Rabu, 30 Mei 2018

Pendekar Tanpa Bayangan 1

======

baca juga
Pendekar Tanpa Bayangan
Karya : Asmaraman S Kho Ping Hoo
Seri Pendekar Tanpa Bayangan
Upload by Alysa/Dino di Indozone
Ebook : Dewi KZ di
http://kangzusi.com http://dewikz.com
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 1
Daftar Isi :
Daftar Isi :
Jilid 1
Bab 1. Pengkhianatan Seorang Pelayan
Bab 2. Kehancuran Keluarga Patriot
Bab 3. Penyelamatan Turunan Keluarga Pouw
Jilid 2
Bab 1. Habislah Bunga Setaman!
Bab 2. Pengganti Pengantin Bunuh Diri
Bab 3. Engkau...... engkau bisa terbang......!
Jilid 3
Bab 1. Puteri Pangeran Lu Kong Kok
Bab 2. Dendam Selir Kesembilan Pangeran
Bab 3. Perilaku Kepala Derah Pao-ting
Jilid 4
Bab 1 Riwayat Keluarga Ibu Tersayang
Bab 2 Korban Balas Dendam Keluarga!
Bab 3 Panglima Pembasmi Keluarga Pouw
Jilid 5
Bab 1. Pengorbanan Seorang Ayah Angkat
Bab 2. Dasar Suhu Bajingan . . . . . !
Bab 3. Pengejaran Terhadap Pembunuh Ayah
Jilid 6
Bab 1. Pertemuan Di Reruntuhan Gedung Leluhur
Bab 2. Panglima Kong Tek Kok Duluan . . . . . !
Bab 3. Pembalasan bagi Manusia Bejat!
Jilid 7
Bab 1. Kasihan Keluarga Pouw . . . . . !
Bab 2. Pertolongan Pek-hwa Sianli
Bab 3. Penguasa Puncak Bukit Merak
Jilid 8
Bab 1. Sahabat Panglima Bajingan
Bab 2. Aku Tidak Suka Jadi Isterinya, Titik!
Bab 3. Kaki Tangan Kongcu Bergajul
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 2
Jilid 9
Bab 1. Nasib Nona dan Nyonya Cantik
Bab 2. Kepala Daerah Yang Dihormati
Bab 3. Hajaran Bagi Kongcu Bergajul
Jilid 10
Bab 1. Tawanan Cantik Berbaju Putih
Bab 2. Tumbuhnya Bibit-bibit . . . . . .
Bab 3. Pembunuh Gelap Berbaju Putih
Jilid 11
Bab 1. Pandangan Gadis Yang Luar Biasa!
Bab 2. Balas Budi Sang Murid?
Bab 3. Jebakan Maut Pulau Coa-to
Jilid 12
Bab 1. Pi-bu menghadapi Ban-tok Kui-bo
Bab 2. Kembali Matahari Bersinar Bagi Ban-tok Niocu
Bab 3. Ayah Bunda Kandung Tan Li Hong!
Jilid 13
Bab 1. Penyelamatan dari Tahanan Mongol
Bab 2. Penyelesaian Cinta Kasih Masa Lalu
Bab 3. Mantan Panglima Kerajaan Sung
Jilid 14
Bab 1. Perlawanan Panglima Kerajaan Sung
Bab 2. Pesan Akhir Sang Panglima Perkasa
Bab 3. Lolosnya Puteri Tunggal Panglima Sung
Jilid 15
Bab 1. Tidak Perlu Menjadi Pendeta!
Bab 2. Pencurian Harta Pejabat Korup
Bab 3. Akhir Pembagian Harta Curian!
Jilid 16
Bab 1. Rencana Busuk Panglima Mongol
Bab 2. Bersaing? Apa maksudmu?!
Bab 3. Ilmu Sihir Nenek Song-bun Moli
Jilid 17
Bab 1. Cemburu Kepada Siapa?!
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 3
Bab 2. Pertemuan Dua Hati Yang Pertama
Bab 3. Sepasang kakek Nenek Iblis
Jilid 8
Bab 1. Persekutuan Dengan Para Iblis
Bab 2. Penyerahan Peta! Demi Dia?
Bab 3. Harta Karun atau Peti Kosong?
Jilid 19
Bab 1. Lolos Dari Kawanan Iblis
2. Pengakuan Jujur Meskipun Pahit!
Bab 3. Penyelamatan Pek-hwa Sianli
Bab 4. Apakah Semua Pria Begitu? ~ TAMAT
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 4
Jilid 1
Bab 1. Pengkhianatan Seorang Pelayan
Semenjak sejarah berkembang, Tiongkok kenyang oleh
pengalaman perang saudara yang timbul tiada hentinya dari
masa ke masa. Daerahnya yang amat luas, rakyatnya yang amat
banyak, ditambah pula dengan perbedaan iklim dan taraf hidup
antara satu dan lain daerah, terutama antara daerah utara dan
selatan, selalu menimbulkan pertengkaran dan peperangan
antara raja yang satu dengan raja yang lain.
Wangsa atau dinasti (kerajaan) timbul tenggelam dan tidak
pernah ada kebangkitan suatu kerajaan yang tidak disambut
pemberontakan-pemberontakan di sana sini. Pemberontakan
yang dilakukan oleh pihak yang tidak setuju dengan kerajaan
baru atau oleh kerajaan sebelumnya yang dijatuhkan. Akan
tetapi setiap kali perang berkobar, rakyat kecillah yang paling
menderita.
Tiap kali terjadi perang, berarti pemerintah yang berkuasa
sibuk dengan pertahanan daerah dari serbuan musuh dari luar
sehingga pemerintah kurang memperhatikan keadaan di dalam,
di mana kekacauan selalu timbul tiap ada kesempatan. Pasukan
keamanan pemerintah dikerahkan untuk menghadapi musuh
sehingga penjaga keamanan hanya sedikit atau lemah sekali.
Kesempatan ini dipergunakan orang-orang jahat,
perampok-perampok dan maling untuk beraksi dengan
beraninya dan di waktu seperti itu, hukum rimbalah yang
berlaku. Dalam keadaan seperti ini, para ahli silat yang lebih
beruntung karena mereka memiliki kepandaian bela diri yang
dapat diandalkan untuk menjaga keselamatan keluarga dan
harta benda mereka.
Penderitaan paling hebat yang dialami rakyat dalam waktu
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 5
peralihan kekuasaan adalah dalam masa kebangkitan bangsa
Mongol. Semenjak bangsa Mongol bangkit dan menyerang
Cina sampai hancurnya Kerajaan Sung dan berdirinya Kerajaan
Goan pada tahun 1279, rakyat menderita hebat akibat
kekejaman sepak terjang pasukan Mongol. Tidak hanya
penderitaan lahir saja yang dialami rakyat, siksaan,
pembunuhan semena-mena, perampasan harta benda, akan
tetapi juga penderitaan batin.
Sebelumnya, kaisar-kaisar yang jatuh bangun selama ini
adalah kaisar bangsa sendiri atau paling banyak hanya suku
bangsa yang berlainan, akan tetapi tetap bangsa Han juga. Baru
sekarang Cina diduduki oleh penjajah dari luar, oleh bangsa
lain, yaitu bangsa Mongol yang tinggal jauh di sebelah utara
dan hal ini tentu saja merupakan penderitaan batin yang amat
menyakitkan bagi rakyat.
Oleh karena itu, perlawanan rakyat yang membantu sisa
tentara Kerajaan Sung lama, tidak pernah berhenti dan
peperangan tidak pernah padam. Namun, bala tentara Mongol
memang amat kuat, bahkan sempat menjelajah dan
menalukkan negara-negara di Timur Tengah dan Europa!
Selain memiliki bala tentara yang amat kuat, juga celaka bagi
rakyat, tidak sedikit jumlahnya para pengkhianat dan anjinganjing
penjilat penjajah yang mempergunakan kesempatan itu
untuk menjual negara dan bangsa demi mengejar kesenangan
dan kekayaan.
Dengan telunjuk mereka yang hitam, para pengkhianat
rendah itu menunjuk para pejuang dan melapor kepada
penjajah sehingga para patriot bangsa itu ditangkap, disiksa,
digantung atau disembelih di hadapan rakyat untuk
melemahkan semangat perlawanan mereka. Dengan mulut
mereka yang berbisa, para pengkhianat itu berbisik di telinga
para pembesar Mongol dan di lain saat, keluarga para patriot
ditangkap, dibunuh, bahkan para wanitanya diperkosa dan
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 6
semua harta benda mereka dirampas.
Tidak dapat disangkal bahwa kaisar pertama dalam
Kerajaan Goan, yaitu Kubilai Khan, telah berjasa memperindah
kota raja yang baru, Peking. Istana yang indah didirikan di atas
pundak rakyat. Terusan-terusan digali antara Sungai Yang-ce
dan Sungai Huang-ho sehingga air sungai dapat dihubungkan
untuk mengangkut segala keperluan yang diperlukan, akan
tetapi air sungai semenjak itu pun mengalir bersama keringat
dan darah rakyat. Untuk dapat melaksanakan semua pekerjaan
besar ini, rakyat Cina, terutama yang miskin tidak mampu
menyogok pembesar, diperas dan ditindas, dikerja-paksakan
dengan teramat kejam, melebihi kuda atau kerbau, sehingga
akibatnya banyak sekali rakyat yang tewas karena penyakit
atau karena kelaparan dalam kerja paksa yang kejam itu.
Tidak akan ada habisnya kalau diceritakan betapa hebat
penderitaan rakyat di waktu tanah air berada dalam kekuasaan
penjajah asing. Sampai beberapa tahun semenjak pemerintahan
Goan berdiri menguasai Cina, kekejaman dan kebuasan para
pembesar Mongol terjadi setiap hari di seluruh negeri.
Kota So-couw terletak di perbatasan Propinsi Kiang-si dan
An-hui, di sebelah barat terusan yang sedang digali oleh rakyat
yang melakukan kerja paksa. Karena penggalian terusan itu
membutuhkan tenaga jutaan manusia, maka pemerintah
menjulurkan tangannya sampai jauh ke pedalaman dan
menyeret orang-orang kota dan dusun untuk dikerja-paksakan.
Kota So-couw tidak terkecuali. Apalagi kota ini letaknya tidak
jauh dari terusan, maka penduduk kota inilah yang lebih dulu
terkena operasi atau garukan.
Di kota So-couw tinggal keluarga Pouw yang amat dikenal.
Semua orang di So-couw menghormati keluarga itu yang
bukan saja merupakan keluarga tertua di So-couw, melainkan
juga karena keluarga Pouw yang kaya raya selalu membantu
rakyat jelata, menyumbangkan harta, tenaga, maupun pikiran.
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 7
Siapa tidak mengenal Pouw Goan Keng yang dahulu pernah
menjadi Menteri Kesusastraan dari Kerajaan Sung? Siapa tidak
tahu. bahwa adiknya, Pouw Cong Keng, telah gugur sebagai
pahlawan ketika memimpin barisan Song menggempur
Kerajaan Kin di utara?
Kemudian ada lagi, Pouw Bun yang sekarang telah menjadi
seorang kakek tua dan tinggal di gedungnya yang terletak di
kota So-couw, dahulu pernah menjabat pangkat Kok-hoa
(Kepala Pengawas) yang amat jujur dan adil. Pekerjaannya
adalah menentukan lulus tidaknya seorang yang mengikuti
ujian kesusastraan untuk mencapai gelar siucai (sastrawan) di
kota raja.
Padahal pada waktu jaman Kerajaan Sung, seperti juga
pada waktu kerajaan-kerajaan lain yang terdahulu, amat sukar
menjadi pejabat pemerintah yang jujur. Kebejatan akhlak para
pejabat pemerintah, atau lebih tepat lagi para penguasa,
membuat rakyat beranggapan bahwa mencari pejabat yang
jujur dan adil, sama sukarnya dengan mencari intan, sedangkan
menemukan penguasa yang korup dan sewenang-wenang,
sama mudahnya dengan menemukan batu di sungai saking
banyaknya! Pendeknya, keluarga Pouw terkenal sebagai
keluarga yang sejak dulu kaya raya, terpelajar, patriotik dan
cinta tanah air dan bangsa, juga amat dermawan!
Pada waktu itu, di dalam rumah gedung besar yang
bentuknya kuno dari keluarga Pouw di So-couw, yang menjadi
penghuninya adalah Pouw Bun yang sudah berusia sekitar
tujuhpuluh tahun, isterinya yang sudah tua pula, Pouw Keng In
dan isterinya, lalu adiknya, Pouw Sui Hong yang cantik jelita
berusia delapanbelas tahun dan belum menikah. Pouw Keng In
dan Pouw Sui Hong adalah cucu dari Pouw Bun. Baru setahun
Pouw Keng In menikah dengan Tan Bi Lian yang cantik dan
yang pada waktu itu telah mengandung tua.
Ayah Keng In dan Sui Hong telah meninggal dunia sepuluh
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 8
tahun yang lalu karena sakit. Pouw Seng Ki, ayah mereka itu,
terlalu berduka dan sakit hatinya melihat serbuan orang-orang
Mongol yang mengganas dengan kejam. Batinnya tertekan
hebat sehingga dia jatuh sakit dan meninggal. Isterinya
menyusul suaminya tiga tahun kemudian, meninggalkan dua
orang anaknya, Keng In dan Sui Hong, dalam peliharaan kakek
dan nenek mereka yang sudah tua.
Karena Kakek Pouw Bun adalah seorang yang terpelajar,
ahli sastra yang banyak pengetahuannya, maka Keng In dan
Sui Hong mendapat pendidikan kesusastraan yang cukup
mendalam. Mereka hidup dalam suasana yang damai dan
tenteram. Setiap hari kalau tidak menulis syair, membaca kitab,
tentu bermain musik atau bercakap-cakap tentang sejarah kuno
atau tentang agama. Selain itu, Pouw Keng In juga mengurus
sawah ladang milik kakeknya.
Pada waktu itu, harta kekayaan keluarga Pouw sudah
banyak menyusut karena ketika terjadi perang penyerbuan
barisan Mongol ke daerah itu, keluarga Pouw telah
mempergunakan sebagian besar harta mereka untuk menolong
para korban perang, menyumbang biaya pengobatan, makan,
pakaian, bahkan mendirikan pondok-pondok sebagai pengganti
mereka yang kehilangan rumah karena dibakar pasukan
Mongol. Biarpun kini tidak kaya raya, namun sebagian dari
hasil sawah ladang itu masih mereka berikan kepada orangorang
miskin yang membutuhkan bantuan agar tidak mati
kelaparan.
Biarpun kini bukan hartawan yang hidup dalam
kemewahan, namun Kakek dan Nenek Pouw, Pouw Keng In
dan isterinya Tan Bi Lian, dan Pouw Sui Hong, hidup dalam
keadaan tenang tenteram. Akan tetapi segala apa pun di dunia
ini tidak kekal keadaannya. Apabila saatnya tiba, atau dengan
lain perkataan apabila Tuhan menghendaki demikian, pasti
akan terjadi perubahan, baik itu perubahan ke arah
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 9
kesengsaraan maupun perubahan ke arah kebahagiaan.
Pouw Sui Hong adalah seorang gadis remaja berusia
delapanbelas tahun yang cantik jelita dan menggairahkan. Juga
ia amat pandai menulis sajak, menulis huruf berkembang,
melukis, memainkan alat musik yang-kim (kecapi) dan
mengerjakan kerajinan tangan lain. Suara nyanyiannya pun
amat merdu, dan semua itu ditambah lagi sikapnya yang lemah
lembut, tutur sapanya yang halus dan wajahnya yang cerah.
Maka, tidak aneh kalau ia dijadikan buah mimpi oleh semua
pemuda di So-couw dan dijuluki Bunga So-couw.
Tidak hanya para pemuda bangsawan dan hartawan yang
tergila-gila kepadanya, akan tetapi juga para pemuda petani,
para pemuda miskin biarpun tidak mempunyai harapan sama
sekali, tetap memujanya dan seringkali bermimpikan gadis itu.
Di antara mereka ini terdapat seorang pemuda yang menjadi
pelayan rumah keluarga Pouw sendiri.
Pemuda ini bernama Can Sui dan sejak kecil dia sudah
bekerja sebagai pelayan di rumah itu maka sejak kecil dia telah
mengenal Sui Hong. Akan tetapi sebagai seorang pelayan, dia
tidak berani menyatakan cintanya kepada Sui Hong
sungguhpun dalam hatinya dia sudah tergila-gila kepada gadis
itu dan seringkali dia menyesali keadaan dirinya sendiri.
“Bukankah aku juga seorang manusia? Apa bedanya antara
aku dan Siocia (Nona) sebagai manusia? Hanya kebetulan saja
aku menjadi pelayannya, akan tetapi aku dilahirkan menjadi
seorang miskin bukan atas kehendakku, seperti juga Siocia
terlahir menjadi puteri keluarga kaya juga bukan atas
kehendaknya.” Demikian pelayan itu mengeluh.
Setelah dewasa, cintanya terhadap Sui Hong menjadi berahi
yang berkobar-kobar dan akhirnya dia tidak kuat lagi menahan
desakan gelora nafsu berahinya dan dia menjadi mata gelap
dan lupa diri. Bagaikan seorang maling pada suatu saat, lewat
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 10
tengah malam, dia membongkar daun pintu kamar Sui Hong
dan memasuki kamar itu!
Ketika dia menjulurkan tangan meraba tubuh Sui Hong,
gadis itu menjerit-jerit ketakutan dan seisi rumah terbangun.
Pouw Keng In yang berlari memasuki kamar adiknya,
melihat Can Sui di situ dan Sui Hong yang duduk di atas
pembaringannya, tampak pucat dan menggigil ketakutan. Dia
dapat menduga apa yang terjadi. Akan tetapi Keng In memang
cerdik sekali. Dia harus dapat menjaga kehormatan nama
adiknya, maka ketika semua pelayan bermunculan di situ
sambil membawa lentera, dia cepat menampar pipi Can Sui
sambil memaki.
“Bangsat rendah! Sejak kecil setiap hari engkau makan nasi
di rumah keluarga kami, siapa kira selama ini kami memelihara
seorang maling! Baiknya Pouw Siocia melihatmu, kalau tidak
tentu engkau akan berhasil menggondol barang-barang
berharga lalu minggat! Bangsat, kalau tidak ingat bahwa
engkau sejak kecil bekerja di sini, tentu aku akan memukulmu
sampai mati. Sekarang, bawa semua barangmu dan pergi dari
saat ini, jangan engkau berani menginjakkan kaki di
pekarangan kami lagi!”
Demikianlah, berkat kecerdikan Pouw Keng In, urusan itu
dilupakan orang dan nama baik keluarga itu tidak ternoda.
Semua orang membicarakan peristiwa malam itu sebagai usaha
pencurian yang hendak dilakukan Can Sui dan sama sekali
tidak ada yang menyangka bahwa pemuda itu memasuki kamar
Pouw Siocia dengan niat lain sama sekali!
Tidak hanya para pelayan dan orang luar yang mengira
bahwa perkara itu adalah kecil dan sudah habis sampai di situ
saja, bahkan semua anggauta keluarga Pouw sendiri sudah
melupakan urusan itu. Akan tetapi siapa kira bahwa urusan
yang dianggap sepele itu akan berekor panjang, bahkan akan
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 11
menjadi sebab dari perubahan hebat yang akan terjadi pada
keluarga Pouw.
Memang sudah mengalir dalam darah keturunan keluarga
Pouw, juga Pouw Keng In biarpun sejak kecil hanya belajar
sastra, ternyata dia pun memiliki darah patriot yang cukup
kuat. Dia merasa penasaran dan juga berduka kalau ingat
betapa tanah air bangsanya dikangkangi oleh penjajah Mongol.
Perasaan ini mudah sekali dilihat dari percakapan seharihari,
atau dari sajak-sajak yang ditulis Keng In dan
digantungkan dalam kamarnya. Tentu saja Keng In tidak berani
berterang menyatakan kebenciannya terhadap pemerintah
Kerajaan Goan, dan hanya menyatakan kebenciannya itu di
depan para sahabat, anggauta keluarga, terkadang kepada para
pelayan dalam rumah. Bahkan ketika tidak jauh dari So-couw
timbul pemberontakan terhadap pemerintah Mongol, Keng In
menulis sajak banyak sekali dan dibagikan kepada para
pejuang untuk membakar semangat mereka.
Hal ini dilakukannya dengan diam-diam. Yang
mengetahuinya hanyalah anggauta keluarga, sahabat baik dan
para pelayan yang sudah dipercaya saja. Sudah barang tentu
Can Sui pelayan yang tergila-gila kepada Sui Hong itu pun
tahu akan hal ini, bahkan dia dipercaya karena dahulu dia pun
merupakan seorang di antara mereka yang kagum dan suka
akan sajak tulisan Pouw Keng In dan menyimpannya pula
beberapa helai.
Malapetaka itu datang tepat sepuluh hari sejak Can Sui
diusir dari rumah keluarga Pouw. Pada pagi hari itu, dua orang
dengan muka pucat memasuki gedung keluarga Pouw lewat
pintu belakang dan mereka berbisik-bisik kepada para pelayan.
Tidak lama kemudian Pouw Keng In muncul dan mengajak
dua orang itu masuk. Mereka adalah dua orang Han (pribumi)
yang bekerja sebagai pelayan rumah dan kantor pembesar kota
So-couw. Mereka datang secara sembunyi dan setelah berada
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 12
di dalam ruangan dalam gedung bersama Keng In, mereka
berkata dengan lirih.
“Pouw Kongcu (Tuan Muda Pouw), celaka......! Lekas
melarikan diri, cepat......! Ah, celaka sekali.......!”
Wajah Pouw Keng In yang tampan berubah agak cemas,
akan tetapi dia masih dapat bersikap tenang dan bertanya
lembut.
“Apakah yang telah terjadi? Tenanglah kalian dan ceritakan
dengan jelas.”
“Cepat lari! Bawa semua keluarga. Tak lama lagi tentu
pasukan pemerintah datang untuk menangkap Pouw Kongcu
sekeluarga!”
“Apa......?” Keng In terbelalak. “Mengapa? Apa
alasannya?”
“Keluarga Pouw akan ditangkap, dituduh pemberontak!”
Kini Keng In mengerti bahwa hal ini bukanlah mustahil,
maka segera dia bertanya. “Siapa orangnya yang mengadukan
kepada pemerintah?”
“Can Sui, dia membawa sajak-sajak buatan Kongcu
beberapa bulan yang lalu. Harap lekas lari, Kongcu, kami
berdua tidak dapat lama berada di sini......” Dua orang itu lalu
pergi meninggalkan gedung mengambil jalan dari pintu
belakang.
Dapat dibayangkan betapa cemas dan bingung rasa hati
Pouw Keng In. Pada masa itu, semua orang, biar anak kecil
sekalipun, tahu belaka apa artinya di-tangkap pasukan
pemerintah, apalagi kalau dituduh sebagai pemberontak. Siksa,
hukum mati, rampas harta benda!
Ketika Keng In mengabarkan hal ini kepada keluarga
Pouw, Tan Lian dan Sui Hong menangis dan tubuh mereka
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 13
menggigil ketakutan. Akan tetapi Kakek Pouw Bun dan
isterinya, menerima berita itu dengan sikap tenang. Sepasang
mata kakek dan nenek itu mencorong penuh api kemarahan.
“Keng In, kau bawa isterimu dan adikmu pergi ke selatan,
ke kota Nan-king. Cepat, di sana kau cari Liu Bok Eng atau
keluarganya, mereka pasti akan menolongmu!” kata Pouw
Bun.
“Akan tetapi bagaimana dengan Kong-kong (Kakek)
sendiri dan Nenek......?”
“Kami sudah tua, Keng In. Aku bahkan akan merasa
bangga kalau di samping kakekmu dapat menghadapi anjinganjing
Mongol itu dan mati di tangan mereka bagi kami lebih
terhormat dan menyenangkan. Biarlah kami yang
mengorbankan tubuh tua renta ini demi keselamatan anak cucu
dan bangsa!”
Benar-benar ucapan yang gagah sekali yang keluar dari
bibir nenek yang sudah ompong itu. Memang, keluarga Pouw
sejak dahulu berjiwa patriotik dan gagah berani.
Dengan hati pilu, karena keadaan mendesak dan dia pikir
memang permintaan kakek dan neneknya ini tepat untuk
menyelamatkan yang muda-muda, Keng In lalu
mempersiapkan tiga ekor kuda, membawa pakaian sekadar
pengganti dan uang bekal. Kemudian dengan tergesa-gesa dan
cepat, setelah mereka berlutut dan menangis di depan kaki
Kakek Pouw Bun dan isterinya, Keng In, Bi Lian, dan Sui
Hong menunggang kuda melarikan diri keluar kota menuju ke
selatan.
Masih untung bahwa Bi Lian dan Sui Hong bukanlah
wanita-wanita yang tidak biasa menunggang kuda. Seringkali
mereka belajar menunggang kuda dari Keng In, maka kini
mereka tidak ragu-ragu lagi untuk membalapkan kuda
melarikan diri. Akan tetapi yang patut dikasihani adalah Bi
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 14
Lian.
Nyonya muda ini sedang mengandung delapan bulan, maka
dapat dibayangkan betapa sengsaranya melarikan diri seperti
itu. Tangan kanan memegang kendali kuda, tangan kiri
menekan dan melindungi perut, wajahnya pucat sekali dan
kadang-kadang ia menggigit bibir sendiri menahan rasa nyeri
akibat guncangan-guncangan di atas kuda.
Pilu rasa hati Keng In melihat keadaan isterinya itu dan
terpaksa dia memperlambat larinya kuda. Dia melarikan
kudanya berendeng dengan kuda isterinya dan melihat betapa
keadaan isterinya semakin payah, dia menghentikan kudanya
dan menyuruh isterinya dan adiknya berhenti pula. Kemudian
dia pindah ke atas kuda isterinya dan duduk di belakangnya.
Dengan memeluk tubuh isterinya yang duduk di depan, kini
Keng In dapat membalapkan kuda itu lebih cepat.
Sui Hong memegang kendali kuda Keng In karena kuda itu
perlu dibawa untuk menggantikan kuda yang membawa dua
orang manusia itu, yang tentu saja tidak akan dapat bertahan
lama.
@_Alysa^DewiKZ_@
Bab 2. Kehancuran Keluarga Patriot
Sampai matahari naik tinggi, tiga orang itu melarikan diri
ke arah selatan. Mereka sudah mulai merasa lega karena sejak
tadi tidak kelihatan ada orang mengejar.
“In-ko, (Kakak In), kita secara membuta percaya omongan
dua orang tadi. Bagaimana kalau mereka itu membohongi kita?
Bagaimana kalau sebetulnya tidak ada apa-apa? Aku kasihan
sekali melihat So-so (Kakak Ipar) harus melakukan perjalanan
begini jauh dan sukar,” kata Sui Hong.
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 15
“Agaknya tidak mungkin mereka itu berbohong, Hong-moi.
Apa sih perlunya dan untungnya bagi mereka kalau
berbohong? Pula, memang hal seperti ini sudah lama kuduga
pasti akan datang. Lambat-laun pasti anjing-anjing Mongol itu
tahu bahwa kita keluarga Pouw sebetulnya adalah musuhmusuh
mereka. Akan tetapi biarlah, Adikku, penderitaan
seperti ini memang sudah sewajarnya dialami oleh keluarga
Pouw!” Ketika mengucapkan kata-kata itu, Keng In tampak
bangga dan bersemangat.
“Bagi kita bertiga memang tidak mengapa,” Bi Lian berkata
lemah, “akan tetapi....... anakku yang dalam kandungan ini......
ah, dia tidak berdosa...... aduh, ah, dia meronta...... kakinya
menendang-nendang! Koko, apakah tidak sebaiknya kalau kita
beristirahat dulu? Kasihan dia yang berada dalam perutku......”
“In-ko, sebaiknya kita istirahat dulu. Kasihan So-so,” kata
Sui Hong.
“Tidak boleh kita istirahat sebelum malam tiba......” kata
Keng In sambil memeluk isterinya semakin erat. Tangan
kirinya melingkari perut isterinya dan jari-jari tangan kirinya
ikut menahan perut itu agar anak di dalamnya tidak terlalu
terguncang. Hatinya merasa pilu dan kasihan kepada isterinya,
akan tetapi dia maklum betapa besar bahayanya kalau mereka
berhenti.
“In-ko, mereka kan tidak mengejar, mengapa takut?” tanya
Sui Hong.
Belum sempat Keng In menjawab, tiba-tiba terdengar derap
kaki banyak datang dari belakang! Keng In dan adiknya saling
pandang. Sui Hong menjadi pucat sekali dan tangannya yang
memegang kendali kuda gemetar.
“Balapkan kuda!” seru Keng In sambil menggebrak
kudanya. Sui Hong juga membedal kudanya sehingga debu
mengebul dan tiga ekor kuda itu membalap lagi.
