Minggu, 22 April 2018

Pendekara Penjebar Maut 4

------
Seorang diri Tan Hok pergi ke Pulau Meng to untuk
meminta kembali sebagian hartanya yang dirampok oleh anak
buah Keh-sim Siauw-hiap. Dalam perjalanannya ternyata Tan
Hok juga menjumpai banyak orang-orang yang sakit hati dan
ingin pergi membalas dendam kepada Keh-sim Siauw-hiap.
Malahan beberapa orang di antaranya adalah kenalan dan
sahabat baik Tan Hok sendiri. Mereka itu adalah Thio lung
beserta adik-adik seperguruannya dari Kim-liong Piauw-kok.
Lalu Tiat-i Su jin dari kota Tie-an, Jai-hwa Toat beng-kwi, Pek
pi Siau-kwi dan lain-lain. Bersama-sama dengan orang-orang
itu serta masih banyak lagi yang belum dikenalnya, Tan Hok
menemui Keh-sim Siauw-hiap di Pulau Meng to.
Ternyata di tempat itu mereka disambut pula dengan
meriah oleh Keh-sim Siauw hiap dan sahabat-sahabatnya. Lalu
terjadilah perang tanding yang amat hebat. Keh-sim Siauwhiap
mengatakan, siapapun dapat meminta kembali barangnya
apabila bisa mengalahkannya. Tapi dari sekian banyak orang
itu ternyata tak seorangpun yang mampu menjatuhkan Keh
sim Siauw-hiap. Jangankan Keh-sim Siauw-hiap, sedang
melawan anak buah atau sahabat-sahabatnya saja jarang
yang bisa memperoleh kemenangan.
Tan Hok pulang dengan tangan hampa. Hatinya terasa
sakit dan penuh dendam. Tapi apa daya? Untunglah tidak
semua hartanya kena rampok, sehingga ia dapat berdiri tegak
kembali seperti semula. Dia lalu berusaha memperdalam dan
mempertinggi ilmu silatnya. Ilmu Pedang Jit-seng Kiamhoatnya
ia tekuni siang malam, sehingga akhirnya ia mampu
menguasai ilmu itu melampaui tingkat kepandaian mendiang
gurunya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sementara itu keinginan hatinya untuk mendapatkan
potongan emas yang lain semakin besar pula. Malahan
maksud hatinya itu dikatakannya pula kepada sahabatsahabatnya.
Siapa tahu sahabat-sahabatnya tersebut dapat
menolong atau tahu tempatnya.
Benarlah. Pada suatu hari Jai-hwa Toat-beng kwi membawa
Pek-pi Siau-kwi ke rumah Tan Hok. Penjahat cabul itu
mengatakan bahwa tiga jago silat dari pantai timur, yang
digelari orang dengan nama Tung-hai Sam-mo, sedang
mencari Tan Hok untuk meminta potongan emas itu. Pek pi
Siau-kwi mendengar berita itu dari seorang pemilik
penginapan yang pernah mereka tumpangi.
Demikianlah, Tan Hok kemudian mengundang sahabatsahabatnya
untuk menghadapi Tung-hai Sam-mo. Tan Hok
tidak berani main-main menghadapi Tung-hai Sam-mo, karena
Tung-hai Sam-mo adalah murid kesayangan Tung-hai-tiau
(Rajawali Lautan Timur) maharaja bajak laut yang sangat
terkenal akan kekejamannya, kesaktiannya dan banyak
pengikutnya. Dahulu bersama dengan mendiang San-hekhouw
(Harimau Gunung) dan Sin go Mo-kai-ci, Tung hai tiau
disebut sebagai Sam Ok (Si Tiga Jahat Dunia)!
Semua sahabat-sahabat Tan Hok, seperti Jai hwa Toatbeng-
kwi, Pek-pi Siau-kwi, Hui-chio dan Thio Lung sudah
berkumpul di rumahnya. Rumah yang dibangun oleh Tan Hok
di tengah-tengah padang ilalang yang sunyi dan terpencil !
Mereka berkumpul dan bersiap-siap untuk menghadapi Tunghai
Sam-mo.
Begitulah. Malam yang naas dan mengerikan bagi keluarga
Tan Hok itupun terjadilah ! Kejadian itu berlangsung kira-kira
satu setengah tahun yang lalu. Malam maut yang
menghabiskan seluruh keluarga Tan Hok!
Malam itu Tan Hok bersama para sahabatnya menunggu
kedatangan Tung-hai Sam mo dengan perasaan tegang. Di
luar rumah udara sangat dingin sekali. Bulan yang tinggal
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sepotong itupun tidak mau menampakkan wajahnya sehingga
malam yang sunyi dan sepi itu semakin tampak gelap dan
kelam. Sekelam hati orang-orang yang telah bersiap sedia
untuk mengadu nyawa di dalam rumah itu.
Tapi hingga lewat tengah malam Tung-hai Sam-mo belum
juga menampakkan batang hidungnya, sehingga orang-orang
yang sejak sore telah menunggu kedatangannya, menjadi
gelisah sekali. Terutama adalah orang-orang yang
memperoleh tugas di bagian luar rumah ! Suasana yang sepi,
udara malam yang kelewat dingin, nyamuk keparat yang
menggigiti kulit mereka, embun malam yang membasahi
rambut dan wajah mereka, serta kejemuan yang mulai
mengikis dinding hati dan kesabaran mereka, itu semua
membuat mereka menjadi manusia yang sangat berbahaya
dan ganas !
Maka dari itu ketika di dalam kegelapan malam menjelang
pagi itu ada lima bayangan manusia yang datang memasuki
halaman rumah tersebut, mereka langsung menggempurnya
tanpa menanya lebih dahulu siapa mereka.
"Pertempuran yang terjadi saat itu adalah pertempuran
yang terdahsyat yang pernah saya alami…" Tan Hok
melanjutkan ceriteranya. “Mereka hanya empat orang, karena
salah seorang di antaranya cuma pelayan mereka yang telah
tua dan sakit-sakitan. Tapi meskipun hanya empat orang,
kepandaian mereka ternyata hebat sekali. Terutama orang
yang buntung lengan kanannya. Jai-hwa Toat-beng-kwi yang
melayani orang itu sampai kewalahan dibuatnya. Padahal
orang buntung itu cuma memainkan goloknya dengan tangan
kiri…."
"Rumah terpencil di tengah padang ilalang.....Lalu lima
orang tapi yang satu adalah kakek pelayan yang tua dan sakitsakitan....
Yang satu lagi buntung lengan kanannya dan
membawa golok!" Chin Yang Kun yang mendengarkan
penuturan Tan Hok itu sibuk mengingat ingat di dalam hati,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sehingga cerita Tan Hok selanjutnya tak begitu ia perhatikan
lagi. Tapi karena otak pemuda itu masih dipenuhi hawa arak,
maka jalan pikirannya juga tidak jernih lagi. Oleh karena itu
meskipun pemuda itu merasa ada sesuatu yang aneh pada
ceritera itu, yaitu seolah-olah ia merasakan bahwa ayahnyalah
yang sedang bertempur melawan Tan Hok dan kawankawannya,
tapi otaknya yang beku itu seakan tak bisa
memikirkan dan menyadarinya.
Sementara itu dengan tak mengurangi kewaspadaannya,
Tan Hok melanjutkan ceritanya.
"Belum juga pertempuran itu dapat dilihat kalah
menangnya, tiba-tiba dari jauh terdengar suara siulan nyaring
mendatangi rumahku. Pikir kami, mereka itu tentulah
rombongan dari orang-orang yang bertempur dengan kami
itu. Tapi dugaan kami tersebut ternyata keliru sama sekali.
Ternyata yang datang adalah Keh-sim Siauw-hiap dan anak
buahnya. Begitu datang Keh-sim Siauw-hiap langsung
menanyakan potongan emas itu kepadaku. Ketika kujawab
bahwa benda itu takkan kuberikan kepada siapa pun juga,
maka Keh-sim Siauw-hiap menjadi marah besar. Tanpa
memilih buIu pendekar ternama itu membabat semua orang
yang berada di tempat itu, yaitu para pendatang yang kami
sangka Tung-hai Sam-mo, kawan-kawanku, isteri dan anakanakku!
Semuanya dibantai habis oleh Keh-sim Siauw hiap
dan anak buahnya. Untunglah aku, Jai-hwa Toat-beng kwi,
Pek-pi Siau-kwi, Hui-chio dan Thio Lung dapat pergi
meloloskan diri dari malapetaka itu.....” Tan Hok berhenti
sebentar dan menghela napas sedih sekali.
''Orangnya buntung lengan kanannya..... memegang
golok..., membawa pelayan tua sakit-sakitan....... larut
malam..... di rumah terpencil.....!" Chin Yang Kun masih saja
menundukkan mukanya sambil berpikir keras. Kini sama sekali
ia tak mendengarkan ceritera Tan Hok.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Kami memang bisa menyelamatkan diri dari kebuasan
Keh-sim Siauw-hiap, tapi aku ternyata tak mampu
menyelamatkan benda yang diperebutkan itu. Semula benda
itu kutitipkan kepada salah seorang pelayanku. Tak tahunya
aku lupa sama sekali ketika semuanya bingung untuk
menyelamatkan diri....." Tan Hok meneruskan ceritanya.
“Ketika keesokan harinya aku kembali, kulihat pelayan itu
juga sudah mati, dan..... potongan emas itu juga hilang. Aku
benar benar putus asa. Tapi untunglah kawan kawanku mau
membesarkan hatiku. Dengan sisa-sisa harta yang masih ada
padaku, aku mengembara sampai ke dusun Ho-ma-cun ini.
Aku membuat rumah lagi dan berdagang segala macam di
tempat ini. Usahaku berhasil dan aku menjadi kaya raya
kembali."
Tan Hok menghentikan ceritanya untuk mengambil napas.
Matanya menatap Chin Yang Kun yang masih saja menunduk
dengan kening berkerut itu. Tan Hok mengira pemuda itu
mendengarkan ceritanya dengan sungguh-sungguh. Oleh
karena itu dengan tergesa-gesa ia melanjutkan pula
ceriteranya. “Tak kusangka keparat Keh-sim Siauw-hiap itu
masih saja mencariku. Dikiranya aku masih menyimpan
potongan emas itu. Beberapa hari yang lalu ia memerintahkan
seorang anak buahnya kemari untuk meminta benda itu lagi.
Kalau tak kuberikan ia akan mendatangi rumahku dalam dua
tiga hari ini.,,.. Dan malam ini adalah malam yang terakhir !"
Tan Hok menutup ceritanya dengan menggeram marah dan
penasaran.
Sementara itu keadaan Chin Yang Kun yang mabuk itu
sudah menjadi semakin membaik. Sejalan dengan
berkurangnya pengaruh arak yang membelenggu otaknya,
bertambah pula kesadarannya sedikit demi sedikit.
"..... Karena tangan kanannya buntung, ia memainkan
goloknya dengan lengan kiri...... Semuanya ada lima orang,
tapi yang satu adalah pelayannya.... sudah tua dan sakitTiraikasih
Website http://kangzusi.com/
sakitan," pemuda itu bergumam perlahan. Matanya
memandang kosong ke depan, sementara dahinya yang lebar
itu selalu berkerut-kerut karena sedang berpikir keras.
"Hai !!" tiba-tiba Chin Yang Kun berteriak keras sekali,
sehingga Tan Hok hampir terjatuh dari kursinya karena kaget.
Dari atas pembaringannya tiba-tiba Chin Yang Kun
melompat turun. Tangannya menyambar leher baju Tan Hok
dengan cepat sekali, sehingga yang belakangan ini tak mampu
lagi mengelakkan diri atau menangkisnya. Maka di Iain saat
tubuh Tak Hok yang agak gemuk itu telah terangkat dari
lantai. Ternyata ilmu silatnya benar-benar tak mampu
melindunginya.
"Katakan lekas! Apakah orang yang buntung lengannya itu
berkumis dan berjenggot lebat? Apakah lengan yang buntung
itu masih baru balutannya? Apakah kakek pelayan itu sakit
batuk? Apakah keempat orang yang bertempur dengan kalian
itu bersenjatakan golok semuanya? Apakah... apakah rumah
terpencil itu berada tidak jauh dari kota Tie kwan? Apakab
rumah itu...... eh, rumah itu bergenting merah?” bagaikan air
hujan, pertanyaan itu meluncur dengan derasnya dari mulut
Chin Yang Kun.
Karena kaget, bingung dan takutnya, Tan Hok malah tak
bisa menjawab apa-apa. Orang kaya itu cuma dapat
mengangguk-angguk saja dalam cengkeraman tangan Chin
Yang Kun.
"Lalu. .. siapakah yang membunuh mereka ?" sekali lagi
pemuda itu berteriak. Kali ini agaknya kesadarannya telah
benar benar pulih kembali.
"Keh..... Keh-sim Siauw-hiap!" Tan Hok menjawab gagap.
"Kurang ajar ! Keh-sim Siauw hiap! Awas pembalasanku !"
Chin Yang Kun menggeram dengan gigi berkerotan. Suaranya
sungguh sangat menakutkan. Lalu tubuh Tan Hok
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dilepaskannya begitu saja, sehingga orang itu sempoyongan
mau jatuh.
"Siauw-hiap ... kau dapat menunggu pembunuh biadab itu
di sini ! Dia mengatakan bahwa dia akan mengunjungi rumah
ini untuk mengambil potongan emas itu," Akhirnya Tan Hok
ikut memaki pula, sekedar untuk menutupi atau mengurangi
rasa kikuk yang disebabkan oleh keadaannya yang runyam
tadi.
Jika dipandang sepintas lalu, keadaan Tan Hok tadi
memang benar-benar tak masuk di akal. Sebagai seorang jago
silat kelas satu dan mempunyai banyak pengalaman pula, tak
seharusnya dia ditangkap dan dikuasai oleh Chin Yang Kun
dengan demikian mudahnya. Di dalam kalangan persilatan
Ilmu Pedang Jit-seng Kiam hoatnya selalu ditakuti lawan dan
disegani kawan. Buktinya tokoh penjahat lihai seperti Jai-hwa
Toat-beng kwi dan Pek-pi Siau kwi tunduk pula kepadanya.
Tetapi apabila dipikirkan lagi lebih mendalam, hal seperti
itu memang tidaklah mengherankan. Dalam dunia persilatan
memang berlaku sebuah hukum, siapa lebih cerdik dan encer
otaknya, serta pandai dan tangkas menilai setiap keadaan
yang dia hadapi, dialah yang akan menjadi pemenangnya !
Tentu saja yang dimaksudkan adalah jago-jago silat yang
mempunyai tingkat kepandaian seimbang, atau tingkat
kepandaian mereka terpaut tidak begitu banyak.
Dapat diibaratkan sebagai dua orang jago silat yang
mempunyai guru sama, ilmu sama dan kemampuan tubuh
sama ! Belum tentu dengan kondisi yang semua sama seperti
itu lantas tidak ada yang kalah atau menang bila mereka
dipertandingkan. Niscaya jago silat yang lebih cerdik dan
punya otak yang lebih encerlah yang akan memperoleh
kemenangan. Sebab jago silat yang cerdik akan selalu bisa
mencari keuntungan dalam setiap kesempatan, betapapun
kecilnya, kemudian memanfaatkannya untuk mendapatkan
kemenangan. Hal itu dapat dibuktikan tadi oleh Yang Kun
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
ketika mengecoh dan mengalahkan lawan-lawannya dalam
tempo yang amat singkat ! Pertama, ketika Chin Yang Kun
melemparkan Jai-hwa Toat beng-kwi ke dalam sungai.
Padahal seperti halnya Tan Hok, hantu cabul itu mempunyai
kepandaian yang amat tinggi pula. Jelek-jelek dia adalah
tangan kanan San-hek houw pada sepuluhan tahun yang
silam. Tapi pagi tadi hantu cabul itu sangat meremehkan
kemampuan Chin Yang Kun, sehingga dia menjadi lengah.
Dan kelengahan tersebut tak disia-siakan oleh pemuda yang
sangat cerdik dan berbakat itu. Coba hantu cabul itu mau
berhati-hati dan melawan dengan penuh kewaspadaan belum
tentu Chin Yang Kun mampu menundukkannya dalam sepuluh
atau limabelas jurus!
Begitu juga halnya yang dialami oleh Pek-pi Siau kwi dan
beberapa orang kawannya di dalam pendapa tadi. Mereka
juga lengah karena terlalu meremehkan orang yang telah
sempoyongan karena mabuk. Mereka kurang memperhatikan
pertahanan tubuh sendiri, sehingga mereka kecolongan
setelah lebih dulu terpedaya oleh kecerdikan Chin Yang Kun.
Padahal untuk melawan mereka semua bagi Chin Yang Kun
benar benar sangat berat. Biarpun mungkin dapat menang,
tapi kemenangan itu tentu ia dapatkan dengan memeras
keringat dan mengerahkan segenap kekuatannya.
Demikian pula yang terjadi pada Tan Hok tadi. Coba
perasaannya belum dipesonakan oleh kehebatan-kehebatan
Chin Yang Kun ketika menundukkan Pek-pi Siau-kwi dan
teman-temannya di pendapa itu, mungkin ia tidak mudah
terkecoh oleh serangan mendadak Chin Yang Kun tadi. Tapi
karena nyalinya belum-belum sudah gentar, ditambah pula
dengan keteledorannya sendiri, maka untuk sesaat
ketangkasannya seperti hilang dari tubuhnya. Dan waktu yang
hanya sesaat itu telah dilihat dan dipergunakan oleh Chin
Yang Kun ! Akibatnya seperti orang yang kena sihir, Tan Hok
dengan mudahnya diringkus oleh Chin Yang Kun.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Padahal dibandingkan dengan yang lain, kepandaian Tan
Hok adalah yang paling unggul. Dalam keadaan biasa mungkin
tak mudah bagi Chin Yang Kun untuk mengalahkannya.
Apalagi dalam keadaan dirinya mabuk seperti tadi.
Tiba-tiba seorang penjaga masuk dengan tergesa-gesa. Air
mukanya tampak tegang ketika memberi laporan kepada Tan
Hok.
"Tuan...... mereka sudah datang !"
"Siapa ? Keh-sim Siauw-hiap ?” Tan Hok terkejut. Benarbenar
terkejut dia !
Penjaga itu mengangguk dengan gugup. "Ya....ya!"
“Di mana Jai-hwa Toat beng-kwi dan yang lain-lain?"
"Semua telah berada di halaman depan menemui mereka,"
"Bagus!" Tan Hok tersenyum. Hilang semua
kekhawatirannya dan kini timbul pula kembali rasa
kepercayaannya pada diri sendiri. Sekejap diliriknya pemuda
yang berada di dekatnya, tapi betapa kagetnya ketika Chin
Yang Kun sudah tidak ada lagi di dalam kamar itu.
"He, ke mana dia...?"
"Tuan..... tuan maksudkan pemuda yang bersama Tuan
Tan tadi? Bu .... bukankah dia telah melompat keluar jendela
sejak tadi?” penjaga itu menjawab.
"Wah !”
Tan Hok segera berlari keluar dan diikuti pula oleh penjaga
itu. Keduanya lari menerobos halaman tengah dan kemudian
meloncat menaiki tangga pendapa bagian belakang. Dan
tempat itu telah terdengar suara percakapan mereka,
sehingga Tan Hok segera mengerahkan ginkangnya untuk
melintasi Iantai pendapa yang luas.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tan Hok membuka pintu pendapa, lalu matanya menatap
ke halaman depan. Di dalam penerangan cahaya obor dan
lampu halaman, dilihatnya Jai hwa Toat-beng-kwi dan kawankawannya
tengah berhadapan dengan tujuh orang tamu, yang
terdiri dari lima orang pengemis Tiat-tung Kaipang dan dua
orang gadis berpakaian serba hitam. Tapi Tan Hok tak melihat
Chin Yang Kun di antara mereka, begitu pula dengan Keh-sim
Siauw-hiap! Agaknya pendekar dari Pulau Meng to itu belum
mau menampakkan dirinya.
Tan Hok bergegas turun ke halaman, menyibakkan para
penjaga yang telah mengepung tempat itu. Jai hwa Toat beng
kwi dan kawan kawannya juga melangkah ke samping untuk
memberi jalan, sehingga Tan Hok dapat langsung berhadapan
muka dengan para tamunya.
"Haha..... Pendekar Li, akhirnya keluar juga kau !" salah
seorang tamunya yang tidak lain adalah Tiat tung Lo-kai
menyapa kedatangan Tan Hok dengan tersenyum.
"Pendekar Li? Mengapa para pengemis itu memanggilnya
Pendekar Li?" Chin Yang Kun yang ternyata bersembunyi di
atas genting pendapa itu berkemak kemik dengan bingung.
Tadi pemuda itu bergegas meloncat keluar begitu
mendengar Keh-sim Siauw-hiap telah datang. Tapi
sesampainya di halaman depan dia hanya melihat Tiat-tung
Lo-kai, Tiat-tung Su lo dan ..... dua orang gadis yang dulu
pernah berkelahi dengan dia di tempat para pengungsi !
Karena tidak ingin bentrok lagi dengan gadis gadis tersebut,
apalagi Keh-sim Siauw-hiap ternyata juga belum tiba maka dia
segera bersembunyi di atas genting. Dari tempat tersebut dia
akan segera mengetahui kalau Keh-sim Siauw hiap datang,
"Hmm, apa maksud kalian maIam-malam datang ke rumahku?
Siapakah kalian?"
"Hahaha.... kau tidak usah berpura-pura dan berbelit-belit
di depanku. Kau tidak usah mengganti namamu dengan Tan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Hok segala. Di manapun kau bersembunyi kami tentu
mengetahuinya. Nah, lekaslah kauberikan benda itu...!”
"Benda apa yang kaumaksudkan?"
"Kurang ajar . .! Engkau masih juga mau melawan? Haha,
baiklah... kelihatannyapun masih mengandalkan pengawalpengawalmu
yang banyak ini," Tiat tung lo-kai menyiapkan
tongkat besinya. "Su-Io! Hajar mereka !" teriak orang tua itu.
Tiat tung su lo cepat melangkah ke depan dan Ngo kui-shui
segera menghadang mereka. Lalu terjadilah pertempuran
dahsyat di antara mereka, empat melawan lima ! Tiat-tung Sulo
memegang tongkat besi sementara Ngo-kui-shui
bersenjatakan ruyung besar bersegi delapan. Mereka
bertempur dengan keras dan kasar !
"Nah, sekarang siapa yang akan melawan aku? Apakah kau
sendiri, Pendekar Li ?" Tiat-tung Lo-kai menantang.
"Tidak perlu ! Biarlah aku saja yang menghadapi tongkat
besimu... ." Hui-chio Tu Seng meloncat ke depan dan
melintangkan tombaknya di depan Tiat-tung Lo-kai.
"Hahah..... bagus ! Hui-chio Tu Seng rupanya. Ayoh ! Tapi
berhati-hatilah menghadapi ilmu tongkatku! Aku takut kau
takkan tahan menghadapinya...."
Hui chio tidak menjawab ejekan itu, tapi langsung
menikamkan ujung tombaknya ke dada lawan. Wuut ! Tiat
tung Lo-kai cepat menangkisnya dengan tongkat besi. Traang!
Dan bunga api memercik ke udara. Selanjutnya mereka
bertempur dalam tempo yang sangat cepat dan seru !
Dua orang gadis berpakaian serba hitam itu menghunus
pedang dari pinggang masing-masing, lalu maju pula ke
tengah arena. Keduanya telah bersiap siap untuk turun
tangan. Tapi dari pihak Pendekar Li atau Tan Hok, maju pula
Pek-pi siau-kwi dan Lam Hui. Kedua orang pengawal pilihan
dari Pendekar Li ini juga sudah mencabut senjata masingTiraikasih
Website http://kangzusi.com/
masing, yaitu pedang dan golok. Tanpa banyak omong lagi
mereka berempat langsung juga bergebrak dengan sengit !
Pendekar Li melangkah ke samping, mencari tempat yang
lapang untuk mengawasi pertempuran tersebut. Jai hwa Toat
beng kwi mengikuti pula di sampingnya. Sambil menonton
mereka memperhatikan seluruh halaman di depan mereka. Di
pojok pojok yang gelap atau di bawah atap-atap bangunan
yang agak terlindung!
"Mengapa Keh-sim Siauw-hiap belum juga menampakkan
dirinya? Apakah yang dikatakan oleh cecunguk cecunguk itu
sebelum aku datang? Apakah Keh-sim Siauw-hiap memang
belum datang?” Pendekar Li bertanya kepada Jai hwa Toat
beng-kwi.
Hantu cabul itu menggeram menahan marah. "Katanya . .
bangsat itu baru akan muncul setelah dia yakin bahwa benda
itu benar-benar tidak diberikan kepadanya. Hmmm..... eh, di
mana pemuda itu?"
"Yang Kun? Entahlah, akupun mencarinya pula. Dia sudah
lebih dulu keluar ketika mendengar laporan penjaga kepadaku.
Memang dialah satu-satunya andalan kita untuk menghadapi
Keh-sim Siauw-hiap. Bocah itu memang lihai bukan main !
Arak yang kuberi obat pemabuk itu hampir-hampir tidak
berpengaruh sama sekali terhadap dirinya. Hampir saja aku
dibunuhnya di dalam kamar tadi."
"Aku juga heran, dulu ayah dan pamannya tidak seberapa
kepandaiannya. Dengan mudah kita menaklukkan mereka.
Eeh, Li Tai hiap..... benarkah anak itu putera orang she Chin
itu ?"
"Aku melihat dengan mata kepalaku sendiri dia menangisi
mayat ayahnya, ketika aku kembali ke rumah untuk mencari
pelayan yang kutitipi potongan emas itu. Malahan kutunggu
dia sampai selesai menguburkan mayat ayah dan pamannya.
Maka dari itu aku lantas mengenalinya ketika kemarin aku
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menyelidiki sendiri ke rumah Kam Lojin....." Pendekar Li
menjawab dengan yakin.
"Wah, apabila demikian anak itu sungguh sangat berbahaya
bagi kita." Jai-hwa Toat-beng-kwi menyahut dengan perasaan
khawatir.
"Jangan takut ! Rahasia itu hanya kita dan Keh-sim Siauwhiap
sendiri yang mengetahuinya. Nah, kalau kedua orang itu
sudah dapat kita adu satu sama lain, apa yang mesti
ditakutkan lagi ? Siapa saja yang akan mati di antara mereka
berdua tidak menjadi masalah lagi bagi kita."
Kedua orang itu lalu berdiam diri kembali, matanya
mengawasi jalannya pertempuran. Tiba-tiba mereka
dikejutkan oleh suara teriakan Hui-chio Tu Seng yang
bertempur dengan Tiat-tung Lokai di tempat yang agak gelap
di pojok halaman.
Pendekar Li dan Jai-hwa Toat-beng-kwi bergegas
menghampiri, tapi sudah terlambat ! Tampak oleh mereka
Hui-chio Tu Seng sudah terhuyung-huyung ke belakang sambil
mendekap perutnya yang tertusuk oleh tombaknya sendiri.
Darahnya mengucur dengan deras dari sela-sela jarinya.
Sekejap orang itu menoleh ke arah Pendekar Li yang datang,
tapi sesaat kemudian tubuhnya telah terjerembab ke tanah
dan...... mati !
"Hahaha.. . . ayo siapa lagi yang akan melawanku? Kau
Pendekar Li.....?"
"Lewati dulu mayatku !" Jai hwa Toat-beng-kwi menyerang
dengan tangkai huncwenya.
"Traang !”
Tiat-tung menangkis dengan tongkat yang dibawanya.
Mereka sama-sama tergetar mundur, hanya kakek pengemis
itu menjadi kaget ketika telapak tangannya terasa panas bagai
terkelupas kulitnya. Gila ! Ketua Tiat-tung Kai-pang bagian
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
selatan itu mengumpat di dalam hati. Kelihatannya dia
memperoleh lawan berat kali ini.
Memang. Jai hwa Toat-beng-kwi tidak bisa dipersamakan
dengan Hui chio Tu Seng. Hantu cabul ini selain mempunyai
kepandaian yang lebih tinggi, orangnyapun lebih licik dan
berbahaya. Huncwenya yang biasa untuk mengisap tembakau
itu kadang kadang tidak berisi tembakau yang nikmat untuk
diisap, tapi berisi racun memabukkan yang sangat berbahaya
bagi lawannya. Dan lobang pipanya yang panjang ini kadang
kala tidak hanya berisi kerak tembakau saja tetapi sering kali
juga berisi jarum-jarum beracun yang sangat mematikan.
Maka dari itu Tiat tung Lo-kai juga tidak ingin terjebak oleh
senjata lawan yang aneh tersebut. Dari mula bergerak
pengemis tua itu selalu mengambil jarak dengan Jai-hwa Toatbeng-
kwi. Selain ia lebih beruntung dengan senjatanya yang
lebih panjang, iapun dapat selalu berjaga-jaga terhadap
serangan mendadak hantu cabul itu. Siapa tahu hantu cabul
tersebut secara tiba-tiba meniupkan asap pipanya, atau siapa
tahu hantu cabul itu mendadak melepaskan jarumnya ? Oleh
karena itu pertempuran mereka benar-benar alot dan hati hati
sekali. Sementara itu di kalangan lain, yaitu di dalam arena
Tiat-tung Su-lo, agaknya pertempuran juga sudah akan
berakhir. Ngo kui-shui yang baru saja terluka oleh pukulan
Chin Yang Kun itu memang bukanlah lawan yang seimbang
bagi Tiat-tung Su lo. Biarpun jumlahnya lebih banyak tapi
tingkat kepandaian mereka memang masih berada di bawah
Tiat-tung Su-lo. Sudah berkali-kali terlihat beberapa orang di
antara anggota Ngo kui-shui terkena hantaman tongkat besi
lawannya.
Sedangkan di kalangan yang lain lagi, keadaannya juga
sama saja. Lam Hui yang tinggi besar dan juga memegang
golok raksasa itu ternyata juga tidak berdaya menandingi
kegesitan gadis yang jauh lebih kecil dan kelihatan lemah itu.
Tubuhnya yang besar itu justru kelihatan sangat kaku dan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
lamban untuk menghadapi ketrampilan dan kelincahan
lawannya. Beberapa kali ia menjadi salah tingkah, sehingga
akhirnya tubuh yang kokoh kuat itu malah menjadi bulanbulanan
lawan.
Yang agak berimbang dan setanding adalah perkelahian
antara Pek-pi Siau-kwi melawan gadis berbaju hitam lainnya.
Gaya pertempuran mereka sama, yaitu sama-sama gesit,
sama-sama lincah dan sama-sama menggunakan pedang.
Cuma bedanya, ilmu pedang Pek-pi Siau-kwi tampak ganas
dan penuh tipu muslihat, sementara ilmu pedang lawannya
lebih bersifat lembut, indah tapi kokoh dan mantap ! Oleh
karena itu dalam waktu singkat pertempuran di antara mereka
sulit diramalkan siapa yang akan menjadi pemenangnya.
"Aduuh... !" tiba tiba Lam Hui yang sedari tadi telah jatuh di
bawah angin itu berteriak kesakitan. Pedang lawannya telah
menggores sepanjang lengan kanannya, sehingga golok yang
dia pegang terlepas dari tangannya. Otomatis pertempuran
berhenti, karena Iawannya juga tidak berusaha untuk
mengejar dia. Sebaliknya gadis itu justru pergi bergabung
dengan kawannya yang bertempur melawan Pek-pi Siau-kwi.
Sehingga hantu cantik itu kini harus melawan dua orang
sekaligus.
"Kurang ajar !" Pendekar Li mengumpat-umpat.
Tapi sebelum pemilik rumah itu terjun ke dalam arena
pertempuran, lagi-lagi terdengar teriakan Ngo-kui-shui yang
silih berganti. Satu-persatu anggota Ngo kui-shui itu
berjatuhan ke tanah dibantai Tiat-tung Su-lo.
''Gila......!" sekali lagi Pendekar Li mengumpat keras sekali,
"Kubunuh kalian semua !"
Orang kaya itu menghunus Jit-seng-kiamnya (Pedang
Tujuh Bintang). Dalam keremangan sinar obor tampak tujuh
buah permata yang menempel pada batang pedang itu
gemerlapan seperti bintang pagi. Lalu sambil berteriak keras
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
pedang itu diayun ke depan sehingga mengeluarkan suara
mendesing yang keras sekali. Perbawanya sungguh
menakutkan.
Pendekar Li meloncat ke samping Pek pi Siau-kwi.
Pedangnya yang gemerlapan itu menyontek ke atas, ke arah
pedang gadis berbaju hitam yang sebelah kiri, sedang tangan
kirinya menyambar pergelangan tangan gadis lainnya. Sekali
gebrak Pendekar Li menyerang kedua orang lawan dari Pek-pi
Siau-kwi sekaligus! Gerakannya memang cepat dan sigap,
suatu pertanda kalau ilmunya sudah matang dan mantap.
Ternyata kedua orang gadis berbaju hitam itu mengenal
bahaya pula. Mereka segera mengelak dengan meloncat
mundur, karena keduanya tahu bahwa tenaga mereka masih
kalah jauh bila dibandingkan dengan tenaga dalam Pendekar
Li. Benturan-benturan di antara mereka hanya akan
melemahkan kekuatan mereka saja. Satu-satunya jalan bila
mau berhadapan dengan Pendekar Li hanyalah dengan
kegesitan mereka saja. Celakanya pihak tuan rumah dibantu
oleh Pek-pi Siau-kwi yang mempunyai kelincahan setaraf
dengan mereka, sehingga sedikit banyak hantu cantik itu
dapat membantu Pendekar Li untuk mencegat gerakan
gerakan mereka.
Benarlah, sebentar kemudian kedua gadis itu telah terdesak
dengan hebat. Untunglah Tiat-tung Su lo sudah selesai
membereskan lima orang lawannya, sehingga ketika mereka
melihat kesukaran yang dialami oleh kedua orang temannya
tersebut, mereka segara datang menolong. Kini pertempuran
menjadi lebih seru lagi. Dua orang melawan enam orang!
Tapi Jit-seng-kiam-hoat dan Pendekar Li memang hebat
sekali. Hampir semua unsur gerakannya yang cepat dan
mantap itu mengambil dasar segi empat. Baik gerakangerakan
kakinya maupun gerakan-gerakan pedangnya.
Memang ilmu pedang tersebut diciptakan oleh penciptanya
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
berdasarkan kedudukan Bintang Tujuh yang selalu muncul di
langit pada lewat tengah malam itu.
Sementara itu pertempuran antara Tiat-tung Lo-kai
melawan Jai-hwa Toat-beng-kwi, semakin lama semakin seru.
Meskipun hanya satu lawan satu, tapi pertempuran mereka
tidak kalah ramainya dengan pertempuran antara Pendekar Li
yang dibantu oleh Pek-pi Siau-kwi dengan Tiat tung Su-lo
yang dibantu oleh dua orang gadis berbaju hitam-hitam itu.
Tiat tung Lo-kai yang sudah tua dan banyak pengalaman itu
bertempur dengan hati-hati sekali. Tongkat besinya
menyambar-nyambar ke arah lawan untuk menahan agar
lawannya tidak terlalu dekat dengan dirinya. Tongkat yang
tidak begitu besar itu menghantam, memotong, menolak dan
menyapu lawan dengan keras dan kuat !
Ternyata lawannya, Jai-hwa Toat-beng-kwi, tidak kalah
pula cerdiknya. Karena tak bisa bertempur dalam jarak dekat,
sehingga huncwenya tak bisa ia pergunakan dengan baik,
maka hantu cabul itu segera mengobral asap mautnya.
Malahan sering-sering, di antara asap tembakaunya yang
bergulung-gulung itu, Jai-hwa Toat beng kwi menyelipkan
serangan jarum rahasianya. Ternyata cara yang dilakukan oleh
Jai-hwa Toat beng-kwi ini memang benar-benar menyulitkan
Tiat-tung Lo-kai. Bagaimanapun juga, hembusan asap dan
luncuran jarum-jarum rahasia itu ternyata lebih jauh dan lebih
luas daya jangkaunya dari pada tongkat besi Tiat-tung Lo-kai.
Sehingga lambat laun pengemis tua itu terpaksa hanya sibuk
untuk menghalau dan mengelakkan serangan asap dan jarum
rahasia tersebut, sedikit pun tak ada kesempatan lagi untuk
membalas. Tentu saja keadaan tersebut membuat Tiat-tung
Lo-kai terjatuh di bawah angin.
"Hehehe..... pengemis tua yang malang, kini giliranmu
untuk menghadap kepada Giam lo-ong. Kau tadi telah
membunuh temanku, sekarang akulah yang ganti
membunuhmu....."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
“Persetan kau..... aduuh!"
Sedikit saja pengemis itu memecah perhatiannya, sebatang
jarum yang dilepaskan oleh Jai hwa Toat-beng kwi menancap
di atas sikunya. Tentu saja hal itu membuat Tiat-tung Lo-kai
semakin mendongkol dan marah, sehingga gerakannyapun
semakin ngawur dan sia-sia.
"Heheh.,,.. kau jangan terlalu bernafsu begitu, pengemis
tua! Ingatlah tubuhmu yang sudah waktunya pensiun itu !
Belum-belum sudah kehabisan napas kau nanti.., atau janganjangan
tubuhmu tak mau menuruti perintahmu lagi nanti!
heheh......semangat besar, tapi tenaga..... apa daya ! Huahhahah.....!"
Jai-hwa Toat beng-kwi tertawa terbahak-bahak
untuk memanasi perut lawannya. "Babi ! Anjing ! Keparat...
aduuh !"
Jilid 19
ORANG tua itu terluka lagi. Gerakannya yang ngawur dan
tak terkontrol itu mengakibatkan banyak lobang
kelemahannya sehingga dengan mudah Jai hwa Toat beng kwi
memasukkan jarum-jarumnya. Kini sudah ada empat jarum
lagi yang menembus kulitnya, dua buah di dada dan dua buah
lagi di dekat pusarnya. Racun yang terkandung pada jarum
keciI itu memang bukan jenis racun yang amat ganas, tapi
meskipun demikian racun itu juga bukan racun yang tidak
berbahaya. Hanya daya kerjanya saja yang lamban, padahal
pengaruh yang diakibatkannya juga sama saja. Orang yang
terkena racun tersebut apabila tidak lekas Iekas diobati, otototot
tubuhnya akan semakin melemah, sehingga akhirnya
orang itu akan menjadi lumpuh dan tak bisa bergerak sama
sekali.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
“Pengemis malang......! Lihat ! Sudah ada lima jarum
rahasiaku yang terbenam dalam dagingmu ! Nah, mulai
sekarang tidak kulawanpun sebenarnya kau sudah akan
terjatuh sendiri. Badanmu sedikit demi sedikit akan menjadi
lemah dan akhirnya kau akan tergelimpang tak berdaya
dengan sendirinya, heheh......"
“Bangsat.....”
"Ssst!" Jai-hwa Toat-beng-kwi buru-buru memberi tanda
agar lawannya tidak berteriak lagi. "Kau jangan banyak bicara
lagi, karena hal itu hanya akan mempercepat kematianmu saja
! Menyerahlah saja kepadaku, nanti akan kuberi jalan
kematian yang lebih enak, hehe...!"
Ternyata nasib yang amat buruk itu tidak hanya menimpa
Tiat tung Lo-kai saja, karena di arena yang lain kawankawannya
juga mengalami nasib yang tidak kalah buruknya.
Tiat tung Su-lo yang lihai itu bersama-sama dengan sepasang
gadis berbaju hitam, ternyata juga sedang didesak habishabisan
oleh kedua orang lawannya. Kepandaian Pek-pi Saukwi
memang tidak begitu mengejutkan, yang amat
merepotkan justru ilmu pedang Jit-seng kiam-hoat dari
Pendekar Li itu. Ujung pedang yang dihiasi dengan batu
permata itu selalu berkelebat mencegat permainan gabungan
mereka. Langkah-langkah kaki yang berbentuk empat persegi
itu selalu dapat membendung serangan-serangan yang
dilancarkan dari mana saja. Lambat-laun mereka berenam
seperti terjerat dalam kotak kotak segi empat yang tak ada
habis-habisnya ! Darah mulai menetes dari lobang-lobang luka
yang diakibatkan oleh pedang lawan.
Chin Yang Kun yang berada di atas genting menonton
pertempuran itu dengan tenangnya. Dia tidak mempunyai
kepentingan sama sekali dengan mereka. Oleh karena itu ia
juga tidak mau terlibat dalam pertempuran tersebut. Yang ia
cari dan ia nantikan hanyalah Keh sim Siauw-hiap, orang yang
menurut penuturan Tan Hok atau Pendekar Li adalah
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
pembunuh ayah dan pamannya! Ia percaya, sebentar lagi
pendekar yang sangat ternama itu tentu akan muncul untuk
menolong anak buahnya. Jika ia turut campur dan membantu
salah satu pihak, kemungkinan besar pendekar tersebut malah
takkan keluar dari persembunyiannya.
Benarlah ! Panca indera dan perasaannya yang amat
terlatih itu mendadak seperti mendengar langkah beberapa
orang di luar pintu gerbang halaman, dan sebentar kemudian
pintu besar yang tertutup rapat itu telah didobrak dari luar.
"Brraak ! Grobyaag !"
“Lam-pangcu (Ketua Perkumpulan Daerah Selatan).....!
Jangan khawatir, aku datang menolongmu!”
"Siang-sumoi (kedua orang adik seperguruan) ...! Lihatlah,
kami telah datang !”
Dari luar pintu, tiba-tiba masuk seorang pengemis dan dua
orang gadis manis berbaju serba putih. Pengemis itu berusia
kira-kira limapuluh tahun, bermata kocak dengan rambut putih
terurai acak-acakan sampai ke bahu. Tangannya
menggenggam sebatang tongkat besi yang bentuk dan
ukurannya, persis dengan kepunyaan Tiat-tung Lo-kai.
Begitu datang pengemis tua berambut acak-acakan itu
langsung terjun membantu Tiat-tung Lo-kai. Tongkat besinya
yang panjang terayun datar menghantam perut Jai-hwa Toatbeng
kwi. Dilihat sepintas lalu gerakan tongkatnya amat mirip
dengan gaya permainan tongkat Tiat-tung Lo-kai. Hanya
tenaga dan kecepatannya saja yang berbeda. Gaya permainan
tongkat pengemis yang baru tiba ini tampak lebih lamban
tetapi tenaga atau kekuatan yang ditimbulkan, ternyata jauh
lebih kuat dan lebih dahsyat dari pada kekuatan Tiat-tung Lokai.
Oleh karena itu ketika Jai-hwa Toat-beng-kwi mencoba
untuk menangkis serangan tersebut, menjadi terkejut
setengah mati. Huncwe yang dipegang oleh hantu cabul itu
terpental dan hampir saja terlepas dari tangannya. Untunglah
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dia cepat-cepat melompat meraihnya kembali. Tapi untuk
beberapa saat lamanya hantu cabul tersebut hanya berdiri
tertegun di tempatnya, seolah-olah ia tak percaya pada
kenyataan itu.
Dan kesempatan itu dipakai oleh lawannya untuk menolong
Tiat-tung Lo-kai.
"Lam-pangcu, kau tidak apa apa bukan!" pengemis
berambut acak-acakan itu bertanya.
"Ah, untung saja Pak-pang-cu (Ketua Perkumpulan Daerah
Utara) segera datang, kalau tidak... yah, mungkin saja aku
sudah tak ada lagi di dunia ini. Eh, di mana Keh-sim Siauwhiap
...?” Tiat-tung Lo-kai memijit-mijit lengan dan dadanya
dan berusaha mengeluarkan jarum yang terbenam di tempat
itu.
Sementara itu dua orang gadis berbaju putih yang datang
bersama-sama dengan ketua Tiat tung Kai-pang bagian utara
itu langsung menghambur ke arena pertempuran yang lain.
Sepasang gadis berbaju putih itu menghunus pedangnya dan
menyerang Pendekar Li dan Pek-pi Siau-kwi. Pedang mereka
menusuk dan kemudian memotong jalur pengepungan yang
dilakukan oleh kedua orang itu terhadap kawan-kawan mereka
sehingga kepungan itu menjadi patah dan tak berfungsi lagi.
Tiat-tung Su-lo dan kedua orang gadis berbaju hitam-hitam
itu meloncat mundur dan berpencar. Semuanya menghela
napas lega, seolah-olah batu yang menghimpit mereka telah
hilang. "Siang su-ci, terima kasih ...!" sepasang gadis berbaju
hitam itu mengangguk.
"Maaf, su-moi..... kami datang terlambat.”
Mereka lalu berdiri bahu membahu menghadapi Pendekar
Li dan Pek-pi Siauw-kwi. Begitu pula dengan Tiat-tung Lo-kai
dan ketua Tiat-tung Kai-pang daerah utara yang bergelar Tiattung
Hong-kai itu ! Kedua orang Tiat-tung Kai-pang tersebut
juga berdiri bahu membahu di hadapan Jai-hwa Toat beng
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kwi! Dan tanpa mereka kehendaki bersama sebelumnya
pertempuran itu terhenti untuk sementara.
Perkembangan yang terjadi di halaman itu membuat Chin
Yang Kun merasa berdebar debar juga di dalam hatinya.
Perimbangan kekuatan itu sekarang kelihatannya menjadi
berubah lagi. Tampaknya pihak tuan rumah atau pihak dari
Pendekar Li jatuh di bawah angin lagi sekarang. Bala bantuan
lawan yang baru tiba itu kelihatannya terdiri dari orang orang
kuat yang berkepandaian tinggi. Dan hal ini benar-benar
menggelisahkan hati Chin Yang Kun, karena bila orang orang
itu sudah dapat menguasai pihak Pendekar Li, alamat Keh-sim
Siauw hiap takkan muncul sendiri di tempat itu.
"Aku harus memaksa orang itu keluar dari
persembunyiannya," pemuda itu menggeram di dalam hatinya.
"Asal semua anak buahnya itu dapat kukuasai, mustahil dia
takkan keluar....."
Memperoleh keputusan demikian, Chin Yang Kun segera
bersiap siap untuk terjun dalam arena pertempuran tersebut.
Dikerahkannya seluruh kekuatan Liong-cu-ikang ke seluruh
tubuhnya. Sementara itu orang-orang yang saling berhadapan
di halaman rumah depan itu telah berbaku hantam kembali
dengan dahsyatnya.
Jai-hwa Toat-beng-kwi dikeroyok oleh dua orang ketua Tiat
tung Kai pang, sedangkan Pendekar Li yang dibantu oleh Pekpi
Siau-kwi dikeroyok delapan orang, yaitu Tiat-tung Su lo,
dua orang gadis berbaju hitam-hitam dan dua orang gadis
berbaju putih-putih.
Bagaimanapun juga lihainya Pendekar Li, menghadiri jago
jago silat kelas satu seperti delapan orang itu, kewalahan juga
akhirnya. Mula-mula Pek-pi Siau-kwi dahulu yang jatuh
terkena senjata lawan, kemudian baru Jai-hwa Toat-beng-kwi.
Hantu cabul itu harus mengakui kelihaian permainan tongkat
gabungan lawannya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tapi sebelum orang kaya itu jatuh pula terkena serangan
para pengeroyoknya, Chin Yang Kun keburu datang
menolongnya. Pemuda itu melesat turun sambil melancarkan
pukulan jarak jauhnya.
"Buuuum !"
Mereka berloncatan menghindarkan diri dari pukulan itu,
sehingga angin pukulan tersebut menghantam tanah berpasir
yang mereka pijak. Debu berhamburan ke mana-mana. Sesaat
halaman itu menjadi gelap, sehingga rasa-rasanya tak
seorangpun bisa melihat kedatangan Chin Yang Kun di
tengah-tengah kepulan debu tersebut. Baru beberapa saat
kemudian mereka dapat melihat dengan jelas setelah debu
yang memenuhi tempat itu habis larut terbawa angin.
"Yang Siauw hiap..,,.! Akhirnya kau datang juga." Pendekar
Li menyambutnya dengan hati lega.
"Huh .... kau lagi!" dua orang gadis berbaju serba hitam itu
tersentak kaget.
Otomatis pertempuran menjadi terhenti untuk beberapa
saat. Semua mata memandang Chin Yang Kun yang
kedatangannya seperti hantu malam yang tersembul dari
dalam tanah begitu saja.
“Siapakah dia? Apakah nona mengenalnya.... ?” Salah
seorang dari Tiat tung Su lo bertanya kepada gadis berbaju
hitam.
"Su-moi, kau kenal pemuda itu ?" gadis berbaju putih itu
ikut pula bertanya.
"Su-ci..... dialah pemuda yang kemarin kuceriterakan itu."
"Yang membunuh anggota Tiat-tung Kai-pang dan merebut
pedangmu…..?”
“Betul!"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Sungguh kurang ajar ! Lo-cianpwe, awas….! Pemuda inilah
yang membunuh anak buah Lo-cianpwe di tempat
pengungsian itu !"
"Heh? Diakah orangnya,.,.,? Bangsat!" Tiat-tung Lo-kai
mengumpat marah. “Su-lo ! Bunuh dia ! Jangan diberi ampun
orang yang telah berani membunuh anggota perkumpulan kita
!"
"Baik, pang-cu !"
Sementara itu Pendekar Li beserta Jai-hwa Toat-beng-kwi
dan Pek-pi Siau-kwi merasa terkejut bercampur gembira
mendengar pemuda andalan mereka itu ternyata justru sudah
bermusuhan dengan orang-orangnya Keh-sim Siauw-hiap.
Dengan begitu rencana yang telah mereka susun menjadi
semakin licin jalannya. Tidak usah mereka dorong lagi pemuda
itu tentu akan bertanding mati-matian dengan Keh-sim Siauw
hiap.
“Lihat serangan !” Salah seorang dari Tiat-tung Su-lo
berteriak ketika empat orang tokoh pengurus Tiat-tung Kaipang
itu menyerbu kearah Chin Yang Kun.
"Huh, ternyata kau juga hanya seorang pengikut dari orang
she Li itu ! Lo-cianpwe, awas.... ! Dia lihai sekali !" gadis
berbaju hitam-hitam itu meloncat maju pula sambil
memperingatkan para pengemis tersebut.
Sekaligus diserang oleh enam orang lawan, sedikitpun Chin
Yang Kun tidak merasa gentar.
Dengan mudah pemuda itu mengelakkan seranganserangan
para pengeroyoknya. Malah kadang-kadang pemuda
itu mencoba menepiskan serangan tongkat atau pedang
lawannya dengan lengan telanjangnya. Dan akhirnya setelah
yakin kekuatan tangannya mampu menahan senjata lawan,
Chin Yang Kun menjadi semakin berani pula. Tebasan pedang
lawannya ia tangkis begitu saja dengan lengannya !
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Melihat kesaktian Chin Yang Kun, kedua orang gadis
berbaju putih itu segera terjun pula ke dalam arena. Ayunan
pedang mereka yang lebih galak dan lebih mantap dari pada
su-moi mereka yang berbaju hitam itu menyambar-nyambar
dengan ganas dan selalu mengarah ke tempat-tempat yang
mematikan.
Tapi Chin Yang Kun tetap tak terpengaruh ataupun
tergoyahkan oleh serangan-serangan itu. Meskipun sekarang
dia dikeroyok delapan orang, tapi mereka tetap tak mampu
mendekatinya. Tubuhnya yang terlindung oleh Liong cu-i-kang
itu bagaikan kebal terhadap segala macam senjata dan
pukulan. Malahan perbawa hawa dingin yang tersebar dari
pengaruh tenaga sakti Liong-cu i-kang, membuat lawan
lawannya menjadi sesak serta menggigil kedinginan.
“Lam-pangcu! Pak-pangcu.....! Anak ini mempunyai ilmu
siluman !" akhirnya salah seorang dari Tiat-tung Su lo
berteriak karena tak tahan.
“Heh? Hem, kurang ajar.....! Pak-pangcu, mari kita labrak
bersama-sama anak itu!” Tiat-tung Lo-kai mengajak rekannya,
Tiat tung Hong-kai ! Tiat tung Hong-kai mengangguk ragu,
tapi tidak segera beranjak dari tempatnya, pengemis yang
dianggap gila oleh kebanyakan orang itu belum juga
mempercayai apa yang telah dia lihat di depan matanya.
Dalam hati Tiat tung Hong-kai benar-benar belum dapat
menerima seorang pemuda belasan tahun yang belum hilang
wajah kekanak-kanakannya mampu menahan pukulan tongkat
besi dan sabetan pedang tanpa menderita luka sedikitpun.
Padahal lawannya terang bukan tokoh-tokoh sembarangan.
Tiat-tung Su-lo adalah pengurus pusat Tiat-tung Kaipang
bagian selatan. kepandaiannyapun hanya di bawah ketua
perkumpulannya. Sedang dua pasang gadis berbaju putih dan
hitam itu adalah pembantu-pembantu utama dari Keh-sim
Siauw-hiap sendiri, kepandaiannya justru lebih tinggi bila
dibandingkan dengan Tiat-tung Su-lo. Tapi meskipun begitu
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mereka berdelapan masih terdesak juga menghadapi pemuda
itu. Sungguh tak masuk akal ! Kini Lam-pangcu dari Tiat-tung
Kai pang malah sudah terjun pula ke dalam gelanggang.
Sembilan orang yang mengeroyok Chin Yang Kun sekarang.
Tapi lagi-lagi tambahan bala bantuan tersebut seperti tidak
ada artinya pula bagi pemuda itu. Kepandaian atau kesaktian
pemuda itu seperti tak ada batasnya. Setiap lawan yang
mengeroyoknya bertambah, kekuatan dan kesaktiannya
seperti ikut bertambah pula.
Akhirnya Tiat-tung Hong-kai sadar juga dari rasa
ketidakpercayaannya yang keliru itu. Pemuda yang berada di
hadapannya itu memang benar-benar seorang pemuda yang
lain dari pada yang lain. Pemuda itu benar benar seorang
pemuda yang berkepandaian sangat tinggi. Mungkin tidak
kalah tingginya dengan kepandaian Keh-sim Siauw-hiap yang
juga sangat hebat itu. Oleh karena itu tanpa rasa sungkan
sungkan lagi Tiat tung Hong-kai segera terjun pula membantu
kawan-kawannya, sehingga sekarang mereka bersepuluh
orang mengeroyok pemuda sakti tersebut.
Setelah ikut terjun sendiri dalam arena pertempuran,
barulah pengemis gila itu benar-benar terbuka hatinya.
Sekarang dia sungguh sungguh percaya dan mengakui bahwa
pemuda itu memang lihai bukan main ! Biarpun mereka
berjumlah banyak tetapi seluruh badan pemuda itu seperti
terlindung dalam perisai besi yang kokoh kuat, sehingga tak
sebuah senjatapun yang mampu menembusnya.
Sebaliknya, Chin Yang Kun juga tak mudah untuk
mengalahkan para pengeroyoknya itu. Selain mereka
berjumlah banyak, kepandaian merekapun juga tidak rendah.
Mereka bertempur bahu-membahu dan saling melindungi,
sehingga Hok-te Ciang-hoat yang dikeluarkan oleh pemuda itu
tidak bisa berbuat banyak terhadap mereka. Berkali-kali orang
yang akan menjadi kurban pukulannya selalu dapat
diselamatkan oleh yang lainnya. Kalau Chin Yang Kun
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mengerahkan seluruh tenaganya dalam pukulannya mereka
tentu menyambutnya secara beramai-ramai pula.
Limabelas jurus telah berlalu dan pertempuran itu belum
juga menampakkan tanda-tanda akan berakhir. Pendekar Li
dan dua orang kawannya, mendadak seperti tersadar dari rasa
kagum dan rasa heran mereka melihat pertempuran yang
berlarut-larut itu. Mereka bertiga segera menyadari bahwa
pemuda itu bukanlah seorang dewa yang selalu menang
dalam setiap pertempuran. Oleh karena itu mereka harus ikut
pula turun tangan untuk membantu menyelesaikan
pertempuran tersebut.
Maka setelah memberi tanda kepada Jai-hwa Toat bengkwi
dan Pek-pi Siau-kwi agar mengikuti dirinya, Pendekar Li
terjun pula ke dalam gelanggang pertempuran. Pendekar Li
langsung mencegah Tiat tung Hong-kai, orang yang ia anggap
paling berbahaya di antara mereka. Sedang Jai-hwa Toat-beng
kwi cepat memilih sepasang gadis berbaju putih sebagai
lawannya. Hantu cabul itu membiarkan Pek-pi Siau-kwi
sendirian melawan Tiat-tung Lo-kai !
Kini tinggal Tiat-tung Su-lo dan seorang gadis berbaju
hitam itulah yang menghadapi Chin Yang Kun. Maka tak heran
kalau sebentar saja mereka sudah didesak habis-habisan oleh
pemuda itu. Malahan sebentar kemudian salah seorang dari
gadis berbaju hitam itu tampak terpental jatuh terkena
pukulan Chin Yang Kun. Beberapa saat kemudian diikuti pula
oleh dua orang dari Tiat-tung Su lo, mereka juga menggeletak
tak berdaya terkena tendangan Chin Yang Kun.
“Cici..... lepaskan tanda peringatan ke atas !” gadis berbaju
hitam yang masih sehat itu menoleh, lalu berteriak
memperingatkan gadis berbaju putih yang sibuk berunding
dengan Jai-hwa Toat-beng-kwi.
"Hehe.,..,. kau mau memanggil bala bantuan lagi ? Eee,
nanti dulu.....! Kita belum puas bertanding......." Jai-hwa Toatbeng-
kwi menyahut sambil memperhebat serangannya,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sehingga kedua orang lawannya tak punya kesempatan untuk
melepas tanda peringatan itu.
Hal itu memang bisa terjadi karena kekuatan kedua belah
pihak memang berimbang. Kekuatan dan kemampuan dua
orang gadis itu secara bersama-sama berimbang dengan
kekuatan dan kemampuan Jai-hwa Toat-beng-kw! Malah
dalam beberapa hal kemampuan Hantu Cabul itu agak lebih
menang bila dibandingkan dengan lawannya. Oleh karena itu
tidak heran kalau kedua orang gadis itu tak mampu berbuat
lain selain harus bertempur dengan konsentrasi penuh ketika
Jai hwaToat-beng kwi memperhebat serangannya.
Sedangkan pertempuran antara Pendekar Li dan Tiat-tung
Hong-kai tidak kalah pula serunya. Sebagai seorang ketua
perkumpulan besar seperti Tiat-tung Kai pang, apalagi Tiattung
Kai pang bagian utara yang lebih besar dan lebih banyak
anggotanya dari pada bagian selatan, Tiat-tung Hong kai
benar benar mempunyai kepandaian yang amat tinggi, lebih
tinggi dari pada Tiat-tung Lo-kai ! Tetapi lawannya sekarang
adalah Pendekar Li, seorang jago silat yang telah mempunyai
nama besar pula seperti dirinya, sehingga pertempuran
diantara mereka memang sungguh seru sekali. Sulit untuk
dapat memastikan dengan segera, siapa yang lebih unggul di
antara keduanya.
Begitu pula dengan pertempuran antara Pek-pi Siau-kwi
dengan Tiat-tung Lo-kai. Sebenarnya dalam keadaan biasa
kepandaian Tiat-tung Lo-kai masih sedikit lebih tinggi
dibandingkan dengan kepandaian Pek-pi Siau-kwi, tapi karena
pengemis tua itu telah terkena lima buah jarum Jai-hwa Toatbeng-
kwi maka kekuatan dan kelincahannya sudah banyak
berkurang. Malahan sejalan dengan semakin kuatnya daya
pengaruh racun jarum itu ke dalam tubuh Tiat-tung Lo-kai,
Pek pi Siau-kwi semakin mempunyai banyak kesempatan
untuk menundukkan orang tua itu. Tetapi seperti juga dengan
kedua orang kawannya yang lain, hantu cantik itu harus
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
berjuang dahulu untuk waktu yang lama agar bisa
mengalahkan lawannya.
Yang paling celaka dan paling menderita dalam
pertempuran itu adalah orang-orang yang terpaksa harus
menghadapi Chin Yang Kun ! Karena tidak berimbang, maka
satu persatu orang-orang yang mengeroyok pemuda itu jatuh
terkapar di atas tanah. Mula mula yang jatuh adalah salah
seorang dan gadis berbaju hitam itu, kemudian yang kedua
adalah dua orang dari Tiat-tung Su-lo.
Sekarang tinggal tiga orang yang melayani Chin Yang Kun,
tapi sebentar kemudian merekapun terpaksa mengikuti jejak
kawan-kawannya pula. Terpental bergelimpangan di atas
tanah !
Selesai membereskan para pengeroyoknya Chin Yang Kun
mengedarkan pandangannya ke sekelilingnya tapi Keh-sim
Siauw-hiap belum juga muncul. Apakah pemilik Pulau Meng-to
itu belum mengetahui kalau anak buahnya sedang di dalam
kesukaran? Tiba-tiba Chin Yang Kun menoleh ke arah gadis
berbaju putih yang sedang bertempur melawan Jai hwa Toatbeng-
kwi. Sebelum roboh gadis yang berbaju hitam tadi telah
menyuruh gadis berbaju putih itu untuk melepaskan tanda
peringatan ke atas. Apakah tanda itu dimaksudkan untuk
memanggil atau memberi tahu kepada Keh-sim Siauw-hiap ?
Memperoleh pikiran demikian Chin Yang Kun segera
melesat menghampiri mereka. Tanpa memberi peringatan lagi
tangannya segera bekerja. Mula mula tangan kirinya justru
menangkis pukulan Jai hwa Toat beng kwi yang tertuju ke
arah tengkuk lawan setelah itu tangan kanannya sebat bagai
kilat mencengkeram lengan salah seorang dari kedua gadis
itu.
Gadis itu bergerak dengan tidak kalah gesitnya. Dengan
mudah serangan Chin Yang Kun yang datang dengan secara
tiba-tiba itu dapat ia elakkan. Tapi gadis itu lupa bahwa di
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dekatnya masih ada Jai hwa Toat-beng kwi yang segera
memanfaatkan kelengahan gadis tersebut.
"Wuus !”
Gadis itu terbatuk batuk dengan hebatnya. Ternyata Jai
hwa Toat-beng kwi memanfaatkan kesempatan itu dengan
meniupkan asap pipanya ke wajah gadis tersebut. Lalu
sebelum gadis itu dapat membebaskan diri dari pengaruh asap
huncwe, sekali lagi Chin Yang Kun menyambar. Dan kali ini
lambaian tangannya benar-benar berhasil ! Sekali angkat gadis
itu telah terlempar jauh.
"'Nah, lepaskan tanda peringatanmu itu ! Panggil Keh-sim
Siauw-hiap kemari !" Chin Yang Kun berteriak lantang.
Suaranya yang dilandasi Liong-cu-i-kang itu membuat orangorang
yang berada di tempat itu menjadi tertegun dan
tergetar hatinya. Sekejap semuanya berhenti bergerak.
"Saudara..... aku sudah berada di sini sejak tadi,” tiba-tiba
terdengar suara halus.
Semua orang memandang ke atas tangga pendapa. Dalam
keremangan cahaya obor tampak seorang laki-laki muda
berdiri tenang di tengah-tengah pintu pendapa yang besar.
Biarpun tidak jelas tetapi dengan dandanannya yang rapi itu
Keh-sim Siauw-hiap kelihatan tampan dan menarik.
Pakaiannya yang lebar dan anggun itu menyebabkan dia lebih
tampak sebagai seorang pelajar dari pada sebagai seorang
jago silat yang ditakuti orang.
“Keh sim Siauw-hiap„...!”
Semua mulut hampir berbareng mengucapkan kata-kata
itu. Cuma nada dan cara menyebutkannya yang berlainan.
Kawan-kawan dari Keh-sim Siauw-hiap sendiri menyebutkan
nama itu dengan wajah dan suara bersyukur, sementara pihak
dari Pendekar Li menyebutkannya dengan suara kaget serta
khawatir.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tapi dari semuanya itu yang paling mengagetkan adalah
reaksi dari Chin Yang Kun sendiri ! Begitu tahu orang yang
berada di ambang pintu pendapa itu adalah Keh-sim Siauw
hiap, pemuda itu segera berlari meninggalkan lawanlawannya,
lalu meloncat menaiki tangga yang tinggi itu.
Matanya telah berapi-api seakan akan mau melumatkan orang
yang telah berani membunuh orang tuanya itu.
Sebaliknya, seperti orang yang mau menghindarkan diri,
Keh-sim Siauw-hiap mendadak terbang lewat di atas kepala
Chin Yang Kun dan turun di halaman. Kemudian tubuhnya
yang tegap itu melesat menghampiri anak buahnya yang
tergeletak berserakan di tengah-tengah halaman. Gerakannya
cepat bukan main, sehingga tak seorangpun dapat melihat
gerakan kakinya. Pendekar itu seolah-olah terbang begitu saja
!
“Sebentar, anak muda ! Aku akan melihat kawan-kawanku
dahulu. Setelah itu baru aku dapat menemui engkau dengan
bebas dan leluasa,.." Keh-sim Siauw-hiap berkata diantara
langkahnya.
Chin Yang Kun berdiri tertegun di tengah-tengah anak
tangga. Matanya menatap kagum seolah-olah tak percaya
kepada laki-laki yang kini tampak berlutut di halaman
mengobati anak buahnya itu. Hampir-hampir Chin Yang Kun
tak percaya bahwa di dunia ini ada seorang manusia dapat
bergerak sedemikian cepatnya. Rasa-rasanya orang itu
bukanlah seorang manusia, tetapi...seekor burung!
Tetapi bayangan tubuh ayahnya yang mandi darah dan
pamannya yang terluka parah membuat pemuda itu
menggeretakkan giginya kembali.
“Pembunuh keji ! Jangan lari kau.. !” Chin Yang Kun
menjerit.
Pemuda itu melompat turun dari atas tangga, lalu
menyerbu Keh-sim Siauw hiap kembali. Dari jauh Chin Yang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Kun sudah melancarkan pukulan Tiat gong ciangnya (pukulan
udara kosong atau pukulan jarak jauh). Suaranya menderu
serta memancarkan hawa dingin yang hebat, sehingga Kehsim
Siauw hiap dan orang-orang yang berada di tempat itu
terkejut juga dibuatnya. Orang-orang itu segera menyingkir.
Tangan Keh-sim Siauw-hiap yang cekatan itu sudah bisa
mengobati empat orang pengemis yang tergabung dalam Tiattung
Su-lo itu. Kini tinggal dua orang lagi yang terluka dan
harus lekas-lekas diobati, yaitu dua orang gadis berbaju
hitam-hitam itu. Seperti para pengemis tadi, kedua orang
gadis itu terluka karena pukulan beracun Chin Yang Kun. Tapi
sebelum pendekar itu sempat memeriksa luka si gadis,
pukulan Chin Yang Kun sudah tiba. Karena tidak ada waktu
lagi, terpaksa Keh-sim Siauw-hiap mengungkit tubuh yang
tergeletak tersebut dengan sepatunya sehingga melayang ke
atas. Lalu sambil berjumpalitan menjauh, Keh sim Siauw hiap
menyambar tubuh yang terluka itu.
"Buuum !"
Tanah dan pasir bekas tempat berpijak Keh-sim Siauw hiap
tadi bertebaran ke udara. Tapi Keh sim Siauw-hiap bersama
gadis itu telah tiada lagi di tempat itu. Pendekar dari Pulau
Meng-to itu telah mendaratkan kakinya beberapa langkah dari
sana dan meletakkan gadis yang dibawanya di atas tanah.
Tangannya cepat mengurut di bagian yang luka, setelah itu
tangannya merogoh ke dalam baju dan mengeluarkan sebutir
pil berwarna putih.
Tapi sebelum pil tersebut sempat dimasukkan ke dalam
mulut si gadis, pukulan Chin Yang Kun keburu datang lagi.
Keh-sim Siauw-hiap bergegas menyambar gadis itu lagi.
Bagaikan burung walet tubuhnya meluncur jauh ke dekat
tangga dan kemudian meletakkan tubuh gadis tadi di sana.
"Buuuum !”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sekali lagi debu dan pasir beterbangan terkena pukulan
Chin Yang Kun! Tapi kali inipun tidak menemui sasarannya
lagi. Dengan geram pemuda itu melihat lawannya telah berada
di dekat tangga dan baru melolohkan sesuatu kepada gadis
yang terluka itu. Chin Yang Kun mengerahkan lagi Liong-cu ikangnya,
kemudian tubuhnya meloncat lagi kearah Keh-sim
Siauw-hiap.
Tapi Chin Yang Kun kecele lagi! Begitu tubuhnya mulai
bergerak mau meloncat, Keh-sim Siauw-hiap sudah terlebih
dahulu melesat ke tempat gadis berbaju hitam lainnya. Gadis
itu juga tergeletak luka di atas tanah. Seperti juga yang telah
dia lakukan terhadap gadis yang pertama, Keh-sim Siauw-hiap
dengan cekatan segera memeriksa luka-luka gadis itu. Setelah
diurut beberapa kali, gadis itu diberi sebutir pil berwarna
kuning. Tapi seperti juga tadi, pukulan Chin Yang Kun kembali
datang dengan menderu-deru, sehingga pil tersebut gagal
untuk dimasukkan ke dalam mulut. Keh-sim Siauw-hiap sambil
membawa tubuh gadis itu melenting tinggi ke udara,
kemudian meluncur ke dekat tangga lagi dengan manisnya.
Sambil meletakkan tubuh itu berdampingan dengan tubuh
gadis yang pertama, pendekar dari Pulau Meng-to itu
memasukkan pil kuning tadi ke dalam mulut si gadis!
“Nah, aku sudah selesai mengobati mereka. Kini aku sudah
leluasa untuk menghadapi engkau. Nah, saudara..... coba
katakan! Apa sebabnya kau menuduh aku seorang pembunuh
keji? Dan kulihat ilmu silatmu hebat bukan main, tapi
mengapa kau sudi menjadi pembantu dari Pendekar Li itu?"
dengan tenang Keh-sim Siauw-hiap menghadapi Chin Yang
Kun. Wajahnya yang tampan tapi amat pucat itu tampak tak
bergairah sama sekali ketika menatap Chin Yang Kun.
Pendekar Li segera meloncat ke depan Chin Yang Kun.
Sambil bertolak pinggang putera mendiang Perdana Menteri Li
Su tersebut berdiri menghadapi Keh-sim Siauw-hiap.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
“Keh-sim Siauw-hiap ! Apa sebenarnya kemauanmu
sehingga kau selalu memburu aku kemanapun aku pergi?”
tanyanya penasaran, “Bukankah benda itu milikku sendiri?
Bukankah sudah wajar kalau aku memiliki harta warisan orang
tuaku? Kenapa kau selalu ingin merebutnya?"
Wajah yang amat pucat itu mencoba untuk tersenyum, tapi
gagal. Agaknya sudah lama pendekar yang namanya
menjulang ke langit itu tidak pernah tersenyum. Buktinya
wajah itu bukannya tersenyum, tapi lebih tepat dikatakan
meringis!
"Pendekar Li, sepintas lalu apa yang kaukatakan itu
tampaknya benar. Tapi kalau caramu menilai tidak hanya
sesempit itu, artinya tidak hanya dari sudut kepentinganmu
saja, kukira engkaupun akan segera menyadari sendiri
kekeliruanmu. Coba kaupikirlah yang lebih jauh lagi.....!
Siapakah sebenarnya pemilik harta karun yang tersimpan
dalam peta itu?"
"Bukankah harta itu milik ayahku? Mendiang Perdana
Menteri Li Su? Beliaulah yang mengumpulkannya......”
"Benar sekali ! Dialah yang mengumpulkannya. Bagus !
Tapi katakan.... dari mana ayahmu itu mengumpulkan harta
sebanyak itu? Coba katakan....!”
“Ini....aku....aku tak tahu.” Pendekar Li menjawab kikuk.
“Nah, kau sukar menjawabnya, bukan? Kalau begitu
marilah kubantu kau menjawabnya. Dengarlah….! Mendiang
Perdana Menteri Li Su mengumpulkan harta benda sebanyak
itu dari hasil kerja paksa dan memeras keringat rakyat. Selain
itu bersama-sama dengan pejabat-pejabat korup yang lain,
ayahmu mencuri dan menggerogoti kekayaan negara untuk
kepentingan diri sendiri. Nah, sekarang katakan…..! sudah
semestinya atau tidak kalau harta itu dikembalikan kepada
rakyat kecil lagi? Dan sudah wajar atau tidak bila harta karun
itu dibagikan kepada fakir miskin?” Pendekar dari Pulau MengTiraikasih
Website http://kangzusi.com/
to itu mendesak Pendekar Li dengan pertanyaannya yang
bertubi tubi.
Pendekar Li terdiam tak bisa menjawab. Wajahnya merah
padam, bibirnya gemetar tapi tak sepatah katapun yang keluar
dan mulut itu. Lambat laun dapat juga bibir itu berbicara, tapi
ternyata yang keluar hanyalah umpatan-umpatan kasar.
"Persetan .....! Aku tidak peduli dari mana asal usul harta
karun itu ! Yang kuketahui hanyalah harta itu kepunyaan
mendiang ayahku, karena itu aku harus memilikinya ....!"
"Hmm, jangan bermimpi ! Kau tak mungkin dapat
memilikinya." Keh-sim Siauw hiap mendengus.
"Heh? Apa.....? Apa maksudmu? Kau mau merampasnya
dari tanganku ?” Pendekar Li melangkah setindak ke depan.
Kedua orang pengawalnya, Jai-hwa Toat-beng-kwi dan Pek-pi
Siau-kwi, segera maju pula mendampinginya. Mereka berdiri
di kanan kiri Pendekar Li, siap untuk membantu majikan
mereka itu.
Melihat itu Tiat-tung Hong kai dan Tiat-tung Lo-kai segera
ikut bergerak pula ke depan. Kedua orang tua ini bersiap-siap
pula untuk membantu Keh-sim Siauw-hiap.
"Benar, Pendekar Li. Aku memang bermaksud merampas
harta itu bila kau tak mau menyerahkannya dengan baik-baik.
Harta itu akan kukembalikan kepada rakyat yang berhak. Nah,
kini lebih baik kau tak usah banyak omong. Berikan potongan
emas yang berisi peta itu !” Keh-sim Siauw hiap mulai serius.
"Hahaha..... alasan kuno ! Merampas harta untuk dibagikan
kepada fakir miskin! Hahaha !" Pendekar Li tertawa mengejek.
"Ho, siapa percaya omonganmu? Apakah harta itu tidak akan
kau simpan sendiri? Hahah... "
"Diam! Lekas serahkan! Atau.... aku harus membunuhmu
dahulu, baru nanti kugeledah tempat tinggalmu ini ?" Keh sim
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Siauw-hiap menghardik, tangannya telah diangkat, siap untuk
melancarkan serangan maut.
“Berhentiii.....!" tiba-tiba Chin Yang Kun yang berada di
belakang rombongan Pendekar Li itu berteriak keras sekali.
Tangannya mendorong ke arah punggung Pendekar Li dan Jai
hwa Toat-beng-kwi. "Ayoh, menyingkirlah kalian dari depanku
!”
Pendekar Li dan kedua orang pembantunya terpaksa
melompat ke samping ketika tiba-tiba terasa ada hembusan
angin dingin yang menyerang punggung mereka. Kebetulan
ketiga-tiganya melompat mendekati tempat Tiat-tung Lo-kai
dan Tiat-tung Hong-kai berdiri. Maka tanpa diberi komando
lagi mereka segera bergebrak dengan sengitnya. Ketika Kehsim
Siauw-hiap melangkah lagi ke depan untuk membantu
anak buahnya, Chin Yang Kun segera mencegatnya.
"Keh-sim Siauw-hiap, jangan hiraukan mereka! Biarlah
mereka bertempur sendiri !"
Pendekar dari Pulau Meng-to itu menghentikan langkahnya.
Wajahnya yang pucat tak bergairah itu menoleh. Dahi yang
selalu tampak berkerut itu kelihatan berkilat-kilat ditimpa sinar
obor yang suram.
"Apa maksud saudara.... ?” tanyanya datar. Chin Yang Kun
mendekat lagi. Dengan sinar mata penuh dendam pemuda itu
menggeram. "Kau tak perlu terlalu mendesak atau membunuh
orang itu ! Tidak ada gunanya.,... Dia tak membawa potongan
emas itu!"
"Hmh? Lalu...... maksud saudara, saudarakah yang
membawanya ?" mata yang redup itu mulai berkilat, sehingga
Chin Yang Kun agak tergetar juga memandangnya.
"Aku juga tidak.. " Chin Yang Kun menggeleng.
Mata yang dingin itu semakin berkilat. Kerut-merut pada
dahi itu juga semakin bertambah banyak. "Lalu siapa......?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Mereka berdiri berhadapan, tak lebih dari lima langkah
jauhnya. Chin Yang Kun dan Keh-sim Siauw-hiap ! Sama-sama
masih muda, tapi juga sama-sama mempunyai kepandaian
yang tidak lumrah manusia. Keduanya saling menatap bagai
ayam aduan yang siap mau berlaga.
"Siapa..... ?" Keh-sim Siauw-hiap bertanya lagi, kini
suaranya sedikit lebih keras.
"Hek-eng-cu....? Mata itu terbelalak sekejap, tapi kemudian
meredup kembali, "Jangan mengada-ada! Orang itu tak
mungkin tahu tentang persoalan ini. Dia hanya sibuk dengan
rencana pemberontakannya saja."
Chin Yang Kun tersenyum mengejek. "Benar. Semula dia
memang tak tahu menahu tentang peta harta karun itu. Tapi
dia dan kawan-kawannya secara tak sengaja telah
menemukannya. Lengkap. Dua potong emas itu sekaligus!”
"Hei, di mana mereka menemukan benda itu? Dan....
bagaimana kau juga tahu tentang masalah dua potong emas
itu?” Keh-sim Siauw-hiap menatap tajam. Kini pendekar itu
mulai percaya pada omongan Chin Yang Kun.
“Yang sepotong mereka merampasnya dari tanganku dan
yang sepotong lagi mereka merampas dari tangan Tung-hai
Sam-mo. Nah, jelas bukan? Kini mereka telah berangkat ke
tempat yang ditunjukkan dalam peta itu. Besok malam....
tepatnya pada saat tengah malam, mereka akan sudah
berkumpul di tempat tersebut untuk mengambil harta karun
itu....”
“Hah....?” wajah yang pucat itu tampak menegang, lalu
dengan cepat kakinya bergeser ke depan, mendekati Chin
Yang Kun. Tapi sebaliknya Chin Yang Kun juga bergeser pula
ke samping dengan gesitnya, sehingga mereka tetap berdiri
berhadapan dalam jarak lima langkah.
Sementara itu pertempuran antara Pendekar Li dan dua
orang ketua partai pengemis tersebut benar-benar ramai
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
bukan main! Kepandaian dari Pendekar Li memang lebih tinggi
daripada kepandaian Tiat-tung Hong-kai serta Tiat-tung Lokai.
Oleh karena itu sebentar saja Pendekar Li yang dibantu
oleh kedua orang pembantunya itu dapat mendesak lawannya.
Tapi ketika dua orang gadis berbaju putih datang menolong
Tiat-tung Hong kai, maka pertempuran itu menjadi agak
berimbang. Salah seorang dari gadis berbaju putih itu
bersama-sama dengan Tiat-tung Hong-kai, mengeroyok
Pendekar Li. Sedangkan gadis yang satunya lagi bersama
dengan Tiat-tung Lo-kai menghadapi Jai-hwa Toat-beng-kwi
dan Pek-pi Siau-kwi. Meskipun begitu tampaknya kedudukan
Pendekar Li agak sedikit lebih baik dari pada lawannya.
"Yang Siauw-hiap, marilah kita selesaikan mereka dengan
segera, sebelum bala bantuan mereka datang lagi....!”
Pendekar Li masih juga sempat berteriak kearah Chin Yang
Kun. Agaknya orang ini merasa takut apabila Chin Yang Kun
terlalu banyak omong dengan Keh-sim Siauw-hiap.
Sementara itu Keh-sim Siauw-hiap sendiri dalam keadaan
tegang masih tetap mendesak Chin Yang Kun dengan
pertanyaannya yang gencar.
“Saudara, benarkah ceritamu itu...? Benarkah ?"
"Mengapa aku mesti berbohong kepadamu? Kau dapat
bertanya juga kepada Hong lui-kun Yap Kiong Lee, apakah
kata-kataku tadi bohong atau tidak! Hmm, kenal tidak kau
dengan Hong-lui-kun Yap Kiong Lee ?” Chin Yang Kun
menjawab pertanyaan lawannya dengan keras pula.
