Selasa, 18 April 2017

Cersil Ke 21 Kwee Ceng

Cersil Ke 21 Kwee Ceng
Cersil Ke 22 Kwee Ceng Tag:Penelusuran yang terkait dengan cersil cersil indo cersil mandarin full cerita silat mandarin online cersil langka cersil mandarin lepas cerita silat pendekar matahari kumpulan cerita silat jawa cersil mandarin beruang salju. cerita silat pendekar mataharicerita silat indonesia cerita silat kho ping hoo cerita silat mandarin online cerita silat mandarin full cerita silat jawa kumpulan cerita silat cerita silat jawa pdf
-Si petani menjadi seperti kalap, dia berkelahi nekat
sekali, hendak dia merangsak, akan tetapi dia
dirintangi tongkat kaum Pengemis, saban-saban kena
dipaksa mundur pula.
Kwee Ceng sekarang menerjang keluar dari kamar
suci, dia paksa memukul mundur kepada si pengail, si
tukang kayu dan si pelajar juga, hingga mereka ini
terpaksa mundur setindak demi setindak.
Oey Yong dalam melayani si petani telah menotok
ke arah alis lawannya itu. Petani itu terkejut, dia
berteriak, dengan terpaksa dia berkelit sambil
berlenggak sambil berlompat juga.
"Bagus!" berseru si nona selagi orang mundur, lalu
dengan sebat ia menutup pintu. Sekarang ia tertawa
haha-hihi dan mengatakan: "Tuan-tuan, tahan, hendak
aku bicara!"
Si tukang kayu dan si tukang pancing telah
menangkis serangannya Kwee Ceng, mereka
merasakan tangan mereka sakit, mereka terhuyung
mundur beberapa tindak, meski begitu, ketika si anak
muda maju, mereka pun maju pula dengan berbareng,
guna melawan terus. Di dalam keadaan seperti itu,
mereka tidak kenal takut.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Kwee Ceng telah mendengar suara kawannya, ia
berhenti untuk melayani terlebih jauh, cepat-cepat ia
menarik pulang tangannya, sembari memberi hormat,
ia kata; "Maaf! Maaf!"
Keempat murid It Teng menjadi heran dan
melengak karenanya.
Oey Yong segera berkata; "Kami telah menerima
budi guru kamu, budi yang besar sekali, sekarang guru
kamu berada dalam bahaya cara bagaimana kami bisa
berpeluk tangan menonton saja? Maafkan perbuatan
kami ini ada berhubung sama maksud kami untuk
memberi pertolongan."
Si pelajar menjura.
"Musuh majikan kami itu ialah majikan kami juga," ia
berkata. "Di antara kita orang ada tingkat tinggi dan
rendah, karena itu, kalau majikan kami yang wanita itu
datang ke mari, kami tidak berani turun tangan
terhadapnya. Juga guru kami, karena kematiannya
sang putra selama belasan tahun, tidak tentram
hatinya, maka itu kalau sebentar Lauw Kui-hui datang,
jangan kata memangnya telah lenyap kepandaiannya,
walaupun ia masih gagah, ia tentu bakal mandah
dibunuh Lauw Kui-hui. Maka hal itu sangat menyulitkan
kami, kami tidak berdaya. Dari itu nona, jikalau kamu
bisa menunjuki jalan keluar kepada kami, meski tubuh
kami hancur lebur, tidak nanti kami melupakan budimu
yang besar itu."
Melihat orang bicara demikian sungguh-sungguh,
Oey Yong tidak mau bergurau pula.
"Kami mulanya mengharap bantuannya si orang
India yang menjadi paman guru kamu," ia berkata,
"Kami tidak menyangka, dia sebenarnya tidak mengerti
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
ilmu silat, karena itu sekarang aku mesti menukar
siasat. Tindakan ini luar biasa, besar bahayanya.
Umpama kata kita berhasil, di belakang hari tidak
bakal ada ancaman bahaya lagi, Eng Kouw sangat
licin, kepandaiannya juga tinggi, dari itu aku masih
berkhawatir. Aku bodoh, aku tidak dapat memikir lain
jalan lagi……"
Si pelajar berempat mengawasi.
"Ingin kami mendengar keterangan nona," kata si
pelajar.
Oey Yong menggeraki alisnya yang bagus, terus ia
memberikan keterangannya, mendengar mana,
keempat muridnya It Teng saling mengawasi, hingga
sekian lama mereka tidak dapat membuka suara.
*
* *
Ketika sang lohor tiba, dengan perlahan-lahan, sang
Batara Surya turun ke belakang gunung. Tinggal angin
gunung, yang masih meniup-niup, membuatnya
bergoyang-goyang pepohonan di depan kuil. Juga
daun-daun kering di pengempang mengasih dengar
suaranya yang halus. Tinggallah sinar layung, yang
membuatnya puncak gunung berbayang, rebah
bagaikan satu raksasa……
Si tukang pancing berempat duduk bersila di
ujungnya jembatan batu, mata mereka diarahkan ke
ujung lain dari jembatan itu. Hati mereka masingmasing
tidak tentram. Lama mereka menanti, sampai
sang magrib tiba. Beberapa ekor gagak terbang
dengan suaranya yang berisik, terbang pergi ke selat
gunung.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Masih di ujung jembatan sana tak nampak siapa
juga.
"Mudah-mudahan Lauw Kui-hui mengubah
pikirannya," berkata si tukang pancing di dalam
hatinya. "Di dalam hal ini, suhu tidak dapat
dipersalahkan. Biarlah dia tak datang untuk selamalamanya……"
"Lauw Kui-hui sangat cerdik, tentulah ia sekarang
lagi memikirkan akal muslihatnya," si tukang kayu
berpikir lain.
Si petani adalah yang paling tak sabaran.
"Biarlah dia datang lebih siang, supaya urusan pun
beres lebih siang!" pikirnya. "Biar bahaya biar rejeki,
biar baik biar jahat, biarlah lekas ada keputusannya!
Dikatakan datang, dia tidak datang, apa itu tidak
membikin orang bergelisah?"
Si pelajar sebaliknya pikir; "Makin lambat dia
datang, makin berbahaya ancaman bencananya.
Sebenarnya soal sulit sekali……"
Sebetulnya pelajar ini pintar dan pandai berpikir,
belasan tahun dia menjadi perdana menteri negara
Tali, pernah dia menghadapi banyak perkara besar
dan peperangan juga, tetapi belum pernah dia
menghadapi saat tegang sebagai ini. Maka dia jadi
berpikir keras, apapula ketika itu, cuaca jadi semakin
gelap, di tempat jauh di sana, tak nampak suatu apa,
kecuali suara yang menyeramkan dari si burung
malam, si kokok beluk atau burung hantu. Tidak heran
kalau kemudian dia ingat kepada dongeng semasa ia
kecil. "Si kucing malam bersembunyi di tempat gelap,
dia mencuri alisnya beberapa orang, alis yang dapat
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
dia menghitungnya dengan tepat, maka umur dia itu
tak menanti sampai fajar……"
Dengan si kucing malam dimaksudkan si burung
hantu. Dan cerita itu dongeng belaka, akan tetapi
karena teringatnya di waktu sore, dalam suasana
seperti itu, mau atau tidak, bulu roma menjadi
terbangun sendirinya. Hebat pengaruhnya suara si
burung hantu itu……
"Mungkinkah suhu tidak bakal lobos dari takdirnya
ini, dan ia mesti mati di tangannya seorang wanita?" si
pelajar berpikir.
"Nah, dia datang 'tu!" mendadak terdengar suara si
tukang kayu, suaranya perlahan dan bergemetar.
Benar saja, di atas jembatan, terlihat berkelebatnya
satu tubuh manusia. Tiba di bagian liang atau
ceglokan, dengan pesat bayangan itu berlompat. Dia
begitu gesit hingga si pelajar berempat menjadi heran,
hingga mereka berpikir: "Ketika dia belajar silat pada
suhu, kita sudah mewariskan kepandaian suhu,
kenapa sekarang dia menjadi terlebih lihay
daripadaku? Selama belasan tahun ini, di mana ia
meyakinkan ilmu silatnya itu?"
Selagi orang itu mendatangi bagaikan bayangan, si
pelajar berempat lantas bangun untuk berdiri, segera
mereka memecah diri ke kedua sisi.
Cepat sekali orang itu telah tiba. Dia mengenakan
pakaian hitam, cuaca pun gelap, tetapi dia dapat lantas
dikenal. Memang dialah Lauw Kui-hui, selir yang
dicintai Toan Hongya. Maka lantas mereka itu memberi
hormat sambil mengucapkan: "Siauwjin menghadap
Nio-nio!"
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Mereka menyebut diri: "siauwjin", hamba yang
rendah dan memanggil nyonya itu dengan Nio-nio,
sebutan mulia untuk seorang permaisuri.
"Hm!" Eng Kouw mengasih dengar suaranya,
sedang matanya menyapu empat orang itu.
"Apakah Nio-nio itu?" katanya bengis. "Lauw kui-hui
sudah lama mati! Aku ialah Eng Kouw. Hai, yang mulia
Perdana Menteri, yang mulia Jenderal Besar, yang
mula Laksamana dan Pemimpin dari Pasukan
Gielimkun, kiranya kamu semua ada di sini! Aku
menyangka Sri Baginda benar-benar sudah melupai
dunia, dia menjadi pendeta, siapa tahu dia justru
bersembunyi di sini, dia tetap masih menjadi kaisar
yang berbahagia!"
Hati empat orang itu berdenyutan. Suara kui-hui
sangat tak enak terdengarnya.
"Sekarang ini Sri baginda bukan lagi seperti Sri
Baginda dulu hari," berkata si pelajar, si bekas perdana
menteri yang mulia itu, "Kalau Nio-nio melihat
padanya, pasti Nio-nio tidak bakal mengenalinya."
"Hai, masih kamu menyebut Nio-nio!" membentak
Eng Kouw, "Apakah kamu hendak mengejek aku? Apa
perlunya kamu hendak memberi hormat padaku
sampai aku mati?"
Keempat orang itu saling melirik, lantas mereka
bangun berdiri.
"Hambamu yang rendah mengharap kesehatan Nionio,"
kata mereka.
Eng Kouw mengangkat tangannya.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Hongya menitahkan kamu memegat aku, perlu apa
ini segala macam adat istiadat?" katanya. "Jikalau
kamu hendak turun tangan, lekas kamu menggeraki
tangan kamu! Kamu raja dan menteri setahulah kamu
telah mencelakai berapa banyak rakyat negeri, maka
terhadap aku, seorang wanita, perlu apa kamu masih
berpura-pura?"
"Raja kami mencintai rakyatnya seperti dia
mencintai anaknya sendiri," berkata si pelajar, "Dia
sangat bijaksana dan mulia hatinya, jangan kata
mencelakai orang yang tidak bersalah dosa, sekalipun
seorang penjahat besar, dia masih menyayanginya!
Mustahilkab Nio-nio tidak ketahui itu?"
Muka Eng Kouw menjadi merah.
"Beranikah kamu main gila terhadap aku?" dia
menanya bengis.
"Hambamu tidak berani……"
"Kamu menyebut hambamu, sebenarnya di antara
kita mana ada lagi raja dan menterinya?" kata Eng
Kouw. "Sekarang aku hendak menemui Toan Tie Hin,
kamu hendak memberi jalan atau tidak?"
Toan Tie Hin itu ialah namanya Toan Hongya alias
It Teng Taysu. Si pelajar berempat mengetahui itu
tetapi mereka tidak pernah berani menyebut itu, maka
itu terkesiap hati mereka akan mendengar Eng Kouw
menyebutnya seenaknya saja.
Si petani yang asalnya adalah komandan
Gielimkun, pasukan raja, menjadi habis sabar. Dia kata
dengan keras; "Siapa satu hari pernah menjadi raja,
dia agung seumur hidupnya, maka mengapa kau
mengucap kata-kata tidak karuan?"
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Eng Kouw tertawa panjang, tanpa membilang suatu
apa, ia berlompat maju.
Keempat orang itu mengulur tangan mereka, untuk
memegat. Mereka pikir: "Meskipun dia libay, mustahil
kita tidak dapat merintangi dia? Biarnya kita melanggar
titah Sri Baginda, karena terpaksa, kita tidak bisa
berbuat lain……"
Eng Kouw tidak menggunai kedua tangannya, baik
untuk mendorong mereka dapat atau untuk meninju,
dia maju terus, bersedia akan membenturkan tubuhnya
kepada mereka itu!
Si tukang kayu terkejut. Tentu sekali ia tidak berani
membiarkan tubuhnya ditubruk, itu artinya mereka
saling membentur tubuh. Maka ia berkelit ke samping,
sebelah tangannya diulur, guna menyambar ke pundak
si nyonya, bekas junjungannya itu. Ia menyambar
dengan cepat, ia juga menggunai tenaga, akan tetapi
ketika tangannya mengenai sasarannya, ia heran. Ia
menjambak sesuatu yang lunak dan licin, ia gagal
mencekuk si nyonya.
Justru itu si petani dan tukang pancing, sambil
berseru, menyerang dari kiri dan kanan!
Eng Kouw tidak menangkis, ia hanya berkelit. Ia
mendak, lalu ia molos bagaikan ular licin di bawahan
tangan kedua penyerangnya itu. Berbareng dengan itu,
si tukang pancing mendapat cium bau yang harum
sekali, hingga ia terkejut, hingga lekas-lekas ia
menggeser incarannya, khawatir nanti mengenai tubuh
nyonya itu.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Bagaimana he?" membentak si petani, gusar.
Dengan sepuluh jarinya yang kuat, ia menyambar ke
pinggang selir raja itu.
"Jangan kurang ajar!" membentak si tukang kayu.
Si petani tidak menghiraukan bentakan itu, ia
meluncurkan terus tangannya, hingga ia mengenakan
sasarannya, hanya untuk herannya, ia membentur
sesuatu yang licin, hingga ia tidak dapat
mencengkeram!
Demikian dengan ilmu lindungnya, Eng Kouw
meloloskan diri dari rintangannya tiga bekas
menterinya itu, maka sekarang tahulah ia mereka tidak
dapat mencegah padanya. Karena ini, ia lantas
membalas, sebelah tangannya melayang kepada si
petani.
Melihat demikian, si pelajar menyerang dengan
totokannya, ke lengan bekas selir itu, tetapi ini
junjungan wanita tidak memperdulikannya, bahkan dia
juga mengeluarkan jari tangannya, memapaki totokan
itu, hingga tangan mereka bentrok seketika.
Bukan main kagetnya si pelajar, hingga dia berseru.
Bentrokan itu membikin dia merasa sangat sakit,
tubuhnya pun lantas roboh terbanting.
Si tukang kayu dan si tukang pancing berlompat,
guna menolongi kawannya itu.
Si petani dengan kepalannya, menyerang Lauw Kuihui,
untuk merintangi nyonya itu nanti menyusuli
serangannya kepada kawannya yang roboh itu.
Tangannya ini keras bagaikan besi.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Eng Kouw hendak menguji kepandaiannya yang ia
ciptakan sendiri selama hidup menyendiri di rawa
lumpur hitam, ia tidak menyingkir dari serangan itu.
Sikapnya ini membikin kaget penyerangnya. Karena si
petani pikir, kalau ia mengenakan sasarannya, tentulah
hancur lebur batok kepalanya kui-hui itu. Ia lantas
menarik pulang, tetapi dengan begitu kepalannya itu
mengarah juga hidung Eng Kouw!
Nyonya itu berkelit dengan cepat, kepalan lewat di
depan hidungnya, mengenakan pipi si nyonya. Justru
ia terkejut, justru tangannya dapat kena ditangkap. Ia
kaget dan berontak, atau lantas ia merasakan
tangannya sakit, sebab tangan itu kena dibikin patah!
Ia mengertak gigi, tanpa menghiraukan tangan patah
itu, dengan tangan kanannya, ia segera menotok ke
ceglokan sikut.
