Selasa, 24 April 2018

Cerita Silat Gelang Kemala 2 Full Tamat Komplit Baca Online disini

------
Cin Lan tidak tahu bahwa sejak ia keluar dari kota raja, ia telah dibayangi belasan orang dari
jauh. Mereka ini ada-lah anak buah Pangeran Tua yang diam-diam menyuruh orang-orangnya
memata-matai rumah Pangeran Tang Gi Su. Adik tirinya ini merupakan seorang di antara
mereka yang dianggap musuh, yang menentang kehendaknya memusuhi Kaisar, maka
dianggap berbahaya. Belasan ordng-orang itu membayangi Cin Lan segera memberi laporan
bahwa Cin Lan berkunjung ke makam pemberontak Bu Cian. Mendengar ini Pangeran Tua
terkejut dan juga girang, merasa mendapatkan kesem-patan untuk menekan Pangeran Tang Gi
Su. Dia pun tahu bahwa Cin Lan adalah puteri pemberontak Bu Cian akan tetapi karena hal
itu tidak pernah dikemukakan oleh adik tirinya, dia pun tidak dapat berbuat sesuatu. Kini,
gadis itu berkunjung ke makam pemberontak itu.
"Cepat tangkap gadis itu yarig me-ngunjungi makam pemberontak Bu Cian!" Perintahnya
kepada dua orang perwira yang menjadi anak buahnya. Seperti semua pangeran, biarpun dia
tidak menduduki pangkat sesuatu, dia mempunyai pasukan pengawal.
Cin Lan beriutut di depan makam ayah kandungnya sambil menangis. "Ayah mereka hendak
menjodohkan aku dengan putera musuh besar Ayah!" ratapnya sambll menangis sedih. Baru
sekarang merasa berduka sekali. Dan baru sekarang ia berkunjung ke makam ayah
kandungnya. la membayangkan ayahnya se-bagai seorang pria yang gagah perkasa, karena
ibunya mengatakan bahwa ayah-nya adalah seorang pendekar! Makin di-kenang dan
dibayangkan, ia menjadi semakin sedih.
Duka. Manusia manakah yahg lidak pernah berkenalan dengan duka? Hidup ini sendiri adalah
duka. Sudah ditandai dengan kelahiran. Sekali masuk ke dunia ini, manusia melakukan
perbuatan yang pertama kali adalah menangis! Dan taT ^gis itu tanda duka.
Hidup adalah suatu kenyataan. Tantangan datang dari mana-mana dan biasanya tantangan ini
dianggap problem yang menimbulkan duka. Padahal, tantangan hidup adalah suatu kenyataan
yang harus dihadapi dan diatasi, justeru romantikanya hidup adalah tantangan-tantangan
inilah. Bayangkan saja kalau kehidupan Ini tanpa tantangan, tanpa kesukaran dan kesulitan.
Tentu akan membosankan sekali. Justeru adanya tantangan ini menimbulkan gairah dan semangat
hidup karena timbul keinginan untuk melawan dan memenangkan tantangan yang
datang itu. Jangan sekali-kali menganggap bahwa tantangan kesulitan yang datang itu sebagai
problema yang mendatangkan duka. Namun ladapi sebagai suatu kenyataan yang wajar dan
memang demikianlah hidup. Hidup idalah saat ini, sekarang. Adapun yang kita hadapi
sekarang ini, hadapi dengan penuh kewaspadaan dan dari situ akan timbul kebijaksanaan
bertindak. Pikiran tidak perlu dikacau dengan soal yang telah lewat, sudah mati, tak perlu
dikenang 'lagi. Besok adalah suatu hal yang belum datang, bagaimana besok sajalah! Dengan
waspada setiap saat maka kehidupan akan rnaju terus selaras dengan keadaan yang wajar.
Setiap kali pikiran menyeret kita ke dalam duka, yang sebetulnya hanya merupakan
permainan pikiran saja, kita kembalikan kepada kekuasaan Tuhan! Kalau kita sudah
mengembalikannya dan menganggap bahwa semua itu terjadi karena dikehendaki Tuhan,
maka tidak ada rasa penasaran di hati dan kita bertindak sesuai dengan keadaan. Tuhan akan
Gelang Kemala > karya Kho Ping Hoo > buyankaba.com 200
memberi bimbingan sehingga kita akan dapat bertindak dengan bijaksana. Karena Tuhan
selalu mengasihi orang yang menyerah dan pasrah kepada-Nya. Bukan berarti menyerah dan
pasrah lalu tidak berbuat sesuatu. Tidak sama sekali. Kita harus berusaha sedapat mungkin
menentang dan melawan tantangan itu, namun dengan dasar kepasrahan kepada Tuhan dan
mohon petunjuknya.
Selagi Cin Lan menangis sambil berlutut, tiba-tiba ia dikejutkan oleh munculnya belasan
orang! Dua orang perwira yang memimpin belasan orang pengawal segera berlompatan ke
depan sambil membentak, "Pemberontak menyerahlah untuk'kami tangkap!"
Orang yang sedang berduka itu mudah menjadi marah dan nekat. Ditegur seper-ti itu, Cin Lan
menjadi marah sekali. Ia tldak mau mengatakan bahwa ia puteri Pangeran Tang Gi Su. Tidak,
ia tidak perlu mengatakan itu. la lalu bangkit berdiri dan berkata lantang, "Anjing-an-jing
keparat, boleh coba kalian tangkap aku kalau mampu'"
Dua orang perajurit itu lalu memberi aba-aba kepada anak buahnya untuk menangkap Cin
Lan. Akan tetapi, bagaimana mungkin mereka itu mampu menangkap seorang gadis selihai
Cin Lan. Mereka bergerak maju, akan tetapi Cin Lan. sudah mendahului mereka, meloncat ke
depan dan begitu kaki tangannya bergerak, empat orang sudah berpelantingan roboh. Hal ini
mengejutkan semua orang dan mereka semua mencabut senjata melihat kelihaian gadis itu.
Akan tetapi, begitu mereka mencabut senjata, Cin Lan menjadi semakin marah. Gadis ini
menyambar sebatang kayu yang berada di dekat kuburan lalu mengamuk. Tongkatnya
bergerak bagaikan seekor naga mengamuk dan dalam waktu sebentar saja belasan orang itu
berikut dua orang perwiranya telah dihajar babak-belur dan jatuh-bangun! Masih untung bagi
mereka bahwa Cin Lan tidak bermaksud membunuh. Kalau demikian halnya tentu mereka
semua sudah tewas oleh amukan gadis ini. Mereka hanya menderita kepala benjol-benjol,
muka matang biru, patah tulang lengan dan akhirnya mereka melarikan diri terpincangpincang
dan tak lama kemudian terdengar derap kaki kuda mereka yang melarikan diri.
Cin Lan membuang tongkatnya dan duduk terpekur di depan makan ayahnya. "Ayah, aku
ingin sekali menjadi seperti Ayah, menjadi pendekar yang memperjuangkan tegaknya
kebenaran dan keadiian. Aku ingin merantau seperti seekor burung di angkasa, bebas dari
tekanan siapa pun. Akan tetapi, bagaimana aku tega meninggalkan Ibu?" la menjadi sedih dan
kembali ia menangis. Kuburan itu berada di iuar dusun sehingga perke-lahian itu tidak
menarik perhatian penduduk dusun yang tidak mengetahuinya,
Ketika ia teringat akan penyerangan tadi, ia men]Bdi marah dan cepat ia meloncat ke atas
kudanya dan melakukair g pengejaran! Kuda itu cepat sekali larinya dan sebentar saja ia
sudah dapat menyusul kuda rombongan pasukan itu yang larinya paling lambat. Begitu dekat
dengan perajurit itu, Cin Lan mendorongnya sehingga terguling roboh dari atas kuda. Dl lain
saat Cin Lan sudah ineng-injakkan kakinya pada dada orang itu,, Orang itu mengalami patah
tulang lengan dia tadi tidak dapat cepat melarikan, kuda. Kini dlinjak dadanya dla
memandang dengan ketakutan.
"Ampunkan.,aku, Li-hiap...." dia memohon.
"Aku ampunkan engkau katau engkaa mau mengaku siapa yang menyuruh ka-lian mencoba
untuk menangkapku tadi! Hayo katakan, kalau engkau tidak mengaku, akan kuinjak sampai
hancur dadamu." Cin Lan menambah tenaga pada injakannya sehingga orang itu rnenjadi
semakin ketakutan.
Gelang Kemala > karya Kho Ping Hoo > buyankaba.com 201
"Kami hanya... hanya suruhan... kami diperintah oleh pangeran Tua...." i "Pangeran Tang Gi
Lok?" Cin Lan bertanya penuh keheranan. Pangeran Tua atau Pangeran Tang Gi Lok adalah
uwaknya, kakak dari ayahnya. Kenapa pula hendak menangkapnya?"
"Be... benar, Nona...."
”Kalian tahu bahwa aku puteri Pangeran Tang Gi Su?" tanyanya pula.
"Kami tahu, Nona. Akan tetapi kami disuruh menangkap Nona...."
"Des!" Orang itu ditendang sampai terguling-guling, kemudian Cin Lan melompat ke atas
kudanya lagi dan melarikan kudanya pulang ke kota raja.
Ibunya menyambut dengan girang pulangnya gadis itu, akan tetapi Cin Lan masih bersikap
dingin dan tidak mau bicara tentang apa yang telah terjadi kepada ibunya. la tahu bahwa kalau
ibunya tahu tentang kunjungannya ke kuburan ayah kandungnya, ibunya tentu tidak setuju.
Apalagi kalau ayahnya mendengar, tentu akan marah sekali.
* *
Malam itu langit tertutup mendung gelap sekali. Hawa udara amat dingin dan agaknya akan
turun hujan. Karena itu, maka jalan-jalan menjadi sepi. Orang-orang lebih senang tinggal di
rumah daripada keluar. Toko dan warung-warung juga sudah lebih siang menutup pintunya.'
Sesosok bayangan berkelebat cepat. Bayangan itu adalah Cin Lan. la mengenakan pakaian
serba biru tua sehingga tidak nampak dalam kegelapan malam itu. Tangan kanannya
membawa sebatang tongkat dan tak lama kemudian la sudah tiba di belakang pagar tembok
gedung tempat tinggal Pangeran Tua Tang Gi Lok. la merasa penasaran sekaii karena menurut
pengakuan perajurit tadi, uwaki nya sendiri yang menyuruh pasukan me-nangkapnya. la tidak
mau terang-terang-an berkunjung kepada uwaknya, karena hal ini tentu akan membikin marah
ayahnya dan mungkin uwaknya tldak mau menemuinya. Maka ia lalu pergi malam-malann
untuk menyelundup dan menyelidiki kenapa uwaknya hendak menangkapku”.
la sama sekali tidak tahu bahwa pada waktu itu, Pangeran Tua telah mengumpulkan beberapa
orang kang-ouw untuk membantunya karena dia sudah mulai mengatur rencana untuk
melakukan pem-bunuhan-pembunuhan sebagai langkah per-tama dari slasatnya untuk
merebut tah-ta kekuasaan. Bahkan datuk besar Liok-te Lo-mo itu berada di gedung itu, menjadi
penasihat Pangeran Tua.
Cin Lan adalah seorang gadis yang berilmu tinggi. Apalagi tubuhnya kini selain menjadi
kebal terhadap segala macam racun berkat gigitan ular emas dan ular putlh juga telah timbul
semacam tenaga sin-kang yang hebat akibat kedua racun yang bertentangan itu. la seorang
yang lihai bukan main yang telah menguasai ilmu tongkat Hok-mo-tung yang hebat. Akan
tetapi, ia seorang gadis muda, seorang gadis bangsawan yang sama sekali belum
berpengalaman. Kalau ia berpengalaman tentu ia sudah menaruh curiga ketika dengan amat
mudahnya ia melompati pagar tembok yang sama sekali tidak terjaga itu. la seharus-nya
curiga karena tidak nampak penjagaan ketat di luar pagar tembok.
Ketika ia memasuki taman bunga lalu menyusup ke arah bangunan, ia melihat bahwa
uwaknya itu sedang duduk di sebuah ruangan bersama seorang kakek yang usianya tentu
sudah tujuh puluh tahun lebih, seorang kakek tua renta yang tinggi kurus dan berjenggot tipis.
Gelang Kemala > karya Kho Ping Hoo > buyankaba.com 202
la tidak tahu siapa kakek itu, akan tetapi melihat paman tuanya duduk di situ, dengan hati
penasaran Cin Lan segera melompat dan tiba di ruangan itu.
"Pek-hu (Paman Tua), aku datang hendak bertanya kenapa Pek-hu menyuruh orang
menangkapku!" katanya dengan lantang.
Pangeran Tang Gi Lok tidak kelihatan kaget dan dia tersenyum. "Nona, jangari sembarangan
menyebut orang. Aku sama sekali bukan pek-humu. Engkau adalah anak seorang
pemberontak, maka aku menyuruh orang menangkapmu! Dan sekarang engkau menyerahkan
diri ke sini, bagus sekali!" Pangeran itu lalu bertepuk tangan dan tiba-tiba belasan orang telah
mengepung Cin Lan! Barulah gadis itu tahu bahwa kedatangannya sudah diketahui dan pihak
musuh sudah memasangi jebakan perangkap!
Jilid 12________
Akan tetapi ia tidak takut, ia lalu memutar tongkatnya dan menyerang ke kiri. Dua orang dl
sebelah kirinya cepat menggerakkan pedang mereka dan ternyata mereka ini bukanlah
pengawal-pengawal biasa, melainkan orang-orang kang-ouw yang memiliki ilmu silat yang
cukup tangguh. Akan tetapl kedua orang itu berteriak kaget dan mereka terhuyung ke
belakang ketika pedang mereka bertemu dengan tongkat di tangan Cin Lan. Yang lain segera
mengeroyok dan segera terjadi pertempuran yang seru. Cin Lan mengamuk bagalkan seekor
singa betina. Tongkatnya bergerak menyambar-nyambar bagaikan seekor naga dan sudah tiga
orang sudah roboh disambar tongkatnya. Akan tetapi yang lain maju mengeroyok sehingga
Cin Lan yang dikeroyok banyak orang pandai merasa kewalahan juga. Sementara itu, ia
melihat bahwa paman tuanya telah mengundurkan diri entah ke mana. Dan selagi ia mengamuk,
kakek tua renta itu bangkit berdiri. Kakek itu menarik keluar sehelai sabuk rantai
yang tadi dipakai di pinggangnya dan begitu kakek itu menyerang, Cin Lan terkejut sekali.
Kakek itu ternyata memiliki tenaga dahsyat dan serangannya amat cepat. Sabuk itu
menyambar ke arahnya dan ketika tongkatnya dipakai menangkis, rantai itu melibat
tongkatnya! Cin Lan menggetarkan tongkatnya sehingga libatan itu lepas, dan kakek itulah
yang kaget. Tidak sembarang orang mampu melepaskan tongkat dari libatan rantainya.
Tahulah dia bahwa gadis itu memang hebat sekali kepandai-annya. Akan tetapi dia mendapat
pesan dari Pangeran Tua agar dapat menangkap gadis itu hidup-hidup. Maka dia pun ikut
membantu pengeroyokan itu tanpa malu-malu lagi. Padahal, kepandaian Liok-te Lo-mo amat
hebat dan dia termasuk serangan datuk besar. Sepatutnya dia malu harus menghadapi seorang
gadis dengan keroyokan. Akan tetapi, biarpun dia akan mampu mengatasi gadis itu, kalau
disuruh menangkap hidup-hidup, akan sukar sekali karena ilmu tongkat gacis itu amat
dahsyatnya. Karena dikeroyak ramai-ramai, Cin Lan menjadi terdesak hebat dan ia tidak pula
dapat meiarikan diri. Terutama sekali permainan rantai Llok-te Lo-mo menutup semua jalan
keluar untuk melarikan diri sehingga terpaksa Cin Lan melawan mati-matian.
"Kalian tidak tahu malu! Hanya berani melakukan pengeroyokan!" la berteriak memaki, akan
tetapi para pengeroyoknya tidak mempedullkannya dan pada suatu kesempatan yang baik,
ujung rantal di tangan Liok-te Lo-mo telah menotok siku kanannya sehingga tongkatnya
terlepas dan tahu-tahu rantai itu telah melibat tubuhnya. la segera ditelikung dan dibelenggu.
Karena Liok-te Lo-mo sebelumnya sudah mendapat perintah dari Pangeran Tua. maka tanpa
banyak cakap lagi Cin Lan lalu dimasukkan ke dalam kamar tahanan.
Gelang Kemala > karya Kho Ping Hoo > buyankaba.com 203
Cin Lan didorbng masuk ke dalam kamar tahanan yang cukup bersih. Akan tetapi kedua
tangannya dibelenggu dan biarpun ia sudah mencoba untuk melepas-kan kedua tangannya,
usahanya sia-sia belaka karena yang dipakai membelenggu adalah tali dari kulit yang amat
kuat. la pun duduk bersila di atas lantai yang ditilan rumput kering dan berusaha untuk
menenangkan dirinya. Heran sekali. Ke-napa paman tuanya berusaha keras untuk
menangkapnya? Padahal menurut ayah-nya, paman tuanya ini yang melamarnya untuk putera
Pangeran Bian Kun. Apa maunya paman tuanya ini? Sama sekali tidak terpikirkan olehnya
bahwa pajTian tuanya akan memusuhi ayahnya.
Pada keesokan harinya, pagi-pagi Spkali ia mendengar suara orang menda-tangi tempat
tahanannya. Ketika mereka memasuki kamar tahanan, baru ia tahu bahwa mereka itu adalah
Bian Hok dan Pangeran Tang Gi Lok.
"Akan tetapi ia adalah puteri pemberontak dan malam ini ia menyusup ke sini seperti
pencuri'." ia mendengar paman tuanya berkata dengan nada penasaran
Bian Hok berkata, "Paman Pangeran, biarlah Ayah dan saya yang mernintakan ampun
untuknya. Paman tentu tahu bah-wa ia adalah calon isteri saya, bagai-mana mungkin
dijadikan tahanan. Saya mohon dengan hormat dan sangat, agar supaya saya diperbolehkan
membebaskannya dan membawanya pulang."
Pangeran Tang Gi Lok menghela napas panjang. "Mengingat betapa aku sendiri yang
meminangnya untukmu, Bian Hok. Dan ternyata ia bersembahyang dl makam seorang
pemberontak, la puteri pemberontak!'
"Paman, biar saya, yang menanggung."
"Sudahlah, kalau begitu kehendakmu, bawalah. Akan tetapi awas engkau, Cm Lan. Kalau
engkau ulangi perbuatanmu ini, akan kuadukan ayahmu kepada Sn Baginda Kaisar bahwa dia
melindungi puteri pemberontak'"
Sebenarnya Cin Lan ingin membantah, akan tetapi melihat keadaannya, ia diam saja. Bahkan
di waktu Bian Hok mele-paskan ikatan tangannya, ia merasa tidak senang sekali. Akan tetapi
ia pun tidak dapat menolak ketika belenggunya dilepas.
"Marilah, lan-moi. Mari kuantar eng-kau pulang," kata Bian Hok setelah belenggu itu lepas.
Akan tetapi Cin Lan berkata dengan nada ketus,
"Aku tidak minta kautolong! Aku tetap tidak mau menjadi jodohmu!" sete-lah berkata
demikian, ia pun lari keluar dari kamar tahanan itu terus keluar dari rumah Pangeran Tang Gi
Lok.
"Lan-moi....!" Bian Hok berseru akan tetapi Cin Lan tidak mempedulikannya lagi dan terus
berlari menuju pulang.
* * *
Thian Lee banyak mendengar tentang peristiwa-peristiwa penting yang terjadi di kota raja.
Bahkan dia mendertgar tentang sepak terjang puteri Pangeran Tang Gi Su yang kabarnya amat
lihai dan berani menentang Pangeran Tua. 3uga dia mendengar bahwa gerak-gerik Pange-ran
Gelang Kemala > karya Kho Ping Hoo > buyankaba.com 204
Tang Gi Lok yang terkenal dengan sebutan Pangeran Tua itu aneh, mengum-pulkan orangorang
kang-ouw. Bahkan ka-barnya para datuk sesat dikumpulkan di rumahnya termasuk
Liok-te Lo-mo. Mendengar hal ini tentu Thian Lee menjadi terkejut dan juga heran. Dia tahu
benar bahwa bekas gurunya itu, Liok-te Lo-mo, adaiah seorang datuk sesat yang amat lihai.
Dan sekarang agaknya Liok- te Lo-mo itu hendak diperalat oieh Pangeran Tua. Apa maunya
Pangeran Tua?
Dia amat tertarik dan ingin sekali dia menyelidiklnya dan juga kalau mungkin bertemu
dengan bekas gurunya Itu. Bagaimanapun juga, dla pernah ditolong oleh Liok-te Lo-mo.
Ketika dia masih kecll dan melarikan diri dlkejar para tukang pukul lurah dusun Bouw
kemudian dipukuli hampir dibunuh, muncullah Liok-te Lo-mo yang menolongnya kemudian
mengambilnya sebagai murid. Biarpun datuk sesat, namun Liok-te Lo-mo pernah
menyelamatkan nyawanya.
Malam itu Thian Lee berniat untuk melakukan penyelidikan dan kalau perlu dia ingin
menjumpai Llok-te Lo-mo yang kabarnya di rumah Pangeran Tang Gi Lok. Seperti blasa,
agar tidak dikenal orang, dia mengenakan pakaian hitam dan juga mukanya ditutupi
saputangan hitam. Dengan ilmu kepandaiannya yang tinggi, dengan mudah saja dia
melompati pagar tembok bagian belakang gedung. Blarpun banyak penjaga berkeliaran, namuri
dia dapat melompat tanpa diketahui seorang pun. Akan tetapi ketika dia sedang
menyelinap di balik semak-semak di kebun belakang, dia melihat bayangan lain berkelebat.
Gerakan orang itu pun cepat sekali ketika melompati pagar itembok sehingga Thian Lee
menjadi tertarik sekali dan diam-diam dia mengikuti gerakan orang itu yang menyelinap di
antara pohon-pohon menuju, ke bangunan besar.
Ketika orang itu beradadi bawah lampu gantung, Thian Lee semakin tertarik karena orang itu
pun memakai kedok hitam seperti dia dan dia dapat menduga bahwa orang itu adalah seorang
wanlta, melihat dari bentuk tubuhnya yang kecil ramping. Dan wanita itu memegang sebatang
tongkat sebagai senjatal
Akan tetapi dia melihat bahwa waniW itu masih kurang pengalaman dan sama sekali tidak
berhati-hati. Di mana ada orang masuk sebagai seorang pencuri itu berhenti di bawah lampu
gantung? Sungguh kurang pengalarnan. Dan tlba-tiba apa yang dikhawatirkannya terjadi.
Terdengar teriakan dan ada penjaga yang melihat wanita itu segera berterlak,
"Tangkap penjahat!"
Dan dari segala jurusan datang penjaga berlari-lari membawa senjata pedang atau golok dan
tombak. Sebentar sa)a waruta itu sudah dikepung oleh dua puluh orang leblh penjaga yang
bertugas di tempat itu. Akan tetapi wanlta itu agaknya sama sekali tldak takut!
"Kalian semua mundur! Panggil saja kakek tua renta yang bersenjata rantal dan suruh dia
bertanding dengan aku sampai seribu jurus! Hendak kulihat sampai di mana ilmunya, jangan
main keroyokan seperti anjing-anjing srigala!"
Akan tetapi mana para penjaga mau menurut perintahnya? Bahkan di antara mereka ada yang
berteriak, "Ini adalah nona yang tempo hari datang dan telah ditangkap!" Dan mereka pun
mengepung sambil berteriak-teriak. Mendengar ini, orang bertopeng itu lalu membuka
topengnya dan memang ia adalah Cin Lan!
Gelang Kemala > karya Kho Ping Hoo > buyankaba.com 205
"Aku datang untuk menantang kakek berantal untuk bertanding satu lawan sa-tu, bukan
keroyokan!" kembali ia membentak.
"Tangkap penjahat!" bentak seorang penjaga dan semua penjaga sudah mulai menggerakkan
senjatanya mengeroyok Cin Lan. Cin Lan menggerakkan tongkatnya dan memang gerakan
gadis ini hebat sekali. Tiga orang pengeroyok roboh di-hantam tongkat yang gerakannya amat
hebat itu. Diam-diam Thian Lee kagum akan tetapi juga kaget karena setelah topeng itu
dibuka, dia mengenal gadis itu. Gadis murid setia yang mencarikan obat untuk gurunya itu.
Gadis yang dilihatnya keracunan dan kemudian dibayanginya pergi ke Kuil Kwan-im-bio di
luar kota. Sudah lama dia serlng kali terkenang kepada gadis itu akan tetapi tidak pernah dia
dapat bertemu lagi dengannya. Dan kini tahu-tahu gadis itu telah berada di tempat ini dan
menghadapl pengeroyokan.
Memang sepak terjang Cin Lan hebat bukan main. Biarpun dikeroyok dua puluh orang, sama
sekali ia tidak menjadi gen-tar dan bahkan ia mengamuk hebat. Kembali empat orang sudah
roboh oleh sambaran tongkatnya dan Thian Lee girang mellhat betapa setiap kali tongkat itu
mengenai tubuh lawan, gadis itu me-ngurangl tenaganya sehingga tidak ada orang yang tewas
terkena tongkatnya. Bukan seorang gadis yang ganas dan kejam, piklrnya. Karena dia melihat
bahwa gadls itu dapat menguasai keadaan, sama sekali tidak terdesak bahkan mulal membuat
para pengeroyoknya nampak jerih setelah sepuluh orang pengeroyok roboh, dia pun hanya
rnenjadi penonton. Dan dia mulai berplkir. Inikah yang disebut-sebut orang sebagai puteri
pange-ran yang amat lihai itu? Kalau begitUy gadis yang menarik hatinya itu, murid yang
berbakti dan setia kepada gurunya, adalah puteri seorang pangeran? Agaknya tldak mungkin.
Mana ada puteri pangeran demikian setia kepada gurunya, mencari-kan obat sampai jauh dan
menempuh bahaya seorang diri?
Mendadak para pengeroyok itu mundur dan muncullah dua orang kakek di tempat itu. Jantung
di dada Thian Lee berdebar ketika dia mengenal seorang dari mereka. Liok-te Lo-mo, bekas
gurunya yang sekarang kelihatan sudah amat tua. Orang ke dua tidak dikenalnya, akan tetapi
orang itu kelihatan menyeramkan. Usianya sudah enam puluh tahun lebih, tubuhnya tinggi
besar seperti raksasa, pakaiannya seperti seorang pejabat tinggi dan kepalanya botak. Di
pinggangnya nampak tergantung pedang yang indah, pedang seorang pejabat tinggi hadiah
Kaisar! Dia tidak tahu bahwa orang itu adalah Pak-thlan-ong Dorhai, seorang di antara datukdatuk
besar yang kini telah menjadi seorang penasihat Kaisar. Kebetulan pada malam hari itu
Dorhal menjadi tamu dari Pangeran Tua maka dia dapat muncul bersama Liok-te Lo-mo
ketika mendengar bahwa gadis Puteri Pangeran itu kembali datang mengacau.
Memang Cin Lan sengaja datang Ke tempat itu karena ia merasa penasaran. Kedatangannya
untuk menantang berkelahi kakek yang pernah mengalahkannya dengan pengeroyokan. Kini
ia hendak menantangnya berkelahi satu lawan satu. Ketika melihat para pengeroyoknya
mundur dan melihat munculnya Liok Te Lo mo. Cin Lan segera menghadapinya dan
menudingkan tongkatnya ke arah muka Liok Te Lo mo.
”Kakek tua, tempo hari engkau secara curang menangkapku dengan mempergunakan
pengeroyokan. Sekarang aku menantangmu untuk bertanding satu lawan satu tanpa
pengeroyokan. Hayo majulah”.
Ditantang seperti itu, Liok-te Lo mo tertawa, "Ha-ha-ha, engkau nona cilik sungguh bernyali
besar. Tempo hari engkau sudah ditawan dan hanya karena pertolongan Bian-kongcu saja
engkau di-bebaskan, sekarang masih berani datang lagi membuat gaduh. Engkau mengajak
Gelang Kemala > karya Kho Ping Hoo > buyankaba.com 206
aku bermain-main? Balklah, kalau tidak kulayani engkau tidak akan tahu sampai di mana
kelihaian Liok-te Lo-mo."
Baru sekarang Cin Lan mendengar nama julukan kakek itu dan diam-diam ia pun terkejut.
Gurunya pernah menyebut-kan beberapa nama para. datuk dan satu di antara para datuk
persilatan adalah Liok-te Lo-mo. Maka, ia pun tidak berani memandang rendah dan la segera
menggerakkan tongkatnya.
"Lihat seranganku!" la menyerang dengan tongkatnya dan langsung saja ia nnainkan Hok-motung.
"Bagus!" Liok-te Lo-mo melolos sabuk rantainya dan memutar senjata itu untuk menangkis.
"Trangg... trakkk....!" Liok-te Lo-nno terkejut juga. Tak disangkanya bahwa gadis itu benarbenar
tangguh. Selain hebat iimu tongkatnya, juga memiliki tenaga sln-kang yang kuat sekali
sehingga dia sendiri merasakan jarl-jari tangannya tergetar hebat.
Dia lalu meloncat ke kiri dan rantainya menyambar ganas dari samplng menyerang ke arah
pinggang Cin Lan. Namun, gadis inl menangkis dengan tong-katnya. Ketika ujung rantai
membelit tongkatnya, ia mengirlm tendangan kilat ke arah tangan yang memegang rantai
sehingga terpaksa kakek itu menarik kembali rantainya dan melepaskan libatan. Thian Lee
memandang kagum. Bekas gurunya itu adalah seorang datuk yang sudah memiliki llmu sllat
yang amat tangguh. Akan tetapi gadis itu mampu mengimbanginya!
Kinl Cin Lan mengamuk. Tongkatnya menyambar-nyambar mendatangkan anglh dan
mengeluarkan suara berciutan. Llok-te Lo-mo terpaksa juga rnengerahkan tenaga dan
mengeluarkan semua ilmunya. Dia sama sekali tidak berani memandang rendah dan bahkan
dia menyerang dengan sungguh-sungguh. Bagaimanapun juga, Cin Lan kaiah pengalaman
dan kalah matang ilmunya. Ilmu tongkat Hok-mo-tung adalah ilmu silat yang tinggl dan sulit.
Biarpun ia telah menguasal Hok-mo-tung dengan baik, akan tetapi ia jarang sekali
menggunakannya dalam pertandingan yang sungguh-sungguh sehingga gerakannya kurang
matang. Apalagi di dalam hati-nya, Cin Lan adalah seorang yang tidak kejam. la tidak ingin
membunuh lawan-nya, maka setiap kali tongkatnya memukul, selalu la mengurangi
tenaganya. Seluruh tenaganya hanya dipergunakan apabila ia menangkis.
"Ho-ho, bukankah ini Hok-mo-tung? Nona, engkau tentu murid Pek 1 Lokai!" terdengar
kakek raksasa yang sejak tadi nonton perkelahian itu berseru, "Liok-te Lo-mo, biarkan aku
mencobanya se-bentar, main-main dengan murid Pek 1 Lokai. Sudah lama aku ingin mencoba
kehebatan Hok-mo-tung!" Setelah berkata demikian, Pak-thian-ong Dorhai meloncat
menghadapi gadis itu dan sambil tertawa Liok te Lo-mo rneloncat ke belakang membiarkan
datuk besar itu melawan Cin Lan.
Cin Lan sudah marah dan penasaran sekali karena tadi ia tldak mampu mengalahkan Llok-te
Lo-mo. Kini melihat raksasa itu maju dengan tangan kosong saja, tidak meloloskan sabuk
rantamya yang besar maupun pedangnya yang tergantung dl pinggang, ia menyambut lengan
serangan tongkatnya.
"Bagus'. Hok-mo-tung ciarl Pek l Lo-kai memang hebat!" kata Pak-thion-ong sambil
menangkls dengan tangannyr yang besar panjang dan sekaligus mencoba untuk menangkap
dan merebut tongkat itu. Akan tetapi Cin Lan menggunakan sin-kangnya untuk menggetarkan
Gelang Kemala > karya Kho Ping Hoo > buyankaba.com 207
tongkat itu. Dia mengerahkan sin-kang yang timbul dari racun ular emas dan raksasa itu
merasa betapa telapak tangannya bertemu hawa yang amat panas sehingga dia terkejut sekali.
Ketika dia memaksa hen-dak menangkap tongkat itu dengan pengerahan sin-kang panas untuk
rnengimbangi, tiba-tiba saja tongkat itu berubah dingln bukan main. Dia semakin kaget dan
melepaskan pegangannya dan saat itu dipergunakan oleh Cin Lan untuk menye-rang lagi
dengan pukulan tongkat pada kepala raksasa itu.
"Bagus!" Bentak Pak-thian-ong Dorhai dan cepat tubuhnya yang tinggi besar itu sudah
mengelak ke belakang. Namun tongkat yang menghantam itu tiba-tiba meluncur dan
menyodok ke arah ulu hati dengan tusukan yang dahsyat sekali. Pak-thian-ong menggerakkan
kedua tangannya dari bawah ke atas diputar ke kanan hienangkis. Tongkat terpental oleh
tangkisan yang amat kuat itu, akan tetapi ketika Dorhai hendak menangkap tongkat itu,
kembali Cin Lan sudah menarik tongkatnya sehingga tidak sampai tertangkap lawan. Pakthian-
ong Dorhai kini rnembalas dengan cengkeraman, tangkapan, dan tamparan kedua
tangannya yang besar, kadang diseling tendangan kakinya yang panjang dan besar sehingga
Cin Lan mulai terdesak! Gadis itu terkejut sekali karena ternyata ilmu kepandaian kakek
raksasa ini jauh lebih lihai dibandingkan Liok-te Lo-mo. Biarpun kakek ini hanya bertangan
kosong, jelas ia tidak akan mampu menandinginya. Apalagi kalau kakek itu mencabut
senjatanya. Akan teta-pi Cln Lan tidak mengenal takut. la memutar tongkatnya dengan cepat
dan melawan terus, mati-matlan.
Pada saat itu terdengar suara melengking nyaring panjang, dan mendengar ini Pak-thian-ong
Dorhai terkejut bukan main. Dia mengenal lengkingan dahsyat dari tenaga khi-kang yang
amat kuat, maka dia meiompat ke belakang. Pada saat itu berkelebat bayangan hltam dan
tahu-tahu tubuh gadis yang bertongkat itu sudah disambar orang dibawa meloncat seperti
terbang cepatnya. Peristiwa ini terjadi amat cepat dan tidak tersangka-sangka oleh Pak-thlanong
maupun Liok-te Lo-mo sehlngga mereka berdua tidak sempat menghalangi dan tahu-tahu
bayangan yang melarlkan Cin Lan itu sudah menghilang dalam kegelapan malam.
Cin Lan sendirl merasa terkejut bukan main ketika tiba-tiba tubuhnya diterbangkan orang, la
berusaha meronta dan rnelepaskan diri, akan tetapi mendadak saja tubuhnya menjadi lemas
tidak dapat digerakkan iagi. Kiranya secara cepat dan aneh sekali orang berpakaian hltam itu
telah menotoknya sehingga terpaksa ia mennbiarkan dirinya dilarikan sangat cepat
melompatii pagar tembok gedung tempat tinggal Pangeran Tua. Ia terus dibawa lari dan
ketika orang itu akhirnya melepaskannya dan sekaligus membebaskan totokannya, ia telah
berada di luar gedung ayahnya sendiri.
"Siapa engkau....?" la bertanya, akah tetapi orang berpakaian hitam dan mukanya ditutup
saputangan hitam itu telah meloncat pergi dan menghilang! Cin Lan menyadari keadaannya.
la tahu benar bahwa Si Kedok Hitam tadi tel'ah menyelamatkannya. Kalau orang Itu tidak
melarikannya, tentu ia sudah menjadi tangkapan kembali di rumah Pangeran Tua. Lawannya,
raksasa tinggi besar itu lihal bukan rnain dan kalau pertandingan tadi dilanjutkan, agaknya ia
akan kalah dan tertawan. Apalagi kalau Llok-te Lo-mo maju mengeroyok, Kini ia menyadari
bahwa Pangeran Tua adalah seorang yang memiliki banyak jagoan yang amat lihai dan
kedudukannya kuat bukan main.
Tentu saja yang menyelamatkan Cln Lan tadi adalah Thian Lee. Dia sudah menduga bahwa
Cin Lan tentulah puteri Pangeran Tang Gi Su. Kini ia teringat bahwa ketlka memperkenalkan
namanya, Cin Lan dahulu menyebutkan dirinya she Tang. la merasa heran bukan main. Kalau
Cin Lan puteri Pangeran Tang Gi Su, kenapa ia memusuhi Pangeran Tua yang bernama
Gelang Kemala > karya Kho Ping Hoo > buyankaba.com 208
Pangeran Tang Gi Lok, saudara sendiri dari ayahnya? Melihat gadis itu terancam oleh seorang
raksasa yang dari ^erakannya dia tahu tentu seorang yang berilmu tinggi sekali, maka dia pun
lalu menyelamatkan menotok dan membawa-nya lari dan baru dilepaskan setelah tiba . di
depan rumah Pangeran Tang Gi Su.
Thian Lee berkelebat pergi akan tetapi dia mengintai dari kegelapan. Dia melihat betapa gadis
itu akhirnya melompati pagar tembok gedung milik Pa-ngeran Tang Gi Su maka yakinlah
hatinya bahwa Tang Cin Lan adalah puteri Pangeran Tua itu. Dia pun lalu kembali ke rumah
makan tanpa ada yang mengetahui. Dia kini tahu bahwa Pangeran Tua yang dikabarkan
mempergunakan orang-orang kang-ouw itu ternyata benar. Bu-kan saja bekas gurunya, Liokte
Lo-mo yang berada di istana, akan tetapi ada pula seorang raksasa yang lua biasa lihainya,
dan yang belum dlke-ahuinya siapa. Akan tetapi dia dapat menduganya siapa. Seorang yang
tingkat kepandaiannya melebihi Liok-te Lo-mo, hanya ada beberapa orang jumlahnya dan
mereka adalah orang-orang yang disebut Datuk Besar. Dia pernah mendengar dari guru-nya
bahwa seorang di antara para datuk besar adalah yang berjuluk Pak-thlan-ong dan bernama
Dorhai. Tentu orang tadi yang bernama Dorhai, orang .Mancu. ; Padahal dia sudah mendapat
kabar bahwa Pak-thian-ong Dorhai telah menjadi penasihat Kaisar. Akan tetapi mengapa
malam itu berada di gedung Pangeran Tua? Dia seperti mencium keadaan yang tidak beres di
rumah Pangeran Tua. Mengum-pulkan para datuk kang-ouw dan Pak-thian-ong Dorhai berada
di situ pula!
Pada keesokan harinya, selagi Thian Lee membersihkan meja dan bangku dalam rumah
makan karena hari masih terlalu pagi sehingga belum ada tamu, men-dadak terdengar seruan
wanita, "Heh, malas benar kalian. Masa belum buka? Pagi ini aku lapar sekali! Hayo cepat
sediakan bubur dan sayur, bak-pauw dan juga air teh wangi. Cepatan sedikit!"
Thian Lee cepat menghampirl gadis yang memesan. dengan suaranya yang lantang itu dan
setelah mereka berha-dapan, Thian Lee bengong terlongong. Dia merasa tidak asing dengan
gadis itu, seperti pernah bertemu bahkan pernah mengenalnya, akan tetapi dla lupa lagi di
mana dan kapan. Juga gadis itu ketika memandang Thian Lee, ia terbelalak, kemudian ia maju
menghampiri.
"Kau pelayan di sini?" tanyanya.
"Benar, Nona," jawab Souw Thian Lee sopan.
"Kalau begltu cepat sediakan pesananku. Air teh wangi hangat, bubur dan sayur, bak-pauw
yang panas. Cepat!"
Siapa gadis itu, cara bicaranya, ben-tuk wajahnya yang bulat terlur, pakaian-nya yang
berkembang ramal dan cerah, semua itu begitu idak asing baginya.
"Baik, Nona. Harap tunggu sebentar agar bak-pauw dihangatkan dulu." setelah itu dia masuk
ke dapur untuk mempersiapkan pesanan tamu pertama yang demikian lincah, bahkan galak
itu. Gadis! Lincah. la ingat sekarang akan tetapl mungkinkah? la pernah bertemu dengan
murid Ang-tok Mo-li yang bernafna... Bu Lee Cin. Ya benar, tak salah lagi. Gadis itu tentu Bu
Lee Cin. Duiu baru berusia dua belas tahun dan sekarang teiah menjadi seorang gadis yang
cantik jelita dan dewasa. Akan tetapi ini baru dugaan, bisa saja dia keliru!
Gelang Kemala > karya Kho Ping Hoo > buyankaba.com 209
Ketika membawakan pesanan gadls itu, Thlan Lee memandang dengan penuh perhatlan
sambil meletakkan semua. pesanan ke atas meja. Dan anehnya, gadis itu pun memandang
padanya dengan penuh perhatian sehingga mau tidak mau, dua pasang mata mereka bertemu
dan bertaut sampai lama dan... keduanya hampir serentak berseru,
"Lee Cin....!"
"Thlan Lee! Ya, kamu Thian Lee....!" Gadis itu kelihatan gembira bukan main dan demikian
pula Thian Lee. Dia gembira sekali bertemu dengan Lee Cin. Beberapa tahun yang lalu gadis
ini sudah ramah dan akrab dengannya, bahkan te-lah menolongnya ketika dia akan diserang
harimau dan kemudian membebaskannya dari tali ikatan yang menggantungnya. Bahkan guru
gadis ini melindunginya dan bertanding melawan suhunya yang ke dua, yaitu Jeng-ciang-kwi.
"Lee Cin, sungguh tak kusangka akan bertemu denganmu di sinL Dan engkau sudah begini
besar... .sudah dewasa... dan cantik jelita."
Lee Cin tertawa, tawanya lepas bebas tanpa dikendalikan lagi, "Hi-hi-hik, benarkah aku
cantik jelita, Thian Lee? Juga engkau telah menjadi seorang pemuda yang ganteng. Sayang
engkau hanya menjadi pelayan rumah makan!"
"Pelayan rumah makan juga pekerjaan yang halal, Lee Cin."
"Ya sudahlah, mari duduk dl sini, kau makan bersamaku sambil mengobrol."
"Ah, mana bisa. Aku hanya pelayan di sini'"
"Eh, siapa yang melarang? Siapa berani melarangmu duduk bersamaku di sini, makan
bersamaku sambll mengobrol?. Akan kupukul hidungnya sampai berdarah kalau ada yang
beranl melarangmu. Heu, kau pelayan di sana, ke sinilah kamu!" Lee Cin memanggil seorang
pelayan lain yang segera lari mendatangi. "Katakan kepada majikanmu bahwa Thian Lee
liTiil kuajak makan bersamaku. Kalau majlkan-mu merasa dirugikan, nantl berapa kerugiannya
kubayar. Kalau dla melarang, akan kupukul hidungnya sampai berdarah. Cepat
katakan'"
"Baik, baik, Noha," kata pelayan Itu yang segera larl untuk melapor kepada majikannya.
"Nah, duduklah, Thian Lee. Bagaimana engkau dapat bekerja di sini? Di mana gurumu? Siapa
namanya? Oh, ya, Jeng-ciang-kwi. Hebat juga kepandaiannya. Guruku sampai terluka parah.
Dan bagaimana dengan gurumu itu? Aku tahu bahwa dia pun keracunan kena gigitan Anghwa-
coa."
"Ssttt, Lee Cin. Di sini jangan engkau bicara soal itu," kata Thian Lee berbisik. "Di sini tidak
ada yang tahu bahwa aku murid orang pandai, nant! saja di tempat lain kita bicara."
"Wah, engkau menyembunyikan diri, ya? Baiklah, sekarang mari kita makan. Aku senang
sekali bertenhu dan makan denganrnu di sini. Nanti setelah kita makan, kita berjalan-jalan
sambil mengo-brol. Jangan takut, aku yang akan memintakan kepada majikanmu agar engkau
diperbolehkan berjalan-jalan bersamaku. Hayolah, kita makan! Eh, pelayan, minta tambah
lagi buburnya, sayurnya dan bak-pauwnya!" Lee Cin berteriak-teriak dan pelayan segera
datang untuk memenuhi pesanannya. Terpaksa Thian Lee ikut makan agar gadis itu tidak
Gelang Kemala > karya Kho Ping Hoo > buyankaba.com 210
berteri.ak-terlak lagi. Dia memang belum sarapan. Diam-diam dia memperhatikan gadis itu.
Selain cantik, gadis ini agaknya masih bengal seperti dahulu, llncah jenaka dan pemberani.
Gadis sepertl inl sukar diduga akan berbuat apa, maka dia merasa le-bih baik kalau segera
diajak pergi dari rumah makan itu karena dapat saja membongkar rahasia dirinya!
Sehabis makan, Lee Cln bangkit berdiri. "Eh, pelayan, panggil majikanmu ke sinl!"
Pelayan pergi dan tak lama kemudian majikan rumah makan itu datang menghampiri sambil
tersenyum-senyumi. "Engkau pemilik rumah makan ini.' Tanya Lee Cin.
"Benar, Nona," jawab pemillk rumah makan.
"Kalau begitu, aku mintakan ijin untuk Thian Lee inl. Dia sahabatku yang sudah lama tidak
bertemu dan sekarang aku ingin mengajak ia berjalan-jalan. Blar kubayar engkau kalau
merasa rugi." PemUik rumah roakan itu merasa tidak enak. "Ah, tidak usah Nona. Kalau
memang Thian Lee ini sahabatmu dan ingin kauajak dia jalan-jalan, silakan dan tidak perlu
membayar kerugian akan tetapi sesudah berjalan-jalan, engkau cepat kembali ke sini, Thian
Lee."
Lee Cin tersenyum dan setelah membayar harga makanan, dengan gaya yang bebas ia lalu
menggandeng tangan Thian Lee dan ditariknya, diajak pergi dari situ seperti dua orang kanakkanak
saja. Pemilik rumah makan dan para pelayan memandang dengan heran dan kagurn.
Mereka mengatakan betapa beruntungnya Thian Lee mempunyai seorang sahabat seperti nona
itu'
Setelah tiba di luar rumah makan, Thian Lee melepaskan pegangan tangan Lee Cin dan
mereka lalu berjalan menu-ju ke tempat sepi di pingglran kota.
"Nah, sekarang ceritakan pengalamanmu semenjak kita berpisah, Thian Lee. Gurumu itu
terluka parah digigit Ang-hwa-coa, bukan? Heran, kalau dia tidak mati karena itu."
"Tidak, dia tidak mati. Kami berdua bertemu dengan seorang tabib yang pandai dan tabib Itu
telah mengobatinya sehingga dla sembuh."
"Ah, ada tabib yang dapat mengobati gigitan Ang-hoa-coa? Tabib seperti itu tidak banyak,
mungkin hanya Klm-sun Yok-sian saja yang mampu!"
"Memang dia yang mengobati guruku Jeng-ciang-kwi."
"Ahh, bagairriaha begitu kebetulan bertemu Yok-sian? Lalu bagaimana, Thian Lee?"
"Memang sudah berjodoh barangkali. Setelah disembuhkan Yok-sian, Jeng-ciang-kwi malah
akan membunuh Yok-sian."
"Wah, iblis keparat laknat!" teriak Lee Cin. "Biarpun guruku juga tidak akan berkedip mata
nriembunuh orang, akan tetapi tidak mungkin ia mau membunuh : orang yang telah menolong
nyawanya. Kalau aku bertemu dengannya kelak, aku harus bunuh 3eng-ciang-kwi itu! Lalu
bagaimana, Thian Lee?"
Gelang Kemala > karya Kho Ping Hoo > buyankaba.com 211
"Aku membela Yok-sian dan mengancam bahwa rohku dan roh Yok-sian akan terus
mengganggunya kalau dia membu-nuh kami. Agaknya dia ketakutan dan dia tidak jadi
membunuh kami, hanya melukai kami saja lalu pergi."
"Memang telur busuk Si J.eng-clang-kwi itu! Lalu?'
"Yok-sian berhasil menyembyhkan kami berdua dan dia lalu membawaku kepada suhengnya
di Hirnalaya dan aku menjadi murid suhengnya dalam ilmu silat, juga murid Yok-sian dalam
ilmu pengobatan."
"Waduh, engkau hebat sekali, Thian Lee!"
"Dan bagaimana denganmu, Lee Cin? Bagaimana gurumu setelah terluka oleh pukulan Jengciang-
kwi? Dan selama ini engkau berada di mana saja?"
"Aku? Ah, tidak ada yang menarik dengan pengalamanku," kata Cin Lan dunia ia
menyingkap lengan bajunya ke atas sehingga nampak kulit Jengannya yang putih mulus.
Akan tetapi Thlan Lee tidak memandang lengan yang mungil dan putih mulus itu, yang
dipandangnya adalah sebuah gelang yang dipakai gadis itu. Gelang kemala itu'. Presls gelang
yang dikalungkan di lehernya! Jadi gadis itu tunangannya? Lee Cin? Tiba-tita dia menangkap
lengan gadis itu sehingga Lee Cin menjadi terkejut bukan main.
"Eh, mengapa kau?" tanyanya.
"Lee Cin... gelang kemalamu ini. Suara Thian Lee tergetar dan wajahnya berubah sebentar
pucat sebentar merah.
"Engkau.. apakah memiliki nama marga Bu?"
"Benar, mengapa?"
"Ahhh.... benar engkau rupanya! Lee Cin, tahukah engkau apa artinya gelang kemala ini
untukmu?"
Lee Cin menggeleng kepalanya dan memandang dengan bengong. la lalu mengerutkan
alisnya. Apakah Thian Lee tiba-tiba menjadi gila pikirnya. Wajah pemuda itu demikian
tegang.
"Thian Lee, engkau ini kenapakah? Dan lepaskan lenganku, engkau menyaklti lenganku!"
"Ah, maafkan aku, Lee Cin. Aku begitu terkejut melihat gelang kemala
yang kaupakai ini. Lee Cin, tentu ayahmu bernama Bu Cian, bukan?"
"Aku tidak tahu," Lee Cin menggeleng kepalanya. "Ayah ibuku sudah meninggal dunia sejak
aku kecil, dan aku tidak tahu siapa namanya. Subo yang memelihara aku sejak kecil."
"Tentu engkau orangnya. Tak salah lagi! Ya Tuhan, tak kusangka akan ber-temu juga
akhirnya!"
"Eh, eh, nanti dulu Thian Lee, jelas-kan dulu apa artinya sikapmu yang aneh ini."
Gelang Kemala > karya Kho Ping Hoo > buyankaba.com 212
Thian Lee merogoh ke balik bajuhya dan mengeluarkan gelang kemala yang dia beri tali dan
dikalungkan di iehernya. "Kaulihat ini!"
Lee Cin memegang kemala itu dan mengamatinya. "Ehh? Serupa benar de-ngan gelangku!
Seperti kembar saja!"
"Memang kembar. Memang gelang ini hanya ada sepasang. Di seluruh dunia, tidak ada lagi
gelang kemala yang serupa benar dengan ini!" seru Thian Lee girang, Entah mengapa.
Hatinya terasa girang bukan main setelah bertemu calon jodohnya dalam diri Lee Cin, gadis
yang baik dan yang dikagumi! Biarpun tadinya dia condong untuk tidak setuju dengan perjodohan
yang ditentukan mendiang ayah-nya sejak dia kecil itu, setelah kini men-dapat
kenyataan bahwa jodohnya itu ada-lah Lee Cin, sama sekali tidak ada pe-rasaan tidak setuju
itu malah dia merasa girang sekali.
"Apa artinya inl, Thian Lee? Mengapa engkau memakai gelang yang persis gelangku? Apa
artinya semua ini?"
"Mari kita duduk di sana dan akan kujelaskan semua kepadamu, Lee Cin. Mari, di sana ada
batu-batu untuk duduk dan di sana sunyi." Mereka lalu pergi ke batu-batu besar itu dan
timbullah kekha» watiran di hati Thian Lee. Bagaimana. kalau Lee Cin menolak perjodohan
itu?
Setelah mereka duduk di atas batu. Lee Cin bertanya, "Nah, apakah yang hendak kaujelaskan
kepadaku? Aku ingin sekali tahu, Thian Lee."
"Ketahuilah, sepasang gelang itti da-hulunya milik ibu kandungku, ketika aku berusia satu
tahun, mendiang ayah kandungku menyerahkan sebuah dari sepa-sang gelang ini kepada
seorang sahabat baiknya yang mempunyai seorang anak perempuan yang baru berusia
beberapa bulan. Ayahku bernama Song Tek Kwi dan sahabatnya itu bernama Bu Cian.
GeJang ini diberikan ayahku sebagai ikat-an jodoh antara aku dan anak perempuan dari
Paman Bu Cian itu. Kemudian ter-jadi sesuatu yang hebat. Baik Paman Bu Cian maupun
ayahku telah dianggap pemberontak karena melawan seorang pangeran dan mereka dikeroyok
pasukan sehingga tewas. Sebelum ibuku meninggal dunia, ibuku memberikan gelang ini kepadaku
dan mengatakan bahwa aku telah ditunangkan sejak kecil dengan seorang anak
perempuan yang juga memiliki ge-lang seperti milikku ini. Nah, demikianlah ceritanya, Lee
Cin.
Tiba-tiba wajah Lee Cin berubah menjadi merah sekali. "Jadi... jadi... aku ini tunanganmu....?
"Begitulah kalau menurut keputusan kedua orang tua kita yang sudah meninggal dunia," kata
Thian Lee
Pada saat ity . datang seorang laki-laki berlarl-lari. "Ah, Thlan Lee. Susah payah aku
mencarimu. Rumah makan itu hanya mengatakan bahwa engkau keluar jalan-jalan. Kiranya
berada di sini!"
Thian Lee memandang dan dia me-ngenal orang itu. Seorang piauwsu dari Kim-liong-pang
bernama Ouw Kiu.
Gelang Kemala > karya Kho Ping Hoo > buyankaba.com 213
"Paman Ouw, ada apakah engkau mencariku?'
"Aku disuruh oleh supekmu, yaitu Souw-pangcu yang minta agar engkau suka datang ke sana.
Supekmu terancam bahaya besar, Thian Lee. Kim-liong-pang mengalami malapetaka dan
sebagian besar anak buahnya sudah terluka. Bahkan supekmu juga terluka. Dia minta agar
engkau suka datang berkunjung, sekarang juga."
Thian Lee merasa terkejut sekali. "Baik, aku akan ke sana!" katanya.
"Kalau supekmu mendapat malapetaka, aku pun akan ikut mernbantu, Thian Lee!" kata Lee
Cin.
"Baik, Paman Ouv/, engkau berangkatlah lebih dulu. Aku menyusul beiakangan."
"Akan tetapi harap cepat-cepat, Thian Lee. Kami khawatir terlambat," kata Ouw Kiu yang
lalu berpamit. Setelah orang itu pergi, Thian Lee menceritakan dengan singkat hubungannya
dengan keluarga Souw.
"Kalau begitu, kita harus cepat be-rangkat ke Pao-ting, Thian Lee. 3angan khawatir, kalau
pamanmu itu banyak musuhnya yang lihai, aku akan memban-tunya mengusir musuh-musuh
itu!"
"Tentang gelang...." kata Thian Lee.
"Untuk sementara kita tunda dulu urusan gelang kemala. Berita tentang itu terlalu tiba-tiba
datangnya, aku masih bingung dibuatnya. Mari kita berangkat. Ah, biar aku mencari dua ekor
kuda lebih dulu agar kita dapat melakukan perjalanan lebih cepat. Mari!" Lee Cin lalu
menggandeng tangan Thian Lee dan diajak pergi ke tempat penjualan kuda. Thian Lee rnerasa
jantungnya berdebar. Lee Cin ini seperti kanak-kanak saja. Sembarangan saja menggandeng
tangannya. Kalau tadi masih belum apa-apa, akan tetapi sekarang, setelah tahu bahwa Lee Cin
tunangannya, calon isterlnya, digandeng seperti itu hatinya menjadi berdetak-detak, berdebardebar
keras sekali sehingga dia khawatir detak jan-tungnya akan terdengar oieh Lee Cin.
Dengan royal sekali Lee Cin membeli dua ekor kuda yang baik dan tak lama kemudian
mereka berangkat. Lee Cin terpaksa menuruti permintaan Thian Lee untuk singgah di rumah
makan lebih dulu» selain mlnta ijin kepada majikannya untuk libur beberapa hari, juga untuk
mengambil buntalan pakaian di mana tersembunyi pedangnya. Kemudian mereka berdua
membalapkan kuda, meninggalkan kota raja menuju ke kota Pao-ting.
Apa yang terjadi pada Kim-liong-pang di Pao-ting? Ternyata masih ada hubungannya dengan
kedatangan Coat-beng-kwi dan Thian-lo-kwi yang pernah dikalahkan oleh Thian Lee dahulu.
Kedua orang ini agaknya maklum bahwa kekalahan mere-ka tidaklah wajar, apalagl
kekalahan Thian-lok-kwi yang perutnya disepak kuda yang mengamuk. Setelah luka-luka
mere-ka sembuh kembali, mereka lalu mencari bantuan toa-suheng (kakak seperguruan tertua)
mereka yang berjuluk Bu-tek Lo-kwi (Setan Tua Tanpa Tanding) yang ber-tapa di Guha
Siluman Bukit Setan Hitam. Bu-tek Lo-kwi inl dahulunya juga meru-pakan perampok, akan
tetapi kini telah mengundurkan dlri dan ilmu silatnya tinggi sekali. Setelah mendapat bantuan
toa-suheng ini, Coat-beng-kwi mengajak tiga puluh orang anak buahnya, menyerbu Kimliong-
pang dan menantang Souw-pangcu!
