Rabu, 30 Mei 2018

Pendekar Tanpa Bayangan 4

=====
baca juga
Bab 2. Tumbuhnya Bibit-bibit . . . . . .
“Kelakuanku membunuh Pangeran Lu Kok Kong itu
membuat Bibi Pouw Sui Hong meninggal dunia saking kaget
dan sedihnya. Lu Siang Ni yang juga tinggi ilmu silatnya
hendak membalas kematian ibunya, akan tetapi setelah ia
mengetahui sebab aku membunuh ayahnya, ia dapat mengerti.
Kami berdua lalu membalas dendam kepada panglima yang
dulu membasmi keluarga Pouw. Kami berdua berhasil
membunuh Panglima Kong Tek Kok di tanah kuburan Bibi
Pouw Sui Hong. Akan tetapi Adik misanku itu, Lu Siang Ni
juga membunuh diri di depan makam orang tuanya. Ah, aku
menyesal sekali, sungguh menyesal sekali.”
Ceng Ceng yang merasa terharu, melihat pemuda itu
menangis di depannya. Ia bangkit dan menghampiri,
menyentuh pundak Cun Giok dan berkata lembut namun
membesarkan hati.
“Twako, bagiku engkau sama sekali tidak bersalah karena
ketika membunuh Pangeran Lu, engkau hendak membalaskan
sakit hati bibimu, engkau tidak tahu akan keadaannya.
Kesalahanmu hanya bahwa engkau kurang teliti menyelidiki
keadaan mereka. Akan tetapi tidak perlu hal-hal yang lalu
dikenang dan menjadi tekanan batinmu. Hal yang lalu dapat
dijadikan pelajaran agar di masa depan kita tidak melakukan
kesalahan yang sama. Twako, engkau murid seorang pendekar
patriot yang sakti dan bijaksana, tentu engkau tahu bahwa
menyesali hal yang sudah lalu tidak ada gunanya lagi dan
membenamkan diri dalam kesedihan bukanlah sikap seorang
pendekar.”
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 311
Ucapan itu lembut sekali, lebih bersifat menghibur daripada
menegur, dan terasa oleh Cun Giok bagaikan air dingin yang
menyiram hati dan pikirannya. Dia mengangkat muka
memandang wajah yang cantik dan tampak keibuan itu, lalu
tersenyum, menghapus pipinya yang basah.
“Maafkan aku, Nona Liu.......”
“Jangan sebut Nona, Twako. Orang tua kita bersahabat
karib, bukankah kita juga sahabat dan bukan orang lain?”
“Baiklah, Siauw-moi (Adik Perempuan) ......” Cun Giok
kembali tersenyum dan sekali ini bukan senyum paksaan.
Hatinya terasa ringan kembali. “Sekarang tiba giliranmu untuk
bercerita tentang dirimu karena tadi engkau telah menguras
semua riwayat diriku.”
Ceng Ceng tersenyum manis. Semakin manis kalau ia
tersenyum karena lesung pipi kanan itu tampak semakin nyata.
“Giok-ko (Kakak Giok), seperti telah kukatakan tadi,
ayahku bernama Liu Bok Eng dan tinggal di Nan-king. Dahulu
Ayah menjadi seorang panglima Kerajaan Sung yang ikut
berperang melawan pasukan Mongol sampai jatuhnya
pertahanan terakhir di Kan-ton. Setelah Kerajaan Sung berakhir
(tahun 1279) Ayah tidak lagi mencampuri urusan kerajaan dan
kini lebih banyak mengasingkan diri dan berjalan-jalan ke
gunung-gunung. Aku merupakan anak tunggal. Ibuku masih
ada dan aku bernama Liu Ceng, di tempat tinggalku, Ayah dan
yang lain-lain biasa menyebutku Ceng Ceng. Aku sejak kecil
belajar ilmu silat dari Ayah. Kemudian aku belajar ilmu sastra
dan pengobatan dari Susiok (Paman Guru) Im Yang Yok-sian,
adik seperguruan Ayah yang menjadi pertapa di Hoa-san.
Setelah tamat belajar, dengan perkenan Ayah, aku pergi
merantau ke utara untuk melihat keadaan setelah bangsa
Mongol memegang pemerintahan, dan menambah
pengalaman.”
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 312
“Akan tetapi, Ceng-moi, mengapa engkau tadi membiarkan
dirimu ditawan dalam kuil? Padahal aku yakin kalau engkau
menghendaki, engkau dapat dengan mudah meloloskan diri dan
kalau engkau melawan, mereka tidak akan mampu
menawanmu!”
Ceng Ceng tersenyum. “Begini, Giok-ko. Selama dalam
perjalanan, aku melaksanakan pesan ayah agar aku selalu
menolong rakyat yang diperlakukan sewenang-wenang oleh
pembesar Mongol. Nah, aku selalu menegakkan kebenaran dan
keadilan, dan dengan pengetahuanku tentang pengobatan, aku
juga membantu rakyat yang menderita sakit. Aku juga
menentang cara kerja pembesar yang melakukan paksaan
terhadap rakyat untuk kerja paksa yang sewenang-wenang.
Karena aku menentang para pembesar yang sewenang-wenang,
memberi hajaran keras kepada mereka, aku lalu dicari dan
dikejar-kejar.”
“Dan mereka yang kau tolong lalu memberi julukan Pekeng
Sianli kepadamu, bukan?”
“Benar, julukan yang terlalu tinggi untukku. Nah, malam
tadi, karena aku dikejar-kejar Panglima Kim Bayan yang cukup
lihai dan dia membawa banyak pembantu perwira, aku
bersembunyi di rumah kakek dan nenek yang sederhana di
dusun tadi. Dan inilah kesalahanku! Agaknya ada mata-mata
mereka yang mengetahui tempat persembunyianku. Malam tadi
Panglima Kim Bayan menyerbu bersama pasukannya. Tentu
saja aku melawan, akan tetapi setelah aku merobohkan banyak
pengeroyok, Panglima Kim tiba-tiba menangkap kakek dan
nenek pemilik rumah dan mengancam akan membunuh mereka
kalau aku tidak menyerah. Terpaksa, untuk menyelamatkan
mereka, aku menyerah dan ditawan, lalu dibawa ke kuil tadi.
Panglima Kim sendiri agaknya puas melihat aku sudah ditawan
dan meninggalkan aku di bawah pengawasan orang-orangnya.
Tentu dia mengira aku tidak mampu melarikan diri karena para
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 313
penjaga dibekali obat peledak yang mengandung pembius.
Akan tetapi aku selalu bersedia obat penyembuh luka dan obat
pemunah racun sehingga aku tidak khawatir. Kemudian engkau
datang menolongku!”
Cun Giok tertawa. “Ha-ha-ha, sungguh aku merasa malu,
Ceng-moi! Aku telah bertindak tolol, mencoba untuk
menolongmu dan sebaliknya malah engkau yang
menyelamatkan aku dari asap pembius!”
“Tidak, Giok-ko. Bagaimanapun juga, aku pun akan
bertindak sama kalau aku menjadi engkau. Aku berterima kasih
kepadamu. Twako, aku pernah mendengar akan peristiwa hebat
di tanah kuburan kota raja itu. Aku mendengar bahwa banyak
perajurit dan seorang panglima yang terkenal terbunuh oleh
seorang pendekar yang dijuluki Bu-eng-cu (Si Tanpa
Bayangan). Melihat gin-kangmu tadi, aku berani bertaruh
bahwa pasti engkau yang berjuluk Bu-eng-cu itu!”
Cun Giok menghela napas panjang. “Memang benar, Cengmoi.
Akulah yang membunuhi mereka, bersama adik misanku
Siang Ni. Ah, kalau saja adik misanku Lu Siang Ni tidak
membunuh diri, betapa lega dan bahagianya hati kami berdua
dapat membalaskan dendam keluarga Pouw.”
“Akan tetapi, mengapa adik misanmu itu membunuh diri,
Twako?”
Cun Giok menghela napas panjang dan menggelengkan
kepalanya. “Aku tidak tahu, Ceng-moi, aku tidak tahu. Musuh
besar kami itu adalah gurunya sendiri......”
Biarpun mulutnya berkata demikian, namun dalam hatinya
Cun Giok setengah dapat menduga mengapa Siang Ni
demikian bencinya kepada gurunya itu sehingga membacoki
tubuh gurunya itu sampai lumat kemudian membunuh diri di
depan makam orang tuanya. Satu-satunya kemungkinan hanya
bahwa adik misannya itu ternoda dan merasa dirinya hina dan
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 314
kotor maka tidak ingin melanjutkan hidupnya setelah dapat
membalas dendam.
“Ah, sudahlah, Giok-ko. Apa yang sudah terjadi tak dapat
diubah dan tidak perlu disesalkan. Manusia tidak mungkin
dapat mengubah apa yang sudah menjadi garis hidupnya. Mati
dan hidup sudah ditentukan oleh Thian (Tuhan), dan sebabsebab
kematian yang bermacam-macam itu pun tepat dan
sesuai dengan Karma masing-masing. Yang penting kita tidak
melakukan perbuatan jahat yang berdosa.”
“Akan tetapi aku berdosa, Ceng-moi. .Aku telah membunuh
Pangeran Lu sehingga menyebabkan kematian bibiku sendiri.”
“Apa yang kaulakukan memang salah, Giok-ko. Akan
tetapi kesalahan itu kaulakukan tanpa kau sadari, tanpa kau
sengaja dan kesalahan yang dilakukan tanpa sengaja bukanlah
dosa. Letak kesalahanmu hanyalah bahwa engkau kurang hatihati,
kurang teliti sehingga patut dijadikan pelajaran dan
pengalaman yang mendidik.”
Agak ringan rasa hati Cun Giok dan dia merasa kagum
bukan main. Gadis ini masih muda, usianya baru sembilanbelas
tahun, akan tetapi wawasannya sudah mendalam dan
ucapannya mengandung makna yang bukan hanya untuk
menghibur, akan tetapi lebih membuka pengertian sehingga
meringankan tekanan batin yang dideritanya semenjak Siang
Ni membunuh diri di tanah kuburan itu.
“Ah, aku dapat mengerti maksudmu, Ceng-moi dan terima
kasih. Sekarang engkau hendak pergi ke mana, Ceng-moi?”
“Tadinya aku hendak merantau dan melihat kota raja. Akan
tetapi setelah peristiwa ini, Panglima Kim Bayan pasti tidak
akan tinggal diam dan aku menjadi seorang buruan seperti
engkau, Giok-ko. Aku tidak jadi pergi ke kota raja, aku akan
mengunjungi Susiok (Paman Guru) yang bertapa di Hoa-san.”
Lalu ia memandang wajah Cun Giok dan bertanya, “Dan
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 315
engkau sendiri, hendak pergi ke mana, Giok-ko?”
Hati Cun Giok merasa amat kagum dan tertarik kepada
gadis yang halus budi ini. Dia ingin lebih memperdalam
persahabatannya dengan Ceng Ceng, maka dia berkata dengan
suara agak ragu. “Ceng-moi. Sudah lama aku mendengar dari
Kakek Guru Pak-kong Lojin bahwa ketua Hoa-san-pai yang
berada di Pegunungan Hoa-san adalah sahabat karibnya,
bahkan mereka berdua telah mengangkat saudara ketika masih
muda. Aku ingin juga pergi berkunjung ke Hoa-san-pai karena
aku juga tidak mungkin dapat berkunjung ke kota raja. Kalau
boleh, aku ingin melakukan perjalanan bersamamu ke Hoa-san.
Akan tetapi kalau engkau tidak setuju, tidak mengapa, kita
mengambil jalan masing-masing.”
“Ketua Hoa-san-pai? Dia bernama Goat-liang Sanjin dan
Paman Guru Im Yang Tok-sian juga bersahabat dengan dia!”
“Ah, kebetulan sekali! Engkau mengenal para pimpinan
Hoa-san-pai, Ceng-moi?”
Gadis itu tersenyum. “Ketika aku digembleng oleh Susiok
Im Yang Yok-sian, dua kali aku ikut paman guruku berkunjung
ke sana. Hoa-san-pai berada di lereng barat, sedangkan tempat
pertapaan paman guruku berada di lereng timur. Aku pernah
berjumpa dengan Goat-liang Sanjin dan yang lain-lain, akan
tetapi besar kemungkinan mereka tidak ingat kepadaku.”
“Wah, kalau begitu aku tidak akan tersesat mencari Hoasan-
pai, tentu saja kalau engkau tidak keberatan melakukan
perjalanan bersamaku, Ceng-moi!”
“Mengapa keberatan? Tidak ada salahnya kalau hanya
melakukan perjalanan bersama, Giok-ko.”
“Ah, terima kasih, Ceng-moi!” kata Cun Giok dengan
girang. “Sambil melakukan perjalanan kita selalu siap untuk
menentang yang jahat dan membela kebenaran dan keadilan!”
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 316
“Aku setuju, Giok-ko.”
Dua orang muda itu melanjutkan perjalanan mereka. Kalau
mereka melewati daerah pegunungan atau hutan yang sepi,
mereka mempergunakan ilmu berlari cepat. Akan tetapi kalau
mereka melalui tempat-tempat yang ramai, mereka melakukan
perjalanan biasa.
@_Alysa^DewiKZ_@
Selama melakukan perjalanan bersama menuju ke Hoa-san,
Cun Giok merasa semakin kagum kepada Ceng Ceng. Dia
melihat betapa gadis yang lembut itu amat bijaksana, bahkan
dia harus mengakui bahwa seringkali terbuka hatinya
menerima petunjuk tentang kehidupan dari gadis itu. Di lain
pihak, Ceng Ceng juga kagum dan suka kepada Cun Giok.
Baru sekarang ditemukannya seorang pemuda yang selalu
bersikap sopan, baik pandang matanya, sikapnya maupun
bicaranya. Berdekatan dengan Cun Giok ia merasa terlindung
dan aman.
Di sepanjang perjalanan, kedua orang muda ini selalu
mengulurkan tangan untuk menentang kejahatan. Banyak
gerombolan-gerombolan penjahat yang suka merampok dan
bertindak sewenang-wenang memaksakan kehendak sendiri,
menerima hajaran keras dari Bu-eng-cu dan Pek-eng Sianli dan
kedua julukan ini menjadi semakin terkenal. Sepak terjang
mereka demikian cepat sehingga para lawan mereka hampir
tidak sempat mengenali wajah kedua orang pendekar muda itu.
Pada suatu pagi, setelah melakukan perjalanan selama
puluhan hari, Cun Giok dan Ceng Ceng berhenti di sebuah
hutan. Bukit Hoa-san sudah tampak dari situ, tak jauh lagi,
bahkan mereka sudah berada di kaki bukit. Hubungan antara
mereka kini sudah akrab sekali setelah mengalami banyak suka
duka selama puluhan hari dalam perjalanan itu.
“Ceng-moi, mengapa kita berhenti di sini?” tanya Cun Giok
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 317
sambil menatap wajah gadis itu.
Mereka berdiri berhadapan dan keduanya merasakan
kehangatan kehadiran masing-masing. Kini mereka sudah
saling mengenal betul, saling mengetahui dan mengenal watak
masing-masing dan diam-diam mereka berdua saling tertarik,
walaupun keduanya tak pernah menyatakannya dengan sikap,
pandang mata, atau ucapan. Sejenak keduanya berdiri
berhadapan dan saling pandang.
Ceng Ceng melihat betapa wajah pemuda itu menyinarkan
pandang mata yang mesra, namun bersih dari nafsu berahi. Ia
merasa jantungnya berdebar, akan tetapi dengan cepat ia
mampu menguasai perasaan hatinya dan menutupnya dengan
senyum manis.
“Giok-ko, seperti sudah kukatakan dahulu kepadamu, Hoasan-
pai terletak di lereng bukit sebelah barat, sedangkan tempat
tinggal Susiok berada di lereng sebelah timur. Kalau dari sini
engkau mengambil jalan itu, terus mendaki, di lereng pertama
sudah tampak bangunan pusat Hoa-san-pai di lereng tiga. Aku
akan mengambil jalan ini ke tempat Susiok. Nah, kita berpisah
di sini, Giok-ko.”
Ucapan itu lembut, akan tetapi Cun Giok seolah mendengar
kata-kata keras yang membuatnya terkejut. “Jadi...... jadi
kita...... akan berpisah di sini.......?” tanyanya lirih dan agak
gagap.
Ceng Ceng tersenyum. Entah bagaimana ia sendiri tidak
mengerti mengapa melihat kegagapan pemuda itu ia merasa
senang sekali! Ia tersenyum manis dan matanya menyinarkan
kasih keibuan. Dalam keadaan seperti itu, ia seolah melihat
Cun Giok seperti seorang anak-anak yang membutuhkan
hiburan dan nasihat.
“Giok-ko, engkau tentu mengerti bahwa bagi dua orang
sahabat, tidak ada pertemuan tanpa perpisahan dan perpisahan
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 318
pun tidak menutup kemungkinan bertemu kembali.”
Cun Giok menghela napas panjang. Tentu saja dia
mengerti, akan tetapi dengan jujur dia berkata, “Ceng-moi,
sudah puluhan hari kita mengadakan perjalanan bersama,
mengalami banyak peristiwa dan pertempuran bersama. Terus
terang saja, rasanya amat berat untuk berpisah dari sisimu.
Bagaimana kalau aku ikut denganmu ke tempat pertapaan
paman gurumu lebih dulu? Aku tidak tergesa-gesa pergi ke
Hoa-san-pai, tidak ada urusan khusus.”
Ceng Ceng tersenyum, debar jantungnya semakin menguat,
akan tetapi ia tetap tenang ketika berkata lagi dengan suara
lembut, “Giok-ko, bukannya melarang engkau pergi ke tempat
tinggal Susiok, akan tetapi akan tampak janggal kalau aku
menghadap paman guruku bersama seorang pemuda yang tidak
dikenalnya. Biarpun kita tidak melanggar kesusilaan, akan
tetapi tetap saja tampak janggal dan menimbulkan kesan tidak
sopan. Engkau tentu mengerti maksudku, Giok-ko, maka
maafkanlah. Kita mengambil jalan masing-masing. Masih
banyak kesempatan bagi kita untuk dapat saling bertemu
kembali. Nah, selamat berpisah, Giok-ko.”
Gadis itu tidak memberi kesempatan kepada Cun Giok
untuk menjawab. Ia mengangkat kedua tangan depan dada
sebagai penghormatan, lalu tubuhnya berkelebat menjadi
bayangan putih yang melesat ke arah lereng bukit sebelah
timur.
Cun Giok mengikuti bayangan itu dengan pandang
matanya. Setelah bayangan itu lenyap dari pandang matanya,
dia menghela napas panjang. Tiba-tiba timbul kegelisahan
dalam hatinya. Baru sekarang dia merasa banwa dia telah jatuh
cinta kepada seorang gadis! Akan tetapi dia teringat kepada
Siok Eng dan dia termenung. Dahulu, belum ada perasaan cinta
seperti ini dalam hatinya terhadap Siok Eng, walaupun harus
dia akui bahwa dia menyukai gadis itu. Bagaimana pun juga,
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 319
dia telah terikat kepada Siok Eng. Terikat perjodohan! Dulu dia
menerima begitu saja untuk menyenangkan hati gurunya. Cun
Giok menjadi bimbang, lalu dia melanjutkan perjalanan
menuju ke lereng bukit sebelah barat.
@_Alysa^DewiKZ_@
Sama sekali Cun Giok dan Ceng Ceng tidak pernah
menduga bahwa baru kemarin terjadi peristiwa yang hebat dan
menggemparkan di Bukit Hoa-san.
Kemarin malam, ketika Goat-liang Sanjin sedang bersila
dalam kamarnya, bersamadhi, dan para murid Hoa-san-pai
sudah tidur, daun pintu kamar ketua Hoa-san-pai itu diketuk
perlahan dari luar.
Goat-liang Sanjin yang sudah berusia delapanpuluh tahun
menduga bahwa yang mengetuk pintu kamarnya tentu seorang
di antara para murid tingkat pertama yang mempunyai urusan
penting sehingga berani mengetuk daun pintu kamarnya. Maka
dia pun membuka matanya dan berkata tenang ke arah pintu.
“Masuklah!”
Daun pintu terbuka dari luar dan sesosok tubuh manusia
memasuki kamar itu. Tanpa mengangkat mukanya yang
ditundukkan, Goat-liang Sanjin bertanya.
“Keperluan apa yang mendorongmu untuk menemui pinto
(aku) malam-malam begini?”
Akan tetapi orang itu setelah tiba di depan Goat-liang
Sanjin yang duduk bersila di atas pembaringan, tanpa
mengeluarkan kata-kata sudah menyerangnya dengan pukulan
ke arah kepala kakek itu!
Goat-liang Sanjin adalah ketua Hoa-san-pai, tentu saja dia
telah memiliki tingkat ilmu silat yang amat tinggi. Dia pun
peka sekali dan biar tidak menduga ada orang menyerangnya,
namun dia dapat merasakan datangnya serangan. Akan tetapi
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 320
dia sudah sangat tua, maka begitu dia menangkis, dua lengan
bertemu dan Goat-liang Sanjin terjengkang di atas
pembaringannya. Bayangan itu kembali menyerang dan kini
pukulan telapak tangan kirinya dengan tepat mengenai dada
ketua Hoa-san-pai.
“Plakk......!” Goat-liang Sanjin mengeluh dan kalau tadinya
dia hendak bangkit, kini dia terkulai dan roboh di atas
pembaringan.
Orang itu hendak menyusulkan pukulan maut, akan tetapi
pada saat itu, dari pintu berlompatan masuk tiga orang laki-laki
berpakaian sebagai tosu, berusia antara empatpuluh sampai
limapuluh tahun. Mereka bertiga terkejut melihat Goat-liang
Sanjin rebah dan mengeluh kesakitan dan melihat seorang lakilaki
muda yang tidak jelas wajahnya karena dia membelakangi
lampu kecil di atas meja.
“Siapa engkau?”
“Apa yang kau lakukan di sini?”
Akan tetapi orang itu tidak mempedulikan teguran itu. Dia
mengurungkan serangan keduanya dan dengan cepat tubuhnya
melompat dan menerobos pintu yang terbuka. Karena tidak
tahu apa yang telah terjadi, maka tiga orang tosu (pendeta To)
itu tidak menghalangi orang tadi pergi. Mereka cepat melompat
ke dekat pembaringan dan begitu melihat keadaan Goat-liang
Sanjin mereka terkejut dan marah bukan main karena guru
mereka itu telah menderita luka dalam yang amat parah!
“Cepat tangkap dia......” Goat-liang Sanjin masih dapat
berkata lemah dan dia tergolek pingsan.
Tiga orang tosu itu cepat berlompatan keluar dan
melakukan pengejaran. Akan tetapi orang itu telah lenyap
tanpa meninggalkan jejak. Ketika tiga orang tosu itu
memeriksa seluruh kompleks bangunan perguruan Hoa-san-pai
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 321
yang cukup luas, mereka tidak menemukan apa-apa. Bahkan
para murid yang bertugas jaga tidak ada yang melihat orang
asing memasuki perkampungan mereka.
Kini dua orang tosu lain yang berpakaian sama dengan
mereka, bergabung dengan mereka. Lima orang tosu itu lalu
bergegas memasuki kamar guru mereka dan mereka
mendapatkan guru mereka yang tua menggeletak pingsan.
Mereka cepat menyalakan penerangan yang lebih besar dan
seorang dari mereka yang paling tua memeriksa keadaan
gurunya. Dia terkejut dan cepat menarik kembali tangannya
ketika meraba dada Goat-liang Sanjin karena dada itu terasa
panas seperti terbakar! Ketika diteliti, ternyata baju kakek itu
berlubang dan ada tapak lima buah jari tangan berwarna hitam
tergambar pada dada Goat-liang Sanjin.
@_Alysa^DewiKZ_@
Bab 3. Pembunuh Gelap Berbaju Putih
“Aih! Suhu telah terkena pukulan beracun yang amat
hebat!” katanya dan kini mereka semua melakukan
pemeriksaan. Ketika mereka mencoba untuk membantu guru
mereka dengan menempelkan tangan pada tubuh yang panas
itu, tenaga sin-kang (tenaga sakti) mereka membalik! Tentu
saja mereka terkejut sekali dan hanya dapat membalurkan obat
luar di dada yang terkena pukulan lima jari tangan menghitam
itu. Mereka tidak berani memberi obat dalam karena belum
tahu pukulan beracun apa yang melukai guru mereka. Juga
semua usaha mereka untuk membuat guru mereka siuman dari
pingsannya gagal karena ketika menotok jalan darah tubuh
gurunya, hasilnya membuat jalan darah itu semakin kacau!
Lima orang itu berunding, apa yang harus mereka lakukan
dan mereka menduga-duga siapa orangnya yang dapat
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 322
memukul dan melukai guru mereka. Penyerang itu pasti orang
yang memiliki ilmu yang amat dahsyat. Padahal, lima orang
tosu itu adalah para murid tingkat pertama dari Goat-liang
Sanjin. Bahkan mereka berlima yang diserahi tugas mewakili
guru mereka memimpin Partai Persilatan Hoa-san-pai karena
guru mereka sudah tua dan hanya lebih banyak bertapa
daripada melibatkan diri dalam urusan dunia.
Lima orang tosu itu adalah orang-orang yang terkenal nama
mereka di dunia persilatan. Siapa yang tidak mengenal Hoa-san
Ngo-heng-tin (Pasukan Lima Unsur dari Hoa-san)? Kalau
mereka maju bersama, mereka membentuk Ngo-heng-tin
(Barisan Lima Unsur) yang amat dahsyat dan kuat. Bahkan
nama mereka juga memakai nama lima unsur itu, yalah Huo
(Api), Kim (Emas), Bhok (Kayu), Sui (Air), dan Tho (Tanah).
Nama mereka adalah Thian Huo Tosu berusia limapuluh
tahun dan bertubuh tinggi kurus, menjadi pimpinan dari Ngoheng-
tin mereka, yang kedua Thian Kim Tosu berusia
empatpuluh delapan tahun dan bertubuh sedang berwajah
tampan, ketiga Thian Bhok Tosu berusia empatpuluh enam
tahun bertubuh gendut pendek, keempat Thian Sui Tosu
berusia empatpuluh empat tahun bertubuh tinggi besar dan
kelima adalah Thian Tho Tosu berusia empatpuluh dua tahun
dan bermuka hitam.
Kelima orang tosu ini tentu saja sudah memiliki tingkat
ilmu silat yang tangguh. Keistimewaan mereka adalah ilmu
Ngo-heng-kun (Silat Lima Unsur) dan Ngo-heng Kiam-sut
(Ilmu Pedang Lima Unsur) dan puncak kekuatan mereka
adalah kalau mereka maju berlima membentuk Ngo-heng-tin
(Barisan Lima Unsur).
“Heran, siapakah orang yang dapat melukai Suhu seperti
ini?” kata Thian Huo Tosu.
“Luka Suhu amat hebat dan aneh. Bahkan usaha kita untuk
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 323
mengusir hawa beracun dengan pengerahan sin-kang kita juga
gagal!” kata Thian Kim Tosu.
“Orang itu tentu musuh besar Suhu. Akan tetapi bagaimana
mungkin? Melihat bentuk tubuhnya, dia hanya seorang pemuda
yang usianya tidak lebih dari duapuluh tahun. Padahal Suhu
telah hampir duapuluh tahun tidak mau terlibat urusan dunia!
Siapakah laki-laki muda itu? Melihat betapa dia dapat melukai
Suhu, dan cara perginya demikian cepat, bahkan tidak ada
murid penjaga yang melihatnya, dapat diketahui bahwa dia
memiliki kepandaian yang tinggi,” kata Thian Bok Tosu.
“Sudahlah, kiranya tidak perlu untuk memusingkan hal itu
pada saat ini. Yang terpenting adalah bagaimana kita dapat
menyembuhkan Suhu yang terluka parah,” kata Thian Sui
Tosu.
“Benar sekali!” kata Thian Tho Tosu. “Keselamatan dan
pulihnya kesehatan Suhu adalah yang paling penting!”
“Hemm, aku pun memikirkan hal itu. Kukira, hanya satu
orang saja yang akan mampu mengobati Suhu sampai sembuh.
Orang itu adalah.......”
“Im Yang Yok-sian!” Kata empat orang saudara
seperguruannya serempak.