Si pelajar berempat telah mendapat pelajaran baik
dari guru mereka, meski belum mereka mewariskan
ilmu silat It Yang Cie, buat di dunia kangouw, sudah
jarang tandingan mereka, maka mereka tidak
menyangka pada diri Eng Kouw mereka seperti
membentur batu. Tentu sekali, saking kerasnya
niatnya menuntut balas, si nyonya pun mempelajari
senjata rahasia yang berupa jarum emas. Ia
mengambil dasar dari gerakan menyulam. Telunjuk
kanannya dipakaikan gelang seperti cincin emas, pada
cincin itu ada tiga batang jarumnya yang dipakaikan
racun. Demikian sambil tertawa dingin, ia menyambut
si petani.
Bagaikan orang yang menusuki diri pada jarum,
demikian si petani. Begitu tangannya ketusuk, begitu ia
menjerit, begitu juga tubuhnya roboh seperti si pelajar
tadi!
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Hm, paduka congkoan!" Eng Kouw tertawa dingin.
Ia lantas nerobos maju.
"Nio-nio, tahan!" berseru si tukang pancing.
Eng Kouw memutar tubuhnya. "Kau mau apa?" ia
menanya dingin.
Sekarang si nyonya sudah tiba di depan
pengempang. Pengempang itu dipisahkan dengan
rumah suci dengan sebuah jembatan batu yang kecil
dan ia sudah berada di kepala jembatan. Ia
mengawasi dengan roman dan sinar mata bengis, di
dalam gelap, sinar matanya itu nampak nyata. Maka
terkejutlah si tukang pancing melihat sinar mata itu,
hingga ia tidak berani menerjang.
"Yang mulia perdana menteri dan yang mulia
congkoan berdua telah terkena jarumku. Cit Ciat Ciam,
maka di kolong langit ini sudah tidak ada orang yang
dapat menolong mereka!" kata Eng Kouw dingin. Habis
berkata begitu, ia memutar pula tubuhnya, tanpa
menanti jawaban, ia berjalan maju, perlahan
tindakannya, tidak ia berpaling pula. Nyata ia tidak
khawatir yang orang nanti menyerang dengan
membokong kepadanya.
Jembatan batu yang kecil itu cuma seperjalanan
kira duapuluh tindak, ketika si nyonya hampir sampai
di ujung penghabisan, di sana dari tempat yang gelap
muncul satu orang, muncul secara tiba-tiba, hanya dia
segera memberi hormat seraya berkata: "Adakah
cianpwee baik-baik saja?"
Eng Kouw terkejut. Ia berkata di dalam hatinya: "Ini
orang muncul secara tiba-tiba begini! Kenapa aku tidak
mengetahui dari siang-siang? Jikalau dia menurunkan
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
tangan jahat, pastilah aku telah terbinasa atau
sedikitnya terluka……"
Maka ia lantas mengawasi. Ia melihat seorang
dengan tubuh tinggi dan dada lebar, alisnya gompiok,
matanya besar. Ia pun lantas mengenali Kwee Ceng,
si anak muda yang ia berikan petunjuk untuk datang ke
gunung ini.
"Apakah lukanya si nona kecil sudah sembuh?" ia
menanya.
"Terima kasih untuk petunjuk cianpwee," menyahut
si anak muda sambil menjura. "Lukanya sumoayku
syukur telah diobati sembuh oleh It Teng Taysu."
"Hm! Kenapa dia tidak datang sendiri menghaturkan
terima kasih padaku?" Eng Kouw tanya, sembari
berkata, ia bertindak maju.
Kwee Ceng berdiri di ujung jembatan, ia tahu orang
hendak menerobos tak perduli ia bakal terbentur.
"Cianpwee, silahkan kembali!" ia berkata cepat.
Eng Kouw tidak menghiraukannya, ia maju terus.
Bahkan dengan menggunai Nie-ciu-kang, ilmu silat
"Lindung", ia nerobos ke samping kiri si anak muda.
Kwee Ceng pernah menempur nyonya ini di rawa
lumpur hitam, di rumah si nyonya, ia tidak menyangka
orang ada selicin demikian, dalam heran dan kagetnya
itu, ia berlompat, lantas ia menyerang dengan tangan
kirinya, yang dilancarkan ke belakang. Ia telah
menggunai ilmu silat Kong Beng Kun ajarannya Ciu
Pek Thong.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Eng Kouw sudah melewati si anak muda ketika ia
terkejut atas berkesiurnya angin kepalan, halus tetapi
keras. Untuk menolong diri seharusnya ia mundur
pula, akan tetapi ia telah berkeputusan pasti, untuknya
ada maju tidak ada mundur, maka juga, ia tahu apa
yang ia mesti lakukan.
"Hati-hati!" Kwee Ceng berteriak. Atau mendadak ia
merasakan ada tubuh wanita yang halus yang
menubruk lengannya, selagi ia kaget, kakinya telah
kena digaet si nyonya, hingga tidak ampun lagi,
keduanya jatuh ke arah pengempang.
Selagi tubuhnya belum jatuh ke air, tangan kiri Eng
Kouw dilewatkan di bawahan ketiak kanan Kwee
Ceng, diangkat ke atas, ke belakang leher, terus ke
pundak kiri si anak muda, untuk dipakai mencekek
tenggorokan anak muda itu, untuk itu ia menggunakan
dua jerijinya jempol dan tengah. Inilah ilmu silat
"Siauw-kim-na" atau "Tangkapan kecil" jurus
"Memencet tenggorokan menutup napas". Kalau orang
kena terpencet, ia bisa lantas putus napasnya.
Kwee Ceng merasakan gerakan tangan orang itu, ia
terperanjat. Ia tahu yang ia terancam bahaya. Dengan
lantas ia membela diri. Ia juga menggeraki tangan
kanannya ke arah lehernya si nyonya, hanya ia bukan
mengarah tenggorokan hanya belakang leher, sebab
ia menggunai tipu serupa untuk bagian belakang,
sedang Eng Kouw untuk bagian depan.
Eng Kouw lantas merasa akan gerakannya pihak
lawan. Ia pun tahu lihaynya pencetan itu, maka ia
berdaya untuk menghindarkannya.
Jembatan itu tidak tinggi, jaraknya ke muka air
dekat sekali, meski begitu, sebelum tubuh dua orang
itu tercebur, mereka sudah saling menyerang atau
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
membela diri. Diakhirnya, "Byur!" maka keduanya jatuh
ke air!
Empang itu dalam kira dua kaki, di situ ada
lumpurnya, maka setelah berada di dalam
pengempang, keduanya kerendam air sebatas dada.
Eng Kouw licik sekali. Dengan tangan kiri ia
merogoh ke dalam air, ia mengambil lumpur, dengan
itu ia lantas menghajar mukanya si anak muda.
Kwee Ceng terkejut, ia berkelit.
Di dalam bergerak di lumpur, itulah
keistimewaannya si nyonya. Sudah belasan tahun ia
berlatih di rawa lumpur, maka juga tubuhnya dapat
bergerak dengan lincah sekali, mirip dengan lindung.
Kalau di darat dia licin, di air terlebih lagi. Ini juga
sebabnya ia berhasil menubruk si anak muda, untuk
mereka kecebur bersama. Ia percaya, dengan
bertempur di air, dapat ia melewati anak muda ini.
Di dalam air, Kwee Ceng kalah gesit. Rugi
untuknya, ia juga tidak berani menyerang melukai
nyonya itu. Karena ia cuma bertujuan merintangi si
nyonya. Maka lekas juga ia terdesak. Berulang-ulang
ia diserang dengan lumpur, hingga ia selalu mesti main
berkelit. Akhirnya ia gelagapan, ketika ada juga lumpur
yang menimpa mukanya sebelum ia sempat berkelit, ia
cuma bisa menutup matanya. Sambil membela diri
dengan sebelah tangan, dengan tangan yang lain ia
singkirkan tanah basah itu. Ia telah diajari Kanglam
Liok Koay, kalau terkena senjata rahasia, jangan sekali
kehilangan ketabahan, kalau kita gugup atau bingung,
leluasa musuh mengulangi serangannya. Maka itu, ia
membela diri sambil menyerang beruntun tiga kali.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Eng Kouw yang pintar menyingkir dari setiap
serangan itu, ia berlompat naik ke darat, dari itu ketika
kemudian Kwee Ceng sudah bisa membuka matanya,
ia tengah lari menuju ke dalam kuil. Di dalam hatinya ia
kata: "Sungguh hebat! Kalau tidak ada pengempang,
tidak nanti aku dapat mengundurkan bocah tolol itu.
Rupanya Thian ada besertaku, supaya aku berhasil
menuntut balas……"
Segera juga ia sampai di depan pintu. Ia
mengajukan sebelah tangannya, akan menolak daun
pintu.
"Blak!" demikian satu suara nyaring dan pintu
terbuka dengan gampang. Ia menjadi terkejut bahna
herannya. Tentu sekali ia berkhawatir nanti ada musuh
bersembunyi, maka ia tidak lantas maju terus untuk
masuk, ia hanya berdiri diam sambil memasang mata.
Kuil itu sunyi senyap. Karena itu baru ia bertindak
masuk.
Di pendopo ada api pelita, menyorotkan roman
agung dari patung sang Buddha yang dipuja di situ. Ia
lantas berlutut memberi hormatnya, ia memuji agar ia
dibantu melaksanakan pembalasannya. Tengah ia
memuji, tiba-tiba ia mendengar suara tertawa perlahan
dan geli di sebelah belakangnya. Ia terkejut. Segera ia
bersiap membela diri, ialah dengan tangan kiri ia
menyampok ke belakang, dengan tangan kanan ia
menekan tikar untuk berlompat bangun sambil
memutar tubuhnya.
"Bagus!" ia mendengar pula satu suara, kali ini
pujian untuk lompatannya yang lincah itu. Ia mengenali
suaranya seorang nona. Ketika ia sudah mengawasi -
karena ia pun tidak diserang - segera ia melihat tegas
siapa nona itu, ialah Oey Yong!
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Nona Oey mengenakan baju hijau dengan ikat
pinggang merah, gelang rambutnya yang terbuat dari
emas berkeredep berkilauan. Pada wajahnya yang
cantik terlihat senyuman manis. Sedang tangannya
mencekal Lek-tiok-thung, tongkat keramat dari Kay
Pang, Partai Pengemis.
Bab 65. SELAMAT
"Eng Kouw, lebih dahulu aku menghaturkan
banyak-banyak terima kasih untuk pertolonganmu!" si
nona lantas berkata.
Tapi si nyonya terus terang: "Aku memberi petunjuk
kepadamu untuk kau datang berobat kemari,
maksudku yang utama bukan untuk menolongi kau,
hanya untuk mencelakai orang. Buat apa kau
mengucap terima kasih padaku?"
Nona Oey menghela napas.
"Di dalam dunia ini, budi dan permusuhan sangat
sukar dijelaskannya," katanya. "Ayahku di Tho Hoa To
telah memenjarakan Loo Boan Tong Ciu Pek Thong
limabelas tahun lamanya sampai diakhirnya, dia tetap
tidak sanggup menolongi jiwanya ibuku……"
Mendengar disebutnya nama Pek Thong, tubuh Eng
Kouw bergidik.
"Ada apakah hubungannya di antara ibumu dan Ciu
Peng Thong?" ia menanya bengis.
Oey Yong cerdik sekali. Segera ia menduga, Eng
Kouw tentu mencurigai ada hubungan asmara di
antara ibunya dan Loo Boan Tong. Nada suara nyonya
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
ini tegas menyatakan itu. Tapi ini pun bukti bahwa
setelah berselang belasan tahun, kui-hui ini masih
tidak melupakan Pek Thong, bahkan dia menjadi jelus
terhadap orang lain. Tapi orang menanyakan tentang
ibunya. Ia lantas tunduk dan air matanya mengucur
turun.
"Ibuku telah dibikin letih Ciu Pek Thong hingga ia
meninggal dunia," sahutnya.
Eng Kouw menjadi bertambah curiga. Ia mengawasi
tajam nona di depannya, hingga ia melihat kulit muka
orang yang putih dan halus, matanya yang indah dan
alis bagus bagaikan dilukis. Ia merasa, meskipun dulu,
semasa ia muda dan sedang cantiknya, tidak dapat ia
melawan nona ini. Maka kalau dia ini sama dengan
ibunya, sama cantiknya, siapa berani tanggung Ciu
Pek Thong tidak jatuh hati terhadap ibu si nona ini?
Maka ia mengerutkan alis.
Oey Yong berkata pula: "Jangan kau memikir yang
tidak-tidak! Ibuku ada seorang bagaikan bidadari,
sedang Ciu Pek Thong itu buruk bagaikan kerbau
nakal! Kecuali orang yang ada matanya tanpa bijinya,
tidak nanti ada yang menaruh hati pada si nakal itu!"
Eng Kouw tahu ia dimaki berdepan, tetapi toh katakata
si nona melenyapkan kecurigaannya, maka
berbareng dengan itu, lenyap juga kejelusannya. Tapi
ia mempunyai tabiatnya sendiri, ia tetap berlaku dingin.
Ia kata: "Karena ada orang yang mencintai Kwee Ceng
yang tolol seperti babi, mesti ada orang yang mencintai
juga orang yang buruk dan nakal seperti kerbau!
Kenapa ibumu itu dibikin mati letih oleh Loo Boan
Tong?"
"Kau mencaci sukoku, aku tidak suka bicara
denganmu!" sahut Oey Yong, yang menunjuki tak
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
senang hatinya. Ia lantas memutar tubuh, dengan
lagaknya orang bergusar.
"Baiklah," kata Eng Kouw cepat. "Lain kali aku tidak
mengatakan dia lagi."
Oey Yong menghentikan tindakannya, ia memutar
tubuh.
"Loo Boan Tong juga bukannya sengaja membikin
mati ibuku," ia berkata, "Adalah ibuku yang tidak
beruntung, yang telah meninggal dunia disebabkan
gara-gara dia. Karena murkanya di satu saat, ayahku
telah mengurung dia di Tho Hoa To. Diakhirnya, sia-sia
saja tidak ada hasilnya dan ayah menjadi menyesal
karenanya. Ada dibilang, penasaran ada sebabnya,
utang ada piutangnya. Ada sebabnya utang
piutangnya. Siapa membinasakan orang yang kau
cintai, kau harus cari di ujung langit atau di pangkal
laut, untuk membalaskan sakit hati, tetapi
memindahkan hawa amarah kepada lain orang, apa
perlunya itu?"
Mendengar itu Eng Kouw berdiri menjublak. Ia
seperti merasa kepalanya dikemplang dengan tongkat.
"Maka itu ayahku telah memerdekakan Loo Boan
Tong……" Oey Yong berkata pula.
Eng Kouw terkejut.
"Jadi aku tidak perlu menolongi lagi padanya?"
tanyanya. Agaknya dia lantas lega hatinya.
Semenjak meninggalkan Tali, Eng Kouw sudah
lantas pergi mencari Ciu Pek Thong. Untuk beberapa
tahun, sia-sia belaka usahanya itu. Kemudian dari
mulutnya Hek Hong Siang Sat, dengan tidak
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
disengaja, ia mendengar halnya Pek Thong dikurung
Oey Yok Su di Tho Hoa To, tentang sebabnya, ia tidak
berhasil memperoleh keterangan. Ia girang berbareng
berduka mendapat kabar halnya Pek Thong itu. Ia
girang sebab ia sekarang ketahui di mana adanya si
kekasih, hanya ia berduka sebab sulit untuk pergi
menemui dan menolongi dia itu. Ia pernah mencoba
memasuki Tho Hoa To. Di situ, jangan kata menolongi
orang, ia sendiri bersengsara tiga hari tiga malam,
hampir ia mati kelaparan. Setelah lolos dari Tho Hoa
To, barulah ia berdiam di rawa lumpur hitamnya itu,
untuk meyakinkan ilmu gaib, maksudnya supaya dapat
memasuki Tho Hoa To itu. Sekarang, mendapat tahu
Pek Thong sudah bebas, rupa-rupa perasaan
memenuhkan otaknya.
"Loo Boan Tong paling mendengar kata
terhadapku," kata pula Oey Yong, sekarang sambil
tertawa manis. "Apa juga yang aku bilang, belum
pernah dia berani bantah. Jikalau kau ingin menemui
dia, mari ikut aku turun gunung, aku nanti menolongi
kamu merangkap jodoh. Dengan begitu juga aku jadi
bisa membalas budimu sudah menolongi aku."
Perkataan itu membikin muka Eng Kouw menjadi
merah dan hatinya berdebaran.
