baca juga
- Pendekar Tanpa Bayangan 4
- Pendekar Tanpa Bayangan 3
- Pendekar Tanpa Bayangan 2
- Pendekar Tanpa Bayangan 1
- Cerita Silat Mandarin Dendam Sembilan Iblis Tua 3 ...
- Cersil Dendam Sembilan Iblis Tua 2
- DENDAM SEMBILAN IBLIS TUA 1 (lANJUTAN bAYANGAN iBL...
- Si Bayangan Iblis 3 Tamat Lanjutan Sepasang Naga P...
- Cersil Keren Si Bayangan Iblis 2
- Cersil Si Bayangan Iblis
Ban-tok Niocu tersenyum dan ia memandang bekas
kekasihnya yang duduk sambil menundukkan mukanya. Diamdiam
ia merasa bahwa sampai sekarang, cintanya terhadap lakilaki
ini tidak pernah berkurang, walaupun kalau ia ingat akan
penderitaannya selama duapuluh tahun ini, membuat hatinya
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 421
sakit. Kini ia merasa iba kepada Kun Tek, juga kepada isteri
kekasihnya itu yang ternyata merupakan seorang wanita
berwatak baik dan hatinya lembut. Ia tertarik sekali mendengar
ucapan isteri Tan Kun Tek itu kini ia bertanya kepada Kun
Tek.
“Tek-ko, engkau sudah mendengar ucapan isterimu tadi.
Bagaimana tanggapanmu, bagaimana pendapatmu?”
Laki-laki itu tampak lemas. Dia mengangkat mukanya,
sejenak menatap wajah bekas kekasihnya, lalu menoleh dan
memandang kepada isterinya yang masih dalam rangkulan Li
Hong, kemudian memandang wajah Li Hong.
“Li Hong, anakku, bantulah Ayahmu. Bagaimana menurut
pendapatmu mengenai ucapan ibumu tadi?”
Li Hong mengerutkan alisnya. “Ibu benar, Ayah harus
menebus kesalahan Ayah yang membuat Subo menderita
sampai demikian lamanya, bahkan sampai sekarang Subo tidak
pernah mau menikah. Biarlah Ayah menebus kesalahan Ayah
dengan membahagiakan Subo dan tinggal berdua di sini. Aku
akan membawa Ibu pergi dari sini.”
Dengan muka pucat Tan Kun Tek kini memandang kepada
Ban-tok Niocu dan berkata dengan suara gemetar. “Lili, aku
memang telah bersalah kepadamu, menjadi penyebab engkau
hidup menderita selama ini. Untuk menebus kesalahan itu, aku
mau dihukum dan melakukan apa pun, akan tetapi...... aku
tidak tega dan tidak mungkin berpisah dari isteriku dan anakku,
tidak mungkin membuang mereka begitu saja. Lili, jangan
engkau suruh aku berbuat demikian, lebih baik engkau bunuh
aku untuk menebus kesalahanku kepadamu.......”
Ban-tok Niocu menghela napas panjang. “Kanda Tan Kun
Tek, apa engkau kira aku tega melakukan hal itu kepadamu,
satu-satunya orang yang pernah dan masih kucinta? Tidak, aku
tidak ingin memisahkan engkau dari anak isterimu, apalagi
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 422
membunuhmu. Aku tadi hanya menyarankan agar engkau dan
isterimu tinggal di sini bersama kami karena hanya di sinilah
kalian akan dapat hidup aman, tidak terancam pasukan
pemerintah.”
Kun Tek kini berkata kepada isterinya. “Engkau telah
mendengar sendiri saran dari Gak Li yang ingin menolong kita,
kenapa engkau tadi mengucapkan yang bukan-bukan?
Nyonya Tan dengan kedua mata masih basah
menggelengkan kepalanya. “Tidak, tidak mungkin aku hidup
bahagia di sini sambil setiap hari melihat Enci Gak Li hidup
kesepian dan merana. Enci Gak Li, aku hanya mau tetap
tinggal di sini kalau engkau mau menjadi isteri Tan Kun Tek,
menyambung kembali tali kasih antara kalian yang dulu
terputus. Nah, kalau kalian mau menjadi suami isteri, aku mau
tetap tinggal di sini. Kalau tidak, aku harus keluar dari pulau
ini bersama anakku!”
Kun Tek merasa malu sekali dan mukanya berubah
kemerahan lalu dia memandang kepada Gak Li. “Ah...... ah......
bagaimana Lili? Aku...... aku tidak berani...... dan maafkanlah
isteriku, Lili.”
“Tan Kun Tek, bersikaplah sebagai seorang laki-laki gagah.
Engkau seorang pendekar, bukan? Nah, tentukan sikapmu dan
jawab sejujurnya. Apakah engkau menyetujui keputusan
isterimu itu dan apakah engkau mau memperisteri aku di
samping isterimu? Jawab!”
“Aduh, bagaimana aku harus menjawab? Aku merasa malu,
Lili. Akan tetapi kalau memang demikian kehendak isteriku,
dan terutama sekali kalau engkau...... sudi menjadi isteriku kita
semua dapat hidup di sini, aku...... aku tentu saja menyetujui
dan menurut.......”
“Hemmm, kalau kalian berdua suami isteri sudah
menyetujui, aku pun suka hidup sebagai isterimu, Tek-ko.
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 423
Akan tetapi karena aku lebih tua dari isterimu, maka aku mau
menjadi keluargamu asalkan aku menjadi isteri pertama!”
“Ah, tentu saja, Enci Gak Li.......!” Isteriku Kun Tek kini
menghampiri dan merangkul Ban-tok Niocu. “Tidak saja
engkau lebih tua daripada aku, juga engkau lebih dulu menjadi
kekasih Tan Kun Tek sebelum aku menjadi isterinya. Ah, aku
gembira dan berbahagia sekali!”
Li Hong juga merasa gembira bukan main. Tidak saja kini
ayah dan ibu kandungnya tinggal bersama di Pulau Ular, juga
sekarang gurunya, yang tentu saja ia sayang bahkan melebihi
sayangnya kepada ibunya sendiri karena sejak kecil ia hidup
bersamanya, kini juga menjadi ibunya, menjadi isteri ayahnya!
Ban-tok Niocu juga merasa berbahagia karena sekarang ia
dapat mengobati penderitaannya, hidup sebagai isteri pria yang
dicintanya. Tan Kun Tek juga merasa bahagia karena dapat
menebus kesalahannya dengan persetujuan isterinya. Demikian
pula Nyonya Tan Kun Tek, ia pun merasa berbahagia karena ia
dapat membalas budi kebaikan Gak Li.
Ban-tok Niocu merayakan perjodohan itu dengan pesta
keluarga dan dirayakan pula oleh semua anak buahnya di Pulau
Ular.
Sebulan setelah ikatan perjodohan antara ayah kandung dan
gurunya itu, Li Hong berpamit dari ketiga orang tuanya untuk
meninggalkan pulau, merantau. Ketika tiga orang tua itu
bertanya, ia menjawab dengan tegas.
“Aku hendak mencari Panglima Kim Bayan yang hampir
saja membunuh Ayah dan Ibu.”
“Akan tetapi Panglima Besar Kim itu sebetulnya tidak
mempunyai permusuhan pribadi denganku, Li Hong. Agaknya
dia memusuhi semua partai persilatan dan karena aku murid
Bu-tong-pai, maka dia sengaja mencari gara-gara denganku.
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 424
Mungkin dia akan bertindak lebih jauh, memusuhi dan
membasmi semua perkumpulan besar seperti Bu-tong-pai,
Siauw-lim-pai, Kun-lun-pai, Hoa-san-pai dan lain-lain.”
“Hal itu lebih mendorongku untuk menentangnya, Ayah.
Aku akan membantu partai persilatan besar yang dimusuhi
Panglima Kim Bayan, dengan demikian aku akan mengangkat
nama Ayah sebagai murid Bu-tong-pai dan Subo yang juga
ibuku sebagai majikan Pulau Ular. Juga setelah mendengar
bahwa Ibu Gak Li memberi obat penyembuh kepada ketua
Hoa-san-pai, aku harus minta maaf kepada Hoa-san-pai bahwa
aku pernah melukai ketuanya. Juga aku akan mencari murid
keponakan mendiang Im Yang Yok-sian seperti yang
diceritakan Ibu Gak Li, gadis bijaksana yang bernama Liu
Ceng Ceng itu, untuk minta maaf pula bahwa aku terpaksa
membunuh Im Yang Yok-sian dahulu.”
“Li Hong, kami baru saja bertemu denganmu, waktu
sebulan ini belum cukup untuk menebus kerinduan kami
selama tujuh belas tahun. Mengapa engkau mau meninggalkan
kami? Dan biarpun aku tahu bahwa engkau telah memiliki ilmu
kepandaian yang cukup tinggi, namun engkau masih kurang
pengalaman dan dunia di luar pulau ini amat kejam, banyak
terdapat orang jahat.”
Tiba-tiba Ban-tok Niocu berkata lembut kepada suaminya
sambil memandang kepada madunya dengan senyum
menghibur. “Biarkan ia pergi. Justeru karena ia belum
berpengalaman, maka ia dapat meluaskan pengetahuan dan
pengalaman. Ia akan mampu menjaga diri, hal ini aku yakin
karena seluruh ilmuku telah kuturunkan kepadanya. Li Hong,
engkau boleh pergi, akan tetapi kami hanya memberi waktu
paling lama satu setengah tahun, setelah lewat masa itu, engkau
harus pulang, jangan membikin gelisah hati kami.”
“Baik, akan kuperhatikan semua pesan Subo...... eh, Ibu!”
Gadis itu belum biasa mengganti sebutan guru dengan ibu
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 425
sehingga ia sering keliru, membuat tiga orang tuanya tertawa.
Setelah berkemas dan meninggalkan pulau, Gak Li
menghibur madunya dan suaminya. “Harap kalian jangan
gelisah. Anak kita itu cukup mampu menjaga diri dan selain
itu, apakah kalian tidak menduga apa yang kuinginkan maka
aku menyetujui ia merantau?”
Suami isteri itu memandang dan menggelengkan kepala
mereka.
“Apakah kalian lupa berapa usia Li Hong sekarang?”
“Kurang lebih sembilan belas tahun,” jawab ibu Li Hong.
“Benar, sudah dewasa dan sudah cukup usianya bagi
seorang gadis untuk menikah. Kalau ia dibiarkan di pulau ini
terus, bagaimana mungkin ia akan dapat menemukan jodoh?
Aku sengaja menyetujui ia merantau dengan harapan ia akan
bertemu dengan jodohnya.”
Suami isteri itu mengangguk-angguk. Akan tetapi ibu
kandung Li Hong berkata, “Enci Lili, apakah tidak lebih baik
kalau engkau yang memilihkan jodoh untuk anak kita itu?
Pilihanmu tentu lebih tepat karena engkau lebih mengenal
watak anak kita.”
“Justeru karena mengenal baik watak Li Hong, aku tidak
mau memilihkan jodoh untuknya. Anak kita itu berwatak keras
dan bebas, maka kalau dijodohkan dengan pemuda yang tidak
dicintanya, ia pasti akan menolak keras. Selain itu, aku sendiri
percaya bahwa orang tidak akan dapat hidup bahagia kalau
harus menikah dengan orang yang tidak dicintanya.”
Setelah berkata demikian, Ban-tok Niocu melirik ke arah
Tan Kun Tek dan kedua pipinya berubah kemerahan. Tan Kun
Tek dan isterinya maklum bahwa ucapan Lili itu timbul dari
dasar hatinya karena hal itu ia sudah buktikan dengan tidak
mau menikah dengan laki-laki lain setelah ditinggal Kun Tek
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 426
yang menikah dengan gadis lain!
@dwkz@
Liu Bok Eng adalah seorang laki-laki berusia sekitar
limapuluh tahun dan tinggal di kota Nan-king. Namanya amat
terkenal di kota Nan-king, bahkan sampai jauh di sekitar kota
Nan-king dan orang-orang biasa menyebutnya Liu-enghiong
(Pendekar Liu). Tubuhnya tinggi besar dengan wajah
kemerahan dan gagah seperti tokoh Kwan Kong di dalam cerita
Sam Kok. Dia memang seorang yang tinggi ilmu silatnya.
Sebagai seorang murid Siauw-lim-pai, nama Liu Bok Eng
pernah terkenal puluhan tahun yang lalu. Apalagi dia pernah
menjadi seorang panglima pada Kerajaan Sung.
Setelah kerajaan itu jatuh dan pemerintahan dipegang
Kerajaan Goan (Mongol). Liu Bok Eng mengundurkan diri dan
tinggal di kota Nan-king. Dia cukup kaya karena memang sejak
dulu dia keturunan orang-orang kaya, dan karena dia murah
hati, suka menolong dan menyumbang rakyat, maka dia
dihormati seluruh penduduk Nan-king. Bahkan para pembesar
di Nan-king juga segan mengganggunya, bahkan pemerintah
menawarkan kedudukan kepadanya, namun selalu ditolak
dengan halus oleh Liu Bok Eng.
Di Nan-king Liu Bok Eng tinggal dalam sebuah gedung
kuno yang besar bersama isterinya yang berusia sekitar
empatpuluh lima tahun, seorang wanita yang lembut dan
cantik. Mereka hanya mempunyai seorang anak, yaitu Liu
Ceng Ceng yang kita kenal dengan julukan Pek-eng Sianli.
Gadis ini mewarisi ilmu silat Siauw-lim-pai dari ayahnya
sendiri, kemudian memperdalam ilmu pengobatan dari paman
gurunya, mendiang Im Yang Yok-sian. Suami isteri itu
mempunyai beberapa orang pembantu yang rata-rata sudah
berusia setengah tua dan sudah puluhan tahun menjadi
pembantu keluarga Liu.
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 427
Pada suatu pagi, Liu Bok Eng duduk di ruangan depan
bersama isterinya. Mereka minum air teh dan makan hidangan
ringan seperti biasa setiap pagi mereka lakukan.
“Mengapa Ceng Ceng masih juga belum pulang?” kata
Nyonya Liu setelah beberapa kali menghela napas panjang dan
memandang ke arah jalan umum di luar pekarangan rumahnya
dengan melamun.
Liu Bok Eng tersenyum. “Mengapa khawatir, isteriku?
Ceng Ceng cukup mampu untuk menjaga diri sendiri, selain itu
ia pandai ilmu pengobatan yang didapat dari Sute Im Yang
Yok-sian. Anak kita itu tentu sedang melaksanakan tugasnya
sebagai seorang pendekar wanita, menolong orang-orang
tertindas dan mengobati orang-orang sakit. Biarlah ia
meluaskan pengalamannya, itu baik sekali baginya.”
“Engkau benar, suamiku. Akan tetapi apakah engkau tidak
ingat bahwa anak kita itu usianya sudah sembilanbelas tahun?
Ia sudah pantas menikah dan aku sudah rindu menimang
seorang cucu.”
“Tentu saja hal itu pun sudah kupikirkan dan aku sudah
mempunyai pandangan beberapa orang calon yang kuanggap
cukup pantas menjadi suami Ceng Ceng. Kita tunggu sampai ia
pulang dan biar ia memilih sendiri di antara beberapa orang
yang kutunjuk sebagai calon jodohnya itu.”
Tiba-tiba suami isteri itu dikejutkan oleh munculnya
seorang yang berpakaian perajurit yang memasuki pekarangan
mereka dengan langkah tegap. Liu Bok Eng mengerutkan
alisnya. Dia memang mengenal semua pejabat di kota Nanking,
akan tetapi perkenalannya tidak akrab, bahkan ada
perasaan yang seolah mengganjal dalam hati karena beberapa
kali dia menolak tawaran para pembesar untuk bekerja
membantu pemerintah.
Liu Bok Eng dan isterinya tetap duduk sambil memandang
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 428
perajurit yang menghampiri gedung mereka. Setelah perajurit
itu tiba di beranda depan yang menyambung ruangan depan di
mana suami isteri itu duduk, dia lalu memberi hormat secara
militer. Ternyata perajurit ini pun tahu dengan siapa dia
berhadapan, maka dia memberi hormat kepada Liu-enghiong
yang amat dihormati seluruh penduduk Nan-king itu.
Tanpa berdiri dari kursinya, Liu Bok Eng melambaikan
tangan sebagai balasan penghormatan dan dia lalu bertanya
dengan suara lantang.
“Perajurit, keperluan apa yang membawamu datang ke
sini?”
“Saya melaksanakan perintah Ciang-thaijin (Pembesar
Ciang) untuk menyerahkan surat ini kepada Liu-enghiong.”
Perajurit itu menyerahkan sebuah sampul surat kepada Liu Bok
Eng.
Liu Bok Eng bangkit dan menghampiri perajurit itu dan
menerima surat yang disodorkan kepadanya.
“Terima kasih. Apakah engkau harus menunggu jawaban
atau balasan dariku?”
“Tidak, setelah surat ini diterima, saya diharuskan segera
kembali ke kantor.”
“Baiklah, kalau begitu, surat ini sudah kuterima dan engkau
boleh pulang.”
Setelah perajurit itu pergi, barulah Liu Bok Eng membuka
surat itu dan membacanya. Nyonya Liu diam-diam memandang
suaminya penuh perhatian karena ia juga merasa heran sekali
bagaimana suaminya yang tidak akrab dengan para pembesar
itu mendapat surat dari Pembesar Ciang yang ia ketahui
menjadi Jaksa kota Nan-king dan pembesar itu terkenal sebagai
tukang memeras penduduk, terutama yang berharta. Ketika
wanita itu melihat wajah suaminya tiba-tiba menjadi
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 429
kemerahan dan alisnya berkerut seperti orang marah, ia
bertanya.
“Ada urusan apakah Jaksa itu sampai mengirim surat
kepadamu?”
Setelah membaca habis Liu Bok Eng menyerahkan surat itu
kepada isterinya tanpa berkata sesuatu. Nyonya Liu Bok Eng
membaca surat itu dan wajahnya yang berkulit halus dan cantik
itu pun berubah merah karena marah. Ia menaruh kertas itu di
atas meja.
Dalam surat itu, Jaksa Ciang memerintahkan kepada Liu
Bok Eng dan isterinya untuk menghadap ke kantor kejaksaan
karena ada Panglima Besar Kim bersama gurunya datang dan
ingin bicara dengan Liu Bok Eng untuk urusan yang amat
penting. Yang membuat suami isteri itu marah adalah penutup
surat itu yang mengatakan bahwa kalau Liu Bok Eng tidak
datang, mereka akan dianggap pemberontak dan akan
ditangkap!
Nyonya Liu Bok Eng adalah seorang wanita yang biarpun
wataknya lembut, namun ia bukan orang lemah. Ia telah
mempelajari ilmu silat dari suaminya sehingga ia pun dapat
dianggap seorang wanita gagah dan lihai.
“Hemm, sombong benar Jaksa Ciang!” Nyonya Liu Bok
Eng berkata. “Berani dia memerintahkan kita datang
menghadap dengan ancaman segala! Kita tidak pernah ada
urusan dengan dia, apa maksudnya dia mengundang seperti
memanggil orang yang melakukan kejahatan saja?”
Liu Bok Eng menghela napas panjang. “Sejak dulu aku
sudah merasa tidak senang dengan orang she Ciang ini. Banyak
sudah kita mendengar dia bertindak sewenang-wenang
terhadap rakyat. Sekarang dia memanggil kita. Amat
mencurigakan karena ada beberapa hal yang aneh. Pertama,
kalau dia mempunyai urusan denganku, mengapa dia
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 430
memanggil engkau juga? Selain itu, dia mengatakan bahwa
Panglima Besar Kim bersama gurunya ingin bicara dengan
kita. Aku menjadi curiga sekali.”
“Apa yang kau curigai? Kita datang saja kalau dia
membikin ulah, kita hajar dia!” kata Nyonya Liu Bok Eng
dengan gagah, walaupun ucapan itu dikeluarkan dengan suara
yang lembut.
“Ucapan terakhir yang menganggap kita pemberontak dan
hendak ditangkap kalau tidak menaati perintah, menunjukkan
bahwa mereka pasti mempunyai niat yang amat jahat dan hal
yang akan mereka bicarakan tentu amat penting bagi mereka.
Mereka pasti menghendaki sesuatu dari kita, sesuatu yang bagi
mereka amat berharga.”
Nyonya Liu memandang suaminya dengan mata terbelalak.
“Maksudmu...... peta itu.......?”
Suaminya mengangguk. “Pasti itu, kalau tidak apa lagi
yang menarik perhatian Panglima Kim Bayan? Aku sudah
mendengar akan sepak terjang Kim Bayan itu, seorang
panglima yang amat tangguh, lihai ilmu silatnya dan besar
kekuasaannya. Dia pasti sudah mendengar akan peta itu dan
sekarang hendak merampasnya dari tanganku. Apalagi kalau
diingat akan desas-desus betapa pemerintah Mongol mulai
bersikap tidak bersahabat dengan partai-partai persilatan,
terutama Siauw-lim-pai. Aku sebagai seorang tokoh Siauwlim-
pai tentu saja sudah masuk daftar mereka sebagai seorang
yang perlu mereka curigai dan awasi.”
“Aih, kalau begitu, bagaimana baiknya? Kalau mereka
tidak bisa mendapatkan peta itu, mungkin sekali anak kita nanti
terbawa-bawa. Suamiku, kita tidak membutuhkan harta karun
itu. Bagaimana kalau kita serahkan saja peta itu?”
Liu Bok Eng mengerutkan alisnya dan menggelengkan
kepalanya. “Tidak bisa! Harta itu hak milik Kerajaan Sung!
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 431
Baru boleh diserahkan kepada mereka yang kelak mendapat
kesempatan untuk menggulingkan pemerintah Mongol! Apa
engkau takut?”
Sepasang mata wanita itu bersinar. “Takut? Aku tidak takut
sama sekali, akan tetapi aku khawatir kalau Ceng Ceng
terbawa-bawa!”
“Jangan khawatir. Akan kuatur sebaiknya. Sekarang, aku
harus tinggalkan peta dan surat kepada Ceng Ceng.”
“Titipkan saja kepada seorang pembantu rumah tangga
kita.”
“Tidak, kalau benar mereka menghendaki peta itu, pasti
mereka akan menggeledah rumah dan memaksa para pembantu
kita untuk mengaku. Aku akan menitipkan kepada Liong
Sinshe (Tabib Liong).”
Isterinya mengangguk membenarkan. Tabib Liong adalah
seorang sahabat baik dari suaminya dan diam-diam seorang
yang anti pemerintah Mongol. Kalau peta itu berada di
tangannya, dititipkan agar nantinya diserahkan kepada Ceng
Ceng, pasti aman. Tidak akan ada yang mencurigai seorang
lemah seperti Tabib Liong.
Liu Bok Eng tidak membuang waktu lagi. Dia segera
menulis surat untuk Ceng Ceng, lalu secara sembunyi agar
jangan sampai diketahui orang, dia pergi ke rumah Tabib
Liong. Dengan singkat dia menceritakan tentang panggilan
Jaksa Ciang kepada dia dan isterinya dan menitipkan surat itu
agar kalau terjadi sesuatu dengannya kelak diserahkan kepada
Ceng Ceng. Dalam sampul surat tertutup itu tersimpan pula
sebuah peta bersama suratnya. Setelah mendapat janji Tabib
Liong untuk memenuhi pesan itu, Liu Bok Eng lalu pulang.
Suami isteri itu meninggalkan pesan kepada para pembantu
rumah tangga untuk menjaga rumah dan menanti pulangnya
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 432
Ceng Ceng. Setelah itu, mereka berdua lalu berangkat ke
kantor kejaksaan.
Panglima Kim Bayan adalah panglima Mongol yang tinggal
di Cin-yang dan mengepalai seluruh pasukan di Shan-tung ke
selatan. Seperti kita ketahui, dialah yang bertekad
membersihkan partai-partai persilatan yang dia anggap
memusuhi Pemerintah Mongol. Dia pula yang dulu menangkap
Tan Kun Tek dan isterinya.
Pada suatu hari, gurunya yang berjuluk Cui-beng Kui-ong
(Raja Iblis Pengejar Roh) datang berkunjung di markasnya.
Cui-beng Kui-ong adalah seorang datuk besar dari utara yang
terkenal sebagai ahli silat dan ahli sihir yang ditakuti. Dia
peranakan Mancu/Mongol, akan tetapi karena sejak remaja
merantau di Cina, dia hidup dengan gaya seorang pribumi Cina
dan menyerap banyak ilmu silat dari Cina dan ilmu sihir dari
Tibet dan Nepal.
Dia amat berjasa ketika pasukan Mongol menyerbu Cina.
Dialah yang mengalahkan banyak pendekar yang membela
Kerajaan Sung. Karena itu, Kaisar Mongol menganugerahi dia
sebagai seorang penasihat dan memberinya sebuah bukit yang
indah. Bukit itu letaknya dekat Peking dan di puncaknya
dibangun sebuah istana kecil. Pemandangan dari atas bukit itu
amat indah.
Cui-beng Kui-ong tinggal di situ bersama seorang adik
perempuan seperguruan yang juga amat lihai dengan julukan
Song-bun Mo-li (Iblis Betina Berkabung)! Mereka itu kakak
beradik seperguruan akan tetapi ketika muda dahulu mereka
sudah berhubungan seperti suami isteri!
Kini Cui-beng Kui-ong telah berusia hampir tujuh puluh
tahun sedangkan sumoinya (adik perempuan seperguruannya)
itu berusia enam puluh tahun. Mereka berdua tinggal di atas
bukit yang oleh Cui-beng Kui-ong sebagai pemiliknya diberi
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 433
nama Bukit Sorga!
Tentu saja Kim Bayan terkejut dan heran melihat gurunya
yang sudah tua itu datang berkunjung. Dia menyambutnya
dengan penuh hormat, bahkan mengadakan pesta makan
minum untuk menyambut gurunya. Seluruh pasukan Mongol
sudah mengenal kakek itu dan mereka memandang dengan
takut karena maklum bahwa kakek itu selain lihai ilmu silatnya
dan pandai menggunakan sihir, juga kabarnya kejam sekali
terhadap siapa saja yang membuatnya tidak senang.
@_Alysa^DewiKZ_@
Jilid 14
Bab 1. Perlawanan Panglima Kerajaan Sung
Setelah melayani dan menemani gurunya makan minum
sampai puas dan agak mabok, Cui-beng Kui-ong mengajak
muridnya bicara empat mata dalam kamar rahasia agar jangan
sampai ada yang mendengar pembicaraan mereka. Panglima
Kim membawa gurunya ke dalam kamar rahasia dan mereka
duduk berhadapan.
“Perkara penting apakah yang hendak Suhu sampaikan
kepada saya? Agaknya merupakan rahasia besar.”
“Memang ada urusan yang amat penting,” kata kakek kurus
bongkok yang tampaknya seperti orang berpenyakitan dan
lemah itu setelah minum lagi secawan arak. “Aku mencari
seorang murid Siauw-lim-pai yang bernama Liu Bok Eng dan
kabarnya tinggal di Nan-king. Tahukah engkau siapa orang
itu?”
“Liu Bok Eng di Nan-king? Ya, saya tahu siapa dia
walaupun tidak mengenal dekat. Kabarnya dia murid SiauwKoleksi
Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 434
lim-pai yang lihai, ilmu silatnya tinggi. Akan tetapi ada urusan
apa dengannya maka Suhu mencarinya?”
“Aku mempunyai dugaan kuat bahwa Liu Bok Eng itulah
yang menyimpan peta harta karun Kerajaan Sung yang dulu
dikumpulkan oleh seorang Thaikam (Pembesar Kebiri). Harta
karun yang tak ternilai harganya, berikut beberapa buah pusaka
Kerajaan Sung.”
Panglima Kim Bayan menatap wajah gurunya dengan hati
tegang dan ingin sekali dia mengetahui lebih banyak.
“Suhu, bagaimana harta karun Kerajaan Sung
disembunyikan dan petanya berada di tangan Liu Bok Eng?”
“Dengarkan cerita yang kudapat dari orang yang bisa
dipercaya, akan tetapi ingat, yang mengetahui hal ini hanya aku
dan engkau harus merahasiakannya.”
Setelah Panglima Kim Baya mengangguk, kakek itu
bercerita. Ketika terjadi perang antara pasukan Mongol yang
menyerang pasukan Sung dan Kerajaan Sung sudah hampir
jatuh, terdapat seorang Pembesar Kebiri kepercayaan Kaisar
Sung, yaitu Thaikam Bong yang selain pandai menjilat kaisar,
juga merupakan seorang koruptor besar. Dia berhasil
mengumpulkan harta kekayaan Kerajaan Sung karena ketika
kerajaan itu sudah di ambang kehancuran, Kaisar Sung
mempercayakan Thaikam Bong untuk menyembunyikan harta
karun istana berikut beberapa benda pusaka.
Thaikam Bong mempergunakan kesempatan itu untuk
mengangkut semua harta itu ke suatu tempat tersembunyi,
menyembunyikannya kemudian dia membunuh semua orang
yang membantu dia mengangkut dan menyembunyikan harta
itu. Kemudian dia membuat gambar peta tempat penyimpanan
harta karun yang dirahasiakan itu. Tiada orang lain kecuali
Thaikam Bong yang tahu di mana tersimpannya harta karun itu
walaupun banyak yang mengetahui bahwa Thaikam Bong
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 435
diserahi tugas menyelamatkan harta Kerajaan Sung yang
hampir jatuh.
“Nah, demikianlah riwayat harta karun itu. Ketika pasukan
kita sudah mendekati kota raja, seorang panglima yang
membawa pasukannya menyerbu Thaikam Bong yang memang
tidak disukai oleh kebanyakan pejabat karena ia dianggap
seorang yang menjilat dan membuat Kaisar Sung menjadi
lemah. Thaikam Bong terbunuh, rumahnya dibakar dan semua
hartanya yang berada dalam gedung dirampas oleh pasukan.
Sejak itu, peta tempat persembunyian harta karun itu lenyap.
Kemudian aku mendapatkan keterangan bahwa yang
memimpin pasukan yang menyerbu rumah Thaikam Bong dan
yang membunuh orang kebiri itu bukan lain adalah Liu Bok
Eng! Nah, mudah ditarik kesimpulannya, bukan? Pasti peta
harta karun yang hilang itu berada di tangannya karena dia
yang memimpin penyerbuan. Besar sekali kemungkinannya
bahwa sebelum membunuh Thaikam Bong, dia merampas peta
itu!” Cui-beng Kui-ong mengakhiri ceritanya yang didengarkan
dengan penuh perhatian oleh Panglima Kim Bayan.
“Wah, cerita yang menarik sekali, Suhu! Saya pun yakin
bahwa peta harta karun itu pasti berada di tangan Liu Bok Eng.
Kebetulan sekali. Saya memang sedang menyelidiki dan
mengawasi para tokoh partai persilatan besar, terutama sekali
Siauw-lim-pai. Karena Liu Bok Eng itu seorang tokoh Siauwlim-
pai, apalagi baru saja Suhu menceritakan bahwa dia bekas
panglima Kerajaan Sung, maka kita dapat menggertak dan
memaksanya untuk menyerahkan peta itu!”
“Bagus! Kalau begitu, mari kita pergi ke rumah Liu Bok
Eng di Nan-king dan kita minta agar dia mau menyerahkan
peta itu. Kalau dia menolak, kita paksa dia!”
“Nanti dulu, Suhu. Bukan saya tidak berani memaksanya,
akan tetapi kalau kita menggunakan cara itu, tentu akan
menimbulkan heboh dan rahasia peta harta karun itu akan
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 436
diketahui orang banyak.”
“Hemm kalau begitu bagaimana kita harus bertindak?”
“Sebaiknya kita menggunakan cara, yang lebih halus agar
perkara ini tidak sampai terdengar orang luar. Kita pergi
berkunjung ke rumah Jaksa Ciang. Dia adalah seorang sahabat
yang akan mematuhi semua perintah saya. Melalui Jaksa Ciang
kita panggil Liu Bok Eng dan isterinya. Nah, di rumah itu kita
dapat memaksa suami isteri itu menyerahkan peta dan tidak
akan ada orang mengetahui sehingga rahasia itu dapat terjaga
rapat.”
Cui-beng Kui-ong mengangguk-angguk senang dan mereka
berdua lalu berangkat ke Nan-king yang tidak berapa jauh
1etaknya dan langsung mengunjungi rumah Jaksa Ciang.
Jaksa Ciang menyambut kunjungan Panglima Kim dengan
hormat, apalagi ketika dia mendengar bahwa kakek kurus
bongkok itu adalah guru Panglima Kim Bayan yang dia
kagumi dan juga takuti. Dua orang tamu agung itu menginap
semalam di situ dan Panglima Kim menyuruh Jaksa Ciang
untuk memanggi1 Liu Bok Eng dan isterinya.
Ketika Liu Bok Eng dan Nyonya Liu tiba di kantor
kejaksaan, Jaksa Ciang sendiri yang menerima mereka.
Kemudian Jaksa Ciang membawa mereka ke dalam rumahnya
dan memasuki sebuah ruangan luas yang letaknya di bagian
belakang rumahnya.
“Panglima Besar Kim dan gurunya ingin bicara dengan
kalian, maka kalian masuk dan bicara dengan mereka,” kata
Jaksa Ciang. Dia sendiri tidak berani masuk mengganggu
pembicaraan antara Panglima Kim dan Liu Bok Eng karena dia
sudah dipesan agar tidak ada orang lain mendengarkan
pembicaraan mereka. Jaksa Ciang mengenal betul siapa
Panglima Kim, maka tentu saja dia tidak berani melanggar
larangan itu, karena melanggar berarti mati!
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 437
Liu Bok Eng dan isterinya menanti Jaksa Ciang mengetuk
daun pintu. Setelah daun pintu dibuka, yang muncul adalah
Panglima Kim Bayan sendiri. Jaksa Ciang menjura dan berkata
dengan hormat.
“Kim Thai-ciangkun, Liu-enghiong (Pendekar Liu) dan
Nyonya Liu telah datang memenuhi undangan Thai-ciangkun!”
“Baik, Liu-enghiong dan Nyonya Liu, silakan masuk!” kata
Kim Bayan yang memberi isyarat kepada Jaksa Ciang agar
meninggalkan tempat itu.
Setelah Jaksa Ciang pergi, Panglima Kim menutup rapat
daun pintu dan mengajak suami isteri itu duduk menghadapi
sebuah meja. Di seberang meja telah duduk kakek bongkok
Cui-beng Kui-ong yang memegang sebatang tongkat hitam
yang ujungnya runcing.
“Silakan duduk!” kata Kim Thai-ciangkun sambil duduk di
dekat gurunya, berhadapan dengan suami isteri yang duduk di
depannya. Melihat Kim Bayan dan kakek kurus itu tidak
menyambut dengan salam, maka Liu Bok Eng dan isterinya
juga tidak memberi hormat, melainkan duduk saja dengan
sikap tenang.
Setelah mengamati wajah suami isteri itu beberapa saat
lamanya, Panglima Kim lalu berkata dengan suaranya yang
berat, namun dia yang biasanya bicara dengan suara nyaring itu
kini menahan suaranya sehingga terdengar lirih.
“Liu Bok Eng dan Nyonya Liu, perkenalkan, aku adalah
Panglima Besar Kim Bayan, komandan semua pasukan di
propinsi ini. Adapun ini adalah guruku, Suhu Cui-beng Kuiong
dari kota raja.”
Liu Bok Eng dan isterinya mengangguk sebagai tanda
penghormatan karena mereka diperkenalkan, lalu dia bertanya
dengan sikap tenang.
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 438
“Melalui Jaksa Ciang, Kim-ciangkun memanggil kami
suami isteri ke sini, sebetulnya ada urusan penting apakah yang
akan Ciang-kun bicarakan?”
Menghadapi sikap pendekar yang demikian tenang dan
gagah, hati Kim Bayan merasa agak segan juga. Orang seperti
ini pasti memiliki kegagahan dan merupakan lawan yang
tangguh. Akan tetapi karena di situ terdapat gurunya, pula
karena hatinya sudah amat tertarik dan bersemangat mendengar
akan adanya harta karun tak ternilai harganya, dia menekan
rasa segannya dan berkata dengan mata mencorong penuh
wibawa.
“Hemm, benarkah engkau tidak tahu mengapa kami
panggil, ataukah hanya pura-pura tidak tahu?”
“Kami benar tidak tahu, Ciang-kun. Seingat kami, belum
pernah ada persoalan di antara Ciang-kun dan kami. Tentu saja
kami merasa heran dan tidak mengerti.”
“Liu Bok Eng, engkau adalah seorang tokoh Siauw-lim-pai,
bukan?”
“Benar, saya murid Siauw-lim-pai!” jawab pendekar itu
tegas.
“Dan engkau dulu adalah seorang panglima Kerajaan
Sung?”
“Benar!” Liu Bok Eng memang tidak pernah menyangkal
bahwa dia bekas panglima Kerajaan Sung walaupun kini telah
mengundurkan diri setelah kerajaan itu jatuh.
“Nah, sebagai seorang tokoh Siauw-lim-pai dan bekas
panglima Kerajaan Sung, tentu mengerti apa kesalahanmu
terhadap pemerintah Kerajaan Goan!” Kini suara Kim Bayan
terdengar mengancam.
Liu Bok Eng mengerutkan alisnya dan berkata, “Ciang-kun,
Siauw-lim-pai tidak mempunyai urusan dengan pemerintah,
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 439
dan biarpun sebagai panglima Kerajaan Sung dahulu saya
pernah berperang melawan pasukan Mongol, akan tetapi hal itu
terjadi di waktu perang. Sekarang saya bukan panglima
Kerajaan Sung lagi dan tidak mempunyai kesalahan apa pun
terhadap pemerintah Kerajaan Goan.”
“Hemm, Liu Bok Eng, pandai engkau bicara! Apa kaukira
aku tidak tahu akan keadaanmu? Biarpun mukamu manis,
namun hatimu diam-diam membenci pemerintah kami!
Buktinya, semua penawaran pemerintah padamu untuk
memegang jabatan membantu pemerintah, kau tolak! Dan kami
tahu bahwa Siauw-lim-pai bersikap tidak bersahabat dengan
para pejabat pemerintah kami. Dua hal itu saja sudah cukup
untuk menangkap dan menghukummu sebagai pemberontak!”
Diam-diam Liu Bok Eng marah mendengar ucapan itu. Dia
tahu bahwa Panglima Kim hanya mengada-ada agar dapat
mencelakakannya. Biarpun dia tahu bahwa dia dan isterinya
terancam bahaya, Liu Bok Eng masih bersikap tenang ketika
dia menjawab.
“Kalau ada tuduhan bahwa saya memberontak, hal itu
hanya fitnah belaka. Akan tetapi Ciang-kun adalah seorang
panglima yang berkuasa, tentu berhak mengambil keputusan
untuk menyalahkan atau membenarkan orang tanpa melihat
bukti. Silakan kalau Ciang-kun hendak menangkap saya, akan
tetapi harap membiarkan isteri saya pulang karena ia bukan
murid Siauw-lim-pai dan juga bukan seorang bekas perwira
Kerajaan Sung!”
“Hemm, tidak bisa! Bagaimanapun juga, ia adalah isterimu
ia tentu mengetahui pula akan semua rahasiamu. Kalian berdua
akan kami tahan dan periksa dengan teliti. Kalau dalam
pemeriksaan itu tidak ada bukti bahwa engkau menentang
pemerintah kami, barulah kalian berdua bebas dari tuduhan!”
Liu Bok Eng maklum bahwa kalau dia dan isterinya
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 440
ditangkap, tidak dapat diharapkan akan dibebaskan. Jelas
bahwa Panglima Kim Bayan ini sengaja hendak menangkap dia
dan isterinya karena dendam kepada bekas panglima Kerajaan
Sung dan karena dia murid Siauw-lim-pai yang mungkin
sedang dia curigai. Akan tetapi hati pendekar ini masih
penasaran kalau isterinya ikut ditahan.
“Silakan kalau Ciang-kun hendak menahan dan memeriksa
saya. Akan tetapi demi keadilan, jangan menahan isteri saya!”
Panglima Kim hendak membantah, akan tetapi pada saat
itu, seperti yang sudah mereka atur dan rencanakan, Cui-beng
Kui-ong mengangkat tangan ke atas dan berkata.
“Ciang-kun, tidak perlu bersikap keras. Sekarang tidak ada
lagi permusuhan antara pemerintah dan Kerajaan Sung yang
sudah hancur. Maka, daripada bermusuhan lebih baik
bersahabat. Kalau Liu Bok Eng mau menyerahkan peta harta
milik Kerajaan Sung itu kepada kita, kita sudahi saja urusan ini
dan biar suami isteri ini pulang dengan aman.”
Panglima Kim berkata kepada Liu Bok Eng. “Nah, engkau
mendengar sendiri ucapan Suhu tadi. Kami dapat
memaafkanmu dan tidak akan menuntut kalau engkau mau
mengembalikan peta harta milik Kerajaan Goan kami.”
Kini tahulah Liu Bok Eng apa yang tersembunyi di balik
penahanan dirinya dan isterinya. Hal yang sudah dia
khawatirkan terjadi. Entah bagaimana, agaknya guru dan murid
itu telah mengetahui tentang harta karun yang disembunyikan
mendiang Thaikam Bong yang berada di tangannya!
Liu Bok Eng menjawab. “Ciang-kun, bagaimana mungkin
ada harta karun Kerajaan Goan yang datang dari luar
Tiongkok? Saya tidak tahu tentang harta karun Kerajaan
Goan!”
Kini Cui-beng Kui-ong yang bicara. “Orang she Liu, tidak
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 441
perlu engkau berbohong! Kami tahu bahwa engkau yang
memimpin pasukan menyerbu rumah Thaikam Bong dan
membunuhnya. Pasti engkau yang merampas peta harta karun
itu dari tangannya. Lebih baik serahkan saja peta itu kepada
kami karena engkau tidak mempunyai pilihan lain!”
Liu Bok Eng masih berkeras membantah. “Mendiang
Thaikam Bong adalah seorang pembesar Kerajaan Sung,
bagaimana mungkin dia menyimpan peta harta karun Kerajaan
Goan? Ini mustahil!”
“Liu Bok Eng!” Panglima Kim membentak marah. “Harta
karun itu dahulunya memang milik Kerajaan Sung yang dicuri
dan disembunyikan mendiang Thaikam Bong. Akan tetapi
sebagai seorang bekas panglima engkau tentu mengetahui
peraturan perang, yaitu semua harta milik pihak yang kalah
menjadi hak milik pihak yang menang. Maka, harta pusaka itu
yang berasal dari Kerajaan Sung yang kalah, harus menjadi hak
milik pemerintah Kerajaan Goan! Kalau engkau masih
berkeras tidak mau menyerahkan peta itu kepada kami, berarti
engkau hendak memberontak dan engkau dan isterimu, juga
anakmu termasuk semua pembantumu akan dihukum mati!
Nyonya Liu yang sejak tadi diam saja mendengarkan, tidak
kuat menahan rasa penasaran di hatinya. Ia bangkit dari tempat
duduknya dan berkata, suaranya tetap lembut namun
mengandung serangan tajam.
“Kim-ciangkun! Saya seringkali mendengar didengangdengungkan
bahwa pemerintah Kerajaan Goan adalah
pemerintahan yang adil terhadap rakyat, tidak seperti
pemerintah yang telah lalu. Akan tetapi Ciang-kun hendak
bertindak sewenang-wenang terhadap kami yang tidak
melakukan kesalahan apa pun. Saya bersumpah bahwa peta
yang Ciang-kun cari itu tidak ada pada suami saya! Ciang-kun
hendak memaksa dan mengancam membasmi seluruh keluarga
kami. Di mana adanya keadilan yang didengang-dengungkan
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 442
itu?”
Wajah Kim Bayan menjadi merah mendengar ucapan
dengan suara lembut yang terisi teguran keras itu. Dia
membentak kepada Liu Bok Eng.
“Orang she Liu! Apakah engkau tidak dapat mengajarkan
kesopanan kepada isterimu? Hayo sekarang jawab, mau tidak
engkau menyerahkan peta harta karun itu kepada kami?”
Liu Bok Eng adalah seorang memiliki banyak pengalaman
dan dia bukan orang bodoh. Dia tahu benar bahwa kalau dia
menyerahkan peta itu kepada Kim Bayan, tidak urung dia dan
isterinya tidak akan dibiarkan hidup karena sudah tahu akan
rahasia peta harta karun. Pula, di lubuk hatinya dia tidak rela
kalau harta karun itu terjatuh ke tangan orang Mongol. Maka
dengan tegas dia menjawab.
“Peta itu tidak berada pada saya, bagaimana dapat saya
berikan?”
“Hemm, engkau memilih ditangkap dan dijatuhi
hukuman?”
“Terserah!”
Panglima Kim Bayan lalu berteriak ke arah pintu. “Perwira
pengawal, kerahkan pasukan untuk menangkap suami isteri
ini!”
Daun pintu terbuka dan belasan orang perajurit yang
dipimpin seorang perwira pendek gendut memasuki ruangan
itu dan mengepung Liu Bok Eng dan isterinya yang masih
duduk, sedangkan Kim Bayan dan Cui-beng Kui-ong sudah
menjauhkan diri.
Melihat diri mereka dikepung, suami isteri itu bangkit
berdiri. Sikap Nyonya Liu mengagumkan karena ia berdiri
dengan mata bersinar penuh keberanian. Setelah memandang
kepada Panglima Kim dan menerima isyarat dengan anggukan
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 443
kepala, perwira itu berseru.
“Tangkap dua orang ini!” Dia menudingkan telunjuknya ke
arah suami isteri itu.
Seorang perajurit seolah segerombolan srigala kelaparan
hendak memperebutkan domba mendengar perintah ini.
Bagaikan berlumba mereka menubruk ke arah Nyonya Liu,
ingin lebih dulu dapat meringkus dan merangkul wanita yang
masih tampak cantik menarik itu! Akan tetapi, kejutan yang
tidak enak didapatkan empat orang perajurit yang bergerak
paling depan. Nyonya Liu menyambut mereka dengan
tamparan dan tendangan. Mereka berteriak mengaduh dan
terpelanting roboh dengan kepala pening tertampar atau dada
sesak tertendang!
Melihat ini, enam orang perajurit menerjang nyonya itu,
sekarang lebih berhati-hati dan mereka bukan terdorong
keinginan untuk merangkul dan meringkus wanita cantik itu,
melainkan merobohkan dan menangkap! Nyonya Liu melawan
dengan gerakan gesit.
“Kalian pengecut-pengecut tak tahu malu!” Liu Bok Eng
membentak marah melihat isterinya dikeroyok. Akan tetapi
sebelum dia turun tangan, belasan orang perajurit, dipimpin
perwira gendut pendek itu, telah menyerangnya!
Liu Bok Eng dan isterinya mengamuk. Tentu saja
delapanbelas orang perajurit dan seorang perwira itu bukan
apa-apa bagi Liu Bok Eng yang lihai bukan main. Bahkan
isterinya, yang tidak setinggi dia ilmu silatnya, juga bukan
merupakan makanan lunak bagi para perajurit yang
mengeroyoknya. Akan tetapi suami isteri itu masih membatasi
tenaga mereka sehingga mereka hanya merobohkan para
pengeroyoknya tanpa membunuhnya.
Melihat betapa suami isteri itu melakukan perlawanan, Kim
Bayan menjadi marah sekali. Dia memberi isyarat kepada CuiKoleksi
Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 444
beng Kui-ong dan mereka berdua maju. Panglima Kim Bayan
menghampiri Nyonya Liu sedangkan Cui-beng Kui-ong
menghampiri Liu Bok Eng.
Nyonya Liu yang mengamuk telah terkena sabetan golok
sehingga pangkal lengan kanannya terluka. Karena ini
gerakannya agak melemah, namun ia masih mengamuk dengan
hebat bagaikan seekor harimau betina! Tiba-tiba ada angin
menyambar dahsyat dari samping. Ia berusaha mengelak akan
tetapi serangan golok yang menyambar itu dahsyat sekali
karena yang menyerangnya adalah Panglima Kim Bayan
sendiri! Ujung golok Panglima Kim menyambar leher nyonya
itu sehingga terluka parah. Darah menyembur dan tubuh
Nyonya Liu roboh dan ia tewas seketika!
Melihat isterinya roboh mandi darah, Liu Bok Eng
mengeluarkan teriakan melengking seperti seekor singa marah.
Tubuhnya menyambar ke kanan kiri dan setiap kali kaki atau
tangannya menendang dan menampar, tentu ada seorang
pengeroyok yang roboh dan tewas! Sekali ini dia tidak
membatasi tenaganya. Kemarahan dan sakit hati melihat
isterinya terkapar tewas membuat pendekar ini mengamuk. Dia
berhasil merampas sebatang golok lalu menerjang dengan
hebat. Dia merasa seolah bertempur dalam sebuah peperangan!
Para pengeroyoknya adalah tentara Mongol dan dia masih
menjadi seorang Panglima Kerajaan Sung!
Dalam waktu singkat, belasan orang perajurit roboh tewas.
Mayat mereka berserakan malang melintang dan ruangan itu
banjir darah! Akan tetapi, dari luar masuk lagi belasan orang
perajurit bantuan dan kembali Liu Bok Eng dikepung dan
dikeroyok banyak orang.
@_Alysa^DewiKZ_@
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 445
Bab 2. Pesan Akhir Sang Panglima Perkasa
“Robohkan dia akan tetapi jangan dibunuh!” beberapa kali
Panglima Kim Bayan berseru kepada para perajurit. Dia ingin
menawan Liu Bok Eng dan keadaan hidup untuk dipaksa
mengaku dan menyerahkan peta harta karun.
Akan tetapi, perintah ini lebih mudah diucapkan daripada
dilaksanakan. Untuk menyerang nekat dengan niat membunuh
saja sudah amat sukar, apalagi menyerang dengan syarat tidak
boleh membunuh!
Bekas Panglima Kerajaan Sung itu kini mengamuk hebat
dan dia bahkan sudah merampas sebatang tombak dari seorang
korbannya. Dia kini memainkan tombak itu sebagai sebatang
toya (tongkat) yang menjadi senjata andalannya, Liu Bok Eng
adalah seorang murid Siauw-lim-pai yang ahli bersilat dengan
toya. Begitu dia memegang tombak yang dimainkan sebagai
toya, para perajurit yang baru masuk mengeroyok itu pun
berpelantingan! Bahkan Liu Bok Eng yang melihat isterinya
terbunuh oleh Kim Bayan, berusaha terus untuk menyerang
Panglima Mongol itu.
“Wuuuutt...... sing......!” Untuk sekian kalinya, Liu Bok Eng
melompat bagaikan seekor burung garuda, menyambar dan
tombaknya menyerang ke arah kepala Kim Bayan. Ketika Kim
Bayan mengelak, Liu Bok Eng melanjutkan serangannya
dengan tusukan tombaknya, menggunakan jurus Kim-sengkan-
goat (Bintang Emas Mengejar Bulan).
“Haiiittt...... tranggg......!” Kim Bayan menangkis dengan
goloknya sambil memutar badan karena serangan toya tadi
datangnya dari belakang. Gerakannya itu adalah jurus Sinliong-
tiauw-si (Naga Sakti Sabetkan Ekornya). Akan tetapi
Panglima Mongol itu terkejut bukan main karena telapak
tangan kanannya yang memegang gagang golok terasa panas
dan nyeri. Bukan main kuatnya tenaga dalam yang dimiliki Liu
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 446
Bok Eng. Padahal, Panglima Kim Bayan adalah seorang
panglima dan ahli silat yang terkenal memiliki tenaga besar.
Pada saat itu, dua orang perwira perajurit menyerang
dengan golok mereka dari belakang. Seorang ahli silat yang
tingkatnya sudah setinggi tingkat Liu Bok Eng, memiliki
perasaan yang amat peka dan telinga yang tajam. Seolah
memiliki mata di belakang tubuhnya, Liu Bok Eng memutar
tubuh didahului toyanya. Dua orang perajurit menjerit dan
roboh dengan kepala pecah!
Robohlah dua puluh orang lebih yang tewas oleh amukan
Liu Bok Eng membuat para perajurit menjadi gentar. Mereka
hanya berani mengepung dan mengancam tanpa berani
menyerang terlalu dekat.
Hal ini memudahkan Liu Bok Eng untuk terus mendesak
Kim Bayan dengan serangan-serangannya. Dia kini
memainkan Sin-pang-lo-hai (Toya Sakti Kacau Lautan) yang
gerakannya amat hebat, bergelombang dan didahului angin
pukulan yang menyambar-nyambar dahsyat. Kim Bayan
memutar goloknya melindungi diri, akan tetapi dia terus
didesak mundur.
Pada saat itu, Cui-beng Kui-ong mendekati Kim Bayan. Dia
mengerahkan kekuatan sihirnya, lalu membentak.
"Liu Bok Eng, isterimu telah mati! Dunia ini gelap bagimu,
gelap, gelap, gelap!" Kakek kurus bongkok itu menggerakgerakkan
tongkat hitamnya ke arah muka Liu Bok Eng.
Pendekar ini terkejut bukan main karena tiba-tiba saja
cuaca menjadi gelap dan dia tidak dapat melihat apa-apa seolah
ada batu hitam yang menutupi pandang matanya! Dia
menyadari bahwa ini adalah pengaruh sihir yang amat kuat,
maka dia menahan napas dan mengerahkan tenaga saktinya
untuk melawan dan menolak pengaruh sihir yang membuat
pandangannya gelap itu.
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 447
Pada saat itu, para perajurit yang mengepungnya, mendapat
isyarat dari Kim Bayan lalu menyerang Liu Bok Eng yang
hanya berdiri diam seperti orang kebingungan. Akan tetapi
begitu senjata-senjata tajam itu menyerangnya, Liu Bok Eng
biarpun tidak melihat, dapat mendengar dan merasakan.
Tongkat tombak di tangannya digerakkan memutar, menangkis
semua senjata dan sekaligus membagi pukulan. Empat orang
perajurit roboh dan tewas seketika!
Panglima Kim menjadi marah bukan main. Juga Cui-beng
Kui-ong merasa penasaran. Jelas bahwa sihirnya mampu
mempengaruhi Liu Bok Eng sehingga pendekar itu tidak
mampu melihat karena pandang matanya gelap, akan tetapi
masih saja Liu Bok Eng demikian lihai sehingga merobohkan
empat orang lagi! Sedikitnya sudah ada dua losin perajurit
tewas sehingga ruangan itu penuh dengan mayat dan darah
berceceran ke mana-mana, keadaannya sama dengan akibat
pertempuran dalam peperangan!
Berulang-ulang Panglima Kim Bayan menyerang dengan
pengerahan seluruh tenaganya, menyerang dari depan, kanan
kiri atau belakang. Akan tetapi lawan yang keadaannya seperti
orang buta itu selalu saja dapat menangkis sehingga senjatanya
terpental!
Sementara itu, Panglima Kerajaan Sung itu mengerahkan
terus tenaga saktinya untuk membuyarkan pengaruh sihir.
Kegelapan itu perlahan-lahan mulai berkurang. Akan tetapi
dalam keadaan remang-remang itu, kembali dia mendengar
sambaran senjata yang digunakan Kim Bayan untuk
menyerangnya. Dia cepat menangkis dengan tombaknya.
“Tranggg......!” Sekali ini, saking kuatnya Liu Bok Eng
menangkis, golok itu terpental dan Panglima Kim Bayan
terhuyung ke belakang! Akan tetapi pada saat itu, Cui-beng
Kui-ong yang berdiri di sebelah kiri Liu Bok Eng,
menudingkan tongkat hitamnya dan dari ujung tongkat yang
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 448
runcing itu meluncur anak panah kecil dengan cepat dan tanpa
dapat dielakkan Liu Bok Eng, anak panah yang ujungnya
mengandung racun itu menancap di dada kirinya!
Liu Bok Eng terhuyung dan ketika matanya kini dapat
melihat, dia terhuyung ke arah mayat isterinya, lalu roboh di
samping mayat isterinya dan tewas!
Melihat bekas panglima Kerajaan Sung itu tewas, Kim
Bayan mengeluh. “Ah, banyak perajurit tewas dan Liu Bok
Eng suami isteri juga tewas sehingga kita tidak bisa
mendapatkan peta itu! Celaka sekali!”
Cui-beng Kui-ong memberi isyarat agar muridnya itu
menutup mulut. Mereka lalu memerintahkan perajurit untuk
membersihkan ruangan dan mengurus semua mayat, lalu
mereka bicara di dalam.
“Jangan putus asa,” kata Cui-beng Kui-ong. “Sekarang kau
periksa pakaian suami isteri itu, barangkali petanya mereka
simpan dalam pakaian. Kalau tidak ada, cepat pergi ke
rumahnya, geledah seluruh rumah, tangkapi semua pelayan dan
paksa mereka untuk mengaku. Aku yakin peta itu akan dapat
kau temukan!”
Panglima Kim Bayan mengangguk setuju dan cepat dia
pergi lagi ke ruangan tadi di mana jenazah Liu Bok Eng dan
isterinya belum mendapat giliran diangkut. Dia sendiri
menggeledah seluruh pakaian suami isteri itu, akan tetapi tidak
menemukan benda yang dicarinya. Maka dia lalu pergi seorang
diri ke rumah Liu Bok Eng. Dia tidak ingin ada perajurit yang
tahu akan peta itu, maka dia pergi seorang diri.