Thian Huo Tosu mengangguk. “Benar, pinto (aku) kira,
hanya dialah satu-satunya orang yang dapat mengobati dan
menyembuhkan Suhu dan dia tinggal tak jauh dari sini.”
“Kalau begitu, biar aku sekarang juga pergi berkunjung ke
sana dan mohon pertolongannya!” kata Thian Tho Tosu yang
bermuka hitam.
“Jangan, Sute. Tidak sopan malam-malam begini
mengganggu Yok-sian. Lebih baik besok pagi saja kita berlima
yang pergi ke sana. Kalau kita pergi berlima berarti bahwa kita
sangat mengharapkan pertolongannya,” kata Thian Huo Tosu.
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 324
“Akan tetapi seperti kita sudah mendengar, sudah bertahuntahun
Im Yang Yok-sian bertapa seperti Suhu. Tidak pernah
lagi mencampuri urusan dunia. Bagaimana kalau beliau
menolak permintaan kita?” kata Thian Bhok Tosu dengan suara
ragu.
“Pinto kira, kalau kita berlima yang mohon kepadanya dan
yang membutuhkan pertolongan adalah Suhu, dia pasti akan
mau menolong.”
Demikianlah, dengan hati gelisah lima orang tosu yang
gagah perkasa itu menjaga guru mereka. Hati mereka bukan
hanya gelisah, melainkan juga merasa tidak berdaya. Pada
keesokan harinya, setelah memesan kepada para murid untuk
melakukan penjagaan ketat, Hoa-san Ngo-heng-tin ini
meninggalkan perkampungan Hoa-san-pai dan berlari cepat
menuju ke lereng bukit sebelah timur. Mereka memang tidak
berangkat terlalu pagi agar jangan mengganggu Dewa Obat itu.
Akan tetapi, ketika lima orang tosu itu tiba di depan pondok
sederhana Im Yang Yok-sian, mereka melihat banyak orang
dusun, laki-laki dan perempuan, berkumpul di depan pondok
dan kelihatan bingung dan gelisah.
Thian Huo Tosu segera bertanya kepada mereka. “Apakah
yang terjadi maka kalian berkumpul di sini? Mana Im Yang
Yok-sian, kami ingin bertemu dan bicara.”
Seorang dari para penduduk dusun yang sudah tua berkata
dengan suara gemetar. “Totiang (Bapak Pendeta), tadi ketika
dua orang penduduk dusun datang ke sini pagi-pagi untuk
minta obat, pintu rumah terbuka dan ketika mereka melihat ke
dalam, mereka mendapatkan Im Yang Yok-sian telah tewas
menggeletak di lantai!”
Lima orang tosu itu terkejut sekali dan mereka segera
memasuki pondok sederhana itu. Mereka melihat tubuh Dewa
Obat itu telah diangkat oleh penduduk dan direbahkan di atas
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 325
pembaringan kayu. Mereka segera memeriksanya dan mereka
terkejut melihat Dewa Obat itu ternyata telah tewas dan di dada
dan lambungnya terdapat bekas telapak tangan menghitam!
Dewa Obat itu telah dipukul dengan pukulan beracun yang
sama dengan yang diderita guru mereka! Tentu oleh orang
yang sama pula! Agaknya karena menerima pukulan sampai
dua kali, di dada dan lambung, Si Dewa Obat tidak dapat
bertahan hidup dan tewas seketika. Hal ini membuktikan pula
betapa hebatnya kepandaian penyerang guru mereka itu.
Setelah memeriksa dengan cermat dan melihat bahwa Si
Dewa Obat benar-benar tewas oleh dua pukulan itu, lima orang
tosu Hoa-san-pai itu lalu berpamit dari para penduduk dusun
yang akan mengurus jenazah Dewa Obat yang seringkali
menolong mereka itu. Ternyata Si Dewa Obat itu tinggal
seorang diri di pondoknya.
Dapat dibayangkan betapa gelisahnya hati lima orang tosu
itu ketika tiba di perkampungan Hoa-san-pai melihat bahwa
guru mereka belum juga siuman dari pingsannya dan tubuhnya
tetap panas! Berapa lama suhu mereka akan dapat bertahan?
Kembali sehari semalam lima orang tosu itu tidak dapat tidur
nyenyak dan mereka selalu merasa gelisah. Karena tidak
mengenal ilmu pukulan beracun yang diderita guru mereka,
mereka tetap tidak berani meminumkan obat karena kalau salah
obat keadaan guru mereka akan menjadi lebih parah. Mereka
hanya mencoba untuk memberi obat luar di dada yang dicap
lima jari menghitam itu.
Pada keesokan harinya, ketika lima orang tosu itu menjaga
guru mereka yang belum juga siuman, seorang murid dengan
napas memburu datang melapor bahwa di luar perkampungan
ada seorang pemuda yang dikeroyok para murid Hoa-san-pai.
“Sikapnya mencurigakan, agaknya dia minta bertemu
dengan pimpinan Hoa-san-pai. Karena mencurigakan, para
suheng (kakak seperguruan) minta agar dia meninggalkan
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 326
pedangnya sebelum memasuki perkampungan, akan tetapi dia
menolak. Karena para suheng menjadi semakin curiga maka
kami berusaha menangkapnya, akan tetapi dia lihai sekali.”
Lima orang tosu itu segera berlompatan keluar dan benar
saja, mereka melihat seorang pemuda dikeroyok oleh duapuluh
lebih murid Hoa-san-pai. Sebagian besar para pengeroyok itu
adalah murid tingkat dua dan tiga yang ilmu silatnya sudah
lumayan, akan tetapi senjata mereka berupa pedang, golok, dan
tombak sama sekali tidak dapat menyentuh tubuh pemuda yang
bergerak sedemikian cepatnya sehingga para murid itu seolah
menyerang bayangan saja!
“Kalian semua mundur!” teriak Thian Huo Tosu melihat
betapa banyak murid sudah roboh terkena tamparan pemuda
itu, walaupun yang tertampar itu tidak luka parah dan hanya
senjata mereka yang terlempar dan tubuh mereka terpelanting.
Pemuda itu bukan lain adalah Pouw Cun Giok!
Seperti kita ketahui, Cun Giok berpisah dari Ceng Ceng.
Gadis itu menuju ke lereng timur untuk menemui gurunya
sedangkan dia sendiri pergi ke lereng barat untuk mengunjungi
Goat-liang Sanjin ketua Hoa-san-pai yang menjadi sahabat
baik Pak-kong Lojin, kakek gurunya. Ketika dia tiba di depan
gapura perkampungan Hoa-san-pai di lereng sebelah barat
Hoa-san, dia segera dihadang oleh belasan orang yang tampak
bengis dan penuh curiga memandangnya.
“Hei, berhenti dulu! Siapa engkau berkeliaran di sini dan
apa keperluanmu?” seorang dari mereka bertanya dengan suara
membentak.
Cun Giok tersenyum dan mengangkat kedua tangan
memberi hormat. “Maafkan kalau aku mengganggu. Aku
datang berkunjung untuk bertemu dengan ketua Hoa-san-pai.”
“Ketua Hoa-san-pai tidak menerima tamu, sedang sibuk.
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 327
Hayo engkau mengaku lebih dulu siapa engkau dan apa
keperluanmu!”
“Kalau ketua Hoa-san-pai tidak dapat menemui aku, maka
aku ingin bicara dengan para pimpinan Hoa-san-pai,” kata Cun
Giok yang tidak mau mengakui nama dan keperluannya karena
dia melihat sikap mereka yang penuh curiga dan tidak ramah.
“Dia tentu penjahat itu!” tiba-tiba terdengar suara dan
seolah-olah seruan ini merupakan komando karena tiba-tiba
saja mereka semua menyerbu dan menyerang Cun Giok. Tentu
saja Cun Giok tidak tinggal diam. Dia menggunakan ginkangnya
yang istimewa untuk berkelebatan menghindar dari
semua serangan, membagi-bagi tamparan yang hanya dibatasi
untuk membuat para pengeroyok melepaskan senjata dan
terpelanting.
Pada saat itu, muncul lima orang tosu pimpinan itu. Begitu
Thian Huo Tosu membentak dan menyuruh semua murid
mundur, para anggauta Hoa-san-pai itu serentak mundur dan
mengepung dengan lingkaran besar. Mereka hanya menonton
dan siap dengan senjata di tangan.
Sementara itu, Thian Huo Tosu memberi isyarat kepada
adik-adik seperguruannya dan mereka berlima sudah mencabut
pedang dan mengepung Cun Giok. Melihat betapa pemuda itu
dapat bergerak sedemikian cepatnya, mereka berlima yakin
bahwa tentu pemuda ini yang malam tadi menyerang dan
melukai guru mereka dan pagi tadi membunuh Im Yang Yoksian.
Maka, tanpa banyak cakap lagi mereka berlima bergerak
dan menyerang Cun Giok dengan pedang mereka.
Dengan bentakan nyaring lima orang yang membentuk
Barisan Pedang Lima Unsur itu menyerang sambung
menyambung. Cun Giok terkejut bukan main! Kalau saja dia
tidak mempunyai gin-kang yang luar biasa, akan sukarlah
menyelamatkan diri dari serangan pedang bertubi-tubi yang
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 328
saling mendukung sehingga sulitlah untuk mengelak. Hanya
berkat gerakannya yang luar biasa cepatnya sehingga dia
seolah-olah menghilang dan berkelebat tanpa ada bayangan
yang jelas, dia dapat menghindarkan diri. Akan tetapi
permainan pedang Barisan Ngo-heng itu memang hebat sekali.
Gerakan mereka susul menyusul dengan rapinya, bukan saja
saling mendukung dan saling melindungi, melainkan juga
memiliki kecepatan tinggi karena serangan itu susul menyusul
tiada hentinya.
Cun Giok menjadi bingung juga. Tentu saja dia tidak ingin
melukai seorang dari mereka. Dia tahu bahwa mereka itu
menyerangnya membabi-buta tentu ada sebab tertentu dan
serangan mereka ini hanya merupakan suatu kesalah-pahaman.
Dia pun mengenal ilmu pedang Ngo-heng Kiam-sut karena dia
mendapat pelajaran dari mendiang gurunya kemudian
diperdalam oleh kakek gurunya. Akan tetapi, Ngo-heng Kiamsut
yang dilakukan lima orang dan membentuk Ngo-heng
Kiam-tin ini sungguh amat dahsyat.
“Tunggu dulu! Saya tidak ingin berkelahi dengan Ngo-wi
Totiang (Lima Bapak Pendeta)!” Serunya sambil melompat ke
belakang.
Akan tetapi lima orang tosu yang kini merasa yakin bahwa
pemuda ini yang melukai guru mereka karena pemuda itu amat
lihai dan mampu menghindarkan semua serangan mereka,
menjadi semakin marah dan mereka tidak mempedulikan
seruan Cun Giok. Mereka bahkan menyerang semakin hebat!
Karena dia mulai terdesak, terpaksa Cun Giok mencabut
pedangnya. Sinar keemasan berkelebat ketika dia mencabut
Kim-kong-kiam (Pedang Sinar Emas) dan ketika dia mainkan
pedangnya yang bergulung-gulung membuat perisai keemasan
melindungi tubuhnya, lima orang tosu itu terkejut bukan main.
Cun Giok memang sengaja memainkan ilmu pedang Ngo-heng
untuk mengimbangi serangan mereka. Dan setiap kali
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 329
pedangnya bertemu dengan pedang lima orang tosu itu, para
murid tingkat pertama Hoa-san-pai itu merasa betapa lengan
mereka tergetar hebat!
Akan tetapi karena Cun Giok tidak ingin melukai mereka,
juga dia menjaga agar jangan sampai pedang pusakanya
merusak pedang mereka dan dia hanya bertahan saja, maka
perkelahian itu berlangsung seru.
Setelah mereka mengepung dan menyerang sampai
tigapuluh jurus lebih dan belum juga seorang di antara mereka
dapat melukai pemuda itu, lima orang tosu Hoa-san-pai itu
menjadi semakin penasaran. Pemuda itu tidak pernah balas
menyerang dan hal ini mendatangkan dua dugaan di hati
mereka. Pertama, pemuda itu repot melindungi diri sehingga
tidak sempat balas menyerang, atau pemuda itu sedemikian
lihainya sehingga ingin mempermainkan mereka. Dan gerakan
pedang pemuda itu selalu menggunakan Ngo-heng Kiam-sut
yang demikian hebatnya!
Pada saat itu, sesosok bayangan putih memasuki lingkaran
dengan melompati para murid yang membuat lingkaran itu dari
luar.
“Tahan senjata! Hentikan perkelahian!”
Lima orang tosu itu mendengar suara wanita ini segera
berloncatan mundur dan mereka melihat seorang gadis cantik
berpakaian putih berdiri di dekat pemuda itu, berhadapan
dengan mereka.
“Siancai! Bukankah engkau Nona Ceng Ceng murid Im
Yang Yok-sian?” kata Thian Huo Tosu dan mendengar ucapan
orang pertama dari Ngo-heng Kiam-tin itu para sutenya juga
segera teringat dan mengenal Ceng Ceng. “Mengapa engkau
menghentikan perkelahian kami?
“Totiang, pemuda ini bukan musuh.......”
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 330
“Siapa bilang? Nona Ceng Ceng, dialah yang melukai guru
kami dan dia pula yang telah membunuh gurumu, Im Yang
Yok-sian! Hayo kau bantu kami membunuh penjahat kejam
ini!” kata Thian Huo Tosu.
“Bukan! Ngo-wi Totiang keliru menuduh orang! Dia bukan
pembunuh Susiok Im Yang Yok-sian! Ketahuilah bahwa dia ini
baru datang pagi hari ini bersama aku mendaki Hoa-san.
Berminggu-minggu dia melakukan perjalanan menuju Hoa-san
ini bersamaku. Totiang, tadi aku berpisah di kaki bukit dengan
dia, dan aku langsung menuju ke pondok Susiok Im Yang Yoksian.
Di sana kulihat Susiok telah tewas dibunuh orang dan
menurut para penduduk dusun yang mengurus jenazah Susiok,
katanya Totiang berlima telah datang ke sana. Karena mengira
bahwa Ngo-wi Totiang tentu mengetahui siapa pembunuh
Susiok, maka aku segera lari ke sini dan melihat Ngo-wi
(Kalian Berlima) berkelahi dengan sahabatku ini.”
“Siancai......: Kalau begitu kami salah sangka? Sicu (orang
gagah), siapakah Sicu dan apa maksud Sicu berkunjung ke
sini?” tanya Thian Huo Tosu.
“Totiang, tadi saya hendak memberi penjelasan akan tetapi
Totiang berlima tidak memberi kesempatan kepada saya. Nama
saya Pouw Cun Giok dan saya diberitahu oleh Sukong Pakkong
Lojin bahwa Lo-cianpwe Goat-liang Sanjin adalah
sahabat baik Sukong. Maka setelah berada di kaki bukit, saya
ingin berkunjung dan memberi hormat kepada beliau.”
“Siancai......! Sungguh kami telah terburu nafsu. Kami
menyangka bahwa engkau adalah musuh yang telah melukai
Suhu dan membunuh Im Yang Yok-sian, maka kami lalu
menyerangmu! Kiranya engkau adalah cucu murid Lo-cianpwe
Pak-kong Lojin! Maafkan kami, Sicu. Karena kita semua ini
orang-orang sendiri, mari kalian masuk dan kita bicara di
dalam.”
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 331
“Ah, jadi Lo-cianpwe Goat-liang Sanjin terluka oleh orang
yang membunuh Susiok?” Ceng Ceng bertanya, kaget dan
semakin penasaran.
“Mari kita bicara di dalam,” ajak Thian Huo Tosu dan
mereka bertujuh lalu memasuki perkampungan dan duduk di
ruangan depan rumah induk Hoa-san-pai.
Thian Huo Tosu lalu menceritakan peristiwa yang terjadi.
“Kemarin malam, selagi Suhu duduk bersamadhi, tiba-tiba
Beliau diserang orang. Kami mendengar dan segera memasuki
kamar Suhu, akan tetapi penyerang itu dapat melarikan diri.
Gerakannya amat cepat dan kami hanya melihat bahwa dia
seorang laki-laki muda tanpa kami dapat melihat jelas
mukanya. Ketika kami memeriksa Suhu, ternyata Suhu pingsan
dan terluka hebat. Pukulan beracun yang meninggalkan tanda
hitam di dadanya amat parah. Kami berusaha mengobati,
namun gagal. Kami lalu teringat kepada Im Yang Yok-sian dan
kami pada keesokan harinya pergi ke sana untuk mohon
pertolongannya mengobati Suhu. Akan tetapi setelah tiba di
sana, orang-orang dusun sudah berada di sana dan ternyata
Beliau telah tewas terbunuh orang. Ketika kami memeriksa,
ternyata Beliau tewas karena pukulan yang sama seperti
diderita Suhu. Hanya bedanya, Suhu belum tewas karena
pembunuh itu hanya sempat memukulnya satu kali di dada dan
keburu kami datang. Sedangkan Im Yang Yok-sian menerima
pukulan dua kali sehingga tewas. Demikianlah, ketika Pouw
Sicu ini muncul, kami yang sedang bingung dan penasaran,
melihat dia begitu lihai, lalu menduga bahwa tentu dia
pembunuhnya dan kami mengeroyoknya.”
“Suhu tewas karena pukulan yang kalau aku tidak salah
disebut Hek-tok Tong-sim-ciang (Tangan Racun Hitam
Getarkan Jantung). Pukulan itu amat jahat dan biarpun aku
sudah mempelajari ilmu pengobatan dari Susiok, namun luka
akibat pukulan itu sukar disembuhkan.”
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 332
“Kalau begitu, tolonglah, Nona. Tolong engkau periksa
keadaan Suhu. Siapa tahu engkau akan dapat mengobatinya.”
Lima orang tosu itu bangkit dan serentak memberi hormat
kepada Ceng Ceng.
“Baiklah, akan kuperiksa. Akan tetapi aku tidak yakin
apakah aku akan mampu mengobatinya.”
Mereka lalu memasuki kamar Goat-liang Sanjin. Tiga
orang murid yang menjaga di dalam kamar itu lalu disuruh
keluar oleh Thian Huo Tosu.
Ceng Ceng menghampiri pembaringan dan mulai
memeriksa keadaan Goat-liang Sanjin yang masih juga belum
sadar. Setelah memeriksa denyut jantung dan keadaan
peredaran darahnya, gadis itu menghela napas panjang.
“Bagaimana, Nona?” tanya Thian Huo Tosu dengan
gelisah.
@_Alysa^DewiKZ_@
Jilid 11
Bab 1. Pandangan Gadis Yang Luar Biasa!
“Totiang, luka yang diderita Lo-cianpwe Goat-liang Sanjin
amat parah. Hawa beracun pukulan Hek-tok Tong-sim-ciang
itu bukan hanya menggetarkan jantung, akan tetapi juga
meracuni darah dan mengacaukan peredaran darah. Mendiang
Susiok pernah memberitahu kepadaku tentang beberapa
pukulan yang hanya dapat disembuhkan oleh pemukulnya dan
Hek-tok Tong-sim-ciang ini salah satu di antaranya. Mungkin
aku hanya dapat membantu meringankan penderitaannya saja,
akan tetapi untuk dapat menyembuhkannya, aku harus dapat
mencari pemukulnya.”
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 333
“Kalau begitu tolonglah semampu Nona, pinto sekalian
para murid Hoa-san-pai akan berterima kasih sekali.”
Ceng Ceng menoleh kepada Cun Giok. “Giok-ko, maukah
engkau menolongku? Aku membutuhkan bantuan sin-kang
(tenaga sakti) yang amat kuat dan kukira engkau yang memiliki
itu.”
“Tentu saja, Ceng-moi. Aku siap membantumu!” kata Cun
Giok dan lima orang tosu itu mengangguk-angguk girang dan
juga merasa malu karena tadi mereka mengeroyok dan berniat
membunuh pemuda ini yang ternyata cucu murid Pak-kong
Lojin yang mereka hormati dan kini pemuda itu masih hendak
membantu Ceng Ceng menolong guru mereka!
Ceng Ceng minta kepada Thian Huo Tosu untuk membantu
Goat-liang Sanjin yang, masih pingsan agar dapat duduk
bersila dan tosu itu bersila di depan Goat-liang Sanjin sambil
menahan kedua pundak kakek itu agar dapat duduk dan tidak
terguling.
“Tahan saja agar jangan terguling, Totiang, dan jangan
menggunakan tenaga dalam karena hal itu akan membahayakan
Totiang sendiri,” kata Ceng Ceng. Kemudian ia menyuruh Cun
Giok naik ke pembaringan dan duduk bersila di belakangnya
sedangkan ia sendiri juga duduk bersila di belakang tubuh
Goat-liang Sanjin yang sudah didudukkan dan kedua
pundaknya ditahan Thian Huo Tosu dari depan.
“Giok-ko, kau kerahkan tenaga sakti Im yang dingin dan
salurkan melalui punggungku untuk membantuku. Kita
menggabungkan tenaga Im dan aku akan meneruskan tenaga
itu ke dalam tubuh Lo-cianpwe Goat-liang Sanjin untuk
menahan tekanan hawa beracun yang amat panas itu.
Pergunakan tenaga sakti sedang-sedang saja dan kurangi atau
tambah menurut permintaanku nanti.”
“Baik, Ceng-moi,” kata Cun Giok dengan kagum kini dia
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 334
melihat kelebihan yang lain lagi pada diri gadis yang
dikaguminya itu.
Setelah memusatkan seluruh perhatiannya kepada kakek
yang hendak ia obati, Ceng Ceng mulai menotok, menekan dan
mengurut di sekitar punggung. Jari-jari tangannya terasa panas
sekali seolah-olah hawa dalam tubuh kakek itu melawannya.
Namun dengan tenaga sakti Im gabungan dengan Cun Giok,
maka ia dapat mengalahkan rasa panas itu.
Sampai tidak kurang dari dua jam ia melakukan
pengobatan. Thian Huo Tosu yang hanya menahan kedua
pundak gurunya tanpa mengerahkan tenaga dalam, akhirnya
terpengaruh juga oleh hawa dingin yang disalurkan Ceng Ceng
sehingga dia mulai menggigil kedinginan! Untung baginya
sebelum keadaannya lebih parah lagi, Goat-liang Sanjin
mengeluh lalu terbatuk-batuk! Kakek itu telah sadar dari
pingsannya.
Ceng Ceng menghentikan pengobatannya. Dengan girang
Thian Huo Tosu membantu gurunya rebah telentang. Goatliang
Sanjin yang telentang itu membuka matanya dan dia
melihat lima orang muridnya berada di dalam kamarnya
bersama seorang gadis cantik dan seorang pemuda tampan.
“Di mana penyerang gelap itu?” Goat-liang Sanjin bertanya
kepada para muridnya. “Apakah kalian berhasil
menangkapnya?”
Lima orang tosu itu menjatuhkan diri berlutut di atas lantai.
“Hukumlah teecu berlima yang tidak berguna, Suhu. Teecu
(murid) berlima gagal menangkapnya dan dia melarikan diri.”
Goat-liang Sanjin menghela napas panjang berkali-kali
untuk mengurangi rasa nyeri di dadanya, lalu berkata dengan
suara lirih. “Kalian tidak salah...... orang itu memang lihai
sekali......” Ketika dia melihat Cun Giok dan Ceng Ceng, dia
melebarkan matanya. “Siapa...... siapakah...... mereka ini?”
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 335
Ceng Ceng maklum bahwa kakek itu telah lupa kepadanya,
maka ia cepat berkata, “Lo-cianpwe mungkin sudah lupa
kepada saya. Saya adalah murid dari mendiang Susiok Im
Yang Yok-sian.”
Kakek itu mencoba bangkit saking kagetnya mendengar ini,
akan tetapi Ceng Ceng cepat mencegahnya agar jangan bangkit
dulu.
“Kau bilang...... mendiang.......?”
Thian Huo Tosu lalu menerangkan. “Suhu, ketika teecu
berlima melihat Suhu terluka parah, teecu segera pergi kepada
Im Yang Yok-sian untuk mohon pertolongannya. Akan tetapi
ketika teecu berlima tiba di sana, ternyata Beliau sudah tewas,
terbunuh orang dengan pukulan yang sama dengan yang
melukai Suhu.”
“Siancai......!” Kakek itu tampak lemas dan dia
mengerutkan alisnya.
“Suhu, melihat Suhu pingsan selama dua hari, teecu
sekalian menjadi bingung. Akan tetapi kemudian datang Nona
Ceng Ceng dan ia bersama Pouw-sicu ini telah berhasil
membuat Suhu siuman kembali.”
Goat-liang Sanjin kembali membuka matanya yang tadi
terpejam, lalu dia memandang kepada Cun Giok. Melihat
betapa mata kakek itu memandang penuh pertanyaan, Cun
Giok tidak membiarkan kakek itu bicara lagi yang agaknya
memeras tenaganya. Dia memberi hormat dan berkata.
“Lo-cianpwe, saya bernama Pouw Cun Giok, cucu murid
Sukong Pak-kong Lojin di Ta-pie-san. Sukong pernah bercerita
bahwa Lo-cianpwe adalah sahabat baiknya, maka ketika saya
lewat di sini, saya ingin berkunjung dan bertemu Lo-cianpwe.
Sungguh saya ikut bersedih melihat Lo-cianpwe berada dalam
keadaan sakit.”
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 336
“Giok-ko dan Ngo-wi Totiang, saya kira lebih baik kalau
kita biarkan Lo-cianpwe mengaso dan jangan dulu diajak
banyak bicara. Sebaiknya Totiang buatkan bubur cair untuk
memulihkan daya tahan tubuhnya.”
Semua orang setuju, apalagi melihat kakek itu mulai
memejamkan mata seperti hendak tidur. Thian Bhok yang
berwajah lucu bertubuh gemuk pendek itu yang segera
membuatkan bubur untuk gurunya. Dia memang terkenal ahli
masak dan dia yang menyuapi gurunya makan bubur cair.
Mereka bercakap-cakap di ruangan dalam.
“Nona Ceng, bagaimana menurut pendapat Nona? Suhu
kini tampak lebih sehat. Apakah Beliau akan dapat sembuh?”
tanya Thian Huo Tosu.
Ceng Ceng menghela napas panjang. “Sulit mengatakan
bahwa Beliau akan dapat sembuh, Totiang. Usahaku hanya
dapat membuat panasnya menurun dan mengurangi rasa nyeri.
Akan tetapi racun dari Hek-tok Tong-sim-ciang itu masih ada
dan mengancam keselamatannya. Kalau daya tahan tubuhnya
kuat, mungkin dia masih akan dapat bertahan selama seratus
hari, akan tetapi melihat betapa Lo-cianpwe sudah tua, belum
tentu Beliau akan dapat bertahan sampai tiga bulan.”
“Siancai......! Lalu, apakah ada obatnya yang dapat
menyembuhkannya?” tanya Thian Kim Tosu yang tampan.
Ceng Ceng menggelengkan kepalanya. “Seperti telah
kukatakan tadi, pukulan Hek-tok Tong-sim-ciang ini hanya
dapat disembuhkan oleh orang yang memiliki ilmu itu.”
“Jadi kalau kami ingin melihat Suhu sembuh, kami harus
dapat menemukan dan menangkap pembunuh itu?”
“Kiranya hanya begitulah, Totiang. Aku akan pergi
mencarinya dan minta pertanggungan jawabnya, baik untuk
pembunuhan yang dia lakukan terhadap Susiok Im Yang YokKoleksi
Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 337
sian maupun untuk penyerangan yang dilakukan terhadap guru
kalian.”
“Akan tetapi ini kewajiban kami, Nona Ceng Ceng! Kami
yang akan mencarinya!” kata Thian Tho si muka hitam. Empat
orang tosu yang lain membenarkan.
“Hemm, tahukah kalian siapa pembunuh itu dan di mana
dapat menemukan dia.”
Lima orang tosu itu saling pandang dan mengangkat
pundak.
“Nah, kalau kalian tidak tahu siapa dia dan di mana dia
berada, bagaimana kalian akan dapat menemukannya?”
“Baiklah, Nona. Kami mengaku bodoh dan tidak mampu
mencarinya. Akan tetapi apakah Nona mengetahuinya dan
bagaimana kalau kami membantumu?” tanya Thian Huo Tosu.