“Gila!” Keh-sim Siauw-hiap mengumpat. Tapi pendekar itu
semakin percaya seratus persen pada kata-kata Chin Yang
Kun. “Tentu saja aku kenal padanya. Tapi..... eh, mengapa dia
juga tahu tentang masalah peta ini?"
"Hehehe,... kau jangan mengira bahwa hanya engkau
sendirilah yang mengetahui tentang rahasia peta itu. Setiap
orang kini sudah tahu belaka akan rahasia harta karun
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tersebut! Kau datang ke tempat yang ditunjukkan dalam peta
itu besok tengah malam….hehe, kau akan melihat banyak
orang yang berebut untuk mengambil harta itu!”
Mata Keh-sim Siauw-hiap terbelalak karena hatinya
semakin tegang. Tiba-tiba tubuhnya melesat ke depan, kedua
belah tangannya menerkam pundak Chin Yang Kun.
Gerakannya sungguh amat mendadak dan cepatnya bukan
main, sehingga tak seorangpun tahu bagaimana caranya ia
bergerak! Tahu-tahu kedua belah tangan itu tinggal beberapa
jengkal saja dari sasarannya!
Chin Yang Kun mengerahkan seluruh kemampuannya untuk
mengelak. Memang sejak semula pemuda itu sudah bersiap
siaga! Dari Hong-lui-kun Yap Kiong Lee dia telah mendengar
bahwa ginkang Keh-sim Siauw-hiap benar-benar tiada taranya
di dunia ini. Meskipun demikian ternyata Chin Yang Kun tetap
saja agak terlambat.
Memang, Keh-sim Siauw-hiap gagal mencengkeram pundak
Chin Yang Kun. Tapi cengkeraman tersebut hanya selisih
beberapa senti saja dari pundaknya, sehingga bajunya yang
lebar itu menjadi hancur pangkal lengan bajunya akibat jeriji
Keh-sim Siauw-hiap yang luput mencengkeram dagingnya.
Dan kelambatan yang mengakibatkan rusaknya lengan baju
itu membuat Chin Yang Kun menjadi marah sekali.
"Berhenti!" pemuda itu berteriak dengan Liong-cu ikangnya,
sehingga rasa-rasanya malam yang cerah penuh
bintang itu tiba-tiba ada petir menyambar dengan dahsyatnya.
Beberapa orang penjaga yang berjaga jaga di sekeliling
halaman itu langsung menggeletak karena tak tahan. Orangorang
yang sedang asyik bertanding itu juga menghentikan
gerakan mereka dengan mendadak. Yang lwee-kangnya
sedikit rendah tampak sempoyongan mau jatuh. Masingmasing
berusaha dengan sekuat tenaga agar selaput
pendengarannya tidak pecah.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tapi sekejap kemudian Jai-hwa Toat-beng-kwi telah
memulai lagi pertempurannya itu. Hantu cabul itu tidak
menyia-nyiakan kesempatan selagi lawannya, Tiat-tung Lo-kai,
belum bisa mengatasi pengaruh teriakan Chin Yang Kun tadi.
Untunglah gadis berbaju putih, yang berada di samping Tiattung
Lo-kai, mengetahui siasat licik tersebut. Dengan marah
sekali pedangnya menghantam huncwe Jai-hwaToat-beng-kwi
! Dan pertempuran yang tertunda itu berkobar pula kembali
dengan hebatnya.
Keh-sim Siauw-hiap menatap mata Chin Yang Kun lekatlekat.
Rasanya mata itu semakin lama semakin tampak
mencorong seperti mata seekor naga di kegelapan malam.
Diam-diam pendekar dari Pulau Meng-to itu sedikit merinding
juga hatinya. Tak ia sangka ia kan bertemu dengan seorang
pemuda hebat di rumah Pendekar Li ini.
Tadi secara mendadak ia benar-benar telah mengerahkan
seluruh kemampuannya untuk menyerang pemuda itu. Ia
sudah amat yakin bahwa serangannya akan berhasil, karena
selama ini ia belum pernah gagal dengan serangan seperti itu.
Tapi kenyataannya sungguh memalukan. Biarpun dia dapat
mencengkeram lengan baju pemuda itu hingga hancur, tapi
sebagai seorang pendekar ternama mukanya benar-benar
terasa panas karena malu. Dia yang telah mencuri
kesempatan ketika menyerang tadi ternyata mengalami
kegagalan!
“Mengapa saudara menyuruh aku berhenti untuk
menyerangmu?” Keh-sim Siauw-hiap membuka mulut untuk
mengurangi rasa kikuknya. Pendekar ini bertanya seolah-olah
dia tadi memang sudah benar-benar mau memulai
pertempuran, padahal sebetulnya dia tadi ingin menangkap
Chin Yang Kun untuk memaksa agar pemuda itu lekas-lekas
mengatakan tempat dimana harta karun itu berada.
Pemuda yang sebenarnya telah mulai marah karena
bajunya terobek itu tersenyum mengejek.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
“Kita belum selesai berbicara, mengapa engkau tadi tibatiba
menyerangku? Huh! Aku telah berbicara banyak dan aku
telah menjawab pertanyaan-pertanyaanmu, kini ganti aku
yang akan bertanya kepadamu dan engkau kuharap
menjawab pula pertanyaanku dengan baik!”
"Aku belum selesai dengan pertanyaanku.....” Keh-sim
Siauw-hiap memotong.
"Persetan ! Kau telah menyerang aku …. Itu berarti kau
telah selesai ! Tapi kalau kau memang masih ingin bertanya
lagi, akupun juga masih bersedia menjawabnya. Tapi..... nanti
setelah aku selesai bertanya kepadamu. Bagaimana....?”
"Baik! Cepatlah kau bertanya, aku akan menjawabnya bila
aku dapat !"
"Sebentar......!" Chin Yang Kun berdesah melalui
hidungnya. Matanya memandang ke langit seolah-olah ingin
menghitung ribuan bintang yang pada saat itu tampak
bertaburan di sana. Lalu sambil melangkah perti menjauhi
arena itu pemuda tersebut berkata pelan,”Ikutilah aku...!”
Wajah yang pucat itu tampak kemerah-merahan karena
merasa dipermainkan. “Mau kemanakah kau? Mengapa tidak
lekas kausebutkan pertanyaanmu itu?” Keh-sim Siauw-hiap
menggeram marah. Baru sekali ini saja sejak namanya
menjadi terkenal dan ditakuti orang, Keh-sim Siauw-hiap
menemui orang yang berani bertingkah di depannya. Sudah
berani bertingkah orang itu tak mengenal rasa takut pula,
seolah-olah yang dihadapinya Cuma seorang dari tingkat
rendahan saja!
Memang bisa dimaklumi bila Keh-sim Siauw-hiap sampai
merasa tersinggung menghadapi tingkah Chin Yang Kun
tersebut. Selama lima-enam tahun ini pendekar dari Pulau
Meng-to itu selalu dihormati, disegani dan ditakuti orang.
Nama Keh-sim Siauw hiap sudah begitu termashurnya hingga
tak seorangpun berani bertingkah atau mempermainkannya!
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Dan citra seperti itu sudah merasuk mendarah daging dalam
jiwa Keh-sim Siauw-hiap, sehingga pendekar itu merasa
tersinggung melihat tingkah polah Chin Yang Kun yang
seenaknya sendiri itu.
"Anak muda! Engkau masih ingin berbicara dengan baikbaik
atau tidak? Kalau masih, lekas katakan kemauanmu.....!
Kalau tidak, hmm.....jangan menyesal....!" Keh-sim Siauw-hiap
sekali lagi menggeram. Kedua belah tangannya kelihatan
terkepal dan siap untuk turun tangan! Mata yang semula
redup dan tak bergairah itu kini tampak mencorong marah
ketika menatap punggung Chin Yang Kun yang berjalan
menjauhinya.
Tetapi Chin Yang Kun seperti orang yang tak mengenal
bahaya! Tanpa memperdulikan kemarahan maupun ancaman
Keh-sim Siauw-hiap terhadapnya, pemuda itu tetap berjalan
ke pojok pendapa tanpa menoleh. Dengan tidak kalah
garangnya pemuda itu justru membentak. “Apakah kau ingin
agar setiap orang mendengar tempat harta karun itu?
Hmm…..baik!”
Chin Yang Kun berhenti melangkah lalu badannya berputar
menghadap Keh-sim Siauw-hiap dengan cepat sekali. Dalam
keremangan malam itu tatapan matanya tidak kalah
mencorongnya dengan sinar mata Keh-sim Siauw-hiap ketika
berteriak. "Baik ! Kalau begitu aku akan berteriak sekeraskerasnya
di sini, supaya seluruh dunia tahu tempat itu!
Dengarrrr.. .! Tempat itu berada di…”
"Tutup mulutmu!" tiba-tiba Keh-sim Siauw hiap menjerit
dengan tidak kalah kerasnya. Kemudian pendekar itu melesat
bagai kilat ke depan Chin Yang Kun. Suaranya gemetar ketika
berkata.
"Keparat! Kau benar-benar.....gila ! Baik, aku mengalah.
Mari kira pergi dari tempat ini !”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Hmh !" Chin Yanug Kun mendengus atau membuang
napas kuat-kuat dari hidungnya. "Tapi kau jangan dekat dekat
denganku ..!"
"Mengapa….?"
“Untuk menjaga diri! Gin-kangmu terlalu cepat bagiku ! Aku
khawatir kau akan menyerangku Iagi dengan mendadak
seperti tadi." Chin Yang Kun menjawab sambil melangkahkan
kakinya.
"Dan... kau takut tak bisa mengelak atau menghindarinya?”
Keh-sim Siauw-hiap mengejek.
“Benar! Aku memang takut dan khawatir tak bisa
mengelakkan seranganmu. Dan hal itu berarti....” Chin Yang
Kun tidak meneruskan perkataannya.
“Berarti apa?” Keh-sim Siauw-hiap tersenyum bangga.
“Berarti bahwa aku....terpaksa harus membunuhmu!”
“Hah? Apa katamu?” pendekar dari Pulau Meng-to itu
tersentak kaget. Matanya berkilat marah. Otomatis langkahnya
berhenti.
Chin Yang Kun berhenti pula. Tubuhnya yang jangkung itu
segera bersiap siaga menghadapi segala kemungkinan.
"Mengapa ? Apakah engkau tersinggung mendengar katakataku
tadi? Jangan terburu nafsu! Masih banyak waktu untuk
kita bertanding nanti. Urusan kita atau pembicaraan kita itu
selesaikan dahulu ...” desahnya pelan.
“Tapi........ apa maksud perkataanmu tadi ?" Keh-sim
Siauw-hiap penasaran. Benar-benar penasaran sekali !
"Aku hanya ingin mengatakan yang sebenarnya." Chin Yang
Kun menjawab. "Kalau aku sudah terpepet dan tak bisa
mengelak lagi, apa yang mesti kukerjakan selain…
menyongsong seranganmu itu dengan seluruh tenagaku pula?
Dan hal inilah yang sebenarnya kutakutkan dan kukhawatirkan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
! Aku takut kau takkan kuat menahan gempuran lweekangku….”
Dapat dibayangkan betapa marahnya hati Keh-sim Siauw
hiap mendengar kata-kata yang sombong luar biasa itu!
Hanya karena ia masih membutuhkan keterangan tentang
tempat harta karun itu saja yang membuat pendekar tersebut
tidak segera mencekik leher Chin Yang Kun.
"Dan kalau kau mati....." pemuda itu masih meneruskan
perkataannya yang menyakitkan itu, "… aku akan kehilangan
jejak pembunuh ayahku lagi! Maaf! Maaf….aku tidak
bermaksud menyombongkan diri, aku hanya mengatakan apa
yang kupikirkan dalam benakku saja, lain tidak…”
“Bocah sombong…..!”
“Kau tidak percaya? Boleh coba!” Chin Yang Kun
menantang. “Kaulihat tiang pojok pendapa itu? Tiang itu ada
sepuluh meter jaraknya dari tempat ini. Nah, apakah kau
mampu menghantamnya hingga roboh dari sini? Ingat, hanya
dengan tangan kosong saja….! Kalau dengan bantuan kerikil,
batu atau lainnya…..aku percaya engkau dapat melakukannya.
Tapi dengan tangan kosong dan hanya mengandalkan lweekang
saja, apakah kau mampu?”
“Kurang ajar! Bocah sombong, apakah….kau juga mampu?”
pucat pias wajah Keh-sim Siauw-hiap saking tak kuat
menahan perasaannya.
“Tentu saja! Lihatlah….!”
“Yang Siauw-hiap….! Menunggu apa lagi? Bereskan saja
Keh-sim Siauw-hiap itu!” Pendekar Li yang sibuk melawan
Tiat-tung Hong-kai itu berteriak.
Chin Yang Kun tidak memperdulikan teriakan itu. Ia baru
menghimpun tenaga sakti Liong-cu i-kangnya! Dengan posisi
badan lurus kaki kirinya ia lempar ke belakang sejauhjauhnya,
sehingga tubuhnya yang jangkung itu seakan-akan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
seekor ular yang tiarap di atas tanah. Kaki kanannya tertekuk
rendah sekali sebagai tiang tumpuan seluruh berat badannya.
Kedua belah telapak tangan pemuda itu dirangkap di depan
mukanya seolah-olah orang menyembah. Dan sebentar
kemudian dari mulut pemuda itu terdengar suara desis ular
yang makin lama semakin keras. Dan sejalan dengan suara
desis ular tersebut, tiba-tiba Keh-sim Siauw-hiap merasakan
hembusan udara dingin yang semakin terasa menggigilkan.
Lalu sesaat kemudian kedua belah telapak tangan tadi tibatiba
mendorong ke depan, ke arah tiang pendapa yang terbuat
dari kayu besi sebatang paha orang dewasa itu !
"Ssssssssssss.......!”
"Kraaak! Broooool !”
Tiang kayu itu patah di tengah dan dengan mengeluarkan
suara hiruk-pikuk pojok pendapa itu runtuh ke bawah. Orangorang
yang sedang bertempur di halaman itu seketika berhenti
semua, dengan air muka heran mereka mengawasi Chin Yang
Kun dan Keh-sim Siauw-hiap yang berdiri berhadapan.
"Yang Siauw hiap, ada apa..,.?" Pendekar Li berseru
dengan dahi berkerut.
"Jangan pikirkan aku! Selesaikan saja urusanmu sendiri !
Aku sedang mencoba kekuatan dengan Keh-sim Siauw-hiap..."
Chin Yang Kun berteriak pula menjawab.
“Benar! Pemuda itu berkata benar. Marilah kita selesaikan
dulu pertempuran kita! Jangan mengurusi yang lainnya!” Tiattung
Hong-kai berkata sambil mengayunkan tongkatnya ke
tengkuk Pendekar Li.
Pendekar Li terpaksa mengelak, kemudian dengan
pedangnya ia membalas pula serangan itu. Gerakan tersebut
lalu diikuti oleh yang lainnya sehingga sebentar kemudian
mereka telah bertempur kembali dengan serunya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sementara itu Keh-sim Siauw-hiap benar-benar merasa
terpukul hatinya melihat kekuatan lwee-kang Chin Yang Kun
yang luar biasa dahsyatnya itu. Dalam hati pendekar itu
terpaksa mengakui kehebatan lwee-kang lawannya.
“Keh-sim Siauw-hiap, bagaimana .......?" Chin Yang Kun
minta pertimbangan.
"Hebat sekali! Kau memang benar benar hebat !” Seret
sekali rasanya kata-kata itu keluar dari tenggorokan Keh-sim
Siauw-hiap, sehingga hampir hampir suara itu hanya dapat dia
dengar sendiri saja. Segala macam perasaan dongkol, marah,
penasaran, terhina, tapi juga sekaligus kagum, seperti
bergabung menjadi satu, sehingga terasa memenuhi rongga
dadanya dan menyumbat tenggorokannya !
"Maaf, sebenarnya bukan sifat saya menyombongkan diri di
muka orang lain," Chin Yang Kun berkata lagi. Agaknya
pemuda itu merasakan juga apa yang kini sedang berkecamuk
di dalam hati lawannya. "Tetapi semua itu terpaksa kulakukan
demi untuk meyakinkan kau, serta untuk menarik perhatianmu
pula, agar kau mau bersungguh-sungguh dan tidak terlalu
memandang enteng kepadaku. Aku ingin agar kau
menanggapi dengan serius persoalan persoalan atau
pertanyaan yang akan kuajukan kepadamu nanti, bukan hanya
sekedar sebuah persoalan sepele yang datang dari seorang
anak kemarin sore yang belum punya nama di kalangan
persilatan !"
Chin Yang Kun menghentikan kata-katanya. Dengan tenang
dipandangnya Keh-sim Siauw-hiap yang berdiri tidak jauh
darinya. Beberapa saat kemudian, setelah dilihat oleh pemuda
itu mata yang mencorong dari Keh sim Siauw-hiap telah
meredup kembali, ia berbalik dan melangkahkan kakinya
menuju ke pohon rindang yang tumbuh di pinggir halaman
depan tersebut.
"Marilah ke bawah pohon itu. Kita berbicara di sana."
pemuda itu berkata di antara langkahnya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
“Yang-siauw-hiap, mau kemanakah kau…? Jangan terlalu
memberi hati kepada Keh sim Siauw-hiap ! Bunuh saja dia,
habis perkara !" lagi-lagi Pendekar Li berteriak di belakang
mereka.
“Tutup mulutmu, pengecut! Ayoh, selesaikan dulu urusan
kita ini !" Tiat tung Hong-kai membentak. Tongkat besinya
dengan galak menyambar-nyambar mencari sasaran.
“Bangsat ! Kau pengemis tua ini memang sudah bosan
hidup rupanya !" Pendekar Li menjadi marah bukan main.
Dengan ganas pedangnya menghujam ke arah tenggorokan
lawan, tapi ujung pedang itu segera berputar setengah
lingkaran ketika tampak Tiat-tung Hong-kai mengelak ke kiri.
Kini ujung pedang tersebut berusaha mencocok sepasang
mata pengemis tua itu.
Tiat tung Hong kai berusaha menangkis dengan
tongkatnya, tapi sudah tak keburu lagi. Satu-satunya jalan
hanyalah menjatuhkan diri ke belakang, tapi itu pun tak berani
ia lakukan sebab di belakangnya berdiri Jai hwa Toat-beng-kwi
yang sedang bertempur dengan Tiat tung Lo-kai. Kalau
melakukannya, itu sama saja ia menyerahkan diri untuk
dihantam oleh Hantu Cabul tersebut.
Untunglah dalam keadaan sulit seperti itu, datang
pertolongan dari gadis berbaju putih. Dengan berteriak keras
gadis itu melompat dan menangkis ujung pedang yang sudah
nyaris mencocok mata itu dengan pedangnya. Traaang!
Biarpun harus terhuyung-huyung, tapi jiwa Tiat-tung Hong-kai
selamat.
"Wah, terima kasih nona. Marilah kita hadapi lagi orang ini
bersama-sama....!"
Demikianlah, mereka lantas terlibat dalam pertempuran
yang sengit kembali. Begitu juga halnya dengan arena yang
lain. Jai-hwa Toat-beng-kwi tampak bertanding dengan seru
melawan Tiat-tung Lo-kai yang dibantu oleh sepasang gadis
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
berbaju hitam yang agaknya telah sembuh dari luka-lukanya.
Sedangkan Pek-pi Siau-kwi tampak masih bertanding
seimbang dengan gadis berbaju putih lainnya.
Sementara itu Chin Yang Kun dan Keh-sim Siauw-hiap
sudah berada di bawah pohon yang rindang itu. Mereka
berdiri berhadap-hadapan sejauh lima langkah, karena seperti
kata-katanya tadi, Chin Yang Kun takut kalau mereka berdiri
terlalu dekat.
“Nah, lekaslah kaukatakan saja semua kemauanmu, aku
akan mendengarkannya dengan sungguh-sungguh!” Keh-sim
Siauw-hiap mendahului berkata.
“Terimakasih!” Chin Yang Kun mengangguk. Lalu,
“Pertama-tama ingin kuajak tuan untuk mengingat-ingat
sebuah peristiwa yang terjadi kira-kira setahun yang lalu.
Peristiwa itu berlangsung di suatu daerah terpencil di luar kota
Tie-kwan. Tepatnya di rumah Pendekar Li yang dibangun di
tengah-tengah padang ilalang. Sebuah rumah bergenting
merah.....masih ingatkah kau?”
“Setahun yang lalu....di rumah Pendekar Li....yaa....ya aku
masih ingat. Lantas bagaimana?” Keh-sim Siauw-hiap
mengangguk-angguk.
“Bagus! Terimakasih! Sekarang kulanjutkan....” Chin Yang
Kun menatap lawannya dengan air muka tegang. "Peristiwa
itu terjadi pada waktu lewat tengah malam, sudah menjelang
pagi malah."
"Lewat tengah malam..... menjelang pagi .... lalu terus
bagaimana?"
“Pada saat itu di rumah tersebut sedang berlangsung
sebuah pertempuran seru, antara para pembantu Pendekar Li
melawan lima orang tak dikenal yang kesasar memasuki
rumah itu. Kelima orang tak dikenal itu semuanya membawa
golok dan salah seorang diantaranya ternyata Cuma pelayan
mereka saja. Pelayan itu sudah amat tua dan menderita sakit.”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Chin Yang Kun menghentikan kata-katanya sebentar. Lalu
sambungnya lagi.
"Nah, pada saat sedang berlangsung pertempuran sengit
itulah datang lagi seorang laki laki tak dikenal ke rumah itu
untuk mencari Pendekar Li. Laki laki tak dikenal itu datang
untuk meminta sebuah benda pusaka yang berwujud
potongan emas kepada Pendekar Li. Karena benda itu tak
diberikan oleh Pendekar Li, maka laki-laki tak dikenal itu lantas
mengamuk! Semua orang yang berada di rumah dibunuhnya
tanpa pandang bulu, termasuk wanita, anak-anak dan
…..sekaligus lima orang lelaki yang sebelum kedatangannya
telah bertempur dengan pihak tuan rumah!”
Pendekar dari Pulau Meng-to itu mendengarkan ceritera
Chin Yang Kun dengan sungguh-sungguh. Tapi semakin
panjang cerita itu semakin banyak pula kerut-merut di dahi
Keh-sim Siauw-hiap! Dan akhirnya ketika ceritera itu selesai,
pendekar yang amat disegani dan dihormati orang itu justru
terlongong-longong mengawasi Chin Yang Kun, seperti
seorang murid bodoh yang kebingungan karena belum bisa
menangkap keterangan atau mata pelajaran yang diberikan
oleh gurunya.
Sebaliknya pemuda yang baru saja selesai menceritakan
riwayat kematian ayah dan pamannya itu kelihatan sulit
mengendalikan emosinya. Dengan mata merah dan jari-jari
tangan terkepal pemuda itu membalas tatapan mata Keh-sim
Siauw-hiap. Suaranya terdengar gemetar ketika mulutnya
berbicara.
“Nah, Keh-sim Siauw hiap,.,., bagaimana dengan ceritera
itu? Kau tentu sudah menangkap apa yang kumaksudkan,
bukan?"
“Menangkap? Menangkap yang mana yang kau
maksudkan? Eh, maaf.... aku benar benar belum tahu apa
yang kaumaksudkan dalam cerita itu.
Sebenarnya....sebenarnya aku juga sudah dapat menebak
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
arah dan tujuan dari ceritamu itu, tapi karena ada sebagian
yang tak kumengerti, maka aku jadi bingung menangkap
maksud dari ceritamu itu.”
“Jangan berbelit-belit! Lekas katakan pendapatmu!” Chin
Yang Kun menggeram.
“Baiklah....!” pendekar yang bernama besar itu menghela
napas panjang. Lalu sambil melipat tangannya di depan dada
pendekar itu memutar tubuhnya membelakangi Chin Yang
Kun, agaknya hatinya mulai tersentuh dan tidak tega melihat
ketegangan dan kesedihan yang terpancar dalam sinar mata
pemuda itu. Seraya melihat anak buahnya yang sedang
bertempur dengan Pendekar Li, Keh-sim Siauw-hiap
berkata,”Aku dapat menduga siapa yang kaumaksudkan
dengan…orang tak dikenal, yang datang pada waktu lewat
tengah malam di rumah Pendekar Li, untuk meminta benda
pusaka yang berwujud sebuah potongan emas itu….!
Hmm....orang itu....aku, bukan? Benar! Orang itu memang
aku, aku masih ingat itu! Dan aku tidak akan ingkar! Tapi
kalau dikatakan bahwa saat kedatanganku itu bertepatan
dengan sedang berlangsungnya pertempuran antara lima
orang bersenjata golok melawan Pendekar Li....itu tidak benar!
Aku yakin betul hal itu. Ketika aku datang ke rumah itu, yang
kutemukan hanyalah mayat-mayat yang bergelimpangan
dimana-mana. Aku tak melihat siapapun disana selain mayatmayat
itu. Jangankan melihat lima orang bersenjata golok,
sedangkan Pendekar Li dan kawan-kawannya pun tak kutemui
dalam rumah tersebut.”
“Bohong!” tiba-tiba Chin Yang Kun berteriak tinggi,
memotong ucapan Keh-sim Siauw-hiap. “Kau sengaja
berbohong! Kau tidak berani mengakui perbuatanmu! Kau
takut menerima pembalasan dari orang-orang yang telah
kaubunuh! Pengecut……!”
Tiba-tiba Keh-sim Siauw-hiap berputar dengan cepat. Cepat
sekali malah! Sehingga Chin Yang Kun menjadi terkejut sekali
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dan segera bersiap-siap penuh. Apalagi ketika pemuda itu
melihat mata lawannya telah berkilat-kilat menunjukkan
kemarahannya.
“Anak muda! Kau benar-benar anak kurang ajar dan tak
tahu diuntung! Coba, lihat….siapakah aku ini? Kau sudah
mengenalnya, bukan? Kalau kau belum pernah melihatku,
setidak-tidaknya telingamu tentu sudah pernah mendengar
nama dan sepak terjangku, bukan? Nah, kini
perbandingkanlah sendiri dengan dirimu! Siapakah engkau dan
siapakah Keh-sim Siauw-hiap itu? Apakah yang pernah
kauperbuat di dunia persilatan dan….apakah yang sudah
kausumbangkan pada dunia ini? Lalu kaucobalah
memperbandingkan dengan apa yang pernah diperbuat dan
disumbangkan oleh Keh-sim Siauw-hiap itu? Maaf…..jauh
sekali, bukan? Nah, sekarang cobalah pergunakan otakmu,
mengapa orang seperti Keh-sim Siauw-hiap itu mau melayani
engkau seperti sekarang ini? Menuruti segala kemauanmu,
kau bentak-bentak seenakmu sendiri, padahal dimana-mana
setiap orang sangat menghargai dan menghormati Keh-sim
Siauw-hiap?”
Keh-sim Siauw-hiap yang sedang marah itu menghentikan
kata-katanya sebentar. Melihat lawannya yang masih muda itu
tertegun dan berdiam diri saja di tempatnya, Keh-sim Siauwhiap
menghela napas berulang-ulang. Tapi apabila teringat
kembali, betapa anak muda itu memaki-maki dan mengumpat
dia, hatinya menjadi panas lagi.
“Apakah kau menganggap Keh-sim Siauw-hiap takut
kepadamu? Takut pada kehebatan lwee-kangmu yang dahsyat
itu? Hmmm….kau benar-benar sangat keliru kalau mempunyai
anggapan demikian.” Pendekar itu menghentikan lagi katakatanya.
“Mungkin lwee-kangmu memang lebih tinggi dari
pada lwee-kangku! Meskipun aku percaya bahwa selisihnya
juga tidak banyak….dan itu satu-satunya kelebihanmu dari
pada saya. Tapi, apakah kemenangan dalam pertarungan itu
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Cuma ditentukan oleh lwee-kang saja? Itu hanya bisa terjadi
pada zaman purbakala dahulu, dimana dalam setiap
pertandingan orang-orang yang sedang bertarung bergantian
memukul lawannya untuk menunjukkan kekuatan tubuhnya.
Sekarang zamannya sudah berbeda. Apa gunanya kekuatan
lwee-kangmu itu kalau aku bisa mengelakkannya? Palingpaling
kau hanya bisa menghancurkan benda-benda yang
berada disekitarku saja seperti tadi….dan sementara itu
dengan gin-kangku aku bisa leluasa menyerangmu dengan
pedangku. Mau kutusukkan matamu atau kuhunjamkan pada
ubun-ubun kepalamu atau….dimana saja yang tak bisa kau
lindungi dengan kekuatan lwee-kangmu.”
“Yang Siauw-hiap….! Mengapa kau diam saja? Ayolah…..!”
dari jauh Pendekar Li berteriak-teriak kembali.
“Jangan hiraukan orang itu! Pikirkan saja perkataanku
tadi!” Keh-sim Siauw-hiap menggeram.
“Nah, coba sekarang kaupikirkan....apa sebabnya Keh-sim
Siauw-hiap sampai mau melayani engkau, menuruti
kemauanmu di tempat ini?”
“Kau ingin mengetahui tempat dimana harta karun itu
disimpan!” Chin Yang Kun menjawab kaku.
“Benar. Itulah alasannya. Jadi bukan karena takut seperti
dugaanmu tadi. Aku justru berjudi dengan maut serta
menyabung nyawa untuk mendapatkan harta karun itu.
Padahal seperti yang selalu kulakukan selama ini, harta itu
hendak kubagi-bagikan kepada rakyat miskin. Belum pernah
selama ini aku mengambil barang sedikitpun dari harta yang
kubagikan kepada orang-orang miskin itu.”
Bagaikan terbuka hati Chin Yang Kun sekarang setelah
mendengar uraian yang panjang lebar dari Keh-sim Siauwhiap.
Pemuda itu dapat merasakan kebenaran kata-kata yang
diucapkan oleh pendekar itu kepadanya. Dan kini Chin Yang
Kun percaya bahwa apa yang diceritakan oleh Keh-sim Siauw
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
hiap di rumah Pendekar Li itu tentu benar. Cerita dari
Pendekar Li itulah yang kini harus diusutnya. Jangan-jangan
orang yang telah mengganti namanya menjadi Tan Hok itulah
yang membohongi dia.
“Jadi….tuan tidak membunuh mereka?” akhirnya Chin Yang
Kun bertanya, sekedar untuk mengusir kecanggungan yang
terjadi diantara mereka.
"Tidak !"
"Lalu siapa yang membunuh mereka itu ?" kali lagi Chin
Yang Kun bertanya seolah-olah pada dirinya sendiri. Suaranya
terdengar sedih juga sangat penasaran.
Sambil menengadahkan kepalanya ke langit Keh sim Siauw
hiap menyilangkan kembali kedua belah tangannya di atas
dada. Beberapa kali terdengar suara elahan napasnya,
seakan-akan ikut memikirkan dan merasakan apa yang
berkecamuk di dalam dada Chin Yang Kun.
“Maaf, anak muda. Sudah sekian lamanya kita berbicara,
tapi aku belum sempat menanyakan namamu. Eh, bolehkah
aku mengetahui namamu? Apakah kau salah seorang keluarga
dari Pendekar Li itu? Atau kau..... ah, benar..... apakah kau
salah seorang keluarga dari..... dari lima orang bersenjata
golok yang kesasar ke rumah Pendekar Li itu?"
Tanpa terasa Chin Yang Kun mengangguk.
"Aku..... aku memang putera dari salah seorang yang
bersenjatakan golok itu. Namaku adalah Yang Kun...... Chin
Yang Kun !”
"Chin Yang Kun.....! Lalu mengapa engkau tadi menuduh
aku yang membunuh ayahmu? Apakah kau juga berada di
tempat itu ketika peristiwa tersebut terjadi?"
“Tidak!"
“Ehmm..... lalu siapa yang mengatakan hal itu kepadamu?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Tan Hok...., eh. Pendekar Li."
"Ohh..... dia rupanya. Kalau begitu tanyakan kepadanya,
mengapa dia membohongimu? Aku yakin dia mengetahui
peristiwa yang sesungguhnya, karena dialah pemilih rumah
itu."
"Tapi mengapa dia menyatakan bahwa tuanlah pembunuh
ayahku?"
"Orang itu sangat takut kepadaku. Berbulan-bulan dia
bersembunyi di dusun ini untuk menghindari aku dan para
pembantuku. Kukira engkau hanya diperalat oleh mereka
untuk menghadapi aku, sebab mereka melihat kepandaianmu
sangat tinggi."
"Kalau begitu aku akan meminta pertanggungan jawab
Pendekar Li...." Chin Yang Kun segera beranjak dari
tempatnya. Tapi Keh-sim Siauw hiap segera menahannya.
“Eit, nanti dulu ! Kau belum mengatakan tempat di mana
harta karun itu berada."
“Ah, benar.... Kau pergilah ke Pantai Karang di dekat Teluk
Po hai ! Tepat di waktu tengah malam besok akan ada suatu
pertemuan di sana."
"Hei, tempat itu adalah tempat penyeberangan menuju ke
pulau tempat tinggalku. Tapi mana mungkin besok ? Tempat
itu sangat berbahaya dalam enam tujuh hari ini, karena saat
ini adalah musim pasang besar dan badai laut. Tiap nelayan
tahu hal itu. Akupun tak bisa pulang dalam saat saat begini....”
"Tapi menurut penuturan Hong lui-kun Yap Kiong Lee, Hek
eng-cu dan anak buahnya akan datang ke sana besok malam,"
“Ohh... kau memperoleh berita ini dari Hong lui-kun Yap
Kiong Lee rupanya. Tapi percayalah kepadaku. Pantai itu
sangat berbahaya dalam beberapa hari ini. Mungkin Hek-engcu
tidak tahu tentang hal itu."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Lalu ?" Chin Yang Kun menatap Keh-sim Siauw-hiap
dengan tajam.
"Biarlah ! Aku tidak perlu tergesa-gesa ke sana. Semuanya
tentu akan menanti sampai badai itu berhenti dan laut
menjadi surut kembali. Dan menurut pengalaman hal itu baru
akan terjadi enam atau tujuh hari lagi. Sekarang aku akan
melihat dulu caramu mengadili Pendekar Li. Siapa tahu aku
dan para pembantuku masih diperlukan sebagai saksi? Kalau
aku pergi, orang itu mungkin masih akan bisa mengarang
cerita yang bukan-bukan untuk mengadu domba kita lagi.
Biarlah aku berada disini dahulu. Siapa tahu aku diperlukan
pula nanti?”
“Terima kasih! Tapi kumohon kau jangan ikut campur
apabila terjadi apa-apa nanti.” Pemuda itu semakin yakin
ketulusan hati Keh-sim Siauw-hiap.
“Baik!” Keh-sim Siauw-hiap menyetujui. Kemudian
teriaknya,” Hong-kai! Lo-kai! Siang In! Siang Yen.....! Kalian
harap mundur semua......!”
Dengan patuh Tiat-tung Hong kai, Tiat-tung Lo-kai, dua
orang gadis berbaju putih-putih yang dipanggil dengan
sebutan Siang In (Sepasang Awan) dan dua orang gadis
berpakaian serba hitam yang disebut Siang Yen (Sepasang
Asap), menghentikan serangan mereka. Berturut-turut mereka
melompat mundur menjauhi lawan-lawannya. Pertempuran
berhenti.
Pendekar Li dan dua orang pembantunya saling
memandang dan mengawasi lawan-lawan mereka yang
mundur meninggalkan pertempuran dengan perasaan tak
mengerti. Dengan perasaan curiga mereka menoleh ke tempat
Keh-sim Siauw-hiap, tapi betapa terkejutnya mereka serentak
melihat Chin Yang Kun sedang melangkahkan kakinya ke
tempat mereka bersama-sama dengan Keh-sim Siauw-hiap!
Mereka segera mengenal bahaya, tapi untuk lari terang tidak
mungkin lagi. Mereka Cuma bertiga dan berada di tempat
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
yang lapang pula. Dan disana ada Keh-sim Siauw-hiap yang
dapat bergerak seperti siluman.
“Bagaimana, Li Tai-hiap?" hampir berbareng Jai hwa Toatbeng-
kwi dan Pek-pi Siau-kwi bertanya, suaranya bergetar
tanda hati mereka benar-benar merasa khawatir sekali.
Sebenarnya hati Pendekar Li pada saat itu juga tidak kalah
khawatirnya dengan mereka. Tapi orang tua itu masih dapat
menyembunyikan perasaannya. Malah dengan tenang ia masih
bisa tersenyum dan membesarkan hati para pembantunya.
"Tenanglah....! Biarlah aku yang menyelesaikannya."
Mereka berdiri berhadap-hadapan. Chin Yang Kun dan
Pendekar Li ! Jai hwa Toat-beng-kwi dan Pek-pi Siau-kwi
tampak dengan tegang berdiri di belakang Pendekar Li.
Sedangkan Keh-sim Siauw hiap dan para pembantunya yang
lain lain berada agak jauh dari mereka.
"Siauw hiap, apa yang telah terjadi sebenarnya? Mengapa
Siauw hiap urung bertanding dengan anak muda itu ?
Mengapa sekarang mereka malah mau saling cakar-cakaran
sendiri?” Tiat-tung Lo-kai yang berada di sisi Keh-sim Siauwhiap
itu berbisik keheranan.
“Heheh…..benar! ada apa sih sebenarnya?” Tiat-tung Hongkai
menyambung pula.
Keh-sim Siauw-hiap memandang kedua orang tua itu
dengan wajah murung. Ciri khas dari pendekar muda yang
bertempat tinggal di Pulau Meng-to itu. “Pemuda itu telah
diperalat oleh Pendekar Li untuk menghadapi aku. Sekarang
pemuda itu hendak meminta pertanggungan jawab Pendekar
Li karena telah berani memperalatnya....”
“Lalu bagaimana urusan pemuda itu dengan kita?” Tiattung
Lo-kai mengerutkan keningnya.
“Urusan….? Urusan apakah itu?” Keh-sim Siauw-hiap
menatap bingung.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Siauwhiap, pemuda itu telah membunuh tiga orang
anggota Tiat-tung Kai pang beberapa hari yang lalu." salah
seorang gadis berbaju hitam memberi keterangan. "Hahh?"
sekarang ganti Keh-sim Siauw hiap yang kaget. "Benarkah ?"
“Benar, Siauw-hiap. Kebetulan aku berada di tempat itu
pula saat itu. Mereka berkelahi di tempat penampungan para
pengungsi. Mula-mula tiga orang anak buah Tiat tung Lo-kai
berselisih dengan rombongan Kim-liong Piauwkiok. Lalu
pemuda itu membantu anggota Kim-liong Piauw-kiok
tersebut.” Gadis itu menerangkan terlebih jelas lagi.
Pendekar itu terdiam sesaat, lalu sambil menghela napas
panjang ia berkata kepada Tiat-tung Lo-kai. “Lo-kai….! Biarlah
urusan itu kita tunda dahulu untuk sementara. Sekarang
biarlah pemuda itu menyelesaikan urusannya dengan
Pendekar Li.”
“Baik !" Tiat-tung Lo-kai mengiyakan. Sementara itu
pembicaraan antara Chin Yang Kun dan Pendekar Li kelihatan
semakin bertambah panas. Berulang kali Chin Yang Kun
mendesak lawannya agar menceritakan apa yang sebenarnya
terjadi di rumah bergenting merah malam itu. Tapi Pendekar
Li selalu mengatakan seperti apa yang telah dia ceriterakan
kepada Chin Yang Kun di dalam kamar sore tadi, sehingga
akhirnya justru Chin Yang Kun sendirilah yang menjadi
bingung dan tak bisa memutuskan siapa sebenarnya yang
telah berbohong kepadanya. Selain menjadi bingung, pemuda
itu juga menjadi mendongkol dan penasaran bukan main! Tapi
kepada siapa dia harus menumpahkan rasa
kemendongkolannya itu ia tidak tahu.
“Kau berani bersumpah bahwa yang datang pada malam
itu dan membunuh semua orang yang ada disana adalah
benar-benar Keh-sim Siauw hiap? Kau yakin benar akan hal
itu?” akhirnya pemuda itu menjerit jengkel.
“Siapa lagi selain dia? Hanya Keh-sim Siauw hiap yang
selalu mencari aku! Memburu aku! Dan hanya dialah satuTiraikasih
Website http://kangzusi.com/
satunya jago silat di dunia yang mampu membunuh sekian
banyak tokoh-tokoh dunia persilatan tanpa mengalami
kesukaran. Kawan-kawanku adalah jago-jago silat kelas satu
dan lima orang pendatang yang bersenjatakan golok itu juga
bukan tokoh-tokoh sembarangan pula. Tapi dalam jangka
waktu pendek, mereka telah dibunuh semua tanpa mereka
sempat menyaksikan siapa yang telah membunuhnya. Nah,
siapakah di dunia ini yang mampu bergerak seperti siluman
selain Keh-sim Siauw hiap?” pendekar Li menjawab dengan
tidak kalah kerasnya.
“Jangan banyak omong! Yang kumaksudkan dan
kutanyakan adalah keyakinanmu! Apakah kau melihat dengan
jelas wajah atau rupa Keh-sim Siauw hiap saat itu?” Chin Yang
Kun membentak saking mendongkolnya.
“Siapa yang dapat melihat dengan jelas pada waktu malam
seperti itu? Apalagi gerakannya demikian cepat seperti setan?”
Pendekar Li ikut-ikutan menjawab dengan suara tinggi.
“Oooo....jadi kaupun juga belum yakin sekali, bukan?
Tepatnya....kau hanya menduga saja, biarpun dugaanmu itu
memang sangat masuk akal dan beralasan sekali!” suara Chin
Yang Kun menurun dengan nada kesal.
“Yaa!” Pendekar Li menyahut dengan nada yang tetap
keras. “Tapi....dugaan itu benar, bukan? Nah, sekarang tak
usah kita ribut dan bertengkar yang tidak karuan! Tanyakan
saja kepadanya, benar tidak dia pergi kerumahku malam itu?”
Chin Yang Kun terdiam tak bisa menjawab. Meskipun hati
pemuda itu sangat kesal dan mendongkol setengah mati, tapi
kata-kata yang diucapkan oleh orang itu memang sangat
beralasan dan tidak dapat dipersalahkan.
"Aku memang pergi ke rumahmu malam itu !" tiba-tiba Keh
sim Siauw-hiap tak dapat menahan mulutnya lagi. Pendekar
itu memang telah berjanji untuk tidak mencampuri urusan
mereka. Tetapi melihat Chin Yang Kun menjadi kebingungan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dan tak bisa memutuskan sendiri perkara itu, maka Keh-sim
Siauw-hiap menjadi tak tega untuk berdiam diri terusmenerus.
"Nah, kau dengar itu ?” Pendekar Li hampir bersorak.
“Tapi..... aku tak membunuh mereka !” pendekar dari Pulau
Meng-to itu lekas-lekas memberi keterangan. “Ketika aku
datang, mayat-mayat itu sudah bergelimpangan di sana."
"Aaa,... itu alasan kuno ! Anak kecilpun berkata begitu."
Pendekar Li mencemooh.
“Bangsat! Jagalah mulutmu,…!” kini Keh-sim Siauw hiap
yang tidak dapat mengendalikan diri malah. Tangannya
diangkat, siap untuk menghajar Pendekar Li. Otomatis Tiat
tung Lo-kai dan yang lain-lain menyebar, mengepung
Pendekar Li dan kedua orang pembantunya!
“Tahaan.....!" tiba-tiba Chin Yang Kun berseru. Tubuhnya
yang jangkung itu melesat dengan cepat dan berdiri di antara
mereka. "Keh-sim Siauw hiap, biarkan mereka tetap hidup!
Kematian mereka tidak akan menjernihkan suasana, tetapi
justru akan lebih menggelapkan persoalan ini. Kalau engkau
membunuh mereka, hal itu sama saja engkau telah
membunuh saksi-saksi terpenting dalam perkara ini. Setiap
orang justru akan mencurigai engkau, karena engkau salah
seorang terdakwa yang telah membunuh beberapa orang
saksi.....”
"Lalu..... apa maumu?"
"Biarlah mereka kita tinggalkan dulu di sini. Aku akan
berusaha menyelidiki perkara ini sampai selesai dan
menangkap para pelakunya."
"Baiklah, aku takkan membunuh mereka. Tapi tunggu dulu,
kau jangan tergesa-gesa pergi dari tempat ini!”
“Ada apa ....?" Chin Yang Kun mengerutkan dahinya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Aku telah mengenal orang-orang ini untuk beberapa waktu
lamanya. Aku telah mengetahui benar sifat dan watak mereka.
Oleh karena itu aku berani bertaruh bahwa sepeninggal kita
nanti mereka akan segera angkat kaki dan lari terbirit birit dari
tempat ini, sehingga untuk selanjutnya kau akan mengalami
kesukaran untuk menemukannya kembali."
“Kurang ajar! Kau benar-benar menghina kami ! Kau sama
saja mengatakan bahwa kami cuma sekumpulan orang-orang
pengecut! Huh, benar-benar tak mau bercermin diri. Kaulah
sebenarnya yang pengecut ! Berani berbuat tapi tak berani
bertanggung jawab ! Beraninya cuma dengan orang-orang
yang lebih lemah !" Pendekar Li naik pitam.
"Tutup mulutmu !” Chin Yang Kun menghardik. Lalu
pemuda itu menoleh ke arah Keh-sim Siauw hiap dan berkata,
"Lalu bagaimana maksudmu?”
"Hmm, apakah kau tak mempunyai barang bukti
sedikitpun? Sebenarnya apa yang diceriterakan oleh orang itu
banyak sekali kelemahannya. Asal kau mempunyai tanda atau
barang bukti, kukira amat mudah untuk mendesaknya agar
mau berceritera tentang apa yang sesungguhnya terjadi di
dalam rumahnya itu.”
"Aku sudah menceriterakan apa yang telah terjadi di
rumahku malam itu ! Dan aku tidak bohong ! Kaulah yang
berbohong !”
“Diam !” Chin Yang Kun membentak, lalu, “Di mana segi
kelemahannya? Coba sebutkan!”
"Dia mengatakan dengan yakin bahwa aku telah
membunuh semua orang yang ada di dalam rumahnya itu.
Tapi coba kaupikir......,kalau orang-orang yang tak kukenal
seperti lima orang bergolok itu saja telah aku bunuh
semuanya, mengapa justru orang-orang yang kucari-cari
seperti mereka ini malah kudiamkan saja? Bukankah hal itu
tidak tidak masuk akal?”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
“Siapa bilang tidak masuk akal? Mereka kau bunuh karena
engkau tidak ingin ada orang luar yang tahu tentang masalah
harta karun itu. Dan kau tidak membunuh aku dan kawankawanku
karena akulah yang menyimpan potongan emas itu!
Kalau aku mati, kau akan kehilangan jejak harta karun
tersebut! Nah, apa katamu….?” Pendekar Li cepat memotong
ucapan Keh-sim Siauw hiap.
Pendekar dari Pulau Meng-to itu menjadi merah padam
mukanya, tapi Chin Yang Kun yang sudah percaya seratus
persen kepala kejujuran Keh-sim Siauw-hiap segera
menyabarkannya.
"Sudahlah ! Biarkan saja dia mengoceh tidak keruan! Lalu
apa kecurigaanmu yang lain ?"
Keh-sim Siauw-hiap menghela napas panjang. “Aku tidak
mencurigainya sebenarnya. Aku Cuma heran kenapa orang itu
seolah-olah yakin benar bahwa akulah yang membunuh
semua orang itu. Sekarang aku malah menjadi khawatir,
jangan-jangan memang ada orang yang menyaru sebagai aku
malam itu! Ah, andaikata kedatanganku di rumah tersebut
bisa lebih awal lagi, mungkin aku dapat menyaksikan
semuanya.....”
“Janganlah engkau berpikir yang bukan-bukan! Marilah kita
sekarang mengurus orang-orang ini saja! Nah, apa lagi segi
kelemahan dari ceritera Pendekar Li tadi yang dapat kita pakai
untuk mengusut kebenarannya?” Chin Yang Kun mendesak.
“Banyak sekali sebenarnya. Tapi tanpa barang bukti
maupun saksi juga tidak ada gunanya. Semuanya hanya akan
berhenti pada kecurigaan-kecurigaan saja.”
“Lalu…..?” Chin Yang Kun menyahut dengan kecewa.
“Sudahlah! Marilah kita tinggalkan tempat ini dahulu! Nanti
kita rundingkan cara dan jalan keluar yang paling baik untuk
mengusut persoalanmu ini." Keh-sim Siauw hiap berkata
perlahan, lalu dia mengajak semua pembantunya agar pergi
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
meninggalkan orang-orang yang mereka kepung tersebut.
Dengan wajah penasaran Chin Yang Kun meninggalkan pula
tempat itu.
"Wah, hampir saja aku menghadap Gia-lo-ong hari
ini.......!" Pek-pi Siau-kwi menghela napas lega setelah
semuanya pergi meninggalkan halaman itu.
"Benar, akupun juga demikian....." Jai-hwa Toat beng-kwi
berdesah keras seakan-akan melepaskan semua ketegangan
hatinya. Lalu dengan tersenyum Hantu Cabul itu memandang
pada Pendekar Li. "Li Taihiap, kau memang benar-benar
hebat! Kau dengan ketabahan hati itu benar-benar telah
membuat pemuda itu menjadi bingung dan tak tahu siapa
yang harus dipersalahkan. Sampai-sampai seorang pendekar
besar seperti Keh-sim Siauw hiap ikut-ikutan menjadi salah
tingkah dan tak tahu apa yang mesti ia kerjakan, hahaha....”
Tapi Pendekar Li tetap diam saja di tempatnya. Orang itu
seperti tak mengacuhkan pada sanjungan-sanjungan Jai-hwa
Toat-beng-kwi. Malah seperti orang yang sedang memikirkan
sesuatu, mulutnya tampak berkemak-kemik mengucapkan
sesuatu yang tak didengar oleh kedua orang pembantunya.
“Heran! Sungguh heran.....!” akhirnya keluar juga
perkataan yang jelas dari mulutnya.
“Heran? Apakah yang heran?" hampir berbareng Jai hwa
Toat-beng-kwi dan Pek-pi Siau-kwi bertanya. Kedua orang ini
memandang Pendekar Li dengan wajah tak mengerti.
“Hei, mengapa kalian tidak melihat sesuatu yang aneh
dalam peristiwa ini?” Pendekar Li balik bertanya kepada dua
orang pembantunya tersebut.
“Apanya yang aneh….?” Jai-hwa Toat-beng-kwi
memandang bingung.
Pendekar Li menarik lengan kedua orang itu agar datang
lebih dekat. “Eh, bukankah sejak semula yang kita
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
khawatirkan adalah kesaksian dari Keh-sim Siauw-hiap itu?
Kita tidak bisa mengelak lagi bila orang itu mengatakan apa
yang sebenarnya terjadi di rumah itu. Tapi ternyata dia
mengingkarinya….! Hehe, apakah Keh-sim Siauw-hiap itu
takut kepada bocah itu pula?”
“Oh ho….benar juga. Padahal dia ikut membunuh pula dua
orang diantaranya. Malahan kalau aku tak salah dengar, kedua
orang yang dibunuhnya itu justru orang she Chin sendiri!” Jaihwa
Toat-beng-kwi akhirnya sadar juga pada keanehan dari
peristiwa tersebut.
“Tapi keadaan itu justru amat menguntungkan kita. Biar
saja, yang penting kita sudah selamat.” Pendekar Li tertawa
gembira.
“biarpun tanpa harta karun itu?” Jai-hwa Toat-beng-kwi
menatap Pendekar Li dengan tajamnya.
“Ah, biarkan saja harta karun itu. Disinipun kita sudah
makmur dan kaya raya, mau apa lagi? Kita pikirkan harta yang
belum keruan macamnya itu dengan enteng saja. Kita nikmati
dulu apa yang telah kita peroleh ini dengan baik.”
“Tapi……bagaimana kalau pemuda itu mendapatkan bukti
atau saksi yang lain?” Pek-pi Siau-kwi tiba-tiba menyela.
"Hah? Maksudmu,...." Pendekar Li tersentak kaget.
“Masih ada seorang lagi yang lolos dari kebuasan Keh-sim
Siauw hiap pada malam itu !"
"Siapa ?"
"Thio Lung! Pemilik Kim-liong Piauw-kiok. Sahabat kita itu
ikut pula di antara kita pada malam mengerikan tersebut."
Pek-pi Siau-kwi menerangkan.
“Heh, betul...! Kita harus lekas lekas memberitahukan hal
ini kepadanya." Jai-hwa Toat-beng-kwi berteriak kaget.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Ya, kalian benar ! Mari kita berangkat ke Sin-yang untuk
menemui saudara Thio !" Pendekar Li menyetujui gagasan itu.
Jilid 20
DEMIKlANLAH, setelah mempersiapkan segala sesuatunya,
mereka berangkat ke kota Sin-yang malam itu juga. Mereka
ingin Iekas-lekas menemui sahabat mereka itu untuk memberi
tahu agar berhati-hati bila menghadapi Chin Yang Kun.
Sementara itu Keh-sim Siauw hiap telah membawa Chin
Yang Kun agak jauh dari rumah Pendekar Li itu. Di tempat
yang agak lapang, di tepian sungai mereka berhenti dan
berdiri berhadapan. Sedangkan Tiat-tung Hong kai dan yang
lain lainnya mengambil tempat agak jauh dari kedua orang itu.
Mereka berdiri tenang mengawasi Keh-sim Siauwhiap serta
siap apabila diperlukan.
"Nah, apa yang hendak kaukatakan kepadaku lagi?” Chin
Yang Kun bertanya.
"Saudara Chin, apakah kau masih menduga bahwa akulah
pembunuh ayah dan pamanmu ?"
Chin Yang Kun mengerutkan dahinya sebentar, lalu
menggelengkan kepalanya. "Tidak!" katanya tegas. "Untuk
sementara kecurigaanku tidak kutujukan kepadamu. Aku
percaya pada kata-katamu. Aku sudah lama mendengar
tentang kau dan sepak terjangmu, dan aku berpendapat
bahwa orang seperti engkau tidak mungkin membunuh
wanita, apalagi anak-anak yang tak berdosa seperti anak dan
isteri Pendekar Li itu.”
"Terima kasih.” Keh-sim Siauw-hiap menghembuskan napas
lega dari dadanya "Sekarang marilah kita pikirkan, apa yang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
harus kaulakukan agar persoalanmu ini menjadi terang ! Terus
terang aku sendiri juga ikut menjadi penasaran, karena dalam
hal ini ternyata justru sayalah yang menjadi terdakwa
pertamanya. Padahal demi langit dan bumi aku tak pernah
melakukannya sama sekali!”
"Coba kaukatakan, apa yang harus aku lakukan agar
persoalan ini menjadi terungkap dengan jelas?” Chin Yang Kun
yang tak ingin berbicara dengan panjang lebar lagi itu cepat
memotong perkataan Keh-sim Siauw-hiap.
Pendekar dari Pulau Meng-to itu menatap mata Chin Yang
Kun sambil mengusap-usap dagunya yang licin. “Jadi kau
benar-benar tidak mempunyai barang bukti atau saksi yang
dapat digunakan untuk menangkap si pembunuh itu?”
Chin Yang Kun menggeleng.
"Kalau begitu yang harus kaulakukan sekarang adalah
mencari barang bukti atau saksi mata dalam peristiwa itu!
Terutama yang harus kaudapatkan ialah seorang saksi mata,
sebab untuk mendapatkan barang bukti terang sudah tidak
mungkin lagi. Peristiwa tersebut sudah berlangsung satu
tahun yang lalu, semua benda atau barang bukti yang
berkaitan dengan peristiwa itu tentu sudah rusak atau hilang.”
Keh-sim Siauw-hiap memberi nasehat.
“Saksi mata yang melihat sendiri peristiwa itu? Hmm,
bagaimana aku bisa mendapatkan orang semacam itu?
Semuanya telah mati.....” dengan tubuh lemah Chin Yang Kun
berbisik perlahan.
“Apakah tidak ada seorangpun dari keluargamu atau
sahabatmu, yang ikut dalam rombongan ayahmu itu, yang
kira-kira masih hidup atau bisa dimintai keterangan?”
“Keluargaku….? Ahh, mereka sudah mati
semua….ibuku….adikku….para pengawal dan pemikul
tandu….Siang-hui-houw dan Hek….hei! Benar! Masih….masih
ada! Namanya Hek-mou-sai, pengawal ayahku! Tapi…hmm,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
orang itu tak berada disana malam itu….” Chin Yang Kun yang
hampir bersorak itu kembali tertunduk lagi dengan lemah.
“Bagaimana?”
“Ada sebenarnya….tapi orang itu tidak ada disana pada
waktu peristiwa tersebut terjadi. Orang itu mendapat tugas
untuk menyelidiki jalan yang menuju ke kota Tie-kwan sejak
sore hari….”
Keh-sim Siauw-hiap tertunduk lesu pula. “Kalau begitu kau
terpaksa harus mencari saksi mata dari pihak lawan!”
“Pihak lawan....?”
“Ya! Kau harus mencari salah seorang kawan dari Pendekar
Li yang ikut berada di rumah itu ketika peristiwa tersebut
terjadi! Tentu saja jalan ini akan lebih sukar, tapi kau dapat
mencobanya. Ehm, apakah kau sudah tahu siapa-siapa saja
kawan dari Pendekar Li yang ikut dalam pertempuran itu?”
“Menurut ceritera Pendekar Li….orang-orang itu adalah Jaihwa
Toat-beng-kwi, Pek-pi Siau-kwi, Hui-chio Tu Seng, Thio
Lung dan lain-lainnya. Pendekar Li tidak menyebutnya satu
persatu….”
“Jai-hwa Toat-beng-kwi dan Pek-pi Siau-kwi terang sudah
tidak mungkin. Kedua orang tersebut sudah tahu masalah ini.
Hui-chio Tu Seng sudah mati. Hai! Tinggal Thio Lung
sekarang….! Orang itu tidak terlihat di rumah Pendekar Li tadi.
Benar! Sekarang kau harus lekas-lekas menghubungi orang itu
di kota Sin-yang! Dia menjadi pengurus dari Kim-liong Piauwkiok
disana.”
“Thio Lung? Baiklah, aku malah sudah mengenal beberapa
orang dari para anggota Kim-liong Piauw-kiok itu. Bagus….!
Aku akan pergi kesana sekarang juga.” Chin Yang Kun berkata
dengan bersemangat.
“Silahkan….! Kami akan selalu membantumu!” Keh-sim
Siauw-hiap mengangguk.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
“Nanti dulu!” tiba-tiba Tiat-tung Lo-kai mencegat langkah
Chin Yang Kun.
“Lo-kai….? Jangan!” Keh-sim Siauw-hiap berteriak.
“Siauw-hiap, bagaimana….bagaimana dengan ketiga orang
anak buahku yang mati itu?” pengemis tua itu seolah-olah
meratap di depan Keh-sim Siauw-hiap.
“Biarkanlah dia menuntut balas dahulu atas kematian
seluruh keluarganya! Setelah itu kau boleh berhitungan
dengan dia. Jadi semuanya biar memperoleh kesempatan!”
“Keh-sim Siauw-hiap, ada apa…?” Chin Yang Kun menoleh
ke arah pendekar dari Pulau Meng-to dengan wajah tak
mengerti.
Muka yang pucat dan tak bergairah itu melirik kepada Chin
Yang Kun sekejap, lalu sambil bergumam sedih ia melangkah
pergi. “Balas membalas karena dendam….ohh, kapan
semuanya itu akan berakhir? Saudara Chin pergi untuk
mencari musuhnya. Setelah bertemu musuh itu tentu akan
kaubunuh juga. Tapi di dalam perjalananmu ketika mencari
musuh itu kau telah kesalahan tangan membunuh orang pula.
Kini sahabat dari orang yang kaubunuh itu datang pula untuk
membalas dendam. Nah....lalu apa gunanya membalas
dendam itu? Setiap manusia tentu mempunyai kesalahan,
maka bukan kewajibannyalah untuk menghukum orang lain.
Sudah ada sendiri. Kekuasaan tertinggi yang mengurus dan
berhak menindaknya. Manusia tak perlu campur tangan....”
Suara itu makin lama makin perlahan, dan akhirnya lenyap
terbawa angin. Bagaikan orang yang lagi terbius oleh sesuatu
yang tak dimengertinya, para pembantu Keh-Sim Siauw-hiap
melangkah pergi satu persatu meninggalkan tempat tersebut.
Dengan wajah tertunduk mereka mengikuti arah suara Kehsim
Siauw-hiap yang telah pergi jauh.
Sekarang tinggal Chin Yang Kun sendiri yang berdiri
mematung di tempat itu. Kata-kata yang keluar dari mulut
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
pendekar ternama itu masih terngiang-ngiang di telinganya.
Balas-membalas karena dendam? Apakah gunanya semua itu?
Paling-paling hanya untuk kepuasan hati saja, entah itu demi
kehormatan dirinya, keluarganya, golongannya atau lainnya.
Nah, kalau jutaan manusia yang berada di dunia ini lalu
bertindak sendiri sendiri hanya demi kepuasannya masingmasing
tanpa menghiraukan manusia lainnya, apakah jadinya
kehidupan ini nantinya? Dunia akan hilang peradabannya,
manusia akan hilang kepribadiannya. Manusia tak ubahnya
dengan seekor binatang. Siapa kuat, dialah yang menang....
dialah yang benar ! Betulkah itu ?
Chin Yang Kun menghela napas panjang sekali lalu dengan
langkah gontai ia berjalan pula meninggalkan tempat itu. Dan
hatinya telah mulai goyah.
"Uhh, andaikata Liu toa-ko ada di sini....” pemuda itu
bergumam sambil membayangkan wajah sahabatnya, Liu toako.
Sahabatnya itu juga paling tidak suka akan kekerasan dan
kemunafikan, meski dia sendiri hidup sebagai perwira yang
selalu bergulat dengan peperangan.
Chin Yang Kun berjalan sambil menunduk, tiba tiba
telinganya mendengar desir angin lembut di mukanya dan
ketika wajahnya tengadah ia menjadi kaget. Keh-sim Siauwhiap
yang tadi telah pergi meninggalkannya, kini telah berada
di hadapannya lagi. Dengan wajah masih tetap tampak
murung pendekar itu memandang kepadanya.
"Saudara Chin, maaf aku telah mengganggumu lagi. Kata
Tiat-tung Lo-kai, engkau kemarin berjalan bersama-sama
dengan Souw Lian Cu. Betulkah? Lalu kemana gadis itu
sekarang?" Sesaat pipi Chin Yang Kun menjadi merah. Untuk
sekejap pemuda itu merasa seperti rahasia pribadinya telah
diketahui orang. Tapi setelah melihat wajah di depannya itu
tidak menunjukkan sesuatu yang aneh, apalagi wajah yang
murung itu justru tampak serius sekali, maka Chin Yang Kun
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
segera sadar bahwa Keh-sim Siauw-hiap tidak bermaksud
untuk berolok-olok dengannya.
"Apa.... apakah maksudmu menanyakan dia kepadaku ?”
Agak bergetar juga suara Chin Yang Kun ketika menjawab
pertanyaan itu, sehingga Keh-sim Siauw-hiap malah merasa
heran atas sikap itu.
"Begini... dia telah beberapa bulan meninggalkan Pulau
Meng-to, dan sampai sekarang belum pulang. Padahal gadis
itu agak merasa tidak senang hati ketika meninggalkan
rumah."
"Ohh... dia telah lebih dahulu meninggalkan dusun ini tadi
pagi. Mungkin...... mungkin dia telah berangkat pulang malah.
Apakah dia......adikmu?"
"Bukan ! Dia puteri sahabatku.... Saudara Chin, terima
kasih! Aku berangkat dulu !"
Sekali menjejak tanah tubuh pendekar itu lenyap seperti
tertiup angin! Kecepatan bergeraknya benar benar tiada
taranya, sehingga Chin Yang Kun yang baru saja berbicara
dengan pendekar itu hampir-hampir tak mempercayai
penglihatannya sendiri.
“Gadis itu bukan adiknya, tapi puteri dari sahabatnya. Lalu
apa hubungannya gadis itu dengan Keh-sim Siauw-hiap?
Tunangannya…? Pemuda itu membatin. Lalu tiba-tiba seperti
timbul perasaan tidak senang di dalam hati Chin Yang Kun
terhadap Keh-sim Siauw-hiap. Tapi apa yang menyebabkan
perasaan tak senang itu, Ching Yang Kun sungguh tidak
mengerti.
"Persetan dengan gadis itu !" tak terasa bibirnya
mengumpat, sehingga ketika sadar pemuda itu menjadi malu
sendiri. Untunglah tak ada orang lain yang mendengarnya.
Oo00oo
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Dengan tergesa-gesa Souw Lian Cu pergi meninggalkan
rumah bekas tempat tinggal kakek Piao Liang atau yang lebih
terkenal dengan sebutan Kim-mou-sai-ong itu. Gadis itu
bermaksud mengejar orang-orang yang pergi ke Pantai
Karang sekalian mau pulang ke Meng-to. Ada sesuatu hal
yang membuat Souw Lian Cu ingin lekas-lekas tiba di tempat
penyeberangan ke Pulau Meng-to tersebut. Selain ingin lekaslekas
bertemu dengan Keh-sim Siauw-hiap dan mengatakan
tentang harta karun itu, dia juga ingin bertemu dengan wanita
ayu dari Bing-kauw yang menuduh Hong-lui-kun memperkosa
Put-sia Nio-cu itu. Souw Lian Cu sama sekali tidak mengira
kalau pada saat itu Keh-sim Siauw-hiap justru sedang berada
di dusun tersebut. Dia hanya mengira bahwa Keh-sim Siauwhiap
cuma mengirim orang-orangnya seperti biasa untuk
berurusan dengan pihak Tan wangwe. Urusan tentang harta
yang akan dibagi-bagikan kepada para penduduk miskin!
Souw Lian Cu memang tidak ingin menemui Tiat-tung Lokai
atau yang lain-lainnya, apalagi harus membantu mereka
dalam menghadapi Tan wangwe. Sejak gadis itu berada di
Pulau Meng-to, dia memang belum pernah ikut campur dalam
urusan Keh-sim Siauw-hiap. Di tempat itu Souw Lian Cu hanya
sekedar menumpang atau bersembunyi, karena dia belum
mau pulang ke rumahnya sendiri.
Sampai di jalan raya Souw Lian Cu segera membuat
rencana, apa yang mesti ia kerjakan agar dia dapat cepat tiba
di Pantai Karang itu. Waktunya tidak banyak lagi. Besok
malam ia sudah harus sampai disana. Padahal orang orang itu
telah lebih dahulu satu malam daripada dirinya.
Kalau mengambil jalan darat, dia harus melalui dusundusun
dan kota-kota kecil yang memutar. Sebab untuk
mengambil jalan memintas memang sukar sekali, selain harus
menyusup hutan belukar yang sulit dilalui orang, dia harus
melintasi bukit dan jurang yang belum pernah dikenal orang.
Padahal waktunya tinggal besok malam saja. Maka apabila
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
harus melalui jalan darat, terang dia akan terlambat dan jerih
payahnya akan sia-sia.
Satu-satunya jalan yang tak banyak mempunyai resiko
hanyalah melalui air. Jika dari sungai yang mengalir di tepi
dusun itu dia naik perahu yang pergi menuju ke Sungai Huang
ho, disana dia dengan mudah bisa menumpang perahu yang
berlayar ke arah pantai. Dan kalau semuanya berjalan lancer,
dia akan sudah tiba di Pantai Karang itu sebelum waktu
tengah malam. Hanya persoalannya sekarang adalah mencari
perahu yang hari itu mau berangkat ke sungai Huang ho.
Adakah perahu dagang atau perahu muatan yang membawa
segala macam hasil bumi dari dusun-dusun di lembah itu yang
kebetulan mau berangkat ke sungai Huang ho?
Souw Lian Cu langsung menuju ke bandar yang berada tak
jauh dari tempat tinggal Kim mouw-sai-ong. Di sana banyak
sekali perahu-perahu nelayan ataupun perahu-perahu dagang
yang memuat segala macam hasil bumi dan kerajinan dari
berbagai daerah, termasuk juga dari daerah itu sendiri.
Perahu-perahu dagang itu selain membeli hasil-hasil daerah
setempat, juga sekalian menjual barang-barang yang
dibawanya dari daerah lain. Oleh karena itu selain sebagai
bandar perahu, tepian sungai tersebut juga berfungsi sebagai
pasar yang sangat ramai. Maka kedatangan Souw Lian Cu di
antara mereka benar-benar tidak menarik perhatian sama
sekali. Kalau ada satu dua orang yang memandangnya, hal itu
cuma karena kecantikannya yang memang sangat
mempesonakan atau karena tangannya yang bunting.
Souw Lian Cu masuk ke sebuah rumah makan yang cukup
sederhana untuk mengisi perut sekalian mencari keterangan
tentang perahu-perahu yang akan ditumpanginya. Meskipun
peralatannya kelihatan sangat sederhana, tetapi rumah makan
itu ternyata sangat luas dan banyak langganannya. Selain
beberapa buah meja yang berderet-deret di empernya yang
luas, ternyata di dalam masih banyak pula meja kursi yang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
saat itu telah dipenuhi oleh tamu. Mereka terdiri dari orangorang
kota yang bekerja sebagai tukang dayung, nelayan,
pedagang dan lain sebagainya.
Souw Lian Cu berdiri di dekat pintu masuk lalu melongoklongokkan
kepalanya untuk mencari meja yang kosong.
Beberapa orang pelayan yang sangat sibuk itu tak sempat lagi
menyambutnya apalagi membawanya ke meja yang kosong.
Karena agak lama belum juga dapat melihat tempat yang
kosong, maka beberapa orang laki-laki mulai menggoda
dirinya. Tapi semuanya itu tidak dipedulikan oleh Souw Lian
Cu.
“Disini masih ada satu tempat yang kosong, nona….”
“Atau duduk saja di kursiku ini. Biarlah, aku duduk di
lantaipun tidak apa, hahah….!”
“Ah, tidak enak kalau harus begitu….bila yang lain duduk di
kursi, kamu malah duduk di lantai. Mana ada aturan
demikian?” kawannya menyahut.
“Lantas bagaimana kalau memang tidak ada tempat duduk
yang lain?” yang lain menyambung.
“Biarlah dia duduk di…..pangkuanku saja,” dengan
tenangnya orang itu tadi menjawab.
“Hahahah…..enakmu!” kawan-kawannya tertawa terbahakbahak.
“Hehehe…..hihihi!”
Mata yang bersinar-sinar lembut itu tiba-tiba berkilat tajam.
Tapi sejenak kemudian mata itu kembali redup. Agaknya gadis
itu tak mau berselisih hanya karena tukang-tukang dayung
yang kasar seperti mereka. Sambil menghela napas Souw Lian
Cu membalikkan badannya, mau keluar mencari rumah makan
yang lain.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tapi kalau memang sudah ditakdirkan untuk marah, tibatiba
dari luar pintu muncul empat orang kasar lagi yang
menghalangi jalannya. Dengan lagak yang menjemukan
empat orang itu pringas-pringis di depan Souw Lian Cu,
memperlihatkan gigi-giginya yang besar dan kuning.
“Eeiit, nanti dulu….! Jangan buru-buru kabur dari sini, oh,
burung hong-ku yang cantik!”
Keempat orang yang bertampang kasar itu melangkah
maju bersama-sama dan mendesak Souw Lian Cu masuk ke
dalam ruangan lagi. Empat pasang tangan mereka yang kasar
dan berjari-jari besar itu teracung ke depan, seolah-olah mau
berebut dulu menggerayangi tubuh Souw Lian Cu.
“Diamlah, anak manis….! Jangan takut, kami tak akan
menyakitimu…..haha!”
“Hahaheheh…..harap semua berhenti makan dulu!
Sekarang acara kita diselingi sebentar dengan pertunjukan
empat kucing besar memburu tikus kecil,
hahahahehehihih….!” Salah seorang laki-laki yang mula-mula
menggoda Souw Lian Cu tadi berteriak sambil berdiri di atas
kursinya.
Suasana dalam rumah makan itu menjadi ribut. Orangorang
kasar yang terdiri dari para tukang dayung, nelayan dan
pekerja-pekerja pengangkut barang itu bukannya kasihan
melihat gadis itu diganggu oleh rekan mereka, sebaliknya
mereka bersorak gembira, seolah-olah mereka mendapat
hiburan yang menyenangkan malah! Semua orang berdiri dari
tempat duduk mereka dan bertepuk tangan memberi
semangat kepada empat orang kawan mereka yang
mengepung Souw Lian Cu itu.
Langkah Souw Lian Cu terhenti ketika tiba-tiba
punggungnya telah terantuk tiang rumah. Otomatis gadis itu
tak bisa mundur lagi. Sebenarnya tak ada minat dalam hati
Souw Lian Cu untuk melayani kekurangajaran mereka. Mereka
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
adalah orang-orang kasar yang telah terbiasa berbuat kasar,
padahal sebenarnya mereka adalah orang-orang polos yang
tidak tahu apa-apa. Mereka hanya sekedar mengandalkan
otot-otot mereka yang kokoh dan kekar! Oleh karena itu dia
tidak ingin melawan mereka, apalagi sampai harus menyentuh
tubuh orang-orang itu. Dia hanya mau menunjukkan sesuatu
kepada orang-orang itu, bahwa ia bukanlah seorang gadis
biasa yang mudah diganggu atau dipermainkan oleh orangorang
kasar semacam mereka.
Tapi sebelum gadis itu mempertunjukkan kepandaiannya,
dari ruangan yang sebelah dalam lagi muncul seorang pemuda
tampan berpakaian mentereng indah! Pemuda itu masih
berusia amat muda, mungkin Cuma berselisih dua tiga tahun
dengan Souw Lian Cu. Pada pinggangnya yang sebelah kiri
tergantung sebuah golok, dimana sarung goloknya dihiasi
emas permata yang gemerlapan.
Dari dalam ikut muncul pula di belakang pemuda itu
seorang gadis cantik molek yang pakaiannya tidak kalah
mewahnya dengan pemuda yang lebih dulu muncul. Berbeda
dengan pemuda di depannya yang membawa golok pada
pinggangnya, gadis itu hanya membawa sebuah kipas yang
selalu digenggam di tangan kanannya. Hanya saja kalau
diperhatikan dengan lebih cermat, orang akan segera melihat
bahwa kipas itu bukanlah sebuah kipas biasa yang terbuat dari
kertas atau kayu, tetapi sebuah kipas khusus yang terbuat dari
lempengan baja yang sangat kuat dan tajam!
“Jangan kurang ajar !” pemuda itu membentak orang-orang
yang mengganggu Souw Lian Cu. Seketika suara yang riuh itu
berhenti ! Dengan wajah heran orang-orang kasar itu
memandang ke dalam, ke arah sepasang muda-mudi yang
berwajah elok tersebut. Mulut mereka ternganga seperti
melihat dewa yang turun ke bumi. Orang-orang kasar itu
memang tidak biasa melihat orang-orang kota yang
berpakaian indah dan anggun seperti kedua muda-mudi itu,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
apalagi pakaian yang dihiasi dengan emas permata seperti itu
!
"Ooohho..... ada seorang dewa yang turun ke bumi untuk
mempersunting seorang gadis dusun rupanya, haha-hehe.....!"
salah seorang dari empat orang kasar yang mengganggu
Souw Lian Cu tertawa mengejek.
"Hahaheheh..... kali ini kau terpaksa harus mengalah, Lo
Houw (Macan Tua) !” kawannya menepuk punggung orang itu
dengan tertawa pula. "Lihat ! Sebuah gelangnya saja bisa
untuk membeli nyawa orang seisi warung ini, hohoho.....!”
"Benar!” pemuda itu tiba-tiba berkata sambil melepaskan
sebuah gelang dari tangannya, sebuah gelang emas yang
harganya tentu sangat mahal sekali. Mungkin bisa untuk
membeli rumah makan itu beserta seluruh isinya. “Gelang ini
memang bisa untuk membeli kepala kalian semua! Oleh
karena itu gelang ini akan kuberikan kepada kalian agar kalian
tidak mengganggu gadis itu!”
“Koko, jangan....! kenapa gelang pemberian ayah itu
kauberikan pada orang-orang kasar seperti mereka?”
mendadak gadis cantik yang tidak lain adalah Tiau Li Ing itu
berteriak mencegah maksud kakaknya.
“Biarlah, di rumah masih banyak yang lain,” pemuda itu
berkata sambil tetap melemparkan gelang tersebut ke arah
kerumunan orang-orang kasar itu. “Nona! Kau kemarilah....!”
pemuda tampan itu berteriak ke arah Souw Lian Cu.
“Huraaa.....!” seluruh orang yang berada di dalam rumah
makan itu bersorak. Tanpa memikirkan apa akibatnya, semua
berloncatan dari kursinya dan berlari menerjang ke arah
jatuhnya gelang emas tadi. Bagaikan kerumunan semut yang
merubung sebutir sisa makanan orang-orang itu tumpangtindih
tak beraturan! Mereka saling mencakar, menggigit,
memukul, menendang orang yang terdekat, sehingga suasana
rumah makan itu benar-benar kacau balau tidak karuan.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Mereka menghancurkan meja, kursi, barang pecah belah dan
lain-lainnya. Pemilik rumah makan itu beserta pelayannya juga
sudah lupa kepada miliknya sendiri, mereka ikut tungganglanggang
berebut dengan orang-orang itu.
Sementara itu Souw Lian Cu cepat-cepat menghindar dari
kebuasan orang-orang kasar itu. Dengan tenang gadis itu
menyusup ke dalam, menemui dua orang kakak beradik yang
kaya raya tersebut.
“Marilah, nona, silahkan masuk! Marilah duduk bersama di
meja kami!” pemuda tampan itu menyapa dan
mempersilahkan masuk.
Tapi Souw Lian Cu menjadi terkejut ketika berhadapan
dengan gadis cantik yang berdiri di belakang pemuda itu.
Pikirannya segera melayang ke kuil Im-yang-kauw yang
berada di lereng Bukit Delapan Dewa. Kemudian wajah Chin
Yang Kun yang sangat menyebalkan itupun melintas dalam
ingatannya, tapi wajah yang terbayang dalam ingatannya itu
tampak sedang kesakitan karena baru saja dilukai oleh paman
gadis cantik yang kini berada di depannya ini. Tung-hai Nungjin!
Souw Lian Cu segera mengenali gadis itu sebagai gadis
cantik yang dahulu pernah datang bersama Tung-hai Nung-jin
ke kuil di Bukit Delapan Dewa itu, karena pada waktu itu dia
turut pula menyaksikan pertempuran antara Tung-hai Nung-jin
tersebut dengan Tong Ciak Cu-si. Tapi karena pada saat itu
Souw Lian Cu menonton pertempuran tersebut bersama-sama
dengan para anggota Im-yang-kauw yang lain, maka gadis
cantik itu tak sempat melihatnya.
“Hei, kenapa....?” pemuda itu bertanya ketika melihat Souw
Lian Cu agak tertegun melihat adiknya. “Ini adikku....” pemuda
itu memperkenalkan kepada gadis itu.
“Tidak apa-apa, terimakasih....! terima kasih!” Souw Lian
Cu mengangguk-angguk.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Pemuda itu bersama dengan adiknya mengajak Souw Lian
Cu masuk ke dalam. Tapi baru saja mereka melangkah, dari
dalam telah keluar seorang kakek kurus berpakaian mewah
pula seperti kedua orang kakak beradik itu. Dibelakang kakek
kurus tersebut mengikuti tiga orang laki-laki berwajah kasar
dan keras seperti penjahat.
“Eh, paman Phang Kui.....” pemuda tampan itu tersenyum
menyambut orang tua tersebut.
“Heh! Ada apa ramai-ramai ini? Mengapa orang-orang di
luar itu pada ribut benar?”
“Paman, lihat tuh di luar....! Kiat Su koko baru saja
mengobral perhiasannya lagi.” Tiau Li Ing mengadu kepada
orang tua itu, yang tidak lain adalah Tung-hai Nung-jin.
Sedangkan tiga orang yang berdiri di belakang orang tua itu
tidak lain adalah Tung-hai Sam-mo!
“Ah, cuma sebuah gelang emas saja, paman...” kakak si
gadis yang bernama Tiau Kiat Su itu membela diri.
“Memang harta seperti itu tidak berarti banyak bagi kita.
Tapi apakah kau tidak memikirkan akibatnya? Apakah kau
tidak membayangkan bahwa orang-orang itu akan
menyusahkanmu nantinya?”
“Bagaimana bisa orang-orang kasar seperti itu dapat
menyusahkan aku, paman?”
“Kau ini memang belum dapat berpikir matang, Kiat Su.
Sudahlah...sekarang marilah kita lekas-lekas pergi dari tempat
ini sebelum orang-orang itu mengerumuni kita! Li Ing, Sammo....
ayoh! kita kembali ke perahu!”
