Selasa, 24 April 2018

Cerita Silat Rajawali Hitam 3 Tamat

-----
"Tapi......... tapi ........”
"Aku yakin engkau tidak takut dan mampu
menandinginya kalau dia muncul, dan aku akan berada tak
jauh dari situ untuk membantu. Bagaimana Cin- moi, masih
maukah engkau membantuku menangkap penjahat yang
ingin memisahkan kita itu?" Dalam suara Tin Han
terkandung permohonan dan hati Lee Cin tergerak. Tentu
saja ia mau melakukan apa yang diminta pemuda itu. Bagai
mana pun juga, ia semakin yakin bahwa apa yang ia
tuduhkan atas diri Tin Han tidaklah benar, bahwa memang
ada orang yang memalsukan samarannya kemudian
menyerang ibunya. Iapun mempunyai kepentingan untuk
mengetahui orang itu. Kalau Hek-tiauw Eng-hiong benarbenar
muncul, yaitu Hek- tiauw Eng- hiong yang palsu, ia
akan mengerahkan seluruh kemampuannya untuk
membalas perbuatan penjahat itu terhadap ibunya.
"Baiklah, Han- ko. Akan kulakukan apa yang engkau
pesan. Mudah- mudahan berhasil."
Tin Han merasa girang sekali, terutama melihat sikap
gadis itu yang sudah lunak terhadap dirinya. “Terima kasih
atas kepercayaanmu kepadaku, Cin-moi. Akan kubuktikan
bahwa kepercayaanmu kepadaku itu tidak sia-sia. Nah,
sekarang kita berpisah dulu, selamat malam." Pemuda itu
lalu berkelebat lenyap dalam kegelapan malam dan Lee Cin
juga kembali ke pondok kecilnya.
Setelah menemui Lee Cin dan mendapat persetujuan
gadis itu untuk memancing keluar Hek- tiauw Eng- hiong
yang palsu, Tin Han lalu berkunjung ke perkemahan para
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
utusan Siauw-lim-pai dan Kun- lun- pai. Kebetulan pondokpondok
yang ditinggali kedua utusan ini berdekatan dan
ketika dia mengunjungi In Kong Thai-su, Im Yang Seng-cu
juga berada di situ sedang bercakap- cakap dengan ketua
Siauw-lim-pai di Kwi- cu itu.
In Kong Thai- su yang pernah bertemu dengan Tin Han
dan pernah pula bertanding dengannya karena mengira Tin
Han adalah Hek- tiauw Eng-hiong yang membunuh belasan
orang anak buahnya, cepat bangkit berdiri menyambut.
"Omitohud! Engkau juga sudah berada di sini, Cia- sicu?
Bagaimana, apakah engkau sudah memperoleh jejak
pembunuh itu?" In Kong Thai- su mengenal Tin Han yang
kini sudah menghapus coreng- moreng dari mukanya.
"Kabar baik, lo-suhu. Akan tetapi saya mengharapkan
bantuan lo-suhu agar pembunuh jahat itu dapat tertangkap
atau setidaknya dapat diketahui bahwa orangnya bukanlah
saya."
"Omitohud, tentu saja kami suka membantu. Bukankah
begitu, to- yu?" In Kong Thai-su menoleh kepada Im Yang
Seng- cu.
"Siancai, urusan apakah yang kalian bicarakan ini ?
Pinto belum dapat menang kapnya."
"To- yu, perkenalkan pemuda ini adalah Cia Tin Han."
"She Cia?" Im Yang Seng-cu berseru sambil memandang
tajam wajah Tin Han.
"Benar, dialah Hek- tiauw Eng-hiong." Im Yang Seng-cu
melompat bangun dengan alis berkerut.
"Omitohud, tenanglah, to- yu. Cia-sicu ini adalah Hektiauw
Eng- hiong yang tulen, sedangkan yang telah
membunuhi para murid kita itu adalah Hek-tiauw Enghiong
yang palsu. Cia-sicu ini tadinya pun hendak kami
tawan, akan tetapi atas usul mantan panglima Song Thian
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Lee, kami setuju melepaskannya lagi dengan perjanjian
bahwa dia akan sanggup menangkap Hek- tiauw Eng- hiong
yang palsu itu dalam dua bulan. Sekarang sudah hampir
lewat satu bulan dan menurut keterangannya tadi, dia
sudah hampir dapat menangkap pembunuh itu. Nah, Ciasicu,
sekarang jelaskan duduk perkaranya dan bagaimana
engkau mengatakan bahwa engkau akan dapat menangkap
penjahat itu dengan bantuan kami."
"Begini, lo- suhu. Saya telah melakukan penyelidikan dan
yakin bahwa orang palsu itu berada di Pulau Naga ini. Saya
telah minta bantuan nona Souw Lee Cin untuk
memancingnya keluar. Kalau usahanya itu berhasil, besok
pagi- pagi dia tentu akan keluar untuk membunuh nona
Souw Lee Cin. Nah, pada saat itulah saya mengharap agar
to-suhu beserta para suhu lain muncul dan melihat sendiri
siapa adanya Hek- tiauw Eng- hiong yang palsu itu, dengan
menangkapnya."
"Siancai, bagus sekali kalau begitu. Pinto juga ingin turut
menangkap penjahat itu besok pagi-pagi. Di mana kami
semua harus bersiap siaga?"
"Itu baik sekali, semakin banyak yang menyaksikan
semakin baik. Menurut perkiraan saya, penjahat itu akan
muncul di dekat pondok kecil yang menjadi tempat tinggal
nona Souw Lee Cin. Sebaiknya kalau kita bersembunyi dan
mengintai dekat pondok yang ditinggali Nona Souw."
Semua menyatakan sepakat, bahkan Im Yang Seng- cu
hendak mengabari para to-su Bu- tong- pai untuk ikut
menyaksikan dan menangkap penjahat yang telah banyak
melakukan pernbunuhan itu.
Pada keesokan harinya, pagi-pagi sekali Lee Cin pergi ke
rumah induk dimana tinggal keluarga Siang Koan Bhok dan
juga Ouw Kwan Lok. Secara kebetulan sekali ia melihat
Kwan Lok sedang berjalan seorang diri di taman bunga di
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
samping rumah induk dan bergegas ia menghampiri pemuda
itu.
"Eh, Nona Souw Lee Cin, kiranya engkau juga sudah
berada di sini? Sungguh pertemuan yang menyenangkan
sekali," kata Ouw Kwan Lok sambil memandang tajam.
Dalam hatinya timbul kebencian yang besar. Nona di
depannya ini telah menjadi musuh besar guru-gurunya, dan
bahkan telah membuntungi lengan kirinya. "Aku mendapat
kesempatan untuk membalas budi kebaikanmu!" Kata- kata
terakhir ini tentu saja mengandung sindiran, bukan
membalas budi melainkan membalas dendam. Dia akan
membalas dendam secara berlipat ganda, akan
mempermainkan dan menghina gadis itu habis-habisan
lebih dulu sebelum menyiksa dan membunuhnya.
"Hemm, aku juga menyesal mengapa dulti aku tidak
memenggal lehermu, hanya memenggal lengan kirimu.
Orang macam engkau ini layak seratus kali mati. Ouw Kwan
Lok, jangan dikira aku tidak tahu akan semua rahasia
busukmu. Engkau menyamar sebagai orang lain untuk
membunuhi banyak orang. Akan tetapi aku sudah
mengetahui rahasiamu, dapat pula membuktikan dan
tunggulah, nanti akan kubongkar semua rahasiamu itu di
depan para lo-cian-pwe dari Siauw- lim- pai dan Kun-lunpai!"
Setelah berkata demikian, Lee Cin membalikkan diri
dan tanpa memberi kesempatan kepada orang itu untuk
menjawab ia sudah berlari cepat kembali ke pondoknya.
Ouw Kwan Lok tertegun mendengar ucapan ini dan
wajahnya berubah pucat. Dia lari memasuki rumah dan
mengambil sepasang pedang yang diselipkan ke
punggungnya. Tak lama kemudran dia sudah keluar lagi
dengan pakaian serba hitam dan sehelai kain sutera hitam
menutupi mukanya hanya memperlihatkan dua lubang
mata. Gerakannya cepat sekali ketika dia keluar dari rumah
itu melalui pintu samping. Pagi itu masih sunyi dan tidak
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
ada orang yang melihat dia keluar dalam pakaian sebagai
Hektiauw Eng- hiong itu. Dia mengambil keputusan untuk
membunuh Souw Lee Cin sebelum gadis itu membongkar
rahasianya dan untuk melakukan pembunuhan itu,
sebaiknya dia menyamar sebagai Hek-tiauw Eng-hiong
sehingga kalau ada yang melihatnya, maka akan menjadi
saksi bahwa pembunuhnya adalah Hek tiauw Eng- hiong!
Lee Cin yang berlari menuju pondoknya, sengaja tidak
masuk ke dalam pondok. Ia berdiri di belakang pondok itu,di
mana terdapat sebuah taman bunga. Ia berdiri termenung
seperti memikirkan sesuatu.
Tiba- tiba ia mendengar desir angin dan tiga batang pisau
terbang bergagang hitam menyambar ke arah paha, perut
dan dadanya. Serangan mendadak dengan senjata rahasia
itu amat berbahaya karena datangnya cepat seperti anak
panah. Namun, sejak tadi Lee Cin telah waspada karena
maklum bahwa kemungkinan besar Oaw Kwan Lok akan
muncul dan menyerangnya seperti yang diperhitungkan oleh
Cia Tin Han. Begitu mendengar desir senjata pisau terbang
itu dan melihat tiga sinar menyambar ke arahnya, tubuhnya
sudah melompat jauh ke samping sehingga tiga batang pisau
itu terbang lewat di sisi tubuhnya.
Hek- tiauw Eng- hiong yang melepaskan senjata rahasia
namun gagal itu lalu melompat dan menerjang Lee Cin
dengan sepasang pedangnya! Melihat betapa orang berkedok
hitam itu menggunakan sepasang pedang, Lee Cin terkejut.
Kalau begitu orang itu bukan Kwan Lok, pikirnya. Sudah
jelas bahwa Kwan Lok hanya memiliki sebelah tangan kanan
saja, bagaimana mungkin kini memainkan siang- kiam
(sepasang pedang)? Akan tetapi ia tidak mau memusingkan
kepalanya dengan hal ini.
Serangan sepasang pedang itu dahsyat sekali, maka
iapun cepat melolos Ang-coa- kiam dari pinggangnya dan
begitu ia memutar Ang- coa- kiam, tampak sinar merah
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
bergulung-gulung menyambut sepasang pedang yang di
mainkan Hek-tiauw Eng- hiong. Terjadilah perkelahian
pedang yang amat seru dan seimbang.
Pada saat itu, bermunculanlah para hwe- sio Siauw-lim
pai, para to- su Kun-lun-pai din Bu tong-pai.
Jilid XIII
“Tangkap pembunuh!" Mereka berteriak-teriak. Melihat
ini, Si Kedok Hitam yang mengaku sebagai Hek-tiauw
Enghiong itu melompat jauh ke kiri. Lee Cin yang berada
paling dekat dengannya, cepat mengejar dengan lompatan
jauh. Si Kedok Hitam berlari terus dengan cepatnya, keluar
dari taman menuju ke padang rumput di depan. Lee Cin
tidak mau berhenti mengejarnya. la harus dapat menangkap
Si Kedok Hitam itu. Para hwesio dan to-su sambil berteriakteriak
juga ikut mengejar. Teriakan mereka membangunkan
semua orang yang menjadi tamu di Pulau Naga sehingga
sebentar saja di situ penuh orang yang masih merasa
bingung karena tidak mengerti apa yang sedang terjadi.
"Mau lari ke mana engkau, jahanam keparat?" Lee Cin
molompat ke depan ketika melihat Si Kedok Hitam melompat
ke serumpun semak-semak. Akan tetapi ketika kakinya tiba
di balik rumpun, rumput yang berada di situ menyambut
kakinya dan kedua kakinya terjeblos ke dalam lubang yang
disembunyikan di bawah rumput tebal. Pul au Naga adalah
sebuah pulau milik Siang Koan Bhok yang banyak
mengandung rahasia untuk menjebak kalau- kalau ada
musuh menyerbu. Tak terhindarkan lagi tubuh Lee Cin
terjerumus dan melayang turun ke dalam sebuah sumur
yang gelap!
Para hwe-sio dan to-su yang berada. di belakang, melihat
betapa Si Kedok Hitam telah lenyap seperti ditelan bumi, dan
pengejarnya, Lee Cin juga lenyap tidak tampak bayangannya
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
lagi. Mereka mencari- cari di sekitar lereng perbukitan kecil
di pulau itu dan kini, para tokoh kang- ouw yang juga sudah
mendengar bahwa Hek- tiauw Eng-hiong muncul hendak
membunuh Souw Lee Cin, ikut pula mencari. Di antara
mereka yang mencari ini terdapat Song Thian Lee, Thio Hui
San, Lui Ceng, Cia Tin Siong, Kwee Li Hwa dan ayahnya Kwe
Ciang, dan juga Cia Kun dan isterinya, Cia Hok dan Cia
Bhok. Masih baayak lagi tokoh persilatan yang berkumpul di
lereng itu. Mendengar bahwa Hek- tiauw Eng- hiong yang
dikabarkan telah membunuh belasan orang hwe-sio Siauwlim-
pai dan para to-su Kun- lun- pai itu muncul di situ,
mereka semua ingin membantu untuk menangkapnya dan
melihat siapa orangnya.
Akan tetapi bayangan Hek- tiauw Eng- hiong telah
lenyap, demikian bayangan Souw Lee Cin yang mengejarnya.
Kemana larinya Hek- tiauw Eng- hiong? Lee Cin sudah jelas
terjeblos ke dalam sumur yang amat dalam tanpa terlihat
orang lain. Akan tetapi Si Kedok Hitam itu dapat memasuki
sebuah jalan rahasia terowongan dan muncul di balik bukit,
jauh dari para pengejarnya yang tidak lagi dapat melihatnya.
Selagi dia berlari- lari, merasa puas karena semua orang
tentu tahu bahwa yang menyerang Lee Cin sampai gadis itu
mati dalam sumur jebakan adalah Hek- t iauw Eng- hiong,
tiba- tiba dia mendengar kelepak sayap burung dan tampak
bayangan hitam menyambar dari atas! Dia memandang ke
atas dan alangkah terkejutnya ketika dia melihat bahwa
yang menyambar itu adalah seekor burung rajawali hitam
yang amat besar. Sebelum dia dapat mengelak, punggung
bajunya telah dicengkeram oleh kedua kaki burung itu dan
dia dibawa terbang melayang ke angkasa!
Si Kedok Hitam melihat ke atas, lalu ke bawah. Diatas
sana, di punggung burung itu, dia melihat duduk seorang
yang tidak dapat dilihat mukanya, tertutup badan burung.
Tentu saja dia akan dapat melepaskan diri dari cengkeraman
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
burung itu dengan jalan menyerang kaki burung dengan
pedangnya. ' Akan tetapi kalau dia melakukan hal itu dan
burung itu melepaskannya, tubuhnya akan hancur remuk
terjatuh dari tempat yang demikian tingginya. Maka dia tidak
dapat berbuat lain kecuali menyerah, dengan keputusan
kalau nanti dia dibebaskan oleh burung itu, dia akan
mengamuk dan membunuh burung hitam itu.
Burling rajawali hitam itu kini melayang berputaran,
makin lama semakin rendah sehingga mulai tampak oleh
para hwe-sio, tosu dan orang- orang kang-ouw yang berada
di situ. Mereka semua melihat burung itu melihat pula Si
Kedok Hitam bergantungan pada kaki burung dan melihat
pula bahwa seorang berkedok hitam yang lain duduk di atas
punggung burung hitam itu! Tentu saja pemandangan ini
menimbulkan keheranan dalam hati semua orang, kecuali
Thian Lee yang sudah menduga bahwa tentu ada orang lain
yang memalsukan Hek- tiauw Eng- hiong dan melakukan
banyak pembunuhan itu. Dia merasa yakin bahwa seorang
di antara mereka berdua yang berkedok sama itu tentu Tin
Han dan yang seorang lagi pembunuh itu.
Pemandangan yang aneh itu menarik perhatian semua
orang, dan kini dapat dibilang semua orang yang akan
mengikuti pertemuan besar di Pulau Naga sudah keluar dari
pondok masing-masing dan menonton pemandangan yang
aneh itu.
Rajawali Hitam tetap terbang berputaran dan akhirnya
menukik turun ke dataran -tinggi yang berada di depan
pondok-pondok darurat yang menjadi tempat tinggal para
tamu. Setelah tubuhnya tinggal dua meter dari atas tanah,
dia melepaskan cengkeraman kedua kakinya dan
melepaskan tubuh Si Kedok Hitam. Dengan berjungkir balik
indah dan cekatan sekali Si Kedok Hitam hinggap dengan
lunak di atas tanah. Akan tetapi segera Si Kedok Hitam yang
tadi duduk di atas punggung rajawali, juga melompat turun
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dari atas punggung burung itu dan hinggap di atas tanah
tepat di depan Kedok Hitam pertama. Tin Han memandang
ke arah burung yang masih terbang di atas kepalanya.
"Hek- tiauw- ko, terima kasih atas bantuanmu. Sekarang
kembalilah kepada suhu!" Tin Han berseru dan burung itu
lalu mempercepat gerakan sayapnya, terbang pergi dari situ.
Kini Tin Han membuka penutup kepalanya sehingga
semua orang dapat melihatnya. "Cu-wi yang gagah.
Perkenalkanlah bahwa saya yang selama ini bergerak di
dunia kang-ouw menentang kejahatan dengan julukan Hektiauw
Enghiong! Selama ini ada orang lain menyamar
sebagai saya melakukan pembunuhan terhadap belasan
orang hwe-sio Siauwlim-pai dan beberapa orang to-su
Kunlun-pai. Dan cu-wi lihat, inilah orangnya. Baru saja dia
keluar hendak membunuh nona Souw Lee Cin seperti yang
cu-wi lihat sendiri. Hei, Hek-tiauw Eng-hiong palsu,
beranikah engkau dengan jujur menyatakan siapa dirimu
sebenarnya? Engkau telah mencemarkan nama Hek-tiauw
Eng-hiong dan sekarang harus kau pertanggung jawabkan!"
Orang berkedok itu bukan menjawab pertanyaan Tin
Han, bahkan mencabut sepasang pedangnya dan menyerang
dengan dahsyatnya. Tin Han cepat mengelak dan diapun
mencabut Pek-kong-kiam, pedang bersinar putih itu, lalu
balas menyerang. Terjadilah perkelahian yang amat dahsyat
antara kedua orang yang sama-sama berpakaian hitam itu,
hanya bedanya kini Tin Han telah menanggalkan kedok kain
sutera hitamnya sedangkan lawannya masih memakai kedok
hitam. Para penonton memandang dengan mata terbelalak.
Hati mereka tegang melihat munculnya dua Hek-tiauw Enghiong
itu dan setelah Tin Han memperkenalkan mereka
menduga-duga siapa adanya si Kedok Hiram kedua itu.
Merekapun mulai mengerti bahwa yang melakukan banyak
pembunuhan itu adalah Hek-tiauw Eng-hiong palsu. Akan
tetapi, tidak ada di antara mereka yang mau mencampuri
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
pertandingan itu. Mereka ingin agar Hek-tiauw Eng-hiong
sendiri yang membereskan orang yang telah menodai
namanya itu.
Pertandingan itu memang hebat sekali. Kekuatan dan
kecepatan mereka nampaknya seimbang. Kalau pedang
mereka beradu, keduanya terdorong ke belakang. Akan
tetapi kalau pedang di tangan kiri lawannya yang bertemu
dengan pedangnya, Tin Han merasa bahwa tangan kiri lawan
itu tidak sekuat tangan kanannya, dan gerakan pedang
tangan kiri itu kaku. Karena itu, dia beberapa kali
menyerang tubuh bagian kiri sehingga lawannya terpaksa
menangkis dengan pedang yang kiri dan serangan yang
ditujukan kepada tubuh bagian kiri dapat mendesak Si
Kedok Hiram.
"Hyaaatttt ...... !" Kembali Tin Han berseru nyaring sambil
menusukkau pedarignya ke arah lambung kiri lawannya. Si
Kedok Hitam memutar pedang kirinya melindungi lambung
dan menangkis dengan pengarahan tenaga.
"Trangggg ...... !" Kembali pedang kiri Si Kedok Hiram
yang menangkis itu terpental dan orangnya terhuyung,
namun pedang kanannya menyambar dahsyat sehingga Tin
Han tidak dapat mendesaknya, bahkan terpaksa mengelak
dari sambaran pedang kanan itu. Akan tetapi begitu
dielakkan, pedang kanan itu sudah menyambar lagi dengan
amat cepatnya, membacok dari atas mengarah kepala Tin
Han.
Tin Han mengerahkan tenaga pada tangan kanannya
untuk menangkis pedang lawan.
"Trakkk!" Kedua pedang itu menempel ketat dan tidak
dapat ditarik kembali. Mereka saling mengerahkan tenaga
untuk mendorong lawan dan pada saat itu, Si Kedok Hitam
menggerakkan pedang kirinya untuk menusuk dada Tin
Han! Tin Han miringkan tubuh, membuka lengan kanannya
dan penjepit pedang yang ditusukkan ke bawah lengannya
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
itu. Akan tetapi dia kalah cepat karena tiba-tiba kaki kanan
Si Kedok Hitam mencuat dan sebuah tendangan mengenai
perut Tin Han, membuat tubuh Tin Han terpental dan
terjengkang roboh! Teriakan aneh keluar dari mulut di balik
kedok itu ketika Si Kedok Hitam menubruk dan
membabatkkan pedangnya ke arah leher Tin Han yang
sudah roboh terjengkang.
"Trangg ...... !" Tin Han masih dapat menangkis pedang
itu dan sekali meloncat dia telah bangkit berdiri lagi. Pada
saat itu, tusukan pedang kiri Si Kedok Hitam kembali telah
menyambar ke arah dadanya. Tin Han mengelak dan
memutar pedangnya untuk menangkis pedang kanan lawan
yang menyambar dengan bacokan ke arah pinggangnya.
Kembali mereka saling serang dengan cepat dan kuatnya,
membuat penonton menjadi semakin tegang. Dari gerakangerakan
kedua orang itu, maklumlah para tokoh kang-ouw
yang menjadi penonton bahwa ilmu kepandaian kedua orang
itu memang setingkat.
Beberapa kali In Kong Thai-su yang berdiri dekat In Yang
Seng-cu menahan napas. "Sian-cai.... ilmu pedang yang
bagus!" Dia memuji.
"Omitohud, baru sekarang pin-ceng melihat seorang
pemuda dengan ilmu kepandaian setinggi itu!" kata pula In
Kong Thai-su.
"Thai-su, apakah kita perlu membantu pemuda she Cia
itu?" Im Yang Seng cu bertanya.
In Kong Thai-su menggeleng kepalanya. -"Pin-ceng kira
tidak perlu, karena kita belum tahu siapa Si Kedok Hitam
yang seorang lagi itu dan kita belum yakin siapa di antara
mereka yang bersalah walaupun. Si Kedok Hitam itu yang
agaknya Hek- t iauw Eng- hiong yang palsu. Biarlah mereka
menyelesaikan masalah mereka sendiri dan kita hanya
menonton bagai mana kesudahan peristiwa aneh ini."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Sian-cai, pinto hampir yakin bahwa Cia-sicu di pihak
benar. Dia berusaha untuk melucuti kedok orang yang
mengaku sebagai Hek-tiauw Eng-hiong dan yang
menggunakan namanya untuk membunuhi murid Siauwlim-
pai dan Kun-lun pai. Bagaimana kalau kita tinggal diam
dan kemudian dia kalah oleh orang yang palsu itu?"
"Omitohud, pin-ceng lebih percaya bahwa orang yang
bersalah akhirnya akan kalah. Kita menjadi saksi saja, Toyu.
"
Im Yang Seng-cu tidak bicara lagi karena diapun
menganggap pendapat sahabatnya itu benar.
Ada lagi sekelompok orang yang menonton dengan
jantung berdebar- debar penuh ketegangan. Mereka ini
adalah Keluarga Cia yang juga menonton pertandingan itu.
Cia Kun dan isterinya menonton dengan hati penuh
kekhawatiran. Mereka tahu bahwa putera mereka hendak
melucuti kedok yang memalsukan namanya dan melakukan
pembunuhan, akan tetapi melihat betapa kepandaian kedua
orang itu seimbang, mereka merasa khawatir sekali. Ingin
membantu akan tetapi hal itu akan membuat pihak putera
mereka tampak curang dengan pengeroyokan, maka
merekapun hanya. membantu dengan doa saja. Tadi ketika
Tin Han tertendang jatuh, ibunya sudah memejamkan
matanya tidak ingin melihat kelanjutannya. Maka legalah
rasa hatinya betapa Tin Han dapat lolos dari maut. Demikian
pula Cia Hok dan Cia Bhok. Mereka menonton dengan
jantung berdebar, khawatir kalau keponakan mereka
menderita kekalahan. Di samping itu mereka juga merasa
amat kagum melihat keponakan mereka yang selalu
dianggap pemuda lemah itu adalah seorang yang memiliki
ilmu kepandaian tinggi sekali.
Cia Tin Siong yang berdiri di samping Kwe Li Hwa, tidak
kalah gelisahnya. Kwe Li Hwa merasakan ini dan iapun
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
bertanya, "Siong-ko, bagaimana pendapatmu? Apakah
adikmu itu akan dapat mengalahkan penjahat itu?"
Tin Siang menghela napas panjang. "Entahlah, kita
hanya dapat berdoa semoga dia keluar sebagai pemenang.
Lawannya dengan sepasang pedangnya itu lihai luar biasa."
"Akan tetapi adikmu itupun amat lihai, Siong-ko."
"Anak itu memang aneh. Dia mempelajari ilrnu yang
tinggi tanpa sepengetahuan kami yang menjadi
keluarganya."
“Dia tadi menangkap Hek-tiauw Eng hiong palsu ia
dengan bantuan seekor burung rajawali hitam yang besar.
Apakah memang dia memelihara burung itu, Siong-ko?"
Tin Siong menggerakkan kedua pundaknya. "Hal inipun
aku tidak tahu. Baru sekarang aku melihat burung rajawali
besar itu."
Sepasang muda mudi ini menonton dengan hati berdebar
penuh ketegangan.
Sementara itu, di pihak tuan rumah dengan rekan- rekan
mereka, juga menonton dengan hati tegang dan heran.
Thian-to Mo- ong dan rekan- rekannya juga tidak mengenal
siapa orang yang berkedok dan bersenjata sepasang pedang
yang bertanding melawan Cia Tin Han
Mereka bertanya- tanya, juga merasa heran mengapa
Ouw Kwan Lok tidak muncul. Pada hal semua tamu sudah
keluar dari pondok masing- masing dan mengikuti jalannya
pertandingan itu dengan penuh perhatian.
Hanya Siang Koan Bhok seorang yang tampaknya tidak
heran, melainkan menonton pertandingan itu dengan sikap
tenang. Dia menganggap Tin Han sebagai musuh besarnya,
yang pernah mengalahkannya ketika dia bersama rekanrekannya
menyerbu ke tempat kediaman Keluarga Cia. Dia
maklum betapa lihainya Cia Tin Han, akan tetapi tidak
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
berarti mencampuri pertandingan itu, karena di situ hadir
pula banyak tokoh kang-ouw dan pendekar yang tentu tidak
tinggal diam kalau dia mencampuri pertandingan satu lawan
satu itu.
Te- tok Kui-bo dan Siauw Leng Ci yang juga menjadi
penonton bersama seratus lebih anak buah mereka, tertegun
dan terheran-heran melihat betapa Tin Han dapat
menandingi Hek-tiauw Enghiong yang hebat itu.
"Ya Tuhan, siapa kira bocah itu sedemikian lihainya?
Kiranya ketika berada di tempat kita dahulu, ketika kita
coba ilmunya melawanmu dia hanya berpura- pura saja
sehingga kepandaiannya tampak setingkat denganmu, Leng
Ci. Kelau melihat kepandaiannya sekarang rasa-rasanya aku
sendiri tidak akan mampu menandinginya."
Tentu saja Leng Ci merasa bangga sekali. Ia menganggap
Tin Han sebagai tunangannya. Biarpun pemuda itu belum
menyatakan kesanggupannya, namun dia tidak menolak
ketika ibunya mengusulkan perjodohan di antara mereka.
Dan sekarang, melihat pemuda yang sudah dianggapnya
sebagai calon suaminya itu bertanding dengan sedemikian
gagah beraninya, tentu saja ia merasa bangga walaupun ada
pula rasa khawatir dalam benaknya.
"Ibu, lawannya demikian lihai. Bagaimana kalau sampai
Tin Han kalah? Ibu, kita bantu dia!"
"Ssttt, jangan gegabah, Leng Ci. Tidakkah engkau melihat
betapa para tokoh besar persilatan berada di sini sekarang
dan ikut pula menyaksikan perkelahian itu. Kalau kita turun
tangan membantunya, itu tidak adil namanya dan kita dapat
dianggap curang. Sudahlah, kita melihat saja, aku kira Tin
Han tidak akan kalah. Di sana kulihat ayah ibunya dan
paman- pamannya juga hadir dan mereka itu juga tidak
mencampurinya."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Leng Ci tidak berani bicara lagi, hanya mengepal- ngepal
kedua tangannya seolah-olah dengan semangatnya ia
hendak membantu orang yang dicintanya itu.
Pertandingan itu semakin seru. Pedang mereka tidak lagi
tampak ujudnya, telah menjadi gulungan sinar yang
menyilaukan mata. Tin Han sendiri kagum melihat
ketangguhan lawannya. Dia melihat betapa teguh
pertahanan lawan dan betapa dahsyat seranganserangannya.
Kalau dilanjutkan begini, agakriya sampai
ratusan jurus belum tentu dia akan dapat merobohkan
lawan. Akan tetapi akhirnya dia teringat akan gerakan
tangan kiri yang kaku itu. Dia membayangkan orang yang
buntung lengan kirinya dan memakai sambungan, maka
gerakan tangan dan lengan kiri itu menjadi kaku, Tin Han
teringat akan percakapannya dengan Song Thian Lee. Dia
dan Song Thian Lee tadinya mencurigai bahwa Siang Koan
Bhok atau Ouw Kwan Lok yang melakukan penyamaran
sebagai Hek- tiauw Eng-hiong, akan tetapi dugaan itu tidak
cocok, karena Ouw Kwan Lok, hanya berlengan satu. Dan
orang yang berkelahi dengannya ini, walaupun berlengan
dua, akan tetapi tangan kirinya bergerak demikian kaku!
Salahkah perhitungannya kalau dia menduga bahwa orang
ini bukan lain adalah Ouw Kwan Lok yang menyambung
tangan buntungnya dengan tangan buatan?
Setelah berpikir demikian, Tin Han mengubah cara
bersilatnya. Dia memainkan ilmu silat Hek- tiauw-kun (Silat
Rajawali Hitam) akan tetapi lebih banyak menujukan
serangannya kepada bagian kiri lawan. Benar saja, ketika
dia melakukan hal ini, lawannya segera terdesak. Pedang
tangan kiri itu tidak banyak bekerja, yang lebih banyak
diandalkan adalah tangan kanan.