“Aku belum yakin betul. Akan tetapi akan kucari dia
sampai dapat. Mudah-mudahan sebelum seratus hari aku sudah
bisa mendapatkan obat untuk guru kalian. Ingat, orang itu telah
membunuh Susiok Im Yang Yok-sian. Aku harus
menemukannya!”
Ceng Ceng dan Cun Giok lalu meninggalkan Hoa-san-pai
dan mereka berdua kembali ke tempat tinggal mendiang Im
Yang Yok-sian untuk melakukan upacara pemakaman jenazah
Im Yang Yok-sian.
Setelah pemakaman selesai, pada keesokan harinya Ceng
Ceng dan Cun Giok meninggalkan Bukit Hoa-san. Setibanya di
kaki bukit, Ceng Ceng berhenti.
“Giok-ko, di sini kita harus berpisah. Aku akan pergi
mencari pembunuh Susiok Im Yang Yok-sian dan juga
mencarikan obat untuk Lo-cianpwe Goat-liang Sanjin.”
“Ceng-moi, melihat susiokmu dibunuh orang tanpa alasan
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 338
dan ketua Hoa-san-pai dilukai berat, aku merasa berkewajiban
untuk membantumu mencari pembunuh itu! Aku akan merasa
bersalah dan tidak mengenal budi kalau sekarang aku tidak
membantumu, Ceng-moi.”
Ceng Ceng merasa suka kepada pemuda ini. Setelah
melakukan perjalanan jauh dan ketika menghadapi musuh
gerombolan penjahat, pemuda ini telah memperlihatkan
kegagahannya. Juga sikapnya sopan dan bijaksana sehingga ia
sama sekali tidak merasa canggung melakukan perjalanan
berdua dengannya. Mendengar pernyataan Cun Giok yang
hendak membantunya, sebenarnya hatinya merasa girang
sekali.
“Ah, Giok-ko. Aku hanya akan membuat engkau repot saja,
padahal urusan ini tidak ada hubungannya denganmu.”
“Tentu saja ada hubungannya, Ceng-moi. Andaikata yang
dibunuh secara pengecut dan kejam itu bukan susiokmu,
apakah kiranya engkau dan aku akan tinggal diam dan tidak
mencari pembunuh laknat itu? Nah, kalau engkau ingin
mencari pembunuh itu dan mencarikan obat guna
menyembuhkan Goat-liang Sanjin, tentu saja aku juga mau
membantu. Ketua Hoa-san-pai itu adalah sahabat baik kakek
guruku. Beliau akan senang kalau mendengar aku membantu
pencarian obat untuk kakek yang terancam maut itu.”
Akhirnya Ceng Ceng tersenyum. “Apakah tidak akan
mengganggu perjalananmu, Giok-ko?”
“Aku tidak mempunyai urusan pribadi apa pun. Engkau
sudah tahu bahwa aku hidup sebatang kara dan tidak
mempunyai tempat tinggal. Bagaimana dapat terganggu?”
“Baiklah kalau begitu, mari kita lanjutkan perjalanan.”
“Nanti dulu, Ceng-moi. Aku ingin sekali mengetahui,
apakah engkau sudah tahu siapa yang melakukan pembunuhan
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 339
terhadap susiokmu dan ketua Hoa-san-pai itu?”
Ceng Ceng menggelengkan kepala.
“Kalau begitu, ke mana kita akan mencarinya?”
“Giok-ko, Susiok Im Yang Yok-sian pernah bercerita
kepadaku tentang ilmu pukulan Hek-tok Tong-sim-ciang itu.
Menurut Beliau, yang menguasai ilmu-ilmu pukulan berbisa
yang amat hebat, termasuk Hek-tok Tong-sim-ciang adalah
seorang datuk sesat yang amat terkenal puluhan tahun yang
lalu. Nama julukannya adalah Ban-tok Kui-bo (Biang Iblis
Selaksa Racun) dan datuk wanita itu menjadi Majikan Pulau
Ular di Lautan Po-hai. Aku yakin bahwa andaikata pembunuh
Susiok Im Yang Yok-sian bukan datuk itu, ia pasti memiliki
obat penawar hawa beracun pukulan Hek-tok Tong-sim-ciang.
Yang terpenting adalah mencarikan obat untuk ketua Hoa-sanpai,
setelah itu barulah aku akan mencari pembunuh paman
guruku.”
“Memang, pembunuh Lo-cianpwe Im Yang Yok-sian itu
kejam sekali. Sudah sewajarnya kalau engkau hendak
membalas dendam, Ceng-moi.” Akan tetapi pemuda itu merasa
heran melihat Ceng Ceng menggelengkan kepalanya.
“Tidak, Giok-ko, bukan membalas dendam kematian
paman guruku. Balas dendam hanya akan memperpanjang
mata rantai Karma sehingga akan terjadi balas membalas yang
tidak pernah ada akhirnya. Kalau aku mencari pembunuh itu
untuk membalas dendam dan aku berhasil membunuhnya
karena dendam, tentu akan menimbulkan dendam pada
pihaknya. Entah anggauta keluarganya atau muridnya akan
membalas dendam kepadaku, dan mungkin kalau aku terbunuh,
orang yang dekat denganku akan menaruh dendam pula.
Demikian seterusnya, rantai Karma itu takkan pernah putus.
Dendam kebencian, balas membalas kini sudah menjadi watak
manusia di dunia. Apakah engkau tidak melihat betapa
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 340
salahnya hal itu?”
Cun Giok tertegun. Baru sekarang dia mendengar ada orang
mencela balas dendam dan mengatakan bahwa hal itu salah.
Dia teringat akan diri sendiri. Dia membalas dendam atas
kematian orang tuanya dan berhasil membunuh Panglima Kong
Tek Kok, dan kini dia teringat kepada Kong Sek, murid Bu-tek
Sin-liong Cu Liong itu. Kakak seperguruan Cu Ai Yin! Tentu
Kong Sek juga mendendam kepadanya dan hendak
membalaskan kematian ayahnya! Dia dapat melihat kebenaran
dalam ucapan Ceng Ceng tadi.
“Akan tetapi, kalau engkau tidak ingin membalas dendam
atas kematian paman gurumu yang dibunuh orang, lalu untuk
apa engkau hendak mencari pembunuh itu, Ceng-moi?”
“Aku memang akan mencari pembunuh itu, Giok-ko, bukan
untuk membalas dendam, melainkan untuk bertanya mengapa
dia membunuh Susiok dan untuk melihat apakah dia orang
yang suka melakukan kejahatan. Yang kutentang bukan
orangnya, yang aku benci bukan orangnya, melainkan
kejahatan. Aku menentang kejahatan, tidak peduli dilakukan
oleh siapapun juga. Kejahatan harus ditentang dan dihentikan
kalau kita menghendaki kehidupan ini aman tenteram dan
untuk itulah kita belajar ilmu silat, bukan? Dengan demikian
sedikit banyak kita sudah ikut menyejahterakan kehidupan di
dunia.”
Cun Giok mendengarkan dengan heran dan kagum. Gadis
yang luar biasa! Maka tanpa ragu lagi dia mengangkat kedua
tangan depan dada untuk memberi hormat dan berkata.
“Ceng-moi, engkau hebat! Aku kagum sekali kepadamu.
Engkau memiliki kesempatan banyak untuk menjadi Dewi
Kebajikan! Engkau dapat menentang kejahatan dengan ilmu
silatmu dan engkau juga dapat menolong orang memerangi
penyakit dengan ilmu pengobatanmu!”
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 341
“Aih, jangan terlalu memuji, Giok-ko. Pujian bahkan dapat
menjerumuskan orang ke dalam jurang kesombongan. Setiap
orang hidup dituntut untuk dapat bermanfaat bagi manusia dan
dunia, dengan bakat, kemampuan, dan kepandaian masingmasing
sehingga tidak sia-sialah hidup sebagai manusia di
dunia ini. Ah, sudahlah, mari kita lanjutkan perjalanan ini!”
Mereka melanjutkan perjalanan, mempergunakan ilmu
berlari cepat dengan tujuan ke timur, ke arah Lautan Po-hai di
sebelah timur daratan Cina.
@_Alysa^DewiKZ_@
Siapakah Ban-tok Kui-bo (Biang Iblis Selaksa Racun) yang
disebut oleh Ceng Ceng dan kini hendak dicari Ceng Ceng
bersama Cun Giok itu?
Ban-tok Kui-bo tinggal di sebuah pulau kecil di Lautan Pohai,
sebuah pulau yang dinamakan Coa-to (Pulau Ular) karena
memang dahulu pulau itu merupakan hutan lebat yang dihuni
ratusan, bahkan ribuan ekor ular dari segala jenis yang beracun.
Akan tetapi setelah Ban-tok Kui-bo tinggal di situ, ular-ular itu
telah ditundukkannya dan bahkan menjadi peliharaannya
karena wanita itu memang antara lain memiliki ilmu pawang
ular.
Kini Kui-bo tinggal di pulau itu dan ia menguasai pulau
kosong itu sebagai miliknya. Ia menjadi majikan pulau itu dan
kini pulau yang menjadi perkampungan itu dihuni Si Biang
Iblis bersama kurang lebih limapuluh keluarga yang jumlahnya
sekitar seratus limapuluh orang. Para kepala keluarga itu
menjadi anak buah Pulau Ular dan menerima pelajaran ilmu
silat dari Ban-tok Kui-bo. Rumah-rumah didirikan dan sebagai
tempat tinggal Kui-bo, dibangun rumah yang cukup besar dan
perabotan rumahnya cukup mewah. Sebelum menempati pulau
kosong ini, Ban-tok Kui-bo telah mengumpulkan banyak harta
benda sehingga ia mampu mengembangkan pulau itu dan kini
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 342
anak buahnya bekerja sebagai nelayan dan juga ada yang
bertani di pulau itu.
Ban-tok Kui-bo tinggal di rumah induk bersama seorang
gadis yang menjadi murid utamanya. Berbeda dengan para
anak buah yang hanya menerima pelajaran silat sekadarnya
ditambah pengertian tentang penggunaan racun, gadis ini
hampir mewarisi seluruh ilmu kepandaian Ban-tok Kui-bo.
Mereka berdua tinggal di rumah induk, dilayani oleh beberapa
orang pelayan.
Ban-tok Kui-bo berusia sekitar empatpuluh lima tahun. Ia
memiliki tubuh yang langsing padat seperti tubuh seorang
gadis remaja. Hal ini adalah karena ia memang belum pernah
menikah dan selalu berlatih ilmu silat tinggi. Kulitnya putih
bersih dan wajahnya sebetulnya cantik, akan tetapi
kecantikannya itu menjadi pudar karena adanya codet (bekas
luka) memanjang di pipi kirinya. Wajah yang sebetulnya cantik
itu kini tampak aneh dan bahkan menyeramkan.
Dahulu, ketika masih gadis, ia belum diberi julukan Bantok
Kui-bo. Ketika masih gadis ia bernama Gak Li dan biasa
disebut Lili. Ia seorang gadis cantik jelita dan ketika itu belum
ada cacat di wajahnya yang cantik. Lili tidak saja cantik, akan
tetapi ia juga memiliki kepandaian ilmu silat yang tinggi. Maka
tidak aneh kalau banyak pemuda, terutama para pendekar,
tergila-gila kepadanya. Akan tetapi Lili telah menjatuhkan
pilihannya kepada seorang pendekar muda bernama Tan Kun
Tek.
Mereka berdua terkenal sebagai pendekar-pendekar yang
gagah perkasa. Akan tetapi, hati Lili menjadi pedih ketika ia
mendapat kenyataan bahwa diam-diam Tan Kun Tek telah
bertunangan dengan seorang gadis puteri seorang bangsawan.
Kehancuran hatinya membuat wataknya berubah. Timbul
perasaan bencinya kepada gadis tunangan kekasihnya itu dan
pada suatu malam ia mendatangi rumah keluarga gadis itu
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 343
dengan maksud hendak membunuhnya.
Akan tetapi sebelum ia turun tangan, muncul seorang tosu
(pendeta To) yang menghalanginya dan dalam perkelahian
yang seru, Lili akhirnya terluka dan kalah. Ia terpaksa
melarikan diri, membawa luka goresan panjang di pipi kirinya
dan setelah sembuh, luka itu masih membekas menjadi codet
memanjang.
Semenjak itu Lili menghilang. Ia merasa malu untuk
bertemu dengan Tan Kun Tek walaupun ia tahu bahwa
sesungguhnya Tan Kun Tek juga cinta padanya, hanya saja
pemuda itu sudah terikat perjodohan dengan gadis lain. Ia
merasa rendah diri karena codetnya.
Peristiwa itu sama sekali mengubah watak Lili. Ia
memperdalam ilmunya, bahkan tidak segan mempelajari ilmu
dari para datuk sesat dan menguasai banyak ilmu sesat, di
antaranya ilmu penggunaan racun-racun yang paling jahat
sehingga setelah ia muncul di dunia kang-ouw lagi,
kekejamannya menggunakan racun membunuh lawan membuat
ia diberi julukan Ban-tok Kui-bo!
@_Alysa^DewiKZ_@
Bab 2. Balas Budi Sang Murid?
Lili tidak peduli, bahkan ia tidak pernah lagi menggunakan
nama aselinya dan lebih suka dikenal sebagai Ban-tok Kui-bo.
Setelah malang-melintang di dunia persilatan, mengalahkan
banyak tokoh, ia lalu mengunjungi Hoa-san-pai hendak
melampiaskan dendamnya kepada Goat-liang Sanjin, yaitu tosu
yang menghalangi ia membunuh gadis tunangan Tan Kun Tek
dan yang telah membuat mukanya terluka dan kini
meninggalkan bekas codet! Di Hoa-san-pai ia dikeroyok para
tokoh Hoa-san-pai, namun ia berhasil merobohkan dan
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 344
membunuh banyak murid Hoa-san-pai dengan ilmunya yang
keji. Akan tetapi ketika Goat-liang Sanjin muncul, ia masih
kalah dan terpaksa melarikan diri karena tidak mampu
menandingi ketua Hoa-san-pai itu.
Sejak itu, Lili yang telah dikenal sebagai Ban-tok Kui-bo
menghilang lagi. Ternyata ia telah menemukan Pulau Ular dan
menjadi majikan pulau itu dan membangun sebuah
perkampungan di situ, mempunyai anak buah yang ia beri
pelajaran ilmu silat.
Ketika Ban-tok Kui-bo berusia duapuluh tujuh tahun, ia
sudah memperdalam lagi ilmu-ilmunya sehingga matang betul.
Ia bahkan melatih diri dengan ilmu-ilmu pukulan dahsyat dan
keji, pukulan yang mengandung racun-racun ular yang terdapat
banyak di pulaunya.
Mulai timbullah rasa rindu yang amat hebat dalam hatinya
kepada Tan Kun Tek, kekasihnya dahulu. Ia mencoba untuk
menekan perasaan rindunya, namun tidak berhasil, bahkan rasa
rindu itu menjadi semakin hebat. Ia harus menemui kekasihnya
itu dan melihat bagaimana sikap laki-laki itu terhadap dirinya.
Masih adakah cinta di hati Tan Kun Tek kepadanya? Ia tidak
dapat menyalahkan kekasihnya itu yang telah ditunangkan
dengan gadis lain oleh orang tuanya sebelum pemuda itu
bertemu dengannya.
Akhirnya karena tidak tahan lagi, pergilah ia mencari bekas
kekasihnya itu. Ia mendengar bahwa Tan Kun Tek kini tinggal
di kota Seng-hai-lian dan menjadi pedagang, hidup bahagia
bersama isterinya. Ketika ia mengintai dan melihat bekas
kekasihnya yang hidup bahagia dengan isterinya dan seorang
anak perempuan yang ketika itu berusia dua tahun, ia tidak tega
untuk mengganggu bekas kekasihnya. Tan Kun Tek tidak
bersalah kepadanya. Pria itu masih mencintanya dan ia
sendirilah yang meninggalkannya karena tidak berani berjumpa
setelah mukanya cacat.
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 345
Ia melihat kebahagiaan Tan Kun Tek menjadi iri. Ia sendiri
menderita dan kekasihnya itu hidup berbahagia. Lalu timbul
niatnya untuk “menghukum” Tan Kun Tek dan isterinya agar
merasakan penderitaan seperti dirinya. Diam-diam ia mencari
kesempatan dan akhirnya berhasil menculik puteri mereka
yang berusia dua tahun itu. Ia tidak meninggalkan jejak dan
membawa Tan Li Hong, anak itu, ke Pulau Ular!
Setelah selama beberapa tahun melampiaskan kekecewaan
dan sakit hatinya terhadap kaum pria, bersikap kejam sekali
kepada laki-laki yang menjadi lawannya sehingga ia dijuluki
Ban-tok Kui-bo, ia hidup bersama Tan Li Hong di pulau itu. Ia
menurunkan semua ilmu kepandaiannya kepada anak itu.
Kini Tan Li Hong telah menjadi seorang gadis berusia
sembilanbelas tahun. Agaknya semua usaha ayah bundanya
untuk mencarinya sia-sia belaka. Tak seorang pun menduga
bahwa ia berada di Pulau Ular. Tan Li Hong kini menjadi
seorang gadis yang cantik jelita dan lihai bukan main. Akan
tetapi wataknya lincah, manja, licik dan aneh karena ia dididik
oleh Ban-tok Kui-bo yang juga berwatak aneh. Hanya saja,
masih ada watak gagah dan baik dalam lubuk hati gadis itu.
Selain ilmu silat dan ilmu tentang racun, juga Li Hong diberi
pelajaran ilmu membaca menulis, walaupun tidak terlalu
mendalam, cukup untuk dapat membaca dan menulis.
Setelah ia mulai dewasa, Li Hong seringkali bertanya
kepada gurunya, siapakah orang tuanya, siapa ayah dan ibunya.
Ban-tok Kui-bo selalu menjawab bahwa saatnya belum tiba
baginya untuk mengetahui orang tuanya.
“Ayahmu bermarga Tan dan sekarang masih hidup bersama
ibumu, akan tetapi belum saatnya engkau mengetahui, Li
Hong,” katanya.
“Akan tetapi mengapa, Subo (Ibu Guru)? Kenapa aku tidak
boleh mengetahui siapa ayah ibuku?”
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 346
“Bukan tidak boleh, melainkan hanya belum tiba waktunya.
Apakah engkau kekurangan cinta kasih dariku sebagai
pengganti ayah ibumu?”
Li Hong yang biasa manja kepada gurunya, memeluk
gurunya sambil berkata. “Ah, tentu saja kasih sayang Subo
sudah cukup dan aku berbahagia sekali. Aku juga amat
mencinta Subo, bahkan andaikata aku menemukan orang
tuaku, belum tentu aku akan dapat mencinta mereka yang
selama ini tidak kukenal itu sebesar cintaku terhadap Subo.”
Ban-tok Kui-bo merangkul dan mencium Li Hong yang ia
anggap seperti anaknya sendiri. Ia dahulu menculik Li Hong
bukan dengan niat jahat, melainkan sekadar menghukum bekas
kekasihnya yang hidup bahagia sedangkan ia sendiri menderita.
Setelah Li Hong hidup bersamanya, timbul kasih sayangnya
yang besar sehingga rasa cintanya kepada Tan Kun Tek ia
limpahkan semua kepada muridnya yang ia anggap anaknya
sendiri itu.
“Li Hong, Anakku dan juga muridku tersayang, percayalah,
akan datang waktunya aku memberitahu kepadamu siapa orang
tuamu. Akan tetapi sebelum itu, maukah engkau membalas
semua kasih sayang yang telah kucurahkan kepadamu selama
ini? Aku merawat dan mendidikmu sejak engkau berusia dua
tahun sampai kini berusia sembilanbelas tahun. Apakah engkau
juga amat cinta padaku dan suka membelaku, menuruti semua
permintaanku?”
“Aih, tentu saja, Subo! Budi yang Subo limpahkan
kepadaku teramat besar! Aku akan membelamu sampai mati
dan apa pun yang Subo perintahkan, akan kukerjakan dengan
hati senang!”
“Nah, sekarang kau lihat wajah gurumu ini baik-baik! Lihat
dan perhatikan! Bagaimana menurut pendapatmu wajahku
ini?”
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 347
Li Hong menatap wajah gurunya. “Kenapa Subo
menanyakan itu? Wajah Subo cantik, kulit Subo putih mulus,
badan Subo juga langsing padat. Subo cantik sekali!” kata Li
Hong dengan sungguh-sungguh.
“Hemm, pujianmu bahkan menyakiti hatiku, Li Hong,
seolah engkau mengejekku.”
“Subo......!” Gadis itu merangkul dan mencium pipi
gurunya. “Mengapa Subo berkata begitu? Aku sama sekali
tidak mengejek dan kalau ada orang berani mengejek Subo,
pasti akan kupukul hancur mulutnya!”
“Li Hong, apa engkau tidak melihat ini?” Ban-tok Kui-bo
meraba codet di pipi kirinya. “Bukankah wajahku menjadi
buruk dan menyeramkan dengan adanya cacat ini?”
“Ah, bagiku sama sekali tidak, Subo. Aku sudah terbiasa
melihatnya dan cacat itu tidak mengurangi kecantikanmu.”
“Hemm, itu adalah pandanganmu karena engkau
mencintaku, Li Hong. Akan tetapi orang lain merasa takut dan
jijik melihat mukaku. Aku dulu cantik seperti engkau, akan
tetapi ada orang kejam yang melukai mukaku sehingga cacat.”
“Ah, siapakah orang kejam itu, Subo? Aku yang akan
membalaskan sakit hati Subo!” kata Li Hong penuh semangat.
“Memang aku ingin sekali engkau membalaskan
dendamku. Akan tetapi sebaiknya engkau dengar dulu ceritaku,
baru memutuskan apakah engkau berani membalaskan sakit
hatiku. Dengarlah! Dulu, ketika aku seusiamu sekarang, aku
adalah seorang gadis pendekar yang cantik dan banyak pemuda
jatuh cinta padaku. Akan tetapi aku memilih seorang pemuda
dan menolak mereka yang hendak melamarku. Akan tetapi,
pemuda kekasihku itu telah ditunangkan dengan gadis lain!
Ketika aku hendak mencari keputusan dari kekasihku itu, tibatiba
muncul orang ini yang menyerangku. Kami bertanding dan
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 348
aku terluka pada pipiku ini. Nah, sejak itu, aku tidak berani
bertemu kekasihku itu, aku malu karena mukaku telah cacat.
Aku mengasingkan diri di sini memperdalam ilmu-ilmuku.
Kini semua ilmuku telah kuturunkan padamu, Li Hong, dengan
harapan engkau akan mau mewakili aku membalas dendamku
kepada orang itu.”
“Tentu saja, aku siap, Subo. Katakan siapa orangnya dan di
mana tempat tinggalnya. Aku akan pergi ke sana sekarang
juga!”
“Engkau tidak takut, Li Hong? Ingat, orang itu lihai bukan
main, dan di sana terdapat pula banyak muridnya yang lihai.
Engkau mempertaruhkan nyawamu kalau hendak
membalaskan dendamku ini.”
“Aku tidak takut, Subo. Tidak percuma Subo mengajarkan
semua ilmu dan juga kecerdikan menggunakan siasat kepadaku
selama ini. Aku pasti akan dapat membunuh orang itu dan aku
siap mempertaruhkan keselamatan nyawaku!”
“Bagus! Aku yakin engkau akan dapat membunuhnya.
Orang kejam itu bernama Goat-liang Sanjin, ketua Hoa-san-pai
yang terletak di Bukit Hoa-san. Kini usianya tentu sudah
sekitar delapanpuluh tahun. Akan tetapi banyak muridnya yang
masih muda dan tangguh.”
“Baik, sekarang juga aku akan membuat persiapan dan akan
berangkat, Subo,” kata Tan Li Hong penuh semangat.
“Bagus, melihat kesanggupan dan semangatmu ini saja aku
sudah merasa gembira sekali, Li Hong. Tidak percuma rasanya
aku mencintamu dan merawat serta mendidikmu sejak engkau
berusia dua tahun. Bersiaplah, muridku dan aku berjanji,
setelah engkau melaksanakan tugas ini, engkau pulang ke sini
dan aku akan memberitahu kepadamu siapa dan di mana
adanya orang tuamu.”
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 349
“Terima kasih, Subo!” Dengan gembira Li Hong lalu
berlari ke kamarnya dan berkemas. Ia membawa buntalan
berisi pakaian dan beberapa petong uang emas dan perak, tidak
lupa membawa pedangnya dan semua perlengkapan berupa
macam-macam racun dan obat penawarnya. Setelah berpamit
kepada gurunya, Li Hong lalu berangkat dengan perahu yang
didayung seorang anak buah Pulau Ular dan berangkatlah ia
menuju Hoa-san-pai.
Seperti kita ketahui, gadis yang lincah, lihai dan cerdik ini
berhasil menyusup ke Hoa-san-pai tanpa ada yang mengetahui,
kemudian ia berhasil menyerang Goat-liang Sanjin dengan satu
pukulan Hek-tok Tong-sim-ciang, akan tetapi hanya sempat
satu kali saja memukul karena Hoa-san Ngo-heng-tin muncul.
Li Hong maklum bahwa kalau ia nekat, tentu segera semua
murid Hoa-san-pai akan datang dan akan sukarlah baginya
untuk dapat meloloskan diri. Maka dia melarikan diri, akan
tetapi dasar ia cerdik, ia tidak lari jauh dan masih bersembunyi
di perkampungan Hoa-san-pai. Gerakannya yang amat gesit
membuat ia mudah bersembunyi dan para murid Hoa-san-pai
sama sekali tidak mengira bahwa penyerang ketua mereka itu
masih berada di perkampungan mereka.
Karena masih berada di Hoa-san-pai, Li Hong dapat
mendengar rencana Hoa-san Ngo-heng-tin untuk minta bantuan
Im Yang Yok-sian yang berada tidak jauh dari situ.
Li Hong terkejut. Ia sudah mendengar dari gurunya bahwa
satu-satunya orang yang mungkin dapat mengobati pukulan
beracun yang amat ampuh itu adalah seorang ahli pengobatan
bernama Im Yang Yok-sian. Li Hong khawatir sekali. Kalau
Im Yang Yok-sian menolong ketua Hoa-san-pai, mungkin Si
Dewa Obat itu akan dapat menyembuhkannya dan ini berarti
bahwa tugasnya telah gagal.
Untuk mengulang penyerangannya terhadap ketua Hoa-sanpai
rasanya tidak mungkin karena para murid kini menjaganya
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 350
dengan ketat. Ia harus dapat menggagalkan usaha para murid
Hoa-san-pai untuk minta bantuan Im Yang Yok-sian. Maka,
ketika mendapat kesempatan, ia langsung melarikan diri dari
Hoa-san-pai dan mencari Im Yang Yok-sian. Tidak sukar
baginya untuk menemukan tempat pertapaan Si Dewa Obat dan
dengan mudah ia menyelinap masuk pondok. Keadaannya
menguntungkan baginya karena Si Dewa Obat itu ternyata
hidup seorang diri di dalam pondoknya.
Pada saat itu, seperti juga Goat-liang Sanjin, Im Yang Yoksian
sedang bersamadhi. Maka, ketika Li Hong menyerangnya
dengan tiba-tiba, dia tidak dapat menghindarkan diri dengan
cepat. Apalagi memang Im Yang Yok-sian lebih dalam
kepandaiannya mengobati daripada ilmu silatnya. Dia sudah
mencoba untuk menghindarkan diri, namun tetap saja dia
terkena dua kali pukulan Li Hong sehingga dia roboh dan
tewas.
Setelah melihat bahwa Im Yang Yok-sian tewas, Li Hong
lalu melarikan diri. Kini ia merasa yakin bahwa Goat-liang
Sanjin pasti akan tewas. Ini berarti tugasnya berhasil baik dan
ia akan segera mengetahui siapa ayah bundanya, dapat mencari
dan bertemu dengan mereka! Maka ia pun bergegas pulang ke
Pulau Ular.
Ban-tok Kui-bo tersenyum girang mendengar laporan Li
Hong.
“Akan tetapi terpaksa aku membunuh Im Yang Yok-sian
karena aku mendengar para murid Hoa-san-pai hendak minta
pertolongan Dewa Obat itu untuk menyembuhkan ketua Hoasan-
pai, Subo. Aku tidak ingin tugasku gagal!”
Ban-tok Kui-bo merangkul muridnya dan menciumnya.
