Kamis, 27 April 2017

Cerita Silat Lawas 20 Toliongto

Cerita Silat Lawas 20 Toliongto Tag:Penelusuran yang terkait dengan cersil cersil indo cersil mandarin full cerita silat mandarin online cersil langka cersil mandarin lepas cerita silat pendekar matahari kumpulan cerita silat jawa cersil mandarin beruang salju. cerita silat pendekar mataharicerita silat indonesia cerita silat kho ping hoo cerita silat mandarin online cerita silat mandarin full cerita silat jawa kumpulan cerita silat cerita silat jawa pdf cerita silat indonesia gratis cerita silat jadul indonesia cerita silat indonesia pendekar rajawali sakti cersil indonesia pendekar mabuk cersil langka cersil dewa arak cerita silat jaman dulu cersil jawa download cerita silat mandarin full cerita silat mandarin online cersil mandarin lepas cerita silat mandarin pendekar matahari cerita silat jawa pdf cersil indonesia pdf cersil mandarin beruang salju kumpulan cerita silat pdf Cerita Silat Lawas 20 Toliongto
kumpulan cerita silat cersil online
Cerita Silat Lawas 20 Toliongto
Kelima Hoan Ceng (pendeta asing) itu adalah orangorang
kepercayaan Ong Po Po dan mereka termasuk di
dalam Thian Liong Sip Pat Po (delapan belas jago Thian
Liong) Pemuda itu suka sekali pesiar seorang diri dengan
menunggang kuda. Tapi kemanapun ia pergi, dari sebelah
kejauhan ia selalu diikuti oleh delapan pengawal
pribadinya. Thian Liong Sip Pat Po terdiri dari Ngo To,
Ngo Kiam, Sie Thung, dan Sie Poa (lima golok, lima
pedang, empat tongkat, dan empat cecer) Lima Hoan ceng
yang bersenjata adalah Ngo To Sin (malaikat lima golok)
biarpun lihai kalau satu lawan satu, mereka bukan
tandingan Ho Pit Ong. Tapi dengan bekerja sama, mereka
telah membuat Ho Pit Ong jadi ripu sekali. Tapi keteternya
si tua sebagian disebabkan oleh rasa bingungnya dalam
memikirkan nasib kakak seperguruannya.
Sesudah Ho Pit Ong dirintangi oleh kelima Hoan Ceng,
sejumlah boesoe segera bantu menyalakan api yang makin
lama jadi makin besar.
Melihat musuh menggunakan api, Hoan Yauw bingung
bercampur kuatir. Sesudah menaruh kasur yang
membungkus Lok Thung Kek dan hk di lantai, buru-buru ia
masuk ke beberapa kamar tahanan. “Tat Coe membakar
menara!? teriaknya, “apa lweekang kalian sudah pulih
kembali??
Tapi teriakannya tidak mendapat jawaban. Ia mendapat
kenyataan bahwa Song Wan Kiauw, Jie Lian Cioe, dan
yang lain-lain sedang bersemedi. Mereka semua
1859
memejamkan mata dan tidak memberi jawaban. Hoan
Yauw tahu bahwa mereka berada pada detik yang sangat
penting yaitu detik menjelang pulihnya tenaga dalam
mereka.
Sementara sejumlah boesoe yang menjaga di beberapa
lantai telah dirobohkan dan dilontarkan ke bawah oleh
Hoan Yauw sehingga mereka binasa seketika. Juga ada
penjaga yang melompat turun sendiri.
Tak lama kemudian api sudah membakar lantai ketiga.
Yang dikurung di lantai ini adalah rombongan Hwa San
Pay yang terpaksa lari ke lantai empat. Api terus membakar
keras. Orang-orang Khong Tong Pay yang ditahan di lantai
keempat juga terpaksa naik ke lantai lima bersama-sama
rombongan Hwa San Pay.
Makin lama Hoan Yauw jadi makin bingung.
Sekonyong-konyong mereka mendengar teriakan seseorang.
“Hoan Yoe Soe! Sambutlah!
Hoan Yauw girang. Itulah teriakan Wie It Siauw yang
berdiri di atas wuwungan gedung belakang Ban Hoat Sie.
Dengan sekali menghuyun tangan, terbanglah seutas
tambang yang lalu disambut Hoan Yauw. “Ikatlah
dilainkan supaya menjadi jembatan tambang!? teriak pula
Wie Hok Ong.
Tapi baru saja Hoan Yauw mengikat tambang itu, Tio It
Siang salah seorang dari Sin Cian Pat Hiong sudah
memutuskannya dengan anak panah. Wie It Siauw dan
Hoan Yauw mencaci kalang kabut, tapi mereka tahu,
bahwa tak guna mencobanya lagi. “Bangsat! Kau sungguh
sudah bosan hidup! teriak Wie It Siauw seraya menghunus
senjata dan melompat turun. Ia menggunakan sepasang
gaetan berbentuk kepala harimau yang jarang sekali
digunakan kecuali dalam detik-detik berbahaya. Begitu
1860
kakinya hinggap di bumi. Lima Hoan Ceng yang berbaju
hijau dan bersenjata pedang lantas saja mengepungnya.
Kelima pendeta asing itu ialah Ngo Kiam Ceng dari Thian
Liong Sip Pat Po.
Sedang api terus berkobar-kobar, dengan rasa bingung
Ho Pit Ong bertempur mati-matian. “Siauw Ong ya!
teriaknya. “Kalau kau tak mau memadamkan api, aku
takkan berlaku sungkan lagi terhadapmu.
Ong Po Po tidak meladeninya. Empat Hoan yang
bersenjata tongkat lantas berdiri di seputar majikan mereka
untuk menjaga serangan di luar dugaan. Ho Pit Ong jadi
nekat. Tiba-tiba dengan kedua pit, ia membabat dengan
pukulan Hoang Siauw Cian Koen(menyapu ribuan tentara)
karena serangan itu hebat luar biasa, tiga hoan ceng
terpaksa melompat mundur. Dengan menggunakan
kesempatan itu, Ho Pit Ong melompat tinggi dan bagaikan
seekor elang, kedua kakinya hinggap di payon lantai
menara tinggi yang pertama itu. Melihat api yang berkobarkobar,
kelima pendeta asing itu tidak berani mengejar.
Sambil mengempos semangat, Ho Pit Ong naik ke atas.
Waktu ia tiba di lantai keempat, Hoan Yauw yang berdiri di
lantai ke tujuh, mengangkat kasur tinggi-tinggi sambil
berteriak, “tua bangka she Ho, berhenti kau! Kalau kau
maju setindak lagi, badan soehengmu akan hancur bagaikan
perkedel.
Diancam begitu, benar-benar Ho Pit Ong
memberhentikan semua tindakannya. “Kouw Thay Soe!
teriaknya dengan suara memohon. “Soehengku belum
pernah berbuat kedosaan terhadapmu dan kita belum
pernah bermusuhan, mengapa kau begitu kejam? Kalau kau
mau menolong kecintaan Biat Coat Soethay, dan puterimu
Cioe Kouw Nio, kau boleh menolong. Kami pasti takkan
menghalang-halangi.’
1861
Sekarang marilah kita menengok Biat Coat Soethay.
Setelah menelan bubuk yang diberikan Hoan Yauw, ia
menduga bahwa ia akan segera mati. Ia tidak takut mati.
Yang membuat perasaannya berduka ialah turut matinya
Cioe Cie Jiak. Dengan matinya murid itu, habislah
harapannya. Selagi berada dalam kedukaan besar,
sekonyong-konyong ia mendengar suara ribut-ribut di kaki
menara disusul dengan caci mencaci antara Kouw Touwtoo
dan Ho Pit Ong. Sesudah itu, Ong Po Po memerintahkan
dibakarnya menara. Semua kejadian itu didengar jelas
olehnya. Ia merasa heran dan berkata di dalam hati. “apa
tak bisa jadi touwtoo bangsat itu benar-benar menolong
aku? sambil memikir begitu, ia mencoba mengerahkan
tenaga dalamnya. Sekonyong-konyong ia merasakan
naiknya seperti hawa hangat dari bagian tan-tian (pusar). Ia
terkesiap. Inilah tanda bahwa tenaga dalamnya mulai pulih.
Dengan wataknya yang sangat keras. Biat Coat menolak
untuk memperlihatkan kepandaiannya di hadapat Tio Beng
dan telah mogok makan enam tujuh hari sehingga perutnya
kosong. Karena perut kosong, obat pemunah bisa bekerja
lebih cepat. Berkat lweekangnya yang sangat kuat maka
racun Sip Hian Joan Kin san segera terdorong ke luar.
Inilah sebabnya mengapa begitu lekas ia mengerahkan
tenaga dalam, hawa hangat lantas saja naik ke atas. Tak
kepalang girangnya si nenek. Cepat-cepat ia bersila dan
mengatur jalan napasnya. Belum cukup setengah jam, kirakira
separuh lweekangnya sudah pulih kembali.
Sambil bersemedi, ia terus memasang kuping. Mendadak
ia mendengar perkataan Ho Pit Ong yang tajam bagaikan
pisau, “… kalau kau menolong kecintaanmu, Biat Coat
Soethay, dan puterimu, Cioe Kouw Nio, kau boleh
menolong…. “
Biat Coat adalah gadis yang putih bersih. Di waktu
1862
masih muda ia bahkan tidak pernah menemui orang lelaki.
Dengan demikian dapatlah dibayangkan betapa besar
kegusarannya. Dengan mata merah, ia berbangkit dan
menghampiri lankan. “Bangsat! Apa kau kata? teriaknya.
“Toosoethay, Ho Pit Ong berkata dengan suara
memohon. “bujuknya… sahabatmu. Lepaskanlah
soehengku. Aku tanggung keluargamu yang terdiri dari tiga
orang akan bisa keluar dari kelenteng ini dengan selamat.
Hian Beng Jie Loo tidak pernah menjilat ludah sendiri.
“Apa itu keluarga dari tiga orang? teriak pula Biat Coat .
Walaupun tengah menghadapi bencana Hoan Yauw
tertawa terbahak-bahak. “Loo Soethay!? teriaknya, “dia
mengatakan bahwa aku adalah kecintaanmu dan Cioe
Kouw Nio adalah puteri kita berdua.
Paras muka si nenek berubah merah padam. Dengan
disoroti sinar api, muka itu sungguh menakuti. “penjahat
she Ho! bentaknya. “Naik kau! Mari kita bertempur sampai
ada yang mampus!
Di waktu biasa, Ho Pit Ong pasti akan segera
menyambut tantangan itu. Sedikitpun aku tidak merasa
takut terhadap Ciang Boen Jin Go Bie Pay. Tapi sekarang
kakaknya berada dalam tangan musuh dan ia tidak berani
mengubar napsu amarahnya.
“Kouw Touwtoo, itulah keterangan yang diberikan
olehmu sendiri,? katanya.
Hoan Yauw kembali tertawa besar. Baru saja ingin
mengejek si nenek, di kaki menara terdengar suara ribut
yang sangat hebat. Cepat-cepat ia melongok ke bawah.
Diantara musuh diringi suara gemerencengnya senjatasenjata
yang jatuh di tanah. Orang itu Kauw Coe Thio Boe
Kie.
1863
Begitu lekas Boe Kie turun tangan, lima batang pedang
dari kelima hc yang mengurung Wie It Siauw lantas saja
terpental ke tengah udara. Wie Hok Ong girang tak
kepalang. Dengan sekali melompat, ia sudah berada di
samping Boe Kie dan berbisik, “Kauw Coe, aku mau pergi
ke gedung Jie Lam Ong untuk melepas api. Boe Kie
mengerti maksudnya dan segera mengangguk. Ia tahu,
bahwa dengan beberapa orang kalau pihaknya tidak
berhasil dalam waktu cepat, musuh segera mengirim bala
bantuan maka usaha menolong tokoh-tokoh keenam paratai
bisa gagal semua. Didalam hati, ia memuji siasat Ceng Ek
Hok Ong yang sangat lihai. Begitu lekas Ong Hoe
kebakaran, para boesoe pasti akan buru-buru pulang untuk
melindungi keluarga raja muda itu. Dilain saat, dengan
sekali berkelabat, Wie Hok Ong sudah berada di atas
tembok kelenteng yang tinggi.
Sesudah Wie It Siauw berlalu. Boe Kie menengadah dan
berteriak, “Hoan Yoe Soe, bagaimana kau?
“Celaka besar! jawabnya, “Jalanan turun terputus, aku
tidak dapat meloloskan diri lagi!
Sesaat itu, empat belas anggota Thian Liong Sip Pat Po
serentak menerjang dan mengepung Boe Kie dari berbagai
jurusan. Melihat jumlah musuh yang sangat besar, pemuda
itu berpendapat bahwa jalan satu-satunya adalah
membekuk pemimpin rombongan yang memakai topi emas
untuk memaksa dia memadamkan api. Dengan sekali
melompat, ia sudah menoblos dari kepungan bagaikan
gerakan seekor ikan. Dilain saat dia sudah berhadapan
dengan Ong Po Po. Tapi sebelum ia sempat bergerak,
sebatang pedang menyambar dadanya. “Thio Kauw Coe,
jangan lukai kakakku!? kata orang yang menikam yang
bukan lain daripada Tio Beng. Sambaran pedang itu disertai
dengan hawa yang sangat dingin dan Boe Kie tahu, bahwa
1864
ia berhadapan dengan Ie Thian Kiam. Bagaikan kilat, ia
berkelit ke samping.
“Lekas kau perintah orang memadamkan api dan
melepaskan semua tahanan, kata Boe Kie. “Kalau tidak,
aku tak akan berlaku sungkan lagi.?
“Thian Liong Sip Pat Po! teriak Tio Beng. “Orang itu
berkepandaian sangat tinggi. Kepung dia dengan barisan
Thian Liong Tin!
Tanpa diberitahukan, kedelapan belas hc itu sudah tahu
kelihaian Boe Kie. Mereka lantas saja bergerak dan
merupakan semacam tembok manusia di antara Boe Kie
dan kedua majikan mereka. Melihat cara bertindak yang
sangat aneh dari kedelapan belas lawan itu, Boe Kie tahu
bahwa Thian Liong Tin tidak boleh dipandang enteng.
Tiba-tiba saja kegembiraannya muncul dan ia mengambil
keputusan sebelum ia bergerak. Sekonyong-konyong
terdengar suara gedubrakan dan sepotong balok yang
apinya berkobar-kobar jatuh ke bawah.
Boe Kie mengawas ke atas. Api sudah membakar lantai
ke enam dan di antara sayap ia melihat dua orang yang
sedang bertempur mati-matian. Mereka itu adalah Biat Coat
Soethay dan Ho Pit Ong. Lantai jatuh yaitu lantai yang
tertinggi penuh dengan manusia tokoh-tokoh keenam
paratai. Lweekang mereka belum pulih semua, tapi biarpun
dalam keadaan sehat, mereka tidak akan bisa melompat
dengan selamat dari tempat itu yang tingginya beberapa
puluh tombak. Jika mereka melompat juga, mereka pasti
celaka. Kalau tidak binasa, sedikitnya patah tulang.
Dalam waktu beberapa detik, Boe Kie mengasah otak.
“kalau aku mencoba untuk memecahkan Thian Liong Tin,
usaha itu meminta waktu, pikirnya. “Apapula andaikata
Thian Liong Tin pecah, lain-lain jago pasti akan turun
1865
mengepung. Tak gampang untuk aku membekuk pangeran
itu, Biat Coat Soethay dan Ho Pit Ong sudah bertempur
lama juga dan belum ada yang kalah. Tenaga dalam si
nenek sudah pulih kembali. Dengan demikian lweekang
toasupeh dan lain-lain cianpwee-pun sudah pulih. Kalau
belum semua sedikitnya sebagian besar. Hanya sayang
menara itu terlampau tinggi dan kalau melompat mereka
pasti celaka. Tiba-tiba ia mendapat satu ingatan baik dan ia
segera mengambil keputusan apa yang harus diperbuatnya.
Sambil membentak keras, ia lari berputar-putar. Kedua
belah tangannya bekerja bagaikan kilat. Dalam sekejab, Sin
Cian Pat Hiong roboh dan gendewa mereka dirampas atau
dipatahkan. Lain-lain boesoe yang bersenjata gendewa dan
anak panah pun diserang. Ada yang senjatanya dipatahkan,
ada yang dipukul roboh dan adapula yang ditotok jalan
darahnya. Sesudah pasukan anak panah tidak berdaya, Boe
Kie mendongak pula dan berteriak, “Para cianpwee yang
berada di atas! Lompatlah! Aku akan menyambut kalian.
Mendengar teriakan itu, orang-orang yang di atas
terkejut. Anjuran pemuda itu tak mungkin dilaksanakan.
Dengan melompat dari tempat atas menara yang sangat
tinggi, tenaga jatuh hebat bukan main. Sedikitnya ribuan
kati. Bagaimana dia bisa menyambutnya? Beberapa orang
Khong Tong dan Koen Loen lantas saja berteriak-teriak
menolak anjuran itu.
“Tak bisa! Terlalu tinggi!
“Jangan kena diakali oleh bocah itu!
“Kalau kita menurut, badan kita akan hancur luluh!
Dengan hati berdebar-debar, Boe Kie mengawasi ke atas.
Api sudah mulai menjilat lantai ke tujuh. Waktu sudah
mendesak. Ia jadi semakin bingung. “Boh Cit Siok!?
Teriaknya dengan suara memohon. “budimu besar
1866
bagaikan gunung. Apa mungkin Siauw Tit mencelakai
citsiok! Citsiok, kau lompatlah lebih dulu!
Boh Seng Kok adalah seorang yang bernyali sangat
besar. Dengan segera ia mengambil keputusan. Daripada
mati terbakar, memang lebih baik mati terjatuh. “baiklah!
Teriaknya seraya melompat ke bawah.
Boe Kie mengawasi dengan mata tajam. Pada detik
tubuh Boh Cit Hiap terpisah kira-kira empat kaki dari bumi,
dengan menggunakan tenaga dan gerakan Kian Koen Tay
Lo Sin Kang paling tinggi, ia menepuk pinggang sang
paman. Begitu “dimuntahkan sin kang memunahkan tenaga
jatuhnya cit hiap dan mendorongnya ke atas, sehingga
tubuh pendekar itu mengapung ke atas kira-kira setombak
tingginya.
Tenaga dalam Boh Seng Kok sudah pulih sebagian.
Berbareng dengan mengapungnya, ia mengerahkan
lweekang dan mengeluarkan ilmu ringan badan, sehingga di
lain saat ia melayang ke bawah dan kedua kakinya hinggap
di tanah dengan selamat. Tiba-tiba seorang boesoe
menyerang. Dengan sekali menghantam, Boh Seng Kok
sudah merobohkan pembokong itu. “toasoeko, jiesoeko,
siesoeko! teriaknya dengan girang, “Lekas lompat!
Berhasilnya Boh Seng Kok disambut dengan sorak sorai
oleh semua jago yang sedang dikepung api. Sebagai seorang
ayah yang sangat mencintai anaknya, Song Wan Kiauw
berkata, “Ceng Soe, kau lompatlah lebih dahulu! sedari
keluar dari kamar tahanan, Song Ceng Soe terus
mendampingi Cioe Cie Jiak. Mendengar anjuran ayahnya,
ia segera berkata kepada si nona, “Cioe Kouw Nio, kau
lebih dahulu.
Cie Jiak menggelengkan kepala, “aku tunggu soehoe,
katanya.
1867
Sementara itu, satu demi satu tokoh-tokoh keenam partai
melompat turun dengan disambut Boe Kie. Sebagai ahliahli
silat kelas utama, biarpun tenaga dalam mereka baru
pulih sebagian, mereka sudah bukan tandingan boesoe
biasa. Boh Seng Kok dan yang lain-lain segera merampas
senjata dan mereka berdiri di seputar Boe Kie untuk
melindungi pemuda itu dalam menyambut orang-orang
yang melompat turun. Kaki tangan Ong Po Po yang coba
menyerang Boe Kie dengan mudah dipukul mundur. Setiap
orang melompat turun berarti penambahan tenaga bagi
pihak Boe Kie. Sedari ditangkap, dikurung, dan dihina
bahkan ada beberapa orang yang diputuskan jari-jari
tangannya. Sakit hati mereka bertumpuk-tumpuk. Sekarang
mereka mendapat kesempatan untuk melampiaskan sakit
hati itu. Mereka berkelahi bagaikan harimau edan dan
dalam sekejab, berpuluh-puluh boesoe sudah menggeletak
tanpa bernyawa.
Melihat bahaya, Ong Po Po segera berkata, “panggil
pasukan anak panah yang menjadi pengawal pribadiku!
Tapi sebelum Ali Chewa berlaku untuk menjalankan
perintah itu, sekonyong-konyong di sebelah tenggara
terlihat api yang berkobar-kobar. Ali Chewa terkejut,
“Siauw Ong Ya!? katanya, “Ong Hoe kebakaran! Kita harus
melindungi Ong Ya.
Ong Po Po mengangguk, “adikku, katanya kepada Tio
Beng. “Aku pulang lebih dulu. Kau harus berhati-hati.
Tanpa menunggu jawaban, ia mengedut les kuda dan segera
berangkat dengan dilindungi oleh sejumlah pengiring.
Berlalunya Ong Po Po berarti berlalunya Thian Hoan Sip
Pat Po dan sejumlah boesoe. Melihat kebakaran di gedung
Ong Hoe, boesoe lainnya yang masih bertempur juga tidak
bisa berkelahi dengan hati tenang.
1868
Dengan cepat, terutama setelah turunnya tokoh-tokoh
Siauw Lim Sie, keadaan jadi berubah. Pihak Boe Kie jadi
lebih kuat. Tio Beng tahu, jika ia bertahan lebih lama lagi,
ia sendiri bisa menjadi orang tawanan. Maka itu, ia lantas
saja berseru, “Semua orang keluar dari Ban Hoat Sie!
Ia lalu menengok kepada Boe Kie dan berkata pula
sambil tersenyum, “besok magrib aku mengundang lagi kau
minum arak.
Boe Kie terkejut, sebelum ia sempat menjawab, si nona
sudah berlalu dan mundur ke bagian belakang Ban Hoat
Sie.
Sekonyong-konyong di atas menara terdengar teriakan
Hoan Yauw, “Cioe Kouw Nio, lekas lompat! Api akan
segera membakar alismu, apa kau mau menjadi gadis tanpa
alis??
“Aku ingin menemani soehoe, jawabnya.
Ketika itu, Biat Coat dan Ho Pit Ong tengah melakukan
pertempuran mati-matian. Tenaga dalam si nenek belum
pulih semua, tapi ia sudah tak memikir hidup. Dengan
kalap, ia menyerang tanpa memperdulikan pembelaan diri.
Di lain pihak, sebab memikiri keselamatan soeheng-nya, Ho
Pit Ong tidak bisa berkelahi dengan hati mantap. Selain
begitu, sesudah kena racun Boe Kie, tenaga dan gerakgeriknya
pun tak seperti biasa lagi. Maka itulah, sesudah
bertempur beberapa lama, keadaan kedua belah pihak
masih berimbang.
Mendengar perkataan muridnya, Biat Coat berkata, “Cie
Jiak, lekas turun, jangan perdulikan aku! Penjahat ini terlalu
mengejek aku. Tak bisa aku mengampuni jiwanya.?
Ho Pit Ong mengeluh. Ia ingin menolong soehengnya
dan di luar dugaan, si nenek menyerang secara nekat1869
nekatan. “Biat coat Soethay!? teriaknya. “Omongan itu
berasal dari Kouw Touwtoo, bukan karanganku.?
Sambil menghantam Ho Pit Ong dengan telapak tangan,
Biat Coat menengok dan bertanya, “Touwtoo bangsat, apa
benar kau yang mengeluarkan omongan gila-gila itu??
“Omongan apa?? Hoan Yauw balas menanya. Dengan
menanya begitu, ia ingin si nenek mengulangi ejekannya,
bahwa ia dan Biat Coat adalah kecintaan dan bahwa Cie
Jiak adalah anak mereka. Tapi si nenek tentu saja tidak
dapat mengulangi kata-kata itu. Mendengar nada suara Ho
Pit Ong, ia tahu bahwa musuh itu tidak berdusta. Darahnya
bergemetaran.
Sesaat itu, selagi Biat Coat menengok kepada Hoan
Yauw, segulung asap tiba-tiba menyambar. Ho Pit Ong
sungkan menyia-nyiakan kesempatan baik. Sambil
melompat menerjang ia menghantam punggung si nenek.