"Haaaaiiiittt!" Pedang di tangan Tin Han berkelebat lagi,
kini tubuhnya merendah dan dari bawah pedangnya
menusuk ke arah perut lawan. Hek- tiauw Eng- hiong cepat
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
melompat ke samping untuk mengelak, akan tetapi tubuh
Tin Han bangkit sambil mengirim tendangan kilat ke arah
pergelangan tangan kiri itu.
"Dukkkk!" Dia merasakan kakinya menendang benda
keras seperti besi sehingga kakinya terasa nyeri, akan tetapi
tendangan itu membuat pedang terlepas dari tangan kiri Si
Kedok Hitam!
Melihat hasil ini, Tin Han terus mendesaknya. Akan
tetapi setelah kehilangan pedangnya, tangan kini Si Kedok
Hitam masih dapat menyerang menggunakan jari- jari
tangannya! Bahkan ketika pedang Pek- kong- kim
menyambar dari arah kiri, Si Kedok Hitam berani
mengangkat lengan kirinya untuk menangkis!
Akan tetapi sekali ini Si Kedok Hitam terlalu memandang
rendah Pek-kong kiam. Pedang pusaka ini amat ampuh dan
kuatnya sehingga mampu memotong baja dan besi. Ketika
lengan kiri itu menangkis, tak dapat dihindarkan lagi mata
pedang Pek- kong- kiam bertemu dengan lengan kiri itu.
"Krekk. ..... !" lengan kiri itu buntung dan jatuh terlempar
ke atas tanah. Semua orang memandang dengan terkejut
dan heran karena lengan kiri yang buntung itu tidak
mengeluarkan darah setetespun! Bahkan kini pedang kanan
Si Kedok Hitam menyambar dahsyat. Pada saat itu perhatian
Tin Han tertuju kepada lengan kiri lawan yang dapat di
buntunginya, maka serangan Si Kedok Hitam itu datangnya
terlalu cepat baginya. Dia masih melempar tubuh ke
belakang akan tetapi ujung pedang Si Kedok Hitam sempat
melukai pundak kirinya! Darah mengucur dari pundak kiri
itu. Si Kedok Hitam merasa mendapat angin, menyusulkan
bacokan pedang kananya dengan mengerahkan seluruh
tenaganya. Tin Han juga mengerahkan seluruh tenaga
menangkis datangnya sambaran pedang itu.
"Trangggg.........!!” Bunga api muncrat tinggi dan kedua
pedang itu terlepas dari tangan mereka saking kerasnya
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
benturan itu. Kini mereka saling berhadapan dengan kedua
tangan kosong! Akan tetapi Tin Han tidak ingin melepaskan
lawannya. Dia segera menerjang maju dengan tangan
kosong, menggunakan ilmu silat Hek- tiauw- kun dan
mengerahkan tenaga Khong- sim Sin- kang! Ilmu-ilmu ini
hebat bukan main. Si Kedok Hitam tampak terkejut dan
diapun melawan dengan ilmu silat Hek- wan- kun (Silat
Lutung Hitam) dan diam-diam diapun mempergunakan Pekswat
Tok- ciang (Tangan Racun Salju Putih) yang amat
berbahaya bagi lawan.
Pertandingan tangan kosong ini tidak kalah menariknya.
Setiap gerakan tangan mereka mendatangkan angin pukulan
yang berdesir dan gerakan mereka demikian mantap dan
kokoh kuat. Setiap kali kedua lengan bertemu, mereka
tergetar mundur. Agaknya karena lengan kiri yang buntung
itu tidak memakai lengan baju yang ikut buntung, gerakan
Si Kedok Hitam menjadi canggung dan pincang, maka
perlahan- lahan Tin Han mulai dapat mendesaknya.
"Hyaaaatttt ...... !" Tin Han berseru nyaring dan tangan
kirinya menampar cepat dan kuat ke arah pelipis kanan
lawan. Melihat pukulan yang amat berbahaya ini, Si Kedok
Hitam menangkis dengan tangan kanannya. Akan tetapi
pada saat yang sama, tangan kanan Tin Han menyambar
dan merenggut lepas kedok hitam itu. Kini tampaklah oleh
semua orang bahwa yang bersembunyi di balik kedok itu
bukan lain adalah Ouw Kwan Lok seperti banyak orang
menduga ketika melihat lengan yang putus itu tidak
mengeluarkan darah.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
OuwKwan Lok terkejut
sekali dan melompat jauh
ke belakang masuk ke
dalam rumah induk di
Pulau Naga itu. Tin Han
tentu saja melompat
hendak mengejar masuk
ke rumah itu, akan tetapi
Siang Koan Bhok menghadang
di depannya.
"Perlahan dulu! Tanpa
seijin kami sebagai tuan
rumah, siapapun dilarang
memasuki rumah kami!"
kata kakek itu sambil
melintangkan dayung
bajanya.
Tin Han mengerutkan
alisnya lalu dia mengambil
pedangnya yang tadi terlepas dari pegangannya. "Locian-
pwe, aku hendak memasuki rumahmu karena hendak
mengejar si jahat Ouw Kwan Lok! Semua orang kini tahu
bahwa yang menyamar sebagai Hek- tiauw Eng hiong dan
membunuhi para pendeta Siauw-lim-pai dan para to-su
Kun-lun-pai adalah si jahat Ouw Kwan Lok! Untuk
membersihkan namaku aku harus mengejar dan
menangkapnya!"
"Aku tidak perduli akan hal itu. Yang penting, Ouw Bengcu
adalah tamu kami dan kami tidak mengijinkan siapa saja
memasuki rumah kami membikin kacau!" Siang Koan Bhok
berseru dengan kukuh.
"Sian-cai, Tung-hai-ong bicara secara tidak pantas. Ouw
Kwan Lok itu jelas adalah orang jahat yang telah membunuh
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
banyak orang, dan engkau masih hendak melindunginya?"
teriak Im Yang Seng-cu tidak sabar lagi.
"Im Yang Seng-cu, ini adalah urusan pribadiku. Aku
hendak melindungi siapa saja yang berada di rumahku
adalah hak pribadiku, tidak boleh dilanggar oleh siapapun
juga."
"Omitohud, kalau begitu jelas bahwa Siang Koan Bhok
bersekutu dengan Ouw Kwan Lok untuk mengadu domba di
antara kami. Kabarnya kalian telah menjadi antek Mancu,
bersekutu dengan kaum sesat dan memusuhi kaum
pendekar. Begitukah?" kata In Kong Thai-su.
"Hei, In Kong Thai-su, jangan bicara sembarangan. Kami
adalah rakyat jelata yang tunduk kepada pemerintahan yang
berkuasa, tentu saja kami membantu dan memihak
pemerintah. Apakah engkau akan memihak kaum
pemberontak? Kalau begitu, kami berhak untuk menangkap
kalian para pemberontak!"
Tin Han lalu memutar tubuh bicara dengan nyaring
kepada semua orang yang hadir. "Saudara-saudara sekalian!
Kalian hari ini diundang oleh berg-cu baru ke sini hanya
untuk dibujuk menjadi antek Mancu dan terseret dalam
perbuatan jahat dan curang mereka. Keadaan itu sungguh
berlawanan dengan sikap kita orang gagah yang menjunjung
tinggi kebenaran dan keadilan, dan tentu saja di antara kita
tidak ada yang sudi menjadi antek penjajah Mancu. Sudah
jelas bahwa Ouw Kwan Lok yang mengangkat diri sendiri
menjadi beng-cu hendak membelokkan perjuangan para
pendekar, bahkan mengadu domba dengan membunuhi para
pendeta yang tidak berdosa. Kita harus menangkap dan
mengadili orang yang demikian jahat!"
Ucapan Tin Han ini disambut dengan gemuruh oleh para
pendekar yang hadir. Akan tetapi Siang Koan Bhok berteriak
nyaring, "Saudara- saudara, kita bukan pemberontak. Sudah
sewajarnya kita membantu pemerintah dan marilah kita
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
membantu pasukan pemerintah untuk membasmi
pemberontak ini!"
Tak dapat dicegah lagi, kedua pihak sudah saling serang
dan terjadilah pertempuran hebat di tempat itu. Anak buah
Pulau Naga bangkit dan melakukan perlawanan terhadap
para pendekar dan dalam pertempuran ini anak buah Te-tok
pang yang berjumlah seratus lebih juga memegang peran
utama, perperang melawan anak buah Pulau Naga. Di pihak
Siang Koan Bhok ikut mengamuk Yauw Seng Kun, Ban Tok
Mo-li, Ma Huan, Hek-bin Mo-ko, Sin-ciang Mo-kai, Thian-te
Mo-ong. Mereka ini adalah orang-orang yang berilmu tinggi,
masih ditambah lagi belasan orang kang-ouw golongan sesat
yang juga sudah menjadi sekutu mereka.
Di pihak para pendekar terdapat nenek Te-tok Kui-bo,
Siauw Leng Ci, Song Thian Lee, Kwee Ciang, Kwe Li Hwa,
Thio Hui San, Liu Ceng, In Kong Thai-su, Hui Sian Hwe-sio,
Im Yang Ceng-cu, Cia Tin Siong, Cia Tin Han, Cia Kun dan
isterinya, Cia Hok dan Cia Bhok.
Tak dapat dicegah lagi terjadi pertempuran yang hebat.
Song Thian Lee yang maklum bahwa di antara mereka
semua itu yang paling lihai adalah Siang Koan Bhok, maka
begitu pertempuran berlangsung, dia sudah menerjang
majikan Pulau Naga itu dengan Jit- goat-kiam (Pedang
Matahari dan Bulan).
Sementara itu, tadi ketika menunggang burung rajawali
hitam, Tin Han melihat betapa Lee Cin mengejar Ouw Kwan
Lok lalu lenyap di tengah padang rumput. Dia amat
mengkhawatirkan nasib kekasihnya itu, maka melihat
semua orang sudah bertanding, dia lalu lari ke arah padang
rumput itu untuk mencari Lee Cin.
"Cin-moi ...... !" Dia mengerahkan khi-kang dan berseru
memanggil. Suaranya bergema di seluruh permukaan
padang rumput. Namun tidak terdengar jawaban. Dia lari ke
tengah padang rumput dan berulang kali berteriak
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
memanggil Lee Cin. Akhirnya, dia mendengar suara yang
lapat- lapat di sebelah depan.
"Han- ko......... !”
Bagaimanakah dengan keadaan Lee Cin yang terjeblos ke
dalam perangkap dan terjatuh ke dalam lubang sumur itu?
Sumur itu dalam sekali dan Lee Cin yang sedang melayang
ke bawah itu teringat bahwa ia masih memegang pedangnya.
Maka ia mengerahkan sinkangnya membuat pedang itu
menjadi kaku dan menusuk ke dinding sumur.
"Capppp......... !" Pedang itu menusuk dinding sumur
sampai ke gagangnya dan kini Lee Cin bergantung kepada
gagang pedangnya itu. Ia tidak dapat melihat ke bawah
karena gelap, akan tetapi ia mendengar suara berdesis dan
mencium bau amis! Tahulah ia bahwa di dasar sumur itu
terdapat banyak ular berbisa! Ia adalah seorang pawang
ular, tentu saja tidak takut menghadapi ular-ular itu. Akan
tetapi dalam keadaan bergantung seperti itu ia tidak
berdaya. Ia mengerahkan tenaganya dan terus bergantung di
gagang pedangnya.
Akhirnya ia mendengar seruan memanggil namanya itu.
Seruan itu demikian kuat sehingga terdëngar olehnya yang
berada dalam sumur. Ia tidak ragu lagi bahwa itu tentu
suara Tin Han, maka iapun segera menjawab dan memanggil
nama pemuda itu. Hatinya merasa lega sekali karena
akhirnya kekasihnya datang mencarinya.
"Cin- moi, engkau di situ?" terdengar kini suara Tin Han
dari atas sumur.
"Tin Han koko, aku di sini, bergantung pada pedangku!"
teriak Lee Cin ke atas.
"Tunggu sebentar, aku mencari sesuatu untuk
menarikmu keluar!" Tin Han lalu mencari- cari dengan
matanya. Akan tetapi di padang rumput dan hutan di depan,
bagai mana dia akan dapat menemukan tali yang cukup
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
panjang untuk diulurkan ke bawah? Tiba- tiba wajahnya
berseri ketika dia melihat serumpun bambu yang panjang.
Cepat dia menghampiri, dengan pedangnya dia menebang
sebatang pohon bambu yang paling panjang, lalu menyeret
batang bambu itu ke dekat sumur.
"Cin- moi, aku telah menemukan bambu, akan
kujulurkan ke bawah. Hati-hati dan tangkap bambunya!"
Dengan perlahan dia menurunkan batang bambu ke
bawah sampai dia merasa bambu itu tertahan dari bawah.
Lee Cin menangkap ujung bambu
"Cin- moi, sudah siapkan engkau untuk naik ke atas ?"
"Nanti dulu, Han- ko. Aku mencabut dulu pedangku!" Lee
Cin yang kini sudah memanjat batang pohon itu lalu
mengerahkan tenaganya untuk mencabut Ang- coa- kiam
dari dinding sumur.
"Aku sudah siap, Han- ko!" katanya. Ia sendiri memanjat
naik dan Tin Han menarik bambu ke atas sehingga sebentar
saja Lee Cin sudah tiba di luan sumur.
"Han- ko. . . . .!”
"Cin- moi, engkau selamat .........!” Dengan girang sekali
Tin Han merangkul gadis itu dan sampai beberapa lamanya
mereka saling berangkulan. Lee Cin merasa lega sekali,
bukan hanya karena ia sudah ditolong keluar dari bahaya
maut, melainkan juga melihat betapa pemuda ini sama
sekali tidak kelihatan dendam atas perlakuannya tempo
hari.
"Han- ko, di bawah sana penuh ular berbisa," kata gadis
itu bergidik.
"Stmgguh berbahaya. Ouw Kwan Lok itu licik sekali,
sehingga engkau dapat terjebak.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Apakah dia sudah dapat ditangkap atau dibunuh, Hanko?"
tanya Lee Cin yang mendengar suara gaduh dari
pertempuran itu.
"Dia licik, dia melarikan diri dan Siang Koan Bhok
mengerahkan orang-orangnya untuk melawan kita."
'"Hemm, kalau begitu, tunggu, Han ko!" Lee Cin
mengeluarkan sulingnya, meniup sulingnya dengan nyaring.
Terdengar suara melengking- lengking aneh dan tiba-tiba
dari dalam sumur itu merayap naik banyak sekali ular besar
kecil dan banyak yang berbisa. Bahkan dari arah hutan
berdatangan pula ular-ular besar kecil.
"Aku dapat menggunakan ular- ular ini untuk membantu
kita dalam pertempuran!" kata Lee Cin dan bersama Tin Han
ia lalu setengah berlari- lari menuju ke tempat pertempuran,
diikuti oleh ular- ular itu yang digiring suara suling yang
masih ditiup Lee Cin.
Gegerlah para anak buah Pulau Naga ketika tiba- tiba
mereka diserang banyak ular. Keadaan menjadi kacau dan
pihak Pulau Naga terdesak, banyak di antara mereka yang
tewas.
Siang Koan Bhok marah sekali dan dengan sepenuh
tenaga dia mengayun dayungnya menghantam Song Thian
Lee. Namun pendekar ini menangkis dengan pedangnya,
kemudian tangan kirinya mendorong dengan sepenuh tenaga
Thian-le Sin- kang ke arah dada datuk itu. Siang Koan Bhok
maklum akan bahaya yang mengancam dirinya, akan tetapi
dia tidak dapat mengelak lagi dan terpaksa dia melepaskan
tangan kanan dari dayungnya dan menyambut dorongan
tangan Thian Lee itu dengan Ban-tok- ciang.
"Wuuuuuuttt......... dess........!!” Tubuh Thian Lee
terdorong mundur tiga lankah akan tetapi tubuh Siang Koan
Bhok terpelanting dan terhuyung, lalu dia muntahkan
darah.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tiba- tiba terdengar suara tambur dan canang. Thian Lee
terkejut karena dia mengenal suara itu yang berarti bahwa
ada pasukan pemerintah yang sedang mendatangi tempat
itu. Sebagai seorang bekas panglima segera dia dapat
melihat bahaya yang mengancam para pendekar dan cepat
pula dia dapat mengambil keputusan untuk menyelamatkan
mereka.
Dia mengerahkan khi-kangnya dan berseru kepada
mereka semua, "Saudara-saudara para pendekar. Cepat
mundur dan melarikan diri ke tempat perahu cepat!"
Mendengar ini, para pendekar itu menjadi terkejut, akan
tetapi mereka percaya sepenuhnya kepada bekas Panglima
yang gagah perkasa itu. Maka setelah mendesak pihak Pulau
Naga, mereka lalu melarikan diri ke pantai.
"Cepat naik perahu dan pergi meninggalkan pulau ini!"
kembali Thian Lee berseru nyaring. Tin Han dan Lee Cin juga
sudah tiba di situ dan Tin Han segera mengerti akan maksud
Thian Lee mengajak mereka mundur. Memang dari tempat
tinggi dia dapat melihat pasukan pemerintah yang ratusan
orang jumlahnya sedang menuju ke tengah pulau! Tin Han
juga membantu Thian Lee berteriak- teriak memberi
peringatan kepada mereka yang bertempur. Untung bahwa
pihak Pulau Naga sudah terdesak sehingga ketika para
pendekar melarikan diri, mereka tidak melakukan
pengejaran. Ketika akhirnya pasukan pemerintah yang
datang membantu pihak Pulau Naga tiba di situ, para
pendekar sudah tiba di pantai dan mereka mempergunakan
perahu-perahu untuk melarikan diri.
Tin Han dan Lee Cin berada dalam satu perahu bersama.
Te-tok Kwi-bo dan puterinya, Siauw Leng Ci. Juga Song
Thian Lee berada di situ. Tin Han dan Thian Lee berdua
mendayung perahu itu cepat- cepat , bersama para pelarian
yang lain, menuju ke daratan. Mereka berdua mengerahkan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tenaga sin- kang mereka sehingga sebentar saja mereka
sudah tiba di pantai daratan. Mereka berlompatan keluar.
"Sungguh berbahaya sekali," kata Song Thian Lee.
"Mereka benar- benar telah menjadi antek penjajah Mancu
dan telah bersekutu sehingga demikian cepat mendapat bala
bantuan."
"Untung ada engkau yang pernah menjadi panglima ,
Song- sicu. Kalau tidak kita semua tentu akan terkurung di
pulau itu dan tidak mudah meloloskan diri," kata Te-tok Kuibo.
"Akan tetapi mulai sekarang aku akan lebih gigih
memimpin anak buahku untuk memusuhi pemerintah
Mancu."
"Sayang aku tidak dapat menangkap Ouw K wan Lok,"
kata Tin Han penuh penyesal.
"Lain waktu masih banyak kesempatan, Han- ko," kata
Lee Cin menghibur.
Te- tok Kui- bo mengerutkan alisnya melihat sikap mesra
Lee Cin kepada Tin Han. "Cia Tin Han, kita harus menunggu
sampai keluargamu tiba di sini. Aku tadi melihat mereka
lengkap di pulau, kebetulan sekali karena aku segera akan
membicarakan urusan perjodohanmu dengan Leng Ci!"
Ucapan ini dikeluarkan dengan nyaring sehingga terdengar
oleh Lee Cin dan Thian Lee. Mendengar ini, Thian Lee
terkejut. Dia tahu bahwa Tin Han dan Lee Cin saling
mencinta, akan tetapi mengapa ketua Te-tok-pang itu
berkata demikian, bicara tentang perjodohan Tin Han
dengan puterinya?
Lebih-lebih Lee Cin yang mendengar ucapan itu.
Wajahnya tiba tiba berubah pucat dan matanya terbelalak
memandang kepada Tin Han penuh pertanyaan. Wajah Tin
Han berubah merah sekali.
"Aih, Lo- cian- pwe, sungguh saya belum memikirkan
tentang perjodohan harap lo-cian-pwe jangan bicara tentang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
perjodohan. Saya belum siap untuk mengikatkan diri dengan
perjodohan!"
"Apa katamu? Dulu engkau mengatakan bahwa urusan
perjodohan tergantung dari orang tuamu, sekarang kenapa
bicara begini?"
"Aku juga tidak tergesa-gesa menikah, Tin Han. Cukup
kalau kita bertunangan lebih dulu," kata Siauw Leng Ci
dengan polos. Wajah Tin Han menjadi semakin merah dan
dia menjadi bingung sekali ketika melirik kepada Lee Cin
dart melihat wajah gadis itu pucat dan matanya basah!
"Tidak ..... tidak, bertunanganpun tidak. Saya belum
bersedia!" Jawahnya kukuh. Dia merasa menyesal mengapa
ketika mereka bicara tentang perjodohan dulu, tidak
ditolaknya saja dengan alasan bahwa dia telah mempunyai
seorang calon.
Thian Lee memandang kepada Lee Cin dengan hati penuh
iba. Diapun mendongkol sekali melihat sikap Tin Han yang
dianggapnya tidak tegas itu. Karena dalam hatinya dia
membela Lee Cin, diapun segera berkata dengan suara tegas.
"Saudara Cia Tin Han, seorang laki-laki haruslah
bersikap tegas dan tidak mencla-mencle. Apa lagi dalam
mernutuskan urusan pernikahan yang akan mengikatrnu
selama hidup. Menghacurkan hati seorang gadis sungguh
merupakan tindakan pengecut!"
Wajah Tin Han menjadi pucat mendengar ini. Dia dapat
mengerti bahwa Song Thian Lee dahulunya seorang pemuda
yang menjadi pilihan hati Lee Cin, akan tetapi karena Thian
Lee sudah mencinta seorang gadis lain maka Lee Cin juga
melepaskannya. Kemudian Lee Cin jatuh cinta kepadanya
seperti juga dia mencinta gadis itu. Tentu saja dia memilih
Lee Cin dari pada Leng Ci, akan tetapi dia sudah terlanjur
mengatakan bahwa urusan perjodohan tergantung kepada
orang tuanya!
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Lo-cian-pwe," katanya kepada Te-tok Kui- bo_
"sesungguhnyalah bahwa saat ini aku tidak man bicara
tentang perjodohan. Musuh besarku, Ouw Kwan Lok, belum
dapat kutangkap untuk membersihkan nama baikku."
"Ah, itu mudah saja Tin Han. Setelah engkau menjadi
calon mantuku, berarti engkau bukan orang lain.. Aku dan
Leng Ci tentu akan membantumu sampai engkau dapat
membasmi Ouw Kwan Lok!"
Tin Han merasa terdesak dan pada saat itu, sebuah
perahu mendarat dan kebetulan sekali penumpangnya
adalah keluarga Cia! Ketika isteri Cia Kun melihat Tin Han di
situ, ia segera memanggil. "Tin Han.......... !”
Tin Han segera menghampiri dan ikut menarik perahu itu
ke daratan. Keluarga itu tampak gembira melihat Tin Han
dalam keadaan selamat pula.
Te-tok Kui-bo segera menghampiri mereka dan menegur
keluarga itu. Dengan ramah ia lain memanggil mereka. "Cia
Kun, Cia Hok dan Cia Bhok, apakah kalian sudah lupa
kepadaku?"
Melihat nenek bertongkat kepala naga ini tentu saja
keluarga itu menjadi girang. Nenek ini adalah sahabat baik
dari ibu mereka, bahkan watak mereka juga mirip.
"Bibi Siauw!" kata Cia Kun. Isterinya juga menghampiri
dan mereka semua memberi hormat kepada nenek itu.
"Aduh, semua keluarga berkumpul kalau begini. Sayang
sekali ibu kalian telah lebih dulu meninggal! Dan sayang
sekali bahwa tadi kita tidak sempat membasmi para antek
Mancu. Akan tetapi anak buahku merobohkan pihak lawan
yang lumayan juga banyaknya, walaupun di pihak kami juga
telah tewas belasan orang," kata nenek itu sambil
memandang kepada anak-buahnya yang sudah berkumpul
semua tak jauh dari situ.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Bibi Siauw sejak dahulu bersemangat besar sekali,"
memuji Cia Kun.
"Tentu saja. Eh, perkenalkan ini anak perempuanku
bernama Siauw Leng Ci," katanya sambil menuding kepada
gadis cantik itu. Keluarga Cia memandang heran karena
setahu mereka nenek ini tidak mempunyai puteri, bahkan
tidak pernah menikah dan sama sekali tidak mempunyai
anak.
Agaknya Te-tok Kui-bo maklum akan keheranan mereka.
"Ia dahulunya adalah muridku yang kemudian kuangkat
menjadi anakku sendiri."
"Ah, kiranya begitu?" kata Cia Kun dan baru mereka
mengerti. "Kalau begitu kami mengucapkan selamat atas
pengangkatan anak itu, bibi."
"Bukan cuma itu. Maksudku memperkenalkan adalah
karena kami telah sepakat untuk menjodohkan Leng Ci ini
dengan anak kalian, Cia Tin Han. Bukankah dengan
demikian hubungan yang erat antara aku dan mendiang
Nenek Cia dapat dilanjutkan menjadi pertalian keluarga?
Dan kedua anak itu sendiri juga sudah menyetujuinya. "
Mendengar ini, ibu Tin Han memandang kepada
puteranya. "Tin Han, benarkah bahwa engkau sudah
menyetujui untuk dijodohkan dengan puteri Bibi Siauw?
Kalau engkau sudah setuju, kiranya kamipun tidak
berkeberatan, bukankah begitu?" Ia menoleh kepada
suaminya dan Cia Kim mengarigguk.
"Kami akan senang sekali berbesan dengan bibi Siauw
yang dahulu menjadi rekan dan sahabat baik ibu kami.
Bagaimana, Tin Han?"
Song Thian Lee memandang kepada Lee Cin yang
menundukkan mukanya dengan wajah pucat. Dia merasa
kasihan sekali dan juga penasaran terhadap Tin Han. Akan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tetapi keluarga itu sedang bercakap-cakap dengan asyik,
tentu saja sebagai orang luar dia tidak berani mencampuri.
Sementara itu, Tin Han memandang kepada ayah ibunya
dengan muka merah.
"Ayah dan ibu, sesungguhnya aku tidak pernah
menyatakan setuju dengan usul perjodohan itu. Aku hanya
mengatakan bahwa aku akan memberitahukan dulu-kepada
orang tuaku."
"Dan sekarang ayah ibumu dan kedua pamanmu sudah
setuju!"" tukas Tet ok Kui-bo.
Tin Han menggigit bibirnya. Dia harus mengambil
keputusan sekarang. Dia lalu memegang tangan Lee Cin,
ditariknya gadis itu menghadap ayah ibunya dan dengan
lantang dia berkata, "Ayah dan ibu, aku telah mendapatkan
pilihan hati sendiri. Nona Souw Lee Cin inilah yang akan
menjadi isteriku!"
Cia Kun dan isterinya terbelalak. Mereka tidak
menyangka bahwa Tin Han jatuh cinta kepada Lee Cin, gadis
yang pernah menjadi tamu mereka akan tetapi juga pernah
menjadi musuh dan tawanan mereka itu. Biarpun dulu
pernah mendengar bahwa Lee Cin puteri beng-cu Souw Tek
Bun, ibu Tin Han bertanya lagi untuk meyakinkan.
"Puteri siapakah ia?""
"Ibu, ayahnya adalah seorang pendekar besar, bekas
beng-cu Souw Tek Bun yang terkenal itu!" kata Tin Han
bangga.
"Dan ibunya?"
"Ibunya tidak kalah terkenalnya sebagai seorang wanita
sakti berjuluk Ang-tok Mo-li!"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Apa......... ?" Wajah Cia Kun penuh kerut merut
mendengar nama ini. "Ang-,tok Mo-li datuk sesat itu? Angtok
Mo-li adalah musuh besar mendiang nenekmu!"
“Heh-heh-heh, puteri Ang-tok Moli? Sepatutnya engkau
membunuh puteri datuk itu, Tin Han. Puterinya adalah
musuhmu juga karena sejak dahulu Ang-tok Mo-li
memusuhi Keluarga Cia!" kata Te-tok Kui-bo.
"Akan tetapi, ibu, sekarang Ang-tok Mo-li telah
mengundurkan diri, telah kembali sebagai isteri pendekar
Souw Tek Bun dan tinggal di Hong-san”, bantah Tin Han.
"Tidak! Engkau tidak boleh menikah dengan puteri Angtok
Mo-li!" bentak Cia Kim.
"Benar, Tin Han. Aku tidak rela kalau engkau menikah
dengan puteri Ang-tok Mo-li. Tahukah engkau bahwa dahulu
Ang-tok Mo-li dalam sebuah perkelahian hampir saja
membunuh nenekmu? Tidak, akupun tidak setuju kalau
engkau berjodoh dengan puterinya!"
Lee Cin terbelalak dan mukanya sebentar pucat sebentar
merah. Tiba-tiba dara itu merenggutkan tangannya terlepas
dari pegangan Tin Han dan iapun berkata dengan suara
lantang penuh ke marahan. "Akupun tidak sudi berjodoh
dengan putera keluarga Cia! Kita akan tetap menjadi
musuh!" Setelah berkata demikian, Lee Cin melompat dari
situ dan melarikan diri dengan cepat sekali.
"Cin- moi......... l!" Tin Han berseru dan diapun segera
meloncat dan lari mengejar.
Melihat ini, diam-diam Song Thian Lee menghela napas
panjang dan diapun pergi dari situ tanpa pamit. Bukan
urusannya, pikirnya, dan dia tidak boleh mencampuri
walaupun dia merasa amat iba kepada kedua orang muda
itu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Te-tok Kui-bo juga segera memimpin orang-orangnya
untuk pergi dari situ setelah pinangannya diterima oleh
Keluarga Cia. Mereka tidak boleh tinggal terlalu lama di situ
karena pasukan pemerintah yang mengejar tentu segera tiba
di situ.
Para pendekar lainnya juga sudah melarikan diri ceraiberai
dan sejak hari itu, para pendekar tentu saja tidak
mengakui Ouw Kwan Lok sebagai bengcu, bahkan tahu
bahwa beng-cu baru itu rnenjadi kaki tangan penjajah
Mancu.
-oo(mch)oo-
Lee Cin berlari cepat sekali, mengerahkan seluruh ginkangnya
sehingga ia berlari sangat cepat, memasuki sebuah
hutan lebat dan berhenti lalu menjatuhkan diri di bawah
sebatang pohon dan menangis sesenggukan. Ia merasa
jantungnya perih, hatinya sakit sekali. Orang tua Tin Han, di
depannya, telah menampik ia sebagai jodoh Tin Han,
menjelek-jelekkan ibu kandungnya. Ia merasa hancur
hatinya, dan melihat betapa harapannya untuk menjadi
isteri Tin Han lenyap sama sekali. Ibu kandungnya sendiri
tidak setuju kalau ia menjadi isteri Tin Han. Halangan yang
satu inipun belum dapat mereka lampaui, sekarang
ditambah lagi penolakan dari pihak orang tua Tin Han.