“Baik, susiok! Su-te, su-moi....mari kita pergi! Jangan
membikin marah susiok!” orang tertua dari Tung-hai Sam-mo
menoleh sebentar kepada Kiat Su dan Li Ing, lalu melangkah
pergi diikuti oleh dua orang adik seperguruannya yang lain.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Kiat Su memandang Souw Lian Cu, kemudian tersenyum
dan mengangkat pundaknya. "Mereka adalah paman dan
suhengku. Yang tua tadi pamanku, sedang tiga orang yang
serem-serem itu murid ayahku. Mereka memang suka marahmarah
dan terlalu berhati-hati sekali. Marilah kau turut kami
saja ! Kalau ada disini terus, kau akan diganggu oleh orangorang
itu lagi. Marilah, nona...eh, maaf.... bolehkah aku tahu
namamu?"
"Terima kasih, namaku Souw Lian Cu. Biarlah aku
meneruskan perjalananku sendiri saja. Silahkan saudara
cepat-cepat meninggalkan rumah makan ini! Perkataan
pamanmu tadi memang benar, orang-orang kasar itu akan
menyusahkanmu nantinya.”
“Koko, ayolah....! Paman tentu akan marah kalau kita
terlalu lama disini nanti.” Li Ing ikut mendesak kakaknya.
“Ah, kalian ini sama saja dengan orang tua itu.
Menyusahkan? Apanya yang menyusahkan? Apa
berbahayanya orang-orang kasar seperti mereka?”
Souw Lian Cu saling pandang dengan Tiau Li Ing.
“Berbahaya memang tidak! Aku percaya saudara tidak akan
membutuhkan banyak waktu untuk membasmi mereka. Sekali
cabut saja golok yang berada di pinggang saudara itu, mereka
akan bergelimpangan tak bisa bangun lagi! Tetapi apa
akibatnya setelah itu? Saudara akan dikejar-kejar dan dicaricari
oleh para petugas kerajaan, lalu para pendekar dan para
jago silatpun kemungkinan besar juga akan menguber-uber
saudara. Nah, apakah enaknya hidup demikian? Mungkin
saudara memang tidak takut, tapi bukankah kehidupan
saudara tidak akan bebas seperti burung di udara lagi? Setiap
saat dan setiap waktu saudara harus selalu waspada, hati
selalu waswas dan curiga, karena setiap saat orang yang
menguber-uber saudara bisa datang. Padahal saudara belum
mengenal para petugas kerajaan, pendekar atau yang lain,
yang memburu saudara itu,,.." tiba-tiba saja Souw Lian Cu
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
berkhotbah seperti pendeta di hadapan para muridnya,
sehingga Kiat Su dan Li Ing menjadi terheran-heran.
“Nona Souw, kau.....?” Kiat Su ternganga mulutnya.
Kedua kakak beradik itu memang tidak menyangka sama
sekali kalau gadis buntung yang baru saja mereka tolong,
yang tadi kelihatan ketakutan ketika dikerumuni orang-orang
kasar itu, dapat mengeluarkan kotbah seperti itu. Memang
setelah mendengarkan ucapan-ucapan gadis itu tadi, hati
mereka menjadi sadar, tetapi yang masih sangat
mengherankan mereka adalah ucapan-ucapan tersebut.
Mereka tak mengira bahwa ucapan-ucapan seperti itu keluar
dari mulut seorang gadis dusun yang masih muda belia dan
kelihatan sangat lemah ini. Pantasnya ucapan-ucapan seperti
itu tentu dikeluarkan oleh seorang dewasa, yang telah matang
baik jiwa maupun pengalamannya.
Souw Lian Cu mengangguk sambil sekali lagi menyatakan
rasa terima kasihnya, lalu bergegas meninggalkan ruangan itu
pula. Tinggallah kini kedua kakak beradik itu yang masih
saling memandang dengan dahi berkerut.
“Ko-ko, agaknya perbuatanmu kali ini benar-benar salah
alamat! Aku berani bertaruh gadis itu tadi tentu bukan gadis
sembarangan. Kelihatannya saja amat lemah, tapi kukira
kepandaiannya tidak kalah dengan kepandaianmu.”
“Tapi mengapa dia diam saja ketika diganggu oleh orangorang
kasar itu?”
“Apakah kau sudah lupa pada perkataannya tadi? Ia tak
ingin dikejar-kejar dan dimusuhi oleh banyak orang. Gadis itu
ingin hidup bebas seperti burung di udara.”
Kiat Su tercenung dan menundukkan kepalanya. Dalam hati
pemuda itu membenarkan ucapan gadis aneh tersebut. Tapi
begitu ia mau membuka mulut untuk mengajak adiknya
meninggalkan tempat itu pula, tiba-tiba dari luar terdengar
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
suara ribut-ribut orang-orang kasar tadi yang hendak
memasuki ruangan itu.
"Ayo kita meminta lagi kepada pemuda itu. Ayoh ...!”
"Yaa, kita minta saja kepadanya....!”
"Kalau tidak boleb kita sikat saja semuanya....!”
Kiat Su saling memandang dengan Li Ing. Seperti
mendapat aba-aba mereka berdua segera meloncat melalui
jendela dan kabur dari tempat itu. Keduanya segera berlari
menuju perahu mereka yang berlabuh tidak jauh dari tempat
itu.
“Nah, benar juga kata-kata gadis buntung itu.” Li Ing
tertawa diantara langkah kakinya. “Belum juga membunuh
kita sudah berlari-lari dikejar orang, hi-hi....apalagi kalau kita
sudah membasmi mereka tadi.”
“Sudahlah, jangan banyak omong! Apakah kau sendiri juga
tidak suka membunuh orang? Coba kauhitung, berapa banyak
manusia tak berdosa yang telah menjadi korban kipasmu itu?”
Ternyata mereka berdua telah lama dinantikan oleh ketiga
orang suhengnya itu. Maka, setelah keduanya naik ke atas
perahu, perahu itupun segera berangkat. Beberapa orang
kasar yang sudah berlarian sampai di pinggir sungai tampak
mengacung-acungkan kepalan mereka sambil berteriak-teriak
marah.
Sementara rombongan keluarga bajak laut dari Laut Timur
itu berangkat meninggalkan dusun Ho-ma cun, Souw Lian Cu
juga telah jauh meninggalkan tempat tersebut. Gadis itu tak
mau lagi berurusan dengan tukang tukang perahu yang kasar,
oleh karena itu dengan nekad dia berlari menyusuri sungai
tersebut ke arah hilir. Dalam hati Souw Lian Cu berharap,
siapa tahu malah ada perahu nelayan yang dapat ia tumpangi
nanti. Toh mesti banyak perahu yang berlayar di atas sungai
itu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ternyata harapan Souw Lian Cu untuk memperoleh
tumpangan perahu itu tak pernah terlaksana. Memang banyak
perahu yang lewat, tapi semuanya tentu sudah sarat dengan
muatannya sendiri. Atau kalau ada perahu nelayan yang Iewat
mereka tak mau membawa Souw Lian Cu sampai ke
muaranya, yaitu Sungai Huang ho! Tujuan itu terlalu jauh bagi
mereka, sehingga gadis itu terpaksa tidak jadi menumpang
perahu-perahu nelayan tersebut.
Sungai itu mengalir menembus tengah-tengah hutan
sekarang, maka Souw Lian Cu semakin sukar untuk
mengikutinya. Meskipun begitu ada keuntungannya juga.
Matahari yang telah mencapai puncaknya itu tak mampu
membakar kepalanya sebab pohon-pohon besar yang tumbuh
rindang di kanan kiri sungai itu telah memayunginya.
Aliran sungai itu membentuk sebuah telaga kecil di tengahtengah
hutan lebat itu sebelum mengalir kembali ke
tujuannya. Telaga itu mempunyai garis tengah kira-kira lima
atau enampuluh meter. Memang tidak begitu lama ! Airnyapun
juga tidak dalam, kira-kira cuma satu atau satu setengah
meter saja. Maka batu batu besar yang banyak terdapat di
dalamnya tampak bertonjolan pada permukaan airnya. Bagian
tepi dari telaga kecil tersebut merupakan pasir landai yang
agak luas, sehingga permukaan air telaga itu tidak terjangkau
oleh rindangnya daun-daun pepohonan yang mengelilinginya.
Maka wajah matahari yang bersinar terik di tengah hari itu
dapat langsung berkaca pada permukaannya. Bersih dan
terang menyilaukan !
Souw Lian Cu yang sudah merasa kelelahan itu langsung
mencuci tangan dan kakinya di air yang dangkal tersebut. Lalu
sambil menghela napas segar gadis itu menjatuhkan dirinya di
pasir yang empuk. Dengan beralaskan kedua belah lengannya
Souw Lian Cu berbaring melepaskan semua kepenatannya.
Sekarang baru terasa kalau perutnya belum diisi sejak pagi
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tadi. Tapi di tengah-tengah hutan begini, ke mana dia dapat
memperoleh makanan?
Souw Lian Cu jadi teringat pada rumahnya sendiri. Rumah
yang dihuninya dengan ayahnya, karena ibunya telah tiada di
dunia ini semenjak ia masih berusia dua tahun. Rumahnya itu
juga dibangun di dekat sungai dan di daerah yang terpencil
pula seperti tempat ini. Hanya bedanya aliran sungai yang
mengalir tak jauh dari rumahnya itu berasal dari sebuah air
terjun yang letaknya juga tidak begitu jauh dari rumah
tersebut.
Dia merasa tenang, tenteram, damai dan bahagia tinggal di
rumah itu meskipun ia cuma hidup berdua saja dengan
ayahnya. Ayahnya sangat memanjakannya, sangat
menyayanginya, sehingga kadang-kadang ia merasakan
dirinya seperti seorang bayi yang harus selalu ditolong oleh
ayahnya dalam segala hal. Dan ketika pada suatu hari ia
memprotes perlakuan ayahnya itu, dengan sedih ayahnya
mengatakan bahwa semua itu dilakukan untuk menebus
perasaan dosa dan perasaan bersalah ayahnya terhadap dia.
Sebagai seorang ayah, ayahnya itu merasa sangat berdosa
besar terhadap Tuhan karena telah menerlantarkan anaknya
sendiri hampir sepuluh tahun lamanya. Biarpun hal itu juga
bukan kesalahan ayahnya, sebab ayahnya sakit ingatan saat
itu.
"Ayah......" Souw Lian Cu berbisik menyebut nama
ayahnya. Matanya terpejam, seolah mau membayangkan
wajahnya yang telah dia tinggalkan lagi dua tahun yang Ialu.
Wajah ayahnya itu tentu sangat sedih, karena dia tinggal
kabur selama ini. Memang, pertemuan antara Souw Lian Cu
dan ayahnya itu ternyata tidak berlangsung lama. Mereka
bertemu kembali enam tahun yang lalu, saat Souw Lian Cu
masih berusia sebelas tahun! Dan empat tahun kemudian
Souw Lian Cu telah kabur pula kembali dari rumahnya. Jadi
kedua orang ayah dan anak itu hanya bisa menikmati
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
pertemuan mereka di rumah terpencil itu selama empat tahun
saja.
Dalam tahun-tahun pertama pertemuan antara Souw Lian
Cu dan ayahnya itu memang terasa sangat berbahagia,
tenang dan damai. Tapi kebahagiaan tersebut lantas menjadi
goyah ketika Souw Lian Cu mulai mengetahui bahwa ayahnya
ternyata menyimpan sebuah rahasia. Mulai tahun yang ke
empat, sejak gadis itu sering kali mendengar igauan ayahnya
di waktu malam, Souw Lian Cu mulai mengerti bahwa ayahnya
ternyata mempunyai hubungan batin lagi dengan seorang
wanita. Dan wanita yang selalu menjadi igauan ayahnya itu
telah dikenal oleh Souw Lian Cu pula, karena wanita ayu itu
telah beberapa kali melempar budi kepadanya.
Meskipun selama itu ayahnya tak pernah mengatakan
bahwa dia akan kawin dengan wanita itu, tapi Souw Lian Cu
benar benar tak menyukai keadaan ayahnya tersebut. Gadis
itu menganggap bahwa ayahnya telah mulai mengkhianati
mendiang ibunya. Dan hal ini benar benar amat dibencinya !
Maka ketika pada suatu hari ada seorang laki-laki datang
membawa wanita ayu itu ke rumahnya, pikiran Souw Lian Cu
menjadi pepat dan kesal bukan main. Tanpa banyak cing-cong
lagi gadis itu segera kabur meninggalkan rumahnya. Gadis itu
bahkan tak mau minta diri dahulu kepada ayahnya, karena
gadis itu tak mau melihat atau menyaksikan pertemuan antara
ayahnya dengan wanita tersebut.
Begitulah, tanpa membawa bekal uang ataupun pakaian
Souw Lian Cu berkelana seorang diri menjelajah desa dan kota
dengan hati sedih. Berhari-hari ia tak makan secara teratur,
karena ia hanya mengisi perutnya kalau secara kebetulan dia
dapat memperoleh binatang buruan. Untuk meminta makanan
kepada penduduk ia malu, tapi kalau harus membeli makanan
sendiri ia tidak mempunyai uang. Jangankan untuk makan,
sedangkan untuk berganti pakaian saja ia tak bisa! Terpaksa
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
bila pakaian sudah bau kecut, gadis itu pergi ke sungai yang
sunyi untuk mencucinya.
Sebenarnya bisa saja gadis itu mempergunakan
kepandaiannya yang sangat tinggi itu untuk mendapatkan
uang atau pakaian, tapi karena sejak kecil dia memperoleh
pendidikan budi pekerti baik, maka rasanya tak tega gadis itu
melakukannya. Dia merasa lebih baik menerima saja nasib
yang sekarang sedang menimpanya. Gadis itu seolah-olah
sudah tak punya gairah lagi untuk hidup. Apalagi jika
mengingat pada ayahnya, satu-satunya keluarga yang masih
dipunyainya, kini tentu sudah bersanding berbahagia dengan
wanita yang datang itu!
Padahal apa yang dituduhkan oleh Souw Lian Cu kepada
ayahnya itu sebenarnya tak benar sama sekali. Andaikata saja
gadis itu mau menunggu….. Menunggu dan melihat, apa
sebetulnya yang terjadi setelah laki-laki dan wanita itu
bertemu dengan ayahnya, mungkin Souw Lian Cu benarbenar
akan menyesal bukan main! Dan mungkin Souw Lian Cu
tidak akan sesengsara itu keadaannya. Sebaliknya gadis itu
tentu akan segera menyadari kesalah-tafsirannya.
Tapi takdir memang menghendaki demikian. Souw Lian Cu
harus berpisah lagi dengan ayahnya, mengembara terluntalunta
tak ubahnya seorang gelandangan yang tiada sanak
maupun saudara. Tiap hari gadis itu cuma berjalan menyusup
desa menjelajah kota tak tentu tujuan, sampai-sampai soal
kesehatannyapun tak dia hiraukan sama sekali ! Jiwanya
benar-benar sudah patah. Semangat hidupnya juga telah
hilang.
Maka tak heran kalau akhirnya Souw Lian Cu jatuh sakit.
Benar-benar sakit! Bagaimanapun tinggi kepandaiannya, tapi
karena jiwanya telah rapuh, apalagi ditambah jarang makan
dan minum teratur, maka tetap saja tubuhnya itu tak kuat
bertahan lagi. Dan dalam keadaan sakit dan lemah itu Souw
Lian Cu tetap berjalan, meskipun lambat dan tertatih-tatih.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Gadis itu tidak ingin mati di tengah-tengah masyarakat desa
atau kota, sehingga nanti dikira seorang gelandangan atau
pengemis yang mati kelaparan, tapi gadis itu ingin mati di
tempat sunyi dan tak seorangpun manusia yang melihatnya.
Oleh karena itu Souw Lian Cu berjalan tersaruk-saruk ke
daerah perbukitan dan hutan belantara.
Entah di hutan mana gadis itu tak tahu, tapi pada suatu
hari ia dicegat oleh sekawanan perampok yang mau
mengganggu dan memperkosanya. Dalam keadaan biasa, biar
sepuluh kali lipat kekuatan mereka, semuanya takkan menang
melawan Souw Lian Cu. Tapi karena keadaannya sudah benarbenar
amat parah, maka jangankan untuk melawan sedang
untuk menjaga agar tetap berdiri saja sudah amat sukar. Oleh
karena itu dengan mudah sekali kawanan perampok itu
membelejeti pakaiannya hingga telanjang bulat dan berebutan
untuk lebih dulu memperkosanya. Tubuh Souw Lian Cu yang
telanjang bulat itu ditarik ke sana ke mari untuk rebutan para
perampok tersebut.
Pada saat yang gawat itulah datang Keh-sim Siauw-hiap
menolong gadis tersebut. Secara kebetulan pendekar yang
sangat terkenal itu lewat di tempat itu dan menolong Souw
Lian Cu ! Saking marahnya seluruh kawanan perampok itu
dibabat habis oleh Keh-sim Siauw-hiap! Tak seorangpun
dibiarkan hidup. Kelakuan mereka yang sangat biadab itu
benar-benar tak diampuni oleh Keh-sim Siauw-hiap.
Begitulah, akhirnya Souw Lian Cu dirawat dan dibawa
pulang ke Pulau Meng-to oleh Kehsim Siauw hiap. Di atas
pulau kecil yang indah bagai sorga itu Souw Lian Cu tinggal
bersama-sama para pembantu Keh-sim Siauw-hiap yang
semuanya adalah wanita dan masih gadis-gadis pula. Dan
anehnya, semua gadis-gadis pembantu Keh-sim Siauw-hiap itu
rata rata mempunyai latar beIakang atau pengalaman yang
sama dengan Souw Lian Cu. Mereka rata-rata sampai ke
tempat itu karena ditolong dari lembah kesengsaraan atau
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
diselamatkan dari maut oleh Keh-sim Siauw-hiap ! Dan gadisgadis
itu sengaja dibawa oleh pendekar terkenal tersebut,
karena mereka sudah tak mempunyai keluarga atau tempat
tinggal lagi.
Di atas pulau tersebut, selain memperoleh pelajaran ilmu
silat dari Keh-sim Siauw hiap sendiri, para gadis itu bertugas
mengurus dan menyiapkan segala keperluan Keh-sim Siauwhiap
yang jarang sekali keluar dari kamarnya. Begitu
jarangnya pendekar itu keluar dari kamarnya sehingga kalau
mengajar silatpun hanya dari balik kerei penutup pintunya.
Sudah menjadi rahasia umum bahwa pendekar tampan yang
punya nama besar itu menderita patah hati yang sangat parah
sebelum pergi menyendiri di pulau tersebut.
Sebulan kemudian Souw Lian Cu telah sehat kembali
seperti sediakala. Tapi selama itu pula gadis itu tak pernah
bertemu atau melihat Keh-sim Siauw-hiap. Yang merawat dan
menemaninya setiap hari hanyalah gadis-gadis para pembantu
dari Keh-sim Siauw-hiap itu saja. Hanya kadang-kadang
datang empat gadis kepercayaan Keh-sim Siauw-hiap ke
kamarnya, yaitu dua pasang gadis yang disebut Siang In dan
Siang Yen oleh teman-temannya. Dan Souw Lian Cu cepat
akrab pula dengan mereka. Dari empat orang itulah Souw Lian
Cu mengenal dan mengetahui siapakah sebenarnya orang
yang telah menolong dirinya dari bahaya maut itu dan apa
saja yang terjadi ketika dirinya diperebutkan oleh sekawanan
perampok yang hampir saja akan memperkosanya itu. Souw
Lian Cu dibawa ke pulau itu dalam keadaan lemah dan kalut
baik jiwa maupun raganya. Hanya karena ketekunan Keh-Sim
Siauw-hiap saja gadis itu dapat hidup sehat kembali seperti
sedia kala. Biarpun luka yang sebenarnya, yaitu luka parah di
relung hatinya, belum terobati sama sekali ! Maka tak heran
bila sifatnya yang semula memang sudah amat pendiam itu
menjadi semakin tampak tertutup, kaku dan murung! Dan
menjadi semakin lengkaplah penghuni pulau sorga itu dengan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
orang orang aneh yang bersifat kaku, tertutup dan menyendiri
!
Tempat yang jauh dari dunia ramai itu terasa semakin
cocok bagi Souw Lian Cu untuk bersembunyi dan mengubur
kenangan masa lalunya yang tak pernah berbahagia.
Bayangan tentang ayahnya dihapuskannya sama sekali dari
dalam ingatannya. Kehidupan sehari-harinya dia lalui dengan
tak bergairah, dingin dan hati yang kosong sama sekali,
seolah-olah apa yang dia jalani di atas pulau tersebut cuma
menunggu hari akhir yang akan datang menyambutnya.
Rasanya memang aneh sekali. Mengherankan malah !
Masih semuda itu usia Souw Lian Cu, masih muda belia sekali
malah, tapi perkembangan hati, jiwa dan perasaannya sudah
demikian jauh dan dalam sekali. Oleh karena itu, sorot mata
dan sikapnya sudah tampak demikian dewasa dan matang
sekali, benar-benar sangat bertolak belakang dengan umur
dan wajahnya yang masih muda belia tersebut.
Sifat dan gaya hidup yang dilakukan oleh Souw Lian Cu itu
ternyata juga tak diacuhkan atau diperdulikan oleh penghunipenghuni
pulau lainnya. Biarpun setiap harinya mereka akrab
satu sama lain, tapi mereka benar-benar tak mau tahu urusan
pribadi masing masing. Sehingga sepintas lalu kehidupan di
atas pulau itu bagaikan sekumpulan robot atau boneka yang
bekerja tolong-menolong satu sama lain, namun tak berhati
dan berperasaan sama sekali.
Setahun sudah Souw Lian Cu tinggal di pulau mimpi itu dan
selama itu pula Souw Lian Cu tidak pernah keluar dari pulau
tersebut. Souw Lian Cu tak pernah pergi ke daratan untuk
mengurus segala macam urusan seperti yang dilakukan oleh
gadis-gadis pembantu Keh-sim Siauw-hiap lainnya. Souw Lian
Cu juga tidak pernah belajar silat seperti gadis-gadis itu,
sehingga tak seorangpun mengetahui bahwa sebenarnya
kepandaiannya sangat tinggi, mungkin tak berselisih banyak
dengan Keh-sim Siauw-hiap sendiri.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Anehnya meski sudah setahun di pulau tersebut, satu kali
pun belum pernah Souw Lian Cu bertemu ataupun saling
berbicara dengan Keh-sim Siauw hiap, orang yang
menolongnya! Masing-masing tenggelam dalam benteng
kemurungannya sendiri-sendiri. Hanya kadang-kadang saja
Souw Lian Cu melihat Keh-sim Siauw-hiap dari jauh, yaitu
kalau pendekar besar itu sedang menemui tamunya.
Keduanya, Keh-sim Siauw-hiap maupun Souw Lian Cu,
seakan-akan sudah melupakan satu sama lain. Seolah-olah
pendekar itu juga sudah lupa sama sekali bahwa dia pernah
menolong dan membawa gadis itu ke pulaunya.
Bagi Keh-sim Siauw-hiap hal itu mungkin saja memang
benar, mengingat begitu banyaknya gadis yang dia tolong dan
dia bawa ke pulaunya itu. Lain halnya dengan Souw Lian Cu.
Meskipun selama ini gadis itu hidup dengan hati kosong dan
tak acuh pada keadaan sekelilingnya, tapi pertolongan dan
budi baik pendekar berhati murung itu tak pernah
dilupakannya. Mungkin perasaannya itu tak berbeda juga
dengan gadis-gadis lain yang berada di atas pulau tersebut.
Para gadis itu semula juga tak perduli dan tak
mengacuhkan siapa pun juga. Hanya ada setitik rasa terima
kasih kepada penolong mereka itu. Itu saja, lain tidak! Tapi
setelah beberapa tahun tinggal di tempat terasing itu dan
mengetahui keadaan Keh-sim Siauw hiap yang sebenarnya,
serta mengetahui pula akan sepak-terjangnya yang mulia,
rata-rata perasaan terima kasih itu lalu berkembang atau
bertambah dengan lain lain perasaan lagi. Rata-rata semuanya
menjadi hormat, kasihan, kagum, sayang, cinta, dan .... tak
ingin membiarkan atau melihat pendekar itu selalu bermuram
durja !
Apa yang terasa di dalam hati gadis gadis pembantu Keh
sim Siauw hiap itu ternyata kemudian juga timbul dan
berkembang di dalam sanubari Souw Lian Cu. Meskipun dalam
setahun itu ia tak pernah bertemu atau bercakap cakap sendiri
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dengan Keh sim Siauw-hiap, namun segala macam cerita dan
dongeng tentang pendekar tersebut selalu didengarnya dari
gadis gadis itu. Rata-rata semua cerita yang didengar oleh
Souw Lian Cu itu tentu berkisar tentang kepahlawanan,
kebaikan budi atau kemuliaan hati Keh-sim Siauw hiap
terhadap siapa saja, terutama kepada kaum lemah dan miskin.
Sehingga tanpa terasa bayangan yang amat menyenangkan
dan mengagumkan seperti itu semakin lama semakin terpateri
di hati Souw Lian Cu, dan akhirnya menimbulkan perasaan
simpati yang mendalam. Dan perasaan seperti itu ternyata
semakin lama semakin erat membelit hati Souw Lian Cu,
sehingga gadis yang semula amat pemurung dan tak
bergairah hidup itu kini mulai tampak bercahaya kembali.
Ternyata perasaan cinta dan memikirkan orang lain itu justru
membuatnya hidup dan bersemangat pula kembali.
Mulailah kini Souw Lian Cu berlatih silat lagi, biarpun secara
diam-diam dan tak seorangpun tahu. Lalu badannya yang
semula telah menjadi kurus kering itu kini mulai tanpa berisi
kembali, karena dengan timbulnya semangat di dalam jiwanya
itu membuat dia mau memikirkan lagi keadaan tubuhnya.
Beberapa bulanpun telah berlalu pula kembali. Sekarang
keadaan Souw Lian Cu telah tiada bedanya dengan keadaan
gadis-gadis yang lain. Hanya yang sangat memberatkan hati
gadis yang masih muda belia itu ialah belum adanya
kesempatan untuk bertegur sapa dengan orang yang amat
dikaguminya itu. Sudah satu setengah tahunan dia berada di
atas pulau tersebut, tapi ternyata ia belum juga memperoleh
kesempatan untuk saling bertatap muka dengan pendekar itu.
Berbagai jalan telah ditempuh oleh Souw Lian Cu, sampaisampai
gadis ini ikut menonton pula ketika pendekar itu
mengajar silat. Tapi ternyata pendekar itu hanya memberi aba
aba dari balik pintu kamarnya. Penasaran dan pegal sekali
rasa hati Souw Lian Cu ! Tapi yang lebih menyakitkan dan
membuatnya kesal adalah sikap Keh-sim Siauw-hiap
kepadanya selama satu setengah tahun ini. Sudah sekian
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
lamanya ia berdiam di pulau itu, tapi tiada perhatian
sedikitpun dari pendekar tersebut kepadanya. Kelihatannya
pendekar murung itu benar-benar sudah lupa dan tak ingat
lagi kepadanya.
Kadang kadang timbul maksud yang kurang baik dari Souw
Lian Cu. Suatu saat gadis itu ingin membuat gara gara atau
membikin kerusuhan agar Keh-sim Siauw hiap mau sedikit
memberi perhatian kepadanya. Tapi setelah dipikir lebih
panjang, Souw Lian Cu merasa tidak tega pula untuk
melaksanakannya. Perasaannya menjadi tidak tega bila
membayangkan wajah tampan yang tak pernah senyum itu.
Akhirnya gadis itu hanya bisa menunggu saja, saat kapan
dia bisa memperoleh kesempatan untuk saling berhadapan
muka dengan pria yang amat menarik hatinya tersebut. Dan
kesempatan itu ternyata datang juga akhirnya !
Pada suatu hari secara tak sengaja ada sekelompok bajak
laut yang terdampar ke pulau Meng-to. Mereka berjumlah
lebih dari duapuluh orang dan dipimpin oleh seorang bertubuh
kecil pendek, tapi ternyata mempunyai kepandaian yang amat
tinggi. Pulau Meng-to yang saat itu baru ditinggalkan oleh
Keh-sim Siauw hiap menjadi panik luar biasa. Semua penghuni
adalah wanita dan yang paling dapat diandalkan cuma Siang
In dan Siang Yen. Oleh karena itu mana mungkin mereka
dapat menghadapi sekian banyak lawan yang buas-buas dan
biasa berkelahi itu?
Sekejap saja empat orang Siang In dan Siang Yen telah
terlibat dalam keroyokan belasan orang lawannya. Mereka
berempat tak punya kesempatan Iagi untuk menolong kawankawannya
yang lain. Padahal masih banyak anggota bajak laut
yang bebas berkeliaran menjarah rayah harta benda mereka,
sementara pemimpin bajak laut itu juga masih bertolak
pinggang menonton anak buahnya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Keadaan benar-benar amat gawat bagi penghuni pulau itu.
Dan pada saat yang gawat itulah kemudian muncul Souw Lian
Cu sebagai malaikat penolong!
Mula mula Souw Lian Cu melumpuhkan terlebih dahulu
anggota perampok yang tidak terikut dalam pertempuran.
Sebelum orang-orang itu merusak dan membuat kerusuhan di
tempat tinggal mereka, satu persatu orang-orang tersebut
ditotok roboh oleh Souw Lian Cu. Setelah semuanya sudah
dapat dikuasai, barulah Souw Lian Cu kembali ke arena
pertempuran. Tapi apa yang sekarang dilihat oleh Souw Lian
Cu di arena pertempuran sungguh amat mengejutkannya.
Belasan orang anggota perampok yang tadi mengeroyok
Siang In dan Siang Yen, kini telah menggeletak
bergelimpangan, agaknya sudah dapat dibereskan oleh empat
orang gadis kepercayaan Keh-sim Siauw-hiap itu. Tapi yang
sangat mengagetkan Souw Lian Cu adalah tujuh orang lelaki
bersenjatakan rantai besi yang kini datang membantu kepala
bajak laut tadi. Kelihatannya tujuh orang tersebut baru saja
tiba, dan kini bersama-sama dengan kepala bajak tadi tampak
sedang mengepung Siang In dan Siang Yen !
Dari luar arena tampak betapa repotnya empat orang gadis
itu menghadapi delapan orang lawannya. Apalagi delapan
orang itu bertempur dengan kotor dan kasar! Selain cara
bertempur mereka yang kasar dan buas, mulut merekapun tak
henti-hentinya mengeluarkan perkataan perkataan yang kotor
dan menjijikkan, sehingga sedikit banyak membuat hati empat
orang gadis itu gemetar dan ngeri.
Pertempuran itu memang tidak berimbang. Selain
jumlahnya yang dua kali lipat, kepandaian dari masing-masing
perompak itu hanya sedikit di bawah salah seorang dari gadis
berbaju putih tersebut. Jadi malah lebih tinggi sedikit
dibandingkan dengan yang berbaju hitam! Maka tidaklah
heran kalau gadis gadis itu segera terdesak dan terkurung
dengan hebat !
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Demikianlah, akhirnya Souw Lian Cu terjun pula memasuki
gelanggang pertempuran. Mula-mula Siang In dan Siang Yen
segera berteriak memperingatkan Souw Lian Cu, tapi serentak
mereka melihat kehebatan ilmu kepandaian Souw Lian Cu,
mereka menjadi tertegun dan melongo malah ! Mereka lupa
sama sekali kalau sedang bertempur, sehingga tanpa ampun
lagi Siang Yen dapat ditubruk dan diringkus oleh lawannya.
Tapi sekejap kemudian mereka berdua dapat terbebas kembali
ketika tiba-tiba dua orang yang meringkusnya roboh
berkelojotan tertusuk jari-jari Souw Lian Cu yang ampuh !
Akhirnya enam perompak yang masih tertinggal itu semua
mengeroyok Souw Lian Cu. Sedangkan Siang ln dan Siang Yen
masih tetap berdiri mematung di tempat masing-masing.
Mereka berempat memandang ke arah Souw Lian Cu dengan
pandang mata tak percaya. Benar-benar tak percaya ! Satu
setengah tahun mereka berkumpul bersama, tapi mereka
benar-benar tak mengira kalau gadis cacat yang tampak
lemah itu demikian lihainya.
Memang ! Apa yang dipertunjukkan oleh Souw Lian Cu
pada saat itu memang sangat menakjubkan siapa saja yang
melihatnya. Termasuk juga Siang In, Siang Yen dan para
perompak itu sendiri ! Tangannya yang hanya tinggal sebelah
itu ternyata sungguh ampuh dan menggiriskan sekali.
Jangankan sampai menyentuh tubuh lawannya, baru angin
pukulannya saja ternyata mampu melukai para perompak
tersebut. Maka tanpa membutuhkan waktu yang lama,
keenam perompak itu segera jatuh bergelimpangan di atas
tanah. Senjata mereka yang berat-berat dan menakutkan itu
ternyata tak ada manfaatnya sama sekali.
Dapat dibayangkan, bagaimana sikap dan sambutan para
gadis-gadis penghuni pulau itu terhadap kemenangan Souw
Lian Cu tersebut. Bagaikan layaknya seorang ratu yang baru
menang perang Souw Lian Cu disambut dengan hangat dan
penuh kekaguman oleh rekan-rekannya. Dan mulai saat itu
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
semuanya sangat menghormat dan takut kepada gadis cacat
tersebut.
Sementara itu Souw Lian Cu sendiri tidak bergembira
dengan hasil kemenangannya tersebut. Kemenangankemenangan
seperti itu sudah biasa ia peroleh dalam
perantauannya. Jangankan hanya perampok perampok seperti
itu, jago silat yang berkepandaian lebih tinggipun pernah dia
kalahkan. Yang selalu ia sesalkan ialah tidak adanya Keh-sim
Siauw-hiap di atas pulau tersebut saat itu, sehingga sepak
terjangnya yang hebat tadi tak dilihat oleh pendekar itu. Maka
tanpa menghiraukan sanjung-puji kawan kawannya Souw Lian
Cu pergi mengunci diri di dalam kamar seperti biasanya. Dan
para gadis pembantu Keh-sim Siauw-hiap itupun tak berkecil
hati mendapatkan sikap yang demikian dari Souw Lian Cu.
Mereka telah terbiasa dengan sikap Souw Lian Cu yang seperti
itu ! Dengan tenang mereka bersama-sama mengurus para
perompak yang telah mereka tundukkan itu. Orang-orang
kasar itu mereka ikat dan mereka kumpulkan menjadi satu di
sebuah kamar yang kokoh, sambil menantikan kedatangan
Keh-sim Siauw-hiap.
Malamnya Souw Lian Cu tidak dapat tidur. Pikirannya selalu
tertuju pada Keh sim siauw-hiap saja. Maka gadis itu lantas
keluar dari kamarnya dan pergi ke tempat para perompak itu
disekap. Di depan kamar Souw Lian Cu berjumpa dengan
Siang ln dan Siang Yen. Keempat gadis itu dengan dibantu
oleh beberapa orang lagi selalu menjaga para tawanan
tersebut. Mereka sadar bahwa kalau sampai lolos, para
tawanan itu benar-benar sangat berbahaya. Terutama kepala
bajak dan orang-orang yang bersenjatakan rantai itu !
Setelah yakin bahwa para perompak itu tidak mungkin lolos
lagi, maka Souw Lian Cu lalu ke luar. Dengan langkah
perlahan gadis itu berjalan menuju ke arah pantai. Dia tak
memperdulikan tiupan angin laut yang menerpa dengan suhu
yang amat menggigilkan itu. Makin lama makin jauh, sehingga
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
akhirnya gadis itu sampai di bagian utara dari Pulau Meng to.
Di sana pantainya berpasir sehingga dapat dipakai untuk
menaikkan sampan atau menambat perahu. Memang di
tempat itulah perahu perahu milik Keh-sim Siauw-hiap
ditambatkan.
Souw Lian Cu menjatuhkan dirinya di atas pasir yang
lembut. Sambil memandang ke arah bintang-bintang yang
bertaburan di langit, gadis itu kembali meneruskan
lamunannya tentang Keh-sim Siauw-hiap. Tiba tiba telinganya
mendengar suara desir kaki yang menginjak pasir !
Souw Lian Cu segera bangkit dengan tangkasnya. Meskipun
begitu ketika kakinya berdiri tegak, orang itu telah berada
tepat di depannya. Bukan main terkejutnya Souw Lian Cu !
Ilmu mengentengkan tubuh orang itu benar-benar hebat
sekali. Sambil melangkah mundur Souw Lian Cu menatap
orang itu dengan tajam.
Tubuh orang itu tampak gemuk sekali dengan pakaian yang
lebar dan kedodoran, sehingga hampir seluruh tubuhnya
tertutup pakaian. Tapi yang amat mengejutkan Souw Lian Cu
adalah kepala orang itu. Kepala itu ditutup dengan keranjang
anyaman dari bambu, sehingga wajahnya tak kelihatan sama
sekali. Tentu saja Souw Lian Cu merasa aneh dengan
dandanan orang itu. Gadis itu merasa seolah-olah orang yang
baru datang itu memang sengaja menyembunyikan wajahnya
dari dia.
Yang lebih mengejutkan lagi, begitu datang orang itu
langsung menyerang dengan ganasnya. Oleh karena itu tiada
jalan lain bagi Souw Lian Cu selain mempertahankan diri
dengan mati-matian. Keduanya langsung terlibat dalam
sebuah pertempuran yang dahsyat dan mengerikan. Meskipun
gemuk ternyata gerakan orang itu luar biasa gesitnya, ilmu
silatnyapun amat hebat dan sukar diduga maksudnya.
Beberapa kali terpaksa Souw Lian Cu bergetar mundur setiap
kali harus beradu lengan.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sepuluh jurus, duapuluh jurus, tigapuluh jurus, dan
akhirnya limapuluh juruspun telah berlalu, tapi pertempuran
tersebut belum juga menampakkan tanda tanda siapa
pemenangnya. Mereka saling bergantian mendesak lawannya,
sehingga akhirnya Souw Lian Cu menjadi tidak sabar lagi.
Menurut pengamatan Souw Lian Cu, lawannya itu sengaja
mengulur-ulur waktu. Setiap gadis itu mendesak, dengan ginkangnya
yang tinggi orang itu tentu meloncat berputar-putar
menghindarkan diri. Sebaliknya apabila Souw Lian Cu agak
mengendur, orang itu tentu akan segera mencecarnya dengan
hebat.
Souw Lian Cu meloncat ke belakang dengan cepat. Lalu
sebelum lawannya mengejar, gadis itu tampak mengerahkan
tenaga saktinya. Sekejap kemudian tampak dua macam asap
tipis mengepul di atas ubun-ubunnya. Yang satu berwarna
merah dan yang lain berwarna putih.
Tampak lawannya meloncat mundur pula dengan kaget.
Tangannya menuding ke depan, sementara bibirnya terdengar
berseru agak gagap. "Aih, kau.., kau siapa? Apa......?”
Tapi sebelum orang itu dapat menyelesaikan
pertanyaannya, Souw Lian Cu sudah menerjangnya dengan
ganas. Lengan Souw Lian Cu yang tinggal sebelah kanan saja
itu terayun ke depan ke arah dada. Asap tipis yang tadi
tampak mengepul di atas ubun-ubun lenyap bersamaan
dengan saat gadis itu mengayunkan lengannya. Terdengar
suara mendesir lembut dan secara tiba-tiba orang
berkerudung keranjang bambu tersebut tampak menggigil
tubuhnya.
“Ah!” orang itu berdesah sambil meIoncat mundur lagi
sejauh-jauhnya. Lalu dengan tergesa-gesa orang itu juga
mengerahkan tenaga sakti andalannya. Kedua belah telapak
tangannya ia rangkapkan di depan dada seperti gerakan
Buddha yang sedang menyembah, sehingga secara tiba-tiba
pula dari dalam tubuhnya tersebar udara hangat ke
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sekelilingnya. Kemudian kedua belah telapak tangan itu
tampak mendorong ke arah Souw Lian Cu dengan dahsyatnya.
Souw Lian Cu bergeser ke kiri dengan cepat, kemudian
sambil berputar kaki kirinya menghantam perut lawannya.
Berbeda dengan ketika menggerakkan lengan kanan tadi,
sekarang kaki kiri yang menerjang ke perut lawan itu
membawa angin panas yang seolah-olah mau membakar
tubuh lawannya itu. Tentu saja perubahan ini sangat
mengagetkan orang berkerudung keranjang itu! Apalagi
serentak melihat asap tipis yang berwarna merah tadi juga
ikut lenyap berbareng dengan gerakan kaki tersebut.
Orang itu mendoyongkan tubuhnya ke kiri, sehingga
tendangan Souw Lian Cu yang mengarah ke perut tadi tidak
mengenai sasaran. Lalu bersamaan dengan itu orang
berkerudung bambu tersebut mencengkeram pinggang kanan
Souw Lian Cu dengan jari-jari tangan kanannya. Terdengar
suara berkerotok pada buku-buku jari tangan itu, menandakan
orang tersebut mengerahkan semua kekuatannya !
Karena tak ada kesempatan untuk mengelak lagi, maka
Souw Lian Cu segera memapaki cengkeraman tersebut
dengan tangan kanannya. Sekali lagi udara berubah suhunya!
Kalau angin yang menyertai kaki kiri tadi bersuhu dingin,
sekarang lengan kanan itu membawa angin yang amat panas !
Dan perubahan hawa yang selalu berganti-ganti ini benarbenar
membingungkan lawan Souw Lian Cu itu.
"Taaaasss!"
Dua buah telapak tangan saling membentur di udara.
Kedua-duanya tergetar mundur empat lima langkah ke
belakang! Tergesa-gesa mereka melihat telapak tangan
masing-masing. Tapi setelah ternyata semuanya tidak
mengalami cedera apa apa, mereka langsung terlibat lagi
dalam pertempuran yang amat seru. Dan untuk beberapa
jurus orang berkerudung bambu itu terpaksa harus berhatihati
dengan pukulan lawannya yang aneh tersebut.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tapi beberapa waktu kemudian orang berkerudung bambu
itu agaknya telah bisa membaca keanehan ilmu silat Souw
Lian Cu. Buktinya sekarang pukulan Souw Lian Cu yang aneh
itu tak bisa mengecoh lawannya lagi. Malah kini Souw Lian Cu
yang justru terdesak oleh serangan orang berkerudung itu.
Beberapa kali tampak pukulan orang berkerudung bambu
yang diselang-seling dengan cengkeraman itu
membingungkan Souw Lian Cu. Dan pada suatu saat
cengkeraman orang itu datang dengan sangat tak terduga
sehingga Souw Lian Cu tak dapat mengelak lagi. Tapi gadis itu
dalam keadaan terpepet juga tak mau tinggal diam. Jari
telunjuknya yang ampuh itu membarengi serangan lawan
dengan tutukan ke arah perut.
“Cuuss !"
"Breeet !"
Souw Lian Cu terdengar menjerit kecil kemudian roboh
ketika cengkeraman tangan itu melumpuhkan seluruh sendisendi
tulangnya. Tapi tusukan jari tangan gadis itu juga
dengan telak mengenai perut lawannya. Hanya yang sangat
mengherankan orang itu seperti tidak merasakan apa-apa.
Pakaiannya yang robek tertusuk jari tangan Souw Lian Cu tadi
hanya diusap-usapnya sebentar, lalu tidak dipedulikannya lagi.
Tentu saja Souw Lian Cu yang roboh di atas pasir itu menjadi
kaget sekali. Mungkinkah orang itu kebal tubuhnya?
Tapi semua keanehan itu segera terjawab ketika orang itu
cepat-cepat membuka pakaiannya. Badan yang gemuk itu
tiba-tiba menjadi "kurus” begitu pakaiannya ditanggalkan !
Ternyata orang itu mengenakan baju rangkap enam atau
tujuh buah dan tebal-tebal, sehingga badannya kelihaian
gemuk luar biasa. Begitu tebalnya lapisan baju tersebut
sehingga tusukan jari Souw Lian Cu tadi tak dapat mencapai
kulit yang berada di dalamnya. Selanjutnya orang itu
membuka pula anyaman keranjang yang menutupi kepalanya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Souw Lian Cu dengan tegang menantikan rupa di balik
keranjang bambu tersebut. Dan ternyata gadis itu menjadi
lemas setelah melihat siapa yang berada di balik kerudung
anyaman bambu itu.
"Kau.......?" gadis itu berdesah dengan suara gemetar.
"Ya!" jawab orang itu yang tidak lain adalah Keh-sim
Siauw-hiap sendiri.
Pendekar itu segera memunahkan totokan yang
melumpuhkan Souw Lian Cu, kemudian duduk di dekat gadis
itu. Tentu saja keadaan yang tidak diduga-duga sebelumnya
ini membuat Souw Lian Cu menjadi kikuk dan serba salah.
Berbagai macam perasaan berkecamuk di dalam dada gadis
yang sedang dimabuk asmara tersebut. Perasaan tegang,
gembira, takut, malu, bahagia dan lain sebagainya. Semuanya
terasa memenuhi dadanya, sehingga gadis itu justru menjadi
bisu dan tak berani bersuara sedikitpun!
“Nona...... aku minta maaf karena telah mengejutkanmu !"
pendekar itu membuka pembicaraan sambil memandang riak
gelombang yang bergulung-gulung menghantam karang. "Tak
seharusnya aku mempermainkan orang yang telah membantu
aku mempertahankan pulau ini dari tangan para
perompak......"
"Kau...... kau sudah tahu? Mereka memberitahukan
padamu ?"
Pendekar itu menggeleng. "Tak seorangpun yang
memberitahukan hal itu kepadaku. Aku melihat dengan mata
kepalaku sendiri siang tadi. Secara kebetulan aku memang
sudah pulang."
“Kalau begitu...... mengapa kau tidak lekas-lekas keluar
untuk mengusir perompak itu?"
"Aku kalah dulu dengan kau ! Kedatanganku persis pada
saat kau terjun memasuki gelanggang pertempuran......"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Oh! Jadi kau melihat juga ketika aku melabrak mereka?"
wajah Souw Lian Cu tampak gembira, sehingga suaranya
seolah-olah mau bersorak.
Tentu saja gerak-gerik gadis itu tak lepas dari pengamatan
Keh-sim Siauw-hiap yang berpengalaman. Tapi pendekar itu
hanya mengira bahwa gadis yang merasa telah berjasa itu
tentu ingin agar jasanya itu diketahui dan dihargai oleh dia
sebagai penguasa tertinggi di pulau tersebut. Sedikitpun
pendekar yang bernama besar itu tidak menyangka dan tidak
menduga bahwa bukan itu yang sebenarnya terkandung di
dalam hati Souw Lian Cu. Ada hal lain yang lebih dalam tapi
benar benar tidak terlintas dalam benak Keh-sim Siauw-hiap !
"Ya! Dan...... aku sungguh tidak mengira kalau nona
mempunyai kepandaian setinggi itu.” Keh-sim Siauw-hiap
mengangguk. "Tapi sampai kau melumpuhkan mereka semua,
aku belum bisa menebak ciri-ciri perguruanmu. Maka aku
lantas mengujimu di sini. Sebab bila aku langsung bertanya
kepadamu, engkau tentu akan berdiam diri atau takkan mau
menjawab." pendekar itu menghela napas panjang, lalu.
"Siang In dan Siang Yen setiap hari selalu bercerita kepadaku,
bagaimana kau selalu diam, membisu dan menutup diri
selama ini ...! Nah, sekarang aku sudah tahu siapa sebenarnya
engkau. Hanya yang belum kuketahui ialah, apakah
hubunganmu dengan Hong gi hiap Souw Thian Hai ? Apakah
engkau adiknya? Ataukah engkau dari keluarganya yang lain?"
Souw Lian Cu sungguh amat kagum melihat ketajaman
mata pendekar itu. Hanya dengan melihat cara-caranya dia
memainkan ilmu silat, pendekar itu langsung dapat menebak
asal usul dari perguruannya. Tapi untuk mengetahui lebih
terang lagi alasan-alasan apa yang dipakai oleh Keh-sim Siauw
hiap hingga tahu asal-usul perguruannya, Souw Lian Cu
mencoba untuk mengelak.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Mmm, mengapa kau mempunyai anggapan bahwa aku
datang dari perguruan yang sama dengan Hong-gi-hiap Souw
Thian Hai?"
Keh-sim Siauw-hiap menatap Souw Lian Cu dengan
tajamnya. "Nona, engkau takkan bisa mengelabui aku lagi. Di
dunia ini hanya ada satu orang saja yang mempunyai ilmu Tailek
Pek-kong ciang, dan orang itu tidak lain adalah Hong-gihiap
Souw Thian Hai ! Dan menurut berita yang selalu
kudengar, ilmu tersebut tidak pernah diajarkan kepada orang
lain, melainkan hanya kepada keluarganya saja. Maka
sekarang yang akan kutanyakan kepadamu ialah apakah
hubunganmu dengan Hong-gi hiap Souw Thian Hai?"
Memang, Souw Lian Cu tak dapat mengelak lagi. Tokoh
besar seperti Keh-sim Siauw-hiap itu memang sukar untuk
dibohongi, apalagi tak enak rasanya membohongi orang yang
amat dipujanya setinggi langit itu. Oleh karena itu dengan
suara perlahan dan kepala tertunduk Souw Lian Cu mengakui
siapa sebenarnya dirinya.
"Aku memang keluarga dekat dengan Hong-gi hiap Souw
Thian Hai. Dia adalah..... ayahku ! Namaku adalah Souw Lian
Cu......"
"Hei? Anaknya....? Souw Thian Hai mempunyai anak
sebesar kau ini? Ah…. yang benar saja, nona ! Umur Souw
Thian Hai itu tak berbeda banyak dengan aku, dan aku
dengan dia sudah saling mengenal dengan baik. Paling-paling
usianya sekarang tentu baru tiga puluh atau lebih sedikit.
Masa dia telah mempunyai puteri sebesar kau ? Ataukah
mungkin engkau hanya...... hanya puteri angkatnya saja?"
Gadis itu agak tersinggung ketika menjawab. "Aku adalah
benar-benar puteri kandungnya ! Ayahku memang masih
terlalu muda ketika kawin dengan mendiang ibuku. Dan
sekarang ayahku sudah berusia tiga puluh enam tahun,
meskipun tampaknya masih sangat muda.....!”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Ooh..!" Keh-sim Siauw-hiap mengendorkan kata-katanya
sambil mengangguk, sadar bahwa ucapan yang dia keluarkan
tadi sedikit menyinggung perasaan gadis itu. "Oh, maafkanlah
aku kalau begitu ..... Tapi..., mengapa nona meninggalkan
ayahmu sedemikian lamanya ? Mengapa ketika itu kau
kuketemukan di hutan dalam keadaan sakit parah? Mengapa
kau lalu diam saja di pulau ini demikian lamanya ? Mengapa
kau tak memberitahukan kepadaku bahwa kau adalah puteri
Hong-gi-hiap Souw Thian Hai? Dan…. Mengapa kau tak lekaslekas
pulang setelah sembuh dari sakitmu? Mengapa
kau.......?”
"Karena kau tak pernah memperhatikan aku !" tiba-tiba
Souw Lian Cu menjerit penasaran, memotong pertanyaanpertanyaan
Keh-sim Siauw-hiap yang membanjir keluar dari
mulutnya itu. Gadis itu lalu bangkit dari atas pasir dan berlari
pergi. Sekilas terdengar sedu-sedannya !
Tapi hanya dengan sekali lompat saja, pendekar itu telah
berada di depan Souw Lian Cu. Dengan kuat lengan pendekar
itu mencengkeram kedua pundaknya, "Tenanglah, Lian Cu....!
Mengapa kau IaIu menjadi marah karena aku tak pernah
memperhatikanmu? Bukankah kita......?"
Tetapi sekali lagi Keh-sim Siauw-hiap tak dapat
meneruskan perkataannya. Gadis yang berada di depannya itu
balas memandang dengan beraninya. Di antara derai air mata
yang mengalir di atas pipinya itu jelas terpancar ungkapan
cinta yang amat mendalam, sehingga pendekar yang telah
kenyang mengenyam pahitnya cinta itu menjadi kaget dan tak
bisa berkata apa-apa. Wajah tampan yang pucat dan muram
itu segera tertunduk.
Perlahan-lahan tangan yang mencengkeram pundak Souw
Lian Cu itu terlepas dan tergantung kaku di tempatnya. Wajah
yang sudah pucat dan muram itu semakin tampak kelam dan
murung. Dahi yang lebar itu juga tampak berkerut-kerut
seolah menahan suatu beban yang amat berat. Dan dari
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dalam dada yang bidang itu terdengar pula suara elahan
napas yang panjang berkali-kali!
Dan semua gerak-gerik itu tak lepas dari pandang mata
Souw Lian Cu! Gadis itu segera tahu bahwa perasaan cintanya
tak memperoleh sambutan seperti yang dia harapkan. Seperti
yang telah selalu ia dengar, pendekar murung itu tak pernah
melupakan cinta pertamanya. Hati yang sudah membeku itu
tak pernah dapat mencair lagi...!
"Ooooh......!" Souw Lian Cu berlari sambil menutupi
mukanya dengan tangannya yang tinggal sebelah. Dengan
hati hancur gadis malang itu mengambil sebuah perahu dan
meluncur pergi meninggalkan Pulau Meng-to.
"Souw Lian Cu....!” Keh-sim Siauw-hiap berbisik lirih.
Tangannya teracung ke depan, seakan-akan mau menahan
kepergian gadis itu.
Demikianlah, Souw Lian Cu pergi ke daratan Tiongkok
kembali dan berkelana tak tentu tujuan pula. Untunglah
selama dia berada di Pulau Meng-to, Siang In dan Siang Yen
selain memberi pakaian juga memberi beberapa buah
perhiasan pula, sehingga beberapa buah kalung, cincin dan
gelang emas itu dapat dia jual untuk biaya makan-minumnya
selama berbulan-bulan. Gadis itu pernah pula membantu
seorang pembesar kerajaan di kota Kuang-Ti dalam
membekuk seorang buruan negara, sehingga memperoleh
hadiah yang tidak sedikit pula.
Begitulah selama berbulan-bulan gadis itu berkelana
seorang diri untuk menghibur hatinya yang sedih dan pepat.
Dan selama itu pula gadis itu tak pernah lupa mengamalkan
kepandaiannya yang hebat untuk menolong rakyat. Sudah
banyak sekali penjahat yang menjadi korban keampuhan
tangan tunggalnya ! Dan sudah tak terhitung pula orang
miskin dan menderita yang telah ditolongnya. Apalagi ketika
terjadi gempa bumi besar itu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Mengingat akan gempa bumi itu, Souw Lian Cu lantas
teringat kepada Yang Kun, pemuda yang ia jumpai di Hi-sancung
dan membunuh orang Tiat-tung Kai-pang itu. Pemuda
pendiam, tetapi menurut dia sombong bukan main. Entah apa
yang menyebabkannya, tapi Souw Lian Cu amat benci sekali
kepada pemuda yang berkepandaian sangat tinggi tersebut.
Mungkin yang membuatnya tidak suka adalah sinar mata
pemuda itu. Pemuda sombong itu selalu memandangnya
dengan pandangan aneh dan mesra, sehingga ia menjadi risih
dan kikuk.
Souw Lian Cu kemudian teringat juga ketika bersama-sama
dengan Siang Yen mau kembali pulang ke Pulau Meng-to. Tapi
ternyata di tengah jalan ia berbalik pikiran dan pergi
meninggalkan Siang Yen. Gadis itu menjadi malu kalau nanti
harus bertemu kembali dengan orang yang telah menolak
cintanya.
Di tengah jalan ia melihat perkelahian antara orang-orang
Bing-kauw dan Mo-kauw. Lalu Souw Lian Cu menolong orang
orang Bing-kauw yang lebih sedikit jumlahnya. Tapi gadis itu
ternyata harus berhadapan dengan ketua Mo-kauw sendiri
yang kepandaiannya lihai bukan main. Akhirnya dengan
menderita luka dalam yang parah, Souw Lian Cu dibawa ke
Kuil Delapan Dewa, kuilnya orang-orang dari Aliran Im-yangkauw
!
Di dalam kuil itu ternyata Souw Lian Cu bertemu kembali
dengan Yang Kun yang dibencinya.
LaIu bersama-sama dengan dua orang tokoh puncak Imyang-
kauw, Souw Lian Cu dan Yang Kun, mengadakan
perjalanan bersama ke Gedung Pusat Im-yang-kauw, yang
jaraknya lebih dari dua hari perjalanan.
Apabila mengenangkan kembali saat-saat di dalam
perjalanan itu, Souw Lian Cu menjadi amat kesal terhadap
dirinya sendiri. Karena di dalam perjalanan itu dia terpaksa
tidak dapat terus-terusan membenci pemuda yang amat
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sombong itu. Ternyata banyak pula segi kebaikan pemuda itu
yang patut dihargai dan dikagumi. Meskipun tentu saja
kebaikan itu tidak sehebat dan setinggi kebaikan Keh-sim
Siauw-hiap, tokoh pujaannya !
"Bocah sombong itu memang lebih tampan dan jauh lebih
muda dari pada Keh-sim Siauw-hiap, tapi mana mampu dia
menyaingi nama Keh-sim Siauw-hiap yang amat harum dan
tersohor itu ? Mana dapat pemuda itu berbuat kebajikan dan
kebaikan seperti halnya sepak terjang Keh-sim Siauw-hiap
selama ini ?” tanpa terasa Souw Lian Cu mulai membandingbandingkan
kedua pemuda itu di dalam lamunannya.
Oo0oo
"Krosaaaak! Jleeeg !"
"Ohh!" tiba-tiba Souw Lian Cu tersadar dari lamunannya.
Dengan tangkas tubuhnya yang sedang berbaring di atas pasir
tepi telaga itu melenting berdiri. Tapi sebentar kemudian
hatinya yang kaget dan tegang itu menjadi tenang kembali.
Orang yang datang dengan tiba-tiba di pinggir telaga kecil di
tengah hutan itu ternyata adalah Put-gi-ho dan Put-chih to,
orang yang telah ditolongnya tapi juga pernah menolongnya
membawa ke Kuil DeIapan Dewa itu.
Sementara itu kedua orang Bing-kauw itu ternyata juga
sangat kaget sekali melihat Souw Lian Cu berada di tempat
itu. Mereka berduapun ternyata juga tidak menduga kalau
akan bertemu dengan Souw Lian Cu di tempat yang sangat
terasing itu.
"Nona, kau.....? Eh, mengapa... mengapa nona berada di
tempat ini?" Put-gi-ho yang tinggi kurus itu melongo.
"Ah, kalian lagi...." Souw Lian Cu membuang napas kuatkuat,
kemudian kembali duduk diatas pasir lagi.
"Eeee.... kenapa nona duduk pula lagi? Ayoh kita cepatcepat
pergi dari sini ! Sebentar lagi di pinggir telaga ini akan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
ada pertempuran sengit Iagi ..." Put-gi-ho menarik lengan
Souw Lian Cu dengan wajah pucat dan khawatir.
Tentu saja Souw Lian Cu menjadi bingung dan tak
mengerti. Sambil berjalan mengikuti dua orang anggota Aliran
Bing-kauw itu dia bertanya. "Apa katamu? Pertempuran?
Pertempuran apa itu?"
Sambil mengajak Souw Lian Cu memanjat sebatang pohon
yang rimbun daunnya, dua orang Bing-kauw itu memberi
keterangan. "Harap nona jangan marah! Kami minta nona
bersembunyi dahulu di atas pohon ini sampai pertempuran itu
selesai nanti!”
"Iya ! Tapi pertempuran apa itu? Lekas kau katakan !"
"'Pertempuran seperti dahulu lagi. Orang orang dari aliran
kami dengan Aliran Mo-kauw !" Put-gi-ho menjelaskan.
"Maka kami ajak nona ke sini untuk bersembunyi karena
kami tidak ingin dituduh membawa bala-bantuan dari luar…."
Put-chih to ikut memberi keterangan.
"Ah, kalian ini orang-orang tua benar-benar seperti anak
kecil saja, masih suka berkelahi! Lalu mana kawan kalian yang
lain? Apakah cuma kalian berdua saja ?”
"Hehe... . tidak ! Sebentar lagi yang lain akan datang…."
Put-chih to yang gemuk itu tersipu-sipu. “Nah, maafkanlah
kami, nona….! Kami terpaksa akan berada di tepi telaga itu
agar tidak dituduh mengingkari janji."
Kedua orang Bing-kauw itu segera terjun kembali ke atas
tanah dan melangkah ke pinggir telaga. Dan betul juga, tidak
lama kemudian datang beberapa orang kawan mereka ke
tempat itu. Mereka datang dengan naik perahu yang kini
mereka tambatkan di tepi sungai.
"Mereka akan tiba sebentar lagi," salah seorang di antara
mereka berkata kepada Put-gi-ho dan Put-chih-to. "Tadi
mereka berada di belakang perahu kami."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Lalu..... bagaimana dengan su-heng kita Put-pai-siu Hong
jin? Apakah dia juga bisa datang ke tempat ini?" Put-gi-ho
menggoyang-goyangkan pundak orang itu dengan cemas.
"Jangan khawatir...! Dalam mabuknya kemarin Put-pai-siu
Hong-jin su-heng berkata bahwa dia tentu datang. Tapi dia
harus berusaha mengelabuhi su-pek (uwa guru) Put-chienkang
Cin-jin dahulu baru bisa berangkat ke sini.....”
"Bagaimana kalau Put-sim-sian su-heng tahu? Bukankah
Put-sim-sian su-heng selalu menjadi wakil Put-ceng-li Lo-jin
suhu kalau beliau sedang tidak ada di rumah ?”
"Jangan takut ! Kalau dengan kita semua atau dengan adikadik
seperguruannya sendiri, Put-sim-sian suheng mungkin
dapat bertindak dengan keras, tapi kalau menghadapi
suhengnya, Put-pai-siu Hong-jin itu, hehe.... tak mungkin dia
berani berlaku kurang ajar !" orang itu menjawab dengan
tertawa.
"Ah, kau ini ! Jangan memandang begitu rendah terhadap
Put-sim-sian suheng ! Kau tahu mengapa suheng kita itu
diberi nama Put-sim sian (Dewa Tak Berperasaan).....?” Putchih-
to merengut tak senang.
“Tentu saja. Tapi kau juga harus tahu, mengapa murid supek
itu diberi nama Put-pai-siu Hong-jin (Si Gila Yang Tak
Punya Malu)....." orang yang berbicara dengan Put-chih to itu
tak mau mengalah pula.
"Hei, sudahlah! Jangan berbantah saja ! Lihatlah itu......
mereka telah datang !" Put-gi-ho membentak.
Sebuah perahu yang cukup besar merapat ke tepi sungai,
lalu dari dalamnya tampak berloncatan belasan orang
berjubah hijau dan dua orang berjubah biru. Dengan sangat
lincah dan gesit mereka melesat menghampiri orang-orang
Bing-kauw yang telah berdiri menunggu. Mereka berdiri
berkelompok dan saling berhadapan dalam jarak empat meter.
Kedua orang yang berjubah biru itu berdiri di depan kawanTiraikasih
Website http://kangzusi.com/
kawannya, berhadapan langsung dengan Put-gi-ho dan Putchih-
to yang juga berdiri di depan teman-temannya.
"Hmm, apakah kalian sudah datang semuanya?" Put-gi-ho
melangkah maju mewakili teman-temannya. Kedua belah
tangannya bertolak pinggang dan sepasang kakinya berdiri
renggang.
"Benar! Inilah semuanya orang-orang kami, yang dahulu
berhadapan dengan engkau dan kawan-kawanmu itu. Apakah
engkau sekarang juga sudah siap?" salah seorang dari kedua
orang yang berjubah biru melangkah maju pula untuk
mewakili teman-temannya. "Sekarang engkau tak boleh
mengatakan lagi, bahwa pihak kami Iebih banyak dari pada
pihakmu.”
"Tidak usah cerewet ! Kini tiba saatnya bagi kami untuk
menebus kekalahan kami dahulu." Put-gi-ho membentak.
Kemudian tanpa banyak pertanyaan lagi Put-gi-ho segera
menerjang lawannya yang berjubah biru itu dan sekejap
kemudian mereka berdua telah bertempur dengan seru sekali.
Orang Mo-kauw lainnya segera maju pula mencari lawan
mereka masing-masing, sehingga sebentar kemudian di atas
pasir lembut itu telah terjadi pertempuran besar yang amat
hiruk-pikuk. Put-chih-to juga sudah mendapatkan lawan yang
seimbang, yaitu orang berjubah biru lainnya.
Demikianlah, pada waktu tengah hari yang panas itu, di
tengah-tengah hutan lebat, terjadilah sebuah pertempuran
ulangan yang seru antara kelompok anggota Aliran Mo-kauw
dan kelompok anggota Aliran Bing-kauw, yang dahulu sudah
pernah pula saling berhantam. Kini mereka saling bertempur
pula lagi untuk melanjutkan pertempuran mereka dahulu,
yang terhenti serta terganggu oleh kedatangan Souw Lian Cu
dan Ketua Aliran Mo-kauw.
Sementara itu Souw Lian Cu menonton pertempuran
tersebut dari atas pohon yang tidak jauh dari arena
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
pertempuran itu. Sambil menggeleng-gelengkan kepalanya
gadis itu bersungut-sungut tiada habis-habisnya.
"Wah, orang-orang ini sungguh-sungguh sudah gila semua.
Mana pertempuran yang sudah lama berlalu masih tetap
dilanjutkan juga sekarang. Dan…. Put-gi-ho serta Put-chih-to
itu benar-benar orang yang tak tahu diri pula! Dahulu sudah
dikalahkan oleh dua orang berjubah biru itu, kini masih juga
berani melawannya lagi......"
Jilid 21
MEMANG benar juga apa yang telah dikatakan oleh Souw
Lian Cu itu. Dahulu, pada pertempuran mereka yang pertama,
Put-gi-ho dan Put chih-to juga melawan kedua orang berjubah
biru itu. Pada waktu itu Put gi-ho dan Put-chih-to hanya
mampu bertahan selama tigapuluh jurus saja, kemudian
menjadi bulan-bulanan pukulan dua orang berjubah biru
tersebut. Untunglah pada saat itu Souw Lian Cu datang
menolong dan menyelamatkan mereka. Kalau tidak, mereka
tentu sudah mati dibunuh lawannya.
Ternyata demikian pula terjadi sekarang! Dengan cepat
kedua orang anggota Aliran Mo kauw itu dapat menguasai
Put-gi ho ataupun Put chih to. Sementara itu para anggota
Aliran Bing-kauw lainnya ternyata juga mengalami nasib
seperti Put-gi-ho dan Put-chih-to pula. Semuanya terdesak
dengan hebat dan tinggal menunggu waktunya saja, sehingga
Souw Lian Cu yang bertengger di atas pohon itu menjadi
gemetar serta ingin terjun pula dari atas pohon itu untuk
membantu Put-gi ho lagi seperti dulu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tapi sebelum niat itu ia laksanakan, tiba-tiba dari arah
sungai muncul seorang lelaki setengah tua, bermuka merah
dan tangannya menjinjing sebuah buli-buli arak. Sebentarsebentar
arak yang berada di dalam buli buli itu ia tuangkan
ke dalam mulutnya, kemudian ia sembur-semburkan ke atas
hingga membasahi kepalanya yang berambut amat jarang itu.
Langkahnya sebentar-sebentar berhenti, sementara tubuhnya
selalu bergoyang-goyang seperti ayam terkena penyakit.
Sedangkan mulutnya yang amat lebar itu selalu bergumam
dengan kata kata yang tak jelas, kadang-kadang seperti
nyanyian, tapi di lain saat seperti umpatan atau makian !
"....... Burung camar terbang di atas perahu.hihihi......!
Lalu..... eh, lalu hinggap di tiang layar! ....eit, keliru ! Keliru
besar! Masakan burung bisa terbang, aneh sekali ! ......
Burunnggg.... eeh, burung lagi! Goblog benar, sih !..... Gajah
terbang di atas perahu, lalu hinggap di tiang
layar!.....Hehehihi..... nah, sekarang baru benar,
hohoho.....aduh senangnya!..... Gajah besar terbang di atas
awan, lalu hinggap di atas genting....... Bruoool !! Hahahaha!”
Sementara itu Put-gi ho dan Put-chih to tampak bergembira
bukan main melihat kedatangan orang itu. Meskipun mereka
bersama kawan-kawannya yang lain sedang terdesak dengan
hebat, tapi wajah mereka tampak berseri-seri penuh harapan.
Tentu saja lawan mereka, orang orang dari Aliran Mo-kauw itu
menjadi heran sekali !
"Berhentiiii .....!” orang yang baru saja tiba itu berteriak
keras sekali, sehingga semua orang yang sedang asyik
berkelahi itu berhenti pula dengan mendadak. Termasuk juga
para anggota Aliran Mo-kauw yang sudah berada di atas angin
itu !
"Mengapa saudara menghentikan pertempuran besar ini ?"
salah seorang pemimpin orang Mo-kauw yang berjubah biru
itu bertanya tak senang. Belasan orang kawannya yang telah
dapat mendesak lawan mereka itu terpaksa berhenti
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
karenanya ! Tapi orang yang tidak lain adalah Put-pai-siu
Hong-jin itu, justru melangkah maju dengan mata mendelik!
Mulutnya yang berbau arak beras itu berteriak marah malah!
“Berhenti semua! Hayo...... mengaku ! Siapa yang tadi
mengeluarkan..... kentut ?”
Terdengar suara tertawa yang tertahan di antara para
pengikut Put gi ho dan Put-chih-to, sementara dua orang
berjubah biru dan anak buahnya menjadi dongkol dan marah
sekali.
"Kurang ajar ! Kubunuh kau, babi konyol ....!" dua orang
berjubah biru itu segera menerjang Put pai-siu Hong-jin
dengan sangat geramnya.
Tapi orang gila itu cepat mengangkat kaki kanannya tinggitinggi
ke belakang melampaui kepalanya, sehingga otomatis
tubuhnya yang besar itu terjerembab ke tanah seperti
sebatang pohon yang roboh. Blug! Kemudian dengan cepat
merangkak pergi seperti monyet berlari. Gerakannya benarbenar
konyol dan aneh ! Tapi yang sangat mengherankan,
serangan kedua orang jago Aliran Mo-kauw tadi tak satupun
yang mengenai sasarannya.
“Lihatlah baik-baik ! Ilmu yang diperlihatkan oleh Put-paisiu
Hong-jin suheng itu adalah Cap-sha-cui-min (Tigabelas
Pintu Mabuk) ciptaan su-pek Put chien-kang Cin-jin ! Kita
besok juga harus mempelajari ilmu silat yang aneh itu." Putgi-
ho berkata kepada teman-temannya, "Dengan ilmu itu kita
akan bisa mengelakkan serangan lawan yang bagaimanapun
hebatnya......."
"Ah, bosan juga dong,... kalau harus mengelak terusmenerus
! Masakan bertempur cuma mengelak saja.”
“Wah, kau ini..... goblog benar! Tentu saja su-pek tidak
cuma menciptakan yang itu saja. Ada bagian yang lainnya.
Cap-sha-cui-min hanya bagian pertama dari Chuo mo ciang
(Ilmu Menangkap Setan). Bahagian yang kedua dinamakan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Koai-jing kun (Seribu Gerakan Aneh)!" put gi-ho menerangkan
lagi.
“hei, mengapa kau tahu semua itu ? Apakah kau sudah
mulai mempelajarinya?"
Put-gi ho meringis kikuk. "Sayang aku belum boleh
mempelajarinya. Aku hanya sering menonton kalau su-heng
Put-swi-kui dan suheng Put-ming-mo sedang berlatih di
hadapan suheng Pat-sim-sian....”
"Sudahlah, jangan cerewet saja! Lihatlah itu, suheng Putpai-
siu Hong-jin sudah menang di atas angin! Kedua orang
Mo-kauw berjubah biru itu sudah tidak dapat berbuat apa-apa
lagi." Put-chih to membentak kawan-kawannya.
Memang benar. Dengan ilmunya yang gila dan aneh, Putpai-
siu Hong-Jin tampak sedang mempermainkan dua orang
lawannya. Dua orang berjubah biru yang dalam urutan tingkat
ilmu Aliran Mo-kauw menduduki tingkat ketiga itu benar-benar
tidak berdaya menghadapi ilmu Chuo-mo-ciang (Ilmu
Menangkap Setan) Si Gila Yang Tak Punya Malu itu !
"Heh-heh-heh..... Dua ekor sangkar di dalam burung! .....
Eit, keliru tidak, yaa? Wah, mana yang betul? Dua ekor
sangkar atau dua ekor burung? Anu.... wah, bangsat, keparat,
monyet busuk..... aku sudah lupa lagi ! ..... Ada burung kecil
di dekat ekor ! ..... Lhaah, kini baru betul, haha-heheh.....! Oh,
sungguh, menyenangkan ! ..... Ada burung kecil di dekat ekor
! ... Hmm, enaknya burungnya kecil atau besar, ya? Wah,
yaa..... terserah yang punya. Hihihahah! Dan kini ada dua ekor
burung kecil sedang dipermainkan oleh seekor burung besar,
heheh....."
Melihat kedua orang jago mereka kalah, semua orang Mokauw
yang berada di tempat itu segera berloncatan maju.
Mereka mengepung dan mengeroyok Put-pai siu Hong-jin di
tengah-tengah.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Beberapa orang anggota Bing-kauw ikut bergerak maju
pula, tetapi Put gi-ho dan Put-chih-to segera melarang
mereka.
"Apakah kalian minta dihajar sendiri oleh Put-pai-siu Hong-
Jin suheng? Put-pai-siu Hong jin paling tidak suka diganggu
kalau sedang bertempur dengan lawannya. Dia akan berteriak
sendiri kalau mau minta pertolongan kita."
Ternyata kekhawatiran teman-teman Put-gi ho tadi
memang tidak beralasan sama sekali. Biarpun dikeroyok
belasan orang lawan, ternyata Si Gila Yang Tak Punya Malu itu
justru semakin memperlihatkan kelihaiannya. Dengan leluasa
orang sinting tersebut bergerak dan bergaya dengan ilmunya
yang konyol tapi hebat bukan main itu. Rupa, tubuh dan
pakaiannya sudah tidak keruan macamnya lagi, karena dipakai
untuk tiarap, terlentang, merangkak, masuk ke air telaga,
berguling-guling dan memanjat pohon ! Tapi hebatnya satu
persatu lawannya tampak berjatuhan tidak dapat bangun lagi,
sehingga akhirnya sepeminuman teh kemudian semua
lawannya telah menggeletak tak berdaya. Semuanya roboh
tertotok oleh tangannya yang membawa buli-buli arak
tersebut.
"Bagus! Bagus! Sekarang semuanya sudah tertidur, hehheh..
.. Kalau begitu akupun juga mau menemani tidur....."
Put-pai-siu Hong-jin bertepuk tangan, lalu ikut merebahkan
diri di atas pasir di antara Iawan-lawannya. Secara kebetulan
tubuhnya berdampingan dengan tubuh salah seorang
lawannya yang berjubah biru tadi, dan secara kebetulan pula
orang itu tertotok jatuh dalam keadaan tertelungkup.
Put pai-siu Hong-Jin bangkit kembali dan merangkak
mendekati orang itu. Berkali-kali Si Gila Yang Tak Tahu Malu
itu mengintip dan berputar-putar di sekeliling tubuh lawannya,
seperti sedang mencari sesuatu di bawah tubuh yang
tertelungkup itu. Setelah yakin bahwa di bawah tubuh
tersebut tiada apa-apanya, Put-pai-siu Hong-jin segera
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
membalikkan tubuh orang berjubah biru itu. Sambil
mencongkel tubuh lawannya, mulutnya mengomel tidak
keruan.
"Memalukan ! Sungguh memalukan sekali.....! Lelaki tidak
boleh tidur tertelungkup, tahu? Itu sama saja menghina
seekor kuda, sebab kuda tak bisa tidur terlentang, heh hehheh....
Kalau manusia sudah tidak berbeda dengan kuda.....
wah,repot..... repot!"
"Tutup mulutmu!"
Tiba tiba dari dalam perahu Mo-kauw yang tertambat di
tepi sungai itu berloncatan keluar tiga orang laki laki berjubah
coklat. Rata rata umur mereka sekitar empatpuluh lima
tahunan. Gerakan mereka sangat cepat sekali, sehingga begitu
suara teriakan mereka berhenti, orangnyapun telah berdiri
tegak di depan Put-pai-siu Hong-jin! Tak heran, memang
mereka bertiga adalah tokoh-tokoh tingkat dua dalam urutan
tingkat ilmu Aliran Mo-kauw. Mereka adalah murid-murid
langsung Bhong Kim Cu dan Leng Siau, yaitu tokoh-tokoh
tingkat pertama yang kini memangku jabatan sebagai Kau Tai
shih (Utusan Agama) dalam Aliran Mo-kauw. Sebuah jabatan
tertinggi setelah Mocu (Ketua Aliran Mo) !
"Sute, kalian berdua pergilah mengobati dan menyadarkan
orang-orang kita itu ! Biarlah untuk sementara kuhadapi
sendiri jago dari Bing-kauw ini,” yang tertua dari ketiga orang
Mo-kauw berjubah coklat itu menoleh ke arah temannya.
"Baik ! Tapi kami harap su-heng berhati-hati
menghadapinya. Kalau tak salah orang gila ini adalah Put-paisiu
Hong-jin yang terkenal itu…”
Souw Lian Cu yang bersembunyi di atas pohon itu menjadi
terkejut melihat perubahan suasana pertempuran yang
mendadak tersebut. Gadis itu benar-benar tidak mengira kalau
masing-masing pihak ternyata mengerahkan tokoh-tokoh
utama dari aliran mereka. Jangan-jangan keduanya malah
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sudah mempersiapkan seluruh kekuatan mereka di tempat ini.
Tanpa terasa Souw Lian Cu menoleh ke kanan dan ke kiri,
siapa tahu di dekatnya ada salah seorang dari tokoh-tokoh
mereka?
Benar juga ! Seketika berdiri semua bulu roma Souw Lian
Cu! Tanpa setahu dia di belakangnya telah duduk seorang
kakek tua berambut putih dan berjenggot putih, mengenakan
jubah lebar berwarna putih pula. Kakek tua itu amat sangat
dikenalnya, karena kakek tua itulah yang dahulu melukainya.
Kakek itu tiada lain adalah Pek-i Liong-ong sendiri, ketua atau
Mo-cu dari Aliran Mo-kauw!
"Nona, maaf aku dulu terpaksa melukaimu..." kakak tua itu
berbisik perlahan, "Tetapi sebenarnya bukan maksudku untuk
melukaimu saat itu. Kaulah yang mengagetkanku dengan
pukulan Tai-lek Pek-khong-ciangmu itu, sehingga aku terpaksa
menangkisnya dengan tenaga Pai-hud ciangku........Eh,
nona...... siapakah sebenarnya kau ini ? Apakah hubunganmu
dengan Hong-gi hiap Souw Thian Hai ?”
Souw Lian Cu membalikkan tubuhnya dengan cepat.
Matanya yang lembut itu kini menatap kakek tua yang duduk
tenang di hadapannya. "Aku adalah puterinya," Jawab gadis
itu tegas.
"Ooooo......?!" Mo-cu dari Aliran Mo-kauw itu menganggukanggukkan
kepalanya dengan mulut ternganga. "Tapi......
bukankah ayahmu tak mempunyai hubungan dengan Aliran
Bing kauw. Mengapa engkau membantu orang-orang ini ?”
"Aku tak membantu siapa-siapa......!" Souw Lian Cu
menjawab dengan kaku. Bagaimanapun juga kakek tua ini
pernah melukainya dengan parah. Ingin sebenarnya gadis itu
membalas dendam, tapi ia segera menyadari bahwa ia
bukanlah lawan dari kakek itu. Hanya ayahnya sajalah yang
kiranya mampu menghadapinya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Tapi sudah dua kali ini kau kuketemukan bersama-sama
dengan orang-orang Bing-kauw itu." Pek-i Liong-ong
memandang dengan tajam.
"Ya! Tapi kedua-duanya juga cuma kebetulan saja. Secara
kebetulan dan tidak sengaja, aku selalu berada di tempat
pertemuan kalian. Baik ketika aku kaulukai dulu itu, maupun
sekarang ini....." Souw Lian Cu menjawab semakin berani.
Seperti juga tokoh tokoh persilatan yang pernah ia jumpai
selama ini, agaknya Mo cu dari Aliran Mo-kauw itu juga
kelihatan segan bila menyebut nama ayahnya.
"Baiklah, aku percaya kepadamu,” akhirnya kakek tua itu
mengangguk. Kemudian dengan pandang mata berkilat kakek
tua itu melihat ke bawah, ke arena pertempuran.