Gelang Kemala > karya Kho Ping Hoo > buyankaba.com 214
Terjadi pertempuran hebat dan banyak anak buah Kim-liong-pang yang terluka parah. Bahkan
Souw-pangcu sendiri terlu-ka oleh senjata rahasla yang dilepas oleh Bu-tek Lo-kwi. Akan
tetapi Coat-beng-kwi menarik kembali anak buahnya me-ninggalkan Kim-liong-pang lalu
pada keesokan hatinya dia mengirim surat untuk melamar Souw Hwe Li dan Llu Ceng! Kalau
kedua orang itu tidak diberikan kepadanya, dia akan membawa anak buahnya menyerbu lagi
dan akan membu-nuh semua orang di Kim-liong-pang dan membawa dua orang gadis itu
dengan paksa! Dia memberi waktu tiga hari agar kedua orang gadis itu diserahkan dengan
sukarela.
Menerima surat ini, tentu saja Souw-pangcu menjadi marah bukan main. Akan tetapi dia pun
merasa khawatir karena mengetahui kekuatan pihak musul . Lalu dia teringat kepada Thian
Lee. Murid keponakan itu adalah seorang yana; keli-: hatannya saja tolol akan tetapi dii men-;
duga bahwa muridnya itu adalah seorang ; pandai. Maka, dia lalu mengutus Ouw ! Kiu untuk
mencarinya di rumah makan di kota raja di mana dia bekerja. Dia sudah mendengar dari anak
buahnya yang per-nah melihat Thian Lee bekerja di rumah makan itu.
Demikianlah keadaan Kim-liong-pang yang sedang prihatin menderita ancaman daripara
perampok itu. Dengan menunggang dua ekor kuda yang baik, pada hari ke dua Thian Lee dan
Lee Cin memasuki kota Pao-tlng dan langsung saja pergi ke Kim-liong-pang. Kedatangan
mereka disambut gembira oleh Souw Can, akan tetapi Souw Hwe Li dan Lai Siong Ek
menyambut dengan alis berkerut. Dalam keadaan gawat itu, ayahnya memanggil Thian Lee.
Mau bisa apakah pemuda tolol itu, pikir Hwe Li. Akan tetapi tidak demikian dengan Liu
Ceng. Gadis ini girang dan merasa lega sekali karena ia merasa yakin bahwa Thian Lee akan
mampu menolongnya dari cengkeraman kepala perampok.
Souw Can lalu menjamu kedua orang muda itu dan semua orang duduk di ruangan tengah,
selain untuk menjamu tamu juga untuk membicarakan urusan nnereka.
Thian Lee bertanya kepada Souw-pangcu, "Supek, aku mendengar bahwa Supek terkena
senjata rahasia, bolehkah aku memeriksamu sebentar, barangkali Supek keracunan? Sedikitsedikit
aku pernah mempelajari ilmu pengobatan."
"Sedikit-sedikit? Aha, murid Kim-sim Yok-sian bagaimana mengaku hanya belajar sedikitsedikit?
Ilmu pengobatanmu tentu tinggi" dan hebar sekali, Thian Lee. Tak usah merendahkan
diri secara keterlaluan"' tegur Lee Cin sambil tersenyum.
Mendengar ini, bahkan Souw Can sendiri terkejut setengah mati. "Engkau pernah beiajar ilmu
pengobatan dari Kim-.sim Yok-sian, Thian Lee?"
"Ah, hanya sedikit-sedi...."
"Sedikit-sedikit lagi Souw-pangcu cepat suruh memeriksa siapa tahu lukamu berbahaya," kata
Lee Cin.
Souw Can lalu menggulung lengan bajunya dan memperlihatkan luka pada pangkal lengan
kirinya. Luka itu membiru dan memang ternyata senjata rahasia jarum itu mengandung racun
yang cukup berbahaya. Thian Lee lalu membuat ramuan obat dan setelah obat itu
diminumkan, racun itu pun lenyap seketika.
Gelang Kemala > karya Kho Ping Hoo > buyankaba.com 215
"Sebetulnya, apa yang telah terjadi, Supek? Paman SoOuw tidak menceritakan secara jelas,"
tanya Thian Lee kepada ketua itu.
Souw-pangcu menghela napas panjang. "Ini semua gara-gara Coat-beng-kwi itu...."
"Semua ini gara-gara engkau, Lee-twako!" tiba-tiba Souw Hwe Li berseru dengan alis
berkerut dan mata memandang kepada Thian Lee dengan marah. "Kalau engkau dahulu tidak
menghina mereka, tentu mereka kini tidak datang rnembikin susah kami!
"Hwe Li! jangan bicara lancang begitu!" bentak ayahnya. "Beginilah ceritanya, Thian Lee.
Dua hari yang lalu, Coat-beng-kwi dan Thian-lo-kwi itu, bersama seorang lain yang gendut
dan lihai bukan main, membawa tiga puluh orang anak buah dan menyerbu Kim-liong-pang.
'Kami semua tentu saja mengadakan perlawanan akan tetapi mereka itu kuat sekali sehingga
pihak kami menderita banyak yang terluka. Akan tetapi Coat-beng-kwi segera mundur dan
mengirim surat kepadaku. Dia minta... agar kami menyerahkan adik-adikmu Hwe Li dan
Ceng Ceng kepadanya. Kalau hal im tidak kami lakukan, mereka akan menyerbu lagi,
membunuhi semua orang dan merampas kedua orang adikmu dengan kekerasan. Mereka
memberi waktu tiga harl, jadi berarti besok adalah hari terakhir." Suara ketua itu terdengar
khawa-tir sekali. "Karena mengingat bahwa engkau pernah menolong kami dari kesu-litan,
siapa tahu sekarang pun engkau dapat menolong kami."
"Hi-hi-hik, urusan sekecil ini saja mengapa harus dibingungkan! Kalau mereka besok benarbenar
berani muncul, aku akan membasmi mereka satu demi satu!" kata Lee Cin
menyombongkan, diri.
Baru sekarang Souw-pangcu mernperhatikan gadis yang datang bersama keponakan itu.
"Thian Lee, siapakah Nona yang terhormat ini?"
"Supek, Nona ini bernarna Bu Lee Cin," kata Thian Lee dengan suara agak bangga karena dia
merasa seperti memperkenalkan calon isterinya! ,"la adalah murid dari Ang-tok Mo-li."
Sepasang mata Souw Can terbelalak, demikian pula dengan yang lain-lain terkeJut mendengar
nama ini. Nama Ang-Mo-li memang sudah mereka kenal sebagai nama seorang datuk wanita
yane amat lihai,
Hwe Li segera berseru, "Sekarang mengerti aku mengapa Lee-twako begitu berani dan tabah,
kiranya datang bersama murid Ang-tok Mo-li yang lihai'"
Souw Can mengerutkan alisnya dan melirik kepada puterinya yang dianggapnya lancang dan
terlalu memandang remeh kepada Thian Lee. Kemudian dia berkata kepada Lee Cin, "Harap
Nona maafkan bahwa penyambutan kami kurang hormat karena kami tidak tahu bahwa Nona
adalah murid Locianowe Ang tok Mo-li. Akan tetapi harap Nona ketahui bahwa pihak lawan
amat berba-haya. Bukan saja tiga orang pimpinan itu Hhai, akan tetapi mereka juga membawa
kurang lebih tiga puluh orang anak buah yang rata-rata tangguh."
"Souw-pangcu, urusan sekecil ini mengapa harus dlpikirkan sampai pusing?
Tiga orang pimpinan itu hanyalah anjing-anjlng srigala yang hanya pandai menggonggong.
Dengan adanya Thian Lee di sini, mereka itu dapat berbuat apakah?
Gelang Kemala > karya Kho Ping Hoo > buyankaba.com 216
Adapun tlga puluh orang anak buahnya, mudah saja menghadapi mereka. Biarkan anak
buahmu membuat barisan pendam dan siap dengan busur dan anak panah.
Kalau mereka berani menyerbu, hujani mereka dengan anak panah, tentu mereka akan
mampus semua. Dan para pimpinan mereka itu serahkan saja kepada aku dan Thian Lee. Nah,
mudah, bukan?"
"Ayah, aku pun berani melawan mati-matian kepada mereka!" kata Hwe Li dengan lantang.
"Teecu juga akan melawan mereka dan teecu sudah memberitahu kepada Ayah agar mengirim
pasukan untuk me-nangkap mereka semua!" kata Lai Siong Ek.
"Paman, meskipun akti tidak memiliki kepandaian tinggi, aku pun tidak takut rnelawan
mereka. Dartpada ditawan mereka, lebih baik melawan sampai mati!" kata pula Ceng Ceng.
"Wah-wah, semua orang di sini gagah-gagah!" kata Lee Cin mengejek. "Akan tetapi kalau
pasukan pemerintah dikerahkan, aku tidak mau turut campur. Thian Lee, sebaiknya kita pergi
saja dari sini karena sudah ada pasukan pemerintah yang turun tangan!"
Souw-pangcu berkata kepada murid-nya, "Siong Ek, tidak perlu menggunakan pasukan.
Urusan orang-orang kang-ouw tidak baik kalau dicampuri pasukan pemerintah, kalau begitu,
kita hanya akan menjadi buah tertawaan dunia kang-ouw saja."
"Baiklah, Suhu. Kalau begitu saya hanya akan memesan agar mereka itu melindungi Li-sumoi
dan Ceng-sumoi kalau keadaan mendesak," kata Lai Siong Ek.
"Thian Lee, bagaimana pendapatmu?" tanya Souw Can yang melihat pernuda itu sejak tadi
hanya menundukkan kepalanya saja.
"Supek, aku setuju dengan pendapat Lee Cin. Kita siapkan barisan pendam untuk melawan
anak buah mereka. Adapun tiga orang pimpinan itu kita ladapi secara jantan. Kita dapat
mengandalkan kepandaian Lee Cin untuk membantu kita menghadapi mereka."
"Dan engkau sendiri?"
"Aku akan melihat dulu. Kalau kiranya aku dapat membantu, pasti aku akan bantu dengan
taruhan nyawa, Supek."
"Bagus, dan Nona Bu, sebelumnya kami menghaturkan banyak terima kasih atas bantuanmu
yang amat berharga."
"Hi-hik, berkelahi memang hobbyku, mana ada bantuan-bantuan segala" Asal sediakan
anggur yang jangan terlalu keras dan manis, aku sudah senang. Eh, kedua Enci yang ingin
dirampas perampok, kalian memang gagah dan manis, mari temani aku minum anggur,
maukah?"
Melihat sikap Lee Cin yang begitu polos dan jujur, Ceng Ceng segera tertarik sekali. Juga
Hwe Li terpaksa menemaninya karena bagaimanapun juga, nama besar Ang-tok Mo-li
membuatnya merasa segan. Dua orang gadis ini lalu pindah duduk dekat Lee Cin dan segera
Gelang Kemala > karya Kho Ping Hoo > buyankaba.com 217
mereka bertiga bercakap-cakap rfengan akrab. Lee Cin memang seorang gadis yang terbuka
dan jujur maka pandai sekali bergaul dengan siapa saja.
Souw Can lalu mengajak Thian Lee untuk bicara berdua di dalam kamar sebelah dalam.
Setelah4 berada berdua saja, Souw-pangcu lalu berkata kepada pemuda itu. "Thian Lee,
antara mendiang ayahmu dan aku terdapat hubungan yang erat sekali, dan kami berdua dahulu
sudah seperti saudara sendiri. Oleh karena itu, kuharap engkau pun memandang aku sebagai
pamanmu dan tidak menyimpan rahasia apa-apa lagi. Thian Lee, sebetulnya engkau adalah
murid seorang pandai yang menyembunyikan kepandaianmu, benarkah?"
Thian Lee merasa tidak tega untuk membohong supeknya yang amat baik kepadanya ini.
"Bagaimana Supek dapat menduga demikian?" balasnya bertanya.
Souw-pangcu tertawa lirih, "Ha-ha, supekmu ini biarpun bodoh akan tetapi bukanlah anak
kecil seperti Hwe Li atau Siong Ek. Aku sudah mempunyai banyak pengalaman hidup, sudah
pula berpengalaman dalam perkelahian. Karena itu, tidak mungkin kalau semua gerakanmu
tempo hari karena kebetulan saja. Mengakulah, Thian Lee. Mengakui kepandaianmu sendiri
bukan berarti menyombong-kan diri. Sebetulnya, selain ketika kecil dididik ilmu silat oleh
mendiang ibumu, siapa lagi yang pernah mendidikmu dalam ilmu silat?"
"Sebetulnya, saya pernah dilatih ilmu silat oleh banyak orang, Supek. Sungguh memalukan
bahwa sampai sekarang saya masih begini-begini saja."
"Hemm, dugaanku tepat. Coba katakan, siapakah guru-gurumu itu?"
"Setelah dulu diajar oleh ibuku, yaitu ilmu silat Kun-lun-pai, ketika berusia sepuluh tahun,
saya lalu diangkat murid oleh guru yang pertama, yaitu Liok-tg Lo-mo."
Souw Can membelalakkan matahya. Liok-te Lo-mo adalah seorang datuk persilatan yang
pandai, walaupun merupakan datuk sesat. "Liok-te Lo-mo?" katanya kagum.
“Akan tetapi tidak lama saya menjadi rnurid Liok-te Lo-mo, hanya dua tahun saja, kemudian
saya direbut dari tangan Liok-te Lo-mo oleh guru saya yang ke dua, yaitu Jeng-ciang-kwi."
"Jeng-ciang-kwi....??" Souw Can berteriak karena nama ini adalah nama seorang datuk besar
yang amat lihai. "Wah, hebat sekali!''
"Akan tetapi sayapun tidak lama beiajar pada Jeng-ciang-kwi. Karena mencuri baca kitabnya,
saya hampir saja dibunuhnya, akan tetapi ditolong oleh Ang-tok Mo-li, maka saya mengenal
baik Lee Cin muridnya. Karena terluka, saya lalu ditolong oleh Kim-sim Yok-sian dan
kemudian menjadi muridnya dalam ilmu pengobatan. Dan saya diajak oleh Kim-sim Yok-sian
pergi ke Himalaya di mana saya belajar ilmu silat dari seorang suhengnya yang pertapa dan
bernama Tan Jeng Kun. Nah, demikianlah, Supek. Ketika saya darang menghadap Supek
minta pekerjaan, saya tidak berani memamerkan kepandaian saya maka berpura-pura tidak
bisa silat."
Souw Can tertawa bergelak, "Ha-ha-ha-ha, sungguh mataku seperti buta! Memiiiki murid
keponakan yang amat lihai akan tetapi tidak mengetahuinya! Akan tetapi aku sudah mulai
bercuriga ketika engkau mengalahkan Coat-beng-kwi, oleh karena itulah maka aku menyuruh
Gelang Kemala > karya Kho Ping Hoo > buyankaba.com 218
Ouw Kiu memanggilmu. Aku sudah sediklt rrienduga bahwa engkau tentu rnenyem-bunyikan
kepandaian. Dan sekarai g dugaanku benar. Ah, aku menjadi, lega sekali, Thlan Lee."
"Akan tetapi saya harap agar Supek tidak menceritakan kepada ora 'g laln. Saya tidak ingin
dianggap sombong dan pamer kepandaian."
Orang tua itu menghela napas pan-jang. "Salahku itu. Aku tidak dapat mendidik anak, aku
terlalu memanjakan Hwe Li sehingga ia suka memandanf rendah orang lain. Kau maafkanlah
Hwe Li dan Siong Ek, Thian Lee. Aku tahu bahwa mereka itu memandang rendah
kepadamu."
"Tidak mengapa, Supek. Saya kira haoya karena Li-moi masih terlalu muda saja. Saya tidak
merasa menyesal, bah-kan Li-moi telah melatih Ilmu Tongkat Memukul Anjing kepadaku.
Biarpun ia melatih dengan keras, akan, tetapi juga dengan sungguh-sungguh.",
"Ha-ha, betapa lucu dan memalukah. Melatih ilmu tongkat kepadamu! Padahal, aku pun
sudah tidak pantas untuk melatih ilmu silat kepadamu. Aihh, kalau saja...."
Mendengar orang tua itu tidak melanjutkan kata-katanya, Thian Lee meman-dang wajahnya
dan bertanya. "Ada,, apa-kah, Supek?"
"Ah, tidak apa-apa. Kalau saja ayah-mu masih hidup, alangkah akan senang hatinya. Mari kita
keluar lagi menemani, mereka. Kulihat temanmu Lee Cin itu seorang gadis yang terbuka dan
jujur, dan mudah akrab dengan siapa pun. Engkau memang akrab sekaii dengannya."
"Sebetulnya, sejak ia berusia dua belas tahun sampai sekarang, baru saja saya bertemu
kembali dengannya, Supek. Selagi kami bicara, lalu datang Paman Quw Kiu dan mendengar
di sini terancam bahaya, Lee Cin lalu menyatakan untuk ikut dan saya tidak dapat
menolaknya," jawab Thian Lee sejujurnya
"Aku girang kalau engkau tidak akrab dengannya, Thian Lee. Betapapun juga, ia murid Angtok
Mo-li dan engkau tahu sendiri orang inacam apa datuk wanita itu."
"Tapi, ia baik sekali, Supek," kata Thian Lee, diam-diam merasa tidak se-nang supeknya
memandang rendah orang lain.
"Sukurlah kalau ia baik tidak seperti gurunya," kata pula Ketua Klm-liong-pang. "Mari kita
keluar,"
Mereka melanjutkan percakapan sam-pai jauh malam dan pada keesokan ha-rinya, Kim-liongpangcu
sudah mengatur siasat seperti direncanakan Lee Cin, yaitu mengatur barisan pendam
dengan sejumlah anggauta Kim-liong-pang ber-sembunyi dan siap dengan busur dan anak
panah, berjaga-jaga di balik pintu ger-bang Kim-liong-pang.
Tak lama kernudian, musuh yang dl-tunggu-tunggu muncul. Kurang lebih tiga puluh orang
datang dipimpin oleh tiga orang yang nampak menyeramkan. ( oat-beng-kwi si raksasa muka
bopeng, Thian-lo-kwi yang tinggi kurus, dan seorang yang pendek gendut bermuka seperti
kanak-kanak. Dia inilah yang berjuluk Bu-tek Lo-kwi (Iblis Tanpa Tanding), twa-suheng dari
kedua orang kepala am-pok itu. Dipunggung kakek pendek gendut itu terdapat sebatang
pedang panjang.
Gelang Kemala > karya Kho Ping Hoo > buyankaba.com 219
Melihat musuh sudah datang, maka Souw-pangcu segera keluar menyanbut. Dia dltemanl
Ciang Hoat dan Gan Bun Tek dua orang piauwsu andalannya, ke-mudian Hwe Li dan Siong
Ek juga mendampinginya, barulah di belakang mereka berjalan Lee Cin dan Thian Lee. Liu
Ceng berjalan paling belakang, di belakang Thian Lee dan seperti yang lain, gadis ini pun
sudah siap denean pedangnya di pinggang.
"Lee-ko, Si Gendut itulah yang amat lihai," bisik Ceng Ceng kepada Thian Lee. Mendengar
bisikan ini, Lee Cin tertawa kecil.
"Si Pendek Gendut seperti babi itu? Hi-hik, blar nanti aku yang membuntungi ekornya!" kata
Lee Cin dengan suara nyaring sehingga terdengar oleh semua orang.
Coat-beng-kwi mengerutkan alisnya ketika dia melihat Thian Lee. Hatinya sudah menjadi
panas sekali dan dia ingin sekali menuntut balas atas kekalahannya yang dahulu dan yang
amat memalukan-nya itu. Akan tetapi, dia lebih dulu berteriak kepada Souw Can, "Souwpangcu,
bagaimana jawabanmu atas lamaran kami tiga hari yang lalu? Apakah engkau sudah
siap untuk menyerahkan kedua orahg Nona itu kepada kami?"
"Coat-beng-kwi, tanpa kaujawab sekalipun tentu kalian semua sudah dapat menduga bahwa
tldak mungkin kami menyerahkan puteri dan keponakan kami kepada kepala-kepala
perampok seperti kalian!"
"Kalau begitu, kami akan menghan-curkan K.im-liong-pang!"
"Waduh, gagahnya Si Raksasa Muka Bopeng ini!" Tiba-tiba Lee Cin maju dan menudingkan
telunjuknya kepada Coat beng-kwi. "Engkau mengandalkan banyak orang untuk melakukan
penyerangan. Apakah engkau tidak berani bertanding satu lawan satu?"
Melihat Lee Cin yang cantik jelita dan juga lincah itu. Coat-beng-kwi memandang kagum.
"Siapakah engkau, Nona? Dan apa urusanmu mencampun persoalan ini?"
"Siapa aku tidak perlu kau tahu. Aku hanya bertanya apakah engkau dan dua orang kawanmu
ini memiliki nyali untuk bertanding satu lawan satu? Kalau pihak kami kalah, sudahlah,
engkau boleh ber-tindak apa pun terhadap kami. Akan tetapi kalau kalian yang kalah, kalian
harus cepat menggelinding pergi dari sini!"
"Siapa yang takut bertanding satu lawan satu? Baiklah, aku akan maju lebih dulu! Siapa yang
akan menandingi aku? Bocah tolol itu?" Dia menudingkan telun-)uknya kepada Thian Lee,
akan tetapi sesuai dengan rencana yang sudah mereka atur sebelumnya, Souw-pangcu yang
melangkah maju dan menghadapi Coat-beng-kwi.
"Coat-beng-kwi, akulah yang akan menandingimu!" katanya.
Coat-beng-kwi terkejut, akan tetapi juga girang. Dia tahu bahwa di anlara semua yang berdiri
di pihak musuh, Souw-pangcu adalah yang paling lihai.
"Souw-pangcu, kalau engkau nrtaju lebih dulu, lalu siapa nanti yang akan menandingi kedua
orang suhengku?"
Gelang Kemala > karya Kho Ping Hoo > buyankaba.com 220
Kembali Lee Cin yang menjawab, "Heh, muka bopeng. Kalau engkau tidak berani melawan
Souw-pangcu, bilang saja, tidak berani, mengapa mesti pakai pem-bicaraan yang berputarputar?
Tentang siapa yang akan menandingi Si Kurus dan babi gendut ini, jangan khawatir,
kami masih mempunyai banyak sekah jagoan
Tentu saja pihak musuh merasa marah sekali dan mendongkol sekali mendengar ucapan gadis
yang pandai berdebat itu, sedangkan di pihak Kim-liong-pang ada yang tertawa, akan tetapi
juga ada yang khawatir karena mereka tahu bahwa pihak musuh sudah marah sekali.
"Baik, kalau begitu aku akan menandingi Souw-pangcu!" kata Coat-beng-kwi sambU
mencabut goloknya yang besar dan berat. Golok bergagang panjang itu memang merupakan
senjatanya yang istimewa, sambil nnemalangkan goloknya di depan tubuh, Coat-beng-kwi
siap menyerang Souw Can. Ketua Kim-liong-pang ini pun sudah siap. Malam tadi sudah jiatur
siasat bahwa dia yang akan melayani Coat-beng-kwi karena dia sudah tahu sampai di mana
tingkat kepandajannya dan dia merasa sanggup menandinginya. Adapun dua orang suheng
dari Coat-beng-kwi diserahkannya kepada Thian Lee dan Lee Cin.
"Engkau yang datahg menantang kami, aku sudah siap, Coat-beng-kwi majulah!" tantang
Souw-pangcu sambU melintangkan pedangnya.
"Haiiiittt....!" Coat-beng-kwi memibentak dan goloknya sudah menyambar dengan
dahsyatnya.
"Tranggg....!" Bunga apl berpijar ketika pedang di tangan Souw-pangcu menangkis golok,
bergagang panjang itu. Begitu terpental, golok itu membalik dan 'kini gagangnya menusuk ke
arah dada Souw-pangcu. Akan tetapi Ketua Kim-liong-pang ini sudah mengelak ke samping
dan pedangnya menyambar dengan tusukan ke arah lambung lawan. Coat-beng-kwi memutar
goloknya menangkis dan segera kedua orang itu sudah saling serang dengan hebatnya. Souw
Can memainkan ilmu pedang Kun-lun-pai yang indah dan cepat dan pedangnya menjadi
gulungan sinar yang bergulat dengan sinar golok. Mereka saling serang dan mencoba untuk
saling mendesak. Akan tetapi setelah lewat lima puluh jurus, segera nampak bahwa Souwpangcu
masih menang tangguh dan tingkat kepandaiannya lebih tinggi sehingga Coat-bengkui
mulai terdesak mundur. Sinar pedang menjadi semakin lebar sedangkan sinar golok kini
terhimpit dan terdesak.
Jilid 13________
“Sing” Pedang meluncur dengan cepat sekali dan biarpun Coat-beng-kwi sudah memutar
golok menangkis, tetap saja pedang itu menyerempet pundaknya, merobek baju dan kulit
sehingga pundaknya berdarah. Dia terhuyung ke belakang, akan tetapi Souw-pangcu tidak
melahjutkan seranganrtya dan bahkan menarik pedangnya ialu melangkah mundur. Sudah
jelas bahwa dia keluar sebagai pemenang dalam pertandingan itu.
Melihat ini, Thian-lo-kwi marah dan dia sudah mencabut pedangnya dan menyerang Souwpangcu
sambil berteriak,
"Souw-pangcu, akulah lawanmu."
“Tranggg....!" Souw-pangcu menangkis tusukan pedang itu dan melangkah ke belakangt
tangannya tergetar hebat ketika menangkisseranyan itu dan pada saat itu Lee Cin sudah maju
Gelang Kemala > karya Kho Ping Hoo > buyankaba.com 221
menghadang.
”Tikus kurus kau curang! Temanmu sndah kalah dan kalau engkau rnaju haruslah menantang
dahulu. Souw-pangcu sudah memperoleh kernenangan, dia boleh beristirahat. Kalau engkau
hendak mencari lawan, akulah lawanmu!"
Thian-lo-kwi mengerutkan alisnya dan memandang kepada gadis cantik yang mulutnya dapat
mengeluarkan kata-kata tajam itu dengan penuh perhatian. Dia adalah seorang jagoan yang
terkenal di .dunia persilatan. Usianya sudah setengah abad, tentu saja dia merasa direndahkan
sekali kalau harus melawan seorang gadis yang masih begini muda. Gadis yang pantas
menjadi cucunya. Melawan gadis sernuda ini, kalau menang tidak akan terpuji sebaliknya
kalan kalah dapat menghancurkan namanya!
"Bocah lancang mulut, siapakah engkau? Anak kecil macam engkau tidak perlu mencampuri
urusan ini'"
"Cacing kurus, nonamu ini bernama Bu Lee Cin dan tidak perlu banyak cakap lagi. Akulah
yang menandingimu tentu saja kalau engkau berani. Katau engkau tidak berani, cepat
rnerangkak pergi dari sini!"
Thian-lo-kwi marah sekali, akan tetapi dia rnasih memandang kepada Souw-pungcu-lalu
berkala, "Souw-pangcu, majulah mengapa engkau berlindung kepada seorang anak kccil?
Tidak bisa aku melawan seorang bocah lancang macam ini!"
"Thian-lo-kwi, Nona Bu ini memang jagoan kami. Hayo cepat lawan ia kalau memang
engkau memiliki kemampuan!"
Thian - lo - kwi merasa tersudut dan tidak dapat mengelak atau mundur lagi. Dia lalu
memandang gadis itu dengan mata mencorong. Aku harus dapat merobohkannya, kalau tidak,
namaku menjadi taruhan, pikirnya.
"Baik, kalau begltu cepat keluarkan senjatamu, anak lancang." bentaknya. Wajahnya nampak
bengis sekali. Hwe Li, Siong Ek dan Ceng Ceng menandang dengan jantung berdebar tegang.
Mereka bertiga sudah tahu betapa lihainya Si Tinggi Kurus ini. Bahkan Souw-pangcu sendiri
pernah terdesak olehnya, dan baru Souw-pangcu terlepas dari bahaya ketika kuda yang
ditunggangi oleh Thian Lee itu mengamuk dan menyepak perutnya. Tiga orang muda ini tentu
saja meraSa sangsi apakah Lee Cin akan mampu menandingi kakek tinggi kurus itu.
Namun Lee Cin menghadapinya dengan senyumnya yang nakal. "Aku mengeluarkan senjata
kapan saja kusuka, tidak perlu menuruti perintahmu. Engkau sudah memegang pedang,
mengapa tidak segera kaupergunakan untuk menyerangku? Kau takut ya?"
Diserang dengan kata-kata itu, wajah Thian-lo-kwi menjadi pucat lalu merah sekali saking
marahnya. Dia maklurri bahwa bertanding kata-kata melawan gadis ini dia tidak akan
menang, maka dia tidak peduli lagi bahwa lawannya yang masih amat muda itu masih
bertangan kosong. Diangkatnya pedangnya ke atas kepala, diputarnya seperti gasing sehingga
mengeluarkan suara berdesing, kemudian mulutnya membentak, "Bocah, lancang, terimalah
kematianmu'" Dan pedang itu menyambar dengan dahsyatnya ke arah leher Lee Cin.
"Singggg....!" Leher yang panjang dari rndah itu tentu akan terpenggal kalau saja pedang itu
Gelang Kemala > karya Kho Ping Hoo > buyankaba.com 222
mengenainya. Akan tetapi dengan gerakan yang manis namun lucu Lee Cin menundukkan
kepala dan merendahkan tubuhnya sehingga sinar pedang itu menyambar beberapa
sentimeter. di atas kepalanya dan tiba-tiba saja tangan kiri Lee Cin sudah menyambar ke
depan, menonjok ke arah perut lawan! Gerakannya ini cepat dan tiba-tiba sekali sehingga
Thian-lo-kwi terkejut sekali, namun tangan kirinya masih sempat menghadang dan menangkis
tonjokan itu,
"Dukk....!" Dan tubuh kakek itu terhuyung ke belakang. Tadi ketika menyerang, saking
marahnya dia telah menggunakan tenaga penuh sehingga ketika serangannya luput, tubuhnya
agak condong dan ketika tangan rnereka bertemu, posisinya kalah baik sehingga dia terdorong
dan terhuyung. Apalagi karena gunakan tenaga sin-kang yang kuat sekali! Dalam
segebrakan saja gadis itu telah membuat lawan terhuyung. Hal ini sama sekali tidak disangkasangka
oleh semua pihak bahkan Souw-pangcu sendiri sampai tersenyum dan menganggukangguk
saking kagumnya. Gadis itu dengan tangan kosbng mampu membuat lawan terhuyung
dalam satu gebrakan. Apalagi Hwe Li, Siong Ek dan Ceng Ceng, tidak dapat menahan
kegembiraan hati rnereka dan merekapun bertepuk tangan.
Mendengar tepuk tangan ini, Lee Cin memutar tubuh kepada mereka dan membungkuk
sebagai tanda teriina kasih atas pujian itu, gayanya seperti seorang pemain panggung yang
mendapat pujian penonton.
"Awas....!" Hwe Ll berseru kaget, juga sernua orang terkejut karena selagi Lee Cin memutar
tubuh membungkuk, lawannya sudah menyerang secara curang sekali dari belakang.
Serangannya sekali ini lebih hebat dari tadi karena dia marah bukan main.
Akan tetapi Lee Cin seolah memiliki mata di belakang tubuhnya dan ia melihat gerakan lawan
ini. la memutar tubuhnya membalik dan nampak sinar menyambar dari tangannya.
"Crlnggg... tranggg....!" Dua kali pedang tipis di tangan Lee Cin, menangkis serangan yang
bertubi-tubl itu. Entah kapan gadis itu mencabut pedang, tidak ada yang dapat melihatnya.
Sebetulnya ia tidak pernah mencabut pedang karena pedangnya itu demikian tipis dan lentur
sehingga tadi dilingkarkan di pinggangnya, tertutup oleh baju.
Bertubi-tubi Thian-lok-kwi menyerang dengan pedangnya, seolah tidak memberi kesempatan
kepada lawannya untuk bernapas. Akan tetapi ternyata Lee Cin memiliki gerakan yang cepat
bukan main seperti seekor burung walet tubuhnya menyelinap ke sana ke mari di antara
gulungan sinar pedang lawan, mengelak dan kadang menangkis dengan pedang tipisnya.
Belasan jurus kakek itu menyerang, narnun semua serangannya tidak berhasil karena selain
dapat dielakkan juga kadang dapat ditangkis oleh Lee Cin yang bergerak dengan lincah bukan
main.
Sekarang barulah Thian-lo-kwi terke-jut. Tadi ia memandang rendah gadis itu dan baru
sekarang dia tahu bahwa gadis itu benar-benar lihai sekali. Selain gerak-annya lincah, juga
memiliki tenaga sin-kang yang mampu menandingi tenaganya, selain itu gerakan pedangnya
juga aneh sekali, kadang pedang itu bergerak seperti seekor ular. Setelah belasan jurus
serangannya gagal, Thian-lo-kwi meloncat ke belakang untuk dapat melihat ilmu pedang
gadis itu karena kalau dia sudah mengenal llmu pedangnya tentu akan lebih mudah
menundukkannya. Dengan pengalamannya yang banyak dalam dunia Kang-ouw, dia
mengharapkan dapat mengenal ilmu pedang gadis itu.
Gelang Kemala > karya Kho Ping Hoo > buyankaba.com 223
Melihat lawannya melompat mundur, Lee Cin juga berhenti dan mengejek, "Kenapa tikus
kurus? Engkau sudah mulai takut, ya?"
"Keparat, siapa takut padamu? Dari tadi engkau hanya mengelak dan menangkis saja.
Balaslah menyerang kalau engkau berani!" Memang dalam ilmu pedang terdapat kenyataan
bahwa siapa menyerang berarti membuka pertahanan-nya. Dia menghendaki gadis itu
menyerang, bukan saja untuk mengenal ilmu pedangnya, akan tetapi juga agar gadis itu
membuka pertahanannya yang demikian kuat sehingga dia dapat "memasuki" pertahanan
yang terbuka itu.
"Eh, engkau ingin diserang? Jangan salahkan aku kalau engkau menjadi repot kemudian
roboh oleh rangkaian seranganku!"
"Jangan banyak cerewet. Maju dan seranglah!" tantang Thian-lo-kwi, dalam hatinya girang
kalau gadis itu berani menyerangnya dan dia sudah bersiap-siap dengan pedangnya.
"Sambut seranganku!" bentak Lee Cin dan begitu ia menggerakkan pedang, nampak gulungan
sinar merah! Ternyata pedangnya itu memiliki warna dasar kemerahan dan ketika digerakkan,
nampak sinar merah bergulung-gulung. Akan tetapi sinar itu tidak menyerang ke atas,
melainkan seperti seekor ular, gulungan sinar Itu menyerang dari bawah ke arah kedua kaki
lawan! Hal ini sama sekali tidak disangka-sangka oleh Thian-lo-kwi sehingga dia terkejut
bukan main. Gadis itu menyerangnya persis seekor ular yang menyerang kedua kakinya! Dia
tahu bahwa entah apa ilmu pedang gadis itu, akan tetapi tentu berdasarkan gerakan seekor
ular. Dan memang dugaannya benar. Lee Cin memainkan ilmu pedangnya yang disebut Angcoa-
kiam-sut (Ilmu Pedang Ular Merah), yaitu ilmu pedang yang mengambil dasar dari
gerakan Ang-hwa-coa milik gurunya. 3uga pedang yang tadi dililitkan ke perut itu adalah
Ang-coa-kiam (Pedang Ular Merah). Dan seperti Ang-hwa-coa, gerakan pedang itu dapat
menyusur ke bawah tanah menyerang kaki, dan dapat pula melentik seperti terbang
menyerang ke atas!
Thian-lo-kwi menjadi repot sekali menghadapi penyerangan ke arah kedua kakinya itu. Dia
melompat-lompat seperti monyet menari untuk menghindarkan kedua kakinya dari sabetan
dan tusukan pedang. Setelah lewat lirna jurus, tiba-tiba saja pedang merah itu melenting ke
atas dan menusuk kearah perut!
"Tranggg....!" Pedang di tangan Thian lo-kwi menangkis, akan tetapi pedang merah itu
melentik lagi sekali ini menusuk lebih ke atas lagi mengarah tenggorokan lawan. Thian-lokwi
kembali menggerakkan pedang untuk menangkis akan tetapi tiba-tiba tubuhnya
terhuyung ke belakang kiranya ketika pedangnya menusuk ke arah tenggorokan tadi, secepat
kilat tangan kiri gadis itu sudah menyelonong ke bawah dan menotok ke arah dada Thian-lokwi.
Biarpun Thian-lo-kwi sudah melindungl dadanya dengan sin-kang dan dia tidak sampai
terluka atau tertotok jalan darahnya, namun tetap saja dia terhuyung ke belakang. Kesempatan
itu dipergunakan oleh Lee Cin untuk mengelebatkan pedangnya dan tahu-tahu pedang itu
sudah menggores lengan kanan lawan sehingga berdarah dan pedangnya terlepas dari
genggaman!
Tepuk tangan riuh terdengar dari tiga orang muda yang rnenonton pertandingan itu,
menyambut kemenangan Lee Cin. Gadis ini menggunakan pedangnya untuk mencokel
pedang lawan dan sekali tangannya digerakkan, pedang Thian-lo-kwi itu terbang ke arah
pemiliknya dengan kecepatan seperti anak panah terlepas dari busurnya.
Gelang Kemala > karya Kho Ping Hoo > buyankaba.com 224
"Cringgg....!" Sebatang pedang di ta-ngan Bu-tek Lo-kwi menangkis pedang itu, bukan
sekedar menangkis karena pedang itu kini meluncur kembali ke arah Lee Cin dengan
kecepatan yang lebih kuat lagi. Lee Cin menangkis dengan pedangnya.
"Cringg... cappp!" Pedang itu runtuh ke bawah dan menancap di tanah sannpai ke gagangnya
dan bergoyang-goyang sedikit, tanda betapa kuatnya tenaga lontaran tadi. Diam-dlam Lee Cin
terkejut. Tak disangkanya Si Pendek Gendut kayak katak itu sedemikian kuatnya sehingga
ketika ia rnenangkis tadi, tangannya dirasakan tergetar hebat!
Akan tetapi gadis ini memang tidak pernah mengenal arti takut. la menudingkan pedang
merahnya ke arah muka Bu-tek Lo-kwi sambil memaki, "Babi gendut, kau...."
Akan tetapi klni Thian Lee maju dan dia memotong makian Lee Cin tadi. "Lee Cin, engkau
sudah cukup bersenang-se-nang. Kini giliranku, jangan main borong sendiri'"
Lee Cin menoleh dan tertawa, "Hik-hik, engkau juga ingin berpesta, Thiart Lee? Boleh, aku
pun ingin sekali menyaksikan sampai di mana kelihaianmu. Akan tetapi hati-hati, babi gendut
itu lihai sekali. Kalau engkau kewalahan, berikan saja kepadaku'." Ucapan Lee Cin ini
nadanya seolah ia memastikan bahwa tingkat kepandaiannya masih lebih tinggi dari pada
tingkat kepandalan Thian Lee. la lalu mundur dan disambut pujian oleh Hwe Li.
"Adik Lee Cin, engkau hebat sekali, aku kagum kepadamu!" kata Ceng Ceng memuji.
"Adik Lee Cin, kenapa engkau membiarkan Lee-twako menghadapi Si Gendut^ itu? Dia tentu
akan mati konyol!" kata Hwe Li yang masih memandang rendah kepada Thian Lee.
"Ehm, engkau pikir begitu, Enci Hwe Li?”.
"Ya, dia hu tidak becus apa-apa, hanya mengenal sedikit ilmu tongkat yang pernah
kuajarkan," kata pula Hwe Li.
"Hwe Li!" bentak Souw Can. "Jangan banyak ribut, lebih baik cepat pinjamkan pedangmu
kepada Thian Lee."
Akan tetapi Thian Lee tersenyum kepada Hwe Li dan Souw Can. "Tidak perlu, Supek. Aku
tidak berani mengotori pedang Li-moi, biarlah saya meminjam pedang ini saja”. Thian Lee
yang tidak membawa pedangnya sendiri karena merasa tidak perlu mempergunakan Jit-goat
Sin-kiam, segera mencabut pedang milik Thian-lo-kwi yang tadi menancap di atas tanah
sampai ke gagangnya. Dia menjepit gagang pedang itu dengan jafi telunjuk dan jari tengah
tangan kirinya, lalu menarik pedang itu dengan mudah seperti menarik sebatang sumpit saja!
Melihat ini, Hwe Li memandang terbelalak. Juga Siong Ek rnerasa heran sekali. Hanya Ceng
Ceng yang tetap tenang karena sejak semula gadis ini memang sudah menduga bahwa Thian
Lee nnenyembunyikan kepandaian yang tinggi. Dengan pedang itu di tangan, Thian Lee lalu
menghadang Bu-tek Lo-kwl sambil berkata, "Bu-tek Lo-kwi, aku sudah siap menghadapimu.
Mulailah!"
"Bagus, lihat seranganku!" Bu-tek Lo-kwi membentak. Watak kakek gendut ini tidak seperti
para sutenya. Dia tidak berani memandang rendah walaupun lawannya hanya seorang
Gelang Kemala > karya Kho Ping Hoo > buyankaba.com 225
pemuda. Dia tahu bahwa kalau orang sudah berani rnelawannya, maka orang itu tentulah
memiliki kepandaian yang berarti. Maka begitu menyerang, dia sudah mengerahkan seluruh
tenaganya.
Diserang dengan bacokan pedang yan^B arnat dahsyat sehingga terdengar bercuit-an rtu,
Thian Lee cepat menangkis dengan pedang pinjamannya.
"Tranggg....!" Terdengar suara nyaring sekali ketika kedua pedang bertemu dan ... pedang di
tangan Thian Lee menjadi patah ujungnya sepanjang sepertlga pedang. Yang tinggal di
tangannya hanya pedang buntung, tinggal dua pertiga saja panjangnya! Melihat ini, Souw Can
cepat berseru,
"Thian Lee, kaupakai pedangku!"
Juga Lee Cin berseru khawatir, "Ini boleh kaupakai pedangku, Thian Lee."
Akan tetapi Thian Lee tersenyum menengok kepada mereka. "Tidak usah, sisa pedang ini
masih cukup untuk melayaninya," katanya sambil mengacungkan pedang buntung itu.
Kini Bu-tek Lo-kwi tersenyum lebar sehingga mukanya yang bulat itu makin mirip muka
kanak-kanak. Dia menganggap pemuda itu sombong tidak mau mengganti pedang, dan
menguntungkan baginya. Pedangnya sendiri adalah sebatang pedang pusaka, dan pedang
lawan kalah ampuh, bahkan sudah buntung tinggal dua pertiga lagi. Akan tetapi pemuda itu
tidak mau berganti pedang, berarti ingin mati konyol!
"Engkau tidak mau berganti pedang? Bagus, kalau begitu bersiaplah untuk ma-ti di
tanganku!" bentaknya dan dia me-nyerang semakin ganas.
Sekali inl, Thian Lee memainkan Jit-goat Kiam-sut dan pedang buntungnya membuat
lingkaran-lingkaran aneh yang membingungkan lawan. Begitu banyak lingkaran bergulunggulung
dan Bu-tek Lo-kwi tldak tahu lingkaran mana yang rnengandung pedang yang
sebenarnya. Dia begitu kaget sampai permainan pecang-nya menjadi kacau. Selama hidupnya
belum pernah dia melihat ilmu pedang yang seperti ini, padahal dia sudah me-ngenal semua
ilmu pedang dari aliran persilatan yang mana pun.
Dalam bingungnya, Bu-tek Lo-kwi menyerang dengan dahsyat, akan tetapi Thian Lee selalu
dapat menghindarkart diri dengan baik. Kadang saja dia menangkis dan sekali inl, kalau dia
menangkis, dia mengerahkan sin-kang pada pedangnya sehingga pedang lawan tergetar hebat
dan pedang buntungnya tidak menjadi rusak. Setelah beberapa kali beradu pedang, kakek
gendut pendek itu menjadi semakin kaget. Ternyata pemuda ini memiliki tenaga sin-kang
yang luar biasa sekali dan marripu menggetarkan seluruh tengan kanannya setiap kali pedang
mereka bertemu
Souw Can memandang dengan amat kagum. Dia sendiri seorang ahli pedang Kun-lun-pai,
akan tetapi dia pun tidak dapat mengenal ilmu pedang yang dimainkan Thian Lee, ilmu
pedang yang membentuk lingkaran-lingkaran itu. Yang makin membingungkan bagi Bu-tek
Lo-kwi adalah betapa lingkaran-lingkaran sinar pedang itu terkadang membawa hawa yang
amat panas, dan terkadang berubah menjadi dingin sejuk. Dia tidak tahu bahwa memang
begitulah pembawa-an Jit-goat Kiam-sut (Ilmu Pedang Matahari Bulan), didorong oleh
kekuatan Thian-te Sin-kang (Tenaga Sakti Langit Bumi).
Gelang Kemala > karya Kho Ping Hoo > buyankaba.com 226
Pertempuran itu menjadi semakin seru dan hebat, akan tetapi segera lingkaran-lingkaran itu
menjadi semakin lebar, sedangkan sinar pedang yang dimainkan Bu-tek Lo-kwi menjadi
semakin sempit. Melihat Ini, biarpun Hwe Li dan Siong Ek tidak dapat mengikuti benar,
mereka berdua menjadi semakin terheran-heran. Tak terasa lagi, keduanya saling pandang
dengan muka pucat. Baru sekaranglah mereka mengetahui betapa selama ini mereka
memandang rendah kepada Thian Lee yang sesungguhnya jauh lebih lihai dari mereka,
bahkan leblh lihai dari ayah dan guru mereka! Teringat apa yang pernah mereka katakan dan
lakukan terhadap Thian Lee, ingin rasanya Hwe Li menangis saking menyesalnya. Dan te
telah melatih Thian Lee dengan sedikit ilmu tongkat yang tidak ada artinya sama sekali! Dan
betapa ia bersikap angkuh kepada pemuda itu yang liang-gapnya lemah dan bahkan tolol!
Tidak demikian dengan Ceng Ceng." Gadis ini memandang dengan gembira bukan main. Hal
yang selama ini sudah diduganya ternyata benar adanya. Thian toe seorang pendekar yang
sakti!
Souw-pangcu sendiri sampai menggeleng-geleng kepala saking kagumnya, Biarpun dia sudah
mendengar sendiri riwayat Thian Lee yang pernah dilatih oleh datuk-datuk yang sakti, akan
tetapi tidak pernah disangkanya selihai itu. Dia tahu benar bahwa ilmu pedang Bu-tek Lo-kwi
itu hebat sekali. Dia sendiri tidak rnungkin mampu menandinginya. Akan p'tetapi Thian Lee
hanya menghadapinya dengan pedang buntung dan belum sampai dua puluh jurus pedang
buntung itu telah mengurung pedang kakek itu dan mendesaknya dengan hebat. Mudah
diduga bahwa tak lama kemudian kakek itu akan kalah!
Bu-tek Lo-kwi juga menyadari hal ini. Makin lama, desakan pedang buntung itu terasa
semakin berat saja. Akhirnya dia menjadi nekat. Ketika pedang buntung mendesak dengan
bacokan ke arah lehernya, dia mengerahkan seluruh tenaganya menangkis. Akan tetapi,
ternyata tangkisan itu luput. Dia lupa bahwa pedang itu telah buntung dan tangkisannya
mengenai bagian yang sudah buntung se'hingga luput dan pedang lawan terus mengancam
lehernya. Dia sudah memejamkan matanya karena tidak mungkin dapat menghindarkan lagi
dari bacokan pedang pada lehernya.
Akan tetapi pada detik terakhir, ketika pedang buntung sudah hampir menyentuh leher,
pedang itu melenceng ke bawah dan tidak jadi membacok leher, melainkan membabat ke arah
pinggang.
"Brettt....!" Dan Bu-tek Lo-kw yang gendut itu menjadi kedodoran karena tali celananya
putus! Dengan tangan kiri dia menahan celananya agar jangan sampai merosot turun dan
terdengar Lee Cin tertawa terkekeh-kekeh.
"Heiii, babi gendut, jangan telanjang di sini! Tak tahu malu!" teriaknya sambil tertawa-tawa.
Mendengar ini, Hwe Li, Siong Ek dan Ceng Ceng ikut tertawa. Juga para piauwsu ikut pula
tertawa. Thian Lee sudah mundur dan membuang pedang buntungnya ke atas tanah?
Bu-tek Lo-kwi maklum bahwa dia telah dikalahkan. Kalau lawannya meng-hendaki, bukan
kolor celananya yang putus, melainkan lehernya.
Pada saat itu, melihat betapa pihaknya kalah semua, Coat-beng-kwi yang menjadi penasaran
dan marah, mengan-dalkan anak buahnya yang banyak dan dia berteriak, "Serbuuuu....""
Tiga puluh lebih anak buahnya mencabut golok dan pedang dan menyerbu, akan tetapi pada
Gelang Kemala > karya Kho Ping Hoo > buyankaba.com 227
saat itU, dari balik pintu gerbang menyambar puluhan batang anak panah seperti hujan! Para
anak buah perampok menjadi panik banyak yang terkena anak panah dan roboh. Melihat ini,
tanpa dapat dicegah lagi, para perampok dan pimpinan mereka lalu me-larikan diri tungganglanggang,
disoraki oleh anak buah Kim-liong-pang.
Akan tetapi sampai di pintu gerbang kota Pao-ting, kawanan gerombolan perampok itu telah
dihadang oleh pasukan pemerintah yang segera menangkapi me-reka. Karena jumlah pasukan
itu besar dan semangat para perampok itu sudah hilang, mereka lalu menyerahkan tiga orang
pimpinan mereka menyerah, tidak berani melawan pasukan pemerintah. Semua ini adalah
berkat Lai Siong Ek yang telah melapor kepada ayahnya dan memesan agar selagi para
perarnpok ber-tanding dengan Kim-liong-pang, pasukan tidak mencampuri. Akan tetapi
setelah para perampok hendak meninggalkan Pao-ting, barulah pasukan turun tangan
menangkapi mereka. Semua perampok lalu diseret ke pengadilan dan menerima hlst-kuman
berat.
Sementara itu, di Kim-liong-pang, Song-pangcu mengadakan pesta kernenangan. Pujianpujian
diberikan kepada Thian Lee dan Lee Cin sehingga Thian Lee merasa rikuh sekali.
Bahkan Hwe Li juga bersikap manis kepadanya.
"Aih, Lee-twako, kenapa sih engkau merupu kami semua? Pura-pura tidak pandai silat
sehingga aku sempat rneng-ajarkan ilmu tongkat segala! Ah, kalau ingat, membikin kami
semua merasa malu saja," kata Hwe Li sambil tersenyum.
"Aku juga merasa malu!" kata Siong Ek. "Pantas saja ketika tempo hari kita bertanding,
engkau dengan mudah dapat mengalahkan aku, dan aku mengira hal itu kebetulan saja, Thian
Lee! Ternyata engkau mempermainkan kami!"
"Adik Hwe Li, dan engkau Slong Ek, sebaiknya lain kali kalian tidak terlalu memandang
rendah kepada orang lain," kata Thian Lee singkat dan dua orahg itu mengangguk. Memang
tidak perlu bicara panjang lebar karena mereka telah bersikap keterlaluan kepada Thian Lee
ketika itu.
Ceng Ceng berkata, "Sebetulnya sudah lama aku menduga, sejak Lee-ko rnengalahkan Coatbeng-
kwi tempo hari, bahwa Lee-ko memiliki kepandaian tinggi. Akan tetapi karena
pandainya Lee-ko menyim-pan rahasia dan bersikap ketololan, aku sendiri sampai merasa
ragu."
"Engkau memang cerdlk, Ceng-moi," Thian Lee memuji dan Ceng Ceng memandang dengan
matanya yang bersinar-sinar dan wajahnya berubah agak kemerahan.
Setelah makan minum untuk meraya-kan kemenangan gemilang itu, Thian Lee dan Lee Cin
lalu berpamit kepada Song-pangcu, "Thian Lee, kuharap engkau suka kembali tinggal di sini.
Biarlah piauw-kiok (perusahaan pengiriman barang) akan kuserahkan kepadamu untuk kau
urus”.
"Terima kasih, Supek. Aku masih suka merantau. Kelak kalau sudah kenyang merantau dan
meluaskan pengalaman, tentu saya akan datang kepada Supek."
Souw Can tidak memaksa menahan Thian Lee, akan tetapi ketika dia memberi bekal uang
kepada Thian Lee dan ditolak pemuda itu, dia memaksa, "Thian Lee, dalam perjalananmu
Gelang Kemala > karya Kho Ping Hoo > buyankaba.com 228
engkau tentu membutuhkan uang untuk biaya, karena itu aku tidak ingin engkau menolak
pemberianku," katanya.
Melihat ini Lee Cin tertawa, Hi-hik, aku sih tidak pernah membawa bekal uang. Di manamana
terdapat uang, di rumah hartawan atau bangsawan. Berapa saja yang kuhendaki, dapat
kuambil dari mereka."
Souw-pangcu mengerutkan alisnya. Tentu saja dia tidak setuju dengar cara yang ditempuh
gadis itu. Akan tetapi mengingat bahwa gadis itu murid Ang-tok Mo-li, dia pun tidak berani
mencela hanya berkata kepada Thian Lee, "Terimalah, Thian Lee. Aku akan kecewa sekali
kalau engkau menolaknya."
Terpaksa Thian Lee menerima pemberian uang itu sarnbil menghaturkan terima kasih.
Kemudian dia menggendong buntalannya dan menunggang kuda bersama Lee Cin, diantar
oleh seluruh keluarga Song sampai di luar pintu Kim-liong-pang. Jelas nampak wajah duka
dari Ceng Ceng ketika Thian Lee berpamit kepadanya.
Setelah mereka meninggalkan Kim-liong-pang, Lee Cin berkata, "Thian Lee, Ceng Ceng itu
bersedih ketika kau tinggalkan."
"Eh, mengapa? Mengapa harus bersedih? Aku tidak melihatnya...."
"Mengapa? Hemm, mana ada pencuri mau mengaku?"
"Pencuri? Aku mencuri apa? Tanya Thian Lee bingung.
"Mencuri hati, tahu? Hati Ceng Ceng telah kaucuri dan engkau masih berpura-pura tidak tahu
mengapa ia bersedih hati ketika kau meninggalkannya?"
"Ihh! Aku tidak mengerti maksudrnu? Apa sih yang kau maksudkan?"
Lee Cin tertawa. "Ceng Ceng mencintamu, engkau telah menjatuhkan hatinya!"
"Ah, masa? Aku... aku tidak tahu dan aku tidak percaya. la hanya teman biasa bagiku."
"Mungkin bagimu, akan tetapi baginya tidak. Bukan sekedar teman biasa, melainkan teman
istimewa. Heran orang ini, dicinta orang masih tidak merasa! Alangkah tololnya."
Wajah Thian Lee berubah merah. "Aku sungguh tidak tahu, aku memang tolol!" Dan dia
membedal kudanya keluar dari kota Pao-ting menuju ke kota raja. Lee Cin tertawa dan
mengejarnya.
Mereka tiba di jalan yang sepi. Thian Lee menghentikan kudanya. Lee Cin juga menghentikan
kudanya. "Mengapa berhenti?"
"Aku ingin bicara denganmu. Mari kita berhenti dulu. Tempat ini sunyi.' Kita tidak akan
terganggu." Dia lalu meloncat turun dari kudanya. Lee Cin juga meloncat turun. Mereka
membiarkan kuda mereka beristirahat dan makan rumput.
"Engkau mau bicara apa denganku?"
Gelang Kemala > karya Kho Ping Hoo > buyankaba.com 229
"Tentang kita. Tentang gelang kemala itu, tetang pertunangan kita yang sudah ditentukan oleh
orang tua kita masing-masing," kata Thian Lee.
"Hemm," Lee Cin memandang dan tersenyum mengejek. "Dan menurut pen-dapatmu sendiri
bagaimana?"
"Aku tidak tahu. Dahulu, ketika aku nnendapat pesan dari Ibu, aku merasa tidak setuju sekali.
Sejak kecil dijodohkan dan aku belum melihat dengan siapa aku dijodohkan. Akan tetapi
sekarang aku telah bertemu- dengan prangnya dan aku...."
"Engkau bagaimana?"
"Aku menjadi bingung! Orang tua kita sudah tidak ada lagi, baik aku dan engkau keduanya
sudah yatim piatu. Yang ada hanya sepasang gelang kemala ini yang menjadi saksi. Kalau
pendapatmu bagaimana?"
"Thian Lee mengakulah terus terang. Andaikata- engkau mendapatkan bahwa pemilik gelang
kemala, tunanganmu itu, seorang yang buruk rupa misalnya, dan engkau tidak suka, apakah
engkau juga hendak mengawininya sesuai dengan pe-san orang tuamu?"
"Kalau aku tidak suka kepadanya, kurasa tidak!" jawab Thian Lee sejujurnya. Memang dia
harus jujur. Kalau ternyata gadis yang ditunangkan dengannya itu buruk rupa atau buruk
watak sehingga dia tidak suka kepadanya, tentu saja dia tidak mau menikah dengannya. Tentu
saja kalau orangnya Lee Cin lain lagi persoalannya. Lee Cin cantik jelita, lihai ilmu silatnya,
dan selama ini dia tahu gadis itu orang yang baik, walaupun murid seorang tokoh wanita
sesat!
"Jadi engkau hanya mau berjodoh dengan orang yang kaucinta, begitu maksudmu?"
"Benar, dan tentu saja lebih baik lagi kalau ia juga menjadi gadis yang dijodohkan orang
tuaku denganku."
"Hemm, kalau begitu. Baiklah aku berterus terang kepadamu, Thian Lee. Aku tidak mau
disangka merebut tunangan orang! Ketahuilah, gelang kemala ini bukan milikku."
"Ahhh....?" Thian Lee berseru dan ada nada kecewa dalam seruannya.
"Aku merampasnya dari tangan seorang pencuri, seorang pengemis yang hendak menjual
gelang ini."
"Lalu siapa pemilik gelang itu?"
"Aku tidak tahu sama sekali."
"Kalau begitu, Lee Cin. Serahkan gelang kemala itu kembali kepadaku. Gelang itu tadinya
memang milik ibuku."
Lee Cin bangkit dari duduknya, me-megang gelang di lengan kirinya sambil tersenyum
Gelang Kemala > karya Kho Ping Hoo > buyankaba.com 230
mengejek, "Enak saja kau bicara, Thian Lee. Gelang ini kurampas dari tangan pengemis itu
dengan kepandaian dan kekerasan. Kalau engkau ingin memilikinya, engkau pun harus dapat
merampas dari tanganku dengan kepan-daian dan kekerasan."
