akan dikabarkan meninggal dunia. Beliau
telah meninggalkan surat wasiat kepadaku untuk diserahkan
kepada Pangeran Bouw. Surat itu adalah surat pengangkatan
Pangeran Mahkota sebagai pengganti Kaisar.”
“Siancai... patut dipuji dan dikagumi keputusan yang
diambil oleh Sribaginda Kaisar itu. Engkau mendapatkan tugas
yang amat penting dan mulia, Thian Hwa. Maka, lakukanlah
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
itu sebaik mungkin agar engkau dapat mengangkat tinggi
nama dan kehormatan ayahmu.”
“Kong-kong, tugas ini memang berat dan berbahaya,
apalagi mengingat akan niat buruk Pangeran Leng Kok Cun
dan Pangeran Cu Kiong yang bersekutu dengan Jenderal Wu
Sam Kwi. Karena itu, aku ingin agar engkau suka membantu
kami, Kong-kong. Bukankah Kong-kong juga sahabat baik
Bouw Hujin dan sudah sepatutnya kalau Kong-kong
membantunya?”
Thian Bong Sianjin menghela napas panjang dan
menggelengkan kepalanya. “Sayang sekali, Thian Hwa. Aku
tidak dapat mencampuri urusan keluarga Kaisar dan tentu saja
tidak mungkin aku membantu Pemerintah Ceng....”
“Maksudmu Pemerintah Mancu, Kong-kong? Engkau tidak
mau membantu karena pemerintah ini adalah pemerintah
Mancu?”
“Ya, begitulah, Thian Hwa. Bagaimanapun juga, pemerintah
Kerajaan Ceng adalah pemerintah penjajah, bukan bangsaku.
Maka, tentu tidak mungkin aku membantunya.”
“Kalau begitu, Kong-kong akan membantu Jenderal Wu
Sam Kwi karena dia adalah seorang pribumi Han?” Thian Hwa
mengejar dan suaranya mengandung penasaran.
Thian Bong Sianjin menggelengkan kepalanya. “Wu Sam
Kwi memang seorang Han, akan tetapi dia bukan anggota
keluarga Kerajaan Beng. Dia dahulu bahkan memberontak
terhadap Kerajaan Beng. Dia seorang petualang yang
berjuang untuk dirinya sendiri, sama sekali bukan pejuang
untuk menegakkan Kerajaan Beng yang sudah jatuh, dan
bukan pula pejuang rakyat. Jelas aku tidak mau
membantunya. Dalam keadaan sekarang ini, aku ingin bebas
dan tidak mencampuri perang yang hanya akan membuat
rakyat kita menderita sengsara.”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
“Akan tetapi Kong-kong menganjurkan aku untuk
membantu Pamanda Kaisar!”
“Tentu saja, Thian Hwa. Jangan lupa, engkau adalah puteri
Pangeran Ciu Wan Kong, keponakan dari Sribaginda Kaisar,
maka tentu saja sudah menjadi kewajibanmu untuk
membelanya, berarti membela keluarga ayah kandungmu
sendiri, menentang mereka yang memberontak dan
mempunyai niat jahat terhadap Pangeran Mahkota yang juga
merupakan saudara misanmu sendiri.”
“Akan tetapi, bukankah sahabat Kong-kong, yaitu Sin-hongcu
Souw Lan Hui itu juga seorang wanita pribumi Han? Ia juga
membela Pamanda Kaisar dan Kong-kong tidak
menentangnya!” bantah Thian Hwa.
Tosu itu tersenyum. “Aih, Thian Hwa, perlukah kujelaskan
padamu? Souw Lan Hui adalah isteri Pangeran Bouw Hun Ki,
ia pun telah menjadi keluarga Kaisar, maka tentu saja ia pun
berkewajiban untuk membela keluarganya sendiri. Ketahuilah
baik-baik, Thian Hwa. Aku tidak membela Kaisar Kerajaan
Mancu bukan karena aku membencinya, karena tidak ada
permusuhan pribadi antara aku dan dia. Aku tidak dapat
membelanya karena itu berlawanan dengan hati nuraniku
sebagai anak bangsa yang tidak mau membantu pihak yang
menjajah tanah air dan bangsa Han. Akan tetapi aku pun tidak
memusuhinya karena dalam urusan kebangsaan ini dia tidak
dapat disalahkan, dia pun hanya anggota bangsanya yang
melaksanakan tugas. Selama kaisar atau pembesar mana pun,
baik bangsa Mancu ataupun bangsa Han sendiri, bertindak
bijaksana dan tidak menindas rakyat, aku pasti tidak akan
memusuhinya, mengertikah engkau, Thian Hwa?”
Thian Hwa diam sejenak, berpikir dan mengingat-ingat
akan apa yang pernah diajarkan gurunya itu. “Apakah Kongkong
maksudkan hal ini menyangkut kebaktian kepada bangsa
seperti yang Kong-kong sering katakan dahulu?”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
“Benar, Thian Hwa. Ada tiga kebaktian yang harus kita
lakukan dalam hidup ini. Pertama berbakti kepada Thian yang
berarti pantang melakukan segala bentuk kejahatan yang
dilarang olehNya menurut petunjuk semua kitab suci agamaagama
di dunia. Ke dua berbakti kepada orang tua yang
berarti membela dan menjunjung tinggi nama dan kehormatan
mereka dengan cara hidup sebagai orang yang baik dan
budiman. Dan yang ke tiga, berbakti kepada bangsa yang
berarti membela negara sebagai seorang pahlawan bangsa.
Kalau seseorang melanggar satu di antara tiga kebaktian ini,
dia akan menjadi seorang manusia yang tercela dan tidak
baik.”
“Aku ingat, dahulu Kong-kong mengatakan bahwa yang
melanggar kebaktian terhadap Thian adalah orang berdosa.
Yang melanggar kebaktian terhadap orang tua disebut orang
durhaka. Dan yang melanggar kebaktian terhadap bangsa dan
negara disebut seorang pengkhianat.”
“Benar, Thian Hwa. Engkau tentu tidak ingin mempunyai
guru dan kakek angkat yang disebut pengkhianat, bukan?”
Thian Hwa segera berlutut dan merangkul kedua kaki tosu
itu dan ia menangis. Thian Bong Sianjin hanya mengelus
rambut gadis itu penuh kasih sayang.
“Kong-kong...., kenapa Kong-kong bukan bangsa Mancu
atau aku bukan keturunan Han saja agar kita dapat bersikap,
berpendirian dan bertindak yang sama...?” Ia meratap.
“Hentikan tangismu, Thian Hwa dan duduklah. Keluhanmu
tadi mungkin dikeluhkan juga oleh banyak sekali manusia
yang menghadapi kesulitan dan kebingungan karena adanya
bentrokan antara suku atau bangsa. Bentrokan yang sering
kali membuat orang-orang yang saling menyayangi terpaksa
menjadi terpecah belah, dipecah oleh suku, bangsa, atau
bahkan agama yang saling bertentangan. Akan tetapi lahir
sebagai suatu warga bangsa merupakan takdir, merupakan
kehendak dan rahasia Thian yang tidak dapat dimengerti oleh
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
siapa pun. Mengapa aku dilahirkan sebagai keturunan Han dan
mengapa pula engkau dilahirkan sebagai keturunan Mancu?
Ini merupakan kehendak Thian dan sesungguhnya tidak ada
salahnya sama sekali. Yang bersalah adalah manusianya
mengapa dapat bercerai-berai, terpecah-belah dan saling
bermusuhan! Sesungguhnya Thian tidak menghendaki yang
demikian itu terjadi. Semua itu ulah manusia karena pengaruh
nafsu daya rendah dan akibatnya terjadi permusuhan, bunuh
membunuh, yang kesemuanya hanya mendatangkan
kekacauan di dunia dan penderitaan bagi manusia sendiri.”
Thian Hwa tidak dapat membujuk guru atau kakek
angkatnya itu untuk ikut membela Kaisar. Akan tetapi ia
berhasil menahan Thian Bong Sianjin yang terpaksa menuruti
permintaannya untuk tinggal di gedung Pangeran Ciu sampai
tiga hari lamanya. Kemudian dia pergi meninggalkan gedung
itu, akan tetapi sebelum pergi dia menerima sebuah hiasan
rambut berbentuk Burung Hong dari emas permata yang
diberikan Thian Hwa kepadanya. Hal ini dilakukan Thian Hwa
setelah gurunya itu berjanji akan menyelidiki dan mencari ibu
kandungnya yang hanyut di Sungai Huang-ho akan tetapi tak
pernah ditemukan mayatnya.
“Aku mempunyai perasaan bahwa ibu kandungmu masih
hidup, Thian Hwa. Aku sudah melakukan penyelidikan di
sepanjang tepi Sungai Kuning, namun tidak ada penduduk di
sepanjang tepi sungai yang pernah menemukan mayat
seorang wanita yang hanyut.”
“Mimpi Kong-kong yang dulu Kong-kong ceritakan itu
benar. Menurut Kakek Cui Sam, Ibu memang mempunyai
setitik tahi lalat di atas bibirnya. Aih, betapa akan bahagianya
hidupku kalau ternyata Ibu masih hidup dan aku dapat
bertemu dengannya!”
“Aku akan mencoba untuk melakukan penyelidikan dan
pencarian lagi, Thian Hwa.”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Mendengar ini, Thian Hwa lalu mengambil hiasan rambut
yang dulu diterimanya dari Kakek Cui Sam itu dan
menyerahkannya kepada gurunya.
“Siapa tahu usaha Kong-kong berhasil. Bawalah hiasan
milik Ibu ini, Kong-kong, siapa tahu perhiasan ini dapat
menuntun Kong-kong kepada pemiliknya.”
Thian Bong Sianjin menerimanya, menyimpannya lalu pergi
meninggalkan kota raja.
(Oo-dwkzoO)
Im-yang Sian-kouw duduk termenung seorang diri di depan
pondok kayu sederhana di puncak Bukit Kera itu. Beberapa
ekor kera kecil bermain-main di atas atap pondok. Burungburung
berkicau riang gembira di pepohonan, suara mereka
seperti nyanyian riang dilatarbelakangi suara gemericik air
terjun yang berada di sebelah belakang pondok. Matahari pagi
bersinar hangat dan cerah, suasana di puncak itu
mendatangkan ketenangan dan ketenteraman. Akan tetapi
Im-yang Sian-kouw seolah tidak melihat atau mendengar
semua itu. Ia tenggelam ke dalam lamunannya. Ia duduk
bersila di atas sebuah batu bundar. Batu besar yang sengaja
dibentuk menjadi bundar dan rata seperti sebuah meja,
buatan Si Han Bun, muridnya. Dilihat dari jauh, Im-yang Siankouw
yang dalam usianya yang sekitar empat puluh satu
tahun itu masih cantik, dalam pakaian serba putih, ia kelihatan
seperti Kwan Im Pouwsat (Dewi Kwan Im) sendiri sedang
bersila di atas bunga teratai.
Kepekaan panca indera kita menjadi tumpul oleh kebiasaan
yang diulang-ulang. Mata ini tidak lagi dapat menikmati
keindahan yang setiap saat dilihatnya. Telinga ini tidak lagi
dapat menikmati kemerduan suara yang setiap saat
didengarnya. Hidung pun tidak lagi dapat menikmati
keharuman yang setiap saat diciumnya dan mulut pun tidak
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dapat menikmati kelezatan yang setiap saat dimakannya! Hal
ini adalah karena segala macam kesenangan itu akan berubah
menjadi kebosanan setelah terus-menerus dialami. Karena
itulah, maka dia yang dapat menikmati segala sesuatu
hanyalah orang yang belum memiliki segala sesuatu itu.
Berbahagialah orang yang dapat menjaga semua kepekaan
panca inderanya dengan menerima segala sesuatu sebagai hal
yang baru. Baru setiap hari, baru setiap saat, karena yang
baru itu selalu menyenangkan.
Pada saat itu, Im-yang Sian-kouw tidak dapat menikmati
segala keindahan yang terbentang di depannya. Wanita yang
memiliki ilmu silat dan ilmu pengobatan tinggi itu sedang
tenggelam ke dalam lamunan. Pikiran yang disibukkan dengan
kesenangan masa lalu, tenggelam ke dalam ingatan dan
renungan, kehilangan kewaspadaannya dan selalu
mendatangkan kemurungan dan kesedihan. Masa lalu wanita
sakti ini memang penuh dengan pengalaman yang amat pahit
getir.
Sekitar dua puluh tahun yang lalu Im-yang Sian-kouw
adalah seorang wanita muda yang lemah dan sama sekali
tidak mengenal ilmu silat. Ia adalah seorang gadis sederhana
dan cantik, puteri Cui Sam yang duda dan miskin. Ayah dan
anak ini bekerja sebagai pelayan dalam gedung keluarga
Pangeran Ciu Wan Kong yang ketika itu berusia sekitar tiga
puluh tahun. Pangeran Ciu Wan Kong jatuh cinta kepada Cui
Eng, yaitu nama Im-yang Sian-kouw ketika masih gadis. Cui
Eng juga membalas cinta pangeran yang baik hati itu. Sebagai
seorang pelayan, tentu saja Cui Eng tidak dapat menolak
rayuan dan ajakan Pangeran Ciu Wan Kong. Mereka
mengadakan hubungan dan Cui Eng menjadi hamil. Akan
tetapi orang tua Pangeran Ciu Wan Kong menjadi marah dan
tidak setuju kalau putera tunggal mereka menikahi seorang
gadis pelayan. Terjadi pertentangan, akan tetapi Pangeran Ciu
Wan Kong tidak berani menentang ayah ibunya. Ketika Cui
Eng melahirkan seorang bayi perempuan, orang tua Pangeran
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ciu Wan Kong menjadi lebih marah dan kecewa. Andaikata
anak itu terlahir laki-laki, mungkin akan berbeda nasib Cui
Eng. Akan tetapi anaknya terlahir perempuan dan ia serta
ayahnya lalu diusir dari gedung itu!
Sesungguhnya Pangeran Ciu Wan Kong amat mencinta Cui
Eng, akan tetapi dia tidak berani menentang kehendak orang
tuanya. Dia hanya dapat diam-diam memberi bekal
secukupnya kepada Ciu Sam dan Cui Eng. Ayah, anak dan
cucu yang masih bayi itu terpaksa meninggalkan kota raja,
hendak pulang ke dusun kampung kelahiran mereka. Akan
tetapi ketika mereka naik perahu di Sungai Kuning yang ketika
itu sedang banjir, terjadilah musibah itu. Perahu mereka
terguling dan bayinya terlepas dari pondongannya! Ia hanyut
dan menjerit-jerit sekuatnya memanggil anak dan ayahnya
yang hanyut terpisah darinya. Akhirnya ia pingsan dan tidak
ingat apa-apa lagi!
Ketika ia s iuman, tahu-tahu ia telah berada di pondok yang
berada di Puncak Bukit Kera ini. Ternyata ia telah
diselamatkan oleh seorang datuk besar persilatan, yaitu Bu
Beng Kiam-sian (Dewa Pedang Tanpa Nama) yang bertapa di
Bukit Kera. Datuk itu menyelamatkannya dari air sungai
Huang-ho, mengobatinya sehingga ia selamat dari maut, akan
tetapi berada dalam keadaan lupa ingatan dan sering pingsan.
Bu Beng Kiam-sian membawanya ke Bukit Kera dan setelah
seminggu dirawat, barulah ia siuman dan sadar betul. Sambil
menangis ia menceritakan riwayatnya dan mohon kepada
penolongnya untuk mencarikan ayahnya dan bayinya yang
hanyut pula di Sungai Kuning. Bu Beng Kiam-sian segera pergi
ke Sungai Kuning untuk mencari Cui Sam dan bayi itu, akan
tetapi karena peristiwa itu terjadi seminggu yang lalu, dia
tidak dapat menemukan apa-apa. Akhirnya dia kembali ke
Bukit Kera dan menceritakan kepada Cui Eng bahwa
pencariannya tidak berhasil dan sedikit sekali kemungkinannya
ayah dan bayinya itu dapat selamat dari air sungai yang
sedang banjir itu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Demikianlah, sejak itu Cui Eng yang sudah kehilangan
segala-galanya yang membuat ia terkadang bosan hidup,
akhirnya menjadi murid Bu Beng Kiam-sian yang merasa iba
kepadanya. Cui Eng seolah menjadi manusia baru. Kalau dulu
ia seorang wanita lemah, kini ia menjadi seorang wanita yang
sakti. Juga dari Bu Beng Kiam-sian ia mendapat banyak
pelajaran tentang hidup dan ini membuat ia dapat
melanjutkan kehidupannya. Akan tetapi ia telah menjadi
manusia lain. Ia membuang namanya dan sepuluh tahun
kemudian, setelah ia menjadi seorang wanita yang benarbenar
tangguh, Bu Beng Kiam-sian memberinya nama Imyang
Sian-kouw. Nama ini diberi mengingat bahwa ia adalah
seorang ahli ilmu Im-yang Kiam-hoat (Ilmu Pedang Im Yang)
dari Im-yang Posan (Ilmu Kipas Im Yang). Pada waktu itu, Bu
Beng Kiam-sian membawa pulang Si Han Bu, anak yatim piatu
yang ayah ibunya terbunuh oleh pasukan Wu Sam Kwi. Imyang
Sian-kouw mendidik Si Han Bu menjadi muridnya sampai
sekarang. Kini, Bu Beng Kiam-sian telah meninggal dunia
karena usia tua selama hampir dua tahun yang lalu. Kini Imyang
Sian-kouw tinggal berdua dengan Si Han Bu di Puncak
Bukit Kera, ditemani seorang wanita janda tua dari dusun di
kaki bukit. Ia telah berusia empat puluh satu tahun dan Si Han
Bu kini telah menjadi seorang pemuda yang gagah perkasa
berusia sekitar dua puluh dua tahun!
Im-yang Sian-kouw terusik dari lamunannya ketika seorang
wanita tua berusia lima puluh tahun keluar dari dalam pondok
membawa sebuah baki berisi poci dan cawan teh.
“Silakan minum Sian-kouw,” kata wanita pelayan itu.
Dengan suara lembut Im-yang Sian-kouw menjawab.
“Biarlah, kau taruh di atas meja dalam pondok dulu, Bibi Cong,
aku belum ingin minum.”
Bibi Cong mengangguk lalu kembali ke dalam pondok.
Wanita ini sudah menjadi janda sejak berusia tiga puluh tahun
dan begitu Bu Beng Kiam-sian membawa Cui Eng pulang dua
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
puluh tahun yang lalu, orang sakti itu lalu minta bantuan Bibi
Cong untuk merawat Cui Eng dan membantu pekerjaan
rumah. Sejak itu, Bibi Cong tidak pernah meninggalkannya
dan menjadi pembantu atau pelayan yang sudah dianggapnya
sebagai bibinya sendiri oleh Cui Eng atau Im-yang Sian-kouw.
Setelah kemunculan Bibi Cong tadi membuyarkan
lamunannya, kini Im-yang Sian-kouw mengenangkan ayah
dan bayinya. Apakah ayahnya, Cui Sam masih hidup? Dan
bagaimana dengan bayinya yang belum sempat ia beri nama
itu? Agaknya tidak mungkin bayi yang masih demikian kecil
dan lemah itu dapat bertahan hidup hanyut di sungai yang
sedang banjir. Ia menghela napas panjang.
“Aih, pagi-pagi begini Subo sudah melamun dan menghela
napas panjang! Subo, teecu (murid) ambilkan minum teh, ya?”
Im-yang Sian-kouw tersenyum dan memandang kepada
muridnya yang telah berdiri di depannya, pemuda gagah
perkasa dan tampan, tanpa memakai baju dan dadanya yang
bidang penuh dengan keringat sehingga berkilau terkena
cahaya matahari pagi. Segala sesuatu tampak cerah kalau
pemuda itu hadir di dekatnya. Melihat wajahnya saja yang
penuh senyum cerah, bukan hanya mulutnya yang tersenyum,
bahkan sinar matanya pun turut tersenyum, hati terasa
gembira. Muridnya inilah yang bagaikan sinar terang
terkadang mengusir kegelapan dari hati Im-yang Sian-kouw
yang timbul kalau ia teringat akan ayahnya dan puterinya.
“Han Bu, cepat pergi mandi dan bertukar pakaian. Jangan
bertelanjang baju seperti ini atau orang akan mengira engkau
monyet penghuni Bukit Kera ini.”
“Wah, memang sudah ada yang memaki teecu sebagai
monyet, Subo.”
“Eh, siapa yang berani memakimu sebagai monyet?” tanya
Im-yang Sian-kouw, penasaran juga mendengar muridnya
dimaki orang.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
“Siapa lagi kalau bukan Wan Kim Hui yang galak itu, Subo!
Akan tetapi teecu tidak marah lho, teecu malah senang dimaki
seperti monyet.”
“Hemm, engkau senang dimaki seperti monyet karena yang
memaki itu gadis cantik jelita! Bukankah begitu?”
“Yah, bukan cuma itu, Subo. Akan tetapi jauh lebih baik
dimaki seperti monyet daripada seperti orang, bukankah
begitu? Seperti monyet berarti bukan monyet, akan tetapi
kalau dimaki seperti orang berarti bukan orang!”
Im-yang Sian-kouw tertawa, “He-heh, sudahlah, cepat
mandi sana. Setelah mandi dan berganti pakaian, baru engkau
boleh bawakan teh untukku dan aku ingin bicara penting
padamu.”
“Baik, Subo. Semua yang Subo ucapkan selalu amat
penting bagi teecu!” Dia lalu berlari menuju ke pancuran air
yang berada di belakang pondok, diikuti tawa gurunya. Imyang
Sian-kouw amat sayang kepada muridnya itu. Si Han Bu
merupakan segala-galanya baginya. Ia telah kehilangan
ayahnya, kehilangan suaminya, kehilangan puterinya,
kehilangan gurunya. Kini hanya tinggal Si Han Bu yang
merupakan pengganti dan ia menganggapnya sebagai
anaknya sendiri. Dan ia merasa puas dengan bakat yang
dimiliki Han Bu. Semua ilmunya yang ia dapatkan dari
mendiang Bu-beng Kiam-sian telah ia turunkan kepada Han
Bu. Bahkan juga ilmu pengobatan yang penting telah dikuasai
Han Bu. Anak itu pun walau tidak dapat dibilang ahli sastra,
namun pengertiannya cukup tentang kehidupan, dan yang
penting tidak buta huruf. Kiranya yang dimiliki pemuda itu
sudah dapat dipakai sebagai bekal atau modal untuk terjun ke
dunia ramai.
Tak lama kemudian, Si Han Bu sudah muncul kembali
dalam keadaan segar, sudah mandi dan rambut serta
pakaiannya sudah rapi. Dia membawa baki berisi poci dan
cawan air teh itu dan dengan lincahnya dia meletakkan baki di
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
atas meja batu di depan gurunya. Dia sendiri lalu duduk di
sebuah bangku batu lain yang lebih kecil, di seberang meja,
berhadapan dengan gurunya.
“Silakan minum air teh, Subo,” katanya sambil menuangkan
air teh yang masih panas dari poci ke dalam cawan. Im-yang
Sian-kouw mengambil cawan itu lalu minum perlahan-lahan.
Memang sedap sekali minum air teh yang pahit sepat dan
sedap harum di waktu pagi seperti itu.
Setelah minum dua cawan kecil air teh, Im-yang Sian-kouw
memandang muridnya dan berkata dengan suara serius.
“Han Bu, ingatkah engkau, berapa lamanya engkau berada
di Puncak Bukit Kera ini dan mempelajari ilmu sejak engkau
dibawa mendiang Suhu Bu Beng Kiam-sian ke sini?”
Han Bu memandang gurunya dengan sinar mata heran,
akan tetapi dia merasakan kesungguhan dalam suara gurunya
itu, maka dia pun menjawab. “Subo setiap tahun baru yang
dirayakan penduduk di kaki bukit, teecu menghitung dan
sudah terjadi dua belas kali sejak teecu berada di sini. Berarti
sudah dua belas tahun, benarkah itu, Subo?”
Im-yang Sian-kouw mengangguk lalu bertanya lagi. “Jadi
kalau begitu, sekarang ini berapa sudah usiamu?”
“Dulu sepuluh ditambah dua belas, jadi dua puluh dua
tahun, Subo. Akan tetapi... mengapa Subo menanyakan umur
teecu? Apakah teecu mau di... kawinkan...?”
Im-yang Sian-kouw tersenyum geli. “Bocah tolol!” Ia
terpaksa memaki sayang. “Kalau kau kawin, cari sendiri
jodohmu. Setelah bertemu, baru aku akan mengurus
perkawinanmu. Jangan macam-macam, aku mau bicarakan
sesuatu yang penting padamu. Buka telingamu lebar-lebar dan
dengarkan baik-baik.”
“Baik, baik, Subo! Teecu dengarkan!” Dia memiringkan
kepalanya dan menghadapkan telinganya kepada gurunya
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sehingga melihat gaya ini, kembali Im-yang Sian-kouw tidak
dapat menahan tawanya,
“Beginikah, Han Bu. Engkau sekarang sudah cukup dewasa,
bukan anak-anak lagi. Maka sudah sepantasnya engkau turun
gunung, memasuki dunia ramai, memanfaatkan semua ilmu
yang telah kaupelajari di sini untuk bertindak sebagai seorang
pendekar pembela kebenaran dan keadilan. Tinggalkan
tempat ini, Han Bu, dan bersikap serta bertindaklah yang
benar, sesuai dengan semua ajaran yang kau terima dari
mendiang Suhu Bu Beng Kiam-sian dan dariku.”
Mendengar keseriusan sikap dan suara gurunya, tiba-tiba
Han Bu bersikap lain. Lenyaplah semua kejenakaannya dan
dia lalu turun dari bangku batunya lalu menjatuhkan diri
berlutut di depan batu yang diduduki gurunya.
“Subo... bagaimana teecu dapat meninggalkan Subo sendiri
di sini? Apakah Subo... mengusir teecu? Lalu, ke mana teecu
akan pergi, Subo...?”
Im-yang Sian-kouw tersenyum, lalu mengetuk kepala
pemuda itu.
“Anak bodoh, duduklah. Sudah kukatakan tadi, dengarkan
aku baik-baik dan jangan menyangka yang bukan-bukan.
Duduklah!” Pemuda itu bangkit dan duduk kembali, akan
tetapi wajahnya kehilangan kegembiraannya.
“Maaf, Subo. Nah, jelaskanlah mengapa teecu harus pergi,
Subo. Teecu akan mendengarkan dengan baik.”
“Pertama, engkau telah dewasa dan tidak ada lagi yang
dapat kaupelajari di sini, maka sebaiknya engkau menambah
pengetahuanmu dengan menimba pengalaman dari luar. Ke
dua, sesuai dengan keinginan mendiang Suhu Bu Beng Kiamsian
dan aku sendiri, engkau seyogianya menjadi seorang
pembela kebenaran dan keadilan dan untuk itu engkau harus
terjun di dunia ramai dan mengamalkan semua kepandaian
yang telah kaupelajari dengan susah payah selama sepuluh
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tahun lebih ini agar tidak sia-sia bagi aku yang mengajar dan
engkau yang belajar. Dan ke tiga, aku ingin engkau dapat
menolong aku.”
Mendengar alasan ke tiga ini, seketika Han Bu menjadi
bersemangat sekali. “Subo, tentu saja teecu selalu siap sedia
untuk membantu Subo. Cepat perintahkan Subo, apa yang
harus teecu lakukan untuk Subo?”
“Sebelumnya, dengarkan dulu riwayatku, Han Bu. Gurumu
ini dua puluh tahu yang lalu mengalami malapetaka yang
mengakibatkan aku kehilangan ayah, suami, dan seorang anak
perempuan yang masih bayi.” Im-yang Sian-kouw
menceritakan pengalamannya. Betapa ia dahulu sebagai
pelayan keluarga Pangeran Ciu telah diperisteri Pangeran Ciu
Wan Kong, akan tetapi setelah melahirkan seorang anak
perempuan, terpaksa pergi bersama ayahnya yang juga
menjadi pelayan di sana karena orang tua Pangeran Ciu tidak
setuju putera mereka menikah dengan seorang pelayan yang
melahirkan seorang anak perempuan! Kemudian betapa
bersama ayahnya yang duda ia membawa bayinya pergi
dengan niat pulang ke kampung halamannya, akan tetapi
perahu mereka terbalik di Sungai Kuning sehingga ia
kehilangan ayah dan anaknya.
Mendengar kisah ini, wajah Han Bu berubah merah dan
sambil mengepal tinju dia berseru. “Keparat pangeran itu!
Mengapa Subo tidak menghajarnya?!”
“Jangan memaki dia, Han Bu!” Im-yang Sian-kouw
menegur muridnya. “Pangeran Ciu Wan Kong sayang
kepadaku, akan tetapi dia lemah dan taat kepada orang
tuanya. Pada waktu itu, aku adalah seorang wanita yang
lemah, tidak mampu melawan dan terpaksa pergi bersama
Ayah dan anakku. Akan tetapi... entah bagaimana nasib
ayahku dan anakku... ahh, kalau aku ingat, rasanya lebih baik
kalau pada waktu itu aku mati saja bersama mereka! Anakku
masih bayi, terseret air Sungai Huang-ho yang sedang banjir,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tak dapat diharapkan dapat bertahan hidup....” Kedua mata
Im-yang Sian-kouw menjadi kemerahan dan basah.
Han Bu ikut merasa sedih dan terharu. “Kasihan sekali,
tidak teecu sangka nasib Subo dahulu demikian buruknya.
Subo menjadi sebatang kara....”
Im-yang Sian-kouw sudah dapat menguasai perasaannya
dan ia berkata. “Han Bu, kukira nasibmu juga tidak lebih baik,
engkau juga kehilangan ayah ibu dan menjadi sebatang kara.
Sekarang dengarkan ceritaku lebih lanjut. Ketika aku terseret
air Sungai Kuning yang sedang banjir, dalam keadaan tidak
sadar aku diselamatkan oleh mendiang Suhu Bu Beng Kiamsian
dan sejak itu aku menjadi muridnya. Seminggu kemudian
setelah aku sadar dan menceritakan nasibku kepada Suhu,
Suhu pergi mencari anakku dan ayahku, akan tetapi hasilnya
sia-sia. Tentu ayahku dan anakku sudah terseret air banjir itu
dan... dan mungkin mereka telah tewas....”
“Subo, apa yang dapat teecu lakukan untuk Subo?
Perintahkan, Subo, sekarang juga akan teecu taati dan
laksanakan!”
“Kalau engkau sudah turun gunung dan terjun ke dunia
ramai sebagai seorang pendekar, tolonglah aku, coba engkau
cari keterangan dan cari ayahku dan kalau mungkin anakku.”
“Siapakah nama mereka, Subo?”
“Ayahku bernama Cui Sam, kalau masih hidup usianya
sekarang tentu sudah enam puluh enam atau enam puluh
tujuh tahun. Dia berasal dari dusun Kia-jung di sebelah selatan
Thian-cin. Carilah keterangan di sana.”
“Baik, Subo. Dan puteri Subo itu, siapa namanya dan
berapa usianya sekarang?”
“Sekarang tentu berusia sekitar dua puluh tahun. Adapun
namanya, ahhh... ketika itu aku berada dalam keadaan sedih
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dan bingung setelah diusir dari gedung Pangeran Ciu sehingga
aku belum sempat memberi nama kepada anakku....”
Melihat subonya sedih lagi, Han Bu cepat berkata. “Jangan
khawatir, Subo! Teecu akan menyelidiki tentang seorang gadis
berusia sekitar dua puluh tahun yang ketika bayi tercebur ke
air Sungai Kuning dan terseret arus air! Juga teecu akan
mudah mengenalnya kalau dapat bertemu dengannya, karena
ia pasti cantik jelita dan wajahnya seperti wajah Subo!” Han
Bu berhenti sebentar, memandang wajah gurunya lalu berkata
lagi. “Dan teecu akan mengunjungi Pangeran Ciu Wan Kong
itu!”
Mendengar suara yang bernada mengancam dari muridnya,
Im-yang Sian-kouw berkata.
“Han Bu, ingat ini! Engkau boleh menyelidiki dan melihat
keadaan Pangeran Ciu Wan Kong sekarang. Usianya tentu
sekitar lima puluh tahun lebih. Akan tetapi sekali lagi
kuingatkan, dia sama sekali tidak membenciku, tidak bersalah,
maka jangan sekali-kali engkau mengganggunya! Lihat
keadaannya agar kelak engkau dapat menceritakan
kepadaku.”
“Subo,” kata Han Bu terharu. “Dia sudah menyia-nyiakan
Subo, akan tetapi Subo masih penuh perhatian kepadanya.
Sungguh berbahagia sekali pangeran itu yang menerima cinta
kasih demikian murni dan besar seperti cinta kasih Subo
kepadanya.”
Im-yang Sian-kouw menghela napas panjang. “Aku yakin
dia pun amat menderita, kehilangan isteri dan anaknya, Han
Bu. Karena itu, jadikanlah pengalaman gurumu ini sebagai
pelajaran. Jangan engkau mudah terperangkap dalam cinta,
harus kauselidiki dengan teliti lebih dulu apakah keadaan
orang yang kaucinta itu sesuai denganmu dan sudah tepat
benar untuk menjadi jodohmu. Cinta dapat membuat orang
hidup bahagia, akan tetapi juga dapat membuat orang
menderita. Nah, sekarang berkemaslah, Han Bu. Ini
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
peninggalan Suhu Bu Beng Kiam-sian, kuberikan kepadamu
untuk bekalmu dalam perjalanan.” Im-yang Sian-kouw
mengambil sebatang pedang dan sekantung uang emas yang
sudah ia persiapkan sebelumnya.
“Pedang Im-yang-kiam, Subo?”
“Benar, pedang pusaka ini dahulu ikut mengangkat nama
besar Kakek Gurumu di dunia kang-ouw. Karena itu, engkau
harus mempergunakan untuk membela kebenaran dan
keadilan sehingga berarti engkau menjunjung tinggi dan
mempertahankan nama besar dan kehormatan Kakek
Gurumu.”
Han Bu menerima pedang dan sekantung uang emas itu,
lalu masuk pondok membuat persiapan dan berkemas. Dia
membungkus pakaian dan sekantung uang itu dengan sehelai
kain kuning yang lebar, kemudian menggendong buntalan itu
di punggungnya. Pedang Im-yang-kiam itu dia gantungkan di
pinggangnya. Setelah keluar dia lalu menjatuhkan diri berlutut
di depan bangku batu yang diduduki gurunya.
“Subo, teecu pamit, mohon bekal dan doa restu dari Subo.”
“Baiklah, Han Bu. Akan tetapi ada sebuah hal lagi yang
perlu kita bicarakan sebelum engkau berangkat. Ingat, jangan
sekali-kali engkau melibatkan diri dalam urusan negara dalam
perang. Orang tuamu tewas sebagai korban perang, maka
tidak semestinya engkau memusuhi Jenderal Wu Sam Kwi.
Juga tidak perlu engkau memusuhi Pemerintah Penjajah
Mancu. Jangan pula terlibat dan membantu para
pemberontak. Pendeknya, jangan libatkan dirimu dalam
pertikaian perebutan kekuasaan. Engkau harus selalu
berpegang kepada kebenaran. Siapa pun dia, baik dari pihak
Wu Sam Kwi, dari pihak Pemerintah Mancu, atau pihak
pemberontak, kalau dia melakukan kejahatan terhadap rakyat,
harus kautentang! Akan tetapi siapa pun dia dari pihak mana
pun, yang bertindak dan diperlakukan tidak adil, patut
kaubela. Mengertikah engkau, Han Bu?”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
“Teecu mengerti, Subo. Sekarang teecu hendak berangkat.
Selamat tinggal, Subo. Harap Subo menjaga diri baik-baik.”
“Selamat jalan, Han Bu dan jaga dirimu baik-baik.”
Han Bu memberi hormat sambil berlutut, lalu bangkit
berdiri dan hendak pergi. Pada saat itu, nenek pelayan mereka
muncul.
“Nak Han Bu, berhati-hatilah menjaga dirimu!” kata nenek
itu, suaranya mengandung isak tertahan. Maklum, nenek inilah
yang selalu bersama Han Bu sejak pemuda itu berada di situ
selama hampir dua belas tahun yang lalu.
“Selamat tinggal, Bibi Cong!” kata Han Bu, lalu pemuda itu
berlari cepat turun Puncak Bukit Kera. Bayangannya diikuti
pandang mata dua orang wanita itu sampai lenyap.
(Oo-dwkzoO)
Ciu Thian Hwa memenuhi panggilan Kaisar Shun Chi
melalui ayahnya yang hari itu menghadap Sribaginda Kaisar.
Ia diminta datang seorang diri, akan tetapi Kaisar memesan
agar ia memasuki istana dengan diam-diam agar tidak
diketahui siapa pun.
Huang-ho Sian-li Ciu Thian Hwa menggunakan ilmunya,
bergerak di malam hari itu, hanya bayangannya yang
berkelebatan sehingga tidak ada yang dapat melihatnya ketika
ia akhirnya memasuki ruangan di mana Kaisar Shun Chi sudah
menunggu seorang diri. Begitu Thian Hwa muncul, Kaisar
Shun Chi memberi isyarat agar gadis itu mengikutinya dan
melalui sebuah pintu rahasia, Kaisar Shun Chi mengajak Thian
Hwa memasuki sebuah ruangan rahasia.
Begitu berada dalam ruangan itu, Thian Hwa segera
menjatuhkan diri berlutut di depan Sribaginda Kaisar. Akan
tetapi Kaisar Shun Chi segera memegang kedua pundaknya
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dan menyuruhnya bangkit dan duduk di atas kursi,
berhadapan dengan kaisar itu.
“Thian Hwa, engkau sengaja kami panggil untuk datang
seorang diri, karena kami menemui kesulitan untuk
melaksanakan rencana kami semula. Berita bahwa kami telah
meninggal dunia memang tidak sukar dilakukan, akan tetapi
yang amat sukar adalah lolosnya kami dari istana. Kiranya
amat sukar keluar dari istana tanpa diketahui orang, apalagi
kami mendapat tanda-tanda bahwa kepala Thaikam agaknya
patut dicurigai.”
Thian Hwa terkejut. “Paduka maksudkan, Thaikam Boan
Kit?”
Kaisar mengangguk, lalu menghela napas panjang. “Aih,
melihat ulah manusia-manusia yang lemah sehingga mereka
menghalalkan segala cara sesat untuk mencapai tujuan yang
mereka inginkan, sungguh menyedihkan sekali. Pantaslah
banyak orang meniru sikap Sang Buddha yang meninggalkan
semua kemewahan dan kesenangan duniawi yang amat
mempengaruhi jiwa menimbulkan kejahatan dan penderitaan,
pergi mengasingkan diri dari keramaian. Agaknya Boan
Thaikam telah dipengaruhi oleh mereka yang memperebutkan
tahta kerajaan. Gerak-geriknya mencurigakan sekali. Karena
itulah, aku sengaja memanggilmu secara diam-diam untuk
menjaga keamananku sebelum aku berhasil keluar dari istana
tanpa diketahui orang lain, Thian Hwa.”
“Baik, Paman Kaisar! Hamba siap melakukan tugas karena
pada saat ini, penjagaan keselamatan Pangeran Mahkota
cukup kuat. Selain ada dua orang murid Siauw-lim-pai yang
membantu Paman Pangeran Bouw Hun Ki, juga pasukan
pengawal penjaga keamanan kini telah diperkuat.”
“Bagus kalau begitu, akan tetapi aku tidak ingin mereka
yang berhati khianat mengetahui bahwa engkau melakukan
penjagaan di dalam istana, maka sebaiknya engkau menyamar
sebagai seorang prajurit pengawal pribadi.”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Demikianlah, Thian Hwa lalu menyamar sebagai seorang
prajurit pengawal muda, dibantu oleh seorang pelayan pribadi
Kaisar yang telah diyakini kesetiaannya. Thian Hwa sebagai
seorang pengawal pribadi tidak pernah jauh dari Sribaginda
Kaisar dan selalu waspada menjaga keselamatannya.
(Oo-dwkzoO)
Tiga hari kemudian. Malam itu hawanya dingin sekali
menembus sampai ke dalam istana sehingga para penghuni
istana sudah memasuki kamar masing-masing mencari
kehangatan. Sribaginda Kaisar Shun Chi juga sudah memasuki
kamar dan duduk bersamadhi seperti yang biasa dia lakukan
setiap hari. Suasananya amat sunyi di dalam istana.
Ketika Thaikam Boan Kit yang menjadi kepala para Thaikam
bersama dua orang Thaikam lain berjalan melakukan
perondaan di bagian dalam istana, para pengawal yang
bertugas di dalam istana tidak menaruh curiga. Memang
sudah menjadi kewajiban dan kebiasaan kepala Thaikam itu
untuk mengadakan perondaan seperti itu.
Ketika Boan Thaikam berjalan menuju ke kamar Kaisar,
lima orang prajurit pengawal yang menjaga di luar kamar
segera bangkit dari duduknya dan berdiri tegak, berjajar lalu
memberi hormat kepadanya. Boan Thaikam dan dua orang
temannya menghampiri mereka.
“Bagaimana keadaan malam ini?” tanya Boan Thaikam
sambil mendekat.
“Baik-baik dan aman, Thaijin!” lapor seorang di antara lima
pengawal itu.
Tiba-tiba sekali, Boan Thaikam dan dua orang
pembantunya bergerak cepat bukan main dan lima orang
prajurit pengawal itu roboh tanpa dapat mengeluarkan suara.
Mereka telah tertotok dan pingsan. Boan Thaikam dan dua
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
orang pembantunya cepat menyeret mereka ke sebuah taman
kecil dekat situ dan menyembunyikan tubuh mereka di balik
semak-semak bunga. Sebelum meninggalkan kelima orang itu,
Boan Thaikam dan dua orang temannya menggunakan
pedang membunuh mereka. Setelah itu, mereka menghampiri
kamar Kaisar dan hampir tanpa mengeluarkan suara, Boan
Thaikam menggunakan tenaganya untuk membuka daun pintu
kamar.
Kamar itu hanya remang-remang karena di meja hanya
bernyala sebuah lilin kecil yang ditutup warna kebiruan. Akan
tetapi mereka dapat melihat dengan jelas Kaisar yang duduk
bersila di atas pembaringan, tertutup tirai kelambu tipis dan
tembus pandang. Boan Thaikam menutupkan kembali daun
pintu kamar itu dengan rapat lalu memberi isyarat kepada dua
orang pembantunya untuk berdiri menjaga di sebuah pintu
tertutup yang menembus ke kamar itu. Tanpa mengeluarkan
suara, dengan gerakan kaki ringan, dua orang yang
berpakaian sebagai Thaikam itu lalu melangkah dan berdiri di
dekat pintu yang menembus ke kamar atau ruangan lain.
Tiba-tiba daun pintu tembusan itu terbuka dan sebelum
dua orang Thaikam itu sempat berbuat sesuatu, ada empat
sinar kecil putih menyambar ke arah mereka. Dua orang itu
roboh dan tak mampu bangun lagi karena tepat di dahi
mereka masing-masing telah menancap dua batang Pek-hwaciam
(Jarum Bunga Putih) yang membuat mereka tewas
seketika.
Pada saat itu, Boan Thaikam sedang menghampiri
pembaringan Kaisar dan mengangkat pedangnya membacok
tubuh Kaisar yang duduk bersila.
Sesosok bayangan berkelebat cepat sekali dan sebatang
pedang menangkis pedang yang oleh Boan Thaikam
dibacokkan ke arah tubuh Kaisar di balik kelambu.
“Singg... tranggg...!”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Boan Thaikam terkejut bukan main dan cepat dia melompat
ke belakang karena tangannya tergetar hebat ketika
pedangnya tertangkis tadi. Dia melihat seorang prajurit
pengawal muda bertubuh ramping dan berwajah tampan
berdiri di depannya, memegang sebatang pedang. Ketika dia
melihat dua orangnya menggeletak tak bergerak, dia menjadi
semakin panik. Akan tetapi Thian Hwa yang menyamar
sebagai prajurit pengawal itu tidak memberi kesempatan
kepadanya untuk melarikan diri karena ia sudah menerjang
dengan lompatan kilat. Boan Thaikam terpaksa melawan dan
mereka pun bertanding dengan seru dan mati-matian di kamar
Kaisar itu.
Kaisar Shun Chi sadar dari samadhinya dan dia menonton
perkelahian itu. Dia tidak heran melihat Boan Thaikam
bertanding melawan Thian Hwa. Tentu Thaikam khianat itu
tadinya hendak membunuhnya dan Thian Hwa
menghalanginya. Dia tetap duduk di atas pembaringan dan
menonton perkelahian itu. Jantungnya berdebar tegang,
khawatir kalau Thian Hwa kalah. Dia tidak khawatir dirinya
dapat terbunuh, melainkan mengkhawatirkan keselamatan
keponakannya itu. Akan tetapi kekhawatirannya lenyap ketika
dia melihat dua orang Thaikam telah menggeletak di dekat
pintu tembusan dan dalam perkelahian itu dia melihat dengan
jelas betapa Thian Hwa mendesak lawannya.
Boan Thaikam yang berusia sekitar lima puluh tahun itu
ternyata lihai juga. Ilmu pedangnya cukup hebat sehingga dia
mampu mempertahankan diri membuat perlawanan sengit
kepada Thian Hwa. Akan tetapi setelah Thian Hwa mengubah
ilmu pedang Kwan-im Kiam-hoat menjadi Huang-ho Kiam-hoat
yang istimewa, pedangnya berubah menjadi sinar yang
bergulung-gulung bagaikan ombak Sungai Huang-ho, Boan
Thaikam menjadi terdesak hebat. Hal ini disebabkan pula
karena Boan Thaikam telah menjadi gentar dan panik.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
“Hyaattt...!” Thian Hwa menyerang dahsyat, pedangnya
berputar dan menyambar-nyambar ke arah kepala dan leher
lawan. Boan Thaikam yang tidak mampu balas menyerang,
hanya menangkis dan mengelak saja. Serangan hebat itu
membuat dia menjadi terhuyung ke belakang dan tiba-tiba
kaki kiri Thian Hwa mencuat dan menendang perutnya.
“Bukkk...!” Tubuh Boan Thaikam terlempar dan
terjengkang.
“Tangkap dia!” terdengar Kaisar Shun Chi berkata kepada
Thian Hwa. Gadis itu melompat ke depan hendak menangkap
Boan Thaikam, akan tetapi Thaikam yang maklum bahwa dia
tidak mungkin dapat meloloskan diri lagi, tiba-tiba menggorok
leher sendiri dengan pedangnya dan tewas seketika!
Melihat ini, Thian Hwa berdiri bengong dan Kaisar Shun Chi
turun dari pembaringannya. Peristiwa itu terjadi dalam
kamarnya, tidak terdengar orang lain karena pintu kamar
tertutup rapat dan perkelahian tadi sama sekali tidak
menimbulkan suara gaduh.
Thian Hwa menyalakan dua batang lilin lain sehingga
kamar itu menjadi terang. Ia memandang ke arah mayat Boan
Thaikam penuh kebencian.
“Paduka benar, Pamanda Kaisar. Pengkhianat jahanam ini
benar-benar hendak berbuat jahat dan keji terhadap Paduka.
Biar hamba memanggil kepala pengawal agar semua orang
mengetahui akan pengkhianatan ini!”
“Jangan...!”
Thian Hwa memandang kaisar itu dengan heran.
“Dengarkan, Thian Hwa, ini kesempatan baik bagiku! Lihat,
bentuk tubuhnya hampir sama dengan aku. Kalau kita
memakaikan pakaianku lalu mengabarkan bahwa aku telah
terbunuh, maka mudah bagiku untuk meloloskan diri.”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Kaisar menjelaskan rencananya dan Thian Hwa tidak berani
membantah. Kaisar itu lalu memanggil lima orang pelayannya
yang paling setia dan dipercaya, kemudian dibantu Thian Hwa,
mereka semua bekerja dengan cepat.
Menjelang pagi, selagi semua orang dalam istana masih
tidur dengan pulas karena hawa udara amat dinginnya, tibatiba
terdengar jerit tangis disusul teriakan-teriakan nyaring.
“Pembunuhan! Pembunuhan! Sribaginda Kaisar dibunuh
orang!”
Gegerlah seluruh istana. Mula-mula para prajurit pengawal
istana berlarian datang, lalu keluarga istana dan akhirnya
seluruh penghuni istana terbangun dan bergerombol di luar
kamar tidur Kaisar. Hanya orang-orang penting saja boleh
masuk kamar, di antaranya selain keluarga istana juga
komandan pengawal dan mereka yang berkedudukan tinggi di
istana.
Mereka semua melihat jenazah kaisar di atas pembaringan.
Jenazah itu amat mengerikan karena mukanya penuh luka
bacokan sehingga tidak dapat dikenali lagi. Pakaiannya penuh
darah dan lehernya juga hampir putus! Selain jenazah Kaisar
Shun Chi, mereka juga melihat mayat dua orang Thaikam
dalam kamar itu. Karena hanya Thian Hwa yang menjadi saksi
peristiwa itu dan dapat menceritakan, maka ia lalu dituntut
oleh semua pejabat dan keluarga Kaisar untuk menceritakan
apa yang telah terjadi malam itu. Sebuah persidangan, dihadiri
oleh para pangeran dan pejabat tinggi. Tentu saja hadir pula
pangeran-pangeran adik Kaisar dan para putera Kaisar.
(Oo-dwkzoO)
Di ruangan persidangan itu sudah berkumpul mereka yang
berhak menghadiri persidangan. Para pejabat tinggi termasuk
para panglimanya. Para pangeran adik Kaisar, di antaranya
Pangeran Ciu Wan Kong, Pangeran Bouw Hun Ki dan beberapa
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
orang pangeran lagi yang hanya merupakan saudara misan.
Kemudian para pangeran putera Kaisar, antara lain yang
terpenting adalah Pangeran Leng Kok Cun dan Pangeran Cu
Kiong. Adapun Pangeran Kang Shi ditahan oleh pamannya,
Pangeran Bouw Hun Ki, karena dianggap belum dewasa untuk
membicarakan persoalan yang merupakan malapetaka itu, dan
agar anak itu tidak menjadi kaget mendengar cerita kematian
ayahnya yang mengerikan.
Ruangan persidangan yang biasa dipergunakan oleh Kaisar
untuk bersidang dengan para pejabat tinggi itu luas dan
semua yang hadir, lebih dari seratus orang banyaknya, telah
duduk di kursi masing-masing. Yang memimpin persidangan
itu adalah Pangeran Bouw Hun Ki. Dalam hal memilih
pimpinan persidangan ini pun terjadi kekacauan karena
Pangeran Leng Kok Cun tadinya berkeras mengatakan bahwa
dia yang paling berhak memimpin persidangan karena dialah
putera Kaisar yang tertua. Akan tetapi banyak suara memilih
Pangeran Bouw Hun Ki dengan alasan bahwa selain Pangeran
Bouw Hun Ki merupakan adik Kaisar yang tertua, juga dia
menjadi pelindung Pangeran Mahkota dan mewakili Pangeran
Kang Shi. Akhirnya Pangeran Leng kalah suara dan Pangeran
Bouw Hun Ki memimpin persidangan itu.
Setelah semua orang duduk dan suasana tertib dan diam,
Thian Hwa diberi kesempatan untuk menceritakan apa yang
telah terjadi semalam.
Thian Hwa lalu bercerita, sesuai dengan apa yang telah
direncanakan Kaisar Shun Chi. Ia bercerita bahwa ia
diperintahkan oleh “mendiang” Kaisar Shun Chi untuk
menyamar sebagai seorang prajurit pengawal karena Kaisar
telah mencurigai Thaikam Boan Kit. Ia harus menjaga
keamanan sebagai pengawal pribadi Kaisar.
“Nanti dulu! Mengapa Ayahanda Kaisar menaruh curiga
kepada Thaikam Boan Kit?” tiba-tiba Pangeran Leng Kok Cun
bertanya dengan suara berwibawa, seolah hendak
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menunjukkan bahwa dia putera sulung Kaisar dan karenanya
memiliki kekuasaan.
Thian Hwa menatap tajam wajah pangeran itu dengan bibir
tersenyum mengejek, teringat betapa ia pernah berurusan
dengan pangeran pemberontak ini. Melihat sinar mata Thian
Hwa mencorong tajam, Pangeran Leng menundukkan
pandang matanya, tidak tahan beradu pandang dengan gadis
pendekar yang dia tahu amat galak dan lihai itu.
“Kalau Sribaginda Kaisar menaruh kecurigaan, pasti ada
sebabnya! Orang yang mempunyai niat jahat dapat dilihat dari
gerak-gerik dan terutama suara dan sinar matanya!” jawab
Thian Hwa. Ia melanjutkan ceritanya.
JILID IX
MALAM itu ia berada di ruangan yang bersebelahan dengan
kamar Kaisar, dihubungkan sebuah pintu tembusan. Malam itu
ia mendengar suara gaduh di kamar Kaisar. Ia cepat
membuka pintu tembusan dan ia dihadang dua orang Thaikam
yang menyerangnya. Ia berhasil merobohkan mereka dengan
sambitan Pek-hwa-ciam, akan tetapi ia terlambat
menyelamatkan Kaisar. Ia melihat bayangan Thaikam Boan Kit
melarikan diri melalui pintu. Karena ingin melihat keadaan
Kaisar, ia tidak sempat mengejar dan ternyata ia mendapatkan
Kaisar telah tewas dengan luka-luka bacokan pada leher dan
mukanya sehingga tak dapat dikenali lagi. Ia mencoba untuk
melakukan pengejaran namun Thaikam Boan telah lenyap,
maka ia lalu berteriak dan memanggil para prajurit pengawal
dan membangunkan seluruh penghuni istana.
“Demikianlah apa yang terjadi malam tadi!” Thian Hwa
mengakhiri ceritanya dan ia menceritakan juga bahwa lima
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
orang prajurit pengawal juga ditemukan mati di taman tak
jauh dari kamar Kaisar dan mereka adalah lima orang
pengawal yang malam itu bertugas jaga di depan kamar
Kaisar. Mudah diduga bahwa mereka tentu dibunuh pula oleh
Thaikam Boan Kit dan dua orang pembantunya yang tewas
oleh Thian Hwa.
Tentu saja kejadian yang sesungguhnya tidak demikian.
Setelah wajah mayat Boan Kit dirusak dengan bacokanbacokan
pedang agar tidak dapat dikenal, mayat itu lalu diberi
pakaian Kaisar yang seperti pakaian pendeta dan dilumuri
darah, kemudian mayat itu diletakkan di atas pembaringan
Kaisar. Setelah itu, dengan kepandaiannya, Thian Hwa
menyelundupkan Kaisar keluar dari istana, bahkan keluar dari
pintu gerbang kota raja. Setelah tiba di luar kota raja, dua
orang pelayan yang setia sudah menunggu lebih dulu dan
Kaisar yang mengenakan jubah pendeta Buddha dan
menggunduli rambut kepalanya itu lalu pergi menjauh dari
kota raja. Setelah itu, baru Thian Hwa kembali ke istana dan
bersama para pelayan yang setia mereka menjerit-jerit
sehingga membangunkan seluruh penghuni istana.
Tentu saja cerita T hian Hwa ini dipercaya oleh semua orang
pendengarnya, apalagi terbukti adanya jenazah raja. Mereka
tidak dapat mengenali wajah jenazah itu, akan tetapi dari
bentuk tubuhnya tidak ada yang ragu bahwa itu adalah
jenazah Kaisar Shun Chi yang sudah dirawat dan dimasukkan
peti mati.
“Sudahlah, malapetaka itu sudah terjadi. Mudah saja nanti
kita berusaha untuk mengejar dan menangkap Thaikam Boan
Kit dan menghukumnya. Sekarang, yang terpenting, kita tidak
boleh membiarkan kerajaan tanpa kaisar! Hal ini dapat
menimbulkan kekacauan dan akan memancing datangnya
musuh negara untuk menyerang kerajaan yang sedang
lowong tidak ada pemimpinnya. Maka, aku mengusulkan agar
sekarang juga ditentukan siapa yang berhak menggantikan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kedudukan kaisar, menggantikan mendiang Ayahanda Kaisar!”
kata Pangeran Leng Kok Cun penuh semangat.
“Ah, baik sekali itu! Aku juga akan mengusulkan begitu!”
kata Pangeran Cu Kiong, tidak kalah bersemangatnya.
Pangeran Bouw sebagai pimpinan sidang menoleh kepada
Ciang Taijin, pembesar tinggi yang paling tua, usianya sudah
lebih dari tujuh puluh tahun dan dia dikenal sebagai tua-tua
dan penasihat di istana. Melihat Pangeran Bouw menoleh dan
memandang kepadanya, pejabat tinggi yang sudah tua dan
setia ini segera bangkit berdiri dan berkata dengan suaranya
yang halus dan tenang.
“Soal pengganti kedudukan Kaisar, hal itu kami rasa tidak
menjadi masalah dan tidak perlu dibicarakan lagi. Bukankah
mendiang Sribaginda Kaisar telah mengangkat seorang
Pangeran Mahkota? Menurut hukum yang berlaku, kalau
Kaisar meninggal dunia, sudah barang tentu yang
menggantikan kedudukannya adalah Pangeran Mahkota,
dalam hal ini Pangeran Mahkota Kang Shi!”
“Akan tetapi Ayahanda belum pernah meresmikan
pengangkatannya sebagai pengganti kedudukan Kaisar!”
bantah Pangeran Leng Kok Cun. “Karena itu, aku sebagai
putera Ayahanda yang sulung, akulah yang berhak
menggantikan kedudukannya sebagai kaisar!”
“Tidak benar dan tidak bisa!” Teriak Pangeran Cu Kiong.
“Kakanda Pangeran Leng Kok Cun, biarpun paling tua, akan
tetapi merupakan putera selir ke tujuh! Menurut kepantasan,
yang berhak menggantikan kedudukan Kaisar dilihat dari
urutan kedudukan para isteri Ayahanda! Memang yang paling
berhak adalah Adinda Pangeran Kang Shi karena dia adalah
putera dari Ibunda permaisuri, akan tetapi dia masih terlalu
kecil untuk menjadi kaisar dan memang benar, Ayahanda
belum meresmikan dia menjadi penggantinya. Urutan yang ke
dua adalah keturunan selir ke dua, akan tetapi Ibunda selir ke
dua hanya mempunyai anak perempuan. Maka urutan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
berikutnya adalah anak Ibunda yang menjadi selir ke tiga.
Jadi, kalau mau menurut aturan dan kepantasan, akulah yang
berhak menggantikan kedudukan kaisar!”
“Pendapat Pangeran Cu Kiong itu tidak benar!” bentak
Pangeran Leng Kok Cun.
“Pendapat Kakanda Pangeran Leng Kok Cun lebih tidak
benar lagi!” Pangeran Cu Kiong juga membentak marah.
Kedua orang pangeran ini sudah bangkit berdiri dan saling
pandang dengan mata merah melotot.
“Harap Ananda berdua tenang! Ketahuilah para anggota
keluarga kerajaan dan para pejabat tinggi, kami telah
menerima surat wasiat yang ditulis dan ditinggalkan oleh
mendiang Kakanda Kaisar Shun Chi. Akan saya bacakan surat
wasiatnya.”
“Nanti dulu!” bentak Pangeran Leng Kok Cun. “Surat wasiat
seharusnya dipegang oleh orang yang dapat mewakili
Ayahanda Kaisar. Pamanda Pangeran Bouw Hun Ki tidak
mempunyai kekuasaan itu!”
“Benar, Pamanda Pangeran Bouw tidak berhak!” teriak pula
Pangeran Cu Kiong.
“Aku yang berhak!” tiba-tiba terdengar suara nyaring
seorang wanita. Semua orang memandang dan yang bicara
adalah Ciu Thian Hwa. Ia sudah bangkit berdiri dengan tegak
dan sikapnya gagah sekali. “Akulah yang menjadi wakil
mendiang Pamanda Kaisar Shun Chi, dan inilah tanda
kekuasaanku!” ia mengeluarkan Tek-pai tanda kekuasaan
yang diberikan Kaisar Shun Chi itu dan melihat ini, para
pejabat tinggi cepat membungkuk untuk memberi hormat
karena pemegang Tek-pai itu seolah menjadi wakil kaisar
sendiri. Melihat ini, Pangeran Leng Kok Cun dan Pangeran Cu
Kiong diam, tidak berani membantah lagi. Mereka memang
sudah mendengar bahwa gadis liar yang berjuluk Huang-ho
Sian-li yang pernah menentang mereka dahulu itu adalah
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
puteri Pangeran Ciu Wan Kong, jadi masih keponakan kaisar
dan juga keponakan Pangeran Bouw, bahkan masih menjadi
saudara mereka sendiri. Mereka tahu pula bahwa Thian Hwa
telah menyelamatkan nyawa Kaisar Shun Chi ketika diserang
lima orang pembunuh dahulu, maka tidak mustahil kalau kini
gadis itu membawa Tek-pai pemberian Kaisar.