Ia mengepal tinju dan beberapa kali memukuli tanah di
depannya. Ia harus membenci Tin Han, harus melupakan
pemuda itu. Akan tetapi bagaimana mungkin? Tin Han
demikian baik kepadanya, tidak ada sikap Tin Han yang
menyakitkan hatinya, selalu menyenangkan dan ia benarbenar
jatuh cinta kepada pemuda itu. Akan tetapi
bagaimana mungkin mereka dapat berjodoh? Ibunya sendiri
tidak setuju dan dahulu pernah mengusir Tin Han dan
sekarang orang tua Tin Han bahkan tidak setuju
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menerimanya dan menganggap ia sebagai puteri seorang
musuh besar.
Aduh, rasa perih membuat ia mengeluh. Jantungnya
seperti tertusuk pedang. Apa lagi kalau ia mengingat betapa
Tin Han agaknya akan dijodohkan dengan puteri nenek yang
galak itu. Mengingat itu semua, Lee Cin merasa betapa
dadanya nyeri dan akhirnya ia mengeluh dan roboh pingsan.
Ia tidak sadarkan diri sampai lama dan ia sama sekali
tidak tahu bahwa tak lama kemudian setelah ia roboh
pingsan, seorang kakek tinggi kurus berpakaian hitam putih
dengan gambar Im yang di dadanya menghampirinya. Kakek
ini bukan lain adalah Thian-te Mo-ong Koan Ek! Setelah para
pendekar melarikan diri dari Pulau Naga, kakek inipun ikut
melakukan pengejaran dan dia tiba di hutan itu seorang diri,
terpisah dari kawan- kawannya yang semua melakukan
pengejaran dibantu oleh pasukan pemerintah yang besar
jumlahnya.
Begitu melihat Lee Cin, sepasang matanya bersinar- sinar
karena dia mengenal gadis itu sebagai musuh besar sejak
dulu Lee Cin bersama Thian Lee menentang pemberontakan
Pangeran Tua. Melihat Lee Cin pingsan di bawah pohon itu,
Thian- te Mo- ong cepat mengeluarkan sehelai sabuk sutera
dan mengikat kedua tangan Lee Cin ke belakang: Kemudian,
sambil terkekeh girang dia memanggul tubuh Lee Cin,
hendak dibawanya pergi ke Pulau Naga dan diserahkan
kepada Ouw Kwan Lok karena dia tahu bahwa Ouw Kwan
Lok amat memusuhi gadis ini sebagai seorang di antara
musuh- musuh besarnya. Bahkan dia tahu pula bahwa yang
membuntungi lengan Ouw Kwan Lok adalah gadis ini!
Akan tetapi baru beberapa langkah dia berjalan, tiba-tiba
berkelebat bayangan dua orang dan di depannya telah
berdiri seorang pemuda tampan gagah dan seorang gadis.
Mereka ini bukan lain adalah Thio Hui San murid In Kong
Thai- su dari Siauw- lim- pai dan gadis itu adalah Liu Ceng
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
murid Thian- tok Gu Kiat Seng. Tentu saja mereka segera
mengenal gadis yang dipanggul oleh Thian- te Mo- ong maka
tanpa banyak cakap lagi Hui San dan Ceng Ceng sudah
menyerang kakek itu dari kanan kiri. Hui San menggunakan
pedang sedangkan Ceng Ceng memegang sebatang pedang
dan sebatang kebutan bulu merah.
Serangan kedua orang muda ini berbahaya sekali, karena
keduanya adalah murid- murid orang pandai. Andaikata
mereka itu maju satu demi satu, kiranya masih bukan
tandingan Thian- te Mo- ong. Akan tetapi karena mereka
maju bersama dan dapat bekerja sama dengan kompak
sekali, Thian-te Mo-ong cepat mengelak ke sana sini untuk
menghindarkan diri dari gulungan sinar pedang dan
kebutan. Tentu saja gerakanriya tidak leluasa karena ia
memanggul tubuh Lee Cin. Maka sekali dia menggerakkan
pundak, tubuh Lee Cin terlempar ke atas tanah dan
terguling-guling.
Kemudian Thian- te Mo-ong mencabut sepasang
pedangnya dan melawan pengeroyokan kedua orang itu
dengan marah sekali. Dia tidak mengenal kedua orang itu,
akan tetapi tahu bahwa mereka itu masuk dua orang yang
tadi bertempur di pihak para pendekar.
"Bocah- bocah yang sudah bosan hidup! Hari ini kalian
akan mampus di tanganku!" bentaknya dan dia memutar
kedua pedangnya sedemikian rupa sehingga tampak dua
gulungan sinar yang menyilaukan mata. Maklum betapa
lihainya kakek itu, Thio Hui San dan Ceng Ceng bersilat
dengan hati- hati dan saling melindungi.
Sementara itu, Lee Cin yang sudah dilempar dan jatuh
bergulingan di atas tanah, melihat kesempatan baik untuk
meloloskan dirinya. Tadi ketika masih di panggul, tidak ada
harapan baginya untuk meloloskan diri karena kalau ia
berusaha memutuskan ikatan tangannya, tentu Thian- te
Mo-ong akan mencegahnya. Sekarang, setelah ia dilempar ke
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
atas tanah, ia bebas tuttuk melakukan gerakan tubuhnya. Ia
mengerahkan sinkangnya sekuat tenaga. Ikatan itu kuat dan
kain sutera itu dapat mulur, akan tetapi berkat tenaganya
yang terpusat dan kuat sekali, ketika tali itu agak mulur ia
dapat merenggut lepas tali pengikat itu dan sebentar
kemudian iapun sudah terbebas dari ikatan! Ia merasa
girang bahwa kakek itu tidak merampas Ang-coa- kiam yang
masih melingkari pinggangnya sebagai sabuk. Ia cepat
mencabut pedang itu dan sekali meloncat ia sudah
menerjang Thian-te Mo-ong dengan kemarahan meluap-luap.
"Hiiiiaaaaatttt......... singg.....!" Sinar pedang berwarna
merah itu meluncur dan menyerang ke arah dada Thian-te
Mo-ong yang menjadi terkejut bukan main. Cepat ia
menggerakkan pedang kirinya menangkis serangan yang
amat cepat dan kuat datangnya itu sambil melompat
mundur.
"Cringgggg. ..... !" Pedang di tangan kiri Thian-te Mo-ong
hampir terlepas dari pegangan, demikian kuatnya serangan
Lee Cin.
"Thian-te Mo- ong jahanam tua bangka busuk, bersiaplah
engkau urrtuk mampus!" teriak Lee Cin sambil menyerang
lagi susul- menyusul.
Dikeroyok oleh tiga orang itu, tentu saja Thian- te Moong
menjadi kewalahan. Melawan Lee Cin seorang diri saja
agaknya baru berimbang, apa lagi kini dikeroyok oleh Hui
San dan Ceng-Ceng, dia terdesak hebat dan kedua
pedangnya hanya mampu menangkis saja, tidak sempat lagi
membalas serangan tiga orang pengeroyoknya.
Mulai paniklah rasa hati Thian-te Mo-ong Koan Ek dan
dia mulai mencari kesempatan untuk melarikan diri. Akan
tetapi ketika pedang kirinya menangkis pedang di tangan
Hui San, t iba- tiba Lee Cin membacokkan pedang Ang-coakiam
ke arah pedangnya itu sehingga tenaga lawan yang
bersatu itu terlampau kuat baginya. dan pedang di tangan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kirinya terpental dan terlepas dari pegangan. Cepat dia
menarik kembali tangan kirinya yang terancam Ang- coakiam.
Kalau tidak cepat- cepat dia menarik kembali
tangannya itu tentu telah putus disambar Ang- coa- kiam!
Setelah pedang kirinya terjatuh, Thian- te Mo-ong
melakukan pukulan dengan tangan kiri itu, jari- jari
tangannya terbuka dan dari telapak tangannya itu
menyambar uap putih yang amat dingin ke arah dada Hui
San.
"Awas, mundur!" teriak Lee Cin dan ia masih sempat
mendorong Hui San sehingga terdorong mundur dan
terbebas dari pukulan maut itu. Thian-te Mo-ong ternyata
memukul dengan Pek-swat Tok- ciang (Tangan Beracun
Salju Putih) yang tidak kalah berbahayanya dengan
pedangnya yang sudah terlepas tadi.
Melihat pukulannya gagal, Thian- te Mo-ong mengamuk
dengan pedang kanannya, dan tangan kirinya kadang
melakukan pukulan beracun dan beruap putih itu.
Kini Thio Hui San maklum akan bahayanya pukulan
tangan kiri itu, maka kalau pukulan itu datang dia
melawannya dengan It-yang-ci! Hal ini memang tepat sekali
karena dengan It-yang-ci yang kuat, dia mampu menghadapi
Pekswat Tok-ciang, bahkan dapat menotok ke arah telapak
tangan itu. Perlawanan dengan It -yang-ci yang dilakukan
Hui San dan Lee Cin membuat Thian- to Mo-ong semakin
terdesak, apalagi kebutan dan pedang Ceng Ceng juga
merupakan ancaman maut baginya.
Setelah dengan nekat melakukan perlawanan terhadap
tiga orang itu sampai seratus jurus, akhirnya Thian-te Moong
tidak kuat lagi dan sambil memben`tak nyaring diapun
membalikkan tubuhriya dan hendak melarikan diri.
"Hyaaatttt......... !" Lee Cin membentak dan pedang Angcoa-
kiam meluncur lepas dari tangannya, bagaikan anak
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
panah dan tanpa dapat di hindarkan lagi, pedang itu
menancap dan menembus punggung Thian- te Mo-ong.
"Aughhhhh.......... !" Thian- te Mo-ong
terhuyung kemudian jatuh tersungkur dan tertelungkup,
tewas seketika karena Ang-coa-kiam telah menembus
jantungnya!
Lee Cin menghampiri mayat yang menelungkup itu,
mencabut pedang Ang- coa- kiam dan membersihkan pedang
itu pada pakaian Thian- te Mo-orig. "Adik Le Cin......... !"
Ceng Ceng menghampiri gadis "Untung engkau dapat
merobohkannya dan dia tidak sampai melarikan diri.".
Lee Cin memakai lagi pedangnya sebagai sabuk dan
tersenyum kepada Ceng Ceng. "Aku yang beruntung karena
mendapat pertolongan kalian selagi aku tidak berdaya."
"Cin- moi, bagaimana engkau sampai dapat terjatuh ke
tangan orang jahat ini?"" tanya Hui San sambil memandang
wajah gadis yang pernah merebut hatinya itu.
"Aku......... agaknya aku sedang ketiduran karena telah
di bawah pohon ketika dia datang dan tiba- tiba saja
menguasai diriku. Aku tidak sempat melawan. Untung
engkau datang, San- ko. Terima kasih kepada engkau dan
enci Ceng."
"Aihh, tidak ada yang harus berterima kasih, adik Cin.
Kalau engkau tadi tidak cepat membantu, mungkin kami
berdua sudah roboh oleh kakek yang lihai itu," kata Ceng
Ceng sambil tersenyum.
"Sekarang kalian hendak ke mama?" Lee Cin bertanya,
diam- diam merasa gembira bahwa Thio Hui San dan Ceng
Ceng tampak demikian akrab.
"Kami hendak menyingkirkan diri karena kami tentu juga
menjadi buruan pasukan Mancu. Akan tetapi lebih dulu aku
harus mengubur jenazah ini," kata Hui San.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Hemm, orang jahat seperti dia tidak pantas untuk kita
menyusahkan diri mengubur jenazahnya," kata Lee Cin
sambil mengerutkan alisnya. Ia tahu benar akan kejahatan
yang dilakukan Thian- te Mo-ong.
"Tidak bisa......... demikian,......... Cin- moi. Sebagai
murid Sian-lim-pai aku harus dapat memaafkan segala
kesalahan orang yang sudah mati. Jenazah ini berhak
mendapat perawatan yang baik, pula akan tidak sehatlah
kalau dia dibiarkan membusuk di sini."
Lee Cin menghela papas panjang.
Pemuda ini memang seorang yang berbudi mulia, seperti
juga halnya Song Thian Lee. Iapun teringat kepada Tin Han
dan hatinya terasa nyeri seperti ditusuk duri. Tin Han juga
seorang pemuda yang amat baik, dan tentu akan bersikap
seperti Hui San ini. Akan tetapi, terdapat celah selebar langit
antara ia dan Tin Han. Ibu kandungnya tidak setuju kalau ia
berjodoh dengan Tin Han dan sekarang orang tua pemuda
itu yang tidak setuju kalau putera mereka berjodoh
dengannya! Adakah lagi halangan yang lebih besar dari pada
itu?
Biarpun tadi mencela, melihat Hui San dan Ceng Ceng
menggali lubang kuburan, Lee Cin tidak dapat tinggal diam
dan membantu mereka. Kemudian, setelah lubang itu cukup
dalam dan lebar, Hui San mengangkat jenazah Thian to Moong
dan menguburnya secara sederhana.
"Sekarang kalian hendak pergi ke manakah?" tanya Lee
Cin kepada mereka.
"Kami hendak pulang ke rumah paman Souw Can di Paoting,"
kata Ceng Ceng dengan nada suara gembira.
"Atas nasihat Paman Souw Can, kami akan
melangsungkan pernikahan kami di sana, berbareng dengan
pernikahan antara adik Souw Hwe Li dan Lai Song Ek,"
sambung Thio Hui San dengan wajah gembira pula.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Ah, khong- hi (selamat) kalau begitu! Mudah-mudahan
kalian akan, dapat hidup bahagia," kata Lee Cin dan
suaranya agak terharu karena ia teringat akan nasib dirinya.
"Terima kasih, adik Lee Cin," kata Ceng Ceng sambil
merangkulnya. "Kalau sudah tiba saatnya, kami harap
engkau akan dapat hadiri dan minum arak pengantin."
Lee Cin balas merangkul. "Engkau seorang gadis yang
baik sekali, enci Ceng. Engkau berhak untuk hidup
berbahagia. "
"Dan engkau sendiri, hendak pergi ke manakah, Cin- moi
?" tanya Hui San, sambil memandang dengan perasaan iba.
Dia tahu bahwa Lee Cin dahulu mencinta Thian Lee yang
menikah dengan gadis lain.
"Aku? Ah, aku akan merantau sambil mencari Ouw
Kwart Lok. Hatiku belum merasa puas kalau belum dapat
membunuh jahanam busuk itu. Dia telah menyerang dan
melukai ibuku."
"Berhati-hatilah, Cin- moi, orang itu lihai bukan main
biarpun lengan kini nya sudah buntung," kata Hui San.
"Aku akan berhati- hati, San- ko. Nah, selamat tinggal,
aku pergi dulu!"
"Selamat berpisah, adik Cin!" Ceng Ceng dan Hui San
melambaikan tangan ke arah perginya Lee Cin yang sudah
menggunakan ilmunya melompat jauh pergi dari tempat itu.
Hui San lalu pergi juga dari situ tersama Ceng Ceng.
Mereka pergi sambil bergandeng tangan dengan penuh
kemesraan.
-oo(mch)oo-
"Cin- moi......... !" Tin Han mengejar sambil memanggilmanggil,
akan tetapi Lee Cin sudah tidak tampak lagi berada
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
di mana. Dengan hati hancur Tin Han lalu kembali kepada
orang tuanya, alisnya berkerut dan pandang matanya marah
Jilid XIV
"Sudahlah, Tin Han. Tidak perlu kau perdulikan gadis
puteri Ang-tok Mo li itu. Ibunya seorang jahat, anaknya
tentu juga jahat pula. Ini Leng Ci berada di sini!" kata Te-tok
Kui-bo.
Dengan hati panas Tin Han lalu berkata kepada nenek
"Lo-cian-pwe, kalau Io-cian-pwe mengira bahwa aku suka
menjadi mantumu, pendapat itu keliru sama sekali. Aku
tidak akan pernah mau menjadi suami adik Leng Ci atau
suami siapapun juga, kecuali suami adik Lee Cin!"
"Tin Han. !" Nenek itu berseru sambil membelalakkan
matanya. Biasanya Tin Han begitu lembut dan menurut
kata-katanya. "Akan tetapi kami semua sudah sepakat
untuk mengikat tali perjocohan itu!"
"Masa bocoh! Siapa yang mengikat tali perjodohan itu
boleh menikah. Akan tetapi aku tidak! Lo-cian-pwe sendiri
yang menghendaki pernikahan itu, aku belum pernah
menyatakan setuju orang hendak memaksa aku menikah
dengan orang yang tidak kucinta?"
"Tin Han Engkau tidak......... tidak cinta kepadaku?"
Leng Ci berseru dan wajahnya hampir menangis.
Tin Han menjadi kasihan juga. "Leng Ci, kita hanya
sahabat biasa. Aku tidak pernah mencinta gadis lain kecuali
Lee Cin. Kuharap kelak engkau akan menemukan jodohmu
dengan baik."
"Tin engkau menghancurkar harapanku. Engkau berani
menampik puteriku!"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Lo-cian-pwe yang memaksa-maksa. Sekarang aku
menyatakan tidak mau menjadi mantumu!'
"Tin Han...........!!” Ayah dan ibunya berseru dan
menegur.
Kini Tin Han memandang kepada ayah dan ibunya
pandang matanya penuh penyesalan. "Ayah dan ibu sudah
menolak dan menghina hati Lee Cin, apakah sekarang aku
harus menaatimu rnenikah dengan orang lain yang sama
sekali tidak kucinta? Tidak, ayah dan ibu. Sekali ini aku
tidak akan menuruti kata-katamu. Yang hendak menikah
adalah aku, bukan ayah dan ibu. Pernikahan menyangkut
kehidupanku selamanya, bagaimana hal itu harus
ditentukan oleh orang lain?"
"Akan tetapi ibunya adalah Ang-tok Mo-li musuh besar
nenekmu dan seorang datuk sesat yang jahat!' seru ibunya.
"Ibu, maafkan. Aku bukan hendak menikah dengan
ibunya, melainkan dengan anaknya dan Lee Cin adalah
seorang gadis berwatak pendekar, bukan golongan sesat."
"Tin Han, kalau engkau menolak berarti engkau
menghinaku!” Te-tok Kui-bo berteriak dan menggerakkan
tongkatrya. "Kami semua telah mengambil keputusan,
engkau tidak bisa seenaknya saja membatalkan! Ataukah
engkau berani menentangku?"
"Terserah kepadamu, Te-tok Kui-bo' kata Tin Han dengan
jengkel. "Aku tidak menentang siapa-siapa, akan tetapi
akupun tidak sudi dipaksa menikah dengan siapapun juga.
Tidak pula olehmu!”
"Keparat!" Te-tok Kiu-bo menerjang dengan tongkat
naganya. Akan tetapi Tin Han sudah marah sekali. Dia
mengelak dan sekali kedua tangannya bergerak, dia sudah
menangkap tongkat itu dengan tangan kanannya dan tangan
kirinya menotok.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Brett.........!” Tongkat itu sudah berpindah ke tangannya
dan sekali dia menekuk dengan kedua tangan, tongkat
itupun patah menjadi dua dan dilemparkannya ke atas
tanah dengan bantingan.
"Ayah, ibu, aku pergi!' katanya dan dengan isak tertahan
dia lalu melompat jauh lari dari tempat itu.
Semua orang terkejut bukan main. Tidak pernah mengira
bahwa Tin Han sehebat itu kepandaiannya. Nenek Te-tok
Kui-bo uring-uringan, lalu mengajak puterinya dan semua
anak buahnya pergi dari situ.
Cia Kun dan isterinya saling pandang dengan Cia Hok
dan Cia Bhok. Isteri Cia Kun mengalirkan air mata dan
diusapnya air matanya itu, lalu berkata kepada suamirya,
"Tin Han marah sekali. Ke mana kita harus mencarinya?”
Cia Kun mengerutkan alisnya. "Sepatutnya dia tidak
bersikap seperti itu. Kenapa dia memaksakan diri? Aku
yakin kalau Ang-tok Mo-li tahu bahwa dia cucu Nenek Cia,
iapun tidak akan rrenyetujui puterinya menikah dengan Tin
Han.."
Cia Hok menghela napas panjang. "Sebetulnya kalian
juga salah, memaksanya seperti itu unttk menikah dengan
gadis yang tidak dicintanya. Memang baik sekali kalau dia
mau menikah dengan puteri Te-tok Kui-bo yang dahulu
menjadi sahabat baik ibu, dan sama-sama berjiwa patriot.
Akan tetapi orang muda sekarang lebih suka memilih calon
isterinya sendiri. Pula, kita harus ingat bahwa Nona Souw
Lee Cin juga seorang yang gagah perkasa. Mernang sayang
kebetulan ia adalah puteri Ang-tok Mo-li, akan tetapi siapa
tahu sekarang Ang-tok Mo-li sudah bertaubat dan tidak
merjadi tokoh sesat lagi."
Cia Bhok berkata, "Segala sesuatu telah terjadi. Tin Han
telah pergi dan tidak akan mudah mencarinya. Anak itu kini
telah menjadi seorang yang memiliki ilmu kepandaian tinggi.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Biarkanlah dia menentukan sendiri tentang perjodohannya.
jodoh berada di tangan Tuhan. Kalau mernang dia berjodoh
dengan Nona Souw Lei Cin, tidak ada sesuatu pun yang
dapat menghalanginya, sebaliknya kalau nona itu bukan
jodohnya, tentu dia akan gagal memperisterinya. Sekarang
kita harus mengambil jalan masmg-masing berpencar dan
bersembunyi karena pasukan pemerintah tentu akan
mencari kita pula dan dianggap pemberontak."
Semua menyatakan setuju dan mereka pun berpencar
mencari jalan masing-masing untuk menyelamatkan diri dari
pengejaran pasukan pemerintah yang bekerja-sama dengan
golongan sesat dari dunia kang-ouw.
Tin Han merasa dadanya akan meledak. Kemarahan
memenuhi dadanya kalau dia ingat betapa orang-orang tua
itu hendak memaksa dia menikah dengan Leng Ci, apa lagi
kalau mengingat betapa ayah ibunya telah menolak dan
menghina Lee Cin. Dia dapat membayangkan betapa sakit
dan hancurnya hati kekasihnya karena diapun pernah
mengalami ditolak dan dihina oleh ibu gadis itu. Akan tetapi
siapapun yang merintangi perjodohannya dengan Lee Cin,
akan ditantangnya. Yang penting adalah dia dan Lee Cin
sendiri!
"Cin-moi, kasihan engkau.........!” Dia mengeluh sambil
berlari terus. Kemudian dia teringat akan perbuatan Ouw
Kwan Lok kepadanya. Jahanam telah memalsukan namanya
melakukan banyak pembunuhan untuk mencemarkan
namanya. Dia merasa menyesal tidak dapat membunuh
orang yang diakuiiya memiliki ilmu kepandaian yang tinggi,
setingkat dengan dirinya.
"Aku harus mencarinya dan menemukannya!" bisiknya
kepada diri sendiri.
Kemudian dia berhenti berlari. Kenapa dia harus mencari
jauh-jauh? Dia yakin bahwa Ouw Kwan Lok masih berada di
Pulau Naga, bersembunyi di sana. Sekarang, semua pasukan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dan orang-orang sesat sedang mengadakan pemburuan
terhadap para pendekar. Pulau Naga tentu ditinggalkan dan
siapa tahu Ouw Kwan Lok masih berada di sana! Dia tentu
tidak akan meriyarigka akan ada orang yang berani datang
ke Pulau Naga lagi dan enak- enak saja bersembunyi di situ.
Siapa tahu dugaannya benar dan dengan pikiran ini Tin Han
lalu membalikkan tubuhriya hendak pergi berkunjung ke
Pulau Naga lagi!
-oo(mch)oo-
Lee Cin berjalan seorang diri tanpa tujuan. Ia sendiri
bingung harus pergi ke mana. Perpisahannya dengan Tin
Han membuat semangatnya menjadi lemah dan segala
tampak tidak menyenangkan. Satu- satunya tujuan
hidupnya kini mencari Ouw Kwan Lok, orang yang selain
pernah menyerang dan melukai ibunya, juga telah menjelekjelekkan
nama Hek-tiauw Eng- hiong atau Tin Han
kekasihnya. Biarlah ia melakukan sesuatu yang terakhir,
yaitu membela nama baik Tin Han. Ia tidak dapat membenci
Tin Han karena sikap orang tuanya, karena ia sendiri juga
merasa bahwa ibunyapun bersikap seperti itu terhadap Tin
Han. Tidak, ia tidak membenci Tin Han. Ia tetap mencinta
pemuda itu dan ingin membelanya. Walaupun agaknya ia
tidak mungkin dapat berjodoh dengan Tin Han, setidaknya ia
dapat mencintanya saampai mati.
Selagi ia berjalan keluar masuk hutan, tiba- tiba tampak
tiga bayangan orang berkelebat dan terkejutlah ia ketika
melihat bahwa mereka bukan lain adalah musuh- musuh
lamanya, yaitu Yauw Seng Kim, Ban- tok Mo-li dan yang
seorang lagi adalah Ma Huai, anak buah Ouw Kwan Lok!
Maklum bahwa ia menghadapi musuh dan lawan tangguh,
Lee Cin sudah mengeluarkan Ang-coa- kiam dan berdiri
dengan pedang melintang depan dada dan keadaan siap
siaga!
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Yauw Seng Kull tertawa. "Ha- ha- ha, kiranya nona Souw
Lee Cin yang manis berada di sini! Sungguh kebetulan
sekali. Kami memang sedang mencari-carimu."
Ban- tok Mo-li yang merasa cemburu karena tampaknya
Yauw Seng Kim masih selalu tergila-gila kepada gadis itu
segera membentak , "Souw Lee Cin. Menyerahlah menjadi
tawanan kami sebelum kami terpaksa menggunakan
kekerasan untuk membunuhmu!' Ia sudah mencabut
pedangnya yang beracun. Yauw Seng Kun juga sudah
mencabut senjatanya. Lee Cin diikepung segi tiga. Namun,
Lee Cin sama sekali tidak merasa gentar. Tampa berkedip
dan tanpa menggerakkan tubuhnya ia membentak.
"Tiga ekor anjing Mancu, majulah! Siapa takut kepada
kaliari?"
Melihat sikap dan mendengar bentakan ini, Ban-tok Mo-li
lain berseru,
"Serbu!"
Ia sendiri sudah menusukkan pedangnya yang beracun
ke arah dada Lee Cin. Gadis itu tidak mengelak, melainkan
menggetarkan pedangnya menangkis.
"Trangg......... !" Pedang di tangan Ban- tok Mo-li terpental
dan wanita itu terkejut bukan main, cepat meloncat ke
belakang agar pedangnya tidak sampai terlepas dari
tangannya. Pada saat itu, Ma Huan sudah membabatkan
goloknya ke arah kedua kaki Lee Cin. Gadis ini melompat ke
atas dan mengelebatkan pedangnya ke belakang karena
pada saat itu, tongkat bambu kuning di tangan Yauw Seng
Kun telah menotoknya.
"Trakk!" Tongkat itu telah tertangkis, akan tetapi pedang
Ban- tok Mo-li kembali mendesak dengan bacokan ke arah
kepada. Lee Cin mengelak ke samping lain memutar
pedangnya untuk membalas serangan tiga orang
pengeroyoknya sehingga mereka bertiga terpaksa melompat
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
ke belakang untuk menghindarkan diri dari gulungan sinar
pedang merah yang amat berbahaya itu.
Kalau tiga orang itu maju satu demi satu, jelas mereka
bukan lawan Lee Cin. Akan tetapi karena mereka bertiga
maju mengeroyok, hal ini membuat Lee Cin kewalahan juga.
Hujan serangan menyerangnya dan terpaksa ia harus
memutar pedang melindungi tubuhnya. Pedang itu seolah
menjadi gulungan sinar yang membalut dirinya, menjadi
perisai sehingga serangan ketiga orang itu dapat tertangkis
semua.
Tiba-tiba Ban- Moli mengeluarkan saputangan merah
dan mengebutkan saputangan itu ke arah Lee Cin. Debu
merah mengepul. Akan tetapi Lee Cin sudah tahu akan
bahayanya racun yang dipergunakan Ban-tok Mo-li, maka ia
menahan napas dan melompat mundur beberapa langkah
sehingga tidak terkena racun itu. Tiga orang pengeroyoknya
mengejar dan kembali ia terkurung.
Perlahan akan tetapi tentu Lee Cin mulai terdesak.
Tongkat bambu kuning di tangan Yauw Seng Kim sudah
sempat menotok pundaknya. Akan tetapi ia masih sempat
memiringkan pundak itu sehingga totokan itu tidak telak
dan hanya membuat tubuhnya tergetar sedikit. Ayunan
pedangnya menyelamatkannya karena Yauw Seng Kun tidak
lagi mampu mendesaknya. Biarpun demikian, kini Lee Cin
bersilat dengan hati-hati dan ia lebih banyak menangkis dan
mengelak dari pada menyerang.
Pada suatu kesempatan, selagi terdesak, kaki Lee Cin
mencuat dan mergenai perut Ma Huan sehingga orang
bergolok ini mengaduh dan terhuyung ke belakang. Akan
tetapi dua orang kawannya segera mendesak lagi sehingga
Lee Cin kembali harus memutar tubuhnya dan pedangnya
menjadi semacam baling-baling yang berputar rapat
melindungi dirinya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tiba-tiba terdengar bentakan nyaring, "Adik Lee Cin,
jangan khawatir, kami datang membantumu!"
Bukan main girangnya hati Lee Cin ketika melihat bahwa
yang clatang adalah Tan Cin Lan dan Song Thian Lee!
Sepasang suami isteri perkasa ini telah datang dan segera
menyerbu membantunya. Tan Cin Lan yang memegang
sebatang tongkat sudah menerjang dan membuat Ma Huan
terdesak ke belakang. Song Thian Lee menggunakan pedang
Jit-goat-kiam yang digerakkan secara dahsyat membuat
Yauw Seng Kun terhuyung ke belakang. Kini tinggal Ban-tok
Mo-li seorang yang melawan Lee Cin dan sebentar saja
wanita itu tidak dapat menahan gerakan pedang Ang-coakiam.
Setelah sepasang suami isteri itu datang membantu,
tidak sampai tigapuluh jurus saja tiga orang lawan itu roboh
satu demi satu. Ma Huan roboh tertotok tongkat yang
mengenal ulu hatinya dan dia roboh untuk tidak dapat
bangkit kembali. Ban-tok Mo-li tertembus dadanya oleh Angcoa-
kiam dan iapun tewas seketika, sedangkan Yauw Seng
Kun, biarpun sudah mengeluarkan seluruh ilmu
kepandaiannya, akhirnya roboh dengan leher nyaris putus
oleh pedang Jit goat-kiam di tangan Song Thian Lee!
Setelah tiga orang lawan itu tewas, Lee Cin merangkul
Cin Lan "Ah, untung engkau datang, enci Cin Lan!" katanya
girang.
"Andaikata kami tidak datang sekalipun belum tentu tiga
ekor anjing ini akan dapat mengalahkanmu."