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 16
“Belok kiri, tinggalkan jalan besar!” kembali Keng In
berseru setelah tiba di sebuah jalan simpangan, jalan yang kecil
dan sukar. Memang hal ini perlu sekali dilakukan. Kalau
mereka mengikuti jalan besar, pasti mereka akan dapat disusul
oleh para pengejar. Sebaliknya jalan simpangan yang kecil itu
merupakan usaha untung-untungan. Kalau tidak diketahui
mereka bisa selamat, sebaliknya kalau diketahui dan para
pengejar juga mengejar lewat jalan kecil itu, apa boleh buat!
Akan tetapi, alangkah cemas dan khawatir hati tiga orang
buronan itu ketika mereka masih juga mendengar derap kaki
kuda di belakang mereka. Ternyata mereka tahu bahwa yang
mereka kejar mengambil jalan kecil itu! Bahkan kini derap
kaki banyak kuda mengejar itu semakin dekat!
“Koko...... tidak nyana kita akan berpisah dalam.......
dalam...... keadaan begini......” Isteri Keng In sudah mulai
menangis perlahan.
“Sstt, mengapa putus asa? Thian (Tuhan) akan melindungi
orang yang tidak bersalah, isteriku,” kata Keng In untuk
menghibur hati isterinya, padahal dia sendiri sudah tidak dapat
menemukan jalan keluar dari ancaman bahaya itu.
“In-ko, So-so, tidak usah takut!” kata Sui Hong gagah.
“Kalau kita tersusul, kita melawan mati-matian sampai saat
penghabisan!”
Diam-diam Keng In bangga mendengar ucapan adiknya itu,
seorang gadis berusia delapanbelas tahun yang lemah dan tidak
menguasai ilmu silat, namun bersemangat gagah perkasa,
seperti nenek moyang mereka di jaman dahulu!
Setelah membalapkan kuda beberapa lamanya, perjalanan
mereka terhalang sebuah sungai yang cukup lebar. Tiga orang
itu segera turun dari atas punggung kuda.
“Kita cari sampan!” seru Keng In setelah membantu
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 17
isterinya turun dari kuda. Lalu dia mencari-cari dengan
pandang matanya ke sekitar tempat itu. Demikian pula Sui
Hong dan Bi Lian ikut mencari-cari.
“Kita harus dapat menyeberang. Kalau dapat sampai di
seberang sana, kita akan selamat!” kata Sui Hong.
Sudah terkenal di masa itu bahwa rakyat di daerah selatan
Sungai Huai, yaitu di seberang sana merupakan pejuangpejuang
anti pemerintah Mongol yang gagah berani dan gigih.
Biarpun berulang kali balatentara Mongol melakukan aksi
pembersihan, namun semangat rakyat di daerah ini tidak
pernah padam. Sebagai keturunan patriot bangsa, Sui Hong dan
Keng In tentu saja sudah mendengar akan hal itu, maka timbul
harapan mereka itu untuk mendapat pertolongan rakyat di
seberang sana apabila mereka berhasil menyeberangi Sungai
Huai ini.
Akan tetapi agaknya nasib baik sedang menjauhi mereka.
Mereka mencari-cari dengan sia-sia. Tidak ada sebuah perahu
pun tampak di situ, tidak ada tukang perahu dan tidak ada
sampan untuk dipakai menyeberang. Jalan satu-satunya untuk
menyeberangi Sungai Huai yang airnya sedang pasang itu
hanyalah berenang! Sedangkan derap kaki kuda para pengejar
semakin jelas terdengar, bahkan kini terdengar pula teriakanteriakan
mereka.
“Tangkap pemberontak!”
“Tawan Bunga So-couw!”
“Basmi keluarga Pouw!”
Teriakan-teriakan penuh ancaman yang terdengar oleh tiga
buronan itu tentu saja membuat mereka menjadi panik. Akan
tetapi mereka mengambil keputusan bulat untuk menyeberangi
sungai dengan berenang. Di waktu kecil mereka, Keng In dan
Sui Hong pernah tinggal bersama ayah bunda mereka di tepi
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 18
Sungai Yang-ce, sedangkan Tan Bi Lian adalah puteri seorang
pembesar Kerajaan Sung di kota Seng-hai-lian yang letaknya
dekat laut, maka nyonya muda ini pun tidak takut air dan
pandai berenang. Keadaan sudah gawat dan mendesak sekali
dan tidak ada jalan lain untuk meloloskan diri dari bahaya
kecuali berenang ke seberang.
Ketika mereka menengok ke belakang, tampak seorang
penunggang kuda mendahului pasukan kuda di belakangnya.
Orang itu jelas merupakan komandan pasukan karena pakaian
perangnya sudah tampak nyata dari jauh, berkilauan tertimpa
sinar matahari.
“Pouw Keng In, pemberontak rendah! Berhenti dan
menyerah!” teriak perwira itu dan biarpun jaraknya masih jauh,
namun suara orang itu menggeledek nyaring sekali. Hal ini saja
sudah menunjukkan bahwa perwira itu memiliki ilmu
kepandaian tinggi dan memiliki tenaga sakti yang amat kuat.
“Tidak ada jalan lain, mari kita berenang!” kata Pouw Keng
In sambil menggandeng tangan isterinya dan membuang
barang bawaan mereka ke dalam air karena tidak ada gunanya
lagi. Daripada ditinggal dan diambil oleh pasukan Mongol,
lebih baik hilang dan hanyut terbawa air sungai, atau mungkin
dapat ditemukan penduduk di hilir sungai sana.
Sui Hong mendahului kakaknya, melompat ke dalam air
dengan gerakan loncatan indah. Memang gadis ini pandai
sekali berenang. Keng In dan Bi Lian juga melompat ke dalam
air. Air hanya muncrat sedikit karena mereka melompat dan
terjun ke air dengan kedua tangan lurus lebih dulu. Bagaikan
tiga ekor ikan yang aneh bentuknya, mereka mulai berenang ke
tengah melawan arus yang datang dari arah kanan mereka
menuju ke timur.
Tiba-tiba terdengar suara orang tertawa aneh dan lantang di
tepi sungai dan sehelai tali hitam meluncur bagaikan sinar
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 19
hitam ke sungai. Tali itu mengeluarkan suara bersiutan dan
tahu-tahu tali hitam yang ternyata terbuat dari sutera halus
yang amat kuat itu telah membelit tubuh Sui Hong!
Tali itu bagaikan seekor ular hidup, berputaran di atas
kepala gadis itu, kemudian menyambar ke bawah dan tahu-tahu
Sui Hong merasa betapa tubuhnya terbelit tali dan ia ditarik ke
pinggir! Sui Hong terkejut dan jijik karena mengira ada ular
membelit tubuhnya. Ia meronta-ronta sekuat tenaga namun
libatan tali itu kuat bukan main, bahkan ketika ia meronta,
libatannya menjadi semakin erat sehingga gadis itu tidak dapat
berkutik, hanya dapat menggerak-gerakkan kedua kakinya
untuk mencegah agar ia tidak tenggelam.
Seorang laki-laki bertubuh tinggi besar, bermuka hitam
dengan kumis dan jenggot lebat, sikapnya gagah dan
pakaiannya menunjukkan bahwa dia adalah seorang panglima
perang, berdiri di tepi sungai dengan kedua kaki terpentang.
Panglima perang inilah yang tadi melempar tali sutera hitam
yang menangkap Sui Hong. Ketika dua orang pembantunya
yang baru turun dari kuda menghampirinya sambil tertawatawa
dan menunjuk ke arah gadis yang tampak seperti seekor
ikan terkait pancing itu, Sang Komandan lalu memberikan
ujung tali sutera hitam dan memerintahkan mereka untuk
menarik gadis yang sudah tak berdaya itu ke pantai.
“Jaga jangan sampai ikan tangkapanku itu terlepas,”
katanya sambil tertawa. “Dan lihat anak panahku menamatkan
riwayat pemberontak Pouw!” Setelah ber-kata demikian
panglima perang yang bertubuh tinggi besar muka hitam ini
mengambil busur dan anak panah yang tergantung di
punggungnya dan sekali pasang dia menaruh dua batang anak
panah pada busurnya.
Beberapa belas orang perajurit Mongol kini berada di
belakangnya, menonton dengan kagum karena mereka semua
yakin akan kehebatan panah komandan mereka ini. Tali busur
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 20
ditarik, busur melengkung lalu tali busur dilepas.
“Swingggg......!” Busur menjepret diiringi suara sorak sorai
para tentara Mongol yang tahu bahwa dua orang pelarian yang
masih berenang di tengah sungai itu pasti akan tewas.
Memang hebat kepandaian memanah panglima muka hitam
itu. Begitu kedua batang anak panah itu meluncur, terdengar
pekik kesakitan dari tengah sungai. Sebatang anak panah tepat
sekali menancap di belakang kepala Pouw Keng In sehingga
Keng In tidak sempat menjerit dan seketika tewas. Anak panah
kedua dalam saat yang sama, menancap di pundak Bi Lian.
Nyonya muda itulah yang memekik, bukan karena rasa
nyeri dan panas yang hebat pada pundaknya, melainkan
terutama sekali melihat anak panah menancap di belakang
kepala suaminya dan melihat suaminya tenggelam. Semua ini
hanya tampak dalam sekejap mata saja karena Bi Lian jatuh
pingsan! Tubuhnya hanyut di bawah permukaan air sungai,
terbawa aliran sungai yang kuat.
Panglima perang itu adalah Kong Tek Kok, seorang
panglima Mongol yang gagah perkasa. Dia merupakan
pemimpin barisan yang selalu berhasil melakukan operasinya
sehingga dikagumi semua pembesar Mongol. Bahkan Kaisar
Kubilai Khan sendiri memujinya dan memberinya hadiah
bintang kehormatan.
Dunia kangouw segera mengenalnya sebagai Siang-mokiam
(Sepasang Pedang Iblis) dan dengan sepasang pedangnya
yang terbuat dari kayu besi yang hanya tumbuh di dekat kutub,
dia sudah menyebar maut di antara ribuan orang penduduk dari
kota dan dusun yang diterjang pasukannya. Selain lihai dan
kejam, dia juga sombong sekali. Kesombongannya itulah yang
membuat dia lengah. Dia merasa yakin bahwa sekali lepas dua
batang anak panah, dia pasti menewaskan Pouw Keng In dan
Tan Bi Lian, maka dia tidak lagi menyelidiki atau
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 21
memperhatikan lebih lanjut hasil serangan anak panahnya tadi.
“Ha-ha-ha-ha! Sekali ini aku puas! Dapat membasmi
seluruh keluarga Pouw dan dapat menangkap Kembang Socouw
yang begini cantik jelita! Tidak sia-sia jerih payahku
melakukan pengejaran jauh, ha-ha-ha!”
Panglima berusia sekitar tigapuluh tahun itu memandang
kepada Sui Hong yang sudah ditarik ke pantai dan kini rebah
miring dengan tubuh basah kuyup sehingga pakaiannya
menempel ketat mencetak seluruh tubuhnya yang tampak lekuk
lengkung tubuh yang menggairahkan. Gadis itu terengah-engah
karena tadi menggunakan seluruh tenaga untuk meronta namun
sia-sia, dan kini ia merasa takut dan maklum bahwa ia terjatuh
ke tangan orang-orang yang berhati iblis.
Kong Tek Kok menelusuri wajah dan tubuh Sui Hong
dengan pandang matanya dan dia merasa girang bukan main.
Dia memang sudah mendengar bahwa diantara keluarga Pouw
yang hendak dibasminya itu terdapat Bunga So-couw yang
kabarnya amat cantik jelita. Kini setelah menyaksikan dengan
mata sendiri, diam-diam dia merasa beruntung sekali.
“Cepat ambil pakaian pengganti! Kasihan sekali ia
kedinginan!” perintahnya sambil menyingkap rambut hitam
halus yang menutupi muka gadis itu. Sui Hong yang sudah
ketakutan dan kehabisan tenaga itu tak sadarkan diri ketika
melihat muka hitam menyeramkan itu begitu dekat!
Setelah pembantunya memberikan pengganti pakaian,
Kong Tek Kok lalu membawa gadis itu ke balik semak-semak,
jauh dari penglihatan para perajurit, dan dia sendiri menukar
pakaian basah yang menempel di tubuh Sui Hong dengan
pakaian kering. Biarpun dia melihat tubuh yang amat
menggairahkan itu namun Kong Tek Kok bukanlah seorang
laki-laki yang bodoh. Dia telah memiliki banyak selir yang
muda dan cantik, dan biarpun dia akan senang sekali kalau
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 22
dapat mengambil gadis ini sebagai selir termudanya, namun dia
mempunyai rencana yang jauh lebih menguntungkan baginya.
Kalau dia mengambil gadis itu sebagai selir, dia harus
selalu waspada karena gadis she Pouw ini pasti akan merasa
sakit hati dan dendam kepadanya, akan selalu menjadi
ancaman baginya. Kalau gadis itu menjadi selirnya, maka akan
selalu dekat dengannya dan hal ini berbahaya sekali.
Sebagai seorang panglima dan ahli silat yang banyak
pengalamannya, dia maklum bahwa kalau dia sampai memaksa
gadis Pouw ini menjadi selirnya, kelak dia akan selalu
terancam pula oleh orang-orang dunia kang-ouw yang pasti
akan membalas dendam keluarga Pouw. Selain ini, dia
mempunyai rencana yang dianggapnya baik sekali.
Dia akan mempersembahkan gadis ini kepada seorang
pangeran yang mempunyai kedudukan tinggi dan kuat di
istana. Dengan jalan menghadiahkan gadis cantik jelita ini
kepada pangeran itu, dia dapat mengambil hatinya. Kalau
sudah demikian, soal naik pangkat baginya adalah soal mudah,
karena pangeran itu mempunyai pengaruh besar dan dipercaya
oleh kaisar yang masih terhitung paman dari pangeran itu.
Demikianlah, dengan amat girang dan bangga, Kong Tek
Kok memimpin barisannya kembali ke So-couw untuk
kemudian kembali ke kota raja membuat laporan.
Sebelum dia melakukan pengejaran terhadap Pouw Keng
In, Tan Bi Lian, dan Pouw Sui Hong, lebih dulu dia telah
membasmi keluarga Pouw, membunuh Kakek dan Nenek
Pouw Bun, membunuh pula seluruh pelayan yang berada
dalam gedung itu. Tidak hanya itu saja, bahkan dia
membiarkan anak buahnya merampok semua harta benda
dalam gedung, kemudian dia menyuruh anak buahnya menutup
dan menyegel rumah itu sebagai rampasan.
Tidak lupa pula Kong Tek Kok memberi bagian kepada
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 23
jaksa, memberi sebagian harta yang dirampoknya. Dengan
girang jaksa membuat laporan dalam bukunya sesuai dengan
keinginan Kong Tek Kok, yaitu bahwa seluruh anggauta
keluarga Pouw berikut para pelayannya, telah dibunuh. Seluruh
keluarga pemberontak itu telah dibasmi habis. Tentang Pouw
Sui Hong, sedikit pun tidak disebut-sebut dalam laporan itu,
karena mengambil wanita keluarga pemberontak menjadi selir
merupakan larangan kaisar yang tidak boleh dilanggar.
Sebetulnya jaksa juga merasa khawatir karena laporannya
sama sekali tidak menyebut soal Pouw Sui Hong yang menjadi
tawanan Kong Tek Kok. Akan tetapi, selain dia takut kepada
Kong-ciangkun (Panglima Kong), dia juga sudah menerima
pembagian harta. Baginya, Pouw Sui Hong hendak dibunuh
atau diambil selir, masa bodoh!
Setelah barisan yang dipimpin Kong Tek Kok itu kembali
ke kota raja, jaksa tidak melupakan jasa Can Sui yang melapor
tentang sajak anti pemerintah yang ditulis Pouw Keng In.
Dipanggilnya bekas pelayan keluarga Pouw itu dan diberinya
hadiah uang.
Biarpun di luarnya Can Sui menerima dengan terima kasih
dan gembira, namun dalam hatinya dia menangis melihat
betapa Nona Pouw Sui Hong yang dikasihaninya itu terjatuh ke
dalam tangan panglima yang kejam seperti Kong Tek Kok.
Ngeri dia membayangkan nasib gadis itu, bagaikan seekor
kelinci terjatuh ke dalam cengkeraman harimau yang ganas!
Dia mulai menyesal akan pengkhianatannya. Akan tetapi
semua telah terlanjur, telah terjadi, dan dia sama sekali tidak
berdaya, tidak dapat berbuat apa-apa untuk menolong gadis
yang dia cinta. Dia telah melakukan pengkhianatan karena
dorongan nafsu, dan kini dia menyesal sekali melihat akibat
dari perbuatannya. Dialah yang menyebabkan Kakek Nenek
Pouw dan pelayan terbunuh, juga menyebabkan Pouw Keng In
dan isterinya terbunuh, lalu menyebabkan Pouw Sui Hong
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 24
terjatuh dalam cengkeraman Panglima Mongol itu! Kini
hatinya berdarah, penuh penyesalan.
Segala perbuatan jahat merupakan buah dari kekuasaan
nafsu yang telah memperbudak manusia. Nafsu adalah Setan
yang selalu menggoda manusia dengan pikatan berupa
kesenangan dan kenikmatan, dan kalau sampai kita ter-seret ke
dalam lembah dosa dan melakukan kejahatan, bukanlah
kesalahan Setan. Memang sudah menjadi tugas kewajiban
Setan untuk menggoda manusia. Bukanlah Setan namanya
kalau tidak jahat dan tidak menggoda manusia. Memang
pekerjaannyalah di dunia ini untuk membujuk sebanyak
mungkin manusia agar masuk ke dalam kerajaan kegelapan.
Kalau sampai kita dikuasai dan melakukan kejahatan,
semua itu dapat terjadi hanya karena kita lemah, hanya karena
kita mau dikuasai, hanya karena kita tidak tahan uji dan tidak
mampu menolak semua bujukan untuk mendapatkan
kesenangan dan kenikmatan jasmani. Hanya orang yang teguh
beriman kepada Thian (Tuhan) saja yang akan mendapat
kekuatan dari Tuhan sehingga memiliki kemampuan untuk
tetap tegar dan tidak terpikat oleh semua bujukan Setan yang
serba menyenangkan.
Air Sungai Huai mengalir terus sepanjang masa. Semenjak
jaman sebelum ada catatan sejarah, sebelum jaman Sam Kok
(Tiga Negara), jaman Kerajaan Sui, permulaan Kerajaan Tang,
sejak jatuhnya Kerajaan Han sampai sekarang, air Su-ngai
Huai tiada hentinya mengalir, menuju ke asalnya, yaitu Lautan.
Seperti juga kehidupan ini tiada hentinya mengalir menuju
kematian, menuju ke asalnya, sumbernya. Kalau saja riak air
itu dapat bercerita, kita akan mendapatkan cerita sejarah yang
tiada habisnya, yang hebat dan penuh dengan kengerian, penuh
kepahitan dan sedikit saja kemanisan.
Air Sungai Huai dengan tenang dan sabarnya membawa
segala apa yang jatuh ke dalamnya, membawa diam-diam
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 25
tanpa banyak rewel, kalau perlu dibawa terus sampai ke
permukaan laut.
Pada senja hari itu, di bawah langit yang hijau kemerahan
tanda bahwa matahari mulai mengundurkan diri melaksanakan
tugasnya menerangi belahan dunia yang lain, di atas air sungai
yang mengalir tenang, meluncur sebuah perahu kecil yang
ditumpangi seorang kakek kurus kering jangkung berambut
dan berjenggot putih. Sebetulnya orang ini belum tua benar,
usianya baru sekitar empatpuluh tahun. Rambut dan jenggotnya
mendadak menjadi putih semua setelah bangsa Mongol
menyerbu ke selatan dan mengalahkan Kerajaan Sung yang
terpaksa mengungsi ke sebelah selatan Sungai Yang-ce.
Keadaan orang ini kalau dilihat wajah dan pakaiannya yang
kuning itu, tidak menarik dan amat bersahaja, tidak ada
bedanya dengan nelayan biasa. Akan tetapi melihat gerakgeriknya
di tempat sunyi itu, orang akan terheran-heran.
Tangan kiri kakek itu memegang dayung yang digerakkan
secara aneh. Kiranya tidak pernah ada nelayan mendayung
sampan seperti itu, hanya menggerakkan dayung dengan
tangan kiri secara sembarangan, didorong-pukulkan ke air,
akan tetapi anehnya, sampan itu meluncur cepat melawan arus
air sungai! Lebih mengherankan lagi, tangan kanannya
memegang sebuah kitab yang agaknya tengah dibacanya.
Membaca kitab pada senja hari hanya dengan penerangan sinar
matahari senja yang hampir tenggelam, pasti membutuhkan
sepasang mata yang awas sekali.
Pada masa itu memang terdapat banyak orang pandai yang
hidup mengasingkan diri. Mereka itu sebagian besar terdiri dari
bekas pembesar Kerajaan Sung yang melarikan diri ke selatan
setelah tidak mampu menahan serbuan bangsa Mongol. Karena
berduka mereka melarikan dan mengasingkan diri, tidak sudi
bekerja di bawah perintah bangsa Mongol, walaupun kalau
mereka mau mereka akan memperoleh kedudukan tinggi dan
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 26
kemuliaan seperti yang dilakukan banyak pengkhianat bangsa
di masa itu.
Para pendekar yang berjiwa patriot lebih suka hidup miskin
dan sebagian dari mereka menggabungkan diri dengan para
pemimpin pejuang rakyat yang menentang Kerajaan Goan dan
membuat para pembesar Mongol tak dapat tidur nyenyak. Ada
pula yang seolah putus asa dan kehilangan semangat, sengaja
tidak mau mencampuri urusan dunia lagi dan hidup di gununggunung
atau di tempat sunyi dan ada pula yang hidup di
pedusunan menjadi petani, nelayan atau pertapa.
@_Alysa^DewiKZ_@
Bab 3. Penyelamatan Turunan Keluarga Pouw
Orang yang karena rambutnya sudah putih sehingga tampak
seperti seorang kakek tua dan kini duduk di perahu sambil
membaca kitab itu juga seorang pendekar yang mengasingkan
diri. Namanya Suma Tiang Bun dan pada jaman Kerajaan Sung
masih jaya, namanya cukup terkenal. Suma Tiang Bun adalah
seorang Bun-bu-enghiong (Pendekar Sastra dan Silat), akan
tetapi sejak dahulu tidak pernah mau terikat oleh kedudukan.
Biarpun tidak suka pangkat, dia adalah seorang patriot sejati
yang setiap saat siap menyumbangkan tenaga dan pikiran bagi
negara dan bangsa.
Ketika terjadi perang melawan penyerbuan pasukan
Mongol, dia membantu Kerajaan Sung melawan musuh. Akan
tetapi balatentara Mongol amat kuat, memiliki banyak
panglima yang sakti dan pasukannya besar sekali dan lebih
celaka lagi, banyak orang pandai yang menjadi pengkhianat
bangsa mempergunakan kesempatan untuk menjual negara,
membantu bangsa Mongol demi memperoleh kedudukan dan
harta benda.
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 27
Suma Tiang Bun ikut dengan rombongan pahlawan yang
menyelamatkan Pangeran Sung lari ke selatan setelah Kaisar
Sung ditawan musuh. Setelah merasa kecewa dan penasaran
membuatnya berduka sehingga rambutnya berubah putih,
Suma Tiang Bun lalu pergi mengasingkan diri. Sebelum itu,
dia membunuh banyak pengkhianat bangsa yang
menghambakan diri kepada bangsa Mongol. Bahkan di antara
mereka, ada dua orang sutenya (adik seperguruannya) yang dia
bunuh karena mereka juga merendahkan diri menjadi antek
bangsa Mongol.
Demikianlah, laki-laki berambut putih di atas sampan itu
bukan orang sembarangan. Suma Tiang Bun adalah ahliwaris
terakhir dari ilmu silat keluarga Suma yang semenjak jaman
Sam Kok amat terkenal. Setelah kini mengasingkan diri,
kegiatannya hanyalah membaca kitab dan hidup sebagai
seorang pendekar yang berkelana, setiap saat siap menjulurkan
tangan menegakkan kebenaran dan keadilan, membela yang
lemah tertindas menentang yang kuat jahat. Sejak siang tadi dia
berperahu sambil membaca kitab dengan asyiknya.
Tiba-tiba Suma Tiang Bun terkejut dan menghentikan
bacaannya. Dia merasa betapa perahunya menyentuh sesuatu,
tertumbuk sesuatu. Dia cepat menjulurkan badannya keluar
perahu, memandang ke air.
“Siancai (damai)……!” serunya ketika dia melihat bahwa
yang menumbuk perahunya itu ternyata adalah tubuh seorang
wanita yang agaknya dihanyutkan arus air sungai! Dengan
gerakan yang amat cepat, terlalu cepat dan tak mungkin
rasanya dilakukan seorang kutu-buku yang tampak lemah itu,
kitab yang tadi dibacanya sudah lenyap ke dalam saku bajunya
dan dayung diletakkan dalam perahu. Kemudian sekali kedua
tangannya digerakkan ke samping perahu, tubuh wanita itu
telah diangkatnya ke dalam perahu.
“Thian Yang Maha Agung......!” Dia terkejut bukan main
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 28
ketika melihat bahwa orang itu adalah seorang wanita muda
yang sedang mengandung! Cepat dirabanya pergelangan
tangan dan leher wanita itu.
“Bagus, masih belum terlambat!” Wajah Suma Tiang Bun
berseri dan dengan hati-hati dia menjungkirkan tubuh wanita
itu, menotok beberapa jalan darah dan menekan lambung.
Wanita itu muntahkan air. Setelah itu, tubuh wanita itu
dibaringkan telentang dan dia menotok dan mengurut kedua
pundak, uluhati, telapak tangan dan tengkuk. Kemudian dia
meletakkan tangan kanannya di atas dada wanita itu dan
mengerahkan tenaga sakti untuk membantu wanita itu
mendapatkan kembali kekuatan dan kesadarannya. Perlahanlahan
pernapasan wanita itu mulai membaik, muka yang
tadinya pucat seperti mayat mulai merah kembali
“Tertolong......! Thian Yang Maha Kasih......!” Suma Tiang
Bun Inenarik napas panjang, hatinya lega. Kini dia mulai
memperhatikan wajah yang sebagian tertutup rambut yang
hitam, halus, dan panjang itu. Seorang wanita muda yang
cantik sekali, dan melihat pakaian yang basah kuyup itu, Suma
Tiang Bun dapat menduga bahwa ia tentu anggauta sebuah
keluarga kaya atau bangsawan.
“Mengapa ia hanyut di sungai?” Suma Tiang Bun bertanya
dalam hatinya.
Setelah wanita itu terhindar dari maut, Suma Tiang Bun
segera mendayung perahunya dengan cepat. Dia tahu bahwa
wanita itu perlu mendapatkan perawatan secepatnya. Setelah
tiba di sebuah dusun di tepi sungai, dia mendayung perahu ke
tepian. Dia lalu memondong tubuh wanita itu dengan tangan
kanan sedangkan tangan kirinya memegang ujung perahu,
kemudian dia membuat gerakan melompat. Bukan main
hebatnya gerakan Suma Tiang Bun! Dengan beban tubuh
wanita dan perahu itu, dia dapat meloncat dengan ringan.
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 29
Setelah meletakkan perahunya di darat, dia lari memasuki
dusun sambil memondong tubuh wanita itu.
Mudah diduga siapa adanya wanita muda itu. Ia adalah Tan
Bi Lian atau Nyonya Pouw Keng In yang pundaknya terluka
oleh anak panah kemudian pingsan dan tubuhnya hanyut
terbawa arus air. Menurut penalaran manusia, ia tentu mati.
Akan tetapi penalaran manusia tidak mungkin dapat menembus
mujijat Tuhan. Kalau belum menghendaki seseorang mati,
betapapun hebatnya maut mengancam, ia akan selamat juga.
Sebaliknya kalau Tuhan menghendaki seseorang mati, tidak
ada kekuasaan apa pun yang dapat mengubahnya.
Ternyata Bi Lian tidak lama pingsan. Ia siuman dengan
cepat dan nyonya muda yang pandai berenang itu segera
menggerakkan kaki tangannya agar jangan tenggelam. Ia
membiarkan dirinya dihanyutkan air dan melihat anak panah
yang masih menancap di pundak kirinya dan terasa nyeri sekali
apabila anak panah itu digerakkan air, ia lalu nekat
mencabutnya dengan tangan kanan. Ia menjerit gagang anak
panah patah dan kepala anak panah masih tertinggal dalam
daging pundaknya!
Beberapa kali dicobanya untuk berenang ke pinggir, namun
tidak pernah berhasil, bahkan membuat ia semakin lemah
dalam pergulatannya dengan arus air yang kuat. Akhirnya ia
menyerahkan nasibnya kepada Yang Maha Kuasa dan
menyimpan tenaga, membiarkan dirinya hanyut dan ia hanya
menjaga agar jangan sampai tenggelam. Ia kuat bertahan
sampai senja. Kalau saja rasa dingin tidak menggerogoti
tulang-tulangnya dan membuat kulitnya kaku dan urat-uratnya
seakan membeku, kiranya ia dapat bertahan lebih lama lagi. Ia
pergunakan tenaga terakhir untuk berenang ke tepi, karena
maklum bahwa ia sudah tidak kuat bertahan lebih lama lagi.