Melihat tidak ada yang berani membantah, Thian Hwa
menerima surat wasiat itu dari tangan Pangeran Bouw Hun Ki
lalu berkata dengan lantang.
“Akulah yang menerima dari tangan mendiang Pamanda
Kaisar Shun Chi, Tek-pai dan surat wasiat ini, maka aku pula
yang berhak membacanya. Siapa yang berani menentang
pesan terakhir mendiang Pamanda Kaisar Shun Chi, silakan
maju, aku berhak atas nama Kaisar untuk menghukumnya!”
Ucapan itu demikian berwibawa dan tidak ada yang berani
membantah. Pangeran Leng dan Pangeran Cu tentu saja
merasa jengkel dan marah, akan tetapi mereka maklum
bahwa kalau mereka berani membantah kenyataan ini, semua
orang yang berada di situ pasti akan menentangnya.
Melihat tidak ada yang berani membantah, Thian Hwa lalu
membaca surat wasiat itu yang maksudnya, Kaisar Shun Chi
menyatakan bahwa dia mengangkat Pangeran Mahkota Kang
Shi menjadi penggantinya, yaitu menjadi kaisar baru kalau dia
sudah tidak ada. Setelah ia selesai membacakan surat wasiat
itu, T hian Hwa duduk kembali.
Kini Pangeran Bouw Hun Ki bangkit berdiri. “Kami yakin
bahwa kita semua pasti menghormati dan mentaati perintah
terakhir dari mendiang Kakanda Kaisar Shun Chi. Nah, kini
sudah dipastikan bahwa Pangeran Mahkota Kang Shi yang
akan dinobatkan menjadi Kaisar Kerajaan Ceng kita.
Pelaksanaannya akan dilakukan setelah lewat masa
perkabungan seratus hari dari kematian Kakanda Kaisar Shun
Chi, kami kira hadirin semua merasa setuju dan tidak ada
yang merasa keberatan.”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tiba-tiba Pangeran Leng Kok Cun bangkit berdiri dan bicara
dengan lantang. “Paman Pangeran Bouw Hun Ki, mengingat
bahwa Adinda Pangeran Kang Shi baru berusia sepuluh tahun,
masih kanak-kanak, tidak mungkin dia dapat mengatur
pemerintahan. Sudah tentu dia membutuhkan seorang
pendamping atau penasihat yang dapat dipercaya! Nah, aku
sebagai kakaknya yang tertua berhak untuk menjadi
pendamping dan penasihatnya, maka dalam sidang ini aku
minta agar hal ini dibicarakan dan disetujui semua yang
hadir!”
Mendengar ini, Pangeran Cu Kiong cepat memberi
tanggapan.
“Aku tidak setuju dengan pendapat Kakanda Pangeran
Leng Kok Cun! Dia sudah terlalu tua untuk mendampingi
Adinda Pangeran Kang Shi! Yang paling tepat untuk
mendampinginya adalah aku sebagai calon pewaris ke dua
setelah Pangeran Mahkota, dan usiaku jauh lebih muda dari
Kakanda Pangeran Leng sehingga dapat bergaul lebih baik
dengan Adinda Pangeran Kang Shi.”
Kembali semua orang bicara sendiri, ada yang mendukung
Pangeran Leng, ada pula yang membenarkan Pangeran Cu.
Agaknya kedua orang pangeran ini memiliki pendukung
masing-masing di antara para pejabat tinggi yang hadir.
Melihat keadaan menjadi ribut, Thian Hwa bangkit lagi dan
berkata dengan nyaring. “Harap Cu-wi (Anda Sekalian)
tenang! Saya sebagai pemegang kekuasaan yang diberikan
mendiang Pamanda Kaisar, menyatakan bahwa perebutan
kedudukan pendamping Kaisar yang baru itu tidak tepat.
Seorang pendamping Kaisar seyogianya merupakan seorang
yang paling dekat dengan Kaisar, dalam hal ini Adinda
Pangeran Mahkota Kang Shi. Oleh karena itu, sepantasnya dia
sendiri yang akan memilih, nanti setelah dia dinobatkan
menjadi Kaisar. Dia sendiri yang akan memilih siapa yang akan
menjadi pendamping dan penasihatnya.”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Seperti tadi, ucapan Thian Hwa itu pun tidak ada yang
berani membantahnya karena ucapan itu memang pantas dan
cukup adil.
Pangeran Bouw Hun Ki lalu bangkit berdiri dan berkata.
“Kami kira keputusan itu sudah tepat sekali. Nanti setelah
lewat perkabungan selama seratus hari, Pangeran Mahkota
Kang Shi akan dinobatkan menjadi Kaisar dan dia yang akan
memilih siapa yang menjadi pendamping dan penasihatnya.
Sekarang, kami minta Adinda Ciu Thian Hwa sebagai
pemegang Tek-pai untuk menunjuk seorang yang akan
menjadi pejabat Kaisar sementara sebelum Pangeran Mahkota
dinobatkan menjadi Kaisar.”
Ciu Thian Hwa bangkit berdiri lagi. “Mengingat bahwa
selama ini yang paling dekat dengan mendiang Pamanda
Kaisar Shun Chi adalah Pamanda Pangeran Bouw Hun Ki
sehingga beliau diberi kepercayaan untuk mendidik Pangeran
Mahkota, maka atas nama Kaisar saya menunjuk Pamanda
Pangeran Bouw Hun Ki untuk menjabat kedudukan kaisar
sementara!”
Pangeran Bouw Hun Ki cepat menanggapi. “Aku tidak
keberatan, akan tetapi hanya dengan satu syarat, yaitu aku
harus didampingi Ananda Ciu Thian Hwa sebagai pemegang
kuasa yang diberikan oleh mendiang Kaisar sendiri.”
“Saya menerima syarat itu. Apakah ada di antara Cu-wi
yang tidak setuju?” kata Thian Hwa. Kembali tidak ada yang
berani menolak karena memang semua yang diajukan itu
masuk akal dan sesuai dengan aturan. Seorang pemegang
Tek-pai seolah menjadi pribadi Kaisar sendiri yang semua
ucapannya merupakan perintah yang tidak boleh dibantah
oleh siapa pun.
Demikianlah, persidangan itu selesai. Semua orang merasa
puas dan lega, kecuali tentu saja Pangeran Leng Kok Cun dan
Pangeran Cu Kiong!
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
(Oo-dwkz-jTn-oO)
Pangeran Cu Kiong dalam perjalanan pulang dari
menghadiri persidangan, berjalan dengan wajah muram.
Tentu saja dia merasa kecewa dan penasaran sekali akan
keputusan yang diambil dalam persidangan itu bahwa selain
Pangeran Kang Shi ditentukan menjadi pengganti Kaisar dan
akan dinobatkan sebagai kaisar baru dan dia yang berwenang
memilih pendamping atau penasihatnya, juga ditentukan
bahwa pejabat kaisar selama seratus hari ini adalah Pangeran
Bouw Hun Ki. Dan dia sama sekali tidak dapat membantah
karena Ciu Thian Hwa memegang Tek-pai! Dia semakin benci
kepada Huang-ho Sian-li itu! Dia pernah tertarik, bahkan
pernah saling mencinta dengan Huang-ho Sian-li, akan tetapi
dia bermaksud memanfaatkan kelihaian gadis itu untuk
tujuannya merebut tahta kerajaan. Kini gadis itu, yang
kemudian ternyata puteri Pangeran Ciu Wan Kong, malah
membela Pangeran Mahkota Kang Shi, berarti menjadi
musuhnya! Pangeran Cu Kiong merasa kecewa, penasaran
dan marah sekali.
Tiba-tiba dia merasa ada gerakan orang di belakangnya
dan ketika dia menengok, dia melihat seorang wanita muda
tersenyum kepadanya dan berjalan melewatinya lalu membalik
dan menghadapinya.
“Maafkan saya, apakah Paduka yang bernama Pangeran Cu
Kiong?” gadis itu bertanya, suaranya merdu, gayanya memikat
dengan sinar mata yang berkilat tajam dan bibir mungil
tersenyum manis sekali.
Pangeran Cu Kiong mengamati gadis itu. Gadis itu sudah
matang, berusia sekitar dua puluh tiga tahun dan yang
menarik adalah payung merah yang dipegang gagangnya
dengan tangan kiri dan payung itu melindungi wajahnya dari
terik matahari siang itu. Bentuk tubuhnya menarik, ramping
padat dan matang, wajahnya bulat dan mata serta mulutnya
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menggairahkan seperti menantang. Bajunya berkembangkembang
merah dengan celana sutera hijau. Kecantikannya
agak asing, tidak seperti kecantikan wanita Han, juga tidak
seperti wanita Mancu, melainkan kecantikan wanita dari
daerah selatan yang khas. Pangeran Cu Kiong segera tertarik
sekali melihat kecantikan yang berbeda dari wanita lain itu.
“Benar, aku Pangeran Cu Kiong. Engkau siapakah, Nona?”
tanyanya, tertarik bukan hanya karena kecantikan gadis itu,
juga karena dari wajah dan logat bicaranya, jelas bahwa gadis
ini datang dari selatan.
“Saya dikenal sebagai Ang-mo Niocu (Nona Payung Merah),
dan saya sengaja datang menjumpai Paduka membawa pesan
dari Raja Muda Wu Sam Kwi.”
Cu Kiong terkejut mendengar disebutnya nama Wu Sam
Kwi. Dia memang telah beberapa lamanya mengadakan
kontak hubungan dengan Jenderal Wu Sam Kwi yang kini
disebut Raja Muda itu. Kiranya gadis ini seorang utusan dari
Wu Sam Kwi. Kalau sampai ada orang mengetahui bahwa dia
berhubungan dengan Jenderal Wu Sam Kwi, bisa gawat dan
berbahaya baginya. Maka cepat dia berkata lirih.
“Nona, datanglah nanti ke istanaku, jangan terlalu
mencolok karena suasananya sedang genting.” Setelah
berkata demikian dia cepat melanjutkan langkahnya pulang ke
gedungnya.
Ang-mo Niocu, gadis cantik genit yang pernah kita jumpai
ketika ia bertemu dengan Kong Liang dan Thian Hwa itu,
maklum akan ucapan Sang Pangeran, maka ia pun cepat pergi
ke lain jurusan agar tidak ada yang tahu bahwa ia tadi
menghubungi Pangeran Cu Kiong.
Sore itu Ang-mo Niocu datang berkunjung ke gedung
Pangeran Cu Kiong yang megah seperti istana. Ia disambut
oleh Thio Kwan dan Yu Kok Lun, yaitu dua orang di antara
Kam-keng Chit-sian (Tujuh Dewa dari Kam-keng). Empat yang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
lain dulu telah tewas oleh Ciu Thian Hwa dan Ui Yan Bun,
sedangkan yang seorang lagi, Ciang Sun, telah pergi
meninggalkan kota raja.
Dua orang jagoan pembantu Pangeran Cu Kiong itu
memang mendapat perintah dari Sang Pangeran untuk
menyambut kalau gadis dari selatan, utusan Jenderal Wu Sam
Kwi itu datang berkunjung.
Thio Kwan dan Yu Kok Lun adalah dua orang jagoan yang
tidak pernah sembuh dari watak mereka yang sombong. Baru
julukan mereka saja, ketika masih bertujuh, menunjukkan
kesombongan mereka, yaitu memakai julukan Tujuh Dewa!
Sejak dulu mereka sombong dan merasa paling hebat sendiri,
apalagi karena mereka menjadi jagoan seorang pangeran.
Biarpun kini mereka tinggal berdua, namun tetap saja mereka
berkepala besar dan dengan sendirinya mereka memandang
rendah ketika melihat bahwa utusan Jenderal Wu Sam Kwi itu
hanya seorang gadis cantik yang membawa payung merah!
Memang Ang-mo Niocu sama sekali tidak tampak seperti
seorang kang-ouw yang pandai ilmu silat. Ia cantik manis,
pakaiannya berkembang dan sama sekali tidak tampak
membawa senjata.
Begitu tiba di pintu gerbang gedung besar yang mempunyai
halaman depan luas itu, Ang-mo Niocu dihadang dua orang
jagoan ini yang sudah menunggu di gardu penjagaan sejak
tadi. Belasan orang prajurit berada dalam gardu dan hanya
menonton sambil tersenyum kagum melihat seorang gadis
cantik memakai payung memasuki pintu gerbang. Mereka
sudah dipesan oleh dua orang jagoan itu agar diam saja dan
membiarkan mereka berdua yang menyambut tamu yang
dinantikan oleh Sang Pangeran. Para prajurit itu
mengharapkan memperoleh tontonan menarik karena mereka
semua maklum bahwa dua orang jagoan itu pasti akan
menggoda dan mengganggu seorang gadis cantik seperti itu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Thio Kwan yang berusia sekitar lima puluh dua tahun,
tinggi kurus dan mukanya pucat seperti mayat, berdiri bertolak
pinggang menghadapi Ang-mo Niocu, sedangkan temannya,
Yu Kok Lun yang berusia lima puluh tahun lebih dan bertubuh
gemuk pendek bermuka hitam, hanya tersenyum-senyum di
samping rekannya.
“Apakah Nona yang disebut Nona Payung Merah?” tanya
Thio Kwan sambil tersenyum mengejek, memandang rendah.
Ang-mo Niocu mengenal laki-laki kurang ajar macam ini.
Akan tetapi ia bersabar mengingat bahwa orang-orang ini
tentu anak buah Pangeran Cu Kiong yang tadi ia jumpai di
jalan dan yang menarik hatinya karena pangeran yang masih
muda itu memang tampan dan gagah sekali.
“Benar, aku Ang-mo Niocu hendak bertemu dengan
Pangeran Cu Kiong.”
“Nanti dulu, Nona. Logat bicara Nona terdengar asing.
Benarkah menurut keterangan Pangeran Cu bahwa Nona
datang dari Yunnan-hu yang berada jauh di selatan?”
Ang-mo Niocu mengerutkan alisnya. Pembantu pangeran
ini cerewet benar. Ia merasa tidak perlu untuk
memperkenalkan diri lebih banyak terhadap Si Muka Pucat ini,
maka ia cepat menjawab.
“Benar aku dari selatan. Jauh-jauh aku datang untuk
bertemu Pangeran Cu Kiong. Cepat kalian laporkan
kepadanya.”
“Aih, Nona. Kenapa Nona jauh-jauh datang dari selatan
seorang diri saja? Nona seorang gadis yang cantik jelita begini
melakukan perjalanan jauh seorang diri?” kata Yu Kok Lun
yang tidak dapat menahan keinginan hatinya untuk bicara
dengan gadis yang amat menarik ini. Setelah bicara, memang
Ang-mo Niocu tampak menggairahkan sekali. Sepasang
bibirnya yang berbentuk indah dan kemerahan itu seolah
dapat bergerak-gerak dengan manis dan menantang!
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
“Benar, Nona. Kalau kami tahu, tentu akan kami jemput
Nona di selatan sehingga Nona dapat melakukan perjalanan
bersama kami. Tentu lebih aman dan menyenangkan!” kata
Thio Kwan.
Dua orang jagoan itu bersikap berani mengganggu karena
mereka memang mendapat pesan dari Pangeran Cu Kiong
untuk menguji kelihaian utusan Jenderal Wu Sam Kwi ini.
Ang-mo Niocu bukan seorang gadis yang tidak biasa
bergaul dengan pria. Kalau yang menggodanya itu pemudapemuda
tampan, pasti ia tidak akan marah malah menjadi
gembira sekali. Akan tetapi digoda dua orang jagoan yang
bertampang buruk, yang seorang bermuka pucat seperti
mayat dan yang seorang lagi mukanya hitam seperti pantat
kuali, ia menjadi marah. Akan tetapi mulutnya masih
tersenyum ketika ia menjawab.
“Hemm, diantar dan ditemani dua orang kuli pelayan
macam kalian hanya akan membikin aku malu karena muka
kalian begitu buruk dan menjijikkan! Sudahlah, cepat laporkan
kepada Pangeran Cu Kiong bahwa aku telah datang dan ingin
berjumpa dengannya. Aku tidak ingin berurusan dengan kalian
dua orang monyet jelek ini!”
Belasan orang prajurit pengawal yang berada dalam gardu
hampir tidak dapat menahan tawa mereka mendengar ucapan
yang amat mengejek dan menghina kepada dua orang jagoan
yang biasanya bersikap sombong itu. Mereka melihat betapa
dua orang itu terbelalak mendengar ucapan gadis berpayung
merah.
Thio Kwan marah sekali, akan tetapi tentu saja dia tidak
berani menyerang tamu majikannya karena Pangeran Cu
hanya berpesan agar dia menguji kelihaian tamu ini.
“Pangeran memang mengutus kami menjemputmu, akan
tetapi tidak sopan kalau engkau memasuki gedung dengan
memakai payung. Serahkan payungmu!” katanya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ang-mo Niocu menutup payungnya yang tadinya
berkembang.
“Payung ini tidak boleh terlepas dari tanganku!”
“Hemm, terpaksa aku akan merampasnya!” Setelah berkata
demikian, dengan cepat Thio Kwan menggerakkan tangan
kanannya dan dia sudah menangkap payung yang berada di
tangan kiri gadis itu.
Thio Kwan adalah seorang ahli lwee-keh (ahli tenaga
dalam) yang memiliki tenaga kuat sekali. Dia merasa yakin
bahwa sekali renggut saja dia akan mampu merampas payung
itu dari tangan Ang-mo Niocu. Akan tetapi alangkah kagetnya
ketika dia merasa betapa payung itu sama sekali tidak dapat
dia tarik karena seolah melekat dan berakar pada tangan kiri
gadis itu. Dia mengangkat muka memandang wajah gadis itu
dan dengan penasaran sekali dia melihat gadis itu tersenyumsenyum
dan mengedipkan mata kepadanya! Jelas bahwa gadis
itu menganggap dia ringan sekali. Maka Thio Kwan
mengerahkan seluruh tenaganya untuk menarik. Namun tetap
sia-sia. Karena marah, dia lalu menggerakkan tangan kirinya
untuk mencengkeram pergelangan tangan kiri gadis itu. Akan
tetapi cepat bagaikan kilat tangan kanan Ang-mo Niocu sudah
mendahuluinya menotok ke arah tangan kanannya yang
memegang payung. Seketika dia merasa lengan kanannya
lemas dan pedangnya terlepas. Dengan marah dia
melanjutkan cengkeraman tangan kirinya, kini tidak ke arah
pergelangan tangan kiri lawan, melainkan ke arah pundaknya!
“Plakk!” Ang-mo Niocu menangkis dan tenaga saktinya
demikian kuatnya sehingga Thio Kwan merasa lengan kirinya
nyeri sampai menembus tulang.
“Pergilah!” Ang-mo Niocu berseru dengan bentakan
nyaring, kakinya mencuat ke arah perut Si Muka Mayat.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
“Bukkk...!” Tubuh tinggi kurus itu terlempar dan masih
untung Thio Kwan mampu mengatur keseimbangan tubuhnya
sehingga jatuh berjongkok, tidak sampai terbanting!
“Wah, hebat juga engkau, Nona! Coba hadapi siang-kiam
(sepasang pedang) ini!” Yu Kok Lan sudah mencabut siangkiam
dari punggungnya karena dia hendak menguji kelihaian
gadis itu dalam bertanding senjata. “Keluarkan senjatamu!”
tantangnya, dan dia sudah memasang kuda-kuda dengan
menyilangkan sepasang pedangnya di atas kepala sehingga
tampak garang dan gagah sekali.
Ang-mo Niocu tersenyum. Kini ia dapat menduga bahwa
dua orang ini agaknya memang disuruh oleh Pangeran Cu
Kiong untuk mengujinya. Pangeran itu yang mengadakan
kontak dengan Jenderal Wu Sam Kwi tentu ingin merasa yakin
akan kelihaian utusan Jenderal Wu Sam Kwi. Maka ia pun
tersenyum menghadapi Yu Kok Lun yang tampak gagah itu. Ia
menudingkan payungnya yang sesungguhnya merupakan
pedang ke arah lawan dan berkata.
“Majulah, aku akan melawan sepasang pedangmu dengan
payungku ini.”
Tentu saja Yu Kok Lun merasa dihina dan dipandang
rendah. Masa siang-kiamnya yang tersohor sehingga dia
dijuluki Siang-kiam-sian (Dewa Sepasang Pedang) hanya akan
dilawan dengan sebuah payung merah, oleh seorang gadis
muda? Ini namanya keterlaluan!
“Nona, memalukan kalau aku dengan sepasang pedangku
melawan engkau yang hanya memegang sebuah payung.
Biarlah aku menggunakan sebelah pedangku saja!” Setelah
berkata demikian Yu Kok Lun menyimpan pedang kirinya dan
hanya memegang pedang kanannya.
“Terserah, engkau mau menggunakan sebatang, dua
batang, atau sepuluh batang pedang. Aku tetap cukup
menggunakan payungku ini saja!”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Yu Kok Lun mulai marah. “Sambutlah pedangku ini!”
bentaknya, dan dia pun sudah menyerang dengan dahsyat
karena dia sudah menggunakan jurus paling ampuh dan
berbahaya karena dapat menduga bahwa lawannya bukan
seorang lemah. Pedangnya berkelebat dengan jurus serangan
Kilat Menyambar Atas Kepala. Pedang yang bergerak cepat
sekali itu berubah menjadi sinar putih yang menyambar ke
arah kepala Ang-mo Niocu dengan bacokan dari atas, seolah
hendak membelah kepala itu menjadi dua!
“Wuuuss...!” Pedang itu hanya membelah udara kosong
karena dengan gerakan yang ringan dan cepat sekali Ang-mo
Niocu sudah mengelak ke samping. Yu Kok Lun menjadi
penasaran melihat betapa serangannya yang dahsyat tadi
dapat dielakkan dengan amat mudah oleh gadis itu.
Pedangnya sudah menyambar lagi, kini membabat dari
samping ke arah pinggang lawan. Pinggang yang kecil
ramping itu agaknya akan dapat terbabat putus oleh
sambaran pedang yang dahsyat itu karena pedang itu
digerakkan dengan jurus Giok-tai-wi-yiauw (Sabuk Kemala
Melilit Pinggang)! Serangan ke dua ini cukup berbahaya, maka
Ang-mo Niocu menggerakkan payungnya menangkis.
“Tranggg...!” Yu Kok Lun hampir berteriak saking kagetnya
ketika pedangnya hampir terlepas dari tangannya karena
terpental oleh tangkisan yang amat kuat, bahkan kini ada
sinar merah menyambar pundaknya. Dia cepat mengelak dan
“brett...!” baju di bagian pundaknya robek tertusuk ujung
payung yang runcing!
Maklum bahwa payung itu ternyata merupakan senjata
yang ampuh, Yu Kong Lun yang masih merasa penasaran
cepat mencabut pedang ke dua dan kini dia menyerang
dengan menggerakkan siang-kiam itu secara cepat sekali.
Akan tetapi semua serangannya sia-sia karena begitu gadis itu
menggerakkan payungnya, payung itu menjadi perisai yang
kuat sekali. Ternyata bahwa payung itu terbuat dari semacam
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kulit yang sudah diolah sedemikian rupa sehingga menjadi
lentur namun amat kuat, mampu menahan senjata tajam
tanpa robek sedikit pun. Begitu sepasang pedang menyerang,
payung berkembang dan begitu sepasang pedang lawan
terpental, payung menutup dan ujung payung itu menyerang
dengan tusukan seperti sebatang pedang!
Sebentar saja Yu Kok Lun menjadi kewalahan dan terdesak,
kebingungan. Maka Ang-mo Niocu tidak menyia-nyiakan
kesempatan, selagi lawan bingung oleh serangan payung
berpedang, ia mengayun kakinya dan seperti juga apa yang
dirasakan Thio Kwan tadi, perut Yu Kok Lun terkena
tendangan kaki Ang-mo Niocu sehingga tubuhnya terlempar
dan dia jatuh berdebuk di atas tanah.
Dua orang jagoan itu kini harus mengakui kelihaian Ang-mo
Niocu, maka mereka tidak berani main-main lagi. Thio Kwan
lalu maju memberi hormat dengan mengangkat kedua tangan
di depan dada, diikuti Yu Kok Lun dan dia berkata.
“Li-hiap (Pendekar Wanita), maafkan kami karena
sesungguhnya kami diutus Pangeran Cu Kiong untuk menguji
kelihaianmu. Sekarang mari kami antarkan Li-hiap menghadap
Pangeran Cu Kiong yang sudah lama menunggu
kedatanganmu.”
Ang-mo Niocu tersenyum mengejek. “Beginikah cara
Pangeran Cu Kiong menyambut utusan sahabatnya? Aku
mengerti akan maksudnya mengujiku, akan tetapi yang
menyebalkan adalah kalian bukan hanya menguji, akan tetapi
juga menghinaku dengan kekurangajaranmu. Maka kalian
perlu mendapat hajaran agar lain kali tidak berani
menggangguku! Sambut ini!” Tiba-tiba kini Ang-mo Niocu
menyerang dengan tusukan payungnya yang tertutup. Ujung
yang runcing itu meluncur dan menusuk ke arah pundak Thio
Kwan. Orang itu terkejut dan cepat mengelak, tusukan itu
luput akan tetapi tetap saja dia roboh dan mengeluh
kesakitan. Kemudian ujung payung itu menyerang Yu Kok Lun.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ahli siang-kiam yang masih memegang pedangnya ini cepat
menangkis.
“Trangg...!” Payung itu tertangkis, akan tetapi anehnya, Yu
Kok Lun juga terkulai roboh dan merintih sambil memegangi
pundaknya. Ternyata pundak kedua orang ini terkena tusukan
jarum yang terasa panas dan pundak mereka sampai lengan
menjadi kaku dan lumpuh! Jarum beracun! Jarum-jarum itu
keluar dari ujung payung dan merupakan senjata rahasia yang
amat ampuh dari gadis suku Yao yang lihai ini. Hal ini tidak
mengherankan karena Ang-mo Niocu adalah murid Lam-hai
Cin-jin. Datuk Selatan yang sakti.
“Nah, mari antar aku menghadap Pangeran Cu Kiong!” kata
Ang-mo Niocu. Dua orang itu bangkit dengan wajah pucat dan
mereka menyeringai karena pundak mereka terasa nyeri
bukan main, panas dan ngilu, juga kaku dan lumpuh sampai
ke ujung jari tangan. Mereka tidak berani membantah dan
mendahului menuju ke gedung besar yang megah itu. Ang-mo
Niocu mengikuti mereka dari belakang dan tetap bersikap
waspada. Siapa tahu Pangeran Cu Kiong yang tampan gagah
itu masih akan mengujinya lagi!
Akan tetapi tidak ada rintangan lagi dan setelah mereka
memasuki ruangan tamu, Pangeran Cu Kiong bangkit dari
kursinya, tersenyum ramah menyambut gadis cantik dari
selatan itu. Akan tetapi dia mengerutkan alisnya ketika melihat
dua orang jagoannya masuk dengan wajah pucat dan
menyeringai kesakitan dengan sebelah tangan tergantung
lumpuh.
“Ada apa dengan kalian? Apa yang telah terjadi?” tanyanya
dan karena dua orang jagoannya menundukkan kepala tanpa
menjawab, dia memandang wajah Ang-mo Niocu dengan sinar
mata bertanya.
“Pangeran, Paduka tanyakan kepada mereka berdua saja
apa yang menyebabkan mereka menderita luka.”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Pangeran Cu Kiong memandang dua orang jagoannya dan
mereka berdua yang menjadi ketakutan mengingat betapa
mereka telah menggoda gadis itu sehingga menjadi marah
dan melukai mereka, lalu menjatuhkan diri berlutut di depan
Pangeran Cu Kiong.
“Pangeran, hamba berdua mengaku bersalah. Hamba kalah
dan terluka oleh Li-hiap ini...,” kata Thio Kwan.
Pangeran Cu Kiong merasa kagum akan tetapi juga tak
senang kepada gadis itu. Memang ia lihai sekali mampu
mengalahkan dua orang jagoannya, akan tetapi mengapa
harus melukai mereka sedemikian beratnya.
“Ang-mo Niocu, mereka hanya kami suruh mengujimu,
mengapa engkau melukai mereka?” Pangeran Cu Kiong
menegur, biarpun ucapannya halus.
Ang-mo Niocu tersenyum. “Pangeran, mereka melanggar
perintah Paduka, mereka bukan sekadar menguji akan tetapi
juga bersikap tidak sopan kepada saya. Karena itu saya
melukai mereka dengan Ang-tok-ciam (Jarum Racun Merah).
Kalau tidak saya beri obat pemunah, lengan mereka yang
sebelah akan mati selamanya. Biar mereka tidak berani
melanggar perintah Paduka lagi!”
Gadis itu memang cerdik. Ia menghukum dua orang itu
dengan alasan karena mereka melanggar perintah Pangeran
Cu Kiong, bukan karena mereka mengganggunya. Hal ini
berarti bahwa ia bertindak untuk membela pangeran itu!
Mendengar ini, hati Pangeran Cu Kiong merasa senang dan
kini dia membentak dua orang jagoannya itu.
“Hayo cepat kalian minta ampun kepada Ang-mo Niocu!”
Dua orang itu tadi mendengar bahwa mereka terluka oleh
jarum beracun, menjadi semakin panik dan mereka lalu
berlutut di depan kaki Ang-mo Niocu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
“Mohon ampun, Li-hiap. Kasihanilah kami dan mohon diberi
obat pemunahnya!” Mereka memohon bergantian.
Ang-mo Niocu memandang kepada Pangeran Cu Kiong.
“Bagaimana, Pangeran?”
Pangeran itu mengangguk. “Berikanlah obatnya, Niocu.
Bagaimanapun juga, mereka adalah pembantu-pembantuku
yang setia kepadaku.”
Ang-mo Niocu lalu menghampiri mereka, menggunakan sinkang
(tenaga sakti) menyedot dua batang jarum itu dari
pundak mereka menggunakan telapak tangannya, kemudian ia
menyerahkan dua butir pel berwarna merah kepada mereka.
“Telan ini dan kalian akan sembuh.”
Thio Kwan dan Yu Kok Lun cepat menerima pel itu dan
langsung menelannya. Benar saja, mereka merasa betapa
kekakuan dan rasa nyeri panas di pundak mereka berkurang.
“Sekarang keluarlah dan pesan kepada semua prajurit jaga
agar kunjungan Li-hiap ini tidak sampai diketahui orang luar.
Kalau sampai beritanya bocor, ini tanggung jawab kalian dan
hukumannya akan berat sekali!”
Dua orang itu membungkuk lalu keluar dari ruangan tamu.
Pangeran Cu Kiong lalu menutupkan daun pintu sehingga
mereka dapat bicara berdua dengan aman, tanpa ada yang
dapat melihat atau mendengar mereka.
“Silakan duduk, Niocu. Sekarang lebih dulu buktikanlah
bahwa engkau memang benar utusan dari Jenderal Wu Sam
Kwi,” kata Pangeran Cu Kiong sambil menatap wajah cantik
itu.
Ang-mo Niocu tersenyum manis sekali, tampak deretan
giginya yang putih dan rapi, lalu ia duduk dan mengeluarkan
sepucuk surat dari balik bajunya di bagian dada!
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
“Pangeran, saya sengaja minta surat dari Raja Muda Wu
Sam Kwi agar Paduka tidak ragu lagi.”
Pangeran Cu Kiong menerima kertas yang masih hangat
karena lama berada di dada gadis itu. Dia memang seorang
laki-laki yang sudah biasa bergaul dan merayu wanita, maka
sambil tersenyum dia mendekatkan kertas surat itu ke
hidungnya, mengendusnya lalu berkata.
“Ahh... harumnya...!”
Ang-mo Niocu juga bukan seorang gadis yang belum
pernah dirayu orang, maka ia tidak menjadi malu, malah
senyumnya melebar dan sinar matanya berkilau karena
senangnya.
“Saya simpan surat itu baik-baik agar jangan sampai dilihat
orang lain, Pangeran.”
Pangeran Cu Kiong membaca surat itu. Surat dari Wu Sam
Kwi itu menyatakan bahwa pihaknya sudah siap untuk bekerja
sama dengan Pangeran Cu Kiong dan untuk memperlancar
hubungan, dia mengirim Ang-mo Niocu sebagai utusan dan
gadis itu sudah diberi wewenang penuh untuk mengatur
rencana bersama Sang Pangeran. Pangeran Cu Kiong merasa
kagum dan juga heran bagaimana seorang gadis muda seperti
ini sudah diberi kekuasaan penuh oleh Jenderal atau kini Raja
Muda Wu Sam Kwi!
“Niocu (Nona), dalam surat ini Jenderal Wu Sam Kwi telah
memberi kekuasaan sepenuhnya kepadamu untuk berunding
dan mengatur rencana bersamaku. Niocu, apakah
kedudukanmu di sana maka dia begitu percaya kepadamu?”
Kembali gadis yang kedua pipinya merah tanpa yanci
(bedak pemerah) tersenyum manis. Tentu saja ia tidak mau
mengaku bahwa walaupun ia tidak mau dijadikan selir, namun
ia adalah seorang kekasih dari Wu Kan, seorang dari para
putera Raja Muda Wu Sam Kwi.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
“Pangeran, saya adalah murid dari Lam-hai Cin-jin. Datuk
Selatan yang menjabat sebagai Koksu (Guru Negara,
Penasihat) Raja Muda Wu Sam Kwi. Karena Suhu sendiri
mempunyai banyak kesibukan dan tidak mungkin terlalu lama
meninggalkan jabatannya, maka Suhu minta kepada Raja
Muda Wu untuk mengirim saya dan Raja Muda Wu
menyetujuinya.”
Pangeran Cu Kiong mengangguk-angguk. Dia sudah
mendengar tentang kesaktian Lam-hai Cin-jin. Tidak
mengherankan kalau gadis ini demikian lihai, kiranya murid
Lam-hai Cin-jin! Dia merasa girang sekali bahwa Jenderal Wu
mengirim utusan yang merupakan seorang gadis cantik manis
dan lihai ilmu silatnya.
“Baik, kami dapat menerimamu sebagai utusan Raja Muda
Wu Sam Kwi. Nah, sekarang lebih dulu kauceritakan apa
kesanggupan Raja Muda Wu untuk membantu kami dan apa
pula syarat-syaratnya.”
“Pangeran, Raja Muda kami telah menerima berita dari
Pangeran dan beliau setuju untuk membantu Paduka agar
dapat merebut tahta kerajaan. Beliau sudah mengambil
keputusan untuk mengirim dua orang sakti yang dapat
diandalkan, yaitu Guru saya sendiri Lam-hai Cin-jin dan
Susiok-couw (Kakek Paman Guru) Ngo-beng Kui-ong (Raja
Setan Lima Nyawa) yang memiliki kesaktian tinggi. Saya kira,
dengan adanya mereka yang akan datang ke sini dalam bulan
ini juga akan dapat mengalahkan semua musuh Pangeran.
Saya juga akan membantu Paduka sekuat tenaga.”
“Hemm, Jenderal Wu Sam Kwi bersungguh-sungguh
hendak membantu kami. Padahal dia membenci bangsa
Mancu kami. Tentu bantuan itu diberikan bukan dengan
percuma. Apa imbalan yang dimintanya?” tanya pangeran itu
secara langsung dan terus terang.
“Aih, senang bicara dengan Paduka yang terbuka dan jujur.
Menurut Raja Muda kami, beliau hanya menghendaki agar
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kekuasaan beliau diakui oleh Kerajaan Ceng dan daerah
kekuasaan beliau diperluas sampai ke daerah selatan Sungai
Yang-ce.”
Pangeran Cu Kiong terdiam. Permintaan yang terlalu
berlebihan, pikirnya. Masa minta perluasan daerah yang lebih
besar daripada yang telah dikuasai Jenderal Wu Sam Kwi
sekarang? Akan tetapi dia membutuhkan bantuan yang amat
kuat. Mudah saja nanti menghadapi Wu Sam Kwi kalau sudah
tercapai ambisinya, menjadi Kaisar Kerajaan Ceng! Pula, kalau
dia menolak, otomatis gadis itu tentu akan pergi, bahkan akan
memusuhinya. Padahal ia demikian cantik jelita dan sikapnya
begitu menantang! Dia merasa yakin benar bahwa tidak akan
sukar untuk menikmati kesenangan bersama gadis ini! Baru
pandang mata dan senyum bibirnya itu saja sudah
mengandung tantangan yang menggairahkan.
“Baiklah, kami menerima permintaan imbalan itu. Kalau
kami sudah berhasil menjadi Kaisar sebagai pengganti
mendiang Ayahanda Kaisar, pasti permintaan itu kami
penuhi!”
“Nah, sekarang sebaiknya Paduka menceritakan segala
keadaan di kota raja, siapa musuh-musuh Paduka, apa yang
telah terjadi, agar kita dapat merundingkannya dan mencari
jalan terbaik, mengatur rencana yang tepat untuk mencapai
kemenangan.”
Pangeran Cu Kiong tentu saja tidak tahu apa yang terdapat
dalam benak Ang-mo Niocu pada masa itu. Dia tidak tahu
bahwa gadis itu adalah pengikut Wu Sam Kwi yang setia dan
diam-diam membenci Pemerintah Ceng, yaitu Pemerintah
Mancu yang menjajah hampir seluruh daratan Cina. Ia tentu
saja mendukung Wu Sam Kwi yang tidak pernah mau takluk
kepada Pemerintah Ceng, bahkan selalu bercita-cita untuk
mengusir penjajah Mancu dari tanah air. Akan tetapi yang
dibencinya adalah Pemerintah Ceng, kalau pribadi Pangeran
Cu Kiong yang begitu gagah dan tampan, tentu saja membuat
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
ia tertarik dan ia tidak akan melewatkan kesempatan baik
untuk bersenang-senang dengan pria muda setampan dan
segagah itu begitu saja. Seorang pangeran lagi! Dan dari sikap
dan sinar mata pangeran itu, Ang-mo Niocu yang sudah
berpengalaman itu maklum benar bahwa ia tidak bertepuk
sebelah tangan!
Pangeran Cu Kiong membutuhkan waktu untuk yakin benar
bahwa tidak ada bahayanya dia menceritakan segala yang
terjadi dan semua keadaannya kepada gadis yang baru
dijumpainya itu, walaupun ia membawa surat dari Jenderal
Wu Sam Kwi. Maka ia lalu tersenyum dan berkata.
“Niocu, sebaiknya engkau mengaso dulu, mandi dan
berganti pakaian, engkau tampak lusuh dan lelah, maklum
baru saja berkelahi. Setelah engkau mandi dan berganti
pakaian, kita makan. Nah, setelah itu, kita bersantai dan nanti
akan kuceritakan semuanya sehingga kita berdua dapat
membuat rencana dengan lebih nyaman.”
Pangeran Cu Kiong bertepuk tangan sebagai isyarat
memanggil pelayan. Dua orang pelayan wanita memasuki
ruangan tamu itu dengan cepat. Mereka masih muda-muda
dengan wajah dan bentuk tubuh cukup menarik.
“Persiapkan sebuah kamar tamu yang terbaik untuk Nona
ini. Dan layani kalau ia ingin mandi dan berganti pakaian.
Setelah selesai, antarkan ia ke kamar makan dan suruh para
pekerja di dapur menyiapkan pesta kecil untuk menghormati
Nona ini. Nah, sekarang antarkan ia ke kamar tamu.” Dia
bangkit dan berkata kepada Ang-mo Niocu. “Silakan, Niocu.
Sampai jumpa nanti di kamar makan.”
Gadis itu tersenyum, membungkuk sebagai penghormatan
lalu mengikuti dua orang pelayan itu dengan langkah
berlenggang-lenggok lemah gemulai. Pangeran Cu Kiong
mengikuti dari belakang dengan pandang matanya dan dia
tersenyum senang.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Setelah mandi, berganti pakaian dan bersolek sehingga ia
tampak semakin cantik, Ang-mo Niocu diantar seorang
pelayan memasuki ruangan makan yang luas. Di situ telah
menanti Pangeran Cu Kiong yang juga sudah mandi dan
berganti pakaian sehingga tampak tampan sekali. Mereka lalu
duduk berhadapan terhalang meja yang sudah penuh dengan
hidangan masakan bermacam-macam, semua masih
mengepulkan uap sehingga baunya yang sedap membuat
perut menjadi semakin lapar.
Mereka semakin akrab dan makan minum dengan gembira.
Pangeran Cu Kiong senang sekali mendapat kenyataan bahwa
gadis itu pun kuat sekali minum arak. Mereka saling
menyulangi sampai menghabiskan beberapa cawan arak dan
setelah hawa arak memasuki kepala mereka, keduanya
semakin akrab, makan minum sambil tertawa-tawa gembira.
Setelah selesai makan, Pangeran Cu Kiong mengajak gadis
itu bicara di dalam ruangan tertutup. Dia lalu mulai
menceritakan semua yang telah terjadi di kota raja, tentang
gerakan Pangeran Leng Kok Cun yang menjadi saingannya
paling berat. Kemudian tentang kematian Kaisar Shun Chi
yang terbunuh oleh Thaikam Boan Kit, akan tetapi Thaikam itu
sempat melarikan diri dan tidak tertangkap.
“Hemm, mengapa Thaikam Boan membunuh Kaisar?”
“Dia juga kaki tangan Pangeran Leng Kok Cun!” kata
Pangeran Cu gemas. “Pembunuhan sia-sia, karena sebelum
mati, Ayahanda Kaisar telah meninggalkan surat wasiat
kepada puteri Pamanda Pangeran Ciu Wan Kong yang
bernama Ciu Thian Hwa. Bahkan Thian Hwa telah menerima
Tek-pai dari Kaisar karena ia telah menyelamatkan Kaisar dari
serangan lima orang pembunuh yang juga tentu dikirim oleh
Pangeran Leng. Maka, setelah Kaisar wafat, Thian Hwa yang
memegang Tek-pai dapat mempengaruhi semua orang yang
terpaksa harus tunduk. Lalu menurut surat wasiat itu,
Pangeran Mahkota Kang Shi yang akan diangkat menjadi
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kaisar baru. Pengangkatannya akan dilakukan setelah lewat
masa perkabungan seratus hari. Sungguh keadaan ini tidak
menguntungkan sama sekali!”
“Hemm, gadis bernama Ciu Thian Hwa itu lihai juga.
Padahal ia adalah puteri seorang pangeran.”
“Ya, ia puteri Pamanda Pangeran Ciu Wan Kong, jadi masih
terhitung saudara sepupu dengan aku. Ia sebelumnya
memang terpisah dari ayahnya dan hidup di dunia kang-ouw
sebagai seorang pendekar berjuluk Huang-ho Sian-li.”
“Apa...?!” gadis itu terkejut sekali.
“Eh? Engkau mengenalnya, Niocu?”
Ang-mo Niocu mengangguk, “Saya pernah bertemu
dengannya, Pangeran, bahkan pernah bertanding dengannya.”
“Engkau kalah...?”
“Ah, tidak mungkin saya kalah oleh Huang-ho Sian-li,
Pangeran!” kata Ang-mo Niocu bangga. “Akan tetapi sebelum
kami berkelahi lebih lanjut, ada yang melerai. Dia itu murid
Siauw-lim-pai bernama Bu Kong Liang.”
“Bu Kong Liang? Hemm, dia termasuk orang yang
membantu Pamanda Pangeran Bouw Hun Ki yang melindungi
Adinda Pangeran Kang Shi.” Dia lalu menceritakan tentang
hasil s idang yang diadakan setelah kaisar wafat.
“Selain Kaisar Kang Shi yang masih anak-anak itu
ditetapkan menjadi kaisar menurut surat wasiat, juga
pendamping atau penasihatnya ditentukan nanti setelah
Pangeran Kang Shi menjadi kaisar. Aku berani memastikan
bahwa dia akan memilih Pamanda Pangeran Bouw yang telah
melindungi dan mendidiknya sejak kecil. Menggemaskan
sekali!”
“Tenanglah, Pangeran. Mari kita melihat posisi Paduka.
Jelas sekarang bahwa di sini ada tiga pihak yang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
bertentangan. Pertama tentu saja pihak Pangeran Bouw yang
melindungi Pangeran Mahkota, calon kaisar baru. Pihak ke dua
adalah Pangeran Leng, dan pihak ke tiga adalah Paduka
sendiri. Benarkah gambaran saya itu?”
“Benar.”
“Nah, sekarang mari kita melihat kekuatan semua pihak.
Pertama kekuatan Pangeran Bouw. Harap Paduka gambarkan
kekuatan pihak ini.”
“Pangeran Mahkota sendiri baru berusia sekitar sebelas
tahun dan dia tidak ada artinya. Pangeran Bouw Hun Ki juga
seorang yang lemah, seorang sastrawan. Mereka didukung
beberapa orang panglima dengan pasukannya, akan tetapi
tidak semua. Akan tetapi Pangeran Kang Shi berada dalam
lindungan yang amat kuat. Isteri Paman Pangeran Bouw
adalah seorang wanita sakti, kabarnya dahulu ketika muda ia
juga seorang pendekar berjuluk Sin-hong-cu. Mereka
mempunyai dua orang anak, yang pertama bernama Bouw
Kun Liong dan yang ke dua bernama Bouw Hwi Siang.
Pemuda dan gadis saudara-saudara sepupuku ini pun amat
lihai karena digembleng oleh ibu mereka sendiri. Selain
mereka, ada pula Huang-ho Sian-li Ciu Thian Hwa itu, dan
dibantu pula oleh dua orang murid Siauw-lim-pai, yaitu Bu
Kong Liang dan Gui Siang Lin. Sudah terbukti bahwa
kedudukan mereka amat kuat dan tempat perlindungan
Pangeran Mahkota Kang Shi sulit ditembus.”
“Lalu bagaimana dengan kekuatan pihak Pangeran Leng
Kok Cun?”
“Menurut para penyelidikku, sebetulnya kekuatan Kakanda
Pangeran Leng Kok Cun tidak berapa hebat lagi. Dia memang
telah mempunyai dukungan berupa beberapa orang pejabat
tinggi dan panglima, akan tetapi kekuatannya itu rontok
setelah Thaikam Bong melarikan diri karena membunuh
Ayahanda Kaisar sehingga dia tidak lagi memiliki sekutu yang
berpengaruh di dalam istana. Aku juga heran mengapa dia
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
begitu gegabah menyuruh Boan Thaikam membunuh Kaisar.
Setahuku, kini orang-orang sakti yang mendukungnya tidaklah
begitu mengkhawatirkan. Mereka hanyalah Pat-chiu Lo-mo,
Hui-eng-to Phang Houw, dan Liong-bu-pangcu Louw Cin
dengan anak buahnya, para anggota Liong-bu-pang.”
“Hemm, kalau begitu, dia bukan merupakan saingan berat,
Pangeran.”
Pangeran Cu Kiong menghela napas panjang. “Bagi kami
dia tetap berbahaya karena sekarang kami tidak lagi
mempunyai pendukung yang kuat. Dahulu kami mempunyai
Kam-keng Chit-sian, akan tetapi kini tinggal dua orang saja,
yaitu Thio Kwan dan Yu Kok Lun yang telah kaurobohkan tadi.
Juga para pejabat tinggi yang mendukungku tidak sebanyak
mereka yang mendukung Pangeran Leng. Karena itulah maka
kami menghubungi Jenderal Wu Sam Kwi dan mengajak
bekerja sama.”
Melihat wajah pangeran itu tampak muram, Ang-mo Niocu
berkata ramah dan menghibur. “Jangan putus asa, Pangeran.
Tidak percuma Paduka mengajak kami bekerja sama. Saya
kira, hal yang terpenting bagi Paduka sekarang adalah
menyingkirkan Pangeran Leng. Kalau dia sudah tidak menjadi
penghalang lagi, maka kita dapat mencurahkan semua tenaga
dan perhatian untuk menghadapi Pangeran Mahkota yang
dilindungi Pangeran Bouw. Kita tunggu saja kedatangan Suhu
dan Susiok-couw. Percayalah, semua pasti beres dan akhirnya
Paduka pasti akan menang dan dapat menguasai tahta
Kerajaan Ceng.”
Hati Pangeran Cu menjadi lega dan girang sekali. “Ah,
Niocu, kalau benar kata-katamu dan aku dapat mencapai citacitaku
menjadi Kaisar menggantikan Ayahanda, aku tidak akan
melupakan jasamu yang besar dan apa pun yang kau minta,
pasti akan kupenuhi!”
Mendengar ini, tentu saja Ang-mo Niocu menjadi girang
sekali. Pangeran ini lebih gagah dan lebih tampan dibanding
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Wu Kongcu atau Wu Kan putera Raja Muda Wu Sam Kwi,
apalagi kalau Pangeran Cu dapat menjadi kaisar, tentu
kedudukannya menjadi yang paling tinggi.
“Benarkah janji itu, Pangeran?”
“Tentu saja benar, dan janji seorang calon kaisar pasti tidak
akan dilanggar. Katakan, apa yang kauminta kalau kelak
perjuangan kita berhasil?”
“Maaf, Pangeran, tentu Paduka sudah mempunyai isteri,
seorang calon permaisuri, bukan?” tanya gadis itu sambil
mengerling tajam penuh arti dan tersenyum manis.
Pangeran Cu Kiong tertawa. “Ha-ha, aku belum mempunyai
isteri, hanya ada beberapa orang selir, Niocu. Apa maksudmu
menanyakan hal itu?”
Wajah yang manis itu berubah kemerahan. “Aih, tidak apaapa,
Pangeran, saya hanya... eh, saya juga belum menikah....”
“Ha-ha-ha! Benarkah itu yang kelak kauminta itu? Engkau
ingin menjadi isteriku, menjadi calon permaisuri?”
“Seorang manusia harus memiliki cita-cita yang tinggi,
Pangeran. Kalau Paduka bercita-cita menjadi kaisar, apa
salahnya kalau saya juga bercita-cita menjadi permaisuri?”
Pangeran Cu Kiong gembira sekali. Dia bangkit dan maju
merangkul gadis itu dan menciumnya. Ang-mo Niocu tidak
menolak bahkan membalas dengan mesra.
“Jangan khawatir, Niocu... eh, siapakah namamu, manis?”
“Nama saya Yi Hong, Pangeran.”
“Yi Hong, aku berjanji bahwa kalau kelak engkau berhasil
membantu aku menjadi kaisar, engkau akan kuangkat menjadi
permaisuriku. Mari kuperkenalkan dengan para selir dan
pelayan di istanaku ini, Hong-moi (Dinda Hong)!” Cu Kiong
menggandeng tangan gadis itu dengan mesra dan diajaknya
masuk ke bagian dalam gedung itu. Dia memperkenalkan Yi
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Hong atau Ang-mo Niocu kepada lima orang selirnya yang
kesemuanya masih muda dan cantik, dan memperkenalkan
pula kepada para pelayan dan pengawal sebagai
tunangannya! Dia memerintahkan kepada mereka semua agar
menghormati dan menaati semua perintah gadis itu.
“Semua perintah Niocu harus ditaati seperti perintahku
sendiri,” katanya. “Siapa melanggar akan dihukum berat.”
Diam-diam Thio Kwan dan Yu Kok Lun menjadi terkejut
sekali. Tadi mereka bersikap kurang hormat kepada gadis itu
dan untung mereka tidak menerima hukuman berat.
Tentu saja Ang-mo Niocu Yi Hong sendiri tidak pernah
menduga bahwa pangeran yang tampan dan cerdik itu hanya
hendak memanfaatkan dirinya sebagai kekasih yang
menggairahkan dan sebagai pembantu yang memiliki ilmu silat
tinggi. Sedikit pun tidak ada niat di hati Pangeran Cu Kiong
untuk mengambil seorang gadis kang-ouw yang liar dan kasar
sepertinya, apalagi yang bersuku bangsa Yao, menjadi
permaisuri kelak kalau dia berhasil menjadi kaisar!
(Oo-dwkz-jTn-oO)
Belasan hari kemudian. Suasana berkabung masih meliputi
kota raja. Dalam masa perkabungan selama seratus hari itu
tidak ada penduduk yang berani mengadakan pesta dan
bersenang-senang. Bahkan mereka yang hendak mengadakan
perayaan pernikahan anak mereka pun terpaksa diundur
sampai lewatnya masa perkabungan kematian kaisar itu.
Pangeran Leng Kok Cun, seperti juga Pangeran Cu Kiong,
merasa penasaran dan marah sekali. Semua usahanya telah
gagal sama sekali. Memang, usahanya membunuh ayahnya
sendiri yang dilakukan Thaikam Boan, berhasil. Kaisar
terbunuh dan Thaikam Boan dapat melarikan diri sehingga
tidak tertawan dan tidak membongkar rahasianya, akan tetapi
hasilnya sama saja. Sama sekali tidak menguntungkan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
baginya. Malah lebih payah lagi. Ternyata ayahnya
meninggalkan surat wasiat yang mengangkat Pangeran Kang
Shi menjadi pengganti Kaisar! Dan lebih celaka lagi, dia tidak
dapat memaksa agar dirinya dijadikan pelindung dan
pendamping adiknya, Pangeran Kang Shi yang masih kecil itu.
Yang menjadi halangan adalah Pangeran Bouw Hun Ki, dan
tentu saja Ciu Thian Hwa! Sialan, ayahnya sebelum mati
memberi Tek-pai kepada Ciu Thian Hwa sehingga gadis itu
dapat mempengaruhi semua orang yang takut kepada
pemegang Tek-pai. Dan dia pun kembali tidak berdaya! Kini,
harapan menjadi pengganti Kaisar lenyap, bahkan harapan
menjadi pendamping adiknya pun sia-sia! Dia marah sekali
dan memutar otak untuk mencari jalan yang baik agar
ambisinya tercapai.
Malam itu gelap sekali. Tidak ada bulan, ditambah adanya
awan mendung membuat malam itu gelap gulita karena tiada
bintang yang tampak. Langit merupakan kehitaman pekat dan
hanya sekali-kali saja tampak cahaya halilintar disusul suara
guntur yang terdengar lapat-lapat saking jauhnya.
Pangeran Leng Kok Cun mengadakan rapat dengan para
pembantunya di ruangan tertutup dalam gedungnya. Yang
hadir adalah Pat-chiu Lo-mo, kakek berusia enam puluh tiga
tahun yang tubuhnya kurus bongkok dan mukanya buruk. Patchiu
Lo-mo ini bernama Cio Kiat, seorang tokoh sesat dunia
kang-ouw di bagian Utara. Senjatanya adalah sebatang
tongkat, sebuah Yang-liu-san (Kipas Cemara) dan beberapa
buah hui-to (pisau terbang) terselip di pinggangnya. Tokoh ini
memang merupakan pembantu setia sejak dulu dari Pangeran
Leng dan dialah yang mencarikan jagoan-jagoan yang mau
mendukung Pangeran Leng dengan janji yang muluk-muluk
kalau usaha pangeran itu berhasil.
Orang kedua yang hadir adalah seorang pembantu baru.
Tokoh ini seorang datuk besar yang amat lihai, berjuluk Bu-lim
Sai-kong (Kakek Singa Rimba Persilatan). Usianya sekitar
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
enam puluh tahun, tubuhnya tinggi besar seperti raksasa,
rambut kepalanya kemerahan terurai sebagian menutupi
mukanya yang merah sehingga muka itu mirip muka seekor
singa. Di pinggangnya tergantung sebatang golok gergaji
besar dan Bu-lim Sai-kong ini selain memiliki tenaga besar dan
ilmu goloknya berbahaya sekali, juga dia memiliki tenaga
besar dan ilmu goloknya berbahaya sekali, juga dia memiliki
sin-kang yang kuat dan mahir pula menggunakan ilmu sihir.
Dia amat dihormati Pat-chiu Lo-mo yang berhasil menariknya
untuk membantu Pangeran Leng karena Pat-chiu Lo-mo yang
lihai itu maklum bahwa tingkat kepandaian Si Muka Singa ini
jauh lebih kuat dan lebih tangguh daripada tingkat
kepandaiannya sendiri! Adapun dua orang lagi yang hadir
adalah Phang Houw yang berjuluk Hui-eng-to (Golok Garuda
Terbang) karena dia terkenal dengan ilmu goloknya Hui-engto-
hoat yang cukup dahsyat. Tubuhnya gemuk pendek dengan
wajah bundar kekanak-kanakan, akan tetapi gerak-geriknya
sombong. Dan seorang bertubuh tinggi kurus, usianya sebaya
dengan Phang Houw, sekitar empat puluh empat tahun. Si
Tinggi Kurus ini bernama Louw Cin dan dia adalah ketua
perkumpulan Liong-bu-pang dari kota Tui-lok. Dia pun sudah
lama bergabung dengan Pat-chiu Lo-mo, bahkan
mengerahkan anak buahnya para anggota Liong-bu-pang
sebanyak kurang lebih lima puluh orang yang selalu bersiap
membantu Pangeran Leng. Louw Cin ini terkenal dengan
senjata ruyung besinya yang berduri dan tampak
menyeramkan.
Mereka berlima duduk mengelilingi sebuah meja besar,
berunding sambil minum-minum. Pangeran Leng sudah
mengambil keputusan nekat. Malam itu dia akan mengerahkan
para pembantunya untuk membunuh Pangeran Bouw Hun Ki
dan Ciu Thian Hwa, karena dua orang inilah yang merupakan
penghalang utama sehingga dia tidak dapat menguasai
kerajaan dengan menjadi pendamping dan penasihat adiknya
yang diangkat menjadi kaisar, yaitu Pangeran Kang Shi yang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
masih kecil. Kalau dia dapat menjadi pelindung atau
pendamping calon kaisar yang masih kanak-kanak itu, sama
saja dengan dia sendiri yang menjadi kaisar dan memimpin
pemerintah. Kalau sudah begitu, segala hal dapat dia atur
sesukanya, bahkan mudah saja untuk kemudian melenyapkan
Kaisar Kang Shi yang masih kanak-kanak sehingga dia sebagai
kakaknya tentu dapat menggantikannya menjadi kaisar,
apalagi kalau dia sudah menjadi pendamping kaisar!
Perebutan kekuasaan terjadi di mana-mana. Setiap orang
memiliki keinginan untuk mendapat kekuasaan, baik hal itu
terjadi di dalam keluarga, di dalam masyarakat, perkumpulan,
perusahaan, di antara karyawan, sampai ke para pembesar
dan pejabat. Untuk memperebutkan kekuasaan, manusia
dapat bertindak apa saja. Tujuan menghalalkan segala cara!
Untuk mencapai tujuan itu, segala cara licik dan kejam
dilakukan orang. Bahkan terjadi saling bunuh antara saudara,
antara bangsa, sampai menjalar kepada perang antar bangsa.
Semua demi memperoleh kekuasaan! Yang menang itu
berkuasa, dan yang berkuasa itu pasti benar dan senang. Jadi,
memperebutkan kekuasaan itu pada hakekatnya untuk
mencari kesenangan dan kesenangan biasanya bisa diperoleh
dengan uang. Dengan sendirinya, permusuhan, perang,
perebutan kekuasaan itu tiada lain hanyalah memperebutkan
harta karena harta mendatangkan kesenangan!
Andaikata kekuasaan yang diperebutkan itu tidak
mendatangkan uang, adakah kiranya orang yang
memperebutkannya? Kedudukan atau kekuasaan sebagai
pengurus perkumpulan sosial yang biasanya tidak
mendatangkan keuntungan uang, tidak pernah diperebutkan,
bahkan dia yang ditunjuk mencari berbagai alasan untuk
menolaknya. Akan tetapi sebuah kedudukan atau kekuasaan
yang akan mendatangkan banyak uang, pasti menjadi
rebutan!
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Kekuasaan dapat membuat seseorang menjadi gila
kekuasaan. Merasa dirinya paling atas dan biasanya hal ini
mendatangkan ketinggian hati dan melahirkan tindakan
sewenang-wenang. Terutama sekali, orang yang memegang
kekuasaan selalu dirubung penjilat-penjilat yang ingin
mendapatkan bagian dari keuntungannya berupa harta.
Kenyataan seperti ini terdapat di sepanjang jaman dan terjadi
pada para penguasa, sejak jaman dahulu sampai sekarang.