Tampak para anggota Aliran Mo-kauw yang tertotok roboh
tadi telah berdiri semua. Dengan wajah pucat mereka berdiri
menunduk di depan dua orang berjubah coklat yang menolong
mereka. Malahan dua orang berjubah biru yang tadi
memimpin rombongan itu tampak berlutut ketakutan di depan
salah seorang tokoh berjubah coklat tersebut. Tapi dengan
mendengus marah tokoh itu membalikkan tubuhnya dan
menonton pertempuran antara suhengnya melawan Put-paisiu
Hong-jin.
Sementara itu para anggota Bing kauw yang datang
bersama dengan Put-gi-ho dan Put-chih-to tampak diam saja
di tempat masing-masing. Mereka membiarkan saja dua orang
berjubah coklat itu membebaskan teman-temannya. Mereka
percaya seratus persen pada kesaktian su-heng mereka Putpai-
siu Hong-jin, karena dalam Aliran Bing-kauw kesaktian
Put-pai-siu Hong Jin adalah nomer tiga setelah Put chien-kang
Cin jin dan Put-cengli Lo-jin, tokoh puncak mereka! Maka
kalau cuma melawan jago-jago tingkat dua dari Mo-kauw
seperti tiga orang berjubah coklat itu saja mereka tak usah
merasa khawatir. Lain halnya kalau yang datang itu adalah
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Bhong Kim Cu atau Leng Siau, Kau Tai shih (Utusan Agama)
Aliran Mo-kauw !
Benar saja, belum ada limabelas jurus mereka bertempur,
jago Aliran Mo-kauw berjubah coklat itu sudah mulai
kebingungan menghadapi ilmu Put-pat-siu Hong-jin yang
konyol dan aneh! Akhirnya dua orang berjubah coklat lainnya
ikut terjun pula ke arena, membantu su-heng mereka yang
kerepotan tersebut.
Kini mendapat lawan tiga orang berjubah coklat sekaligus
memang tidak ringan bagi Put-pai-siu Hong jin! Dibandingkan
dengan ilmu kepandaian masing-masing lawannya, Put-pai-siu
Hong-jin memang masih lebih tinggi setingkat. Tapi kalau
dengan selisih yang hanya satu tingkat tersebut dia harus
menghadapi mereka bertiga sekaligus, memang sungguh amat
berat bagi Put-pai-siu Hong-jin. Mungkin kalau cuma melawan
dua orang saja di antara mereka, Si Gila Yang Tidak Tahu
Malu itu masih bisa mengimbanginya, atau bahkan
memenangkannya. Tapi tiga lawan sekaligus? Berat sekali
memang! Salah-salah bisa kalah malah!
Benar saja. Orang sinting itu mulai tampak kerepotannya.
Buli-buli arak yang setiap kali selalu ia tuangkan ke dalam
mulutnya itu kini sudah tidak dapat ia lakukan lagi. Celotehceloteh
tidak keruan yang selalu terlontar dari mulutnya setiap
ia melakukan gerakan, kini tidak begitu sering lagi ia
teriakkan. Sekarang mulut itu lebih sering menyerukan
umpatan dan makian untuk mengiringi jurus-jurusnya yang
gila !
"Kalau di rumah ada isteri cuma seekor, sungguh amat
mudah mengurusnya, hihihi...... Tapi bila tambah lagi yang
dua ekor, masa depan benar-benar sengsara! ......Bangsat
keparat ! Monyet busuk bau terasi! Setaaaann...! Sulit betul
mengurus tiga ekor isteri piaraan... eh, tiga ekor manusia
keparat ini ! Aduuuuuh .... babi kau !"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sebuah tendangan yang amat keras menghantam
selangkangan Put-pai-siu Hong-jin, tepat pada kemaluannya,
sehingga orang sinting itu terlontar jatuh ke dalam air telaga.
Byuuur........! Sebentar kemudian tubuh yang kotor dan tak
keruan macamnya itu tenggelam dan........ tak keluar-keluar
lagi !
Sejenak tiga orang lawannya terlongong-longong dan saling
memandang satu dengan lainnya. Matikah orang itu? Agaknya
memang demikian. Mungkin tendangan yang mematikan tadi
telah menghancurkan tulang selangkangannya !
Put-gi ho dan Put-chih-To segera bersiap-siap dengan
semua kawannya. Hati mereka menjadi kecut karena secara
tak terduga jago mereka kalah, Put gi-ho memberi perintah
untuk berkelahi sampai mati !
Tapi sebelum orang-orang Bing-kauw itu bergerak maju,
tiba-tiba terdengar jeritan nyaring disertai suara debur air
telaga yang muncrat ke mana-mana! Put-pai-siu Hong-jin
yang tadi terbenam ke dalam air tampak meloncat keluar
dengan sinar mata beringas dan......... tidak mengenakan
pakaian barang selembar benang pun! Dan pada
selangkangnya tak terlihat apa-apa! Tempat tersebut tampak
bersih dan halus, sedikitpun tak tampak bekas-bekas luka atau
bekas tendangan!
Tentu saja orang-orang Mo-kauw menjadi kaget dan heran.
Mengapa orang itu tak mengalami luka sedikitpun meski
terkena tendangan dengan telak pada kemaluannya? Apakah
selain gila orang itu juga kebal ?
"Bangsat keparat ! Babi! Terasi berbau monyet..,...,,, eit,
monyet berbau babi ! Hei......? Setaaan....... mau memaki saja
tidak bisa ! Goblog! Sinting!........ Hai, Put-gi-ho ! Mana yang
betul, terasi bau monyet atau........ monyet bau terasi ?"
"Monyet bau terasi !” Put gi ho menjawab cepat. “Haa,
benar ! Kau benar.... hahaha... monyet bau terasi! Kau benarTiraikasih
Website http://kangzusi.com/
benar monyet berbau terasi,hehehe...... eit, keliru !
Maksudku....... maksudku orang-orang inilah yang seperti
monyet bau terasi !” Put pai siu Hong-jin tertawa senang
sekali, lupa bahwa dia tadi baru saja tercebur ke dalam air
gara-gara didesak dan ditendang oleh lawannya itu. "Dan
orang orang ini sungguh sekawanan monyet yang sangat
rusuh dan kotor! Masakan bertempur dari tadi yang diincar
cuma selangkangankuuuuuu ..... saja! Heran benar aku! Apa
sih keistimewaannya tempat itu? Paling-paling juga sama saja
dengan yang lain, hehehe......... Ataukah kalian orang-orang
dari Aliran Mo-kauw ini menginginkan aku agar tidak dapat
kawin lagi, begitu......? Wah !” Put-pai-siu Hong jin
melanjutkan kelakarnya sambil mendekap erat
selangkangannya.
Tentu saja ulah Put-pai siu Hong-jin yang kurang ajar dan
memalukan itu membuat risih dan kikuk lawan-lawannya.
Semuanya melangkah mundur dengan perasaan jijik. Apalagi
seorang gadis seperti Souw Lian Cu! Dengan muka merah
seperti udang direbus, gadis itu segera melengos tak mau
melihat lagi ke arena pertempuran. Untung saja tempat
persembunyiannya agak sedikit jauh dari tempat itu.
"Bocah itu memang amat keterlaluan sekali !" Pek-i Liongong
yang berada di dekat Souw Lian Cu bergumam sambil
menggeleng-gelengkan kepalanya.
Anehnya, sementara yang lain pada risih dan malu
menyaksikan ulah kegilaan Put-pai-siu Hong-jin, orang-orang
dari Bing-kauw sendiri ternyata justru menjadi sangat
bergembira malah! Mereka bersorak-sorak memberi semangat
kepada jago mereka itu. Bagi para anggota Aliran Bing-kauw,
hal-hal seperti yang dilakukan oleh Put-pai siu Hong jin itu
tidak terasa aneh lagi. Mereka setiap hari telah terbiasa
menonton kegilaan-kegilaan seperti itu, yaitu bila di gedung
mereka sedang diadakan latihan-latihan ilmu Chuo-mo-ciang
oleh tokoh-tokoh aliran mereka. Semua pengikut Bing-kauw
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
akan berbuat yang aneh-aneh pula bila sedang memainkan
Ilmu Chuo mo-ciang, tidak peduli siapa dan apa
kedudukannya! Masing-masing akan bergaya dan berceloteh
menurut seleranya sendiri-sendiri. Dan selama ini yang paling
gila dan paling konyol memang Put-pai-siu Hong-jin seorang !
Demikianlah, ketika orang sinting itu sudah mulai
menyerang lagi dengan ilmunya yang konyol dan aneh, tiga
orang tokoh Mo-kauw berjubah coklat itu masih belum bisa
menghilangkan rasa kikuk dan jijiknya. Maka untuk beberapa
saat mereka bertigalah yang kini menjadi bingung dan didesak
oleh Put-pai-siu Hong-jin. Apalagi ketika cara bersilat orang
sinting itu semakin menggila dan semakin ngawur!
Tahu kalau lawan-lawannya merasa jijik melihat pantat dan
selangkangannya, Put-pai-siu Hong-jin justru semakin brutal
memainkan bagian anggota tubuhnya tersebut. Beberapa kali
pukulan lawannya sengaja ia songsong dengan pantat atau
selangkangannya yang tahan tendangan itu. Tentu saja
lawannya buru-buru menarik kembali pukulan mereka begitu
hampir menyentuhnya! Jijik rasanya!
Tapi dalam pertempuran yang kacau seperti itu, mana
mampu ketiga orang Mo-kauw itu terus menerus menarik
serangannya? Maka sekali waktu terpaksa pula mereka
menyentuhnya. Dan konyolnya, Put-pai-siu Hong-jin tentu
akan segera merem-melek seperti monyet mengisap
tembakau bila tempat itu disentuh lawan ! Biarpun sentuhan
itu kadang-kadang begitu kerasnya sehingga Put-pai-siu Hongjin
terpaksa jatuh tunggang-langgang di atas pasir.
Melihat anak buahnya jatuh di bawah angin hanya
disebabkan karena jijik dan segan menyentuh anggota tubuh
lawannya, Pek i Liong-ong menjadi gusas sekali. Dan
kegusaran orang tua itu dapat dilihat oleh Souw Lian Cu.
"Kelihatannya kau mau membantu anak muridmu lagi
seperti dulu......" gadis itu berbisik, matanya yang bulat Iebar
itu menatap tajam.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Pek-i Liong-ong menghela napas panjang.
"Tidak ! Aku ke sini ini justru untuk mengawasi anak
muridku. Aku tak ingin mereka berbuat keterlaluan sehingga
menggagalkan jalan perdamaian yang baru dirintis oleh dua
orang Kau Tai-Shih (Utusan Agama) kami. Kau tahu, apakah
sebabnya aku bersembunyi di sini ?” Pek i Liong-ong
menghentikan kata-katanya sebentar untuk melihat kesan
pada wajah Souw Lian Cu, kemudian setelah dilihatnya gadis
itu diam saja tak menjawab, orang tua itu segera menjawab
sendiri pertanyaan tersebut. "......Karena anak-anak Mo-kauw
yang datang kemari itu pergi tanpa sepengetahuanku dan
tanpa ijinku! Mereka akan ketakutan setengah mati bila aku
keluar menemui mereka. Tapi meskipun aku tak menyukainya
tindakan mereka ini, aku tetap merasa penasaran juga melihat
mereka terdesak oleh orang Bing kauw yang sinting dan gilagilaan
itu. Seharusnya kalau mereka bertiga mau berpikir
tenang dan mengenyampingkan segala perasaan risih dan jijik
di hati mereka, mereka takkan serepot itu keadaannya."
"Lalu apa yang hendak kaulakukan ?” Souw Lian Cu
bertanya lagi, suaranya tetap keras biarpun tidak sekaku
sebelumnya. Bagaimanapun juga baiknya orang tua itu
sebenarnya, tapi dia pernah melukai tubuhnya hingga cukup
parah.
"Sebenarnya aku tadi mau melerai mereka. Tapi dengan
kedudukan orang-orangku yang berada di bawah angin seperti
sekarang ini, aku jadi serba salah untuk melakukannya.
Jangan-jangan aku cuma dikira mau membantu atau mau
menolong muka anak buahku sendiri nanti. Oleh karena itu
aku malah menjadi bingung sekarang. Mau melerai nanti
disangka membantu, tidak melerai orang-orangku sedang
kerepotan !" orang tua itu meremas-remas jari tangannya
sendiri.
"Lalu apa hendak kaudiamkan saja mereka, sehingga ada
salah satu yang mati, begitu ?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Hmmm, ....”
"Mengapa tidak kaubantu dulu orang-orangmu itu dengan
diam-diam agar bisa menang, sehingga setelah itu kau bisa
dengan leluasa melerai mereka ? Misalnya kaubisiki anak
buahmu itu dengan ilmu coan-im-jib-bit bagaimana caranya
lumpuhkan ilmu orang sinting itu...”
Pek-i Liong-ong tersenyum mendengar usul gadis cantik
yang agak berbau kekanak-kanakan itu. “Wah, kau ini masih
muda sudah pelupa benar," orang tua itu berkata.
"Maksudmu ...?" Souw Lian Cu bertanya tak mengerti.
"Bukankah tadi sudah kukatakan bahwa kepergian mereka
kemari itu tidak dengan seijinku ? Lalu apa jadinya kalau
mereka yang kini sedang dalam keadaan terdesak itu
mendengar suaraku ? Apakah hal itu justru tidak berbahaya
bagi mereka ? Lain halnya kalau engkau mau menolong
aku......."
"Hah ? Maksudmu aku yang harus menjadi juru bicaramu
dalam hal ini?"
"Tepat! Mau........?”
Souw Lian Cu terdiam. Sekejap ia melirik ke arah
pertempuran, tapi serentak terlihat olehnya tubuh Put-pai-siu
Hong-jin yang telanjang bulat itu, ia segera memejamkan
matanya. Tapi yang sekejap itu sudah cukup baginya untuk
dapat menilai keadaan pertempuran. Tiga orang Mo-kauw
berjubah coklat itu memang tampak sangat kacau
gerakannya. Mereka benar-benar repot harus melayani ilmu
silat Put-pai-siu Hong-jin yang gila-gilaan itu.
Souw Lian Cu lalu teringat kepada utusan Mo-kauw yang
beberapa waktu yang lalu berkunjung ke Kuil Delapan Dewa
untuk mengusut kesalah-pahaman yang terjadi di antara dua
buah aliran agama tersebut. Masih terbayang juga di depan
mata Souw Lian Cu sikap dan tingkah laku kedua orang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
utusan itu ketika meminta keterangan kepada Tong Ciak Cu-si
dan Toat beng jin. Sikap yang amat sabar, tenang, dan penuh
maksud-maksud damai.
"Bagaimana, nona ?" Pek-i Liong-ong mendesak.
"Baiklah, lekas katakan.....!"
"Terima kasih!" orang tua itu tersenyum. "Lekas
kaukatakan kepada orang orangku yang sedang terdesak itu
untuk membuang jauh-jauh perasaan jijik mereka ! Atau kalau
mereka tak bisa berbuat itu, suruh saja mereka untuk
mengambil senjata apa saja yang dapat mereka pergunakan
untuk mengatasi rasa jijik tersebut! Kayu, ranting, batu, ikat
pinggang atau yang lain! Terserah kepada mereka!”
Souw Lian Cu mengangguk, kemudian dengan sebat ia
mengerahkan tenaga sakti Ang-pek Sinkang andalan
keluarganya. Sebuah ilmu lwee-kang yang amat dahsyat, yang
khusus hanya dapat dipelajari dan dimiliki oleh keluarga Souw
saja! Sebab untuk mempelajari ilmu yang amat sulit itu
dibutuhkan persiapan yang matang dan terarah sejak orang
itu lahir. Apalagi untuk menampung atau menghimpun tenaga
sakti tersebut, harus diperlukan pula susunan jalan darah
tersendiri, yang cara dan pengaturannya telah dimulai dan
dilaksanakan sejak kelahirannya.
Beberapa saat kemudian dengan disertai oleh pandangan
kagum ketua Mo-kauw Souw Lian Cu mulai berkemak-kemik
membisikkan pesan-pesan Pek-i Liong-ong kepada tiga orang
jago Mo-kauw berjubah coklat itu. Sebuah bisikan jarak jauh
yang hanya dapat diterima oleh orang yang dimaksudkan saja.
Sekejap kemudian tampak perubahan pada wajah ketiga
orang tokoh Mo-kauw yang sedang bertempur seru melawan
Put-pai-siu Hong jin itu. Ketiga-tiganya menjadi kaget begitu
mendengar suara wanita yang memberitahu bagaimana
caranya mengatasi kesulitan mereka saat itu. Tapi serentak
mereka menyadari kebenaran dari pesan-pesan tersebut,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
maka merekapun lantas melaksanakannya dengan
bersemangat. Bagi yang bisa menghilangkan rasa jijiknya tak
perlu mencari alat untuk senjata, tapi yang sukar untuk
melepaskan perasaan tersebut lalu mengambil barang
seadanya untuk senjata.
Ternyata apa yang mereka lakukan itu membawa hasil pula
sedikit demi sedikit. Lambat tapi pasti mereka bisa
mengembalikan kepercayaan mereka pada kemampuan
sendiri, sehingga mereka bertiga tidak kikuk dan ragu-ragu
lagi. Akibatnya memang segera dapat dilihat. Sedikit demi
sedikit mereka dapat mengurung dan menguasai pula kembali
seperti keadaan mereka sebelum orang sinting itu membelejeti
pakaiannya.
Sekarang ganti Put-pai-siu Hong-jin yang jatuh di bawah
angin. Si Gila Yang Tidak Tahu Malu itu benar-benar terkurung
dan repot sekali sekarang. Ketiga orang pengeroyoknya yang
kini sudah tidak merasa ragu-ragu lagi itu mencecarnya hingga
kalang kabut. Meskipun dengan lweekangnya yang tinggi Putpai-
siu Hong-jin dapat menahan beberapa pukulan musuhnya,
tapi kalau harus terus menerus demikian, ia tentu takkan bisa
bertahan lebih lama lagi. Akhirnya ia tentu akan roboh pula!
Dalam keadaan yang sulit itu, tiba-tiba Put-pai-siu Hong-jin
mendengar suara bisikan pula di telinganya. Suara bisikan
yang dikirim orang dengan ilmu Coan-im-jib-bit pula. Hanya
yang amat mengejutkan tapi juga amat mengecutkan hati Putpai-
siu Hong-jin adalah suara orang itu, karena orang sinting
itu segera mengenali suara tersebut sebagai suara suhunya!
Suara Put-chien-kang Cin Jin (Pendeta Yang Tidak Waras),
bekas ketua Bing kauw atau suheng dari Put-cengli Lo jin
sendiri.
"Hong jin, bocah gila....! Sekarang tahu rasa tidak kau?
Itulah akibatnya kalau kau berani mengelabuhi suhumu
sendiri. Kini kau benar-benar merasakan bagaimana enaknya
dihajar orang, hihihi..... Untung aku sudah curiga pada tingkah
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
lakumu sejak semula, maka kuikuti kau sampai tempat ini.
Dan aku benar-benar bisa menyaksikan muridku yang sering
membuat onar itu dihajar orang, hihihahahihi....”
“Suhu.....!” Put-pai-siu Hong-jin menjerit tidak terasa.
"Huss, tutup paruhmu…. eh, tutup mulutmu
hihihahahihi!.... eh, burung kecil di dekat ekor! Mengapa
engkau kini terberak-berak dan terkencing-kencing dikeroyok
tiga ekor burung besar? Huaahahah-hah hah-hah...!" Put
chien-kang Cin jin mengirimkan suaranya lagi dengan Coanim-
jib-bit.
"Suhu, tolonglah aku....!" Put-pai-siu Hong-jin kembali
berteriak seperti anak kecil.
"Eh! Apakah bekas ketua Bing-kauw itu benar-benar berada
di sekitar tempat ini?" dengan tegang Pek-i Liong-ong
menoleh ke kanan dan ke kiri.
"Apa ? Bekas ketua Bing kauw? Bukankah ketua Bing-kauw
sekarang masih dipegang oleh Put ceng Ii Lo-jin ?" Souw Lian
Cu menatap Pek-i Liong-ong dengan wajah bingung.
"Benar ! Tapi yang kumaksudkan adalah Put-chien-kang Cin
jin, guru dari orang sinting itu. Delapan tahun yang lalu dia
menjabat sebagai ketua Aliran Bing-kauw, sebelum digantikan
oleh Put-ceng-li Lo-jin, adik seperguruannya, seperti sekarang
ini......"
"Oh, begitu...... Tapi mengapa dia digantikan oleh Putceng-
li Lojin, padahal dia masih hidup?" Souw Lian Cu yang
selalu ingin tahu itu mendesak.
Pek-i Liong-ong tersenyum meskipun mata dan telinganya
tetap waspada memperhatikan keadaan di sekeliling tempat
itu. Orang tua itu masih bercuriga, kalau-kalau bekas ketua
Bing-kauw yang amat lihai itu benar-benar berada di sekitar
tempat tersebut.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Pergantian ketua itu disebabkan oleh karena terjadi
bentrokan antara Aliran pula seperti sekarang ini. Pada waktu
itu Aliran Mo-kauw kami belum terurus rapi dan belum
dipersatukan pula. Saat itu yang ada barulah Aliran Bing-kauw
dan Aliran Im-yang-kauw. Perselisihan-perselisihan kecil yang
selalu terjadi di antara anggota-anggota mereka, membuat
kedua Aliran itu akhirnya bentrok satu sama lain. Bentrokanbentrokan
yang semakin panas di antara tokoh-tokohnya
membuat kedua tokoh puncaknya, yaitu Kauw-cu Bing-kauw
Put-chien-kang Cin-jin dan Tai si-ong Im-yang-kauw yang
lama, bertempur satu sama lain. Pertempuran itu disaksikan
oleh seluruh anggota aliran masing-masing....." Pek-i Liongong
menghentikan ceritanya sebentar, sambil sekali lagi
mengedarkan pandangnya ke segala penjuru. Setelah itu
barulah dia meneruskannya. “........Keduanya bertempur tanpa
melibatkan seluruh anggota aliran mereka masing-masing,
sebab telah diputuskan bersama bahwa perselisihan di antara
kedua aliran mereka itu akan diselesaikan dengan pi-bu antara
ketua masing-masing. Siapa yang kalah harus pergi dan
membubarkan diri........"
"Lalu bagaimana?"
Sekali Iagi ketua Aliran Mo-kauw itu tersenyum. "Bukankah
sudah kauketahui sendiri, tak satupun dari kedua aliran
tersebut yang membubarkan diri sekarang ?”
"Ya... tapi bagaimana kelanjutan dari pi-bu itu?” Souw Lian
Cu tetap belum mengerti apa yang dimaksudkan oleh Pek-i
Liong-ong.
"Mereka tidak ada yang kalah atau menang ! Seharian
mereka bertempur tetap tak ada yang bisa menyelesaikan
pertandingan tersebut. Biarpun masing-masing mempunyai
ilmu yang dahsyat, keduanya tetap seimbang, sehingga
akhirnya kedua-duanya sama-sama menderita......,”
"Menderita ? Apakah yang Io-cianpwe maksudkan?”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Mereka berdua sama-sama terluka, sehingga pi-bu itu
dianggap seri, tidak ada yang kalah maupun yang menang.
Maka keputusan yang diambil pun juga tidak berat sebelah.
Masing-masing tetap berdiri serta mengurus kepentingan
mereka sendiri-sendiri. Karena ternyata ilmu mereka juga
seimbang dan sama hebatnya, maka mulai saat itu, masing
masing tidak boleh mengganggu lawannya. Kalau ada suatu
perselisihan yang timbul harus segera dilaporkan ke atas agar
bisa lekas-lekas diselesaikan,"
"Ah, mengapa tidak dari semula mereka berbuat begitu....”
Souw Lian Cu menghela napas sesal.
"Kalau pagi-pagi mereka berbuat demikian bukankah tidak
usah terjadi pi-bu itu ?"
Pek i Liong-ong memandang Souw Lian Cu dengan senyum
lebar. "Ah, kau ini seperti bukan orang persilatan saja.....
Justru karena masing-masing tidak mau kalah dan merasa
Iebih kuat itulah yang menyebabkan bentrokan tersebut. Baru
setelah kedua jago terlihai mereka masing-masing ternyata
bertanding sama kuat, mereka menjadi sadar bahwa ilmu
mereka ternyata juga tidak lebih baik dan lebih kuat dari pada
yang lain."
"Ooooh !" Souw Lian Cu berdesah. “Lo-cianpwe tadi
mengatakan bahwa dua orang ketua yang pi-bu itu samasama
terluka. Apakah luka mereka begitu parahnya sehingga
kedua-duanya tak bisa menduduki kursi ketua lagi?"
Ketua Aliran Mo-kauw itu mengangguk. "Kedua-duanya
digotong pulang ketika selesai pibu. Tai-si-ong (Ketua Kuil
Agung) dari Aliran Im-yang kauw menjadi buta kedua biji
matanya, sedangkan Kauwcu Aliran Bing-kauw menderita
lumpuh kedua buah kakinya."
"Oooh.....!"
"Hei ?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tiba-tiba Pek-i Liong ong membelalakkan matanya. Souw
Lian Cu menjadi heran. Sekilas gadis itu melirik ke arena
pertempuran, lalu cepat-cepat melengos kembali. Tapi yang
sekilas itu sudah cukup untuk melihat apa yang terjadi di
arena tersebut. Ternyata Put-pai-siu Hong-jin yang tadi sudah
terdesak kembali oleh ketiga orang lawannya, kini tampak bisa
berbalik mendesak pula lagi!
Tentu saja keadaan itu sangat mengherankan Pek-i Liongong.
Ketua Aliran Mo-kauw ini sudah amat yakin bahwa anak
muridnya tentu akan menang setelah bisa menghilangkan rasa
kikuk dan jijik mereka. Ternyata dugaannya keliru. Put-pai-siu
Hong-jin yang sudah kewalahan tadi kini tampak bangun
kembali menyusun serangan-serangan yang berbahaya,
seolah-olah mendapat tambahan semangat baru lagi.
Apakah sebenarnya yang terjadi ? Apakah Si Gila Yang
Tidak Punya Malu itu telah memperoleh bantuan dari suhunya,
Put chien-kang Cin-jin ?
Memang benar! Biarpun pada mulanya Put chien-kang
Cinjin selalu mentertawakan muridnya, tapi setelah Put-pai-siu
Hong-jin itu benar-benar tidak bisa berkutik lagi dan hampir
dijatuhkan lawannya, ternyata orang tua itu tidak tega juga
akhirnya. Masih dengan nada berkelakar bekas ketua Aliran
Bing-kauw itu memberi petunjuk kepada muridnya.
"Hihih..... burung kecil yang goblog ! Kau pintar sekali
berceloteh dengan nyanyian-nyanyian dungu, tapi kau sendiri
ternyata tak bisa memetik maknanya…. Hoho, kau tadi baru
saja menyanyikan lagu jorok. Burung kecil di dekat ekor!
Heheheh......! Kenapa dalam keadaan terpepet seperti
sekarang ini kau masih lupa juga untuk memanfaatkannya?"
"Maksud suhu......?" Put-pai-siu Hongjin berbisik pula
dengan ilmu Coan-im jib-bit.
"Kau masih bisa kencing tidak?" Put-chien-kang Cin-jin
membentak dengan ilmu itu pula.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
“Yaa..... masih, donggg.....! Masakan pekerjaan anak kecil
begitu saja tidak bisa? Suhu ini ada-ada saja ! Memangnya
burungku ini sudah rusak?" Put-pai-siu Hongjin yang
terkurung dengan hebat itu masih dapat melawak pula.
“Nah, kalau begitu buang dia sedikit demi sedikit!”
“Hwaduuuh, jangannn....! sakit dong nanti. Burung sudah
enak-enak bertengger di tempatnya sendiri suruh
membuang.....suhu ini bagaimana sih.....?” Put-pai-siu Hongjin
berteriak dengan tidak mempergunakan ilmu Coan-im-jibbit
tanpa terasa, sehingga ketiga orang pengeroyoknya
menjadi kaget sekali.
"Bocah sinting! bocah goblog! Yang dibuang itu airnya,
bukan burungnya! Tahu? Asal kau tidak bisa berkutik lagi,
buang dia sedikit sambil tetap bersilat, biar lawan-lawanmu
mandi air neraka itu, hahahah….! Kutanggung mereka takkan
berani mendekatimu lagi!"
"Kalau mereka mendekati lagi ?”
"Ya ...... siram lagi dengan air nerakamu itu!”
“Lha .... kalau air neraka itu sudah habis?”
"Wah, bodoh benar kau ini ! Kalau sudah habis…ya lari !
Mengapa mesti malu-malu segala?”
“Hehe, bagus sekali….! Ada burung kecil di dekat ekor,
karena ngeri dan takut lalu terkencing-kencing ! Huah hah
hah...! Awaass aku mau kencingggg.....!"
Kontan saja tiga orang Mo-kauw berjubah coklat itu segera
berloncatan surut, ketika secara mendadak lawan mereka
yang bertelanjang bulat itu membuang air ke arah mereka.
Dan begitu terbebas dari kurungan, Put-pai-siu Hong-jin lalu
ganti menyerang mereka. Dengan kegembiraan yang meluapluap
orang sinting itu ganti mencecar lawannya tanpa ampun.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Keadaan inilah yang kemudian dilihat oleh Pek-I Liong-ong
dan membuat heran ketua Aliran Mo-kauw itu. Padahal orang
tua itu sudah amat yakin bahwa tiga orang anak buahnya
tersebut tentu menang. Ternyata tidak demikian, mereka
kembali terdesak lagi oleh orang gila itu.
“Bagaimana sekarang, Lo-cianpwe? Agaknya tiga orang
anak buah Lo-cianpwe itu memang bukan tandingan orang
Bing-kauw itu.” Souw Lian Cu bertanya kepada Pek-I Liongong.
Ketua Aliran Mo-kauw itu menggeram perlahan.
“Seharusnya mereka bertiga tidak kalah. Seharusnya mereka
menang. Tapi entah apa yang menyebabkannya… Mungkin
bekas ketua Bing-kauw itu memang benar-benar datang dan
memberi petunjuk kepada muridnya itu seperti kita.”
“Lalu apa yang akan Lo-cianpwe perbuat? Menolong
mereka?”
Pek-I Liong-ong terdiam. Wajahnya yang penuh keriput
ketuaan itu tampak berpikir keras. Alis matanya yang putih
panjang seperti rambut kepalanya itu berkerut sehingga
kelihatan bertemu satu sama lain. “Sebentar…. Aku tidak akan
menolong mereka. Aku justru akan menghukum orangorangku
yang pergi tanpa seijinku itu. Tapi yang sedang
kupikirkan sekarang adalah cara untuk melerai mereka.
Bagaimana cara yang paling baik agar tidak menimbulkan
salah pengertian..."
"Hmh! Hmh! Waduh..... banyak benar semutnya pohon ini,"
tiba-tiba terdengar suara orang menggerutu di atas mereka.
Pek-i Liong-ong dan Souw Lian Cu cepat menengok ke atas.
Mereka menjadi terkejut sekali ketika kira-kira empat atau lima
meter di atas mereka, duduk dengan santai di atas dahan
seorang kakek tua renta berkepala gundul. Dengan tersenyum
simpul kakek tua itu memandang ke arah mereka. Kedua
belah lengannya yang tergantung bebas di samping tubuhnya
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
itu tampak memegang dua batang tongkat besi seperti yang
biasa dibawa oleh orang yang cacat kakinya.
"Put-chien-kang Cin-jin...!" Pek-i Liong-ong berdesah.
Sedang Souw Lian Cu hanya terlongong-longong saja melihat
kakek tua itu.
"Benar! Selamat bertemu, Pek-i Liong-ong... hihihihahaha!
Sebenarnya sudah sejak tadi kita berada di atas pohon yang
sama, cuma ..." Put chien kang Cin jin tidak meneruskan
perkataannya. Dipandangnya wajah Pek-i Liong-ong yang
terheran-heran itu beberapa saat lamanya dengan air muka
yang berseri-seri. “…Cuma kau tidak usah heran, mengapa
sampai kau tidak tahu kalau aku berada di sini, hihi.. Soalnya
aku telah lebih dulu berada di atas pohon ini dari pada kau,”
katanya tanpa basa-basi, seperti kawan akrab saja.
"Ohh!" Pek-i Liong-ong menghela napas lega, makanya dia
tak tahu kedatangan orang itu.
"Aku telah mendengar semua percakapan kalian sejak tadi.
Dan ternyata kita mempunyai pendapat yang sama untuk
menyelesaikan urusan ini. Oleh karena itu aku lantas bersuara
agar kalian tahu bahwa aku berada di sini, sehingga kita
berdua bisa memikirkan bersama jalan keluar yang baik untuk
menyelesaikan pertikaian ini." Put-chien-kang Cin-jin
melanjutkan lagi keterangannya. Sementara itu tubuhnya
meluncur ke bawah, mendekati ketua Mo-kauw.
"Jadi maksud Lo-heng...." Pek-i Liong-ong bergeser ke
samping untuk memberi tempat kepada bekas ketua Aliran
Bing-kauw tersebut.
"Seperti juga orang-orangmu itu, orang-orang dari aliran
kami itu juga datang ke sini tanpa sepengetahuan Kauw-cu
Bing-kauw. Muridku yang kurang ajar itu juga pergi ke tempat
ini tanpa seijinku. Untunglah aku tak dapat dikelabuhinya,
sehingga aku bisa mengikutinya sampai di tempat ini. Kalau
tidak, bagaimana nanti aku mempertanggungjawabkan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kesalahan muridku itu di hadapan suteku, Put-ceng-li Lo jin?
Padahal suteku itu juga sedang pergi mengurus persoalan ini
pula....”
"Kalau begitu mari kita bersama-sama melerai mereka!"
Pek-i Liong-ong mengajak.
“Marilah.....!"
Lalu bagaikan berIomba kedua orang tokoh puncak Mokauw
dan Bing-kauw itu meloncat dari dahan yang mereka
duduki, ke bawah ke arah arena pertempuran. Masing-masing
mengerahkan kesaktian mereka!
Put-chien-kang Cin-jin yang sudah lumpuh kedua buah
kakinya itu meluncur turun dari atas pohon bagaikan seekor
burung walet menyambar mangsanya, cepatnya bukan main !
Hampir-hampir tidak dapat dipercaya bahwa seorang kakek
tua renta, lumpuh pula kakinya, dapat bergerak sedemikian
gesitnya. Semakin mengherankan lagi ketika dua batang
tongkat besi penyangga tubuhnya itu mendarat di atas pasir
yang empuk, sedikitpun ujung tongkat yang kecil tersebut
tidak ambles atau terbenam seperti halnya sebatang anak
panah yang mengenai sasarannya! Enteng bagaikan kapas,
tubuh Put-chien kang Cin-jin bergoyang-goyang di atas kedua
tongkatnya. Benar-benar sebuah demonstrasi gin-kang yang
bukan main hebatnya !
Meskipun begitu, ketika bekas ketua Bing-kauw itu
menatap ke depan hatinya benar-benar kaget sekali !
Ternyata ketua Aliran Mo-kauw tersebut telah berdiri
tersenyum di depannya beberapa detik lebih awal! Seketika
hati tokoh tua dari aliran Bing-kauw itu bergetar.
"Ah, bagaimanapun juga Pek-ih Cin-kang warisan Bu-eng
Sin-yok-ong ternyata memang tidak bisa ditandingi oleh
siapapun juga," akhirnya Put-chien-kang Cin-jin mengakui.
"Lo-heng terlalu memuji, padahal aku tadi hampir saja
berputus asa......" Pek-i Liong-ong merendah.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ternyata kedatangan kedua tokoh tersebut benar-benar
mengagetkan orang-orang yang sedang berkumpul di tepi
telaga itu. Tanpa diminta lagi semuanya meloncat mundur dan
bergegas menghampiri tokoh mereka masing-masing dengan
wajah ketakutan.
Tiga orang berjubah coklat itu segera berlutut di depan
Pek-i Liong-ong diikuti kawan-kawannya yang lain. Dengan
wajah pucat mereka membentur-benturkan dahinya ke atas
pasir.
"Mo-cu......!" mereka berseru berbareng dan tak bisa
berkata-kata lagi. Semuanya diam dan tak berani mengangkat
wajah mereka masing-masing. Mereka bagaikan sekumpulan
orang pesakitan yang menunggu keputusan hukumannya.
Orang-orang Bing-kauw juga tidak berbeda dengan orangorang
Mo-kauw itu. Merekapun dengan wajah ketakutan
berdiri menunduk di depan bekas ketua mereka. Hanya Putpai-
siu Hong-jin seorang yang kelihatan tenang seperti tak ada
masalah apa-apa. Orang sinting itu justru pergi menyelam
mencari pakaiannya di dalam telaga, padahal Put-gi-ho dan
Put-chih-to sudah gemetar seluruh tubuhnya.
“Hong-jin….! Ayoh, pulang…..!” Put-chien-kang Cin-jin
memanggil muridnya.
“Sebentar, suhu! Celanaku hilang, tak ada dalam air ini….”
“Sudahlah, tak usah dicari lagi. Ambil saja akan atau daun
untuk menutup badanmu!”
“Wah, suhu….nih!” Put-pai-siu Hong-jin terpaksa keluar dari
dalam air sambil menggerutu. Tangannya sudah
menggenggam akar-akaran beserta tumpukan lumut untuk
menutupi badannya. Lalu sambil tersenyum-senyum dia masih
bisa bergoyang pinggul menuju ke perahu mereka.
Put-chien-kang Cin-jin mengangguk ke arah Pek-I Liongong
sebelum mengajak para anggota alirannya ke perahu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
“Pek-I Liong-ong, aku berangkat dahulu. Biarlah semua urusan
ini diselesaikan oleh petugas-petugas kami nanti….”
“Baik, Cin-jin…..”
Ketua Aliran Mo-kauw itu menanti sampai perahu orangorang
Bing-kauw itu pergi, lalu mengajak pula anak buahnya
sendiri untuk meninggalkan tempat itu. “Kalian pulanglah
dahulu! Tinggalkan sebuah perahu untukku, nanti aku
menyusul!”
“Baik, Mo-cu….!” Ketiga orang berjubah coklat itu
mengiyakan, kemudian dengan diikuti oleh kawan-kawannya
yang lain mereka pergi meninggalkan tempat itu dengan
perahu mereka. Tidak lupa mereka meninggalkan sebuah
perahu untuk Mo-cu mereka.
Telaga itu menjadi sunyi dan sepi kembali. Tak seorangpun
akan menyangka bahwa di tempat tersebut baru saja terjadi
pertempuran yang seru dan menegangkan.
"Nona Souw, kau turunlah....!" Pek-i Liong-ong berseru ke
arah pohon dimana Souw Lian Cu tadi bersembunyi.
“Bukankah kau mau pergi ke sungai Huang-ho? Kalau kau
mau, mari kita pergi bersama-sama! Akupun mau pergi ke
sana juga.”
“Pergi ke Sungai Huang ho? Eh, mengapa lo-cianpwe tahu
aku akan pergi kesana?" Souw Lian Cu meloncat turun dan
menghampiri ketua Aliran Mo-kauw itu.
Pek-i Liong-ong tersenyum. “Nona tak usah merasa heran.
Lo-hu memang telah lama mengikutimu, yaitu sejak engkau
meloloskan diri dari keributan yang terjadi di rumah makan
dan kemudian pergi meninggalkan dusun Ho-ma-cun ini. Oleh
karena itu Lo-hu juga menyaksikan ketika kau beberapa kali
ditolak untuk menumpang pada perahu-perahu yang sudah
sarat dengan muatan mereka sendiri itu.”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Ah, celaka! Mengapa aku tidak mengetahuinya? Bukankah
di sepanjang jalan itu sepi sekali. Tapi…ah, benar! Tentu saja
aku takkan mungkin bisa melihatnya!” Souw Lian Cu yang
merasa terkejut itu tiba-tiba mengetuk-ngetuk dahinya sendiri
dengan jari tangannya, seolah-olah baru teringat dengan siapa
sekarang dia sedang berhadapan.
“Apa? Nona Souw, apa yang kaukatakan?”
“Oh, tidak apa-apa….! Siauw-te Cuma menyesali
kebodohanku sendiri, mengapa siauw-te sampai melupakan
bahwa orang yang mengikuti siauw-te itu adalah pewaris Pekin
Gin-kang dari mendiang Bu-eng Sin-yok-ong.”
“Ahhh…..nona Souw, kau itu bisa saja memukul hati orang.
Kedengarannya saja kau ini menyanjung ilmuku, tapi bila hal
itu dirasakan dengan mendalam kata-katamu itu justru
menyakitkan sekali malah!” Pek-i Liong-ong tersenyum kecut.
“Menyakitkan....? maaf, Lo-cianpwe, apa yang
kaumaksudkan?” Souw Lian Cu menjadi kaget.
Pek-I Liong-ong membalikkan tubuhnya, lalu dengan
menghela napas berat ia memberi keterangan. “Nona….bila
yang mengeluarkan pujian itu bukan kau, itu tidak menjadi
apa. Tapi kalau yang memuji ilmuku tadi adalah orang dari
keluarga Souw seperti engkau….wah, suasananya menjadi
lain.”
"Menjadi lain.....? Lo-cianpwe, siauw-te benar-benar tidak
mengerti kata-katamu." Souw Lian Cu bertambah bingung.
Ketua Aliran Mo-kauw itu kembali menatap ke depan,
seakan-akan matanya yang tajam sedang merenungi aliran
sungai yang pekat bergelombang itu. "Nona, apakah kau
belum pernah mendengar cerita dari ayahmu tentang dongeng
Kakek Pelukis yang menundukkan Empat Datuk Besar
Persilatan di zaman seratus tahun yang Ialu?”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Kakek Pelukis menundukkan Empat Datuk Besar
Persilatan? Maaf, Lo-cianpwe..... ayah belum pernah
menceriterakannya kepadaku." Souw Lian Cu memandang
orang tua itu dengan wajah ragu.
"Lebih dari seratus tahun yang lalu, Empat Datuk Besar
Persilatan yang sangat terkenal akan kesaktiannya dan belum
pernah terkalahkan itu sebenarnya sudah pernah ditundukkan
dan dibuat malu oleh seorang kakek pelukis yang bertempat
tinggal di lereng Gunung Hoa-san. Biarpun kejadian itu tidak
ada yang menyaksikan selain mereka sendiri, tetapi hal itu
benar-benar tak pernah dilupakan oleh Empat Datuk Besar
Persilatan beserta anak keturunan mereka. Dan.... tahukah
nona, siapakah kakek pelukis yang sangat sakti tersebut?"
Souw Lian Cu menggeleng dengan cepat.
"Dia adalah kakek Souw....... nenek-moyangmu sendiri !"
akhirnya Pek-i Liong-ong memberi keterangan. “........Maka
kaIau nona tadi memuji ilmu silatku, hal itu benar-benar tidak
kena, karena ilmu silat keluargamu jauh lebih hebat dan lebih
dahsyat dari pada ilmu silat warisan Empat Datuk Besar
Persilatan seperti kepunyaanku ini....”
"Tapi..... tapi ayahku tak pernah menceritakannya
kepadaku. Mungkin...... mungkin ayahku juga tak
mengetahuinya pula, sebab segala macam dongeng tentang
anak keturunan keluarga kami sudah dituturkan ayah
kepadaku, Semuanya......."
Ketua Aliran Mo-kauw itu kembali tersenyum pahit. "Hmm,
itulah kebesaran jiwa keluarga Souw. Mendiang suhuku
memang pernah berkata kepadaku, bahwa beliau amat sangat
menghormati Kakek Pelukis ini meskipun sudah dikalahkan.
Sebab selain pihak Empat Datuk Besar Persilatan sendiri yang
mula-mula membuat gara-gara dengan kakek itu, ternyata
cara-cara yang dipakai oleh Kakek Pelukis tersebut untuk
menaklukkan mereka benar-benar amat bijaksana. Sedikitpun
tidak melukai hati maupun perasaan empat jago silat tak
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
terkalahkan itu. Kakek Pelukis tersebut justru menyadarkan
bahwa mereka bukanlah malaikat yang tak terkalahkan !”
“Kalau begitu siauw-te sungguh minta maaf kepada Locianpwe.
Sungguh mati siauw-te tak bermaksud menghina
dengan ucapan-ucapan tadi. Siauw-te memang benar-benar
kagum di dalam hati bila membayangkan kehebatan ilmu Locianpwe....”
"Sudahlah, nona Souw. Lo-hu juga tidak apa-apa. Lo-hu
malah sangat bergembira sekali melihat kau mau melupakan
kejadian yang tak mengenakkan hati antara kita itu. Dalam
hati Lo-hu juga amat menyesal sekali telah melukai engkau.
Beberapa hari lamanya Lo-hu mencari jejakmu, takut kalau
pukulanku itu berakibat buruk terhadap jiwamu....maka
betapa senang hatiku kau sehat wal-afiat ketika memasuki
rumah makan di pinggir sungai itu.”
“Oh, jadi selama ini Lo-cianpwe selalu mencari saya?”
Pek-i Liong-ong mengelus-elus kumis dan jenggotnya yang
putih panjang, lalu mengangguk. “Benar!...... Ah, kita omong
saja di sini. Lihat! Matahari sudah condong ke barat. Kita bisa
terlambat sampai di Pantai Karang nanti,” orang tua itu
berkata dan bergegas melangkah ke perahu yang ditinggalkan
oleh anak buahnya.
“Hah? Lo-cianpwe tahu pula tentang harta-karun itu?"
Souw Lian Cu tersentak kaget, kemudian berlari mengikuti
orang tua itu ke perahunya.
"Ya ! Lo-hu mengetahui rahasia tersebut tanpa sengaja....
Tetapi demi Tuhan kepergianku kali ini bukan untuk turut
memperebutkan harta karun itu! Sama sekali tidak ! kalau
sekarang aku hendak pergi ke sana, hal itu bukan karena
harta karun tersebut, tetapi karena keinginanku untuk
menemui seseorang yang kutahu juga pergi ke tempat itu,”
ketua Aliran Mo-kauw menjawab sabil melompat ke atas
perahunya. “Marilah, nona....!”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tanpa segan-segan lagi Souw Lian Cu ikut melompat ke
atas perahu. “Terimakasih, Lo-cianpwe…” gadis itu
mengangguk di depan orang tua tersebut untuk menyatakan
rasa terima kasihnya. Hanya matanya yang bulat bening itu
masih mengawasi ketua Mo-kauw, seolah-olah masih
menuntut keterangan yang lebih lengkap lagi dari orang tua
tersebut.
Tampaknya Pek-I Liong-ong menangkap juga keinginan
Souw Lian Cu yang terpancar lewat sinar matanya itu. Maka
sambil mendorong perahu kecil tersebut ke tengah, ketua
Aliran Mo-kauw yang amat lihai itu memberi keterangan lagi.
“Kepergianku dari rumah kali ini memang khusus untuk
menyelidiki sebab musabab terjadinya pertempuran dan
perselisihan antara Bing-kauw, Im-yang-kauw dan Mo-kauw.
Lo-hu tidak menginginkan perselisihan-perselisihan kecil itu
semakin menjadi besar dan meruncing, sehingga akhirnya
terjadi perang terbuka seperti yang terjadi delapan tahun yang
lalu,” orang tua itu menghentikan kata-katanya sebentar untuk
mengambil napas, kemudian ia melanjutkannya lagi, “Oleh
karena itu Lo-hu merasa belum puas juga meskipun sudah
mengirim dua orang Kauw-tai-sih kepercayaan kami.
Sepeninggal mereka Lo-hu juga pergi untuk ikut menyelidiki
pula. Suatu saat Lo-hu membayang-bayangi dua orang utusan
kami tersebut dan ternyata jerih payahku itu membuahkan
hasil pula. Ketika Lo-hu berkeliaran di sekitar Pat-sian-gai
(Bukit Delapan Dewa), Lo-hu melihat dua orang yang sangat
mencurigakan sedang diintip dan diikuti oleh putera seorang
sahabatku....."
"Putera dari sahabat Lo-cianpwe..... ?" Souw Lian Cu
memotong.
"Benar. Kau kenal Yap Kiong Lee? Putera dari Yap Cu Kiat,
ahli waris perguruan Sin Kun Bu Tek itu? Dialah yang
membayangi dua orang yang mencurigakan itu."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Ah, kenal sekali sih..... belum. Baru kemarin siauw-te
melihat dan mengenal pendekar muda itu. Justru dari dialah
siauw-te mengetahui tentang Pantai Karang dan harta karun
itu."
Lalu Souw Lian Cu bercerita tentang pengalamannya
setelah mendapatkan luka akibat pukulan dari kakek itu, yaitu
semenjak gadis itu digotong oleh Put-gi-ho dan Put-chih-to
sampai dibawa oleh tokoh-tokoh Im-yang-kauw ke rumah Kam
Lo-jin di dusun Ho-ma-cun. Dimana di rumah kakek ahli obat
itu dia bertemu dengan Hong-lui-kun Yap Kiong Lee, yang
kemudian bercerita tentang Hek-eng-cu dan anak buahnya.
Pek-I Liong-ong mendengarkan cerita Souw Lian Cu
dengan penuh perhatian. Berkali-kali ketua Aliran Mo-kauw itu
membelalakkan matanya atau menggeleng-gelengkan
kepalanya ketika gadis itu menyebut tokoh-tokoh sakti yang
dijumpainya. Apalagi ketika gadis tersebut menyebut nama
Kam Lo-jin, orang tua itu sampai ternganga karena rasa
kagetnya.
Dan Souw Lian Cu merasakan pula kekagetan ketua Aliran
Mo-kauw tersebut. Maka begitu selesai bercerita, gadis itu
segera menanyakannya pula. “Kam Lo-jin berkata bahwa
beliau masih mempunyai hubungan perguruan dengan Locianpwe,
benarkah….?”
Pek-I Liong-ong cepat-cepat mengangguk. “Dia adik
seperguruanku. Dimana dia sekarang?”
“Entahlah. Kata Toat-beng-jin dan Tong Ciak Cu-si, beliau
mau pergi mengembara lagi entah kemana.”
“Hmmh!” Pek-i Liong-ong menghela napas dalam-dalam,
hatinya kelihatan berduka. Mata yang dilingkari keriput dan
tampak tua itu sedikit berkaca-kaca. “Adikku itu sejak muda
memang suka bertualang, sehingga sampai lupa untuk
berumah tangga pula. Tapi kepandaiannya bukan main
hebatnya, semua kakak seperguruannya tak ada yang menang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
melawan dia. Mendiang guruku, Bu-eng Sin-yok-ong sangat
sayang kepadanya....”
"Tapi orang tua itu sangat sederhana sekali. Hampir-hampir
tidak kentara kalau dia mempunyai kepandaian yang maha
hebat." Souw Lian Cu menyahut dengan nada kurang percaya.
Pek-i Liong-ong tersenyum pahit. "Itulah salah satu dari
kehebatannya yang membuat suhu semakin menyayanginya.
Hatinya sangat baik, jujur, sederhana, tidak sombong dan
sangat bijaksana ! Padahal adik seperguruanku itulah satusatunya
ahli waris guruku yang sebenarnya paling berhasil
dalam menerima ilmu perguruan kami. Nona Souw, tahukah
kau siapa sebenarnya Keh-sim Siauw-hiap yang dalam empat
atau lima tahun terakhir ini sangat terkenal di dalam dunia
persilatan melebihi tokoh-tokoh tua seperti Lo-hu ini?” Tibatiba
orang tua itu bertanya kepada Souw Lian Cu.
Souw Lian Cu tergagap. Gadis itu mengetahui bahwa ketua
Aliran Mo-kauw tersebut tidak bermaksud menggodanya,
sebab Souw Lian Cu yakin tak seorangpun di dunia ini yang
tahu tentang rahasia hatinya terhadap Keh-sim Siauw hiap
selain pendekar itu sendiri. Tapi meskipun demikian,
pertanyaan yang mendadak tentang Keh sim Siauw-hiap
tersebut memang sungguh mengejutkannya. Apalagi
pertanyaan itu datang dari orang yang tak disangka-sangka
seperti ketua aliran Mo-kauw tersebut!
Souw Lian Cu berpegang pada tiang layar dengan eratnya,
seakan-akan mencari kekuatan agar supaya tubuhnya tidak
menjadi gemetar karenanya. Matanya yang lebar dan bening
itu menatap kosong kepada Pek-i Liong-ong, lalu menunduk
mengawasi gelombang air di bawah perahunya yang berbuihbuih
karena terbelah oleh lajunya perahu yang didorong oleh
angin.
“Pendekar muda yang amat terkenal itu adalah murid
kesayangan dari adik seperguruanku…..” akhirnya ketua Aliran
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Mo-kauw itu menjawab sendiri pertanyaannya ketika dilihatnya
Souw Lian Cu tidak berusaha untuk menjawabnya.
Kembali gadis buntung itu tersentak kaget. ''Aah?! Dia
murid dari Kam Lo-jin?'' desahnya hampir tak kedengaran.
Souw Lian Cu benar-benar tak menyangka bahwa dua orang
yang pernah menyelamatkan nyawanya itu ternyata adalah
guru dan murid.
Tapi bagi Pek-i Liong-ong kekagetan Souw Lian Cu tersebut
diartikan lain. Ketua Aliran Mo-kauw itu menganggap Souw
Lian Cu benar-benar kaget karena tidak menduga bahwa
kesaktian adik seperguruannya, yang dipanggil dengan nama
Kam Lo-jin itu sedemikian tingginya, sehingga pendekar
ternama seperti Keh-sim Siauw-hiap saja ternyata hanya
seorang muridnya.
“Nah, kau dapat membayangkan betapa tingginya ilmu
suteku itu……” Pek-I Liong-ong berkata bangga.
Souw Lian Cu mengangguk-angguk tanpa terasa. Lalu
untuk beberapa saat Iamanya mereka berdua berdiam diri dan
sibuk dengan jalan pikiran mereka sendiri-sendiri. Pek-i Liongong
berpikir tentang adik seperguruannya yang tak pernah
jumpa, sedangkan Souw Lian Cu sibuk melamunkan Keh-sim
Siauw-hiap yang dikaguminya.
Sementara itu angin sore mulai datang meniup, membuat
perahu kecil yang mereka tumpangi itu semakin bertambah
laju jalannya. Dan mataharipun telah jauh pula condong ke
arah barat, sehingga sebentar lagi tentu akan tertutup oIeh
pucuk-pucuk pohon yang tumbuh rimbun di sepanjang tepian
sungai. Apabila tidak ada aral melintang, mungkin perahu itu
sudah akan tiba di Sungai Huang-ho sebelum matahari
terbenam. Dan kalau cuaca masih tetap baik seperti sekarang,
maka pada waktu tengah malam nanti mereka juga sudah
akan tiba pula di pantai timur. Kemudian dari muara tersebut
mereka tinggal berjalan beberapa saat untuk mencapai Pantai
Karang yang mereka tuju.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Kalau siauw-te tidak salah dengar, Lo-cianpwe tadi
mengatakan bahwa Lo-cianpwe ikut membayang-bayangi dua
orang yang mencurigakan yang saat itu sedang diintip dan
diikuti oleh Hong-lui kun Yap Kiong Lee...? Lalu... apakah
mereka itu kemudian pergi ke sebuah perahu yang dinaiki oleh
tokoh-tokoh dari Ban kwi-to? Dan kemudian mereka bersamasama
berperahu ke arah hilir untuk bertemu dengan seorang
aneh yang terkenal dengan nama Hek-eng-cu...? apakah....?”
"Hei, benar! Bagaimana kau tahu? Orang-orang yang
mencurigakan itu memang... eh, kau tentu mendengar
tentang hal itu dari Yap Kiong Lee, bukan? Benar, engkau tadi
telah mengatakannya kepadaku....” ketua Aliran Mo-kauw
yang semula terperanjat itu tiba-tiba tersenyum menganggukanggukkan
kepalanya. “Dua orang yang mencurigakan itu
memang sudah dinantikan oleh tokoh-tokoh Ban-kwi-to di atas
perahu. Dan ketika mereka mengayuh perahu ke hilir aku
terpaksa berlari-lari mengikuti mereka dari tepian sungai.
Sesekali Lo-hu bisa menangkap percakapan mereka. Itulah
sebabnya Lo-hu mengetahui serba sedikit tentang mereka dan
rencananya....putera sahabatku itu! Sejak kedua orang yang
mencurigakan itu naik ke atas perahu, aku tidak melihatnya
lagi. Kemana gerangan bocah lihai itu?”
“Dia berada di atas perahu,” Souw Lian Cu menjawab.
“Diatas perahu bersama orang-orang itu?” Pek-i Liong-ong
mengernyitkan keningnya seolah tak percaya.
Souw Lian Cu mengangguk lalu menceritakan pengalaman
Yap Kiong Lee seperti yang diceritakan oleh pendekar muda
itu kepadanya. Pek-I Liong-ong mendengarnya dengan penuh
perhatian. Sekali-sekali tampak air mukanya berubah atau
kadang-kadang kepalanya yang berambut putih itu
menggeleng-geleng bila mendengar tentang keberanian dan
kecerdikan Hong-lui-kun Yap Kiong Lee.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
“Bocah itu memang cerdik dan lihai sekali….” Akhirnya
ketua Aliran Mo-kauw tersebut berkata,”…tak heran baginda
Kaisar Han amat percaya kepadanya.”
Semakin lama permukaan air sungai itu semakin tampak
lebar dan luas. Ombak atau gelombang airpun kelihatan
semakin besar sehingga perahu kecil yang mereka tumpangi
terasa bergoyang semakin keras pula. Langit tampak
kemerah-merahan seolah-olah sinar matahari yang hampir
terbenam itu mencat semua gumpalan awan yang bertebaran
memenuhi angkasa dengan warna kuning menyala.
“Lihat, sungai ini tampak semakin lebar! Dan…. Lihat juga
warna airnya itu! Nona Souw, sebentar lagi kita akan masuk
ke sungai Huang-ho. Awas, kau berpeganganlah dengan kuat
agar supaya gelombang dan pusaran air pada pertemuan
kedua sungai ini tidak melemparkanmu ke dalamnya!” tibatiba
Pek-I Liong-ong memperingatkan Souw Lian Cu.
Benarlah. Tak lama kemudian terdengar suara gemuruh
pertemuan antara sungai kecil itu dengan sungai Huang-ho
yang besar. Perahu mereka yang kecil itupun mulai bergoyang
ke kanan dan ke kiri. Sebentar-sebentar ujung perahu mereka
seperti ditampar dari arah depan atau samping sehingga
kemudi perahu bagaikan mau berbelok dengan paksa. Tapi
Pek-I Liong-ong memegangnya dengan kuat.
Aliran sungai kecil itu seperti berhenti dan tak bisa mengalir
ke depan lagi. Meskipun begitu gelombang airnya justru
bertambah besar dan kuat, sehingga rasa-rasanya dibawah
permukaan air yang tampak tenang ini seperti ada puluhan
ekor ikan raksasa yang sedang bergulat dengan seru!
“Nona, tolong kendalikan kain layar kita itu! Dia jangan
boleh menerima hembusan angin yang terlalu kuat, juga
jangan sampai kehilangan angin! Dalam keadaan seperti ini
kita hanya dapat mengandalkan tiupan angin saja! Untunglah
kali ini angin menolong kita….! Biarlah Lo-hu yang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mengendalikan kemudi perahu ini agar tidak terperosok ke
dalam pusaran air yang berbahaya!”
Souw Lian Cu belum begitu mahir mengendalikan perahu
layer. Meskipun demikian karena dia pernah tinggal lama di
Pulau Meng-to, maka sedikit banyak ia tahu pula cara
mengemudikannya. Gadis-gadis anak buah Keh-sim Siauwhiap
sering bercerita kepadanya tentang cara-cara
mengemudikan kain layar.
Meskipun perlahan, perahu kecil tersebut maju pula ke
depan. Dengan mahir Pek-I Liong-ong mengemudikannya
lewat tempat-tempat yang aman. Jika pada suatu saat perahu
itu terseret oleh pusaran arus air, dengan cepat ketua Aliran
Mo-kauw yang lihai itu mengeluarkan kesaktiannya. Dengan
pukulan jarak jauhnya yang dahsyat, pewaris ilmu perguruan
mendiang Bu-eng Sin-yok-ong itu mampu menahan arus air
dan memindahkan posisi perahu kecil tersebut dengan cepat.
Hembusan angin pukulannya yang mampu menyibak air itu
benar-benar sangat menggiriskan! Souw Lian Cu yang juga
bukan gadis sembarangan itu terbelalak pula menyaksikannya.
Demikianlah, akhirnya perahu mereka lolos pula dari
tempat berbahaya tersebut dan segera meluncur dalam arus
sungai Huang-ho yang deras. Dan pelayaran mereka kali ini
berbeda sekali dengan pelayaran mereka tadi. Kalau di sungai
kecil tadi mereka dapat berperahu dengan tenang dan santai,
kini perahu mereka terpaksa harus menari diantara
goncangan-goncangan gelombang besar Sungai Huang-ho!
Perahu mereka yang kecil itu seolah hanya merupakan
setangkai daun kering yang hanyut dalam ganasnya
gelombang air Sungai Huang-ho yang terkenal sangat
berbahaya.
Beberapa buah perahu besar dan kecil tampak terayunayun
pula di sekitar perahu Pek-I Liong-ong dan Souw Lian
Cu. Kebanyakan dari mereka adalah perahu-perahu dagang
yang mengangkut hasil bumi dari daerah untuk dibawa ke
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kota-kota yang membutuhkan. Dan diantaranya juga ada
perahu-perahu nelayan yang berusaha mencari ikan atau
membawa hasil mata pencaharian mereka itu ke kota. Tetapi
selain itu ada pula perahu-perahu yang memang khusus hanya
untuk berpesiar saja dari kota yang satu ke kota yang lain.
Memang, biarpun gelombangnya amat ganas, tetapi sungai
Huang-ho memang merupakan arus lalu lintas air yang cukup
padat pula. Hampir setiap saat tentu terlihat berlalunya perahu
besar atau kecil yang lewat. Meskipun demikian, apa yang
dilihat oleh Pek-I Liong-ong sore ini benar-benar lain dari
biasanya.
“Heran benar….! Kenapa sore-sore begini banyak sekali
perahu-perahu yang meninggalkan tempat berlabuhnya?”
ketua aliran Mo-kauw itu terheran-heran.
Tentu saja Souw Lian Cu yang belum pernah berlayar di
sungai Huang-ho itu menjadi heran pula mendengar kata-kata
Pek-I Liong-ong itu. Gadis itu segera menghubungkan
peristiwa itu dengan adanya pertemuan di Pantai Karang
tengah malam nanti.
“Apakah biasanya tidak seperti ini, Lo-cianpwe?”
Pek-i Liong-ong menggelengkan kepalanya. “Memang pada
hari-hari panen hasil bumi atau pada hari-hari besar, sungai ini
ramai juga. Tetapi pada hari-hari biasa seperti ini....memang
sungguh mengherankan sekali!”
“Jangan-jangan mereka juga akan pergi ke Pantai
Karang....??”
“Ah.....masa berita itu begitu cepatnya beredar? Kukira
bukan itu penyebabnya!” Pek-i Liong-ong menyanggah.
“Tapi……ooh!” tiba-tiba Souw Lian Cu tidak jadi
meneruskan perkataannya. Matanya yang bulat bening itu
memandang ke samping dengan terbelalak, lalu kepalanya
cepat-cepat menyuruk di balik kain layar sehingga terlindung
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dari pandang mata orang-orang yang sedang berada di atas
perahu besar yang saat itu kebetulan lewat.
Pek-I Liong-ong mengernyitkan alis sambil melirik ke
perahu besar yang saat itu sedang melewati perahu mereka.
Dan ketua aliran Mo-kauw itu ikut terperanjat pula. Dilihatnya
seorang lelaki gemuk berkepala gundul sedang asyik makan
daging ayam diatas geladak. Dan ketua aliran Mo-kauw itu
tidak akan lupa pada wajah bulat yang agak kehijau-hijauan
tersebut!
“Ceng-ya-kang….!” Desahnya sambil membalikkan badan
agar tidak terlihat oleh tokoh kelima dari Ban-kwi-to itu.
Perahu besar itu melaju dengan cepat meninggalkan
gelombang air yang menggoncangkan perahu-perahu kecil di
sekitar tempat itu, termasuk juga perahu yang dipakai Souw
Lian Cu dan Pek-I Liong-ong.
“Mengapa iblis gundul itu masih berada disini? Seharusnya
dia sudah berada di Pantai Karang sekarang....” Souw Lian Cu
bergumam dengan keras setelah perahu besar itu jauh
meninggalkan mereka. “Sebab ia itu tentu segera berangkat
dengan naik kapal setelah menemui Hong-lui-kun Yap Kiong
Lee di bekas warung bubur Hao Chi pagi tadi.”
Dan ketika Souw Lian Cu melihat Pek-i Liong-ong tampak
kebingungan mendengar perkataannya, dia segera bercerita
serba sedikit tentang peristiwa hebat yang terjadi di warung
Hao Chi kemarin. Dan ketua Aliran Mo-kauw itu segera
mengangguk-anggukkan kepalanya pula begitu tahu
masalahnya.
"Memang, seharusnya orang itu sudah tiba di sana saat
ini...." orang tua itu menyahut dengan tenang.
Souw Lian Cu menatap tokoh puncak Aliran Mo-kauw itu
dengan tajam. Diperlihatkannya wajah orang tua yang tampak
damai dan welas asih itu beberapa saat lamanya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Lo-cianpwe, kau tadi berkata bahwa kepergian Lo-cianpwe
ke Pantai Karang itu hanya untuk menemui seseorang. Lalu
apakah orang yang Lo-cianpwe maksudkan itu iblis gundul
tersebut?"
Pek-i Liong-ong menoleh dengan cepat. "Bukan ! Orang
yang akan kutemui itu adalah Hek-eng-cu, pemimpin mereka.
Kasak-kusuk yang dapat kusadap ketika mereka berunding di
atas perahu itu menunjukkan bahwa orang berkerudung itu
sedikit banyak mempunyai hubungan dalam perselisihan antar
aliran ini. Oleh karena itu lo-hu akan bertanya kepadanya ..."
Gelombang air terasa menghantam perahu mereka lagi
ketika dari arah belakang meluncur dengan cepat sebuah
perahu besar yang tampak kuat dan kokoh. Perahu itu
didayung oleh sepuluh orang laki laki yang mempunyai
perawakan tegap-tegap. Dan dilihat dari cara mereka yang
kaku dalam menggerakkan dayung, tapi sebaliknya tenaga
yang mereka keluarkan ternyata bukan main dahsyatnya
dapat diduga bahwa sepuluh orang itu bukan tukang dayung
biasa. Mereka tentulah sekelompok jago silat yang sedang
menyamar. Sementara di atas anjungan perahu yang besar itu
tampak berdiri seorang pemuda tampan berpakaian
sasterawan.
"Lo-hu seperti pernah melihat pemuda itu, tapi lupa siapa
dia...." Pek-i Liong-ong memejamkan matanya untuk
mengingat-ingat wajah pemuda tampan berpakaian
sasterawan tadi.
"Lo-cianpwe, siauw-te rasanya juga pernah melihatnya...
tapi siauw-te lupa juga sekarang,” Souw Lian Cu ikut memeras
ingatannya pula.
Tapi berjam-jam keduanya mengingat-ingat, tetap juga tak
bisa mengingatnya. Sementara itu hari telah mulai menjadi
gelap. Matahari telah terbenam dan di angkasa mulai terlihat
bintang-bintang yang satu persatu menampakkan sinarnya.
Udara yang berhembus terasa berubah menjadi dingin pula.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Perahu-perahu yang bertebaran di atas sungai itu mulai
memasang lampu penerangan pula, sehingga di antara
gemerlapnya air yang berkilau-kilau ditimpa sinar bintang,
lampu-lampu tersebut bagaikan kunang-kunang yang bersukaria
di atas permukaan air.
"Nona Souw, tolong kaunyalakan lampu kita di atas pintu
bilik perahu itu ! Batu apinya berada di dalam .." Pek-i Liongong
berseru.
"Sebentar, Io-cianpwe, siauw-te akan... ouwhh !"
"Brraak ! Grobyagggg !"
Tiba-tiba perahu kecil mereka ditabrak oleh perahu lain
dengan kuatnya dari belakang. Souw Lian Cu terpelanting.
Begitu pula dengan Pek-i Liong-ong yang pada saat itu berdiri
di ujung perahu ! Di tempat tersebut sentakannya justru
berlipat ganda, sehingga Ketua Aliran Mo-kauw itu terlempar
ke udara.
Perahu yang dinaiki oleh Souw Lian Cu dan Pek-i Liong-ong
pecah menjadi beberapa bagian, kemudian tenggelam.
Sedangkan perahu yang menabrak mereka terpental ke atas,
kemudian terbalik. Sementara penumpangnya yang ternyata
hanya seorang saja tercebur ke dalam sungai !
Untunglah bagi Souw Lian Cu, meskipun gadis itu sangat
kaget sehingga tubuhnya terpelanting keluar perahu, tapi ia
tetap tidak kehilangan ketangkasannya. Dengan enteng tubuh
yang ramping itu berjumpalitan beberapa kali di udara untuk
menahan daya luncurnya, agar tidak lekas-lekas terbanting ke
dalam gelombang air yang ganas itu. Sementara dalam waktu
yang sangat singkat dan amat terbatas itu Souw Lian Cu
membuka matanya lebar-lebar untuk mencari alas berpijak,
agar tubuhnya tidak segera tertelan oleh arus air yang
menakutkan itu. Diantara pekatnya malam gadis itu melihat
tiang layar perahunya yang patah ketika terjadi tabrakan tadi.
Potongan kayu besar itu tampak timbul tenggelam di atas
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
permukaan air. Dan...di atas potongan kayu itulah Souw Lian
Cu mendaratkan sepasang kakinya !
Sedangkan apa yang diakukan oleh Pek-i Liong-ong ketika
terlempar dari tempatnya benar-benar membuat takjub bagi
siapa saja yang mungkin dapat menyaksikannya. Seperti
halnya ketika dia tadi mengemudikan perahu, kini dalam
keadaan kritis orang tua itu terlebih hebat lagi dalam
menunjukkan kesaktiannya!
Dengan meminjam tenaga sentakan yang melontarkannya
dari ujung perahu, Pek-i Liong-ong melenting ke atas setinggitingginya,
sehingga tubuhnya yang jangkung itu melayang
enam atau tujuh meter dari permukaan air. Lalu dengan
mengembangkan baju luarnya yang lebar orang tua itu secara
mentakjubkan turun perlahan-lahan seperti seekor capung
terbang yang bermain di atas permukaan air. Dan di saat
tubuhnya melayang turun itulah Pek-i Liong-ong mengerahkan
seluruh kekuatan tenaga dalamnya. Kedua belah telapak
tangannya tampak menghantam ke depan dengan jari-jari
terbuka dan angin pukulannya menderu dengan dahsyatnya!
“Brraaaak! Byuuuur!”
Angin pukulan yang dilontarkan oleh Pek-i Liong-ong
menerjang perahu lawan yang tadi terbalik, sehingga perahu
sepanjang empat meter itu terangkat ke atas bagaikan
disentak oleh sebuah tenaga raksasa yang tak kelihatan. Dan
di lain saat perahu tersebut telah terbanting lagi di atas
permukaan air dalam keadaan terlentang seperti sediakala!
Sehingga ketika kedua kaki orang tua itu turun ke bawah,
tubuh tersebut tidak jadi terjun ke dalam air, tapi mendarat di
atas perahu lawan.
Dan begitu dirinya sudah dapat membebaskan diri dari
malapetaka, Pek-i Liong-ong segera menolong Souw Lian Cu
yang masih terkatung-katung pada tiang layar itu. Selanjutnya
mereka berdua segera bergotong-royong membuang
genangan air yang berada di dalam perahu tersebut.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Huh! Siapa yang mengemudikan perahu ini? Enak saja
menabrak perahu orang!” Souw Lian Cu menggerutu
penasaran. Hampir saja gadis yang tak pandai berenang itu
mengorbankan nyawanya gara-gara perahu sial itu.
“Kemana gerangan penumpangnya….?”
“Dia terlempar keluar dan tertelan oleh arus sungai yang
ganas!” Pek-I Liong-ong menjawab dengan hati mendongkol
pula. Orang tua itu juga hampir membuang nyawa gara-gara
perahu celaka itu.
“Oouuughhh....! Brrrrrr......!”
Tiba-tiba muncul sesosok tubuh di samping perahu mereka,
membuat Souw Lian Cu dan Pek-I Liong-ong terkejut setengah
mati ! belum juga hilang kekagetan mereka, sesosok tubuh
tersebut telah menggapai tepian perahu dan meloncat ke
dalam perahu, persis di depan mereka! Kemudian sambil
mengibas-ibaskan rambutnya yang basah, orang yang baru
keluar dari dalam air tersebut berkata kearah Souw Lian Cu
dan Pek-i Liong-ong. Suaranya amat lantang dan nyaring !
"Tolong kalian kayuh perahu ini secepatnya....! Nanti kalian
ayah beranak ini akan kuberi hadiah satu tail emas !
Cepat....!"
Sejenak Souw Lian Cu dan Pek-i Liong-ong justru hanya
berdiri diam saja tak bersuara. Keduanya cuma saling
memandang saja satu sama lain. Selain hati mereka masih
terkejut oleh kemunculan orang itu yang tiba-tiba, mereka
juga sibuk memikirkan, apa maksud orang itu menyuruh
mereka untuk berangkat dengan tergesa-gesa ? Malah berani
memberi bayaran tinggi pula? Siapakah sebenarnya orang itu
? Tapi kenapa naik perahu kecil dan tanpa lampu pula ?
Ataukah dia orang pelarian dan merupakan buruan kerajaan ?
Tapi kenapa dia mempunyai demikian banyak uang ?
Masih banyak pertanyaan yang bergulung-gulung di dalam
hati Pek-I Liong-ong dan Souw Lian Cu tentang orang yang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tiba-tiba muncul di hadapan mereka itu. Baru setelah Pek-I
Liong-ong dan Souw Lian Cu ingat, bahwa kemungkinan besar
orang itu adalah seorang peminat harta karun yang sedang
mengejar waktu pula, maka mereka menjadi waspada.
Agaknya orang itu segera menyadari pula akan keraguraguan
Souw Lian Cu dan Pek-i Liong-ong. Maka dengan nada
yang lebih sopan dan pelan, ia menjura kepada Pek-I Liongong
yang ia anggap ayah dari Souw Lian Cu.
"Maaf, aku tadi telah menabrak perahu orang sehingga kini
aku menjadi bingung dan gugup. Sekarang perahuku telah
hilang. Mohon sudilah kalian menolongku untuk membawaku
ke laut dengan segera! Aku mempunyai kepentingan yang
sangat mendesak di sana. Kalau kalian mau, aku akan
memberi imbalan satu tail emas. Bagaimana…? Tolonglah…”
ratap orang itu.
Jilid 22
SEKALl lagi Souw Lian Cu menatap Pek-i Liong-ong, karena
sebagai orang yang hanya ikut menumpang perahu, gadis itu
merasa tak berhak untuk memutuskannya. Sementara bagi
Pek-i Liong-ong sendiri masalah itu ternyata juga tidak terlalu
dipikirkan benar. Mereka toh juga mau pergi ke pantai, apalagi
perahu itu sebenarnya milik orang itu pula. Maka ketua Aliran
Mo-kauw itu juga balas menjura.
"Ahh.... perahu kamilah yang tuan tabrak tadi. Oleh karena
perahu kami tenggelam, maka kami lalu memakai perahu tuan
ini sebagai ganti. Maka tak usah sungkan-sungkan lagi,
marilah sekarang kita bersama sama ke pantai ...! Kebetulan
kami ayah beranak ini memang mau pergi ke sana pula."
orang tua itu berkata halus.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Terima kasih... terima kasih !" orang yang basah kuyup itu
membungkukkan tubuhnya berulang-ulang. "Akulah yang
bersalah karena menabrak perahu tuan, maka silahkan
mengambil perahuku ini kalau tuan suka....!"
Begitulah, akhirnya Souw Lian Cu dan Pek-i Liong-ong
mendapatkan seorang kawan lagi dalam perjalanan mereka.
Seorang kawan yang bersikap aneh dan mencurigakan! Souw
Lian Cu diam-diam memperhatikan orang itu dengan seksama,
dari rambutnya yang digelung ke atas sampai pada
dandanannya yang sederhana seperti seorang pengembara
itu.
Orang itu berusia kira-kira tigapuluh dua atau tigapuluh tiga
tahun. Tubuhnya hanya sedang-sedang saja, tapi tampak
tegap dan cekatan, seperti layaknya seorang prajurit. Hanya
yang amat mengherankan adalah gerak-geriknya yang kaku
dan tegang seolah-olah sedang menghadapi bahaya besar.
Berkali-kali orang itu menoleh ke belakang atau menghela
napas panjang, seakan-akan tidak sabar melihat jalannya
perahu yang sangat lambat tersebut.
Padahal perahu itu meluncur dengan cepat sekali ke depan
mendahului yang Iain-lainnya, sehingga kalau dipikirkan,
keadaan perahu tersebut sudah amat berbahaya sebenarnya !
Selain sewaktu-waktu dapat terbalik perahu yang berlayar di
sungai saat itupun bukan main banyaknya. Apalagi bila diingat
bahwa perahu itu melaju tanpa penerangan sama sekali !
Untunglah di langit tak banyak terlihat gumpalan awan,
sehingga sinar bintang yang beribu-ribu jumlahnya itu dapat
sedikit menyibak tirai kegelapan malam. Meskipun tak jarang
mereka terpaksa harus menerima umpatan dan makian orang
karena perahu mereka hampir menghantam atau menyenggol
perahu lain.
Untunglah Pek-i Liong-ong benar-benar seorang jurumudi
yang hebat dan pandai ! Berkali-kali ketua Aliran Mo-kauw itu
dapat menyelamatkan perahu mereka dengan amat
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mengagumkan, sehingga di mata orang yang melihatnya
seolah-olah orang tua itu memang benar-benar seorang
tukang perahu atau seorang pelaut yang amat berpengalaman
! Padahal tidak demikian sebenarnya....!
Bagi yang memperhatikan tentu akan segera tahu bahwa
tokoh puncak Aliran Mo-kauw itu Iebih banyak
mempergunakan kesaktiannya dari pada menggunakan
keahliannya dalam mengemudikan perahu. Hanya saja cara
yang dipergunakan oleh tokoh sakti itu begitu halusnya
sehingga jarang orang yang bisa menangkapnya, apalagi
kegelapan malam itu amat membantu pula !
Dan ternyata orang yang menumpang perahu mereka itu
amat kagum pula melihat ketangkasan Pek-i Liong-ong !
Orang itu juga menyangka bahwa Pek-i Liong-ong dan Souw
Lian Cu memang benar-benar keluarga pelaut atau tukang
perahu yang sudah sangat berpengalaman sekali.
"Ah, kalian ayah beranak ini memang betul-betul jagoan
perahu yang hebat !" serunya gembira. "Marilah! Kita tentu
akan tiba di pantai tidak lama lagi ! Dan aku,.. ooh !"
Tiba tiba dengan gugup orang itu mengawasi perahu besar
di hadapan mereka Perahu besar yang dinaiki oleh pemuda
sasterawan dan sepuluh orang berperawakan tegap tangkas
tadi !
"Eh, jangan terlalu dekat bila mendahului perahu itu!
Menyisihlah agak jauh!" orang itu berseru kepada Pek-i Liongong
dengan tegang.
Tentu saja Pek-i Liong-ong dan Souw Lian Cu menjadi
heran sekali. Tapi ketua Aliran Mo-kauw itu mengabulkan pula
permintaan tersebut. Selain tidak ingin ribut-ribut dengan
penumpang mereka, orang tua itu juga tidak ingin perjalanan
mereka yang terbatas waktunya tersebut mendapat hambatan
di jalan. Maka dengan tangkas Pek-i Liong-ong membelokkan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
ujung perahunya ke samping, sehingga perahu tersebut lewat
pinggir sungai, jauh dari perahu-perahu itu.
Tetapi di jalur tepi sungai ternyata lebih padat lalu
lintasnya. Di situ banyak perahu-perahu besar kecil, maupun
sampan-sampan nelayan, yang lalu lalang menuju ke tempat
tujuan mereka masing-masing! Memang arus di bagian tepi
tidak begitu besar dan berbahaya seperti halnya di tengah
sungai. Oleh karena itu untuk berjalan cepat di daerah yang
padat itu terpaksa Pek-i Liong ong harus semakin
meningkatkan "kebolehannya" dalam mengemudikan
perahunya. Seperti seekor ular air yang berenang di antara
daun-daun ilalang yang mencuat di permukaan air, perahu
tersebut meluncur berlenggak-lenggok di antara perahuperahu
lainnya.