Oey Yong mengawasi nyonya itu, hatinya lega. Ia
percaya yang ia bakal berhasil membujuki si nyonya,
hingga bahaya menjadi lenyap untuk It Teng Taysu.
Tengah ia mengharapi jawaban orang, tiba-tiba ia
melihat nyonya itu menepuk tangan keras, lantas
romannya berubah menjadi bengis dan dia berkata
dengan bengis: "Eh, budak masih berambut kuning,
dapatkah kau membikin dia mendengar kata
terhadapmu? Apakah yang kau andalkan? Apakah
kecantikanmu! Hm! Aku tidak melepas budi padamu,
aku tidak mengharapi pembalasan budimu itu!
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Sekarang lekas kau membuka jalan, jangan kau ayalayalan!
Jangan kau nanti mengatakan aku tidak
mengenal kasihan!"
Oey Yong tidak takut, dia bahkan tertawa.
"Ah, ah! Kau hendak membunuh aku?" tanyanya.
"Kalau membunuh kau, boleh jadi apa?" kata Eng
Kouw dingin. "Lain orang jeri terhadap Oey Lao Shia,
aku tidak! Aku tidak takut bumi atau langit!"
Oey Yong terus tertawa.
"Tidak apa kau membunuh aku!" katanya. "Habis
siapa nanti menolongi kau memecahkan teka-tekiku
baru-baru ini?"
Eng Kouw lantas diingati teka-teki si nona. Memang
semenjak kepergiannya Oey Yong, tidak berhasil ia
memecahkan teka-teki itu, sia-sia belaka ia
menghitungnya. Untuk dapat menolongi Ciu Pek
Thong, ia mengasah otak, ia bekerja keras
memikirkan, sampai ada kalanya ia lupa dahar dan
lupa tidur. Sekarang, mendengar suara si nona,
timbullah kesangsiannya.
"Kau jangan bunuh aku, nanti aku mengajari kau,"
kata Oey Yong. Ia lantas mengambil pelita di depan
patung, ia pindahkan itu ke lantai. Ia juga mengambil
sebatang jarum emas, dengan itu ia mencoret-coret di
atas batu.
Eng Kouw menjadi ketarik, tanpa merasa ia
mengawasi. Ia menjadi kagum sekali untuk kepintaran
si nona.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Tapi, apa perlunya, dia melayani aku bicara secara
begini?" kemudian ia pikir. "Apakah dia bukannya
hendak mengulur tempo?"
Diam-diam ia memandang ke pedalaman. Ia
menduga mestinya It Teng Taysu berdiam di ruang
belakang. Tentu sekali ia tidak sudi diakali satu bocah.
Maka itu tanpa berkata apa-apa, ia bertindak ke dalam.
Ketika ia sudah melewati hud-tian, ia melihat sinar api
yang guram. Ia menjadi jeri. Tidakkah ia bersendirian
saja?
"Toan Tie Hin!" ia lantas memanggil, suaranya
keras. "Sebenarnya kau mau menemui aku atau tidak?
Kenapa kau menyembunyikan diri di tempat yang
gelap? Adakah perbuatanmu perbuatan satu laki-laki?"
Oey Yong mengikuti itu nyonya. Mendengar suara
orang, ia tertawa dan berkata: "Eng Kouw, apakah kau
mencela tempat ini kurang penerangannya? It Teng
Supee justru takut lampu terlalu banyak hingga kalau
dipasang semuanya kau nanti menjadi kaget. Ia justru
menitahkan api dipadamkan……"
"Hm!" si nyonya menyahuti. "Akulah manusia yang
ditakdirkan mesti mampus masuk ke neraka, mustahil
aku takut segala gunung golok dan kuali minyak?"
Si nona bertepuk tangan.
"Bagus sekali!" ia berseru. "Aku justru hendak mainmain
di gunung golok denganmu!"
Ia lantas menyalakan api dan menyulut ke lantai.
Eng Kouw terkejut. Di sisi kaki si nona ada
minyaknya. Ia mengawasi tajam. Ia bukan melihat
pelita hanya satu cangkir teh yang isi minyaknya
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
setengah, yang direndamkan sumbu. Di samping itu
ada nancap sebatang bambu kecil yang diraut tajam,
panjangnya kira satu kaki. Tanpa henti-henti, si nona
bertindak, saban bertindak, ia menyulut, dan di
samping setiap cangkir, ada bambu lancip yang
serupa. Ketika telah selesai si nona menyulut, Eng
Kouw menghitung, jumlahnya seratus tigabelas batang
juga. Ia heran.
"Kalau dibilang inilah panggung Bwee-hoa-chung,"
ia pikir, "Pelatuknya mesti tujuhpuluh dua atau seratus
delapan. Tapi ini seratus tigabelas. Apakah artinya ini?
Ini juga bukannya keletakan penjuru pat-kwa! Dengan
ujung pelatuk begini tajam, di mana orang dapat
menaruh kaki? Ah, dia tentulah memakai sepatu dasar
besi……" Maka ia lantas memikir: "Dia sudah bersiap
sedia, aku tentu kalah, maka baik aku berlagak pilon,
aku terus melewati ini!"
Ia lantas bertindak. Tapi cangkir dan pelatuk
dipasang rapat, sukar untuk berjalan, maka ia
menendang roboh lima enam batang. Sembari berbuat
begini, ia kata: "Permainan setan apa ini? Nyonya
besarmu tidak mempunyai kesempatan akan
menemani kau main-main!"
"Eh, eh, jangan!" berteriak Oey Yong. "Jangan!
Jangan!"
Eng Kouw tidak memperdulikan, ia menendang
terus.
Si nona agaknya menjadi habis sabar.
"Baiklah!" dia mengancam. "Kau tidak mau pakai
aturan, maka hendak aku memadamkan api! Hatihatilah
kau melihatnya, kau perhatikanlah
kedudukannya setiap pelatuk bambu tajam itu!"
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Eng Kouw kaget.
"Mereka di sini tentulah telah mengingat baik
keletakan semua pelatuk bambu ini," ia pikir, "Kalau
mereka mengepung aku, bisa aku terbinasa di sini.
Baiklah aku lekas mengangkat kaki!"
Karena memikir demikian, si nyonya mengempos
semangatnya, untuk menendang dengan terlebih
gencar lagi.
"Kau main gila! Kau tidak tahu malu!" berseru Oey
Yong, yang terus berlompat maju, untuk menghalangi
dengan tongkatnya, hingga diantara sinar api, cahaya
hijau tongkat itu berkelebatan.
Eng Kouw tidak memandang mata kepada seorang
bocah, segera ia menghajar dengan tangan kirinya,
berniat membikin patah tongkat keramat itu, akan
tetapi segera ia kecewa. Si nona mengasih lihat ilmu
silat tongkat Tah Kauw Pang-hoat bagian "hong" atau
"menutup". Dengan ini ia tidak menyerang, hanya ia
memutar tongkatnya bagaikan tembok penghadang.
Kalau lawan tidak maju, tongkat itu tidak berbahaya,
tetapi asal lawan maju satu tingkat saja, ia bisa
merasakan bagiannya.
Begitulah ketika satu kali Eng Kouw menyerang
pula, mendadak ia merasakan tangannya sakit dan
kaku. Ia berlaku sebat untuk menarik pulang
tangannya itu tetapi tongkat mendahulukan menghajar
belakang telapakan tangannya. Baru sekarang ia kaget
berbareng gusar sekali, tetapi sebagai seorang yang
dapat berpikir ia tidak menjadi kalap. Sebaliknya, ia
menguasai diri ia menurut menutup diri, guna melihat
dahulu ilmu silat nona itu.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Dulu hari itu aku menyaksikan Hek Hong Siang Sat
mereka memang lihay," pikir bekas kui-hui ini. "Tetapi
mereka itu tidak heran karena mereka berumur kirakira
empatpuluh tahun. Kenapa sekarang ini bocah
lihay sekali? Rupanya Oey Yok Su telah mewariskan
ke pandaiannya kepada ini anak tunggalnya yang ia
sangat saying……"
Tentu sekali bekas nyonya agung ini tidak tahu
halnya ilmu silat kaum Kay Pang serta tongkat
keramatnya itu. Kalau Oey Yong bersilat dengan Tah
Kauw Pang-hoat meskipun Oey Yok Su sendiri, tidak
nanti gampang-gampang ayah itu dapat
merobohkannya.
Selagi orang menutup diri, Oey Yong juga tetap
menutup dirinya, tetap ia menghadang, guna
mencegah nyonya itu dapat nerobos ke perdalaman
kuil. Di lain pihak setiap kali ia bertindak, berbareng ia
menendang, ia membuatnya padam setiap pelita
cangkir itu, untuk membikin mati semuanya seratus
tigabelas buah. Ia menggunai ujung sepatunya, ia
membikin tidak ada cangkir yang pecah ketendang,
sedang muncratnya minyak pun sedikit. Dalam hal
menendang ini, ia menggunai ilmu silat Tho Hoa To
yang dinamakan "Tendangan Menyapu Daun".
Eng Kouw berkelahi sambil memasang mata. Ia
percaya si nona belum pulih kesehatannya, maka ia
pikir, baiklah ia menyerang di bawah, supaya nona itu
lekas letih, agar dalam tempo beberapa puluh jurus
saja, ia akan sudah memperoleh kemenangan. Akan
tetapi perkembangan terlebih jauh membuatnya ia
berkhawatir. Itulah sebab si nona terus main
menendang api hingga padam.
Dengan cepat di tiga penjuru ruang sudah gelap,
tinggal di ujung timur laut, hingga sinar api menjadi
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
seperti berkelak-kelik. Ke arah ini si nona mendesak
guna melangsungkan usahanya memadamkan semua
itu.
"Inilah berbahaya," Eng Kouw mengeluh. "Celaka
kalau api padam semua. Mana bisa aku bertindak
dengan leluasa? Di sembarang waktu aku bisa kena
injak pelatuk bambu yang tajam ini……"
"Kau ingat baik-baik keletakkannya pelatuk bambu!
Oey Yong mengasih dengar suaranya dalam
kegelapan setelah api padam semua. "Mari kita
bertarung selama tigapuluh jurus! Asal kau dapat tidak
melukakan aku, aku akan memberi ijin kau masuk
menemui It Teng Taysu!"
"Tetapi kau curang," kata Eng Kouw. "Pelatuk ini
dipasang olehmu sendiri, entah untuk beberapa hari
dan beberapa malam kau telah melatih dirimu. Aku
sendiri baru melihatnya sekejapan, mana bisa aku
mengingat semua?"
Oey Yong biasa menang sendiri, ia percaya kepada
kekuatan memikirkannya.
"Itulah tidak susah!" katanya tertawa. "Kau nyalakan
pelita, kau boleh tancap pelatuk itu sesukamu, setelah
rapi, api baru dipadamkan pula, habis itu baru kita
bertempur lagi."
Eng Kouw tahu, inilah bukan lagi mengadu ilmu
ringan tubuh hanya mengadu otak, mengadu berpikir.
Ia kata di dalam hatinya, si nona demikian licin, apa
boleh dia melayaninya? Bukankah sakit hatinya belum
terbalas? Tapi ia pun cerdik, ia lantas mendapat
pikiran.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Baiklah, aku si nyonya tua nanti menemani kau
main-main!" katanya. Ia lantas mengeluarkan apinya ia
menyulut semua pelita itu.
"Kenapa kau menyebutnya dirimu si nyonya tua?"
berkata Oey Yong tertawa. "Melihat romanmu yang
cantik bagaikan kumala, kau lebih menang daripada
nona-nona lainnya yang berumur enambelas tahun!
Pantaslah dulu hari itu Toan Hongya menjadi tergilagila
kepadamu!"
Eng Kouw tengah menancapi pelatuk ketika ia
mendengar perkataan si nona, ia menjadi melengak. Ia
lantas tertawa dingin dan menyahuti: "Dia tergila-gila
padaku? Hm! Selama tiga tahun aku masuk ke dalam
istananya berapa kalikah dia pernah memperhatikan
aku?"
"Eh, heran!" berkata si nona, "Bukankah dia telah
mengajari silat padamu?"
"Apakah mengajari silat berarti diperhatikan?"
"Aku mengerti sekarang! Toan Hongya hendak
memahamkan ilmu Sian Thian Kang, It Yang Cie, dia
jadi tidak terlalu rapat denganmu……"
"Hm! Kau tahu apa?" kata bekas kui-hui itu. "Kalau
begitu, kenapa dia dapat juga putra mahkota?"
Oey Yong memiringkan kepalanya, nampaknya ia
berpikir.
"Putra mahkota dilahirkan lebih dulu, ketika itu Toan
Hongya belum mempelajari Sian Thian Kang," katanya
sesaat kemudian.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Eng Kouw mengasih dengar suara, "Hm!" lalu
membungkam, terus ia mengatur pelatuk baru. Oey
Yong sendiri diam-diam memperhatikan pengaturan
itu, karena ia tahu, pertarungan yang bakal datang
berarti bahaya untuk jiwanya.
"Toan Hongya tidak mau menolongi anakmu, itulah
karena dia mencintai kau," kata ia pula kemudian.
"Karena dia mencintai aku?" Eng Kouw tanya. Lagu
suaranya menandakan ia mendongkol sekali, ia sangat
membenci.
"Dia jelus terhadap Loo Boan Tong! Kalau dia tidak
mencintai kau, kenapa dia jelus?"
Kembali Eng Kouw berdiam. Dulu-dulu ia tidak
pernah ingat hal ini. Memang beralasan, karena
cintanya, raja Tali itu menjadi jelus.
"Maka itu, turut penglihatanku, baiklah kau pulang
saja," kata lagi si nona.
"Kecuali kau mampu menghalangi aku!" bilang si
nyonya dingin. Kembali hatinya panas.
"Baiklah!" berkata si nona. "Kalau kau tetap hendak
mengadu kepandaian, suka aku menemani kau!
Jikalau kau mampu nerobos, aku tidak akan
menghalang-halangi lagi! Bagaimana kalau kau tidak
sanggup?"
"Selanjutnya aku tidak akan mendaki pula gunung
ini!" menyahut si nyonya. "Aku menghendaki kau
menemani aku satu tahun, janji itu pun suka aku
menghapuskannya!"
Oey Yong menepuk tangan.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Bagus!" ia berseru. "Memang hebat untuk aku
berdiam di rawa lumpur hitam selama satu tahun!
Siapa sanggup?"
Selama itu, Eng Kouw telah menancap kira
enampuluh batang. Mendadak ia memadamkan
pelitanya.
"Yang lain-lainnya biarlah tetap sebagaimana
adanya!" katanya. Mendadak saja ia menerjang si
nona dengan lima jari tangannya terbuka.
Oey Yong melihat ia diserang secara demikian, ia
berkelit. Ia lantas membalas menyerang, menekan ke
pundak nyonya itu.
Eng Kouw tidak menangkis, ia bertindak maju terus,
tindakannya lebar, saban-saban terdengar kakinya
menginjak pelatuk, yang memperdengarkan suara,
sebab semua pelatuk itu telah terpatahkan. Maka
leluasa sekali dia bertindak terus.
Sekejab saja si nona sadar.
"Ha, aku terpedayakan!" katanya. "Teranglah tadi,
selagi menukar pelatuk, dia mematahkan setiap pelatu
itu……"
Tentu saja, ia menjadi menyesal sekali.
Eng Kouw segera sampai di belakang, terus ia
menolak pintu, maka di dalam kamar ia melihat
seorang pendeta lagi duduk bersila di tengah-tengah.
Pendeta itu sudah tua, kumisnya yang ubanan dan
panjang turun ke dadanya, sedang leher jubahnya
sampai ke pipinya. Ia sedang bersemedhi. Di
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
sampingnya, dia ditemani oleh keempat muridnya,
beberapa pendeta tua lainnya serta beberapa kacung.
Kapan si pelajar melihat si nyonya datang, ia
bertindak ke depan si pendeta tua sambil merangkap
kedua tangannya. "Suhu, Lauw Nio-nio datang
berkunjung!" memberi tahu.
Si pendeta tua mengangguk perlahan, ia tidak
menyahuti.
Di dalam ruang itu cuma ada sebuah pelita, maka
bisa dimengerti, di situ setiap muka orang tak nampak
tegas.