“Soeboe, hati hati!? teriak Cie Jiak.
“Niekouw tua, hati hati!? seru Hoan Yauw.
Bagaikan kilat Biat Coat berbalik dan menangkis.
Tangan kirinya menyambut tangan kiri Ho Pit Ong, tapi ia
tidak keburu menangkis tangan kanan musuh yang
memukul dengan Hian beng Sin Ciang. Begitu
punggungnya terpukul, badan si nenek bergoyang-goyang,
hampir-hampir ia jatuh terguling. Cie Jiak terkesiap, ia
melompat dan memeluk gurunya.
“Manusia licik!? bentak Hoan Yauw dengan gusar. “Tak
bisa kau dan kakakmu diberi hidup lebih lama lagi,? seraya
berkata begitu, ia melemparkan ke bawah kasur yang
menggulung tubuh Lok Thung Kek dan Han kie. Hati Ho
Pit Ong mencelos. Tanpa memikir lagi, ia turut melompat
tapi kasur itu sudah melayang agak jauh dan ia hanya bisa
1870
menjambret ujungnya. Dengan kecepatan luar biasa, ia pun
turut melayang ke bawah.
Karena teraling asap dan api, Boe Kie tak tahu apa yang
terjadi di puncak menara. Tiba-tiba ia melihat jatuhnya
serupa benda dan seorang manusia. Ia tak tahu apa adanya
benda itu, tapi ia segera mengenali, bahwa manusia itu
adalah Ho Pit Ong. Kakek itu adalah musuh besar yang
sudah menyebabkan banyak penderitaannya. Bahkan
kebinasaan kedua orang tuanya pun adalah gara-gara Hiam
beng Jie lo. Tapi ia seorang berhati mulia yang tak bisa
mengawasi kebinasaan dengan berpeluk tangan. Pada detik
itu, dengan melupakan sakit hatinya, ia melompat ke atas
dan menepuk dengan kedua tangannya, sehingga kasur dan
Ho Pit Ong terpental ke kiri-kanan kurang lebih tiga tombak
jauhnya.
Sesudah berjungkir balik, kedua kaki Ho Pit Ong
hinggap di tanah. “Hah! Sungguh berbahaya? katanya. Ia
tak pernah mimpi, bahwa Boe Kie akan membalas
kejahatan dengan kebaikan. Tapi ia tidak sempat memikir
lain dan segera menengok ke sana sini untuk mencari
soehengnya. Tiba-tiba ia terkejut, karena kakak itu
menggeletak di tumpukan api. Dalam usaha untuk
menolong, kali ini Boe Kie harus menggunakan kedua
tangannya. Menggunakan kedua tangan tentu saja lebih
berat daripada menggunakan sebelah tangan. Apa pula
karena di dalam kasur itu terdapat dua manusia, maka
tenaga jatuh kasur itu pun jadi lebih hebat. Oleh karena itu
waktu menepuk kasur, ia tidak bisa memperdulikan lagi
arahnya. Begitu tertepuk kasur terbuka dan dua sosok tubuh
manusia ambruk di tumpukan api. Karena jalan darahnya
tertotok, Lok Thung kek tak bisa bergerak dan rambutnya
lantas saja terbakar.
“Soeko!? teriak Ho Pit Ong seraya menubruk dan
1871
memeluk tubuh kakaknya. Selagi ia melompat keluar dari
api yang berkobar-kobar waktu kedua kakinya belum keluar
dan menginjak bumi. Jie Lian Cioe memapaki dengan
pukulan pada pundaknya. “Sambutlah!? bentak pendekar
Boe tong itu. Ho Pit Ong tidak dapat menangkis dan coba
berkelit dengan miringkan pundaknya, tapi telapak tangan
Jie Lian Cioe menyusul ke bawah. “Plak!? badan si kakek
she Ho bergemetaran dan keringat dingin keluar dari
dahinya. Sambil menggigit gigi ia melompat ke atas
tembok.
Sesaat itu sebatang balok yang berkobar2 jatuh dan
menimpa tubuh Han kie yang lantas saja terbakar.
Sementara itu semua orang yang sudah berada di bawah
mendongak mengawasi ke atas sambil berteriak-teriak.
“Turun! Hayo, lekas!?
“Lompat! Lompat!?
Di antara api dan asap Hoan Yauw kelihatan melompat
kesana sini untuk meloloskan diri dari kobaran api. Satu
demi satu balok balok jatuh ke bawah diiringi meluruknya
genteng dan bata. Puncak menara mulai goyang-goyang.
“Cie Jiak lompatlah!? bentak Biat coat.
“Soeboe, sesudah kau, baru aku,? jawabnya.
Sekonyong-konyong si nenek melompat dan
menghantam pundak Hoan Yauw. “Bangsat Mo kauw
mampus kau!? teriaknya.
Sambil tertawa nyaring Hoan Yauw berkelit dan
menerjun ke bawah. Boe Kie segera menyambutnya dengan
tepukan Kian kun tay lo ie Sin kang. “Hoan Yoesoe, kau
telah berhasil dan kami menghaturkan terima kasih,? kata
Thio Kauwcoe.
1872
“Ini semua bukan jasaku,? jawabnya dengan
merendahkan diri. “Kalau Kauwcoe tak menolong dengan
sin kang, semua orang akan menjadi babi panggang di
puncak menara.?
Melihat Hoan Yauw sudah melompat ke bawah, sambil
menghela napas Biat coat memeluk pinggang muridnya dan
segera meninggalkan puncak menara yang hampir roboh.
Waktu terpisah kira-kira setombak dari bumi, mendadak ia
mendorong dengan kedua tangannya, sehingga tubuh nona
Cioe mengapung ke atas kurang lebih setombak, sedang
tenaga jatuh si nenek sendiri jadi makin hebat.
Sambil mengawasi dengan mata tajam, Boe kie menepuk
pinggang Biat coat dengan Kian koen tay loe ie sin kang. Di
luar dugaan, Biat coat yang telah mengambil keputusan
untuk mati dan sungkan menerima budinya Beng kauw,
sekonyong-konyong menghantam dengan seantero sisa
tenaganya. Dengan bentroknya kedua tangan Sin kang
terdorong ke lain arah dan “bruk? si nenek ambruk di tanah
dengan patah beberapa tulangnya, Boe kie sendiri merasa
dadanya menyesak dan ia terhuyung beberapa tindak. Ia
sungguh tidak mengerti sikap si nenek, karena pukulannya
itu berarti membunuh diri sendiri.
Cie Jiak menubruk dan memluk tubuh gurunya,
“Soeboe… soeboe….?, jeritnya dengan suara menyayat
hati. Para murid Go bie segera mengerumuni sang guru.
Perlahan lahan Biat coat Soethay membuka kedua mata.
“Cie Jiak,? katanya dengan suara lemah, “mulai hari ini kau
menjadi Ciang boenjin dari partai kita. Apakah kau masih
mau berjanji untuk menaati perintahku??
“Ya… soeboe…?
Si nenek tersenyum. “Kalau begitu?, bisiknya, “aku bisa
mati dengan mata meram…?
1873
Sesaat itu Boe Kie menghampiri dan memegang nadi si
nenek untuk melihat apa orang tua itu masih bisa ditolong.
Tiba tiba Biat coat membalik tangannya dan mencengkeram
pergelangan Boe Kie. “Murid cabul Mo kauw!? bentaknya.
“Jika kau menodai kesucian muridku, biarpun sudah
menjadi setan aku tak akan mengampuni…? Ia tak bisa
meneruskan perkataannya dan segera menghembuskan
napas yang penghabisan, tapi jari-jari tangannya masih
tetap mencekal pergelangan tangan Boe Kie.
Mendadak terdengar teriakan Hoan Yauw, “Semua
orang ikut aku! Kita keluar dari pintu kota sebelah barat.
Kalau terlambat tentara musuh bangsat itu akan
mengepung kita.?
Sambil mendukung jenazah Biat coat, Boe Kie berkata,
“Baiklah kita berangkat sekarang.? Cie Jiak menyodorkan
kedua tangannya dan menyambut jenazah gurunya dari
tangan Boe Kie. Sesudah itu tanpa mengeluarkan sepatah
kata ia bertindak keluar dari Ban hoat sie.
Sementara itu, orang2 Koen loen, Khong tong dan Hwa
san pay sudah keluar lebih dahulu. Yang terus berdiam
menemani Boe kie adalah Kong boen dan Kong tie. Setelah
rombongan lain lain partai berangkat semua, sambil
merangkap kedua tangannya menghaturkan terima kasih
kepada Boe Kie yang menjawabnya dengan kata kata
merendahkan diri. Akhirnya bersama pendekar2 Boe tong
dan Boe kie, Kong boen dan Kong tie juga turut
meninggalkan Ban hoat sie.
Berjalan belum beberapa jauh, Boe Kie ternyata telah
terlalu lelah, karena dalam menolong rombongan keenam
partai, ia sudah terlalu banyak mengeluarkan tenaga dan
bentrokan dengan Biat coat juga telah melukai bagian
dalam dari tubuhnya. Boh Seng Kok segera menggendong
keponakannya yang sambil digendong, perlahan-lahan
1874
mengerahkan Kioe yang sin kang untuk memulihkan tenaga
dalamnya.
Waktu fajar menyingsing rombongan itu tiba di pintu
kota sebelah barat. Dengan tak banyak sukar, mereka
mengusir tentara yang menjaga pintu. Di tempat yang
jauhnya beberapa li dari pintu kota, Yo Siauw telah
menunggu dengan kuda kuda dan kereta. Sambil tertawa ia
memberi selamat kepada orang2 yang baru saja terlolos dari
lubang jarum.
“Tanpa pertolongan Thio Kauwcoe dan anggota2 Beng
kauw, rombongan keenam partai pasti menemui
kebinasaan,? kata Kong boen Taysoe. “Untuk budi yang
besar itu, kami hanya bisa menghaturkan banyak terima
kasih. Kini kita harus memikiri tindakan selanjutnya dan
kuharap Thio Kauwcoe suka memutuskannya.?
“Aku yang rendah berpengetahuan sangat cetek,? kata
Boe Kie. “Dalam hal ini, aku mohon perintah Hong thio.?
Tapi, biarpun dipaksa, Kong boen Taysoe menolak
untuk memegang pimpinan.
“Tempat ini tak jauh dari kota raja,? kata Thio Siong kee.
Sesudah kita mengacau hebat, raja muda pasti tidak akan
menyudahi saja. Dia pasti akan segera mengirim tentara
yang kuat untuk mengejar kita. Biar bagaimana pun jua kita
tak boleh berdiam lama lama di sini dan harus pergi ke
tempat lain.?
“Paling baik bila raja muda bangsat itu mengirim
tentaranya,? kata Ho Thay ciong. “Kita bisa menghajar
mereka sepuas hati.?
Thio Siong kee menggelengkan kepala. “Aku tidak
setuju,? katanya. “Lweekang kita belum pulih seanteronya
dan pada hakekatnya kita masih mempunyai banyak waktu
1875
untuk menghajar Tat coe. Pada saat ini, jalan yang paling
baik ialah menyingkirkan diri?.
“Thio Shiehiap benar,? kata Kong boen. “Kalau
bertempur, biarpun kita bisa membinasakan banyak Tat
coe, pihak kitapun pasti akan menderita kerusakan besar.
Memang sebaiknya kita menyingkir untuk sementara saat.
Sesudah Kong boen menyatakan pendapatnya, yang lain
tak berani membantah lagi.
“Thio Siehiap, menurut pendapatmu, kemana kita harus
pergi?? tanya Kong boen.
“Tat coe tentu menduga, bahwa kita pergi ke selatan atau
ke tenggara,? jawabnya. “Untuk menyelesaikannya, kita
menyingkir ke tempat yang tidak diduga mereka. Sebaiknya
kita pergi ke Monggolia. Bagaimana pendapat kalian??
Semua orang kaget. Monggolia adalah negeri Tat coe.
Cara bagaimana mereka mau diajak masuk ke sarang
musuh?
Tapi Yo Siauw menepuk nepuk tangan dan berkata
sambil tertawa. “Tepat benar pendapat Thio Siehiap.
Monggolia sedikit penduduknya dan digurun pasir yang
luas, dengan mudah kita mencari tempat sembunyi. Tat coe
tentu menganggap kita bakal kembali ke Tiong goan.
Mereka tak akan mimpi, bahwa kita berbalik menyatroni
sarang mereka.?
Sekarang semua orang tersadar. Diam diam mereka
memuji kecerdasan Thio Siog Kee. Semua orang lalu
menunggang kuda atau naik kereta dan segera berangkat ke
arah utara.
Sesudah melalui kira kira lima puluh li, rombongan itu
berhenti di sebuah selat gunung. Yo Siauw segera
mengeluarkan makanan kering dan arak yang memang
1876
sudah disediakannya. Sambil beromong omong, tokoh
keenam partai menyatakan rasa terima kasihnya terhadap
Boe Kie dan Hoan Yauw yang sudah menolong jiwa
mereka.
Sementara itu, Cioe Cie Jiak dan murid murid Go bie
lainnya menggali lubang dan menguburkan jenazah guru
mereka. Kong boen, Kong tie, Sen Wan Kiauw, Boe Kie
dan yang lain2 bersembahyang dan memberi hormat
terakhir kepada si nenek. Biat coat soethay adalah salah
seorang pendekar kenamaan pada jaman itu. Biarpun
adatnya aneh, ia seorang jujur dan selama hidupnya banyak
menolong sesama manusia, sehingga segenap Rimba
Persilatan menghormatinya. Waktu bersembahyang para
murid Go bie menangis sedu sedan, sedang jago jago
keenam partai turut merasa sedih.
“Orang yang mati tak bisa hidup kembali,? kata Kong
boen taysoe dengan suara nyaring. “Para pendekar Go bie
janganlah terlalu berduka. Asal kalian bisa penuhi
mendiang gurumu, maka biarpun Soethay sudah meninggal
dunia, ia seperti juga masih hidup di dalam dunia. Kali ini
musuh menggunakan racun dan kita semua sama sama
menderita. Kong seng Soetee dari partai kami juga binasa
dalam tangan Tat coe. Sakit hati ini pasti mesti dibalas.
Cara bagaimana kita harus membalasnya, kita sekarang
harus berunding masak masak.?
“Benar,? menyambung Kong tie. “Dalam waktu yang
lampau enam partai bermusuhan keras dengan Beng kauw.
Tak dinyana Thio Kauwcoe membalas kejahatan dengan
kebaikan dan sudah menolong kita semua. Mulai dari
sekarang kedua belah pihak meniadakan permusuhan dan
melupakan segala apa yang sudah terjadi. Hari ini dengan
meminjam kesempatan dari kumpulnya semua partai,
loolap ingin mengajukan sebuah usul. Usul itu ialah kita
1877
beramai ramai mengangkat Thio Kauwcoe sebagai Beng
coe (kepala perserikatan) dari perserikatan partai2 Rimba
Persilatan di wilayah Tiong goan. Dengan berserikat dan
bekerja sama dan bersatu padu, kita berusaha untuk
mengusir Tat coe dari tanah air kita.?
Usul itu disambut dengan sorak sorai gegap gempita oleh
para hadirin. Hanya Cioe Cie Jiak seorang yang tidak
mengeluarkan sepatah kata. Ia menunduk dan memikirkan
janji yang telah diberikannya kepada sang guru.
Boe Kie kaget. Ia menggoyang goyangkan kedua
tangannya dan menggeleng gelengkan kepala. “Tidak bisa!
Tidak bisa!? katanya dengan suara gugup. “Dalam Rimba
Persilatan, sejak dulu Siauw lim pay selalu dianggap sebagai
tetua. Dan mengenai perseorangan yang paling tua dan
paling dihormati dapat dikatakan ialah Thay soehoeku,
Thio Cinjin. Disamping itu, Boe Kie Coe hiap (para
pendekar Boe tong) adalah paman pamanku. Biar
bagaimanapun juga, tak dapat aku si bocah menduduki
kursi Bengcu secara melampaui orang orang tua yang
berkedudukan banyak lebih tinggi daripada aku.?
“Boe Kie,? kata Song Wan Kiauw. “Bahwa hari ini kita
beramai ramai mengangkat kau sebagai Bengcoe, memang
juga sebagian disebabkan oleh pertolonganmu. Tapi selain
itu, pengangkatan ini adalah demi kepentingan umat
manusia di kolong langit. Dengan pengangkatan ini kita
semua mengharap supaya berbagai partai bisa bekerja sama
tidak saling bermusuhan dan lagi bersatu padu dalam
menghadapi kaum penjajah. Kalau Rimba persilatan Tiong
goan tak punya pemimpin umum, mungkin sekali usaha
mengusir Tat coe tak gampang diwujudkan.?
“Boe Kie, usul kedua Sen ceng Siauw lim pay keluar dari
hati yang sejujurnya,? Siong Kee turut membujuk. “Thay
soehoemu sudah berusia begitu lanjut. Apakah kau ingin
1878
beliau memikul beban yang berat itu??
Berganti ganti lain lain tokoh partai coba membujuk, tapi
Boe Kie tetap menolak. “Aku masih terlalu muda dan
berpengetahuan terlalu cetek,? katanya. “Apa yang aku
mempunyai hanyalah ilmu silat. Tanggung jawab seorang
Bengcoe yang sangat berat hanya dapat dipikul oleh orang
orang seperti Hong thio Seng ceng dari Siauw lim pay atau
Song soepeh.?
“Kauwcoe,? kata Yo Siauw, “kalau kesempatan ini lewat
dengan cuma cuma, kita tidak akan mendapatkan lagi.
Adalah maunya Tuhan, bahwa hari ini tokoh tokoh Rimba
Persilatan berkumpul disini dan semua bersamaan
pendapat. Apabila Kauwcoe tetap menolak kedudukan
Bengcoe, maka tiada orang lain yang bisa disetujui dengan
suara bulat oleh segenap orang orang gagah. Kalau mereka
sudah berpencaran, adalah sangat sukar untuk
mengumpulkannya kembali. Hari itu, di atas Kong beng
teng, Kauwcoe menghendaki supaya kita mengakhiri
permusuhan dengan keenam partai dan bekerja sama
dengan satu hati. Apakah Kauwcoe sudah melupakan itu.?
“Kauwcoe!? teriak Hoan Yauw dengan suara tak
sabaran. “Menjadi Bengcoe bukan menjadi kaisar. Kami
bukan ingin menjual lagak dan mengunjuk keangkeranmu.
Kami mengangkat kau demi kepentingan nusa dan bangsa.
Kami ingin kau memikul beban penderitaan rakyat. Apa
kau bukan seorang lelaki? Mengapa kau terus menolak
untuk memikul beban yang berat itu? Dengan menganggap
kau sebagai seorang gagah, Hoan Yauw rela mengabdi di
bawah perintahmu. Sungguh tak nyana, dalam menghadapi
tugasmu, kau menyembunyikan kepala dan buntut!?
Mendengar teguran pedas itu, muka Boe Kie berubah
merah. Sambil merangkap kedua tangannya dan
membungkuk, ia berkata. “Hoan Yoesoe benar. Aku
1879
menghaturkan terima kasih untuk teguran itu. Memang
juga seorang lelaki yang hidup di antara langit dan bumi
tidak melarikan diri dari kesukaran dan penderitaan.?
Seraya menyoja semua orang, ia berkata. “Aku tak menolak
lagi kecintaan Coe wie (tuan tuan). Semoga usaha kita akan
berhasil dan cita cita kita akan tercapai dalam waktu yang
sesingkat2nya.?
Sorak sorai dan tepuk tangan yang menyambut
pernyataan Boe Kie itu, menggetarkan seluruh selat.
Yo Siauw segera mengambil sebuah kantong kulit yang
berisikan arak, menggores jari tangannya dan meneteskan
darahnya ke dalam arak. Satu persatu, para tokoh persilatan
menuruti contoh itu dan kemudian menceguk arak yang
tercampur darah. Upacara tersebut merupakan suatu
sumpah, bahwa mulai hari itu mereka bersepakat, bersatu
padu dan bekerja sama untuk mengusir penjajah dari bumi
Tiong kok.
Boe Kie girang bercampur kuatir. Ia berkuatir karena
bebannya sungguh sungguh berat. Tapi mengingat
perkataan Hoan Yauw, hatinya menjadi tenang. Seorang
laki laki tidak boleh melarikan diri dari tugasnya. Seorang
manusia hanya bisa berusaha sekuat kuatnya dengan
seantero tenaga. Apa usaha itu akan berhasil atau tidak,
terserah kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Selama beberapa bulan, Boe Kie telah menghadapi
macam2 gelombang. Hari ini, waktu menerima kedudukan
Bengcoe, di dalam hati ia merasa terlebih tenang daripada
waktu menerima kedudukan Kauwcoe dari Bengkauw. Hari
ini, ia menjadi Bengcoe dengan tujuan yang nyata dan
tekad yang bulat. Hari itu, ia rasa bimbang sebab ia
mengenal Bengkauw sebagai agama yang lurus tercampur
jahat.
1880
Sesudah selesai upacara membentuk perserikatan, Boe
Kie berkata. “Sekarang dunia berada dalam ketakutan. Para
anggota Bengkauw telah disebar keempat penjuru untuk
menunggu ketika yang baik guna memulai usaha kita. Aku
mengharap para tetua berbagai partai menturuti tindakan
murid murid Bengkauw dalam membentuk pasukan
pasukan sukarela. Aku mengharap supaya semua
menyampingkan kepentingan pribadi dan menyingkirkan
setiap kemungkinan yang bisa mengakibatkan permusuhan
antara kawan sendiri. Jika terjadi suatu perselisihan, orang
yang tersangkut harus melaporkan kepada Ciang boen jin
dari partainya. Maka soal itu tidak dapat dibereskan oleh
Ciangboen tersebut, maka dengan bantuan para tetua
partai, aku sendiri yang akan coba membereskannya.
Semua orang mengiakan permintaan Bengcoe.
“Sesudah urusan ini mendapat keberesan, aku perlu
kembali ke kota raja guna sebuah urusan pribadi,? kata pula
Boe Kie. “Di sini saja aku meminta diri. Dalam beberapa
tahun bakal datang dengan bahu membahu, kita harus
melakukan pertempuran mati hidup melawan Tat coe.?
Dengan sorak sorai seluruh rombongan mengantarkan
Bengcoe sampai di luar selat. Waktu mau berpisahan Yo
Siauw berkata, “Kauwcoe! Kau adalah harapan orang
orang gagah di seluruh negeri. Kuharap kau bisa menjaga
diri.?
“Aku akan perhatikan pesanan saudara,? kata Boe Kie
sambil mencambuk kudanya yang segera lari ke arah
selatan.
Waktu sudah dekat dengan kota raja, Boe Kie ingat
bahwa sesudah terjadinya pertempuran di Ban hoat sie, ia
tentu dikenali oleh banyak kaki tangan Jie lam ong. Jika
bertemu dengan mereka mungkin sekali ia akan
1881
menghadapi banyak kesukaran. Mengingat begitu, ia segera
mampir di rumah seorang petani, membeli seperangkat
pakaian petani, memakai tudung dan memoles mukanya
dengan tanah liat. Sesudah itu ia barulah masuk ke dalam
kota.
Setibanya di depan rumah penginapan di See shia,
sesudah mengamat amati keadaan barulah ia masuk ke
kamarnya. Siauw Ciauw kelihatan berduduk di samping
jendela. Ia sedang menjahit. Melihat masuknya seorang
muka coklat, si nona terkejut dan sesaat kemudian barulah
ia mengenali Boe Kie. Dengan paras berseri-seri, ia
berkata,? Kauwcoe, kau membuat aku kaget sekali. Kukira
seorang petani tolol kesalahan masuk ke kamar ini.?
“Kau jahit apa?? tanya Boe Kie.
Paras muka si nona berubah merah, buru-buru ia
menyembunyikan pakaian yang sedang dijahitnya
dibelakangnya. “Tak apa-apa,? jawabnya serta menyelipkan
pakaian itu di bawah bantal. Ia lalu menuang teh untuk Boe
Kie dan berkata sambil tertawa, “Apa Kongcoe mau cuci
muka??
“Tidak,? sahutnya sambil mengangkat cangkir teh.