"Sudahlah, aku memang sejak tadi ingin sekali menguji kepandaianmu. Hayo kaurampaslah
gelang ini dari tanganku, kalau dapat!" katanya.
Thian Lee memandang tajam. Dia sudah mengenal watak gadis yang bengal ini. Lee Cin tentu
tidak akan mau menyerahkan gelang itu begitu saja. Dan dia pun ingin menguji sampai di
mana kemampuan Lee Cin, maka dia bersiap-siap merampas gelang itu.
"Baiklah kalau begitu. Jaga dirimu baik-baik, aku akan menyerangmu dan merampas gelang!"
Setelah berkata demikian, Thian Lee menggerakkan tubuhnya, tangan kiri menampar ke arah
kepala Lee Cin sedangkan tangan kanan menyambar ke arah tangan kiri Lee Cin untuk
merampas gelang! Tentu saja tamparan tangan itu hanya merupakan pancingan saja
sedangkan yang sungguh-sungguh menyerang adalah tangan kanan yang menyambar gelang.
Namun agaknya gerakannya itu sudah diduga oieh Lee Cin yang menarik tangan kirinya
sambil memutar tubuhnya dan tangan kanannya menangkis ke afas sambil berusaha
mencengkeram perge-langan tangan yang menamparnya itu. Thian Lee menarik kembali
tangan kirinya kemudian dia sudah mencoba untuk menyambar gelang di tangan kiri Lee Cin.
Namun, gadis itu dapat bergerak dengan ringan dan lincah sekali sehingga beberapa kali
tangan Thian Lee me-nyambar tanpa hasil karena Lee Cin selalu dapat mengelak atau
menangkis. Bahkan gadis itu membalas dengan se-rangan tamparan, pukulan dan tendangan
yang membuat Thian Lee harus berhati-hati menjaga dan menghindarkan diri dari serangan
balasan itu.
Kedua orang itu bergerak semakin cepat sehingga akhirnya tubuh mereka sukar dapat diikuti
gerakannya dengan mata biasa, karena kedua tubuh itu sudah merupakan bayangan yang
berkele-batan saja! Lee Cin merasa kagum bukan main. la sudah mengerahkan seluruh tenaga
dan kepandaiannya untuk menyerang Thian Lee, namun semua serangannya gagal,
bahkan beberapa kali hampir saja Thian Lee dapat merampas gelangnya.
Setelah lewat lima puluh jurus, tiba-tiba Thian Lee melakukan dorongan de-ngan kedua
tangannya dan Lee Cin ter-kejut sekali karena tiba-tiba saja tubuhnya terhuyung ke belakang,
diterpa angin pukulan yang luar biasa kuatnya. Dan selagi dia terhuyung itu, Thian Lee
menubruk ke arah tangan kirinya. Lengan kirinya dapat terpegang oleh Thian Lee! Hampir
Lee Cin menjerit karena lengan kirinya terasa lumpuh. Akan tetapi sebelum Thian Lee dapat
merampas gelang, dara itu menggunakan tangan kanannya untuk melolos gelang dari lengan
kirinya, kemudian secepat kilat gelang itu telah ia masukkah ke balik baju di bagian dadanya!
Thian Lee menangkap pula targan kanan dara itu sehingga kedua tangar'nya tak dapat
digerakkan lagi. Akan terapi dia lalu menjadi bingung dan mukanya kemerahan. Bagaimana
mungkin dia bera-ni merogoh gelang yang disembunyikan di balik baju di dada itu? Biarpun
dia sudah jelas memenangkan pertandingan itu, akan tetapi tetap saja dia tidak mampu
merampas gelang kemala itu! Dia masih memegang kedua lengan gadis itu dan akhirnya
terpaksa dia melepaskan kedua tangan itu dan melangkah mundur.
"Lee Cin, tolong berikan gelang itu kepadaku."
Gelang Kemala > karya Kho Ping Hoo > buyankaba.com 231
"Kenapa tidak engkau ambil sendiri?" kata gadis itu dan kembali Lee Cin su-dah menyerang.
Karena ia berada dekat sekali dengan Thian Lee dan pemuda itu tidak menyangka akan
diserang, naka biarpun dia sudah menggerakkan ubuh miring, tetap saja dadanya terserempet
tamparan tangan Lee Cin. Akan tetapi dia masih keburu mengerahkan Thian-te Sin-kang
untuk melindungi tubuhnya.
"Plakk!" Dan Lee Cin menyeringai kesakitan karena tangannya yang menampar itu rasanya
seperti menampar besi panas! Dan sebelum ia dapat bergerak lagi, secepat kilat jari tangan
Thian Lee bergerak menotoknya dan Lee Cin tidak mampu bergerak lagi!
"Maaf, Lee Cin. Akan tetapi engkair, harus mengembalikan gelang itu!" kata Thian Lee, tetap
saja tidak berani mero-goh gelang yang berada di balik baju.
Pada saat itu terdengar bentakan nyaring, "Jahanam! Berani engkau menghina muridku?" Dan
Ang-tok Mo-li sudah muncul di situ, talu secepat kilat tangannya menepuk pundak Lee Cin,
rnembuat gadis itu seketika terbebas dari totokan.
Thian Lee memandang dengan kaget. Wanita tinggi kurus yang berwajah cantik namun pucat
seperti mayat, dengan pakaiannya yang merah menyala itu sudah berdirii di depannya dengan
sikap marah.
"Maaf, bukan maksud saya menghina Lee Cin...." kata Thian Lee.
"Keparat, apakah mataku sudah buta? Engkau harus dihajar!" Setelah berkata demikian, Angtok
Mo-li segera menyerang Thian Lee dengan cakaran tangannya. Setiap kuku jari tangan
Ang-tok Mo-li mengandung racun maka cakaran itu berbahaya bukan main. Thian Lee
mengelak dengan mudah dan hal ini membuat Ang-tok Mo-li merasa penasaran. Dengan api
kemarahan berkobar ia sudah menerjang dan mengirim serangan secara bertubi-tubi, berupa
cakaran, totokan dan tamparan.
Tak mungkin bagi Thian Lee kalau hanya menghindarkan diri dengan elakan saja dari
serangkaian serangan maut yang hebat itu, terpaksa dia pun menggerakan tangan menangkis
beberapa kali.
"Plak-plak-plak-dukkk!" Tangkisan yang terakhir ini terjadi keras sekali karena keduanya
mengerahkan tenaga sin-kang mereka dan akibatnya membuat Ang-tok Mo-li terhuyung ke
belakang sedangkan Thian Lee melangkah mundur dua tindak. Tentu saja iblis betina itu
menjadi terkejut, heran dan semakin marah.
"Hemm, siapa engkau?" tanyanya sambil memandang pemuda itu penuh selidik.
"Subo, doa Thian Lee yang dulu jadi murid Jeng-ciang-kwi itu."
Mendengar bahwa pemuda itu murid Jeng-ciang-kwi musuh utamanya, Ang-tok Mo-li
membentak, "Panggil gurumu biar kami bertanding sampai seribu jurus'" la masih marah
karena dulu ketika bertanding melawan Jeng-ciang-kwi ia sampai terluka parah biarpun
utarnya dapat menggigit datuk itu.
"Locianpwe, saya sudah bukan murid Jeng-ciang-kwi lagi," kata Thian Lee menyabarkan hati
Ang-tok Mo-Li.
Gelang Kemala > karya Kho Ping Hoo > buyankaba.com 232
"Kalau begitu, engkau saja yang meWakilinya. Terimalah ini!" Ang-tok Mo-Li rnencabut
sebatang kebutan dari ikat pinggangnya. Kebutan itu gagangnya pendek saja akan tetapi bulu
kebutan itu ada semeter panjangnya dan warnanya merah darah. Begitu tangannya digerakkan,
Ang-tok Mo-li sudah menyerang dengan kebutannya yang bulu-bulunya mendadak
menjadi kaku seperti kawat dan menusuk ke arah muka Thian Lee! Pemuda ini terkejut sekali.
Maklum bahwa dia berhadapan dengan senjata maut, maka dia lalu melempar tubuh ke
belakang membuat poksai (salto) lima kali dan ketika dia turun lagi tangannya sudah
memegang Jit-goat-sin-kiam. Pedang lllu ketika dia berjungkir balik tadi dia lolos dari
buntalan pakaian di punggung-nya. Kini nampak pedang itu berkilauan di tangannya sehingga
Ang-tok Mo-Li kini yang memandang kagum dan kaget.
"Baiklah, Locianpwe, kalau Locianpwe memaksa, terpaksa saya layani!" kata Thian Lee
sambil membentangkan pedangnya di depan dada.
"Subo, hati-hati. Thian Lee telah menjadi seorang yang memiliki kelihaian yang luar biasa!"
Lee Cin memperingatkan gurunya.
"Hemm, bagus! Hendak kulihat sampai di mana kelihaiannya!" Ang-tok Mo-li lalu
menyerang dengan kecepatan kilat. Thian Lee juga menggerakkan pedangnyar dan mereka
sudah bertanding saling serang dengan seru dan dahsyat sekali.
Lee Cin berdiri menonton dengan mata terbelalak. Baru sekarang ia yakin benar akan
kelihaian Thian Lee. Tadi ia harus mengakui keunggulan Thian Lee dan ketika subonya
muncul, timbul keinginan hatinya untuk melihat bagaimana Thian Lee akan menghadapi
subonya yang lihai. Ketika melihat subonya mengeluarkan kebutannya, ia sudah terkejut.
Subonya jarang sekali mempergunakan kebutannya kalau tidak bertemu lawan yaag amat
tangguh. Dengan mengeluarkan kebutannya, berarti subonya menganggap Thian Lee musuh
yang tangguh sekali. Dan ketika pemuda itu mengeluarkan pedangnya, Lee Cin menjadi
semakin kagum. Akan tetapi begitu keduanya ber-gerak, keheranan dan kekaguman Lee Cin
mencapai puncaknya. Ternyata pemuda itu mampu menandingi gurunya dalam hal kecepatan
maupun tenaga!
Pertandingan itu memang hebat. Akan tetapi sesungguhnya Thian Lee mengalah. Dia tidak
ingin membikin malu kepada Ang-tok Mo-li, maka dia pun lebih banyak menjaga diri
daripada menyerang. Sampai seratus jurus mereka bertanding, belum juga ada yang kalah atau
menang. Akan tetapi, ketika Thian Lee mulai menggunakan jurus-jurus Jit-goat Kiam sut
bagian menyerang yang ampuh, mulailah Ang-tok Mo-li terdesak! Bukan main heran dan
kagetnya hati Ang-tok Mo-li. la sudah mengenal betul ilmu-ilmu dari musuh lamanya, Jengciang-
kwi, akan tetapi belum pernah ia melihat ilmu pedang seperti yang dimainkan pemuda
ini yang membuat gerakan kebutannya menjadi kacau dap membuat ia terdesak.
"Thian Lee, awas Ang-hoa-coa!" Tiba-tiba Lee Cin berseru. Gadis itu meliha" betapa subonya
mengeluarkan ular merah yang amat lihai itu dan ia mengkhawatirkan keselamatan Thian Lee.
Ular merah itu terlalu berbahaya dan biasanya sekali dikeluarkan sebagai senjata, tentu akan
mencelakai lawan. Dulu pun Jeng-ciang-kwi terluka hebat oleh gigitan Ang-hoa-coa.
Akan tetapi seruan Lee Cin itu terlambat. Saat itu, pedang Thian Lee me-nusuk ke arah dada
lawan. Ang-tok Mo-li menangkis dengan kebutannya dan kini bulu-bulu kebutan itu menjadi
lemas dan melilit pedahg. Dan pada saat itulah Ang-tok Mo-li melontarkan ular merahnya dan
Gelang Kemala > karya Kho Ping Hoo > buyankaba.com 233
binatang aneh itu meluncur cepat sekali menuju ke arah tenggorokan Thian Lee. Pemuda itu
mengelak dengan miringkan tubuhnya, akan tetapi ular merah itu dapat melejit dan masih
tetap mengenai pundak kanannya dan menggigit!
Akan tetapi jari-jari tangan kiri Thian Lee juga cepat dapat menjepit leher ular itu. Dia tidak
membunuh ular itu dengarit jepitan tangannya melainkan melemparkan ular itu kembali
kepada Ang-tok Mo Li sambil berseru, "Mo-li, kukembalikan ularmu ini!" Dan sekali
dilontarkan, ular itu meluncur ke arah muka Ang-tok Mo-li yang menangkapnya dengan
tangan kirinya. la merasa heran juga mengapa pemuda itu tidak membunuh ularnya. Pada saat
itu, Thian Lee mengeluarkan bentakan melengking nyaring sambil mengerahkan Thian-te Sinkang,
menarik pedangnya dan tiba-tiba bulu kebutan itu terbabat putus dan rontok
berhamburan.
Ang-tok Mo-li terbelalak dan bukan main kagetnya. Pemuda itu sudah digigit Ang-hwa-coa,
akan tetapi masih mampu mengerahkan tenaga sedemikian hebatnya sehingga bulu-bulu
kebutannya terbabat putus dan rontok tinggal gagangnya saja. Rontoknya bulu kebutannya
sudah menandakan bahwa ia kalah!
Boleh jadi Ang-tok Mo-li seorang wanita yang kejam dan suka membunuh orang tanpa
berkedip mata, akan tetapi ia juga seorang gagah yang dapat menghargai kegagahan orang.
Melihat Thian Lee mengalahkannya dengan merontokan kebutannya dan tidak membunuh
Ang-hoa-coa yang sudah berada dalam tangannya tadi, ia pun berkata, "Orang muda,
terimalah obat penawar racun Ang-hwa-coa kalau engkau tidak mau mati."
"Terima kasih, Locianpwe. Saya tidak perlu berobat dan racun Ang-hwa-coa tidak akan
membunuh saya!"
Ang-tok Mo-li terbelalak. Akan tetapi ia tidak peduli lagi. la berkelebat dan hanya terdengar
suaranya yang ditujukan kepada Lee Cin, "Lee Cin, cepat menyusul aku!"
Kini tinggal Lee Cin berdua Thian Lee yang berdiri di situ, Lee Cin bediri dengan pandang
mata hampir tidak percaya kepada Thian Lee. Pemuda ini telah mengalahkan subonya!
ia menghampiri Thian Lee dan memegang kedua tangan pemuda itu dengan pandang mata
penuh kemesraan. "Thian Lee, engkau hebat Belum pernah aku bertemu dengan seorang
pemuda sehebatengkau”. Thian Lee melihat pandang mata Lee Cin menjadi salah tingkah.
Jantungnya berdebar aneh karena pandang mata gadis itu demikian mesra dan jelas sekali
menunjukkan cinta kasih!
“Lee Cin, aku mohon kepadamu. Berikanlah gelang kemala itu kepadaku," pintanya dengan
suara memohon.
"Thian Lee, kalau mungkin, aku ingin menjadi pemilik gelang kemala itu. Bukankah pemilik
gelang kemala itu menjadi tunanganmu?" Ucapan im saja Jelas menyatakan isi hati gadis itu
kepadanya.
Thian Lee menghela napas panjang. "Lee Cin, sudah kukatakan kepadamu bahwa aku tidak
setuju dengan perjodohan yang dilakukan orang tuaku itu. Aku tidak menganggap pemilik
gelang ini sebagai calon jodohku."
Gelang Kemala > karya Kho Ping Hoo > buyankaba.com 234
"Benarkah itu, Thiah Lee? Jadi engkau menganggap dirimu belum bertunangan?"
"Benar, aku belum bertunangan dengan siapa pun."
"Kalau begitu, aku mempunyai harapan? Engkau suka kepadaku, bukan? Biarpun hanya
sedikit?" Sepasang mata itu memandang penuh permohonan sehingga hati Thian Lee tergerak.
"Tentu saja aku suka kepadamu, Lee Cin. Engkau seorang gadis yang baik sekali."
"Benarkah itu, Thian Lee? Kauanggap aku baik?"
"Ya, engkau baik Sekali."
"Dan cantik?"
"Dan cantik sekali."
"Dan engkau... cinta kepadaku ,seperti aku... eh, cinta padamu?"
"Cinta? Ah, aku tidak tahu, Lee Cin. Aku tidak tahu...."
Lee Cin merangkul leher Thian Lee. "Thian Lee, ingatlah selalu bahwa di sana ada seorang
gadis yang mengharapkanmu, yang merindukanmu, yang mencintamu, yang
mengharapkanmu menjadi jodohnya, dan gadis itu adalah aku!"
Thian Lee menghela napas panjang dsin memejamkan matanya. Rangkulan Lee Cin itu,
terlalu menggoda baginya. Lee Cin lalu mengambil gelang kemala dari balik bajunya dan
menyerahkannya kepada Thian Lee. "Aku akan menanti siang malam sampai pada suatu hari
engkau akan memberikan sepasang gelang kemala itu sebagai hadiah perkawinan untukku."
Setelah Thian Lee menerima gelang !tu, Lee Cin lalu berlari pergi meninggalkannya. Hanya
suaranya saja yang terdengar dari jauh, "Jaga dirimu baik-baik, Thian Lee!"
Thian Lee berdiri termenung, gelang itu di tangannya. Dia memejamkan mata dan berusaha
mengusir bayangan Lee Cin dari benaknya. Gadis itu mencintanya. Dan begitu jujur
menyatakan cinta. Kalau gadis itu bukan murid Ang-tok Mo-11 tidak mungkin akan berani
mengaku cinta demikian terbuka! Dan memang Lee Cin seorang gadis yang baik, amat baik.
Gadis itu hanya mewarisi ilmu-ilmu silat dari Ang-tok Mo-li dan untungnya tidak memiliki
wataknya yang kejam dan jahat, walaupun mendapatkan pula watak yang liar dan bengal dan
aneh.
Thian Lee terpaksa meninggalkan rumah makan di mana dia bekerja. Dia tidak mungkin lagi
bekerja di situ setelah dia sering kali harus membolos dan tidak ingin orang menaruh curiga
kepadanya. Dia berpamit dari pemilih rumah makan dan meninggalkan rumah makan itu. Dia
ingin sekali menyelidiki keadaan Cin Lan, puteri pangeran itu. Dia tertarik sekali dan dia
merasa bahwa gadis itu tentu terancam bahaya karena sudah berani membikin kacau di rumah
Pangeran Tua.
Malam itu Thiari Lee mengenakan pakaian hitam dan pergi ke rumah Pangeran Tang Gi Su.
Sekali ini dia tidak mengenakan topeng lagi. Tidak, kalau bertemu dengan gadis itu, dia akan
Gelang Kemala > karya Kho Ping Hoo > buyankaba.com 235
memperkenalkan diri secara berterang. Bukankah mereka sudah pernah berkenal-an ketika
gadis itu pulang dari Pulau Ular Emas membawa buah sian-tho dan dikeroyok orang yang
ingin merampasnya. Mereka sudah berkenalan, maka tidak perlu lagi dia menyembunyikan
diri dari Cin Lan.
Malam itu sunyi sekali dan dingin. Thian Lee meloncati pagar tembok dan tiba-tiba dia
mendekam. Dilihatnya bayangan hitam berkelebat melompati pagar tembok pula. Mereka itu
sungguh mencurigakan sekali. Mereka juga berpakaian hitam dan memegang golok telanjang.
Ketika mereka tiba di pekarangan belakang di mana terdapat lampu penerangan, tiba-tiba saja
rnuncul Cin Lan yang membawa senjata tongkatnya.
"Jahanam! Siapa kalian berani mengacau di sini?" bentak Cin Lan. Akan tetapi dua orang di
antara mereka segera menggerakkan golok mereka mengeroyok Cin Lan. Gadis itu melawan
dan segera terjadi perkelahian seru di antara mereka. Thian Lee rnelihat bahwa Cin Lan cukup
kuat untuk menandingi dua orang pengeroyok itu. Dia melihat penjahat yang seorang lagi
menyelinap masuk ke ruangan sebelah dalam. Dia menjadi cu-riga dan cepat dia
membayangi.
Agaknya suara ribut-ribut di belakang itu menarik perhatian para penghuni rumah itu. Dia
melihat seorang laki-laki setengah tua yang pakaiannya mewah berlari-lari bersama para
pelayan menuju ke belakang, agaknya tertarik oleh suara perkelahian di pekarangan belakang
itu. Melihat orang setengah tua itu, penjahat yang ke tiga itu lalu menyerangnya de-ngan
goloknya.
"Plakk!" Tangan yang mengayun golok itu ditampar orang dan ternyata yang menolongnya
adalah Thian Lee. Si Pemegang Golok terkejut melihat goloknya tertahan karena tangannya
ditangkis orang. Dia menengok dan melihat seorang pemuda berpakaian hitam-hitam pula
orang menangkisnya. Dia merasa marah sekali dan segera mengayun goloknya menyerang.
Akan tetapi, hanya dengan beberapa gebrakan saja Thian Lee dapat membuat orang itu
terpelanting dan goloknya terlempar. Orang itu bangkit berdiri dan melompat ke dalam gelap,
melarikan diri.
Laki-laki setengah tua Ilu adatah Pangeran Tang Gi Su sendiri. Tentu saja dia terkejut melihat
dirinya tadi diserang orang dan ada yang menolongnya. Akan tetapi penolong itu sudah
melompat pergi lagi tanpa mengeluarkan sepatah pun kata.
Thian Lee kembali ke tempat di mana Cin Lan melawan dua orang penjahat. Ternyata dua
orang penjahat itu lihai juga sehingga sampai sekarang Cin Lan belum mampu mengalahkan
mereka, walaupun kedua orang itu pun mengalami 'kesulitan untuk mengalahkan tongkat di
tangan Cin Lan. Melihat ini, Thian Lee lalu melompat dan berseru, "Nona Tang, Jangan
khawatir, aku datang membantumu”.
Seorang penjahat membacok Thian Lee, akan tetapi dengan mudahnya Thian Lee mengelak
ke samping dan ketika kakinya mencuat dalam tendangan, orang itu terjengkang. Karena
maklum bahwa gadis yang sudah lihai sekali itu mendapat bantuan, kedua orang ini pun
berlompatan roenghilang dalam kegelapan malam.
"Hendak lari ke mana kalian! bentak Gin Lan yang hendak mengejarnya, akan tetapi Thian
Lee mencegahnya.
Gelang Kemala > karya Kho Ping Hoo > buyankaba.com 236
"Nona, musuh yang sudah melarikan diri berbahaya dan tidak baik untuk dikejar."
"Akan tetapi aku harus tahu siapa mereka dan apa maksud mereka mengacau di sini!" kata
Cin Lan yang tetap melakukan pengejaran. Thian Lee juga terpaksa melakukan pengejaran.
Mereka melihat tiga orang itu berlari cepat sekali dan ketika dikejar, mereka menghilang di
balik tembok rumah Pangeran Tua! Cin Lan penasaran dan ingin terus mengejar, akan tetapi
Thian Lee berkata, sambil memegang tangan Cin Lan,
"Cukup, Nona. Kalau dikejar terus ke dalam, berbalik Nona yang akan dituduh pengacau."
Cin Lan berhenti dan memandang Thian Lee, bertanya, "Siapakah engkau? Bagaimana
engkau bisa tahu ada pengacau di rumahku dan menolongku?"
"Aih, . Nona Tang. Apakah engkau sudah lupa kepadaku? Aku Thian Lee, Song Thian Lee.
Aku pernah bertemu dengan Nona ketika Nona keracunan dahulu itu, di pantai...."
"Ah, engkaukah itu?"
"Tadi memang aku hendak berkunjung kepadamu, Nona. Aku sudah mendengar akan sepak
terjangmu yang gagah perkasa, dan aku hendak berkunjung, lalu di luar aku melihat bayangan
tiga orang tnelompati pagar tembok. Karena curiga aku lalu membayangi mereka. Kemudian,
ketika yang dua orang itu mengeroyok-mu, aku melihat yang seorang lagi masuk ke dalam.
Aku membayanginya dan dia menyerang orang di dalam. Aku mencegahnya dan dia
melarikan diri."
Cin Lan terkejut. "Ah, dia menyerang orang di dalam? Kalau begitu, mari kita cepat kembali
ke sana!" Gadis itu lalu berlari cepat, diikuti oleh Thian Lee. Mereka melompati pagar tembok
dan di pekarangan belakang mereka melihat sudah banyak orang berkumpul. Agaknya mereka
semua masih membicarakan ke-ributan yang terjadi akibat penyerbuan orang-orang jahat.
"Ah, sukur engkau datang, Cin Lan! kata orang setengah tua tadi yang bukan lain adalah
Pangeran Tang Gi Su.
"Cin Lan, engkau tidak apa-apakah?" Seorang wanita setengah tua yang cantik merangkul Cin
Lan.
"Aku tidak apa-apa, Ibu. Ayah, tadi aku mengejar tiga orang penjahat yang melarikan diri
dan...." Cin Lan tidak melanjutkan kata-katanya karena di situ terdapat para penjaga dan
pelayan. "Ah, ya, ini adalah seorang sahabatku, Ayah."
"Aku sudah melihatnya. Orang muda, bukankah engkau yang tadi menolongku dari serangan
penjahat?"
"Aih, jadi yang diserang penjahat adalah engkau, Ayah? Terima kasih, Lee-twako, engkau
telah menyelamatkan Ayah”.
"Ah, tidak perlu berterima kasih, Nona Tang." kata Thian Lee.
"Cin Lan, siapakah pemuda ini bagaimana engkau dapat berkenalan dengan dia?" tanya
Pangeran Tang Gi Su dengan aiis berkerut.
Gelang Kemala > karya Kho Ping Hoo > buyankaba.com 237
"Dia bernama Song Thian Lee, Ayah, dan dia bekerja... eh, Lee-twako, engkau bekerja apa?"
tanya Cin Lan yang kebingungan sendiri dalam memperkenalkan pemuda itu kepada ayahnya
karena ia sendiri pun belum tahu akan keadaan Thian Lee.
"Ah, aku... eh, saya bekerja sebagai pelayan rumah makan Hok-an."
"Pelayan riimah makan?" Pangeran Tang Gi Su berseru heran dan juga kaget bagaimana
puterinya bersahabat dengan seorang pelayan rumah makan! "Ah, orang muda, engkau sudah
berjasa menolongku tadi. Biar kuberi hadiah! Dia hendak menyuruh isterinya untuk
mengambilkan uang untuk memberi hadiah kepada Thian Lee, akan tetapi Thiian Lee cepat
berkata,
"Tidak perlu, Taijin. Tidak perlu memberi hadiah”.
"Cin Lan, mari kita bicara di dalam. Orang muda, sekali lagi kami mengucapkan terima kasih
atas bantuanmu tadi." Lalu Pangeran Tang Gi Su menyuruh penjaga untuk mengantarkan
Thian Lee keluar dari tempat itu.
"Taijin, biarlah saya pergi melalui dari mana saya tadi datang. Nona Tang, selamat tinggal!
Thian Lee yang merasa dipandang rendah sekali oleh pangeran itu lalu melompat dan sekali
melompat dia sudah berada di pagar tembok terus dia melompat keluar. "Lee-ko....!" Sesosok
bayangan mengejarnya setelah dia tiba di luar dan ternyata yang mengejarnya adalah Cin Lan.
"Eh, engkau, Nona Tang? Ada apakah mengejarku?"
"Lee-ko, aku ingin rninta maaf kepadamu atas sikap ayahku tadi. Engkau telah
menyelamatkan nyawanya, akan tetapi dia...."
"Ah, tidak mengapa, Nona. Tadinya aku pun hanya ingin bertemu denganmu, ingin memberi
tahu kepadamu agar engkau berhati-hati menghadapi Pangeran Tua. Di sana banyak sekali
orang pandai dan jangan Nona sembrono memasuki tempatnya seperti tempo hari...." Thian
Lee menahan kata-katanya yang terlanjur.
Cin Lan adalah seorang gadis yang cerdik. Mendengar ucapan ini, ia lalu berseru, "Ah, kalau
begitu engkaulah orangnya yang dahulu itu menyelamatkan aku! Benarkah, Twako?"
Thian Lee merasa tidak perlu untuk menghindar lagi. "Memang benar, Nona. Dan maafkan
aku yang terpaksa rnelarikanmu karena engkau terancam bahaya besar."
"Aih, jangan sebut aku nona, Twako. Engkau sudah berulang kali menolongku. Dahulu,
engkau menyelamatkan aku ketika aku keracunan karena gigitan ular emas dan ular putih.
Kemudian engkau menyelamatkan aku ketika aku terancam bahaya di rumah Pangeran Tua,
dan tadi baru saja engkau menyelamatkan Ayah dari serangan penjahat. Setelah berulangulang
engkau menolongku, engkau adalah sahabatku yang baik. Jangan sebut aku nona,
namaku Cin Lan."
"Baiklah, Adik Cin Lan. Dan terima kasih atas kebaikanmu."
"Baik apanya? Kami bahkan bersikap tidak pantas kepadamu, Twako. Terutama sekali Ayah.
Gelang Kemala > karya Kho Ping Hoo > buyankaba.com 238
Ah, aku menyesal sekali dan aku mohon maaf kepadamu atas slkap yang merendahkanmu."
"Tidak mengapa, Lan-moi, tidak mengapa. Memang aku hanya seorang pemuda miskin dan
papa, orang macam aku ini mana pantas untuk berkenalan dengan engkau, seorang puteri
pangeran, seorang bangsawan tinggi? Ayahmu sudah semestinya bersikap demikian. Nah,
selamat tinggal, Lan-moi, percayalah, aku tidak menyesal dan tidak perlu meminta maaf."
Setelah berkata demikian, sekali berkelebat Thlan Lee telah pergi dari situ.
"Lee-ko....!" Cin Lan hendak mengejar akan tetapi pemuda itu bergerak cepat sekali dan
malam gelap telah menelan dirinya.
Sejenak Cin Lan berdiri termenung. Hatinya terasa sepi dan menyesal bukan main. Dia telah
bertemu dengan seorang pemuda yang berilmu tinggi, dan yang sudah berulang kali
menolongnya, akan tetapi pemuda itu malah diperlakukan dengan sikap menghina oleh
ayahnya. Memang ayahnya tidak bermaksud menghina, ingin memberi hadiah uang dan tentu
saja ayahnya tidak senang melihat ia bergaul dengan seorang pemuda yang bekerja sebagai
pelayan rumah makan. Pelayan rumah makan. Tak terasa lagi kedua Cin Lan menjadi basa air
mata.
Ketika ia pulang, Cin Lan nnenegur ayahnya, "Ayah, tadi sikap Ayah terlalu merendahkan
Thian Lee. Dla tidak menjadi sakit hati, akan tetapi sungguh kasihan sekali dia. Dia menolong
tanpa pamrih, akan tetapi Ayah hendak memberinya uang dan ayah tidak mernpersilakan dia
masuk ke dalam rumah."
"Aih, Cin Lan. Bagaimana engkau dapat menyalahkan ayahmu? Aku ingin memberi dia
hadiah uang karena dia hanya bekerja sebagai pembantu rumah ,makan, tentu keadaannya
miskin. Hadiah apalagi yang lebih baik baginya? Kalau dia menolak, itu urusan lain lagi. Dan
hari sudah malam, bagaimana aku dapat mempersilakan dia masuk? Tidak pantas itu!" bantah
ayahnya.
"Sudahlah, Cin Lan. Sepatutnya kita bersyukur bahwa perbuatan para penjahat itu tidak
sampai menjatuhkan korban. Kita semua masih daiam selamat. Sungguh mengherankan
sekali, bagaimana ada penjahat masuk ke sini dan bahkan mennyerang ayahmu?" kata Lu
Bwe Si.
"Oya, bagaimana ketika engkau. tadi mengejar para penjahat itu, Cin Lan? " Apakah ada
hasilnya?" tanya Pangeran Tang Gi Su yang hendak mengalihkan percakapan dan melupakan
persoalannya dengan pemuda itu.
"Aku mengejarnya dan mereka bertiga itu menghilang di balik tembok rumah Paman
Pangeran Tang Gi Lok," kata Cin Lan. "Sesungguhnya, ada beberapa peristiwa yang selama
ini belum kuceritakan kepada Ayah. Sudah dua kali aku memasuki rumah Pangeran Tua pada
malam hari”.
Pangeran Tang Gi Su terbelalak. "Cin Lan! Apa yang kaulakukan itu? Dan mengapa engkau
melakukan itu? Engkau masuk secara menggelap sebagai pencuri?"
“Benar, Ayah. Tentu saja ada sebabnya mengapa aku melakukan hal itu. Pada suatu hari, aku
berkunjung ke kuburan ayah kandungku di dusun Teng-sia-bun...."
Gelang Kemala > karya Kho Ping Hoo > buyankaba.com 239
"Cin Lan....! Engkau tidak memberi tahu kepadaku!" teriak ibunya dengan mata terbelalak.
"Memang aku tidak memberi tahu siapa pun, Ibu. Maafkan aku. Aku ingin sekali
bersembahyang di kuburan itu. Dan ketika aku bersembahyang, muncul orang-orang hendak
menangkap aku. Aku mengamuk dan dari seorang penyerang itu aku mendapat keterangan
bahwi yang menyuruh tangkap aku adalah Pangeran Tua. Nah, aku menjadi penasaran sekali,
Ayah dan Ibu. Malamnya, tanpa diketahui siapa pun, aku datang ke rumah Paman Pangeran
Tua dan bertanya mengapa dia menyuruh orang-orang menangkap aku. Paman Pangeran Tua
bahkan mengerahkan para jagoannya untuk menangkap aku, mengatakan bahwa aku adalah
anak pemberontak yang harus ditangkap. Dan aku tidak dapat melawan para jagoannya yang
banyak dan lihai. Aku tertawan di sana...."
"Cin Lan....!" Ibunya menjerit, khawatir'
"Lalu pada keesokan hatinya, datang Bian Hok yang minta kepada Pangeran Tua agar aku
dibebaskan. Setelah dibebaskan, aku lalu pergi, tidak sudi aku ditolong oleh pemuda putera
Pangeran Bian Kun itu...."
"Cin Lan! Dia itu tunanganmu!" bentak ayahnya.
"Aku tidak pernah menganggap dia itu tunanganku, Ayah. Aku tidak suka kepadanya. Setelah
aku bebas pada lain hari aku datang lagi malam-malam ke sana untuk menantang jagoan tua
tanpa keroyokan. Aku merasa penasaran sekali karena tempo hari itu aku tertawan karena
dikeroyok.
"Hemm, engkau sungguh nekat."
Jilid 14 .....
“Aku tidak takut kepadanya, Ayah.
Akan tetapi lalu muncul jagoan lain yang lebih lihai pula dan selagi aku terdesak, muncul
Thian Lee itu yang menolong dan melarikan aku darl bahaya. Bahkan dahulu, ketika aku
mencarikan obat untuk Suhu dan menderita keracunan karena gigitan ular, Thian Lee pula
yang menyelamatkan nyawaku. Dan tadi dia sudah menolong Ayah."
"Kalau begitu, penyerangan tadi tentu sebagai akibat dari ulahmu yang mengacau rumah
kakanda Pangeran Tua!" kata Pangeran Tang Gi Su dengan penuh penyesalan.
"Belum tentu, Ayah." bantah Cin Lan.
"Kenapa belum tentu?"
"Kalau mereka itu sakit hati kepadaku, kenapa yang diserang Ayah? Tidak, pasti ada hal lain
yang penuh rahasia. Baru hadirnya demikian banyaknya tokoh kang-ouw di rumah Paman
Pangeran Tua itu saja sudah mencurigakan. Apakah Ayah bermusuhan dengannya?"
Pangeran Tang Gi Su menghela napas panjang. "Bermusuhan secara langsung dan pribadi
memang tidak ada sama sekali. Akan tetapi pendirian kami memang berbeda, bahkan
berlawanan. Kalau aku setia kepada Sri Baginda K.aisar, kakanda Pangeran Tang Gi Lok Itu
Gelang Kemala > karya Kho Ping Hoo > buyankaba.com 240
menentang kebijaksanaan Kaisar, bahkan sering mencela dan kelihatan membenci."
Pada keesokan harinya, mereka semua mendengar tentang pembunuhan atas diri dua orang
menteri yang setia kepada Kaisar, dibunuh dalam kamarnya oleh penribunuh yang amat lihai
dan tidak diketahui siapa karena selir dan para dayang pejabat tinggi ini hanya melihat
berkelebatnya bayangan yang cepat sekali'.
Hal ini amat mengejutkan Pangeran Tang Gi Su dan dia pun bergerak pergi menghadap
Kaisar untuk membicaraka.a peristiwa itu termasuk peristiwa penyerangan atas dirinya.
Kaisar menasihatkan agar Pangeran Tang Gi Su menjaga diri baik-baik dan melakukan
penjagaan yang ketat, sementara itu dia malah menugaskan Pangeran Tang Gi Su untuk
rnenyelidiki perkara pembunuhan dan penyerangan atas dirinya itu sampai tuntas. Dan untuk
keperluan itu. Pangeran Tang Gi Su mendapat kekuasaan untuk menggunakan pasukan
sebanyak mungkin,
Setibanya di rumah, Pangeran Tang Gi Su merasa pusing karena tugas itu amat sukar dan
berat. Melihat keadaan ayahnya, Cin Lan lalu bertanya,
"Ada berita apakah, Ayah'? Ayah nampak begitu bingung setelah kembali dari istana."
Pangeran Tang Gi Su menceritakan tentang tugas yang dibebankan kepadanya oleh Kaisar.
"Jangan khawatir, Ayah. Aku akan membantu Ayah dan aku akan melakukan penyelidikan
sampai terbongkar rahasia ini."
"Hati-hati, engkau, Cin i-an., Musuh amat berbahaya, jangan engkau terlalu sembrono seperti
yang sudah-sudah."
"Jangan khawatir, Ayah. Aku akan minta bantuan Thian Lee untuk melakukan penyelidikan."
Ketika Cin Lan sedang duduk seorang diri di dalam kamarnya, tiba-tiba pintu kamarnya
terbuka dan muncullah ibunya, seorang diri. la segera bangkit menyambut ibunya. Biasanya
kalau ada keperluan, ibunya yang menyuruh pelayan me-manggilnya dan jarang sekali ibunya
memasuki kamarnya
"Ibu, ada keperluan apakah Ibu?" tanyanya melihat wajah ibunya yang serius.
"Aku ingin bicara denganmu, Cin Lan," kata ibunya yang lalu duduk di kursi menghadapi
meja. Cin Lan juga lalu duduk di dekat ibunya.
"Bicara apakah, Ibu?"
"Tentang sahabatmu itu.
"Sahabatku? Yang mana, Ibu?"
"Yang menolong ayahmu itu."
"Ah, maksud Ibu, Song Thian Lee?"
"Benar, aku... aku merasa seolah wajah pemuda itu tidak asing bagiku. Dan engkau ingat,
Gelang Kemala > karya Kho Ping Hoo > buyankaba.com 241
nama marganya Song!"
"Kalau begitu, kenapa Ibu?"
"Lupakah engkau? Mendiang ayahmu menjodohkan engkau dengan putera keluarga Song!
Gelang kemalamu itu...."
"Ah, gelang kemala? Sudah dirampas penjahat ketika di kuil itu, Ibu."
"Sayang sekali."
"Ah, Ibu terlalu memikirkan perjodohan itu. Padahal, aku sudah berulang kali mengatakan
bahwa aku tidak suka dijodohkan sejak aku kecil. Aku tidak dapat menerima perjodohan itu,
dan Ibu begitu memikirkan sehingga setiap orang she Song Ibu curigai."
"Ah, engkau selalu bicara dermkian anakku. Perjodohan yang diatur bleh ayah tirimu, engkau
tidak mau menerimanya, dan perjodohan yang diatur oleh iayah kandungmu sendiri, engkau
pun tidak suka!"
"Memang aku hanya suka berjodoh dengan orang yang berkenan di hatiku, Ibu, bukan
dipaksakan, baik oleh mendiang ayah kandungku maupun oliete ayah tiriku," kata Cin Lan
dengan kukuh. Ibunya hanya menghela napas panjang dan ;A,tidak mau membicarakan hal itu
lagi.
* * *
Lee Cin berjalan seorang diri. Ia sudah mendapat perkenan dari gurunya untuk melakukan
perjalanan seorang diri, bahkan mendapat tugas yang berat dari gurunya, yaitu membunuh
musuh besar gurunya yang tinggal di Hong-san. Gurunya sendiri, Ang-tok Mo-li, kembali ke
Bukit Ular di Lembah Huang-ho.
"Carilah dia sampai dapat. Kalau sudah bertemu, lawanlah ia. Kalau engkau kalah kembalilah
ke Bukit Ular, aku sendiri yang akan menghadapinya," demikian kata subonya.
Akan tetapi Lee Cin memang berwatak bebas dan liar. la menggunakan kesempatan ini untuk
berpesiar, bersenang-senang idaft tiaak langsung pergi ke Hong-san memenuhi pesan
gurunya.
Selagi ia menyusuri tepi Sungai Kuning, di sebuah jalan yang sunyi mendadak ia bertemu
dengan seorang laki-laki berusia hampir enam puluh tahun yang tinggi besar, gagah perkasa
bermuka merah yang memegang sebatang dayung baja sebagai tongkat. Adapun di sisi kakek
gagah perkasa ini melangkah seorang pemuda yang tampan dan juga bertubuh tinggi besar.
Lee Cin tidak mengenal siapa mereka, maka ia pun tidak memperhatikan. Akan tetapi pemuda
itu memperhatikannya. Siapa orangnya yang tidak akan tertarik kepada gadis yang lincah dan
cantik jelita ini? Muka yang bulat telur itu manis sekali. Hidungnya mancung agak berjungat
ke atas, lucu sekali. Mulutnya kecil mungil dengan sepasang bibir yang merah basah tanpa
gincu, dihias lesung pipit di kanan kiri biblrn/a. Sedang usianya baru delapan belas tahun,
bagaikan bunga sedang mekar-mekarnya!
Gelang Kemala > karya Kho Ping Hoo > buyankaba.com 242
"Nona manis, engkau hendak pergi ke 'manakah?" tiba-tiba pemuda itu menegur dan berdiri
menghadang di depan Lee Cin.
Gadis itu mengerutkan alisnya, kemudian tertawa. Demikian manis ketika ia tertawa sehingga
pemuda itu semakin terpesona, "Hi-hik, ada monyet bercelana mau ganggu nonamu? Pergilah
sebelum kuhajar engkau! Hayo pergi!"
"Nona, engkau sungguh cantik jelita. Heran aku, mendengar makianmu, aku tidak marah
malah semakin tertarik. Marilah, Nona, kita bersahabat!" Pemuda itu menjulurkan tangan
hendak memegang tangan Lee Cin. Gadis ini mulai marah dan tiba-tiba tangannya bergerak
rnenam-par ke arah muka pemuda itu.
"Wuuuuttt... plakkk!" Tamparan itu "tlapat ditangkis pemuda itu dan tahulah Lee Cln bahwa
ia berhadapan dengan seorang yang cukup pandai. Tentu saja pemuda itu pandai karena dia
adalah Siangkoan Tek, sedangkan orang tua gagah perkasa itu adalah Siangkoan Bhok,
majikan Pulau Naga! Melihat ulah pu-teranya, Siangkoan Bhok mengambil sikap tidak peduli,
bahkan lalu duduk di atas batu 'besar dan termenung.
Melihat tamparannya ditangkis, Lee Cin segera menyerang kembali, klni lebih hebat. Dan
ternyata pemuda itu mampu mengelak dan balas menyergap hendak merangkul! Dan
terjadilah perkelahian yang seru di antara mereka. Setelah mendapat kenyataan bahwa
pemuda itu benar-benar tangguh dan mampu menandinginya, Lee Cin menjadi marah dan ia
pun mengerahkan sin-kang panas yang mengandung racun. Perlu diketahui bahwa semenjak
menjadi murid Ang-tok Mo li, tentu saja Lee Cin juga mempelajari. penggunaan racun dalam
pukulannya, yaitu suatu keahlian dari Ang-tok Mo-li yang membuat kuku jari datuk wanita itu
menjadi beracun. Lee Cin tldak sampai demikian hebat pengaruh racun dalam dirinya, akan
tetapi ia dapat mengerahkan tenaga beracun panas.
Siangkoan Tek tidak tahu bahwa pu-kulan itu mengandung hawa beracun. Dia menangkis
dengan tenaga sin-kang pula. "Dukkk....!" Ketika kedua tangan bertemu, pemuda itu
terhuyung dan menye-ringai kesakitan. Lengannya terasa panas t^seperti dibakar.
Melihat lawannya terhuyung, Lee Cin mengejar dan mengirim pukulan lagi. "Dukk!" Sekali
ini dara itulah yang terhuyung karena tangannya yang memukul bertemu dengan dayung yang
menangkisnya.
Kakek itu yang menangkisnya dan kakek itu kini melihat tangan kanan Lee Cin yang berubah
kemerahan. "Ang-tok-ciang (Tangan Racun Merah)!" serunya. "Apa hubunganmu dengan
Ang-tok Mo-li?" bentaknya.
Lee Cin adalah seorang yang tidak mengenal takut. "Apa urusanmu bertanya tentang Subo?"
“Hemm, jadi engkau murid Ang-tok Mo-li? Bagus, sebelum kubunuh la, lebih dulu kubunuh
muridnya!" Dan kakek itu lalu menyerang dengan dayungnya
Melihat sambaran dayung yang dah-syat bukan main, Lee Cin meloncat ke belakang dan
mencabut pedangnya. Sinar merah nampak berkilat ketika ia mencabut pedangnya dan
terjadilah pertandingan yang amat seru antara Lee Oin dan Siangkoan Bhok. Akan tetapi
segera ternyata bahwa gadis itu terdesak hebat. Siangkoan Bhok adalah datuk besar dari timur
Gelang Kemala > karya Kho Ping Hoo > buyankaba.com 243
dan dijuluki Tung-hong-ong (Raja Angin Timur). Ilmu kepandaiannya sudah mencapai
puncak yang tinggi sekali.
Biarpun Lee Cin mengerahkan seluruh tenaga dan kepandaiannya, namun setelah berhasil
bertahan sampai lima puluh jurus, akhirnya ia pun roboh tertotok gagang dayung dan
tubuhnya menjadi lemas dan tidak dapat dlgerakkan lagi! Siangkoan Bhok mengangkat
dayungnya dan membentak, "Sekarang mampuslah kau!"
"Jangan, Ayah!" Siangkoan Tek berseru dan melompat maju menghalangi ayahnya.
"Hemm, mau apa engkau?" bentak ayahnya.
"Ayah, terus terang saja... ateu tergila-gila kepadanya. Aku menginginkan gadis ini, Ayah!"
"Hemmm, sesukamulah. Akan tetapi setelah itu, bunuhlah!" Dan dia pun duduk kembali
bersila di atas batu besar dan tidak mempedulikan lagi kepada puteranya.
Siangkoan Tek menjadi girang sekali dan dia lalu memondong tubuh yang hangat dan lemas
itu, dibawanya pergi ke balik semak-sernak belukar! Sudah jelas apa yang dikehendakinya.
Dia hendak memperkosa gadis yang cantik jelita itu. Dan mengetahui hal ini, ayahnya sama
sekali tidak mempedulikannya. Dapat diketahui bagaimana watak kedua orang manusia ayah
dan anak ini!
Setelah merebahkan tubuh Lee Cin ke atas rumput dl balik semak-semak Siang-koan Tek lalu
menciumi wajah yang manis itu dan selagi dia hendak meraba pakaian Lee Cin, tiba-tiba
terdengar bentakan nyaring,
"Manusia keji!" Dan seorang pemuda tiba-tiba menerjangnya dengan tendangan sehingga
Siangkoan Tek yang sudah dikuasai nafsu berahi itu tidak dapat menghindar dan tubuhnya
kena ditendang sampai terpental dan bergulingan!
Pemuda berpakaian serba biru itu lalu menepuk kedua pundak Lee Cin satu kali dan tiba-tiba
Lee Cin sudah dapat bergerak kembali. Gadis ini cepat meloncat dan menyambar pedangnya
yang terletak di atas tanah, demikian pula pemuda itu sudah mencabut pedangnya. Akan tetapi
tlba-tiba Siangkoan Bhok sudah berdiri dl hadapan mereka dengan senjata dayungnya.
Sementara itu, Siangkoan Tek bangkit dan meraba-raba pahanya yang tertendang tadi.
Melihat ayahnya sudah menghadapi dua orang itu, dia pun diam saja karena yakin bahwa
ayahnya sudah lebih dari cukup untuk menandingi dua orang itu.
Siangkoan Bhok marah melihat puteranya ditendang tadi dan dia sudah menggerakkan
dayungnya menyerang kedua orang muda itu. Pemuda baju biru itu bertubuh jangkung tegap
dan usianya sekitar dua puluh dua tahun. Dia rnenggerakkan pedangnya dengan mantap dan
bersama Lee Cin, tanpa bersepakat lagi, mereka lalu mengeroyok kakek yang amat tangguh
itu.
Akan tetapi, biarkan- pemuda itu pun cukup lihai, tetap saja dia dan Lee Cin bukanlah lawan
Siangkoan Bhok yang terlampau lihai bagi mereka. Lewat lima puluh jurus, senjata dayung
itu telah mengenai tubuh mereka berdua dan membuat mereka terpental dan bergu-lingan.
Dengan langkah lebar Siangkoan Bhok mengejar dan tahu-tahu dayungnya sudah menodong
di dada pemuda berbaju biru. Pemuda itu sama sekali tidak nam-pak takut, melainkan
Gelang Kemala > karya Kho Ping Hoo > buyankaba.com 244
memandang kepada kakek itu dengan mata melotot penuh kemarahan.
"Engkau agaknya yang disebut Raja Angin Timur Siangkoan Bhok, bukan? Nah, bunuhlah
aku kalau hendak membunuh. Aku memang bukan lawanmu!" kata pemuda itu dengan tegas.
Mendengar disebutnya julukan Raja Angin Timur ini, baru Lee Cin tahu dan ia pun terkejut.
Sudah lama ia mendengar nama besar datuk ini dari subonya dan ia pun bangkit dan
memandang de-ngan khawatir sekali. Pinggangnya yang tadi kena pukul dayung terasa nyeri
se-kali, akan tetapi tidak ada tulang yang patah.
Sementara itu, ketika Siangkoah Bhok mendengar ucapan pemuda itu, dia tidak segera
memukulkan dayungnya dan berbalik lalu bertanya, "Engkau jelas murid Siauw-lim-pai.
Siapa gurumu?"
"Guruku adalah In Kong Thaisu," Kata pemuda itu dengan suara bangga.
Mendengar disebutnya nama ini, wajah Siangkoan Bhok berubah, alisnya yang tebal itu
berkerut. "Hemmm, melihat muka In Kong Thaisu, biarlah aku sekali ini tidak
membunuhmu!" Setelah berkata demikian, tangan kirinya bergerak dan jari-jari tangannya
menotok ke arah dada kanan pemuda itu.
"Dukkk'." Pemuda Itu mengeluarkan rintihan dan muntah darah.
"Nah, biarlah In Kong Thaisu meraba, apakah It-yang-ci yang dikuasainya itu mampu
menyembuhkanmu! Dan engkau nona iblis, engkau kubebaskan agar dapat mengantarnya
pulang ke Siauw-lim-si, kalau saja dia masih kuat!" katanya mengejek, lalu dia membalikkan
tubuhnya dan berkata kepada puteranya, "Mari kita pergi”
"Akan tetapi, Ayah Gadls itu”.
"Diam! Mari ikut aku pergi. Sekali aku mengeluarkan kata-kata, tidak dapat ditarik kembali!"
kata ayahnya dan pemuda itu bersungut-sungut, akan tetapi tidak berani membantah lagi dan
dia hanya menoleh dan memandang kepada Lee Cin dengan sinar mata penuh penyesalan dan
penuh kebencian!
Setelah kedua orang itu pergi, Lee Cin berlutut di dekat pemuda itu.
"Siapakah engkau dan di mana tempat tinggalmu? Mari kuantar engkau pulang."
"Sudah tidak ada gunanya. Lukaku hebat sekali... parah dan tidak dapat sembuh. Nona,
tinggalkan saja aku. Kalau sampai mereka kembali, engkau akan celaka," kata pemuda itu
terengah-engah dan mencoba untuk bangkit berdiri.
Lee Cin membantu dan memapahnya dan gadis ini menjadi marah. "Kaukira aku ini orang
macam apa? Engkau menderita begini karena tadi telah menolongku. Aku pun harus
menolongmu, tidak peduli bahaya apa yang mengancamku. Katakan siapa namamu dan ke
mana aku harus membawamu menemui gurumu.
Melihat gadis itu bicara dengan nada marah, pemuda itu terkejut dan memandang heran dan
kagum, lalu dia pun menjawab, "Namaku Thio Hui San, kebetulan sekali guruku sedang
Gelang Kemala > karya Kho Ping Hoo > buyankaba.com 245
berkunjung ke kuil yang diketual Susiok, tidak jauh dari sini. Aku tadi sedang berjalan-jalan
ketika...."
"Sudah, jangan panjang-panjang. Keadaanmu payah, tidak boleh banyak bicara. Mari kita
pergi, tunjukkan jalannya," kata Lee Cin yang masih merangkul dan memapah pemuda itu.
Pinggangnya sendiri masih terasa nyeri maka mereka lalu tertatih-tatih berangkat.
Untung bahwa kuil itu memang tidak jauh dari situ, berada di tepi sungai dan di lereng sebuah
bukit kecil. Kuil itu cukup besar dan terdapat banyak murid Siauw-lim-pai berada di situ.
Ketika melihat Hui San datang dipapah seorang gadis, tentu saja semua orang merasa heran
sekali. Sebetulnya, kuil di mana terdapat murid-murid Siauw-lim-pai itu merupakan tempat
terlarang bagi wanita. Akan tetapi karena Hui San datang dalam keadaan terluka dan dipapah
seorang wanita, para murid itu hanya memandang saja dan ada yang melaporkan ke dalam.
Setelah tiba di depan ruangan paling muka, keluarlah dua orang hwesio. Seorang hwesio
tinggi kurus dan seorang hwesio yang tingginya sedang akan tetapi perutnya gendut seperti
patung Jai-hud.
Hwesio yang gendut itulah yang rnenegur, "Hui San, engkau tahu bahwa tempat ini
merupakan larangan bagi wa-nita. Mengapa engkau datang dengan se-orang gadis, dan
engkau menderita luka parah kenapakah?"
"Suhu, teecu terluka oleh Siangkoan Bhok dan nona ini menolongku sampai ke sini karena
teecu tidak kuat berjalan sendiri," keluh Thio Hui San. "Harap maafkan teecu dan nona ini...."
Ketika itu Lee Cin melepaskan rangkulannya dan Hui San segera jatvh terkulai dengan lemas.
Lee Cin bertolak pinggang mengha-dapi dua orang hwesio itu, sama sekali tidak nampak
takut. "Muridmu terluka parah, mungkin akan mati dah engkaU masih meributkan soal
peraturan segala macam. Biarpun aku seorang wanita, kalau aku masuk ke sini, aku
rnerugikan apakah?"
Sekarang hwesio yang tinggi kurus yang mengangkat kedua tangan depan dada sambil
berkata, "Omitohud Sejak dahulu kuil kami ini memang merupakan larangan bagi wanita
untuk memasukinya, dan larangan itu tidak pernah dilanggar oleh siapa pun. Akan tetapi
karena engkau telah menolong murid keponakanku, kami mengucapkan terima kasih
kepadamu dan sekarang, mari kuantar Nona keluar dari sini!" Biarpun ucapan itu ter-dengar
halus, akan tetapi jelas bahwa hwesio kurus itu telah mengusirnya! Lee Cin tersenyum
mengejek.
"Kalian agaknya menjauhi wanita seolah wanita itu wabah menular, agaknya kalian semua
sudah lupa bahwa kalian dahulu dilahirkan oleh seorang wanita! Tidak perlu diantar, aku bisa
keluar sendiri!" Setelah berkata demlkian, dara ini memutar tubuhnya dan meninggalkan
tempat itu. Para hwesio dan murid yang mendengar ucapan itu hanya menjadi bengong saja.
In Kong Thaisu sendiri, hwesio yang gendut itu tidak mempedulikan sikap Lee 'Cin tadi dan
kini dia sudah memeriksa denyut nadi dan dada Hui San.
"Hemm, Siangkoan Bhok sungguh keji. Tangannya tetap memancarkan maut dan agaknya dia
membalas kekalahannya dari pinceng dahulu kepada murid pinceng." Dia menghela napas
panjang dan menyuruh seorang hwesio di situ untuk membantu Hui San memasukl kuil.
Gelang Kemala > karya Kho Ping Hoo > buyankaba.com 246
"Apakah Si Angin Timur itu mendendam kepadamu, Suheng?" tanya hwesio kurus itu yang
bernama In Tiong Hwesio, Sute dari In Kong Thaisu, ketika dia berjaian masuk bersama
slihengnya.
"Ah, terjadinya sudah belasan tahun yang lalu. Pernah kami bentrok dan bertanding sampai
ratusan jurus, tidak ada yang kalah atau menang. Akhirnya, dengan It-yang-ci aku dapat
merobohkannya, walaupun aku juga mengalami luka dari tangannya, akan tetapi tidak separah
lukanya. Agaknya dia mengetahul bahwa Hui San muridku, maka dia sengaja melukai Hui
San agar aku mencoba menyembuhkannya dengan It-yang-ci."
Setelah merebahkan Hui San di pem-baringan, In Tiong Hwesio berkata kepada suhengnya,
"Sayang sekali kepandaianku belum mencapai tingkat untuk menggunakan It-yang-ci dalam
penyembuhan. Akan tetapi, engkau akan menghamburkan banyak tenagamu untuk
menyembuhkan itu, Suheng. Dan untuk memulihkan kembali tenagamu tentu rnembutuhkan
waktu yang lama sekali."
Suhengnya mengangguk-angguk. "Omi-tohud, semua sudah takdir. Pinceng tidak
membutuhkan tenaga itu, sekarang yang membutuhkannya adalah Hui San, mengapa tidak
pinceng gunakan? Nah, silakan keluar dulu, Sute dan harap pesan semua murid agar tidak
mengganggu pinceng sewaktu melakukan pengobatan."
"Pinceng mengerti, Suheng," kata In Tiong Hwesio yang segera keluar dari ruangan itu dan
menutupkan pintunya, kemudian dia memesan kepada para muridnya agar tidak mendekati
ruangan itu.