Eng Kouw memang tahu Toan Hongya sudah
mensucikan diri, hanya ia tidak menyangka, baru
sepuhuh tahun tidak bertemu, kaisar yang begitu
gagah dan pintar itu, sekarang telah menjadi pendeta
begini tua dan lemah, ia pun lantas mengingat
perkataannya Oey Yong tadi perihal pendeta tua ini.
Tanpa merasa, hatinya menjadi lemah, hingga gagang
goloknya tidak lagi dipegang erat-erat. Ketika ia
mehihat ke bawah, ia mendapatkan oto sulamnya
dilekati di depan pendeta itu, di atas oto itu ada gelang
kumaha - itu gelang yang dulu hari Toan Hongya
menghadiahkan dia.
Sekejap itu seperti terkilas segala apa, di depan
matanya bagaikan berbayang saat ia baru masuk ke
istana, belajar silat, bertemu sama Ciu Pek Thong
hingga mereka memain api asmara, lalu ia melahirkan
anak dan anaknya terbinasa. Yang hebat ketika ia
ingat wajah anaknya yang menderita sakit karena
lukanya yang hebat, bagaimana anak itu beroman
minta ditolongi tetapi pertolongan gagal dan anak itu
seperti menyesali ibunya……
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Mendadak saja Eng Kouw menyerang kepada Toan
Hongya, goloknya nancap di dada, melesak sampai
sebatas gagangnya. Ia tahu kaisar itu lihay, ia mau
percaya tikamannya tidak bakal lantas merampas jiwa,
maka justru ia merasakan sesuatu yang aneh waktu
goloknya menebas, ia lekas menarik pulang, guna
mengulangi dengan tikaman yang kedua kali. Hanya di
luar sangkaannya, goloknya itu seperti nancap keras.
Ketika itu si pelajar berempat menjerit, semua
berlompat maju.
Sepuluh tahun lebih Eng Kouw telah mehatih diri,
dan tikamannya ini ia mengulanginya entah berapa
ribu, atau berapa puhuh ribu kali. Ia tahu, Toan
Hongya mesti telah menjaga diri baik-baik, maka ia
juga bersiap sempurna. Maka ketika ia akhirnya dapat
mencabut goloknya dengan tangan kanan, tangan
kirinya dipakai melindungi dirinya. Dengan sebat ia
berlompat mundur ke pintu. Di sini ia masih sempat
menoheh ke belakang, dengan begitu ia bisa melihat
Toan Hongya memegangi dadanya, rupanya dia
merasakan kesakitan yang sangat. Karena ia telah
membalas sakit hati, ia lantas ingat kebaikannya raja
itu, ia lantas menghela napas, terus ia memutar
tubuhnya, untuk ngeloyor pergi. Tapi ketika ia baru
memutar tubuh, mendadak ia menjadi kaget sekali,
sampai ia menjerit keras dan bulu romanya bangun
berdiri. Di ambang pintu itu, ia melihat seorang
pendeta lagi berdiri dengan kedua tangan dirangkap di
depan dadanya. Kebetulan sekali, sinar api menuju ke
mukanya pendeta itu, suatu muka yang penuh dengan
sorot cinta kasih. Yang mengagetkan ialah si pendeta
Toan Hongya adanya!
"Mungkinkah aku salah membunuh orang?" begitu
berkelebat pikiran di otaknya. Maka ia lantas menoleh
pula ke belakang, kepada orang yang baru ia tikam.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Ketika itu terlihat si pendeta berbangkit berdiri
perlahan-lahan, terus dia membuka jubah sucinya,
sedang tangan kirinya meraba ke mukanya, untuk
menarik terlepas kumis jenggotnya. Maka kagetlah ia.
Si pendeta palsu itu ialah Kwee Ceng! Kembali ia
mengeluarkan jeritan.
Pasti sekali Eng Kouw tidak tahu bahwa ia telah
dipermainkan Oey Yong, yang telah mengatur tipu
dayanya itu dengan bekerja sama si anak muda. Kwee
Ceng menotok It Teng Taysu untuk dapat
menggantikan dia. Kalau It Teng Taysu diajak
berdamai dulu, mungkin dia menolak. Si pendeta India
ditotok karena disangkanya lihay, tidak tahunya ia tidak
punya guna. Selanjutnya nona Oey bersiap terlebih
jauh. Selagi ia menungkuli Eng Kouw main pelita,
Kwee Ceng dibantu si pelajar berempat pergi
menyamarkan diri. Sebab habis kecemplung di
pengempang, anak muda ini tidak mengejar nyonya itu
hanya pergi ke dalam untuk siap sedia. Untuk ini Kwee
Ceng berkorban rambutnya, yang dicukur habis,
sedang untuk kumis jenggotnya, dipakai kumisnya It
Teng Taysu, kumis siapa pun dicukur. Sebenarnya
keempat murid itu merasa tidak enak mempermainkan
guru mereka, tetapi mengingat pengorbanan Kwee
Ceng itu serta usahanya Oey Yong guna menolong
guru mereka, terpaksa mereka menurut. Kalau lain
orang yang menyamar jadi It Teng, ada kemungkinan
dia tertikam mati oleh Eng Kouw yang lihay itu.
Sekalipun Kwee Ceng yang dapat menjepit goloknya si
nyonya, saking hebatnya tikaman, ujung golok toh
melukai juga kulit dan sedikit dagingnya, syukur tidak
berbahaya. Kalau Kwee Ceng memakai baju lapisnya
Oey Yong, ia bisa lobos dari ancaman bencana, tetapi
baju itu tidak dipakai sebab dikhawatir si nyonya jadi
curiga.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Selagi akal itu berjalan demikian baik, sekonyongkonyong
It Teng Taysu muncul. Inilah tidak cuma
membikin kaget kepada Eng Kouw tetapi juga Oey
Yong semua.
It Teng itu, meskipun ia terluka tenaga dalamnya,
ilmu silatnya sendiri tidak lenyap semua, sedang Kwee
Ceng, diwaktu menotok dia, sudah menotok di jalan
darah yang tidak akan mengakibatkan kecelakaan. Ia
telah dipernahkan di kamar sebelah. Di sini ia dengan
perlahan-lahan menyalurkan tenaganya, ia berhasil
membebaskan diri dari totokan, maka itu ia lantas
keluar. Kebetulan sekali, ia berpapasan dengan Eng
Kouw.
Mukanya nyonya itu menjadi sangat pucat saking
kaget dan berkhawatir. Ia lantas merasa bahwa ia tidak
bakal lolos lagi dari kepungan.
"Kembalikan goloknya kepadanya!" berkata It Teng
pada Kwee Ceng.
Pemuda itu mendengar suara yang berpengaruh,
tanpa bersangsi pula, ia melemparkan golok di
tangannya kepada Eng Kouw.
Si nyonya menyambuti senjatanya itu, lalu ia
mengawasi orang banyak terutama It Teng, untuk
melihat apa akan orang perbuat atas dirinya. Ia
menduga mungkin ia bakal disiksa……
It Teng membuka jubahnya dengan perlahan, terus
ia membuka baju dalamnya.
"Jangan ganggu dia," berkata ia, "Biarkan dia turun
gunung dengan baik. Nah sekarang, kau tikamlah
aku!" ia meneruskan kepada si selir. "Memang sudah
lama aku menantikanmu!"
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Suara itu perlahan dan sabar, tetapi mendengar itu,
Eng Kouw merasa ia seperti mendengar guntur,
hingga ia berdiri tercengang, golok terlepas jatuh
sendirinya dari tangannya. Begitu ia sadar, ia menutupi
mukanya, ia lari ke luar dari kuil. Mulanya masih
terdengar tindakan kakinya, lalu itu lenyap.
Semua orang saling mengawasi, mereka pun
tercengang semua berdiam. Hanya selang sesaat, di
situ terdengar dua kali suara menggabruk, lalu terlihat
si tukang pancing dan si petani roboh terguling. Karena
mereka telah menjadi korban jarum beracun dari Eng
Kouw. Tadinya mereka masih dapat bertahan,
sekarang setelah mendapatkan guru mereka selamat,
saking girang, habis tenaga perlawanannya, mereka
roboh sendirinya.
Si pelajar kaget. "Lekas undang paman guru!"
katanya.
Belum berhenti suara si pelajar ini, atau Oey Yong
telah muncul bersama si pendeta India, maka pendeta
itu lantas dapat bekerja menolongi dua keponakan
murid itu, selain dikasih obat makan, jeriji tangan
mereka pun dibelek, untuk mengeluarkan darahnya
yang sudah kecampuran racun. Habis bekerja, ia
berkata-kata seorang bagaikan memuji.
Itulah kata-kata dalam bahasa Sansekerta. It Teng
ketahui bahasa itu, ia lega hatinya. Sebab si sutee,
adik seperguruan mengatakan lukanya dua orang itu
tidak berbahaya untuk jiwanya, bahwa mereka harus
beristirahat dua bulan nanti mereka sembuh betul.
Ketika itu Kwee Ceng sudah menukar pakaiannya
dan lukanya pun telah dibalut, ia berlutut di depan It
Teng untuk minta maaf.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
It Teng mengangkat bangun tubuh pemuda itu.
"Kau berkorban untuk menolongi aku, akulah yang
berhutang budi," katanya. "Semua ini karena salahku."
Ia menoleh kepada si pendeta India, untuk
menjelaskan pertolongan anak muda itu.
Pendeta itu kembali mengucapkan kata-kata dalam
bahasa Sansekerta. Mendengar itu, Kwee Ceng heran.
"Aku kenal ini," katanya, dan ia terus menghapal
lanjutannya kata-kata itu, menurut ajarannya Ciu Pek
Thong.
It Teng dan si pendeta India menjadi heran pemuda
ini mengerti bahasa asing itu.
"Bagaimana ini?" menanya Toan Hongya pada
anak muda itu.
Kwee Ceng jujur, ia lantas menutur kepada ia
mengerti bahasa itu.
Mendengar keterangan itu, It Teng menghela
napas.
"Tatmo Couwsu memang orang India, tetapi di
waktu menulis Kiu Im Cin-Keng, ia memakai bahasa
Tionghoa," katanya, "Cuma di bagian-bagian pokok, ia
tetap menggunai bahasa Sansekerta. Kitab itu
memang sangat sukar dimengerti, sukar juga
dihapalnya."
Kemudian pendeta itu menitahkan keempat
muridnya dan yang lain-lain keluar dari kamar, habis
itu ia menjalin, ia memberi penjelasan pada Kwee
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Ceng dan Oey Yong tentang bunyi Kiu Im Cin-keng
seperti dihapalkan Kwee Ceng barusan.
It Teng dapat memberi penjelasan sempurna, Oey
Yong lantas mengerti, sedang Kwee Ceng si bebal,
mengerti enam sampai tujuh bagian.
Kemudian berkatalah It Teng Taysu: "Aku telah
terluka hebat, turut biasa, aku mesti beristirahat lima
tahun, baru kesehatanku akan pulih, tetapi dengan
memperoleh warisan Tatmo Couwsu ini, aku rasa tak
usah sampai tiga bulan, aku akan sudah sembuh
seanteronya."
Kwee Ceng dan Oey Yong menjadi girang sekali.
Sejak ttu, muda mudi ini lantas berdiam di atas
gunung, menemani It Teng Taysu. Si pendeta telah
mewariskan kepandaiannya It Yang Cie, Sian Thian
Kang dan penjelasan lebih jauh dari Kiu Im Cin-keng,
sedang mereka berbareng menjagai pendeta ini
lantaran dikhawatir Eng Kouw nanti berbalik pikiran
dan datang pula untuk menuntut balas, selagi masih
sakit, tentu It Teng tidak dapat membela dirinya.
Dihari kedelapan, selagi Oey Yong dan Kwee Ceng
berlatih di luar kuil, mereka mendengar suara burung
berbunyi di udara, suaranya nyaring tapi nadanya
sedih, lalu segera terlihat burungnya mendatangi dari
arah timur.
"Bagus, Kim-wawa sampai!" berseru si pemudi
seraya bertepuk tangan.
Segera juga kedua burung rajawali sampai dan
turun. romannya lesu.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Muda mudi ini heran, mereka lantas memeriksa. Di
dada kiri rajawali betina ada nancap sebatang panah
pendek, dan di kaki rajawali jantan ada sepotong juiran
cita hijau. Kim-wawa sebaliknya tidak ada. Oey Yong
mengenali, juiran itu ialah juiran baju ayahnya. Ia
menjadi kaget. Pasti kedua burung itu telah sampai di
Tho Hoa To. Mungkin Tho Hoa To kedatangan musuh
tangguh maka ayahnya tidak sempat melayani ia
dalam urusan ikan emas itu. Heran adalah
terpanahnya burung itu. Musuh mestinya lihay.
Celakanya, kedua burung tidak dapat berbicara. Oleh
karena berkhawatir Oey Yong lantas mengajak Kwee
Ceng menemui Thian Tek, untuk berpamitan. Kepada
pendeta itu dituturkan sebabnya niat kepergian
mereka. It Teng tidak dapat menahan kedua
tetamunya ini.
Si pengail dan petani lagi sakit, mereka rebah di
pembaringan, maka itu si pelajar dan si tukang kayu
yang mengantarkan turun gunung. Di kaki gunung si
nona mendapatkan kuda dan burungnya. Di situ,
kedua pihak berpamitan.
Perjalanan ini dilakukan Oey Yong dengan gembira.
Ia tidak terlalu mengkhawatirkan ayahnya, yang ia tahu
lihay dan pintar, umpama musuh tangguh sekali, pasti
ayahnya itu dapat mempertahankan diri.
"Semenjak kita berkenalan, entah berapa banyak
kali kita menghadapi ancaman bahaya," katanya. "Dan
selamanya, di dalam bahaya, kita memperoleh
kebaikan. Lihatlah kali ini. Aku terhajar Khiu Cian Jin,
akhirnya aku memperoleh It Yang Cie dan Kiu Im Sin
Kang."
"Aku rela tidak mengerti ilmu silat asal kau selamat
tidak kurang suatu apa," kata Kwee Ceng.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Senang hatinya si nona, ia girang bukan main. Tapi
ia tertawa dan kata: "Ah, ah, untuk mengambil-ambil
hati, jangan kau omong enak saja! Tanpa mengerti
ilmu silat, tentulah kau telah orang hajar mati! Jangan
kata Auwyang Hong dan See Thong Thian semua,
walaupun satu anggota saja dari Tiat Ciang Pang, dia
bisa membacok kutung lehermu!"
"Biar bagaimana, aku tidak akan mengijinkan kau
terluka lagi!" kata si anak muda. "Kali ini lukamu hebat
sekali, melihatnya saja hatiku tidak kuat…… Di Lim-an
aku terluka, aku merasa tidak apa-apa."
"Kalau begitu, kau tidak punya hati!" kata si nona
tertawa.
Kwee Ceng heran. "Kenapa begitu?" ia tanya.
"Kau terluka, kau tidak merasa, tetapi bagaiman
dengan aku?" kata si nona.
Si anak muda diam, lalu dia tertawa lama. Ia
menjepi perut kuda, maka kudanya itu lantas kabur.
Tengah hari itu mereka tiba di kecamatan Tho-goan
Oey Yong belum pulih kesehatannya, disebabkan
menunggang kuda terlalu lama, ia merasa letih, kedua
pipinya menjadi merah, napasnya pun kurang lurus
jalannya, maka Kwee Ceng ajak ia mampir di rumah
makan Pie Cin Lauw.
Sembari dahar Kwee Ceng minta pelayan tolong
memanggili tukang perahu, yang perahunya hendak di
sewa untuk menyeberang ke Hankauw.
"Kalau tuan menumpang, tuan bisa menghemat
sewaan perahu," kata pelayan itu. "Kalau tuan
memborong sendiri, sewanya mahal……"
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Oey Yong tidak senang si pelayan banyak bicara. Ia
mengasih lihat roman gusar, ia melemparkan uang
perak lima tail.
"Cukup tidak?" ia tanya.
"Cukup, cukup!" kata si pelayan, yang lantas
ngeloyor pergi.
Kwee Ceng tidak mau si nona minum arak ini,
khawatir arak mengganggu kesehatannya, dari itu ia
pun tidak minum.