Sambil meneguk teh ia berpikir, “Tio Kauwnio ingin aku
menemaninya untuk meminjam To liong-to. Aku tidak bisa
menolak. Pertama, sebagai laki laki aku tidak bisa menarik
pulang janji dan kedua aku memang ingin menyambut Gie
hoe pulang ke Tiong goan. Gie hoe mempunyai musuh dan
sesudah kedua matanya buta, ia pasti tak akan bisa
membela dirinya sendiri. Tapi sekarang sesudah
berserikatnya berbagai partai, semua permusuhan lama
sudah disingkirkan. Asal aku berada sama2 orang pasti tak
akan mengganggu Gie hoe. Tapi pelayaran sangat
berbahaya. Siauw Ciauw tidak boleh mengikut. Bagaimana
baiknya? Hmm.. ya begini saja. Aku akan minta bantuan
1882
Tio Kauwnio supaya Siauw Ciauw bisa dititipkan di Ong
hoe untuk sementara waktu. Dengan berdiam di gedung
raja muda keselamatannya lebih terjamin daripada di
tempat lain.? Memikir begitu, ia tersenyum.
“Kongcoe, mengapa kau tertawa? Kau lagi pikir apa??
tanya si nona.
“Aku mau pergi ke sebuah tempat yang sangat jauh,?
jawabnya. “Tak bisa aku membawa kau. Aku telah memikir
sebuah tempat, dimana kau bisa berdiam sementara waktu.?
Paras muka Siauw Ciauw lantas saja berubah.
“Kongcoe, kemanapun kau pergi aku mau mengikut,?
katanya. “Siauw Ciauw sudah biasa melayani kau setiap
hari. Aku tidak mau berdiam di tempat orang yang belum
dikenal.?
“Aku mengambil keputusan itu untuk kebaikanmu
sendiri,? Boe Kie membujuk. “Tempat itu sangat jauh dan
perjalanan penuh dengan bahaya. Aku sendiri tak tahu,
sampai kapankah aku kembali.?
“Kongcoe, waktu berada di gua di Kong beng teng,
Siauw Ciauw telah mengambil keputusan untuk terus
mengikuti kau, kemana juga kau pergi. Kau hanya bisa
menolak tekadku dengan membunuh aku. Kongcoe, apakah
kau merasa sebal terhadapku dan tidak mau aku terus
mengikuti??
“Tidak! Kau tahu, bahwa aku sangat menyayang kau
dan aku hanya tidak mau kau menempuh bahaya yang
sebenarnya tidak perlu ditempuh. Begitu lekas kembali, aku
akan mencarimu.?
Si nona menggeleng-gelengkan kepala. “Aku bersedia
untuk menghadapi bahaya apapun jua,? katanya dengan
suara mantap.
1883
Boe Kie terharu. Sambil memegang tangan si nona, ia
berkata dengan suara lemah lembut. “Siauw Ciauw, aku
tidak mau mendustai kau. Aku telah meluluskan
permintaan Tio Kouwnio untuk mengawani dia dalam
menyeberangi lautan. Kau tahu, pelayaran penuh bahaya.
Tapi aku mesti pergi juga. Aku sungguh tak mau kau turut
menghadapi bahaya.?
Paras muka Siauw Ciauw bersemu merah. “Kalau kau
pergi bersama2 Tio Beng, lebih-lebih aku mesti mengikut,?
katanya. Sesudah berkata begitu, ia kelihatan kemalumaluan
dan air mata berlinang-linang di kedua matanya.
“Mengapa kau lebih2 mau mengikut??
“Karena Tio Kouwnio seorang yang hatinya beracun.
Kita tidak bisa menaksir apa yang akan diperbuatnya
terhadapmu. Dengan berada bersama-sama, aku bisa turut
mengamat-amati keselamatanmu.?
Tiba-tiba jantung Boe Kie melonjak. “Ah! Apa Siauw
Ciauw jatuh cinta kepadaku?? tanyanya di dalam hati.
Sesudah memikir beberapa saat, ia berkata sambil tertawa.
“Baiklah, kau boleh ikut. Tapi kau tak boleh menyesal.?
Tak kepalang girangnya si nona. “Kalau aku menyusahi
kau dengan pernyataan menyesal, kau boleh melemparkan
diriku ke lautan supaya aku dimakan ikan besar,? katanya
sambil tersenyum.
Boe Kie tertawa nyaring. “Bagaimana kau tega
berpisahan dengan kau?? katanya.
Persahabatan antara Boe Kie dan Siauw Ciauw sudah
berjalan lama. Di dalam perjalanan, kalau rumah
penginapan kekurangan kamar, kadang-kadang mereka
terpaksa tidur dalam satu kamar. Tapi belum pernah
mereka berbicara atau melakukan sesuatu yang melampaui
1884
batas2 kepantasan. Siauw Ciauw selalu menempatkan
dirinya sebagai pelayan, sedang Boe Kie yang bersikap
sebagai seorang kakak, belum pernah mengeluarkan
perkataan yang tidak pantas. Sekarang, begitu perkataan
“bagaimana aku tega berpisahan dengan kau? keluar dari
mulutnya, begitu ia merasa bahwa ia telah kesalahan
omong. Mukanya berubah merah dan buru-buru ia
memalingkan muka ke jurusan lain.
Siauw Ciauw menghela napas.
“Mengapa kau menghela napas?? tanya Boe Kie.
“Ada banyak orang yang tak tega kau berpisahan. Cioe
Kouwnio dari Go bie pay. Tio Kouwnio dari gedung Jie
lam ong dan di hari kemudian, entah masih ada berapa
banyak orang lagi. Di dalam hatimu, mana bisa jadi kau
memikiri seorang pelayan kecil seperti aku??
“Siauw Ciauw, kau selalu berlaku sangat baik
terhadapku. Apa aku kira aku tak tahu? Apakah aku
seorang manusia yang tak ingat budinya orang?? Waktu
bicara begitu, suara Boe Kie mengunjuk, bahwa ia berbicara
dari lubuk hatinya yang putih bersih.
Si nona malu bercampur girang. Sambil menundukkan
kepala, ia berkata dengan suara perlahan. “Aku belum
pernah melakukan sesuatu yang berharga untukmu. Asal
saja kau mempermisikan aku untuk melayani selamalamanya,
asal aku bisa menjadi pelayanmu seterusnya,
hatiku sudah merasa puas. Kongcoe, semalam suntuk kau
tak tidur. Kau tentu capai. Pergilah tidur.? Sehabis berkata
begitu, ia membuka kasur. Boe Kie merebahkan diri, maka
ia sendiri menjahit di bawah jendela. Tak lama kemudian
Boe Kie tertidur.
Sampai magrib, Boe Kie baru tersadar dari pulasnya.
Sesudah makan semangkok mie, ia berkata, ?Siauw Ciauw,
1885
aku mau ajak kau pergi menemui Tio Kouwnio untuk
meminjam Ie thian kiam guna memutuskan rantai yang
mengikat kaki tanganmu.?
Di tengah jalan, mereka bertemu dengan banyak tentara
Mongol dan penjagaan sangat ketat. Boe Kie tahu, bahwa
diperketatnya penjagaan adalah akibat kekacauan semalam.
Tak lama kemudian mereka tiba di rumah makan kecil
yang semalam. Setelah masuk, Tio Beng sudah berada di
situ. Ia sedang minum arak sendirian. Ia berbangkit dan
berkata sambil tertawa, “Thio Kongcoe, kau seorang yang
boleh dipercaya.
Boe Kie mengawasi nona Tio. Ia mendapat kenyataan,
bahwa paras si nona tenang tenang saja, sedikitpun tak
mengunjuk rasa gusar. Dengan meja sudah tersusun dua
pasang sumpit. Sesudah membungkuk Boe Kie segera
duduk di sebuah kursi dan Siauw Ciauw sendiri berdiri
menunggu di tempat yang agak jauh.
Sambil menyoja Boe Kie berkata, “Tio Kouwnio, dalam
kejadian semalam, aku telah berdosa terhadapmu dan
kuharap kau suka memaafkan.?
“Aku merasa sangat sebal melihat Hankie yang seperti
siluman,? kata si nona. “Bahwa kau sudah menyuruh orang
untuk membunuhnya, aku sebenarnya harus menghaturkan
terima kasih. Ibu memuji kau sebagai pemuda pintar.?
Boe Kie terkejut.
Nona Tio tersenyum dan berkata pula, “Bahwa kau
sudah menolong orang-orang itu, pada hakekatnya kau tak
merasa keberatan. Mereka tak suka menakluk. Perlu apa
aku menahan lama-lama. Sesudah kau menolong mereka,
mereka tentu merasa sangat berterima kasih terhadapmu.
Di dalam Rimba Persilatan kau sekarang menjadi orang
1886
gagah yang terutama. Semua orang merasa berhutang budi
terhadapmu. Thio Kongcoe, untuk itu aku memberi selamat
dengan secawan arak,? ia tertawa dan mengangkat
cawannya.
Sesaat itu tiba2 berkelebat bayangan manusia dan Hoan
Yauw bertindak masuk. Lebih dulu ia memberi hormat
kepada Boe Kie dan kemudian berlutut di hadapan Tio
Beng. “Kongcoe,? katanya, “Kouw Tauwtoo mohon
meminta diri.?
Tio Beng tak membalas pemberian hormat itu. “Kouw
Taysoe,? katanya dengan suara dingin. “Hebat sungguh kau
mendustai aku.?
Hoan Yauw bangun berdiri dan berkata sambil
membungkuk. “Kouw Tauwtoo she Hoan bersama Yauw
Kong beng Yoeseo dari Bengkauw. Karena kerajaan
memusuhi Beng kauw, maka waktu masuk ke gedung Jia
lam ong, aku terpaksa menyamar. Koen Coe telah
memperlakukan aku secara baik sekali, sehingga oleh
karenanya, aku sekarang menghadap Koencoe untuk
berpamitan.
“Kau mau pergi boleh pergi,? kata Tio Beng. “Tak usah
kau unjuk banyak peradatan.?
“Seorang lelaki harus berlaku terus terang,? kata Hoan
Yauw. “Mulai dari sekarang, aku yang rendah merupakan
seorang musuh dari Koencoe. Kalau aku tidak bisa
memberitahukan secara terang terangan, hatiku merasa tak
enak dan aku berbuat tak pantas terhadap Koencoe yang
sudah memperlakukan aku secara pantas.?
Tio Beng menengok pada Boe Kie dan berkata, “Ilmu
apa yang dimiliki olehmu, sehingga orang-orangmu semua
rela membela kau dengan jiwa mereka??
1887
“Kami bekerja untuk negara, untuk rakyat, untuk
menolong sesama manusia dan untuk mempertahankan gie
khie (semangat persahabatan yang paling tinggi). Hoan
Yoesoe dan aku belum kenal satu sama lain. Tapi begitu
bertemu, kita lantas menjadi sahabat karib. Kita
mempunyai pendapat dan tujuan yang sama. Dengan
demikian usaha kita untuk mempertahankan gie kie dan
kawan kawan sendiri, tidaklah tersia-sia.?
Hoan Yauw tertawa terbahak-bahak. “Kauwcoe,?
katanya, “perkataanmu memang cocok sungguh dengan
apa yang dipikir olehku. Kauwcoe, kuharap kau menjaga
diri baik-baik. Nona ini sangat lihay. Dia bukan wanita
biasa. Kuharap Kauwcoe suka berwaspada.?
Tio Beng tertawa. “Terima kasih untuk pujian Kouw
Taysoe,? katanya.
Sesudah mengangguk, Hoan Yauw segera berlalu.
Waktu lewat di depan Siauw Ciauw, ia kelihatan terkejut,
paras mukanya berubah pucat dan seolah-olah ia melihat
sesuatu yang sangat menakutkan. “Kau… kau!…? katanya.
“Mengapa aku?? tanya Siauw Ciauw.
Hoan Yauw mengawasi dengan mata membelalak.
Selanjutnya ia menggeleng gelengkan kepala dan berkata,
“Bukan… bukan… aku… aku salah lihat.? Ia menolak pintu
dan berjalan keluar, sedang mulutnya berkata, “Sungguh
sama… sungguh sama…?
Tio Beng dan Boe Kie saling mengawasi. Mereka merasa
heran dan tak tahu siapa yang dimaksudkan oleh Hoan
Yauw.
Sekonyong konyong di tempat jauh terdengar suara dan
teriakan tiga kali panjang, dua kali pendek. Suara itu
nyaring dan tajam, seperti seseorang memanggil kawan.
1888
Tiba-tiba Boe Kie terkejut. Ia ingat, bahwa teriakan itu
tanda rahasia Go bie pay dalam mengumpulkan kawan.
Waktu bertemu dengan rombongan Biat coat Soethay di
See hek, beberapa kali ia pernah mendengar tanda rahasia
itu untuk menghadapi Beng kauw. “Mengapa Go bie pay
kembali lagi di kota raja?? tanyanya di dalam hati. “Apa
mereka bertemu dengan musuh??
Sebelum ia mengambil keputusan apa yang harus
diperbuatnya, Tio Beng sudah berkata, “Ah, itulah tanda
Go bie pay. Mereka rupa2nya sedang menghadapi
persoalan yang sangat mendesak. Mari kita menyelidiki.
Apa kau setuju??
“Bagaimana kau tahu teriakan itu tanda rahasia Go bie
pay?? tanya Boe Kie.
“Mengapa aku tak tahu?? kata si nona sambil tersenyum.
“Di See hek, sebelum mendapat kesempatan untuk turun
tangan, empat hari dan empat malam, dengan orangorangku
aku menguntit mereka.?
“Baiklah, aku setuju untuk menyelidiki,? kata Boe Kie.
“Tapi Tio Kouwnio lebih dahulu aku ingin meminta pinjam
Ie thian kiam.?
Si nona tertawa. “Sungguh jempol ilmu hitungmu.
Sebelum aku meminjam To liong to, kau sudah mendahului
meminjam Ie thian kiam,? katanya seraya membuka tali
ikatan pedang dan menyodorkannya kepada Boe Kie.
Sambil menghunus senjata mustika itu, Boe Kie berkata,
“Siauw Cie Coe kemari!?
Siauw Ciauw menghampiri dan dengan beberapa kali
membabat semua rantai yang mengikat kaki tangannya
sudah terputus. Ia berlutut dan berkata, “Terima kasih
Kongcoe, terima kasih Koencoe.?
1889
Boe Kie segera memasukkan Ie thian kiam ke dalam
sarung dan memulangkannya kepada Tio Beng. Ketika itu
teriakan-teriakan Go bie pay makin menghebat.
“Mari kita pergi!? kata Boe Kie.
Tio Beng mengeluarkan sepotong emas dan
melemparkannya di atas meja, bersama Boe Kie dan Siauw
Ciauw ia segera berjalan keluar dengan tindakan lebar.
Karena kuatir ilmu mengentengkan badan Siauw Ciauw
masih terlalu cetek dengan tangan kanan Boe Kie menarik
tangan si nona sedang tangan kirinya mendorong pinggang.
Sambil memberi bantuan itu, ia mengikuti di belakang Tio
Beng. Sesudah berlari lari beberapa puluh tombak, ia
merasa bahwa badan Siauw Ciauw sangat enteng dan
tindakannyapun sangat cepat. Ia heran dan menarik pulang
bantuannya. Tapi biarpun sudah tidak dibantu, nona itu
masih terus dapat merendenginya. Walaupun waktu itu Boe
Kie menggunakan ilmu ringan badan yang paling tinggi,
tindakannya sudah cukup cepat. Bahwa Siauw Ciauw dapat
mengikutinya merupakan bukti bahwa kepandaian si nona
tidak dapat dipandang rendah.
Tak lama kemudian sesudah melewati beberapa jalanan
kecil mereka tiba di luar sebuah tembok tua yang sudah
runtuh disana sini. Tiba-tiba Boe Kie mendengar
pertengkaran antara beberapa orang wanita dan ia tahu,
bahwa murid-murid Go bie berada di dalam tembok itu.
Sambil menarik tangan Siauw Ciauw ia melompati tembok
dan hinggap di antara rumput alang-alang. Ia mendapat
kenyataan, bahwa mereka berada di dalam sebuah taman
yang sudah lama tidak terurus. Di lain saat, Tio Beng
menyusul dan mereka bertiga lalu bersembunyi di antara
rumput tinggi.
Di sebelah utara taman terdapat sebuah pendopo rusak
1890
dimana terlihat bayangan beberapa belas orang. Sekonyongkonyong
terdengar suara seorang wanita. “Kau adalah
murid termuda dalam partai kita. Baik dalam nama atau
kepandaian, tak pantas kau jadi Ciangboenjin dari partai
kita…?
Boe Kie segera mengenali bahwa yang berbicara adalah
Teng Bin Koen. Dengan merangkak ia maju mendekati
pendopo itu dan menyembunyikan diri pada jarak beberapa
tombak.
Malam itu malam tak berbulan dan di langit hanya
terdapat bintang-bintang yang berkelap kelip. Tapi mata
Boe Kie sangat awas. Sayup2 ia melihat murid-murid Go
bie pay ada kepala Biat coat soethay. Di samping murid
kepala itu berdiri seorang wanita yang bertubuh agak
jangkung dan mengenakan baju warna hijau. Orang itu
adalah Cioe Cie Jiak.
Teng Bing kun terus mendesak dengan suara
menyeramkan. “Coba kau bilang… Bilang, lekas bilang!…?
“Apa yang dikatakan Teng soecie memang tak salah,?
kata nona Cioe. “Siauw moay adalah murid termuda dari
partai kita. Baik dalam nama, maupun dalam ilmu silat,
kepandaian, kecerdasan dan kemuliaan siauwmoay tidak
pantas untuk menjadi Ciangboenjin. Pada waktu Siansoe
(mendiang guru) menyerahkan beban yang berat ini,
siauwmoay telah menolak sekeras-kerasnya. Tapi siansoe
marah besar. Beliau memaksa supaya siauwmoay
bersumpah berat untuk tidak melanggar kemauannya.?
“Memang benar,? kata seorang wanita yang mengenakan
pakaian pendeta. “Memang benar, ketika siansoe mau
berangkat pulang ke alam baka beliau telah mengatakan
bahwa Cioe Soemoay harus menjadi Ciangboenjin dari
partai kita. Pesanan itu telah didengar oleh kita semua.
1891
Bahkan para orang gagah dari Siauw lim, Boe tong, Koen
loen, dan Khong tong pun bisa menjadi saksi.?
“Siansoe adalah seorang yang sangat cerdas dan
berpemandangan jauh,? menyambung seorang murid pria
yang berusia setengah tua. “Dengan menghendaki bahwa
Cioe soemoay menjadi pemimpin kita, beliau tentu
mempunyai maksud yang mendalam. Kita semua telah
menerima budi Siansoe yang sangat besar dan adalah
selayaknya jika mentaati pesanan siansoe. Kita harus
menunjang Cioe soemay dalam usaha menaikkan derajat
partai kita.?
Teng Bin Koen tertawa dingin. “Pang soeko
mengatakan, bahwa Siansoe pasti mempunyai maksud yang
mendalam,? katanya dengan nada mengejek. “Kata-kata
itu, siansoe pasti mempunyai maksud yang mendalam
adalah tepat sekali. Bukankah semua orang, baik yang di
atas maupun di bawah menara telah mendengar perkataan
Kouw Tauwtoo dan Ho Pit Ong? Siapa ayah dan ibunya
Cioe soemoay? Mengapa siansoe memilih kasih? Apakah
kita semua masih mengerti??
Sebagaimana diketahui, sebagai guyon guyon Hoan
Yauw telah mengatakan bahwa Biat coat soethay adalah
kecintaannya dan bahwa Cioe Jiak adalah anak mereka.
Hoan Yauw memang gila-gilaan dan masih memiliki sie
khie (sifat2 yang sesat). Tapi perkataan Ho Pit Ong telah
terdengar oleh banyak orang. Biar bagaimanapun jua,
mendengar itu, banyak orang jadi bersangsi, karena
percintaan lelaki dan perempuan, tak peduli siapa adanya
mereka, adalah kejadian yang lumrah di dalam dunia.
Dengan demikian, tuduhan Teng Bin Koen, bahwa Biat
coat memilih kasih sebab Cie Jiak adalah anaknya sendiri,
memang kedengarannya beralasan juga. Maka itulah,
sehabis perempuan itu melepaskan racunnya, murid2 Go
1892
bie pay membungkam semua.
Tak kepalang gusarnya nona Cioe. Dengan suara
bergemetaran, ia berkata. “Teng Soecie! Jika kau tak setuju
siauwmoay menjadi Ciangboenjin, kau boleh mengatakan
terang2an. Tapi dengan menjatuhkan fitnah membabi buta
kepada Siansoe dan merusak nama Siansoe yang putih
bersih, kau berdosa besar. Mendiang ayah she Cioe
bernama Coe Ong, sedang mendiang ibuku seorang she Sie.
Atas pertolongan Cinjin dari Boe tong pay, siauwmoay
berguru kepada Siansoe. Sebelum itu, siauwmoay belum
pernah mengenal siansoe. Teng Soecie! Kau telah
menerima budi Siansoe, tapi hari ini sedang tulang
belulangnya Siansoe belum menjadi dingin, kau sudah
berani melontarkan tuduhan yang sangat keji itu…? Ia tak
meneruskan perkatatannya dan air matanya mulai
mengucur.
Teng Bin Koen tertawa dingin. “Siapapun juga tahu,
bahwa kau sangat mengilar untuk menjadi Ciangboenjin,?
katanya. “Tapi sebelum disetujui saudara2 kita, kau telah
coba2 mengunjuk keangkeranmu dan menjual lagak galak.
Merusak nama Siansoe! Berdosa sangat besar! Kau ingin
menghukum aku bukan? Kini aku ingin mengajukan sebuah
pertanyaan;
“Sesudah menerima pesan Siansoe untuk menjadi
Ciangboenjin, kau sebenarnya harus segera pulang ke Go
bie guna mengurus urusan2 partai. Tapi mengapa kau
kembali ke kota raja? Sesudah Siansoe meninggal dunia di
dalam partati terdapat banyak sekali urusan yang harus
segera diurus. Aku tanya, mengapa kau balik ke kota raja??
“Siauwmoay kembali ke kota raja untuk menunaikan
tugas berat yang diberikan Siansoe,? jawabnya.
“Tugas apa?? mendadak si perempuan she Teng
1893
bertanya. “Kita berada di antara saudara saudara sendiri,
kau boleh memberitahukan terang terangan.?
“Tugas ini merupakan rahasia besar bagi partai kita,?
sahut nona Cioe. “Rahasia itu hanya boleh diketahui oleh
seorang Ciangboenjin. Aku menyesal tak bisa
memberitahukan kepada siapapun jua.?
Teng Bin Koen mengeluarkan suara di hidung. “Huh!
Huh!? katanya. “Kau mau coba berlindung di balik pangkat
Ciangboenjin. Huh! Tak bisa kau memperdayai aku. Partai
kita bermusuhan hebat dengan Mo kauw. Banyak sekali
saudara saudara kita yang binasa di dalam tangan Mo kauw
dan orang orang Mo kauw yang mampus di bawah pedang
Ie thian kiam tidak bisa dihitung berapa banyaknya.
Meninggalnya siansoe juga kalau beliau tak sudi menerima
pertolongan pemimpin Mo kauw. Tapi mengapa jenazah
Siansoe masih belum dingin, kau kembali ke kota raja untuk
mencari penjahat cabul she Thio itu, si kepala siluman??
Boe Kie menggigil. Sesaat itu, tiba-tiba pipinya dicolek
orang. Ia menengok. Orang yang mencoleknya ialah Tio
Beng. Muka Boe Kie lantas berobah merah. “Apa benar
Cioe Kauwnio mencari aku?? tanyanya di dalam hati.
Cie Jiak merasa dadanya seperti mau meledak. Sambil
menuding ia membentak dengan suara terputus-putus.
“Kau!… kau!… bagaimana kau berani mengeluarkan kata
kata itu??
Teng Bin Koen menyeringai. “Kau masih mau
menyangkal?? tanyanya. Kau menyuruh kami pulang ke Go
bie lebih dahulu. Waktu ditanya mengapa kau kembali ke
kota raja, kau menjawab secara tidak terang. Itulah
sebabnya mengapa kami menguntit kau. Kau telah
menanyakan ayahmu, Kauw Tauwtoo, tentang tempat
kediamannya si penjahat cabul. Apa kau kira kami tak
1894
tahu? Kau telah pergi ke rumah penginapan untuk mencari
penjahat cabul itu. Apa kau rasa kami tak tahu??
Mendengar cacian “penjahat cabul? yang dikeluarkan
berulang ulang, biarpun sabar darah Boe Kie meluap juga.
Tiba-tiba ia merasa lehernya ditiup orang. Ia tahu bahwa
nona Tio mengejeknya kembali.