JILID X
PANGERAN Leng Kok Cun sering membayangkan betapa
senangnya kalau dia menjadi kaisar. Segala keinginannya pasti
terkabul, segala perintahnya pasti ditaati orang. Kehormatan,
kemuliaan, kemewahan, akan berlimpah memenuhi
kehidupannya setiap hari. Ingin memuaskan mata menikmati
pemandangan indah, tinggal perintah dan para pembantunya
akan menyediakannya. Ingin memuaskan telinga menikmati
pendengaran merdu, ingin memuaskan penciuman menikmati
harum-haruman, ingin memuaskan mulut menikmati makanan
apa saja, semua tinggal perintah dan pasti akan terlaksana.
Ingin wanita cantik yang mana pun, tinggal menggapai pasti
akan dimilikinya. Membayangkan segala kesenangan ini
membuat Pangeran Leng semakin bernafsu untuk meraihnya,
kalau perlu dengan jalan apapun juga. Membunuh atau
menyuruh bunuh ayah kandung sendiri pun sudah dia
lakukan!
Pangeran Leng lupa atau buta akan kenyataan, seperti
semua orang yang sedang dilanda nafsu keinginan
mendapatkan sesuatu, bahwa bayangan dan kenyataan itu
berbeda jauh, seperti bumi dengan langit. Lupa bahwa segala
macam bayangan kesenangan itu akan hilang tidak ada
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
artinya kalau dia terserang penyakit yang paling sederhana
sekalipun, seperti misalnya sakit gigi, kepala pening, sakit
perut, sakit mata, dan sebagainya. Semua kesenangan itu
tidak akan dapat dinikmati lagi, kalah oleh kesengsaraan
sebuah penyakit yang paling sederhana! Juga lupa bahwa
segala macam bentuk kesenangan, baik itu yang dinikmati
melalui mata, telinga, hidung, mulut dan indera lainnya, akan
mendatangkan kebosanan. Yang paling dapat menikmati
sesuatu adalah dia yang belum memiliki sesuatu itu, dinikmati
benar melalui pikiran yang membayangkannya. Akan tetapi
kalau sesuatu itu telah dimilikinya, maka yang datang adalah
kebosanan. Semua kesenangan duniawi, kesenangan badani
pasti mendatangkan kebosanan karena nafsu keinginan itu
menjangkau yang lain lagi, yang belum dimilikinya! Yang
sudah terdapat menjadi bosan dan yang tampak nikmat dan
indah adalah sesuatu yang belum didapat! Beginilah ulah
nafsu keinginan!
Berbahagialah orang yang dapat menikmati APA ADANYA,
menikmati saat demi saat, apa pun yang terjadi padanya, apa
pun yang diperolehnya, yang selalu bersukur dan memuji
nama Yang Maha Kasih atas apa saja yang terjadi padanya
dan menerimanya sebagai karunia yang dianugerahkan
kepadanya, tanpa memperhitungkan untung rugi atau enak
tidak enak!
Seperti yang telah disepakati, menjelang tengah malam,
Pat-chiu Lo-mo, Bu-lim Sai-kong, Hui-eng-to Phang Houw,
Louw Cin dan sekitar lima puluh orang anggota Liong-bu-pang
berangkat menuju gedung tempat tinggal Pangeran Bouw Hun
Ki. Tugas mereka adalah untuk membunuh Pangeran Bouw
Hun Ki dan Huang-ho Sian-li Ciu Thian Hwa!
Semula Pangeran Leng Kok Cun memang merasa ragu. Dia
maklum betapa kuatnya mereka yang berada di gedung
Pangeran Bouw Hun Ki. Akan tetapi Pat-chiu Lo-mo
menghiburnya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
“Jangan khawatir, Pangeran. Dengan adanya Bu-lim Saikong,
yakinlah bahwa malam nanti Pangeran Bouw Hun Ki
pasti akan mampus! Adapun tentang diri Huang-ho Sian-li,
biarpun ia merupakan lawan yang cukup tangguh, namun
saya yakin kami berdua pasti sanggup membunuhnya. Pula,
siasat kita akan membuat mereka itu terpencar sehingga
menjadi lemah.”
“Hoa-ha-ha! Pangeran, percayalah kepada saya! Sekali Bulim
Sai-kong bergerak, pasti musuh akan terpenggal lehernya
oleh golok saya ini, ha-ha-ha!”
Mereka berangkat dengan terpencar, kegelapan malam itu
melindungi mereka sehingga mereka dengan mudah dapat
tiba di luar tembok pagar gedung tempat tinggal Pangeran
Bouw Hun Ki. Sesuai dengan siasat yang sudah mereka atur
dan rencanakan sebelumnya secara masak, Pang Houw dan
Louw Cin memimpin kurang lebih lima puluh orang anak buah
Liong-bu-pang. Sebagian, dipimpin oleh Pang Houw, melepas
anak panah berapi ke arah belakang, kanan dan kiri gedung
sehingga tak lama kemudian terjadi kebakaran di tiga tempat
itu.
Setelah terjadi kebakaran dan terdengar kegemparan di
sebelah dalam, Louw Cin memimpin anak buahnya untuk
menyerbu ke pintu gerbang. Diserang secara serentak dalam
kegelapan itu, para prajurit yang melakukan penjagaan di
gedung itu menjadi panik juga. Jumlah para petugas yang
bergilir hanya sekitar tiga puluh orang, ini pun dibagi. Ada
yang bertugas di pintu gerbang, ada yang bertugas di
sekeliling rumah dan ada yang meronda. Maka sekitar lima
belas orang yang bertugas jaga di pintu gerbang, tentu saja
terkejut ketika diserbu puluhan orang yang bersenjata ruyung
semua. Memang semua anggota Liong-bu-pang bersenjata
ruyung seperti ketua mereka.
Seluruh isi gedung Pangeran Bouw Hun Ki menjadi sibuk.
Sebagian prajurit memadamkan kebakaran di tiga bagian, dan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sisanya menyambut serbuan musuh. Kini, anak buahnya yang
dipimpin Phang Houw, sudah membantu kawan-kawan
mereka pula, menyerbu di pintu gerbang sehingga terjadi
pertempuran yang tidak seimbang. Lima puluh orang
mendesak lima belas orang prajurit!
Akan tetapi, tiba-tiba muncul empat orang muda yang amat
dahsyat gerakan mereka. Mereka adalah Bu Kong Liang yang
mengamuk dengan siang-kek (sepasang tombak pendek
bercagak) didampingi Bouw Kun Liong yang bersenjata siangkiam
(sepasang pedang), dan Bouw Hwi Siang yang
bersenjata siang-kiam pula didampingi Gui Siang Lin yang juga
bersenjata siang-kiam. Munculnya empat orang muda lihai ini
membuat para penyerang menjadi kocar-kacir.
Dengan marah Pang Houw menerjang dengan goloknya.
Dia disambut Bu Kong Liang yang sudah menggerakkan
sepasang tombak pendeknya. Tombak kiri menangkis bacokan
golok, dan tombak kanan membalas dengan tusukan ke arah
perut. Phang Houw terkejut ketika merasa betapa tangannya
yang memegang golok tergetar hebat oleh tangkisan itu dan
cepat dia melangkah mundur dan memutar tubuh untuk
menghindarkan diri dari tusukan tombak pendek. Goloknya
lalu berkelebat menyambar lagi namun selalu serangannya
dapat ditangkis oleh Bu Kong Liang. Segera mereka berdua
bertanding dengan mati-matian.
Liong-bu-pangcu Louw Cin juga penasaran. Bagaimanapun
juga dia mengandalkan jumlah anak buahnya yang lebih
banyak. Tadi dia mengamuk, akan tetapi melihat di pihak
musuh muncul dua orang gadis dan dua orang pemuda yang
lihai gerakannya, dia cepat maju untuk membantu Phang
Houw. Akan tetapi ruyungnya bertemu dengan sebatang
pedang di tangan kiri Bouw Kun Liong.
“Tranggg...!” Bunga api berpijar dan Louw Cin terdorong
mundur dua langkah. Dia terkejut sekali karena dari tangkisan
tadi dia maklum bahwa lawan ini seorang pemuda yang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
memiliki tenaga yang amat kuat. Akan tetapi dia tidak diberi
kesempatan untuk berdiam diri karena sepasang pedang di
tangan Bouw Kun Liong kini menyambar-nyambar bagaikan
dua ekor naga mengamuk. Louw Cin melawan sekuat tenaga
dan mereka berdua pun bertanding dengan seru dan matimatian.
Sementara itu, dua orang gadis cantik yang gagah perkasa
itu, Bouw Hwi Siang dan Gui Siang Lin, mengamuk bagaikan
dua ekor harimau betina yang dikeroyok banyak anjing srigala.
Mereka menubruk ke kanan kiri dan depan, terkadang
memutar tubuh dan pedang mereka membentuk-sinar
bergulung-gulung. Terkadang ada lawan terkena sambaran
sinar itu dan dia roboh mandi darah. Pertempuran itu terjadi di
pekarangan yang hanya diterangi lampu gantung di depan
gardu sehingga cuacanya remang-remang. Hal ini malah
menyukarkan bagi para pengeroyok karena gerakan dua orang
gadis itu lincah dan cepat sekali.
Pada saat itu, di sebelah dalam gedung, di ruangan yang
luas terjadi pula perkelahian yang tidak kalah hebatnya. Tadi,
melihat anak buahnya sudah berhasil melakukan pembakaran
dan menyerbu pintu gerbang, Pat-chiu Lo-mo dan Bu-lim Saikong
segera melompati pagar tembok dan mereka berhasil
memasuki gedung dari atas atap. Akan tetapi saat itu semua
penghuni gedung sudah terbangun oleh keributan itu.
Pangeran Bouw Hun Ki yang maklum bahwa ada penjahat
menyerbu dan mereka itu tentu bermaksud membunuh
Pangeran Mahkota, cepat mengajak Pangeran Kang Shi
memasuki sebuah ruangan rahasia yang sengaja dibangun
untuk menyembunyikan Pangeran Mahkota dari ancaman
bahaya. Pangeran Bouw Hun Ki tinggal di situ, bersembunyi
bersama Pangeran Mahkota. Akan tetapi Bouw Hujin dan Ciu
Thian Hwa menduga bahwa yang diincar para penyerbu itu
sudah pasti Pangeran Mahkota Kang Shi, maka keduanya
cukup membiarkan Bu Kong Liang, Bouw Kun Liong, Gui Siang
Lin, dan Bouw Hwi Siang berempat membantu para prajurit
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
pengawal menghadapi serbuan para penjahat, sedangkan
mereka berdua siap dan waspada menjaga ruangan tengah
yang luas di mana terdapat pintu tembusan rahasia ke tempat
persembunyian Pangeran Kang Shi.
Dua orang wanita perkasa ini sama sekali tidak mengira
bahwa dugaan mereka sekali ini keliru. Bukan Pangeran Kang
Shi yang menjadi sasaran pembunuhan, melainkan Pangeran
Bouw Hun Ki dan Ciu Thian Hwa yang dianggap sebagai
penghalang tercapainya niat Pangeran Leng untuk menjadi
pendamping adiknya, Pangeran Kang Shi kalau nanti
dinobatkan sebagai kaisar!
Ketika ada dua sosok bayangan melayang turun dari atas
atap dan memasuki ruangan yang luas itu, Bouw Hujin dan
Thian Hwa masih mengira bahwa dua orang itu tentu hendak
mencari Pangeran Kang Shi. Thian Hwa segera mengenal
seorang dari mereka yang bukan lain adalah Pat-chiu Lo-mo,
musuh lama yang pernah ia lawan ketika ia dahulu membantu
Pangeran Cu Kiong yang pada waktu itu disangkanya seorang
yang baik budi. Bahkan dalam pertandingan yang seru, ia
berhasil mengalahkan Pat-chiu Lo-mo walaupun tidak sampai
membunuhnya. Adapun orang ke dua yang muncul bersama
Pat-chiu Lo-mo sama sekali tidak dikenalnya. Laki-laki berusia
enam puluh tahun itu tampak menyeramkan dengan mukanya
yang seperti muka singa, rambut merah riap-riapan, tubuh
tinggi dan kekar. Juga Bouw Hujin yang dahulu seorang
pendekar wanita, belum pernah melihatnya.
“Pat-chiu Lo-mo jahanam busuk! Engkau tentu utusan
Pangeran Leng untuk melakukan kejahatan, akan tetapi
sekarang aku tidak akan mengampuni dan membiarkanmu
hidup!” Thian Hwa membentak marah dan menudingkan
pedangnya ke arah muka kakek kurus bongkok itu.
Pat-chiu Lo-mo merasa jerih terhadap Huang-ho Sian-li Ciu
Thian Hwa yang sudah dia kenal kelihaiannya. Dia lebih
memandang rendah kepada Nyonya Bouw Hun Ki. Walaupun
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dia sudah mendengar bahwa isteri Pangeran Bouw ini juga
seorang wanita yang memiliki kepandaian silat tinggi, namun
dia menganggap mustahil kalau ia lebih lihai daripada Huangho
Sian-li. Maka dia memberi isyarat kepada Bu-lim Sai-kong
agar kawannya itu menghadapi Huang-ho Sian-li dan dia yang
akan melawan Bouw Hujin.
Akan tetapi Bu-lim Sai-kong yang berwatak sombong sekali
dan menganggap bahwa di dunia ini dialah yang paling hebat,
memandang rendah dua orang wanita itu dan dia tertawa.
Suara tawanya juga aneh, mirip singa mengaum, kepalanya
didongakkan, mulutnya dibuka lebar dan terdengar auman
yang menggetarkan jantung. Karena auman itu merupakan
pengerahan kekuatan sihir atau ilmu hitam yang
menggunakan tenaga berasal dari roh jahat, dan sengaja
dikerahkan dan ditujukan kepada Bouw Hujin dan Thian Hwa,
maka dua orang wanita itu tiba-tiba merasa betapa isi dada
mereka terguncang dan kepala mereka menjadi pening dan
kacau! Hampir saja Thian Hwa terpengaruh dan terbawa ikut
tertawa dan kalau hal ini terjadi, maka berarti ia akan tunduk
di bawah pengaruh Sai-kong itu. Akan tetapi tiba-tiba Bouw
Hujin berseru nyaring.
“Segala ilmu setan tidak akan dapat mengganggu batin
yang bersih!”
Mendengar ini, Thian Hwa sadar bahwa dirinya diserang
melalui suara tawa itu dengan ilmu sihir, maka cepat ia
mengerahkan tenaga saktinya, memusatkan perhatian
menolak pengaruh itu dan seketika pengaruh itu pun
menghilang.
Bu-lim Sai-kong merasa penasaran melihat dua orang
wanita itu tidak dapat dia pengaruhi, maka dia cepat
berkemak-kemik membaca mantera, lalu mengangkat kedua
tangannya ke atas seperti kedua kaki depan biruang hendak
menerkam. Matanya mencorong seperti mengeluarkan api dan
dia berkata dengan suara yang menggelegar.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
“Kalian dua orang wanita lemah, hayo berlututlah di depan
Bu-lim Sai-kong!” Dari kedua tangannya itu seolah keluar
hawa yang bergetar kuat.
Kembali Huang-ho Sian-li merasa seolah-olah kedua
lututnya gemetar dan hampir saja ia benar-benar
menjatuhkan diri berlutut. Kekuatan sihir Bu-lim Sai-kong
memang hebat. Ia harus mengerahkan seluruh tenaga untuk
melawan pengaruh yang amat kuat itu. Untung baginya
bahwa Bouw Hujin berada di situ. Nyonya Bouw ini jauh lebih
berpengalaman dibandingkan Thian Hwa dalam menghadapi
serangan sihir macam itu.
Ketika Bu-lim Sai-kong menyerang dengan sihir untuk
kedua kalinya, Bouw Hujin tidak sabar lagi.
“Pergilah!” bentaknya, dan dari tangannya menyambar tiga
sinar putih ke arah Sai-kong itu. Ternyata jalan pikiran Nyonya
Bouw sama dengan Thian Hwa karena Huang-ho Sian-li ini
juga sudah menyambitkan Pek-hwa-ciam ke arah Pat-chiu Lomo.
Hampir berbareng, tiga buah Gin-seng-piauw (Piauw
Bintang Perak) dan tiga batang Pek-hwa-ciam (Jarum Bunga
Putih) meluncur ke arah Bu-lim Sai-kong dan Pat-chiu Lo-mo!
Akan tetapi dua orang kakek itu juga bukan orang
sembarangan. Pat-chiu Lo-mo sudah berhasil menyampok
atau mengebut tiga batang jarum yang dilepas Thian Hwa
dengan Yang-liu-san (Kipas Cemara) yang berada di tangan
kirinya. Sedangkan Sai-kong itu pun sudah berhasil menangkis
tiga buah Gin-seng-piauw dengan golok besar di tangan
kanannya.
Melihat ilmu sihirnya tidak mampu menundukkan dua orang
wanita itu, baru Bu-lim Sai-kong menyadari bahwa dia
berhadapan dengan dua orang wanita yang lihai, terutama
Nyonya Bouw. Maka setelah menangkis Gin-seng-piauw, dia
langsung saja menyerang nyonya itu. Bouw Hujin juga
sengaja menghadapi kakek muka singa ini karena dia dapat
menduga bahwa Si Muka Singa inilah yang merupakan lawan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
berbahaya. Mungkin kalau bertanding ilmu silat, belum tentu
Thian Hwa akan kalah karena tingkat kepandaian gadis Dewi
Sungai Kuning itu tidak jauh selisihnya dengan tingkat
kepandaiannya sendiri. Akan tetapi agaknya Thian Hwa belum
begitu kuat menghadapi serangan ilmu sihir. Maka melihat
Sai-kong itu menggerakkan goloknya yang menyeramkan,
golok yang besar dan berat dengan punggung golok
berbentuk gergaji, Bouw Hujin cepat memainkan sepasang
pedangnya dengan Bu-tong Kiam-sut (Ilmu Pedang Bu-tongpai)
yang terkenal indah dan juga lembut namun kuat sekali.
Menghadapi golok besar yang digerakkan tenaga raksasa itu,
Bouw Hujin cepat memainkan kedua pedangnya dengan ilmu
pedang Thai-kek-kiam dari Bu-tong-pai.
“Mampus kau!” Bu-lim Sai-kong membentak, bentakan
yang tetap mengandung getaran hebat ilmu sihir yang sudah
merupakan serangan pendamping, lalu goloknya menyambar
dari kanan ke kiri mengarah ke leher Bouw Hujin.
Bouw Hujin bergerak cepat, menggunakan jurus Yancupok-
cui (Burung Walet Menyambar Air), ia merendahkan
tubuhnya, agak membungkuk, pedang kanan melintang depan
kedua kakinya, pedang kiri diacungkan ke atas, lalu pedang
kanan cepat menyambar ke atas membalas dengan tusukan
dari bawah ke arah tenggorokan lawan sambil berdiri dengan
kaki kanan, kaki kiri mengangkat lututnya.
Gerakannya lembut namun mengandung tenaga sin-kang
dan tahu-tahu pedangnya sudah meluncur ke arah
tenggorokan Bu-lim Sai-kong. Kakek muka singa ini cepat
menangkis sambil mengerahkan seluruh tenaga untuk
membuat pedang itu terpental. Namun, seperti hidup pedang
itu mengelak sehingga tidak sampai terpukul golok yang besar
dan berat. Perkelahian berlangsung seru dan menegangkan.
Gerakan Bu-lim Sai-kong bagaikan seekor harimau yang kuat
dan kasar, menubruk dan mencengkeram, akan tetapi Bouw
Hujin bergerak perlahan, seolah tanpa tenaga, terkadang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
diam, bagaikan seekor ular yang menghadapi serangan
harimau yang kasar. Biarpun gerakannya perlahan, namun
waspada dan semua serangan dapat dihindarkan dengan baik,
bahkan serangan balasannya terjadi cepat dan tidak terdugaduga
sehingga sering kali Bu-lim Sai-kong berseru kaget.
Sementara itu, Thian Hwa yang marah sekali melihat
musuh besarnya, sudah menerjang Pat-chiu Lo-mo dengan
ilmu pedang Huang-ho Kiam-hoat (Ilmu Pedang Sungai
Kuning) yang khas. Ilmu pedang ini gubahan Thian Bong
Sianjin, merupakan perkembangan dari Kwan-im Kiam-hoat
(Ilmu Pedang Dewi Kwan Im). Pat-chiu Lo-mo yang memang
sudah merasa jerih menghadapi Thian Hwa, segera terdesak
hebat walaupun dia sudah melawan mati-matian dengan
tongkatnya dan kipasnya. Kakek kurus bongkok ini bahkan
merasa terkejut karena dibandingkan sekitar dua tahun yang
lalu, gadis ini ternyata kini jauh lebih lihai lagi! Dia tentu saja
tidak tahu bahwa gadis ini telah memperdalam lagi ilmu
silatnya di bawah gemblengan gurunya yang juga menjadi
kakek angkatnya!
Lebih panik lagi hatinya ketika dia sempat melirik ke arah
temannya, ternyata Bu-lim Sai-kong yang amat dia andalkan,
yang sudah membuka mulut besar meyakinkan hati Pangeran
Leng bahwa mereka berdua pasti dapat membunuh Pangeran
Bouw Hun Ki dan Huang-ho Sian-li, sekarang juga terdesak
hebat oleh Bouw Hujin yang agaknya tidak kalah lihai
dibandingkan Huang-ho Sian-li!
Setelah bertanding selama tiga puluh jurus lebih dan
mereka berdua semakin terdesak, Pat-chiu Lo-mo maklum
bahwa tugasnya telah gagal dan kalau mereka tidak cepat
pergi, akan berbahaya sekali bagi mereka.
“Sai-kong, kita pergi!” katanya dan dia membanting sebuah
benda seperti bola yang meledak dan mengeluarkan asap
hitam bergumpal-gumpal!
“Tahan napas dan kejar!” Bouw Hujin berseru.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Thian Hwa maklum dan ia pun cepat menerjang asap dan
melakukan pengejaran bersama Nyonya Bouw. Melihat dua
bayangan kakek itu lari ke arah taman, mereka mengejar
terus.
Tiba-tiba ada dua sinar menyambar ke arah Bouw Hujin
dan Thian Hwa. Ternyata itu adalah hui-to (pisau terbang)
beracun yang disambitkan Pat-chiu Lo-mo. Namun dengan
mudah dua orang wanita perkasa itu menangkis dengan
pedang mereka, lalu seperti diingatkan oleh serangan hui-to
tadi, mereka menyerang sambil mengejar, menyambitkan
senjata rahasia mereka dengan gencar. Pek-hwa-ciam yang
disambitkan Thian Hwa menjadikan Pat-chiu Lo-mo sebagai
sasaran, sedangkan Gin-seng-piauw dari Nyonya Bouw
menyerang Bu-lim Sai-kong.
Tiba-tiba Pat-chiu Lo-mo berteriak dan tubuhnya
terpelanting. Melihat kawannya roboh, Bu-lim Sai-kong cepat
menyambar tubuh kawannya yang terluka dan melemparkan
dengan tenaga yang kuat sekali ke arah kedua orang wanita
yang mengejarnya!
Bouw Hujin dan Thian Hwa terkejut. Cepat mereka
mengelak dan pedang mereka berkelebat. Tubuh Pat-chiu Lomo
roboh dan tewas karena terbabat pedang dua orang
wanita perkasa itu. Akan tetapi bayangan Bu-lim Sai-kong
sudah hilang dalam kegelapan malam. Mereka maklum bahwa
tidak ada gunanya mengejar dalam gelap, maka mereka lalu
cepat berlari ke arah dalam istana dan kemudian ke halaman.
Ternyata para penyerbu itu sudah roboh semua. Banyak yang
tewas dan yang tertangkap mengaku bahwa mereka adalah
anak buah Liong-bu-pang yang dipimpin oleh Phang Houw dan
Louw Cin yang juga tewas di tangan Bouw Kun Liong dan Bu
Kong Liang. Tadi, Bouw Hwi Siang dan Gui Siang Lin juga
mengamuk bagaikan dua ekor naga betina, merobohkan
banyak penyerbu. Di pihak Pangeran Bouw, terdapat beberapa
orang prajurit yang tewas.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Huang-ho Sian-li Ciu Thian Hwa memaksa mereka yang
tertawan untuk mengaku, siapa yang mengirim mereka dan
apa maksud serbuan itu. Mereka tidak berani menyangkal lagi
dan mengatakan bahwa penyerbuan itu adalah siasat yang
direncanakan Pangeran Leng Kok Cun bersama Pat-chiu Lomo,
Bu-lim Sai-kong, Phang Houw dan Louw Cin dengan
maksud membunuh Pangeran Bouw Hun Ki dan Huang-ho
Sian-li Ciu Thian Hwa!
“Hemm sekarang kesempatan bagiku untuk menangkap
pengkhianat itu!” kata Thian Hwa marah di depan Pangeran
Bouw yang sudah keluar dari persembunyiannya, dan yang
lain-lain. Gadis ini marah sekali.
“Akan tetapi engkau harus membawa Tek-pai itu agar dia
mau menyerahkan diri tanpa harus menggunakan kekerasan,
Thian Hwa,” kata Pangeran Bouw Hun Ki.
“Baik, Paman Pangeran,” kata Thian Hwa lalu malam itu
juga ia pergi seorang diri dengan cepat menuju ke gedung
tempat tinggal Pangeran Leng Kok Cun. Bouw Hujin tidak
melarang karena wanita ini percaya akan kemampuan Thian
Hwa. Para prajurit lalu dikerahkan mengurus mayat-mayat dan
membawa musuh yang masih hidup menjadi tawanan ke
penjara.
(Oo-dwkz-jTn-oO)
Pada malam hari itu, sebelum kaki tangan Pangeran Leng
Kok Cun menyerbu gedung Pangeran Bouw, di gedung
Pangeran Cu Kiong, pangeran itu bersama Ang-mo Niocu yang
sudah menjadi kekasih barunya mengadakan pesta makan
minum menyambut kedatangan dua orang penting utusan
Jenderal Wu Sam Kwi. Mereka adalah Lam-hai Cin-jin, guru
Ang-mo Niocu, dan seorang lagi yang bernama Ngo-heng Kuiong.
Mereka sengaja datang sebagai utusan Jenderal Wu Sam
Kwi, menyusul Ang-mo Niocu yang berangkat lebih dulu, dan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mereka ditugaskan membantu Pangeran Cu Kiong yang kini
menjadi sekutu Jenderal Wu Sam Kwi.
Lam-hai Cin-jin, Datuk Selatan ini adalah guru Ang-mo
Niocu. Dia seorang laki-laki berusia sekitar enam puluh tahun
dan dia menjadi orang kepercayaan Wu Sam Kwi, bahkan
memiliki kedudukan sebagai Koksu (Guru Negara) dari
pemerintahan Wu Sam Kwi yang berada di Yunnan-hu. Lamhai
Cin-jin ini bertubuh pendek dengan perut gendut sekali,
mukanya kekanak-kanakan. Akan tetapi sesungguhnya dia
adalah seorang yang sakti dan lihai, memiliki ilmu pukulan
beracun yang disebut Hek-tok-ciang (Tangan Racun Hitam).
Selain ahli racun yang pandai, Lam-hai Cin-jin juga memiliki
ilmu silat tinggi dan tenaga sin-kang yang kuat. Senjatanya
berupa ruyung berduri amat berbahaya dan dahsyat.
Orang ke dua yang berjuluk Ngo-beng Kui-ong (Raja Setan
Lima Nyawa) lebih menyeramkan lagi. Usianya sudah sekitar
delapan puluh tahun dan dia adalah susiok (paman guru) dari
Lam-hai Cin-jin. Wajahnya kurus dan pucat seperti mayat
hidup, tubuhnya yang tinggi kurus itu dibungkus kain serba
putih. Kakek tua renta ini tampaknya lemah, akan tetapi
sesungguhnya dia memiliki ilmu yang tinggi. Ilmu silatnya
aneh dan dahsyat karena mengandung tenaga sihir dan
tenaga sakti, dan dalam hal racun, dia malah lebih lihai
daripada Lam-hai Cin-jin.
Setelah mendengar semua penjelasan Ang-mo Niocu
tentang keadaan di kota raja Kerajaan Ceng, dan tentang
rencana yang telah diatur oleh gadis itu dan Pangeran Cu
Kiong, dua orang kakek itu menjanjikan bahwa malam itu
mereka pasti akan membunuh Pangeran Leng yang menjadi
penghalang utama cita-cita Pangeran Cu Kiong. Pangeran Cu
Kiong lalu menjamu dua orang itu dan mereka sedang makan
minum dengan gembira ketika mereka mendengar bahwa para
jagoan pembantu Pangeran Leng bersama anak buahnya
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
malam itu menyerbu gedung Pangeran Bouw Hun Ki di mana
terdapat Pangeran Mahkota Kang Shi.
“Aha, ini kesempatan yang amat baik!” Pangeran Cu Kiong
berseru. “Pangeran Leng tentu mengerahkan seluruh
jagoannya ke gedung Pangeran Bouw Hun Ki dan dia berada
sendirian di gedungnya. Kesempatan baik sekali bagi kita
untuk membunuhnya. Aku sendiri akan ikut ke sana!”
Demikianlah, mereka semua pergi ke gedung Pangeran
Leng. Pangeran Cu Kiong diikuti Lam-hai Cin-jin, Ngo-beng
Kui-ong, Ang-mo Niocu, dan tidak ketinggalan Thio Kwan dan
Yu Kok Lun.
Setelah tiba di pintu gerbang rumah gedung Pangeran Leng
Kok Cun, mudah saja mereka masuk. Selain para prajurit
penjaga mengenal dan takut kepada Pangeran Cu Kiong, juga
mereka yang menentang dengan mudah dirobohkan oleh Thio
Kwan dan Yu Kok Lun yang selalu memperlihatkan
“kegagahan” dan kegarangannya kalau berhadapan dengan
lawan yang lemah.
Dapat dibayangkan betapa kagetnya hati Pangeran Leng
Kok Cun ketika dia melihat Pangeran Cu Kiong dan para
pengikutnya memasuki ruangan di mana dia duduk dengan
gelisah, menanti berita hasil penyerangan orang-orangnya ke
gedung Pangeran Bouw Hun Ki. Dia melompat berdiri dan
menyambar pedang yang berada di atas meja.
“Dinda Pangeran Cu Kiong! Apa maumu datang memasuki
rumahku dengan rombongan seperti perampok ini?!”
bentaknya marah.
Pangeran Cu tersenyum mengejek. “Pangeran Leng Kok
Cun,” katanya tanpa menyebut kakanda lagi. “Aku datang
untuk menangkapmu. Engkau pengkhianat yang mengirim
orang-orang untuk membunuh Adinda Pangeran Mahkota
Kang Shi di rumah Paman Pangeran Bouw Hun Ki!”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Wajah Pangeran Leng menjadi merah sekali saking
marahnya. “Jahanam! Engkau sendiri bagaimana? Engkau
juga ingin merebut tahta, engkau lebih pengkhianat, dan
engkau hendak menangkap aku?” Setelah berkata demikian,
dia menerjang maju hendak menyerang adik tirinya dengan
pedangnya. Pangeran Cu Kiong cepat melompat ke belakang
Lam-hai Cin-jin untuk berlindung karena dia maklum bahwa
dalam hal ilmu silat, dia tidak akan menang melawan kakak
tirinya ini yang jauh lebih lihai daripadanya.
Ketika Pangeran Leng hendak mengejar, tiba-tiba Ang-mo
Niocu melompat ke depan dan cepat sekali tangannya
digerakkan untuk memukul pundak Pangeran Leng. Pangeran
ini marah dan cepat menggerakkan pedangnya untuk
membabat putus lengan gadis itu. Akan tetapi, Ang-mo Niocu
yang lihai malah menangkap pedang itu dengan tangannya
dan pedang dalam genggamannya itu seperti melekat kuat
pada telapak tangannya. Kemudian, selagi Pangeran Leng
terkejut dan berusaha menarik lepas pedangnya, tangan
kanan gadis itu bergerak menotok ke arah dada Pangeran
Leng. Tanpa dapat mengeluarkan suara Pangeran Leng
terkulai roboh dan tidak mampu bergerak lagi karena sudah
tertotok jalan darahnya!
Pada saat itu terdengar suara ribut-ribut di luar ruangan
itu. Mendengar ini, cepat Pangeran Cu Kiong keluar untuk
melihat apa yang terjadi. Dia merasa bahwa sebagai seorang
pangeran dia akan dapat menguasai keluarga Pangeran Leng
agar tidak melakukan perlawanan. Akan tetapi, setelah tiba di
luar, dia melihat kejadian yang membuat wajahnya berubah
pucat. Din melihat Huang-ho Sian-li Ciu Thian Hwa sedang
mengamuk, dikeroyok oleh belasan orang prajurit pengawal.
Dalam waktu sebentar saja semua pengeroyok itu roboh di
tangan gadis yang gagah perkasa itu. Pangeran Cu cepat
kembali ke ruangan tengah dan memberi-tahu para
pembantunya akan kedatangan Huang-ho Sian-li.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
“Kebetulan ia muncul, mungkin ingin menangkap Pangeran
Leng. Ji-wi Locianpwe (Dua Orang Tua Gagah), tolong
tangkap hidup-hidup gadis itu!”
Ang-mo Niocu menyentuh lengan pangeran itu. Dengan alis
berkerut ia berbisik, “Pangeran, agaknya Paduka tertarik oleh
kecantikan Huang-ho Sian-li?”
“Ih, tidak begitu, Niocu. Ia mempunyai Tek-pai, ingat? Kita
harus memanfaatkannya. Locianpwe Ngo-beng Kui-ong,
tolong tangkaplah gadis itu hidup-hidup. Kami mempunyai
rencana yang baik sekali untuk keuntungan kita!”
Ngo-beng Kui-ong saling pandang dengan keponakan
muridnya dan Lam-hai Cin-jin memandang muridnya. Ang-mo
Niocu mengangguk sebagai isyarat bahwa ia setuju dengan
permintaan Pangeran Cu.
“Mundurlah, Pangeran. Biar kami menangkapnya dan
tunggu sampai ia masuk ke sini, dengan demikian ia tidak
akan mampu meloloskan diri,” kata Lam-hai Cin-jin.
Pangeran Cu lalu menyeret tubuh Pangeran Leng yang
tidak mampu bergerak atau bersuara itu ke sudut ruangan,
ditemani Ang-mo Niocu, Thio Kwan, dan Yu Kok Lun. Adapun
Lam-hai Cin-jin dan Ngo-beng Kui-ong dengan tenangnya
menanti dan bersembunyi di dekat pintu. Mereka tidak
menanti lama. Setelah merobohkan semua pengeroyoknya,
Huang-ho Sian-li Ciu Thian Hwa berkelebat dan melompat
masuk ke dalam ruangan besar itu, hendak mencari Pangeran
Leng Kok Cun.
Begitu tiba dalam ruangan itu, pandang matanya tertarik ke
arah Pangeran Cu Kiong yang berdiri di sudut bersama Angmo
Niocu, gadis berpayung merah yang pernah dijumpainya,
dan dua orang pengawalnya yang juga sudah dikenalnya,
yaitu Thio Kwan dan Yu Kok Lun. Ia merasa heran sekali
bagaimana bisa menemukan Pangeran Cu Kiong di gedung
Pangeran Leng Kok Cun. Akan tetapi ia lalu melihat tubuh
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Pangeran Leng menggeletak di atas lantai, di belakang
Pangeran Cu Kiong.
Ia tidak dapat terlalu lama berheran-heran, juga tidak
sempat bicara karena pada saat itu angin yang kuat sekali
menyambar dari belakangnya dan ternyata ia diserang oleh
seorang kakek pendek gendut yang gerakannya kuat sekali.
Kakek itu mencengkeram ke arah pundaknya, agaknya hendak
menangkapnya. Thian Hwa cepat mengelak dengan cepat
maju ke depan, memutar tubuh dan pedangnya sudah
menyambar dengan tusukan ke lambung lawan. Lam-hai Cinjin
yang tadinya memandang ringan, terkejut sekali dan cepat
dia pun melompat ke samping untuk menghindarkan diri. Akan
tetapi dengan gerakan yang indah namun cepat Thian Hwa
sudah menyerang lagi dengan sabetan pedangnya. Begitu
dihindarkan dengan elakan, ia menyerang terus secara
beruntun dan sambung menyambung!
“Ehhh...?” Lam-hai Cin-jin terhuyung dan terdesak. Dia lalu
mencabut senjatanya tongkat atau ruyung berduri dan ketika
sinar pedang kembali menyambar, dia menangkis dengan
pengerahan tenaga saktinya untuk membuat pedang gadis itu
terlepas dan terpental.
“Trangggg...!” Bunga api berpijar menyilaukan mata ketika
pedang bertemu ruyung. Akan tetapi pedang itu sama sekali
tidak terlepas dari tangan Thian Hwa dan ketika terpental,
malah membuat gerakan melengkung ke bawah dan kini
membabat kaki Lam-hai Cin-jin! Kembali ruyung itu
menangkis, akan tetapi pedang Thian Hwa terus membuat
serangan bertubi-tubi. Betapa pun lihainya, Lam-hai Cin-jin
memegang senjata yang berat sehingga gerakan ruyungnya
tentu saja tidak dapat mengimbangi kecepatan gerakan
pedang. Maka untuk menangkis terus, tentu saja dia tidak
sempat dan dia harus berloncatan ke sana-sini untuk
menghindarkan diri dari sambaran pedang yang amat dahsyat
itu!
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Lam-hai Cin-jin sama sekali tidak mengira bahwa Huang-ho
Sian-li Ciu Thian Hwa sedemikian lihainya. Pangeran Cu Kiong
memang sudah memberitahu bahwa gadis itu lihai sekali, akan
tetapi melihat bahwa ia hanya seorang gadis muda yang
sepatutnya menjadi cucunya, dia menganggap pujian
Pangeran Cu Kiong itu terlalu dilebihkan. Kini dia mendapat
kenyataan pahit bahwa gadis itu benar-benar mampu
menandingi dan mengimbanginya, bahkan ketika bertanding
senjata membuat dia kerepotan! Mulailah dia merasa
penasaran dan malu terhadap Ngo-beng Kui-ong dan yang
lain-lain, rasa malu yang berubah menjadi kemarahan. Dia
lupa bahwa dia diminta untuk menangkap gadis ini hiduphidup.
“Huahhhh...!” Tiba-tiba dia membentak dan tangan kirinya
memukul dari jarak jauh dengan dorongan telapak tangannya
yang berubah hitam sekali!
Thian Hwa maklum bahwa lawannya menyerang dengan
tenaga sakti yang mengandung hawa beracun, maka cepat ia
mengerahkan semua tenaga saktinya dan menyambut
serangan itu dengan dorongan tangan kirinya pula. Hawa
dingin yang menyambar keluar dari telapak tangannya
menyambut hawa panas yang menyambar keluar dari tangan
Lam-hai Cin-jin.
“Wyuuuuttt... blarrr...!” Tubuh Thian Hwa terhuyung ke
belakang, akan tetapi tubuh Lam-hai Cin-jin juga mundur
sampai lima langkah! Ternyata tenaga sakti mereka pun
seimbang! Akan tetapi dalam keadaan terhuyung tadi,
terdengar suara tawa meringkik seperti suara tawa seekor
kuda dan Ngo-beng Kui-ong telah bergerak maju. Tangan
kanannya bergerak dan Thian Hwa yang berada dalam
keadaan terhuyung dan masih tergetar oleh pertemuan tenaga
sakti yang dahsyat tadi, tidak mampu lagi menghindarkan diri
karena gerakan tangan kakek yang seperti mayat hidup ini
demikian ringan dan lembut seperti angin berhembus dan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tahu-tahu pundaknya telah ditotok. Thian Hwa mengeluh dan
roboh terkulai, lemas. Pedangnya segera dirampas oleh Lamhai
Cin-jin dan diserahkan kepada Pangeran Cu Kiong.
“Bukan main... hebat juga gadis ini...” Lam-hai Cin-jin
memuji.
“Sudah kami ceritakan bahwa ia amat lihai, Locianpwe,”
kata Pangeran Cu Kiong sambil menghampiri Thian Hwa dan
mengambil kantung berisi Pek-hwa-ciam yang tergantung di
pinggang gadis itu. Kemudian pangeran itu memerintahkan
Thio Kwan dan Yu Kok Lun untuk membelenggu kedua
pergelangan kaki dan tangan Thian Hwa karena dia khawatir
kalau gadis yang amat lihai itu dapat meloloskan diri. Atas
permintaannya, Ngo-beng Kui-ong menambahi totokan yang
membuat Thian Hwa selain tidak mampu bergerak karena
lemas, juga tidak mampu mengeluarkan suara!
“Niocu, geledah ia dan ambil Tek-pai yang pasti ada
padanya,” kata Pangeran Cu Kiong. Sebagai seorang
pangeran, selain sudah biasa memerintah, juga dia tidak mau
bertindak kasar dan tidak sopan untuk menggeledah dan
meraba-raba sendiri tubuh seorang gadis. Ang-mo Niocu
menghampiri Thian Hwa yang sudah terbelenggu dan rebah
telentang. Melihat mata Thian Hwa memandang kepadanya
dengan sinar mencorong, Ang-mo Niocu tersenyum. Gadis ini
pernah menghinanya dan tidak mau bekerja sama kiranya
sekarang bahwa Huang-ho Sian-li adalah puteri seorang
pangeran Mancu! Ia cepat menggerayangi tubuh Thian Hwa
dan akhirnya ia menemukan Tek-pai itu yang berada di dalam
ikat pinggang. Thian Hwa memang membawa Tek-pai itu yang
tadinya ia maksudkan untuk dipergunakan menangkap
Pangeran Leng tanpa harus menggunakan kekerasan.
“Bagus sekali!” Pangeran Cu Kiong menerima Tek-pai itu
dengan gembira. Kemudian ia mengambil tiga batang Pekhwa-
ciam dari kantung senjata rahasia yang tadi dia ambil dari
pinggang Thian Hwa, lalu dia menghampiri Pangeran Leng
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
yang masih menggeletak telentang di atas lantai. Tiga kali
tangan Pangeran Cu bergerak dan dia sudah menyambitkan
jarum-jarum itu dari jarak dekat dan tepat mengenai ulu hati,
tenggorokan, dan dahi Pangeran Leng Kok Cun. Tubuh
pangeran itu berkelojotan sejenak lalu tewas!
“Mengapa engkau lakukan itu, Pangeran?” tanya Ang-mo
Niocu dengan sikap manja kepada Pangeran Cu Kiong.
Melihat sikap gadis ini, tahulah Thian Hwa bahwa Ang-mo
Niocu telah bergaul akrab dan bukan aneh kalau kini ia
menjadi kekasih pangeran itu. Ada rasa panas di hatinya,
tanda bahwa ia masih mempunyai rasa cemburu karena
bagaimanapun juga, pangeran itu merupakan orang atau pria
pertama yang menjatuhkan hati Huang-ho Sian-li Ciu Thian
Hwa. Akan tetapi kini perasaan cemburu itu bahkan
memperbesar rasa bencinya terhadap Pangeran Cu Kiong.
“Mengapa aku melakukan ini? Ha-ha, kini Huang-ho Sian-li
datang membunuh Pangeran Leng Kok Cun dan aku sebagai
adiknya telah menangkap Si Pembunuh. Bagus, bukan?”
“Ha-ha-ha, siasat yang bagus sekali!” Lam-hai Cin-jin juga
tertawa memuji kecerdikan pangeran itu.
Melihat ini semua, diam-diam Thian Hwa terkejut dan
merasa ngeri menyaksikan kekejaman dan kejahatan yang
terjadi di depan matanya tanpa ia mampu berbuat apa-apa.
Demi mencapai keinginannya yang sesat, yaitu menguasai
tahta kerajaan, Pangeran Cu Kiong ini agaknya telah
bersekutu dengan Jenderal Wu Sam Kwi, buktinya Nona
Payung Merah itu bersamanya. Dan yang lebih keji lagi,
dengan tangannya sendiri dia membunuh Pangeran Leng Kok
Cun, kakaknya sendiri satu ayah berlainan ibu!
Kini Pangeran Cu Kiong melanjutkan rencananya. Dia
segera berteriak-teriak! “Pembunuhan! Pembunuhan...!”
diikuti pula oleh Thio Kwan, Yu Kok Lun, dan juga Ang-mo
Niocu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Gegerlah para penghuni di gedung itu. Keluarga Pangeran
Leng, para pelayan pembantu dan para pengawal berlari-lari
ke ruangan itu. Para selir Pangeran Leng dan isterinya, juga
beberapa orang anaknya, segera merubung jenazah itu dan
mereka menangis hiruk pikuk. Ketika keluarga itu mendengar
bahwa pembunuhnya adalah Ciu Thian Hwa yang sudah
tertangkap oleh Pangeran Cu Kiong, mereka hendak
menyerang gadis yang sudah terbelenggu kaki tangannya itu.
Akan tetapi Pangeran Cu Kiong mencegah mereka.
“Jangan diganggu. Ia sudah kami tangkap dan akan kami
ajukan dalam persidangan! Ia harus dihukum berat sebagai
pembunuh Kakanda Pangeran Leng Kok Cun dan diusut siapa
yang menyuruh ia melakukan pembunuhan terkutuk ini!”
Karena Pangeran Cu Kiong adalah adik Pangeran Leng Kok
Cun, bahkan yang telah menangkap pembunuhnya, biarpun
biasanya kedua orang kakak beradik ini tidak akrab hubungan
mereka, maka para keluarga Pangeran Leng menurut saja
ketika diatur oleh Pangeran Cu Kiong.
(Oo-dwkz-jTn-oO)
Kota raja gempar! Ada dua berita yang menggemparkan
para pejabat dan keluarga kerajaan, bahkan yang
menggegerkan penduduk, yaitu pertama, berita tentang
penyerbuan puluhan orang ke gedung Pangeran Bouw Hun Ki
yang menjadi pelindung Pangeran Mahkota Kang Shi dan
akhirnya semua penyerbu tewas atau tertawan. Adapun berita
kedua adalah terbunuhnya Pangeran Leng Kok Cun dan
pembunuhnya, yaitu Huang-ho Sian-li, telah tertangkap!
Pada keesokan harinya, pagi-pagi semua pejabat tinggi dan
keluarga kerajaan telah berkumpul di pendapa gedung
Pangeran Leng Kok Cun yang luas. Jenazah Leng Kok Cun
berada dalam sebuah peti mati yang belum tertutup. Di antara
para anggota keluarga Pangeran Leng yang berkumpul di
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dekat peti, tampak juga Pangeran Cu Kiong yang bersikap
keren. Pada pagi hari itu pendapa menjadi tempat pelayatan
dan juga perundingan. Sidang darurat diadakan atas
permintaan Pangeran Cu Kiong, dan Pangeran Bouw Hun Ki
sebagai pejabat kaisar sementara terpaksa memenuhi
permintaan itu karena peristiwa itu mendatangkan
kegemparan dan amat gawat. Apalagi dengan tertangkapnya
Thian Hwa yang dituduh sebagai pembunuh Pangeran Leng.
Persidangan diadakan di ruangan yang pintunya menembus
ke pendapa. Yang menghadiri persidangan ini adalah semua
pejabat tinggi dan para pangeran, seperti yang diadakan
ketika mereka membicarakan tentang diangkatnya Pangeran
Mahkota Kang Shi sebagai calon kaisar baru.
Setelah semua berkumpul dan suasana sunyi karena semua
orang dengan tegang memandang kepada Pangeran Bouw
Hun Ki yang duduk di kursi pimpinan sidang, Pangeran Bouw
lalu menceritakan terjadinya peristiwa semalam.
“Serombongan orang melakukan pengacauan di tengah
malam, mereka melakukan pembakaran di rumah kami
dengan melepas anak panah berapi, kemudian menyerbu ke
dalam. Kami melakukan perlawanan dan akhirnya semua
penyerbu yang jumlahnya sekitar lima puluh orang itu dapat
ditumpas, sebagian besar tewas dan ada pula yang tertawan.
Mereka dipimpin oleh empat orang tokoh sesat, dan tiga di
antara mereka dapat terbunuh. Hanya seorang di antara
semua penyerbu yang dapat meloloskan diri. Dari mereka
yang tertangkap hidup kami mengetahui bahwa pimpinan
mereka adalah Pat-chiu Lo-mo, Phang Houw, dan Louw Cin
yang telah tewas. Seorang lagi berjuluk Bu-lim Sai-kong yang
sempat melarikan diri. Dan mereka itu ternyata diperintahkan
Pangeran Leng Kok Cun untuk mengacau melakukan
pembunuhan terhadap kami, dan bukan tidak mungkin juga
mereka bermaksud membunuh Pangeran Mahkota Kang Shi.”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
“Tidak mungkin!” tiba-tiba Pangeran Cu Kiong berdiri dan
berseru nyaring. “Kakanda Pangeran Leng Kok Cun tidak
memusuhi Adinda Pangeran Kang Shi. Kami adalah kakak
beradik, tidak mungkin akan saling bermusuhan dan saling
bunuh. Mungkin yang dimusuhi adalah Pamanda Pangeran
Bouw Hun Ki dan wanita jahat Huang-ho Sian-li karena
mereka telah menghalangi kami semua putera-putera
mendiang Ayahanda Kaisar Shun Chi memegang tampuk
pemerintahan membantu Adinda Kang Shi! Buktinya, malam
tadi ketika kami berkunjung ke rumah Kakanda Pangeran Leng
Kok Cun, kami melihat perempuan jahat Huang-ho Sian-li
berada di sana. Kami terlambat karena ia telah berhasil
membunuh Kakanda Pangeran Leng Kok Cun. Akan tetapi
kami dapat menangkap penjahat keji itu!”
“Pangeran Cu Kiong!” Tiba-tiba Pangeran Ciu Wan Kong
bangkit berdiri dan berseru marah kepada keponakannya itu.
“Engkau sebut-sebut Huang-ho Sian-li penjahat keji, padahal
ia adalah saudara sepupumu sendiri, puteriku bernama Ciu
Thian Hwa! Aku yakin semua ceritamu itu fitnah belaka! Aku
menuntut agar puteriku dihadirkan dalam persidangan ini!”
“Tidak mungkin, Paman Pangeran Ciu! Biarpun saudara
sepupuku, kalau ia demikian jahat dan kejam membunuh
Kakanda Pangeran Leng, sudah seharusnya kami tangkap dan
kami tahan. Berbahaya sekali, dan aku khawatir kalau dia
dihadirkan di sini, akan membikin onar dan s iapa tahu, temantemannya
akan mencoba untuk membebaskannya! Ia harus
diseret ke dalam pengadilan, atau kami sendiri yang akan
menghukumnya! Kami berhak membalas atas kematian
saudara tua kami!”
“Pangeran Cu Kiong, engkau tidak boleh bertindak
sewenang-wenang menghukum puteriku!” teriak Pangeran Ciu
Wan Kong marah. “Pengadilan harus melakukan dengan
seadil-adilnya! Semua tuduhan yang tidak ada bukti-bukti dan
saksi-saksinya, hanyalah fitnah belaka!”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
“Fitnah? Siapa yang mengatakan fitnah? Bukti dan saksi
sudah lebih dari cukup. Buktinya? Mari kita lihat bersama!
Kakanda Pangeran Leng Kok Cun tewas karena diserang jarum
oleh Huang-ho Sian-li. Apakah itu bukan bukti yang amat
kuat? Siapa lagi yang memiliki senjata rahasia jarum bunga
putih selain Huang-ho Sian-li?”
“Mari kita lihat bersama!” Pangeran Bouw Hun Ki yang
merasa penasaran menyetujui.
Maka berbondong-bondong mereka yang bersidang itu
keluar dari ruangan itu dan menghampiri peti jenazah yang
masih terbuka. Tampak jelas bahwa ada tiga batang jarum
bunga putih menancap di dahi antara kedua alis, tenggorokan,
dan menembus baju tepat di ulu hati jenazah itu.
Mereka lalu kembali ke ruangan sidang. “Nah, bukankah
sudah terbukti bahwa Kakanda Pangeran Leng Kok Cun tewas
oleh tiga batang jarum Pek-hwa-ciam milik Huang-ho Sian-li?
Dan tentang saksi, seluruh keluarga Kakanda Pangeran Leng
menjadi saksi bahwa yang membunuhnya adalah Huang-ho
Sian-li!”
“Bohong! Bukti itu dapat saja dibikin dan para saksi adalah
keluarga Pangeran Leng yang memang memusuhi puteriku!”
Pangeran Ciu Wan Kong membantah. Terjadi ketegangan dan
Pangeran Bouw Hun Ki yang bijaksana cepat menengahi.
“Cukup! Kami sebagai pejabat kaisar sementara,
memerintahkan kalian semua agar menghentikan perbantahan
ini. Amat tidak bersusila untuk ribut-ribut membuat
pertengkaran di rumah duka. Kita harus menghormati jenazah
Pangeran Leng Kok Cun. Urusan ini, nanti kita putuskan
dengan mengadakan persidangan yang dihadiri semua pejabat
tinggi di dalam istana! Pangeran Cu Kiong, walaupun engkau
sudah dapat memperlihatkan bukti kematian Pangeran Leng
Kok Cun, akan tetapi engkau tidak berhak untuk menghakimi
sendiri. Semua harus diserahkan kepada pengadilan untuk
memutuskan salah atau tidak dan untuk menjatuhkan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
hukuman. Siapa pun yang bersalah pasti akan dihukum.
Sekarang, persidangan darurat ini dibubarkan.”
“Nanti dulu!” teriak Pangeran Ciu Wan Kong. “Karena
puteriku ditahan oleh Pangeran Cu Kiong, maka aku tekankan
bahwa dia harus bertanggung jawab atas keselamatan
puteriku Ciu Thian Hwa sampai ia dihadapkan di pengadilan!”
Cu Kiong, pangeran muda yang merasa dirinya sudah
memegang kunci kemenangan itu, tersenyum. “Jangan
khawatir, Paman Pangeran Ciu Wan Kong. Aku bukan orang
jahat, dan aku hanya hendak menuntut pembunuh Kakakku
agar diadili. Huang-ho Sian-li tidak akan diganggu sebelum ia
diadili di pengadilan!”
Semua orang bubar dan setelah jenazah Pangeran Leng
Kok Cun dimakamkan, Pangeran Bouw Hun Ki memanggil
semua kerabat keluarga istana dan para pejabat tinggi untuk
mengadakan persidangan di istana. Sebagai pejabat
sementara persidangan itu pun dipimpin oleh Pangeran Bouw
Hun Ki berunding dengan isterinya, kedua anaknya Bouw Kun
Liong dan Bouw Hwi Siang, dan dua orang murid Siauw-limpai
yang membantu mereka, yaitu Bu Kong Liang dan Gui
Siang Lin. Empat orang muda yang merasa kagum kepada Ciu
Thian Hwa dengan penuh semangat mengusulkan untuk
menyerbu rumah Pangeran Cu Kiong dan membebaskan Thian
Hwa. Akan tetapi Pangeran Bouw Hun Ki melarang mereka.
“Amat tidak bijaksana kalau kita melakukan hal itu.
Kekerasan itu bahkan akan melemahkan pihak kita di sidang
pengadilan, dan menguatkan kedudukan Pangeran Cu Kiong,”
katanya.
“Ayah kalian benar,” kata Bouw Hujin kepada dua orang
anaknya. “Kalau kita melakukan kekerasan membebaskan
Thian Hwa, hal itu amat merugikan. Pertama, Thian Hwa tentu
disembunyikan dan dijaga ketat sehingga tidak mudah untuk
membebaskannya. Kedua, kalau Thian Hwa sampai tertawan,
pasti ada orang sakti di pihak Pangeran Cu Kiong yang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menjaganya sehingga pembebasan itu tidak akan mudah
dilakukan. Ketiga, kalau kita berkeras membebaskannya, bisa
saja Pangeran Cu Kiong yang kejam itu malah langsung
membunuhnya. Masih ada lagi hal-hal penting lain, misalnya
Tek-pai yang dibawa Thian Hwa. Maka sebaiknya kita
menunggu sampai diadakannya persidangan di istana itu di
mana kita dapat melihat apa yang sesungguhnya dikehendaki
Pangeran Cu Kiong. Aku sendiri tetap tidak percaya bahwa
Thian Hwa membunuh Pangeran Leng Kok Cun. Bagaimana
mungkin demikian kebetulan, orang-orang Pangeran Leng
menyerbu ke sini dan ketika Thian Hwa pergi hendak
menangkap Pangeran Leng, di sana terdapat Pangeran Cu
Kiong? Tentu benar seperti dikatakan Adinda Pangeran Ciu
Wan Kong tadi. Puterinya itu tentu difitnah, dan sudah jelas
bahwa Thian Hwa tertawan dan dijadikan kambing hitam
sebagai pembunuh Pangeran Leng.”
“Akan tetapi, Ibu. Bagaimana mungkin Enci Thian Hwa
yang demikian tinggi ilmu silatnya dapat ditawan Pangeran Cu
Kiong?” tanya Bouw Hwi Siang penasaran.
“Seperti kukatakan tadi, Pangeran Cu Kiong agaknya
mempunyai pembantu yang amat lihai. Aku teringat sekarang
akan pemberitahuan dari Thian Bong Sianjin ketika dia
berkunjung ke rumah kita. Dia menceritakan bahwa Pangeran
Cu Kiong bersekutu dengan Wu Sam Kwi dan bahwa Raja
Muda Wu Sam Kwi mengirim dua orang yang sakti ke kota
raja.”
“Hemm, aku juga teringat, ketika aku datang melayat di
rumah Pangeran Leng, ada dua orang kakek yang aneh duduk
tidak jauh dari Pangeran Cu. Yang seorang bertubuh pendek
gendut berwajah kekanak-kanakan, berpakaian mewah,
sedangkan orang ke dua yang tampak tua sekali berpakaian
serba putih, tinggi kurus dan seperti mayat hidup. Agaknya
mereka itulah orang-orang sakti yang kini membantu
Pangeran Cu.”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
“Nah, kita perlu berhati-hati. Aku kira Pangeran Cu tidak
akan berani mengganggu Thian Hwa sebelum diadakan
persidangan di istana karena hal itu pasti membuat sebagian
besar pejabat tinggi menjadi marah. Semua orang tahu bahwa
Thian Hwa adalah pemegang Tek-pai, maka ia dihormati
semua orang. Padahal melihat rencananya menguasai tahta
kerajaan, Pangeran Cu Kiong membutuhkan simpati dan
dukungan para pejabat tinggi,” kata Pangeran Bouw dan
mendengar ini, hati mereka yang muda seperti Bouw Kun
Liong, Bouw Hwi Siang, Bu Kong Liang, dan Gui Siang Lin
menjadi lebih tenang.
(Oo-dwkz-jTn-oO)
“Hai, Paman Lu, sepagi ini engkau sudah bekerja di ladang
sambil bersenandung! Paman, jawablah, apakah Paman
merasa bahagia?” tanya seorang pemuda berpakaian serba
putih, berwajah tampan gagah, menggendong buntalan
pakaian yang memanjang, kepada seorang petani setengah
tua yang mencangkul di ladang.
“Bahagia? Apa sih bahagia itu?” jawab Si Petani, menunda
pekerjaannya dan memandang pemuda itu dengan heran.
“Semua orang mencari bahagia. Mengapa Paman malah
tidak mengerti apa bahagia itu?” pemuda itu bertanya heran.
“Lho, aku memang tidak mengenal dan bahkan tidak butuh
bahagia! Untuk apa sih? Apa kaumaksudkan bahagia itu
senang? Rasa hati senang, tidak susah? Yang penting bukan
mencari rasa senang, akan tetapi menyelidiki mengapa hati
tidak senang. Kalau hati merasa tidak senang kita lalu mencari
agar perasaan hati senang. Dalam keadaan hati tidak senang
mana mungkin mengubahnya menjadi rasa senang?”
“Hem, kalau begitu, bagaimana agar hati bisa senang,
Paman?”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
“Kukira tidak ada caranya mencari rasa senang itu, karena
perasaan itu muncul dengan sendirinya. Yang terpenting
adalah menghilangkan perasaan tidak senang atau susah itu.
Seperti orang sakit mencari sehat, mana mungkin? Yang
penting mencari tahu apa yang menyebabkan sakit itu dan
menghilangkannya. Orang sakit memang ingin sekali sehat.
Akan tetapi kalau orang tidak sakit, apakah membutuhkan
sehat? Kalau ada kelilip di mata, jangan mencari mata agar
nyaman, tapi cari dan buang kelilip itu.”
“Kalau begitu, engkau orang bahagia, Paman.” Pemuda itu
tertawa lalu pergi.
Dia itu Si Han Bu. Seperti kita ketahui, pemuda ini oleh
gurunya, Im Yang Sian-kouw, disuruh turun gunung
memanfaatkan semua ilmunya untuk berjuang menegakkan
kebenaran dan keadilan sebagai seorang pendekar silat. Selain
itu, juga Han Bu dipesan oleh gurunya yang dia hormati dan
sayangi seperti kepada ibunya sendiri, untuk mencari ayah
gurunya yang bernama Cui Sam, dan mencari puteri ibunya
yang belum sempat diberi nama karena ketika masih bayi
lenyap terbawa arus air Sungai Huang-ho yang sedang banjir.