Namun tenaganya habis dan ia pingsan untuk kedua kalinya.
Kita terbiasa menganggap hal yang terjadi secara aneh
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 30
sebagai hal yang kebetulan saja. Padahal, yang kebetulan itu
adalah yang sesuai dengan rencana Tuhan! Kebetulan sekali
tidak terlalu lama setelah Bi Lian pingsan, tubuhnya bertumbuk
dengan perahu yang ditunggangi Suma Tiang Bun sehingga ia
tertolong dan kini dibawa lari ke dalam dusun.
Dusun itu sebuah dusun terpencil dan untuk sementara
waktu Suma Tiang Bun tinggal di dusun itu, dalam sebuah
pondok sederhana. Begitu memasuki dusun, dia berseru
memanggil beberapa orang wanita yang menjadi tetangganya
karena dia merasa kurang enak kalau harus merawat seorang
wanita muda seorang diri dalam pondoknya. Apalagi wanita
yang sedang dipanggulnya ini sedang mengandung.
Melihat Suma Tiang Bun datang memanggul tubuh seorang
wanita yang basah kuyup, tiga orang wanita tetangganya
datang berlari-lari. Para tetangga laki-laki hanya berdiri di
depan pintu rumah dan ramai membicarakan kejadian itu.
Dusun kecil itu hanya dihuni belasan keluarga petani
merangkap nelayan.
Suma Tiang Bun merebahkan tubuh Bi Lian di atas tempat
tidur kayu sederhana. Seorang wanita tetangga menyalakan
lampu. Terdengar mereka bertiga berseru heran dan kagum
melihat kecantikan wajah dan keindahan pakaian Bi Lian.
Suma Tiang Bun minta kepada para wanita tetangga itu
untuk memberi pinjam seperangkat pakaian kering dan
mengganti pakaian Bi Lian yang basah kuyup. Sementara
permintaannya itu dilakukan, dia keluar dari kamar. Melihat
para tetangga sudah memenuhi ruangan depan pondoknya, dia
menghampiri mereka dan menceritakan apa yang telah terjadi.
Ramai penduduk dusun itu saling menyatakan dugaan
mereka siapa adanya wanita muda cantik yang ditolong Suma
Tiang Bun itu. Seorang wanita tetangga keluar dari kamar
memberitahu Suma Tiang Bun bahwa wanita muda itu sudah
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 31
diganti pakaiannya dengan pakaian kering. Suma Tiang Bun
memasuki kamar dan wanita itu bercerita kepada para tetangga
yang berkumpul di ruangan depan.
“Wah, Suma Lojin (Orang Tua Suma) telah menolong
seorang puteri! Ia pasti puteri bangsawan agung dari kota.
Wajahnya cantik seperti dewi dan pakaiannya terbuat dari
sutera yang indah dan mahal!”
Suma Tiang Bun kini memeriksa dengan teliti dan dia
menghela napas panjang sambil menggeleng kepalanya. Baru
sekarang dia melihat adanya sebuah kepala anak panah yang
masih mengeram dalam pundak kiri nyonya muda itu. Luka di
pundak itu kini menghitam, menandakan bahwa anak panah itu
mengandung racun!
“Jahanam rendah manakah yang begitu keji dan berhati
iblis memanah seorang wanita yang mengandung tua!” hatinya
berbisik penasaran.
Dia lalu minta kepada para wanita tetangga untuk
menyiapkan air panas dan kain bersih, juga merebus rempahrempah
yang memang selalu dia sediakan. Setelah semua itu
dikerjakan dengan cepat dan sudah disiapkan, Suma Tiang Bun
lalu menggunakan sebatang pedang yang mengeluarkan sinar
emas ketika dicabut dari sarungnya. Kemudian dengan cekatan
namun disambut dengan jerit tertahan karena ngeri melihatnya.
Suma Tiang Bun mencokel kepala anak panah itu dari pundak
Bi Lian dengan ujung pedangnya. Dia lalu menempelkan koyo
(obat tempel) pada luka itu setelah luka dicucinya dengan air
panas.
Akhirnya Bi Lian bergerak perlahan, pelupuk matanya dan
bibirnya gemetar, kemudian kaki tangannya bergerak seperti
orang berenang! Suma Tiang Bun memegang pergelangan
kedua tangan wanita itu dan memberinya minum air rebusan
obat berwarna kecoklatan.
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 32
“Koko...... kau tunggulah aku......!” Bi Lian mengigau dan
Tiang Bun merasa betapa wanita itu makin lama terasa
semakin panas.
“Hemm, ia terserang demam,” bisik Suma Tiang Bun dan
alisnya berkerut karena dia merasa cemas. “Keadaannya lemah
dan buruk sekali.......”
“Koko...... Hong-moi...... mari kita lawan anjing Mongol
itu...... kita lawan sampai mati, nama keluarga Pouw harus
dipertahankan......!” Bi Lian mengigau.
Mendengar ini, berubah wajah Suma Tiang Bun dan dia
memberi isyarat kepada para wanita tetangga itu untuk
meninggalkan kamar. Semua orang tidak ada yang membantah
dan sambil ramai membicarakan wanita cantik itu mereka
keluar dari kamar. Mereka semua, seluruh penghuni dusun itu,
menghormati Suma Tiang Bun yang mereka tahu memiliki
ilmu kepandaian tinggi dan budiman, selalu siap menolong
mereka.
Dengan tekun, penuh kesabaran Suma Tiang Bun
menggunakan seluruh kepandaiannya tentang pengobatan
untuk merawat dan menjaga Bi Lian semalam suntuk. Dia
duduk bersila dan mengerahkan sin-kang (tenaga sakti),
disalurkan ke dalam tubuh Bi Lian untuk membantu wanita itu
memperkuat daya tahan tubuh dan mengusir hawa beracun
yang ditinggalkan anak panah. Luka itulah yang menimbulkan
demam. Akhirnya dia berhasil. Menjelang pagi demam itu
turun dan Bi Lan dapat tidur nyenyak.
Suma Tiang Bun turun dari pembaringan, membuka daun
pintu dan keluar dari pondok memasuki kabut pagi yang
dingin. Dia berjalan-jalan di depan rumahnya, kadang-kadang
memandang ke arah Sungai Huai, menghela napas panjang
berulang-ulang dan melamun.
Ketika dia mendengar igauan nyonya muda tadi, dia
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 33
menduga-duga siapa adanya wanita yang ditolongnya itu. Jelas
bahwa wanita itu adalah mantu dari keluarga Pouw, akan tetapi
keluarga Pouw yang manakah? Sebagai seorang pendekar
pejuang, tentu saja dia mengenal riwayat keluarga Pouw yang
tinggal di So-couw. Apakah wanita itu mantu keluarga Pouw
yang tinggal di So-couw itu? Hatinya merasa bimbang. Kalau
saja dia tidak melihat bahwa keadaan nyonya muda itu gawat
sekali, ingin rasanya dia lari ke So-couw untuk menyelidiki hal
ini.
Tiba-tiba dia mendengar jeritan lirih dari dalam pondoknya.
Dengan cepat Suma Tiang Bun melompat dan memasuki
kamarnya. Dia melihat nyonya muda itu menggeliat-geliat dan
meraba-raba perutnya, mengaduh-aduh dan merintih lemah.
Melihat Suma Tiang Bun memasuki kamar, Bi Lian berkata
lirih memohon.
“...... aduh...... tolonglah...... panggilkan seorang bidan......
aku...... aku tidak kuat lagi...... akan melahirkan......”
Mendengar ini, Suma Tiang Bun untuk beberapa detik
tertegun tak tahu harus berkata dan berbuat apa. Baru sekali ini
seumur hidupnya dia merasa bingung dan ngeri. Dia pernah
menghadapi keroyokan puluhan orang penjahat, pernah
menghadapi perang dahsyat, melihat manusia bergelimpangan
menjadi mayat, melihat banjir darah dalam pertempuran dan
semua itu tidak membuat hatinya bingung dan ngeri. Akan
tetapi sekarang, melihat nyonya muda itu merintih dan
menggeliat hendak melahirkan manusia baru, dia merasa
bingung dan takut!
Suma Tiang Bun yang selama hidupnya tidak pernah
menikah dan tidak pernah menjadi ayah itu, segera melompat
dan berlari keluar seperti dikejar setan, lalu mengedor pintu
rumah Thio-ma (Ibu Thio), seorang janda yang tinggal di ujung
dusun kecil itu.
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 34
Seperti biasanya penduduk dusun itu, pagi-pagi sekali Thioma
sudah bangun dan sedang menjarang air. Mendengar
pintunya digedor, ia terkejut dan berlari keluar.
“Eh, Suma Lojin, ada apakah.......?”
Akan tetapi pendekar itu tidak menjawab. Dengan cepat dia
menangkap tangan Thio-ma dan di lain saat wanita itu menjerit
ketakutan ketika merasa tubuhnya melayang seperti burung
terbang!
Para tetangga berlari keluar dan mereka bengong melihat
tubuh Thio-ma berlari cepat sekali, dipegang lengannya oleh
Suma Tiang Bun yang berlari seperti terbang menuju ke
rumahnya. Otomatis para tetangga ikut berlari mengejar,
hendak melihat apa yang terjadi.
Setelah tiba di depan rumahnya, Suma Tiang Bun berhenti
dan mendorong Thio-ma memasuki rumahnya. “Cepat......, ia
mau melahirkan, cepat tolong......” kata pendekar itu.
Thio-ma mengerti dan ia pun cepat memasuki kamar di
mana masih terdengar suara Bi Lian merintih dengan lemah.
Ketika para tetangga datang dan mendengar bahwa nyonya
muda dalam rumah Suma Tiang Bun itu hendak melahirkan,
beberapa orang wanita segera memasuki rumah dan
menyiapkan segala keperluan orang melahirkan dan membantu
Thio-ma.
Thio-ma adalah seorang wanita berusia limapuluh tahun
lebih. Ia seorang janda yang sudah banyak pengalamannya
dalam hal menolong kelahiran. Ia sendiri mempunyai tiga belas
orang anak yang sudah berumah tangga dan meninggalkan
dusun itu. Akan tetapi Thio-ma tetap tinggal di situ, hidup
seorang diri dengan tenang. Para penduduk pedusunan di
sekitar situ selalu mengandalkan bantuan Thio-ma kalau ada
ibu yang hendak melahirkan.
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 35
Akan tetapi sekali ini, Thio-ma sampai mandi keringat
ketika menolong nyonya muda yang hendak melahirkan dalam
kamar Suma Tiang Bun itu. Ia mengalami kesulitan karena
selain tubuh wanita muda itu amat lemah, juga kandungan itu
baru delapan bulan dan bayi dalam kandungan itu tidak betul
letaknya!
Suma Tiang Bun duduk di luar pintu kamar itu, diam tak
bergerak seperti patung dan mukanya pucat sekali. Selama
hidupnya dia tidak menikah dan belum pernah dia mendekati
orang melahirkan. Bagi yang belum mengenal pendekar ini
dengan baik, kegelisahan itu tidak sangat mengherankan. Akan
tetapi bagi mereka yang tahu siapa adanya Suma Tiang Bun,
sastrawan pendekar yang gagah perkasa dan berkepandaian
tinggi itu, yang tidak gentar menghadapi ancaman maut
sekalipun, keadaannya itu tentu saja sangat aneh. Orang akan
merasa heran melihat pendekar itu kini duduk dengan muka
pucat penuh kegelisahan seperti seorang calon ayah yang untuk
pertama kalinya menunggu isterinya melahirkan anak pertama!
Apalagi pendekar ini memiliki pendengaran yang amat
tajam, jauh lebih peka daripada pendengaran manusia biasa.
Semua suara dalam kamar itu terdengar jelas olehnya. Keluhan
dan rintihan nyonya muda itu memasuki telinganya, langsung
menusuk-nusuk jantungnya sehingga kadang-kadang dia
mempergunakan jari tangannya untuk menutupi telinga.
Setelah melewati waktu yang seolah tidak ada akhirnya itu,
tiba-tiba pintu kamar terbuka. Suma Tiang Bun melompat
saking kagetnya.
“Bagaimana?” tanyanya cepat.
Wanita janda itu menggeleng kepalanya dan alisnya
berkerut.
“Thio-ma, bagaimana?” Suma Tiang Bun mengulang.
“Payah sekali, Suma Lojin. Kandungannya terbalik dan
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 36
tubuhnya lemah sekali. Kalau dipaksa keluar, ibunya tidak
akan kuat bertahan, sebaliknya kalau tidak dipaksa keluar,
anaknya yang tidak akan tertolong. Bagaimana baiknya?”
Thio-ma menghadapi keadaan yang amat sulit. Kalau
anaknya tertolong, ibunya akan tewas, sebaliknya kalau ibunya
ditolong, anaknya yang akan mati!
Suma Tiang Bun tidak perlu berpikir panjang, segera dia
menjawab. “Tolong anaknya! Kewajibanmu adalah menolong
kelahiran. Engkau bukan ahli pengobatan dan keadaan ibunya
memang sudah parah. Selamatkan anaknya!”
Kembali Thio-ma didorong masuk kamar oleh Suma Tiang
Bun yang kemudian duduk sambil bersedakap. Dia tampak
letih dan prihatin sekali.
Para tetangga berkumpul dalam rumah Suma Tiang Bun.
Mereka hanya saling pandang, tidak berani bicara. Keadaan
amat menegangkan dan semua orang mencurahkan perhatian
mendengarkan setiap suara yang keluar dari dalam kamar.
Semenit terasa sehari, sejam terasa sebulan bagi mereka
yang berada di luar kamar. Suma Tiang Bun sudah merasa
tidak enak diam. Dia berdiri lalu berjalan hilir mudik seperti
seekor harimau dalam kerangkeng. Setiap gerakannya diikuti
oleh pandang mata para tetangga yang berkumpul di situ.
Tiba-tiba terdengar jerit tangis nyaring sekali. Tangis
seorang bayi, suara pertama yang murni dari seorang manusia
begitu dia turun ke dunia ini. Mengapa menangis dan tidak
tertawa? Apakah itu pertanda bahwa hidup sebagai manusia di
dunia akan lebih banyak diisi tangis daripada tawa? Hanya
Tuhan yang mengetahui!
@_Alysa^DewiKZ_@
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 37
Jilid 2
Bab 1. Habislah Bunga Setaman!
Suma Tiang Bun melompat ke pintu, akan tetapi undur
kembali dan menjatuhkan diri di atas bangku, lemas seluruh
tubuhnya, akan tetapi mulutnya tersenyum, wajahnya berseri.
Tangis biasanya menyeret orang lain untuk merasa terharu
dan ikut menangis. Akan tetapi tangis seorang bayi
mendatangkan perasaan gembira bagi mereka yang
mendengarnya. Akan tetapi tangis bayi yang menggembirakan
itu segera disusul tangis para wanita yang membantu kelahiran
dalam kamar itu. Alangkah jauh bedanya antara kedua tangis
ini. Isak tangis para wanita itu mendatangkan haru dan pilu,
mendatangkan awan hitam menutup sinar matahari.
Tak lama kemudian pintu kamar terbuka. Thio-ma keluar
sambil memondong seorang bayi yang sudah dibungkus
selimut. Bayi merah itu membuka mulut lebar dalam tangisnya.
Thio-ma memberikan bayi itu kepada Suma Tiang Bun tampak
wanita itu menangis. Air mata bercucuran di kedua pipinya.
“Ia begitu muda...... begitu cantik...... ahh, sayang.......”
Thio-ma terisak-isak lalu kembali ke dalam kamar.
Suma Tiang Bun memondong bayi itu dengan kedua tangan
gemetar. Dia melangkah masuk kamar dan sekilas pandang
saja dia tahu bahwa nyonya muda yang baru saja melahirkan
itu sudah tidak bernyawa lagi, menggeletak telentang di atas
pembaringannya dengan muka putih pucat, kedua mata
terpejam akan tetapi bibir yang manis dan indah bentuknya itu
tersenyum. Melihat senyum itu, Suma Tiang Bun menutup
kedua matanya sejenak dan terbayanglah dia betapa nyonya
muda itu bertemu dan berpelukan dengan suaminya di alam
lain.
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 38
Tiba-tiba Suma Tiang Bun tertawa bergelak. Suara tawanya
bukan suara tawa biasa, melainkan suara tawa yang keluar dari
dasar hatinya, yang disuarakan dengan pengerahan sin-kang
sehingga semua orang yang berada di situ terkejut bukan main.
Pondok itu seolah-olah tergetar dan suara tawa itu terdengar
sampai jauh, terdengar bergelombang dan mengerikan!
“Ha-ha-ha-ha! Mati diantar tangis, lahir disambut tawa! Haha-
ha, manusia memang buta. Thio-ma, apakah hal ini tidak
terbalik? Bukankah seharusnya mati diantar tawa dan lahir
disambut tangis? Lihat, bayi menangis ketika dilahirkan,
pertanda dia memasuki alam yang penuh pertentangan! Yang
mati itu tampak tersenyum dan tenang, pertanda ia memasuki
alam yang penuh kedamaian!”
Entah mengapa, mungkin karena terkejut mendengar tawa
yang dahsyat menggetarkan tadi, bayi yang tadinya menangis
keras itu tiba-tiba saja berhenti menangis. Suma Tiang Bun
menundukkan mukanya sehingga jenggotnya yang putih
menutupi dada bayi itu. Dia tertawa lagi, kini tawanya biasa,
dan dia berkata.
“Ha-ha-ha, anak yang baik! Orang lain terlahir disambut
tawa gembira, akan tetapi engkau terlahir di tengah-tengah
tangis. Begitu terlahir engkau sudah mengalami kepahitan
hidup pertama, dengan meninggalnya ibumu! Biarlah, manis,
terimalah saja. Siapa tahu kelak engkau akan menjadi seorang
manusia yang berguna bagi Thian, bagi manusia dan dunia!”
Dengan wajah tampak gembira sekali, Suma Tiang Bun
berjalan-jalan dalam ruangan itu sambil mengayun-ayun bayi
dalam pondongannya.
“Thio-ma dan saudara-saudara sekalian, dengarlah. Bocah
ini kuberi nama Cun Giok, Suma Cun Giok! Ya, dia memakai
she (marga) Suma, seperti aku, dan dia menjadi anakku. Thioma
menjadi ibu angkatnya, dan kalian menjadi saksinya!”
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 39
“Kasihan ibunya......” kembali Thio-ma berkata lirih.
“Suma Lojin, apakah engkau tidak merasa kasihan kepada
ibunya? Mengapa engkau begitu tega minta kepadaku untuk
menyelamatkan anaknya sehingga ibunya tewas?”
Suma Tiang Bun memberikan bayi itu kepada Thio-ma.
“Rawatlah dia baik-baik. Semua biaya aku yang
menanggungnya. Engkau bertanya tentang ibunya? Thio-ma
dan semua saudara, ketahuilah. Aku kasihan sekali kepada
nyonya muda itu. Aku yang menolongnya dari Sungai Huai.
Akan tetapi, sebagai seorang ahli pengobatan aku tahu bahwa
nyawanya tidak akan dapat ditolong lagi, karena selain
keracunan, ia kehilangan banyak darah dan batinnya
terguncang hebat. Tahukah kalian apa artinya ini? Andaikata ia
tertolong dalam kelahirannya ini dan anaknya yang tewas, hal
itu tidak akan ada gunanya karena ia pun akan meninggal
karena keadaannya itu. Maka ketika dihadapkan dua pilihan,
aku minta agar anak ini yang diselamatkan. Dengan menolong
anak ini berarti kita menolong kelanjutan keluarganya. Kalau
anak ini tidak ditolong, berarti keduanya akan binasa! Tidak,
lebih baik salah satu tewas dan berkorban untuk yang lain!”
Kini mengertilah semua orang dan mereka membenarkan
tindakan yang diambil Suma Tiang Bun. Memang, kalau sudah
mengetahui bahwa nyonya muda itu terluka parah dan tidak
dapat disembuhkan lagi, lebih baik menyelamatkan anaknya.
Tak seorang pun di antara mereka tahu bahwa pada saat itu,
pada saat di dalam kamar Suma Tiang Bu banjir air mata, air
mata gembira menyambut Suma Cun Giok dan air mata duka
mengantar keberangkatan Tan Bi Lian ke alam baka, terdapat
seorang gadis yang juga menangis dengan sedihnya.
Nun jauh di kota raja, dalam sebuah kamar yang indah
sekali, kamar yang terletak di gedung dalam lingkungan istana,
gadis itu menangis sedih dan pilu. Gadis cantik jelita itu bukan
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 40
lain adalah Pouw Sui Hong, adik mendiang Pouw Keng In, bibi
dari bayi yang lahir di rumah Suma Tiang Bun itu. Tangis
sedih seorang gadis yang putus asa, seperti juga tangis yang
ratusan kali terdengar di kamar-kamar seperti itu, tangis para
gadis seperti Pouw Sui Hong, gadis-gadis cantik jelita yang
terjatuh ke dalam tangan para pangeran dan bangsawan lain di
dalam atau di luar istana kaisar!
“Pengantin......! Pengantin......!” Anak-anak bersorak dan
tertawa-tawa mengikuti rombongan pengantin diarak. Suara
tambur, canang dan suling mengiringi rombongan arak-arakan
ini.
Sudah menjadi kebiasaan para penduduk kota Lan-hui,
apabila ada pernikahan, selain dirayakan di rumah, juga
diadakan perayaan di kelenteng Kwan Im Bio yang letaknya di
tengah kota. Kini pengantin wanita yang duduk dalam tandu
dan dipikul empat orang berpakaian seragam, juga dibawa ke
kelenteng itu, di mana pengantin pria telah menanti untuk
menyambutnya. Dalam kelenteng itu akan diadakan upacara
sembahyang oleh sepasang pengantin mohon berkat dari Kwan
Im Pouwsat sebelum pengantin wanita diboyong ke rumah
suaminya.
Para pengiring pengantin kelihatan gembira, tertawa-tawa
dan mengucapkan kata-kata yang sifatnya menggoda ke arah
joli (tandu) pengantin.
“A Liuk, kau lihat, pengantinnya sekarang tidak
mengeluarkan suara. Kau pikir ia sedang apa?” bertanya
seorang pengiring kepada kawannya, sengaja bicara di dekat
tandu agar terdengar oleh pengantin wanita yang duduk di
dalamnya.
Orang yang bernama A Liuk itu tertawa keras dengan
sengaja, karena kalau percakapan itu tidak dilakukan keraskeras,
tentu tidak akan terdengar oleh pengantin wanita,
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 41
tertutup oleh bunyi canang dan tambur.
“Ha-ha-ha, A Sam, masa engkau tidak mendengarnya? Aku
mendengar ia tertawa-tawa gembira dan kulihat ia tersenyumsenyum!”
“Bohong kau!” kata A Sam sambil menyeringai.
“Pengantin secantik dewi mana suaranya dapat terdengar? Dan
tirai tandu demikian rapatnya, mana kau bisa melihatnya?”
Keduanya tertawa-tawa dan yang lain-lain juga ikut
tertawa.
“A Liuk, A Sam, kalian jangan terlalu menggoda
pengantin! Apa kalian ingin ia menangis lagi seperti tadi?”
Memang teguran yang diucapkan orang ketiga ini tidak
bohong. Sejak meninggalkan rumahnya di kota Ci-bun
beberapa mil jauhnya dari kota Lan-hui dan sejak memasuki
tandu, pengantin wanita itu terus-menerus menangis. Akan
tetapi setelah tiba di pintu gerbang kota Lan-hui, tangisnya
terhenti dan tidak terdengar lagi pengantin mengeluarkan suara.
“Ha-ha, kau bodoh!” A Liuk mencela orang yang menegur
tadi. “Tidak tahukah kau bahwa sudah sepatutnya bagi seorang
pengantin yang muda dan cantik untuk menangis kalau
diangkut dengan tandu? Agaknya kelak calon isterimu, kalau
diangkut tandu dan menjadi pengantin, akan tertawa terbahakbahak
di sepanjang jalan!”
Kembali semua orang tertawa riuh mendengar kelakar ini,
dan iring-iringan itu menjadi semakin gembira dengan adanya
anak-anak dan penduduk Lan-hui yang menonton dan ikut
mengiring di belakang rombongan menuju. kelenteng Kwan Im
Bio. Setelah tiba dekat kelenteng, musik dibunyikan semakin
gencar dan makin riuh pula teriakan dan sorakan para
penonton.
Sambil menanti dimulainya upacara dan persiapan
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 42
penyambutan, tandu diturunkan dari pundak empat orang
pemikulnya dan diletakkan di atas tanah. Menurut kebiasaan,
pengantin wanita tidak boleh keluar dulu, tidak boleh terlihat
mata orang lain sebelum bertemu dengan calon suaminya dan
biasanya setelah persiapan selesai, tandu akan digotong terus
ke dalam kelenteng di mana sudah dipersiapkan meja
sembahyang bagi sepasang pengantin untuk melakukan
sembahyang bersama.
Akan tetapi ketika rombongan pengantin pria keluar dari
kelenteng menyambut, dan pengantin pria tampak gagah dan
tampan dengan pakaiannya yang gemerlapan, pengantin pria
ini tampaknya tidak sabar lagi untuk segera dapat memandang
wajah calon isterinya yang cantik. Sambil tersenyum-senyum
dia melangkah ke depan, lalu tangan kanannya meraih dan
menyingkap tirai hijau yang menutup joli.
“Hayaaaa......!” Tiba-tiba dia menjerit dan melepaskan lagi
tirai itu. Matanya terbelalak lebar, mukanya berubah pucat
sekali dan jelas tampak dia menggigil. Semua orang terkejut,
baik para pengiring pengantin wanita maupun para penyambut
dan pengiring pengantin pria.
“Mengapa......?”
“Ada apakah......?”
Orang-orang bertanya heran. Pengantin pria menunjukkan
telunjuknya ke arah tandu, bibirnya bergerak-gerak tanpa dapat
mengeluarkan suara, akhirnya dapat juga dia berkata gagap.
“I...... itu.. ia...... darah...... telah mati.......!”
Orang-orang terkejut. Seorang yang agak tabah cepat
menyingkap tirai hijau penutup tandu dan menggantungkan
tirai itu di ujung tandu sehingga tidak turun lagi. Kini semua
mata memandang ke dalam tandu, ingin melihat apa gerangan
yang membuat pengantin pria terkejut seperti itu.
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 43
Dan mereka sendiri terkejut bukan main melihat pengantin
wanita yang duduk dalam tandu sudah terkulai lemas. Sebuah
pisau belati menancap di dadanya! Darah membasahi pakaian
dan bagian dalam tandu melihat keadaan tubuh gadis itu,
mudah diduga bahwa ia sudah mati.
Suasana menjadi gempar. Orang-orang bicara simpang siur
dengan bermacam-macam komentar dan pendapat. Jenazah
pengantin wanita itu segera diangkat ke dalam kelenteng.
Pengantin pria tampak marah sekali.
“Ini penghinaan namanya!” ia berteriak sambil
membanting-bantingkan kaki, lalu dia berteriak memanggil
kepala pengawalnya. “Theng-kauwsu, cepat bawa teman-teman
pergi ke rumah keluarga Siok, beritahukan bahwa Ji-siocia
(Nona Kedua) telah membunuh diri dalam tandu dan agar Samsiocia
(Nona Ketiga) menggantikan cicinya menjadi pengantin.
Hanya dengan penggantian itu kita akan terhindar dari
penghinaan dan upacara pernikahan dapat dilangsungkan.
Bawa tandu baru, boyong Sam-siocia ke sini, sekarang juga!”
Setelah memberi perintah dan marah-marah, pengantin pria
ini kembali masuk ke ruangan dalam kelenteng itu. Yang
dipanggil Theng-kauwsu (Guru Silat Theng) adalah seorang
laki-laki berusia sekitar empatpuluh tahun, berperawakan
tinggi besar dan tegap. Begitu mendengar perintah dari
pengantin pria, dia segera memimpin anak buahnya untuk
membersihkan tandu dari noda darah. Setelah joli itu bersih,
rombongan yang tadi mengantar pengantin wanita segera
melakukan perjalanan cepat, kembali ke kota Ci-bun. Kini
rombongan dikawal oleh Theng-kauwsu dan limabelas orang
anak buahnya yang semua berpakaian seperti jago-jago silat.
Para penonton menjadi gempar. Mereka membicarakan
peristiwa aneh itu, akan tetapi tentu saja tidak ada seorang pun
di antara mereka yang berani mencela sikap pengantin pria
secara berterang. Pengantin pria itu adalah Bhong-kongcu
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 44
(Tuan Muda Bhong) putera seorang hartawan besar di Lan-hui
yang amat berpengaruh karena bukan saja dengan harta
bendanya dia berhubungan erat dengan para pembesar, juga
terutama sekali karena seorang pamannya menjabat kedudukan
tinggi di kota raja!