Watak Lee Cin memang aneh. Makin dilarang, ia menjadi makin ingin tahu. Kalau saja ia
tidak dilarang memasuki kuil, bahkan andaikata diterima dengan ramah dan dipersilakan
masuk, ia tidak akan mau dan akan pergi begitu saja setelah mengantar Hui San sampai di
tempatnya. Akan tetapi justeru karena dilarang, maka kini setelah tiba di luar kuil ia lalu
menyelinap dan memasuki kuil kembali melalui tembok belakang! la melompati pagar
tembok di belakang, tiba di kebun belakang dan menyelinap masuk lagi secara sembunyi.
Tak lama kemudian ia sudah mendekam di atas ruangan di mana In Kong Thaisu sedang
mengobati Hui San dan mengintai ke dalam! la melihat Hui San duduk berdila di atas
pembaringan dan In Kong Thaisu bersilat secara aneh, kadang menggunakan sebuah jari
telunjuknya untuk menotok jalan darah di punggung Hui San yang tidak berbaju. Diam-diam
Lee Cin memperhatikan semua itu dan mencatat dalam ingatannya semua gerakan yang
dilakukan .In Kong Thaisu. Tanpa disadari, gadis ini telah mempelajari jurus-jurus dari Ityang-
ci yang diperagakan In Kong Thaisu, juga ia melihat ke mana jari telunjuk itu menotok
jalan darah.
In Kong Thaisu memainkan semua jurus It-yang-ci dengan menotok jalan darah di pundak,
punggung, kemudian dada Hui San setelah memutar tubuh pemuda itu menghadapnya.
Setelah sele-sai, uap putih keluar dari ubun-ubun kepala yang gundul itu dan In Kong Fhaisu
berhenti, lalu berkata, "Bahaya telah lewat, akan tetapi engkau masih harus bersamadhl
mengumpulkan hawa murni selama tiga jam." Setelah berkata demikian, dengan tubuh lemas
hwesio itu sendiri juga lalu duduk bersila. Agaknya dia telah mengeluarkan tenaga terlalu
banyak sehingga kehabisan tenaga.
Sementara itu, demikian asiknya Lee Cin mengintai sampai ia tidak tah bahwa ada seorang
Gelang Kemala > karya Kho Ping Hoo > buyankaba.com 247
hwesio mendekatinya dari belakang. Tiba-tiba saja hwesio itu membentak, "Apa yang
kaulakukan di sini?"
Lee Cin kaget seterigah mati dan saking kagetnya ia lalu meloncat turun ke dalam ruangan
itu! Hwesio murid Siauw-lim-pai itu mengejarnya.
"Hendak lari ke mana kau?" bentaknya dan dia pun meloncat turun ke dalam ruangan di mana
Hui San dan In Kong Thaisu masih duduk bersila. Ketika hwesio itu sudah tiba di depan Lee
Cin, secara otomatis Lee Cin lalu menggerakkan tangan dan karena pikirannya masih penuh
dengan hafalan tentang jurus-jurus It-yang-ci yang tadi diperagakan In Kong Thaisu, maka
kini ia pun menyerang dengan jurus It-yang-ci! Lee Cin memang sudah memiliki tenaga sinkang
yang kuat sekali, maka gerakannya itu cukup hebat dan biarpun hwesio itu sudah
mengelak, tetap saja dadanya tertotok. Hanya karena Lee Cin belum dapat melakukan jurus
itu dengan tepat sekali, maka totokan itu meleset dan hanya membuat hwesio itu terjengkang
saja.
Pada saat itu, In Tiong Hwesio yang mendengar suara ribut-ribut memasuki ruangan itu dan
alangkah heran dan kagetnya melihat Lee Cin berada di ruangan itu dan seorang muridnya
terjengkang.
"Omitohud! Apa yang terjadi di sini?" katanya. Akan tetapi melihat hwesio tinggi kurus ini,
Lee Cin khawatir kalau ia diserang lebih dulu, maka ia melanjut-kan gerakannya, menyerang
dengan It-yang-ci pula! In Tiong Hwesio adalah seorang murid Siauw-lim-pai yang pandaL
Biarpun ilmunya belum setinggi In Kong Thaisu, akan tetapi dia mengenal lt-yang-ci dan
cepat ia mengibaskan lengan bajunya yang lebar untuk menangkis dan melanjutkan dengan
kibasan lengan baju untuk balas menyerang. Akan tetaoi Lee Cin cukup lihai dan cepat
menghindar.
"Tahan....!!" Tiba-tiba In Kong Thaisu berteriak dan kedua orang itu pun ber-henti saling
serang. Teriakan In Kong Thaisu itu berwibawa sekali dan Lee Cin berdiri sambil
memandang, siap untuk menghadapi teguran.
"Nona, dari mana engkau mempelajari It-yang-ci?" tanya In Kong Thaisu sambil bangkit
berdiri menghadapi Lee Cin, suaranya penuh tuntutan dan pandang matanya mencorong.
Sedangkan Thio Hui San juga hanya dapat memandang saja. Dia bingung dan tidak mengerti
mengapa Lee Cin memasuki ruangan itu bahkan merobohkan seorang hwesio dengan jurus Ityang-
ci yang amat sukar.
"Maaf, Losuhu," kata Lee Cin dengan sejujurnya. "Ketika diusir dari sini, aku menjadi
penasaran sekali dan ingin melihat kuil ini ada apanya maka melarang wanita memasukinya.
Kalau aku tidak dilarang, tentu tidak ingin melihat. Tanpa sengaja aku melihat Losuhu
mengobati muridnya. Karena tertarik melihat gerakan-gerakan totokan itu, maka aku men-jadi
terpikat dan diam-diam aku memperhatikannya dari awal sampai akhir. Kemudian aku
ketahuan dan karena khawatir diserang, aku lalu lebih dulu menyerangnya, dan tanpa kusadari
aku me-mainkan jurus-jurus yang tadi aku lihat ketika mengintai."
"Omitohud.... kiranya pinceng sendiri yang mengajarimu It-yang-ci! Sungguh aneh dan
agaknya memang sudah ditentukan Yang Maha Bijaksana bahwa engkau berjodoh dengan Ityang-
ci, Nona muda. Baiklah, engkau sudah melihat dan menghafalkan jurus-jurus It-yang-ci,
ini berbahaya sekali, baik bagimu maupun bagi orang lain. Maka pinceng akan mengajarkan
Gelang Kemala > karya Kho Ping Hoo > buyankaba.com 248
It-yang-ci kepadamu agar engkau dapat menguasai dengan benar dan baik. Akan tetapi lebih
dulu engkau harus bersumpah bahwa engkau tidak akan nengajarkannya kepada orang lain
dan akan menggunakan It-yang-ci untuk berbuat kebaikan, bukan kejahatan."
Lee Cin menjadi girang bukan main. la tahu bahwa It-yang-ci itu merupakan ilmu simpanan
dari hwesio sakti itu, mana cepat ia menjatuhkan diri berlutut. "Saya bersumpah kalau diberi
pelajaran It-yang-ci tidak akan mengajarkannya kepada orang lain dan tidak akan menggunakan
untuk kejahatan'" la lalu memberi hormat seperti layaknya seorang murid, akan
tetapi hwesio itu mencegahnya.
"Omitohud, tidak perlu engkau mengangkat guru kepada pinceng. Pinceng akan mengajarkan
It-yang-ci, bukan berarti engkau menjadi murid pinceng. Eng-kau tetap murid gurumu, siapa
pun adanya dia. Nah, mari kita pergi ke lian-bu-thia (ruangan berlatih silat)!"
Demikianlah, mulai hari itu Lee Cin dilatih It-yang-ci oleh In Kong Thaisu, dan karena dara
ini memang berbakat baik sekali dan mempunyai ingatan yang kuat, maka selama tiga hari
saja ia sudah dapat menguasai ilmu itu. Untuk menyempurnakan, ia tinggal berlatih saja.
Pada hari ke tiga, ketika ia berlatih seorang diri, In Kong Thaisu mengham-pirinya dan
berkata setelah sejenak memperhatikan cara gadis itu berlatih. "Engkau sudah menguasainya
dengan baik, Lee Cin. Sekarang tergantung kepadamu ssendiri untuk dapat menguasai dengan
sempurna, yaitu dengan melatih diri. Juga terserah kepadamu apakah kelak engkau akan
memegang teguh sumpahmu untuk merahasiakan ilmu ini, tidak meng-ajarkan kepada orang
lain dan tidak melakukannya untuk kejahatan. Kalau engkau melanggar, tentu engkau pula
yang akan menanggung akibat buruknya."
Biarpun ia seorang gadis yang berpembawaan liar karena sejak kecil hidup bersama Ang-tok
Mo-li, akan tetapi pada hakekatnya Lee Cin adalah seorang gadis yang mengenal aturan dan
mengenal budi. la cepat memberi hormat dengan berlutut di depan kaki hwesio itu.
"Saya menghaturkan terima kasih atas petunjuk Locianpwe dan saya tentu akan memegang
teguh janji dan sumpah saya."
"Omitohud, pinceng girang sekali, Lee Cin. Nah, sekarang engkau boleh pergi meninggalkan
tempat inl."
Lee Cin lalu berpamit dan pergilah ia meninggalkan kuil itu. Setibanya di luar kuil, dia
mendengar panggilan dari belakang, "Nona....!"
Lee Cin berhenti melangkah dan ketika ia menengok, ternyata yang memanggilnya adalah
Hui San. la melihat pemuda itu telah sembuh sama sekali dan ini membuktikan betapa
amouhnya ilmu It-yang-ci untuk pengobatan.
"Engkau telah sembuh. Aku girang sekali... eh, siapa tadi namamu?" Lee Cin mengingat-ingat
akan tetapi lupa lagi.
"Namaku Thio Hui San, Nona. Dan kalau boleh aku mengetahui namamu...."
"Tentu saja boleh. Namaku Lee Cin, Bu Lee Cin."
Gelang Kemala > karya Kho Ping Hoo > buyankaba.com 249
"Nama yang indah dan gagah, seperti orangnya," Hui San memuji.
Lee Cin tersenyum. "Aih, kiranya engkau seorang pemuda yang pandai me-muji dan merayu
pula."
Hui San juga tersenyum. "Sama sekali tidak memuji atau merayu, Nona. Aku bicara
sejujurnya. Aku pun gerhbira sekali bahwa engkau telah menerima pelajaran It-yang-ci dari
Suhu, padahal aku sendiri belum diajari It-yang-ci. Akan tetapi setelah Suhu mengajarkannya
ke-padamu, dia berjanji akan mengajarku pula."
"Ini semua berkat pertolonganmu ke-padaku, Hui San. Kalau engkau tidak menolongku dari
tangan ayah dan anak Siangkoan itu, mungkin sekarang aku sudah mati dan tidak bertemu
dengan gurumu yang mengajarkan tt-yang-ci kepadaku. Kelak, kalau bertemu lagi de-ngan
jahanam Siangkoan Tek, tentu akan kubunuh dia dengan It-yang-ci!"
"Tidak perlu bicara tentang pertolongan, Nona. Sebaliknya, kalau tidak ada engkau yang
menolongku membawa aku ke kuil, tentu aku sudah mati dalam perjalanan pula. Orang-orang
seperti kita inl memang harus saling tolong menolong dalam menghadapi orang-orang jahat."
"Hemm, engkau boleh berkata demikian karena engkau adalah murid Locian-pwe In Kong
Thaisu. Engkau memang sepantasnya menjadi seorang pendekar budiman. Akan tetapi aku...
ah, aku hanya, seorang gadis kasar yang bodoh."
"Tidak sama sekali, Nona. Dalam pandanganku, engkau adalah seorang yang amat baik,
gagah perkasa dan berbudi mulia. Aku... aku ingin agar selama hidupku menjadi... sahabat
baiknnu, Nona."
"Hui San, engkau ingin menjadi sahabatku, akan tetapi engkau masih bersungkan-sungkan
menyebutku nona segala.
“Engkau sudah tahu bahwa namaku Lee Cin."
Hui San tersenyum. "Baiklah, Lee Cin. Aku girang sekali dapat menyebut namamu."
"Sudahlah, aku harus pergi, Hui San. Selamat tlnggal dan mudah-mudahan kita akan dapat
berjumpa kembali."
"Nanti dulu, Lee Cin! Bagaimana kalau aku ingin bertemu denganmu? Ke mana aku harus
mencarimu?"
Lee Cin tersenyum manis. "Hui San, engkau akan terkejut setengah mati ka-lau mengetahui di
mana tempat tinggalku dan siapa pula guruku. Sudahlah, tidak perlu engkau tahu karena hal
itu hanya akan membuatmu menyesal dan kecewa kepadaku."
"Tidak, aku bersumpah, siapapun juga gurumu dan di mana pun tempat tinggalmu, tidak akan
membuatku kecewa dan aku akan tetap mencarimu di sana."
"Benarkah? Engkau mau tahu? Nah, tempat tinggalku di Bukit Ular di Lembah Huang-ho."
Hui San terbelalak. "Bukit Ular di Lembah Huang-ho? Tidak salahkah itu? Setahuku hanya
Gelang Kemala > karya Kho Ping Hoo > buyankaba.com 250
ada satu tempat yang disebut Bukit Ular di Lembah Hyang-ho...."
"Memang hanya satu," sambung Lee Cin sambil tersenyum manis. la "idak akan merasa
menyesal atau heran kalau nanti Hui San terkejut dan berbalik tidak suka lagi kepadanya
setelah mendengar siapa gurunya. Nama gurunya sudah amat terkenal sebagai seorang datuk
sesat yang suka membunuh orang tanpa berkedip mata.
"Kaumaksudkan, tempat tinggal Ang-tok Mo-li?" tanya Hui San, masih terheran-heran.
"Tepat sekali. Memang Ang-tok Mo-li itulah guruku. Engkau terkejut dan menyesal?"
"Sungguh mati, aku terkejut bukan main, Lee Cin. Dan tidak kusangka-sangka, akan tetapi
menyesal? Kecewa Rasanya tidak, karena engkau adalah seorang gadis yang, gagah perkasa
dar berbudi mulia. Gurumu tidak ada sangkut-pautnya dengan kepribadianmu."
"Benarkah itu?"
"Aku berani bersumpah. Dan untuk membuktikan bahwa aku tidak menyesal atau kecewa,
sekali waktu aku tentu akan berkunjung ke Bukit Ular untuk mencarimu."
"Hemm, engkau akan dibunuh guruku!"
"Aku tidak khawatir. Bukankah ada engkau di sana? Kecuali kalau engkau membiarkan aku
dlbunuh gurumu, apa boleh buat, akan tetapi hal itu tidak membuat aku mundur."
"Heii, Hui San, kenapa sih engkau ngotot hendak mengunjungi aku? Sampai-sampai engkau
berani mengorbankan atau mempertaruhkan nyawamu?"
Tiba-tiba Hui San mengangkat dada. "Seorang gagah harus berani jujur dan berterus terang,
Lee Cin. Engkau berta-nya? Baiklah, akan kujawab. Aku berani nekat karena aku cinta
padamu! Nah, sudah lega sekarang, isi hatiku sudah kukeluarkan. Terserah kepadamu apakah
engkau dapat menerima cintaku ataukah tidak."
Kini Lee Cin merasa terkejut. Jawaban itu sungguh tidak pernah diduganya. Selama ini,
banyak pria yang tergila-gila kepadanya. Walaupun tidak ada yang berterus terang
menyatakan cinta. Akan tetapi semua itu tidak pernah ditang-gapinya sama sekali, karena ia
mengang-gap para pria itu hanya ingin mempermainkannya. Dan selama ini hatlnya baru
pertama kali pernah tertarik pada pria, yaitu kepada Song Thian Lee. Walaupun Thian Lee
belum menanggapi perasaan hatinya, akan tetapi ia masih tetap mengharapkan agar kelak
Thian Lee menjadi jodohnya. Dan kini, tahu-tahu dan tiba-tiba saja pemuda Siauw-lim-pai
yang tampan dan gagah perkasa ini menyatakan cinta kepadanya!
Wajahnya menjadi kemarahan dan ia merasakan jantungnya berdebar panuh ketegangan.
Belum pernah ia merasa tegang seperti saat ini, dan dengan salah ting-kah ia lalu pergi sambil
berkata, "Aku tidak tahu... sungguh aku tidak tahu...." Dan ia pun melarikan diri dari tempat
itu, meninggalkan Hui San yang menjadi bengong karena pemuda ini tidak mengerti akan
sikapnya itu. Gadis yang dicintanya itu mendengar pernyataan cintanya, tidak menerima, juga
tidak me-nolak, melainkan pergi dan menjawab tidak tahu. Dia tidak berani mengejar, lalu
menarik napas panjang penuh kebimbang-an dan kembali memasuki kuil. Hari itu dia harus
kembali bersama suhunya ke Kwicu, tempat tinggal suhunya, di sebuah Kuil Siauw-lim-si
Gelang Kemala > karya Kho Ping Hoo > buyankaba.com 251
yang besar.
Setelah meninggalkan Kuil Siauw-llm, Lee Cin melanjutkan perjalanannya. Yang dituju
adalah Hong-san karena ia hendak memenuhi pesan subonya untuk menemui Souw Tek Bun,
yang oleh subonya dikatakan musuh besar subonya itu. la sendiri tidak pernah bertemu
dengan Souw Tek Bun dan tidak tahu dia orang macam apa, akan tetapi subonya berpesan
agar ia membunuhnya. Selama menjadi murid Ang-tok Mo-li, Lee Cin merasa betapa gurunya
itu amat sayang kepadanya, mendidiknya dengan tekun dan mencukupi semua kebutuhannya.
Dan selama ini subonya tidak pernah menyuruh ia melakukan pekerjaan penting atau berat.
Sekarang, setelah ilmunya dianggap mencukupi, subonya minta agar ia membunuh musuh
besar subonya yang bernama Souw Tek Bun. Maka ia harus melakukan ini, untuk membalas
budi subonya yang ber-limpah-limpah. Menurut subonya, Souw Tek Bun adalah bengcu dunia
kang-ouw. Tentu berilmu tinggi! Akan tet.ipi ia tidak takut, apalagi sekarang ia telah
menguasai It-yang-ci, walaupun baru ber-latih' selama tiga hari saja Ilmu itu memang belum
dapat ia pergunakan dengan baik, kurang latihan, akan tetapi gerakannya sudah lumayan
menambah kelincahannya.
Ketika ia sudah tiba di kakl pegunungan Hong-san yang sunyi, tiba-tiba ia dikejutkan oleh
munculnya tiga orang. Tentu saja ia makin terkejut ketika mengenal bahwa orang itu bukan
lain adalah Coat-beng-kwi, Thian-lo-kwi dan Bu-tek Lo-kwi! la merasa heran bukan main.
Sepanjang pengetahuannya, tiga orang datuk perampok inl telah ditangkap oleh pasukan
pemerintah di kota Pao-ting ketika mereka cerai-berai melarikan diri setelah dihajar oleh ia
dan Thian Lee yang membantu Souw-pangcu. Bagai-mana sekarang mereka dapat muncul di
sini?
Memang demikianlah. Tiga orang to-koh sesat ini tadinya sudah dikepung dan ditangkap
pasukan. Mereka tidak melaku-kan perlawanan, akan tetapi ketika mereka digiring ke rumah
tahanan, tiga orang ini memberontak dan berhasil me-larikan diri. Mereka menjadi orang
buru-an pemerintah. Dan secara kebetulan saja mereka kini tiba di kaki Pegunungan Hong-san
dalam usaha mereka menyembunyikan diri.
Merasa bahwa ia seorang diri tidak mungkin dapat menandingi tiga orang itu, Lee Cin
bermaksud menghindarkan dirl. Akan tetapi, tiga orang itu sudah melihatnya. Terutama sekali
Thian-lo-kwi yang pernah ia kalahkan.
"Heii, berhenti kau!" Thian-lo-kwi membentak dan tiga orang itu sudah berloncatan mengejar
Lee Cin. Karena sudah ketahuan, Lee Cin juga tidak melanjutkan larinya. la bahkan
membalikkan tubuhnya tanpa mengenal takut. Memang kalau melawan satu demi satu, ia
sama sekali tidak takut dan merasa yakin akan merobohkan mereka semua.
“iHemm, kiranya kalian, pecundang-pecundang yang sudah kalah. Mau apa kalian
mengejarku?" Lee Cin balas membentak.
"Iblis betina, sekarang tibalah saatnya kami membalas kekalahan kami tempo hari!" Thian-lokwi
membentak marah.
Lee Cin tersenyum. "Bagus!' Kalian belum jera? Boleh maju satu-satu, kalau kalian memang
gagah." Ia sengaja me-nantang demikian dengan harapan tiga orang itu akan merasa malu
untuk me-ngeroyoknya. Akan tetapi, orang yang merasa sakit hati, mana mengenal. rasa malu
lagi? Coat-beng-kwi sudah menca-but goloknya, sedangkan dua orang kakaknya, Thian-loGelang
Kemala > karya Kho Ping Hoo > buyankaba.com 252
kwi dan Bu-tek Lo-kwi telah mencabut pedang masing-masing. Dan tanpa banyak cakap lagi
tiga orang tokoh sesat ini segera mengepung dan menyerang Lee Cin. Lee Cin sudah melolos
Ang-coa-kiam, pedang tipisnya yang dipakai sebagai sabuk, dan melawan ma-ti-matian. la
maklum bahwa tiga orang tua itu kalau maju bersama merupakan lawan yang amat tangguh,
akan tetapi ia tidak menjadi gentar dan membalas dengan gulungan sinar pedangnya yang
kemerahan.
Tiga orang itu.kalau maju satu lawan satu, tidak akan menang melawan Lee Cin. Biarpun Butek
Lo-kwi sendiri yang paling lihai di antara mereka, akan mengalami kesulitan kalau
bertanding mela-wan Lee Cin. Akan tetapi sekarang me-reka maju bertiga dan tentu saja
dapat saling bantu dan pengeroyokan itu akhir-nya membuat Lee Cin terdesak hebat. Didesak
oleh tiga orang yang menyerang untuk membunuhnya. Lee Cin menjadi repot juga. Untuk
memanggil ular-ularnya, ia tidak sempat lagi meniup sulingnya, ia didesak hebat sehingga
main mundur, berloncatan ke sana sini dan hanya berkat kelincahan gerakan tubuhnya sajalah
yang membuat Lee Cin masih belum dapat dirobohkan walau penge-royokan itu sudah
berlangsung hampir seratus jurus!
Pada saat yang amat berbahaya bagi keselamatan Lee Cin itu, tiba-tiba mun-cul seorang
kakek tinggi kurus yang ber-pakalan hitam putih. Di bajunya bagian dada ada lukisan Imyang.
Kakek ini berusia hampir enam puluh tahun namun masih nampak jauh lebih muda dari
usia sebenarnya. Dia ini bukan lain adalah Thian-te Mo-ong Koan Ek, datuk besar dari selatan
itu, begitu muncul dan melihat seorang gadis cantik jelita dikeroyok tiga orang itu, dan sedang
didesak hebat, dia membentak,
"Tiga ekor anjing srigala mengeroyok seekor harimau betina, sungguh tidak tahu malu!" Dia
menyerbu ke dalam medan pertempuran itu dan empat orang yang sedang bertanding itu
dilanda angin yang kuat sehingga mereka terkejut dan berlompatan mundur sambil
memandang ke arah kakek tinggi kurus itu.
Coat-beng-kwi yang brangasan itu menjadi marah. Dia melangkah maju dan membentak,
"Kau orang gila dari mana datang mencampuri urusan kami!" Setelah berkata demikian, dia
menggerakkan golok besarnya membacok k.e arah kakek tinggi kurus itu.
Thian-te Mo-ohg menyenngai, sama sekali tidak mengelak atau menangkis, akan tetapi ketika
golok itu sudah menyambar dekat di kepalanya, tangan kirinya menyambar dari bawah dan
tahu-tahu golok itu telah ditangkapnya! Coat-beng-kwi terkejut ketika goloknya tertahan.
Akan tetapi melihat orang itu berani menangkap goloknya yang tajam, dia menjadi girang dan
segera mengerah-kan tenaganya untuk membuat tangan yang mencengkeram goloknya itu
menjadi buntung. Akan tetapi goloknya tidak dapat dia gerakkan, bahkan ketika ditarik
hendak dilepaskan dari cengkeraman, golok itu tidak bergerak seolah telah terjepit oleh
jepitan baja yang amat kuat.
Thian-te Mo-ong mengerahkan tenaganya pada tangan kiri yang mencengkeram dan "krekk'"
golok itu telah patah menjadi dua dan bagian ujungnya kini berada di dalam tangannya. "Nah,
ini makan golokmu sendiri!" bentaknya dan sekali tangan kirinya bergerak, ujung golok itu
telah menyambar bagaikan sebatang anak panah melesat dari busurnya. Jarak di antara
mereka dekat sekali, maka Coat-beng-kwi tidak sampai lagi untuk mengelak atau menangkis
karena tahu-tahu ujung goloknya itu telah menancap dl dadanya. Dia mengeluarkan teriakan
keras dan roboh terjengkang, tewas karena ujung golok yang tajam itu telah memasuki
dadanya dan merobek jantungnya!
Gelang Kemala > karya Kho Ping Hoo > buyankaba.com 253
Melihat ini, Thian-lo-kwi dan Bu-tek Lo-kwi menjadi terkejut bukan main, dan juga marah.
Mereka berdua segera menggerakkan pedang mereka, menyerang Thian-te Mo-ong dengan
dahsyat. Yang diserang mengelak ke belakang dan di lain saat Thian-te Mo-ong sudah
memegang pedang yang berkilauan. Akan tetapi, Thian-lo-kwi dan Bu-tek Lo-kwi yang sudah
marah melihat kematian adik mereka, tidak peduli dan mereka berdua segera menyerang lagi
dengan tusukan dan bacokan maut. Akan tetapi kini nampak dua gulung sinar pedang yang
demikian kuat sehingga mengejutkan dua orang pengeroyok itu. Akan tetapi keka-getan
mereka sudah terlambat. Dua gulungan sinar pedang itu telah menghimpit sinar pedang
mereka dan menekan sede-mikian hebatnya sehingga mereka tidak mampu menghindarkan
diri lagi. Terpaksa mereka menggunakan pedang untuk me-nahan dan melindungi diri mereka
dari sambaran gulungan dua sinar pedang yang demikian kuatnya itu. Namun, ini juga tidak
dapat bertahan lama. Belum sampai dua puluh jurus, Thian-lo-kwi terpelanting roboh dengan
leher tertembus pedang! Bu-tek Lo-kwi terkejut dan juga marah, menggerakkan pedang^
dengan tangan kanan, sedangkan tangan kirinya me-ngirim pukulan jarak jauh sambij
mengerahkan sin-kangnya. Akan tetapi Thian-te, Mo-ong menyambut pukulan tangan kiri ini
dengan sambaran pedangnya.
"Crokk....!" Lengan kiri Bu-tek Lo-kwi buntung sebatas siku! Bu-tek Lo kwi terkejut sekali
dan melompat mundur. Mukanya menjadi pucat dan matanya terbelalak inemandang orang
tinggi kurus itu.
"Katakan siapa engkau....bentaknya dengan terengah menahan rasa nyeri.
"Selamanya Thian-te Mo-ong tidak pernah menyembuhyikan nama." kata kakek itu sambil
tertawa mengejek.
Bukan main kagetnya Bu-tek Lo-kwi mendengar nama ini. Tenu saja dia su-dah mendengar
akan nama besar datuk selatan itu. Karena baru sekarang berte-mu, tadi dia tidak menduga
bahwa yang dilawannya adalah Datuk Selatan. Dia sudah mendengar akan kekejaman datuk
ini, maka dia pun menjadi putus harapan untuk dapat keluar dengan selamat, dan dia menjadi
nekat. Sambil membentak nyaring, dia melompat ke depan sambil menyerang dengan
pedangnya. Akan tetapi, pedang itu tertangkis oleh pedang kiri Thian-te Mo-ong dan pedang
kanan datuk itu sudah menembus dada Bu-tek Lo-kwi dan robohlah tokoh sesat itu dan tewas
seketika!
Lee Cin memandang dengan kaeum. Bukan main lihainya kakek itu dan ia pun tidak merasa
heran. Ia tadi men-dengar pengakuan kakek itu dan sudah Aama pula ia mendengar akan
nama besar Ihian-te Mo-ong sebagai Datuk Besar Selatan. Ia tidak pergi karena tadi ia mgin
sekah melihat perkelahian itu. Baru setelah ketiga orang itu roboh tewas, ia tenngat betapa
bahayanya orang seperti Datuk SeJatan ini. Dan kini sudah terlambat baginya untuk melarikan
diri dan terpaksa ia wenghadapi Thian-te Mo-ong
''Jadi engkaukah yang berjuluk Thian-te Mo-ong? Suboku sering bercerita tentang Datuk
Besar Selatan. Ternyata pujian guruku bukan kosong belaka. Engkau memang lihai sekali,
Thian-te Mo-orig dan aku berterima kasih kepadamu telah menolongku dari tangan mereka."
Thian-te Mo-ong tertawa. "Ha-ha-ha,'' subomu Ang-tok mo-li itu, Cantik jelita, sayang
mukanya pucat selalu. Engkau jauh lebih jelita, Nona. Dan aku Thian-te Mo-ong selamanya
kalau melakukan sesuatu tentu ada pamrihnya. Tadi aku menolongmu dan membunuh tiga
ekor anjing ini pun tentu ada pamrihnya.
Gelang Kemala > karya Kho Ping Hoo > buyankaba.com 254
"Hemm, apakah pamrihmu, Mo-ong?"
"Aku tertarik kepadamu. Kalau bukan engkau yang dikeroyok, untuk apa aku mencampuri
urusan mereka? Engkau cantik dan berbakat pantas menjadi muridku. Maka, engkau harus
menjadi muridku selama dua tahun!"
"Tidak, Subo tertu marah sekali”.
"Ha-ha, soal Ang-tok Mo-li serahkan saja kepadaku. Aku yang akan memberi tahu kepadanya
kelak. Engkau harus mulai sekarang ikut dengan aku!"
Diam-diam Lee Cin merasa terkejut dan khawatir sekali. Jelas ia tidak mampu melawan
kakek ini dan sekali kakek ini sudah mengambil keputusan, bagaimana mungkin ia dapat
mengubahnya?
Dan ia tahu bahaya besar mengancam dirinya kalau ia ikut dengan kakek itu untuk menjadi
muridnya. Pandang mata kakek itu saja sudah membuat bulu romanya berdiri! Lee Cin lalu
cepat mengeluarkan sulingnya, melompat ke bela-kang sambil meniup sulingnya. Suara
sulingnya melengklng-lengking dan melihat ini, Thian-te Mo-ong hanya menyeringai saja,
seolah melihat pertunjukan yang menarik hati. Tentu saja dia sudah tahu bahwa selain ilmuilmunya
yang lain Ang-tok Mo-li terkenal sebagai seorang ahli racun dan juga pawang ular.
Dan dia tahu apa artinya suara suling yang melengking-lengking itu. Agaknya gadis ini
mewarisi juga ilmu pawang ular. Tadi dia langsung saja dapat menduga bahwa gadis itu
murid Ang-tok Mo-li dengan melihat pedang merah dan gerakan ilmu pedang yang
nnelingkar-Ungkar seperti gerakan ular itu,
Tak lama kemudian, nampak banyak sekali ular berdatangan ke tempat itu, berkumpul di
depan Lee Cin yang meniup suling. Lee Cin menghentikan tiupan sulingnya dan berkata,
"Mo-ong, aku tidak mau ikut denganmu. Cepat pergi tinggalkan aku."
"Ha-ha, kalau aku tidak mau pergi tanpa engkau?"
"Akan kukerahkan ular-ular ini untuk mengeroyokmu!" ancam Lee Cin, siap untuk meniup
sulingnya.
"Ha-ha-ha, boleh! Ingin aku melihatnya!" kata kakek itu sambil tertawa,
Lee Cin segera meniup sulingnya dan puluhan ekor ular itu serentak membalik dan merayap
ke arah Thian-te Mo-ong! Kakek itu lalu meruncingkan mulutnya dan terdengarlah sultansuitan
yang nyaring sekali. Suara suitan ini bercarnpur aduk dengan suara suling, seolah
menye-ret suara suling sehingga tiupan suling terdengar sumbang. Dan kini ular-ular itu
menjadi kacau, tidak jadi menyerang Thian-te Mo-ong melalnkan berputar-putar seperti
keblngungan oleh perintah suling yang tidak karuan itu.
Tiba-tiba Thian-te Mo-ong meloncat ke arah Lee Cin dan menyerangnya dengan
cengkeraman. Lee Cin cepat meloloskan pedangnya, akan tetapi tahu-tahu suUngnya telah
dirampas kakek itu sehingga ia tidak dapat lagi menguasai ular-ularnya. Binatang-binatang itu
setelah tidak lagi rnendengar suara suling, perlahan-lahan lalu merayap pergi agaknya
ketakutan melihat dua orang saling bertanding. Lee Cin menggerakkan pedangnya untuk
Gelang Kemala > karya Kho Ping Hoo > buyankaba.com 255
membela dirl. Dan kakek itu hanya menggunakan suling rampasan tadi. Setelah lewat tiga
puluh jurus, akhirnya Lee Cin roboh tertotok suling!
Pada saat itu, ada angin menyambar dan suling itu telah dirampas orang dari tangan Thian-te
Mo-ong. Kakek ini terkejut bukan main. Jarang ada orang yang akan mampu merampas suling
itu dari tangannya sedemiklan mudahnya. Tadi, setelah merobohkan Lee Cin dia menjadi
lengah dan ketika ada angin dahsyat menyambar, dia mengelak tidak tahu bahwa sulingnya
yang diarah orang itu. Dan kini, suling itu telah berpindah tangan!
Lee Cin menjadi girang bukan main ketika melihat siapa yang muncul di situ. Thian Lee!
Akan tetapi Thian-te Mo-ong mengerutkan alisnya, semakin penasaran dan marah ketika
melihat bahwa yang merampas sulingnya hanyalah seorang pemuda yang sederhana! Thian
Lee lalu menghampiri Lee Cin dan sekali dia menggerakkan suling itu, tubuh Lee Cin telah
dibebaskannya dari totokan dan suling itu dia serahkan kembali kepada Lee Cin.
"Untung engkau segera muncul Thiah Lee. Akan tetapi hati-hatilah, kakek itu adalah Thian-te
Mo-ong, Datuk Selatan dan dia lihai sekali."
Thian Lee memandang ke arah tiga sosok mayat yang berserakan di situ dan dia bertanya,
"Lee Cin, apakah yang telah terjadi di sini?"
"Aku dikeroyok Coat-beng-kwi dan dua orang kawannya. Agaknya mereka itu dapat
meloloskan diri ketika ditangkap dan kebetulan bertemu denganku di sini. Aku dikeroyok tiga
dan kewalahan. Lalu muncul Thian-te Mo-ong membunuh mereka bertiga."
"Ah, dia menolongmu dan kenapa kemudian bertanding denganmu?"
"Habis, dia hendak memaksa aku ikut dengan dia sebagai murid. Aku tidak dan dia
memaksaku."
Sementara itu, Thian-te Mo-ong menjadi semakin jengkel melihat dua orang muda itu
bercakap-cakap berdua tanpa mempedulikan dirinya, seolah dia tidak berada di tempat itu.
"Hei, orang muda, siapakah engkau yang berani menentangku? Mengakulah sebelum engkau
mati tanpa nama!" bentaknya dan Thian-te Mo-ong melangkah maju menghampiri Thian Lee.
Pemuda ini lalu menghadapi kakek itu dan memberi hormat dengan mengangkat kedua tangan
depan dada. "Maafkan aku locianpwe, Bukan sekali-kali aku hendak menentang Locianpwe,
melainkan nona ini adalah seorang sahabatku dan aku minta Locianpwe tidak
mengganggunya iagi."
"Siapa namamu dan siapa pula gurumu?"
"Namakii Song Thian Lee dan guruku banyak, Locianpwe, di antara mereka adalah Liok-te
Lo-mo dan Jeng-ciang-kwi," Thian Lee tidak mau menyebutkan nama Tan Jeng Kun yang
tidak ingin dikenal orang, dan dia menyebutkan nama dua orang gurunya yang pertama dan ke
dua dengan harapan bahwa nama dua orang tokoh sesat itu akan membuat kakek ini tidak
akan mengganggunya lebih lanjut karena telah mengenal guru-gurunya.
"Ah jadi engkau murid Liok-te Lo-mo dan Jeng-ciang-kwi? Hemm, bahkan kedua orang
Gelang Kemala > karya Kho Ping Hoo > buyankaba.com 256
gurumu itu saja tidak akan berani menentangku! Akan tetapi engkau muridnya, sudah berani
kurang ajar terhadapku. Aku harus memberi hajaran kepadamu!"
"Locianpwe, aku tidak mencan permusuhan dengan siapapun juga. Harap suka membiarkan
kami berdua pfergi dari sini."
"Hemm, tidak semudah itu Engkau harus mengenal dulu kelihaianku, dan kalau Nona itu
hendak membantumu mengeroyokku, boleh saja!" Kakek itu menantang dengan sombong.
Lee Cin yang merasa penasaran dan marah kepada kakek itu lalu berkata dengan nada
mengejek, "Mo-ong, jangan takabur! Melawan Thian Lee seorang saja engkau tidak akan
menang, kalau aku ikut pula maju mengeroyok, tentu dalam belasan jurus saja engkau sudah
akan bertekuk lutut. Akan tetapi aku tahu bahwa Thian Lee bukanlah seorang yang suka main
keroyokan, maka aku hendak melihat bagaimana engkau akan mampu menandinginya." Lee
Cin bukan, hanya mengejek, melainkan ia sudah dapat menyelami watak Thian Lee yang
gagah perkasa. Tentu pemuda itu tidak mau kalau ia ikut mengeroyok kakek itu. Demikianlah
sifat seorang yang gagan perkasa dan ia tahu bahwa watak Thian Lee adalah watak seorang
pendekar yang gagah perkasa.
Thian-te Mo-ong marah sekali. "Kalau begitu, engkau lihat betapa aku akan menghajar murid
Liok-te Lo-mo dan Jeng-ciang-kwi ini. Thian Lee, bersiaplah engkau!"
Thian Lee tidak berani memandang ringan kakek ini. Dia sudah mendengar akan nama besar
Empat Datuk Besar di dunia persilatan dan kakek di hadapannya ini adalah seorang di antara
mereka. Kalau dia ingin dapat menandingi ilmu kepandaian kakek ini, dia harus mengerahkan
seluruh tenaga dan kemampuannya.
"Aku telah siap, Locianpwe," katanya dengan sikap menghormat.
"Sambutlah ini!" bentak Thian-te Mo-ong. Bentakannya nyaring dan mengandung tenaga khikang
sepenuhnya, kemudian tangan kirinya meluncur ke depan dengan cengkeram ke arah
muka Thian Lee sedangkan tangan kanan menyusul gerakan pancingan itu menghantam ke
arah perutnya. Hantaman tangan kanan kini dilakukan dengan Iwee-kang (tenaga dalam)
sepenuhnya sehingga tangan yang terbuka jari-jarinya itu mengeluarkan suara angin menderu.
Namun, dengan ringan sekali Thian Lee mengelak, mula-mula menarik kepalanya ke
belakang, lalu memutar tubuh sehingga pukulan lawan ke arah perutnya mengenai tempat
kosong. Akan tetapi Thian-te Mo-ong sudah menyusulkan serangan berikutnya dan kini
bahkan kedua tangannya menghantam ke arah kepala dari atas bawah. Thian Lee tidak
mundur dia memang ingin menguji tenaganya untuk menghadapi tenaga Mo-ong, maka dia
mengangkat kedua tangannya menangkis sambil mendorong dengaft tenaga Thian-te Sinkang.
Tidak dapat dihindarkan lagi dua pa- a sang lengan itu bertemu di udara.
"Dukkkk!" Dua tenaga yang dahsyat saling bertemu dan akibatnya, tubuh Thian-te Mo-ong
agak terpental ke belakang sedangkan kedua kaki Thian Lee masuk ke dalam tanah sampai
lima sentimeter! Keduanya maklum bahwa tenaga sin-kang mereka seimbang dan hal ini
sungguh mengejutkan Thian-te Mo-ong. Mo-ong tadi telah mengerahkan seluruh tenaganya
dan pemuda itu mampu menahan pukulannya. Padahal menurut perhitungannya, bahkan LiokGelang
Kemala > karya Kho Ping Hoo > buyankaba.com 257
te Lo-mo atau bahkan Jeng-ciang-kwi sendiri belum tentu akan mampu menahannya!
Bagaimana mungkin murid mereka dapat memiliki tenaga yang demikian hebatnya? Tentu
saja dia tidak tahu bahwa selain mempunyai dua orang guru itu, Thian Lee masih digembleng
oleh orang yang lebih lihai lagi, yaitu Tan Jeng Kun dan bahkan lebih dari itu, Thian Lee telah
mewarisi ilmu-ilmu yang amat dahsyat dari seorang sakti dan telah makan ja-mur ular belang
yang membennya tenaga ,! yang hebat.
Kini Thlan-te Mo-ong menjadi penasaran sekali dan mulailah dia menyerang pemuda itu
dengan ilmu silatnya tangan kosong yang ampuh. Iblis Selatan ini memiliki ilmu silat tangan
kosong yang berdasarkan Im dan Yang sehingga ter-dapat perubahan-perubahan yang saling
bertentangan. Kadang pukulannya menggeledek, keras mengandung tenaga kasar yang amat
kuat, dan tiba-tiba saja pukulannya berubah lembut namun mengandung tenaga lembut yang
berbahaya ka» rena dapat mendatangkan luka dalam tubuh lawan.
Akan tetapi betapa terkejutnya krtika dia melihat pemuda itu dapat menandinginya! Bahkan
dalam tenaga sin-kang, pemuda itu pun telah menguasai tenaga kasar dan lemas secara
bergantian sehingga dapat melayaninya dengan baik. Kalau dia menggui akan tenaga kasar,
pemuda itu pun menyambutnya dengan tenaga kasar dan bagaimanapun juga, dia sudah tua
dan melawan seorang pemuda, dia tidak dapat mengandalkan tenaga kasar. Akan tetapi kalau
dia menggunakan tenaga lemas, pernuda itu pun menyambutnya dengan tenaga dalam yang
halus namun mengandung kekuatan seperti hawa dan air.
Thian Lee juga tidak berani mengalah terhadap kakek yang sakti ini. Dia tahu bahwa balas
menyerang menjadi perta-hanan yang baik, maka dia pun nembalas serangan kakek itu
sehingga terjadilah pertandingan yang amat menarik. Saling pukul, saling totok, saling
cengkeram dan saling menendang. Akan tetapi semua se-rangan, baik dari Mo-ong maupun
dari Thian Lee dapat dielakkan atau ditangkis oleh lawan. Mereka sudah bertanding sampai
seratus jurus dan belum nampak tanda-tanda siapa yang lebih unggul. Sementara itu, soal usia
merupakan ke-nyataan yang tak dapat dielakkan lagi. Thian-te Mo-ong mulai merasa lelah
dan kalau pertandingan tangan kosong itu dilanjutkan, dia akan kalah, bukan kalah karena
ilmu silat, melainkan kalah karena kehabisan napas!
"Singgg....!" Nampak dua sinar berkelebat dan kakek itu telah mencabut sepasang pedangnya!
Akan tetapi agaknya dia masih menjaga nama besarnya sebagai seorang datuk, maka dia tidak
segera menyerang, melainkan berdiri tegak dan berkata dengan sikap yang angkuh.
"Orang muda, keluarkan senjatamu!" tantangnya, keringatnya mengucur.
Thian Lee tidak berani memandang rendah lawannya, akan tetapi diam-diam dia girang
sekali. Kalau dengan tangan kosong, entah berapa lamanya dia harus bertanding karena kakek
itu benar-benar merupakan lawan yang amat tangguh. Kalau bersenjata, lain lagi karena dia
dapat mengandalkan Jit-goat Kiam-sut. Maka dia pun segera menurunkan buntalan
pakaiannya yang sejak tadi menempel di punggungnya, lalu mengambil pedangnya. Ketika
dia menghunus pedang itu nampak sinar berkilat menyilaukan mata dan pedang Jit-goat Sinkiam
telah berada di tangan kanannya sedangkan sarung pedang berada di tangan kirinya.
Sarung pedang itu pun terbuat dari baja murni yang tipis namun kuat, sehingga dapat pula
dipergunakan sebagai perisai untuk mengimbangi pedang lawan.
"Locianpwe, aku sudah siap!" kata? Thian Lee.
Gelang Kemala > karya Kho Ping Hoo > buyankaba.com 258
Lee Cin melihat betapa kakek itu agak terengah dan muka serta lehernya basah oleh keringat,
sedangkan Thian Lee masih nampak biasa. Hal ini membuatnya semakin kagum. Tadi ketika
melihat jalannya perkelahian, dara ini sudah kagum sekali kepada Thlan Lee. Kini melihat
betapa jelas kakek itu kewalahan, ia girang bukan main dan ia tidak lupa mengejek,
"Mo-ong, hati-hati engkau. Sebentar lagi, kalau tidak lehermu yang putus, tentu napasmu!
Aku berani bertaruh!"
Thian-te Mo-ong tidak mempedulikan ejekan gadis itu. Dia cukup kaget melihat pedang di
tangan Thian Lee. Biarpun dia tidak mengenal pedang itu, akan tetapi sebagai seorang ahli dia
mengenal pedang pusaka yang ampuh. Sepasang pedangnya sendiri juga terbuat dari bahan
baja yang murni, amat tajam dan juga kuat. Akan tetapi dia mengertii bahwa pedang yang
berada di tangan pemuda itu lebih ampuh lagi.
Jilid 15 .....
”Thian Lee, lihat seranganku!' bentaknya dan cepat sekali kedua pedangnya meluncur ke
depan. Thian Lee memutar pedangnya menangkis dan sekaligus dia menangkis kedua pedang
itu.
"Trang! Tranggg!" Nampak bunga api berpijar dan kakek itu surut ke belakang untuk melihat
keadaan sepasang pedangnya. Biarpun tadi dia merasakan kedua tangannya tergetar hebat,
namun dia merasa lega melihat sepasang pedangnya tidak menjadi rusak. Maka dia pun
memutar siang-kiam (sepasang pedang) itu dengan hebat dan menerjang maju. Dua gulungan
sinar pedang itu bagaikan ombak samudra bergulung-gulung menerpa ke arah Thian Lee.
Namun pemuda ini tidak menjadi gentar. Dengan lincah dia nnengelak dari tamparan pedang
yang membabat ke arah lehernya dan menangkis pedang kedua yang menusuk dadanya,
kemudian kakinya menendang secepat kilat ke arah tangan yang memegang pedang kanan..|g
Kakek itu menarik tangannya yang ter-jjg ancam tendangan dan sekali lagi menusuk-jgj kan
pedang kiri ke arah lambung Thian Lee.
"Trangg..." Pedang itu tertangkis sarung pedang yang dipegang oleh tangan kiri Thian Lee.
Kemudian pemuda itu membalas, memutar pedangnya menyambar-nyambar bagaikan seekor
naga di angkasa. Lawannya cepat memutar sepasang pedang membentuk perisai untuk
melindungi dirinya.
Bukan main serunya pertandingan ini. Bahkan Lee Cin sendiri yang sudah memUiki ilmu
kepandaian tinggi, menjadi bengong dan terbelalak kagum. la tahu bahwa kalau ia yang harus
melawan kakek itu, ia tidak akan mampu bertahan sampai tiga puluh jurus! Akan tetapi Thian
Lee bukan saja mampu mengimbangi kakek itu, bahkan kini gulungan sinar pedang yang
berkilat-kilat dari pemuda itu mulai mendesak, gulungan sinar pedang itu mulai melebar dan
meluas sedangkan dua gulungan sinar pedang Mo-ong makin menyempit! Biar-pun Lee Cin
tidak dapat mengikuti pertandingan itu dengan pandang matanya karena terlalu cepat gerakan
kedua orang itu, akan tetapi dari gulungan sinar pedang itu ia dapat mengetahui bahwa Thian
Lee mulai dapat mendesak lawannya.
"Locianpwe, maafkan aku!" Tiba-tiba terdengar seruan Thian Lee dan pemuda itu meloncat
keluar dari medan pertan-dingan. Lee Cin melihat betapa kakek itu telah bermandikan
Gelang Kemala > karya Kho Ping Hoo > buyankaba.com 259
keringatnya sendiri dan baju di dadanya yang bergambarkan Im-yang itu telah t^robek!
Tahulah ia bahwa Thian Lee tidak mau membunuh atau melukai kakek itu, hanya merobek
baju di bagian dadanya. Akan tetapi tentu saja cukup menjadi bukti bahwa pemuda itu telah
keluar sebagai pemenang setelah melalui pertandingan pedang yang seru selama seratus jurus
lebih dan agaknya Thian-te Mo-ong juga mengetahui hal ini. Dia memandang pemuda itu
dengan sinar mata kagum, akan tetapi keangkuhannya melarang dia untuk mengakui
kekaiahannya. Pedang di kedua tangannya digerakkan dan pedang-pedang itu telah lenyap ke
dalam sarung pedang, kemudian dia membalikkan tubuhnya dan berjalan cepat sekali pergi
dari situ tanpa sepatah pun kata keluar dan mulutnya
"Thiah Lee, engkau sungguh hebat!" Lee Cin menghampiri pemuda itu dan memujinya
dengan jujur. "Aku mernang sudah lama tahu bahwa engkau m se-orang yang lihai sekali,
akan tetapi sungguh tak pernah aku dapat membayangkan engkau akan mampu menandingi
seorng di antara Empat Datuk Besar Wah, tingkat kepandaianmu sudah melebihi dari tingkat
guruku sendiri!'
"Ah, tidak perlu terlalu memujiku, Lee Cin. Hanya karena kebetulan saja kakek itu mengalah
dariku. Akan tetapi, bagaimana engkau sampai dapat tiba di tempat ini?"
"Aku memang sengaja pergi ke Hong-san dan tanpa disengaja bertemu dengan tiga orang
jahat itu yang mengeroyokku. Mo-ong menolongku membunuh tiga orang ini, akan tetapi
ternyata pertolongannya berpamrih. Aku hendak dipaksa menjadi muridnya. Siapa sudi
menjadi murid iblis tua itu?"
Thian Lee menghela napas panjang. Agaknya gadis ini sama sekali tidak ingat bahwa gurunya
adalah Ang-tok Mo-U yang dalam hal kekejaman belum tentu fcalah oleh Thian-te Mo-ong!
"Sudahlah, Lee Cin. Percakapan kita lanjutkan nan-ti. Sekarang lebih dulu harus mengubur
jenazah-jenazah itu."
Lee Cin mengerutkan alisnya dan ia malah duduk di atas batu. "Menguburkan jenazah orangorang
jahat itu? Untuk apa? Mereka itu hanya orang-orang ja-hat, seperti blnatang-binatang
buas."
"Hemm, ketika masih hidup mungkin mereka itu melakukan kejahatan. Akan tetapi mereka
itu tetap manusia dan sekarang mereka adalah jenazah-jenazah manusia yang harus dlhormati
dan dirawat. Aku akan menguburkan mereka
Akan tetapi Lee Cin hanya tersenyurtl dan menonton saja ketika Thian Lee menggali lubang
kemudian mengubur tiga jenazah itu. Setelah selesai barulah Thian jsa Lee membersihkan
kedua tangannya.
"Sebetulnya engkau ada keperluan apakah datang ke Hong-san, Lee Cin?" tanya Thian Lee
sambil menatap wajah yang cantik jelita itu.
Sejak tadi Lee Cin mengikuti semua perbuatan Thian Lee dengan pandang matanya dan kini
ia memandang wajah pemuda itu dengan heran. "Thian Lee, apakah selama hidupmu engkau
menjadi orang yang begini baik hati? Apakah lamanya engkau tidak pernah mendendam
kepada orang-orang yang berbuat jahat kepadamu dan mudah saja memaafkan kejahatannya?"
"Aku bukan orang baik, hanya orang yang ingin memenuhi kewajibanku sebagai seorang
Gelang Kemala > karya Kho Ping Hoo > buyankaba.com 260
manusia, Lee Cin. Dendam kebencian hanya meracuni hati sendiri, sama sekali tidak ada
gunanya dan den-dam kebencian hanya suatu kebodohan manusia yang akan menyeretnya ke
da-larn jurang penderitaan. Kalau ada orang kaukatakan berbuat jahat kepada kita lalu kita
membalas kejahatannya itu, lalu apa artinya perbuatan kita membalas dendam itu? Apakah
lalu tidak sama saja dengan perbuatannya? Kita membalas kekejaman dengan kekejaman,
membalas kejahatan dengan kejahatan, menempatkan diri klta di tempat yang sama de-ngan
mereka yang kita sebut jahat. Tidak, Lee Cin, semoga dijauhkan Tuhan aku dari segala bentuk
dendam kebencian',
"Engkau memang orang aneh sekali, Thian Lee. Kalau aku tidak begitu. Siapa yang baik
kepadaku akan kubalas dengan kebaikan pula. Akan tetapi siapa yang jahat kepadaku akan
kubalas sesuai de-ngan kejahatannya!"
"Kalau begitu pendapatmu, engkau keliru, Lee Cin. Engkau akan mengikat dirimu dengan
pertalian karma yang tiada akan habisnya, dendarn mendendam dan balas-membalas. Kalau
engkau berbuat baik kepada orang lain karena untuk membalas budi, itu bukanlah kebaikan
lagi namanya, hanya semacam hutang-pihutang belaka. Dan kalau engkau membalas
kejahatan dengan kejahatar pula, maka tidak ada bedanya engkau dengan orang yang
kauanggap sebagai musuhmu itu."
"Akan tetapi, bukankah engkau sendiri sebagai seorang pendekar menentang kejahatan,
berarti engkau membenci penjahat?"
"Tidak, aku tidak membenci penjahat. Yang kutentang hanyalah perbuatannya, yang kucegah
hanyalah kejahatannya. Sama sekali aku tidak membenci orangnya. Mereka itu juga manusia
seperti se» kita, Lee Cin. Hanya ketika mereka melakukan kejahatan, mereka itu sedang sakit.
Yang sakit itu batinnya. Akan tetapi orang sakit dapat saja sembuh, Lee Cin. Yang ini hari
disebut penjahat, mungkin saja besok dia disebu* orang baik karena dia telah sembuh dari
sakitnya. Sebaliknya, yang sehat dapat saja menjadi sakit. Yang hari ini disebut orang baik,
mungkin saja sewaktu-waktu dia dianggap jahat karena terserang penyakit itu. Manusia itu
selalu berubah karena itu jangan sekali-kali membenci manusianya, melainkan tentanglah
kejahatannya."
"Wah, engkau memblngungkan aku, Thian Lee."
"Sudahlah, kelak engkau akan mengerti sendiri. Oya, engkau mencari apakah sampai ke
Hong-san ini?"
”Hemmm, kalau kuceritakan kepadamu, tentu engkau akan mencelaku dan tidak menyetujui
pula," kata Lee Cln yang teringat akan kata-kata Thian Lee tentang pembalasan dendam tadi.
"Kalau engkau hendak melakukan suatu perbuatan yang ttdak benar, tentu saja aku tidak
setuju, bahkan akan menghalangimu, Lee Cin. Engkau seorang gadis yang baik sekali, bahkan
memUiki dasar watak yang baik, aku tidak ingin engkau terperosok ke dalam perbuatan yang
tidak-benar."
Tiba-tiba Lee Cin penuh perhatian dan menatap wajah tampan gagah itu dengan penuh
perhaian. "Thian Lee, mengapa engkau demikian memperhatikan keadaan diriku? Mengapa?
Mengapa engkau peduli apa yang akan kulakukan, baik atau jahat?"
Gelang Kemala > karya Kho Ping Hoo > buyankaba.com 261
"Mengapa? Tentu saja aku memperhatikan keadaan dirimu. Bukankah kita telah lama saling
mengenal, bahkan telah menjadi sahabat balk? Aku kagum dan suka kepadamu, Lee Cin,
maka aku tidak ingin melihat engkau berbuat jahat."
"Hanya suka? Tidak cinta?"
"Ah, jangan bicara soal cinta, Lee Cin. Aku tidak mengertl."
"Engkau bodoh atau memang dingin. Enci Ceng itu mati-matian mencintamu, engkau juga
tidak mengerti. Dan aku... ah, aku begini bodoh untuk menclntamu, akan tetapi engkau juga
tidak peduli. Engkau hanya suka, sebagai sahabat! Ahh, aku mulai benci kepadarnu, Thian
Lee'"
Thian Lee memandang blngung. Benci? Baru saja mengatakan cinta dan kini berbalik benci!
Apakah benci itu kebalik-an cinta, ataukah hanya permukaan yang lain saja dari cinta? Dia
semakin bingung. Dia memang tidak tahu arti cinta. Ada semacam perasaan di hatinya
terhadap Cin Lan, dia sendiri tidak tahu apakah itu cinta, akan tetapi setiap kali teringat Cin
Lan, ada semacam kelembutan tersendiri terasa di hatinya.
"Kau boleh benci kepadaku, Lee Cin, akan tetapi aku tidak membencimu dan tidak akan
pernah membencimu. Nah, engkau belum mengatakan untuk keperlu-an apa engkau datang ke
Hong-san ini."
"Aku mencari seseorang untuk mem-balas dendam!" jawab gadis itu dengan suara
menantang. "Sudah, engkau tidak perlu mengetahui lebih banyak!" Setelah berkata demikian,
Lee Cin lalu meloncat dan meninggalkan Thian Lee, mendaki Bukit Hong-san.
Thian Lee tertegun. Membalas dendam? Dan orang yang tinggal di puncak Hong-san adalah
Souw Tek Bun, bengcu kaum kang-ouw. Bahkan dia sendiri pun hendak menghadap Souwbengcu.