Setelah tiba di rumah itu, dia mengumpulkan lima orang
pelayan rumah tangga, membentak mereka agar mengaku di
mana majikan mereka menyimpan surat-surat penting termasuk
sebuah peta. Ketika lima orang pembantu rumah tangga itu
bersumpah bahwa mereka tidak tahu, Kim Bayan mengikat
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 449
kaki tangan mereka agar mereka tidak mampu melepaskan diri.
Kemudian dia sendiri menggeledah seluruh isi rumah.
Penggeledahan seorang diri ini makan waktu sampai
setengah hari. Dia memeriksa dengan teliti namun tidak
menemukan peta harta karun yang dicarinya. Dia menjadi
semakin penasaran dan marah sekali. Lima orang pembantu
rumah tangga itu dia suruh bawa oleh perajurit ke dalam
tahanan dan rumah itu pun disita dan ditutup, dijaga perajurit.
Jaksa Ciang yang menerima perintah Kim Bayan,
menyiarkan kabar bahwa Liu Bok Eng dan isterinya
mengamuk sehingga terbunuh dan menyatakan bahwa suami
isteri itu adalah pemberontak yang berbahaya! Jenazah suami
isteri itu dimakamkan di tanah kuburan rakyat di Luar kota
Nan-king.
Para penduduk gempar mendengar berita ini. Sebagian
besar dari mereka tidak percaya akan berita bahwa Liu Bok
Eng dan isterinya menjadi pemberontak dan mengamuk di
rumah kejaksaan sehingga mati terbunuh. Akan tetapi pada
waktu itu, siapa orangnya berani menyangkal atau membantah?
Bahkan mereka yang mengenal baik Liu Bok Eng, harus secara
diam-diam kalau hendak berkunjung dan memberi hormat ke
makam suami isteri itu.
Berita tentang terbunuhnya Liu Bok Eng itu tersiar sampai
ke Siauw-lim-pai dan para pimpinan Siauw-lim-pai menjadi
terkejut dan juga khawatir sekali. Mereka bersiap-siap menjaga
kemungkinan diserbu pasukan pemerintah Mongol.
@--dwei-kz^Alysa--@
Gadis cantik jelita itu memasuki gapura Nan-king. Siang
hari itu amat panasnya dan begitu memasuki kota, gadis itu
merasa heran melihat betapa orang-orang memandangnya
dengan sinar mata aneh seperti orang merasa iba. Bahkan ada
beberapa orang wanita menahan tangis ketika melihat ia, akan
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 450
tetapi tak seorang pun dari mereka bicara kepadanya.
Gadis itu adalah Liu Ceng Ceng. Hatinya merasa tidak
nyaman melihat ulah orang-orang itu. Biasanya, ia dan ayah
bundanya amat dihormati dan disukai penduduk Nan-king.
Akan tetapi mengapa sekarang tidak ada yang menyapanya,
bahkan memandang iba dan seolah hendak menyingkir dan
menghindari pembicaraan dengannya?
Ketika ia melewati rumah Tabib Liong, Ceng Ceng teringat
bahwa Liong Sinshe adalah sahabat karib ayahnya, maka ia
ingin bertanya kepadanya mengapa semua orang bersikap aneh
kepadanya. Kebetulan Tabib Liong berada di depan pintu toko
obatnya.
“Paman Liong.......”
Ketika Tabib Liong melihat Ceng Ceng, dia cepat
memegang tangan gadis itu dan menariknya ke dalam rumah.
Setelah tiba di dalam rumah, Tabib Liong yang merupakan
sahabat baik keluarga Liu dan menganggap Ceng Ceng sebagai
anaknya sendiri, berkata dengan suara tersendat.
“Aduh, Ceng Ceng, ke mana sajakah engkau? Ah, atau aku
harus mengatakan bahwa syukur engkau tidak berada di rumah
ketika.......”
“Paman Liong, tenanglah dan ceritakan, apa yang kau
maksudkan? Ketika apa? Apa yang telah terjadi?”
“Ayah ibumu......” Tabib Liong yang menduda tak
mempunyai anak dan hidup seorang diri itu menangis!
Tentu saja Ceng Ceng kaget bukan main. Akan tetapi gadis
yang tabah ini dapat mengendalikan diri, tidak hanyut dalam
kekhawatiran dan berkata.
“Paman Liong, harap engkau suka menenangkan hatimu.
Ceritakanlah, apa yang terjadi dengan Ayah dan Ibuku?”
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 451
Setelah menghela napas berulang-ulang dan dia dapat
menenangkan hatinya, Liong Sinshe berkata. “Tidak ada yang
mengetahui kejadian yang sesungguhnya, aku sendiri pun tidak
tahu. Kami semua hanya mendengar bahwa Ayah dan Ibumu
berkunjung ke kantor kejaksaan.......”
“Jaksa Ciang?”
“Benar, mereka pergi ke sana, entah ada urusan apa. Lalu
kami hanya mendengar bahwa Ayah Ibumu di sana mengamuk,
membunuh banyak sekali perajurit, akan tetapi mereka......
mereka...... juga tewas dalam pengeroyokan!”
Wajah Ceng Ceng berubah pucat dan ia cepat menjatuhkan
diri duduk atas kursi. Seluruh tubuhnya gemetar dan air mata
menetes turun dari kedua matanya. Akan tetapi ia tidak
mengeluarkan suara tangis. Akhirnya ia dapat bertanya dengan
suara gemetar.
“Kapan terjadinya dan mengapa?”
“Baru tujuh hari terjadinya dan apa sebabnya mereka
mengamuk sehingga terbunuh, tidak ada yang mengetahuinya.”
“Kalau begitu, aku akan segera ke rumah kami!” Ceng
Ceng hendak keluar, akan tetapi tangannya dipegang Tabib
Liong.
“Jangan! Jangan ke sana, Ceng Ceng. Rumahmu telah
ditutup dan dijaga perajurit. Berbahaya sekali kalau engkau ke
sana, mungkin engkau akan terbawa-bawa karena kabarnya,
Ayah Ibumu dianggap sebagai pemberontak terhadap
pemerintah. Engkau dapat terlibat!”
“Hemm, aku tidak takut, Paman!”
“Aku tahu engkau tidak takut, akan tetapi apa perlunya
menyia-nyiakan nyawa sendiri? Pula, di bekas rumahmu itu
engkau tidak akan menemukan sesuatu. Daripada ke rumahmu
yang telah disita pemerintah, lebih baik engkau mengunjungi
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 452
makam kedua orang tuamu di tanah kuburan umum.”
Ceng Ceng memejamkan kedua matanya untuk menahan
isak yang hendak mendesak keluar dari mulutnya. Hanya air
matanya saja yang bercucuran keluar karena ia teringat kembali
kepada ayah ibunya yang terbunuh. Akan tetapi, ia menyeka air
matanya dan mengangguk.
“Baik, Paman, aku hendak pergi ke sana......!” Ceng Ceng
melangkah hendak keluar.
“Ceng Ceng, nanti dulu!” Liong Sinshe menahannya.
“Tunggu sebentar, ada surat yang dulu dititipkan ayahmu
kepadaku untuk diserahkan kepadamu kalau engkau pulang.”
Tabib Liong memasuki kamarnya dan keluar lagi membawa
sebuah amplop yang diberikannya kepada Ceng Ceng.
Ceng Ceng menerima sampul surat itu dan bertanya heran.
“Paman, bagaimana Ayah dapat memberikan surat ini kepada
Paman?”
“Begini, Ceng Ceng. Sebelum pergi ke kantor Jaksa Ciang,
Ayahmu datang ke sini untuk menyerahkan surat ini kepadaku
dan memesan agar kalau engkau pulang, aku menyerahkan
surat ini kepadamu. Aku setelah mendengar akan malapetaka
yang menimpa Ayah Ibumu, juga merasa heran, seolah
Ayahmu sudah tahu akan ancaman bahaya itu sehingga
meninggalkan surat ini kepadamu.”
Ceng Ceng merasa terharu sehingga tubuhnya lemas dan
kembali ia menjatuhkan diri duduk di atas kursi, memegang
surat itu dan menempelkan di dadanya seolah surat itu menjadi
pengganti ayah ibunya. Setelah itu dengan kedua tangan
gemetar ia membuka sampul surat dan menemukan sehelai
surat dan sehelai peta di dalamnya. Peta ia biarkan dalam
sampul dan surat itu diambil lalu dibacanya.
Anak kami Ceng Ceng tersayang,
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 453
Kalau engkau menerima dan membaca surat ini, besar
kemungkinan ayah ibumu ditawan atau terbunuh oleh para
pembesar pemerintah. Karena kami, kalau tewas, bagaikan
perajurit gugur dalam perang melawan penjajah, maka jangan
engkau membalas dendam secara pribadi.
Yang penting sekarang, pergilah dan cari harta karun dalam
peta ini. Jangan sampai terjatuh ke tangan penjajah dan
sumbangkan untuk keperluan para pendekar yang setia dan
berniat melawan penjajah.
Jadilah orang yang benar seperti yang selalu kami dan Im
Yang Yok-sian ajarkan, dan kami selalu mendoakan semoga
engkau senantiasa dibimbing oleh Thian.
Ayah Ibumu,
Liu Bok Eng.
Membaca surat itu, kembali air mata bercucuran dari kedua
mata Ceng Ceng. Ia menciumi surat itu lalu menyimpannya
kembali dalam sampul dan memasukkan sampul ke balik
bajunya. Ia termenung, teringat akan pesan ayahnya yang
terakhir. Ayah ibunya, juga mendiang paman gurunya, selalu
mengingatkan agar ia menjadi seorang manusia yang benar.
Masih terngiang di telinganya nasihat ayahnya.
“Hidup haruslah menjadi orang yang baik dan benar karena
orang yang benar itu kekasih Thian (Tuhan), biarpun miskin
dan bodoh, kalau benar akan merasakan kebahagiaan hidup.
Sebaliknya, apa artinya kaya raya dan pandai berkedudukan
tinggi kalau tidak benar? Dia akan menderita kesengsaraan
batin dan menjadi kekasih setan!”
Ia pernah bertanya, “Ayah, bagaimana sih orang yang
hidupnya benar dan yang tidak benar itu?”
“Orang yang hidupnya benar adalah orang yang memiliki
rasa kasih sayang terhadap sesama manusia, dan hidup sesuai
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 454
dengan kehendak Tuhan. Miskin dan bodoh tidak menghalangi
kebahagiaan hidup orang yang benar. Sebaliknya, pintar, kaya
dan berkedudukan tinggi tidak menolong kesengsaraan hidup
orang yang tidak benar.”
Semua peringatan dan nasihat yang pernah didengarnya
dari ayah ibunya, juga dari paman gurunya Im Yang Yok-sian,
terukir dalam hatinya dan menjadi pedoman hidup gadis ini.
“Baiklah, Paman Liong, aku akan mengunjungi makam
kedua orang tuaku. Terima kasih atas budi kebaikanmu
menyampaikan surat ayah ini kepadaku,” Ceng Ceng menjura
dengan hormat lalu meninggalkan rumah Tabib Liong.
Tidak sukar bagi Ceng Ceng untuk mencari makam Ayah
Ibunya di tanah kuburan umum itu. Ia lahir di Nan-king dan
mengenal kota itu dengan baik. Biarpun dalam tanah kuburan
itu terdapat banyak makam, namun makam kedua orang tuanya
masih baru. Ia merasa terharu sekali melihat makam itu hanya
merupakan dua gundukan tanah dan ada papan bertuliskan
MAKAM LIU BOK ENG DAN ISTERINYA.
Mungkin orang-orang yang merasa iba kepada orang tuanya
yang menuliskan dan menancapkan papan itu di depan dua
gundukan tanah. Akan tetapi rupanya tidak ada yang berani
membuat bong-pai (batu nisan) untuk kuburan suami isteri itu.
Ceng Ceng yang sudah membeli hio-swa (dupa biting) dan
lilin, segera melakukan upacara sembahyang di depan makam
kedua orang tuanya. Ia tidak dapat menahan kesedihannya dan
di tempat sunyi itu ia menangis terisak-isak.
“Ayah dan lbu, mengingat nasihat Ayah Ibu, aku tidak akan
menuntut balas dendam agar terputus karma buruk, akan tetapi
api penasaran ini tidak pernah akan padam di hatiku kalau aku
belum mendapat penjelasan mengapa Ayah Ibu dibunuh......”
ratapnya sambil bersembahyang.
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 455
Ia sedang menderita tekanan batin sehingga kurang
waspada dan tidak tahu bahwa pada saat itu, belasan pasang
mata sedang mengintainya. Termasuk sepasang mata bening
yang mengintai dari tempat terpisah.
@_Alysa^DewiKZ_@
Bab 3. Lolosnya Puteri Tunggal Panglima Sung
Ceng Ceng duduk termenung depan makam, menunggu
sampai api yang membara di ujung hio-swa membakar habis
dupa lidi itu. Barulah ia berlutut lagi depan makam mohon diri
pamit kepada ayah ibunya.
Akan tetapi begitu ia bangkit berdiri, terdengar gerakan
banyak orang. Ia cepat memutar tubuhnya dan melihat
sedikitnya enambelas orang perajurit mengepungnya, dipimpin
seorang berpakaian panglima gemerlapan, gagah perkasa
dengan tubuhnya yang tinggi besar.
Melihat para pengepung itu bersikap galak, Ceng Ceng
tetap tenang saja dan ingin melihat apa yang akan terjadi
selanjutnya. Hatinya agak tegang menduga bahwa mereka itu
tentu ada hubungannya dengan kematian kedua orang tuanya.
Ia memandang panglima tinggi besar itu dengan sinar mata
tajam menyelidik.
“Nona, engkaukah puteri Liu Bok Eng yang bernama Liu
Ceng Ceng?” tanya panglima itu yang bukan lain adalah
Panglima Kim Bayan dengan suara keren.
Memang dia yang memerintahkan agar selalu ada perajurit
yang diam-diam mengawasi kuburan itu dan melaporkan
kepadanya kalau puteri pendekar datang bersembahyang di
situ. Tadi, begitu memasuki tanah kuburan, Ceng Ceng sudah
tampak dan para pengamat itu segera memberitahu Kim Bayan
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 456
yang cepat datang membawa enambelas orang perajurit. Dia
merasa girang sekali karena dia yakin bahwa peta harta karun
yang dicarinya itu pasti oleh mendiang Liu Bok Eng diberikan
kepada puterinya ini.
Mendengar pertanyaan itu, Ceng Ceng menjawab tenang.
“Benar, aku adalah Liu Ceng Ceng, puteri mendiang ayah
bundaku yang dibunuh tanpa alasan. Maka, kebetulan sekali
aku bertemu dengan kalian karena aku yakin kalian pasti
mengetahui siapa pembunuh ayah bundaku.”
“Ha-ha-ha,” Panglima Kim Bayan tertawa dan memandang
remeh gadis yang tampaknya lembut itu. “Benar, kami tidak
menyangkal bahwa kami yang membunuh Liu Bok Eng dan
isterinya.”
Kim Bayan sudah siap menghadapi kalau gadis itu menjadi
marah dan hendak membalas dendam kematian orang tuanya.
Dia tidak akan membunuh gadis ini, melainkan akan
menangkapnya. Sayang gadis secantik dewi itu dibunuh, pula,
dia yakin gadis ini yang membawa peta harta karun. Akan
tetapi dia merasa heran melihat gadis itu sama sekali tidak
tampak marah dan tidak ada tanda-tanda akan menyerangnya
walaupun mendengar pengakuannya yang jujur.
“Hemm, kalau engkau yang membunuh Ayah Ibuku,
Ciang-kun, aku ingin tahu, siapakah engkau dan apa alasanmu
membunuh Ayah Ibuku?”
Kim Bayan tersenyum, senang melihat sikap yang demikian
tenang dari gadis cantik itu, yang sama sekali tidak kelihatan
marah.
“Aku adalah Panglima Kim Bayan yang mengepalai
seluruh pasukan di daerah selatan ini. Alasanku membunuh Liu
Bok Eng dan isterinya adalah jelas dan harap engkau tidak
merasa penasaran. Pertama, Liu Bok Eng adalah seorang tokoh
Siauw-lim-pai dan juga seorang bekas panglima perang
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 457
Kerajaan Sung yang telah jatuh. Dua hal itu saja sudah cukup
untuk menangkap Liu Bok Eng. Kami masih dapat
memaafkannya kalau dia mau bekerja sama membantu
pemerintah kami. Akan tetapi ketika dia dan isterinya kami
panggil ke kantor kejaksaan, dia bukan saja menolak, bahkan
bersama isterinya mengamuk dan membunuh duapuluh orang
lebih perajurit kami. Terpaksa kami membunuh mereka. Nona,
apakah engkau mendendam kepadaku dan hendak menuntut
balas?”
Ceng Ceng menggeleng kepala. “Tidak, biarlah karma
buruk yang akan menimpa dirimu kelak sebagai balasan
kejahatanmu, datang melalui orang lain. Sekarang biarkan aku
pergi, harap jangan mengepung aku.”
“Eeiit, nanti dulu, Nona Liu Ceng Ceng,” Kim Bayan lalu
memberi isyarat kepada anak buahnya untuk mundur
menjauhinya. Setelah para perajurit menjauh, Panglima Kim
Bayan berkata lirih.
“Nona Liu Ceng Ceng, sebetulnya menurut hukumnya,
kami harus menangkap engkau juga sebagai puteri orang yang
dituduh pemberontak. Akan tetapi aku tidak tega untuk
mengganggu seorang gadis muda seperti engkau yang ternyata
amat bijaksana dan tidak mendendam karena kematian orang
tuamu. Karena itu, kami memaafkanmu dengan satu syarat
ringan saja.”
“Hemm, syarat apa?”
“Ringan saja, engkau tentu menyimpan peta harta karun
yang dulu disembunyikan Ayahmu.”
Ceng Ceng mengerutkan alisnya. Ayahnya telah
menyerahkan peta itu kepadanya dengan pesan agar peta itu
tidak terjatuh ke tangan pemerintah Mongol, dan ia harus
mencari harta karun itu untuk disumbangkan kepada para
patriot bangsa yang berjuang untuk menentang penjajah
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 458
Mongol. Kewajibannya adalah menjaga peta itu dan
mempertahankannya dengan taruhan nyawa!
“Peta harta karun milik siapakah itu yang engkau
maksudkan?”
“Peta harta karun peninggalan Thaikam Bong dari Kerajaan
Sung. Ayahmu meninggalkannya kepadamu, bukan? Nah,
serahkan peta itu kepadaku dan engkau akan bebas.”
“Kalau harta karun itu peninggalan Kerajaan Sung,
mengapa engkau memintanya? Engkau tidak berhak!”
“Hemm, Nona yang baik, sebagai puteri bekas panglima
engkau tentu pernah mendengar aturan ini, yaitu semua milik
kerajaan yang kalah perang menjadi hak milik kerajaan yang
memenangkan perang itu. Nah, Kerajaan Sung kalah dan sudah
jatuh oleh Kerajaan Goan yang menang, maka semua harta
peninggalannya, termasuk harta karun itu, menjadi hak milik
Kerajaan Goan (Mongol). Sebagai panglima besar Mongol aku
berhak memiliki peta itu. Hayo cepat serahkan peta itu
kepadaku kalau engkau ingin terbebas dari tuntutan dan
hukuman.”
“Ciang-kun, pada saat ini, peta tidak berada di tanganku,”
kata Ceng Ceng tegas.
Sejak kecil ia mendapat pendidikan ayah ibunya, di
antaranya agar ia tidak bicara bohong. Kini ia bicara dengan
suara tegas karena ia sama sekali tidak berbohong. Peta itu
memang ada padanya, akan tetapi saat itu memang tidak berada
di tangannya!
Panglima Kim Bayan menatap wajah gadis itu penuh
perhatian. Melihat sikap gadis itu yang demikian tenang dan
ketika bicara suaranya juga tegas, dia percaya dan menduga
bahwa tentu gadis itu sebelumnya telah menyembunyikan peta
itu di suatu tempat. Gadis setenang ini pasti memiliki hati yang
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 459
teguh. Kalau dia memaksanya, sedikit sekali kemungkinannya
ia akan mengaku di mana peta itu atau menyerahkannya
kepadanya.
Tiba-tiba timbul gagasan yang dianggapnya amat baik dan
menguntungkan. Memaksa dan membunuh gadis ini sekalipun
tidak ada untungnya. Lebih baik dia membujuknya agar Ceng
Ceng mau menjadi selirnya. Kim Bayan bukan seorang yang
mata keranjang, akan tetapi kalau dia dapat mengambil Ceng
Ceng menjadi selir, ada dua keuntungan baginya. Pertama,
gadis ini memang cantik jelita dan tentu akan menyenangkan
kalau dapat menjadi selirnya, kedua, kalau gadis ini sudah
menjadi isterinya, tentu peta harta karun itu akan diberikan
kepadanya!
“Nona Liu Ceng Ceng, sebetulnya menurut peraturan
pemerintah, sebagai puteri pemberontak, aku harus menangkap
atau bahkan membunuhmu. Akan tetapi aku merasa kasihan
kepadamu melihat engkau hidup sebatang kara. Maka, marilah
engkau ikut aku dan tinggal di rumahku sebagai isteriku.
Engkau akan hidup bahagia, aman dan dihormati.”
Ceng Ceng mengerutkan keningnya. “Tidak, Kimciangkun,
aku tidak mau menjadi isterimu. Sudahlah, tidak ada
perlunya kita bicara lagi. Aku pergi!”
“Hemm, Liu Ceng Ceng, engkau tidak tahu diri, tidak
mengenal budi kebaikan orang. Engkau menolak untuk
menjadi keluargaku, berarti engkau menentangku! Dan
menentang aku sama dengan memberontak!” Kim Bayan lalu
memberi isyarat kepada pasukannya dan mereka segera
berlarian datang mengepung Ceng Ceng.
“Tangkap gadis ini, jangan dibunuh!” perintahnya.
Para perajurit segera berebutan hendak meringkus gadis
cantik itu. Akan tetapi begitu gadis itu bergerak, mereka semua
terkejut karena gadis itu lenyap dan yang tampak hanya
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 460
bayangan putih berkelebatan cepat bukan main. Semua
terkaman mereka luput, bahkan begitu Ceng Ceng
menggerakkan kaki tangannya, beberapa orang perajurit
terpelanting roboh.
Melihat ini, Panglima Kim Bayan terkejut juga. Tak
disangkanya gadis yang tampaknya demikian lemah lembut itu
dapat bergerak sedemikian cepatnya. Tahulah dia bahwa gadis
itu memiliki gin-kang (ilmu meringankan tubuh) yang tinggi.
Dia sendiri lalu terjun dan menggerakkan tangan yang
membentuk cakar untuk mencengkeram pundak Ceng Ceng,
sambil membentak nyaring. Panglima ini selain lihai ilmu
silatnya, juga pandai ilmu gulat. Kalau cengkeramannya itu
mengenai pundak Ceng Ceng, jangan harap gadis itu akan
mampu lolos.
“Haaiiiihhh......!” Ceng Ceng berseru dan tubuhnya
berkelebat ke depan mengelak sambil merobohkan dua orang
perajurit di depannya, lalu cepat memutar tubuh menghadapi
Kim Bayan yang tadi menyerang dari belakang namun luput.
Panglima Kim yang penasaran kini menubruk gadis itu
bagaikan seekor biruang menubruk kambing. Dengan tubuh
lentur sekali dan gerakan luar biasa cepatnya, Ceng Ceng
mengelak ke kiri dan kaki kanannya mencuat, menendang ke
arah perut Panglima Kim!
Panglima itu terkejut, tidak menyangka bahwa serangannya
yang dahsyat tadi pun bukan saja dapat dielakkan, melainkan
gadis itu bahkan menyambut dengan tendangan yang cukup
kuat!
“Plakk!” Tangannya menangkis sambil berusaha untuk
menangkap pergelangan kaki gadis itu. Akan tetapi tiba-tiba
tubuh gadis itu mencelat ke atas dan dengan tubuh diputar
kakinya yang kiri menyambar ke arah kepala Kim Bayan.
Panglima itu berseru kaget karena hampir saja mukanya
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 461
kena disambar kaki Ceng Ceng. Dia membuang diri ke
belakang dan terhindar dari tendangan yang dilakukan dengan
tubuh di udara dan tubuh berputar itu, akan tetapi dia
terhuyung ke belakang. Wajah panglima itu menjadi merah
karena malu dan marah.
“Pergunakan senjata! Kalau perlu kita lukai gadis ini akan
tetapi jangan dibunuh!” teriaknya kepada para perajurit.
Kini hasrat untuk mempersunting gadis itu lenyap dari
pikiran Panglima Kim. Yang ada hanya keinginan
mendapatkan peta dan kalau dia sudah berhasil meringkus
Ceng Ceng, terluka atau tidak, dia akan menggunakan paksaan,
kalau perlu dengan penyiksaan!
Karena sudah merasa jerih terhadap gadis itu, para perajurit
begitu mendengar perintah komandan mereka, segera
mencabut golok dan mengepung Ceng Ceng dengan wajah
buas.
Ceng Ceng maklum akan bahaya yang mengancam. Untuk
melarikan diri, tidak ada kesempatan karena selain banyak
perajurit mengepungnya, juga Panglima Kim yang lihai itu
sudah mencabut goloknya yang besar dan berat. Cepat ia
melompat dan menyambar sebatang kayu ranting sebesar
lengannya dan menggunakan ranting itu sebagai senjata untuk
membela diri.
Kini para perajurit mulai menyerang dengan golok mereka.
Ceng Ceng menyambut dengan ranting di tangannya. Gadis itu
berkelebatan dan selain menangkis dan mengelak dari hujan
senjata lawan, ia pun membalas dan setiap kali rantingnya
berkelebat, tentu ada seorang pengeroyok terpelanting jatuh.
Akan tetapi ia tidak mau membunuh dan yang dirobohkan itu
hanya menderita luka yang tidak berbahaya.
Melihat ketangguhan Ceng Ceng, Kim Bayan ikut pula
menyerang dan gerakan golok panglima itu dahsyat sekali
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 462
sehingga Ceng Ceng harus mengeluarkan semua kecepatan dan
kepandaiannya untuk melindungi dirinya. Andaikata tidak
dikeroyok, kiranya Ceng Cerg mampu mengimbangi Panglima
Kim Bayan. Akan tetapi karena dikeroyok banyak perajurit, ia
pun mulai kerepotan.
Andaikata para pengeroyok itu bermaksud membunuhnya,
kiranya Ceng Ceng tidak akan dapat bertahan lama. Akan
tetapi para perajurit itu, juga Panglima Kim Bayan sendiri,
menjaga serangan mereka agar jangan sampai membunuh gadis
itu dan inilah yang memungkinkan Ceng Ceng untuk dapat
bertahan. Namun gadis ini maklum bahwa tidak ada jalan
baginya untuk melarikan diri dan kalau pertempuran itu
dilanjutkan, akhirnya ia akan terluka dan tertawan juga.
Pada saat yang gawat bagi Ceng Ceng yang sudah terdesak
itu, tiba-tiba terdengar bentakan nyaring.
“Tak tahu malu! Laki-laki pengecut mengandalkan jumlah
banyak mengeroyok seorang gadis!”
Tampak bayangan berkelebat dan seorang pemuda yang
tampan sekali telah menerjang memasuki kepungan. Hebat
sekali gerakan pemuda itu. Dia memegang sebatang pedang
dan ketika dia bergerak, sinar hijau menyambar-nyambar dan
sebentar saja empat orang perajurit pengeroyok sudah roboh
dan tewas!
Pemuda berpedang hijau itu segera menyerang Panglima
Kim Bayan dan gerakan pedangnya mendatangkan angin yang
kuat. Kim Bayan terkejut bukan main. Dia mengerahkan tenaga
dan menggunakan goloknya untuk menangkis pedang sinar
hijau itu.
“Tranggg......!” Bunga api berpijar dan berhamburan ketika
dua senjata itu bertemu dan Kim Bayan merasa betapa
tangannya yang memegang gagang golok tergetar hebat! Dia
terkejut bukan main karena maklum bahwa tingkat kepandaian
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 463
pemuda yang baru datang ini tidak kalah lihainya dibandingkan
tingkat kepandaian Ceng Ceng! Dia memutar goloknya dan
berseru memberi aba-aba.
“Bunuh pemuda ini!” Setelah memberi aba-aba, Panglima
Kim kembali menyerang dengan mengerahkan seluruh
tenaganya. Dia membacokkan goloknya sambungmenyambung
dan bertubi-tubi, akan tetapi pemuda itu selalu
dapat menangkis dengan pedangnya yang bersinar hijau.
Sementara itu, Ceng Ceng yang kini hanya menghadapi
pengeroyokan para perajurit, dapat membela diri dengan baik,
bahkan merobohkan beberapa orang dengan totokan
rantingnya.
Setelah menangkis serangan golok Panglima Kim beberapa
kali, pemuda itu membalas dengan serangan yang dahsyat.
Pedangnya berubah menjadi segulungan sinar hijau menerjang
bagaikan gelombang ke arah Panglima Kim. Panglima Mongol
ini memutar golok menangkis dan berseru minta bantuan anak
buahnya. Empat orang perajurit menyerang pemuda itu dari
belakang membantu komandan mereka. Akan tetapi pemuda
itu mengeluarkan teriakan melengking, pedangnya
menyambar-nyambar dan empat orang perajurit itu roboh
mandi darah dan tewas seketika!
Melihat ini, Panglima Kim Bayan terbelalak dan merasa
gentar juga. Biarpun dia mampu menandingi pemuda itu,
namun dia pasti berada dalam bahaya karena pemuda itu
sungguh tangguh dan gerakan pedangnya selain dahsyat juga
liar dan aneh. Dia berseru lagi dan lebih banyak perajurit
mengeroyok pemuda itu.
Ternyata pasukan pembantu datang ke tanah kuburan itu
dan jumlah mereka semua tidak kurang dari limapuluh orang!
Pemuda mengamuk sambil mencari Panglima Kim Bayan,
akan tetapi panglima itu telah lenyap karena melihat kehebatan
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 464
pemuda itu dan ketangguhan Ceng Ceng, diam-diam dia telah
melarikan diri!
Ceng Ceng yang dikeroyok banyak perajurit, seperti biasa
ia tidak mau membunuh, hanya merobohkan mereka dengan
totokan ranting, tamparan tangan kiri atau tendangan kakinya.
Ketika ia melihat betapa pemuda yang menolongnya itu
mengamuk bagaikan seekor naga, membunuh banyak perajurit,
ia merasa ngeri. Dengan gin-kangnya yang tinggi ia meloncat
dan keluar dari kepungan, mendekati pemuda yang sedang
mengamuk lalu berkata.
“Sobat, tidak perlu membunuh banyak orang. Mari kita
pergi sebelum lebih banyak perajurit datang!”
Pemuda itu agaknya maklum bahwa kalau makin banyak
perajurit datang, ratusan orang mungkin ribuan, dia sendiri
tentu akan celaka. Tidak mungkin mereka berdua melawan
ribuan orang perajurit yang mengeroyok.
“Baik, kita pergi!” katanya dan dia lalu mengamuk untuk
membuka jalan. Terjangannya demikian hebat sehingga para
perajurit mundur ketakutan karena siapa yang berani maju
tentu roboh. Pemuda itu melihat bayangan Ceng Ceng
berkelebat ringan dan cepat bukan main. Dia kagum dan
melompat lalu mengejar.
Ceng Ceng sudah berlari meninggalkan tanah kuburan
dengan cepat sekali. Pemuda itu mengejar dan mengerahkan
gin-kangnya untuk menyusul. Akan tetapi alangkah heran dan
kagumnya ketika melihat kenyataan bahwa biarpun dia sudah
mengerahkan seluruh tenaganya, tetap saja gadis berpakaian
putih itu selalu berada di depannya dalam jarak sekitar lima
tombak dan tak pernah lebih dekat! Tahulah dia bahwa dalam
hal gin-kang gadis itu benar-benar istimewa dan dia tidak
mampu menandinginya!
Setelah mereka tiba jauh dari kota Nan-king, barulah Ceng
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 465
Ceng berhenti dalam sebuah hutan. Ia berhenti dan
membalikkan tubuhnya, tersenyum menyambut pemuda
penolongnya.
Pemuda itu pun berhenti di depan Ceng Ceng. Sejenak
mereka saling berpandangan dan Ceng Ceng tersenyum manis.
Lalu ia merangkap kedua tangan depan dada sebagai
penghormatan.
Setelah mengamati wajah dan gerak-gerik pemuda tampan
itu, tahulah Ceng Ceng bahwa ia berhadapan dengan seorang
gadis yang menyamar pria. Akan tetapi ia tidak mau membuka
rahasia orang. Biarlah gadis itu sendiri yang mengaku. Siapa
tahu gadis itu memiliki rahasia pribadi mengapa ia menyamar
sebagai seorang pemuda.
“Sobat, banyak terima kasih atas pertolonganmu tadi. Kalau
engkau tidak keburu datang membantu, agaknya mustahil
bagiku untuk dapat meloloskan diri dari pengepungan mereka.”
Dugaan Ceng Ceng memang tepat. Pemuda itu adalah
seorang gadis yang menyamar. Ia adalah Tan Li Hong yang
kita ketahui telah meninggalkan Coa-to (Pulau Ular) untuk
pergi merantau untuk menentang Kim Bayan yang telah
menangkap ayah ibunya dan yang agaknya memusuhi partaipartai
persilatan besar yang dianggap sebagai kekuatan yang
menentang pemerintah Kerajaan Mongol. Juga ia ingin
membalaskan sakit hati ayah bundanya yang hampir tewas
ketika berada dalam tahanan karena disiksa.
Tadinya secara kebetulan ia melihat gadis yang dikepung
pasukan di tanah kuburan itu dan ia mengintai, mendengarkan
percakapan mereka. Ia sudah marah sekali ketika mengetahui
bahwa Panglima Mongol itu adalah Kim Bayan, orang yang
menyiksa ayah ibunya, yang ia anggap sebagai musuh
besarnya. Akan tetapi ia merasa kecewa sekali mendengar
betapa gadis itu, yang orang tuanya dibunuh Kim Bayan, tidak
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 466
ingin membalas dendam. Walaupun akhirnya ia membantu
setelah melihat Ceng Ceng terdesak dalam kepungan, namun ia
pun merasa tidak senang melihat sikap Ceng Ceng yang
dianggapnya lemah.
Tadi ketika mengintai, ia tidak mendengar jelas siapa gadis
yang dikepung pasukan Mongol itu. Ia merasa semakin
penasaran ketika melihat bahwa gadis itu cukup lihai dan
melihat pula betapa gadis itu tidak mau membunuh para
pengeroyoknya, hanya merobohkan mereka tanpa membunuh
atau melukai berat, seperti yang ia lakukan. Kini, setelah
berhadapan, ia tidak tahan untuk tidak melampiaskan rasa
penasarannya.
“Huh, tidak perlu merendahkan diri. Kulihat engkau
memiliki ilmu silat yang cukup tinggi, bahkan gin-kangmu
hebat. Sayang seorang gadis selihai engkau ternyata hanya
seorang pengecut dan seorang anak put-hauw (tidak berbakti)!”
Li Hong berkata demikian sambil menudingkan telunjuk
kirinya ke arah muka Ceng Ceng dan matanya yang jernih itu
mengeluarkan sinar mencorong marah.
@_Alysa^DewiKZ_@
Jilid 15
Bab 1. Tidak Perlu Menjadi Pendeta!
Ceng Ceng memandang heran, namun tetap tersenyum. Ia
tahu bahwa ia berhadapan dengan seorang gadis yang cantik,
memiliki ilmu silat yang tinggi, akan tetapi berwatak liar dan
ganas. Tadipun gadis itu mengamuk dan membunuh banyak
perajurit, padahal gadis ini tidak mempunyai urusan pribadi
dengan pasukan Mongol dan ia hanya datang membantu atau
menolongnya. Kini gadis itu memakinya dengan marah,
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 467
membuat ia merasa heran akan tetapi juga merasa geli, seperti
melihat seorang anak kecil yang ngambek!
“Kalau boleh aku bertanya, mengapa engkau menganggap
aku pengecut dan tidak berbakti kepada orang tuaku?”
“Sudah jelas masih bertanya lagi! Panglima Kim Bayan itu
telah membunuh ayah ibumu. patutnya engkau membalas
dendam dan membunuhnya, apalagi engkau tentu tahu bahwa
dia itu seorang panglima yang jahat dan kejam. Akan tetapi
engkau tidak mau membalas dendam seperti yang kudengar
dari percakapanmu dengan dia tadi. Bukankah itu berarti
engkau takut dan pengecut, dan juga tidak berbakti kepada
orang tuamu? Apalagi aku melihat engkau tidak mau
membunuh seorang pun perajurit yang mengeroyokmu. Huh,
sebal aku melihatmu!”
Ceng Ceng tetap tersenyum. “Terserah engkau mau anggap
aku bagaimana. Akan tetapi ketahuilah bahwa kalau aku tidak
mau membalas dendam kematian orang tuaku, hal itu justeru
karena aku menaati nasihat orang tuaku. Dan aku memang
tidak mau membunuh orang karena pekerjaanku bukan untuk
membunuh orang melainkan untuk menyembuhkan orang.”
Li Hong mengerutkan alisnya. Ucapan Ceng Ceng bahwa
gadis itu pekerjaannya menyembuhkan orang, membuat ia
teringat akan cerita yang didengar dari gurunya, yaitu Ban-tok
Niocu. Ia mengamati lagi gadis itu dan melihat pakaian Ceng
Ceng yang serba putih, ia makin curiga bahwa mungkin gadis
ini yang diceritakan oleh Ban-tok Niocu.
“Hemm, siapakah namamu?”
“Namaku Liu Ceng Ceng.”
Li Hong membelalakkan matanya. Biarpun tadi ia sudah
menduga, kini ia terkejut juga mendengar pengakuan gadis itu.
Satu di antara niatnya mengembara adalah untuk mencari gadis
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 468
yang bernama Liu Ceng Ceng!
“Ah, jadi dugaanku benar, engkau gadis yang pandai
mengobati itu? Engkau yang telah menyembuhkan dan
melenyapkan cacat di wajah Ban-tok Kui-bo?”
Ceng Ceng tersenyum. “Sekarang ia tidak mau lagi disebut
Kui-bo (Biang Iblis). Julukannya menjadi Ban-tok Niocu. Dan
engkau, kalau aku tidak salah duga, pasti muridnya, gadis yang
telah melukai Goat-liang Sanjin dan membunuh Susiok Im
Yang Yok-sian. Benarkah dugaanku?”
Li Hong terkejut. “Engkau....... tahu bahwa aku seorang
wanita?”
“Tentu saja. Engkau lupa bahwa aku seorang murid tabib
pandai yang tentu mengenal baik ciri-ciri seorang wanita
walaupun engkau menutupinya dengan pakaian laki-laki.”
“Ceng Ceng...... kebetulan sekali, aku memang hendak
mencarimu!” katanya.
“Mencari aku? Apakah hendak kau lukai atau kau bunuh
seperti Susiok?”
Li Hong memandang dengan muka berubah merah. “Ceng
Ceng, jangan menyindir! Aku merasa menyesal sekali telah
menyerang dan melukai ketua Hoa-san-pai dan terpaksa
membunuh Im Yang Yok-sian. Aku melakukannya karena aku
menaati perintah guruku yang mengharuskan aku membunuh
Goat-liang Sanjin dan aku hanya berhasil melukainya. Akan
tetapi ketika aku mendengar bahwa mereka hendak minta
tolong Im Yang Yok-sian untuk mengobatinya, aku khawatir
kalau ketua Hoa-san-pai dapat disembuhkan. Berarti tugasku
itu gagal. Maka terpaksa aku bunuh Im Yang Yok-sian untuk
menghalanginya menyembuhkan Goat-liang Sanjin.”
“Aku sudah mendengar semua itu dari gurumu, hanya yang
belum kuketahui adalah namamu karena belum disebut oleh
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 469
Ban-tok Niocu.”
“Ceng Ceng, namaku adalah Tan Li Hong dan aku
mencarimu untuk menyatakan penyesalanku telah membunuh
paman gurumu Im Yang Yok-sian dan minta maaf. Aku juga
hendak menghadap ketua Hoa-san-pai untuk menyatakan
permintaan maaf.”
“Li Hong, engkau tidak perlu minta maaf kepadaku atau
kepada orang lain. Engkau hanya dapat minta ampun kepada
Thian (Tuhan) dengan bukti perbuatan, yaitu engkau bertaubat
dan tidak mengulangi lagi perbuatanmu yang lalu, yang engkau
anggap keliru dan engkau sesali itu. Minta ampun kepada
Tuhan hanya dengan kata-kata dalam doa saja tidak ada
gunanya apabila tidak dibuktikan dengan pertaubatan yang
sungguh, yaitu tidak mengulang lagi kesalahan yang lalu.”
“Ceng Ceng, guruku telah menceritakan tentang dirimu
sebagai seorang gadis muda yang bijaksana. Bicaramu seperti
pendeta saja! Berapa sih usiamu?” Li Hong bertanya setelah
tertegun mendengar ucapan yang keluar dari mulut Ceng Ceng.
Ceng Ceng tersenyum manis dan menatap wajah Li Hong
dengan muka berseri. “Kukira tidak berselisih jauh dengan
usiamu, Li Hong. Aku berusia sembilan belas tahun.”
“Aih, sebaya dengan aku! Akan tetapi engkau amat baik,
biasa menolong dan menyembuhkan orang sakit, sedangkan
aku, aku biasa membunuh orang yang kuanggap bersalah!”
“Tidak begitu, Li Hong. Segala sesuatu di dunia ini wajarwajar
saja. Baru muncul istilah baik buruk apabila orang
memandangnya dengan penilaian, lalu muncul pendapat baik
atau buruk itu.”
“Apa maksudmu, Ceng Ceng? Bukankah yang baik itu baik
dan yang jahat itu jahat? Aku tidak mengerti maksudmu ketika
engkau mengatakan bahwa segala sesuatu itu wajar, tidak baik
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 470
dan tidak buruk. Cobalah beri contoh.”
“Misalnya turun hujan, bagaimana pendapatmu. Baik atau
burukkah itu?”
Li Hong berpikir sejenak. “Hemm, bagiku tidak baik tidak
buruk.”
“Itulah, karena engkau tidak merasakan, karena saat ini
tidak ada air hujan menimpa dirimu. Akan tetapi begitu air
hujan menimpa diri orang, lalu orang menilainya. Kalau dia
merasa diuntungkan oleh hujan, maka dia mengatakan hujan
itu baik. Sebaliknya kalau dia merasa dirugikan oleh hujan, dia
tentu akan mengatakan bahwa hujan itu buruk! Padahal, seperti
kaukatakan tadi, hujan ya hujan, wajar saja, tidak baik tidak
buruk. Baik buruk itu merupakan suatu pendapat hasil
penilaian, dan penilaian ini sudah pasti bersumber dari keakuan,
kalau aku disenangkan baik, kalau aku disusahkan
buruk.”
“Hemm, habis bagaimana kita harus menghadapi suatu
perkara yang menimpa kita? Misalnya datang hujan?”
“Tidak perlu menilai, kita menghadapi sebagai suatu
kewajaran dan ini mendatangkan kebijaksanaan dalam hati akal
pikiran kita untuk bertindak, berbuat dan berikhtiar bagaimana
memanfaatkan air hujan itu.”
“Akan tetapi bagaimana kalau mengenai diri seorang
manusia? Tentu ada manusia jahat dan manusia baik, bukan?”
Li Hong mengejar karena ia belum mengerti benar.
“Sama saja, Li Hong. Baik buruknya seorang manusia pun
ditentukan oleh penilaian yang bersumber dari ke-akuan.
Contohnya begini. Andaikata seluruh manusia di dunia ini
berpendapat bahwa aku ini orang yang paling baik di dunia,
akan tetapi aku memusuhimu, memusuhi keluargamu,
merugikanmu, apakah engkau dapat mengatakan bahwa aku ini
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 471
baik seperti pendapat semua manusia lain?”
Li Hong menggelengkan kepalanya. “Tidak mungkin aku
berpendapat bahwa engkau baik kalau engkau memusuhi aku,
Ceng Ceng.”
“Sekarang sebaliknya. Andaikata, manusia berpendapat
bahwa aku ini orang yang paling jahat di dunia, akan tetapi aku
bersikap baik kepadamu dan keluargamu, menguntungkanmu,
mengasihimu, apakah engkau dapat mengatakan bahwa aku ini
orang jahat seperti pendapat semua orang itu?”
“Hemm, tentu engkau kuanggap baik, Ceng Ceng.”
“Nah, jelaslah bahwa pendapat berdasarkan penilaian itu
tidak mutlak benar. Apa yang baik bagi kita belum tentu baik
bagi orang lain, apa yang jahat bagi kita pun belum tentu jahat
bagi orang lain. Karena sumber penilaian datang dari aku,
maka penilaian yang menjadi pendapat itu selalu berubah.
Yang hari ini dianggap jahat karena merugikan besok mungkin
dianggap baik karena menguntungkan dan sebaliknya.”
“Hemm, membingungkan. Aku tadi mendengar bahwa
orang tuamu dibunuh oleh Panglima Kim Bayan yang jahat.
Mengapa engkau tidak membalas dendam? Apakah sikap itu
baik?”
“Wajar saja, Li Hong. Kim Bayan menanam pohon
kejahatan, pasti dia akan makan buah pohon itu, pasti
perbuatannya akan dihukum, dan biarlah hukuman itu jatuh
kepadanya bukan melalui perbuatanku.”
“Huh, apakah bukan karena takut?”
“Sama sekali tidak. Kalau aku sekarang mendendam dan
membalas kematian ayah ibuku dan aku membunuh Kim
Bayan, apakah engkau mengira hal itu selesai? Sama sekali
tidak, bahkan rantai Karma itu akan makin panjang. Kim
Bayan membunuh ayah ibuku pasti merupakan akibat dari
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 472
suatu sebab. Kalau aku misalnya dapat membunuh Kim Bayan,
pasti akan ada keluarganya yang mendendam kepadaku dan
berusaha membunuhku. Kalau dilanjutkan, dendam
mendendam ini tidak akan ada habisnya, mengikat keturunan
atau keluarga kita. Aku tidak mau terikat dendam bunuh
membunuh seperti itu karena hal itu merupakan suatu
kebodohan. Aku percaya dan yakin bahwa Tuhan Maha Kuasa
dan Maha Adil, pasti akan memberi ganjaran setimpal kepada
manusia sesuai dengan perbuatan kita.”
“Ih, Ceng Ceng, mengapa engkau tidak menjadi pendeta
wanita saja?” kata Li Hong cemberut.
Dengan ramah Ceng Ceng tersenyum. “Li Hong, untuk
menyadari tentang hakikat hidup orang tidak perlu menjadi
pendeta!”
“Ah, sudahlah, Ceng Ceng! Aku tetap akan mencari dan
membunuh jahanam Kim Bayan itu, bukan hanya untuk
membalas kekejamannya terhadap ayah ibuku, juga untuk
membalas kematian orang tuamu dan mencegah dia berbuat
jahat lebih lanjut. Nah, selamat tinggal, Ceng Ceng.”
“Selamat berpisah, Li Hong.”
Li Hong berlari cepat meninggalkan Ceng Ceng yang
mengikutinya dengan pandang mata, lalu ia tersenyum dan
menggelengkan kepalanya. Gadis yang lihai, liar dan galak,
akan tetapi ia dapat merasakan bahwa di balik kekasaran dan
keganasannya itu tersimpan hati yang baik dan yang selalu
menentang kejahatan dan membela kebenaran dan keadilan.
Tidak mengherankan kalau Li Hong memiliki watak keras,
galak dan ganas karena ia adalah murid Ban-tok Niocu yang
dulu berjuluk Ban-tok Kui-bo! Ia pun lalu meninggalkan hutan
itu.
Ketika ia teringat akan ayah ibunya, wajahnya yang cantik
dan lembut itu menjadi sayu dan sepasang matanya kembali
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 473
basah air mata. Bagaimanapun juga, Ceng Ceng adalah seorang
manusia biasa, seorang wanita pula yang berperasaan amat
peka. Kini ia merasa betapa hidupnya sebatang kara, tiada
sanak keluarga, yatim piatu dan rumah pun tidak punya karena
rumah orang tuanya telah disita pemerintah Kerajaan Goan.
Ia teringat akan surat ayahnya. Diambilnya surat itu dan
diperiksanya selembar peta. Setelah mempelajari sejenak peta
berupa gambar itu, ia mengambil kesimpulan bahwa tempat
disembunyikannya harta karun itu tidak jauh dari kota raja
Peking. Gambar Naga dan Burung Hong yang berada di tengah
merupakan simbol dari kaisar, maka pasti yang dimaksudkan
gambar itu adalah kota raja! Agaknya tempat harta karun itu
berada di sebelah selatan Peking, menurut petunjuk peta itu
belasan mil di sebelah selatan kota raja. Maka ia pun
melanjutkan perjalanannya dengan santai menuju Peking.
Pouw Cun Giok memasuki kota Cin-yang. Semenjak
berpisah dari Ceng Ceng setelah bersama gadis itu berkunjung
ke Pulau Ular di mana Ceng Ceng menyembuhkan bekas luka
codet di wajah Ban-tok Niocu sehingga ia memperoleh obat
penawar luka beracun yang diderita Goat-liang Sanjin ketua
Hoa-san-pai, kemudian Ceng Ceng mengobati ketua Hoa-sanpai,
pemuda itu merantau.
Dia pergi ke mana saja hati dan kakinya membawanya,
tanpa tujuan tertentu. Akan tetapi di sepanjang jalan, baik di
desa maupun di kota, Cun Giok selalu menentang kejahatan
dan membela kebenaran dan keadilan.
Pemuda ini memang seorang pendekar yang amat lihai.
Terutama sekali ginkangnya yang luar biasa sehingga kalau dia
sudah bergerak ketika menghadapi pertempuran, tubuhnya
berkekebatan sukar diikuti pandang mata seolah dia pandai
menghilang saja. Akan tetapi, Pouw Cun Giok bukan seorang
yang kejam. Dia selalu menghadapi orang jahat dengan niat
menghajarnya sampai orang itu jera dan mau bertaubat.
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 474
Bahkan se¬ringkali dia memberi uang kepada mereka yang
mencuri dan melakukan kejahatan karena keadaannya yang
amat miskin.
Akan tetapi terhadap mereka yang suka menindas rakyat,
yang mengandalkan kekuatan maupun kedudukan atau harta
benda, dia memberi hajaran keras walaupun jarang sekali dia
mau membunuh. Semua perbuatan gagah perkasa ini membuat
nama julukannya sebagai Bu Eng Cu (Si Tanpa Bayangan)
menjadi semakin terkenal. Banyak gerombolan penjahat dapat
dia tundukkan tanpa menggunakan kekerasan. Baru mendengar
nama julukannya saja, banyak penjahat yang menaluk.
Ketika tiba di kota Cin-yang, Cun Giok kehabisan uang.
Seperti biasa, walau dia membutuhkan uang untuk bekal biaya
perjalanannya, dia lalu mencari hartawan pelit atau pembesar
yang korup untuk mencuri sebagian hartanya. Kalau dia
mendapatkan lebih banyak daripada yang dia butuhkan, dia
lalu membagi-bagikan uang itu kepada orang-orang miskin
secara sembunyi-sembunyi, yaitu dengan melempar-lemparkan
uang ke dalam rumah melalui atap di waktu malam hari.
Seperti biasa, begitu memasuki kota Cin-yang, Cun Giok
segera menyelidiki dan mencari keterangan kepada penduduk
di mana tinggalnya seorang pembesar yang korup dan jahat.
Dia mendapat keterangan bahwa kepala daerah kota Cin-yang
bernama Yo-thaijin (Pembesar Yo) dan dialah seorang yang
bijaksana dan adil. Di antara para pejabat yang oleh penduduk
dianggap korup dan sombong, juga kaya karena suka memeras,
adalah kepala Pengadilan kota Cin-yang bernama Kui Hok atau
panggilannya Kui-Thai-jin. Cun Giok memilih pejabat
pengadilan she Kui itu sebagai sasarannya.
Malam itu udara cerah mendapat penerangan sinar bulan
yang ditemani beberapa buah bintang yang sinarnya suram
karena kalah oleh sinar bulan tiga perempat. Ketika malam
semakin larut, hampir tengah malam, kota Cin-yang mulai sepi.
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 475
Toko-toko sudah sejak tadi ditutup, juga pintu dan jendela
rumah-rumah penduduk sudah ditutup. Hanya jarang orang
yang lewat di jalan umum yang lengang dan mereka itu adalah
orang-orang muda yang suka bergadang, pulang dengan
sempoyongan karena mabok.
Sesosok bayangan berkelebat cepat sekali. Apalagi bagi
mereka yang dalam keadaan mabok keluyuran di jalan pada
malam hari itu, andaikata seorang yang sadar sekalipun berada
di sana, akan sukarlah bagi mereka untuk dapat menduga
bahwa ada bayangan orang berkelebat saking cepatnya
bayangan itu bergerak. Bayangan itu adalah Cun Giok yang
keluar dan berlari cepat dari rumah penginapan di mana dia
tinggal, menuju ke tempat sasarannya, yaitu rumah gedung
milik Kepala Pengadilan Kui Hok.
Gedung itu besar dan megah, dengan perabotan rumah yang
mewah. Memang sesungguhnya tidak masuk akal kalau
seorang pembesar seperti Kui Hok yang menjadi kepala
pengadilan memiliki rumah semewah itu. Biarpur, gajinya
lebih besar dari para pejabat rendahan, namun kalau
diperhitungkan, biar dia menerima gaji seumur hidupnya,
masih belum cukup untuk membeli perabot rumah itu saja,
apalagi membeli rumahnya. Bahkan gaji yang diterima sebagai
seorang pejabat, tidak akan mencukupi untuk biaya rumah
tangganya setiap bulan karena Kui Hok memiliki tujuh orang
selir dan sepuluh orang anak yang berusia limabelas tahun ke
bawah.
Hanya seorang puteranya yang sudah dewasa, yaitu Kui
Con yang dulu pernah dihajar oleh Ceng Ceng. Belum lagi
jumlah pelayan yang tidak kurang dari sepuluh orang karena
setiap orang selir mempunyai seorang pelayan. Pendeknya,
amat tidak mungkin kalau hanya dengan gaji sebesar yang
diterimanya setiap bulan, Kui Hok dapat hidup semewah itu
seperti layaknya seorang hartawan besar.
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 476
Akan tetapi pada waktu penjajah Mongol berkuasa, hampir
tidak ada pamong praja (pejabat) yang tidak hidup
berkelebihan. Dari Kaisar sampai pejabat golongan rendah,
semua hidup jauh melampaui besarnya gaji yang diterimanya
setiap bulan. Korupsi merajalela sehingga mencari pejabat
yang jujur dan tidak korup tidak lebih mudah daripada mencari
sebatang jarum dalam tumpukan jerami: Semua pejabat hidup
mewah seperti Kepala Pengadilan Kui Hok yang selain gedung
dengan segala isinya yang serba mewah itu masih memiliki
tanah persawahan yang sukar dihitung saking banyaknya dan
luasnya, di samping ternak kuda, kerbau, dan lain-lain.
Gedung pembesar Kui Hok ini pun terjaga ketat. Semenjak
Ceng Ceng menghajar putera pembesar itu yang bernama Kui
Con, gedung itu dijaga ketat oleh belasan orang perajurit
pengawal secara bergiliran. Malam itu, duabelas perajurit
melakukan penjagaan, di sekeliling rumah gedung Pembesar
Kui Hok. Mereka melakukan pemeriksaan, meronda sekeliling
gedung setiap jam dengan penuh kewaspadaan. Namun, tidak
sukar bagi Cun Giok untuk berkelebat melewati mereka dan
berada di pekarangan gedung tanpa terlihat oleh mereka.
Dia sama sekali tidak tahu bahwa sebelum dia tiba di
pekarangan itu, sudah ada orang lain yang lebih dulu datang
dan orang itu masih bersembunyi di balik semak-semak.
Saking cepatnya gerakan Cun Giok, orang itu pun tadinya tidak
tahu. Setelah Cun Giok berhenti bergerak dan berdiri di
pekarangan, di balik sebatang pohon dan mengintai ke arah
gedung, barulah orang itu tahu akan kehadiran Cun Giok dan
dia merasa terkejut dan heran menyaksikan gerakan Cun Giok
yang demikian cepatnya.
@_Alysa^DewiKZ_@
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 477
Bab 2. Pencurian Harta Pejabat Korup
Setelah merasa yakin bahwa di atas atap gedung itu tidak
ada penjaganya, juga pekarangan samping itu ke gedung tidak
tampak penjaga, Cun Giok berhenti sebentar dan menunggu.
Dua orang petugas jaga datang meronda sambil membawa
lentera, lewat di dekat gedung. Begitu mereka sudah memutari
gedung, Cun Giok cepat berkelebat mendekati gedung dan tak
lama kemudian dia sudah berada di atas atap!
Orang yang tadi melihatnya, tetap berada di tempat
persembunyiannya dan mengintai. Orang ini bukan lain adalah
Tan Li Hong, gadis perkasa murid Ban-tok Niocu yang
menyamar sebagai seorang pemuda. Seperti yang biasa ia
lakukan apabila sedang melakukan perjalanan merantau dan
kehabisan uang bekal, ia tentu mengambil uang dari rumah
para hartawan. Akan tetapi, ia agak berubah.