Sementara itu, si perempuan she Teng sudah
menyemburkan lagi racunnya. “Siapa yang mau dicari
olehmu dan dengan siapa kau ingin bersahabat, orang luar
memang tak dapat mencampuri. Tapi penjahat cabul she
Thio itu adalah musuh besar partai kita. Waktu orang
mengangkat dia menjadi Bengcoe sebagai Ciangboenjin Go
bie pay mengapa kau tidak menentang? Biarpun kita kalah
suara, tapi sedikitnya kita sudah menyatakan di hadapan
umum bahwa partai kita tidak menyetujui pengangkatan
itu. Waktu itu aku memperhatikan kau. Ah! Kau
kelihatannya girang sungguh. Paras mukamu berseri seri.
Waktu di Kong beng teng, Siansoe memerintahkan kau
membunuh penjahat cabul itu, dia sama sekali tidak coba
membela diri. Sebaliknya dari itu bermain mata dengan
kau. Kau sengaja memberi tikaman yang sangat enteng.
Siapa bisa percaya bahwa kau tidak mempunyai
perhubungan rahasia dengan penjahat itu??
Kepala nona Cioe puyeng. Ia mendekap muka dan
menangis. “Siapa… bermain mata…,? katanya dengan
suara parau. “Mengapa kau memfitnah orang dengan katakata
yang tidak enak didengar itu??
Teng Bin Koen tertawa dingin. “Kata kataku tak enak
didengar?? ejeknya. “Tapi bagaimana perbuatanmu?
Perbuatanmu yang tidak enak dilihat, perkataanmu
memang sedap sekali. Huh… huh… misalnya tadi siang
kau berkata begini kepada pengurus rumah penginapan.
Mohon tanya, apa disini ada seorang tamu she Thio? Kata
1895
kau lagi, ia berusia kira kira dua puluh tahun, tubuhnya
jangkung. Mungkin sekali ia menggunakan lain she. Kau
mengatakan itu semua dengan suara yang sungguh merdu.?
Dalam ejekannya itu, Teng Bin Koen meniru suara Cioe
Cie Jiak dengan lagak yang genit sekali. Di tengah malam
yang sunyi sekali suaranya membangunkan bulu roma.
Tak kepalang gusarnya Boe Kie. Hampir2 ia melompat
keluar. Syukur juga ia masih dapat mempertahankan diri,
karena ia ingat bahwa ia tidak boleh mencampuri urusan
dalam Go bie pay dan jika ia turun tangan, tindakannya
akan lebih merugikan nona Cioe. Dengan demikian biarpun
darahnya meluap ia tidak bisa bergerak.
Dalam Go bie pay semula terdapat sejumlah murid yang
ingin mentaati kemauan guru mereka dan menyokong Cie
Jiak sebagai Ciangboenjin. Tapi sesudah mendengar
perkataan Teng Bin Koen, hati mereka menjadi goncang.
Go bie pay dan Beng kauw memang bermusuhan keras
sedang mereka harus mengakui memang ada suatu
perhubungan antara Cie Jiak dan Boe Kie. Bagaimana
kalau Cie Jiak menyerahkan Go bie pay ke dalam tangan
Beng kauw? Itulah jalan pikiran mereka.
Sementara itu, Teng Bin Koen berkata pula, “Cioe
soemoay, kau masuk dalam partai kita atas pujian Thio
Cinjin dari Boe tong pay. Penjahat cabul she Thio itu
adalah anaknya Thio Ngo hiap dari Boe tong pay. Tak
seorangpun bisa menanggung bahwa di dalam hal ini tidak
terselip suatu siasat yang aneh.? Sehabis berkata begitu
seraya berpaling kepada saudara saudari seperguruannya, ia
berteriak. “Saudara saudari sekalian! Memang Siansoe telah
memesan untuk mengangkat Cioe moay sebagai
Ciangboenjin partai kita. Tapi beliau pasti tak menduga,
bahwa begitu beliau menutup mata Ciangboenjin kita lantas
saja pergi mencari Kauwcoe dari Mo kauw. Kejadian ini
1896
bersangkut paut dengan mati hidupnya partai kita. Kejadian
ini bukan kejadian kecil yang dapat dikesampingkan dengan
begitu saja. Kalau malam ini Siansoe masih hidup, beliau
pasti akan mengangkat seorang lain. Cita2 Siansoe adalah
kegemilangan partai kita. Siansoe pasti tidak menghendaki
bahwa partai kita musnah di dalam tangan Mo kauw. Maka
itulah menurut pendapat Siauwmoay, kita semua harus
berusaha untuk mewujudkan cita cita Siansoe yang sangat
luhur itu. Kita sekarang menuntut supaya Cioe Soemoay
menyerahkan cincin Ciangboenjin supaya kita bisa
mengangkat seorang yang cocok untuk menjadi pemimpin
kita, untuk menjadi Ciangboenjin dari Go bie pay. Inilah
usul Siauwmoay.?
Usul itu segera disetujui oleh lima enam orang.
“Aku telah menerima perintah Siansoe untuk menjadi
Ciangboenjin dan tak dapat aku menyerahkan cincin ini,?
kata Cie Jiak. “Sebenarnya aku tak kepingin untuk menjadi
Ciangboenjin, tapi aku sudah bersumpah berat dan aku
pasti tak bisa menyia-nyiakan harapan Siansoe.?
“Kau mau serahkan atau tidak?? bentak Teng Bin Koen.
“Menurut peraturan partai, larangan pertama tak boleh
menghina guru dan larangan kedua tak boleh berjina. Dan
kau masih mau mengurus partai kita??
“Nonamu bakal celaka!? bisik Tio Beng di kuping Boe
Kie. “Jika kau suka memanggil aku dengan kata-kata Ciecie
yang baik, aku bersedia untuk menolong dia.?
Boe Kie tahu, bahwa nona Tio yang sangat pintar tentu
sudah mempunyai akal untuk menolong Cie Jiak. Tapi
karena ia berusia lebih tua, maka ia merasa agak jengah
untuk memanggil Ciecie kepadanya. Selagi ia bersangsi, Tio
Beng berkata pula. “Kalau kau tak suka terserahlah
kepadamu. Aku sekarang ingin berlalu.?
1897
Dengan apa boleh buat, Boe Kie segera berkata dengan
suara perlahan. “Ciecie yang baik…?
Si nona tertawa, tapi baru saja ia mau melompat keluar,
orang2 Go bie rupa rupanya sudah merasakan bahwa
sedang diintip orang. “Siapa disitu?? bentak Teng Bin Koen.
Sekonyong konyong di luar tembok terdengar batuk
batuk, diiringi dengan suara orang nenek nenek. “Apa yang
dilakukan oleh kamu di tengah malam buta?? Di lain saat
dua manusia lain sudah berada di pendopo itu. Boe Kie
segera mengenali bahwa nenek yang bertongkat adalah Kim
Hoa po po, sedangkan kawannya, seorang wanita yang
bermuka jelek, bukan lain daripada Coe Jie atau A-iee,
saudara sepupunya sendiri.
Sebagaimana diketahui, pada waktu enam partai
persilatan menyerang Kong beng teng Cie Jie telah dibawa
lari oleh Wie It Siauw. Waktu mendekati Kong beng teng
dengan diuber oleh In Ya Ong (ayah Coe Jie) dan Boe Kie,
Wie Hok tong melepaskan si nona di lereng gunung, dan
belakangan, ketika ia mencarinya kembali Coe Jie sudah
menghilang.
Semenjak perpisahan, Boe Kie seringkali memikiri nasib
nona itu. Sekarang secara tak diduga duga, ia muncul
bersama Kim Hoa po po. Bukan main girangnya Boe Kie
hampir2 ia berteriak memanggilnya.
“Kim hoa po po, perlu apa kau datang ke sini?? tanya
Teng Bin Koen.
“Mana gurumu??
“Kemarin siansoe meninggal dunia. Huh! Kau sudah
mencuri dengar di luar tembok, tapi kau masih menanya
juga.?
“Ah! Biat Coat mati? Bagaimana matinya? Mengapa ia
1898
tak menunggu untuk bertemu denganku? Hai! Sayang…
sungguh sayang…? Selagi berkata begitu, si nenek batuk tak
henti2nya. Sambil menumbuk numbuk punggung orang tua
itu, Coe Jie menengok kepada Teng Bin Koen dan berkata
dengan suara tawar. “Siapa kesudian mencuri dengar
pembicaraan kamu? Po po dan aku lewat di sini. Secara
kebetulan saya dengar suara bicaranya manusia dan sebab
aku mengenali suaramu, barulah kami masuk kesini. Po po
menanya kau, kau dengar tidak? Bagaimana cara matinya
gurumu??
“Bukan urusan kamu!? bentak Teng Bin Koen dengan
gusar.
Sesudah batuknya agak mereda, Kim hoa po po berkata
dengan suara lebih sabar. “Selama hidupku baru pernah
satu kali aku kalah dalam pertempuran. Aku kalah dari
gurumu. Kekalahan itu bukan lantaran lebih unggulnya
ilmu silat gurumu, tapi sebab tajamnya Ie thian kiam.
Selama beberapa tahun aku mencari cari senjata mustika
untuk bertempur lagi melawan Biat coat. Aku menjelajah
empat penjuru dunia dan pada akhirnya dapat dikatakan
capai lelahku tak tersia2. Seorang sahabat lama bersedia
untuk meminjamkan sebatang golok mustika kepadaku.
Belakangan aku mendengar bahwa orang-orang Go bie pay
telah ditawan oleh kerajaan dan dikurung di kelenteng Ban
hoat sie. Aku segera mengambil keputusan untuk menolong
gurumu supaya kita berdua bisa menjajal lagi kepandaian
yang sesungguhnya. Siapa nyana menara di Ban hoat sie
yang digunakan sebagai penjara gurumu sudah berubah
menjadi tumpukan puing. Hai!.. itulah maunya nasib.
Seumur hidup Kim hoa po po tak akan dapat mencuci lagi
hinaan atas dirinya itu. Biat Coat! Mengapa tidak bisa
menunggu sehari dua??
Teng Bin Koen tertawa dingin. “Jika soehoe masih
1899
hidup, apa yang akan didapat olehmu hanyalah kekalahan
yang kedua kalinya,? katanya. “Sesudah keok untuk kedua
kalinya, kau pasti tak akan merasa penasaran lagi…?
“Plak!…plak!…plak!…plak!…?, tiba tiba terdengar suara
gaplokan. Pipi Teng Bin Koen digaplok empat kali
beruntun, sehingga matanya berkunang-kunang dan
hampir2 ia jatuh terguling. Empat gaplokan itu dikirim
secara cepat luar biasa, dalam gerakan yang sangat aneh
dan Teng Bin Koen sama sekali tidak dapat membela diri.
Ia kaget bercampur gusar, menghunus pedang dan
menuding si nenek. “Pengemis tua!? bentaknya, “Apa kau
sudah bosan hidup??
Tapi Kim hoa po po seolah olah tidak mendengar cacian
itu dan tidak memperdulikan pedang yang ditudingkan
kepadanya. Dengan suara menyesal dan putus harapan, ia
bertanya lagi. “Cara bagaimana matinya gurumu??
“Tak perlu aku memberitahukan kepadamu,? jawab
Teng Bin Koen.
Si nenek menghela napas dan berkata, “Biat coat
Soethay, selama hidup kau adalah salah seorang gagah
dalam jaman ini dan merupakan juga salah seorang tokoh
paling terkemukan dalam Rimba Persilatan. Sungguh
sayang, sesudah kau mati murid muridmu tolol semua.
Apakah kau tak punya murid yang mendingan untuk
mewariskan kedudukan Ciangboenjin??
Tiba-tiba seorang pendeta wanita setengah tua yang
bertubuh jangkung maju setindak. Sambil merangkapkan
kedua tangannya, ia berkata:
“Pie-pie Congsoe menghadap kepada Po po. Pada waktu
Siansoe mau menutup mata, beliau telah mengangkat Cioe
Cie Jiak Cioe Soe moay sebagai Ciangboenjin partai kami.
1900
Kami disini karena masih ada sejumlah saudara
seperguruan yang merasa tidak setuju dengan pengangkatan
itu. Bahwa Siansoe sudah keburu meninggal dunia dan Po
po tidak dapat mencapai keinginan yang sudah dikandung
lama, memang juga adalah maunya nasib. Manusia tidak
bisa melawan takdir. Karena urusan Ciangboenjin partai
kami masih belum beres, maka kami masih belum bisa
membuat janjian apapun juga dengan Po po. Tapi sebagai
salah sebuah partai besar dalam Rimba Persilatan, Go bie
pay tidak dapat menjatuhkan nama besarnya Siansoe. Jika
Po po mau memberi pesanan apa apa, berikanlah sekarang.
Di hari kemudian, sesuai dengan peraturan peraturan dalam
Rimba Persilatan, Ciangboenjin kami pasti akan pergi
menemui Po po. Akan tetapi, jika dengan mengandalkan
kekuatan sendiri Po po mau menghina kami, maka biarpun
pada saat ini Go bie pay masih berkabung, kami pasti akan
melayani Po po sampai pada titik darah yang penghabisan.?
Boe Kie dan Tio Beng merasa kagum akan perkataan
niekouw itu yang diucapkan secara tetap dan sopan santun.
Sambil menyapu murid murid Go bie dengan kedua
matanya, si nenek berkata, “Pada waktu gurumu mau
menutup mata, ia telah mengangkat seorang Ciangboenjin.
Itulah bagus. Siapa adalah Ciangboenjin itu? Aku ingin
bertemu dengan dia,? sesudah berkata begitu, nada suara
Kim hoa po po sudah banyak lebih lunak daripada waktu ia
bicara dengan Teng Bin Koen.
Cioe Cie Jiak lantas saja maju sambil memberi hormat.
“Po po, selamat bertemu,? katanya. “Ciangboenjin turunan
keempat dari Go bie pay memberi hormat kepada Po po.?
“Tak malu kau!? bentak Teng Bin Koen. “Kau berani
menamakan diri sendiri sebagai Ciangboenjin turunan
keempat!?
1901
Coe Jie tertawa dingin. “Cioe Ciecie adalah seorang
yang sangat baik,? katanya. “Waktu berada di See hek, ia
telah memperlihatkan kasih sayangnya terhadapku. Jika ia
tidak pantas menjadi Ciangboenjin, apakah kau kira dirimu
cocok untuk menjadi Ciangboenjin? Di hadapan Po po, kau
jangan banyak tingkah. Apakah kau mau digaplok lagi??
Teng Bin Koen meluap darahnya. Ia menghunus pedang
dan menikam si nona yang lidahnya tajam. Coe Jie berkelit
seraya menggaplok. Gerakannya menyerupai gerakan si
nenek, tapi banyak lebih lambat. Teng Bin Koen buru-buru
menundukkan kepalanya, sehingga telapak tangan Coe Jie
menyampok angin, tapi tikamannyapun jatuh di tempat
kosong.
Si nenek tertawa, “Bocah!? katanya. “Aku telah
mengajar kau berulang kali, tapi kau masih belum mampu
juga dalam menggunakan pukulan yang begitu gampang.
“Lihatlah!? Seraya berkata begitu, tangan kanannya
menyambar dan mampir tepat di pipi kanan Teng Bin
Koen. Hampir berbareng ia membalik tangan dan
menggaplok pipi kiri, setelah pipi kiri, pipi kanan pula dan
sesudah pipi kanan pipi kiri lagi – semuanya empat
gaplokan. Gerakan tangan si nenek tak begitu cepat dan
bisa dilihat nyata oleh semua orang. Tapi Teng Bin Koen
sendiri merasakan, bahwa dirinya ditindih… dengan
semacam tenaga yang tak kelihatan, sehingga kaki tangan
tak bisa bergerak.
“Po po, aku sudah mahir dalam pukulan itu,? kata Coe
Jie sambil tertawa. “Aku hanya tak mempunyai tenaga
dalam yang besar. Coba kujajal lagi!?
Sesaat itu Teng Bin Koen masih berada di bawah
kekuasaan si nenek dan ia masih belum bisa bergerak.
Melihat sambaran telapak tangan Coe Jie, bahna gusarnya,
ia merasa seolah olah dadanya mau meledak.
1902
Pada detik terakhir, tiba-tiba Cioe Jiak melompat dan
menangkis tangan Coe Jie. “Ciecie, tahan!? katanya. Ia
berpaling dan berkata pula. “Po po, barusan Cengcoe
Soecie telah menyatakan, bahwa biarpun ilmu silat kami
tidak bisa menandingi Po po, tapi kami tidak bisa
membiarkan Po po menghina kami.?
Si nenek tertawa dan berkata, “Lidah perempuan she
Teng itu sangat beracun. Dia menentang kau sebagai
Ciangboenjin, tapi kau masih mau melindungi dia.?
“Orang luar tidak dapat mencampuri urusan dalam dari
partai kami,? kata nona Cioe. “Aku yang rendah telah
menerima warisan Siansoe dan meskipun berkepandaian
cetek, tak bisa aku mempermisikan orang luar menghina
saudari seperguruanku.?
Si nenek tertawa terbahak-bahak. “Bagus! Bagus!?
katanya. Baru saja berkata begitu, ia batuk-batuk lagi
dengan hebatnya. Buru-buru Coe Jie menyodorkan sebutir
pel yang lalu ditelannya dengan napas tersengal.
Beberapa saat kemudian, sesudah batuknya mereda,
kedua tangan si nenek tiba-tiba menyambar, sebelah
tangannya menekan punggung dan sebelah tangan
menindih dada Cie Jiak. Gerakan itu dilakukan dalam
kecepatan kilat dan nona Cioe tidak berdaya lagi, karena
jari-jari tangan Kim hoa po po sudah menempel pada jalan
darahnya yang membinasakannya. Dengan mata
membelalak, Cie Jiak mengawasi lawannya.
“Cioe Kouwnio, kepandaianmu masih sangat rendah,?
kata si nenek. “Apa bisa gurumu menyerahkan kedudukan
Ciang boenjin kepadamu??
Cioe Jiak tahu, bahwa begitu si nenek menekan dengan
tenaga dalam, jiwanya akan melayang. Tapi begitu ingat
gurunya, semangatnya berkobar2. Sambil mengacungkan
1903
tangannya, ia berkata dengan suara nyaring, “Popo, inilah
cincin besi tanda Ciang boenjin yg dimasukkan kejari
tanganku oleh Siansoe sendiri. Apa kau masih bersangsi??
Si nenek tersenyum, "Tugas seorang Ciang boenjin dari
Go Bie Pay adalah sangat berat," katanya. "Setiap
Ciangboenjin harus memikul pikulan yg tidak enteng.
Apakah soal itu tidak diberitahukan kepadamu oleh
gurumu? Kurasa belum tentu."
"Tentu saja Siansoe memberitahukan soal itu kepadaku,"
kata Cie Jiak. Berbareng dengan jawabnnya, jantung nona
Cioe melonjak. "Mengapa dia tahu rahasia partaiku?"
tanyanya didalam hati.
Sementara itu dengan hati berdebar2 Boe Kie
memperhatikan semua perkembangan. Melihat kekerasan
Cie Jiak, ia berkuatir bahwa dalam gusarnya, Kim Hoa
Popo akan turunkan tangan jahat. Dalam bingungnya, ia
bergerak untuk melompat keluar, tapi tangannya dicekal
Tio Beng yg melarangnya sambil menggeleng gelengkan
kepalanya.
Sekonyong2 si nenek tertawa terbahak bahak. "Biat Coat
Soethay tidak salah mata," katanya. "Biarpun ilmu silatnya
cetek, Ciangboen jin yg dipilihnya adalah seorang yg
berwatak keras. Benar, ilmu silat memang dapat dipertinggi
dengan pelajaran dan latihan. Sungai dan gunung mudah
diubah, tapi watak manusia susah di ubah."
Sebenarnya Cioe Cie Jiak sendiri sudha ketakutan
setengah mati dan keberaniannya muncul karena ia ingat
pesan sang guru. Sementara itu dimata saudara saudari
seperguruannya derajat nona Cioe naik tinggi. Ia sudah
memperlihatkan kemuliaan hatinya bahwa dengan
menyampingkan kepenting pribadi ia sudah menolong Teng
Bin Koen. Ia pun sudah membuktikan wataknya yg kuat
1904
dalam menghadapi kebinasaan.
Mendadak Ceng coe mengibaskan pedangnya dan
memberi komando dengan teriakan. Para murid Go bie
lantas saja berpencaran, menghunus senjata dan mengurung
pendopo itu.
"Apa kau mau?" tanya si nenek sambil tertawa.
"Apa maksud popo dengan menculik cian boenjin partai
kami?" Ceng Coe balas menanya.
Si nenek batuk2. "Apa kamu mau menekan aku dengan
jumlah yg lebih besar?" tanyanya dengan suara memandang
rendah. "Huh, huh.... Di mata Kim Hoa popo, sepuluh kali
lipat lebih besar dari jumlahny ini masih belum masuk
hitunganku." Mendadak ia melepas Cie Jiak, badannya
berkelebat dan tahu2 jari2 nya menyambar mata Ceng Coe.
Nie Kauw itu menangkis dengan pedangnya, tapi hampir
berbareng dengan teriakan kesakitan dan seorang sumoi
sudah terguling disampingnya. Gerakan Kim hoa popo
cepat sekali dan aneh. Berbareng dengan serangannya
kepada Ceng Coe, kaki kirinya menendang pinggang
seorang murid Go Bie yg lain. Di lain saaat tubuh nenek itu
berkelebat kelebat diseputar pendopo dan diantara suara
batuk2 kaki tangannya menyambar nyambar. Dengan
nekad para murid Go Bie melawan dengan senjata mereka.
Tapi mereka tidak bisa berbuat banyak. Dalam sekejap
tujuh delapan orang sudah roboh dengan jalan darah
tertotok. Totokan si nenek hebat luar biasa. Mereka
menjerit jerit dan berguling ditanah.
Beberapa saat kemudian, sambil menepuk kedua
tangannya, Kim hoa popo sudah kembali kependopo. Cioe
Kauwnio bagaimana pendapatmu?? tanyanya. “Apa ilmu
silat Go Bie atau ilmu silat Kim Hoa popo yg lebih unggul??
“Tentu saja ilmu silat kami yg lebih unggul,? jawabnya.
1905
“Apa popo sudah lupa kekalahan dalam tangan Siansoe??
Mata si nenek melotot. “Biat coat loo nie menang berkat
Ie thian kiam,? bentaknya dengan gusar. “Dia bukan
menang sewajarnya.?
“Popo,? kata Cie Jiak, “Cobalah kau bicara menurut
perasaan hatimu, dengan sejujurnya. Siapa yg lebih unggul
andaikata Siansoe dan Popo bertanding dengan tangan
kosong??
Si nenek tidak lantas menjawab. Untuk sejenak ia
mengawasi muka si nona. Akhirnya ia menggelengkan
kepala dan berkata.
“Entahlah. Aku datang kekota raja justru untuk
mendapat keputusan siapa diantara kita yg lebih unggul.
Hai! Sesudah Biat coat Soethay meninggal. Rimba
persilatan kehilangan seorang tokoh yg berkepandaian
tinggi. Hai! Mulai dari sekarang, Go Bie pay menjadi partai
yg lemah.?
Selagi mereka berbicara, murid2 Go Bie yg tertotok jalan
daranya terus berteriak2. Ceng Coe coba menolong, tapi
tidak berhasil.
Ternyata ilmu totok Kim hoa popo bebeda dari ilmu
totok yg dikenal di rimba persilatan dan hanyalah yg sudah
mempelajarinya barulah bisa membukanya. Sebagai
seorang yg pernah menolong sejumlah jago yg dilukai
sinenek, Boe Kie sudah mengenal kelihaian nya orang tua
itu.
“Cioe Kaownio, bagaimana? Apa kau sudah merasa
takluk terhadapku?? tanya nenek itu.
Ilmu silat partai kami sangat dalam bagaikan lautan dan
seseorang yg mempelajarinya tak bisa berhasil dalam waktu
yg singkat,? jawab si nona. “Kami masih berusia muda tertu
1906
saja kami belum bisa menandingin popo. Tapi dikemudian
hari, kemajuan kami tiada batasnya.?
Si nenek tertawa, “Bagus!? katanya. “Kalau begitu,
sekarang Kim hoa Popo meminta diri. Dihari kelak, kapan
ilmu silatmu telah tidak terbatas, barulah kau membuka
jalan darah dia?. Sehabis berkata begitu, ia menuntun
tangan Coe Jie, memutar badan dan berjalan pergi.