Sepandai-pandai tupai melompat sekali waktu akan jatuh
pula. Begitu juga halnya dengan Pek-i Liong ong ! Meskipun
sudah mengerahkan segala kehebatannya dalam
mengemudikan perahu, ternyata dalam kepadatan lalu-lintas
di bagian pinggir sungai itu tetap saja ia menyerempet sebuah
sampan kecil yang dikemudikan oleh seorang nelayan hingga
terbalik.
Hampir saja Souw Lian Cu menjerit. Begitu pula dengan
penumpang mereka itu, Pek-i Liong-ong secara reflek malah
sudah bergerak mau menolong nelayan yang terjerumus ke
dalam air itu. Tapi semuanya segera mengurungkan niat
masing-masing! Mereka justru ternganga melihat reaksi
nelayan yang terjungkal dari sampannya tersebut.
Bagaikan seekor cengkerik meloncat, nelayan itu melenting
tinggi ke atas dan berputar-putar sebelum akhirnya hinggap
dengan enteng di atas perahu mereka. Sedikitpun tidak ada
goncangan ketika kaki orang itu mendarat di atas perahu
mereka yang melaju pesat! Souw Lian Cu dan Pek-i Liong-ong
sampai melongo saking kagetnya meskipun dasar dari
kekagetan mereka masing-masing sangat berbeda.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Souw Lian Cu merasa kaget karena sekali lagi dia
menyaksikan sebuah pertunjukan gin-kang yang maha hebat
dari seorang nelayan di Sungai Huang-ho sehingga gadis yang
juga tumbuh dari keluarga sakti menjadi heran pula dibuatnya.
Gadis itu benar-benar tak habis mengerti mengapa di dunia ini
ternyata banyak orang yang mempunyai ilmu mengentengkan
tubuh yang sangat hebat? Pertama kali ia melihat kedahsyatan
gin-kang Keh-sim Siauw-hiap. Kemudian yang kedua kali ialah
tokoh aneh yang bergelar Hek-eng cu. Selanjutnya berturutturut
ia menyaksikan kehebatan gin-kang Put chien-kang Cinjin
dan Pek-i Liong-ong. Sekarang diatas sungai ini lagi-lagi ia
melihat nelayan melompat berputar-putar tinggi di udara
seakan-akan seekor burung terbang saja!
Sedangkan Pek-i Liong-ong merasa kaget karena tokoh
puncak Aliran Mo-kauw itu segera mengenal gaya loncatan
dari nelayan tersebut. Gaya meloncat seperti yang dilakukan
oleh nelayan itu amat sangat dikenalnya karena gaya tersebut
adalah ciri gaya Pek-in Gin-kang warisan Bu-eng Sin-yok-ong
gurunya !
Tapi Pek-i Liong-ong tidak segera dapat mengenali siapa
adanya nelayan yang mahir Pek-in Gin kang itu, karena
nelayan yang berdiri beberapa langkah di depannya itu
menutupi kepalanya dengan caping lebar sehingga sinar
bintang tak dapat mencapai wajahnya yang gelap itu.
"Kau siapa?" Pek-i Liong-ong menyapa dengan hati-hati.
Nelayan itu menghela napas panjang sekali seolah ada
beban berat yang menindih hatinya.
"Seharusnya aku yang rendah ini memanggil susiok-couw
kepadamu karena memang demikianlah seharusnya uruturutannya.
Tapi karena kau pernah memhunuh ayah angkatku
atau keponakan muridmu sendiri maka lebih baik aku tak
memanggil apa-apa kepadamu......." akhirnya nelayan itu
mengeluarkan suaranya yang kaku.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Hah, kau Bu Seng Kun…..anaknya Bu Kek Siang?"
"Benar! Tidak salah! Aku adalah putera Bu Kek Siang dan
namaku yang sebenarnya adalah Chu Seng Kun bukan Bu
Seng Kun !” nelayan itu menjawab sambil membuka topinya
sehingga wajahnya yang tampan itu terlihat dengan jelas.
"Ooooooh….!" Souw Lian Cu dan Pek-i Liong-ong berdesah
hampir berbareng. Keduanya benar benar tak menyangka
dapat bertemu dengan pemuda itu di sini karena keduanya
memang telah mengenal pemuda yang menyamar sebagai
nelayan itu sebelumnya.
Souw Lian Cu tak mungkin bisa melupakan wajah itu,
karena pemuda itu adalah kakak kandung Chu Bwe Hong,
gadis yang pernah melepas budi kepadanya tapi juga yang
membuatnya lari dari rumahnya sekarang ini. Sementara bagi
Pek-i Liong-ong, peristiwa menyedihkan yang menimpa ayah
angkat pemuda itu memang merupakan beban batin yang
maha berat baginya selama ini.
Beberapa tahun yang silam, sebelum dirinya menjadi ketua
Aliran Mo-kauw, memang pernah terjadi perselisihan hebat di
antara anak murid keturunan Bu-eng Sin-yok-ong. Perselisihan
itu terutama terjadi antara anak muridnya sendiri melawan
anak murid mendiang su-hengnya. Dan pada suatu saat tanpa
sepengetahuannya Bhong Kim Cu dan Leng Siau, muridnya
yang kini menjabat sebagai Kau Tai-shih dari Aliran Mo-kauw
pergi menyerang ke kediaman ayah angkat Chu Seng Kun dan
membunuhnya. Sebenarnya peristiwa itu sangat memilukan
hatinya tapi karena sudah terlanjur ia sudah tak bisa berbuat
apa-apa lagi selain menghukum berat kedua orang muridnya
itu. Apalagi jika diingat bahwa perselisihan itu memang bukan
hanya karena kesalahan kedua orang muridnya saja. Tetapi
bagaimana juga peristiwa itu memang sangat melukai hatinya.
"Bukankah kau sudah mengetahui masalah yang
sebenarnya yang menyebabkan terjadinya peristiwa
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menyedihkan itu?" Pek-i Liong-ong dengan sedih menatap
muka Chu Seng Kun.
Chu Seng Kun menghela napas dalam-dalam, kemudian
menghembuskannya kembali dengan kuat, seolah mau
melemparkan ganjalan yang menghimpit hatinya. "Aku dan
adikku memang sudah menyadari semuanya, kami memang
tidak bisa menyalahkan siapapun dalam peristiwa itu. Malahan
kalau mau dikaji, pihak kamilah yang lebih dulu bersalah
karena telah menyebabkan kematian puteramu,.. Tapi ….
bagaimanapun juga ayah angkatku telah mati karena
muridmu! Oleh sebab itu aku tetap tidak mau menyebut
susiok-couw kepadamu, meskipun di dalam hati aku sudah tak
ingin mengingat lagi peristiwa itu." pemuda itu berkata
dengan nada kaku.
"Baiklah ... baiklah ! Kita tak usah memikirkannya lagi! Lohu
menjadi sangat sedih pula karenanya.,.." Pek-i Liong-ong
berdesah dengan sedihnya. "Lo-hu jadi teringat kepada
mendiang anakku pula.. "
Sementara itu perahu yang mereka tumpangi telah berada
di jalur tengah sungai kembali, sehingga tempatnya menjadi
lapang dan tak banyak berpapasan dengan perahu lain lagi.
Semuanya berdiam diri, sibuk dengan jalan pikiran masingmasing.
Orang yang tadi tercebur ke dalam sungai dan kini
juga ikut menumpang dalam perahu mereka itu tampak
berdiam diri pula seperti mereka. Hanya wajahnya saja yang
kelihatan bengong mendengar pembicaraan Pek-i Liong-ong
dengan Chu Seng Kun yang tidak keruan ujung pangkalnya
itu.
“Maaf, Lo-hu telah menyerempet sampanmu sehingga
terbalik....” akhirnya Pek-i Liong-ong memecahkan kesunyian
itu. “Tapi tak apalah….! Biarlah kita berperahu bersama-sama
untuk sementara. Kemanakah tujuanmu ? Ke pantai juga
seperti kami?”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
“Ke pantai juga boleh. Aku tak mempunyai tujuan yang
tetap, karena aku sedang mencari seseorang di sekitar
perairan sungai ini." Chu Seng kun menjawab tanpa menoleh.
Matanya yang tajam itu meneliti setiap perahu yang mereka
lewati, seakan-akan memang sedang mencari seseorang yang
dia maksudkan itu.
"Siapakah yang kau cari itu? bolehkah Lo-hu
mengetahuinya? Siapa tahu aku melihatnya?” Pek-i Liong-ong
mengerutkan keningnya. "Hek-eng-cu!"
“Hek-eng-cu ?” Pek-i Liong-ong, Souw Lian Cu dan orang
yang ikut menumpang perahu mereka itu berseru kaget
hampir berbareng.
"Ya! Mengapa.......?” ganti Chu Seng Kun sekarang yang
terkejut. Satu-persatu dipandangnya ketiga orang yang berdiri
di depannya. Pek-i Liong-ong, Souw Lian Cu dan orang asing
yang pakaiannya basah kuyup itu. Sementara itu Pek-i Liongong
dan Souw Lian Cu, yang baru saja berseru kaget itu juga
tampak terheran-heran memandang kepada penumpang
mereka yang basah kuyup tersebut. Dalam hati mereka
bertanya-tanya, mengapa orang itu juga tersentak kaget
ketika mendengar nama Hek-eng-cu?
“Ah, tidak apa-apa.....” Pek-i Liong-ong yang menjadi
curiga itu lekas-lekas menjawab pertanyaan Chu Seng Kun
untuk menutupi kekagetannya. “Lo-hu pernah pula mendengar
nama yang pada akhir-akhir ini menjadi sangat terkenal itu.
Hanya sayang sampai saat ini Lo-hu belum pernah mendapat
kesempatan untuk menjumpainya. Tapi....siapa tahu kita nanti
dapat berjumpa dengannya?” orang tua itu mengakhiri katakatanya
dengan tersenyum penuh arti kepada Souw Lian Cu.
“Benar! Siapa tahu kita nanti dapat bertemu dengan orang
itu?" gadis itu mengangguk pula sambil mengedipkan
matanya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Agaknya Chu Seng Kun menangkap pula isyarat-isyarat
yang diberikan oleh Pek-i Liong-ong tersebut. Hanya ia sedikit
ragu-ragu ketika memandang ke arah Souw Lian Cu karena
dia merasa tidak mengenal gadis bertangan buntung itu. Oleh
karena itu dengan perlahan-Iahan ia melangkah mendekati
Souw Lian Cu.
"Maaf, nona. Bolehkah aku mengenal namamu.......?"
sapanya halus.
Souw Lian Cu tersenyum pula, dan setiap orang tentu akan
memuji betapa cantiknya kalau gadis itu membuka mulutnya.
"Namaku Souw Lian Cu, Chu-taihiap......." jawabnya dengan
halus pula.
"Souw Lian Cu.. ?" Chu Seng Kun berseru kaget. Matanya
melirik sekejap ke arah lengan yang buntung itu. "Apakah kau
ini puteri saudara Souw…. Souw Thian Hai ?”
Souw Lian Cu mengangguk, mulutnya masih tetap
tersenyum manis sekali.
"Wah, aku benar-benar sudah tak mengenalmu lagi. Kau
sudah demikian besar sekarang. Lalu dimanakah ayahmu itu
sekarang?" Chu Seng Kun tertawa gembira sambil menepuknepuk
pundak gadis itu.
"Ayahku berada di rumah. Dia......."
"Hei? Berada di rumah........?" pemuda itu terkejut.
"Beberapa hari yang lalu aku bertemu dengan ayahmu,
katanya sudah berbulan-bulan dia berada di tempat seorang
keluarga bekas pangeran Chin ! Dia malah menjadi pengawal
pribadi putera pangeran Chin itu........"
"Ohh ?" sekarang ganti Souw Lian Cu yang terhentak
kaget. "Ayahku menjadi pengawal pangeran Chin ? Ah, di
mana ayahku sekarang.......?" gadis itu mengguncang
guncang lengan Chu Seng Kun.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tentu saja Chu Seng Kun menjadi bingung dan tak
mengerti melihat sikap gadis itu. Tadi gadis itu berkata bahwa
ayahnya berada di rumah tapi setelah ia mengatakan bahwa
beberapa hari yang lalu ia telah berjumpa dengan ayahnya,
gadis itu malah menjadi kaget dan bertanya tentang ayahnya!
Bagaimana ini….?
Agaknya Souw Lian Cu mengetahui kebingungan Chu Seng
Kun tersebut. Perlahan-lahan gadis itu melepaskan
pegangannya. "Ah, maaf, Chu Tai-hiap.... Aku sampai lupa
diri," katanya meminta maaf. "Aku memang sudah lama sekali
meninggalkan rumah. Maka aku menjadi kaget ketika Chu Taihiap
tadi mengatakan telah bertemu dengan ayahku beberapa
hari yang lalu....... Eh, dimanakah ayahku itu sekarang ?"
"Lhoh, bagaimana sih engkau ini........?"
"Chu Tai-hiap, sudahlah…. panjang sekali kalau diceritakan.
Nanti kita berbicara lagi tentang itu kalau ada waktu.
Sekarang yang ingin kuketahui adalah........ di mana ayahku
itu ?”
Chu Seng Kun tidak mendesak lagi. Pemuda itu bisa
meraba, tentu ada masalah apa-apa di antara gadis ini dengan
ayahnya, sehingga gadis ini meninggalkan rumahnya dan
berbulan-bulan tak berhubungan lagi dengan ayahnya
tersebut.
"Sayang aku tak mengerti di mana ayahmu berada
sekarang........ Hanya ketika aku bertemu dengan dia di desa
Hok-cung, dia pergi dengan putera pangeran Chin itu........"
pemuda itu memberi keterangan.
Souw Lian Cu menjadi lemas kembali. Berita tentang
ayahnya yang telah bertahun-tahun dia tinggalkan itu
membuat hatinya menjadi sedih. Perasaannya tergugah, dan
kini rasanya dia menjadi rindu sekali kepada ayahnya itu.
Chu Seng Kun menghela napas. Pemuda itu dapat
merasakan kesedihan yang diderita oleh gadis tersebut. Maka
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
untuk mengalihkan perhatian ia menoleh kepada laki laki
basah kuyup yang sedari tadi cuma diam saja itu.
"Hmm, siapakah saudara ini....? Apakah saudara juga satu
rombongan dengan nona Souw Lian Cu ?”
"Ah, benar.....! Lo-hu juga sampai lupa menanyakannya.
Sudah sekian lamanya berperahu bersama, kita belum juga
saling mengetahui nama masing-masing..." Pek-i Liong-ong
tersentak pula dari lamunannya. Dengan sikap ramah ketua
Aliran Mo-kauw itu menatap penumpangnya tersebut.
Orang itu semakin tampak kegugupannya. Dengan gagap ia
menjawab. "Aku...... aku....eh, namaku Liok Cwan….."
"Liok Cwan…?” Chu Seng Kun dan Pek-i Liong-ong
menyebut nama itu dengan kening berkerut. Keduanya seperti
mau memeras ingatan mereka masing-masing, siapa tahu
mereka pernah mendengar nama itu di dalam perbendaharaan
hati mereka.
"Ya........ ya, aku Liok Cwan..... seorang pedagang dari
Kota Raja Tiang An. Apakah tuan sudah pernah mendengar
namaku?"
Chu Seng Kun menggeleng-gelengkan kepalanya. "Lalu apa
maksud tuan pergi ke pantai malam- malam begini?" pemuda
itu bertanya.
"Ough........oh, anu....... anu .......soal dagang tentu saja.
Aku mau menemui seseorang........ eh, maksudku....... aku
mau menemui langganan di sana."
“Ehmm !"
Semuanya berdiam diri lagi. Sementara orang yang
mengaku bernama Liok Cwan itu semakin kelihatan gelisah
dan tidak tenang. Beberapa kali orang itu mengusap muka
dan lehernya dengan telapak tangan, seolah mau
mengeringkan keringatnya yang bercampur dengan air sungai
yang tadi membasahi tubuhnya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Malam semakin dingin. Sementara permukaan airpun
semakin melebar, sehingga rasa-rasanya perahu mereka
sedang berlayar di sebuah telaga yang panjang dan tak tentu
ujungnya. Tetapi dengan demikian perahu mereka malah
dapat melaju dengan lebih tenang, karena gelombang air
sungai juga tampak mereda. Meskipun demikian Pek-i Liongong
masih harus tetap waspada pula dalam mengemudikan
perahunya, karena ternyata di sekitar mereka masih tetap
banyak perahu yang berlayar seperti mereka.
Chu Seng Kun mendekati Souw Lian Cu, kemudian duduk di
sampingnya. Liok Cwan berdiri jauh di ujung perahu,
sementara Pek-I Liong-ong tampak sibuk memegang kemudi
di buritan.
“Kau tidak merasa dingin, nona……?” Chu Seng Kun
membuka percakapan.
“Tidak!” Souw Lian Cu menggeleng, lalu menundukkan
kepala. Mereka berdiam diri kembali.
“Jadi…..kau sudah lama sekali meninggalkan ayahmu? Ah,
dia tentu kebingungan mencarimu. Mengapa kau tidak
berusaha menemui ayahmu? Kulihat dia seperti sedang dalam
kesukaran sekarang....” sekali lagi Chu Seng Kun mencoba
menarik perhatian Souw Lian Cu, dan kali ini berhasil.
"Kesukaran? Apa yang tai-hiap maksudkan?” gadis itu
tersentak dari duduknya. "Bukankah dia pergi bersama........
ah, tidak!" tiba-tiba gadis itu membungkam mulutnya sendiri.
Sekilas matanya yang bening lembut itu berkilat tajam
menatap Chu Seng Kun. Sepintas lalu seperti akan marah tapi
tak jadi.
Sebenarnya Souw Lian Cu mau mengatakan bahwa
ayahnya tentu pergi bersama Chu Bwee Hong, adik
perempuan Chu Seng Kun itu! Sebelum dia pergi
meninggalkan rumah dahulu dia melihat wanita ayu itu datang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
bersama seorang lelaki ke rumahnya. Tapi Souw Lian Cu tak
jadi mengatakannya.
"Mengapa nona ......?" Chu Seng Kun mendesak, tapi gadis
itu tetap tak mau menyebutkannya, sehingga akhirnya Chu
Seng Kun melanjutkan sendiri kata-katanya. "Memang ayahmu
pergi dengan pangeran Chin itu….. dan........ Inilah yang amat
mengherankanku ! Selamanya ayahmu tak mau menjadi
pelayan orang, apalagi menjadi tukang pukuI seperti itu.
Tentu ada apa-apanya dalam hal ini.......”
"Apakah ayah tidak bertanya tentang aku ketika bertemu
dengan tai-hiap?"
"Ah, waktu itu kami bertemu dalam sebuah pertempuran
yang luar biasa ributnya, sehingga tiada waktu untuk
berbincang-bincang dengannya. Hanya yang kulihat waktu itu
ialah ayahmu seperti sedang tertekan jiwanya karena harus
melindungi seseorang tanpa dia kehendaki."
"Oh, ayah….!" gadis itu mengeluh dengan sedih. Timbul
perasaan sesalnya karena telah meninggalkan ayahnya.
Chu Seng Kun membiarkan gadis itu merenung untuk
beberapa saat lamanya, sehingga suasana menjadi sunyi
kembali seperti tadi. Pek-i Liong-ong masih sibuk dengan tiang
kemudinya, sedangkan Liok Cwan juga masih berdiri gelisah di
ujung perahu.
"Nona........mengapa kau tega meninggalkan ayahmu
sampai berbulan-bulan lamanya? Bukankah kalian bertemu
dan berkumpul bersama juga belum lama ? Apakah engkau
tidak merasa kasihan kepada ayahmu ? Bagaimana kalau
saking sedihnya dia menjadi kambuh kembali
penyakitnya........?" dengan lembut Chu Seng Kun menegur
Souw Lian Cu, seperti menegur adiknya sendiri.
Dalam hati Chu Seng Kun merasakan, tentu ada suatu
persoalan pelik yang membuat gadis ini pergi meninggalkan
ayahnya. Hanya yang belum bisa diketahui oleh pemuda itu
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
adalah persoalan apakah itu ? Meskipun demikian Chu Seng
Kun berusaha untuk menyadarkan Souw Lian Cu agar mau
kembali kepada ayahnya. Sebab bagaimanapun juga pemuda
itu sudah merasa dekat sekali dengan Souw Thian Hai, ayah
gadis ini. Mereka bersahabat akrab sekali, karena Chu Seng
Kun itulah yang dahulu merawat dan mengobati penyakit lupa
ingatan Souw Thian Hai. Malah tidak hanya itu saja hubungan
baik yang terjadi di antara mereka karena tanpa diduga adik
Chu Seng Kun yang bernama Chu Bwee Hong ternyata secara
diam-diam jatuh cinta kepada Souw Thian Hai yang telah duda
dan beranak satu itu. Mungkin kalau tidak karena ulah Hekeng-
cu yang menculik adiknya itu mereka telah menikah
dengan bahagia.
Diingatkan tentang penyakit ayahnya, Souw Lian Cu
menjadi merah mukanya. Dan Chu Seng Kun menjadi salah
tafsir, pemuda itu mengira Souw Lian Cu telah benar-benar
tergugah perasannya dan sudah teringat kembali kepada
penderitaan ayahnya. Tampaknya gadis itu mulai menyesali
kelakuannya.
Maka dari itu Chu Seng Kun segera menyambung
perkataannya. "Nah, apakah engkau tidak merasa kasihan
kepada ayahmu? Mengapa.....?"
Tapi pertanyaan itu terhenti dengan tiba-tiba. Dengan
kaget Chu Seng Kun mengawasi Souw Lian Cu yang berdiri
dengan mendadak. Dengan muka merah dan mata berkilatkilat
karena penasaran gadis itu menatap Chu Seng Kun.
"Mengapa ? Mengapa........? Mengapa engkau hanya
menyalahkan aku saja ? Mengapa engkau tidak menyalahkan
yang lain juga? Mengapa ayahku itu mesti kawin lagi dengan
orang lain, misalnya ?" gadis itu berseru dengan bibir gemetar
dan hampir menangis, membuat Pek-i Liong-ong tersentak
kaget melihat mereka. Orang tua itu terlongong-longong
mengawasi Chu Seng Kun dan Souw Lian Cu silih berganti.
Begitu juga dengan Liok Cwan !
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Heh? Mau kawin lagi........? Kawin dengan siapa?" Chu
Seng Kun berdiri juga dengan tidak kalah terkejutnya.
Otomatis pemuda itu lantas teringat kepada adiknya yang
hilang.
"Dengan siapa lagi kalau tidak dengan enci Chu Bwee
Hong, adikmu.,......?" Souw Lian Cu menjawab keras, dengan
muka masib tetap meradang.
"Whah? Apaaaa.......? Adikku? Di mana dia sekarang?" Chu
Seng Kun berteriak dan meloncat untuk menyambar lengan
Souw Lian Cu.
Tapi dengan tidak kalah gesitnya, Souw Lian Cu melejit ke
belakang melewati atap perahu dan mendarat di dekat Pek-i
Liong-ong. Gerakannya yang amat ringan itu bukan main
indahnya, sehingga Liok Cwan yang semula tidak menyangka
bahwa gadis remaja itu bisa ilmu silat, menjadi ternganga
mulutnya.
Tetapi Chu Seng Kun cepat mengejar pula dengan lebih
tangkas lagi. Meskipun bergerak kalah dulu, tetapi ternyata
mereka mendarat di lantai perahu secara berbareng ! Mereka
berdiri berhadap-hadapan lagi. Saking tegang hatinya, Chu
Seng Kun sampai pucat-pias wajahnya.
Memang dapat dimaklumi kalau Chu Seng Kun bersikap
demikian. Dua tahun lamanya pemuda itu mencari adiknya
tanpa mengenal lelah. Di dalam hati ia percaya bahwa pada
suatu saat ia tentu dapat bertemu dengan adiknya tersebut.
Meskipun Hek-eng-cu, yaitu orang yang melarikan Chu Bwee
Hong mengatakan bahwa adiknya telah mati, tetapi pemuda
itu tetap tidak mempercayainya. Chu Seng Kun percaya bahwa
adiknya masih tetap hidup. Maka begitu mendengar Souw Lian
Cu menyebut nama adiknya, otomatis pemuda itu seperti
orang kesetanan!
"Souw Lian Cu ! Apakah kau melihat Chu Bwee Hong ?
Dimana dia sekarang ?” Chu Seng Kun berteriak keras tanpa
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mempedulikan Pek-i Liong-ong yang berdiri tak jauh dari
tempatnya.
“Seng Kun ! Ingatlah, kenapa kau ini.......?" Pek-i Liong-ong
berseru memperingatkan.
Chu Seng Kun menoleh. Wajahnya masih tetap tegang.
"Lo-cianpwe, jangan khawatir…! Aku tidak apa-apa. Aku hanya
ingin bertanya kepada gadis ini tentang adikku, Chu Bwee
Hong. Adik perempuanku itu telah lenyap diculik oleh Hekeng-
cu dua tahun yang lalu dan sampai hari ini belum juga
kembali….”
"Diculik oleh Hek-eng-cu dua tahun yang lalu?" sepasang
mata Souw Lian Cu terbelalak dan wajahnya menjadi pucat
seketika. "Jadi .... jadi lelaki yang datang ke rumahku bersama
enci Bwee Hong itu adalah …. Hek-eng-cu?" gadis itu berseru
dengan suara serak.
Sekali lagi Chu Seng Kun menyambar lengan Souw Lian Cu,
dan kali ini gadis itu tidak mengelak lagi. Gadis itu telah
menjadi lemas karena khawatir atas nasib ayahnya.
"Jadi....... eh, jadi Hek-eng-cu telah membawa Bwee Hong
ke rumahmu? Lalu........lalu bagaimana keadaannya? Di mana
dia sekarang?” Chu Seng Kun mengguncang lengan yang
dipegangnya itu keras-keras.
Souw Lian Cu yang sekarang telah mulai merasakan adanya
sesuatu hal yang tidak beres dalam persoalan ini segera
bercerita tentang apa yang telah terjadi di rumahnya pada dua
tahun yang lalu. Semuanya ia ceritakan tanpa terkecuali,
termasuk pula rasa tidak suka dalam hatinya berhubung
ayahnya teIah jatuh cinta lagi kepada wanita lain selain
ibunya.
"Oohh....!” Chu Seng Kun berdesah dan menjadi lemas pula
seperti Souw Lian Cu. "Jadi....... jadi kau juga tak tahu pula
kemana Chu Bwee Hong pergi? Oh, kemana sebenarnya anak
itu? Apakah dia benar-benar telah dibunuh oleh Hek-eng
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
cu........?" pemuda itu mengeluh sedih, kemudian
menjatuhkan dirinya di atas bangku.
"Hmmh.,. adikmu diculik oleh Hek-eng-cu? Kenapa engkau
tidak mencari orang itu dan mengambiInya kembali ?” tibatiba
Pek-i Liong-ong menggeram. Bagaimanapun juga sikap
yang ditunjukkan oleh Chu Seng Kun tadi kepadanya, tetapi
kedua kakak beradik itu tetap keponakan muridnya juga. Maka
perbuatan Hek-eng-cu itu sedikit banyak juga membuat malu
dirinya pula.
"Aku telah menemui orang itu. Tetapi selain kepandaiannya
sangat tinggi, kawannyapun sangat banyak dan rata-rata ilmu
mereka setingkat dengan aku. Bagaimana aku bisa menang
melawan dia.......?” Chu Seng Kun menjawab hampir merintih.
"Begitukah.......?" Pek-i Liong-ong merah mukanya. "Coba
kausebutkan, siapa saja teman temannya itu!"
Chu Seng Kun menghela napas. "Song-bun kwi Kwa Sun
Tek, enam orang Iblis dari Ban-Kwi-to dan........ seorang jago
lihai lagi yang belum kukenal namanya!" pemuda itu
menyebutkan semua lawannya.
"Hmmh, baik......!" ketua Aliran Mo-kauw itu menggeram
lagi. "Seng Kun ! Dengarlah ! Kini kau bersiap-siaplah, karena
sebentar lagi kita akan bertemu dengan Hek-eng-cu....! Kau
hadapilah musuhmu itu dengan tenang! Biarlah aku nanti yang
membantumu menghadapi kawan-kawannya ......"
"Hah ? Jadi penjahat keji itu benar-benar berada di sekitar
tempat ini?" Chu Seng Kun terlonjak dari tempat duduknya.
"Benar! Tunggulah.....!" Pek-i Liong-ong menjawab tegas.
"Oh, Tuhan....... terima kasih!"
Demikianlah, malam telah semakin larut dan perahu
mereka juga semakin dekat dengan tempat tujuan. Suara
debur ombak juga sudah mulai terdengar pula di telinga
mereka.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Nah, lihatlah itu ! Lautan telah kelihatan dari tempat
ini......." Pek-i Liong-ong menunjuk ke kaki langit sebelah
timur, di sana sebuah garis putih tampak membentang dari
utara ke selatan. Sebuah garis melengkung yang seolah-olah
membatasi langit dan bumi. Souw Lian Cu melangkah ke
ujung perahu, kemudian memandang garis putih itu dengan
takjub.
"Alangkah indahnya.......!" gadis itu bergumam perlahan.
"Ya ! Tapi sebentar lagi kita juga harus segera merapat ke
pinggir, karena sangat berbahaya sekali membawa perahu
kecil ini ke muara. Tempat itu benar-benar sangat berbahaya.
Hanya perahu-perahu besar saja yang dapat melewatinya.
itupun kalau cuaca sedang baik. Di muara itu terdapat
pusaran-pusaran air yang mampu menghisap dan menelan
perahu-perahu kecil seperti kepunyaan kita ini untuk kemudian
dimuntahkan kembali di tengah-tengah laut sana," tiba-tiba
orang yang bernama Liok Cwan itu menyahut dengan wajah
ketakutan, sehingga Souw Lian Cu yang sedang menikmati
keindahan alam itu menjadi ngeri pula hatinya.
Tapi apa yang dikatakan oleh orang itu memang benar
pula. Beberapa saat kemudian perahu mereka telah mencapai
dusun yang terakhir, yaitu sebuah dusun yang tumbuh di
pinggir sungai seperti juga halnya dusun Ho-ma-cun yang
siang tadi mereka tinggalkan. Mereka melihat banyak sekali
perahu-perahu dan sampan yang ditambatkan pada tonggaktonggak
kayu yang disediakan di tepian sungai. Meskipun
waktu telah larut malam, keadaan di tempat itu ternyata
masih tampak hidup dan bergairah. Warung-warung kecil yang
bertebaran di sepanjang sungai juga masih tampak terbuka
pintunya. Sehingga sinar lampunya yang terang benderang
menyorot keluar melalui pintu dan jendelanya, menyibakkan
selubung kegelapan malam yang melingkupi dusun kecil
tersebut. Beberapa orang lelaki tampak hilir-mudik di sekitar
warung-warung itu. Dari jauh kelihatan seperti bayang-bayang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
hitam yang sekali-kali tampak menembus cahaya lampu yang
keluar dari pintu warung.
Pek-i Liong-ong membelokkan perahunya ke pinggir,
kemudian menambatkannya di tempat yang kosong.
Semuanya ikut turun, dan Liok Cwan bergegas datang
mendekati Pek-i Liong-ong untuk memberikan bayaran emas
yang telah ia janjikan tadi. Tapi dengan tegas ketua Aliran Mokauw
itu menolaknya.
"Ah, tidak usah. Berikan saja benda itu kepada fakir miskin
yang lebih membutuhkan!"
"Fakir miskin........? Oh, ya....... ya ! Terima kasih ! Akan
saya laksanakan perintah tuan ini. Sekarang aku........ aku
mohon diri !"
Liok Cwan terbungkuk-bungkuk mengiyakan. Dan sebentar
kemudian orang itu telah melangkah pergi dengan tergesagesa
dan menghilang dalam bayang-bayang kegelapan
malam.
"Siapakah sebenarnya orang itu? Gerak-geriknya
mencurigakan sekali.....!" Chu Seng Kun bergumam perlahan.
Pek-i Liong-ong melangkah menghampiri Chu Seng Kun
dan berdiri di samping pemuda itu. Matanya yang tajam
berkilat itu menatap ke tempat gelap, di mana Liok Cwan tadi
menghilang.
"Entahlah. Mungkin juga dia salah seorang yang tahu
masalah harta karun itu dan sekarang datang untuk ikut
memperebutkannya," orang tua berkata perlahan pula.
"Harta karun? Harta karun apa itu ?" Chu Seng Kun
bertanya heran. "Jadi tujuan lo-cianpwe kemari ini untuk
memperebutkan harta karun? Ah, lalu bagaimana rencana
pertemuan kita dengan Hek-eng-cu itu?"
"Ahaa, bersabarlah.......! Sebentar lagi kita juga akan
bertemu dengan dia, sebab dialah yang nanti menjadi tokoh
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
utama dalam masalah perebutan harta karun ini," Pek-i Liongong
menjawab cepat. Lalu dengan cepat pula orang tua itu
menceritakan serba sedikit tentang pertemuan di Pantai
Karang tengah malam nanti.
"'Pantai Karang? Bukankah tempat itu adalah tempat
penyeberangan ke Pulau Meng-to? Apakah dalam hal ini Kehsim
Siauw-hiap ikut terlibat juga ?"
Pek-i Liong-ong tidak menjawab. Orang tua itu hanya
mengangkat pundaknya tanda tak mengerti lalu berjalan
perlahan ke tempat yang agak gelap. Chu Seng Kun dan Souw
Lian Cu segera melangkah pula mengikutinya. Dari tempat itu
mereka memperhatikan orang-orang yang hilir-mudik di
sekitar mereka.
"Apakah yang lo-cianpwe cari?” Souw Lian Cu bertanya.
"Lebih baik kita berhati-hati di sini. Kulihat banyak orang
yang mencurigakan berkeliaran di tempat yang sepi ini. Siapa
tahu ada orang yang telah mengenal kita?"
"Apakah kita tidak langsung saja menuju ke Pantai Karang
sekarang ?” Souw Lian Cu bertanya.
"Tentu! Tapi kita mesti melalui orang-orang itu pula,
bukan? Tiada jalan lain selain menerobos dusun ini bila kita
mau menuju ke Pantai Karang itu. Sebelah timur dusun ini
adalah rawa-rawa, sementara sebelah barat adalah bukit-bukit
terjal yang sukar dilalui. Jika kita mengambil jalan dengan cara
mengendap-endap di pinggiran dusun, kita justru akan
dicurigai orang. Siapa tahu kita malahan berjumpa dengan
seorang tokoh sakti di sana?"
"Jadi........?”
“Kita menyeberangi jalan dusun ini.......!" Pek-i Liong-ong
menjawab tegas.
Kemudian mereka bertiga keluar dari tempat gelap itu dan
berjalan perlahan ke Jalan besar yang membelah dusun kecil
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
itu. Dengan sikap yang wajar, seolah-olah mereka bertiga
adalah rombongan pedagang yang sedang kemalaman di jalan
dan kini bermaksud singgah untuk mencari penginapan di
dusun itu. Mereka melangkah di antara orang-orang yang hilir
mudik di jalan tersebut. Mereka sengaja melewati tempattempat
yang agak gelap dan tidak mendapatkan sinar secara
langsung dari pintu dan jendela warung yang terbuka.
Sementara itu secara diam-diam mereka mengawasi orangorang
yang sedang makan minum di dalam warung serta
orang-orang yang hilir mudik dan berpapasan dengan mereka
di jalan. Meskipun diantara orang-orang yang mereka jumpai
itu tidak ada yang terasa aneh atau mencurigakan tapi Pek-i
Liong-ong percaya bahwa tentu ada seorang atau dua orang
diantara orang-orang itu yang mempunyai tujuan yang sama
dengan mereka, yaitu pergi ke Pantai Karang.
"Kelihatannya seperti tidak ada apa-apa tapi bila kita
rasakan dengan sungguh-sungguh, kita akan merasakan
sesuatu yang aneh dan menegangkan menyelubungi dusun
ini....... Lihatlah orang-orang yang duduk makan minum di
dalam warung itu !" Pek-i Iiong-ong menunjuk ke sebuah
warung di pinggir jalan. "Kelihatannya mereka makan dan
minum dengan wajar. Tapi bila kita perhatikan benar-benar,
kalian akan menemukan seorang atau dua orang yang selalu
melirik ke sana ke mari, seolah-olah sedang mencari sesuatu.
Misalkan orang yang berbaju kuning dan biru itu...,”
Chu Seng Kun dan Souw Lian Cu cepat memperhatikan
dengan seksama dua orang yang ditunjuk oleh Pek-i Liongong
itu. Dua orang itu tampak tegap dan gagah, gerakgeriknya
juga sangat tenang dan berwibawa. Mereka duduk
terpisah agak jauh, meskipun begitu mereka sering tampak
memberi isyarat atau saling berkedip satu sama lain.
"Ah ! Lo-cianpwe, aku mengenal dua orang itu !" tiba-tiba
Chu Seng Kun berseru tertahan.
“Siapakah mereka?" ketua Aliran Mo-kauw itu tertegun.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Mereka adalah anggota barisan Sha-cap-si-wi (Tigapuluh
Pengawal Rahasia Kerajaan)!”
"Anggota Sha-cap-si-wi yang amat terkenal dan sangat
dibangga-banggakan oleh Kaisar Han itu?”
"Benar. Aku pernah mengenal dua orang itu ketika pada
suatu hari aku berjumpa dengan Kaisar Han. Kedua orang itu
malah pernah diperbantukan padaku ketika Kaisar Han
berusaha membantu aku untuk mencari adikku."
“Hmmmm .... Ialu apa maksudnya kedua orang itu di sini?
Apakah Kaisar Han juga telah mencium berita tentang harta
karun itu? Rasanya mustahil......" Pek-i Liong-ong
mengerutkan keningnya.
"Mungkin Kaisar Han memang telah mendengar juga
tentang hal itu. Tetapi mungkin juga belum!" Chu Seng Kun
menyatakan pendapatnya. "Setahun yang lalu Kaisar Han
telah menyebar tigapuluh orang pengikut pilihan itu ke seluruh
negeri untuk mencari Cap Kerajaan yang hilang ........ Hanya
persoalannya sekarang adalah....... apakah kedatangan dua
orang ini kemari dalam rangka mencari Cap Kerajaan itu atau
bukan?"
Mereka berbincang sambil berjalan. Tapi kini mereka harus
semakin berhati-hati, karena di dusun itu ternyata berkumpul
jago-jago silat dari kerajaan pula. Mereka berjalan dengan
hati-hati di tempat-tempat yang gelap yang jauh dari sinar
lampu.
Tiba-tiba Souw Lian Cu menggamit lengan Pek-i Liong-ong
dan Chu Seng Kun. Gadis itu lalu mengangkat jari telunjuknya
ke arah bangunan yang mirip dengan kandang kuda di dekat
warung yang paling ujung.
"Lo-cianpwe, lihat........! Bukankah dia orang yang bernama
Liok Cwan tadi ?”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Mana ? Oh, benar........! Sedang berbicara dengan siapa
dia ?"
Sambil memperlambat langkah kaki mereka melirik ke arah
Liok Cwan. Tampak oleh mereka Liok Cwan sedang berdiri
berhadapan dengan seorang laki-laki berbadan tinggi gemuk
di emper sebuah kandang kuda yang tak jauh letaknya dari
jalan. Sebuah lampu teng yang tergantung di depan pintu
kandang menerangi wajah kedua orang itu. Keduanya tampak
asyik berbicara dengan serius, kelihatannya sedang
membicarakan persoalan yang amat penting.
“Hei, bukankah orang itu….?” Pek-i Liong-ong dan Chu
Seng Kun berdesah berbareng sehingga mereka saling
memandang satu sama lain dan tidak meneruskan
perkataannya.
“Hah ? Siapa….?” Souw Lian Cu memandang kedua orang
temannya itu berganti-ganti.
“Dia adalah salah seorang dari dua orang mencurigakan
yang telah kuikuti jejaknya itu."
“Hei ?! Jadi orang itu adalah kawan dari Hek-eng-cu ?
Hmm, kalau begitu Liok Cwan itu juga salah seorang kawan
dari Hek-eng-cu pula.... Wah, kita tadi terkecoh jadinya!
Setengah harian dia berperahu dengan kita, kita sampai tidak
menyadarinya. Padahal kita tadi membicarakan persoalan Hekeng-
cu seenak kita sendiri.... " Souw Lian Cu menggerutu.
"Benar ! Kita memang kurang berhati-hati tadi. Kita terlalu
meremehkan orang yang sebenarnya wajib kita curigai. Awal
pertemuan kita yang sangat aneh itu seharusnya telah
membuat kita berwaspada terhadap dia. Tapi ....sudahlah!
Semuanya telah terlanjur. Hanya kini kita tidak bisa enakenakan
lagi, karena orang yang akan kita jumpai tentu telah
tahu akan kedatangan kita. Mungkin mereka akan menyambut
kita secara meriah atau mungkin juga malah tidak menyambut
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sama sekali ! Mungkin mereka tidak akan menampakkan diri
karena tidak ingin rahasia mereka diketahui orang lain.”
Pek-i Liong-ong bergegas menyelinap meneruskan
langkahnya, diikuti oleh Chu Seng Kun dan Souw Lian Cu.
Mereka melangkah dengan cepat, sehingga sebentar
kemudian mereka telah keluar dari dusun itu.
"Marilah kita mengerahkan gin-kang kita, agar kita lekaslekas
meninggalkan tempat ini! Kawan-kawan Hek-eng cu
yang berada disini tentu akan berusaha mencari kita.”
Pek-l Liong-ong menjejakkan kakinya ke tanah dan sekejap
kemudian tubuhnya telah melesat ke depan dengan cepat
sekali ! Chu Seng Kun mengikuti pula tidak kalah gesitnya.
Tubuhnya yang jangkung itu 'terbang’ di belakang Pek-i Liongong
seperti bayang-bayang saja. Sebagai ahli waris ilmu Pekin
Gin-kang, mereka berdua dapat bergerak cepat seperti kilat.
Hanya tingkatan ilmu mereka saja yang berbeda, Pek-i Liongong
sebagai ahli waris langsung dan Bu-eng Sin-yok-ong
tampak lebih matang dan lebih sempurna dari pada Chu Seng
Kun.
Kedua orang itu melesat pergi meninggalkan Souw Lian Cu
begitu saja, karena agaknya mereka telah yakin bahwa gadis
itu akan dapat berlari cepat pula seperti mereka. Sebagai
keturunan keluarga Souw, Souw Lian Cu tentulah mempunyai
gin-kang yang hebat juga, meskipun belum sehebat dan
setinggi ayahnya tentunya.
Memang benar juga. Karena dua orang kawannya telah
melesat meninggalkan dirinya, Souw Lian Cu terpaksa
mengerahkan pula ilmu meringankan tubuhnya agar dapat
mengejar mereka. Bagaikan seekor kijang berlari kaki gadis itu
menjejak tanah dan berloncatan cepat sekali menerobos
semak belukar meninggalkan dusun kecil tersebut. Biarpun
tidak bisa mengejar Pek-i Liong-ong dan Chu Seng Kun, tetapi
setidaknya dia juga tidak akan tertinggal jauh.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Demikianlah, mereka bertiga berlari cepat sekali menuju ke
Pantai Karang yang letaknya sudah tidak begitu jauh lagi dari
tempat itu. Mereka berlari di antara semak-semak belukar,
rumput-rumput ilalang dan batu-batu karang yang bertonjolan
di tepi pantai.
"Lihat, kita sudah hampir tiba di Pantai Karang! Pukul
berapa sekarang?" Pek-i Liong-ong menoleh sambil
memperlambat langkah kakinya.
"Sudah hampir tengah malam. Kita masih mempunyai
sedikit waktu lagi untuk melihat-lihat suasana di tempat itu…"
Chu Seng Kun menjawab.
"Dimanakah Souw Lian Cu ?”
"Dia masih berada di belakang!" Chu Seng Kun
mengarahkan ibu jari tangannya ke belakang melalui
pundaknya.
Pek-i Liong ong menghentikan larinya, kemudian menoleh
ke belakang. "Hebat juga gin-kang gadis itu…..!"
"Tentu saja, seekor singa tak mungkin beranakkan kambing
! Souw Thian Hai demikian saktinya, masakan anaknya tidak
bisa apa-apa?" Chu Seng Kun berhenti berlari pula dan berdiri
di depan Pek-i Liong-ong.
"Kau benar, Seng kun ….."
Sebentar kemudian Souw Lian Cu telah datang, napasnya
terengah-engah. "Wah, kalian ini sungguh kejam! Masakan
aku ditinggalkan begitu saja ......" gadis itu menggerutu
dengan bibir cemberut.
Pek-i Liong-ong datang menghampiri Souw Lian Cu dan
menepuk-nepuk pundak gadis itu. "Sudahlah, kau jangan
marah! Bukankah kita sedang mengejar waktu tadi ? Sekarang
kita dapat berjalan bersama-sama lagi… Lihat, kita telah
sampai di Pantai Karang !"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Orang tua itu menunjuk ke bawah lereng, di mana air laut
menjilat pantai.
"Oh ? Tapi… tapi dimanakah adanya batu-batu karang yang
berbentuk aneh itu?" tiba-tiba Souw Lian Cu berseru perlahan.
"Hah ? Hei, Lian Cu.... kau benar! Di manakah batu-batu
itu?" Pek-i Liong-ong tersentak kaget pula seperti orang yang
baru dibangunkan dari tidurnya.
"Oh, iya ! Kemana larinya batu-batu itu ? Dan…. Eh,
kenapa pula angin laut ini bertiup demikian kuatnya ?" Chu
Seng Kun ikut berseru heran juga.
Seperti diketahui bahwa pantai tempat penyeberangan ke
Pulau Meng-to itu disebut orang dengan nama Pantai Karang,
karena di pantai itu berserakan batu-batu karang besar yang
mempunyai bentuk aneh-aneh. Ada yang seperti seekor naga
sedang mengangakan mulutnya, ada yang menyerupai
manusia sedang berkelahi, dan ada juga yang mirip seekor
binatang ki-lin, yaitu seekor binatang yang sangat disenangi
dan dipuja oleh sebagian penduduk negeri itu.
Tapi sekarang batu-batu tersebut tidak ada di sana,
semuanya hilang lenyap tak berbekas. Kini yang terlihat
justeru gelombang air yang bergulung-gulung menggelora
menghajar pantai. Buih air yang berwarna putih tampak pula
memenuhi pinggiran pantai yang menjorok ke tengah laut itu.
Sementara hembusan angin laut yang amat kuat tampak
menerbangkan butiran-butiran air yang memercik ketika
gulungan ombak menghempas tebing karang !
"Seng Kun, kaulihatlah ! Agaknya sekarang memang
sedang terjadi air pasang di sini…!” Pek-i Liong ong berkata
sedikit lebih keras, karena tiupan angin mulai bergemuruh
menulikan telinga mereka.
"Hmm, kelihatannya malah akan terjadi badai laut di sini."
Chu Seng Kun berseru pula sambil mengusap mukanya yang
mulai basah pula oleh hembusan angin yang mengandung air.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Pek-i Liong-ong menengadahkan kepalanya dan menatap
awan hitam yang bergumpal-gumpal menutupi bintang.
Kemudian sambil menghela napas dalam-dalam orang tua itu
mengawasi pantai yang sunyi sepi itu.
"Dugaanmu agaknya memang benar. Sebentar lagi
mungkin akan terjadi badai laut yang dahsyat. Hmmm,
lalu….bagaimana dengan pertemuan itu, ya ….?” Pek-i Liongong
berkata.
"Entahlah! Tempat ini kelihatannya sepi benar...." Chu Seng
Kun menoleh kesana kemari.
"Yaa… kelihatannya memang sepi, tapi keadaan yang
sebenarnya kukira tidak demikian halnya. Aku berani bertaruh
di sini tentu telah banyak orang yang bersembunyi dan
menantikan saat keluarnya atau saat diketemukannya harta
karun itu. Aku yakin diantara semak-semak dan batu-batu
karang itu tentu ada orangnya." Pek-i Liong-ong bergumam
pula sambil menebarkan pandangannya, ke lereng tebing yang
berada di bawah mereka.
Chu Seng Kun menatap ketua Aliran Mo-kauw itu sebentar
kemudian mengangguk-angguk. Dalam hatinya pemuda itu
membenarkan kata-kata orang tua tersebut.
"Lalu....... apa yang mesti kita perbuat, lo-cianpwe ?”
tanyanya perlahan, sehingga hampir saja suaranya hilang
tersapu angin laut yang bertiup amat kencang itu.
"Ya..... tentu saja kita harus menunggu keluarnya orang
yang akan kita cari itu." orang tua itu menjawab. "Marilah kita
mencari tempat persembunyian yang enak!"
"Mari. Eh, nona Souw.....marilah kita beristirahat dahulu !"
Chu Seng Kun mengajak Souw Lian Cu yang sedari tadi cuma
diam saja tak berkata-kata.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Gadis itu kelihatan terkejut. "Apa ? Oh, anu........ya,......
ya.....marilah!'' katanya tergagap, sehingga Chu Seng Kun
yang melihatnya menjadi tersenyum.
"Ah, engkau melamun........ nona," pemuda itu berkata
sambil melangkah mengikuti ketua Mo-kauw.
"Oh ! Tidak........ tidak!" gadis itu tersipu-sipu malu.
Pek-i Liong-ong berjalan ke samping kiri di mana terdapat
banyak batu-batu karang besar yang berserakan diantara
semak-semak perdu yang lebat. Ternyata orang tua itu tidak
menuruni lereng tebing yang luas itu.
"Kita tak usah turun mendekati pantai. Biarlah kita di atas
sini saja. Dengan berada di atas kita bisa melihat dengan
bebas ke lereng dan ke pantai. Setiap orang yang muncul di
tempat itu akan segera kita ketahui.”
Akhirnya ketiga orang itu memilih duduk berdesakan di
celah sebuah batu karang besar yang berlobang besar di
tengah-tengahnya. Pek-i Liong-ong duduk bersila di tengah,
sementara Chu Seng Kun dan Souw Lian Cu duduk di kanan
kirinya. Mereka duduk diam tanpa mengeluarkan ucapan
sepatah katapun, mereka menatap lereng tebing di depan
mereka dengan sikap tegang.
Rasanya waktu berjalan dengan lambat sekali. Rasanya
kaki Souw Lian Cu sudah mulai kesemutan, tapi suasana di
tempat itu masih tetap sepi dan sunyi. Mereka tak melihat
sesosok bayangan pun yang muncul atau melintasi lereng di
depan mereka. Sejak tadi mereka cuma melihat bayangbayang
hitam dari semak-semak kecil atau batu-batu karang
yang bertebaran di lereng nun luas itu.
"Jam berapa sekarang,......?" Pek-i Liong-ong yang sudah
mulai tidak sabar itu menoleh kepada Chu Seng Kun.
"Sudah lewat tengah malam,......"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Heran! Apakah orang-orang itu tidak jadi kemari? Kakiku
rasanya sudah kesemutan....." orang tua itu mengeluh sambil
melirik Souw Lian Cu. "Bagaimana,, nona.....?"
Souw Lian Cu seperti tak mendengar pertanyaan itu. Gadis
itu sudah mulai melamun lagi. Wajahnya yang ayu itu tampak
menatap dengan tegang dan gelisah ke tengah-tengah lautan.
Hati dan pikirannya telah dipenuhi lagi dengan bayangan Kehsim
Siauw-hiap, seorang lelaki pemurung yang mengasingkan
diri di Meng-to karena cintanya yang gagal.
"Nona Souw......” Chu Seng Kun memanggil pula dengan
suara perlahan.
Souw Lian Cu tetap tak bereaksi sedikitpun. Wajah itu
malah tampak semakin sendu sehingga Pek-i Liong-ong dan
Chu Seng Kun saling memandang dengan heran. Apalagi
ketika wajah yang semula sendu itu tiba-tiba berubah menjadi
berseri-seri gembira. Mata yang bening indah itu menatap
dengan suka-cita ke tengah-tengah lautan, seolah-olah gadis
itu menemukan kekasihnya di sana.
“Dia....dia datang,,,,,,..! Oh, dia benar-benar datang......."
gadis itu mendadak berbisik dengan gembira.
Pek-i Liong-ong menoleh kepada Chu Seng Kun dengan
kening berkerut, begitu pula dengan pemuda itu ! Chu Seng
Kun menatap ketua Aliran Mo-kauw tersebut dengan wajah
tak mengerti ! Tapi keduanya secara otomatis lalu menoleh ke
atas ke tengah laut, mengikuti arah pandangan Souw Lian Cu.
Dan........tiba-tiba mata mereka menjadi terbelalak !
"Hah?!? Lo-cianpwe… lihat! Ada orang datang dengan
meluncur di atas ombak... !" Chu Seng Kun berseru perlahan,
jarinya menunjuk ke tengah laut, ke arah bayangan hitam
yang meluncur di atas permukaan air.
Pek-i Liong-ong mengangguk-angguk. Orang tua itu juga
melihat sesosok bayangan hitam yang berjalan cepat di atas
permukaan air yang bergelombang besar. Bayangan yang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tidak begitu jelas dalam keremangan malam itu tampak timbul
tenggelam dipermainkan ombak. Mantel lebar yang membelit
pundaknya berkibar ke belakang ditiup angin, sehingga
sepintas lalu seperti sebuah perahu yang sedang memasang
layer.
“Hek-eng cu…!" ketua Aliran Mo-kauw itu berbisik.
“Keh-sim Siauw hiap......!” Souw Lian Cu berbisik pula di
dalam hatinya.
Ternyata jalan pikiran mereka berbeda. Souw Lian Cu yang
sedang terbelenggu oleh bayangan pendekar Pulau Meng-to
itu menganggap bayangan yang meluncur di atas permukaan
air laut tersebut adalah Keh-sim Siauw hiap. Sedangkan Pek-i
Liong ong dan Chu Seng Kun yang sejak semula memang
ingin menemui Hek-eng-cu di situ, segera mengira bahwa
bayangan tersebut tentulah orang yang mereka cari-cari itu.
Bayangan itu meluncur datang semakin dekat, sehingga
caranya meluncur di atas permukaan air itu terlihat dengan
jelas. Di bawah sepasang sepatunya tampak terikat sepotong
bambu sepanjang satu setengah atau dua meter. Sekali-sekali
potongan bambu itu tampak mencuat di atas permukaan air.
Orang itu memakai pakaian hitam-hitam dan mantel
berwarna hitam pula. Kepalanya tertutup sebuah topi lebar
terbuat dari bambu hitam yang halus anyamannya. Dan dari
jauh wajahnya tidak begitu jelas terlihat, apalagi dari
pinggiran topinya terjuntai lembaran sutera tipis yang
menutupi seluruh wajah orang itu.
Bayangan hitam yang tidak lain memang Hek-eng cu itu
mulai memasuki perairan Pantai Karang. Dan sebelum
tubuhnya yang ringan bagai kapas itu meloncat ke daratan,
dari dalam mulutnya terdengar suara siulan nyaring yang
melengking mengatasi gemuruhnya ombak dan angin yang
berkecamuk di tempat itu.
"Suuuiiiiiitt............!"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tiba-tiba suasana lereng tebing yang semula amat sepi dan
sunyi itu kini seperti berubah menjadi hidup. Siulan-siulan kecil
terdengar bersahut-sahutan di antara semak-semak belukar
yang tumbuh pada lereng yang landai itu meskipun suara itu
terdengar amat perlahan sekali. Sementara suara-suara
binatang-binatang kecil, seperti cengkerik, belalang dan
serangga- serangga malam lainnya, mendadak juga terdengar
bersahut-sahutan pula.
"Dengarlah, suara-suara itu sangat mencurigakan sekali,
bukan? Lo-hu berani bertaruh suara-suara itu bukanlah suarasuara
binatang yang sesungguhnya......." Pek-i Liong-ong
berbisik kepada Chu Seng Kun.
"Maksud Io-cianpwe.......?”
"ini adalah suara-suara orang yang sejak tadi telah
menunggu di tempat ini. Mereka memberi isyarat kepada
teman-temannya....”
Hek eng-cu meloncat tinggi ke atas untuk melepaskan diri
dari permukaan air yang mulai mengusap bibir pantai. Orang
itu lalu berjumpalitan di udara untuk mematahkan daya lontar
dari arus ombak, sekalian melepaskan potongan bambu yang
terikat di bawah sepatunya. Kemudian dengan ringan sekali
tubuhnya mendarat di atas sebongkah batu karang yang
tersembul dari dalam tanah. Gerakan-gerakannya ketika
meloncat, kemudian berjumpalitan sambil melepas potongan
bambu, lalu mendaratkan kaki di batu karang, benar-benar
sangat cepat, tangkas dan lincah ! Begitu hebatnya ilmu
meringankan tubuh orang itu sehingga jago-jago gin-kang
seperti Pek-i Liong-ong dan Chu Seng kun itupun masih tetap
ternganga kagum melihatnya.
"Bu-eng Hwe-teng........ ilmu warisan mendiang Si Raja
Kelelawar!" Pek-i Liong-ong menghela napas.
"Ya! Sungguh mengherankan sekali, dari mana orang itu
memperoleh ilmu sakti tersebut ? Mungkinkah orang itu
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
memang keturunan dari mendiang Bit-bo-ong ?" Chu Seng
Kun termangu-mangu pula.
Sebenarnya, melihat musuhnya telah muncul, rasanya Chu
Seng Kun sudah tidak dapat menahan lagi kemarahannya.
Tetapi oleh karena pemuda itu tahu bahwa Hek-eng-cu
sebentar lagi akan dikelilingi oleh para pembantunya, maka
kemarahannya itu terpaksa dipadamnya untuk sementara.
Apalagi pemuda itu menyadari bahwa kepandaiannya masih
belum bisa disejajarkan dengan lawannya itu. Kali ini ia hanya
dapat mengandalkan pada bantuan Pek-i Liong-ong, yang
sebenarnya masih terhitung susiok-couwnya sendiri.
"Bagaimanakah Lo-cianpwe.......? Apakah kita akan
menemui orang itu sekarang ?” Chu Seng Kun menatap ke
arah Pek-i Liong-ong.
"Marilah......!” orang tua itu mengangguk.
Tapi sebelum mereka beranjak dari tempat persembunyian
itu, tiba-tiba dari arah selatan berkelebat sesosok bayangan
yang berlari menuju ke tempat di mana Hek-eng-cu berada.
"Eit, sebentar........! Ada orang datang........" Pek-i Liongong
menahan lengan Chu Seng Kun.
“Ah, bukankah dia pembantu Hek-eng-cu yang tadi kasakkusuk
dengan Liok Cwan ?” Chu Seng Kun berbisik dengan
dahi berkerut.
Bayangan bertubuh tinggi besar dan berbulu lebat itu
memang tidak lain adalah Wan lt, tangan kanan Hek-eng-cu
yang terpercaya. Orang yang berkepandaian sangat tinggi itu
melesat datang di bawah batu karang tempat di mana Hekeng-
cu berpijak, dan memberi hormat kepada orang
berkerudung hitam tersebut dengan tergesa-gesa.
"Ong-ya.......”
"Wan-heng, kenapa yang lain belum tiba ? Apakah......?”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Entahlah, hamba tidak tahu......Tapi kedatangan hamba
kemari justru membawa….”
"Hah? Apa ? Lekas katakan !" Hek-eng cu memotong
perkataan Wan It, ketika orang yang menjadi pembantu
utamanya itu tampak gugup dan tergesa-gesa.
"Maaf, Ong-ya.....,. Hamba membawa berita yang mungkin
akan mengejutkan hati Ong-ya nanti. Anu....... pertemuan kita
ini ternyata telah tercium oleh Kaisar Han !” orang yang
bernama Wan It itu memberi laporan.
"Apa........? Kaisar Han telah mengetahuinya?" Hek-eng-cu
tersentak.
"Benar, Ong-ya......., Baginda malah sudah mengutus Yap
Tai ciangkun dan belasan anggota pasukan Sha-cap-mi-wi
kemari. Mungkin sekarang mereka sudah berada di sekitar
tempat ini pula............” Wan It mengangguk, lalu
menebarkan pandangannya ke segala penjuru.
"Lalu.........?" Hek eng-cu ikut pula mengedarkan
pandangannya ke sekitarnya.
"Lebih baik kita menunda saja pertemuan kita hari ini. Kita
harus cepat-cepat meloloskan diri dari sini, siapa tahu Yap Tai
ciangkun mengerahkan pula pasukannya? Tadi Liok Ciangkun
datang menemui hamba dan memberi tahu kepada hamba
tentang keadaan di kota raja. Katanya Kaisar Han telah
mencium pula maksud kita untuk memberontak.....”
"Hah ! Kurang ajar.......! Siapa yang berani membocorkan
rahasia kita?" Hek-eng-cu menggeram, sambil menghentakkan
kakinya, sehingga batu karang besar yang diinjakkan itu
bergetar seperti mau roboh. "Kalau begitu mari kita pergi !
Kita kesampingkan dulu harta karun ini. Sekarang yang lebih
penting adalah urusan kita sendiri.....”
"Bagaimana dengan kawan-kawan kita yang lain?" Wan It
bertanya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Nanti kita urus belakangan pula! Marilah ...!" Hek-eng-cu
meloncat turun dari atas batu besar tersebut dan mengambil
potongan bambu yang tadi dilepaskannya.
Tapi tiba-tiba dari balik semak-semak yang berada di depan
mereka muncul tiga sosok bayangan mencegat langkah
mereka. Seorang wanita yang cantik luar biasa dan dua orang
lelaki bertubuh sedang !
“Berhenti !" wanita cantik yang tidak lain adalah Chu Bwee
Hong itu berteriak.
Hek-eng-cu dan Hek-mou-sai Wan It tertegun, mereka
segera bersiap-siap. Tapi setelah mengetahui siapa yang
datang, mereka segera tersenyum dan mengendorkan uraturatnya.
Hek-mou-sai Wan It malahan tertawa gembira sekali.
"Hahaha........... sungguh kebetulan sekali! Dulu kita
mendapatkan kesukaran untuk menculiknya, sekarang tanpa
dicari malah sudah datang sendiri untuk menyerahkan diri
.....!” orang berbadan gemuk besar itu berkata sambil
menoleh ke arah Hek-eng-cu. "Ong-ya, gadis yang tuan
inginkan dahulu itu kini justru telah berada di depan kita.
Apakah kita perlu menangkapnya lagi ?"
Muka yang tertutup kain itu menatap kepada pembantunya,
lalu mengangguk. "Jangan banyak membuang waktu! Lekas
kerjakanlah ......!" ia memberi perintah.
"Baik !” Hek-mou-sai menyahut lalu tubuhnya yang besar
itu melesat maju.
Tapi dua orang lelaki yang datang bersama Chu Bwee Hong
itu segera menyongsongnya.
"Hihihaha...... selamat bertemu kembali, Tukang Culik yang
gagal ! Di mana Si Kurus temanmu itu?” lelaki yang lebih tua,
yang berwajah putih pucat, menyapa Hek mou sai Wan It
dengan mulut pringas-pringis.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Hahaha…. Put-swi-kui! Hantu Tak Berdosa! Marilah kita
lanjutkan pertempuran kita dahulu! Kau jangan terlalu
berbesar hati karena bisa mengusir aku tempo hari. Sekarang
kulihat suhengmu Put-sim-sian yang lihai itu tidak datang
bersamaan," Hek-mou-sai menjawab perkataan Put-swi-kui
dengan tidak kalah ramahnya.
"Hei, kenapa mesti harus twa-suheng yang melawanmu?
Kami berdua kukira juga sudah cukup untuk mengusirmu......!"
lelaki di samping Put-swi-kui, yang tidak lain adalah Put-mingmo,
Si Setan Tak Bernyawa, berteriak sambil menepuk-nepuk
perutnya.
"Begitulah pendapatmu? Mari kita buktikan saja .....!" Hekmo-
sai berkata seraya menerjang ke depan. Otomatis Put-swikui
dan Put-ming-mo berpencar untuk menghadapinya.
Sementara itu di tempat persembunyian, Pek-i Liong-ong
terjadi sedikit ketegangan ketika Chu Seng Kun secara
mendadak melihat adiknya yang telah bertahun-tahun
menghilang itu kini tiba-tiba muncul di depannya! Hampir saja
pemuda itu tak bisa mengendalikan hatinya dan melompat
keluar dari persembunyiannya. Untunglah Pek-i Liong-ong
cepat bertindak menahan lengannya.
“Seng kun, sabarkanlah hatimu...! Jangan gegabah!
Lihatlah di balik semak-semak di depan kita itu........!
Bukankah orang-orang itu adalah orang-orang dari Ban-kwito?"
"Tapi…. tapi........ wanita itu a……adikku !" hampir saja Chu
Seng Kun berteriak karena tidak bisa mengendalikan
perasaannya.
“Ya....... ya, Lo-hu tahu. Tapi apa gunanya kau keluar dari
tempat ini kalau di depan itu kau sudah dicegat oleh mereka?
Hmm, pakailah otakmu! Jangan terburu-buru ...!"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Oooh.......!" Chu Seng Kun berdesah lemas, karena
menyadari ketergesaannya. "Lo-cianpwe, lalu....... apa yang
harus kita kerjakan ?”
"Nah, begitu ! Sekarang marilah kita berputar, mencari
jalan yang lebih aman untuk bisa mencapai ke tempat adikmu
!”
Begitulah, mereka bertiga lalu keluar dengan hati-hati dari
lobang batu karang tersebut. Mereka berjalan mengendapendap
di antara semak-semak yang mengelilingi lereng yang
Iuas itu. Pek-i Liong-ong berjalan paling depan, sedangkan
Chu Seng Kun berada di belakang sendiri. Adapun Souw Lian
Cu yang hatinya sebenarnya tidak begitu merasa gembira
karena harus menemui wanita yang telah merebut kasih
sayang ayahnya, tampak berjalan dengan lesu di tengahtengah
kedua orang laki-laki tersebut.
Sementara itu hanya beberapa tombak saja jauhnya dari
tempat persembunyian mereka tadi, dua orang gadis cantik
kelihatan kaget dan tegang pula seperti mereka. Salah
seorang diantaranya yang berkulit sangat putih kepucatpucatan
tampak menudingkan jarinya ke arah Chu Bwee
Hong.
“Adik Lian, lihatlah...! Bukankah dia Chu Bwee Hong ..?"
serunya tertahan.
"Ah, benar ! Wanita itu memang cici Bwee Hong ..." gadis
yang lain yang bersanggul tinggi dan berwajah cerah,
menyahut dengan suara tegang pula.
"Marilah kita pergi ke sana…!”
"Ayoh, cici Siok Eng….”
Keduanya lalu meloncat keluar dan berlari menuruni lereng.
"Eeee, bukankah itu gadis yang bertengkar dengan kita di
tepi sungai kemarin?" tiba-tiba terdengar suara serak dari
semak-semak di sebelah kiri mereka, dan sekejap kemudian
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
muncullah seorang laki-laki gemuk berkepala gundul
menghadang kedua orang gadis itu.
"Berhenti, kelinci kelinci manis! Mau ke mana kalian ?
Heheh, agaknya dunia ini memang sempit benar, ke manapun
juga kita pergi ternyata selalu bertemu pula."
Kwa Siok Eng dan Ho Pek Lian menghentikan langkah
mereka dan berdiri berdampingan mengawasi tubuh Ceng yakang
yang gemuk kehijau-hijauan itu.
"Awas, cici Siok Eng ! Iblis gundul ini tentu tidak
sendirian......."
"Benar, anak manis, kita memang selalu pergi bersamasama.
Aih, tampaknya kalian dapat melepaskan diri dari
pengaruh Bedak Seribu Wajahku. Huh, siapakah yang
mengobati kalian ?" mendadak dari balik batu karang di depan
mereka muncul pula Jeng bin Siang-kwi sambil bertolak
pinggang.
Ho Pek Lian dan Kwa Siok Eng saling memandang,
kemudian mereka tersenyum bersama-sama, sedikit pun tidak
kelihatan takut melihat lawan yang lebih banyak jumlahnya
itu.
"Apakah hebatnya bedak murahan seperti kepunyaan kalian
itu ? Paling-paling hanya untuk permainan anak-anak di desa."
"kurang ajar!" Sepasang iblis kembar itu naik pitam.
Keduanya lalu menerjang Ho Pek Lian dan Kwa Siok Eng ! Dan
kedua gadis cantik itupun segera melayani mereka dengan
hangat pula.
"Adik Lian, berhati hatilah dengan tipu muslihat dan racun
mereka ! Jangan sampai engkau terperdaya….!” Kwa Siok Eng
memberi peringatan kepada Ho Pek Lian sambil mengelak dari
sambaran kuku-kuku Jeng-bin Sam-ni. Sebentar kemudian
mereka berempat telah terlibat dalam pertempuran yang seru
dan ramai.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Melihat kedua orang gadis itu telah bertempur dengan
sucinya, Ceng-ya-kang lalu meninggalkan tempat itu. Dengan
cepat tubuh yang gemuk tersebut berlari menuruni lereng
menuju ke tempat Hek eng-cu berada. Tapi belum juga
sampai di sana, Hek-eng-cu telah menoleh ke atas dan
berteriak memperingatkan.
"Ceng ya-kang .......! Di manakah saudara-saudaramu yang
lain ? Lekas ajak mereka meninggalkan tempat ini ! Cepat !
Kita nanti bertemu di tempat biasanya! Tempat ini telah
dikepung oleh pasukan Yap Tai ciangkun…!"
"Ong-ya.....? Bagaimana ?” Ceng ya-kang menjadi gugup.
Otomatis langkahnya berhenti.
"Jangan membantah ! Nanti kita bicarakan persoalannya
setelah kita lolos dari pantai ini...... Pergilah ! Cepat !" Hekeng-
cu berteriak lagi.
Ceng-ya-kang terpaksa menurut. Dengan sigap tubuhnya
berbalik dan berteriak ke arah Jeng-bin Siang kwi. "Cici….
lekas pergi ! Tinggalkan saja kelinci-kelinci itu ! Tempat ini
telah dikepung oleh......”
"Hahahaha........ kalian sudah terlambat ! Menyerahlah saja
!" tiba-tiba di atas tebing muncul sesosok bayangan yang
berdiri dengan kaki terpentang lebar dan bertolak pinggang.
Pakaiannya yang lebar model pakaian sasterawan itu berkibar
dihembus angin. Kemunculannya segera diikuti oleh berpuluhpuluh
sosok bayangan lain yang tersebar di lereng itu, seolaholah
mereka memang telah dipersiapkan untuk mengepung
Pantai Karang tersebut. Dalam keremangan malam, senjata
mereka tampak gemerlapan ditimpa sinar rembulan dan
bintang. Sementara di sekeliling pemuda yang berpakaian
model sastrawan itu sendiri, juga terlihat beberapa sosok
bayangan yang berdiri kaku seolah-olah sekawanan anjing
yang sedang menjaga keselamatan tuannya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
“Yap Kim......??" Ceng-ya-kang berbisik seakan tak percaya.
Tokoh berkepala gundul itu tampak tertegun melihat pemuda
tampan berpakaian model sastrawan tersebut, karena wajah
itu benar-benar sangat dikenalnya.
Sementara itu pertempuran antara Jeng bin Siang-kwi
melawan Ho Pek Lian yang dibantu oleh Kwa Siok Eng,
otomatis juga berhenti pula. Semuanya memandang ke atas
tebing dengan perasaan kaget. Mereka melihat belasan,
bahkan puluhan sosok bayangan hitam yang berdiri kaku
berjejer-jejer, seperti jajaran pagar bambu di halaman rumah.
"Cici Siok Eng, lihat...... ! Bukankah orang yang berpakaian
seperti sastrawan itu adalah Yap Tai-ciangkun ?" Ho Pek Lian
berseru sambil menunjuk ke atas tebing.
"Eh, benar........! Yap Tai-ciangkun........! Mengapa pula dia
berada di sini ? Apakah sebenarnya yang telah terjadi di
tempat ini ?" Kwa Siok Eng menatap Ho Pek Lian dengan dahi
berkerut.
"Entahlah, aku juga tidak tahu,....... Kemarin Yap Toa-ko
juga tidak mengatakan apa-apa kepada kita......." Ho Pek Lian
menggeleng-gelengkan kepalanya. "Tapi........ sudahlah, kita
tak usah berpusing-pusing memikirkannya! Yang perlu
sekarang adalah urusan kita sendiri Marilah kita menemui Cici
Chu Bwee Hong dahulu ! Kelihatannya dia sedang menemui
kesulitan dengan orang berkerudung itu........"
"Menurut kata Chu Seng Kun, orang itu adalah
penculiknya....... "
"Kalau begitu, marilah kita lekas-lekas kesana.....!”
Kedua orang gadis itu lalu melesat turun menuruni lereng,
meninggalkan Ceng-ya-kang dan Jeng-bin Siang-kwi yang
masih terpaku melihat pasukan Yap Tai-ciangkun di atas
tebing. Rasa-rasanya Ho Pek Lian dan Kwa Siok Eng sudah
tidak tahan lagi untuk segera memeluk dan mencium pipi Chu
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Bwee Hong yang selama ini telah membuat mereka kelabakan
dan tak bisa makan enak dan tak enak tidur.
"Oh, alangkah gembiranya hati Chu Seng Kun nanti, bila
melihat aku telah dapat membawa pulang kembali
adiknya........Kwa Siok Eng bersorak di dalam hati.
Perkembangan yang sangat mendadak yang terjadi di
Pantai Karang itu ternyata juga sangat mengejutkan hati Hekeng-
cu pula! Hampir-hampir orang itu tidak mempercayai
penglihatannya sendiri. Tempat yang semula tampak lengang
dan sepi itu tiba-tiba saja berubah menjadi ramai dan penuh
orang! Keadaan ini benar-benar tak disangkanya dan sejak
semula memang tak pernah masuk dalam perhitungannya.
Keputusan untuk berkumpul di Pantai Karang itu baru
ditetapkan dua hari yang lalu ! Itupun hanya diketahui oleh
orang-orang kepercayaannya saja! Bagaimana hal itu sampai
diketahui oleh Kaisar Han? Masakan khabar itu bisa bocor?
Mungkinkah ada yang membocorkannya?
Tapi rasa-rasanya tidak ada di antara para pembantunya
yang berani berkhianat ! Dia telah percaya penuh kepada para
pembantu utamanya itu !
"Persetan! Yang penting sekarang adalah .......bagaimana
meloloskan diri dari kepungan ini!" Hek-eng-cu menggeram.
Hek eng-cu menebarkan pandangannya. Dilihatnya Hekmo-
sai Wan It masih tampak bertempur dengan seru melawan
pengeroyoknya. Sedangkan di atas lereng tampak Jeng-bin
Siang-kwi dan Ceng-ya kang telah bersiap-siap dengan racunracunnya,
sementara tidak jauh dari tempat itu Tee-tok ci juga
tampak berdiri tenang di atas sebongkah batu karang.
Meskipun di sekitar mereka telah dikepung oleh pasukan Yap
Tai-ciangkun, keempat saudara seperguruan dari Ban-kwi-to
itu kelihatan tenang sekali. Sedikitpun tidak ada perasaan
takut yang membayang di wajah mereka. Tampaknya mereka
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sudah amat percaya kepada kemampuan diri mereka masingmasing.
Hek-eng cu kemudian mempertajam daya pendengarannya.
Ternyata telinganya juga mendengar suara ribut-ribut di atas
tebing dan kalau tidak salah adalah suara suami isteri lm-kan
Siang-mo !
Dugaan Hek-eng-cu itu memang benar. Suara ribut di atas
tebing itu memang suara lm-kan Siang-mo yang sedang
dikeroyok oleh pasukan Yap Tai-ciangkun. Sepasang iblis
termuda dari Ban-kwi-to itu begitu datang langsung dikepung
dan dikeroyok oleh anak buah Yap Tai-ciangkun. Tentu saja
suami isteri sinting itu menjadi marah bukan main. Sambil
meneriakkan sumpah serapah yang kotor dan kasar mereka
mengamuk.
“Hmmm, di manakah Song-bun-kwi kwa Sun Tek ….?
Apakah dia belum datang? Kalau begitu justru sangat
kebetulan sekali malah ! Lebih mudah bagiku untuk
menyelamatkan para pembantuku ini…..”
Sekali lagi Hek eng-cu mengedarkan pandangannya, kali ini
untuk menilai keadaan. Orang berkerudung yang sangat
misterius itu sedang berpikir keras, jalan apa yang mesti
mereka tempuh untuk dapat meloloskan diri dari tempat itu.
Mengerahkan para pembantunya untuk naik ke atas tebing
serta membobol kepungan Yap Tai ciangkun terang tidak
mungkin. Selain kekuatan mereka kalah kuat, posisi mereka
juga tidak menguntungkan. Dengan mudah mereka akan
dihantam dari atas dan dicerai-beraikan!
Meluncur di atas permukaan air seperti dirinya tadi, juga
tidak mungkin! Di antara para pembantunya itu tak
seorangpun yang mempunyai gin-kang sesempurna dirinya.
Jangankan harus berdiri di atas sepotong bambu, sedang
disuruh berada di atas selembar papan saja belum tentu
mereka bisa!
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Satu-satunya jalan cuma menerobos kepungan lawan yang
berada di lereng, lalu berlari dan berloncatan menyusuri hutan
karang berduri yang banyak terdapat di sepanjang pantai!
Jalan itu memang jalan yang sangat berbahaya dan tak
mudah dilalui orang. Mungkin hanya binatang-binatang yang
mempunyai sayap saja yang mampu melewatinya.
Tapi justru keadaan yang seperti itulah yang sangat
menguntungkan bagi mereka. Tak mungkin rasanya semua
anak buah Yap Tai ciangkun itu dapat melewati hutan Karang
yang tajam berduri itu. Paling-paling hanya akan ada
beberapa orang lagi selain Yap Tai-ciangkun yang bisa
melewati tempat tersebut. Dan itu berarti bahwa orang yang
akan mengejar mereka hanya terdiri dari beberapa orang saja.
Dengan demikian sangat mudah bagi mereka untuk
membereskannya.
Jilid 23
SETELAH memperoleh keputusan demikian, Hek-eng-cu
segera berteriak memberi aba-aba.
"Semuanya menerjang ke arah utara. Teroboslah kepungan
mereka, Ialu kerahkanlah seluruh kepandaian kalian untuk
berloncatan di atas batu-batu karang di sepanjang pantai!"
Teriakan Hek-eng cu itu berkumandang memenuhi lereng
yang luas tersebut, mengalahkan suara debur ombak dan
gemuruhnya angin laut. Untuk sesaat Yap Tai-ciangkun
menjadi kaget dan tertegun. Di dalam hati, panglima muda itu
menjadi kagum menyaksikan kecerdikan lawannya.
Memang. Hutan batu karang yang sangat tajam dan
berbahaya yang berserakan memenuhi tepian pantai utara
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tiong-kok itu tidak mungkin bisa dilewati oleh manusia biasa.
Tempat itu sangat terkenal seram dan mengerikan ! Hanya
kawanan burung laut saja yang dapat menginjakkan kakinya
di sana.
Selesai memberi perintah, Hek-eng-cu lantas melenting ke
depan dengan cepat sekali.
"Wan Lo-heng, mari kita pergi ! Jangan membuang-buang
waktu ! Tinggalkan saja orang-orang itu!" serunya keras ketika
lewat di samping Hek-mou sai Wan It.
Tetapi mana Chu Bwee Hong mau melepaskan Hek-eng-cu?
Gadis itu benar-benar telah mengalami suatu penderitaan lahir
batin karena ulah laki-laki berkerudung tersebut. Maka setelah
kini mereka dapat bertemu muka, tak mungkin rasanya gadis
itu melepaskan musuh besarnya tersebut begitu saja. Dengan
tangkas gadis itu menghadangnya.
"Iblis pengecut.......! Mau lari ke mana kau ?” teriaknya
lantang. Kedua belah tangannya segera menghantam ke
depan, menyongsong gerakan Hek-eng-cu yang cepat bagai
kilat itu.
Hek-eng cu tak mau kehilangan banyak waktu hanya
karena harus melayani Chu Bwee Hong dan kawan-kawannya.
Oleh karena itu sambil mengelak ke samping, tangannya
menyambar lengan Hek-mou sai Wan It serta menariknya
untuk diajak berlari bersama-sama.
Hampir saja mereka dapat meloloskan diri kalau dari balik
sebuah batu karang secara mendadak tidak meluncur belasan
jarum rahasia yang tertuju ke arah mereka. Jarum-jarum itu
menebar dalam bentuk bunga bwee dan kecepatannya benarbenar
sangat menggiriskan !