“Ah, sekarang aku memetik dan menikmati buah dari tanaman
yang kurawat selama belasan tahun. Engkau telah dapat
membalaskan sakit hatiku. Tidak apalah kalau engkau terpaksa
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 351
membunuh Si Dewa Obat karena orang itu dapat merupakan
ancaman bagiku. Dengan kepandaiannya yang luar biasa
mengobati semua penyakit, semua ilmu pukulan beracunku
tidak ada artinya lagi dan aku tidak akan disegani lagi oleh
seluruh orang dunia kang-ouw! He-he-heh! Aku senang sekali,
Li Hong!”
“Syukurlah kalau Subo cukup senang dan puas. Akan tetapi
aku belum, Subo!”
“He-he-heh!” Ban-tok Kui-bo terkekeh. “Katakan saja
engkau menagih janji! Aku amat sayang padamu, Li Hong, dan
tidak akan menipumu, tidak akan melanggar janji. Nah,
sekarang engkau berhak mengetahui siapa ayahmu. Dia
bernama Tan Kun Tek dan dahulu dia tinggal di kota Seng-hailian.
Ayahmu itu seorang pendekar murid Bu-tong-pai,
tubuhnya sedang, wajahnya tampan dan sikapnya gagah!”
Melihat betapa gurunya memandang kosong seperti
melamun dan pujiannya terhadap Tan Kun Tek itu diucapkan
dengan suara tergetar, Li Hong memegang tangan gurunya.
“Subo, dia itukah kekasih Subo yang menikah dengan
wanita lain? Kemudian karena Subo mendendam, maka Subo
menculik aku dari tangan mereka?”
Ban-tok Kui-bo merangkul leher muridnya dan mendekap
kepala gadis itu ke dadanya. “Benar, Li Hong. Akan tetapi aku
sayang padamu dan engkau kuanggap anakku sendiri karena
engkau keturunan Tan Kun Tek. Kalau aku tidak dapat hidup
bersama dia, engkau sebagai penggantinya dan aku hanya ingin
merasakan bagaimana sengsaranya ditinggal orang yang
dicintanya. Sekarang, karena semua ilmu sudah kuturunkan
kepadamu, dan tentu penderitaan Tan Kun Tek sudah cukup
lama, aku membolehkan engkau kembali kepada orang tuamu.”
Suara Ban-tok Kui-bo terdengar sedih. “Akan tetapi, aku minta
kepadamu, jangan engkau membenci aku karena perbuatanku
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 352
itu dan jangan...... jangan lupakan aku, Li Hong!”
Li Hong amat menyayang gurunya yang selama belasan
tahun ini menjadi pengganti orang tuanya. Biarpun ia terkejut
dan penasaran mendengar bahwa gurunya menculiknya ketika
ia berusia dua tahun, namun karena ia belum tahu apa-apa
ketika itu dan sekarang ia sudah lupa bagaimana rupa ayah
ibunya, maka tentu saja perasaannya lebih dekat dengan
gurunya daripada dengan orang tuanya.
“Tidak, Subo. Aku dapat mengerti perasaan hatimu yang
sakit karena ayahku yang menikah dengan wanita lain bahkan
sampai sekarang Subo tidak mau menikah. Aku akan mencari
ayahku dan akan kutegur dia, kuterangkan betapa ayah telah
membuat Subo menderita sampai sekarang. Aku akan
berangkat sekarang mencari orang tuaku di Senghai-lian,
Subo.”
“Pergilah dan kembalilah kepada mereka. Hanya kuminta,
jangan engkau melupakan aku, Li Hong, dan kalau ada waktu,
jenguklah gurumu ini.”
Li Hong berkemas membawa pakaiannya dan Ban-tok Kuibo
memberi sekantung kecil emas dan permata, juga ia
memberikan pedangnya yang amat ampuh, yang diberi nama
Ban-tok-kiam (Pedang Selaksa Racun), sebatang pedang
pendek tipis dan ringan, kalau dimainkan berubah menjadi
sinar kehijauan. Setelah berangkulan dan berciuman dengan
gurunya, Li Hong lalu meninggalkan Pulau Ular, diantar
dengan perahu oleh seorang anak buah. Seperti biasa, ia
berpakaian sebagai pria.
Pouw Cun Giok dan Liu Ceng Ceng tiba di pantai Teluk
Po-hai. Mereka memandang ke arah timur dan laut
membentang luas. Mereka lalu menghampiri beberapa orang
nelayan yang sedang membetulkan jala yang koyak, ada pula
yang menambal kebocoran perahunya. Mereka adalah para
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 353
nelayan yang miskin, dan penghasilan mereka hanya
menggantungkan nasib ketika menjala ikan. Me!ihat seorang
pemuda tampan dan seorang gadis cantik menghampiri mereka,
belasan orang nelayan itu memandang heran. Mereka adalah
orang-orang kasar yang setiap hari berjuang dengan kehidupan
yang sukar dan keras sehingga wajah mereka yang kehitaman
dibakar sinar matahari setiap hari itu tampak kaku dan bengis.
Setelah berhadapan dengan mereka, Cun Giok berkata
dengan ramah. “Sobat-sobat, kami berdua ingin menyewa
perahu. Apakah ada di antara kalian yang mau menyewakan
perahu kepada kami dan mengantarkan kami ke sebuah tempat
di sana?” Cun Giok menuding ke arah laut.
“Mengantar ke mana? Kalian hendak ke mana?” Belasan
orang itu menghentikan pekerjaan mereka dan semua kini
berkumpul menghadapi Cun Giok dan Ceng Ceng.
“Antarkan kami ke Pulau Ular,” kata Cun Giok.
Tiba-tiba belasan orang itu terbelalak dan mereka mundurmundur
ketakutan memandang kepada pemuda dan gadis itu.
Melihat mereka ketakutan, Cun Giok bertanya. “Kenapa?
Ada apa dengan kalian ini?”
Seorang di antara mereka paling tua, bertanya dengan suara
gemetar. “Apa...... apakah (Anda Berdua) ......anggauta
keluarga .......Pulau Ular.......?”
Cun Giok menggelengkan kepalanya. “Bukan, Paman.
Kami hanya pelancong yang ingin melihat Pulau Ular.”
Kini belasan orang itu tampak lega, bahkan beberapa orang
di antara mereka tertawa. Seorang dari mereka, yang bertubuh
tinggi besar dan kokoh kuat, agaknya menjadi pemimpin
mereka, melangkah maju menghampiri Cun Giok dan Ceng
Ceng. Pandang matanya kini ditujukan kepada Ceng Ceng
sehingga gadis itu mengerutkan alisnya merasa seolah-olah
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 354
pandang mata orang itu meraba dan membelai seluruh
tubuhnya!
“Ha-ha-ha, melancong ke Pulau Ular? Melancong ke sana
berarti melancong ke alam baka, tidak akan dapat kembali
karena kalian akan mati secara mengerikan. Ha-ha-ha!”
“Kami akan membayar mahal jika ada yang berani
mengantar kami ke pulau Ular!” kata Ceng Ceng.
Nelayan yang paling tua tadi berkata dengan nada
mengandung rasa takut. “Aih, Nona, andaikan Nona membayar
dengan sebukit emas, apa artinya bagiku kalau aku mati? Tak
seorang pun dapat mendekati pulau itu dan pulang dengan
selamat, apalagi sampai berkunjung ke sana!”
“Hua-ha-ha!” Laki-laki tinggi besar tadi tertawa dan
mendekati Ceng Ceng. “Nona manis, sungguh sayang kalau
Nona yang masih muda dan begini cantik jelita, mati di sana.
Lebih baik hidup dan bersenang-senang dengan aku!”
Mendengar ini, Cun Giok melangkah hendak menghajar
nelayan muda yang kurang ajar itu. Akan tetapi Ceng Ceng
memegang lengannya dan memberi isyarat agar pemuda itu
bersabar. Gadis itu lalu memandang kepada nelayan tua tadi
dan berkata dengan lembut dan ramah.
“Paman, maukah Paman menerangkan…… apa sih
bahayanya pergi ke Pulau Ular? Harap Paman jelaskan agar
kami yang belum mengenal pulau itu dapat mengerti.”
@_Alysa^DewiKZ_@
Bab 3. Jebakan Maut Pulau Coa-to
“Ah, agaknya Nona belum mendengar tentang pulau itu.
Baru mendekat saja, perahu akan dapat pecah terdampar karena
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 355
pulau itu dikelilingi batu-batu karang yang bersembunyi di
bawah permukaan air, setiap saat siap untuk memecahkan
perahu yang lewat di atasnya. Hanya orang Pulau Ular saja
yang mampu mengemudikan perahu mencari permukaan air
yang aman. Bahkan andaikata berhasil melewati batu-batu
karang itu, di perairan antara batu-batu karang yang
mengelilingi pulau itu, terdapat ratusan ekor ikan hiu yang
amat ganas. Nah, hanya itu yang kudengar, namun kabarnya
keadaan di pulau itu sendiri jauh lebih berbahaya daripada
ancaman di air sekeliling pulau.”
“Sudahlah, Nona, daripada mencari mati di sana, mari kita
bersenang-senang. Engkau berlayar dengan aku di perahuku,
pasti senang. Akan tetapi kawanmu itu tidak boleh ikut. Hanya
engkau sendiri dengan aku. Marilah!”
Setelah berkata demikian, nelayan muda yang tinggi besar
itu menangkap pergelangan tangan kiri Ceng Ceng dan
ditariknya, akan tetapi gadis itu cepat mengelak dan melangkah
mundur.
Cun Giok melangkah maju dan Ceng Ceng
memperingatkan.
“Giok-ko, jangan terlalu keras terhadap orang kasar dan
bodoh ini!”
Cun Giok mengangguk dan menghadapi orang tinggi besar
yang kasar itu. “Sobat, mulutmu mengeluarkan kata-kata tidak
sopan. Hayo engkau minta maaf kepada Nona ini!”
“Minta maaf? Ha-ha-ha, aku berkata benar. Nona manis ini
lebih pantas menjadi isteriku karena aku masih belum menikah.
Aku dapat melindunginya, tidak seperti engkau yang kecil
lemah. Mari, Nona, mari bersenang-senang dan jangan
pedulikan pemuda lemah seperti kelenci ini!”
Tanpa mempedulikan Cun Giok, laki-laki itu menjulurkan
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 356
lengannya yang panjang hendak menangkap lengan Ceng
Ceng. Akan tetapi Cun Giok menghalanginya. Orang itu marah
dan melayangkan tangan kanannya yang panjang dan besar ke
arah muka Cun Giok. Akan tetapi Cun Giok mengelak dan
berkata.
“Mulutmu yang kurang ajar patut dihajar!” Tangan kirinya
menyambar dan menampar.
“Plakk!” Laki-laki tinggi besar itu mengaduh dan terhuyung
ke belakang, meraba-raba mulutnya yang berdarah karena
bibirnya pecah terkena tamparan Cun Giok. Dia menjadi marah
sekali dan kini dia menerjang dan memukul dengan membabibuta.
“Tanganmu jahat, patut dihajar!” kata Cun Giok sambil
menangkis dan terdengar suara tulang patah ketika lengan yang
besar itu bertemu dengan lengan Cun Giok.
“Aduhh......!” Kini nelayan muda yang kasar itu meringis
dan mengaduh-aduh karena lengan kirinya terasa nyeri bukan
main karena tulang lengan itu patah!
Para nelayan terkejut dan kini baru mereka tahu bahwa
pemuda yang tampak lemah itu ternyata lihai! Nelayan tua itu
segera memberi hormat kepada Cun Giok.
“Kongcu (Tuan Muda), maafkanlah keponakanku ini.”
“Tidak mengapa, Paman. Mudah-mudahan sedikit hajaran
tadi membuat dia jera untuk bersikap kurang ajar terhadap
seorang wanita. Sekarang kami minta petunjuk dari Paman,
bagaimana caranya agar kami dapat berkunjung ke Pulau
Ular?”
Kakek itu menghela napas panjang. “Seperti saya katakan
tadi, hal itu sulit sekali, bahkan tidak mungkin, Kongcu.”
“Paman, mengapa agaknya Paman takut? Bukankah di sana
tinggal Ban-tok Kui-bo dan anak buahnya?”
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 357
“Sssst...... jangan keras-keras, Nona. Menyebutkan
namanya saja sudah amat berbahaya.”
“Kenapa? Apakah orang-orang Pulau Ular itu suka
mengganggu para nelayan,”
“Tidak, mereka tidak mengganggu, akan tetapi mereka juga
tidak mau diganggu. Kami semua sudah mendapat peringatan
bahwa tidak ada yang boleh ke pulau itu, bahkan memasuki
wilayah perairannya pun dilarang. Pernah ada dahulu beberapa
kali pencari ikan melanggar dan mereka semua mati secara
mengerikan, menjadi santapan ikan-ikan hiu!”
“Apakah sama sekali tidak ada seorang pun yang dapat
mengantar kami ke pulau itu, Paman?” tanya Cun Giok.
Kakek itu menggelengkan kepalanya, akan tetapi lalu
berkata. “Pernah setahun yang lalu, ketika seorang nona
penghuni pulau itu tidak dijemput dan terpaksa menyewa
perahu, seorang nelayan di antara kami ada yang mengantarnya
sampai ke pulau. Dialah yang tahu jalan masuk bagi perahu
agar tidak menabrak batu karang.”
“Ah, di mana dia, Paman? Aku ingin menyewa perahunya!”
Dengan bayaran besar, lima kali lebih besar dari pada kalau
menyewa biasa, akhirnya seorang nelayan berusia sekitar
empatpuluh tahun yang dipanggil Acong bersedia
mengantarkan dengan perahunya. Akan tetapi Cun Giok dan
Ceng Ceng harus menjamin keselamatannya dan setelah tiba di
tepi daratan pulau, nelayan itu akan meninggalkan mereka.
Tanpa syarat ini, dia tidak mau walau dibayar berapa banyak
pun.
Setelah mendayung perahunya ke tengah lautan beberapa
lamanya, Acong menunjuk ke depan sambil berkata lirih. “Itu
Pulau Ular!”
Cun Giok dan Ceng Ceng memandang. Benar saja, ada
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 358
sebuah pulau di sana, pulau yang seolah dipenuhi hutan dan
sama sekali tidak tampak seperti ular!
“Banyakkah orang-orang di pulau itu?” tanya Cun Giok.
“Banyak juga, ketika saya mengantar nona itu ke sana,
pulau itu seperti sebuah perkampungan. Saya melihat puluhan
orang di sana, laki-laki perempuan bahkan ada pula anak-anak.
Akan tetapi keadaan di sana amat aneh. Begitu banyaknya
orang hanya tampak sekejap saja dan tahu-tahu mereka telah
menghilang di balik pohon dan semak belukar, juga saya
melihat banyak ular berkeliaran sampai dekat pantai.”
“Engkau membawa begini banyak bangkai anjing dan
ayam, untuk apakah?” tanya Ceng Ceng.
“Nanti Nona akan melihatnya!” kata Acong yang agaknya
tidak berani banyak bicara.
Dua orang muda itu menatap ke arah pulau dengan jantung
berdebar. Mereka tidak tahu akan menghadapi apa di pulau itu
dan mereka hanya mengharapkan untuk dapat bertemu dengan
pembunuh Im Yang Yok-sian dan dapat memperoleh obat
penawar racun pukulan Hek-tok Tong-sim-ciang untuk
menyembuhkan Goat-liang Sanjin.
Setelah tiba dekat pulau mereka melihat bahwa pulau itu
memang dipenuhi pohon yang berjajar di sepanjang pantai,
menutupi pemandangan sehingga orang tidak dapat melihat
keadaan tengah pulau itu.
“Duduklah dengan tegak dan hati-hati, kita tiba di bagian
yang banyak batu karangnya,” kata Acong berbisik.
Cun Giok dan Ceng Ceng melihat betapa dengan mahirnya
Acong mendayung dan mengemudikan perahunya, meluncur di
antara batu-batu karang yang berada di bawah permukaan air.
Batu-batu karang yang runcing dan tajam. Kalau perahu
terdampar dan tertusuk dari bawah, tentu akan berlubang atau
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 359
pecah! Acong yang sudah pernah membawa seorang gadis ke
pulau itu dan diberi petunjuk oleh gadis itu, kini dapat
melewati barisan batu karang berbahaya itu.
Pulau sudah tampak dekat. Akan tetapi tukang perahu atau
nelayan itu berbisik. “Harap kalian masing-masing menghadap
ke kanan dan ke kiri. Kalau muncul sirip-sirip ikan hiu, cepat
lempar-lemparkan bangkai itu agak jauh dari perahu. Akan
tetapi jangan dihabiskan, disisakan untuk kupakai waktu
meninggalkan pulau.”
Ceng Ceng dan Cun Giok siap dan memandang ke
permukaan air laut. Tidak tampak batu-batu karang lagi dan
tiba-tiba Ceng Ceng melihat tiga sirip meluncur ke dekat
perahu! Ia segera mengambil seekor bangkai ayam dan
melemparkannya agak jauh dari perahu. Tiga ekor ikan hiu itu
segera membalik dan meluncur ke arah bangkai ayam.
Demikianlah pula Cun Giok. Begitu melihat banyak sirip ikan
meluncur datang, dia segera merobek bangkai anjing dengan
menarik sebuah kakinya. Kaki itu putus membawa daging yang
cukup banyak dan ketika dia lemparkan agak jauh dari perahu,
sirip-sirip ikan itu meluncur mengejarnya!
Acong cepat mendayung perahunya ke arah pantai pulau,
ke arah sebatang pohon yang tumbuh di situ. Cun Giok dan
Ceng Ceng sibuk melemparkan umpan agar ikan-ikan hiu yang
ganas itu menjauhi perahu. Akan tetapi Cun Giok dan Ceng
Ceng girang karena sampai perahu menempel di pantai, tidak
ada lagi aral melintang. Ceng Ceng segera membayar upah
melayarkan ke pulau itu dan Acong cepat-cepat mendayung
perahunya pergi dari situ. Dengan melempar-lemparkan umpan
ke kanan kiri perahu, dia dapat lolos dari kepungan ikan hiu
lalu membawa perahunya keluar dari barisan batu karang.
Nelayan itu girang bukan main karena dia selamat dari
perjalanan berbahaya itu dan dia sudah mengantongi uang yang
kiranya cukup untuk biaya makan satu bulan bersama isteri dan
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 360
dua orang anaknya!
Kini Ceng Ceng dan Cun Giok yang berdiri di pantai mulai
mencoba untuk melihat dan mempelajari keadaan di balik
semak belukar itu. Mereka tidak dapat melihat bagian tengah
pulau.
“Biar kulihat dari atas pohon!” kata Cun Giok dan dia
sudah melompat ke atas dahan pohon yang paling tinggi. Dari
situ melayangkan pandang ke arah tengah pulau. Akan tetapi
yang dilihat hanyalah hutan belantara, pohon dan semak
belukar memenuhi pulau dan beberapa bagian yang merupakan
ladang yang ditanami bermacam-macam sayur. Tak tampak
seorang pun di pulau itu! Pulau kosongkah ini? Mengapa para
nelayan takut kalau pulau ini hanya kosong? Apa yang mereka
takutkan?
Ketika Cun Giok turun dari atas pohon, dia menceritakan
kepada Ceng Ceng bahwa dia tidak melihat bangunan rumah di
tengah pulau yang tertutup pohon-pohon dan semak-semak
belukar. Juga tidak tampak seorang pun manusia, akan tetapi
ada kebun-kebun sayur.
“Melihat adanya ladang-ladang sayur yang cukup luas itu,
dapat dipastikan bahwa pulau ini ada penghuninya. Akan tetapi
ke mana mereka pergi? Tak seorang pun tampak,” kata Cun
Giok.
“Justeru keadaan begini amat berbahaya, Giok-ko. Menurut
keterangan ayahku dan Susiok Im Yang Yok-sian, yang
berjuluk Ban-tok itu sesungguhnya belum tua benar, belum ada
limapuluh tahun usianya. Akan tetapi karena ilmu
kepandaiannya hebat dan ia amat kejam terhadap laki-laki,
maka ia dianggap sebagai datuk yang ditakuti orang di wilayah
Timur ini. Dan mendiang Susiok pernah bercerita bahwa Bantok
Kui-bo selain lihai sekali ilmu silat dan ilmu penggunaan
racun, juga ia amat cerdik dan dapat menyusun jebakanKoleksi
Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 361
jebakan yang mengerikan. Maka, biarpun tampaknya tidak ada
orang, kita harus berhati-hati terhadap jebakan-jebakan, Giokko.”
“Baik, Ceng-moi. Mari kita selidiki ke tengah pulau. Biar
aku yang berjalan di depan, engkau berjaga bagian belakang
kalau-kalau ada serangan gelap yang datangnya dari belakang.”
Mereka lalu mulai melangkah menuju ke tengah pulau.
Yang pertama mereka temukan adalah sebuah hutan dengan
pohon-pohon yang letaknya aneh dan pohon-pohon itu pun
mempunyai batang dan bentuk ranting dan daun yang sama.
Jelas bahwa pohon-pohon itu tidak tumbuh liar, melainkan
ditanam dan diatur!
Cun Giok tadi mematahkan sebuah dahan yang panjangnya
satu tombak, demikian pula Ceng Ceng membawa sebatang
cabang pohon. Dengan kayu ini Cun Giok mengetuk atau
menusuk ke tanah yang ditutupi rumput itu untuk melihat
apakah tempat itu aman untuk diinjak. Di antara pohon-pohon
itu terdapat jalan setapak yang seolah memang dibuat atau
sering dilalui kaki orang karena di jalan setapak ini tanahnya
gundul, tidak ditumbuhi rumput. Mereka lalu melalui jalan itu
dengan hati-hati.
Tiba-tiba Ceng Ceng berseru kaget dan ketika Cun Giok
membalikkan tubuh untuk melihat, ternyata Ceng Ceng sudah
tergantung di pohon dengan kaki terikat dan kepala di bawah.
Agaknya tadi ia menginjak jebakan yang luput dari kaki Cun
Giok dan ketika kakinya menginjak jebakan itu, ada tali yang
menjerat kakinya dan tali itu seperti ditarik ke atas sehingga
tubuh gadis itu tergantung dengan kaki terjerat di atas dan
kepala di bawah!
Melihat ini, Cun Giok melompat ke atas dan sinar emas
berkelebat, dia telah membabat putus tali yang menggantung
Ceng Ceng. Gadis itu ketika tubuhnya jatuh ke bawah, cepat
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 362
membuat pok-sai (salto) sehingga dapat menginjak tanah
dengan selamat.
“Hemm, berbahaya sekali!” kata Ceng Ceng dengan sikap
tenang saja. Gadis ini memang memiliki ketenangan yang
mengagumkan.
“Ah, kita harus lebih hati-hati, Ceng moi. Benar katakatamu
tadi, di sini terdapat banyak jebakan yang berbahaya.
Dan aku mempunyai perasaan bahwa semua gerak gerik kita
pasti diam-diam diamati orang.”
Mereka maju terus, lebih hati-hati sekarang. Beberapa kali
ujung tongkat yang dipegang Cun Giok menyentuh jebakan
dan ada tali jerat yang bergerak ke atas, seperti yang telah
menggantung tubuh Ceng Ceng tadi. Akan tetapi mereka
berdua dapat melewati jebakan-jebakan itu dan terus
melangkah melalui jalan setapak yang berbelak-belok.
“Berhenti dulu, Giok-ko!” Ceng Ceng berseru.
“Mengapa, Ceng-moi?”
Ceng Ceng memandang ke sekelilingnya yang dipenuhi
pohon-pohon yang sama atau mirip satu sama lain. “Glok-ko,
kita kembali ke tempat tadi! Aku ingat betul, tadi pun kita
sudah melewati jalan ini!”
“Aih, benarkah? Kalau begitu, kita disesatkan oleh jalan
setapak ini dan hanya berputar-putaran di dalam hutan.”
Mereka merasa dongkol juga.
“Kita lanjutkan perjalanan, Giok-ko dan sekarang aku akan
memberi tanda kepada setiap pohon yang kita lewati!” Gadis
yang cerdik itu berkata.
Cun Giok mengangguk setuju dan mereka mulai maju lagi.
Sekarang, setiap tiba di jalan yang bercabang, Ceng Ceng
lalu mengambil sebuah kerikil dan melontarkan pada batang
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 363
pohon terdekat sehingga tampak lubang pada batang pohon itu.
Masih beberapa kali mereka tersesat, akan tetapi kini mereka
dapat memilih jalan yang benar, melalui jalan setapak di mana
pohon-pohonnya belum ditandai sambitan batu kerikil. Juga
mereka selalu dapat terhindar dari beberapa jebakan. Bukan
hanya jebakan berupa tali jerat, melainkan alat yang terinjak
karena tertutup tanah dan tiba-tiba ada anak panah menyambar
dari kanan kiri! Berkat kelincahan gerakan mereka, dua orang
muda ini dapat mengelak.
Akhirnya mereka dapat keluar dari hutan pohon yang
ternyata tidak berapa luas itu. Hanya pohon-pohonnya diatur
sedemikian rupa, dengan jalan setapak yang menyesatkan dan
jebakan-jebakan yang berbahaya. Kini mereka menghadapi
semak belukar yang berlapis-lapis. Sulitlah untuk menerjang
semak belukar yang penuh duri itu.
Mereka mencoba dengan mengambil jalan mengitari
semak-semak, akan tetapi pada lapisan kedua, tidak ada jalan
yang tak terhalang semak-semak. Mereka harus melompati
semak-semak belukar kalau ingin terus maju. Cun Giok
mengambil sepotong batu sebesar kepala orang dan
melemparkan batu itu melewati semak-semak. Batu itu jatuh
berdebuk dan tidak terjadi sesuatu.
“Hemm, aku akan melompati semak-semak ini dan turun ke
atas batu tadi yang telah terbukti aman. Engkau dapat
menyusul di belakangku.”
Ceng Ceng mengangguk dan Cun Giok segera melompati
semak-semak yang tingginya setombak dan tebalnya dua
tombak itu. Ceng Ceng berkelebat menyusulnya. Ketika kaki
Cun Giok hinggap menginjak batu yang tadi dia lontarkan,
tiba-tiba tanah di tempat itu jebol dan terbentuklah sebuah
sumur! Kiranya jebakan itu sudah diatur sedemikian rupa
sehingga kalau tertimpa benda seberat manusia barulah
penutup sumur itu jebol. Maka ketika dilempari batu sumur itu
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 364
tetap tertutup dan baru setelah Cun Giok hinggap di atas batu
penutup sumur itu jebol dan tubuh Cun Giok jatuh ke bawah!
Akan tetapi pada saat itu, tubuh Ceng Ceng sudah
berkelebat dan melihat pemuda itu terjerumus ke dalam sumur,
ia cepat menangkap lengan Cun Giok dan menariknya dengan
sentakan kuat. Cun Giok mengerahkan gin-kangnya sehingga
dia dapat ditarik dan ikut melompat sehingga mereka berdua
berhasil turun dan berdiri di tepi sumur itu! Ketika keduanya
menjenguk ke dalam sumur, Ceng Ceng mengeluarkan seruan
tertahan.
Cun Giok menghela napas panjang. “Ah, sungguh
berbahaya sekali!”
Mereka melihat ratusan ekor ular berada di dasar sumur tak
berair itu, tumpang tindih dan menggeliat-geliat. Kalau Cun
Giok tadi terjatuh ke sana dan dikeroyok ratusan ekor ular
berbisa itu, betapapun lihainya, akan sukarlah menghindarkan
diri dari gigitan berbisa! “Untung engkau bertindak cepat,
Ceng-moi. Terima kasih!”
“Hemm, apa perlu berterima kasih, Giok-ko? Kita bersama
berada di tempat berbahaya ini. Mari maju terus dan kita harus
lebih hati-hati.”
Setapak demi setapak mereka melangkah ke depan,
memeriksa setiap tanah berumput yang akan mereka injak
selanjutnya. Cun Giok tetap berada di depan. Ketika mereka
berhadapan lagi dengan serumpun semak belukar, mereka
berhenti dan meragu karena tidak tahu jebakan apa yang
menanti mereka di balik semak belukar itu.
“Giok-ko, aku mempunyai gagasan, mungkin dapat
menolong kita. Karena pemilik pulau ini tidak akan mengira
ada orang menginjak semak belukar, pasti jebakan-jebakan itu
berada di atas tanah berumput. Maka bagaimana kalau kita
menggunakan semak-semak itu untuk melanjutkan perjalanan
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 365
menuju tengah pulau ini?”