Cie Jiak terkejut. Kalau si nenek pergoi, saudara saudari
seperguruannya pasti akan binasa. “Popo, tahan dulu!?
katanya. “Aku memohon popo suka menolong sucie dan
suhengku?.
“Aku bersedia untuk menolong, asal saja kau mau
berjanji, bahwa mulai kini orang2 Go Bie pay harus
menyingkir dari tempat2, dimana aku dan Coe Jie
berada,?jawabnya.
Nona Cioe mengawasi si nenek dengan rasa
mendongkol. Sebagai Ciang boenjin, mereka pasti tidak bisa
memberi janji itu yg berarti runtuhnya Go Bie pay.
Kim hoa popo tertawa. “Kalau kau tidak mau
menurunkan keangkeran Go Bie pay, aku pun tak mau
memaksa, asal saja kau suka meminjamkan Ie thian kiam
kepadaku,? katanya. “Begitu lekas kau menyerahkan
pedang itu kepadaku, aku akan segera menolong suci dan
suhengmu.?
“Sebagaimana popo tahu, karena ditipu oleh kerajaan,
kamu, guru dan murid, telah tertawan dan terkurung
dimenara kelenteng Ban hoat sie,? kata si nona. “Cara
bagaimana Ie thian kiam masih bisa berada di dalam tangan
kami??
Si nenek memang sebenarnya telah menduga hal itu.
Dalam mengajukan permintaan, dia tahu harapannya
1907
sangat tipis. Tapi mendengar jawabannya Cie Jiak,paras
mukanya lantas saja terlihat sinar putus harapan. Tiba2 ia
membentak, “Cioe Kouwnio! Jika kau mau melindungin
nama Go bie pay, kau tidak melindungi jiwamu sendiri…?
Ia mengeluarkan sebutir pel dan berkata pula, “Inilah racun
yang bisa memutuskan usus manusia. Setelah kau
menelannya, aku segera akan menolong mereka.?
Sambil menyubiti pel itu, Cie Jiak berkata didalam
hatinya, “Suhu memerintahkan aku untuk menipu Tio
Kongcu dan aku sebenarnya tak bisa berbuat begitu.
Daripada hidup menderita, memang lebih baik aku lantas
mati.?
“Cioe sumoi, jangan telan racun itu !? teriak Cengcoe.
Melihat keadaan mendesak, Boe Kie segera bergerak
untuk melompat keluar, tetapi lagi2 tangannya dicekal Tio
Beng. “Anak tolol!? bisik si nona. “Pel itu bukan racun? Boe
Kie terkejut dan Cie Jiak telah menelan pel tersebut.
Semua murid Go Bie mencelos hatinya. Mereka segera
bergerak untuk menyerang.
“Jangan banyak tingkah!? bentak si nenek.
“Racun ini tidak lantas bekerja Cioe Kouwnio, ikutlah
aku. Jika kau dengar kata, mungki sekali aku pasti akan
memberikan obat pemunah? Sehabis berkata begitu, ia
menepuk badannya murid2 Go Bie yang tertotok. Rasa
sakit mereka lantas saja hilang, tapi untuk sementara waktu
belum bisa bergerak, sebab kaki tangannya masih
kesemutan. Melihat kegagahan dan kemuliaan nona Cioe
yg telah menolong mereka dengan menelan racun, bukan
main rasa terima kasihnya. “Terima kasih, Cioe sumoi,?
teriak seorang.
Sementara itu, seraya menarik tangan Cie Jiak, Kim hoat
1908
popo berkata dengan suara lemah lembut. “Anak baik,
ikutlah aku. Popo takkan mencelakaimu.?
Sebelum ia sempat menyahut, nona Cioe merasa dirinya
di betot dengan tenaga yg sangat besar dan tanpa merasa, ia
melompat.
Ceng coe berteriak. “Cioe sumoi!...? Ia melompat untuk
mencegat. Tiba2 ia merasa sambaran angina tajam. Itulah
serangan Cioe Jie. Dengan cepat ia menangkis dengan
tangan kirinya. Tapi pukulan Cioe Jie hanya pukulan gerak.
“Plak!? yg benar2 di gaplok adalah pipi Teng Bin Koen.
Pukulan itu yg diberi nama Cie Tang Tah say (Menunjuk ke
Timur, memukul ke Barat) adalah salah satu pukulan lihai
dari Kim hoa popo. Sesudah menggaplok, sambil tertawa
nyaring, Coe Jie melompati tembok.
“Ubar!? kata Boe Kie sambil mencekal tangan Siauw
Ciauw. Mereka lantas saja melompati tembok. Melompat
munculnya tiga orang lain, murid2 Go bie pay tentu saja
merasa kaget dan dilain saat, merekapun melompat untuk
mengejar. Tapi ilmu ringan badan Kim hoa popo dan Boe
Kie bukan ilmu ringan badan yg sembarangan. Waktu
murid2 Go Bie melompati tembok mereka tak kelihatan
bayang2annya lagi.
Sesudah ubar2an beberapa puluh tombak, Kim hoa popo
membentak, “Siapa!?
“Serahkan Ciang boen kami! Setelah kau menyerahkan
aku mengampuni jiwamu,? teriak Tio Beng yg kemudian
berbisik dikuping Boe Kie, “Kau mengamat2i dari
kejauhan. Jangan munculkan diri.? Sehabis berkata begitu
ia mengempos semangat dan tubuhnya melesat beberapa
tombak. Dengan pukulan Kim Teng hoed kong (Sinar
Budha di Kim teng) yaitu salah satu pukulan dari Kim hoat
Go bie pay ia menikam punggung si nenek. Dengan
1909
memiliki kecerdasan yg luar biasa, dari latihan dikelenteng
Ban hoat sie ia sudah bisa menggunakan ilmu pedang Go
Bie pay. Biarpun tenaga dalamnya masih belum cukup tapi
serangannya itu yg dikirim dengan Ie Thian Kiam sudah
cukup hebat.
Mendengar sambaran angin yg luar biasa si nenek buru2
melepaskan Cioe Jiak dan berkelit sambil memutar tubuh.
Dengan beruntun Tio Beng mengirim beberapa serangan
tapi semuanya di punahkan secara mudah.
Melihat senjata yg digunakan si nona adalah Ie Thian
Kiam, Kim hoa popo kaget tercampur girang. Ia merangsek
dan terus menyerang sesudah bergebrak memakai beberapa
jurus, tiba2 Tio Beng memutar pedangnya dan menyerang
dengan pukulan Soan hong chioe (angin puyuh) dari Koen
loen pay. Dalam pertempuran itu , si nenek menganggap
bahwa Tio Beng adalah murid Go bie pay dan diperhatikan
ialah kiam hoat Go bie pay. Pada detik itu ia justru sedang
melompat untuk menangkap pergelangan tangan si nona
dan merampas Ie Thian Kiam. Serangan mendadak dengan
pukulan Koen loen pay benar2 diluar dugaannya. Ia
terkesiap tapi sebagai orang yg memiliki kepandaian tinggi,
dalam bahaya ia tidak jadi bingung dan secepat kilat ia
menggulingkan badannya ditanah. Tapi walaupun ia dapat
menyelematkan jiwa, tangan bajunya tak urung kena
disambar jg dan robek.
Bukan main gusarnya Kim hoa popo. Begitu melompat
bangun, ia menyerang dengan hebatnya. Tio beng mengerti
bahwa ilmu silatnya masih kalah jauh dari si nenek! Dalam
pertempuran yg lama ia pasti bakal dirobohkan.
Dengan secepat ia mengubah siasat. Sekarang ia
menyerang berbagai ilmu pedang, sebentar dengan kim hoat
Khong tong pay, sebentar dengan kiam goat Hwa san pay,
Koen loen pay, atau Siauw lim pay dan yg digunakannya
1910
selalu pukulan2 yg paling hebat. Berkat Ie thian kiam,
serangan2an itu dahsyat luar biasa dan Kim hoat popo tidak
berlaku sembrono. Coe Jie jengkel. Ia menghunus
pedangnya dan melontarkannya kepada sang popo. Karena
orang itu itu menyambuti senjata tersebut, tapi baru
bertanding sembilan jurus, dengan satu suara, “kres!?
pedangnya putus dua.
Paras muka si nenek berubah. Ia melompat keluar dari
gelanggang dan membentak. “Bocah! Siapa kau
sebenarnya??
Tio Beng tertawa. “Mengapa kau tidak mencabut To
liong to?? tanyanya
“Kurang ajar! Jika aku memegang To Liong to kau sama
sekali bukan tandinganku. Apa kau berani mengikuti kami
untuk menjajal jajal??
Mendengar disebutnya To Liong to, Boe Kie merasa
heran.
“Nenek pergilah kau ambil To liong to,? kata si nona
sambil tertawa. “Aku tunggu kau dikota raja. Sesudah kau
bersenjatakan golok itu, kita boleh bertempur lagi.?
“Balik kepalamu kemari! Aku mau lihat lebih tegas
mukamu,? kata si nenek dengan gusar.
Tio Beng memutar badan, mengeluarkan lidahnya dan
memejamkan sebelah matanya, sehingga mukanya tidak
keruan macam. Si nenek mengutuk dan meludahi muka si
nona. Sesudah itu dengan menuntung Coe Jia han Cie Jiak,
ia berlalu.
“Ubar lagi!,? kata Boe Kie
“Tak perlu tergesa gesa. Aku tanggung keselamatan Cioe
Kauwniomu tidak akan terganggu.?
1911
“Mengapa tadi kau menyebut2 To liong to??
“Waktu berhadapan dengan murid2 Go Bie pay nenek
itu mengatakan bahwa seorang sahabat lama bersedia untuk
meminjamkan sebatang golok mustika kepadanya dan
dengan golok itu, ia ingin bertempur lagi denagn Boat coat
soethay, Ie thian poe coet, swee ie ceng hong (kalau ie thian
tidak keluar, siapa lagi yg bisa melawan ketajamannya?)
untuk melawan In thiam Kiam, orang harus menggunakan
To Liong to. Aku bertanya dalam hatiku, apakah dia sudah
berhasil meminjam to liong to dari ayah angkatmu, Cia
locianpwee? Maka itulah, tadi aku menyerang dengan Ie
Thian kiam dan maksudku adalah untuk memaksa supaya
ia mengeluarkan to liong to. Tapi ternyata ia tdiak
membawa golok mustika itu dan hanya menantang supaya
aku mengikuti dia untuk menjajal Ie thian kiam dengan to
liong to. Dari perkataannya itu mungkin sekali ia sudah
tahu dimana adanya to liong to, tapi belum bisa mendapat,?
katanya.
“Mendengar keterangan itu, Boe kie mengmanggutkan
kepalanya. “Ya benar sekali bahwa golok itu berada dalam
tangan Gie Hoe,? katanya.
“Menurut dugaan ia segera akan pergi ke pantai untuk
menyebrangi lautan guna mencari golok itu,? kata pula Tio
Beng. “kita harus mendahului, supaya Cia locianpwee yg
buta dan berbaik hati tak sampai kena di perdayai oleh
perempuan tua itu.?
Darah Boe Kie bergolak. “Benar! Benar! Katamu!?
katanya dengan tergesa gesa. Waktu meluluskan
permintaan Tio Beng yg mau meminjam To liong to, ia
hanya mempertahankan sifatnya lelaki yg takkan menjilat
ludah sendiri. Tapi sekarang mengingat keselamatan ayah
angkatnya, ia ingin sekali mempunyai sayap supaya ia bisa
segera terbang untung melindungi ayah angkat itu.
1912
Tanpa membuang buang waktu lagi Tio Beng segera
mengajak Boe Kie dan Siauw Ciauw kegunung Ong hoe. Ia
tak masuk kedalam dan hanya bicara dangan penjaga pintu
yg sesudah mendengari pesanan sang majikan, buru2 masuk
ke dalam keluar lagi dengan menuntun sembilan ekor kuda
yg jarang kelihatannya dan menenteng buntalan yg berisi
emas dan perak.
Tio Beng bertiga lantas saja melompat kepunggung
tunggangan itu yang terus dikaburkan kearah timu. Enam
ekor kuda lainnya mengikuti dibelakang dan ditunggang
dengan bergantian supaya mereka tak terlalu capai.
Pada keesokan paginya, kesembilan kuda itu dapat
dikatakan sudha tak bisa lari lagi. Dengan memperlihatkan
kin pay (tanda perintah) Jie lam ong, Tio beng menemui
pembesar setempat dan menukar kuda2 itu dengan
tunggangan yg masih segar. Malam itu, mereka tiba di kota
pesisi. Malam2 notan Tio menemui pembesar dikota itu
dan memerintahkan supaya ia segera menyediakan sebuah
perahu besar yg kuat dan lengkap segala2nya. Ia pun
memerintahkan supaya semua perahu yg berada di
pelabuhan segera berlayar kearah selatan dan disepanjang
pantai kota itu dalam jarak seratus li, tak boleh berlabuh
perahu apapun juga.
Belum cukup sehari, segala apa sudah siap sedia. Tio
beng, Boe Kie dan Siauw Ciauw segera menukar pakaian
pelaut, memasang kumis palsu, memoles muka mereka
dengan semacam cat air sehingga warna kulit jadi berubah
dan terus turun ke perahu untuk menunggu Kim Hoa popo.
Lihai sungguh tebakan Beng beng koencoe. Kira2
magrib, sebuah kereta tiba dipantai dengan diiring oleh Kim
hoa popo yang menuntun Cie Jiak dan Coe Jie. Si nenek
segera pergi ke perahu itu kendaraan air satu2nya yg
berlabuh di pesisir dan minta menyewanya. Anak buah
1913
kapal yg sudah menerima pesanan Tio Beng, semula
menolak dan sesudah Kim hoa popo menyerahkan
sepotong emas dengan sikap apa boleh buat, barulah
pemimpin kapal meluluskan permintaannya. Begitu lekas si
nenek begitu turun kapal segera memasang layar dan
berangkat ke arah timur.
Di atas samudra seolah2 tidak berbatas sekuat perahu
berlayar kearah tenggara.
Perahu itu sangat besar bertingkat dua, diatas geladak
dikepala perahu dan dikiri kanan nya terdapat meriam.
Perahu itu adalah sebuah perahu meriam Mongol. Bangsa
Mongol pernah berniat menyerang negeri Jepang dan
mempersiapkan perahu2 perang. Diluar dugaan angkatan
laut itu diserang topan hingga berantakan dan niatan itu
menjadi gagal. Jika berlabuh di pantai, perahu itu karam
kelihatannya. Tapi diatas samudra dia menyerupai selembar
daun yg terombang ambing merupakan tiupan angin.
Dengan menyamar sebagai anak buah Thio Boe Kie, Tio
Beng dan Siauw Ciauw bersembunyi dibagian bawah
perahu.
Hari itu, waktu mau turun keperahu, Tio Beng kaget dan
berkuatir. Ia sama sekalitak menduga, pembesar setempat
menyediakan sebuah perahu meriam dari angkatan laut
Mongol. Hal ini bisa membuka rahasia. Tapi sebgai seorang
yg sangat pintar si nona lantas saja dapat memikir satu jalan
untuk memperdayai Kim hoa popo, ia segera
memerintahkan supaya perahu itu membawa sejumlah jala
dan beberapa ton ikan basah. Dengan demikian nenek Kim
Hoa akan percaya bahwa lantaran sudah tua maka perahu
perang itu telah diubah menjadi semacam perahu
penangkap ikan.
Ketika tiba dipantai sebab tak mendapatkan lain
1914
kendaraan air tanpa curiga Kim hoa popo segera menyewa
perahu tersebut.
Dari lubang jendela, Boe Kie dan Tio Beng
memperhatikan jalannya matahari dan rembulan yg selalu
naik dari sebelah kiri perahu. Mereka tahu, bahwa perahu
sedang berlayar ke arah selatan. Waktu itu sudah masuk
musim dingin dan angin utara meniup dengan hebatnya,
sehingga perahu berlayar dengan kecepatan luar biasa.
“Gie hoe berada di pulau Penghwee to, di daerah Kutub
utara,? kata Boe Kie. “Untuk mencarinya, kita harus
berlayar kearah utara. Mengapa Kim hoa popo
memerintahkan perahu ini menuju ke selatan??
“Si nenek tentu mempunyai niatan yang belum di
ketahui kita,? jawab Tio Beng. “Sekarang ini angin selatan
belum waktunya turun, sehingga biar bagaimanapun juga,
kita tidak akan bisa berlayar ke jurusan utara.?
Pada hari ketiga, diwaktu lohor, salah seorang anak buah
memberi laporan kepada Tio Beng, bahwa Kim hoa popo
sangan paham dengan jalanan air yg digunakan mereka. Si
nenek tahu mana ada pulau yg ditempat apa bakal ada batu
karang yg menonjol keatas dia bahkan lebih paham
daripada anak buah perahu itu.
Tiba tiba Boe Kie ingat sesuatu. “Ah!? serunya dengan
suara tertahan. “Apa dia bukan mau pulang ke pulau Leng
coat to??
“Leng coat to apa?? menegas si nona.
“Kim hoa popo bersarang di pulau Leng coat to,?
jawabnya. “Mendiang suaminya dikenal sebagai Gin yap
sian seng. Pada banyak tahun berselang, Kim hoa dan Gin
yap dari Leng coat to mengentarkan dunia Kang ouw. Apa
kau tidak tahu??
1915
Si nona tertawa. “Kau hanya lebih tua beberapa tahun
daripada aku, tapi dalam pengalaman kau seperti seorang
kakek,? katanya.
Boe Kie turut tertawa, “Beng Kauw dikenal sebagai
agama siluman dan anggota2 Beng Kauw memang sedikit,
lebih berpengalaman daripada seorang kauwcoe yg dikeram
didalam gedung raja muda,? katanya.
Mereka berdua adalah musuh besar. Dengan masing2
pemimpin sejumlah jago beberapa kali mereka telah
mengukur tenaga. Tapi sekarang sesudah bergaul beberapa
hari dalam sebuat perahu dengan Kim hoa popo sebagai
musuh umum mereka dari musuh mereka telah berubah
menjadi sahabat.
Sesudah memberi laporan anak buat itu buru2 kembali
ke tempat kemudi.
“Toa kauwcoe? kata Tio Beng. “Apakah kau sudah
menceritakan sepak terjang Kim hoa dan Gin yap kepada
seorang budak kecil yang di keram didalamg gedung raja
muda??
Boe Kie menyeringai, “Mengenai Gin yap Sian seng, aku
tidak mempunyai pengetahuan apa pun jua,? jawabnya.
“Tapi dengan si nenek aku pernah bertemu dan pernah
menyaksikan sendiri sepak terjangnya.? Ia segera
menuturkan pengalamannya di Ouw Tiep Kok, Ie Sian
Ouw Ceng Goe untuk minta di obati, cara bagaimana
nenek dikalahkan oleh Biat coat suthay dan akhirnya cara
bagaimana Ouw Ceng Coe dan Ong Len Kouw binasa
dalam tangan nenek itu. Sehabis bercerita kedua matanya
mengembang air mata, biar pun Ouw Ceng Coe berada
aneh, orang itu itu telah memperlakukannya dengan baik
sekali dan telah banyak memberi pertolongan kepadanya. Ia
merasa sangan berduka, bahwa orang tua itu dan istrinya
1916
telah dibinasakan secara menggenaskan dan jenazah
mereka di gantung di pohon oleh si nenek Kim Hoa. Ia
hanya tidak menceritakan ajakan Coe Jiak supaya ia turut
pergi ke Leng coat to dan karena tampikannya sebelah
tangannya sudah digigit oleh nona itu. Mungkin sekali ia
merasa jengah untuk menuturkan peristiwa yg kecil itu.
Sesudah mendengarkan cerita Boe Kie dengan paras
sungguh2 Tio Beng berkata, “Thio kong coe semuda aku
hanya menganggap nenek itu sebagai seorang yg ilmu
silatnya sangat tinggi. Tapi dalam penuturannya, aku
menarik kesimpulan, bahwa dia orang yg sangat cerdik dan
bukan lawan yg enteng. Kita tidak boleh memandang
rendah kepadanya.?
Boe Kie tertawa, “Koencoe nio nio seorang Boen boe
song coan dan bukan saja begitu, ia bahkan memimpin
sejumlah orang gagah yang berkepandaian sangat tinggi,?
katanya. “Maka itu menurut pendapatku menghadapi
seorang nenek sama sekali tidak menjadi soal baginya.?
“Hanya yg di lautan ini aku tidak bisa memanggil para
boesoe dan hoenceng.
Boe Kie tersenyum, “Tukang masak dan anak buah yg
menarik layar bukan sembarang orang,? katanya. “Biarpun
mereka bukan jago kelas satu mereka pasti bisa termasuk
dalam kalangan jago jago kelas dua.?
Si nona berkesiap. Sesudah berdiam sejenak ia tertawa
geli. “Aku menyerah kalah! Menyerah kalah!? katanya.
“Dengan sesungguhnya Toa kauwcoe mempunyai mata yg
sangat awas.?
Ternyata waktu pulang ke Ong hoe untuk mengambil
kuda dan emas perak diam2 Tio Beng telah memesan
boesoe penjaga pintu supaya sejumlah orang sebawahannya
menyusul ke pesisir untuk ikut berlayar. Orang2 itu
1917
menggunakan kuda, tapi mereka ketinggalan kira2 setengah
hari dari majikan mereka. Mereka menyamar sebagai
tukang masak dan anak buah perahu dan terdiri dari orang
yang tidak turut dalam pertempuran di Ban hoat she. Tapi
sebagai ahli2 silat, sinar mata sikap dan gerak gerik mereka
berbeda dari orang biasa. Dan Boe Kie yang bermata tajam
tidak kena di kelabui.
Kenyataan itu mengkuatirkan hati si nona. Kalau Boe
Kie masih belum bisa diakali, apalagi Kim Hoa popo yang
berpengalaman luas. Tapi untung juga pihaknya berjumlah
banyak lebih besar sehingga kalau sampai mesti bergerak
dengan bantuan Boe Kie ia pasti tak akan kalah.
Selama beberapa hari yg paling mengganggu pikiran Boe
Kie ialah keselamatan Cie Cioe Jiak yg telah menelan pel
‘racun’. Didalam hati ia selau bertanya2, kapan racun itu
mengamuk? Tio Beng yg pintar lantas saja dapat menebak
rahasia hatinya. Setiap kali alis pemuda itu berkerut setiap
kali ia memerintahkan orang pergi keatas untuk menyelidiki
dengan berlagak membawa air atau teh. Orang it lalu
kembali dengan laporan yg menyenangkan, nona Cioe
sehat2 saja. Sesudah kejadi ini berulang beberapa kali Boe
Kie merasa jengah sendiri.
Sementara itu lain peringatan sering mengganggu pikiran
Boe Kie. Saban ia termenung seorang diri, ia ingat peristiwa
itu diatas salju didaerah see hek. Ia ingat pengalamannya
dengan Coe Jie. Ia ingat, cara bagaimana dengan Ho thay
Ciong, Boe liat dan yang lain2, ia pernah berkata begini,
“Nona dengan setulus2 hati aku bersedia, untuk menikah
dengan kau. Aku hanya mengharap kau jangan
mengatakan, bahwa aku tidak setimpal dengan dirimu.?
Dilain saat sambil mencekal tangan si nona, ia berkata pula,
“Aku ingin berusaha supaya kau bisa hidup beruntung
supaya kau melupakan penderitaanmu yg dulu2. Tak peduli
1918
ada berapa banyak orang yg mau menghina kau, aku
bersedia untuk mengorbankan jiwa demi keselamatanmu.?
Ia ingat itu semua (Kisah pembunuh naga jilid 14, halaman
44) dengan mulut berkumak kumik, ia mengulangi
perkataan2 itu. Mukanya lantas berubah merah.
Tiba2 terdengar suara tertawanya Tio Beng “Hai!? kata si
nona “Lagi2 kau memikiri Cioe Kouwnie mu!?
“Tidak!?
“Kau memikiri apa dia tidak memikiri dia sedikitpun
tiada sangkut pautnya dengan diriku. Aku hanya merasa
menyesal, seorang laki2 gagah sudah berdusta dihadapan
seorang wanita.?
“Perlu apa kau berdusta? Dengan sesungguhnya aku
bukan memikiri Cioe Kouwnio.?
“Dusta! Kalau ingat Kouw Tauwto Wie It Siauw atau
lain2 manusia muka jelek, paras mukamu tidak nanti
mengunjuk sinar yang begitu lemah lembut yang penuh
kasih saying, yang kemerah2an. Omong kosong kau!?