"Terimalah jarum rahasiaku........!" terdengar suara yang
melengking tinggi dari belakang batu karang itu dan sekejap
kemudian muncullah Put-sin Nio-cu di hadapan mereka.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Bagus, Siau Put-sia.......! Marilah kita bunuh laki laki
berwatak iblis ini bersama-sama !" Chu Bwee Hong berseru
lega begitu melihat taburan jarum rahasia tadi mampu
menahan langkah kaki Hek-eng cu dan Hek mou sai, sehingga
kedua orang itu gagal meloloskan diri.
Hek-eng-cu menjadi marah bukan main ! Sebenarnya
dengan mantel pusakanya yang kebal senjata itu dia tidak
takut menerjang hujan senjata yang bagaimana deras
sekalipun. Tapi berhubung dia sedang menggandeng Hek-mosai
Wan It, maka ia terpaksa ikut mengelak pula seperti
pembantunya itu. Akibatnya, langkah mereka menjadi
tertunda, sehingga di lain saat lawan-lawan mereka telah
mengepung pula kembali.
"Bangsat kurang ajar........! Kalian memang orang-orang
yang telah bosan hidup !" Hek eng cu menggeram marah.
Tangannya yang menggandeng Hek mou-sai itu
dilepaskannya, lalu bersiap-siap untuk menggempur gadis
yang baru saja memberondong dirinya dengan jarum rahasia
tadi.
Tapi wajah di balik kerudung itu kelihatan tertegun,
agaknya orang itu mengenali wajah Siau Put-sia yang bundar
bagai bulan purnama itu. Wajah dari gadis yang pernah
digelutinya di pinggir sungai itu !
Hek-eng-cu menjadi tegang. Otomatis tenaga dalamnya
bangkit dan siap untuk dipergunakan. Tokoh sakti itu
mengawasi Chu Bwee Hong dan Put sia Nio-cu berganti-ganti.
"Seraaaang.......!" tiba-tiba Chu Bwee Hong berteriak
memberi aba-aba.
Put-swi-kui, Put-ming mo dan Put-sia nio-cu serentak
menerjang Hek Eng-cu dan Hek mou-sai. Masing-masing
mengerahkan seluruh kekuatan dan kepandaiannya, karena
mereka semua tahu bahwa lawan yang mereka hadapi kali ini
bukanlah lawan yang sembarangan. Baru lawan mereka yang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
berbulu lebat itu saja amat sukar dihadapi, apalagi orang
berkerudung itu.
Hek-eng-cu dan Hek-mou-sai berpencar, masing-masing
menghadapi dua orang lawan. Sambil berpencar mereka
menangkis serangan lawan. Hek-eng-cu menangkis pukulan
Chu Bwee Hong dan Put-sia Nio-cu, sedangkan Hek-mou-sai
menangkis serangan Put-swi-kui dan Put-ming-mo ! "Deeessss
!"
"Dhuuukh !”
Chu Bwee Hong dan Put-sia Nio-cu yang secara bersamasama
membentur tangkisan Hek-eng-cu tampak terpental dan
hampir jatuh. Tapi sebaliknya Hek-mou-sai Wan lt yang
menahan pukulan bersama dari Put-swi-kui dan Put-ming-mo,
tampak terdorong mundur dan hampir terjengkang ! Jadi
apabila diperhitungkan, kekuatan mereka secara keseluruhan
adalah seimbang.
Tetapi keadaan seperti itu sungguh tidak dikehendaki oleh
Hek-eng-cu ! Sebab pertempuran seperti ini tentu akan
berlangsung lama dan membuang-buang waktu saja. Padahal
waktu mereka sangat mendesak sekali. Mereka harus lekaslekas
meloloskan diri dari tempat itu, sebelum Yap Taiciangkun
dan pasukan pilihannya turun dari atas tebing dan
mengepung mereka!
Maka Hek-eng-cu segera mengerahkan seluruh
kesaktiannya untuk cepat-cepat membereskan Iawannya.
Tulang-tulang dan urat-urat di dalam tubuhnya terdengar
gemeratak berkerotokan, seolah-olah tulang dan urat itu
saling beradu dan berpatahan. Mantel pusaka yang sedari tadi
selalu tersibak ke belakang, cepat ditariknya ke depan
sehingga menyelimuti seluruh badannya. Mata yang tertutup
oleh tirai tipis itu seakan-akan mencorong di dalam kegelapan.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Dan pada saat Hek-eng cu telah siap untuk melontarkan
seluruh kekuatannya itulah Ho Pek Lian dan Kwa Siok Eng tiba
di tempat itu.
"Cici Bwee Hong, awaaaas........!!" Ho Pek Lian berteriak
memberi peringatan kepada Chu Bwee Hong.
"Adik Lian..... eh, Cici Siok Eng........?!?”
Chu Bwee Hong yang tidak menyangka akan bertemu
dengan dua orang sahabat akrabnya itu menoleh dengan
kaget. Sejenak gadis itu lupa bahwa dia sedang berhadapan
dengan Hek-eng-cu yang lihai bagai iblis.
Dan........ kesempatan ini benar-benar tak disia-siakan oleh
Hek eng-cu ! Melihat pihak lawan kelihatannya hendak
bertambah bala bantuan lagi, Hek-eng-cu menjadi semakin
beringas ! Tokoh hitam itu semakin tidak memikirkan apa-apa
lagi ! Dalam ketegangan dan kekhawatirannya, Hek-eng-cu
sudah tidak mengingat lagi bahwa dia pernah menyukai Chu
Bwee Hong, dan pada suatu saat justru bermaksud
memilikinya. Sekarang yang memenuhi hati dan pikirannya
hanyalah nafsu untuk membunuh orang-orang yang
merintanginya. Itu saja ! Maka melihat ada kesempatan bagus
untuk membokong lawannya, Hek-eng cu segera menghantam
dengan kekuatan penuh !
Ho Pek Lian dan Kwa Siok Eng menjerit ! Put swi kui, Putming-
mo dan Put-sia Nio-cu terpekik pula saking kagetnya !
Dan dalam keadaan yang sangat mengejutkan serta sangat
tiba-tiba pula itu mereka serentak berusaha untuk menolong
Chu Bwee Hong. Secara otomatis Put-sia Nio-cu menaburkan
kembali jarum-jarum rahasianya, sementara dua orang kakak
seperguruannya juga tampak melontarkan pisau-pisau
terbangnya. Sedangkan Ho Pek Lian dan Kwa Siok Eng yang
baru saja datang, secara serentak juga melemparkan senjata
yang dipegangnya. Semuanya mengarah ke tubuh Hek-engcu,
dengan harapan dapat menahan serangan orang itu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tapi semuanya itu ternyata tidak diacuhkan oleh Hek-engcu
! Tokoh berkerudung hitam itu tetap meneruskan
serangannya kepada Chu Bwee Hong, sedikitpun tidak
memperdulikan hujan senjata yang bertaburan ke arah
badannya. Maka sejenak kemudian terjadilah suatu peristiwa
yang benar-benar merontokkan hati orang-orang yang
berusaha menolong Chu Bwee Hong tadi !
Mendengar jeritan kawan-kawannya, Chu Bwee Hong
segera menyadari bahaya yang akan menimpanya. Di dalam
keterkejutannnya gadis itu berusaha melindungi dirinya
dengan Pai-hud Sin-kangnya yang hebat. Tapi tenaga dalam
warisan Bu-eng Sin-yok-ong tersebut ternyata tidak dapat
melindungi tubuhnya dari keganasan Pat-hong Sin-ciang
lawan!
Tubuh yang tinggi semampai itu terpental tinggi ke udara,
lalu jatuh terbanting ke atas pasir. Sesaat tubuh yang molek
itu meronta tapi sekejap kemudian lalu diam tak bergerak.
Kwa Siok Eng berdiri tertegun di tempatnya, hatinya serasa
copot dan jantungnya seperti berhenti berdenyut. Begitu pula
dengan Ho Pek lian dan yang lain ! Semuanya bagaikan
terpesona oleh suasana yang amat mengejutkan itu.
Sementara itu rombongan Pek-i Liong-ong telah tiba di
tempat ini pula !
“Bwee Hongggg.....!?!?” tiba-tiba Chu Seng Kun berteriak
memilukan. Pemuda itu langsung menubruk adiknya yang
terkapar tidak bergerak tersebut.
“Cici.....!!!” Souw Lian Cu menjerit pula. Begitu datang
gadis remaja ini langsung menyerang Hek-eng-cu ! sekejap
terlihat gumpalan asap tipis, yang terdiri dari dua warna di
atas ubun-ubunnya. Merah dan putih. Yang berwarna merah
segera lenyap begitu tangan kanan Souw Lian Cu memukul ke
arah Hek-eng-cu. Sebagai gantinya, tiba-tiba Hek-eng-cu
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
merasa seperti ada badai angin panas yang secara mendadak
menerjang ke arah dirinya !
Tentu saja Hek-eng-cu terperanjat bukan kepalang ! tokoh
berkerudung itu segera teringat kepada seorang musuh
besarnya yang juga mahir mempergunakan Ang-pek Sin-kang
seperti itu. Tapi perasaan terkejut itu segera berubah menjadi
kemarahan yang menyala-nyala.
“Bocah buntung ! apa hubunganmu dengan Souw Thian
Hai?” bentaknya seraya mengelakkan serangan Souw Lian Cu
yang sangat berbahaya itu.
“Aku adalah anaknya ! kau mau apa? Takut.....? jangan
khawatir, ayahku tidak ada disini sekarang.....!” Souw Lian Cu
menjawab tanpa takut sedikitpun. Kaki kirinya segera
melayang ke depan, begitu pukulannya dapat dielakkan oleh
lawan.
Lagi-lagi Hek-eng-cu terkejut ! badai panas yang tadi
menerjang kearah tubuhnya kini tiba-tiba berubah menjadi
dingin. Begitu dinginnya sehingga rasa-rasanya malam yang
gelap itu mendadak bertiup badai salju yang menggigilkan !
Souw Lian Cu di dalam kemarahannya memang
mengerahkan seluruh kemampuan yang dimilikinya. Selama
empat tahun dia bersama ayahnya, membuat lweekangnya
semakin tinggi dan hebat tidak terkira ! Tapi kenyataan ini
tentu saja membuat Hek-eng-cu semakin bertambah lagi
berangnya! Dengan nafsu membunuh orang berkerudung itu
segera mengerahkan Pat-hong Sin-ciang sepenuh-penuhnya,
lalu dengan siku tangan kanannya ia menyongsong tendangan
Souw Lian Cu tersebut.
''Buuuuum !”
Benturan tidak bisa dielakkan lagi ! akibatnya Souw Lian Cu
terlempar tinggi dan jatuh menimpa Chu Seng Kun yang
sedang meratapi adiknya. Mereka bertiga terbanting
tunggang-langgang di atas pasir yang basah ! Bagaimanapun
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tingginya Ang-pek-Sin-kang Souw Lian Cu ternyata masih
belum bisa menandingi lweekang Hek-eng-cu yang maha
hebat. Sekali lagi gadis itu mengalami luka dalam yang amat
parah.
Biarpun tulang-tulangnya serasa berpatahan semuanya,
tapi Souw Lian Cu berusaha untuk bangkit kembali. Tapi
lawannya ternyata tidak membiarkannya begitu saja ! Melihat
gadis itu masih dapat bergerak, tangannya yang masih penuh
dengan tenaga Pat-hong Sin-kang itu segera diayun kembali
ke arah korbannya!
Kali ini Souw Lian Cu tak mungkin lagi untuk melawan
ataupun mengelak! Satu-satunya jalan cuma menanti
datangnya maut yang akan mencabut nyawanya saja, karena
semua peristiwa itu berlangsung dengan amat cepat dan
dalam tempo yang sangat singkat, sehingga tidak seorangpun
di tempat itu yang mempunyai kesempatan untuk
menolongnya.
Tapi apa yang terjadi kemudian benar-benar di luar dugaan
atau anggapan tersebut !
Orang yang paling dekat tempatnya dengan Souw Lian Cu,
yang tadi telah dianggap mati oleh semua orang, yaitu Chu
Bwee Hong, mendadak bergerak dan membuka matanya!
Melihat Souw Lian Cu dalam bahaya, tiba-tiba tubuhnya yang
sangat lemah itu bangkit berdiri dan menubruk ke arah Souw
Lian Cu untuk melindunginya.
“Dhieeeees !”
Sekali lagi Chu Bwee Hong bagaikan dilemparkan oleh
sebuah tenaga raksasa begitu terkena hantaman Hek-eng-cu !
Darah segar tampak menyembur dari mulutnya, membasahi
pasir yang basah, lalu tubuhnya terbanting di atas gundukan
pasir yang agak lebih kering!
Chu Seng Kun yang tadi ikut tergeletak karena terlanggar
oleh tubuh Souw Lian Cu segera melenting bangun dan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menghambur kembali ke arah adiknya ! "Bwee Hong ! Bwee
Hong.......!" teriaknya.
Tubuh yang pucat bagai mayat itu diguncangnya dengan
keras, tapi tubuh tersebut tetap diam tak bergerak. Bibirnya
yang berlepotan darah juga tertutup rapat, sementara pelupuk
matanya yang berbulu panjang itu juga terkatup rapat,
seolah-olah gadis ayu itu memang telah tidak bernyawa lagi !
Sementara itu Souw Lian Cu yang baru saja lolos dari
lobang kematian itu telah dipeluk dan dipapah ke tempat yang
aman oleh Ho Pek Lian serta Kwa Siok Eng. Dan perhatian dari
orang-orang yang saat itu ada di sana seolah-olah tercurah
semuanya kepada nasib Chu Bwee Hong dan Souw Lian Cu,
sehingga mereka seakan sudah melupakan Hek-eng-cu dan
Hek-mou-sai ! Tak heran kalau kesempatan yang bagus ini
lantas dipergunakan sebaik-baiknya oleh iblis berkerudung
tersebut. Sambil menyambar lengan pembantunya Hek-eng-cu
meloncat keluar arena, kemudian melesat ke arah utara,
menerjang orang-orang Yap Tai-ciangkun yang ada disana.
Put-swi-kui dan Put-ming-mo yang dilewatinya, hanya berdiri
diam saja seolah-olah telah kehilangan akal.
Pasukan pengepung yang berada di bagian utara hanya
terdiri dari pasukan biasa saja, biarpun mereka juga orangorang
pilihan, yang dipilih oleh Yap Tai-ciangkun sendiri untuk
ikut dalam tugas berbahaya ini. Tetapi kepandaian mereka
tentu saja tidak sehebat para anggota Sha-cap-mi-wi,
sehingga tidaklah heran bila mereka menjadi kocar-kacir
ketika diterjang oleh Hek-eng-cu ! Menghadapi kekuatan Hek
eng-cu yang maha dahsyat, mereka bagaikan sekelompok
semut yang diterjang dan diinjak-injak oleh seekor gajah
besar, sehingga sekejap kemudian korbanpun berjatuhan
banyak sekali. Maka dalam waktu yang singkat Hek-eng-cu
dan Hek-mou-sai Wan It telah dapat membobol kepungan dan
lolos ke dalam hutan batu karang yang sukar ditembus oleh
manusia biasa.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Dengan kepandaian mereka yang tinggi Hek-eng-cu dan
Hek-mou-sai berloncatan di atas ujung-ujung dari batu karang
yang tajam dan berbahaya. Sedikit saja kaki mereka
terpeleset, alamat tubuh mereka akan hancur tersayat oleh
tajamnya permukaan padas dan batu-batu karang yang tajam
bagai pisau. Dan sebentar saja mereka telah jauh
meninggalkan Pantai Karang.
Akhirnya mereka berhenti untuk melepaskan lelah setelah
mereka yakin bahwa pasukan Yap Tai-ciangkun tidak mungkin
dapat mengejar mereka lagi.
"Huah! Heran benar.......! Bagaimana bangsat-bangsat
kerajaan itu dapat mengetahui rencana kita yang amat rahasia
itu ?" Hek-eng-cu menghembuskan napasnya kuat-kuat untuk
memuntahkan perasaan kesalnya.
"Entahlah ! Hamba juga heran....... Untunglah Ong-ya
dapat melihat jalan keluar yang baik dari kepungan itu. Hmm,
bagaimana dengan keadaan Tee-tok ci dan adik-adik
seperguruannya? Adakah mereka bisa meloloskan diri seperti
kita ?" dengan terengah-engah Hek-mou-sai menyahut.
"Kita nantikan mereka di tempat ini ! Kalau mereka bisa
lolos, mereka tentu akan datang sebentar lagi....... Eh, Wan
Lo-heng.... kenapa dengan pakaianmu?"
Tergesa-gesa Hek-mou-sai Wan It melihat baju dan celana
yang dikenakannya. Tampak oleh matanya pakaian itu telah
compang-camping, seperti baru saja diiris-iris dengan pisau
yang amat tajam. Bukan itu saja. Sepatu yang dipakainyapun
ternyata terobek dan tampak bolong di sana-sini.
"Eh.... ini…. ini tentu akibat tergores ujung-ujung batu
karang yang sangat runcing itu !" serunya hampir tak percaya.
''Saking tajamnya sampai hamba tidak mengetahuinya ..... "
sambungnya dengan wajah pucat karena ngeri.
Hek-mou-sai Wan It mengawasi pakaian dan mantel yang
dikenakan oleh pemimpinnya. Tapi dilihatnya pakaian tersebut
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
masih tetap utuh dan tidak kurang suatu apa. Dengan sangat
kagum Hek-mou-sai menatap ke arah Hek-eng-cu. Tapi
sebelum mulutnya mengucapkan kata-kata pujian, tiba-tiba
dari arah Pantai Karang tampak berkelebat sesosok bayangan
yang mendatangi.
“Wan-loheng, awas…..ada orang datang ! mungkin dia
adalah Yap tai-ciangkun atau salah seorang anak buahnya,”
Hek-eng-cu berkata.
Bayangan itu cepat sekali datangnya. Seperti juga yang
telah mereka lakukan tadi, bayangan tersebut berloncatan
pula diatas ujung-ujung batu karang yang runcing tajam bagai
pisau itu. Hanya yang membuat sedikit bergetar di hati Hekmou-
sai Wan It adalah kenyataan bahwa pakaian dan jubah
putih yang dipakai orang itu sedikitpun tidak tergores oleh
tajamnya batu karang! Padahal orang itu telah berumur lebih
daripada delapan puluh tahun.
“Sahabat, kalian berhentilah dahulu barang sebentar....!”
begitu datang orang tua itu menjura dengan hormat. “Lo-hu
adalah ketua aliran Mo-kauw ingin berbicara sedikit dengan
tuan......”
Hek-eng-cu menoleh ke arah pembantunya, seolah-olah
ingin mengatakan bahwa dia belum pernah mengenal ataupun
berhubungan dengan orang yang mengaku sebagai ketua
Aliran Mo-kauw tersebut. Dengan dahi berkerut Hek-mou-sai
Wan It juga mengangkat pundaknya, sebagai tanda bahwa
diapun juga belum pernah mengenalnya.
Orang tua yang tidak lain adalah Pek-i Liong-ong itu
agaknya mengetahui keheranan lawannya. Oleh karenanya
orang tua itu lekas-lekas memberi keterangan.
“Tuan berdua tentu sangat bingung dan heran melihat lohu
mengejar tuan berdua di tempat ini. Mungkin di dalam hati
tuan menyangka bahwa lo-hu adalah kawan atau pengikut
dari pasukan yang mengepung Pantai Karang itu tadi….”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
“Hmm, kalau begitu siapa tuan sebenarnya?” Hek-eng-cu
bertanya dengan hati-hati. Ginkang orang tua itu tinggi sekali,
mereka harus berhati-hati menghadapinya. “Mengapa tuan
juga berada di pantai itu, kalau bukan kawan atau anak buah
Yap Tai-ciangkun?”
“Ah, mengapa harus orang-orang Yap Tai-ciangkun saja
yang mesti di tempat itu? Kukira rahasia tentang harta karun
itu bukan rahasia lagi. Sekarang setiap orang telah tahu
belaka tentang hal itu. Coba lihat…..! Apakah gadis bertangan
buntung itu tadi juga anak buah Yap-ciangkun? Apakah orangorang
Bing-kauw tadi juga anak buah Yap Tai-ciangkun?”
“Hah? Jadi kalian telah tahu pula tentang harta karun
mendiang Perdana Menteri Li itu? Bagaimana hal itu bisa
terjadi?” Hek-eng-cu berseru kaget.
Pek-I Liong-ong tersenyum dengan tenang. “Haha…..itu
disebabkan oleh karena kurang cermatnya anak buahmu itu
menjaga dirinya, sehingga dengan mudah diikuti oleh petugas
kerajaan,” katanya sambil menatap ke arah Hek-mou-sai Wan
It.
“Pembantuku kurang cermat?” Hek-eng-cu berseru sambil
mengawasi Hek-mou-sai yang berada disampingnya.
“Benar! Coba dia kausuruh mengingat-ingat ketika pergi ke
Kuil Delapan Dewa bersama dengan pembantumu yang lain,
yang kurus berpakaian putih-putih itu….! Apakah ia merasa
kalau pada saat itu telah diikuti oleh Hong-lui-kun Yap Kiong
Lee, salah seorang kepercayaan dari Kaisar Han?”
“Ohhh….jadi Hong-lui-kun telah mengikuti aku sejak dari
Kuil Delapan Dewa itu?” Hek-mou-sai menegaskan dengan
suara gemetar. “Mengapa aku tidak mengetahuinya?”
“Hahaha....jangankan engkau, sedang pemimpinmu yang
lihai itupun tak tahu kalau perahunya telah kemasukan
pencuri.”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Apa? Perahuku kemasukan pencuri?" Hek-eng-cu
berteriak.
Pek-i Liong ong menghela napas panjang. "Eh, maksudku
…. tuanpun tidak tahu puIa bahwa Hong-lui-kun juga telah
ikut masuk ke dalam perahu yang tuan pakai untuk
mengadakan perundingan itu."
"Ooooh, jadi itulah yang menyebabkan rahasia tentang
harta karun ini telah bocor. Lalu mengapa tuanpun ikut
mengetahuinya pula? Apakah Hong lui-kun telah
mengatakannya juga kepada tuan?” Hek-eng-cu menggeram.
"Ah, itu tidak perlu karena aku juga telah mendengarnya
sendiri dari mulut tuan.”
"Oh, jadi tuan juga telah ikut masuk pula ke dalam
perahuku ?"
"Tidak ! Lo-hu cuma mengikuti perahu tuan dari tepian
sungai saja. Tapi hal itu sudah cukup bagi lo-hu untuk ikut
mendengarkan pembicaraan tuan."
"Kalau begitu kedatangan tuan ke Pantai Karang ini juga
ingin memperebutkan harta karun itu? Tapi, mengapa tuan
mengejar kami ? Tuan telah melihat sendiri bahwa kami belum
sempat mengambilnya.” Hek-eng-cu berkata dengan kaku.
Sekali lagi Pek-i Liong ong tersenyum. "Tuan telah salah
terka ! Lo-hu tidak mempunyai minat sedikitpun untuk
memiliki harta karun tersebut."
"Lalu........ apa maksud tuan mengejar kami?" Hek-mou-sai
yang sejak tadi hanya diam saja ikut berbicara saking
herannya.
Pek-i Liong ong tidak lekas-lekas menjawab pertanyaan itu.
Dengan tenang orang tua itu menengadahkan kepalanya yang
berambut putih ke arah Iangit yang bertaburan bintang. "Hal
inilah yang hendak kubicarakan dengan tuan tadi..........."
akhirnya orang tua itu membuka mulutnya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Lekaslah tuan katakan ! Kami tidak mempunyai banyak
waktu lagi," Hek-mou-sai membentak.
Orang tua itu menunduk kembali, matanya yang
mencorong itu menyambar ke arah Hek mou-sai, sehingga
yang belakangan ini menjadi terkejut hatinya.
"Baiklah, akan lo-hu katakan....... Apakah sebabnya tuan
mengadu-domba Aliran Mo-kauw, Bing-kauw dan lm yang
kauw? Tuan tidak usah mungkir, karena lo-hu telah
mengetahui semuanya ......." Pek-i Liong-ong langsung
mengatakan maksudnya.
Hek-eng-cu saling memandang dengan Hek-mou-sai,
seolah-olah ingin saling mencari pertimbangan, apa yang
mesti mereka katakan kepada orang tua itu. Hek-mou-sai
tampak menganggukkan kepalanya, sebagai tanda bahwa dia
menyerahkan semuanya kepada Hek-eng-cu.
Orang berkerudung itu menghela napas panjang sekali,
seakan-akan mau mencari kekuatan agar dirinya dapat lebih
tenang menghadapi orang tua yang amat lihai tersebut.
"Baiklah. Karena tuan juga telah berterus terang kepada
kami, maka kami pun juga akan berkata terus terang pula
kepada tuan," akhirnya Hek-eng-cu berkata tegas dan keras.
"Memang kamilah biang keladi pertumpahan darah antara
ketiga aliran itu! Akulah yang memerintahkannya ! Aku
bermaksud membuat keadaan di negara ini menjadi kacau dan
ribut, sehingga aku dapat leluasa melaksanakan rencana dan
cita-citaku. Nah, tuan mau apa sekarang? Mau menuntut
balas? Marilah kulayani sekarang juga....”
Pek-i Liong-ong menatap kedua orang lawannya dengan
tajam, tangannya mengelus jenggotnya yang melambai-lambai
di depan dadanya. Suaranya masih halus dan lembut ketika
menjawab tantangan Hek-eng-cu tersebut.
“Baiklah, agaknya maksudku untuk membawa tuan ke
tempat kami dengan baik-baik tidak akan tuan penuhi.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sebenarnya kami hanya ingin agar tuan mau menjernihkan
kemelut itu di hadapan kami semua..."
"Hmh !!" Hek eng-cu mendengus. ''Agaknya tulangku yang
tua ini terpaksa harus bekerja keras malam ini...." Pek-i Liongong
menyingsingkan lengan bajunya, lalu bersiap-siap untuk
bertempur mati-matian dengan Hek-eng-cu.
Sementara itu pertempuran di Pantai Karang sendiri
sepeninggal mereka masih berlangsung dengan hebatnya.
Tee-tok-ci dan saudara-saudara seperguruannya berusaha
untuk membobol kepungan Yap Tai-ciangkun. Tapi
menghadapi demikian banyak pasukan, apalagi belasan di
antaranya adalah anggota pasukan Sha-cap mi-wi, benarbenar
sangat berat bagi mereka. Racun racun yang mereka
pergunakan memang membuat banyak korban, tapi pasukan
yang datang mengeroyok merekapun seperti tiada habishabisnya
pula. Mati satu datang empat, mati empat datang
pula yang sepuluh, sehingga akhirnya racun mereka telah
habis mereka pergunakan.
Lalu mulailah Tee-tok-ci dan saudara-saudaranya
mengalami kesukaran dalam menghadapi para pengepungnya.
Dan yang pertama-tama mendapatkan kesulitan adalah
pasangan suami isteri Im-kan Siang mo yang bertempur di
atas tebing. Di dalam kesulitan mereka, sepasang iblis dari
neraka itu masih saja meneruskan adat kebiasaannya, mereka
selalu bertengkar dan saling memukul setiap ada kesempatan.
Tidak lupa mulut mereka selalu mengoceh tidak karuan.
“Nah, apa daya kita sekarang? Semua senjata dan racun
milik kita telah hilang bersama pedati kita itu. Sekarang kita
tidak punya apa-apa lagi untuk melawan anjing-anjing
kerajaan ini,” Hoan Mo-li si Iblis Wanita bersungut-sungut
kesal, seolah-olah menyalahkan suaminya. Biarpun teramat
gemuk dan agak kurang waras, tapi sepak-terjangnya di
dalam pertempuran ternyata sangat menggiriskan lawanlawannya.
Lengannya yang pendek-pendek itu ternyata
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sanggup meringkus dua atau tiga orang sekaligus, lalu
membantingnya atau melemparkannya ke bawah tebing. Tak
seorangpun yang masih hidup apabila telah kena ringkus
olehnya, mereka tentu putus napasnya atau berpatahan
tulang-tulangnya.
Tapi yang mereka hadapi bukan cuma satu atau dua orang
saja, melainkan sepasukan besar tentara kerajaan. Maka
kehebatan yang mereka perlihatkan itu tidak berlangsung
lama. Begitu dua atau tiga orang anggota Sha-cap-mi-wi ikut
mengeroyok mereka, mereka berdua tidak bisa berkutik lagi.
Merekalah yang kini harus mati-matian mempertahankan
hidup mereka.
“Mengapa kau menyalahkan aku? Bukankah kau sendiri
yang memulai dengan perselisihan pada waktu itu? Mengapa
sekarang kau menjatuhkan kesalahan itu kepadaku?” Bouw
Mo-ko, suami perempuan itu berteriak menjawab keluh-kesah
isterinya.
“Siapa menyalahkan engkau? Aku Cuma menyesali nasib
kita….aduhh!”
Tiba-tiba sebuah tendangan dari salah seorang anggota
Sha-cap-mi-wi mengenai pantat wanita gemuk itu, sehingga
kata-katanya terputus di tengah jalan. Tubuh yang besar
seperti gajah itu terpental ke depan dan menabrak sebuah
pohon. Tentu saja wanita itu menjadi marah sekali. Kedua
belah telapak tangannya digosok-gosokkannya satu sama lain,
lalu memukul ke arah para pengeroyoknya yang mau
memanfaatkan keadaannya yang runyam tadi.
“Bussss !”
“Aduuuuh........!"
Dua orang pengeroyoknya jatuh terkapar di atas tanah.
Mereka berkelojotan seperti orang kepanasan, tapi sebentar
kemudian mereka menggigil kedinginan, lalu selanjutnya
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
meninggal dunia seperti udang kering. Para pengeroyok yang
lain mundur ketakutan.
Dua orang anggota Sha-cap-mi-wi maju dengan sigap dan
tangkas. Keduanya memegang pedang yang panjang. "Awas !
Serang saja dengan senjata kalian yang panjang! Jangan
terlalu dekat dan jangan sekali-kali menangkis pukulan
mereka! Mereka mempunyai pukulan Im-yang Tok-ciang yang
sangat beracun….” Salah seorang dari anggota Sha-cap-mi-wi
itu berteriak memperingatkan kawan-kawannya. Sebagai
seorang jago silat kelas satu di dunia kang-ouw, para anggota
Sha-cap-mi-wi tahu belaka segala ilmu yang aneh-aneh di
dunia persilatan. Biarpun mereka belum pernah melihat atau
mengenal ilmu pukulan yang dilancarkan oleh wanita iblis
tersebut, tapi guru mereka telah menceritakan serba sedikit
tentang segala macam pukulan beracun di dunia ini, termasuk
pula ilmu pukulan Im-yang Tok-ciang dari Im-kan Siang-mo
tadi.
Demikianlah, Im-yang Tok-ciang yang dikeluarkan oleh
sepasang iblis itu akhirnya tidak berarti pula lagi. Hujan
senjata yang dilancarkan oleh para pengepung itu benar-benar
sangat menyulitkan Im-kang Siang-mo. Berkali-kali ujung
senjata lawan menggores dan melukai badan suami-isteri itu,
sehingga tubuh kedua iblis itu lambat laun seperti binatang
buruan yang terluka mandi darah oleh senjata para
pemburunya. Kalau sekali-kali sepasang suami isteri itu mau
membalas menyerang, dua orang anggota Sha-cap-mi-wi itu
segera mencegat dan memotongnya, sehingga otomatis
serangannya menjadi gagal.
"Gila! Sungguh gila! Moi-moi, tampaknya kita memang akan
mati hari ini........" Bouw Mo-ko merintih seperti orang yang
sudah berputus asa. Badannya yang kurus itu tampak seperti
bukan manusia lagi saking banyaknya darah yang berlepotan
di sekujur tubuhnya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Koko ... aku juga takut! Orang-orang ini kelihatannya
seperti roh-roh haus darah dari orang-orang yang pernah kita
bunuh. Kini mereka datang semua menyusup ke dalam tubuh
para pengeroyok kita ini untuk membalas dendam kepada kita,
hiiiii........" Hoan Mo-li merintih pula ketakutan. Iblis wanita ini
keadaannya juga tidak lebih baik dari pada suaminya.
Badannya yang gemuk tambun itu telah tersayat-sayat
mengerikan. Beberapa buah Iobang luka yang mengucurkan
darah, tampak terbuka di beberapa tempat.
"Jangan mengulur-ulur waktu ! Cepat bunuh kedua iblis ini
!" tiba-tiba seorang berpakaian perwira muncul dan memberi
perintah.
Dua orang anggota Sha-cap-mi-wi datang lagi memberi
bantuan. Maka sebentar kemudian sepasang Iblis yang telah
terdesak hebat itu makin tak bisa berbuat apa-apa. Sabetan
golok dari salah seorang anggota Sha-cap-mi-wi yang baru
datang itu tidak dapat dielakkan lagi oleh Hoan Mo-li.
Akibatnya sebelah kaki iblis wanita itu putus dan melayang ke
udara. Tak ayal lagi badan yang gemuk itu jatuh ke tanah dan
selanjutnya iblis tersebut tak kuat lagi menangkis hujan
senjata yang mencacah-cacah tubuhnya! Tubuh itu hancur
bagaikan cacahan daging bakso!
"Tolong.......!" Dalam ketakutan dan kengeriannya Bouw
Mo-ko meloncat pergi mau meloloskan diri. Tapi sebuah
tombak panjang menyongsong perutnya.
Bouw Mo-ko berusaha mengelak dengan menghantam
ujung tombak tersebut. Usahanya berhasil, tapi di lain saat
beberapa buah senjata pedang dan golok telah membabat ke
arah kaki dan perutnya. Terpaksa dengan wajah pucat dan
napas memburu, Bouw Mo-ko meIenting lagi ke atas.......
Tapi sungguh celaka ! Sebatang tombak berkait dari salah
seorang pengeroyoknya berhasil menggantol celananya,
sehingga maksudnya untuk meloncat ke udara itu menjadi
kandas di tengah jalan. Maka tak ampun lagi beberapa buah
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
senjata yang menyerang tubuhnya tadi dengan telak
mengenai sasarannya!
"Ibliiiis laknat keparaaat…..aduuuh!!!”
Disertai teriakannya yang menyayat hati tubuh Iblis Bankwi-
to itu rebah ke atas tanah. Beberapa saat lamanya tubuh
tersebut meregang seperti ayam disembelih, dari mulutnya
masih terdengar sumpah-serapahnya, untuk kemudian
terkapar mati!
Sejenak orang-orang yang mengeroyok Im-kan Siang-mo
tadi termangu-mangu di tempat masing-masing. Mereka
seolah-olah baru sadar bahwa mereka tadi telah membunuh
sepasang iblis dengan cara yang amat mengerikan. Di dalam
hati rasa-rasanya mereka baru saja membunuh binatang
buruan yang sangat berbahaya.
“Ayoh ! jangan terus berdiri mematung disitu! Lihat kawankawan
kita masih bertempur di bawah sana.....!” perwira yang
memberi perintah tadi berteriak kembali menyadarkan
mereka.
Bagaikan dibangunkan dari tidur mereka orang-orang itu
lantas berlari menuruni Iereng membantu kawan-kawan
mereka yang sedang mengepung Tee-tok-ci, Ceng-ya-kang
dan Jeng bin Siang-kwi! Dan kedatangan mereka itu memang
sangat membantu para pengepung iblis-iblis dari Ban-kwi to
tersebut.
Sebaliknya bagi Tee-tok-ci yang sudah terdesak hebat itu,
bala bantuan tersebut semakin menyulitkan kedudukannya.
Tubuhnya yang kecil itu mulai menerima tusukan dan sabetan
senjata para pengepungnya, sehingga pakaiannya menjadi
compang-camping dan penuh noda darah.
“anjing-anjing busuk keparaaaat.....! ayo, jangan main
keroyokan kalau memang kalian berani! Marilah beradu dada
satu lawan satu!” di dalam kerepotannya Tee-tok-ci memaki
dan mengumpat saking marahnya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tentu saja umpatan dan tantangan itu tak dipedulikan oleh
lawan-lawannya. Mereka justru semakin gencar mendesak iblis
itu agar pertempuran tersebut lekas selesai. Tiga orang
anggota Sha-cap mi-wi yang baru saja turun dari atas tebing
tadi segera menyerang Tee-tok-ci dari tiga jurusan, sementara
dua orang anggota Sha-cap-mi-wi lainnya, yang sejak semula
telah mengepung iblis tersebut, mendesak dari depan dan
belakang. Mereka berlima menyerang berbareng dari segala
jurusan, sehingga rasa-rasanya Tee-tok-ci takkan mungkin
bisa menyelamatkan diri lagi. Apalagi jika diingat bahwa
kepandaian dari masing-masing anggota Sha-cap mi-wi
tersebut tidak berselisih banyak dengan Tee-tok-ci sendiri.
Ternyata apa yang terjadi selanjutnya adalah benar-benar
di luar dugaan para anggota Sha-cap-mi-wi tersebut. Dalam
keadaan terpojok itu, tiba-tiba Tee-tok-ci menarik sebuah
cambuk panjang dari pinggangnya. Lalu dengan cepat bagai
kilat cambuk itu diputar untuk menyongsong hujan senjata
yang tertuju ke arah dirinya. Cambuk itu mengeluarkan suara
mengaung saking hebatnya tenaga dalam yang
mendorongnya.
Terdengar suara berdencing berkali-kali ketika sabetan
cambuk itu mampu mementalkan laju senjata yang bertaburan
ke arah badannya. Otomatis lima orang anggota Sha-cap-miwi
itu berloncatan mundur. Semuanya meneliti senjata
masing-masing, kalau-kalau senjata mereka mengalami
kerusakan terbentur cambuk lawan.
Kesempatan itu dipergunakan oleh Tee-tok-ci untuk
mengambil peluit pemanggil tikusnya, kemudian berbareng
dengan serangan para pengeroyoknya kembali, dia meniup
peluit tersebut dengan kerasnya. Suaranya melengking tinggi,
mengalahkan suara ombak dan angin laut yang gemuruh tiada
henti-hentinya.
Tapi sudah sekian lamanya menanti, Tee-tok ci belum juga
melihat binatang-binatang yang diharapkannya itu. Padahal
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
ledakan-ledakan cambuknya sudah tidak dapat melindungi
dirinya lagi dari sengatan-sengatan senjata lawannya.
Beberapa sobek luka telah menganga pula di beberapa bagian
tubuhnya sehingga darah yang keluarpun semakin banyak
pula. Akibatnya kekuatan tubuhnyapun juga semakin
berkurang.
“Demi demit setan dan iblisss.....apakah tempat ini tak ada
tikus sama sekali?” tokoh pertama dari Ban-kwi-to itu
menyumpah-nyumpah.
“He?! Mengapa kau berteriak-teriak mencari tikus?
Bukankah engkau sendiri seekor tikus....?” salah seorang
anggota Sha-cap-mi-wi mengejek. Sambil mengejek tak lupa
tombaknya yang panjang itu ditusukkan ke arah leher Teetok-
ci dengan ganas.
Tee-tok-ci yang sedang mengelak dari serangan pedang
dan golok lainnya, tak ada kesempatan lagi untuk
menangkisnya. Cambuknya yang baru saja digunakan untuk
menangkis serangan, masih terjulur di sebelah belakang
punggungnya. Harus membutuhkan waktu untuk menariknya
ke depan. Padahal hanya dalam waktu sedetik, ujung tombak
tersebut telah berada di depan tenggorokannya!
Dalam keadaan terpepet, Tee-tok-ci terpaksa menyambut
serangan itu dengan gerakan yang sangat berbahaya bagi
dirinya. Kepalanya menunduk dengan cepat dan giginya
menyongsong ujung tombak serta menggigitnya dengan kuat!
Lehernya memang selamat, sehingga nyawanya tidak jadi
melayang ke alam baka. Tapi sodokan tombak anggota Shacap-
mi-wi itu juga bukan sodokan anak kecil yang tidak punya
kekuatan sama sekali, sodokan tersebut dilakukan dengan
sandaran Iweekang yang amat kuat! Maka tidaklah heran,
meskipun selamat tubuh Tee-tok-ci sendiri akhirnya
terjengkang dan giginya rontok separuh !
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Celakanya, para pengeroyoknya tidak lagi memberi
kesempatan kepada iblis itu untuk berdiri dan bersiap-sedia
kembali. Begitu Tee-tok-ci terlentang di atas tanah, anggota
anggota Sha-cap-mi-wi yang mengeroyoknyapun segera
menghujaninya dengan tusukan dan sabetan senjata mereka
secara bertubi-tubi!
Tiga buah senjata dapat dielakkan oleh Tee-tok-ci, dan
sebuah lagi bisa dia tahan dengan cambuknya. Tetapi.......
sabetan golok yang melintang ke arah perutnya tak mampu
lagi dia hindari ! Maka sekejap kemudian perut itu telah
terbelah dari kanan ke kiri dan ususnya ... terburai keluar!
"Demit iblis tak berjantung..............adaoooouh?!?!" sambil
mengumpat Tee-tok-ci melenting berdiri. MeIihat ususnya
berhamburan keluar, iblis yang sudah terbiasa membunuh dan
menyiksa orang itu terbelalak, mulutnya menjerit dan
ternganga !
“Ouh, de …. demi setan... ke-kenapa pe.. perutku ini ?
Keparaat........!" dengan tangan menggigil karena ngeri dan
ketakutan, Tee-tok-ci meraup ususnya yang bergantungan itu,
lalu bergegas menjejalkannya kembali ke dalam perutnya
yang menganga!
Para pengepung Tee-tok-ci justru tertegun melihat
pemandangan yang mengerikan itu. Sekejap mereka seperti
sekelompok orang yang kehilangan akal malah !
"Lekaslah bunuh dia.......! Mengapa kalian malah
terbengong saja di situ ?" tiba-tiba perwira yang turun dari
atas tebing tadi berteriak menyadarkan mereka.
Bagaikan mendapat komando, orang-orang itu segera
meloncat menyerang berbareng. Lima buah senjata dari para
anggota Sha-cap-mi-wi dengan ditambah beberapa pucuk
senjata lagi dari para perajurit yang lain tampak meluncur
menuju ke arah tubuh Tee-tok-ci.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Iblis itu masih berusaha untuk mengelakkannya, tetapi
mana mampu badan yang sudah sangat lemah itu melawan
sedemikian banyaknya senjata yang tertuju kepadanya? Maka
disertai dengan teriakannya yang menyayat hati, Tee-tok-ci
rebah dengan tubuh yang sudah tidak karuan macamnya.
Belasan senjata yang menerjang ke arah dirinya tadi membuat
tubuhnya tercerai-berai kemana-mana!
Para perajurit yang mengepung tempat tersebut lantas
bersorak-sorai menyambut kematian Tee-tok-ci yang telah
membawa banyak korban jiwa itu. Dan sorak-sorai ini benarbenar
membuat Jeng-bin Siang-kwi yang bertempur tidak jauh
dari tempat itu, menjadi semakin tergetar ketakutan hatinya.
Sepasang wanita kembar itu dikepung oleh enam orang
anggota Sha-cap-mi-wi yang mempergunakan berbagai
macam senjata, seperti juga saudara-saudara mereka yang
lain, sepasang wanita kembar tersebut juga mengalami
tekanan yang berat dari para pengepungnya. Banyak mayat
para perajurit yang berserakan di sekitar pertempuran
mereka, yaitu mayat para perajurit yang tadi termakan oleh
racun-racun yang disebarkan oleh kedua iblis wanita itu. Tapi
sekarang racun-racun yang dibawa oleh Jeng-bin Siang-kwi
telah habis, padahal musuh-musuh utama mereka justru
belum mati. Kini anggota-anggota Barisan Sha-cap-mi-wi yang
lihai-lihai itu malah mendesak mereka tanpa ampun, dan
benar-benar tidak mudah untuk menghadapi jago-jago dari
Sha-cap-mi-wi tersebut. Kepandaian mereka rata-rata sangat
tinggi, mungkin tidak berselisih banyak dengan kepandaian
kedua wanita itu sendiri.
Memang, untuk beberapa saat lamanya Jeng-bin Siang-kwi
dapat bertahan, tapi sejalan dengan berjalannya waktu,
kekuatan merekapun menjadi semakin susut juga. Dan apa
yang mereka takutkan sejak semula terjadilah….!
Sekali dua kali senjata para anggota Sha-cap-mi-wi itu
mulai menyentuh dan melukai kulit Jeng-bin Siang-kwi! Dan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
semakin lama sentuhan-sentuhan tersebut semakin sering
terjadi, sehingga beberapa saat kemudian darah mulai
membasahi tubuh dan pakaian kedua orang wanita tersebut.
Dan sejalan dengan semakin seringnya senjata lawan
melukai kulit mereka, hati merekapun semakin dicekam oleh
rasa ketakutan yang hebat. Kedua iblis wanita itu telah sering
kali mempermainkan orang sebelum mereka membunuhnya.
Kini mengalami sendiri bagaimana rasanya hendak mati
dibunuh orang, hati mereka menjadi ketakutan setengah mati.
“Cici…..apa….apakah yang mesti kita lakukan?” Jeng-bin
Su-nio dengan suara gemetar berseru ke arah kakaknya.
“apakah…kita me-menyerah saja kepada mereka?”
“Menyerah? Ti-tidak mungkin….! Lihatlah toa-suheng itu!
Mereka telah menyiksanya sampai mati. Mungkinkah
mere….mereka….akan….akan memberi ampun kepada kita?”
Jeng-bin Sam-ni menjawab gagap antara kerepotannya.
“La….lalu…..?” adiknya mendesak lagi.
“Kita melawan sampai mati !"
"Hahahah..... kalian tak perlu ketakutan begitu ! Sudah
selayaknya kalian menerima pembalasan kami. Lihatlah,
berapa orang kawan kami yang telah mati karena racun tadi?
Berapa puluh manusia yang telah menjadi korban kebiadaban
kalian selama ini?” salah seorang anggota Barisan Sha-cap-miwi
yang mengeroyoknya mengejek.
Demikianlah, sepasang iblis kembar menghadapi
pengepung mereka dengan beradu panggung. Tapi karena
tenaga mereka telah susut jauh maka daya perlawanan
merekapun sudah tidak berarti lagi buat lawan-lawannya.
Selagi mereka sibuk menangkis dan mengelakkan beberapa
buah serangan yang melanda mereka, sebatang tombak besar
telah menerobos pertahanan mereka dan merobek celana
serta melukai pantat Jeng-bin Sam-ni!
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Kaitan yang terpasang pada tombak tersebut menggaet
dan membawa sebagian kain celana Jeng-bin Siang-kwi,
sehingga pantat yang masih mulus dan merangsang itu
tampak dengan nyata. Kontan yang melihatnya menjadi
tertegun!
Kesempatan itu tak disia-siakan oleh Jeng-bin Sam-ni.
Melihat orang bertombak tadi menjadi terlongong-longong
melihat pantatnya, ia segera menghadiahi dengan sebuah
tendangan, yang dengan telak mengenai dada orang itu.
"Bressss !"
"Aduuuuh !?"
Memperoleh hasil demikian, iblis wanita itu segera
memperoleh akal.
“Su-moi....! Marilah kita tanggalkan semua pakaian kita!
Lekas ! Kita bertempur dengan tidak usah pakai baju
saja......!”
“Cici....! Apakah kau sudah gila?"
"Jangan membantah! Lekaslah....!"
Jeng-bin Sam-ni sendiri segera merobek-robek pakaian
yang dikenakannya, sehingga sebentar kemudian iblis yang
cantik itu telah telanjang bulat. Tubuhnya yang putih itu dan
selalu terawat baik itu memang benar-benar mempesonakan.
Apalagi dalam keremangan malam yang hanya bersinarkan
ribuan bintang tersebut, rasa-rasanya wanita itu bagaikan
seorang peri yang turun ke bumi.
Tipu daya itu ternyata memang benar-benar
menggoncangkan iman para pengeroyoknya. Kepungan
mereka menjadi kendor, dan serangan mereka yang semula
amat gencar itu menjadi kalang-kabut tak teratur lagi ! Maka
tidaklah heran ketika Jeng-bin Sam-ni membalas menyerang
mereka, beberapa orang tidak sempat mengelak lagi. Dua dari
enam orang pengeroyoknya terluka parah kena cakarannya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Melihat tipu muslihat cicinya membawa hasil, Jeng-bin Sunio
lekas-lekas membuka pakaiannya pula. Bagi wanita-wanita
cabul seperti mereka, soal buka-membuka baju bukan menjadi
persoalan lagi. Enak saja baginya menyobeki pakaiannya
sampai bugil.
Begitulah, kini dengan adanya dua tubuh mulus di hadapan
mereka, orang-orang itu menjadi semakin terpecah-belah
perhatiannya. Masing-masing menjadi salah tingkah dalam
gerakannya, sehingga beberapa orang lagi menjadi korban
pembalasan Jeng-bin Siang-kwi!
"Kurang ajar.....! Kalian ini benar-benar kerbau bodoh yang
mudah terbujuk oleh keindahan-keindahan semu seperti itu !"
tiba-tiba perwira yang berwibawa tadi membentak dengan
suara menggeledek.
"Maafkan kami, Gui Goan-swe (Jendral Gui)...." salah
seorang dari anggota Sha-cap-mi-wi yang terluka itu
menunduk di depan perwira tersebut.
Gui Goan-swe adalah salah seorang panglima kerajaan
yang amat disegani oleh anak buahnya. Dia adalah pembantu
utama dari Yap Tai ciangkun, dan bertugas sebagai panglima
pasukan bertombak dan pasukan berkuda. Usianya kira-kira
enampuluh tahun, dua kali lipat usia Yap Tai-ciangkun, tapi
meskipun begitu gerakannya masih tetap tangkas dan gesit.
Dalam gerakan mereka ke Pantai Karang itu Gui Goan-swe
mendapat tugas untuk membawa pasukan bertombaknya
untuk mengepung pantai tersebut, sementara Yap Tai
ciangkun sendiri memimpin para anggota Sha-cap-mi-wi yang
dibawanya.
Gui Goan-swe memberi tanda kepada para anggota Shacap-
mi-wi yang tadi telah berhasil membunuh Im-kan Siangmo
dan Tee-tok-ci agar terjun ke dalam arena, membantu
teman mereka yang terdesak itu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Bunuhlah dua orang wanita cabul itu! Awas, jangan
terpengaruh oleh kecantikan mereka seperti kawan-kawanmu
tadi. Berpikirlah yang jernih! Dalam pertempuran ini, siapa
yang lengah akan mati.......! Maka kita memilih mati atau
memilih....... membunuh mereka !"
"Akan kami kerjakan Goan-swe…..” lima orang itu
menjawab tegas.
Lima orang berkepandaian tinggi itu segera terjun ke dalam
pertempuran membantu kawan-kawan mereka, mengepung
Jeng-bin Siang-kwi! Sesaat mereka memang agak kikuk
melawan dua orang wanita cantik yang bertelanjang bulat
seperti itu. Mereka sering menjadi ragu-ragu bila harus
memukul ke arah dada yang ranum atau ke arah bagian
bawah yang menggairahkan itu. Tapi setelah beberapa kali
mereka justru hampir mati karena keragu-raguan mereka
sendiri itu, mereka lantas benar-benar menjadi sadar. Mereka
sendirilah yang akan menjadi korban apabila mereka tidak
bersungguh-sungguh!
Maka dalam pertempuran selanjutnya kelima orang
anggota Sha-cap-mi-wi tersebut lalu bertempur dengan
sungguh-sungguh. Mereka membuang jauh-jauh pikiran yang
mengganggu perasaan mereka itu dan melabrak dua orang
wanita cabul tersebut tanpa ampun!
Keadaan itu tentu saja membuat Jeng-bin Siang-kwi
menjadi mati kutu. Mereka kembali terdesak dengan hebat.
Beberapa kali mereka mencoba menggoda lawan-lawan
mereka dengan gerakan gerakan yang berani dan sangat
cabul, tapi kali ini siasat mereka sudah tidak mempan lagi.
Orang orang itu lebih takut kepada Gui Goan-swe dari pada
melayani cumbuan mereka.
Begitulah, beberapa saat kemudian tubuh mereka yang
halus mulus itu mulai dikoyak oleh senjata lawan lagi. Semakin
lama semakin sering, sehingga keduanya menjadi ketakutan
dan menjerit-jerit lagi. Mereka mencoba bertahan matiTiraikasih
Website http://kangzusi.com/
matian, tapi para anggota Sha-cap-mi-wi tersebut sudah tidak
mengenal ampun. Serangan orang-orang itu justru semakin
ganas dan kejam, sehingga beberapa jurus kemudian tubuh
kedua wanita cabul itu sudah kehilangan daya rangsangnya.
Tubuh itu kini telah berubah menjadi merah bersimbah darah !
Sebuah tombak menusuk dari belakang secara tak terduga,
sehingga Jeng-bin Su-nio tak kuasa lagi mengelakkannya.
Otomatis iblis itu mengayunkan lengannya menangkis, tapi
ujung tombak yang tajam tersebut sudah terlanjur menancap
di pahanya. Biarpun batang tombak itu akhirnya menjadi
patah terkena pukulannya, tapi ujung besinya yang tajam
tetap tertanam di dalam pahanya. Sakitnya bukan kepalang!
Jeng-bin Su-nio jatuh terduduk, tapi segera bangkit kembali
dengan terpincang-pincang. Kakaknya bermaksud menolong,
tapi sebilah golok justru membuatnya terjungkal ke tanah.
Tanpa ia duga salah seorang lawan mereka telah membabat
ke arah kakinya, sehingga kaki kanannya terbacok hampir
putus.
“Ciciiii…..! aku tak mau dibunuh oleh mereka…..!” Jeng-bin
Su-nio menubruk kakaknya.
“Su-moi, akupun tak mau pula….!” Jeng-bin Sam-ni
berteriak pula menyayat hati.
Dua orang iblis kembar itu saling berangkulan. Dan seperti
sudah berunding sebelumnya, sambil berpelukan mereka
saling mencengkeram pelipis saudaranya, sehingga di lain saat
jiwa mereka telah melayang bersama-sama! Tubuh mereka
lalu jatuh berdebam di atas tanah.
Peristiwa itu sungguh amat mengejutkan para anggota
Sha-cap-mi-wi yang mengepungnya. Serangan bersama yang
telah mereka siapkan terpaksa mereka urungkan dengan
mendadak. Dengan senjata teracung dan siap menerjang,
mereka tercenung bagai patung di tempat masing-masing.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Mereka benar-benar tidak mengira kalau iblis cabul tersebut
hendak bunuh diri.
"Nah, sekarang tinggal seorang saja lawan kita…." Gui
Goan-swe berteriak lagi, tangannya menunjuk ke arah Cengya-
kang yang berlari-lari main kucing-kucingan dengan para
pengeroyoknya.
Ceng-ya-kang memang sangat cerdik, mungkin lebih cerdik
dari pada saudara-sandaranya.Sebelum pertempuran dimulai,
dia telah menilai lebih dulu kekuatan lawan yang tampak di
sekitarnya. Begitu tahu perajurit yang dikerahkan oleh Yap
Tai-ciangkun sangat banyak sekali, maka dia telah mengambil
keputusan untuk tidak melawannya. Bagaimanapun sakti dan
hebat senjata racun mereka, takkan mungkin dapat
membunuh sekian banyak orang. Maka sebelum kekuatannya
menurun dan racun yang dibawanya habis, dia sudah dapat
keluar dari kepungan itu. Dan cara yang dipilihnya
adalah…..berlari-lari di antara semak dan batu karang, sambil
bermain kucing-kucingan dengan jago-jago mereka! Hal ini
memang telah dilakukannya…
Ceng-ya-kang selalu menghindar apabila bertemu dengan
lawan-lawan tangguh seperti para anggota Sha-cap-mi-wi, tapi
segera membunuh apabila berhadapan dengan perajuritprajurit
biasa. Suasana yang gaduh dan medan yang sangat
lebat dengan semak-semak perdu itu memang amat enak dan
cocok untuk main kucing-kucingan. Sebentar keluar dan
bertempur untuk membunuh para perajurit kemudian begitu
ada jago kuat melayaninya, ia lantas menyusup lenyap ke
dalam semak-semak. Selanjutnya muncul lagi di tempat lain
untuk berbuat yang serupa pula!
Itulah sebabnya, meskipun pertempuran sudah sekian
lamanya berkecamuk, Ceng-ya-kang masih tetap segar bugar
dan genit. Ludahnya yang sangat beracun itu selalu saja
memperoleh korban perajurit-perajurit yang berani
menghadang langkahnya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tapi oleh karena Yap Tai-ciangkun memang sengaja
menyebar para anggota Sha-cap-mi-wi di segala tempat, maka
kemana pun Ceng-ya-kang berlari, dia akan selalu bertemu
dengan jagoan istana tersebut. Oleh karena itu beberapa saat
kemudian, tanpa terasa Ceng-ya-kang tergiring ke arah pantai
dengan sendirinya. Baru setelah kakinya menginjak hamparan
pasir, iblis gundul itu sadar akan kesalahan langkahnya.
Tapi kesadaran tersebut sudah terlambat! Begitu tubuhnya
yang gemuk itu melenting ke atas batu karang besar di
depannya, matanya segera melihat gelombang air di
bawahnya. Dan ketika iblis itu membalikkan tubuhnya,
dibawah batu karang tersebut telah berderet-deret anggota
Sha-cap-mi-wi yang mengepungnya. Semuanya telah siap
mengejar ke atas batu karang!
Sekejap seperti hilang semangat Ceng-ya-kang! Wajahnya
yang kehijau-hijauan itu seakan kehilangan semua darahnya.
Tubuhnya yang berlemak itu sedikit gemetar. Rasa-rasanya
malaikat elmaut telah datang untuk menjemputnya.
"Celaka, agaknya hanya sampai sekian saja hidupku di
dunia ini........!" iblis itu membatin ketika beberapa orang
perajurit tampak melemparkan tombak mereka ke arah
dirinya.
Ceng-ya-kang menunduk dan lewatlah belasan batang
tombak tersebut di atas kepalanya. Tapi hatinya segera
berdebar-debar ketika beberapa orang anggota Sha-cap-mi-wi
berloncatan ke atas batu karang yang diinjaknya. Dan
kekhawatirannya semakin menjadi-jadi begitu serangan yang
mereka lakukan kemudian, benar-benar sukar sekali dielakkan.
Satu atau dua serangan mereka masih dapat ditanggulangi,
tetapi serangan-serangan mereka yang lain sungguh-sungguh
tak bisa dihindarinya lagi! Maka tanpa ampun pula beberapa
buah pukulan dan sayatan senjata lawan telah mulai melukai
badannya. Sakitnya bukan main.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Berdoalah, karena sebentar lagi nyawamu akan segera
melayang ke alam baka, mengikuti arwah saudarasaudaramu.......!"
salah seorang dari para pengepungnya
mencemooh.
"Cuh! Cuh! Cuh........!” Iblis gundul itu menjawab dengan
ludahnya ke arah orang yang memperolokkannya tersebut.
Tetapi dengan mudah orang yang bukan lain adalah
anggota Sha-cap-mi-wi itu mengelakkannya. Dengan memutar
badannya setengah lingkaran ke sebelah kiri, orang itu justru
membalas serangan Ceng-ya-kang tersebut dengan sabetan
goloknya. Suaranya mendesing ketika golok itu berkelebat ke
arah leher Ceng-ya-kang!
Sebenarnya sabetan golok itupun takkan menyulitkan bagi
Ceng-ya-kang! Dengan mudah iblis berkepala gundul itu akan
dapat menghindarinya. Tetapi yang amat menyulitkan iblis
tersebut adalah serangan-serangan lain yang membarengi
sabetan golok itu. Karena bersamaan dengan sabetan golok
yang tertuju ke lehernya tersebut, beberapa orang
pengeroyoknya yang lain juga telah menyerangnya dengan
senjata mereka masing-masing. Ada yang menyerang
pinggangnya, ada yang menyerang dadanya dan ada pula
yang membabat ke arah kakinya.
Tak mungkin rasanya Ceng-ya-kang melayani semua
serangan tersebut. Dan satu-satunya jalan untuk
menyelamatkan diri dari semua serangan itu hanyalah
meloncat ke belakang! Tapi kalau dia melakukan hal
itu…..berarti dia harus terjun ke laut yang ganas bergelora di
belakangnya!
Sedetik iblis itu menjadi ragu-ragu dan tak tahu apa yang
mesti diperbuatnya! Tapi dalam sedetik itu pula semua
serangan lawannya telah datang dan hampir menyentuh
kulitnya!
Tak ada pilihan lain lagi!
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Dalam kesempatan yang terakhir Ceng-ya-kang melompat
ke belakang ! Golok itu telah menyerempet lehernya dan
menyobek kulitnya sehingga darahnya segera keluar
membasahi bajunya. Untunglah ujung golok tersebut tidak
mengores tenggorokan ataupun urat nadinya. Iblis gundul itu
terbebas dari serangan pengepungnya, tapi di lain saat
tubuhnya tidak bisa membebaskan diri dari cengkeraman laut
di bawahnya ! Sebentar saja tubuhnya telah lenyap tergulung
oleh gelombang air laut yang bergelora !
Para pengepungnya bergegas menjenguk ke bawah dengan
perasaan kesal dan marah, mereka sebenarnya ingin
mencincang tubuh Ceng-ya-kang sampai lumat ! Iblis gundul
itu banyak membunuh kawan-kawan mereka. Tapi apa daya,
ternyata iblis itu lebih suka mati ditelan air Iaut dari pada mati
di tangan mereka.
Sementara itu di tempat lain, tidak jauh dari tempat itu,
Yap Tai-ciangkun kelihatan marah-marah karena buronannya
ternyata telah lolos dari kepungan anak buahnya. Orang
berkerudung itu sudah pergi dengan banyak meninggalkan
korban pada para perajurit.
"Kurang ajar ....'' Panglima muda itu menggeram marah
lalu menggapai empat orang Sha-cap-mi-wi yang selalu
mengawalnya. “Ayoh, kalian ikut aku mengejar orang itu.....!”
perintahnya.
Tanpa mempedulikan bahaya yang terhampar di depan
mereka, Yap Tai-ciangkun serta empat orang anak buahnya
melesat mengejar Hek-eng-cu. Mereka berlari dan berloncatan
di atas ujung-ujung batu karang yang tajam dan amat licin.
Mereka tidak memikirkan lagi bahwa sedikit saja kaki mereka
terpeleset, mungkin tubuh mereka sudah tidak akan tertolong
lagi.
Mereka berlima memang dapat mengejar Hek-eng-cu,
sebab seperti telah diceritakan di bagian depan bahwa iblis
berkerudung itu terpaksa melayani tantangan Pek-i Liong-ong.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Dan kedatangan mereka di tempat pertempuran antara Hekeng-
cu dan Pek-i Liong-ong itu ternyata bagaikan malaikat
penolong yang menyelamatkan nyawa dan kehormatan ketua
aliran Mo-kauw tersebut.
Hek-eng-cu maupun Pek-i Liong-ong merupakan tokohtokoh
sakti yang kesaktiannya benar-benar tidak lumrah
manusia. Kepandaian silat mereka boleh dikatakan sudah
mencapai kesempurnaan, sehingga sepak terjang mereka
sangat menakjubkan, bagaikan dewa-dewa di dalam dongeng
saja !
Mereka berdua dapat bergerak secepat angin, karena
keduanya sama-sama jago ginkang yang tiada taranva. Ilmu
silat merekapun luar biasa tingginya, karena keduanya juga
sama-sama keturunan datuk ilmu silat yang amat sangat
ternama pada zaman seratus tahun yang lalu. Maka kalau
sekarang kedua jago itu bertempur satu sama lain, dapat
dibayangkan betapa hebat dan dahsyatnya pertempuran
tersebut. Apalagi pertempuran mereka itu mengambil tempat
yang luar biasa berbahayanya, yang bagi jago-jago silat biasa
tak mungkin bisa menginjaknya.
Meskipun begitu, setelah seratus jurus lebih mereka
bertempur, mulailah kelihatan kelebihan-kelebihan Hek-eng-cu
atas Iawannya. Meskipun ilmu mereka setanding, tetapi
kekuatan tubuh Pek-i Liong-ong yang telah amat tua itu
ternyata lambat-laun tidak kuat mengimbangi kekuatan dan
daya tahan dari tubuh Hek-eng-cu yang masih muda. Apalagi
semuanya tadi masih ditambah lagi dengan mantel pusaka
yang dikenakan oleh Hek-eng-cu !
Mantel pusaka itu ternyata benar-benar sangat bermanfaat
dan sangat menolong pemakainya di dalam pertempuran
tersebut! Dalam hal ilmu mereka yang seimbang, mantel
pusaka tersebut ternyata sungguh-sungguh berguna sekali !
Maka tidaklah heran apabila seratus jurus kemudian Pek-i
Liong-ong mulai tampak mengalami kerepotan. Lambat-laun
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tapi pasti, ketua Aliran Mo-kauw itu semakin terdesak dan
mulai tampak mengkhawatirkan !
Untunglah sebelum orang tua itu menjadi korban Hek-engcu,
Yap Tai-ciangkun dan empat orang anak buahnya telah
tiba di tempat tersebut. Dan kedatangan panglima muda itu
ternyata sangat mengejutkan iblis berkerudung tersebut.
Tanpa diduga iblis itu cepat-cepat meloncat pergi
meninggalkan Pek-i Liong-ong ! Dengan potongan bambu
yang tadi ia pakai untuk meluncur di atas permukaan air, iblis
tersebut terjun ke dalam air dan…..melesat pergi
meninggalkan tempat itu.
"Kurang ajar......!" Yap Tai-ciangkun mengumpat. Dengan
mata melotot panglima yang masih sangat muda itu menatap
bayangan Hek-eng-cu yang semakin lama menjadi semakin
kecil.
"Ahh....... kedatangan Yap Tai-ciangkun ternyata telah
menyelamatkan nyawaku dari keganasan orang itu," Pek-i
Liong-ong menjura dan menyatakan rasa terima kasihnya.
YapTai-ciangkun membalikkan badannya ...dan menjadi
kaget begitu menyadari siapa yang telah menjadi lawan Hekeng-
cu tadi.
“Oh, Lo-cianpwe kiranya ......!” tegur panglima itu dengan
terbata-bata. "Pikiranku hanya tertuju kepada Hek-eng-cu saja
hingga tak tahu kalau lo-cianpwe-lah yang menjadi lawannya
tadi........"
Pek-i Liong-ong tersenyum sambil menyeka keringat yang
mengalir di muka dan di lehernya. Pertempurannya tadi
ternyata telah banyak menguras tenaga dan kemampuannya.
"Benar, Tai-ciangkun…. Io-hu-lah yang tadi hampir saja
mati di tangan iblis lihai itu," orang tua itu menganggukangguk.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Yap Tai-ciangkun memandang ke tengah laut kembali,
seolah mau mencari bayangan Hek-eng-cu diantara gulungan
ombak yang tinggi bergelora itu. Yang lain menjadi ikut-ikutan
memandang ke arah laut, dan untuk beberapa saat lamanya
mereka berdiam diri bagaikan sekelompok patung yang
dipasang di atas batu karang.
"Eh! Mengapa tidak kulihat pembantu Hek-eng-cu yang tadi
ikut melarikan diri itu?” tiba-tiba Yap Tai-ciangkun
mengerutkan keningnya.
"Ohhh. . . orang itu telah disuruh pergi oleh Hek-eng-cu
sebelum kami bertempur tadi …." Pek-i Liong-ong memberi
keterangan.
"Hemm......." Yap Tai-ciangkun menghela napas panjang.
"Tapi....... hal ini sungguh amat kebetulan sekali bagi lo-hu.
Coba kalau orang itu belum disuruh pergi oleh Hek-eng-cu, lohu
kira Yap Tai ciangkun hanya tinggal menemukan mayatku
saja di sini."
"Ahhh ! Lo-cianpwe sungguh pandai merendahkan
diri........" panglima muda itu menundukkan kepalanya dengan
lesu, hatinya terasa kecewa bukan main karena orang yang
hendak ditangkapnya itu telah meloloskan diri dengan cara
yang tak mungkin dikejar olehnya.
Beberapa saat lamanya mereka berdiam diri kembali.
"Kalau begitu kita kembali saja ke Pantai karang ! Kita....”
akhirnya panglima yang amat tersohor itu berkata. Tapi katakatanya
segera terputus, ketika tiba-tiba dilihatnya anak
buahnya tampak termangu-mangu dengan wajah pucat.
"Ka.......kalian kenapa.......?"
Serentak empat orang anggota Sha-cap-mi-wi itu
memandangi ujung pakaian masing-masing yang compangcamping
tidak karuan, lalu mereka bersama-sama
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
memandangi pula pakaian panglima mereka yang tersayatsayat
juga seperti kepunyaan mereka.
Tentu saja gerak-gerik anak buahnya itu sangat
membingungkan Yap Tai-ciangkun ! Otomatis panglima muda
itu menundukkan mukanya pula, mengamati pakaian yang
dikenakannya, dan ... tiba tiba matanya menjadi terbelalak!
“Oh?!" serunya tertahan, lalu memandang pakaian anak
buahnya yang keadaannya hampir sama dengan pakaian yang
dikenakannya! Setelah itu tanpa terasa ia memandang jubah
lebar yang dipakai oleh Pek-i Liong-ong ! Jubah itu tampak
utuh sama sekali, meskipun tadi dipakai untuk bertempur
mati-matian dengan Hek-eng-cu !
Sekali lagi panglima muda kepercayaan Kaisar Han itu
menghela napas, diam-diam hatinya sedikit bergetar juga
melihat kenyataan tersebut. Rasanya dia menjadi kecil sekali
bila diperbandingkan dengan orang tua itu. Tiba-tiba hatinya
menjadi kecut. Pikirannya segera membayangkan, apa jadinya
kalau dia mesti berhadapan sendiri dengan Hek-eng-cu yang
kesaktiannya ternyata justru lebih hebat dari orang tua itu ?
"Ah, ternyata aku terlalu berani dan terlalu gegabah kali ini.
Untunglah iblis itu tidak bermaksud melayani aku dan anak
buahku. Lain kali aku harus lebih berhati-hati bila bertemu
dengannya......." Yap Tai ciangkun berkata di dalam hatinya.
Lalu perlahan-Iahan kakinya melangkah kembali ke Pantai
Karang.
"Lo-cianpwe, marilah kita ke Pantai Karang kembali....... !"
katanya dengan sopan.
Demikianlah, Yap Tai ciangkun dengan Pek-i Liong-ong
berloncatan lagi di atas karang-karang tajam tersebut, diikuti
oleh empat orang anggota Sha-cap-mi-wi, menuju ke Pantai
Karang kembali. Panglima muda itu bersama para
pengawalnya terpaksa lebih berhati-hati lagi dalam
menjejakkan kaki mereka di ujung-ujung karang yang tajam
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
itu. Kini mereka menjadi takut.... jangan-jangan tidak hanya
pakaian mereka saja yang tersayat koyak oleh batu-batu
karang tersebut, tapi termasuk juga kulit dan daging mereka!
Mereka tiba kembali di Pantai Karang tak lama kemudian.
Malam telah menjelang pagi. Embun pagi telah membasahi
rumput dan batu-batu yang mereka injak. Udara terasa dingin
bukan main. Apalagi ketika angin laut tampak semakin
kencang meniupkan percikan-percikan air Iaut yang semakin
gemuruh menggelora ! Rasa-rasanya percikan-percikan air
tersebut seperti gerimis yang tercurah dari langit saja
layaknya.
Mereka menyaksikan pertempuran telah selesai. Tak
seorangpun iblis-iblis dari Ban-kwi-to tadi yang masih hidup.
Semuanya telah mati dan mayat-mayat mereka telah
dikumpulkan oleh perajurit, kecuali mayat dari Ceng-ya-kang.
Mayat Ceng-ya-kang tidak dapat mereka ketemukan, karena
mayat itu telah hilang digulung ombak.
Gui Goan-swe bergegas menyongsong Yap Tai-ciangkun,
serta melaporkan semua tugas yang telah dikerjakannya.
Pihak lawan telah dapat mereka tumpas semuanya, meski
korban dari para perajurit yang mereka bawa juga tidak sedikit
jumlahnya. Sayang Hek-eng-cu dan seorang pembantunya
dapat meloloskan diri dari kepungan para perajurit.
"Aku sudah mengetahuinya, karena aku dan empat orang
anggota Sha-cap-mi-wi telah berusaha mengejar mereka,
tapi....... gagal." Yap Tai-ciangkun mengangguk-angguk
dengan wajah tidak bergembira, karena maksud dan gerakan
mereka ke pantai itu tidak dapat berhasil seluruhnya. Biarpun
pentolan-pentolan orang-orang yang bermaksud untuk
meletuskan pemberontakan itu telah mereka basmi semuanya,
tetapi pemimpin utamanya ternyata belum dapat mereka
musnahkan. Oleh karena itu bahaya timbulnya pemberontakan
masih belum hilang, sewaktu-waktu masih dapat timbul
kembali.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Panglima muda itu memandang mayat-mayat para
perajuritnya yang bergelimpangan di atas tanah. Mayat-mayat
itu telah dikumpulkan bersama-sama dengan mayat-mayat
para Iblis dari Ban-kwi-to.
"'Mengapa belum kulihat Kiong Lee su-heng di sini? Apakah
dia belum tiba ?” Yap Tai-ciangkun menanyakan kakaknya.
"Entahlah, hamba juga belum melihat kehadiran Yap Taihiap
tadi ...." Gui Goan-swe menjawab perlahan. "Kalau kakak
paduka sudah ada di sini, hamba kira korban kita tidak akan
sebanyak ini….”
Sementara itu Pek-i Liong-ong begitu datang langsung
menghampiri pemuda pemudi yang sedang mengerumuni
tubuh Chu Bwee Hong. Dari jauh orang tua itu telah
mendengar ratap tangis Siok Eng, Pek Lian maupun Lian Cu.
Ketiga orang gadis itu seperti sedang bersaingan dalam
meratapi tubuh Chu Bwee Hong, sementara Seng Kun malah
hanya berjongkok diam di samping mereka, seperti orang
yang sedang kehilangan akal.
“Hei, kenapa dia…..?” Pek-I Liong-ong terkejut begitu
melihat tubuh Chu Bwee Hong yang tergolek diam di atas
pasir. Mulut dan dada gadis ayu itu masih tampak berlepotan
darah.
Dengan tergesa-gesa ketua Aliran Mo-kauw itu
menyibakkan gadis-gadis yang sedang mengerumuni Chu
Bwee Hong, kemudian memeriksa nadi dan pernapasan gadis
ayu tersebut.
Tapi betapa terperanjatnya orang tua itu begitu
dirasakannya detak jantung dan pernapasan gadis itu sudah
tidak ada lagi. Gadis ayu yang masih terhitung cucu muridnya
sendiri itu ternyata telah mati!
Pek-i Liong-ong lalu berdiri perlahan-lahan diikuti oleh
beberapa pasang mata yang berurai air mata di dekatnya.
Orang tua itu menatap tubuh Chu Bwee Hong dengan tak
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kalah sedihnya. Sungguh malang benar gadis ini, dia
membatin.
“Bagaimana…..lo….lo-cianpwe?” Souw Lian Cu menyentuh
lengan Pek-I Liong-ong dan bertanya dengan suara sendu.
Gadis remaja ini merasa sangat sedih dan pilu. Hatinya seperti
ditimbuni oleh perasaan bersalah terhadap wanita itu, yang
semula sangat membencinya tetapi ternyata sangat baik
kepadanya itu. Wanita itu ternyata mengorbankan nyawanya
demi dia!
"Ooooh......!” Souw Lian Cu mengguncang lengan Pek-i
Liong-ong dengan keras ketika orang tua itu tidak segera
menjawab pertanyaannya. "Lo-cianpwe........ me.... mengapa
diam saja? Lekas katakan....... bagaimana dengan Hong Ci-ci ?
Apakah dia masih bisa diselamatkan ? Lo-cianpwe....... locianpwe....”
"Dia telah..... mati!" orang tua itu akhirnya menjawab
singkat.
“Ci-ciiii........!” Souw Lian Cu menjerit keras sekali. Dengan
mata bercucuran gadis itu mengedarkan pandangannya ke
arah Siok Eng, Pek Lian dan Seng Kun. Tapi gadis itu segera
mendekap mukanya ketika dilihatnya orang-orang itu
memandang kaku kepadanya, seolah-olah semuanya
mempersalahkan dirinya.
“Oh, tidak…..tidak! Ci-ci kau tidak boleh mati! Kau boleh
kawin dengan ayah sekarang. Aku tidak akan menghalanghalanginya
lagi. Aku telah menyadari bahwa hatiku selama ini
memang buta, tidak dapat melihat ketulusan dan kebaikan
budimu kepadaku….huhuhu….!” Souw Lian Cu menangis
sejadi-jadinya, tampak benar betapa menyesalnya dia!
Tentu saja pernyataan yang diucapkan oleh gadia itu
benar-benar sangat mengejutkan para pendengarnya,
terutama Siok Eng dan Pek Lian ! Tapi dengan demikian
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mereka lantas bisa meraba-raba, apa yang sebenarnya telah
terjadi antara Chu Bwee Hong dan keluarga Souw.
Chu Seng Kun yang duduk berjongkok di samping mereka
masih kelihatan termangu-mangu bagaikan patung batu yang
tak bernyawa. Pemuda itu seperti tidak melihat dan
mendengar ribut-ribut yang terjadi di dekatnya, matanya
memandang kosong ke depan, mulut terkatup rapat, dan
tangannya yang terkulai di samping tubuhnya itu tampak
mencengkeram pasir di bawahnya !
Kelihatan benar bahwa pemuda itu bertahan untuk tidak
menangis, tetapi dari pelupuk matanya yang terbuka lebar itu
tampak dengan jelas air matanya turun tak ada habisnya.
Sekali-sekali wajahnya menunduk sebentar, menatap wajah
adiknya yang terkulai diam di depannya. Walaupun wajah itu
kotor dan berlepotan darah, tapi kecantikannya tetap tampak
cemerlang.
Seng Kun semakin tidak bisa membendung deras air
matanya. Terbayang dalam pikirannya semua kenangan
tentang adik satu-satunya itu. Dari kecil mereka berdua selalu
menderita bersama. Sejak ayahnya pergi meninggalkan
mereka dan ibunya, karena ayahnya ditangkap oleh tentara
mendiang Kaisar Chin sampai mereka berdua diambil anak
angkat oleh kakaknya sendiri karena ibunya juga meninggal,
mereka berdua selalu bersama-sama. Mereka selalu
merasakan susah dan gembira bersama, sehingga pada suatu
hari mereka berdua juga terpaksa pergi dari rumah kakeknya
karena kakek dan neneknya telah dibunuh orang pula.
Makin dipikirkan Seng Kun semakin merasa kasihan
terhadap adiknya. Adiknya hampir tak pernah merasakan
kebahagiaan. Semenjak kecil hingga dewasa dia selalu
menderita. Sampai ketika ia mulai jatuh cinta kepada seorang
pria-pun ia mengalami kekecewaan. Pria tersebut ternyata
telah beristeri dan punya anak.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Bwee Hong......" Seng Kun mengeluh dengan bibir
gemetar. ''Sungguh kasihan benar nasibmu, adikku…..”
Hampir saja Seng Kun tak bisa menahan sedu-sedannya.
Untunglah dengan kekerasan hatinya ia mampu menindasnya.
Untuk yang kesekian kalinya pemuda itu menatap wajah
adiknya kembali. Wajah itu masih tetap tak berubah, masih
tampak ayu dan cantik bukan main, seolah-oIah kulit itu tidak
menjadi beku dan pucat. Sayang wajah yang sangat ayu itu
ternyata tidak membawakan keberuntungan dan kebahagiaan
kepada pemiliknya, tetapi justru mengundang bahaya dan
malapetaka terhadap adiknya.
Seorang lelaki dengan akal busuknya telah menipu dan
menjebak adiknya, sehingga pada suatu hari Chu Bwee Hong
hilang lenyap tak tentu rimbanya. Dua tahun lamanya dia
mencari, naik gunung mendaki bukit, menyusup hutan dan
desa tanpa mengenal lelah. Dia tak memikirkan lagi keadaan
dirinya, sampai-sampai tunangannya sendiripun telah
dilupakannya, sehingga banyak orang yang menganggap
dirinya telah menjadi gila.
Tiba-tiba Seng Kun mengeretakkan giginya. Setelah dua
tahun dia mengalami penderitaan yang tidak ringan, dan kini
bisa bertemu dengan adiknya....... ternyata dia cuma bisa
memeluk mayatnya! Di depan matanya Chu Bwee Hong
dibunuh orang, dibunuh oleh.... lelaki buruk yang menipu
adiknya itu!