Dia pun sudah mendengar semua riwayat gurunya dan tahu
bahwa gurunya dahulu menikah dengan seorang pangeran,
yaitu Pangeran Ciu Wan Kong di kota raja. Karena dia tidak
tahu di mana adanya Kakek Cui Sam yang menurut gurunya
berasal dari dusun Kia-jung di sebelah selatan Thian-cin, juga
sama sekali tidak tahu di mana adanya puteri gurunya yang
tanpa nama itu, dia mengambil keputusan untuk pergi saja ke
kota raja. Mencari Pangeran Ciu Wan Kong tentu jauh lebih
mudah! Apalagi Pangeran Ciu Wan Kong dalam keadaan sehat
ketika ditinggalkan oleh gurunya secara paksa, sedangkan
Kakek Cui Sam dan bayi itu terpisah dari gurunya dalam
keadaan terseret arus air dan sedikit sekali kemungkinan
masih hidup. Maka berangkatlah dia ke kota raja. Bukan
mustahil kalau Pangeran Ciu Wan Kong mengetahui di mana
adanya ayah mertua dan puterinya itu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Demikianlah, dengan menunggang kuda yang dibelinya di
jalan dan selalu diganti dan ditukar-tambahkan dengan kuda
baru kalau kudanya yang lama sudah terlalu letih, Si Han Bu
dapat tiba di kota raja dengan cepat.
Karena sejak kecil tinggal di puncak Bukit Kera dan paling
jauh dia pergi ke dusun-dusun di kaki pegunungan, maka
selama dalam perjalanan, kalau melewati kota besar, Han Bu
tiada hentinya mengagumi rumah-rumah tembok besar dan
toko-toko yang penuh dengan barang beraneka macam. Akan
tetapi begitu memasuki kota raja dia sering dibuat bengong
melihat keindahan gedung-gedung istana para pangeran,
bangsawan tinggi dan pejabat tinggi. Dia seperti seorang
pemuda dusun masuk kota raja, berjalan perlahan-lahan
menengok ke kanan kiri dengan bengong dan bingung.
Kudanya telah dia jual ketika memasuki pintu gerbang kota
raja. Selain kuda itu sudah terlalu letih, juga dia tidak merasa
perlu menunggang kuda dalam kota raja.
Orang-orang yang bertemu dengannya tidak menaruh
perhatian. Dia adalah seorang pemuda tinggi besar gagah dan
tampan. Pakaiannya serba putih dengan sedikit garis dan
kembang biru, akan tetapi potongan baju itu biasa saja
sehingga tidak mencolok. Dia menggendong buntalan pakaian
yang agak memanjang karena dia menyembunyikan
pedangnya dalam buntalan pakaian pula. Gurunya
memberitahu bahwa kini pemerintah melarang orang
membawa senjata, maka dia harus menyembunyikan
pedangnya itu dalam buntalan.
Ketika matanya melihat papan nama dengan tulisan besar
SIN AN LIKOAN (Penginapan Sin An), dia berhenti melangkah.
Sebuah rumah penginapan yang tampaknya tidak begitu besar
namun cukup teratur rapi dan bersih. Tentu tidak terlalu
mahal, pikirnya. Hari sudah sore dan lebih baik kalau lebih
dulu mendapatkan sebuah kamar, pikirnya. Dia lalu memasuki
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
rumah penginapan itu dan seorang pelayan berusia sekitar
tiga puluh tahun menyambutnya.
“Kongcu (Tuan Muda) hendak menyewa kamar?” tegurnya
dengan sikap kurang acuh.
“Benar, aku ingin menyewa sebuah kamar.”
“Untuk Kongcu sendiri atau...?”
“Sendiri, tentu saja.”
“Kongcu, malam ini dingin sekali. Apakah tidak sebaiknya
kalau saya carikan teman?”
Han Bu memandang heran. “Teman? Apa maksudmu? Aku
tidak ingin sekamar dengan tamu laki-laki yang tidak kukenal.”
“Aih, Kongcu. Tentu saja bukan laki-laki. Ada gadis-gadis
manis, Kongcu boleh pilih....”
Han Bu mengerutkan alisnya. Dia tidak mengerti akan
tetapi merasa tak senang. Bagaimana mungkin ada orang
menawarkan gadis untuk menemaninya dalam kamar?
“Eh, sobat, apakah engkau mabok? Atau agak begini,
barangkali?” Han Bu menaruh jari telunjuknya melintang di
depan dahi, yang biasanya digunakan orang untuk
menandakan bahwa orang itu otaknya miring alias gila.
Pelayan itu melototkan matanya. Akan tetapi pada saat itu
muncul seorang laki-laki berpakaian mewah seperti pakaian
seorang hartawan. Usianya sekitar empat puluh tahun,
mukanya hitam akan tetapi agaknya dia mencoba untuk
mengurangi kehitamannya dengan bedak!
“Aih, selamat sore, Loya!” pelayan itu menyambut sambil
membungkuk-bungkuk penuh hormat dan Han Bu hampir
tertawa karena sikap pelayan itu seperti seekor anjing yang
menyambut tuannya dengan mengibas-ngibaskan ekornya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tamu itu mengerling kepada Han Bu dengan sikap
congkak, lalu berkata kepada pelayan itu dengan nada
memerintah. “He, Lo Kaw, persiapkan untukku kamar besar,
sediakan santapan malam yang paling mewah lalu panggil A
Bwe dan A Mei untuk melayaniku semalam. Setelah itu jangan
ada yang ganggu aku, aku hendak bersenang-senang malam
ini!”
“Ah, baik... baik, Loya. Silakan, kamar besar sudah siap
untuk Loya pakai sewaktu-waktu.” Sambil berbongkokbongkok
pelayan itu mengikuti tamu itu masuk. Setelah tiba di
pintu dia agaknya teringat kepada Han Bu lalu menoleh dan
berkata perlahan.
“Orang muda, kautunggu sebentar di sini, aku melayani
dulu Loya ini.”
Han Bu merasa mendongkol sekali. Dia melihat hal-hal
aneh yang membuatnya merasa heran akan tetapi juga
penasaran dan dongkol. Sejak memasuki kota raja, dia
menyaksikan hal-hal yang amat menyakitkan hati. Rumahrumah
gedung bertingkat mewah dan dari gang-gang sempit
dia dapat melihat rumah-rumah seperti gubuk kumuh di
belakang gedung-gedung itu. Juga gubuk-gubuk kumuh di tepi
sungai dan di bawah jembatan-jembatan, jelas merupakan
tempat tinggal mereka yang hidup di bawah garis kemiskinan.
Dan di depan gubuk-gubuk itu menjulang tinggi dan besar
gedung-gedung yang seperti istana yang hanya dapat dimiliki
oleh mereka yang hidupnya berada di atas garis kaya, bahkan
berlebihan. Gedung-gedung seperti itu adalah milik para
bangsawan dan hartawan. Juga dia melihat orang-orang yang
berkereta indah, berkuda besar, berpakaian mewah sekali, di
samping orang-orang berpakaian lusuh dan bahkan terdapat
pula para pengemis dengan pakaian butut penuh tambalan.
Dia merasa heran sekali. Di dusun-dusun daerah pegunungan
tempat tinggal gurunya, orang-orang berpakaian sederhana,
namun tidaklah butut penuh tambal-tambalan. Juga rumahTiraikasih
Website http://kangzusi.com/
rumah di dusun, tidak ada yang demikian mewah, akan tetapi
juga tidak ada yang demikian kumuh dari kotor. Perbedaan
antara si kaya dan si miskin di kota raja ini demikian jauh
seperti langit dengan bumi! Dan kini dia melihat keanehan lain
lagi. Pelayan yang menjilat-jilat tamu kaya dan memandang
rendah tamu miskin, bahkan gadis-gadis yang ditawarkan
untuk melayani tamu laki-laki! Ah, agaknya segala sesuatu
bisa didapatkan dengan uang di tempat ini! Dia bergidik lalu
cepat meninggalkan rumah penginapan itu.
Akhirnya dia menemukan rumah penginapan merangkap
rumah makan yang sederhana. Pelayannya juga sopan,
seorang laki-laki setengah tua berusia lima puluhan yang
mengantarnya ke sebuah kamar yang sederhana namun
cukup bersih.
“Tuan Muda, engkau tentu datang dari tempat jauh.
Engkau membawa buntalan pakaian, kelihatan letih dan
pakaianmu penuh debu,” kata pelayan itu setelah membawa
Han Bu memasuki sebuah kamar.
“Benar, Paman. Aku ingin mandi kemudian makan, bisakah
aku memesan makan di kamar ini? Aku letih dan lapar sekali.”
JILID XI
PELAYAN itu tersenyum mengangguk-angguk. “Tentu saja
bisa, Kongcu. Makanan apa yang harus saya sediakan dan
antarkan ke sini?”
“Nasi dengan masakan sayur dua macam saja untuk dua
orang, Paman.”
Pelayan itu mengerutkan alisnya. “Untuk dua orang?
Kongcu membawa teman?”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
“Ah, tidak, Paman. Aku hanya seorang diri.”
“Akan tetapi mengapa makanannya untuk dua orang? Ah,
saya mengerti! Maafkan saya, Kongcu, tentu Kongcu letih dan
lapar sekali sehingga perlu makan lebih banyak dari biasanya.”
Han Bu tertawa. Suara tawanya demikian riang gembira
sehingga pelayan itu tak dapat menahan diri dan ikut pula
tertawa. Mereka berdua tertawa akan tetapi dengan sebab
yang berlainan. Kakek pelayan itu tertawa karena merasa lucu
akan keadaan pemuda itu yang gembul dan karena
dugaannya tepat. Akan tetapi Han Bu tertawa karena merasa
lucu mendengar dugaan pelayan itu ngawur.
“Bukan begitu, Paman. Aku makan biasa saja, pesananku
itu memang untuk dimakan dua orang.”
“Tapi Kongcu tadi bilang tidak membawa teman?”
“Temannya adalah engkau, Paman. Aku mengundang
Paman makan bersamaku karena aku ingin makan sambil
bercakap-cakap. Maukah, engkau, Paman?”
Belum pernah selama belasan tahun menjadi pelayan di
situ dia mengalami hal seperti ini. Diajak makan oleh tamunya!
Kembali pelayan itu mengangguk-angguk seperti ayam makan
beras.
“Tentu saya merasa terhormat dan senang sekali, Kongcu.
Masakannya tadi dua macam sayuran? Apakah Kongcu sedang
melaksanakan Ciak-jai (vegetarian)?”
“Tidak juga, Paman. Hanya aku sudah terbiasa makan
sayur-sayuran, jarang makan daging sehingga aku tidak
begitu suka. Kalau sedikit saja bolehlah.”
“Bagus, bagus sekali! Pantas Kongcu bersikap begini
lembut namun gembira, kiranya seorang yang hidupnya
bersih. Tentu tidak minum arak pula, bukan?”
“Minum juga, akan tetapi tidak sampai mabok, Paman.”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
“Baik, Kongcu. Sekarang mandilah, saya akan
mempersiapkan pesananmu.” Setelah berkata demikian,
dengan wajah berseri pelayan itu pergi meninggalkan kamar.
Baru sekarang dia merasa senang berhadapan dengan
seorang tamu yang sikapnya demikian akrab dan baik.
Biasanya, para tamu bersikap angkuh dan memandang rendah
para pelayan.
Setelah mandi dan bertukar pakaian, tak lama kemudian
pelayan tadi datang membawakan makanan yang dipesan Han
Bu. Mereka segera makan minum dengan gembira karena Han
Bu bicara dengan jenaka dan lucu. Dia mau pula minum arak
yang dituangkan pelayan itu ke dalam cawannya, akan tetapi
hanya mau minum dua cawan saja. Setelah makan minum,
Han Bu mengajak pelayan itu bercakap-cakap. Karena
sesungguhnya itulah yang dikehendaki pemuda ini. Dia ingin
mencari keterangan tentang Pangeran Ciu Wan Kong dari
kakek pelayan ini.
“Paman, tadi Paman mengatakan bahwa sejak kecil tinggal
di kota raja. Tentu Paman mengetahui segala yang terjadi di
kota raja dan tahu pula akan para pangeran yang berada di
sini. Nah, aku ingin tahu, apakah Paman mengetahui adanya
seorang pangeran bernama Pangeran Ciu Wan Kong?”
“Wah, tentu saja, Kongcu. Dia itu orangnya begini!” Dia
mengacungkan jempolnya. “Tidak seperti bangsawan lain.
Pangeran Ciu itu sikapnya halus, tidak suka menghina kaum
kecil yang melarat, juga suka menolong mereka yang
membutuhkan pertolongan dan berani minta kepadanya. Eh,
Kongcu, mengapa Kongcu bertanya tentang beliau? Apa
hubungan Kongcu dengan beliau?” Pelayan itu memandang
dengan alis berkerut.
“Hei, Paman! Mengapa tiba-tiba Paman memandangku
seperti itu? Aku tidak berniat jahat!”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
“Maaf, Kongcu. Sekarang ini jaman gila, apalagi para
pembesar dan bangsawan itu agaknya sedang dilanda wabah
penyakit gila.”
“Kenapa Paman berkata begitu?”
“Habis, banyak kejadian-kejadian aneh dan gila. Maka saya
menjadi curiga ketika Kongcu menanyakan Pangeran Ciu Wan
Kong, takut kalau-kalau Kongcu juga memusuhinya.”
Han Bu cukup cerdik. Melihat betapa pelayan ini memujimuji
kebaikan hati Pangeran Ciu Wan Kong, tentu saja dia pun
harus memperlihatkan sikap baik terhadap pangeran itu.
“Jangan curiga, Paman. Aku mempunyai seorang guru yang
menjadi sahabat baik Pangeran Ciu Wan Kong dan sebelum
aku menghadapnya untuk menyampaikan salam dari guruku,
aku lebih dulu ingin mengetahui keadaannya.”
“Hemm, bagus kalau begitu. Seperti saya katakan tadi,
para bangsawan tinggi itu sedang dilanda penyakit gila.
Terjadi saling permusuhan di antara para pangeran. Apalagi
setelah Sribaginda Kaisar tewas dibunuh orang jahat,
keadaannya menjadi semakin kacau dan sungguh kasihan
sekali nasib Pangeran Ciu Wan Kong yang baik hati....”
Diam-diam Han Bu terkejut. Kaisar dibunuh orang? “Aih,
aku baru datang di kota raja ini, Paman, dan tidak tahu sama
sekali tentang semua itu. Maukah Paman menceritakan
kepadaku?”
“Sribaginda Kaisar tewas dibunuh orang jahat. Beliau
meninggalkan wasiat, mengangkat Putera Mahkota menjadi
penggantinya. Dan terjadilah kekacauan itu. Mula-mula
gedung tempat tinggal Pangeran Bouw Hun Ki, oaman yang
melindungi Putera Mahkota, diserbu penjahat akan tetapi
semua penjahat dapat ditumpas. Pangeran Bouw Hun Ki
memang mempunyai isteri dan putera-puteri yang amat lihai,
apalagi mereka dibantu oleh Huang-ho Sian-li yang sakti!”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
“Huang-ho Sian-li? Siapakah itu, Paman?”
“Aih, Kongcu belum mendengar namanya yang terkenal
sebagai seorang pendekar yang amat hebat? Pendekar wanita
itu berjasa kepada Sribaginda Kaisar, bahkan ia diberi Tek-pai
dan ia yang ikut melindungi Pangeran Mahkota. Ia seorang
gadis pendekar yang selain cantik jelita, juga amat gagah
perkasa. Ia masih keponakan Sribaginda Kaisar sendiri karena
ia adalah puteri tunggal dari Pangeran Ciu Wan Kong.”
Kalau saja pelayan itu memperhatikan, tentu dia akan
melihat perubahan muka pemuda itu. Han Bu merasa betapa
jantungnya berdebar dengan tegang. Dia mulai mendengar
berita tentang Pangeran Ciu Wan Kong, suami gurunya dan
sekarang malah berita tentang puteri tunggal Pangeran Ciu
Wan Kong, berarti puteri gurunya! Ingin sekali dia bertanya
lebih dan mendesak keterangan pelayan yang ramah itu, akan
tetapi dia takut kalau desakan itu akan menimbulkan
kecurigaan sehingga akibatnya malah pelayan itu tidak mau
bercerita sama sekali. Maka dia bertanya dengan suara sambil
lalu.
“Apa yang terjadi kemudian, Paman? Sebagai seorang yang
baru datang, ceritamu sungguh menarik sekali.”
“Ah, sungguh menyedihkan dan membingungkan, Kongcu.
Telah terjadi hal yang sama sekali tidak disangka orang dan
yang amat membingungkan. Baru-baru ini, terdengar berita
bahwa Huang-ho Sian-li kini ditangkap dan akan diajukan ke
dalam sidang pengadilan kerajaan.”
“Ah, kenapa, Paman? Bukankah ia dianugerahi Tek-pai dan
berjasa besar kepada kerajaan seperti kauceritakan tadi?” Han
Bu benar-benar merasa heran dan terkejut. “Mengapa ia
ditangkap? Apa kesalahannya?”
“Kabarnya Huang-ho Sian-li telah membunuh Pangeran
Leng, yaitu seorang putera kaisar yang paling tua.”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
“Hemm, aneh sekali. Mengapa ia malah membunuh
seorang pangeran?”
Pelayan itu menoleh ke kanan kiri, lalu berbisik lirih. “Kami
tidak heran kalau Pangeran Leng Kok Cun dibunuh karena dia
memang terkenal seorang pangeran yang jahat dan suka
bergaul dengan orang-orang sesat. Kalau benar-benar Huangho
Sian-li membunuhnya, saya yakin tentu pendekar wanita
itu mempunyai alasan yang kuat!”
“Apakah ia benar-benar membunuhnya?”
Pelayan itu menghela napas panjang. “Agaknya tidak bisa
disangkal lagi karena setelah membunuh Pangeran Leng,
Huang-ho Sian-li ditangkap oleh Pangeran Cu Kiong di tempat
itu, dengan mengerahkan banyak anak buahnya yang terdiri
dari orang-orang sesat yang kabarnya menjadi saksi. Akan
tetapi rakyat juga tidak merasa heran seandainya Huang-ho
Sian-li benar-benar membunuh Pangeran Leng Kok Cun,
karena semua orang mengetahui bahwa yang menjadi sumber
keributan adalah Pangeran Leng Kok Cun dan Pangeran Cu
Kiong. Kabar angin mengatakan bahwa dua orang pangeran
itu diam-diam bersaing untuk menjadi kaisar menggantikan
ayah mereka.”
“Paman, lalu bagaimana dengan Pangeran Ciu Wan Kong?
Guruku memesan agar aku menyampaikan salam kepadanya.
Akan tetapi kini ada urusan menyangkut puterinya. Siapa saja
yang berada di istananya sekarang? Isterinya atau keluarga
lain?” Han Bu memancing.
Pelayan itu menggelengkan kepalanya. “Saya hanya
seorang kecil, Kongcu, tidak mengetahui akan keadaan para
bangsawan besar seperti para pangeran itu. Hanya menurut
kabar, Pangeran Ciu Wan Kong tidak pernah menikah, tidak
mempunyai isteri. Kemudian, tahu-tahu orang mengabarkan
bahwa dia mempunyai seorang puteri yang terkenal dengan
julukan Huang-ho Sian-li.”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
“Paman, menurut keterangan guruku, katanya dahulu
Pangeran Ciu Wan Kong mempunyai seorang pelayan
bernama Cui Sam, benarkah itu?”
“Saya tidak tahu, Kongcu.”
Keterangan itu cukup bagi Han Bu. Malam itu dia pergi
berjalan-jalan dan sengaja dia melewati depan gedung tempat
tinggal Pangeran Ciu Wan Kong, juga dia melewati gedung
tempat tinggal Pangeran Leng Kok Cun yang kelihatan sepi,
lalu melewati gedung tempat tinggal Pangeran Cu Kiong yang
terjaga ketat dan nampak menyeramkan.
(o-dwkz-jTn-o)
Pada keesokan harinya, setelah matahari naik tinggi, Han
Bu berkunjung ke gedung Pangeran Ciu Wan Kong. Empat
orang prajurit yang berjaga di depan pintu gerbang, bertanya
siapa dia dan ada keperluan apa datang ke tempat itu. Melihat
sikap empat orang prajurit itu sopan dan tegas namun tidak
sombong, Han Bu merasa senang. Sikap anak buah itu dengan
sendirinya mencerminkan watak atasannya. Pangeran Ciu Wan
Kong sudah pasti seorang yang bijaksana maka para
prajuritnya yang menjaga di luar gedungnya bersikap
demikian sopan.
“Harap dilaporkan kepada Pangeran Ciu Wan Kong bahwa
saya, Si Han Bu, mohon untuk menghadap beliau untuk
menyampaikan salam dan pesan dari guru saya yang dahulu
menjadi sahabat baik Pangeran Ciu Wan Kong,” katanya.
Kepala jaga itu, seorang prajurit yang usianya sekitar
empat puluh tahun, mengamati keadaan pemuda itu penuh
perhatian. Dia melihat seorang pemuda yang berusia sekitar
dua puluh dua tahun, tinggi besar, gagah dan tampan,
berpakaian serba putih dan sikapnya sopan, wajahnya juga
membayangkan kejujuran, kelembutan namun gagah.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
“Orang muda, lebih dulu engkau harus memperkenalkan
siapa gurumu yang menjadi sahabat Pangeran dan di mana
tempat tinggalnya.”
“Guruku adalah kenalan lama Pangeran Ciu, namanya
adalah Im Yang Sian-kouw yang bertapa di Beng-san.”
“Baiklah, harap tunggu sebentar akan kami laporkan ke
dalam,” kata kepala jaga yang lalu masuk ke dalam gedung.
Tak lama kemudian dia sudah kembali lagi dan berkata
dengan suara dan sikap sungguh-sungguh.
“Pangeran Ciu mengatakan bahwa beliau tidak pernah
mendengar namamu dan nama gurumu, akan tetapi beliau
ingin mendengar apa yang hendak engkau sampaikan itu.
Engkau diperkenankan masuk, akan tetapi, orang muda, kami
harap engkau suka meninggalkan pedangmu di s ini. Ini sudah
merupakan peraturan bagi tamu yang belum dikenal.”
Karena permintaan itu sopan dan masuk akal, Han Bu lalu
melepaskan ikatan sarung pedangnya Im-yang-kiam dan
menyerahkan pedang berikut sarungnya kepada para prajurit.
Kemudian dia mengikuti kepala jaga memasuki gedung, di
mana dia diterima menghadap Pangeran Ciu Wan Kong di
ruangan tamu.
Pada saat itu, Pangeran Ciu Wan Kong sedang berada
dalam keadaan risau dan bingung karena puterinya, Ciu Thian
Hwa, ditawan Pangeran Cu Kiong, dituduh membunuh
Pangeran Leng Kok Cun dan Pangeran Cu Kiong bersikeras
menghadapkan Ciu Thian Hwa ke depan pengadilan agung di
istana. Memang dia tidak merasa putus asa, karena masih
banyak bangsawan tinggi dan berpengaruh yang berpihak
kepada Thian Hwa dan siap menolong, seperti Pangeran Bouw
Hun Ki dan lain-lain. Akan tetapi tetap saja dia merasa
khawatir karena dia tahu benar bahwa Pangeran Cu Kiong
mendendam dan membenci Thian Hwa yang selalu
menentangnya. Tentu pangeran itu akan berusaha untuk
mencelakai Thian Hwa. Dalam keadaan seperti itu, ketika
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
penjaga melaporkan bahwa ada seorang tamu, murid Im Yang
Sian-kouw yang katanya merupakan sahabat baiknya, hendak
menghadap, dia segera mengabulkannya. Kunjungan teman
mana pun, walau dia merasa tidak mengenal nama itu,
merupakan hiburan baginya.
Setelah Han Bu memasuki ruangan dan memberi hormat
dengan merangkap kedua tangan depan dada lalu
membungkuk di depan Pangeran Ciu Wan Kong, pangeran itu
memberi isyarat kepada pengawal untuk keluar dari ruangan
itu. Para pengawal itu menanti dan menjaga di luar ruangan.
Gedung Pangeran Ciu Wan Kong sekarang mempunyai
sepasukan pengawal yang tidak berapa banyak, dan hal ini
adalah kehendak Thian Hwa yang ingin menjaga keamanan
gedung ayahnya mengingat bahwa di luar terdapat banyak
orang jahat yang diam-diam memusuhi ayahnya.
“Orang muda, silakan duduk,” kata Pangeran Ciu Wan
Kong.
Han Bu duduk di atas sebuah bangku di depan pangeran itu
dan mereka saling pandang. Han Bu melihat bahwa pangeran
itu adalah seorang laki-laki berusia sekitar lima puluh tahun
lebih, bertubuh tinggi sedang, wajahnya masih tampak
tampan walaupun pada saat itu sinar matanya redup dan
wajahnya tampak muram. Pakaiannya tidak terlalu mewah
seperti para pangeran lainnya, namun rapi dan bersih.
Sebaliknya, Pangeran Ciu Wan Kong merasa suka melihat
pemuda yang berwajah lembut dan cerah ini.
“Orang muda, siapakah engkau dan siapa pula gurumu
yang bernama Im Yang Sian-kouw yang mengaku mengenalku
itu? Aku sungguh tidak ingat pernah mengenal nama itu.”
Han Bu merasa terharu. Jadi inikah suami gurunya yang
sebetulnya amat mencinta gurunya namun yang terlalu lemah
sehingga tidak mampu menolak kehendak orang tua agar dia
berpisah dari Cui Eng yang sudah menjadi isterinya dan
melahirkan seorang anak perempuan? Akan tetapi dia masih
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
merasa penasaran karena hati pemuda ini merasa sakit kalau
dia memikirkan betapa gurunya yang baru saja melahirkan
diusir dari rumah ini. Biarpun hal itu dilakukan orang tua
Pangeran Ciu Wan Kong, namun pangeran ini sama sekali
tidak membela isterinya yang katanya dicintanya, juga tidak
membela puteri kandungnya sendiri.
“Begini, Pangeran. Sesungguhnya, saya adalah murid Im
Yang Sian-kouw dan Subo mengutus saya untuk menghadap
Pangeran. Subo mengetahui akan seorang wanita she Cui
yang pernah bekerja di gedung ini bersama ayahnya yang
bernama Cui Sam.”
Pangeran Ciu Wan Kong melompat bangkit berdiri, matanya
terbelalak. “Kaumaksudkan... Cui... Cui Eng...? Benarkah? Ia
masih hidup? Ahh... di mana ia... di mana...?”
Melihat ini, Han Bu semakin terharu. Tak dapat disangsikan
lagi, pangeran ini mencinta subonya, masih mencinta isterinya
yang diusir orang tuanya itu.
“Nanti dulu, Pangeran. Subo pesan kepada saya bahwa
saya harus yakin dulu sebelum menceritakan tentang wanita
she Cui yang dikenal Subo itu.”
Ciu Wan Kong lalu bertepuk tangan tiga kali. Dua orang
pengawal muncul dari pintu dan pangeran itu berseru, “Cepat
undang Cui Loya (Tuan Tua Cui) ke sini, cepat!”
Dua orang pengawal itu berlari keluar dan tak lama
kemudian seorang kakek berusia sekitar enam puluh tujuh
tahun memasuki ruangan itu dengan tergesa-gesa.
“Engkau memanggilku, Pangeran? Ada urusan apakah?
Bagaimana dengan Thian Hwa?”
“Duduklah, Gak-hu (Ayah Mertua). Perkenalkan, pemuda ini
adalah... adalah... siapa namamu, orang muda?”
“Nama saya Si Han Bu.”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
“Si Han Bu ini mengaku murid seorang bernama Im Yang
Sian-kouw dan katanya gurunya itu mengenal dan mengetahui
di mana adanya Cui Eng....”
“Ahh...! Benarkah, orang muda? Di manakah adanya
anakku Cui Eng...?” Cui Sam bertanya dengan suara
menggetar penuh harapan dan keharuan.
“Ya, katakanlah, Si Han Bu. Di mana adanya Cui Eng
sekarang?” tanya Pangeran Ciu Wan Kong.
“Nanti dulu, Pangeran. Subo memesan kepada saya agar
lebih dulu yakin apakah saya berada di alamat yang benar.
Subo sudah mendengar apa yang diceritakan oleh wanita she
Cui itu apa yang terjadi dengan dirinya di sini. Maka, harap
Paduka menceritakan lebih dulu apa hubungan wanita she Cui
itu dengan Paduka dan apakah benar bahwa Kakek ini adalah
ayahnya.”
Pangeran Ciu Wan Kong menghela napas panjang. Dia lalu
menceritakan tentang Cui Eng dan ayahnya, Cui Sam yang
tadinya bekerja sebagai pelayan di rumah keluarga orang
tuanya. Betapa kemudian terjalin hubungan cinta antara dia
dan Cui Eng sampai Cui Eng mengandung dan melahirkan
seorang anak perempuan. Akan tetapi orang tuanya tidak
setuju bahkan mengusir Cui Eng tanpa dia dapat berbuat
sesuatu. Cui Sam dan Cui Eng yang membawa bayinya yang
belum diberi nama pergi meninggalkan gedung itu. Kemudian
muncul Ciu Thian Hwa yang berjuluk Huang-ho Sian-li, yang
ternyata adalah anaknya, bayi yang dulu dibawa pergi Cui
Eng. Ketika menceritakan ini semua, kedua mata Pangeran Ciu
Wan Kong menjadi basah air mata.
“Aku telah dapat berkumpul kembali dengan ayah
mertuaku dan puteriku, akan tetapi... selama ini kukira bahwa
Cui Eng, isteriku tercinta itu... telah tewas hanyut di air Sungai
Kuning. Akan tetapi, kini engkau muncul, Si Han Bu, dan
menceritakan bahwa gurumu mengetahui di mana Cui Eng
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
berada. Aih, kalau saja hal ini sungguh benar... alangkah
bahagia hatiku....” Pangeran itu menangis.
“Semua yang diceritakan Pangeran Ciu Wan Kong ini
memang benar, orang muda. Aku sebagai ayah kandung Cui
Eng menjadi saksinya. Kasihan mantuku ini, biarpun engkau
membawa berita dan harapan yang membahagiakan, tetap
saja dia berada dalam kedukaan dan kekhawatiran besar
karena puterinya, cucuku Ciu Thian Hwa, Huang-ho Sian-li,
kini menjadi tahanan Pangeran Cu Kiong yang jahat....”
Pangeran Ciu Wan Kong dapat mengatasi kesedihannya
dan dia menceritakan apa yang terjadi dengan diri Thian Hwa
yang difitnah membunuh Pangeran Leng Kok Cun.
“Sekarang ceritakan, Si Han Bu, di mana adanya Cui Eng?
Aku akan segera pergi menjemputnya bersama ayah
mertuaku,” kata Pangeran Ciu Wan Kong.
“Benar, orang muda. Di mana sekarang anakku Cui Eng
tinggal? Kami ingin segera menemuinya!” kata pula Cui Sam.
Han Bu menghela napas panjang. “Pangeran, saya tidak
diberi tahu di mana adanya wanita bernama Cui Eng itu.
Hanya Subo yang mengetahuinya. Karena itu, sebaiknya
Pangeran bertanya sendiri kepadanya kelak kalau Subo datang
ke kota raja seperti yang beliau janjikan. Sekarang, yang
terpenting adalah urusan mengenai puterimu. Saya akan
mencoba untuk menyelidiki, kalau mungkin saya akan
membebaskannya.”
“Akan tetapi hal itu tidaklah mudah, Han Bu. Pangeran Cu
Kiong itu mempunyai banyak sekali pembantu yang amat lihai,
kedudukannya kuat sekali karena dia adalah putera Kakanda
Kaisar Shun Chi. Kiranya amat sukar untuk membebaskan
Thian Hwa, kecuali melalui pengadilan di mana banyak
pejabat tinggi tentu akan membela Thian Hwa.”
“Jangan khawatir, Pangeran. Saya akan dapat menjaga
diri.”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Pangeran Ciu Wan Kong mencoba untuk menahan Si Han
Bu dan menganjurkan pemuda itu bermalam dan tinggal di
gedungnya, akan tetapi Han Bu menolak dan akan merasa
lebih bebas kalau tinggal di rumah penginapan. Dia lalu
berpamit dan menjanjikan untuk memberitahu kepada
gurunya tentang keadaan Pangeran Ciu Wan Kong dan Ciu
Thian Hwa, juga tentang Kakek Cui Sam.
(o-dwkz-jTn-o)
Para pejabat tinggi yang terpenting, para pangeran dan
keluarga kerajaan hadir dalam ruangan persidangan istana
yang amat luas itu. Mereka semua datang untuk menyaksikan
persidangan yang akan mengadili Ciu Thian Hwa atau Huangho
Sian-li yang dituduh telah membunuh Pangeran Leng Kok
Cun.
Di antara sekian banyaknya pejabat tinggi dan para
keluarga kerajaan, terbagi menjadi tiga bagian. Sebagian dari
mereka adalah orang-orang yang tidak memihak sana sini,
hanya ingin melihat keadilan ditegakkan dalam persidangan
itu. Ada pula sebagian dari mereka yang mendukung Pangeran
Cu Kiong dan menyalahkan Huang-ho Sian-li yang membunuh
Pangeran Leng Kok Cun. Selebihnya adalah mereka yang setia
kepada Kaisar dan yang diam-diam tidak percaya bahwa
Huang-ho Sian-li Ciu Thian Hwa membunuh Pangeran Leng
Kok Cun. Di antara mereka ini tentu saja terdapat Putera
Mahkota Kang Shi sendiri, Pangeran Bouw Hun Ki dan para
pendekar yang membela Pangeran Mahkota, juga para
panglima dan pejabat tinggi yang setia kepada kaisar dan
karena mereka semua menghargai Ciu Thian Hwa sebagai
pemegang Tek-pai, maka tentu saja mereka berpihak kepada
Huang-ho Sian-li.
Pangeran Bouw Hun Ki yang dalam sidang yang lalu telah
diangkat dan ditetapkan menjadi pendamping dan wakil calon
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kaisar yang masih muda dan kini menjadi pemimpin sidang,
datang lebih dulu dalam ruangan persidangan yang luas itu.
Akhirnya Pangeran Cu Kiong dan rombongannya yang telah
ditunggu-tunggu datang ke rumah persidangan. Semua orang
memperhatikan. Pangeran yang masih muda dan berpakaian
mewah ini diiringkan para “pengawal” yaitu Si Tinggi Kurus
Thio Kwan, Si Gemuk Pendek Yu Kok Lun, Ang-mo Niocu Yi
Hong yang cantik dan genit, lalu ikut pula gurunya yaitu Lam
Hai Cin-jin Datuk Selatan yang amat lihai itu.
Pangeran Bouw Hun Ki dan para pendukungnya
mengerutkan alis karena mereka tidak melihat Pangeran Cu
Kiong membawa tawanannya, yaitu Huang-ho Sian-li Ciu
Thian Hwa yang akan diadili dalam persidangan itu. Suasana
menjadi ribut karena hampir semua orang bertanya-tanya
mengapa gadis yang akan diadili itu tidak dihadirkan di situ.
Diam-diam muncul perasaan khawatir dalam hati Pangeran
Bouw Hun Ki, terutama dalam hati Pangeran Ciu Wan Kong
karena timbul dugaan jangan-jangan puterinya mengalami
kecelakaan. Siapa tahu Pangeran Cu Kiong yang curang dan
jahat itu diam-diam membunuhnya! Ketika dia membisikkan
kekhawatirannya ini kepada Pangeran Bouw Hun Ki, pangeran
itu menggelengkan kepala dan berkata lirih.
“Harap tenang, Adinda Pangeran Ciu. Kuyakin Pangeran Cu
Kiong tidak akan begitu bodoh melakukan hal itu karena
semua pejabat pasti akan menentang kebodohan itu.”
Setelah semua orang berkumpul, Pangeran Bouw Hun Ki
sebagai pimpinan sidang dan sudah duduk di belakang meja
pimpinan, bangkit berdiri dan mengangkat kedua tangannya
memberi isyarat kepada semua yang hadir agar berdiam diri.
Pangeran Kang Shi yang berusia sepuluh tahun itu duduk
dengan tenangnya di sebelah kanan Pangeran Bouw Hun Ki.
Biarpun usianya baru sepuluh tahun lebih, namun calon kaisar
ini tampak anggun dan berwibawa, wajahnya serius ketika dia
memandang kepada semua orang yang hadir di situ.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Setelah semua orang berdiam diri dan suasana menjadi
tenang Pangeran Bouw Hun Ki berkata dengan nyaring. “Cu-wi
(Anda Sekalian) yang terhormat, atas nama Paduka Pangeran
Mahkota, kami mengucapkan selamat datang dan menyatakan
bahwa persidangan ini dibuka! Akan tetapi sebelum
persidangan dimulai, kami minta kepada Pangeran Cu Kiong
sebagai penuntut agar menghadirkan terdakwa Ciu Thian Hwa
alias Huang-ho Sian-li di ruangan persidangan ini!”
Pangeran Cu Kiong bangkit berdiri dan suasana menjadi
sunyi karena mereka semua ingin sekali mendengarkan apa
yang akan diucapkan pangeran muda itu.
“Kami sengaja menahan terdakwa dan tidak
menghadirkannya di sini. Kami harap sidang pengadilan ini
dapat dimulai tanpa hadirnya terdakwa. Cukup dibicarakan
dan dihadirkan saksi-saksi untuk menentukan kesalahan dan
dosa yang telah dilakukan terdakwa yang telah membunuh
Kakanda Pangeran Leng Kok Cun secara kejam!”
Kembali terdengar para hadirin bicara sendiri memberi
tanggapan atas ucapan Pangeran Cu Kiong sehingga
suasananya menjadi riuh kembali. Pangeran Bouw Hun Ki
mendiamkannya keadaan itu sejenak, lalu dia bangkit lagi dan
mengangkat kedua tangan ke atas.
“Harap Cu-wi tenang. Kami hendak bertanya kepada
Pangeran Cu Kiong sebagai pendakwa, bagaimana mungkin
mengadili seorang terdakwa tanpa menghadirkan terdakwa itu
ke dalam sidang pengadilan?”
“Kenapa tidak bisa? Kesalahan terdakwa Huang-ho Sian-li
sudah jelas, buktinya sudah ada yaitu kematian Kakanda
Pangeran Leng Kok Cun dan saksinya juga banyak. Ada saya
sendiri yang menyaksikan dan para pengawal saya, bahkan
semua keluarga dan penghuni rumah Kakanda Leng Kok Cun
juga menjadi saksi. Saya tidak merasa perlu menghadirkan
terdakwa ke sini karena mengingat bahwa ia adalah seorang
yang berbahaya sekali, liar dan ganas. Saya tidak ingin melihat
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
ia memberontak dan dapat melepaskan diri di tempat ini.
Melihat cara ia membunuh Kakanda Pangeran Leng, kami
bahkan berkesimpulan bahwa dahulu yang membunuh
Ayahanda Kaisar juga wanita itu!”
“Bohong besar!” Pangeran Ciu Wan Kong berseru nyaring.
“Anakku Ciu Thian Hwa malah menyelamatkan Kakanda Kaisar
dari serangan penjahat sehingga anakku diberi anugerah Tekpai
oleh mendiang Kakanda Kaisar. Ia bukan pembunuh!”
“Hemm, mungkin saja Ayahanda Kaisar dikelabuhi olehnya.
Gadis itu licik sekali, licik dan kejam. Rasanya tidak mungkin
Ayahanda memberi anugerah Tek-pai kepada seorang gadis
yang tidak dikenal asal-usulnya sama sekali!”
“Pangeran Cu Kiong, jangan bicara sembarangan!”
Pangeran Bouw Hun Ki membentak dengan teguran. “Sudah
jelas bahwa Ciu Thian Hwa adalah puteri Adinda Pangeran Ciu
Wan Kong, maka ia adalah anak keponakan mendiang
Kakanda Kaisar sendiri dan engkau berani menghina dan
mengatakan ia tidak dikenal asal-usulnya sama sekali?”
“Saya tidak bicara sembarangan, Paman Pangeran Bouw
Hun Ki! Siapa yang tidak tahu bahwa Paman Pangeran Ciu
Wan Kong tidak pernah beristeri dan tidak mempunyai anak?
Semua orang tahu benar akan hal ini dan tiba-tiba saja ada
seorang gadis liar dunia kang-ouw yang berjuluk Huang-ho
Sian-li muncul mengaku sebagai puterinya! Nah, karena
khawatir gadis liar itu meloloskan diri kalau dihadirkan di sini,
maka sengaja saya menahannya dengan pengawalan ketat.
Kita sidangkan perbuatannya di sini dan kalau kita sudah
memutuskan hukuman apa yang akan kita jatuhkan
kepadanya, baru saya akan melaksanakan hukuman itu di
depan umum.”
Pangeran Bouw Hun Ki menjadi marah, akan tetapi dia
masih dapat mengendalikan diri dan dia berkata lantang. “Cuwi
yang terhormat. Karena terdakwa tidak dapat dihadirkan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dalam persidangan ini, maka persidangan ini ditunda sampai
tiba saatnya yang tepat. Persidangan ditutup sampai di s ini!”
Orang-orang menjadi riuh bicara sendiri sehingga protes
yang diteriakkan Pangeran Cu Kiong tenggelam ke dalam
suara banyak orang itu. Apalagi Pangeran Bouw Hun Ki sudah
mengawal Pangeran Mahkota Kang Shi bersama pasukan
pengawal dengan ketatnya meninggalkan ruangan
persidangan memasuki bagian dalam istana di mana kini
Pangeran Mahkota tinggal dan selalu ditemani Pangeran Bouw
Hun Ki yang diperkuat oleh Nyonya Bouw, Bouw Kun Liong,
Bouw Hwi Siang, Bu Kong Liang dan Gui Siang Lin. Selain
mereka, Pangeran Bouw Hun Ki juga memerintah tiga orang
panglima yang setia mengerahkan pasukannya untuk
memperkuat penjagaan di istana.
Sementara itu, pagi tadi selagi para pejabat tinggi
berbondong-bondong menuju ke ruangan persidangan di
istana, Thian Hwa berada dalam sebuah kamar tahanan yang
kokoh kuat. Bukan hanya pintu besi kamar itu yang amat kuat,
juga di luar kamar tahanan yang dindingnya terbuat dari baja
itu terdapat lima orang prajurit yang membawa gendewa dan
anak panah. Mereka adalah ahli-ahli panah yang pandai dan di
atas sebuah bangku tampak seorang kakek tua yang seperti
mayat dengan pakaian serba putih rebah telentang dan
mendengkur. Dia adalah Ngo-beng Kui-ong yang usianya
sudah delapan puluh tahun, susiok dari Lam Hai Cin-jin.
Pangeran Cu Kiong yang menghadiri persidangan di istana
sengaja meninggalkan pendukung paling kuat yang dikirimkan
Jenderal Wu Sam Kwi itu agar menjaga tawanan karena dia
tidak ingin Thian Hwa dapat lolos dari situ. Hanya Ngo-beng
Kui-ong yang akan sanggup mengalahkan Huang-ho Sian-li.
Thian Hwa duduk bersila di atas dipan yang berada di
dalam kamar tahanan itu. Ia tidak dibelenggu karena ketika
dimasukkan ke dalam kamar tahanan, ia berada dalam
keadaan tertotok sehingga tidak mampu bergerak. Ia tahu
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
benar bahwa ia berada dalam bahaya, dituduh sebagai
pembunuh Pangeran Leng Kok Cun! Andaikata ia dihadirkan
dalam persidangan, tentu saja ia dapat membela diri dan
menceritakan yang sebenarnya, yaitu bahwa Pangeran Leng
dibunuh oleh Pangeran Cu Kiong sendiri. Akan tetapi apa
buktinya dan mana saksinya? Buktinya, Pangeran terbunuh
oleh tiga batang jarum senjata rahasianya Pek-hwa-ciam dan
saksinya yang ketika itu berada di situ, bahkan semua
keluarga Pangeran Leng tentu saja percaya bahwa ia yang
telah menjadi pembunuhnya.
Thian Hwa tidak mau menggunakan kekerasan mencoba
untuk meloloskan diri. Akan sia-sia belaka. Ia tahu betapa
kuatnya kamar tahanan itu. Baru dihujani anak panah oleh
lima orang itu dari luar kamar tahanan saja rasanya sukar
baginya untuk meloloskan diri, apalagi di sana masih ada
kakek yang tidur mendengkur itu. Kakek tua renta yang lihai
bukan main dan yang ia tahu ia takkan mampu
mengalahkannya.
Tiba-tiba lima orang prajurit yang duduk berjajar di atas
bangku itu serentak bangkit berdiri dengan gendewa dan anak
panah siap di tangan. Mereka memandang kepada seorang
prajurit pengawal yang melangkah datang dengan gagah dari
istana pangeran bagian dalam menuju ke tempat tahanan
yang berada di belakang itu.
Prajurit yang masih muda dan tampan gagah ini memberi
hormat atau salam secara militer kepada lima orang rekannya
itu, lalu berkata dengan tegas.
“Saya menerima tugas dari Pangeran Cu Kiong untuk
membawa tawanan ke istana. Perintah ini penting sekali dan
harus segera dilaksanakan!”
Lima orang prajurit pengawal itu saling pandang dan
mengerutkan alisnya. “Ah, mana mungkin Yang Mulia
Pangeran mengutus seorang prajurit pengawal semuda
engkau ini untuk membawa tawanan yang amat penting ini ke
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sana? Bagaimana mungkin engkau akan mampu
menguasainya?” kata seorang.
“Kami pun tidak bisa percaya begitu saja karena kami tidak
mengenal siapa engkau,” kata yang lain.
Prajurit muda itu memandang dengan mata mencorong.
“Tidak tahukah kalian bahwa saat ini Pangeran Cu Kiong
mendatangkan banyak sekali jagoan lihai untuk
mendukungnya? Aku baru kemarin tiba dan sudah mendapat
kepercayaan untuk membawa tawanan penting, ini
membuktikan bahwa Pangeran Cu percaya kepadaku! Dan
kalian ini pengawal-pengawal biasa berani mencurigaiku?”
Prajurit muda itu segera mengeluarkan sehelai surat perintah
yang ada cap dari Pangeran Cu Kiong. Di situ tertulis bahwa
dia harus mengambil tawanan bernama Huang-ho Sian-li dan
membawanya ke persidangan di istana kaisar!
Melihat ini, lima orang prajurit tentu saja percaya dan
takut. Cap dari pangeran itu tidak meragukan lagi dan seorang
dari mereka segera mengeluarkan kunci besar untuk
membuka pintu kamar tahanan.
“Hati-hati, kawan. Ia lihai sekali, jangan-jangan ia akan
mengamuk dan dapat meloloskan diri,” kata lima orang itu
sambil memasang anak panah pada gendewa mereka,
bersiap-siap mencegah kalau Huang-ho Sian-li mengamuk.
Akan tetapi prajurit muda itu berkata, “Hemm, jangan
khawatir, kawan-kawan. Aku sudah biasa menghadapi lawanlawan
tangguh dan Pangeran Cu juga sudah percaya
kepadaku. Aku akan menotoknya dan membuat tawanan ini
tidak akan mampu mengamuk.”
Thian Hwa mendengarkan semua itu dan dengan heran ia
memandang wajah prajurit muda yang tampan itu. Pada saat
mereka bertemu pandang, Thian Hwa melihat prajurit muda
itu mengedipkan sebelah mata kepadanya. Ia merasa heran
dan jantungnya berdebar tegang. Prajurit muda ini pasti
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
berniat menolongnya. Ia tidak boleh gegabah mengamuk
karena di sana ada Ngo-beng Kui-ong yang amat lihai, dan
mendengar ucapan pemuda itu serta isyarat kedip mata itu,
Thian Hwa mengambil keputusan untuk menurut saja. Setelah
daun pintu dibuka dan prajurit muda itu dengan lompatan
yang amat ringan dan cepat mendekatinya lalu menotok
kedua pundaknya, Thian Hwa merasa semakin heran. Ia sama
sekali tidak merasakan apa-apa, tidak merasa lemas karena
totokan itu.
“Nah, ia sudah kutotok dan kubuat tidak berdaya!” kata
prajurit muda itu dan Thian Hwa segera membuat dirinya
sendiri terkulai lemas!
“Nah, aku akan memondongnya dan membawanya ke
istana di mana Pangeran Cu Kiong sudah menanti!” kata
prajurit muda itu kepada lima orang rekannya.
Prajurit muda itu bukan lain adalah Si Han Bu. Setelah
bertemu Pangeran Ciu Wan Kong dan Cui Sam, suami dan
ayah kandung gurunya, dia merasa gembira sekali. Akan
tetapi mendengar betapa Huang-ho Sian-li Ciu Thian Hwa,
puteri kandung gurunya, kini difitnah membunuh seorang
pangeran dan berada dalam tahanan Pangeran Cu Kiong, dia
merasa khawatir sekali. Dia mengambil keputusan untuk
menolong dan membebaskan gadis itu, demi gurunya! Puteri
kandung gurunya itu hanya harus dia tolong dan dia
bebaskan.
Demikianlah, pagi-pagi sekali hari itu dia menyelidiki
gedung istana milik Pangeran Cu Kiong dan setelah melihat
Pangeran Cu Kiong dan para pengikutnya meninggalkan
gedung, dia melompat masuk melalui pagar tembok di
belakang. Setelah mengintai cukup lama akhirnya dia melihat
kesempatan baik. Dia dapat menyusup ke dalam dan dapat
menemukan kamar tidur Pangeran Cu Kiong yang kebetulan
kosong. Di atas meja dalam kamar itulah dia menemukan cap
pangeran itu. Cepat dia membuat surat perintah dengan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
membubuhi cap itu untuk membawa pergi tahanan bernama
Huang-ho Sian-li! Kemudian, dia dapat menangkap seorang
prajurit yang bentuk tubuhnya sama dengannya, melucuti dan
dia lalu mengenakan pakaian prajurit itu. Tubuh prajurit yang
sudah ditotoknya lumpuh itu lalu disembunyikan di balik
sebuah almari dan dia lalu cepat mencari tempat tahanan di
bagian belakang kompleks gedung istana itu. Setelah dia
menemukan tempat itu dia berlagak seperti seorang prajurit
kepercayaan Pangeran Cu Kiong untuk mengambil tawanan,
“menotok” Thian Hwa dan memanggul tubuh yang “lemas” itu
keluar dari dalam kamar tahanan.
Akan tetapi ternyata seorang di antara lima prajurit penjaga
itu merasa curiga dan dia membangunkan Ngo-beng Kui-ong.
Ketika kakek itu terbangun dan melihat tawanannya
dipondong seorang prajurit, dia mengeluarkan suara bentakan
marah.
“Tahan...!”
Melihat kakek itu mengeluarkan sebatang tongkat ular yang
tiba-tiba seperti hidup, Han Bu dapat menduga bahwa kakek
itu tentulah seorang lawan yang sakti dan tangguh sekali.
Maka dia melepaskan Thian Hwa dari panggulannya dan
berbisik.
“Nona, kita robohkan mereka!”
Tanpa dikomando lagi, begitu mendengar bentakan Ngobeng
Kui-ong, Huang-ho Sian-li Ciu Thian Hwa sudah siap
melawan. Ia melompat dari atas panggulan pundak Han Bu
dan begitu ia menggerakkan kedua tangan kakinya, tiga orang
prajurit yang belum siap menggunakan anak panah mereka
telah roboh dan tidak dapat bangkit kembali. Han Bu juga
menggunakan pedangnya dan dua orang prajurit lainnya
roboh! Akan tetapi, terdengar suara orang-orang di luar
tempat tahanan itu dan hal ini berarti bahwa para prajurit lain
agaknya mendengar keributan itu dan sedang mendatangi
tempat itu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
“Nona, cepat pergi lapor ayahmu, jangan sampai engkau
tertawan lagi!” kata Han Bu sambil menghadapi kakek yang
seperti mayat hidup itu.
Thian Hwa meragu. Biarpun ia tidak mengenal pemuda ini,
akan tetapi pemuda ini telah menolongnya dan
membebaskannya dari tahanan. Bagaimana mungkin kini
harus meninggalkannya seorang diri menghadapi tengkorak
hidup yang ia tahu amat lihai itu? Akan tetapi Han Bu yang
lebih mengkhawatirkan gadis itu karena banyak prajurit
mendatangi, segera berkata.
“Nona Huang-ho Sian-li, ayahmu menanti-nantimu. Cepat
pergilah. Aku akan menahan mereka di sini. Ingat engkau
harus selamatkan Pangeran Mahkota!”
“Dan engkau sendiri?” tanya Thian Hwa ragu.
“Ha-ha, jangan pikirkan aku!”
Pada saat itu, Ngo-beng Kui-ong membentak nyaring dan
dia sudah melemparkan tongkat ularnya ke udara dan tongkat
itu kini berubah menjadi ular hidup yang meluncur ke arah
tubuh pemuda itu.
Dengan mengeluarkan suara mendesis-desis dan
menyemburkan uap hitam, ular itu meluncur dan menyerang
ke arah kepala Han Bu. Akan tetapi dengan tenangnya Han Bu
sudah mengelebatkan pedangnya, menyerang dan membacokbacok
ke arah ular itu. Ular itu pun agaknya tidak mau
terbabat pedang dan gerakannya cepat sekali, seolah menjadi
seekor burung yang pandai terbang, dan tetap menyambarnyambar
sambil menyemburkan uap hitamnya. Akan tetapi,
biarpun Thian Hwa sudah menduga bahwa uap hitam itu tentu
beracun, agaknya pemuda itu sama sekali tidak
merasakannya. Ia tidak tahu bahwa pemuda itu adalah murid
Im Yang Sian-kouw atau cucu murid Bu Beng Kiam-sian yang
selain terkenal sebagai Dewa Pedang, juga merupakan
seorang ahli pengobatan yang pandai. Sebagai cucu murid
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
seorang ahli pengobatan tentu saja Han Bu juga mempelajari
ilmu itu dan kini, berhadapan dengan Ngo-beng Kui-ong yang
dia duga kemungkinan besar suka mempergunakan racun, dia
sudah membekali dirinya dengan menelan sebutir pel kebal
racun sehingga ketika tongkat ular itu mengeluarkan asap
hitam beracun, dia sama sekali tidak terpengaruh.
Bahkan tongkat ular yang tidak berani bertemu sambaran
pedang itu menjadi repot menghindarkan diri dari bacokan
pedang dan akhirnya, ketika Ngo-beng Kui-ong berseru,
tongkat itu terbang kembali ke tangannya. Melihat betapa
pemuda itu cukup lihai menghadapi Ngo-beng Kui-ong dan
melihat pula betapa belasan orang prajurit kini menyerbu dan
memasuki tempat tahanan itu, Huang-ho Sian-li cepat
memungut pedang milik prajurit yang sudah ia robohkan tadi
lalu mengamuk dan menerjang keluar! Terjadilah pertempuran
hebat di mana Huang-ho Sian-li mengamuk dikeroyok lima
belas orang prajurit pengawal.
Thian Hwa teringat akan seruan pemuda yang
menolongnya itu agar ia melapor kepada ayahnya. Hal ini
berarti bahwa pemuda itu sudah bertemu ayahnya dan
mungkin saja ayahnya yang menyuruhnya menolongnya, juga
pemuda itu berseru agar ia menyelamatkan Pangeran
Mahkota. Apa yang terjadi dengan Pangeran Mahkota? Apa
yang terjadi dengan keluarga Bouw Hun Ki? Pemuda itu benar
juga. Ia harus lebih dulu dapat meloloskan diri dan melihat
keadaan di luar tempat tahanan ini, baru ia akan berunding
dengan Pangeran Bouw Hun Ki dan yang lain-lain apa yang
harus dilakukannya. Maka ia mempercepat gerakan pedang
rampasannya dan empat orang pengeroyok roboh mandi
darah. Yang lain terkejut dan mundur dengan jerih melihat
kelihaian gadis itu. Kesempatan ini dipergunakan oleh Thian
Hwa untuk melompat keluar dari tempat itu, dan terus lari ke
tembok taman lalu melompat dan keluar dari lingkungan
gedung tempat tinggal Pangeran Cu Kiong!
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sementara itu, melihat Thian Hwa sudah lolos, Han Bu
merasa lega. Kelegaan yang hanya sebentar karena dia segera
diserang oleh Ngo-beng Kui-ong dan mendapat kenyataan
bahwa kakek yang seperti mayat hidup ini ternyata lihai bukan
main! Juga para prajurit yang ditinggalkan Thian Hwa dan
tidak berhasil mengejarnya, kini mengepung pemuda yang
memakai pakaian prajurit itu sehingga sama sekali tidak ada
jalan bagi Han Bu untuk meloloskan diri. Kini setelah tongkat
ular itu berada di tangan Ngo-beng Kui-ong, kakek itu berani
mempergunakannya untuk diadu dengan pedang Im-yangkiam
dan ternyata tongkat itu kuat sekali karena didukung
tenaga sakti yang dahsyat dari Si Mayat Hidup. Maka Han Bu
berada dalam keadaan gawat. Dia baru tahu bahwa lawannya
yang tampaknya lemah ini ternyata memiliki tenaga sakti yang
amat kuat dan ilmu silat yang amat aneh dan tinggi tingkatnya
sehingga agaknya gurunya sendiri pun belum tentu akan
mampu menandingi kakek ini!
“Hei, kakek tua, tahan dulu!” Tiba-tiba Han Bu berseru dan
melompat ke belakang. Akan tetapi para prajurit sudah
menghadang di belakangnya.
“Hoa-ha-ha, kau mau lari ke mana?” Ngo-beng Kui-ong
tertawa.
“Siapa mau lari? Aku hanya ingin tahu dulu siapa yang
menjadi lawanku agar aku tidak sampai membunuh orang
tanpa kukenal siapa yang menjadi korban pedangku ini!”
“Ha-ha, memang baik sekali agar engkau mati setelah
mengenal namaku. Aku adalah Ngo-beng Kui-ong. Nah,
engkau pun jangan mati tanpa nama. Siapa namamu sebelum
aku membunuhmu!”
“Aku tidak akan mati, maka tidak perlu meninggalkan
nama,” kata Han Bu dan tiba-tiba saja dia menyerang dengan
terjangan dahsyat. Pedangnya berputar dan menusuk ke arah
muka lawan, lalu siap menoreh ke bawah ke arah ulu hati
kalau tusukannya gagal.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
“Tranggg...!” Tongkat ular itu menangkis pedang dan
sejenak Han Bu tidak mampu menarik kembali pedangnya
yang menempel pada tongkat. Kakek itu mengamati pedang
yang berwarna separuh hitam separuh putih itu. Dia berseru
kaget, mendorongnya sehingga tenaga yang amat kuat
membuat Han Bu terpaksa mundur tiga langkah dan kakek itu
berseru.
“Dari mana engkau mendapatkan Im-yang Po-kiam ini?
Bukankah Im-yang Po-kiam ini pedang milik Im Yang Siankouw
dari Beng-san?”
Han Bu merasa heran dan juga bangga. Agaknya kakek
lihai ini mengenal gurunya! Maka sambil membusungkan
dadanya dia berkata lantang.
“Dengarlah baik-baik, wahai Ngo-beng Kui-ong! Aku
bernama Si Han Bu dan Im-yang Sian-kouw adalah Guruku!
Subo menghadiahkan pedang ini kepadaku!”
“Ha-ha-ha, bocah sombong! Murid Im-yang Sian-kouw,
cucu murid mendiang Bu Beng Kiam-sian, berani melawan
aku, Ngo-beng Kui-ong! Heh, bocah ingusan, tahukah engkau,
Bu Beng Kiam-sian adalah teman seperjuanganku! Dan Imyang
Sian-kouw, heh-heh, janda cantik itu, sombong sekali
berani menolak aku. Sekarang, engkau berani menantangku?
Ho-ho, sudah bosan hidupkah engkau?”
“Engkau yang sudah bosan hidup karena sudah tua renta,
Ngo-beng Kui-ong. Hendak kulihat bagaimana daya tahan
seorang yang sudah mendekati ajal sepertimu, tentu saja
kalau engkau tidak begitu pengecut untuk mengeroyokku!”
“Huh, bocah sombong. Siapa yang akan mengeroyokmu?