Boe Kie tertawa. “Kau sungguh lihai,? katanya. “Kau
dapat membaca hati orang, apa dia sedang memikiri orang
yg cantik atau yg jelek. Tapi aku mau menerangkan dengan
sesungguh2nya, bahwa orang yg kuingat pada detik ini
sedikitpun tak ada yg berparas cantik.?
Mendengar nada suara yg sungguh2 si nona tersenyum
dan tidak menggoda lagi. Biarpun pintar, ia sama sekali
tidak menduga, bahwa yang diingat Boe Kie adalah Coe Jie
yg mukanya tak keruan macam.
Mengingat, bahwa jeleknya muka Coe Jie adalah akibat
latihan Cian Coe Ciat Hoe Chie, Boe Kie menghela napas.
Waktu si nona muncul pada malam itu diantara murid2 Go
Bie, ia mendapat kenyataan bahwa muka Coe Jie lebih
1919
hebat daripada dulu. Ia merasa menyesal, karena ia merasa,
bahwa makin mendalam Coe Jie melatih diri dalam ilmu
silat itu, makin besar bahaya bagi dirinya. Ia kuatir akan
keselamatan si nona, baik jasmani maupun rohani. Dengan
rasa terima kasih, ia ingat budi nona itu. Sesudah berada di
Kong Beng Teng dan menjadi Kauw coe karena repot, ia
tak sempat memikiri segala urusan pribadi. Tapi biarpun
begitu ia pernah meminta bantuan Leng Kiam untuk
mencarinya diseluruh Kong Beng Teng. Ia pernah meminta
pertolongan Wie It Siauw untuk bantu menyelidiki tapi
usahanya tinggal tersia sia. Coe Jie menghilang bagaikan
batu yg tenggelam di lautan.
Tiba2 si nona muncul, tak usah dikatakan lagi. Ia merasa
sangat girang. Diam2 ia mengutuk dirinya sendiri, Coe Jie
begitu baik mengapa dia sendiri bersikap begitu tawar? Tapi
pada hakekatnya pemuda itu bukan manusia yg tidak
mengenal budi. Sikap tawarnya itu adalah karena ia selalu
memikiri bebannya yang sangat berat. Sebagai Kauw Coe
dari Beng Kauw dan Bengcoe dari perserikatan segenap
Rimba Persilatan. Ia tak sempat untuk mengurus
kepentingan pribadi.
Mendadak Tio Beng tertawa nyaring, “Eh! Mengapa kau
menghela napas?? tanyanya.
Sebelum Boe Kie menjawab diatas perahu sekonyong2
terdengar teriakan2. Sesaat kemudian seorang anak buah
dating melapor, “Disebelah depan terlihat daratan dan
nenek itu memerintahkan supaya perahu dijalankan terlebih
cepat.”
Boe Kie dan Tio Beng segera mengitip dari lubang
jendela. Pada jarak beberapa li, mereka melihat sebuah
pulau yg besar, dengan pohon2 yg hijau disebelah timur
terlihat beberapa gunung yg menjulang tinggi keangkasa.
Dengan angin yg bagus, perahu itu berlayar dengan epsar
1920
dan dengan waktu kira2 semakanan nasi, dia sudah tiba di
depan pulau. Dibagian timur pulau, tidak terdapat pesisir yg
lazim dari pasir cetek. Batu gunung di bagian itu termasuk
masuk ke dalam ari yg tak diketahui berapa dalamnya.
Perahu ditujukan kejurusan timur dans segera menempel
pada batu gunung yg menjulang keatas dari pinggir air.
Baru saja perahu itu melepas jangkar diatas gunung
sekoyong2 terdengar teriakan atau jeritan dahsyat yg
menyerupai auman harimau dan jeritan Naga. Teriakan itu
yg berulang2 seolah2 menggetarkan seluruh gunung.
Mendengar teriakan itu, Boe Kie tercampur girang,
karena dia mengenali karena itulah teriakan ayah
angkatnya, Kim Mo Say Ong Cia Soen. Sesudah berpisah
belasan tahun keangkeran Gie Hoe ternyata masih seperti
dahulu. Tanpa memikir panjang2 lagi, buru2 ia mendaki
tangga dan naik diatas geledak di belakang perahu. Ia
menengadah dan mengawasi puncak bukt atau gunung kecil
itu. Ia melihat empat pria bersenjata sedang mengepung
sorang yg bertubuh tinggi besar dan orang itu, yg bertangan
kosong memang bukan lain dari ayah angkatnya.
Biarpun buta dan biarpun dikerubuti berempat Cia Soen
tidak jatuh dibawah angin. Boe Kie yg belum pernah
melihat ayah angkatnya yg sedang ramai bertempur dia
merasa kagum sekali. Tak heran nama Kim mo say ong Cia
Soen menggetarkan Rimba Persilatan. Ilmu silatnya lebih
tinggi daripada Ceng Ek Hok Ong, Wie It Siauw dan kira2
setanding dengan kakeknya.
Tapi ke empat musuh itupun bukan lawan enteng.
Karena jauh, Boe Kie tidak bias melihat dengan jelas muka
mereka. Tapi dilihat dari pakaian mereka yg compang
camping dan karung yg menggemblok dipunggung mereka
sudah dapat dipastikan mereka adalah anggota Kaypang.
Tiga orang lain berdiri menonton, kalau empat kawannya
1921
kalah, mereka tentu turut turun tangan.
Tiba2 teriakan seseorang, “Serahkan To liong to! Golok
tukar dengan jiwa!”
Meskipun kuping nya tajam, Boe Kie tidak bisa
menangkap semua perkataan itu. Tapi ia sudah tahu, bahwa
musuh itu dating menyateroni untuk merebut To liong to!
Cia Soen tertawa terbahak bahak, “To liong to ada
disini! Ambillah sendiri, kalau kau mampu!” teriaknya.
Sedang mulutnya berbicara, perlawanannya sedikitpun tak
menjadi kendor.
Dengan sekali berkelebat, Kim hoa popo sudah medarat.
Sambil batuk2 ia berteriak, “Para pendekar Kaypang! Apa
maksud kalian? Tanpa bicara dulu dengan si nenek, kalian
mengganggu tamu terhormat dari Leng coa to.”
Sekarang Boe Kie mendapat kepastian, bahwa pulau itu
benar Leng coa to. Ia merasa sangat heran. Dulu ayah
angkatnya menolak untuk kembali ke Tong Goan.
Mengapa kini ia suka mengikuti Kim hoa popo? Cara
bagaimana si nenek tahu, bahwa ayah angkatnya berada di
Peng Hwee To?
Mendengar teriakan nyonya rumah, keempat orang itu
rupa2nya menjadi bingung. Dalam usaha untuk
menjatuhkan Cia Soen secepat mungkin, mereka
memperhebat serangan. Tapi dengan berbuat begitu,
mereka melakukan kesalahan besar. Dia orang buta, Cia
Soen melawan dengan mengandalkan kupingnya. Ia
menangkis setiap serangan dengan mendengar sambaran
angin dari pukulan2 musuh. Dengan memperhebat serang
mereka2, sambaran2 jadi makin keras dan hal ini bahkan
memunahkan perlawanan Cia Soen. Dilain saat, seraya
membentak keras Cia soen meninju dan tinju itu mampir
didada salah seorang musuh. Orang berteriak dan roboh
1922
tergelincir kebawah, akan kemudian jatuh diatas batu,
sehingga kepalanya hancur.
Melihat begitu, salah seorang yang nonton lantas saja
membentak, “Mundur!” Ia melompat dan meninju, Ia
meninju dengan tenaga yg “seperti ada dan seperti tidak
ada” sehingga Cia soen tak bias membedakan arah
sambarannya. Waktu tinju hanya terpisah beberapa dim
dari tubuhnya, barulah ia bisa merasakan sambarannya dan
menangkis dengan terburu2. sementara itu, ketiga orang yg
tadi mengerubuti sudah melompat keluar dari gelanggang.
Dilain saat seorang kakek lain yg tdai menonton turut
membantu kawannya. Ia pun menyerang dengan pukulan2
“lembek” sehingga baru saja bertempur beberapa jurus Cia
Soen sudah jd report sekali.
“Kie Tiangloo! The Tiangloo!” teriak Kim hoat popo.
“Kim mo say ong buta matanya. Dengan menyerang secara
licik cuma2 saja kalian mempunyai nama besar dalam
dunia Kang Ouw.” Seraya berkata begitu, bagaikan terbang
ia terus mendaki gunung. Dengan menggunakan seantero
tenaganya Coe Jie mengikuti dari belakang.
Sebab kuatir akan keselamatan ayah angkatnya, Boe Kie
jg segera menyusul. Tio Beng memburu dan
menyandaknya. “Dengan adanya nenek itu kau tak usah
kuatir,” bisiknya. “Yang paling penting kau tak boleh
memperkenalkan dirimu.”
Boe Kie menganggung dan sambil mencekap tangan si
noan ia terus berlari lari di belakang Coe Jie. Sambil
mengikuti dengan rasa kagum ia mengawasi potongan
badan Coe Jie yg langsing dan gemulai. Kalau mukanya
tidak jelek karena latihan ilmu yg sesat, nona itu pasti tidak
kalah dengan Tio Beng, Cie Jiak atau Siauw Ciauw.
Mengingat begitu, jantungnya memukul keras. Dilain detik,
ia mengutuk dirinya sendiri. “Boe Kie! Boe Kie! Kau benar
1923
edan!” katanya didalam hati. “Sedang ayah angkatmu
menghadapi bencana, kau masih bisa memikir yg gila2!”
Tak lama kemduia ia sudah tiba di pinggang gunung. Ia
mendapat kenyataan, bahwa ayah angkatnya melawan
dengan pukulan2 pendek. Itulah siasat untuk membela diri.
Ia memunahkan serangan2 musuh dengan Siauw kim na
chioe (ilmu menyengkram dan membantung dengan jarak
pendek) Dengan menggunakan siasat itu, untuk sementara
waktu Cia Soen memang bisa menyelamatkan diri, tapi ia
sukar bisa memperoleh kemenangan.
Dengan menyembunyikan diri dibawah sebuah pohon
siong, Boe Kie mengawasi ayah angkatnya. Pada muka
orangtua itun terlihat lebih kerutan sedang rambutnya
sudah hampir putih semua. Rupa2nya, selama berada di
pulau Peng hwee to belasan tahun, ia banyak menderita,
sehingga ia cepat tua. Boe Kie ikut menderita. Ia ingin
sekali turut menyerbu untuk menghajar musuh. Ia ingin
sekali memeluk orang tua itu dan memperkenalkan dirinya.
Tio Beng mengerti, apa yg di pikirkan pemuda itu. Ia
memegan tangan Boe Kie erat2 dan mengeleng2kan
kepalanya.
Sekonyong2 Kim hoa popo berkata dengan suara
nyaring. “Kie Tangloo, Im san ciang Liok Kioe sudah
tersohor dalam dunia Kang Ouw. Mengapa kau malu2
kucing dan menyembunyikan dalam pukulan Sin Ciang?
Ah! The Tiang Loo lebih tolol lago. Dia menyembunyikan
Hoei hong Hoed lioe koen didalam Patkwa koen. Apa kau
kira Cia tayhiap tak tahu? Oh oh oh … oh oh … uh.. uh …”
Ia batuk2. “Dahulu, kaypang adalah sebuah partai besar yg
dihormati sebagai partai yg selalu menolong sesama
manusia….. oh oh oh … saying, sungguh saying! … makin
lama jadi makin busuk…”
Karena tak bisa melihat pukulan musuh yg sangat licik,
1924
Cia Soen memang lagi bingung. Mendengar petunjuk si
nenek ia girang. Pada detik The Tiangloo mau mengubah
pukulannya, ia membarengi dengan tinjunya. Hampir
berbareng dengan ebradunya kedua tinju kanan The
Tiangloo terhuyung satu dua tindak. Untung jg iapun
memiliki kepandaian tinggi sehingga ia tak sampai roboh.
Sebelum Cia Soen bisa mengirim serangan susulan, Cia
Tiangloo sudan merangsek untuk menolong kawanya.
Boe Kie mendapat kenyataan, bahwa Kie Tiangloo
bertubuh kate gemuk dan dengan mukanya yg bersinar
merah, ia menyerupai seperti seorang tukang potong babo.
Dilain pihak the Tiangloo berbadan kurus kering. Disebelah
kejauhan berdiri seorang pemuda yg berusia kurang lebih
tiga puluh tahun. Iapun mengenakan pakaian kaypang
dengan perbedaan, bahwa pakaiannya yg rombeng
kelihatan bersih. Di punggungnya menggemblok delapan
lembar karung. Bahwa seorang muda seperti dia bisa
menjadi tiangloo (tetua) dengan pertandaan delapan
karung, adalah kejadian yg luat biasa. Beberapa kali Boe
Kie mengawasi dia, ia merasa, bahwa ia pernah bertemu
dengan orang itu, tapi ia lupa dimana dan lagi kapan
pertemuan itu terjadi.
Tiba2 pemuda itu berkata, “Kim hoa popo, terang2an
kau tidak membantu Cia Soen, tapi gelap2an kau
membantu jg. Apa kau tidak curang?”
“Apakah tuan tiangloo dari kay pang?” Tanya si nenek
dengan suara tawar. “Maaf, nenekmu belum pernah
bertemu muka denganmu.”
“Tentu saja popo tidak mengenal aku, sebab belum lama
aku menduduki kursi tiangloo,” jawabnya. “Aku she Tan,
namaku Yoe Liang.”
Tan Yoe Liang! Boe Kie lantas saja ingat. Waktu Thay
1925
suhu mengajaknya ke Siauw Lim sie untuk berobat, salah
seorang murid Siauw Lim telah menghafal Boe Teng Kioe
yang kang dengan hanya sekali membaca. Murid Siauw lim
itu bukan lain drpd Tan Yoe Liang. Bagaimana ia sekarang
menjadi tiangloo dari partai pengemis? Tapi hal itu tidak
tetlalu mengherankan. Memang juga ada banyak anggota
lain partai yg masuk kedalam kaypang. Bahwa ia bisa
menjadi tiangloo bukan kejadian luar biasa. Ia berotak
cerdas. Dengan memiliki ilmu silat Siauw lim sie dan Boe
tong Kioe yang kang, tak heran kalau dia menduduki
kedudukan penting didalam partai itu.
“Apa murid Boe tong pun masuk kedalam kaypang?”
bentak Kim hoa popo.
Dari suara Tan Yoe Liang, Boe Kie tahu bahwa orang
itu memilki lweekang boe tong pay. Dia ternyata sudah
melatih diri dalam Boe tong kioe yang kang yg dicurinya.
Mendengar bentakan si nenek, Boe Kie mendongkol bukan
main. “Tak tahu malu!” katanya didalam hati.
Berbareng dengan itu, iapun akan merasa kagum atas
ketajaman Kim Hoa Popo.
Tan Yoe Liang tertawa, “Sungguh lucu?” katanya. “Aku
murid Siau Lim, tapi si nenek kukuh, bahwa aku anggota
dari partai lain. “keras,” disertai Siaw Lim Kioe yang kang.
Boe Kie terkejut. Orang itu sudah mempelajari Kioe
yang kang dari Siauw lim dan Boe tong dan benar2 lihai.
Mendadak terdengar bentakan keras dan lengan kiri The
Thiangloo kembali dengan tinjunya Cia Soen. Tiga murid
kay pang yg tadi mundur dari gelanggang, dengan serentak
menerjang pula dengan senjata mereka. Ilmu silat ketiga
orang itu kalah jauh dari kedua tiangloo tapi penyerbuan
mereka sangan menambah kerepotan Cia Soen. Orang tua
itu bukan saja tidak bisa melihat, tapi semenjak kedua
1926
matanya buta iapun belum pernah bertempur, sehingga ia
tidak punya pengalaman. Hari ini pertama kali ia
berhadapan dengan lawan2 berat dan berkelahi dengan
hanya mengandalkan ketajaman kupingnya. Dengan
bertambahnya musuh, bersenjata ia lantas jatuh dibawah
angina sebab ia sukar membedakan yg mana sambaran tinju
yg mana sambaran senjata tajam. Dalam sekejap bahunya
sudah terbacok.
Melihat bahaya Boe Kie bersiap untuk menolong.
“Kim hoa popo tidak bisa tidak menolong” bisik Tio
Beng sambil mencekal erat2 tangan pemuda itu.
Tapi si nenek masih tenang2 saja. Sambil bersandar
dengan tongkatnya ia hanya bersenyum dingin.
Dilain detik, betis Cia Soen kena tendangan Tiangloo.
Tendangan itu sangat hebat, sehingga Cia Soen terhuyung
hampir2 ia roboh. Kelima anggota kaipang itu jadi girang.
Sambil berteriak mereka memperhebat serangan.
Boe Kie sudah siap sedia. Sebelah tangannya sudah
memegang tujuh butir batu kecil. Pada detik yg sangat
berbahaya, ia menimpuk dan tujuh butir batu itu
menyambar kearah lima musuh. Tapi sebelum batu2 itu
mampir pada sasarannya, mendadak terlihat berkelebatnya
sehelai sinar hitam. “Trang!” tiga senjata putus empat sosok
tubuh manusia jg putus dan jatuh ke lereng gunung? Antara
kelima musuh itu hanya The tiangloo yg masih hidup dan
Cuma putus lengan kanannya. Ia menggeletak ditanah
dengan punggung tertancap sebutir batu yg di timpukkan
oelh Boe Kie. Keempat musuh yg sudah binasa jg tak luput
dari sasaran batu. Tapi batu2 itu sudah didahului dengan
babatan golok, sehingga bantuan Boe Kie sebenarnya sudah
tidak perlu lagi.
Semua kejadian itu terjadi dalam sekejap mata. Dilain
1927
detik, Cia Soen kelihatan berdiri sambil mencekal sebatan
golok yg berwarna hitam. Golok itu bukan lain daripada
“Boe lim Cie Coen” To liong to! Sambil melintangkan
senjatanya, Kim mo berdiri tegak dengan semangat
bergelora dan keangkeran yg tiada taranya sehingag ia
seolah2 malaikat yg baru turun dari atas langit.
Sedari kecil Boe Kie sudah sering melihat golok mustika
itu, tapi ia tak pernah menduga bahwa To liong to
sedemikian hebat.
“Boe lim cie coen… po to To liong!... boa lim coen po to
To lion!” (yang termulia dari rimba persilatan adalah golok
mustika To liong).
Sementara itu The tiangloo yg putus lengannya terus
berteriak2. Dengan paras muka pucat Tan Yoe Liang
berkata,
“Cia Tayhiap, aku akan merasa sangat takluk dengan
ilmu silatmu. Aku mohon kau suka mengampuni jiwa The
tiangloo dan membiarkan dia turun gunung. Aku bersedia
untuk menggantikan jiwanya dengan jiwaku sendiri. Cia
Tayhiap kau turun tanganlah!”
Semua orang kaget. Mereka tak sangka pemuda itu
mempunya “gie kie” (perasaan persahabatan) yg begitu
besar. “Gie” adalah sesuatu imlu silat yg sangat hebat
dalam Rimba persilatan dan tiada bandingannya dikolong
langit ini.
o)0o-dw-o0(o
“Aku akan mempelajari ilmu silat yg lebih tinggi dan
sepuluh tahun kemudian, aku akan menemui Cia tayhiap
lagi.”
Kalau mau, dengan sekali membabat Cia Soen bisa
membinasakan Tan Yoe Liang dan menyingkirkan
1928
ancaman di hari kemudian. Tapi ia seorang yg bernyali
sangat besar dan sedikit pun ia tak merasa jeri terhadap
ancaman itu. “Baiklah,” katanya.
“Jika lohu masih hidup, sepuluh tahun kemudian lohu
akan meminta pelajaran mengenai sinkang dari Siauw Lim
dan Boe Tong.”
Tan Yoe Liang merangkap kedua tangannya dan sambil
membungkuk ia berkata kepada Kim Hoa popo. “Kay pang
telah mengacau dipulau ini dan aku meminta maaf.”
Sesudah itu mendukung The tiangloo, ia berlalu.
Seperginya Tan Yoe liang, dengan mata melotot Kim
hoa popo mengawasi Boe Kie. ”Boca ilmu menimpuk mu
lihai juga!” katanya. “Tapi mengapa didalam kedua
tanganmu, kau memegang tujuh butir batu? Apakah sebutir
untuk Tan Yoe Liang dan sebutir lagi untuk aku sendiri?”
Boe Kie terkejut karena is nenek sudah dapat menebak
niatnya. Ia tak bisa segera menjawab dan hanya tersenyum.
“Bocah!” bentak Kim hoa popo dengan gusar. “Siapa
kau? Mengapa kau menyamar sebagai anak buah kapal?
Mengapa kau menguntit nenekmu. Bocah! Dihadapaan
Kim hoa popo, kau tidak boleh main gila.”
Dibentak begitu, Boe Kie yg tidak bisa berdusta jadi
gugup. Untung jg Tio Beng lantas menolong. Dengan
mengubah suaranya, si nona berkata. “Kini orang2 Kie
kengpang memang biasa berdagang tanpa modal dilautan
terbuka, popo telah mengeluarkan banyak uang untuk
menyewa kapal itu. Halangan apa kalau katai mengantar
popo? Melihat kay pang menghina orang mengandalkan
jumlahnya yg besar, saudara ku sudah membantu.
Maksudnya baik sekali. Diluar dugaan Cia tayhiap
memiliki kepandaian yg begitu tinggi, sehingga bantuan itu
sebenarnya tidak perlu.” Ia berbicara dengan nada seorang
1929
pria yg agak terlalu nyaring. Baik juga si nenek tidak
memperhatikan keganjilan itu.
Cia Soen mengibaskan tangan kirinya dengan berkata
“Terima kasih. Kalian pergilah. Hai!... Kim Mo Say Ong
telah jatuh di tanah datar dan hai ini ia mesti menerima
bantuan Kim keng pang. Selama berpisahan dengan dunia
kang ouw kira2 duapuluh tahun, dalam rimba persilatan
telah banyak muncul iorang pandai. Hai!... sebenarnya,
perlu apa kau kembali di Tiong goan?” ia mengeluarkan
kata2 itu dengan suara berduka. Timpukan Boe Kie telah
mengejutkan hatinya, karena dari sambaran angin ia tahu,
bahwa orang yg menimpuk adalah seorang yg
berkepandaian sangat tinggi, yg jarang terdapat didalam
dunia. Disamping itu ia telah berhasil membinasakan
musuh2nya hanya karena bantuan To liong to. Tanpa
merasa ia ingat kegagahannya pada duapuluh tahun
berselang, pada ia mengamuk di pulau Ong poan san.
Mengingat berbedaan antara dahulu dan sekarang, ia jadi
berduka.
“Cia Hiantee,” kata Kim hoa popo, “Aku tidak
membantu kau, sebab kutahu, bahwa kau dan aku
selamanya tidak suka dibantu irang. Cia Hiantee, apa kau
tidak gusar?”
Mendengar si nenek memanggil ayah angkatnya dengan
istilah “hiantee” (adik) Boe Kie kager tercampur heran.
“Tak usah sebut gusar, atau tidak gusar,” kata Cia Soen.
“Bagaimana dengan hasil penyelidikanmu? Apakah kau
sudah mendapat kabar tenang anakku Boe Kie?”
Boe Kie terkesiap. Hampir berbareng ia merasa
tangannya dipijit Tio Beng. Ia tahu bahwa si nona melarang
ia bergerak. Tadi ia karena ia tidak menghiraukan nasihat
Tio Beng, hampir2 ia berurusan dengan si nenek karena
1930
urusan batu. Maka it ia sekarang tidak berani berlaku
sembrono lagi dan sebisa2 menahan hatinya.
“Belum! Aku tidak berhasil,” jawab si nenek.
Cia Soen menghela napas. Sesudah berdiam beberapa
saat, ia berkata “Han Hoejin, kita berdua adalah saudara.
Tak boleh kau menipu aku sebab mataku buta. Bilanglah!
Apakah anakku Boe Kie masih hidup?”
Sebelum si nenek keburu menjawab, mendadak Coe Jie
mendahului. “Cia Tayhiap…” Tapi ia tidak bisa
meneruskan perkataannya, karena tangannya di pijit nenek
Kim hoa yang menatap wajahnya dengan melotot.
“In Kauwnio,” kata Cia Soe tergesa gesar. “Omong
terus! Hayo…. Apa popo menipu aku. Dia berdusta
bukan?”