Dia pernah diberitahu oleh supeknya, yaitu Souw Can, pangcu dari Kim-liong-pang,
bahwa adik Pangcu itu adalah seorang gagah perkasa yang telah diangkat menjadi bengcu
oleh semua orang gagah, bahkan direstui oleh Kaisar. Kini, melihat banyaknya orang kangouw
yang diperalat oleh Pangeran Tua, dia hendak mencari keterangan kepada bengcu itu dan
sekalian minta nasihat apa yang harus dilakukannya. Sebagai seorang bengcu tentu
mempunyai pengaruh terhadap orang-orang kang-ouw dan mungkin Souw-beng-cu akan
mampu mencegah terjadinya pemberontakan yang dilakukan orang-orang kang-ouw yang
diperalat oleh Pangeran Tua. Selama beberapa hari ini dia telah berhubungan dengao Lauw
Tek, pendekar yang setia kepada Kaisar itu, yang mula-mula memberi tahu kepadanya tentang
gerakan yang dilakukan oleh Pangeran Tua. Dan atas desakan Lauw Tek pula dia kinl pergi
ke Hong-san untuk bertemu dengan Souw Tek Bun. Maka, mendengar niat Lee Cin untuk
membalas dendam kepada seseorang di Hong-san, Thian Lee menjadi khawatir sekali. Siapa
lagi kalau bukan Souw Tek Bun yang dicari gadis itu? Dia lalu cepat bergerak membayangi
Lee Cin yang berjalan cepat mendaki bukit Hong-san.
Souw Tek Bun yang oleh dunia kang-ouw dianggap sebagai bengcu baru itu tinggal di sebuah
pondok kecil saja di puncak Hong-san. Dia hidup sebatang kara, tidak berkeluarga dan
melihat keadaannya yang sederhana dan menyendiri, sungguh sukar dipercaya bahwa dia
adalah bengcu, orang yang dihormati oleh seluruh tokoh dunia kang-ouw. Hidupnya sebagai
seorang pertapa, juga petani karena dia bekerja di ladangnya yang berada di belakang pondok.
Dari hasil ladang itulah dia makan setiap kali membutuhkannya.
Gelang Kemala > karya Kho Ping Hoo > buyankaba.com 262
Biarpun hidup seorang diri, namun dia tidak kesepian. Sebagai bengcu, seringkall ada saja
orang kang-ouw datang berkunjung, untuk melaporkan sesuatu, atau minta pertimbangan,
bahkan ada yang minta keadilan kalau terjadi sengketa antara orang-orang kang-ouw.
Souw Tek Bun, sebelum menjadi beng-cu, adalah seorang pendekar perkasa yang dijuluki
Sin-kiam Hok-mo karena ilmu pedangnya yang hebat. Ilmu pedang inl merupakan ilmu
keluarga Souw yang dirangkai sendiri oleh Souw Tek Bun ke-mudian terkenal sebagai ilmu
pedang keluarga Souw karena tidak ada orang lain yang pernah mempelajarinya. Souw Tek
Bun juga tidak mempunyai murid, maka hanya dia seoranglah yang mahir ilmu pedang itu.
Seperti diketahui, Souw Tek Bun mempunyai seorang kakak, yaitu Souw Can. Akan tetapi
kakaknya itu adalah murid Kun-lun-pai, sedangkan Souw Tek Bun mempelajari banyak macam
ilmu silat dari berbagai aliran sarn-pai dia dapat merangkai sendiri ilmu silat dan ilmu
pedang. Sepak terjangnya dalam dunia kang-ouw sudah dikenal semua orang dan dia terkenal
adii, jujur dan budiman. Karena itulah maka para tokoh dan datuk kang-ouw memilihnya
menjadi bengcu. Untuk menjadi seorang bengcu memang dibutuhkan orang yang Jujur, adil
dan dapat dipercaya. Terutama sekali yang mempunyai hubungan dekat dengan pemerintah
dan Souw Tek Bun adalah seorang pendekar yang sudah mendapat penghargaan dari Kaisar
Kian Liong. Dia membantu memadamkan ke-kacauan yang dibuat oleh orang-orang tak
bertanggung jawab dan untuk jasanya itu, Souw Tek Bun menerima sebatang pedang Cengliong-
kiam dari Kaisar Kian Liong.
Ketika Lee Cin tiba dipuncak tempat tinggal bengcu itu, Souw Tek Bun sedang berlatih ilmu
pedang. Biarpun setiap hari dia sibuk di ladang atau di pondok, akan tetapi pendekar ini tidak
pernah lupa untuk berlatih ilmu pedangnya. Pedang Ceng-liong-kiam (Pedang Naga Hijau)
pemberian Kaisar itu dimainkan dengan ilmu silat Sin-kiam Hok-mo dan merupakan sinar
kehijauan bergulung-gulung bagaikan seekor naga hijau bermain-main di angkasa.
Akan tetapi biarpun, dia sedang bermain pedang, pendengaran Souw Tek BUR cukup tajam
untuk dapat menangkap gerakan Lee Cin yang datang. Dla segera menghentikan gerakan
pedangnya, menoleh ke kiri dan berkata dengan suara mengandung penuh kewibawaan,
"Siapa yang datang berkunjung?
Lee Cin keluar dari balik batang pohon dan bengcu itu terkejut melihat bahwa yang
mengunjunginya adalah seorang gadis yang masih amat muda dan cantik. Akan tetapi gadis
itu tidak memberi hormat kepadanya seperti layaknya seorang tamu, bahkan segera maju
menghampirinya dan bertanya dengan suara lembut.
"Apakah aku berhadapan dengan orang yang bernama Souw Tek Bun?"
"Benar, Nona. Siapakah Nona dan ada keperluan apakah Nona mencariku”.
"Aku bernama Bu Lee Cin, dan aka datang untuk memenuhi perintah suboku untuk
membunuhmu, membalaskan dendam sakit hati Subo!" kata Lee Cir sambil melolos
pedangnya, yaitu Ang-coa kiam dari libatan pinggangnya.
Akan tetapi Souw Tek Bun menyarungkan pedangnya dan bertanya dengan tenang dan penuh
kesabaran. "Siapakah subomu, Nona?"
Gelang Kemala > karya Kho Ping Hoo > buyankaba.com 263
"Suboku adalah Ang-tok Mo-li."
Souw Tek Bun memandang gadis itu dengan mata terbelalak dan penuh selidik, mengamati
wajah gadis itu seperti sedang menilai dan membandlngkan. Kemudian dia menganggukangguk,
dan menggeleng kepala sambil menghela napas panjang. "Bu Siang... Bu Siang...
sampai sekarang hatimu tetap saja amat keras...
Melihat sikap orang itu, Lee Cin menjadi tidak sabar. "Souw Tek Bun, bersiaplah untuk
melawanku. Cabut pedangmu'"
Akan tetapi pendekar itu sama sekali tidak meraba gagang pedangnya, bahkan bertanya,
"Namamu Bu Lee Cin? Nona, tahukah engkau siapa nama gurumu itu?"
"Guruku adalah Ang-tok Mo-li, sudah kukatakan itu!" jawab Lee Cin dengan ketus, "Tentu
engkau sudah mengenalnya dengan baik karena Subo adalah musuh besarmu!"
"Tentu, aku mengenalnya dengan baik sekali. Akan tetapi, Nona, agaknya engkau tidak tahu
bahwa nama gurumu itu adalah Bu Siang. Dan engkau diberinya marga Bu juga? Ah, Bu
Siang... setidaknya engkau masih mengakui anakmu...."
Lee Cin mengerutkan alisnya. "Apa artinya semua ini? Souw Tek Bun, lebih baik engkau
cepat mencabut pedangmu daripada bicara ngacau tidak karuan "
"Kalau aku tidak mau mencabut pedang dan tidak mau melawanmu, apakah engkau juga akan
membunuhku begitu saja?"
"Hemmm, aku bukan orang macam itu. Aku tidak suka membunuh orang macam itu. Aku
tidak suka membunuh orang yang tidak melawanku, akan tetapi aku tidak percaya engkau
sedemikian penakut untuk melawan aku!"
"Lee Cin, sampai mati aku tidak akan mungkin melawanmu. Tahukah engkau siapa dirimu
sesungguhnya? Yang kausebut subo itu sebetulnya adalah ibu kandungmu, dan aku yang
hendak kautantang bertanding ini, aku inl adalah ayah kandungmu."
Lee Cin terbelalak dan mundur dua langkah. Akan tetapi sebentar kemudian ia melangkah
maju lagi. "Aku tidak percaya! Engkau berbohong untuk menggagalkan niatku membalas
dendam Subo!" la membentak marah.
"Aihh, Lee Cin, sungguh kasihan engkau, dipermainkan dan diracuni sendiri oleh ibu
kandungmu. Engkau ingin mendengar ceritanya? Nah, dengarlah baik-baik kemudian
pertimbangkan sendiri apakah engkau sudah sepatutnya menan-tangku bertanding ataukah
tidak." Dengan suara tenang, kemudian Souw Tek Bun bercerita, didengarkan oleh Lee Cin
yang berdiri termangu dengan muka agak pucatt.
Tujuh belas tahun yang lalu, Souw Tek Bun yang ketika itu masih merupa-kan seorang
pemuda yang tampan dan gagah, telah menjalin hubungan cinta dengan Bu Siang. Mereka
saling mencinta, melakukan perantauan berdua dan hubungan mereka sudah sedemikian
jauhnya. sehingga mereka telah melakukan hubungan suami isteri walaupun belum menikah.
Akan tetapi, hubungan yang sudah berlangsung bertahun-tahun itu muiai retak ketika Souw
Gelang Kemala > karya Kho Ping Hoo > buyankaba.com 264
Tek Bun melihat bahwa Bu Siang, murid seorang datuk sesat, ternyata memiliki watak /ang
amat kejam. Bahkan Bu Siang mempelajari ilmu sesat, suka menggunakan racun dan menjadi
pawang ular pula. Biarpun dia sudah mencoba untuk menentangnya, akan tetapi Bu Siang
tidak peduli, bahkan akhirnya di dunia kang-ouw ia mendapat julukan Ang-tok Mo-Li (Iblis
Betina Racun Merah) karena sepak terjangnya yang kejam, membunuh orang tanpa berkedip.
Karena makin lama sepak terjang Ang-tok Mo-li Bu Siang semakin kejam, akhirnya Souw
Tek Bun menjauhkan diri. Hubungan mereka putus, padahal ketika itu Bu Siang telah
mengandung!
"Aku sudah berusaha sekuat tenaga untuk menyadarkannya, bahkan ketika ia melahirkan
seorang puteri, aku berjanji unAuk menikahinya kalau saja ia rela mengubah jalan hidupnya.
Akah tetapi, Bu Siang sama sekali tidak mau men-dengarkan permintaanku sehingga akhirnya
kami berpisah. Bu Siang pergi membawa anaknya itu, anakku! Aku mendengar saja
betapa di dunia kang-ouw, ia menjagoi dan menjadi seorang datuk wanita yang ditakuti.
Akhirnya aku bertemu seorang wanita dan menikah de-ngannya. Akan tetapi, apa yang
dilakukan oleh Bu Siang, ibumu itu, Nona?" Souw Tek Bun menghela napas panjang dan Lee
Cin mendengarkan dengan muka pucat, hatinya bimbang dan ragu. la demikian tertarik oleh
cerita itu sehing-ga di luar kesadarannya, ia bertanya, "Apa yang dilakukannya?" "la
membunuh isteriku yang baru setengah tahun menjadi isteriku. Ia membunuh wanita yang
sama sekali tidak berdosa itu. la sempat bentrok denganku, akan tetapi pada waktu itu ia
masih belum mampu menandingiku. Aku mendengar hahwa selama ini ia memperdalam
ilmunya. Akan tetapi mengapa ia tidak datang sendiri mengambil nyawaku?
Demikian kejam hatinya sehingga ia menyuruh engkau, anakku sendiri, untuk mewakilinya
membunuh aku, ayah kandungmu. Lee Cin, engkau adaldh anak kandungku. Nah, apakah kini
engkau masih hendak menantang aku bertanding? Nama margamu bukan Bu, itu nama marga
i ibumu, akan tetapi engkau bermarga Souw seperti aku."
Lee Cin berdiri bengong dan bingung, tidak tahu apa yang harus diperbuat atau dikatakan.
Pedangnya terkulai lema's di tangannya.
"Lee Cin, aku ayahmu. Tegakah engkau membunuh ayahmu sendiri?" Souw Tek Bun
kennbali berkata dengan lembut.
Pada saat itu terdengar teriakan me-lengking . dan muncullah Ang-tok Mo-li dengan gerakan
cepat sehingga yang nampak hanya bayangannya berkelebat, bayangan merah dan tahu-tahu
ia sudah berdiri di depan Souw Tek Bun, di dekat , puterinya.
"Lee Cin, jangan hiraukan dia, jangan dengarkan omongannya! Hayo cepat gerakkan
pedangmu untuk membunuhnya!
Cepat!" seru Ang-tok Mo-li dengan suara memerintah.
Melihat munculnya subonya dan mendengar perintah itu, Lee Cin mengangkat tangan
kanannya, siap menusukkan pedangnya ke dada yang bidang itu. Akan tetapi ketika ia melihat
wajah yang gagah dan tenang itu, dengan senyum halus, tiba-tiba tangannya terkulai lagi.
"Subo... subo... benarkah apa yang diceritakannya tadi, bahwa Subo adalah ibuku dan dia
adalah ayahku?"
Gelang Kemala > karya Kho Ping Hoo > buyankaba.com 265
”Lee Cin, tidak usah banyak cakap. Bunuhlah dia, sekarang juga!" kembali wanita berpakaian
merah itu mendesak.
"Bu Siang, engkau boleh membenciku, akan tetapi kenapa engkau demikian membenci
anakmu sendiri, menyuruhnya membunuh ayah kandungnya?" kata Souw Tek Bun penuh
penyesalan.
"Baiklah, kalau begitu biarkah aku sendiri yang membunuh kalian ayah dan anak!" Ang-tok
Mo-li sudah mencabut kebutan merahnya dan meloncat tinggi untuk menyerang Souw Tek
Bun dan Lee Cin'
Pada saat itu nampak sinar kilat ber-kelebat menangkis kebutan merah itu dan Ang-tok Mo-li
terkejut karena sebagian bulu kebutannya putus! Ketika ia meloncat turun dan memandang,
ternyata Thian Lee telah berdiri di depannya.
Kiranya kembali pemuda itu yang me-nandinginya! Hati Ang-tok Mo-li marah bukan main
akan tetapi ia pun tahu bahwa ia tidak akan mampu menandingi pemuda yang amat lihai ini.
Apalagi di situ terdapat Souw Tek Bun yang tidak boleh dipandang ringan. la lalu mendengus
dan membalikkan tubuhnya.
"Lee Cin, mari kita pergi!" la mengajak muridnya.
Lee Cin memandang subonya dengan sinar mata lain dan menjawab, suaranya juga terdengar
ketus, "Tidak, engkau... jahat! Aku ingin ikut ayahku!"
Mendengar ini, Ang-tok Mo-li melon-cat dan terdengar lengkingnya. Sementa-ra itu, Souw
Tek Bun merasa girang sekali mendengar ucapan Lee Cin dan dia pun merangkul gadis itu
sambil ber-kata, "Lee Cin, anakku....!" ''
”Ayah... ”
Keduanya berangkulan dan keduanya merasa betapa hati mereka penuh dengan kebahagiaan.
Kini Lee Cin percaya sepenuhnya bahwa pria itu memang ayah kandungnya. Hal ini diperkuat
oleh sikap Ang-tok Mo-li tadi. la pun merasa me-nyesal sekali akan sikap Ang-tok Mo-li.
Selama ini ia merasakan kasih sayang Ang-tok Mo-li kepadanya dan baru ia tahu bahwa
subonya itu sesungguhnya adalah ibu kandungnya. Akan tetapi alangkah kejam ibu
kandungnya itu yang sengaja menyuruh ia melakukan pembu-nuhan terhadap ayah
kandungnya sendiri! 3elas perbuatan ibunya itu didorong oleh perasaan benci yang
mendalam, dan ke-kejaman yang luar biasa. Pantas saja ayahnya tidak mau menikah dengan
ibu-nya karena ibunya memang merupakan seorang iblis betina yang keji. Sebalik-nya,
ayahnya adalah seorang pendekar budiman, seorang bengcu yang terhormat! Karena itu, tidak
sukar baginya untuk memilih, yaitu memilih ayahnya. Apalagi baru saja tadi ibunya bahkan
hendak membunuhnya, bersama ayahnya pula. Andaikata tidak ada Thian Lee, kalau ayahnya
tidak melawan, mungkin saja mereka berdua akan tewas di tangan Ang-tok Mo-li yang kejam.
Setelah melepaskan keharuan hati mereka, Lee Cin lalu memperkenalkan Thian Lee kepada
ayahnya, "Ayah, pemuda ini adalah Thian Lee, seorang sahabatku."
Thian Lee cepat memberi hormat kepada orang tua itu. "Locianpwe, telah lama saya
Gelang Kemala > karya Kho Ping Hoo > buyankaba.com 266
mendengar nama besar Lo-cianpwe, terimalah hormat saya."
Souw Tek Bun sejak tadi merasa kagum dan heran melihat munculnya pemuda ini.
Gerakannya demikian cepat, pedangnya bergerak sedemikian lihainya ketika menangkis
kebutan, bahkan Ang-tok Mo-li sendiri kelihatan gentar menghadapi pemuda ini.
"Orang muda, baru saja engkau telah menyelamatkan kami ayah dan a«ak," katanya memuji.
"Eh, Thian Lee! Jadi engkau tadi membayangiku naik ke puncak ini?" Lee Cin menegur
Thian Lee, agak marah walaupun baru saja ia diselamatkan.
"Tidak, Lee Cin. Aku memang sengaja mendaki bukit ini karena aku ingin bertemu dengan
Souw-locianpwe."
"Ah, engkau hendak bertemu dengan aku, orang muda. Ada keperluan apakah engkau hendak
bertemu dengan aku dan siapa yang menunjukkan tempat ini padamu?"
"Saya mendapat petunjuk dari kakak Locianpwe sendiri, yaitu Souw-pangcu, Ketua Kimliong-
pang di Pao-ting."
"Ah, dari Can-toako, Bagaimana keadaan Can-toako sekarang? Apakah perkumpuJannya
mendapat kemajuannya?" Souw Tek Bun bertanya dengan nada suara gembira.
"Heee! 3adi kiranya Souw-pangcu itu masih kakak Ayah sendiri? Kalau begitu aku merasa
girang sekali pernah mem-bantunya menghadapi pengacauan orang-orang jahat!" seru Lee
Cin dan ia segera mencentakan pengalamannya ketika membantu Kim-liong-pang
menghadapi musuh-musuh yang terlalu tangguh bagi perkumpulan itu.
Souw Tek Bun mendengarkan cerita anaknya dengan girang, lalu dia mengajak Lee Cin dan
Thian Lee untuk bicara dt dalam pondoknya. Thian Lee lalu menje-laskan maksud
kedatangannya. "Mendiang ayah saya bernama Song, Tek Kw dan masih spte dari Supek
Souw Can."
"Ah, aku pernah mendengar tentang kegagahan sepak terjang ayahmu itu, Thian Lee," kata
Souw Tek Bun dengan ramah dan akrab. "Lalu, apa maksi(dLa kunjunganmu ini?"
Thian Lee juga bercerita tentang per-golakan yang terjadi di kota raja dan tentang
penyelidikannya terhadap Pangeran Tua yang mengumpulkan banyak orang kang-ouw. Juga
dia menceritakan penyelidikan yang dilakukan oleh Lauw Tek betapa agaknya Pangeran Tua
mempunyai niat untuk memberontak.
"Karena gerakan itu mengenai orang-orang kang-ouw yang akan diperalat oleh Pangeran Tua,
maka saya datang berkun-jung untuk melaporkan dan mohon nasi-hat Locianpwe sebagai
bengcu."
"Thian Lee, mendiang ayahmu adalah adik seperguruan dari kakakku, karena itu di antara kita
adalah orang sendiri, maka jangan menyebut aku Locianpwe, cukup dengan paman saja."
"Baik, dan terima kasih, Paman Souw”.
Gelang Kemala > karya Kho Ping Hoo > buyankaba.com 267
"Sebetulnya urusan di kota raja Itu sudah banyak aku mendengar dari kawan-kawan, bahkan
sempat kumlntakan nasi-hat dari Im Yang Sengcu Ketua Kun-lun-pai dan Hui Sian Hwesio
wakil Ketua Siauw-lim-pai. Kami semua sudah setuju untuk menentang orang-orang kangouw
yang hehdak membantu pemberontakan itu, dan masing-masing menjaga para anggauta
sendiri agar jangan ada yang terjebak dan ikut gerakan yang tidak baik itu. Dan kebetulan
sekali engkau datang kepadaku, Thian Lee. Aku melihat engkau seorang pemuda yang
memiliki kemampuan tinggi sehingga Ang-tok Mo— li sendiri agaknya jerih melawanmu."
"Wah, Ayah tidak tahu! Thian Lee ini memang lihai bukan main. Subo... eh... Ibu... Ang-tok
Mo-Li pernah bertanding melawan Thian Lee dan ia kalah. Bukan itu saja. Mungkin Ayah
tidak percaya. Akan tetapi belum lama ini di kaki Bukit Hong-san aku bertemu dengan Thiante
Mo-ong...."
Terkejutlah Souw Tek Ekiw "Datuk besar yang juga disebut Iblis Selatan itu”.
"Benar, Ayah. Tadinya aku bertemu dengan tiga orang tokoh sesat yang dulu mengganggu
Kim-liong-pang, dan aku bersama Thian Lee pernah mengusir me-reka. Mereka bertiga
mengenalku dan se-gera mengeroyokku. Akan tetapi muncul Thian-te Mo-ong dan tiga orang
itu lalu dibunuhnya dengan mudah sekali.'
"Aku tidak heran. Ilmu kepandaian Thian-te Mo-ong sebagai seorang dari Empat Datuk Besar
memang hebat."
"Setelah membunuh tiga orang tokoh sesat itu, Thian-te Mo-ong hendak memaksa aku
menjadi muridnya. Aku tidak mau, akan tetapi dia memaksaku dan ke-tika aku melawan, dia
menotokku. Lalu muncullah Thian Lee mernbebaskan aku. Wah, kalau saja Ayah menonton
pertandlngan itu, antara. Thian L-ee dan Thian-te Mo-ong. Hebat dan seru bukan main, Ayah.
Dan akhirnya. Datuk besar itu harus mengakui keunggulan ilrou kepandaian Thlan Lee dan
dia melarikan diri." Souw Tek Bun menjadi bengong saking kagum dan herannya. Kalau
bukan puterinya yang bercerita, bagaimana mungkin dia dapat percaya bahwa seorang
pemuda seperti Thian Lee itu mampu mengalahkan Thian-te Mo-ong, seorang di antara
Empat Datuk Besar?"
"Luar biasa!" akhirnya dia berseru setelah menghela napas panjang. "Masih begini muda
sudah dapat menandingi bahkan mengalahkan seorang di antara Empat Datuk Besar!
Mengagumkan sekali dan sulit untuk dipercaya! Thian Lee, kalau boleh aku mengetahui,
siapakah nama gurumu yang mulia dan sakti?"
"Suhu adalah seorang pertapa di Hi-malaya yang sama sekali tidak terkenal. Beliau lebih suka
mengasingkan diri dan tidak ingin dlperkenalkan namanya karena itu harap Paman maafkan
kalau saya tidak dapat menyebut namanya."
Bengcu itu mengangguk-angguk. la mengerti bahwa di dunla persilatan banyak terdapat
orang-orang sakti yang lebih suka mengasingkan diri dan menyembunyikan namanya. Bahkan
nama besar pendekar sakti yang tadinya amat terkenal di dunia persilatan seperti Pendekar
Super Sakti dan kedua isterinya yang saktl pula, lebih suka mengasingkan diri dan tidak ada
orang mengetahui dl mana adanya. Hanya dikabarkan bahwa mereka mengasingkan diri dl
Pulau Es, sebuah tempat yang penuh rahasia pula dari tidak ada orang lain tahu di mana
letaknya. Dia pun tidak mendesak lebih jauh untuk menanyakan di mana dan siapa guru
pemuda itu.
Gelang Kemala > karya Kho Ping Hoo > buyankaba.com 268
"Sekarang lebih mantap hatiku untuk menugaskan engkau membantu pemerin-tah dalam
mencegah terjadinya pemberontakan, Thian Lee. Menurut berita yang kuterlma, Pangeran Tua
itu me-ngumpulkan tokoh-tokoh kang-ouw dengan niat untuk menyingkirkan para pangeran
yang tidak menyetujui dan menentang maksud jahatnya; Akan tetapi sebetulnya hal itu
tidaklah terlalu dikhawatirkan. Bukankah di istana Kaisar terkumpul pula banyak jagoan yang
berilmu tinggi? Bah-kan seorang di antara Empat Datuk Be-sar, yang paling tekenal, yaitu
Pak-thian-ong Dorhai, kini juga menjadi seorang penasihat Kaisar, bukan?"
"Ah, justeru Pak-thian-ong itu yang berbahaya. Saya melihat dia pun berada di istana
Pangeran Tua."
"Benarkah itu?" Souw Tek Bun berseru kaget.
"Benar, Paman. Ketika itu, pada suatu malann saya hendak melakukan penyelidikan di rumah
Pangeran Tua. Mendadak saya melihat berkelebatnya bayangan orang dan kiranya ia adalah
puteri Pangeran Tang Gi Su yang bernama Tang Cin Lan. Gadis itu dengan beraninya masuk
ke istana itu untuk menantang seorang di antara jagoan yang berada di situ bernama Liok-te
Lo-mo. Nah, pada saat itulah muncul Pak-thian-ong menandingi gadis itu. Melihat keadaan
berbahaya, saya lalu menyelamatkan gadis puteri pangeran itu dan melarkannya keluar."
Thian Lee, gadis itu nampaknya gagah perkasa juga, sampai ia berani memasuki istana
Pangeran Tua. Berarti memasuki guha harimau'" seru Lee Cin kagum.
"Memang ia seorang yang gagah perkasa, murid dari Pek 1 Lokai," jawab Thian Lee.
"Wah, pantas saja ia gagah pferkasa. Aku mengenal Pek 1 Lokai sebagai seorang tokoh yang
berllmu tinggi. Bahkan Empat Datuk Besar juga tidak berani sembarangan menghadapi dia.
Dan kalau gadis itu berani, juga tidak terlalu mengherankan. Selain sebagai murid Pek 1
Lokai tentu ia lihai sekali, juga ayahnya, Pengeran Tang Gi Su, adalah se-orang pejabat tinggi
yang dipercaya benar oleh Sri Baginda Kaisar. Para peja-bat tinggi juga takut kepadanya
karena dia adalah seorang pengawas para pejabat tidak segan-segan akan bertindak kalau ada
pejabat yang menyeleweng. Dia adalah adik dari Pangeran Tua yang bernama Tang Gi Lok."
"Agaknya Paman mengetahui banyak tentang para pangeran dikota raja," kata Thian Lee
kagum.
"Sekarang engkau jangan terlalu lama di sini, Thian Lee. Kebalilah ke kota raja dan aku akan
memberimu «dua buah surat. Yang pertama untuk seorang panglima bernama Gui Tiong In.
Gui-ciangkun ini dahulu juga seorang pendekar yang berjuluk Hok-liong-kiam (Pedang
Penakluk Naga) dan dialah yang mewakili kerajaan hadir ketika diadakan pemilihan bengcu.
Surat yang ke dua adalah untuk dihaturkan kepada Sri Baginda Kaisar sendiri."
Thian Lee terkejut. Membawa surat untuk Kaisar? Agaknya Souw-pangcu melihat kekagetan
pemuda itu. "Jangan khawatir, Thian Lee. Lebih dulu serahkan suratku untuk Gui-ciangkun
itu. Dialah yang akan membawamu menghadap Kai-sar dan menyerahkan suratku. Kaisar
adalah seorang yang amat bijaksana dan beliau menghormati orang-orang dunia persilatan.
Setelah engkau menghadap Sri Baginda Kaisar, selanjutnya engkau hanya memenuhi
perintahnya saja."
"Baiklah, Paman," kata Thian Lee.
Gelang Kemala > karya Kho Ping Hoo > buyankaba.com 269
”Ayah, aku akan ikut Thian Lee. Aku dapat membantunya dalam pekerjaan yang berbahaya
itu," kata Lee Cin. Souw Tek Bun sudah dapat menyelami watak puterinya ini, maka dia pun
tidak melarangnya karena dalam suara gadis itu sudah terkandung tekad yang pasti dan tidak
mungkin dapat dibantah. Selain itu, dia pun maklum akan kelihaian puterinya sehineea pantas
kalau membantu ThianLee.
"Bagus, aku girang sekali kalau engkau juga membaktikan dirimu kepada Sri Baginda Kaisar.
Akan tetapi engkau jangan sembrono dan melakukan tindakan sendiri, Lee Cin. Karena
engkau menjadi pembantu Thian Lee, dalam segala hal engkau harus menurut apa yang
dikata-kan oleh Thian Lee."
"Jangan khawatir, Ayah. Aku akan menjadi pembantu yang taat!" kata gadis itu dengan
girang. Di dalam hatinya, Thian Lee sebetulnya kurang setuju di-bantu oleh Lee Cin yang
suka bertindak ugal-ugalan, akan tetapi untuk menolak tentu saja dia merasa sungkan,
terutama sekali terhadap Souw Tek Bun yang kini menjadi ayah Lee Cin.
Demikianlah, setelah dua buah surat itu ditulis oleh bengcu itu, pada hari itu juga Thian Lee
bersama Lee Cin menuruni kembali Pegunungan Hong-san dan melakukan perjalanan
kembali ke kota raja.
Di sepanjang perjalanan dari Hong-san ke kota raja yang memakan waktu beberapa hari itu,
Lee Cin memperlihatkan perasaan hatinya kepada Thian Lee dalam sikap dan pelayanan. la
selalu memperlihatkan perhatiannya, dan di waktu mereka makan, ia yang memilihkan
warung makan, bahkan kalau terpaksa harus menyediakan makanan sendiri di perjalanan yang
jauh dari kota atau du-sun, ia mencari binatang hutan dan di-panggangnya. la memilihkan
daging yang paling enak untuk Thian Lee. Bahkan ia menyediakan dirinya untuk mencucikan
pakaian Thian Lee yang kotor. Semua sikap yang manis ini sungguh membuat Thian Lee
merasa terharu sekali. Kalau saja hatinya tidak terikat oleh Cin Lan yang membuatnya tak
pernah dapat melupakannya, agaknya tidak terlalu sukar baginya untuk menanggapi kasih
sayang yang diperlihatkan seorang gadis seperti Lee Cin. Akan tetapi kini dia sudah hampir
merasa yakin bahwa dia rnencinta Cin Lan. Buktinya, tak pernah dia dapat melupakan dan dia
amat merindukannya. Sungguh bodoh, kadang dia memaki diri sendiri. Bagainana dia dapat
mengharapkan seorang gadis puteri pangeran? seorang gadis bangsawan tinggi yang kaya
raya? Sedangkan dia itu apa? Miskin dan sebatang kara, tidak memiliki apa-apa yang patut
dibanggakan. Baru ayah gadis itu saja sudah memandang rendah kepa-danya. Dia tahu betapa
bodohnya untuk jatuh cinta kepada puteri pangeran» akan tetapi agaknya hatinya tidak
menurut. Hatinya selalu merindukan gadis bangsawan itu. Sebetulnya Lee Cin lebih pantas
baginya. Lee Cin juga seorang gadls petualang, biarpun kini menjadi puteri bengcu, namun
ayahnya pun hanya se-orang pertapa yang hidup sederhana. Mereka berdua sama-sama
petualang di dunia kang-ouw, tidak seperti Cin Lan yang hidup di dalam sebuah istana!
Cinta asmara memang sesuatu yang aneh. Tidak mengenal siapa saja, dapat diserangnya.
Tidak mengenal waktu, tem-pat atau keadaan. Dalam keadaan bagai-manapun orang dapat
jatuh cinta. Kalau sudah jatuh cinta, maka tidak ada lagi harta, kedudukan, atau bahkan rupa.
Bagi seorang yang mencinta, segalanya yang ada pada diri orang yang dicinta itu selalu baik,
selalu indah dan menarik.
Kalau menurut perhitungan, Thian Lee semestinya memilih Lee Cin daripada Cin Lan.
Banyak hal yang mendorongnya memilih Lee Cin, kalau menurutkan akal sehat, Lee Cin
Gelang Kemala > karya Kho Ping Hoo > buyankaba.com 270
keadaannya cocok dengan dirinya, sama-sama orang kecil yang bukan hartawan bukan
bangsawan, sama-sama petualang kang-ouw. Juga Lee Cin tidak kalah cantik jelitanya
dibandingkan Cin Lan. Lebih dari itu, Lee Cin mencintanya. Mau apa lagi? Akan tetapi,
hatinya yang sudah tertusuk panah asmara itu lebih memilih Cin Lan.
Padahal menurut perhitungan akal, tidaklah mungkin bagi dia untuk mempersunting Cin Lan.
Gadis itu puteri pangeran, puteri bangsawan yang kaya raya, dan lebih dari itu, gadis itu pun
belum tentu mau kepadanya, belum tentu mencinta-nya, bahkan rasanya tldak mungkin seorang
puteri pangeran dapat jatuh cinta kepada seorang yatim piatu miskin seperti dia!
Kini, dalam perjalanan ke kota raja sikap Lee Cin jelas sekali memperlihatkan cintanya
kepadanya. Dia merasa kasihan sekali kepada Lee Cin dan merasa berkewajiban untuk
menghentikan sikap itu. Dia harus mengaku terus terang kepada Lee Cin, bukan saja bahwa
dia tidak mencinta Lee Cin melainkan suka sebagai seorang sahabat saja. Lebih lagi, dla harus
mengaku terus terang bahwa dia mencinta gadis lain. Kalau hal ini tldak segera dia lakukan,
maka siap Lee Cin akan terus seperti itu dan hal ini merupakan gangguan besar sekali
baginya. Benar» dia harus mengaku terus terang!
Mereka tiba di sebuah bukit kecil yang sunyi. Matahari telah naik tinggi dan mereka sejak
pagi telah melakukan perjalanan mendakl bukit-bukit yang melelahkan.
"Kita beristirahat sebentar, Lee Cin."
"Ah, lelahkah engkau, Thian Lee? Kalau begitu, sebaiknya kita beristirahat dulu. Itu di sana
ada pohon yang teduh, kita mengaso di sana," kata Lee Cin dan mereka menuju ke bawah
pohon yang memberi keteduhan itu.
"Ini ada batu yang licin dan bersih, Thian Lee. Kau duduklah di sini!" kata pula Lee Cin
sambil menyapu sebuah batu besar dengan tangannya.
Thian Lee menghela napas lalu duduk di atas batu itu. "Lee Cin, engkau selalu bersikap manis
dan penuh perhatian se-lama beberapa hari ini kepadaku. Kenapa engkau begini baik
kepadaku, Lee Cin?" Thian Lee bertanya dan sudah siap untuk bicara terus terang.
"Masih perlukah engkau bertanya lagi, Thian Lee? Aku cinta padarnu, itulah sebabnya.
Haruskah kujawab lagi? Engkau tentu sudah mengetahui akan perasaan hatiku kepadamu,
Thian Lee," kata Lee Cin seolah menegur. Keterlaluan pemuda itu, pikirnya. Masih bertanya
lagi tentang sikap baiknya!
Thian Lee menghela napas. "Lee Cin, aku tahu dan karena itulah maka aku minta penjelasan
darimu. Semua ini harus kauhentikan, Lee Cin. Bersikaplah wajar saja, sebagai seorang
sahabat biasa. Ketahuilah bahwa aku hanya suka kepadamu, bukan mencinta. Aku suka dan
ka-gum kepadamu, rasa suka seorang sahabat, Lee Cin. Engkau harus tahu benar akan hal
ini."
Lee Cin menatap wajah pemuda itu dan tersenyum manis. "Engkau sudah mengatakan hal itu
dan aku cukup mengerti, Thian Lee. Akan tetapi aku tidak putus asa. Dari kesukaanmu itulah
aku harapkan dapat berkembang menjadi rasa cinta, demikian kuharapkan, Thian Lee. Siapa
tahu pada suatu saat engkau akan benar-benar merasa cinta kepadaku seperti perasaanku
kepadamu."
Gelang Kemala > karya Kho Ping Hoo > buyankaba.com 271
Thian Lee menggeleng kepala. "Tidak mungkin, Lee Cin. Tidak mungkin aku jatuh cinta
kepadamu atau kepada gadis manapun juga, karena aku...."
"Karena mengapa?" Lee Cin mengejar dengan alis berkerut.
"Karena aku sudah memiliki seorang pilihan hati, aku telah mencinta seorang gadis maka
tidak mungkin aku mencinta gadis lain. Tidak mungkin aku mencintamu dan ini harus
kukatakan terus terang agar jangan engkau dipermainkan oleh harapanmu yang takkan
tercapai. Maafkan aku, Lee Cin."
Thian Lee melihat betapa sepasang mata yang indah itu terbelalak dan muka itu berubah pucat
sekali. Dia tidak tega melihat ini dan ia menundukkan mukanya agar jangan terlihat olehnya
wajah yang diselimuti kedukaan, kekecewaan dan keputus-asaan itu.
Tiba-tiba tangan Lee Cin bergerak ke arah pundak Thian Lee. Dan begitu jari tangannya
menotok jalan darah di kedua pundak, tiba-tiba saja tubuh Thian Lee menjadi lemas terkulai
dan dia rebah miring di atas batu itu. Bagaimana Thian Lee yang demikian lihai itu sampai
dapat tertotok dengan mudah? Sebetulnya Thian Lee dapat merasakan gerakan tangan Lee
Cin tadi, akan tetapi sama sekali dia tidak menyangka bahwa Lee Cin hendak menotoknya.
Kalaupun Lee Cin menotoknya, dia pun akan dapat melindungi tubuhnya dengan kekebalan
sin-kangnya. Sama sekali dia tidak tahu dan tidak menduga bahwa Lee Cin menotoknya
dengan ilmu It-yang-ci! Ilmu totokan It-yang-ci yang dipelajari Lee Cin dari In Kong Thaisu
Ketua Siauw-li-pai itu memang merupakan ilmu yang luar biasa sekali. Biarpun Lee Cin
belum sempurna benar melatih ilmu itu, namun daya to-tokannya sudah sehebat itu sehingga
Thian Lee yang tangguh dapat juga di-buat tidak berdaya dan, roboh lemas di atas batu
"Hayo katakan siapa perempuan membentak Lee Cin kepada Thian Lee.
Thian Lee memandang kepada Lee Cin dengan mata penuh penyesalan. Tak disangkanya Lee
Cin akan berbuat begitu.
”LeeCin, apa yang kaulakukan ini? Cepat bebaskan totokanmu," katanya sabar dan tenang.
"Tidak, engkau telah menghancurkan harapanku. Engkau orang yang tidak tahu dicinta orang,
tak mengenal budi! Hayo katakan siapa perempuan itu kepadaku!
"Hemm, kalau kuberltahukan, engkau mau apa?" tanya Thian Lee.
"Mau apa? Mau membunuhnya! Tidak ada perempuan lain di dunia ini yang boleh
memilikimu!" bentak Lee Cin.
"Hem, aku akan melindunginya dan mencegahnya," kata Thian Lee.
"Boleh kaucoba! Hayo cepat katakan kepadaku, siapa namanya dan di mana tempat tinggal
perempuan itu!"
"Aku tidak akan memberitahukan ke-'padamu, Lee Cin," kata Thian Lee dengan sikapnya
yang masih tenang. Diam-diam dia mencoba menggerakkan hawa tenaga saktinya di bawah
pusar, namun belum juga berhasil. Totokan itu memang istimewa, membuat seluruh tubuhnya
Gelang Kemala > karya Kho Ping Hoo > buyankaba.com 272
tak dapat digerakkan, kecuali mulut dan matanya.
"Kalau tidak kauberitahukan, aku akan membunuhmu! Kalau aku tidak dapat memilikimu,
seluruh wanita di dunia ini pun tidak akan dapat nnemilikimu!" Setelah berkata demikian,
sekali tangarinyei bergerak, ia telah melolos pedang yang dibuat sabuk melilit pinggangnya.
"Singgg....!" Pedang itu telah meno-dong dada Thlan Lee. "Thian Lee, sekali lagl aku
bertanya. Maukah engkau melu-pakan perempuan itu dan berjodoh dengan aku?"
"Tidak, Lee Cin!"
"Kalau begitu, matilah engkau!" Pedang itu ia tusukkan, akan tetapi tepat pada saat ujung
pedang sudah menyentuh baju Thlan Lee, gerakan itu dihentikan dan Lee Cin mengeluh.
"Lee Cin, engkau tidak akan mampu melakukan ini. Engkau bukan seorang wanita jahat,
jangan berpura-pura menjadi wanita sesat yang kejam. Engkau tidak seperti ibumu, melainkan
lebih menuruni watak gagah dari ayahmu!" kata Thian Lee, sedikit pun tidak merasa gentar
walaupun tadi nyawanya telah bergantung pada sehelai rambut.
"Ihhh....!" Lee Cin kemball rnengeluh, kemudian ia memejamkan matanya dan menahan
napas. Tiba-tiba pedangnya diangkatnya tinggi-tinggi dan ia memben-tak, "Matilah kau,
Thian Lee!" Pedang itu menyambar dengan kuat dan cepatnya ke bawah dengan sebuah
bacokan.
"Crakkk!" Batu itu terbelah dan tubuh Thian Lee terguling ke atas tanah karena batu itu
terbelah dua tepat di samping tubuhnya. Kiranya pada saat terakhir, Lee Cin bukan membacok
tubuh Thian Lee melainkan membacok batu itu.
Thian Lee kini rebah telentang dan dia dapat melihat betapa gadis itu menu-tupi mata dengan
kedua tangannya sam-bil menangis tersedu. Dia merasa kasihan sekali.
"Lee Cin, maafkan aku...." katanya lirih dan ucapan ini membuat Lee Cin ynenangis semakin
sedih, sampai terisak-isak.
"Lee Cin, aku tahu bahwa engkau seorang gadis yang baik sekali. Seandainya aku belum jatuh
cinta kepada seorang gadis lain, kiranya tidak ada gadis yang leblh baik darimu bagiku, Lee
Cin. Engkau gadis yang cantik, berilmu tinggi, dan berbudi baik. Percayalah, kelak eng-kau
akan mendapatkan jodoh seorang pemuda yang jauh lebih baik dariku, terutama sekali
pennuda yang dapat rnencintamu sepenuh hatinya. Engkau akan menemukan jodohmu
sendiri, Lee Cin." Pada saat itu, Thian Lee merasa ada gerakan di tan-tian (bawah pusar),
maka dia lalu menekan hawa sakti itu ke atas untuk membebaskan totokan pada dirinya.
Lee Cin masih terisak dan menurunkan kedua tangan, menyimpan pedangnya. "Thian Lee,
aku... aku benci padamu. Aku tidak mau lagi bersamamu!" la memandang dan terbelalak
melihat betapa pemuda itu sudah bangkit duduk. "Kau... kau sudah bebas dari totokan?"
"Kebetulan saja aku mampu menembus totokanmu dan membebaskannya, Lee Cin." Hal itu
sebetulnya dapat terjadi karena Lee Cin masih kurang sempurna melatih ilmu barunya, belum
memperoleh tenaga yang tepat sehingga totokannya juga kurang mengandung tenaga yang
diperlukan.
Gelang Kemala > karya Kho Ping Hoo > buyankaba.com 273
"Aku... aku benci padamu!" kata lagi Lee Cin sambil mengusap air matanya.
"Percayalah kepadaku, Lee Cin. An-daikata engkau tadi jadi membunuhku, engkau akan
benci sekali kepada dirimu sendiri."
"Huh!" Lee Cin membuang muka lalu meloncat pergi meninggalkan pemuda itu. Thian Lee
menarik napas panjang dan sampai lama dia duduk di atas batu yang terbelah dua oleh pedang
Lee Cin tadi. Dia termenung. Hubungan antara pria dan wanita memang membutuhkan
kejujuran. Apa yang dia lakukan tadi sudah benar. Kalau dia tidak berterus terang, berarti dia
memelihara harapan Lee Cin, harapan yang akhirnya akan sia-sia belaka dan membuat gadis
itu kelak akan menjadi lebih sedih lagl.
Dan dia pun harus berterus terang kepada Cin Lan. Ya, benar! Dalam urusan cinta dia harus
jujur. Mengapa merasa rendah diri? Dalam kesempatan pertama, kalau dia bertemu dengan
Cin Lan, dia akan mengakui cintanya! Mungkin juga dia akan mengalami dan merasakan
seperti apa yang dialami dan dirasakan Lee Cin. Mungkin cintanya akan ditolak gadis
bangsawan itu dan itu lebih baik daripada merahasiakannya, daripada mengharapharapkan hal
yang belum tentu. Dia akan mengaku cinta kepada Cin Lan!
Keputusan hatinya ini mendatangkan semangat kepadanya dan mengusir kegundahannya oleh
urusan dengan Lee Cin tadi. Dia lalu bangkit dan melanjutkan perjalanannya ke kota raja.
Tidak sukar bagi Thian Lee untuk menemukan di mana tempat tinggal Gui-ciangkun atau Gui
Tiong In. Nama pang-lima inl sudah terkenal sekali di kota raja, sebagai seorang panglima
yang sudah banyak jasanya dalam menumpas pemberontakan yang terjadi di daerah-daerah
perbatasan. Setelah menemukan alamat Gui-ciangkun, Thian Lee lalu datang berkunjung.
Kepada para petugas keamanan dia memberitahukan siapa namanya dan apa kepentingannya
hendak bertemu Gui-ciangkun. Dia mengatakan bahwa dia membawa berita dari Souwbengcu.
Begitu mendengar bahwa ada seorang utusan dari Souw-bengcu minta mengha-dap, Guiciangkun
segera menemui Thian Lee di sebuah kamar tamu yang tertutup. Setelah bertemu,
Thlan Lee memberi hormat dan memandang panglima itu dengan kagum. Seorang panglima
yang gagah berwibawa, berusia lima puluh tahun lebih. Sebaliknya, Gui-ciangkun juga
mengamati tamunya dan merasa heran bahwa Souw-bengcu mengutus seorang yang masih
begitu muda untuk menemuinya.
"Ciangkun, saya Song Thian Lee utus oleh Souw-bengcu untuk menghadap Ciangkun," kata
Thian Lee memperkenalkan dirinya.
"Duduklah, Song-sicu dan kataki nlah, pesan apa yang harus kau sampaikan kepadaku," kata
Gui-cianekun mempersilakan tamunya duduk.
Thian Lee mengeluarkan sampul surat pertamli yang ditujukan kepada panglima itu, yang
diterima oleh tuan rumah lalu dibacanya. Wajah panglima itu nampak serius ketika dia
membaca surat itu dan isinya tentu arnat penting karena dia mengulang pembacaannya.
Setelah selesai membaca, dia berkata kepada Thian Lee dan pandangannya terhadap pemuda
itu sudah berbeda.
Gelang Kemala > karya Kho Ping Hoo > buyankaba.com 274
"Song-taihiap, saya sudah membaca banyak keterangan Souw-bengcu tentang diri dan
kemampuan Tai-hiap, dan tentang pergolakan yang sedang terjadi di kota raja. Memang di
sini sedang terjadi pembunuhan-pembunuhan aneh terhadap beberapa orang pangeran dan
pejabat tinggi. Kalau benar apa yang dikemuka-kan bengcu ini, sungguh merupakan malapetaka
besar. Dalam suratnya, Souw-bengcu menyebutkan bahwa engkau mem-bawa
sepucuk suratnya untuk dihaturkan Sri Baginda Kaisar, benarkah?"
"Benar, Ciangkun. Suratnya ada pada saya”.
"Baik, kalau begitu, mari sekarang juga engkau kuhadapkan Sri Baginda. Urusan ini terlalu
penting dan berbahaya untuk ditunda-tunda lebih lama lagi."
Demikianlah, Thian Lee lalu diajak Gui-ciangkun untuk menghadap Sri Baginda Kaisar.
Sebagai seorang panglima kepercayaan, tidak ada kesukaran bagi Gui-ciangkun untuk
menghadap Kaisar sewaktu-waktu. Mendengar bahwa Gui-ciangkun mohon menghadap
bersama seorang pemuda, Kaisar Kian Liong dapat menduga bahwa tentu panglimanya itu
membawa berita yang amat penting. Kalau tidak penting, tidak mungkin panglimanya itu
berani mengganggunya. Diai lalu memerintahkan pengawal untuk membawa kedua orang itu
menghadapnya di taman bunga, di mana Kaisar itu sedang mencari angin. Hawa udara pada
siang hari itu memang panas. Dia menyuruh para selir dan dayang yang tadi melayani dan
menemaninya untuk pergi menjauh karena dia dapat menduga bahwa panglima itu tentu akan
membicarakan sesuatu yang teramat penting dan yang tidak selayaknya didengarkan para selir
dan dayang. Juga para pengawal pribadinya diharuskan rnenunggu dan ber-jaga di luar
pondok taman itu.
Gui-ciangkun dan Thian Lee dibawa oleh para pengawal ke pondok dalam ta-man itu. Thian
Lee sebelurnnya telah diberitahu oleh Gui-ciangkun tentang tata-cara menghadap Kaisar,
maka ketika dia melihat Gui-ciangkun menjatuhkan diri berlutut, dia pun berlutut di samping
panglima itu. Daun pintu terbuka dan muncullah Kaisar. Thian Lee hanya me-lihat ujung
sepasang sepatu yang indah dan ujung celana dari sutera halus. Dia tetap menundukkan
mukanya dengan si-kap hormat.
"Gui-ciangkun dan kau orang muda, kami ijinkan untuk bangkit dan masuk-lah!" terdengar
suara yang lembut namun berwibawa. Thian Lee menanti sampai Gui-ciangkun menghaturkan
terima kasih dan bangkit, baru dia pun ikut bangkit, dengan kepala tetap ditundukkan. Mereka
melangkah masuk, berdiri dengan sikap hormat menanti Kaisar itu duduk.
"Kalian boleh mengambil tempat duduk”.
Barulah kedua orang itu berani duduk. Memang sikap Kaisar Kian Liong berbeda dengan
kaisar-kaisar lain. Kalau berhadapan dengan orang kepercayaannya atau orang-orang dunia
persilatan, dia menyuruh mereka duduk di kursi sehingga dia dapat mengajak mereka bicara
dengan enak, dapat menatap wajah mereka. Hanya dalam sidang pertemuan resmi saja para
ponggawa berlutut.
Setelah mengambil tempat duduk, sekilas Thian Lee berani memandang wajah itu. Biarpun
hanya sekilas, dia telah dapat melihat gambaran dar! Kai-sar yang amat terkenal sebagai
kaisar yang bijaksana itu. Kaisar itu sudah tua, tentu ada. enam puluh tahun usianya, namun
masih nampak sehat dan lebih 'nflttdla dari usianya. Sepasang matanya tajam seperti dapat
menembus ke dalam lubuk hati yang dipandangnya.
Gelang Kemala > karya Kho Ping Hoo > buyankaba.com 275
"Nah, Gui-ciangkun, berita apakah yang kaubawa dan siapa pula orang muda ini?”. Kaisar
bertanya kepada Gui Ciangkun.
"Mohon ampun, Yang Mulia. Hamba berani menghadap tanpa diperintah. Hamba hendak
menghadapkan pemuda ini yang bernama Song Thian Lee dan dia adalah utusan dari Souwbengcu
untuk menyampaikan sepucuk surat, dihaturkan kepada Paduka”.
"Hemm, Souw-bengcu? Song Thian Lee, cepat serahkan surat dari Souw-bengcu itu kepada
kami."
"Baik, Yang Mulia," kata Thian Lee dan dia lalu mengeluarkan surat itu, maju berlutut dan
sambil berlutut menyerahkan surat. Setelah surat diterima oleh Kaisar, dia lalu mundur dan
duduk lagi di atas kursinya.
Kaisar membaca surat dari Souw-bengcu itu. Alisnya berkerut dan setelah selesai
membacanya, dia lalu memandang kepada Thian Lee, lalu berkata, "Song Thian Lee, yakin
benarkah engkau akan apa yang kaubicarakan dengan Souw-bengcu tentang Pangeran Tua
itu? Bahwa dia telah mengumpulkan orang-orang kang-ouw dengan niat buruk?"
"Hamba belum mendapatkan buktinya Yang Mulia. Akan tetapi melihat banyak tokoh sesat
berkumpul di sana, kemudian melihat kenyataan bahwa orang-orang yang mencoba untuk
membunuh Pangeran Tang Gi Su ketika hamba kejar melarikan diri ke dalam tempat tinggal
Pangeran Tua, maka hamba merasa yakin."
"Kami telah menyerahkan urusan iru untuk diselidiki dan ditanggulangi oleh Pangeran Tang
Gi Su. Akan tetapi sampai sekarang belum ada perkembangannya, sementara itu
pembunuhan-pembunuhan masih terus berlangsung. Baiklah, engkau kuangkat menjadi
panglima dan kutugaskan untuk membantu Pangeran Tang Gi Su melakukan penyelidikan
sampai menemukan buktinya dan menghancurkan komplotan gelap ini, Song Thian Lee.
"Ampunkan kalau hamba berani memberi peringatan agar Paduka menjaga diri balk-baik dan
berhati-hati terhadap Pak thian-ong Dorhai yang kabarnya telah menduduki jabatan penting dl
istana, Yang Mulia."
"Hemm, Dorhai telah menjadi seorang penasihat kami. Mengapa engkau berkata demikian?"
"Karena hamba pernah melihat dia berada di rumah Pangeran Tua, bahkan dia berusaha untuk
menangkap puteri Pangeran Tang Gi Su." Dengan singkat namun jelas Thian Lee lalu
menceritakan pengalamannya ketika dia menolong Cin Lan dari tangan Pak-thian-ong Dorhai.
Mendengar laporan ini, Sri Baginda Kaisar mengerutkan alisnya. "Ahhh, beta-pa sulitnya
mengukur isi hati orang-orang itu! Diberi anugerah kedudukan malah hendak memukul dari
belakang. Song Thian Lee, engkau bersama Gu-ciangkun hubungllah Pangeran Tang Gi Su
dan bekerja sama dengannya untuk menghancurkan komplotan ini kalau memang benar ada di
dalam waktu yang secepat-cepatnya. Song Thian Lee, pangkatmu sekarang menjadi panglima
muda keamanan istana dan kau kutugaskan untuk membantu Gu-ciangkun dan Pangeran Tang
Gi Su. Nah, berangkatlah kalian dan cepat lakasanakan tugas kalian dengan baik."
Thian Lee berlutut dan menghaturkan terima kasih. Gui-ciangkun lalu mendapat perintah
Gelang Kemala > karya Kho Ping Hoo > buyankaba.com 276
untuk mengatur pemberian perlengkapan pakaian panglima muda bagi Thlan Lee. Keduanya
lalu mengundurkap, diri dan keluar dari istana.
"Selamat, Song-ciangkun!" Setelah tiba di luar istana, Gui-ciangkun memberi, selamat kepada
rekannya yang masih muda. "Engkau beruntung sekali. Agaknya Sri Baginda Kaisar telah
sangat mempercayai surat Souw-bengcu sehingga tanpa, menguji lagi beliau telah
menganugerahkan kedudukan panglima muda kepadamu" Biarlah nanti aku yang mengatur
persediaan perlengkapan untukmu."
"Hal itu tidak perlu tergesa-gesa, Gui-ciangkun. Kalau aku bertugas melakukan penyelidikan,
bagiku leblh leluasa kalau aku berpakaian biasa saja. Kelak saja kalau keadaan sudah aman,
baru aku akan mengenakan pakaian panglima muda itu." Gui Ciangkun mengangguk angguk.
"Akan tetapi, setidaknya engkau harus memegang surat tanda pangkatmu. Biar nanti
kubuatkan, agar setiap saat dapat kau pergunakan dan perlihatkan kepada para pejabat lain."
"Harap Ciangkun pulang lebih dulu. Aku ingin menemui seorang sahabatku bernama Lauw
Tek. Pendekar inilah yang banyak membantuku dalam menyelidiki gerakan yang dilakukan
Pangeran Tua dan dia kini masih selalu menanti berita dariku di sebuah kuil tua," kata Thian
Lee. Gui-ciangkun menyetujui.
"Kalau sudah selesai, cepat engkau datang ke rumahku karena engkau harus segera
mengadakan hubungan dengan Pangeran Tang Gi Su. Untuk itu aku akan memberi surat
perkenalan kepadamu."
Jilid 16 .....
Thian Lee mengangguk dan jantungnya berdebar. Dia tentu saja sudah mengenal Pangeran
Tang Gi Su karena sudah pernah bertemu dan membayangkan dia akan berkunjung ke istana
pangeran itu membuat jantungnya berdebar tegang karena hal itu berarti bahwa dia akan
bertemu dengan Tang Cin Lan!
Hari telah sore ketika dia memasuki kuil di mana biasanya Lauw Tek berada. Kuil itu
biasanya menjadi tempat pertemuan mereka. Dan benar saja, Lauw Tek teiah berada di situ
dan agaknya telah lama menunggunya.
"Ah, engkau sudah kembali, Song-te? Bagaimana kabarnya dengan bengcu? Sudahkah
engkau bertemu dengannya?" seru. Lauw Tek gembira melihat sahabatnya itu. Dia tahu
bahwa Thian Lee berkunjung ke Hong-san, bahkan dia pun menganjurkan pemuda itu
menghubungi bengcu.
"Sudah, Lauw-twako. Sudah kuceritakan semua kepadanya bahkan aku men-dengar banyak
dari bengcu." Thian Lee menceritakan pengalamannya bertemu dengan Souw Tek Bun. Akan
tetapi dia tidak bercerita tentang Lee Cin. Dia menceritakan betapa dia membawa surat untuk
Gui-ciangkun dan untuk Kaisar, dan betapa kini oleh Kalsar dia diangkat rhenjadi panglima
muda dan ditugaskan melakukan penyelidikan dan menanggulangi komplotan pemberontak
itu.
"Wah, engkau memang patut menjadi panglima, Song-te. Dan aku girang sekali kalau engkau
dapat memberantas komplotan pemberontak."
Gelang Kemala > karya Kho Ping Hoo > buyankaba.com 277
"Aku harus menghubungi Pangeran Tang Gi Su, karena kaisar telah menye-rahkan tugas
membongkar komplotan itu kepada Pangeran Tang Gi Su."