Tengah mereka bersantap, pelayan kembali
bersama seorang tukang perahu, katanya dia minta
uang sewa empat tail enam chie, dapat nasi tanpa lauk
pauk.
Oey Yong akur, tanpa banyak bicara, ia
menyerahkan uang lima tail itu.
Tukang perahu itu menerima uang, ia memberi
hormat sambil menunjuk mulutnya, suaranya tidak
karuan. Ternyata dia gagu. Kedua tangannya lantas
digunai sebagai gantinya.
Oey Yong mengerti pembicaraan dengan tangan
itu, ia melayani, atas mana tukang perahu itu berlalu
dengan kegirangan.
"Apa yang kamu bicarakan?" tanya Kwee Ceng.
"Kata dia, habis bersantap kita berangkat. Aku
menyuruh dia membeli beberapa ekor ayam beberapa
kati daging, uangnya sebentar kita ganti."
Pemuda itu menghela napas.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Kalau dia bertemu aku, tak tahu aku mesti bikin
apa……" katanya. Kemudian ia ingat Ang Cit Kong.
Inilah disebabkan hidangan lezat yang dimakannya itu.
Ia kata: "Entah suhu ada di mana dan bagaimana
dengan lukanya……"
Selagi Oey Yong mau menyahuti, ia mendengar
tindakan kaki di tangga lauwteng, lantas ia melihat
naiknya dua too-kauw, ialah imam wanita. Mereka
menutupi muka hingga tinggal matanya yang terlihat.
Mereka mengambil meja di pojok, kepada pelayan,
yang satunya bicara perlahan.
Oey Yong merasa ia seperti kenal dua imam itu
tetapi ia tidak ingat betul.
Kwee Ceng melihat kawannya memperhatikan
orang, ia menoleh, justru imam yang satu lagi
mengawasi ia. Dia itu lantas melengos.
"Engko Ceng, imam itu tergerak hatinya!" kata Oey
Yong perlahan sambil tertawa. "Dia tentu mengatakan
kau tampan sekali……"
"Hus, jangan ngaco!" kata si anak muda. "Mereka
orang suci……"
Masih si nona tertawa. "Kalau kau tidak percaya,
lihat saja nanti!" katanya.
Habis bersantap, mereka turun dari lauwteng. Si
nona bercuriga, ia menoleh ke arah kedua too-kouw
itu, kebetulan yang satu lagi menyingkap tutup
mukanya, maka melihat muka orang, hampir ia berseru
heran. Si too-kouw menggoyangi tangan, lekas-lekas
dia menutup mukanya, untuk terus tunduk dan dahar.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Kejadian itu cepat sekali, Kwee Ceng tidak
melihatnya.
Di pintu rumah makan, tukang perahu sudah
menantikan. Oey Yong memberi tanda bahwa ia
hendak belanja sebentaran. Tukang perahu itu
mengangguk, ia menunjuk ke pinggir kali dimana ada
perahunya. Si nona mengangguk, lantas ia berjalan
terus bersama Kwee Ceng. Mereka melihat tukang
perahu itu berdiri menantikan. Di sebuah jalan di
sebelah timur, dari mana rumah makan tak nampak
lagi, Oey Yong berhenti, matanya mengawasi ke
rumah makan itu.
Tidak lama kedua too-kouw tadi nampak keluar.
Mereka mengawasi kuda merah dan burung rajawali.
Terang mereka lagi mencari orang. Setelah itu mereka
bertindak ke barat.
"Mari," berkata si nona, yang terus menarik ujung
baju si pemuda.
Kwee Ceng heran tetapi ia ikut tanpa bicara.
Kota Tho-goan tidak besar, tak lama mereka sudah
keluar dari pintu timur. Dari situ si nona menuju ke
selatan, melewati pintu, lalu mengambil jurusan barat.
"Kita menguntit kedua too-kouw itu?" Kwee Ceng
tanya akhirnya. "Ah, jangan kau main-main denganku!"
"Main-main apa?" berkata si nona tertawa. "Tookouw
demikian cantik, seperti bidadari! Menyesal kalau
kau tidak mengikuti dia!"
Si anak muda menghentikan tindakannya.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Yong-jie, kalau kau menyebut lagi, aku akan
marah!" katanya.
"Ah, ah, aku tidak takut!" kata si nona. "Coba kau
marah, aku lihat!"
Si pemuda kalah desak, ia lantas mengikuti pula.
Kira lima enam lie, di sana terlihat kedua imam wanita
duduk di bawah pohon kayu di tepi jalan. Ketika
mereka menampak si muda-mudi, mereka berbangkit
dan berjalan pergi ke jalan kecil yang menuju ke
lembah.
Oey Yong menarik tangan pemudanya, untuk diajak
pergi ke jalan kecil itu.
"Yong-jie!" kata si anak muda. "Kalau kau tetap
bergurau, nanti aku pondong kau untuk dibawa balik!"
Si nona tidak memperdulikan.
"Aku letih, pergilah kau mengikuti sendiri!" katanya.
Pemuda itu lantas berjongkok. "Mari aku gendong
kau!" katanya. Ia kata tidak ingin ia nanti terbit onar
pula. Agaknya ia sangat memperhatikan si nona.
Oey Yong tertawa.
"Nanti aku singkap sapu tangan penutup mukanya
untuk kau lihat!" katanya. Dan ia mempercepat
tindakannya, menyusul ke dua too-kouw itu. Ia lari.
Kedua imam wanita itu berhenti jalan, bahkan
mereka menantikan.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Begitu sampai, Oey Yong menubruk too-kouw yang
lebih jangkung, tangannya membuka tutup muka
orang.
"Yong-jie, jangan!" Kwee Ceng berseru selagi ia
menyusul. Tapi sudah kasep. Ketika ia melihat muka si
too-kouw, ia berdiri menjublak.
Too-kouw itu bermuka sedih, air matanya
mengembang. Dialah Bok Liam Cu, si nona yang barubaru
ini mengikuti Yo Kang pergi ke barat.
"Enci Bok, kau kenapa?" tanya Oey Yong sambil
merangkul.
"Apakah Yo Kang kembali menghinamu?"
Liam Cu tunduk, ia tidak menyahuti.
Kwee Ceng menghampirkan. "Sie-moay," ia
memanggil.
Nona itu yang dipanggil adik - sie-moay - menyahuti
dengan perlahan.
Oey Yong menarik tangan nona itu, untuk diajak
duduk di bawah pohon di tepi kali kecil di dekat
mereka.
"Enci, bagaimana caranya dia menghina kau?" ia
menanya pula. "Mari kita cari dia untuk membuat
perhitungan! Juga aku dan engko Ceng telah
dipermainkan dia, hampir jiwa kita melayang di
tangannya!"
Liam Cu tidak lantas menyahuti, hanya ia
menggapai kepada kawannya.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Adik, mari!" ia memanggil.
Karena memperhatikan Liam Cu, Oey Yong dan
Kwee Ceng melupai too-kouw yang satunya itu. Baru
sekarang mereka menoleh dan memandang dia.
Kebetulan too-kouw itu lagi mengawasi si anak muda,
hingga sinar mata mereka bentrok.
Too-kouw itu menghampirkan, ia pun menyingkirkan
tutup mukanya, terus ia menjura kepada si anak muda
seraya berkata: "Inkong, baik?"
Kwee Ceng heran sekali. Nona itu ialah Cin Lam
Kim. Pantas dia memanggil ingkong, tuan penolong. Ia
lekas membalas hormat. Ia sekarang melihat tegas, di
rambut dan di kuping si nona ada bunga kecil warna
putih dan pakaian dalamnya dari kain kasar, tanda dari
berkabung.
"Mana kakekmu?" ia tanya. "Apa ia baik.
Nona itu tidak lantas menjawab, ia hanya menangis.
Itulah tanda yang kakeknya telah menutup mata.
Liam Cu berbangkit, ia menarik tangannya Nona
Cin, untuk diajak duduk bertiga, hingga tubuh mereka
berbayang di permukaan air.
Kwee Ceng duduk terpisah dari mereka itu, ia
duduk di atas sebuah batu, pikirannya bekerja. Ia
heran dengan pertemuan sama kedua nona ini.
Kenapa mereka dandan sebagai imam dan di rumah
makan tidak mau lantas menegur? Kenapa si empeh
Cin meninggal dunia?
Oey Yong melihat kedua nona itu tengah berduka,
ia tidak menanyakan mereka, hanya ia memegangi
tangan mereka masing-masing dengan erat-erat.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Adik, Kwee Sieko," kata Liam Cu kemudian,
"Perahu yang kamu sewa ada perahunya orang Tiat
Ciang Pang dan mereka itu sudah mengatur daya
untuk mencelakai kamu."
Oey Yong dan Kwee Ceng kaget. Inilah mereka
tidak sangka.
"Kau maksudkan perahunya si gagu itu?" akhirnya
mereka tanya.
"Benar. Tapi dia bukannya gagu, dia berpura-pura.
Bahkan dia orang lihay dari Tiat Ciang Pang. Karena
suaranya keras, rupanya dia khawatir kamu bercuriga
mendengar suara itu, ia pakai akal."
"Kalau kau tidak omong, enci, benar-benar aku
tidak tahu," kata Oey Yong. Ia benar kaget sekali.
Kwee Ceng lantas naik ke atas pohon, akan
memandang kelilingan. Di situ cuma ada dua tiga
orang tani. Maka ia kata di dalam hatinya. "Kalau Oey
Yong tidak mengambil jalan mutar, pasti ada orang
Tiat Ciang Pang yang menguntit kita."
Liam Cu menghela napas. Ia berkata pula,
perlahan: "Urusanku dengan Yo Kang, kamu telah
mendapat tahu, hanya kemudian diwaktu membawa
jenazah ayah dan ibu angkatku ke Selatan, aku
bertemu pula dengannya di Gu-kee-cun di Lim-an……"
"Hal itu kami sudah ketahui, enci," kata Oey Yong.
"Kami pun melihat dia membinasakan Auwyang
Kongcu……"
Liam Cu heran, matanya dibuka lebar. Ia tak dapat
mempercayai.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Oey Yong tahu orang sangsi, maka ia memberikan
keterangan bahwa itu waktu ia berdua Kwee Ceng ada
di kamar rahasia lagi beristirahat. Ia pun menceritakan
halnya Yo Kang mengaku jadi pangcu dari Kay Pang,
cuma ia menuturkan itu secara singkat, sebab ia lebih
ingin mengetahui hal ikhwal nona ini.
"Dia jahat, pasti dia tidak bakal dapat pembalasan
baik!" kata Liam Cu sengit. "Maka aku cuma bisa
menyesalkan diri yang mataku tidak ada bijinya.
Rupanya sudah takdir, sudah nasib aku bertemu
dengannya."
Oey Yong mengeluarkan sapu tangannya,
menyusuti air mata nona itu.
Liam Cu sangat berduka, sampai sekian lama, baru
dapat ia berkata pula.
Bab 66. NASIB
Dengan tangan kanannya, nona Bok menggenggam
erat tangannya Oey Yong, dengan tangan kirinya ia
mengusap-usap belakang tangan nona itu. Dengan
matanya, ia mengawasi rontoknya bunga ke
permukaan air.
"Melihat dia membunuh Auwyang Kongcu, aku
menduga dia telah merubah perbuatannya yang
sudah-sudah," demikian ia melanjuti. "Aku lebih girang
lagi melihat dia disambut kedua orang lihay dari Kay
Pang, yang memperlakukan dia hormat sekali.
Begitulah aku turut dia sampai di Gakciu di mana pihak
Kay Pang mengadakan rapat besarnya di gunung Kun
San. Lebih dulu daripada itu, diam-diam dia
memberitahukan aku bahwa Ang Pangcu telah
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
meninggalkan pesan agar ia menjadi pengganti
pangcu. Aku heran dan girang, tetapi aku sangsi,
hanya melihat semua orang Kay Pang begitu
menghormati dia, kesangsianku lenyap. Aku bukan
orang Kay Pang, tidak dapat aku menghadiri rapat,
maka itu aku menanti di dalam kota. Aku pikir, dengan
menjadi pangcu dari Kay Pang, pasti dia bakal bekerja
untuk negera dan rakyat, pasti besar usahanya. Aku
percaya juga, dia bakal menumpas musuhku, guna
membalaskan sakit hati ayah dan ibu angkatku. Malam
itu aku berpikir keras hingga aku tidak dapat tidur
pulas. Di waktu fajar selagi aku mulai lelah dan tidur
layap-layap, mendadak dia pulang dengan jalan
lompat masuk dari jendela. Aku kaget, aku kira dia
mau main gila pula. Ketika aku hendak menegur, dia
mendahului berbisik. 'Adik, urusan gagal, mari kita
lekas menyingkir!' Aku lantas tanya dia apa sudah
terjadi, dia menjawab; 'Di dalam Kay Pang ada
pemberontak. Golongan Baju Kotor dan Baju Bersih
bentrok karena urusan mengangkat pangcu, mereka
bertempur, sudah ada banyak orang yang binasa.' Aku
kaget dan heran, aku menanya bagaimana duduknya.
Ia menjawab: 'Karena yang terbinasa begitu banyak,
aku mengundurkan diriku sendiri, aku tidak mau jadi
pangcu lagi.' Aku pikir, tindakan itu benar. Ia
menerangkan pula, 'Tapi pihak Pakaian Bersih tidak
mau melepaskan aku syukur aku dibantu Khiu Pangcu
dari Tiat Ciang Pang, dengan begitu bisa juga aku
meloloskan diri dan berlalu dari Kun San. Sekarang ini
mari kita pergi ke Tiat Ciang San untuk menyingkir
buat sementara waktu.' Aku tidak tahu Tiat Ciang Pay
itu rombongan baik atau jahat, aku turut padanya.
Setibanya di Tiat Ciang San, baru aku melihat gerakgeriknya
Khiu Pangcu aneh, rupanya mereka ada dari
kaum sesat. Karena itu aku usulkan dia mencari Tiang
Cun Cu Khu Cie Kie, supaya imam itu mengundang
orang-orang gagah, untuk membantu pihak Kay Pang
mengadakan tata tertib partainya, supaya bisa dipilih
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
satu pangcu yang tepat. Aku kata, dia tidak dapat pergi
dengan begitu saja, dia mesti ingat budinya Ang
Pangcu serta menjalani baik-baik pesannya. Tapi dia
aneh, dia bukan. bicara dari hal Kay Pang, dia justru
menimbulkan urusan pernikahan. Kita jadi bentrok.
Aku telah memberi teguran padanya."
"Bagaimana kemudian?" Oey Yong tanya selagi si
nona berhenti sebentar.
"Besoknya aku menyesal atas percederaan kemarin
itu," kata Lim Cu melanjuti. "Dia benar tidak
memperhatikan lagi urusan Kay Pang, tetapi dengan
menimbulkan soal pernikahan, itu tandanya dia
mencintai aku. Aku merasa aku menegur keras
padanya, pantas dia menjadi tidak senang. Hanya
malam itu, hatiku jadi bertambah tidak tenang. Aku
menyalakan api, aku menulis surat padanya untuk
meminta maaf. Aku bawa surat itu ke kamarnya, untuk
meletakinya di bawah jendelanya. Selagi aku mau
mengasih masuk surat itu di sela-sela jendelanya
mendadak aku mendengar dia lagi bicara, entah sama
siapa. Mulanya aku tidak berniat mendengari
pembicaraan mereka itu, hendak aku menaruh surat
itu dan lantas pergi. Tapi aku jadi ketarik sebab aku
mengenali suara orang itu. Dia mencoba bicara
perlahan, toh aku dapat mendengarnya dengan nyata."
"'Siauw-ongya', demikian aku dengar 'Pikiran wanita
memang tak ketentuannya. Kalau nona Bok itu tidak
mau menurut, kau jangan terlalu buat pikiran.
Pikirannya itu mungkin buat sewaktu-waktu saja. Khiu
Pangcu khawatir kau berduka, ia mengirimkan barang
ini untuk kau melegakan hatimu.' Aku heran. Entah
barang apa itu yang Khiu Pangcu hendak
memberikannya. Maka ingin aku melihatnya."
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Mendengar itu, Oey Yong pun heran dan turut ingin
mengetahui. Bahkan la sayangi selagi di Tiat Ciang
San ia tidak dapat melihatnya, kalau tidak, tentulah ia
sudah merampas itu?!"