Air mata si nona mengalir turun di kedua pipi nya.
Dengan muka menyeramkan, si nenek menempelkan
telapak tangannya pada batok kepala Coe Jie. Si nona tahu,
bahwa kalau ia berani bicara secara bertentangan dengan
kemauan popo nya, ia bakal binasa seketika. “Cia tayhiap,”
katanya. “Popo tidak menipu kau. Kami tidka mendapat
kabar apapun jua tentang Thio Boe Kie.”
Paras muka si nenek berubah terang, ia mengangkat
tangannya dari batok kepala Coe Jie, tapi tangan kirinya
maish tetap mencekal pergelangan tangan nona itu.
“Apa saja yg didengar olehmu?” tanya pula Cia Soen.
“Bagaimana dengan bengkauw? Bagaimana dengan
sahabat2 lama?”
“Tak tahu,” jawab si nenek. “Aku tidak memperdulikan
urusan Kang Ouw. Yang penting bagiku adalah mencari
Biat Coat suthay untuk membalas sakit hati. Urusan lain
tidak menarik hatiku.”
1931
“Bagus!” teriak Cia Soen dengan gusar. “Han Hoejin,
apa yg dikatakan olehmu pada hari itu dipulau Teng Bwe
to? Kau mengatakan, bahwa Thio Ngo tee suami istri telah
membunuh diri di Boetongsan. Kau mengatakan bahwa
anakku Boe Kie telah yatim piatu yg terhina2 (Red: kalau
tidak salah) dalam dunia Kang Ouw dan dimana2 dihina
orang. Kau mengatakan, sungguh kasihan anak itu!
Bukankah kau mengatakan itu semua?”
“Benar!”
“Kau mengatakan bahwa anakku itu kena pukulan Hian
beng sin ciang, sehingga siang dan malam ia menderita
kedinginan. Kau mengatakan juga bahwa di Ouw Hiap kok,
kau telah bertemu dengan dia. Kau coba membawa dia ke
leng coat to, tapi ia menolak. Taulah yg dikatakan olehmu,
bukan?”
“Benar! Jika aku menipu kau, biarlah aku dikutuk langit
dan bumi. Kalau akau berpesta biarlah Kim hoa popo
menjadi manusia hina dina dalam Rimba Persilatan.”
“Koawmo, aku ingin mendapat keteranganmu,” kata Cia
Soen.
“Memang benar apa yg di katakan popo,” kata Coe Jie.
“Aku telah membujuk ia untuk mengikut ke leng coa to. Ia
bukan saja menolak, ia bahkan menggigit belakang
tanganku. Sampai sekarang masih ada tandanya. Aku tidak
berdusta.”
Mendengar keterangan itu, tiba2 Tio Beng memijit
tangan Boe Kie, sedang pada kedua matanya terlihat sinar
mengejek dan mendongkol. Maka Boe Kie lantas saja
berubah merah.
Sekonyong konyong si nona mengangkat tangan Boe Kie
kemulutnya dan menggigit belakang tangan si pemuda itu.
1932
Darah lantas saja mengalir keluar. Karena gigitan itu, kio
yang sin kang yg berada di dalam tubuh Boe Kie lantas saja
bergerak secara wajar untuk melawan seraogna luar,
sehingga sebagai akibatnya, bibir si nona pecah dan
berdarah. Tapi sambil menahan sakit mereka tidak
mengeluarkan suara. Dengan rasa heran Boe Kie
mengawasi nona Tio. Ia tidak tahu mengapa nona itu
menggigit tangannya. Di lain pihak, nona Tio balas
mengawasi dengan sinar mata tertawa dan paras muka
kemerah2an. Dalam keadaan begitu, biarpun mulutnya
berlepotan darah dan biarpun diatas bibirnya terdapat
kumis palsu, ia kelihatannya cantik luar biasa.
Mendadak terdengar teriakan Cia Soen. “Bagus! Han
hanjin, hanyalah sebab memikiri nasih anakku Boe Kie,
maka aku rela berlalu dari Peng hwee to dan pulang ke
Tionggoan. Kau berjanji akan mencari anakku itu.
Mengapa sekarang kau tidak menepati janjimu itu?”
Boe Kie tidak bisa menahan rasa sedihnya lagi. Air
matanya lantas saja mengucur. Sekarang ia tahu, bahwa
ayah angkatnya sudah rela menempuh segala bahaya, rela
menghadapi musuh2 yg berjumlah besar dengan kedua
mata tidak bisa melihat, karena memikiri dirinya.
"Apa kau lupa perjanjian kita?" Tanya Kim hoa popo.
"Aku mencari Thio Boe Kie dan kau meminjamkan To
liong to kepadaku. Ciah Hian tee, begitu lekas kau menepati
janjimu, aku pun akan segera menyelidiki anak itu secara
sungguh2. Perkataan Kim hoa popo berat bagaikan gunung.
Tak nanti aku mungkin janji."
Cia Soen menggeleng2kan kepala. "Bawa dulu Boe Kie
kehadapanku, barulah aku menyerahkan To Liong to,"
katanya.
"Apa kau tidak percaya aku?"
1933
"Dalam dunia ini banyak terjadi kejadian yg tidak dapat
diramalkan lebih dahulu. Bahkan diantara orang2 yg
mempunyai hubungan seperti bapak dan anak, seperti
saudara kaundung jg sering terjadi kejadian melanggar
kepercayaan."
Boe Kie tau, bahwa dengan berkata begitu ayah
angkatnya ingat kebusukan Seng Koen.
"Apa benar kau tidak suka meminjamkan to liong to
kepadaku?" Tanya si nenek dengan suara mendongkol.
"Sesudah aku melepaskan Tan Yoe Lang aku bakal terus
disetaroni musuh," jawabnya. "Entah berapa banyak
musuh2ku akan dtg kesini untuk mencari aku. Keadaan kim
mo say ong tidak seperti dahulu. Kecuali to liong to aku tak
punya lain pembantu. Huh huh!..." Tiba2 ia tertawa dining.
"Han Hoejin, waktu lima musuh mengepung aku, orang
gagah dari Kie keng pang telah menyediakan tujuh butir
batu. Apakah aku tidak boleh merasa curiga juga? Huh huh.
rupa2nya kau mengharap supaya aku binasa didalam
tangannya orang2 Kaypang. Sesudah aku mampus dengan
mudah kau bisa merampas golokku. Mata Cia Soen buta,
tapi hatinya tidak buta. Han Hoe jin aku mau tanya,
kedatangan Cia Soen ke leng coa to dan senjata2 yg dipakai
dirahasiakan. Mengapa rahasia itu bocor? Mengapa orang2
kaypang sampai menyateroni aku disini?
"Hal itu justru diselidiki olehku."
Cia Soen tersenyum getir dan lalu memasukkan to liong
to kedalam jubahnya. "Jika kau tak mau menyelidiki
anakku Boe Kie, akupun tidak bisa memaksa," katanya.
"Jalan satu2nya bagi Cia Soen ialah masuk pula dalam
dunia Kang Ouw dan melakukan pula perbuatan2 yg
menggemparkan." Ia menengadah bersiul nyaring dan
kemudian berlari2 turun dari tanjakan disebelah barat.
1934
Biarpun buta ia bisa berlari dengan cepat menuju sebuah
gunung kecil yg terletak disebelah utara pulau. Dipuncak
gunung terdapat sebuah gubuh kecil. Gubuk itu rupa2nya
gubuh Cia Soen.
Sesudah Kim mo say ong berlalu sambil mengawasi Boe
Kie dan Tio Beng dangan mata melotot Kim hoa popo
membentak, "Pergi!"
Nona Tio segera menarik tangan Boe Kie dan mereka
lalu kembali ke kapal.
Baru saja tiba di kapal, Boe Kie berkata, "Aku mau
menengok Gie hoe"
"Apa kau tidak lihat sinar mata si nenek yg sangat
ganas?" kata Tio Beng.
"Aku tidak takut padanya."
"Aku merasa bahwa pulau ini diliputi macam2 rahasia.
Mengapa orang2 kaypang yg bisa dtg kesini? Cara
bagaimana Kim hoa popo tahu tempat bersembunyi ayah
angkatmu? Cara bagaimana dia bisa mencari ayah
angkatmu di Peng hwee to? Banyak pertanyaan masih
belum terjawab. Memang sukar untuk membinasakan
nenek itu. Tapi begitu lekas dia binasa, semua teka teki
tidak bisa dipecahkan lagi."
"Akupun bukan mau membinasakan Kim hoa popo. Aku
hanya ingin menemui Gie Hoe karena melihat
penderitaannya aku merasa sangat tidak tega."
Nona Tio menggeleng2kan kepala. "Dengan ayah
angkatmu, kau sudah berpisah belasan tahun," katanya.
"Kau harus bisa menahan sabar sehari dua, Tio kong coe
aku ingin mengajukan sebuah pertanyaan. Apakah kita
harus berwaspada terhadap Kim hoa popo atau harus lebih
berjaga2 terhadap Tan Yoe Liang?"
1935
"Menurut pendapatku, Tan Yoe Liang adalah seorang
laki2 tulen yg sangat mengutamakan persahabatan."
"Thio Kong coe, apa kau tidak coba menipu aku? Apa
jawabanmu jawaban setulus hati?"
"Menipu kau? Tan Yoe Liang rela menerima kebinasaan
untuk menggantikan The tiang loo. Apa itu bukan
perbuatan yg suka dilakukan? Apakah kita tidak harus
menghormatinya sebagai seorang laki2 sejati?"
Tio beng menatap wajah Boe Kie. Ia menghela napas
dan berkata dengan suara menyesal. "Thio kong coe! Kau
seorang kauwcoe dari bengkauw yg harus memimpin begitu
banyak orang gagah, ku tak nyana kau bisa ditipu orang
secara begitu mudah?"
"Ditipu orang?"
"Terang2 Tan Yoe Liang menipu Cia tayhiap. Kau
sendiri melihat dengan matamu. Apa kau tak sadar akan
adanya tipu itu?"
Boe kie berjingkrak. "Dia menipu Gie hoe?" ia menegas.
"Dengan sekali membabat, Cia tayhiap telah
membinasakan orang dan melukakan seorang jago
kaypang. Namun andai kata saja Tan Yoe Liang memiliki
ilmu silat yg lebih tinggi lagi, ia pasti tidak akan bisa
meloloskan diri dari To liong to. Dalam keadaan begitu,
seorang manusia biasa hanya melihat dua jalan. Melawan
dengan nekad untuk membinasakan atau menekuk lutut
dan minta ampun. Cia Tayhiap tidak ingin lain orang tahu
tempat bersembunyinya. Biarpun Tan Yoe Liang berlutut
tiga ratus kali, belum tentu ayah angkatmu bersedia
mengampuni jiwanya. Tapi Tan Yoe Liang seorang
manusia luar biasa. Dengan otaknya yg sangat cerdas,
segera menempuh jalan hidup satu2nya yaitu berlagak
1936
seperti seorang ksatria, berlagak menjadi seorang laki2 tulen
yg mengutamakan Gie Khie. Thio kongcoe sebagai
manusia yg sangat pintar, mustahil kau tidak bisa melihat
tipu daya yg sangat licik itu?" Sambil memberi keterangan,
si nona menempelkan koyo pada luka ditangan Boe Kie
karena gigitannya dan kemudian membalutnya dengan
menggunakan sapu tangannya sendiri.
Keterangan Tio Beng sangat beralasan tp mengingat
sikap dan suara Tan Yoe Liang yg wkt itu sangat
bersungguh2, Boe Kie menyangsikan kebenaran penafsiran
si nona.
“Baiklah,” kata pula nona Tio. “Sekarang aku ingin
mengajukan lain pertanyaan. Waktu Tan Yoe Liang bicara
dengna Cia Tayhiap, bagaimana sikap kedua tangan dan
kedua kakinya?”
Boe Kie tertegun. Tak dapat ia menjawab pertanyaani tu.
Waktu Tan Yoe Liang berbicara, ia hanya memperhatikan
paras muka pemuda itu dan paras muka ayah angkatnya. Ia
tidak memperdulikan tangan dan kaki Tan Yoe Liang. Ia
melihat, tapi seperti juga tidak melihat.
Sekarang, dengan munculnya pertanyaan Tio Beng,
didepan matanya terbayang kembali peristiwa itu,
terbayang sikap dan gerakan Tan Yoe Liang selagi dia
mengeluarkan kata2 seorang ksatria.
Selang beberapa saat, barulah ia berkata. “Ya sekarang
aku ingat. Tangan kanan Tan Yoe Liang terangkat sedikit,
tangan kirinya dilintangkan didepan dada. Ha! Itulah
pukulan Say coe pek touw (Anak singan menubruk kelinci)
dari Boe tong pay. Kakinya…? Hm… ya! Kakinya
memasang kuda2 dari pukulan Hang tee tauw sit
(Tendangan menakluki siluman) Hang mo tee tauw sit
1937
adalah salah satu pukulan lihai dari Siauw Lim pay.
Apakah ia hanya berlagak mengeluarkan kata2 itu dan
sebenarnya ia ingin membokong Gie Hoe? Tapi.. tapi tak
bisa jadi…”
Tio Beng tertawa dining. “Tio Kong coe,
pengetahuanmy tentang hati manusia tinggi ilmu silatnya
Tan Yoe Liang? Mana mampu dia membokong Cia
Tayhiap. Dia seorang yg sangat pintar dan dia pasti tahu
kemampuannya sendiri. Sekali lagi aku mau menanya.
Andaikata tipu muslihatnya diketahui Cia Tayhiap yg tidak
mau mengampuninya, siapakah yg akan ditendang olehnya
dengan tendangan Hang mo tee sauw sit? Siapa yg akan
diterkam dengan Say boe Pek tauw?”
Boe Kie bukan manusia tolol. Sebab ia seorang baik dan
menganggap bahwa semua manusia sama mulianya seperti
dia maka dia tidak bisa melihat kebusukan Tan Yoe Liang,
tapi begitu disadarkan, ia segera dapat memecahkan teka
teki itu dalam keseluruhannya. Ia merasa seolah olah di
guyur dengan air es dan paras mukanya lantas saja berubah
pucat. “Celaka…” ia mengeluh. “Sekarang aku mengerti…
ia akan menendang The Tiangloo yg rebah ditanah dan
menubruk In Kouwnio kearah Cia Tayhiap dan berbareng
menubruk serta mendorong sahabatmu In Kouwnio
keadrah Cia Tayhiap jg. Denang tipu itu masih terdapat
kemungkinan untuk melarikan diri. Memang jg belum tentu
ia berhasil, tapi kecuali itu, tidak ada lain jalan yg lebih
baik. Andaikata aku berada dalam kedudukannya, akupun
akan berbuat begitu. Sampai detik ini, aku belum dapat
memikir jalan yg lebih baik. Ah!... bahwa dalam sekejap
mata manusia itu sudah bisa mendapatkan tipu tersebut,
merupakan bukti, bahwa dia benar2 lihai.” Sehabis berkata
begitu nona Tio menghela napas.
Boe Kie mendengari keterangan itu dengan hati
1938
berdebar2. Sedari kecil ia sudah mengalami banyak
perbuatan manusia2 busuk tp manusia yg selihai Tan Yoe
Liang, ia belum pernah menemui. Lewat beberapa saat
barulah ia dapat membuka suara, “Tio Kouwnio dengan
sekali melirik kau sudah bisa melihat tipu muslihatnya. Hal
ini membuktikan bahwa kau lebih unggul daripada dia.”
“Apa kau menyindir aku?” tanya si nona dengan suara
jengah. “Thio Kongcoe, jika kau kuatir akan kelihaian atau
kejahatanku lebih baik kau menyingkir jauh2.”
Boe Kie ketawa geli. “Tak usah” katanya. “Terhadap
siasatmu aku masih bisa menjaga diri.”
“Apa benar?” tanya Tio Beng sambil tersenyum. “Apa
benar kau mampu menjaga diri? Tapi mengapa sampai
pada detik ini, kau masih belum tahu, siapa yang menaruh
racun di belakang tanganmu?”
Boe Kie terkejut. Hampir berbareng ia merasa gatal2
pada lukanya. Buru2 ia membuka balutan memeriksa
lukanya dan mencium cium belakang tangannya. Ia
mengendus bau harus campur manis. “Celaka!” serunya. Ia
tahu lukanya telah dilumas denga kie hye siauw kie san,
semacam racun yg merusak daging. Walaupun tidak
berbahaya, racun itu memperhebat lukanya dan sesudah
luka itu sembuh, tapak gigi si nona akan melekat terus pada
belakang tangannya.
Buru2 Boe Kie pergi keburitan kapal dan mencuci
lukanya dengan air bersih. Tio beng mengikuti sambil
tertawa hahahihi dan coba membantu pemuda itu. Dengan
rasa mendongkol Boe Kie mendorong pundak si nakal.
“Jangan dekat2!” bentaknya. “Mengapa kau begitu jahat?
Apa kau kira tak sakit?” Racun itu sebenarnya mudah
dikenali, tapi sebab dicampur dengan yan cie dna luka itu
dibalut dengan sapu tangan yg wangi, maka Boe Kie tak
1939
mendusin bahwa dirinya diakali.
Sebaliknya dr gusar, Tio Beng tertawa berkakakan. “Kau
benar2 tak mengenal kebaikan orang” katanya. “Aku
menggunakan itu sebab kuatir kau merasakan kesakitan yg
terlalu berat.”
Boe Kie tak mau meladeni dan uring2an, ia turun
kebawah dan masuk kamarnya. Tio Beng mengikuti. “Thio
Kongcoe!” panggilnya. Boe Kie tidak menyahut. Ia pura2
tidur. Si nona memanggilnya beberapa kali, tapi ia tetap
tidak menggubris. “Ah, kalau tahu bakal begini tadi benar2
menaruh racun dan mengambil jiwa anjingmu!” kata Tio
Beng yang mulai hilang sabarnya.
Boe Kie membuka matanya. “Mengapa kau mengatakan
aku tak mengenal kebaikan orang?” tanyanya. “Coba
ceritakan.”
Nona Tio tertawa geli. “Bagaimana kalau keteranganku
sangat beralasan dan kau menyetujui kebenarannya
keteranganku itu?” tanyanya.
“Kau memang pintar bicara. Dalam mengadu lidah, aku
tak bisa menandingi kau.”
“Ha ha! Sebelum aku membuka mulut, kau sudah
mengakui, bahwa maksudku memang bagus sekali.”
“Fui! Dikolong langit mana ada maksud baik yg
diperlihatkan secara begitu? Kau menggigit tanganku dank
au tidak meminta maaf. Itu masih tak apa. Kau bahkan
melabur racun. Aku tak suka menerima maksud baik yg
semacam itu.”
“Hm… Thio Boe Kie, kini aku bertanya. Mana yg lebih
hebat, apa gigitanmu, atau gigitan mu pada tangan Kouw
nio?”
1940
Paras muka Boe Kie lantas saja berubah merah. “Itulah
kejadian lama…. Perlu apa kau menyebut2 lagi?” katanya.
“Biarpun telah lama, justru aku mau menanya. Jangan
kau coba berkelat kelit.”
“Andai kata benar gigitanmu lebih hebat, aku
mempunyai alasan untuk berbuat begitu. Ia mencekal
tanganku erat2. ilmu silatku belum bisa menandinginya.
Aku berontak, tapi tidak bisa meloloskan diri. Waktu itu,
aku masih kanak2 dan dalam bingungku tanpa merasa aku
telah menggigit tangannya. Tapi kau bukan kanak2 dan
akupun tidak mencekal tanganmu untuk menyeret kau
dating di Leng coa to.”
“Heran sekali. Dulu, In Kouwnio mencekal tanganmu
untuk memaksa kau datang di Leng coa to, tp kau menolak
keras. Tapi mengapa kini kau datang dipulau ini, tanpa
diundang siapapun jua?”
Sekali lagi paras muka Boe Kie berubah merah. Ia
tertawa dan menjawab. “Aku dtg disini sebab di perintah
olehmu!”
Mendengar jawaban itu, paras muka si nona pun
berubah merah, sedang hatinya senang sekali. Dengan
menjawab begitu, Boe Kie seolah2 mengatakan begini.
“Waktu dia memaksa aku, aku menolak keras. Tapi
diperintah olehmu aku lantas saja menurut.”
Untuk beberapa saat, mereka saling memandang tanpa
mengeluarkan sepatah kata dan akhirnya masing2
memalingkan muka dengan sikap jengah.
Sambil menundukkan kepala, Tio Beng kemudian
berkata dengan suara perlahan.
“Baiklah! Aku akan menjelaskan secara jujur. Dahulu
kau mengigit tangan In Kouw nio. Sesudah berselang begitu
1941
lama ia masih belum bisa melupakan kau. Didengar dari
perkataannya mungkin sekali seumur hidup ia tak akan
melupakan kau. Sekarang akupun menggigit tanganmy.
Aku menggigit tanganmu supaya… supaya.. seumur hidup,
kau tidak melupakan aku.”
Jantung Boe Kie melonjak. Sekarang ia baru mengerti
maksud si cantik yg sebenarnya. Mulutnya seolah2
terkancing dan ia hanya mengawasi nona Tio dengan mata
membelak.
Sementara itu Tio Beng berkata pula.
“Dengan melihat tanda luka ditangan In Kouw nio,
kutahu lukanya sangat dalam. Karena gigitanmu hebat,
karena lukanya sangat dalam, maka peringatan In Kouwnio
akan dirimu jg sangat mendalam, pikirku. Semula aku ingin
mengigit keras2 tanganmu, sama kerasnya seperti gigitanmu
pada tangan In Kouwnio. Tapi aku merasa tidak tega.
Dilain pihak apabila aku tidak menggigit keras2 mungkin
sekali kau akan segera melupakan aku. Sesudah
menimbang2, aku segera mengambil jln yg plg baik. Aku
tidak mengigit hebat. Gigitanku hanya cukup untuk
membuat sedikit luka dan pada luka itu aku melebur sedikit
Kie hoe Siauw kie san, supaya tanda gigitanku tidak bisa
menghilang lagi dari tanganmu.”
Boe Kie merasa gelid an tercampur terharu. Dengan
memberi pengakuan kanak2 yg tolol kedengarannya si nona
telah membuka hatinya dan menunjuk rasa cintanya yg
sangat besar. Ia menghela napas dan berkata, “ Sekarang
aku tidak menggusari kau lagi. Akulah yg tidak mengenal
kebaikan orang. Kau memerlukan aku secara begitu.
Sebenarnya tak perlu, sebab, bagaimanapun jua, aku tidak
akan melupakan kau.”
Mendengar perkataan Boe Kie, pada mata Tio Beng
1942
lantas saja berkelebat sinar kenakalannya. Ia tertawa dan
berkata, “Kau mengatakan, kau memperlakukan aku secara
begitu. Apa maksudnya? Apakah aku memperlakukan kau
secara baik atau tidak baik? Tio Kongcoe berulang kali aku
melakukan perbuatan yg tidak baik terhadapmu dan belum
pernah aku berbuat sesuatu yg baik terhadapmu.”
“Sudahlah,” katanya seraya tersenyum. “Aku akan
merasa girang, jika mulai sekarang kau menjadi anak yg
baik,” ia memegang tangan kiri si nona erat2 dan kemudian
mengangkat kemulut sendiri.
“Akupun inging menggigit tanganmu keras2, supaya
seumur hidup kau tidak melupakan aku,” katanya sambil
tertawa.
Girang dan malu memenuhi dada si nona. Ia
memberontak dan melarikan diri. Tapi baru ia melangkah
pintu, tiba2 ia kesamprok dengna Siauw Ciauw, “Celaka!”
ia mengeluh. “Malu sungguh kalau pembicaraan didengar
olehnya.” Dengan paras muka kemerah2an, ia naik
kegeladak kapal dengan tindakan lebar.
Siauw Ciauw menghampiri Boe Kie dan berkata, “Tio
Kongcoe, tadi kulihat Kim hoa popo dan nona muka jelek
itu masing2 menggendong selembar karung besar. Apa
maksud mereka?”
Sehabis bersenda gurau dengan Tio Beng, Boe Kie
merasa jengah dan untuk sejenak, ia tidak bisa bicara.
“Apakah mereka menuju kesebuah gubuh diatas gunung yg
terletak disebelah utara pulau ini?” tanyanya kemudian.
“Benar,” jawab Siauw Ciauw. “Sambil berjalan mereka
bertengkar dan didengear dari suaranya Kim hoa popo
sedang bergusar.”