Kalau dulu ia mencuri uang dari siapa saja, sekarang ia
mulai pilih-pilih. Sebelum melakukan pencurian ia menyelidiki
lebih dulu karena ia sekarang hanya mau mencuri uang dari
hartawan atau bangsawan yang jahat.
Ada hartawan yang jahat, yaitu hartawan yang pelit dan
kerjanya hanya menumpuk kekayaan tanpa mempedulikan
caranya, kalau perlu dengan menyogok pejabat untuk dapat
bekerja sama, atau memeras tenaga rakyat yang membanting
tulang untuk bekerja ikut memutar roda perusahaan si kaya itu
tanpa mempedulikan penghasilan pekerja itu yang selalu
kekurangan. Ada bangsawan yang jahat, yaitu bangsawan yang
korup dan mengandalkan kedudukannya untuk menindas siapa
saja yang tidak taat kepadanya, dan memaksakan kehendaknya.
Nah, dua macam orang inilah yang sekarang ia curi sebagian
hartanya.
Ketika tiba di Cin-yang, ia pun menyelidiki dan mendengar
akan kejahatan Pembesar Kui Hok, malam itu ia pun datang ke
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 478
situ dengan niat untuk mencuri uang. Akan tetapi melihat
pemuda yang baru tiba itu, ia terkejut dan tidak berani
sembarangan bertindak. Ia tidak tahu siapa pemuda yang
memiliki gin-kang amat tinggi itu. Kalau pemuda itu ternyata
bekerja untuk Pembesar Kui Hok, maka ia akan menghadapi
lawan tangguh dan jika ia dikeroyok, ia akan berada dalam
bahaya.
Kalau hanya untuk mendapatkan sambungan uang bekalnya
yang sudah habis, tidak perlu ia harus mempertaruhkan nyawa.
Maka, ia menunggu dan tetap bersembunyi di balik semaksemak,
sambil mengikuti gerak gerik pemuda yang kini sudah
berada di atas atap itu.
Setelah berada di atas atap, Cun Giok mulai mengamati dari
atas, kemudian melompat turun dan tiba di sebuah taman kecil
yang berada di ruangan terbuka sebelah dalam. Indah sekali
taman ini, walaupun hanya kecil namun teratur rapi, ada kolam
kecil dengan bunga teratai dan ikan emas. Keadaan dalam
gedung besar itu sunyi dan agaknya tidak terdapat penjaga di
sebelah dalam dan semua penghuninya telah tidur.
Setelah memilih kamar terbesar, Cun Giok membongkar
jendela kamar itu tanpa menimbulkan suara dia melompat
masuk. Sebuah lampu meja kecil bernyala dan sinarnya yang
remang-remang membuat Cun Giok dapat memeriksa isi kamar
yang cukup luas itu. Di balik kelambu tampak bayangan dua
orang gadis remaja sedang tidur nyenyak. Setelah merasa yakin
dua orang gadis remaja itu tidur pulas, Cun Giok mulai
mencari-cari, akan tetapi tidak menemukan uang yang
dicarinya.
Memang ada beberapa buah perhiasan emas di atas meja
rias, akan tetapi dia tidak suka mengambilnya. Perhiasan itu
pasti milik dua orang gadis remaja itu dan kalau dia
mengambil, tentu dua orang itu akan merasa kecewa dan
berduka. Dia tidak tega melakukan ini, apalagi perhiasan harus
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 479
dijual dulu sebelum dapat dia pergunakan untuk biaya
perjalanan.
Melihat seorang wanita setengah tua yang tidur melingkar
di sudut, dia dapat menduga dari pakaian wanita itu bahwa ia
tentu seorang pelayan yang melayani dua orang gadis itu.
Cepat dia menghampiri dan menotok jalan darah wanita itu
yang membuat ia terbangun akan tetapi tidak mampu bersuara
atau bergerak. Tubuhnya lemas dan kaki tangannya seperti
lumpuh. Ia terbelalak memandang pemuda yang telah berdiri di
dekatnya itu.
“Jangan takut,” Cun Giok berbisik dekat telinganya. “Aku
tidak akan mengganggumu, akan tetapi tunjukkan di mana
kamar tidur Pembesar Kui!” Setelah berkata demikian, Cun
Giok membuka totokannya sambil mendekap mulut wanita itu
agar jangan berteriak. Setelah totokan itu dibuka, dengan
ketakutan pelayan itu bicara dengan suara berbisik pula.
“Kamar Tuan Besar berada...... di sebelah kiri...... daun
pintu dan jendelanya dicat merah......” Tiba-tiba wanita itu
berhenti bicara karena ia sudah ditotok kembali oleh Cun Giok
yang cepat keluar dari kamar itu.
Setelah mencari sebentar dia menemukan kamar yang lebih
besar lagi dengan daun pintu dan jendela bercat merah. Dia
membuka jendela dan melompat masuk, menutupkan kembali
daun jendela dan memeriksa keadaan dalam kamar. Dilihatnya
seorang laki-laki berusia limapuluh tahun bertubuh tinggi kurus
sedang tidur mendengkur. Di ranjang kedua tampak dua orang
wanita juga tidur pulas. Tentu dua orang itu selir-selir
pembesar itu, pikir Cun Giok. Akan tetapi dia tidak
mempedulikan mereka dan melihat sebuah almari di sudut, dia
segera menghampiri dan membongkar pintu almari.
Dia tertegun melihat kantung-kantung berisi uang emas dan
perak memenuhi almari! Bukan main! Tentu pejabat ini amat
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 480
kaya raya dan jelas semua uang ini tidak didapatkannya dari
gajinya sebagai pejabat. Dia bukan pedagang, dari mana bisa
mendapatkan keuntungan yang begini besar?
Cun Giok mengambil sebuah kantong emas, cepat keluar
dari kamar itu. Dari taman kecil dalam gedung itu dia
melompat ke atas atap. Akan tetapi karena tergesa-gesa dan
keadaan di situ agak gelap, Cun Giok menyenggol sebuah pot
bunga sehingga bagian atas pot itu terjatuh menimbulkan suara
yang cukup berisik.
Dari atas atap, Cun Giok melompat turun ke pekarangan
dari mana dia tadi naik dan baru saja kakinya menyentuh tanah,
terdengar bentakan-bentakan banyak orang.
“Tangkap penjahat!!”
Ternyata ketika dia menyenggol pot bunga tadi telah
menarik perhatian Kui Con, putera Pembesar Kui Hok. Kui
Con, pemuda berusia duapuluh satu tahun yang juga memiliki
ilmu silat lumayan, segera berlari keluar dari kamarnya dan
memberi perintah kepada semua perajurit untuk melakukan
pengejaran. Dia dapat menduga bahwa penjahat yang
memasuki gedung ayahnya itu tentu turun ke pekarangan
samping, tempat yang paling baik bagi orang yang hendak
melarikan diri. Maka begitu Cun Giok melompat turun, Kui
Con dan duabelas orang perajurit itu mengepung dan
mengeroyoknya tanpa banyak cakap lagi. Mereka
menggunakan golok untuk menyerang Cun Giok.
Pemuda ini terkejut karena tidak mengira akan diketahui
orang dan dikeroyok, akan tetapi dia tidak merasa gentar.
Dengan mengandalkan gin-kang yang istimewa, dia dapat
mengelak dan menghindarkan diri dari semua serangan. Dia
mengambil keputusan untuk meloloskan dan melarikan diri
mengandalkan ilmunya meringankan tubuh. Akan tetapi
sebelum dia melompat untuk melarikan diri, tiba-tiba tampak
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 481
bayangan orang berkelebat begitu orang itu mencabut dan
menggerakkan pedangnya, tampak sinar hijau bergulunggulung
dan teriakan-teriakan kesakitan. Dalam segebrakan saja
dua orang pengeroyok telah roboh mandi darah!
Melihat ada seorang pemuda membantunya dan pemuda itu
ternyata amat ganas, Cun Giok terkejut. Apalagi ketika ada tiga
orang pengeroyok roboh lagi dan dia tahu bahwa mereka yang
roboh itu terluka parah dan kemungkinan besar tewas.
“Jangan bunuh orang!” teriaknya dan dia pun cepat
menggunakan gin-kang melompat jauh keluar dari kepungan
dan melarikan diri keluar dari pagar tembok gedung itu.
Pemuda itu tentu saja Tan Li Hong adanya. Dia merasa
heran mengapa orang yang ditolongnya malah melarang dia
membunuh para pengeroyok dan orang itu lalu melarikan diri
dengan gerakan yang luar biasa cepatnya. Tentu saja dia
merasa penasaran, apalagi ketika ia melihat tangan Cun Giok
membawa sekantung kain merah yang tampaknya berat.
Dari pengalamannya Li Hong dapat menduga bahwa
kantung itu tentu berisi uang emas. Ia sendiri mengunjungi
gedung Pembesar Kui Hok untuk mencuri uang dan kini
ternyata ada orang yang mendahuluinya! Karena merasa
penasaran, ia pun melompat dan mengejar pemuda yang
melarikan diri keluar dari pagar tembok gedung itu.
Terjadilah kejar-kejaran di bawah sinar bulan dan kalau ada
orang melihat mereka, tentu akan merasa heran dan mungkin
ketakutan mengira bahwa yang berkelebatan itu adalah hantuhantu
yang berkeliaran di waktu malam terang bulan. Gerakan
mereka amat cepatnya sehingga yang tampak hanya bayangan
berkelebat.
Cun Giok maklum bahwa pemuda yang menolongnya tadi
melakukan pengejaran, maka dia sengaja memperlambat
larinya dan menjaga jarak agar dia tidak meninggalkan
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 482
pengejarnya itu. Biarpun dia tidak mengenal pemuda itu,
namun pemuda itu telah membantunya tadi, maka sudah
sepatutnya kalau dia berkenalan dengannya. Setelah jauh
meninggalkan kota Cin-yang dan tiba di sebuah lapangan
terbuka yang cukup terang oleh sinar bulan, Cun Giok berhenti
berlari dan menghadapi pengejarnya itu.
Li Hong yang melakukan pengejaran menjadi semakin
penasaran. Tadi ia telah mengerahkan seluruh tenaganya
menggunakan ilmu berlari cepat untuk mengejar, namun tetap
saja ia tertinggal di belakang dalam jarak yang tidak pernah
berubah, tidak semakin dekat atau semakin jauh! Wataknya
yang keras dan tidak mau kalah itu membuat ia penasaran dan
akhirnya ia marah sekali melihat orang yang dikejarnya itu
berhenti dan berdiri menghadapinya seolah mengejeknya
karena pemuda itu tersenyum!
Setelah mereka saling berhadapan, keduanya saling
pandang dan Cun Giok merasa kagum melihat betapa pemuda
yang membantunya itu masih amat muda, tampaknya masih
remaja dan wajahnya tampan sekali. Akan tetapi pemuda itu
telah memiliki ilmu pedang yang demikian lihainya, hanya
yang membuat dia penasaran adalah melihat betapa tadi
pemuda itu memainkan pedangnya yang bersinar hijau
demikian ganasnya. Tanpa memberi ampun, pedangnya telah
merobohkan dan menewaskan banyak orang, padahal pemuda
itu tidak terlibat permusuhan langsung dengan para pengeroyok
dan hanya membantunya. Seorang pemuda yang masih muda,
amat tampan dan lihai sekali, akan tetapi juga ganas bukan
main.
Cun Giok mengangkat kedua tangan depan dada dan
berkata dengan ramah. “Sobat yang baik, terima kasih, engkau
telah membantu aku menyelamatkan diri dari kepungan para
perajurit tadi.” Dia memandang dan bertemu dengan sepasang
mata yang mencorong seperti bintang. “Kalau boleh aku
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 483
mengetahui, siapakah engkau dan di mana tempat tinggalmu?”
Wajah yang tampan itu tampak tak senang, alisnya berkerut
dan mulut itu cemberut.
“Kalau engkau merasa sudah kubantu, sepatutnya engkau
yang lebih dulu memperkenalkan nama!” katanya ketus.
Cun Giok tersenyum. Pemuda ini selain ganas, juga galak
bukan main. Akan tetapi perbuatannya menolong tadi
berlawanan dengan sikapnya yang galak.
“Baiklah, sobat. Namaku Pouw Cun Giok, seorang perantau
yang tidak mempunyai tempat tinggal tetap, ayah ibuku telah
tiada, hidup sebatang kara, guruku yang juga kakek guruku
adalah Pak-kong Lojin, bertapa di Ta-pie-san. Nah, sudah
lengkap, bukan? Sekarang bagaimana dengan engkau?”
Li Hong tetap cemberut. “Belum lengkap, engkau belum
mengatakan pekerjaanmu. Akan tetapi aku sudah tahu.
Kantung itu pasti berisi emas yang kau curi dari rumah
Pembesar Kui tadi. Engkau seorang pencuri!”
Cun Giok tersenyum lagi dan menggelengkan kepalanya.
“Bukan, aku bukan pencuri walaupun tadi aku memang benar
mencuri sedikit harta Pembesar Kui.”
“Hemm, tidak malu! Bilang bukan pencuri akan tetapi
mengaku mencuri!”
“Aku tidak berbohong, sobat. Seorang pencuri adalah orang
yang pekerjaannya mencuri. Aku bukan pencuri karena
pekerjaanku bukan mencuri. Kalau aku mengambil harta
pembesar yang korup, hal itu kulakukan hanya kalau aku
kehabisan bekal dan sisa harta itu kubagikan kepada mereka
yang miskin.”
“Hemm...... sama......” Li Hong hendak mengatakan bahwa
Cun Giok sama dengan ia yang juga melakukan hal serupa.
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 484
“Sama apa, sobat?”
“Sama saja! Engkau mencuri maka cepat serahkan kantung
itu kepadaku!”
“Eh? Mengapa harus diserahkan kepadamu? Apakah
engkau masih kerabat atau anak buah Pembesar Kui?”
“Ngawur! Siapa sudi menjadi kerabat pembesar korup jahat
macam dia? Pendeknya, berikan kantung itu kepadaku atau aku
akan menggunakan kekerasan mengambilnya darimu!”
“Wah, kalau begitu, jika kau sebut aku pencuri, maka
engkau adalah perampok! Lebih jahat lagi karena pencuri
mengambil milik orang dengan sembunyi, sebaliknya
perampok mengambil milik orang dengan kekerasan! Akan
tetapi karena maling dan perampok masih sekeluarga, baiklah
kita bagi uang ini secara kekeluargaan. Engkau akan kuberi
setengah dan yang setengahnya untuk aku. Adil, bukan?”
“Tidak adil!” kata Li Hong dengan sikap menantang. “Kita
bertanding, kalau engkau dapat menangkan aku, biarlah aku
menerima bagian setengahnya dari isi kantung itu. Akan tetapi
kalau engkau kalah, engkau harus menyerahkannya semua
kepadaku. Itu baru adil!”
Cun Giok mengerutkan alisnya, akan tetapi mulutnya
tersenyum geli. Pemuda remaja ini masih seperti seorang anakanak
yang nakal dan licik. Mau enaknya sendiri saja. Akan
tetapi rasanya percuma berdebatan dengan pemuda remaja
nakal ini, maka dia mengangguk.
“Baiklah kalau engkau menghendaki begitu. Mari kita
saling uji ilmu silat kita,” kata Cun Giok dengan tenang dan dia
lalu melepaskan buntalan pakaiannya dan kantung uang itu,
diletakkannya di bawah rumpun yang tumbuh di padang
rumput itu. Dia lalu menghadapi Li Hong dengan sikap tenang
dan mulut tersenyum.
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 485
Sikap ramah ini disalah-artikan oleh Li Hong. Ia
menganggap pemuda itu menantang dan memandang rendah
padanya, senyumnya dianggap mentertawakannya! Maka
dengan gerakan sigap dan marah, ia menanggalkan pula
buntalan pakaiannya dari punggung, lalu menghadapi Cun
Giok.
“Nah, aku sudah siap, mulai dan seranglah!” ia membentak.
Cun Giok menggelengkan kepalanya. “Tidak, engkau yang
menantang, maka engkaulah yang mulai.”
“Sambut ini, haiiiitttt......!” Li Hong menerjang dengan
serangan dahsyat. Ia menggunakan jurus Tok-liong-ta-bu
(Naga Beracun Menerobos Kabut), tangan kirinya membentuk
cakar mencengkeram ke arah muka Cun Giok dan ini
merupakan gerakan pancingan karena serangan intinya
merupakan pukulan ke arah ulu hati lawan! Serangan ini
dahsyat karena dilakukan dengan pengerahan sin-kang.
Agaknya Li Hong ingin memperoleh kemenangan dengan
cepat maka begitu menyerang ia menggunakan jurus yang
berbahaya.
Akan tetapi ia terkejut sekali ketika tiba-tiba lawannya
lenyap dari depannya sehingga serangan pertamanya itu gagal
sama sekali. Dengan cepat ia memutar tubuhnya karena
mendengar ada gerakan di belakangnya. Ketika memutar
tubuh, Li Hong menggunakan jurus Tok-liong-pai-bwe (Naga
Beracun Sabetkan Ekor). Tubuh yang membalik itu didahului
kaki kanan mencuat dan menendang ke arah perut lawan,
disusul dua tangan membentuk cakar yang siap untuk
menyusulkan serangan.
Akan tetapi kembali Cun Giok mengelak dengan kecepatan
yang membuat tubuhnya seolah menghilang. Li Hong semakin
penasaran dan ia terus menyerang dengan ilmu silat Hek-tok
Tong-sim-ciang (Tangan Racun Hitam Getarkan Jantung).
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 486
Kedua tangannya menyambar-nyambar dan mengeluarkan
bunyi berciutan dan ada semacam uap hitam mengepul di
sekitar kedua tangannya.
Cun Giok berseru kaget karena dia mengenal ilmu pukulan
yang mengandung hawa beracun. Dia maklum bahwa sekali
terkena pukulan seperti itu, dia akan menderita luka beracun
parah. Maka dia cepat menambah gin-kangnya dan bersilat
Ngo-heng-kun yang memiliki gerakan berubah-ubah dan
karena ginkangnya tinggi maka gerakannya cepat sekali, sesuai
dengan julukannya Si Tanpa Bayangan!
Karena jauh menang dalam hal kecepatan gerakan, maka
Cun Giok dapat menghindarkan semua serangan lawan dengan
baik, dan setelah lewat belasan jurus, dia menepuk punggung
Li Hong lalu melompat menjauhi lawan.
“Sobat, kita hanya menguji ilmu silat, mengapa engkau
begini tega menyerang untuk membunuh aku?” Cun Giok
menegur.
Wajah Li Hong berubah merah. Bagaimanapun iuga, ia
harus mengaku kalah, karena kalau pemuda itu tadi berniat
buruk, tentu punggungnya bukan sekedar ditepuk, melainkan
ditotok atau bahkan dipukul yang dapat mengakibatkan
kematian. Perasaan malu karena jelas ia dikalahkan itu
akhirnya membuat ia marah.
“Srattt!” Pedang bersinar hijau dicabutnya dan sambil
melintangkan pedang di depan dada ia berkata.
“Pouw Cun Giok! Aku memang kalah bertanding tangan
kosong denganmu, akan tetapi coba, apakah engkau mampu
menandingi pedangku!”
“Sobat, di antara kita tidak ada permusuhan apa pun,
mengapa kita harus bertanding, apalagi menggunakan senjata?
Apakah engkau ingin membunuhku? Kalau benar engkau
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 487
begitu membenciku dan ingin membunuhku, jelaskan dulu
mengapa engkau demikian membenciku. Apa kesalahanku
kepadamu?”
“Siapa membencimu? Siapa ingin membunuhmu? Kita
bertanding untuk menentukan siapa menang siapa kalah, siapa
berhak memiliki kantung uang itu!”
“Sudahlah, biar aku mengaku kalah!” kata Cun Giok karena
tentu saja dia tidak ingin melayani pemuda yang aneh dan liar
ini, apalagi pemuda itu tadi sudah menolongnya.
“Kalau engkau mengaku kalah, engkau harus menyerahkan
semua uang dalam kantung itu sesuai perjanjian!”
Cun Giok mendongkol juga. Pemuda remaja ini sungguh
keterlaluan, berwatak nakal dan licik sekali, ataukah memang
tidak tahu malu? Sudah jelas dia mengalah, akan tetapi dia
tidak tahu diri dan hendak minta semua uang dalam kantung
yang tadi diambilnya dari kamar Pembesar Kui! Dia sendiri
sungguh kehabisan bekal dan dia malas untuk mencuri lagi
karena sesungguhnya kalau tidak terpaksa, dia pun malu
kepada diri sendiri harus mencuri, sungguhpun yang
diambilnya itu uang pejabat yang korup.
“Sobat yang baik, marilah kita bersahabat dan berbaikan.
Biar kita bagi dua uang ini sebagai tanda persahabatan kita.”
“Ah, mana bisa begitu? Kalau aku menerima setengahnya,
berarti aku kalah darimu sesuai dengan perjanjian tadi. Padahal
aku belum kalah, buktinya engkau tidak berani melayani aku
bertanding pedang! Kalau engkau mengaku kalah, harus
kauberikan semua uang itu!”
Cun Giok merasa semakin penasaran dan mendongkol.
Anak ini perlu diberi pelajaran, pikirnya, agar tidak berwatak
congkak, sombong, keras dan liar seperti itu. Dia lalu
menghunus pedangnya perlahan-lahan sambil menghela napas
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 488
dan berkata, “Baiklah, kalau itu yang kau kehendaki. Mari kita
bermain-main pedang sebentar.”
Li Hong memang memiliki watak yang sukar untuk
mengalah. Ia kasar, keras dan ugal-ugalan, akan tetapi
sesungguhnya sama sekali tidak sombong. Ia hanya ingin
menonjol dan diakui kehebatannya, sukar untuk menerima
kekalahan karena memang nyatanya jarang ia mengalami
kekalahan dalam perkelahian. Melihat Cun Giok mencabut
pedang yang bersinar emas berkilauan itu, ia tak mampu
menahan diri dan berseru kagum.
“Pokiam (pedang pusaka) yang hebat......!”
Cun Giok berkata, “Pedangmu juga hebat, sayang
mengandung racun yang ganas!”
“Hemm, ingin kulihat apakah pedang sinar emas di
tanganmu mampu menandingi pedangku!” kata Li Hong lalu
disambutnya dengan bentakan nyaring, “Sambut pedangku,
syaaaaattt......!!”
Sinar hijau menyambar dan Cun Ciok cepat mengelak.
Kembali dia mengandalkan gin-kangnya untuk menghindarkan
diri dari serangan Li Hong. Dia memang tidak ingin melukai
pemuda itu maka sampai belasan jurus Li Hong menyerangnya,
dia hanya mengelak saja dan tidak pernah membalas. Setelah
serangannya yang bertubi-tubi itu tidak pernah berhasil, Li
Hong menjadi semakin penasaran dan ia mempercepat gerakan
pedangnya sehingga yang tampak hanya sinar hijau bergulunggulung
dan menyambar-nyambar.
Saking dahsyatnya Li Hong menyerang, Cun Giok tidak
bisa lagi hanya mengandalkan pengelakan karena hal itu lamalama
dapat membahayakan dirinya. Dia tahu bahwa sekali saja
terkena sabetan pedang sinar hijau yang beracun itu, dia akan
celaka. Mulailah dia menggerakkan pedangnya untuk
menangkis.
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 489
@_Alysa^DewiKZ_@
Bab 3. Akhir Pembagian Harta Curian!
“Tranggg......!” Bunga api berpijar menyilaukan mata
ketika dua pedang pusaka bertemu dan Li Hong merasa betapa
tangannya yang memegang pedang tergetar hebat. Diam-diam
ia terkejut dan harus mengakui bahwa “maling” itu bukanlah
maling biasa, melainkan orang yang memiliki ilmu kepandaian
tinggi. Ia kalah dalam gin-kang (ilmu meringankan tubuh), juga
kalah dalam sin-kang (tenaga sakti). Akan tetapi dasar orang
yang tidak pernah mau mengaku kalah, Li Hong bahkan
menyerang lebih nekat lagi!
Cun Giok merasa serba salah. Kalau pemuda remaja ini
tidak dia kalahkan, dia sendiri yang terancam bahaya. Memang
pemuda remaja yang angkuh dan nekat ini perlu diberi
pelajaran, akan tetapi dia harus mengakui bahwa tidak mudah
mengalahkan pemuda itu tanpa melukainya. Dia mulai
mengerahkan ginkangnya lagi, berkelebatan dan berputaran
sehingga Li Hong merasa pening.
Li Hong merasa penasaran dan marah. Ia memegang
pedang Ban-tok-kiam (Pedang Selaksa Racun) yang ampuh
dan telah mengerahkan seluruh tenaga dan ilmu pedangnya.
Namun ia sama sekali tidak mampu mendesak lawannya.
Bahkan setiap kali pedangnya bertemu pedang lawan yang
bersinar keemasan, ia selalu merasa tangannya tergetar hebat.
Tiba-tiba setelah berpusingan di sekeliling tubuh lawan dan
membuat pemuda remaja itu pening, Cun Giok mengeluarkan
bentakan nyaring melengking diikuti seruan Li Hong karena
tiba-tiba pedangnya yang melekat pada pedang lawan terbetot
dan sikunya tertotok tangan kiri Cun Giok sehingga mau tidak
mau ia terpaksa melepaskan pedangnya yang terampas lawan!
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 490
Cun Giok melompat ke belakang dan ketika mereka berdiri
berhadapan, Li Hong melihat pemuda lawannya itu memegang
pedangnya dengan tangan kiri, akan tetapi baju di bagian dada
lawannya itu terobek melintang cukup panjang.
“Maafkan aku, sobat, terpaksa aku merampas pedangmu,
akan tetapi aku mengaku kalah karena engkau telah berhasil
merobek bajuku. Kalau engkau jahat, tentu kulit dadaku yang
terobek. Aku mengaku kalah dan mari, terimalah kantung uang
ini karena engkau yang menang.”
Cun Giok melemparkan pedang Ban-tok-kiam dan kantung
uang kepada Li Hong yang diterimanya dengan sikap masih
tertegun heran. Li Hong tidak merasa telah merobek baju
lawan! Akan tetapi karena kenyataannya baju itu robek, maka
ia menerima kemenangan yang diakui oleh lawannya itu.
“Huh, aku pun tidak ingin merampok uangmu! Ilmu
pedangmu hebat dan aku tidak pernah merasa menang, maka
sudah sepatutnya kalau kita bagi saja isi kantung ini seorang
separuh. Engkau yang membaginya!” Berkata demikian, Li
Hong melemparkan kantung itu kepada Cun Giok dan diterima
oleh pemuda itu.
Sementara itu, malam telah bergulir ke menjelang pagi dan
matahari yang belum tampak sudah mengirim sinarnya yang
mulai mengusir kegelapan malam.
Cun Giok setelah menyimpan pedangnya dan menerima
kantung uang itu, lalu mengambil tempat duduk di atas
sebongkah batu.
“Silakan duduk, sobat, kita membagi uang ini sambil
bercakap-cakap,” katanya.
Li Hong tidak menjawab, akan tetapi ia lalu duduk di atas
sebuah batu sejauh dua tombak dari Cun Giok. Ia mulai
memperhatikan pemuda itu dan diterangi sinar matahari yang
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 491
kuning keemasan, ia dapat melihat jelas wajah pemuda itu. Ia
mengamatinya baik-baik selagi Cun Giok mengeluarkan uang
dari kantung dan mulai membagi dua.
Seorang pemuda yang berwajah tampan dan sinar matanya
lembut, mulutnya yang selalu mengembangkan senyum itu
membuat wajah itu tampak sabar dan penuh pengertian.
Sikapnya lembut namun menyembunyikan kegagahan. Pemuda
yang usianya sekitar duapuluh dua tahun itu berpakaian
sederhana dan tampaknya lembut, namun Li Hong maklum
benar betapa lihainya pemuda yang bernama Pouw Cun Giok
itu.
Diam-diam ia merasa kagum bukan main, karena selama
hidupnya baru sekali ini ia bertemu dengan seorang pemuda
yang sikapnya demikian sederhana, sama sekali tidak
menyombongkan kepandaiannya. Selama ini ia hanya melihat
pemuda-pemuda yang merasa diri pintar sendiri, gagah sendiri,
kaya sendiri. Mereka itu biasanya menyombongkan
kepandaiannya atau kegagahannya, atau juga menyombongkan
kekayaannya atau kedudukan ayahnya. Akan tetapi pemuda
yang mengaku bernama Pouw Cun Giok ini, yang memiliki
tingkat kepandaian di atas tingkatnya sendiri, sama sekali tidak
menyombongkan kepandaiannya, bahkan tadi dia sengaja
mengalah sampai dua kali. Li Hong menyadari benar bahwa
kalau pemuda itu menghendaki, ia pasti akan dapat
dikalahkannya, baik dalam adu silat tangan kosong maupun
silat pedang.
“Nah, ini bagianmu, sobat,” kata Cun Giok setelah
membagi rata uang dalam kantung menjadi dua tumpukan.
“Engkau boleh menggunakan kantung ini.” Dia melemparkan
kantung kosong itu kepada Li Hong.
Li Hong menerima kantung kosong itu, lalu bangkit berdiri
dan menghampiri tumpukan uang di depan Cun Giok. Tanpa
bicara ia lalu memasukkan...... semua uang itu, yang dua
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 492
tumpuk itu, ke dalam kantung!
Cun Giok memandang dengan mata terbelalak heran, akan
tetapi mulutnya tetap tersenyum karena dia menganggap
pemuda remaja itu bertindak aneh dan juga lucu. Apalagi
maunya sekarang, pikirnya sambil melihat betapa uang itu
akhirnya kembali ke dalam kantung. Akhirnya karena ingin
sekali tahu apa kehendak pemuda remaja yang aneh itu, Cun
Giok bertanya.
“Sobat, mengapa engkau memasukkan semua uang kembali
ke dalam kantung? Apakah engkau ingin memiliki semuanya?”
“Tidak! Semua isi kantung ini terlampau banyak bagiku!”
“Kalau begitu, ambil saja separuhnya.”
“Separuh juga masih terlalu banyak bagiku, bahkan
sepersepuluh masih terlalu banyak. Aku hanya butuh sedikit
untuk bekal perjalanan. Uang sekian banyaknya hanya cocok
untuk seorang pemuda yang suka menghambur-hamburkan
uang, royal-royalan. Apakah engkau ingin memilikinya semua
untuk dihambur-hamburkan mencari kesenangan?”
Cun Giok menggelengkan kepaianya. “Tidak, aku sama
dengan engkau, sobat. Aku hanya butuh sedikit karena uang
bekalku habis, aku butuh untuk membeli makan dan untuk
membayar penginapan.”
“Hem, kalau begitu, mengapa engkau mengambil uang
begini banyak? Jangan mencoba untuk membohongiku!”
“Aku tidak berbohong. Biasanya kalau kehabisan bekal,
aku memang mengambil uang dari para pembesar jahat dan
korup atau hartawan pemeras yang pelit, agak banyak yang
kuambil dan sebagian besar kubagi-bagikan kepada rakyat
miskin yang membutuhkannya.”
“Dibagi-bagikan? Bukankah dengan demikian akan
ketahuan dan mereka yang menerima bagian dapat dituduh
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 493
penadah dan dituntut?”
“Tidak, aku membagi-bagikan dengan cara melempar uang
ke dalam rumah penduduk miskin di waktu malam sehingga
tidak ada yang mengetahuinya, bahkan pemilik rumah juga
tidak tahu.”
“Wah, menarik itu! Pouw Cun Giok, mari kita lakukan
pembagian uang itu bersama. Ingin aku melihat dan meniru
perbuatanmu itu!”
Cun Giok mengerutkan alisnya. “Aku biasa melakukannya
di waktu malam.”
“Hemm, apa salahnya dilakukan di waktu siang? Kalau kita
melemparkan uang dengan cepat, siapa akan melihatnya? Pula,
kalau siang kita tidak akan salah pilih, kita dapat mengetahui
jelas keadaan rumah tangga orang itu. Hayolah, kita mulai dari
dusun terdepan.”
“Nanti dulu, sobat. Engkau sudah mengetahui namaku,
akan tetapi aku belum tahu siapa engkau? Kalau kita mau
bekerja sama dan menjadi sahabat, sudah sepatutnya aku
mengetahui namamu, bukan?”
“Huh, kukira engkau tidak peduli akan namaku! Engkau
mau tahu? Namaku Tan Li Hong, aku juga pemuda perantau
seperti engkau. Orang tuaku tinggal jauh dari sini. Nah
cukupkah?”
Cun Giok menggelengkan kepalanya. “Belum cukup.
Engkau adalah seorang pemuda remaja biarpun kepandaianmu
sudah amat tinggi, maka tidak pantas kalau setelah menjadi
sahabatku engkau menyebut namaku begitu saja. Aku akan
menyebutmu Hong-te (Adik laki-laki Hong) dan sudah
sepatutnya pula engkau yang baru belasan tahun ini menyebut
aku twako (kakak laki-laki).”
Sebetulnya Cun Giok tidak ingin sekali disebut twako, akan
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 494
tetapi dia hendak mengajarkan sopan santun kepada pemuda
remaja liar ini. Dia merasa sayang bahwa seorang pemuda yang
memiliki ilmu silat sedemikian tingginya berwatak liar dan
ugal-ugalan, juga tidak tahu sopan santun.
Mendengar ucapan Cun Giok, Li Hong tersenyum dan Cun
Giok tertegun. Bukan main tampan dan manisnya pemuda itu
kalau tersenyum. Kalau saja pemuda itu lebih banyak
tersenyum daripada cemberut dan marah-marah, tentu semua
orang akan tertarik dan senang bergaul dengannya.
“Baiklah, Twako. Asalkan engkau setelah kusebut kakak
tidak lantas main perintah kepadaku.”
Cun Giok tidak bertanya lebih jauh tentang diri sahabat
barunya itu. Orang yang wataknya aneh itu kalau banyak
ditanya, mungkin saja akan menjadi curiga dan marah. Mereka
lalu berjalan menuju ke sebuah dusun yang sudah tampak dari
situ. Li Hong membawa kantung uang itu setelah memasukkan
lagi setengah bagian isi kantung ke dalam kantung kembali.
Uang dalam kantung itu mereka bagi-bagikan tanpa yang
diberi mengetahui. Mereka menggunakan kepandaian mereka,
melempar uang tanpa diketahui orang ke atas meja dalam
rumah penduduk yang miskin. Mereka melanjutkan perjalanan
dan melakukan hal sama di dusun berikutnya. Akhirnya uang
sekantung itu habis dibagi-bagikan kepada para penduduk
miskin di tiga buah dusun.
Biarpun yang diberikan kepada setiap rumah hanya
sepotong uang, namun karena uang itu emas, tentu saja bagi
penduduk dusun sudah merupakan harta yang cukup besar dan
tidak akan habis untuk biaya makan selama beberapa bulan!
Yang bijaksana menggunakan “modal” uang emas itu untuk
berdagang apa saja sehingga uang itu dapat mendatangkan
keuntungan.
Menarik sekali kalau melihat bermacam-macam sikap dan
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 495
perbuatan orang-orang yang menerima “rejeki” ini. Ada orang
yang merasa senang pada mulanya akan tetapi lalu merasa
menyesal mendengar betapa para tetangganya juga menerima
rejeki itu, menyesalkan mengapa semua uang itu tidak
diberikan saja semua kepadanya. Yang bersikap begini adalah
orang-orang yang angkara murka.
Ada pula orang yang mabok kesenangan mendapatkan uang
emas itu dan dia menggunakan uang itu untuk bersenangsenang
dan menghamburkannya sehingga dalam beberapa hari
saja uang itu habis karena dia hanya bersenang-senang dan
tidak mau bekerja. Ia adalah orang-orang yang malas dan
menjadi hamba dari nafsu-nafsunya sendiri. Akan tetapi
mereka yang bijaksana dengan hati-hati dan rajin lalu
mempergunakan uang emas itu untuk modal berdagang.
Setelah uang hasil curian itu dibagi-bagikan dan
ditinggalkan sedikit sekadar untuk dijadikan bekal perjalanan
mereka, Cun Giok dan Li Hong berhenti berjalan dan mengaso
di luar sebuah dusun, di tepi sebuah anak sungai. Hari telah
sore dan sehari tadi mereka berkeliling ke dalam tiga buah
dusun.
Mereka duduk di atas batu-batu di tepi sungai dan mereka
membuka bungkusan makanan yang mereka beli di dusun
terakhir. Mereka lalu makan roti gandum dan daging kering
dan minum air anak sungai itu yang jernih sekali karena air itu
bersumber di bukit depan, melewati hutan dan mengalir sampai
di situ menjadi anak sungal kecil. Air itu masih jernih dan
bersih. Air sungai baru menjadi kotor setelah melewati tempat
tinggal manusia karena para penduduk dusun maupun kota
selalu membuang segala macam kotoran dan sampah ke dalam
sungai.
Setelah makan dan minum, Li Hong merasa nyaman dan
segar. Perasaannya juga terasa gembira. Belum pernah ia
merasakan kegembiraan seperti saat itu, saat penuh kenangan
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 496
akan wajah orang-orang yang menemukan uang emas di dalam
rumahnya. Wajah-wajah yang bergembira dan bahagia. Baru
sekarang ia merasakan betapa kebahagiaan orang lain yang
disebabkan perbuatannya membuat ia merasa senang sekali!
“Aih, Pouw-twako (Kakak Pouw), Sungguh menyenangkan
sekali melakukan perkerjaan seperti tadi! Ah, aku akan
melakukan terus, akan kuhabiskan harta para pembesar korup
dan hartawan pemeras dan kubagi-bagikan kepada semua
orang melarat agar harta itu dibagi rata, tidak ada lagi yang
terlalu kaya dan tidak ada lagi yang miskin!” kata Li Hong
dengan suara penuh semangat. “Kalau sudah tidak ada lagi
bangsawan dan hartawan yang kaya raya dan harta itu dibagi
rata, kehidupan akan menjadi lebih baik.”
Cun Giok tersenyum. “Hong-te, bukan begitu caranya
untuk menyejahterakan rakyat kecil yang miskin. Perbuatanmu
itu akan mendatangkan kekacauan dan akan ditiru oleh mereka
yang memiliki kepandaian. Akan menimbulkan hukum rimba,
siapa kuat dia menang dan memiliki segalanya dan akibatnya
terjadi pula ketidakadilan yang lebih parah bagi rakyat.
Kehidupan ini membutuhkan uang, dan uang harus diusahakan,
diputar agar mendatangkan keuntungan. Modal hanya didapat
dari si kaya. Akan tetapi modal saja tanpa tenaga kerja juga
tidak akan dapat berjalan. Tenaga kerja dimiliki oleh si miskin.
Karena itu haruslah ada kerja sama antara si kaya yang
bermodal dan si miskin yang menjadi tenaga kerja. Barulah
roda perdagangan dapat berjalan, lancar, mendatangkan
keuntungan untuk menghidupi seluruh rakyat.”
“Akan tetapi, biasanya si kaya itu memeras tenaga para
pekerjanya, Twako. Mereka hanya mementingkan diri sendiri,
melipat gandakan kekayaan mereka dengan memeras keringat
para pekerjanya yang miskin.”
“Aku tahu, Hong-te. Aku melihat betapa si kaya memeras
tenaga si miskin dan bekerja sama dengan pembesar sehingga
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 497
kedudukan mereka terlindungi. Akibatnya para pekerja
menjadi malas dan tidak jujur. Semestinya, si kaya yang
bermodal haruslah membagi keuntungan kepada para
pekerjanya sehingga para pekerjanya mendapatkan penghasilan
yang layak. Dengan begini, para pekerja itu pasti akan bekerja
dengan rajin dan setia karena pekerjaannya itu menjamin
mereka sekeluarga hidup layak. Keadaan yang seimbang ini
haruslah ditangani dan diatur oleh pemerintah sehingga kedua
pihak tidak akan bertindak sewenang-wenang dan keadaan
menjadi tertib. Kedua pihak haruslah jujur dan terbuka, tidak
saling menipu atau mencari keuntungan diri pribadi.”
“Akan tetapi bagaimana kalau para pembesar masih
melakukan tindakan sewenang-wenang mengandalkan
kekuasaan mereka, mengadakan kerja sama dan melindungi
para hartawan sehingga kembali mereka melakukan pemerasan
terhadap rakyat jelata?”
“Memang itulah yang menjadi sumber persoalan dan
ketidak-adilan. Pemerintah harus memiliki pejabat, dari yang
tertinggi sampai yang terendah, yang jujur dan setia sehingga
tidak terjadi penyelewengan kekuasaan. Dengan demikian,
negara akan menjadi kuat, pemasukan pendapatan juga dapat
besar melalui para pedagang dan pengusaha, kehidupan rakyat
kecil yang menjadi pekerja dapat terjamin kesejahteraannya.
Kalau sudah begitu, rakyat pasti akan hidup tenteram dan
menaati semua peraturan yang dikeluarkan oleh pemerintah
karena semua aparat pemerintah berwibawa karena kejujuran
dan keadilannya.”
“Wah, Pouw-twako, apakah pemerintahan yang didirikan
oleh kaum penjajah akan dapat mengatur seperti itu?” tanya Li
Hong ragu.
Cun Giok menggerakkan kedua pundaknya. “Aku tidak
tahu. Akan tetapi kalau mereka mau melakukan itu, bukan
hanya rakyat yang sejahtera, juga para pejabat menjadi senang
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 498
karena ditaati dan dihormati semua warga negara.”
“Wah, sudah hampir gelap lagi, Twako. Di mana kita
bermalam nanti malam?”
“Kalau tidak salah, sekitar lima mil dari sini terdapat
sebuah kota. Kita dapat mencari rumah penginapan di sana,
dan tentu akan dapat membeli makanan yang lebih enak
daripada yang kita makan tadi. Mari kita melanjutkan
perjalanan.”
Li Hong bangkit berdiri dan kini dara yang menyamar
sebagai pemuda ini semakin percaya dan kagum kepada Cun
Giok. Dengan mengerahkan ilmu berlari cepat, sebelum gelap
mereka telah memasuki sebuah kota kecil yang cukup ramai,
walaupun tidak banyak dikunjungi orang luar kota. Sebuah
rumah penginapan merangkap rumah makan berada di pusat
kota dan mereka lalu memasuki rumah penginapan itu untuk
menyewa kamar. Seorang pelayan setengah tua menyambut
mereka dengan ramah.
“Selamat malam, Ji-wi Kongcu (Tuan Muda Berdua),
apakah Ji-wi hendak menyewa sebuah kamar?”
“Bukan sebuah, melainkan dua buah kamar,” kata Li Hong
cepat sebelum Cun Giok menjawab.
Cun Giok merasa heran, akan tetapi karena Li Hong
memang berwatak aneh, dia pun diam saja, khawatir sahabat
baru itu menjadi marah.
“Dua buah kamar? Baik, silakan Ji-wi mengikuti saya.”
Pelayan itu mengajak mereka masuk dan ternyata hanya
ada beberapa orang tamu saja di rumah penginapan itu. Mereka
mendapatkan dua buah kamar yang berdampingan dan setelah
pelayan meninggalkan mereka, baru Cun Giok bertanya kepada
sahabat barunya itu.
“Hong-te, kita hanya berdua, menyewa sebuah kamar pun
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 499
cukup. Mengapa engkau minta dua buah kamar?”
“Aku mempunyai kebiasaan tidur seorang diri, Twako.
Kalau ada orang lain dalam kamar tidurku, aku tidak akan
dapat tidur pulas semalam suntuk.”
Cun Giok mengangguk dapat mengerti. Tidak terlalu
mengherankan kebiasaan ganjil itu bagi seorang pemuda aneh
seperti Tan Li Hong!
Mereka memasuki kamar masing-masing, mandi dan
berganti pakaian. Setelah itu, keduanya bertemu pula di luar
kamar dan Li Hong memberi isyarat dengan jari telunjuk di
depan mulut dan tangan yang lain menggapai.
Cun Giok merasa heran, akan tetapi dia mengerti isyarat itu
dan mengikuti Li Hong memasuki kamarnya. Setelah berada
dalam kamar Li Hong mendekati dinding yang menyambung
ke kamar lain dan menempelkan daun telinganya pada dinding
sambil memberi isyarat kepada Cun Giok untuk meniru
perbuatannya. Cun Giok merasa semakin heran. Dia merasa
tidak pantas untuk mencuri dengar percakapan orang di sebuah
kamar lain. Akan tetapi melihat wajah Li Hong yang
bersungguh-sungguh, dia tertarik juga lalu menempelkan daun
telinganya ke dinding sambil mengerahkan pendengarannya.
Terdengar suara wanita, suaranya serak seperti tangis
namun mengandung getaran kuat. “Yakin benarkah engkau
bahwa peta itu berada padanya?”
“Saya yakin, Subo (Ibu Guru)? Peta itu tadinya dimiliki
ayahnya. Setelah ayah ibunya tewas, saya tidak dapat
menemukan peta itu pada mereka, juga seluruh rumah mereka
digeledah namun peta itu tidak ada. Jelaslah bahwa peta itu
berada di tangan puteri mereka itu,” terdengar suara seorang
laki-laki menjawab.
@_Alysa^DewiKZ_@
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 500
Jilid 16
Bab 1. Rencana Busuk Panglima Mongol
“Hemm, bagus! Di mana ia sekarang berada?” tanya suara
wanita.
“Di kuil tua yang berada di dalam hutan sebelah timur kota
ini.”
“Ih, mengapa tidak kau tangkap saja?”
“Subo, ia memiliki kepandaian tinggi, saya khawatir ia
akan lolos lagi kalau saya sergap. Akan tetapi saya yakin
sekarang ia masih berada di sana karena saya telah menyuruh
seorang pembantu melakukan pengintaian.”
“Kalau begitu, kita tangkap ia sekarang?”
“Jangan malam ini, Subo. Udara mendung dan gelap, dan ia
memiliki ginkang yang hebat. Besar kemungkinan ia lolos lagi
kalau kita sergap malam ini. Lebih baik besok pagi-pagi, kita
sergap dan Subo bantu menangkapnya, pasti ia tidak akan
dapat lolos.”
“Bagaimana kalau peta itu tidak berada padanya?”
“Kalau tidak ia bawa, tentu ia sembunyikan di suatu tempat.
Saya akan menggunakan cara yang paling mengerikan untuk
memaksa ia mengaku!”
“Hemm, cara bagaimana?”
Terdengar suara laki-laki itu bisik-bisik dan tidak dapat
didengar lagi oleh dua orang yang mencuri dengar dari kamar
Li Hong itu. Li Hong memberi isyarat kepada Cun Giok untuk
keluar dari kamarnya. Setelah menutup pintu kamar, ia
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 501
mengajak Cun Giok memasuki kamar pemuda itu.
“Kita harus menolong orang yang hendak mereka tangkap
besok pagi!” katanya lirih.
“Ah, Hong-te, mengapa engkau hendak mencampuri urusan
mereka? Apakah engkau mengenal dua orang yang bicara tadi
dan apakah engkau juga mengenal orang yang hendak mereka
tangkap besok?”
“Aku mengenal suara laki-laki tadi. Dia pasti Panglima
Mongol yang lihai dan jahat itu, yang bernama Kim Bayan.
Suara wanita itu tidak kukenal. Akan tetapi aku mengenal baik
siapa yang hendak mereka tangkap karena tadi sebelum aku
memberitahu padamu, aku telah mendengar mereka menyebut
nama orang itu. Aku berhutang budi kepada gadis itu yang
pernah menyembuhkan muka guruku yang tadinya cacat.”
Cun Giok membelalakkan kedua matanya. Tentu saja dia
terkejut sekali mendengar itu dan segera dia dapat menduga
siapa adanya gadis yang dimaksudkan itu. Akan tetapi dia
menahan ketegangan hatinya dan bertanya, agar mendapatkan
kepastian.
“Hong-te, siapakah gadis itu?”
“Namanya Liu Ceng Ceng.”'
“Ah, aku mengenalnya, Hong-te?”
“Engkau mengenalnya?” Li Hong menatap wajah Cun Giok
dengan tajam penuh selidik.
“Ya, ia seorang gadis yang lihai dan dikenal sebagai Pekeng
Sianli (Dewi Bayangan Putih), selain lihai ilmu silatnya, ia
pun ahli pengobatan murid Im Yang Yok-sian, cantik jelita dan
menarik, terutama lemah lembut sekali.” Cun Giok mengenang
karena sesungguhnya, sejak pertemuan pertama dia sudah jatuh
cinta kepada Ceng Ceng.
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 502
“Huh, begitu? Engkau suka dan tergila-gila kepada gadis
yang lemah lembut, Twako?”
Cun Giok merasa heran melihat raut wajah Li Hong tampak
marah dan senyumnya mengejek. Pemuda itu cemburu,
pikirnya. Tentu Li Hong telah jatuh cinta kepada Ceng Ceng
dan kini mendengar dia memuji Ceng Ceng, dia menjadi
cemburu!
“Ah, bukan begitu, Hong-te. Aku hanya mengatakan yang
sebenarnya.”
“Apakah engkau mengenal baik gadis itu?”
“Mengenal baik sekali memang tidak,” Cun Giok berkata
untuk meredakan kecemburuan Li Hong. “Akan tetapi kami
berdua pernah melakukan perjalanan ke Pulau Ular untuk
memintakan obat penawar pukulan beracun Hek-tok Tong-simciang
yang diderita Ketua Hoa-san-pai.”
Kini Li Hong yang terkejut. Matanya terbelalak
memandang pemuda itu. “Ah, jadi engkaukah pemuda yang
bersama Ceng Ceng berkunjung ke Pulau Ular seperti
diceritakan Subo kepadaku itu? Subo tidak menyebutkan
namamu maka aku tidak tahu bahwa engkaulah pemuda itu!”
Cun Giok mengerutkan alisnya. Inikah murid Ban-tok
Niocu yang mewakili gurunya membunuh Im Yang Yok-sian
dan melukai Goat-liang Sanjin dengan pukulan beracun?
Ketika itu, Ban-tok Niocu tidak mengatakan siapa muridnya,
laki-laki ataukah wanita. Demikian seingatnya. Ketika
mengetahui bahwa pemuda ini yang melakukan kekejaman itu,
Cun Giok menjadi penasaran sekali.
“Dan engkau adalah murid Ban-tok Niocu yang telah
dengan kejam membunuh Im Yang Yok-sian dan melukai
Goat-liang Sanjin?”
Muka Li Hong menjadi kemerahan, akan tetapi mulutnya
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 503
cemberut.
“Aku hanya menaati perintah Subo. Aku menyesal sekali
dan aku sudah minta maaf kepada Ceng Ceng atas kematian Im
Yang Yok-sian dan aku juga akan pergi ke Hoa-san minta maaf
kepada Goat-liang Sanjin. Maka, untuk membuktikan
penyesalanku, sekarang aku harus pergi mencari Ceng Ceng
dan membantunya menghadapi rencana kejahatan Panglima
Kim Bayan yang hendak menangkapnya. Atau, aku akan serbu
saja kamar sebelah dan kubunuh dua orang itu!”
“Ssstt, jangan gegabah begitu, Hong-te! Panglima itu pasti
lihai dan mendengar suaranya, wanita yang berada di kamar itu
juga bukan orang biasa. Dari getaran suaranya aku dapat
menangkap tenaga sakti yang amat berwibawa seperti
mengandung kekuatan sihir. Selain itu, kalau engkau
menyerang mereka di sini, pasti akan menimbulkan keributan
dan pasukan penjaga akan berdatangan sehingga berbahaya
sekali.”
“Aku tidak takut!”
“Aku percaya engkau tidak takut, akan tetapi semua
tindakan harus diperhitungkan lebih dulu. Apa artinya engkau
mengamuk kalau hasilnya masih amat diragukan, bahkan akan
membahayakan keselamatan dirimu sendiri? Keberanian bukan
berarti kenekatan yang konyol.”
Li Hong mengangguk-angguk. Boleh jadi ia seorang yang
keras dan nekat, akan tetapi ia pun bukan seorang bodoh dan ia
mengerti bahwa ucapan Cun Giok tadi memang benar.
“Kalau begitu, sekarang aku akan pergi mencari Ceng
Ceng!” katanya.
“Hong-te, untuk apa malam-malam gelap begini
mencarinya? Lebih baik besok pagi kita mencari ke sana dan
kita membantunya apabila ia benar-benar hendak ditangkap.
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 504
Sekarang, sebaiknya kita mengaso dulu, mengumpulkan tenaga
karena mungkin besok pagi kita membutuhkan kesegaran
untuk menghadapi lawan-lawan berat.”
Setelah berkata demikian, Cun Giok memasuki kamarnya
tanpa menengok karena dia yakin sahabat barunya itu pun akan
pergi tidur. Dia mulai merasa terganggu dengan pikiran dan
pendapat-pendapat Li Hong yang dianggapnya liar dan nekat
tanpa perhitungan itu. Akan tetapi dia pun merasa kasihan
kepada Li Hong, seorang pemuda remaja yang agaknya
memerlukan bimbingan dan nasihat, karena kalau tidak,
akhirnya dia akan tertimpa mala petaka oleh ulahnya sendiri.
@_Alysa^DewiKZ_@
Pagi-pagi sekali, Cun Giok terbangun oleh suara ayam
jantan berkeruyuk. Dia agak gelagapan karena merasa
kesiangan. Semalam dia hampir tidak dapat pulas karena
pikirannya terus membayangkan Ceng Ceng yang terancam
bahaya. Bahkan terbawa dalam mimpi dia melihat Ceng Ceng
tertawan dan diseret-seret banyak perajurit dan dia
menolongnya.
Selain teringat dan mengkhawatirkan gadis itu, dia juga
masih heran memikirkan Li Hong. Sungguh hal yang amat
kebetulan dan tidak pernah disangkanya sama sekali bahwa
pemuda remaja yang aneh dan nakal itu adalah murid Ban-tok
Niocu yang disuruh wanita itu untuk membunuh Goat-liang
Sanjin dan karena tidak ingin ketua Hoa-san-pai itu terobati,
terpaksa membunuh Im Yang Yok-sian, paman guru Ceng
Ceng! Pantas saja pemuda itu liar karena dia adalah murid
wanita yang dulunya berjuluk Ban-tok Kui-bo (Biang Hantu
Selaksa Racun) akan tetapi setelah wajahnya yang cantik
diobati tidak lagi menyeramkan seperti biang hantu!
Teringat akan Li Hong, Cun Giok cepat melompat turun
dari atas pembaringan. Dia sudah berjanji dengan Li Hong
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 505
untuk berangkat pagi-pagi mencari Ceng Ceng dan
melindunginya dari ancaman Panglima Kim Bayan yang
hendak menangkap gadis itu!
Dengan cepat Cun Giok mencuci muka, berganti pakaian
dan dia segera keluar dari kamarnya dan mengetuk perlahan
daun pintu kamar Li Hong di sebelahnya. Akan tetapi tidak ada
jawaban dan ketika dia mendorong, pintu itu dengan mudah
terbuka karena tidak terkunci dari dalam. Dan Li Hong ternyata
tidak berada dalam kamarnya. Bahkan buntalan pakaian dan
pedangnya juga tidak ada.
Tahulah dia bahwa pemuda itu telah pergi tanpa
memberitahu kepadanya. Baiknya uang sewa kamar telah
mereka bayar dimuka, maka Cun Giok lalu menggendong
buntalan pakaiannya dan cepat meninggalkan rumah
penginapan itu untuk mencari Ceng Ceng yang menurut
percakapan yang dia dengar dari kamar sebelah semalam
berada di sebuah kuil tua yang terdapat dalam hutan sebelah
timur kota itu. Dia menggunakan kecepatan gerakannya untuk
menuju ke arah timur.
Seperti yang telah diduga oleh Cun Giok, Li Hong memang
mendahuluinya pergi meninggalkan rumah penginapan untuk
mencari Ceng Ceng. Akan tetapi bukan pagi-pagi sekali,
melainkan malam tadi. Tanpa memberi tahu kepada Cun Giok,
malam itu ia membawa buntalan pakaian dan pedangnya,
diam-diam meninggalkan rumah penginapan dan menuju ke
sebelah timur kota. Gadis yang pemberani ini dengan cepat
melakukan perjalanan dan setelah tiba di tepi sebuah hutan
yang amat gelap karena malam itu udara hanya diterangi
bintang-bintang, ia membuat api dan dengan obor kayu kering
ia memasuki hutan kecil itu!
Ia tak tahu di mana adanya kuil tua itu, maka setelah
memasuki hutan, khawatir kalau-kalau Ceng Ceng melarikan
diri melihat orang membawa obor memasuki hutan, ia lalu
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 506
berteriak.
“Ceng Ceng, di mana engkau? Ini aku, Li Hong!” Teriakan
ini diulang-ulang sambil melangkah ke depan. Tak lama
kemudian terdengar jawaban yang ditunggu-tunggunya.
Li Hong menjadi girang sekali dan menuju ke arah suara.
Tak lama kemudian ia melihat Ceng Ceng muncul
menyongsongnya. Ceng Ceng lalu memegang tangan Li Hong.
“Aih, Li Hong, bagaimana engkau tahu aku berada di
hutan. Dan angin apa yang meniupmu malam-malam gelap
begini mencariku?”
“Ah, Ceng Ceng, gembira sekali aku dapat menemukanmu!
Aku membawa berita yang teramat penting bagimu!” Lalu ia
menengok ke sekelilingnya dan menaikkan kedua pundaknya
karena ngeri. “Gila betul kau ini! Masa seorang gadis tinggal
seorang diri dalam hutan yang gelap dan menyeramkan begini?