Liam Cu meneruskan pula ceritanya: "Dia
membilang terima kasih. Dia kata dia tidak berduka
dan tak usah pangcu mengirimkan sesuatu
kepadanya. Tapi orang itu tertawa dan kata; 'Ongya
lihat dulu, aku tanggung ongya girang!' Dia menepuk
tangannya perlahan, dua kali. Tanda itu disusul sama
datangnya dua orang yang menggotong sebuah
keranjang besar. Aku lantas mengintai. Orang tadi
menghampirkan keranjang itu dan membuka tutupnya.
Oey Yong memotong; "Aku tahu isinya keranjang
itu, kalau bukan ular berbisa tentulah kodok. Pernah
aku melihat itu!"
Cin Lam Kim sebegitu jauh berdiam saja, dia tidak
campur bicara, air mukanya juga tidak berubah, tapi
kali ini dia mengawasi nona Oey.
"Adik, kau salah menerka!" kata Liam Cu. "Di dalam
keranjang besar itu ada satu orang, ialah ini adik Cin!"
Oey Yong dan Kwee Ceng mengasih dengar suara
kaget perlahan.
Baru sekarang nona Cin itu berbicara, matanya
memandang ke kali, sikapnya tenang sekali. Ia kata;
"Semenjak inkong dan nona Oey pergi, bersama kakek
aku tetap menuntut penghidupan sebagai penangkap
ular. Kami selalu ingat kepada inkong, tak habisnya
kami membicarakannya meskipun inkong tinggal di
rumah kami cuma satu hari dua malam. Dengan
begitu, hidup kami tidak kesepian. Sampai pada suatu
hari, selagi aku menangkap ular, aku kedatangan tiga
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
orang yang berpakaian hitam semua. Tidak karuan
rupa, mereka tertawa terhadapku. Aku curiga, lantas
aku lari pulang. Mereka mengikuti. Belum aku tiba di
rumah, mereka telah berhasil menyusul aku dan aku
lantas dipegang. Aku ketakutan dan menjerit minta
tolong. Kakek keluar, dia mau menolongi aku. Dengan
lantas kakek dibunuh mereka itu."
Kwee Ceng gusar sekali hingga ia menumbuk
pahanya.
"Dulu ada inkong yang menolong, kali ini ada
siapa?" si nona melanjuti. "Begitu aku dibawa ke
gunung Tiat Ciang San. Setibanya di puncak, baru aku
mendapat tahu mereka juga telah menawan beberapa
puluh orang lain yang hidupnya sebagai tukang
menangkap ular. Khiu Pangcu mau menangkap
banyak ular, untuk dipakai melatih semacam ilmu."
Oey Yong mengangguk. "Aku tahu itu," katanya.
Lam Kim seperti tidak mendegar perkataan si nona,
ia bicara terus: "Tiat Ciang Pang menitahkan aku
menangkap ular. Sampai sebegitu jauh, aku tidak
diganggu, bahkan dia menitahkan aku mengusir kodok
hijau untuk berkelahi dengan kodok besar dan juga
mengusir ular untuk memakani kodok besar itu. Hanya
di dalam beberapa hari, tahulah aku apa sebabnya
aksi mereka itu. Ialah mereka itu memperhatikan
caranya semua binatang itu berkelahi, lalu mereka
melatih diri dengan mencontoh perkelahiannya kodok
hijau dan ular itu."
Mendengar sampai di situ, Oey Yong berlompat
bangun.
"Engko Ceng!" katanya, "Juga Khiu Cian Jin lagi
mengharap-harap Kiu Im Cin-keng!"
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Kwee Ceng tidak mengerti. "Bagaimana?" dia
tanya.
"Dia lagi memahamkan ilmu silat Kap Moa Kang
dari See Tok. Kalau nanti datang waktu pertemuan
yang kedua kali di gunung Hoa San, dia mau menjadi
jago nomor satu di kolong langit ini."
Baru sekarang Kwee Ceng mengerti.
"Biar mereka berdua bertempur mati hidup, itu baru
bagus," kata Oey Yong. "Engko Ceng, coba bilang, di
antara mereka berdua, siapa yang terlebih lihay?"
Kwee Ceng berpikir. Lantas ia menggoyang kepala.
"Aku tidak tahu, mereka sama lihaynya."
"Ya, biarlah," kata pula si nona. Ia berpaling kepada
Lam Kim, untuk menanya: "Enci, bagaimana
kejadiannya maka kau dimasuki ke dalam keranjang?"
"Aku telah menjadi budaknya, jangan kata baru
dimasuki ke dalam keranjang, disuruh mendaki gunung
golok atau masuk ke dalam kuali panas, semua
terserah kepadanya ……" sahut nona Cin masgul.
Oey Yong tidak puas dengan jawaban itu, tetapi
mengingat orang lagi bersusah hati, ia tidak bilang
suatu apa.
"Aku hampir menjerit melihat adik Cin muncul dari
dalam keranjang," kata Liam Cu, yang melanjuti
penuturannya. "Dia pun kaget. Bandit Tiat Ciang Pang
itu berkata sambil tertawa kepada Yo Kang: 'Siauwongya,
permainan ini tak ada kecelaannya, bukan?' Yo
Kang menggoyang-goyang tangannya. 'JanganTIRAIKASIH
WEBSITE http://kangzusi.com/
jangan!' katanya, 'Lekas bawa dia pergi! Kalau nona
Bok ketahui ini, bisa onar ……' Mendengar suaranya
itu, aku menyangka dia benar berlaku baik padaku.
Tapi si bandit membujuk: 'Nona Bok mana tahu? Kalau
ongya suka, lagi beberapa hari, apabila ongya turun
gunung, dengan cara diam-diam kami nanti
mengantarkan dia ke istana, tapi jika ongya sudah
bosan, biarkan saja dia di www.kangzusi.com sini.
Semua akan dilakukan hingga iblis pun tidak tahu.'
Lantas dia pegang adik Cin, untuk ditarik keluar dari
keranjang, dia kata: 'Baik-baik kau melayani siauwongya.
Inilah tugas bagus untukmu!' Setelah itu dia
suruh dua orangnya berlalu dengan membawa
keranjang itu, dia sendiri turut berlalu sesudah
memberi hormat pada Yo Kang. Ketika dia pergi, dia
sekalian menutup pintu. Setelah berada sendirian, Yo
Kang mengambil gunting, buat menggunting sumbu
lilin, hingga apinya jadi lebih terang, hingga dia bisa
memandang kecantikannya adik Cin. Sembari tertawa
dia menghampirkan, untuk menarik tangan orang. Dia
menanya nama dan umur adik Cin. Adik Cin tidak
menyahuti. Lantas ia dipeluk dan mukanya dicium,
sembari tertawa dia kata; 'Harum sungguh harum!'
Menyaksikan itu, bukan main panas hatiku, mataku
seperti kabur, hingga aku tidak melihat apa yang dia
lakukan terlebih jauh, sampai aku mendapatkan adik
Cin memegang sebatang cagak kecil, dua cagaknya
diarahkan ke dadanya sendiri. Ia mengancam:
'Memang aku sudah tidak mengharap lagi jiwaku, asal
kau langgar pula tubuhku, akan kubunuh diri di
depanmu!' Aku puji adik Cin. Aku juga harap Yo Kang
nanti mundur. Dugaanku itu meleset. Acuh tak acuh,
Yo Kang memutuskan dua buah kancing bajunya,
dengan itu dia menyentil dua kali. Dengan satu
kancing dia membikin jatuh cagak di tangan adik Cin
dengan yang lain dia menotok urat gagu orang.
Sampai di situ, habis sabarku, maka aku mendobrak
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
jendela dan berlompat masuk ke dalam kamar. Dia
tercengang tapi lantas dia tertawa.
"Adikku, kebetulan kau datang!" kata dia padaku.
Entah kenapa melihat dia tertawa, hawa marahku
lenyap separuhnya. Ketika kemudian dia membujuki
aku, aku jadi bimbang, tidak tahu aku mesti berbuat
apa. Adalah ketika itu, adik Oey, kau memanggil aku."
"Ketika itu aku juga tidak menyangka kau berada di
atas gunung Tiat Ciang San," kata Oey Yong.
"Ketika enci bertempur sama Khiu Pangcu," kata
Liam Cu, "Aku pergi ke luar, niatku untuk membantui,
tetapi entah ke mana perginya enci semua. Kembali
hatiku menjadi jeri. Diam-diam aku kembali ke kamar,
aku mengintai di jendela. Samar-samar aku melihat dia
memeluk pula adik Cin. Tiba-tiba saja aku muntah
darah, lantas aku berseru: 'Baiklah, putus kita sampai
di sini! Untuk selama-lamanya aku tidak akan melihat
pula padamu!' Tanpa menanti jawaban, aku lari turun
gunung. Keadaan ada sangat kacau itu waktu. Aku
melihat dengan membawa obor orang-orang Tiat
Ciang Pang meluruk ke puncak Tiong Cie Hong.
Dengan begitu, aku turun gunung tanpa rintangan.
Hatiku menjadi tawar, niatku ialah untuk mati saja. Aku
bertemu sebuah bangunan, yang gelap, aku langsung
masuk ke dalamnya. Itulah sebuah kelenteng. Di
tembok kiri aku melihat gambar lukisan seorang imam
yang bersenjatakan sebatang pedang panjang,
sikapnya gagah, di samping itu ada tulisan tiga huruf,
bunyinya Wa Sie Jin, artinya orang mati yang hidup.
Aku tidak tahu artinya kata-kata itu, hanya aku berpikir,
kalau aku mati, siapa akan membalas sakit hati ayah
dan ibu angkatku? Maka itu, aku lantas berdiam di situ,
aku di terima menjadi murid oleh tookouw tua dari
kelenteng tersebut. Besoknya aku merasakan tubuhku
panas, lalu aku lupa akan diriku. Lewat beberapa hari,
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
aku tersadar, aku mendapatkan adik Cin ini ada di
depan pembaringanku, lagi merawati aku. Ia pun telah
berdandan sebagai tookouw."
Oey Yong hendak menanya Lam Kim, bagaimana
caranya dia lobos dari Tiat Ciang San, akan tetapi
karena khawatir nanti dapat jawaban kurang tepat
seperti tadi, ia membatalkan niatnya itu. Sebaliknya
nona itu mengawasi Kwee Ceng, sikap siapa seperti
juga nona Oey, agaknya ingin ia memperoleh
keterangan. Ia lantas berkata: "Orang she Yo itu telah
digaplok beberapa kali oleh enci Bok, dia menjublak
saja. Ketika dia mendengar suara berisik dari sakunya
dia mengeluarkan pedang pendek, yang ia selipkan di
pinggangnya, terus dia memadamkan api. Dia
mendekati aku, dia mengusap-usap mukaku, setelah
itu dia tertawa dan lompat keluar jendela. Kira satu
jam, suara berisik menjadi kurangan, rupanya orang
telah pada memburu turun gunung. Sebenarnya itulah
saatnya untuk aku melarikan diri, apa celaka si orang
she Yo telah mengikat aku, hingga aku mesti rebah di
samping pembaringan tanpa berdaya. Masih aku
mendengar suara berisik, yang makin lama makin jauh
dan akhirnya sirap. Selagi keadaan sunyi itu, si orang
she Yo kembali dengan jalan melompati jendela
seperti tadi. Lantas dia duduk di kursinya, dari
bayangannya aku melihat dia menunjang janggut, dia
duduk terpekur. Kemudian aku mendengar dia
mengoceh sendirian, katanya: 'Bocah she Kwee itu
berani mendaki gunung, mestinya di belakang dia ada
orang yang pandai yang menyusul. Maka inilah bukan
tempat yang bagus! Buat apa aku berdiam lama-lama
di sini?'"
"Manusia hina!" kata Oey Yong sengit.
Lam Kim menyambungi: "Kemudian dia menepuk
meja, dia kata: 'Hm! Kau tidak sudi bertemu pula
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
denganku selamanya …… Perduli apa? Asal usahaku
berhasil, kekayaan dan kemuliaanku bakal tidak ada
batasnya, itu waktu di dalam keratonku tentu telah
berkumpul tiga ribu selir dan dayang! Mana aku
kekurangan si cantik manis?"
"Dasar bangsat!" mendamprat Kwee Ceng yang
mendongkol sekali.
Lam Kim terkejut mendapatkan tuan penolongnya
begitu gusar. Ia tidak tahu, dari kata-katanya Yo Kang
itu, terang sudah orang she Yo itu hendak menjual
negara, untuk keuntungan dirinya sendiri.
"Coba kau cerita terus," kata Kwee Ceng kemudian,
sabar.
"Kau menghendaki aku bicara terus?" si nona
menegasi.
"Kalau kau letih, kau beristirahatlah dulu," sahut si
pemuda.
Nona Cin mengawasi pula, air mukanya berubah,
toh ia bersikap tenang.
"Letih, itulah tidak," katanya. "Hanya aku mengalami
kemalangan dan malu, susah aku mengatakannya
……"
"Kalau begitu, tidak usah kau bercerita. Mari kita
omong dari lainnya hal."
"Tidak. Sebenarnya aku mesti menuturkan semua
supaya kau tahu."
"Nah, nanti aku pergi ke sana, kau boleh bicara
sama ini dua enci Bok dan Oey," berkata si pemuda
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
yang lantas berbangkit, untuk bertindak pergi. Ia
menduga tentulah Yo Kang sudah main gila terhadap
nona ini, sehingga dia likat untuk menuturkan
pengalamannya itu.
Tetapi Lam Kim berkata. "Jikalau kau pergi, sampai
mati juga aku tidak akan menuturkan. Selama dua hari
ini, enci Bok berlaku baik sekali padaku, meski begitu,
aku tidak mau bercerita kepadanya ……"
Kwee Ceng memandang Oey Yong, nona itu
mengedipi mata, menganjurkan ia berduduk, maka
urung ia mengangkat kaki, bahkan ia duduk pula di
tempatnya.
Lam Kim menghela napas. Ia nampak lega hatinya.
Lantas ia mulai bercerita pula: "Telah tetap
keputusannya orang she Yo itu. Dia lantas berbenah.
Untuk itu dia menyalakan api. Ketika dia melihat aku di
tepi pembaringan, dia terperanjat. Dia menyangka
bahwa aku sudah kabur. Dia membawa ciaktay, untuk
menyuluhi mukaku. Lantas dia tertawa dan berkata
'Hm! Karena kau, aku kehilangan dia! Sekarang kau
pikirlah. Jikalau kau suka menurut aku, akan aku ajak
kau turun gunung. Kalau tidak, boleh tetap rebah di
sini, supaya orang-orang Tiat Ciang Pang perlakukan
apa mereka suka. Aku menjadi bingung, aku
bersangsi. Berdiam di gunung, akibatnya tentu
berbahaya, tetapi dengan turut dia, juga entah
bagaimana akhirnya. Melihat aku berdiam saja, dia
tertawa nyaring. Mendadak timbul nafsu binatangnya,
dia lantas merusak diriku ……"
Tiga orang itu berdiam, cuma Bok Liam Cu berdiam
sambil mengucurkan air mata. Itulah bukti Yo Kang
main gila terhadapnya. Ia tahu Yo Kang busuk tetapi
tidaklah disangka dia hina begitu rupa. Ia pernah
mengasih ampun, tetapi sekarang?
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Lam Kim tenang luar biasa. Dia bercerita seperti
juga dirinya tidak ada sangkutnya dengan ceritanya itu.
Dia kata; "Karena aku telah ternodakan, aku lantas
mengambil putusan. Aku ikut dia turun gunung. Aku
telah pikir, aku mesti menuntut balas, habis mana,
hendak aku menghabiskan jiwaku. Gunung Tiat Ciang
San itu sangat berhahaya, dengan susah payah dia
membantu aku turun. Sampai fajar muncul, kita masih
ada di tengah gunung. Dia malu bertemu sama orang
Tiat Ciang Pang, dia mengambil jalan dari belakang
gunung. Dia sengaja memilih tempat yang tidak ada
jalannya. Dengan begitu, sering dia merayap pada
pohon rotan. Maka perjalanan jadi semakin lama.