"Lee-ko, bagaimana secara kebetulan kalian dapat
muncul di sini? Bukankah ketika melarikan diri dari Pulau
Naga, engkau seorang diri tanpa adanya enci Cin Lan?"
Thian Lee menghela papas panjang. "Biar kukubur dulu
tiga jenazah ini dan engkau dapat mendengar peristiwa yang
menimpa diri kami dari encimu."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Thian Lee membuat lubang untuk ke tiga mayat itu dan
Cin Lan mengajak Lee Cin ke bawah sebatang pohon besar
lalu bercerita.
Kiranya ketika suaminya tidak berada di rumah, ikut
mencari orang yang menyamar sebagai Hek-tiauw Enghiong,
Cin Lan tinggal berdua saja dengan puteranya yang
baru berusia tiga tahun, Song Hong San. Pada suatu sore,
ketika Cin Lan sedang berada di taman bersama puteranya
yang bermain-main merigejar kupu- kupu di antara bungabunga
yang sedang mekar, muncul tiga orang yang
mencurigakan hatinya. Yang seorang masih muda dan
tampan, akan tetapi lengan kirinya buntung sebatas siku.
Orang kedua adalah seorang berusia limapuluh tahun lebih
yang tubuhnya tinggi besar dan serba bundar, perutnya
gendut dan kulitnya hitam. Adapun orang ketiga adalah
seorang kakek berusia limapuluh tahun lebih akan tetapi
tubuhnya tinggi kurus dan mukanya kuning seperti
berpenyakitan dan matanya sipit seperti terpejam. Mereka
itu bukan lain adalah Ouw Kwan Lok, Hek- bin Mo- ko dan
Sin- ciang Mo-ko.
Sebetulnya maksud kunjungan tiga orang tokoh besar
dari Pulau Naga ini adalah untuk mencari Song Thian Lee
dan mengeroyoknya karena pendekar itu telah melukai Siang
Koan Bhok. Akan tetapi ketika tiba di taman itu, mereka
hanya mendapatkan isteri pendekar itu bersama puteranya.
Tan Cin Lan segera merasa curiga. Ia bangkit berdiri dan
menghadapi mereka dengan pandang mata tajam penuh
selidik. "Siapakah kalian dan ada keperluan apakah kalian
datang memasuki taman bunga kami?" Wanita ini sama
sekali tidak merasa gentar dan tangannya sudah meraih
sebatang tongkat yang tadinya bersandar di bangku tempat
ia duduk.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ouw Kwan Lok menyeringai melihat wanita yang cantik
jelita itu. "Kami datang untuk mencari Song Thian Lee.
Panggil dia keluar."
"Suamiku tidak berada di rumah-! Kalau kalian ada
urusan boleh disampaikan kepadaku saja," kata Cin Lan
dengan sinar mata masih penuh selidik dan kecurigaan.
Ouw Kwan Lok memandang kepada Cin Lan, lalu melirik
kepada Song Hong San yang masih bermain- main mengejar
kupu- kupu. "Dia itu anakmukah?" tanyanya.
Cin Lan masih khawatir dan melangkah hendak
mendekati puteranya. Akan tetapi Ouw Kwan Lok
menghadangnya dan berkata, "Kalau suamimu tidak ada,
biarlah kami membawa anakmu dan kelak dia boleh mencari
kami!" Setelah berkata demikian, Ouw Kwan Lok memberi
isyarat, kepada kedua orang temannya.
Hek-bin Mo-ko yang tinggi besar melompat maju dan
menggerakkan ruyung berdurinya, sedangkan Sin-ciang Mokai
juga menggerakkan tongkatnya yang beracun untuk
menyerang Cin Lan. Wanita ini terkejut sekali dan juga
marah bercampur khawatir akan puteranya. Ia sudah
menyambar tongkatnya dan sekali terjang ia sudah
membuat Sin-ciang Mo-kai terpelanting dan terhuyung. Ilmu
tongkat nyonya muda ini memang hebat sekali, yaitu Hokmo-
tung (Tongkat Penaluk Iblis). Akan tetapi dari samping,
Hek-bin Mo-ko sudah mengayun ruyungnya dengan dahsyat
sehingga Cin Lan terpaksa harus mengelak untuk
menghincarkan diri. Si-ciang Mo-kai sudah menerjang lagi
dan kini nyonya muda itu dikeroyok oleh dua orang
lawannya. Ia melakukan dengan gigih, namun perhatiannya
terpecah kepada puteranya.
Pada saat itu, Ouw Kwan Lok melompat ke dekat Song
Hong San dan sekali sambar dia sudah memondong anak
itu. Hong San berteriak memanggil ibunya dan meronta,
tidak mau dipondong laki-laki yang tidak dikenalnya itu,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
akan tetapi sekali tekan dengan jari tangannya, Ouw Kwan
Lok membuat anak itu lemas tidak mampu berteriak
maupun bergerak lagi.
"Kita pergi!" kata Ouw Kwan Lok kepada dua orang
rekannya dan Hek-bin Mo-ko bersama Sin-ciang Mo-kai
menyerang dengan hebat sehingga Cin Lan terpaksa
melompat ke belakang. Saat itu dipergunakan oleh dua
orang pengeroyoknya untuk melarikan diri mengejar Ouw
Kwan Lok yang sudah lari terlebih dulu.
Mati-matian Tan Cin Lan melakukan pengejaran. Ia
marah dan khawatir sekali akan keselamatan puteranya.
Namun, tiga orang itu berpencar sehingga ia tidak tahu
siapa yang membawa pergi puteranya clan ke arah mana. Ia
hanya dapat mengejar seorang di antara mereka dan setelah
akhirnya ia dapat menyusul, ternyata yang dapat dikejarnya
itu adalah Sin- ciang Mo- kai, pengemis tua yang
bersenjatakan tongkat itu. Biarpun ia kecewa karena bukan
pengemis itu yang melarikan puteranya, namun dengan
kemarahan luar biasa Cin Lan segera menyerangnya.
Sin- ciang Mo- kai rnenangkis dengan tongkatnya. Akan
tetapi benturan kedua tongkat itu membuat dia terhuyung
dan Cin Lan terus mendesaknya dengan ilmu tongkat Hekmo-
tung. Perkelahian mati- rnatian antara kedua orang yang
sama-sama mempergunakan tongkat ini terjadi dan kini
setelah ia hanya melawan seorang di antara mereka, Cin Lan
dapat mendesak terus. Sin-ciang Mo-kai berusaha melawan
mati- matian, akan tetapi ia kalah segala- galanya, kalah
kuat dalam hal sin-kang dan kalah cepat gerakannya. juga
ilmu tongkat Hok- mo-tung itu merupakan rajanya ilmu
tongkat di waktu itu. Akhirnya, setelah lewat limapuluh
jurus, ujung tongkat di tangan Cin Lan berhasil menotok
dada Sin- ciang Mo-kai dan pengemis tua itu terpelanting
roboh. Cin Lan menodongkan ujung tongkatnya ke pelipis
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
orang yang sudah setengah mati dan tidak mampu bergerak
itu dan menghardik.
"Katakan siapa yang membawa anakku dan di mana dia
dibawanya?" Ujung tongkat yang menempel di pelipis itu siap
untuk ditusukkan.
Akan tetapi, totokan di dadanya tadi mengguncang
jantung Sin- ciang Mo- kai dan dia terengah-engah sekarat.
"Katakan atau aku akan menyiksamu!" bentak pula Cin
Lan.
Akhirnya dengan napas terengah-engah Sin- ciang Mokai
berkata, "......... Pulau Naga......... !" Dan diapun terkulai,
tewas. Cin Lan tidak memperdulikannya lagi. Pikirannya
penuh kegelisahan akan nasib puteranya. Maka, terpaksa
dengan berduka ia pulang ke rumahnya. Pulau Naga! Ia tahu
bahwa suaminya juga pergi ke Pulau Naga untuk mencari
Hek-tiauw Eng-hiong palsu dan kabarnya beng-cu baru
berada di Pulau Naga dan bahwa beng-cu baru itu
mengumpulkan orang-orang kang-ouw untuk
merighambakan diri kepada pemerintah. Ia menjadi bingung.
Apakah ia harus menyusul suaminya ke Pulau Naga untuk
mencari Hong San di sana? Bagaimana kalau tidak bertemu
dengan suaminya? Ia akan mencarinya sendiri! Akan tetapi
ia harus meninggalkan pesan kepada pelayan agar kalau
suaminya pulang akan mengetahui bahwa ia pergi ke Pulau
Naga mencari puteranya.
Ketika Cin Lan tiba di rumah, ternyata Song Thian Lee
baru saja pulang!
"Engkau dari mana? Mana Hong San?" Thian Lee
menyambut isterinya dengan khawatir, melihat wajah
isterinya yang pucat sekali. Ditanya demikian, Cin Lan
menubruk suaminya dan menangis.
"Eh, eh, ada apakah ini? Apa yang telah terjadi?" tanya
Thian Lee dengan khawatir. Isterinya bukan seorang wanita
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
cengeng, maka kalau sampai ia bersikap seperti ini tentu
telah terjadi sesuatu yang hebat.
"Hong San......... diculik......... orang.......!” akhirnya Cin
Lan dapat bicara dan tentu saja Thian Lee terkejut bukan
main.
"Apa? Kapan terjadinya dan bagaimana?"
"Baru saja terjadi," kata Cin Lan yang masih menangis di
dada suaminya. "Aku sedang berada di taman dan Hong San
bermain-main. Lalu muncul tiga orang. Yang dua orang
menyerangku dan yang seorang menculik dan membawa lari
Hong San."
Thian Lee mengepal kedua tangannya. "Siapa mereka?"
"Aku melakukan pengejaran akan tetapi mereka
berpencar. Aku dapat menyusul seorang di antara mereka
dan dalam perkelahianku aku dapat mernbunuhnya, akan
tetapi yang dua orang lagi telah lari entah ke mana. Aku
sudah mendesak orang yang kurobohkan dan sebelum tewas
dia mengatakan Pulau Naga."
"Ahhhh.........! Bagaimana keadaan mereka itu? Siapa
mereka?"
"Yang terbunuh olehku seorang pengemis berpakaian
tambal-tambalan baru, bersenjata tongkat. Orang kedua
adalah seorang kakek tinggi besar gendut bermuka hitam
dan bersenjata sebatang ruyung berduri. Adapun orang
ketiga yang menculik Hong San adalah seorang pemuda yang
lengan kirinya buntung sebatas siku."
"Jahanam keparat! Itu adalah Ouw Kwan Lok, beng-cu
baru jahanam itu! Dan yang gemuk hitam itu tentu Hekbin
Mo-ko sedangkan yang terbunuh olehmu tentu Sin-ciang
Mo-kai. Mereka berdua adalah kaki tangan Ouw Kwan Lok.
Jadi anak kita dibawa ke Pulau Naga? Apa yang mereka
katakan ketika mereka muncul."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Orang muda berlengan buntung sebelah itu tadinya
menanyakan engkau. Ketika aku mengatakan bahwa engkau
tidak berada di rumah, dia lalu bilang bahwa dia akan
membawa Hong San dan kelak engkau boleh mencari
mereka."
"Jahanam! Sekarang juga kita pergi ke Pulau Naga
menyusul mereka!" kata Song Thian Lee dengan marah.
Setelah membuat persiapan tergesa-gesa, kedua orang
suami isteri perkasa ini lalu melakukan perjalanan menuju
ke Pulau Naga. Di sepanjang perjalanan Thian Lee bercerita
kepada isterinya tentang pertempuran yang terjadi di Pulau
Naga sehingga akhirnya para pendekar menyelamatkan diri
dan lari dari Pulau Naga karena ada pasukan pemerintah
yang besar jumlahnya datang membantu pihak beng-cu dan
para tokoh sesat.
"Kalau begitu, keadaan di Pulau Naga sekarang ini tidak
aman, terjaga banyak pasukan," kata Cin Lan.
"Kurasa tidak. Pasukan itu tentu melakukan pengejaran
ke daratan dan pulau itu sudah sepi kembali. Yang tinggal di
sana Siang Koan Bhck dan tentu Ouw Kwan Lok dan para
kaki tangannya. tokoh-tokoh kang-ouw yang sesat. Akan
tetapi kita tidak perlu takut. Kita harus pergi ke sana untuk
merampas kembali anak kita. Kalau perlu kita akan
mengamuk mati-matian, atau kita dapat menyusup ke pulau
dengan menyamar. Kita melihat keadaannya dulu di sana."
Lega juga hati Cin Lan setelah bertemu dengan
suaminya. Iapun bukan seorang bodoh. Pihak musuh
menculik Hong San tentu bukan bermaksud membunuh
anak itu, melainkan untuk memancing suaminya datang ke
Pulau Naga. Dan kelau pergi berdua dengan suaminya,
biarpun ke sarang naga ia tidak takut!
Demikianlah, semua ini diceritakan Cin Lan kepada Lee
Cin.. Lee Cin yang mendengar cerita itu, ikut menjadi marah
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sekali. " Jahanam benar Ouw Kwan Lok itu. Tidak malu dia
berbuat curang, menculik seorang anak kecil. Kalau
mernang dia gagah, kenapa tidak langsung saja menantang
Lee-ko? Jangan khawatir, enci Lan. Aku akan menyertai
kalian masuk ke Pulau Naga! Akupun ingin membunuh Ouw
Kwan Lok itu. Sayang dahulu aku hanya membuntungi
lengan kirinya, bukan lehernya!' katanya gemas.
Thian Lee telah selesai menguburkan mayat-mayat Ma
Huan, Yauw Seng Kun dan Ban-tok Mo-li. Dia
membersihkan kedua tangannya yang terkena tanah, lalu
menghampiri mereka.
"Keadaan Pulau Naga sekarang sudah tidak begitu kuat
lagi," katanya. "Sin-ciang Mo-.kai, Ma Huan, Yauw Seng Kun,
dan Ban-tok M.o-li telah dapat kita tewaskan.
"Masih ada seorang lagi yang berhasil kutewaskan, yaitu
Thian-te Mo-ong?' kata Lee Cin yang segera menceritakan
bagaimana ia berhasil membunuh tokoh sesat itu.
Thian Lee mengangguk-angguk girang. "Kalau begitu,
kedudukan Ouw Kwan Lok sudah lemah. Hanya tinggal dia
seorang, Siang Koan Bhok dan Nyonya Siang Koan Bhok
yang kabarnya juga lihai sekali."
. "Memang ia lihai," kata isterinya. "Aku dahulu pernah
bertemu dengannya dan ia berwatak aneh. Setelah ia tahu
bahwa aku mencarikan obat untuk guruku Pek I Lo-kai, ia
membebaskan aku bahkan menyerahkan buah sian-tho di
Pulau Ular Emas untuk dipakai mengobati guruku."
"Aih, menarik sekali!" kata Lee Cin. "Bagaimana
ceritanya, enci Lan?"
"Sebaiknya kita melanjutkan perjalanan dan dalam
perjalanan itu Cin Lan menceritakan pengalamannya
dahulu," kata Thian Lee. Mereka bertiga lalu melanjutkan
perjalanan mereka ke Pulau Naga dan di sepanjang jalan ini
Cin Lan bercerita tentang pengalamannya dahulu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Peristiwa itu amat mengesankan hatiku karena aku
mengalami hal aneh di sana. Terjadinya dahulu ketika aku
masih merjadi murid Pek I Lo--kai," Cin Lan mulai bercerita.
Ketika itu, beberapa tahun yang lalu, Cin Lan masih
seorang gadis muda, puteri tiri Pangeran Tang Gi Su dan
menjadi murid Fek I Lo-kai. Pada suatu hari Fek I Lo-,kai
bertanding melawan datuk besar Jeng-ciang-kwi. Jengciangkui
kalah oleh Pek I Lo-kai, mengaku kalah dan
terluka. Akan tetapi diam-diam Pek I Lo-kai juga terluka
parah dan menurut pemeriksaan seorang nikou yang pandai
ilmu pengobatan, obat untuk kakek pengemis berbaju putih
itu hanyalah buah sian-tho yang tumbuh di Pulau Ular
Emas. Mendengar ini, Cin Lan yang amat sayang kepada
gurunya, diam-diam pergi ke pulau itu untuk mencarikan
obat bagi gurunya.
Setelah tiba di pantai dan menemukan seorang tukang
perahu tua yang berani membawanya ke Pulau Ular Emas,
mereka berangkat. Dalam pelayaran itu mereka melewati
Pulau Naga dan ketika Cin Lan mendengar bahwa Pulau
Naga itu dihuni iblis dan semua orang takut mendekatinya,
ia malah memaksa kakek perahu untuk singgah dan melihat
pulau yang dihuni iblis itu!
Di pulau Naga Cin Lan berjumpa dengan Siang Koan Tek.
Mereka bertanding dan Cin Lan terjebak, tertawan oleh
Siang Koan Tek yang nyaris memperkosanya. Akan tetapi
muncullah Nyonya Siang Koan Bhok yang memarahi
puteranya dan membebaskan Cin Lan, apalagi mendengar
bahwa Cin Lan adalah puteri Pek I Lo-kai. Cin Lan setelah
dibebaskan meninggalkan Pulau Naga dan menuju ke Pulau
Ular Emas. Ternyata, di sana telah ada beberapa orang
kangouw yang juga hendak mengambil buah sian-tho.
Mereka berunding untuk bertanding satu lawan satu dan
siapa yang menang berhak memperoleh sian-tho. Akan tetapi
tiba-tiba muncul Nyonya Siang Koan Bhok bersama Siang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Koan Tek. Nyonya ini rnengatakan bahwa Sian-tho adalah
haknya dan kalau orang orang itu dapat mengalahkannya
baru boleh mengambil sian-tho. Dua orang di antara orang
kang-ouw itu tewas setelah bertanding melawan Nyonya
Siang Koan Bhok.
Akan tetapi Cin Lan tidak takut. Ia bertanding dengan
Nyonya Siang Koan Bhok, menggunakan tongkat dan ilmu
tongkat Hek-mo-tung. Nyonya itu teringat akan Pek I Lo-kai
yang dikenalnya dengan baik, mengagumi Hek- mo-tung dan
mengalah, lalu menyuruh Siang Koan Tek menyerahkan
buah sian tho kepada Cin Lan untuk mengobati gurunya.
Bahkan Nyonya Siang Koan Bhok menyatakan sukanya
kepada Cin Lan untuk mengambilnya sebagai mantu. Cin
Lan meninggalkan Pulau Ular Emas membawa buah siantho.
Akan tetapi di pantai ia melihat seekor ular putih
dikeroyok ular-ular emas. Ia penasaran melihat ular putih
dikeroyok, maka turun tangan membantu membunuhi ular
emas. Ada ular emas menggigit kakinya yang terasa amat
panas, lalu ular putih juga menggigit kakinya yang
mendatangkan rasa dingin. Cin Lan pingsan, dibawa oleh
kakek perahu ke dalam perahu lalu melayarkannya
meninggalkan pulau berbahaya itu. Ketika siuman, Cin Lan
merasa ada hawa sin-kang yang kuat membuat tubuhnya
ringan dan mendatangkan tenaga dahsyat.
"Peristiwa itu tidak terlupakan olehku karena dalam
peristiwa itulah untuk pertama kalinya aku bertemu dengan
ayahnya Hong San," kata Cin Lan sambil melirik ke arah
Thian Lee yang hanya tersenyum mendengarnya.
Lee Cin menjadi tertarik sekali. ''Bagaimana terjadinya,
enci Lan?" tanyanya mendesak.
"Setelah aku mendarat di pantai daratan, aku bertemu
dengan empat orang pencari sian-tho yang tadi melarikan
diri dari Pulau Ular Emas. Mereka minta bagian buah siantho.
Tentu saja tidak kuberikan dan mereka berempat lalu
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mengeroyokku. Selagi aku terdesak, muncullah dia
menolongku," katanya sambil menuding ke arah Thian Lee.
"Itu merupakan pertemuan kami yang pertama kali."
"Ceritamu menarik sekali, enci Lan. Jadi engkau pernah,
bertanding melawan Nyonya Siang Koan Bhok dan ia
memang lihai sekali? Akan tetapi mengapa setelah ia
mendengar bahwa engkau murid Pek I Lo-kai ia lalu
mengalah dan malah memberikan buah sian-tho itu
kepadamu?"
"Aku sendiripun merasa heran. Agaknya ada hubungan
sesuatu antara guruku dan Nyonya Siang Koan Bhok. Hanya
menurut dugaanku, ia tidaklah sejahat suaminya."
"Memang tampaknya demikian," kata Song Thian Lee.
"Buktinya, dalam gerakan yang dilakukan Siang Koan Bhok
dan Ouw Kwan Lok mengumpulkan orang-orang kang-ouw
untuk membantu pemerintah penjajah, nyonya itu tidak
pernah ikut campur. Mudah-mudahan saja begitu sehingga
keadaan mereka tidak begitu kuat, juga mudah-mudahan
dengan adanya Nyonya Siang Koan Bhok, kita akan lebih
mudah mendapatKan kembali Hong San dari tangan
mereka."
Tiga orang itu melanjutkan perjalanan dan perjalanan
terasa ringan dan menyenangkan bagi mereka bertiga walau
pun mereka semua merasa prihatin dengan hilangnya Hong
San. Mereka bertiga merasa kuat dan siap menghadapi
lawan yang bagaimanapun.
-oo(mch)oo-
Ketika Ouw Kwan Lok dan Hek-bin Mo-ko tiba di Pulau
Naga membawa Hong San, Siang Koan Bhok dan isterinya
sedang duduk di taman bunga milik Nyonya Siang Koan
Bhok.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Nyonya Siang Koan Bhok sudah mendengar tentang
keributan di Pulau Naga dan ia menegur suaminya.
"Mengapa engkau mencari penyakit? Kita sudah tenangtenang
hidup di sini, tidak ada orang datang memusuhi kita,
engkau malah menuruti kehendak Ouw Kwan Lok itu untuk
bekerja sama dengan pemerintah. Akibatnya, para orang
gagah memusuhimu dan sekarang kita mempunyai banyak
musuh," demikian Nyonya Siang Koan Bhok menegur
suaminya dengan suaranya yang lembut. Memang gerak
gerik nyonya ini serba lembut, tidak menunjukkan bahwa
sebetulnya seorang yang lihai sekali ilmu silatnya.
"Sudah sewajarnya kalau ada pihak yang menjadi kawan,
tentu ada pihak lain menjadi lawan," bantah Siang Koa
Bhok. "Kita berkawan dengan orang-orang kang-ouw dan
dengan pemerintah Ceng biarpun dimusuhi orang-orang
yang menamakan dirinya pendekar, kita tidak perlu takut.
Pasukan pemerintah sewaktu-waktu akan membantu kita.
Sekarangpun, pasukan sudah disebar untuk melakukan
pengejaran dan penumpasan terhadap mereka yang
memusuhi kita."
"Akan tetapi apa sih untungnya bekerja untuk
pemerintah penjajah? Kita dibenci rakyat jelata."
"Penjajah atau bukan akan tetapi kenyataannya
pemerintah adalah yang berkuasa. Rakyat tinggal menurut
saja atau akan dicap pemberontak. Banyak kebaikannya
kalau bekerja dengan pemerintah. Kita dilindungi dan
seandainya kita mencari kedudukanpun akan mudah. Kita
tidak akan dihimpit pajak dan dalam segala perkara kita
akan dimenangkan. Bukankah lebih baik dilindungi
pemerintah dari pada menjadi musuh dan buronan
pemerintah? Sudahlah, isteriku, engkau tidak tahu apa-apa,
cukup tinggallah di sini dengan tenang dan serahkan segala
urusannya kepadaku."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Nyonya Siang Koan Bhok mengerutkan alisnya yang
hitam dan menundukkan wajahnya yang masih tampak
cantik. "Baiklah, asal nanti kalau ada apa-apa yang
menyusahkan jangan mengganggu aku."
Pada saat itulah Ouw Kwan Lok dan Hek-bin Mo-ko
memasuki taman itu. Melihat Ouw Kwan Lok datang
memondong seorang anak laki-laki berusia tiga tahun suami
isteri itu memandang heran.
"Kwan Lok, siapakah anak itu dan dari mana kau
dapatkan dia?" tanya Siang Koan Bhok sambil memandang
tajam. Dia bangga akan kegagahan dan kecerdikan
muridnya itu yang kini memiliki tingkat kepandaian yang
sudah melampaui tingkatnya sendiri. Dan penyamaran Ouw
Kwan Lok menjadi Hek tiauw Eng-hiong dianggapnya amat
cerdik karena telah mampu mengadu domba para pendekar
walaupun pada akhirnya rahasia itu ketahuan.
"Suhu tentu tidak dapat menduga siapa anak ini," kata
Ouw Kwan Lok dengan bangga. "Kami telah mencari biang
keladi kegagalan pasukan menghancurkan mereka, yaitu
Song Thian Lee yang telah mengatur siasat sehingga semua
orang dapat lolos dari pulau ini. Akan tetapi ketika kami tiba
di rumah persembunyiannya, dia belum pulang dan kami
hanya bertemu dengan isterinya dan anaknya. Saya lalu
membawa anaknya ini untuk memancing agar dia mau
datang ke sini untuk kita bunuh. Sebelum Song Thian Lee
dapat dimusnakan, usaha kita akan banyak mengalami
hambatan dan gangguan."
"Hemm, jadi dia putera Song Thian Lee? Bagus, ini
umpan yang baik sekali, Kwan Lok dan aku yakin bahwa
Song Thian Lee pasti akan datang ke sini menyerahkan diri.
Akan tetapi, di mana teman-teman yang lain?"
"Sian-ciang Mo-kai berpencar untuk memecah perhatian
ibu anak ini yang juga lihai sehingga anak ini dapat saya
bawa pergi dengan aman. Adapun teman-teman yang lain
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sedang sibuk ikut melakukan pengejaran terhadap para
pelarian," kata Kwan Lok yang sekali tidak tahu bahkan
tidak menduga bahwa Sin-ciang Mo-kai telah tewas di
tangan Tan Cin Lan dan banyak kawannya juga sudah tewas
di tangan para pendekar.
"Ouw Kwan Lok, berikan anak itu kepadaku!' tiba-tiba
Nyonya Siam Koan Bhok berseru.
Kwan Lok memandang dengan heran. "Akan tetapi, subo,
ini adalah anak musuh kita."
"Tidak perduli! Kalau orang tuanya musuh, anak ini
masih kecil dan tidak ikut apa-apa. Serahkan kepadaku
untuk kurawat sementara kalian menanti kedatangan
ayahnya."
Nyonya Siang Koan Bhok menghampiri Ouw Kwan Lok.
Pemuda ini dengan bingung memandang kepada gurunya
dan Siang Koan Bhok mengangguk. "Memang lebih baik
berada di tangannya lebih aman dan tentu ia lebih pandai
merawatnya dari pada engkau."
Ouw Kwan Lok melepaskan anak itu ke dalam
pondongan Nyonya Sian Koan Bhok yang segera menekan
pundak anak itu. Song Hong San dapat bersuara lagi dan
anak itu lalu menangis keras. Nyonya Siang Koan Bhok lalu
mebawanya masuk ke dalam rumah.
"Mari kita berunding di dalam dan panggil Tung-hai Ngohouw
(Lima Harimau Laut Timur) untuk hadir," kata Siang
Koan Bhok kepada muridnya.
Ouw Kwan Lok menuju ke belakang untuk mencari Lima
Harimau yang menjadi kaki tangan gurunya itu, kemudian
mereka mengadakan perundingan di bagian belakang rumah
besar.
Tung-hai Ngo-houw adalah lima orang bajak laut yang
tubuhnya tinggi besar, usia mereka kurang lebih
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
empatpuluh tahun dan mereka memiliki ilmu silat yang
cukup tinggi menggunakan sebatang golok besar. Dahulunya
mereka adalah bajak-bajak laut yang sudah menyerah
menjadi kaki tangan Siang Koan Bhok di Pulau Naga. Ketika
para rekan kang-ouw golongan sesat bersama para pasukan
pemerintah melakukan pengejaran terhadap para pendekar,
lima orang ini tidak ikut karena tugas mereka menjaga di
Pulau Naga bersama anak buah mereka yang kini tinggal
seratus orang kurang setelah banyak di antara mereka tewas
dalam pertempuran melawan anak buah Te-tok-pang tempo
hari.
Setelah Siang Koan Bhok dan Ouw Kwan Lok berunding
dengan Tung-hai Ngo-houw, Ouw K wan Lok berkata kepada
mereka, "Kalian berlima tidak boleh lengah. Biarpun musuh
sudah melarikan diri semua, akan tetapi siapa tahu ada
yang diam-diam datang kembali. Apa lagi setelah sekarang
kami rnempunyai umpan untuk memancing datangnya Song
Thian Lee. Kalian harus berhati-hati melakukan penjagaan.
Sebar semua anak buah mengawasi di seluruh penjuru dan
hidupkan semua alat jebakan dan perangkap. Kalau Song
Thian Lee dan isterinya berani datang, kita harus
menangkapnya, mati atau hidup. Mengerti?"
"Baik, Beng-cu," kata mereka berlima.
"Lakukan giliran Siang dan malam dan sedikitpun tidak
boleh lengah karena musuh adalah orang-orang yang
memiliki kepandaian tinggi. Nah, sekarang mundurlah dan
atur penjagaan itu sebaiknya sambil menanti kembalinya
kawan-kawan yang lain."
Lima orang itu mundur, tak tahu bahwa mereka harus
menanti selamanya karena kebanyakan kawan mereka itu
sudah gugur.
"Saya kira sebaiknya kalau kita memanggil lebih banyak
rekan untuk berjaga di sini, Beng-cu," kata Hek-bin Mo-ko.
"Bagaimanapun juga, saya mendengar bahwa Song Thian
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Lee adalah seorang bekas panglima perang yang banyak
akalnya."
"Kau kumpulkan mereka dan panggil ke sini untuk diajak
berunding. Siapa saja yang masih berada di sini dan siapa
pula yang ikut keluar pulau melakukan pengejaran terhadap
para pendekar.
Hek-bin Mo-ko menuju ke belakang rumah di mana
terdapat pondok-pondok kecil tempat tinggal para anak buah
Pulau Naga dan tempat mondok para orang kang-ouw yang
bergabung di situ. Di situ masih terdapat beberapa orang
tokoh kang-ouw yang sudah bergabung, yaitu di antaranya
Kim-to Sam-ong (Tiga Raja Golok Emas) ketua Kim-to-pang
yang juga sudah bergabung, dan dua orang kakak beradik
Ouw-yang Twa-mo dan Ouwyang Siauw-mo (Iblis besar
Ouwyang dan Iblis kecil Ouwyang). Dua orang yang terakhir
ini dahulunya adalah sepasang perampok yang ganas.
Seperti juga Kim-to Sam-ong, ilmu silat kedua orang
bersaudara Ouwyang ini dapat dimasukkan golongan lihai.
Hek-bin Mo-ko segera mengundang mereka berlima untuk
ikut berunding dengan Siang Koan Bhok dan Ouw Kwan
Lok.