“Menggunakan semak-semak? Apa maksudmu? Kalau kita
melompat ke atas semak-semak, tentu kaki akan terjeblos ke
bawah karena tidak ada tempat yang keras untuk berpijak.”
“Kita membawa ini, Giok-ko!” kata Ceng Ceng sambil
berjongkok dan mengambil batu pipih sebesar kaki. Melihat
ini, wajah Cun Giok berseri. Dia dapat menangkap maksud
gadis itu.
“Gagasan itu baik sekali, Ceng-moi!” katanya dan mereka
mulai mengumpulkan batu-batu pipih.
Setelah cukup, Cun Giok mendahului melompat ke atas
semak, melemparkan sebuah batu pipih ke atas semak sehingga
dia dapat menginjak batu pipih di atas semak itu. Kemudian dia
melemparkan sebuah batu berikutnya ke atas semak-semak di
depan dan dia menyusul dengan lompatan ringan ke atas
semak-semak di depan yang sudah ditumpangi batu pipih.
Ceng Ceng juga melakukan hal yang sama.
Bagaikan dua ekor burung saja, dua orang muda itu
berloncatan dari semak ke semak dan setelah semak terakhir
terlewati, Cun Giok melompat ke atas tanah yang tidak
berumput. Ceng Ceng menyusulnya dan mereka berdua girang
sekali bahwa mereka telah dapat melampaui barisan semak
belukar itu. Ketika mereka memandang ke depan, kini
tampaklah perkampungan itu. Akan tetapi untuk memasuki
perkampungan itu mereka masih harus melewati sebuah taman
atau kebun yang penuh dengan tumbuh- pohon kecil dan pohon
bunga.
“Biarpun kita sudah sampai di sini, kita tidak boleh lengah
dan harus tetap berhati-hati, Ceng-moi, karena perkampungan
yang tampaknya sepi itu mungkin saja disengaja untuk
memancing kita.”
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 366
@_Alysa^DewiKZ_@
Jilid 12
Bab 1. Pi-bu menghadapi Ban-tok Kui-bo
Mereka kini memasuki taman yang luas itu melalui pintu
pagar yang mengelilingi taman. Baru saja mendorong pintu
pagar terbuka, terdengar bersiutnya enam batang anak panah
beracun yang meluncur dari depan menyerang mereka! Akan
tetapi dua orang pendekar muda yang memiliki gin-kang
tingkat tinggi itu dengan mudah dapat menghindarkan diri dari
serangan itu dengan loncatan ke atas sehingga enam batang
anak panah itu meluncur di bawah kaki mereka.
Dengan tabah mereka melangkah maju perlahan-lahan,
menggunakan cabang pohon untuk menguji tanah tertutup
rumput yang aak. Cun Giok tetap berjalan di depan dan dia
memegang sebatang cabang pohon di tangan kiri yang dia
pergunakan untuk menguji tanah yang akan diinjaknya,
sedangkan tangan kanan memegang Kim-kong-kiam, siap
untuk dipergunakan apabila ada bahaya mengancam.
Ceng Ceng melangkah di belakangnya, menginjak bekas
telapak kaki pemuda yang melangkah di depannya. Gadis ini
memang tidak pernah menggunakan senjata, akan tetapi sehelai
ranting pohon biasa kalau berada di tangannya tidak kalah
ampuh dibandingkan dengan senjata baja yang tajam.
Beberapa kali ada senjata rahasia menyerang mereka.
Biarpun mereka sudah berhati-hati dan tidak menginjak
jebakan, namun dua kali ada golok-golok muncul dari tanah
membabat ke arah kaki mereka. Keduanya kembali meloncat
ke atas terhindar dari sabetan golok-golok itu.
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 367
Ada pula secara tiba-tiba belasan batang anak panah
menyambar dari atas pohon. Cun Giok memutar Kim-kongkiam
yang sinarnya membentuk payung merontokkan semua
anak panah yang menyerang dari atas. Ketika mereka hampir
berhasil keluar dari kebun yang penuh pohon itu, tiba-tiba
terdengar suara mendesis-desis dan dari jauh tampak ratusan
ekor ular merayap dari semua jurusan menuju tempat mereka
berdiri. Cun Giok sudah siap mengamuk dengan pedangnya.
Akan tetapi Ceng Ceng segera berseru.
“Giok-ko, cepat bantu mengumpulkan bahan bakar di
sekeliling kita.”
Mereka segera dengan cepat mengumpulkan daun dan kayu
kering, ditumpuk di sekeliling mereka. Lalu Ceng Ceng
mengeluarkan alat pembuat api dan membakar kayu dan daundaun
kering itu sehingga sekeliling mereka terlindung oleh api.
Begitu dekat dengan api, ular-ular itu lari ketakutan menjauhi
api. Akan tetapi tiba-tiba dari atas pohon melayang belasan
ekor ular hijau. Ceng Ceng menangkis dengan tongkatnya,
demikian pula Cun Giok menggunakan pedangnya sehingga
belasan ekor ular hijau itu terlempar ke dalam api dan mati
terbakar.
Kemudian mereka melanjutkan perjalanan, melewati api
dan masing-masing memegang sebuah ranting kayu yang
ujungnya dibakar sehingga tidak ada ular berani mendekati
mereka. Mereka kini dapat melewati pekarangan dan begitu
tiba di depan gedung pertama perkampungan itu, tiba-tiba
bermunculan dua puluh orang anak buah Pulau Ular. Mereka
segera mengepung Ceng Ceng dan Cun Giok.
Dua orang muda itu memperhatikan. Keadaan duapuluh
orang itu memang aneh karena mereka mengenakan pakaian
seragam yang bergaris-garis seperti kulit ular! Dan mereka
mengepung sambil berlari mengelilingi Cun Giok dan Ceng
Ceng, sambil mengeluarkan bunyi mendesis-desis seperti ular!
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 368
Mereka membawa sebuah tongkat pendek yang ujungnya
diberi besi runcing seperti taring ular. Ketika mereka berlari
mengelilingi dua orang muda itu, Cun Giok dan Ceng Ceng
mencium bau amis dan maklum bahwa mereka itu adalah anak
buah Pulau Ular yang biasa membawa dan menggunakan racun
ular. Mungkin senjata mereka itu mengandung racun yang
amat berbahayanya!
Melihat Cun Giok sudah siap dengan pedangnya yang
mengeluarkan sinar keemasan, Ceng Ceng merasa khawatir
kalau-kalau pemuda itu sampai membunuh atau melukai orang.
Bisa gagal niat mereka mencari obat kalau sampai terlibat
permusuhan dengan para penghuni Pulau Ular.
“Giok-ko, jangan lukai atau bunuh mereka,” katanya lirih
dan ia pun mengambil sepotong ranting lagi sehingga kedua
tangannya masing-masing memegang sebatang ranting.
Mendengar ucapan gadis itu, Cun Giok mengerti dan dia pun
mengambil sepotong ranting dengan tangan kirinya namun
tetap memegang Kim-kong-kiam di tangan kanannya. Pedang
itu dia perlukan untuk menangkis senjata para pengeroyok itu.
“Kembalilah kalian sebelum terlambat!” Seorang di antara
mereka yang masih mengelilingi, kini dengan berjalan, berkata
dengan lantang.
“Kami tidak mau pergi sebelum bertemu dengan Tocu
(Majikan Pulau) Ban-tok Kui-bo! Kami ingin menghadap
Beliau untuk membicarakan urusan penting,” kata Ceng Ceng
dengan lembut.
“Tidak bisa! Untuk menemui Beliau kalian harus lebih dulu
melewati kami!” bentak pimpinan seregu pasukan ular itu.
“Kalau begitu, kami akan berusaha melewati kalian!” kata
Ceng Ceng dan ia memberikan sebutir pel kepada Cun Giok
dan mereka berdua menelan sebutir pel merah.
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 369
Mendengar jawaban Ceng Ceng, duapuluh orang itu
mengeluarkan desis yang lebih nyaring, bahkan dari mulut
mereka keluar uap dan bau amis semakin menyengat hidung
dua orang muda itu. Kini mulailah mereka menyerang dari
empat jurusan! Akan tetapi, ternyata gerakan ilmu silat mereka
itu masih terlalu rendah bagi Cun Giok dan Ceng Ceng.
Biarpun mereka mengeluarkan hawa beracun, akan tetapi
setelah menelan pel merah, semua hawa beracun itu tidak
mempengaruhi mereka. Serangan mereka itu dapat ditangkis
oleh Ceng Ceng dan Cun Giok. Bahkan pedang Kim-kongkiam
dalam beberapa gebrakan saja telah mematahkan banyak
senjata para pengeroyok. Kini Cun Giok dan Ceng Ceng
menggerakkan ranting, menotok bertubi-tubi dan satu demi
satu para pengeroyok itu roboh terkulai lemas!
Akhirnya, dua puluh orang itu telah roboh semua, walaupun
sama sekali tidak terluka, namun sebelum pengaruh totokan itu
memudar, mereka sama sekali tidak mampu bangkit sehingga
dengan mudahnya Cun Giok dan Ceng Ceng melanjutkan
langkah mereka menghampiri gedung yang berada paling
depan di kampung itu dan gedung ini merupakah gedung
latihan ilmu silat dari para anak buah Pulau Ular. Cun Giok dan
Ceng Ceng berniat untuk menanyakan di mana mereka dapat
bertemu dengan Ban-tok Kui-bo.
Tiba-tiba pintu depan gedung latihan itu terbuka lebar dan
ada angin kuat menyambar dari dalam, lalu tampak tubuh
seorang wanita yang langsing berwajah cantik melayang keluar
dan berdiri di depan mereka. Cun Giok dan Ceng Ceng melihat
bahwa wajah yang cantik itu terganggu oleh sebuah bekas luka
(codet) memanjang di pipinya sebelah kiri. Usia wanita itu
sukar diduga karena tubuhnya masih padat, wajahnya masih
cantik walaupun terganggu codet. Tampak masih muda, paling
banyak tigapuluh tahun usianya. Memang, wanita itu adalah
Ban-tok Kui-bo (Biang Hantu Selaksa Racun) yang biarpun
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 370
usianya sudah sekitar empatpuluh lima tahun namun masih
tampak muda.
Ceng Ceng segera mengangkat kedua tangan depan dada
sebagai penghormatan, diikuti oleh Cun Giok. Ceng Ceng
pernah mendapat gambaran dari susioknya tentang Ban-tok
Kui-bo, maka ia dapat menduga dengan siapa ia berhadapan.
“Mohon maaf atas kelancangan kami yang muda. Kalau
kami tidak salah lihat, Lo-cianpwe adalah Ban-tok Kui-bo,
benarkah?” kata Ceng Ceng dengan sikap sopan dan katakatanya
juga lembut.
Ban-tok Kui-bo memandang mereka dengan penuh
perhatian, lalu ia berkata. “Kalian orang-orang muda datang
tanpa diundang dan merobohkan anak buah Pulau Ular. Hayo
cepat pulihkan mereka!”
Melihat wanita itu menudingkan telunjuknya yang berkuku
panjang ke arah duapuluh orang yang masih menggeletak tak
mampu bergerak itu, Ceng Ceng memberi isyarat kepada Cun
Giok dan mereka berdua lalu menghampiri para anak buah
Pulau Ular dan membuka totokan mereka. Dua puluh orang itu
bangkit dan mereka segera menyingkir setelah mendapat
isyarat dari Ban-tok Kui-bo. Setelah membebaskan totokan,
Cun Giok dan Ceng Ceng lalu menghampiri lagi Ban-tok Kuibo.
“Siapakah kalian dan apa keperluan kalian datang ke pulau
ini?”
Cun Giok menyerahkan semua pembicaraan kepada Ceng
Ceng yang dia percaya lebih mampu untuk bicara dengan
wanita yang tampaknya berwatak keras dan aneh itu.
“Lo-cianpwe, saya bernama Liu Ceng, murid keponakan
Susiok Im Yang Yok-sian, di Hoa-san. Adapun sahabat ini
adalah Pouw Cun Giok. Kami berdua berani memasuki pulau
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 371
ini karena kami mohon menghadap Lo-cianpwe Ban-tok Kuibo
sehubungan dengan kematian Susiok Im Yang Yok-sian dan
terlukanya Lo-cianpwe Goat-liang Sanjin ketua Hoa-san-pai.”
Mulut yang bentuknya indah itu tersenyum sinis. “Hemm,
kalian datang untuk membalas dendam? Bagus, kalian tidak
salah datang ke sini. Akulah yang menyuruh melukai Goatliang
Sanjin dan membunuh Im Yang Yok-sian! Aku yang
bertanggung jawab dan kalian boleh membalas dendam
kepadaku!”
“Lo-cianpwe, kami bukanlah orang-orang muda yang hanya
menuruti emosi belaka. Segala akibat tentu ada sebabnya dan
semua perbuatan tentu ada alasannya. Kami datang bukan
sebagai musuh, melainkan sebagai tamu yang mohon
kebijaksanaan Lo-cianpwe, yaitu, memberi penjelasan
mengapa Susiok Im Yang Yok-sian dibunuh dan mengapa pula
ketua Hoa-san-pai dilukai. Kami mohon penjelasan dan obat
penawar bagi Lo-cianpwe Goat-liang Sanjin yang menderita
luka parah karena pukulan Hek-tok Tongsim-dang.”
Ban-tok Kui-bo mengerutkan alis dan memandang Ceng
Ceng dengan penuh selidik. “Gadis muda, kalau engkau murid
keponakan Im Yang Yok-sian, lalu siapakah gurumu?”
“Guru saya adalah ayah saya sendiri, yaitu Liu Bok Eng
yang tinggal di Nan-king.”
“Hemm, kalian dua orang muda sudah lancang melanggar
larangan memasuki pulau kami tanpa ijin, maka kami tidak
dapat menerima kalian sebagai tamu-tamu yang patut
dipertimbangkan permintaannya. Sekarang begini saja. Melihat
kalian ternyata tidak membunuh seorang pun dari anak buah
kami, kami memberi kesempatan. Kalau kalian mampu
bertahan melawan aku sampai tigapuluh jurus, maka kalian
akan kuterima sebagai tamu dan kita boleh membicarakan
keperluan kalian. Akan tetapi kalau kalian tidak mampu
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 372
bertahan sampai tigapuluh jurus dan masih hidup, kalian boleh
pergi dari sini. Kalau sampai kalian tewas, jangan salahkan
aku. Kalau kalian tidak berani melawanku, cepat pergi dari sini
sebelum pikiranku berubah.”
Ceng Ceng berkata dengan lembut. “Sebagai nyonya
rumah, Lo-cianpwe berhak menentukan peraturan di sini dan
sebagai seorang tamu, saya harus menaatinya. Saya akan
berusaha untuk mampu bertahan selama tigapuluh jurus, Locianpwe.”
Mendengar ini, Cun Giok juga berkata, “Saya juga siap
bertahan melawan Lo-cianpwe sampai tigapuluh jurus!”
Ban-tok Kui-bo tersenyum dan berkata, “Bagus, mari
masuk ke gedung latihan ini!”
Wanita yang menjadi majikan Pulau Ular itu memasuki
pintu gedung, diikuti oleh Cun Giok dan Ceng Ceng. Dua
orang muda itu kagum melihat betapa gedung itu merupakan
tempat berlatih silat yang luas. Di sudut terdapat rak senjata
dengan belasan macam senjata dan di dekat dinding terdapat
bangku berderet. Ruangan latihan itu luas sekali, cukup luas
untuk dipakai bertanding keroyokan puluhan orang!
Ban-tok Kui-bo melangkah ke tengah ruangan yang
lantainya kokoh dan berkata, “Siapa dari kalian yang hendak
maju lebih dulu?”
“Saya akan mencoba bertahan selama tigapuluh jurus, Locianpwe!”
kata Ceng Ceng yang segera menghampiri wanita
cantik yang mempunyai codet di pipi sebelah kiri itu.
“Hemm, engkau boleh menggunakan senjata,” kata Ban-tok
Kui-bo kepada Ceng Ceng yang berdiri di depannya tanpa
memegang senjata karena ranting yang dipegangnya sudah ia
lepaskan ketika memasuki ruangan itu.
“Tugas saya mengobati, bukan menyakiti orang, LoKoleksi
Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 373
cianpwe, maka saya tidak pernah menggunakan senjata.”
Ban-tok Kui-bo mengerutkan alisnya. Sebagai seorang
datuk kang-ouw yang berilmu tinggi, tentu saja ia merasa
diremehkan kalau lawannya, seorang gadis muda belia,
menghadapinya dengan tangan kosong.
“Hemm, aku pun bertangan kosong, akan tetapi engkau
patut mengetahui bahwa setiap jari tanganku merupakan
senjata yang ampuh dan dapat merenggut nyawa! Engkau
masih berani melawan aku selama tigapuluh jurus?”
“Lo-cianpwe, saya seorang bodoh dan saya sudah
mendengar akan kelihaian Lo-cianpwe menggunakan segala
macam racun. Saya tidak berani melawan Lo-cianpwe dan saya
maju ini hanya untuk memenuhi permintaan Lo-cianpwe. Demi
tugas yang saya bawa dari Hoa-san-pai, demi mengetahui
sebab kematian Susiok Im Yang Yok-sian dan kesembuhan Locianpwe
Goat-liang Sanjin, saya rela andaikata sampai terpukul
mati oleh Lo-cianpwe.”
Karena sikap dan ucapan Ceng Ceng amat lembut dan
sopan, maka hati Ban-tok Kui-bo yang kaku agak mencair dan
ia sudah mengambil keputusan untuk tidak berlaku kejam
terhadap gadis itu. “Baiklah, nah, waspadalah dan sambut
seranganku ini!” katanya dan cepat sekali tangan kirinya
menyambar dari samping ke arah kepala Ceng Ceng. Serangan
ini disusul dengan cepat sekali dengan cengkeraman tangan
kanannya ke arah lambung gadis itu.
Akan tetapi majikan Pu!au Ular ini terkejut bukan main
ketika tubuh gadis di depannya itu berkelebat dan serangan
kedua tangannya itu hanya mengenai tempat kosong! Ia
menjadi penasaran dan menyusulkan serangan kedua dengan
lebih dahsyat.
Akan tetapi kembali Ceng Ceng yang memiliki gin-kang
istimewa itu sudah dapat menghindarkan diri dengan cepat
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 374
seka!i sehingga yang tampak hanya bayangan berkelebat dan
serangan itu pun luput!
Sementara itu, sejak jurus pertama Cun Giok sudah
menghitung dengan suara lantang. “Jurus satu! Jurus Dua!
Jurus Tiga……!” Demikian selanjutnya.
Ban-tok Kui-bo diam-diam merasa kaget bukan main. Kini
ia tidak ragu lagi. Gadis itu memang memiliki ginkang yang
amat hebat. Biarpun ia sudah menyerang dengan pengerahan
tenaga dan secara bertubi-tubi, sambung menyambung, tetap
saja tak pernah tangannya dapat menyentuh gadis itu. Makin
dipercepat gerakannya menyerang, semakin cepat pula gadis
itu mengelak sehingga kini hanya tampak bayangan putih
berkelebatan ke sana sini, akan tetapi selalu serangan Ban-tok
Kui-bo tidak mengenai sasaran! Memang tidak sia-sia saja
Ceng Ceng mendapat julukan Pek-eng Sianli (Dewi Bayangan
Putih) karena kecepatan gerakannya memang luar biasa.
Cun Giok menghitung terus. “Jurus duapuluh sembilan!
Jurus tigapuluh......!” Pada saat itu, melihat bahwa ia tidak
mampu mengalahkan gadis itu dalam tigapuluh jurus, Ban-tok
Kui-bo yang merasa penasaran mengirim pukulan yang dahsyat
sekali menggunakan tenaga sin-kang yang mengandung racun!
Ceng Ceng maklum akan datangnya bahaya dalam serangan
jurus terakhir itu. Ia berkelebat, akan tetapi tetap saja masih
terpengaruh oleh angin pukulan lawan sehingga ketika ia turun
ke atas lantai, ia sempat terhuyung. Cepat ia menghirup napas
panjang untuk melindungi dirinya, kemudian ia mengangkat
kedua tangan depan dada sambil berkata lembut.
“Kepandaian Lo-cianpwe sungguh amat hebat. Saya
mengaku kalah!”
Ban-tok Kui-bo mengangguk-angguk. “Bagus, masih begini
muda engkau memiliki gin-kang yang amat tinggi tingkatnya.
Engkau cukup pantas untuk kuterima sebagai tamu. Engkau
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 375
tunggu dan duduklah di bangku itu!”
“Terima kasih, Lo-cianpwe,” kata Ceng Ceng dan ia segera
mengambil tempat duduk di atas bangku yang berderet dekat
dinding.
“Sekarang tiba giliranmu, orang muda. Ingin kulihat apakah
engkau juga mampu bertahan selama tigapuluh jurus. Karena
engkau seorang laki-laki, aku akan bersikap lebih keras dan
akan mengujimu dengan pedangku. Nah, engkau membawa
pedang, cabutlah dan lawan aku selama tigapuluh jurus. Ingat,
dalam pertandingan ini mungkin engkau akan tewas dan kalau
terjadi demikian, jangan menyesal karena engkau masih kuberi
waktu untuk menyerah dan meninggalkan tempat ini.”
Cun Giok bukan seorang bodoh. Tadi ketika wanita itu
menyerang Ceng Ceng, dia sudah melihat kelemahankelemahannya
dan dia yakin bahwa dengan mengandalkan ginkangnya
seperti yang tadi diperlihatkan Ceng Ceng, dia akan
mampu mengatasi majikan Pulau Ular ini. Akan tetapi tentu
saja dia tidak mau menghadapi pedang wanita itu dengan
tangan kosong karena hal ini akan merupakan penghinaan bagi
Ban-tok Kui-bo. Maka dia pun melangkah menghampiri Bantok
Kui-bo dan setelah berhadapan dia memberi hormat dan
berkata.
“Baiklah, Lo-cianpwe. Saya akan mencoba bertahan sampai
tiga puluh jurus menghadapi pedang Lo-cianpwe.”
“Bagus!” Ban-tok Kui-bo berseru girang.
Bagaimanapun juga, ia adalah seorang datuk ilmu silat,
maka tentu saja ia merasa gembira mendapatkan lawan tanding
yang memadai. Ia mencabut pedangnya dan tampak sinar
kehitaman berkelebat dan mendatangkan hawa mengerikan.
Cun Giok maklum bahwa majikan Pulau Ular itu mempunyai
sebatang pedang yang ampuh dan mengandung racun jahat.
“Nah, cabut pedangmu, orang muda!”
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 376
Cun Giok mencabut pedangnya dan ketika tampak sinar
emas berkelebatan, Ban-tok Kui-bo membelalakkan matanya.
“Aih! Bukankah itu Kim-kong-kiam? Dari mana engkau
mendapatkan Kim-kong-kiam itu, orang muda?
Cun Giok memandang penuh perhatian. “Lo-cianpwe
mengenal pedang ini?”
“Tentu saja! Pedang ini adalah milik Suma Tiang Bun!
Bagaimana bisa berada di tanganmu?”
“Maaf, Lo-cianpwe. Memang benar pedang ini milik
mendiang guruku, Suma Tiang Bun.”
“Ah, kiranya Suma Tiang Bun mempunyai murid dan
menurunkan ilmu dan pedangnya kepadamu. Bagus sekali, aku
semakin tertarik dan ingin sekali mengujimu. Orang muda, siap
dan sambut serangan pedangku!”
Ban-tok Kui-bo lalu menyerang dengan dahsyat. Pedangnya
menyerang bertubi-tubi susul-menyusul sehingga pedang itu
berubah menjadi sinar hitam yang mendesing-desing dan
mengeluarkan bau manis bercampur amis yang membuat
kepala menjadi pening. Baiknya Cun Giok sudah menelan pel
merah pemberian Ceng Ceng sehingga dia tidak sampai
mabok.
@_Alysa^DewiKZ_@
Bab 2. Kembali Matahari Bersinar Bagi Ban-tok
Niocu
Kini Cun Giok mulai membalas dan mereka berdua
bertanding dengan serunya. Yang tampak hanya gulungan sinar
hitam dan sinar emas yang saling melibat dan saling mendesak.
Akan tetapi, setelah lewat belasan jurus, gulungan sinar hitam
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 377
semakin mengecil dan majikan Pulau Ular itu terdesak hebat.
Akan tetapi biarpun dia lebih unggul, Cun Giok tidak mau
terlalu mendesak sehingga pertandingan itu berjalan seimbang.
Setelah lewat tigapuluh jurus, bahkan hampir empatpuluh
jurus, tiba-tiba pedang hitam bertemu dengan pedang sinar
emas.
“Tranggg......!” Keduanya melangkah ke belakang dan Cun
Giok lalu memberi hormat sambil menyimpan pedangrya.
“Kiam-hoat (1mu Pedang) Lo-cianpwe hebat, saya
mengaku kalah.”
“Hemm, tidak percuma engkau menjadi murid Suma Tiang
Bun dan mewarisi Kim-kong-kiam. Setelah kalian berdua
mampu menandingi aku selama tigapuluh jurus, kalian
memang pantas menjadi tamuku. Mari kita bicara di rumahku!”
Wanita itu lalu melangkah keluar dari gedung latihan,
diikuti oleh Cun Giok dan Ceng Ceng. Ban-tok Kui-bo
mengajak mereka memasuki sebuah bangunan terbesar di
pulau itu dan berada di tengah-tengah perkampungan.
Ketika mereka memasuki gedung itu Ceng Ceng dan Cun
Giok diam-diam merasa kagum. Sungguh tak pernah mereka
duga bahwa di pulau yang tampaknya liar itu terdapat sebuah
gedung yang selain besar juga amat indah dan mewah. Perabotperabotnya
serba halus dan mahal, seperti sebuah istana saja!
Orang-orang yang bertugas di rumah itu mengenakan pakaian
dari sutera serba hitam dan mereka semua memberi hormat
dengan membungkukkan badan ketika Ban-tok Kui-bo lewat!
Ban-tok Kui-bo mengajak mereka memasuki kamar tamu
yang juga indah. Mereka duduk berhadapan terhalang meja
yang bundar dan besar. Pelayan datang menghindangkan
anggur manis dan makanan ringan.
Setelah semua pelayan meninggalkan ruangan, Ban-tok
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 378
Kui-bo lalu berkata. “Nah, sekarang bicaralah. Sebutkan lagi
nama kalian dan apa keperluan kalian mencari aku.”
Cun Giok memandang kepada Ceng Ceng dan membiarkan
gadis itu yang bicara.
“Lo-cianpwe, saya bernama Liu Ceng dan dia ini bernama
Pouw Cun Giok. Seperti sudah saya ceritakan tadi, mendiang
Im Yang Yok-sian adalah Susiok (Paman Guru) saya dan Locianpwe
Goat-liang Sanjin ketua Hoa-san-pai adalah sahabat
baik kakek guru Pouw Cun Giok. Kami berdua menemukan
Susiok Im Yang Yok-sian terbunuh dan Lo-cianpwe Goat-liang
Sanjin terluka parah. Karena melihat bahwa yang membunuh
susiok dan melukai ketua Hoa-san-pai adalah ilmu pukulan
Hek-tok Tong-sim-ciang, maka saya teringat akan cerita Susiok
dahulu bahwa yang menguasai pukulan itu adalah Lo-cianpwe
sendiri. Oleh karena itu, kami berdua mengambil keputusan
untuk menemui Lo-cianpwe. Pertama, untuk bertanya mengapa
Susiok Im Yang Yok-sian dibunuh dan Lo-cianpwe Goat-liang
Sanjin dilukai, dan kedua, kami mengharapkan budi kebaikan
Lo-cianpwe untuk memberi obat penawar kepada Ketua Hoasan-
pai.”
“Tidak kusangkal, memang aku yang menyuruh seorang
muridku untuk membunuh Goat-liang Sanjin. Muridku berhasil
melukainya dan musuh besarku itu pasti akan mati. Akan tetapi
muridku mendengar bahwa orang-orang Hoa-san-pai hendak
minta bantuan Im Yang Yok-sian untuk menyembuhkannya.
Maka, terpaksa untuk mencegah penyembuhan itu, muridku
lalu membunuh Im Yang Yok-sian.”