Lereng gunung pun makin berbahaya. Di sana ada
jurang yang dalam sekali, aku melihatnya hingga
kakiku lemas. Tiba di tempat tinggi, kaki tanganku
bergemetaran. Dia tertawa. 'Aku nanti gendong kau,
asal kau jangan bergerak! Nanti kita berdua habis ……'
Lantas dia jongkok di depanku. Aku pikir inilah ketika
yang paling baik untukku, untuk mati bersama. Aku
lantas mendekam di punggungnya kedua tanganku
memeluk erat lebernya. Selagi dia hendak berbangkit,
dengan kakiku, aku menjejak keras batu besar di
sisiku. Dia kaget. dia menjerit keras. Kita berdua jatuh."
Bok Liam Cu kaget hingga ia berkaok. Tapi segera
ia ingat kejahatannya Yo Kang, lantas ia mengertak
gigi. ia menguati hati.
"Aku merasakan tubuhku melayang," Lam Kim
meneruskan.
"Aku girang. Kalau tubuhku hancur lebur, dia tentu
bakal hancur lebur juga. Mendadak aku merasakan
gentakan hebat, mataku kabur, hatiku memukul. Aku
menduga habislah aku. Tapi segera aku mendengar
Yo Kang tertawa terbahak. Ketika aku membuka
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
mataku, aku melihat tangan kanannya merangkul
cabang pohon cemara, yang tumbuh di lereng itu.
Tubuh kita berdua bergelantungan di cabang itu, yang
telah menolong jiwanya. Tapi dia tidak sadar bahwa
aku hendak membikin celaka padanya. Dia
menyangka aku ketakutan dan tak dapat berdiri betul.
Dia puas sekali yang kami ketolongan. Sembari
tertawa dia kata: 'Jikalau bukan siauw-ongya lihay ilmu
silatnya, apa kira jiwa kecilmu masih ada?' Pohon itu
terpisah dari tanah cuma tujuh atau delapan tombak.
Dia lantas merayap ke pohon. Dia kata pula:
"Sekarang kita turun dulu ke lembah, di sana baru kita
mencari jalan keluar.' Di dalam lembah itu ada hanya
rumput-rumput yang sudah busuk dan tulang-tulang
binatang. Dengan satu tulang paha, dia membuka
jalan, sembari jalan dia bicara sambil tertawa-tawa
padaku. Aku takut dia curiga, nanti sukar aku turun
tangan, terpaksa aku melayani dia bicara. Tidak lama,
dia berteriak sambil lompat mundur. Dia menggunai
tulangnya membiak rumput tebal di mana tadi dia
menaruh kaki. Di situ dia mendapatkan satu mayat,
yang mengenakan baju kuning. Muka mayat rusak
hingga tak dapat dilihat lagi, cuma kumis dan
jenggotnya yang putih bertitikan darah segar. Rupanya
belum lama dia jatuh mati di situ."
"Si tua bangka Khiu Cian Lie telah mampus, toh
masih ada orang yang melihat cecongornya!" kata Oey
Yong.
"Yo Kang memeriksa tubuhnya mayat itu," berkata
pula Lam Kim. "Banyak barang yang didapatkan,
seperti cincin, pedang pendek dan batu bata. 'Kiranya
tua bangka ini mati di sini,' dia kata. Sembari berkata
begitu, dia menarik keluar sejilid buku ……"
"Mungkin itu buku sulapnya," kata Oey Yong.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Seperti yang tidak mendengar perkataan si nona,
Lam Kim bercerita terus: "Si orang she Yo itu
membuka dan memeriksa buku itu, kelihatannya dia
ketarik hatinya, dia membalik-balik terus lembaran
dengan romannya girang. Kemudian dia simpan buku
itu di dalam sakunya. Habis itu kami berjalan terus.
Satu hari kami berada di dalam selat, sampai magrib
baru kami tiba di mulut selat itu. Kami mencari rumah
seorang tani untuk menumpang bermalam. Dia suruh
aku mengaku sebagai istrinya, katanya agar orang
jangan curiga. Habis bersantap malam, dia
menyalakan api, dia membuka buku yang tadi, untuk
diperiksa pula. Aku melihat dia menggeraki tangan dan
kakinya, seperti lagi bersilat. Rupanya buku itu ada
buku pelajaran silat. Aku menyender di pembaringan
letih dan berduka, rasanya malas aku bergerak.
Mendadak aku mendengar dua kali suara kodok di luar
jendela. Aku tahu betul, itulah suara kodok hijau
dicekuk ular berbisa. Dengan tiba-tiba aku mendapat
pikiran. Aku ingat kakekku yang telah mati itu, ia tentu
telah berkumpul bersama ayah ibuku, sekalian
pamanku dan yang lainnya di dunia baka. Aku
sebaliknya, di dalam dunia ini aku hidup sebatang
kara, hidup menderita, sengsara dan ternoda, bahkan
mau mati juga sukar. Karena mendapat ingat itu, aku
kata pada orang she Yo itu: 'Siauw-ongya, aku hendak
keluar sebentar.' Dia tertawa. 'Baik,' katanya. 'Asal
jangan kau memikir untuk kabur, sebab dalam sekejap,
pasti aku dapat menyusul kau!' Aku menjawab; 'Aku
lari? Lari ke mana?' Ia tertawa pula dan kata: 'Itu betul.
Dengan tidak memikir lari, kaulah anak yang manis!'
Sekeluarnya dari kamar, aku pergi ke belakang. Aku
berdiri sebentar. Aku mendengar suara si ular lagi
menelan mangsanya. Diam-diam aku menghampirkan
ular itu, aku tangkap ekornya, terus aku menekuk dia,
lalu aku membungkusnya dengan sapu tangan. Lantas
aku kembali ke dalam. Senang dia melihat aku kembali
begitu cepat. Dia tertawa dan mengangguk-angguk.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Kembali dia membaca bukunya itu. Kemudian dia kata;
'Pergi kau tidur lebih dulu, sebentar aku temani kau.' Di
dalam hatiku, aku damprat dia: 'Orang jahat, hari ini
Thian menyuruhnya aku membalas sakit hatiku!"'
Mendengar sampai di situ, Oey Yong lantas ketahui
apa cara membalas sakit hati nona Cin ini. Liam Cu
juga mendapat menduga samar-samar, maka
teganglah hatinya. Cuma Kwee Ceng yang masih
belum mengerti.
"Aku mengebut pembaringan mengusir nyamuk,
terus aku menurunkan kelambu," Lam Kim
menyambungi pula. "Sembari merebahkan diri, aku
membuka sapu tanganku, akan mengeluarkan ular itu.
Aku menekannya, supaya dia tidak berkutik-kutik.
Dengan tangan kiriku, dengan kipas, aku menutup
tubuh ular. Kemudian aku menantikan. Aku mesti
menahan napas. Sampai lama dia belum naik ke
pembaringan, dia seperti melupakan aku. Hatiku
berdenyutan. Aku khawatir aku gagal. Minyak pelita
menjadi semakin kurang, cahayanya pun menjadi
guram, akhirnya api padam. Barulah itu waktu aku
mendengar dia tertawa dan berkata: 'Haha, aku harus
mati! Lantaran membaca buku saja, aku sampai
melupakan si manis! Mustikaku, jangan kau sesalkan
aku ……' Aku tidak menyahuti, malah aku berlagak
pulas dengan mengasih dengar suara menggeros
perlahan. Tetapi kupingku kupasang. Aku mendengar
dia menutup bukunya, yang di kasih masuk ke dalam
sakunya. Aku mendengar dia membuka baju luarnya.
Aku mendengar juga dia naik di pembaringan dan
membuka sepatunya. Ketika itu hawa sangat panas,
dia meloloskan semua pakaiannya. Ketika dia
memeluk aku, aku masih terus berpura-pura pulas,
adalah tangan kiriku dengan perlahan-lahan
menyingkirkan kipas, lalu tangan kananku membawa
kepala ular ke dadanya. Dengan kukuku, aku mencubit
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
ular itu, membikinnya kesakitan dan kaget, karena
mana dia lantas menggigit dada si jahat. Dia kaget, dia
berteriak: 'Apa?' Terus dia berlompat turun dari
pembaringan. Sekarang dia merasakan ular masih
menggigit dadanya, dia menariknya hingga terlepas,
tetapi gigi ular itu copot dan nancap di dadanya."
Liam Cu kaget hingga ia berjingkrak bangun,
matanya mengawasi nona Cin. Ia ini bercerita sampai
di bagian sangat tegang itu tetapi romannya, suaranya
juga, tenang- tenang saja. Menampak demikian, nona
Bok ini kagumsekali.
"Dia lantas berteriak-teriak: 'Ular! Ular!"' Lam Kim
masih meneruskan dengan sabar sekali. "Ketika itu
aku masih belum memikir lantas mati, aku hendak
menyaksikan dia tersiksa, habis itu baru aku mau pergi
ke dunia baka menjenguk kakek dan ayah bundaku,
maka aku pun berpura-pura kaget dan berteriak-teriak:
'Apa? Ular? Mana? Mana?' Dia menyahuti: 'Aku digigit
ular!' Aku menanya pula: 'Mana ularnya? Lekas
pasang api! Lekas!' Benar-benar dia menyalakan api.
Aku melihat empat liang kecil dan hitam-hitam di
dadanya, diam-diam aku bergirang. Lantas aku kata
padanya: 'Kau rebah saja, jangan bergerak, nanti aku
pergi mencari daun obat-obatan.' Tuan rumah pun
bangun dengan kaget. Dia kata: 'Memang di sini ada
ular berbisa, hanya heran dia bolehnya naik ke
pembaringan ……' Aku lantas bawa pelita dan pergi ke
luar, untuk mencari daun obat-obatan. Yang aku cari
bukan daun obat untuk memunahkan bisa ular,
sebaliknya obat yang bisa membikin racun ular itu
bekerja semakin berbahaya ……"
Ketika si. nona bercerita sampai di situ, sebelah
tangannya Liam Cu melayang ke mukanya, hingga
sebelah pipinya menjadi merah dan bengkak.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Oey Yong lantas menyambar tangannya nona Bok.
"Enci, bukankah binatang itu harus mendapatkan
bagiannya?" ia menegur.
Liam Cu berdiam, kepalanya pusing. Ia berdiam
dengan mata mendelong.
Lam Kim telah di tempiling ia tidak menggubrisnya,
ia masih melanjuti ceritanya: "Daun obat itu tidak dapat
dicari dalam tempo sebentaran itu, aku pun tidak terus
mencarinya. Dia telah digigit ular beracun, dia tidak
dapat bertahan enam jam, maka aku mencabut rumput
sembarangan, aku mamah itu, dengan itu aku
beborehkan dia. Dadanya itu telah bengkak dan
bergaris hitam. Beberapa kali sudah dia pingsan. Aku
berduduk di sisinya berpura-pura menangis. Mulanya
aku berpura-pura, di akhirnya aku menangis benarbenar.
Aku ingat akan nasibku, aku jadi sangat
bersedih. Satu kali dia sadar dia mengawasi aku
dengan tajam. Rupanya dia menyangka akulah yang
sengaja menggigitkan ular itu kepadanya. Setelah
melihat aku menangis, kecurigaannya itu lenyap. ia
menghela napas dan kata; Akhirnya toh ada juga
seorang yang mengucurkan air mata untukku ……'
Dari tengah malam sampai fajar, lagi tiga kali dia
pingsan lantas dia kedinginan, tubuhnya menggigil. Dia
rupanya menduga jiwanya tidak bakal ketolongan lagi,
dia kata padaku: 'Aku mau minta tolong padamu, kalau
beres dan berhasil, kau akan mendapat pembalasan
baik sekali.' Aku menjawab, 'Aku tidak mengharapi
hadiah. Kau sebutkan saja. Dia menyuruh aku
mengambil bukunya dari sakunya, dia kata: 'Kalau aku
sudah mati, kau ambil pedang pendekku ini, bersama
ini buku, kau mengantarkannya ke istana Pangeran
Chao Wang dari negara Kim, kau mesti
menyerahkannya sendiri di tangan pangeran itu. Bilang
bahwa halnya surat wasiat Gak Bu Bok berada di
dalam buku ini."
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Mendengar itu Oey Yong dan Kwee Ceng saling
mengawasi hati mereka sama bertanya: "Kenapa
bukunya Khiu Cian Lie itu ada hubungannya sama
bukunya Gak Hui?"
"Dengan tenaganya yang hampir habis, dia
melanjuti pesannya padaku," Lam Kim melanjuti tanpa
memperhatikan sikap orang-orang di dekatnya itu. "Dia
kata: 'Kau beritahu kepada Chao Wang bahwa dengan
mulutku sendiri aku menjanjikan kau supaya kau
diangkat menjadi permaisuri. Dengan begitu, maka kau
bakal hidup senang dan mulia tak ada taranya.' Aku
mengangguk tanpa membilang suatu apa. Dia tertawa
sedih dan menanya: 'Kenapa kau tidak menghaturkan
terima kasih padaku?' Aku tetap tidak menyahuti. Aku
telah memikir, sesudah dia tidak dapat menggeraki
tangan dan kakinya, hendak aku membikin hancur
kitab itu di depan matanya, supaya di saat
kematiannya itu tidak saja dia tersiksa lahir tetapi juga
bathinnya ……"
"Kau! Kau!" membentak Liam Cu bengis. "Kenapa
kau begitu kejam? Benar dia berbuat tak pantas
kepadamu tetapi itu disebabkan dia menyukai
kecantikanmu?!"
Oey Yong berduka, "Sayang, saying ……" katanya
perlahan.
"Sayang?" kata Lam Kim. Baru sekarang ia
memperhatikan suara orang. "Manusia begitu jahat
tetapi kematiannya masih di sayangi?"
Nona ini keliru mengerti. Oey Yong menjawab dia:
"Aku bukan menyayangi dia, aku menyayangi bukunya
itu ……"
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Nona Cin tidak meladeni pula, ia hanya
melanjutkan: "Di waktu fajar, manusia jahat itu
berteriak-teriak meminta air. Aku menuangi air ke
dalam sebuah mangkok dan meletaki mangkok itu di
tepi pembaringan. 'Ini air', kataku. Dia mengulur
tangannya, untuk mengambil mangkok itu. Aku
menggesernya sedikit jauh. Dia tidak dapat
mengambil, maka dia memaksakan diri untuk bangun,
untuk berduduk. Nyata tenaganya tidak
mengijinkannya. 'Tolong, tolong kau kasihkan aku
……" dia minta. 'Kau ambil sendiri,' kataku. Dia
mengeluarkan seluruh tenaganya, tangannya
dilonjorkan. Dia berhasil mengambil mangkok air itu.
Nampaknya dia girang sekali. Akan tetapi tangannya
kaku, tangannya itu tidak dapat ditekuk, ketika dia
memaksa menekuknya, prang! Maka mangkok itu
terlepas dan jatuh pecah di tanah. Aku tahu bahwa dia
telah habis tenaganya, maka aku ambil bukunya, aku
bawa ke depannya seraya berkata: 'Bukankah kau
menghendaki buku ini aku membawanya ke istana
Chao Wang? Baiklah, kau lihat!' Aku merobeknya
selembar, lembaran itu aku merobek-robeknya pula.
Dia nampak kaget. 'Kau …… kau ……" katanya.
Terang dia kaget dan gusar. Aku hendak menyiksa dia.
Habis merobek selembar, aku merobek selembar
lainnya. Dia gusar hingga dia pingsan. Aku menanti,
aku menanti sampai dia sadar, lalu aku merobek pula.
Demikian sampai aku merobek beberapa lembar, dia
lantas merapatkan matanya, tidak suka dia melihatnya
lebih jauh. Meski dia tidak melihat, kupingnya dapat
mendengar, kupingnya itu masih mendengar terus.