“Kasihan sekali keluarga Siok, akan habislah bunga
setaman, dipetik semua oleh tangan raja muda kota Lan-hui,”
kata seorang penonton dengan berbisik kepada kawannya.
Di antara para penonton terdapat seorang kakek tua yang
tadi datang bersama seorang pemuda. Baik kakek maupun
pemuda itu agaknya merupakan orang-orang yang biasa
disebut dengan poyokan “kutu buku”, yaitu orang-orang yang
tekun menyenangi dan mempelajari kesusastraan di waktu itu.
Hal ini tidak saja tampak dari cara mereka berpakaian, akan
tetapi juga dari sikap dan gerak-gerik mereka yang halus.
Seperti juga orang-orang lain yang berada di depan
kelenteng, kakek dan pemuda itu tadi juga melihat pengantin
wanita yang telah menjadi mayat di dalam tandu dari mereka
saling pandang dengan sinar mata heran dan penasaran.
Kemudian, setelah mendengarkan ucapan-ucapan para
penonton, lalu mendengar pula ucapan pengantin pria dan
melihat sikapnya yang angkuh dan keras, diam-diam kakek itu
menyentuh lengan pemuda itu, lalu keduanya meninggalkan
tempat itu.
Kota Ci-bun hanya sembilan mil jauhnya dari kota Lan-hui,
akan tetapi betapapun cepatnya orang berjalan, sedikitnya satu
jam baru dapat sampai di kota itu. Akan tetapi, suatu keanehan
terjadi. Lama sebelum rombongan Theng-kauwsu tiba di Cibun,
kakek dan pemuda tadi telah lama berada di rumah
keluarga Siok dan bercakap-cakap dengan Siok Kan, ayah
pengantin wanita yang mati dalam tandu tadi!
Keluarga Siok terdiri dari Siok Kan yang berusia sekitar
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 45
empatpuluh tahun lebih. Dia sudah kehilangan isterinya yang
meninggal dunia dua tahun lalu dan dia hidup bertiga dengan
dua orang anak perempuannya, yaitu Siok Li yang telah
membunuh diri dalam tandu dan Siok Eng. Mereka ini
merupakan anak kedua dan ketiga maka disebut Ji-siocia dan
Sam-siocia. Adapun puteri sulungnya telah menikah dengan
seorang yang tinggal di sebuah kota di Propinsi San-thung.
Kedatangan kakek dan pemuda itu disambut oleh Siok Kan
dan puteri bungsunya, Siok Eng. Gadis berusia limabelas tahun
itu menangis tersedu-sedu ketika mendengar bahwa encinya
telah membunuh diri dalam tandu. Siok Eng adalah seorang
gadis remaja yang cantik manis, dan melihat gadis ini
menangis tersedu-sedu, pemuda yang datang bersama kakek itu
merasa terharu. Siok Kan menjadi pucat sekali wajahnya
mendengar akan kematian puterinya yang kedua, dan tidak
tahulah dia apa yang harus dia lakukan ketika mendengar
betapa Bhong-kongcu marah-marah dan hendak memaksa Siok
Eng menjadi pengganti encinya yang membunuh diri.
“Harap jangan takut dan bingung, Siok-sianseng (Tuan
Siok),” kata kakek itu dengan sikap tenang. “Kami sengaja
datang ke sini bukan hanya untuk menyampaikan berita duka
ini, akan tetapi kami juga ingin menolong keluargamu.
Sekarang masih banyak waktu karena mereka yang hendak
menjemput puterimu masih jauh. Harap engkau suka
menceritakan kepada kami mengapa engkau menyerahkan
puterimu kepada Bhong-kongcu sehingga puterimu itu
membunuh diri.”
Siok Kan tidak dapat menahan kesedihannya dan
bercucuranlah air matanya. Setelah dapat menenangkan diri
dan menghentikan tangisnya, dia berkata.
“Apa yang dapat kami lakukan? Kami keluarga miskin, dan
satu-satunya yang dapat kami andalkan, hanyalah anak sulung
dan mantu kami yang berada jauh di Shan-tung. Apalagi ketika
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 46
isteriku sakit, sebelum meninggal dua tahun yang lalu, ia
membutuhkan perawatan selama beberapa tahun sehingga
terpaksa aku tenggelam dalam lautan hutang. Sawah habis
terjual, rumah pun digadaikan dan akhirnya kami terjatuh ke
dalam cengkeraman Bhong-kongcu. Aku pasti akan dituntut
dan masuk penjara kalau aku tidak mau menyerahkan Siok Li
sebagai selirnya, karena hutangku amat banyak dan semua
surat hutang itu sudah jatuh ke dalam tangannya. Kalau sampai
aku dihukum, bagiku sendiri tidak apa-apa, akan tetapi
bagaimana dengan anak-anakku yang tidak berdaya? Mereka
tentu akan diganggu orang kalau tidak ada aku di samping
mereka.”
Kakek itu mengangguk-anggukkan kepalanya dan pemuda
yang pendiam dan tampan itu sebentar-sebentar melirik ke arah
Siok Eng yang menangis terisak-isak sambil menutupi muka
dengan kedua tangannya.
“Karena itulah maka aku tidak berdaya menolak ketika
Bhong-kongcu melamar Siok Li. Di depanku Siok Li
menyatakan rela berkorban demi keselamatan keluarganya.
Tidak tahunya anak itu...... anak itu mengambil jalan nekat......
dan sekarang...... sekarang Bhong-kongcu hendak merampas
Siok Eng pula......” Siok Kan menangis, kemudian tiba-tiba dia
bangkit berdiri, mengepalkan tinjunya dan berseru. “Tidak
bisa! Tidak boleh dia bertindak sewenang-wenang. Aku akan
mempertahankan puteri bungsuku dan akan melawan sampai
mati!” Kemudian dia menubruk dan merangkul puterinya yang
tinggal seorang lagi itu. Ayah dan anak bertangisan dalam
keadaan yang memilukan.
“Siok-sianseng, harap tenang dan jangan putus asa. Ada
kami di sini yang akan menolong. Percayalah, si jahat itu pasti
akan menemui kegagalan dan kehancuran, dan puterimu yang
telah membunuh diri pasti akan dapat terbalas sakit hatinya,”
kata kakek itu dengan suara lembut.
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 47
Siok Kan memandang kepada tamunya dengan mata merah
dan basah, akan tetapi muncul harapan dalam pandang
matanya.
“Bagaimana kami dapat menghadapi Bhong-kongcu yang
amat besar pengaruh dan kekuasaannya itu? Kaki-tangannya
banyak dan terkenal kejam, semua pembesar setempat adalah
sahabat baiknya dan......”
“Serahkan saja kepada kami,” kakek itu memotong. “Nanti
kalau mereka datang, sambutlah baik-baik dan terima saja
permintaan mereka. Akan tetapi minta agar tandu dibawa
masuk ke dalam kamar, katakan bahwa Sam-siocia masih
terlalu muda dan pemalu sehingga tidak mau terlihat orang
lain. Setelah puterimu memasuki tandu, baru boleh digotong
keluar dengan tirai tertutup rapat.” Kakek itu lalu bicara
panjang lebar mengatur siasat yang didengarkan oleh Siok Kan
dan puterinya dengan hati berdebar tegang.
@_Alysa^DewiKZ_@
Bab 2. Pengganti Pengantin Bunuh Diri
Dalam hatinya Siok Kan masih merasa ragu, akan tetapi
karena semua itu dilakukan untuk menyelamatkan puteri
bungsunya, dia menyatakan setuju. Siasat telah diatur dan
mereka sudah siap menyambut datangnya rombongan utusan
Bhong-kongcu.
Rombongan itu tiba dibawah pimpinan Theng-kauwsu yang
galak dan bersikap garang. Kedatangannya disambut oleh Siok
Kan yang sudah mengatur sikap dan pura-pura tidak tahu apa
maksud kedatangan rombongan itu.
“Siok-sianseng, Bhong-kongcu mengutus kami untuk
memboyong Sam-siocia ke Lan-hui Hendaknya Sianseng
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 48
ketahui bahwa Ji-siocia telah melakukan perbuatan yang
menghina Bhong-kongcu dan mengacaukan upacara
pernikahan. Ji-siocia telah membunuh diri di tengah perjalanan
di dalam jolinya.”
Siok Kan mengeluarkan seruan kaget dan wajahnya
menjadi pucat. Ini bukan hanya aksi berpura-pura belaka,
karena memang sewajarnya. Mendengar ucapan tukang pukul
she Theng itu, Siok Kan teringat kembali kepada Siok Li yang
membunuh diri dan kedukaannya timbul kembali, membuat
wajahnya tampak pucat dan sedih sekali.
“Anakku membunuh diri karena dipaksa menikah,
bagaimana Bhong-kongcu bisa marah kepadaku? Apa orang
mengira aku tidak sedih kehilangan seorang anak?”
Betapapun juga Theng-kauwsu dapat menerima dan
mengerti perasaan ayah yang kematian anaknya ini, maka
sikapnya yang keras menjadi agak lunak. Bagaimanapun juga
dia harus membela kepentingan Bhong-kongcu.
“Bhong-kongcu tidak marah kepadamu, Siok-sianseng.
Akan tetapi dapat dibayangkan betapa akan malunya Bhongkongcu
kalau pernikahannya dibatalkan. Semua tamu
undangan sudah datang, tamu pembesar-pembesar berbagai
kota. Oleh karena itu, untuk menolong dan menjaga nama baik
Bhong-kongcu, dan untuk menjaga agar hubungan baik antara
keluarga Siok dan keluarga Bhong tidak terganggu, Bhongkongcu
mengutus kami datang ke sini untuk memboyong Samsiocia
ke Lan-hui. Ia harus menggantikan kedudukan Ji-siocia
dan melangsungkan pernikahan dengan Bhong-kongcu!”
Siok Kan mengangguk-angguk, kemudian berkata lirih.
“Kedatanganmu ini tentu sudah membawa pesan bahwa kalau
kami menolak, engkau akan membawa puteri bungsuku itu
dengan paksa, bukan?”
Wajah Theng-kauwsu memerah. “Siok-sianseng, harap
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 49
diingat bahwa aku hanyalah utusan yang menjalankan perintah
majikanku. Dan harap diingat pula bahwa Bhong-kongcu pada
saat ini sudah menunggu dengan tidak sabar lagi bersama para
tamu yang memenuhi kelenteng Kwan Im Bio di Lan-hui, juga
yang memenuhi ruangan gedung keluarga Bhong. Kuharap
engkau tidak begitu bodoh untuk menolak yang hanya akan
berakibat buruk bagi engkau dan puterimu.”
Siok Kun mengangguk-angguk dan terbatuk-batuk,
kemudian dia menghela napas panjang. “Baiklah, baiklah, apa
dayaku? Harap kalian suka menunggu sebentar. Biar aku
memberitahu kepada puteri bungsuku supaya ia
mempersiapkan diri untuk ikut ke Lan-hui dan membujuknya
agar ia…… agar ia menurut saja dan jangan....... mencontoh
kenekatan encinya......” Siok Kan meninggalkan tamu-tamunya
memasuki ruangan belakang. Tidak lama kemudian dia keluar
lagi dan berkata kepada Theng-kauwsu.
“Anakku yang bungsu terlalu sedih mendengar akan
kematian encinya dan ia terus-terusan menangis. Baiknya aku
dapat membujuknya dan ia bersedia menggantikan tempat
encinya. Akan tetapi ia tidak mau diajak keluar dan minta
supaya jolinya dibawa masuk ke dalam kamarnya. Setelah ia
nanti siap dan masuk ke dalam joli yang tirainya tertutup rapat,
barulah joli digotong keluar dan berangkat ke Lan-hui. Harap
Kauwsu memenuhi permintaannya ini. Maklumlah, ia baru
berusia limabelas tahun, belum dewasa benar dan ia sedang
berduka. Ia malu kalau dilihat orang lain sebagai seorang
pengantin.”
Theng-kauwsu tidak menaruh curiga karena menganggap
hal itu sudah sewajarnya, bahkan diam-diam dia merasa
kasihan kepada keluarga Siok ini.
“Baiklah kalau begitu. Harap saja jangan terlalu lama
berkemas.” Dia lalu menyuruh empat orang pemikul tandu
membawa masuk tandu itu ke dalam rumah, langsung ke kamar
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 50
calon pengantin wanita. Empat orang pemikul tandu itu melihat
Siok Eng masih menangis tersedu-sedu dalam kamarnya,
menutupi mukanya dengan kedua tangan. Diam-diam mereka
kagum melihat kecantikan gadis remaja itu yang masih tampak
walau kedua tangannya menutupi muka. Mereka menurunkan
joli dan meninggalkan kamar itu dan akan diberitahu setelah
persiapan selesai dan pengantin sudah berada dalam joli.
Tidak lama kemudian, dengan wajah muram dan sedih Siok
Kan keluar menemui para tamunya dan berkata.
“Anakku sudah siap di dalam joli. Theng-kauwsu, aku
menyerahkan puteriku ke dalam tanganmu untuk kaubawa ke
Lan-hui. Aku percaya bahwa engkau akan menjaganya baikbaik
dan tidak memperkenankan siapapun juga membuka tirai
joli. Biarlah tangan Bhong-kongcu sendiri yang akan membuka
tirai joli.”
Theng-kauwsu cepat menjura dan wajahnya gembira sekali.
“Tentu saja, Siok-sianseng, jangan khawatir.” Dia lalu
menyuruh empat orang pemikul joli menggotong joli yang kini
sudah terisi itu. Mereka masuk diantar oleh Siok Kan dan tak
lama kemudian keluarlah mereka memikul joli pengantin.
“Theng-kauwsu, anakku tinggal yang seorang ini. Harap
engkau menjaganya baik-baik. Aku rela anakku menjadi isteri
Bhong-kongcu walaupun hanya selir, akan tetapi aku tidak rela
kalau sampai anakku diganggu orang di tengah perjalanan.”
Theng-kauwsu tertawa bergelak dan meraba gagang
pedangnya, sikapnya sombong sekali.
“Ha-ha-ha, Siok-sianseng. Mengapa masih ragu? Andaikata
ada orang yang begitu buta dan tuli sehingga berani
mengganggu puterimu, kiranya dia tidak buta kalau berhadapan
dengan aku dan mengenal siapa yang mengawal puterimu!
Kepalan tanganku cukup besar dan pedangku cukup tajam.
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 51
Kepalan tangan ini yang akan menghancurkan tangan yang
berani menyentuh joli, dan pedangku akan memenggal leher
orang yang berani mengganggu Sam-siocia, ha-ha-ha!”
“Syukurlah kalau begitu, Theng-kauwsu. Nah, selamat
jalan, jagalah anakku baik-baik. Kelak kalau anakku mendapat
tempat yang baik di gedung keluarga Bhong, kami tidak akan
melupakan jasamu.”
Bukan main girangnya Theng-kauwsu dan setelah berkalikali
mengucapkan terima kasih, pengawal ini lalu
mengiringkan joli pengantin yang digotong keluar.
Setelah rombongan pengantin pergi jauh, kira-kira sudah
keluar dari pintu gerbang kota, Siok Kan lalu menemui pemuda
tampan yang datang bersama kakek itu. Sejak tadi pemuda itu
memang berada di ruangan belakang.
“Bagaimana selanjutnya, Sicu (orang gagah)?” Siok Kan
bertanya.
“Sekarang marilah aku antarkan Paman Siok bersama Nona
Siok keluar dari kota ini dan lari mengungsi ke Shan-tung
mencari anak dan mantu Paman di sana,” jawab pemuda itu
dengan sikap tenang.
“Akan tetapi, Sicu, bagaimana kalau mereka tahu?
Bagaimana dengan nasib gurumu? Bagaimana pula kalau
mereka mengejar dan menyusul kita? Bukankah itu berarti kita
semua mencari mati?”
Pemuda itu tersenyum. “Harap Paman jangan khawatir.
Percayalah kepada Suhu. Adapun tentang keselamatan Paman
dan Nona Siok Eng, akulah yang akan menjaga dan
bertanggung-jawab kalau ada yang mengganggu.”
“Bagaimana dengan rumah kami ini? Ditinggal begitu
sajakah? Dan bagaimana dengan...... jenazah Siok Li anakku?
Ah....... aku bingung sekali.......”
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 52
“Paman, yang sudah meninggal tidak perlu dipikirkan.
Yang lebih penting adalah menyelamatkan diri Paman sendiri
dan puteri Paman. Cepatlah berkemas, dan Nona Siok Eng
sebaiknya menyamar sebagai pria agar lebih leluasa melakukan
perjalanan jauh. Bawa saja barang yang ringkas dan berharga,
yang lain-lain titipkan dulu kepada tetangga yang baik. Akan
tetapi jangan sekali-sekali mengatakan ke mana Paman hendak
pergi.”
Demikianlah, dalam keadaan tergesa-gesa Siok Kan dan
Siok Eng berkemas, kemudian berangkatlah mereka bertiga
meninggalkan kota Ci-bun.
@_Alysa^DewiKZ_@
Kita tinggalkan dulu perjalanan tiga orang itu dan marilah
kita mengikuti rombongan pengantin wanita yang diarak
dengan joli dari kota Ci-bun menuju kota Lan-hui. Kalau Siok
Eng ternyata masih berada di rumah, bahkan kemudian
melarikan diri bersama ayahnya dan pemuda itu, lalu siapakah
yang duduk di dalam joli? Kita ikuti saja perjalanan
rombongan itu. Setelah tiba di kota Lan-hui, mereka disambut
oleh rombongan pemain musik dan rombongan pengantin ini
diarak dengan gembira menuju kelenteng Kwan Im Bio di kota
Lan-hui.
Theng-kauwsu mendahului rombongan, berjalan dengan
gagahnya, kemudian dia menemui Bhong-kongcu yang sudah
menanti dengan tidak sabar. Pemuda kaya raya ini beberapa
kali menyeka keringat dingin membayangkan akan betapa
malunya kalau sampai pernikahan itu dibatalkan. Untuk
mengaku bahwa pengantin wanita membunuh diri akan lebih
memalukan lagi karena hal ini pasti akan mendatangkan kesan
buruk bagi namanya. Oleh karena itu, sejak tadi dia sudah
menyuruh orang-orangnya menyebar berita bahwa pengantin
wanita membunuh diri bukan karena dipaksa menikah,
melainkan karena gadis itu menyimpan rahasia busuk dan ia
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 53
membunuh diri karena takut dan malu kalau rahasianya
diketahui suami setelah menikah nanti!
Kini harapan satu-satunya hanya tinggal mengharapkan
agar Siok Eng, gadis bungsu keluarga Siok yang tidak kalah
cantiknya dibandingkan encinya walaupun masih remaja, mau
dengan suka rela menjadi selirnya, menggantikan encinya.
Bagi Bhong-kongcu tidak ada ruginya karena Siok Eng
memang tidak kalah cantiknya dibandingkan mendiang Siok
Li.
Maka, dapat dibayangkan betapa girang dan bangganya
ketika Theng-kauwsu datang dan menjura kepadanya lalu
berkata, “Kiong-hi (selamat), Bhong-kongcu. Semua berjalan
lancar sekali berkat keberhasilanku membujuk Siok-sianseng.
Dia menyerahkan puterinya yang cantik molek itu kepada
Kongcu dengan suka rela!”
Bhong-kongcu menepuk-nepuk pundak Theng-kauwsu dan
memujinya, bahkan mengeluarkan kata-kata yang sifatnya
menjanjikan hadiah besar. Kemudian dengan langkah lebar dia
keluar menyambut datangnya joli di pekarangan depan
kelenteng Kwan Im Bio.
“Bhong-kongcu, sambutlah Nona Pengantin!” kata Thengkauwsu
yang lupa akan tata susila saking girang dan
bangganya.
Bhong-kongcu terkenal seorang pemuda mata keranjang.
Tanpa mengenal malu, pemuda itu seperti tadi ketika
menyambut Siok Li, melangkah lebar, cengar-cengir
menjemukan dan tangannya menyingkap tirai joli.
Untuk kedua kalinya, pemuda kaya raya yang suka
mempermainkan gadis-gadis miskin itu menjadi pucat sekali.
Akan tetapi kali ini tidak hanya pucat, bahkan tubuhnya tibatiba
saja terlempar ke belakang dibarengi pekikannya.
“Aduuhhh......!”
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 54
Ketika orang-orang memandang ternyata pemuda mata
keranjang itu sudah terbanting di atas lantai depan kelenteng
dalam keadaan tidak bernyawa lagi! Dari hidung dan mulutnya
keluar darah!
Untuk kedua kalinya keadaan di situ menjadi geger. Kini
lebih hebat daripada tadi. Banyak di antara para tamu dan
penonton melarikan diri.
“Pembunuhan......! Pembunuhan.......!”
“Bhong-kongcu terbunuh!”
“Pengantin perempuan menjadi pembunuh!”
Demikianlah teriakan-teriakan yang simpang siur. Memang
tadi ketika Bhong-kongcu menyingkap tirai, orang-orang
belum sempat melihat ke dalam joli, tahu-tahu tubuh Bhongkongcu
sudah terlempar ke belakang dan terus mati. Akan
tetapi, orang seperti Theng-kauwsu yang menjadi ahli silat dan
sudah mempunyai banyak pengalaman, dalam sekelebatan saja
tadi dapat melihat betapa sebuah tangan bergerak keluar dari
tirai joli dan dengan amat cepatnya menghantam dada Bhongkongcu.
“Keparat! Siapa berani main gila di sini?” Theng-kauwsu
membentak dan dia melompat maju sambil mencabut
pedangnya.
Untuk kota Lan-hui, nama Theng-kauwsu sudah amat
terkenal sebagai seorang jagoan yang tiada tandingnya, ilmu
silatnya amat tinggi, terutama sekali ilmu pedangnya yang
ditakuti semua orang di Lan-hui. Banyak sudah jago silat yang
roboh oleh pedang di tangan Theng-kauwsu. Maka melihat
jago silat itu mencabut pedangnya yang berkilauan, orang
menduga bahwa pembunuh dalam joli itu pasti akan
tertangkap.
Tiba-tiba terdengar suara orang tertawa aneh dan tirai joli
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 55
itu tersingkap dari dalam! Semua orang berseru kaget dan
heran ketika melihat siapa yang keluar dari dalam joli itu.
Sama sekali bukan seorang gadis cantik jelita berpakaian
pengantin, melainkan seorang kakek yang rambut dan
jenggotnya sudah putih semua! Kakek ini menggosok-gosok
kedua matanya dengan tangan seperti seorang yang baru
bangun tidur, lalu berkata.
“Aahh, enak-enak tidur di dalam joli dan diayun-ayun
sepanjang jalan, tahu-tahu dihentikan di sini!” Dia memandang
ke depan dan melihat meja-meja yang penuh hidangan,
matanya dilebarkan. “Aha, ada perjamuan? Perayaan
pernikahan? Wah, bagus. Aku harus mencicipi enaknya arak
pengantin, ha-ha-ha!” Dia melangkah maju ke arah ruangan
yang dipenuhi tamu yang menghadap meja-meja di mana
terdapat arak dan hidangan makanan.
“Bangsat! Pembunuh keparat, berani engkau main gila di
sini? Tua bangka bosan hidup!” Theng-kauwsu melompat
dengan marah sekali.
Bhong-kongcu dibunuh kakek ini dan dia merasa bersalah
karena tadi dia lengah dan tertipu, tidak memeriksa lebih dulu
siapa yang berada di dalam joli sebelum diangkut ke kelenteng.
Maka kini dia menyerang dengan marah. Pedangnya
menyambar dengan jurus Hu-in-toan-san (Awan Melintang
Memotong Bukit), berubah menjadi sinar meluncur ke arah
leher kakek itu. Kalau serangan dahsyat ini mengenai sasaran,
tentu kepala kakek itu akan terpisah dari tubuhnya.
Akan tetapi kakek itu tampak tenang saja. Biarpun dia
diserang dari samping kiri, dia sama sekali tidak memutar
tubuh, seakan-akan tidak melihat datangnya sambaran pedang.
Dia hanya menggerakkan tangan kirinya yang hampir tertutup
oleh lengan baju yang panjang, digerakkan ke kiri menangkis
pedang sambil berkata, “Sayang banyak lalat di sini!”
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 56
Ucapan ini disusul bunyi nyaring berdentang ketika pedang
yang menyerang kakek itu terlepas dari tangan Theng-kauwsu
dan terlempar ke atas lantai! Ketika ujung lengan baju kakek
itu menangkis pedang, Theng-kauwsu merasa betapa
tangannya tergetar hebat sehingga dia tidak mampu
mempertahankan pedangnya yang terlepas dari tangannya dan
dia sendiri terhuyung ke belakang sampai lima langkah. Muka
guru silat yang menjadi kepala pengawal Bhong-kongcu itu
berubah pucat sekali.
Dapat dibayangkan betapa kaget hatinya ketika dia melihat
tangan kanannya yang tadi memegang pedang, kini telah rusak.
Ibu jarinya remuk dan buku-buku jari yang lain patah-patah.
Kiranya ujung lengan baju kakek itu tadi telah menghantam
dan meremukkan tangan kanannya yang tadi memegang
pedang!
Seolah tidak terjadi apa-apa, kakek itu berjalan terus
menghampiri meja, duduk di atas bangku, menuangkan arak
dari guci langsung ke mulutnya. Terdengar suara menggelegak
ketika arak yang banyak itu memasuki kerongkongan kakek
itu. Setelah guci menjadi kosong, kakek itu menaruh guci di
atas meja dan dia mengangguk-angguk puas.
“Hemmm, arak yang enak!” Diambilnya sepasang sumpit,
lalu dia memilih masakan daging dan makan dengan enaknya,
sama sekali tidak mempedulikan pandang mata para tamu yang
masih belum pergi dari situ. Melihat kelihaian kakek itu, para
tamu menjadi semakin ketakutan. Dengan perlahan dan tidak
berani mengeluarkan suara, mereka lalu pergi meninggalkan
ruangan kelenteng.
Kakek itu terus makan minum dengan asyiknya dan dia
baru berhenti makan ketika dia mendengar suara ribut-ribut di
luar dan dia melihat bahwa kelenteng itu kini telah dikurung
oleh puluhan orang perajurit yang dipimpin dua orang perwira
bangsa Mongol!
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 57
“Hei, kakek pembunuh dan pemberontak! Menyerahlah
daripada mampus kami cincang!” Perwira Mongol yang
bertubuh gemuk pendek memaki sambil menudingkan
goloknya ke arah kakek yang masih minum sisa arak yang
tinggal sedikit di dalam guci kedua.
Baru saja perwira Mongol itu menutup mulutnya, dia
berseru, “Celaka!” dan cepat merendahkan tubuhnya dengan
gerakan cepat sekali. Rupanya perwira gemuk ini memiliki
kepandaian yang lumayan, kalau dia tidak cepat mengelak
tentu guci arak kosong yang dilontarkan kakek itu akan
mengenai kepalanya yang besar. Guci itu meluncur lewat,
menghantam tiang dan pecah berantakan.
“Bunuh dia!” Perwira Mongol kedua yang bertubuh tinggi
besar memberi aba-aba dan puluhan orang anak buahnya
menyerbu ke dalam ruangan. Kakek itu masih duduk dan
tersenyum mengejek. Ketika belasan ujung golok menyambar
dan menyerangnya, barulah dia bergerak dengan cepat sekali,
berkelebat dan lenyap dari pandang mata para pengeroyoknya!
“Hei, mana dia?”
“Eh, jangan serang kawan sendiri!”
“Aduh.......!”
Ramai dan kacaulah para pengeroyok di sekeliling meja di
mana kakek tadi makan minum. Belasan orang yang tadi
menyerbu, tiba-tiba kehilangan lawan dan tahu-tahu kakek itu
menghantam mereka dari belakang! Beberapa orang tentara
roboh malang melintang tak dapat bangun kembali.
“Tangkap dia! Bunuh.......!”
Akan tetapi aba-aba dari dua orang perwira Mongol itu
berakibat hebat bagi mereka sendiri. Dengan gerakan yang luar
biasa cepatnya sehingga yang tampak hanya bayangan yang
sukar diikuti pandang mata, kakek itu bergerak ke arah dua
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 58
orang perwira Mongol dan tiba-tiba keduanya roboh dan tewas!
Hal ini membuat semua perajurit yang mengeroyok menjadi
terkejut sekali dan gentar. Kini kakek itu mengambil
segenggam kacang dari atas meja, lalu dengan tertawa-tawa dia
menyambit-nyambitkan kacang itu ke arah para perajurit
sambil berkata.
“Kalian ini anjing-anjing peliharaan penjajah Mongol
sungguh menjemukan!”
Kepandaian kakek itu sungguh hebat. Biarpun yang dia
sambitkan itu hanya kacang yang sudah digoreng, akan tetapi
begitu mengenai para perajurit segera terdengar pekik
kesakitan dan beberapa orang dari mereka roboh terguling.