Kepada mereka berlima, Ouw Kwan Lok memerintahkan
agar mulai hari itu mereka waspada dan mengadakan
perondaan di sekitar pulau untuk menjaga kalau-kalau ada
orang yang berani menyelundup ke dalarn pulau. Lima orang
itu menyatakan kesanggupan mereka dan segera pergi
melaksanakan tugas yang diberikan kepada mereka.
Segala persiapan untuk menyambut kalau Song Thian
Lee dan isterinya benar berani datang telah dibuat oleh Ouw
Kwan Lok dan Siang Koan Bhok.
Kakek ini telah sembuh. dari luka dalam akibat
perkelahiannya dengan Song Thian Lee dan dia tidak pernah
terpisah dari dayung bajanya. Juga Ouw Kwan Lok tidak
pernah meninggalkan pedang yang dibawa di punggungnya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Bajunya kini berlengan panjang sehingga lengan baju kirinya
tergantung lepas di lengan kirinya yang buntung. Lengan
baju ini merupakan senjata yang ampuh juga.
Hanya Nycnya Siang Koan Bhok yang tidak ikut gelisah
menjaga diri. Ia suka sekali kepada Hong San yang cerdik.
Begitu diperlakukan dengan manis, Hong San tidak
menangis lagi bahkan suka tertawa-tawa dengan lucunya,
mengeluarkan sepatah dua patah kata yang dapat
merighibur hati Nyonya Siang Koan Bhok selama ini
kesepian, apa lagi setelah kematian puteranya, Siang Koan
Tek. Timbul rasa sayang ke pada Hong San di dalam hati
wanita yang gerak geriknya lembut itu. Ia mempunyai
beberapa orang pelayan wanita yang mengurus dan melayani
segala kebutuhannya, tinggal di pondok indah bertaman
bunga itu.
Suasana di Pulau Naga tampak sunyi dan tenang, namun
sebenarnya para penghuninya berada dalam keadaan siap
siaga dan waspada penuh ketegangan karena mereka
maklum bahwa Song Thian Lee dan isterinya tidak mungkin
tidak datang mencari puteranya di tempat itu. Balkan Ouw
Kwan Lok dan Siang Koan Bhok menjadi agak gelisah ketika
dinanti sampai beberapa hari, kawan-kawan mereka yang
melakukan pengejaran terhadap para pendekar belum juga
kembali. Sama sekali mereka tidak pernah mimpi bahwa
banyak kawan mereka telah tewas di tangan para pendekar.
-oo(mch)oo-
Terdapat kurang lebih duaratus orang di dalam hutan
lebat itu. Seratus orang adalah anggauta Pek-lian-kauw yang
pernah diserang dan diporak-porandakan orang-orang Pulau
Naga dan pasukan pemerintah dan seratus orang lagi adalah
orang-orang Pat-kwa-pai, sekutu mereka. Mereka adalah
golongan pemberontak yang membenci terhadap pemerintah
penjajah Mancu, akan tetapi mereka juga tidak segan untuk
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
melakukan kejahatan kepada rakyat jelata. Mereka adalah
golongan sesat yang membenci penjajah mancu dan di
mana-mana membikin kacau dan bahkan berani menyerang
pasukan Mancu kalau ada pasukan yang jumlah lebih kecil
dari jumlah mereka.
Mereka sedang mengadakan pertemuan di hutan itu
bersama rekan-rekan mereka, kaum Pat-kwa-pai. Biarpun
mereka berlainan aliran dan keagamaan, akan tetapi karena
sama-sama memusuhi pemerintah Mancu, mereka dapat
bekerja sama.
Beberapa orang pimpinan mereka sedang mengadakan
perundingan. Seorang berpakaian tosu yang tinggi kurus,
matanya sipit dan suaranya meninggi, bangkit berdiri dan
bicara kepada beberapa orang yang berjongkok membuat
lingkaran. Di tengah mereka terdapat api unggun karena
hari telah menjelang senja dan nyamuk telah banyak
berdatanga menyerang mereka. Tosu tinggi ini adalah Hwa-
Hwa To-su, ketua cabang Pek-lian-kauw yang berkumpul di
situ.
"Kita telah diserang oleh orang-orang Pulau Naga
sehingga kehilangan banyak saudara. Orang-orang Pulau
Naga bersekutu dengan penjajah Maricu, karena itu kita
harus membalas dendam dan kita harus membasmi orangorang
Pulau Naga. Kami harapkan bantuan pihak Pat-kwapai
sebagai rekan seperjuangan untuk menghadapi orangorang
Pulau Naga."
Seorang tosu yang pakaian di dadanya ada gambar Patkwa,
yaitu Cin Cin To-jin tokoh Pat-kwa-pai, bangkit berdiri
dan mengepal tinju. "Kami dan Pek kwa-pai adalah rekanrekan
seperjuangan, sudah seharusnya kalau kami
membantu Pek-lian-pai. Marilah kita bersama
menghancurkan orang-orang Pulau Naga!"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Pada saat itu terdengar ucapan nyaring, "Bagus sekali
rencana itu, kalau kita bekerja sama tentu hasilnya akan
lebih baik lagi”
Semua orang terkejut dan menoleh kepada orang yang
mengeluarkan suara itu. Mereka melihat seorang berpakaian
hitam. yang berkedok hitan- pula telah berdiri di atas
sebuah batu besar sehingga dapat tampak mudah dari situ.
"Siapa engkau?" Hwa Hwa To-su tokoh Pek-lian-kauw
membentak penuh curiga.
"Dia bukan orang kita!' kata pula Cin Cin To-jin dari Patkwa-
pai dengan curiga. Semua anggauta Pek-lian-kaLw dan
Pat-kwa-pai telah bersiap-siap dengan senjata mereka untuk
menyerang orang berkedok itu.
Akan tetapi orang berkedok itu berkata dengan nyaring.
"Aku adalah Hek -tiauw Eng-hiong yang juga anti penjajah
Mancu seperti kalian. Walaupun kita masing-masing
mengambil jalan kita sendiri, akan tetapi dalam menghadapi
Pulau Naga kepentingan kita sama. Karena itu, kalau kita
bekerja sama, tentu hasilnya akan lebih baik.”
"Hek-tiauw Eng-hiong, turunlah dan mari kita bicara,”
kata Hwa Hwa Tosu dan berkata kepada anak buahnya,
"Biarlah dia bicara dengan kita."
Orang itu memang Hek-tiauw Eng-hiong atau Cia Tin
Han. Secara tidak disengaja Tin Han mendapatkan mereka
sedang berbincang-bincang di situ. Maklum bahwa mereka
itu adalah musuh-musuh Pulau Naga, dia lalu mempunyai
pikiran yang amat baik. Mengapa tidak membiarkan mereka
bentrok dengan orang-orang Pulau Naga dan dia
mendapatkan keuntungan itu dengan menyusup ke Pulau
Naga dan mencari Ouw Kwan Lok? Demikianlah, maka dia
lalu muncul sebagai Hek-tiauw Eng-hiong.
Dengan beraninya Tin Han menerima tawaran orangorang
itu datang ke tengah mereka mengadakan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
perundingan bersama. Setelah dia berada di antar mereka,
Hwa Hwa Tosu lalu bertanya, "Hek-tiauw Eng-hiong, apa
yang dapat kautawarkan kepada kami?"
"Begini, kita dapat bekerja sama. Pulau Naga sekarang
dipimpin oleh beng-cu baru bernama Ouw Kwan Lok yang
amat jahat dan juga lihai sekali. Dia yang telah
mengumpulkan orang-orang kang-ouw dan menjadi antek
penjajah. Kalian boleh menyerbu dan membasmi orangorang
Pulau Naga, dan akulah yang akan 'menghadapi dan
menandingi Ouw Kwan Lok yang jahat dan lihai itu. Dialah
musuh besarku.”
"Nanti dulu," kata Cin Cin To-jin. 'Bagaimana kami dapat
tahu bahwa engkau akan mampu menandingi Ouw Kwan
Lok yang kami dengar juga memiliki kelihaian melebihi Siang
Koan Bhok itu?"
"Aku pernah bertanding dengan dia dan sudah mengukur
kemampuannya. Aku akan dapat mertangkap atau
membunuhnya," kata Tin Han.
"Ho-ho, orang muda. Kami tidak mengenalmu, tidak tahu
sampai di mana kepandaianmu, bagaimana kami dapat
percaya untuk bekerja sama denganmu? Mari, aku akan
menguji lebih dulu kemampuanmu!” kata Cin Cin To-jin
yang masih curiga. "Kalau engkau mampu mengalahkan
tongkatku ini, baru aku percaya akan kemampuanmu."
Para anggauta Pat-kwa-pai dan Pek lian-kauw segera
memberi ruangan untuk kedua orang itu yang hendak
mengadu kepandaian. Cin Cin To-jin adalah ketua Pat-kwapai
yang memiliki ilmu tongkat hebat dan dahsyat, di
samping tenaganya yang besar. Tubuhnya memang tinggi
besar dan dia amat terkenal dengan tenaganya yang sebesar
gajah. Hwa Hwa Tosu yang mengenal kemampuan rekannya
itu membiarkan saja. Diapun harus melihat dulu
kepandaian orang yang menawarkan kerja sama untuk
menyerang Pulau Naga sebelum menyetujuinya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Cia Tin Han lalu melompat dari atas batu besar itu.
Tubuhnya melayang bagaikan seekor rajawali hitam dan
hinggap di depan Cin Cin To-jin yang sudah melintangkan
tongkat bajanya di depan dada.
"Baiklah, to-tiang. Kalau engkau menghendaki itu. Mari
kita main-main sebentar."
"Hek-tiauw Eng-hiong, keluarkan senjatamu!” bentak Cin
Cin To-jin kepada calon lawannya.
"To-tiang, di antara kita tidak terdapat permusuhan,
bahkan aku mengajak to-tiang bekerja sama untuk
menyerang Pulau Naga. Oleh karena itu, dalam main-main
ini biarlah aku menggunakan tangan kosong saja
menghadapi tongkatmu."
Ucapan itu mengejutkan semua orang. Cin Cin To-jin
amat terkenal dengan permainan tongkatnya yang dahsyat,
bagaimana orang berkedok ini akan menghadapinya dengan
tangan kosong saja.
"Hek-tiauw Eng-hiong, kunasihatkan engkau, cabutlah
senjatamu. Tongkatku tidak bermata dan aku tidak ingin
melukai atau membunuh seorang yang ingin bekerja sama,"
kata Cin Cin To-jin.
"Jangan khawatir, to-tiang. Kalau sampai aku terluka
atau terbunuh, anggap saja itu kesalahanku sendiri dan
tidak ada seorangpun akan menyalahkanmu. Mari, aku telah
siap, mulailah!" Tin Han berseru menantang.
"Bagus, kalau begitu, lihat tongkatku!” Cin Cin To-jin
sudah menyerang dan ternyata serangannya memarg
dahsyat sekali. Tongkatnya bergerak dengan cepat dan
mengandung tenaga besar. Tin Han maklurn akan hal ini,
maka diapun menggunakan kecepatan gerakannya untuk
mengelak. Bagaikan seekor burung saja dia berloncatan ke
sana sini sehingga semua serangan Cin Cin To-jin mengenai
tempat kosong belaka. Hal ini membuat tosu itu menjadi
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
penasaran sekali dan dia mempercepat gerakannya sehingga
tongkatnya lenyap bentuknya dan berubah menjadi
segulungan sinar yang menyambar-nyambar.
Pertandingan itu menjadi menarik karena selain diterangi
api unggun, juga para anggauta dua perkumpulan itu kini
menyalakan obor sehingga tempat itu menjadi terang dan
pertandingan itu dapat tampak nyata. Tubuh Hek-tiauw
Eng-hiong merupakan bayangan hitam yang berkelebatan di
antara gulungan sinar tongkat sehingga merupakan
pemandangan yang luar biasa, seolah-olah pemuda itu
sedang menari saja disambar tongkat dari segala jurusan
namun tidak pernah mengenai sasaran. Hwa Hwa Tosu yang
memperhatikan gerakan Hek-tiauw Eng-hiong, diam-diam
terkejut bukan main. Dia mengenal ilmu tongkat Cin Cin Tojin
yang hebat dan dahsyat, tenaganya yang besar, akan
tetapi sekali ini semua gerakan tongkat Cin Cin To-jin
mengenai angin belaka. Suara tongkat menyambar-nyambar
berciutan, namun tidak pernah dapat mengenai tubuh Hektiauw
Eng-hiong dan setelah berlangsung limapuluh jurus di
mana pemuda itu hanya mergandalkan kecepatan gerakan
tubuhnya untuk mengelak ke sana sini, tiba-tiba Tin Han
mengeluarkan bentakan keras dan ketika tongkat
menyambar ke arah kepalanya, dia merangkis dengan
tangan kanannya. Tangkisan itu membuat tongkat terpental
dan sebelum Cin Cin To-jin tahu apa yang terjadi, tiba-tiba
saja tongkatnya terenggut lepas dan telah pindah ke tangan
lawannya!
Cin Cin To-jin terkejut bukan main, menubruk untuk
merampas kembali tongkatnya, akan tetapi Tin Han
menyodorkan tongkat itu untuk dipegang oleh pemiliknya,
namun tidak dapat di renggut lepas. Mereka berbetotan
sambil mengerahkan tenaga. Cin Cin To-jin yang
mengerahkan seluruh tenaga tidak mampu merampas
tongkat. Dia penasaran sekali dan mengerahkan seluruh
tenaganya untuk membetot tongkatnya dari tangan Tin Han.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Secara tiba-tiba Tin Han melepaskan tongkatnya dan tanpa
dapat dicegah lagi Cin Cin To-jin jatuh terjengkang!
Terdengar tepuk tangan dart Hwa Hwa Tosu dan para
arggauta Pek-lian-kauw dan Pat-kwa-pai juga banyak yang
bertepuk tangan kagum. Siapa yang tidak akan kagum
melihat seorang dapat mengalahkan Cin Cin To-jin yang
bertongkat itu dengan tangan kosong belaka?
Cin Cin To-jin merangkak bangun dan -dengan tulus
mengakui kekalahannya, mengangkat tangan di depan dada
memberi hormat dan berkata, "Hek-tiauw Enghiong memang
gagah perkasa dan pantas untuk menjadi sekutu kami
menyerbu Pulau Naga."
"Urusanku di Pulau Naga hanya mengenai urusan pribadi
dengan Ouw Kwan Lok," kata Tin Han. "Karena itu, kalian
boleh mengamuk dan membalas dendam kepada anak buah
Pulau Naga, sementara itu biarkan Ouw Kwan Lok aku yang
menandingi. Akan tetapi, hendaknya ji-wi to-tiang tidak
memandang rendah kepada penghuni Pulau Naga. Biarpun
dia sudah tua, namun Siang Koan Bhok merupakan lawan
yang tangguh sekali dan aku mendengar kabar bahwa
isterinya juga seorang yang amat lihai. Belum dihitung lagi
para tokoh kang-ouw yang sudah bergabung ke Pulau Naga.
Selain itu, aku mendengar pula bahwa di Pulau Naga
terdapat perangkap-perangkap dan jebakan-jebakan rahasia
yang berbahaya."
"Sicu, hal itu tidak perlu khawatir. Banyak di antara
orang kami yang sudah mengetahui akan jebakan-jebakan
rahasia itu dan telah mempelajari. Kami tahu bagaimarta
harus menyerbu Pulau Naga," kata Hwa Hwa Tosu.
"Kalau begitu, lebih baik lagi. Sebaiknya kapan kita akan
menyerbu ke sana?'
"Kita menyerbu besok pagi-pagi sekali mereka belum
mengadakan persiapan. Kita serbu dan membuat mereka
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
panik. Anak buah kami bagi menjadi tiga bagian. Bagian
pertama yang menjadi penunjuk jalan menghalau rintangan
jebakan, bagian kedua yang menggunakan panah api
melakukan pembakaran dan bagian ketiga yang terbesar
baru melakukan penyerbuan."
"Bagus sekali rencana itu, dan aku akan menyusup
bersama para pembakar untuk mencari Ouw Kwan Lok dan
mencegah dia melarikan diri."
Malam itu Tin Han dijamu oleh orang-orang Pek-liankauw
dan Pat-kwa-pai dan beristirahat di sebuah pondok.
Pada keesokan harinya, ketika ayam hutan mulai berkokok,
bangkitlah mereka semua dan dengan teratur mereka
menggunakan perahu-perahu untuk, menyeberang ke Pulau
Naga. Mereka menggunakan obor karena pagi masih gelap
pekat dan puluhan perahu itu meluncur ke arah Pulau Naga
dengan cepat.
-oo(mch)oo-
Sebuah perahu kecil meluncur pada pagi hari itu menuju
ke Pulau Naga. Yang berada di perahu itu adalah Song Thian
Lee, Souw Lee Cin dan Tan Cin Lan. Tiga orang ini dengan
penuh keberanian menuju ke Pulau Naga untuk mencari
dan merampas kembali putera Song Thian Lee yang diculik
orang dan dibawa ke Pulau Naga.
Mereka tidak tahu akan tetapi dapat menduga bahwa
kedatangan mereka tentu telah diketahui oleh para penghuni
Pulau Naga. Akan tetapi mereka tidak perduli dan tidak
merasa takut.
Tadinya Tang Ci Lan mengusulkan agar mereka
menyamar. Akan tetapi Thian Lee membantah. "Mereka
sengaja menculik anak kita untuk memancing kita datang ke
sini. Menyamarpun mereka akan mengetahui juga.
Pendeknya, kita datangi mereka, kalau dapat secara halus
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kita minta kembali anak kita, kalau tidak dapat secara
halus, kita menggunakan kekerasan.
"Kurasa sebaiknya demikian," Lee Cin membenarkan.
"Mereka adalah orang-orang yang curang, tentu telah
mengintai dan mengawasi semua tempat ini sehingga
kedatangan kami tentu akan mereka ketahui. Lebih baik kita
datang terang-terangan dan menantang mereka! Dengan
bertiga, aku tidak takut menghadapi siapapun juga di pulau
ini!"
Hati Tang Cin Lan menjadi besar mendengar
kesanggupan suaminya dan Lee Cin. Ia sendiri seorang
wanita gagah perkasa yang tidak mengenal takut, apalagi
untuk membebaskan puteranya dari kekuasaan para
penculiknya.
Akhirnya mereka tiba di bagian selatan dari Pulau Naga,
yaitu di bagian ekornya yang memanjang dan penuh dengan
hutan di bukit yang berbatu. Keadaan di situ sunyi saja,
agaknya tidak ada seorangpun yang berada di sekitar tempat
itu. Namun ketiganya dapat merasakan bahwa gerak-gerik
mereka tentu diamati orang yang bersembunyi.
Bangunan-bangunan yang menjadi tempat tinggal para
penghuni Pulau Naga berada di bukit tengah yang paling
besar, dekat puncak dan sudah tampak dari situ sebagian
dindingnya yang putih dan gentengnya yang merah. Thian
Lee memimpin dua orang wanita itu mendaki bukit menuju
ke bukit besar di mana terdapat bangunan itu. Mereka
bermaksud untuk langsung mendatangi tempat itu dengan
waspada agar jangan sampai terjebak di tengah perjalanan
menuju ke bukit itu.
Akan tetapi tiba-tiba mereka terkejut ketika mendengar
suara ledakan-ledakan keras disusul berkobarnya api di
mana-mana! Biarpun tidak mengetahui dengan pasti, Thian
Lee yang melihat keadaan itu dapat menduga bahwa Pulau
Naga tentu mendapat serangan dari luar!
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Pulau Naga ada yang menyerang! Lihat itu kobaran api
yang disebabkan oleh panah api dan alat-alat peledak. Entah
siapa yang sedang melakukan peryerangan itu, akan tetapi
hal ini kebetulan sekali. Dalam keadaan terserang dan
panik, mereka tentu tidak begitu memperhatikan kita dan
kita dapat menyusup masuk. Mari cepat!' Thian Lee lalu
berlari ke depan mendaki puncak bukit kecil di bagian ekor
naga itu.
Tiba-tiba dia berhenti dan dua orang wanita yang
mengikutinya juga berhenti. Mereka tiba di tepi jurang yang
amat dalam dan lebar. Tidak mungkin melompati jurang itu.
Akan tetapi di atas jurang itu terdapat dua helai tali besar
terbentang dari seberang sini ke seberang sana. Agaknya
itulah jalan satu-satunya untuk menyeberangi jurang itu
dan untuk mendekati tempat di mana terdapat bangunanbangunan
para penghuni Pulau Naga.
"Tidak ada lain jalan, kita harus mengambil jalan melalui
tali ini. Biar aku yang akan mencobanya lebih dulu!” kata
Thian Lee sambil menarik-narik tali itu untuk menguji
keuletannya.
"Aku akan lebih dulu menyeberang dan di sana aku akan
menjaga jembatan tali ini kalau kalian hendak menyeberang
nanti."
"Akan tetapi, hati-hatilah!” kata Cin Lan.
"Lee-ko, berhati-hatilah, aku masih curiga kepada
kelicikan mereka?” kata pula Lee Cin.
"Jangan khawatir!” katanya dan dia pun sudah
melangkah ke atas dua helai tali yang besarnya seibu jari
kaki itu. Dia melangkah ke depan, tali itu bergoyang-goyang
akan tetapi Thian Lee dapat mengatur keseimbangan
tubuhnya.
Dua orang wanita itu memandang dengan hati khawatir.
Ketika Thian Lee sudah tiba di tengah-tengah jembatan,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tiba-tiba tali jembatan itu terlepas! Entah siapa yang
melepaskannya. Tentu saja dengan sendirinya tubuh Thian
Lee terayun turun. Untung dengan sigapnya dia masih dapat
menangkap kedua tali itu sehingga tubuhnya tidak terjatuh
ke dalam jurang, melainkan terayun-ayun, secara
mergerikan sekali.
"Ahhhh . . . . .!!” Dua orang wanita itu memandang
dengan wajah pucat. Karena terputusnya tali itu terjadi dari
sebelah sini, mereka tidak mampu berbuat apa-apa untuk
menolong Thian Lee.
Jilid XV
Selagi dua orang wanita itu kebingungan melihat tubuh
Thian Lee terayun-ayun di dinding jurang, tiba-tiba
terdengar kelepak sayap seekor burung dan tampaklah
seekor burung rajawali hitam menyambar turun ke dalam
jurang itu. Seorang bertopeng hitam menunggang burung itu
dan hati Lee Cin berdebar tegang dan juga girang. Cia Tin
Han! Hek-tiauw Eng-hiong, siapa lagi kalau bukan dia? Hektiauw
Eng-hiong memberi isyarat dengan tangan kepada
mereka berdua agar mereka tenang dan burung itu lalu
meluncur ke bawah jurang. Dengan cekatan sekali, Tin Han
menyambar ujung tali yang terlepas itu dengan tangannya
dan menyuruh Hek-tiauw-ko terbang kembali ke arah tebing
di mana dua orang gadis itu berada. Burung itu hinggap di
tebing dan Tin Han menyerahkan ujung kedua tali kepada
Lee Cin sambil berkata, "Cin-moi, kalian pegang kedua tali
ini baik-baik, ikatkan di batu besar dan jaga jangan sampai
ada yang membikin putus. Aku akan menjaga yang
disebelah sana."
Lee Cin mengangguk dengan gembira dan bersama Cin
Lan menerima kedua ujung itu. Mereka lalu menarik kedua
tali itu menegang kembali dan mengikatkan ujungnya pada
batu besar lalu menjaganya. Mereka nielihat betapa Thian
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Lee dapat lagi berjalan di atas tali yang sudah ditegangkan
itu. Tin Han kembali menunggang burung rajawalinya dan
terbang ke seberang, di mana dia menjaga ujung tali yang
lain yang juga oleh orang telah diikatkan kepada dua batang
pohon.
Tampak olehnya ada lima orang memegang golok hendak
membacok putus tali itu. Burung rajawalinya menyambar
dan Tin Han meloncat turun lalu mengamuk, menampar dan
menendangi lima orang itu sehingga mereka jatuh bangun
dan melarikan diri. Thian Lee selamat sampai di tebing
seberang.
"Terima kasih atas bantuanmu tadi!" kata Thian Lee.
"Akan tetapi, sekarang engkau harus menjaga tali di
seberang sana kalau-kalau ada yang hendak mengganggu
selagi mereka menyeberang ke sini!"
"Baik, Lee-ko. Aku akan menjaga seberang sana!" kata
Tin Han dan diapun menunggangi lagi rajawali hitam dan
terbang ke seberang sana. Setelah tiba di sana, dia
mempersilakan Cin Lan untuk menyeberang lebih dulu.
"Jangan khawatir, suamimu menjaga di seberang sana dan
kami berdua yang akan menjaga di sini," kata Tin Han ke
pada Cin Lan. Nyonya yang gagah perkasa inipun lalu
menyeberang dengan setengah berlari, memegangi
tongkatnya untuk membantu keseimbangan tubuhnya.
Akhirnya tibalah ia di seberang, disambut suaminya dengan
lega.
Tin Han dan Lee Cin Baling berhadapan. Dua pasang
mata itu bertemu dan bertaut sampai lama, saling pandang
dengan penuh selidik seolah hendak menjenguk isi hati
masing-masing. Akhirnya Tin Han menghela napas panjang
dan berkata lembut. "Cin-moi, kesempatan ini
kupergunakan untuk minta maaf kepadamu sebesarbesarnya
atas segala sikap keluargaku terhadap dirimu!
Sudikah engkau memaafkan aku, Cin-moi?'
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Lee Cin merasa terharu. Ia tahu bahwa pemuda ini tidak
bersalah apa-apa ketika keluarga pemuda itu bersikap
buruk terhadap dirinya, bukan hanya menolak melainkan
juga menghina ibunya, seperti juga ia tidak bersalah ketika
ibunya menolak dan menghina pemuda itu.
"Han-ko, kalau engkau mau memaafkan ibuku atas sikap
dan kata-katanya, akupun mau memaafkan keluargamu
atas sikap dan kata-katanya."
"Tentu saja, Cin-moi, sebelum engkau minta, sudah sejak
dahulu aku melupakan perlakuan ibumu itu kepadaku.
Bagiku yang terpenting adalah sikapmu kepadaku, Cin-moi,
bukan sikap ibumu atau siapa saja kepadaku. Aku sungguh
girang bahwa engkaupun mau melupakan sikap keluargaku
kepadamu."
"Akan tetapi, Han-ko. Perjodohan haruslah direstui oleh
orang tua masing-masing, bagaimana kalau ibuku
menentang dan juga keluargamu menentang. Masih
mungkinkah......... “
Tin Flan melangkah maju dan memegang kedua tangan
kekasihnya. "Mengapa tidak, Cin-moi? Bukankah yang
terpenting itu yang akan menjalani? Kalau memang keluarga
kita masing-masing tidak setuju, kita tidak perlu lagi
memperhatikan mereka. Kita hidup berdua, jauh dari segala
hal yang tidak menyenangkan. Bagaimanapun juga, hatiku
masih terhibur karena aku yakin bahwa ayah kandungmu
tidak melarang hubungan antara kita. Dan di pihakku, aku
dapat minta persetujuan guru-guruku yang bijaksana untuk
merestui perjodohan kita."
Sejenak Lee Cin membiarkan jari-jari tangannya diremasremas
kekasihnya. Ia lalu teringat dan berkata, "Han-ko,
mereka menanti di seberang sana. Biarkan aku menyeberang
dulu.'
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Tidak, mari kita menunggang Hek tiauw-ko. Dia yang
akan menyeberangkan kita. Loncatlah!' Dengan gembira dan
tegang Lee Cin lalu melompat ke atas punggung Hek-tiauwko
dan Tin Han melompat ke belakangnya. Burung itu lalu
terbang, tampaknya ringan saja membawa dua beban itu
dan melayang ke seberang jurang.
Setelah turun, Tin Han berkata kepada burung. "Hektiauw-
ko, terima kasih dan pulanglah dulu kepada suhu."
Burung itu seperti mengerti kata-kata itu. Dia menggerakkan
sayapnya dan terbang pergi dari situ.
"Pulau Naga agaknya diserang dari luar. Lihat, terjadi
kebakaran di mana-mana dan di sebelah sana terdengar
suara ribut-ribut seperti ada pertempuran. Ketika engkau
menunggang rajawali tadi, apa yang kaulihat, Han-te?" tanyi
Thian Lee kepada Tin Han yang kini sudah membuka
kedoknya, sehingga mukanya tampak, hanya pakaiannya
yang masih serba hitam.
"Aku melihat banyak orang menaiki pulau dari arah
timur dan utara. Mereka menyerang dengan anak panah
berapi dan aku tahu bahwa mereka itu adalah orang-orang
Pek-lian-kauw dan Pat-kwa-pai."
"Eh, bagaimana engkau dapat tahu?"
"Aku memang telah bersepakat dengan mereka untuk
mengadakan penyerbuan bersama. Pihak Pek-lian-kauw
mendendam kepada Pulau Naga karena pernah diserbu dan
banyak anggauta terbunuh anak buah Pulau Naga yang
dibantu pasukan pemerintah. Aku menggunakan
kesempatan baik selagi mereka melakukan penyerangan ini
untuk menyeberang ke pulau dan mencari Ouw Kwan Lok.
Tak kusangka aku melihat kalian bertiga di sana tadi."
"Bagus! Kalau mereka bertempur, kita tidak perlu
mencampuri urusan mereka. Yang penting sekarang mencari
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Siang Koan Bhok, isterinya, dan Ouw Kwan Lok untuk
merampas kembali anak kami."
"Ah, apakah yang terjadi dengan anakmu, Lee-ko?"
Lee Cin menerangkan. "Putera Lee-ko yang baru berusia
tiga tahun diculik oleh Ouw Kwan Lok dan dibawa ke Pulau
Naga untuk memancing datangnya Lee-ko dan isterinya yang
menjadi musuh besar Ouw Kwan Lok."
" Jahanam curang!" kata Tin Han. "Kebetulan sekali ada
pihak lain sedang menyerang Pulau Naga sehingga kita
mendapatkan banyak kesempatan. Mari kita datangi
bangunan besar itu. Kurasa di sanalah mereka berkumpul."
Makin besar rasa hati Lee Cin setelah kini Tin Han
bergabung dengan mereka. Mereka berempat lalu dengan
hati-hati terus mendaki ke atas bukit itu menghampiri
bangunan yang berada di puncak bukit.
Sementara itu, Siang Koan Bhok dan Ouw Kwan Lok
terkejut juga melihat penyerbuan orang-orang Pek-lian- kat
dan Pat-kwa-pai ke pulau mereka. Hal ini sama sekali tidak
pernah mereka sangka. Pasukan pemerintah baru malam
tadi meninggalkan pulau untuk melakukan pengejaran
terhadap para pendekar, bahkan banyak orang kang-ouw
yang juga ikut melakukan pengejaran sehingga yang tinggal
di pulau hanya beberapa orang lagi, di antaranya Tung-hai
Ngo-huw, Ouw Kwan Lok dan Siang Koan Bhok bersama
beberapa orang kang-ouw lainnya. Mendapat serbuan orangorang
Pek-lian-kauw dan Pat-kwa-pai tentu saja mereka
melakukan perlawanan hebat dan karena memang pulau itu
mempunyai tempat yang baik sekali untuk bertahan, seperti
sebuah benteng saja, maka pihak Pulau Naga dapat
membuat pertahanan yang kokoh kuat. Sementara itu, Ouw
Kwan Lok, Siang Koan Bhok dan kelima Tung-hai Ngo-houw
berkumpul di rumah induk, sedangkan Nyonya Siang Koan
Bhok tetap berada di pondok belakang di mana terdapat
taman bunga yang luas. Nyonya ini tidak mau mencampuri
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
urusan suaminya dan memang ia tidak disenanginya.