Ih, kalau aku, diupah berapa pun aku tidak sudi! Menghadapi
seratus orang lawan manusia aku tak gentar, akan tetapi
menghadapi setan iblis siluman dan arwah gentayangan? Ihh,
meremang bulu kudukku!”
Ceng Ceng tertawa geli dan merangkul Li Hong. “Mari kita
ke kuil dan bicara di sana.” Ia memandang Li Hong yang masih
memegang kayu bernyala sebagai obor dan mengajak Li Hong
ke sebuah kuil tua yang sudah tidak dipakai lagi. Memasuki
kuil tua yang memang tampak angker itu, Li Hong bergidik
dan merasa seram ketika digandeng Ceng Ceng memasuki
bangunan tua itu. Masih terdapat patung-patung rusak, meja
sembahyang dan di mana-mana terdapat sarang laba-laba.
“Wih, di sini pasti sarang siluman dan hantu!” katanya
dengan suara agak gemetar.
Ceng Ceng tertawa dan mengajak temannya memasuki
sebuah ruangan yang cukup bersih dan di sudut terdapat dua
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 507
batang lilin bernyala. Di atas lantai terdapat hamparan rumput
kering. Buntalan pakaian Ceng Ceng berada di atas lantai.
Setelah memasuki kuil, Li Hong memadamkan obor kayunya
dan Ceng Ceng mengajak ia duduk di atas hamparan rumput
kering.
“Setan dan hantu tidak dapat membunuh kita, Li Hong.
Mereka hanya dapat menggoda orang dan yang berbahaya
adalah orang yang dikuasai setan karena hanya orang yang
dikuasai iblis dapat melakukan kejahatan.”
“Tetapi, bukankah setan itu jahat, Ceng Ceng? Semua
orang mengatakan begitu. Setan itu jahat sekali!”
Ceng Ceng tersenyum. “Setan adalah kejahatan itu sendiri,
mana bisa jahat lagi? Seperti malam adalah kegelapan itu
sendiri, mana bisa gelap lagi? Pekerjaan setan memang sejak
semula untuk mengganggu manusia. Nah, tinggal si manusia
itu mau menuruti kehendak setan atau menolaknya, menjadi
hamba setan atau menjadi hamba Tuhan. Sudahlah, mengapa
kita bicara tentang setan? Kalau kita bicarakan, nanti mereka
akan mulai mengganggu untuk menakut-nakuti kita. Katakan,
Li Hong, engkau yang takut terhadap kegelapan malam,
mengapa bersusah payah datang ke tempat ini mencariku?”
“Wah, gawat nih, Ceng Ceng. Keselamatanmu terancam!”
“Hemm, siapa yang mengancamku?” tanya Ceng Ceng
dengan sikap tenang.
“Kim Bayan! Panglima brengsek itu bersama seorang yang
dia panggil Subo merencanakan untuk menangkapmu besok
pagi dan memaksamu menyerahkan peta harta karun yang
katanya ditinggalkan orang tuamu kepadamu. Dia hendak
mengulang lagi usahanya di tanah kuburan dulu, Ceng Ceng.
Kebetulan aku menyewa di kamar rumah penginapan yang
sama dengan mereka. Aku mendengarkan percakapan Kim
Bayan dan Subonya. Mereka merencanakan penangkapan atas
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 508
dirimu dan hendak memaksa, menyiksamu agar mau
menyerahkan peta itu.”
“Hemm, begitukah? Dan engkau malam-malam mencari
aku untuk menolong ku? Terima kasih, Li Hong, engkau
memang seorang sahabat yang baik sekali. Di balik keliaranmu
itu engkau memiliki hati yang baik dan aku sudah menduga ini.
Panglima Kim Bayan itu memang jahat sekali. Peta harta karun
itu adalah hak milik rakyat Han, sama sekali Pemerintah
penjajah Mongol tidak berhak memilikinya dan mengambil
harta karun itu!”
“Ceng Ceng, sejak peristiwa di tanah kuburan itu, aku
sudah tahu bahwa mereka ingin merampas peta harta karun
darimu. Sebetulnya, harta karun apakah itu?”
Ceng Ceng percaya kepada Li Hong. Biarpun ia tahu bahwa
gadis yang satu ini liar dan ugal-ugalan, aneh dan adalah murid
seorang datuk yang pernah sesat dan dikenal sebagai Biang
Iblis, namun ia tahu benar bahwa di balik keganasannya, Li
Hong adalah seorang gadis yang baik dan pada dasarnya
menentang kejahatan membela kebenaran dan keadilan. Maka
ia tidak merasa keberatan untuk menceritakan keadaan yang
sesungguhnya.
“Li Hong, engkau adalah sahabat baikku yang kupercaya
sepenuhnya, maka engkau boleh mendengar rahasia ini.
Ketahuilah, sebelum Kerajaan Sung jatuh, seorang Thaikam
(Pembesar Kebiri) yang korup menguras harta istana dan dia
sembunyikan harta karun yang amat besar jumlahnya dan amat
berharga berupa emas dan intan permata, lalu menguburnya di
suatu tempat rahasia. Hal itu diketahui oleh mendiang ayahku
yang ketika itu menjadi seorang Panglima Sung yang setia.
Ayah membunuh Thaikam Bong itu dengan semua anak
buahnya lalu mengubur mayat mereka beserta harta karun itu.
Ayah tidak mengambil harta karun itu karena merasa tidak
berhak dan harta milik Kerajaan Sung itu kelak akan
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 509
disumbangkan kepada para patriot untuk membiayai
perjuangan mereka menentang dan mengusir penjajah Mongol.
Ayah hanya membuat sehelai peta yang dirahasiakan dan
disimpan baik-baik. Akan tetapi agaknya ada yang mengetahui
bahwa Thaikam Bong dahulu menyimpan harta karun dan
karena thaikam korup itu beserta anak buahnya dibasmi ayah,
maka otomatis Panglima Kim Bayan menduga bahwa tentu
ayah yang mendapatkan peta itu. Demikianlah, ayah dipaksa
menyerahkan peta akan tetapi ayah menolak sehingga terjadi
pengeroyokan dan kedua orang tuaku tewas.”
“Dan peta itu?”
“Sebelum ayah memenuhi panggilan Kim Bayan, ayah
menitipkan peta itu kepada seorang sahabat, diselipkan dalam
surat dan setelah ayah tewas, sahabat itu menyerahkan surat
ayah kepadaku. Peta itu berada padaku, Li Hong.”
“Hemm, jadi dugaan Kim Bayan tadi benar. Maka dia
berkeras hendak menangkapmu dan memaksamu menyerahkan
peta itu. Ceng Ceng, apa yang hendak kau lakukan dengan peta
itu?”
“Seperti juga mendiang ayahku, aku tidak ingin memiliki
harta itu. Akan tetapi sebelum menyerahkannya kepada mereka
yang berhak, yaitu para pejuang, aku harus menunggu sampai
benar-benar ada golongan pendekar patriot yang berjuang
melawan penjajah Mongol. Juga aku harus melihat sendiri
buktinya bahwa harta karun itu memang benar ada. Kalau
kelak aku menyerahkan peta kepada para pejuang kemudian
mereka tidak mendapatkan harta itu, alangkah akan malunya
aku dan hal itu mencemarkan nama baik ayah.”
Li Hong mengangguk-angguk. “Engkau memang seorang
gadis yang cerdik, pandai dan bijaksana, Ceng Ceng. Aku
sungguh amat kagum padamu. Jangan khawatir akan ancaman
Panglima Kim Bayan yang brengsek itu. Kami akan membela
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 510
dan membantumu!” kata Li Hong penuh semangat.
“Kami......?” Ceng Ceng bertanya heran dan memandang ke
sekeliling untuk melihat apakah selain Li Hong ada orang lain
yang datang untuk menolongnya.
Li Hong tersenyum. “Maksudku, kami berdua, aku dan
Pouw-twako yang akan membantumu menghadapi tikus-tikus
itu. Pouw-twako sudah mengenalmu dengan baik, Ceng Ceng.”
“Pouw-twako? Siapa dia?”
“Hemm, apakah engkau hendak mengatakan bahwa engkau
tidak mengenal Pouw Cun Giok?”
“Ahhh...... dia.......?” Ceng Ceng tergagap dan merasa
betapa mukanya panas, tanda bahwa mukanya tentu menjadi
kemerahan. Akan tetapi karena penerangan di situ hanya dua
batang lilin, maka merahnya muka ini tidak sampai ketahuan.
@_Alysa^DewiKZ_@
Bab 2. Bersaing? Apa maksudmu?!
“Ya, dia yang dulu bersamamu datang ke Pulau Ular.
Engkau tentu sudah mengenal baik, bukan? Kalian telah
melakukan perjalanan jauh bersama-sama, tentu persahabatan
kalian akrab sekali.”
“Memang, Giok-ko adalah seorang pemuda yang baik
sekali, ilmu silatnya tinggi, bijaksana, dan dia menjadi sahabat
baik yang boleh dipercaya.”
“Ah, engkau memujinya setinggi langit. Agaknya engkau
tentu telah jatuh cinta padanya, Ceng Ceng!” suara Li Hong
terdengar keras dan penuh curiga.
Ceng Ceng merasakan hal ini dan ia menghela napas
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 511
panjang.
“Li Hong, jangan terlalu jauh menyangka. Aku dan Giokko
hanya menjadi sahabat baik.”
Li Hong menghela napas lega. “Syukurlah kalau begitu,
Ceng Ceng. Aku tidak suka bersaing denganmu karena aku
pasti akan kalah. Engkau begini lihai, pandai mengobati, cantik
jelita dan lemah lembut, bijaksana seperti Kwan Im Pouwsat
(Dewi Kwan Im)!”
“Bersaing? Apa maksudmu, Li Hong?”
“Maksudku, eh...... kalau engkau jatuh cinta kepada Pouwtwako,
berarti engkau menjadi sainganku karena aku juga telah
jatuh cinta kepada Pouw Cun Giok!!” Ucapan ini dilakukan
dengan mantap dan sama sekali tidak mengandung perasaan
malu.
Ceng Ceng tersenyum walaupun di dalam dadanya ada
perasaan hampa mendengar ucapan Li Hong.
“Ah, baik sekali kalau begitu! Tentu dia juga mencintamu,
bukan?”
Li Hong tertawa. “Bagaimana aku tahu? Dia menganggap
aku sebagai seorang pemuda!”
“Eh, mengapa begitu, Li Hong? Kalau engkau
mencintanya, engkau harus membuka rahasia penyamaranmu!”
“Tidak, dan aku minta agar engkau tidak mengatakan
kepadanya bahwa aku seorang wanita. Kami memang bergaul
dengan akrab, dan aku tidak mau kalau keakraban itu akan
berubah jika dia mengetahui bahwa aku seorang wanita.
Berjanjilah bahwa engkau tidak akan membuka rahasia
penyamaranku ini, Ceng Ceng!”
Ceng Ceng mengangguk. “Aku berjanji.”
“Terima kasih, Ceng Ceng, engkau memang baik sekali.
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 512
Seperti kukatakan tadi, jangan khawatir, aku dan Pouw-twako
siap membantu menghadapi para tikus busuk itu. Besok pagipagi
Pouw-twako akan datang ke sini.”
“Akan tetapi kenapa kalian berdua tidak datang bersamasama?”
“Pouw-twako tidak setuju untuk mencarimu malam-malam,
dia akan ke sini besok pagi karena kami mendengar bahwa
Panglima Kim itu pun akan menangkapmu besok pagi. Maka
aku lalu pergi sendiri tanpa memberi tahu padanya. Untung aku
bertemu. denganmu, Ceng Ceng, kalau tidak...... hiiihh...... aku
bisa mati ketakutan karena seramnya tempat hantu ini!”
“Jangan takut, Li Hong. Justeru rasa takutmu itu yang akan
munculkan bayangan-bayangan tentang hantu dan setan. Bagi
orang yang tidak takut, hantu dan setan tidak akan dapat
memperlihatkan diri. Percayalah, selama hidupku ini aku
belum pernah melihat adanya hantu dan setan dengan mata
kepala ini. Mereka memiliki alam yang berbeda dengan kita.”
Biarpun hatinya percaya akan ucapan Ceng Ceng itu,
karena memang dalam lubuk hati Li Hong sudah ada perasaan
takut dan ngeri terhadap hantu, tetap saja Li Hong memandang
ke sekeliling dengan mata gelisah. Ia melihat beberapa buah
patung yang tidak jelas rupanya, karena cuaca yang gelap,
hanya tampak seperti bayangan berbentuk manusia. Rasa takut
membuat patung-patung itu seolah bergerak-gerak dalam
pandang matanya dan ia bergidik.
“Ihh......! Patung-patung itu sungguh menyeramkan!”
Ceng Ceng tersenyum dan ia menyalakan dua batang lilin
baru di sudut ruangan. “Patung-patung hanya buatan tangan
manusia, benda-benda mati yang bagaimanapun juga tidak
akan dapat mengganggu kita. Kalaupun dapat mengganggu,
dengan kepandaianmu yang tinggi, apa sukarnya mengalahkan
mereka? Hayo, tidurlah, Li Hong karena waktu baru sedikit
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 513
lewat tengah malam. Pagi hari baru akan datang beberapa jam
lagi.”
Li Hong menghela napas lega dan ia pun merebahkan diri
di atas rumput kering, telentang berbantal bungkusan
pakaiannya. Pedang Ban-tok-kiam ia letakkan di dekat tangan
kanannya, siap dipergunakan sewaktu-waktu! Ceng Ceng lalu
duduk bersila di dekat Li Hong, segera tenggelam dalam
samadhi.
Akan tetapi Li Hong gelisah dan tidak dapat pulas.
Telinganya yang sejak tadi mendengar suara kutu malam,
belalang dan jengkerik, paduan suara yang merupakan musik
malam, seolah menangkap suara-suara yang menyeramkan,
seolah ia mendengar suara hantu-hantu saling berbisik, ada
yang tertawa atau menangis. Bulu tengkuknya meremang dan
ia merasa tubuhnya dingin.
Ketika melirik ke arah Ceng Ceng, ia melihat gadis itu
duduk bersila dengan tenangnya. Ia lalu bangkit duduk dan
duduk bersila seperti Ceng Ceng, mencoba untuk melakukan
siu-lian (samadhi). Akan tetapi karena hatinya masih
mengandung perasaan takut, maka samadhinya sering
terganggu, tidak dapat hening betul dan terkadang ia tidak
mampu menahan diri untuk tidak membuka mata melihat ke
depan, kanan dan kiri karena ia merasa seolah-olah ada yang
bergerak di dalam kegelapan malam!
Menjelang fajar, terdengar ayam hutan berkeruyuk dan
suara burung-burung mulai sibuk saling sahut dalam persiapan
mereka meninggalkan sarang dan berangkat mencari makan.
Munculnya suara ayam dan burung itu nneredam musik malam
yang mulai menghilang seolah binatang-binatang kecil itu
terkejut dan takut mendengar suara yang lebih nyaring itu.
Dengan hati lega Li Hong membuka matanya. Biarpun
cuaca masih gelap, namun keruyuk ayam jantan dan kicau
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 514
burung itu menandakan bahwa fajar mulai menyingsing.
Tiba-tiba matanya terbelalak, tangan kanannya otomatis
menyambar pedang Ban-tok-kiam di sampingnya. Ia melihat
patung-patung hitam itu seolah bergerak! Rasa takut dan ngeri
yang amat hebat membuat Li Hong nekat dan marah.
“Setan-setan jahanam busuk!” Ia berteriak dan tubuhnya
berkelebat ke depan, lalu pedang hijaunya menyambarnyannbar
ke arah leher patung-patung itu! Terdengar suara
berisik ketika leher patung-patung itu terbabat putus dan kepala
patung berjatuhan di atas lantai. Tidak ada yang tertinggal,
semua patung yang jumlahnya delapan buah itu terpenggal
lehernya!
“Li Hong! Ada apakah?” seru Ceng Ceng terkejut.
Li Hong melompat mendekatinya, tubuhnya masih gemetar
karena marah dan takut. Wajahnya pucat dan dingin, kedua
pundaknya bergerak seperti menggigil kedinginan.
“Ada...... hantu......!” katanya.
Ceng Ceng memegang tangannya dan menarik Li Hong
sehingga terduduk kembali di atas lantai bertilam rumput
kering.
“Tenanglah, Li Hong. Tidak ada hantu. Yang kau amuk itu
hanya patung-patung. Kasihan, agaknya engkau memenggal
leher semua patung yang berada di sini.”
“Tidak, Ceng Ceng! Aku melihat patung yang di sana tadi
benar-benar bergerak!”
“Hemm yang di mana?”
“Di sana!” Li Hong menudingkan telunjuknya ke arah
jendela di samping.
“Di jendela itu? Ah, Li Hong, di sana tidak ada patungnya.
Engkau tentu melihat bayangan karena rasa seram
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 515
menghantuimu. Sekarang lebih baik engkau duduk
menenteramkan hatimu karena sebentar lagi cuaca akan
menjadi terang. Kita harus siap menghadapi semua
kemungkinan yang akan terjadi.”
Setelah berkata demikian, Ceng Ceng menambahkan lagi
dua batang lilin yang bernyala di samping dua batang yang
tinggal sedikit. Dengan empat batang lilin bernyala, keadaan
dalam ruangan itu menjadi lebih terang dan tiba-tiba Li Hong
berseru.
“Ceng Ceng, lihat ini!”
Ceng Ceng memandang ke arah pedang yang dipegang Li
Hong dan diperlihatkan kepadanya. Ia mengerutkan alisnya
melihat ada noda darah baru pada pedang itu! Darah yang
masih cair! Ini hanya berarti bahwa pedang di tangan Li Hong
baru saja melukai tubuh seorang manusia.
“Ah, kalau begitu patung yang kau lihat di jendela itu......”
kata Ceng Ceng sambil mengangkat sebuah lilin untuk melihat
ke arah jendela.
Ia tidak melihat patung ataupun manusia, akan tetapi ada
darah pada kayu bingkai jendela itu. Mungkin sekali yang
dilihat Li Hong adalah orang yang berada di luar jendela dan
orang itu tentu telah terpenggal batang lehernya oleh pedang di
tangan Li Hong yang gerakannya dahsyat sekali itu! Akan
tetapi keadaan masih terlampau gelap untuk memeriksa bagian
luar jendela karena kalau mereka diserang dalam kegelapan,
keadaan mereka lebih berbahaya dan sukar untuk membela
diri.
“Kita tunggu saja sampai sinar matahari menerangi tempat
ini,” bisik Ceng Ceng dan dua orang gadis itu lalu duduk
bersila dalam keadaan siap siaga.
Setelah tahu bahwa bukan hantu yang dilihatnya, melainkan
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 516
manusia karena tak mungkin hantu dapat terluka mengeluarkan
darah terbacok pedangnya, Li Hong menjadi lebih tenang. Ia
sama sekali tidak gentar menghadapi lawan manusia betapapun
lihai dan banyaknya. Ia juga tidak takut terhadap hantu, hanya
ngeri dan seram karena sejak kecil terpengaruh oleh dongengdongeng
menyeramkan tentang setan, iblis, atau hantu.
Perlahan-lahan cuaca mulai terang. Sinar matahari yang
masih lemah mulai menerobos pohon-pohon memasuki hutan
itu sehingga di dalam kuil itu pun mulai terang. Ceng Ceng
memberi isyarat kepada Li Hong dan keduanya bangkit lalu
menghampiri jendela untuk menjenguk keluar, melihat apakah
ada orang yang terluka oleh pedang Li Hong semalam. Dan
benar saja seperti yang mereka duga, di luar jendela itu, tampak
rebah telentang di atas lantai yang kotor, sesosok tubuh orang
tanpa kepala yang berlepotan darah, mungkin darah yang
tadinya menyembur keluar dari leher yang terpenggal!
Dua orang gadis itu mencari-cari dengan pandang mata
mereka dan menemukan kepala orang itu menggeletak tak jauh
dari situ, sebuah kepala yang menengadah dan tampak matanya
melotot dan mulutnya ternganga, juga kepala itu berlumuran
darah. Mengerikan! Orang itu berpakaian serba hitam dan
tubuhnya tinggi besar. Tentu dia yang semalam dikira patung
hidup dan menjadi korban amukan Li Hong yang nekat dan
marah!
“Ah, kiranya ada yang mengintai kita malam tadi,” kata
Ceng Ceng. “Li Hong, kita harus waspada. Agaknya mereka
sudah berada di sini.”
Baru saja Ceng Ceng berkata demikian, mereka berdua
terbelalak melihat betapa mayat tanpa kepala itu bangkit
berdiri, tangan kanannya memegang sebatang golok besar dan
dia melangkah ke arah jendela!
“Iihhhh......!” Li Hong menjerit ngeri dan melompat ke
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 517
belakang.
Mayat tanpa kepala itu melompat masuk melalui pintu dan
goloknya menyambar, menyerang Ceng Ceng yang masih
berada dekat jendela. Namun Ceng Ceng dapat mengelak
dengan lincah sehingga sambaran golok besar itu mengenai
tempat kosong. Kembali Li Hong menjerit ngeri dan Ceng
Ceng segera berkata.
“Li Hong, ini ilmu setan, sihir jahat. Kerahkan tenaga
saktimu dan lawan rasa takutmu!”
Pada saat itu tampak sebuah benda melayang memasuki
jendela dan benda itu melayang dan menyambar ke arah Li
Hong. Gadis itu terbelalak dengan muka pucat melihat bahwa
yang menyerangnya itu adalah kepala berlumuran darah yang
tadi menggeletak di atas lantai luar jendela. Kepala itu kini
meluncur ke arah ia dengan mata melotot dan mulut ternganga,
seolah hendak menggigit lehernya!
“Ihhhh......!” Kembali ia menjerit ngeri, akan tetapi ia
menaati ucapan Ceng Ceng tadi, mengerahkan sin-kang (tenaga
sakti) dan mengelak ke samping lalu membacokkan pedangnya
ke arah kepala itu. Sinar kehijauan menyambar dengan cepat
dan kuat ke arah kepala itu.
“Crakkk......!” Kepala itu terbelah dua dan jatuh ke atas
lantai! Malihat hasil ini, lenyaplah rasa takut dan ngeri dari hati
Li Hong. Ketika ia menengok ke arah Ceng Ceng, ia melihat
sahabatnya itu masih terus mengelak dari serangan mayat tanpa
kepala yang gerakannya lamban dan kaku itu. Ia menjadi
marah dan sekali melompat dan menggerakkan pedangnya, ia
menusuk punggung kiri mayat itu sambil mengerahkan
tenaganya.
“Haiiittt......!” Li Hong berseru dan pedangnya menusuk
tubuh itu dari punggung menembus ke dada kiri mayat. Begitu
ia mencabut kembali pedang Ban-tok-kiam, tubuh mayat tanpa
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 518
kepala itu pun roboh dan tidak bergerak lagi. Jantung mayat itu
tertembus pedang!
“Li Hong, mari cepat kita keluar dari tempat sempit ini!”
kata Ceng Ceng.
Li Hong maklum apa yang dimaksudkan kawannya karena
kalau menghadapi pengeroyokan, tempat sempit amat tidak
menguntungkan. Mereka lalu menyambar buntalan pakaian dan
berlari keluar sambil mengikatkan buntalan masing-masing di
punggung mereka. Ketika mereka tiba di luar, Li Hong sudah
memegang Ban-tok-kiam pedang pusakanya, dan Ceng Ceng
sudah membawa sebatang tongkat ranting pohon yang tadi ia
letakkan di lantai ruangan itu.
Ketika mereka tiba di pekarangan kuil yang ditumbuhi
rumput tebal, Ceng Ceng dan Li Hong melihat belasan orang
berpakaian hitam-hitam seperti orang yang telah dibunuh Li
Hong tadi dan mayatnya hidup lagi sehingga terpaksa dibunuh
lagi. Ada sebelas orang berpakaian hitam-hitam dan berwajah
bengis membuat setengah lingkaran di depan kuil seolah
mereka itu menghadang dua orang gadis yang keluar dari kuil.
Masing-masing memegang sebatang golok besar.
Melihat ini, Ceng Ceng dan Li Hong sudah siap untuk
membela diri. Akan tetapi tiba-tiba terdengar suara tawa yang
tinggi serak dan aneh karena suara itu setengah tertawa
setengah menangis! Kalau suara itu terdengar malam tadi, pasti
Li Hong akan tersentak kaget dan ketakutan. Akan tetapi
karena malam sudah terganti pagi, ia tidak kaget atau terkejut,
lalu bersama Ceng Ceng memandang ke arah datangnya suara
tawa itu.
Muncullah si pemilik suara. Ia seorang nenek-nenek akan
tetapi lebih pantas disebut hantu daripada manusia. Atau lebih
menyerupai mayat berjalan. Tubuhnya kurus agak bongkok,
rambutnya riap-riapan sudah putih semua. Yang mengerikan
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 519
adalah pakaian dan wajahnya.
Pakaiannya dari kain mori putih yang biasa dipakai orang
yang sedang berkabung dan mukanya putih pucat seperti muka
mayat. Akan tetapi matanya mencorong aneh. Usianya tentu
sudah lebih dari enampuluh tahun. Tangannya yang kurus,
hanya tulang terbungkus kulit, memegang sebatang tongkat
hitam dan sepatunya juga hitam dengan lapis besi pada ujung
dan bagian bawahnya. Mengerikan sekali keadaan nenek ini
yang mengeluarkan suara seperti tawa dan tangis itu.
Akan tetapi Li Hong dan Ceng Ceng lebih memperhatikan
laki-laki tinggi besar yang mengenakan pakaian panglima dan
yang berjalan di samping nenek itu. Dia bukan lain adalah Kim
Bayan, panglima Mongol yang pernah bertanding melawan
mereka itu. Kalau Ceng Ceng yang orang tuanya dibunuh
masih tampak tenang saja, sebaliknya Li Hong menjadi marah
bukan main melihat panglima yang telah menangkap dan
menyiksa orang tuanya. Dengan tangan memegang Ban-tokkiam,
telunjuk tangan kiri Li Hong menuding ke arah muka
panglima itu sambil membentak marah.
“Anjing srigala Kim Bayan! Engkau datang menyerahkan
nyawamu? Bagus! Pedangku akan minum darahmu untuk
menebus dosamu terhadap orang tuaku dan orang tua Ceng
Ceng!” Setelah berkata demikian Li Hong sudah menerjang
dengan pedangnya ke arah Panglima Kim Bayan. Pedangnya
berubah menjadi sinar hijau ketika meluncur dan menusuk ke
arah dada Kim Bayan.
Panglima itu sudah tahu akan kehebatan “pemuda” itu,
maka dia cepat mengelak dengan loncatan ke belakang. Ketika
Li Hong hendak mengejar, tiba-tiba sebuah tongkat hitam
menghadangnya dan ternyata nenek yang menyeramkan itu
telah berdiri di depannya sambil terkekeh.
“Heh-heh-hi-hi-hik.......!” Ia setengah terkekeh setengah
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 520
menangis dan wajahnya yang pucat seperti mayat itu tidak
menunjukkan perasaan apa pun, tetap dingin seperti wajah
yang sudah mati. “Inikah gadis pembawa peta yang kau
maksudkan itu, Kim Bayan?”
Panglima itu mengerutkan alisnya. Mengapa bibi gurunya
yang juga dia sebut ibu guru itu mengatakan “gadis” padahal
yang dihadapinya adalah seorang pemuda? Akan tetapi dia
sudah mengenal keanehan bibi guru yang juga menurunkan
ilmunya kepadanya, maka dia tidak berani mencela, hanya
menjawab. “Subo, bukan pemuda itu yang saya maksudkan,
melainkan gadis berpakaian putih ini.”
“Heh-heh-hi-hik! Mana ada pemuda? Kim Bayan, agaknya
matamu sudah kurang awas, maka gadis berpakaian pria ini
kausangka seorang pemuda. Hi-hi-hik, gadis ini baik sekali,
cocok kalau menjadi muridku. Aku suka gadis ini, Kim Bayan.
Kau tangkaplah gadis yang kau inginkan itu, aku akan
menangkap yang ini!” lalu memandang Li Hong dengan
matanya yang mencorong dan bertanya dengan suara lembut.
“Eh, manis, siapa namamu?”
Ceng Ccng sudah pernah mendengar dari mendiang
ayahnya maupun paman gurunya tentang orang-orang yang
menguasai ilmu setan, maka cepat ia berseru, “Jangan sebutkan
namamu!”
“Heh-heh-heh, anak manis, apakah engkau begitu pengecut
sehingga takut menyebutkan namamu?”
Li Hong yang tadi mendengar seruan Ceng Ceng, tadinya
percaya dan tidak ingin menyebutkan namanya. Akan tetapi
nenek itu ternyata sudah dapat mengenal watak gadis ini, maka
sengaja memancing dengan mengatakan ia takut dan pengecut.
Dengan mata melotot dan muka merah Li Hong membentak.
“Nenek iblis! Siapa takut padamu? Namaku adalah Tan Li
Hong! Hayo katakan siapa engkau agar tidak mampus di ujung
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 521
pedangku tanpa meninggalkan nama!”
“Hi-hi-hik, anak manis. Dengar baik-baik, namaku disebut
Song-bun Mo-li (Iblis Betina Berkabung)! Tan Li Hong,
dengar dan taati perintahku. Engkau berjodoh untuk menjadi
muridku dan engkau akan kuberi pelajaran semua ilmuku.
Berlututlah, muridku, dan beri hormat kepada gurumu!” Suara
nenek itu meninggi dan mengandung getaran yang amat
berwibawa.
Li Hong terkesima dan seolah menjadi lumpuh ingatan,
tidak tahu apa yang harus dilakukan dan perintah itu demikian
kuatnya sehingga ia hendak menjatuhkan diri berlutut!
“Li Hong! Jangan menyerah, kerahkan tenaga saktimu dan
lawanlah! Demi Ayah Ibumu, jangan mau menyerah terhadap
pengaruh sihirnya!” teriak Ceng Ceng yang tahu bahwa
keteguhan batin mampu menolak kekuatan sihir. Hanya orang
yang percaya dan lemah batinnya saja yang dapat tunduk
terhadap kekuatan sihir.
“Tangkap gadis ini!” Kim Bayan sudah memberi perintah
kepada sebelas orang anak buahnya dan dia sendiri pun sudah
menubruk untuk meringkus Ceng Ceng.
Terpaksa Ceng Ceng mengalihkan perhatiannya dari Li
Hong dan untuk menghindarkan tangkapan Kim Bayan dan
anak buahnya, ia bergerak cepat, mengerahkan seluruh ilmu
gin-kang (meringankan tubuh) dan tubuhnya berkelebatan
menjadi bayangan putih yang sukar sekali dipegang, apalagi
diringkus!
Mendengar teriakan Ceng Ceng tadi, Li Hong sadar.
Teriakan itu seolah merupakan kilat yang menerangi
pikirannya yang tadi gelap dan ia menyadari bahwa dirinya
dipengaruhi sihir. Nenek itu sama sekali bukan gurunya!
Nenek itu jahat dan harus dilawan dan dibasminya! Cepat ia
menggerakkan pedangnya dan mengeluarkan teriakan
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 522
melengking didorong kekuatan khi-kang yang dahsyat.
Kemarahan membuat serangan Li Hong hebat sekali. Pedang
Ban-tok-kiam menyambar ke arah leher nenek itu.
@_Alysa^DewiKZ_@
Bab 3. Ilmu Sihir Nenek Song-bun Moli
“Trangg......!” Tongkat hitam nenek itu menangkis dan Li
Hong merasa betapa lengan kanannya tergetar hebat,
menandakan betapa kuatnya tenaga sakti nenek yang seperti
mayat hidup itu.
Song-bun Mo-li juga kaget mendapat kenyataan betapa
kuatnya tenaga sin-kang gadis berpakaian pria itu. Ia menjadi
semakin tertarik. Kalau ia dapat mempunyai murid seperti ini,
lihai, kuat, wataknya juga liar dan ganas, ia akan merasa
bangga sekali! Akan tetapi ia kecewa melihat betapa pengaruh
sihirnya tidak mampu membuat gadis itu takluk kepadanya,
juga terkejut melihat pedang bersinar hijau itu, karena ia
mengenal senjata yang mengandung hawa beracun amat
berbahaya, juga ia teringat bahwa ia pernah melihat pedang
pusaka itu.
“Heii! Bukankah itu Ban-tok-kiam yang berada di
tanganmu?”
“Hemm, sudah mengenal Ban-tok-kiam? Bersiaplah untuk
mampus karena pedangku ini akan minum darahmu!”
“Huh! Pedang itu milik Ban-tok Kui-bo majikan Pulau
Ular, bagaimana bisa berada di tanganmu?
“Aku adalah muridnya!” jawab Li Hong dan ia sudah
menerjang lagi.
Akan tetapi sekarang nenek itu melawan dengan ganas
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 523
karena ia tidak tertarik untuk mengambil Li Hong sebagai
muridnya. Gadis itu murid Ban-tok Kui-bo yang pernah
menjadi lawannya beberapa tahun yang lalu, maka inilah
kesempatan yang baik baginya untuk menyatakan
permusuhannya terhadap Ban-tok Kui-bo, dengan membunuh
muridnya! Ia memutar tongkatnya yang juga mengandung
racun dan sinar hitam bergulung-gulung, menyambut sinar
hijau pedang Ban-tok-kiam!
Dua gulungan sinar itu saling desak dan saling bergumul,
merupakan pertandingan hebat dan mati-matian karena siapa
yang terkena senjata lawan pasti akan keracunan dan tewas!
Akan tetapi, nenek itu memperkuat gerakan tongkat hitamnya
dengan bentakan-bentakan yang mengandung kekuatan sihir
sehingga beberapa kali Li Hong sempat terguncang dan ini
tentu saja amat mengganggunya.
Masih baik baginya bahwa menghadapi nenek yang
berbahaya itu, ia masih menang dalam hal kecepatan gerakan,
maka biarpun mulai terdesak, Li Hong masih dapat meloloskan
diri dengan kecepatan gerakannya. Apalagi ketika kemudian
ada lima orang anak buah yang berpakaian serba hitam itu
membantu nenek itu mengeroyok, Li Hong menjadi semakin
terdesak dan ia harus memutar pedangnya dengan cepat
sehingga tubuhnya dilindungi gulungan sinar hijau. Akan tetapi
tetap saja ia terdesak dan beberapa kali hampir terkena sabetan
golok para pengeroyok karena ia harus mencurahkan
perhatiannya terhadap sinar hitam tongkat nenek itu yang
bergulung-gulung bagaikan naga hitam mengamuk.
Tiba-tiba ketika Li Hong menangkis tongkat hitam yang
meluncur dari samping ke arah pinggangnya, dua batang golok
menyambar dari belakang. Li Hong memutar tubuh sambil
menggerakkan tangan kirinya. Sinar hitam lembut menyambut
dua orang anak buah dan mereka menjerit dan roboh
berkelojotan terkena Hek-tok-ciam (Jarum Racun Hitam) yang
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 524
dilepas tangan kiri Li Hong!
Song-bun Mo-li menjadi marah melihat robohnya dua
orang anak buah dan ia menyerang lebih ganas lagi. Li Hong
cepat mengelak dan melihat tiga orang anak buah berpakaian
hitam menerjangnya, ia yang sudah mempersiapkan sehelai
saputangan merah, mengebutkan saputangan itu ke arah muka
mereka. Debu kemerahan mengepul, akan tetapi Song-bun Moli
yang sudah waspada berseru kepada anak buahnya.
“Tahan napas dan menjauh!” Tiga orang itu menahan napas
dan berlompatan ke belakang. Li Hong adalah murid Ban-tok
Kui-bo yang kini mengubah julukannya menjadi Ban-tok
Niocu, maka tentu saja ia merupakan seorang ahli dalam hal
penggunaan pukulan beracun atau senjata beracun. Akan tetapi
Song-bun Mo-li adalah seorang datuk yang banyak
pengalamannya, maka tentu saja ia dapat menghadapi
serangan-serangan Li Hong dengan senjata beracunnya. Kini
kembali Li Hong diserang dan didesak sehingga ia tidak lagi
mempunyai kesempatan untuk menggunakan senjata rahasia
beracun berupa Hek-tok-ciam atau saputangan yang
mengandung Ang-tok (Racun Merah).
Keadaan Ceng Ceng tidak lebih baik daripada keadaan Li
Hong. Melawan Kim Bayan seorang saja sudah merupakan
lawan berat, apalagi masih ada empat orang anak buah yang
ikut mengeroyoknya. Tadinya bahkan ada enam orang anak
buah yang mengeroyok, akan tetapi yang dua orang lagi kini
membantu Song-bun Mo-li mengeroyok Li Hong yang lebih
berbahaya bagi mereka. Li Hong sudah membunuh dua orang
anak buah dan gadis ini memang mengamuk untuk membunuh.
Sebaliknya, Ceng Ceng tidak mau membunuh orang dan
serangannya hanya ditujukan untuk merobohkan lawan tanpa
membunuh. Hal ini mengurangi bahaya serangannya. Akan
tetapi ia mengandalkan gin-kang (ilmu meringankan tubuh)
yang amat hebat sehingga biarpun dikeroyok, ia mampu
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 525
berkelebatan mengelak sehingga tubuhnya berubah menjadi
bayangan putih. Tongkat ranting di tangannya juga
menyambar-nyambar mencari sasaran dan ia sudah berhasil
menotok dua orang pengeroyok sehingga mereka roboh dengan
tubuh terkulai lemah. Akan tetapi Kim Bayan cepat
memulihkan totokan itu sehingga para pengeroyok tetap ada
empat orang anak buah membantu Kim Bayan.
Seperti juga Li Hong, Ceng Ceng terdesak hebat. Hanya
bedanya, kalau Li Hong terancam maut karena memang Songbun
Mo-li berniat membunuhnya, maka Kim Bayan yang tidak
ingin membunuh Ceng Ceng memberi perintah kepada empat
orang pembantunya untuk merobohkan Ceng Ceng, boleh
melukai akan tetapi dilarang keras membunuh gadis itu.
Ketika dua orang gadis itu berada dalam keadaan yang
gawat, tiba-tiba berkelebat sesosok bayangan yang luar biasa
cepatnya. Bayangan itu menyambar ke arah para pengeroyok
Li Hong dan tiba-tiba saja dua orang pengeroyok berteriak dan
roboh mandi darah disambar sinar keemasan!
“Pouw-twako!” Li Hong berseru girang. Melihat bayangan
yang amat cepat didahului sinar keemasan itu ia pun tahu siapa
yang datang membantunya.
“Li Hong, engkau cepat bantu Ceng Ceng!” kata Cun Giok
dan dia lalu memutar pedang Kim-kong-kiam menyerang
Song-bun Mo-li yang cepat menggunakan tongkat hitamnya
untuk menangkis.
“Cringgg......!!” Kini nenek itu terkejut karena pertemuan
senjata itu membuat ia terhuyung ke belakang!
Tiga orang anak buah yang membantunya juga gentar
karena ketika sinar keemasan yang menyambar dan mereka
menyambut dengan golok, sebatang golok besar patah menjadi
dua! Akan tetapi yang goloknya patah cepat mengambil golok
kawannya yang tewas dan mereka berempat kembali
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 526
membantu Song-bun Mo-li mengeroyok pemuda yang baru
datang dan yang ternyata amat lihai itu!
Sementara itu, Li Hong merasa girang melihat kedatangan
Cun Giok. Apalagi ia memang amat membenci Kim Bayan
yang sudah menyiksa ayah ibunya dan membunuh orang tua
Ceng Ceng. Maka, mendengar ucapan Cun Giok, tanpa ragu
lagi ia lalu melompat dengan cepatnya ke arah Ceng Ceng dan
mengamuk. Pedangnya yang bersinar hijau menyambarnyambar
dan dua orang pengeroyok roboh dan tewas dengan
tubuh berubah menghitam terkena tusukan pedang Ban-tokkiam
yang beracun!
Melihat ini Kim Bayan menjadi pucat dan gentar. Dia
pernah menghadapi Ceng Ceng yang dibantu pemuda remaja
ini dan dia tahu betapa lihainya mereka berdua. Kini
pembantunya hanya tinggal dua orang, maka tanpa banyak
cakap lagi dia lalu melompat ke belakang, diikuti dua orang
pembantunya. Ketika Ceng Ceng dan Li Hong hendak
mengejar, Kim Bayan membanting sebuah benda yang
meledak dan mengeluarkan asap hitam tebal!
“Tahan napas dan mundur!” seru Ceng Ceng yang segera
mengetahui bahwa asap itu mengandung pembius. Li Hong
melompat ke belakang.
Sementara itu, Song-bun Mo-li juga gentar menghadapi
pemuda yang gerakannya demikian cepat sehingga tidak dapat
tampak nyata bayangan tubuhnya, segera mengerahkan
kekuatan sihirnya dan berteriak melengking. Cun Giok terkejut
sekali karena dia merasa betapa jantungnya tergetar hebat.
Cepat dia mengerahkan sin-kang untuk menahan serangan
suara yang mengandung sihir amat kuat itu. Akan tetapi
kesempatan itu dipergunakan oleh Song-bun Mo-li untuk
melarikan diri, diikuti anak buahnya yang tinggal tiga orang
karena yang dua orang tadi sudah roboh tewas terserang
pedang Kim-kong-kiam.
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 527
Ketika dia hendak mengejar, kembali Kim Bayan
membanting alat peledak di belakang Song-bun Mo-li dan anak
buahnya. Asap hitam yang mengandung pembius itu
menghalang dan Cun Giok tidak dapat mengejar. Ketika asap
menipis, Song-bun Mo-li, Kim Bayan, dan lima orang anak
buah mereka yang berpakaian hitam itu telah lenyap.
Cun Giok menghampiri Ceng Ceng dan Li Hong. “Cengmoi,
Hong-te, aku girang melihat kalian selamat. Mereka itu
sungguh lihai sekali, terutama nenek itu amat berbahaya!” kata
Cun Giok.
Ceng Ceng teringat akan pesan Li Hong agar jangan
membuka rahasia penyamarannya, maka ia pun tersenyum dan
berkata lembut.
“Giok-ko, kalau tadi tidak ada....... Adik Li Hong ini yang
semalam datang membantuku, aku tentu telah tertawan oleh
mereka.”
“Pouw-twako, nenek iblis tadi adalah Song-bun Mo-li
seorang datuk dari utara yang selain lihai ilmu silatnya, juga
mahir menggunakan ilmu setan dan sihir! Syukur engkau
datang. Tadi aku sudah merasa heran mengapa engkau belum
juga muncul, padahal semalam aku sudah mengatakan kepada
Ceng Ceng bahwa engkau akan datang membantu.”
“Maaf, aku memang kesiangan. Setelah melihat engkau
tidak ada dan juga Kim Bayan dan subonya itu sudah pergi,
aku cepat melakukan pengejaran. Hong-te, mengapa engkau
pergi begitu saja semalam dan tidak memberitahu kepadaku?”
“Ah, aku sangat mengkhawatirkan keadaan Ceng Ceng,
maka aku pergi mencarinya malam tadi. Untung bahwa aku
dapat membantunya ketika anjing-anjing itu datang
menyerang!” Sambil tersenyum cerah Li Hong memegang
tangan Ceng Ceng.
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 528
Melihat keakraban ini wajah Cun Giok menjadi merah dan
jantungnya berdebar. Li Hong jelas mencinta Ceng Ceng,
pikirnya dan dia merasa betapa hatinya merasa kehilangan. Dia
cemburu! Akan tetapi segera diusirnya perasaan itu dari
hatinya. Mengapa dia harus cemburu? Li Hong bebas mencinta
Ceng Ceng, dan Ceng Ceng juga bebas mencinta Li Hong. Dia
sendirilah yang tidak berhak mencintai wanita lain kecuali Siok
Eng yang telah menjadi tunangan, menjadi calon isterinya!
“Nanti saja kita bicara. Sekarang yang penting aku harus
mengubur enam buah mayat itu!” kata Cun Giok untuk
melupakan jalan pikirannya tadi.
“Bukan enam orang melainkan tujuh orang yang mampus,
Pouw-twako! Semalam aku membunuh seorang anak buah
mereka dan mayatnya berada di luar kuil dekat jendela,” kata
Li Hong yang merasa bangga karena selain semalam ia sudah
membunuh seorang musuh, tadi ia masih membunuh empat
orang lagi. Cun Giok merobohkan dua orang sehingga anak
buah berpakaian hitam itu yang tewas ada tujuh orang
sedangkan yang lima orang lagi berhasil melarikan diri. “Akan
tetapi, Pouw-twako, untuk apa susah payah mengubur mayat
orang-orang jahat itu? Biarkan saja di situ dan kita pergi dari
sini!”
“Li Hong, Giok-ko benar. Mayat-mayat itu harus dikubur.
Mereka itu jahat sewaktu hidup, kini sudah mati dan tidak
dapat berbuat jahat lagi. Yang kita tentang adalah kejahatannya
bukan orangnya, apalagi kalau sudah mati. Dan menjadi
kewajiban kita untuk mengubur jenazah orang, demi
prikemanusiaan.” Lalu ia menoleh kepada Cun Giok dan
berkata lembut. “Giok-ko, mari kubantu engkau mengubur
semua jenazah itu.”
Cun Giok memandang kagum kepada gadis itu. Setiap kali
gadis itu bicara, selalu saja ada hal-hal baru yang amat
mengagumkan, yang mencerminkan kepribadian yang amat
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 529
bijaksana. Sungguh tepatlah julukan gadis itu sebagai Pek-eng
Sianli (Dewi Bayangan Putih) karena ia memang seperti
seorang dewi kahyangan, baik kecantikannya maupun
wataknya.
Dia mengangguk dan mereka berdua lalu mulai menggali
lubang besar di depan kuil itu. Walaupun mereka menggali
lubang besar untuk tujuh buah mayat itu hanya menggunakan
alat sederhana, yaitu batu dan kayu, namun karena keduanya
memiliki lweekang (tenaga dalam) yang kuat, maka tak lama
kemudian mereka sudah berhasil menggali sebuah lubang yang
cukup besar.
Selama mereka berdua menggali itu, Li Hong hanya duduk
di atas sebuah batu, memandang dengan mulut cemberut, sama
sekali tidak mau membantu. Ia merasa jengkel bukan karena
mereka berdua hendak mengubur mayat-mayat itu walaupun ia
tidak setuju, melainkan karena melihat keakraban antara Ceng
Ceng dan Cun Giok. Ia memang melihat sikap Ceng Ceng
biasa saja, akan tetapi jelas bahwa pemuda itu amat kagum dan
tertarik kepada Ceng Ceng. Hal itu dapat ia rasakan melihat
senyum dan pandang mata Cun Giok kepada Ceng Ceng. Api
cemburu membakar dadanya, akan tetapi ia diam saja, hanya
cemberut murung.
Setelah lubang siap, Cun Giok mengangkut mayat-mayat
itu dan akan memasukkannya ke dalam lubang. Dia
merebahkan dulu enam buah mayat yang masih utuh ke dekat
lubang dan dia bergidik ketika hendak mengangkut mayat
ketujuh. Kepala mayat itu terpisah dari tubuhnya. Kepala itu
pecah dan tubuh mayat itu terluka dadanya sampai tembus.
“Giok-ko, mayat yang ini tadi mendadak hidup lagi, kepala
yang terpisah dari badan itu mengamuk, juga badan tanpa
kepala Li Hong yang merobohkannya. Ini merupakan ilmu
setan yang mengerikan, agaknya Song-bun Mo-li yang
melakukannya.” Ceng Ceng menerangkan kepada Cun Giok,
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 530
melihat pemuda itu tampak ngeri melihat jenazah ketujuh itu.
Cun Giok merasa heran dan dia lebih dulu memasukkan mayat
ketujuh itu ke dalam lubang. Setelah itu dia memasukkan
semua mayat itu, satu demi satu ke dalam lubang.
Akhirnya Li Hong merasa tidak enak juga berdiam diri saja
melihat betapa Cun Giok dan Ceng Ceng tadi menggali lubang,
kemudian melihat Cun Giok mengangkuti mayat-mayat itu.
“Mari kubantu menimbuni lubang!” katanya sambil
menghampiri lubang kuburan yang terisi tujuh buah mayat itu.
Akan tetapi sebelum mereka bertiga melakukan
penimbunan, tiba-tiba saja enam buah mayat berpakaian hitam
itu berloncatan keluar dari lubang galian! Hanya mayat ketujuh
yang tetap menggeletak di dalam lubang. Enam mayat hidup
itu lalu menyerang Cun Giok, Ceng Ceng, dan Li Hong.
Tiga orang muda itu terkejut dan merasa ngeri. Ceng Ceng
menggunakan kecepatan gerakannya untuk mengelak, akan
tetapi ia terus dikejar dan dikeroyok tiga orang mayat hidup
yang bergerak kaku namun gerakan tangan mereka
mendatangkan angin, tanda bahwa mereka memiliki tenaga
aneh yang amat kuat!
Li Hong juga terkejut, mukanya pucat, akan tetapi gadis ini
sudah mencabut pedangnya dan melawan tiga orang mayat
hidup lain yang mengeroyoknya. Agaknya mayat-mayat hidup
itu hanya mengeroyok Ceng Ceng dan Li Hong. Mungkin
hanya dua orang gadis itulah yang mereka kenal, sedangkan
Cun Giok yang datang belakangan tidak mereka kenal maka
tidak mereka serang!
Cun Giok percaya akan kemampuan Ceng Ceng dan Li
Hong. Dia lapat-lapat mendengar suara seperti orang berdoa
yang datangnya dari arah barat. Melihat betapa Ceng Ceng dan
Li Hong dapat menghindarkan serangan pengeroyokan mayatmayat
hidup itu, Cun Giok berkata kepada mereka.
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 531
“Ceng-moi dan Hong-te, kalian pertahankan, aku akan
mencari biang keladinya!”
Setelah berkata demikian, tubuhnya berkelebat lenyap ke
arah barat. Penciumannya dapat menangkap bau wangi yang
aneh dan dia segera menuju ke arah dari mana datangnya bau
aneh itu. Benar saja dugaannya, tak berapa jauh dari situ dia
melihat nenek baju putih yang seperti mayat itu sedang duduk
bersila. Ada dupa besar membara di depannya, di tengahtengah
lingkaran berbentuk aneh dari batu-batu kecil. Nenek
itu mengangkat kedua tangannya ke atas dan mulutnya
berkemak-kemik membaca doa. Kim Bayan tampak berdiri
agak jauh di belakang nenek itu, bersama lima orang anak buah
yang berpakaian hitam-hitam. Marahlah Cun Giok!
“Nenek siluman!” Dia membentak lalu melompat dan
menyerang nenek itu dengan pukulan Pai-bun-twi-san (Dorong
Pintu Tolak Gunung), kedua tangannya dengan jari terbuka
mendorong ke arah tubuh nenek yang duduk bersila itu.
“Wuuuuttt...... darrrr.......!” Tubuh Song-bun Mo-li sudah
mencelat ke belakang menghindarkan pukulan dan yang
terkena pukulan dari atas itu adalah dua batang lilin menyala,
dupa besar yang membara, dan susunan batu-batu membentuk
lingkaran aneh itu sehingga berhamburan!
Song-bun Mo-li sudah tahu akan kelihaian Cun Giok, maka
sambil mengeluarkan suara setengah menangis setengah
tertawa ia melarikan diri, diikuti Kim Bayan dan anak buahnya.
Mereka khawatir kalau-kalau dua orang lawan yang lainnya
datang sehingga mereka akan menghadapi bahaya, maka
mereka melarikan diri tunggang-langgang!
Sementara itu, Ceng Ceng dan Li Hong yang masingmasing
dikeroyok tiga orang mayat hidup, merasa ngeri.
Beberapa kali pedang Ban-tok-kiam di tangan Li Hong
membabat putus lengan pengeroyoknya, akan tetapi mayat
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 532
hidup itu tetap saja maju menyerangnya dan lengannya yang
buntung seolah tidak terasa sama sekali, juga tidak
mengeluarkan darah!
Demikian pula Ceng Ceng. Beberapa kali ujung tongkat
ranting di tangannya menotok dengan tepat jalan darah yang
penting, namun mayat-mayat hidup yang ditotoknya itu sama
sekali tidak roboh seolah totokan itu tidak dirasakannya.
Beberapa kali ia menendang dan begitu roboh, mayat hidup itu
bangkit kembali dan menyerang membabi buta! Tentu saja
mereka merasa ngeri juga.
Li Hong teringat ketika ia membuat mayat hidup pertama
benar-benar mati, yaitu dengan menusuk tembus jantungnya
dan memecah kepalanya. Maka kini ia menujukan pedangnya
untuk menusuk dada sebelah kiri dan membelah kepala para
pengeroyoknya yang mengerikan itu.
Akan tetapi tiba-tiba saja enam buah mayat hidup itu
terkulai dan tak bergerak lagi! Hal ini terjadi ketika Cun Giok
memukul berantakan alat-alat yang dipergunakan oleh Songbun
Mo-li untuk berdoa dan menghidupkan mayat-mayat itu!
Ceng Ceng dan Li Hong saling berpandangan dengan
heran. Akan tetapi Ceng Ceng yang lebih banyak mengetahui
tentang ilmu sihir dan ilmu setan seperti yang ia pernah dengar
dari mendiang ayah dan paman gurunya, segera berkata,
“Li Hong, cepat kau tusuk tembus jantung mereka!”
Li Hong bergerak cepat, pedangnya menyambar-nyambar
dan dalam waktu singkat ia telah menusuk tembus dada kiri
enam buah mayat itu. Ia juga membacok kepala mayat-mayat
itu sehingga batok kepala mereka pecah. Setelah itu, Li Hong
menendangi mayat-mayat itu sehingga terlempar memasuki
lubang galian!
Cun Giok berkelebat datang dan dia merasa lega melihat Li
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 533
Hong dan Ceng Ceng dalam keadaan selamat. Dia juga melihat
betapa mayat-mayat yang tadi hidup lagi itu kini sudah berada
dalam lubang galian.
“Benar saja, nenek iblis itu yang menggunakan ilmu setan
menghidupkan lagi mayat-mayat tadi. Ia dan Kim Bayan sudah
melarikan diri,” katanya.
“Li Hong telah menusuk tembus jantung mayat-mayat itu,
dan membelah kepala mereka,” kata Ceng Ceng. “Mari kita
timbun lubang ini dengan tanah.”
Mereka bertiga bekerja dan lubang itu telah ditimbuni
tanah. Mereka masih menindih gundukan tanah itu dengan
batu-batu besar.
“Kita harus cepat pergi dari sini. Agaknya Kim Bayan tidak
akan tinggal diam. Kalau dia kembali ke sini membawa
pasukan yang besar jumlahnya, akan sukarlah bagi kita untuk
menghadapinya. Mari kita cepat pergi!”
Mereka lalu berlari cepat meninggalkan kuil di tengah
hutan itu. Setelah berlari puluhan mil jauhnya tanpa berhenti,
akhirnya mereka berhenti di tepi sebuah sungai dan duduk di
bawah sebuah pohon yang rindang. Tempat itu teduh dan
nyaman sekali. Duduk di bawah pohon dekat sungai, dikipasi
angin semilir, tiga orang yang baru saja berlari cepat itu merasa
nyaman. Mereka duduk di atas batu-batu yang terdapat banyak
di tepi sungai.
“Jahanam Kim Bayan, sayang aku tidak dapat memenggal
lehernya untuk membalaskan Ayah Ibuku yang pernah
disiksanya!” kata Li Hong penasaran.
“Hong-te, di mana sekarang Ayah Ibumu itu?” tanya Cun
Giok.
@_Alysa^DewiKZ_@
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 534
Jilid 17
Bab 1. Cemburu Kepada Siapa?!
“Mereka sekarang tinggal bersama Subo di Pulau Ular,”
jawab Li Hong akan tetapi ia merasa malu untuk mengatakan
bahwa kini subonya, Ban-tok Niocu, menjadi isteri ayahnya.
“Sudahlah, jangan bercerita tentang aku, yang penting sekarang
kita bicara tentang engkau, Ceng Ceng. Aku yakin bahwa
jahanam Kim Bayan itu tidak akan mau berhenti sebelum
mendapatkan peta itu darimu. Engkau akan terus dikejarkejar.”
Ceng Ceng menghela napas panjang. “Biar bagaimanapun
juga, aku tidak akan menyerahkan peta itu kepada Panglima
Kim Bayan dan Pemerintah Kerajaan Mongol. Mereka tidak
berhak memiliki harta karun itu. Harta karun itu harus
diserahkan kepada para pejuang yang menentang penjajah
Mongol dan yang berjuang membebaskan tanah air dari tangan
penjajah. Biarpun harus berkorban nyawa, seperti yang
dilakukan Ayah Ibuku, aku rela dan tidak akan menyerahkan
peta itu!”
“Sebetulnya, harta karun apakah yang disembunyikan
dalam peta itu, Ceng Ceng? Mengapa pula Ayah Ibumu
mempertahankannya sampai berkorban nyawa dan engkau juga
mempertahankannya mati-matian? Apakah engkau ingin
memiliki harta karun dan menjadi kaya?” tanya Li Hong.
Cun Giok mengerutkan alisnya. Pertanyaan Li Hong itu dia
anggap tidak sopan, akan tetapi dia telah mengenal watak
pemuda remaja ini yang memang liar dan ugal-ugalan
walaupun pada dasarnya dia gagah dan membela keadilan.
Apalagi karena dia melihat Ceng Ceng tersenyum saja.
Agaknya memang sudah ada hubungan perasaan antara gadis
dan pemuda itu!