"Bagus! Pangeran Tang Gi Su adalah seorang di antara para pejabat yang baik dan adil.
Dengan bekerja sama yang baik tentu kalian akan mampu membongkarnya."
"Akan tetapi kami membutuhkan bantuan, Lauw-twako. Sebagai penyelidik, engkaulah yang
berjasa dan yang lebih dahulu mengetahui tentang Pangeran Tua. Karena itu, mari ikutlah
denganku meng-hadap Pangeran Tang Gi Su."
Setelah dibujuk, akhirnya Lauw Tek menyatakan bersedia membantu dan menghadap
Pangeran Tang Gi Su. Demi-kianlah, pada keesokan harinya, dengan berbekal surat dari Guiciangkun,
Thian Lee mengajak Lauw Tek untuk berkun-jung ke rumah Pangeran Tang Gi Su.
Ketika Pangeran Tang Gi Su keluar menemui dua orang tamu yang minta bertemu dengan dia,
pangeran ini nampak terkejut memandang kepada Thian Lee.
"Kau....? Bukankah engkau... pemuda yang malam hari itu telah mengusir pembunuh....?"
Thian Lee cepat memberi hormat. "Benar sekali, Taijin. Saya adalah Song Thian Lee. Akan
tetapi kedatanganku sekali ini adalah melaksanakan perintah Sri Baginda Kaisar dan ini saya
memba-wa surat pengantar dari Panglima Gui Tiong In." Thian Lee lalu mengeluarkan
sepucuk surat dari Gui-ciangkun dan menyerahkan kepada pangeran itu yang masih nampak
terkejut dan heran. Ketika Pangeran Tang Gi Su membaca isi surat pengantar Gui-ciangkun
yang dikenalnya dengan amat akrab, dia semakin terkejut dan membelalakkan kedua matanya,
ke mudian memandang kepada Thian Lee.'
"Ah, Song-ciangkun! Kiranya engkau telah diangkat sendiri oleh Sri Bagind untuk menjadi
panglima muda keamanai istana?"
"Benar, Taijin. Dan saya ditugaskar bekerja sama dengan Taijin untuk mem-basmi komplotan
pemberontak."
"Akan tetapi kenapa engkau tidaki naiengenakan pakaian panglima?"
"Saya hendak menjadi penyelidik, tentu tidak leluasa kalau mengenakan pakaian seperti itu."
Pangeran Tang Gi Su mengangguk-angguk dan rnemandang kagum. Pemuda yang tadinya
pelayan rumah makan inp telah menjadi panglima muda, diai gkat sendlri oleh Kaisar! Akan
tetapi, mengingat akan kepandaiannya yang tinggi, memang pantas dia menjadi panglima.
"Persoalannya tidaklah sedemskian mudahnya, akan tetapi,.. siapakah temanmu ini?"
"Maaf, Taijin. Tadi belum sempat memperkenalkan. Dia ini bernama Lauw Tek, seorang
pendekar yang juga menen-tang pemberontakan. Dialah yang pertama kali memberitahu
kepada saya tentang adanya orang-orang kang-ouw di rumah Pangeran Tua. Lauw-twako ini
se-orang penyelidik yang ulung, maka saya bawa menghadap Taijin, barangkali Taijin
berkenan mempergunakan tenaganya."
Pangeran Tang Gi Su mengangguk-angguk. "Baik, makin banyak pembantu semakin baik.
Gelang Kemala > karya Kho Ping Hoo > buyankaba.com 278
Mulai sekarang, engkau membantuku melakukan penyelidikan, Lauw Tek."
"Saya siap melaksanakan perintah Taijin," kata Lauw Tek dengan sikap gagah.
"Tadi Taijin mengatakan persoalannya tidaklah sedemikian mudahnya, apa maksud Taijin?"
tanya Thian Lee.
"Maksudku mengenai Pangeran Tua. Sejak dahulu, kakak tiriku itu memang seorang yang
cerdik dan selalu berhati-hati. Biarpun kita sudah yakin bahwa semua pembunuhan itu
dilakukan oleh oranR-oranR kang-ouw yang dikumpulkan di rumahnya, akan tetapi apa
artinya kalau kita tidak mempunyai bukti. Dia pandai sekali berpura-pura dan
menyembunyikan semua bukti. Kita harus dapat menemu-kan bukti tentang komplotan
pemberon-tak itu. Sri Baginda Kaisar tentu juga tidak «etuiu kalau kita turun tangan
menyerbu ke sana tanpa adanya bukti nyata."
"Saya mempunyal akal, Taijin. Di sana, di antara para tokoh kang-ouw, terdapat pula seorang
tokoh yang berjuluk Liok-te Lo-mo. Orang ini dahulu pernah saya kenal dengan baik, oleh
karena itu, saya akan menemuinya dan ''saya akan menggabungkan diri dengan mereka
membantu Pangeran Tua. Kalau saya sudah berhasil menyelundup ke sana dan mengetahui
semua rahasianya, tentu akan mudah bagi Taijin untuk turun tangan."
"Sebuah siasat yang baik sekali!" seru Pangeran Tang Gi Su. "Akan tetapi apakah tidak
teramat berbahaya? Bagaimana kalau dia mengetahui bahwa engkau ada-lah seorang
panglima muda?"
"Tidak ada yang mengetahui akan pengangkatan saya itu kecuali Gui-ciang-kun, Taijin. Saat
ini belum ada orang lain mengetahuinya. Saya yakin siasat itu akan berhasil."
"Baiklah kalau begitu, kita hanya menanti hasil usahamu itu."
Setelah pertemuan itu selesai, Thian Lee memohon diri dan Lauw Tek diting-gal di rumah
Pangeran Tang karena sejak saat itu dia telah diterima menjadi pem-bantu pangeran dan diberi
tempat tinggal di belakang.
Ketika Thian Lee keluar dari ruangan dalam dan hendak keluar, tiba-tiba terdengar seruan
halus, "Song-twako....!"
Dia menengok dan berhadapan dengan Cin Lan! Thian Lee merasa seluruh tubuhnya gemetar
dan jantungnya berdebar penuh keharuan dan ketegangan. Gadis itu nampak demikian cantik
jelita sehingga dia seperti terpesona dan ttdak mampu mengeluarkan kata apa pun.
"Twako, engkau Song Thian Lee, bukan? Lupakah engkau kepadaku? Aku Cin Lan!"
"Nona, bagaimana aku dapat lupa kepadamu? Tak sedikit pun aku pernah lupa kepadamu!"
"Hemm, engkau sudah lupa, menyebut aku nona. Lupakah engkau bahwa namaku Cin Lan?"
"Maaf, Lan-moi... aku... rasanya tidak "^pHntas orang seperti aku...."
"Sudahlah, aku paling tidak senang kalau engkau sudah merendahkan diri seperti ini. Aku tadi
Gelang Kemala > karya Kho Ping Hoo > buyankaba.com 279
mendengar bahwa Ayah menerima dua orang tamu. Kiranya engkaukah tamunya?"
"Benar, aku dan seorang lagi yang bernama Lauw Tek. Kini Lauw-twako telah diterima
menjadi pembantu ayahmu sedaogkan aku... aku mempunyai tugas lain yang amat penting."
"Lee-ko, ada keperluah apa sajakah engkau berkunjung kepada ayahku? Dan bagaimana Ayah
menerimamu? Aku masih merasa amat menyesal sekau kalau teringat sikap Ayah dahulu itu
kepadamu. Engkau tentu dapat memaafkan, bukan?"
"Hemm, hal itu sudah lama kulupa-kan. Sekarang ayahmu bukan sajc mene-rimaku dengan
baik, bahkan kami telah bekerja sama...."
"Bekerja sama? Dalam hal apa?"
"Bekerja sama untuk menyelidiki dan menumpas pemberontak...."
Cin Lan sudah menyambar tangan Thian Lee. "Ssttt, mari kita bicara di dalam, Lee-ko. Di sini
dapat terdengar orang lain. 'Marilah, ikut denganku."
Sebetulnya Thian Lee merasa tidak enak dan takut kalau-kalau Pangeran Tua akan merasa
tidak senang, akan tetapi gadis itu telah menarik tangannya se-hingga terpaksa dia
mengikutinya. Ter-nyata Cin Lan membawanya ke tanrian bunga. Taman bunga itu luas dan
di tengahnya terdapat kolam ikan dan beberapa buah bangku.
"Nah, klta duduk dan bercakap-cakap di sini. Tentu tidak akan terdengar orang lain. Kita
dapat melihat keadaan seke-liling dan akan tahu kalau ada orang mendekat," kata Cin Lan.
Keduanya du-duk di bangku taman, bersanding.
"Aku khawatir ayah ibumu akan marah melihat aku duduk bersamamu di sini, Lan-moi."
"Tidak ada yang akan marah kepadaku, Lee-ko. Biarlah aku yang akan ber-tanggung jawab.
Nah, sekarang ceritakan bagaimana engkau sampai dapat bekerja sama dengan Ayah dalam
menghadapi komplotan pemberontak. Ayah memang ditugaskan oleh Sri Baginda Kaisar
untuk menyelidiki pembunuhan-pembunuhan itu dan membongkar rahasia komplotan. Dan
bagaimana engkau sampai dapat diteri-ma Ayah untuk bekerja sama?"
"Aku membawa surat perkenalan dari Gui-ciangkun untuk ayahmu, dan ayahmu menerimaku.
Bahkan ayahmu juga menerima seorang kenalanku, Lauw Tek men-jadi pembantunya."
"Aku girang sekali, Lee-ko. Kau tahu, semenjak kepergianmu malam itu, setelah engkau
menolong kami dan sikap Ayah yang begitu merendahkanmu, aku selalu merasa bersedih.
Aku telah berusaha mencarimu, akan tetapi di rumah makan itu mereka mengatakan bahwa
engkau telah keluar dari sana. Tahu-tahu seka-rang engkau telah muncul di sini, bahkan
bekerja sama dengan ayahku! Betapa glrang rasa hatiku, Lee-ko!" Sinar mata gadis itu
demikian mesra memar dangnya sehingga Thian Lee merasakan hatinya tergetar. Benarkah
pandangannya itu? Benarkah sinar mata gadis memandang mesra kepadanya? Apakah ini
merupakan tanda bahwa gadis itu pun suka kepadanya? Seberkas cahaya harapan menerangi
hatinya. Dia pun menatap wajah gadis ity dan terpesona. Rambut yang hitam panjang itu
digelung ke atas dan anak rambut yang berjuntai dan melingkar-lingkar di dahi dan pelipis
amatlah manisnya. Alisnya hitam melengkung menambah indahnya sepasang ma ta yang
Gelang Kemala > karya Kho Ping Hoo > buyankaba.com 280
tajam dan penuh gairah hidup. Hldungnya mancung dan yang paling menarik adalah
mulutnya. Bibir yang selalu merah segar dengan lesung pipit di sebelah kiri. Kulit lehernya
begitu putih halus tanpa cacat. Tubuh yang padat berisi, pinggang ramping dan leher yang
panjang itu.
"Lee-ko, kenapa engkau diam saja?"
Thian Lee seolah baru sadar dan se-perti ditarik kembali ke alam nyata. "Ehh... ahhh... tidak
apa-apa, Lan-mol," katanya gagap,
"Lee-ko, engkau belum menanggapi kata - kataku tadi. Katakanlah betapa girang rasa hatiku
bertemu dengan eng-kau di sini dan mendengar engkau bekerja sama dengan Ayah. Apakah
engkau tidak senang bertemu denganku, Lee-ko?"
"Wah, senang sekali, Lan-moi. Sudah... lama aku merindukan pertemuan ini...." Dia terkejut
sendiri, merasa kelepasan bicara menyatakan isi hatinya.
"Benarkah, Lee-ko? Aku pun rindu sekali kepadamu. Telah berulang kali engkau
menolongku, bahkan nienyelamatkan nyawaku, akan tetapi pertemuan kita selalu demikian
singkat. Aih, tak dapat kulupakan untuk pertama kali engkau menolongku dari ancaman racun
ular di Pulau Ular Emas yang telah menggigltku, aku bahkan mencurigaimu. Entah apa
jadinya dengan diriku yang roboh pingsan karena keracunan kalau bukan engkau yang datang
melatihku menyalurkan hawa beracun itu. Kemudian, kembali engkau menyelamatkan aku di
rumah Pangeran Tua ketika aku terancam oleh jagoan-jagoan di sana. Aku tentu telah
tertawan kembali kalau engkau tidak membawaku lari. Dan engkau memakai kedok sehingga
aku tidak mengenalimu. Akhirnya, ketika Ayah diserang orang-orang jahat, kembali engkau
muncul dan mernbantu kami. Budlmu terlampau besar untuk dapat kulupakan saja, Lee-ko."
"Sudahlah, Lan-moi, harap jangan bicara tentang budi. Aku dengar senang hati membantumu,
dan keberanianmu sungguh mengagumkan hatiku. Sejak pertama kali, melihat engkau
membela gurumu dengan mati-matian mencciri sian-tho, aku sudah kagum sekali kepadamu.
Kernudian engkau berani menyerbu ke dalam rumah Pangeran Tua, seperti memasuki sarang
harimau. Aku kagum sekali”.
"Aku berhutang budi kepada guruku Pek 1 Lokai yang budiman. Siapa lagi ka-lau bukan aku
yang mencarikan obatnya ketika Suhu terluka parah? Dan berkat obat sian-tho itu, juga berkat
pertolong-anmu, Suhu telah sembuh kembali. Tidak perlu engkau memujiku, Lee-ko, akan
tetapi engkaulah yang patut dipuji, berulang kali menyelamatkan aku yang tadi-nya sama
sekali tidak kaukenal. Maka aku girang sekali engkau kini bekerja sama dengan Ayah. Oh ya,
tadi kau katakan bahwa engkau mempunyai tugas yang amat penting. Apakah itu? Apakah
ada " hubungannya dengan kerja sama itu, Ko-ko?"
"Sebetulnya hal ini merupakan rahasia, akan tetapi kepadamu akan kujelaskan semuanya,
Lan-moi. Untukmu tidak ada rahasia apa pun yang kusimpan. Memang ada hubungannya
dengan kerja sama ini. Ayahmu dan aku telah bersepakat bahwa dalam keadaan sekarang ini
kami tidak mampu berbuat apa pun terhadap Pangeran Tua karena tidak ada bukti. Karena itu
kami harus dapat mencari buktinya dan satu-satunya jalan adalah menyelundup masuk ke
dalam sarang musuh dan nienjadi pembantunya. Akulah yang akan menyelundup ke sana dan
bekerja kepada musuh."
Gelang Kemala > karya Kho Ping Hoo > buyankaba.com 281
"Ah, itu berbahaya sekali! Akii tidak setuju, Lee-ko! Engkau bisa celaka kalau berada di
antara komplotan itu. Di sana terdapat banyak orang lihail', Cin Lan berseru dengan khawatir.
"Aku dapat menjaga diri, Lan-moi."
"Akan tetapi kalau engkau ketahuan, bagaimana mungkin engkau daps lolos dari sana? Tidak,
harus dicari jal un lain. Suruh saia lain anggauta penyelidik yang menyelundup ke sana.
Jangan engkau! Kalau terjadi malapetaka menimpamu bagaimana....?"
Melihat sikap gadis itu yang tiba-tiba wajahnya berubah pucat penuh ke-khawatiran, jantung
dalam dada Thian Lee berdebar keras. Tak salahkah penglihatannya? Gadis itu khawatir
kalau-kalau dia celaka! Thian Lee teringat, pikirnya. Justeru inilah saat terbaik baginya untuk
berterus terang, seperti si-kap yang diperlihatkannya kepada Lee Cin. Dia tidak boleh
membiarkan hatinya selalu dalam keraguan.
"Lan-moi, kenapa engkau mengkhawa-tirkan diriku? Kenapa engkau begitu memperhatikan
diriku?"
Ditanya demikian, tiba-tiba Cin Lan menundukkan mukanya dan suaranya ter-dengar lirih,
"Aku... aku tidak ingin melihat engkau celaka, Lee-ko, aku... tidak ingin kehilangan
engkau...."
Mendengar ini, Thian Lee merasa betapa seluruh tubuhnya gemetar. Dia duduk mendekat dan
memegang kedua tangan gadis itu. "Lan-moi, mungkinkah ini? Mungkinkah engkau juga
mencintaku seperti aku mencintanriu?"
Kepata ttu semakin menunduk akan tetapi Cin Lan tidak menarik kedua ta-ngannya yang
digenggam Thian Lee. "En-tahlah, Lee-ko... aku tidak tahu... hanya semenjak pertemuan kita
pertama kali itu, aku... aku tidak dapat melupakanmu apalagi setelah disusul pertemuan
berikutnya."
"Lan-moi, engkau juga tidak pernah meninggalkan hatiku sejak pertemuan kita yang pertama.
Hanya.. aku rneragu.... mungkinkah aku seorang pemuda yatim piatu yang miskin dapat...."
"Sssttt....!" Cin Lan mengangkat ngan kanan dan menutupi mulut pemuda itu. "Jangan
teruskan kata-kata seperti itu!"
Mereka saling pandang dan dapat saling menangkap sinar kasih dalam mata masing-masing.
"Akan tetapi, Lan-moi, engkau puteri pangeran sedangkan aku...."
"Sudahlah, Lee-ko. Kau anggap aku ini orang macam apa? Aku tidak memandang harta atau
kedudukan, melainkan pribadinya dan aku amat kagum dan menghormati pribadimu."
Thian Lee kenibali menggenggam kedua tangan yang mungil itu. "Lan-moi engkau sungguh
membuat aku merasa berbahagia sekali!"
"Engkau juga membuat aku berbahagia, Lee-ko."
Akan tetapi mereka cepat saling rnelepaskan tangan mereka ketika mendengar suara orang
menghampiri tempat itu. Ketika mereka bangkit dan memandang, ternyata yang datang adalah
Gelang Kemala > karya Kho Ping Hoo > buyankaba.com 282
Pangeran Tang Gi Su sendiri. Tentu saja Thian Lee merasa rikuh dan tidak enak sendiri Akan
tetapi pangeran itu tidak kelihatan marah, hanya menegur heran.
"Eh, Song-ciangkun, engkau rnasih berada di sini?"
"Ayah, engkau menyebut dia ciang-| kun?" kata Cin Lan dengan heran sekali.
"Tentu saja. Bahkan Sri Baginda Kai-sar sendiri yang mengangkatnya menjadi i panglima
muda keamanan istana!"
Cin Lan memandang Thian Lee dan menegur, "Lee-ko, kenapa tidak kauceritakan hal ini
kepadaku?"
"Ah, Lan-moi, akn baru saja diangkat dan hal itu bahkan masih dirahasiakan agar tugasku
sebagai penyelidiki dapat i berhasil dengan baik."
"Ayah, kenapa harus Lee-ko yang menyelundup kesana? Hal itu berbahaya sekali. Kenapa
tidak menyuruh saja penyelidik yang lain?" kata Cin Lan kepada ayahnya.
"Hal itu adalah atas kehendak Song-ciangkun sendiri, Cin Lan," kata ayahnya.
"Benar, adik Cin Lan. Memang seyo-gianya aku yang melakukannya sendiri agar berhasil.
Jangan khawatir, aku mempunyai cara yang baik. Kau tentu tahu Liok-te Lo-mo yang pernah
kautantang itu, bukan? Nah, ketika aku masih kecil dia itu pernah menjadi guruku. Me-lalui
dia, aku dapat dengan mudah masuk ke sana menjadi pembantu dan dapat mengetahui semua
rahasia mereka."
"Akan tetapi kalau ketahuan, bisa berbahaya sekali, Lee-ko. Kalau saja aku dapat
menyertaimu, tentu dapat membantu kalau engkau terancam bahaya."
"Ah, tentu saja tidak mungkin, Lan-moi. Engkau sudah dikenal mereka. Aku dapat menjaga
diri dan mari kita membagi tugas, Lan-moi. Nanti kalau saatnya sudah tlba, yaitu kalau tiba
saatnya pasukan menyerbu ke sana, engkau boleh membaotu untuk memperkuat penyerbuan
mengingat di sana banyak orang kang-ouw yang menjadi kaki tangan Pangeran Tua. Kita
bekerja sama, engkau dari luar dan aku dari dalam. Akan tetapi sebelum saatnya tiba, harap
engkau jangan sekali-kali berkunjung ke sarang harimau yang berbahaya itu."
"Song-ciangkun berkata benar, Cin Lan. Kita menunggu saja tanda darinya dan aku yakin dia
akan dapat menjaga dirinya baik-baik. Kalau dia sudah diangkat menjadi panglima oleh Sri
Baglnda Kaisar, hal itu menunjukkan bahwa dia tentu memiliki kemampuan untuk itu."
Thian Lee lalu memberi hormat dan berkata, "Nah, aku berangkat sekarang. Harap jangan
lupa menyuruh Lauw-twako menanti saya di tempat pertemuan kami yang biasa, Taijin.
Dengan demikian, akan lebih mudah saya mengirim berita, dan tidak menimbulkan
kecurigaan."
"Baik, Ciangkun. Semua telah kuatur dengan baik. Selamat bekerja," kata Pa-ngeran Tang Gi
Su.
"Lee-ko, berhati-hatilah dan jagalah dirimu baik-baik," kata Cin Lan dengan suara agak
Gelang Kemala > karya Kho Ping Hoo > buyankaba.com 283
gemetar karena hatinya geli-sah memikirkan keselamatan pria yang dicintanya itu.
"Jangan khawatir, Lan-moi," kata Thian Lee dan setelah memberi hormat sekali lagi, dia pun
meninggalkan tempat itu, diikuti pandang mata Cin Lan.
Sejak tadi Pangeran Tang Gi Su mengamati puterinya yang memandang ke arah perginya
Thian Lee dan kini seperti tenggelam dalam lamunan. Kemudian dia duduk di dekat puterlnya
dan memanggll.
"Cin Lan».,.!"
Gadis itu seperti baru diseret turun ke dunia nyata dan dipandangnya wajah ayahnya dengan
kaget. "Ya, Ayah...." katanya.
Pangeran itu tersenyum dan memegang pundak puterinya. "Kini aku mengerti mengapa
engkau dapat akrab dengan pemuda itu. Ternyata dia seorang pemuda yang gagah berani dan
tentu memiliki ilmu kepandaian tinggi. Kalau tidak begitu, tidak mungkin Sri Baginda Kaisar
memberinya anugerah pangkat yang penting dan memberi tugas untuk membantu aku
membongkar rahasia komplotan pemberontakan,"
"Dia memang memiliki ilmu yang tinggi, Ayah. Aku sendiri sudah tiga kali melihat
kehebatannya. Pertama kali ke-tika aku terkena gigitan ular berbisa dan keracunan, dia
menolongku dan meng-ajarkan aku untuk mengendalikan hawa sin-kang yang kacau di
tubuhku. Kemudi-an kedua kalinya ketika aku berhadapan dengan orang-orang kang-ouw di
rumah Pangeran Tua dan dalam bahaya, dia menolongku dan dapat dengan cepatnya
mernbawa aku lari dari tempat berbahaya itu. Dan ke tiga, ketika malam-malam itu dia
menolong Ayah dari ancaman orang jahat yang hendak membunuh Avah "
"Hemm, agaknya engkau kagum sekali kepadanya, Anakku."
Wajah Cin Lan berubah kemerahan akan tetapi dengan suara tegas ia berkata, "Aku memang
kagum sekali kepadanya, Ayah."
"Dan agaknya engkau tertarik kepada-nya."
Jawaban Cin Lan mengandung tantangan, seolah ia menantang ayahnya jika ayahnya
menentang. "Aku memang tertarik sekali kepadanya!"
Pangeran Tang Gi Su mehghela napas panjang. Bagaimanapun, setelah mendapat kenyataan
bahwa Thian Lee telah diangkat menjadi seorang panglima muda ke-amanan istana, tentu saja
hatinya tidak-lah begitu benar membiarkan anaknya bergaul dengan pemuda itu. Tidak seperti
ketika mendengar bahwa pemuda itu hanya seorang pelayan rumah makan!
"PenoJakanmu atas pinangan putera Pangeran Bian Kun dulu itu memang benar, Cin Lan.
Untung aku pun belum menerimanya. Sekarang, melihat gelagatnya bahwa Bian Hok amat
dekat hubungannya dengan Tang Boan, aku khawatir Pangeran Bian Kun terlibat pula dalam
komplotanitu.
"Ayah, aku menolaknya karena sejak dahulu aku tahu bahwa Bian Hok bukanlah orang baik.
Dan aku menilai orang yang akan menjadi jodohku bukan dan harta maupun pangkatya,
Gelang Kemala > karya Kho Ping Hoo > buyankaba.com 284
melainkan dari pribadinya."
"Dan menurut penilaianimu, kepribadian Thian Lee itu baik?"
"Dia seorang yang gagah perkasa, berbudi luhur dan memiliki harga diri yang tinggi, juga
rendah hati, Ayah."
"Dan dia cinta padamu?"
"Demikianlah, Ayah," kaanya malu-malu.
"Bagus, mudah-mudahan saja pilihan hatimu itu tidak keliru. Aku tidak akan menghalangimu,
Cin Lan."
"Terima kasih, Ayah," jawab gadis itu dengan gembira bukan main dan di dalam hatinya ia
berterima kasih telah menda-patkan seorang ayah tiri yang ia ibatau amat menyayangnya.
Ketika Thian Lee berkunjung ke istana Pangeran Tua, dia dihadang di pintu gerbang oleh
pasukan penjaga yang ber-sikap galak.
"Kau siapa, orang nnuda, dan ada keperluan apakah datang ke tempat ini?" bentak kepala
penjaga dengan bengis.
"Maafkan saya," jawab Thian Lee sambil memberi hormat. "Nama saya Song Thian Lee.
Saya adalah murid dari Liok-te Lo-mo. Mendengar bahwa Suhu berada di sini, maka saya
menyusul dan saya ingin berterpu dengan Suhu Liok-te Lo-mo."
Mendengar pengakuan pemuda itu, kepala jaga menjadi berkurang kegalakannya, "Hemm,
kautunggu di sini sebentar, kami akan melapor ke dalam."
Tak lama kemudian muncullah Liok-te Lo-mo dan Thian Lee masih menge-nalnya dengan
baik walaupun kini usia datuk sesat itu sudah semakin tua. Kakek itu memandang Thian Lee
dari kaki sampai kepala, kemudian berseru, "Thian Lee....! Engkau bocah bernama Thlan Lee
dulu itu?"
Thian Lee lalu menjatuhkan diri berlutut "Suhu, apakah Suhu sudah lupa kepada teecu? Teecu
sendiri tidak pernah dapat melupakan budi kebaikan Suhu, maka mendengar bahwa Suhu
berada di tempat ini teecu lalu datang mencari Suhu."
"Thian Lee, apakah selama ini engkaa sudah mempelajari banyak ilmu silat?"
"Berkat blmbingan Suhu yang pertama kali, teecu ^udah mempelajari banyak macam ilmu
silat."
"Kaupelajari dari Jeng-ciang-kwi?"
"Dari dia dan dari lain-lain guru pula, Suhu."
"Hemm, lalusekarang engkau mehcai'l, aku ada keperluan apakah?"
Gelang Kemala > karya Kho Ping Hoo > buyankaba.com 285
"Suhu terus terang saja aku sedang berada dalam kesulitan. Aku tidak mem-punyai pekerjaan
tetap yang menyajikan masa depan yang baik. Ketika aku mendengar berita di dunia kangouw
bahwa Suhu berada di sini dan bekerja di sini, aku bergegas mencari Suhu dengan makw
sud minta pertolongan Suhu agar aku diperbolehkan bekerja di sini pula. Suhu, teecu akan
bekerja sebaik mungkin." Liok-te Lo-mo memandang pemuda itu penuh perhatian dan
mengangguk-angguk. "Akan tetapi tidak mudah untuk bekerja di sini, Thian Lee. Engkau
harus memiliki kepandaian tinggi dan keberanian besar untuk dapat bekerja membantu
Pangeran Tua."
"Jangan khawatir, Suhu. Teecu sudah mempeiajari banyak macam ilmu silat yang tinggi, dan
dalam hal keberanian, teecu disuruh melakukan apa pun akan kulaksanakan dengan
sebaiknya. Kalau perlu teecu dapat diuji!"
"Hemm... hemmm... kalau begitu mari ikut denganku," katanya dan dia meng-ajak Thian Lee
pergi ke sebuah ruangan yang cukup luas di bangunan samping. Ruangan itu adalah sebuah
lian-bu-thia (ruangan berlatih silat). "Aku ingin mengujimu lebih dahulu sebelum
menghadapkanmu kepada Pangeran."
"Baik, Suhu. Silakan!"kata Thian Lee dengan sikap tenang.
Liok-te Lo-mo lalu bergerak memukul dengan kedua tangannya bergantian dan Thian Lee
maklum bahwa bekas gurunya ini memiliki sin-kang panas dingin yang dilatlhnya dengan api
dan es. Maka dia pun lalu mengimbangi, menangkis dengan mengerahkan kedua tenaga yang
berlawanan itu.
"Duk! Duk!" Ketika dua pasang lengan -itu bertemu, Liok-te Lo-mo terkejut sekali karena dia
merasakan betapa bekas murid ini memiliki tenaga yang mampu mengimbanginya! Dia
menjadi tidak ragu-ragu lagi dan segera menyerang dengan tenaga sepenuhnya. Akan tetapi,
kakek itu sudah berusia sekitar delapan puluh tahun, tenaganya sudah banyak berkurang.
Seandainya tenaganya masih sepenuh dahulu saja dia tidak akan mampu menandingi Thian
Lee, apalagi dalam ke-adaannya yang sudah lemah seperti sekarang. Thian Lee dapat
mengimbangi dan menghadapi semua serangannya dengan baik, mengelak dan kadang
menangkis. Setiap kali dia menangkis kakek itu terhuyung ke belakang.
Melihat betapa muridnya tidak pernah membalas namun dia sama sekali tidak marnpu
menyentuh tubuh muridnya, Liok-te Lo-mo rrienjadl kagum dan juga heran sekali. Muridnya
telah menjadi seorang yang demikian lihainya.
"Mari kita mencoba dengan senjata!" katanya dan Liok-te Lo-mo sudah melolos sabuk
rantainya yang merupakan sen-jatanya yang ampuh.
"Teecu tidak berani mengangkat senjata terhadap Suhu, biar teecu melayani rantai Suhu
dengan tangan kosong saja!" kata Thian Lee. Tentu saja kakek itu menjadi semakin terkejut.
Muridnya itu berani melawannya yang bersenjata sabuk rantai dengan tangan kosong?
Padahal dengan senjata pun, masih jarang ada orang yang akan mampu metawan sabuk
rantainya. Hatinya merasa penasaran dan dia segera menyerang dengan dahsyat. Akan tetapl
dengan kelincahan kakinya, Thian Lee dapat mengelak dari semua serangan yang datang
secara bertubi-tubi. Bahkan kadang Thian Lee berani menangkis sambaran rantai itu dengan
tangannya! Hal ini tentu saja membuat ILiok-te Lo-mo terkejut dan terheran-heran. Akan
tetapi rasa penasaran mem-buat dia menyerang terus sampai pertandingah itu berlarigsung
Gelang Kemala > karya Kho Ping Hoo > buyankaba.com 286
lima puluh jurus lebih dan keringatnya mulai membasahi badannya.
Pada saat rantai itu menyannbar lagi dari kanan, Thian Lee memutar tangan kanannya dan
menangkap rantai itu sehingga tidak mampu bergerak lagi. Betapapun Liok-te Lo-mo
berusaha melepaskan rantainya, namun dia tidak sanggup dan pada saat itu Thian Lee berkata,
"Maaf, Suhu. Sudah cukup, harap Suhu tidak menyerang lagi." Dan dia melepaskan rantainya.
"Bagaimana pendapat Suhu, apakah teecu sudah memperoleh kemajuan dalam ilmu silat dan
pantas untuk mengabdi di sini?"'
Liok-te Lo-mo menyimpan rantainya dan menghela napas panjang. "Hebat, engkau telah maju
dengan pesat sekali, Thian Lee. Pangeran tentu akan girang kalau engkau dapat membantu.
Mari, mari kuajak engkau menghadap Pangeran."
Akan tetapi pada saat itu terdengar suara orang, "Ha-ha, sungguh hebat pemuda ini. Dan sejak
tadi Yang Muljia Pangeran telah melihatnya, Lo-mo!"
Tentu saja Thian Lee sudah sejak tadi mengetahui kehadiran mereka di luar lian-bu-thia, akan
tetapi dia pura-pura terkejut dan bersama Liok-te Lo-mo memutar tubuh. Melihat bahwa yang
da-tang adalah Pangeran Tua bersama Pak-thian-ong Dorhai dan beberapa orang tokoh kangouw,
Liok-te Lo-mo segera memberi hormat,
"Kebetulan sekali Paduka datang, ka-rena hamba memang bermaksud mengajak murid hamba
ini menghadap Paduka," kata Liok-te Lo-mo membanggakan muridnya. Dia merasa bahwa
dia sendiri tidak mampu menandingi Thian Lee maka dia merasa bangga mengaku pemuda itu
sebagai muridnya!
Pangeran Tua memandang Thian Lee penuh perhatian. Tadi Pak-thian-ong su-dah berkata
kepadanya ketika mereka menonton pertandingan itu bahwa pemuda itu^lihai sekali, bahkan
lebih lihai diban-dingkan Liok-te Lo-mo!
"Liok-te Lo mo siapakah pemuda ini?" tanya Pangeran dan dia lalu duduk di atas kursi dalam
lian-bu-thia itu.
Liok-te Lo-mo berdiri dengan sikap hormat dan memperkenalkan. "Yang Mu-lia, pemuda ini
bernama Song Thlan Lee dan dahulu dia adalah murid hamba. Kemudian dia merantau untuk
memperdalam ilmunya dan sekarang dia mencari hamba di sini dengan membawa ilmu
kepandaian yang tinggi sekali. Dia mohon untuk mengabdikan dirinya kepada Paduka dan
hamba percaya dia akan menjadi pembantu yang baik dan dapat diandalkan."
Beberapa lama Pangeran Tua menatap wajah Thian Lee penuh selidiki. Pemuda? itu bersikap
tenang walaupun jantungnya berdebar tegang. Pangeran Tua yang sudah berusia enam puluh
lima tahun lebih itu memiliki mata seperti mata elang, begitu tajam penuh selidik. Dia harus
berhati-hati sekali berhadapan de-ngan seorang dengan mata seperti itu.
"Song Thian Lee," katanya dengan suara parau dan berwibawa. "Benarkah engkau ingin
mengabdi kepadaku?"
"Benar sekali, Yang Mulia," kata Thian Lee. Hening sejenak dan mata elang itu tetap menatap
wajah Thian Lee penuh selidik dan tiba-tiba Pangeran Tua bertanya dengan suara membentak,
Gelang Kemala > karya Kho Ping Hoo > buyankaba.com 287
"Kenapa engkau hendak mengabdi kepadaku, Thian Lee?"
Thian Lee memang sudah waspada dan siap sedia maka dia tidak menjadi terkejut atau gugup.
Dengan tenang saja dia memandang wajah pangeran itu dan menjawab, "Karena Suhu Liok-te
Lo-mo bekerja di sini, maka hamba ingin pula bekerja di sini, Yang Mulia."
"Engkau sudah tahu apa yang harus kaukerjakan di sini?"
"Belum, Yang Mulia. Suhu belum sem-pat menceritakan kepada hamba. Akan tetapi apa pun
perintah Yang Mulia kepada hamba, akan hamba laksanakan sebaiknya."
"Benarkah? Andaikata kami mengutusmu pergi membunuh seorang musuh kami, sanggupkah
engkau melakukannya?"
Tentu saja Thian Lee tidak terkejut mendengar akan tetapi dia bersikap seolah tertegun juga,
hal yang sudah se-patutnya kalau orang disuruh melakukan pekerjaan membunuh! "Kalau
memang Paduka menghendaki kematian seorang musuh, tentu saja hamba sanggup
mengerjakannya!" jawabnya lantang dan pasti.
"Paduka harap jangan ragu-ragu mengutus murid hamba ini, Pangeran. Dia seorang murid
yang baik dan patuh, serta telah memiliki ilmu kepandaian yang boleh diaridalkan!" kata
Llok-te Lo-mo bangga.
"Kalau begitu, berani engkau bersumpah setia kepada kami, Thian Lee?" tanya pula Sang
Pangeran yang mulai percaya karena di situ terdapat Liok-te Lo-mo yang seolah menjadi
penanggung ja-wab atas kesetiaan dan kemarnpuan pemuda, itu.
"Tentu saj'a haw&i» berani faersumpah," kata Thian Lee.
Pangeran Tua tersenyum. "Tidak usah bersumpah, karena kami tidak p6rcaya kepada sumpah.
Malam ini kami memberi tugas pertama kepadamu, untuk menguji sampai di mana
kernampuanmu."
"Hamba siap melaksanakan, Yang Mulia!"
Pak-thian-ong Dorhai lalu mernotong, "Yang Mulia, bagaimana kalau dia ditu-gaskan untuk
menyelesaikan pembunuhan atas din Pangeran Tang Gi Su yang tempo hari gagal dilakukan?"
Diam-diam Thian Lee terkeJut bukan main, akan tetapi dia bersikap tenang saja. Sang
Pangeran itu mengangguk-angguk. "Dialah penghalang satu-satunya yang harus lebih dulu
lenyap. Koksu (Pe-nasihat Negara), persiapkan pertemuan dengan semua pembantu, kita
mengada-kan rapat darurat untuk mengatur per-siapan sehubungan dengan rencana penyerangan
terhadap Pangeran Tan Gi Su!"
"Baiklah, Yang Mulia." Pangeran itu lalu meninggalkan lian-bu-thia, dan Pak-thian-ong
Dorhai berkata kepada Liok-te Lo-mo, suaranya memerintah,
"Lo-mo, kau urus muridmu ini dan bawa hadir dalam rapat ya.ng, akan di~ adakan di ruangan
rapat."
Gelang Kemala > karya Kho Ping Hoo > buyankaba.com 288
"Baik, Koksu," jawab Liok-te Lo-mo dengan sikap hormat. Maka semakin yakinlah hati
Thian Lee bahwa Pak-thian ong yang sudah mendapat kedudukan sebagai Koksu ini memang
diam-diam bersekongkol dengan Pangeran Tua.
Ketlka akhirnya Thian Lee diajak masuk ke dalam ruangan belakang di mana diadakan rapat,
hatinya berdebar tegang. Tak disangkanya akan demikian mudahnya dia berhasil melakukan
penyelidikan. Memang sudah diperhitungkannya bahwa bekas gurunya itu yang akan men- .
jadi jalan baginya untuk menyelundup ke dalam istana Pangeran Tua, akan tetapi tidak
disangkanya dalam waktu sehari saja dia sudah diajak dalam suatu rapat rahasia!
Dan di daram rapat yang diadakaft pada malam hari itu, hadir pula semua anggauta komplotan
itu! Selain Koksu Pak-thian-ong Dorhai, terdapat pula be-berapa orang pangeran yang
berpihak kepada' Pangeran Tua, termasuk Pangeran Bian Kun yang diwakili puteranya, Bian
Hok. Dan ada pula dua orang panglima besar yang agaknya sudah dapat dibujuk untuk
mempersiapkan pemberontakan! Di samping Llok-te Lo-mo terdapat pula belasan orang
tokoh kang-ouw yang berilmu tinggi.
Setelah rapat dibuka oleh Pangeran Tang Gi Lok, Pangeran ini segera mem-perkenalkan
Thian Lee kepada semua orang. "Ketahuilah bahwa kami telah mendapatkan seorang
pembantu baru, yaitu murid Liok-te Lo-mo yang memiliki kemampuan tinggi sehingga dia
sanggup untuk melakukan pembunuhan atas diri Pangeran Tang Gi Su."
Mendengar ini semua orang memandang kepada Thian Lee, dan pemuda itu merasa
jantungnya berdebar tegang. Bagaimana kalau ada yang mengenalnya, terutama sekali orang
yang pernah me-nyerbu rumah Pangeran Tang Gi Su dan yang pernah dilawannya dalam
membantu pangeran itu dahulu? Andaikata tiga orang itu berada di situ dan mengenal-nya,
dia. akan menyangkal keras. Akan tetapi untung baginya bahwa setelah gagal melakukan
pembunuhan atas diri Pangeran Tang Gi Su, tiga orang kang-ouw itu lalu dipecat bleh
Pangeran Tua.
"Besok malam Thian Lee akan mela-kukan pembunuhan itu. Matinya Pangeran Tang Gi Su
merupakan awal gerakan klta. Begitu usaha Thian Lee berhasil, pada keesokan malamnya
lagi, kita harus mulai bergerak. Kau, Liok-te Lo-mo, bersama dua orang pembantu membunuh
Pangeran Kian Tek. Dan kau, Hek-tung Kai-ong, engkau bersama anak buahmu harus
berhasil membunuh Pangeran Kian Tung." Pangeran Tua lalu mem-bagi-bagi tugas untuk
membunuhi pange-fan-pangeran dan pejabat yang menen-tangnya. Semua orang dibagi dalam
tujuh kelompok untuk melakukan tujuh pem-bunuhan, sehari setelah Thian Lee berhasil
membunuh Pangeran Tang Gi u! Tentu saja semua ini dicatat di dalaro hati oleh Thian Lee.
"Kalau semua itu berhasil, biar'ah Kaisar aku sendiri yang akan menangani-nya!" kata Pakthian-
ong Dorhai deni an suaranya yang besar dan berat, "Ka au Kaisar sudah tewas, maka
selanjutr ya adalah menjadi wewenang Paduka untuk bertindak, Pangeran."
"Kalau semua itu berhasil, aku akan bergerak, didukung oleh pasukan Ban-ciangkun dan
Tung Ciangkun menguasai istana," kata Pangeran Tua dan dua orang panglima itu
mengangguk setuju.
Mereka ramai membicarakan rencana siasat gerakan besar itu, dan akhirnya Pangeran Tua
berkata kepada Thian Lee, "Thian Lee, semua rencana ini akan berhasil hanya kalau usahamu
Gelang Kemala > karya Kho Ping Hoo > buyankaba.com 289
berhasil. Karena itu, engkau harus bekerja dengan baik dan besok malam harus berhasil
membunuh Pangeran Tang Gi Su."
"Akan hamba laksanakan dan hamba tanggung pasti berhasil baik!" kata Thian Lee dengan
nada sombong
"Hemm, kalau aku menjadi engkau, aku tidak akan seyakin itu, Thian Lee," kata Pak-thianong.
"Ketahuilah bahwa pernah kami mengusahakan pembunuhan atas diri pangeran itu, akan
fetapi gagal. Dla memiliki seorang puteri yang lihai sekali dan semenjak usaha pembunuhan
yang gagal itu, Pangeran Tang Gi Su menyuruh pasukan melakukan penjagaan di rumahnya
secara ketat sekali."
"Akan tetapi aku percaya bahwa muridku Thian Lee akan berhasil melakukan1 tugas itu!"
kata Liok-te Lo-mo sambil mengangguk-anggukkan kepala dengan bangga.
"Thian Lee, kalau engkau membutuhkan bantuan dalam tugasmu itu, katakanlah dan kami
akan menyerahkan baiituan secukupnya," kata Pangeran Tua.
"Tidak perlu, Yang Mulia. Banyak orang bahkan akan menyulitkan bahkan mungkin
menggagalkan usaha itu. Hamba akan bertindak seorang diri saja," kata Thian Lee penuh
kepercayaan kepada diri sendiri.
"Bagus! Aku pun akan bersikap seperti Thian Lee kalau menerima tugas seperti itu. Pembantu
hanya akan membuatku tidak leluasa bergerak. Thiar Lee engkau seorang pemuda yang gagah
bera-ni. Biarlah aku memberimu selamat dengan beberapa cawan arak!" Setelah berkata
demikian, Pak-thian-ong memegang secaWan arak dengan tangan kirinya lalu mengambil
guci arak dengan tangan kanan. Dituangkan arak dari guci itu ke dalam cawan arak sampai
penuh sekali, hampir meluber, akan tetapi tidak sam-pai tumpah dan arak di cawan itu seperti
berubah menjadi benda keras atau seperti telah berubah menjadi es yang membeku! Dia
menjulurkan tangannya dan menyerahkan cawan itu kepada Thian Lee sebagai ucapan
selamat, ditonton oleh semua orang dengan pandang mata kagum karena mereka maklum
bahwa Koksu ini mendemonstrasikan sin-kangnya yang membuat arak menjadi beku!
Akan tetapi Thian Lee menerima cawan arak itu dengan tenang saja dan ketika cawan arak
berada di tangannya, arak itu mencair kembali akan tetapi tetap tidak tumpah, kemudian
diminumnya sekali tengguk.
Pak-thian-ong tertawa. "Bagus, terimalah secawan lagi!" Dan kini, ketika dia menuangkan
arak dari guci itu ke dalam cawan, terdengar suara dan arak dalam cawan itu bergolak seperti
mendidih, bahkan mengeluarkan uap! Inilah sin-kang panas dan demikian kuatnya sin-kang
itu sehingga arak dalam cawan pitift, sampai mendidih.
Thian Lee menerimanya pura-pura tidak tahu betapa cawan dan arak itu panas sekali. Begitu
cawan terpegang olehnya, arak itu terhenti mendidih dan ketika dia membalikkan cawan, arak
di dalamnya tidak tumpah seolah telah membeku menjadi es yang melekat pada cawan, Dari
keadaan panas mendidih arak berubah menjadi dingin membeku! Kemudian Thian Lee
membalikkan lagi cawan arak dan minum arak itu yang menjadi cair kembali seperti biasa.
"Terima kasih, Koksu," kata Thian Lee dengan sikap sederhana, Pak-thian-ong Dorhai
terbelalak dan tersenyum. "Hebat, kepandaianmu hebat juga, orang muda. Aku yakin
Gelang Kemala > karya Kho Ping Hoo > buyankaba.com 290
sekarang bahwa engkau akan berhasil melaksanakan tugasmu yang berat!"
Tentu saja Pangeran Tua menjadi gembira sekali. Kalau Koksu sudah memuji, berarti bahwa
pemuda itu memang berilmu tinggi dan besar harapan ctta-citanya akan terkabul. Kalau.
Pangeran Tang Gi Su yang dianggapnya paling ber-bahaya itu telah terbunuh, dan semua
pangeran yang dikehendaki kematiannya sudah pula ditewaskan, maka selanjutnya
persoalannya akan lebih mudah.
Dia sendiri lalu memberi selamat kepada Thian Lee dengan secawan arak dan setelah rapat
pertemuan mengatur rencana siasat itu selesai, pertemuan dilanjutkan dengan pesta.
Pada keesokan harinya, pagi-pagi se-kali Thian Lee sudah berpamit kepada Liok-te Lo-mo,
dan berkata, "Suhu, tugas teecu malam ini tidaklah mudah, karena itu pagi ini juga teecu akan
melakukan penyelidlkan terhadap penjagaan di gedung Pangeran Tang Gi Su agar malam
nanti tidak sampai menjadi gagal."
Tentu saja Liok-te Lo-mo setuju sekali dan demikianlah, Thian Lee lalu keluar dari istana
Pangeran Tua dan berjalan-jalan berkeliaran di kota raja. Dia sengaja melakukan ini untuk
melihat apakah ada yang membayanginya. Setelah, merasa yakin bahwa tidak ada yang
membayanginya, dia lalu menyusup masuk ke dalam kuil tua di mana Lauw Tek telah
menantinya.
Di dalann ruangan kuil yang tersembunyi, Thian Lee lalu bercakap-cakap dengan Lauw Tek.
Dia menceritakan seluruh rencana siasat yang akan dijalankan oleh Pangeran Tua dan minta
Laiw Tek mencatat nama semua pangeran yang terancam pembunuhan pada keesokan
malamnya. Juga tentang rencana Koksu yang akan membunuh Kaisar kalau usaha
pembunuhan atas diri Pangeran Tang Gi Su berhasil.
"Lalu apa yang harus dilakukan oleh Pangeran Tang?" tanya Lauw Tek, ter-kejut bukan main
mendengar laporar» tentang rencana siasat yang amat jahat dari Pangeran Tua itu.
"Kita belum dapat bertindak dan perlu bukti. Karena itu, malam nanti aku akan menyusup ke
dalam gedung Pangeran Tang Gi Su, dan ketika aku keluar, kerahkan pasukan untuk
menangkapku, akan tetapi membiarkan aku lolos lalu kabarkan bahwa Pangeran Tang Gi Su
terbunuh! Dan sejak malam nanti, Pangeran Tang harus menyembunyikan diri, dan boleh
menaruh sebuah peti mati untuk mengelabuhi orang. Dengan demikian, tentu Pangeran Tua
akan percaya, benar bahwa aku telah berhasil membunuh Pangeran Tang dan rencana mereka
tentu akan dilanjutkan. Nah, ketika para orang kang-ouw itu menyerbu rumah para pangeran
dan menteri itu, pasanglah perangkap sehingga mereka semua tertangkap. Bukan itu saja,
pada malam hari itu juga, ketika para orang kang-ouw me-nyerbu rumah para pangeran,
kerahkan pasukan untuk mengepung istana Pangeran Tua, juga kerahkan pasukan menangkap
Ban-ciangkun dan Tung-ciangkun, jangan memberi kesempatan kedua panglima itu.
menggerakkan anak buah mereka. Juga semua komplotan yang telah kusebut namanya tadi
harap dicatat benar-benar dan besok malam dilakukan penangkapan secara serentak untuk
menggagalkan semua rencana mereka. Nah, sudahkah jelas, Lauw-twako?"
"Sudah....!" jawab Lauw Tek dengan suara gemetar. "Wah, urusan ini demikian gawat
membuat aku menjadi gugup. Baiklah, kuulangi semua keteranganrnu tadi untuk dilaporkan
kepada Pangeran Tang, kalau-kalau ada yang kulupakan."
Gelang Kemala > karya Kho Ping Hoo > buyankaba.com 291
Lauw Tek lalu mengulang semua yang dikemukakan Thian Lee tadi.
"Bagus, engkau telah ingat semuanya Twako. Dan jangan lupa minta kepada Pangeran Tang
agar pagi hari ini juga pergi menghadap Kaisar dan membicarakan rencana siasat yang diatur
Pangeran Tua itu agar Kaisar juga dapat ber-siap-siap menjaga diri dan melakukan
penangkapan atas diri Koksu Pak-thia-ong. Ingat, sesudah malam nanti Pangerang Tang Gi Su
harus menyembunyikan, dirinya karena dia dikabarkan tewas."
"Baik, Song-ciangkun. Akan kulaksana-kan sebaik-baiknya," kata Lauw Tek.
Thian Lee lalu meninggalkan kuil tua itu dari belakang sehingga tidak kelihatan oleh orang
lain. Dia tidak berani berkunjung ke rumah Pangeran Tang Gi Su karena hal ini kalau
diketahui mata-mata Pangeran Tua tentu akan menimbulkan kecurigaan. Ketika dia sedang
berjalan dekat pintu gerbang sebelah selatan, dia melihat Lee Cin menunggang kuda keluar
dari pintu gerbang itu. Karena ia sedang membawa tugas berat dan tidak ingin sepak
terjangnya hari itu diketahui orang maka dia tidak berani memanggil, hanya ikut keluar dari
pintu gerbang untuk mengetahui ke mana gadis itu pergi dan apa pula yang hendak
dikerjakan. Dia ingin menemui Lee Cin karena bantuan gadis itu sangat dibutuhkan pada
waktu yang gawat itu. Kalau Lee Cin suka membantu Cin Lan dalam menghadapi para
pemberontak, tentu para pemberon-tak itu akan lebih mudah ditangkap ketika mereka
menyerbu rumah para pangeran.
Apakah yang sedang dilakukan Lee Cin di kota raja? Seperti kita ketahui gadis ini
meninggalkan Thian Lee dengan hati yang hancur karena pepnuda itu terus terang
menyatakan tidak membalas cintanya bahkan telah mencinta gadis lain. Untuk menghibur
hatinya ia pergi ke kota raja. Tadinya, kehancuran hatinya membuat ia ingin sekali rnengamuk
ke rumah Pangeran Tua akan tetapi ia teringat akan pesan ayahnya betapa bahayanya kalau ia
rnelakukan hal itu. Ketika ia tiba di kota raja, ia membeli seekor kuda dan berkeliaran di kota
raja menunggang kuda, kadang melewati ru-mah Pangeran Tua. Ketika tadi ia sekali lagi
melewati istana itu, ia melihat beberapa orang pengennis yang memegang tongkat hitam
berada di sekitar istana itu. Agaknya para anggauta Hek-tung Kai-pang itu mengenalinya
karena mere-ka segera membayanginya.
Lee Cin tersenyum seorang diri, teringat akan gelang kemala yang pernah dirampasnya dari
seorang anggauta Hek-tung Kai-pang sehingga mereka itu ber-usaha untuk memintanya
kembali darinya. Sekarang agaknya mereka itu mengenalnya dan membayanginya, tentu
karena urusan gelang kemala itu. Karena merasa dibayangi terus, Lee Cin lalu membelokkan
kudanya keluar dari pintu gerbang sebelah selatan kota raja. la tidak ingin membuat keributan
di kota raja dan kalau mereka itu hendak mencari keributan, biarlah hal itu terjadi di luar kotai
raja, pikirnya.
Rombongan pengemis yang membayanginya menjadi semakin banyak dan ketika ia keluar
dari kota raja, jumlah mereka sudah ada tiga puluh orang! Sete-lah tiba di jalan yang sunyi di
luar kota raja, Lee Cin sengaja menghentikan ku-danya dan menanti mereka yang membayanginya
itu dengan senyum mengejek. Hatinya sedang kecewa dan kesal, maka kalau ada
orang-orang yang mencari keributan, tentu saja ia akan meladeni! Bahkan ia sendiri akan
mencari keributan.
Tak lama kemudian, tiga puluh orang anggauta Hek-tung Kai-pang yang dipimpin oleh empat
Gelang Kemala > karya Kho Ping Hoo > buyankaba.com 292
orang tokohnya sudah mengepungnya. "Heii, kalian ini para pengemis apakah hendak minta
sumbangan dariku? Majulah, aku mempunyai beberapa pukulan dan tendangan untuk dibagibagikan
pada kalian!"
Seorang pemimpin Hek-tung Kai-pang maju dan berkata dengan suara lantang, "Nona,
sesungguhnya kami tidak ingin mencari keributan dengan Nona. Akan tetapi, harap Nona
berlaku adil dan meT ngembalikan sebuah gelang kemala yang dulu Nona rampas dari
seorang anggauta kami. Ketahuilah, Nona, bahwa gelang itu bukan milik kami dan harus
dikembalikan kepada pemiliknya."
Ucapan itu mengingatkan Lee Cin kepada Thian Lee, kepada siapa gelang kemala itu ia
berikan. Juga mengingatkan bahwa gelang kemala itu adalah tanda pertunangan Thian Lee
dengan orang lain. Hal ini menambah kejengkelannya.
"Gelang kemala itu milik siapa ateu tidak peduli dan aku tidak dapat me-ngembalikannya
kepada kalian. Habis, kalian mau apa?" Setelah berkata demi-kian, Lee Cin melompat dari
atas kuda-nya, berjungkir balik tiga kali dan turun di depan pemimpin para pengemis itu.
"Nona, kami hanya minta hak kami, kalau Nona tidak mau memberikan, terpaksa kami
menggunakan kekerasan."
"Menggunakan kekerasan? Apa maksud kalian?"
"Menangkap Nona untuk kami bawa kepada ketua kami agar mendapat pengadilan!"
"Hemm, kalian ini jembel-jembel busuk tak tahu diri. Biarlah kuberi kalian pembagian
pukulan agar puas!" bentak Lee Cin. Para pengemis itu lalu mengeroyoknya dan karena
mereka semua menggunakan tongkat hitam yang terbuat dari besi, Lee Cin melompat ke
belakang dan mencabut pedangnya. Nampak sinar merah berkelebat ketika Pedang Ular
Merah telah berada di tangannya. Para pengemis maju menyerang dan Lee Cin menggerakkan
pedangnya menangkis sam-bil membagi tamparan tangan kiri dan tendangan-tendangan kedua
kakinya. Tingkat kepandaian gadis ini jauh lebih tinggi dari para pengeroyoknya, maka
sebentar saja beberapa orang telah roboh terpelanting. Pada saat pengeroyokan sedang
berlangsung dengan ramainya tiba para pengeroyok itu menjadi kacau karena di antara
mereka itu, tanpa terkena serangan Lee Cin, sudah berjatuhan sendiri disambar kerikil-kerikil
kecsl yang entah dari mana datangnya. Suasana menjadi kacau apalagi ketika empat orang
pimpinan itu pun roboh disam-bar batu kecil yang tepat mengenai jalan darah mereka dan
membuat mereka lumpuh beberapa detik lamanya. Lee Cin sendiri merasa heran ketika tibatiba
para pengeroyoknya itu melarikan diri cerai-berai meninggalkannya, seolal takut kepada
sesuatu. la pun melihat tadi banyak pengeroyok roboh padahal ic tidak atau belum menyerang
mereka yang masih jauh darinya. Sebagai seorang ahli silat yang pandai, ia pun dapat
menduga bahwa ia tentu telah mendapat bantuan orang pandai, apalagi ia melihat adanya
banyak batu kecil berserakan di tjennpat itu.
"Lee Cin....!" Thian Lee muncul setelah para pengeroyok tadi sudah tidak tampak lagi.
Lee Cin menengok dan mengerutkan alisnya. Kini ia mengerti. "Ah, kiranya engkau yang
membantuku? Aku tidak membutuhkan bantuanmu, Thian Lee!"
"Aku tahu bahwa engkau tidak akan kalah oleh mereka. Akan tetapi aku ingin mereka segera
Gelang Kemala > karya Kho Ping Hoo > buyankaba.com 293
pergi karena aku ingin bicara penting denganmu, Lee Cin."
"Tentang apa?" ia mengusir harapan yang timbul sekilas mengenai perasaan jiati Thian Lee.
"Tentang tugasku yang diberikan oleh ayahmu, Lee Cin. Maukah engkau membantuku?
Seperti kauketahui, ayahmu memberikan surat kepadaku untuk disam-paikan kepada Guiciangkun
dan kepada Sri Baginda Kaisar. Nah, surat-surat itu sudah kusampaikan dan kini aku
ditugas-kan oleh Kaisar untuk membantu Pange-ran Tang Gi Su membongkar komplotan
pemberontak."