Melihat ribut-ribut di luar, Nyonya Siang Koan Bhok hanya
memesan belasan orang wanita pembantunya untuk berjagajaga
di setiap pintu masuk dengan pedang di tangan dan
tidak mengijinkan siapapun memasuki daerah itu.
Akhirnya Thian Lee, Cin Lan, Tin Han dan Lee Cin tiba di
bangunan itu dan berhadapan dengan pintu gerbang yang
ditutup rapat dari dalam. Untuk melompati pintu gerbang
itu rasanya terlalu tinggi dan tidak ada celah-celah pada
pintu itu. Mereka lalu mencari dengan jalan memutar dan
akhirnya dapat melompati pagar tembok di belakang dan
memasuki sebuah pekarangan yang luas. Akan tetapi baru
saja mereka berempat masuk, tiba-tiba saja sudah ada
belasan orang dipimpin Tung-hai Ngohouw mengepung
mereka dengan senjata golok besar di tangan.
Melihat ada empat orang tahu-tahu telah berada di
sebelah dalam pekarangan itu, belasan orang ini tidak
banyak cakap lagi secara mengepung dan menyerang. Akan
tetapi Lee Cin sudah mencabut pedangnya dan menyambut
serangan mereka, demikian juga Cin Lan sudah
menggerakkan tongkatnya menyambut golok mereka. Segera
terdengar bunyi golok berdencingan dan golok-golok itu
beterbangan begitu bertemu dengan Ang-coa-kiam dan
tongkat. Dan tendangan serta tamparan tangan kiri kedua
wanita perkasa itu membuat mereka terpelantingan.
Melihat ini, Tung-hai Ngo-houw menjadi marah dan
mereka lalu maju, menggerakkan golok besar mereka
mengeroyok dua orang wanita itu dan segera terjadi
pertempuran antara dua orang wanita perkasa melawan lima
orang Tung-hai Ngo-houw. Belasan orang lain mengepung -
Thian Lee dan Tin Han, akan tetapi begitu dua orang
pemuda ini menggerakkan kaki tangan, mereka terlempar ke
kanan kiri seperti daun-daun kering tertiup angin.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tiba-tiba muncullah Siang Koan Bhok dan Ouw Kwan
Lok. Dua orang ini terkejut bukan main melihat hadirnya
Song Thian Lee dan juga Cia Tin Han di tempat itu. Sama
sekali tidak mereka sangka-sangka bahwa serangan orangorang
Pek-lian-kauw dan Pat-kwa-pai itu ternyata ada
hubungannya dengan munculnya orang yang mereka
tunggu-tunggu itu. Song Thian Lee dan isterinya telah
berada di situ, dan bukan mereka saja. Juga Cia Tin Han
dan Souw Lee Cin!
Begitu melihat Ouw Kwan Lok, Song Thian Lee segera
berseru dengan suara nyaring, "Ouw Kwan Lok, manusia
pengecut! Kembalikan anakku dan mari kita bertanding
sampai seribu jurus untuk menentukan siapa di antara kita
yang akan menang!"
Akan tetapi Ouw Kwan Lok membalas dengan bentakan
mengancam. "Song Thian Lee dan isteri, kalau kalian
menghendaki anak kalian selamat, cepat menyerahkan diri,
kalau tidak anak kalian akan kami bunuh!"
"Jahanam Ouw Kwan Lok!" Tin Han sudah membentak
marah. "Lee-ko, jangan dengarkan ancamannya yang
kosong!" Setelah berkata demikian, Tin Han sudah
menerjang pemuda berlengan satu itu dengan pedangnya
Pek-kong-kiam. Karena serangan itu dahsyat bukan main,
Ouw Kwan Lok tidak berani hanyak cakap lagi dan dia
sudah mencabut pedangnya, menangkis dan balas
menyerang. Segera di antara kedua musuh besar itu terjadi
perkelahian yang seru dan mati-matian.
Thian Lee menghadapi Siang Koan Bhok. "Siang Koan
Bhok, kejahatan dan penyelewenganmu sudah terlalu jauh.
Mari kita tentukan dengan adu kepandaian!"
Siang Koan Bhok tidak dapat menghindar lagi. Tung-hai
Ngo-houw bersama beberapa orang anak buah sudah
mengeroyok dua orang wanita yang mengamuk seperti dua
ekor naga betina itu, Ouw Kwan Lok juga sudah bertanding
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mati-matian melawan Cia Tin Han. Dia tidak dapat
menghindarkan diri lagi lalu terpaksa mengerahkan
tenaganya memutar tongkatnya dan menyerang Song Thian
Lee dengan hebatnya.
Ilmu kepandaian Siang Koan Bhok pada saat itu sudah
mencapai puncaknya, Ilmu tongkat yang dimainkan dengan
dayung baja itu sudah matang dan dahsyat sekali. Akan
tetapi, harus diakui bahwa usianya semakin tua padahal ini
sangat tidak menolong. Daya tahannya sudah tidak seperti
dulu lagi dan keuletannya juga berkurang. Adapun yang
menjadi lawannya adalah Song Thian Lee, seorang muda
yang sedang kuat-kuatnya yang memiliki ilmu pedang Jitgoat-
kiam sut dengan pedang pusaka Jit-goat-po kiam dan
memiliki pula tenaga dahsyat Thian-te Sin-kang. Gerakan
pedangnya mantap dan mengandung tenaga kuatnya
sehingga dia merupakan lawan yang berat bagi Siang Koan
Bhok.
Pertandingan antara Ouw Kwa Lok dan Cia Tin Han juga
terjadi mati-matian. Ouw Kwan Lok tidak dapat
mengharapkan bantuan siapapun juga maka dengan nekat
dia mainkan pedangnya dan mengeluarkan seluruh ilmu
kepandaiannya untuk mengimbangi Tin Han yang gagah
perkasa. Pedang mereka lenyap bentuknya dan berubah
menjadi dua gulungan sinar yang saling menekan dan
menghimpit.
Akan tetapi Lee Cin dan Cin Lan mengamuk bagaikan
sepasang naga betina yang dikeroyok belasan orang anak
buah Pulau Naga. Lima orang Tung hai Ngo-houw juga
mengeroyok dua wanita ini, akan tetapi tetap saja mereka
terdesak hebat oleh pedang Ang-coa-kiam dan tongkat di
tangan Cin Lan.
Tiba-tiba terdengar gerengan hebat dan melompatlah
Hek-bin Mo-ko ke dalam pertempuran, menyerang Lee Cin
dengan ruyungnya yang besar dan berduri. Lee Cin cepat
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mengelak dari serangan ruyung yang ampuh itu dan sekali
membalik pedangnya sudah menusuk ke arah ulu hati Hekbin
Mo-ko. Raksasa ini terkejut dan cepat membuang
tubuhnya ke samping untuk menghindarkan dari tusukan
itu, lalu maju lagi mengeroyok dengan yang lain-lain.
Lee Cin dan Cin Lan lalu mengamuk. Senjata mereka
menyambar-nyambar dengan cepatnya dan sudah beberapa
orang pengeroyok roboh tak dapat bangkit kembali disambar
pedang dan tongkat.
Akhirnya hanya lima
orang Tunghai Ngo-houw
dan Hek-bin Mo-ko saja
yang masih mengeroyok
mereka, masing-masing
dikeroyok tiga orang.
Akan tetapi Lee Cin yang
sudah marah sekali
mengamuk dan ketika
Hek-bin Mo-ko kurang
hati-hati menghadapi
sambaran pedang Lee
Cin, ia berteriak dan
roboh dengan dada
tertusuk pedang, lalu
terpelanting dan tidak
dapat bangun kembali.
Robohnya Hek-bin
Mo-ko ini membuat lima orang Tung-hai Ngo-houw menjadi
kehilangan semangat, akan tetapi tidak mungkin mereka
meninggalkan gelanggang pertempuran dan dengan matimatian
mereka masih mencoba untuk mengeroyok Lee Cin
dan Cin Lan.
Namun, tingkat kepandaian lima orang Tung-hai Ngohouw
ini masih jauh kalau dibandingkan tingkat dua naga
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
betina yang mengamuk itu. Dalam waktu singkat saja
mereka berlima sudah roboh terpelanting, termakan pedang
atau tertotok tongkat. Anak buah yang lain sudah siangsiang
melarikan diri karena maklum bahwa mereka tidak
akan menang mengeroyok dua orang pendekar wanita itu.
Setelah kehilangan lawan, Lee Cin dan Cin Lan menyimpan
senjata mereka dan kini mereka hanya menonton
pertandingan yang amat seru antara Song Thian Lee dan
Siang Koan Bhok dan antara Cia Tin Han dan Ouw K wan
Lok. Mereka berdua adalah wanita-wanita pendekar gagah
perkasa dan melihat betapa suaminya dan kekasih mereka
tidak boleh mencampuri, apalagi melihat betapa keadaan
pihak mereka tidak terdesak. Biarpun dengan tetap
waspada, mereka kini menonton pertandingan yang amat
hebat di puncak bukit itu, di depan bangunan indah yang
bertaman bunga.
Pertandingan antara Song Thian Lee dan Siang Koan
Bhok sudah berlangsung seratus jurus. Kakek itu
mengerahkan seluruh tenaganya dan mengeluarkan semua
kepandaiannya sehingga tidak begitu mudah bagi Thian Lee
untuk mengalahkannya dalam waktu singkat. Ketika Siang
Koan Bhok memainkan dayungnya dengan ilmu tongkat
Swe-kut-pang (Tongkat Penghancur Tulang), Thian Lee
mengimbanginya dengan Silat Hui-eng-kun (Silat Elang
Terbang) sehingga mereka bertanding sampai puluhan jurus
dengan sangat seru dan saling serang. Kemudian Siang Koan
Bhok mengubah gerakan tongkatnya dengan ilmu silat Kuiliong-
kun (Silat Naga Siluman) dan membarengi pula dengan
selingan pukulan tangan kiri dengan pukulan beracun Bantok-
ciang (Tangan Selaksa Racun). Melihat ini, Thian Lee
juga mengubah ilmu silatnya. Dia mainkan Jit-goat Kiam-sut
dan menyelingi dengan dorongan tangan kirinya yang
mengandung tenaga Thian-te Sin-kang. Beberapa kali
tangan kiri kedua orang jagoan itu bertemu di udara. Pada
mulanya memang tampak seimbang dan keduanya terdorong
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mundur, akan tetapi lambat laun jelas bahwa Siang Koan
Bhok kalah tenaga. Kalau Thian Lee hanya terdorong
mundur, kakek itu terdorong sampai terhuyung!
Pada suatu saat, Siang Koan Bhok mengeluarkan ilmu
dayungnya yang paling hebat. Tubuhnya bergulingan dan
dayungnya yang besar panjang itu menyambar-nyambar dari
bawah! Thian Lee terkejut sekali mendapat penyerangan
yang tidak terduga-duga ini. Cepat dia menggunakan ilmu
Hui-eng-kun (Silat Garuda Terbang) dan tubuhnya
berloncatan ke atas seperti seekor burung garuda
beterbangan. Namun, tetap saja ketika tubuhnya
menyambar turun, sebuah hantaman dayung mengenai
dadanya. Melihat datangnya dayung tidak begitu kuat, Thian
Lee menerima dengan dadanya dan membarengi menusuk ke
bawah.
"Bukk......... crotttt......... !" Dada Thian Lee terpukul
dayung, akan tetapi ulu hati Siang Koan Bhok tertusuk
pedang Jit-goat-kaim! Tubuh Thian Lee terlempar, akan
tetapi tubuh Siang Koan Bhok rebah dan darah bercucuran
dari dadanya!
Cin Lan cepat melompat dan menghampiri suaminya,
membantu suaminya bangkit berdiri dan memandang
dengan penuh kekhawatiran.
"Aku tidak apa-apa, hanya terluka sedikit saja," kata
Thian Lee yang membikin tenang hati isterinya. Lee Cin
melompat ke dekat Siang Koan Bhok dan memandang.
Ternyata kakek itu tidak mampu bangkit kembali,
berkelojotan dan sebelum menghembuskan napas terkahir
dia berkata dengan suara serak.
"Song Thian Lee, aku mengaku kalah!" Pengakuan yang
gagah dari seorang datuk besar. Kemudian dia terkulai dan
tewas.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Kini tiga orang itu menonton pertandingan antara Tin
Han dan Ouw Kwan Lok. Pertandingan antara kedua orang
ini tidak kalah serunya, bahkan lebih ramai dibandingkan
pertandingan antara Thian Lee dan Siang Koan Bhok tadi.
Sungguh di luar dugaan Lee Cin bahwa Ouw Kwan Lok
sekarang telah menjadi seorang yang sedemikian lihainya. Ia
sendiri merasa bahwa agaknya sukar baginya untuk
mengalahkan orang yang pernah dibuntungi lengan kirinya
itu.
Sepak terjang Ouw Kwan Lok memang menggiriskan.
Pemuda ini telah menyerap ilmu-ilmu dari tiga orang datuk
besar, yaitu dari Pak-thian-ong, dari Thian-te Mo-ong dan
yang terakhir dari Siang Koan Bhok. Dari tiga orang datuk
ini, dia telah mewarisi ilmu-ilmu simpanan mereka dan
karena dia masih muda, berbakat dan kuat maka itu
menjadi lihai bukan main di tangannya. Biarpun lengan
kirinya sudah buntung, namun ujung lengan baju pada
lengan kirinya itu menjadi senjata yang ampuh sekali.
Mereka juga sudah bertanding selama seratus jurus lebih
namun Ouw Kwan Lok masih tampak mampu melawan
dengan seimbang. Pedang di tangan kanannya menyambarnyambar
ganas dan tangan kiri yang buntung itu ternyata
mampu menyalurkan pukulan beracun Pek-swat Tok-ciang
yang mengeluarkan uap putih! Tangan kanannya
memainkan ilmu silat Pek-wan-kun (Silat Lutung Putih) yang
lincah dan cekatan sekali. Sambaran pedang silih berganti
dengan sambaran ujung lengan baju kirinya, keduanya
merupakan ancaman maut setiap kali menyambar. Akan
tetapi sekali ini Ouw Kwan Lok benar-benar menemukan
tanding!
Pedang Pek-kong-kiam di tangan Cia Tin Han adalah
pemberian kakek sakti Bu Beng Lo-jin. Sejak tadi Tin Han
tetap memainkan ilmu silat Hektiauw-kun (Silat Rajawali
Hitam) yang dimainkan dengan pedangnya yang kadang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
bergerak seperti paruh burung dan kadang dengan cepat
berubah seperti sambaran cakar. Dan Tin Han melandasi
ilmu pedangnya itu dengan tenaga Khong-sim Sin-kang.
Ouw Kwan Lok mengubah-ubah ilmu silatnya dari ketiga
gurunya, namun semua ilmu silatnya itu membentur karang
ketika bertemu dengan Hek-tiauw kun yang dilandasi
Khong-sim Sin-kang. Terutama sekali dalam kekuatan
tenaga sin-kang, lambat laun diketahui bahwa Ouw Kwan
Lok masih kalah setingkat. Kini, setiap kali kedua pedang
bertemu, terdengar bunyi nyaring diikuti muncratnya bunga
api yang berpijar, namun jelas tampak betapa tubuh Ouw
Kwe Lok tergetar, tanda bahwa tenaganya mulai kalah kuat.
Thian Lee, Lee Cin dan Cin Lan yang menonton
pertandingan itu bersikap tenang saja, penuh kepercayaan
kepada Tin Han. Bagaimanapun juga, tiga orang yang telah
memiliki ilmu silat tingkat tinggi ini dapat melihat bahwa Tin
Han tidak dapat dibilang terdesak, bahkan ilmu pedang
pemuda ini mantap sekali dan beberapa kali Ouw Kwan Lok
tampak kebingungan.
Ouw Kwan Lok sebenarnya merasa gelisah sekali.
Baginya Tin Han terlampau tangguh dan dia sudah hampir
putus asa untuk dapat menang. Bahkan untuk melarikan
diri dia sudah tidak mempunyai kesempatan sama sekali.
Kalau dia lari, tentu tiga orang yang lain itu tidak akan
meninggalkannya begitu saja, tentu akan turun tangan pula.
Apalagi dia melihat gurunya telah roboh di tangan Thian Lee,
nyalinya sebagian besar telah terbang meninggalkan
semangatnya. Diam-diam perhatiannya ditujukan kepada
pisau-pisau terbangnya. Masih ada tujuh batang pisau
terbang di pinggangnya dan mungkin pisau terbang ini yang
akan dapat menolongnya membebaskan diri.
Dia membuat perhitungan dengan masak-masak. Tibatiba
mulutnya mangeluarkan bentakan nyaring sekali dan
pedang di tangan kanannya menyambar dahsyat ke arah Tin
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Han, disusul ujung lengan baju kirinya menyambar dengan
cepat mengirim pukulan beracun. Menghadapi serangan
ganda ini, Tin Han dengan hati-hati lalu melompat ke
belakang.
Pada saat itu, tubuh Kwan Lok bergulingan dan secepat
kilat tangan kanannya melepas pedang yang digigitnya dan
tangan kanan itu mencabuti tujuh batang pisau itu. Sambil
bergulingan cepat sekali, empat batang pisau dilontarkan
menyambar ke arah tubuh Tin Han dan tiga batang yang lain
menyambar ke arah Thian Lee, Lee Cin dan Cin Lan.
Maksudnya untuk membuat empat orang itu mengelak dan
menjauh sehingga dia akan dapat melarikan diri dari tempat
berbahaya itu.
Akan tetapi Tin Han dapat mengetahui muslihatnya ini.
Pemuda ini mengelak dari dua sambaran pisau pertama
kedua dan ketiga. Akan tetapi pisau keempat dia sambar
dengan tangan kirinya dan Iangsung saja dia lemparkan
kembali kepada penyerangnya!
Ouw Kwan Lok yang sedang bergulingan dan siap
melarikan diri itu sama sekali tidak mengira bahwa dia akan
makan pisaunya sendiri. Pisau itu dengan tepat mengenai
lambungnya, masuk sampai ke gagangnya!
"Aduhhhh........!”. Ouw Kwan Lok menjerit dan melompat
ke arah Tin Han, menggerakkan pedangnya membacok ke
arah kepala Tin Han. Tin Han menangkis dengan pedangnya
dan melihat kesempatan baik, tangan kirinya mengirim
hantaman dengan Hek-tok-ciang yan mengenai dada Ouw
Kwan Lok.
"Desss ...... !!" Tubuh Ouw K wan Lok melayang seperti
layang-layang putus talinya dan diapun roboh terjengkang.
Pisaunya masih menancap di lambung dan baju di bagian
dadanya hangus dan nampak tanda lima jari tangan di situ.
Dia hanya mengeluh panjang lalu tak bergerak lagi, tewas!
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Han-ko, engkau berhasil membunuhnya!" teriak Lee Cin
girang sambil mendekati Tin Han.
Tin Han memandang ke arah mayat Ouw Kwan Lok dan
menghela napas panjang. "Sayang sekali dia begitu jahat.
Ilmu silatnya hebat sekali."
"Mari kita cari putera kita!" Cin Lan yang tidak pernah
dapat melupakan puteranya itu berkata kepada Song Lee.
Mereka berempat lalu menghampiri pondok indah itu dan
masuk ke pintu yang tadinya terkunci dari dalam, akan
tetapi mereka berempat mendobraknya, sehingga terbuka.
Di sebelah dalam rumah, mereka melihat belasan orang
wanita sudah siap dengan pedang di tangan untuk melawan
mereka! Dan di belakang belasan orang wanita pelayan ini
berdiri seorang wanita setengah tua, berusia kurang lebih
limapuluh lima tahun, berpakaian indah berwajah cantik,
lengan kiri memondong Hong San dan tangan lanan
memegang sebatang pedang, siap pula melakukan
perlawanan!
"Hong San......... !" Cin Lan berteriak memanggil
puteranya yang dipondong wanita itu.
Hong San segera mengenal ibunya, "Ibu......... !" Akan
tetapi dia tidak menangis dan agaknya dia senang berada
dalam pondongan Nyonya Siang Koan Bhok yang tampak
menyayangnya.
"Bibi, kembalikan anakku kepadaku!" Cin Lan berseru
dengan suara lembut mendesak.
"Lo-cian-pwe, anak itu adalah putera kami yang diculik
oleh Ouw Kwan Lok, harap lo-cian-pwe suka mengembalikan
kepada kami!" kata pula Thian Lee, tidak berani
menggunakan kekerasan khawatir kalau anaknya diganggu.
"Hemm, anak ini telah menjadi pengganti anakku. Tidak
boleh orang mengambilnya begitu saja!" kata Nyonya Siang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Koan Bhok berkeras karena ia sudah menyayang anak lakilaki
yang lucu itu.
Pada saat itu, terdengar suara lembut, "Hui Cu......... ,
aku datang menyambutmu. ......!”
Nyonya Siang Koan Bhok terkejut dan menoleh.
Dilihatnya seorang kakek berpakaian putih bersih penuh
tambalan putih pula sudah berdiri tak jauh dari situ, dengan
tongkatnya di tangan. Rambut dan kumis jenggot kakek ini
sudah putih, akan tetapi wajahnya masih tampak segar
kemerahan seperti wajah seorang muda.
"Kau......... kau......... mau apa engkau ke sini?"
"Hui Cu, engkau kini telah bebas. Siang Koan Bhok telah
tewas, demikian pula anak buah Pulau Naga sudah
melarikan diri semua. Engkau telah bebas dan marilah
menghabiskan sisa hidup bersamaku, melalui jalan yang
bersih tenang dan penuh damai sampai saatnya kita kembali
kepada asal kita. Hui Cu, akan sia-sialah selama ini aku
menantimu dengan sabar?"
"Tong Wan Yu......... , masih ada harapankah hidup
dengan tenang dan damai setelah berpuluh tahun ini?"
" Kenapa tidak, Hui Cu? Aku sudah pernah menyakiti
hatimu dan berilah aku kesempatan untuk memperbaiki itu
semua, mari kita sambut masa senja kita dengan harapan
baru untuk hidup penuh ketenteraman dan kedamaian, jauh
dari keributan duniawi yang serba palsu."
"Akan tetapi anak ini, aku suka padanya," kata Hui Cu
meragu sambil mencium pipi Hong San.
"Ia adalah cucumu, cucu murid. Ibunya adalah muridku
yang dulu pernah menerima buah sian-to darimu.
Berikanlah anak itu kepada ibunya, kepada Tang Cin Lan
dan mari kita pergi dari tempat ini."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Setelah meragu sejenak, Nyonya Siang Koan Bhok atau
yang bernama Tha Hui Cu itu lalu menyerahkan Hon San
kepada Cin Lan yang segera menggendongnya dengan hati
bahagia dan ia menciumi anaknya dengan berlinang air
mata.
Nyonya Siang Koan Bhok lalu memesan kepada belasan
orang pelayannya. "Kalian boleh tinggal di sini atau
meninggalkan tempat ini. Barang-barang berharga boleh
kalian bagi-bagi, aku tidak membutuhkannya lagi. Mari Wan
Yu, kita pergi."
Kakek dan nenek itu lalu pergi bergandeng tangan dan
tidak sekalipun nyonya itu menengok ke belakang, agaknya
ia sudah rela meninggalkan semua itu untuk hidup bersama
orang yang pernah dicintanya, yaitu Kakek Pek I Lo-kai atau
yang di waktu mudanya bernama Tong Wan Yu.
"Siapa saja yang tinggal di sini!" tanya Lee Cin kepada
belasan orang pelayan wanita yang kini tidak lagi mengambil
sikap bermusuhan.
Seorang di antara mereka yang menjadi pemimpinnya
lalu maju dan berkata, "Kami tigabelas orang adalah
pelayan-pelayan pribadi akan tetapi Hu-jin telah memberi
perintah kepada kami untuk tinggal di sini atau
meninggalkan pulau. Kami memilih meninggalkan pulau
karena setelah Hu-jin tidak lagi tinggal di sini, kamipun
tidak suka tinggal di pulau ini."
"Baiklah, kalau begitu kalian boleh membawa barangbarang
yang berharga dan tinggalkan pulau ini," kata Lee
Cin.
Tiba-tiba terdengar suara banyak orang di depan pondok
itu. Empat orang pendekar itu cepat keluar dan Cin Lan
memondong puteranya. Ternyata yang datang Hwa Hwa Tosu
dan Cin Cin To-jin, pemimpin Pek-lian-kauw dan Patkwa-
pai.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tin Han yang sudah mengenal mereka segera
menyambut, kini tanpa kedok menutupi mukanya. " Jiwi
Totiang, kita sudah berhasil. Jiwi sudah berhasil membasmi
anak buah Pulau Naga dan akupun sudah berhasil
menewaskan para pemimpinnya. Sekarang saya minta agar
jiwi totiang suka membebaskan belasan orang wanita
pelayan yang berada di sini dan hendak meninggalkan
tempat ini. Setelah itu terserah kepada jiwi apakah hendak
menduduki Pulau Naga atau tidak."
Dua orang pemimpin perkumpulan Pek-lian-kauw dan
Pat-kwa-pai itu sudah merasa puas dengan hasil
kemenangan mereka. "Untuk sementara kami akan
mengambil alih pulau ini sebagai markas besar kami," kata
Hwa Hwa To-su kepada Cia Tin Han.
"Baiklah, kalau begitu sekarang kami juga akan
meninggalkan tempat ini karena kami sudah tidak
mempunyai keperluan apa-apa lagi." Tin Han dan tiga orang
temannya lalu pergi, bersama-sama belasan orang pelayan
wanita itu, meninggalkan pulau menggunakan banyak
perahu bekas milik anak buah Pulau Naga.
-oo(mch)oo-
Kalau Tang Cin Lan dan Song Thian Lee bergembira
karena dapat menemukan lagi putera mereka dalam
keadaan sehat dan selamat, tidak demikian dengan Lee Cin
dan Tin Han. Kedua orang muda ini masih tenggelam ke
dalam lamunan masing-masing sehubungan dengan tidak
setujunya kedua pihak orang tua mereka atas perjodohan
mereka.
Song Thian Lee maklum akan hal itu karena dia juga
menjadi saksi ketika keluarga Cia menolak Lee Cin menjadi
jodoh Cia Tin Han. Sebagai seorang sahabat baik yang sudah
mengetahui akan rahasia itu, di depan isterinya dia bertanya
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kepada kedua orang muda itu. "Aku mengerti apa yang
kalian berdua resahkan. Tentu karena penolakan Keluarga
Cia untuk menerima Cin-moi sebagai jodohmu, bukan, Hante?”
Cia Tin Han menghela napas dan menggelengkan
kepalanya. "Bukan hanya itu, Lee-ko. Bahkan lebih lagi dari
itu. Bukan saja keluargaku yang tidak menyetujui
perjodohan kami, akan tetapi juga ibu kandung Cin-moi
sama sekali tidak setuju kalau puterinya berjodoh dengan
cucu mendiang Nenek Cia. Agaknya dahulu di antara
mereka berdua terdapat semacam permusuhan yang sampai
kini masih mengganjal hati kedua pihak."
"Orang-orang tua kalau mempunyai permusuhan
memang amat kukuh hatinya. Akan tetapi kami berdua
hendak mencoba untuk membantu kalian, Cin-moi dan Hante,"
kata pula Song Thian Lee.
"Apakah yang dapat kaulakukan, Lee-ko? Kami sudah
berputus asa, bahkan kami sudah bertekad untuk berjodoh
tanpa persetujuan mereka lagi," kata Tin Han.
"Ya, apa yang dapat kaulakukan, Lee-ko? jangan-jangan
engkau malah akan terlibat urusan yang tidak enak dengan
ibuku dan dengan Keluarga Cia. Biarlah kami hadapi dan
atasi sendiri urusan ini dan jangan menyusahkanmu Leeko,"
kata Lee Cin.
"Sama sekali tidak menyusahkan. Aku sendiri merasa
penasaran dan kecewa melihat sikap keluarga kalian. Ku
rasa mereka perlu disadarkan dan aku akan mencoba untuk
menyadarkan mereka. Orang biasanya akan menjadi sadar
kalau melihat kesalahan diri sendiri yang pernah dilakukan.
Kami berdua akan berkunjung kepada orang tuamu Han-te,
kemudian kepada orang tua Lee Cin. Mudah-mudahan saja
usaha akan dapat menggerakkan hati mereka."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Sebelumnya terima kasih banyak atas kesediaanmu,
Lee-ko. Akan tetapi ketahuilah, ibuku berwatak keras. Satusatunya
orang yang dapat menundukkan hatinya adalah
ayahku. Aku khawatir ibu bahkan akan memusuhimu."
" Jangan khawatir, Cin-moi. Kami akan bersikap hatihati."
Perahu mereka telah menyeberang dan mereka tiba di
pantai daratan."Sekarang kalian hendak pergi ke mana, Han
Te dan Cin-moi?"
"Kami akan mencari kedua orang suhuku, untuk minta
doa restu mereka. Kalau kami tidak mendapatkan restu dari
orang tua kami, kiranya sudah sepantasnya kami
mendapatkan restu dari guru-guru kami," kata pula Tin
Han.
"Baiklah, kami akan pulang, akan tetapi akan singgah
dulu di tempat kediaman orang tua kalian masing-masing
untuk mencoba usahaku membujuk mereka,. Kami tahu di
mana harus mencari paman Souw Tek Bun. Dia masih
tinggal di Hong-san, bukan, Lee Cin?"
"Benar, Lee-ko."
"Kami akan ke sana. Kemudian kami akan mencari
Keluarga Cia. Dimana kiranya aku dapat bertemu dengan
mereka, Han-te?"
"Mereka tidak akan tinggal jauh dari tempat kami
semula, yaitu di sekitar bukit Lo-sian. Setidaknya ayah
ibuku tentu tinggal di sana, di sebuah di antara dusundusun
di pegunungan Lo-sian."
"Baik, kami akan mencari ke sana. Nah, sekarang juga
kami akan berangkat, Han-te dan Cin-moi. Selamat berpisah
dan sampai kita berjumpa kembali kelak dalam pesta
pernikahan kalian!"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Lee Cin berangkulan dengan Cin Lan, kemudian mereka
berpisah mengambil jalan masing-masing.
-oo(mch)oo-
Pria itu bertubuh tinggi tegap dan mukanya persegi,
alisnya tebal dan matanya mencorong, gerak geriknya
membayangkan kekuatan besar dan dia gagah sekali.