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 535
“Sebetulnya peta itu merupakan rahasia besar Ayah......”
“Ceng-moi, kalau itu merupakan rahasia keluargamu, tidak
perlu kaubicarakan kepada siapapun, bahkan tidak kepada kami
berdua,” kata Cun Giok.
“Ah, mengapa harus dirahasiakan kepada kami? Apakah
Ceng Ceng tidak percaya kepada kami setelah apa yang kita
alami bersamamu? Huh, aku pun tidak ingin merampas harta
orang!” kata Li Hong.
“Tidak, Li Hong, aku tidak akan merahasiakan kepada
kalian berdua. Aku percaya sepenuhnya kepada engkau dan
Giok-ko. Harta karun itu milik Kerajaan Sung yang dikorup
oleh seorang pembesar kebiri, yaitu Thaikam Bong. Sebelum
Kerajaan Sung jatuh, Thaikam Bong mencuri harta istana dan
menyembunyikan harta itu di suatu tempat rahasia. Dia
membuat peta tempat persembunyian harta itu dan kabarnya
dia membunuhi semua orang yang membantunya menyimpan
harta itu. Nah, sebelum pasukan Mongol menyerbu, Kerajaan
Sung mengadakan pembersihan dan terutama sekali Thaikam
Bong yang diketahui korup dan bersekutu dengan orang
Mongol itu. Diserbu pasukan yang dipimpin oleh ayahku Liu
Bok Eng yang ketika itu menjadi seorang panglima. Rumah
Thaikam Bong dibakar dan hartanya dirampas. Ayah
menemukan peta itu dan dibawanya ketika Ayah ikut
mengawal Kaisar Sung yang melarikan diri ke selatan. Peta
terus disimpan Ayah dan Ayah mengambil keputusan untuk
kelak menyerahkan harta karun itu kepada para pejuang yang
hendak mengusir penjajah Mongol. Ketika Ayah dan Ibu
dipaksa menyerahkan peta dan ditolak sehingga orang tuaku
terbunuh, Ayah telah meninggalkan peta itu kepada seorang
sahabat dan kemudian diserahkan kepadaku. Agaknya tentang
adanya peta harta karun itu diketahui Panglima Kim Bayan
yang sekarang bermaksud merampasnya dariku. Demikianlah
riwayat peta itu.”
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 536
“Akan tetapi, Ceng Ceng, apakah Ayahmu pernah
membuktikan kebenaran peta itu dan melihat sendiri harta
karun yang disembunyikan?” tanya Li Hong.
Ceng Ceng menggelengkan kepalanya. “Ayah belum
pernah mencoba untuk mencari harta karun itu. Niatnya hanya
menyerahkan peta itu kepada para pejuang agar mereka yang
kelak mencari sendiri kalau mereka membutuhkan biaya
perjuangan mereka melawan penjajah.”
“Ceng-moi, pertanyaan Hong-te tadi memang benar,” kata
Cun. Giok. “Kalau engkau belum membuktikan bahwa peta itu
memang benar menunjukkan tempat penyimpanan harta karun,
bagaimana kalau engkau serahkan kepada para pejuang
kemudian setelah dicari ternyata tidak ada harta karun
tersembunyi menurut peta itu?”
“Ya, engkau harus yakin bahwa peta itu tidak palsu atau
bohong karena ayahmu hanya merampas dari Thaikam Bong,
Ceng Ceng. Kalau kelak setelah engkau serahkan peta kepada
para pejuang kemudian setelah dicari harta karun itu tidak ada,
tentu hal itu akan membuat engkau malu dan mendiang orang
tuamu akan dianggap sebagai pembohong.”
Ceng Ceng tersenyum. “Kalian benar, akan tetapi aku
sendiri juga berpendapat begitu. Sebetulnya sekarang pun aku
sedang melakukan perjalanan mencari harta karun itu untuk
membuktikannya.”
“Ceng Ceng, kalau engkau percaya kepadaku, aku akan
membantumu mencari sampai dapat.”
“Tentu saja aku percaya padamu, Li Hong.”
“Ceng-moi, mengingat bahwa engkau tentu akan selalu
dicari oleh Kim Bayan, maka perjalananmu mencari harta
karun itu tentu akan mengalami banyak rintangan yang
berbahaya. Maka, kalau engkau tidak keberatan, biarlah aku
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 537
membantumu menghadapi semua rintangan itu,” kata Cun
Giok.
“Tentu saja aku tidak keberatan, Giok-ko, bahkan aku
merasa girang sekali kalau engkau mau membantuku. Dengan
adanya Li Hong dan engkau membantuku, aku yakin kita
bertiga akan dapat menemukan harta karun itu!” kata Ceng
Ceng gembira. “Mari kita lihat peta itu, agar kalian dapat pula
mempelajarinya.”
Ceng Ceng lalu mengambil gulungan peta dari balik
bajunya dan setelah memeriksa dengan teliti keadaan sekeliling
dan yakin bahwa tidak ada orang lain yang mengintai, mereka
bertiga mempelajari peta yang dibuka oleh Ceng Ceng.
Setelah memeriksa dengan teliti, Li Hong mengeluh. “Wah,
kalau aku yang disuruh mencari harta karun itu, aku menyerah
dan angkat tangan! Aku sama sekali tidak mengerti maksud
peta ini, seperti teka-teki saja. Apa sih maksudnya garis-garis
lengkung dan gambar naga dan burung Hong di tengah itu?”
“Kalau menurut pendapatmu bagaimana, Giok-ko?”
Cun Giok juga mempelajari peta itu dengan penuh
perhatian. Kemudian ia menjawab, “Garis-garis melengkung
ini seperti menggambarkan pegunungan, Ceng-moi, letaknya di
sebelah bawah atau sebelah selatan gambar naga dan burung
Hong. Tentu tempat persembunyian itu berada di pegunungan
itu. Gambar lingkaran kecil di pegunungan itu agaknya
merupakan sebuah guha dan di situ ada titik merahnya. Maka
kalau aku tidak keliru, harta karun itu disimpan dalam sebuah
guha di pegunungan itu. Akan tetapi di mana letak pegunungan
itu? Memang sukar mengartikan peta yang tidak ada tulisannya
ini.”
“Coba perhatikan, Giok-ko. Gambar yang ada hanya naga
dan burung Hong. Pertanda apakah itu? Bukankah itu pertanda
yang berarti Kaisar? Dan Kaisar itu tempatnya di istana, di kota
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 538
raja. Lihat di atas kedua burung keramat itu, terdapat garisgaris
melengkung yang lebih besar. Berarti, mungkin kalau aku
tidak keliru, itu adalah pegunungan yang besar di sebelah utara
kota raja Peking. Dan sebelah selatan atau di bawahnya
terdapat lukisan garis-garis melengkung yang lebih kecil, yang
berarti perbukitan seperti yang engkau kira. Dugaanmu tentang
guha di perbukitan selatan itu kukira sudah benar. Perbukitan
itu tentu berada di sebelah selatan kota raja dan seingatku di
sebelah selatan kota raja memang terdapat perbukitan yang
subur. Mari kita mencoba menyelidiki ke sana. Siapa tahu
perhitungan kita benar.”
Mereka bertiga mempelajari dan menghafal isi peta ini
dalam ingatan mereka, menjaga kalau-kalau peta itu sampai
hilang atau terampas orang mereka masih dapat mengingat dan
mencari harta pusaka itu. Setelah bersepakat, tiga orang ini lalu
melanjutkan perjalanan mereka, kini mereka menuju ke
perbukitan sebelah selatan kota raja.
Dwkz-alysa
Ketika Cun Giok, Li Hong, dan Ceng Ceng tiba di kaki
perbukitan di sebelah selatan kota raja, mereka berhenti dan
Ceng Ceng berseru.
“Ah, tak salah lagi. Perbukitan inilah yang dimaksudkan
peta itu! Lihat, Li Hong, Giok-ko, tiga puncak bukit yang
berjejer itu, tepat seperti tiga garis lengkung itu! Dan bukit
yang di tengah itu, yang subur dengan hutan lebat dan padang
rumput, tentu di sana tempat guha itu berada. Bukankah
gambar lingkaran kecil itu berada di tengah perbukitan? Tak
salah lagi, kita sekarang mendaki bukit di tengah itu dan
mencari guha yang dimaksudkan dalam peta!”
Mereka merasa gembira dan bersemangat membayangkan
bahwa mereka akan mendapatkan tempat disembunyikannya
harta karun itu. Ketika mereka tiba di kaki bukit bagian tengah,
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 539
mereka bertemu dengan lima orang laki-laki yarg berpakaian
sebagai pemburu binatang hutan.
Lima orang itu berusia antara tigapuluh sampai empatpuluh
tahun dan tubuh mereka tegap dan tampak kuat karena
pekerjaan mereka memang membutuhkan tubuh yang kuat.
Mereka membawa gendewa dan anak panah yang dikalungkan
di leher dan pundak, dan tangan mereka memegang tombak.
Gulungan tali tergantung di pinggang mereka. Ketika lima
orang itu melihat dua orang pemuda dan seorang gadis yang
ketiganya tampak lemah itu hendak mendaki bukit di tengah
itu, seorang di antara mereka yang mukanya berewok menegur,
setelah mereka berlima saling pandang dengan heran.
“Sam-wi (Anda Bertiga) hendak pergi ke manakah?”
Cun Giok menjawab dengan ramah. “Kami bertiga hendak
mendaki bukit ini. Kalau tidak salah dugaan kami, Twako
berlima tentu para pemburu yang suka memburu binatang
hutan, betulkah?”
“Mendaki bukit ini? Ah, maafkan kami, Taihiap (Pendekar
Besar), apakah Sam-wi masih ada hubungan dengan Majikan
Bukit Sorga ini?”
Cun Giok menggelengkan kepalanya. “Bukan, Twako.
Kami hanya ingin jalan-jalan dan melihat keindahan bukit.”
Lima orang itu kembali saling pandang dan kelihatan heran
sekali. Si Berewok itu lalu berkata lagi. “Ucapanmu itu
membuktikan bahwa kalian bertiga bukan orang sini.” Kini dia
tidak lagi menyebut taihiap, agaknya sebutan tadi dia
pergunakan karena mengira bahwa tiga orang itu merupakan
kerabat orang yang memiliki atau menguasai bukit yang
disebut Bukit Sorga itu. “Kalau kalian bertiga penduduk kota
raja dan sekitarnya, pasti tidak akan berani mengantarkan
nyawa sendiri di Bukit Sorga!”
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 540
“Hei, jangan bicara sembarangan kau!” Li Hong
membentak sambil melangkah maju, memandang Si Berewok
dengan mata mencorong. “Siapa yang mengantarkan nyawa
sendiri? Mungkin kalian berlima yang mengantarkan nyawa
kalian kalau berani menghalangi perjalanan kami!”
Lima orang pemburu itu tertawa melihat sikap Li Hong
yang galak. Mereka adalah lima orang laki-laki bertubuh tinggi
besar dan kokoh kuat, sekarang nrenghadapi seorang pemuda
remaja yang tampak lemah berani mengancam mereka, hal ini
sungguh menggelikan dan juga membuat mereka marah. Akan
tetapi Cun Giok segera maju dan mengangkat tangan memberi
hormat kepada lima orang itu dan berkata halus.
“Ngo-wi Twako (Kakak Berlima), maafkan kami.
Sesungguhnya, kami tidak mengerti apa yang Ngo-wi
maksudkan tadi. Kami tidak berniat jahat, mengapa kalau
mendaki bukit ini berarti mengantarkan nyawa? Siapakah yang
memiliki bukit ini?”
Melihat sikap Cun Giok yang sopan, Si Berewok menghela
napas panjang. “Ah, memang kalian ini agaknya sama sekali
tidak tahu dan tidak mengenal bahaya. Bukit Sorga ini adalah
milik seorang yang amat besar kekuasaannya di kota raja,
bahkan kabarnya kaisar sendiri menghormatinya dan bukit ini
oleh kaisar dihadiahkan kepadanya. Majikan bukit ini selain
besar kekuasaannya, juga sakti seperti seorang dewa. Tak
seorang pun berani mendaki bukit ini, karena siapa berani
mendaki berarti mati. Beberapa orang kawan kami dulu pernah
tidak menghiraukan cegahan kami dan berburu binatang hutan
di bukit ini dan mereka semua tidak kembali. Maka, kalau
kalian bertiga hendak mendaki bukit, bukankah berarti kalian
mengantarkan nyawa?”
“Bukan hanya sakti dan berkuasa, akan tetapi majikan bukit
ini juga memiliki ilmu setan yang mengerikan sehingga kami
semua hanya mengenal sebutannya, yaitu Kui-ong (Raja Setan)
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 541
tanpa pernah dapat melihat orangnya,” kata orang kedua.
“Ah, Twako, mengapa repot-repot memperingatkan
mereka. Kalau dua orang pemuda ini hendak mengantarkan
nyawa di bukit ini, tidak peduli dan biar mereka mati dimakan
setan. Akan tetapi gadis ini yang cantik jelita seperti bidadari,
sayang kalau sampai dimakan setan. Lebih baik ditinggalkan
saja bersama kami, pasti selamat!” kata orang ketiga yang sejak
tadi memandang Ceng Ceng dengan pandang mata penuh
gairah.
“Tutup mulutmu yang busuk!” Li Hong membentak dan ia
sudah siap menghajar orang yang dianggapnya menghina Ceng
Ceng itu.
“Apa kau kata?!” Pemburu itu maju hendak memukul dan
Li Hong sudah siap menghajarnya, akan tetapi Cun Giok lebih
dulu maju dan menangkap pergelangan tangan pemburu yang
hendak memukul itu dan berkata.
“Sabar, sobat. Kami tidak mencari keributan. Maafkan
kami dan kami tidak akan sembarangan mendaki bukit ini.”
Pemburu itu terkejut bukan main karena begitu pergelangan
tangannya dipegang pemuda itu, dia merasa seluruh tubuhnya
lemas kehilangan tenaga! Maka begitu Cun Giok melepaskan
lengannya, dia tidak berani banyak cakap lagi, malah berkata
kepada teman-temannya. “Mari kita pergi dari sini.” Dia
mendahului pergi diikuti oleh empat orang temannya.
Setelah lima orang pemburu itu pergi menuju ke bukit di
sebelah, Li Hong mengomel. “Pouw-twako, engkau ini
bagaimana sih? Orang tadi seharusnya dihajar karena dia sudah
mengeluarkan kata-kata kurang ajar terhadap Ceng Ceng!
Kalau engkau begitu sabar, tentu orang tidak akan
menghormati kita lagi!”
“Hong-te, ingat bahwa kita sedang melakukan
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 542
penyelidikan. Mereka tadi setidaknya telah berjasa karena telah
menceritakan keadaan bukit ini. Kalau kita membuat ribut dan
terdengar oleh penghuni bukit ini, maka penyelidikan kita tentu
akan menemui banyak rintangan dan kesulitan.”
“Glok-ko berkata benar, Li Hong. Sekarang kita tahu
bahwa pemilik bukit ini adalah orang yang berkuasa di
Kerajaan Goan (Mongol), maka kita harus berhati-hati karena
tentu saja penghuni bukit ini akan memusuhi kita kalau mereka
tahu kita mendaki bukit ini.”
Li Hong diam saja, hanya cemberut karena hatinya merasa
tidak senang. Sudah beberapa kali Cun Giok dan Ceng Ceng
saling membenarkan! Agaknya mereka itu saling dukung dan
saling cocok! Dengan hati panas ia menduga bahwa Cun Giok
dan Ceng Ceng saling mencinta! Akan tetapi ia pun mengerti
bahwa Cun Giok berkata benar. Mereka sedang menyelidiki
tempat penyimpanan harta karun yang berada di bukit itu.
Tentu saja penyelidikan ini harus dilakukan dengan diam-diam
agar jangan ketahuan orang lain. Apa lagi ketahuan penghuni
bukit itu yang ternyata masih kerabat istana kaisar Mongol!
Sebelum mulai dengan pendakian bukit, Ceng Ceng berkata
kepada dua orang kawannya. “Giok-ko dan Li Hong, karena
kita akan berada di tempat berbahaya, kurasa sebaiknya kalau
peta ini kita sembunyikan di sini. Kita sudah hafal gambar peta
itu maka tanpa peta pun kita dapat mencari harta karun itu.
Agar jangan sampai peta ini dilihat orang lain, maka baiknya
disembunyikan. Andaikata kita mendapatkan halangan,
seorang dari kita dapat saja mengambil peta ini. Bagaimana
pendapat kalian?”
“Mengapa harus disembunyikan, Ceng Ceng? Kalau ada
yang berani mengganggu kita, kita lawan. Dengan bertiga
kurasa kita akan dapat menghancurkan setiap lawan yang
berani mengganggu!” kata Li Hong gagah.
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 543
“Hong-te, Ceng-moi berkata benar. Tempat yang akan kita
daki ini berbahaya sekali. Aku tahu bahwa engkau tidak takut,
kami juga tidak takut. Akan tetapi ketahuilah, baru muncul
nenek ib!is seperti Song-bun Moli saja ia sudah begitu lihai dan
berbahaya. Siapa tahu di sini muncul pula orang-orang jahat
yang sakti. Peta itu sebaiknya kalau disembunyikan di sini.”
Kembali mereka saling mendukung dan membenarkan!
Hati Li Hong menjadi panas sekali dan ia tidak mampu
menahan kemarahan dan cemburunya. Mukanya merah, sinar
matanya mencorong dan ia bangkit berdiri.
“Pouw-twako! Engkau selalu membela dan membenarkan
Ceng Ceng! Ah, aku...... muak mendengarnya!” Setelah berkata
demikian, Li Hong lalu berlari pergi meninggalkan mereka.
“Hong-te......!” Cun Giok berseru, akan tetapi Li Hong
sudah pergi dan tak tampak lagi bayangannya.
Ceng Ceng dan Cun Giok bangkit berdiri dan mereka saling
pandang, merasa kecewa dan menyesal. Cun Giok menghela
napas panjang dan berkata lirih.
“Dia cemburu......” Dia yakin kini bahwa Li Hong mencinta
Ceng Ceng sehingga marah mendengar dia membenarkan katakata
gadis itu.
Ceng Ceng mengangguk. “Ia memang cemburu, Giok-ko.”
Akan tetapi tentu saja ia maksudkan bahwa Li Hong cemburu
kepadanya karena gadis itu mencinta Cun Giok!
“Ceng-moi, dia seorang pemuda yang baik sekali. Dia
mencintamu dan menyesal sekali aku telah menyakiti hatinya,
telah membikin dia cemburu padaku.”
Ceng Ceng mengerti bahwa pemuda itu salah sangka dan
belum mengetahui bahwa Li Hong adalah seorang wanita. Ia
masih ingat akan permintaan Li Hong agar tidak membuka
rahasia penyamarannya kepada Cun Giok. Akan tetapi
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 544
keadaannya sekarang berbeda. Agar menghilangkan semua
kesalah-pahaman, ia harus membuka rahasia penyamaran Li
Hong kepada Cun Giok.
“Giok-ko, engkau salah sangka. Li Hong memang cemburu,
akan tetapi bukan cemburu kepadamu, melainkan cemburu
kepadaku. Ia amat mencintaimu, Giok-ko.”
Cun Giok memandang heran. “Maksudmu.......?”
“Giok-ko, Li Hong adalah seorang gadis yang cantik. Ia
adalah murid Ban-tok Niocu dari Pulau Ular. Ialah yang dulu
melukai Goat-liang Sanjin dan membunuh paman guruku Im
Yang Yok-sian untuk memenuhi perintah gurunya. Tadinya ia
berpesan kepadaku agar jangan menceritakan hal ini kepadamu
karena ia takut kalau-kalau sikapmu kepadanya yang akrab itu
akan berubah. Ia mencintamu, Giok-ko.”
Cun Giok tertegun dan terkenanglah dia akan semua sikap
Li Hong selama melakukan perjalanan dengannya. Ah, betapa
bodohnya, tidak pernah menduga bahwa Li Hong seorang
gadis! Dia lalu menghela napas panjang dan menatap wajah
Ceng Ceng.
@_Alysa^DewiKZ_@
Bab 2. Pertemuan Dua Hati Yang Pertama
“Kalau begitu dugaan kita tadi berlawanan! Akan tetapi,
baik Li Hong sebagai laki-laki maupun Li Hong sebagai
perempuan, mengapa kita menduga bahwa ia marah karena
cemburu kepada kita?”
“Hemm, mungkin karena engkau tadi membenarkan
pendapatku,” kata Ceng Ceng lirih.
“Dan engkau juga pernah membenarkan pendapatku.
Tadinya kusangka Li Hong seorang laki-laki yang cemburu
karena mengira aku mencintamu dan ternyata ia seorang
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 545
perempuan yang cemburu karena mengira engkau mencintaku.
Ceng Ceng, benarkah perkiraan Li Hong itu?”
Sepasang pipi yang halus itu berubah kemerahan dan
sambil menundukkan mukanya Ceng Ceng bertanya lirih.
“Perkiraan apa, Giok-ko?”
“Perkiraan pemuda Li Hong bahwa aku mencintaimu dan
perkiraan gadis Li Hong bahwa engkau mencintaiku. Benarkah
perkiraan itu?”
Kepala gadis itu semakin menunduk dan kini wajah yang
jelita itu menjadi merah padam. Suaranya lirih dan gemetar
ketika ia menjawab.
“Aku...... aku tidak tahu, Giok-ko.......”
Cun Giok seolah terpesona. Getaran suara bisikan gadis itu
seperti memiliki daya tarik yang luar biasa. Belum pernah
selama hidupnya Cun Giok merasakan pengalaman seperti ini.
Dia merasa seperti ditarik oleh kekuatan yang amat hebat
sehingga kedua kakinya melangkah menghampiri Ceng Ceng.
Seperti dengan sendirinya, seolah sudah sewajarnya, setelah
mereka berhadapan dekat, Cun Giok dengan lembut
menggunakan kedua tangannya untuk menyentuh kedua pipi
Ceng Ceng dan mengangkat muka itu agar menghadap
padanya. Ketika Ceng Ceng diangkat mukanya sehingga dua
pasang mata itu bertemu pandang, Cun Giok melihat betapa
mata yang bening itu basah dan berlinang air mata.
Suara Cun Giok juga lirih gemetar ketika dia berkata,
“Ceng-moi, benarkah kedua perkiraan Li Hong itu?”
Ceng Ceng tidak dapat menundukkan mukanya karena
kedua tangan Cun Giok dengan lembut masih menahan kedua
pipinya, akan tetapi pandang matanya tertunduk ketika ia
berkata dengan suara berbisik lirih sekali. “......perkiraan
apa.......?”
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 546
“Bahwa aku mencintaimu dan engkau mencintaiku. Cengmoi,
terus terang kuakui bahwa sejak pertama kali berjumpa
denganmu, aku telah jatuh cinta padamu, kalau perasaan ini
dapat dinamakan cinta karena belum pernah aku merasakan
seperti ini. Demi Tuhan, aku cinta padamu, Ceng-moi dan
perkiraan Li Hong itu benar. Akan tetapi, benarkah
perkiraannya bahwa engkau...... juga cinta padaku.......?”
Ceng Ceng berbisik lirih. “.......aku juga...... baru sekali
merasakan...... akan tetapi...... ahh, aku tidak mau menyakiti
hati Li Hong.......”
Kini beberapa tetes air mata turun ke atas kedua pipi yang
halus kemerahan itu. Melihat gadis itu menangis, hati Cun
Giok tenggelam ke dalam keharuan cinta. Dia mencium kedua
pipi Ceng Ceng dan menghapus beberapa titik air mata itu
dengan bibirnya. Cinta mendatangkan keajaiban dalam diri
manusia. Beberapa tetes air mata gadis yang dicintainya itu
terasa asin namun bagaikan air embun yang menyirami tunas
cinta yang bersemi dalam hati Cun Giok!
Ceng Ceng sendiri gemetar ketika merasa Cun Giok
mencium kedua pipinya dan mengecup air matanya. Tubuhnya
seperti dimasuki getaran yang membuat hatinya terguncang
dan tubuhnya menjadi lemas.
“Koko.......” Ia berbisik dan tenggelam ke dalam rangkulan
Cun Giok, membenamkan mukanya di dada pemuda itu. Ia
merasa begitu aman, tenteram, bahagia dan nikmat sehingga ia
memejamkan kedua matanya dan tidak ingin membuka
kembali matanya, tidak ingin keadaan seperti itu berubah, ingin
selamanya berada dalam dekapan pemuda yang dicintanya itu.
Cun Giok merasakan hal yang sama. Merangkul tubuh
Ceng Ceng, mendekap muka itu di depannya, dia merasa
seolah mendapatkan sebuah mustika yang tak terbayangkan
nilainya, yang harus dilindunginya selama hidupnya. Dia
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 547
merasa seolah gadis itu memang sejak dulu menjadi bagian
dari hidupnya. Dengan hati dipenuhi rasa kasih dan haru, dia
mempererat dekapannya, menunduk dan membenamkan
kepalanya di rambut yang halus Iembut dan harum itu.
“Moi-moi......” Dia berbisik dan pada saat seperti itu, dua
hati seolah menjadi satu, segala sesuatu terasa indah, dan hidup
berarti bahagia!
Akan tetapi, sudah menjadi kodratnya bahwa segala sesuatu
di dunia ini sifatnya hanyalah sementara dan segala sesuatu
pasti mengalami perubahan, tidak kekal adanya. Demikian pula
dengan keadaan Cun Giok dan Ceng Ceng. Suasana asyik
masyuk ketika keduanya tenggelam ke dalam lautan asmara,
seperti terlena dalam dekapan, melayang-layang di angkasa dan
terayun-ayun penuh kenikmatan, juga hanya sementara dan
tidak kekal.
Seperti sebuah mimpi indah yang terganggu, seperti sinar
matahari yang terhalang awan yang lewat, Ceng Ceng yang
memejamkan mata bersandar di dada Cun Giok, tiba-tiba
melihat bayangan wajah Li Hong dan telinganya yang tadinya
hanya dipenuhi bunyi detak jantung pemuda yang dikasihinya
itu, kini mendengar suara Li Hong ketika mengatakan bahwa
gadis itu mencinta Cun Giok!
Awan itu tidak hanya menghalangi sinar matahari yang
menerangi hati Ceng Ceng, akan tetapi juga menghalangi sinar
matahari yang menerangi hati Cun Giok. Kalau tadi, dalam
keadaan asyik masyuk, dia pun memejamkan mata dan
membenamkan mata dalam rambut Ceng Ceng, tiba-tiba hati
dan pikiran yang tadinya dipenuhi gadis yang berada dalam
dekapannya, kini muncul wajah lain. Wajah seorang gadis yang
manis, dengan wajah bulat dan lesung pipi yang menarik,
sikapnya sederhana dan lembut, wajah Siok Eng, gadis lemah
yang telah menjadi tunangannya!
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 548
Sinar kebahagiaan yang menerangi hati kedua orang muda
yang dimabok cinta itu kini tidak secerah tadi. Teringat akan
Siok Eng, Cun Giok mengangkat mukanya dari belaian rambut
kepala Ceng Ceng, sebaliknya Ceng Ceng yang teringat kepada
Li Hong, juga mengangkat mukanya yang tadinya terbenam di
dada Cun Giok.
Gerakan mereka ini berbareng dan Ceng Ceng melepaskan
diri dari rangkulan kedua lengan Cun Giok. Pemuda itu
membiarkan gadis itu melepaskan diri, tidak menahannya. Kini
mereka berdiri berhadapan, dekat, namun tidak lagi
bersentuhan. Pandang mata mereka penuh kasih sayang, namun
mengandung pula bayangan duka.
“Giok-ko, tidak seyogianya kita begini...... aku merasa
bersalah kepada Li Hong......” kata Ceng Ceng sambil
membetulkan sanggul rambutnya yang agak kacau karena tadi
diobrak-abrik muka Cun Giok.
Cun Giok menghela napas panjang. “Maafkan aku, Cengmoi.
Akan tetapi, aku bersumpah bahwa cintaku hanya
untukmu seorang, Ceng-moi. Tidak mungkin hatiku dapat
mencinta wanita lain seperti aku mencintamu.”
Ceng Ceng menghela napas panjang. “Aku juga cinta
padamu, Giok-ko. Akan tetapi aku tidak mau meletakkan
cintaku di atas kehancuran hati Li Hong. Kebahagiaan cintaku
akan ternodai oleh kedukaan hati Li Hong.”
Cun Giok merasa terharu. Alangkah mulia hati gadis ini!
Dia teringat akan dirinya sendiri. Dia sudah ditunangkan secara
sah dengan Siok Eng. Kalau dia kini mengkhianatinya,
alangkah akan rendah budinya dan mana dapat dibandingkan
dengan keluhuran budi Ceng Ceng? Dia menghela napas
panjang dan merasa hatinya tertindih berat.
“Sudahlah, Ceng Ceng. Saat ini cukup bagi kita kalau kita
merasa yakin akan cinta kasih kita satu sama lain. Ini akan
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 549
mendatangkan kekuatan batin dan gairah untuk hidup. Soal ini
kita bicarakan lain waktu. Sekarang yang terpenting, kita
lanjutkan usahamu mencari harta karun itu. Akan tetapi,
sebelum itu, ijinkanlah aku memelukmu sekali lagi, Ceng-moi.'
Ceng Ceng merasa terharu dan ia hanya mengangguk
dengan mata basah. Air matanya berlinang ketika Cun Giok
merangkul dan mendekap kepalanya ke dada yang bidang itu.
Cun Giok menundukkan mukanya dan mencium dahi gadis itu,
di antara sepasang keningnya. Mereka berdekapan seperti itu,
tanpa bergerak, sampai lama, seperti tenggelam dalam mimpi
indah.
Kini sepasang mata Ceng Ceng mengalirkan air mata
karena ia merasa seolah dekapan itu merupakan tanda selamat
berpisah. Demi Li Hong, ia tidak akan membolehkan lagi Cun
Giok memeluknya karena kalau ia membiarkan dirinya dipeluk
dan dicium, ia tidak akan kuat menolak dan hal ini merupakan
pengkhianatan terhadap janjinya kepada Li Hong.
“Jahanam busuk! Engkau pengkhianat tak tahu malu!”
Tiba-tiba terdengar bentakan nyaring.
Tentu saja Ceng Ceng dan Cun Giok merasa terkejut bukan
main mendengar bentakan yang mereka kenal sebagai suara Li
Hong itu. Mereka tadi tidak mengetahui akan kedatangan Li
Hong karena dalam keadaan asyik masyuk seperti itu
kesadaran dan kewaspadaan mereka tentu saja berkurang.
Mereka cepat saling melepaskan diri dan memutar tubuh
menghadapi Li Hong.
Cun Giok tertegun melihat bahwa yang dia hadapi adalah
seorang gadis yang cantik jelita dengan sepasang mata bintang.
Dia mengenal betul mata itu. Gadis itu adalah Li Hong dan
setelah kini berpakaian sebagai wanita dengan tata rambut
wanita pula tampak cantik sekali. Akan tetapi pada saat itu, Li
Hong tampak marah bukan main. Matanya seperti berapi
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 550
memandang kepada Ceng Ceng.
“Li Hong, bersabarlah, mari kita bicarakan baik-baik
persoalan ini……” kata Ceng Ceng.
“Bicarakan baik-baik apalagi? Dasar gadis pengkhianat!
Mampuslah!” Ceng Ceng yang merasa bersalah, tidak
menjawab. Ia hanya memandang ketika Li Hong bergerak
menyerangnya dengan dorongan kedua tangan yang
mengeluarkan uap hitam!
Cun Giok terkejut, menduga bahwa tentu itulah pukulan
Hek-tok Tong-sim-ciang yang amat dahsyat itu, pukulan yang
telah membunuh Im-yang Yok-sian dan melukai Goat-liang
Sanjin! Melihat gadis yang dikasihinya terancam bahaya maut,
Cun Giok melompat sambil mendorongkan tangan menepis
serangan Li Hong dari samping.
“Wuuutt...... desss......!!” Li Hong terhuyung ke samping
dan Cun Giok juga merasa betapa hawa panas memasuki
tubuhnya melalui tangan yang menepis pukulan Li Hong. Akan
tetapi Ceng Ceng yang tadi sama sekali tidak mengelak itu
selamat. Begitu melihat Cun Giok melindungi Ceng Ceng, Li
Hong semakin marah. Tangan kirinya bergerak dan sinar-sinar
hitam kecil menyambar ke arah Ceng Ceng. Gadis itu terkulai
roboh.
“Li Hong, engkau jahat!” Cun Giok berseru sambil
melompat mendekati tubuh Ceng Ceng yang roboh.
Li Hong maklum bahwa tidak mungkin ia melawan Cun
Giok. Selain ia tidak akan mampu menang, juga ia tidak ingin
membunuh pemuda yang membuatnya tergila-gila itu. Maka,
sambil mengeluarkan pekik seperti orang menangis dan marah,
ia melompat jauh dan melarikan diri.
Cun Giok tidak mempedulikan Li Hong lagi. Dia
membiarkan gadis liar itu melarikan diri dan seluruh
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 551
perhatiannya dia curahkan kepada Ceng Ceng yang terkapar,
telentang dalam keadaan pingsan.
Ketika memeriksa denyut nadi Ceng Ceng, Cun Giok
merasa agak lega karena denyut nadinya masih kuat. Akan
tetapi dia melihat ada tanda darah di baju Ceng Ceng di bagian
dada, sekitar sejari di bawah tenggorokkan. Cun Giok menjadi
bingung. Untuk memeriksanya, dia harus membuka baju di
bagian itu dan hal ini berarti melanggar kesusilaan. Akan tetapi
kalau tidak dibuka, bagaimana dia dapat memeriksanya? Pula,
dia melihat dari sinar hitam yang dilontarkan Li Hong tadi,
timbul dugaannya bahwa Ceng Ceng agaknya terkena serangan
senjata rahasia. Maka, menyelamatkan nyawa Ceng Ceng yang
terpenting.
Dengan hati-hati dia lalu membuka kancing baju bagian
atas gadis itu dan tampaklah dua bintik hitam yang
mengeluarkan beberapa tetes darah sehingga tampak noda
darah dari luar. Untunglah bahwa yang terluka itu bukan
tenggorokan, juga bukan payudara Ceng Ceng, melainkan
sejari di bawah tenggorokan.
Karena dua batang jarum hitam itu mengenai tulang dada,
maka tidak menancap semua, masih tampak sedikit tersembul
di luar kulit dada. Cun Giok cepat menggunakan tenaganya
mencabut dua batang jarum itu dan dengan khawatir dia
melihat betapa di sekitar luka yang hanya merupakan titik itu
dilingkari warna hitam. Itu tandanya bahwa jarum-jarum itu
memang mengandung racun! Kalau dia tidak salah duga,
jarum-jarum macam itu disebut Hek-tok-ciam (Jarum Racun
Hitam).
Biarpun payudara gadis itu tidak tampak sepenuhnya,
namun kulit dada yang tampak itu putih mulus dan melihat dua
lingkaran kecil menghitam menodainya, Cun Giok menjadi
marah sekali kepada Li Hong.
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 552
“Gadis liar yang kejam!” dia berkata perlahan, kemudian
dia menatap wajah Ceng Ceng yang tak bergerak dengan mata
terpejam seperti tidur dan berkata, “Ceng-moi, maafkan
kelancanganku. Aku terpaksa harus melakukan ini.”
Kemudian Cun Giok mendekatkan mukanya ke dada Ceng
Ceng dan menempelkan mulutnya pada kulit dada yang
terluka, lalu menyedot perlahan-lahan. Setelah itu, dia
meludahkan darah kehitaman dari sedotannya itu dan hal ini
dilakukan berganti-ganti pada dua luka itu. Setelah menyedot
masing-masing tiga kali, sedotan keempat menghasilkan darah
merah yang berarti bahwa racun itu sudah disedotnya semua.
Ceng Ceng mengeluh lirih dan membuka matanya, tepat
pada saat Cun Giok melakukan persedotan terakhir.
Cepat-cepat pemuda itu menjauhkan mukanya, menutupkan
kembali baju itu pada dada bagian atas akan tetapi tidak sempat
mengaitkan lagi tiga buah kancing baju itu. Mukanya menjadi
merah sekali ketika Ceng Ceng bangkit duduk sambil
memandangnya dengan sinar mata heran dan juga terkejut.
“Maafkan aku, Ceng-moi. Melihat engkau terluka jarum
beracun hitam, terpaksa aku harus mencabut batang jarum itu
lalu aku...... aku menyedot darah yang keracunan keluar.
Maafkan aku atas kelancangan dan pelanggaran susila itu,
Ceng-moi.”
Ceng Ceng menundukkan mukanya mengamati dada yang
terluka, lalu mengancingkan kembali tiga kancing baju paling
atas yang tadi terbuka.
“Ah, engkau tidak bersalah, Giok-ko. Engkau malah
menolongku dan memudahkan aku mengobati lukaku ini.
Hanya luka kecil, setelah racunnya kau keluarkan, tidak
berbahaya lagi dan sehari dua hari pun akan sembuh. Akan
tetapi engkau......, kulihat mukamu merah sekali dan ketika aku
sadar tadi, aku merasa betapa bibirmu panas sekali. Giok-ko,
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 553
engkau terkena pukulan beracun!” Ceng Ceng lupa akan
keadaan dirinya sendiri dan mengkhawatirkan keadaan Cun
Giok.
“Aku tadi menangkis pukulan Li Hong yang ditujukan
padamu, Ceng-moi. Kalau aku tidak salah duga, ia
menggunakan pukulan Hek-tok Tong-sim-ciang seperti yang ia
gunakan untuk membunuh Paman Gurumu dan melukai ketua
Hoa-san-pai. Mungkin aku hanya terkena hawa beracun yang
tidak berbahaya. Aku dapat membersihkannya dalam waktu
yang tidak terlalu lama.”
“Kalau begitu, lakukanlah sekarang, Giok-ko. Aku sendiri
akan mengobati, bekas luka ini,” kata Ceng Ceng dengan suara
mengandung penuh perhatian terhadap Cun Giok.
Pemuda itu lalu bersila mengatur pernapasan, menggunakan
sin-kang (tenaga sakti) untuk mendorong keluar hawa beracun
itu dari tubuhnya. Baru menepis saja, dia sudah terkena hawa
beracun pukulan Hek-tok Tong-sim-ciang, apalagi kalau
sampai terkena pukulan ampuh itu. Tidak mengherankan kalau
Im Yang Yok-sian tewas oleh pukulan itu dan Goat-liang
Sanjin terluka parah. Hanya selama air dijerang sampai
mendidih, Cun Giok menghentikan pengobatan dirinya karena
semua hawa beracun telah diusir dari tubuhnya. Sementara itu,
Ceng Ceng juga sudah menaruh obat bubuk pada lukanya.
“Sungguh tidak kusangka Li Hong dapat berbuat
sedemikian kejinya terhadap dirimu, Ceng-moi. Betapa liar dan
jahatnya gadis itu!” kata Cun Giok dengan marah, mengingat
akan bahayanya penyerangan Li Hong terhadap Ceng Ceng
tadi. Kalau dia tidak menepis pukulan Hek-tok Tong-sim-ciang
tadi, atau kalau dua batang Hek-tok-ciam tadi mengenai satu
jari lebih atas sehingga mengenai tenggorokan atau satu jari
lebih ke bawah mengenai payudara, kiranya nyawa Ceng Ceng
tidak mungkin dapat tertolong Iagi!
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 554
Ceng Ceng tersenyum. “Tidak, Giok-ko, ia tidak jahat
hanya kehilangan kesadarannya oleh perasaan marah.”
“Akan tetapi mengapa engkau tadi sama sekali tidak
membela diri, tidak mengelak atau menangkis ketika diserang
Li Hong?”
“Giok-ko, ketika tadi Li Hong muncul dan menyaksikan
keadaan kita, aku merasa bersalah kepada Li Hong. Aku
merasa betapa hancur hatinya, betapa cemburu telah
membakarnya sehingga api kemarahannya mendorong ia
melakukan penyerangan kepadaku. Maka, aku pasrah dan tidak
mau melawan.”
Cun Giok menghela napas panjang. “Ceng Ceng, mengapa
pendapatmu seperti itu? Engkau keliru, Ceng-moi. Engkau
tentu maklum bahwa aku sama sekali tidak mencintai Li Hong
sebagai seorang wanita, aku tidak tahu bahwa ia wanita dan
aku suka kepadanya sebagai seorang sahabat sesama pria.
Engkau tidak mengkhianati siapa-siapa. Apakah kalau ada
sepuluh orang wanita jatuh cinta padaku engkau juga sepuluh
kali mengalah? Yang penting aku hanya mencinta engkau
seorang. Tak mungkin aku dapat membalas cinta seorang gadis
yang begitu jahat dan kejam seperti Li Hong! Ia telah
membunuh paman gurumu Im Yang Yok-sian, melukai bahkan
hampir membunuh Goat-liang Sanjin, sekarang ia hampir
membunuhmu, betapa jahat dan kejamnya!”
“Giok-ko, engkau harus dapat memaafkannya. Ia tidak jahat
karena semua perbuatannya itu ada yang mendorongnya. Ia
melukai Goat-liang Sanjin karena mematuhi perintah gurunya,
dan ia membunuh Paman Guru Im Yang Yok-sian karena
menganggap bahwa Paman Guruku itu hendak menyembuhkan
Goat-liang Sanjin yang berarti tugasnya akan gagal. Dan tadi ia
hendak membunuhku karena ia dibakar cemburu dan
menganggap aku berkhianat. Tempo hari ia pernah mengaku
padaku bahwa ia mencintamu, Giok-ko. Aku tidak mau
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 555
menyakiti hati orang karena hal itu pasti akan membawa akibat
buruk.”
“Aih, Ceng-moi, betapa mulia hatimu, engkau selalu
mengutamakan perbuatan baik. Aku semakin kagum padamu,
Ceng-moi.” Pandang mata Cun Giok penuh kasih sayang dan
dia sudah menjulurkan tangan karena ingin ia merangkul gadis
yang amat dicintanya itu. Akan tetapi Ceng Ceng melangkah
mundur dan sinar matanya menegur dan mengingatkan Cun
Giok sehingga pemuda itu menekan keinginannya itu.
“Aku sama sekali tidak mulia, Koko. Aku sama saja dengan
engkau atau orang-orang lain. Mungkin aku hanya lebih
menyadari tentang makna kehidupan. Perbuatan yang didasari
dan disengaja oleh pelakunya sebagai perbuatan baik, maka
perbuatan itu sama sekali tidak baik lagi. Kalau orang
menyadari bahwa dia melakukan kebaikan, maka di balik
perbuatannya itu pasti tersembunyi pamrih mendapatkan
imbalan. Imbalan itu dapat berujud uang atau benda berharga,
dapat juga harapan atau pamrih imbalan lebih halus lagi seperti
pujian dan dianggap orang yang baik, atau ditingkatkan lagi
harapan imbalan mendapatkan sorga.”
Cun Giok terkejut. “Aih, Ceng-moi. Aku mengerti kalau
melakukan kebaikan dengan pamrih mendapatkan imbalan
uang, harta, atau pujian adalah salah. Akan tetapi apa salahnya
kalau orang berbuat baik dengan harapan mendapatkan sorga
kelak?”
“Giok-ko, pamrih atau harapan mendapatkan imbalan sorga
apa bedanya dengan pamrih mendapatkan imbalan pujian atau
harta benda? Pujian, harta benda, ataupun sorga itu dianggap
menyenangkan dan menguntungkan, bukan? Kita
menggambarkan sorga sebagai tempat yang indah dan
menyenangkan, karena itu diinginkan orang. Coba, andaikata
sorga itu digambarkan sebagai tempat yang amat tidak
menyenangkan, apakah kita lalu tidak mau berbuat baik lagi
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 556
karena imbalannya tidak menyenangkan? Perbuatan seperti itu,
betapapun baik tampaknya seperti menolong sesama manusia
umpamanya, bukan lain merupakan jual beli yang
mengharapkan keuntungan atau kesenangan bagi diri sendiri.
Kalau kita sengaja dan menyadari melakukan perbuatan baik
dengan harapan mendapatkan sorga kelak, sama saja dengan
kita menyogok Tuhan dengan perbuatan baik agar kelak
mendapatkan sorga. Alangkah munafik dan palsunya perbuatan
baik seperti itu, Giok-ko!”
@_Alysa^DewiKZ_@
Bab 3. Sepasang kakek Nenek Iblis
“Aduh, Ceng-moi! Engkau bicara seperti seorang pendeta
saja!” Seru Cun Giok terkagum-kagum.
Ceng Ceng tersenyum lembut dan manis. “Sudah dua kali
aku mendengar ucapan itu. Pertama Li Hong yang
mengatakannya, sekarang engkau, Giok-ko. Untuk mengerti
makna kehidupan, orang tidak harus menjadi pendeta.”
“Kalau melakukan perbuatan baik yang disadari dan
disengaja kauanggap munafik, lalu perbuatan bagaimana yang
kauanggap baik?”
“Tidak ada perbuatan yang baik atau buruk, Giok-ko. Yang
ada hanya perbuatan benar atau tidak benar. Perbuatan itu baru
benar kalau dilakukan dengan dasar kasih sayang terhadap
sesama manusia, hanya merupakan penyaluran Kasih yang dari
Tuhan dan dianugerahkan kepada kita. Sudah menjadi
kewajiban kita semua untuk menyalurkan segala berkat Tuhan
kepada mereka yang membutuhkan. Berkat itu dapat berujud
kepandaian, kekuatan, atau harta benda. Kewajiban kita untuk
menyalurkannya kepada mereka yang sungguh-sungguh
memerlukannya. Jadi, kalau perbuatan itu didorong oleh kasih
sayang, maka kita hanya memenuhi kewajiban yang sudah
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 557
seharusnya kita lakukan. Dengan demikian, maka apa yang kita
lakukan itu merupakan suatu kewajaran, bukan kebaikan lagi
dan di situ tidak ada pamrih apa pun.”
“Ceng-moi, alangkah mulianya Ayah Ibu dan Paman
Gurumu yang telah tiada. Engkau mendapatkan pengertian luar
biasa itu dari mereka, bukan?”
“Orang tua dan Paman Guruku memberi dasarnya, lalu
berkembang dengan cara membuka mata melihat seluruh alam
semesta yang dipenuhi Kasih dari Tuhan. Hangatnya sinar
matahari, sejuknya angin semilir, segarnya daun-daun pohon
menghijau, harumnya bunga-bunga, indahnya suara burung,
gemersik angin di pohon, gemerciknya air mengalir bercanda
dengan batu-batu, nikmatnya hawa udara yang kita hisap,
pendeknya dalam segala sesuatu penuh dengan Kasih itu.
Bukankah sudah menjadi kewajiban kita untuk menyalurkan
kasih sayang kepada mereka yang membutuhkan? Kasih
sayang itu membuahkan sikap yang lembut dan ramah,
perbuatan yang dilakukan demi kepentingan orang lain, sabar,
tidak pemarah dan tidak iri, jauh dari perasaan dendam dan
benci.”
“Aduh, Ceng-moi. Mau rasanya aku berguru kepadamu.
Begitu banyak pengertian yang membuka hatiku seperti air
yang bening menyejukkan. Akan tetapi masih ada sebuah hal
lagi yang membuat aku merasa ragu. Tadi engkau mengatakan
bahwa tidak ada yang dinamakan perbuatan baik atau buruk.
Ceng-moi, Bukankan ada orang yang baik dan tidak baik?”
“Maaf, Giok-ko. Bukan maksudku hendak menggurui atau
menganggap bahwa semua yang kukatakan itu baik atau benar.
Aku hanya bicara mengeluarkan isi hati dan akal budiku,
terserah kepada yang mendengar akan dianggap benar atau
salah. Baik dan buruk bukanlah sifat aseli, melainkan pendapat
orang berdasarkan penilaian. Adapun penilaian ini sebagian
besar dilandasi kepentingan diri sendiri. Contohnya begini.
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 558
Bagaimanakah hujan itu? Baik atau burukkah hujan? Hujan ya
hujan, itu wajar, tidak baik dan tidak buruk. Baru muncul
pendapat bahwa hujan itu baik atau hujan itu buruk kalau sudah
dinilai orang yang berdasarkan kepentingan pribadi. Kalau
hujan itu merugikan dirinya, tentu dianggap buruk, sebaliknya
kalau menguntungkan, tentu dianggap baik! Sama saja
penilaian terhadap orang. Kalau orang sedunia ini menganggap
aku baik, akan tetapi kepadamu aku melakukan hal-hal yang
merugikanmu, memusuhimu, apakah engkau bisa menganggap
aku baik? Tentu tidak karena aku merugikanmu, maka engkau
tentu menganggap aku jahat atau buruk. Sebaliknya kalau
semua orang menganggap aku ini jahat, akan tetapi kepadamu
aku bersikap baik dan menyenangkan, menguntungkanmu,
apakah engkau bisa menganggap aku jahat? Tentu juga tidak,
engkau pasti akan mengatakan bahwa aku baik! Nah,
pendapatmu itu belum tentu benar, bukan?”
Cun Giok mengangguk-angguk. Dia menghela napas
panjang dan semakin kagum dan heran kepada gadis itu.
Seorang gadis masih begitu muda namun sudah memiliki
pengertian yang demikian mendalam tentang hidup. Mungkin
masih banyak pengertian yang tersimpan dalam kepala yang
berambut hitam lebat dan berwajah jelita itu. Cinta yang timbul
dalam hati Cun Giok diperkuat oleh kekaguman dan
penghormatan.
“Giok-ko, sudah terlalu lama kita duduk bercakap-cakap di
sini, marilah kita melanjutkan perjalanan kita mencari harta
karun itu,” kata Ceng Ceng dan mereka lalu melanjutkan
perjalanan mendaki Bukit Sorga dengan hati-hati karena
sekarang mereka maklum bahwa bukit itu mengandung bahaya
yang besar bagi mereka.
dwkz
Li Hong lari sambil menangis. Baru sekali ini selama
hidupnya ia merasa betapa hatinya hancur. Tadinya ia marah
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 559
mendengar betapa Cun Giok selalu membenarkan semua
pendapat Ceng Ceng, hatinya dipenuhi cemburu dan iri
sehingga saking marahnya ia melarikan diri meninggalkan
mereka. Akan tetapi ia lalu teringat bahwa Cun Giok
menganggap ia seorang pemuda. Kalau ia muncul sebagai
seorang wanita, belum tentu hati Cun Giok akan condong
kepada Ceng Ceng.
Teringat akan hal ini, ia mengambil keputusan untuk
menguji hati pemuda itu. Ia menanggalkan pakaian prianya dan
di bawah pakaian pria itu ia memang sudah memakai pakaian
wanita agar tubuhnya tampak lebih besar dan pinggangnya
tidak begitu kecil.
Kini ia berubah menjadi seorang gadis yang langsing dan
jelita. Tata rambutnya juga ia ubah sehingga kini Li Hong
tampak sebagai seorang gadis cantik jelita. Setelah berdandan
sebagai seorang gadis, dengan hati-hati ia lalu kembali ke
tempat tadi dan apa yang dilihatnya membuat ia marah dan
panas seperti dibakar api! Ia melihat Cun Giok dan Ceng Ceng
saling berdekapan dengan mesra!
Kepalanya seperti akan meledak, isi dadanya terbakar panas
dan ia pun tidak dapat mengendalikan diri lagi. Dengan
kebencian dan kemarahan yang meluap-luap terhadap Ceng
Ceng, Li Hong langsung saja menyerang Ceng Ceng dengan
pukulan Hek-tok Tong-sim-ciang yang mematikan karena
kebencian membuat ia ingin membunuh Ceng Ceng pada saat
itu juga. Akan tetapi Cun Giok menepis serangannya sehingga
Ceng Ceng terhindar dari serangan, bahkan ia sendiri
terhuyung.
Akan tetapi ia segera menyerang Ceng Ceng dengan Hektok-
ciam dan dua batang jarum mengenai dada gadis itu.
Dalam kemarahannya, Li Hong tidak menyadari betapa
terhadap semua serangannya itu Ceng Ceng sama sekali tidak
membela diri, tidak mengelak atau menangkis! Setelah dapat
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 560
melukai Ceng Ceng dengan dua batang jarumnya, Li Hong lalu
berlari pergi sambil menangis!
Luka di hatinya semakin parah. Ia bukan saja melihat Cun
Giok dan Ceng Ceng saling peluk, akan tetapi ditambah lagi
sikap Cun Giok yang membela Ceng Ceng, menangkis
pukulannya. Hal ini sungguh amat menyakitkan hatinya dan
gadis itu berlari dan menangis terisak-isak. Ia tidak peduli lagi
ke arah mana ia berlari cepat. Tanpa disadarinya ia mendaki
Bukit Sorga!
Setelah kesedihan dan kekecewaannya agak mereda dan
kesadarannya kembali, baru Li Hong menyadari bahwa ia telah
berlari sampai di lereng bukit bagian tengah. Teringatlah ia
akan gambar peta yang dibawa Ceng Ceng. Ia berhenti berlari
dan menggigit bibir dengan gemas. ’Aku akan ambil harta
karun itu’, pikirnya. ’Aku akan mendahului Ceng Ceng, akan
menggagalkan usahanya mencari harta karun! Pendeknya, ia
akan melakukan apa pun juga untuk menghalangi dan
menggagalkan semua usaha Ceng Ceng!’
Ia membayangkan kembali isi peta itu dan ia merasa bahwa
ia telah berada tepat di tengah lereng bukit. Di daerah tengah
inilah letaknya guha itu, pikirnya. Mulailah ia berjalan
perlahan, hendak mengitari bukit sambil memeriksa kanan kiri
dengan teliti. Ia harus menemukan guha itu lebih dulu dari
Ceng Ceng dan Cun Giok!
Timbul pula gairah hidup dalam hati Li Hong. Kini ada
sesuatu yang penting, yang harus ia lakukan. Kalau tadi
rasanya ia lebih baik mati saja, kini timbul semangat baru,
yaitu untuk membalas sakit hatinya kepada Ceng Ceng! Kalau
tidak lagi Ceng Ceng di dunia ini, tentu tidak ada halangan lagi
baginya untuk mendapatkan cinta Pouw Cun Giok! Ia merasa
pasti bahwa kalau Ceng Ceng sudah disirnakan, tentu Cun
Giok akan mencintanya. Ia sudah merasakan betapa akrabnya
sikap Cun Giok kepadanya ketika ia masih menyamar sebagai
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 561
pria.
Selagi ia melangkah perlahan-lahan sambil mengadakan
pengamatan di kanan kiri untuk mencari guha seperti
dimaksudkan dalam peta. Tiba-tiba ada angin besar meniup
dari depan, menggerakkan puncak-puncak pohon. Li Hong
berhenti dan memandang heran, rambut dan ujung bajunya
berkibas ditiup angin yang kuat. Lalu terdengar tawa
menyeramkan, suaranya berat dan mengandung getaran yang
kuat sehingga Li Hong cepat mengerahkan sin-kang untuk
melindungi jantungnya.
Sesosok bayangan berkelebat dari depan dan berhenti di
depan Li Hong. Bayangan itu ternyata seorang laki-laki tua.
Kakek itu berusia sekitar tujuhpuluh tahun, wajahnya penuh
keriput, punggungnya bongkok, mulutnya menyeringai akan
tetapi sepasang matanya mencorong seolah mata naga yang
berapi-api! Tangan kanannya memegang sebatang tongkat
hitam yang gagangnya berupa kepala naga. Pakaiannya
mewah, seperti pakaian seorang bangsawan tinggi dan dia
bahkan mengenakan perhiasan emas permata seperti kalung,
gelang dan hiasan topinya yang tinggi. Pakaian indah dan
perhiasan serba mahal itu membuat kakek itu tampak lucu,
akan tetapi juga menyeramkan.
Li Hong adalah seorang gadis yang tak pernah merasa takut
menghadapi lawan yang bagaimanapun juga. Biarpun ia dapat
menduga bahwa ia berhadapan dengan seorang kakek yang
sakti dan aneh, ia tidak merasa gentar, bahkan bertanya dengan
sikap seenaknya seolah ia berhadapan dan bicara dengan
seorang kakek petani.
“Kakek tua, apakah engkau yang berkuasa di bukit ini?”
Kakek itu bukan lain adalah Cui-beng Kui-ong, datuk besar
utara yang menjadi seorang di antara guru-guru Kim Bayan
dan datuk besar ini sudah amat berjasa ketika pasukan Mongol
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 562
menyerbu daratan Cina. Maka dia mendapatkan banyak
imbalan jasa dari Pemerintah Mongol. Bahkan Kaisar Kubilai
Khan menghadiahkan bukit itu kepadanya dan Cui-beng Kuiong
menamakan bukit itu Bukit Sorga.
Hampir tidak pernah ada orang berani berkeliaran di daerah
bukit itu, maka ketika mendengar pelaporan para anak buahnya
yang diam-diam melakukan penjagaan bahwa ada seorang
gadis muda cantik mendaki bukit, Cui-beng Kui-ong sendiri
cepat menghadangnya. Kini mendengar pertanyaan Li Hong
yang diajukan tanpa basa-basi itu, Cui-beng Kui-ong
menyeringai lebar dan dari kerongkongannya terdengar suara
menggelegak seperti tawa iblis.
“Hak-hak-hak, bocah dari manakah engkau maka tidak
mengenalku? Akulah yang disebut Cui-beng Kui-ong, majikan
dari Bukit Sorga ini! Berani betul engkau berkeliaran di bukit
ini tanpa ijin! Mau ke mana engkau, heh bocah perempuan
yang lancang?”