Sambut ini!” bentak Ngo-beng Kui-ong marah. Han Bu
memang sengaja berlagak sombong untuk membuat
penasaran hati kakek itu dan mengalihkan perhatian sehingga
kakek tua renta itu lupa bahwa tawanan yang dijaganya telah
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
lolos. Dan usaha Han Bu ini berhasil baik. Ngo-beng Kui-ong
agaknya sudah lupa sama sekali akan tawanannya!
Melihat serangan yang amat dahsyat itu, Han Bu tidak
berani main-main. Dia cepat mengerahkan seluruh tenaganya
dan memainkan ilmu pedang Im-yang Kiam-sian dengan
tangan kanannya, sedangkan tangan kirinya memainkan Imyang
Po-san, yaitu senjata kipasnya yang juga amat lihai.
Para prajurit hanya berani mengepung, tidak berani turun
tangan karena mereka semua maklum bahwa kakek itu
memiliki watak yang amat aneh dan keras. Mengeroyok tanpa
diperintah bisa saja berakibat mereka dibunuh sendiri oleh
kakek itu.
Pertempuran berjalan cukup ramai. Hal ini karena Ngobeng
Kui-ong tidak ingin membunuh Han Bu, melainkan ingin
menangkapnya hidup-hidup. Dia mempunyai sebuah rencana
bagi pemuda itu. Dahulu, kakek ini memang seorang sahabat
dari Bu Beng Kiam-sian. Mereka sama-sama mempelajari ilmu,
saling menukar ilmu, hidup sebagai datuk-datuk yang gagah
perkasa dan patriotik. Ketika Im-yang Sian-kouw yang dulu
bernama Cui Eng menjadi murid Bu-beng Kiam-sian, Ngo-beng
Kui-ong sempat tergila-gila kepada janda muda itu dan
beberapa kali dia membujuk rayu dan meminang agar Cui Eng
menjadi isterinya dan dijanjikan akan diberi semua ilmu yang
dikuasainya. Pada waktu itu Ngo-beng Kui-ong berusia hampir
enam puluh tahun dan masih gagah, tidak seperti sekarang.
Akan tetapi Cui Eng menolak dan Ngo-beng Kui-ong tidak
berani memaksa karena tentu saja dia merasa sungkan
kepada Bu Beng Kiam-sian yang melindungi Cui Eng. Juga dia
sendiri bukanlah orang yang suka memaksakan kehendak
memenuhi nafsunya.
Kemudian, ketika pasukan Mancu menyerang dan
menduduki Cina, Ngo-beng Kui-ong ikut melakukan
perlawanan. Setelah Jenderal Wu Sam Kwi melarikan diri ke
selatan dan membentuk pemerintahan sendiri lalu masih
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
melakukan perlawanan mati-matian terhadap pemerintah
penjajah Mancu, dengan sendirinya Ngo-beng Kui-ong
condong membantunya, apalagi muridnya, Lam-hai Cin-jin,
menjadi Koksu (Guru Negara), penasihat Jenderal Wu Sam
Kwi. Walaupun dia sudah tua dan tidak secara langsung
membantu Wu Sam Kwi, namun ketika muridnya, Lam-hai Cinjin
minta bantuannya mewakili Wu Sam Kwi dalam
persekutuannya dengan Pangeran Cu Kiong, dia tergerak dan
berangkat juga.
Demikianlah, ketika kini tiba-tiba dia berhadapan lawannya,
seorang pemuda yang mengaku sebagai murid Im-yang Siankouw,
Ngo-beng Kui-ong memiliki rencana bagi pemuda itu.
Dia hendak menangkapnya hidup-hidup untuk kelak
menyenangkan hati Im-yang Sian-kouw. Walaupun andaikata
wanita yang membuatnya tergila-gila itu tetap tidak mau
menjadi isterinya, setidaknya Im Yang Sian-kouw dapat
diharapkan bantuannya mendukung pemerintah Jenderal Wu
Sam Kwi!
Ketika melihat betapa pemuda itu memang sudah mewarisi
ilmu pedang dan ilmu kipas yang lihai dari Bu-beng Kiam-sian
melalui gurunya, yaitu Im-yang Sian-kouw, maklumlah Kuibeng
Kui-ong bahwa untuk merobohkan pemuda ini tanpa
melukai tidaklah mudah dan jalan satu-satunya hanyalah
menggunakan tenaga sakti dibantu kekuatan sihirnya.
Maka, setelah berkemak-kemik membaca mantera, dia
mendorongkan tangan kirinya ke arah Han Bu sambil berseru.
“Robohlah engkau!”
Hawa dorongan itu dahsyat bukan main. Angin yang
menyambar bagaikan badai dan di dalamnya terkandung pula
wibawa yang mempengaruhi diri Han Bu. Ada sesuatu yang
seolah memaksa dirinya untuk kehilangan daya tahannya dan
biarpun dia mencoba untuk bertahan, tetap saja dia
terpelanting dan sebelum dia dapat mengatur keseimbangan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tubuhnya, kakek itu melompat dan menotoknya sehingga
pemuda itu tidak mampu bergerak lagi.
Para prajurit kini berlompatan mendekat dan mereka sudah
menggerakkan golok dan pedang untuk membunuh Han Bu.
Akan tetapi Han Bu berseru.
“Ngo-beng Kui-ong, apa engkau tidak berani membunuh
aku sendiri dan menyuruh anjing-anjingmu ini mengeroyok
aku yang sudah tidak mampu bergerak? Pengecut besar!”
Mendengar ini, Ngo-beng Kui-ong menggerakkan
tangannya dan angin menyambar amat kuatnya membuat
beberapa orang prajurit yang menghampiri Han Bu
berpelantingan!
“Tidak ada yang boleh membunuh pemuda ini! Mundur
kalian semua!”
Para prajurit ketakutan dan mundur, mengepung dari jarak
jauh.
“Ngo-beng Kui-ong, sekarang engkau hendak membunuh
aku yang kaubuat tidak berdaya dengan ilmu iblismu? Huh,
tak tahu malu. Kalau memang kau gagah, hayo jangan
pergunakan ilmu setan dan tewaskan aku dalam perkelahian
adu ilmu silat yang jujur dan adil, kalau kau berani!”
“Ho-ho, jangan berlagak, bocah sombong! Engkau
ketakutan maka engkau berlagak pemberani.”
“Ha-ha-ha, kakek tua bangka! Siapa takut mati? Aku adalah
murid Subo Im-yang Sian-kouw dan cucu murid Sukong Bu
Beng Kiam-sian, mana mungkin takut mati? Berarti engkau
bohong dan belum mengenal kegagahan mereka!”
“Huh, bagaimanapun juga, aku akan membunuhmu. Akan
tetapi mengingat akan persahabatanku dengan Janda Im-yang
Sian-kouw yang menjadi gurumu, biarlah aku memberi
kelunakan padamu. Engkau boleh memilih sendiri cara
kematianmu. Kalau pilihanmu benar, engkau akan mendapat
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kehormatan mati di tanganku. Kau tahu, mati di tangan Ngobeng
Kui-ong merupakan kehormatan besar bagi seorang
kang-ouw! Akan tetapi kalau pilihanmu tidak benar, engkau
akan kuserahkan kepada para anjing ini biar mereka yang
mengeroyokmu sampai engkau mampus dengan cara rendah
dan hina! Nah, engkau boleh pilih!”
Han Bu adalah seorang pemuda yang lincah jenaka,
pemberani dan banyak akalnya. Mendengar ucapan itu, dia
memutar otaknya, mencari akal. Kemudian, dengan wajah
cerah, dalam keadaan rebah telentang dan tidak mampu
menggerakkan kaki tangannya, dia bertanya.
“Ngo-beng Kui-ong, apakah engkau ini benar-benar
seorang datuk ilmu silat yang terkenal dan dapat dipercaya
janjinya? Ataukah hanya seorang Siauw-jin (Manusia Rendah)
yang suka menjilat ludah sendiri, mengingkari janjinya?”
“Bocah setan! Tentu saja aku selalu memegang teguh
ucapan dan janjiku!”
“Hemm, kau tadi bilang bahwa aku boleh memilih dan
kalau pilihanku tepat, maka aku akan mati terhormat di
tanganmu, sebaliknya kalau pilihanku keliru, aku akan mati
dikeroyok anjing-anjing ini. Benarkah demikian janjimu?”
“Benar sekali dan aku tidak akan mengingkarinya!”
“Berani engkau bersumpah bahwa engkau tidak akan
melanggar janjimu sendiri? Ingat, janjimu disaksikan Bumi dan
Langit, juga didengarkan oleh belasan anak buahmu ini.
Sebagai seorang datuk besar, tentu engkau tidak akan
menjilat ludahmu sendiri!”
Ngo-beng Kui-ong marah sekali. Dia merasa dipermainkan
anak yang pantas menjadi cucunya, bahkan cucu buyutnya!
“Bocah setan! Siapa hendak mengingkari janji? Tidak sudi aku
bersumpah, akan tetapi biar semua orang ini menjadi saksi
bahwa kalau engkau memilih benar, engkau akan mati
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
terhormat di tanganku, sebaliknya kalau engkau memilih
keliru, engkau akan mati dikeroyok anak buah ini!”
Han Bu mengerutkan alisnya. Wah, tidak enak semua! Akan
tetapi, lebih baik, seratus kali lebih baik mati sebagai seekor
harimau yang mati-matian membela diri daripada sebagai
seekor babi yang hanya menguik-nguik menghadapi kematian
tanpa melawan hanya berkaok-kaok ketakutan!
“Ngo-beng Kui-ong, satu hal lagi. Kalau aku memilih benar
sehingga aku mati di tanganmu, aku minta agar aku
dibebaskan dari totokan sehingga aku dapat melawanmu dan
mati karena kalah dalam perkelahian. Bagaimana?”
“Tentu saja! Kalau pilihanmu benar, engkau akan
melawanku sampai mati, akan tetapi kalau pilihanmu keliru,
dalam keadaan tertotok engkau akan dihabisi mereka. Nah,
jangan banyak cerewet lagi seperti seorang nenek bawel,
cepat lakukan pilihanmu!”
Setelah memutar otaknya dan menahan napas, dengan
nekat Han Bu lalu berkata lantang sehingga terdengar oleh
semua prajurit yang berada di situ.
“Aku, memilih mati di tangan prajurit ini!”
Mendengar ini, para prajurit tertawa riuh, dan Ngo-beng
Kui-ong juga tertawa. “Ha-ha-ha-ha, kiranya engkau hanya
seorang pengecut dan takut melawan aku, maka memilih mati
seperti seekor tikus! Baik, kalau itu pilihanmu, engkau akan
mampus dicincang para prajurit ini dan arwahmu tidak boleh
menyalahkan siapa pun karena ini merupakan pilihanmu
sendiri!” Dia tertawa lagi terbahak. “Tidak kusangka murid Imyang
Sian-kouw setolol ini!”
Para prajurit sudah gatal tangan dan siap untuk
mencincang tubuh pemuda pengacau itu dengan golok dan
pedang mereka.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
“Tahan!” Han Bu berseru. “Ngo-beng Kui-ong, bukan aku
yang tolol, akan tetapi engkau yang hendak menjilat ludahmu
sendiri. Datuk macam apa engkau hendak mengingkari
janjimu, hah?”
Kakek itu terkejut dan marah. “Bocah setan, siapa
mengingkari janji?”
“Coba pergunakan otakmu yang tumpul karena sudah
terlalu tua itu. Apa pilihanku tadi?”
“Engkau memilih mati di tangan para prajurit!”
“Benar, dan engkau sekarang hendak melaksanakan itu,
menyuruh para prajurit membunuhku? Kalau begitu berarti
pilihanku benar! Padahal kalau pilihanku benar, aku tidak
harus dibunuh para prajurit, melainkan melawan sampai mati.
Nah, masih ingat, bukan? Ataukah engkau sudah pikun dan
pura-pura lupa?”
Ngo-beng Kui-ong tertegun dan bengong seperti orang
bodoh, dan para prajurit saling pandang lalu menganggukangguk.
Mereka dapat melihat kebenaran omongan pemuda
itu. Pemuda itu memilih mati di tangan mereka, kalau hal ini
dilaksanakan, berarti pilihannya benar dan kalau pilihannya
benar, seperti dijanjikan kakek itu, dia tidak seharusnya mati
di tangan para prajurit!
Agaknya Ngo-beng Kui-ong akhirnya dapat menyadari
kebenaran ini. Tidak, anak muda itu tidak boleh mati
dikeroyok prajurit karena kalau hal itu terjadi, maka pilihannya
benar dan kalau pilihannya benar, menurut janji dia akan
mendapat kehormatan melawannya dan mati di tangannya.
“Ah, benar juga, aku keliru, Si Han Bu. Baiklah, sekarang
aku akan membebaskan dan memberi kesempatan kepadamu
untuk bertanding melawan aku sampai mati!” Kakek itu
hendak melawan Han Bu dan sekali tangannya berkelebat, dia
sudah membebaskan pemuda itu dari totokan yang ampuh.
Han Bu melompat berdiri dan segera berseru.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
“Tahan dulu, Ngo-beng Kui-ong! Engkau tidak jadi menjilat
ludah yang ini, akan tetapi siap untuk menjilat ludahmu yang
lain. Sungguh tidak tahu malu. Aku tidak sudi bertanding
melawanmu karena itu menyalahi apa yang telah kaujanjikan!”
“Lho! Apa lagi ini? Aku melanggar janji yang mana?”
“Dasar sudah pikun dan bodoh! Apa janjimu tadi? Kalau
aku salah pilih aku akan mati di tangan para prajurit, bukan?
Nah, apa yang kupilih? Aku memilih mati di tangan para
prajurit, kalau sekarang aku harus mati di tanganmu, berarti
pilihanku tadi salah dan kalau salah, tidak semestinya aku mati
di tanganmu! Seharusnya mati di tangan para prajurit!”
Kakek itu melongo dan menghitung-hitung. Kalau pemuda
yang memilih mati di tangan para prajurit itu dibiarkan mati
dikeroyok, berarti pilihannya benar dan tidak boleh mati
dikeroyok. Sebaliknya kalau mati di tangannya, berarti
pilihannya keliru dan seharusnya mati dikeroyok.
“Lho, bagaimana ini...?” Kakek itu menggeleng-geleng
kepalanya dengan bingung. “Menyuruh para prajurit
membunuhmu salah, aku sendiri yang membunuhmu juga
salah! Lalu bagaimana?”
Para prajurit juga geleng-geleng kepala karena bingung
dan mereka semua baru menyadari bahwa mereka telah
diakali oleh pemuda itu! Akan tetapi Ngo-beng Kui-ong tidak
berdaya karena tentu saja dia tidak mau melanggar janjinya
sendiri yang disaksikan demikian banyaknya prajurit.
“Memang tidak semestinya engkau membunuhku, Ngobeng
Kui-ong. Kalau betul engkau dahulu sahabat kakek
guruku mendiang Bu Beng Kiam-sian dan juga sahabat ibu
guruku Im-yang Sian-kouw, bagaimana engkau akan dapat
bertemu mereka kalau engkau membunuh aku?”
Selagi kakek itu kebingungan tak mampu menjawab,
terdengar suara berisik di luar bangunan itu, Ngo-beng Kuiong
cepat menotok Han Bu yang tidak siap sehingga pemuda
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
itu terkulai lumpuh kembali. Kakek itu lalu mengangkat tubuh
Han Bu dan dimasukkan ke dalam kamar tahanan yang tadi
dipergunakan untuk menawan Huang-ho Sian-li. Setelah
melemparkan pemuda itu ke dalam kamar tahanan, pintunya
lalu ditutup dan digembok dari luar.
Han Bu merasa lega. Setidaknya dia gembira karena
pertama, dia dapat meloloskan Huang-ho Sian-li, dan ke dua,
dia dapat mengakali Ngo-beng Kui-ong sehingga kakek itu
menjadi serba salah dan tidak dapat membunuhnya. Akan
tetapi, dalam keadaan telentang dan tertotok, rebah di atas
pembaringan kayu, kini dia melihat munculnya beberapa
orang yang membuat dia dapat merasakan bahwa keadaan
dirinya tetap saja gawat.
Yang muncul adalah Pangeran Cu Kiong sendiri bersama
Lam-hai Cin-jin, Thio Kwan, Yu Kok Lun, dan Ang-mo Niocu
yang cantik genit.
“Locianpwe Ngo-beng Kui-ong, apa yang kami dengar dari
laporan para pengawal itu? Bagaimana Huang-ho Sian-li Ciu
Thian Hwa dapat lolos dari tahanan?” Pangeran Cu Kiong yang
masih marah karena persidangan itu gagal dan ditunda, kini
mendengar bahwa Huang-ho Sian-li musuh yang paling
berbahaya baginya itu telah lolos dari tempat tahanan! Tentu
saja dia menjadi marah sekali, matanya terbelalak merah dan
kalau saja bukan Ngo-beng Kui-ong yang melakukan
penjagaan dan bertanggung jawab atas lolosnya tawanan,
tentu dia sudah turun tangan membunuhnya!
JILID XII
“AH, aku tertidur ketika Huang-ho Sian-li ditolong dan
dikeluarkan oleh bocah ini. Sekarang dia yang meloloskan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Huang-ho Sian-li telah kutangkap!” kata kakek itu, sama sekali
tidak merasa menyesal karena dia yang sudah tua tidak begitu
mementingkan tentang rencana Pangeran Cu Kiong. Dia
datang ke kota raja hanya sebagai utusan Jenderal Wu Sam
Kwi untuk membantu murid keponakannya, yaitu Lam-hai Cinjin.
Mendengar bahwa ada orang telah meloloskan Huang-ho
Sian-li dari tawanan, dan orang itu kini sudah tertangkap,
Pangeran Cu Kiong bertanya, marah.
“Mana Si Jahanam yang telah membikin lolosnya Huang-ho
Sian-li?”
Ngo-beng Kui-ong sambil menyeringai menuding ke arah
dalam kamar tahanan. “Itu dia orangnya!”
“Keparat, biar kubunuh dia!” Pangeran Cu Kiong sudah
mencabut pedangnya, hendak menyuruh buka pintu kamar
penjara karena dia ingin melampiaskan kemarahannya kepada
orang yang telah mengeluarkan Huang-ho Sian-li dari
tahanan.
“Eitt, nanti dulu, Pangeran. Jangan bunuh dia!” Ngo-beng
Kui-ong mencegah dan berdiri menghadang di depan pintu
kamar penjara.
Pangeran Cu Kiong menjadi marah sekali dan Lam-hai Cinjin
juga khawatir akan s ikap susioknya (paman gurunya) yang
sudah tua renta dan suka bersikap ugal-ugalan tanpa pandang
bulu itu.
“Susiok, mengapa Susiok melarang Pangeran Cu untuk
membunuh orang muda itu? Bukankah dia telah bersalah
besar membebaskan Huang-ho Sian-li yang menjadi tawanan
penting?” Lam-hai Cin-jin menegur paman gurunya.
“Ho-ho-ho, engkau tidak tahu, Cin-jin. Kau tahu siapa
pemuda ini? Dia ini murid Im-yang Sian-kouw, cucu murid
mendiang Bu Beng Kiam-sian. Kau ingat mereka itu dahulu
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
adalah sahabat-sahabatku. Sekarang aku dapat menangkap
murid Im-yang Sian-kouw, ini merupakan senjata baik sekali
untuk memaksa ia suka membantu Raja Wu Sam Kwi! Nah,
amat menguntungkan, bukan? Kalau dibunuh begitu saja, apa
untungnya bagi kita? Pangeran Cu Kiong, hati boleh panas,
akan tetapi kepala harus tetap dingin sehingga dapat berpikir
dengan baik. Kita pertimbangkan untung ruginya! Aku tetap
mempertahankan hidup pemuda ini karena aku mengharapkan
gurunya akan mau mendukung Raja Wu Sam Kwi yang
membutuhkan banyak bantuan tenaga orang sakti.”
Lam-hai Cin-jin tersenyum masam. Tentu saja dia maklum
bahwa alasan yang dikemukakan paman gurunya itu walaupun
ada benarnya namun sesungguhnya bukan itulah tujuannya.
Dia tahu bahwa dahulu paman gurunya itu pernah tergila-gila
kepada Im-yang Sian-kouw dan pernah merayu dan berkalikali
meminang janda muda cantik itu untuk menjadi isterinya.
Akan tetapi Im-yang Sian-kouw sudah mengambil keputusan
untuk menjanda selama hidupnya, maka bujuk rayu dan
pinangan itu ditolaknya. Kini agaknya Ngo-beng Kui-ong yang
sudah berusia delapan puluh tahun lebih, makin tua semakin
bergairah, dan agaknya hendak mempergunakan murid Imyang
Sian-kouw yang ditawannya untuk memaksa janda itu
mau menjadi isterinya!
Pangeran Cu Kiong menjadi marah dan kecewa sekali.
Huang-ho Sian-li bebas dari tahanan dan tentu akan
menimbulkan banyak kesulitan baginya. Biarpun dia merasa
marah dan benci sekali kepada pemuda yang telah
membebaskan Huang-ho Sian-li, namun melihat Ngo-beng
Kui-ong berkeras tidak membiarkan pemuda itu dibunuh, dia
pun tidak berani mendesak. Akan rugi sekali kalau dia bentrok
dengan kakek tua renta yang sakti itu. Pula, tidak begitu
penting artinya baginya kalau pemuda itu dibunuh ataukah
tidak. Yang terpenting sekarang dia harus membuat rencana
secepatnya untuk menguasai keadaan sebelum Huang-ho
Sian-li membuat kesulitan baginya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Maka dengan muka masih merah karena marah dan mulut
bersungut-sungut, Pangeran Cu Kiong memberi isyarat kepada
para pembantunya untuk mengadakan perundingan di dalam
kamar rahasia. Sekali ini, dia membuat pertemuan terakhir,
maka dia mengundang semua pendukungnya. Selain para
pembantu tetapnya, yaitu Thio Kwan dan Yu Kok Lun, dan
para pendukung tetap, yaitu para utusan Jenderal Wu Sam
Kwi seperti Lam-hai Cin-jin, Ang-mo Niocu Yi Hong, Mong Lai
orang Mongol yang membantu Wu Sam Kwi, dan Ngo-beng
Kui-ong, juga hadir pula para panglima dan pejabat tinggi
yang sudah dapat dipengaruhi Pangeran Cu Kiong yang kini
menggunakan Tek-pai yang dirampasnya dari Huang-ho Sianli!
Dengan Tek-pai itu, banyak panglima dan pejabat tinggi
tertarik dan terbujuk olehnya.
Dalam ruangan rahasia yang tertutup itu kini dipenuhi
mereka yang mengadakan perundingan dengan serius,
dipimpin oleh Pangeran Cu Kiong yang penuh semangat dan
berapi-api.
“Kita harus bertindak sekarang juga atau akan terlambat
dan tidak akan ada kesempatan lagi! Tek-pai berada di
tanganku dan dengan Tek-pai ini aku dapat bertindak atas
nama Kaisar, Ayahku, sedangkan kaisar baru belum diangkat,
berarti aku memiliki kekuasaan mutlak. Para pejabat tinggi
tentu akan tunduk kepada pemegang Tek-pai. Sekarang aku
hendak bertanya, bagaimana ketiga Ciangkun, apakah kalian
bertiga sudah mempersiapkan pasukan kalian dan setiap saat
sudah siap untuk mengepung istana dan menguasainya?”
Berkata demikian, Pangeran Cu Kiong memandang kepada
tiga orang panglima perang yang terbujuk olehnya dan
menjadi pendukungnya, tentu saja dengan janji akan
mendapatkan kedudukan yang jauh lebih tinggi kalau
Pangeran Cu Kiong kelak menjadi kaisar.
“Kami sudah siap, Pangeran!” serentak mereka menjawab.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
“Bagus! Gui-ciangkun, bagaimana hasil penyelidikanmu
tadi? Apa yang dilakukan Pangeran Bouw Hun Ki dan di mana
adanya Pangeran Kang Shi?” tanya Pangeran Cu Kiong kepada
panglima yang ditugaskan sebagai kepala para penyelidik.
“Menurut hasil penyelidikan para anak buah yang kami
sebar di mana-mana, tidak tampak banyak gerakan oleh
Pangeran Bouw Hun Ki. Pangeran Mahkota Kang Shi masih
berada di sana dan semua kegiatan juga dilakukan di sana.
Istana masih sepi dan kabarnya, sebelum terjadi pelantikan
kaisar baru, maka Pangeran Kang Shi masih akan tinggal
bersama Pangeran Bouw Hun Ki. Para panglima yang setia
kepada Kaisar juga belum kelihatan mengadakan persiapan
apa pun. Jadi menurut hamba, saat ini memang tepat dan
baik sekali apabila Paduka membuat gerakan yang pasti akan
berhasil baik selagi pihak musuh sedang lengah.”
“Bagus! Sekarang, aku ingin mendengar pendapat Lam-hai
Cin-jin, bagaimana langkah yang sebaiknya harus kita ambil.”
“Hemm, Pangeran, pada saat ini, kerajaan sedang kosong,
belum ada kaisar baru, maka memang saatnya paling tepat
untuk bergerak. Satu-satunya yang menjadi penghalang bagi
Pangeran untuk dapat naik tahta hanyalah Pangeran Kang Shi.
Akan tetapi Pangeran itu masih kecil, jadi bukan dialah yang
menjadi penghalang terbesar, melainkan pelindungnya dan
pendampingnya, yang bukan lain adalah Pangeran Bouw Hun
Ki. Maka, sebaiknya Pangeran mengerahkan semua kekuatan
untuk menyerbu ke gedung Pangeran Bouw Hun Ki dan
membinasakan semua keluarga dan pengikutnya, termasuk
Huang-ho Sian-li.”
“Saya setuju sekali dengan pendapat Lam-hai Cin-jin,” kata
Thio Kwan si tinggi kurus muka pucat. “Terutama sekali
Huang-ho Sian-li, kita harus sekali ini dapat membunuhnya.
Tidak ada gunanya menawannya hidup-hidup, lebih cepat ia
tewas lebih baik.”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
“Memang tepat sekali,” kata Yu Kok Lun yang pendek
gemuk. “Gadis itu berbahaya sekali dan kiranya setelah ia
pernah kita tawan, tidak akan mudah lagi menawannya karena
ia tentu akan berhati-hati. Maka sebaiknya digunakan siasat
yang cerdik. Bagaimana kalau kita tangkap ayahnya?
Pangeran Ciu Wan Kong seorang lemah, kalau kita dapat
menangkapnya, saya kira Huang-ho Sian-li dapat kita
tundukkan.”
“Bagus, bagus! Semua usul itu baik sekali dan harus segera
dilaksanakan! Dan sekarang, apakah ketiga Ciangkun sudah
membuat rencana apa yang akan dilakukan dan sudah
membagi tugas kepada pasukan masing-masing?”
“Pangeran, kami bertiga telah membagi-bagi tugas. Tiga
pasukan kami sudah kami rencanakan untuk bergerak sebagai
berikut. Pasukan pertama akan menghadang di pintu gerbang
dan mencegah masuknya pasukan dari luar kota raja yang
hendak membela Pangeran Mahkota. Pasukan kedua kami
perbantukan usaha penyerbuan ke gedung Pangeran Bouw
Hun Ki dan menghancurkan semua kekuatannya, kemudian
pasukan ke dua membantu pasukan ke tiga yang mengepung
istana dan kemudian menyerbu setelah saatnya tiba, yaitu
kami menunggu komando dari Pangeran.”
Pangeran Cu Kiong menggosok-gosok kedua tangannya
dengan wajah girang. Dia seolah sudah yakin bahwa usahanya
pasti berhasil!
“Bagus, sekarang kita tentukan rencana gerakan besok
pagi-pagi sekali seperti berikut. Malam ini, Gui Ciangkun harap
bekerja keras memata-matai semua gerakan di gedung
Pangeran Bouw Hun Ki dan di istana sehingga kalau terjadi
perubahan kita dapat mengetahui gerakan mereka. Juga
malam ini, ketiga pasukan harus sudah dapat menyusup dan
siap di tempat masing-masing, yaitu di pintu gerbang, di dekat
gedung Pangeran Bouw, dan di dekat istana. Jangan membuat
gerakan mengepung lebih dulu karena gerakan itu dapat
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menarik perhatian orang. Kemudian, begitu ada tanda ayam
berkokok, pasukan kedua membantu kedua Locianpwe Lamhai
Cin-jin dan Ngo-beng Kui-ong, Sobat Mong Lai, dan para
perwira penyerbu istana Pangeran Bouw Hun Ki, membasmi
semua yang melawan termasuk Pangeran Bouw Hun Ki dan
Pangeran Kang Shi. Sementara itu, Thio Kwan dan Yu Kok Lun
lebih dulu membawa dua losin prajurit pergi menangkap
Pangeran Ciu Wan Kong sehingga kalau dalam pertempuran di
istana Pangeran Bouw Hun Ki itu Huang-ho Sian-li mengamuk,
kalian dapat memaksa ia menyerah dengan memperlihatkan
ayahnya yang disandera. Kemudian, kalau pasukan pertama
ternyata tidak menemui pasukan kerajaan yang akan masuk,
mereka harus cepat pergi ke istana dan membantu pasukan
ke tiga yang mengepung istana. Nah, kalau ada pertanyaan,
silakan ajukan sekarang karena ini merupakan perundingan
terakhir.”
Setelah merundingkan rencana pemberontakan mereka
secara rinci, perundingan itu ditutup karena semua orang
harus membuat persiapan malam itu juga. Setelah semua
meninggalkan ruangan rahasia itu, sebagian para panglima
dan pejabat tinggi, pulang ke tempat tinggal masing-masing,
dan para pembantu atau pengawal kembali ke kamar masingmasing
yang disediakan untuk mereka dalam istana itu,
Pangeran Cu Kiong berjalan menuju kamarnya bersama Angmo
Niocu Yi Hong. Akan tetapi ketika Y i Hong hendak menuju
ke kamarnya sendiri, tangannya dipegang Pangeran Cu Kiong.
“Niocu, malam ini engkau harus menemani aku. Besok
merupakan hari penentuan dan malam ini aku ingin
menikmatinya, siapa tahu merupakan malam terakhir pula
bagiku.”
“Ih, mengapa bicara begitu, Pangeran? Aku ingin tidur,
harus siap dan mengaso agar besok pagi dapat mengerahkan
tenaga sepenuhnya.”
“Marilah, Niocu, engkau tidur di kamarku saja.”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
“Pangeran, biarkan aku sendiri saja....” Ang-mo Niocu Yi
Hong menarik tangannya yang dipegang, akan tetapi
pangeran itu tidak mau melepaskannya.
“Niocu, apakah engkau tidak cinta lagi padaku? Bukankah
kita saling mencinta? Ingat, kalau aku berhasil, engkau pun
akan mendapat kedudukan tinggi di istanaku....”
Di dalam hatinya Yi Hong tersenyum mengejek. Cinta? Tak
pernah ada rasa cinta menyelinap dalam hatinya. Hatinya
sejak kecil sudah dijejali dan dipenuhi bibit kebencian
terhadap pria sehingga kini yang ada hanya perasaan benci.
Kalau ia mau berdekatan dengan pria yang muda dan tampan,
ini sama sekali bukan cinta, melainkan hanya nafsu berahi
belaka. Akan tetapi biarpun setelah beberapa lamanya
menjadi kekasih Pangeran Cu Kiong dan ia mulai merasa
bosan, ia menahan diri dan tidak mau memperlihatkannya.
Kini pun ia terpaksa mengalah, bukan karena ada rasa sayang
terhadap pangeran yang ia tahu bukannya cinta kepadanya
melainkan hendak memanfaatkannya, melainkan karena demi
memenuhi tugasnya sebagai utusan Jenderal Wu Sam Kwi.
Tiada seorang pun laki-laki di dunia ini yang pernah dicintanya
dengan kasih yang murni, bahkan Yi Hong tidak pernah
merasakan kasih sayang antara dirinya dan ayah kandungnya
yang telah tewas terbunuh oleh ibu kandungnya sendiri ketika
ia berusia satu tahun! Gurunya sendiri, Lam-hai Cin-jin, yang
telah mendidiknya sejak ia berusia sepuluh tahun, juga hanya
ia taati dan ia hormati sebagai guru tanpa ada rasa sayang
seorang murid kepada gurunya, dan hal ini hanya karena
gurunya itu seorang laki-laki! Kalau ada laki-laki yang benarbenar
ia bela, bukan lain adalah Jenderal Wu Sam Kwi. Sejak
kecil telah tertanam dalam lubuk hatinya bahwa Jenderal Wu
Sam Kwi adalah seorang pahlawan besar yang gagah perkasa,
setia kepada tanah air dan bangsa, dan yang ia junjung tinggi.
Untuk tokoh yang sudah tua itu, Ang-mo Niocu siap untuk
berkorban nyawa sekalipun! Justru karena rasa bakti dan
sayangnya kepada Jenderal Wu Sam Kwi, maka Yi Hong
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
membantu Pangeran Cu Kiong dengan sungguh hati, bukan
demi keberhasilan pangeran itu, melainkan demi kemenangan
dan keberhasilan Jenderal Wu Sam Kwi.
Melihat itu setelah melayani Pangeran Cu Kiong dengan
hati muak karena memang sudah bosan dan terpaksa, Yi Hong
dapat membujuk pangeran itu untuk menitipkan Tek-pai
(Tanda Kekuasaan) dari mendiang Kaisar Shun Chi yang
dirampas dari Huang-ho Sian-li itu kepadanya.
“Tek-pai itu merupakan bukti terpenting bagi Paduka,”
demikian Yi Hong membujuk. “Dengan Tek-pai di tangan,
setidaknya Paduka memiliki kekuasaan yang disegani sebagian
besar para pejabat kerajaan, apalagi sebelum ada kaisar baru.
Maka, amat berbahaya kalau Paduka pegang sendiri. Juga
kalau Paduka sembunyikan, bisa saja diambil atau dicuri
orang. Maka, kalau Paduka percaya kepada saya, bagaimana
kalau diam-diam Paduka titipkan kepada saya? Tidak akan ada
yang menyangka sehingga saya dapat menyelamatkan Tek-pai
itu dan tidak sampai dirampas atau dicuri orang.”
Pangeran Cu Kiong menganggap usul itu baik sekali, maka
pada keesokan harinya pagi-pagi sekali setelah mereka mandi
dan berganti pakaian, Tek-pai itu sudah berada di balik ikat
pinggang Ang-mo Niocu Yi Hong. Tentu saja tujuan Yi Hong
menyimpan Tek-pai itu sama sekali bukan untuk kepentingan
Cu Kiong, melainkan untuk kepentingan Jenderal Wu Sam Kwi.
Ia mengharapkan barang kali tanda kekuasaan dari kaisar itu
akan dapat berarti penting sekali bagi junjungannya di Secuan,
terutama sekali kalau rencana pemberontakan Pangeran
Cu Kiong sampai menemui kegagalan.
(o-dwkz-jTn-o)
Huang-ho Sian-li Ciu Thian Hwa merasa menyesal sekali
bahwa ia terpaksa harus pergi meninggalkan tempat tahanan
di istana Pangeran Cu Kiong, meninggalkan pemuda tampan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
gagah yang telah membebaskannya dari tahanan tanpa dapat
menolongnya. Di tempat tinggal Pangeran Cu Kiong terdapat
banyak prajurit pengawal. Walaupun hal ini bukan merupakan
bahaya bagi seorang yang memiliki kelihaian seperti pemuda
yang membebaskannya itu, namun di situ ada pula Ngo-beng
Kui-ong yang sakti. Mungkinkah pemuda itu mampu
menyelamatkan diri dari mereka? Akan tetapi, ada dua hal
yang memaksa Huang-ho Sian-li pergi meninggalkan pemuda
itu, walaupun tindakannya ini mendatangkan penyesalan yang
mendalam kepadanya. Pertama pemuda itu yang mendorong
ia agar pergi melarikan diri dengan mengatakan bahwa ia
harus cepat menemui ayahnya dan yang terpenting
menyelamatkan Pangeran Mahkota. Ke dua, kalau ia nekat
mengamuk untuk membantu pemuda itu meloloskan diri,
kemudian ia tertangkap pula karena lihainya kakek yang
seperti mayat hidup itu, lalu bagaimana dengan tugasnya
melindungi Pangeran Mahkota? Demikianlah, dengan hati
merasa menyesal sekali, terpaksa Thian Hwa meninggalkan
istana Pangeran Cu Kiong dan cepat ia kembali ke gedung
ayahnya Pangeran Ciu Wan Kong.
“Ayah...!” Ia melompat ke ruangan dalam di mana ayahnya
sedang duduk termenung. Pangeran Ciu Wan Kong baru saja
kembali dari menghadiri persidangan dalam istana di mana
Pangeran Bouw Hun Ki memutuskan untuk menunda
persidangan karena Huang-ho Sian-li yang menjadi terdakwa
pembunuh Pangeran Leng tidak dihadirkan di situ. Pangeran
Ciu termenung dan diam-diam dia merasa khawatir sekali
akan nasib puterinya yang menjadi tawanan Pangeran Cu
Kiong yang jahat dan kejam. Ketika mendengar panggilan itu
dan melihat berkelebatnya bayangan Huang-ho Sian-li yang
tiba-tiba sudah berada di ruangan itu, dia melompat berdiri.
“Thian Hwa...!” Saking girangnya, Pangeran Ciu Wan Kong
merangkul puterinya. Thian Hwa juga merasa terharu karena
ia dapat merasakan rangkulan ayahnya yang penuh kasih
sayang itu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
“Ayah...!” Ia pun merangkul dengan hati terharu.
Pangeran Ciu Wan Kong melepaskan rangkulannya dan
menyuruh puterinya duduk. “Terima kasih kepada Tuhan,
engkau dapat pulang dengan selamat, Anakku. Nah, ceritakan,
bagaimana engkau dapat meloloskan diri dari cengkeraman
Pangeran Cu Kiong yang jahat itu dan apa yang telah terjadi?”
“Ayah, aku telah difitnah oleh Pangeran Cu. Dia yang
membunuh Pangeran Leng, menggunakan Pek-hwa-ciam
milikku yang telah dirampasnya setelah mereka merobohkan
dan menangkapku.”
“Sudah kami duga hal itu, Thian Hwa. Akan tetapi
bagaimana terjadinya? Ceritakan selengkapnya, aku ingin
sekali mendengar apa yang terjadi.”
Thian Hwa lalu menceritakan apa yang ia alami ketika ia
mengunjungi Pangeran Leng Kok Cun di mana telah terdapat
Pangeran Cu Kiong dan para jagoannya yang lihai sehingga ia
ditawan mereka dan difitnah sebagai pembunuh Pangeran
Leng, padahal yang membunuhnya adalah Pangeran Cu Kiong
sendiri!
“Pedang, Pek-hwa-ciam, dan Tek-pai pemberian Kaisar
dirampas, lalu aku dimasukkan kamar tahanan, dijaga oleh
Ngo-beng Kui-ong yang amat sakti dan para prajurit yang s iap
dengan panah mereka mencegah aku melepaskan diri dari
tahanan.”
“Ah, masih baik nasibmu engkau tidak dibunuh pangeran
yang jahat itu, Anakku....”
“Mereka tentu masih menganggap aku berguna maka
mereka tidak atau belum membunuhku, Ayah. Mereka merasa
menang karena dapat memfitnahku dengan membunuh
Pangeran Leng.”
“Akan tetapi, bagaimana engkau dapat meloloskan diri,
Thian Hwa?”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
“Tadi muncul seorang pemuda yang merobohkan para
prajurit dan dia membebaskan aku dari kamar tahanan
dengan menyamar sebagai seorang prajurit....”
“Ah, pemuda yang tampan gagah itu? Dia Si Han Bu...!”
“Si Han Bu...?”
“Ya, dia sudah datang berkunjung ke sini. Dia mengaku
bernama Si Han Bu, murid dari Im-yang Sian-kouw di Bengsan.
Kemunculannya membawa banyak kabar yang demikian
baiknya sehingga sulit dipercaya, Anakku!”
“Kabar apakah, Ayah?”
“Kebahagiaan pertama yang dibawanya tentu saja dengan
tindakannya yang telah membebaskanmu dari tahanan
Pangeran Cu Kiong. Dan kabar ke dua yang membuat kita
patut bersyukur kepada Tuhan adalah bahwa... Cui Eng....
masih hidup dan gurunya, Im-yang Sian-kouw, mengetahui di
mana adanya....” Suara Pangeran Ciu Wan Kong kini
mengandung isak tangis!
“Cui Eng... Ibuku...?” Thian Hwa setengah menjerit. “Ibu...
Ibu... Ibuku masih hidup...?” Ia bangkit dan merangkul
ayahnya. Ayah dan anak kembali berangkulan dan kini
keduanya menangis!
“Benar, Anakku.... menurut Si Han Bu, gurunya yang
bernama Im-yang Sian-kouw mengatakan bahwa Cui Eng
ibumu masih hidup dan ia tahu di mana kini ibumu berada....”
Tiba-tiba Thian Hwa melepaskan pelukan ayahnya. “Ayah,
sekarang juga aku akan pergi ke Beng-san, mencari Im-yang
Sian-kouw dan bertanya kepadanya di mana adanya ibuku!”
“Nanti dulu, Thian Hwa! Engkau tidak boleh pergi sekarang
ini!”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
“Kenapa, Ayah? Apakah Ayah sudah lupa kepada Ibu dan
Ayah tidak lagi mencinta Ibu maka tidak ingin aku mencari
Ibu?”
“Bukan begitu, T hian Hwa. Akan tetapi, engkau harus dapat
menentukan mana yang paling penting untuk dilaksanakan
paling dulu. Ibumu masih hidup, hal ini merupakan berkah
Tuhan, merupakan kebahagiaan yang tiada bandingnya bagi
kita berdua dan bagi kong-kongmu, akan tetapi saat ini ibumu
berada dalam keadaan baik dan sehat. Sebaliknya, kerajaan
terancam bahaya, Pangeran Mahkota terancam
keselamatannya padahal engkau telah dipercaya oleh Kaisar
untuk melindunginya. Juga kita tidak boleh melupakan Si Han
Bu yang mungkin terancam keselamatan nyawanya di istana
Pangeran Cu Kiong. Bagaimana mungkin engkau pergi
meninggalkan mereka yang terancam bahaya begitu saja?
Mari kita lakukan yang terpenting lebih dulu dan ini
merupakan perintahku kepadamu sebagai ayah
memerintahkan anaknya!”
Betapapun keras hatinya, Thian Hwa dapat melihat
kebenaran ucapan ayahnya setelah tadi dalam rangkulan
ayahnya ia dapat merasakan kasih sayang orang tua itu, maka
setelah menghela napas panjang meredakan guncangan dan
ketegangan hatinya mendengar ibunya masih hidup, ia lalu
berkata.
“Baiklah, Ayah. Aku akan menaati semua perintahmu.”
“Sukurlah, Anakku yang baik. Mari kita cepat pergi
menemui Kakanda Pangeran Bouw Hun Ki dan kauceritakan
semua pengalamanmu di istana Pangeran Cu Kiong.”
Ayah dan anak itu pergi mengunjungi Pangeran Bouw Hun
Ki. Ketika Pangeran Bouw Hun Ki, Bouw Hujin, Bouw Kun
Liong, Bouw Hwi Siang, Bu Kong Liang, Gui Sian Lin, dan
beberapa orang panglima dan pejabat tinggi yang setia
kepada Pangeran Mahkota dan membantu usaha Pangeran
Bouw melindungi dan membela calon kaisar menerima
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kedatangan Huang-ho Sian-li bersama Pangeran Ciu Wan
Kong, mereka terkejut, heran dan juga girang melihat gadis
itu selamat dan berhasil lolos dari penahanan Pangeran Cu
Kiong.
Huang-ho Sian-li Ciu Thian Hwa segera menceritakan
pengalamannya secara lengkap kepada mereka sampai ia
dapat terlepas karena pertolongan Si Han Bu yang kini entah
bagaimana nasibnya.
“Aih, sungguh aku dan Dinda Pangeran Ciu Wan Kong
merasa prihatin, sedih dan malu mempunyai seorang
keponakan seperti Pangeran Cu Kiong yang jahat dan licik itu.
Kita harus siap siaga menghadapi niatnya yang jelas hendak
memberontak dan merebut tahta kerajaan dari Pangeran
Mahkota!” kata Pangeran Bouw Hun Ki.
“Memang secepatnya kita harus bertindak, malam ini juga
kita membuat persiapan!” kata Bouw Hujin penuh semangat.
“Sekarang, bukan hanya kita melindungi Pangeran Mahkota
dan menyelamatkan tahta kerajaan, akan tetapi juga harus
menolong dan menyelamatkan pemuda yang telah
membebaskan Thian Hwa itu! Aku sendiri yang akan
menyelidiki ke istana Pangeran Cu Kiong untuk menolong
pemuda bernama Si Han Bu itu!”
“Aku akan menemani Bibi!” kata Thian Hwa dengan gagah.
“Perlahan dulu, jangan terburu-buru dan gegabah,” kata
Pangeran Bouw Hun Ki. “Urusan ini sudah menjadi urusan
negara, bukan urusan pribadi lagi. Istana Pangeran Cu Kiong
sekarang tentu makin diperkuat penjagaannya setelah Thian
Hwa lolos dari sana. Kita kumpulkan semua pasukan yang
setia dan membuat pertahanan besar-besaran. Para ciangkun
yang berada di sini harap cepat menghubungi teman-teman
sependirian yang setia kepada pemerintah. Juga pasukan kita
yang berada di luar kota raja, malam ini sudah harus
memasuki kota raja. Semua ini perlu diatur sebaik mungkin
dan secara rahasia. Ketahuilah, bahwa pihak musuh juga
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mempunyai banyak pendukung dan mereka cerdik. Kita sudah
berhati-hati, sudah menyembunyikan lagi Pangeran Mahkota
ke rumah kami ini, di ruangan rahasia bawah tanah, tidak lagi
di istana. Namun, mungkin mereka sudah mengetahui atau
menduganya. Karena itu, yang terutama kita harus
mengungsikan Pangeran Mahkota ke tempat yang benarbenar
rahasia dan dijaga amat kuat, baru kita atur yang lain.”
“Pangeran, sebaiknya Pangeran Mahkota disembunyikan di
dalam benteng induk pasukan kerajaan yang mempunyai
tempat persembunyian rahasia dan terjaga kuat oleh pasukan
pilihan yang besar jumlahnya!” kata Panglima Ciang.
“Baik, usul itu diterima!” kata Pangeran Bouw Hun Ki yang
percaya sepenuhnya kepada panglima ini.
Setelah itu, mereka lalu mengatur rencana untuk menjaga
kalau sewaktu-waktu pihak lawan bergerak, dan mengubah
posisi mereka yang mungkin sudah diketahui atau diduga
musuh. Mereka semua dapat menduga bahwa titik-titik pusat
yang akan diserang oleh kekuatan pemberontak tentu istana
tempat tinggal Pangeran Bouw Hun Ki dan istana kaisar yang
tentu akan dikuasai pemberontak. Oleh karena itu, pertahanan
pertama diutamakan istana, dan tempat tinggal Pangeran
Bouw Hun Ki sengaja dikosongkan untuk menjebak lawan!
Keselamatan Pangeran Mahkota tidak perlu dikhawatirkan lagi
karena selain pihak musuh tidak mungkin tahu atau menduga,
juga perbentengan induk pasukan itu kuat bukan main.
Demikianlah, kalau pihak Pangeran Cu Kiong malam itu
mengaso untuk persiapan gerakan esok hari, pihak Pangeran
Bouw Hun Ki malam itu juga sibuk membuat persiapan untuk
menghancurkan apabila pihak pemberontak mengadakan aksi
penyerbuan!
Pada keesokan harinya, penduduk kota raja sama sekali
tidak menyangka akan terjadi peristiwa menggemparkan.
Mereka semua mengira bahwa peristiwa penyerbuan di istana
Pangeran Bouw Hun Ki telah selesai dan para penjahat atau
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
pemberontak yang didalangi Pangeran Leng Kok Cun sudah
terbasmi, bahkan dalangnya, Pangeran Leng Kok Cun, sudah
pula terbunuh. Mereka semua mengira bahwa tentu
suasananya kini aman setelah tidak ada yang mendalangi
pemberontakan.
Akan tetapi, suasana mulai gempar dan para penghuni
banyak yang berlari-larian, mengungsi ketakutan ketika terjadi
pertempuran hebat di beberapa tempat. Terutama sekali
terjadi pertempuran besar-besaran antara dua pasukan
pemerintah yang berbeda pimpinan. Hanya ragam pakaian,
bentuk topi, dan bendera mereka saja berbeda, lambanglambang
kesatuan mereka, akan tetapi di antara mereka tidak
terdapat pasukan musuh dari luar. Semua adalah pasukan
pemerintah. Berarti ini terjadi perang pemberontakan!
Pertempuran berkobar mulai pagi-pagi sekali. Mula-mula,
pasukan pemberontak yang menjaga di pintu gerbang selatan,
berjumlah seribu orang, tiba-tiba menghadapi serbuan
pasukan pemerintah dari luar pintu gerbang dalam jumlah
yang seimbang. Akan tetapi baru saja pertempuran dimulai,
dari dalam kota raja muncul sekitar seribu orang prajurit
pemerintah yang menjepit pasukan pemberontak. Pasukan ke
dua dari pemerintah ini ternyata masuk ke dalam kota raja
melalui pintu gerbang utara semalam, hal yang sama sekali
tidak disangka para pemimpin pemberontak.
Pertempuran ke dua terjadi di depan istana tempat tinggal
Pangeran Bouw Hun Ki. Akan tetapi pertempuran di sini tidak
seimbang. Pertahanan yang dilakukan para prajurit
pemerintah di sini lemah sekali sehingga mereka terus
mundur, terdesak oleh pasukan pemberontak yang lebih besar
jumlahnya.
Pertempuran ke tiga terjadi di depan istana kaisar! Di sini
terjadi pertempuran yang sama hebatnya dengan yang terjadi
di pintu gerbang kota raja. Pihak pasukan pemberontak
mendapat sambutan hebat dari pasukan pemerintah yang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tidak kalah banyaknya, bahkan pasukan pemberontak terjepit
oleh pasukan yang membanjir keluar dari benteng induk
pasukan yang semalam telah menampung bala bantuan dari
luar yang masuk ke kota raja melalui pintu-pintu gerbang yang
tidak terjaga pasukan pemberontak. Tentu saja pihak pasukan
kerajaan dapat mendesak pasukan pemberontak yang menjadi
panik menerima penyambutan itu.
Selain di tiga tempat itu, terdapat pula pertempuranpertempuran
kelompok kecil dari para mata-mata dan
penyelidik kedua pihak. Bahkan para jagoan pendukung
pemberontak yang ikut menyerbu, ketika disambut para
pendekar yang membela kerajaan segera memisahkan diri dari
pasukan yang bertempur dan mereka memilih bertanding di
tempat-tempat yang luas, tidak sempit oleh banyaknya prajurit
yang bertempur.
Thio Kwan dan Yu Kok Lun yang memimpin dua losin
prajurit menyerbu ke gedung tempat tinggal Pangeran Ciu
Wan Kong dengan membawa tugas menangkap ayah Huangho
Sian-li, akan tetapi setelah menyerbu, mereka kecelik
karena di gedung itu tidak terdapat siapa pun. Bahkan tidak
ada seorang pun pelayan. Yang ada hanya beberapa orang
prajurit penjaga yang segera melarikan diri melihat ada
prajurit pemberontak menyerbu. Thio Kwan dan Yu Kok Lun
kecewa dan marah sekali. Untuk melampiaskan kemarahan
mereka, mereka merusak perabot-perabot rumah,
membiarkan dua losin anak buah mereka mengambil dan
merampok barang berharga sesuka hati mereka dari rumah
itu, kemudian mereka menyuruh anak buah mereka
membakar gedung itu untuk melampiaskan kemarahan
mereka! Setelah itu, dengan sorak sorai kemenangan
menutupi kekecewaan dua orang pimpinan mereka dan juga
gembira karena pasukan yang berubah menjadi gerombolan
perampok itu telah memperoleh “hasil” lumayan dari gedung
Pangeran Ciu Wan Kong, mereka menuju ke istana Pangeran
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Bouw Hun Ki untuk membantu pasukan besar yang menyerbu
ke sana.
Ketika Thio Kwan dan Yu Kok Lun tiba di depan istana
Pangeran Bouw Hun Ki, hati mereka gembira melihat betapa
pasukan pendukung Pangeran Cu Kiong sedang mendesak
pasukan pemerintah yang mempertahankan istana Pangeran
Bouw. Akan tetapi mereka berdua juga melihat perkelahian
mati-matian terjadi agak jauh dari pertempuran para prajurit,
yaitu antara jagoan-jagoan pendukung Pangeran Cu Kiong
melawan para pendekar yang membela kerajaan!
Memang seru dan menarik sekali perkelahian antara para
ahli silat tingkat tinggi itu, jauh lebih seru dan menegangkan
dibandingkan dengan pertempuran antara para prajurit kedua
pihak yang saling tumpas dengan ngawur itu.
Seperti telah direncanakan oleh para pemberontak, yang
memimpin pasukan yang menyerbu istana Pangeran Bouw
Hun Ki diperkuat dengan orang-orang sakti seperti Lam-hai
Cin-jin, Ngo-beng Kui-ong, Mong Lai dan para perwira tinggi.
Akan tetapi setelah melihat para pendekar tidak ada yang
menyambut mereka dan hanya pasukan kerajaan saja yang
menyambut, maka Lam-hai Cin-jin mengajak para jagoan
untuk membantu penyerbuan ke istana yang dipimpin sendiri
oleh Pangeran Cu Kiong yang dibantu oleh Ang-mo Niocu Yi
Hong.
Setelah tiba di depan istana kaisar, barulah mereka
mendapat sambutan dahsyat. Lam-hai Cin-jin segera diterjang
Huang-ho Sian-li Ciu Thian Hwa tanpa banyak cakap lagi dan
mereka segera bertanding mati-matian. Nyonya Pangeran
Bouw Hun Ki atau yang ketika masih gadis merupakan
seorang pendekar wanita berjuluk Sin-hong-cu (Burung Hong
Sakti) bernama Souw Lan Hui, begitu melihat Ngo-beng Kuiong
segera menerjang kakek mayat hidup ini karena ia dapat
menduga tentu kakek ini lihai bukan main seperti yang
diceritakan Thian Hwa dan mereka pun segera terlibat
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
perkelahian dahsyat. Ang-mo Niocu Yi Hong segera diserang
oleh Bu Kong Liang yang kini membenci wanita yang ternyata
berwatak jahat dan palsu itu. Mong Lai, tokoh Mongol yang
ahli ilmu s ilat campur gulat, juga memiliki kekuatan ilmu sihir,
diserang oleh Bouw Kun Liong, putera Pangeran Bouw. Thio
Kwan dan Yu Kok Lun yang baru datang ke depan istana itu
setelah membakar rumah Pangeran Ciu Wan Kong yang
ternyata kosong, juga sudah diserbu dua orang gadis cantik,
yaitu Bouw Hwi Siang dan Gui Siang Lin. Adapun Pangeran Cu
Kiong yang tadinya hanya memberi semangat kepada para
jagoannya, tiba-tiba harus menghadapi Pangeran Bouw Hun
Ki!
“Cu Kiong, apakah engkau tidak malu berhadapan dengan
nenek moyang kita setelah engkau mati nanti sebagai seorang
pengkhianat dan pemberontak?”
“Bouw Hun Ki, engkau orang tua yang tidak tahu malu!
Engkau sudah bekerja sama dengan penjahat wanita Huangho
Sian-li untuk menguasai tahta kerajaan. Pada lahirnya saja
engkau mengaku sebagai pelindung dan pendamping
Pangeran Kang Shi, akan tetapi siapa tidak tahu akan isi
perutmu? Engkau ingin menguasai Pangeran yang masih
kanak-kanak itu sehingga engkaulah yang berkuasa atas
pemerintahan!” Setelah berkata demikian, Pangeran Cu Kiong
menerjang dan menyerang dengan pedangnya.
“Tranggg...!” Pangeran Bouw Hun Ki menangkis dengan
pedangnya dan dua orang pangeran yang paman dan
keponakan ini sudah saling serang dengan pedang mereka.
Biarpun Pangeran Bouw Hun Ki baru setelah menikah dengan
Souw Lan Hui belajar ilmu silat dari isterinya itu, namun
karena isterinya memiliki kepandaian silat yang hebat, maka
pangeran ini pun memiliki pertahanan yang cukup kuat dan
serangan balasannya juga cukup berbahaya bagi lawannya
karena Pangeran Cu Kiong juga bukan seorang ahli silat yang
terlalu pandai.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Setelah pertempuran berlangsung, barulah Pangeran Cu
Kiong dan para pembantu dan pendukungnya, merasa terkejut
dan kecelik. Mereka sama sekali tidak mengira bahwa rencana
siasat mereka telah dihadapi dengan persiapan yang amat
kuat oleh pihak lawan, bahkan pasukan yang mendukung
pemberontak jumlahnya jauh kalah besar.
Yang menjadi puncak perkelahian antara para ahli silat itu
adalah pertandingan antara Lam-hai Cin-jin melawan Huangho
Sian-li Ciu Thian Hwa, dan antara Ngo-beng Kui-ong
melawan Sin-hong-cu Souw Lan Hui atau Nyonya Bouw.
Mereka inilah yang memiliki tingkat ilmu silat paling tinggi di
antara para tokoh kedua pihak.
Bouw Hujin menghadapi lawan yang amat tangguh. Nyonya
yang berusia lima puluh satu tahun ini adalah murid Bu-tongpai
yang lihai. Senjatanya siang-kiam (sepasang pedang)
bergerak cepat sekali membentuk dua gulungan sinar pedang
yang menyambar-nyambar bagaikan dua ekor naga sakti
berlomba saling berebut mustika. Juga ia memiliki tenaga sakti
yang amat kuat. Akan tetapi sekali ini ia bertanding melawan
Ngo-beng Kui-ong yang merupakan datuk tua paling dahsyat
ilmunya di seluruh daerah selatan! Tadi sebelum Nyonya Bouw
dan para pembantunya keluar menyambut lawan, Ngo-beng
Kui-ong ini, di samping keponakan muridnya, yaitu Lam-hai
Cin-jin, mengamuk dan telah membunuhi setiap orang perwira
maupun prajurit yang berani dekat dengan mereka. Entah
sudah berapa puluh orang tewas di tangan Ngo-beng Kui-ong.
Kini pun, Nyonya Bouw masih sering mendapat bantuan
prajurit atau perwira yang merasa memiliki ilmu silat lumayan.
Namun, mereka itu bagaikan laron menyerang api, begitu
tersentuh sinar tongkat ular di tangan Ngo-beng Kui-ong
mereka sudah berpelantingan dan tewas!
Melihat betapa banyaknya prajurit dan perwira yang
menjadi korban kelihaian kakek yang seperti mayat hidup itu,
Nyonya Bouw menjadi marah sekali. Ia mengeluarkan pekik
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
melengking dan tangan kirinya bergerak. Tiga benda
berkeredepan seperti kilat menyambar ke arah tenggorokan,
ulu hati, dan pusar tubuh Ngo-beng Kui-ong! Itulah tiga
batang Gin-seng-piauw (Senjata Rahasia Bintang Perak) yang
dilepas secara dahsyat oleh tangan kiri Nyonya Bouw! Biarpun
Ngo-beng Kui-ong merupakan seorang yang memiliki ilmu silat
tingkat tinggi dan lihai sekali, walaupun dia mampu
menghindarkan diri dari serangan maut ini, tidak urung dia
terkejut bukan main. Dia melempar diri ke belakang dan
bergulingan sehingga serangan tiga batang piauw itu luput.
Ketika dia bergulingan itu, dia melihat betapa pasukan
pengikut Pangeran Cu Kiong sudah terdesak mundur dan
banyak di antara mereka yang tewas. Kakek ini memang
cerdik dan licik. Dia sudah memperhitungkan jauh-jauh bahwa
kalau Pangeran Cu Kiong kalah, agaknya akan sukar baginya
untuk menyelamatkan dirinya, sukar untuk keluar dari kota
raja. Maka sekarang, selagi ada kesempatan, dia harus
mempergunakannya untuk menyelamatkan diri. Keselamatan
dirinya adalah yang paling utama baginya. Maka begitu dia
melompat bangun, dia melemparkan tongkat ularnya ke atas
dan senjata itu melayang seperti seekor ular hidup ke arah
leher Nyonya Bouw!
Nyonya Bouw maklum akan kelihaian tongkat ular yang kini
bergerak seolah hidup itu, dapat menduga bahwa itu
merupakan ilmu sihir yang jahat, maka ia pun cepat
menggerakkan sepasang pedangnya untuk menangkis sambil
mengerahkan tenaga saktinya. Terdengar suara nyaring
berdentangan ketika tongkat ular itu mengamuk dan selalu
bertemu dengan sepasang pedang yang dimainkan oleh
Nyonya Bouw dengan cepat sehingga membentuk lingkaran
sinar bergulung-gulung seperti payung besar yang dibuka dan
menjadi perisai.