”Hemm, bantuan apa yang dapat kau berikan kepadaku," tanya Lee Cin ragu. Bagaimanapun
juga, pemuda ini menerima tugas dari ayahnya dan membantu pemuda ini berarti membantu
ayahnya pula.
Dengan panjang lebar Thian Lee lalu menceritakan semua pengalamannya sarn-pai dia
menyelundup ke dalam istana Pangeran Tua dan mendapat kepercayaar» sebagai pembantu
Pangeran Tua sehingga dia dapat mengetahui semua rahasia rencana siasat pangeran yang
hendak memberontak itu. Betapa pangeran itu hendak membunuh para pangeran dan pejabat
setia, kemudian membunuh Kai-sar dan menguasai tahta kerajaan.
"Ih, betapa jahatnya!" seru Lee Cin kaget. "Bagaimana aku dapat membantunya”.
"Pangeran Tua memiliki banyak pembantu lihai, maka makin banyak di pihak kita yang
memiUki kepandaian bekerja sama, lebih baik lagi. Pangeran Tang Gi Su memang akan
mengerahkan kekuatan pasukan, akan tetapi tanpa bantuan orang-orang pandai, aku khawatir
para pemberontak dan penjahat itu akan dapat melarikan diri. Karena itu, aku minta engkau
suka membantu menghadap para penyerbu itu dan terserah kepada Pangeran Tang Gi Su
engkau hendak diminta rnembantu dan melindungi pangeran yang mana. Engkau temuilah
Tang Cin Lan, dan engkau bekerja-samalah dengannya."'
"Hemmm, siapa itu Tang Cin Lan?"
"la puteri Pangeran Tang Gi Su, se-brang puteri pangeran akan tetapi juga seorang pendekar
wanita murid Pek 1 Lokai yang lihai. Pergilah ke rumah Pa-ngeran Tang Gi Su, temui
pangeran itu atau temui Tang Cin Lan, katakan kepa-da mereka bahwa aku yang menyuruhmu
membantu mereka, tentu mereka akan menerimamu dengan senang hati dan memberimu
tugas yang penting untuk menghadapi komplotan pemberontak itu."
"Hemm, mengapa aku harus menuruti perintahmu?" kata Lee Cin dengan sikap angkuh.
"Karena engkau adalah puteri Paman "Souw Tek Bun yang menjadi bengcu. Kalau Paman
Souw sendiri berada di sini pasti beliau akan membantu. Kini yang berada di sini adalah
engkau, maka sudah sepatutnya engkau mewakili ayahmu membantu penindasan
pemberontak ini, Lee Cin."
Lee Cin merasa terdesak. la tentu saja suka mewakili ayahnya dan ia me-mang tahu bahwa
pemuda ini bertugas karena permintaan ayahnya yang menye-rahkan surat untuk Kaisar.
"Baiklah, akari tetapi kalau keluarga pangeran itu tidak menerimaku dengan baik, aku tidak
Gelang Kemala > karya Kho Ping Hoo > buyankaba.com 294
sudi membantu mereka."
"Mereka itu bangsawan, akan tetapi mereka adalah orang-orang yang baik dan dapat
menghargai orang-orang gagah. Katakan saja bahwa aku yang memintamu agar berkunjung
kepada mereka untuk membantu menghadapi kaki tangan Pangeran Tua, pasti mereka akan
meneri-mamu dengan senang hati." Thian Lee lalu memberi keterangan di mana letak rumah
Pangeran Tang Gi Su. Setelah mengetahui letak rumah itu dengan jelasi Lee Cin lalu pergi
menunggangi kudanya, kembali ke kota raja. Thian Lee juga kembali ke kota raja dan dia
langsung saja pergi ke istana Pangeran Tua. hati-nya lega karena dia telah mengati.r dan
Pangeran Tang tentu telah mempersiap-kan segalanya.
Lee Cin membalapkan kudanya sehihgga sebentar saja dara perkasa inl sudah memasuki kota
raja dari pintu gerbang selatan. la lalu menjalankan kudanya perlahan mencari rumah Pangeran
Tang. Setelah tiba di depan rumah itu, ia melompat turun dari kudanya dan menuntun
kuda itu memasuki pekarangart! yang luas dari rumah itu. Beberapa orang petugas jaga segera
menghampirinya.
"Maaf, Nona. Siapakah Nona dan ada keperluan apakah memasuki pekarangan ini?" tanya
kepala jaga dengan sikap hormat.'
"Aku ingin bertemu dengan Pangeran Tang Gi Su atau puterinya, Nona Tang Cin Lan.
Katakan bahwa aku datang dengan keperluan yang amat penting!"
Tentu saja para penjaga itu tidak berani membiarkan Sang Pangeran keluar karena mereka
sudah menerima perintah agar melakukan penjagaan ketat semenjak ada penyerangan
terhadap pangeran itu. Akan tetapi mereka tahu betapa lihainya puteri pangeran sehingga
sebaiknya kalau gadis yang tidak mereka kenal ini dihadapkan kepada Tang-siocia itu. "Baik,
silakan ikut kami, Nona dan biarkan kuda Nona di sini, akan ada yang mengurusnya," kata
kepala jaga dan Lee, Cin mengangguk, lalu mengikuti kepala jaga itu menuju ke sebuah
ruangan tamu di samping depan bagian rurnah besar
"Silakan Nona menanti sebentar, kami hendak melaporkan kedatangan Nona kepada Tangsiocia."
Kembali Lee Cin mengangguk sambil duduk di atas kursi yang terukir indah. Kepala
jaga itu pergi meninggalkannya dan tidak lama kemudian, pintu sebelah dalam terbuka dan
muncullah seorang gadis cantik dari dalam rumah. Melihat munculnya gadis ini, Lee Cin
bangkit dan memandang penuh perhatian. Dua orang gadis itu berdiri berhadapan dan saling
pandang dengan mata penuh selidik. Lee Cin kagum melihat gadis itu. Tubuhnya ramping
dengan leher panjang dan kulit leher dan tangannya nampak putih mulus. Rambutnya hitam
panjang digelung ke atas, dengan anak rambut melingkar-lingkar di dahi dan pelipis. Alisnya
melengkung dan sepasang matanya tajam penuh keberanian. Hidungnya mancung dan
mulutnya kecil dengan bibir penuh dan merah segar menantang. Mulut itu menjadi manis
sekali karena adanya lesung pipit di sebelah kiri. Seorang gadis yang cantik jelita.
Sementara itu, Cin Lan juga memandang kagum. Gadis di depannya itu mengenakan pakaian
berkembang berani. Mukanya berbentuk bulat telur. Mulutnya kecil mungil dan hidungnya
mancung agak berjungkat ke atas sehingga nampak lucu menggemaskan. Juga di kedua
pipinya terdapat lesung pipit yang menambah kemanisannya. Karena gadis itu nampak masih
muda sekali, maka Cin Lan menaksir bahwa ia lebih tua satu dua tahun dibandingkan gadis
itu, yang kecantikan-nya nampak liar, seperti setangkai bunga mawar hutan yang banyak
durinya.
Gelang Kemala > karya Kho Ping Hoo > buyankaba.com 295
"Engkau siapakah, adik yang baik?" tanya Cin Lan ramah.
"Bukankah engkau yang bernama Tang Cin Lan, murid Pek 1 Lokai?" Lee Cin baias
bertanya. Cin Lan merasa heran bagaimana gadis asing ini sudah mengenalnya, bahkan
mengenal gurunya pula. "Benar sekali, bagaimana engkau bisa mengetahuinya? Siapakah
engkau, adik yang manis?"
"Namaku Souw Lee Cin, dan ayahku adalah Bengcu Souw Tek Bun."
Cin Lan terkejut juga mendengar ini. Tentu saja ia sudah mendengar akan nama Bengcu Souw
Tek Bun. "Ah, kira-nya puteri Bengcu. Silakan duduk, Adik Lee Cin. Katakan, apa
keperluanmu berkunjung ini? Adakah sesuatu yang dapat kubantu?"
Sikap manis dari Cin Lan menyenangkan hati Lele Cin dan ia segera dtlduk. Pantas Thian Lee
memuji-muji gadis ini. Memang seorang gadis yang ramah pikirnya.
"Aku datang berkunjung karena disuruh oleh Thian Lee. Kau mengenal Thian Lee, Enci?"
Wajah Cin Lan seketika berubah kemerahan ketika mendengar nama kekasihnya disebutsebut.
"Tentu aku mengenalnya. Engkau disuruh ke sini oleh Lee-koko? Adakah dia mengirim
pesan atau berita?"
Biarpun masih muda, akan tetapl Lee Cin sudah pandai menilai orang dari sikapnya. Gadis ini
menyebut Thian Lee dengan Lee-ko, dan ketika mendengar nama Thian Lee disebut,
wajahnya menjadi kemerahan dan sinar matanya bersinar-sinar, dan ketika bertanya tentang
Thian Lee, nampaknya demikian tegang. Ah, seperti ia sendiri, gadis bangsawan ini juga
mencinta Thian Lee!
Jilid 17 .....
“Dia tidak mengirim berita apa pun, hanya menyuruh aku datang ke sini menghadap Pengeran
Tang Gi Su atau puterinya yang bernama Tang Cin Lan, dan menyatakan bahwa aku ingin
membantu menghadapi komplotan pemberontak yang hendak membunuhi banyak pangerar.
Aku akan membantu menangkapi mereka." Ucapan ini mengandung suara yang nadanya
sombong sekali sehingga Cin Lan tersenyum. Gadis ihi tinggi hati, pikirnya, akan tetapi kalau
kedatangannya ini atas permintaan Thian Lee, sudah pasti gadis ini memiliki kepandaian
tinggi. Apalagi mengingat bahwa ia puteri beng-cu
"Engkau tahu apa tentang pemberontakan, Adik Lee Cin?"
Thian Lee sudah menceritakan semuanya kepadaku." Lalu ia mengulang apa yang
didengarnya dari Thian Lee. Mendengar ini, Cin Lan tidak ragu lagi. Gadis ini tentu dipercaya
sepenuhnya oleh Thian Lee sehingga semua rahasia itu telah diceritakan kepadanya.
"Ah, kiranya engkau sudah mengetahui segalanya. Mari, Adik Cin, mari kita ke dalam!" la
lalu memegang tangan Lee Cin dan ditariknya gadis itu untuk bersama-sama memasuki
rumah besar menuju ke lian-bu-thia yang berada di belakang rumah.
"Eh, Enci Cin Lan. Apa maksudmu membawaku ke slni?"
Gelang Kemala > karya Kho Ping Hoo > buyankaba.com 296
"Kau maafkan aku, Adik Ctin. Sama ssekali bukan aku tidak percaya kepadamu. Akan tetapi
yang kita hadapi adalah lawan-lawan. yang amat lihai. Oleh karena itu, sebelum menerimamu
aku harus lebih dulu menguji kepandaianmu agar engkau tidak sampai menderita celaka kalau
berhadapan dengan mereka."
"Bagus! Engkau hendak mengujiku. Kebetulan aku pun ingin sekali menguji kepandaianmu
yang begitu dipuji-puji oleh Thian Lee. Marilah!" Lee Cin sudah melompat ke tengah ruangan
silat itu dan memasang kuda-kuda dengan gaya yang manis sekali. Cin Lan tersenyum, lalu
mengambil sebatang tongkat dari rak senjata.
"Adik Lee Cin, dalam menghadapi para penjahat itu mereka tentu menggunakan senjata,
maka kuminta engkau keluarkanlah senjata andalanmu dan mari kita main-main sebentar." la
melintangkan tongkatnya di depan dada dan sekali putar, tongkat itu mengeluarkan angin
berdesir. Melihat ini Lee Cin dapat menduga bahwa Cin Lan tentu mahir sekali memainkan
tongkat itu, apalagi mengingat bahwa ia adalah murid Pek 1 Lokai yang tingkat
kepandaiannya sudah menyamai tingkat kepandaian para datuk. Gurunya sendiri, atau lebih
tepat ibu kandungnya, sudah sering bercerita kepadanya tentang kelihaian Pek 1 Lokai. Maka,
tanpa ragu lagi ia pun melolos Pedang Ular Merah dari pinggangnya.
Cin Lan kagum melihat betapa pedang yang blasa dipakai sebagai sabuk itu sudah berada di
tangan Lee Cin dan mengeluarkan cahaya kemerahan.
"Bagus'. Nah, sambutlah serangan tongkatku, Adik Lee Cin!"
Cin Lan sudah maju menggerakkan tongkatnya dan dengan ilmu tongkat Hok-mo-tung ia
menyerang dengan gerak-an cepat dan kuat sekali. Lee Cin yang gudah menduga akan
kelihaian Cin Lan, segera memutar pedangnya melindungi diri dan menangkis. Terdengar
suara nyaring berulang kali ketika pedang ber-temu tongkat dan keduanya merasa betapa
telapak tangan mereka tergetar.
Lee Cin bertandlng dengan sungguh-sungguh, setelah menangkis ia pun balas menyerang,
sehingga terjadilah pertandingan yang hebat dan indah dipandang. Sinar pedang berbaur
dengan sinar tongkat yang bergulung-gulung sehingga sukarlah diikuti pandang mata siapa
yang lebih unggul di antara dua orang gadis cantik itu. Terdengar suara tongkat berdesir-desir
diiringi suara pedang berdesingan. Setelah lewat hampir seratus jurus, keduanya masih belum
ada yang leblh unggul! Lee Cin lalu mulai meng-gerakkan tangan kirinya untuk membantu
pedangnya dengan totokan It-yang-ci.
Cin Lan terkejut ketika tiba-tiba ada angin menyambar dari jari tangan kiri Lee Cin. la
melompat ke belakang dan memutar tongkat sambil berseru, "Tahan, Adik Lee Cin. Sudah
cukup!" katanya gembira. "Hebat, ilmu kepandaianmu benar hebat! Aku mengaku kalah."
"Ah, Enci Lan. Engkau yang hebat. Ilmu tongkatmu sungguh mengagumkan, Engkau tidak
kalah sama sekali."
"Sekarang aku telah yakin akan kemampuanmu. Tadi pun sebetulnya aku telah percaya
karena kalau sampai Lee-koko yang, menyuruhmu ke sini untuk membantu kami, tentu
engkau lihai sekali. Akan tetapi aku ingin yakin dan sekarang aku tidak ragu lagi. Mari
kuhadapkan kepada Ayah, Adik Lee Cin."
Gelang Kemala > karya Kho Ping Hoo > buyankaba.com 297
Sambil menggandeng tangan Lee Cin, Cin Lan mengajaknya mengunjungi ayah-nya yang
berada di tempat tersembunyi dalam gedung itu. Lee Cin melihat betapa. ternpat itu terjaga
ketat dan berlapis-lapis sehingga akan sukarlah bagi siapa saja yang hendak membunuh Sang
Pangeran.
Ketika memasuki ruangan itu, Lee Cin melihat seorang laki-laki berusia hampir enam puluh
tahun duduk seorang diri. Orang ini kelihatan tenang dan berwibawa sekali.
"Cin Lan, ada urusan apa engkau masuk ke sini? Dan Nona ini siapakah mengapa engkau ajak
ke sini?"
"Maaf, Ayah. Karena kedatangan adik inilah maka aku membawanya menghadap Ayah.
Namanya Souw Lee Cin, Ayah. la adalah puteri dari Bengcu Souw Tek Bun dan ia datang
atas permintaan Lee-koko untuk membantu kita. Dan aku sudah mengujl kemampuannya,
Ayah. Wah, ia hebat sekali, lihai dan pantas menjadi pembantu karena aku sendiri pun tidak
mampu mengalahkannya!"
Pangeran itu nampak gembira mendengar laporan puterinya. Dia memandang kepada Lee Cin
dengan sinar mata kagum lalu berkata, "Selamat datang, Nona Souw! Makin besarlah hati
kami dengan kedatangan Nona yang hendak membantu kami! Aku tahu bahwa ayahmu
adalah seorang pendekar perkasa yang setia dan dipercaya oleh, Sri Baginda Kaisar."
"Taljin, aku datang karena diminta oleh Thian Lee dan mudah-mudahan saja aku tidak akan
mengecewakan kalian di sini. Aku siap menanti perintah untul< melindungi Pangeran yang
mana."
"Ayah Lee-koko telah menceritakan semuanya kepada Adik Lee Cin sehingga tidak ada
rahasia baginya. la sudah tahu akan semua rencana siasat yang hendak dilakukan Pangeran
Tua."
"Bagus, kalau begitu. Akan tetapi, yt kami telah mengatur siasat untuk rnelin-dungi semua
calon korban dan memasang jebakan untuk menangkap para pembunuh itu. Sebaliknya kita
menunggu munculnya Thlan Lee yang malam ini ditugaskan musuh untuk membunuhku. Kita
tanyakan kepadanya saja ke mana kalian berdua akan ditugaskan. Untuk sementara ini, harap
Nona Souw suka bersama Cin Lan tinggal di dalam rumah ini dan jangan membuat gerakan
keluar agar tidak menimbulkan kecurigaan kepada pihak musuh."
Sambil bergandeng tangan kedua orang gadis itu mengundurkan diri dan tak lama kemudian
mereka sudah asyik bercakap-cakap dalain kamar Cin Lan. Keduanya segera menjadi akrab
karena banyak persamaan antara kedua orang gadis ini, sama-sama terbuka dan keras.
Malam ini sunyi sekali. Malam tanpa bulan bintang karena langit tertutup awan gelap. Di
dalam kegelapan malam itu nampak dua sosok bayangan manusla berkelebat cepat sekali
mendekati gedung tempat tinggal Pangeran Tang Gi Su.
Biarpun Thian Lee sudah meyakinkan hati Pangeran Tua bahwa dia sanggup membunuh
Pangeran Tang Gi Su seorang diri saja tanpa bantuan, tetap saja Pangeran Tua merasa sangsi
dan dia mengutus Liok-te Lo-mo untuk mengawani Thian Lee. Agak lama kedua orang ini
mendekam di balik semak tak jauh dari tembok yang mengelilingi rumah Pangeran Tang Gi
Gelang Kemala > karya Kho Ping Hoo > buyankaba.com 298
Su untuk melihat keadaan. Penjagaan ketat sekali dan setiap beberapa menit sekali nampak
belasan orang peronda berjalan di dekat tembok mengelingi tembok pagar yang tinggi.
"Suhu, penjagaan ketat sekali. Kalau kita berdua yang masuk ke dalam akan lebih mudah
ketahuan musuh. Sebaiknya Suhu menanti di sini biarkan aku masuk melakukan tugas itu.
Percayalah, pasti berhasil kalau aku bergerak seorang diri. Lebih mudah bersembunyi kalau
masuk seorang diri dan Suhu menanti di Sini sampai aku keluar."
Liok-te Lo-mo yang sudah tahu akan kelihaian bekas muridnya ini mengangguk. "Akan tetapi
hati-hatilah. Aku mendengar penjagaan di dalam gedung itu ketat sekali sejak serangan
pertama itu gagal."
"Jangan khawatir, Suhu. Aku pasti berhasil!" kata Thian Lee dan dia menggunakan penutup
muka dari sutera hitam, kemudian berkelebat ke depan mendekati pagar tembok. Dia
membiarkan serombongan peronda lewat, setelah mereka lewat, tubuhnya melayang naik ke
atas pagar tembok dengan kecepatan luar biasa sehingga kalau ada yang kebetulan lewat tentu
hanya mengira bahwa itu bayangan pohon saja. Liok-te Lo-mo yang mengintai dari balik
semak-semak meng-geleng kepala dengan kagum. Hebat sekali gin-kang muridnya itu. Dia
mengerti mengapa bekas muridnya mencegah dia masuk karena dia sendiri tidak mungkin
dapat bergerak seringan dan selincah itu dan kalau sampai ia ketahuan, tentu tugas penting itu
akan menjadi gagal.
Sementara itu, Thian Lee benar-benar mempergunakan ilmu kepandaiannya untuk menyusup
ke dalam tanpa diketahui para penjaga. Padahal pafa penjaga me-lakukan penjagaan dengan
penuh kewas-padaan. Gerakannya demikian cepatnya sehingga dia dapat menyelinap dan
bersembunyi setiap kali ada gerakan dari para peronda.
Akhirnya dia tiba di luar ruangan dl mana Pangeran Tang Gi Su bersembunyi. Dan pada saat
itu dia mendekati pintu, dua sosok bayangan berkelebat dan dia sudah ditodong sebatang
tongkat dan sebatang pedang yang dipegang oleh Cin Lan dan Lee Cin! Tentu saja dia melihat
, munculnya dua orang gadis ini, maka dengan cepat dia membuka kedoknya sehingga dua
orang gadis itu dapat mengenal wajahnya.
"Lee-koko....!" kata Cin Lan. "Engkau membuat kami terkejut dengan kedokmu itu!"
"Thian Lee, penjagaan demikian ketat, bagaimana engkau dapat masuk sampai ke sini?" tanya
Lee Cin dengan kagum.
"Ssttt, mari kita temui Tang-taijin," kata Thian Lee. Cin Lan membuka daun pintu ruangan itu
dan ketiganya masuk ke dalam.
Pangeran Tang menyambut munculnya Thian Lee dengan gembira. "Bagus, engkau telah
dapat menunaikan tugasnriu dengan baik, Thian Lee."
"Taijin, mulai saat ini harap Taijin bersembunyi dari siapapun juga dan suruh orang
menyediakan peti mati di ruangan depan. Biarkan orang-orang besok datang melayat sehingga
tidak menimbulkan kecurigaan pihak musuh."
"Baik, semua akan diatur seperti kita rencanakan. Duduklah, Thian Lee dan jelaskan kepada
kami, tugas apa yang harus diserahkan kepada Cin Lan dan Nona Lee Cin."
Gelang Kemala > karya Kho Ping Hoo > buyankaba.com 299
"Untuk semua calon korban sudah dikerahkan pasukan dan panglima-panglima yang tangguh
untuk menyelamatkan dan menangkap para pembunuh. Yang terpenting sekali adalah
penangkapan atas diri Koksu Pak-thian-ong. Selain dia lihai bukan main, juga tentu dia
memiliki kawan-kawan yang tangguh. Oleh karena itu, saya sendiri, dibantu Lan-moi dan Lee
Cin, yang akan melaktikan penggre-began itu," kata Thian Lee. "Saya akan menghadapi Pakthian-
ong sedangkan kawan-kawannya akan dihadapi Lan-moi dan Lee Cin.'
"Benar juga," kata Pangerah Tang. "Penyerbuan terhadap istana Pangerant Tua akan dipimpin
sendiri oleh Panglima Gui dan para panglima yang lain."
"Nah, sekarang saya harus ketuar. Lan-moi, engkau boleh mengejarku keluaf sambil
berteriak-teriak agar para penjaga juga ikut mengejar, akan tetapi setibanya di luar harap
melepaskan aku sehingga aku dapat meloloskan diri. Ini untuk meyakinkan mereka bahwa
tugasku ber'-hasil baik.
"Baik, Lee-ko!" kata Cin Lan. "Engkau tunggu saja di sini bersama Ayah. Adik Lee Cin."
Thiari Lee meloncat keluar sambil mencabut pedangnya. Tak lama kemudian Cin Lan
berteriak, "Tangkap penjahat!" dan ia pun melompat dan melakukan pe-ngejaran. Thian Lee
sudah mengenakan lagi kain hitam di depan mulut dan hidungnya. Mendengar teriakanteriakan
Cin Lan yang berulang-ulang, para penjaga terkejut dan mereka semua keluar dan
menghadang bayangan hitam yang berlarian. Akan tetapi bayapgan hitam yang berlarian itu
memutar pedangnya dan golok para penjaga begitu bertemu dengan pedang itu menjadi patahpatah.
Ributlah para penjaga melakukan pengejaran bersama Cin Lan. Akan tetapi bayangan
hitam itu sudah melompati pagar tembok.
Liok-te Lo-mo yang bersembunyi di luar, mendengar teriakan-teriakan itu dan ia melihat
Thian Lee meloncat keluar dari pagar tembok dikejar seorang gadis s yang dikenalnya dari
sinar lampu pagar sebagai puteri Pangeran Tang Gi Su yang pernah datang ke istana Pangeran
Tua. Dia hendak membantu Thian Lee, akan tetapi Thian Lee yang sudah tiba di dekatnya
berkata, "Hayo kita lari'" Dan keduanya lalu rnelarikan diri menghilang ke dalam kegelapan
malam. Setelah tidak ada yang mengejar lagi, mereka berputar dan kembali ke istana
Pangeran Tua, "Bagaimana hasilnya?” tanya Liok-te Lo-mo.
"Beres.. Dia sudah tewas!" kata Thian Lee singkat.
"Bagus, ah, bagus sekali Thian Lee.
Aku bangga rnempunyai murid seperti engkau!" kata kakek itu dengan gembira bukan main.
Dia membayangkan usaha Pangeran Tua akan berhasil dan sebagai seorang pembantu yang
berjasa, tentu saja akan mendapatkan anugerahnya ke-lak kalau Pangeran Tua berhasil
menjadi Kaisar.
Kedatangan Thian Lee disambut oleh Pangeran Tua dan kaki tangannya. Mereka semua
gembira bukan main mendengar bahwa Pangeran Tang Gi Su telah berhasil dibunuh oleh
Thian Lee. Liok-te Lo-mo menceritakan dengan berse-mangat betapa bekas muridnya itu
setelah berhasil membunuh Pangeran Tang Gi Su, ketika keluar ketahuan dan dikejar oleh
puteri Pangeran bersama para penjaga, akan tetapi dapat dengan selamat meloloskan diri
bersama dia.
Gelang Kemala > karya Kho Ping Hoo > buyankaba.com 300
Pada keesokan harinya tersiar berita bahwa semalam Pangeran Tang Gi Sii telah tewas
dibunuh penjahat! Dan Pangeran Tua sendiri ikut melayat ke rumah Pangeran Tang Gi Su
yang terhitung adik tirinya itu. Dia menyaksikan sendiri peti mati yang ditangisi keluarga adik
tirinya. Juga dia melihat anak-anak pangeran itu termasuk Cin Lan yang duduk dengan wajah
duka di dekat peti mati. Tidak ada keraguan lagi bahwa memang tugas yang dilakukan Thian
Lee telah berhasil dengan baik.
Malam itu terjadilah peristiwa-peristlwa yang amat hebat dan diarn-diam. Sebagian besar
penduduk kota raja tidak tahu sama sekali bahwa malam itu terja-di usaha penibunuhan besarbesaran
dan penangkapan besar-besaran pula.
Rombongan-rombongan pembunuh berkeliaran menuju ke istana-istana para pangeran yang
secara rahasia telah dijaga ketat oleh pasukan yang amat kuat dan yang memasang jebakan
untuk menangkap para pembunuh.
Satu di antara rombongan-rombongan ku adalah rombongan Liok-te Lo mo yang dibantu dua
orang yang menuju ke istana Pangeran Kian Tek. Karena biasanya istana para pangeran tidak
pernah dijaga secara ketat, maka malam hari itu Liok-te Lo-mo berjalan santai dan
memastikan bahwa tugasnya akan berhasil baik. Apa sih sukarnya membunuh seorang
pangeran bagi seorang datuk seperti dia? Apalagi dia dibantu oleh dua orang yang cukup
tangguh. Kalau menghadapi belasan orang penjaga saja, dua orang pembantunya sudah
cukup, sedangkan dia sendiri akan dapat masuk ke dalam membunuh Pangeran Kian Tek.
Akan tetapi ketika dia dan dua orang kawannya tiba di belakang istana pangeran itu, tiba-tiba
berkelebat bayangan orang dan tahu-tahu Thian Lee telah berdiri di depannya.
"Eh, engkau, Thian Lee? Mengapa engkau di sini? Bukankah tugasmu di lain tempat?"
Thian Lee tidak menjawab, akan tetapi tiba-tiba kedua tangannya bergerak dan dua orang
pembantu Liok-te Lo-mo yang sama sekali tidak rnenduga akan diserang itu terkulai roboh
karena telah tertotok.
"Hei, apa yang kaulakukan ini?" tanya Liok-te Lo-mo marah sambil rnelolos? sabuk
rantainya.
"Liok-te Lo-mo, aku sengaja menghadangmu di sini untuk menasihatimu. Dahulu, pernah
engkau menyelamatkan nyawaku dari tangan tukang-tukang pukul bahkan engkau telah
mengangkatku sebagai murid. Karena itulah maka aku sengaja datang untuk mempersilakan
engkau cepat melarikan diri agar lolos dari penangkapan pemerintah. Aku tidak ingin melihat
engkau celaka, Liok-te Lo-mo."
"Thian Lee, apa artinya ini?"
"Artinya, Liok-te Lo-mo, bahwa semua permainan Pangeran Tua sudah berakhir. Semua
pembunuh akan ditangkap dan juga Pangeran Tua malam ini akan diserbu dan ditangkap.
Engkau juga akan ditangkap kalau kaulanjutkan hendak membunuh Pangeran Kian Tek
karena di sana sudah dijaga oleh pasukan yang kuat."
"Tapi bagaimana bisa bocor rahasia ini....?"
Gelang Kemala > karya Kho Ping Hoo > buyankaba.com 301
"Aku adalah petugas dari Kaisar"
"Kau....? Tapi... kau sudah membunuh Pangeran Tang Gi Su...."
"Tidak, Pangerap Tang masih segar-bugar, tidak pernah kubunuh. Semua itu hanya sandiwara
untuk mengelabuhi Pangeran Tua. Sudahlah, Lo-mo, jangan sampai terlambat. Lekas kau
melarikan diri. Ini adalah pembalasan budi dariku."
"Kau....!" Liok-te Lo-rno hendak menyerang, menggerakkan rantai bajanya. Akan tetapi
dengan mudah Thian Lee menangkap rantai itu dan berkata dengan tegas,
"Percuma, Lo-mo. Engkau tidak akan menang melawanku. Sekarang pilih saja, engkau ingin
bebas atau ingin kutangkap sebagai pernbunuh pangeran?" Liok-te Lo-mo maklum bahwa
ucapan pemuda itu benar. Dia tidak akan rnampu melawan dan agaknya sernua harapannya
buyar. Bekas muridnya ini ternyata seorang petugas Kaisar! Pangeran Tua telah tertangkap.
Semua usahanya akan gagal dan hancur.
"Thian Lee, bagaimanapun juga, engkau akan berhadapan dengan Pak-ithian-ong...."
"Sudah kuperhitungkan. Malam ini juga dia akan kutangkap!" kata Thian Lee. Liok-te Lo-mo
lalu membalikkan tubuhnya dan lari pergi dari tempat itu. Bagaimanapun juga, tentu saja dia
tidak ingin ikut tertangkap, dan dihukum.
Thian Lee lalu menyeret tubuh kedua orang kaki tangan Pangeran Tua itu ke pintu gerbang
istana Pangeran Kian Tek dan menyerahkan mereka kepada penjaga, kemudian dia berlari
pulang ke gedung Pangeran Tang Gi Su. Tugas pertamanya, yaitu membalas budi kepada
Liok-te Lo-mo telah selesai dan dia girang bahwa kakek tua itu menuruti nasihatnya dan
melarikan diri. Kini tinggal menghadapi Pak-thian-ong Dorhai.
Cin Lan dan Lee Cin sudah menung-gu. Pangeran Tang Gi Su sudah pergi memimpin sendiri
pasukan yang melaku-kan penyerbuan ke istana Pangeran Tua dan ketika dua orang gadis itu
melihat Thian Lee, mereka lalu menyambut dengan tidak sabar lagi.
"Kapan kita menyerbu tempat tinggal Pak-thian-ong?" tanya Lee Cin.
"Sekarang juga. Apakah pasukan telah dipersiapkan?" tanya Thian Lee.
"Sudah," jawab Cin Lan. "Ong-ciang-kun sudah siap dengan seratus orang pasukannya."
"Kalau begitu, mari kita berangkat!" kata Thian Lee.
Pasukan itu lalu berangkat di malam itu menuju ke tempat tinggal koksu Pak-thian-ong
Dorhai. Rumah itu cukup mewah dan dilingkari pagar tembok yang tebal, dengan pintu
gerbang di depan yang besar dan kokoh. Di depan pintu gerbang terdapat belasan orang
perajurit penjaga. Ketika pasukan itu tiba-tiba muncul di depan pintu gerbang, belasan
penjaga itu terkejut sekali.
"Ciangkun, ada apakah....?" tanya kepala penjaga kepada Ong-ciangkun yang memimpin
pasukan itu.
Gelang Kemala > karya Kho Ping Hoo > buyankaba.com 302
"Jangan banyak mulut. Buka pintu gerbang dan biarkan kami semua masuk. Kami datang
untuk menangkap pemberontak Dorhai."
Para penjaga itu terkejut bukan main. Akan tetapi Ong-ciangkun sudah memberi isarat dan
pasukannya menyerbu. Belasan orang itu mengadakan perlawanan, ditambah lagi belasan
penjaga lain yang berlarian dari dalam, akan tetapi dalam waktu singkat mereka semua dapat
dilumpuhkan dan ditangkap.
Pada saat itu terdengar bentakan nyaring dari dalam dan ketika daun pintu dibuka menyorot
keluar sinar terang dari dalam membuat keadaan di situ yang diterangi lampu penjagaan
menjadi semakin terang. Muncullah dua orang kakek dari dalam, seorang di antaranya adalah
Pak-thian-ong Dorhai yang membentak tadi.
"Haiii, siapa kalian berani bermain gila di rumah kami?" Dan ketika melihat Ong-ciangkun
yang memimpin pasukan, dia membentak, "Ciangkun, berani engkau lancang memimpin
pasukan membikin kacau di sini? Apakah engkau hendak memberontak?"
Thian Lee yang bersama kedua orang gadis berada di dalam pasukan itu menjadi terkejut
sekali melihat bahwa Pak-thian-ong muncul bersama Thian-te Mo-ong Koan Ek! Agaknya
datuk besar yang disebut pula Iblis Selatan itu tetah dapat dibujuk oleh Pak-thian-ong untuk
bersekutu pula.
"Awas, kalian hadapai Si Tinggi Kurus itu. Lan-moi, engkau hati-hati, dia lihai sekali. Hadapi
bersama Lee Cin," bisik Thian Lee dan dia segera meloncat maju ke depan Pak-thian-ong.
“Pak-thian-ong, atas nama Kaisar kami minta agar menyerahkan diri. Permainanmu bersama
pemberontak Pangeran Tua telah terbongkar seluruhnya!" kata Thian Lee lantang.
Pak-thian-ong terbelalak. "Engkau, Engkau yang pemberontak! Engkau telah membunuh
Pangeran Tang Gi Su!"
"Keliru, Pak-thian-ong! Pangeran Tang Gi Su tidak pernah terbunuh. Dan aku adalah petugas
dan Sri Baginda Kaisar untuk mernbongkar persekutuan pemberontak ini. Permainanmu telah
selesai, menyerahlah atau kami akan menangkapmu dengan kekerasan!"
Seketika Pak-thian-ong sudah dapat menduga apa yang terjadi. Pemuda ini adalah mata-mata
dari Kaisar yang telah membongkar semua rahasia persekutuan itu. Dan agaknya malam ini
seluruh kekuatan pasukan dikerahkan untuk meng-hancurkan komplotan. Matanya terbelalak
dan mukanya menjadi pucat, akan tetapi dia sengaja tertawa bergelak dan berkata kepada
rekannya, "Ha-ha-ha-ha, kau dengar itu, Mo-ong? Bocah ini sombong hendak menangkap
kita!"
Akan tetapi Thian-te Mo-ong sudah pernah merasakan kelihaian Thian Lee, maka dia sama
sekali tidak meniru kesombongan Pak-thian-ong dan berkata dengan suara agak gugup,
"Thian-ong, mari kita lari saja dari sini selagi ada kesempatan!"
Dia sudah hendak melarikan diri, akan tetapi tiba-tiba Lee Cin sudah melompat ke depannya
dan dara ini mengejek, "Hendak lari ke mana, Mo-ong?,Tempat ini sudah terkepung rapat dan
engkau tidak akan dapat melarikan diri lagi. Menyerahlah atau aku terpaksa akan
merobohkanmu!"
Gelang Kemala > karya Kho Ping Hoo > buyankaba.com 303
Melihat gadis ini, marahlah Thian-te Mo-ong. Dia jerih terhadap Thian Lee, akan tetapi tidak
takirt kepada gadis ini yang pernah ditangkapnya. Maka, dia pun segera mencabut sepasang
pedangnya dan menyerang Lee Cin tanpa banyak cakap lagi. Dia hendak melarikan diri
setelah merobohkan Lee Cin. Akan tetapi men-dadak muncul seorang gadis lain yang
memegang tongkat dan menangkis se-rangannya. Kemudian gadis bertongkat yang bukan lain
adalah Cin Lan ini sudah mengeroyok bersama Lee Cin seperti Isudah direncanakan semula
oleh Thian Lee. Terjadilah perkelahian seru yang disaksikan oleh para perajurit yang me-
''figepung tempat itu.
Pak-thian-ong Dorhai juga sudah ma-rah sekali. Dia melihat kenyataan bahwa semua
rencananya bersama Pangerari Tua Sudah runtuh dan semua ini disebabkan oleh Thian Lee.
Maka kernarahannya ditumpahkan kepada pemuda itu dan sambil mengeluarkan suara
gerengan seperti seekor singa terluka, dia sudah melolos sabuk rantainya dan tanpa banyak
cakap lagi dia sudah menyerang Thian Lee. Pemuda ini pun mencabut Jit-goat Sin-kiam dan
menyambut serangan sabuk rantai itu dengan berani.
Para perajurit tidak menemukan lawan yang berarti dan mereka sudah menangkapi semua
penjaga dan pelayan dalam gedung itu, menawan mereka dan kini mereka hanya dapat
mengepung ruangan di mana terjadi petempuran hebat itu. Ong-ciangkun sendiri, biarpun
memiliki ilmu silat yang lebih tinggi dari anak buahnya, tidak berani mencampuri
pertandingan itu karena tingkat kepandaiannya masih jauh lebih rendah. Oleh karena itu, dia
hanya memerintahkart anak buahnya untuk mengepung ketat tempat itu dan mempersiapkan
senjata, terutama anak panah untuk menyerbu dan menghalangi musuh jika hendak melarikan
diri. Bahkan di atap-atap rumah yang berdekatan dia memasang belasan orang
perajurit dengan busur dan anak , panah siap di tangan.
Pertandingan antara Song Thian Lee dan Pak-thian-ong Dorhai sungguh seru bukan main.
Pak-thian-ong Dorhai adalah seorang di antara Empat Datuk Besar yang paling tinggi
kepandaiannya, juga dia memiliki pengalaman bertanding yang banyak sekali. Raksasa tinggi
besar inl seiain merupakan ahli silat, juga ahli pula dalam ilmu gulat, tenaga besar sehingga
sabuk rantai yang digerakkan berputar-putar itu mengeluarkan suara angin bersuitan dan
menjadi gulungan sinar yang lebar. Namun sekali ini dia bertemu dengan lawan yang biarpun
masih muda namun telah memiliki ilmu kepandaian yang luar biasa. Andaikata Thian Lee
tidak bertemu dengan Yeti dan tidak menerima warisan ilmu pedang Jit-goat Kiam-sut
menggunakan Jit-goat Sin-kiam dan ilmu menghimpun tenaga sakti Thian-te Sin-kang, tidak
mungkin, dia akan dapat mengimbangi kenekatan Pak-thian-ong. Tingkat kepandaian Pakthian-
ong sudah amat tinggi untuk waktu itu, setingkat dengan kepandaian para ketua
perkumpulan dan partai besar.
"Aaaaggghhhh....!" Pak-thian-ong mengeluarkan suara gerengan aneh dar tu-buhnya sudah
menerjang ke depan amat dahsyatnya, rantai baja itu menyambar-nyambar ke arah kepala
Thian Lee sedangkan lengan kirinya yang panjang berbulu itu dengan tangan membentuk
cakar melakukan cengkeraman-cengke-raman ke arah dada dan perut lawan. Thian Lee
maklum betapa dahsyat dan berbahayanya semua serangan itu, maka dia pun menggunakan
kelincahan tubuhnya, mengelak ke sana sini, meloncat dengan sigapnya ke kanan kiri sambil
menggerakkan Jit-goat Sin-kiam untuk menangkis rantai. Terdengar bunyi nyaring
berdencingan ketika rantai bertemu pedang, menimbulkan percikan bunga-bunga api dan
kadang lengan kiri mereka bertemu ketika Thian Lee menangkis dan setiap kali lengan kiri
bertemu, tubuh keduanya terdorong ke belakang dan tergetar hebat sekali. Hal ini
membuktikan bahwa dalam hal tenaga sin-kang kekuatan mereka seimbang. Tentu saja Pakthian-
ong Dorhai menjadi terkejut dan heran bukan main. Selama menjelajahi dunia kangGelang
Kemala > karya Kho Ping Hoo > buyankaba.com 304
ouw sebagai seorang datuk besar, jarang dia bertemu tanding, apalagi kalau lawannya hanya
seorang pemuda seperti Thlan Lee. Dia menjadi penasaran sekali.
Fada saat itu, empat orang perajurit yang berdekatan dengan tempat pertandingan itu, agaknya
ingin membuat jasa dan melihat Pak-thian-ong terdorong ke belakang, mereka sudah
menggerakkan tombak mereka dan menusuk dari belakang. Empat batang tombak dengan cepat
dan kuat menusuk ke arah -lambung dan punggung Pak-thian-ong.
"Krak-krak-krak-krak!" Terdengar bunyi keras empat kali. Punggung dan larri-bung yang
tertusuk tombak itu tldak apa-apa, sebaliknya empat batahg tonnbak itu yang patah-patah!
Pak-thian-ong memutar tubuh tangan kirinya meraih dan dia sudah dapat merampas ernpat
gagang tombak dengan tangan kirinya dan sekali tangan kiri bergerak, empat batang tombak
itu menyambar dan tepat mengenal dada empat orang penyeranghya. Batang tombak itu
menembus dada sampai ke punggung dan robohlah empat penyerang tadi, tewas seketika!
"Jangan mencampuri!" teriak Thiari Lee yang menjadi marah sekali melihat betapa empat
orang perajurit tewas oleh Pak-thian-ong. Sementara itu Ong-ciang-kun menjadi marah.
"Mundur! Perketat pengepungan akan tetapi jangan ada yang turun tangan sebelum
diperintah!"
Pak-thian-ong sudah menghadapi Thian Lee lagi dan tiba-tiba tubuhnya rnerendah, rantainya
menyapu kaki Thian Lee dengan cepat dan kuat sekali. Thian Lee meloncat- ke atas dan
berjungkir balik, lalu tubuhnya menukik turun sambi menusukkan pedangnya ke arah ubunubun
kepala lawan yang merendahkan tubuhnya itu. Pak-thian-ong memutar pergelangan
tangannya dan rantai baja itu menangkis pedang.
"Tranggg....!" Nampak bunga api percikan dan Pak-thian-ong menggulingkan tubuhnya ke
atas tanah dan tiba-tiba saja tangan kirinya sudah menyambar ke arah kaki Thian Lee dengan
ceng-keramannya. Thian Lee terkejut sekali karena tidak sempat mengelak lagi. Dia merasa
betapa pergelangan kaki kirinya dicengkeram, seperti dijepit catut baja saja rasanya. Tidak
mungkin melepaskan kaki dari cengkeraman itu dan sebelum lawan dapat menyeretnya jatuh,
pedang-nya menusuk ke arah pergelangan tangan yang mencengkeram kakinya itu. Begitu
cepat gerakan pedang ini sehingga Pak-thian-ong tidak melihat jalan lain untuk
menyelamatkan tangannya kecuali mele-paskarf cengkeramannya dan menarik ta-ngannya
sambil melompat bangun berdiri.
Mereka berhadapan lagi. Pak-thian-ong agak terengah dan lehernya sudah mulai basah
dengan keringatnya sendiri. Thian Lee sebaliknya masih nampak tenang dan sama sekali tidak
terengah. Hal ini menunjukkan bahwa bagaimanapun pemuda ini masih menang dalam hal
daya tahan dan pernapasan. Thian Lee yang maklum akan kelihaian lawan melihat ini dia tahu
bahwa kemenangannya terletak pada daya tahannya. Biarlah lawan menghabiskan tenaganya
sendiri, pikirnya.
"Mau menyerah, Pak-thian-ong?" ejeknya, sengaja untuk memanaskan hati lawan.
"Engkau atau aku yang mampus!" teriak datuk itu dan dia sudah menyerang lagi dengan
dahsyatnya. Hal ini memang dikehendaki Thian Lee. Pemuda ini mengelak lagi dan
selanjutnya menggunakan kelincahan gerakan tubuhnya untuk menghindarkan diri sambil
memancing agar lawan menyerang terus.
Gelang Kemala > karya Kho Ping Hoo > buyankaba.com 305
* * *
Sementara itu, perkelahian antara Thian-te Mo-ong Koan Ek yang dikeroyok oleh Lee Cin
dan Cin Lan juga berlang-sung dengan serunya. Memang kalau maju satu demi satu, dua
orang gadis itu tidak akan mampu menandingi Thian-te Mo-ong. Akan tetapi rnereka maju
bersama dan keduanya memang sudah memiliki ilmu kepandaian tingkat tinggi sehingga
Thian-te Mo-ong yang dikeroyok menjadi repot juga. Dia adalah seorang di antara ernpat
Datuk Besar yang sudah tinggi tingkat kepandaiannya dan di antara Empat Datuk Besar,
dialah yang terkenal ahli dalam permainan sepasang pedang. Dahulu, ketika diadakan
pertemuan antara Empat Datuk Besar yang hendak saling mengadu ilmu untuk menentukan
siapa di antara mereka berem-pat yang paling lihai, disaksikan oleh Pek 1 Lokai, mereka
dilerai oleh seorang panglima yang membawa surat kuasa Kaisar yang menawarkan kepada
empat orang datuk besar untuk membantu pemerintah. Semuanya menolak, dan hanya Pakthian-
ong Dorhai yang mau menjadi pembantu pemerintah dan kemudian di-angkat menjadi
koksu. Kemudian Pak-thian-ong membujuk Thian-te Mo-ong untuk membantunya dalam
persekutuannya dengan Pangeran Tua. Karena persekutuan itu menjanjikan kedudukan yang
lebih tinggi, bahkan membuka kesempatan bagi mereka untuk juga merebut tahta, maka
Thian-te Mo-ong tertarik. Tak disangkanya baru beberapa hari berada di rumah Pak-thianong,
telah terjadi penyerbuan pasukan pemerintah seperti yang terjadi malam ini.
Menghadapi pengeroyokan kedua orang gadis itu. Thian-te Mo-ong harus mengerahkan
seluruh kepandaian dan tenaganya. Dua orang gadis itu biarpun masih muda akan tetapi sama
sekali tidak boleh di-pandang ringan. Cin Lan memiliki sin-kang yang aneh dan kuat sekali
berkat hawa beracun gigitan ular-ular emas dan ular putih yang kemudian menjadi ga-bungan
tenaga dahsyat dalam dirinya. Dengan dorongan tenaga ini, tongkaznya menjadi dahsyat
sekali dan ilmu tongkat Hok-mo-tung juga merupakan ilmu silat yang ampuh, dirangkai
sendiri oleh Pek 1 Lokai. Totokan-totokan tongkat itu ke arah jalan darahnya membuat Thiante
Mo-ong harus menghindarkan diri dengan tangkisan atau elakan. Tidak berani dia
menerima totokan tongkat yang demikian kuatnya itu dengan perlindungan kekebalan
tubuhnya. Sementara itu Lee Cin juga merupakan lawan yang berbahaya. Bukan saja Pedang
Ular Merahnya itu mengandung racun dan dimainkan dengan Ang-coa-kiam-sut (Ilmu Pedang
Ular Merah) yang juga merupakan ilmu silat tinggi, akan tetapi yang membuat Thian-te Moong
menjadi semakin repot adalah tangan kiri gadis ini. Lee Cin selalu mengguna-kan
kesempatan terbuka untuk menyerang lawan dengan totokan It-yang-ci jari tangan kirinya.
Totokan It-yang-ci ini sudah dilatihnya dengan baik sehingga kini totokan satu jarinya
mengeluarkan suara bercuitan dan sudah terasa oleh lawan hebatnya totokan ini sebelum jari
tangan itu mengenai sasaran.
"Hyaaaatttt....!" Tiba-tiba Thian-te Mo-ong yang sudah mulai lelah itu me--ngeluarkan
bentakan nyaring sekali. Me-reka sudah bertanding lebih dari dua ratus jurus dah belum juga
dia mampu mendesak kedua orang pengeroyoknya. Mereka dengan penasaran dan kemarahan
meluap-luap kirii dia menyerang, sepasang pedang menyannbar ke kanao kiri, yang kanan
menusuk ke arah perut Lee Cin, yang kiri menyambar ke arah leher Cin Lan. Memang luar
biasa sekali ilmu pedang pasangan dari Datuk Iblis Selatan itu. Dalam satu saat pedangnya
dapat menyerang ke dua jurusan dengan gerak-an yang berbeda, yang kiri mernbabat leher,
yang kanan menusuk ke perut. Dan kedua serangan ini sama-sama hebat dan berbahaya bagi
kedua orang lawanrya.
Cin Lan menangkis pedang yarg menyambar ke arah lehernya itu dengan tongkatnya,
Gelang Kemala > karya Kho Ping Hoo > buyankaba.com 306
sedangkan Lee Cin meiompat ke kiri untuk menghindarkan perutnya dari tusukan pedang.
Kemudian, Cin Lan setelah menangkis pedang tadi lalu memutar tongkatnya yang
menghantam ke arah kepala kakek itu sedangkan Lee Cin membarengi serangan itu dengan
tusukan pedangnya ke arah lambung dari samping kakek itu memutar kedua pedangnya
menangkis.
"Trang-trang!" Tepat pada saat sepasang pedang itu menangkis pedang Lee Cin dan tongkat
Cih Lan, jari tangan Lee Cin ir.enotok dan mengarah jalan darah di pundak Thian-te Mo-ong.
Kakek inl terkejut dan menggerakkan pundaknya mengelak, akan tetapi biarpun tidak tepat
benar, jalan darahnya itu sempat tersentuh jari tangan Lee Cin dalam totokan It-yang-ci yang
ampuh.
"Tukk....!" Tubuh Thian-te Mo-ong .terhuyung ke belakang dan Cin Lan yang melihat
kesempatan baik ini cepat menerjang maju dan tongkatnya menotok ke arah dada kakek itu.
"Dukk....!!" Thian-te Mo-ong mengeluh dan terpelanting. Pada saat itu kembali Lee Cin sudah
menyerangnya dengan totokan It-yang-ci dan sekali ini totokannya mengenai sasaran dengan
tepat dan tubuh Thian-te Mo-ong menjadi lemas tak mampu digerakkan lagi.
"Ringkus dia!" Ong-ciangkun memberi aba-aba dan banyak tangan para perajurit segera
menelikung tubuh itu dengan rantai yang kuat sehingga kakek itu tidak mampu berkutik lagi.
Kini dua orang gadis itu mendekati Thian Lee yang masih bertanding melawan Pak-thian-ong
Dorhai. Akan tetapi kedua orang gadis itu merasa tidak perlu untuk membantu. Mereka
melihat dengan jelas betapa Thian Lee sudah unggul. Pak-thian-ong sudah mandi peluh dan
napasnya terengah-engah. Segala daya dar kekuatan sudah dikerahkan oleh datuk besar ini,
akan tetapi lawannya terlampau tangguh baginya. Semua serangannya tidak mampu
menembus pertahanan Thian Lee, sebaliknya kini pemuda itu mendesak dan menekannya
sehingga sabuk rantainya tidak sehebat tadi gerakannya.
Dengan tenaga terakhir, Pak-thian-ong menggerakkan rantainya untuk menyerang kepala
Thian Lee. Rantai itu menyambar dengan dahsyat ke arah kepala pemuda itu, namun dengan
tenang Thian Lee melangkah ke samping sambil mengelebatkan pedangnya, dengan
pengerahan tenaga membacok ke arah rantai itu.
"Tranggg....!" Rantai itu menjadi putus! Hal ini dapat terjadi hanya karena tenaga kakek itu
sudah mengendur. Kalau tadi, tenaganya masih penuh, tidak mungkin pedang Thian Lee
mampu membuat rantai itu putus, betapapun baik dan tajamnya pedang itu, betapapun kuat
tenaga Thian Lee.
Pak-thian-ong Dorhai terbelalak memandang sisa rantai di tangannya, kemudian dia menoleh
ke sekeliling. Para perajurit dengan senjata di tangan, bahkan ada yang dengan anak panah di
busur, siap ditembakkan, dan dua orang gadis yang telah berhasil menawan Thian-te Mo-ong,
semua siap untuk turun tangan. Tidak ada jalan keluar lagi baginya dan untuk melanjutkan
pertandingan, akhirnya, dia hanya akan mendapat malu karena dia pasti kalah oleh pemuda
yang hebat ini. Menyerah? Tidak urung dia akan dihukum mati. Dosanya terlalu besar. Sudah
diberi anugerah kedudukan tinggi, dia masih bersekutu dengan Pangeran Tua untuk
memberontak! Pak-thian-ong menjadi putus asa dan tiba-tiba sebelum dapat dicegah Thian
Lee yang sama sekali tidak menduganya, dia memukulkan sisa rantai baja itu ke arah
Gelang Kemala > karya Kho Ping Hoo > buyankaba.com 307
kepalanya sendiri.
"Prakkk!!" Pecahlah kepalanya dan Pak-thian-ong terkulai roboh dan tewas seketika,
Thian Lee berdiri dan memejamkan matanya, menarik napas dalam. Tubuhnya juga basah
oleh keringat dan dia merasa lelah sekali. Baru sekali ini selama hidupnya dia berhadapan
dengan lawan setangguh itu. Sebuah tangan memegang lengannya.
"Lee-ko, engkau,.. tidak apa-apakah...?"
Thian Lee membuka matanya dtari melihat bahwa yang memegang tangannya adalah Cin
Lan. Dia tersenyum dan menggeleng kepalanya. "Aku tidak apa-apa, Lan-moi."
"Sukurlah....!" kata gadis itu dengan hati lega, sementara itu Lee Cin melihat betapa mesra
adegan yang sepintas itu, memperlihatkan perhatian dan kekhawatiran Cin Lan terhadap diri
Thian Lee.
"Mari kita segera kembali dan meli-hat kalau-kalau yang lain memerlukan bantuan kita. Mari,
Lan-moi dan Lee Cin, kita mendahului kembali untuk melihat keadaan. Biarkan Ongciangkun
yang mengurus para tawanan."
Mereka bertiga segera meninggalkan gedung Koksu yang telah dikuasai pasukan itu dan
kembali ke rumah Pangeran Tang. Rumah itu memang dijadikan pusat gerakan pembersihan
dan ternyata Pangeran Tang sendiri telah kembali.
"Ayah, bagaimana dengan penyerbuan istana Pangeran Tua?"
"Beres. Kami tidak menemui perla-wanan. Setelah semua orang kang-ouw yang
membantunya dikerahkan untuk melakukan pembunuhan-pembunuhan itu, di rumahnya tidak
ada lagi jagoan-jagoan yang tangguh. Para penjaga di, sana segera menyerah ketika diserbu
pasukan kerajaan yang kuat dan banyak jumlahnya."
"Dan Pangeran Tua sendiri?"
"Agaknya dia putus asa melihat gerakannya hancur dan kami menemukan dia telah tewas
membunuh diri di dalam kamarnya. Keluarganya sudah tditangkap, termasuk puteranya, Tang
Boan dan kami juga menangkap Bian Hok putera Pangeran Bian Kun yang berada pula di
sana. Dia tersangkut' pula dalam komplotan pemberontak itu. Pangeran Tang Gi Su
memandang wajah puterinya, di dalam hati merasa bersukur bahwa dia belum menerima
pinangan Bian Hok untuk puterinya. Kalau dia sudah menerlma pinangan itu, tentu berarti
bahwa calon mantunya yang tersangkut itu dan hal ini tentu akan membuat dia merasa tidak
enak sekali.
Tak lama kemudian, para panglima yang melakukan penjagaan dan perlin-dungan kepada
para pangeran yang akan dlbunuhnya, juga sudah berdatangan dengan laporan bahwa mereka
pun telah dapat menangkapi orang-orang kang-ouw yang hendak membunuh para pangeran
itu.
Pangeran Tang Gi Su menjadi lega sekall. Dengan sekali pukul malam itu, seluruh gerakan
Pangeran Tua yang amat berbahaya itu telah berhasil dilumpuhkan dan semua kelompok
pemberontak dapat ditangkap. Dan dalam hal inl, yang paling berjasa adalah Thian Lee.
Gelang Kemala > karya Kho Ping Hoo > buyankaba.com 308
Kalau pemuda itu tidak menyelundup ke dalam komplotan itu, tidak mungkin hal ini
dilaksanakan dan mungkin akan berjatuhan korban-korban di antura pangeran. Yang lebih
menggembirakan lagi, semua operasi pembersihan yang berhasil meruntuhkan seluruh
jaringan pemberontak itu berhasil dilakukan dengan diam-diam pada malam hari itu sehingga
tidak ada rakyat yang tahu bahwa telah terjadi peristiwa yang amat berbahaya dan hebat.
Bahkan Ban-ciangkun dan Tung-ciangkun, dua orang panglima yang cukup berkuasa, dapat
disergap di rumah mereka tanpa mereka menduga-duga sehingga me-reka tidak
mempersiapkan diri. Mereka dapat ditangkap sebelum sampai menggerakkan pasukan
mereka. Segera panglima lain dijadikan pengganti mereka dan pasukan yang berada di bawah
pimpinan mereka pun tidak dapat berbuat sesuatu, tidak sempat mengetahui bahwa mereka
tadinya akan dikerahkan untuk menyerbu istana!
Pada keesokan harinya, pagi-pagi sekali Kaisar telah memanggil Pangeran Tang Gi Su
bersama Thian Lee untuk mendengar laporan mereka tentang usaha menumpas gerombolan
pemberontak itu. Kaisar Kian Liong yang sudah tua itu girang bukan main mendengar laporan
Tang Gi Su yang memuji-muji jasa Thian Lee dalam operasi yang berhasil itu,
"Saudaraku Pangeran Tang Gi Su, sekali ini jasamu sungguh besar sekali. Kami berterima
kasih kepadamu dan mulai saat ini kami mengangkatmu men-jadi Koksu. Kami
membutuhkanmu sebagai penasihat pertama dalam segala urusan pemerintahan karena
engkau bijaksana dan tegas."