Boe Kie mengangguk. “Biarlah sebentar kita berdamai,”
1943
katanya. “Sebaiknya kita menyelidiki maksud mereka.”
Sehabis berkata begitu, ia segera naik keatas dan pergi ke
buritan kapal. Jauh2 ia melihat Tio Beng yg sedang berdiri
termenung di kepala kapal. Ia mengawasi si nona dengan
pikiran bergelombang seperti turun naiknya ombak yg
memukul badan kapal. Lama ia berdiri disitu. Sesudah sang
surya menyelam kebarat dan pulau Leng Coa to diliputi
kegelapan, barulah ia turun kebawah.
Sesudah makan malam, Boe Kie berkata kepada Tio
Beng dan Siauw Ciauw. “Aku ingin menengok Gie hoe.
Kalian tunggu saja dikapal.”
“Jangan pergi sekarang,” kata Tio Beng. “Tunggu sejam
lagi.”
Boe Kie menganggukkan kepala. Karena memikiri ayah
angkatnya ia merasa jalannya sang waktu lambat sekali.
Sesudah berselang kurang lebih satu jam ia berbangkit dan
sambil tersenyum ia menghampiri pintu.
“Tunggu!” kata Tio Beng sambil membuka tali Ie Thian
kiam dari pinggangnya.
“Tio Kongcoe, bawalah pedang ini unutk menjaga diri.”
Boe Kie terkejut. “Kau lebih memerlukan senjata itu
untuk menjaga diri,” katanya.
“Tidak! Aku sangat berkuatir akan kepergianmu ini.”
“Mengapa berkuatir?”
“Entahlah. Kim hoa popo sukar ditebak maksudnya. Tan
Yoe Liang banyak tipu muslihat. Disamping itu ayah
angkatmu jg belum tentu percaya, bahwa kau ada si anak
Boe Kie. Hai!... pulau ini dinamakan Leng coa (ular sakti).
Mungkin sekali di pulau ini terdapat mahluk beracun yg
sangat lihai. Apapula..” ia tidak meneruskan perkataannya.
1944
“Apapula apa?”
Tio beng tidak menjawab. Sambil tertawa dengan muka
bersemu dadu, ia mengangkat sebelah tangannya kemulut
sendiri yg dibuka seperti orang mau menggigit. Bie Kie
tahu, bahwa yg dimaksud nona Tio adalah In Lee saudari
sepupunya. Ia tersenyum dan lalu berjalan pergi.
“Sambutlah!” teriak Tio Beng seraya melontarkan Ie
Thian Kiam.
Mau tak mau Boe Kie menyambuti. Jantung relaannya
itu, sekali lagi Tio Beng menunjuk rasa cintanya yg sangat
besar.
Sesudah menyisipkan senjata mustika itu di
punggungnya, dengan menggunakan ilmu mengentengkan
badan Boe Kie berlari lari ke arah gunung disebelah utara
Leng coa to. Untuk menghindarkan diri dari serangan
binatang beracun, ia hanya menginjak batu2 gunung. Kira2
semakanan nasi, ia sudha tiba di kaki puncak. Ia mengadah
dan sayup2 melihat gubuk ayah angkatnya yg diliputi
kegelapan. “Lampu sudha dipadamkan, apa Gie hoe sudah
tidur?” tanyanya didalam hati. Dilain saat ia ingat, bahwa
ayah angkatnya tidak bisa melihat dan sama sekali tidak
memerlukan penerangan.
Mendadak dilereng gunung sebelah kiri lapat2 ia
mendengar suara manusia. Dengan merangkak ia maju
untuk mencari suara itu yg tiba2 menghilang pula. Secara
kebetulan, angin dari sebelah utara meniup dengan
kerasnya sehingga pohon2 bergoyang2. Dengan
menggunakan kesempatan itu, ia berlari2 kearah suara tadi.
Sebelum angin berhenti, dalam jarak empat limat tombak,
ia sudah mendengar suara seorang yg berbicara sangat
perlahan. ‘Mengapa kau tidak lantas bekerja? Mengapa kau
main lambat2an?’ Itulah suara Kim hoa popo.
1945
“Popo, dengan berbuat begini kan berdosa terhadap
seorang sahabat,” kata seorang wanita yg bukan lain
daripada In Lee. “Selama puluhan tahun Cia tayhiap
bersahabat dengan popo, maka dari peng hwee to ia telah
datang disini.”
“Dia percaya aku? Jangan kau omong yg gila2! Kalua
benar dia percaya mengapa dia tak sudi meminjami tio
liong to? Pulang nya ke tiong goan adalah untuk mencari
anak angkatnya. Ada sangkut paut apakah dengan diriku.”
Boe Kie mengerti, bahwa nenek itu sedang mengatur tipu
untuk mencelakai ayah angkatnya guna merampas To liong
to. Dengan hati2 ia maju lagi beberapa tindak dan diantara
kegelapan, ia melihat peta badan si nenek. Tiba2 ia
mendengar suara “tring” seperti logam beradu dengan batu.
Lewat beberapa saat, suara itu terulang pula.
Ia merasa sangat heran tapi ia tidak berani maju terlebih
jauh.
“Popo,” demikian tedengar suara In Lee. “Jika kau mau
goloknya secara terang2an, seperti caranya seorang gagah.
Nama Kim Hoa dan Gin hiap dari Leng coato pernah
mengantarkan dunia Kang ouw kalau perbuatan popo
sampai tersiar diluaran bukanlah popo akan di tertawai oleh
segenap orang gagah? Biarpun popo dapat merampas To
Liong To dan mengalah kan murid Go Bie Pay muka popo
tak menjadi terlebih terang”
Bukan main gusarnya si nenek, “Budak kecil!”
bentaknya. “Siapa yg sudah menolong jiwamu dari bawah
telapak tangan ayahmu? Sekarang kau sudah besar dank au
tak suka mendengar lagi perkataan. Cia Soen bukan
sanakmu. Mengapa kau coba melindungi dia secara begitu
mati2an. Jawab! Jawab! Pertanyaan popo!” bergusar ia
bicara dengan suara sangat perlahan seperti juga ia kuatir
perkataannya akan didengar oleh Cia Soen yg berada diatas
1946
pundak.
In Lee menghela napas. Ia melontarkan karung yg
dipegangnya ketanah dan jatuhnya karung disertain suara
gemerincing,s edang ia sendiri mundur beberapa tindak.
“Oh, begitu?” bentak pula si nenek. “Ibarat burung
sekarang bulumu sudah tumbuh semua dan kau ingin
terbang sendiri. Bukankah begitu?”
Diantara kegelapan Boe Kie melihat sinar mata si nenek
yg dingin dan berkeredepan.
“Popo” kata In Lee dengan suara sedih, “aku takkan
melupakan budimu yg sangat besar. Popo sudah menolong
jiwaku dan mengajar ilmu silat kepadaku. Akan tetapi Cia
Tayhiap adalah ayah angkatnya…”
Nenek Kim Hoa tertawa getir, “Aku Tanya nyana,
bahwa didalam dunia ada manusia yg begitu tolot seperti
kau” katanya. “Bukan kah dengan kupingmu sendiri kau
sudah mendenagr pengakuan Boe Liat dan Boe Ceng Eng,
bahwa bocah she Thio itu jatuh kedalam jurang yg
dalamnya berlaksa tombak di wilayah she hek? Pada waktu
ini tulang2nya mungkin sudah jadi tanah. Dan kau masih
memikiri dia!”
“Tapi popo entah mengapa aku tetap tidak bisa
melupakan dia,” kata si nona. “Mungkin sekali… inilah apa
yg pernah dikatakan popo tentang hutang pada penitisan yg
lampau…”
Si nenek menghela napas dan paras mukanya jadi
terlebih sabar. “Sudahlah! Hapuskan bocah itu dari
keringatmy!” katanya dengan membujuk. “Dia sekarang
sudah mati. Andaikata kau dan dia sudah jadi suami istri,
kaupun tak bisa berbuat apapun jua. Hm… baik jg dia mati
siang2. kalau dia belum mati dan sekarang dia melihat
1947
mukamu apakah kau akan jatuh cinta kepadamu? Untung
dia sudah mampus. Kalau tidak kau harus menyaksikan dia
bercinta2an dan menikah dengan wanita lain. Apabila
terjadi kejadian itu bukankah kau akan lebih menderita
daripada sekarang?”
In Lee tidak menjawab. Ia menundukkan kepala dan air
mata meleleh turun dikedua pipinya.
“Kita tak usah menyebut wanita lain,” kata pula si
nenek. “Lihat saja Cioe Kouwnio yg di tawan kita. Dia
cantik dan ayu bagikan bunga. Kalau she Thio itu masih
hidup dan melihat nona Cioe dia pasti akan jatuh cinta.
Dan kau? Apa yg akan diperbuat olehmu? Apa kau akan
membunuh Cioe Kouwnio atau akan membunuh bocah she
Thio itu? Huh! Huh! … Jika kau tak melatih diri dalam Ciat
hoe chioe kau akan menjadi seorang gadis yg sangat cantik.
Tapi skrg… segala apa sudah kasep.”
“Benar…” kata In Lee dengan suara sedih. “Orangnya
sudah mati, sedang mukaku sudah rusak. Tak guna bicara
panjang2 lagi. Tapi Cia Tayhiap adalah ayah angkatnya.
Popo, aku hanya memohon belas kasihanmu dalam hal ini.
Mengenai lain urusan, aku berjanji akan menaati segala
perintahmu.” Sehabis berkata begitu, ia berlutut dan
menangis segak2 sambil memanggut2kan kepalanya.
Dalam pelayaran ke Peng Hwee to untuk mengajak Cia
Soen pulang ke Tiong goan, Kim hoa popo dan In Lee telah
menggunakan waktu sekarang lebih satu tahun.
Belakangan, setelah masuk kedalam dunia Kang Ouw,
mereka tidak pernah berhubungan dengan tokoh Rimba
Persilatan. Itulah sebabnya mengapa sampai sekurang
mereka belum tahu bahwa Boe Kie telah menjadi Kauwcoe
dari Beng Kauw.
Sesudah memikir beberapa saat, nenek Kim hoa berkata,
1948
“Baik kau bangunlah!”
“Terima kasih popo!” kata si nona dengan girang.
“Aku hanya meluluskan permohonanmu untuk tidak
mengambil jiwanya. Tapi tekadku untuk merampas To
Liong to tidak dapat diubah lagi…”
“Tapi popo…”
“Jangan rewel! Jangan sampai darahku meluap!” Sehabis
membentak, si nenek mengayun tangannya “Cring!”
demikian terdengar suara beradunya logam daengan batu.
Sambil maju dengan perlahan, ia mengayun tangannya
berulang2 dan setiap nyanan tangan di iring dengan suara
“cring”. In Lee sendiri berduduk dibatu seraya menangis
dengan perlahan.
Melihat kecintaan nona itu terhadap dirinya. Boe Kie
merasa sangat terharu dan berterima kasih.
Beberapa lama kemudian, dari jarak belasan tombak, si
nenek membentak, “Bawa kemari!”
Mau tak mau In Lee berbangkit dan menjemput
karungnya. Dengan menenteng karung itu, ia menghampiri
si nenek.
Boe Kie merangkak maju beberapa tindak. Tiba2 ia
bergidik ia merasa punggungnya diguyur dengan air es.
Mengapa? Karena dibatu2 gunung dalam jarak dua tiga
kaki, tertancap sebatang jarum baja yg panjangnya kira2
delapan coen dengan tajamnya mendongak keatas. Ah!
Nenek Kim hoa benar2 jahat! Sebab kuatir tidak bisa
menjatuhkan ayah angkatnya, dia memasang “barisan
jarum”. Rupa2nya Kim Hoa popo menganggap bahwa ia
juga menggunakan senjata rahasia, ia belum tentu bisa
berhasil. Sebab Kim mo Say ong bisa berkulit (Red:
berkelit?) dengan mendengar sambaran angin.
1949
Boe Kie seorang manusia yg sangat sabar. Tapi skrg
darahnya meluap. Sebisa2 ia mencekam hawa amarahnya
karena ia tahu bahwa dengan mengumbar napsu ia bisa
merusak urusan besar. Semula ia ingin segera mencabut
jarum itu dan melocoti topeng si nenek, tapi ia segera
membatalkan niatnya karena mendapat lain pikiran.
“Nenek jahat itu memanggil Gie hoe dengan istilah Cia
Hiantee. Dahulu mereka tentu mempunya perhubungan yg
lebih erat. Sekarang kutunggu sampai ia bertengkar dengan
Gie hoe dan pada saat yg tepat, aku membuka topengnya.
Hari ini langit menaruh belas kasihan sehingga secara
kebetulan aku berada di tempat ini. Gie Hoe pasti tidak
akan mengalami bahaya apapun jua.”
Sesudah mengambil keputusan, dengan pikiran lebih
tenang, ia segera duduk di atas sebuah batu.
Sekonyong2 angin meniup dan di antara suara angina
terdapat lain suara seperti jatuhnya selembar daun. Tapi
Boe Kie yang berkuping tajam sudah tahun bahwa suara itu
adalah Tan Yoe Liang yg tangannya memegang sebatang
golok bengkok. Golok itu sangat tipis dan di bungkus
dengan selembar kain untuk menendang sinarnya. Melihat
lagak orang yg seperti maling, diam2 Boe Kie memuji,
tepatnya tebakan Boe Kie. Dengan sesungguhnya dia bukan
manusia baik2, katanya didalam hati.
Mendadak terdengar seruan Kim Hoa Popo, “Cia
Hiantee, penjahat anjing yg tak mengenal mampus dtg
menyatroni lagi!”
Boe Kie terkejut. Nenek Kim Hoa sungguh tidak boleh
dibuat gegabah. “Apa dia jg sudah tahu kedatanganku?”
tanyanya pada diri sendiri. Ia melihat Tan Yoe Liang
sendiri sudah merebahkan diri dirumput, tanpa berani
bergerak. Dengan sangat hati2 ia maju lagi beberapa
tombak. Ia ingin berada terlebih dekat dengan ayah
1950
angkatnya untuk merintangi setiap bokongan dari si nenek.
Dilain saat orang yg bertubuh tinggi besar keluar dari
gubuk. Orang itu adalah Cia Soen. Ia berdiri tegak tanpa
mengeluarkan sepatah kata.
“Cia hiantee, kau selalu bercuriga terhadap sahabat
lama, tapi menaruh kepercayaan besar terhadap orang
luar,” kata Kim Hoa popo. “Tadi siang kau melepaskan
Tan Yoe Liang dan sekarang dia datang lagi.”
“Tombak yg terang gampang dikelit, anak panah gelap
sukar dijaga,” jawabnya.
“Selama hidupnya Cia Soen paling sering menderita
karena perbuatan orang sendiri. Kalau Tan Yoe Liang mau
mencari aku biarlah dia mencari aku.”
“Cia Hiantee, perlu apa kau meladeni manusia rendah
itu?” kata si nenek. “Tadi siang waktu kau mengampuni
jiwanya, apa kau tahusikap kai dan tangannya? Hm…
kedua tangannya bersiap dengan pulukan Say coe Pek
Tauw sie kakinya memasang kuda2 Heng mo Tee Tauw sit
dari Siauw lim pay. Ha, ha, … ha, ha…” suaranya tertawa
yg menyerupai jeritan burung hantu sangat menyeramkan.
Cia Soen kaget. Ia tahu bahwa Kim Hoa popo tidak
berdusta. Karena tidak bisa melihat ia sudah bisa diakali.
“Cia Soen sudah sering dihina orang,” katanya dengan
suara tawar. “Dalam dunia Kang Ouw, jumlah manusia
rendah seperti dia tidka bisa dihitung berapa banyaknya.
Membunuh atau tidak membunuh dia tidak menjadi soal.
Han Hoe jin, kau adalah seorang sahabat lama, waktu itu,
mengapa kau tidak memberitahukan aku? Mengapa baru
sekarang kau mengatakan begitu? Apa maksudmu?”
Sehabis bertanya begitu, tiba2 badannya melesat dan
dalam gerakan yg cepat luar biasa, ia sudah berada
1951
dihadapan Tan Yoe Liang.
Dengan sekali menggerakkan tangan kirinya ia
merampas golok bengkok, sedang tangan kanannya
memberi tiga gapelokan beruntun pada pipi Tan Yoe Liang.
Sesudah itu sambil mencengkeram leher pemuda itu, ia
membentak: “Binatang! Aku bisa mengambil jiwamu
seperti mengambil jiwa ayam, tapi aku sudah meluluskan
bahwa sepuluh tahun kemudian, kau boleh datang lagi
untuk mencari diriku. Dilain kali, jika kita bertemu pula,
antara kira berdua hanya terbuka jalan mati atau hidup.” Ia
mengangkat tubuh Tan Yoe Liang dan melontarkannya
jauh2.
Apa mau, pemuda itu melayang jatuh ke arah “barisan
jarum”. Si nenek kaget. Kalau Tan Yoe Liang jatuh diatas
jarum, rahasianya akan terbuka dan capai lelahnya akan
tersia2. Secepat kilat ia melompat dan menotok pingang
pemuda itu dengan tongkatnya, sehingga tubuh yg hampir
ambruk ditanah terpental lagi beberapa tombak jauhnya.
“Pergi!” bentaknya. “Kalau kau berani menginjak lagi
pulau Leng coa to, aku akan mengambil jiwanya seratus
murid Kay pang, Kim hoa popo tidak pernah omong
kosong. Sekarang aku hanya menghadiahkan kau dengan
sekuntum bunga emas.”
Hampir berbareng sehelai sinar emas menyambar dan
sekuntum bunga emas (kim hoa) mampir tepat pada jalan
darah dipipi Tan Yoe Liang sehingga untuk sementara
waktu, dia tidak dapat berbicara timpukan si nenek itu
adalah untuk menjaga kalau2 Tan Yoe Liang membuka
rahasianya. Dilain pihak, pemuda itu sendiri lalu kabur
sekeras2nya.
Karena menyerang Tan Yoe Liang, sekarang Cia Soen
hanya terpisah beberapa tombak dari ‘barisan jarum’ dan
Boe Kie berada disebelah belakangnya. Dengan memiliki
1952
lweekang yg beberapa kali lipat lebih tinggi daripada Tan
Yoe Liang, Boe Kie dapat menahan pernapasannya begitu
rupa, sehingga biarpun dia berada sangat dekat, Kim hoa
popo dan Cia Soen masih belum mengetahui.
“Cia hiantee, kau sungguh lihai,” memuji si nenek.
“Kupingmu dapat menggantikan mata dan kegagahanmu
masih belum berkurang. Menurut pendapatku kau masih
bisa malang melintang dalam dunia Kang Ouw sedikitnya
duapuluh tahun lagi.”
“Hm, tapi aku tak bisa mendengar Say Coe Pek Touw
atau Hang Mo Tee Touw Sit Han Hoe Jin, aku tidak
mengharap banyak. Asal saja aku bisa tahu dimana adanya
Boe Kie atau mendapat kabar tentang keadaannya, biarpun
mati, aku akan mait dengan mata meram. Hutang darah
Cia Soen berat bagaikan gunung. Ia pantas mati dengan
menggenaskan.. huh huh… janganlah bicara lagi dengan
malang melintang dalam dunia Kangouw.”
Si nenek tertawa, “Cia Hian tee,” katanya. “Bagi Hoe
kauw Hoat ong dari Beng Kauw, membunuh beberapa
orang tak menjadi soal. Cia Hiantee, pinjamkanlah To
Liong to kepadaku.”
Cia Soen tidak menyahut.
“Cia Hiantee,” kata pula si nenek, “tempat ini telah
diketahui musuh dan kau tak bisa berdiam lebih lama lagi.
Aku akan mencari tempat lain yg lebih aman dan akan
membawamu ke situ untuk berdiam beberapa bulan.
Serahkanlah To Lion To kepadaku. Setelah merobohkan
Go bie Pay, aku akan mencari Tio Kongcu dengan seantero
tenagaku.”
Tapi Kim mo say ong tetap menggeleng2kan kepalanya.
“Cia Hiantee, apa kau masih ingat kata2 soe tay hoat
1953
ong, Cie peh kim ceng? Dahulu dibawah pimpinan Yo
Kauwcoe Eng ong, In Hian tee, Hong Ong, Wie Hiantee
ditambah lagi dengan kau dan aku berdua telah malang
melintang dikolong langit tanpa menemui tandingan.
Sekarang biarpun badan kita sudah tua. Hati kita masih
gagah seperti dahulu. Cia Hiantee apakah kau tega
membiarkan Cie San Lao, cie cie mu dihina orang?” (Soe
tay hoat ong Cie peh kim ceng, Empat hoe hauw Hoat ong,
yaitu Cie san liong on. Peh bie Eng ong, Kim mo say ong
dan Ceng Ek Hok on!)
Boe Kie terkesiap, “Ah! Apa Kim hoa popo Cie San
Lion ong?” tanyanya didalam hati.
“Sudahlah!” kata Cia Soen dengan suara tawar. “Itulah
urusan dahulu. Perlu apa disebut2 lagi? Sudah tua! … kita
sekarang sudah tua.”
“Cia hiantee, cie cie mu belum lamur. Apa aku tak bisa
melihat, bahwa selama dua puluh tahan kepandaianmu
banyak bertambah? Perlu apa kau merendahkan diri? Kita
hidup tidak terlalu lama lagi. Menurut pendapatku,
sementara Soe Tay hoat ong belum mati, kita berempat
haruslah bergandengan tangan pula dan melakukan sesuatu
yg lebih hebat dan menggemparkan didalam dunia.”
Cia Soen menghela napas, “In jieko dan Wie hantee
belum tentu masih hidup,” katanya. “Apa pula Wie Han tee
yg didalam badannya mengeram racun dingin. Mungkin
sekali ia sekarang sudah tidak berada didalam dunia lagi.”
“Kalau salah, dengan sejujurnya aku memberitahukan
bahwa disini waktu Peh bie Eng ong dan Ceng ek Hok Ong
berada di Kong Beng Teng.”
“Di Kong Beng Teng? Perlu apa mereka datang di Kong
Beng Teng?”
1954
“A lee telah melihat mereka dengan mata sendiri. A lee
adalah cucu kandung dari In Hiantee. Ia dimarahi oleh
ayahnya dan ayahnya mau membunuh dia, pertama kali
aku yg menolongnya. Kedua kali ia ditolong Wie Hiantee
yg membawanya ke Kong Beng Teng. Tapi ditengah jalan
diam2 aku meramasnya. A lee coba kau ceritakan kepada
Cia Kong2 cara bagaimana enam partai besar coba
menyerang Kong beng teg.”
Dengan ringkas Alee segera memutarkan apa yg
diketahui olehnya. Tapi karena sebelum tiba di Kong Beng
Teng ia sudah ditemukan dan dibawa pergi oleh Kim hoa
popo, maka ia tidak tahu kejadian2 di puncak gunung itu.
Makin mendengar Cia Soen jadi bingung, “Habis
bagaimana? Habis bagaimana?” Ia bertanya tak henti2nya.
Akhirnya ia teriak dengan penuh kegusaran. “Han hoe jin!
Karena berebut kedudukan Kauw Coe kau tidak akur
dengan saudara2 kita. Tapi pada waktu agama kita
menghadapi bahaya bagaimana kau tega untuk berdiri
dengan berpeluk tangan? Lihatlah In Jie ko Wie
hianteeNgoi sian jin dan Ngo hen kie! Bukankah mereka
semua datang di Kong Beng Teng untuk membantu?”
“Tanpa To Liong to, aku hanya pecandu Biat Coat
Loonie. Biapun datang di Kong Beng Teng, aku tak ada
muka untuk bertempur melawan dia. Apa pula waktu aku
kebetulan mendengar tempat sembunyianmu. Dengan
tergesa2 aku serga berlayar ke Peng hwee to.”
“Bagaimana kau tahu tempatku? Apakah orang Boe tong
yg memberitahukan kepadamu?”
“Bukan!” orang Boe tong tak tahu tempatmu.
Waktu didesak Coei San duami istri lebih suka
membunuh diri dari pada membuka rahasia. Orang Boe
tong tak tahu tempat sembunyianmu. Baiklah, hari ini aku
1955
akan bicara terang2an. Di See hek aku bertemu dengan
seorang yg bernama Boe Liat. Secara kebetulan kau
mendengar pembicaraannya, dengan anak perempuan. Aku
segera membekuk dia. Aku menyiksa dia dan sebab tak
tahan siksaan dia membuka rahasia.”
Share:
cersil...
Comments
0 Comments

Postingan Cersil Terbaru