Usianya sekitar limapuluh tahun namun dia masih nampak
kokoh. Memang Souw Tek Bun yang dahulu dijuluki orang
Sin-kiam Hok-mo merupakan seorang laki-laki yang gagah
perkasa. Dia sedang duduk di atas bangku di serambi
rumahnya, ditemani oleh seorang wanita yang cantik. Wanita
ini berusia empatpuluh sembilan tahun, bertubuh tinggi
agak kurus akan tetapi mukanya cantik jelita. Dahulu, di
waktu ia masih menjadi seorang datuk sesat, karena
memahami ilmu beracun, mukanya pucat seperti mayat.
Akan tetapi kini berkat bimbingan suaminya dan
melepaskan diri dari hawa beracun, mukanya yang halus itu
kemerahan. Pakaiannya masih seperti dulu, serba merah,
warna kesukaannya. Ia adalah Bu Siang, isteri pendekar itu
yang tadinya berjuluk An tok Mo-li. Setelah kini hidup
berdua dengan Souw Tek Bun sebagai suaminya perubahan
besar terjadi pada diri Bu Siang. Ia tidak lagi liar seperti dulu
walaupun ia masih memiliki ilmu kepandaian yang tinggi
dan masih pandai menjadi pawang ular.
Pada siang hari itu, hawanya panas sekali dan mereka
berdua duduk makan angin di serambi depan. Mereka
merasa demikian nyaman, tenteram dan penuh damai.
Keadaan seperti itulah, duduk berdua dengan orang yang
dicinta, mengobrol tentang apa saja, yang dirasakan
demikian indah oleh Bu Siang. Tidak seperti dulu ketika ia
masih hidup terpisah dari Souw Tek Bun, adanya hanya
tegang dan waspada, setiap saat seolah dirinya terancam
bahaya. Mengalahkan atau dikalahkan, hanya itulah
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
semboyan hidupnya ketika itu. Tak perah mengenal
kedamaian.
" Aku rindu kepada Lee Cin," tiba-tiba Souw Tek Bun
berkata sambil menatap wajah isterinya untuk menjenguk
hatinya. Masihkah isterinya marah kepada anak mereka itu?
Sebetulnya Bu Siang amat mencinta Lee Cin.
Penolakannya mati-matian ketika mengetahui bahwa Lee Cin
mempunyai hubungan dengan putera Keluarga Cia, juga
berdasarkan cintanya kepada puterinya. Puterinya tidak
akan diperbolehkan menikah dengan keturunan orang orang
yang pernah bekerja sama dengan pemberontak dan bajakbajak
laut Jepang! Apa lagi ia pernah bentrok dengan Nenek
Cia yang terhitung musuh besarnya. Dalam pandangannya,
keluarga Cia tiada bedanya dengan perkumpulanperkumpulan
seperti Pek-lian-kauw dan segala perkumpulan
jahat lain yang berkedok perjuangan! Bagaimana mungkin
puterinya tercinta menikah dengan keturunan dari keluarga
itu?
Ang-tok Mo-li Bu Siang mengerutkan alisnya mendengar
ucapan suaminya, akan tetapi ia menjawab sejujurnya. "Aku
juga rindu kepadanya."
"Ia pergi mencari Hek-tiauw Eng-hiong yang telah
melukaimu. Sebetulnya berat hatiku melepas ia pergi
seorang diri. Hek-tiauw Eng-hiong demikian lihainya, aku
khawatir ia akan mendapat celaka."
"Lee Cin tentu akan mampu melawannya. Dan peristiwa
itu bahkan ada baiknya, membuka matanya bahwa laki-laki
yang dicintanya itu sebetulnya seorang yang curang dan
jahat. Lebih baik membunuhnya dari pada bersahabat
dengannya."
"Akan tetapi yakinkah engkau bahwa yang menyerang
dan melukaimu, Siang-moi?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Hemm, masih diragukan apanya lagi? Bukankah dahulu
dia juga menyerang dan melukaimu dengan pukulan yang
sama dan dia telah mengakui perbuatan itu? Aku terpukul
oleh Hek-tok-ciang, ilmu pukulan yang hanya dikuasai oleh
Keluarga Cia yang jahat!"
"Membiarkan Lee Cin pergi sendiri mencari musuh itu,
membuat hatiku dak tenteram. Ah, kenapa aku dulu tidak
menemaninya mencari? Setidaknya kalau terjadi apa-apa
aku dapat mengetahuinya."
"Sudahlah, Bun-ko. Tidak perlu dirisaukan keadaan
LeeCin. Ia bukan anak kecil lagi dan tentang ilmu
kepandaiannya, ia tidak kalah lihai olehku sendiri. Aku
percaya kepadanya."
Tiba-tiba sepasang suami isteri itu berhenti bicara dan
perhatian mereka ditujukan keluar pekarangan. Sepasang
orang muda, yang wanita memondong anak kecil, memasuki
pekarangan itu sambil tersenyum. Segera mereka
mengenalnya, terutama Souw Tek Bun yan segera bangkit
berdiri menyambut kedatangan mereka. Ang-tok Mo-li Bu
Siang juga bangkit berdiri ketika dua orang muda itu
memberi hormat kepadanya dan kepada suaminya. Mereka
adalah Song Thian Lee dan Tang Cin Lan yang menggendong
Song Hong San.
"Aih, angin apakah yang membawa kalian datang
berkunjung?" tanya Souw Tek Bun dengan ramah. "Mari
silak duduk, thai-ciangkun."
"Ah, Paman Souw, harap jangan sebut saya dengan
sebutan itu. Sudah lama sekali saya tidak lagi menjadi
panglima, bahkan kini menjadi buruan pemerintah."
"Oh, ya. Maafkan kami. Eh, silakan duduk dan agaknya
kalian berdua datang membawa berita yang penting."
Ang-tok Mo-li Bu Siang juga terseyum kepada Cin Lan
dan berkata, "Siakan duduk."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Setelah keduanya duduk, Thian Lee segera mulai bicara.
"Sebetulnya kedatangan kami ini untuk memberi kabar
gembira kepada paman dan bibi, yaitu bahwa Ouw Kwan
Lok, beng-cu baru itu, telah mengakui bahwa dialah yang
dulu menyerang dan melukai bibi Ang-tok Mo-li dengan
pukulan Hek-tok-ciang."
Ang-tok Mo-li mengerutkan alisnya dan memandang
tajam. "Hemm, benarkah itu? Jadi yang menyamar sebagai
Hek-tiauw Eng-hiong itu
"Benar, Ouw Kwan Lok yang memalsukan Hek-tiauw
Eng-hiong. Bukan hanya memukul bibi, akan tetapi dia
melakukan banyak pembunuhan atas diri para hwe-sio
Siauw-lim-pai dan to-su Kun-lun-pai dengan menyamar
sebagai Hek-tiauw Eng-hiong sehingga Pendekar Rajawali
Hitam itu yang tertuduh. Maksudnya untuk mengadu
domba."
"Jahanam Ouw Kwan Lok!" Ang-tok Mo-li memaki.
"Akan tetapi dia kini telah tewas, bibi. Yang
menewaskannya bukan lain adalah saudara Cia Tin Han
atau Hek-tiauw Eng-hiong sendiri." Setelah berkata
demikian, Thian Lee memandang tajam kepada wanita
cantik itu. Akan tetapi Ang-tok Mo-li masih mengerutka
alisnya.
"Dan ada berita apa lagi. Song-sicu?"
"Selain Ouw Kwan Lok telah tewas, juga para
pengikutnya, para tokoh sesat dunia kang-ouw yang
dibawanya menghamba kepada pemerintah penjajah telah
tewas. Juga Siang Koan Bhok telah tewas dan Pulau Naga
telah dibinasakan."
"Apakah kalian bertemu dengan Lee Cin puteriku?" tibatiba
Ang-to Mo-li bertanya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Bibi, kami bertemu dengannya. Ia dalam keadaan sehat
dan selamat dan iapun membantu pembasmian para antek
Mancu," kata Tang Cin Lan, kini tidak ragu-ragu lagi
menyebut antek Mancu biarpun ayah tirinya juga seorang
Mancu! Akan tetapi ia sudah dapat membedakan mana
orang Mancu yang berjiwa penjajah dan penindas dan mana
yang bukan.
"Bagus! Kenapa ia tidak pulang bersama kalian?' tanya
pula Ang-tok Mo-li.
"Ia kelak akan menghadap bibi bersama Cia Tin Han,
untuk mohon doa restu perjodohan mereka," kata Thian Lee
sambil menahan napas.
Wajah itu berubah merah, sepasang matanya
menyinarkan kemarahan. "Tidak mungkin! Tidak mungkin ia
menikah dengan cucu Nyonya Cia, musuh besarku!"
"Akan tetapi, Nyonya Cia telah meninggal dunia, dan adik
Lee Cin Lan berjodoh dengan cucunya, bukan dengan
Nyonya Cia. Pula, apa sih buruknya Nyonya Cia maka bibi
membencinya sedemikian rupa?"
"Kau masih bertanya kejahatannya? Sayang dahulu aku
hanya melukainya saja dan tidak membunuhnya. Ia pernah
menghinaku, mengatakan aku datuk sesat sedangkan ia
sendiri apa? Ia berkedok sebagai patriot pembela bangsa,
akan tetapi ia tidak segan-segan untuk bersekutu dengan
bajak laut Jepang dan dengan pasukan pemerintah. Cih,
tidak tahu malu! Tidak, Lee Cin tidak boleh berjodoh dengan
cucunya!"
"Akan tetapi, bibi. Harap ingat siapa adanya Cia Tin Han.
Dia yang telah membunuh Ouw Kwan Lok yang pernah
melukaimu. Dia membasmi para antek Mancu. Dia seorang
patriot sejati yang tidak mau bergabung dengan tokoh-tokoh
sesat di dunia kang-ouw. Dia seorang gagah sejati. Pula,
kalau kita mengingat-ingat, siapakah di antara kita yang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tidak pernah melakukan kesalahan dalam kehidupan kita?
Saya sendiri pernah menjadi Panglima Mancu. Paman Souw
Tek Bun pernah menjadi beng-cu yang direstui pemerintah
Mancu. Dan maaf, bukankah bibi terkenal sebagai seorang
datuk sesat di waktu itu? Kita semua pernah bersalah, akan
tetapi apakah karena itu kita lalu selama hidup disumpahi
dan tetap menjadi orang yang bersalah? Harap bibi ingat
demi kebahagiaan puteri bibi sendiri. Dari pada adik Lee Cin
berjodoh dengan Cia Tin Han di luar persetujuan paman dan
bibi, alangkah baiknya kalau mereka itu berjodoh dengan
restu paman dan bibi berdua."
Song Thian Lee bicara penuh semangat dan suaranya
terdengar lantang.
Ang-tok Mo-li sendiri sampai memandang heran melihat
sikap bekas panglima itu. "Song Thian Lee, mengapa engkau
mati-matian membela Lee Cin agar berjodoh dengan Cia Tin
Han?"
"Bibi, saya menganggap Lee Cin seperti adik saya sendiri.
Dan saya bersedia untuk membelanya mati-matian."
Souw Tek Bun lalu menyentuh tangan kiri isterinya.
"Siang-moi, kurasa banyak benarnya apa yang dikatakan
oleh Thian Lee tadi. Kita mengetahui betapa keras watak Lee
Cin. Kalau kita berkeras menolak ia berjodoh dengan Cia Tin
Han, tentu ia akan memaksa dan kawin lari dengan pemuda
itu. Kalau sampai terjadi hal seperti itu, bukankah kita
sendiri yang akan merasa malu? Harap engkau pikirkan
baik-baik, apa lagi setelah kita mendapat kepastian bahwa
Cia Tin Han adalah seorang pendekar patriot yang gagah
perkasa dan bijaksana."
Ang-tok Mo-li tampak ragu-ragu, lalu berulang kali ia
menghela napas panjang. "Hemm, kalau ayah ibunya mau
datang meminang dan mohon ampun atas kesalahan nenek
mereka dahulu, biar kupertimbangkari!" Akhirnya ia berkata
dan Thian Lee merasa gembira bukan main.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Saya merasa yakin bahwa mereka akan mau melakukan
hal itu, bibi. Saya sendiri yang akan membujuk mereka!"
Souw Tek Bun dan isterinya menjamu tamu yang masih
muda namun mereka hormati itu dan setelah mengaso di
Hong-san semalam, pada keesokan harinya pagi-pagi Thian
Lee sudah meninggalkan Hong-san bersama isteri dan
anaknya.
-oo(mch)oo-
Thian Lee dan Cin Lan mencari Cia Kun dan isterinya di
dusun-dusun sekitar pegunungan Lo-sian dan akhirnya
mereka mendapatkan suami isteri itu yang hidup sebagai
petani di sebuah dusun. Cia Kun dan isterinya menyamar
sebagai petani biasa dan mereka terkejut sekali ketika pada
suatu sore Song Thian Lee dan Tang Cin Lan bersama anak
mereka datang berkunjung. Mereka menyambut dengan
hormat, akan tetapi Song Thian Lee minta kepada mereka
agar jangan sungkan menyambut mereka.
"Paman Cia, kami berdua datang berkunjung untuk
menyampaikan berita yang amat melegakan."
"Berita apakah itu, Song-sicu?" tanya Cia Kun sambil
menatap wajah tamunya yang gagah perkasa itu.
"Pertama kami hendak mengabarkan bahwa Cia Tin Han
telah berhasil menemukan Hek-tiauw Eng-hiong yang palsu
dan membunuhnya. Penjahat yang menyamar sebagai Hektiauw
Eng-hiong itu bukan lain adalah Ouw Kwan Lok, beng
cu baru yang bekerja sama dengan Siang Koan Bhok
mengumpulkan orang-orang kang-ouw untuk menjadi antek
penjajah Mancu. Kebetulan sekali kami berdua dan nona
Souw Lee Cin juga pergi ke Pulau Naga sehingga kami dapat
bersama-sama membasmi para pimpinan Pulau Naga.
Saudara Cia Tin Han berhasil membersihkan namanya dan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
membunuh orang yang telah mencemarkan namanya selama
ini."
Cia Kun dan isterinya mengerutkan alisnya mendengar
bahwa Souw Lee Cin juga bekerja sama dengan putera
mereka.
"Kami merasa bersyukur sekali bahwa dia telah dapat
membersihkan namanya," kata Cia Kun. "Akan tetapi kenapa
dia tidak pulang bersama kalian?"
"Dia melakukan perjalanan bersama nona Souw Lee Cin
dan mereka sedang menuju ke sini untuk minta doa restu
paman berdua agar pernikahan antara mereka disetujui.
Paman dan bibi, saudara Cia Tin Han saling mencinta
dengan nona Souw Lee Cin dan mereka merupakan
pasangan yang setimpal sekali."
"Tidak bisa!" kata Nyonya Cia Kun. “Bagaimana kita
dapat mengambil menantu puteri Ang-tok Mo-li yang
demikian jahat? Ia musuh besar kami dan puterinya tentu
saja juga merupakan musuh besar kami. Bagaimana dapat
dijodohkan dengan putera kami? Kami selamanya tidak akan
setuju!"
"Isteri saya berkata benar, Song-sicu. Engkau sendiri
tentu sudah mendengar siapa adanya Ang-tok Mo-li. Ia
seorang datuk sesat yang jahat sekali. Bagaimana akan kata
orang kalau kami, keluarga patriot Cia bermantukan puteri
Ang-tok Mo-li?"
"Paman dan bibi harap ingat bahwa adik Souw Lee Cin
adalah seorang pendekar wanita yang gagah perkasa dan
sudah banyak tokoh sesat roboh di tangannya. Ia benarbenar
gagah perkasa dan bijaksana!" kata Cin Lan membela.
"Paman dan bibi, kami tahu siapa adanya Ang-tok Mo-li.
Akan tetapi itu dahulu, ketika ia masih menjadi datuk sesat.
Sekarang ia adalah isteri dari bekas beng-cu Souw Tek Bun
yang berjuluk Sin-kiam Hok-mo dan siapa yang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menyangsikan kependekaran Souw Tek Bun? Paman dan
bibi, setiap orang pernah melakukan kesalahan seperti
halnya Ang-tok Mo-li. Kini ia telah bertaubat dan menjadi
orang baik-baik.. Seperti halnya keluarga Cia sendiri,
bukankah keluarga Cia pernah melakukan kesalahan yang
besar sekali sehingga menodai nama sendiri sebagai patriot?"
"Hemm, kami tidak pernah melakukan kejahatan!"
"Benar, akan tetapi Keluarga Cia pernah bersekutu
dengan orang-orang sesat di dunia kang-ouw, bahkan
bersekutu dengan bajak laut Jepang dan dengan pasukan
Mancu yang memberontak. Bukankah itu juga merupakan
suatu perbuatan yang salah? Seorang patriot dan pendekar
sejati berjuang demi rakyat tentu tidak akan sudi bersekutu
dengan kaum sesat dan bajak laut Jepang."
"Hemm, akan tetapi semua itu sudah lewat dan kami
sekarang tidak sudi lagi bersekutu dengan mereka!" kata Cia
Kun.
"Nah, sama saja halnya dengan Ang-tok Mo-li," jawab
Thian Lee. "Locian-pwe itu dulu juga melakukan kesalahan
akan tetapi sekarang sudah menyadarinya dan menjadi isteri
pendekar besar Souw Tek Bun, tidak lagi menjadi orang
sesat. Apakah paman dan bibi tidak dapat sama-sama
melupakan kesalahan yang lalu dan kini berbaik, demi ke
bahagiaan putera paman dan bibi sendiri? Ingat, paman dan
bibi. Yang penting, putera paman dan bibi adalah seorang
pendekar patriot dan demikian pula dengan Nona Souw Lee
Cin. Mereka saling mencinta dan mereka itu cocok benar
untuk menjadi suami isteri."
"Hemmmm ......... hemm........” Cia Kun menggumam dan
melirik kepada isterinya "Lalu apa yang dapat kami lakukan
?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Sebagai orang tua dari Saudra Tin Han, sebaiknya kalau
ji-wi pergi melakukan pinangan atas diri Nona Souw Lee Cin
dari ayah bundanya di Hong-san."
"Hemm, bagaimana kalau Ang-tok Mo-li menolak
mentah-mentah dan marah lalu menghina kami?"
"Tidak mungkin. Kami telah melakukan penjajakan, apa
lagi di sana terdapat Paman Souw Tek Bun yang bijaksana
dan dia adalah ayah kandung Nona Souw Lee Cin.."
"Hemm, baik, akan kami pikir-pikir dulu sambil menanti
munculnya Ti Han."
"Terima kasih, paman. Kami lega sekali karena merasa
bahwa kami telah melakukan kewajiban membela Tin Ha
dan Lee Cin yang kami sayang."
Suami isteri itupun bermalam satu malam di rumah Cia
Kun dan pada keesokan harinya mereka berpamit untuk
kembali ke tempat tinggal baru mereka di sebuah dusun
yang terpencil karena mereka berdua maklum bahwa mereka
tentu akan menjadi buruan pemerintah yang tidak akan
segan menangkap mereka kalau mengetahui di mana mereka
berada.
-oo(mch)oo-
Sambil bergandeng tangan Tin Han mendaki bukit
gersang itu. Melihat seekor burung rajawali hitam
beterbangan mengelilingi puncak bukit itu tahulah dia
bahwa Thay Kek Cin-jin, gurunya tentu berada di tempat itu.
Dia sudah dua kali meminjam Hek-tiauw-ko untuk
membantunya mencari Ouw Kwan Lok dan sekarang dia
hendak menghadap gurunya untuk minta tolong agar
gurunya mau merestui perjodohannya dengan Lee Cin.
Kalau kedua orang tuanya tidak mau meresrui, maka dia
akan minta doa restu gurunya itu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Setelah tiba di puncak, mereka berdua melihat dua orang
kakek sedang duduk berhadapan di atas batu besar yang
rata seperti meja dan dua orang kakek itu sedang asyik
bermain catur! Yang seorang adalah Bu Beng Lo-jin, guru
Tin Han yang pertama, sedangkan yang kedua adalah Thay
Kek Cin-jin.
Baru saja dua orang kakek itu menyelesaikan
permaianan catur mereka dan Bu Beng Lo-jin mengelus
jenggotnya tertawa. "Thay Kek Cin-jin, kembali aku harus
mengakui keunggulanmu. Sekali ini engkau menang dan
kiranya benar apa yang kauramalkan bahwa masih jauh
sekali waktunya Kerajaa Ceng untuk jatuh dan kekuatan
rakyat untuk bangkit dan mengusir penjajah."
"Hemm, hal itu mudah sekali diduga, Bu Beng Lo-jin.
Penjajah Mancu terlalu pandai mengambil hati rakyat
sehingga rakyat tidak merasa lagi bahwa sesungguhnya
mereka dijajah bangsa lain. Kaisar telah mengeluarkan
peraturan-peraturan yang baik, membangun jalan-jalan dan
terusan-terusan, mendatangkan kemakmuran kepada rakyat
sehingga dengan mudah rakyat terpancing hatinya. Banyak
tokoh kang-ouw juga tertarik untuk membantu Kerajaan
Mancu yang dianggap baik, bahkan lebih baik dari Kerajaan
Beng kita. Karena itu, pemberontakan-pemberontakan yang
dikobarkan secara kecil-kecilan pasti akan gagal. Nanti
kalau pada saatnya tiba dan seluruh rakyat di muka bumi
bangkit dan bergerak, barulah ada harapan penjajah Mancu
akan terusir dari tanah air.
Akan tetapi semua itu hanya dapat terjadi apabila Thian
menghendaki."
"Sian-cai, alangkah malangnya nasib rakyat kita kalau
selama puluhan tahun dijajah bangsa lain."
"Pengalaman pahit sewaktu-waktu juga untuk bekal
kehidupan di kemudian hari, Bu Beng Lo-jin. Ingat bahwa
rencana Thian berbeda dengan rencana manusia, akan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tetapi semua rencana itu tidak dapat diubah dan selalu
menuju kebaikan."
Pada saat itu Tin Han dan Lee Cin tiba di situ dan
mereka berdua segera berlutut menghadap ke arah kedua
orang kakek yang duduk di batu besar itu.
"Ji-wi suhu, teecu Cia Tin Han memberi hormat," kata
Tin Han dengan suara lembut.
"Teecu Souw Lee Cin memberi hormat," kata pula Lee Cin
menirukan kata-kata kekasihnya.
Dua orang kakek itu menoleh. "Siancai, engkau datang
lagi ke sini, Tin Han. Ada apa lagikah? Apakah engkau
belum juga dapat menyelesaikan tugasmu?" tanya Thay Kek
Cin-jin dengan suaranya yang lembut.
"Berkat restu suhu semua kewajiban teecu telah teecu
laksanakan dengan baik. Teecu menghadap bersama adik
Souw Lee Cin dengan suatu maksud untuk mohon petunjuk
dan pertolongan jiwi suhu."
"Ha-ha, petunjuk apa lagi yang kaubutuhkan pertolongan
macam apa yang dapat kami berikan kepadamu, Tin Han?"
kembali Thay Kek Cin-jin bertanya.
"Suhu, teecu dan adik Souw Lee Cin ini, telah mengambil
keputusan untuk hidup bersama sebagai suami isteri, untuk
berjodoh. Akan tetapi teecu berdua mengalami rintangan
yang hebat dan berat dan kiranya petunjuk dan doa restu jiwi
suhu saja yang akan dapat membuat teecu berdua
melaksanaka apa yang menjadi cita-cita teecu."
"Hemm, halangan? Halangan apakah?”.
“Halangan besar sekali, suhu. Orang tua teecu tidak
setuju kalau teecu berjodoh dengan adik Souw Lee Cin, dan
sebaliknya, ibu kandung adik Souw Lee Cin juga tidak setuju
kalau ia berjodoh dengan teecu. Kiranya dahulu terdapat
permusuhan antara orang tua teecu dan ibu kandung adik
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Souw Lee Cin. Karena tidak mendapat doa restu orang tua,
teecu berdua mohon doa restu ji-wi suhu untuk menjadi
suami isteri."
"Ha-ha-ha, mana mungkin itu? Ingat, Tin Han, aku
menjadi suhumu hanya dalam waktu tiga bulan saja.
Sebaiknya engkau minta restu Bu Beng Lo-jin yang sudah
bertahun-tahun menjadi gurumu."
"Suhu Bu Beng Lo-jin, teecu mohon doa restu."
" Anak bodoh, bagaimana seorang guru dapat memberi
doa restu tentang perjodohan muridnya? Engkau harus
mendapatkan doa restu orang tuamu dan orang tua nona
ini. Orang tuamu adalah Keluarga Cia yang terkenal
patriotik, dan siapa ibu kandung nona ini?”
"Ia adalah Ang-tok Mo-li yang kini telah hidup sebagai
isteri pendekar besar Souw Tek Bun di Hong-san."
"Ah, kalau begitu ada kesulitan apa lagi? Kalau dulu ada
permusuhan, dengan berjodohnya anak masing-masing,
bukankah dapat menjadi rukun kembali? Pinto memberi doa
restu, Tin Han, akan tetapi keputusannya tergantung dari
orang tua kalian berdua. Sebaiknya kalau kalian berdua
menghadap orang-orang tua itu. Kaum pendekar sekarang
harus bersatu karena dikejar-kejar pasukan, dan persatuan
yang paling baik adalah melalui kekeluargaan. Pergilah dan
percayalah bahwa jodoh berada di tangan Thian. Kalau
memang Thian menghendaki kalian berdua menjadi jodoh
masing-masing rintangan apapun pasti akan dapat kalian
lampaui dan atasi," kata Bu Beng Lo-jin.
"Hayo, Bu Beng Lo-jin, kita main satu partai catur lagi
sebelum berpisah,” tiba-tiba Thay Kek Cin-jin berkata.
Mengertilah Tin Han bahwa dua orang kakek itu tidak mau
diganggu lebih lama lagi. Maka dia dan Lee Cin lalu memberi
hormat kepada kedua orang itu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Selamat tinggal, ji-wi suhu. Harap ji-wi suhu menjaga
diri baik-baik, tee-cu berdua hendak pergi."
"Pergilah, semoga Thian bersamamu,” kata Thay Kek Cinjin.
"Pergilah dan bawalah harapan besar di hatimu, jangan
putus asa!" kata pula Bu Beng Lo-jin.
Setelah memberi hormat sekali lagi sepasang orang muda
itu lalu meningalkan puncak bukit gersang di mana dua
orang kakek sakti itu sedang bermain catur.
-oo(mch)oo-
Cia Kun dan isterinya sedang bekerja mencangkul sawah
ketika Tin Han dan Lee Cin muncul. Mereka tidak heran
melihat munculnya anak itu karena sebelumnya mereka
telah ditemui Song Thian Lee. Diam-diam ada perasaan
bangga dalam hati mereka melihat putera ini. Sejak kecil Tin
Han dianggap seorang pemuda yang lemah, tidak tahunya
malah pemuda ini yang membuat nama besar sebagai Hektiauw
Eng-hiong Dan melihat Lee Cin, mau tidak mau
mereka merasa berbangga juga. Sejak pertemuan pertama
dahulu memang mereka amat kagum kepada gadis yang
berilmu tinggi dan gagah perkasa itu. Sekarang, kenyataan
bahwa gadis itu adalah puteri Ang-tok Mo-li tidak
mengganggu benar perasaan mereka. Memang benar Ang-tok
Mo-li dahulu seorang datuk sesat, akan tetapi hanya
terkenal karena keangkuhannya, keliarannya dan tidak mau
memandang mata kepada siapapun juga. Namun belum
pernah wanita sakti itu dikabarkan melakukan perbuatan
jahat, walaupun kekejamannya kadang mengerikan terhadap
musuh-musuhnya.
Ketika melihat Lee Cin berjalan di samping Tin Han,
demikian cantik jelita dan. gagah, mau tidak mau hati
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Nyonya Cia Kun penuh kebanggaan. Lee Cin benar-benar
merupakan calon mantu yang tidak mengecewakan.
"Ayah........!. Ibu.........!” Tin Han berseru dan
menghampiri ayah ibunya yang berada di tengah sawah itu
dengan keraguan di hatinya. Bagaimana ayah ibunya akan
menerima dirinya dan Lee Cin?
Ketika melihat wajah kedua orang tuanya itu cerah dan
gembira, hati Tin Han merasa senang sekali. "Ayah, ibu. Aku
dan adik Souw Lee Cin pulang untuk menemui ayah ibu!"
"Mari kita bicara di rumah!" kata Cia Kun dan bersama
isterinya dia keluar dari sawah, mencuci kaki tangannya dan
mereka berempat lalu pergi ke pondok bambu tempat tinggal
kedua orang tua itu yang amat sederhana.
Setelah kedua orang tua itu duduk di atas kursi, Tin Han
mengajak kekasihnya berlutut di depan mereka dan berkata,
"Ayah dan ibu, kami berdua ingin mohon doa restu ayah dan
ibu agar kami dapat berjodoh."
Ayahnya mengangguk-angguk dan memandang kepada
Lee Cin, kemudian berkata, "Tin Han, engkau sudah cukup
dewasa untuk memilih calon isterimu sendiri. Kami berdua
hanya dapat merestui. Semoga kalian menjadi suami isteri
yang hidup rukun dan berbahagia."
"Akan tetapi, ayah. Bukan hanya doa restu ayah ibu yang
kuminta."
"Hemm, apa lagi, Tin Han? Aku dan ayahmu sudah
merestui, menyetujui, apa lagi yang kaukehendaki?" tanya
ibu nya.
"Ibu, adik Souw Lee Cin adalah puteri orang terhormat,
dan ayah ibunya masih ada. Oleh karena itu, sudah
sewajarnya kalau kita meminangnya sebagaimana mestinya
dengan sah. Karena itu, aku mohon kepada ayah dan ibu
untuk mengajukan pinangan atas diri adik Souw Lee Cin
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kepada orang tuanya di Hong-san. Ayah dan ibu,
permintaanku sekali ini mohon ayah dan ibu suka
memenuhinya," Tin Han berlutut di depan mereka.
Cia Kun dan isterinya saling pandang. Sejak mereka
kedatangan Song Thian Lee, mereka sudah membayangkan
akan terjadinya hal ini. Memang merupakan tugas besar
bagi mereka untuk menghadap Ang-tok Mo-li dan
mengajukan pinangan, akan tetapi agaknya tidak ada jalan
lain bagi mereka.
"Song Thian Lee sudah datang memberitahu kepada kami
tentang keadaanmu berdua, Tin Han. Baiklah, kami berdua
akan pergi bersama kalian ke Hong-san. Akan tetapi kalau
sampai penerimaannya di sana tidak menyenangkan, kami
tidak bertanggung jawab."
"Harap paman dan bibi tenangkan hati. Saya yang akan
menanggung mengenai penerimaan ayah dan ibu," kata Lee
Cin dengan penuh semangat. Ia juga sudah yakin bahwa
tentu Song Thian Lee sudah menemui ibunya untuk
menyadarkan jalan pikiran ibunya yang kukuh. Dan ia
percaya benar akan kemampuan bekas panglima besar itu.
Mereka bermalam di dusun itu dua malam, membuat
persiapan dan pada hari ke tiga berangkatlah mereka
berempat melakukan perjalanan menuju ke Hong-san.