Li Hong mengerutkan alisnya. Kakek itu terlalu
memandang rendah padanya! Hatinya yang memang masih
panas itu menjadi semakin marah.
“Huh, aku Tan Li Hong pergi ke manapun yang aku suka!
Bukit ini merupakan sebagian dari alam, mana bisa kau akui
sebagai milikmu begitu saja? Aku bebas melakukan perjalanan
di sini dan jangan coba-coba untuk menakut-nakuti aku. Aku
tidak takut kepada Raja Iblis Pengejar Arwah (Cui-beng Kuiong)!
Biar engkau memakai julukan Raja Kucing Pengejar
Tikus pun aku tidak takut!”
Cui-beng Kui-ong kembali tertawa dalam
kerongkongannya. Seorang datuk besar yang sesat dan aneh
seperti dia, bahkan tertarik dan senang melihat sikap Li Hong
yang liar dan tidak mengenal takut. Akan tetapi sebutan Raja
Kucing Pengejar Tikus itu membuat matanya melotot lebar dan
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 563
dia merasa dihina.
“Hak-hak, Tan Li Hong. Engkau ini bocah kemarin sore
sudah berani menghinaku!”
“Kalau aku menghinamu, engkau mau apa!” bentak Li
Hong yang sudah nekat karena sakit hati dan kemarahannya
yang disebabkan oleh Ceng Ceng dan Cun Giok tadi. Ia sudah
nekat dan tidak takut mati, bahkan kini ia hendak
menumpahkan semua kemarahan dan kebenciannya kepada
kakek itu yang menjadi orang pertama yang ditemuinya sejak
ia meninggalkan Ceng Ceng dan Cun Giok.
“Eh, eh, bocah gila, kalau aku ingin membunuhmu, engkau
kira dapat terhindar dari maut?” Cui-beng Kui-ong terkekeh
walaupun dia mulai marah.
“Ingin membunuhku? Kakek setan, engkaulah yang akan
mampus di tanganku!” Setelah berkata demikian Li Hong
sudah menerjang dan langsung saja ia menyerang dengan
pukulan Hek-tok Tong-sim-ciang yang dahsyat!
“Wuuuttt.......!” Dua buah tangan halus itu berubah
menghitam, menyambar dengan dahsyatnya ke arah dada dan
muka Cui-beng Kui-ong.
“Uhhhh......, plak-plakk.......!” Cui-beng Kui-ong terkejut
bukan main, akan tetapi masih sempat menangkis serangan dua
buah tangan itu. Tadi dia mengenal pukulan yang mengandung
hawa beracun hitam dan kuat sekali sehingga dia yang tadinya
memandang rendah itu hampir saja terlambat menangkis!
“Eh, bukankah itu Hek-tok Tong-sim-ciang?” dia bertanya
sambil melompat ke belakang dan memandang penuh perhatian
kepada Li Hong.
“Engkau takut? Kalau takut pergilah dan jangan ganggu
perjalananku!” kata Li Hong dengan suara mengejek.
“Tan Li Hong, apakah hubunganmu dengan Ban-tok KuiKoleksi
Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 564
bo?”
“Jangan sembarangan menyebut nama orang! Ban-tok Kuibo
tidak ada, yang ada Ban-tok Niocu majikan Coa-to (Pulau
Ular) dan aku adalah muridnya!”
“Hak-hak-hak! Kebetulan sekali. Belum sempat menghajar
gurunya, sekarang muridnya. Hak-hak, lumayan juga untuk
melampiaskan dendamku!” kata Cui-beng Kui-ong.
Mendengar ini, Li Hong tersenyum mengejek. Kalau kakek
ini mendendam kepada gurunya, hal itu mudah diduga
sebabnya.
“Hi-hik, engkau dulu pasti dihajar jatuh bangun oleh
guruku! Sekarang aku yang mewakili guruku untuk
menghajarmu sekali lagi!” Setelah berkata demikian, Li Hong
mencabut Ban-tok-kiam, lalu menyerang kakek itu dengan
ganas. Bukan hanya pedang di tangan kanannya yang
menyambar-nyambar seperti cakar maut, akan tetapi juga
tangan kirinya menyelingi sambaran pedang dengan pukulan
yang tidak kalah besar bahayanya karena gadis itu
menggunakan pukulan-pukulan yang mengandung hawa
beracun!
Biarpun dia lihai dan memiliki kesaktian ilmu sihir, namun
Cui-beng Kui-ong merasa gentar juga menghadapi
penyerangan gadis itu. Pedangnya mengandung racun yang
amat berbahaya, demikian pula pukulan tangan kirinya. Maka,
dia tidak mau menghadapi resiko mati keracunan. Dia
mengenal benar betapa hebatnya kepandaian Ban-tok Kui-bo
dalam hal penggunaan racun, Cui-beng Kui-ong lalu
membentak dengan suara menggetar dan tangan kanan
menggunakan tongkat menangkis pedang sedangkan tangan
kirinya begitu dibuka dan didorongkan ke depan, tampak asap
hitam tebal menyambar ke arah Li Hong!
Dari bau asap hitam itu, Li Hong yang ahli tentang racun
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 565
tahu bahwa asap itu tidak mengandung racun. Akan tetapi asap
hitam itu membuat pandang matanya tertutup sehingga ia tidak
dapat melihat di mana adanya kakek itu. Tiba-tiba ada angin
pukulan menyambar-nyambar dari segala jurusan. Dalam
kegelapan asap hitam itu, Li Hong memutar pedangnya untuk
melindungi dirinya dari serangan yang tidak dapat dilihatnya.
“Trakk!” Pedangnya tertangkis dan menempel pada tongkat
Cui-beng Kui-ong yang menggunakan tenaga sakti untuk
menempel pedang dan pada saat itu, tangan kiri kakek itu telah
menyambar dan menotok pundak kiri Li Hong. Gadis itu
mengeluh dan terguling roboh dengan tubuh lemas. Pedang
Ban-tok-kiam terlepas dari pegangan tangan kanannya.
Cui-beng Kui-ong tertawa berkakakan dengan gembira. Dia
mengebut-ngebutkan jubah luarnya yang mewah mengusir asap
hitam buatannya. Setelah asap itu membuyar dan pergi, dia
melihat Li Hong telentang di atas tanah dengan sepasang mata
memandang kepadanya penuh kebencian. Sedikit pun gadis itu
tidak memperlihatkan rasa takut walaupun ia sudah tidak dapat
membela dirinya lagi.
“Hak-hak-hak-hak!” Cui-beng Kui-ong memegang tongkat
hitamnya dengan tangan sedangkan tangan kirinya bertolak
pinggang. Dia tertawa-tawa sambil menghampiri Li Hong.
“Aku tidak akan membunuhmu, Tan Li Hong! Aku hanya
akan membuntungi lengan kananmu dan kaki kirimu sehingga
engkau akan dapat berloncatan pulang ke Pulau Ular. Heh-hehheh,
ingin aku melihat bagaimana muka Ban-tok Kui-bo kalau
melihat muridnya!”
Li Hong maklum bahwa kakek iblis ini bukan sekedar
mengancam. Iblis tua itu pasti dapat melakukan apa saja dan ia
berada dalam ancaman yang amat gawat. Ia tidak takut mati
akan tetapi ia merasa ngeri juga membayangkan dirinya hidup
dengan kaki kiri dan lengan kanan buntung! Akan tetapi karena
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 566
ia tidak dapat mengerahkan tenaga saktinya dan kaki tangannya
tidak dapat digerakkan, Li Hong hanya mampu memandang
marah ketika kakek itu menggerakkan tongkatnya ke atas.
Ia tahu bahwa walaupun kakek itu hanya memegang senjata
tongkat, namun dengan kepandaiannya yang tinggi dia tentu
dapat menggunakan tongkat itu untuk membuntungi kaki dan
tangannya seperti ancamannya tadi. Li Hong tidak
memejamkan mata melainkan memandang dengan mata
terbuka lebar. Ia sanggup menghadapi kematian dengar mata
terbuka!
Akan tetapi pada saat yang amat gawat bagi keselamatan Li
Hong itu, mendadak terdengar jerit melengking.
“Kui-ong tua bangka tolol! Jangan bunuh muridku!”
Bayangan putih berkelebat dan seorang nenek berpakaian
mori putih seperti mayat hidup telah berdiri di dekat Cui-beng
Kui-ong dan di tangannya terdapat sebatang tongkat hitam
seperti milik Cui-beng Kui-ong. Agaknya ia siap untuk
menangkis apabila tongkat Majikan Bukit Sorga itu akan
melanjutkan serangannya untuk membuntungi kaki dan lengan
Li Hong.
Cui-beng Kui-ong memandang kepada nenek yang seperti
mayat hidup itu dan dia terbahak sambil menurunkan
tongkatnya.
“Mo-li, kau iblis betina cerewet! Siapa bilang Tan Li Hong
ini muridmu, jangan bohong kau!”
“Tua bangka, siapa bohong. Dengar sendiri pengakuan
gadis ini.” Lalu Song-bun Moli, nenek yang seperti mayat
hidup itu, memandang Li Hong dan bertanya. “Heh, gadis liar
setan cilik, engkau menjadi muridku, bukan? Atau, engkau
memilih kehilangan tangan kanan dan kaki kiri?”
@_Alysa^DewiKZ_@
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 567
Jilid 8
Bab 1. Persekutuan Dengan Para Iblis
Tadinya Li Hong tidak sudi mengaku sebagai murid nenek
iblis itu. Ia pun tidak peduli kalau kaki tangannya dibuntungi
atau dibunuh sekalipun. Akan tetapi sebuah pikiran menyelinap
di otaknya yang masih panas. Ia teringat akan sakit hatinya
terhadap Ceng Ceng. Belum tentu ia mampu mengalahkan
Ceng Ceng yang memiliki gin-kang (ilmu meringankan tubuh)
istimewa itu, apalagi kalau ia dilindungi Pouw Cun Giok! Akan
tetapi, kalau ia dapat memperoleh ilmu dari nenek yang sakti
ini, tentu ada harapan baginya untuk mengalahkan Ceng Ceng
dan Cun Giok sehingga ia akan dapat membunuh Ceng Ceng
yang sudah mengkhianatinya dan sudah merampas Cun Giok!
Kalau saja tidak ada pikiran ini, pasti ia tidak sudi mengakui
nenek ini sebagai guru dan ia tidak takut mati!
“Baiklah, aku menjadi muridmu!” katanya dengan suara
ketus.
“Hi-hi-hi......! Nah, kaudengar sendiri, Kui-ong? Gadis ini
muridku, apakah engkau masih ingin membunuhnya? Aku
pasti akan membelanya mati-matian!” kata nenek itu.
“Ha-ha-hak, terserah kalau engkau hendak mencari
penyakit, Mo-li!” Sambil tertawa terbahak-bahak kakek itu lalu
berkelebat pergi menuju puncak bukit.
Nenek itu lalu menghampiri Li Hong yang masih rebah
telentang di atas tanah. “Heh, muridku. Aku lupa lagi, siapa
namamu?”
“Namaku Tan Li Hong.”
“Bagus, Li Hong, mulai sekarang engkau menjadi murid
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 568
Song-bun Moli dan kelak engkaulah yang akan mengangkat
namaku menjadi semakin besar dan terkenal, he-he-heh.
Berjanjilah bahwa engkau akan menjadi muridku yang baik.”
Li Hong memang tidak berniat membohongi nenek ini. Ia
memang bersungguh-sungguh ingin mempelajari ilmu dari
Song-bun Moli untuk memperkuat diri agar ia dapat membalas
dendamnya kepada Ceng Ceng. Maka ia pun menjawab dengan
tegas.
“Aku berjanji akan menjadi murid Subo Song-bun Moli,
murid yang taat dan baik.”
“Hi-hi-hik, bagus-bagus. Engkau muridku yang baik!”
Nenek itu menggerakkan tongkatnya. Ujung tongkatnya
menotok pundak Li Hong dan gadis itu seketika dapat bangkit
berdiri lagi dengan pedang masih di tangannya. Song-bun Moli
memandang dengan waspada dan siap siaga seandainya gadis
liar itu menyerangnya. Akan tetapi Li Hong tidak
menyerangnya, bahkan ia lalu menyarungkan kembali Ban-tokkiam
dan mengangkat kedua tangan depan dada sebagai
penghormatan. Bagaimanapun juga, ia masih merasa belum
dapat melakukan penghormatan yang lajim, yaitu berlutut di
depan kaki nenek yang mengerikan itu.
“Subo, (Ibu Guru), teecu (murid) Tan Li Hong siap
menerima petunjuk.”
“Li Hong, mari kita pulang dulu. Kui-ong sedang menanti
kunjungan muridnya dan tamu dari kota raja. Di sana ada pesta,
kita jangan ketinggalan!”
“Pulang ke mana, Subo?” Li Hong bertanya.
“Ke mana lagi? Ke puncak, aku tinggal bersama Cui-beng
Kui-ong, Suhengku (Kakak Seperguruanku). Hayo, jangan kita
terlambat!”
Diam-diam Li Hong terkejut. Kiranya nenek yang lihai ini
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 569
adalah adik seperguruan Cui-beng Kui-ong yang sakti.
Padahal, Kim Bayan menyebut ibu guru kepada nenek ini.
Kalau begitu, mereka yang berada di belakang Kim Bayan,
yaitu kakek dan nenek ini, adalah dua orang yang amat sakti!
Pantas saja Panglima Kim Bayan berani bertindak sewenangwenang
terhadap siapa saja. Kiranya di belakangnya ada dua
orang yang dapat dia andalkan!
Mendengar bahwa Cui-beng Kui-ong mengadakan pesta
menyambut kedatangan muridnya dan tamu dari kota raja, Li
Hong mengerutkan alisnya. Mungkin Panglima Kim Bayan
akan muncul dan kalau bertemu dengannya tentu terjadi
keributan. Akan tetapi ia tidak takut, apalagi sekarang ia telah
diaku sebagai murid Song-bun Moli.
Mereka lalu berlari cepat mendaki bukit menuju puncak.
Song-bun Moli merasa girang melihat betapa muridnya itu
dapat berlari cepat sekali, bahkan dapat mengimbanginya! Ia
pun pernah bertanding dengan Li Hong maka ia tahu bahwa
gadis ini setelah menerima pelajaran ilmu-ilmu yang paling
diandalkan olehnya, tentu akan menjadi seorang tokoh wanita
yang sulit dicari tandingannya di dunia persilatan! Dan ia
sebagai gurunya tentu akan merasa bangga sekali!
Ketika mendaki bukit menuju puncak, di sepanjang jalan Li
Hong melihat perajurit berpakaian hitam-hitam berdiri berjajar
di tepi jalan. Mereka itu berdiri seperti patung, tak bergerak
sama sekali. Teringatlah ia akan lima orang mayat hidup yang
pernah membantu Song-bun Moli dan Kim Bayan menghadapi
ia, Ceng Ceng, dan Cun Giok. Mayat-mayat hidup juga
berpakaian hitam-hitam seperti mereka yang melakukan
penjagaan di sepanjang jalan menuju puncak itu!
“Subo, apakah mereka itu mayat-mayat hidup seperti yang
pernah membantu Subo ketika menghadapi aku?”
“Hi-hik, bukan, Li Hong. Mereka ini sama dengan anak
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 570
buah yang dulu dibawa Kim Bayan, hanya orang-orang biasa
yang sudah dilatih silat. Ketika mayat-mayat itu hidup lagi, itu
adalah karena aku menggunakan ilmuku untuk menghidupkan
mereka! Engkau akan kuajari ilmu sihir yang menghidupkan
anak buah yang sudah mati, heh-heh-heh!”
Li Hong bergidik. Biarpun gurunya seorang yang disebut
Ban-tok Kui-bo (Biang Hantu Selaksa Racun) sebelum
berganti menjadi Ban-tok Niocu dan gurunya itu ahli
menggunakan racun yang amat hebat, namun gurunya tidak
pernah mempelajari segala macam ilmu setan seperti itu!
Menghidupkan kembali orang mati? Hebat sekali, akan tetapi
mengerikan karena mayat-mayat hidup itu sudah bukan
merupakan manusia biasa, melainkan benda mati yang hidup!
Baru setelah ditusuk jantungnya, mayat hidup itu akan tewas.
Kalau cuma ada bagian badannya yang buntung, dia akan
menyerang terus. Mengerikan! Dan ia akan mempelajari ilmu
setan itu? Ia tidak suka, akan tetapi tentu saja ia diam dan tidak
membantah.
Mereka tiba di puncak. Di situ terdapat sebuah gedung
mewah dan besar, teratur rapi dan dikelilingi taman bunga yang
indah. Di pekarangan depan terdapat sebuah alun-alun yang
cukup luas.
Ketika mereka melewati alun-alun itu, Li Hong melihat
beberapa orang laki-laki berpakaian serba putih berjalan-jalan
di situ. Akan tetapi cara mereka berjalan tidak seperti manusia
biasa, melainkan dengan gerakan kaki yang kaku dan kedua
lengannya tergantung kaku, tidak ikut bergerak! Ia
menghitung, ada sembilan orang seperti itu. Rata-rata mereka
bertubuh tinggi besar dan ketika ia melewat dekat, ia melihat
betapa muka mereka itu pucat sekali dan mata mereka
memandang kosong ke depan, tak pernah melirik, apalagi
berkedip!
“Subo, siapakah mereka itu?” ia tak dapat menahan
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 571
keinginan-tahunya.
Song-bun Moli menyeringai. “Jangan pandang rendah
mereka, Li Hong! Aku sendiri pun gentar kalau
membayangkan ketangguhan mereka. Mereka itu adalah Hengsi
Ciauw-jiok (Mayat Berjalan) yang merupakan Kiu-kwi-tin
(Barisan Sembilan Iblis) yang diciptakan oleh Suheng Cuibeng
Kui-ong. Mereka itu selain diisi tenaga mujijat oleh Kuiong,
juga diisi ilmu silat yang tinggi sehingga mereka menjadi
barisan yang luar biasa tangguhnya.”
Li Hong bergidik. Ia merasa masuk ke sarang Raja Setan
yang amat berbahaya. ia memang dapat menimba ilmu-ilmu
yang lihai di sini, akan tetapi apakah ia juga harus menjadi
anggauta keluarga setan? Hatinya menolak, akan tetapi ia diam
saja.
Dari pintu depan muncul kakek berpakaian mewah tadi.
Cui-beng Kui-ong melangkah Keluar bersama seorang
berpakaian panglima Kerajaan Mongol. Hati Li Hong berdebar
tegang karena ia mengenal Kim Bayan, bekas musuhnya.
Selain dua orang ini, terdapat pula seorang pemuda tampan
gagah yang bertubuh tinggi besar dan berpakaian mewah
seperti seorang Kongcu (Tuan Muda) bangsawan. Pemuda itu
bukan lain adalah Kong Sek.
Seperti kita ketahui, Kong Sek adalah putera mendiang
Panglima Kong Tek Kok. Setelah dia gagal membunuh Pouw
Cun Giok untuk membalas dendam kematian ayahnya dan
musuh besarnya itu bahkan dibela Pek-hwa Sianli Cu Ai Yin,
sumoi (adik seperguruan) yang juga menjadi tunangannya,
Kong Sek merasa sedih dan juga marah sekali. Dia merasa
sedih melihat betapa Ai Yin yang dicintanya itu malah
menentangnya dan membela musuh besarnya, dan dia juga
marah karena gagal membunuh Pouw Cun Giok. Maka dia lalu
menghadap Bu-tek Sin-liong Cu Liong, gurunya dan juga ayah
kandung Ai Yin dan mengadu kepada datuk besar itu.
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 572
Akan tetapi Bu-tek Sin-liong Cu Liong adalah seorang
datuk besar yang keras dan aneh, akan tetapi juga gagah
perkasa dan menghargai keadilan. Dia menyambut dingin saja
ketika Kong Sek mengadu tentang Ai Yin dan mengatakan
bahwa menjadi hak Ai Yin untuk menentukan jodohnya dan
dia tidak mau mencampuri urusan permusuhan antara Kong
Sek dan Pouw Cun Giok.
Melihat gurunya tidak mendukungnya, Kong Sek lalu
menghubungi Panglima Kim Bayan yang dulu menjadi
pembantu ayahnya. Dia menceritakan segala tentang Pouw Cun
Giok yang berjuluk Pendekar Tanpa Bayangan dan minta
bantuan panglima itu untuk menangkap atau membunuh musuh
besarnya itu. Ketika mendengar bahwa Kim Bayan sedang
berusaha mencari peta harta karun, dia pun menyatakan siap
membantu panglima itu.
Bahkan Kong Sek juga minta agar Kim Bayan
membawanya kepada Cui-beng Kui-ong agar dia dapat
mempelajari ilmu-ilmu kakek sakti guru Kim Bayan, maka
pada hari itu dia bersama Kim Bayan berkunjung ke Bukit
Sorga. Karena Kong Sek putera Panglima Kong Tek Kok yang
terkenal, juga karena pemuda itu membawa hadiah yang amat
berharga, Cui-beng Kui-ong menerimanya, sehingga Kong Sek
merasa gembira sekali.
Ketika Song-bun Moli muncul bersama seorang gadis yang
amat cantik dan sikapnya gagah, Kong Sek memandang
dengan heran akan tetapi juga tertarik sekali. Di gedung milik
Cui-beng Kui-ong memang terdapat belasan orang wanita
muda yang cantik, yang menjadi selir-selir merangkap pelayan
kakek itu, akan tetapi Kong Sek tidak merasa tertarik. Maka,
kini melihat seorang gadis cantik di situ, dia merasa heran akan
tetapi diam-diam juga girang.
Sebaliknya melihat gadis itu, Cui-beng Kui-ong
mengerutkan alisnya. Gadis itu telah berani menghinanya dan
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 573
dia diam-diam merasa iri kepada Song-bun Moli yang
mendapatkan seorang murid yang demikian baiknya. Dia
sendiri hanya mempunyai seorang murid, yaitu Panglima Kim
Bayan dan dia belum merasa puas memiliki murid yang
seorang ini karena dia menganggapnya masih kurang berbakat.
Karena itu pula dia mau menerima Kong Sek sebagai murid
dan mengharapkan pemuda itu yang kelak akan mengangkat
namanya.
Yang terkejut sekali adalah Kim Bayan. Panglima ini
terkejut karena dia mengenal wajah Li Hong, yang pernah dua
kali dijumpainya sebagai lawan membantu Ceng Ceng. Akan
tetapi ketika itu Li Hong berpakaian sebagai seorang pemuda.
Dia ingat betul wajah Li Hong, akan tetapi karena Li Hong kini
berpakaian wanita, dia menjadi ragu.
Sebaliknya, ketika Li Hong melihat Kim Bayan berada di
situ dan panglima itu memandangnya dengan mata melotot
penuh selidik, ia tidak dapat menahan kemarahannya.
“Mau apa engkau melotot memandangku? Apa ingin
melanjutkan perkelahian antara kita tempo hari?” katanya
dengan ketus.
Kini Panglima Kim Bayan tidak ragu-ragu lagi. Inilah
pemuda yang pernah melawan dia dan membantu Ceng Ceng
sehingga dia gagal menangkap Ceng Ceng yang dia yakin tentu
mempunyai peta harta karun itu. Dia mencabut goloknya dan
siap untuk menyerang gadis itu.
“Inilah orangnya yang menggagalkan aku menangkap gadis
puteri bekas Panglima Liu Bok Eng itu!” serunya sambil
melangkah maju.
“Kim Bayan, jangan lancang engkau! Gadis ini adalah
muridku, berani engkau hendak menyerangnya?” Song-bun
Moli berkata dengan sikap marah.
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 574
Mendengar ini, Panglima Kim Bayan terbelalak heran.
“Murid Subo.......?”
Cui-beng Kui-ong terbahak. “Hak-hak, Tan Li Hong ini
memang menjadi murid Song-bun Moli. Jangan ganggu ia,
Kim Bayan. Ia bahkan dapat membantu kita!” Lalu kakek itu
menghadapi Li Hong dan berkata sambil menyeringai lebar.
“He, bocah liar. Kenalkan, ini juga muridku yang baru,
namanya Kong Sek!”
Akan tetapi Li Hong hanya memandang kepada Kong Sek
tanpa memberi hormat. Sebaliknya Kong Sek sambil
tersenyum mengangkat kedua tangan di depan dada sambil
berkata lembut. “Nona Tan Li Hong, aku senang sekali dapat
bertemu dan berkenalan denganmu.”
“Mari, kita duduk dan menikmati hidangan, baru kita
bercakap-cakap!” kata Cui-beng Kui-ong dan dia memberi
isyarat kepada para pelayan.
Mereka duduk mengitari sebuah meja bundar dan para
pelayan lalu datang menghidangkan bemacam-macam sayuran
dan minuman anggur. Makanan yang dihidangkan itu serba
mewah, juga disediakan anggur manis selain arak yang harum
dan keras. Sebagai seorang gadis yang sejak kecil hidup di
Pulau Ular, makanan mewah dan makan bersama orang-orang
lain merupakan hal biasa bagi Li Hong, maka ia pun makan
dengan lahapnya karena memang perutnya sudah terasa lapar
sekali.
Baru saja mereka selesai makan dan duduk di ruangan
depan, Song-bun Moli yang sudah mendengar dari Kim Bayan
tentang peta harta karun yang menurut dugaan dibawa Ceng
Ceng, bahkan ia pun sudah membantu Kim Bayan untuk
mendapatkan peta itu dari puteri mendiang Liu Bok Eng,
segera bertanya kepada muridnya.
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 575
“Li Hong, muridku yang manis. Katakan kepada kami
apakah gadis puteri mendiang Liu Bok Eng yang bernama Liu
Ceng Ceng dan berjuluk Pek-eng Sianli itu mempunyai sebuah
peta tentang harta karun yang dulu disembunyikan oleh
mendiang Bong Thaikam kemudian terjatuh ke tangan
mendiang bekas Panglima Liu Bok Eng ayah gadis itu?”
Li Hong menggelengkan kepalanya, “Aku tidak tahu,
Subo.”
“Tan Li Hong, jangan berbohong engkau!” Panglima Kim
Bayan membentak. “Sudah jelas engkau membela Liu Ceng
Ceng dan engkau masih dapat berbohong bahwa engkau tidak
tahu akan hal itu?”
Li Hong mengangkat muka dan memandang dengan sinar
mata galak. “Kalau aku tidak tahu, engkau mau apa?”
Lalu timbul lagi kemarahannya kepada Ceng Ceng.
Bagaimanapun bencinya kepada Ceng Ceng, bukan watak Li
Hong untuk menjadi pengkhianat dan membuka rahasia
tentang peta itu yang sudah ia janjikan untuk ia ketahui sendiri
bersama Ceng Ceng dan Cun Giok. Justeru kesetiaannya
memegang janji ini membuat ia semakin marah kepada Ceng
Ceng! Ia lalu membentak. “Persetan dengan Liu Ceng Ceng!
Biar ia mampus, aku tidak peduli!”
Kim Bayan saling berpandangan dengan Cui-beng dan
Song-bun Moli. Agaknya mereka senang mendengar ucapan
terakhir Li Hong.
“Li Hong muridku! Apakah engkau ingin melihat Ceng
Ceng mati?”
“Aku akan senang kalau dapat membunuhnya!” kata Li
Hong.
“Hemm, engkau memiliki ilmu yang cukup tinggi.
Mengapa engkau tidak membunuhnya, bahkan membantunya?
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 576
Jangan bohong! Engkau membantu Ceng Ceng mati-matian,
kenapa sekarang mendadak berubah pikiran dan ingin
membunuhnya?” tanya Cui-beng Kui-ong.
Li Hong cemberut karena teringat kepada Cun Giok yang
selalu membela Ceng Ceng. “Ia mengkhianatiku! Ia harus mati
di tanganku!“ katanya seperti sedang bermimpi.
“Hi-hik, muridku. Apa sih sukarnya membunuhnya?
Kulihat ilmu kepandaianmu sudah cukup tinggi untuk dapat
membunuhnya,” kata Song-bun Moli.
“Aku tidak takut kepada Ceng Ceng! Akan tetapi Pouw
Cun Giok itu selalu membelanya dan terus terang saja aku
tidak mungkin dapat mengalahkan Pouw Cun Giok, apalagi
mereka berdua!” kata pula Li Hong dengan suara gemas dan
marah.
“Ah, Pouw Cun Giok Si Pendekar Tanpa Bayangan? Nona,
biarkan aku membantumu! Aku harus bunuh si jahanam Pouw
Cun Giok itu!” kata Kong Sek sambil bangkit berdiri dan
mengepal tinjunya dengan muka berubah kemerahan dan
matanya bersinar penuh kemarahan.
Akan tetapi, betapa heran dan kaget hati Kong Sek ketika
tiba-tiba Li Hong juga bangkit dan menudingkan telunjuk
tangan kirinya ke arah mukanya. “Engkau hendak membunuh
Pouw Cun Giok? Aku akan lebih dulu membunuhmu!” Setelah
berkata demikian, Li Hong mencabut pedang hitamnya.
Cui-beng Kui-ong berkata tanpa mengeluarkan suara
tawanya yang terbahak. Suaranya terdengar marah. “Song-bun
Moli, murid macam apakah yang engkau pilih ini? Sebentar ia
berpihak kepada kita, di lain saat ia membela pihak musuh dan
menentang kita!”
Song-bun Moli menghadapi murid barunya. “Hei, Li Hong.
Apa maksud sikapmu ini? Engkau membenci dan hendak
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 577
membunuh Ceng Ceng, akan tetapi engkau marah dan
membela Cun Giok mati-matian! Bagaimana sesungguhnya isi
hatimu? Engkau memihak kami atau memihak musuh?”
“Subo, aku harus membunuh Ceng Ceng karena ia telah
merebut Pouw Cun Giok dariku!”
Mendengar ini, Cui-beng Kui-ong dan Song-bun Moli
tertawa, suara tawa mereka yang aneh itu amat menyeramkan.
Suara tawa Cui-beng Kui-ong berkakakan seperti suara burung
gagak atau kabarnya ular yang besar suka mengeluarkan suara
seperti itu. Adapun suara tawa Song-bun Moli seperti orang
tertawa setengah menangis. Li Hong yang pemberani itu
merasa ngeri juga mendengarnya. Memang kelemahan Li Hong
adalah kalau menghadapi sebangsa setan, iblis atau siluman
yang serba menyeramkan!
“Hak-hak-hak, kiranya muridmu sedang tenggelam ke
dalam lautan asmara, Mo-li! Hak-hak-hak!”
“Li Hong, jadi engkau mencinta Pouw Cun Giok dan Liu
Ceng Ceng itu merampasnya darimu? Aduh kasihan muridku
sayang. Jangan khawatir, Ceng Ceng pasti akan mampus di
tanganmu dan Pouw Cun Giok pasti akan kembali ke
pelukanmu! He-he-heh-hi-hi-hik!”
Li Hong diam saja. Bagaimanapun juga, persekutuan
dengan kakek dan nenek ini sebetulnya membuat hatinya tidak
nyaman. Akan tetapi ia tidak mempunyai pilihan lain. Kalau
tadi ia tidak menyerah, ia pasti sudah mati dan ia tidak ingin
mati dulu sebelum dapat membunuh Ceng Ceng dan lebih dari
itu, sebelum ia mendapatkan Cun Giok sebagai kekasihnya.
Dan kiranya mereka inilah yang akan dapat membantunya
sehingga niatnya itu terlaksana.
@_Alysa^DewiKZ_@
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 578
Bab 2. Penyerahan Peta! Demi Dia?
Kong Sek juga diam saja. Akan tetapi hatinya merasa panas
sekali. Pouw Cun Giok adalah musuh besarnya yang telah
membunuh ayahnya dan telah membasmi banyak perajurit
kerajaan. Dia harus membalas dendam sakit hati ini. Akan
tetapi sekarang, Cui-beng Kui-ong yang menjadi guru barunya
itu agaknya hendak menyetujui keinginan Li Hong untuk
membunuh Ceng Ceng dan menyelamatkan Pouw Cun Giok!
Dia harus menghalangi tindakan ini. Dia harus membunuh
Pouw Cun Giok! Kalau perlu dia akan mengerahkan pasukan
kerajaan yang besar jumlahnya. Akan tetapi sementara ini, dia
akan diam saja, karena dia merasa yakin bahwa Cui-beng Kuiong
dan Panglima Kim Bayan tentu akan mendukungnya.
Kalau mereka berdua mendukung, dia tidak takut lagi akan
dukungan Song-bun Moli terhadap Li Hong!
Sementara itu, Panglima Kim Bayan juga tidak peduli akan
urusan Li Hong yang hendak membunuh Ceng Ceng dan
merampas kembali Pouw Cun Giok dari tangan Ceng Ceng.
Yang penting baginya hanyalah peta harta karun. Dia harus
mendapatkan peta itu! Lalu dia teringat ketika untuk pertama
kali dia dapat menangkap Ceng Ceng. Dia tahu bahwa Ceng
Ceng memiliki gin-kang yang amat hebat akan tetapi dia pun
tahu akan kelemahan gadis itu. Maka dia lalu berkata dengan
tegas.
“Tidak dapat disangkal bahwa Liu Ceng Ceng dan Pouw
Cun Giok memiliki kepandaian yang lihai, akan tetapi aku tahu
bagaimana kita dapat mengalahkan mereka. Yang terpenting
sekarang kita perlu mengetahui lebih dulu di mana mereka
berada dan hal ini tentu diketahui oleh Nona Tan Li Hong.
Nona, setelah engkau menjadi murid Subo Song-bun Moli,
berarti engkau menjadi warga dan segolongan dengan. kami.
Maka sudah selayaknya engkau membantu kami dan
menceritakan di mana kita dapat bertemu dengan Liu Ceng
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 579
Ceng dan Pouw Cun Giok.”
Li Hong merasa ragu-ragu. Ia memang membenci Ceng
Ceng dan ingin membunuhnya, akan tetapi ia sama sekali tidak
ingin menjadi pengkhianat, tidak mau menceritakan bahwa
tadinya mereka bertiga bermaksud mencari harta karun yang
menurut perhitungan banyak kemungkinannya terdapat di bukit
itu. Maka ia menjawab perkataan Panglima Kim Bayan tadi
dengan gelengan kepalanya dan berkata.
“Memang tadinya aku bersama mereka, akan tetapi kami
lalu berpisah dan aku tidak tahu mereka berdua itu berada di
mana sekarang.”
Pada saat itu, seorang anak buah Bukit Sorga yang
berpakaian hitam-hitam datang memasuki ruangan depan di
mana mereka sedang berbincang-bincang. Dia membungkuk
dengan hormat kepada Cui-beng Kui-ong. Kakek ini
membentak anak buahnya.
“Mau apa engkau mengganggu pembicaraan kami di sini?”
Anak buah itu membungkuk lagi dan tampak ketakutan
melihat Cui-beng Kui-ong marah. “Mohon beribu ampun!
Hamba hendak melaporkan bahwa saat ini ada seorang pemuda
dan seorang gadis mendaki bukit dan sampai di lereng tengah.”
“Huh, begitu saja lapor. Lalu apa gunanya kalian
melakukan penjagaan? Bunuh saja dua orang muda yang berani
memasuki wilayah kita!”
“Ampunkan hamba. Tadi kami belasan orang sudah
mencoba untuk menangkap atau membunuh mereka. Akan
tetapi pemuda dan gadis itu pandai...... menghilang. Tiba-tiba
saja mereka menghilang dan tahu-tahu kami semua terkena
tamparan sehingga berulang-ulang kami roboh. Akhirnya kami
tidak kuat melawan dan mundur, lalu hamba yang bertugas
menyampaikan laporan kepada Paduka.”
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 580
“Tidak salah lagi!” Panglima Kim Bayan berseru. “Mereka
tentu Liu Ceng Ceng dan Pouw Cun Giok. Memang mereka
berdua gin-kang (ilmu meringankan tubuh) yang tinggi
sehingga Ceng Ceng dijuluki Pek-eng Sianli (Dewi Bayangan
Putih) dan Cun Giok dijuluki Bu-eng-cu (Pendekar Tanpa
Bayangan).”
“Benar sekali! Mereka tentu Liu Ceng Ceng dan Pouw Cun
Giok! Bagaimana menurut pendapatmu, Li Hong?” kata Songbun
Moli sambil memandang muridnya.
Tentu saja Li Hong tahu benar bahwa dua orang yang
dimaksudkan dalam laporan anak buah itu pasti Ceng Ceng dan
Cun Giok. Kalau dua orang itu kini ketahuan keberadaan
mereka di Bukit Sorga, hal ini bukan karena ia yang
memberitahu. Ia menjawab sambil lalu.
“Mungkin saja, Subo.”
“Bagus! kalau begitu, mari kita tangkap mereka!” kata Cuibeng
Kui-ong dengan girang.
Akan tetapi Kim Bayan segera berkata. “Suhu dan Subo,
harap jangan tergesa-gesa. Tentu saja kalau kita maju bersama,
kita akan mampu mengalahkan mereka berdua. Akan tetapi
harap diingat bahwa kita ingin menangkap mereka hiduphidup.
Dan mengingat kelihaian mereka, saya suka menangkap
mereka hidup-hidup. Mereka tentu akan melawan sampai mati
dan kalau hal ini terjadi lalu apa untungnya bagi kita? Saya
mempunyai siasat yang jauh lebih baik sehingga kita dapat
menangkap mereka tanpa mengeluarkan banyak tenaga dan
mengorbankan banyak anak buah.”
Kim Bayan bicara lirih mengemukakan siasatnya dan
mendengar siasat panglima itu, Cui-beng Kui-ong terbahak dan
Song-bun Moli terkekeh. Keduanya merasa setuju dan girang
sekali, memuji-muji kecerdikan Kim Bayan. Akan tetapi Kong
Sek dan Li Hong mengerutkan alisnya.
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 581
Mereka merasa kecewa mendengar bahwa dua orang muda
itu akan ditangkap hidup-hidup. Padahal Li Hong menghendaki
matinya Ceng Ceng dan Kong Sek ingin melihat Cun Giok
dibunuh untuk membalas dendam kematian ayahnya! Akan
tetapi mereka tidak berani membantah, apalagi mereka masih
mempunyai banyak kesempatan untuk membunuh orang-orang
yang mereka benci itu.
Setelah Panglima Kim Bayan mengemukakan siasatnya,
mereka lalu meninggalkan gedung untuk melaksanakan apa
yang telah diatur oleh Kim Bayan tadi.
-dwkz-
Matahari telah naik tinggi. Tengah hari baru saja lewat. Cun
Giok dan Ceng Ceng yang melangkah perlahan-lahan karena
selain harus waspada terhadap kemungkinan adanya jebakanjebakan,
juga mereka meneliti setiap bukit yang mereka lalui,
mencari-cari guha yang dimaksudkan dalam peta.
Setelah lama mereka mencari dan belum juga menemukan
guha yang mereka cari, mereka berhenti sejenak sambil
mengaso di bawah sebatang pohon yang rindang. Cun Giok
mengusap keringat dari muka dan lehernya, memandang
kepada Ceng Ceng yang duduk tak jauh di depannya. Juga
gadis itu mengusap keringat dengan sehelai saputangan.
“Ceng-moi, mengapa engkau bersusah payah mencari harta
karun itu? Engkau dan aku juga sama sekali tidak
membutuhkan harta karun dan kalau pencarian ini terlalu
membahayakan dirimu, untuk apa engkau memaksakan diri?
Apakah tidak lebih baik hentikan usaha pencarian harta karun
itu dan kita kembali turun bukit?”
Ceng Ceng menggelengkan kepalanya. “Tidak, Giok-ko.
Engkau sendiri pernah mengatakan bahwa sebelum aku
menyerahkan peta ini kepada para pejuang bangsa, sebaiknya
kalau kita teliti dan buktikan dulu. Kalau kuberikan sekarang
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 582
kepada para pejuang kemudian setelah mereka cari ternyata
harta karun itu tidak ada, tentu aku dan terutama ayahku akan
dianggap sebagai pembohong. Memang banyak resikonya dan
berbahaya, Giok-ko. Akan tetapi demi menaati pesan terakhir
ayah, aku siap untuk berkorban nyawa, kalau perlu. Akan tetapi
engkau tidak ada sangkut pautnya dengan tugas ini, maka kalau
engkau hendak pergi, silakan Giok-ko!”
“Ah, bukan begitu maksudku, Ceng-moi. Aku tadi hanya
mengkhawatirkan keselamatan dirimu. Maafkan ucapanku tadi.
Jangan katakan bahwa aku tidak ada sangkut pautnya dengan
pencarian harta karun itu, Ceng-moi. Mendiang ayahmu adalah
sahabat keluarga kakek dan ayahku dan setiap orang gagah
wajib menentang kekuasaan penjajah. Karena itu, kalau engkau
siap berkorban nyawa untuk melaksanakan tugas itu, demikian
pula aku. Aku akan menemanimu sampai engkau dapat
menemukan harta karun itu!”
Ceng Ceng tersenyum dan berkata lembut, dengan pandang
mata penuh kasih. “Terima kasih, Giok-ko!”
Tiba-tiba Cun Giok menyentuh lengan Ceng Ceng dan
berbisik.
“Awas, Ceng-moi, ada orang datang!”
Pada saat itu memang ada tiupan angin yang tiba-tiba
datangnya dan bagi kedua orang muda ahli silat itu sudah jelas
bahwa ini bukan angin alami, melainkan angin buatan orang
yang memiliki kesaktian.
Terdengar suara tawa yang menyeramkan. Cun Giok dan
Ceng Ceng cepat memutar tubuh menghadap ke arah
datangnya suara itu. Tampak asap putih mengebul tebal dan
ketika asap itu perlahan-lahan pergi terbawa angin, muncullah
dua orang dari dalam kepulan asap itu. Seorang kakek dan
seorang nenek yang menyeramkan.
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 583
Kakek Cui-beng Kui-ong yang bertubuh bongkok, mukanya
keriputan dan usianya sudah tujuhpuluh tahun, mengenakan
pakaian mewah yang membuat dia tampak semakin aneh, lucu,
dan menyeramkan. Di sampingnya berdiri nenek Song-bun
Moli, berusia enampuluh tahun, kurus dan juga bongkok,
pakaiannya mori putih, mukanya pucat seperti mayat. Melihat
sepasang kakek nenek yang menyeramkan ini, Cun Giok dan
Ceng Ceng siap siaga karena mereka maklum bahwa mereka
berhadapan dengan dua orang yang amat lihai dan berbahaya.
“Hak-hak-hak-hak! Dua orang bocah berani sekali
memasuki daerah kekuasaanku tanpa ijin! Kalian agaknya
sudah bosan hidup!” Cui-beng Kui-ong mengangkat tangan kiri
ke atas dan terdengar gerakan banyak orang, lalu muncul
sekitar tigapuluh orang berpakaian hitam-hitam mengepung
tempat itu.
Keadaan dua orang muda itu sungguh terancam dan gawat.
Baru menghadapi kakek dan nenek itu saja sudah merupakan
tugas amat berat dan mereka tidak dapat merasa yakin akan
mampu mengalahkannya, kini muncul sekitar tigapuluh orang
berpakaian hitam yang siap mengeroyok dengan golok mereka!
Dan dua orang muda itu berada di tempat yang asing bagi
mereka, tempat tinggal pihak lawan!
Akan tetapi Ceng Ceng dan Cun Giok sama sekali tidak
merasa takut. Ceng Ceng sudah memegang sebatang tongkat
ranting pohon, sedangkan Cun Giok siap untuk mencabut Kimkong-
kiam.
“Hak-hak-hak! Kalian yang bernama Pouw Cun Giok dan
Liu Ceng Ceng? Orang-orang muda yang nekat dan bosan
hidup. Kalian berdua lebih baik menyerah saja daripada kami
harus menggunakan kekerasan. Kalian melawan pun tidak ada
gunanya!” kata Ciu-beng Kui-ong.
“Hik-hik-hik!” Song-bun Moli terkekeh. “Sayang kalau
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 584
orang-orang muda seperti kalian mati konyol di sini. Liu Ceng
Ceng, engkau tentu tahu apa yang kami cari! Serahkan peta
harta karun Thaikam Bong itu kepada kami dan kami tidak
akan membunuh kalian!”
Pada saat itu, Ceng Ceng dan Cun Giok teringat bahwa peta
itu masih disimpan dalam baju Ceng Ceng. Rencana mereka
untuk menyembunyikan peta itu ketika mereka hendak
mendaki bukit tidak jadi dilaksanakan karena kemarahan Li
Hong yang lari meninggalkan mereka kemudian kembali dan
menyerang Ceng Ceng.
Peta itu kini berada dalam saku di balik baju Ceng Ceng,
Cun Giok mengenal benar watak Ceng Ceng yang sudah
mengatakan bahwa ia akan melaksanakan pesan ayahnya
dengan taruhan nyawa. Benar saja, ketika mendengar ucapan
Song-bun Moli dan Cui-beng Kui-ong tadi, Ceng Ceng
menjawab dengan tegas.
“Aku tidak akan menyerah dan tidak dapat memberikan
peta itu kepada kalian.”
“Hak-hak-hak! Engkau rela mati dan tidak mau
menyerahkan peta itu kepada kami?” Cui-beng Kui-ong
membentak dan memberi isyarat dengan tangannya. Tigapuluh
orang anak buah berpakaian hitam itu kini mempersempit
lingkaran dan agaknya mereka sudah siap untuk mengeroyok.
“Terserah, aku hanya menipertahankan benda yang bukan
menjadi hak milik kalian,” kata pula Ceng Ceng.
“Hi-hi-hik! Engkau hendak memiliki sendiri harta karun
itu, bukan? Serahkan saja kepada kami, kita bekerja sama dan
nanti setelah harta itu ditemukan, engkau akan mendapatkan
bagianmu.” Nenek Song-bun Moli membujuk.
Ceng Ceng menggelengkan kepalanya. “Aku juga tidak
berhak memiliki harta itu.”
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 585
“Lalu siapa yang berhak?” Cui-beng Kui-ong bertanya
penasaran sehingga dia lupa tertawa.
“Harta karun itu milik Kerajaan Sung. Karena kerajaan itu
sudah jatuh, maka harta itu yang berhak memiliki adalah
rakyat!”
Cui-beng Kui-ong marah dan dia memberi isyarat lagi. Kini
tigapuluh orang lebih anak buahnya yang berpakaian hitam itu
mulai bergerak maju. Ceng Ceng melintangkan tongkatnya di
depan dada sedangkan Cun Giok sudah mencabut Kim-kongkiam.
Mereka siap membela diri.
Begitu para pengepung itu menerjang maju, Ceng Ceng dan
Cun Giok bergerak cepat seolah tubuh mereka menghilang dan
terdengar teriakan-teriakan disusul robohnya delapan orang
anak buah Bukit Sorga! Dalam segebrakan saja dua orang
muda perkasa itu telah mampu merobohkan delapan orang!
“Tahan! Semua mundur!!” Tiba-tiba terdengar bentakan
nyaring. “Liu Ceng Ceng, lihat siapa yang menjadi tawanan
kami!”
Ceng Ceng dan Cun Giok memandang dan ternyata yang
membentak dan menyuruh semua pengeroyok mundur itu
adalah Panglima Kim Bayan. Yang membuat wajah Ceng Ceng
dan Cun Giok terkejut adalah ketika mereka melihat Kim
Bayan menempelkan golok besarnya yang berkilauan itu pada
leher seorang gadis cantik yang bukan lain adalah Li Hong!
“Li Hong......!” Mereka berseru dengan mata terbelalak. Li
Hong yang ditawan dan ditempeli golok lehernya itu menjadi
tawanan dengan kedua tangan diikat ke belakang. Akan tetapi
gadis yang tertawan itu memandang kepada Ceng Ceng dengan
sinar mata berapi penuh kebencian!
“Liu Ceng Ceng, sekarang pilih. Kau serahkan peta itu
kepada kami atau harus kami sembelih dulu gadis ini, baru
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 586
kami akan membunuh kalian?”
Li Hong sama sekali tidak tampak takut dengan ancaman
itu dan ia masih memandang kepada Ceng Ceng dengan penuh
kebencian. Ancaman Kim Bayan itu hanya merupakan siasat
yang sudah diatur lebih dulu. Kim Bayan minta ia berpura-pura
menjadi tawanan dan menurut panglima itu, dengan siasat ini,
pasti Ceng Ceng akan menyerahkan peta itu dengan suka rela.
Ia sudah membantah pendapat ini karena ia tahu bahwa
tidak mungkin sama sekali Ceng Ceng mau menyerahkan peta
hanya untuk menolongnya. Ia pernah membunuh paman guru
Ceng Ceng, bahkan baru saja ia menyerang untuk membunuh
Ceng Ceng dan telah melukainya dengan jarum Hek-tok-ciam.
Mana mungkin Ceng Ceng mau menukarkan peta yang amat
penting baginya itu dengan nyawanya?
Akan tetapi Kim Bayan didukung Song-bun Moli
mengatakan bahwa kalau siasat ini tidak berhasil, baru akan
dilakukan kekerasan terhadap Ceng Ceng dan Cun Giok.
Mungkin saja Ceng Ceng menyembunyikan peta itu di suatu
tempat, demikian kata Kim Bayan. Dan kalau demikian halnya,
percuma saja membunuh Ceng Ceng karena peta tidak akan
dapat mereka temukan. Li Hong menganggap alasan ini
mungkin terjadi, apa lagi ia sudah mendengar rencana Ceng
Ceng untuk menyembunyikan peta itu, maka ia pun menyetujui
berpura-pura menjadi tawanan dan kedua tangannya diikat ke
belakang.
Akan tetapi Li Hong melihat peristiwa yang sama sekali
tidak disangkanya. Mendengar ancaman K im Bayan untuk
membunuhnya kalau Ceng Ceng tidak menyerahkan peta itu,
tanpa ragu Ceng Ceng berkata.
“Panglima Kim Bayan, berjanjilah dulu sebagai seorang
panglima bahwa engkau tidak akan membunuh Li Hong, baru
peta akan kuserahkan padamu.”
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 587
“Ceng-moi......!” Cun Giok berseru kaget.
Sikap kedua orang ini seketika membuat Li Hong merasa
seolah semua tenaga dalam badannya melayang dan ia menjadi
lemas. Ceng Ceng mau menyerahkan peta demi
menyelamatkannya, setelah apa yang ia lakukan terhadap gadis
itu! Padahal Ceng Ceng tahu betul bahwa ia akan
membunuhnya, akan tetapi tetap saja Ceng Ceng berusaha
menyelamatkannya! Dan ia pun teringat ketika ia menyerang
Ceng Ceng di kaki bukit, gadis itu sama sekali tidak mau
mengelak, menangkis atau melawan.
Dan hal kedua yang membuat hatinya seperti disayat adalah
melihat sikap Cun Giok. Pemuda itu terkejut dan agaknya
mencela sikap Ceng Ceng yang hendak menukarkan peta
dengan nyawanya. Ini berarti bahwa pemuda itu tidak cinta
padanya. Dugaannya selama ini ternyata keliru. Cun Giok
memang tampak suka, ramah dan baik terhadap ia sebagai
seorang pria, dan tidak mencinta ia sebagai seorang wanita!
Ingin rasanya Li Hong menangis dan dorongan ini ditahantahannya,
namun tetap saja kedua matanya mengalirkan
butiran-butiran air mata. Melihat Li Hong menangis tanpa
suara, Kim Bayan merasa girang sekali dan kagum.
Disangkanya gadis yang kini menjadi murid Song-bun Moli itu
bersandiwara agar siasat itu berjalan dengan baik dan berhasil.
“Berjanji? Ha-ha-ha, aku sudah bersumpah bahwa aku tidak
akan membunuh Nona Tan Li Hong kalau engkau mau
menyerahkan peta itu kepada kami!”
“Akan tetapi engkau harus berjanji bahwa kalau peta
diserahkan, engkau tidak akan membunuh Nona Liu Ceng
Ceng!” kata Cun Giok cepat-cepat.
“Juga tidak akan membunuh Kanda Pouw Cun Giok!”
Ceng Ceng menyambung cepat.
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 588
Kembali Li Hong mendapat kenyataan betapa dua orang itu
saling melindungi!
“Baik, aku berjanji pula tidak akan membunuh kalian
berdua kalau peta itu diberikan kepada kami,” kata Kim Bayan.
Kini tanpa ragu-ragu lagi Ceng Ceng mengambil peta itu
dari saku sebelah dalam bajunya dan menyerahkannya kepada
Kim Bayan. Panglima itu membuka gulungan peta dan di
belakangnya berdiri pula Cui-beng Kui-ong dan Song-bun
Moli yang ikut memeriksa peta.
Mereka mengangguk-angguk, lalu Kim Bayan berkata
kepada Ceng Ceng dan Cun Giok. “Sekarang kami minta
kalian menjadi tamu kami untuk sementara. Ingat, Nona Tan Li
Hong masih menjadi tawanan kami di tempat terpisah dan
kami minta kalian menemani kami mencari harta karun sampai
dapat kami temukan. Setelah itu, baru kalian bertiga kami
bebaskan. Kalau kalian berdua membuat ulah, terpaksa kami
akan tetap menahan Tan Li Hong!”
Cun Giok hendak memprotes, akan tetapi Ceng Ceng
menyentuh lengannya dan ketika Cun Giok memandangnya,
dia tahu bahwa gadis ini minta agar dia menurut saja. Diamdiam
Cun Giok semakin kagum kepada Ceng Ceng. Gadis itu
setelah diperlakukan sedemikian jahatnya oleh Li Hong, kini
malah berusaha menolongnya, bahkan mengorbankan peta
yang baginya teramat penting itu. Ini sungguh sukar dipercaya!
Akan tetapi dia tidak sampai hati untuk menentang pendapat
dan kehendak Ceng Ceng.
Demikianlah, Cun Giok dan Ceng Ceng diajak mendaki
puncak bukit dan Li Hong lebih dulu dibawa pergi. Karena itu,
mereka tidak berani berbuat apa-apa. Selama Li Hong masih di
tangan pihak lawan, mereka berdua tentu saja tidak berani
menggunakan kekerasan. Akan tetapi, mereka diperlakukan
sebagai tamu dan mereka tetap waspada. Mereka mendapatkan
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 589
dua buah kamar terpisah dan sekeliling kamar mereka dijaga
ketat oleh anak buah yang berpakaian hitam-hitam. Mereka
dilayani dengan baik dan sebagai tamu-tamu yang dihormati.
Sementara itu, Panglima Kim Bayan mengadakan
pertemuan dan rapat kilat di ruangan lain yang jauh dari kamarkamar
dua orang tamu setengah tawanan itu. Yang hadir di situ
adalah Kim Bayan, Cui-beng Kui-ong, Song-bun Moli, Tan Li
Hong, dan Kong Sek.
@_Alysa^DewiKZ_@
Bab 3. Harta Karun atau Peti Kosong?
“Paman Kim, mengapa Pouw Cun Giok itu dibiarkan
hidup? Aku ingin dia diserahkan padaku agar dapat kupenggal
kepalanya dan kucabut jantungnya untuk sembahyang kepada
arwah ayahku! Serahkan dia kepadaku, Paman!” kata Kong
Sek dengan muka merah dan mata bersinar-sinar. Pemuda ini
menaruh dendam sakit hati kepada Pouw Cun Giok yang telah
membunuh ayahnya, yaitu Panglima Kong Tek Kok.
Kim Bayan tertawa. “Ha-ha, orang muda selalu menuruti
perasaan saja kurang mempergunakan akal. Lihat, aku
menggunakan akal dan buktinya, kita bisa mendapatkan peta
tanpa banyak susah payah. Kalau sekarang mereka dibunuh
sekadar menuruti kemarahanmu dan kemarahan Li Hong,
mungkin kita akan rugi besar.”
“Akan tetapi bukankah peta sudah berada di tangan kita?”
bantah Kong Sek. “Mereka tidak ada gunanya lagi dan kalau
tidak segera dibunuh, mereka mendapat kesempatan untuk
meloloskan diri! Bukankah hal itu amat merugikan kita?”
“Itulah kalau orang muda hanya mempergunakan emosinya,
tidak mempergunakan akal pikirannya. Kong-kongcu (Tuan
Muda Kong), sekarang aku ingin bertanya kepadamu.
Bagaimana kalau nanti setelah kita menemukan tempat harta
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 590
karun menurut peta, ternyata harta karun itu tidak ada.
Mungkin saja peta itu adalah peta palsu yang sengaja dibuat
gadis puteri bekas Panglima Liu itu. Nah, apakah sekarang
engkau juga masih bernapsu besar untuk segera membunuh dua
orang itu?”
Mendengar alasan yang dikemukakan Kim Bayan itu kuat
sekali dan memang tentu saja ada kemungkinan mereka
mendapatkan peta palsu, Kong Sek mengerutkan alisnya dan
menghela napas panjang. Sebetulnya dia sudah tidak sabar lagi
menanti, khawatir kalau-kalau Cun Giok yang lihai itu akan
terlepas lagi. Akan tetapi pada saat itu Li Hong berkata dengan
nada suara tegas.
“Benar sekali apa yang dikatakan Panglima Kim tadi!
Mereka tidak boleh dibunuh sekarang. Harta karun itu harus
ditemukan terlebih dulu agar jerih payah kita tidak sia-sia.
Bahkan aku mengusulkan agar mereka berdua itu diajak
bersama-sama mencari harta karun karena mungkin mereka
lebih mengetahui di mana tempat persembunyian harta karun
menurut peta itu.”