Sambitan kacang itu tepat mengenai bagian tubuh yang lemah
dan butir-butir kacang itu ketika disambitkan tangan yang
memiliki tenaga sakti, meluncur seperti peluru besi!
Pasukan bantuan segera datang ke tempat itu, bahkan kini
telah dipersiapkan pasukan panah untuk menangkap atau
membunuh kakek yang amat Iihai itu. Akan tetapi ketika
pasukan baru itu tiba di pekarangan kelenteng, kakek itu sudah
lenyap dan hebatnya, jenazah Siok Li yang tadinya masih
berada di dalam kelenteng ikut lenyap bersama kakek itu!
Para pembesar di Lan-hui segera mengerahkan tenaga
untuk memburu dan menangkap keluarga Siok di Ci-bun, akan
tetapi mereka mendapatkan rumah keluarga Siok telah kosong
dan tak seorang pun mengetahui ke mana perginya Kakek Siok
beserta puteri bungsunya. Juga kakek lihai yang mengamuk di
kelenteng Kwan Im Bio di Lan-hui itu tidak muncul lagi dan
tidak dapat ditemukan sungguhpun sudah dicari oleh pasukan
yang dikerahkan para pembesar Mongol.
@_Alysa^DewiKZ_@
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 59
Bab 3. Engkau...... engkau bisa terbang......!
Beberapa pekan kemudian setelah terjadinya keributan di
kelenteng Kwan Im Bio di Lan-hui itu, di sebuah dusun di
Propinsi Shan-tung, dalam sebuah rumah sederhana, kakek
aneh itu bersama muridnya, pemuda yang tampan gagah,
sedang bercakap-cakap dengan Siok Kan.
Siok Eng, gadis remaja yang cantik manis itu, melayani
mereka, menghidangkan minuman dan mukanya kemerahan
ketika ia mengerling dan pandang matanya bertemu dengan
pandang mata pemuda itu.
Siok Kan menjatuhkan diri berlutut di depan kaki kakek
berambut putih itu, akan tetapi kakek itu cepat memegang
kedua pangkal lengannya dan menyuruhnya bangkit.
“Tidak perlu bersikap seperti ini, Saudara Siok. Di antara
kita sesama manusia, setiap ada kesempatan dan kemampuan,
harus saling menolong.”
“Lo-enghiong, baru sekarang seolah terbuka mataku yang
buta, tidak melihat bahwa Lo-enghiong berdua adalah pendekar
budiman yang menjadi dewa penolong kami sekeluarga. Tidak
hanya saya dan puteri saya yang masih hidup tertolong oleh
Lo-enghiong berdua, bahkan anak saya Siok Li yang sudah
mati, jenazahnya masih diselamatkan dan dirawat. Sungguh
budi Lo-enghiong amat besar dan tidak mungkin kami dapat
membalasnya. Karena itu, untuk membalas budi, saya ingin
menyerahkan puteri saya Siok Eng kepada Lo-enghiong agar
dijodohkan dengan murid Lo-enghiong. Dengan demikian anak
saya ini dapat melayani ji-wi (Anda Berdua) sekadar membalas
budi yang Lo-enghiong limpahkan kepada kami.”
Ketika itu Siok Eng baru muncul dari dalam membawa baki
berisi makanan. Mendengar kalimat terakhir yang diucapkan
ayahnya itu, kedua tangan gadis ini menggigil, mukanya
menjadi merah sekali dan nyaris baki itu jatuh kalau saja
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 60
pemuda itu tidak cepat melompat dan menyambar baki yang
sudah terlepas dari tangan Siok Eng.
Mereka berdiri saling pandang. Pertemuan pandang yang
hanya beberapa detik itu bagi mereka berdua mengandung arti
yang mendalam dan membekas di hati masing-masing. Siok
Eng segera lari masuk dan meninggalkan baki itu di tangan Si
Pemuda.
Kakek itu dan Siok Kan tertawa gembira dan pemuda itu
menoleh, memandang mereka dan mukanya berubah merah.
“Cun Giok, engkau tentu tidak keberatan, bukan?” kata
kakek itu.
Suma Cun Giok, pemuda itu, tersipu dan sejenak dia tidak
mampu menjawab. Kemudian, setelah menaruh baki itu di atas
meja, dia berkata dengan gagap.
“Ini...... eh, hal ini terserah kepada...... yang menjadi guru
dan ayah.......!”
“Ha-ha-ha!” kakek itu tertawa bergelak sambil mengelus
jenggotnya yang putih dan panjang. “Gurumu tidak keberatan,
dan ayahmu...... dia setuju sepenuhnya!”
Siok Kan merasa girang sekali sungguhpun dia merasa agak
heran mendengar kakek itu mengatakan bahwa ayah pemuda
itu juga menyetujui perjodohan itu. Bagaimana dapat
mengatakan setuju kalau orangnya tidak berada di situ? Akan
tetapi dia tidak peduli dan segera mengangkat cawan,
mengajak tamu atau calon besannya itu mengeringkan secawan
arak untuk merayakan ikatan jodoh itu. Setelah itu baru dia
bertanya.
“Bolehkah saya mengetahui siapa gerangan ayah dari Suma
Sicu (Orang Gagah Suma) ini?”
Kakek itu menjawab, suaranya sungguh-sungguh.
“Ayahnya adalah Suma Tiang Bun, yaitu aku sendiri.”
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 61
Siok Kan tertegun dan bengong. Akhirnya Suma Tiang Bun
berkata, “Harap Saudara Siok jangan mengherankan hal ini,
biarlah kuceritakan riwayat Cun Giok yang akan menjadi
mantumu.” Kakek itu lalu menceritakan pengalamannya ketika
dulu dia menolong seorang nyonya muda dari air Sungai Huai
seperti yang telah diceritakan di bagian depan kisah ini.
“Demikianlah, semenjak lahirnya, Cun Giok hidup
bersamaku, maka sudah sepatutnya kalau dia juga menjadi
anakku? Dia adalah anakku, juga muridku, dan sebelum kami
dapat menemukan siapa sebetulnya ayah kandungnya, dia ini
tetap sebagai puteraku, she (marga) Suma, Suma Cun Giok.”
Ketika Suma Tiang Bun bercerita secara singkat di depan
Siok Kan tentang riwayatnya, Cun Giok mengerutkan alisnya.
Dia sudah mendengar cerita itu dan tiap kali dia mengingat
akan riwayatnya yang aneh, dia merasa penasaran sekali.
Menurut cerita gurunya, ibu kandungnya ditolong gurunya
ketika hanyut di Sungai Huai dalam keadaan mengandung.
Siapakah ibu kandungnya? Dan siapa pula ayah kandungnya?
Selama tujuhbelas tahun dia berada dalam asuhan Suma
Tiang Bun, dibantu oleh Thio Ma, janda yang bekerja sebagai
bidan itu. Sejak berusia lima tahun, dia digembleng oleh Suma
Tiang Bun, diberi pelajaran silat dan sastra. Biarpun dalam hal
kesusastraan dia masih jauh tertinggal kalau dibandingkan
gurunya, namun dalam hal ilmu silat, Suma Tiang Bun sendiri
sampai seringkali merasa heran. Kemajuan Cun Giok pesat
sekali. Bocah itu memiliki bakat yang luar biasa sehingga kini,
dalam usianya yang baru tujuhbelas tahun, boleh dikatakan
kepandaiannya hampir seimbang dengan tingkat gurunya.
Siok Kan dan puterinya, Siok Eng, yang melakukan
perjalanan jauh menuju Propinsi Shan-tung dikawal oleh Cun
Giok, tadinya sama sekali tidak menduga bahwa pemuda itu
adalah seorang ahli silat yang pandai. Oleh karena itu, biarpun
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 62
sudah dikawal Cun Giok, mereka masih merasa amat khawatir
dan selalu merasa ketakutan. Mereka khawatir kalau-kalau
kaki-tangan keluarga Bhong yang didukung oleh pembesarpembesar
setempat itu akan melakukan pengejaran, juga takut
kalau-kalau akan bertemu orang jahat dalam perjalanan.
Dua hari setelah melakukan perjalanan cepat dan tanpa
henti sehingga mereka merasa kelelahan, terutama sekali Siok
Kan dan Siok Eng, mereka tiba di kota Ceng-si-kwan. Mereka
berdua mengeluh kepada Cun Giok, menyatakan bahwa
mereka lelah sekali, maka terpaksa mereka lalu menyewa
kamar di sebuah rumah penginapan di kota itu. Mereka bertiga
tidak menarik perhatian karena Siok Eng menyamar sebagai
pria dan ia tampak sebagai seorang pemuda remaja yang
tampan.
Menjelang tengah malam, Cun Giok mendengar suara
derap kaki banyak kuda di depan rumah penginapan, lalu
terdengar orang bercakap-cakap lantang.
Dari percakapan itu, Cun Giok maklum bahwa mereka
adalah pasukan yang datang dari Lan-hui, yang bertugas
melakukan pengejaran terhadap Siok Kan dan Siok Eng. Juga
dia mendengar bahwa yang datang itu merupakan pasukan
kecil terdiri dari enam orang jagoan yang hendak mencari bala
bantuan dulu sebelum menangkap para buronan besok pagipagi.
Mendengar semua ini, Cun Giok tetap tenang. Sama sekali
dia tidak gentar menghadapi mereka. Biarpun dikeroyok
puluhan orang perajurit Mongol, dia tidak merasa gentar. Akan
tetapi, kalau dia teringat bahwa Siok Kan dan Siok Eng adalah
orang-orang biasa yang lemah, dia merasa khawatir akan
keselamatan mereka. Kalau dia besok menghadapi
pengeroyokan banyak musuh, bagaimana dia dapat melindungi
dua orang itu? Dia cepat mengambil keputusan. Dikemasinya
barang-barang bawaannya, kemudian dia keluar dari dalam
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 63
kamarnya melalui jendela dan di lain saat dia sudah melompat
ke atas genteng rumah penginapan itu.
Dia memperhitungkan bahwa dia berada tepat di atas kamar
yang ditiduri Siok Kan yang bersebelahan dengan kamar Siok
Eng. Dibukanya genteng dan setelah mematahkan beberapa
batang kayu penyangga genteng, dia melompat turun ke dalam
kamar yang gelap itu. Dengan pengerahan gin-kang (ilmu
meringankan tubuh) dia dapat tiba di lantai kamar tanpa
mengeluarkan suara. Ketika dia melangkah, biarpun sudah
berhati-hati, karena kamar itu gelap, kakinya tertumbuk bangku
hingga menimbulkan suara, walaupun cepat dia memegang
bangku itu sehingga tidak sampai terguling.
“Siapa......?” terdengar suara menegur.
Berdebar rasa jantung dalam dada Cun Giok ketika dia
mendengar suara itu. Suara Siok Eng! Dia telah keliru
memasuki kamar gadis itu! Padahal sebetulnya dia ingin
memasuki kamar Siok Kan. Dia menjadi bingung dan malu
sekali. Akan tetapi mengingat akan pentingnya hal yang harus
dia sampaikan kepada ayah dan anak itu, terpaksa dia
memberanikan diri dan menjawab lirih.
“Sstt...... Nona Siok, harap jangan ribut......”
“Eh? Engkau....... Giok-ko (Kakak Giok)? Engkau...... mau
apa dan...... bagaimana dapat masuk ke sini......?” gadis itu
berbisik dengan suara gemetar. Di dalam kegelapan itu Cun
Giok dapat membayangkan betapa gadis itu menggigil
ketakutan. Dia tersenyum dan mukanya terasa panas saking
malunya.
“Aku turun dari atas genteng. Nona, jangan salah sangka
dan maafkan, aku kira ini kamar ayahmu. Ketahuilah, ada
bahaya besar mengancam. Para pengejar dari Lan-hui datang
hendak menangkap kita.”
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 64
“Ahh.......!”
“Jangan takut, cepat engkau berkemas dan keluar dari
kamar ini, jangan sampai terlambat.”
Gadis ini bingung sekali. Ia hendak turun dari pembaringan,
akan tetapi mengingat bahwa ia hanya memakai pakaian
dalam, ia tidak jadi turun.
“Koko.......”
“Ya, kenapa.......?”
“Engkau keluarlah dulu......”
“Keluar? Mengapa? Cepatlah berkemas, Nona, tiada waktu
untuk menunda.. ......” Cun Giok mendesak.
“Aku...... aku hendak memakai pakaian dulu......
kumaksud...... pakaian laki-laki......” Sukar sekali bagi Siok
Eng untuk mengatakan bahwa ia hanya mengenakan pakaian
dalam sehingga ucapannya menjadi kacau tidak karuan.
Cun Giok tersenyum dan merasa lucu. “Aih, Nona, di
tempat begini gelap, melihat hidungku sendiri pun tidak
tampak, mengapa engkau takut? Biarpun aku berada di sini,
aku tidak dapat melihatmu. Cepatlah!”
Terdengar gadis itu menghela napas berulang-ulang,
kemudian terdengar berkereseknya pakaian yang dikenakan
secara tergesa-gesa sehingga bahkan memperlambat karena
beberapa kali ia salah pakai dan terbalik! Akhirnya Siok Eng
mengeluarkan napas lega.
“Sudah selesai, Giok-ko,” katanya lirih.
“Buntalan pakaian sudah dibawa?”
“Sudah.”
“Nah, sekarang harap engkau tenang, Nona. Aku terpaksa
akan memondongmu dan melompat keluar melalui jendela.”
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 65
“Apa......?” Siok Eng terlupa saking kagetnya sehingga
suaranya keras dan terdengar suara berdebuk karena buntalan
yang dipegangnya terlepas dan jatuh ke atas lantai.
“Dengar baik-baik, Nona. Kita harus pergi dari tempat ini
secara sembunyi dan jangan sampai ada yang tahu, Oleh karena
itu, aku harus membawamu melompat naik ke atas genteng dan
lari keluar kota secara diam-diam.”
“Ahh…. apa engkau...... bisa......?”
“Percayalah dan kau lihat saja nanti. Sudah siapkah
engkau?”
“Tapi...... tapi, ah, bagaimana ini, Koko? Aku malu.
Bagaimana kalau ada orang melihat.......?”
“Nona Siok Eng, ini bukan main-main, mengapa harus
malu? Pula, siapa yang akan nrielihat di tengah malam begini?
Apa engkau ingin kita terkepung dan tertangkap?”
“Baiklah, akan tetapi....... biar kunyalakan lilin dulu. Begini
gelap.......”
“Sstt, jangan! Kalau dinyalakan akan mendatangkan
kecurigaan orang. Pula, bukankah kalau terang engkau menjadi
lebih malu?”
Gadis itu menarik napas panjang, agaknya sukar sekali
baginya untuk mengambil keputusan. Siapa orangnya yang
tidak akan malu kalau hendak dipondong seorang pemuda!
“Baiklah, Giok-ko,” katanya akan tetapi hampir ia menjerit
dan cepat ia menarik kembali tangannya yang tadi digerakkan
ke depan dan di dalam kegelapan itu, tangannya tanpa
disengaja meraba...... muka Suma Cun Giok! Pemuda ini juga
hampir tidak dapat menahan kegelian hatinya, hampir dia
tertawa. Akan tetapi dia dapat menahan perasaannya
menghadapi gadis yang dianggapnya lucu ini.
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 66
“Maaf, Nona Siok......”
“Eh, Giok-ko, mengapa engkau menyebut aku Nona? Kalau
begitu, aku akan menyebutmu Tuan!” Gadis itu mencela.
“Habis harus menyebut apa?”
“Aku menyebutmu Koko (Kakak), tentu engkau tahu
sepatutnya menyebut aku apa.”
“Ah, baiklah, Eng-moi (Adik Eng). Sekarang bersiaplah
engkau, aku akan memondongmu!” katanya dan tiba-tiba Siok
Eng merasa dirinya telah dipondong oleh lengan yang amat
kuat. Lebih hebat lagi, ia merasa tubuhnya terayun ketika
pemuda itu melompat keluar dari jendela yang telah dibukanya.
Bagaimana di dalam kegelapan pemuda itu dapat bergerak
demikian leluasa dan cepat? Dan bagaimana pemuda yang
kelihatannya begini lemah lembut, ternyata kini dapat
memondongnya dengan mudah dan dapat melompat
sedemikian cepatnya? Siok Eng merasa heran bukan main,
akan tetapi di samping keheranannya, juga timbul perasaan lain
yang aneh dan membuatnya kagum, tersipu malu dan
jantungnya berdebar.
Akan tetapi setelah Cun Giok melompat ke atas genteng
dan membawanya berlari secepat terbang, gadis itu
memejamkan matanya. Berkali-kali ia berbisik.
“Koko, bagaimana mungkin hal ini terjadi? Tidak
mimpikah aku? Engkau melompat ke atas genteng! Engkau......
engkau bisa terbang......!” Akan tetapi di dalam hatinya, gadis
ini semakin kagum dan tertarik.
“Koko, engkau...... engkau hebat.......” katanya setelah Cun
Giok menurunkannya di luar kota, di bawah sebuah jembatan
tinggi agar kalau kebetulan ada orang lewat di tengah malam
itu, tidak akan kelihatan.
“Moi-moi, engkau tunggulah sebentar di sini. Aku akan
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 67
pergi menjemput ayahmu.” Setelah berkata demikian, sekali
berkelebat lenyaplah tubuh Cun Giok dari depan Siok Eng.
“Hebat...... dia hebat...... dia...... pendekar......” gadis itu
duduk di atas sebuah batu dan melamun. Kalau saja pikirannya
tidak penuh oleh bayangan Cun Giok, tentu ia akan merasa
takut dan ngeri ditinggal seorang diri di tempat yang sunyi dan
gelap itu.
Seperti yang dialami Siok Eng, Siok Kan juga terheranheran
dan kagum bukan main ketika Cun Giok membawanya
ke luar kota pada tengah malam itu. Kini barulah ayah dan
anak itu tahu bahwa pemuda lemah lembut yang tampaknya
seperti seorang kutu buku itu ternyata memiliki kepandaian
yang amat hebat. Di dalam hatinya, Siok Kan merasa bahagia
sekali karena kini dia membayangkan bahwa puterinya akan
terlindung selama hidupnya sebagai isteri pemuda yang amat
lihai ini.
Demikianlah, seperti telah diceritakan di bagian depan,
Siok Kan menyampaikan keinginan hatinya menjodohkan Siok
Eng dengan Cun Giok dan diterima baik oleh Suma Tiang Bun
sebagai guru dan orang tua pemuda itu.
Suma Tiang Bun dan Suma Cun Giok tidak tinggal lama di
rumah mantu Siok Kan di Shan-tung. Mereka hanya tinggal
sehari di situ. Untuk tanda ikatan jodoh, Suma Cun Giok
menyerahkan sebatang pedang yang biasanya dia sembunyikan
di balik baju luarnya. Sedangkan Siok Eng menyerahkan
sebuah perhiasan tusuk sanggul perak berukir daun pohon
Yang-liu (cemara) yang biasanya ia pakai di sanggul
rambutnya. Kemudian berangkatlah kakek dan pemuda itu
meninggalkan Cin-yang, kota di Propinsi Shan-tung di mana
kini Siok Kan tinggal menumpang di rumah mantunya, suami
dari anak sulungnya.
Biarpun semenjak kecil Cun Giok sudah menganggap ayah
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 68
kepadanya, namun Suma Tiang Bun bukanlah seorang yang
mementingkan diri sendiri. Setelah Cun Giok berusia limabelas
tahun, dengan terus terang dia menceritakan riwayat anak itu.
“Tunggulah tiga tahun lagi, Anakku. Tiga tahun lagi,
setelah semua kepandaianku kau kuasai, kita bersama akan
menyelidiki siapa sebenarnya Ayahmu dan mengapa pula
Ibumu yang malang nasibnya itu hanyut di Sungai Huai.”
Kemudian, setelah tiba saat yang telah dijanjikan itu, Suma
Tiang Bun mengajak Cun Giok pergi untuk mulai menyelidiki
siapa ayah kandung pemuda itu. Dalam perjalanan inilah
mereka melihat peristiwa yang menimpa keluarga Siok
sehingga guru dan murid itu selain membasmi kejahatan
Bhong-kongcu dan kaki tangannya, juga menyelamatkan Siok
Kan dan puterinya.
Ketika Siok Kan mengusulkan perjodohan, Suma Tiang
Bun menyetujuinya. Hal ini bukan hanya karena dalam
penilaiannya, Siok Eng cukup cantik jelita dan baik budi
pekertinya, melainkan juga dia dapat menduga bahwa anak
angkatnya itu agaknya tertarik kepada Siok Eng. Selain itu, dia
ingin agar anak angkatnya itu tidak mudah terpikat oleh
kecantikan wanita lain dan selalu ingat bahwa dia telah
bertunangan dan kelak harus kembali ke Shan-tung menjemput
calon isterinya. Kakek ini khawatir kalau anak angkat atau
murid yang amat dikasihinya itu kelak akan menjadi seperti ia,
membujang seumur hidup! Pula, dia diam-diam berharap untuk
mendapat kesempatan menimang seorang cucu!
@_Alysa^DewiKZ_@
Sejak jaman dahulu, biarpun kerajaan demi kerajaan jatuh
bangun dan berganti-ganti, sebuah hal yang agaknya sudah
membudaya dan yang mencemaskan rakyat, selalu terjadi dan
terulang. Setelah balatentara Mongol menduduki Tiongkok, hal
ini bahkan makin sering terjadi. Peristiwa yang selalu
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 69
mencemaskan hati rakyat itu adalah pengumpulan dan
pemilihan Siu-li (Gadis Cantik) untuk dijadikan pelayan atau
dayang istana yang sesungguhnya tiada lain adalah menjadi
pengisi harem istana kaisar atau para pangeran.
Pasukan pengawal istana yang dipimpin seorang perwira
tinggi ditugaskan untuk mengumpulkan Siu-li. Mereka mencari
gadis-gadis cantik di kota dan dusun. Masih baik nasib gadis
puteri orang kaya yang dapat menyelamatkan gadisnya dengan
cara menyogok komandan pasukan. Mereka yang tidak mampu
menyogok, terutama gadis-gadis dusun, sama sekali tidak
berdaya. Mereka akan dibawa oleh pasukan itu entah ke mana!
Alasannya memang gadis itu dibutuhkan oleh Istana Kaisar,
akan tetapi kenyataannya, banyak yang tidak sampai ke istana
kaisar, melainkan “dijual” kepada para bangsawan, pangeran,
atau hartawan yang mampu membelinya dengan harga tinggi!
Pasukan istana yang menerima tugas mengumpulkan Siu-li
tentu saja tidak jalan sendiri mencari ke mana-mana. Bagi
mereka mudah saja. Komandan pasukan, seorang perwira
tinggi tinggal menghubungi para kepala daerah dan memesan
kepada mereka. Di kota A memesan sepuluh orang gadis
cantik, di kota B sepuluh orang pula, demikian seterusnya di
kota-kota dan dusun-dusun lainnya, seperti orang memesan
domba-domba gemuk saja!
Dan bagaimana cara kerja para pembesar setempat yang
menerima pesanan itu? Tentu saja mereka tidak mau menyianyiakan
kesempatan yang amat baik ini, kesempatan untuk
menambah simpanan selir muda yang cantik dan menambah isi
peti uang mereka. Mereka ini memeras uang, merampas gadis
orang, semua dilakukan dengan dalih yang amat kuat, yaitu
atas nama kaisar yang ingin mengambil gadis yang terpilih itu
sebagai Siu-li!
Tidak dapat disangkal bahwa terdapat banyak di antara
gadis-gadis itu maupun orang tua mereka, yang mengajukan
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 70
diri secara sukarela. Banyak gadis yang bahkan ingin sekali
diterima menjadi Siu-li, karena memang harus diakui bahwa
kedudukan Siu-li atau dayang istana bukanlah kedudukan yang
tidak enak. Kalau awak sedang mujur ada harapan mereka
sebagai bunga-bunga yang sedang mekar itu “dipetik” oleh
kaisar dan menjadi selir resmi yang tercinta. Atau setidaknya,
oleh kaisar mereka akan “dihadiahkan” kepada seorang
pembesar yang berjasa dan menjadi selir pembesar itu. Bagi
orang tua yang mata duitan tentu saja hal ini pun amat
diharapkan dan disukai, karena anaknya mungkin akan menjadi
sumber uang dan kehormatan.
@_Alysa^DewiKZ_@
Jilid 3
Bab 1. Puteri Pangeran Lu Kong Kok
Namun, banyak pula gadis yang tidak sudi dan hanya
menurut karena dipaksa. Gadis-gadis seperti ini terpaksa ikut
dengan hati hancur dan air mata bercucuran di sepanjang
perjalanan ketika mereka dibawa oleh pasukan istana. Para
ayah memukul-mukul dada sendiri dan para ibu menangis
bergulingan seperti anak kecil. Akan tetapi, bagi rakyat jelata
di jaman itu, Kaisar adalah Cin Beng Thian-cu (Putera Allah)!
Siapa berani menentang kehendaknya?
Peristiwa pengumpulan gadis cantik ini, setelah Tiongkok
berada dalam jajahan bangsa Mongol, menjadi semakin hebat.
Kalau pada masa pemerintahan kerajaan-kerajaan atau dinasti
yang lalu yang memerintahkan pengumpulan Siu-li hanya
kaisar saja, sekarang boleh dibilang setiap orang pembesar
suka menggunakan wewenang atau kekuasannya untuk
memaksa gadis-gadis itu berkumpul dan dibawa ke kota raja
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 71
untuk mereka berikan sebagai “hadiah” atau semacam sogokan
kepada para pembesar yang menjadi atasan mereka, atau
kepada kaisar untuk menjilat atau mencari muka!
Pada suatu hari di kota Pao-ting sebelah selatan kota raja,
pembesar setempat mencari dua puluh empat orang gadis
dengan maksud untuk dipersembahkan kepada kaisar. Pada
masa itu, hampir sebagian besar pejabat tinggi adalah orangorang
berwatak rendah yang bisanya hanya melakukan korupsi
dan mencekik rakyat dan kepandaiannya hanya dipergunakan
untuk menjilat atasan agar pangkatnya dinaikkan. Semua
pembesar berebut untuk mendapatkan perhatian kaisar, maka
seringkali kaisar menerima persembahan berupa barang-barang
kuno yang indah berharga, atau barang-barang hidup, yaitu
gadis-gadis cantik jelita untuk dijadikan Siu-li.
Di antara para gadis yang menjadi korban pemilihan kali
ini, terdapat seorang gadis dari keluarga Cong yang miskin.
Cong Siu Hwa terkenal di kota Pao-ting sebagai seorang gadis
yang amat pandai dan cantik jelita. Pandai dalam hal pekerjaan
wanita, menyulam dan pekerjaan tangan lainnya, adapun
kecantikannya membuat ia dikenal sebagai Bunga kota Paoting.
Banyak pria, muda maupun tua, tergila-gila kepadanya.
Ayahnya bekerja sebagai seorang pedagang tahu dan
sekeluarga Cong ini bekerja giat dalam perusahaan tahu
mereka. Tahu buatan keluarga Cong terkenal lezat dan
langganannya terdiri dari orang-orang berpangkat. Perusahaan
ini membuat kehidupan mereka cukup berada, dan selain itu
juga mereka dianggap terlindung karena mempunyai langganan
para pembesar di kota Pao-ting.
Hari dan saat penyerahan gadis cantik Cong Siu Hwa telah
ditetapkan dan diminta kepada Cong Kai untuk mengantarkan
puterinya ke gedung Kui-thaijin (Pembesar Kui). Cong Kai,
isterinya, dan Cong Siu Hwa bertangis-tangisan dan sampai
tiba saat yang ditentukan, Siu Hwa tidak mau pergi ke gedung
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 72
Pembesar Kui itu. Juga ayah ibunya tidak rela menyerahkan
puteri mereka untuk dijadikan Siu-li.
Ayah, ibu, dan anak ini menanti akibat penolakan mereka
itu dengan rasa takut dan penuh kekhawatiran. Sudah tiga hari
tiga malam sejak datang perintah untuk mengantarkan Siu
Hwa, mereka tidak dapat tidur dan pada hari yang keempat
mereka duduk dengan muka pucat dan hati bingung dan
gelisah.
Tidak lama kemudian apa yang mereka khawatirkan terjadi.
Sepasukan perajurit, dipimpin seorang perwira yang bertubuh
gemuk berkumis tebal, dengan garangnya mendatangi rumah
keluarga Cong.
“Cong Kai, kami datang untuk mengambil puterimu. Suruh
ia cepat berkemas. Kui-thaijin sudah tidak sabar lagi
menunggu!” kata perwira itu tanpa memberi salam lagi.
Empatbelas orang anak buahnya menjenguk ke dalam rumah
dan tersenyum-senyum ceriwis ketika melihat Siu Hwa yang
biarpun mukanya pucat dan rambutnya awut-awutan
pakaiannya kusut, tetap saja tampak cantik jelita
menggairahkan hati mereka.