Pouw Cun Giok yang sejak tadi diam saja kini bertanya
dengan hati-hati dan sikap sopan. “Lo-cianpwe, saya yakin
bahwa setiap perbuatan pasti ada alasan dan penyebabnya.
Kalau boleh saya bertanya, mengapa Lo-cianpwe menyuruh
orang untuk membunuh Lo-cianpwe Goat-liang Sanjin? Apa
kesalahan Ketua Hoa-san-pai itu? Setahu saya, beliau adalah
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 379
seorang pendeta yang sudah berusia lanjut dan tidak pernah
melakukan kejahatan.”
“Huh, menilai watak orang tidak dapat hanya melihat
keadaan lahiriah saja. Semua orang memakai topeng dan selalu
topeng yang baik. Mau tahu mengapa aku mendendam kepada
Goat-liang Sanjin? Nih, lihat baik-baik wajahku! Bagaimana
pendapatmu tentang wajahku?”
Cun Giok menjawab dengan hati-hati. “Lo-cianpwe,
maafkan, menurut saya wajah Lo-cianpwe baik dan cantik.”
“Hemm, semua laki-laki adalah perayu yang mengobral
rayuan gombal kepada setiap wanita! Hei, engkau Liu Ceng,
katakan, apa yang salah dengan wajahku?”
Ceng Ceng menjawab. “Lo-cianpwe memang berwajah
cantik sekali dan tampak masih muda. Akan tetapi sayang, ada
codet bekas luka di pipi sebelah kiri.”
“Nah, cacat pada mukaku ini adalah perbuatan Goat-liang
Sanjin duapuluh lima tahun yang lalu. Aku menghabiskan
banyak waktu dan tenaga untuk melatih seorang murid dan
akhirnya aku berhasil menyuruh muridku membalas dendam.
Nah, pertanyaanmu tentang mengapa aku suruhan membunuh
Goat-liang Sanjin sudah kujawab, juga mengapa muridku
terpaksa membunuh Im Yang Yok-sian. Sekarang
permintaanmu yang ke dua untuk mendapatkan obat
penyembuh Goat-liang Sanjin. Huh, mana mungkin aku
memberikannya? Kalau engkau hendak mengobatinya, carilah
sendiri obatnya. Aku tidak sudi menolongnya!”
Cun Giok mengerutkan alisnya. Wanita itu memang sesat,
pikirnya. Kalau Goat-liang Sanjin sampai melukai pipinya,
tentu wanita itu melakukan hal yang tidak baik! Sekarang,
dengan kejinya ia membunuh Im Yang Yok-sian dan
membunuh pula Goat-liang Sanjin kalau ia tidak mau
memberikan obat penawarnya. Dia sudah siap untuk
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 380
menggunakan kekerasan memaksa Ban-tok Kui-bo
menyerahkan obat. Akan tetapi Ceng Ceng mendahuluinya.
“Lo-cianpwe, melihat bekas luka di pipimu itu, jelas bahwa
itu disebabkan goresan senjata tajam yang tidak mengandung
racun. Saya pernah mempelajari cara mengobati luka seperti
itu, dan saya merasa yakin bahwa codet bekas luka di pipi Locianpwe
itu akan dapat saya obati sampai sembuh.”
Wanita itu membelalakkan matanya memandang tajam
kepada Ceng Ceng. “Benarkah? Benarkah engkau dapat
mengobati codet di pipiku ini sampai pulih? Dapat hilang
codetnya?”
Ceng Ceng mengangguk. “Saya kira dapat, Lo-cianpwe.
Dulu pernah saya mengobati luka yang meninggalkan bekas
seperti itu dan codet itu dapat hilang dalam waktu beberapa
hari.”
Wajah Ban-tok Kui-bo berseri gembira. “Liu Ceng, aku
berjanji. Kalau engkau dapat mengobati pipiku sehingga cacat
ini hilang, aku pasti akan memberimu obat penawar yang
dibutuhkan Goat-liang Sanjin!”
“Baik, Lo-cianpwe.”
Kini dengan amat ramah Ban-tok Kui-bo lalu
memerintahkan pelayan untuk menyiapkan dua buah kamar
untuk Cun Giok dan Ceng Ceng, dan ia lalu menjamu pesta
makan untuk dua orang tamunya itu. Kini Ban-tok Kui-bo
bersikap baik sekali, akan tetapi Cun Giok dan Ceng Ceng
tetap saja bersikap waspada karena mereka berdua tahu bahwa
wanita yang menjadi datuk sesat ini sama sekali tidak boleh
dipercaya.
Mulai hari itu Ceng Ceng memeriksa dan mengobati codet
di pipi kiri Ban-tok Kui-bo. Ia memang pernah beberapa kali
mengobati bekas luka macam itu, maka ketika ia melihat codet
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 381
di pipi Ban-tok Kui-bo, ia merasa yakin akan mampu
menyembuhkannya sehingga cacat itu tidak tampak lagi atau
hampir-hampir tidak tampak dan dengan sedikit bedak maka
pipi itu akan tampak licin dan halus kembali. Kalau saja yang
menggores pipi itu pedang yang mengandung racun sehingga
kulit pipi rusak terkena racun, akan amat sukarlah
mengobatinya sampai pulih.
Untuk menyelesaikan pengobatan itu, Ceng Ceng harus
menggunakan waktu hampir satu bulan. Selama itu, ia dan Cun
Giok mendapat perlakuan yang amat baik, dihormati dan
dicukupi semua kebutuhan mereka, bahkan hampir setiap hari
mereka menghadapi hidangan yang serba mewah dan lezat.
Akhirnya pengobatan itu selesai. Setelah Ban-tok Kui-bo
yakin bahwa pipinya sudah normal kembali. Ia merasa sangat
gembira dan tarikan keras pada garis wajahnya kini
menghilang, terganti wajah yang cerah menghadapi masa
depan yang gemilang. Dan ternyata apa yang dikhawatirkan
Ceng Ceng dan Cun Giok tidak terjadi. Ban-tok Kui-bo sama
sekali tidak mengganggu mereka dan ia pun memenuhi
janjinya, menyerahkan obat penawar untuk Goat-liang Sanjin.
Bukan hanya itu, ketika Cun Giok dan Ceng Ceng
berpamit, Ban-tok Kui-bo menemani mereka keluar dari pulau
dan menggunakan perahu menyeberang ke daratan Muara Pohai.
Wanita itu saking girangnya hendak menyusul muridnya
dan ingin bertemu dengan bekas kekasihnya untuk minta maaf
dan berbaik kembali!
Setelah tiba di pantai daratan, mereka berpisah. Ketika Cun
Giok dan Ceng Ceng sebelum berpisah mengucapkan terima
kasih mereka, Ban-tok Kui-bo tersenyum manis sekali. Setelah
codetnya tidak tampak lagi, kecantikannya masih menonjol.
“Aih, akulah yang mengucapkan banyak terima kasih
kepadamu, Ceng Ceng. Engkau telah membuat matahari
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 382
bersinar kembali dalam hidupku. Mulai sekarang, harap kalian
berdua menjadi saksi, aku memakai lagi namaku, yaitu Gak Li
atau dahulu biasa dipanggil Lili dan aku tidak sudi lagi diberi
julukan Ban-tok Kui-bo (Biang Hantu Selaksa Racun)! Karena
aku memang ahli dalam pengetahuan tentang racun, aku masih
menggunakan julukan Ban-tok (Selaksa Racun) akan tetapi
bukan Kui-bo (Biang Hantu) lagi, melainkan Ban-tok Niocu
(Nona Selaksa Racun)!”
“Akan kami kabarkan kepada semua orang, karena engkau
memang tidak pantas berjuluk Kui-bo, Ban-tok Niocu!” kata
Ceng Ceng yang kini sudah akrab dengan wanita itu sehingga
majikan Pulau Ular itu menyebut namanya dan nama Cun Giok
begitu saja, sedangkan mereka berdua juga diminta menyebut
julukannya yang mulai hari ini berubah dari Kui-bo menjadi
Niocu!
Setelah mereka berpisah dari Ban-tok Niocu, Cun Giok dan
Ceng Ceng melakukan perjalanan cepat menuju Hoa-san untuk
menyerahkan obat penawar racun yang diterima dari Ban-tok
Niocu kepada ketua Hoa-san-pai. Di dalam perjalanan ini, Cun
Giok yang merasa semakin kagum dan juga heran terhadap
sikap Ceng Ceng, bertanya.
“Ceng-moi, aku merasa heran sekali. Untuk mendapatkan
obat bagi Goat Liang Sianjin, engkau bersusah payah,
menandingi Ban-tok Niocu, bahkan lalu mengobati codetnya
sampai sembuh. Akan tetapi, mengapa engkau tidak
mendendam kepada Ban-tok Niocu yang telah menyuruh
muridnya membunuh Im Yang Yok-sian, susiokmu yang tidak
berdosa itu? Padahal, paman gurumu itu juga gurumu karena
engkau mempelajari ilmu pengobatan darinya.”
Ceng Ceng menghela napas panjang sebelum menjawab.
“Begini, Giok-ko, balas membalas merupakan mata rantai
sebab akibat yang mengikat manusia sebagai karma. Mata
rantai itu tidak akan berhenti mengikat diri kita selama kita
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 383
tidak berani untuk memutuskannya sendiri. Karena itulah aku
tidak membalas dendam kematian Susiok Im Yang Yok-sian.
Aku tahu bahwa sikapku ini dimengerti dan disetujui oleh
mendiang susiok karena pengertian ini pun kudapatkan dari
dia.”
“Coba jelaskan, Ceng-moi.”
“Yang menjadi sebab pertama adalah perbuatan Goat-liang
Sanjin, yaitu dia membuat wajah Gak Li atau Ban-tok Niocu
menjadi cacat. Sebab ini mengakibatkan ia menjadi sakit hati,
mendendam dan melalui muridnya ia membalas dendam untuk
membunuh Goat-liang Sanjin. Susiok Im Yang Yok-sian
terbunuh karena dia dikaitkan dengan karmanya, hendak
dimintai tolong menyembuhkan Goat-liang Sanjin yang
terluka. Kalau aku sebagai murid keponakan membalaskan
kematiannya, andaikata aku membunuh Ban-tok Niocu, berarti
aku menambah panjang rantai karma berupa balas membalas
itu. Tentu akan ada orang yang akan mencariku dan
membalaskan kematiannya. Kemudian, kalau aku terbunuh,
mungkin akan ada orang lain yang membalaskan kematianku.
Nah, rantai karma itu akan bersambung terus. Sebab menjadi
akibat, dan akibat itu pun melahirkan sebab baru. Sebaliknya,
kalau aku tidak membalaskan kematian susiok, berhentilah
rantai itu dan tidak ada ikatan lagi bagiku. Mengertikah
engkau, Giok-ko, mengapa aku tidak berniat membalaskan
kematian Susiok? Tugasku adalah mengobati, menjaga
kehidupan manusia, bukan membunuh.”
Cun Giok mengangguk kagum. “Karena itukah maka
engkau tidak membalaskan kematian paman gurumu, akan
tetapi bersusah payah mencarikan obat untuk Goat-liang Sanjin
yang bukan apa-apamu?”
“Tentu saja. Susiok Im Yang Yok-sian telah tewas, aku
tidak dapat berbuat apa-apa lagi untuk mengobati atau
menyembuhkannya. Akan tetapi Lo-cianpwe Goat-liang Sanjin
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 384
masih dapat disembuhkan kalau bisa mendapatkan obatnya.
Maka aku lalu mencari obatnya yang aku tahu pasti dimiliki
Ban-tok Niocu.”
“Dan untuk mendapatkan itu, engkau malah
menyembuhkan Ban-tok Niocu yang telah membunuh
susiokmu, walaupun meminjam tangan muridnya!”
“Giok-ko, seandainya Ban-tok Niocu tidak mempunyai
urusan dengan kematian susiok atas terlukanya ketua Hoa-sanpai,
seandainya aku tidak membutuhkan obat darinya, kalau ia
minta tolong kepadaku untuk mengobati codetnya, pasti akan
kupenuhi permintaannya.”
@_Alysa^DewiKZ_@
Cun Giok merasa kagum bukan main. “Ah, Ceng-moi,
mendengar ucapanmu itu, aku teringat akan ucapan kakek
guruku bahwa dalam kehidupan ini, manusia harus selalu siap
melakukan perbuatan yang baik dan selalu menolak keras
untuk melakukan perbuatan jahat. Sukong (Kakek Guru)
pernah berkata bahwa yang disebut perbuatan baik itu adalah
perbuatan yang membahagiakan orang lain, sedangkan
perbuatan jahat adalah perbuatan yang merusak kebahagiaan
orang lain.”
“Benar, Giok-ko, namun ada sambungannya lagi. Perbuatan
yang dianggap baik oleh pelakunya, bukanlah perbuatan baik
lagi karena kalau si pelaku menganggap perbuatannya itu baik,
pasti tersembunyi pamrih dalam batinnya. Pamrih itu dapat
berupa duniawi seperti balas jasa, pujian agar diakui sebagai
orang baik dan sebagainya, adapun pamrih rohani yang
diharapkan adalah mendapatkan imbalan dari Thian, masuk
sorga, dan sebagainya. Justeru pamrih ini yang mengotori
setiap perbuatan, karena pamrih ini berarti kesenangan untuk
diri pribadi. Orang merampok untuk mendapatkan uang,
membunuh karena dendam untuk mendapatkan kepuasan.
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 385
Sebaliknya kalau menolong dengan pamrih mendapatkan balas
jasa, bukankah itu sama saja dengan pamrih perbuatan jahat?”
“Wah, aku menjadi bingung, Ceng-moi. Bukankah ada
pamrih yang baik dan pamrih yang tidak baik?”
“Semua pamrih itu membuat perbuatannya menjadi palsu,
Giok-ko. Segala macam pamrih itu tidak benar kalau ditujukan
untuk menyenangkan diri sendiri dan baru benar kalau pamrih
itu untuk membahagiakan orang lain.”
“Akan tetapi semua pamrih untuk mendapatkan keuntungan
duniawi memang tidak benar, Ceng-moi, sebaliknya kalau
pamrih itu untuk mendapatkan berkat Thian dan untuk Sorga,
apakah itu tidak benar?”
“Giok-ko, sudah kukatakan tadi bahwa semua pamrih untuk
kesenangan diri sendiri itu tidak benar. Apa bedanya pamrih
duniawi dan pamrih sorgawi? Pamrih harta dasarnya
menyenangkan diri sendiri, dan pamrih berkat atau sorga itu
bukankah dasarnya juga untuk menyenangkan diri sendiri?
Ingat bahwa sorga digambarkan sebagai tempat yang amat
menyenangkan, bukan? Jadi jelas, yang dikejar itu adaah
kesenangan, walaupun kesenangan itu diperhalus dengan
sebutan sorga!”
“Wah, semakin dalam wawasanmu, Ceng-moi! Mendengar
pendapatmu tadi, aku mengerti sekarang dan memang apa yang
kaukatakan itu benar. Kalau Sorga itu digambarkan sebagai
tempat yang tidak menyenangkan sebaliknya Neraka
digambarkan sebagai tempat menyenangkan, maka orang yang
berpamrih tentu berbuat baik untuk mendapatkan Neraka! Atau
kalau Sorga itu tidak ada, maka belum tentu orang yang
berpamrih itu mau berbuat kebaikan! Engkau benar sekali,
Ceng-moi. Akan tetapi aku menjadi penasaran sekali. Kalau
begitu, apa yang mendorongmu mengobati orang dan
menolong orang kalau engkau tidak mempunyai pamrih?”
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 386
“Yang mendasari perbuatanku adalah Cinta Kasih, Giokko.
Cinta Kasih terhadap sesama manusia. Cinta Kasih ini yang
menghapus semua kebencian nafsu, cinta kasih ini yang
menumbuhkan perasaan tanggung jawab dan kewajiban untuk
menolong sesama manusia yang membutuhkan pertolongan.
Perbuatan yang didorong cinta kasih merupakan kewajiban
dalam penghidupan ini, maka tanpa pamrih. Cinta kasih
membuat setiap perbuatan tidak bermaksud untuk kesenangan
diri pribadi.”
“Ceng-moi, engkau mempunyai kelebihan, pandai
mengobati orang akan tetapi bagaimana dengan aku misalnya
yang tidak pandai mengobati orang lain?”
“Giok-ko, cinta kasih dalam batin merupakan pohon yang
akan memberikan bunga dan buah. Bunga dan buahnya itulah
yang akan memberikan kebahagiaan kepada orang lain. Bunga
dan buah itu adalah segala macam sikap dan perbuatan yang
baik kepada siapa saja. Setiap orang memiliki kemampuan
masing-masing. Aku dapat menolong orang dengan
pengobatan. Engkau dapat menolong dengan kepandaianmu,
membela yang tertindas menentang kejahatan, itu pun
membahagiakan orang. Yang berharta dapat menolong mereka
yang hidupnya melarat dan serba kekurangan. Yang pandai
dapat memberi penerangan kepada mereka yang tidak
mengerti. Yang kuat dapat menolong mereka yang lemah, dan
demikian seterusnya. Setiap orang pasti mempunyai sesuatu
untuk membahagiakan orang lain dan semua perbuatan itu
merupakan buah dari cinta kasih yang tumbuh subur dalam
hati-sanubari.”
“Kalau ada orang yang tidak memiliki harta karena dia
sendiri miskin, tidak mempunyai tenaga karena dia sendiri
lemah, tidak memiliki kepandaian karena dia sendiri bodoh,
lalu orang seperti dia itu dapat melakukan perbuatan baik
apakah? Biarpun andaikata ada pohon cinta kasih dalam
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 387
hatinya, buah apakah yang dihasilkan pohon itu kalau dia tidak
memiliki apa-apa untuk dibagikan kepada orang lain?”
“Engkau agaknya lupa, Giok-ko, bahwa setiap orang,
biarpun serba tidak mampu seperti yang kausebutkan tadi,
masih dapat melakukan sesuatu demi kebahagiaan orang lain,
yaitu sikap yang ramah dan manis budi! Senyum ramah,
pandang mata yang tulus, ucapan yang lemah lembut,
bukankah sikap ini dapat menyenangkan dan membahagiakan
hati siapa saja? Jangan dikira bahwa sikap ini tidak ada
harganya! Bahkan jauh lebih berharga daripada harta dan
pertolongan apapun juga. Bayangkan, Twako, andaikata ada
orang memberimu harta benda yang amat besar akan tetapi dia
memberimu dengan sikap yang memandang rendah, menghina
atau marah atau andaikata ada yang menolongmu dengan apa
saja namun sikapnya menghina seperti itu, bagaimana
tanggapanmu?”
“Hemm, aku tidak sudi menerima pertolongannya!” jawab
Cun Giok seketika.
“Nah, berarti bahwa sikap yang manis budi itu amat
berharga, Twako. Jadi, bagi siapa saja, kaya atau miskin, pintar
atau bodoh, kuat atau lemah, dapat saja memberikan sesuatu
yang amat berharga dan dapat membahagiakan orang lain,
yaitu sikap yang manis budi, ramah dan sopan.”
Cun Giok mengangguk-angguk kagum. “Benar juga semua
pendapatmu tadi. Bahkan sikap baik sekalipun, kalau
berpamrih, tentu bukan kebaikan lagi melainkan penjilatan agar
mendapatkan sesuatu untuk kesenangan diri sendiri.”
“Benar sekali, Giok-ko. Kalau ada cinta kasih dalam hati,
maka semua perbuatan kita terhadap sesama kita tentu baik dan
benar. Cinta kasih mendatangkan belas kasih dan menyadarkan
kita bahwa apa yang kita lakukan itu merupakan kewajiban
hidup. Bukan kita yang memiliki harta benda, kepandaian,
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 388
kekuatan dan segala kelebihan lain. Semua itu milik Thian
(Tuhan) yang diberikan kepada kita sebagai berkatNya. Maka,
seyogianya kita bersyukur kepada Thian atas berkatNya dan
rasa syukur itu kita buktikan dengan menyalurkan berkat itu
kepada mereka yang membutuhkan: Berbahagialah orang yang
dipilih oleh Tuhan untuk menyalurkan berkatNya.”
Cun Giok tercengang mendengarkan semua ucapan penuh
kebijaksanaan yang bukan sekadar merupakan pelajaran itu.
Bagaimana seorang gadis muda belia seperti Ceng Ceng
memiliki pengertian mendalam seperti itu? Hatinya dipenuhi
perasaan kagum dan dia semakin tertarik kepada kepribadian
Ceng Ceng, bukan hanya tertarik oleh wajahnya yang cantik
jelita dan bentuk tubuhnya yang indah, karena keindahan
lahiriah itu hanya mengusik rasa cinta nafsu. Akan tetapi dia
tergetar oleh kebijaksanaan yang keluar melalui mulut gadis
itu. Dia merasa benar betapa amat mudahnya untuk jatuh cinta
kepada Ceng Ceng!
Dia teringat kepada mendiang Liu Siang Ni, adik misannya
yang bernasib malang itu. Dia mencinta Lu Siang Ni sebagai
adik. Kemudian dia bertemu dengan Cu Ai Yin dan dia pun
kagum dan suka kepada puteri Datuk Besar Cu Liong majikan
Bukit Merak itu. Akan tetapi, belum pernah hatinya tertarik
seperti ketika dia bertemu Ceng Ceng!
Namun, Cun Giok tidak dapat melupakan kenyataan bahwa
dia telah bertunangan dengan Siok Eng. Teringat akan Siok
Eng, dia menghela napas panjang. Dia telah terikat perjodohan
dengan Siok Eng, sungguhpun ikatan itu atas kemauan
mendiang gurunya, dia tidak boleh mengingkari dan harus
tetap setia. Biarpun dia jatuh cinta kepada Ceng Ceng, hal itu
harus dia rahasiakan dan dia tidak ingin melanggar tali
perjodohan yang telah diikatkan kepadanya. Kembali dia
menghela napas ketika tangannya meraba saku baju dan
merasakan adanya tusuk konde perak sebagai tanda ikatan
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 389
perjodohan dari Siok Eng!
@_Alysa^DewiKZ_@
Bab 3. Ayah Bunda Kandung Tan Li Hong!
“Giok-ko? Mengapa engkau tiba-tiba melamun dan
beberapa kali menghela napas panjang?” tanya Ceng Ceng
sambil tersenyum.
Cun Giok yang berjalan di sisinya sadar dari lamunannya.
Dia menjadi salah tingkah dan gugup karena tiba-tiba saja dia
mendapat teguran dan pertanyaan itu.
“Ah, aku....... eh, apa yang kau katakan tadi memang benar,
Ceng-moi. Akan tetapi bagaimana mengetrapkannya dalam
kehidupan ini? Bagaimana caranya agar cinta kasih dapat
bersemayam dalam hati sanubari kita?”
“Memang tidak mungkin kalau kita mengusahakannya
sendiri, Twako. Kita dipenuhi pengaruh nafsu daya rendah
yang melahirkan dan memelihara si-aku yang selalu mengejar
kesenangan. Kalau si-aku disenangkan, timbul cinta, kalau
disusahkan, timbul benci. Si-aku tidak mungkin dapat
mengadakan cinta kasih yang sejati, bukan cinta nafsu. Hanya
Thian yang dapat memberi karunia sehingga cinta kasih dapat
bersemayam di hati. Karena itu, satu-satunya jalan hanyalah
apabila kita saling mendekatkan diri seutuhnya kepadaNya.
Kita ini manusia biasa, Giok-ko, lemah dan tidak berdaya,
selalu menjadi permainan nafsu daya rendah. Akan tetapi kalau
kita selalu mendekatkan diri dan berserah diri kepada Thian,
maka dia akan memberi bimbingan kepada kita untuk dapat
menguasai nafsu-nafsu kita sendiri.”
Mereka berdua tiba di Hoa-san. Segera mereka dihadapkan
pada Goat-liang Sanjin yang biarpun dalam keadaan sadar,
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 390
namun keadaan tubuhnya lemah sekali. Ceng Ceng
memeriksanya, kemudian memberi minum obat pemberian
Ban-tok Niocu. Dengan tekun dan penuh perhatian Ceng Ceng
merawat dan mengobati ketua Hoa-san-pai itu dan tiga hari
kemudian, kakek itu telah sembuh!
Tentu saja para pimpinan Hoa-san-pai merasa girang dan
berterima kasih sekali kepada Ceng Ceng. Juga Goat-liang
Sanjin sendiri mengucapkan terima kasihnya kepada Cun Giok.
Pada keesokan harinya setelah Goat-liang Sanjin sembuh,
Ceng Ceng dan Cun Giok lalu berpamit meninggalkan Hoasan-
pai. Setelah tiba di kaki gunung, Ceng Ceng berkata.
“Giok-ko, aku merasa bahagia sekali dapat berkenalan
denganmu dan selama ini mengadakan perjalanan bersamamu.
Akan tetapi sekarang sudah tiba saatnya kita berpisah.”
Cun Giok terkejut. Tidak terbayangkan sebelumnya dia
akan berpisah dari Ceng Ceng. Rasanya sulit untuk dapat
berpisah dari gadis yang telah membetot semangatnya, yang
diam-diam dia kagumi dan dia kasihi.
“Berpisah, Ceng-moi? Engkau...... hendak pergi ke
manakah?”
“Aku akan pulang.”
“Pulang?” kata ini bagi Cun Giok terasa seperti asing.
“Ya, pulang ke rumah orang tuaku, di Nan-king. Engkau
sendiri hendak ke mana, Giok-ko?”
“Aku? Ah, aku akan...... merantau.”
“Selamat berpisah, Twako. Aku harus cepat pulang
mengabarkan tentang kematian Susiok Im Yang Yok-sian
kepada ayahku.” Gadis itu mengangkat kedua tangan memberi
hormat dibalas oleh Cun Giok.
“Selamat jalan, Ceng-moi, semoga aku akan dapat bertemu
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 391
lagi denganmu,” kata pemuda itu dan ketika gadis itu pergi
dengan menggunakan ilmu berlari cepat sehingga yang tampak
hanya bayangan putih berkelebat, tiba-tiba saja hatinya terasa
kosong seolah semangatnya terbawa terbang oleh Ceng Ceng.
Cun Giok menghela napas panjang dan tahulah dia bahwa
kini dia benar-benar menemukan seorang gadis yang telah
merebut cintanya. Dia jatuh cinta kepada Ceng Ceng seperti
yang belum pernah dia alami terhadap gadis lain. Namun tibatiba
muncul bayangan wajah Siok Eng dan dia menghela napas
panjang lagi.
“Tidak! Aku tidak akan mengingkari janji!” serunya dalam
hati dan dia pun melanjutkan perjalanan tanpa tujuan tertentu,
akan tetapi seperti dengan sendirinya, kedua kakinya
mengayun langkah ke arah perginya Ceng Ceng. Terngiang
dalam telinganya pelajaran Guru Besar Khong Hu Cu dalam
kitab Tiong Yong seperti yang diajarkan Pak-kong Lojin
kepadanya, pasal pertama ayat keempat.
Sebelum timbul senang, marah, duka dan suka
perasaan dalam keadaan
Tegak Seimbang.
Apabila berbagai perasaan itu timbul
namun dapat mengendalikan,
itu dalam keadaan Selaras.
Tegak Seimbang adalah Pokok Terbesar dunia
Selaras adalah jalan Utama dunia.
Teringat akan pelajaran ini, Cun Giok bernapas panjang dan
dalam sehingga perasaannya yang tadinya terguncang itu
menjadi tenang kembali, lalu dia pun menggunakan ilmu
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 392
berlari cepat melanjutkan perjalanannya merantau.
@_Alysa^DewiKZ_@
Tan Kun Tek yang berusia sekitar lima puluh tahun tinggal
di kota Seng-hai-lian, tak jauh dari Nan-king. Dia seorang lakilaki
yang tampan dan gagah. Ilmu silatnya tinggi karena dia
adalah seorang pendekar dari Bu-tong-pai. Ketika muda,
namanya terkenal di dunia kang-ouw dan dia juga ikut
membela tanah air ketika diserbu pasukan MongoI.
Kini dia membuka sebuah perguruan silat dan menjauhkan
diri dari urusan dunia kang-ouw. Tan Kun Tek hidup berdua
dengan isterinya yang berusia sekitar empatpuluh tiga tahun
dan masih tampak cantik dan lembut. Suami isteri ini hidup
sederhana dengan penghasilan Tan Kun Tek yang tidak berapa
besar sebagai seorang guru silat. Di Seng-hai-lian, Tan Kun
Tek lebih dikenal dengan sebutan Tan-kauwsu (Guru Silat
Tan).