Pemandangan alam di puncak Hong-san pada pagi hari
itu indah bukan main. Langit cerah sehingga sinar mata hari
pagi menghangatkan dan menghidupkan segala sesuatu di
permukaan bumi. Burung-burung beterbangan di udara
menuju ke tempat pekerjaan masing-masing. Ada yang
masih bermalas-malasan berkicau sambil berloncatan dari
dahan ke dahan. Ayam-ayam hutan sudah pada turun dan
mencakar-cakar di bawah semak belukar mencari cacing
dan binatang hutan juga sudah mulai berkeliaran untuk
mencari pengisi perut. Seluruh permukaan gunung Hong-
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
san tampak hidup dan bergerak, namun tidak mengganggu
keheningan yang menyelimutinya.
Di lereng gunung agak ke bawah tampak ibu dan bapak
tani bekerja di sawah ladang. Para prianya yang tidak
berbaju tampak tubuhnya mengkilat karena berpeluh. Ulah
tubuh-tubuh yang bekerja keras itu tampak demikian serasi
dan indah. Dan ibu-ibu yang menanam padi seperti sedang
bersembahyang memuji kebesaran dan kemurahan Tuhan.
Tidak ada gerakan yang lebih indah dari pada gerakan orang
bekerja karena hidup adalah bekerja. Kekuasaan Tuhan
sendiri tidak pernah sedetikpun berhenti bekerja sehingga
segala sesuatu berjalan dengan lancar dan sempurnanya.
Di puncak Hong-san, di belakang pondok yang menjadi
tempat tinggal Souw Tek Bun dan isterinya, kedua orang
inipun tidak membiarkan diri bermalas-malasan di pagi hari
itu. Mereka sedang merawat tanaman sayur-sayuran di
ladang itu. Souw Tek Bun memegang cangkul, mencangkuli
tepi-tepi pematang ladang sedangkan isterinya, Ang-tok Mo-li
Bu Siang, mencabuti rumput dan daun sayur yang
mengering. Mereka bekerja tanpa banyak cakap. Dalam
keadaan seperti itu, apa artinya percakapan? Dengan diam
orang bahkan dapat lebih merasakan keindahan,
ketenteraman dan kedamaian suasana yang menyelimuti
permukaan bumi itu. Hanya kadang-kadang mereka saling
lirik dan merasa senang kalau melihat yang lain sibuk
bekerja. Dengan menanam sayur-sayuran, Souw Tek Bun
dan Bu Siang sudah dapat mencukupi kebutuhan hidupnya.
Hasil sayur mayur itu dapat mereka tukar dengan beras dan
kebutuhan lain di pasar dusun di bawah lereng sana. Dan
kebutuhan mereka tidaklah banyak. Cukup makan setiap
hari. Adapun tentang pakaian, mereka membeli kain yang
kasar dan kuat dan sekali beli dapat dipakai sampai
bertahun.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Suasana setempat mempengaruhi kehidupan seseorang.
Kalau saja sepasang pendekar ini tinggal di kota besar, tentu
kebutuhan mereka melonjak. Karena lingkungan, mereka
akan membutuhkan pakaian yang indah, membutuhkan
makanan yang mahal dan lezat dan banyak keperluan lain.
Akan tetapi karena lingkungan di dusun membuat mereka
tidak membutuhkan semua itu, keperluan hidup mereka
amat sederhana.
Kebutuhan kehidupan di dusun adalah benar-benar apa
yang dibutuhkan oleh tubuh dalam kehidupan ini.
Sebaliknya kebutuhan kehidupan di kota besar lebih bersifat
keinginan untuk bersenang-senang dan keinginan untuk
bersenang ini kalau dituruti tidak akan ada batasnya, tidak
akan ada habisnya, bahkan orang condong untuk saling
bersaing, saling melebihi dalam segala hal.
Setelah selesai membersihkan rumput rumput dan
mencabuti daun-daun yang mati dan layu, mengumpulkan
semua rumput dan daun kering itu menjadi setumpuk di
atas tanah lalu membakarnya, Ang-tok Mo-li Bu Siang
duduk mengaso di atas batu besar yang terdapat di situ.
Melihat isterinya mengaso sambil menyeka keringat yang
membasahi leher dan dahi, Souw Tek Bun juga berhenti
mencangkul dan menghampiri isterinya, melepas caping
lebarnya dan mengipasi tubuhnya yang terasa gerah dan
berkeringat dengan capingnya. Mereka saling pandang dan
tersenyum, merasakan kepuasan yang nikmat menyelubungi
hati dan badan.
" Aku merasa heran sekali.........”, kata Bu Siang.
"Apa yang kauherankan?" tanya Souw Tek Bun sambil
duduk di atas batu depan isterinya. Kalau sedang begitu, dia
sudah lupa bahwa yang duduk di depannya ini pernah
menjadi Ang-tok Mo-li, wanita yang ditakuti orang-orang di
dunia kang-ouw
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Aku merasa heran sekali merasakan betapa nikmat dan
senangnya hidup seperti ini, di dalam keheningan
pegunungan jauh dari manusia lain ini. Aku merasakan
hidup begini penuh dengan ketenangan dan kebahagiaan,
tidak pernah kekurangan sesuatupun."
Suaminya tersenyum. "Memang itulah rahasianya hidup
bahagia, isteriku. Orang yang tidak pernah merasa
kekurangan, dia adalah orang yang sebahagia-bahagianya,
karena orang itu dapat hidup seutuhnya menikmati
anugerah Tuhan yang memang sudah berlimpahan. Orang
yang tidak pernah merasa kekurangan, berarti dia orang
kaya dalam arti yang sebenarnya, karena segala apa yang
diperoleh dan dimilikinya merupakan harta yang tak ternilai
harganya. Sebaliknya, orang yang selalu merasa kekurangan
hidupnya, walaupun dia kaya raya dan hidup dalam
kemewahan dan kemuliaan, sesungguhnya dia orang yang
paling sengsara hidupnya, orang -orang semiskin--miskinnya
karena dia tidak pernah dapat menikmatinya apa yang
diperolehnya, yang selalu dirasakan kurang cukup banyak.
Kita, kita dapat bersorak dan berkata dengan sepenuh hati
bahwa KITA TlDAK BUTUH APA-APA, bukankah begitu,
Siang-moi?"
Wanita itu mengangguk-angguk dan tersenyum manis.
"Kalau saja aku dapat membayangkan akan hidup seperti
ini, rasanya sudah sejak puluhan tahun yang lalu aku ikut
denganmu, Bun-ko."
"Belum terlambat, Siang-moi. Kita masih dapat
menghabiskan sisa hidup kita di tempat ini, atau tempat lain
yang kita sukai, dengan bebas merdeka tidak terikat apapun,
dan tidak dipusingkan dengan urusan dunia persilatan yang
selalu mendatangkan masalah dan urusan."
"Aih, aku dahulu sungguh bodoh, Bun-ko. Baru
sekaranglah terbuka mata hatiku bahwa kebahagiaan tidak
bisa didapatkan melalui kesenangan dan kemuliaan lahiriah.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Baru sekarang mataku dapat melihat sebongkah tanah yang
subur dan indah berbau harum, padahal dahulunya aku
melihatnya sebagai benda tidak berharga yang kotor."
Souw Tek Bun mendekati isterinya dan memegang kedua
pundaknya, memandang penuh kasih sayang. "Aku merasa
berbahagia sekali mendengar semua kata-katamu, Siangmoi.
Memang yang kutunggu-tunggu, yakni pengakuan
kebahagiaanmu."
Tiba-tiba terdengar suara lantang "Ha-ha, ha, Souw Tek
Bun! Engkau sungguh mencemarkan nama besar suhu!"
Suami isteri itu terkejut dan melompat turun dari atas
batu, melihat adanya seorang kakek berusia enampuluh
tahun berdiri di situ dengan sikap angkuh. Kakek ini
mengenakan jubah seperti seorang tosu dan wajahnya yang
berjenggot dan berkumis abu-abu itu tampak bengis.
"Toa-suheng......... !" Souw Tek Bun terkejut melihat tosu
itu.
Tosu itu mencabut sebatang pedang yang sinarnya
kehitaman dan mengangkat pedang itu ke atas. "Pinto
datang atas nama mendiang suhu! Tidak lekas berlutut?"
bentaknya.
Melihat pedang hitam itu, Souw Tek Bun lalu merapikan
pakaiannya dan menjatuhkan dirinya berlutut di depan tosu
itu. "Apa yang dapat saya lakukan untuk suheng atas nama
suhu?" tanya Souw Tek Bun dengan sikap merendah dan
taat.
"Souw Tek Bun, setelah suhu kita tidak ada, apakah
engkau lalu hendak berbuat tidak berbakti dan
mendurhaka? Lupakah engkau apa yang dikatakan suhu
puluhan tahun yang lalu ketika engkau hendak menikahi
seorang wanita sesat berjuluk Ang-tok Mo-li ini? Sekarang,
setelah suhu meninggal dunia engkau bahkan hidup
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
bersamanya sebagai suami isteri. Aku, sebagai suhengmu,
tentu saja tidak dapat mendiamkan begitu saja!”
“Akan tetapi, suheng. Sekarang kami sama-sama tua dan
sudah mencuci tangan dari urusan dunia kang-ouw. Isteriku
ini bukan lagi seorang datuk sesat, melainkan seorang isteri
yang berbudi mulia."
"Omong kosong! Sekali orang berbuat jahat, mana bisa
begitu mudah untuk mengubah diri? Ia tetap Ang-tok Mo li
dan engkau tetap dilarang untuk hidup di sampingnya.
Bersahabatpun tidak boleh, apa lagi menjadi suami isteri?"
"Akan tetapi, suheng!"
"Cukup! Apakah engkau masih mengangap pusaka ini
sebagai pengganti suhu?"
"Saya tetap menghormatinya."
"Kalau begitu, engkau harus menaati perintah pinto
seperti wakil dari suhu. Ingat suhu pernah berkata bahwa
siapa yang memegang pusaka ini berarti dia memiliki
kekuasaan seperti suhu dan harus di taati "
"Apa yang harus saya lakukan, suheng?"
"Sekarang juga, engkau harus bunuh perempuan sesat
ini untuk menebus dosa dan kekotoranmu! Bunuh ia,
sekarang juga!"
Souw Tek Bun membelalakkan matanya. "Saya.........
saya tidak dapat melakukan hal itu, suheng?"
"Apa? Engkau berani membantah dan tidak taat?" Tosu
itu menghampiri dengan langkah lebar dan sekali dia
mengangkat kaki, dia telah menendang tubuh Souw Tek
Bun. Yang ditendang itu terlempar seperti bola dan
tubuhnya terpelanting lalu menggelinding di atas tanah.
Akan tetapi Souw Tek Bun menghampiri lagi suhengnya dan
menjatuhkan diri berlutut.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Ampun, saya tidak berani membantah," katanya.
"Kalau begitu, cepat bunuh perempuan yang merusak
nama perguruan kita itu!" kata tosu itu sambil menudingkan
pedangnya ke arah Ang-tok Mo-li.
"Akan tetapi, saya tidak dapat melakukan hal itu,
suheng. Ampunkan kami!"
"Jahanam! Masih banyak membantah lagi!" Kini tangan
kiri tosu itu menampar.
"Dessss ..... !" Tubuh Souw Tek Bun terpelanting dan
darah segar keluar dari bibirnya yang pecah.
Melihat ini Ang-tok Mo-li tidak dapat menahan dirinya
lagi. Ia melompat ke depan tosu itu dan membentak.
"Tosu jahat, kenapa engkau maksa orang?" Ia telah
meloloskan kebutannya yang berbulu merah dan menyerang
ke arah tosu itu dengan dahsyatnya. Kebutannya
menyambar disusul cakaran kuku tangan kirinya yang
panjang dan masih dapat mengeluarkan racun yang
berbahaya.
"Hemm, perempuan sesat!" Tosu itu mengelak dan
mengelebatkan pedangnya yang bersinar hitam. Sinar hitam
berkelebat dan mengaung di atas kepala Ang-tok Mo-li.
Wanita ini terkejut sekali dan menggulingkan tubuhnya
sehingga terlepas dari bahaya maut.
"Siang-moi, jangan........!” Souw Tek Bun menubruk dan
memegangi kedua tangan isterinya.
"Akan tetapi, dia jahat! Dia hendak membunuh kita!"
teriak Ang-tok Mo-li.
"Jangan, kita tidak boleh melawannya. Dia mewakili
suhu dengan memegang pedang Hek-in-kiam itu, dan
engkaupun tidak boleh melawan suhu. Itu dosa besar,
Siang-moi," kata Souw Tek Bun.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tosu itu menghampiri mereka dan tersenyum dingin.
"Souw Tek Bun, engkau masih mengenal dosa? Nah,
bunuhlah perempuan sesat ini, baru aku akan dapat
mengampunimu!" Dengan senyum dingin dia menghampiri
suami isteri yang berangkulan itu.
"Tidak, aku tidak dapat membunuh isteriku. Biarlah
engkau membunuh kami berdua, suheng. Kami tidak akan
melawan!" kata Souw Tek Bun dengan pasrah.
Akan tetapi pada saat itu terdengar bentakan nyaring.
"Tua bangka dan jahanam dari mana berani datang untuk
membunuh ayah ibuku?" Dan Lee Cin sudah berdiri di situ,
menghalangi ayah dan ibunya dari tosu itu dengan mata
bersinar-sinar penuh kemarahan.
Tosu itu terkejut melihat munculnya empat orang.
Mereka ini adalah Lee Cin, Cia Tin Han dan ayah ibunya.
Apalagi melihat Lee Cin menentangnya dengan sinar mata
yang seakan hendak membakar dirinya.
"Hemm, inikah hasil hubungan sesat itu, Souw Tek Bun?
Inikah puterimu. Pantas iapun menjadi gadis sesat yang
kurang ajar!" Tosu itu mengejek.
"Lee Cin, jangan melawan......... dia itu supekmu, wakil
dari suhu. Berlututlah!" kata Souw Tek Bun kepada
puterinya.
"Tidak sudi aku berlutut di depan orang yang hendak
membunuh ayah ibu biar orang itu kakek guruku sendiri
sekalipun!" Lee Cin segera mengeluarkan Ang-coa-kiam dan
menerjang tosu itu dengan dahsyat.
"Mampuslah engkau tosu busuk!' bentaknya dan
pedangnya sudah menyambar dengan hebatnya. Akan tetapi
tosu itu mundur dan menangkis dengan Hek-in kiam
(Pedang Awan Hitam).
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Tranggg......... !" Tangkisan itu demikian kuat sehingga
Lee Cin terhuyung ke belakang. Ayahnya segera
merangkulnya.
"Lee Cin, engkau tidak boleh melawan. Selama dia
memegang Hek-in-kiam, dia mewakili suhu yang telah tiada
dan kita tidak boleh melawannya," kata Souw Tek Bun.
"Paman Souw Tek Bun, kalau paman sekeluarga tidak
boleh melawan, mungkin ada benarnya. Akan tetapi aku
orang lain, bukan apa-apanya, maka aku boleh
melawannya!" Yang bicara ini adalah Cia Tin Han dan
pemuda ini sudah menghadapi tosu itu.
"Singgg .... !" Dia mencabut Pek-hong kiam dan sinar
putih berkelebat menyilaukan mata.
Tosu itu terkejut dan melangkah mundur. "Pek-kong
kiam ......... gumamnya.
Tin Han melangkah maju dan tersenyum. "Agaknya
engkau mengenal pula po-kiamku, kakek yang jahat. Kalau
mereka tidak boleh melawanmu, maka akulah lawanmu.
Aku bukan apa-apamu! Atau, engkau takut menghadapi
Pek-kong-kiam ini?"
"Bocah sombong, pinto Kong Goan Cin-jin tidak pernah
takut kepada siapapun juga!" Dia lalu melangkah maju.
"Kalau engkau membela suteku Souw Tek Bun, terpaksa
engkau akan kusingkirkan lebih dulu!" Setelah berkata
demikian, dia menyerang dengan pedang sinar hitamnya.
Serangannya demikian mantap dan kuat. Sambaran angin
pedang itu saja memberitahu Tin Han bahwa dia berhadapan
dengan lawan yang tangguh sekali. Akan tetapi dia mengelak
dan cepat balas menyerang dengan Pek kong-kiam dan
serangannya juga tidak kalah dahsyatnya. Kakek itu tampak
terkejut dan melompat ke belakang, lalu memutar
pedangnya dengan hati-hati karena dia juga maklum bahwa
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
pemuda yang menjadi lawannya ini ternyata lihai bukan
main.
Terjadilah pertandingan pedang yang amat hebat. Souw
Tek Bun dan Ang-tok Mo-li memandang dengan mata
terbelalak. Baru sekarang mereka melihat kenyataan betapa
hebatnya kepandaian Tin Han. Pemuda itu mampu
menandingi Kong Goan Cin-jin, twa-suheng dari Souw Tek
Bun yang sudah puluhan tahun tidak pernah dijumpainya.
Guru Souw Tek Bun adalah seorang pertapa maha sakti
yang bertapa di pegunungan Himalaya. Mereka semua ada
empat orang murid, dan yang tertua adalah Kong Goan Cinjin
itulah. Guru Souw Tek Bun memang berwatak keras dan
sama sekali melarang para muridnya untuk melakukan
kejahatan, bahkan dilarang keras bergaul dengan orang dari
dunia sesat. Oleh karena itu para muridnya semua menjadi
pendekar yang kenamaan, termasuk Souw Tek Bun. Akan
tetapi ketika di waktu mudanya Souw Tek Bun bersahabat
dan berhubungan dengan Ang-tok Mo-li Bu Siang, gurunya
marah dan mengutus Kong Goan Cin-jin turun gunung
untuk melarang Souw Tek Bun melanjutkan hubungannya
dengan Ang-tok Mo-li. Karena takut dan taat kepada
gurunya, terpaksa Souw Tek Bun berpisah dari Ang-tok Moli
yang kemudian karena marah hati kepada Souw Tek Bun
menjadi datuk. Sekarang, setelah kedua orang kekasih itu
sudah sama tuanya, mereka bersatu kembali dan sama
sekali tidak mereka sangka bahwa hal itu akan
mendatangkan Kong Goan Cin-jin untuk mencampuri dan
menghalangi. Pada hal, guru Souw Tek Bun telah lama
meninggal dunia. Agaknya Kong Goan Cin-jin yang
selamanya hidup membujang itu merasa iri melihat
kebahagiaan sutenya!
Cia Kun dan isterinya juga menonton pertandingan itu
hati gelisah. Mereka tahu akan kepandaian putera mereka
akan tetapi melihat tosu itu demikian kokoh kuat, mereka
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
merasa khawatir akan keselamatan putera mereka. Mereka
datang ke Hong-san untuk meminang Lee Cin, tidak tahunya
dihadapkan pada urusan perkelahian itu sehingga
melibatkan putera mereka.
Tadi Lee Cin yang merasa marah sekali tidak berdaya
karena dicegah ayahnya untuk melawan tosu itu. Kini
melihat Tin Han sudah bertanding dengan tosu itu, dalam
keadaan .yang seru menegangkan, hatinya diliputi
kekhawatiran besar kalau-kalau Tin Han akan kalah dan
celaka oleh tosu yang galak itu. Karena itu, ia meronta dari
pegangan ayahnya dan melompat ke depan untuk
membantu Tin Han.
"Lee Cin, engkau tidak boleh melawannya!" kembali Souw
Tek Bun berseru keras.
"Ayah, tosu itu keterlaluan hendak memaksakan
kehendaknya, hendak membunuh ibu. Dan sekarang yang
menandinginya adalah calon suamiku, bagaimana aku tidak
boleh mencampuri? Biar harus mempertaruhkan nyawa, aku
harus membela orang yang kucinta!" kata Lee Cin dengan
suara nyaring dan iapun sudah menerjang ke depan dengan
pedang Ang-coa-kiam digerakkan secara dahsyat.
"Ia benar! Orang harus membela orang yang dicinta
dengan taruhan nyawa kalau perlu!" terdengar Ang-tok Mo-li
berkata sambil memegang tangan suaminya.
Souw Tek Bun memandang dengan bingung. Dia sendiri
sebetulnya tidak takut kepada suhengnya. Akan tetapi
dengan Hek-in-kiam di tangan, suhengnya seolah menjadi
wakil suhunya dan tentu saja dia harus menaatinya.
Sementara itu, pertandingan berjalan semakin seru.
Akan tetapi sekali ini Kong Goan Cin-jin terdesak hebat.
Baru berhadapan dengan Tin Han seorang saja, keadaannya
sudah berimbang. Apa lagi kini masuk Lee Cin yang ilmu
pedangnya demikian hebat, maka diapun hanya dapat
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menangkis dan mengelak ke sana sini saja tainpa mampu
membalas serangan kedua orang muda yang sudah marah
itu.
Dengan marah Kong Goan Cin-ji kini menggunakan
tangan kirinya untuk memukul dengan dorongan tangan
terbuka. Begitu dia memukul ke arah Lee Cin ada dorongan
angin kuat sekali menerpa tubuh Lee Cin dan biarpun gadis
ini sudah mempertahankan diri, tetap saja ia terhuyung ke
belakang, terbawa oleh angin pukulan yang keras. Kembali
kakek itu memukul, kini ke arah Tin Han. Pemuda ini
dengan beraninya lalu rnendorongkan tangan kirinya sambil
mengerahkan seluruh tenaganya, menggunaan tenaga
Khong-sim Sin-kang sambil membuat gerakan memutar
lengan agar tenaganya dapat dipergunakan sepenuhnya.
"Wuuuuuuuuttt......... desssss.......!” tubuh kakek itu
terpelanting keras sedangkan tubuh Cia Tin Han gemetar.
Lee Cin melompat dan menggunakan pedangnya untuk
membabat ke arah lengan kanan kakek itu. Kakek itu dalam
keadaan terhuyung menarik kembali lengannya, akan tetapi
masih saja lengannya tergores pedang di tangan Lee Cin.
Kakek itu mengeluh dan pedang Hek-in-kiam di tangannya
terlepas.
Tin Han menyambar ke depan dan di lain saat pedang
Hek-in-kiam telah berada di tangannya. Lee Cin
menghampirinya, mengambil pedang itu dari tangan Tin Han
dan menyerahkannya kepada ayahnya.
"Ayah, pedang pedang ini? Cepat, ayah!"
Karena dipaksa puterinya, Souw Tek Bun menerima juga
pedang Hek-in kiam dan Lee Cin lalu berseru kepada tosu
yang sudah berdiri tegak kembali itu.
"Heh, tosu busuk. Kau lihat apa yang dipegang oleh
ayahku ini? Inilah pedang kekuasaan dan pemegangnya
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sebagai wakil guru kalian, apakah engkau masih juga belum
mau tunduk dan memberi hormat?"
Sejenak tosu itu melongo. Melihat Souw Tek Bun
mengangkat pedang itu ke atas kepala, tiba-tiba dia
membereskan pakaiannya lalu menjatuhkan diri berlutut
menghadap pedang itu.
"Teecu tidak berani
........ !" katanya lemah.
Dalam hatinya Souk-
Tek Bun merasa kasihan
kepada suhengnya yang
demikian tunduk kepada
pedang itu. Akan tetapi
diapun tahu bahwa kalau
pedang itu berada di
tangan suhengnya orang
itu pasti akan mendesak
dan memaksanya membunuh
isterinya.
"Kong Goan Cin-jin,
apakah engkau sudah
mengetahui kesalahanmu?"
bentak Souw Tek
Bun, memberanikan hatinya.
“Teecu belum mengerti,” kata tosu itu lemah.
"Engkau hendak memaksa orang membunuh isterinya,
itu satu perbuatan yang sama tidak benar. Sekarang,
kembalilah engkau ke Himalaya dan bertaubatlah, bersihkan
jiwamu dan jangan mencampuri dunia kang-ouw lagi.
Berangkatlah!"
"Saya......... saya pergi ......... “ Kong Goan Cin-jin lalu
memutar tubuhnya berlari cepat sekali meninggalkan tempat
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
itu. Kasihan kakek tua ini. Sudah terlalu lama dia tinggal di
pengasingan, jauh dari dunia ramai, jauh dari kehidupan
manusia sehingga dia tidak dapat mempertimbangkan
tentang kehidupan suami isteri dan sebagainya lagi. Yang
diketahuinya hanyalah amat taat kepada suhunya yang
telah meninggal dunia, yang meninggalkan pedang Hek-in
kiam dan siapa yang memegang pedang itu menjadi wakil
gurunya. Karena itulah dia bersikap demikian anehnya.
Setelah suhengnya pergi, barulah Souw Tek kun menyimpan
pedang Hek-in-kiam dan menghela napas panjang. "Sungguh
berbahaya sekali, ilmu kepandaian toa-suheng itu jauh
melebihi aku. Akan tetapi sungguh mengagumkan pemuda
she Cia itu. Dia mampu menandinginya."
"Akan tetapi mau apa dia datang bersama Lee Cin dan
orang tuanya? Apakah kaukira mereka mau.........” kata Bu
Siang sambil memandang kepada pemuda dan orang tuanya
itu.
"Mau apapun mereka, harus kita temui. Mereka adalah
tamu-tamu kita, dan pemuda itu baru saja menghindarkan
kita dari malapetaka."
Keduanya lalu maju menghampiri tamu. Cia Kun dan
isterinya lalu maju dan mengangkat kedua tangan memberi
hormat, diturut oleh Tin Han.
"Kami sekeluarga ikut merasa lega bahwa ji-wi telah
terhindar dari keadaan yang tidak menyenangkan tadi," kata
Cia Kun.
" Berkat kehadiran sam-wi bertiga kami tertolong," kata
Souw Tek Bun merendah. "Kalau boleh saya mengetahui
siapakah ji-wi ini,” tanya Souw Tek Bun yang baru sekali itu
berjumpa dengan Cia Kun dan isterinya.
"Mereka adalah putera tertua dari Keluarga Cia, bernama
Cia Kun dan isterinya. Bukankah begitu?' kata Bu Siang.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Cia Kun dan isterinya kembali memberi hormat. "
Ternyata ingatan Nyonya tajam sekali. Kami memang Cia
Kun dan ini isteri kami. Kunjungan kami ini selain untuk
mempererat perkenalan dan memberi hormat, juga
membawa keperluan yang penting sekali menyangkut
kehidupan anak kita berdua yaitu Souw Lee Cin dan anak
kami Cia Tin Han."
Sebelum Souw Tek Bun menjawab, isterinya telah lebih
dulu berkata dengan suara yang datar akan tetapi tidak
ketus. "Ada apakah dengan mereka berdua?" Ia menoleh
kepada Tin Han dan Lee Cin yang berdiri sambil
menundukkan muka dan dengan hati tegang berdebar.
"Sebagaimana mungkin Souw-taihiap dan nyonya telah
mengetahuinya, di antara putera kami Cia Tin Han dan
puteri ji-wi Souw Lee Cin telah terdapat ikatan batin yang
amat kuat. Oleh karena itu, menuruti keinginan mereka
berdua, kami memberanikan diri menghadap ji-wi untuk
mengajukan pinangan secara sah agar nona Souw Lee Cin
menjadi jodoh anak kami Cia Tin Han."
"Saudara Cia Kun, tidak salahkah pendengaranku ini?
Benarkah engkau meminang anakku? Bukankah engkau
juga mengetahui bahwa dahulu ibumu bermusuhan dengan
aku?" Tanya Bu Siang atau Ang-tok Mo-li.
Cia Kun saling pandang dengan isterinya, akan tetapi
karena ucapan itu dikeluarkan dengan nada lembut, diapun
memberanikan diri menjawab. "Kami telah melupakan
semua itu, Nyonya. Dan kami bersedia meminta maaf atas
segala kesalahan yang pernah dilakukan ibu kami yang telah
meninggal dunia itu."
"Ah, kesalahannya bukan terletak di pundak mendiang
ibu kalian semata, akupun keras kepala ketika itu. Baiklah,
kalau kita semua sudah melupakan segala peristiwa itu,
mari kita bicarakan tentang perjodohan anak kita."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Bukan main gembiranya hati Cia Kun dan isterinya,
sedangkan Tin Han yang mendengar ini cepat berlutut di
depan Souw Tek Bun dan isterinya, memberi hormat yang
diturut pula oleh Lee Cm.
"Ibu dan ayah, saya sungguh merasa berbahagia dan
berterima kasih sekali kepada ibu dan ayah yang telah
merestui perjodohan kami," kata Lee Cin.
Ang-tok Mo-li Bu Siang merangkul puterinya dan
berbisik. "Mudah-mudahan engkau sekali ini tidak keliru
dalam pemilihanmu, Lee Cin."
Cia Kun menjadi tamu kehormatan dan dijamu dengan
sederhana oleh Souw Tek Bun dan mereka bercakap-cakap
dengan gembira, sama-sama merasa cocok dengan pendapat
mereka tentang perjuangan. Mereka akan tetap hidup
sebagai pendekar dan patriot, menentang pembesarpembesar
penjajah yang bertindak sewenang-wenang
terhadap rakyat dan selalu siap untuk membela kebenaran
dan keadilan.
Pernikahan antara Tin Han dan Lee Cin dilangsungkan
secara sederhana pula, akan tetapi dihadiri orang-orang
yang dekat dengan mereka. Tentu saja pendekar Song Thian
Lee dan isterinya, Tang Cin Lan, tidak ketinggalan
menghadiri pesta pernikahan itu. Bahkan suami isteri ini
dianggap sebagai orang-orang yang sudah banyak jasanya
dalam perjodohan antara Cia Tin Han dan Souw Lee Cin.
Sementara itu, di tempat lain juga dilangsungkan
pernikahan antara Song Hwe li dan Lay Siong Ek, antara Liu
Ceng dan Thio Hui San dan antara Kwee Li Hwa dan Cia Tin
Siong.
Mereka semua hidup sebagai suami isteri pendekar yang
saling mencinta dan sepak terjang mereka dalam kehidupan
sebagai pendekar banyak menyusahkan pemerintah
penjajah Mancu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sampai di sini selesailah sudah Kisah Pendekar Rajawali
Hitam ini dan mudah-mudahan kisah ini dapat menghibur
hati para pembacanya di waktu senggang. Sampai jumpa di
lain kisah.
TAMAT
Lereng Lawu, akhir Juni l988.
Created Ebook syauqy_arr@yahoo.co.id
Tag:cersil cersil indo cersil mandarin full cerita silat mandarin online cersil langka cersil mandarin lepas cerita silat pendekar matahari kumpulan cerita silat jawa cersil mandarin beruang salju. cerita silat pendekar mataharicerita silat indonesia cerita silat kho ping hoo cerita silat mandarin online cerita silat mandarin full cerita silat jawa kumpulan cerita silat cerita silat jawa pdf cerita silat indonesia gratis cerita silat jadul indonesia cerita silat indonesia pendekar rajawali sakti cersil indonesia pendekar mabuk cersil langka cersil dewa arak cerita silat jaman dulu cersil jawa download cerita silat mandarin full cerita silat mandarin online cersil mandarin lepas cerita silat mandarin pendekar matahari cerita silat jawa pdf cersil indonesia pdf cersil mandarin beruang salju kumpulan cerita silat pdf
kumpulan cerita silat cersil online
Share:
cersil...
Comments
0 Comments

Postingan Cersil Terbaru