"Bangsaaaaat...!” tiba-tiba pemuda itu berteriak keras
sekali, sehingga mengagetkan yang lain-lain. "Demi
Tuhan....... aku tidak akan berhenti memburu engkau untuk
mencincang dan membunuhmu!" geramnya lagi. Hampir saja
dia meloncat untuk memburu Hek-eng-cu, untunglah Pek-i
Liong-ong mendekapnya dari belakang.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Jilid 24
"SENG KUN…. mau kemana kau?" orang tua itu
menghardik.
"Aku akan mengejar Hek-eng-cu !"
"Huh!" Pek-i Liong-ong mendengus, lalu melepaskan
dekapannya. "Kemana engkau hendak mengejar dia ?"
Chu Seng Kun tergagap. "Entahlah.....!”
Pek-i Liong-ong tersenyum kecut. Tangannya menyentuh
pundak Chu Seng Kun dan menyuruhnya duduk. "Kalau begitu
jangan gegabah…..! Pikirkanlah dahulu apa yang hendak
engkau kerjakan, baru bertindak lebih lanjut! Marilah kau
duduk dahulu, lo-hu hendak berbicara sedikit denganmu….!”
"Ko-ko, apa yang dikatakan oleh lo-cianpwe itu memang
benar. Kautenangkanlah dahulu hatimu…!" tiba-tiba Kwa Siok
Eng ikut membujuk dengan suara halus.
Chu Seng Kun terperanjat. Suara merdu yang hampir satu
tahun tak pernah didengarnya itu benar-benar bagaikan
tetesan embun yang menyejukkan hatinya.
"Eng-moi, kau........?" sapanya lirih hampir tak terdengar
suaranya.
Segala macam perasaan, kaget, gembira, rindu, sedih
bergolak memenuhi rongga dadanya. Chu Seng Kun hampirhampir
pemuda itu tak mempercayai pandang matanya
sendiri. Tapi karena hatinya baru menderita kesedihan akibat
kematian adiknya, semua perasaan tersebut hanya tertahan
saja di hatinya. Pemuda itu hanya menatap tunangannya,
kekasihnya dari tempatnya berdiri seakan tak percaya. Tapi
semua orang tahu belaka apa yang terkandung di dalam hati
pemuda itu terhadap tunangannya. Sinar mata pemuda itu
ketika menatap kekasihnya seakan telah mengungkapkan
semuanya !
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Baiklah ……!" akhirnya Chu Seng Kun menundukkan
kepalanya, lalu duduk di atas pasir seperti yang diperintahkan
oleh Pek-i Liong-ong. "Lo-cianpwe, silahkan berbicara.....!"
angguknya kepada ketua Aliran Mo-kauw tersebut.
Pek-i Liong-ong memegang lengan Chu Seng Kun,
kemudian dengan pandang mata bersungguh-sungguh orang
tua itu berkata, "Seng Kun, di antara kita semua yang
menyebut dirinya ahli waris dari ilmu-ilmu mendiang Bu-engsin
Yok-ong, banyak yang telah mampu mempelajari ilmu silat
ciptaan beliau dengan sempurna. Tapi yang amat
menyedihkan…. hanya seorang saja selama ini yang mampu
mewarisi ilmu pengobatannya yaitu Bu Kek Siang, kakekmu
atau ayah angkatmu! Sayang karena kesalahpahaman yang
berlarut-larut dia telah terbunuh oleh muridku ... " orang tua
itu menghentikan kata-katanya sejenak untuk mengambil
napas, lalu dengan nada sedih ia melanjutkannya lagi. "Coba
kakekmu itu masih hidup..... kukira adikmu justru bisa
diselamatkan jiwanya."
"Hah…..?!?" Chu Seng Kun melompat saking kagetnya.
"Adikku dapat diselamatkan? Me... mengapa lo-cianpwe
berkata begitu? Bu…. bukankah Chu… Chu Bwe Hong
telah…telah ….telah tiada ?” dengan suara tinggi tapi seret
sekali pemuda itu berseru.
Tentu saja gerakan Chu Seng Kun yang amat mendadak,
selagi semuanya telah kembali tenang itu juga mengagetkan
pula orang-orang di sekitarnya. Otomatis Pek-i Liong-ong, Kwa
Siok Eng dan Ho Pek Lian serta yang lain-lainnya, bangkit pula
dengan segera! Kwa Siok Eng dengan cepat memeluk lengan
pemuda itu, suaranya bergetar ketika berusaha membujuk
tunangannya.
"Ko-ko, tenanglah….! Pek-i Liong-ong lo-cianpwe belum
selesai berbicara........"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Benar, twa-ko…. biarlah Pek-i Liong-ong Lo-cianpwe
menyelesaikan dahulu kata-katanya!" Ho Pek Lian ikut
menenangkannya.
Yang paling runyam menghadapi semua kejadian itu adalah
orang-orang Bing-kauw yang tadi datang bersama dengan Chu
Bwee Hong ! Rasanya mereka menjadi salah tingkah untuk
berbuat sesuatu !
Sebenarnya, melihat keadaan isteri suhu mereka itu,
mereka sudah gatal tangan untuk berbuat sesuatu. Rasarasanya
Put-sia Nio-cu dan kedua orang kakak
seperguruannya. Put swi-kui dan Put ming-mo. sudah tidak
tahan lagi untuk membiarkan tubuh Chu Bwee Hong
menggeletak di sana. Sebetulnya mereka ingin segera
mengangkat mayat itu pulang ke tempat mereka, dan mereka
ingin lekas-lekas mengantarkannya kepada guru atau ketua
mereka !
Tetapi melihat tubuh tersebut dipeluk dan diratapi oleh
beberapa orang muda yang tampaknya adalah keluarga atau
sahabat dari Chu Bwee Hong sendiri, malah agaknya salah
seorang diantaranya justru saudara kandung dari isteri suhu
mereka itu, maka mereka menjadi ragu-ragu dan tak berani
mengganggu. Mereka bertiga hanya saling pandang dengan
bingung serta tak tahu apa yang seharusnya mereka lakukan.
Wajah mereka kelihatan tegang dan pucat.
Sementara itu Chu Seng Kun telah menjadi tenang kembali.
Perlahan-lahan Pek-i Liong-ong lalu mengajaknya duduk di
atas pasir seperti tadi. Ho Pek Lian dan yang lain-lain segera
ikut duduk pula mengitari mereka, seolah-olah mereka takut
tidak bisa mendengarkan apa yang hendak dikatakan oleh
ketua Aliran Mo-kauw tersebut.
Yap Tai-ciangkun yang telah selesai pula mengatur para
perajuritnya, perlahan-lahan juga datang menghampiri tempat
itu. Tetapi melihat wajah-wajah mereka yang tegang,
panglima muda tersebut segera menghentikan langkahnya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Panglima itu tampaknya tak ingin mengganggu mereka,
apalagi di sana ada Ho Pek Lian, murid kesayangan kaisar
junjungannya. Maka wajahnya yang tampan itu segera
berpaling, kemudian mendongak ke atas. memandang ke arah
bintang-bintang yang mulai pudar karena langit telah mulai
terang disentuh sinar matahari fajar. Beberapa saat kemudian
kepalanya tertunduk kembali, mengawasi barisan para
perajuritnya yang berbaris pergi meninggalkan tempat itu.
Beramai-ramai mereka menggotong kawan-kawan mereka
yang terluka atau yang mati, naik ke atas tebing dipimpin oleh
Gui goanswe.
"Lo-cianpwe, apakah …… apakah maksud perkataan locianpwe
tadi?" Chu Seng Kun yang telah menjadi tenang
kembali itu menatap ke arah Pek-i Liong-ong dengan pandang
mata penuh harap.
Sebaliknya orang tua itu tampak menghela napas dengan
hati-hati sebelum menjawab pertanyaan tersebut. Baru
setelah beberapa saat kemudian ketua aliran Mo-kauw yang
amat terkenal itu membuka mulut untuk memberi keterangan.
Mula-mula dia berceritera tentang hal Bu-eng Sin-yok-ong dan
Datuk-datuk Besar Persilatan yang hidup pada zamannya.
Kemudian dia juga bercerita tentang kehebatan dan
kedahsyatan ilmu orang-orang tua tersebut. Begitu
dahsyatnya ilmu mereka sehingga sepintas lalu mereka seperti
dapat menciptakan sebuah mujijat !
"Seng Kun, engkau tentu pernah diberi tahu oleh Bu Kek
Siang tentang tingkah maupun adat kebiasaan yang anehaneh
dari mendiang Empat Datuk Besar Persilatan tersebut,
bukan? Misalnya, mereka berempat selalu saja berlombalomba
meningkatkan kepandaian mereka masing-masing,
untuk kemudian setiap lima tahun sekali mereka mengadakan
suatu pertemuan guna memperlihatkan kehebatan ilmu
masing-masing !"
“Ya..... yaa !" Chu Seng Kun mengangguk-angguk.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
“........ Dan kau tentu telah mendengar pula bahwa pada
pertemuan mereka yang terakhir di Gunung Hoa-san yaitu
sebelum mereka taklukkan satu-persatu oleh kakek Souw,
masing-masing telah sempat mengeluarkan kehebatan dan
kedahsyatan ilmu mereka......”
“Ya ...... yaa, benar !"
“Nah, di dalam pertemuan itulah Bu-eng sin-yok-ong telah
membuat suatu mukjijat di depan lawan-lawannya, sehingga
mereka menjadi takluk dan menjunjungnya sebagai orang
yang terlihai diantara mereka berempat........"
"Ehmmm.....ya ?”
"Seng Kun, tahukah kau mukjijat apakah yang telah
dipertunjukkan oleh mendiang cikal bakal perguruan kita itu ?"
"Aku…. aku.... " Seng Kun tidak bisa segera menjawab.
Pek-i Liong-ong tersenyum. "Mendiang suhu waktu itu….
menghidupkan kembali seekor kelinci yang sengaja telah
dibunuh lebih dahulu oleh mereka !" katanya penuh rasa
kagum dan bangga. Di dalam mengucapkan kata-kata
"menghidupkan kembali" tadi Pek-i Liong-ong sengaja
mengejanya dengan perlahan tapi nadanya jelas dan keras,
sehingga Chu Seng Kun bagai diketuk hati dan perasaannya.
“Ouhhh…..??!” pemuda itu berdesah dengan termangumangu.
Matanya menjadi kosong ke depan, sementara
bibirnya yang pucat itu bergetar dengan tegang.
"......Menghidupkan kembali...... ya, menghidupkan kembali
seekor kelinci yang telah mati! Ahh….”
Tiba-tiba pemuda itu melesat ke depan melewati kepala
Souw Lian Cu yang duduk di mukanya! Dengan amat tangkas
lengannya menyambar mayat Chu Bwee Hong,.......dan
membawanya ke tempat yang bersih dan terlindung diantara
batu-batu karang yang berserakan di pantai itu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tentu saja yang lain-lain menjadi terkejut sekali, kecuali
Pek-i Liong-ong. Orang tua itu segera mencegah Kwa Siok Eng
dan kawan-kawannya yang hendak mengejar pemuda
tersebut.
"Jangan khawatir ! Biarlah dia mengerahkan segala
kemampuannya untuk menghidupkan kembali adiknya, mogamoga
berhasil dan belum terlambat! Marilah kita ikut
berdoa..........!"
"Menghidupkan kembali......? Bagaimana mungkin?" Put
ming-mo dan Put-swi kui berdesah tak percaya. Begitu pula
dengan Souw Lian Cu dan Put sia Nio-cu. Sementara Yap Tai
ciangkun yang juga mendengar apa yang dikatakan oleh ketua
Aliran Mo-kauw tadi ikut menjadi terheran-heran pula. Tapi
panglima muda yang juga seorang keturunan dari salah
seorang Datuk Besar Persilatan itu, pernah pula mendengar
cerita tentang kelinci tersebut dari ayahnya.
“Sudahlah, kalian tak usah heran! Mendiang Bu-eng Sinyok-
ong memang mempunyai ilmu pengobatan yang susah
diukur tingginya. Dan diantara seluruh anak cucu muridnya
mungkin hanya pemuda itulah yang dapat mewarisi ilmu
kepandaiannya tersebut........ " Pek-i Liong-ong memberi
keterangan lagi.
Demikianlah, dengan perasaan tegang dan hati berdebar
mereka menantikan hasil pengobatan itu. Yap Tai-ciangkun
tampak menghampiri Pek-i Liong-ong dan berbicara satu sama
lain dengan suara lirih. Sedangkan Souw Lian Cu paling
tampak gelisah dan tegang diantara semuanya, kelihatan
mondar-mandir dengan air mata tetap bercucuran. Sementara
Kwa Siok Eng, Ho Pek Lian dan tiga orang murid Bing-kauw itu
juga tampak gelisah bukan main. Cuma mereka bisa sedikit
menahan diri sehingga tidak mondar-mandir seperti Souw Lian
Cu. Mereka hanya berdiri diam dengan mata tak berkedip,
memandang ke arah mana Chu Seng Kun tadi membawa
adiknya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Chu Seng Kun sendiri setelah selesai membaringkan tubuh
Chu Bwee Hong di tempat yang bersih dan terlindung, segera
membuka semua pakaian yang melekat di badan gadis itu.
Sejenak pemuda itu menatap wajah adiknya yang tetap
gilang-gemilang meskipun wajah itu dikotori oleh pasir dan
bercak-bercak darah roti yang membeku. Sedikitpun kulit itu
tidak menjadi pucat membiru ataupun menjadi kaku
membeku. Malah ketika tangannya meraba pipi dan dahi
adiknya, kulit tersebut juga tidak terasa dingin seperti
layaknya seorang yang sudah mati.
"Benar! Benar........ dia belum mati ! Dia belum mati! Aku
harus mencobanya........ aku harus mencobanya! Ya, Tuhan…
aku harus mencoba menggunakan ilmu Mengikat Nyawa
Menyambung Jalan Darah itu, mulutnya berkemak-kemik
seperti orang yang sedang berdoa.
Beberapa saat lamanya Chu Seng Kun termenung,
mengingat-ingat catatan yang pernah dibacanya dalam buku
ilmu pengobatan peninggalan Bu-eng Sin-yok-ong. Di bagian
akhir dari buku tersebut ada tertulis sebuah catatan tentang
batas "mati-hidup" manusia atau binatang di mata seorang
tabib atau seorang ahli pengobatan !
Menurut Bu-eng Sin-yok-ong mati itu ada dua macam, yaitu
yang ia namakan mati sempurna dan mati belum sempurna !
Kadang-kadang di dalam masyarakat umum, seseorang telah
dianggap mati hanya karena detak nadinya sudah tidak ada
lagi atau pernapasannya telah berhenti berjalan. Padahal
anggapan seperti itu belum tentu benar. Mungkin orang itu
memang sudah tidak bernapas lagi dan urat nadinya juga
sudah tidak berdenyut pula, tetapi apabila alat-alat tubuh
penting lainnya, seperti jantung atau yang lain, masih tetap
tetap berfungsi, meskipun lemah sekali, bagi Bu-eng sin-yokong
keadaan seperti itu belum dapat disebut mati. Bagi
seorang tabib seperti dia kematian yang demikian ini ia sebut
sebagai kematian belum sempurna. Dan kematian seperti ini
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
masih dapat ditolong bila pertolongan lekas-lekas diberikan
kepadanya. Biasanya kematian belum sempurna itu terjadi
pada kematian-kematian mendadak, seperti disambar petir,
jatuh, terkena benda keras atau terkena pukulan yang
mengandung tenaga dalam seperti halnya Chu Bwee Hong
tadi.
Di dalam buku tersebut juga disebutkan oleh Bu-eng Sinyok
ong, bahwa tindakan pertama yang harus dikerjakan
untuk menolong kematian yang belum sempurna itu adalah
lekas-lekas membantunya untuk mengaktifkan kembali denyut
jantung dan jalan pernafasannya. Adapun cara-caranya juga
diuraikan dengan jelas dan terperinci oleh Bu-eng sin-yok-ong.
Setelah yakin apa yang harus ia kerjakan menurut
petunjuk-petunjuk di dalam buku pengobatan itu, Seng Kun
segera mengeluarkan semua alat-alat pengobatan yang selalu
dibawanya. Diambilnya beberapa buah jarum emas yang
mempunyai bentuk yang beraneka-warna lalu dengan lincah
jari-jarinya menari-nari mengurut dan menusukkan belasan
jarum tersebut ke dalam daging dan urat di seluruh badan
adiknya. Kemudian jari telunjuknya berkelebatan dengan gesit
sekali menotok berbagai jalan darah di tubuh Chu Bwee Hong.
Lalu yang terakhir telapak tangan kanannya menekan dada
adiknya, persis pada jantungnya ! Bersamaan dengan
hentakan-hentakan tangannya pada dada itu, Chu Seng Kun
meniupkan udara bersih melalui mulut adiknya.
Berulang-ulang hal itu dilakukan oleh Chu Seng Kun
sehingga peluhnya mulai bercucuran membasahi pakaiannya.
Sebenarnya apa yang dia kerjakan itu bukanlah suatu
pekerjaan yang berat, bahkan pemuda itu tak pernah
meninggalkan tempatnya. Yang tampak sibuk bekerja keras
hanyalah sepasang lengannya saja.
Tapi yang amat melelahkan bagi Chu Seng Kun adalah
caranya berkonsentrasi untuk mengerahkan tenaga sakti,
kemudian mengaturnya sesuai dengan petunjuk di dalam
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
buku, dan selanjutnya membagi tenaga sakti tersebut sesuai
dengan aturannya dalam menotok, mengurut serta dalam
membenamkan ujung jarum emasnya ! Semuanya harus
tepat, tidak boleh lebih dan tidak boleh kurang, karena
semuanya telah mempunyai takarannya sendiri-sendiri !
Kesalahan sedikit saja akan bisa menggagalkan usahanya !
Perlahan-lahan wajah yang pucat itu berubah menjadi
kemerah-merahan dan sedikit demi sedikit jantung yang
bergetaran lemah itu mulai berdenyut kembali. Gelembung
paru-paru yang semula juga sudah berhenti bekerja itu kini
tampak berfungsi kembali. Dan akhirnya api yang telah padam
itu kini mulai tampak menyala kembali !
Bukan main suka-citanya Chu Seng Kun! Teori ilmu
pengobatan yang ia dapatkan dari buku peninggalan Bu-eng
Sin-yok-ong dan baru kali ini ia mencobanya, ternyata berhasil
dengan sukses. Adiknya yang oleh semua orang telah
dianggap mati itu kini ternyata telah berhasil ia hidupkan
kembali !
“Ya, Tuhan...... terima kasih atas karuniaMu !" pemuda itu
berbisik, dan saking tidak kuat menahan luapan
gembiranya..... tubuhnya justru menjadi lemas, kemudian
tergeletak pingsan! Pingsan di samping tubuh adiknya yang
justru semakin menjadi sadar.........
Sementara itu Souw Lian Cu yang tidak lagi mengendalikan
ketegangan hatinya, mulai bermaksud mendatangi tempat di
mana Chu Seng Kun mengobati adiknya. Ho Pek Lian dan Kwa
Siok Eng cepat-cepat mencegahnya.
"Lian Cu…. kau jangan mengganggunya. Itu sangat
berbahaya bagi mereka. Goyahnya konsentrasi Chu twa-ko
akan bisa menggagalkan semua usahanya. Biarlah Chu twako
mengerahkan kemampuannya dengan tenang.....” Ho Pek Lian
membujuk.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Souw Lian Cu menghentikan langkahnya. Matanya menatap
wajah Ho Pek Lian yang cantik itu dengan bimbang.
"Kau......kau siapa ?" cetusnya dengan dahi berkerut.
Ho Pek Lian saling pandang dengan Kwa Siok Eng, lalu
keduanya mencoba untuk tersenyum meskipun tidak berhasil.
Kegelisahan dan ketegangan hati mereka tentang nasib Chu
Bwee Hong membuat mereka tak bisa tersenyum dengan baik
biar sekilaspun !
"Lian Cu, apakah kau sudah lupa kepada kami ?" akhirnya
Ho Pek Lian berkata, ”Memang, kalau kau tadi tidak
memperkenalkan dirimu di hadapan Hek-eng-cu, kamipun
tidak mengenalmu lagi...... Kau sudah begitu besar dan cantik
sekarang."
Souw Lian Cu semakin menjadi bingung. Rasa-rasanya dia
memang pernah bertemu dengan kedua orang gadis cantik di
depannya itu, tapi ia sudah lupa di mana ia pernah
melihatnya. Agaknya Ho Pek Lian merasakan pula
kebingungan Souw Lian Cu tersebut, buktinya dia segera
menerangkan siapa adanya mereka.
"Agaknya ketegangan dan kegelisahanmu itu telah
membuat kau sukar mengingat-ingat siapa kami ini....... Lian
Cu, kalau kau masih ingat kepada Chu Bwee Hong tentunya
kau juga masih ingat kepada cici Siok Eng ini, karena gadis ini
adalah tunangan Chu Seng Kun, kakak dari Chu Bwee Hong
itu. Dan aku adalah Ho Pek Lian, sahabatnya....." Ho Pek Lian
menghentikan kata-katanya sebentar untuk melihat kesan di
wajah Souw Lian Cu lalu dengan perlahan tapi jelas gadis itu
melanjutkan keterangannya. "Dan kami semua ini adalah......
sahabat-sahabat erat ayahmu !"
"Ooooh......!” Souw Lian Cu menjerit, kini dia telah
mengingat kembali gadis-gadis yang dulu pernah melepas
budi kepadanya itu. Dengan cepat gadis remaja itu menubruk
dan menangis di dada Ho Pek Lian !
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
“Ciciiii........ aku telah berdosa ! Aku telah berdosa !"
ratapnya menyedihkan.
"Berdosa ? Berdosa kepada siapa ? Ah, kau jangan berpikir
yang bukan-bukan........! Lian Cu, marilah........tenangkanlah
hatimu !"
"Tidak ! Tidak! Oooh....... aku benar-benar orang yang
berdosa !" Souw Lian Cu tetap menjerit- jerit di dada Ho Pek
Lian.
"Lihatlah, cici....... tangan kiriku ini ! Dahulu cici Bwee Hong
yang mengobati ketika putus akibat senjata San-hek-houw.
Mungkin aku sudah mati kehabisan darah kalau ci-ci Bwee
Hong tidak ada! Dia sungguh baik sekali kepadaku. Sebaliknya
akulah orang yang rendah budi dan tak tahu kebaikan orang.
Aku pernah menjadi marah dan tak mau menemui cici Bwee
Hong ketika dia datang mengunjungi ayahku. Aku malah
minggat dari rumahku, karena tak ingin melihat dia bertemu
dengan ayahku. Uhh-huu…..betapa jahatnya aku.”
“Sudahlah, Lian Cu….kau tak perlu menyesalinya !
semuanya telah berlalu, kau tak usah memikirkannya lagi !”
Ho Pek Lian membujuk.
“Aku tak usah memikirkannya lagi? Uhh-huuu….tidak
mungkin! Cici Bwee Hong begitu baiknya, tak mungkin aku
dapat melupakannya…..! Cici Pek Lian dapat melihat sendiri
tadi, dalam keadaan terluka parah dia tetap mengorbankan
dirinya untukku, uhh-huuu…..!”
Ho Pek Lian tak kuasa lagi membujuk gadis itu, begitu pula
dengan Kwa Siok Eng, sehingga kedua gadis itu terpaksa
membiarkannya menangis terus. Menghadapi keadaan seperti
itu Pek-i Liong-ong juga tidak bisa berbuat apa-apa. Orang tua
itu hanya dapat bersedakap memeluk dada sambil mengeluselus
jenggotnya. Sedangkan Put-sia Nio-cu dan kedua orang
suhengnya, yang sejak semula memang belum mengenal
Souw Lian Cu juga diam saja menyaksikannya. SebentarTiraikasih
Website http://kangzusi.com/
sebentar mereka malah menoleh ke tempat di mana su-bo
mereka tadi hilang dibawa Chu Seng Kun.
Sementara itu di tempatnya berbaring Chu Bwee Hong
lambat laun mulai menemukan kesadarannya kembali.
Perlahan-lahan matanya terbuka dan beberapa saat lamanya
mata itu dikejap-kejapkan karena tak tahan menatap sinar
matahari yang mulai menerangi langit. Lengan yang putih
mulus itupun mulai bergerak pula, demikian juga kakinya, dan
tidak lama kemudian tubuh yang molek tanpa penutup badan
barang sesobekpun itu, mulai bergerak untuk duduk.
Angin laut yang dingin menggigilkan itu membuat Chu
Bwee Hong menjadi terkejut dan sadar bahwa tubuhnya
dalam keadaan telanjang sama sekali. Sekejap matanya
terbelalak, bayangan Hek-eng-cu yang pernah
memperkosanya berkelebat dalam benaknya !
Apalagi ketika ia menoleh, dilihatnya seorang pemuda
menggeletak di sampingnya !
Mata yang semula redup itu mendadak menjadi beringas !
Dengan tangkas gadis itu bangkit berdiri, tapi tiba-tiba
tubuhnya terjatuh kembali, dari mulutnya mengalir darah
segar. Ternyata luka dalamnya yang amat parah tadi
menghalangi gerakannya. Otomatis Chu Bwee Hong
mendekap dadanya dan untuk kedua kalinya gadis itu........
terperanjat bukan kepalang ! Cuma rasa kagetnya kali ini
diikuti oleh perasaan gembira.
Begitu mendekap dadanya gadis itu segera menyentuh
belasan jarum emas yang tadi dibenamkan di sekujur
badannya oleh Chu Seng Kun. Jarum-jarum tersebut mencuat
di berbagai tempat diatas dada, perut dan lehernya, bagaikan
anak-anak panah kecil yang menancap ke dalam dagingnya.
Dan begitu melihat jarum-jarum emas itu Chu Bwee Hong
segera mengenal jarum-jarum yang sering dipergunakan oleh
keluarganya dalam pengobatan. Maka gadis itu segera
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menoleh serta memperhatikan pemuda yang terlentang di
sampingnya itu.
"Ko-ko..........?!?” Chu Bwee Hong segera mengenali wajah
kakaknya.
Ditubruknya tubuh Chu Seng Kun dan dibenamkannya
kepalanya ke dada kakaknya yang telah dua tahun Iebih
ditinggalkannya itu. Meskipun tubuh itu diam saja tak
bereaksi, Chu Bwee Hong tetap saja memeluknya dengan
perasaan rindu. Terdengar sedu-sedan dari dalam dada gadis
yang cantik bagai bidadari tersebut.
Perlahan-lahan Chu Seng Kun siuman pula dari pingsannya,
dan begitu sadar pemuda itu segera terkejut melihat ada
orang yang memeluknya. Dia segera bangkit sehingga tubuh
Chu Bwee Hong yang menindihnya ikut terbawa pula.
Tapi serentak tahu siapa yang sedang memeluk dirinya,
Chu Seng Kun segera membalas memeluk pula. Air matanya
tak dapat ia bendung pula, sehingga mengalir turun
membasahi rambut adiknya.
"Ko-ko........ kau kurus sekali .......” Chu Bwee Hong
melepaskan diri dari pelukan kakaknya, kemudian mengawasi
mata kakaknya yang cekung seperti tengkorak itu.
Chu Seng Kun tersenyum dan di dalam senyuman itu
tampak benar perasaan bahagianya.
“Tentu saja badanku kurus sekali, karena dua tahun
lamanya aku berjalan tanpa mengenal lelah mencarimu........"
“Aku sungguh berdosa kepadamu, ko-ko.....”
"Sudahlah, jangan pikirkan itu! Kita telah dipertemukan
kembali oleh Tuhan, sungguh betapa bahagianya hatiku. Nanti
kita bercerita yang banyak. Sekarang marilah kita menemui
teman-teman lama kita.......! Eh, pakaianmu !”
"Ohh !”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Sudahlah, tadi dalam keadaan panik tergesa-gesa semua
pakaianmu telah kurobek-robek. Tidak sabar rasanya
menunggu untuk melepaskannya. Nih, kaupakai sajalah
pakaianku ! Biarlah aku memakai bekas-bekas kain
sobekanmu. Nanti aku meminjam kepunyaan orang.”
Kedua orang kakak beradik itu lalu keluar dari tempat
tersebut dan berjalan ke arah dimana Pek-i Liong-ong dan
yang lain-lain telah menunggu.
“Hei, Lian Cu….lihatlah! Ci-ci Bwee Hong telah hidup
kembali…..!!” Ho Pek Lian dan Kwa Siok Eng berteriak sekali
begitu melihat Chu Bwee Hong dan Chu Seng Kun muncul di
hadapan mereka.
“Hah? Mana…..? Oh, ci-ciii….!” Souw Lian Cu menjerit
sekuat-kuatnya serentak melihat Chu Bwee Hong benar-benar
datang menghampiri mereka.
Gadis itu bergegas melepaskan diri dari pelukan Ho Pek
Lian, lalu bagaikan seekor anak kijang yang menyongsong
kedatangan induknya dia meloncat ke arah Chu Bwee Hong.
Tapi belum juga sampai, tiba-tiba tubuhnya terjerembab ke
depan dan tersungkur di atas pasir.
“Lian Cu.....!” Ho Pek Lian dan Chu Bwee Hong berteriak
berbareng, dan keduanya segera melesat ke depan untuk
menolong.
Tapi Chu Seng Kun cepat-cepat menahan adiknya.
"Sabar........! Kau jangan terlalu banyak mengeluarkan tenaga,
tubuhmu masih lemah dan luka dalammu belum sempat
kuobati. Biarlah aku saja yang menengok gadis itu,
kelihatannya diapun sedang menderita luka dalam pula seperti
engkau.”
Chu Seng Kun melangkah dengan cepat menghampiri Souw
Lian Cu yang sudah dipeluk oleh Ho Pek Lian. Sementara itu
Put-sia Nio-cu dan kedua orang suhengnya bergegas
menyongsong Chu Bwee Hong. Dengan perasaan gembira
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
yang meluap-luap Put-sia Nio-cu merangkul pinggang Chu
Bwee Hong. Sedangkan Pek-I Liong-ong dan Yap Tai-ciangkun
hanya saling pandang saja dengan takjub.
“Bukan main…..bukan main! Anak itu benar-benar berhasil
menandingi kehebatan Bu-eng Sin-yok-ong!” Pek-I Liong-ong
berdesah kagum.
“Ya…..yaa, sungguh tidak masuk diakal….orang mati dapat
dihidupkan kembali.” Yap Tai-ciangkun menggeleng-gelengkan
kepalanya pula.
Keduanya, Pek-i Liong-ong dan Yap Tai-ciangkun, lalu
melangkah pula mendekati Souw Lian Cu. Mereka melihat
gadis itu pucat-pasi wajahnya. Chu Seng Kun dengan cekatan
mengurut dan menotok di beberapa bagian tubuhnya,
kemudian sambil menekan di bagian perut Souw Lian Cu, Chu
Seng Kun memasukkan hawa hangat dari dalam tubuhnya.
Dan perlahan-lahan kulit muka Souw Lian Cu berubah
menjadi kemerah-merahan kembali.
"Nah, selesailah sudah......" Chu Seng Kun berkata sambil
tersenyum. "Ini ada lima butir pil, harap nona minum satu
persatu setiap hari, niscaya luka itu akan sembuh dengan
segera !"
"Terima kasih, twa-ko......." Souw Lian Cu mengangguk.
Gadis itu lalu bangkit berdiri, matanya menatap kesana
kemari mencari Chu Bwee Hong. Dan begitu melihat orang
yang dicarinya berdiri tak jauh darinya, ia segera melesat
menghampiri.
"Ci-ciiiii......!" serunya lantang.
"Lian Cu !"
Chu Bwee Hong meninggalkan murid-murid suaminya,
kemudian menyongsong kedatangan Souw Lian Cu. Mereka
saling berpelukan seperti halnya seorang ibu dan anak yang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
telah lama tidak berjumpa. Rasa-rasanya semua kerinduan
mereka telah mereka curahkan pada saat itu juga.
"Ci-ci.... kaumaafkanlah aku, aku telah berdosa besar
terhadapmu. Aku sekarang benar-benar sudah menyadari,
betapa rendahnya budiku..... Kau memang seorang yang
sangat baik dan berbudi luhur....."
"Hei, anak manis....... kau ini omong apa? Siapa yang
berdosa dan siapakah yang rendah budi itu? Kau jangan
berkata yang bukan-bukan.... !"
“Sudahlah, ci-ci....... kau jangan menggoda aku ! Aku telah
benar-benar bertobat dan takkan mau mengulanginya lagi.
Sekarang marilah kita bersama-sama pulang menemui
ayah….! Kita hidup bersama menjadi satu..... dan akan
menjadi satu keluarga yang berbahagia. Ohhh, alangkah
senangnya......! Eh, ci-ci.....tahukah kau? Setiap saat ayah
selalu memikirkanmu. Setiap hari dia selalu melamun, tapi
oleh karena takut ketahuan aku, maka ayah selalu
menyembunyikannya..."
"Oh, Tuhan.......!" Chu Bwee Hong berdesah dengan hati
tak keruan rasa.
Untuk beberapa saat lamanya wanita ayu itu tak bisa
berkata-kata, apalagi untuk menjawab ajakan Souw Lian Cu
tadi. Wajahnya mendongak ke arah awan yang berarak
melintasi udara di atas pantai itu. Tampak benar betapa
sedihnya sinar mata tersebut.
Memang tak bisa disalahkan. Sejak dahulu, sejak dia masih
gadis Chu Bwee Hong hanya mempunyai satu keinginan, satu
cita-cita, seperti juga gadis-gadis yang lain, yaitu menikah dan
hidup bersama dengan orang yang amat dicintainya. Dan
orang itu tidak lain adalah....... Souw Thian Hai, ayah Souw
Lian Cu ! Tapi itu........ dahulu !
Ternyata Tuhan telah menentukan lain. Seseorang telah
menjebak dirinya dengan sebuah akal yang licik dan kotor,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sehingga ia terjatuh dalam jebakan dan menjadi korban
kebiadaban orang itu. Chu Bwee Hong menderita aib dan
malu, sehingga akhirnya menjadi putus asa ! Dan dalam
keadaan tak ingin hidup itulah Put-ceng-li Lo-jin datang
menolongnya. Meskipun dengan tingkah dan gaya yang
sangat urakan, tapi ketua Aliran Bing-kauw itu ternyata dapat
menyadarkan hatinya.
Akhirnya Chu Bwee Hong dibawa oleh orang tua itu ke
gedung pusat Aliran Bing-kauw. Dan ketika ia melahirkan anak
haram itu, sekali lagi Put-ceng-li Lo-jin menolong aib yang
telah mencoreng mukanya. Orang tua itu dengan
mengorbankan nama baiknya sebagai ketua sebuah Aliran
ternama, segera menikahinya dan mengakui bahwa anak yang
dilahirkan itu adalah anaknya. Dan selanjutnya orang tua yang
sangat baik hati ini merawat mereka seperti layaknya seorang
ayah yang merawat keluarga yang amat dicintainya.
Demikianlah, maka tak heran kalau wanita ayu itu menjadi
serba salah dan tak tahu apa yang mesti ia lakukan
menghadapi peristiwa seperti itu. Saking bingung dan
pepatnya, Chu Bwee Hong malah hanya berdiri saja
terlongong-longong di tempatnya. Hanya air matanya saja
yang keluar tak henti-hentinya, sebagai tanda bahwa hati dan
perasaannya benar-benar hancur berserakan!
"Ci-ci, kenapa kau diam saja? Apa yang masih kauragukan
Iagi ? Bukankah...........?"
"Kurang ajar......!" tiba-tiba Put-sia Nio-cu berseru.
Murid bungsu Put-ceng-li Lo-jin itu melesat mendekati Chu
Bwee Hong dan Souw Lian Cu. Dengan perasaan tidak senang
gadis itu menuding ke arah Souw Lian Cu, suaranya keras
ketika berkata,”Hmm, bukankah kau gadis buntung yang
menghadang aku di KuiI Delapan Dewa beberapa hari yang
lalu? Kau sungguh gadis yang kurang ajar dan tak tahu
kesopanan....! Mengapa kau memaksa-maksa suboku untuk
pergi menemui ayahmu? Kau anggap suboku itu wanita
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
macam apa ? Huh, kau sungguh kurang ajar sekali terhadap
istri suhuku !"
Telinga Souw Lian Cu menjadi merah seketika! Dengan
cepat gadis itu melepaskan diri dari pelukan Chu Bwee Hong.
Dengan tidak kalah garangnya Souw Lian Cu berteriak
lantang. "Apa katamu….? Aku gadis yang tidak tahu
kesopanan? Huh, jaga mulutmu ! Kau tahu siapa ci-ci Bwee
Hong ini? Dia adalah........"
"…. isteri suhuku !" Put-sia Nio-cu memotong dengan
cepat.
"Perempuan gila........! Kuhajar mulutmu!” Souw Lian Cu
tak dapat mengekang lagi kemarahannya. Tangannya
bergetar, tenaga saktinya berpencar dari tantian (pusar)
menyebar ke seluruh tubuh. Tapi ketika melewati tempat di
mana Souw Lian Cu tadi menerima pukulan Hek-eng-cu, gadis
itu menjerit keras dan tersungkur ke depan.
"Aduuuuh.................!?!”
"Lian Cuuuu......!" Chu Bwee Hong tiba-tiba tersadar dari
lamunannya. Dengan cekatan wanita ayu itu menubruk Souw
Lian Cu dan memeluknya kembali.
Meskipun dadanya masih terasa sakit bukan main, Souw
Lian Cu meronta di dalam pelukan Chu Bwee Hong. Gadis itu
menatap Put-sia Nio-cu dengan beringas dan kalau Chu Bwee
Hong tidak memegangnya dengan kuat, mungkin dia sudah
menerjang murid bungsu Put-ceng-Ii Lo-jin tersebut.
"Lepaskan aku, ci-ci.....! Akan kugampar mulut kuntilanak
yang menghina engkau itu! Masa cici dikatakan sebagai isteri
tua bangka yang tak tahu aturan itu ....!" serunya marah.
Sungguh dapat dibayangkan bagaimana perasaan Chu
Bwee Hong pada saat itu. Begitu hebat pukulan tersebut
sehingga rasa-rasanya hatinya tidak kuat lagi
menanggungnya. Maju salah, mundur salah, tapi…..diampun
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
rasa-rasanya juga salah ! Meski demikian wanita ayu itu tak
hendak melepaskan lengan Souw Lian Cu, jari jarinya dengan
kuat mencengkeram lengan gadis remaja itu.
“Dia memang isteri su-huku! Mengapa engkau menjadi
marah ? Apakah aku tidak boleh mengatakan yang
sebenarnya? Kurang ajar…..! Seharusnya engkaulah yang
harus kugampar mulutmu !" Put-sia Nio-cu berteriak pula tak
mau kalah.
"Perempuan gilaaaa.... !" Souw Lian Cu tak kuat lagi
menahan kemarahannya. Tapi Chu Bwee Hong semakin
bertambah kuat memegangnya, sehingga gadis yang mau
meluapkan kemarahannya itu menjadi heran dan tak tahu
maksud wanita ayu tersebut.
"Cici, mengapa kau......kau.... cegah aku?”
Chu Bwee Hong tak bisa menjawab. Kaku benar rasanya
lidahnya, sehingga tak sepatah katapun yang keluar dari
mulutnya. Sebaliknya air matanya tampak membanjir keluar
seolah sebagai pengganti dari jawaban yang seharusnya ia
berikan.
Tentu saja keadaan itu semakin membingungkan hati Souw
Lian Cu. Gadis yang memang tidak mengetahui masalahnya
itu segera mengguncang-guncangkan lengan Chu Bwee Hong
yang memegangnya. Dengan hati penasaran gadis remaja itu
mendesak terus, sehingga akhirnya keluar juga jawaban dari
mulut Chu Bwee Hong, meskipun seret dan hampir tak
terdengar sama sekali !
“Lian Cu, tolonglah….kalian….kalian jangan berkelahi satu
sama lain ! kalian….kalian berdua adalah orang-orang yang
ku…..kusayangi.”
“Hah?!? Jadi…..jadi benar apa yang tadi dikatakan
oleh…..oleh perempuan gila itu? Cici…..memang sungguhsungguh
isteri dari….dari Tua Bangka Tak Tahu Aturan
itu…..?” Souw Lian Cu cepat memotongnya, suaranya bergetar
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
seakan-akan gadis itu telah menjadi ketakutan akan
kebenaran dari pertanyaannya itu.
Chu Bwee Hong melepaskan pegangannya, kemudian
menutup wajahnya dengan kedua belah telapak tangannya.
Suaranya sendat ketika menjawab,”Be…..benar, Lian
Cu…..ohhh!” Dan wanita ayu itu tersedu-sedu menyesali
nasibnya !
“Oh !” Souw Lian Cu terpekik, lalu jatuh terduduk di atas
pasir dengan tubuh lemas. Hilang sudah semua anganangannya
tentang keluarga yang berbahagia itu !
Chu Seng Kun yang sejak tadi memang sengaja
membiarkan adiknya menyelesaikan urusannya sendiri itu, tak
kalah pula kagetnya mendengar pernyataan tersebut. Adiknya
menjadi isteri Put-ceng-li Lo-jin yang urakan itu? Benar-benar
tidak masuk akal? Tapi….adiknya telah mengakuinya, sehingga
hal itu memang benar-benar terjadi dan bukan sandiwara!
Perlahan-lahan pemuda yang amat ahli dalam pengobatan
itu mendekati adiknya, lalu memegang pundak yang
bergoyang-goyang karena menahan sedu-sedan tersebut.
Dengan rasa penuh kepahitan pemuda itu membujuk Chu
Bwee Hong.
“Bwee Hong......! Sudahlah, jangan terlalu kaupikirkan
semua itu ! Kita dua bersaudara ini agaknya memang bernasib
jelek. Tapi biarlah...... kita tak perlu terkecil hati, apalagi
menyesalinya. Siapa tahu semuanya itu hanyalah merupakan
jalan untuk menuju ke arah kebahagiaan yang lebih
sempurna?"
"Ko-ko........ oh, ko-ko !" Chu Bwee Hong menubruk dada
Chu Seng Kun dan menangis seperti anak kecil.
Chu Seng Kun menghela napas panjang sekali. "Sudahlah,
Bwee Hong........! Marilah kita pergi dahulu dari tempat ini !
Lihatlah, kita sudah dinantikan oleh banyak orang.......!"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Chu Bwee Hong mengusap air matanya dengan ujung
lengan bajunya, kemudian dengan perasaan perih wanita ayu
itu melirik ke arah Souw Lian Cu dan Put-sia Nio-cu, yang
sedang menatap pula kepadanya dengan wajah pucat.
"Lian Cu...... Siau Put-sia, ikutilah aku! Kita selesaikan
semuanya ini nanti dengan baik-baik. Marilah........" ajak Chu
Bwee Hong tersendat-sendat.
Sernuanya lalu melangkah pergi meninggalkan tempat itu.
Yap Tai-ciangkun bersama-sama dengan Pek-I Liong-ong
berjalan lebih dahulu, menaiki lereng tebing yang luas
tersebut. Di belakang mereka, Chu Seng Kun menggandeng
lengan adiknya. Dan paling belakang adalah rombongan Putsia
Nio-cu ditambah dengan Souw Lian Cu, Ho Pek Lian dan
Kwa Siok Eng.
Semuanya berjalan dengan mulut terkatup, tak seorangpun
yang membuka suara. Mereka berjalan melintasi rumpunrumpun
perdu yang rusak berpatahan akibat pertempuran
malam tadi. Yap Tai-ciangkun dan Pek-i Liong-ong yang
berada di depan cepat mencapai ujung tebing. Di sana Yap Tai
ciangkun telah dinantikan oleh empat orang pengawalnya dan
seorang pemuda tegap gagah, yang tidak lain adalah.......
Hong lui kun Yap Kiong Lee, kakak Yap Tai-ciangkun sendiri!
"Twa-ko.....!" panglima muda itu menyapa kaget.
“Kim-sute ......! Pek-i Liong-ong Lo-cianpwe......!” Yap Kiong
Lee menyambut kedatangan adiknya, lalu menjura kepada
ketua Aliran Mo-kauw tersebut.
“Ah, tak kukira putera Yap Lo-te (adik Yap) sudah demikian
besar-besar dan hebat-hebat sekarang........" Pek-i Liong-ong
menyambut penghormatan Yap Kiong Lee itu dengan
tersenyum. "Bagaimana dengan ayah dan ibumu ? Baik-baik
saja, bukan? Sudah, lama sekali lo-hu tidak berjumpa dengan
mereka….”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Yap Kiong Lee saling pandang dengan adiknya, lalu dengan
gagap dan kikuk pemuda itu mengangguk-angguk.
“Yaa….yaa…..!” sahutnya terbata-bata.
Tentu saja orang tua itu menjadi heran tapi melihat kedua
orang kakak beradik itu tampaknya memang sedang berusaha
menyembunyikan sesuatu, maka orang tua itu tidak
mendesaknya lebih lanjut.
"Twa-ko, kenapa kedatanganmu terlambat benar?
Pertempuran telah selesai....." Yap Tai-ciangkun segera
mengalihkan pembicaraan mereka.
Yap Kiong Lee mengambil napas lega. “Panjang
ceritanya........ Di tengah jalan aku berjumpa dengan Songbun
kwi Kwa Sun Tek. Dia ternyata telah mencium gerakan
pasukan sehingga dia bergegas mau pergi ke tempat ini untuk
memberi peringatan kepada kawan-kawannya. Oleh karena itu
dengan segala daya-upaya aku mencoba menghalanghalanginya.
Kami bertempur sambil berkejar-kejaran. Dia
selalu berusaha meloloskan diri dari hambatanku, tapi aku
juga tak mau melepaskannya. Hampir semalaman aku
bertempur dengannya. Akhirnya karena tak kuasa melepaskan
diri dari aku, orang itu nekad terjun ke dalam jurang, sehingga
aku tak bisa mengejarnya lagi….”
''Oh, makanya Hek-eng-cu tadi cuma didampingi oleh orang
yang twa-ko katakan tinggi besar itu saja.....”
Sementara itu Chu Seng Kun dan Chu Bwee Hong tiba pula
di atas tebing. Oleh Yap Tai-ciangkun kedua kakak beradik itu
dibawa ke hadapan kakaknya. Mereka adalah sahabat-sahabat
lama. Dahulu, sekitar tujuh atau delapan tahun yang lalu,
mereka pernah berjuang bersama-sama membantu pasukan
Kaisar Han. Maka pertemuan antara Chu Seng Kun dan Yap
Kiong Lee itu benar-benar sangat menggembirakan kedua
belah pihak.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Matahari mulai muncul di ufuk timur dan pantai karang
yang indah itupun mulai bermandikan cahaya terang kemerahmerahan.
Semua benda yang tersentuh oleh sinar itu rasarasanya
menjadi semakin bertambah cantik dan
mempesonakan. Burung-burung camar mulai tampak keluar
pula dari sarangnya. Mereka berkicau dan beterbangan di atas
pantai, berputar-putar melawan angin, seolah-olah sedang
bermain-main dengan sinar pagi yang hangat. Sementara itu
di daratan, batu-batu karang, tumbuh-tumbuhan perdu dan
rumput-rumput yang mulai dijilat oleh hangatnya sinar mentari
pagi, tampak seperti mengepulkan asap tipis berwarna-warni,
semakin lama semakin tebal, sehingga dari kejauhan pantai
tersebut lalu bagaikan dibungkus oleh kabut yang
mentakjubkan !
Setelah saling menyapa dengan Chu Seng Kun, Yap Kiong
Lee lalu mengangguk ke arah Chu Bwee Hong yang sejak naik
ke atas tebing itu selalu menunduk saja dengan sedih. Mulamula
Yap Kiong Lee menjadi kaget begitu tahu siapa wanita
ayu itu, tapi karena sudah terlanjur mengangguk ia terpaksa
menyapanya juga. Hanya kali ini suara Yap Kiong Lee agak
bergetar karena teringat peristiwa di tepi sungai dua hari yang
lalu.
Dan agaknya kekhawatiran Yap Kiong Lee itu menjadi
kenyataan juga. Begitu mendengar suara Yap Kiong Lee, Chu
Bwee Hong segera mendongak menatap pemuda tersebut.
Tiba-tiba wajahnya menjadi beringas. Bayangan orang
berkerudung yang memperkosa dirinya dan Put-sia Nio-cu
kembali membakar hatinya.
“Bangsat keji ! meskipun engkau telah melucuti kedok dan
pakaianmu aku tetap takkan lupa kepadamu…..!” wanita ayu
itu menjerit seraya meloncat menerkam Yap Kiong Lee.
Pemuda itu segera melejit ke samping menghindarkan diri.
Dengan suara parau dia mencoba menjelaskan tentang
kesalahpahaman mereka pada malam yang naas itu. Tapi
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mana mau Chu Bwee Hong menerima keterangan pemuda itu?
Wanita itu dengan ganas tetap menyerang Yap Kiong Lee,
begitu bernafsunya sehingga dia tak mengingat lagi pada luka
dalamnya yang parah! Maka tidaklah heran jika beberapa saat
kemudian dia sendirilah yang menjadi korban dari
kemarahannya itu. Belum ada tiga jurus Chu Bwee Hong telah
terhuyung-huyung mau roboh ! Meskipun begitu wanita itu
dengan semangat tinggi tetap nekad menyerang Yap Kiong
Lee.
Tentu saja Chu Seng Kun sangat bingung menyaksikan
perbuatan adiknya itu. Pemuda yang benar-benar tidak
mengetahui persoalannya itu segera melesat ke depan
memegangi lengan adiknya. "Bwee Hong, sabarlah .....!
Mengapa kau menyerang Yap twa-ko ? Apa kesalahannya ?
Dia teman baik kita sendiri, bukan dari rombongan musuh...”
katanya memberi keterangan.
"Apa ? Teman baik ? Huh ! Ko-ko, kau telah dikelabuhinya
.....! Ketahuilah, dialah…..iblis itu ! Dialah yang sering
mengenakan kerudung hitam dan mantel hitam itu !" Chu
Bwee Hong berteriak dalam pegangan kakaknya. Dengan
wajah tetap beringas wanita ayu itu menuding ke arah Yap
Kiong Lce.
"Orang berkerudung hitam..... ? Maksudmu Yap Twa-ko ini
adalah penyamaran dari Hek-eng-cu ? Eh, maksudku.......
Hek-eng-cu itu adalah penyamaran dari.... Yap Twa-ko?" Chu
Seng Kun mengerutkan keningnya tak percaya.
"Betul!" jawab Chu Bwee Hong mantap.
"Aaah, nona........ sabarlah dahulu.........!" Yap Tai-ciangkun
cepat menengahi.
Tapi belum juga panglima muda itu bertindak lebih lanjut,
tiba-tiba dari bawah tebing seorang gadis cantik melompat ke
atas, kemudian menerjang Yap Kiong Lee dengan membabi
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
buta. Sesaat kemudian dua orang laki-laki tampak meloncat
pula dari bawah tebing dan turut mengeroyok Yap Kiong Lee.
“Iblis biadab....... rasakan pembalasanku !" gadis cantik
yang tidak lain adalah Put-sia Nio-cu menjerit bagaikan orang
gila. Tangannya terayun ke depan dan puluhan jarum berbisa
tampak melesat ke arah Yap Kiong Lee seperti hujan gerimis.
Yap Kiong Lee terkejut bukan main ! Otomatis tenaga
saktinya bergolak, sehingga ketika kedua telapak tangannya
menyongsong kedatangan jarum jarum berbisa tersebut,
otomatis pula lwee-kangnya membanjir keluar! Maka tidaklah
heran jika dari telapak tangan itu mendadak menghembus
angin kencang yang mampu membuyarkan jarum-jarum
berbisa tersebut. Malah tidak hanya itu saja pengaruhnya!
Hembusan angin itu ternyata juga mengguncangkan tubuh
Put-sia Nio-cu serta mendorongnya selangkah ke belakang !
“Thian-lui-gong-ciang!" Kwa Siok Eng dan Ho Pek Lian yang
baru saja tiba di atas tebing itu berdesah berbareng begitu
menyaksikan pengaruh pukulan Yap Kiong Lee itu.
"Thian lui-gong-ciang........!” Pek-i Liong-ong berbisik pula.
Sementara itu Put-sia Nio-cu dan kedua orang su-hengnya
tidak pula kalah kagetnya. Sejak semula mereka memang
telah mengetahui bahwa kepandaian pemuda itu memang
tidak boleh dipandang ringan. Pertempuran mereka di pinggir
sungai dua hari yang lalu telah menjadikan pengalaman bagi
mereka. Tapi dalam keadaan mendadak pemuda tersebut
mampu mengerahkan tenaga sakti demikian hebatnya,
sungguh di luar dugaan mereka. Apalagi mampu mendorong
Put-sia Nio-cu yang kepandaiannya juga tidak rendah ! Oleh
karena itu mereka bertiga juga tidak mau bertele-tele pula,
mereka langsung saja mengerahkan ilmu puncak masingmasing!
Maka sekejap kemudian terjadilah pertempuran
dahsyat, satu lawan tiga, antara jago jago silat kelas satu di
atas tebing itu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Yap Tai-ciangkun yang sedianya mau menengahi
perselisihan antara Chu Bwee Hong dan kakaknya, menjadi
bingung juga melihat perkembangan itu. Panglima muda itu
sungguh tidak mengerti, mengapa semua orang agaknya
sangat membenci kakaknya? Kedua orang wanita itu menuduh
dan memaki kakaknya sebagai iblis keji dan iblis biadab. Apa
sebenarnya yang telah dilakukan oleh kakaknya terhadap
mereka? Tadi ia mendengar Chu Bwee Hong menuduh
kakaknya sebagai Hek-eng-cu. Apakah sebabnya? Benarkah
kakaknya itu menyamar sebagai pemimpin pemberontak itu?
Rasanya tidak mungkin! Yap Kiong Lee sendirilah yang
memberitahukan kepadanya dan kepada Kaisar Han juga
tentang rencana pemberontakan Hek-eng-cu tersebut. Dan
kakaknya sendiri juga yang merencanakan penggerebegan di
Pantai Karang itu.
Tetapi mengapa kedua wanita itu kelihatannya sangat yakin
atas tuduhannya ? Dan mengapa secara kebetulan kakaknya
juga baru muncul setelah Hek-eng-cu pergi ? Dan ketika dia
mengejar Hek-eng-cu tadi malam, mengapa pula iblis itu
segera meninggalkan pertempurannya dengan Pek-i Liongong,
begitu ia datang menghampiri mereka ?
Apakah.........apakah.......ahh !
Yap Tai-ciangkun tak berani melanjutkan pikirannya.
Bagaimanapun juga panglima muda itu tak ingin mencurigai
kakaknya. Baginya, kakaknya itu adalah orang yang sangat
dihormatinya.
Jalan pikiran Pek-i Liong-ong ternyata juga tidak berbeda
dengan jalan pikiran Yap Tai-ciangkun tersebut. Ketua Aliran
Mo-kauw itu juga menjadi bingung dan ragu-ragu. Janganjangan
tuduhan Chu Bwee Hong terhadap Yap Kiong Lee itu
memang benar. Orang tua itu lantas teringat juga ketika dia
mengikuti secara diam-diam di belakang Yap Kiong Lee
sewaktu pemuda itu membuntuti Wan It dan Kwa Sun Tek
dari Kuil Delapan Dewa tempo hari. Waktu itu ketika sampai di
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
pinggir sungai Yap Kiong Lee juga lantas menghilang, dan
sebagai gantinya ia melihat Hek-eng-cu datang dengan
perahunya.
"Ah !" Pek-i Liong-ong tidak berani melanjutkan anganangannya
pula. ".......Tapi masakan bocah itu demikian
lihainya, sehingga aku-pun dikalahkannya? Rasa-rasanya juga
mustahil. Tapi siapa tahu bocah itu sudah dapat mempelajari
ilmu-ilmu Bit-bo-ong almarhum? Nyatanya orang yang
bertempur denganku malam tadi memang telah mahir dengan
Pat-hong-sin-ciang, Kim-hong-kun serta Bu-eng-hwe-teng
........."
Di antara semua orang itu hanya Souw Lian Cu saja yang
bersikap netral. Begitu naik ke atas tebing dan melihat
pertempuran itu, Souw Lian Cu lantas berlari mendekati Chu
Bwee Hong yang berada di dalam pegangan kakaknya. Gadis
remaja itu menyentuh lengan Chu Bwee Hong dan menatap
dengan sinar mata yang mengandung pertanyaan.
"Cici, mengapa mereka berkelahi dengan Hong-lui kun Yap
Kiong Lee ?"
Dengan tatapan mata yang masih beringas, Chu Bwee
Hong menuding ke arah Yap Kiong Lee,"Mereka tidak
berkelahi dengan Hong-lui-kun Yap Kiong Lee, tapi mereka
hendak menangkap orang yang sering mengenakan kedok
kerudung hitam itu."
"Hek-eng-cu........?" Souw Lian Cu menegaskan.
"Ya !"
"Ahhh! Tidak mungkin.......! Mereka keliru!" Souw Lian Cu
berteriak.
"Apanya yang keliru?'' Chu Bwee Hong membentak dengan
dahi berkerut, sehingga Souw Lian Cu tersentak kaget
mendengarnya. Baru sekali ini gadis itu melihat Chu Bwee
Hong bersikap demikian garangnya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Maksudku Yap Siauw-hiap itu tidak mungkin orang yang
sering mengenakan kerudung hitam itu. Yap Siauw-hiap
pernah bercerita …..”
"Omong kosong! Pemuda itu telah membohongimu, sebab
kami mempunyai bukti tentang penyamarannya tersebut." Chu
Bwee Hong memotong dengan cepat, suaranya masih tetap
kaku.
"Bukti.......?"
"Sudahlah, Lian Cu......, kau tak perlu ikut campur ! Biarlah
kami yang menyelesaikannya ....." nada suara Chu Bwee Hong
mulai menurun begitu melihat bayang-bayang kecemasan di
wajah Souw Lian Cu.
"Tapi........?” gadis itu menoleh kepada Chu Seng Kun yang
masih tetap memegangi pundak adiknya.
Pemuda itu menundukkan matanya, tak berani beradu
pandang dengan sinar mata Souw Lian Cu. Pemuda itu sendiri
juga ikut terpengaruh oleh pandangan adiknya yang menuduh
Yap Kiong Lee sebagai Hek-eng-cu ! Hanya hatinya masih
ragu-ragu dan belum mantap.
"Oooh .......!" Souw Lian Cu menutup mulutnya dengan
telapak tangannya dan tak berani berkata-kata lagi. Dengan
muka pucat dia menatap lagi ke arah pertempuran.
Pertempuran satu lawan tiga itu tampak semakin seru dan
ramai. Tiga orang murid Put-ceng-li Lo-jin itu benar-benar
telah mewarisi sebagian besar dari ilmu kepandaian gurunya.
Ketika Souw Lian Cu memandang ke arah mereka, Put-swi-kui
dan Put-ming-mo baru saja melancarkan ilmu Chuo-mo-ciang
mereka yang gila-gilaan itu. Dan seperti juga yang dulu
pernah disaksikan oleh gadis itu, mereka memainkan jurusjurus
tersebut dengan berceloteh tidak keruan pula.
Tapi tingkat kepandaian Hong-lui-kun Yap Kiong Lee
memang sudah boleh dikatakan mendekati kesempurnaan.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Dalam hal ilmu silat mungkin kepandaiannya telah menyamai
ayahnya, dan apabila diperbandingkan dengan tingkat ilmu
Pek-i Liong-ong, mungkin selisihnya pun hanya tipis sekali.
Hanya dalam hal Iwee-kang pemuda itu memang masih harus
mengakui kehebatan jago-jago dari angkatan tua tersebut.
Maka pertempuran itu sungguh ramai sekali. Jika hendak
diperbandingkan kekuatan mereka, mungkin gabungan
kekuatan ketiga orang murid Bing-kauw tersebut masih
terlampau kuat bagi Yap Kiong Lee. Tetapi karena kekuatan
itu setiap saat dapat dipecah-belah persatuannya, apalagi jika
diingat kemampuan perorangannya semuanya tak ada yang
menang dengan Yap Kiong Lee, ditambah lagi pemuda itu
selain cerdas juga menang pengalaman, maka pertempuran
itu benar-benar menjadi sebuah pertempuran yang dahsyat
bukan main. Kalau toh akhirnya Yap Kiong Lee lalu kelihatan
terdesak, hal itu bukan disebabkan oleh karena kepandaian
pemuda itu yang kalah tetapi karena masih adanya keraguraguan
di dalam hati pemuda tersebut untuk meneruskan
pertempuran itu. Sebab dasar dari pada berlangsungnya
pertempuran itu oleh masing-masing pihak sungguh amat
berbeda sekali.
Ketiga orang murid Bing-kauw itu bertempur untuk
membunuh Yap Kiong Lee, sebab Yap Kiong Lee adalah
musuh besar su-bo mereka. Sementara bagi Yap Kiong Lee
pertempuran tersebut lebih bersifat terpaksa karena hanya
untuk membela diri. Apalagi pemuda itu tahu bahwa
sebenarnya lawan-lawannya tersebut hanya salah paham dan
keliru menduga saja.
Tetapi perkembangan itu benar-benar sangat
mencemaskan hati YapTai-ciangkun. Betapapun hatinya telah
menjadi ragu-ragu, tapi ia tetap tidak rela kalau kakaknya
mendapatkan kesukaran. Maka sekejap kemudian panglima itu
telah melesat ke tengah-tengah pertempuran dan
menghentikannya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Semuanya berhenti ! Siapa yang tidak mau mengindahkan
akan berhadapan dengan pasukan kerajaan!" teriaknya
lantang sambil berdiri dengan kaki terpentang lebar. Keempat
orang anggota Sha-cap-mi-wi yang selalu mengawalnya
segera mengambil posisi mengurung tempat tersebut.
"Gila........!" Put-swi-kui mengumpat dan terpaksa
menghentikan serangannya, demikian juga dengan dua orang
adik seperguruannya. Bagaimanapun juga dia tak ingin
berselisih dengan pasukan kerajaan yang amat kuat itu.
Dengan napas lega Yap Kiong Lee meloncat pula surut ke
belakang. Wajahnya tampak kemerah-merahan karena baru
saja mengerahkan seluruh kemampuan dan tenaganya.
“Dengarlah Kim-sute........! Demi Tuhan ….aku bukanlah
orang berkerudung seperti yang mereka tuduhkan itu. Mereka
telah salah menduga ......." pemuda itu membela diri.
"Bohong! Aku telah melihatnya sendiri dia mengenakan
kedok itu. Malah aku juga pernah merebut dan membuka
kerudungnya... Lihat, inilah benda itu!" Put-sia Nio-cu menjerit
sambil mengeluarkan selembar kain hitam dan
membantingnya di depan Yap Kiong Lee.
Semua orang terperangah! Kain itu memang mereka kenal
sebagai kain tipis yang sering dipakai oleh Hek-eng-cu !
Wajah Yap Tai-ciangkun menjadi pucat. Hatinya semakin
menjadi cemas. Dengan air muka tegang panglima muda itu
memandang kakaknya, seolah-olah menuntut agar kakaknya
yang sangat ia hormati itu segera membantah kenyataan
tersebut.
Pek-i Liong-ong yang biasanya bersikap sangat tenang itu
kini juga tampak gelisah dan tegang. Begitu pula halnya
dengan Chu Seng Kun. Pemuda itu dengan mata terbelalak
lebar mengawasi Yap Kiong Lee dan kain hitam itu bergantiganti.
Keraguan di hati kedua orang itu semakin bertambah
besar sekarang. Sementara Souw Lian Cu yang tadi masih
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
memihak Yap Kiong Lee, kini juga tampak mulai ragu-ragu
pula. Yap Kiong Lee sendiri juga kelihatan tertegun melihat
semua orang memandang tajam kepadanya. Meskipun tidak
takut tetapi perasaannya menjadi tergetar pula karenanya.
Sebab ada kesalahan sedikit saja dalam ia memberi
keterangan, mungkin jiwanya takkan tertolong lagi. Oleh
karena itu pemuda tersebut tidak tergesa-gesa dalam
menjawab tuduhan Siau Put-sia tadi.
Pertama-tama Yap Kiong Lee balas menatap satu persatu
orang-orang yang mengawasinya untuk menunjukkan kepada
mereka bahwa apa yang dia katakan itu tidaklah bohong. Lalu
setelah mengambil napas pemuda itu perlahan-lahan, namun
jelas, memberi keterangan.
"Nona, kukira aku tak perlu bercerita tentang kejadian di
tepi sungai pada malam itu..............."
"Manusia kejam......!" lagi-lagi Put-sia Nio-cu menjerit keras
sekali dan bersiap mau menerjang Yap Kiong Lee, tapi dengan
cekatan Put ming-mo menahannya, sebab begitu gadis itu tadi
menjerit dua orang pengawal Yap Tai-ciangkun segera
bergerak hendak turun tangan.
Yap Kiong Lee mengedarkan pandangannya sekali lagi.
Melihat semua orang tetap berdiam diri menunggu
keterangannya, ia segera melanjutkannya lagi. "...... karena
apa yang kuketahui juga tidak banyak. Pada saat perahu itu
pecah bertabrakan........ dan kita semua tercebur ke dalam
sungai, sebenarnya tubuhku telah terluka dalam. Dan.......
apabila nona mau mengingat-ingat kembali dengan lebih baik,
nona tentu akan teringat bahwa lukaku itu adalah akibat
pukulan Hek-eng-cu!"
"Bohong!" Put-sia Nio-cu berteriak setinggi langit. "Kau
sendirilah Hek-eng-cu itu !"
Yap Kiong Lee tersenyum kecut. “Nona, cobalah kauingatingat
kembali saat-saat menjelang tabrakan itu terjadi.......!
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ingatkah nona ketika dari luar perahu mendadak ada seorang
pemuda yang meloncat ke samping nona untuk melepaskan
ikatan nona, tapi keburu diketahui oleh orang yang mengikat
nona? Mungkin nona tidak sempat melihat wajah pemuda itu,
tapi....... nona tentu masih ingat pula ketika pemuda tersebut
saling mengadu pukulan dengan orang berkerudung itu,
bukan........? Mungkin nona juga tidak begitu memperhatikan,
betapa keras dan hebatnya pukulan tersebut, sebab.......
beradunya pukulan mereka bersamaan waktunya dengan
pecahnya kapal yang nona tumpangi !"
"Oogh…...!?!” tiba-tiba tubuh Put-sia Nio-cu menjadi lemas,
sehingga gadis itu jatuh terduduk di atas tanah. Mukanya ia
tutup dengan kedua belah telapak tangannya dan tangisnya
mulai meledak.
Chu Bwee Hong segera berlari menubruknya. "Put-sia........!
Put-sia.....! Ada apa? Mengapa kau tiba-tiba menangis?
Apakah…. apakah..........ceritanya itu benar?"
Tanpa membuka telapak tangan yang menutupi wajahnya
Put-sia Nio-cu mengangguk-angguk. "Be....... benar, ci-ci.......!
Ooooh........!" gadis itu menangis semakin keras, seakan-akan
kenyataan itu justru semakin menambah rasa penyesalannya.
Rasa-rasanya lebih senang diperkosa oleh pemuda gagah itu
dari pada oleh orang yang tidak dia ketahui macam apa
rupanya !
"Oh, jadi.......?” Chu Bwee Hong mendesak.
"Ci-ciii….. uh-huuu.......!" Put-sia Nio-cu menyembunyikan
mukanya di dada Chu Bwee Hong.
"Bagaimana Put-sia........? Jadi dia itu......dia itu.......
bukan......” wanita ayu itu mengguncang pundak Put-sia Niocu.
Sekali lagi gadis itu mengangguk-angguk di dada Chu Bwee
Hong. "Tampaknya,....,,dia...... dia memang bukan Hek-engcu
! Uh-huuuu........!"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Plong ! Hilang rasanya semua ganjalan yang menindih hati
dan perasaan Yap Tai-ciangkun ! Dengan perasaan lega
panglima muda itu mendekati kakaknya, lalu mengajaknya
menemui Pek-i Liong-ong dan Chu Seng Kun, dan disambut
oleh kedua orang tersebut dengan ramah.
"Ah, hampir saja aku juga menyangka Yap Siauw-hiap
adalah........ Hek-eng-cu." Pek-I Liong-ong tertawa.
“Lo-cianpwe ini ada-ada saja. Mana dapat kepandaianku
disejajarkan dengan orang itu?" Yap Kiong Lee menunduk lalu
melirik ke arah Put-sia Nio-cu yang masih terisak-isak di dada
Chu Bwee Hong. Tampak benar bahwa pemuda itu sangat
menaruh kasihan terhadap penderitaan gadis cantik tersebut.
Akhirnya Put-sia Nio-cu dapat juga dibujuk. Perlahan-lahan
Chu Bwee Hong mengajaknya meninggalkan tempat tersebut.
Chu Seng Kun begitu melihat adiknya melangkah pergi, segera
mengikuti pula bersama-sama dengan Kwa Siok Eng dan Ho
Pek Lian. Yang Iain-lain bergegas pula berjalan di belakang
mereka.
"Heran aku ! Kenapa sih siau-sumoi itu ? Asal berjumpa
dengan pemuda itu tentu menangis keras seperti anak kecil
yang kehilangan mainannya......." Put-ming-mo yang berjalan
di baris yang paling belakang bersama su-hengnya,
bersungut-sungut dengan kesal.
"Kau diam sajalah !" Put swi-kui membentak. "Akupun juga
bingung......”
Matahari telah melewati garis cakrawala, sehingga sinarnya
yang cerah kemerah-merahan itu memantul menyilaukan mata
di atas permukaan air laut. Rombongan yang terdiri dari
limabelas orang itu berjalan beriringan ke arah selatan,
menuju ke muara Sungai Huang-ho kembali. Mereka
melangkah naik turun tebing dan batu karang di sepanjang
Teluk Po-hai.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Pagi itu desa di tepian muara Sungai Huang-ho tersebut
benar-benar menjadi sibuk dan ramai bukan kepalang.
Pasukan Yap Tai-ciangkun yang terdiri dari duaratus orang
lebih itu tampak tersebar di tempat tersebut setelah semalam
suntuk mereka berjaga dan bertempur. Mereka berusaha
mengendorkan otot-otot mereka dan melepaskan lelah di
mana saja, di emper-emper rumah penduduk, di bawah
pohon-pohon yang rindang, ataupun yang kebetulan ada
sedikit uang tampak duduk-duduk di dalam warung sambil
minum-minum bersama kawan-kawannya. Belasan orang
anggota Sha-cap-mi-wi yang dibawa oleh Yap Tai-ciangkun
untuk membantu pasukan tersebut tampak hilir-mudik dan
bersenda-gurau dengan para perajurit yang rata-rata bersikap
sangat hormat dan segan terhadap mereka. Apalagi semuanya
menyadari bahwa tanpa bantuan mereka yang rata-rata
sangat lihai, lebih lihai dari pada perwira-perwira atasan
mereka sendiri, pertempuran tadi malam tak mungkin dapat
mereka selesaikan dengan begitu memuaskan.
Yap Tai ciangkun, Gui-goan-swe, Yap Kiong Lee dan Pek-i
Liong-ong tampak duduk-duduk beristirahat di rumah kepala
kampung, sementara di kamar belakang Chu Seng Kun
dengan ditunggui oleh tunangannya dan Ho Pek Lian,
mengobati luka-luka Souw Lian Cu dan Chu Bwee Hong.
Sedangkan Put-sia Nio-cu dan dua orang su-hengnya
melepaskan lelah di kamar yang lain.
Dengan keahliannya yang amat hebat itu Chu Seng Kun
sebentar saja telah dapat menyembuhkan luka dalam yang
diderita oleh Chu Bwee Hong dan Souw Lian Cu. Mereka
tinggal beristirahat saja selama beberapa hari untuk
memulihkan kembali tenaga mereka.
"Kalian berdua jangan terlalu banyak mengerahkan tenaga
untuk dua atau tiga hari ini agar kemampuan kalian bisa cepat
pulih kembali seperti sedia kala! Dan khusus untuk Bwee
Hong........" Chu Seng Kun menghentikan kata-katanya
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sebentar sambil mengawasi wajah adiknya yang masih pucat
itu. “.....kau terpaksa harus berlatih Iwee-kang dari permulaan
kembali. Sebagian besar dari himpunan sin-kangmu telah
merembes keluar sewaktu kau mati tadi."
"Jadi aku tak bisa bersilat lagi ?” Chu Bwee Hong bertanya
sambil mengerutkan keningnya.
“Ooo........ masih....... masih ! Jangan khawatir, kau masih
tetap bisa memainkan Kim-hong-kun-hoat dan Pek-in Ginkang.
Cuma sekarang semua gerakan dari ilmu tersebut hanya
mengandalkan tenaga luar (gwa-kang) dari tubuhmu saja.
Lwee-kangmu sudah tak bisa kauandalkan lagi.......” Chu Seng
Kun tertawa untuk membesarkan hati adiknya.
"Oooh….!” Chu Bwee Hong tertunduk lemas di tempatnya,
ada juga perasaan menyesal di hatinya. Bagaimanapun juga ia
telah menghimpun sin-kangnya selama belasan tahun dengan
susah-payah.
Tapi sekali lagi kakaknya menghibur. “Sudahlah, kau tak
usah menyesalinya....! yang penting engkau telah selamat dan
sehat kembali. Perkara kepandaian seperti itu engkau bisa
mempelajarinya kembali. Siapa tahu dengan adanya peristiwa
seperti itu kau justeru dapat mempelajari lwee-kang kita
dengan lebih baik dan hebat?”
"Ah, koko..... kau ini pandai benar menghibur hati orang !
Ibarat sebuah tabungan, tenaga sakti itu kita peroleh dengan
menambahnya sedikit demi sedikit setiap hari, sehingga dalam
waktu yang lama himpunan sin-kang tersebut menjadi besar
dan kuat! Nah, kalau sekarang tabungan kita itu
hilang......bukankah kita harus memulainya lagi dari awal?
Dan........ bukankah itu berarti kita telah kehilangan waktu
yang tidak sedikit? Bukankah dengan demikian kita akan
ketinggalan dari yang lain, meskipun kita dapat
mempelajarinya kembali?" Chu Bwee Hong menatap wajah
kakaknya dengan menyeringai kecut.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Chu Seng Kun mendekati adiknya dan menepuk-nepuk
pundaknya. "Bwee Hong, engkau jangan cepat berputus asa!
Engkau jangan mempunyai pikiran seperti itu, karena
pikiranmu itu belum tentu betul....... Kau tahu, dunia ini penuh
kemungkinan-kemungkinan yang kadang-kadang tidak dapat
kita ramalkan ataupun kita perhitungkan dengan akal
manusia! Banyak sekali hal-hal yang sangat asing dan gelap di
luar jangkauan akal budi kita semua.....! oleh karena itu kita
jangan lekas menjadi putus asa,” katanya halus.
Chu Bwee Hong menghela napas panjang sekali seraya
menatap wajah kakaknya dengan pandang mata mengerti.
"Ko-ko, maafkan aku .......... Aku tak bersungguh-sungguh di
dalam ucapanku tadi. Sebenarnya aku sama sekali juga tidak
menyesali kehilangan sin-kangku itu, apalagi sampai berputus
asa karenanya," katanya dengan perlahan pula. "....Aku
bahkan sudah tidak peduli lagi seandai tadi aku benar-benar
mati karena pukulan Hek-eng-cu !" lanjutnya seperti orang
yang tidak punya pengharapan atau semangat untuk hidup.
"Oh ?! Jadi....... eh, lalu mengapa engkau tampaknya
menjadi demikian sedihnya?" Chu Seng Kun tersentak dan
termangu-mangu memandang wajah adiknya.
Chu Bwee Hong mengatupkan bibirnya rapat-rapat, lalu
perlahan-lahan berdiri dan melangkah ke jendela.
Dipandangnya awan putih yang berarak di atas langit yang
cerah biru itu. Matanya berkaca-kaca dan raut mukanya yang
cantik ayu tersebut kelihatan berduka.
"Aku hanya sedih bila teringat pada nasibku....! mengapa
hidupku ini selalu dirundung malang dan penderitaan?
Mengapa kebahagiaan itu selalu dijauhkan dari aku sejak aku
dilahirkan di dunia ini....? mengapa.....?”
“Bwee Hong......” Chu Seng Kun bangkit pula dari tempat
duduknya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
“Dosa apakah sebenarnya yang telah kuperbuat sehingga
aku mengalami nasib seperti ini........? Ohh........!” Chu Bwee
Hong menutup mukanya dan menangis tersedu-sedu.
“Hong-moi.......” Kwa Siok Eng bergegas menghampiri
calon adik iparnya dan merangkulnya.
“Ci-ci Bwee Hong......!” Ho Pek Lian berdesah pula dengan
sedihnya.
Chu Seng Kun jatuh terduduk kembali di kursinya. Mukanya
tertunduk dalam-dalam demikian mengawasi lantai, sehingga
beberapa saat lamanya ruangan itu menjadi sunyi. Yang
terdengar sekarang hanyalah isak tertahan dari Chu Bwee
Hong saja. Souw Lian Cu dan Ho Pek Lian yang biasanya
banyak omong itupun tampak termangu-mangu pula seperti
Chu Seng Kun.
Akhirnya Chu Seng Kun bergerak menggeser tempat
duduknya dan otomatis semuanya bagaikan terjaga dari
kesunyiannya. Perlahan-lahan pemuda itu mendekati adiknya
dan menyentuh punggungnya.
“Bwee Hong, janganlah kau bersedih.....anggap saja
semuanya itu sebagai cobaan Tuhan yang sedang diberikan
kepadamu. Siapa tahu semuanya itu memang korban yang
harus kauberikan sebelum engkau memperoleh kebahagiaan
yang lebih sempurna ? Marilah, adikku......! Kau duduklah lagi
yang baik, buanglah kesedihanmu itu jauh-jauh,
lalu........marilah kita berbicara tentang pengalamanmu selama
ini dengan baik-baik ! Lihatlah, cicimu Siok Eng dan nona Pek
Lian telah berada disini semua .......! Mereka berdua juga tidak
mengenal lelah selama berbulan-bulan untuk mencarimu."
"Benar, Hong-moi...... marilah, kita duduk dan berbicara
baik-baik !" Kwa Siok Eng merangkul dan menuntunnya
kembali ke kursi.
Semuanya duduk kembali di kursinya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Bwee Hong, ketahuilah........." Chu Seng Kun membuka
percakapan. “.......Dua tahun lamanya kami bertiga, aku.......
ci-cimu dan nona Pek Lian, berkelana tanpa mengenal lelah
menjelajah ke seluruh pelosok negeri untuk mencarimu. Kami
bertiga bagaikan orang buta yang bersusah payah mencari
sebatang jarum dalam tumpukan jerami ! bagaimana tidak?
Engkau hilang lenyap tanpa meninggalkan jejak sama sekali.
Bagaimana kami harus mencarimu? Satu-satunya petunjuk
hanyalah sebuah topi yang dibalut oleh kerudung tipis
berwarna hitam…..”
“Benar, ci-ci….kemanakah sebenarnya engkau selama ini?
Apakah sebenarnya yang telah terjadi sehingga engkau
menghilang sedemikian lamanya?” Ho Pek Lian menyambung
kata-kata Chu Seng Kun.
Sementara itu Kwa Siok Eng dengan lembut merangkul
pundak Chu Bwee Hong dan mengusap air mata yang
mengalir di pipi adik iparnya tersebut dengan saputangannya.
“Hong-moi, lekaslah kau bercerita....! aku juga sudah tak
sabar lagi untuk mendengarnya,” gadis itu membujuk pula.
Kepala yang tertunduk itu perlahan-lahan diangkat,
kemudian sisa-sisa air mata yang masih menempel pada
pipinya ia keringkan dengan saputangan. Setelah itu mata
yang berbulu lentik tersebut mengawasi orang-orang yang
berada di sekitarnya. Melihat semuanya menatap kepadanya
dengan sinar mata mengharap, Chu Bwee Hong menjadi tidak
tega pula untuk berdiam diri terus-menerus.
“Baiklah, akan kuceritakan semua kemalangan dan
.....semua penderitaan yang kualami itu kepada kalian.....tapi
sebelumnya aku minta maaf karena telah membuat kalian ikut
menderita pula karenanya, dan aku sungguh sangat
berterimakasih sekali atas perhatian kalian kepadaku.” Wanita
cantik itu akhirnya berkata.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
“Ci-ci......” tiba-tiba Souw Lian Cu berseru lirih dan beranjak
dari tempatnya untuk keluar dari ruangan tersebut. Gadis
remaja itu merasa tidak enak hati untuk ikut mendengarkan
cerita Chu Bwee Hong tersebut.