Biarpun suami isteri ini tampak rukun dan hidup tenteram
di rumah mereka yang tidak berapa besar namun memiliki
tanah lapang di belakang rumah sebagai tempat latihan silat,
namun keduanya seringkali tampak duduk melamun dengan
wajah seolah matahari tertutup awan! Mereka berdua hanya
mempunyai seorang anak, akan tetapi ketika anak perempuan
mereka itu berusia dua tahun, pada suatu malam anak itu
lenyap diculik orang! Mereka tahu siapa penculiknya, namun
semua usaha Tan Kun Tek mencari penculik itu gagal.
Penculik itu seperti menghilang bersama puterinya.
Tan Kun Tek tahu benar siapa penculik puterinya. Dahulu,
sebelum bertemu dengan gadis yang kini menjadi isterinya, dia
berhubungan akrab dengan Gak Li, seorang pendekar wanita
yang cantik dan gagah. Akan tetapi, Tan Kun Tek tidak suka
dengan watak Gak Li yang keras dan suka mengandalkan ilmu
silatnya yang memang tinggi sehingga terkadang suka
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 393
bertindak kejam. Maka begitu bertemu dengan gadis yang
lembut, lemah dan sabar, cintanya berpindah dan dia lalu
menikah dengan gadis itu, tidak mempedulikan Gak Li yang
menjadi marah.
Pernah Gak Li berusaha pada suatu malam untuk memasuki
rumah dan membunuh isterinya. Akan tetapi masih untung
bahwa kebetulan sekali Goat-liang Sanjin yang ketika itu
belum menjadi ketua Hoa-san-pai dan merupakan sahabat baik
Tan Kun Tek, memergoki dan berhasil menggagalkan niat
jahat Gak Li dan mengusirnya.
Maka, ketika puterinya hilang diculik orang, Tan Kun Tek
dapat menduga siapa penculiknya. Tentulah Gak Li yang
hendak membalas dendam!
Pada suatu sore, Tan Kun Tek dan isterinya duduk di
ruangan depan, seperti biasa setelah semua murid yang
jumlahnya belasan orang itu pulang sehabis latihan silat.
Mereka tampak serius bercakap-cakap dengan suara lirih.
“Bagaimana nanti kalau Kim Thai-ciangkun datang dan
minta keputusanmu?” tanya Nyonya Tan dengan cemas.
Tan Kun Tek mengerutkan alisnya yang tebal. aku sudah
mengambil keputusan menolak permintaannya.”
“Tetapi, itu adalah sebuah perintah!” wanita itu berseru
dengan gelisah.
“Jangan hanya Kim Thai-ciangkun (Panglima Besar Kim),
biarpun Kaisar sendiri yang memerintahkan, aku tetap tidak
sudi melatih para perajurit Mongol! Aku tidak mau menjadi
pengkhianat bangsa! Aku latih mereka untuk membunuhi
rakyat kita? Huh, jangan harap!”
Yang mereka bicarakan itu adalah tentang permintaan Kim
Thai-ciangkun yang datang tiga hari yang lalu. Panglima Kim
itu datang berkunjung dan minta, bahkan memerintahkan TanKoleksi
Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 394
kauwsu untuk melatih ilmu silat kepada para perajurit
pasukannya. Dia diberi waktu sampai tiga hari untuk
memutuskan, disertai penegasan bahwa itu merupakan perintah
yang harus ditaati! Dan hari ini, tiga hari telah lewat dan Tankauwsu
harus memutuskan untuk menaati perintah itu.
Apa yang mereka tunggu dengan hati tegang itu pun tiba.
Terdengar derap kaki kuda berhenti di tepi jalan depan
pekarangan rumah mereka. Tan Kun Tek dan isterinya
memandang keluar dengan hati tegang. Lalu muncullah orang
yang mereka tunggu-tunggu. Seorang Panglima Mongol yang
bertubuh tinggi besar, mukanya brewok, pakaiannya
gemerlapan, memasuki pintu pagar diikuti selosin orang
perajurit! Wajahnya bengis ketika dia melangkah dengan tegap
menuju ke rumah di mana suami isteri itu menanti. Setelah
panglima itu tiba di beranda atau ruangan depan, Tan Kun Tek
dan isterinya bangkit berdiri.
“Kim Thai-ciangkun, silakan duduk!” kata Tan Kun Tek
ramah.
“Terima kasih,” kata panglima itu tanpa mengambil tempat
duduk dan langsung dia bertanya. “Bagaimana, Tan-kauwsu,
tentu engkau sudah mengambil keputusan, bukan? Marilah
bersama kami ikut ke markas dan mulai dengan tugasmu
mengajarkan silat kepada para perajurit pasukanku.”
Wajah Tan Kun Tek berubah kemerahan, berbeda dengan
wajah isterinya yang menjadi pucat. Dia memberi hormat dan
menjawab dengan suara tegas. “Maafkan saya, Thai-ciangkun.
Terpaksa saya tidak dapat memenuhi permintaanmu.
Pengetahuan saya tentang ilmu silat tidak ada artinya dan tidak
cukup berharga untuk melatih pasukan Thai-ciangkun.”
Panglima Mongol itu mengerutkan alisnya dan matanya
yang sipit itu mengeluarkan sinar menakutkan. “Tan-kauwsu,
engkau adalah murid Bu-tong-pai, jangan bilang bahwa engkau
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 395
tidak pandai ilmu silat. Berani sekali engkau menolak
perintahku, berarti perintah petugas Kerajaan Goan yang jaya?”
“Saya tidak menolak, hanya merasa tidak mampu, Thaiciangkun.”
“Alasan kosong! Siapa tidak tahu bahwa engkau dahulu
juga membantu pasukan pribumi yang melawan pasukan kami?
Kalau engkau menolak, berarti benar kecurigaan kami bahwa
Bu-tong-pai mengambil sikap anti pemerintahan kerajaan
kami! Engkau berani menentang perintah, berarti engkau
hendak memberontak!”
“Tidak, Thai-ciangkun, saya tidak bermaksud
memberontak,” kata Tan Kun Tek dengan tenang dan suaranya
tegas.
“Tangkap pemberontak ini!” bentak Panglima Mongol yang
bernama Kim Bayan itu.
Dua orang perajurit maju hendak menangkap Tan Kun Tek,
akan tetapi guru silat ini bergerak cepat dengan tamparan dan
tendangan kakinya sehingga dua orang perajurit itu roboh! Kim
Bayan marah sekali, akan tetapi dia bergerak cepat ke depan
dan tahu-tahu Nyonya Tan telah dia tangkap.
“Tan Kun Tek, menyerah atau isterimu kubunuh lebih
dulu!” bentak Kim Bayan yang sudah mendekatkan tangannya
ke arah kepala wanita itu.
Tan Kun Tek maklum bahwa sekali panglima itu
menggerakkan tangannya, nyawa isterinya tidak akan dapat
diselamatkan lagi. Tentu saja dia tidak ingin mengorbankan
isterinya, maka dia mengangguk dan berkata, “Saya menyerah,
akan tetapi jangan ganggu isteriku, Thai-ciangkun!”
Tan Kun Tek dan isterinya lalu dibelenggu kedua
tangannya dan dibawa ke markas pasukan Kerajaan Mongol
yang berada di luar kota Seng-hai-lian. Tentu saja penangkapan
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 396
suami isteri Tan ini membuat para tetangganya menjadi panik
dan berita tentang penangkapan Guru Silat Tan dan isterinya
itu segera tersebar di seluruh kota dan menjadi bahan
percakapan orang. Akan tetapi siapa yang berani mencampuri
urusan Panglima Kin, yang menjadi panglima besar untuk
seluruh pasukan yang berada di Propinsi Shan-tung, bahkan
kini kekuasaannya juga sampai di Nan-king?
@_Alysa^DewiKZ_@
Pada keesokan harinya, setelah matahari naik tinggi
menjelang tengah hari, Tan Li Hong memasuki kota Seng-hailian.
Jantungnya berdebar tegang. Inilah kota kelahirannya,
tempat tinggal ayah ibunya seperti yang ia dengar dari gurunya,
Ban-tok Kui-bo. Tentu saja ia sama sekali tidak ingat akan kota
itu, bahkan bagaimana wajah ayah ibunya pun ia tidak ingat
karena ia baru berusia dua tahun ketika ia diculik gurunya.
Akan tetapi mencari rumah ayahnya yang bernama Tan Kun
Tek di kota itu tidak merupakan hal yang sukar.
Ia bertanya kepada orang yang berjualan di sebuah warung,
apakah orang itu mengetahui di mana rumah Tan Kun Tek.
Pemilik warung itu, seorang laki-laki setengah tua,
memandang Li Hong dengan mata terbelalak. “Tan Kun Tek?
Maksudmu Tan-kauwsu, Nona?”
Tentu saja Li Hong tidak tahu apakah ayahnya itu menjadi
guru silat, akan tetapi karena ia mengerti dari gurunya bahwa
ayahnya dulu seorang pendekar, tentu saja ayahnya itu ahli silat
dan bukan mustahil kalau dia menjadi guru silat.
“Betul, Paman. Di mana rumahnya?”
Orang itu menjawab dengan lirih dan kaku, tampaknya
seperti orang takut karena sebelum menjawab dia menoleh ke
kanan kiri.
“Di sana...... belasan rumah dari sini......” Setelah berkata
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 397
demikian, orang itu masuk ke belakang, meninggalkan
warungnya tak terjaga!
Li Hong merasa heran akan tetapi ia lalu melanjutkan
pencariannya. Setelah melewati belasan buah rumah, dia
melihat sebuah rumah dan di pendapa rumah itu duduk seorang
wanita setengah tua dan ia menangis tanpa suara, sesenggukan
dan tampaknya gelisah. Li Hong merasa tertarik dan ia lalu
memasuki pekarangan rumah itu.
Wanita yang sedang menangis itu mengangkat muka
memandang, cepat ia mengusap air mata dari pipinya dan
bangkit berdiri memandang Li Hong dengan heran.
“Nona mencari siapa dan ada keperluan apa?”
“Bibi, tolong tanya di manakah rumah Tan Kun Tek?”
Wanita itu memandang dengan mata penuh selidik, lalu
menjawab ragu. “Ini rumah Kauwsu Tan Kun Tek, akan
tetapi.......”
“Ah, tolong beritahu mereka bahwa aku datang.......”
“Nona, harap katakan dulu engkau siapa dan ada keperluan
apa engkau hendak bertemu dengan Tan-kauwsu?”
“Aku Tan Li Hong, puterinya!” Akan tetapi ia segera
teringat bahwa tentu saja wanita ini tidak tahu. Ia telah hilang
dari rumah orang tuanya sejak berusia dua tahun! Bahkan ayah
ibunya sendiri pun pasti tidak mengenalnya, apalagi orang lain!
“Puterinya? Akan tetapi...... saya mendengar bahwa puteri
mereka hilang belasan tahun yang lalu.......”
“Benar, puteri mereka diculik orang. Akulah puteri mereka
yang diculik itu. Sekarang aku datang ingin bertemu mereka.
Di manakah Ayah Ibuku? Tolong beritahu mereka!” kata Li
Hong tidak sabar lagi.
Tiba-tiba wanita itu menangis lagi, menutupi muka dengan
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 398
kedua tangannya.
Li Hong menyentuh pundak wanita itu dan bertanya tidak
sabar. “Bibi! Engkau ini mengapa? Mengapa menangis? Mana
Ayah Ibuku?”
Dengan sedih wanita itu menjawab sambil menangis.
“Mereka...... mereka...... kemarin ditangkap dan dibawa
pasukan pemerintah.......”
“Ditangkap pasukan......?” Li Hong terkejut bukan main.
Akan tetapi ia segera dapat menenangkan perasaannya dan ia
lalu membimbing wanita itu untuk duduk di atas kursi dan ia
sendiri duduk di depannya.
“Tenanglah, Bibi. Jangan takut dan jangan menangis. Aku
adalah puteri mereka dan aku akan menolong mereka. Akan
tetapi ceritakan dulu siapa Bibi ini dan apa yang telah terjadi
dengan Ayah Ibuku kemarin!”
Nada suara Li Hong memerintah dan wanita itu dapat
menghentikan tangisnya setelah menggosok kedua matanya
dengan ujung lengan bajunya.
“Nona, saya bernama Siok dan menjadi pembantu rumah
tangga Tan-kauwsu selama sepuluh tahun lebih. Karena saya
seorang janda yang hidup sebatang kara, maka saya dianggap
keluarga sendiri oleh Tan-kauwsu dan Tan-hujin. Kemarin
sore, seorang panglima datang bersama selosin orang perajurit
dan dia menangkap Tan-kauwsu dan Tan-hujin, dibawa pergi
dari sini. Semua orang di kota ini sudah mendengar akan
penangkapan itu. Aih, saya merasa sedih dan bingung, Nona.
Apa yang dapat dilakukan seorang perempuan seperti saya?” Ia
menahan isaknya.
@_Alysa^DewiKZ_@
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 399
Jilid 13
Bab 1. Penyelamatan dari Tahanan Mongol
Li Hong marah sekali, juga di samping kemarahannya ia
merasa menyesal. Ketika ia meninggalkan Coa-to untuk
mencari orang tuanya di Seng-hai-lian dekat Nan-king ini, ia
melakukan perjalanan seenaknya dan tidak tergesa-gesa. Ia
menikmati perjalanan itu, kalau melewati kota ia berhenti satu
dua hari lamanya dan kalau melewati daerah yang indah
pemandangannya, ia pun menunda perjalanannya, sehingga ia
amat terlambat tiba di Seng-hai-lian.
Kalau saja ia tidak banyak berhenti, mungkin sebulan yang
lalu ia sudah tiba di rumah orang tuanya dan ia akan dapat
mencegah malapetaka yang menimpa ayah ibunya! Bahkan
kalau kemarin ia sudah tiba di situ, ia pasti akan mencegah
orang tuanya ditangkap pasukan pemerintah!
“Bibi Siok, ke mana Ayah Ibu dibawa pasukan itu dan siapa
panglima itu? Mengapa pula Ayah dan Ibu ditangkap?” Li
Hong menghujani pembantu itu dengan pertanyaan.
“Setahu saya, tiga hari sebelum penangkapan, panglima
besar yang biasa disebut Kim Thai-ciangkun datang dan minta
kepada Tan-kauwsu untuk melatih silat para perajurit
pasukannya dan memberi waktu tiga hari kepada Tan-kauwsu
untuk memberi jawaban. Tiga hari kemudian Kim Thaiciangkun
datang lagi bersama dua belas orang perajurit. Tankauwsu
menyatakan tidak bersedia melatih silat kepada para
perajurit dan dia bersama Tan-hujin lalu ditangkap dan dibawa
pergi.”
“Ke mana, Bibi? Ke mana?”
“Mana saya tahu, Nona? Akan tetapi benteng pasukan
pemerintah berada di luar kota sebelah barat, sekitar tiga lie
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 400
(mil) dari kota ini.”
“Bibi Siok, kau jaga rumah ini, aku akan mencari Ayah Ibu
dan membebaskan mereka dari tahanan!”
Setelah berkata demikian, sekali berkelebat, gadis itu telah
lenyap dari depan Bibi Siok sehingga wanita itu melongo, lalu
menggosok-gosok kedua matanya seolah hendak memastikan
bahwa ia tidak sedang mimpi!
@_Alysa^DewiKZ_@
Kim Bayan atau Panglima Kim adalah seorang panglima
yang banyak jasanya ketika bangsa Mongol menyerbu ke
selatan, maka oleh Kaisar Mongol dia diberi kedudukan
panglima tinggi dan menguasai seluruh pasukan yang bertugas
menjaga wilayah Shan-tung ke selatan sampai Nan-king.
Panglima Kim Bayan adalah seorang Mongol yang pandai
ilmu silat dan ilmu gulat model Mongol, bahkan dia juga
memiliki kekuatan sihir karena gurunya adalah seorang datuk
persilatan di perbatasan Mancuria yang terkenal tinggi sekali
ilmu silat dan ilmu sihirnya. Gurunya itu berjuluk Cui-beng
Kui-ong (Raja Setan Pengejar Roh) dan karena jasa-jasanya
oleh Kaisar Mongol dia dihadiahi sebidang tanah pegunungan
dengan gedung yang indah mewah di mana dia hidup sebagai
raja muda!
Setelah tinggal di tanah hadiah kaisar itu, Cui-beng Kui-ong
memanggil sumoinya (adik perempuan seperguruan) yang
berjuluk Song-bun Mo-li (Iblis Betina Berkabung) karena yang
selalu mengenakan pakaian berkabung dari kain mori putih
yang kasar! Wanita ini pun lihai bukan main sehingga
keduanya menjadi andalan Kerajaan Mongol untuk
menghadapi orang-orang sakti yang berani menentang
pemerintah penjajah itu. Karena merasa senang tinggal di
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 401
gedung mewah di perbukitan itu, Cui-beng Kui-ong
menamakan tanah perbukitan hadiah kaisar itu Bukit Sorga.
Letaknya hanya belasan lie dari kota raja.
Sebagai murid Cui-beng Kui-ong, Panglima Kim tentu saja
lihai sekali. Dia hidup di kota Cin-yang bersama seorang isteri
dan lima orang selirnya. Akan tetapi, enam orang isteri itu
hanya seorang saja yang mempunyai anak, itu pun hanya
seorang anak laki-laki yang kini telah dewasa dan diberi nama
Kim Magu.
Kita sudah mengenal Kim Magu yang disebut Kim-kongcu,
yaitu pemuda berandalan yang selalu mengandalkan kekuasaan
ayah dan kekayaannya, suka menggoda dan memaksa gadis
baik-baik untuk dijadikan permainannya. Pemuda itu bersama
temannya, Kui Con putera Hakim Kui Hok, dihajar oleh Ceng
Ceng dan karena perbuatan yang menggemparkan kota Cinyang
itulah nama Ceng Ceng sebagai Pek-eng Sianli dikenal
dan dikagumi orang.
Dari para penyelidik yang disebar di mana-mana, Kim
Bayan mendengar betapa para pendekar pribumi Han banyak
yang diam-diam menentang pemerintah Kerajaan Goan
(Mongol). Bahkan kabarnya sikap para pimpinan partai-partai
persilatan besar seperti Siauw-lim-pai, Bu-tong-pai, Hoa-sanpai,
dan masih banyak lagi tidak mematuhi dan memusuhi para
pembesar.
Mendengar berita ini, Kim Bayan menjadi penasaran. Dia
teringat bahwa Tan Kun Tek yang dikenal dengan sebutan
Guru Silat Tan adalah seorang murid Bu-tong-pai. Maka dia
merasa curiga dan dia sengaja datang berkunjung dan minta
kepada Tan Kun Tek untuk mengajarkan ilmu silat kepada para
perajuritnya.
Sesungguhnya permintaan ini hanya untuk menguji apakah
Tan-kauwsu bersedia membantu pemerintah atau tidak.
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 402
Ternyata Tan Kun Tek menolak dan kecurigaan Kim Thaiciangkun
semakin besar. Dia lalu menangkap Tan Kun Tek dan
isterinya, menahan mereka di rumah tahanan.
Dalam kamar tahanan, seorang perwira yang biasa bertugas
memaksa tahanan untuk mengaku, menyiksa Tan Kun Tek dan
isterinya. Suami isteri itu dibelenggu pada dinding kamar
tahanan, diikat kaki tangannya dan mereka disuruh mengaku
siapa saja kawan mereka yang melakukan pemberontakan. Juga
dipaksa mengaku bahwa Bu-tong-pai bermaksud
memberontak.
Tentu saja Tan Kun Tek dan isterinya menyangkal semua
tuduhan itu. Mereka lalu disiksa, dicambuki. Sungguh kasihan
Nyonya Tan yang tidak pernah belajar silat dan tubuhnya
lemah. Baju berikut kulitnya tersayat-sayat lecutan cambuk
sehingga berlumuran darah dan baru belasan cambukan saja ia
sudah terkulai pingsan dalam keadaan berdiri dan kedua tangan
tergantung borgol di dinding.
Tan Kun Tek juga dicambuki sampai penyiksa merasa
lelah. Bajunya hancur dan kulit tubuhnya juga pecah-pecah,
akan tetapi pendekar Bu-tong-pai ini sama sekali tidak pernah
mengeluh, mematikan semua perasaan sehingga biarpun
kulitnya tersayat-sayat, dia tidak merasa apa-apa. Hanya
tubuhnya terasa lemas karena terlalu banyak darah mengalir
keluar dari luka-luka gigitan cambuk!
Malam itu cuaca gelap sekali. Hawa udara amat dingin
karena sore tadi hujan turun dengan derasnya. Dalam cuaca
gelap dan udara dingin itu, ketika sebagian besar penduduk
kota Seng-hai-lian sudah memasuki kamar masing-masing
yang lebih hangat dan di jalan raya sudah amat sepi, tampak
seorang pemuda melangkah keluar dari pintu gerbang sebelah
barat. Ketika dia sudah tiba di luar pintu gerbang dan tak
seorang pun memperhatikannya karena para penjaga pintu
gerbang itu juga lebih senang berada dalam gardu, pemuda itu
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 403
segera berlari cepat. Bukan main cepatnya pemuda itu berlari
menuju ke barat.
Pemuda itu bukan lain adalah Tan Li Hong yang
menyamar. Ketika dia melakukan perjalanan meninggalkan
Pulau Ular untuk mencari orang tuanya, Li Hong juga
menyamar sebagai seorang pemuda yang amat tampan. Akan
tetapi ketika ia memasuki kota tempat tinggal orang tuanya, ia
mengenakan pakaian wanita karena ia tidak ingin membuat
ayah ibunya bingung. Akan tetapi kini, setelah ia mendengar
bahwa orang tuanya ditangkap pasukan mungkin sekali dibawa
ke benteng atau markas pasukan, ia mengenakan pakaian pria
lagi. Pedang Ban-tok-kiam tergantung di punggungnya dan
ketika ia berlari cepat, tubuhnya berkelebat dan tak dapat
terlihat di dalam cuaca gelap itu.
Li Hong terpaksa berusaha menyelamatkan orang tuanya di
waktu malam setelah tadi ia menyelidiki keadaan markas itu
dari luar. Ia melihat betapa benteng itu terjaga ketat dan tidak
mungkin dapat memasuki benteng itu di siang hari. Kalau ia
ketahuan, akan sulitlah untuk dapat menyelamatkan orang
tuanya karena bagaimana mungkin ia menghadapi perajurit
yang tentu amat banyak terdapat dalam markas itu.
Ia sudah mempelajari sekeliling pagar tembok markas itu
dan mengambil keputusan untuk melompati pagar tembok di
bagian belakang yang tidak begitu ketat penjagaannya, hanya
terkadang ada perajurit yang meronda. Ia yakin akan mampu
melewati tembok dan masuk ke markas itu di waktu malam,
apalagi ketika cuaca segelap ini dan udara sedingin ini. Para
penjaga tentu agak lengah. Pula, markas itu tempat ribuan
orang perajurit, siapa yang akan berani mencuri masuk?
Perhitungan Li Hong betul. Ketika ia melompat dengan
gerakan yang ringan dan gesit ke atas tembok, ia tidak melihat
ada perajurit dekat tempat itu. Maka ia lalu melayang turun ke
sebelah dalam yang ternyata merupakan sebuah kebun. Untuk
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 404
meneliti keadaan sekitarnya, Li Hong menyusup ke balik
rumpun bambu dan mengintai dari situ. Bangunan-bangunan
terdapat banyak dan di setiap sudut luar bangunan ada lampu
gantung yang cukup terang.
Ia menjadi bingung. Sama sekali ia tidak dapat menduga di
mana orang tuanya ditawan. Ketika ia melihat dua orang
perajurit yang membawa tombak berjalan tak jauh dari tempat
ia bersembunyi, agaknya sedang meronda sambil bercakapcakap,
Li Hong cepat menyelinap di antara pohon-pohon dan
mendekati mereka. Ketika dua orang perajurit itu lewat dekat,
Li Hong menerjang mereka. Dengan kecepatan luar biasa ia
menggerakkan jari tangan dua kali dan dua orang itu pun roboh
terkulai tanpa dapat mengeluarkan suara, lumpuh tertotok!
Li Hong mencengkeram rambut mereka dan menyeret
tubuh mereka ke belakang semak-semak yang gelap, yang
hanya mendapat sinar sedikit dari lampu gantung yang berada
di batang pohon sehingga keadaan di situ remang-remang. Li
Hong mencabut pedangnya, ditempelkan ke leher seorang dari
mereka, lalu ia menggerakkan tangan kiri membebaskan
totokan.
“Jangan bergerak atau bersuara!” desisnya.
Orang itu menjadi pucat ketakutan dan dia hanya dapat
menggeleng kepala tanda bahwa dia tidak akan melawan atau
berteriak.
“Jawab yang benar pertanyaanku, kalau engkau bohong,
lihat ini!” Pedangnya menyambar dan orang kedua tewas
seketika. Tentu saja perajurit pertama menjadi semakin
gemetar ketakutan.
“Ampun, Taihiap (Pendekar Besar)......!” ratapnya. Dia
mengira bahwa Li Hong seorang pendekar pria.
“Hayo katakan di mana Tan Kun Tek dan isterinya
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 405
dikeram!”
Orang itu menjawab. “Di rumah tahanan.......!”
“Mana itu? Yang mana rumah tahanan?”
Perajurit itu menuding ke arah bangunan besar yang berada
di tengah benteng. “Yang ada menaranya itu.......”
“Awas, kalau engkau berbohong, aku akan kembali ke sini
dan membunuhmu!”
“Saya...... saya tidak berbohong.......”
Li Hong menotoknya kembali dan menyimpan pedangnya.
Ketika ia hendak bergerak menuju bangunan yang ditunjuk
tadi, ia terkejut mendengar suara di belakangnya.
“Bodoh, dia harus dibunuh agar tidak membahayakan!” Itu
adalah suara gurunya!
“Subo......!” Li Hong berseru lirih.
“Ssstt......!” Bayangan berkelebat dari belakang, tahu-tahu
Ban-tok Niocu sudah berada dekat muridnya. Tangannya
bergerak ke arah kepala perajurit yang tertotok dan tahulah Li
Hong bahwa perajurit itu pasti tewas terkena sentuhan tangan
gurunya.
“Subo, bagaimana kalau dia berbohong?”
“Tidak, sudah sejak tadi aku berada di sini menyelidiki dan
memang orang tuamu ditahan dalam bangunan itu. Amat kuat
penjagaannya, maka sejak tadi aku belum turun tangan. Bagus
sekali engkau muncul sehingga aku mendapatkan bantuan.”
“Bagaimana Subo berada di sini?”
“Lihat wajahku, apa engkau tidak melihat ada perubahan?”
Ban-tok Niocu sengaja membiarkan pipi kirinya terkena sinar
lampu dari jauh sehingga cukup jelas untuk dilihat.
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 406
“Ah, Subo tidak cacat lagi!”
“Ssttt, nanti saja kita bicara. Sekarang perhatikan baik-baik.
Orang tuamu berada dalam sebuah kamar tahanan di gedung
yang ada menaranya itu. Kalau kita menyelinap ke sana, pasti
ketahuan dari menara yang selalu ada perajurit penjaganya.
Sekarang, kita pakai pakaian seragam dua perajurit ini!”
Li Hong mengerti maksud gurunya. Ia lalu melucuti
pakaian perajurit yang dibunuhnya. Untung tadi ia
menggunakan Ban-tok-kiam sehingga biarpun pedang itu
hanya menggores leher, orang itu tewas tanpa mengeluarkan
banyak darah. Setelah melucuti, ia mengenakan pakaian
seragam itu menutupi pakaiannya sendiri.
Ban-tok Niocu juga sudah selesai mengenakan pakaian
perajurit kedua di luar pakaiannya sendiri. Setelah menata
rambut dan berdandan sebagai dua orang perajurit, Ban-tok
Niocu berbisik.
“Kita lewati para penjaga dan kalau ada yang bertanya,
engkau diam saja biar aku yang bicara. Setelah tiba dekat
bangunan yang ada menaranya, aku akan menyelinap ke
belakangnya dan membuat kebakaran. Lalu kuusahakan untuk
melumpuhkan dua orang yang berjaga di menara. Nah, begitu
ada kebakaran engkau menyelinap ke rumah tahanan itu. Tentu
semua perajurit berlari ke arah kebakaran dan engkau
mempunyai kesempatan untuk mengeluarkan orang tuamu.