“Trang-trang-trak-trakk!” Ketika Nyonya Bouw membuat
gerakan menggunting dengan kedua pedangnya dari kanan
kiri, tiba-tiba tongkat itu seperti kehilangan kekuatannya dan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dapat terpotong-potong oleh sepasang pedang Nyonya Bouw.
Ternyata Ngo-beng Kui-ong menghentikan kekuatan sihirnya
yang tadi mengendalikan tongkat itu, karena dia
menggunakan kesempatan itu untuk tidak mempedulikan
tongkatnya lagi, melainkan melompat dengan cepatnya ke
arah Pangeran Bouw Hun Ki yang masih berkelahi melawan
Pangeran Cu Kiong dengan sengitnya.
Pada saat itu, perkelahian antara dua orang pangeran tua
dan muda itu masih berlangsung seru. Agaknya para prajurit
masih sungkan terhadap wibawa dua orang pangeran yang
paman dan keponakan sendiri ini sehingga tidak ada prajurit
yang mau melakukan pengeroyokan atau mencampuri
perkelahian itu.
Karena tempat mereka berdua berkelahi menjadi terbuka
tanpa adanya pengeroyokan, Ngo-beng Kui-ong sekali loncat
dapat menyambar tubuh Pangeran Bouw Hun Ki. Begitu
menotok punggung Pangeran Bouw Hun Ki sehingga pangeran
itu terkulai lumpuh, dia terus mengempit dan membawanya
melompat jauh. Melihat ini, para panglima pendukung
kerajaan terkejut dan hendak menolong, akan tetapi mereka
tidak berani bergerak ketika melihat Ngo-beng Kui-ong
mendekatkan jari-jari tangan membentuk cakar kepada kepala
Bouw Hun Ki sambil berseru.
“Siapa berani menghalangiku, kuhancurkan kepalanya!”
Bahkan Nyonya Bouw yang melihat betapa suaminya
ditangkap Ngo-beng Kui-ong yang secara licik
meninggalkannya tadi, perbuatan yang sama sekali tidak ia
sangka-sangka, menjadi pucat dan marah sekali. Akan tetapi
wanita perkasa ini pun bukan seorang berbatin lemah yang
tidak mampu mengendalikan perasaannya sendiri. Dia maklum
bahwa Ngo-beng Kui-ong tidak mempunyai alasan lain dalam
menculik suaminya kecuali untuk mempergunakannya sebagai
sandera agar dia dapat meloloskan diri. Tidak ada alasan lain
karena kakek yang seperti mayat hidup itu hanyalah
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
merupakan orang kiriman Jenderal Wu Sam Kwi untuk
membantu gerakan Pangeran Cu Kiong. Jadi, kurang kuat
alasannya untuk membunuh Pangeran Bouw. Pasti hanya
untuk sandera agar dia dapat meloloskan diri keluar kota raja.
Maka, ia pun cepat melakukan pengejaran, hanya
membayangi saja, tidak berani terlalu dekat karena khawatir
hal itu akan membahayakan nyawa suaminya.
Tidak ada yang tahu akan peristiwa terculiknya Pangeran
Bouw Hun Ki oleh Ngo-beng Kui-ong lalu dikejar Nyonya Bouw
keluar dari medan pertempuran karena semua orang sibuk
sendiri bertempur menghadapi lawan masing-masing yang
cukup tangguh. Pertempuran terus berlanjut dan sudah
banyak korban dari kedua pihak berjatuhan.
Sementara itu, tiga puluh orang prajurit yang ditinggalkan
di istana Pangeran Cu Kiong untuk menjaga agar tawanan Si
Han Bu tidak sampai lolos, merasa gelisah. Mereka tahu
bahwa Pangeran Cu Kiong dan semua anak buahnya sedang
mencoba untuk merebut tahta kerajaan dan kini sedang
bertempur melawan pasukan kerajaan. Dari tempat mereka
berkumpul di rumah tahanan yang berada di belakang istana,
mereka dapat mendengar suara orang bertempur yang
bergemuruh. Mereka menjadi gelisah sekali. Bukan hanya
mereka yang merasa gelisah, akan tetapi juga seluruh
penghuni istana, yaitu para keluarga Pangeran Cu Kiong dan
para pelayan dan pembantu rumah tangga. Mereka tinggal
menanti berita. Kalau pihak Pangeran Cu menang mungkin
kemuliaan menanti mereka, akan tetapi sebaliknya kalau
usaha pemberontakan itu gagal, malapetaka menanti mereka!
Si Han Bu yang duduk di atas pembaringan, bersila dan
tampak tenang saja. Dia memang tidak merasa khawatir sama
sekali, bukan hanya karena dia maklum bahwa Ngo-beng Kuiong
yang menawannya hendak menggunakan dia untuk
membujuk gurunya agar membantu Jenderal Wu Sam Kwi,
akan tetapi terutama sekali karena pemuda ini tidak pernah
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
merisaukan sesuatu. Dia menghadapi segala hal yang
menimpa dirinya dengan tenang. Apa pun yang terjadi,
terjadilah! Dia kini ditawan musuh, ini merupakan sebuah
kenyataan. Perlu apa dirisaukan lagi? Yang penting tetap
tenang dan waspada, tanpa mengkhawatirkan dan
membayangkan hal-hal buruk yang mungkin akan datang. Dia
ditawan, ini merupakan sebuah kenyataan yang tak dapat
disangkal atau diubah lagi. Tidak perlu disusahkan, tiada
gunanya dikhawatirkan. Dia ditawan musuh, titik. Dalam
keadaan tenang, pikirannya menjadi jernih dan hatinya tenang
menghadapi apa pun yang akan terjadi. Sekarang dia masih
hidup dan selama masih hidup, dia tidak akan pernah putus
asa. Tentu saja sudah menjadi kewajiban setiap orang
manusia yang hidup di dunia ini mempertahankan keadaan
dirinya, mempertahankan kehidupannya. Ikhtiar itu wajib.
Kalau lapar mencari makanan, kalau haus mencari minuman,
kalau mengantuk tidur, kalau sakit mencari obatnya. Setiap
orang harus menjaga kehidupan dirinya sendiri, bahkan setiap
mahluk harus melakukannya, kalau ia masih ingin hidup.
Sekarang pun dia harus berupaya untuk dapat meloloskan dari
tahanan. Tidak perlu mengotori otaknya dengan semua
ketakutan, kesusahan, atau kekhawatiran dengan
membayangkan masa depan yang belum tiba. Otak harus
bersih untuk dapat berdaya upaya menolong dirinya sendiri.
Maka ia duduk bersamadhi, untuk menenangkan hati dan akal
pikirannya, dan untuk menghimpun tenaganya yang mungkin
kalau peluangnya ada, akan dia perlukan.
Kita kembali ke medan pertempuran yang kini semakin
menjauhi istana kaisar karena pemberontak mulai terdesak
mundur dan keluar dari daerah istana. Yang berkelahi dengan
seru dan mati-matian terutama sekali adalah Huang-ho Sian-li
Ciu Thian Hwa melawan Lam-hai Cin-jin, jagoan paling lihai
dari pihak pemberontak setelah Ngo-beng Kui-ong yang sudah
melarikan diri menculik Pangeran Bouw Hun Ki dan dikejar
Nyonya Bouw keluar kota raja.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Dengan pedangnya, Thian Hwa melawan mati-matian
karena harus diakuinya bahwa Lam-hai Cin-jin merupakan
seorang lawan yang amat tangguh. Tingkat kepandaian Koksu
(Guru Negara) dari Yunnan-hu ini hanya berada di bawah
Ngo-beng Kui-ong, itu pun selisihnya tidak banyak walaupun
kakek mayat hidup itu merupakan paman gurunya. Senjata di
tangan Lam-hai Cin-jin amat menyeramkan. Sebuah tongkat
ruyung berduri yang mengandung racun sehingga lawan dapat
terbunuh hanya oleh luka yang tidak berbahaya karena
racunnya akan menjalar ke dalam tubuh korban. Selain
tongkat ruyung berduri yang ganas itu, juga tangan kiri Lamhai
Cin-jin menyelingi serangan ruyungnya dengan pukulan
jarak jauh Hek-tok-ciang (Tangan Racun Hitam). Setiap
tangan kirinya melancarkan serangan ini, telapak tangannya
berubah hitam dan dari telapak tangan itu menyambar uap
hitam beracun!
Thian Hwa harus bekerja keras menghadapi pukulan Hektok-
ciang dan sambaran ruyung berduri itu. Ia mula-mula
mainkan Kwan-im Kiam-sut (Ilmu Pedang Kwan Im) yang
lembut indah dan kokoh pertahanannya. Namun lama-lama ia
maklum bahwa menghadapi lawan seperti Lam-hai Cin-jin
yang demikian lihainya, kalau hanya bertahan saja akhirnya ia
sendiri yang akan terancam bahaya. Melawan seorang yang
demikian lihainya, menyerang merupakan pertahanan yang
lebih menguntungkan. Maka ia lalu mengubah ilmu
pedangnya. Kini ia mainkan Huang-ho Kiam-hoat (Ilmu
Pedang Sungai Kuning) yang tidak selembut Kwan-im Kiamsut
namun Huang-ho Kiam-hoat ini memiliki gerakan yang
dahsyat penuh dengan serangan yang bergelombang. seperti
membanjirnya air Sungai Kuning yang terkenal itu.
“Cring-tranggg...!” Bunga api berpijar-pijar ketika pedang
itu untuk ke sekian kalinya bertemu dengan ruyung.
“Wuuuuttt...!” tangan kiri Lam-hai Cin-jin menyambar dan
uap hitam meluncur ke arah kepala Thian Hwa. Gadis perkasa
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
itu miringkan tubuhnya dan cepat menggunakan tangan kiri
untuk menangkis.
“Dukk...!” Lengan tangan kiri Thian Hwa yang berkulit putih
halus dan mungil itu bertemu dengan lengan yang besar
pendek dipenuhi bulu kasar. Biarpun Thian Hwa sudah dapat
menduga akan kekuatan lawan dan dara ini tadi sudah
mengerahkan sin-kang sekuatnya, tetap saja tubuhnya
terpental dan terhuyung ke belakang saking kuatnya
pertemuan tenaga sakti mereka. Thian Hwa terkejut karena
dia tidak menduga bahwa pukulan tangan kiri Lam-hai Cin-jin
sedahsyat itu. Pada saat itu, Lam-hai Cin-jin sudah melompat
ke depan dan ruyungnya menyambar ke arah kepala Thian
Hwa!
Dalam keadaan yang amat gawat itu, berkelebat bayangan
putih dan sebuah sinar pedang meluncur dan menangkis
ruyung itu.
“Singg... trranggg...!”
Lam-hai Cin-jin terkejut sekali ketika ruyungnya tertangkis
sebatang pedang dan yang membuat tangannya tergetar
hebat. Pada saat itu ada hembusan angin kuat menyambar.
Kiranya ada kipas yang menyerangnya. Dia tahu berhadapan
dengan lawan kuat. Cepat dia melempar diri ke belakang dan
berjungkir balik tiga kali. Ketika dia memandang, seorang
wanita berpakaian putih, berusia empat puluh tahun lebih
namun masih cantik, telah berdiri, pedang di tangan kanannya
dan kipas di tangan kirinya.
“Im-yang Sian-kouw...!” katanya kaget dan maklum bahwa
akan sulit menghadapi pengeroyokan dua orang wanita sakti
itu dia lalu melompat jauh menghilang di antara para prajurit
yang sedang bertempur.
Thian Hwa tidak mengejar karena mengejar pun percuma
mencari seorang di antara demikian banyaknya prajurit yang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
bertempur. Pula ia amat tertarik mendengar disebutnya nama
tadi. Ia menghampiri wanita itu dan bertanya.
“Apakah... Bibi ini Im-yang Sian-kouw...?”
Im-yang Sian-kouw mengangguk dan sejak tadi pun ia
sudah kagum melihat sepak terjang gadis muda yang berani
melawan Lam-hai Cin-jin dengan demikian gigihnya. Ia
mengangguk sambil tersenyum, akan tetapi sebelum ia
sempat bertanya, Huang-ho Sian-li Ciu Thian Hwa sudah
berkata dengan hati tegang.
“Bibi, cepat, Bibi. Kita harus pergi menolong murid Bibi....”
“Muridku?”
“Ya, bukankah Si Han Bu itu murid Bibi?”
Im-yang Sian-kouw terkejut. “Benar, di mana dia? Apa
yang terjadi dengan dia?”
“Nanti saja kuceritakan, Bibi. Sekarang yang terpenting kita
harus menolong dan membebaskannya. Mungkin dia tertawan
di rumah Pangeran Cu Kiong, Si Pemberontak itu. Mari, Bibi!”
Huang-ho Sian-li melompat dengan cepat sekali sehingga
Im-yang Sian-kouw harus mengerahkan gin-kang untuk
menyusul gadis itu. Hatinya tentu saja merasa gelisah
mendengar murid yang disayang seperti anak sendiri itu
tertawan musuh.
Setelah mereka berlari secepat terbang, Im-yang Siankouw
mendapat kenyataan betapa gadis itu dapat berlari
cepat sekali, tidak kalah olehnya!
“Apa... apa dia masih hidup?” tanyanya khawatir.
“Mudah-mudahan saja, Bibi!”
Ketika mereka tiba di istana Pangeran Cu Kiong, keadaan di
situ sunyi. Maklum, pasukan telah meninggalkan tempat itu
untuk ikut menyerbu istana kaisar.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
“Tempat tahanan berada di belakang, mari kita ke sana,
Bibi!” kata Thian Hwa dan dua orang Wanita perkasa itu
melayang ke atas wuwungan istana dan menyelidiki di bagian
belakang. Ketika tiba di ruangan tahanan yang telah dikenal
baik oleh Thian Hwa, mereka berdua melihat tiga puluh orang
prajurit s ibuk melepaskan anak panah ke dalam sebuah kamar
tahanan melalui jeruji besi yang kokoh kuat.
Di dalam ruangan itu, mereka melihat seorang pemuda
yang bukan lain adalah Si Han Bu, bergerak-gerak lincah,
mengelak dan menangkisi puluhan batang anak panah yang
menyambar dari depan. Masih untung baginya bahwa di
belakangnya adalah dinding sehingga para prajurit itu tidak
dapat mengepung dan menyerangnya dari belakang atau
samping, hanya dari depan. Ternyata tiga puluh orang prajurit
yang ditinggalkan Pangeran Cu Kiong untuk menjaga tawanan
itu semakin gelisah mendengar berita bahwa pasukan
pendukung Pangeran Cu Kiong tampaknya terdesak. Maka,
karena mereka ingin sekali segera pergi dari situ, baik untuk
membantu perang ataupun untuk lari menyelamatkan diri,
mereka serentak mengambil keputusan untuk membunuh
tawanan dengan menyerang dengan anak panah dari luar
ruangan tahanan!
Betapa pun lihainya Si Han Bu, dihujani anak panah oleh
tiga puluh orang prajurit tanpa dia memegang senjata untuk
melindungi dirinya, sungguh merupakan hal yang
merepotkannya. Sudah ada dua batang anak panah yang
melukai pundak dan pahanya. Walaupun dua batang anak
panah itu tidak menembus pundak dan paha, namun tetap
saja dua bagian tubuhnya itu lecet-lecet dan berdarah. Han Bu
lalu melompat dan mengangkat dipan yang menjadi tempat
tidurnya, dan setelah dia menggunakan dipan untuk
melindungi diri dari keroyokan anak panah, keadaannya agak
membaik. Dia tidak repot sekali, namun tetap saja dia sama
sekali tidak mampu membalas.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tiba-tiba terdengar bentakan suara wanita. “Pertahankan,
Han Bu!”
“Subo...!” Han Bu girang sekali mendengar suara gurunya
dan dia menjadi lebih gembira melihat Huang-ho Sian-li juga
datang bersama subonya. Tentu saja Han Bu sudah tahu,
bahkan sudah merasa yakin bahwa Im-yang Sian-kouw
sesungguhnya dulu bernama Cui Eng, puteri dari Cui Sam atau
ibu kandung dari Huang-ho Sian-li Ciu Thian Hwa!
Dua orang wanita itu lalu mengamuk. Begitu mereka
melayang turun dari atas genteng, tubuh mereka berkelebatan
bagaikan dua ekor burung rajawali menyambar-nyambar dan
para prajurit itu berpelantingan roboh! Dalam waktu sebentar
saja, dua belas orang prajurit sudah roboh dan tak dapat
bangun lagi. Yang lainnya menjadi panik dan ketakutan.
Mereka tanpa dapat dikomando lagi lalu melarikan diri
meninggalkan bangunan tempat tahanan, bahkan terus
melarikan diri keluar dari istana Pangeran Cu Kiong.
Im-yang Sian-kouw cepat membuka pintu kamar tahanan
dan Han Bu keluar sambil tersenyum.
“Wah, untung Subo dan Huang-ho Sian-li datang
menolong. Kalau tidak tentu aku akan mati!”
“Bagaimana luka di pundak dan pahamu?” Im-yang Siankouw
memandang ke arah baju bagian pundak dan celana di
paha yang robek dan berdarah.
“Tidak apa-apa, Subo, hanya lecet sedikit.”
“Bibi dan Si Han Bu, mari kita cari senjata kita yang
dirampas, lalu cepat kembali ke istana membantu pasukan
yang bertahan terhadap serbuan para pemberontak!”
Mendengar ucapan Huang-ho Sian-li, guru dan murid itu
mengangguk dan mereka cepat mencari pedang Kwan-imkiam
dan kantung Pek-hwa-ciam milik Thian Hwa yang
dirampas, juga pedang Im-yang-kiam dan kipas Im-yang-poTiraikasih
Website http://kangzusi.com/
san milik Si Han Bu. Mereka tidak mempedulikan keluarga dan
para pelayan Pangeran Cu Kiong yang ketakutan dan setelah
mencari di kamar Pangeran Cu Kiong, gadis dan pemuda itu
menemukan senjata mereka. Dengan girang mereka lalu
membawa senjata mereka dan bersama Im-yang Sian-kouw
cepat kembali ke tempat pertempuran yang masih
berlangsung. Mereka tidak sempat untuk bicara karena
pertempuran masih berlangsung dan Huang-ho Sian-li
mendesak guru dan murid itu untuk bergegas ke istana dan
membantu pasukan kerajaan.
Pertempuran masih berlangsung ramai walaupun pasukan
pemberontak terus terdesak mundur. Juga terjadi perubahan
besar dalam pertempuran antara jagoan-jagoan pendukung
pemberontak melawan para pembela kerajaan. Setelah pihak
pemberontak ditinggalkan jagoan yang paling sakti, yaitu Ngobeng
Kui-ong, maka banyak di antara teman-temannya yang
menjadi jerih. Ang-mo Niocu Yi Hong yang cerdik dan licik itu
merasa gentar setelah melihat Ngo-beng Kui-ong melarikan
diri sambil menculik Pangeran Bouw Hun Ki. Ia melihat betapa
gurunya, Lam-hai Cin-jin, juga hanya mampu mendesak Thian
Hwa akan tetapi lalu muncul seorang wanita setengah tua
cantik yang amat lihai yang membuat gurunya lari terbirit-birit!
Lam-hai Cin-jin dan Ngo-beng Kui-ong sudah melarikan diri,
tidak ada harapan lagi untuk menang! Ang-mo Niocu yang
cerdik berpikir. Biarpun pemberontakan itu gagal, setidaknya
ada keuntungannya bagi Jenderal Wu Sam Kwi, pertama
karena pemberontakan itu melemahkan Kerajaan Mancu.
Kedua kalinya, ia telah memiliki Tek-pai dari Kaisar Shun Chi
dan ia percaya Tek-pai ini amat berguna bagi pemimpinnya.
Kalau ia serahkan Tek-pai itu kepada Jenderal Wu Sam Kwi,
tentu ia mendapatkan pahala besar! Maka, untuk apa
membahayakan dan mengorbankan nyawanya hanya untuk
membela Pangeran Cu Kiong yang bagaimanapun hanya
seorang pangeran penjajah Mancu? Maka, sambil berteriak
melengking ia menusukkan payung pedangnya dan ketika
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
ditangkis, mendadak dari ujung payung pedang itu meluncur
Ang-tok-ciam (Jarum Racun Merah) sebanyak tujuh batang
menyerang ke arah Bu Kong Liang yang menjadi lawannya!
Murid Siauw-lim-pai yang tangguh itu cepat memutar siangkek
(sepasang tombak pendek bercabang) sambil melompat
tinggi ke atas lalu berjungkir balik ke belakang sehingga
sebagian jarum-jarum merah itu tertangkis dan sebagian lagi
dapat dielakkannya. Ketika dia turun kembali, Ang-mo Niocu
sudah tidak berada di depannya. Wanita ini merasa ketakutan
ketika ia melihat Huang-ho Sian-li dan Im-yang Sian-kouw
yang tadi membuat gurunya lari terbirit-birit sudah datang lagi
di tempat itu. Maka ia cepat menyelinap di antara para prajurit
dan menghilang!
Thio Kwan yang bertanding melawan Bouw Hwi Siang,
dapat mengimbangi gadis itu, bahkan tampak lebih kuat.
Demikian pula Y u Kok Lun dapat mendesak Gui Siang In. Akan
tetapi Bu Kong Liang yang ditinggal lari Ang-mo Niocu segera
membantu dua orang gadis itu sehingga Thio Kwan dan Yu
Kok Lun terkejut dan terdesak terus. Tak lama kemudian,
kedua orang dari Kam-keng Chit-sian (Tujuh Dewa Kam-keng)
yang mengabdi kepada Pangeran Cu Kiong itu, tewas pula.
Kam-keng Chit-sian kini habis, tinggal seorang saja, yaitu
Ciang Sun, akan tetapi sudah lama dia meninggalkan
Pangeran Cu Kiong.
Bouw Hwi Siang, Gui Siang In, dan Bu Kong Liang kini
membantu Bouw Kun Liong yang masih bertanding ramai
melawan Mong Lai. Orang Mongol ini memang tangguh sekali.
Selain bertenaga gajah, ilmu silat campur ilmu gulatnya juga
berbahaya, ditambah lagi dia menguasai ilmu sihir sehingga
tadi dia sempat membuat Bouw Kun Liong kewalahan. Akan
tetapi setelah tiga orang itu maju mengeroyok, Mong Lai
menjadi repot dan akhirnya dia pun roboh dan tewas.
Melihat Pangeran Cu Kiong masih saja berteriak-teriak
memberi semangat kepada pasukannya tanpa melihat
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kenyataan bahwa tiga orang jagoannya, Thio Kwan, Yu Kok
Lun, dan Mong Lai telah tewas, sedangkan mereka yang dia
andalkan, Ngo-beng Kui-ong, Lam-hai Cin-jin, dan Ang-mo
Niocu juga sudah melarikan diri meninggalkan pertempuran, Si
Han Bu melompat dengan sigapnya dan sekali tangannya
menampar, Pangeran Cu Kiong tidak mampu menghindarkan
diri dan dia tertampar roboh. Dia mencoba untuk bangkit,
akan tetapi Han Bu sudah menggerakkan pedangnya.
“Si Han Bu, jangan bunuh dia!” terdengar Huang-ho Sian-li
berseru dari belakang dan ia pun menolak lengan kanan Han
Bu sehingga pedang yang sudah ditodongkan itu menjauh dari
leher Pangeran Cu Kiong!
“Ha-ha-ha!” Pangeran Cu Kiong tersenyum getir. “Huangho
Sian-li, apakah engkau masih ada perasaan cinta kepadaku
sehingga tidak tega melihat aku terbunuh?”
Mendengar ini, Thian Hwa merasa sedih juga karena harus
ia akui bahwa Pangeran Cu Kiong adalah cinta pertamanya!
Walaupun kini ia tidak mempunyai perasaan cinta kepada
pangeran yang licik, kejam dan berkhianat itu, namun tetap
saja kemesraan dalam hatinya yang dulu masih membekas.
“Pangeran Cu Kiong, dosamu sudah bertumpuk dan
sebetulnya sudah sepatutnya kalau engkau dibunuh. Akan
tetapi aku mau menukar jiwamu dengan Tek-pai milikku
pemberian Kaisar. Kembalikan Tek-pai padaku dan aku tidak
akan membunuhmu!”
Tiba-tiba Pangeran Cu Kiong tertawa bergelak. “Ha-ha-haha,
jangan harap mendapatkan Tek-pai itu, Huang-ho Sian-li!
Tek-pai itu telah dibawa pergi Ang-mo Niocu Yi Hong untuk
diserahkan kepada Jenderal Wu Sam Kwi!”
“Aku akan mengejar dan mengambilnya kembali!” Tiba-tiba
Si Han Bu berkata dan tubuhnya berkelebat, pergi dari situ.
“Si Han Bu...!” Huang-ho Sian-li melarang, akan tetapi Imyang
Sian-kouw tersenyum.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
“Biarkan saja, anak itu sukar dihalangi kalau sudah
mempunyai kehendak. Dia dapat menjaga diri dan aku hampir
yakin dia akan mampu mengambil Tek-pai itu kembali.”
JILID XIII
THIAN HWA lalu bergerak cepat, menotok jalan darah di
tubuh Pangeran Cu Kiong sehingga tidak mampu bergerak
lagi. Kemudian, tiba-tiba ia memanggul tubuh pangeran itu
dan membawanya melompat ke atas. Setelah tiba di puncak
menara, di bawah sinar matahari yang telah naik tinggi, ia
berseru dengan pengerahan khi-kang sehingga suaranya
terdengar nyaring dan menggema ke seluruh penjuru.
“Para pasukan pemberontak, dengar dan lihatlah! Pangeran
pemberontak Cu Kiong yang berkhianat terhadap kerajaan
telah kami tawan. Juga semua kaki tangannya telah ditumpas,
banyak yang mati dan sebagian melarikan diri. Kalau kalian,
yang masih prajurit pasukan kerajaan, membuang senjata,
berlutut dan menyerah, masih bisa diharapkan pengampunan
bagi kalian. Kalau nekat bertempur tanpa pimpinan lagi, kalian
semua pasti binasa!”
Tadinya para prajurit pemberontak ragu-ragu, akan tetapi
begitu ada seorang prajurit yang membuang senjata dan
berlutut, hal itu seperti merupakan komando dan akhirnya
mereka semua berlutut dan membuang senjata mereka.
Berakhirlah perang saudara itu dan pemberontakan
Pangeran Cu Kiong itu gagal sama sekali! Para prajurit yang
ikut memberontak dan kini menyerahkan diri mendapat
pekerjaan berat, yaitu mengurus ratusan mayat yang menjadi
korban pertempuran dan merawat lebih banyak lagi mereka
yang luka-luka. Juga mereka diharuskan melakukan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
pembersihan di bekas tempat pertempuran yang dinodai
darah. Rakyat penduduk kota raja yang tadinya banyak
melarikan diri mengungsi, perlahan-lahan kembali ke rumah
masing-masing.
(Oo-dwkz-jTn-oO)
Kini baru Im-yang Sian-kouw sempat berhadapan dengan
Huang-ho Sian-li. Setelah membiarkan Si Han Bu pergi
mencari Tek-pai dan Huang-ho Sian-li membawa Pangeran Cu
Kiong naik ke menara dan gadis perkasa itu berhasil
mengakhiri perang dan membuat semua prajurit pemberontak
menyerahkan diri, Im-yang Sian-kouw memandang gadis itu
dengan sinar mata penuh kagum. Pangeran Cu Kiong telah
diserahkan kepada panglima untuk ditahan dalam penjara.
“Nona, ketika mula-mula tiba di kota raja dan mendengar
akan nama besar Huang-ho Sian-li, aku masih belum percaya
bahwa ada seorang gadis yang masih muda seperti engkau ini
selain memiliki ilmu kepandaian yang lihai sekali, juga dapat
bersikap tegas dan bijaksana seperti seorang panglima
perang! Nona, siapakah gurumu?”
“Guruku bernama Thian Bong Sianjin, Bibi. Akan tetapi, Bibi
Im-yang Sian-kouw, ilmu kepandaianmu lebih hebat lagi,
bahkan kalau tidak ada muridmu Si Han Bu yang menolongku
keluar dari tahanan, mungkin sekarang aku sudah mati.”
“Aih, hal itu tidak perlu dibicarakan lagi, Nona. Sudah
semestinya orang-orang segolongan dan sehaluan saling
membantu tanpa pamrih. Eh, apa artinya ucapan Pangeran Cu
Kiong itu? Benarkah bahwa engkau... mencintanya? Maafkan
pertanyaanku ini karena sungguh aku merasa bingung
mendengarnya. Apakah hubunganmu dengan pangeran
pemberontak itu?”
Huang-ho Sian-li tersenyum menghela napas panjang.
“Sebetulnya kami masih merupakan saudara sepupu, Bibi. Dia
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
itu putera Pamanda Kaisar Shun Chi, sedangkan aku adalah
puteri seorang pangeran....”
“Wah! Kiranya engkau ini puteri pangeran? Ah, pantas
kalau begitu. Siapakah ayahmu, kalau aku boleh mengetahui?”
Dalam suara Im-yang Sian-kouw terdengar getaran aneh dan
sinar matanya kini dengan tajam penuh selidik menatap wajah
Thian Hwa.
“Ayahku bernama Ciu Wan Kong, seorang adik Kaisar Shun
Chi.... eh, kenapa Bibi...?” Thian Hwa hampir saja meloncat
untuk menangkap tubuh Im-yang Sian-kouw yang tiba-tiba
terhuyung dan wajahnya tampak pucat sekali.
Siapa yang akan dapat bertahan mendengar pengakuan
seorang gadis cantik jelita dan gagah bahwa gadis itu adalah
puteri suaminya? Akan tetapi Im-yang Sian-kouw adalah
seorang wanita gemblengan yang sudah banyak mengalami
hal-hal yang amat hebat sehingga batinnya sudah menjadi
kuat. Ia tersenyum, memandang Thian Hwa dan
menggelengkan kepalanya dengan lembut.
“Tidak apa-apa... tidak apa-apa... engkau... eh, siapakah
namamu, anak yang baik?”
“Namaku Ciu Thian Hwa, Bibi.”
Im-yang Sian-kouw terdiam sejenak. Ia sengaja tidak
mengeluarkan suara lagi karena jantungnya berdebar kencang
dan ia tahu bahwa sekuat-kuat hatinya, pada saat itu tetap
saja suaranya akan terdengar gemetar penuh perasaan haru
dan sangsi. Ya, ia masih sangsi bahkan tidak percaya akan
dugaannya yang muncul bahwa gadis ini adalah puterinya!
Tidak, tidak mungkin! Pasti anak ini merupakan keturunan lain
dari Pangeran Ciu Wan Kong, atau tentu ada keterangan lain.
Tidak mungkin sama sekali gadis ini adalah anaknya yang
ketika masih bayi bersama ia dan ayahnya hanyut terbawa
arus air Sungai Kuning yang demikian dahsyatnya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
“Engkau kenapa, Bibi?” kembali Thian Hwa bertanya
melihat wanita itu kini diam saja termenung.
“Thian Hwa, maukah engkau memperkenalkan aku dengan
keluargamu?” tanyanya lirih.
“Tentu saja, Bibi! Murid Bibi itu pun sudah bertemu dengan
ayahku. Mari, Bibi, kita pergi ke rumah Ayah, akan tetapi
maklum, aku tadi mendengar kabar bahwa rumah Ayah
dirampok dan dibakar oleh gerombolan pemberontak. Ayah
sudah mendahului ke sana untuk memeriksa dan
membereskannya.”
Im-yang Sian-kouw tidak banyak bicara lagi dan kedua
kakinya bergerak cepat, bagaikan melayang ia meninggalkan
tempat itu. Thian Hwa cepat mengejarnya dan gadis ini
sampai lupa dan tidak memperhatikan bahwa wanita cantik itu
langsung menuju ke arah rumah ayahnya! Tentu saja hal ini
tidak aneh karena Im-yang Sian-kouw yang dulu bernama Cui
Eng itu sudah hafal akan letak rumah Pangeran Ciu Wan Kong
yang juga menjadi tempat tinggalnya!
Setelah tiba di depan gedung tempat tinggal Pangeran Ciu
Wan Kong, Im-yang Sian-kouw berhenti dan berdiri dengan
hati diliputi keharuan. Ia tentu saja mengenal benar rumah
besar itu, di mana ia tinggal sejak kecil sampai menjadi
dewasa, bekerja sebagai pelayan, kemudian menjadi kekasih
Pangeran Ciu Wan Kong. Pot-pot bunga seruni yang berjajar
di depan gedung itu masih berdiri dan pada saat itu sedang
berbunga. Akan tetapi bagian kanan rumah itu terdapat bekas
terbakar, hangus dan barang-barang berserakan. Ia melihat
banyak prajurit sedang membersihkan tempat itu.
“Bibi, biar aku mencari Ayah dan memberitahukan akan
kedatanganmu,” kata Thian Hwa.
Im-yang Sian-kouw tidak menjawab, masih berdiri seperti
patung memandang rumah itu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Thian Hwa berlari memasuki gedung dan ia menemukan
ayahnya sedang mengumpulkan barang-barang berharga yang
dapat diselamatkan dari kebakaran, menyusunnya dalam
kamar ayahnya, dibantu oleh Cui Sam, kakeknya.
“Ayah! Kong-kong!”
“Thian Hwa, rumah ayahmu dirampok dan dibakar
jahanam-jahanam itu!” kata Kakek Cui Sam gemas.
“Ah, tidak mengapa. Ini masih baik karena bagaimanapun
juga, pihak pemberontak berhasil dihancurkan, bukan begitu,
Thian Hwa?” kata Pangeran Ciu Wan Kong dengan wajah
gembira. Dia tadi mendengar akan sepak terjang puterinya
yang hebat mengagumkan, yang telah menawan Pangeran Cu
Kiong dan membawanya ke puncak menara di mana dengan
gagah beraninya Thian Hwa berhasil membuat para sisa
pemberontak membuang senjata dan menakluk! Perbuatan itu
amat hebat dan menjadi buah bibir dan pujian seluruh rakyat.
“Harta benda hilang bisa dicarikan penggantinya, yang
terpenting adalah nama dan kehormatan keluarga dan engkau
telah menjunjung tinggi sekali nama dan kehormatan keluarga
kita, Anakku!” kata pula Pangeran Ciu Wan Kong.
“Ayah, aku datang bersama seorang tamu.”
“Eh? Mana tamunya? Siapa?”
“Bibi Im-yang Sian-kouw, Ayah.”
“Im-yang Sian-kouw?” Tanya pangeran itu ragu karena
merasa tidak mengenal nama itu.
“Hemm, agaknya Ayah telah lupa lagi akan keterangan
pemuda bernama Si Han Bu itu.”
“Si Han Bu...? Ah, ya, maksudmu guru Si Han Bu yang
katanya tahu di mana adanya ibumu itu? Ah, cepat persilakan
ia masuk ke sini. Thian Hwa.” Lalu dia berkata kepada Cui
Sam. “Gak-hu (Ayah Mertua), mari kita bersihkan tempat ini
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dan persiapkan untuk menerima tamu kita. Ia akan
memberitahu tentang Cui Eng!” kata Pangeran Ciu Wan Kong
dan mereka berdua segera sibuk membereskan ruangan tamu
untuk menyambut Im-yang Sian-kouw.
Baru saja mereka selesai membersihkan kamar tamu yang
tidak ikut terbakar itu, Thian Hwa dan Im-yang Sian-kouw
muncul di ambang pintu.
“Ayah, inilah Bibi Im-yang Sian-kouw yang telah
menyelamatkan nyawaku ketika aku terancam oleh Lam-hai
Cin-jin!” kata Thian Hwa.
Pangeran Ciu Wan Kong sedang memegang sebuah vas
kembang dan membersihkannya dari debu. Dia memutar
tubuh memandang dan... “pyarrr...!” vas itu terlepas dan
terjatuh pecah berkeping-keping di atas lantai. Dia berdiri
bengong terlongong dengan wajah pucat. Thian Hwa terkejut,
memandang Im-yang Sian-kouw dan melihat betapa wanita
itu menundukkan mukanya yang pucat dan perlahan-lahan
butiran air mata menuruni kedua pipinya!
“Cui Eng...! Cui Eng... Ya Tuhan... benar-benar engkaukah
ini...? Cui Eng, isteriku...?” Suara ini terdengar menggigil,
bahkan kedua lengan pangeran itu pun menggigil.
“Pangeran....” suara Im-yang Sian-kouw lirih dan
sesenggukan.
“Cui Eng...! Engkau benar Cui Engku...!” Tiba-tiba Pangeran
Ciu Wan Kong tersaruk-saruk maju dan menjatuhkan diri
berlutut di depan wanita itu! “Cui Eng, ampunkan aku... Aku
demikian lemah sehingga tidak berani menentang kehendak
orang tuaku... aku telah berdosa kepadamu, telah membuat
hidupmu, hidup Gak-hu (Ayah Mertua) dan hidup anak kita
menderita... ampunkan aku, Cui Eng....”
Im-yang Sian-kouw menahan perasaan harunya.
“Pangeran, bangkit dan berdirilah. Kalau engkau menyadari
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
bahwa dulu engkau amat lemah, mengapa sekarang tidak
berubah dan masih amat lemah?”
“Cui Eng... terima kasih engkau telah kembali....”
“Berdirilah, Pangeran. Dengar, aku tidak ingin kembali
kepadamu yang sudah mengusirku. Aku hanya datang untuk
mendengar tentang ayah dan anakku....”
“Cui Eng, aku di sini..,.” Tiba-tiba Cui Sam yang sejak tadi
hanya melongo saja di sudut ruangan, kini maju menghampiri
puterinya.
“Ayah...!” Cui Eng berseru dan ia segera berlutut di depan
kaki Cui Sam. Kakek itu mengangkatnya dan mereka pun
berangkulan sambil menangis.
“Cui Eng, inilah anak kita, Ciu Thian Hwa. Thian Hwa, cepat
beri hormat kepada ibumu!” kata Pangeran Ciu Wan Kong
yang sudah bangkit berdiri.
Sejak tadi Thian Hwa berdiri dengan muka pucat, tidak
bergerak seperti patung. Sama sekali ia tidak pernah menduga
bahwa Im-yang Sian-kouw adalah Cui Eng ibunya! Bagaimana
ia dapat menduganya? Ia mendengar dari kakek dan ayahnya
bahwa Cui Eng adalah seorang wanita lemah yang sama sekali
tidak paham ilmu silat. Sedangkan Im-yang Sian-kouw
merupakan seorang wanita yang demikian sakti! Maka biarpun
ayahnya menyuruh ia memberi hormat kepada Im-yang Siankouw
sebagai ibunya, ia masih ragu-ragu dan hanya
memandang dengan sinar mata mencorong penuh selidik.
Sebaliknya, Im-yang Sian-kouw juga belum dapat menerima
dan percaya begitu saja bahwa Huang-ho Sian-li adalah anak
kandungnya yang dulu belum ia beri nama ketika terlepas dari
pondongan dan hanyut dalam Sungai Kuning.
“Pangeran Ciu Wan Kong! Ayah, harap jangan membohongi
aku. Bagaimana mungkin anak ini adalah anakku yang ketika
bayi hanyut di air Sungai Huang-ho? Bagaimana mungkin...?”
Suara wanita itu kini tergetar mengandung isak.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tiba-tiba Cui Sam berkata dengan suara seorang ayah yang
marah dan menegur puterinya. “Cui Eng! Jangan keraskan
hatimu karena dendam kebencian! Ketahuilah bahwa Ciu Wan
Kong juga menderita, bahkan tidak kalah menderitanya
dibandingkan kita! Dia bahkan tidak pernah menikah dan telah
dikenal sebagai orang yang sinting karena duka memikirkan
dirimu! Panjang ceritanya bagaimana anakmu ini dapat
selamat bahkan kini menjadi seorang pendekar wanita. Apa
anehnya? Engkau sendiri juga dahulu seorang wanita lemah
dan kini telah menjadi seorang wanita sakti. Pandanglah baikbaik,
andaikata pikiranmu yang penuh dendam kepada
Pangeran Ciu itu mencoba untuk menyangkal, pandanglah
muka Ciu Thian Hwa! T idakkah engkau dapat melihat, apakah
matamu telah buta untuk dapat melihat betapa anakmu ini
memiliki wajah seperti kembar dengan wajahmu? Thian Hwa,
inilah Cui Eng, ibumu yang selama ini kaurindukan!”
Mendengar ucapan Cui Sam yang marah itu, bagaikan
bendungan air pecah, kedua orang wanita itu mengeluarkan
rintihan jerit hati dan mereka tersedu-sedu lalu entah siapa
yang lebih dulu, mereka saling tubruk dan saling rangkul.
Dua orang wanita ini hampir tidak dapat mengeluarkan
suara.
“Ibu...!”
“Anakku... Anakku...!”
Keduanya menangis tersedu-sedu, bagaikan air bah yang
membanjir setelah bendungannya bobol. Im-yang Sian-kouw
merangkul, menciumi muka Thian Hwa yang basah dengan air
mata mereka, lalu menekan muka anaknya itu ke dadanya
seperti seorang ibu hendak menyusui bayinya.
Dapat dibayangkan betapa mendalam rasa haru di dalam
dada hati dua orang wanita itu. Keduanya sama sekali tidak
pernah mengira bahwa mereka akan dapat saling bertemu.
Thian Hwa yang sejak bayi terpisah dari ibunya dan ditemukan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Thian Bong Sianjin hanyut di air Sungai Huang-ho,
menganggap ibunya tentu sudah tewas. Demikian pula,
seujung rambut pun tidak pernah mengira bahwa anaknya
yang masih bayi dapat selamat dari air sungai yang besar dan
ganas itu. Keharuan yang mendalam itu timbul dari perasaan
duka, sakit hati, juga rasa bahagia yang luar biasa. Selama ini
Cui Eng atau Im-yang Sian-kouw tidak mau pergi ke kota raja
untuk menemui suaminya karena ia merasa sakit hati sekali
atas pengusiran terhadap dirinya. Yang membuat ia
mendendam terutama sekali karena ia kehilangan anaknya. Ia
menganggap bahwa Pangeran Ciu Wan Kong telah
memusnahkan semua kebahagiaannya, membunuh anaknya
dan membunuh ayahnya, membuat ia merana dan hampir
mati kalau saja tidak ditolong Bu Beng Kiam-sian.
Betapa pun hebatnya perasaan haru mencekam perasaan
hati Huang-ho Sian-li dan Im-yang Sian-kouw, namun mereka
berdua adalah wanita-wanita yang gagah perkasa dan sudah
tergembleng lahir batinnya sehingga selain tenaga badan
mereka amat kuat, juga tenaga batin mereka kokoh dan tidak
mudah dilumpuhkan perasaan sendiri. Tak lama kemudian
keduanya sudah dapat menguasai hati dan ketenangan
mereka, lalu Im-yang Sian-kouw melepaskan rangkulannya
kepada puterinya dan menghampiri Cui Sam, lalu ia
menjatuhkan diri berlutut di depan kaki ayahnya itu.
“Ayah...!”
Cui Sam membungkuk dan merangkul puterinya, ditariknya
agar berdiri dan kakek ini pun memandang puterinya dengan
sepasang mata basah.
“Cui Eng, alangkah bahagianya kita sekeluarga dapat
bertemu dan berkumpul kembali seperti ini....”
“Apa yang dikatakan Gak-hu benar, Eng-moi... sekarang
tidak ada lagi penghalang bagi kita untuk hidup bersama
dengan bahagia, sekeluarga menjadi satu dan tidak akan
terpisah lagi,” kata Pangeran Ciu Wan Kong.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Akan tetapi Im-yang Sian-kouw memandang wajah
pangeran itu dengan sinar mata mencorong dan mulut
bergaris keras. “Pangeran Ciu Wan Kong, setelah apa yang
kaulakukan terhadap aku dan keluargaku dua puluh tahun
yang lalu, bagaimana mungkin aku dapat hidup bersamamu
lagi? Tidak, aku tidak mau!”
Cui Sam, Thian Hwa, dan terutama sekali Pangeran Ciu
Wan Kong terkejut bukan main mendengar ucapan yang keras
dan tegas penuh kepahitan dari Im-yang Sian-kouw. Akan
tetapi ucapan itu sekaligus menikam perasaan Pangeran Ciu
Wan Kong seperti ujung sebatang pedang ditusukkan ke ulu
hatinya.
“Cui Eng, engkau jangan berkata begitu! Aku menjadi
saksinya bahwa yang mengusir kita dulu adalah orang tua
Pangeran Ciu, bukan dia. Dia hanya terlalu taat kepada orang
tuanya dan tidak berani menentang kehendak mereka. Dan
aku tahu betapa dia amat menderita. Dia tidak pernah
menikah dan...,” kata Cui Sam.
“Aih, Eng-moi, aku mengerti sekarang...!” Pangeran Ciu
Wan Kong tiba-tiba memotong. “Aku memang tidak pernah
menikah, akan tetapi engkau... mungkin saja engkau telah
menikah dengan laki-laki lain....” Suaranya terdengar sedih
sekali.
“Huh, memikirkannya juga aku tidak pernah!” bentak Imyang
Sian-kouw.
Tiba-tiba Huang-ho Sian-li Ciu Thian Hwa merangkul ibunya
dan menangis. “Ibu... Ibu... selama aku hidup baru sekarang
ini aku ingin memohon sesuatu kepada ibuku. Ibu, aku mohon
sukalah kiranya Ibu mengasihani dan memaafkan kelemahan
Ayah dahulu, sudilah Ibu kembali kepada Ayah dan hidup
bersama kami, Ibu....”
“Memaafkan manusia yang kejam ini? Manusia yang begitu
angkuh akan kedudukan dan keturunan, yang memandang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
rendah rakyat kecil dan miskin seperti aku? Memaafkan
manusia yang telah menghancurkan hidupku, yang membuat
Ibu Anak dan kakekmu menderita dan hampir tewas? Dan
engkau, yang sejak kecil dipisahkan dari ayah ibumu dan
kakekmu, yang bahkan tidak sempat diberi nama oleh ibumu,
engkau yang sudah digembleng menjadi seorang pendekar
wanita yang gagah perkasa, engkau malah membujuk aku
memaafkan manusia yang jahat ini?”
Thian Hwa menjatuhkan diri berlutut dan menciumi kaki
ibunya.
“Ibu, harap dengarkan dulu kesaksianku, Ibu. Ketika
pertama kali aku mendengar cerita Kakek Cui Sam tentang
apa yang Ibu alami di keluarga Ciu, aku juga marah dan
bahkan mengambil keputusan untuk membantai keluarga Ciu
yang dulu mengusir Ibu. Akan tetapi, orang tua Ayah, yaitu
mereka yang dulu mengusir Ibu, telah tiada. Aku marah
kepada Pangeran Ciu Wan Kong dan bermaksud
menghajarnya. Akan tetapi ketika aku tiba di sini dan melihat
Ayah meratapi dan menangisi gambar Ibu seperti orang yang
hilang ingatan, aku menyadari bahwa Ayah bukanlah orang
jahat. Dia hanya lemah dan tidak berani menentang orang
tuanya. Ibu, jahatkah orang yang taat dan tidak mau
menentang Ayah Ibunya? Memang, Ayah lemah, akan tetapi
sama sekali tidak jahat. Selain itu, aku berani memastikan
bahwa Ayah amat mencinta Ibu, sejak dahulu sampai
sekarang. Karena itu, sekali lagi, Ibu kembalilah kepada Ayah.
Aku ingin sekali melihat Ayahku dan Ibuku hidup rukun dan
saling mencinta. Apalagi Kakek Cui Sam juga sudah berada di
sini, Ibu. Kita semua dapat merupakan sebuah keluarga
lengkap yang hidup berbahagia.”
Dengan air mata bercucuran Pangeran Ciu Wan Kong kini
berlutut pula di dekat puterinya. “Eng-moi.... kalau engkau
tidak mau memaafkan aku... kalau engkau memang demikian
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sakit hati kepadaku, aku mohon maaf... bunuhlah aku agar
aku dapat menebus semua kesalahanku kepadamu....”
Im-yang Sian-kouw Cui Eng sesungguhnya tidak pernah
membenci suaminya ini. Ia memang menderita sakit hati yang
hebat, akan tetapi bukan kepada suaminya melainkan kepada
kedua mertuanya yang sekarang telah tiada. Ia tahu bahwa
suaminya amat mencintanya dan ia pun selalu mencinta
suaminya. Kini melihat suaminya, anaknya, juga ayahnya
semua memintakan maaf atas kelemahan suaminya, dan
melihat suaminya berlutut minta dibunuh, hatinya menjadi cair
dan dengan air mata bercucuran ia membangunkan suaminya.
“Bangkitlah, Pangeran, tidak baik seorang suami berlutut di
kaki isterinya. Aku... aku memaafkan semua kelemahanmu
dahulu.”
Empat orang itu bertangis-tangisan, akan tetapi tangis
terakhir ini adalah tangis kebahagiaan. Setelah luapan
keharuan mereka mereda, Pangeran Ciu Wan Kong lalu
memerintahkan pelayan untuk menyediakan pesta makan
keluarga dan mereka makan minum dengan gembira
menyambut persatuan kembali keluarga itu.
Selesai makan, barulah mereka saling menceritakan
pengalaman masing-masing. Pangeran Ciu Wan Kong tidak
mengalami banyak hal, selama itu seolah dia mati walaupun
jasmaninya masih hidup. Dia tidak melakukan kegiatan apa
pun, hanya menyesali dan menangisi kepergian Cui Eng dan
anaknya. Baru setelah muncul Huang-ho Sian-li Ciu Thian Hwa
dalam hidupnya, gairah hidupnya bangkit kembali dan dia
bahkan terlibat dalam urusan menghadapi para pangeran
yang memberontak. Kemudian Kakek Cui Sam menceritakan
pengalamannya. Ketika mereka bertiga, Kakek Cui Sam, Cui
Eng, dan bayinya yang sedang pergi menuju dusun tempat
asal mereka, terbawa hanyut air Sungai Huang-ho yang deras,
dia kehilangan puteri dan cucunya. Dia sendiri berhasil
menyelamatkan diri dan dalam keadaan sengsara dia kembali
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
ke kota raja dan diterima sebagai pelayan di istana Pangeran
Cu Kiong sampai dia bertemu dengan Ciu Thian Hwa yang
segera dikenalnya karena wajah gadis itu persis wajah
puterinya, Cui Eng. Kemudian betapa akhirnya dia dibawa
Thian Hwa untuk tinggal bersama Pangeran Ciu Wan Kong,
mantunya.
Ketika giliran Ciu Thian Hwa tiba, gadis ini menceritakan
semua pengalamannya dengan panjang lebar. Karena Kakek
Cui Sam dan Pangeran Ciu Wan Kong sudah pernah
mendengar ceritanya, maka yang amat memperhatikan dan
mendengarkan dengan hati tertarik sekali adalah Im-yang
Sian-kouw. Thian Hwa bercerita betapa ketika ia yang masih
bayi terseret air Sungai Kuning, ia diselamatkan oleh Thian
Bong Sianjin dan kemudian menjadi muridnya.
“Aih, jadi engkau murid Thian Bong Sianjin? Aku pernah
mendengar namanya disebut mendiang guruku, Bu Beng
Kiam-sian!” seru Im-yang Sian-kouw girang dan kagum.
Pantas puterinya menjadi seorang pendekar wanita yang amat
terkenal, kiranya ia menjadi murid, bahkan dirawat dan
dibesarkan oleh tosu itu. “Dan diakah yang memberimu nama
Thian Hwa?”
“Benar, Ibu. Kong-kong (Kakek) atau Suhuku itu
memberiku nama Thian Hwa.”
“Dan julukan Huang-ho Sian-li itu?”
Wajah Thian Hwa berubah kemerahan. “Ah, itu hanya
sebutan dari para penduduk dusun-dusun di sepanjang
Huang-ho. Karena aku sering menolong mereka, maka mereka
menyebutku demikian.” Gadis itu juga bercerita tentang Ui
Yan Bun yang menjadi sahabat baiknya, bahkan juga terhitung
suhengnya karena Ui Yan Bun mendapat gemblengan pula
dari Thian Bong Sianjin.
“Siapa kau bilang nama pemuda sahabatmu dan Suhengmu
tadi?” Im-yang Sian-kouw memotong.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
“Namanya Ui Yan Bun, Ibu.”
“Nanti dulu... apakah dia seorang pemuda berusia sekitar
dua puluh tiga tahun, berpakaian serba biru, wajahnya bersih
dan sikapnya sopan, tubuhnya tinggi sedang dan senjatanya
pedang?”
Kini Thian Hwa memandang ibunya dengan mata terbelalak
dan wajah berseri. “Ibu mengenalnya? Benar, dia adalah
pemuda seperti yang Ibu gambarkan!”
“Aku pernah bertemu dengan Ui Yan Bun. Ketika itu, dia
datang ke Beng-san bersama seorang gadis bernama Wan Kim
Hui. Maksud kedatangan mereka mencarikan obat bagi ibu
gadis itu yang terkena pukulan Hek-tok-ciang dari Lam-hai
Cin-jin. Mereka ingin minta obat itu dari guruku, akan tetapi
karena Bu Beng Kiam-sian telah tiada, maka aku memberikan
obat penawar racun Hek-tok-ciang itu kepada mereka.”
Dengan singkat Im-yang Sian-kouw menceritakan tentang
pertemuannya dengan Ui Yan Bun dan Wan Kim Hui itu.
Kemudian Thian Hwa melanjutkan ceritanya ketika ia
meninggalkan perguruan untuk mencari pengalaman dan
untuk mencari orang tuanya sampai ia tiba di kota raja dan
mula-mula ia membantu Pangeran Cu Kiong yang disangkanya
seorang pangeran yang baik budi. Setelah tahu bahwa
pangeran itu memiliki cita-cita yang tidak benar, ia lalu
meninggalkannya. Kemudian ia memperdalam ilmunya di
bawah gemblengan kedua dari Thian Bong Sianjin dan ketika
turun gunung ia terlibat dalam urusan di istana. Setelah
bertemu ayah dan kakeknya dan dipercaya oleh Kaisar yang
masih paman-tuanya sendiri, ia secara langsung berhadapan
dengan pemberontak yang dipimpin oleh Pangeran Cu Kiong.
Semua pengalaman itu ia ceritakan dan ibunya mendengarkan
dengan penuh keharuan akan tetapi juga bangga.
Setelah Thian Hwa selesai bercerita, Pangeran Ciu Wan
Kong memandang isterinya dan berkata. “Eng-moi, sekarang
engkau harus menceritakan semua yang kaualami. Aku masih
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
terheran-heran dan sulit untuk percaya bahwa engkau, yang
dulu lemah, bahkan pernah menolak untuk membunuh seekor
tikus yang mengacau di dapur, tiba-tiba muncul sebagai
seorang wanita sakti!”
Cui Eng menghela napas panjang. “Memang, pengalaman
seseorang terkadang amatlah aneh, tidak kalah aneh daripada
dongeng-dongeng. Pengalaman Thian Hwa tadi juga sudah
aneh sekali dan sekarang giliranku bercerita. Aku tidak ingin
menceritakan tentang segala penderitaanku karena hal itu
hanya akan membangkitkan kenang-kenangan lama yang
tidak enak. Singkatnya, ketika aku hanyut di sungai, dalam
keadaan pingsan aku diselamatkan mendiang Suhu Bu Beng
Kiam-sian (Dewa Pedang Tanpa Nama). Aku dibawa ke Bengsan,
dirawat sehingga sembuh lalu menjadi muridnya. Nah,
sejak saat itu aku hanya hidup untuk belajar ilmu silat dan
ilmu pengobatan dari Suhu. Kemudian, Suhu menolong
seorang anak laki-laki berusia sepuluh tahun, yaitu Si Han Bu
yang kemudian oleh Suhu diserahkan kepadaku untuk menjadi
muridku.”
“Akan tetapi mengapa engkau mengubah namamu menjadi
Im-yang Sian-kouw, Eng-moi?” tanya suaminya.
“Aku ingin mengubur nama lama itu yang hanya
mendatangkan kesengsaraan dan Suhu pula yang memberi
aku julukan Im-yang Sian-kouw, disesuaikan dengan ilmu s ilat
Im-yang Sin-kun yang kupelajari sampai mendalam. Han Bu
merupakan satu-satunya penghibur bagiku, apalagi setelah
Suhu tiada. Dia menjadi murid akan tetapi juga pengganti
keluarga sehingga sudah kuanggap sebagai anak sendiri.
Maka, begitu dia turun gunung, aku merasa kesepian dan
timbul niatku untuk pergi ke kota raja....”
“Ah, Ibu tentu ingin mengetahui keadaan Ayah!” kata Thian
Hwa.
Im-yang Sian-kouw tersenyum dan kedua pipinya yang
masih halus itu menjadi kemerahan. “Yah, bagaimanapun
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sakit hatiku, dia itu ayahmu, Thian Hwa dan aku juga
menyadari bahwa dia tidak bersalah. Akan tetapi begitu tiba di
sini, terjadi pertempuran itu. Aku bertanya-tanya dan
mendengar tentang namamu yang dipuji-puji orang sebagai
pendukung kerajaan dan engkau menentang pemberontak.
Ketika aku melihat engkau bertanding melawan Lam-hai Cinjin,
tidak sukar bagiku untuk memihakmu. Aku mengenal Lamhai
Cin-jin sebagai seorang pengikut Jenderal Wu Sam Kwi,
dan di selatan dia merupakan seorang datuk yang terkadang
melakukan perbuatan sesat. Maka aku segera turun tangan
membantumu.”
Semua orang bernapas lega. Kini mereka semua sudah
mengetahui riwayat masing-masing selama keluarga itu ceraiberai.
Kini keluarga itu telah berkumpul dan bersatu kembali.
Mereka seolah-olah mengalami kehidupan baru yang
menjanjikan masa depan yang penuh kebahagiaan.
(Oo-dwkz-jTn-oO)
Bouw Hujin atau Sin-hong-cu Souw Lan Hui mengerahkan
seluruh gin-kangnya dan ia berhasil menyusul Ngo-beng Kuiong
yang melarikan diri dari medan pertempuran sambil
menculik Pangeran Bouw Hun Ki. Mereka sudah tiba di luar
kota raja, di jalan yang sepi.
“Keparat jahanam, Ngo-beng Kui-ong, kiranya nama
besarmu itu kosong belaka! Engkau tidak lebih hanya seorang
tua bangka mau mampus yang pengecut dan penakut!”
demikian Bouw Hujin berteriak setelah ia berkelebatan
melampaui lawan dan kini berhadapan dengan Ngo-beng Kuiong
dengan sepasang pedang di tangan.
Melihat bahwa pengejarnya hanya seorang saja, Ngo-beng
Kui-ong tertawa mengejek. Tentu saja dia tidak takut kepada
nyonya itu. Tadi, dalam pertempuran, dia sudah mengenal
ilmu silat nyonya ini dan walaupun harus dia akui bahwa
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
wanita cantik ini memiliki ilmu pedang Bu-tong-pai yang amat
dahsyat, namun kalau hanya bertempur satu lawan satu, dia
merasa yakin akan mampu mengalahkannya. Kini di tempat
sunyi itu, tentu saja hatinya menjadi besar. Dia melemparkan
tubuh Pangeran Bouw Hun Ki yang lemas tertotok ke atas
tanah sehingga tubuh itu bergulingan. Hati Nyonya Bouw
tenang melihat keadaan suaminya tidak terluka dan tidak
terancam bahaya, maka tanpa membuang waktu lagi ia sudah
memutar sepasang pedangnya dan menyerang dengan ganas
dan sangat dahsyat.
“Haiiittt...!” Pedang kiri wanita itu menusuk ke arah muka di
tengah-tengah antara kedua mata Ngo-beng Kui-ong dengan
jurus Hui-in-ci-tian (Awan Mengeluarkan Kilat) disambung
dengan pedang kanan menyambar dari samping, melengkung
menebas pinggang lawan dengan jurus Giok-tai-wi-yau (Sabuk
Kemala Melingkari Pinggang). Dua serangan beruntun ini
berbahaya bukan main karena serangan pertama ke arah
tengah-tengah antara sepasang mata itu membuat lawan silau
dan terkejut, pandangannya tercurah kepada sinar mencorong
yang meluncur ke tengah dahi itu sehingga perhatiannya
terhadap pedang kanan yang menyambar pinggang agak
kurang. Akan tetapi Ngo-beng Kui-ong adalah seorang ahli
silat yang selain kuat juga sudah banyak sekali
pengalamannya berkelahi, maka biarpun dia agak terkejut,
tetap saja dia dapat menggerakkan tongkat ularnya ke
sebelah kiri tubuhnya untuk menangkis babatan pedang kanan
Nyonya Bouw.