“Aku tidak setuju!” Kong Sek berkata penasaran. Dia
tadinya memang kagum dan tertarik oleh kecantikan Li Hong,
akan tetapi mendengar usul tadi dia segera menentangnya.
“Mengajak mereka bersama-sama mencari harta karun, sama
saja dengan memberi peluang kepada mereka untuk
membebaskan dan melarikan diri.”
“Heh-heh, agaknya Kong-kongcu lupa akan siasatku yang
ampuh tadi, yang telah berhasil membuat mereka menyerah
dan memberikan peta kepada kita. Selama Nona Li Hong
bersandiwara menjadi tangkapan dan sandera kita, jangan
takut. Aku yakin mereka tidak akan melarikan diri dan
meninggalkan Nona Tan. Mereka percaya bahwa kalau mereka
berdua pergi, Nona Tan pasti kita bunuh!”
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 591
“Tepat sekali ucapan Kim-ciangkun (Panglima Kim) itu.
Agar mereka tidak curiga, sebaiknya kalian ajak mereka
mencari harta karun dan tinggalkan aku di sini dalam keadaan
terjaga ketat, terbelenggu dan terancam. Perlihatkan keadaanku
kepada mereka sehingga mereka akan selalu tunduk dan
menyerah. Nah, kalau mereka sudah mau diajak mencari harta
karun bersama dengan ancaman kalau mereka memberontak
aku akan dibunuh kukira tempat persembunyian itu akan dapat
ditemukan. Kalau sudah ditemukan, barulah kita membunuh
mereka.”
Semua orang setuju dengan usul yang dikemukakan Li
Hong, bahkan Kong Sek juga setuju. Memang bagi dia,
ditemukan atau tidaknya harta karun tidak ada artinya. Dia
sudah cukup kaya karena warisan yang ditinggalkan Panglima
Kong Tek Kong kepadanya cukup besar. Yang paling penting
baginya adalah membalas dendam kematian ayahnya itu. Tentu
saja kalau dapat, dia ingin membunuh Pouw Cun Giok
sekarang juga.
Akan tetapi dia harus bersabar, tidak berani dia menentang
Kim Bayan, apalagi menentang Cui-beng Kui-ong dan Song
Bun Mo-li. Dia harus bersabar karena bagaimanapun juga usul
Li Hong tadi benar. Pouw Cun Giok tidak akan dapat
melarikan diri selama Li Hong menjadi sandera mereka. Pula,
kalau sampai harta karun itu bisa didapatkan dan diserahkan
kepada Kaisar, hal itu berarti merupakan jasa besar bagi
mereka dan tentu mereka akan mendapat imbalan jasa yang
besar pula dari Kaisar.
Demikianlah, setelah membuat persiapan dengan mengajak
duabelas orang anak buah berpakaian hitam yang disuruh
membawa peralatan menggali seperti cangkul, linggis, dan
lain-lain, berangkatlah rombongan itu yang terdiri dari Cuibeng
Kui-ong, Song-bun Moli, Kim Bayan, dan Kong Sek.
Ceng Ceng dan Cun Giok terpaksa menyatakan setuju ketika
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 592
mereka diminta untuk membantu mereka mencari harta karun
itu.
Sesungguhnya. Cun Giok tidak rela melihat Ceng Ceng
menyerahkan harta karun kepada orang-orang Kerajaan
Mongol itu. Bagi dia, harta karun itu seharusnya diserahkan
kepada yang berhak, yaitu para pejuang yang kelak hendak
bangkit dan menentang pemerintah Mongol. Ceng Ceng yang
menyerah hanya untuk melindungi Li Hong yang liar,
membuat dia merasa penasaran. Akan tetapi karena Ceng Ceng
berkeras hendak menyelamatkan Li Hong dengan berkorban
menyerahkan peta harta karun, dia pun tidak dapat menolak.
Dia tidak mungkin dapat menentang kehendak Ceng Ceng
yang dia tahu muncul dari hati yang tulus dan penuh belas
kasih!
Sebelum berangkat, sesuai dengan siasat yang diusulkan Li
Hong, Ceng Ceng dan Cun Giok diajak ke belakang dan
mereka berdua diberi kesempatan melihat Li Hong berada
dalam sebuah kamar yang pintunya berterali besi, duduk di atas
sebuah kursi dengan kaki tangan terbelenggu dan kamar itu
dijaga belasan orang anak buah Bukit Sorga di bagian luarnya,
bahkan dalam kamar itu terdapat dua orang anak buah yang
bertubuh tinggi besar dan membawa golok telanjang, siap
untuk membunuh Li Hong apabila gadis itu berani mencoba
untuk meloloskan diri.
Melihat Li Hong duduk membelakangi pintu dalam
keadaan menyedihkan itu, Ceng Ceng mengerutkan alisnya dan
berkata kepada Kim Bayan yang mengantar mereka menjenguk
tempat tahanan itu.
“Kim-ciangkun, mengapa engkau melanggar janjimu?”
“Ah, aku tidak melanggar janji, Nona Liu Ceng. Bukankah
sampai sekarang kami tidak membunuh Nona Tan Li Hong?
Lihat, ia masih hidup!”
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 593
“Akan tetapi engkau memperlakukannya sebagai tawanan,
dibelenggu seperti itu!” Ceng Ceng memprotes.
“Kami hanya berjanji tidak akan membunuhnya. Kalau
sekarang kami menjaganya dengan ketat, hal itu hanya agar ia
tidak dapat melepaskan dan melarikan diri.”
“Akan tetapi aku sudah menyerahkan peta harta karun.
Semestinya Li Hong engkau bebaskan!”
“Hemm, yang kauserahkan hanya sehelai gambar. Kami
tidak tahu apakah peta itu aseli ataukah palsu. Oleh karena itu,
untuk sementara Nona Li Hong kami tawan. Kalian bantu kami
mencari harta karun itu sampai dapat, barulah Nona Tan Li
Hong dan kalian berdua kami bebaskan.”
“Engkau curang!” Cun Giok membentak, akan tetapi Ceng
Ceng cepat menyentuh lengan Cun Giok. Ia melihat betapa
kemarahan Cun Giok membuat dua orang algojo yang berada
di kamar tahanan itu mendekati Li Hong dan menempelkan
golok di leher gadis tawanan itu.
“Baiklah, Panglima Kim Bayan. Kami akan membantumu
mencari harta karun itu,” kata pula Ceng Ceng dengan sikap
dan suaranya yang tetap sabar dan tenang.
“Akan tetapi kalau sampai engkau melanggar janji, kami
berdua akan mengamuk mati-matian!” kata Cun Giok yang
hampir tak dapat menahan kemarahannya.
Kim Bayan tersenyum dan diam-diam dia mengagumi
kecerdikan Li Hong yang mengatur siasat itu sehingga ternyata
berhasil membuat Ceng Ceng dan Cun Giok tak berdaya dan
suka membantunya mencari harta karun.
“Sekarang, marilah kita berangkat!” katanya dan mereka
lalu keluar, di mana telah menanti Cui-beng Kui-ong, Songbun
Mo-1i, Kong Sek, dan selosin orang anak buah berpakaian
hitam.
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 594
--dwkz---alysa--
Di sepanjang perjalanan mencari harta karun itu, Cun Giok
hanya diam saja. Hatinya bingung dan juga khawatir sekali.
Yang membuat dia bingung adalah sikap Ceng Ceng. Baginya,
sikap Ceng Ceng yang menyerah kepada musuh demi
melindungi nyawa Li Hong, dan menyerahkan peta bahkan kini
ikut membantu mereka mencari harta karun, sungguh dinilai
terlalu baik hati sehingga menjadi sikap yang lemah dan bodoh.
Bagaimana mungkin orang-orang macam Cui-beng Kuiong,
Song-bun Moli, Kim Bayan, dan Kong Sek dapat
dipercaya? Mereka pasti tidak akan menetapi janji. Kalau harta
karun itu akhirnya mereka dapatkan, Li Hong, Ceng Ceng dan
dia sendiri pasti juga akan dibunuh mereka! Dan yang dia
paling khawatirkan adalah keselamatan Ceng Ceng.
Gadis yang berhati mulia dan yang amat dia kasihi itu tidak
boleh mati terbunuh. Biarlah andaikata dia dan Li Hong
terbunuh, akan tetapi Ceng Ceng harus dapat diselamatkan!
Akan tetapi agaknya Ceng Ceng berpikir sebaliknya. Gadis itu
memiliki watak seperti Kwan Im Pouwsat, Sang Dewi Belas
Kasih, yang rela mengorbankan diri sendiri demi keselamatan
orang lain!
Yang membuat hati Cun Giok diam-diam merasa penasaran
dan marah kepada Kim Bayan dan kawan-kawannya adalah
melihat betapa Ceng Ceng bersungguh-sungguh membantu
mereka mencari harta karun! Dia tahu bahwa gadis yang baik
budi ini ingin segera dapat membebaskan Li Hong. Maka
begitu mereka berangkat, langsung saja Ceng Ceng
memberitahu tentang perkiraannya di mana tempat harta karun
seperti ditunjukkan dalam peta. Ia mengatakan bahwa menurut
perkiraannya, harta karun itu tersimpan di dalam sebuah guha
yang terletak di lereng bukit itu.
“Apa?” Cui-beng Kui-ong berkata sambil membelalakkan
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 595
matanya. “Harta karun itu berada di bukit milikku ini?”
“Bagaimana engkau dapat menduga demikian, Nona Liu?”
tanya Kim Bayan, hampir tidak percaya.
Ceng Ceng mengajak mereka melihat peta itu. Setelah
membentangkan peta, ia berkata, “Lihatlah, gambar naga dan
burung Hong itu jelas menunjukkan tempat Kaisar yang tentu
saja kota raja Peking. Lingkaran itu berada di tengah lukisan
bukit dan bulatan itu menandakan adanya guha. Menurut
perkiraanku, bukit yang berada dekat sebelah selatan kota raja
adalah bukit ini. Maka sebaiknya kita mencari sebuah guha di
lereng pertengahan gunung atau bukit ini. Kalau ternyata
perkiraanku keliru, terserah kalian hendak mencari ke mana.”
“Hak-hak-hak, bagus sekali! Bukit Sorga ini pemberian
Kaisar sendiri kepadaku, berarti bukit ini adalah milikku dan
semua yang berada di bukit ini adalah hak milikku! Hak-hakhak!”
Cui-beng Kui-ong tertawa senang.
Diam-diam Kim Bayan mengerutkan alisnya, apalagi ketika
melihat betapa Song-bun Moli juga tertawa dan tampak senang
sekali mendengar ucapan kakak seperguruannya itu. Tidak
mungkin rasanya bagi dia untuk menentang dua orang sakti itu.
Akan tetapi kalau harta karun itu diambil oleh mereka berdua,
lalu dia mendapatkan apa?
Padahal dialah yang telah berusaha keras untuk merampas
peta dari tangan Panglima Liu Bok Eng, kemudian dari tangan
Ceng Ceng yang mewarisinya. Cui-beng Kui-ong dan Songbun
Moli hanya dimintai bantuannya saja! Sudah sepatutnya
kalau dia yang mendapat imbalan jasa.
Kalau harta itu terjatuh ke tangannya, dia mempunyai dua
pilihan yang sama-sama menguntungkan. Pertama, kalau dia
memiliki sendiri, dia akan menjadi kaya raya. Kalau dia
menyerahkannya kepada Kaisar, berarti dia berjasa besar dan
tentu mendapat balas jasa berupa pangkat yang lebih tinggi
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 596
lagi! Akan tetapi bagaimana kalau harta itu terjatuh ke tangan
dua orang sakti itu? Dia tidak akan memperoleh apa-apa.
Merampas dari tangan mereka tidak mungkin dan melaporkan
kepada Kaisar juga percuma karena Cui-beng Kui-ong juga
berjasa besar bagi Bangsa Mongol dan disegani oleh Kaisar!
Maka, Kim Bayan menjadi murung ketika mereka mencaricari
guha itu. Tiba-tiba seorang anak buah Bukit Sorga
mendekati Cui-beng Kui-ong, memberi hormat dan berkata
dengan lantang.
“Ong-ya, saya pernah melakukan perondaan di sekitar
lereng bukit dan melihat bahwa di lereng tengah sebelah
selatan terdapat bagian bukit yang berdinding batu panjang dan
di sana terdapat beberapa buah guha.”
Mendengar ini, Cui-beng Kui-ong yang disebut Ong-ya
oleh anak buahnya, sebutan bagi seorang raja, tertawa
terbahak-bahak dan mengajak mereka semua mencari guha di
lereng sebelah selatan.
Kalau Cui-beng Kui-ong dan Song-bun Moli tertawa-tawa
gembira, adalah Kim Bayan yang wajahnya menjadi semakin
keruh dan muram. Diam-diam Kim Bayan berjalan mendekati
Ceng Ceng dan Cun Giok dan setelah mendapat kesempatan
karena kakek dan nenek iblis itu sudah berjalan mendahului
sehingga terpisah agak jauh dan semua orang, termasuk Kong
Sek, dengan hati tegang mencurahkan semua perhatian untuk
menemukan guha itu, Kim Bayan berbisik kepada Ceng Ceng
dan Cun Giok.
“Kalau kalian mau membantuku menghalangi kakek dan
nenek itu menguasai harta karun, aku akan membebaskan
kalian bertiga dan akan memberi bagian kalian dari harta karun
itu.”
Ceng Ceng dan Cun Giok saling pandang. “Makudmu kami
bertiga dengan Li Hong?” tanya Ceng Ceng.
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 597
“Tentu saja! Aku dapat mengguna, kekuasaan dan
kedudukanku untuk membebaskan kalian bertiga.”
“Caranya?” tanya Cun Giok.
“Caranya mudah. Kita harus bekerja sama. Nanti, kalau
harta itu benar-benar sudah ditemukan, kalian berdua serang
kakek dan nenek itu. Aku percaya kalian akan cukup kuat
untuk membuat mereka kerepotan dan kesempatan itu
kupergunakan untuk membawa lari dan menyelamatkan harta
karun. Setelah itu, kalian boleh melarikan diri dan aku akan
membebaskan Li Hong dari tempat tahanan sehingga kalian
bertiga akan dapat melarikan diri.”
“Akan tetapi bagaimana dengan Kong Sek?”
“Aku kira dia bukan halangan besar bagi kalian dan aku.
Mungkin aku akan membunuhnya lebih dulu sebelum
melarikan harta itu.”
Ceng Ceng mengerutkan alisnya, akan tetapi Cun Giok
sudah mengambil keputusan. “Sangat baik rencana itu! Kami
setuju, Panglima Kim Bayan.”
“Bagus, dan sekarang mari susul mereka.”
Mereka lalu mengejar dan berjalan pula bersama kelompok
itu yang amat bersemangat mencari harta karun, atau lebih,
tepat mencari guha di mana diperkirakan harta karun itu
tersimpan.
Akhirnya terdengar tawa Cui-beng Kui-ong yang
berkakakan. Dia yang paling bersemangat selalu berada
terdepan. Ketika mereka tiba di daerah berbatu di mana
terdapat beberapa buah guha, Cui-beng Kui-ong mencari dan
memeriksa setiap guha. Akhirnya dia menemukan guha yang
berada di ujung timur, yang terbesar di antara guha-guha itu
dan setelah melakukan pemeriksaan dengan teliti, dia
mengeluarkan suara tawanya yang khas.
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 598
“Kak-kak-kak-kak! Aku telah menemukannya!!”
Semua orang berlarian menghampiri guha itu. Kakek itu
sambil tertawa-tawa berkata, “Lihat, ketika kuperiksa dan
kusingkirkan tanah yang menutupi lantai, terdapat ini. Tak
salah lagi, di sini disimpannya harta karun itu. Hak-hak-hakhak!”
“Hi-hi-hi-hik, sudah kubilang sejak dulu, engkau memang
cerdik bukan main, Kui-ong!” Song-bun Moli juga tertawa
dengan suara yang melengking aneh sehingga ketika dua suara
tawa itu berbaur, semua orang bergidik karena campuran suara
itu sama sekali bukan seperti tawa manusia, lebih pantas suara
yang keluar dari lubang kubur, suara tawa setan dan iblis!
Kim Bayan mendekati Cun Giok. “Bersiaplah.” katanya
lirih.
Cun Giok menggelengkan kepalanya. “Lihat dulu
buktinya,” jawabnya dengan bisikan pula.
Kim Bayan mengangguk dan kini dia membantu duabelas
orang anak buah Bukit Sorga yang memenuhi perintah Cuibeng
Kui-ong melakukan pembersihan di lantai guha itu.
Ketika sebuah batu bundar disingkirkan, di bawahnya terdapat
sebuah batu besar dan di atas batu besar itu terdapat ukiran
huruf
BONG
yang jelas sekali.
“Kak-kak-kak-kak, apa kataku? Inilah tempatnya, heh-heh!
Siapa mengira jahanam Bong Thaikam itu menyembunyikan
hartanya di sini, di bukit yang telah menjadi milikku! Kak-kakkak,
teruskan gali. Angkat batu itu!”
Ceng Ceng dan Cun Giok bertukar pandang. Memang tidak
dapat diragukan lagi. Di situlah terpendam harta karun yang
dulu merupakan hasil korupsi Thaikam Bong. Kini keduanya
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 599
mulai khawatir. Kalau harta itu sudah ditemukan, apakah
mereka boleh mengharap orang-orang pengejar harta itu benarbenar
akan membebaskan mereka dan Li Hong? Bagaimana
kalau mereka ingkar janji? Orang-orang hamba nafsu seperti
mereka sungguh harus diragukan kejujurannya.
Cun Giok berbisik kepada Ceng Ceng. “Kita tunggu harta
itu dikeluarkan. Mereka tentu akan bergembira dan lengah.
Kita lari kembali ke sana dan membebaskan Li Hong lalu
melarikan diri turun bukit.”
Ceng Ceng mengangguk tanda setuju. Mereka lalu
mendekat dan melihat betapa duabelas orang itu bersusah
payah hendak menarik batu yang ada ukiran huruf BONG itu,
Cun Giok segera maju dan berkata.
“Biarkan aku yang menyingkirkan batu itu!” Hal ini
dilakukan agar mereka semua percaya kepadanya dan menjadi
lengah.
Duabelas orang anak buah yang kewalahan itu mundur dan
memberi jalan kepada Cun Giok. Pemuda ini mengamati batu
besar itu dan membungkuk, memegang kedua tepi batu yang
lebarnya sekitar sepanjang lengan. Dia lalu mengerahkan
seluruh tenaganya dan sekali berteriak dan menarik, dia
berhasil mengangkat batu itu dan melemparkannya keluar
guha. Duabelas orang anak buah berpakaian hitam itu bersorak
ketika melihat bahwa di dalam lubang di bawah batu tadi
terdapat sebuah peti hitam yang terukir indah berbentuk dua
ekor naga!
Akan tetapi sorak-sorai duabelas orang itu segera terganti
teriakan-teriakan mengaduh dan duabelas orang itu satu demi
satu roboh terlempar dan tewas seketika! Kiranya Cui-beng
Kui-ong dan Song-bun Moli mengamuk dan membunuhi anak
buah sendiri. Tentu saja Kim Bayan dan Kong Sek terkejut
bukan main dan mereka berdua melompat ke belakang, takut
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 600
kalau menjadi korban amukan kakek dan nenek iblis itu.
Setelah duabelas orang itu tewas, Cui-beng Kui-ong lalu
membuka tutup peti dan...... ternyata peti itu kosong! Di dasar
peti terdapat tulisan huruf
THAI-SAN!
Tidak ada secuil pun emas atau permata. Tidak ada uang
setail pun!
Ciu-beng Kui-ong terbelalak dari dia pun mengamuk.
“Jahanam keparat! Aku dibohongi!”
“Kui-ong, harta ini ada yang sudah mengambilnya!” kata
Song-bun Moli.
“Siapa berani mendahului aku?” Cui-beng Kui-ong
memaki-maki.
“Mungkin disimpan di bagian lain dalam guha ini!” kata
Kong Sek.
“Atau di guha-guha yang lain.” kata Kim Bayan.
Mereka berempat lalu mencari, memporak-porandakan
guha besar itu untuk mencari harta karun.
Tiba-tiba Kim Bayan berseru. “Pouw Cun Giok dan Liu
Ceng Ceng menghilang!”
Memang dua orang muda itu ketika melihat bahwa peti itu
kosong dan isinya hanya tulisan THAI-SAN, cepat pergi
mengerahkan gin-kang mereka dan dengan cepat naik ke
puncak untuk membebaskan Li Hong!
@_Alysa^DewiKZ_@
Jilid 19
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 601
Bab 1. Lolos Dari Kawanan Iblis
“Biarkan pergi, tidak ada gunanya lagi!” kata Cui-beng
Kui-ong.
“Tapi aku harus membunuh si keparat Pouw Cun Giok!”
kata Kong Sek dan dia segera berlari cepat meninggalkan
tempat itu untuk mengejar musuh besarnya.
Kim Bayan masih terus membantu dua orang kakek dan
nenek itu mencari harta karun. Setelah guha besar diporakporandakan
dan mereka tidak menemukan apa-apa, mereka lalu
mencari di guha-guha lainnya yang berada di lereng itu.
Mereka mencari dengan teliti, dengan hati tegang seperti yang
dialami semua orang yang mencari harta karun dan yang
mengharapkan setiap saat akan menemukannya!
Dengan mengerahkan gin-kang mereka, Ceng Ceng dan
Cun Giok berlari cepat sekali mendaki bukit itu. Mereka telah
mengenal jalan ketika tadi turun menuju ke tempat
penyimpanan harta karun sehingga kini dapat menuju ke
puncak tanpa ragu lagi.
Setelah memasuki perkampungan anak buah Bukit Sorga,
tiba-tiba saja bermunculan sembilan orang laki-laki tinggi
besar yang berpakaian serba putih. Mereka berjalan dengan
kaku namun cepat sekali dan tahu-tahu sembilan orang itu telah
membuat lingkaran mengepung Ceng Ceng dan Cun Giok.
Dua orang muda itu memandang dan mereka terkejut dan
merasa ngeri. Mereka itu berujud manusia, namun muka
mereka pucat tanpa darah seperti muka mayat dan pandang
mata mereka kosong! Ketika sembilan orang itu mengangkat
kedua tangan mereka yang tadinya bergantung sehingga
gerakan mereka tampak kaku, Cun Giok melihat bahwa jarijari
tangan mereka memiliki kuku yang tebal panjang dan
runcing.
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 602
“Nanti dulu, sobat-sobat!” Cun Giok berkata kepada
mereka, tidak tahu mana yang menjadi petnimpin karena
mereka sama semua. “Jangan salah sangka. Kami berdua
adalah tamu-tamu dari Cui-beng Kui-ong! Kami bukan
musuh.”
Sembilan orang atau sembilan mahluk itu mengeluarkan
suara dan sikap mereka mengancam. Mereka mulai bergerak
melangkah kaku dan mengitari dua orang muda itu sambil
mengeluarkan suara ah-uh-ah-uh. Mereka terkadang mengadu
kedua tangan sendiri dan ketika kuku-kuku jari tangan itu
saling beradu terdengar suara berdenting dan bunga api
berpijar-pijar! Seolah-olah yang diadukan itu bukan kuku,
melainkan ujung-ujung pedang yang ampuh!
“Hati-hati, Ceng-moi. Mereka ini tangguh dan berbahaya!”
kata Cun Giok yang kembali merasa kagum karena gadis itu
tampak tenang saja. Memang Ceng Ceng selalu dapat bersikap
tenang walaupun pada saat itu ia tahu benar betapa lihainya
sembilan orang mahluk itu. Tadi ia sudah mengambil sepotong
kayu yang akan dijadikan senjata pelindung diri.
Cun Giok tanpa ragu lagi mencabut pedangnya karena dia
melihat betapa sembilan orang mahluk itu sama sekali tidak
menghiraukan, atau mungkin tidak mengerti apa yang dia
ucapkan. Dengan pedang di tangan dia siap membela diri
sendiri dan membela Ceng Ceng.
Tiba-tiba sembilan orang mayat hidup itu berhenti bergerak
mengitari mereka dan mulut mereka mengeluarkan suara
seperti orang yang dicekik lehernya, tangan kiri mereka
menunjuk ke arah Ceng Ceng dan Cun Giok dan...... sembilan
sinar hitam meluncur seperti anak panah menyambar tubuh dua
orang muda itu! Cun Giok yang sejak tadi memandang dan
mengamati penuh perhatian tidak melihat mereka mengambil
senjata rahasia, maka tahulah dia bahwa yang menyambar itu
adalah senjata rahasia lembut yang agaknya sudah tersembunyi
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 603
di dalam kuku-kuku runcing itu!
“Trang-trang-trik-trik-trik......!” Pedang Cun Giok dan
tongkat Ceng Ceng menangkis runtuh jarum-jarum panjang itu
dan sebagian lagi mereka elakkan sehingga jarum-jarum itu
meluncur lewat dan mengenai tubuh seorang mayat hidup yang
berada di tempat berlawanan! Anehnya, biarpun ada yang
terkena jarum kawan sendiri itu di lehernya atau dadanya,
mereka seperti tidak merasakan dan jarum-jarum itu
mengeluarkan bunyi berdenting seperti mengenai dinding baja!
Akan tetapi, sembilan orang mayat hidup itu masih
melanjutkan serangan mereka menggunakan jarum-jarum itu.
Kini mereka bergerak lagi mengitari dua orang muda yang
selalu waspada itu dan mereka menyerang lagi dengan jarumjarum
mereka. Bukan hanya sekali, melainkan bertubi-tubi dari
kuku jari tangan kiri mereka.
Ceng Ceng dan Cun Giok terpaksa mengerahkan gin-kang
mereka dan tubuh mereka berkelebatan. Bahkan tubuh Cun
Giok seolah-olah lenyap dan inilah yang membuat dia dijuluki
Pendekar Tanpa Bayangan. Ceng Ceng juga berkelebatan
mengelak dan tubuhnya berubah menjadi bayangan putih,
sesuai dengan julukannya, yaitu Pek-eng Sian-li (Dewi
Bayangan Putih).
Biarpun kecepatan gerakan mereka tidak dapat diikuti
sembilan orang mayat hidup itu, dan mereka menyerang secara
ngawur saja, namun karena serangan itu bertubi-tubi, tetap saja
Cun Giok dan Ceng Ceng harus menggunakan pedang dan
tongkat mereka yang diputar demikian cepatnya sehingga sinar
kedua senjata itu seolah berubah menjadi sinar yang
menyelimuti mereka dan menangkis jarum yang menyambar.
Kiranya masing-masing mayat hidup menyimpan lima
batang jarum dalam kuku jari tangan kiri mereka. Setelah
semua jarum dilepaskan habis dan tidak sebatang pun
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 604
mengenai dua orang muda itu, lima orang mayat hidup itu
mengeluarkan suara seperti ringkik kuda dan kepungan mereka
merapat lalu mereka mulai menyerang dengan kuku-kuku
panjang kedua tangannya! Gerakan mereka kaku akan tetapi
cepat sekali dan mengandung tenaga kuat.
Ceng Ceng dan Cun Giok menghadapi pengeroyokan
mahluk-mahluk aneh itu dengan gerakan yang cepat, mengelak
dan membalas secepat kilat.
“Tak-tak-tuk-tuk.......!”
Pemuda dan gadis perkasa itu terkejut bukan main. Pedang
Kim-kong-kiam di tangan Cun Giok itu mental ketika
membacok atau menusuk tubuh mayat-mayat hidup itu! Seolah
bertemu dengan baja yang kuat sekali. Demikian pula semua
totokan tongkat Ceng Ceng yang biasanya selalu dapat
menotok jalan darah lawan dan membuatnya lumpuh, kini
sama sekali tidak ada hasilnya, seolah ia hanya menotok
gumpalan baja yang kuat dan tidak memiliki jalan darah!
“Serang matanya!” Cun Giok berseru kepada Ceng Ceng.
Dia sendiri lalu menggerakkan pedangnya dengan cepat,
menusuk mata kanan seorang mayat hidup.
Pedang itu menancap ke dalam rongga mata, akan tetapi
ketika dicabut, tidak ada darah keluar dan begitu mayat hidup
itu menggunakan tangan mengusap matanya yang terluka, mata
itu pulih kembali!
Demikian pula dengan Ceng Ceng. Ujung tongkatnya
memang dapat menusuk mata lawan, akan tetapi tidak
menghasilkan apa-apa, seolah yang ditusuk tidak merasakan
sesuatu.
Biarpun semua tusukan yang mengenai mata itu tidak
membuat para mayat hidup terluka apalagi roboh, setidaknya
membuat mereka agak repot dan memperlambat pengeroyokan
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 605
mereka yang liar dan buas. Tiba-tiba terdengar mereka
melengking dan dari mulut mereka keluar uap hitam yang
membuat kepala menjadi pening karena uap hitam itu berbau
mayat yang sudah membusuk! Ceng Ceng cepat mengambil
sebutir pel berwarna hijau dan menyerahkannya kepada Cun
Giok.
“Kulum pel ini!”
Ia sendiri juga memasukkan sebutir pel ke dalam mulut dan
mengulumnya. Ketika Cun Giok mengulum pel itu, ia merasa
betapa pel itu menyengat rongga mulut dan hidungnya
sehingga bau busuk dari mayat-mayat hidup itu tidak terasa
oleh penciumannya yang dipenuhi bau harum yang kuat.
Kepeningannya hilang dan kembali dia bersama Ceng Ceng
mengamuk, menyerang ke arah mata para mayat hidup itu yang
tidak kebal, walaupun juga hasilnya tidak banyak.
Mulailah mereka mencari-cari kesempatan untuk
melepaskan diri dari kepungan sembilan orang mayat hidup itu.
Tentu saja mereka tidak bermaksud melarikan diri sebelum
dapat membebaskan Li Hong yang tertawan. Akan tetapi kalau
mayat-mayat hidup ini demikian lihai, akan memperlambat
usaha mereka membebaskan Li Hong dan kalau sampai Cuibeng
Kui-ong, Song-bun Moli, Kim Bayan dan Kong Sek
datang, mereka berdua tidak saja mustahil untuk membebaskan
Li Hong, bahkan mereka sendiri akan terancam bahaya besar.
Tiba-tiba terdengar bentakan suara wanita yang
melengking-lengking dan tampak Li Hong keluar dari gedung,
dikejar sedikitnya tigapuluh orang anak buah Bukit Sorga yang
berpakaian serba hitam. Ternyata Li Hong yang seperti kita
ketahui hanya berpura-pura saja menyerah dan bersekutu
membantu Kim Bayan karena melihat sikap Ceng Ceng yang
mati-matian membelanya itu lenyap semua kebenciannya
terhadap Ceng Ceng dan datang kembali kesadarannya dan
wataknya yang gagah.
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 606
Ketika mendengar Ceng Ceng dan Cun Giok dikeroyok
Kiu-kui-tin (Barisan Sembilan Iblis) yang terdiri dari sembilan
orang mayat hidup, segera berlari keluar, diikuti puluhan anak
buah Bukit Sorga yang mengira gadis itu hendak ikut
mengeroyok Ceng Ceng dan Cun Giok! Para anak buah itu
menganggap bahwa Li Hong adalah sekutu yang membantu
majikan mereka.
Setelah dekat dan melihat betapa Ceng Ceng dan Cun Giok
kewalahan menghadapi pengeroyokan sembilan orang mayat
hidup itu Li Hong segera berseru nyaring.
“Pouw-twako dan Ceng Ceng! Serang sambungan tulang
kaki dan lengan mereka!” Setelah berkata demikian, ia
menyerbu dengan Ban-tok-kiam yang bersinar hijau. Begitu ia
menyerang, pedangnya itu membabat ke arah lutut seorang
mayat hidup.
“Crakkk!” Sambungan lutut itu terbabat dan putus! Akan
tetapi dengan sebelah kaki saja, mayat hidup itu berloncatan
dan menyerang Li Hong sambil mengeluarkan suara menjeritjerit.
Li Hong menggerakkan pedangnya lagi dan sambungan
lutut kaki yang tinggal satu itu pun buntung. Mayat hidup tanpa
kedua kakinya itu masih menggerakkan kedua tangan hendak
mencengkeram sambil bergulingan akan tetapi dua kali Bantok-
kiam menyambar dan sambungan siku mayat hidup itu pun
menjadi buntung! Biarpun tinggal badan dan kepala tanpa kaki
tangan lagi, mayat hidup itu masih bergulingan akan tetapi
tidak berbahaya lagi.
Melihat ini, Cun Giok dan Ceng Ceng girang sekali dan
mereka segera meniru cara menyerang Li Hong itu sehingga
mayat-mayat hidup itu kini bergelimpangan dengan kaki atau
tangan buntung!
“Pengkhianat!” terdengar teriakan marah dan Kong Sek
yang baru tiba di situ segera menyerang Li Hong dengan
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 607
pedangnya.
“Trang! Cringg!!” Li Hong menangkis dua kali sambil
mengerahkan tenaganya sehingga Kong Sek terpaksa mundur
karena merasa betapa lengannya tergetar hebat dan sinar hijau
pedang gadis itu sudah meluncur untuk membalas serangannya.
“Hi-hik, Kong Sek, orang macam engkau ini hendak
membunuh Twako Pouw Cun Giok? Melawan aku pun akan
roboh tanpa kepala!” Li Hong mengejek dan mereka segera
terlibat dalam pertandingan yang amat seru. Akan tetapi, para
anak buah Bukit Sorga yang tadinya heran dan bingung melihat
betapa Li Hong berbalik membantu musuh, sudah mengepung
dan maju mengeroyok!
“Ceng-moi, bantulah Li Hong!” kata Cun Giok.
Melihat betapa kini para mayat hidup itu tidak perlu
ditakuti lagi, karena enam orang di antaranya telah
menggeletak tak berdaya dengan kedua kaki buntung,
sedangkan ia yakin Cun Giok akan mampu merobohkan yang
tiga orang lagi karena sudah mengetahui rahasia kelemahan
mereka, sedangkan Li Hong kini yang repot dikeroyok oleh
Kong Sek dan puluhan orang anak buah Bukit Sorga.
Ceng Ceng segera melompat dan berkelebat ke arah Li
Hong dan segera mengamuk. Empat orang roboh begitu
terkena totokan tongkatnya. Dua orang gadis ini mengamuk
sehingga anak buah Bukit Sorga menjadi gentar karena
sebentar saja tidak kurang dari duabelas orang rekan mereka
telah roboh! Kong Sek juga menjadi jerih menghadapi dua
orang gadis perkasa ini.
Setelah merobohkan sisa mayat hidup yang tinggal tiga
orang itu, Cun Giok lalu berseru kepada dua orang gadis yang
kini menghadapi pengeroyokan lebih banyak anak buah Bukit
Sorga yang sudah berbondong-bondong datang.
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 608
“Ceng-moi! Hong-moi! Mari kita pergi sebelum bahaya
yang lebih besar datang!”
Ceng Ceng dan Li Hong mengerti apa yang dimaksudkan
Cun Giok. Kalau sepasang kakek nenek iblis itu dan Kim
Bayan muncul, kiranya akan sulit sekali bagi mereka untuk
dapat meloloskan diri. Dengan menggunakan gin-kang mereka
yang tinggi, tiga orang itu berkelebat dan berlompatan keluar
dari kepungan, lalu berlari cepat seperti terbang menuruni
Bukit Sorga.
Kong Sek tidak berani mengejar karena menghadapi Li
Hong seorang saja akan sukar baginya untuk menang, apalagi
menghadapi mereka bertiga! Anak buah Bukit Sorga mencoba
untuk mengejar, akan tetapi mereka tertinggal jauh karena
kecepatan lari mereka tidak mungkin mengejar ilmu berlari
cepat yang dilakukan tiga orang muda perkasa itu.
Terpaksa Kong Sek kembali ke gedung dan duduk
termenung dengan hati kecewa sekali. Pouw Cun Giok sudah
berada di tangan untuk ke dua kalinya, akan tetapi lolos dari
pembalasan dendamnya!
Pertama, ketika gurunya, Bu-tek Sin-liong Cu Liong dapat
menangkap Pouw Cun Giok tanpa melawan dan menyerahkan
Cun Giok kepadanya untuk dibawa ke pengadilan kota raja
dengan tangan diborgol. Di tengah jalan, dia akan dapat
membunuh musuh besarnya itu dengan mudah, akan tetapi
muncul sumoinya, Pek-hwa Sianli Cu Ai Yin puteri gurunya
yang membela Cun Giok sehingga musuh besarnya itu lolos
dari tangannya.
Sekarang, setelah Cun Giok berada di Bukit Sorga dan
kalau saja Cui-beng Kui-ong dan Song-bun Moli mau
membantunya tentu Cun Giok akan dapat dibunuh dengan
mudahnya. Akan tetapi sepasang kakek nenek itu begitu
tergila-gila mengejar harta karun sehingga mengabaikan
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 609
penjagaan terhadap Cun Giok dan akibatnya, kembali Cun
Giok dapat meloloskan diri!
Tak lama kemudian, Cui-beng Kui-ong, Song-bun Moli,
dan Kim Bayan datang ke perkampungan itu dengan wajah
cemberut. Kim Bayan yang bertubuh tinggi besar dan selalu
tampak gagah itu kini wajahnya muram alisnya berkerut dan
tubuhnya tampak loyo karena menderita kekecewaan berat dan
penasaran.
Akan tetapi yang paling marah adalah Cui-beng Kui-ong
dan Song-bun Moli. Kemarahan mereka itu bertambah
beberapa lipat ketika melihat Kiu-Kui-tin barisan sembilan
mayat hidup itu berserakan tak berdaya dengan semua kaki
mereka buntung terlepas sambungan lututnya dan ada pula
yang juga kehilangan lengan yang buntung sebatas siku!
Mereka itu masih hidup akan tetapi tidak dapat berbuat apa-apa
lagi! Bukan hanya itu, mereka juga banyak anak buah yang
tewas dan terluka. Apalagi ketika mendengar bahwa Pouw Cun
Giok dan Ceng Ceng lolos dibantu oleh Li Hong yang
berkhianat, kemarahan mereka memuncak.
Kakek dan nenek itu mengeluarkan teriakan-teriakan
memanjang yang aneh dan mengerikan, dan wajah mereka
memang sudah buruk itu kini berkerut-kerut sehingga tampak
mengerikan akan tetapi juga lucu. Saking marahnya, Cui-beng
Kui-ong seketika membunuh duabelas orang anak buah yang
tadinya diserahi tugas menjaga Li Hong. Juga dia membasmi
sisa sembilan mayat hidup buatannya dengan membakar
mereka menjadi abu!
“Panglima Kim Bayan, engkau juga seorang yang brengsek
dan goblok, mengatur siasat yang hanya mendatangkan
kegagalan! Coba engkau tidak mencegah Kong Sek membunuh
Pouw Cun Giok, tentu dia sudah mati dan mereka tidak begitu
kuat lagi dan tidak mungkin dapat lolos! Engkau panglima
yang bodoh!”
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 610
Wajah Panglima Kim Bayan sebentar pucat sebentar merah.
Dia adalah seorang panglima yang dipercaya oleh Kaisar,
kedudukannya tinggi dan semua orang menghormatinya. Akan
tetapi di sini dia dicaci maki, disebut brengsek, bodoh dan
goblok! Akan tetapi karena maklum bahwa dia seorang diri
tidak akan mampu mengalahkan kakek itu, dia diam saja,
bahkan lalu menjura dan berpamit, Cui-beng Kui-ong tidak
menjawab dan juga diam saja ketika Panglima Kim Bayan
meninggalkan tempat itu dengan hati mengkal, panas dan
marah karena telah dihina.
Tiba-tiba Song-bun Moli tertawa dengan suara tawanya
yang setengah menangis. “Hi-hik-hu-hu-huu! Engkau juga
seorang tua bangka tolol, Kui-ong! Bagaimana mau mengaku
hebat kalau orang setua engkau masih dapat dikibuli anak-anak
seperti mereka! Engkau diajak ke tempat kosong, hi-hi-hik!”
Cui-beng Kui-ong melototkan matanya. “Mo-li, nenek
bawel dan cerewet! Engkaulah yang tolol, engkau yang goblok.
Aku sudah akan membunuh Tan Li Hong, engkau mencegah
dan mengambilnya sebagai murid! Sekarang engkau tahu rasa,
ditipu bocah yang kauangkat murid itu. Engkau harus malu dan
menampari muka sendiri!”
Kong Sek yang maklum bahwa kalau dia ingin berhasil
membalas dendam kepada Pouw Cun Giok, dia harus
mendekati kakek dan nenek yang amat sakti ini untuk
membantunya atau setidaknya untuk mempelajari ilmu yang
tinggi dari mereka. Maka, melihat mereka kini saling maki dan
tampak marah, dia lalu melerai dengan mengangkat kedua
tangan depan dada lalu berkata dengan hormat.
“Subo dan Suhu harap tidak bertengkar. Dipertengkarkan
juga tidak ada gunanya. Pouw Cun Giok, Liu Ceng Ceng dan
Tan Li Hong sudah melarikan diri. Memang hal ini
menjengkelkan, akan tetapi saya kira Ceng Ceng tidak menipu
kita dengan peta itu. Menurut perkiraan saya, peta itu memang
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 611
aseli dan buktinya memang benar dapat menemukan tempat
disimpannya harta karun oleh mendiang Thaikam Bong. Bukit
ini memang dekat dengan kota raja, maka sudah tepat kalau
dijadikan tempat menyembunyikan harta itu.”
“Akan tetapi peti yang tertanam di situ kosong!” Song-bun
Moli semakin marah. “Keparat orang-orang muda itu, telah
berani menipu kita!”
“Saya kira Liu Ceng Ceng itu juga tidak tahu bahwa peti
harta itu kosong, Subo. Kalau ia sudah tahu, untuk apa ia
mengajak kita ke sana? Tidak ada untungnya bagi gadis itu.
Sekarang, yang paling penting, kita harus jangan sampai
didahului mereka karena mereka pasti akan mencari harta
karun itu.”
“Hemm, masuk di akal juga ucapan bocah ini,” kata Cuibeng
Kui-ong. “Akan tetapi ke mana lagi mencari harta karun
itu? Aku ingin sekali menangkap mereka yang telah
membunuh Kiu-kui-tin yang dengan susah payah kubikin!”
“Kalau menurut peta yang telah kita miliki, tidak ada
petunjuk lain. Akan tetapi dalam peti itu ada tulisan huruf
THAI-SAN, ini berarti bahwa tentu hilangnya harta karun itu
ada hubungannya dengan Thai-san atau setidaknya, yang
mengambilnya mempunyai hubungan dengan Thai-san. Orang
itu pasti seorang vang sombong sekali sehingga setelah herhasil
mengambil harta karun, dia meninggalkan huruf Thai-san
seolah memberitahu dari mana dia berasal dan menantang
orang untuk merampasnya kembali kalau berani!”
Kakek dan nenek itu seolah lupa akan kebiasaan mereka
tertawa-tawa aneh. Mereka berdua masih marah sekali karena
selain harta karun tak dapat ditemukan, juga tiga orang muda
itu lolos, banyak anak buah Bukit Sorga tewas, barisan Kiukui-
tin terbasmi dan Song-bun Moli kehilangan Li Hong,
murid baru yang ternyata berkhianat itu! Kini mendengar
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 612
ucapan Kong Sek yang menunjukkan betapa cerdiknya pemuda
itu, Cui-beng Kui-ong mengerutkan alis dan berpikir.
@_Alysa^DewiKZ_@
2. Pengakuan Jujur Meskipun Pahit!
“Hemm...... pencuri harta itu dari Thai-san? Tokoh Thai-san
yang berilmu tinggi dan sombong? Pasti ada hubungannya
dengan Thai-san-pai (Aliran Persilatan Gunung Agung)! Yang
berani mengambil harta karun dari Bukit Sorga, berilmu tinggi
dan sombong, tiapa lagi kalau bukan Ketua Thai-san-pai?”
“Suhu, siapakah Ketua Thai-san-pai?”
“Dia menamakan dirinya Thai-san Sianjin (Manusia Dewa
Thai-san), akan tetapi nama aselinya Thio Kong dan tentang
orang ini, Song-bun Moli lebih mengenalnya!”
“Heh-heh-hi-hi-hik, Thio Kong itu, siapa tidak
mengenalnya? Ketika mudanya, dia mata keranjang dan ugalugalan,
akan tetapi setelah tua dia pura-pura alim, menjadi
pendeta dan menjadi Ketua Thai-san-pai! Hi-hi-hu-hu-huuu!”
Tawa aneh dari nenek itu kini muncul kembali.
“Hak-hak-hak! Tidak perlu mencela, Mo-li! Lupakah
engkau bahwa dulu engkau juga tergila-gila kepadanya dan
menjadi seorang di antara kekasihnya?”
“Hi-hi-hi! Itu dulu! Kalau sekarang aku bertemu dengan dia
pasti akan kupenggal lehernya, kucabut dan kumakan
jantungnya!”
“Ha-ha-hak! Aku percaya itu karena sejak dulu engkau
merasa sangat cemburu dan marah yang selalu engkau pendam
dalam hatimu.”
Melihat kakek dan nenek ini kembali saling bertengkar,
Kong Sek cepat menengahi. “Suhu dan Subo, memang agaknya
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 613
tepat dugaan Ji-wi (Anda Berdua) bahwa yang mencuri harta
karun itu adalah Thai-san Sianjin ketua Thai-san-pai! Kalau
bukan orang yang tinggi kedudukannya, lihai ilmu silatnya, dan
mempunyai banyak anak buah, tentu tidak akan berani mencuri
dari bukit ini, apalagi dengan meninggalkan tanda pengenal
THAI-SAN itu! Marilah kita mengejar ke sana agar sekali
bertindak kita mendapatkan dua keuntungan, yaitu merampas
kembali harta karun dan membunuh Thai-san Sianjin seperti
dikehendaki Subo tadi.”
Kakek dan nenek itu merasa setuju dan berangkatlah
mereka bertiga menuruni Bukit Sorga menuju ke Thai-san.
Perjalanan itu amat jauh, akan tetapi kakek dan itu melakukan
perjalanan santai karena mereka ingin menikmati keadaan di
luar setelah bertahun-tahun mengasingkan diri di Bukit Sorga.
Setelah tiba di luar daerah tempat tinggal mereka, kakek dan
nenek itu kambuh kembali kesenangan mereka yang bagi Kong
Sek amat aneh, menjijikkan dan juga mengerikan.
Baru dia tahu bahwa Cui-beng Kui-ong memiliki
kesenangan aneh, yaitu menangkapi gadis yang menarik
hatinya, memperkosa dan minum darahnya sebelum
dibunuhnya! Song-bun Moli juga melaksanakan
kesenangannya yang tidak kalah keji dan seramnya. Setiap kali
melihat bayi yang masih menyusu ibunya, yang berwajah
montok dan bertubuh sehat, ia lalu menculik bayi itu dan pada
keesokan paginya mayat bayi itu dibuang begitu saja dengan
tubuh yang tak berdarah lagi!
Kong Sek bergidik ngeri. Dia merasa tidak suka melihat
kelambatan perjalanan itu, apalagi melihat kebiasaan aneh yang
mengerikan itu, akan tetapi dia tidak berani menegur. Juga dia
tidak mau pergi meninggalkan dua orang aneh itu karena dia
mengharapkan bantuan mereka untuk dapat membalas
dendamnya, yaitu membunuh Pouw Cun Giok! Demikianlah,
perjalanan itu dilakukan dengan santai dan lambat.
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 614
Setelah jauh meninggalkan Bukit Sorga dengan berlari
cepat, tiga orang muda itu berhenti dalam sebuah hutan, di
bawah sebatang pohon yang besar dan rindang. Mereka bertiga
berdiri saling pandang dan Ceng Ceng sambil tersenyum
mengangkat kedua tangan depan dada memberi hormat kepada
Li Hong lalu berkata.
“Li Hong, engkau telah menolong dan menyelamatkan
kami, sungguh perbuatanmu itu baik sekali dan aku sangat
berterima kasih kepadamu!”
Mendengar ini, sepasang mata Li Hong yang memandang
wajah Ceng Ceng tiba-tiba berlinang air mata dan ia lalu maju
dan merangkul Ceng Ceng.
“Ceng Ceng...... maafkan aku, Ceng Ceng......” Li Hong
menangis ketika berangkulan dengan Ceng Ceng.
Ceng Ceng, tersenyum dan mencium pipi yang basah itu.
“Tidak ada yang perlu dimaafkan, Li Hong, engkau tidak
bersalah apa-apa kepadaku,” katanya lembut.
Cun Giok tercengang menyaksikan sikap kedua orang gadis
cantik itu. Setelah kini dia dapat mengamati dengan jelas Li
Hong sebagai seorang gadis, harus dia akui bahwa Li Hong
memang merupakan seorang gadis yang cantik menarik. Dia
membiarkan dua orang gadis itu berangkulan, setelah Li Hong
berhenti menangis, barulah Cun Giok berkata dengan suara
mengandung keheranan.
“Ceng-moi dan Hong-moi, marilah kita duduk sambil
mengaso dan bicara. Aku sungguh heran melihat kalian berdua.
Apakah yang telah terjadi? Aku melihat Hong-moi menyerang
Ceng-moi, kemudian ketika melihat Hong-moi ditangkap Kim
Bayan dan kawan-kawannya, Ceng-moi mengorbankan
petanya untuk menyelamatkan Hong-moi. Kemudian, Hongmoi
dengan mati-matian menolong Ceng-moi ketika kami
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 615
dikeroyok anak buah Bukit Sorga. Apa artinya semua itu?”
“Semua itu membuktikan bahwa Ceng Ceng memang
seorang gadis yang amat mulia hatinya, amat baik dan memang
sudah sepatutnya kalau...... ia menjadi jodohmu, Twako,” kata
Li Hong.
Ceng Ceng menghela napas panjang. “Tidak seperti yang
kalian sangka,” katanya. “Ketika melihat Li Hong tertawan dan
dijadikan sandera, kemudian kebebasannya hendak ditukar
dengan peta harta karun, aku berpendapat bahwa Li Hong setia
merahasiakan peta itu. Kalau tidak begitu, bukankah ia sudah
hafal pula akan isi peta? Maka, untuk menyelamatkan Li Hong
yang begitu setia menjaga kerahasiaan peta itu, aku rela
menyerahkan peta kepada mereka.”
Li Hong mengusap dua titik air mata yang tersisa di
pelupuk matanya, lalu berkata lantang seolah ia mengerahkan
kekuatan untuk menegaskan ucapannya. “Tidak, Ceng Ceng.
Aku tidak sebaik itu. Terus terang saja, Ceng Ceng, dan engkau
juga Pouw-twako, melihat kemesraan antara kalian berdua, aku
menjadi...... cemburu dan marah, suatu sikap yang sebenarnya
memalukan!”
“Tidak, Li Hong. Engkau berhak cemburu dan marah
karena aku sudah tahu bahwa engkau mencinta Giok-ko dan
engkau pernah bilang bahwa engkau tidak ingin bersaing
dengan aku. Ternyata akulah yang melanggar penyangkalanku
sendiri bahwa aku tidak akan menyainginya......” kata Ceng
Ceng.
“Aku yang tidak tahu diri dan aku mengira bahwa Pouwtwako
mencinta diriku.”
“Hong-moi, engkau tentu mengerti bahwa sikapku yang
baik terhadapmu dulu adalah sikap seorang sahabat karena
engkau kuanggap sebagai seorang pemuda remaja yang baik
dan menyenangkan,” Cun Giok membela diri.
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 616
“Sudahlah, semua memang salahku. Kalau aku berani
membuka penyamaranku, tentu aku tahu bahwa Pouw-twako
tidak mencinta aku seperti cinta seorang pria terhadap seorang
wanita. Dan tentu tidak akan terjadi persoalan ini. Seperti
kuceritakan tadi, aku menyerang Ceng Ceng karena marah dan
cemburu, lalu aku pergi meninggalkan kalian. Aku mendaki
bukit untuk mencari sendiri harta karun itu. Bukan karena aku
murka dan ingin memiliki harta itu, melainkan untuk
mendahului kalian, untuk melampiaskan kemarahanku. Di atas,
aku dikalahkan Cui-beng Kui-ong, nyaris dibunuh akan tetapi
ditolong Song-bun Moli dan diambil murid. Aku mau saja
diambil murid agar aku dapat mempelajari ilmu untuk kelak
dapat menandingi kalian berdua! Pada waktu itu aku sungguhsungguh
seperti gila oleh cemburu dan kemarahan dan amat
membenci Ceng Ceng. Nah, lega hati ini setelah menceritakan
semua perasaanku yang amat jahat itu kepada kalian.”
“Akan tetapi…… buktinya sekarang engkau malah
menolong kami dan memusuhi mereka. Bagaimana ini?” kata
Cun Giok bingung.
“Giok-ko, ini membuktikan bahwa Li Hong tidaklah sejahat
seperti yang diakuinya,” kata Ceng Ceng tersenyum.
“Kalian berdua belum mengetahui betapa jahatnya aku!
Setelah diaku murid oleh Song-bun Moli, aku dipercaya
sebagai sekutu mereka. Akan tetapi, entah mengapa, aku tidak
sudi membuka rahasia tentang peta yang sudah kuhafal isinya
itu. Di lubuk hatiku, aku sebenarnya tidak suka kepada mereka.
Aku hanya marah kepada kalian dan hendak menggagalkan
kalian menemukan harta itu. Maka aku lalu mengusulkan agar
aku dijadikan sandera untuk menjebak kalian. Aku sudah
mengenal watak Ceng Ceng yang murah hati walaupun aku
sama sekali tidak mengira engkau mau berkorban untukku,
Ceng Ceng! Aku tadinya hanya ingin agar Pouw-twako tidak
dapat melindungimu kalau kalian menyerah. Siapa tahu,
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 617
ternyata engkau sungguh-sungguh mau berkorban untukku,
mau menyerahkan peta yang amat berharga bagimu itu untuk
menyelamatkan aku. Nah, pada saat itulah pikiranku berubah
sama sekali. Mendung hitam berupa cemburu dan benci itu
seketika menghilang dari hatiku, dan aku melihat betapa
engkau seorang yang amat budiman, dan engkau sajalah yang
pantas berjodoh dengan Pouw-twako. Maka, ketika kalian
memasuki perkampungan dan dikeroyok oleh Kiu-kui-tin, aku
segera keluar dan membantu kalian. Nah, sekarang engkau
mengetahui semuanya. Aku memang jahat, berbeda dengan
engkau yang bijaksana dan berbudi, Ceng Ceng.”
Ceng Ceng merangkul Li Hong. “Sudahlah, Li Hong.
Lupakan semua itu. Aku mengerti mengapa engkau menjadi
cemburu dan marah. Aku tidak menyalahkanmu, bahkan aku
sendiri juga merasa bersalah. kepadamu.”
“Ceng Ceng, kalau engkau benar-benar mau memaafkan
aku, aku minta buktinya!”
Ceng Ceng mengangkat alisnya dan memandang heran.
“Membuktikannya? Bagaimana?”
“Dengan mengahgkat aku menjadi adikmu! Nah, maukah
engkau menjadi enciku?”
“Mengangkat saudara? Wah, tentu saja aku senang sekali,
Li Hong! Aku sudah tidak mempunyai siapa-siapa lagi di dunia
ini! Kalau engkau mau menjadi adikku, ah, aku berterima kasih
dengan penuh rasa syukur kepada Thian akan karunia ini!”
“Enci Ceng.......!”
“Adik Hong.......!”
Mereka kembali saling rangkul dan saling cium.
Melihat ini, Cun Giok menjadi terharu sekali. Dua orang
gadis yang sama cantik jelita, sama gagah perkasa dan biarpun
Li Hong memiliki watak yang keras dan liar namun pada dasar
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 618
hatinya terkandung keadilan dan kegagahan dan kini menjadi
adik angkat Ceng Ceng, tentu ia akan mendapat tuntunan yang
baik sekali. Sungguh berbahagia sekali Li Hong mendapatkan
seorang saudara tua seperti Ceng Ceng! Siapa pun dia yang
dapat berdekatan dengan Ceng Ceng, berarti memperoleh
kebahagiaan besar. Ceng Ceng bagaikan matahari yang
mendatangkan penerangan dalam kehidupan seseorang.
Dan dia telah mendapat balasan cinta dari Ceng Ceng!
Sesungguhnya hal ini merupakan kebahagiaan yang tak dapat
diukur dalamnya. Akan tetapi apakah dia berhak untuk menjadi
jodoh Ceng Ceng? Bukankah dia telah bertunangan dengan
Siok Eng? Tiba-tiba kebahagiaan besar karena saling mencinta
dengan Ceng Ceng itu membuyar dan kesadaran akan keadaan
dirinya terasa bagaikan ujung pedang menusuk perasaan
hatinya.
Tidak, dia tidak boleh bertekuk lutut terhadap cintanya
sendiri. Cinta memang suci dan bersih, namun dia sama sekali
tidak bersih, sama sekali tidak berhak untuk mencinta dan
dicintai seorang gadis semulia Ceng Ceng! Dia melakukan
dosa besar yang amat memalukan! Merasa betapa perasaan
hatinya seperti ditusuk-tusuk, tanpa disadarinya Cun Giok
menutupi mukanya dengan kedua tangan, seolah merasa malu
menatap dunia.
Ceng Ceng dan Li Hong yang tadinya saling rangkul
dengan hati merasa terharu dan berbahagia, melepaskan
rangkulan masing-masing ketika mereka melihat keadaan Cun
Giok.