“Tidak, jangan sekarang! Harap beri waktu satu dua hari
lagi,” jawab Cong Kai sambil berdiri dan menghadang di depan
pintu, membentangkan kedua lengannya. Penolakan Cong Kai
ini adalah usaha penolakan orang yang sudah nekad. Dia tidak
dapat menemukan jalan untuk keluar dari musibah ini. Sudah
lelah dia pergi kepada beberapa orang pembesar langganannya
untuk mohon bantuan agar anak perempuannya jangan menjadi
korban pemilihan Siu-li. Akan tetapi semua usahanya sia-sia.
Tidak ada seorang pun berani menentang Kui-thaijin yang
hendak mempersembahkan Siu-li kepada kaisar.”
“Ciang-kun (Perwira), ampuni dan kasihanilah kami!
Jangan bawa anak kami yang hanya seorang ini......” Nyonya
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 73
Cong menangis sambil berlutut di depan komandan pasukan
yang gemuk berkumis itu. Sedangkan Cong Siu Hwa sendiri
menangis terisak-isak dalam rangkulan ibunya.
Akan tetapi Si Gendut berkumis tebal itu menyeringai dan
sepasang matanya berkedip-kedip, mulutnya mengejek.
“Huh, kalian ini bagaimana sih? Orang lain menyambut
kedatangan kami dengan senyum bahagia dan menghidangkan
arak dan makanan untuk menyatakan rasa terima kasih dan
kegirangan mereka! Mengapa kalian menyambut kami dengan
tangisan seolah-olah anakmu akan dihukum gantung? Menjadi
Siu-li adalah hal yang amat baik dan menguntungkan, juga
amat membanggakan. Kalau sampai puteri kalian ini menjadi
Siu-li di istana, bukankah hal itu merupakan sebuah
kehormatan besar sekali bagi kalian? Sudahlah, jangan banyak
rewel agar kami tidak menjadi marah. Nona, lekas engkau
berkemas, berdandan yang cantik dan keringkan air matamu.
Sungguh tidak baik kalau nanti Kui-thaijin melihat engkau
habis menangis.”
“Tidak, aku tidak sudi menjadi Siu-li, lebih baik aku mati!”
gadis itu berseru sambil menangis tersedu-sedu.
Ibunya memeluknya dan berkata di antara isaknya. “Tidak,
Anakku, jangan takut. Aku melarang siapapun juga
membawamu pergi.”
Cong Kai yang tidak rela kalau puterinya dibawa pergi lalu
berdiri menghadang di depan isteri dan anaknya.
Melihat ini, perwira itu mulai marah.
“Kalian jangan main-main! Tidak tahukah engkau, Cong
Kai, bahwa orang yang membantah perintah Sribaginda Kaisar
berarti dia pemberontak dan akan dihukum mati seluruh
keluarganya?”
Mendengar ancaman ini, Cong Kai gemetar ketakutan dan
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 74
akhirnya dia menjatuhkan diri, menangis seperti isteri dan
anaknya.
“Thai-ciangkun (Perwira Tinggi), kasihanilah kami. Kami
tidak memberontak, kami hanya mohon dengan segala hormat
dan kerendahan hati agar anak kami jangan dibawa pergi.
Biarlah saya menebusnya dengan kepala saya, dengan nyawa
saya......”
Melihat kekerasan kepala keluarga itu, Sang Perwira
kehabisan kesabaran.
“Anjing busuk, menyingkir kau!” Kakinya menendang dan
Cong Kai mengaduh kesakitan, tubuhnya terlempar membentur
tembok terkena tendangan kaki Sang Perwira. Dia roboh dan
tidak dapat bangkit lagi, hanya mencoba untuk merangkak
namun dadanya yang tertendang terasa nyeri sekali sehingga
dia hanya dapat merintih-rintih.
“Anakku tidak boleh dibawa! Tidak boleh! Kalian orangorang
jahat yang kejam!” Nyonya Cong menjerit-jerit sambil
menangis dan merangkul puterinya erat-erat.
Perwira gendut itu melangkah maju dan kaki tangannya
sudah merasa gatal-gatal untuk menendang dan memukul
wanita itu. Akan tetapi agaknya dia merasa malu sebagai
seorang perwira kalau memukul seorang perempuan setengah
tua yang lemah, maka dia menoleh dan memberi perintah
kepada anak buahnya.
“Lempar anjing betina itu, jangan biarkan ia
menggonggong terus!”
Beberapa orang perajurit serentak maju dan mencoba untuk
menarik lengan Nyonya Cong. Akan tetapi wanita itu sudah
nekat. Betapapun kuatnya perajurit-perajurit itu menarik dan
membetot, ia tidak mau melepaskan Siu Hwa yang dipeluknya
erat-erat. Ibu dan anaknya itu menangis sambil mengeluh dan
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 75
menyebut-nyebut nama Thian (Allah).
“Goblok semua, masa melemparkan anjing betina tua ini
saja tidak mampu?” Perwira gemuk berkumis tebal itu marah
sekali. Dia melompat ke depan lalu menggerakkan tangan
menampar.
“Plakk!!” Nyonya Cong menjerit dan tubuhnya terpental
saking kuatnya tamparan itu dan rangkulannya pada Siu Hwa
terlepas.
Perwira itu tertawa bergelak dan di lain saat dia sudah
menyeret Siu Hwa keluar dari rumah itu. Siu Hwa merontaronta,
menjerit-jerit, namun sia-sia belaka.
“Kalau engkau bukan calon Siu-li, sudah kupukul kau!”
Perwira itu mengomel panjang pendek sambil terus menarik
gadis itu dengan memegang pergelangan tangannya. Semua
orang di sepanjang jalan yang melihat peristiwa ini hanya dapat
menghela napas panjang. Siapakah yang berani melawan
pasukan pemerintah? Pasti akan dicap pemberontak dan bukan
hanya si pelaku, bahkan seluruh keluarganya akan dibasmi
habis!
Ketika rombongan pasukan itu tiba di sebuah jalan raya
yang ramai, dari tengah-tengah orang banyak melompat keluar
seorang gadis yang berpakaian mewah dan sikapnya lincah
sekali. Gadis ini masih remaja puteri, usianya paling banyak
limabelas tahun. Rambutnya dikepang model puteri-puteri
bangsawan, dihias tusuk rambut yang indah sekali terbuat dari
emas dan batu kemala berbentuk Burung Hong yang indah.
Pakaiannya dari sutera halus, celananya berwarna biru dan
bajunya berkembang-kembang merah kuning.
Tidak ada yang tahu dari mana datangnya gadis remaja ini
karena yang tampak tadi hanya bayangan berkelebat dan tahutahu
ia telah berdiri di depan perwira gendut berkumis tebal
yang sedang menarik lengan dan menyeret tubuh Siu Hwa.
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 76
“Kamu babi gemuk tak tahu malu!” Tiba-tiba gadis itu
memaki dan kedua tangannya bergerak cepat.
“Plak-plak-plak-plak!” Kedua pipi perwira itu ditampar
bertubi-tubi sehingga mukanya bergoyang ke kanan kiri dan
menjadi matang biru! Luar biasa sekali! Kedua tangan yang
mungil dan lembut itu dapat bergerak dengan cepat luar biasa
dan ternyata mengandung tenaga yang dahsyat!
Untuk beberapa detik sepasang mata perwira itu melotot
lebar seolah-olah hendak melompat keluar dari rongga mata
saking marah dan herannya.
“Keparat......! Kau setan perempuan.......”
“Wuuuttt...... crattt...... aduuuuhhh.......!”
Makian perwira itu disusul oleh jeritnya dan darah
mengucur dari bawah hidungnya. Ternyata kumisnya yang
tebal itu telah copot disambar secepat kilat oleh lima jari
tangan yang mungil dan runcing halus itu!
“Tidak pantas seekor babi gemuk macam engkau berkumis
tebal,” gadis itu mengejek sambil melempar kumis itu dengan
sikap jijik. “Engkau menghina seorang gadis. Ia tidak mau
menjadi Siu-li, mengapa engkau memaksanya? Kaisar tidak
pernah menginginkan Siu-li paksaan, kau tahu?”
Perwira itu tampak lucu dan juga patut dikasihani. Lucu
karena dia tidak kelihatan garang lagi dan mukanya menjadi
lucu dan jelek seperti seekor kucing tak berkumis. Akan tetapi
melihat darah menetes-netes dari atas bibirnya membuat orang
merasa ngeri dan menaruh iba.
Akan tetapi perwira itu marah sekali. Dia adalah seorang
perwira dan biasanya dia amat dihormati dan ditakuti orang,
juga ditaati, bukan saja oleh para perajurit bawahannya,
melainkan juga oleh rakyat pada umumnya. Kini dia
mengalami penghinaan seperti itu, sungguh membuat dia
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 77
hampir gila saking marahnya. Dia mencabut goloknya dan
hendak menyerang gadis remaja yang berdiri di depannya
sambil bertolak pinggang menantang dan tersenyum mengejek.
Akan tetapi tiba-tiba seorang perajurit melompat ke depan dan
membisikkan sesuatu dekat telinga Sang Perwira.
Wajah perwira tanpa kumis itu berubah pucat sekali dan
otomatis goloknya kembali ke pinggangnya. Dia tampak lemas
dan kedua kakinya gemetar, lalu dia memberi hormat kepada
gadis remaja itu sambil membungkuk-bungkuk.
“Mohon maaf sebesarnya karena saya tadi tidak mengenal
Siocia (Nona). Akan tetapi...... tentang gadis ini….. saya......
saya hanya menjalankan tugas, saya hanya diperintah oleh Kuithaijin.......”
“Tidak peduli yang memerintahmu pembesar atau setan she
Kui, tidak boleh engkau memaksa seorang gadis yang tidak
suka menjadi Siu-li! Hayo engkau antarkan kembali Nona ini
ke rumahnya dan selanjutnya kalau sampai dia diganggu,
pengganggunya akan kubikin pecah kepalanya! Tentang si
orang she Kui, biar sekarang juga aku yang akan bereskan!”
Aneh sekali! Perwira itu sambil meringis menahan rasa
nyeri dan malu, mengangguk-angguk lalu memberi perintah
kepada anak buahnya untuk mengantarkan kembali Cong Siu
Hwa pulang ke rumah orang tuanya. Gadis remaja lincah dan
galak itu setelah melihat perintahnya ditaati, tersenyum puas,
mengangguk-angguk lalu pergi menuju ke gedung Kui-thaijin.
Tentu saja rakyat yang kebetulan melihat peristiwa itu,
menjadi heran dan bertanya-tanya.
“Siapa ia?”
“Hebat betul gadis remaja itu. Siapakah ia?”
“Bagaimana mungkin perwira itu begitu takut kepadanya?”
Bagi semua orang yang melihat peristiwa tadi, memang
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 78
terasa aneh sekali dan kalau mereka hanya mendengar cerita
orang lain, pasti tidak akan percaya. Seorang di antara mereka,
yang berpakaian sebagai seorang pedagang keliling dan dia
sudah menjelajah banyak tempat sampai ke kota raja, merasa
bangga akan pengetahuannya dan dia menceritakan kepada
mereka yang bergerombol dan mendengarkan ceritanya.
“Bagaimana perwira itu tidak akan takut? Nona tadi adalah
Lu-siocia, puteri tunggal dari Pangeran Lu Kok Kong di kota
raja. Pangeran Lu adalah keluarga Sribaginda Kaisar yang
dekat dan besar sekali pengaruhnya, bahkan beliau merupakan
seorang yang menjadi seorang di antara para penasehat
Sribaginda Kaisar! Kukira sekarang Kui-thaijin juga
menghadapi perkara yang amat tidak enak baginya. Syukurlah,
pada musim pemilihan Siu-li di sini muncul Lu-siocia, benarbenar
penduduk Pao-ting bernasib baik, pada waktu susah
muncul bintang penolong.”
Apa yang diceritakan pedagang itu memang benar. Gadis
remaja yang lincah dan cantik jelita itu adalah puteri tunggal
Pangeran Lu Kok Kong, seorang keluarga istana yang memiliki
kedudukan tinggi di kota raja dan memiliki pengaruh yang
besar. Gadis itu merupakan anak tunggal dan tentu saja amat
disayang oleh ayahnya.
Lu Kok Kong adalah seorang pangeran yang sejak
mudanya terkenal mata keranjang dan sudah puluhan kali
berganti selir. Bahkan sekarang juga, selain isteri pertama yang
masih keluarga bangsawan besar, dia mempunyai sembilan
orang selir yang muda-muda dan cantik-cantik! Mungkin
karena sejak mudanya dia terlalu suka pelesir mengumbar
nafsu berahinya sebagai seorang yang gila perempuan, maka di
antara semua selirnya, hanya seorang saja yang melahirkan
anak, yaitu selir terakhir atau termuda yang diambilnya sebagai
selir sekitar tujuhbelas tahun yang lalu secara paksa. Lebih
tepat lagi dikatakan bahwa selir terakhir ini dia dapatkan
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 79
sebagai “persembahan” atau hadiah dari seorang panglima
besar bernama Kong Tek Kok, seorang panglima Mongol yang
amat lihai dan terkenal sebagai seorang “jagoan” di kota raja.
Tentu mudah diduga siapa adanya selir ini kalau kita ingat
akan peristiwa yang terjadi pada awal cerita ini. Selir termuda
itu bukan lain adalah Pouw Sui Hong, adik perempuan Pouw
Keng In. Seperti telah diceritakan di bagian depan kisah ini,
ketika keluarga Pouw dibasmi oleh pasukan yang dipimpin
Panglima Kong Tek Kok di So-couw, Pouw Keng In bersama
isterinya yang mengandung tua dan adiknya perempuan
melarikan diri. Akhirnya Pouw Keng In tewas oleh anak panah
yang dilepas Panglima Kong Tek Kok, juga isterinya, Tan Bi
Lian, terluka dan hanyut terbawa arus Sungai Huai. Akan tetapi
Pouw Sui Hong, adiknya yang menjadi kembang kota So-couw
itu, ditawan Panglima Kong Tek Kok.
Sebetulnya, melihat kecantikan Pouw Sui Hong, Panglima
Kong Tek Kok juga tergila-gila, akan tetapi nafsunya untuk
mendapatkan kedudukan tinggi lebih besar daripada rasa
cintanya terhadap gadis tawanannya itu. Maka dia lalu
membawa Pouw Sui Hong ke kota raja dan
mempersembahkannya kepada seorang pangeran yang
mempunyai kedudukan tinggi dan pengaruh besar di istana,
yaitu Pangeran Lu Kok Kong.
Pangeran yang mata keranjang ini tentu saja menerima
persembahan itu dengan girang karena memang kecantikan Sui
Hong membuat jantungnya hampir copot. Demikianlah, pada
hari itu Pouw Sui Hong yang tidak berdaya terjatuh ke dalam
tangan pangeran yang mata keranjang itu dan menjadi selirnya
yang kesembilan!
Akan tetapi, Pouw Sui Hong yang tadinya berduka dan
ingin sekali membunuh diri, lambat laun merasa betapa besar
cinta kasih pangeran itu kepadanya. Perlakuan yang amat baik
dan manis, sikap yang amat mencinta, akhirnya menjatuhkan
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 80
hatinya. Kemudian Sui Hong berjanji dengan suka rela suka
menjadi selir pangeran itu asalkan pangeran itu bersumpah
bahwa selanjutnya tidak akan mengganggu gadis lain dan tidak
akan menambah jumlah selirnya.
Memang aneh sekali kalau orang sudah jatuh cinta. Kalau
yang mengajukan syarat itu wanita lain, mungkin Pangeran Lu
Kok Kong akan marah sekali dan setelah puas
mempermainkannya dengan paksa, akan melemparkannya
menjadi permainan anak buahnya! Akan tetapi sebaliknya,
Pangeran Lu Kok Kong mau bersumpah dan memenuhi
keinginan selir terbarunya itu. Ternyata kemudian bahwa
pangeran itu memang benar-benar amat mencinta dan tunduk,
bahkan menjadi lemah menghadapi Sui Hong yang bersikap
wajar, tidak pernah bersikap genit bermuka-muka kepadanya
seperti para selir lain yang seolah berlumba untuk menarik
hatinya.
Lebih-lebih lagi setelah dia mendapat kenyataan bahwa
Pouw Sui Hong mengandung! Pangeran Lu menjadi girang
sekali dan cintanya makin mendalam. Kalau saja Sui Hong
tidak mencegahnya, tentu Pangeran Lu Kok Kong sudah
mengusir dan menceraikan semua selir yang lain, bahkan mau
mengangkat Sui Hong sebagai Toa Hujin, sebagai isteri
pertama. Akan tetapi Sui Hong tidak membolehkannya. Ia
adalah seorang wanita dari keturunan baik-baik, keturunan
orang-orang gagah yang tidak sudi membuat sengsara orang
lain demi kesenangan diri sendiri.
Hubungannya dengan para madunya, yaitu selir-selir yang
lain, amat baik, dan terhadap isteri pertama Pangeran Lu ia
tetap menghormati sebagai saudara tua. Oleh karena itu, baik
isteri pertama maupun para selir Pangeran Lu, mereka semua
suka dan berterima kasih kepada Sui Hong. Sikap Pangeran Lu
berubah banyak dan menjadi baik dan lembut sehingga
kehidupan keluarga Lu selalu aman dan damai semenjak Sui
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 81
Hong menjadi penghuni gedung itu.
Beberapa kali Pouw Sui Hong menyatakan rasa sakit
hatinya yang mendalam terhadap Panglima Kong Tek Kok,
bahkan pernah ia membujuk suaminya untuk membalaskan
sakit hati keluarganya. Ia membujuk suaminya agar suka
mempergunakan pengaruh dan kekuasannya untuk
menjatuhkan Kong Tek Kok. Akan tetapi Pangeran Lu Kok
Kong membujuknya dan menyabarkan hatinya, dengan halus
menjawab.
@_Alysa^DewiKZ_@
Bab 2. Dendam Selir Kesembilan Pangeran
“Sui Hong sayang, hal itu mudah dibicarakan akan tetapi
sukar dilaksanakan. Kong Tek Kok adalah seorang panglima
yang banyak jasanya terhadap negara dan Kaisar. Memusuhi
seorang seperti dia, bagiku memang mudah, akan tetapi
akibatnya juga akan hebat dan berbahaya. Sui Hong, mengapa
engkau tidak mau melupakan hal-hal yang sudah lalu? Ingatlah
bahwa Panglima Kong Tek Kok membasmi keluargamu bukan
karena rasa benci atau permusuhan pribadi, melainkan karena
dia harus menjalankan tugas dan memenuhi kewajibannya.
Bagi seorang petugas, siapa saja yang menjadi musuh negara
harus dibasminya, tidak peduli siapa orangnya.”
“Pendapat Paduka ini memang tidak dapat saya bantah,
akan tetapi saya yang melihat keluarga saya dibasmi orang,
bagaimana mungkin tidak merasa sakit hati? Biarpun yang
menyuruh pembasmian atas keluarga saya itu pemerintah,
tetapi yang melaksanakannya adalah Panglima Kong. Kalau
bukan kepada dia saya menaruh dendam, lalu kepada siapa?”
Sepasang mata Sui Hong mulai membasah, bibir yang halus
lunak itu mulai gemetar, hendak menangis.
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 82
Pangeran Lu Kok Kong memeluk selirnya itu dengan penuh
kasih sayang dan menghiburnya.
“Sui Hong, engkau tidak melihat hikmat kebaikan yang
tersembunyi di balik peristiwa yang buruk. Semua hal yang
terjadi di dunia ini sudah dikehendaki Thian (Allah). Buktinya,
kalau saja Panglima Kong Tek Kok tidak melakukan tugas itu,
apakah kita dapat saling bertemu dan menjadi suami isteri?
Betapapun juga, kita patut berterima kasih kepada Panglima
Kong untuk dua hal. Pertama, dia menaruh kasihan kepadamu
dan tidak membunuhmu dan yang kedua, dia mempertemukan
kita. Kalau lain panglima yang melakukan tugas itu, mungkin
sekali engkau sudah ikut tewas dan kita tidak dapat saling
berjumpa! Nah, hentikan kesedihanmu dan kita lupakan saja
semua yang telah lalu.”
Dalam kesedihannya, hampir saja Sui Hong menjawab
bahwa ia lebih suka mati bersama dengan keluarganya. Akan
tetapi ia menahan kata-katanya itu karena ia harus mengakui
bahwa setelah menjadi isteri Pangeran Lu Kok Kong, timbul
rasa cinta kepada suaminya yang selalu bersikap baik dan
meruperlihatkan kasih sayangnya itu.
Setelah melahirkan puterinya, Sui Hong sudah tidak begitu
ingat lagi akan hal itu dan ia juga tidak pernah mendesak lagi
kepada suaminya untuk membalaskan dendam sakit hatinya
kepada Panglima Kong Tek Kok.
Pangeran Lu Kok Kong yang cerdik juga diam saja, bahkan
dia tidak memberitahu isterinya ketika secara diam-diam dia
menyuruh puterinya yang diberi nama Lu Siang Ni berguru
kepada Panglima Kong Tek Kok. Dia hanya memberitahu
bahwa Siang Ni di samping belajar ilmu sastra, juga belajar
ilmu silat kepada guru silat yang pandai di istana. Tadinya Sui
Hong merasa keberatan puterinya disuruh belajar ilmu silat,
akan tetapi Pangeran Lu Kok Kong dengan cerdik berkata.
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 83
“Sui Hong, ilmu silat adalah olah raga yang menyehatkan
tubuh dan membesarkan semangat. Pula, biarpun anak kita
seorang perempuan, kalau ia pandai ilmu silat, kelak tidak ada
orang yang berani bermain gila dan mengganggunya. Coba saja
pikir dan pertimbangkan, bukankah akan baik sekali bagi Siang
Ni kalau ia pandai membela diri?”
Akhirnya Sui Hong mengalah dan membiarkan pendidikan
puterinya diatur oleh suaminya. Kehidupan yang serba
kecukupan, terhormat dan penuh kesenangan membuat Sui
Hong menjadi tidak acuh. Baginya, asal ia melihat anaknya dan
suaminya hidup berbahagia, ia pun merasa puas dan bahagia.
Demikianlah, Lu Siang Ni menjadi murid Panglima Kong
Tek Kok, panglima yang menduduki tempat tinggi berkat
bantuan Pangeran Lu Kok Kong yang merasa berhutang budi
kepadanya karena panglima itu telah mempersembahkan Sui
Hong yang kemudian menjadi selir tercinta, bahkan yang dapat
melahirkan keturunannya.
Mula-mula Panglima Kong Tek Kok hanya menurunkan
ilmu silat kepada Lu Siang Ni secara iseng-iseng saja, karena
dia merasa sungkan kepada Pangeran Lu Kok Kong. Kalau saja
anak itu bukan puteri Pangeran Lu, pasti dia tidak sudi
menerimanya sebagai muridnya. Akan tetapi dia terkejut dan
juga girang bukan main ketika mendapat kenyataan bahwa
Siang Ni memiliki bakat yang luar biasa baiknya dalam ilmu
silat: Bahkan puteranya yang lima tahun lebih tua daripada
Siang Ni, yang bernama Kong Sek, biarpun juga berbakat,
namun masih kalah cerdas oleh Siang Ni.
Setelah melihat bakat besar ini, timbul harapan dan
kegembiraan dalam hati Panglima Kong dan beberapa tahun
kemudian, Siang Ni telah menjadi muridnya yang amat dia
sayang. Dalam usia empatbelas tahun saja, kepandaian Siang
Ni telah meningkat demikian cepatnya sehingga dalam latihan
silat, ia dapat membuat suhengnya, yaitu Kong Sek, menjadi
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 84
kewalahan dan terdesak. Melihat ini, Panglima Kong menjadi
semakin bersemangat memberi pelajaran kepada Siang Ni
sehingga ketika ia berusia limabelas tahun, gadis remaja ini
telah menjadi seorang ahli silat yang pandai dan lihai, terutama
sekali ilmu pedangnya.
Siang Ni amat dimanja, baik oleh ayah bundanya yang amat
mencintanya, maupun oleh semua ibu tirinya, yaitu isteri dan
para selir ayahnya yang tidak mempunyai anak. Selain orang
serumah termasuk para pelayan yang mencintanya, juga
gurunya, Panglima Kong amat sayang kepadanya. Boleh
dibilang semua orang yang dekat dengan keluarga Pangeran
Lu, tentu memperlihatkan sikap sayang kepada Siang Ni, baik
yang sungguh-sungguh sayang maupun yang hanya pura-pura,
mengingat bahwa gadis remaja itu adalah puteri Pangeran Lu
Kok Kong yang berkuasa.
Mereka yang benar-benar suka dan sayang disebabkan
karena puteri pangeran itu memang lincah gembira dan ramah
terhadap semua orang, tidak sombong dan suka mengulurkan
tangan mereka yang membutuhkan. Akan tetapi karena semua
orang bersikap manis kepadanya dan merasa dimanja, Siang Ni
menjadi lincah dan agak binal! Andaikata ia bukan puteri
seorang pangeran Mongol, tentu orang-orang akan
menganggap ia seorang gadis “liar”.
Sudah sering ibunya marah kepadanya, namun tetap saja
Siang Ni melanggar larangan ibunya dan seringkali gadis
remaja ini keluar dari rumah dan bermain-main sampai jauh,
bukan hanya jauh dari rumah, terkadang bahkan keluar kota
raja. Dengan kudanya yang berbulu putih, gadis remaja ini
seringkali tampak membalapkan kudanya keluar kota,
meninggalkan debu mengebul tinggi di belakang kudanya.
Selain suka keluyuran keluar kota. Siang Ni juga berbeda
dari puteri-puteri bangsawan lainnya. Kalau para puteri
bangsawan berwatak tinggi hati dan tidak sudi mendekati
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 85
rakyat kecil, apalagi bergaul, Siang Ni sudah biasa beramahtamah
dengan rakyat. Bahkan tidak jarang terlihat gadis remaja
ini dijamu makan di rumah sebuah keluarga petani miskin dan
gadis ini makan masakan sederhana di dusun sambil bersendagurau,
kemudian sebelum pergi ia meninggalkan sepotong
uang emas kepada keluarga itu. Inilah sebabnya maka Siang Ni
amat dikenal rakyat di kota maupun di desa sekitar kota raja,
dan diam-diam ia dikagumi dan disukai rakyat.
Setelah meninjau sepintas lalu riwayat gadis remaja aneh
dari kota raja itu, maka tidak mengherankan kalau pedagang
keliling itu segera mengenal Siang Ni ketika gadis itu
mempermainkan perwira gemuk berkumis tebal dan menolong
Cong Siu Hwa, gadis kota Pao-ting yang dipaksa untuk
dijadikan Siu-li. Mari sekarang kita ikuti perjalanan Lu Siang
Ni.
Seperti kita ketahui, gadis remaja itu setelah memberi
hajaran keras kepada perwira gemuk berkumis tebal dan
memaksanya mengembalikan Cong Siu Hwa ke rumah orang
tuanya, lalu pergi mengunjungi rumah Kui-thaijin, pembesar
yang memberi perintah mengumpulkan para gadis cantik untuk
dijadikan Siu-li.
Kui-thaijin adalah seorang pembesar angkatan baru. Baru
beberapa bulan dia diangkat menjadi kepala daerah di Pao-ting.
Setelah berusia limapuluh tahun baru dia dapat lulus ujian di
kota raja. Hal ini pun bukan berkat kepintarannya, melainkan
karena dia menggunakan cara licik, yaitu memberi uang
sogokan kepada Ko-khoa (Kepala Ujian) di kota raja.
Pada jaman itu, seperti juga terjadi dalam jaman-jaman
sebelumnya dan jaman berikutnya sampai sekarang, sogok
menyogok dan suap menyuap dilakukan manusia segala bangsa
dan segala negara. Kecurangan Kui-thaijin berhasil dan dia
“dibikin” lulus oleh Ko-khoa dengan mendapat pujian. Oleh
karena itu, maka kaisar yang menganggap dia pandai melihat
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 86
hasil ujiannya, orang she Kui ini diangkat menjadi Kepala
Daerah di Pao-ting. Sebetulnya, bukan Kaisar yang
mengangkatnya, melainkan ada pembesar yang menangani
urusan pengangkatan jabatan ini. Kaisar hanya menyetujuinya
saja.
Karena maklum bahwa apabila dia ingin memperoleh
kedudukan baik, dia harus berani “menyogok” atasan, maka
begitu tiba di Pao-ting, sebulan kemudian dia lalu
memerintahkan perwira yang bertugas di bawah pangkatnya,
untuk mengumpulkan duapuluh empat orang gadis tercantik di
Pao-ting untuk “dipersembahkan” kepada kaisar. Tentu saja
dalam urusan ini dia berdalih bahwa kaisar yang menghendaki
penambahan Siu-li dari Pao-ting dan dia hanya melaksanakan
perintah.