“Singg... trangggg!” Bunga api berpijar menyilaukan mata
dan di lain saat Ngo-beng Kui-ong sudah membalas dengan
serangan kilat yang amat hebat. Dia bukan hanya
menggerakkan tongkatnya, melainkan menggerakkan
tubuhnya yang berputaran seperti gasing dan tongkatnya
mencuat dan menyambar dari pusingan badannya yang tidak
dapat dilihat jelas itu. Tentu saja menghadapi serangan aneh
ini, Bouw Hujin terkejut, akan tetapi wanita itu memiliki ginTiraikasih
Website http://kangzusi.com/
kang yang tinggi, membuat tubuhnya dapat berkelebatan
seperti seekor burung walet yang selalu dapat menghindarkan
diri dari serangan tongkat yang tiba-tiba dari tubuh lawan
yang berpusing itu.
Perkelahian di tempat sunyi itu semakin seru. Ngo-beng
Kui-ong bersilat dengan ilmu tongkat Pat-hong-tung (Tongkat
Delapan Penjuru) yang amat dahsyat sehingga tubuhnya
berputar seperti gasing. Untuk menghadapi ilmu tongkat yang
amat hebat ini, Bouw Hujin (Nyonya Bouw) mainkan siangkiam
(sepasang pedang) dengan ilmu pedang Siang-liong-huithian
(Sepasang Naga Terbang ke Langit) sebuah ilmu pedang
dari Bu-tong Kiam-sut (Ilmu Pedang Bu-tong-pai). Karena
Nyonya ini telah memiliki gin-kang (ilmu meringankan tubuh)
yang amat baik, maka tubuhnya seperti berkelebatan terbang
saja.
Akan tetapi, bagaimanapun juga, Sin-hong-cu Souw Lan
Hui atau Nyonya Bouw yang lihai itu masih kalah pengalaman
bertanding dibandingkan lawannya yang sudah berusia
delapan puluh tahun. Kakek tua renta ini banyak sekali
ilmunya yang aneh-aneh, bukan hanya gerakan silat yang
aneh dan lihai, akan tetapi juga dia memiliki tenaga sihir yang
kuat sehingga terkadang, kalau dia membentak sambil
mengerahkan tenaga sihirnya, Bouw Hujin merasa betapa
tubuhnya terguncang hebat yang membuat gerakannya agak
kacau dan berkurang kecepatannya. Ngo-beng Kui-ong
merasa girang. Kini dia tahu bahwa inilah kemenangannya dan
dia pun semakin sering menyerang dengan pengerahan
tenaga sihir. Dan tidak dapat disangkal lagi bahwa Nyonya
Bouw kini mulai terdesak hebat.
Melihat dari tempat dia rebah terguling dan telentang,
Pangeran Bouw Hun Ki merasa khawatir sekali. Dia melihat
betapa isterinya mulai terdesak oleh kakek tua renta yang
amat sakti itu. Dia tidak mengkhawatirkan keselamatan dirinya
sendiri, akan tetapi dia amat mengkhawatirkan isterinya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Andaikata dia tidak berada dalam keadaan tertotok, tetap saja
dia tidak mampu membantu isterinya. Tingkat kepandaian
silatnya masih terlalu jauh di bawah tingkat mereka sehingga
bantuannya bukan menolong bahkan selain mengacaukan
permainan silat isterinya, juga dalam beberapa gebrakan saja
dia akan roboh dan tewas. Kalau mungkin dia ingin berteriak
kepada kakek itu yang dia tahu bernama Ngo-beng Kui-ong
agar kakek itu melepaskan isterinya dan membawa dia ke
mana pun dikehendakinya. Dia siap dan rela mengorbankan
nyawa asalkan isterinya selamat. Namun dia tidak mungkin
meneriakkan keinginannya dan permintaannya itu. Dia
mengenal baik isterinya, seorang pendekar wanita yang lebih
menghargai nama dan kehormatan daripada nyawa. Maka, dia
mulai memandang dengan muka pucat melihat isterinya kini
repot sekali, hanya dapat menggunakan sepasang pedangnya
untuk melindungi dirinya saja tanpa mampu balas menyerang.
Bahkan sudah dua kali Nyonya Bouw terhuyung ke
belakang dan hampir terpelanting saking kuatnya hawa
pukulan yang mengandung tenaga sihir itu melandanya. Ngobeng
Kui-ong semakin ganas dan kini dia mendesak dengan
tongkatnya yang amat berbahaya karena selain tongkat ular
itu mengandung racun, juga tamparan tangan kirinya
merupakan serangan yang lebih ganas dibandingkan Hek-tokciang
dari Lam-hai Cin-jin, murid keponakannya itu!
Pada saat yang amat gawat itu, tiba-tiba terdengar seruan
lembut. “Siancai! Ngo-beng Kui-ong yang sudah amat tua
masih saja belum mampu menahan nafsunya yang suka
membunuh. Sayang sekali!”
Ngo-beng Kui-ong terkejut sekali ketika tiba-tiba ada hawa
dorongan yang amat kuat membuat tubuhnya yang berputar
itu kehilangan keseimbangan sehingga dia menghentikan jurus
silat berpusing itu dan memandang dengan penuh perhatian.
Dia melihat seorang laki-laki tinggi kurus berpakaian seperti
seorang tosu dari kain putih, mukanya bersih tanpa kumis
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
atau jenggot dan sikapnya tenang sekali, usianya sekitar enam
puluh tahun.
“Thian Bong Sianjin!” serunya kaget. Sebaliknya, Pangeran
Bouw Hun Ki, terutama sekali Nyonya Bouw, girang bukan
main melihat munculnya Thian Bong Sianjin dalam keadaan
yang amat gawat bagi suami isteri itu.
Watak Ngo-beng Kui-ong sejak dulu memang licik. Dia
cerdik sekali dan tidak segan menggunakan cara apa pun demi
keuntungannya. Melihat munculnya Thian Bong Sianjin, dia
maklum bahwa melawan Thian Bong Sianjin berdua Sin-hongcu
Souw Lan Hui, dia tidak akan menang bahkan dia berada
dalam keadaan gawat dan berbahaya sekali. Maka cepat dia
menudingkan tongkatnya ke arah tubuh Pangeran Bouw Hun
Ki yang masih rebah telentang di atas tanah, dan sinar hitam
meluncur dari ujung tongkat ke arah Pangeran Bouw Hun Ki.
Melihat ini, Thian Bong Sianjin yang berdirinya lebih dekat
dengan pangeran itu, melompat dengan gerakan kilat. Paku
hitam yang meluncur dari ujung tongkat itu mengenai
pundaknya ketika tubuhnya menjadi perisai bagi Pangeran
Bouw Hun Ki.
“Manusia curang!” Thian Bong Sianjin berseru.
Melihat Thian Bong Sianjin tidak roboh biarpun terkena
pakunya yang beracun, Ngo-beng Kui-ong menjadi semakin
ketakutan dan dia pun lalu melompat dan melarikan diri.
Setelah kakek itu pergi, tubuh Thian Bong Sianjin terkulai
roboh.
Nyonya Bouw tidak melakukan pengejaran karena
perhatiannya lebih tercurah kepada suaminya dan kepada
Thian Bong Sianjin. Ia meloncat dekat suaminya,
membebaskan totokan sehingga Pangeran Bouw Hun Ki
mampu bergerak lagi, lalu keduanya memeriksa keadaan
Thian Bong Sianjin yang tergeletak dalam keadaan pingsan.
Tanpa ragu Nyonya Bouw membuka kancing baju sehingga
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tampak dada Thian Bong Sianjin. Ia mengerutkan alisnya
ketika melihat sebatang paku hitam telah menancap di pundak
kanan bekas kekasih atau sahabat baiknya itu.
“Bagaimana keadaannya? Parahkah?” Pangeran Bouw Hun
Ki bertanya dengan khawatir.
Nyonya Bouw mengangguk. “Ia terkena senjata rahasia
Toat-beng-hek-ting (Paku Hitam Pencabut Nyawa) yang
mengandung racun amat berbahaya, sama bahayanya dengan
akibat pukulan Hek-tok-ciang (Tangan Racun Hitam).”
“Ah, celaka! Lalu bagaimana? Engkau harus dapat
menyembuhkannya. Ingat, dia terluka karena melindungi
diriku, kalau dia tidak menghadang, tentu aku yang terkena
senjata rahasia ini dan sudah mati!” kata Pangeran Bouw
kepada isterinya.
“Aku mengerti,” Nyonya Bouw mengangguk, dalam hatinya
merasa bersukur bahwa suaminya demikian bijaksana, sama
sekali tidak merasa cemburu walaupun sudah mengetahui
bahwa dahulu di waktu ia belum menjadi isteri pangeran itu,
hubungannya dengan Thian Bong Sianjin amat akrab.
“Satu-satunya obat penawar yang dapat menyelamatkan
nyawanya hanyalah jamur salju putih, atau bubuk racun ular
laut. Kukira di ruangan obat istana terdapat obat-obat
penawar itu. Mari kita cepat bawa dia ke sana,” Nyonya Bouw
Hun Ki lalu mencabut paku hitam, menggunakan sin-kangnya
untuk menyedot darah yang keracunan walaupun yang keluar
tidak cukup banyak. Lalu ia menotok jalan darah di sekitar
pundak untuk mencegah menjalarnya racun hitam itu.
Kemudian mereka membawa Thian Bong Sianjin yang masih
pingsan kembali ke kota raja dan langsung saja ke istana.
Benar saja dugaan Nyonya Bouw, di ruangan penyimpanan
obat-obatan langka di istana terdapat obat penawar racun ular
laut. Setelah diobati dengan racun ular laut untuk menangkal
racun dari Hek-tok-ting, ternyata obat itu manjur sekali. Thian
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Bong Sianjin siuman dari pingsannya dan terbebas dari
ancaman maut. Hanya saja dia masih agak lemah dan perlu
beristirahat beberapa hari. Begitu bangkit duduk dan melihat
Pangeran Bouw Hun Ki dan Nyonya Bouw, dia segera
mengucapkan terima kasih.
“Ji-wi (Kalian Berdua) telah menyelamatkan nyawa pinto
(aku). Kalau tidak ada Pangeran Bouw dan Bouw Hujin yang
menolong, kiranya hari ini pinto sudah tidak berada di dunia
lagi.”
“Wah, Totiang (sebutan pendeta), ucapan apakah yang
kaukatakan ini? Ini terbalik sama sekali!” kata Pangeran Bouw
Hun Ki. “Saya diculik Ngo-beng Kui-ong, kemudian isteriku
mengejar dan bertanding melawan dia. Akan tetapi, Ngo-beng
Kui-ong amat lihai dan agaknya isteriku dan aku pasti akan
binasa kalau saja tidak ada Totiang yang menolong kami
berdua. Bahkan Totiang menghadang paku terbang untuk
melindungiku sehingga Totiang sendiri yang terluka. Siapakah
yang menolong dan siapa yang ditolong dalam hal ini?”
Thian Bong Sianjin tersenyum. “Siancai! Kita saling tolong,
semua terjadi secara kebetulan. Nah, yang kebetulan inilah
yang telah menolong, karena kebetulan tidak dapat kita buat.
Hanya Yang Maha Kuasa sajalah yang menciptakan kebetulan
sehingga kita diberi kesempatan untuk saling bantu.
Sesungguhnya, Yang Maha Kuasa yang menolong kita semua,
dengan cara melalui orang lain yang dipergunakanNya pada
saat itu.”
“Benar sekali apa yang dikatakan Thian Bong Sianjin tadi.
Hanya Tuhan Yang Maha Kuasa sajalah yang dapat menolong
manusia kalau hal itu dikehendakiNya. Karena itu, segala puji
dan rasa syukur tidak sepatutnya ditujukan kepada manusia
lain, kecuali hanya kepada Tuhan. Kita semua seyogianya
berterima kasih kepada Tuhan Yang Maha Pengasih!” kata
Nyonya Bouw dengan girang.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
“Aih, ucapan isteriku ini mengingatkan aku kepada cara
orang-orang berterima kasih kepada Tuhan. Biarpun setiap
saat mengucapkan terima kasih dengan suara lantang,
biarpun setiap hari menyalakan dupa berlutut di depan meja
sembahyang dan memberi korban yang serba mewah untuk
menyembah Tuhan, seperti yang dilakukan setiap orang untuk
menyatakan terima kasih mereka kepada Tuhan, apakah hal
ini sudah tepat dan benar? Mengapa kita selalu bersukur,
berterima kasih dan berdoa sukur kepada Tuhan setiap kali
kita menerima anugerah, menerima berkat yang berlimpah,
menerima hal-hal yang kita anggap menguntungkan dan
menyenangkan? Mengapa kita bersungut-sungut dan tidak
mengucap sukur kepada Tuhan yang kita anggap tidak
memberkati kita kalau kita mengalami hal yang kita anggap
merugikan dan tidak menyenangkan? Totiang, mohon
penjelasan akan semua ini dan mohon petunjuk, apa yang
sepatutnya kita sebagai manusia bertindak untuk menyatakan
rasa sukur dan terima kasih kita kepada Tuhan Yang Maha
Kuasa.”
Thian Bong Sianjin tertawa. “Pangeran, untuk menyelidiki
hal ini jangan kita hanya menerima pendapat seseorang
karena kalau pendapat itu keliru, kita semua ikut keliru. Hidup
ini adalah pengalaman kita semua, maka untuk menyadari
akan kebenaran, kita dapat belajar dengan membuka mata
melihat kehidupan itu sendiri, tanpa menilai, tanpa pendapat,
hanya melihat dan merasakan. Mari kita menyelidiki bersama
tentang apa yang engkau katakan tadi. Segala macam
perbuatan kalau mengandung pamrih bagi diri sendiri, sudah
pasti perbuatan itu palsu adanya dan hanya merupakan cara
untuk mendapatkan pamrihnya itu. Ada pamrih yang
terkandung dalam perbuatan yang disebut baik, seperti ingin
dipuji, ingin mendapatkan imbalan jasa, ingin dibalas, dan
masih banyak lagi keinginan yang tersembunyi di balik
perbuatan itu, semua bermaksud untuk menguntungkan dan
menyenangkan dirinya sendiri. Jelas bahwa perbuatan pamrih
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
itu tidak benar. Perbuatan tanpa pamrih adalah perbuatan
yang spontan, akan tetapi perbuatan ini pun ada dua macam.
Perbuatan spontan yang didasari rasa benci, sudah pasti tidak
benar karena mengandung kekejaman dan permusuhan.
Sebaliknya, segala macam perbuatan yang didasari Kasih
sudah pasti baik dan benar! Nah, Kasih dari Tuhan yang kita
terima berlimpah setiap saat, apakah kita hanya menjadi
manusia-manusia yang hanya bisa minta dan menerima saja,
tanpa pernah memberi? Lalu kalau Kasih dari Tuhan diujudkan
dengan berkat-berkat yang berlimpahan, apakah yang dapat
kita lakukan untuk menyatakan bahwa kita benar-benar
berterima kasih kepadaNya? Tuhan Maha Kuasa, tentu saja
tidak membutuhkan pemberian apa pun dari siapa juga, akan
tetapi sebagai rasa sukur dan terima kasih kita, kita dapat
membantu Tuhan dengan menyalurkan berkat-berkatnya yang
diberikan kepada kita kepada orang lain! Kita diberkati
kekuatan yang lebih, mari kita salurkan berkat itu kepada
orang lain, untuk menolong orang yang lemah dan
membutuhkan pertolongan. Kita diberkati harta benda yang
lebih, mari kita salurkan itu kepada orang lain, menolong
orang yang membutuhkan karena miskin. Kita diberkati
pengetahuan dan pengertian, mari kita salurkan berkat itu
kepada orang lain yang tidak mengetahui dan kurang
mengerti. Kita diberkati kedudukan dan kekuasaan tinggi, mari
kita salurkan berkat itu untuk melindungi rakyat yang tidak
berkedudukan yang tidak memiliki kekuasaan. Dengan
demikian, tidak s ia-sialah semua berkat berlimpahan yang kita
terima dari Tuhan dan berbahagialah orang yang menjadi alat
Tuhan, yang dipakai oleh Tuhan untuk menyalurkan berkatberkatnya.
Lihatlah, semua mahluk di dunia ini, baik bergerak
maupun yang tidak bergerak, semua merupakan penyalur
berkat Tuhan. Pohon-pohon memberikan bunga, buah, daun,
bahkan kayunya untuk manusia dan binatang. Binatangbinatang
juga menyalurkan berkat Tuhan dengan memberikan
segala yang ada padanya demi kesejahteraan manusia. Lihat
angin, air, api, bahkan matahari dan bulan, mereka semua itu
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menjadi penyalur berkat Tuhan yang mutlak pentingnya bagi
manusia. Lalu sekarang pertanyaannya yang harus kita
tujukan kepada hati kita masing-masing, kita yang telah
menerima sekian banyaknya berkat dari Tuhan secara
berlimpah melalui segala benda dan mahluk ciptaanNya di
muka bumi ini, apakah yang telah kita lakukan untuk
menyatakan terima kasih kita kepada Tuhan dengan jalan
menyalurkan berkatnya yang berlimpahan itu kepada pihak
lain? Berkat dari Tuhan kita terima melalui manusia, hewan
maupun tanaman. Tidakkah sudah sepatutnya kalau kita
menyatakan terima kasih dan puji sukur kita juga melalui
uluran kasih kepada sesama manusia, hewan, dan tanaman?”
Suasana menjadi sunyi sekali setelah Thian Bong Sianjin
berhenti bicara. Pangeran Bouw Hun Ki dan Nyonya Bouw
dapat merasakan denyut jantung mereka sendiri dengan jelas.
Semua kata-kata itu meresap sampai ke sanubari mereka
masing-masing.
Justru dalam keadaan hening itu, di mana pikiran tidak
berkeliaran dan hati tidak disibukkan perasaan apa pun,
mereka dapat menerima semua ucapan tadi yang
membangkitkan kesadaran mereka akan kebenaran yang
hakiki.
Pada saat itu terdengar langkah orang yang memecahkan
keheningan itu. Bouw Kun Liong, Bouw Hwi Siang, Bu Kong
Liang, dan Gui Siang Lin memasuki ruangan itu. Dua pasang
orang muda ini sudah mendengar dari Nyonya Bouw bahwa
Thian Bong Sianjin yang menyelamatkan Pangeran Bouw Hun
Ki dan isterinya adalah guru Huang-ho Sian-li Ciu Thian Hwa.
Maka mereka datang berkunjung untuk menengok keadaan
kakek itu yang sudah mulai sembuh.
Nyonya Bouw memperkenalkan mereka kepada Thian Bong
Sianjin yang ikut merasa gembira bahwa Nyonya Bouw atau
Souw Lan Hui yang dulu pernah menjadi sahabat baiknya itu
kini hidup bahagia dengan seorang suami yang bijaksana dan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dua orang anak laki dan wanita yang gagah perkasa, bahkan
agaknya telah menemukan calon dua orang mantu murid
Siauw-lim-pai yang gagah dan baik pula! Diam-diam dia
bersukur karena seandainya Souw Lan Hui menjadi isterinya,
belum tentu keadaannya akan sebaik dan sebahagia sekarang!
Mereka bercakap-cakap dengan gembira dan dalam
kesempatan itu, empat orang muda itu mendapatkan banyak
petunjuk tentang kehidupan dari Thian Bong Sianjin.
(Oo-dwkz-jTn-oO)
Ang-mo Niocu Yi Hong berhasil melarikan diri dan ia
merasa girang bahwa tidak ada yang mengejarnya. Biarpun
sebagai utusan Jenderal Wu Sam Kwi ia harus membawa
kabar yang tidak menggembirakan karena usaha
pemberontakan Pangeran Cu Kiong yang didukungnya telah
gagal, namun ia berhasil membawa Tek-pai yang oleh
Pangeran Cu Kiong diserahkan atau dititipkan kepadanya.
Jenderal Wu Sam Kwi pasti akan girang sekali bisa
mendapatkan Tek-pai itu karena sebuah Tek-pai dari Kaisar
bagaimanapun juga memiliki kekuasaan yang disegani dan
dihormati kalangan atas kerajaan.
Setelah melakukan perjalanan yang cepat, menggunakan
kuda yang selalu ditukar dengan yang baru setelah kuda itu
kelelahan, akhirnya Ang-mo Niocu Yi Hong tiba di perbatasan
Yunnan-hu yang menjadi daerah kekuasaan Jenderal Wu Sam
Kwi.
Ia berhenti di kota Mayong yang berada di dekat
perbatasan dan termasuk daerah Yunnan-hu. Karena merasa
sudah berada di daerah sendiri, Ang-mo Niocu yang merasa
lega dan aman lalu beristirahat dalam sebuah kamar di rumah
penginapan. Ia telah melakukan perjalanan yang jauh dan
berat sehingga tubuhnya terasa lelah sekali. Sampai dua hari
dua malam ia melepaskan lelah, menghabiskan waktu itu
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
untuk makan dan tidur saja. Setelah menginap dua malam,
pada hari yang ke tiga, ia melanjutkan perjalanan menuju ke
ibu kota Yunnan-hu yang letaknya masih sekitar seratus li
(mil) dari kota Mayong kini ia tidak tergesa-gesa dan telah
menjual kudanya dan melanjutkan perjalanannya dengan jalan
kaki.
Siang hari itu panas sekali dan seperti biasa ia
mengembangkan payungnya untuk melindungi mukanya dari
sengatan sinar matahari. Tiba-tiba tampak bayangan putih
berkelebat melaluinya dan ketika bayangan itu berhenti dan
berbalik sehingga mereka saling berhadapan, Ang-mo Niocu
melihat seorang pemuda tampan berpakaian putih
menghadangnya sambil tersenyum lebar. Pemuda itu bukan
lain adalah Si Han Bu yang memang melakukan pengejaran
terhadap Ang-mo Niocu setelah ia mendengar dari Huang-ho
Sian-li bahwa Tek-pai dari Kaisar yang diberikan kepada gadis
itu telah dirampas Pangeran Cu Kiong dan kemudian oleh
pangeran itu diserahkan kepada Ang-mo Niocu yang kini
membawa Tek-pai itu kabur menuju ke Yunnan-hu di selatan
“Hai, Nona berpayung merah yang cantik, engkau tergesagesa
hendak ke manakah?” kata Han Bu sambil tersenyum.
Ang-mo Niocu terbelalak memandang pemuda itu. Tadinya
ia merasa tidak mengenal pemuda yang tampan dan tampak
ramah ini, akan tetapi ia segera teringat bahwa ini adalah
pemuda yang pernah ditawan dalam kamar tahanan di istana
Pangeran Cu Kiong. Padahal Pangeran Cu Kiong sudah
mengatakan bahwa kalau perjuangannya memberontak gagal,
para prajurit yang menjaga tawanan itu diperintahkan untuk
menghujaninya dengan anak panah sampai mati. Bagaimana
sekarang tahu-tahu pemuda itu telah bebas dan berada di
depannya? Akan tetapi gadis yang sudah banyak pengalaman
ini dapat menenangkan hatinya kembali karena ia pun maklum
bahwa tidak mungkin pemuda ini sengaja mengejarnya. Untuk
apa mengejarnya? Pemuda ini tidak mempunyai alasan untuk
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mengejarnya. Dalam pemberontakan Pangeran Cu Kiong itu ia
hanya seorang pembantu yang tidak begitu penting. Dan tidak
ada seorang pun mengetahui kecuali dia dan Pangeran Cu
Kiong sendiri bahwa Tek-pai dari Kaisar itu kini berada
padanya. Pula, Ang-mo Niocu memang amat tertarik kepada Si
Han Bu, pemuda yang tinggi besar dan jantan gagah berwajah
tampan ini. Apalagi ia tahu bahwa ilmu silat pemuda ini cukup
tangguh, dan sikapnya yang agak ugal-ugalan menambah
daya tariknya sebagai seorang pemuda. Lumayan untuk teman
bersenang-senang setelah sekian lamanya melakukan pelarian
yang melelahkan tanpa teman! Maka, ia tersenyum manis
sekali ketika Han Bu menegurnya sambil tersenyum itu. Tanpa
banyak berpura-pura lagi ia pun menjawab.
“Aih, engkau sudah dapat membebaskan diri dari tawanan
Pangeran Cu Kiong yang brengsek itu? Aku memang tergesagesa
pergi meninggalkannya. Untuk apa aku membela
pangeran yang gagal segala-galanya itu? Aku tahu bahwa dia
pasti akan gagal segala-galanya, maka aku pun tidak
sungguh-sungguh membantunya. Eh, siapa pula namamu? Si
Han Bu, bukan? Hei, anak manis, sejak engkau ditawan
sebetulnya aku ingin sekali menolongmu namun tidak
mendapatkan kesempatan.”
“Ah, aku memang tahu bahwa engkau adalah seorang yang
baik hati, Ang-mo Niocu!” kata Han Bu, diam-diam dia
mengagumi kecantikan gadis itu. Bukan hanya wajahnya yang
cantik manis, akan tetapi juga bentuk tubuhnya
menggairahkan. Seorang gadis yang amat menarik hati,
memiliki daya tarik yang luar biasa, terutama kerling mata dan
senyum bibirnya yang menantang itu. Akan tetapi dia pun
sudah mengetahui bahwa gadis yang menarik ini amat lihai
dan berbahaya, juga sudah mendengar betapa gadis ini
merupakan seorang iblis betina yang suka menggoda laki-laki
untuk kemudian dibunuhnya! Benar-benar seorang iblis betina
yang amat cantik!
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
“Tentu saja aku tidak mungkin bersikap tidak baik terhadap
seorang pendekar muda yang gagah perkasa seperti engkau
ini, Si Han Bu. Sekarang katakan, mengapa engkau menyusul
aku? Dan bagaimana engkau dapat menyusulku sejauh ini?”
Han Bu tetap tersenyum. “Aku meniru perbuatanmu, Niocu.
Aku juga menunggang kuda yang kutukar dan ganti dengan
kuda lain setiap kudaku sudah kelelahan. Akhirnya aku dapat
mengejarmu di sini.”
“Hemm, dan apa yang dapat kulakukan untukmu, pemuda
gagah?”
“Ang-mo Niocu, perang pemberontakan Pangeran Cu Kiong
telah usai, pemberontakan telah dapat dihancurkan dan kini
tidak ada lagi permusuhan antara engkau dan aku membela
pihak masing-masing. Karena itu, apabila engkau benar-benar
hendak berbaik hati kepadaku, aku harap engkau suka
menyerahkan Tek-pai yang kauterima dari Pangeran Cu Kiong
kepadaku.”
Bibir yang berbentuk indah menantang itu bergerak-gerak
mengarah senyum simpul yang nakal. “Tek-pai? Mengapa aku
harus menyerahkan Tek-pai kepadamu, pendekar tampan?”
“Niocu, Tek-pai itu oleh mendiang Kaisar Shun Chi telah
diberikan sebagai tanda kekuasaan kepada Huang-ho Sian-li
Ciu Thian Hwa puteri Pangeran Ciu Wan Kong. Pangeran Cu
Kiong yang memberontak merampas Tek-pai itu dari tangan
Huang-ho Sian-li ketika gadis itu tertawan. Kemudian
Pangeran Cu Kiong menyerahkan Tek-pai itu kepadamu,
Niocu. Nah, karena Tek-pai itu bukan hak milikmu, maka
sudah sepatutnya kalau kaukembalikan kepadaku agar dapat
kuserahkan kepada yang berhak, yaitu Huang-ho Sian-li.”
“Bagaimana kalau Tek-pai itu tidak ada padaku, Han Bu?”
“Bohong! Pangeran Cu Kiong sendiri yang mengaku bahwa
Tek-pai itu dia serahkan kepadamu.” bentak Han Bu.
“Sudahlah, jangan mempermainkan aku, Niocu. Serahkan TekTiraikasih
Website http://kangzusi.com/
pai itu padaku dan tidak ada urusan lagi di antara kita, tidak
ada permusuhan lagi.”
“Kau tidak percaya dan mengira aku berbohong? Nah,
silakan menggeledahku, Han Bu. Mari, di sini sepi tidak ada
orang lain. Geledahlah aku!” Gadis itu lalu menghampiri
sebatang pohon besar di tepi jalan. Tempat itu teduh dan ia
menurunkan payungnya, lalu menghampiri Han Bu dan berdiri
dengan sikap menantang, membusungkan dadanya dan
mengangkat kedua lengannya ke atas, memberikan tubuhnya
untuk digeledah!
Mendapatkan tantangan ini, Han Bu tersenyum malu-malu
dengan muka berubah kemerahan. Bagaimana mungkin dia
menggeledah dan menggerayangi tubuh Ang-mo Niocu untuk
mencari Tek-pai yang mungkin disembunyikan di balik
pakaiannya?
“Aih, bagaimana ini, Niocu. Aku suka menggeledahmu,
akan tetapi menggerayangi tubuhmu? Aku tidak mau
bertindak tidak sopan dan kurang ajar terhadap wanita.”
“Ah, tidak apa-apa. Aku senang kalau engkau mau
menggeledah dan mencari Tek-pai itu agar engkau yakin
bahwa aku tidak berbohong kepadamu. Tek-pai itu memang
tidak berada padaku, Han Bu.”
Si Han Bu merasa serba salah. Tidak mungkin dia mau
menggerayangi tubuh gadis itu untuk menggeledah.
Bagaimana kalau gadis itu berbohong? Akan tetapi mungkin
saja gadis itu memang tidak membawa Tek-pai karena
memang sudah ia sembunyikan sebelumnya? Dia mencari
akal, lalu berkata.
“Ang-mo Niocu, aku mendengar bahwa engkau adalah
seorang wanita yang gagah perkasa dan sebagai seorang
wanita gagah perkasa engkau tentu tidak mau berbohong.
Benarkah itu?”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
“Tentu saja benar!” kata Ang-mo Niocu sambil tersenyum
manis dan hatinya merasa senang.
“Kalau begitu, cobalah engkau membuat ikrar dengan
mengikuti kata-kataku. Beranikah engkau? Tentu berani
karena seorang gagah tidak takut akan apa pun, bukan?”
“Ya, tentu saja aku berani!”
“Nah, ikuti kata-kata dan tirukan. Tek-pai itu tidak ada
padaku.”
“Tek-pai itu tidak ada padaku!” kata Ang-mo Niocu dengan
tegas dan seperti main-main.
“Kalau aku berbohong....”
“Kalau aku berbohong....” gadis itu menirukan.
“Aku menjadi gadis yang paling jelek, paling tidak menarik,
paling menjemukan di dunia ini!”
“Aku menjadi gadis....” Ang-mo Niocu tidak melanjutkan.
Gadis mana mau disebut paling jelek, paling tidak menarik,
dan paling menjemukan di dunia ini?
“Ha, ternyata engkau seorang gadis yang benar-benar
gagah sehingga engkau tidak mau berbohong. Sekarang
katakan, di manakah Tek-pai itu, Ang-mo Niocu?”
“Hemm, Tek-pai ada padaku, lalu apa yang akan
kaulakukan kalau Tek-pai tidak kuserahkan kepadamu, Han
Bu?”
“Terpaksa akan kupergunakan kekerasan karena aku sudah
berjanji kepada guruku untuk mendapatkan Tek-pai itu
kembali.”
“Hi-hik, andaikata engkau dapat mengalahkan aku, lalu
bagaimana engkau dapat mengambil Tek-pai dariku, pemuda
ganteng?”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
“Kalau engkau dapat kukalahkan dan menjadi tidak
berdaya, tentu aku dapat mengambil Tek-pai itu dengan
mudah darimu.”
“Betulkah itu? Memangnya engkau sudah tahu di mana
Tek-pai itu kusimpan, Han Bu?”
Han Bu tertegun. “Memangnya disimpan di mana?” Mata
pemuda itu memandang dengan sinar mencari-cari di seluruh
tubuh gadis itu.
“Engkau mau tahu?” Ang-mo Niocu mengerling genit dan
tersenyum lebar penuh arti. “Tek-pai itu kusimpan di balik
celanaku, di dekat pusar. Nah, beranikah engkau
mengambilnya? Kalau berani, tidak usah kita bertanding. Aku
tidak ingin kaupukul roboh, dan aku pun tidak ingin
memukulmu. Silakan kauambil saja dari balik celanaku dan
aku tidak akan mencegahnya. Mari, ambillah, Si Han Bu!”
Kembali gadis itu memajukan dada dan perutnya ke arah Han
Bu sambil melangkah mendekati.
Han Bu terpaksa mundur-mundur! Sialan, pikirnya.
Pengakuan gadis itu bahwa Tek-pai itu disimpan di balik
celana, membuat dia kehilangan akal. Apalagi gadis itu berada
dalam keadaan sadar, bahkan andaikata gadis itu pingsan
sekalipun, bagaimana mungkin dia dapat mengambil Tek-pai
di tempat tersembunyi seperti itu?
“Hayo, Han Bu. Mengapa mundur-mundur? Ke sinilah,
ambillah Tek-pai itu, mari!” Ang-mo Niocu dengan gembira
menggoda dan ia merasa senang karena keraguan dan
keengganan Han Bu itu jelas merupakan pertanda bahwa
pemuda ini adalah seorang perjaka tulen yang belum pernah
berdekatan apalagi bergaul akrab dengan wanita!
“Aku... aku tidak mau mengambilnya darimu....”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
JILID XIV
“KENAPA? Bukankah engkau sudah berjanji kepada gurumu
untuk mengambilnya dariku dan menyerahkannya kepada
yang berhak? Aih, engkau sungkan dan malu, ya? Karena kita
belum saling mengenal? Sekarang begini saja, Han Bu. Kita
bersahabat dan kalau engkau mau bersikap manis dan baik
kepadaku, mau menjadi kekasihku, aku akan menyerahkan
Tek-pai itu padamu. Bagaimana, mudah, bukan?”
Wajah pemuda itu berubah merah sekali seperti udang
direbus dan dia hanya menggelengkan kepalanya kuat-kuat
tanpa dapat mengeluarkan suara.
Pada saat itu terdengar derap kaki kuda dan muncul dua
orang penunggang kuda yang segera menghentikan kuda
mereka setelah tiba di dekat Ang-mo Niocu dan Si Han Bu.
Pemuda ini tentu saja terkejut bukan main ketika mengenal
bahwa seorang di antara dua orang penunggang kuda itu
adalah Lam-hai Cin-jin yang amat lihai. Orang ke dua adalah
seorang pemuda berusia sekitar dua puluh enam tahun yang
tampan gagah berpakaian indah dan pesolek. Dia itu bukan
lain adalah Wu Kongcu (Tuan Muda Wu) yang bernama Wu
Kan, putera dari Jenderal Wu Sam Kwi yang kini menjadi raja
kecil di Yunnan-hu dan menguasai sebagian daerah Se-cuan.
Melihat mereka, Ang-mo Niocu segera memberi hormat
kepada Lam-hai Cin-jin dan Wu Kan yang sudah melompat
turun dari atas kuda mereka.
“Suhu...!”
Si Han Bu semakin kaget. Kiranya Lam-hai Cin-jin adalah
guru dari Ang-mo Niocu. Kalau muridnya saja sudah amat
lihai, apalagi gurunya!
“Yi Hong, apa hasilmu diutus Ayah pergi ke utara? Engkau
tidak membawa hasil apa pun dan kudengar engkau hanya
berfoya-foya, bermain gila dengan banyak laki-laki!” Wu Kan
berkata dengan ketus, dengan suara mengandung
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kecemburuan karena memang sebelum pergi ke utara, Angmo
Niocu telah menjadi kekasihnya.
Mendengar ucapan itu, wajah Ang-mo Niocu menjadi
merah, bukan karena malu melainkan karena penasaran dan
marah.
“Wu Kongcu, enak saja engkau bicara. Aku yang bersusah
payah, terkadang terancam bahaya maut, dan engkau yang
hanya enak-enakan tinggal di rumah malah menuduh yang
bukan-bukan!”
“Yi Hong, jangan kurang ajar terhadap Wu Kongcu!” bentak
Lam-hai Cin-jin kepada muridnya. Ang-mo Niocu tidak berani
membantah namun jelas ia merasa penasaran dan marah
kepada Wu Kan.
“Bagus, bocah setan ini sudah muncul di sini. Yi Hong,
kenapa engkau tidak cepat menangkap atau membunuhnya?”
Lam-hai Cin-jin menegur ketika dia melihat dan mengenal Si
Han Bu.
“Suhu, saya sedang membujuk agar dia suka ikut ke
Yunnan-hu,” jawab Ang-mo Niocu Yi Hong.
“Hemm, agaknya pemuda ini juga seorang kekasihmu!
Hayo mengaku saja! Dia harus mampus!” bentak Wu Kan
marah dan pemuda ini sudah mencabut pedangnya dan
menyerang Han Bu dengan tusukan yang dilakukan dengan
marah.
Akan tetapi putera Jenderal Wu Sam Kwi ini hanya
lagaknya saja yang hebat, namun sesungguhnya tingkat ilmu
silatnya belum berapa tinggi, ditambah tubuhnya juga lemah
karena dia terlalu banyak pelesir dan kerjanya hanya berfoyafoya.
Maka, dengan mudah Han Bu miringkan tubuh
mengelak, lalu tangan kirinya menepuk pundak pemuda
pesolek itu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
“Plakk!” Tubuh Wu Kan terputar dan terhuyung, tentu akan
terbanting roboh kalau tidak cepat dipegang Lam-hai Cin-jin.
Kakek pendek gendut ini marah sekali.
“Berani engkau menyerang Wu Kongcu?”
Dia lalu menggerakkan tangan kirinya, diputarnya dan
telapak tangan kiri itu berubah kehitaman lalu dia
memukulkan telapak tangannya itu dengan dorongan yang
mendatangkan angin dahsyat ke arah Han Bu. Si Han Bu
adalah murid terkasih dari Im-yang Sian-kouw yang selain
tinggi ilmu silatnya juga memiliki keahlian ilmu pengobatan.
Maka sekali pandang saja maklumlah Han Bu bahwa lawan
menggunakan pukulan beracun. Dia telah mempelajari dari
gurunya cara menghadapi pukulan beracun, maka dia cepat
menelan sebutir pel merah sambil melompat ke kiri untuk
menghindar. Ketika kakek itu mengejar dan memukul lagi
dengan Hek-tok-ciang (Tangan Racun Hitam), kini dia yang
sudah menelan obat penguat atau penawar terhadap pukulan
beracun, berani menyambut dengan dorongan kedua
tangannya.
“Wuuutt... dess...!” Tubuh Han Bu terpental karena dia
kalah kuat, akan tetapi dia tidak sampai terluka. Dia bangkit
lagi, menyambut pukulan susulan sehingga terpental lagi. Hal
ini terjadi berulang-ulang sampai lima kali. Biarpun dia tidak
menderita luka dalam, namun tetap saja Han Bu merasa nyeri
terbanting sampai lima kali.
Tiba-tiba terdengar bunyi ledakan. “Dorrr...!” Untung bagi
Han Bu tembakan yang dilepas Wu Kan itu meleset. Kiranya
pemuda putera Jenderal Wu Sam Kwi itu memiliki sebuah
senapan kuno yang dia beli dari pedagang senjata api yang
mulai beredar di sebelah selatan daratan Cina, kebanyakan
dibawa oleh bangsa Portugis.
“Jangan bunuh dia!” Ang-mo Niocu berteriak. Karena sikap
Wu Kan menimbulkan kebenciannya, maka ia semakin tertarik
dan condong membela Si Han Bu. Setelah berkata demikian,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
ia melompat dan bermaksud merampas senjata api itu dari
tangan Wu Kan. Akan tetapi senapan itu dapat diisi dua buah
peluru. Melihat Ang-mo Niocu membela Han Bu, hati Wu Kan
menjadi semakin panas dan dia mengarahkan moncong
senapannya kepada gadis itu dan menarik pelatuknya.
“Dorrr...!” Tubuh Ang-mo Niocu terpental ke belakang dan
roboh terkapar. Pada saat itu kembali tubuh Han Bu nyaris
menjadi korban pukulan Hek-tok-ciang. Pemuda itu cepat
melompat untuk mengelak.
Sementara itu, Wu Kan kini mulai mengisi senapannya
kembali dengan dua butir peluru. Setelah diisi peluru dan
dikokang, dia hendak menembak Han Bu.
Akan tetapi pada saat itu, berkelebat dua sosok bayangan
orang. Muncullah Ui Yan Bun dan Wan Kim Hui. Seperti kita
ketahui, setelah berhasil mendapatkan obat untuk
menyembuhkan Nyonya Wan Cun, Yan Bun dilatih ilmu silat
oleh Wan Cun yang amat lihai. Karena Yan Bun sudah memiliki
dasar yang kuat, maka hanya beberapa bulan saja dia sudah
memperoleh kemajuan pesat hasil penggemblengan datuk itu.
Wan Cun menyatakan bahwa yang diajarkan itu sudah cukup,
maka Yan Bun lalu berpamit untuk pulang ke rumah ayahnya,
yaitu Ui Houw yang tinggal di Lembah Sungai Kuning. Ketika
pemuda itu hendak berangkat, Wan Kim Hui rewel ingin ikut.
Ia ingin sekali mengembara dan kebetulan ada Yan Bun yang
dianggap sebagai kakaknya sendiri. Semula ayah ibunya
melarang karena mereka maklum akan kekerasan hati dan
kebinalan watak puterinya, akan tetapi Kim Hui nekat dan
menangis. Akhirnya orang tuanya mengijinkan karena di sana
ada Ui Yan Bun yang mereka percaya akan dapat mengawasi
puteri mereka. Kim Hui hanya diperbolehkan merantau selama
dua tahun dan paling lama dua tahun ia harus kembali ke
Bukit Siluman di dekat kota Lam-hu.
Demikianlah, karena ingin melihat-lihat pemandangan, dua
orang muda ini mengambil jalan memutar dan pada siang hari
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
itu kebetulan mereka melihat Ang-mo Niocu ditembak jatuh
dan Han Bu sedang diancam bahaya.
“Itu Han Bu...!” Kim Hui berseru dan gadis ini sudah
memungut sebuah batu sebesar kepalan tangannya dan
sambil berlari cepat ia menghampiri tempat itu dan
melontarkan batu itu ke arah Wu Kan yang amat dibencinya.
Tepat sekali batu itu mengenai kepala Wu Kan pada saat
Wu Kan menarik pelatuk senapannya hendak menembak Han
Bu.
“Dorrr...!” Tembakan itu ke atas dan tubuh Wu Kan
terpelanting roboh. Dia jatuh pingsan karena pelipisnya
dihantam batu yang dilontarkan Kim Hui.
Lam-hai Cin-jin marah sekali. Kakek gendut ini
menggerakkan ruyungnya yang berduri, menyerang Kim Hui.
Melihat ini, Ui Yan Bun cepat mencabut pedangnya dan
meloncat menghadang lalu menangkis serangan ruyung yang
ditujukan kepada Kim Hui itu.
“Tranggg...!” Benturan ruyung dengan pedang membuat
pedang Yan Bun terpental. Melihat bahwa kakek yang
dikenalnya dengan baik itu kini bertanding dengan Yan Bun,
Kim Hui cepat membantu Yan Bun dan mengeroyok Lam-hai
Cin-jin dengan pedangnya.
“Lam-hai Cin-jin kakek tua bangka jahat mau mampus! Aku
harus membalaskan ibuku yang pernah kaupukul dengan
curang!” Gadis itu masih merasa dendam mengingat ibunya,
Nyonya Wan Cun, pernah dilukai Lam-hai Cin-jin dengan
pukulan Hek-tok-ciang yang hampir saja merenggut nyawa
ibunya. Untung Yan Bun dapat mencarikan obat penawarnya
dari Im-yang Sian-kouw.
Melihat ada seorang pemuda dan seorang gadis datang
menolongnya dan kini mengeroyok Lam-hai Cin-jin, Han Bu
yang melihat Ang-mo Niocu roboh mandi darah, segera
melompat dan berjongkok menghampiri gadis itu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Bagaimanapun juga gadis yang dikenal sebagai iblis betina itu
tadi telah membelanya, bahkan menyelamatkan nyawanya.
“Bagaimana keadaanmu...?” tanya Han Bu dengan khawatir
melihat gadis itu rebah dengan napas terengah-engah dan
muka pucat sekali. Aneh, dalam keadaan sekarat dan
kesakitan seperti itu, melihat Han Bu berjongkok dan
menanyakan keadaannya, Ang-mo Niocu tersenyum,
walaupun senyumnya tampak aneh karena ia pun menahan
rasa nyeri yang hebat. Bibirnya bergerak dan terdengar ia
berkata lirih dan terputus-putus.
“Si Han Bu... terima kasih.... yang kau.... cari itu....
kusembunyikan... di kuil tua... belasan li... di sebelah utara
dari.... sini....” Setelah berkata demikian, ia terkulai dan tewas.
Mendengar ini, Han Bu percaya dan girang karena dia tidak
harus menggeledah tubuh mayat gadis itu untuk mencari Tekpai.
Dia menengok dan melihat betapa dua orang
penolongnya masih bertanding seru melawan Lam-hai Cin-jin.
Pada saat itu barulah dia memandang mereka dengan jelas
dan hampir dia bersorak karena dia segera mengenal Ui Yan
Bun dan Wan Kim Hui yang dulu pernah datang di Bukit Kera
untuk mintakan obat bagi Nyonya Wan Cun kepada gurunya,
Im Yang Sian-kouw! Tadi dia tidak mengenal mereka karena
dia masih terkejut mendapat serangan tembakan dari Wu Kan
kemudian melihat betapa Ang-mo Niocu roboh tertembak.
Kini, melihat bahwa yang menolongnya adalah mereka, dia
cepat meloncat dan menyerang dengan sepasang senjatanya,
yaitu pedang Im-yang-kiam yang hitam putih di tangan kanan
dan Im-yang-po-san, kipas sakti di tangan kiri.
“Ha-ha, Saudara Ui Yan Bun dan Nona Wan Kim Hui yang
baik, mari kita hajar kakek yang jahat ini!” katanya dan
serangannya amat dahsyat membuat Lam-hai Cin-jin yang
sudah merasa kewalahan dikeroyok Yan Bun dan Kim Hui,
menjadi semakin repot. Apalagi melihat Wu Kan menggeletak
tak bergerak, hatinya merasa khawatir bukan main. Putera
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Jenderal atau Raja Muda Wu Sam Kwi itu pergi berdua dengan
dia maka dialah yang bertanggung jawab atas
keselamatannya. Lam-hai Cin-jin adalah seorang datuk selatan
yang amat setia kepada Wu Sam Kwi yang dia anggap sebagai
seorang patriot pahlawan bangsa yang patut dihormati. Maka
dia pun menjadi Koksu (Guru Negara) di Yunnan-hu, menjadi
penasihat Jenderal Wu Sam Kwi. Kini melihat keadaan Wu
Kan, baginya yang terpenting adalah menyelamatkan putera
raja muda itu. Tiba-tiba ruyungnya diputar cepat sehingga tiga
orang muda yang mengeroyoknya menghindar ke belakang
dan pada saat itu, tangan kirinya membanting bahan peledak.
“Darr...!” Benda itu meledak dan asap hitam mengepul
dibarengi bau yang menyengat hidung.
“Awas asap beracun!” kata Han Bu yang mengenal asap
semacam itu. Ketiganya cepat melompat ke belakang
menjauhi asap. Kesempatan itu dipergunakan Lam-hai Cin-jin
untuk melompat ke arah menggeletaknya Wu Kan,
menyambar tubuh pemuda itu, memanggulnya dan
membawanya lari terlindung asap hitam beracun.
Setelah asap membuyar, tiga orang muda itu sudah
kehilangan Lam-hai Cin-jin dan Wu Kan.
Wan Kim Hui membanting-banting kakinya ke atas tanah.
“Sialan! Aku belum dapat membunuh si jahanam Wu Kan dan
kakek iblis Lam-hai Cin-jin!”
“Ah, agaknya engkau mengenal mereka itu, Nona Wan?”
tanya Han Bu.
“Tentu saja aku mengenal mereka! Juga aku mengenal iblis
betina Ang-mo Niocu Yi Hong itu. Anehnya, engkau ternyata
sahabat baik iblis betina itu!” Wan Kim Hui berkata dengan
sikap galak.
“Eh, aku sama sekali bukan sahabatnya!”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
“Hemm, kalau bukan sahabatnya kenapa tadi engkau
dibelanya dan engkau menghampirinya?”
Mendengar suara gadis ini, diam-diam Han Bu merasakan
sesuatu kegembiraan aneh dalam hatinya. Benarkah
pendengarannya bahwa Wan Kim Hui cemburu?
“Aku justru mengejar dan mencarinya untuk merampas
kembali Tek-pai milik Huang-ho Sian-li pemberian dari
mendiang Kaisar.”
“Huang-ho Sian-li?” Ui Yan Bun berseru kaget akan tetapi
juga girang. Lalu dia menahan diri dan berkata, “Harap kalian
berdua tunda dulu pembicaraan. Di sana ada sebuah mayat
yang harus kita kubur sebagaimana layaknya, baru nanti kita
bicara agar jangan simpang siur.”
“Aku setuju dengan pendapat Saudara Ui Yan Bun,” kata
Han Bu.
Wan Kim Hui cemberut. “Aku heran sekali melihat kalian.
Apakah semua laki-laki begitu? Kalau melihat gadis cantik lalu
jalan pikirannya menjadi ngawur?”
“Eh, engkau yang ngawur, Nona. Kenapa kaukatakan
bahwa jalan pikiran kami ngawur?”
“Itu sudah jelas. Ang-mo Niocu Yi Hong adalah seorang
iblis betina jahat dan cabul, jelas merupakan musuh. Mengapa
kalian kini hendak merawat mayatnya? Apakah karena ia
cantik?”
“Kim Hui, jangan menuduh sembarangan!” Yan Bun berkata
dengan suara mengandung teguran. “Yang jahat adalah
perbuatannya ketika ia masih hidup. Sekarang yang
menggeletak itu adalah jenazah seorang manusia. Sudah
menjadi kewajiban kita sesama manusia untuk mengurus
penguburannya dengan semestinya. Kalau kita membiarkan
jenazah itu begitu saja dan membiarkannya membusuk atau
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dimakan binatang buas, maka kita kehilangan prikemanusiaan
kita.”
Mendengar ucapan Yan Bun, Kim Hui diam saja, tidak
berani membantah. Memang terhadap Ui Yan Bun yang sopan,
serius dan pendiam, Kim Hui tidak berani banyak membantah,
apalagi karena orang tuanya telah menyerahkannya kepada
Yan Bun untuk diawasi, dan dengan sungguh-sungguh
ayahnya telah memesan kepadanya agar dalam segala hal
suka menurut dan tunduk kepada Yan Bun. Ia hanya duduk di
bawah pohon dengan muka cemberut, menonton ketika Yan
Bun dan Han Bu menghampiri mayat Ang-mo Niocu lalu
mereka berdua menggali lubang. Akan tetapi setelah lubang
digali cukup dalam dan Yan Bun memberi tanda agar mereka
berdua mengangkat mayat itu untuk dimasukkan lubang
galian, Han Bu berkata, “Nanti dulu, Saudara Yan Bun.”
Han Bu lalu menghampiri Kim Hui yang masih duduk di
bawah pohon. Sambil tersenyum Han Bu memandang wajah
manis yang cemberut menjadi semakin manis itu, dan
sebelum dia mengeluarkan kata-kata, Kim Hui sudah
menegurnya.
“Mau apa kau?”
Han Bu berkata, “Nona Wan Kim Hui, aku ingin minta
pertolonganmu, harap engkau tidak menolak.”
Kim Hui mengerutkan alisnya. Ia mengerling ke arah Yan
Bun dan melihat betapa Yan Bun berdiri dan memandang ke
arah mereka, agaknya ikut mendengarkan. “Hemm, minta
pertolongan kepadaku? Pertolongan apa? Aku tidak mau kalau
disuruh bantu menguburkan mayat itu!”
“Ah, bukan, Nona. Saudara Ui Yan Bun dan aku yang akan
menguburnya. Aku hanya minta sukalah engkau menggeledah
pakaian jenazah itu untuk mencari kalau-kalau Tek-pai yang
harus kutemukan itu disimpannya dalam pakaiannya.”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
“Menggeledah mayat? Huh, kenapa engkau menyuruh aku?
Mengapa tidak kaugeledah saja sendiri?”
Wajah Han Bu berubah merah. “Aih, bagaimana aku dapat
melakukan hal itu, Nona Wan? Itu adalah mayat seorang
wanita, dan aku seorang laki-laki, sungguh tidak pantas kalau
aku yang menggeledah. Aku tidak berani. Mungkin saja Tekpai
itu ia simpan di balik pakaiannya.”
Kim Hui masih hendak “jual mahal”, akan tetapi Yan Bun
berkata kepadanya. “Kim Hui, apa yang dikatakan Han Bu itu
benar. Tidak pantas kalau engkau menolak permintaan
bantuan yang begitu ringan. Lakukanlah penggeledahan
seperti yang dimintanya.”
Tentu saja Yan Bun mendesak Kim Hui karena selain apa
yang diucapkan pemuda tinggi besar tampan dan gagah itu
benar, juga dia ingin sekali Tek-pai itu dapat ditemukan
karena menurut Han Bu tadi, Tek-pai itu milik Huang-ho Sianli.
Milik Thian Hwa! Terbayanglah wajah gadis yang sejak dulu
dicintanya, satu-satunya wanita yang pernah dan masih
dicintanya!
Dengan bersungut-sungut Kim Hui bangkit berdiri lalu
menghampiri jenazah Ang-mo Niocu Yi Hong yang tampak
seperti orang tidur dan wajahnya tampak cantik. Kemudian ia
melakukan penggeledahan, memeriksa semua bagian pakaian,
meraba-raba seluruh tubuh jenazah itu. Apa yang
ditemukannya dari kantung dan balik pakaian, ia keluarkan
dan ternyata pada jenazah itu hanya ditemukan beberapa
potong emas, perhiasan wanita, dan beberapa macam obat
luka seperti yang biasa dibawa orang-orang kang-ouw yang
melakukan perjalanan. Tek-pai itu tidak ditemukan. Akan
tetapi Han Bu tidak kecewa, bahkan diam-diam dia merasa
terharu karena Ang-mo Niocu ternyata tidak berbohong
kepadanya. Dia semakin percaya bahwa Tek-pai itu pasti akan
ditemukan di kuil tua yang letaknya belasan li di sebelah utara
tempat itu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Dia minta kepada Kim Hui untuk mengembalikan semua
benda itu ke dalam saku baju mayat itu, kemudian bersama
Yan Bun mengubur mayat Ang-mo Niocu. Setelah lubang itu
ditimbuni tanah, Yan Bun bertanya.
“Saudara Han Bu, engkau tidak berhasil mendapatkan
kembali Tek-pai itu?”
Han Bu tersenyum. “Aku yakin akan bisa mendapatkan
kembali, karena sebelum ia meninggal tadi, Ang-mo Niocu
sudah mengaku bahwa ia menyembunyikan Tek-pai itu di
sebuah kuil tua, belasan li di sebelah utara....”
“Kalau begitu mengapa engkau masih minta aku untuk
menggeledah mayat itu?!” Kim Hui menegur marah.
“Maaf, Nona. Tadi aku masih belum percaya akan
keterangan Ang-mo Niocu, aku khawatir ia berbohong dan
menyembunyikan Tek-pai itu di tubuhnya,” kata Han Bu
sambil menjura di depan Kim Hui. Aneh, gadis itu hilang
marahnya, bahkan kini tersenyum kecil.
“Hemm, jadi engkau juga tahu bahwa ia jahat dan tidak
percaya padanya?” katanya.
“Han Bu, Kim Hui, mari kita cepat mencari kuil itu. Tek-pai
itu penting sekali, kita harus segera menemukannya. Setelah
itu baru kita bicara!”
Mereka lalu mengerahkan gin-kang dan berlari seperti
terbang cepatnya menuju ke utara. Menjelang senja, mereka
dapat menemukan sebuah kuil tua yang tidak dipakai lagi dan
keadaannya sudah banyak rusak, di dalam hutan tepi jalan
umum. Segera mereka bertiga melakukan pemeriksaan dan
pencarian. Akhirnya, di balik sebuah arca Jilai-hud yang sudah
berlumut, Kim Hui menemukannya.
“Inikah Tek-pai itu?” tanyanya sambil mengacungkan
sepotong bambu kecil yang ada tulisan dan cap Kaisar.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
“Benar, kalau tidak salah itulah Tek-pai!” kata Han Bu
gembira.
“Uuhh, kalau tidak tahu bilang saja tidak tahu! Bilang
benar, akan tetapi kalau tidak salah! Benar atau salah?
Apakah engkau pernah melihatnya?” Kim Hui menegur galak.
Han Bu tersenyum. “Terus terang saja, aku baru kali ini
melihatnya. Akan tetapi kalau itu bukan Bambu Tanda Kuasa
(Tek-pai), lalu apa?”
Yan Bun menghampiri dan mengambil benda itu dari
tangan Kim Hui, lalu memeriksa dan membaca tulisannya.
“Tidak salah, inilah Tek-pai yang kaucari, Han Bu. Sekarang
mari kita bicara. Kita mengaso dan melewatkan malam di sini.
Nah, ceritakanlah apa yang telah terjadi dan yang kaualami,
Han Bu.”
Mereka duduk di bagian belakang kuil itu, satu-satunya
bagian yang masih ada atapnya di situ sehingga lantainya juga
bersih setelah mereka menggunakan sapu tua untuk
menyingkirkan debu. Mereka duduk di atas lantai batu, saling
berhadapan dan Han Bu mulai menceritakan semua
pengalamannya. Dia bercerita pula tentang pemberontakan
yang dilakukan Pangeran Cu Kiong yang dibantu banyak datuk
kang-ouw, di antaranya yang terpenting adalah Lam-hai Cinjin
dan susioknya (paman gurunya) yang bernama Ngo-beng
Kui-ong dan amat sakti. Betapa dia ditawan setelah berhasil
membebaskan Huang-ho Sian-li dari tahanan Pangeran Cu
Kiong. Kemudian betapa pertempuran terjadi dan akhirnya
para pemberontak dapat dihancurkan, Pangeran Cu Kiong
dapat ditawan. Dia sendiri dibebaskan dari penjara oleh
gurunya, Im-yang Sian-kouw dan Huang-ho Sian-li.
“Masih untung engkau tidak dibunuh, Han Bu,” kata Yan
Bun.
“Ah, tidak. Kakek Ngo-beng Kui-ong itu yang
mempertahankan agar aku tidak dibunuh karena dia ingin
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menyandera aku agar guruku, Im-yang Sian-kouw mau
dibujuk olehnya untuk membantu Jenderal Wu Sam Kwi.”
“Lalu bagaimana engkau dapat bertemu dengan Ang-mo
Niocu, Lam-hai Cin-jin dan Wu Kan itu?” tanya Wan Kim Hui
yang merasa tertarik juga mendengar cerita pemuda itu.
“Ketika aku mendengar pengakuan Pangeran Cu Kiong
bahwa Tek-pai yang dia rampas dari Huang-ho Sian-li ketika
gadis itu dia tawan bahwa dia telah menyerahkan Tek-pai
kepada Ang-mo Niocu dan dibawa ke selatan untuk diserahkan
kepada Jenderal Wu Sam Kwi di Yunnan-hu, aku segera
melakukan pengejaran. Sampai lama aku mengikuti jejaknya
dan berganti-ganti kuda. Akhirnya aku dapat menyusulnya
sampai di sini. Aku minta Tek-pai itu darinya dan ketika kami
bersitegang, muncullah kakek dan pemuda yang membawa
senapan tadi.”
“Lam-hai Cin-jin adalah Koksu dari Yunnan-hu dan
merupakan seorang yang setia kepada Wu Sam Kwi dan
pemuda itu adalah Wu Kan, putera Wu Sam Kwi. Dia pemuda
brengsek tak tahu malu!”
“Teruskan ceritamu, Han Bu.”
“Lam-hai Cin-jin, seperti juga Ang-mo Niocu, sudah pernah
melihat aku ketika aku ditawan mereka setelah aku berhasil
membebaskan Huang-ho Sian-li. Maka dia lalu menyerangku.
Aku melawan dan terus terang saja, he-he, aku tidak mampu
menandingi kakek itu. Aku terdesak dan tiba-tiba pemuda itu,
Wu Kan namanya? Dia menembakku dengan senjata api,
untung luput. Lalu terdengar tembakan kedua kalinya dan...