Tapi Chu Bwee Hong segera menahannya.
"Lian Cu, mau pergi kemanakah kau........? Jangan pergi
dulu, kaudengarlah dulu ceritaku...... !"
"Ah, ci-ci........ aku........" Souw Lian Cu tetap merasa kikuk.
Chu Bwee Hong menghela napas. "Lian Cu, kau tak usah
pergi ! Engkau harus mendengarkannya malah, karena justru
engkaulah yang paling berhak untuk mengetahuinya."
"Aku.......?" Souw Lian Cu ternganga.
"Benar ! Kemarilah........!"
Dengan ragu-ragu gadis itu melangkah mendekati Chu
Bwee Hong, lalu duduk di samping wanita ayu tersebut. Chu
Seng Kun, Kwa Siok Eng dan Ho Pek Lian saling pandang
dengan sinar mata bingung. Mereka bertiga benar-benar tidak
tahu apa maksud Chu Bwee Hong dengan mengatakan bahwa
justru Souw Lian Cu itulah orang yang paling berhak
mendengarkan ceritanya tersebut.
-o0dwkz-hendra0o-
Dua tahun yang lalu....
Chu Bwee Hong tinggal bersama dengan kakaknya, Chu
Seng Kun, di rumah bekas tempat tinggal ayah angkat
mereka. Rumah itu memang jauh dari perkampungan
penduduk, karena rumah itu dibangun oleh ayah angkat
mereka di tengah-tengah hutan. Tetapi biarpun rumah
tersebut berada jauh terpencil di tengah-tengah hutan,
ternyata setiap harinya banyak orang yang datang untuk
meminta obat kepada mereka. Ternyata kepandaian Chu Seng
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Kun dalam hal pengobatan telah tersebar ke mana-mana,
bahkan telah sampai di luar daerah mereka sendiri.
Meskipun tidak kaya tapi mereka hidup berkecukupan
dengan cara menjual obat-obatan serta menolong orangorang
yang membutuhkan pertolongan mereka. Kadangkadang
begitu banyaknya orang yang datang untuk meminta
pertolongan Chu Seng Kun, sehingga pemuda itu hampirhampir
tidak pernah mempunyai waktu untuk beristirahat.
Untunglah selain mahir dalam ilmu pengobatan Chu Seng Kun
juga seorang jago silat yang berkepandaian sangat tinggi,
sehingga kerja keras seperti itu tidak pernah mempengaruhi
kesehatannya.
Sementara itu selain membantu kakaknya bila sedang
memberi pengobatan kepada orang yang datang
membutuhkan pertolongan mereka, Chu Bwee Hong juga
mengerjakan semua pekerjaan di dalam rumah mereka. Dua
atau tiga hari sekali gadis itu pergi ke kota untuk membeli
segala keperluan mereka sehari-hari. Oleh karena gadis itu
juga bukan gadis sembarangan, apalagi sejak kecil telah
belajar ilmu silat tinggi, Chu Seng Kun juga tidak
mengkhawatirkan keselamatan adiknya tersebut bila pergi ke
kota sendirian.
Demikianlah, pada suatu hari Chu Bwee Hong juga
berangkat ke kota untuk berbelanja seperti biasanya. Hanya
kali ini keberangkatan gadis itu sungguh sangat berbeda
dengan hari-hari sebelumnya. Kali ini gadis itu kelihatan amat
lesu dan tak bergairah sama sekali. Wajahnya selalu tertunduk
sedih dan sekali-kali tampak berhenti untuk menghela napas
berat. Langkahnya gontai, kadang-kadang seperti tak melihat
jalan yang sedang dilaluinya, sehingga gadis yang
berkepandaian silat tinggi itu kadang-kadang hampir
terjerembab ke depan karena kakinya terantuk batu.
Di dalam kotapun gadis itu banyak membuat orang-orang
yang telah mengenalnya menjadi terheran-heran ketika
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mereka berpapasan. Gadis itu berjalan bagaikan sebuah
boneka yang tidak bernyawa dan seringkali tidak menjawab
tegur sapa yang mereka berikan. Padahal biasanya gadis itu
sangat ramah dan baik sekali kepada siapapun juga, apalagi
kepada orang-orang yang telah dikenalnya.
Sebenarnya keadaan Chu Bwee Hong yang aneh tersebut
sudah lama dicium oleh kakaknya. Jadi keanehan tersebut
telah berlangsung lama. Cuma karena Chu Seng Kun belum
tega untuk menanyakannya, apalagi Chu Bwee Hong sendiri
tampaknya juga selalu mengelak apabila diajak bicara, maka
selama itu pula keanehan tersebut masih belum terungkapkan
juga.
Dan keanehan yang terjadi pada diri Chu Bwee Hong hari
itu adalah puncak dari keanehan sikapnya selama ini. Kalau
pada hari-hari sebelumnya gadis itu masih mampu
mengendalikan perasaan dan sikapnya, kali ini agaknya sudah
tidak bisa lagi. Mungkin beban batin yang selama ini masih
dapat ia tahan dengan sekuat tenaga, kini sudah tidak dapat
mempertahankan pula lagi. Itulah sebabnya gadis tersebut
berjalan bagaikan sebuah boneka yang tidak bernyawa.
Apakah sebenarnya latar belakang dari sikap Chu Bwee
Hong yang sangat aneh itu?
Sebenarnya orang tidak akan menganggap aneh lagi
apabila sudah mengetahui latar belakang dari sikap gadis yang
telah menjadi dewasa tersebut. Malahan orang akan
menganggapnya wajar dan biasa bila hal seperti itu menimpa
pada gadis secantik Chu Bwee Hong ! Sebab hal-hal yang
aneh seperti itu tentu akan dialami pula oleh remaja-remaja
yang lain.
Memang tak ada sesuatu kekuatan pun yang bisa merubah
sikap atau watak seseorang selain....... cinta kasih! Cinta kasih
yang telah dianugerahkan oleh Tuhan kepada ummatNya,
termasuk juga semua manusia yang hidup di dunia ini !
Seorang pendiam mendadak bisa pandai bicara, atau
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sebaliknya seorang yang sangat cerewet tiba-tiba berubah
menjadi pendiam bagaikan seorang bisu ! Seorang kasar
kadang-kadang berubah menjadi lembut dan suka berkhayal
seperti seorang penyair, tapi sebaliknya seorang pujangga
tersohor kadang-kadang malah lalu berubah menjadi dungu
dan tolol..............!
Jilid 25
MEMANG, semuanya bisa terjadi apabila cinta kasih mulai
menyentuh di relung hati manusia ! Dan......... demikian pula
halnya dengan Chu Bwee Hong pada saat itu. Perasaan cinta
terhadap pria yang selama ini selalu dipendam dan disimpan
di dalam hatinya, kini tak kuasa ia kekang lagi. Sejalan dengan
usianya yang semakin bertambah banyak, gadis ayu itu seperti
semakin diburu oleh kebutuhan dirinya akan kasih sayang
seorang pria yang amat dicintainya.
Dan pria itu sebenarnya sudah ada! Malah pada pertemuan
mereka yang terakhir, pria itu telah berjanji untuk lekas-lekas
mengunjungi tempat tinggal Chu Bwee Hong dan
membicarakan hubungan mereka.
Tapi ......
Setahun telah berlalu. Dua tahun juga telah lewat, dan tiga
tahunpun telah terlampaui pula.
Tapi,,. pria itu tak kunjung datang juga. Bermacam-macam
bayangan dan dugaan yang tidak-tidak berkecamuk di dalam
pikiran Chu Bwee Hong, sehingga gadis itu mulai kelihatan
sedih dan murung. Dan perubahan inilah yang sebenarnya
telah dicium oleh Chu Seng Kun ! Tapi oleh karena tidak lekasTiraikasih
Website http://kangzusi.com/
lekas diurus dan dipecahkan masalahnya, maka hal tersebut
lalu menjadi berlarut-larut.
Dan beberapa bulan kemudian keadaan Chu Bwee Hong
tampak semakin parah. Tampaknya saja gadis itu selalu
bersikap biasa dan sehari-harinya juga bekerja seperti biasa,
tapi sebenarnya jiwa dan perasaannya telah mulai berpatahan.
Gadis yang cantik bagai bidadari itu mulai kehilangan
semangat dan gairahnya. Wajah itu mulai sering merenung
dan bersedih, apalagi jika melihat kerukunan dan kebahagiaan
kakaknya dengan Kwa Siok Eng, calon iparnya yang sering
berkunjung dan tinggal beberapa hari di tempat mereka.
Maka tidaklah heran apabila gadis itu menjadi gembira
bukan main dan hilang seluruh kewaspadaannya ketika
seorang laki-laki berkerudung hitam datang menemuinya di
kota itu… dan bercerita tentang pria idamannya! Rasa gembira
dan bahagianya yang meluap-luap itu ternyata membuat Chu
Bwee Hong lupa akan keselamatannya sendiri. Gadis itu tidak
segera merasakan keanehan dari orang yang datang
menjumpainya tersebut, padahal seharusnya dia mesti curiga
dengan kedatangan orang yang mendadak dan berpakaian
sangat aneh itu !
Tapi berita tentang Souw Thian Hai, pria idamannya itu
telah membuat Chu Bwee Hong seakan-akan
mengesampingkan semua kecurigaannya. Apalagi berita yang
dia terima dari orang itu adalah berita duka dari pria yang
selalu memenuhi benaknya tersebut. Chu Bwee Hong semakin
tidak perduli akan dirinya sendiri. Seluruh perhatiannya hanya
tercurah kepada kekasihnya saja !
"Selamat pagi, nona........!” tiba-tiba Chu Bwee Hong
dikagetkan oleh suara seorang laki-laki ketika dia baru saja
keluar dari sebuah toko langganannya.
Chu Bwee Hong menengadahkan kepalanya yang selalu
tertunduk itu dan dilihatnya seorang lelaki jangkung
berpakaian serba hitam berdiri di depannya. Beberapa orang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
yang berjalan di dekat mereka tampak memandang dengan
kening berkerut ke arah lelaki tersebut. Chu Bwee Hong
sendiri juga tampak menatap dengan perasaan curiga kepada
lelaki itu. Selain gadis itu merasa belum pernah bertemu
dengan orang tersebut, dia juga tampak curiga melihat ke
arah kepala orang yang tertutup oleh kain tipis berwarna
hitam itu.
''Selamat pagi.......!” lelaki itu mengulangi tegurannya yang
belum mendapatkan jawaban tersebut. Suaranya halus dan
ramah, sehingga Chu Bwee Hong menjadi tidak enak hati
untuk berdiam diri terus.
"Selamat pagi.....!" dengan ragu-ragu Chu Bwee Hong
membalas teguran itu.
"Maafkanlah saya.... mengganggu nona. Tapi,.. benarkah
saya berhadapan dengan nona Chu Bwee Hong sekarang?"
Lelaki itu kembali menundukkan kepalanya dengan sangat
hormat di hadapan Chu Bwee Hong.
"Be.,.......benar ! Siapakah tuan........? Mengapa tuan sudah
mengetahui namaku?"
"Ah, mudah saja untuk mengenal nona di kota yang kecil
begini. Apalagi aku telah mendapat petunjuk dan Hong-gi-hiap
Souw Thian Hai........"
"Hah???" Chu Bwee Hong hampir menjerit saking kaget dan
gembiranya mendengar nama yang disebutkan oleh orang itu.
Tak terasa tangannya menyambar lengan lelaki tersebut.
“Di . . dimanakah dia sekarang? Mengapa.......mengapa
....... oh !" tiba-tiba Chu Bwee Hong sadar akan dirinya dan
buru-buru melepaskan pegangannya. "Ooh, maafkan
kekasaranku....." katanya tersipu-sipu.
"Ah, nona tak perlu merasa sungkan. Kita semua adalah
sahabat-sahabat sendiri.....'' lelaki berkerudung itu berkata
halus.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Chu Bwee Hong menatap wajah yang tertutup kain tipis
tersebut dengan ragu, "Jadi .....jadi tuan adalah sahabatnya?
Lalu........apa maksud tuan menjumpai aku ? Adakah tuan
membawa khabar dari........ dari dia?"
Perlahan-lahan lelaki itu mengangguk dan Chu Bwee Hong
sama sekali tidak dapat melihat, betapa wajah di balik
kerudung itu tersenyum puas karena tipu daya dan perangkap
yang hendak ia lakukan tampaknya berjalan dengan lancar
dan mudah.
"Saya memang disuruh oleh Souw Tai-hiap kemari untuk
menemui nona Chu. Tapi....” Lelaki berkerudung itu
menghentikan kata-katanya dengan menghela napas berat,
seolah-olah apa yang hendak ia katakan itu adalah suatu
khabar buruk yang tidak menggembirakan.
Tentu saja perasaan Chu Bwee Hong menjadi gelisah pula
dengan tiba-tiba. Perubahan sikap lelaki itu benar-benar
mengagetkannya dan menghapus seluruh seri di wajahnya.
"Tapi........ apa? Mengapa tuan tidak melanjutkannya ?"
dengan tegang Chu Bwee Hong menatap wajah di balik
kerudung tersebut.
Dengan gelisah lelaki itu menoleh ke kanan dan ke kiri, lalu
katanya perlahan, "Maaf, tidak enak rasanya kita berbicara di
pinggir jalan begini. Maukah nona ke tempat yang sepi di luar
kota sebentar saja ? Kita dapat berbicara panjang lebar tanpa
dicurigai orang. Dan...... aku akan mengatakan semua pesan
Souw Tai-hiap kepada nona."
Lalu tanpa menantikan reaksi dari Chu Bwee Hong, lelaki
berkerudung ini membalikkan badannya dan pergi
meninggalkan tempat tersebut. Terpaksa dengan gelisah dan
tegang Chu Bwee Hong mengikutinya. Kekhawatiran gadis itu
terhadap nasib kekasihnya membuat dia tidak mempeduikan
lagi bahaya-bahaya yang mungkin akan menimpa dirinya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Mereka berjalan menuju ke luar kota lewat jalan besar yang
menuju ke arah pintu kota sebelah timur. Mereka tidak
mempedulikan orang-orang yang lalu-lalang dan berpapasan
dengan mereka. Saking gugup dan tegangnya, Chu Bwee
Hong juga tidak menoleh ke kiri ataupun ke kanan, sehingga
banyak orang-orang yang telah mengenalnya menjadi heran.
Dan keadaan inilah yang dilihat oleh pemilik warung minum
she Ciu itu dan kemudian diceritakan kepada Chu Seng Kun
ketika mencari Chu Bwee Hong.
Lelaki berkerudung itu berhenti di tepi hutan yang
melingkari kota kecil tersebut. Suasana di tempat itu benar
benar amat sunyi dan sepi. Orang itu segera mencari tempat
duduk di atas sebongkah batu besar yang tersembul dari
permukaan tanah dan mempersilahkan kepada Chu Bwee
Hong untuk mencari tempat duduk sendiri.
Ada perasaan sedikit tidak enak di dalam hati Chu Bwee
Hong melihat sikap lelaki yang mengaku sahabat dari Souw
Thian Hai tersebut. Tampaknya orang itu biasa dihormati dan
dilayani oleh orang-orang sekelilingnya. Meskipun tingkahnya
halus, tapi gaya dan sikapnya kelihatan benar keangkuhannya.
"Nah, lekaslah tuan mengatakan pesan dari Hong-gi-hiap
Souw Thian Hai itu ......!” untuk menutupi kecanggungannya
Chu Bwee Hong segera mendesak kepada lelaki itu agar
segera mengatakan pesan Souw Thian Hai. Gadis itu tetap
berdiri saja di tempatnya dan tidak mau mencari tempat
duduk seperti yang diperintahkan oleh lelaki tersebut.
Ternyata lelaki itu juga tidak mengacuhkannya. Dengan
suara yang dalam ia mulai mengatakan maksud
kedatangannya. "Maaf, nona........ Misalnya ada sesuatu hal
yang nanti membuat engkau kurang berkenan di hati, aku
harap nona mau memaafkanku. Kedatanganku kemari
memang membawa khabar buruk tentang keadaan Hong-gihiap
Souw Thian Hai........"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
“Ohhh!” belum juga lelaki itu menyelesaikan kata-katanya,
Chu Bwee Hong telah menjerit. “Lekas katakan!” teriaknya
gelisah.
Wajah di balik kerudung itu menyeringai gembira. Namun
kegembiraan itu selalu ditahannya agar supaya Chu Bwee
Hong tidak mengetahui dan menjadi curiga karenanya. Bahkan
untuk memberi kesan bahwa ia juga ikut bersedih atas khabar
buruk yang dibawanya, orang tersebut menarik napas panjang
berulang-ulang sebelum melanjutkan ceritanya.
“Nona, sebenarnya Souw Tai-hiap telah menderita sakit
beberapa bulan lamanya. Sakitnya cukup parah sehingga ia
tidak dapat bangun dari tempat tidurnya....”
“Oh, Tuhan..........!" Chu Bwee Hong berdesah dengan
wajah pucat.
“Meskipun demikian, Souw Tai-hiap tak ingin sakitnya itu
diketahui oleh orang lain, terutama sahabat-sahabatnya
dan........ nona Chu, orang yang amat dicintainya !"
"Oouhh.......!?l" Chu Bwee Hong menutup mukanya dengan
kedua telapak tangannya dan merintih, seolah-olah ia ikut
merasakan pula rasa sakit yang diderita oleh kekasihnya.
Lelaki itu menghentikan ceritanya sebentar, seakan-akan
juga ikut merasakan kesedihan itu. Padahal di balik kain tipis
yang menutupi mukanya itu ia tersenyum lebar karena
rencana yang telah disusunnya berjalan dengan lancar.
"Lalu...... bagaimana keadaannya sekarang? Apakah
kesehatannya..... menjadi bertambah......... bertambah buruk
lagi? Itu....... itukah yang hendak........ hendak tuan
khabarkan kepadaku....?" beberapa saat kemudian barulah
Chu Bwee Hong bisa mengendalikan perasaannya, tapi ucapan
yang keluar dari mulutnya ternyata telah bercampur dengan
isak tertahan.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Lelaki yang mengaku sahabat dari Hong-gi-hiap Souw
Thian Hai itu berbuat seolah-olah tidak tega untuk
menjawabnya, sehingga Chu Bwee Hong menjadi semakin
gelisah dan tidak karuan pikirannya.
“Le....... lekas katakan, tuan........! Benarkah dugaanku
itu?" gadis itu mendesak Iagi dengan suara tinggi.
Lelaki itu sungguh pandai sekali bersandiwara. Melihat
korbannya sudah tak bisa lagi mengekang dirinya, dia mulai
membuka perangkap dan tipu daya yang telah
dipersiapkannya. Seolah masih enggan dan berat untuk
mengatakannya dia menghela napas sambil berkata,
"Tetapi........ kuharap nona tidak mengatakannya kepada
siapapun juga......., sebab Souw Tai-hiap sudah memesan
dengan sangat kepadaku agar tidak mengatakannya kepada
siapapun juga selain nona. Souw Tai-hiap tidak ingin
kematiannya membikin repot sahabat-sahabatnya.....!"
"Apa?!? Mati........? Siapakah yang akan mati ?" Chu Bwee
Hong terlonjak saking kagetnya. Jari-jarinya yang lentik itu
menyambar baju Ielaki itu dan mencengkeramnya dengan erat
! Wajahnya yang ayu dan cantik bagaikan dewi asmara itu
berubah menjadi pucat seperti mayat !
"Maaf, nona.... seharusnya aku tidak mengatakannya ….."
lelaki itu tidak berani menatap mata Chu Bwee Hong, seolaholah
menyesal telah terlanjur mengatakan khabar yang buruk
tersebut. Tapi diam-diam orang itu bersorak di dalam hatinya.
"Oooh !" Chu Bwee Hong terhenyak, lalu dengan agak
menghiba gadis itu memohon kepada lelaki yang mengaku
sahabat dari kekasihnya tersebut. "....... Tuan, sakit apakah
sebenarnya dia? Apakah sakit lamanya itu kambuh kembali?
Tuan, tolonglah, antarkan aku kepadanya.......!”
"Nona Chu, aku takut......." lelaki itu pura-pura menolak
dengan cepat, padahal hatinya bersorak setinggi langit.
Seluruh rencananya berjalan dengan lancar sekali.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Tuan, kuminta dengan sangat....... kasihanilah diriku.
Bawalah aku untuk menemuinya......" gadis itu tetap
mendesak.
"Maaf, aku benar-benar tidak berani........Nah, aku akan
meminta diri sekarang." lelaki itu melepaskan bajunya dari
pegangan Chu Bwee Hong dan melompat pergi.
Tentu saja Chu Bwee Hong tidak mau melepaskan begitu
saja. “Tunggu....!" gadis itu berteriak, kemudian berlari
mengejarnya.
Mereka berkejaran menyusup hutan dan melintasi padang
ilalang. Ilmu meringankan tubuh lelaki berkerudung tersebut
ternyata cukup tinggi sehingga Chu Bwee Hong yang mahir
ginkang itu tidak dapat segera mengejarnya. Baru setelah
mereka tiba di tanah perbukitan yang sulit dan terjal lelaki itu
harus mengakui kehebatan Pek-in gin-kang Chu Bwee Hong.
Lelaki itu terpaksa berhenti menghadapi Chu Bwee Hong
kembali.
"Nona, mengapa engkau terus mengejar aku ?" katanya
terengah-engah.
Chu Bwee Hong mengusap dahinya yang berkeringat
dengan punggung tangannya. Matanya yang kemerahan dan
masih berkaca-kaca itu menatap dengan tajam, tapi sedikitpun
suaranya tidak terengah-engah ketika berkata, "Sekali lagi
kumohon........ antarkanlah aku menemui dia........"
Lelaki itu menundukkan kepalanya yang terbungkus
kerudung hitam, kemudian.........seolah-olah karena terpaksa
dan tiada jalan lain lagi, orang itu menganggukkan kepalanya.
"Baiklah, nona. Kemanapun juga aku berlari, engkau tentu
dapat mengejar aku. Aku tak mungkin dapat melarikan diri
dari seorang ahli waris Bu-eng Sin-yok-ong. Cuma kuminta
dengan sangat kepadamu........ berhati-hatilah kalau menemui
Souw Tai-hiap nanti. Kau jangan sampai mengagetkannya,
karena amat berbahaya buat kesehatannya…..”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Chu Bwee Hong mengangguk.
Demikianlah, karena sangat mengkhawatirkan nasib Souw
Thian Hai yang amat dicintainya, Chu Bwee Hong sampai lupa
untuk memberitahukan kepergiannya tersebut kepada
kakaknya. Juga tidak terbayangkan oleh gadis itu bahwa
sepeninggalnya kakaknya menjadi kalang-kabut mencarinya.
Tiga hari lamanya Chu Bwee Hong berjalan bersama lelaki
berkerudung itu. Mereka berjalan tidak mengenal lelah,
menerobos hutan, mendaki bukit, menuruni jurang. Mereka
hanya beristirahat apabila merasa lelah, di mana saja, kadangkadang
di atas pohonpun jadilah. Hanya apabila mereka
memasuki sebuah kota mereka dapat beristirahat di tempat
penginapan dengan sedikit leluasa. Itupun tidak lama, karena
Chu Bwee Hong yang selalu merasa gelisah itu tentu segera
mengajak untuk meneruskan perjalanan mereka.
Mereka berdua jarang sekali berbicara satu sama lain.
Kalau dalam tiga hari perjalanan tersebut mereka kadang kala
berbicara, ucapan mereka hanyalah berkisar tentang arah dan
tujuan perjalanan mereka saja, pikiran Chu Bwee Hong hanya
dipenuhi dengan bayangan Souw Thian Hai seorang dan tak
ada minatnya sama sekali untuk memikirkan yang lain.
Sampai-sampai dirinya sendiri tak terpikirkan pula
keadaannya. Tak ada minatnya sama sekali untuk berdandan
atau merawat badannya, meskipun pakaian yang dia kenakan
itu telah kotor dan berdebu.
Lain halnya dengan lelaki berkerudung hitam itu. Semakin
lama berjalan bersama-sama dengan Chu Bwee Hong yang
cantik jelita itu, semakin besar pula perasaan tertariknya
kepada gadis tersebut. Tapi tentu saja orang itu tidak berani
berterus terang, apalagi sampai memperlihatkannya kepada
gadis tersebut. Orang itu menyadari, betapa tinggi ilmu silat
anak keturunan mendiang Bu-eng Sin-yok-ong. Salah langkah
sedikit saja akan bisa menghancurkan seluruh rencananya
malah ! Oleh karena itu, meskipun hatinya mulai terbakar oleh
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kecantikan Chu Bwee Hong yang amat mempesonakan itu,
orang tersebut masih tetap berusaha menahan dirinya.
Demikianlah pada hari ke empat mereka telah sampai di
Sungai Ular, yaitu sebuah dari puluhan sungai kecil yang
menjadi anak dari Sungai Huang-ho yang besar. Sungai itu
adalah sungai yang tidak begitu lebar dan dalam tetapi
berbeda dengan anak-anak Sungai Huang-ho yang lain yang
sering mengalami kekeringan di musim kemarau, air Sungai
Ular benar-benar tidak pernah berhenti mengalir di sepanjang
tahun. Hal itu disebabkan oleh karena Sungai Ular mempunyai
sumber yang tak pernah habis di Pegunungan Kun-lun, yaitu
barisan pegunungan luas di daerah propinsi bagian barat dari
Tiong-Kok. Pegunungan tersebut mempunyai banyak puncakpuncak
yang tinggi dan jurang-jurang yang sangat dalam,
sementara di atas lereng-lerengnya yang curam dan terjal itu
hampir seluruhnya diselimuti oleh hutan belantara yang amat
lebat.
Untuk memintas jalan, Chu Bwee Hong dan lelaki
berkerudung itu menyusuri sungai tersebut ke arah hulu.
Tetapi dengan jalan demikian terkadang mereka berdua
terpaksa harus mendaki tebing dan merayapi jurang yang
amat terjal. Untunglah mereka berdua mempunyai ilmu yang
tinggi, sehingga medan yang sangat sukar itu tidak
menyulitkan mereka.
"Sebentar lagi kita akan sampai di tempat tujuan. Rumah
Hong-gi-hiap Souw Thian Hai sudah tidak begitu jauh lagi......
Hanya aku khawatir kedatangan kita ini sudah terlambat ….”
lelaki berkerudung itu mulai memanaskan suasana kembali.
"Ah!" Chu Bwee Hong berdesah, matanya tampak mulai
berkaca-kaca lagi. "....... Begitu burukkah keadaannya?"
“Dia cuma ditunggui oleh puterinya, dan ketika
kutinggalkan beberapa hari yang lalu .... dia sudah tidak bisa
menggerakkan anggota tubuhnya.”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
“Lalu....... penyakit apakah sebenarnya yang ia derita ?”
"Entahlah, nona....... Yang terang penyakit tersebut datang
menyerang dengan tiba-tiba ........! Sore hari Souw Tai-hiap
belum merasakan apa-apa, tapi bangun tidur keesokan
harinya dia sudah tidak bisa turun dari pembaringannya !"
"Oh… mungkinkah ini disebabkan oleh penyakit lamanya itu
?" Chu Bwee Hong berkata serak dan hampir menangis.
“Sebenarnya setiap tahun sekali dia harus datang untuk kami
obati, tapi… sudah tiga tahun ini dia tak datang !"
"Kukira memang betul dugaan nona. Apalagi yang mampu
menjatuhkan Souw Tai-hiap yang maha sakti itu selain
penyakit Iupa ingatannya dulu ?"
“Ohhhh !"
Sungai itu mulai melewati daerah yang datar dan berhutan
jarang. Malahan beberapa saat kemudian kedua orang itu
telah sampai di sebuah ngarai yang luas, di mana pohonpohonnya
sangat rindang dan mulai berbunga. Bunganya
berwarna-warni, sehingga dari jauh ngarai itu tampak
bagaikan lautan bunga yang mengalun dihembus angin.
"Nona, kita telah sampai di tempat Souw Tai-hiap, sungai
ini mulai dangkal dan kelihatan batu-batunya….! Di tempat
inilah biasanya Souw Tai-hiap dan puterinya mandi serta
membersihkan badan mereka."
“Di manakah rumahnya?"
"Kita masih harus berjalan satu lie lagi. Di sana ada sebuah
air terjun yang amat indah dan menawan, di mana
sekelilingnya hanya tumbuh pohon-pohon bunga yang
beraneka warna."
"Oh?" tiba-tiba Chu Bwee Hong terpekik. "Ada orang
datang ......!"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Mana........? Oh, benar ! Jangan khawatir mungkin dia
adalah salah seorang pelayan dari Souw Tai-hiap........'' lelaki
berkerudung itu tersenyum aneh.
Seorang laki-laki tinggi besar dengan kumis dan jenggot
lebat tampak berlari melintas di depan mereka. Tapi begitu
mengetahui kedatangan mereka, laki-laki tersebut segera
menghentikan langkahnya. Dengan pandang mata curiga lakilaki
brewok yang saking kelewat subur rambutnya sampaisampai
lengannya juga penuh ditutupi rambut itu
menghampiri mereka!
"Berhenti!" hardiknya.
Lelaki berkerudung itu melangkah ke depan Chu Bwee
Hong untuk menghadapi laki-laki brewok tersebut. Tapi
sebelum dia sempat berkata laki-laki brewok tersebut telah
merubah suaranya, yaitu tidak lagi sekaku atau segarang tadi.
"Oh..... apakah ji-wi (tuan berdua) juga sahabat-sahabat
dari mendiang Souw Tai-hiap pula? Dan kedatangan ji-wi
ini........ apakah juga bermaksud untuk menengok
jenazahnya?"
"Apa ? Ohh, jadi....... jadi Souw Tai-hiap sudah meninggal?”
lelaki berkerudung itu berseru seolah-olah kaget sekali. Kaki
kanannya menghentak tanah dan di lain saat tubuhnya
melayang ke depan orang itu. Tapi dengan gesit orang brewok
itu juga melangkah mundur.
"Hmm, jadi tuan berdua ini bukan sahabat dari Souw Taihiap?"
Laki-laki brewok tersebut mengerutkan keningnya
seakan-akan curiga. "Kalau begitu apa maksud kedatangan jiwi
ini........?"
Sementara itu mendengar bahwa kekasihnya telah
meninggal dunia Bwee Hong tak kuasa lagi menahan
tangisnya. Dengan lemas tubuhnya bersandar pada pohon dan
menangis tersedu-sedu. Semakin lama tangisnya semakin
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
memilukan, apalagi kalau teringat akan kebaikan budi Souw
Thian Hai di masa lalu.
Orang brewok dan lelaki berkerudung itu saling pandang
untuk beberapa saat lamanya lalu keduanya bersama-sama
menoleh ke arah Chu Bwee Hong yang tertunduk dan terisakisak.
Kemudian sambil seolah-olah menyesali kecurigaannya
yang tidak beralasan, orang brewok itu menjura berkali-kali.
"Ah, maaf ..... maaf. Aku ternyata telah terlalu mencurigai
ji-wi. Hmm, marilah kuantar ke rumah Souw Tai-hiap kalau
begitu ...!" desahnya penuh rasa sesal.
Lelaki berkerudung itu mengangguk, lalu menghampiri Chu
Bwee Hong.
Mendengar langkah kaki seseorang datang mendekatinya
Chu Bwee Hong segera menengadahkan kepala. Otomatis dia
bersiap-siaga. Bagaimanapun juga kedua orang itu belum
begitu dikenalnya.
Lelaki berkerudung itu segera menghentikan langkahnya
melihat kesiapsiagaan Chu Bwee Hong. Sambil menunjuk ke
arah laki-laki brewok tadi ia berkata, "Nona, marilah kita
menengok jenazah Souw Tai-hiap......!”
Chu Bwee Hong mengangguk, lalu berjalan mengikuti
orang-orang itu.
Sementara itu tanpa sepengetahuan mereka bertiga, Souw
Lian Cu yang sejak pagi mencuci pakaian di sungai itu, selalu
mengawasi gerak-gerik mereka. Sayang, karena berada agak
jauh dari tempat mereka, gadis remaja itu tidak bisa
mendengarkan percakapan mereka. Gadis itu hanya bisa
mengawasi saja tingkah laku mereka bertiga.
Tapi gadis remaja itu segera menjadi kaget, ketika
mengenali wajah Chu Bwee Hong yang cantik itu. Wajahnya
segera berubah menjadi kelam dan beberapa saat kemudian
lalu berubah lagi menjadi kemerah-merahan. Ternyata hatinya
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
yang dalam beberapa hari ini sedang pepat dan marah
terhadap ayahnya, semakin menjadi berang dan kusut! Dan
saking tidak kuat hatinya menahan semuanya itu, Souw Lian
Cu lalu membanting tempat cuciannya dan kabur dari tempat
tersebut. Gadis itu pergi entah ke mana.
Laki-laki brewok itu membawa Chu Bwee Hong berdua ke
sebuah pondok kecil yang dibangun di tepi sungai. Dari jauh
telah tercium bau dupa wangi yang menandakan bahwa di
dalam pondok tersebut sedang ada upacara berkabung. Hanya
yang agak mengherankan adalah keadaan di sekitar rumah
itu. Tempat itu sangat sepi. Tak terlihat seorang manusia pun
di sana, seolah-olah pondok itu bukanlah tempat tinggal,
tetapi kuburan !
Tapi Chu Bwee Hong yang sedang bersedih itu tidak
merasakan itu semua. Dengan langkah gontai gadis ayu itu
berjalan memasuki pondok dan segera bersimpuh di depan
peti mayat yang terbujur di sana. Air matanya turun tiada
henti-hentinya.
Lelaki berkerudung itu mendekati Chu Bwee Hong dan
sekali ini gadis itu tidak bersiap-siaga seperti biasanya.
Dibiarkannya saja lelaki berkerudung itu berdiri di sampingnya.
Sekilas tampak lelaki berkerudung tersebut mengangguk ke
arah laki-laki brewok dan laki-laki tinggi besar itu segera
membuka peti mati di hadapan mereka.
Chu Bwee Hong terbelalak .Terlihat olehnya di dalam peti
itu tubuh Souw Thian Hai telah terbujur kaku ! Wajahnya yang
tampan itu tampak putih dan pucat kebiru-biruan !
"Hai-ko......!" Chu Bwee Hong menjerit kemudian ....
pingsan.
Cepat bagaikan kilat lelaki berkerudung itu menotok uraturat
penting di badan Chu Bwee Hong, sehingga yang
belakangan ini takkan mungkin bisa bergerak meskipun sudah
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
siuman nanti. Dan sekejap kemudian dua orang laki-laki itu
saling memandang dan tertawa gembira bersama-sama.
"Huaha-ha-ha-ha ......!”
"Heheh-hehe-he........! Wan-heng, kau sungguh cerdik
sekali........!" lelaki berkerudung itu mengangkat ibu jarinya ke
arah laki-laki brewok tersebut. "Kalau tidak dengan tipu daya
begini,....... sungguh sulit untuk menundukkannya.
Kepandaianku saja tak mungkin bisa mengatasinya. Ginkangnya
hebat bukan main........!"
"Lalu apa yang mesti kita kerjakan selanjutnya, ong-ya ......
?" laki-laki brewok itu bertanya sambil mengangkat peti mati
itu dan kemudian membuangnya ke Iuar pondok.
Peti tersebut pecah berantakan ketika membentur batu,
dan....... sebuah orang-orangan yang terbuat dari jerami
terpental keluar. Sementara kepalanya yang terbuat dari Lilin
itu pecah bertaburan di atas tanah.
"Wan-heng, tugasmu telah selesai. Sekarang kau
kembalilah ke lembah.....! Jangan sampai keluarga Chin
mencari-cari engkau. Mereka akan menjadi curiga kepadamu
bila engkau terlalu lama meninggalkan mereka.......”
"Lalu........... bagaimanakah dengan Souw Thian Hai ?
Orang itu sungguh sangat berbahaya sekali, ong-ya ......" lakilaki
brewok yang tidak lain adalah Hek-mou-sai Wan It itu
bertanya ragu-ragu.
Lelaki berkerudung itu menyentuh lengan Hek-mou-sai.
"Kau jangan khawatir, Wan-heng. Dengan adanya gadis cantik
ini di tanganku, keparat Souw Thian Hai itu takkan berani
menyentuh aku........, Sudahlah, kau pulang sajalah ! Biarkan
aku menyelesaikan rencana yang tinggal sedikit ini. Besok bila
semuanya berjalan lancar, aku tentu akan segera datang
menemuimu."
"Baik! Baiklah kalau begitu ...... hamba mohon diri."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Berangkatlah........!"
Hek-mou-sai Wan lt yang tinggi besar itu menjura,
kemudian bergegas keluar dan pergi dari tempat itu. Lelaki
berkerudung itu memandangnya sampai pembantunya yang
setia tersebut hilang dari pandangannya, kemudian dengan
menyeringai iblis dia mendekati tubuh Chu Bwee Hong yang
pingsan itu.
“Ohh, betapa cantiknya........! Belum pernah rasanya aku
melihat seorang gadis demikian moleknya !" gumam orang itu
seraya membawa tubuh Chu Bwee Hong ke dalam kamar.
Matahari yang telah sampai di atas kepala itu seolah
mematahkan seluruh kekuatannya, sehingga lembab yang
semula terasa sejuk menyenangkan itu seakan-akan lalu
berubah menjadi sebuah tungku yang menggelegak
kepanasan. Angin yang semula bertiup perlahan itu kini
rasanya juga menjadi bertambah kencang, sehingga debudebu
panas tampak berhamburan ke angkasa. Untuk sesaat
lembah itu seperti berubah menjadi tempat di mana para iblis
sedang berpesta-pora.
Akhirnya Chu Bwee Hong siuman juga dari pingsannya.
Perlahan-lahan matanya terbuka, lalu mulutnya menyeringai
kesakitan. Terasa oleh gadis itu tulang-tulangnya menjadi linu
semuanya. Gadis itu berusaha duduk, tetapi betapa
terperanjatnya ketika kaki dan tangannya tidak bisa
digerakkan sama sekali. Dan gadis itu menjadi semakin kaget
ketika menyadari bahwa tubuhnya terbaring tanpa kain
penutup sama sekali !
Perasaan takut tiba-tiba mencekam benak Chu Bwee Hong
! Ketakutan akan sesuatu yang sangat mengerikan ! Otomatis
gadis itu mencari-cari kelainan yang mungkin ada pada
tubuhnya, dan....... hatinya mendadak menjadi pedih bukan
main !
Pangkal pahanya terasa sakit dan perih sekali!
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Oh, Tuhan.......!” Chu Bwee Hong merintih dan otomatis
air matanya mengalir dengan derasnya. Gadis itu lalu
menangis dengan sedihnya. Kini hancur sudah semuanya....!
Terasa gelap dunianya dan....... sudah tidak ada gunanya lagi
ia hidup di dunia. Musnah sudah seluruh harapannya selama
ini!
"Geriiiiit!"
Terdengar pintu dibuka, kemudian muncullah lelaki
berkerudung itu di muka pintu kamar. Seraya tertawa
perlahan lelaki itu menghampiri pembaringan Chu Bwee Hong.
Nada suaranya kurang ajar sekali, lain benar dengan suaranya
kemarin.
"Ha haha,..... engkau sudah siuman, bidadariku yang cantik
?"
"Keparat! Iblis biadab! Apa yang telah... telah kauperbuat
terhadap diriku?" Chu Bwee Hong memaki dan menjerit
seperti orang gila.
"Hei, mengapa berteriak-teriak begitu, anak manis......?
Kau belum puas, yaa...?" lelaki itu berusaha membujuk
dengan lagaknya yang menjijikkan. "Ayuh, kita ulangi lagi
kalau begitu....... hahaha !"
Chu Bwee Hong terbelalak dengan air muka pucat pasi.
Bibirnya yang putih pucat ketakutan itu gemetar dan tak bisa
mengeluarkan suara sekarang. Dilihatnya iblis yang tak
kelihatan wajahnya karena tertutup oleh kerudung hitam itu
datang mendekati pembaringannya. Dan gadis itu hampir
pingsan tatkala laki-laki yang akhirnya berdiri di tepi
pembaringannya tersebut membuka baju dan celana di
hadapannya. Kemudian dunia ini seakan-akan diguncang
gempa hebat ketika tubuh lelaki yang telah bertelanjang bulat
itu meloncat ke atas pembaringan !
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
“O-oh.....k-kau mau a-apa......?" Chu Bwee Hong menjerit,
tapi yang keluar dari dalam mulutnya hanya suara yang serak
dan tak jelas. Tenggorokannya terasa tercekik !
"Tenanglah, manis....! Semuanya akan berjalan dengan
menyenangkan. Akan kuajak engkau ke sorga yang luar biasa
indahnya..." lelaki itu tertawa perlahan, lalu dengan ganas
menerkam Chu Bwee Hong dan menotok urat gagunya, agar
gadis tersebut tidak bisa berteriak-teriak lagi!
Rasa-rasanya dunia mendadak menjadi gelap dan..... Chu
Bwee Hong lalu pingsan !
Lelaki berkerudung hitam itu tidak peduli meskipun
korbannya menjadi pingsan. Bagi seorang iblis kejam seperti
dia, apalagi pengaruh setan telah menguasai hatinya, keadaan
seperti itu bukanlah merupakan suatu penghalang baginya !
Dengan sangat kasar ia menerkam tubuh Chu Bwee Hong dan
memperkosanya untuk yang kedua kalinya.....!
Memang sungguh malang nasib gadis ayu tersebut.
Sepintas lalu dunia ini rasanya memang tidak adil. Seorang
gadis cantik yang baik budi seperti Chu Bwee Hong yang sejak
kecil selalu menderita dan hampir tidak pernah mengenyam
kebahagiaan seperti halnya gadis-gadis lain, harus pula
menerima kekejaman dan kebiadaban seperti itu.
Tapi semuanya telah terjadi ! Nasib memang telah
menentukan demikian, dan tak seorangpun yang bisa
mengelakkannya. Semua itu adalah rahasia alam, yang tak
mungkin seorang manusia dapat menjenguk dan
menguraikannya !
Hari telah menjadi sore dan tempat itu telah mulai terasa
gelap. Lelaki berkerudung tersebut turun dari atas
pembaringan dan mengenakan pakaiannya kembali. Kemudian
dengan perasaan lega karena nafsu binatangnya telah
terpuaskan, lelaki berkerudung tersebut berjalan ke arah pintu
dan melongok ke luar pondok.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tiba-tiba lelaki itu menutup pintu pondoknya kembali.
Lapat-lapat terdengar suara langkah kaki seseorang
mendatangi tempat tersebut.
"Lian-ji (anak Lian)........! Lian-ji........!" orang yang sedang
menuju ke tempat itu memanggil anaknya.
Lelaki berkerudung itu cepat kembali ke kamar dan
bergegas mengenakan kembali pakaian Chu Bwee Hong yang
berceceran di atas lantai. Gadis itu masih belum siuman dari
pingsannya, maka dengan mudah lelaki berkerudung tersebut
mengenakan dan memasangkan kembali pakaiannya. Lalu
dengan tergesa-gesa gadis itu diseretnya ke depan pintu.
"Hmm, anak ini kemana sih.......? Semua cuciannya
ditinggalkannya begitu saja........... dan sudah petang begini
belum juga pulang. Tidur di pondok ini barangkali. Hmm, Lian
Cu........! Lian Cu.....!" suara dari orang yang baru saja datang
itu telah berada di luar pondok.
Tiba-tiba orang yang baru datang yang tidak lain adalah
Hong-gi-hiap Souw Thian Hai itu mengernyitkan hidungnya.
"Huh, aneh benar.... !" gerutunya perlahan. ".......Kenapa ada
bau dupa wangi disini ? Apakah bocah itu sedang bermainmain
di sini ? Sungguh anak bengal, sudah kukatakan jangan
bermain-main di pondok mendiang kakek Souw ini.......eh,
masih juga nekad ! Hei, Lian Cu, ….hayo keluar!"
Tapi tak seorangpun menjawab teriakannya sehingga Souw
Thian Hai menjadi tidak sabar.
“Hah, kau mau mempermainkan ayah, ya.....? awas,
kugebuk kalau kuketemukan nanti….!” Souw Thian Hai yang
sudah biasa bergurau dengan anaknya itu pura-pura marah,
lalu dicarinya sebatang ranting untuk alat penggebuknya.
Mendadak mata pendekar itu terbelalak! Di bawah pohon
besar yang tumbang di samping pondok itu tergolek sebuah
peti mati yang telah pecah dan terbuka tutupnya. Dan di
dekatnya tergeletak sebuah orang-orangan dari jerami yang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
diberi pakaian seperti halnya manusia hidup. Hanya kepalanya
yang terbuat dari lilin itu telah hancur berkeping-keping,
sehingga Souw Thian Hai tidak dapat melihat wajahnya.
"Hmmh, kelihatannya tempat ini telah dikunjungi orang
Iuar.....," Souw Thian Hai bergumam perlahan. "........Tapi,
siapakah orang itu ? Mungkinkah bangsat itu kembali lagi ke
sini untuk meneruskan niatnya........ meminta peti pusaka
mendiang Bit-bo-ong itu? Hmh.....tapi apa maksudnya
membuat peti mati tiruan seperti itu ?"
Hati Souw Thian Hai menjadi tegang. Dugaannya tentang
seorang musuh besarnya yang datang kembali untuk meminta
peti pusaka mendiang Bit-bo-ong, membuat perasaannya
menjadi gelisah! Jangan-jangan setelah orang itu selalu gagal
untuk mendapatkan benda tersebut lalu mempergunakan akal
liciknya, yaitu mencelakai Souw Lian Cu, puterinya !
Maka Souw Thian Hai segera bersiap-siap, dia tak ingin
terjebak oleh perangkap lawan apabila dugaannya tersebut
benar. Sambil mengerahkan tenaga dalamnya yang dahsyat
dia berseru ke dalam pondok. Suaranya berat dan berwibawa.
"Siapa pun yang berada di dalam pondok ini....... keluarlah!
Kalau tidak.......hmh, jangan harap bisa menyelamatkan diri
dari reruntuhan rumah ini........"
Hening sejenak. Tak seorangpun menjawab seruannya.
Souw Thian Hai mulai ragu-ragu, jangan-jangan dugaannya
keliru. Mungkinkah orang itu telah pergi dari tempat ini ?
Hampir saja Souw Thian Hai meloncat ke depan untuk
menerjang pintu yang tertutup itu. tapi, . . tidak jadi ! Terlalu
berbahaya baginya. Siapa tahu dugaannya benar dan orang
itu belum beranjak dari pondok tersebut? Siapa tahu orang itu
menanti di dalam pondok dengan perangkapnya ?
"Kau tetap tidak mau keluar juga ? Baik ! Kaulihatlah baikbaik,
akan kurobohkan pondok kecil ini hanya dengan tiga kali
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
pukulan....... !" Souw Thian Hai mencoba mengancam lagi
untuk yang terakhir kalinya.
Sebenarnya pendekar sakti itu sudah menjadi ragu pula
akan dugaannya, tapi sebelum dia benar-benar memasuki
pondok tersebut ia ingin meyakinkan diri terlebih dahulu
bahwa di dalam rumah itu memang tidak ada siapapun juga.
Oleh karena itu sambil memberikan ancaman pendekar sakti
itu segera melangkah ke depan pintu pondok.
Tetapi hal itu ternyata telah diartikan lain oleh lelaki
berkerudung yang menantinya di belakang pintu. Lelaki
tersebut mengira bahwa Souw Thian Hai memang benarbenar
telah melihat dirinya, dan sekarang pendekar sakti itu
sungguh-sungguh akan meledakkan rumah kecil tersebut
dengan pukulan Tai-lek Pek-khong-ciangnya yang amat
terkenal di dunia persilatan itu. Maka sebelum Souw Thian Hai
melangkah lebih dekat lagi, lelaki berkerudung itu cepat
membuka pintu pondok dan berteriak keras sekali.
"Berhenti ... !!!"
Sekarang justru Souw Thian Hai sendirilah yang menjadi
kaget ! Sejak semula pendekar itu memang hanya mendugaduga
saja kalau di pondok tersebut ada orangnya. Kalau dia
tadi berteriak-teriak mengancam, hal itu hanya untuk
meyakinkan dirinya saja bahwa tempat tersebut memang
kosong ! Tapi tidak dia sangka dugaannya ternyata benar,
pondok itu....... betul-betul ada orangnya ! Dan orang itu juga
benar-benar orang yang selalu mengganggu dirinya, yaitu
orang yang menginginkan peti pusaka mendiang Bit-bo-ong
itu !
"Souw Thian Hai........! Kebetulan engkau telah datang
sendiri ke sini, sehingga aku tak perlu mencari engkau ke
rumahmu. Lihatlah siapa yang kubawa ini.........!" lelaki
berkerudung itu berteriak lagi seraya menyeret tubuh Chu
Bwee Hong ke depan pintu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sekali lagi Souw Thian Hai terkejut! Malahan kali ini rasa
kagetnya itu demikian hebatnya, sehingga kalau pada saat itu
ada petir menyambar mungkin ia takkan bisa mendengarnya
lagi!
Mata pendekar sakti yang biasanya bersinar tajam dan
dalam itu kini tampak terbelalak lebar ke arah Chu Bwee Hong
yang lemas tak bertenaga itu. Hampir-hampir pendekar itu tak
mempercayai pandangannya sendiri. Beberapa kali matanya
dikejap-kejapkannya dengan harapan barangkali semuanya itu
hanyalah bayangan atau impiannya saja.
Tapi wajah gadis itu tetap tidak hilang dari pandangan
matanya, begitu pula dengan lelaki yang menyanderanya itu.
Kenyataan itu membuat Souw Thian Hai menjadi sadar bahwa
semua yang ia hadapi sekarang bukanlah sebuah impian atau
bayangannya saja, tetapi benar-benar suatu kenyataan! Suatu
kenyataan bahwa lelaki yang telah beberapa kali gagal
memperoleh peti pusaka dari dia itu kini datang lagi dengan
membawa Chu Bwee Hong sebagai sanderanya. Dan lelaki itu
tentu hendak menukarkan keselamatan gadis yang amat
dicintainya itu dengan peti pusaka kepunyaan mendiang Bitbo-
ong tersebut !
Sementara itu Chu Bwee Hong sendiri, yang kini telah
siuman dari pingsannya, tampak menatap Souw Thian Hai
dengan tidak kalah kagetnya. Gadis ayu itu memandang
kekasihnya dengan air mata bercucuran dan apabila urat
gagunya tidak ditotok mungkin dia sudah berteriak dan
menangis menjerit-jerit !
“Hong....Hong-moi.....!” Souw Thian Hai akhirnya bisa
bersuara, meskipun suaranya juga tidak jelas. “Kau....kau....”
Pendekar sakti yang sangat disegani dan ditakuti orang itu
kini tertatih-tatih dengan hati tak keruan rasa. Hatinya yang
selama hampir empat tahun ini selalu ia tekan dan ia paksa
untuk melupakan gadis itu kini tak kuasa ia kendalikan lagi!
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Apalagi begitu bertemu dengan Chu Bwee Hong, kekasihnya
itu dalam cengkeraman iblis yang selalu memusuhinya!
"Berhenti ! Jangan dekat-dekat ... !" lelaki berkerudung itu
membentak lagi. Tangan kanannya yang semula
mencengkeram pundak Chu Bwee Hong itu tiba-tiba telah
memegang golok kecil dan menempelkannya di atas leher
gadis tersebut.
Souw Thian Hai cepat menghentikan langkahnya. Dengan
air muka tegang dan gelisah matanya menatap ke arah
lawannya. "A-apa maumu......?” geramnya.
“Hahah…. kau tidak perlu berpura-pura tak mengetahui
maksudku......" lelaki berkerudung itu tertawa menyeringai.
"Nah, lekaslah kauberikan peti itu kepadaku ! Ataukah engkau
ingin melihat dulu aku menggorok leher yang indah ini ?"
Lelaki berkerudung itu menekan sedikit mata goloknya,
sehingga Chu Bwee Hong meringis kesakitan ! Mata golok
yang putih mengkilap itu mulai bersemu merah oleh tetesan
darah Chu Bwee Hong, suatu tanda bahwa lelaki tersebut
tidak main-main dengan ancamannya !
"Jangan !" Souw Thian Hai berteriak.
"Hmm, bagaimana.....? Kau menyetujui permintaanku?"
lelaki berkerudung itu mengangkat alisnya dan mengendurkan
tekanan goloknya.
Sejenak Souw Thian Hai menjadi bimbang kembali. Peti
pusaka itu berisi benda-benda peninggalan mendiang Bit boong
yang sakti, termasuk pula buku-buku ilmu silatnya yang
dahulu pernah menggegerkan dunia persilatan. Peti pusaka
tersebut ia dapatkan setelah dia bisa membunuh duplikat Bitbo-
ong yang mengaku masih keturunan Bit-bo-ong asli
beberapa tahun yang lalu. Dan peti pusaka itu memang
sengaja ia simpan karena ia tak ingin benda tersebut dikuasai
oleh orang-orang yang tak bertanggung jawab.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ternyata sekarang ada orang yang ingin memiliki benda
pusaka itu kembali. Sudah beberapa kali orang yang
menyembunyikan wajahnya di balik kerudung itu mencoba
memintanya dengan berbagai macam cara, baik dengan cara
halus maupun kasar, tapi semuanya tidak berhasil. Dan kini
orang berkerudung itu datang kembali dengan caranya yang
licik dan pengecut. Entah bagaimana caranya hingga orang
licik itu mengetahui hubungannya dengan Chu Bwee Hong,
sehingga dengan cara yang kotor gadis tersebut dipakai untuk
memerasnya.
"Bagaimana ?” lelaki berkerudung itu membentak lagi.
"Baiklah. Tapi kau harus melepaskan gadis itu dahulu...... !"
akhirnya Souw Thian Hai terpaksa mengabulkan permintaan
lawannya. Bagaimanapun juga jiwa kekasihnya lebih berharga
dari pada yang lain-lainnya.
Lelaki berkerudung itu mendengus. "Kau jangan mencoba
mengelabuhi aku. Kalau aku melepaskan gadis ini kau tentu
akan menerjang aku. Huh, tidak.......! Gadis ini tidak akan
kulepaskan sebelum engkau memberikan peti pusaka itu
kepadaku dan berjanji tidak akan mengganggu langkahku
ketika keluar dari lembah ini. Bagaimana…..?”
"Pengecut !" Souw Thian Hai menggeram lagi.
"Apa katamu?" lelaki itu berteriak sambil menekankan
kembali golok itu ke leher Chu Bwee Hong sehingga yang
terakhir ini meringis menahan sakit.
"Bangsat ! Baik.......baiklah, aku berjanji !" Souw Thian Hai
menjerit saking tegangnya.
"Nah, begitu...... Sekarang bawa kemari benda itu! Lekas!
Sebelum aku mengubah keputusanku .......," Lelaki
berkerudung itu bernapas lega. Otomatis goloknya mengendor
kembali.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Ohhh.....!" Souw Thian Hai menghela napas panjang, lalu
perlahan-lahan melangkah mendekati pondok.
"Kurang ajar ! Apakah kau ingin membunuh kekasihmu ini
?” lelaki itu naik pitam. "Berhenti....... atau kubunuh gadis ini
!"
"Kau sendirilah yang kurang ajar !" Souw Thian Hai
membentak pula dengan marahnya. "Katamu aku kausuruh
mengambil peti pusaka itu ! Mengapa kini kau malah
menghalanginya?"
"Ambil peti itu ! Mengapa kau malah hendak memasuki
pondok ini ?" lelaki itu menjawab dengan berang pula.
"Bagaimana aku tak hendak memasuki pondok ini kalau
benda yang kaucari itu memang kusimpan di dalam pondok
ini?" Souw Thian Hai masih berteriak dalam nada tinggi.
"Kalau engkau memang tidak mempercayai janjiku dan masih
ketakutan bila berdekatan denganku, kau menyingkirlah
dahulu dari pintu itu ... karena peti pusaka itu kebetulan juga
kutanam di bawah pintu tersebut !!!"
"Apa...... ? Di bawah pintu pondok ini? Gila! Padahal telah
berpuluh-puluh kali aku tidur di dalam pondok celaka ini !”
"Kau tak menyangkanya, bukan ? Hal itu memang
kusengaja agar semua orang tidak menyangkanya. Selain itu
aku memang bermaksud untuk menempatkan semua bendabenda
pusaka keluargaku sesuai pada tempatnya yang benar.
Hmm, kau tahu siapa sebenarnya Bit-bo-ong asli yang hidup
pada zaman keemasan Empat Datuk Besar Persilatan itu?”
Lelaki berkerudung itu menggeleng lemah.
Souw Thian Hai mendengus melalui hidungnya. “Hmmhh!
Katamu dulu kau masih mempunyai hubungan keluarga
dengan mendiang Bit-bo-ong, mengapa engkau tak tahu siapa
sebenarnya dia.....?”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
“Jangan banyak bicara! Lekas kauambil peti itu!” lelaki
berkerudung itu menjadi marah. Lalu dengan tergesa-gesa ia
menyeret Chu Bwee Hong keluar dari pintu pondok untuk
memberi jalan kepada Souw Thian Hai.
Sebaliknya dengan tenang pendekar sakti itu tersenyum
dan melangkah ke dalam pondok. "Awas.......! Hati-hati kau
memperlakukan gadis itu. Sedikit saja kau
mengganggunya...... kau akan merasakan kehebatan
tanganku!" ancamnya.
Souw Thian Hai berdiri diam di belakang pintu. Matanya
tampak terpejam sebentar, lalu di atas ubun-ubun kepalanya
terlihat asap tipis mengepul ke atas, suatu tanda bahwa ia
sedang mengerahkan Ang-pek Sin-kangnya (Tenaga Sakti
Merah dan Putih).
Dengan perasaan tegang lelaki berkerudung itu mengawasi
Souw Thian Hai dan diam-diam ia juga mengerahkan tenaga
dalamnya, untuk berjaga-jaga terhadap segala kemungkinan.
Siapa tahu lawannya tiba-tiba berubah pikiran lagi ? Apalagi
ketika dilihatnya Souw Thian Hai mengerahkan Ang-pek Sinkang,
sebuah tenaga sakti yang tiada duanya di dunia
persilatan !
Mendadak Souw Thian Hai yang berada di belakang pintu
pondok tersebut menghantamkan kepalan tangannya ke atas
lantai !
Dhuuuuughrr.....! debu tipis tampak berhamburan kemanamana,
dan tangan Souw Thian Hai tampak terbenam ke dalam
lantai hampir sampai ke sikunya! Lalu bagaikan sebuah
cangkul lengan itu mencongkel ke atas, sehingga lantai yang
amat keras itu seperti dibongkar oleh sebuah tenaga raksasa.
Broool......!
Lantai itu tampak menganga dan terlihatlah sebuah lobang
kecil di mana di dalamnya tergolek sebuah peti kayu kecil
berwarna hitam mengkilat ! Souw Thian Hai bergegas
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mengambil peti kayu tersebut dan membawanya keluar
pondok.
"Nih, kauterimalah peti pusaka itu !” pendekar itu berkata
pendek kepada lawannya.
"Sekarang kaulepaskan gadis itu.........!”
Lelaki berkerudung itu tampak termangu-mangu sebentar,
agaknya belum percaya seratus persen bahwa benda itu
adalah peti pusaka yang selama ini ia idam-idamkan.
"Nanti dulu......! Kau menyingkirlah dahulu, aku akan
memeriksanya! Siapa tahu kau hanya mau menipuku?"
teriaknya lantang.
“Bangsat ! Jangan kausamakan aku dengan dirimu.......!"
Souw Thian Hai berseru dengan perasaan mendongkol.
“Menyingkirlah........!" lelaki berkerudung itu tetap
bersitegang.
"Baik ! Tapi..... awasss !! Jangan coba-coba berbuat curang
terhadapku. Begitu engkau mencobanya ...... hmm, akan
kucerai-beraikan tubuhmu yang kotor itu !” pendekar sakti itu
mengancam sambil menyingkir dari peti pusaka itu.
Sambil tetap membawa Chu Bwee Hong lelaki berkerudung
itu melangkah mendekati peti pusaka. Dengan goloknya ia
mencongkel tutup peti tersebut dan menjenguk isinya. Dua
bilah pisau panjang dengan hiasan permata pada pangkalnya
tampak berkilauan di dalam peti itu. Kemudian di sebelahnya
tampak sebuah buku tua yang sangat tebal bertuliskan tiga
baris kalimat yang berbunyi Bu-eng Hwe-teng, Kim-liong Sinkun
dan Pat-hong Sin-ciang !
Wajah di balik kerudung itu tersenyum puas. Dibukanya
lembar demi lembar halaman buku itu dengan ujung goloknya.
Lalu dengan ujung goloknya pula lelaki tersebut mengeluarkan
sebuah mantel hitam dari dalam peti itu, kemudian
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
membeberkannya di atas tanah. Tiba-tiba goloknya berkelebat
ke bawah, menabas kain mantel tersebut !
“Dhuuug !”
Debu dan tanah memercik kemana-mana, tetapi mantel itu
sedikitpun tidak terkoyakkan ! lelaki berkerudung itu tertawa
puas dan memasukkan kembali mantel itu ke dalam peti.
“Bagaimana…..?” Souw Thian Hai bertanya gelisah, hatinya
sudah tidak tahan lagi melihat wajah kekasihnya.
"Baiklah ! Nih, kauterimalah kekasihmu….!” lelaki
berkerudung itu berseru gembira. Kakinya mencongkel tubuh
Chu Bwee Hong, sehingga tubuh gadis itu melayang ke arah
Souw Thian Hai. Sementara itu kedua lengannya bergegas
menyambar peti pusaka tersebut dan membawanya pergi dari
tempat itu. Tubuhnya berkelebat dan sekejap saja telah hilang
dari pandang mata Souw Thian Hai.
Souw Thian Hai segera menyambut tubuh Chu bwee Hong
dan membawanya ke dalam pondok dengan terburu-buru.
Setelah meletakkannya di atas pembaringan kayu, yaitu satusatunya
tempat tidur yang ada di dalam pondok tersebut.
Souw Thian Hai lalu bergegas membebaskan totokan-totokan
yang melumpuhkan gadis itu.
Begitu terbebas dari totokan, Chu Bwee Hong langsung
menjerit dan merangkul kekasihnya. Tangisnya meledak tak
terbendungkan lagi. Seluruh kerinduannya selama ini seolaholah
termuntahkan semuanya. Segala macam persoalan yang
terkandung di dalamnya selama empat tahun ini seakan saling
berebutan untuk dikatakannya, sehingga mulutnya yang
sedang terisak-isak itu justru tak bisa berkata apa-apa !
"Hong-moi........! Hong-moi, sudahlah…..!"
Souw Thian Hai yang merasa bersalah karena telah
mengingkari janjinya kepada gadis itu berusaha membujuk
Chu Bwee Hong. la tidak menyangka sama sekali bahwa gadis
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
itu masih mengingatnya meski waktu telah berlalu sedemikian
lamanya.
"Hai-ko….. Hai-ko! Sudah empat tahun lamanya.......
mengapa engkau tidak juga mengunjungi aku? Apa.......
apakah engkau sudah berubah pikiran dan sudah lupa
padaku?" akhirnya Chu Bwee Hong bisa juga berkata di antara
tangisnya.
Souw Thian Hai menghela napas, mulutnya tak dapat
menjawab. Tapi perlahan-lahan pendekar sakti tersebut
melepaskan lengan Chu Bwee Hong yang memeluknya,
kemudian mendudukkan gadis ayu itu di pinggir pembaringan,
sementara dia sendiri juga duduk di sampingnya. Beberapa
saat lamanya mereka hanya berdiam diri dan hanya saling
berpegangan tangan saja. Kepala Chu Bwee Hong tertunduk,
sedangkan dengan perasaan bersalah Souw Thian Hai
memeluk pundaknya.
"Hong-moi, maafkanlah aku....... karena aku telah
membuatmu merana dan sengsara sekian lamanya. Aku
memang orang yang tak mempunyai perasaan dan hati sama
sekali. Aku ini benar-benar seorang lelaki yang tak
bertanggung-jawab dan sungguh tidak seimbang untuk
disejajarkan dengan engkau yang cantik bagai bidadari
ini….engkau terlalu mulia untuk lelaki rendah budi dan sudah
tua seperti aku ini.......”
Tiba-tiba Chu Bwee Hong menghentikan tangisnya.
Bagaikan mendapatkan sebuah kekuatan baru gadis itu
menengadahkan kepalanya. Matanya yang merah karena
banyak menangis itu menatap penasaran.
"Hai-ko, engkau belum tua...... engkau belum tua ! Siapa
bilang engkau sudah tua.....? Engkau hanya beberapa tahun
saja lebih tua dari pada aku, sehingga kita........'' sergapnya
dengan suara keras dan serak.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tapi Souw Thian Hai cepat menutup mulut yang bergetar
mempesonakan itu dengan jari-jarinya. "Sssssst !” pendekar
itu berdesah lirih.
".......Kau ini ada-ada saja. Siapa mengatakan bahwa umur
kita cuma terpaut beberapa tahun saja? Kau ini sungguh
membuat aku merasa malu saja, Hong-moi.......... Apakah
engkau sudah lupa kepada Lian Cu ? Puteriku.......? Haaa,
kalau yang kaumaksudkan itu selisih antara engkau dan
dia....... itu baru benar !"
"Tidak ! Tidak ! Hai-ko, bagiku engkau belum tua........!
Sungguh ! Engkau masih sangat muda ! Kita sungguh sepadan
sekali bila....." Chu Bwee Hong menyahut dengan cepat. Air
mukanya pucat ketakutan, bagaikan seekor induk ayam yang
amat khawatir akan kehilangan anaknya !
Souw Thian Hai tersenyum sedih, hatinya menjadi perih.
Bagaimanapun juga dia tidak bisa membutakan diri terus
menerus melihat kasih sayang Chu Bwee Hong yang amat
besar dan tulus itu. Ahhh, andaikata puterinya itu bisa
mengerti, desahnya di dalam hati.
Pendekar sakti itu teringat kembali kepada puterinya yang
belum pulang sejak tadi pagi. Kemana sebenarnya anak itu?
Siang tadi puterinya berkata bahwa dia akan ke sungai untuk
mencuci pakaian, tapi kenapa cuciannya ia tinggalkan dan ia
sendiri pergi tak tentu rimbanya ?
Tiba-tiba berkelebat di dalam benak pendekar sakti itu
suatu yang amat mengkhawatirkan hatinya. Jangan-jangan
puterinya yang memang tidak menyukai hubungannya dengan
Chu Bwee Hong itu telah melihat kedatangan Chu Bwee Hong,
sehingga ia menjadi marah dan pergi meninggalkan rumah
mereka.
"Aah!" Souw Thian Hai berdesah sedih.
"Hai-ko ! Hai-ko ! Mengapa engkau bersedih? Apakah
engkau........ engkau tidak bergembira dengan pertemuan kita
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
ini ? Apakah engkau tidak menyukai....... menyukai
kedatanganku? Ouhhh….!?!” Chu Bwee Hong yang mendengar
dan melihat kesedihan kekasihnya itu menjadi salah terima.
Gadis itu lalu melepaskan diri dari pelukan Souw Thian Hai dan
menangis tersedu-sedu kembali.
Souw Thian Hai menjadi kelabakan, “Hong-moi…..kau jajangan
berpikiran begitu,” bujuknya dengan tergesa-gesa,
“bukannya aku….bukannya aku tidak menyukai
kedatanganmu, tapi….. tetapi aku…..eh, sebenarnya kita……”
Sukar sekali rasanya bagi Souw Thian Hai untuk
mengutarakan kesukarannya, karena hal itu berarti dia harus
mengatakan tentang kebencian anaknya kepada gadis itu dan
rasa ketidaksukaan anaknya terhadap hubungan mereka.
Maka untuk beberapa waktu lamanya pemuda itu hanya
gagap-gugup tidak bisa berkata, sementara wajahnya tampak
sedih dan serba salah !
Celakanya, sikap Souw Thian Hai ini diterima salah oleh
Chu Bwee Hong ! sikap Souw Thian Hai yang sedih, ragu-ragu
dan tidak mau berterus terang itu membuat Chu Bwee Hong
semakin yakin akan dugaannya, bahwa Souw Thian Hai
memang telah melupakannya dan bermaksud untuk
memutuskan hubungan mereka. Buktinya pemuda itu tidak
bergembira sama sekali melihat kedatangannya, malah
tampaknya kekasihnya itu sangat tertekan batinnya dan
agaknya selalu berusaha untuk mencari-cari alasan buat
berpisah dengannya !
Tiba-tiba Chu Bwee Hong menjadi sangat bersedih sekali !
Impian yang selama ini selalu membuai pikirannya mendadak
seperti hilang lenyap tertiup angin. Api semangatnya yang
semula masih menyala, meskipun hanya kecil, kini bagaikan
ikut hilang pula terbawa pergi. Tiba-tiba dunia ini seakan-akan
berubah menjadi sunyi senyap dalam pandangannya.
Gadis itu lantas teringat kembali pada keadaan dirinya yang
kotor, yang memang sudah tidak berharga lagi untuk duduk
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
bersanding dengan Souw Thian Hai yang terkenal dan
dikagumi oleh banyak orang.
"Ohh, Tuhan........!" Chu Bwee Hong menjerit lirih,
kemudian berkelebat pergi meninggalkan Souw Thian Hai.
“Hong-moi…..?” Souw Thian Hai berseru kaget.
Pendekar sakti itu bergegas melompat untuk mengejar Chu
Bwee Hong. Tapi belum juga setindak ia melangkah, tiba-tiba
dari arah sungai terdengar suara jeritan wanita memecahkan
kesunyian petang itu. Sekejap Souw Thian Hai menjadi
bimbang. Dalam benaknya segera berkelebat bayangan Souw
Lian Cu, puterinya ! Jangan-jangan anak itu dalam bahaya !
Souw Thian Hai tidak jadi mengejar Chu Bwee Hong,
sebaliknya ia berputar ke arah sungai dengan cepatnya.
Sekejap saja tubuhnya yang tinggi besar itu telah berada di
tepi sungai. Tetapi wajahnya yang amat tegang itu segera
berubah menjadi mendongkol dan marah begitu melihat apa
yang terjadi di tengah-tengah sungai itu !
Sesosok mayat perempuan dalam keadaan telanjang bulat
tergeletak di atas batu besar di tengah sungai dengan kepala
pecah ! Dan Souw Thian Hai segera mengenalnya sebagai
pelayannya yang selama ini selalu membantu mengerjakan
pekerjaan rumah Souw Lian Cu. Perempuan yang masih muda
itu agaknya baru saja diperkosa oleh seseorang diatas batu
tersebut.
"Kurang ajar ! Siapa pula yang berani memasuki lembah ini
selain bangsat berkerudung itu?" Souw Thian Hai mengumpat
di dalam hati.
Dengan hati geram pendekar itu berlari kesana kemari,
menerobos hutan kecil dan menyusuri jurang dan sungai di
dalam lembah tersebut, tapi tak seberkaspun jejak si
pengacau yang ia ketemukan. Seperti halnya dengan lelaki
berkerudung itu, yang sudah lenyap tidak kelihatan batang
hidungnya, pengacau itupun telah hilang tak tentu rimbanya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sampai-sampai Chu Bwee Hong yang baru saja pergi dari
pondok itupun juga tidak bisa dia dapatkan lagi! Gadis itu juga
telah meninggalkan lembah tersebut entah kemana.
Akhirnya Souw Thian Hai pulang ke rumah dengan lemah
dan lesu! Begitu pepatnya pikirannya sehingga ia sampai
melupakan mayat pelayannya yang masih berada di atas
sungai. Benaknya Cuma dipenuhi dengan masalah Souw Lian
Cu, Chu Bwee Hong dan peti pusaka itu saja!
“Lengkap sudah sekarang kehancuranku….!” Rintihnya.
Rumah yang biasanya tampak terang dan cerah itu kini
kelihatan murung dan gelap. Tidak ada suara riang dan
gembira dari Souw Lian Cu lagi. Tiada suara bening dan manja
yang biasa menyambut kedatangannya. Semuanya sunyi dan
gelap, bahkan lampupun belum dinyalakan.
Bagaikan sedang bermimpi Souw Thian Hai membuka pintu
rumahnya. Tapi…..
“Duuaaar!”
Tiba-tiba daun pintu itu meledak di dalam tangannya.
Begitu dahsyatnya sehingga bangunan bagian depan dari
rumahnya runtuh ke bawah dengan hebatnya. Tanah yang
dipijaknya seolah bergetar bagai digoyang gempa, sementara
serpihan-serpihan kayu dan bagian bangunan lainnya tampak
berhamburan dan bertebaran kemana-mana!
Sekejap tempat itu menjadi gelap gulita oleh asap dan
debu yang bergulung-gulung !
Souw Thian Hai ikut terlempar tinggi ke udara, kemudian
jatuh di atas dahan pohon siong yang tumbuh tak jauh dari
tempat tersebut. Tapi oleh karena dahan itu tidak begitu besar
dan kuat maka sebentar kemudian Ialu patah dan perlahanlahan
jatuh ke atas tanah.
Sesaat Souw Thian Hai hanya tergeletak berdiam diri saja
di antara ranting-ranting pohon yang patah itu. Seluruh
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
anggota tubuhnya terasa kaku dan ngilu, seolah-olah tak bisa
digerakkan sama sekali. Luka-luka kecil tampak bergoresan di
seluruh badannya yang telanjang, sementara pakaian yang
tadi ia kenakan telah hancur berserpihan di sekelilingnya.
Untunglah, ilmu Souw Thian Hai yang boleh dikatakan telah
mencapai tingkat kesempurnaan itu segera bekerja secara
otomatis melindungi tubuhnya, sehingga pendekar sakti itu
terhindar dari maut. Tetapi oleh karena Iedakan itu terjadi
dengan sangat mendadak maka reaksi dari ilmunya itu juga
tidak dapat seratus persen melindungi badannya.
“Bangsat pengecut….!” Souw Thian Hai makin memaki
sambil mengedarkan pandangannya ke sekelilingnya. Dengan
waspada matanya mencari-cari sesuatu di kegelapan yang
melingkupi tempat tersebut, siapa tahu orang yang memasang
alat peledak itu muncul dengan tiba-tiba.
Perlahan-lahan Souw Thian Hai bangkit dengan
berpegangan pada ranting-ranting pohon itu, tetapi oleh
karena tubuhnya masih terlalu lemah maka badannya yang
besar tersebut terjatuh kembali ke atas tanah. "Kurang
ajar...........!" geramnya.
Sementara itu tidak jauh dari tempat itu sepasang mata
iblis memandang ke arah Souw Thian Hai dengan takjub
bercampur marah dan penasaran! Orang itu, yang tidak lain
adalah lelaki berkerudung tadi, sungguh merasa heran sekali !
Bahan peledak yang sudah mampu merobohkan bangunan
rumah tersebut ternyata tidak mampu membunuh Souw Thian
Hai ! Orang yang sangat dibencinya itu ternyata cuma lecetlecet
saja, padahal bahan peledak yang dia pasang itu telah
melemparkannya tinggi-tinggi ke udara.
"Kalau aku benar-benar ingin membunuhnya, inilah saatnya
yang paling tepat ! Sebelum ia mampu mengerahkan
tenaganya aku harus lekas-lekas menghabisinya......"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tiba-tiba bagai kilat cepatnya lelaki berkerudung itu
meloncat keluar dari persembunyiannya, lalu menerjang ke
arah Souw Thian Hai ! Kedua belah lengannya yang telah terisi
tenaga dalam penuh itu berkelebat menuju ke arah kepala
Souw Thian Hai! Saking cepatnya pukulan tersebut sampai
mengeluarkan suara mencicit tajam.
Meskipun telah bercuriga dan berwaspada sebelumnya, tapi
kemunculan lawannya yang amat tiba-tiba itu tetap
mengejutkan Souw Thian Hai ! Dan rasa kaget itu disertai pula
perasaan khawatir, karena begitu muncul orang itu langsung
menyerangnya, padahal tubuhnya belum bisa digerakkan
sama sekali.
Dengan segala sisa kekuatan yang masih dipunyainya Souw
Thian Hai berusaha mengelak !
"Buuuuk !"
Tanah di bawah tubuh Souw Thian Hai berhamburan
kemana-mana ketika pukulan lelaki berkerudung itu dapat
dielakkan oleh pendekar tersebut. Souw Thian Hai berguling
ke kanan dan pukulan lelaki itu lewat hanya beberapa dim saja
dari pelipisnya. Lalu pendekar itu mengerahkan lagi
kekuatannya untuk merangkak menjauhkan diri.
Tapi lawannya tak mau melepaskannya begitu saja. Begitu
pukulannya luput, kakinya segera melayang ke samping
mengejar korbannya. Dan kali ini Souw Thian Hai tak bisa
mengelak lagi! Untunglah sasaran dari tendangan itu hanya
pada paha saja, sehingga akibat yang ditimbuIkannya tidak
begitu membahayakan jiwa Souw Thian Hai. Meskipun
demikian tubuh Souw Thian Hai yang besar itu terlempar jauh
dan kemudian menggelinding ke pinggir sungai.
Dug! Souw Thian Hai meringis kesakitan karena
punggungnya menabrak belahan batu besar yang runcing.
Tetapi dengan demikian tubuhnya yang besar itu justru
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menjadi selamat dari gelombang air sungai di bawahnya,
karena batu tersebut ternyata dapat menahan tubuhnya.
Tetapi sekali lagi lawannya tak mau kehilangan kesempatan
itu. Waktunya tidak banyak, karena sedikit saja Souw Thian
Hai itu dapat mengerahkan tenaganya, dia tidak mungkin bisa
membunuhnya lagi. Sebaliknya, dia sendiri mungkin yang akan
mendapatkan kesukaran.
Maka tanpa membuang waktu lagi orang berkerudung itu
segera melesat memburu tubuh Souw Thian Hai ! Kedua belah
tangannya telah memegang sepasang pisau panjang milik Bit
bo-ong yang bersinar dingin kemilau itu, sepasang pisau yang
telah terendam dalam getah racun katak api! Di dalam
kegelapan malam pisau itu semakin tampak berkilauan
bagaikan api yang membara.
Souw Thian Hai segera menyadari bahwa dirinya dalam
bahaya. Sekali saja pisau itu menggores kulitnya, jiwanya tak
mungkin dapat ditolong lagi. Kecuali ada orang yang bisa
memberikan obat penawarnya, yaitu darah ular saIju. Tapi
siapakah yang mempunyai darah ular salju di dunia ini ? Kalau
ada, mungkin juga sudah tidak keburu lagi, karena siapa saja
yang terkena racun katak api itu, nyawanya tak mungkin
dapat bertahan lebih dari sepeminuman teh.
Rasa takut terhadap racun katak api itu membuat Souw
Thian Hai menjadi nekad. Tanpa memikirkan lagi akibatnya
pendekar sakti itu memaksakan diri untuk mengerahkan Angpek-
sin-kangnya! Sekejap tubuhnya bergetar suatu tanda
bahwa urat-urat darahnya yang masih lemah itu belum
mampu menampung aliran lwee-kangnya, dan sesaat
kemudian darahnya seolah-olah bergolak dengan hebat. Lalu
bersamaan dengan kesadarannya yang semakin hilang,
kakinya menjejak tanah dibawahnya ! Hup ! seolah-olah masih
ada kekuatan tersembunyi yang belum sempat dikeluarkan,
tubuh Souw Thian Hai tiba-tiba melesat ke samping dengan
cepatnya. Tapi oleh karena gerakan tersebut hanyalah
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
gerakan asal mengelak saja dan tidak diperhitungkan arah dan
tujuannya, maka tubuh itu meluncur ke arah sungai yang
deras.
Tag:cersil cersil indo cersil mandarin full cerita silat mandarin online cersil langka cersil mandarin lepas cerita silat pendekar matahari kumpulan cerita silat jawa cersil mandarin beruang salju. cerita silat pendekar mataharicerita silat indonesia cerita silat kho ping hoo cerita silat mandarin online cerita silat mandarin full cerita silat jawa kumpulan cerita silat cerita silat jawa pdf cerita silat indonesia gratis cerita silat jadul indonesia cerita silat indonesia pendekar rajawali sakti cersil indonesia pendekar mabuk cersil langka cersil dewa arak cerita silat jaman dulu cersil jawa download cerita silat mandarin full cerita silat mandarin online cersil mandarin lepas cerita silat mandarin pendekar matahari cerita silat jawa pdf cersil indonesia pdf cersil mandarin beruang salju kumpulan cerita silat pdf
kumpulan cerita silat cersil online
Share:
cersil...
Comments
0 Comments

Postingan Cersil Terbaru