Tentu saja hal ini tidak benar dan sesungguhnya semua itu
adalah kehendaknya sendiri yang ingin mengambil hati kaisar,
orang pertama dan terbesar di Cina waktu itu. Para pembesar
lainnya, termasuk perwira gemuk berkumis tebal itu, bukan
tidak dapat menduga akan isi hati dan akal pembesar baru Kui
ini, akan tetapi mereka pun tiada bedanya dengan Pembesar
Kui. Mereka pun hendak mempergunakan kesempatan ini
untuk membantu dan mengambil hati Pembesar Kui yang
menjadi atasan mereka, maka dengan senang hati perwira
gemuk berkumis tebal itu pun melaksanakan perintah Kuithaijin
dengan senang hati.
Penguasa atasan seyogianya menjadi pemimpin dan
tauladan bawahannya. Kalau tangan para atasan kotor,
bagaimana mungkin mengharapkan tangan bawahan mereka
bersih? Kalau tangan seorang penguasa atasan bersih, pasti dia
akan bertindak dan menegur bawahannya yang bertangan kotor
sehingga para bawahannya takut mengotori tangan mereka.
Akan tetapi kalau tangan atasan sendiri kotor, tentu dia akan
merasa sungkan dan malu untuk menindak bawahannya yang
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 87
bertangan kotor.
Sebagai hasil pengumpulan gadis-gadis cantik di Pao-ting,
di rumah gedung Pembesar Kui sudah penuh dengan gadisgadis
cantik yang dikumpulkan dari berbagai dusun daerah
Pao-ting, juga terdapat gadis-gadis kota Pao-ting sendiri. Ada
duapuluh tiga orang gadis muda berusia antara limabelas
sampai tujuhbelas tahun dikumpulkan di ruangan tengah yang
luas.
Menarik sekali untuk memperhatikan sikap dan gerak-gerik
mereka ini. Rata-rata mereka adalah gadis-gadis cantik yang
memiliki kecantikan melebihi gadis pada umumnya. Mereka
merupakan gadis-gadis pilihan. Sebagian besar di antara
mereka mengenakan pakaian mereka yang paling indah.
Mereka pun mempersolek diri dengan bedak dan gincu, sikap
mereka dibuat-buat sehingga tampak halus menarik dan kalau
melenggang bagaikan pohon yang-liu (cemara) tertiup angin.
Sebagian besar dari duapuluh tiga orang gadis itu tampak
gembira dan sengaja memamerkan kecantikan atau
menonjolkan kelebihannya dengan maksud agar dapat terpilih,
baik terpilih oleh pembesar yang mengumpulkan mereka, oleh
atasannya, oleh Kaisar, atau oleh siapa saja yang kiranya
berkedudukan tinggi!
Gadis-gadis itu tidak dapat terlalu disalahkan. Pada masa
itu, dan mungkin juga sampai masa kini, para orang tua siang
malam menimang-nimang anak perempuan mereka dengan
kata-kata harapan agar kelak anak mereka menjadi isteri atau
selir pembesar tinggi yang kaya raya, kalau mungkin menjadi
selir kaisar. Karena sejak kecil dijejali harapan orang tua
mereka seperti itulah maka di dalam hati mereka, para gadis itu
membayangkan bahwa kebahagiaan hidup mereka hanya dapat
diujudkan sesuai dengan harapan mereka, yaitu apabila mereka
menjadi isteri atau selir orang-orang berpangkat tinggi yang
kaya raya!
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 88
Akan tetapi, ada enam orang di antara duapuluh tiga orang
gadis itu yang kelihatan berduka, bahkan ada yang sejak
dibawa ke tempat itu menangis tersedu-sedu. Mereka ini
berkerumun di sudut ruangan, saling rangkul dan saling
menghibur. Akan tetapi apakah artinya hiburan orang senasib?
Pada saat itu, Pembesar Kui duduk di ruangan depan,
bercakap-cakap dengan para pembesar bawahannya dan
mereka tampak gembira sekali.
“Bagus, bagus!” kata Kui-thaijin setelah minum arak dari
cawannya. “Hong-siang (Kaisar) tentu akan senang sekali
melihat semua gadis itu. Apalagi kalau melihat puteri keluarga
Cong yang sudah terkenal cantik sebagai Bunga Pao-ting.”
Seorang pembesar bawahannya yang belum begitu tua dan
memiliki mata seperti mata burung, mengangguk-angguk dan
mengacungkan ibu jarinya.
“Memang gadis keluarga Cong itu hebat sekali, Thaijin!”
katanya. “Semua gadis yang sudah dikumpulkan di sini
sekarang, kalau dibandingkan dengan kecantikan Nona Cong,
mereka hanya pantas menjadi pelayannya. Pendeknya, kalau
Nona Cong itu diberi pakaian sutera putih, tiada ubahnya
seperti Kwan Im Pouw-sat (Dewi Kwan Im)!” Para pembesar
lain yang berada di situ mengeluarkan pujian masing-masing,
tentu saja terutama sekali untuk menyenangkan hati Kuithaijin,
atasan mereka.
“Saya setiap hari membeli tahu, bukan hanya karena tahu
buatan keluarga Cong memang enak sekali, melainkan
terutama sekali karena saya yakin bahwa tahu-tahu itu tentu
bekas disentuh tangan Nona Cong maka menjadi begitu......
hmmm....... begitu lezat!”
Kembali mereka tertawa-tawa, kemudian seorang di antara
empat orang pembesar bawahan Kui-thaijin itu berkata.
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 89
“Kui-thaijin sudah beristeri akan tetapi selir Thaijin belum
cukup banyak, mengapa tidak menahan saja Nona Cong di sini
untuk Thaijin sendiri? Hong-siang tidak akan tahu dan pula,
bukankah gadis-gadis lain itu pun cukup cantik menggiurkan?”
Kui-thaijin tertawa, akan tetapi telunjuknya diangkat dan
ditudingkan ke arah pembesar itu sambil berkata, “Hemm,
kalau saja ada telinga istana mendengar ucapanmu itu......”
Wajah pembesar yang mengajukan usul tadi berubah pucat
sekali. Dia maklum bahwa sekali saja Kui-thaijin melaporkan
ucapannya itu ke istana, dia akan mendapat celaka besar! Buruburu
dia bangkit berdiri dan menjura dengan hormat kepada
atasannya itu.
“Kui-thaijin, harap maafkan saya. Saya tadi hanya bicara
main-main. Sebetulnya kalau memang Thaijin menginginkan
tambahan selir, saya mempunyai simpanan beberapa bunga
cantik yang belum dipetik di taman saya.” Dengan ucapan ini
dia bermaksud bahwa dia pun mempunyai beberapa orang
gadis simpanan di gedungnya yang hendak dipersembahkan
kepada atasannya itu.
Kui-thaijin tertawa bergelak sambil minum araknya dari
cawan. “Ha-ha-ha, dan bagaimana dengan puterimu? Aku
mendengar bahwa puterimu itu pun amat jelita......”
Wajah pembesar itu berubah merah sekali. “Hal itu......
ah...... maksud saya anak saya itu...... ia amat buruk rupa dan
bodoh......”
Tiba-tiba dari luar masuk seorang gadis remaja yang cantik
dan berpakaian indah. Gadis itu adalah Lu Siang Ni yang
menerobos dengan nekat memasuki gedung itu. Beberapa
orang penjaga di depan pintu menghadangnya dan seorang di
antara mereka menegur dengan kata-kata menggoda.
“Eh, Nona manis, engkau hendak mencari siapakah?
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 90
Apakah engkau hendak mohon menjadi Siu-li?”
Siang Ni tersenyum manis sekali. Ia tidak marah oleh
teguran itu yang dianggapnya sebagai main-main yang tidak
menyinggung perasaan. Baginya, menjadi Siu-li adalah soal
biasa yang sudah dihadapinya sehari-hari di lingkungan istana.
“Memang aku hendak bertemu dengan Pembesar Kui untuk
bicara tentang pengiriman Siu-li ke istana,” jawabnya dengan
ramah dan manis.
Mendengar ucapan dan melihat sikap Siang Ni yang manis
dan melihat kecantikannya yang menggiurkan, para penjaga itu
menjadi ceriwis dan timbul kekurangajaran mereka.
“Aduh, Nona manis. Gadis secantik engkau sungguh
sayang kalau menjadi Siu-li. Engkau akan menderita
kedinginan di istana karena terlalu banyak sainganmu,” kata
seorang.
“Eh, Nona manis. Daripada engkau menderita di sana, lebih
baik engkau ikut saja dengan aku. Aku masih perjaka tulen dan
belum menikah!” kata yang lain sambil cengar-cengir
memasang aksi.
Beberapa orang bahkan dengan lancang sekali mencoba
untuk mencolek dan meraba tubuh gadis itu. Kini timbul
kemarahan dalam hati Siang Ni.
“Hemm, kalian mulai kurang ajar!” bentaknya.
“Aduh galaknya! Akan tetapi makin galak malah makin
cantik dan lucu. Bukankah begitu, kawan-kawan?” seru
seorang penjaga lain.
“Betul sekali! Nona manis, mari bersenang-senang dengan
kami saja kalau engkau ingin benar mendapatkan kawan pria,”
kata mereka.
Saat itulah ditentukannya nasib para penjaga itu. Memang
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 91
benar kata-kata para bijak di jaman dahulu bahwa sikap dan
kata-kata merupakan jembatan licin yang dapat menjebloskan
manusia kedalam jurang petaka. Begitu mengeluarkan sikap
dan kata-kata .yang tidak sopan dan kurang ajar, para penjaga
itu sudah menentukan nasib yang akan mereka alami.
“Kalian anjing-anjing tak tahu malu!” bentak Siang Ni dan
di lain saat kaki dan tangannya bergerak cepat bagaikan kilat
menyambar-nyambar. Dalam sekejap mata saja, lima orang
penjaga itu roboh tanpa sempat mengeluarkan suara lagi.
Mereka menggeliat-geliat di atas tanah seperti cacing terkena
abu panas, sakit-sakit rasanya seluruh tubuh mereka akan tetapi
mereka tidak dapat mengeluarkan suara!
Siang Ni tersenyum mengejek sambil menepuk-nepuk
kedua tangan seperti orang membuang debu yang menempel di
telapak tangan. Kemudian ia melangkah masuk gedung itu
tanpa mempedulikan lagi lima orang penjaga itu.
Dapat dibayangkan betapa heran dan kagetnya Pembesar
Kui dan empat orang bawahannya yang sedang duduk makan
minum di ruangan depan sambil bercakap-cakap itu ketika
mereka melihat masuknya seorang gadis remaja cantik jelita
dari luar tanpa ada laporan dari para penjaga.
Akan tetapi saking kagumnya melihat kecantikan Siang Ni,
Pembesar Kui terpesona dan berseru, “Aduh, betapa cantik
jelitanya gadis ini! Siapakah ia? Apakah termasuk seorang
diantara calon Siu-li?”
Akan tetapi, tiga orang bawahannya yang sudah lama
menjabat pangkat mereka dan sudah seringkali pergi ke kota
raja dan mengenal Lu Siang Ni, menjadi pucat mendengar
kata-kata Kui-thaijin. Mereka memberi isyarat kepada atasan
mereka dengan kedipan mata disertai suara “sstt...... sstt......”
dengan maksud agar Kui-thaijin menutup mulutnya. Akan
tetapi Kui-thaijin tidak mengerti akan isyarat mereka, bahkan
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 92
ketika melihat Siang Ni menghampiri ke tempat mereka
dengan senyum manis sekali dan lenggang yang mengairahkan,
dia segera bangkit berdiri dan mengucapkan kata-kata merayu.
“Nona manis, apakah engkau bidadari dari kahyangan?
Siapakah namamu dan bantuan apakah yang dapat kulakukan
untukmu? Katakanlah, manis!”
Siang Ni melihat bahwa pembesar itu adalah seorang lakilaki
berusia kurang lebih limapuluh tahun, matanya juling dan
daun telinganya kecil seperti telinga tikus, dan pada muka dan
sikapnya jelas sekali tampak ciri-ciri watak yang licik dan
buruk.
“Apakah kamu yang bernama Kui Leng dan menjadi
Kepala Daerah di Pao-ting ini?” tanya Siang Ni sambil
menyipitkan mata kanannya. Inilah kebiasaan yang lucu dari
Siang Ni sejak kecil. Kalau ia memikirkan sesuatu, atau sedang
dikuasai perasaan marah atau malu, otomatis mata kanannya
menyipit dan tampak lucu dan manis sekali!
Melihat wajah gadis remaja itu, Kui-thaijin semakin tertarik
dan sambil menyeringai dia berkata lagi.
@_Alysa^DewiKZ_@
Bab 3. Perilaku Kepala Derah Pao-ting
“Benar sekali, Nona manis. Aku adalah Kui-thaijin, Kepala
Daerah yang baru di kota ini. Engkau siapakah, siapa orang
tuamu dan ada keperluan apakah engkau datang berkunjung?”
Peristiwa apa yang menimpa lima orang penjaga di luar gedung
tadi sama sekali tidak diketahuinya.
“Aku mendengar bahwa engkau mengumpulkan gadisgadis
di daerah ini. Untuk apakah itu?” Siang Ni bertanya,
suaranya masih biasa.
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 93
Pembesar Kui tertawa dan dia melirik kepada empat orang
bawahannya dan bukan main herannya melihat empat orang
pembesar itu menundukkan muka dan tampak seperti orangorang
yang ketakutan. Akan tetapi hal ini belum
menyadarkannya, maka dia berkata lagi dengan lagak dibuatbuat
agar tampak gagah berwibawa dan menarik.
“Benar, Nona manis. Aku mengumpulkan dan
membutuhkan duapuluh empat orang calon Siu-li untuk
Sribaginda Kaisar. Apakah engkau ingin...... ah, jangan! Lebih
baik engkau ikut saja dengan aku di sini dan hidup makmur
bahagia. Bagaimana, engkau mau, bukan?”
Tiba-tiba Pembesar Kui terkejut sekali dan menjadi
semakin terheran-heran ketika dia melihat empat orang
pembesar bawahan itu bangkit dari kursi mereka dan mereka
berempat menghadap gadis itu, menjura dan membungkuk
dengan sikap hormat sekali kepada Siang Ni dan seorang dari
mereka berkata dengan sikap hormat dan takut-takut.
“Lu-siocia, mohon maaf sebanyaknya kalau Kui-thaijin
bicara main-main karena agaknya dia belum mengenal Siocia.”
Kemudian pembesar itu menoleh kepada Kui-thaijin dan
berkata, “Kui-thaijin, ketahuilah bahwa Nona ini adalah Lusiocia,
puteri tunggal dari Pangeran Lu Kok Kong di kota raja.”
Kalau ada petir menyambar kepalanya saat itu, agaknya
Pembesar Kui tidak akan begitu kaget seperti ketika mendengar
ucapan bawahannya ini. Mukanya menjadi pucat sekali dan dia
merasa mulutnya mendadak kering. Dia bangkit dari kursinya
dengan kedua kaki menggigil, lalu menjura dengan hormat dan
berkata dengan lirih dan gagap.
“...... Saya...... eh, .......Nona, harap Nona maafkan......
mengapa Nona tidak memberitahu dari tadi? Eh...... Lu-siocia,
bagaimana...... bagaimana kabarnya ayah Nona yang mulia?
Saya harap dalam keadaan baik dan selamat, dan saya
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 94
harap...... Nona sudi menyampaikan hormat saya yang
setingginya kepada beliau.......”
Melihat perubahan sikap pembesar itu, Siang Ni
menggerakkan bibirnya dan tersenyum mengejek.
“Orang she Kui, baru saja menjabat pangkat di kota ini,
engkau sudah memperlihatkan sikap sombong dan tengik! Kau
tahu apa dosamu?” bentaknya.
Kui-thaijin merasa terkejut dan ketakutan karena dia sudah
mendengar akan nama besar Pangeran Lu Kok Kong dan tahu
bahwa pangeran itu mempunyai pengaruh besar di istana. Akan
tetapi kalau puteri pangeran itu sampai begini kurang ajar, dia
sungguh tidak mengerti. Apa yang diandalkan seorang gadis
remaja yang lemah biarpun ia puteri bangsawan? Bagaimana
seorang gadis bangsaaan dapat bersikap begini liar dan kasar?
“Nona, harap suka maafkan sikap saya tadi. Saya hanya
main-main dan sungguh mati saya tidak tahu bahwa Nona
adalah Lu-siocia yang terhormat,” kembali dia memberi hormat
sambil membungkuk.
“Bukan itu, tikus!” Siang Ni membentak marah. “Untuk
kesalahanmu yang itu, baik nanti aku bicarakan lagi. Sekarang
yang kuurus dan kutanyakan, tahukah engkau akan dosamu
dalam hal mengumpulkan calon Siu-li?”
“Dosa saya? Apakah yang Nona maksudkan? Saya
mengumpulkan calon Siu-li untuk Yang Mulia Hong-siang,
apakah salahnya dengan itu?” tanya Pembesar Kui dengan
sikap setengah menantang. Dia pikir bahwa mengumpulkan
Siu-li untuk kaisar merupakan jasa besar dan dengan
menggunakan nama kaisar, siapa berani menentang? Dia tidak
perlu takut akan gertakan seorang bocah perempuan yang
manja!
“Tikus tua busuk! Engkau mengumpulkan Siu-li, katamu?
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 95
Engkau tidak mengumpulkan, melainkan memaksa anak orang
dengan kekerasan untuk menyerahkan anak perempuan
mereka! Sungguh kepalamu yang penuh kotoran itu harus
dipukul!”
Pembesar Kui tampak marah dan hendak membantah, akan
tetapi tiba-tiba tubuh gadis itu berkelebat dan terdengar suara
“takk!”, topi kebesaran di atas kepala Kui-thaijin terlempar
jatuh dan kulit kepalanya terasa nyeri dan di situ timbul
benjolan sebesar telur ayam! Pembesar Kui menjadi pucat
sekali dan meringis kesakitan, tangan kiri mengelus benjol
kepalanya dan tangan kanan mencari topinya yang terjatuh.
Hampir saja dia memaki dan memanggil penjaga, akan tetapi
empat orang bawahannya sudah menjatuhkan diri berlutut di
depan Siang Ni sambil memintakan ampun untuknya.
Kui-thaijin merasa heran sekali melihat empat orang
bawahannya demikian takut terhadap gadis remaja itu. Hal ini
membuat dia merasa agak gentar pula, apalagi kalau dia
mengingat betapa ketika menampar kepalanya tadi, gadis
remaja itu bergerak sedemikian cepatnya. Ini membuka
matanya bahwa gadis itu bukan hanya galak dan liar, akan
tetapi juga memiliki kecepatan gerakan dan kuat sekali. Tadi
tampak perlahan saja ia menampar, namun kepalanya menjadi
benjol dan sakitnya bukan kepalang. Merasa bahwa dia tidak
bersalah, pembesar itu membela diri dan berkata dengan nada
penasaran.
“Lu-siocia, sungguh saya tidak mengerti mengapa Nona
marah dan memukul kepala saya, seorang tua. Memang benar
saya yang menyuruh pasukan mengambil gadis-gadis yang
dipilih untuk menjadi calon Siu-li. Ada di antara mereka yang
tidak setuju, terpaksa harus dilakukan kekerasan. Nah, apakah
salahnya dengan itu?”
“Memilih calon Siu-li boleh saja, akan tetapi harus gadis
yang memang sukarela ingin menjadi Siu-li. Tidak boleh
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 96
memaksa gadis yang memang tidak mau. Gaya dan lagakmu
seperti kepala perampok saja, tidak pantas menjadi Kepala
Daerah!”
Ku Thaijin menarik napas panjang dan menggelenggelengkan
kepalanya, masih berusaha membela diri. “Habis
bagaimana baiknya, Nona? Gadis-gadis yang dikirim ke kota
raja haruslah yang cantik dan bersih, maka diadakan pemilihan.
Kalau yang dipilih tidak mau dan tidak dilakukan paksaan,
saya khawatir tidak akan ada Siu-li yang dapat dikirim ke
istana.”
“Bohong! Engkau bilang sendiri bahwa di antara mereka
ada yang tidak mau, ini berarti bahwa banyak pula di antara
mereka yang mau, bukan? Nah, kau pilih saja yang mau dan
dengan sukarela dikirim ke istana, yang tidak mau tidak boleh
dipaksa. Gadis keluarga Cong dipaksa dan diseret-seret,
baiknya aku melihat dan menolongnya. Engkau benar-benar
tidak patut menjadi Kepala Daerah yang harus memimpin dan
mengayomi rakyatnya! Hemm, ingin aku tahu apa kata ayah
kalau kuceritakan hal ini kepadanya!”
Mendengar ini, Pembesar Kui makin ketakutan. Akan tetapi
dia masih berpegang kepada pendapatnya bahwa
mengumpulkan Siu-li untuk kaisar adalah jasa besar, maka dia
mencoba untuk membantah.
“Nona, harap maafkan kalau pendapat saya keliru. Akan
tetapi, semua ini saya lakukan agar dapat mengumpulkan calon
Siu-li yang terbaik dan tercantik untuk Hong-siang, semua saya
lakukan demi kesenangan Sribaginda Kaisar. Bukankah hal itu
baik sekali?”
Siang Ni melangkah maju dan menudingkan telunjuknya ke
arah hidung Kui-thaijin sehingga pembesar itu melangkah
mundur ketakutan, khawatir akan digampar lagi.
“Tikus goblok! Orang macam engkau ini bisa mendapatkan
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 97
kedudukan Kepala Daerah? Sungguh menggelikan! Buka
telingamu dan dengarkan baik-baik, Kaisar mengumpulkan
Siu-li untuk menjadi pelayan istana, untuk menghibur hati
Kaisar dan keluarga Kaisar. Untuk pekerjaan ini harus dipilih
gadis-gadis yang selain cantik, juga yang dengan sukarela dan
senang hati ingin melayani keluarga Kaisar di istana. Kalau
engkau memilih secara paksa, memaksa gadis-gadis yang tidak
suka menjadi Siu-li, bukankah itu sama halnya dengan engkau
memasukkan musuh dan memancing timbulnya bahaya dalam
istana? Apakah engkau berani bertanggung-jawab bahwa
gadis-gadis yang kau paksa itu kelak tidak akan melakukan
sesuatu yang membahayakan keselamatan keluarga Kaisar
untuk membalas dendam karena mereka dipaksa? Nah, coba
engkau mau bicara apa lagi, kau tikus tua yang bodoh!”
Kui-thaijin tertegun. Tak disangkanya sama sekali bahwa
gadis remaja ini demikian lincah dan pandai bicara. Untuk
menghadapi serangan kata-kata yang tidak dapat dielakkan lagi
itu, dia dapat bicara apa lagi? Dia hanya mampu menganggukanggukkan
kepalanya dan mendengar empat orang kawannya
berkata dengan penuh hormat.
“Lu-siocia benar sekali!”
Siang Ni tidak mempedulikan mereka karena gadis yang
besar di kota raja ini sudah hafal akan sikap menjilat para
pembesar macam Kui-thaijin dan empat orang kawannya ini.
Orang-orang macam mereka merupakan orang-orang berwatak
rendah yang biasanya suka menjilat atasan dan menginjak
bawahan.
“Nah, sekarang perlihatkan kepadaku gadis-gadis yang
telah dikumpulkan. Cepat!”
Pembesar Kui sudah mati kutu. Tanpa berani bercuit lagi
dia lalu mengiringi Siang Ni masuk ke ruangan dalam di mana
para gadis calon Siu-li berkumpul. Begitu Siang Ni memasuki
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 98
ruangan itu, sebagian besar para gadis cantik menyambutnya
dengan senyum manis dan terdengar mereka berkomentar.
“Ah, inilah orang terakhir. Kita segera diberangkatkan ke
kota raja!”
“Ia cantik dan manis sekali!”
“Alangkah indah pakaiannya!”
“He, rambutnya model sanggul puteri bangsawan! Berani
benar ia!”
Demikianlah, di antara para gadis yang dengan sukarela
ingin menjadi Siu-li, terdengar sambutan-sambutan dan
pendapat-pendapat tentang diri Siang Ni. Akan tetapi alangkah
kaget dan heran hati mereka ketika Pembesar Kui berkata
dengan suara lantang.
“Nona sekalian, ketahuilah, Siocia ini adalah Lu-siocia,
puteri Pangeran Lu di kota raja. Semua memberi hormat
kepada Lu-siocia!”
Semua gadis yang berada di ruangan itu, kecuali enam
orang gadis yang masih bertangisan, menjatuhkan diri berlutut
memberi hormat kepada Siang Ni dengan berbagai gaya. Akan
tetapi Siang Ni yang bermata tajam dan sejak tadi
memperhatikan mereka, langsung saja menghampiri enam
orang gadis yang memisahkan diri di sudut. Dengan lembut ia
bertanya kepada mereka.
“Enci sekalian, hentikan tangis kalian dan jawablah
pertanyaanku. Mengapa kalian bersedih dan menangis?
Bukankah mestinya kalian bergembira terpilih menjadi calon
Siu-li seperti yang lain ini?”
Enam orang gadis itu mengangkat muka dan seorang di
antara mereka menjawab, “Siocia, kami dipisahkan dari ayah
ibu, bagaimana kami tidak gelisah dan bersedih?”
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 99
“Kalian hendak dibawa ke kota raja, dipersembahkan
kepada Sribaginda Kaisar untuk dipilih menjadi Siu-li. Menjadi
pelayan di istana pekerjaannya ringan, hidupnya senang,
pakaiannya selalu indah, makan selalu yang enak-enak. Kalau
baik peruntungan kalian, dapat dipilih menjadi selir dan hidup
mulia dan dihormati, mengapa kalian tidak mau? Apakah
kalian membenci Sribaginda Kaisar?”
Ketika bertanya, Siang Ni bertolak pinggang dan
memandang tajam. Kalau saja ada yang berani bilang
membenci kaisar, tentu akan ditampar orang itu. Bahkan
sebagai anggauta keluarga istana yang setia kepada kaisar,
Siang Ni tidak akan ragu-ragu untuk membunuh orang yang
berani berkhianat atau menghina kaisar.
“Kami tidak membenci Sribaginda Kaisar, Siocia. Bertemu
pun belum pernah, melihat pun belum, bagaimana bisa
membenci? Bukan sekali-kali kami tidak suka menjadi calon
Siu-li dan tidak suka hidup senang, akan tetapi....... kami lebih
suka melayani ayah ibu kami sendiri......” Gadis itu menangis,
diikuti lima orang kawannya senasib.
Siang Ni menoleh kepada Kui-thaijin. “Enam orang ini
harus dikembalikan kepada orang tua masing-masing dan
diberi uang kerugian masing-masing tigapuluh tail perak.
Selanjutnya, engkau harus menjaga agar tidak ada yang
mengganggu mereka!”
Pembesar Kui hanya dapat mengangguk akan tetapi
mukanya cemberut.
Kemudian Siang Ni berkata kepada tujuhbelas orang gadis
yang lain, yang masih berlutut di atas lantai.
“Kalian yang memang dengan sukarela suka dipilih
menjadi calon Siu-li, perhatikan baik-baik. Kalau di antara
kalian mendapat perlakuan tidak baik dari para petugas, baik di
sini maupun di tengah perjalanan ke kota raja, ingat saja siapa
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 100
orangnya. Kelak kalau kalian sudah menghadap Sribaginda
Kaisar, sebut saja nama orang jahat itu dan Sribaginda pasti
akan mengambil tindakan dan menjatuhkan hukuman berat.
Aku mendengar ada pembesar yang suka merampas atau
menahan seorang dua orang calon Siu-li yang disukainya untuk
diambil sebagai selirnya sendiri. Nah, kalau terjadi hal
demikian dengan seorang di antara kalian, yang lain kelak
harus melaporkannya kepada Sribaginda Kaisar. Hanya dengan
persatuan dan saling menolong kalian akan selalu mendapat
perlakuan baik di sepanjang perjalanan.”
Tentu saja nasehat ini diingat baik-baik oleh semua gadis
yang berada di situ, akan tetapi sebaliknya membuat Kuithaijin
dan kawan-kawannya meringis. Sudah barang tentu dia
dan kawan-kawannya tidak berani berkutik, takkan berani
berbuat kurang ajar terhadap gadis-gadis itu yang sudah
mendapat nasihat dari Siang Ni.
“Gadis setan......!” Diam-diam Pembesar Kui dan kawankawannya
memaki Siang Ni dalam hati mereka.
Setelah memberi peringatan keras kepada Kui-thaijin untuk
menjalankan tugas sebagai pembesar dengan bijaksana dan
adil, Siang Ni lalu keluar dari tempat itu, mengambil kudanya
yang dititipkan di luar kota, kemudian membalapkan kudanya
pulang ke kota raja. Ia tahu bahwa ayahnya tidak akan marah
kepadanya karena ayahnya tidak pernah melarangnya
melakukan perjalanan ke luar kota raja. Akan tetapi ibunya
yang selalu menegurnya, karena ibunya khawatir kalau-kalau
terjadi sesuatu yang tidak baik atas diri puteri tunggalnya.
Betul saja, begitu ia melompat dari kuda yang diterima oleh
pelayan dan penjaga kuda, lalu berlari memasuki gedung
ayahnya, ia disambut ibunya dengan alis berkerut.