Ang-mo Niocu yang ditembaknya karena gadis itu
menghalanginya membunuhku.”
“Wah, musuh malah membelamu, ya? Bagus, senang ya
dibela seorang gadis cantik dan genit?” kata Kim Hui
mengejek.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Wajah Han Bu berubah kemerahan dan dia tersenyum
masam. “Ah, aku sendiri tidak tahu mengapa ia membelaku.
Mungkin ia mulai menyadari akan ketersesatannya.”
“Sadar? Ang-mo Niocu menyadari kesesatannya? Ih,
engkau tidak mengenal siapa perempuan itu! Ia iblis betina
yang keji sekali!”
“Hui-moi, biarkan Han Bu melanjutkan ceritanya,” Yan Bun
menegur dan Kim Hui terdiam.
“Pada saat itu, kalian muncul dan aku berterima kasih
sekali kepada kalian. Kalau kalian tidak muncul, aku tentu
sudah mati.”
“Han Bu, ceritamu menarik sekali. Sukurlah kalau
pemberontakan itu sudah dapat dihancurkan. Sekarang Tekpai
sudah dapat kautemukan, apakah engkau akan
memberikannya kepada Huang-ho Sian-li?”
“Tentu saja, aku akan segera kembali ke kota raja dan
menyerahkan Tek-pai ini kepadanya.”
“Wah, engkau tentu amat mencinta wanita yang berjuluk
Huang-ho Sian-li itu! Baru julukannya saja Sian-li (Dewi atau
Bidadari), tentu orangnya cantik sekali. Engkau telah
membebaskannya, rela ditawan untuknya, dan sekarang
bersusah payah mencari Tek-pai untuknya!” kata Kim Hui dan
kembali Han Bu merasa senang karena suara gadis itu
mengandung kecemburuan!
“Kim Hui, engkau tidak boleh bicara seperti itu!” Yan Bun
menegur.
“Tidak mengapa, Yan Bun. Dugaannya salah, aku kagum
kepada Huang-ho Sian-li yang gagah perkasa dan dipercaya
oleh mendiang Kaisar, itu bukan berarti bahwa aku
mencintanya,” kata Han Bu.
“Han Bu, di mana adanya Huang-ho Sian-li sekarang?”
tanya Yan Bun.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
“Eh, Bun-ko, apakah engkau mengenalnya?” tanya Kim Hui,
sekarang ia menyebut koko (kakak) kepada Yan Bun, setelah
melakukan perjalanan bersamanya.
“Dulu aku mengenalnya bahkan menjadi sahabat baik,
bahkan boleh kukatakan bahwa ia masih Sumoi-ku (Adik
Seperguruanku) karena aku pernah menerima gemblengan
ilmu dari gurunya. Di mana ia sekarang, Han Bu?”
“Tentu saja di rumah ayahnya.”
“Ayahnya...? Siapakah Ayah Huang-ho Sian-li?” tanya Ui
Yan Bun dengan jantung berdebar.
“Ayahnya adalah Pangeran Ciu Wan Kong, adik mendiang
Kaisar Shun Chi.”
Hampir saja Yan Bun mengeluarkan seruan kaget, akan
tetapi segera ditahannya. Kepahitan memenuhi hatinya.
Kiranya Thian Hwa yang hanya dia kenal sebagai murid dan
cucu Thian Bong Sianjin, yang kabarnya sudah kehilangan
ayah ibunya, bahkan yang tidak pernah mengenal siapa ibu
dan ayahnya, kini telah bertemu dengan ayah kandungnya.
Dan ayahnya itu adalah adik Kaisar, seorang pangeran! Dia
merasa betapa dirinya dipisahkan semakin jauh dari gadis
yang dikasihinya itu.
“Kenapa kalian diam saja? Cerita tentang diriku sudah habis
kuceritakan, sekarang giliran kalian. O ya, aku masih ingin
sekali mengetahui bagaimana engkau mengenal baik Lam-hai
Cin-jin dan putera Wu Sam Kwi tadi, Nona Kim Hui?”
“Sudahlah, jangan pakai nona-nona segala, bikin aku
canggung saja, Han Bu. Tentu saja aku mengenal mereka
karena dahulu aku dan orang tuaku juga tinggal di Yunnan-hu.
Ayah bahkan merupakan sahabat baik Lam-hai Cin-jin karena
keduanya sama-sama dianggap sebagai datuk persilatan di
selatan. Akan tetapi ayahku tidak mau mendukung Wu Sam
Kwi sehingga ayah tidak disukai oleh mereka, juga Lam-hai
Cin-jin lalu memutuskan hubungan dengan ayahku. Nah,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
ketika Wu Kan, pemuda brengsek putera Wu Sam Kwi itu
melamarku, kami menolak. Hal ini membuat mereka marah.
Pada suatu hari, ketika orang tuaku tidak berada di rumah,
Wu Kan datang menggangguku. Dia kuhajar babak belur, juga
belasan orang pengawal kuhajar. Hal ini agaknya membuat
Lam-hai Cin-jin marah dan ketika aku dan Ayah tidak berada
di rumah, dia datang menyerang dan melukai ibuku. Semenjak
itu, kami sekeluarga pergi meninggalkan Yunnan-hu dan
tinggal di Bukit Siluman. Nah, sekarang kau mengerti
mengapa aku mengenal baik jahanam-jahanam itu.”
“Wah, ceritamu menarik sekali, Kim Hui!” kata Han Bu
tanpa menyebut nona lagi. “Dan engkau sungguh hebat,
berani menghajar putera Jenderal Wu Sam Kwi yang sekarang
menjadi raja muda!”
“Jangankan hanya putera raja muda, biar putera raja setan
pun kalau berani menggangguku, akan kulawan dan kuhajar!”
kata gadis itu dengan tegas. Han Bu merasa aneh mengapa
dia amat tertarik kepada gadis yang galak ini. Belum pernah
dia tertarik oleh seorang gadis seperti yang dirasakannya
terhadap Kim Hui.
Sementara itu, Yan Bun hampir tidak mendengarkan apa
yang diceritakan Kim Hui. Pertama, karena dia sudah
mendengar kisah itu dan kedua karena hati dan pikirannya
masih penuh dengan kejutan mengenai diri Huang-ho Sian-li
yang ternyata puteri seorang pangeran!
“Yan Bun, mengapa engkau diam saja? Kukira sekarang
giliranmu untuk menceritakan pengalamanmu,” kata Han Bu.
Yan Bun sadar dari lamunannya dan menghela napas
panjang. “Tidak banyak yang dapat kuceritakan.”
“Ah, Bun-ko, engkau belum pernah bercerita kepadaku
tentang Huang-ho Sian-li itu! Ceritakanlah,” kata Kim Hui.
“Sudah kukatakan tadi bahwa kami pernah menjadi
sahabat baik, bahkan aku pernah digembleng ilmu oleh
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
gurunya. Akan tetapi kami lalu berpisah dan sudah sekitar dua
tahun ini kami tidak pernah saling bertemu. Aku bertemu
dengan adik Wan Kim Hui dan bersamanya mencarikan obat
untuk ibunya yang terkena pukulan beracun Lam-hai Cin-jin
dan kami menghadap gurumu, Im-yang Sian-kouw.
Selanjutnya kami kembali ke Bukit Siluman di dekat kota Lamhu
dan di sana aku memperdalam ilmu silatku di bawah
bimbingan Paman Wan Cun, ayah Kim Hui. Begitulah
ceritaku.”
“Dan sekarang kalian hendak pergi ke mana?”
“Sudah lama aku meninggalkan rumah orang tuaku yang
tinggal di Lembah Huang-ho. Aku hendak pulang ke rumah
orang tuaku....”
“Aih, Bun-ko, mari kita pergi ke kota raja lebih dulu. Aku
ingin sekali melihat kota raja! Kebetulan sekali sekarang ada
Han Bu, kita bertiga dapat pergi bersama!” Kim Hui
membujuk.
Yan Bun tampak ragu-ragu dan alisnya berkerut.
Sesungguhnya dia sudah lama merasa rindu sekali untuk
dapat bertemu Thian Hwa. Akan tetapi keinginannya itu selalu
dia tekan. Untuk apa bertemu? Hanya akan menambah
kedukaannya saja. Gadis itu sudah dengan terus terang
menyatakan bahwa ia tidak dapat menerima cintanya, bahkan
dahulu mengaku mencinta Pangeran Cu Kiong yang juga
dibencinya. Dahulu saja Thian Hwa tidak dapat menerima dan
membalas cintanya, apalagi sekarang setelah ternyata bahwa
ia puteri seorang pangeran! Ia merasa takut bertemu Thian
Hwa, takut kalau-kalau hatinya akan semakin menderita.
“Mari, Yan Bun. Ucapan Kim Hui itu benar, lebih baik kita
bertiga melakukan perjalanan bersama ke kota raja. Bukankah
engkau ingin bertemu dengan sahabat lamamu, Huang-ho
Sian-li Ciu Thian Hwa?” kata Han Bu membujuk. Tentu saja
hatinya senang bukan main kalau dapat melakukan perjalanan
bersama Kim Hui yang telah mencuri hatinya!
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Yan Bun menghela napas panjang, lalu menggelengkan
kepalanya.
“Tidak... aku... belum ingin bertemu dengannya.”
“Tapi, mengapa begitu, Bun-ko? Bukankah kaukatakan tadi
bahwa Huang-ho Sian-li adalah seorang sahabat baikmu,
bahkan terhitung Sumoi-mu?” Kim Hui mendesak. “Ayolah,
Bun-ko, aku ingin sekali pergi ke kota raja. Ayah hanya
memberi waktu dua tahun padaku dan aku ingin melihat kota
raja di mana dahulu ayah pernah tinggal!”
Yan Bun menggelengkan kepalanya dan wajahnya tampak
muram, lalu dia berkata. “Begini saja, Hui-moi. Bagaimana
kalau engkau pergi dulu ke kota raja bersama Han Bu? Aku
merasa yakin bahwa sebagai murid Im-yang Sian-kouw, dia
tentu seorang pendekar muda yang baik budi dan bijaksana
sehingga aku percaya kepadanya. Dia pasti akan dapat
menjagamu.”
Kim Hui tampak gembira sehingga wajahnya berseri.
“Benarkah, Bun-ko? Aku boleh pergi sendiri ke sana bersama
Han Bu? Akan tetapi... nanti kalau Ayah mendengar bahwa
aku tidak pergi bersamamu, Ayah akan marah....”
“Tidak, Hui-moi. Kalau tahu bahwa pergimu bersama murid
Im-yang Sian-kouw, beliau tidak akan marah. Setelah aku
mengunjungi orang tuaku, kelak aku akan menyusul ke kota
raja.”
“Ah, terima kasih, Bun-ko!” Kim Hui memegang tangan Yan
Bun dan mengguncangnya sebagai ungkapan kegembiraan
dan terima kasihnya. Setelah itu, ia lalu mengumpulkan kayu
kering dan membuat api unggun di ruangan beratap namun
tak berdinding itu. Han Bu tidak tinggal diam. Dia mencari
rumput kering yang terdapat di bagian belakang kuil tua dan
menaburkan rumput kering itu di lantai ruangan.
“Aku lelah dan mengantuk, ingin tidur dulu!” kata Kim Hui
dan gadis ini langsung merebahkan diri di atas tumpukan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
rumput kering dengan miring membelakangi dua orang
pemuda itu. Melihat ini, Han Bu cepat mengambil sehelai baju
luar yang lebar dari buntalan pakaiannya, menghampiri gadis
itu dan menyelimuti tubuhnya dengan baju luar yang lebar.
“Pakai ini agar jangan kedinginan,” katanya.
Kim Hui menerimanya akan tetapi diam saja. Melihat sikap
pemuda ini, Yan Bun diam-diam merasa lega dan girang.
Agaknya Han Bu merasa suka kepada Kim Hui yang galak itu!
Siapa tahu di antara mereka dapat timbul perasaan cinta! Dia
sendiri duduk di dekat api unggun, masih melamunkan Thian
Hwa.
Malam semakin tua. Yan Bun masih duduk melamun di
depan api unggun. Kemudian Han Bu yang tadinya duduk
bersila dan melakukan samadhi, menghampiri dan duduk
dekat Y an Bun menghadapi api unggun yang mengusir hawa
dingin malam itu, juga mengusir nyamuk yang mulai
menyerang.
“Yan Bun, maafkan pertanyaanku ini, yang keluar dari hati
seorang sahabat yang ikut prihatin. Kalau boleh aku
mengetahui, ada apakah antara engkau dan Huang-ho Sianli?”
Yan Bun tampak kaget. “Mengapa engkau bertanya
demikian?”
“Maafkan, kalau hal ini menyinggungmu, boleh kita lupakan
dan tidak usah kaujawab.”
“Aku tidak tersinggung dan marah kepadamu, Han Bu. Aku
hanya merasa heran mengapa engkau tiba-tiba menanyakan
hal itu.” Yan Bun melirik ke arah Kim Hui yang tidur pulas dan
hatinya lega karena dia tidak ingin orang lain mendengarkan
dia membicarakan tentang Huang-ho Sian-li.
“Begini, sahabatku. Ketika aku memberitahu bahwa Huangho
Sian-li Ciu Thian Hwa adalah puteri pangeran, engkau
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
terkejut sekali walaupun ingin kausembunyikan. Wajahmu
pucat dan engkau tampak berduka. Aku melihat setiap kali aku
menyebut Huang-ho Sian-li, ada cahaya kerinduan di matamu,
akan tetapi juga terselubung kedukaan. Kelirukah dugaanku
bahwa engkau mencintanya, Yan Bun?”
“Mengapa pula engkau menduga begitu?”
“Ah, ia adalah seorang gadis yang amat cantik jelita dan
gagah perkasa, Yan Bun! Apa anehnya kalau seorang
pendekar seperti engkau jatuh cinta padanya? Apalagi engkau
sendiri berkata bahwa kalian pernah menjadi sahabat karib.”
“Hemm, kalau begitu, tidak akan aneh pula kalau engkau
juga jatuh cinta kepadanya, bukan?” Yan Bun membalas.
Han Bun tertawa akan tetapi menekan suaranya agar tidak
mengganggu Kim Hui yang sedang tidur. “Ha-ha, memang
tidak aneh, Yan Bun. Akan tetapi dugaanmu keliru. Aku belum
mengenalnya, bahkan pertemuan antara kami hanya sekilas
saja. Selain itu, selama ini aku belum pernah jatuh cinta....”
Tanpa disadarinya, Han Bu melirik ke arah Kim Hui.
“Hemm, belum pernah jatuh cinta, akan tetapi saat ini
engkau jatuh cinta padanya, bukan?” Yan Bun menuding ke
arah Kim Hui.
Wajah Han Bu berubah kemerahan dan dia menjadi salah
tingkah.
“Eh, itu... ah, aku tertarik kepadanya sejak pertemuan
pertama dulu, akan tetapi... cinta? Entahlah, aku tidak tahu,
Yan Bun. Akan tetapi, agaknya cintamu terhadap Huang-ho
Sian-li menimbulkan kesedihan bagimu, mengapa kalau aku
boleh mengetahui?”
Yan Bun menghela napas. Pemuda ini cerdik sekali dan
agaknya sukar untuk menyembunyikan isi hatinya dari Han
Bu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
“Baiklah, Han Bu. Karena aku mempercayakan Kim Hui
kepadamu, dan aku percaya sepenuhnya padamu, maka boleh
engkau mendengar rahasiaku yang belum pernah kuceritakan
kepada orang lain ini. Benar, sejak dahulu aku mencinta
Huang-ho Sian-li, bahkan guru kami dan orang tuaku juga
sudah menyetujui sepenuhnya kalau kami berjodoh. Akan
tetapi ia mencintaku sebagai saudara atau sahabat baik.
Selama ini aku masih mengharapkan sewaktu-waktu cintanya
akan berubah dan ia bersedia menjadi pasangan hidupku.
Akan tetapi, ah... mendengar darimu bahwa Huang-ho Sian-li
adalah puteri seorang pangeran, habislah harapanku. Kalau
dulu saja ia tidak dapat membalas cintaku, apalagi sekarang
sebagai puteri pangeran dan bahkan kepercayaan Kaisar...!
Karena itulah, aku tidak berani bertemu dengannya, Han Bu,
karena hal itu tentu hanya akan membuat hatiku semakin
sakit.”
Han Bu merasa terharu dan sejenak mereka berdua
memandang ke api unggun sambil merenung. Betapa besar
kekuasaan cinta terhadap manusia. Betapa aneh lika-likunya
mempermainkan manusia yang seolah tidak percaya terhadap
kekuasaan yang mampu melambungkan manusia menikmati
kesenangan tingkat tertinggi atau sebaliknya
menenggelamkan manusia ke dalam kesusahan tingkat
terendah. Berulang-ulang dia melirik ke arah Kim Hui.
Keadaan manakah yang akan dialami nanti apabila dia jatuh
cinta kepada gadis itu?
Sesungguhnya, kalau dikaji benar, cinta atau kasih itu sama
sekali tidaklah aneh. Kita manusia sendiri dengan hati akal
pikiran kita yang mengada-ada ini yang membuat cinta
menjadi aneh, terkadang membahagiakan terkadang
menyengsarakan. Sesungguhnya, cinta adalah perasaan yang
luhur dan suci murni, cinta dirasakan oleh seluruh mahluk
hidup, baik yang bergerak maupun yang tidak. Bukan hanya
manusia mengenal cinta. Hewan pun mengenal cinta. Bahkan
tanaman mengenal tangan-tangan manusia yang merawatnya
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dengan cinta. Hidup ini sendiri cinta! Tanpa cinta hidup ini
tidak ada artinya. Cinta memang banyak ragamnya, ada cinta
atau kasih terhadap Tuhan, kasih terhadap sesama manusia,
kasih terhadap sanak keluarga, kasih terhadap negara dan
bangsa, juga kasih terhadap sesama hidup seperti hewan dan
tanaman. Namun pada hakekatnya hanya ada dua macam
Kasih. Kasih murni bercahaya dan hidup apabila jiwa diterangi
Sinar Illahi atau Kasih Tuhan sehingga hati kita dipenuhi oleh
Kasih. Buahnya adalah perbuatan atau tindakan tanpa pamrih
untuk diri sendiri, yang hanya didorong rasa belas kasih,
membuat orang yang memiliki Kasih ini siap berkorban, tanpa
mementingkan diri sendiri, tanpa mengharapkan imbalan jasa,
dan bukan timbul dari hati akal pikiran yang dikendalikan
nafsu. Yang ke dua adalah cinta atau kasih yang didorong oleh
nafsu keinginan kita untuk kepentingan dan kesenangan atau
keuntungan diri kita sendiri. Cinta seperti ini penuh dengan
pamrih, walaupun terselubung ketat. Ingin dipuji, ingin diberi
imbalan jasa, baik itu imbalan lahir maupun batin, pendeknya,
cinta seperti ini bersumber demi kesenangan pribadi.
Cinta karena dorongan nafsu daya rendah inilah yang dapat
mendatangkan kesenangan ataupun kesusahan. Memang
selalu demikian sifat nafsu atau si-aku. Kalau diuntungkan
senang kalau dirugikan susah. Dalam hubungan cinta antara
pria dan wanita juga demikian. Cinta nafsu ini selalu
mendatangkan sengsara kalau tidak tercapai atau gagal,
sebaliknya akan mendatangkan kebahagiaan kalau berhasil
baik.
Sesungguhnya kalau kita renungkan benar-benar, tandatanda
kedua macam cinta itu mudah dikenal. Cinta murni atau
Kasih sejati dapat dikenal sebagai berikut.
Kasih sejati terhadap Tuhan yang kita kenal melalui kitabkitab
suci ialah ketaatan dan penyerahan diri tanpa pamrih
apa pun. Cinta terhadap negara dan bangsa berupa
perjuangan mempertahankan kesejahteraan dan martabat
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
negara dan bangsa dengan rela berkorban dan tanpa pamrih
apa pun untuk diri sendiri. Cinta terhadap sesama manusia
didasari belas kasih dan rela berkorban demi kebahagiaan
yang dikasihi.
Sebaliknya ciri cinta nafsu adalah: Kasih terhadap Tuhan
didasari ketakutan akan hukuman, penuh pamrih mendapat
imbalan sekarang di waktu hidup ataupun kelak sesudah mati
yang pada hakekatnya hanya pementingan diri mencari
keenakan dan menolak ketidak-enakan diri sendiri. Cinta
terhadap negara dan bangsa yang didasari nafsu berupa
ambisi pribadi dan perjuangannya sesungguhnya untuk
mencapai ambisinya sehingga apabila perjuangan itu berhasil,
dirinyalah yang akan menikmati dan mabok kemenangan, lupa
akan kepentingan nusa dan bangsa. Cinta terhadap sesama
manusia juga merupakan cinta terhadap diri sendiri, mencinta
dengan harapan imbalan yang lebih besar seperti orang
berjual-beli. Beli dengan cinta mengharapkan memperoleh
kesenangan. Maka kalau kesenangan itu tidak diperoleh,
cintanya pun entah lari ke mana!
Pada keesokan harinya, mereka pun berpisah. Si Han Bu
pergi ke kota raja bersama Wan Kim Hui, sedangkan Ui Yan
Bun pergi seorang diri menuju ke Lembah Sungai Kuning, ke
tempat tinggal Ui Houw yang berjuluk Si Ular Air, dahulu
merupakan kepala bajak sungai namun bukan gerombolan
bajak yang jahat. Mereka bahkan menjadi pelindung para
pedagang yang mengangkut dagangan mereka melalui Sungai
Kuning dengan menerima upah sekedarnya. Mereka itu pantas
disebut pengawal pengiriman barang dagangan daripada
bajak sungai. Dengan adanya Si Ular Air Ui Houw dan anak
buahnya, lalu lintas perdagangan di Sungai Kuning menjadi
aman dari gangguan para bajak dan perampok.
Karena mereka memang tidak pernah melakukan
perampokan ataupun pemerasan dengan kekerasan, tidak
pernah melakukan kejahatan, maka baik para pendekar
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
maupun para komandan pasukan keamanan tidak pernah
memusuhi mereka.
(Oo-dwkz-jTn-oO)
Ketika Han Bu dan Kim Hui tiba di gedung Pangeran Ciu
Wan Kong mereka disambut gembira sekali oleh seisi rumah
karena Han Bu berhasil membawa Tek-pai yang kalau terjatuh
ke tangan orang lain yang jahat dapat membahayakan
pemerintah. Akan tetapi kegembiraan mereka tidaklah sebesar
keterkejutan dan kegembiraan hati Han Bu ketika dia melihat
bahwa kini gurunya telah bertemu kembali dengan suami dan
puterinya, dan tinggal menjadi satu bersama keluarganya di
gedung Pangeran Ciu Wan Kong, suaminya.
Pertemuan itu menjadi semakin akrab karena di situ
terdapat pula Kim Hui yang pandai bicara dan tidak malumalu.
Apalagi Kim Hui sudah mengenal Im-yang Sian-kouw. Ia
pun merasa kagum sekali melihat Huang-ho Sian-li yang cantik
dan gagah.
“Enci Thian Hwa, tahukah engkau bahwa aku telah
berkenalan dan menjadi sahabat koko Ui Yan Bun, sahabat
baikmu itu?”
Thian Hwa terkejut karena tidak mengira sama sekali
bahwa gadis lincah itu mengenal Yan Bun. “Aih, benarkah? Di
mana dia sekarang dan bagaimana keadaannya?”
Baik Kim Hui maupun Han Bu melihat betapa wajah Thian
Hwa berseri dan matanya bersinar-sinar.
“Ah, dia baik-baik saja, Enci Thian Hwa.”
“Kim Hui, ceritakan bagaimana engkau dapat berkenalan
dengan Bun-ko.” Thian Hwa bertanya sambil menatap wajah
gadis itu dengan penuh selidik. Gadis ini manis sekali dan
lincah. Bukan tidak mungkin Yan Bun jatuh cinta kepada Kim
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Hui, walaupun ia melihat ada keakraban dan kemesraan
antara Kim Hui dan murid ibunya, yaitu Si Han Bu.
“Ceritanya memang lucu,” kata Kim Hui. “Ibuku menderita
luka parah akibat pukulan Hek-tok-ciang yang dilakukan si
jahat Lam-hai Cin-jin. Ayah dan aku membawa ibu mengungsi
dari Yunnan-hu dan tinggal di Bukit Siluman dekat kota Lamhu.
Ketika itu aku mendengar ada seorang sin-she (tabib) di
Lam-hu, maka aku lalu pergi ke sana dan menculik tabib
itu....”
“Menculik?” Huang-ho Sian-li berseru heran.
Kim Hui tersenyum. “Maksudku, eh, aku memaksa dia agar
ikut aku ke puncak Bukit Siluman untuk mengobati Ibuku.
Tidak tahunya, sin-she itu mempunyai seorang keponakan
yang lihai, yaitu Ui Yan Bun dan dia menyusul ke tempat kami.
Tabib Ui Tiong itu tidak mampu menyembuhkan Ibu dan
mengatakan bahwa yang dapat mengobati adalah Bu Beng
Kiam-sian di Bukit Kera. Yan Bun sanggup mencarikan obat
untuk Ibu, akan tetapi dengan janji kelak Ayah mengajarkan
ilmu silat kepadanya. Dia berangkat dan aku ikut. Kami berdua
menuju ke Bukit Kera dan... eh, Bibi Im-yang Sian-kouw ini
yang memberi obat dan aku sempat... eh, berkelahi melawan
Si Han Bu ini! Demikianlah, aku bukan hanya sahabat baik Ui
Yan Bun, akan tetapi dia juga saudara seperguruanku karena
dia menerima gemblengan ilmu silat dari Ayahku.”
Thian Hwa tampak senang mendengar cerita Kim Hui itu. Ia
ikut merasa gembira mendengar bahwa Yan Bun telah
memperdalam ilmu silatnya dan berada dalam keadaan baik.
Akhir-akhir ini ia memang seringkali terkenang kepada sahabat
lamanya itu dan membayangkan semua kebaikannya,
terutama karena pemuda itu telah mengaku cinta kepadanya,
yang ketika itu ditolaknya.
Pada sore harinya, Pangeran Ciu Wan Kong dan isterinya,
Im-yang Sian-kouw Cui Eng, meninggalkan tiga orang muda
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
itu dan mereka bicara dengan lebih leluasa. Kesempatan ini
tidak disia-siakan oleh Wan Kim Hui.
“Enci Thian Hwa, aku sungguh merasa amat iba kepada
Kakak Ui Yan Bun.”
Thian Hwa memandang heran. “Ah, mengapa, Kim Hui? Dia
kenapakah, sampai engkau merasa iba kepadanya?”
“Dia itu telah menderita duka dan kecewa selama
bertahun-tahun, Enci.”
“Eh? Kenapa begitu?”
“Dia menderita patah hati. Dia mencinta seorang gadis,
selama hidupnya baru sekali itu dia jatuh cinta, akan tetapi
gadis itu menolak cintanya. Biarpun begitu, dia tetap
mencintanya. Hanya seorang saja yang pernah dicintanya,
masih dicintanya sampai sekarang, dan yang akan tetap
dicintanya sampai dia meninggal kelak. Cintanya amat tulus,
lahir batin, dan dia akan tetap setia sampai mati. Sungguh
menyedihkan sekali. Aku selalu merasa heran mengapa ada
gadis yang menolak cinta yang demikian tulus dari seorang
pemuda gagah perkasa dan tampan, seorang pendekar
budiman seperti Kakak Ui Yan Bun!”
Wajah Thian Hwa berubah agak pucat. “Kim Hui, apakah
dia bilang kepadamu, siapa gadis yang dicintanya itu?”
“Gadis itu adalah seorang pendekar wanita, dan sekarang
hati Bun-ko semakin menderita karena dia putus asa, tidak
ada harapan sedikit juga baginya untuk berjodoh dengan
pendekar itu setelah dia mendengar bahwa pendekar wanita
yang dicintanya itu adalah seorang gadis bangsawan tinggi,
seorang puteri pangeran....”
“Kau...! Apa maksudmu...?” Thian Hwa berseru.
“Benar, Enci Thian Hwa. Gadis yang dicintanya sampai
detik ini adalah Huang-ho Sian-li Ciu Thian Hwa, engkau
sendiri.”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
“Kim Hui! Engkau tidak boleh membuka rahasia! Jadi dulu
itu engkau mendengarkan percakapan kami?” Si Han Bu
menegur dengan kaget sekali.
Kim Hui tersenyum. “Tentu saja, aku kan punya telinga?”
“Engkau mencuri dengar!”
“Huh, enak saja menuduh orang! Engkau dan Bun-ko
bercakap-cakap ketika aku tidur, dan telingaku mendengar
percakapan itu. Apakah telingaku salah? Engkau saja yang
bodoh, mengira aku tidak dapat mendengar percakapan itu!”
Kim Hui membantah.
“Sudahlah, tidak perlu dipersoalkan,” kata Huang-ho Sian-li
yang hatinya masih tergetar oleh cerita Kim Hui. Yan Bun
demikian mencintanya sehingga sampai kini masih tetap
mencintanya. Sebetulnya ia pun merasa suka dan kagum
kepada Yan Bun. Kalau dulu ia tidak dapat menerima cintanya,
karena ia telah lebih dulu jatuh cinta kepada pangeran
brengsek Cu Kiong!
“Si Han Bu, benarkah Bun-ko berkata kepadamu seperti
yang diceritakan Adik Kim Hui tadi?”
“Memang benar demikian, akan tetapi maafkan aku, harap
jangan katakan kepada Saudara Ui Yan Bun. Dia pesan agar
aku jangan bercerita kepada siapa pun juga karena rahasia
hatinya itu hanya kepadaku seorang sajalah dia ceritakan.
Siapa kira Kim Hui ikut mendengarkan dan kini membuka
rahasia itu langsung kepadamu.”
“Tentu saja!” kata Kim Hui membela diri. “Aku kan juga
perempuan? Sudah sepatutnya aku memberitahu Enci Thian
Hwa bahwa Kakak Ui Yan Bun sampai sekarang masih
mencintanya dan selamanya akan tetap mencintanya karena
hanya ialah satu-satunya wanita di dunia ini yang dicintanya!”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
“Akan tetapi Saudara Yan Bun akan marah dan menegurku
kalau sampai dia tahu bahwa rahasianya disampaikan kepada
Enci Thian Hwa!”
“Biar dia marah kepadaku!” bantah Kim Hui.
Melihat dua orang itu sudah s iap bertengkar lagi, Huang-ho
Sian-li tersenyum dan melerai lagi. “Sudahlah, dia tidak akan
marah. Biar kelak aku yang menjelaskannya kalau dia marah
kepada kalian.”
“Ah, benar, Enci Thian Hwa? Engkau hendak
menemuinya?” Kim Hui berseru girang sekali. “Aku senang
sekali kalau engkau mau menemuinya! Kasihan sekali Bunko...!”
“Enci Thian Hwa, kalau engkau hendak menemuinya,
sekarang dia pulang ke rumah ayahnya, katanya di Lembah
Huang-ho...,” kata pula Han Bu.
Thian Hwa mengangguk dan tersenyum. “Aku tahu tempat
itu.”
Malam itu Thian Hwa sukar untuk dapat tidur nyenyak.
Bayangan Yan Bun selalu tampak di depan matanya. Makin
dikenang, semakin iba rasa hatinya terhadap pemuda itu.
(Oo-dwkz-jTn-oO)
Malam itu, Pangeran Ciu Wan Kong dan isterinya juga
bercakap-cakap dengan serius.
“Isteriku, telah banyak engkau menceritakan kepadaku
tentang diri Si Han Bu, muridmu yang kausayang sebagai anak
sendiri itu. Sekarang setelah dia datang dan aku bertemu
dengan dia, aku melihat kebenaran ceritamu. Dia seorang
pemuda yang gagah dan tampan, juga wajahnya selalu cerah
berseri. Selain itu, dia benar-benar gagah dan bertanggung
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
jawab sehingga usahanya mendapatkan kembali Tek-pai
berhasil baik. Aku suka sekali kepada pemuda itu!”
“Sukurlah, Pangeran. Memang dia itu seorang murid yang
baik, patuh dan berbakti seperti anakku sendiri,” kata Cui Eng.
“Karena itu timbul gagasan yang amat baik dalam
pikiranku, Eng-moi. Alangkah baiknya kalau Si Han Bu itu
menjadi jodoh anak kita Ciu Thian Hwa! Mereka serasi sekali,
bukan? Yang pria gagah dan tampan, yang wanita cantik jelita
dan keduanya sama-sama memiliki ilmu silat tinggi.”
Im-yang Sian-kouw terkejut karena gagasan suaminya itu
begitu tiba-tiba dan sama sekali tidak terduga olehnya. “Si
Han Bu menjadi mantu kita?”
“Ya, mengapa tidak, Isteriku? Bukankah engkau sudah
mengenal betul wataknya yang baik sehingga kelak tidak akan
mengecewakan kalau dia menjadi mantu kita?”
Im-yang Sian-kouw mengerutkan alisnya, menganggukangguk
membenarkan penilaian suaminya terhadap Han Bu,
akan tetapi ia tiba-tiba menggelengkan kepalanya.
“Nanti dulu, Suamiku. Kita tidak boleh mengambil
keputusan tergesa-gesa. Memang, kita berdua akan senang
sekali kalau dapat memiliki mantu seperti Han Bu yang pasti
tidak akan mengecewakan hati kita. Akan tetapi....”
“Akan tetapi, apa? Apakah Han Bu tidak akan mau menjadi
suami anak kita?”
Isterinya menggelengkan kepalanya. “Tidak, aku yakin
tidak. Han Bu belum pernah jatuh cinta kepada seorang gadis,
dan aku yakin kalau kita mengusulkan perjodohan itu, dia
tidak akan menolak. Apalagi agaknya dia juga kagum terhadap
Thian Hwa. Ingat, ketika dia membela Thian Hwa,
membebaskannya dari tahanan dan hampir saja tewas.
Kemudian, dia pun langsung membantu Thian Hwa, mengejar
perempuan yang membawa Tek-pai dan berhasil
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mendapatkannya kembali. Aku yakin Han Bu akan senang
kalau dapat menjadi suami Thian Hwa dan menjadi anak
mantuku.”
“Nah, kalau begitu, tunggu apa lagi?”
“Pangeran, biarpun belum lama aku berkumpul dengan
anak kita Thian Hwa, agaknya aku sudah dapat mengenal
wataknya. Engkau yang lebih lama berkumpul dengannya
tentu juga mengenalnya. Aku melihat anak kita itu memiliki
watak yang keras. Maka dalam urusan perjodohannya, kita
harus berhati-hati dan tidak tergesa-gesa mengambil
keputusan. Biarlah ia yang memutuskan, apakah ia mau atau
tidak berjodoh dengan Han Bu. Kita tidak mungkin dapat
memaksakan keinginan kita dalam urusan perjodohan kepada
anak kita yang keras hati itu.”
Pangeran Ciu Wan Kong mengangguk-angguk. Dia baru
teringat dan menyadari akan kebenaran ucapan isterinya itu.
Dia juga sudah tahu akan kekerasan hati puterinya.
Pada keesokan harinya, suami isteri yang sudah tidak sabar
menanti lebih lama lagi itu mengingat bahwa usia Ciu Thian
Hwa sudah mendekati dua puluh dua tahun, sudah lebih dari
cukup dewasa untuk menikah, lalu memanggil Thian Hwa
untuk diajak bicara di dalam kamar mereka sehingga orang
lain tidak ada yang dapat melihat atau ikut mendengarkan.
Melihat ayah ibunya duduk berdampingan dan memberi
isyarat agar ia duduk di depan mereka, Thian Hwa merasa
heran sekali. Ia memandang kepada mereka dengan sinar
mata bertanya sebelum duduk di depan mereka.
“Duduklah, Thian Hwa. Kami ingin membicarakan urusan
yang amat penting denganmu,” kata Im-yang Sian-kouw.
“Untuk sekarang ini, yang paling penting adalah penobatan
Pangeran Kang Shi menjadi kaisar, Ibu. Dan hal itu baru akan
dilaksanakan dua minggu lagi dan aku sudah siap untuk
mengawal bersama keluarga Pangeran Bouw Hun Ki.”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
“Bukan itu, Thian Hwa,” kata Pangeran Ciu Wan Kong.
“Memang tentu saja penobatan kaisar itu adalah urusan yang
sangat penting, akan tetapi yang hendak kami bicarakan
adalah urusan kepentingan pribadimu, dan kami juga.”
“Aih, Ayah dan Ibu membuat hatiku berdebar saja. Urusan
pribadi apakah yang Ayah dan Ibu maksudkan?”
“Begini, Thian Hwa. Ibu masih ingat bahwa engkau dulu
terlahir pada Lak-gwe Cap-go (Bulan Enam Tanggal Lima
Belas), berarti tiga bulan lagi engkau sudah berusia dua puluh
dua tahun.” Cui Eng berhenti dan memandang wajah
puterinya.
Wajah itu menjadi kemerahan dan Thian Hwa segera
berkata. “Ah, terus terang saja, Ibu! Ibu dan Ayah hendak
membicarakan urusan perjodohan, bukan?”
Pangeran Ciu Wan Kong tertawa. “Ha-ha, engkau memang
anak pandai, cerdas dan jujur, dapat menduga sebelum kami
bicara.”
“Thian Hwa,” kata Im-yang Sian-kouw Cui Eng. “Ibumu
melahirkan engkau ketika berusia dua puluh tahun, menjadi
isteri ayahmu ketika aku berusia sembilan belas tahun. Dan
engkau sekarang sudah hampir dua puluh dua tahun, Anakku.
Sudah sepantasnya kalau kami, ayah dan ibumu, ingin engkau
agar segera menikah.”
Hening sejenak dan pada saat itu, ingatan Thian Hwa
melayang kembali kepada masa lalu. Selama tiga tahun ini ia
sudah bertemu banyak pemuda dan banyak pula pendekarpendekar
muda yang bijaksana dan baik, yang agaknya
menaruh hati kepadanya. Namun, ia merasa belum ada yang
ia terima dan sekali ia menerima cinta seorang pemuda,
ternyata cinta pemuda itu, ialah Pangeran Cu Kiong, palsu
adanya! Dan kembali ia terkenang kepada Ui Yan Bun.
“Ayah dan Ibu, saat ini aku belum memikirkan hal itu....”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
“Kami tahu, Nak. Memang tidaklah mudah untuk memilih
seorang suami yang benar-benar baik. Akan tetapi, ibumu ini
mengenal seorang pemuda yang kiranya tepat sekali untuk
menjadi calon suamimu. Aku mengenalnya dengan baik dan
aku yakin dia akan dapat menjadi seorang suami yang
sempurna bagimu.”
Thian Hwa mengangkat pandang matanya dan menatap
wajah ibunya.
“Siapakah yang Ibu maksudkan?”
“Bukan lain adalah muridku sendiri, Si Han Bu. Dia sudah
kuanggap sebagai anakku sendiri maka kini alangkah baiknya
kalau dia menjadi mantuku. Akan tetapi, tentu saja kami ingin
mendengar dulu pendapatmu, Thian Hwa. Keputusannya kami
serahkan kepadamu, kami hanya mengusulkan karena kami
yakin bahwa pilihan kami itu tidak keliru.”
Thian Hwa tersenyum geli. Si Han Bu, pemuda yang lucu
dan agak berandalan itu? Memang pemuda yang baik dan
gagah perkasa, juga sudah beberapa kali menolongnya.
“Ibu dan Ayah mudah saja menjodohkan orang. Apakah
sudah bertanya kepada yang bersangkutan bahwa dia setuju
dengan usul perjodohan itu?”
“Han Bu? Aku yakin dia setuju, Thian Hwa. Selain dia belum
mempunyai pilihan, belum pernah dekat dengan seorang
gadis, juga dia sudah memperlihatkan pembelaannya yang
besar terhadap dirimu, itu saja sudah merupakan tanda bahwa
dia cinta padamu.”
Thian Hwa tersenyum. “Sekali ini dugaan Ibu meleset.
Bukan, Ibu, bukan aku yang dicinta oleh Han Bu, melainkan
Wan Kim Hui itulah!”
“Puteri Lam-ong (Raja Selatan) Wan Cun? Ah, aku melihat
kedua orang muda itu sering berbantahan seperti akan
bertengkar!” kata Im-yang Sian-kouw.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
“Tampaknya memang begitu, Ibu. Akan tetapi di balik sikap
keras mereka itu terdapat saling kagum dan saling mengasihi.
Aku dapat melihat pada pandang mata mereka dan
menangkap getaran dalam suara mereka. Mereka itu saling
mencinta, Ibu. Dan aku kira, karena Han Bu itu sejak kecil
menjadi murid Ibu, dan dia sudah yatim piatu, boleh dibilang
dia itu sebagai anak angkat Ibu. Karena itu, aku akan merasa
ikut bahagia kalau Ibu melamarkan Kim Hui untuk menjadi
isterinya!”
“Ah, benarkah itu, Thian Hwa? Kalau memang benar, hal
itu mudah saja diatur dan kami kira Lam-ong tidak akan
menolak kalau aku mengajukan pinangan.”
“Tentu tidak, Ibu. Lam-ong Wan Cun dan isterinya tentu
sudah mendengar nama besar Ibu, bahkan Ibu yang dulu
memberi obat untuk menyembuhkan Nyonya Wan Cun. Dan
akulah yang akan mewakili Ayah dan Ibu untuk mengantarkan
surat lamaran ke Bukit Siluman di Lam-hu.”
“Ah, kalau begitu baik sekali!” kata Pangeran Ciu Wan
Kong. “Akan tetapi engkau baru boleh pergi setelah upacara
penobatan Kaisar dilaksanakan dengan baik dan selamat!”
“Tentu saja, Ayah.”
“Tapi aku tetap tidak berani mengirim surat lamaran kalau
aku belum mendengar bahwa Kim Hui maupun Han Bu setuju
untuk saling berjodoh. Coba panggil mereka sekarang juga,
Thian Hwa!”
Thian Hwa lari dengan gembira mencari Han Bu dan Kim
Hui yang kemudian ia temukan sedang duduk di taman
gedung itu. Mereka duduk di bangunan kecil berada di tengah
taman, duduk menghadapi kolam ikan.
“Aih, asyiknya!” Tiba-tiba Thian Hwa berkata sambil
tersenyum.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sepasang orang muda itu menoleh dan mereka segera
bangkit berdiri. Maklum akan maksud seruan itu, keduanya
tersenyum malu dan muka mereka berubah kemerahan.
“Ah, Enci Thian Hwa! Mari duduk bersama kami, Enci.
Sungguh lucu sekali melihat ikan-ikan emas itu berenang
berkejaran, terutama yang gendut itu, kalau berenang
berlenggang-lenggok seperti menari!” kata Kim Hui dan ia pun
tertawa.
“Nanti saja, sekarang yang terpenting, kalian berdua
dipanggil ayah dan ibuku! Hayo, kita pergi ke sana!”
Kim Hui dan Han Bu tentu saja merasa heran, akan tetapi
mereka tidak berani menolak, lalu pergilah mereka bertiga ke
ruangan dalam di mana Pangeran Ciu Wan Kong dan Im-yang
Sian-kouw telah menanti.
“Paman Pangeran dan Bibi, ada keperluan apakah
memanggil saya dan Han Bu?” Kim Hui langsung bertanya.
Han Bu diam saja, hanya mengambil tempat duduk ketika
gurunya memberi isyarat agar mereka duduk. Tiga orang
muda itu mengambil tempat duduk di depan suami isteri itu.
“Han Bu dan Kim Hui, kami telah merundingkan masalah
yang akan kami bicarakan dengan kalian berdua. Karena kami
tahu benar bahwa kalian berdua adalah orang-orang muda
yang terbuka dan jujur, juga berani menghadapi apa pun,
maka kami akan bicara secara terbuka dan mengharapkan
agar kalian berdua juga menjawab sejujurnya, tanpa sungkan
dan malu. Nah, aku akan mulai denganmu, Han Bu. Engkau
tahu bahwa aku bukan saja menjadi gurumu, akan tetapi juga
sebagai pengganti orang tuamu, maka aku harus memenuhi
tugasku sebagai orang tua. Engkau sudah cukup dewasa dan
aku ingin melihat engkau berumah tangga dan hidup bahagia.
Ketika aku bertemu dengan Wan Kim Hui, aku merasa yakin
bahwa aku telah menemukan seorang calon mantu yang baik.
Nah, aku tidak akan memperpanjang kata akan tetapi
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
jawablah sejujurnya, Han Bu. Aku ingin menjodohkan engkau
dengan Wan Kim Hui. Bagaimana, apakah engkau setuju?”
Wajah Han Bu tiba-tiba menjadi merah sekali, dan dia tidak
dapat mengeluarkan suara. Dia menjadi salah tingkah. Belum
pernah selama hidupnya dia mendapat “serangan” tiba-tiba
seperti ini, yang membuat dia tidak mampu bicara atau
berbuat sesuatu, melainkan menatap wajah gurunya seperti
orang kehilangan akal!
“Hayo, Han Bu!” kata Thian Hwa, “Engkau bukan anak kecil
lagi, bersikaplah jantan dan jawab pertanyaan Ibu dengan
gagah dan sejujurnya!”
Han Bu menarik napas panjang berulang-ulang untuk
menenangkan hatinya yang tegang dan pikirannya yang
bingung. Akhirnya dia dapat menjawab,
“Subo (Ibu Guru), bagaimana mungkin teecu (murid)
berumah tangga kalau keadaan teecu masih seperti ini? Teecu
tidak memiliki pekerjaan, tidak memiliki penghasilan, tiada
memiliki tempat tinggal? Bagaimana mungkin teecu berani...?”
“Ha-ha, Han Bu!” kata Pangeran Ciu Wan Kong. “Engkau
memandang ringan kepada kami! Bukankah gurumu tadi
sudah mengatakan bahwa engkau adalah murid dan juga
sebagai anak kami sendiri? Mengapa mengkhawatirkan
tentang keadaanmu? Rumah kami juga rumah anak-anak
kami, atau kalau engkau ingin memiliki rumah sendiri untuk
membentuk keluarga, tentu kami dapat menyediakannya
untukmu. Juga tentang pekerjaan. Mudah saja bagiku untuk
mencarikan pekerjaan yang cocok untukmu.”
“Nah, sekali lagi aku bertanya, Han Bu. Apakah engkau
setuju kalau engkau kujodohkan dengan Wan Kim Hui?
Jawablah sejujurnya!” kata Im-yang Sian-kouw.
Han Bu melirik ke arah Kim Hui yang duduk di sampingnya.
Dia melihat gadis itu menundukkan mukanya yang
kemerahan, menunduk sampai dagunya menempel pada
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
lehernya dan dia merasa kasihan. Dia dapat membayangkan
betapa besar rasa malu dirasakan gadis itu menghadapi
pembicaraan terbuka tentang perjodohannya seperti itu! Han
Bu mengeraskan hatinya agar berani menjawab dan dia lalu
berkata.
“Subo, teecu akan berbohong kalau teecu mengatakan
tidak setuju. Akan tetapi sebaiknya diketahui lebih dulu
pendapat Kim Hui. Kalau ia setuju, maka tentu saja teecu juga
setuju sekali!”
“Bagus!” kata Im-yang Sian-kouw gembira. “Ini berarti
masalah ini sudah disetujui setengahnya, tinggal setengah
lagi. Nah, Kim Hui, engkau tentu sudah mendengar semua
pembicaraan tadi dan sudah mengerti maksudnya. Sekarang
kami ingin sekali mendengar jawabanmu. Apakah engkau
setuju kalau menjadi calon isteri Si Han Bu?”
Wan Kim Hui adalah seorang gadis yang sejak kecil
pemberani, galak, tinggi hati, bengal dan bahkan agak liar.
Akan tetapi sekali ini, biarpun sejak tadi ia sudah
mendengarkan dan tahu apa yang akan ia hadapi, ketika
ditanya begitu, ia pun semakin menunduk sampai
punggungnya agak membungkuk. Terdengar suaranya lirih.
“Aku... aku... ah, aku tidak tahu....”
Thian Hwa memberi isyarat kepada ibunya dengan kedipan
matanya, lalu ia menggeser kursinya mendekati Kim Hui dan
merangkul pundaknya.
“Kim Hui, engkau juga seorang gadis dewasa dan engkau
biasanya tabah dan berani menghadapi apapun juga. Ke mana
perginya keberanianmu? Kalau engkau setuju, katakan saja
setuju, kalau engkau tidak setuju, jangan sungkan dan takut,
katakan saja tidak setuju. Hayo, jawablah pertanyaan Ibuku
tadi.”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Kim Hui mengangkat mukanya, akan tetapi tidak
memandang siapa pun kecuali wajah Thian Hwa yang berada
dekat dengannya.
“Enci Thian Hwa, aku masih mempunyai ayah dan ibu,
bagaimana aku dapat memutuskannya sendiri? Urusan
perjodohanku, tentu saja aku serahkan kepada ayah dan
ibuku.”
“Aih, kukira hatimu tidak bicara begitu, Kim Hui. Benarkah
itu bahwa jika ayah ibumu setuju, engkau pun akan setuju?”
“Tentu saja!” jawab Kim Hui tegas.
“Hemm, bagaimana seandainya ayah ibumu menyetujui
engkau berjodoh dengan Wu Kan putera Jenderal Wu Sam
Kwi itu...?”
“Tidak sudi! Sampai mati pun aku tidak akan sudi!” jawab
Kim Hui tegas.
“Nah-nah, jelas bukan ayah ibumu yang memutuskan
melainkan engkau sendiri. Nah, sekarang jawablah, kalau
nanti Ibu melakukan pinangan kepada orang tuamu untuk
menjodohkan engkau dengan Han Bu dan orang tuamu
setuju, apakah engkau juga setuju?”
Dengan muka merah dan senyum malu-malu Kim Hui
mengangguk, lalu menundukkan kepalanya lagi.
“Eh, mana jawabanmu, Kim Hui? Apakah kau setuju?”
Kembali Kim Hui mengangguk dan tersenyum malu sambil
menundukkan kepala.
“Ih, mengangguk itu bukan jawaban. Jawab yang jelas, Kim
Hui. Engkau setuju atau tidak?”
“Aku setuju!” kini jawaban itu terdengar nyaring sehingga
Pangeran Ciu Wan Kong dan Im-yang Sian-kouw tersenyum
girang.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
“Bagus! Kalau begitu, kami akan segera menulis lamaran
yang akan diantar oleh Thian Hwa ke Bukit Siluman di Lamhu!
Kapan engkau akan berangkat, Thian Hwa?”
“Setelah upacara penobatan Kaisar, Ibu.”
“Baik, dan bagaimana dengan engkau, Kim Hui? Apakah
engkau akan pulang bersama Thian Hwa?” tanya Im-yang
Sian-kouw kepada gadis itu.
Kim Hui dengan sikap masih canggung dan malu-malu
melirik ke arah Han Bu dan berkata, “Sebetulnya saya... saya
masih ingin melihat-lihat dahulu, Bibi. Saya berpamit kepada
Ayah Ibu saya untuk merantau dan diberi waktu sampai dua
tahun.”
“Subo, teecu telah berjanji kepada Saudara Ui Yan Bun
untuk menemani dan melindungi Kim Hui, maka saya akan
mengantarkan dan menemaninya sampai ia kembali di rumah
orang tuanya.”
“Baik sekali kalau begitu. Memang engkau harus
bertanggung jawab,” kata Im-yang Sian-kouw.
Setelah percakapan yang menegangkan hati Han Bu dan
Kim Hui itu berakhir, mereka kembali ke dalam kamar masingmasing.
Han Bu tidak dapat segera pulas karena hatinya
masih berdebar. Dia merasa berbahagia sekali karena
sesungguhnya sejak pertemuan pertama dengan Wan Kim
Hui, dia sudah jatuh cinta. Akan tetapi ada perasaan was-was
dalam hatinya. Bagaimana kalau orang tua Kim Hui
menolaknya? Ah, tidak mungkin, dia menghibur
kekhawatirannya. Mereka tentu melihat subo, apalagi
bukankah ibu dari Kim Hui telah diselamatkan nyawanya oleh
gurunya?
Kim Hui juga tidak dapat segera tidur. Selama hidupnya ia
belum pernah jatuh cinta kepada pria. Pernah ia merasa
tertarik kepada Ui Yan Bun, akan tetapi karena sikap pemuda
itu terhadap dirinya seperti seorang kakak, maka akhirnya rasa
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sukanya bukan berkembang menjadi cinta seorang wanita
terhadap seorang pria, melainkan cinta seorang adik terhadap
kakaknya. Dan ia pun harus mengakui bahwa ia tertarik sekali
kepada Han Bu, bahkan merasa suka walaupun rasa sukanya
itu dipendam di balik sikapnya yang keras dan ini hanya
merupakan bentuk kemanjaan. Begitu mendengar bahwa
pemuda ini mencintanya, ia pun diam-diam merasa bahagia
sekali.
Thian Hwa sendiri juga sukar memejamkan mata. Ia
memang merasa lega dan ikut berbahagia bahwa Han Bu dan
Kim Hui agaknya memang saling mencinta, walaupun
tersembunyi. Akan tetapi kini ia merasa rindu sekali kepada
Yan Bun. Belum pernah ia merindukan Yan Bun seperti
sekarang ini. Setelah semua yang dialaminya, sekarang baru
ia menyadari bahwa pemuda kawan lama itulah yang paling
menarik dan tidak pernah dapat dilupakannya. Apalagi ketika
ia mendengar dari Kim Hui bahwa sampai sekarang Yan Bun
masih menantinya, mencintanya dan tidak pernah mencinta
gadis lain. Akhirnya lewat tengah malam, ia dapat tidur
dengan nama Yan Bun di bibirnya.
Pangeran Ciu Wan Kong dan isterinya, Im-yang Sian-kouw
Cui Eng, juga sampai malam belum tidur. Suami isteri ini,
terutama Im-yang Sian-kouw, memang merasa senang bahwa
muridnya yang ia anggap seperti anak sendiri itu akhirnya
mendapatkan seorang jodoh. Akan tetapi suami isteri ini juga
prihatin memikirkan puteri mereka, Ciu Thian Hwa! Mereka
tidak mungkin memilihkan jodoh untuk puteri mereka itu.
Mereka sudah mengenal watak puteri mereka yang dalam
perjodohan sudah pasti tidak mau dijodohkan dengan laki-laki
yang tidak menjadi pilihan hatinya sendiri. Dan yang
menyedihkan hati mereka, sampai sekarang mereka belum
melihat atau mendengar adanya pria yang menjadi pilihan hati
Huang-ho Sian-li Ciu Thian Hwa.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Karena merasa tidak berdaya menghadapi urusan
perjodohan puteri mereka, akhirnya Pangeran Ciu Wan Kong
berkata kepada isterinya.
“Mari kita serahkan saja masalah anak kita ini kepada Thian
Yang Maha Kuasa. Sebaiknya setiap tengah malam kita
bersembahyang, mohon kepada Thian Yang Maha Kuasa agar
anak kita itu segera menemukan jodohnya.”
Suami isteri itu lalu keluar dari kamar, menuju ke kebun
atau taman belakang dan pada tengah malam itu, mereka
berdua menyalakan hioswa (dupa biting) dan bersembahyang
kepada Tuhan.
(Oo-dwkz-jTn-oO)
Upacara penobatan kaisar baru, yaitu Pangeran Kang Shi
yang baru berusia sekitar sebelas tahun itu berlangsung
dengan khidmat dan meriah, dan berlangsung dengan lancar
dan tanpa ada gangguan. Setelah dinobatkan sebagai kaisar
berjuluk Kaisar Kang Shi, mula-mula kaisar kecil ini didampingi
dan dibantu oleh Pangeran Bouw Hun Ki, pamannya yang juga
dapat dianggap sebagai gurunya.
Tiga hari setelah penobatan kaisar, pada suatu pagi Han Bu
dan Kim Hui berpamit meninggalkan rumah Pangeran Ciu Wan
Kong. Mereka bermaksud untuk kembali ke rumah orang tua
Wan Kim Hui di dekat kota Lam-hu, akan tetapi dengan
mengambil jalan memutar karena Kim Hui ingin merantau dulu
menambah pengalamannya sebelum pulang ke rumah orang
tuanya.
Ketika kaisar baru dinobatkan, di antara mereka yang
diundang, termasuk para pendekar muda yang berjasa
membantu pemerintah menentang pemberontak. Maka ketika
itu Han Bu dan Kim Hui juga diajak oleh Huang-ho Sian-li Ciu
Thian Hwa menjadi tamu kehormatan. Dalam kesempatan ini
mereka berkenalan dengan keluarga Pangeran Bouw dan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
segera menjadi akrab dengan Bouw Kun Liong, Bouw Hwi
Siang, Bu Kong Liang, dan Gui Siang In. Dalam kesempatan
itu Thian Hwa juga mendengar berita menggembirakan bahwa
Bu Kong Liang telah dipertunangkan dengan Bouw Hwi Siang,
adapun Bouw Kun Liong dipertunangkan dengan Gui Siang In!
Setelah Han Bu dan Kim Hui pergi, Thian Hwa juga
berpamit kepada ayah ibunya untuk menyampaikan surat
lamaran Im-yang Sian-kouw kepada keluarga Wan Cun, datuk
selatan yang berjuluk Lam-ong (Raja Selatan) itu. Akan tetapi
gadis ini tidak menceritakan kepada ayah ibunya bahwa
sebelum pergi ke Bukit Siluman dekat kota Lam-hu tempat
tinggal keluarga Wan, ia akan mencari Ui Yan Bun di Lembah
Sungai Huang-ho.
Pada suatu senja tampak seorang gadis cantik meluncur di
atas permukaan air Huang-ho (Sungai Kuning) yang di bagian
itu airnya mengalir tenang. Gadis itu meluncur cepat seperti
terbang atau terapung di atas air. Senja itu di tepi sungai
sudah mulai sepi. Akan tetapi ada beberapa orang melihat
gadis itu dan mereka memandang dengan muka pucat. Lima
orang nelayan ini percaya sepenuhnya akan adanya dewadewa
dan dewi-dewi penunggu sungai. Maka ketika melihat
ada seorang gadis cantik “berjalan” di atas air dengan
cepatnya, mereka segera berseru ketakutan.
“Huang-ho Sian-li (Dewi Sungai Kuning)...!” berulang-ulang
mereka berseru lalu menjatuhkan diri berlutut ke arah sungai!
Orang-orang itu tentu salah menduga, akan tetapi tidak
salah menyebut. Biarpun gadis itu bukan dewi, melainkan
seorang manusia biasa, ia adalah Ciu Thian Hwa yang berjuluk
Dewi Sungai Kuning!
Huang-ho Sian-li Ciu Thian Hwa menggunakan papan
peluncur untuk meluncur dengan cepat di permukaan air
sungai, menggunakan sin-kang (tenaga sakti) di kedua
kakinya, mengenjot dan mendorong sehingga papan itu
meluncur dengan cepat sekali menuju ke tempat tinggal Ui
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Houw, ayah Ui Yan Bun. Hatinya merasa gelisah, harap-harap
cemas. Bagaimana kalau Yan Bun tidak berada di sana? Ia
merasa pikirannya semakin gelap, seperti gelapnya cuaca
yang menjelang malam. Akan tetapi tiba-tiba ia melihat bulan
muncul, besar dan gemilang, seolah memberi cahaya harapan
kepadanya. Kegelapan pikirannya menghilang dan dengan
senyum di bibirnya ia mempercepat luncurannya ke depan,
seolah menyongsong bulan, menyongsong kebahagiaan
setelah selama ini mengalami banyak kepahitan dalam
hidupnya.
Sampai di sini pengarang mengakhiri kisahnya dengan
harapan semoga ada manfaatnya dan dapat menghibur hati
para pembaca!
TAMAT

Tag:cersil cersil indo cersil mandarin full cerita silat mandarin online cersil langka cersil mandarin lepas cerita silat pendekar matahari kumpulan cerita silat jawa cersil mandarin beruang salju. cerita silat pendekar mataharicerita silat indonesia cerita silat kho ping hoo cerita silat mandarin online cerita silat mandarin full cerita silat jawa kumpulan cerita silat cerita silat jawa pdf cerita silat indonesia gratis cerita silat jadul indonesia cerita silat indonesia pendekar rajawali sakti cersil indonesia pendekar mabuk cersil langka cersil dewa arak cerita silat jaman dulu cersil jawa download cerita silat mandarin full cerita silat mandarin online cersil mandarin lepas cerita silat mandarin pendekar matahari cerita silat jawa pdf cersil indonesia pdf cersil mandarin beruang salju kumpulan cerita silat pdf
kumpulan cerita silat cersil online
Share:
cersil...
Comments
0 Comments

Postingan Cersil Terbaru