Mengerti?”
“Mengerti, Subo. Akan tetapi bagaimana kalau kami keluar
lalu ketahuan? Untuk melindungi dua orang kukira agak
sukar.......”
“Bodoh! Ayahmu Tan Kun Tek bukan orang lemah. Dia
pendekar murid Bu-tong-pai. Asal engkau sudah dapat
membebaskan dia tentu dia akan mampu menyelamatkan
isterinya. Pada saat itu mungkin aku sudah selesai dan dapat
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 407
membantu kalian.”
“Baik, aku mengerti, Subo!”
Mereka lalu melangkah dengan tegap, membawa dua
batang tombak milik perajurit yang mereka robohkan tadi.
Mereka berjalan melewati beberapa orang penjaga dan para
penjaga itu sama sekali tidak menaruh curiga karena memang
Li Hong dan Ban-tok Niocu selalu mengambil jalan yang
gelap. Ketika sudah tiba dekat bangunan yang ada menaranya,
di tengah kelompok bangunan dalam benteng itu, tiba-tiba saja
ada dua orang perajurit dari depan dan seorang di antara
mereka bertanya.
“Kalian ini berjaga di mana?”
Terdengar Ban-tok Niocu menjawab, suara dibuat seperti
suara pria, “Di kebun belakang!”
“Hemm, bagaimana keadaannya? Aman?”
“Aman, tidak ada apa-apa!” jawab Ban-tok Niocu dan ia
lalu mempercepat langkahnya, diimbangi oleh Li Hong.
“Hei, nanti dulu......!” Tiba-tiba dua orang perajurit itu
berteriak dari belakang mereka.
“Bunuh mereka,” bisik Ban-tok Niocu kepada muridnya.
Mereka berdua membalikkan tubuh dan ketika dua orang
perajurit itu menghampiri dekat, guru dan murid itu
menggerakkan tombak dan dua orang perajurit itu pun roboh
dan tewas. Mereka cepat menarik kaki dua orang itu dan
menyeretnya ke tempat tersembunyi yang gelap. Setelah itu
mereka melanjutkan perjalanan dengan gerakan cepat
berkelebatan.
Seperti yang telah direncanakan, Ban-tok Niocu lalu
menuju ke arah belakang rumah tahanan yang ada menaranya.
Li Hong menyelinap mendekati rumah tahanan dan
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 408
bersembunyi sambil menanti tanda dari gurunya, yaitu
kebakaran. Tak lama kemudian ia melihat api bernyala besar di
belakang rumah tahanan, sekitar tiga rumah di belakangnya.
“Kebakaran! Kebakaran!” terdengar teriakan dan dari
tempat sembunyinya ia melihat banyak perajurit berlari-larian
ke tempat kebakaran itu. Ketika melihat belasan orang perajurit
berserabutan keluar dari rumah tahanan itu, Li Hong lalu
bergerak cepat. Dengan sambitan batu kecil ia membuat lampu
gantung di pintu belakang dari mana para perajurit tadi keluar,
pecah dan padam. Tubuhnya berkelebat dan tanpa dapat terlihat
karena lampu yang padam membuat pintu itu gelap, ia telah
memasuki rumah itu.
Ketika ia melewati sebuah lorong dalam rumah tahanan, ia
melihat bahwa di bagian tengah rumah tahanan itu terbuka dan
kamar-kamar tahanan berderet-deret. Ia menyelinap dan ketika
memandang ke atas, ia melihat betapa semua kamar tahanan itu
dapat terlihat dari atas menara. Tentu di sana ada perajuritperajurit
yang berjaga mengawasi kamar-kamar tahanan itu.
Sebuah lampu di menara yang bernyala memperlihatkan
bayangan dua orang perajurit.
Li Hong tidak berani keluar dari tempat sembunyinya
karena kalau ia sampai kelihatan oleh para penjaga di atas
menara, tentu banyak sekali perajurit akan menyerbu dan akan
sukarlah baginya untuk dapat membebaskan kedua orang
tuanya, bahkan ia sendiri dapat terancam bahaya. Ia menanti
sebentar dan tiba-tiba ia melihat lampu di menara itu padam.
Itu tandanya bahwa setelah melakukan pembakaran, gurunya
sudah berada di menara dan sudah merobohkan para penjaga
menara, maka dengan hati berdebar tegang Li Hong lalu
memeriksa setiap kamar tahanan dan pada kamar-kamar
tahanan yang terdapat tahanan di dalamnya ia berseru lirih.
“Di mana Tan Kun Tek dan isterinya?”
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 409
Hanya ada lima kamar yang terisi dan pada kamar yang ke
lima, ia melihat dua orang di dalamnya. Seorang laki-laki dan
seorang wanita! Dari sinar lampu yang menyorot dari luar
melalui terali ke dalam kamar, Li Hong dapat melihat seorang
laki-laki berusia sekitar limapuluh tahun yang tampan dan
gagah, akan tetapi bajunya robek-robek dan ada goresangoresan
berdarah pada kulit dada dan punggungnya. Wanita itu
berusia empatpuluh tahun lebih, masih tampak cantik akan
tetapi keadaannya lebih menyedihkan. Seperti laki-laki itu,
bajunya juga robek-robek dan tubuhnya berlepotan darah bekas
cambukan dan ia duduk bersandar pada rangkulan laki-laki itu.
Keadaannya tampak parah.
Melihat ini, dengan suara gemetar Li Hong bertanya.
“Apakah kalian berdua Tan Kun Tek dan isterinya?
Mereka itu memang Tan Kun Tek dan isterinya. Melihat
seorang pemuda di luar kamar tahanan berterali besi dan
menanyakan namanya, dia menjawab. “Benar, siapakah
engkau?”
Mendengar ini, hati Li Hong bersorak. Ia cepat mencabut
pedangnya dan sekali mengelebatkan pedang pusaka Ban-tokkiam,
ia telah membabat putus terali besi Dengan beberapa kali
bacokan, terbukalah lubang besar dan ia masuk ke dalam
kamar itu.
“Cepat, mari keluar dari sini!” kata Li Hong dan ia segera
mengangkat bangun Nyonya Tan yang keadaannya lemah,
setelah menggunakan pedangnya memutuskan semua rantai
yang membelenggu kaki tangan suami isteri itu.
“Ah, ia terluka dan lemah sekali!” Li Hong berseru penuh
haru ketika ia memondong tubuh wanita itu. Ibunya! “Mari kita
keluar cepat, biar aku memondongnya!”
“Tapi, siapakah engkau?” Tan Kun Tek juga bangkit dan
memandang pemuda itu dengan heran dan khawatir karena dia
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 410
tahu bahwa mereka berada dalam benteng yang penuh tentara!
“Nanti saja kita bicara, cepat keluar!” kata Li Hong sambil
memondong Nyonya Tan dan melompat keluar kamar tahanan.
@_Alysa^DewiKZ_@
Bab 2. Penyelesaian Cinta Kasih Masa Lalu
Tan Kun Tek kagum melihat kegesitan pemuda itu. Sore
tadi dia dan isterinya mengalami siksa cambukan. Biarpun dia
sendiri hanya merasa panas dan pedih karena kulit tubuhnya
lecet-lecet berdarah, namun isterinya yang lebih parah. Kini,
melihat ada pemuda hendak menolongnya, bangkit
semangatnya dan dia pun melompat keluar. Dia masih agak
sangsi karena tentu saja dia curiga melihat pemuda yang
berpakaian perajurit ini. Apakah ini merupakan siasat dari
Panglima Kim? Dia harus waspada dan melihat ada tombak
bersandar di luar pintu kamar, dia lalu menyambarnya.
“Biarkan aku yang memondong isteriku!” katanya kepada
pemuda berpakaian perajurit itu. “Engkau yang membuka jalan
dan aku mengikuti di belakangmu!”
Li Hong memandang kagum dan juga bangga. Benar kata
gurunya, ayahnya bukan orang lemah. Dan memang lebih baik
kalau ayahnya yang menggendong ibunya sehingga ia dapat
melindungi mereka. Tanpa bicara ia menyerahkan wanita itu
yang kini digendong di belakang punggung oleh Tan Kun Tek.
Nyonya Tan yang lemah itu merangkul leher suaminya dan
Tan Kun Tek menggunakan tali yang dia temukan di situ untuk
mengikat tubuh isterinya kepadanya sehingga kalau dipakai
bergerak membela diri apabila diserang, tubuh isterinya tidak
akan terlepas dan terjatuh dari gendongannya.
“Mari cepat.......!” Li Hong berkata dan ia lalu berkelebat
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 411
keluar. Ternyata para perajurit masih ramai berusaha
memadamkan kebakaran.
“Li Hong, ke sini......!” terdengar teriakan Ban-tok Niocu
yang muncul tiba-tiba.
Li Hong girang melihat gurunya dan cepat ia pun mengikuti
sambil memberi isyarat kepada Tan Kun Tek untuk
mengikutinya.
Tan Kun Tek semakin heran melihat ada perajurit kedua
muncul dan agaknya hendak membantunya menunjukkan jalan
keluar! Mulai berkurang kecurigaannya. Dia melihat dalam
benteng itu gempar karena ada kebakaran. Tak mungkin semua
ini merupakan siasat pancingan! Agaknya dua orang ini
memang benar ingin menolong ia dan isterinya. Dan melihat
pakaian perajurit yang mereka kenakan agak kedodoran dan
tidak pas, dia dapat menduga bahwa mereka itu jelas bukan
perajurit, melainkan orang luar yang kini menyamar sebagai
perajurit.
Mereka tiba di dekat pagar tembok di kebun tanpa
mendapat halangan karena para perajurit masih sibuk berusaha
memadamkan kebakaran.
“Dapatkah engkau melompat ke atas pagar tembok sambil
menggendong?” tanya Li Hong.
Akan tetapi Ban-tok Niocu cepat memegang lengan kanan
Tan Kun Tek dan berkata, “Li Hong, cepat pegang lengan
kirinya, kita bantu dia melompat!”
Li Hong segera tanggap. Ia menangkap lengan kiri Tan Kun
Tek dan mereka bertiga melayang ke atas pagar tembok.
Sebetulnya kalau dia melompat sendiri, Tan Kun Tek tentu
dapat mencapai atas pagar tembok itu. Akan tetapi dia agak
lemah karena mengeluarkan banyak darah, juga dia
menggendong isterinya, maka kalau dia tidak dibantu dua
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 412
orang yang menyamar sebagai perajurit itu, pasti dia akan
gagal melompat sampai ke atas pagar tembok.
Akan tetapi begitu mereka tiba di atas pagar tembok,
terdengar teriakan-teriakan dari bawah.
“Tawanan lepas!”
“Dua orang perajurit itu palsu!”
“Tangkap mereka berempat!”
Banyak sekali perajurit melakukan pengejaran.
Melihat ini, Li Hong berkata kepada Tan Kun Tek. “Cepat
bawa ia melompat keluar dan lari!”
Ban-tok Niocu menyambung. “Lari ke arah sana, masuk
hutan dan di sana ada kuil tua kosong. Tunggu kami di sana!”
Tan Kun Tek semakin heran. Cuaca gelap, dia tidak dapat
melihat wajah dua orang ini dengan jelas. Akan tetapi, suara
mereka ketika bicara jelas menunjukkan bahwa mereka adalah
wanita! Melihat Tan Kun Tek seperti termenung dan tidak
segera melompat turun Li Hong berkata.
“Cepat, pergi, biar kami yang menahan mereka!”
Kini tampak bayangan beberapa orang berkelebat naik ke
atas tembok. Mereka adalah perwira-perwira yang memiliki
kepandaian silat. Sementara itu, ratusan orang perajurit
membuka pintu benteng dan keluar hendak menghadang di luar
tembok.
Melihat ini Tan Kun Tek cepat melompat turun dan
menghilang dalam kegelapan malam, berlari menggendong
isterinya ke arah yang ditunjuk penolongnya kedua tadi.
Setelah berlari beberapa lamanya, dia menemukan kuil tua di
tengah hutan dan dia membawa isterinya masuk.
Di ruangan tengah kuil tua yang rusak itu terdapat ruangan
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 413
yang tertutup dan cukup bersih, bahkan lantainya ditutupi
rumput-rumput kering. Tan Kun Tek merebahkan isterinya di
situ dan membiarkan isterinya tidur. Dia menanti dengan hati
tegang.
Sementara itu, Li Hong dan Ban-tok Niocu mengamuk.
Mereka menyambut para perwira yang melompat naik ke atas
tembok dengan serangan pedang mereka. Setelah merobohkan
tujuh perwira, keduanya melompat turun ke luar tembok. Akan
tetapi mereka segera dikepung puluhan orang perajurit yang
telah tiba di situ lebih dulu.
“Kita lari ke jurusan lain!” kata Ban-tok Niocu kepada
muridnya.
Li Hong mengerti. Gurunya hendak memancing agar para
perajurit melakukan pengejaran ke arah lain sehingga suami
isteri itu selamat. Mereka lalu mengamuk, merobohkan belasan
orang perajurit lalu melarikan diri ke arah timur, arah kota
Seng-hai-lian, berlawanan dengan larinya Tan Kun Tek dan
isterinya yang menuju barat. Para perajurit terus mengejarnya,
kini jumlah mereka tidak kurang dari seratus orang.
Dengan cerdik Ban-tok Niocu berlari menjaga jarak
sehingga para pengejar makin bersemangat dan terus mengejar
sampai masuk kota Seng-hai-lian. Karena saat itu baru lewat
tengah malam maka kota itu masih sepi. Belum ada orang
keluar rumah sehingga kejar-mengejar itu terjadi tanpa
hambatan. Tentu saja keributan di jalan raya itu
membangunkan banyak penduduk akan tetapi begitu melihat
banyak perajurit bersenjata, mereka menutupkan kembali daun
pintu dan tidak berani keluar.
Ban-tok Niocu dan Li Hong terkadang menunggu dan
merobohkan beberapa orang pengejar terdepan, lalu lari lagi
sehingga mereka keluar dari pintu kota sebelah timur. Mereka
terus berlari dan terus dikejar sampai belasan lie jauhnya.
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 414
Ketika mereka memasuki sebuah hutan, Ban-tok Niocu berkata
kepada muridnya.
“Kita menghilang di sini dan cepat kembali ke barat untuk
menyusul Tan Kun Tek dan isterinya.”
Mereka berdua melompat ke atas pohon dan berlompatan
dari pohon ke pohon untuk menghilangkan jejak. Kemudian
mereka melompat turun setelah jauh dari para pengejar mereka
dan melanjutkan dengan berlari cepat menuju ke barat.
@_Alysa^DewiKZ_@
Biarpun hawa amat dinginnya, Tan Kun Tek tidak berani
membuat api unggun, khawatir kalau ketahuan para perajurit
yang melakukan pengejaran. Dia membuka jubahnya sendiri
yang sudah koyak-koyak dan menyelimuti isterinya yang
masih tidur. Lalu dia duduk tepekur, masih heran memikirkan
dua orang penolongnya. Jelas mereka berdua itu adalah wanita,
akan tetapi siapa mereka dan mengapa begitu berani
membebaskan dia dan isterinya, padahal mereka sendiri
terancam bahaya maut di benteng itu?
Cuaca mulai berubah. Biarpun mataharinya sendiri belum
tampak namun sinarnya sudah mendahuluinya dan
mendatangkan penerangan yang kemerahan, perlahan dan
lembut mengusir embun dan menguak selimut hitam sang
malam. Cuaca yang kemerahan itu remang-remang bertirai
kabut yang membubung ke atas.
Nyonya Tang mengerang lirih dan bergerak.
Tan Kun Tek cepat mendekati. “Bagaimana keadaanmu?”
Wanita itu membuka mata dan bangkit duduk, dibantu
suaminya. Ia memandang ke sekeliling dan tampak terheranheran
seolah baru bangun dari tidur. “Di mana kita ini.......?”
“Kita sudah keluar dari tempat tahanan, ditolong oleh dua
orang wanita sakti,” kata suaminya. “Engkau rebahlah saja
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 415
dulu agar kesehatanmu pulih. Kita harus menanti datangnya
dua orang penolong itu di sini.” Dia membantu isterinya agar
rebah kembali di atas tumpukan rumput kering.
Tiba-tiba Tan Kun Tek bangkit berdiri dan menyambar
tombak yang dibawanya ketika melarikan diri keluar dari
markas pasukan tadi. Dia menyelinap di balik dinding, siap
menyerang karena mungkin saja yang dia dengar gerakan di
luar itu adalah mereka yang melakukan pengejaran.
Matahari mulai muncul dan sinarnya, biarpun masih lemah,
namun cukup memberi penerangan di tempat itu. Ketika Tan
Kun Tek yang mengintai melihat bahwa yang muncul itu
adalah dua orang wanita, dia mengendurkan syarafnya yang
tadinya menegang dan siap. Dia lalu keluar dari balik tembok
dan memandang dua orang wanita yang berdiri di depannya.
Gadis yang muda belia itu tidak dikenalnya, akan tetapi wanita
kedua, yang setengah tua, membuat dia terbelalak dan raguragu.
“Lili...... engkau Lili.......??” tanyanya gagap.
Ban-tok Niocu tersenyum, manis sekali. Senang hatinya
bahwa bekas kekasihnya itu masih belum melupakannya!
“Tek-ko (Kanda Tek), engkau masih belum lupa padaku?
Aku datang...... dan engkau lihat siapa gadis ini?”
Tan Kun Tek memandang Li Hong dengan mata terbelalak.
“Kalian yang menolong aku dan isteriku? Siapa gadis ini? Lili,
katakan siapa gadis ini!”
Hatinya sudah menduga, akan tetapi dia masih belum
yakin. Dia dulu sudah tahu bahwa penculik puterinya tentu Gak
Li atau Lili dan melihat usia gadis yang berdiri di depannya itu,
membuat dia menduga dengan hati ragu bahwa gadis itu adalah
puterinya yang dulu diculik Lili!
“Li Hong, inilah Tan Kun Tek, ayah kandungmu,” kata
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 416
Ban-tok Niocu kepada muridnya.
Sejak tadi memang Li Hong sudah menatap wajah laki-laki
itu dengan mata basah. Kini ia tidak ragu lagi dan ia segera
maju dan menjatuhkan dirinya berlutut di depan kaki Tan Kun
Tek.
“Ayah, aku adalah Tan Li Hong, puterimu!”
Tan Kun Tek terbelalak, cepat memegang kedua pundak
gadis itu, menariknya sehingga bangkit berdiri, dan dia
mengamati wajah gadis itu! Kemudian, ia merangkul dan
mendekap kepala gadis itu seolah menemukan kembali pusaka
yang hilang.
“Li Hong......! Engkau Li Hong anakku......!” Ketika diculik
dahulu, Li Hong yang berusia dua tahun sudah dapat
menyebutkan namanya, maka Ban-tok Niocu memakai terus
nama itu. “Anakku, mari temui Ibumu......!” Tan Kun Tek
menarik tangan Li Hong yang merasa terharu sehingga air mata
mengalir turun membasahi kedua pipiya.
“Isteriku, bangunlah dan lihat siapa ini?” seru Tan Kun Tek
girang sambil membantu isterinya bangkit duduk.
Nyonya Tan dengan bingung memandang gadis yang kini
sudah berlutut di dekatnya.
“Ibu......!” Li Hong berbisik dengan suara tergetar.
“Apa......? Siapa......? Apa artinya ini......?” tanya ibu yang
tubuhnya masih amat lemah itu.
“Ia Tan Li Hong, anak kita yang hilang! Ia telah kembali!”
seru Tan Kun Tek.
“Ibu, aku Li Hong, Ibu.......”
Nyonya Tan menjerit lirih sambil terisak dan dua orang
wanita itu saling berpelukan sambil menangis. Setelah puas
menangis, Nyonya Tan memegang pundak Li Hong dengan
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 417
kedua tangannya dan menatap wajah gadis itu melalui
genangan air matanya. Wajah cantik yang serupa dengan
wajahnya sendiri ketika muda.
“Li Hong, Anakku......!” Ia mendekap lagi dan menangis
saking bahagia hatinya.
Sementara itu, Tan Kun Tek berdiri berhadapan dengan
Ban-tok Niocu dan sampai lama mereka saling tatap dengan
berbagai macam perasaan.
Akhirnya Tan Kun Tek yang mulai bicara lirih. “Lili, jadi
benar seperti sangkaanku, engkau yang dulu menculik anak
kami ketika ia berusia dua tahun! Dan sekarang engkau
membawa ia ke sini, bahkan menolong kami suami isteri lolos
dari penjara. Sebetulnya, apa artinya semua itu?”
“Panjang ceritanya, Tek-ko. Sekarang yang terpenting,
mengobati luka-luka yang engkau dan isterimu derita, dan
harus cepat melarikan diri dari sini karena pasukan pemerintah
pasti akan terus mencari dan memburumu.” Ia berhenti sejenak
lalu menyambung, “Tidak ada tempat yang cukup aman bagi
kalian berdua kecuali di pulauku. Li Hong, mari cepat kita
bawa ayah ibumu ke Coa-to.”
Mereka lalu melakukan perjalanan cepat meninggalkan
tempat itu. Nyonya Tan digendong Tan Kun Tek dan Li Hong
secara bergantian.
Berita tentang lolosnya Tan Kun Tek dan isterinya yang
dibebaskan oleh “dua orang yang menyamar sebagai perajurit”
itu terdengar oleh Panglima Besar Kim Bayan. Tentu saja dia
marah bukan main. Dia memaki para perwira habis-habisan,
lalu dia mengerahkan pasukan untuk melakukan pengejaran
dan pencarian.
Akan tetapi karena tidak ada yang tahu siapa dua orang
yang menyamar sebagai perajurit itu, pencarian dilakukan
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 418
secara ngawur sehingga empat orang yang melarikan diri itu
dapat tiba di tepi teluk Po-hai tanpa halangan. Mereka
melanjutkan perjalanan dengan sebuah perahu yang memang
telah disediakan anak buah Pulau Ular yang setiap hari berada
di pantai untuk menjemput majikannya.
Selama dalam perjalanan itu, Gak Li atau Ban-tok Niocu
dengan terus terang menceritakan sebab yang membuat ia
melakukan penculikan atas diri Li Hong. Setelah Tan Kun Tek
memutus cinta dan menikah dengan gadis lain, ia mendendam
akan tetapi ketika malam itu ia datang, ia dihalangi Goat-liang
Sanjin ketua Hoa-san-pai sehingga mereka bertanding dan ia
menderita luka pada pipinya. Karena cacat mukanya membuat
ia semakin merasa sakit hati maka ia lalu menculik Li Hong
dan membawa anak itu ke Pulau Ular.
“Agar engkau merasakan bagaimana sakitnya ditinggal
orang yang kau sayang, Tek-ko,” katanya. Dan selanjutnya ia
menceritakan sampai perbuatannya membebaskan Tan Kun
Tek dan isterinya dari tempat tahanan di markas pasukan
Mongol itu.
Tan Kun Tek merasa terharu mendengar betapa bekas
kekasihnya itu menderita karena dia memutus cinta. Juga
Nyonya Tan yang mendengar cerita itu merasa terharu.
“Harap maafkan suamiku yang telah menyebabkan engkau
menderita, Enci Gak Li. Dan maafkan aku yang tanpa kusadari
telah memisahkan engkau dari laki-laki yang kau cinta,” kata
Nyonya Tan yang telah mendapat obat dari Ban-tok Niocu
sehingga tubuhnya tidak begitu lemah lagi.
“Akulah yang bersalah dan tidak tahu diri. Aku yang
sepatutnya minta maaf,” kata Ban-tok Niocu dengan suara
sedih.
Suami isteri itu merasa senang mendengar bahwa puteri
mereka yang merupakan anak tunggal itu selain dapat
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 419
ditemukan kembali, juga telah menjadi seorang gadis yang
amat lihai. Mereka berdua merasa terheran-heran dan kagum
ketika tiba di Pulau Ular yang keadaannya demikian aneh,
banyak rahasia sehingga amat sukar bagi orang luar untuk
dapat masuk, dan amat kagum ketika diajak masuk ke dalam
rumah induk tempat tinggal Gak Li yang indah seperti istana
atau gedung bangsawan tinggi itu.
“Nah, kalian boleh tinggal di sini bersama anak kalian Li
Hong, dan di sini pasti tidak akan ada yang dapat mengganggu
kalian,” kata Ban-tok Niocu kepada suami isteri yang masih
terheran-heran itu.
“Tapi...... kami tidak ingin mengganggumu, Enci Gak Li!
Kami tidak ingin menjadi beban......” kata Nyonya Tan.
“Tidak, Ibu!” kata Li Hong serius. “Subo tak pernah
berbohong dan apa yang diucapkannya selalu jujur! Subo tidak
akan pernah merasa terganggu atau dibebani. Ayah dan Ibu
dapat hidup di sini bersama aku dan Subo. Di sini Ayah dan
Ibu akan aman dari jangkauan panglima keparat itu!”
“Anak kalian benar, Tek-ko. Kalian sama sekali tidak
mengganggu dan aku menawarkan dengan hati tulus,” kata
Ban-tok Niocu.
“Akan tetapi, Lili! Mengapa...... mengapa engkau begini
baik kepada kami setelah aku....... aku pernah menyakiti
hatimu?”
Ban-tok Niocu tersenyum lalu berkata dengan tegas. “Aku
telah bersalah kepada kalian, telah menculik Li Hong dari
kalian. Biarlah kalian sekarang memberi kesempatan kepadaku
untuk menembus kesalahanku itu.”
“Tidak, Enci Gak Li! Kalau benar engkau bersalah, hal itu
sebagai balas dendam dan kesalahan itu telah kautebus berkalikali!
Pertama, suamiku yang menyakiti hatimu memutus cinta
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 420
dan menikah dengan aku. Karena sakit hati engkau menculik Li
Hong. Akan tetapi engkau memelihara dan mendidik anak
kami dengan baik. Hal itu sudah merupakan tebusan dan kami
berterima kasih kepadamu. Kemudian engkau malah
membolehkan Li Hong kembali kepada kami. Itu kebaikanmu
yang kedua. Setelah itu, engkau malah menyelamatkan kami
dengan taruhan keselamatanmu sendiri, ini merupakan budi
kebaikanmu ketiga dan masih ada lagi, kebaikanmu ditambah
kebaikan budi keempat yaitu membolehkan kami mencari
keamanan dan hidup di pulaumu. Kami benar-benar merasa
malu sekali karena budimu yang bertumpuk-tumpuk. Kalau
penculikanmu itu merupakan kesalahan, maka kesalahanmu
sudah tertebus secara berlebihan. Sebaliknya kesalahan
suamiku yang membuat engkau patah hati bahkan kemudian
menanggung derita karena mukamu cacat, sama sekali suamiku
tidak akan mampu membalasnya. Karena itu, Enci Gak Li......
aku rela…… biarlah sekarang suamiku menebus kesalahannya,
hidup berdua di sini denganmu, menyambung lagi tali kasih
yang dulu diputus suamiku...... dan aku, biarlah aku hidup
dengan puteriku, jauh dari sini.......” Nyonya Tan menangis
lirih tanpa suara, hanya air matanya saja yang menetes-netes
turun dari kedua matanya.
“Ibu......!” Li Hong merangkul ibunya.
@_Alysa^DewiKZ_@
Tag:cersil cersil indo cersil mandarin full cerita silat mandarin online cersil langka cersil mandarin lepas cerita silat pendekar matahari kumpulan cerita silat jawa cersil mandarin beruang salju. cerita silat pendekar mataharicerita silat indonesia cerita silat kho ping hoo cerita silat mandarin online cerita silat mandarin full cerita silat jawa kumpulan cerita silat cerita silat jawa pdf cerita silat indonesia gratis cerita silat jadul indonesia cerita silat indonesia pendekar rajawali sakti cersil indonesia pendekar mabuk cersil langka cersil dewa arak cerita silat jaman dulu cersil jawa download cerita silat mandarin full cerita silat mandarin online cersil mandarin lepas cerita silat mandarin pendekar matahari cerita silat jawa pdf cersil indonesia pdf cersil mandarin beruang salju kumpulan cerita silat pdf
kumpulan cerita silat cersil online
Share:
cersil...
Comments
0 Comments

Postingan Cersil Terbaru