"Terima kasih, Yang Mulia," kata Pangeran Tang Gi Su.
"Dan engkau, Thian Lee. Menurut laporan Pangeran Tang Gi Su tadi, jelas bahwa engkau
yang membuat operasi itu berhasil baik. Karena keberanianmu menyusup ke tengah-tengah
para pemberontak, engkau berhasil mengetahui rahasia gerakan mereka sehingga penumpasan
dapat dilaksanakan dengan hasil baik. Biarpun baru saja engkau kami beri ke-dudukan
panglima muda, mulai hari ini' engkau kami angkat menjadi panglima besar yang mengepalai
seluruh pasukan penjaga keamanan istana!"
“Terima kasih, Yang Mulia."
Kaisar sendiri lalu menganugerahkan sebatang pedang tanda kekuasaan kepada Thian Lee,
dan Kaisar bahkan mengang-kat cawan arak untuk memberi selamat kepada dua orang yang
berjasa besar itu. Tentu saja para pelaksana operasi itu tidak dilupakan. Sernua diberi
kenaikan pangkat. ''
Setelah pertemuan berakhir, Thian Lee tidak segera pergi ke rumah gedung yang diberikan
kepadanya sebagai tempat tinggal, melainkan ikut dengan Pangeran Tang Gi Su pulang ke
rumah pangeran itu. Dia harus menemui Cin Lan dan juga Lee Cin yang masih berada di
rumah itu. Di dalam hatinya, Thian Lee merasa berbahagia sekali karena melihat betapa sikap
Pangeran Tang Gi Su amat akrab dengannya, bahkan pangeran itulah yang memuji-muji
jasanya di depan Kaisar sehingga dia mendapatkan kenaikan pangkat yang besar. Dari
sikapnya, dia tahu bahwa pangeran ini kagum dan suka kepadanya dan hal ini menimbulkan
harapannya mengenai hubungan cinta kasihnya dengan Cin Lan.
"Enci Cin Lan, bagaimana pendapatmu tentang Thian Lee?"
"Thian Lee? Ah, maksudmu Lee-ko? Apa yang kaumaksudkan?"
Gelang Kemala > karya Kho Ping Hoo > buyankaba.com 309
"Dia seorang pemuda yang hebat, bukan? Ilmu kepandaiannya tinggi sekali. Bahkan Pakthian-
ong yang terkenal sebagai datuk besar sakti itu tidak mampu menandinginya."
"Benar, Adik Cin. Lee-koko memang Seorang pemuda yang memiliki ilmu kepandaian tinggi
sekali."
"Juga dia seorang pemuda yang gagah perkasa dan baik budi, bukan?"
"Benar pula. Dia gagah perkasa dan berbudi mulia, maka tidak mengherankan kalau Sri
Baginda Kaisar menaruh kepercayaan kepadanya dan memberinya anugerah kedudukan
panglima."
"Kau agaknya kagum sekali kepadanya Enci Lan."
"Memang aku kagum sekali kepadanya, Adik Cin."
"Dan hubungan kalian... hemm, nampaknya mesra! Aku berani bertaruh bahwa engkau cinta
sekali kepadanya, Enci."
Wajah Cin Lan berubah kemerahan, Biarpun bergaul dengan Lee Cin baru beiS berapa hari, ia
sudah akrab sekali dengan sahabat ini, demikian pula Lee Cin selalu berbicara dengan terbuka
dan bebas.
"Tak usah bertaruh, Adik Cin. Memang aku cinta sekali kepadanya."
"Dan dia? Apakah dia juga mencintamu, Enci?"
"Begitulah, kami saling mencinta dan kami mengharapkan akan dapat saling berjodoh."
"Dia sudah menyatakan cinta kepadamu?"
Biarpun agak kemalu-maluan, Cin Lan mengangguk. "Sudah, dan hal itu membahagiakan
hatiku, Adik Cin."
Lee Cin memegang lengan Cin Lan dengan akrabnya. "Ah, Enci Lan, engkau beruntung
sekali, membuat aku mengiri kepadamu!" Dan tiba-tiba saja dengan gerakan ilmu It-yang-ci,
Lee Cin telah menotok pundak Cin Lan membuat Cin Lan mendadak terkulai lemas. Cin Lan
terkejut sekali. la hanya tidak mampu menggerakkan kaki tangannya, akan te-tapi masih dapat
berbicara,
"Adik Cin, apa yang kaulakukan ini?" tanyanya heran dan berusaha untuk mengerahkan sinkang
menembus jalan darah yang tertotok. Akan tetapi totokan It-yang-ci itu hebat sekali.
Sedikit pun ia tidak mampu mengerahkan Iwee-kang (tenaga dalam) bahkan kalau ia paksa,
terasa nyeri sekali di dadanya. Maka ia menyerah.
"Sudah kukatakan, aku iri kepadamu!" kata Lee Cin dan ia pun segera memanggul tubuh Cin
Lan dan membawanya keluar dari kamar itu dan terus ia keluar rumah melalui tarnan dan
tembok bela-kang, membawa Cin Lan pergi meninggalkan kota raja. Pada penjaga pintu
gerbang, Lee Cin mengatakan bahwa puteri Pangeran Tang Gi Su itu sedang keracunan dan ia
Gelang Kemala > karya Kho Ping Hoo > buyankaba.com 310
membawanya pergi menemui tabib yang akan menolongnya.
Biarpun ia berada dalam keadaan berbahaya karena terjatuh ke tangan seorang gadis yang iri
hati kepadanya, narnun Cin Lan tetap tenang. la tahu bahwa Lee Cin bukan gadis jahat, dan
kalau memang Lee Cin bermaksud membunuhnya tentu sudah sejak tadi dilakukannya. Akan
tetapi ia pun dapat menduga bahwa Lee Cin mencinta Thian Lee dan kini hatinya cemburu
membuat gadis itu seperti gila, menjadi salah tingkat dan melakukan hal-hal yang tak masuk
akal.
Mereka tiba di tepi hutan, tak jauh dari kota raja, Lee Cin melepaskan tubuh Cin Lan
menggeletak telentang sedangkan ia sendiri duduk di atas batu memandangi Cin Lan dengan
alis berkerut. Tiba-tiba ia mencabut pedangnya.
"Benar, aku harus membunuhnya!" katanya kepada diri sendiri sambil meno-dongkan
pedangnya ke dada Cin Lan. "Adik Cin, kenapa engkau melakukan ini? Kenapa engkau
hendak membunuhku?" tanya Cin Lan dengan tabah dan tenang.
"Kenapa engkau tidak menangis dan minta-minta ampun kepadaku?" bentak Lee Cin.
"Mintalah ampun, mungkin aku akan mengampunirnu."
"Tidak, Adik Cin. Untuk apa aku minta ampun? Aku tidak bersalah apa pun kepadamu."
"Engkau tidak bersalah? Engkau merampas pria yang kucinta! Engkau merebutnya dariku!"
"Aku tidak merasa merebutnya dari siapapun juga. Kami saling mencinta. Kalau engkau
begitu buta untuk tidak melihat kenyataan ini dan hendak mem-bunuhku, engkau bertindak
sebodon-bodohnya. Kalau aku mati terbunuh, Kekasihku itu tentu akan menangisi kematianku,
akan berkabung dan mungkin selamanya akan berduka karena kematianku. Akan tetapi
engkau? Engkau yang rnembunuh kekasihnya, engkau akan dikutuk, dan dibenci selamanya
oleh orang yang kaucinta itu. Adik Cin, tidakkah engkau dapat melihat kenyataan ini?
Mencinta seseorang dan tidak dibalas, itu sudah merupakan hal yang pahit, akan tetapi dibenci
oleh orang yang kita cinta, itu merupakan siksaan batin yang amat berat. Perjodohan haruslah
diadakah oleh dua orang yang salmg mencinta, bukan oleh orang yang hanya mencinta
sepihak saja. Bayangkan kalau engkau menjadi isteri seorang suami yang tidak mencin-tamu,
hanya engkau sendiri yang cinta kepadanya. Bagaimana sengsara perasaan hatimu. Cinta tidak
dapat dipaksakan, Adik Cin, tidak dapat dibuat-buat. Kalau engkau membunuh aku, engkau
akan ber-dosa besar kepadaku karena aku tidak mempunyai kesalahan apa pun padamu, dan
engkau akan dikutuk, dimusuhi oleh Lee-koko, bahkan oleh semua orang ga-gah di dunia
kang-ouw. Sebaiknya kaubebaskan aku, lupakan Lee-koko karena dia sudah rnencinta aku
dan tidak dapat membalas cintamu. Kami akan selalu menaruh rasa iba kepadamu dan
mendoa-kan semoga engkau akan bertemu dengan pria yang benar-benar mencintamu agar
kelak engkau menjadi seorang isteri yang berbahagia. Nah, sudah banyak aku bicara, terserah
kepadamu. Aku tidak takut mati!"
Wajah Lee Cin sebentar merah sebentar pucat. Membayangkan bahwa kalau ia membunuh
Cin Lan ia akan dibenci dunia kang-ouw, ia tidak peduli. Akan tetapi dibenci Thian Lee,
dikutuk dan dimusuhi? Terlalu berat baginya. la dapat merasakan kebenaran ucapan Cin Lan.
Cinta tidak dapat dipaksakan atau dibuat-buat. Timbul dari dasar hati. Hatinya menjadi
bingung.
Pada saat itu muncul seorang pria berusia hapir enam puluh tahun, bertubuh tinggi besar
Gelang Kemala > karya Kho Ping Hoo > buyankaba.com 311
gagah perkasa bermuka merah dan memegang sebatang dayung baja bersanna seorang
pemuda yang gagah tampan dan pesolek. Mereka itu bukan, lain adalah Siangkoan Bhok dan
puteranya Siangkoan Tek!
"Lee Cin, cepat bebaskan aku. Mereka adalah Tung-hong-ong (Raja Angin Timur) dan
puteranya!" bisik Ci Lan yang kebetulan dapat melihat mereka dari tempat ia rebah.
Lee Cin yang sedang resah dan bim-bang itu menjadi marah mepdengar ini, dah ia semakin
marah ketika mengenal dua orang itu. Siangkoan Tek adalah pemuda kurang ajar yang hampir
memperkosanya dan untung baginya muncul Thio Hui San yang menolongnya. la tahu benar
betapa lihainya kakek tinggi besar bersenjatakan dayung itu. Akan tetapi kemarahannya
membuat ia menjadi nekat dan biarpun ia tahu benar betapa kedah-syatnya kepandaian
seorang di antara empat datuk besar jty, namun ia tidak takut. la meloncat dan menyambut
dua orang pria itu dengan bentakan nyaring,
"Mau apa kalian datang ke sini mengganggu aku? Hayo cepat merangkak pergi atau kubunuh
kalian!" Sikap gadis ini seperti menghadapi dua orang penjahat kecil saja.
Siangkoan Bhok sampai terbelalak marah melihat dirinya diperlakukan dengan sikap
merendahkan seperti itu, akan tetapi Siangkoan Tek yang sudah mengenal kembali Lee Cin
tersenyum, "Hemm, engkau datang lagi kepadaku, manis? Dan bukankah yang rebah di sana
itu gadis tunanganku? Hemm, sekali ini kalian berdua harus menjadi milikku!"
Mendengar ini, api kemarahan dalanni dada Lee Cin berkobar. "Bangsat bermulut kotor!"
bentaknya dan ia sudah meloncat dan menerjang ke depan menyerang Siangkoan Tek dengan
pedangnya. Melihat serangan yang amat cepat dan berbahaya itu, Siangkoan Tek cepat
meloncat jauh ke belakang untuk menghindarkan diri. Akan tetapi Lee Cin yang sudah marah
sekali mengejar untuk menyusulkan serangan berikutnya.
Tiba-tiba sebatang dayung baja menyambar ke arah kedua kakinya dengan kecepatan dan
kekuatan yang dahsyat sekali. Angin pukulan dayung itu mengeluarkan suara bercuitan ketika
ruyung itu menyambar. Hampir saja kedua kaki Lee Cin terkena dayung itu. Lee Cin terkejut
dan menggunakan kellncahan tubuhnya untuk melompat jauh ke belakang sambil berjungkir
balik beberapa kali. Ketika tubuhnya turun, ia tiba di dekat Cin Lan.'
"Adik Cin, bebaskan aku, kita hadapi berdua!" kembali Cin Lan berbisik, akan tetapi Lee Cin
yang sudah marah sekall kepaa biangkoan Bhok, tidak mempedulikan keselamatan dirinya
lagi dan kembaJi ia meloncat dan menerjang Siangkoan Bhok dengan pedangnya. Kakek itu
pun tidak berani memandang rendah. Dia tahu benar bahwa murid Ang-tok Mo-li ini cukup
lihai dan pedangnya amat berbahaya. Maka dia pun memutar tong-1 katnya menghadapi
pedang itu. Tiba-tiba Lee Cin membuat gerakan meliuk dan tiba-tiba saja jari tangan kirinya
sudah meluncur ke arah mata Siangkoan Bhok.
"Ihh...!" Datuk itu berseru kaget dan mengelak cepat. Akan tetapi jari tangah kiri itu sudah
cepat sekali menyambar pula ke arah dadanya dengan totokan yang dahsyat. Kembali
Siangkoan Bhok meloncat ke kiri untuk menghindar.
"It-yang-ci....!" Serunya terkejut. Dia pernah dikalahkan oleh In Kong Taisu dengan ilmu
totok It-yang-ci itu, maka tentu saja dia menjadi agak jerih. Akan tetapi lewat beberapa jurus,
tahulah dia bahwa ilmu It-yang-ci yang dikuasai nona itu masih jauh dari sempurna. Dia
Gelang Kemala > karya Kho Ping Hoo > buyankaba.com 312
tertawa bergelak dan memutar lagi dayungnya dengan dahsyat. Belasan jurus lewat dan ketika
dayung itu menyodok perut, terpaksa Lee Cin memapaki dengan kakinya ,dan tubuhnya
terlempar jauh ke belakang. Kembali ia tiba dekat Cin Lan yang berbisik lagi.
"Lee Cin, engkau bodoh, Cepat bebaskan aku kalau engkau tidak ingin mati di tangannya!"
Sekali ini Lee Cin teringat bahwa ia memang tidak ingin mencelakai Cin Lan. Ucapan Cin
Lan tadi sudah menyadarkannya bahwa ia tidak akan dapat memaksakan cinta kasih Thian
Lee kepadanya kalau memang pemuda itu tidak mencintanya dan mencinta gadis lain. Maka,
tangan kirinya bergerak dan Cin Lan segera dapat bergerak kembali. Cin Lan cepat bangkit
dan mematahkan sebatang dahan pohon untuk dijadikan senjata tongkat. Kemudian, dengan
tongkat dahan pohon di tangan, gadis ini maju memutar tongkatnya menyerang
Siangkoan,Bhok, Lee Cin juga meloncat dan mengeroyok dengan serangan pedangnya yang
ganas.
Melihat dua orang gadis itu maju menyerangnya dengan gerakan yang demikian tangkas,
cepat dan kuat, diam-diam Siangkoan Bhok terkejut juga. Dia pernah melawan Lee Cin, akan
tetapi ilmu kepandaian gadis itu dahulu tidak demikian hebat. Tahu-tahu sekarang telah
mampu menguasai It-yang-ci. Dan gadis yang menjadi murid Pek 1 Lokai ia pun tidak boleh
dipandang ringan. Ilmu tong-kat Hok-mo-tung sudah terkenal di dunia kang-ouw sebagai ilmu
tongkat yang sukar ditandingi. Kini dua orang gadis itu maju bersama, maka dia pun bersikap
hati-hati dan memutar dayungnya untuk menjaga diri.
Sementara itu, melihat ayahnya dikeroyok dua, Siangkoan Tek segera berseru, "Ayah, jangan
bunuh mereka! Mereka adalah milikku!" Dan pemuda ini pun telah memegang pedang dan
terjun dalarn perkelahian itu njiembantu ayahnya.
Cin Lan dan Lee Cin merasa kewalahan dan repot juga. Mengeroyok Siangkoan Bhok
seorang saja sudah merupakan lawan berat bagi mereka, apalagi kini ditambah Siangkoan Tek
yang juga lihai.
Tingkat kepandaian Siangkoan Tek itu hanya sedikit di bawah tingkat mereka. Kini, setelah
dibantu puteranya, dayung baja di tangan Siangkoan Bhok menyambar-nyambar dahsyat,
membuat kedua orang gadis itu terpaksa mempertahankan diri sambil mundur, seolah
terdorong oleh angin sambaran dayung yang berat itu.
Ketika Lee Cin sedang menangkis pe-dang Siangkoan Tek, tiba-tiba dayung itu menyambar
tubuhnya dengan kekuatan yang hebat. Tak mungkin menangkis dayung yang berat itu
dengan pedangnya, maka satu-satunya jalan untuk meloloskan diri dari maut hanyalah
meloncat ke belakang.
"Dessss...Dayung itu menghantam tanah dan tanah berhamburan dihantam dayung dengan
kerasnya. Dayung itu kini menyarnbar ke arah Cin Lan yang terpaksa menangkis dengan
tongkatnya.
"Takkk!" Tangkisan itu membuat Cin Lan terdorong ke belakang, ke bawah sebatang pohon,
namun dayung itu tetap menyambar ke arah tubuhnya. Dengan mengandalkan keringanan
tubuhnya. Cin Lan dapat mengelak dengan loncatan jauh ketika dayung menyambar dahsyat.
"Wuuuuttt... krakkk!" Pohon sebesar pinggang gadis itu patah dan tumbang dihantam dayung.
Bayangkan saja kalau dayung itu tadi mengenai pinggang Cin Lan.
Gelang Kemala > karya Kho Ping Hoo > buyankaba.com 313
Dua orang gadis itu sudah mengeroyok lagi dan menyerang dengan senjata rnereka.
Siangkoan Tek membantu ayahnya menangkis pedang Lee Cin sedangkan Siangkoan Bhok
menangkis tongkat Cin Lan. Kemudian terjadi perkelahian yang seru dan mati-matian. Setiap
kali Lee Cin mendesak Siangkoan Tek ayah pemuda itu selalu melindunginya sehingga
berbalik Lee Cin yang terdesak. Demikian pula kalau melihat Cin Lan terdesak hebat oleh
dayung di tangan datuk itu, Lee Cin mengendurkan serangannya terhadap Siangkoan Tek
untuk membantu Cin Lan. Akan ttetapi, kedua orang gadis itu lebih sering terdesak,
Tiba-tiba dayung itu bergerak bagaikan gelombang samudera menggulung ke arah Lee Cin.
Gadis ini terkejut, memutar pedangnya akan tetapi tetap saja ia terdorong ke belakang dan lalu
ia menjatuhkan diri bergulingan dengan cepat untuk membebaskan dirl dari serangan dayung
yang berbahaya itu. Melihat ini, Cin Lan membantu Lee Cin dengan tusukan tongkatnya.
"Trakk!" Tongkat itu terpental ketika membentur dayung dan pada saat itu, pedang Siangkoan
Tek telah mengancam leher Cin Lan. Pedang ditempelkan ke leher dan pemuda ini berseru,
"Tunanganku, jangan melawan lagi. Ehgkau sudah kalah!"
Pada saat itu, dari udara nampak bayangan orang berkelebat dan tahu-tahu ada sinar pedang
menyambar ke arah pedang Siangkoan Tek yang menempel di leher Cin Lan.
"Tranggg....!" Pedang Siangkoan Tek terpental dan pemuda itu terkejut, melompat mundur,
Ternyata yang menolongnya itu Thian Lee! "Lee-koko....!" Cin Lan berseru girang bukan
main.
Thian Lee berhadapan dengan Siangkoan Bhok, lalu memberi hormat. "Kalau aku tidak salah
duga, aku berhadapan dengan Tung-hong-ong Siangkoan Bhok, majikan Pulau Naga.
Benarkah?"
"Hemmm, bocah lancang. Kalau sudah tahu, kenapa engkau berani mencampuri urusanku?"
bentak Siangkoan Bhok.
"Tentu saja aku mencampuri. Kedua orang gadis ini adalah sahabat-sahabatku. Apa kesalahan
mereka maka engkau seorang datuk besar yang berkedudukan tinggi menyerang mereka ?”.
Jilid 18 .....
Siangkoan Tek melangkah maju.
"Siapa kau? Berani ikut campur? Dua orang gadis itu adalah milikku, calon-calon isteriku,
Hayo kau pergi sebelum kuhancurkan kepalamu!" Dia mengamangkan tinju tangan kirinya
dan pedang di tangan kanannya.
"Hemm, aku pernah mendengar bahwa Tung-hong-ong mempunyai seorang putera bernama
Siangkoan Tek yang mata keranjang, hidung belang dan berwatak rendah. Kiranya engkaulah
orang itu, bukan?"
"Jahanam, berani engkau menghinaku?" Siangkoan Tek menjadi marah dan dia menyerang
dengan pedangnya, membacok kepala Thian Lee. Dengan tenang dan mudah Thian Lee
Gelang Kemala > karya Kho Ping Hoo > buyankaba.com 314
mengelak ke kiri dan sekali tangannya mendorong, Siang-koan Tek terhuyung dan tentu
sudah roboh kalau tidak disambar lengannya oleh ayahnya.
Diam-diam Siangkoan Bhok yang da-tuk besar itu mengenal gerakan ampuh ketika dalam
segebrakan saja Thian Lee hampir merobohkan puteranya. Dia me-mandang penuh perhatian
dan berseru dengan suara garang, "Orang muda, siapa engkau?"
"Namaku Song Thian Lee, sahabat dari dua orang gadis ini. Harap engkau orang tua suka
membebaskan mereka, mengingat akan kedudukanmu yang tinggi di dunia persilatan, tidak
akan mengganggu kalangan muda."
"Setan! Berani engkau menasihati aku? Aku akan menyudahi urusan ini kalau engkau
sanggup menahan serangan dayungku sampai tiga puluh jurus!"
"Siangkoan Bhok, jangankan tiga puluh jurus, biar sampai tiga ratus jurus engkau tidak
akan'mampu mengalahkan dia!" tiba-tiba Lee Cin berseru keras.
Akan tetapi Siangkoan Bhok tidak mau mendengarkan gadis itu, bahkan segera
menggerakkan dayungnya dar mem-bentak, "Lihat senjataku!" dan dia pun sudah menyerang
dengan dahsyatnya.
"Trang-cring-tranggg....!" Bunga api berpijar ketika dayung itu ditangkis pe-dang di tangan
Thlan Lee sampai tiga kali, lalu pemuda itu balas menyerang.
Bukan main kagetnya hati Siangkoan Bhok ketika melihat serangan pemuda itu. Dia melihat
pedang itu mernbentuk lingkaran-lingkaran aneh dan sambaran pedang itu terasa hawa yang
amat dingin, ketika dia menangkis dan mengelak, tiba-tlba hawa dari pedang tu berubah
panas. Dia pun maklum bahwa pemuda itu telah mampu menggerakkan sin-kang yang
berhawa panas dan juga dingin secara bergantian. Orang yang sudah dapat mengendalikan
sin-kangnya seperti itu tentulah memiliki kepandaian tinggi maka dia pun tidak mernandang
rendah, melainkan menyerang dengan dayungnya sambil mengerahkan seluruh tenaga dan
ilmu silatnya. Thian Lee juga bersikap hati-hati karepa dia maklum bahwa lawannya adalah
seorang di antara empat datuk besar yang namanya sudah tersohor di dunia persilatan. Dia
pun langsung memainkan pedangnya dengan Jit-goat Kiam-sut sehingga pedang itu
membentuk gulungan sinar yang melingkar-lingkar. Dari lingkaran itu menyambar sinar
pedang dengan kekuatan yang dahsyat.
Tiga puluh jurus lewat dengan cepatnya dan jangankan mengalahkan Thian Lee, mendesak
pun Siangkoan Bhok tidak mampu.
"Heee, Siangkoan Bhok kakek tak tahu malu. Tiga puluh jurus telah lewat dan engkau belum
mampu menang. Kau telah kalah!" teriak Lee Cin mengejek.
Akan tetapi kakek itu tidak pedull dan melanjutkan serangannya. Thian Lee juga membalas
dan terjadilah pertanding-an yahg amat hebat. Mereka saling serang dan kadang senjata
mereka bertemu dan terdengar suara nyaring menyusul bunga api yang berpijar-pijar. Seratus
jurus terlewat dan mulailah Siangkoan Bhok terdesak.
Dua orang gadis yang menonton pertandingan itu merasa kagum dan Lee Cin tiba-tiba
berkata, "Biar kuhajar anjing kecil itu." katanya, bersiap-siap untuk menyerang Siangkoan
Gelang Kemala > karya Kho Ping Hoo > buyankaba.com 315
Tek yang sudah berdiri dengan mata terbelalak dan muka pucat nnelihat betapa ayahnya tidak
mampu mengalahkan pemuda itu.
Cin Lan memegang tangannya. "Jangan, Adik Cin. Kita lihat saja bagaimana akhir
pertandingan itu dan menyerahkan segala keputusannya kepada Lee-koko!"
Lee Cin menundukkan mukanya, Inilah satu di antara perbedaan antara ia dan Cin Lan. Gadis
itu demikian rnencinta Thian Lee sehingga tidak mau rnendahului pemuda itu. Segalanya
diserahkan kepada pemuda itu untuk mengambil keputusan! la pun merangkul Cin Lan,
teringat akan perbuatannya tadi.
"Enci Lan, aku tadi terbakar perasaan cemburu dan marah. Maafkan semua perbuatanku tadi."
la juga merasa betapa luhur budi Cin Lan. Sudah ia perlakukan seperti itu, tetap saja malah
berusaha membantunya ketika ia berhadapan de-ngan Siangkoan Bhok dan puteranya!
Cin Lan balas merangkulnya. "Sudahlah, Adik Cin. Lupakan saja peristiwa tadi dan anggap
sebagai hal yang tidak pernah terjadi. Sejak tadi pun aku tahu bahwa engkau tidak akan
mencelakakan aku. Aku inengenalmu sebagai seorang gadis yang baik hati. Engkau hanyut
dalam kekecewaan dan kedukaan. Aku kasihan kepadamu, Adik Cin. Kudoakan saja mudahmudahan
engkau akan ber-temu jodohmu yang mencintamu sepenuh jiwa raganya."
"Ah, terima kasih, Enci Lan. Engkau seorang gadis yang bijaksana sekali, tidak
mengherankan kalau Thian Lee mencintamu."
Biarpun perhatian mereka masih tertuju kepada pertandingan antara Thian Lee dan Siangkoan
Bhok, akan tetap» mereka tidak khawatir dantetap bercakap-cakap.
"Aku teringat akan sesuatu, Adik Cin. Menurut penuturan orang-orang Hek-tung-Kai-pang,
ada seorang gadis pawang ular yang merampas sebatang gelang kemala dari tangan seorang
anggauta mereka. Ketika bertemu engkau, aku jadi teringat. Apakah engkau gadis itu?"
Lee Cin tersenyum. "Benar, Enci Lan. Akulah yang merampas gelang itu, karena aku yakin
pengemis itu mencurinya dan hendak menjualnya."
"Apakah sekarang engkau masih rnenyimpan gelang kemala itu?"
"Ah, tidak. Sudah kuserahkan kepadanya!" Lee Cin menuding ke arah dua orang yang sedang
bertanding.
"Kenapa siapa?" Cin Lan terbelalak.
"Kepada Thian Lee. Dia memintanya dan kuberikan kepadanya!"
Sepasang mata itu semakin terbeialak dan suara Cin Lan terdengar agak gemetar ketika
bertanya, tangannya menggenggam tangan Lee Cin erat-erat.
"Akan tetapi mengapa? Mengapi dia memintanya?"
"Katanya gelang itu miliknya, presis dengan gelang kedua yang disimpannya. Katanya,
gelang itu dahulu oleh ayahnya diberikan kepada seorang anak perempuan yang dijodohkan
Gelang Kemala > karya Kho Ping Hoo > buyankaba.com 316
dengannya... ah, Enci Lan, engkau begitu pucat. Kenapa? Ah, apakah... engkau pemilik
gelang yang dicuri itu?"
Cin Lan sudah dapat menenteramkan jantungnya yang berdebar" penuh ketegangan, dan ia
mengangguk. "Benar, Adikku. Akulah... anak yang dijodohkan dengan Lee-koko itu. Akan
tetapi kuminta kepadamu, jangan engkau menceritakan kepada Lee-koko. Berilah aku
kesenangan untuk kelak menceritakannya sendiri kepadanya. Maukah engkau, Cin-moi?" Cin
Lan merangkul, Lee Cin balas merangkul.
"Tentu saja, Enci Lan. Kiranya engkau memang sejak kecil sudah dijodohkan defigan Thian
Lee. Kionghi (selamat), Enci'"
Pada saat itu, terdengar bentakan nyaring sekali keluar dari mulut Siang-koan Bhok,
"Haiiiitttt....!" Dan dayung baja itu menyambar dahsyat sekali. Akan tetapi, 'Thian Lee tidak
menangkis atau menjauh, bahkan merendahkan' tubuhnya dan menerjang ke depan. Dayung
itu
menyambar lewat atas kepalanya aan pada saat itu, pedang Thian Lee telah berhasil merobek
baju di dada Ssang-koan Bhok.
"Brettt....! Ahhh....!" Siangkoan Bhok meloncat jauh ke belakang dan mukanya yang biasanya
merah itu kini menjadi pucat sekali. Dia memandang ke arah dadanya yang kini nampak
kulitnya kare-na bajunya sudah robek terbuka. Dia tahu benar bahwa kalau lawannya yang
muda tadi menghendaki, tentu dia sudah roboh dan tewas. Dengan semangal melayang dan
hati dipenuhi penasarar dan rasa malu, dia pun menoteh kepada puteranya dan membentak,
"Tek-ji (Anak Tek), mari pergi dari sini. Cepat'!" Dan dia pun sudah melom-pat jauh
meninggalkan tempat itu, Siang-koan Tek nampak bingung, belum pernah dia mengalami
peristiwa seperti itu, menghadapi kekalahan ayahnya. Dia pun meloncat dan cepat-cepat
mengejar ayahnya.
Cin Lan sudah lari menghampiri Thian Lee, Lee-koko, engkau tidak apa-apa?"
Thian Lee merangkulnya. "Tldak perlu engkau mengkhawatirkan diriku, Lan-moi. Akan
tetapi justeru aku yang khawatir sekali akan keselamatanmu. Kenapa engkau dan Lee Cin
berada di sini?"
Lee Cin akan mengaku terus terang akan perbuatannya tadi, akan tetapi ia didahului oleh Cin
Lan. "Kami merayakan kemenangan kita tadi dengan berburu, kita hendak pergi berburu akan
tetapi bertemu dengan mereka di sini, Lee-koko!"
"Ahh, hampir saja kalian celaka. Siangkoan Bhok itu lihai sekali, apalagi ada puteranya yang
amat jahat.
"Hemm, dengan adanya seorang pelin-dung dirinya seperti engkau, apa yang harus ditakuti
Enci Lan? Thian Lee, engkau harus menjaga diri Enci Lan baik-baik. Ingat, ia amat
mencintamu!" kata Lee Cin dan mendengar ucapan itu, Thian Lee memandang kepada Lee
Cin dengan sinar mata berseri. Mengertilah dia bahwa Lee Cin sudah mengetahui tentang
hubungan cintanya dengan Cin Lan dan agaknya Lee Cin dapat menerima kenyataan itu
dengan rela. Tadinya dia mengkhawatirkan kalau Lee Cin akan membenci dan memusuhi Cin
Lan kalau mengetahui akan hal itu.
Gelang Kemala > karya Kho Ping Hoo > buyankaba.com 317
"Tentu saja aku akan menjaganya baik-baik, Lee Cin. Terima kaslh!" katanya dengan nada
suara gembira.
"Dan sekarang aku berpamit, aku harus pulang ke Hong-san," kata Lee Cin.
"Ah, Adik Cin, kenapa tergesa-gesa? Kuharap engkau suka tinggal bebeapa hari lamanya di
rumah kami'" kata Cin Lan.
"Betul itu, Lee Cin, jangan tergesa-gesa pergi. Namamu telah dilaporkan kepada Sri Baginda
Kaisar, engkau termasuk seorang di antara mereka yang berjasa menumpas pemberontakan
dan engkau berhak memperoleh pahala...."
"Thian Lee, engkau tahu bahwa aku tidak membutuhkan pahala. Kalau diberi anugerah
berikan saja kepada Enci Lan'. Nah, selamat tinggal. Berbahagialah engkau Enci Lan
berbahagialah kalian. Kalimat terakhir ini keluar disertai isak tangis dan Lee Cin meloncat
dan berlari cepat meninggalkan tempat itu.
Cin Lan memegang lengan Thian Lee yahg segera merangkulnya. Keduanya diam
memandang sampai bayangan Lee Cin lenyap di antara pohon-pohon.
"Kasihan Adik Lee Cin," kata Cin Lan lirih. "la... ia mencintamu, Lee-ko."
"Aku tahu, dia sudah mengatakan te-rus terang kepadanya bahwa aku sudah mencinta gadis
lain dan tidak mungkin mencintanya. Agaknya...' ia sudah tahu bahwa gadis yang kucinta itu
adalah engkau, Lan-moi."
"Memang la sudah mengetahuinya tadi," jawab Cin Lan.
"Ahhh, tadinya aku khawatir sekali. wataknya agak keras dan liar, aku kha-watir ia bersikap
keras dan membencimu. Akan tetapi ternyata tidak."
"Tidak, Koko. la seorang gadis yang baik hati," jawab Cin Lan sambil mengangkat muka
menatap wajah pemuda kekasihnya itu. Hatinya bahagia sekali. Pemuda ini, kekasihnya ini,
ternyata adalah tunangannya semenjak ia masih kecil. Pemuda ini adalah pilihan ayah
kandungnya!
"Mudah-mudahan saja dia akan mene-mukan jodohnya yang baik," kata Thlan Lee. "Mari kita
kembali ke rumah ayah-mu, Lan-moi. Engkau tentu telah ditunggu-tunggu."
Mereka lalu berjalan, bergandeng tangan kembali ke kota raja dan di sepanjang perjalanan,
Thian Lee menceritakan tentang kepergiannya menghadap Kaisar di istana.
"Ayahmu telah dianugerahi pangkat Penasihat Kaisar, dan aku sendiri diangkat menjadi
panglima yang mengepalai seluruh pasukan keamanan istana," demikian Thian Lee menutup
ceritanya.
"Wah', kalau begitu engkau sudah menjadi panglima besar, Koko. Kionghi (selamat)! Engkau
telah menunalkan tugasmu dengan baik."
Gelang Kemala > karya Kho Ping Hoo > buyankaba.com 318
"Sekarang tinggal sebuah tugas lagi yang teramat penting harus kaulakukan, Lan-moi."
Cin Lan mengerutkan alisnya dan memandang dengan khawatir. "Masih ada tugas lain lagi?
Tugas apakah itu yang diberikan Sri Baginda Kaisar kepadamu. Lee-ko?"
"Bukan tugas darl Kaisar, Lan-moi, melainkan tugas pribadi yang teramat penting."
"Apakah itu?
"Meminangmu kepada ayahmu."
"Ahhh....!" Cin Lan menunduk dan mukanya menjadi merah sekali. Thian Lee merangkulnya.
"Apakah engkau tidak senang Lan moi?”.
"Senang sekali." Gadis ini menahan dirinya untuk tidak bercerita bahwa sesungguhnya
mereka sudah bertunangan sejak kecil, dan rahasia ini disimpannya dengan hati tegang dan
girang.
Thian Lee masih memeluk gadis itu. Tempat itu sunyi sekali, tidak ada orang lain kecuali
mereka berdua. Dia mengambil sesuatu dari balik bajunya dan mengeluarkan sepasang gelang
kemala.
Jantung dalam dada Cin Lan terguncang keras ketika ia melihat sepasang gelang kemala itu.
Sebuah di antaranya adalah gelang kemala miliknya yang dulu dirampas oleh seorang
anggauta Hek-tung Kai-pang. Lee Cin bercerita benar. Gelang itu dirampas pula oleh Lee Cin
dari tangan pengemis' itu, kemudian dikembalikan kepada Thian Lee.
"Lee-koko, benda apakah itu?" ia pura-pura bertanya ketika melihat sepasang gelang kemala
itu.
"Lan-moi, sepasang gelang kemala ini adalah peninggalan mendiang ibuku. Sekarang, setelah
aku bertemu dengan jodohku, dengan calon isteriku, maka ku-serahkan sepasang gelang
kemala im kepadamu, Lan-moi."
Cin Lan merasakan kebahagiaan besar menyelubungi hatinya. Tuhan telah me-nuntun nnereka
berdua yang sejak kecil telah dijodohkan itu untuk saling bertemu dan saling rnencinta! Ingin
ia membagi kebahagiaan ini dengan Thian Lee yang belum mengetahuinya, akan tetapi ia
ingin lebih dulu menggoda Thian Lee.
"Lee-ko, ah, aku tidak menyangka sama sekali bahwa orang seperti engkau ini dapat,
berkhianat dan tidak setia...." la sengaja belum mau menerima sepasang gelang itu.
Thian Lee terkejut bukan main, me-lepaskan rangkulahnya dap meloncat ke belakang,
memandangi sepasang gelang itu lalu menatap wajah Cin Lan.
"Lan-moi, apa yang kaumaksudkan? Aku berkhianat dan tidak setia? Aku tidak mengerti!"
Thian Lee penasaran sekali.
Gelang Kemala > karya Kho Ping Hoo > buyankaba.com 319
Cin Lan menahan rasa geli di hatiya. "Lee-koko, engkau berkhianat terha-dap pesan mendiang
ayahmu sendiri dan engkau tidak setia kepada tunanganmu dengan siapa engkau dijodohkan
sejak kecil."
"Ehhh....!" Thian Lee terbelalak. "Ba-gaimana engkau... bisa mengetahui urusan itu....?"
"Lee Cin yang menceritakan semua itu kepadaku," jawab Cin Lan sambil mengamati wajah
kekasihnya yang nampak khawatir.
"Ohhh; begitukah? Memang aku telah menceritakan semua itu kepadanya. Lee Cin
menemukan sebuah dari gelang-gelang ini dan karena ia menyatakan... cintanya kepadaku,
terpaksa aku menceritakan kepadanya bahwa aku tidak mungkin membalas cintanya dan
melihat gelang itu ada padanya, aku lalu memintanya dan menceritakan bahwa gelang itu
adalah gelang yang diberikan ayahku kepada sahabatnya sebagai tanda perjodohan antara aku
dan anak perempuan sahabat ayahku."
"Hemm, dan sekarang gelang tanda ikatan jodoh dengan puteri sahabat ayahmu itu hendak
kauberikan kepadaku! Bukankah hal itu berarti bahwa engkau mengkhianati ayahmu sendiri
dan tidak setia kepada tunanganmu yang sudah dijodohkan denganmu sejak kecil?" Cin Lan
menyerang dengan kata-kata dan pandang matanya tajam penuh selidik. Wajah Thian Lee
menjadi agak pucat Dia menarik napas panjang lalu berkata, "Lan-moi, harap jangan bicara
seperti itu. Engkau menusuk perasaan tiatiku. Ketahuilah, bukan maksudku untuk berkhianat
dan tidak setia. Akan tetapi aku tidak berhasil menemukan gadis yang dipertunangkan dengan
aku semenjak kecil itu seperti yang dipesankan ibuku, bahkan aku mendapatkan gelangnya
ada pada Lee Cin yang merampasnya dari tangan seorang pengemis. Pula, terus. terang saja,
aku merasa tidak setuju dengan apa yang telah dilakukan orang tuaku, menjodohkan aku
ketika masih kanak-kanak. Bagiku, perjodohan haruslah didasari cinta kasih antara kedua
orang yang hendak berjodoh. Kemudian aku bertemu denganmu dan jatuh cinta. Salahkah aku
kalau aku menyerahkan gelang kemala ini kepadamu sebagai ikatan perjodohan karena kita
saling mencihta, sebelum mengajukan lamaran kepada ayah ibumu?"
Cin Lan belum mau menerima eelane itu dan bertanya, "Lee-ko, bagaimana kalau pada suatu
hari gadis yang dijodohkan denganmu sejak kecil itu muncul dan menuntut dilangsungkan
perjodohan itu?"
”Aku akan menolaknya! Apalagi ia tidak mempunyai bukti gelang kemala ikatan jodoh."
"Benarkah engkau menolaknya?"
"Tentu saja. Akan kunasihati ia bahwa perjodohan yang dipaksakan adalah tidak baik dan
akan menghancurkan kebahagian kami rnasing-masing. Akan kukatakan kepadanya bahwa
aku telah mempunyai pilihan hati sendiri, yaitu engkau. Nah, terimalah sepasang gelang ini,
Lan-moi"
Kini Cin Lan mau menerirnanya, "Akan tetapi jangan tergesa-gesa mengajukan lamaran
kepada Ayah Ibu, Lee-ko. Biarkan aku yang lebih dulu memberitahukan kepada mereka agar
kalau engkau mengajukan lamaran, mereka sudah mengetahuinya lebih dulu dan tidak
menjadi terkejut. Setelah kuberitahu mereka dan mereka setuju, barulah mengajukan lamaran
itu."
Gelang Kemala > karya Kho Ping Hoo > buyankaba.com 320
Thian Lee mengangguk-angguk "Begitu memang yang paling baik, Lan-moi. Dengan
demikian aku menjadi tidak ragu untuk menghadap orang tuamu dan melamar. Akan tetapi
setelah engkau memberitahu mereka dan mereka setuju, engkau harus mengabarkan
kepadaku."
"Tentu saja. Nah, mari kita pulang agar tidak membikin orang tuaku cemas, Lee-koko."
Mereka kembali ke kota raja dan ketika tiba di luar rumah Pangeran Tang, mereka disambut
oleh orang tua Cin Lan dengan gembira dan lega.
"Di mana Nona Lee Cin?" tanya Sang Pangeran ketika tidak melihat gadis itu.
"Adik Cin Lan sudah pulang ke Hong-san dan ia berkeras mengatakan tidak mau menerima
pahala apa pun, Ayah," kata Cin Lan.
Pangeran Tang Gi Su menarik napas panjang dan menggeleng kepalanya. "Seorang pendekar
wanita yang masih muda dan gagah perkasa."
Malam itu kembali Pangeran Tang Gi Su menahan Thian Lee agar bermalam di rumahnya
dan agar besok pagi saja pemuda itu pindak ke rumahnya sendiri yang diberikan oleh Kaisar
kepadanya.
"Tok-tok-tok'." Daun jendela kamar Thian Lee diketuk orang dari luar. Thian Lee memang
belum tidur dan dia terkejut, menengok ke arah daun jendela itu, Kamarnya itu berada di
pinggir dan daun jendela itu menghadap ke taman bunga. "Siapa di luar?" tanya Thian Lee.
"Song Thian Lee, keluarlah, aku mau bicara denganmu."
Lee Cin, pikir Thian Lee. Suara itu suara wanita dan tidak ada wanita lain yang menyebut
namanya begitu sajci kecuali Lee Cin. Mau apa malam-malam datang seperti seorang
pencuri? la tetap bersikap hati-hati, meniup padam liiin di atas meja. Membuka daun jendela
dan melihat ada seorang yang berpakaian serba hitam di luar jendela. Dia meloncat keluar dan
berhadapan dengan orang itu. Ternyata orang itu menutupi mukanya dengan saputangan
hitam dan hanya sepasang matanya yang mencorong nampak dari dua lubang pada
saputangan hitam itu. Akan tetapi dari bentuk tubuh yang ramping itu dia masih menduga
bahwa orang itu tentulah Lee Cin,
"Lee Cin, apa maksudmu dengan...."
"Aku bukan Lee Cin!" tiba-tiba wanita berkedok itu memotong.
"Siapa engkau?" Thian Lee bertanya dengan heran. "Dan ada keperluan apakah engkau datang
ke sini sebagaf pencuri?"
"Aku adalah gadis bermarga Bu!"
Thian Lee memandang dengan mata terbelalak. "Gadis... bermarga... Bu....?"
"Ya, aku adalah puteri dari mendiang ayahku Bu Cian. Dan engkau bernama Song Thian Lee
putera mendiang Song Tek Kwi, bukan?"
Gelang Kemala > karya Kho Ping Hoo > buyankaba.com 321
Thian Lee masih terbelalak memandang dan sekarang dia menelan ludah untuk
menenteramkan hatinya yang terguncang. "Jadi engkau... engkau... anak perempuan itu?"
"Ya, akulah anak perempuan she Bu yang dipertunangkan dengan putera Song Tek Kwi sejak
kecil. Aku adalah calon jodohmu, Song Thian Lee. Kedua orang ayah kita menghendaki itu."
..
Thian Lee merasa terdesak, dia ingat akan gelang kemala. "Akan tetapi, Ayah telah memberi
sebuah gelang kemala kepada Paman Bu Cian sebagai tanda ikatan jodoh. Mana gelang
kemala itu sekarang? Gelang kemala itu menjadi bukti dirimu."
"Gelang itu tidak ada padaku. Sudah dicuri seorang anggauta Hek-tung Kai-pang!" jawab
gadis itu dan Thian Lee kini yakin bahwa memang gadis inilah anak perempuan mendiang Bu
Cian. Lee Cin menceritakan bahwa ia merampas gelang itu dari seorang pengemis. Dia harus
berterus terang kepada gadis ini.
"Nona Bu, aku percaya bahwa engkau puteri mendiang Paman Bu Cian. Akah tetapi dengan
bukti gelang kemala atau tidak, aku harus mengatakan terus terang kepadamu bahwa aku
tidak mungkin dapat berjodoh denganmu seperti dikehen-daki kedua orang ayah kita."
"Mengapa tidak? Apakah engkau hendak mengingkari janji ayahmu sendiri?"
"Ada dua hal yang membuat aku terpaksa menolak. Pertama, karena aku sudah mempunyai
pilihan hati sendiri, mempunyai seorang kekasih dengar siapa aku akan berjodoh. Dan ke dua,
karena menurut pendapatku, kedua orang kita telah melakukan kesalahan besar. Kita, yang
ketika itu masih kecil dan tidak saling mengenal, tidak saling mencinta, sudah dijodohkan.
Bagaimana kita akan dapat hidup berbahagia? Perjodohan yang berbahagia hanyalah kalau
perjdohan itu didasarkan atas cinta kasih kedua pihak, bukan? Harap engkau dapat
memaklumi ini, dan perjodohan yang diikatkan oleh kedua ayah kita itu kita batalkan saja."
Sepasang mata di balik kedok itu mencorong. Cuaca cukup terang dengan adanya tiga lampu
gantung di tepi, taman itu sehingga Thian Lee dapat melihat mata yang mencorong itu.
"Song Thian Lee, membatalkan ikatan jodoh ini namanya mengingkari janji dan penghinaan
bagiku. Sekali lagi aku bertanya, benar-benarkah engkau membatalkan ikatan perjodohan
ini?"
"Tidak ada lain jalan, Nona Bu. Ikatan Jodoh yang tidak bijaksana ini harus di batalkan" kata
Thian Lee tegas.
"Tidak bijaksana? Engkau anak tidak berbakti, berani rnengatakan ikatan jodoh yang
dilakukan mendiang ayahmu sendiri sebagai tidak bijaksana?"
"Aku tidak dapat memungkiri kenyataan bahwa tindakan itu memang tidak bijaksana."
"Kalau begitu, hal ini harus diputus-kan melalui kekerasan. Engkau atau aku yang mati!" kata
gadis itu dan ia segera menyerang Thian Lee dengan pukulan yang dahsyat sekali. Thian Lee
mengenal pukulan ampun yang disertai tenaga sin-kang yang kuat, maka cepat dia meng'-
hindar dengan lompatan ke ScitTipmg. Akan tetapi dengan amat lincahnya, gadis berkedok
itu sudah menerjangnya lagi dengan pukulan yang lebih ampuh. Ter-paksa Thian Lee
Gelang Kemala > karya Kho Ping Hoo > buyankaba.com 322
melayani dengan tangkisan.
"Dukkk!" kedua, lengan bertemu dan gadis itu terdorong ke belakang sampai tiga langkah.
Akan tetapi Thian Lee juga merasakan betapa lengannya tergetar hebat. Ah, tingkat
kepandaian gadis ini tidak di bawah Cin Lan atau Lee Cin, pikirnya kagum. Tamparan gadis
itu datang melayang lagi dan dia cepat mengelak lalu membalas untuk mengimbangi
rangkaian serangan itu. Kalau Thian Lee menghendaki sebetulnya dia akan dapat
merobohkannya dalam waktu yang tidak terlalu lama. Akan tetapi kalau hal ini dia lakukan,
tentu dia akan menyinggung hati gadis itu dan membuatnya menjadi semakin marah dan sakit
hati. Maka Thian Lee melayaninya sampai tiga puluh jurus sehingga nampaknya pertandingan
itu berlangsung seru dan ramai. Setelah merasa cukup, nnulailah Thian Lee mendesaknya.
"Wuuuuttt...;"' Sebuah tendangan kilat gadis itu menyambar ke arah dada Thian Lee. Pemuda
ini menangkis tendangan itu dengan tangan kirinya sehingga kaki itu terpental. Akan tetapi
gadis itu dapat memutar tubuhnya dan kembali menye-rang dengan kedua tangannya, yang
kiri mencengkeram ke arah muka dan yang kanan menotok ke arah dada, Thian Lee
memasang dadanya tentu saja sambil mengerahkan Iwee-kang agar 'dadanya terlindung.
"Tukk.... Dadanya dibiarkan terbuka dan tertotok sementara tangan kanannya menangkap
tangan kiri yang mencengkeram ke muka dan tangan kanannya menyambar kedok dari
saputangan hitam itu lalu direnggutnya.
"Brettt....!" Kedok itu terbuka dan Thian Lee mengeluarkan seruan kaget sambil melompat ke
belakang.
"Lah-moi....! Apa artinya ini? Kenapa engkau main-main seperti ini?" Thian Lee menegur
dengan heran. Sedikit pun dia tidak pernah menyangka bahwa gadis itu adalah Cin Lan!
"Cin Lan tersenyum manis. "Siapa yang main-main? Aku tidak main-main, Lee-ko."
"Tapi engkau puteri Paman Pangeran Tang, dan gadis she Bu itu...."
"Aku memang puteri Pangeran Tang, akan tetapi aku juga gadis she Bu. Akulah Bu Cin Lan
karena ayah kandungku bernama Bu Cian. Pangeran Tang adalah ayah tiriku."
"Dan gelang kemala itu?"
"Aku pemilik gelang kemala yang dirampas oleh anak buah Hek-tung Kai-Pang-"
Thian Lee menjadi gembira bukan main. Dirangkulnya gadis itu dan didekapnya kepala itu ke
dadanya. "Ya Tuhan, kiranya engkaulah tunanganku sejak kecil itu. Ampunkan aku, Ayah,
ternyata pilihan Ayah untuk jodohku sungguh te-pat. Tindakan Ayah sungguh bijaksana
sekali!"
"Aku tidak menyalahkanmu, Koko. Aku sendiri sebelum bertemu denganmu juga menentang
perjodohan. gelang kemala itu. Akan tetapi setelah aku mendengar dari Adik Lee Cin, tahulah
aku bahwa engkau adalah pemuda yang dijodohkan denganku sejak kecil.
"Anak nakal! Kenapa tidak kauberitahukan kepadaku, bahkan membuat ulah main-main
seperti ini?"
Gelang Kemala > karya Kho Ping Hoo > buyankaba.com 323
"Aku ingin menggodamu, Koko. Entah bagaimana, setelah aku tahu bahwa engkau
tunanganku sejak kecil, melihat engkau mencinta aku sebagai puteri pangeran dan hendak
membatalkan perjodohan gelang kemala, hatiku menjadi tidak enak dan sakit. Maka aku
sengaja mempermainkanmu."
Thian Lee mencium wajah itu dan Cin Lan menundukkan muka, tersipu» "Ya Tuhan, aku
masih merasa seperti dalam mimpi. Sukar dipercaya kenyataannya ini."
"Mari kita menghadap Ibu, Koko. la sudah menunggu dan engkau akan mendengar
penjelasannya agar tidak ragu dan bingung lagi." Gadis itu menggandeng tangan Thiah Lee
dan diajak berkunjung ke kamar ibunya. Ternyata nyonya Itu memang sudah menunggu
karena la sudah diberitahu oleh puterinya.
Ketika bertemu dengan nyonya itu, Thian Lee memberi hormat dan dipersila-kan duduk.
Mereka duduk merighadapi meja dan Nyonya Lu Bwe Si segera berkata dengan suaranya
yang lembut, "Thian Lee, ketika melihat engkau untuk pertama kali, aku sudah curiga dan
sudah kuberitahu kepada Cin Lan bahwa aku seperti telah mengenalmu, apalagi engkau she
Song. Wajahmu mengingatkan aku kepada mendiang ayahmu. Engkau tentu heran
mendapatkan karni berada di sini sebagai keluarga Pangeran Tang Gi Su."
"Saya memang tidak menyangkanya sama sekali, Bibi. Ketika saya mencoba menyelidiki
keadaan Bibi, saya hanya nnendengar bahwa Paman Bu Ciah tewas dikeroyok pasukan dan
bahwa Bibi bersama anak Bibi dijadikan tawanan. Maka saya tadinya menduga bahwa Bibi
berdua juga telah tewas."
"Mungkin kami berdua sudah dihukum mati sebagai keluarga pemberontak kalau tidak ada
Pangeran Tang Gi Su yang menolong kami. Kami dibebaskan dan diJindungi di rumah ini.
Pangeran Tang teramat, baik kepada kami maka ketika dia meminangku menjadi selirnya, aku
menerimanya. Di sini kami terlindung dan juga Cin Lan menjadi terjamin hidupnya.
Mengingat bahwa Cin Lan puteri seorang pendekar, maka sejak kecil ia kusuruh belajar silat
dan untungnya Pangeran Tang yang menjadi ayah tirinya juga menyetujui hal itu.
Demikianlah ceritanya, Thian Lee."
Thian Lee menarik napas paniang.
"Paman Pangeran Tang Gi Su wemartg seorang yang bijaksana."
Pujian Thian Lee terhadap Pangeran Tang Gi Su ini terbukti pnla ketika pada keesokan lusa
harinya Thian Lee rnenghadap Pangeran itu untuk meminang Cin Lan.
"Ha-ha-ha!" Pangeran itu tertawa gembira mendengar pinangan Thian Lee. "Mengapa
meminang tunanganmu sendiri? Sejak kecil ia sudah menjadi tunanganmu, sekarang tinggal
mengatur pernikahannya saja, Song-ciangkun!" Tentu saja dia su-dah mendengar kesemuanya
itu dari Lu Bwe Si.
Demikianlah, sebuian kemudian pernikahan antara Song Thian Lee dan Bu Cin Lan
dilangsungkan dalam sebuah pesta yang meriah. Pesta ini dihadiri oleh para pejabat tinggi dan
juga oleh tokoh-tokoh dunia persilatan. Yang amat menggembirakan hati sepasang rnempelai
hu adalah kehadiran Pek 1 Lokai dan Kim-sim Yok-sian yang mewakili suhengnya.
Gelang Kemala > karya Kho Ping Hoo > buyankaba.com 324
Lee Cin juga datang bersama ayahnya, Souw Tek Bun dan hal ini amat menggembirakan hati
Thiah Lee dan Cin Lan pula. Gadis lincah itu agaknya sudah dapat menerima kenyataan hidup
yang kadang pahit dan mengecewakan. la sudah nampak gemblra dan selalu menggoda
sepasang mempelai.
"Ehh, Adik Cin, jangan rnenggoda kami terus," kata Cin Lan sambil tertawa. "Engkau sendiri,
kapankah akan mengirim kami undangan kartu merah?"
Lee Cin tersenyum. "Tunggu saja tanggal mainnya, Enci Lan! Aku pasti akan mendapatkan
jodoh seorang pemuda yang lebih baik daripada suamimu."
Cin Lan diam saja, akan tetapi hatinya berkata. Mana mungkin ada pria, yang lebih baik dari
suamlku? Kalau ihgin mendapatkan yang lebih baik harus memesan dulu kepada Tuhan!
Akan tetapi Thian Lee berkata sambil tersenyum,
"Kami percaya, engkau tentu akan bertemu dengan jodohmu yang tentu jauh lebih baik
daripara pria yang manapun juga di dunia ini, Lee Cin!" Jawaban Thian Lee ini bukan sekedar
menghibur akan tetapi memang kenyataannya demikian. Setiap orang tentu akan menganggap
orang yang dicintanya itu orang yang paling baik di seluruh dunia.
Setelah menikah Thian Lee dan Cin Lan tinggal di rumah baru yang dihadiahkan Kaisar untuk
Thian Lee. Dia menjadi seorang panglima besar dan hidup berbahagia bersama isterinya.
Sampai di sini berakhirlah sudah kisah Gelang Kemala ini dengan harapan pengarang semoga
kisah ini dapat menghibur dan ada manfaatnya bagi para pembaca. Sampai bertemu lagi di
lain kisah Dewi Ular.
T A M A T .....
Tag:cersil cersil indo cersil mandarin full cerita silat mandarin online cersil langka cersil mandarin lepas cerita silat pendekar matahari kumpulan cerita silat jawa cersil mandarin beruang salju. cerita silat pendekar mataharicerita silat indonesia cerita silat kho ping hoo cerita silat mandarin online cerita silat mandarin full cerita silat jawa kumpulan cerita silat cerita silat jawa pdf cerita silat indonesia gratis cerita silat jadul indonesia cerita silat indonesia pendekar rajawali sakti cersil indonesia pendekar mabuk cersil langka cersil dewa arak cerita silat jaman dulu cersil jawa download cerita silat mandarin full cerita silat mandarin online cersil mandarin lepas cerita silat mandarin pendekar matahari cerita silat jawa pdf cersil indonesia pdf cersil mandarin beruang salju kumpulan cerita silat pdf
kumpulan cerita silat cersil online
Share:
cersil...
Comments
0 Comments

Postingan Cersil Terbaru