“Pouw-twako, engkau kenapakah?” tanya Li Hong.
“Giok-ko, engkau berduka, ada apakah?” tanya pula Ceng
Ceng sambil menatap pemuda yang dikasihinya itu penuh
selidik.
Cun Giok menghela napas, menurunkan kedua tangannya
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 619
dan baru menyadari apa yang dia lakukan. Wajahnya tampak
pucat dan muram ketika dia memandang kepada Ceng Ceng.
Hatinya terasa pedih sekali. Tidak, dia tidak boleh
merahasiakan keadaan dirinya. Ini tidak adil dan merupakan
penipuan! Dia harus membuka rahasianya!
“Aku berdosa, berdosa besar sekali. Aku berdosa
kepadamu, Hong-moi, juga kepadamu, Ceng-moi, harap kalian
berdua memaafkan aku.”
Dua orang gadis itu saling pandang dengan heran.
“Twako, apa maksudmu dengan kata-kata itu?” tanya
mereka hampir berbareng sambil menatap wajah pemuda itu.
Memang berat sekali rasanya bagi Cun Giok untuk
mengatakan apa yang menjadi suara hatinya. Demi kejujuran
dan keadilan dia harus mengatakannya, padahal dia maklum
bahwa pengakuannya itu jelas akan memutuskan tali percintaan
antara dia dengan Ceng Ceng! Hal ini akan terasa berat sekali
dan akan menghancurkan hatinya, menghilangkan
kebahagiaannya. Setelah menekan semua kegelisahan hatinya
dia lalu berkata.
“Kepadamu, Hong-moi, aku minta maaf karena tanpa
kusengaja aku telah mengecewakan perasaan hatimu.......”
“Ah, tidak, Twako. Bukan salahmu, akulah yang bersalah
dan akulah yang sepatutnya minta maaf padamu!” kata Li
Hong.
“Dan kepadamu, Ceng-moi aku...... ampunkanlah aku......
sesungguhnya, tidak pantas bagi aku untuk mencintamu
karena...... karena...... tidak mungkin kita dapat berjodoh.......”
Ceng Ceng terbelalak dan wajahnya berubah agak pucat,
sedangkan Li Hong bangkit berdiri dengan marah.
“Twako, apa-apaan ini? Engkau dan Enci Ceng sudah
saling mencinta! Bagaimana engkau sekarang mengatakan
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 620
bahwa kalian tidak dapat berjodoh? Apa artinya ini? Jelaskan!”
bentak Li Hong sambil memandang kepada pemuda itu dengan
alis berkerut dan muka merah.
Akan tetapi Cun Giok tidak mempedulikan Li Hong,
pandang matanya tertuju kepada Ceng Ceng dengan sayu.
“Ceng-moi, ketahuilah, aku tidak mungkin dapat berjodoh
denganmu karena...... karena...... aku sudah bertunangan
dengan seorang gadis lain sejak dua tiga tahun yang lalu.......”
“Ahhh.......” Ceng Ceng cepat menutupi mukanya dengan
kedua tangan untuk menyembunyikan air mata yang mengalir
keluar dari kedua matanya.
“Jahanam keparat!!” Li Hong melotot dan menudingkan
telunjuknya ke arah muka Cun Giok. “Tak kusangka engkau
ternyata seorang pemuda hidung belang yang suka
mempermainkan wanita! Kalau sudah bertunangan dengan
gadis lain, mengapa engkau merayu Enci Ceng Ceng sehingga
ia jatuh cinta padamu? Engkau harus malu! Beginikah watak
seorang pendekar? Aku harus menghajarmu atas
penghinaanmu terhadap Enci Ceng ini!”
Dengan kemarahan meluap-luap Li Hong sudah mencabut
Ban-tok-kiam dan sinar hijau bergulung-gulung ketika ia
menyerang dengan dahsyat kepada Cun Giok! Pemuda itu
cepat menghindarkan diri dari serangan maut itu dengan
loncatan ke belakang. Li Hong masih hendak mengejar, akan
tetapi Ceng Ceng merangkul pinggangnya dari belakang dan
menahannya.
“Jangan, Hong-moi. Tidak selalu cinta harus berakhir
dengan pernikahan.” Melihat Cun Giok berdiri dengan wajah
pucat, ia berkata. “Giok-ko, pergilah, tidak ada yang perlu
dibicarakan lagi. Pergilah!” Suaranya mengandung isak dan
melihat betapa Li Hong meronta hendak melepaskan diri dari
rangkulan Ceng Ceng.
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 621
Cun Giok mengeluarkan suara keluhan yang keluar dari
rintihan suara hatinya dan dia lalu melompat pergi dengan
cepat sekali sehingga bayangannya pun tidak tampak.
“Lepaskan aku, Enci Ceng! Aku harus mengejar dan
membunuh jahanam yang telah berani mempermainkanmu
itu!”
“Sudahlah, Adikku, tidak perlu dikejar lagi. Bagaimanapun
juga, Giok-ko sudah menebus kesalahannya dengan
pengakuannya tadi. Kalau dia berniat buruk, tentu dia akan
terus merahasiakan pertunangannya itu.”
“Engkau...... engkau tidak merasa hancur hatimu dan
merasa sakit hati, Enci Ceng?” tanya Li Hong sambil
memandang wajah Ceng Ceng dengan perasaan iba.
Ceng Ceng mengusap air matanya dan tersenyum,
menggeleng kepalanya. “Sudah sewajarnya kalau aku merasa
bersedih karena putus cinta, akan tetapi aku tidak sakit hati.
Mengapa? Giok-ko tidak bersalah. Bagaimana orang jatuh
cinta dapat disalahkan? Pengakuannya tadi menghapus semua
kesalah-pahaman. Aku hanya mendoakan semoga dia dapat
hidup bahagia di samping tunangannya yang akan menjadi
isterinya.”
Li Hong menghela napas. “Ah, hatimu terlalu baik, Enci
Ceng, terlalu baik dan terlalu lemah. Sekarang bagaimana,
Enci? Apakah engkau tidak berniat mencari harta karun itu?”
“Harta karun itu telah diambil orang lain, Hong-moi.”
“Maksudmu telah diambil oleh Kim Bayan dan temantemannya?”
“Tidak, ada orang lain yang telah mendahului dan
mengambil harta itu.”
Ceng Ceng lalu menceritakan hasil pencarian harta karun
itu. Biarpun tempat penyimpanan telah ditemukan namun
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 622
ternyata peti harta karun itu kosong dan hanya ada tulisan
THAI-SAN.
Li Hong mengerutkan alisnya. “Peti kosong? Dan ada dua
huruf THAI-SAN dalam kotak itu? Hemm, kalau begitu jelas
bahwa isi kotak itu telah diambil orang dan pengambilnya
adalah seorang atau orang-orang yang sombong maka berani
menuliskan asal-usul mereka. Tentu pengambilnya ada
hubungan dengan Thai-san!”
“Aku juga berpendapat demikian, Li Hong.”
“Lalu apa yang hendak kaulakukan, Enci?”
“Mencari harta karun itu merupakan kewajibanku, Hongmoi,
karena itu merupakan pesan atau peninggalan ayahku.
Juga, sekarang aku tidak dapat pulang ke bekas rumah orang
tuaku karena rumah itu sekarang tentu sudah diambil-alih atau
dirampas pemerintah yang menganggap orang tuaku sebagai
pemberontak. Maka, aku akan pergi mencari ke Thai-san.”
Li Hong memegang tangan kakak angkatnya. “Enci Ceng,
kenapa engkau merasa tidak mempunyai rumah lagi? Engkau
adalah kakak angkatku, maka rumahku juga merupakan
rumahmu. Marilah, Enci, kita pergi ke Coa-to (Pulau Ular)!”
Ceng Ceng menggelengkan kepalanya. “Terima kasih, Li
Hong, akan tetapi sungguh aku tidak ingin merepotkan dan
mengganggu ketenteraman keluarga orang tuamu.”
“Aih, Enci! Orang tuaku juga menjadi pengganti orang
tuamu! Justeru aku ingin memperkenalkan engkau kepada ayah
ibuku. Guruku sudah kaukenal baik. Selain itu, kita perlu minta
nasehat Subo (Ibu Guru) yang kini juga menjadi ibuku. Tentu
ia akan dapat memberi petunjuk kepada kita siapa kiranya
pencuri harta karun itu yang ada hubungannya dengan Thaisan.
Guruku itu mengenal para tokoh kang-ouw sehingga
mungkin ia dapat memberi petunjuk. Kalau kita hanya mencari
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 623
secara ngawur saja, tentu akan sulit untuk menemukan pencuri
itu.”
Setelah dibujuk-bujuk, akhirnya Ceng Ceng tidak dapat
menolak ajakan Li Hong dan kedua orang gadis perkasa itu lalu
melakukan perjalanan menuju ke Pulau Ular.
@_Alysa^DewiKZ_@
Bab 3. Penyelamatan Pek-hwa Sianli
Cun Giok berlari cepat dan setelah jauh meninggalkan dua
orang gadis itu, dia berhenti di tepi sebuah anak sungai yang
airnya jernih. Dia menjatuhkan diri duduk di atas tanah
bertilam rumput tebal dan mukanya masih pucat, pandang
matanya kosong dan termenung menatap air yang mengalir
perlahan, bermain-main dengan batu-batu yang menonjol
sehingga mengeluarkan bunyi gemericik. Rumput alang-alang
(ilalang) di sepanjang tepi sungai itu bergoyang perlahan
tertiup angin semilir, seolah-olah ilalang itu menari-nari
mengikuti irama musik yang diciptakan oleh gemericik air
sungai.
Cun Giok merasa gundah gulana, penderitaan hati yang
pernah dirasakannya ketika dia meninggalkan Siang Ni yang
membunuh diri di depan makam ibunya. Teringatlah dia
kepada adik misannya itu dan dia merasa amat sedih.
Pengalamannya dengan Siang Ni sampai sekarang masih
membekas, meninggalkan luka yang membuatnya rapuh dan
luka itu mudah terobek kembali. Kini luka itu terbuka lagi dan
berdarah. Betapa buruk nasibnya dalam pertemuannya dengan
gadis-gadis lain sesudah Siang Ni.
Pertama dia bertemu dengan Pek-hwa Sianli Cu Ai Yin
yang telah menolongnya, bahkan mungkin dapat dikatakan
bahwa gadis itu telah menghindarkannya dari maut karena
kalau dia tidak ditemukan gadis itu, dari keadaan pingsan
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 624
mungkin saja dia akan terus mati karena kehabisan banyak
darah. Akan tetapi kehadirannya bahkan meretakkan hubungan
antara gadis itu dan ayahnya.
Demikian pula pengalamannya dengan Siang Ni. Andaikata
dia tidak muncul dalam kehidupan Siang Ni, andaikata dia
tidak kesalahan tangan membunuh Pangeran Lu Kok Kong,
ayah kandung Siang Ni, belum tentu nasib Siang Ni akan
seburuk itu. Demikian pula dengan Cu Ai Yin. Andaikata gadis
itu tidak menyelamatkannya, belum tentu ia sekarang bentrok
dengan ayahnya sehingga minggat meninggalkan Bukit Merak,
tempat tinggal ayahnya.
Agaknya dua peristiwa itu masih disusul yang lain lagi,
bahkan lebih parah. Dia telah membikin kecewa hati Li Hong
yang tadinya dia tidak tahu bahwa Li Hong seorang wanita
karena ia menyamar sebagai pria. Biarpun tidak dia sengaja,
akan tetapi kenyataannya tetap saja dia membuat Li Hong
patah hati dan hampir saja Li Hong membunuh Ceng Ceng
gara-gara dia.
Kemudian, yang membuat dia bersedih dan menyesal
adalah hubungan cintanya dengan Ceng Ceng. Dia harus
mengakui bahwa selama hidupnya baru sekali ini dia mencinta
seorang gadis seperti dia mencinta Ceng Ceng dan merasa
yakin bahwa tidak mungkin dia dapat mencinta wanita lain
seperti dia mencinta Ceng Ceng. Memang dia akhirnya
mengakui bahwa dia telah bertunangan, akan tetapi
pengakuannya itu terlambat. Dia merasa berdosa kepada Ceng
Ceng. Dia sudah mempermainkan gadis yang dikasihinya itu.
Semestinya sejak pertama kali dia menceritakan tentang
pertunangannya itu. Sesungguhnya dia sama sekali tidak
berhak mencintai Ceng Ceng dan sekarang, dia menghancurkan
perasaan gadis yang bijaksana dan baik budi itu! Ah, betapa
besar penyesalannya. Belum lagi diingat bahwa dia telah
mengkhianati pertunangannya dengan Siok Eng! Dia telah
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 625
bertunangan dengan Siok Eng akan tetapi jatuh cinta kepada
Ceng Ceng! Padahal yang mengesahkan pertunangannya itu
adalah mendiang gurunya, Suma Tiang Bun, yang dihormati
dan disayanginya!
Ketika matanya menatap ke air sungai, dia terbelalak.
Tampak bayangan wajah Siang Ni lalu berubah menjadi wajah
Cu Ai Yin. Tan Li Hong, Liu Ceng Ceng, kemudian sekali
wajah Siok Eng! Dia melempar sebuah batu ke permukaan air
dan bayangan itu pun lenyap.
“Bodoh! Mengapa aku menjadi selemah ini? Sungguh tidak
pantas menjadi murid mendiang Suhu Suma Tiang Bun dan
Sukong Pak-kong Lojin! Dia memang telah melakukan
kesalahan-kesalahan, akan tetapi manusia manakah yang tidak
pernah melakukan kesalahan? Yang terpenting sekarang bukan
hanya menyesali semua kesalahan itu lalu patah semangat,
melainkan melangkah lebih lanjut dalam kehidupan ini,
waspada akan langkah sendiri agar jangan sampai tersesat ke
jalan yang pernah dilaluinya dan membuat kesalahan baru!
Menyesal dan bertaubat tanpa mengubah kesalahannya, sama
sekali tidak ada gunanya!
Cun Giok mendadak merasa haus dan lapar. Dia lalu
menuruni tepi sungai dan dengan kedua tangannya menciduk
air dan diminumnya. Terasa dingin dan segar, membuat hatinya
menjadi tenang kembali. Semangatnya bangkit dan dia lalu
memperhitungkan apa yang akan dilakukan selanjutnya.
Yang jelas, dia harus pergi ke kota Cin-yang di Propinsi
Shan-tung, berkunjung ke rumah Chao Kung mantu dari Siok
Kan di mana tinggal Siok Kan dan puterinya, Siok Eng. Sudah
menjadi kewajibannya untuk mengunjungi tunangannya dan
calon ayah mertuanya itu, yang sudah lebih dari dua tahun dia
tinggalkan. Tiba-tiba dia merasa kasihan sekali kepada Siok
Eng. Tunangannya itu pasti menanti-nantinya dengan penuh
kegelisahan.
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 626
Baru sekarang dia menyadari betapa kejam hatinya,
membiarkan gadis yang tak berdosa itu, merana. Juga dia
merasa malu kepada calon mertuanya, yaitu Siok Kan yang
tentu akan menganggap dia seorang calon mantu yang tak
bertanggung jawab.
Akan tetapi tiba-tiba dia teringat akan keadaan dirinya. Dia
seorang pemuda yatim piatu, sebatang kara yang tidak
mempunyai apa-apa dan miskin. Bahkan rumah untuk tempat
tinggal pun tidak punya! Bagaimana mungkin dalam keadaan
seperti ini dia akan dapat membangun rumah tangga? Seorang
isteri tidak cukup hanya diberi cinta semata! Harus diberi
rumah tinggal, makan setiap hari dan pakaian pengganti. Dan
semua itu mem¬butuhkan uang! Padahal, dia sama sekali tidak
mempunyai uang, juga tidak mempunyai pekerjaan yang
menghasilkan uang.
Apakah untuk keperluan rumah tangganya dia harus
mencuri seperti yang dilakukan ketika dalam perantauan
kehabisan bekal? Ah, tidak, dia tidak ingin menjadi seorang
penjahat, seorang pencuri! Memalukan, seorang pendekar
berubah menjadi pencuri! Dan dia akan merasa malu sekali,
setelah hampir tiga tahun merantau, dia datang ke rumah
tunangannya tanpa membawa hasil apa-apa! Dia harus berhasil
melakukan sesuatu yang penting!
Teringatlah dia akan harta pusaka yang dicuri orang di
Bukit Sorga! Dia akan ikut mencarinya! Bukan hanya untuk
membantu Ceng Ceng agar harta itu diserahkan kepada para
pejuang, akan tetapi juga untuk membuat jasa. Menerima
sedikit saja bagian harta karun itu kiranya akan cukup baginya
untuk dipakai sebagai modal bekerja atau berdagang. Demi
memenuhi kebutuhan rumah tangga yang akan dia dirikan.
Nanti kalau dia sudah berhasil, barulah dia akan pergi ke Cinyang
dan dia tidak akan merasa malu.
Setelah mengambil keputusan, dia lalu bangkit dan
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 627
melanjutkan perjalanannya menuju ke Thai-san. Seperti yang
lain, Cun Giok juga mempunyai dugaan bahwa harta karun itu
tentu dicuri orang yang tinggal di Thai-san, atau setidaknya ada
hubungannya dengan Thai-san. Memang terdapat keraguan
dalam hatinya. Mana ada pencuri yang meninggalkan tanda
agar orang-orang dapat mengejar dan mencarinya? Hanya ada
dua kemungkinan.
Kalau tanda THAI-SAN itu aseli, maka pencuri dan
penulisnya itu tentu seorang datuk persilatan yang sombong
bukan main, sengaja memberitahu di mana dia berada karena
dia sama sekali tidak takut menghadapi mereka yang
mencarinya! Atau bukan mustahil tanda itu palsu dengan niat
dari pencurinya untuk menghilangkan jejak dan untuk
menyesatkan mereka yang hendak melakukan pengejaran dan
pencarian!
Karena tidak ada petunjuk lain untuk dapat mencari pencuri
harta karun itu, maka Cun Giok lalu melakukan perjalanan
dengan cepat menuju Pegunungan Thai-san.
Pada suatu hari tibalah dia di perbatasan Propinsi Shan-si
sebelah barat dan berhenti di tepi Sungai Huang-ho yang airnya
sedang besar sekali sampai penuh dan hampir meluap.
Agaknya di sebelah utara, di daerah yang dilewati sungai itu
bagian hulu sudah terdapat banyak hujan sehingga Sungai
Kuning itu menampung curah hujan dan setibanya di
perbatasan barat Propinsi Shan-si menjadi amat lebar dan luas.
Pantai sebelah timur sungai itu cukup ramai dengan para
nelayan dan tukang-tukang perahu yang menyewakan perahu
kepada para pedagang yang perlu menyeberang. Di sini
terdapat pula pasar ikan di mana orang-orang melakukan tawar
menawar hasil tangkapan para nelayan.
Tiba-tiba semua kesibukan terhenti dan semua orang
memandang ke arah perahu-perahu besar yang menyeberangi
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 628
sungai itu dari barat. Belasan buah perahu besar menyeberang
dan setelah tiba di seberang timur, ratusan orang perajurit
Kerajaan Mongol mendarat. Mereka berbaris dengan rapi dan
melanjutkan perjalanan mereka ke timur.
Cun Giok merasa heran sekali. Pada beberapa hari yang
lalu, dia pun bertemu dengan banyak pasukan yang berbaris
menuju kota raja. Wajah para panglima komandan pasukan
tampak muram dan serius. Ketika melihat seorang kakek sibuk
memberi keterangan kepada orang-orang di sekitarnya yang
mengelilinginya, Cun Giok tertarik dan cepat menghampiri.
Dari cerita kakek yang agaknya berpengalaman luas dan
mengetahui banyak kejadian itu dia mendengar bahwa Kaisar
Kubilai Khan telah wafat (Tahun I294)! Inilah sebabnya
mengapa balatentara yang melakukan penjagaan di bagian
barat ditarik kembali ke kota raja Peking. Akan tetapi berita
kematian Kaisar Kubilai Khan ini tidak berarti apa-apa bagi
Cun Giok. Kematian Kaisar bangsa Mongol itu tentu akan
dianggap biasa oleh bangsa Pribumi Han yang semua orang
tahu bahwa pasti akan ada penggantinya yang juga seorang
bangsa Mongol. Bagi dia penggantian kaisar itu tidak akan
mengubah keadaan karena tetap saja tanah air dan bangsa
dijajah oleh bangsa Mongol.
Akan tetapi tentu saja tidak demikian dengan penilaian para
tokoh pejuang yang memperhatikan keadaan pemerintahan
Mongol. Mereka ini maklum bahwa Kaisar Kubilai Khan
adalah seorang kaisar yang hampir sama dengan Kaisar Jenghis
Khan. Pandai mengatur barisan, pandai pula mengatur
pemerintahan, besar kekuasaannya dan berpengaruh, ditakuti
dan disegani para pembesar bawahannya. Akan tetapi setelah
Kaisar Kubilai Khan wafat, agaknya tidak akan ada yang dapat
menyamai dalam hal mengatur pemerintah dan balatentara. Ini
merupakan pertanda baik bagi para pejuang karena tanpa
adanya Kaisar Kubilai Khan, kekuatan bangsa Mongol mulai
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 629
berkurang kekuatannya.
Tiba-tiba seorang nelayan berseru dan menudingkan
telunjuknya ke tengah sungai yang amat lebar dan luas itu.
Semua orang, termasuk Cun Giok, memandang. Dia melihat
seorang penumpang sebuah perahu kecil, dari bentuknya
seperti seorang wanita, sedang dikepung dua buah perahu besar
seperti perahu-perahu yang tadi ditumpangi ratusan orang
perajurit. Di atas dua buah perahu itu terdapat banyak perajurit
yang bergerak-gerak seolah hendak mengeroyok wanita yang
berada di perahu kecil. Orang-orang yang melihatnya hanya
memandang dengan hati tegang, tidak berani mencampuri
karena tentu saja mereka tidak berani menentang para perajurit
Mongol.
“Huh, anjing-anjing Mongol itu beraninya hanya
mengganggu wanita!” terdengar gerutu seorang laki-laki.
Ketika Cun Giok memandang, ternyata yang mengomel itu
adalah seorang nelayan berusia sekitar empatpuluh tahun yang
bertubuh tegap. Dia memegang sebatang dayung besi dan
melangkah ke arah perahunya yang berada di atas pasir di tepi
sungai. Cepat Cun Giok mendekati orang itu.
“Maaf, Twako, bolehkah aku menyewa perahumu dan
menyeberangkan ke sana?” Cun Giok menunjuk ke arah barat.
Nelayan yang bertubuh kokoh kuat itu memandang ke arah
tudingan Cun Giok yang mengarah perahu kecil yang dikepung
dua perahu besar.
“Hemm, di sana agaknya terjadi keributan,” katanya sambil
menggelengkan kepalanya.
“Aku tahu. Agaknya ada wanita yang diganggu para
perajurit Mongol.”
“Apa engkau tidak takut?” Nelayan itu bertanya sambil
mengamati pemuda yang tampaknya lemah itu.
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 630
Cun Giok menggelengkan kepalanya. “Mengapa takut?
Aku justeru ingin menolongnya menyelamatkan wanita itu.
Akan tetapi kalau engkau takut mengantarku, biar kusewa
perahumu saja dan aku akan mendayung sendiri.”
“Huh, kalau engkau berani, mengapa aku tidak? Mari,
kawan, mari kita tolong gadis itu dan hajar orang-orang
Mongol yang kurang ajar itu!” Setelah berkata demikian,
nelayan itu mendorong perahunya ke dalam sungai.
Cun Giok melompat ke atas perahu dan perahu itu cepat
didayung oleh nelayan yang bertubuh kuat itu. Dayung besi itu
dia gerakkan kuat-kuat sehingga perahu meluncur dengan cepat
melintasi air sungai yang mengalir tenang perlahan di bagian
itu.
Setelah tiba dekat dengan perahu kecil yang dikepung dua
buah perahu besar itu, Cun Giok melihat seorang gadis
berpakaian serba putih sedang berdiri di perahunya yang kecil
dengan sepasang pedang pendek di kedua tangannya. Di dekat
perahu itu tampak dua orang perajurit terapung, agaknya tewas
terkena sambaran sepasang pedang itu.
Kini di atas perahu besar itu terdengar orang-orang memaki
marah dan tampak dua orang perajurit melompat dari perahu
yang berada di depan gadis itu, dan dua orang pula yang
melompat dari perahu besar di belakangnya. Empat orang itu
melompat sambil menyerang dengan golok mereka. Akan
tetapi gadis itu menggerakkan sepasang pedangnya dengan
cepat dan lihai sekali sehingga empat orang perajurit Mongol
itu berteriak dan tubuh mereka yang mandi darah itu tercebur
ke dalam air sungai! Akan tetapi perahu kecil itu menjadi
guncang karena gerakan gadis itu yang menggunakan tenaga
cukup besar.
“Nona Cu Ai Yin......!” Cun Giok berseru ketika sudah tiba
dekat dan dapat melihat wajah gadis berpakaian putih itu
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 631
dengan jelas.
Pada saat itu, karena sukar untuk mempertahankan diri
berdiri tegak di perahu itu dan ada bahaya ia terpelanting jatuh
ke air, tiba-tiba Ai Yin lalu melompat ke atas sebuah perahu
besar yang terdekat. Begitu tiba di perahu besar, segera
puluhan orang perajurit di atas perahu itu mengeroyoknya. Ai
Yin mengamuk dengan sepasang pedang pendeknya.
“Tangkap gadis pemberontak ini! Ia telah membunuh
banyak rekan kita!” terdengar teriakan-teriakan para
pengeroyok.
Beberapa orang perwira yang berada di perahu itu pun maju
mengeroyok dengan pedang mereka. Ada empat orang perwira
yang ilmu kepandaiannya jauh lebih tinggi daripada para
perajurit mereka, maka Ai Yin dikepung ketat dan menjadi
repot juga. Sepasang pedangnya menyambar-nyambar dan
merobohkan beberapa orang, akan tetapi para pengeroyok
semakin banyak jumlahnya karena dari perahu besar kedua,
banyak pula perajurit Mongol yang datang dan naik ke perahu
itu untuk ikut mengeroyok!
“Nona Cu, jangan khawatir, aku datang membantumu!”
Tampak bayangan berkelebat dan tahu-tahu empat orang
pengeroyok roboh ketika Cun Giok melayang naik ke perahu
itu dan begitu kaki tangannya bergerak, empat orang
pengeroyok roboh. Pemuda itu lalu mencabut Kim-kong-kiam
dan mengamuk, membuat para pengeroyok kocar-kacir.
“Cun Giok......!” Ai Yin berseru girang ketika mengenal
pemuda yang membantunya itu. Mereka berdua lalu
mengamuk dan belasan orang pengeroyok telah mereka
robohkan.
“Serang dengan panah!” terdengar seorang perwira berseru
dan belasan orang perajurit ahli panah telah mempersiapkan
busur dan anak panah.
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 632
Melihat ini, Cun Giok merasa khawatir. Kalau para
perajurit itu mempergunakan panah untuk menyerang, tentu
akan berbahaya sekali bagi dia, terutama bagi Ai Yin. Ruangan
di atas perahu itu kurang luas sehingga tidak banyak ruangan
untuk bergerak menghindarkan diri.
“Nona Cu, kita lari!” teriaknya dan dia lalu merobohkan
mereka yang menghalang di depan mereka. Setelah berlari
sampai ke tepi perahu, dengan kaget Cun Giok melihat bahwa
perahu kecil yang ditumpanginya tadi telah hanyut jauh dan Si
Nelayan telah terkapar mati di atas perahunya, terkena anak
panah!
“Nona Cu, kita loncat!” Dia mendahului untuk memberi
contoh kepada gadis itu dan dia meloncat keluar dari perahu.
Cu Ai Yin agak ragu untuk meloncat. Ia tidak begitu pandai
berenang, maka melihat air yang begitu luas, ia menjadi gentar.
Karena mereka sudah mulai menyerang dengan melepaskan
anak panah, Ai Yin memutar sepasang pedangnya sehingga
semua anak panah itu terpukul runtuh. Melihat keadaan
mendesak, barulah ia meloncat keluar dari perahu, ke arah
jatuhnya Cun Giok tadi. Akan tetapi para perajurit sudah
mengejar sampai di tepi perahu dan beberapa orang
melepaskan anak panah ke bawah.
Cun Giok yang terapung di air dan melihat Ai Yin
melompat, terkejut bukan main ketika melihat sebatang anak
panah yang meluncur dari perahu mengenai punggung gadis
itu.
“Nona Cu......!” Dia berseru dan cepat dia berenang ke arah
jatuhnya tubuh Ai Yin di air. Gadis itu tidak pingsan, akan
tetapi agak gelagapan karena selain kurang pandai berenang,
juga luka di punggungnya membuat sebelah lengannya nyeri
kalau digerakkan. Tiba-tiba lengan Cun Giok yang kuat
menangkapnya dan pemuda itu berseru.
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 633
“Ambil napas dan tahan!”
Ai Yin mengambil napas dalam, kemudian menahan napas
ketika Cun Giok membawanya menyelam. Untung Cun Giok
membawanya menyelam karena kalau tidak cepat-cepat dia
menyelam, tentu mereka akan menjadi korban hujan anak
panah yang dilepaskan dari atas perahu besar.
Dengan cepat, Cun Giok yang membawa Ai Yin
menyelam, berenang di bawah permukaan air menuju ke
pantai. Perahu besar yang hanyut terbawa air itu tentu saja
semakin menjauh sehingga ketika Cun Giok tiba di daratan,
tidak ada orang di perahu itu yang dapat melihatnya.
Setelah tiba di tepi sungai dan melihat betapa tubuh Ai Yin
lemas dan terengah-engah, terbatuk-batuk karena tadi menahan
napas dan hampir tidak kuat sehingga ada air memasuki
perutnya, Cun Giok segera memondongnya dan membawanya
lari ke dalam sebuah hutan yang tumbuh di tepi sungai. Tempat
itu sudah jauh dari tepi sungai yang banyak orangnya tadi.
Ketika memondong tubuh Ai Yin dan membawanya berlari
cepat, dia berlaku hati-hati sekali agar jangan sampai
menyentuh anak panah yang masih menancap di punggung
gadis
Setelah tiba di tengah hutan, tiba-tiba tubuh Ai Yin terkulai
lemas dan Cun Giok segera merebahkan tubuh gadis itu miring,
lalu dicabutnya dengan hati-hati anak panah dari punggung
gadis itu. Untung bahwa anak panah itu agaknya tidak
mengenai jantung dan ketika dicabut, Ai Yin tidak mengeluh.
Ketika diperiksanya, gadis itu ternyata pingsan dan napasnya
terhenti!
Cun Giok tahu apa yang harus dia lakukan. Cepat dia
menelentangkan tubuh Ai Yin, membuka mulut gadis itu lalu
dia menempelkan mulutnya pada mulut yang terbuka itu dan
meniupkan napas dengan kuat. Beberapa kali hal ini dia ulangi
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 634
dan akhirnya Ai Yin terbatuk-batuk dan dapat bernapas
kembali!
Gadis itu agaknya sudah siuman, akan tetapi masih dalam
keadaan setengah sadar. Cun Giok tidak membuang waktu lagi.
Dia menggulingkan tubuh gadis itu sehingga menelungkup,
lalu dibukanya baju Ai Yin bagian belakang agar dia dapat
memeriksa lukanya. Hatinya merasa lega. Luka itu tidak
terkena racun. Anak panah yang menancap di punggung tadi
tidak beracun dan hanya melukai kulit dan daging lalu anak
panah itu terhalang tulang rusuk sehingga tidak masuk terlalu
dalam sehingga tidak merusak alat vital yang berada di rongga
dada. Agaknya yang membuat gadis itu pingsan bukan lukanya
itu, melainkan menyelam terlalu lama sehingga kehabisan
napas.
Cun Giok membuka buntalan pakaiannya yang basah
kuyup, mengeluarkan bungkusan obat luka dan memoleskan
sehingga menutupi luka yang tidak terla1u besar itu.
Tiba-tiba Ai Yin membuka matanya dan ketika merasa
betapa tubuhnya yang menelungkup itu diraba-raba orang di
bagian punggung, ia berseru nyaring dan tubuhnya melompat
berdiri. Otomatis ia mencabut sepasang pedang pendek yang
tadi digunakan untuk mengamuk dan yang sempat ia sarungkan
kembali sebelum melompat ke air. Ia merasa betapa bajunya di
bagian punggung terbuka, maka dengan marah ia lalu
menyerang dengan pedangnya, menusuk Cun Giok sambil
memaki.
“Jahanam busuk! Berani engkau menjamahku dan
bertindak kurang ajar? Kubunuh engkau!” Sepasang pedangnya
menyambar-nyambar dan membentuk dua gulungan sinar yang
berbahaya sekali.
Cun Giok harus menggunakan ginkangnya untuk
menghindarkan diri dari sambaran sepasang pedang pendek itu.
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 635
Sambil melompat agak jauh ke belakang, dia berseru, “Ai Yin,
sadar dan tenanglah. Ini aku, Cun Giok, dan baru saja kita
meloloskan diri dari perahu pasukan Mongol!”
Ai Yin menghentikan serangannya dan berdiri tegak,
menatap wajah Cun Giok lalu berkata ketus. “Hemm, lebih
jahat lagi kalau engkau yang melakukan perbuatan tidak sopan
terhadap diriku tadi, Cun Giok!”
“Tenanglah, Ai Yin, dan dengarkan penjelasanku. Agaknya
engkau masih pening dan belum menyadari sepenuhnya apa
yang terjadi. Ingatkah engkau ketika dikeroyok banyak
perajurit Mongol di atas perahu kecilmu kemudian engkau
melompat ke atas perahu besar dan mengamuk?”
@_Alysa^DewiKZ_@
Bab 4. Apakah Semua Pria Begitu? ~ TAMAT
Ai Yin mengerutkan alisnya yang berbentuk indah,
kemudian dalam pandang matanya muncul sinar kesadaran. Ia
memejamkan matanya seolah mengenang apa yang telah
terjadi.
“Aku...... aku dihadang dua perahu besar penuh perajurit
Mongol, mereka hendak menangkapku dan aku mengamuk......
di perahu besar aku dikeroyok banyak perajurit lalu...... lalu......
ah, aku ingat sekarang, engkau muncul dan membantuku, Cun
Giok!” Ia membuka matanya dan menatap wajah pemuda itu
sambil menyarungkan pedangnya. Gerakannya masih tampak
lemas dan tubuhnya bergoyang-goyang.
“Mari kita duduk, Ai Yin, dan engkau perlu menenangkan
diri dan mengumpulkan tenaga,” kata Cun Giok.
Ai Yin menghela napas lega lalu ia duduk di atas akar
pohon yang menonjol keluar dari dalam tanah.
Cun Giok juga duduk di depannya. “Engkau sudah ingat
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 636
akan semua yang terjadi tadi, sekarang?”
“Aku ingat bahwa engkau muncul membantuku, kemudian
engkau mengajak aku melompat dari atas perahu ke air. Hanya
itu yang kuingat, selanjutnya aku tidak ingat dan tahu-tahu aku
berada di sini dan...... dan...... aku telungkup, bajuku di
belakang terbuka dan punggungku diraba-raba. Cun Giok!
Engkaukah yang melakukan itu? Hayo katakan, mengapa
engkau melakukan perbuatan tidak sopan itu? Salahkah
dugaanku semula bahwa engkau seorang pendekar yang sopan
dan baik budi?” Sepasang mata itu mencorong kembali,
memandang penasaran dan menuntut keterangan dari pemuda
itu.
“Tenanglah, Ai Yin. Engkau salah paham dan aku tidak
menyalahkanmu karena engkau baru sadar dan tentu merasa
lemas dan pening. Ketahuilah, ketika engkau melompat keluar
dari perahu pasukan Mongol, sebatang anak panah mengenai
punggungmu dan engkau jatuh ke air dalam keadaan terluka
dan hampir pingsan.”
Mendengar ini, Ai Yin menjulurkan tangan meraba luka di
punggungnya dan menyeringai. “Aduhhh.......!”
“Jangan khawatir, lukanya hanya luka kulit dan daging.
Anak panahnya sudah kucabut dan tidak beracun. Aku sudah
memolesi luka itu dengan obat luka.”
“Aih, kiranya engkau yang menyelamatkan aku, Cun Giok.
Maafkan sikapku tadi dan lanjutkan ceritamu tadi.”
“Melihat engkau terkena anak panah, aku lalu membawamu
menyelam karena kalau tidak, kita berdua tentu telah tewas
dihujani anak panah dari atas perahu. Nah, aku membawamu
berenang di bawah permukaan air ke tepi dan menjauh dari
perahu. Untung tidak ada yang melihatku. Setelah mendarat,
aku lalu membawamu lari secepatnya memasuki hutan ini.
Setelah tiba di tengah hutan ini, aku merebahkanmu dan
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 637
mencabut anak panah itu dari punggungmu. Akan tetapi aku
sempat bingung dan gelisah karena engkau bukan hanya
pingsan, bahkan pernapasanmu berhenti!”
“Ihh! Kalau napasku berhenti mengapa aku sekarang masih
hidup, Cun Giok?”
“Aku juga menjadi bingung dan takut kalau-kalau engkau
mati, Ai Yin. Maka aku menghilangkan segala keraguan dan
melakukan satu-satunya cara pertolongan yang aku tahu, yaitu
dengan...... menyambung pernapasanmu yang terhenti itu agar
paru-parumu bekerja kembali.”
“Menyambung pernapasanku yang sudah terhenti? Apa
maksudmu?”
Wajah Cun Giok berubah merah. “Yaitu dengan......
napasku ke dalam paru-parumu agar dapat bekerja
kembali.......”
“Eh? Caranya?” Gadis itu memandang dengan mata
terbelalak heran karena tidak mengerti.
Wajah Cun Giok semakin merah seperti udang direbus.
“Caranya? Tentu saja dengan...... meniupkan napasku ke dalam
paru-parumu...... lewat...... dari mulut ke mulut.......”
“Ihh......!” Sepasang mata yang indah itu terbelalak menatap
ke arah mulut Cun Giok dan kedua tangannya diangkat
menyentuh mulutnya sendiri dengan jari-jari tangan gemetar.
Wajah yang jelita itu sebentar pucat sebentar merah
menandakan gejolak hatinya yang berdebar-debar.
Cun Giok tidak berani bertemu pandang dengan Ai Yin.
Dia menundukkan mukanya dan menanti reaksi gadis itu. Pasti
Ai Yin yang berwatak keras itu akan marah sekali.
Memakinya, mungkin memukulnya. Dia tidak akan melawan,
akan tetapi tentu saja dia akan menghindar kalau gadis itu
hendak membunuhnya.
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 638
Sampai lama sekali mereka berdiam diri. Cun Giok yang
menunduk tidak tahu apa yang dilakukan Ai Yin. Gadis ini
sejak mendengar keterangan terakhir tadi, bengong
memandang Cun Giok sambil menyentuh bibir sendiri, dan
setiap kali membayangkan peristiwa “menyambung napas
melalui mulut” itu, wajahnya menjadi merah sekali.
Cun Giok tidak dapat menahan perasaannya lebih lama lagi.
“Tadi aku...... sengaja membuka bajumu bagian belakang
untuk memeriksa dan mengobati luka punggungmu.......”
Tidak ada jawaban ucapan Cun Giok yang masih
menundukkan mukanya itu. Sampai lama keduanya diam saja.
Cun Giok merasa semakin gelisah. Dia tidak tahu bagaimana
sikap Ai Yin menanggapi semua keterangannya tadi.
Setelah menanti cukup lama, akhirnya Cun Giok
memberanikan diri mengangkat muka memandang wajah Ai
Yin. Dia melihat Ai Yin masih menutupi mulutnya dengan jarijari
tangan, matanya seperti kosong memandang ke depan,
seperti orang tenggelam ke dalam renungan sendiri. Tiba-tiba
Cun Giok merasa iba sekali, merasa betapa dia telah bersalah
besar, telah menyinggung perasaan dan harga diri serta
kehormatan gadis itu.
“Ai Yin, maafkanlah aku...... sungguh, aku tidak berniat
buruk, akan tetapi kalau engkau menganggap aku tidak sopan,
maki dan tamparlah aku.......”
Mendengar ini, bagaikan baru sadar dari lamunannya, Ai
Yin memandang Cun Giok dan beberapa butir air mata keluar
cari pelupuk matanya, mengalir turun ke atas kedua pipinya.
Akan tetapi, cepat kedua tangannya mengusap dan menghapus
air mata itu, dan Ai Yin tersenyum!
“Ah, Cun Giok, aku bukan orang yang tidak mengenal budi
seperti itu. Engkau telah menolongku, menyelamatkan
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 639
nyawaku dari ancaman maut. Engkau tidak bersalah, engkau
terpaksa melakukan semua itu hanya dengan satu maksud,
yaitu untuk merenggut kembali nyawaku dari cengkeraman
Giam-lo-ong (Dewa Maut). Bagaimana aku dapat marah
padamu? Aku malah sangat berterima kasih kepadamu, Cun
Giok.”
Bukan main lega rasa hati Cun Giok, seolah sebuah batu
besar dan berat yang tadi menindih hatinya kini terangkat. Dia
menghela napas panjang dan tersenyum.
“Tidak perlu berterima kasih, Ai Yin. Kalau perbuatanku
ini kauanggap pertolongan, biarlah ini untuk membalas
pertolonganmu dahulu yang telah menyelamatkan nyawaku
pula. Akan tetapi, apakah yang terjadi, Ai Yin? Engkau hendak
pergi ke mana dan mengapa pula pasukan Mongol itu hendak
menangkapmu?”
“Engkau tentu telah mendengar bahwa Kaisar Kubilai Khan
telah wafat dan pasukan yang berada di daerah, terutama yang
berada di barat, ditarik kembali. Nah, aku bertemu dengan
banyak perajurit dan tiga hari yang lalu aku bertemu dengan
tiga orang perajurit Mongol. Mereka itu agaknya mabok dan
melihat aku berjalan seorang diri, mereka menggangguku dan
selain mengeluarkan ucapan yang tidak sopan, juga mereka
hendak menangkapku dengan niat keji. Aku melawan dan
membunuh dua orang, sayang, yang seorang sempat melarikan
diri sehingga agaknya dia melapor kepada kawan-kawannya.
Aku lalu dikejar-kejar dan ketika aku menyeberangi Huang-ho
(Sungai Kuning), mereka menggunakan dua buah perahu besar
menyergapku.”
“Akan tetapi, engkau hendak pergi ke mana. Ai Yin?”
“Merantau! Sejak kita saling berpisah dahulu itu, aku belum
pulang ke Bukit Merak. Suhengku itu, Kong Sek, tentu
mengadu kepada Ayah dan aku tidak mau ribut dengan Ayah.
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 640
Aku sayang Ayah dan aku tidak ingin melihat dia marah dan
sedih karena perbuatanku.”
Cun Giok teringat betapa gadis ini menjadi begini,
bertentangan dengan ayahnya, juga dengan Kong Sek, adalah
karena dia! Kalau Ai Yin tidak menolongnya dan
membawanya pulang untuk dirawat, tentu kini masih berada di
Bukit Merak, hidup tenang dengan ayahnya, dan mungkin saja
juga rukun dengan Kong Sek, suheng yang mencintainya itu.
Dia menghela napas panjang.
“Ai Yin, pulanglah, Ai Yin. Engkau beruntung mempunyai
seorang ayah dan tempat tinggal. Jangan seperti aku yang tidak
mempunyai orang tua dan saudara, hidup sebatang kara, seperti
sehelai daun kering tertiup angin ke sana sini tanpa tujuan.
Pulanglah, Ai Yin. Tidak kasihankah engkau kepada ayahmu
yang tentu merasa khawatir dan sedih karena kau tinggalkan?
Ingat, ayahmu itu amat menyayangmu dan menanti-nanti
kepulanganmu.”
Ai Yin cemberut. Manis sekali wajahnya ketika cemberut.
Tahi lalat hitam kecil di sudut kanan mulutnya ikut bergerak
seperti menari.
“Aku jengkel karena akan dijodohkan dengan Suheng Kong
Sek!”
“Ai Yin, aku percaya ayahmu tidak akan memaksa puteri
tunggalnya. Kalau engkau tidak suka, katakan terus terang
kepada ayahmu. Dia pasti akan mengerti dan tidak
memaksamu.”
“Kaupikir begitukah, Cun Giok? Bagaimana kalau ayahku
marah dan memaksaku untuk menikah dengan Kong Sek?”
tanya Ai Yin.
“Percayalah padaku, Ai Yin. Aku yakin Ayahmu adalah
seorang gagah perkasa, adil dan menyayangmu. Kalau engkau
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 641
berterus terang mengatakan bahwa engkau tidak suka menjadi
isteri Kong Sek, pasti dia tidak akan memaksamu. Pula,
bagaimana dia dapat memaksamu? Setiap saat bisa saja engkau
pergi.”
Setelah berpikir beberapa lamanya, Ai Yin mengangkat
muka menatap wajah Cun Giok. “Baiklah, Cun Giok, aku akan
menuruti nasehatmu. Aku akan pulang ke Bukit Merak. Akan
tetapi engkau sendiri, hendak ke manakah?”
Cun Giok merasa bahwa dia tidak perlu menyembunyikan
urusan harta karun dari gadis ini. Dia percaya bahwa Ai Yin
bukan seorang gadis yang murka akan harta benda, juga jelas
bukan antek Kerajaan Mongol. Buktinya, tadi pun ia
membunuh banyak perajurit Mongol yang mengganggunya.
Pula, urusan harta karun itu sekarang telah diketahui banyak
orang, apalagi setelah harta karun itu dicuri atau diambil oleh
seorang yang tentu memiliki ilmu kepandaian tinggi.
“Aku akan pergi ke Thai-san.”
“Eh, ada apa di Thai-san?”
“Begini, Ai Yin. Ada orang yang telah mencuri harta karun
peninggalan Kerajaan Sung. Harta karun itu seharusnya
menjadi hak para pejuang yang hendak mengusir penjajah
Mongol dari tanah air. Maka sudah menjadi kewajibanku pula
untuk mencari pencuri itu dan kalau mungkin mengembalikan
harta itu dari tangan orang yang tidak berhak. Aku harus
membantu usaha para pejuang membebaskan tanah air dari
penjajah Mongol.”
“Wah, menarik sekali! Siapa pencuri itu, Cun Giok?”
“Aku tidak tahu. Tidak seorang pun tahu siapa yang
mencuri harta karun yang bukan menjadi haknya. Hanya
diketahui bahwa pencuri itu meninggalkan tanda huruf Thaisan
di dasar peti yang isinya sudah dia bawa pergi. Nah,
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 642
demikianlah, Ai Yin, aku akan mencoba untuk mencari pencuri
itu di Thai-san.”
“Dan seandainya engkau berhasil menemukan pencuri dan
berhasil merampas kembali harta karun itu?”
“Tentu saja akan kuserahkan kepada yang berhak, yaitu
para pemimpin pejuang pembebas tanah air dari belenggu
penjajah Mongol.”
“Siapa itu, Cun Giok? Siapa pemimpin pejuang yang
kaumaksudkan itu?
“Aku sendiri pun belum tahu, Ai Yin. Akan tetapi aku
yakin, sekali waktu pasti akan muncul pemimpin pejuang sejati
dan kepada dialah harta karun itu harus diserahkan untuk
membiayai perjuangannya melawan penjajah.”
“Wah, menarik sekali! Aku akan memberitahukan hal itu
kepada Ayah. Aku yakin Ayah akan tertarik juga.”
“Hemm, apakah hal itu tidak berbahaya, Ai Yin. Aku
melihat hubungan Ayahmu dengan pembesar bangsa Mongol
amat baik. Buktinya Kong Sek, putera Panglima Besar Kong
Tek Kok diterima menjadi muridnya.”
“Benar, akan tetapi hai itu bukan berarti Ayah suka kepada
orang Mongol. Memang antara mendiang Panglima Besar
Kong Tek Kok dan Ayahku terjalin persahabatan pribadi, dan
karena persahabatan itulah Ayah menerima Kong Sek sebagai
murid.......”
“Dan sebagai calon mantu,” sambung Cun Giok.
Ai Yin menghela napas panjang. “Benar sekali. Mungkin
hanya itulah yang membuat ayah mengambil keputusan untuk
menerima Kong Sek sebagai calon mantunya. Karena
mengingat akan persahabatannya dengan ayah Kong Sek yang
telah meninggal dunia.”
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 643
Cun Giok menghela napas panjang. “Ah, kalau saja
Ayahmu itu menerima Kong Sek sebagai murid karena pemuda
itu memang berbakat dan menerimanya sebagai calon mantu
karena dia memang baik dan pantas untuk itu, hai ini memang
tidak ada salahnya. Akan tetapi kalau dia menerimanya sebagai
murid dan calon mantu karena mengingat mendiang Panglima
Kong Tek Kok, maka perhitungan Ayahmu itu kurang tepat.
Mungkin Ayahmu tidak mengetahui benar orang macam apa
adanya Kong Tek Kok itu. Dia kejam sekali terhadap bangsa
Han, membunuhi banyak sekali orang gagah di dunia kangouw,
bahkan memusuhi partai-partai persilatan besar. Dan dia
pun telah merusak kehidupan banyak gadis keluarga para
pendekar. Dosanya sungguh bertumpuk-tumpuk. Kalau
Ayahmu mengenal siapa Kong Tek Kok, aku yakin dia tidak
sudi menerima Kong Sek mengingat persahabatannya dengan
Panglima Mongol yang jahat itu.”
Ai Yin mengangguk-angguk. “Sebetulnya Suheng bersikap
baik sekali, juga amat sayang kepadaku. Sejak dia menjadi
Suhengku, aku tidak melihat watak jahat pada dirinya, maka
terus terang saja, aku suka padanya. Akan tetapi itu bukan
berarti bahwa aku mencintanya dan suka menjadi isterinya.
Aku akan memberi penjelasan kepada Ayah. Nah, kita berpisah
di sini, sekali lagi terima kasih atas pertolonganmu, Cun Giok.
Mudah-mudahan kita akan dapat bertemu kembali.”
“Selamat berpisah, Ai Yin dan berhati-hatilah karena
setelah peristiwa yang terjadi di perahu itu, pasti engkau
dianggap musuh atau pemberontak oleh pemerintah Mongol.”
Pemuda dan gadis itu berpisah. Ai Yin yang berjuluk Pekhwa
Sianli (Dewi Bunga Putih) karena rambutnya selalu dihias
setangkai bunga putih menuju pulang ke Bukit Merak tempat
tinggal ayahnya, sedangkan Cun Giok melanjutkan
perjalanannya ke Thai-san.
Di sepanjang perjalanannya, Cun Giok banyak merenung.
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 644
Pertemuannya dengan Ai Yin mendatangkan kesan mendalam
di hatinya. Dia kini menyadari betapa dia telah bertemu dengan
gadis-gadis yang gagah perkasa, cantik jelita dan juga baik
budi. Betapa mudahnya untuk jatuh cinta kepada gadis-gadis
seperti Ceng Ceng, Li Hong, atau Cu Ai Yin tadi. Dia
menghela napas. Betapa mudahnya dia jatuh cinta atau tertarik
kepada wanita.
Apakah semua pria juga begitu? Mudah tertarik kalau
bertemu wanita yang mempesona hatinya, baik karena
kecantikannya, kegagahannya, maupun budi pekertinya yang
baik? Akan tetapi apa artinya cinta kalau tidak dilandasi
kesetiaan? Tanpa kesetiaan, maka pria akan menjadi seorang
laki-laki mata keranjang, mudah jatuh cinta sehingga
melupakan atau menyia-nyiakan yang lama.
Tidak, cinta harus didasari kesetiaan! Demikian tekad
hatinya. Dia sudah ditunangkan dengan Siok Eng. Biarpun kini
terdapat rasa kecewa mengingat bahwa Siok Eng adalah
seorang gadis yang lemah, tidak seperti para pendekar wanita
yang pernah dijumpai dan yang menarik hatinya, namun dia
harus bertanggung jawab. Harus setia terhadap ikatan jodoh
yang sudah diresmikan oleh mendiang gurunya, Suma Tiang
Bun, dan ayah Siok Eng, yaitu Siok Kan.
Cinta yang hanya timbul karena tertarik oleh keindahan
rupa, belum tentu dapat bertahan lama karena rupa itu
keindahannya hanya sementara. Biasanya, kalau yang dianggap
indah pada mulanya itu sudah dimiliki, maka keindahannya
juga akan menyuram. Yang terpenting itu kecocokan watak
dan terutama sekali perasaan setia satu sama lain, penuh
tanggung jawab, dan sudah bertekad untuk membina rumah
tangga bersama, tetap setia dalam suka dan duka. Kalau
demikian, barulah sebuah rumah tangga dapat diharapkan akan
bertahan selama hidup.
Setelah muncul pikiran ini, Cun Giok membelokkan tujuan
Koleksi Tiraikasih http://kangzusi.com
DewiKZ- 645
perjalanannya, tidak ke Thai-san, melainkan ke Cin-yang di
Propinsi Shan-tung di mana Siok Eng dan ayahnya tinggal di
rumah mantu Siok Kan yang bernama Chao Kung.
Sampai di sini selesailah sudah Kisah PENDEKAR
TANPA BAYANGAN bagian pertama ini. Pembaca yang
ingin mengetahui bagaimana kisah selanjutnya dari Pouw Cun
Giok, Si Pendekar Tanpa Bayangan, dipersilakan membaca
bagian kedua yang berjudul HARTA KARUN KERAJAAN
SUNG yang menjadi kisah lanjutan dari Pendekar Tanpa
Bayangan.
@_Alysa^DewiKZ_@
Sampai jumpa di lain kisah!
TAMAT
Tag:cersil
cersil indo
cersil mandarin full
cerita silat mandarin online
cersil langka
cersil mandarin lepas
cerita silat pendekar matahari
kumpulan cerita silat jawa
cersil mandarin beruang salju.
cerita silat pendekar mataharicerita silat indonesia
cerita silat kho ping hoo
cerita silat mandarin online
cerita silat mandarin full
cerita silat jawa
kumpulan cerita silat
cerita silat jawa pdf cerita silat indonesia gratis
cerita silat jadul indonesia
cerita silat indonesia pendekar rajawali sakti
cersil indonesia pendekar mabuk
cersil langka
cersil dewa arak
cerita silat jaman dulu
cersil jawa download cerita silat mandarin full
cerita silat mandarin online
cersil mandarin lepas
cerita silat mandarin pendekar matahari
cerita silat jawa pdf
cersil indonesia pdf
cersil mandarin beruang salju
kumpulan cerita silat pdf
- Cersil Ke 8 Kembalinya Pendekar Rajawali Sakti Cer...
- Cersil Ke Tujuh Kembalinya Pendekar Rajawali Sakti...
- Cersil ke 6 Kembalinya Pendekar Rajawali Sakti
- Cersil Ke 5 Yoko Bibi Lung
- Cerita Silat Ke 4 Pendekar Yoko
- Cersil Yoko 3 Condor Heroes
- Cersil Yoko Seri Ke 2
- Cerita Silat Cersil Ke 1 Kembalinya Pendekar Rajaw...
- Cerita Silat Cersil Pendekar Pemanah Rajawali Komp...
- Cersil Ke 25 Tamat Kwee Ceng Bersambung Ke Pendeka...
- Cerita Silat ke 24 Kwee Ceng Pendekar Jujur
- Cersil Ke 23 Kwee Ceng Pendekar Lugu
- Cerita Silat Ke 22 Kwee Ceng
- Cersil Ke 21 Kwee Ceng
- Cerita Silat Ke 20 Cersil Kwee Ceng Rajawali Sakti...
- Cerita Silat Ke 19 Kwee Ceng Jagoan Sakti
- Cersil Ke 18 Kwee Ceng
- Cersil Ke 17 Kwee Ceng Cerita Silat Pendekar Rajaw...
- Cersil Pendekar Pemanah Rajawali Ke 16 Pendekar Kw...
- Cersil Ke 15 Pendekar Kwee Ceng
- Cersil Hebat Kweeceng Seri 14
- Cersil Cerita Silat Kwee Ceng 13
- Cersil Pendekar Ajaib : Kwee Ceng 12
- Kumpulan Cerita Silat Jawa : Kwee Ceng 11
- Cerita Silat Pendekar Matahari : Kwee Ceng 10
- Cersil Mandarin Lepas :Kwee Ceng 9
- Cersil Langka Kwee Ceng 8
- Cerita Silat Mandarin Online : Kwee Ceng 7
- Cersil Indo Kwee Ceng 6
- Cerita Silat Cersil Kwee Ceng 5
- Cersil Kwee Ceng 4
- Cersil Pendekar Kwee Ceng 3
- Cersil Pendekar Kwee Ceng 2
- Cersil Pendekar Kwee Ceng ( Pendekar Pemananah Raj...
- Cersil Seruling Sakti dan Rajawali Terbang
- Kumpulan Cersil Terbaik
- Cersil Jin Sin Tayhiap
- Cersil Raisa eh Ching Ching
- Cersil Lembah Merpati
- Cerita Silat Karya stefanus
- Cersil Pedang Angin Berbisik
- Cersil Sian Li Engcu
- Cersil Si KAki Sakti
- Cersil Bendera Maut
- Cersil Pahlawan Gurun
- Cersil Pedang Pusaka Buntung
- Cersil Terbaik Pendekar Kunang Kunang
- Cersil Mandarin Imam Tanpa Byangan