“Ibu, engkau tampak semakin muda dan cantik saja!” Siang
Ni mendahului merangkul dan mencium ibunya.
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 101
Bagaikan sepotong es terkena panas, seketika kemarahan
ibunya mencair demi mendengar kata-kata pujian dan melihat
sikap Siang Ni.
“Anakku, engkau selalu menggelisahkan hati orang tua,”
Ibunya menegur lembut. “Dari mana sajakah engkau?”
“Mari kita masuk dulu, Ibu. Tidak enak bicara di sini.”
Gadis itu dengan sikap manja menarik tangan ibunya masuk ke
ruangan dalam. Di ruangan dalam, Siang Ni memberi hormat
kepada ibu-ibu tirinya yang berjumlah delapan orang. Para ibu
tiri yang tidak mempunyai anak itu semua amat sayang kepada
Siang Ni dan memperlakukan gadis itu seperti anak mereka
sendiri sehingga gadis bangsawan yang beribu sembilan orang
ini tentu saja menjadi semakin manja!
Akhirnya ibu dan anak itu duduk berdua dalam kamar.
Pouw Sui Hiong atau Nyonya Lu Kok Kong yang kesembilan,
duduk di tepi pembaringan sedangkan Siang Ni yang sudah
berganti pakaian cepat-cepat melempar dirinya ke atas
pembaringan, memeluk guling dan menceritakan
pengalamannya, terkadang sambil tertawa terkekeh-kekeh.
Pouw Sui Hong atau Nyonya Lu memang akhir-akhir ini
mengetahui juga bahwa puterinya memiliki ilmu silat yang
tinggi. Ia hanya menghela napas panjang ketika ia mengetahui
akan hal ini. Akan tetapi kadang-kadang ia pun menjadi amat
gelisah mendengar puterinya menceritakan pengalamannya
yang hebat-hebat seperti yang diceritakannya sekarang. Dengan
gaya manja dan juga lucu, Siang Ni menceritakan bagaimana ia
telah menghajar Kepala Daerah Pao-ting bersama kaki
tangannya, dan betapa ia menolong gadis-gadis yang hendak
dipaksa menjadi calon Siu-li.
Tidak seperti biasanya kalau mendengarkan puterinya
bercerita tentang pertempurannya melawan para penjahat yang
membuat hatinya gelisah dan takut, sekali ini mendengar
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 102
betapa puterinya menolong para gadis yang dipaksa menjadi
calon Siu-li, hati nyonya itu merasa terharu sekali. Dipeluknya
Siang Ni dan Nyonya Lu menangis terisak-isak.
Siang Ni terkejut sekali. Ia bangkit duduk sambil
melepaskan rangkulan ibunya, untuk melihat wajah ibunya.
“Eh, lbu. Ada apakah? Apakah kesalahanku, apakah aku
membuat Ibu berduka?”
Ibunya menggeleng-gelengkan kepala dan mengelus-elus
rambut puterinya dengan penuh kasih sayang.
“Habis, mengapa Ibu menangis? Apakah......” Siang Ni
berhenti dan menatap wajah ibunya dengan pandang mata
penuh selidik. “Apakah Ayah marah kepada Ibu? Apakah
seorang di antara ibu-ibu lain itu.......”
Sui Hong merangkul puterinya. “Tidak, Anakku. Jangan
menyangka yang bukan-bukan. Aku hanya terharu mendengar
betapa engkau telah menolong gadis-gadis yang patut
dikasihani itu. Aku merasa bersyukur sekali, Siang Ni, bahwa
engkau Anakku dapat melakukan pekerjaan mulia itu.
Alangkah akan sengsaranya hati mereka itu kalau engkau tidak
menolong mereka.”
Siang Ni adalah seorang gadis remaja yang cerdik sekali. Ia
pandai merangkai kenyataan yang satu dengan hal-hal lainnya.
Menyaksikan keharuan ibunya, ia menjadi semakin curiga.
Sejak masih kecil, seringkali ia minta ibunya mendongeng
tentang riwayat ibunya. Ia hanya mengenal nenek moyang dan
keluarga ayahnya, keturunan pangeran ini, pembesar-pembesar
ini, bahkan dari kaisar itu sampai ia menjadi bosan. Juga ia
mendengar riwayat para ibu tirinya yang kesemuanya
mempunyai keluarga, mempunyai kampung halaman dan cerita
mereka itu amat menarik hati. Akan tetapi ibunya sendiri tidak
pernah menceritakan riwayat dirinya sebelum menjadi isteri
ayahnya.
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 103
“Aku seorang yatim piatu, tak berayah ibu lagi, tidak ada
saudara, tidak mempunyai kampung halaman.” hanya demikian
jawaban ibunya kalau dahulu ia bertanya. Padahal ia ingin
ibunya menceritakan apa yang dialami ibunya ketika masih
kanak-kanak sampai dewasa, seperti para ibu lain bercerita.
Kini menghadapi ibunya yang menjadi terharu dan menangis
tersedu-sedu mendengar akan nasib para calon Siu-li yang
dipaksa, diam-diam Siang Ni mempunyai dugaan bahwa nasib
ibunya dahulu tentu mirip dengan nasib para calon Siu-li
paksaan itu. Maka dengan manja ia menjatuhkan kepalanya di
atas pangkuan ibunya.
“Ibu, apakah Ibu mencinta Siang Ni?”
Seketika Nyonya Lu menghentikan tangisnya dan
menghapus air mata untuk dapat memandang puterinya baikbaik.
Pertanyaan itu benar-benar mengejutkan hatinya.
“Apa maksudmu, Anakku? Mengapa engkau bertanya
begitu? Sudah tentu aku mencintamu, lebih daripada segala apa
pun di dunia ini!”
“Kalau benar Ibu mencintaku, mengapa Ibu selalu membuat
aku bimbang dan penasaran? Mengapa Ibu selalu merahasiakan
sesuatu?”
@_Alysa^DewiKZ_@
Jilid 4
Bab 1 Riwayat Keluarga Ibu Tersayang
Sui Hong terkejut dan dapat menduga ke mana tujuan katakata
anaknya yang amat cerdik itu, akan tetapi ia pura-pura
tidak mengerti. “Eh, Siang Ni, kau bicara apa? Rahasia apa?”
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 104
Bibir yang merah membasah dan bentuknya manis indah itu
cemberut, mata kanannya disipitkan, pundaknya digoyanggoyang
dan matanya menjadi basah. Dulu diwaktu kecil, semua
ini masih ditambah dengan kedua kaki kecil itu dibantingbanting,
sikap ngambek dan manjanya tampak.
“Ibu, aku bukan anak kecil lagi. Aku sudah remaja, hampir
dewasa, sudah dapat berpikir panjang, menggunakan akal dan
pertimbangan dengan masak. Ibu tahu pula bahwa aku murid
seorang panglima besar dan aku memiliki kekuatan dan
kemampuan, bukan seorang gadis lemah berpenyakitan yang
tidak berdaya. Oleh karena itu, biarpun Ibu selalu hendak
menyembunyikan dariku, aku tahu bahwa di balik riwayat
hidup Ibu ada sesuatu yang hendak Ibu sembunyikan dari aku.
Bukankah begitu? Kalau tidak demikian, mengapa Ibu tidak
pernah mau terus terang bercerita tentang keluarga Ibu, siapa
ayah bunda Ibu, dari mana asal kampung halaman dan
bagaimana pula Ibu bisa berada di sini menjadi isteri yang
kesembilan dari seorang pangeran, yaitu ayah Lu Kok Kong?”
“Ssttt....... Anakku....... diamlah......!” Tiba-tiba Sui Hong
menangis sedih.
Siang Ni memeluk ibunya dan ikut menangis.
“Ampun Ibu, aku tidak bermaksud menyakiti hati Ibu.
Akan tetapi kasihanilah Anakmu ini, Ibu. Ceritakanlah agar
aku tidak menjadi sakit karena penasaran mengingat akan
riwayat Ibu yang masih gelap itu.”
Sui Hong menghela napas panjang, kemudian ia
menghapus air matanya dan berkata lirih dan lembut.
“Baiklah, Anakku. Kelak akhirnya engkau pun akan
mengetahui juga, karena biarpun tidak mendengar dari mulut
Ibumu sendiri, orang lain tentu akan bercerita kepadamu. Tidak
ada rahasia yang dapat ditutup rapat untuk selamanya, pasti
akan tiba masanya terbuka.”
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 105
Dengan girang Siang Ni lalu duduk di samping ibunya dan
siap mendengarkan cerita ibunya dengan penuh perhatian.
“Nenek moyang Ibumu sesungguhnya bukan orang-orang
berderajat rendah.” Sui Hong mulai bercerita dengan suara
bersemangat dan bangga. “Keluarga Pouw semenjak ratusan
tahun lalu terkenal sebagai keluarga keturunan bangsawan,
bangsawan tinggi yang selain mengabdi kepada negara, juga
amat dikenal sebagai pahlawan-pahlawan bangsa, patriotpatriot
sejati yang berjiwa besar. Dahulu rakyat di seluruh
tanah air mengenal dua saudara Pouw yang hebat. Pouw Goan
Keng menjadi Menteri Kesusastraan yang dipuja karena
kepandaiannya, sedangkan adiknya Pouw Cong Keng menjadi
panglima yang terkenal gigih menghadapi barisan bangsa Kin.
Pendeknya pada masa itu, di seluruh negeri tidak ada seorang
ahli sastra yang melebihi kakek besarmu Pouw Goan Keng dan
tidak ada seorang ahli perang yang melebihi kakek besarmu
Pouw Cong Keng.”
Sepasang mata Siang Ni bersinar, mukanya berseri karena
ia ikut bangga mendengar akan kehebatan nenek moyang
ibunya. Akan tetapi ia tidak berkata sesuatu karena tidak ingin
mengganggu cerita ibunya.
“Kakek buyutmu bernama Pouw Bun juga bukan orang
sembarangan karena dahulu pernah menjabat kedudukan Jaksa
di kota raja. Sayang sekali kakek dan nenekmu meninggal
dunia karena sakit ketika ibumu masih kecil. Oleh karena itu,
Ibumu dan paman besarmu yang bernama Pouw Keng In
tinggal bersama kakek dan nenek buyutmu. Juga paman
besarmu Pouw Keng In adalah seorang pencinta bangsa dan dia
membuktikan perasaan dan jiwa patriotnya melalui tulisantulisannya,
berupa sajak-sajak yang bersemangat. Akan
tetapi...... nasib sudah ditentukan oleh Thian, malapetaka hebat
menimpa keluarga Pouw......” Wajah Sui Hong tampak muram
dan berduka sekali karena semua peristiwa dahulu terbayang
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 106
kembali di depan matanya.
“Nasib buruk apakah yang telah menimpa keluarga kita itu,
Ibu?”
“Ketika hal itu terjadi, Ibumu ini masih muda remaja,
sedikit lebih tua daripada engkau, Siang Ni. Malapetaka itu
diawali perbuatan seorang pelayan kakekmu bernama Can Sui
yang menaruh hati kepada Ibumu dan mau berbuat kurang ajar.
Dia dimarahi dan diusir dari rumah. Jahanam itu yang tadinya
mengagumi sajak-sajak patriotik Paman besarmu, lalu
membawa beberapa tulisan sajak itu kepada pejabat pemerintah
Kerajaan Goan. Tentu saja keluarga Pouw lalu dituduh
memberontak karena sajak-sajak patriotik itu menyatakan
ketidakrelaan hati Paman besarmu melihat tanah air dijajah
bangsa Mongol. Akibatnya, rumah kakekmu diserbu pasukan
pemerintah. Kakakku Pouw Keng In dan isterinya yang sedang
mengandung tua, bersama aku melarikan diri dari kejaran
pasukan yang ganas itu. Adapun Kakek dan Nenekku tidak
mau meninggalkan rumah dan mereka rela tewas bersama
hancurnya rumah kami. Kami bertiga, Kakak Pouw Keng In
dan isterinya yang bernama Tan Bi Lian, dan aku sendiri yang
melarikan diri.......”
Sampai di sini Sui Hong tak dapat menahan isak tangisnya.
Ia teringat betapa kakak dan kakak iparnya telah menjadi
korban anak panah.
“Bagaimana selanjutnya, Ibu?” Siang Ni bertanya,
mukanya berubah kemerahan seperti orang marah. Memang
gadis ini marah sekali kepada orang yang bernama Can Sui,
pengkhianat yang sudah menghancurkan kehidupan keluarga
ibunya.
“Kasihan paman besarmu Pouw Keng In dan isterinya......,
mereka telah menjadi korban anak panah ketika kami bertiga
dengan nekat menyeberangi sungai. Aku melihat anak panah
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 107
menancap di tubuh kakakku dan isterinya dan mereka hanyut
terbawa air sungai.......” Sui Hong menutupi matanya dengan
kedua tangan seolah hendak menutupi bayangan peristiwa yang
amat menyedihkan itu.
“Kejam sekali!” Siang Ni berseru dan tampak marah sekali.
“Ibu, manusia macam apakah yang melakukan perbuatan keji
itu?”
“Dia seorang panglima, Siang Ni, pemimpin dari pasukan
yang mengejar kami.”
“Siapakah dia, Ibu? Masih ingatkah siapa orangnya?”
Tentu saja Sui Hong masih ingat dengan baik siapa adanya
panglima itu yang bukan lain adalah Panglima Kong Tek Kok,
panglima besar yang sampai sekarang masih tinggal di kota
raja dan panglima itu bahkan telah menjadi guru Siang Ni!
Mengingat akan kedudukan Panglima Kong Tek Kok dan
kelihaiannya, apalagi kini telah menjadi guru Siang Ni, Sui
Hong tidak berani berterus terang. Ia khawatir puterinya akan
menjadi nekat dan bagaimana mungkin puterinya mampu
melawan Panglima Kong Tek Kok yang menjadi gurunya
sendiri?
“Aku masih ingat orangnya, akan tetapi tidak tahu
namanya. Mungkin dia sudah tewas dalam perang. Orang jahat
tidak akan selamat, Anakku.”
“Ah, sayang. Kalau Ibu tahu siapa orangnya, aku ingin
sekali mencarinya dan membalas dendam atas kekejamannya
terhadap keluarga Ibu. Apakah yang membunuh Kakek dan
Nenek buyut juga orang itu?”
“Tentu saja, karena dia yang memimpin pasukan itu.”
“Jahanam keparat! Kemudian bagaimana, Ibu? Bagaimana
Ibu sendiri dapat terbebas dari bahaya maut itu?”
Sui Hong menarik napas panjang. “Mungkin karena pada
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 108
waktu itu Ibumu ini dianggap berwajah cantik.......”
“Sampai sekarang pun Ibu tetap merupakan wanita
tercantik di kota raja!” kata Siang Ni bangga sambil menatap
wajah ibunya yang memang masih tampak jelita.
Kembali Sui Hong menarik napas panjang. “Itulah
salahnya. Kalau saja wajahku buruk, kiranya nasibku tidak
seburuk itu.”
“Mengapa Ibu berkata demikian?” Siang Ni merasa
penasaran. “Bukankah Ibu sekarang hidup bahagia bersama
ayah dan aku?”
Sui Hong merangkul anaknya. “Memang begitulah, Siang
Ni. Sekarang aku merasa berbahagia, asal saja engkau tidak
mengalami segala kesengsaraan yang telah dialami Ibumu, aku
sudah merasa senang dan tidak mengharapkan apa-apa lagi.”
“Akan tetapi bagaimana lanjutan cerita tadi, Ibu? Aku ingin
sekali mendengar bagaimana Ibu lolos dari bahaya maut.
Bukankah tadi Ibu menceritakan bahwa Ibu sedang
menyeberangi sungai bersama Paman Pouw Keng In dan Bibi
Tan Bi Lian yang tewas terkena anak panah?”
“Aku agaknya memang belum ditakdirkan mati dan masih
harus melanjutkan riwayat hidupku. Pemimpin pasukan itu
agaknya tertarik kepadaku dan dia lalu menolongku dari sungai
dan menawanku.”
“Hemm, aku sekarang mengerti!” Siang Ni berseru dan Sui
Hong kaget sekali, mengira bahwa anaknya entah bagaimana
caranya sudah mengetahui tentang pembunuh keluarga Pouw.
“Apa yang kau mengerti, Siang Ni?” tanyanya cemas.
Siang Ni tersenyum. “Aku dapat menduga kelanjutan
ceritamu, Ibu. Tentu sebelum pemimpin pasukan itu berbuat
jahat terhadap Ibu, Ayah muncul dan menolong Ibu dari
tangannya! Bukankah begitu, Ibu? Ataukah salah dugaanku?”
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 109
Sui Hong menarik napas lega. Memang demikianlah
sebaiknya, tidak ada alasan lain yang lebih tepat untuk
menceritakan kepada anaknya bagaimana ia bisa menjadi isteri
kesembilan dari Pangeran Lu Kok Kong!
“Engkau cerdik sekali, Siang Ni. Memang, tadinya
panglima itu hendak menjadikan aku selirnya akan tetapi aku
menolak keras. Untungnya ayahmu mengetahui akan hal itu
dan dia berhasil menolongku terbebas dari tangan panglima itu.
Kemudian karena ayahmu tidak mempunyai keturunan, dia lalu
melamar aku. Aku sendiri, untuk membalas budinya, menerima
lamarannya. Demikianlah, Siang Ni. Engkau sekarang tahu
betapa menyedihkan riwayatku, maka selama ini aku tidak
pernah menceritakannya kepadamu. Untuk apa menggali
kenangan lama yang menyedihkan? Keluargaku dahulu,
keluarga Pouw, telah musnah. Akan tetapi aku sekarang bukan
anggauta keluarga Pouw lagi, dan kita berdua adalah anggauta
keluarga Lu.”
“Akan tetapi, Ibu, aku harus mencari jahanam yang menjadi
biang keladi musnahnya keluarga Pouw itu! Di manakah kini
jahanam Can Sui itu berada, Ibu? Bagaimana pula orangnya,
apakah dia memiliki kepandaian silat yang tinggi?”
Sui Hong menggelengkan kepalanya. “Dia orang biasa,
tidak pandai ilmu silat dan setelah peristiwa itu, dia
menghilang dan aku tidak pernah mendengar lagi tentang dia.”
“Hemm, kalau begitu, aku akan mencari panglima keparat
yang telah membunuh Kakek dan Nenek buyut, juga Paman
dan Bibi. Aku harus membunuhnya! Ibu, ceritakan padaku
bagaimana orangnya? Apakah Ibu tahu dia di mana sekarang
dan apakah ilmu silatnya sangat tinggi?”
“Tentu saja, kalau tidak bagaimana dia bisa menjadi
panglima yang memimpin pasukan besar. Akan tetapi
sesungguhnya aku tidak tahu siapa dia dan di mana tinggalnya.
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 110
Aku pun tidak tahu apakah dia masih hidup ataukah sudah
mati.......”
Tiba-tiba Siang Ni melompat berdiri sehingga Sui Hong
terkejut. Gadis remaja itu menampar kepalanya sendiri,
matanya bersinar-sinar.
“Ah, mengapa aku begini bodoh? Kalau Ibu tidak tahu,
tentu Ayah mengetahuinya. Bukankah Ayah yang dahulu
menolong itu dan menyelamatkan lbu dari tangannya? Ibu, aku
hendak menyusul Ayah dan bertanya kepadanya tentang musuh
besar itu!”
Sui Hong mengerutkan alisnya. Ia merasa khawatir sekali
melihat sikap anaknya. Tentu saja Pangeran Lu Kok Kong tahu
siapa sebenarnya musuh besar yang telah membasmi keluarga
Pouw. Akan tetapi ia maklum bahwa suaminya tidak akan mau
menceritakan siapa orang itu kepada Siang Ni, apalagi karena
agaknya suaminya memang tidak menghendaki dilakukannya
balas dendam kepada panglima yang kini malah menjadi guru
Siang Ni itu. Biarpun demikian, kalau anak ini terus mendesak
ayahnya yang amat menyayang puterinya itu, bagaimana?
“Siang Ni, engkau jangan tergesa-gesa. Ayahmu sedang
menghadap Sribaginda Kaisar di Istana, kalau sekarang tidak
sedang dalam persidangan, tentu sedang mengadakan
pembicaraan penting dengan para pembesar lain. Bagaimana
engkau berani mengganggunya? Tunggulah kalau Ayahmu
sudah pulang, nanti engkau boleh bicara perlahan-lahan. Aku
pun sangsi apakah Ayahmu tahu siapa orang itu.”
“Mustahil kalau Ayah tidak tahu! Aku sudah tidak sabar
lagi menanti, Ibu. Ayah terkadang sampai jauh malam baru
pulang. Biar aku mencarinya sekarang!” Tanpa dapat dicegah
lagi gadis itu keluar dari gedung dan berjalan cepat mencari
ayahnya di istana kaisar.
Di kota raja, Lu Siang Ni sudah amat dikenal, bahkan di
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 111
lingkungan istana, gadis ini pun dikenal. Semua penjaga yang
bertugas menjaga pintu gerbang istana mengenal baik Siang
Ni. Maka ketika ia tiba di situ, tanpa kesulitan Siang Ni
diperkenankan memasuki pintu gerbang. Waktu itu, matahari
telah turun ke barat dan cuaca sudah mulai remang. Setelah
bertanya ke sana-sini, akhirnya Siang Ni mendapat keterangan
bahwa ayahnya sudah keluar dari istana dan sedang
mengadakan pembicaraan dengan Pangeran Sun, seorang
pangeran tua yang menjadi penasehat kaisar di waktu itu.
Siang Ni merasa kecewa. Gadis ini maklum bahwa
Pangeran Sun yang tua itu amat keras dalam tata-tertib
istananya, bahkan lebih tertib daripada istana kaisar sendiri.
Pangeran Sun mempergunakan tangan besi dalam aturan rumah
tangganya sehingga tidak seperti di istana lain, di istana
Pangeran Sun ini ia tidak bisa bertindak seenaknya. Dengan
berkeras, para penjaga menolaknya untuk masuk. Mereka
minta maaf dan mempersilakan nona itu menunggu ayahnya di
kamar tunggu yang berada di depan. Ia tidak diperbolehkan
masuk begitu saja mengganggu pembicaraan penting antara
ayahnya dan Pangeran Sun.
Perundingan dua orang pangeran itu amat penting dan
siapapun juga tidak boleh mengganggu sebelum Pangeran Sun
memberi tanda. Penjaga yang berani mengganggu dan
memasuki kamar perundingan pangeran tua itu, tanpa ampun
lagi pasti akan dipecat, bahkan mungkin sekali dihukum!
Karena tidak sabar menanti di situ tanpa mengetahui kapan
ayahnya akan keluar, Siang Ni lalu meninggalkan gedung
Pangeran Sun. Daripada duduk menunggu di situ lebih baik
berjalan-jalan di kompleks perumahan istana yang amat indah
itu, melihat-lihat kebun bunga yang indah atau mengunjungi
beberapa orang puteri pangeran yang dikenalnya. Akan tetapi
pada saat itu, para puteri sudah menyembunyikan diri di dalam
kamar masing-masing dan Siang Ni merasa tidak enak kalau
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 112
mengganggu mereka dengan kunjungan resmi. Gadis ini lalu
mencari tempat sunyi dan melompat ke atas genteng!
Memang sejak kecilnya Siang Ni terkenal bandel dan nakal.
Apalagi setelah ia memiliki kepandaian silat. Sering kali ia
berlari-larian di atas genteng istana yang tebal kuat dan enak
dipakai tempat berlari-larian! Seringkali ia dikejar para
pengawal karena mereka mengira ia seorang penjahat yang
hendak mencuri atau mengacau di istana. Akan tetapi setelah
para pengawal tahu bahwa gadis itu bukan lain adalah murid
tunggal Panglima Besar Kong Tek Kok yang mereka takuti,
tidak ada orang berani mengganggunya. Apalagi di samping
menjadi murid Panglima Kong, gadis itu juga puteri tunggal
Pangeran Lu Kok Kong yang mempunyai kekuasaan dan
pengaruh besar di kota raja!
Setelah berada di atas genteng, Siang Ni menjadi gembira
sekali. Angkasa yarg sudah gelap tampak indah seperti
beluderu hitam dihias ribuan bintang seperti permata manikam
yang gemerlapan. Ia lalu mengerahkan gin-kang (ilmu
meringankan tubuh) dan berlari ke sana-sini dengan cepat
sekali.
Dahulu ketika ia mulai belajar ilmu berlari cepat, suhunya
pernah mengajaknya berlari-larian di atas genteng rumahrumah
gedung istana ini dan memang tidak ada tempat lain
yang lebih baik untuk berlatih lari di atas genteng. Gedungnya
besar-besar dan tinggi-tinggi, dan letaknya sambung
menyambung. Gentengnya tebal kuat dan letaknya yang tinggi
rendah itu merupakan tempat yang baik sekali untuk melatih
ilmu meringankan tubuh.
Saking gembiranya bermain-main di tengah udara antara
langit berbintang dan puncak-puncak pohon yang tumbuh di
dekat bangunan atau di taman-taman bunga, bagaikan seekor
burung yang lincah gembira, Siang Ni lupa akan maksud
kedatangannya di istana. Lupa bahwa ia sedang menunggu
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 113
ayahnya untuk segera menanyakan tentang orang yang telah
membasmi keluarga Pouw.
Tiba-tiba berkelebat bayangan tiga orang yang memiliki
gerakan cepat. Siang Ni menghentikan larinya dan menghadapi
tiga orang itu dan ternyata mereka adalah tiga orang pengawal
istana. Para pengawal istana ini berpakaian gagah dengan topi
dihias bulu burung garuda, pakaian mereka seragam dan di
pinggang mereka tergantung pedang.
Melihat bahwa yang berdiri di depan mereka adalah Lu
Siang Ni, tiga orang pengawal itu cepat memberi hormat dan
seorang di antara mereka berkata.
“Selamat malam, Lu-siocia. Kami tidak bemaksud
mengganggu, hanya kami ingin tahu siapa yang berlari-larian
di atas genteng. Kami bertugas jaga malam dengan kawankawan
di malam ini.”
Siang Ni tersenyum ramah. “Tidak apa, aku sedang iseng
dan mencari angin karena tidak sabar menanti ayah yang
sedang bercakap-cakap di gedung Sun Ong-ya. Apakah kalian
melihat ayah sudah pulang?”
Serentak mereka menjawab. “Sudah, Lu-siocia. Kami
melihat Lu Ong-ya sudah lama meninggalkan istana dan
kendaraannya sudah lama keluar dari pintu gerbang istana.”
Siang Ni tertegun. Saking gembiranya tadi, ia sudah lupa
waktu. Sudah berapa lamakah ia berada di atas genteng dan
berlari-lari tadi?
“Oh, terima kasih, aku hendak menyusul ayah kalau
begitu!” Setelah berkata demikian, ia lalu menggerakkan kedua
ujung kakinya dan tubuhnya melesat dengan gerakan indah,
melayang turun dari atas wuwungan dengan cara membuat
pok-sai (salto), kedua kaki dirapatkan, kedua lengan
direntangkan dan tubuhnya melengkung seperti busur. Setelah
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 114
tiba di atas tanah tanpa mengeluarkan suara sedikit pun,
tubuhnya merupakan bayangan hitam yang berkelebat lenyap
dalam kegelapan.
Tiga orang pengawal yang berada di atas genteng
memandang kagum sekali, kemudian mereka saling pandang
dengan mata besinar.
“Aduh hebatnya Nona itu......” kata yang pertama.
“Amat cantik jelita dan gagah......” kata yang kedua.
“Gerakan melompat tadi bukan main indahnya, sepuluh
tahun lagi mempelajarinya, belum tentu aku sanggup meniru
gerakan seperti tadi,” kata yang ketiga.
Kemudian mereka termenung, tenggelam dalam lamunan
masing-masing sambil memandang ke atas, ke angkasa penuh
bintang. Bagi mereka, Siang Ni seolah-olah merupakan sebuah
di antara ribuan bintang itu. Indah dipandang, boleh dikenang,
akan tetapi sukar dicapai tangan!
@_Alysa^DewiKZ_@
Tag:cersil cersil indo cersil mandarin full cerita silat mandarin online cersil langka cersil mandarin lepas cerita silat pendekar matahari kumpulan cerita silat jawa cersil mandarin beruang salju. cerita silat pendekar mataharicerita silat indonesia cerita silat kho ping hoo cerita silat mandarin online cerita silat mandarin full cerita silat jawa kumpulan cerita silat cerita silat jawa pdf cerita silat indonesia gratis cerita silat jadul indonesia cerita silat indonesia pendekar rajawali sakti cersil indonesia pendekar mabuk cersil langka cersil dewa arak cerita silat jaman dulu cersil jawa download cerita silat mandarin full cerita silat mandarin online cersil mandarin lepas cerita silat mandarin pendekar matahari cerita silat jawa pdf cersil indonesia pdf cersil mandarin beruang salju kumpulan cerita silat pdf
kumpulan cerita silat cersil online
Share:
cersil...
Comments
0 Comments

Postingan Cersil Terbaru