Demikian dia mendengari suara robekan kertas ……"
Seorang diri Lam Kim berbicara, tiga orang
mendengari dia. Tiga orang ini masing-masing
kesannya. Mereka seperti dapat membayangkan
romannya Yo Kang di atas pembaringannya, selagi
nona Cin merobeki kertasnya.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Tiba-tiba aku melihat perubahan pada air
mukanya," nona Cin melanjuti. "Dia seperti lagi
memasang kuping, memperhatikan sesuatu. Aku
berhenti merobek kertas. Aku juga memasang
kupingku. Segera aku mendengar suara bicaranya
beberapa orang serta tindakan kaki mereka itu,
mulanya jauh. Di saat kematiannya, binatang itu masih
licik sekali. Dia berpura-pura tidak mendengar suara
itu. 'Air, air, kasih aku air ……' katanya. Aku
mendengar suara orang datang semakin dekat, datang
sampai di luar rumah. Lantas aku mendengar cacian:
'Binatang perempuan! Pastilah dua binatang cilik itu
diambil. Sin Soan Cu!' Lantas terdengar suara seorang
lain: "Menurut aku, baiklah perempuan hina itu dibakar
mampus berikut binatang cilik itu!' Lagi seorang
berkata: 'Tidak dapat kita berbuat demikian. Kalau dia
tidak terbakar mati? Binatang itu lihay, dia bisa menjadi
biang penyakit untuk kaum kita Tiat Ciang Pang.'
Mendengar mereka ada orang-orang Tiat Ciang Pang,
aku kaget. Aku takut mereka nanti masuk dan
menolongi orang she Yo itu. Tiat Ciang Pang
memelihara banyak ular berbisa, mereka pasti bisa
mengobati siapa keracunan bisa ular. Lantas aku
menjumput pecahan mangkok. Aku sudah memikir,
kalau mereka itu masuk ke dalam, hendak aku
membinasakan dulu si orang she Yo, setelah itu baru
aku membunuh diri. Aku takut dia membuka mulut,
maka dengan bajunya aku membungkus kepalanya
dan mulutnya aku sumbat dengan hancuran kertas.
Entah bagaimana, orang-orang Tiat Ciang Pang itu
lewat terus, tidak ada seorang juga yang mampir dan
masuk ke dalam rumah. Setelah merasa orang sudah
pergi jauh, aku membukai bungkusan kepalanya. Aku
berniat mengulangi menyobek lembaran buku itu. Tibatiba
aku mendengar suara pintu pekarangan ditolak.
Aku heran. Aku tahu di situ sudah tidak ada orang lain.
Suami istri petani pemilik rumah itu, sudah pergi ke
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
sawahnya. Aku pergi ke pintu dan mengintai. Aku
melihat delapan orang datang sambil berpegangan
tangan, perlahan jalannya, tangan mereka mencekal
masing-masing sebatang galah, yang mereka ketrukketruki
ke tanah. Nyatalah mereka semua orang-orang
buta dan pakaian mereka dekil, tetapi masih terlihat
tegas, asalnya pakaian itu ialah putih."
"Itulah budak-budaknya si bisa bangkotan," kata
Oey Yong perlahan.
Lam Kim menoleh kepada Kwee Ceng dan berkata:
"Baru-baru ini ketika inkong dan aku berada di
dalam rimba, selagi inkong hendak menangkap hiatniauw,
aku melihat sendiri budak-budak jahat itu
dipatuki burung api itu, maka itu aku lantas mengenali
mereka. Dengan lantas aku pakai baju panjang itu
menutup pula muka si bangsat. Lalu aku mendengar
seorang budak jahat itu berkata, "Ngamal, ngamal ……
bagilah sayur dan nasi dingin pada orang-orang buta
……' Aku tidak berani bersuara, aku diam saja. Si buta
itu berkata pula, dia mengemis nasi. Aku tetap tidak
menjawab. Beberapa kali permintaannya itu diulangi.
Akhirnya aku dengar, 'Di sini tidak ada lain orang, mari
kita mencari ke lain tempat. Tadinya mereka itu pada
berduduk, lantas mereka pada bangun berdiri. Aku
khawatir mereka nanti masuk ke dalam, maka aku
lantas batuk-batuk, terus aku membuka pintu. Aku
tanya mereka itu siapa. Nampaknya mereka itu kaget.
Yang satu lantas berkata, 'Nona, sukalah berlaku baik,
tolong kau membagi makanan untuk kami.' Yang
lainnya mengeluarkan sepotong perak dari sakunya
seraya berkata; 'Kita membeli dengan uang ……' Aku
lantas mempersilahkan mereka duduk, kataku, nanti
aku masak nasi untuk mereka. Aku ingin mereka
lekas-lekas pergi. Aku lantas pergi ke dapur, aku
masak nasi, aku menggorengi sayur. Demikian mereka
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
duduk berdahar. Habis mereka bersantap, disaat
mereka mau pergi, mendadak si orang she Yo
berteriak. Aku lari ke dalam. Aku melihat dia mencoba
berduduk, tangannya menuding aku, dengan roman
ketakutan, dia berteriak pula; 'Auwyang Kongcu!
Auwyang Kongcu!' Aku kaget hingga aku mencelat.
Aku tidak tahu siapa itu Auwyang Kongcu. Aku
berkhawatir sekali, aku takut orang-orang buta itu
mendengar suaranya. Maka aku pungut bajunya, untuk
membungkus pula kepalanya. Di luar dugaanku, dia
menjadi kuat sekali, dia berontak hingga aku terjatuh.
Lagi sekali dia mengasih dengar suaranya; 'Auwyang
Kongcu, kau, kau ampuni aku …… kau ampuni aku
……'"
Oey Yong, Kwee Ceng dan Bok Liam Cu meliha
tegas Yo Kang membunuh Auwyang Kongcu, mereka
mengerti ketakutannya Yo Kang dalam keadaan waswasnya
itu, meski begitu, mereka merasakan
punggung mereka dingin. Mereka merasa ngeri.
Bahkan nona Oey, meskipun dia gagah, dia berlompat
kepada Kwee Ceng, untuk duduk menyenderkan
tubuhnya.
Lam Kim melihat eratnya perhubungan muda-mud
itu, sakit ia merasakan hatinya. Tapi ia meneruskan:
'Begitu orang she Yo itu menyebut-nyebut Auwyang
Kongcu, budak-budak buta itu pada nerobos ke dalam,
mulut mereka bertanya berulang-ulang: 'Kongcu!
Kongcu'! Kau di mana?' Aku menjadi kaget. Tahulah
aku, mereka itu bujang dan majikan. Aku merasa aku
bakal gagal. Dalam takutku, aku lantas lari. Entah
kenapa, waktu itu aku tak lagi ingin mati. Aku takut
nanti ditangkap mereka, aku bisa disiksa, maka aku
kabur terus. Bagaikan ada malaikat yang menunjuki
aku lari sampai di kuilnya enci Bok, justru enci Bok lagi
sakit berat, tubuhnya sangat panas. Aku lantas
merawati sebisanya. Malam itu aku berpikir keras,
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
akhirnya, aku minta too-kouw tua itu menerima aku
sebagai muridnya. Dua hari kemudian baru panas
tubuhnya enci Bok kurangan dan ia sadar ……"
"Kemudian bagaimana?" Liam Cu memotong cerita
nona itu.
"Bagimana? Tentu saja dia mati!" menyahut Lam
Kim.
"Nanti, nanti aku lihat ……!" Sambil berkata begitu,
Liam Cu berlompat bangun, terus dia lari.
"Enci! Enci!" Oey Yong memanggil.
Liam Cu tidak mendengar, dia lari terus, hingga
sebentar saja dia lenyap di sebuah pengkolan.
Oey Yong bertiga tahu Liam Cu tidak dapat
melupakan Yo Kang, tidak perduli orang she Yo itu
terbukti kejahatannya. Mereka menghela napas.
Setelah berdiam sekian lama, Lam Kim berbangkit.
"Inkong," katanya perlahan pada Kwee Ceng, "Aku
telah menutur segala apa, maka bersyukurlah kepada
Thian, aku dapat dipertemukan pula kepada inkong." Ia
merogoh ke sakunya, ia mengeluarkan sejilid buku
yang sudah rusak, ia menyerahkan itu pada si anak
muda seraya menambahkan: "Buku ini telah aku robek
belasan lembarannya, aku tidak tahu ini sebenarnya
buku apa, tetapi orang she Yo itu menganggapnya
sebagai mustika, maka mungkin ada faedahnya. Coba
inkong periksa."
Kwee Ceng menyambuti buku itu, tanpa memeriksa
lagi, ia masuki ke dalam sakunya.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Sekarang kau berniat pergi ke mana?" ia menanya.
Ia lebih memerlukan nasibnya nona yang
berperuntungan sangat malang ini.
"Aku telah bertemu pula sama inkong, untukku, ke
mana aku pergi, sama saja," menyahut nona Cin.
"Kelihatannya Tiat Ciang Pang bermaksud tidak baik
kepada inkong maka itu aku harap inkong berdua suka
berhati-hati."
"Kenapa kau ketahui tukang perahu itu orang Tiat
Ciang Pang?" Oey Yong tanya.
"Sebab dialah orang yang memasuki aku ke dalam
keranjang dan menyerahkan aku pada si orang she Yo
itu."
"Oh ……" kata nona Oey yang lantas telah
mengetahuinya bagaimana ia harus mengambil sikap
kepada si tukang perahu.
"Setelah enci Bok sembuh, kita berdamai untuk
melakukan perjalanan bersama," Lam Kim masih
berkata lebih jauh. "Demikian tadi di rumah makan,
kami melihat inkong berdua serta itu tukang perahu.
Dasar Thian tidak mengijinkan orang jahat dapat
berbuat sesukanya, kami telah dibuatnya memergoki
dia."
Habis mengucap, si nona memberi hormat kepada
Oey Yong, terus ia berlutut pada Kwee Ceng seraya
berkata; "Sekarang perkenankan aku meminta diri.
Semoga inkong panjang umur dan beruntung!"
Kwee Ceng mengasih bangun nona itu, hatinya
pepat, Tidak tahu ia mesti membilang apa.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Enci Cin," berkata Oey Yong, "Kau sudah tidak
punya rumah, maka baiklah kau turut kami pergi ke
Kanglam."
Lam Kim menggeleng kepala.
"Aku berniat balik ke hutannya kakekku," katanya.
"Kau tinggal sebatang kara, mana dapat?" Oey
Yong kata.
"Seumurku, aku memang bersendirian saja ……"
Oey Yong berpaling kepada Kwee Ceng, ia
membungkam.
Lam Kim menoleh kepada si anak muda, habis
mana ia memutar tubuhnya, untuk bertindak pergi.
Pemuda itu masih menjublak sampai ia ingat suatu
apa.
"Nona, tunggu dulu!" ia memanggil.
Nona itu menghentikan tindakannya, ia tidak
memutar tubuhnya.
"Nona, kalau kau ketemu lagi orang jahat,
bagaimana?" Kwee Ceng tanya, nona itu tunduk, ia
menyahuti dengan perlahan: "Aku sebatang kara dan
lemah, aku cuma akan menerima nasib saja ……"
"Mari aku ajarkan kau serupa ilmu," berkata Kwee
Ceng, "Jikalau kau rajin mempelajarinya, aku percaya
lain kali kau bisa melawan sedikitnya lima orang."
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Nona itu berpikir sebentar, lalu ia memberikan
penyahutannya: "Baiklah kalau inkong menitahkannya,
nanti aku mempelajarinya."
Kwee Ceng heran melihat orang tidak bergembira
karenanya. Ia lantas mengajari nona itu ilmu yang ia
dapatkan dari Tan Yang Cu Ma Giok selama di gurun
pasir. Itulah ilmu tenaga dalam, Lwee Kang Sim-hoat
yang terdiri dari sepuluh jurus.'
Lam Kim berotak cerdas, ia memperhatikan
pengajaran itu. Tidak lama, ia telah dapat mengingat
baik-baik.
"Setelah dipelajari sungguh-sungguh nanti baru
nampak kefaedahannya pelajaran ini," Kwee Ceng
memberi keterangan. "Kau tidak mengerti ilmu silat,
tetapi dengan meninju dan menendang kalang
kabutan, kau dapat juga melukai orang."
Nona itu berdiam, lalu ia meminta diri pula dan pergi
dalam kesunyian.
Setelah orang pergi jauh, Oey Yong kata kepada
kawannya: "Aku memberi selamat padamu telah
mendapat seorang murid!"
"Mana dapat dibilang dialah muridku," kata si anak
muda. "Aku cuma mengharap dia tidak nanti diperhina
lagi segala orang jahat."
"Itulah sukar dibilang," kata Oey Yong. "Sekalipun
orang sepandai kau, kau masih dipermainkan orang
jahat ……."
Kwee Ceng menghela napas.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Di jaman kacau seperti ini, manusia kalah dengan
anjing," ia bilang. "Apa mau di kata ……?"
"Sekarang, mari kita mampusi anjing gagu itu!"
berkata si anak muda tanya.
"Anjing gagu yang tadi," sahut si nona, yang lantas
menggerak-geraki tangannya seraya mengasih dengar
suara ah-aha-uh-uh.
Melihat itu Kwee Ceng tertawa.
"Jadi kita tetap menaiki perahunya si gagu palsu
itu?" ia menegaskan.
Bab 67. PERGULATAN DI ATAS PERAHU
"Pasti kita akan memakai perahunya itu," menyahut
si nona. "Bangsat tua Khiu Cian Jin telah melukai
hebat kepadaku, hendak aku membalas terhadapnya,
umpama kata aku tidak sanggup melayani dia, puas
juga sedikit hatiku apabila aku bisa menyingkirkan
beberapa pengikutnya."
Keduanya lantas kembali ke rumah makan. Di sana
si tukang perahu yang gagu itu lagi tangal-tongol,
mengharapi kedatangan orang. Ia menjadi girang
sekali apabila ia menampak kembalinya si muda-mudi.
Dengan berlagak pilon, Kwee Ceng berdua pergi ke
perahu orang Tiat Ciang Pang itu. Mereka melihat
sebuah perahu sedang, tidak besar dan tidak kecil,
dan gubuknya hitam. Itulah perahu pengangkutan yang
paling banyak digunai di sungai Goan Kang. Di atas
perahu ada dua orang, yang masih muda, yang lagi
mencuci lantai.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Begitu keduanya turun ke perahu, tukang perahu
itu melepaskan tambatannya dan menolak perahu ke
tengah sungai di mana layar lantas dipasang.
Kebetulan sekali angin Selatan meniup keras, perahu
laju cepat mengikuti aliran sungai.
Kapan Kwee Ceng memikirkan kebinasaannya Yo
Kang serta nasibnya Liam Cu dan Lam Kim, ia sangat
berduka. Sambil menyenderkan tubuhnya, ia tunduk
diam, matanya memandang jauh ke depan.
"Engko Ceng," berkata Oey Yong tiba-tiba. "Coba
kau kasih lihat bukunya nona Cin itu? Entah ada
hubungan apa di antara itu buku dan buku wasiatnya
Gak Bu Bok ……"
Anak muda itu seperti sadar.
"Hampir aku lupa!" katanya. Ia terus mengeluarkan
bukunya, diserahkan pada si nona.
Oey Yong menyambuti, lantas ia membalik
beberapa lembaran.
"Oh, kiranya begini!" katanya agak terperanjat.
"Engko Ceng, mari lihat!"
Kwee Ceng berbangkit dan menghampirkan, ia
duduk di samping si nona di tangan siapa ia melihat
buku itu.
Ketika itu sudah magrib, sinar layung memain di
permukaan air. Sinar itu, yang menyorot berbalik dari
air, mengenakan juga mukanya si nona, baju dan buku
di tangannya itu.
Sepasang muda-mudi itu besar hatinya, walaupun
mereka berada di dalam kendaraan air musuh, mereka
tidak takut. Dengan asyik mereka memperhatikan buku
pemberian nona Cin itu.
Buku itu ada buku buah tangannya Siangkoan
Kiam Lam, pangcu yang ke-23 dari Tiat Ciang Pang. Di
situ Kiam Lam mencatat segala apa mengenai sepak
terjang partainya. Dialah salah seorang punggawanya
jenderal Han See Tiong. Ketika Gak Hui terbinasakan
dorna Cin Kwee dan Jenderal Han dipecat, dia pun
berhenti. Banyak orang sebawahan dan serdadunya,
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
yang turut mengundurkan diri dan hidup bertani. Tapi
dia benci kawanan dorna, yang menguasai
pemerintahan, maka dia mengajak serombongan
sebawahannya, yang menyetujui cita-citanya untuk
menaruh kaki di wilayah Kheng-siang, bekerja sebagai
berandal. Hanya kemudian, mereka masuk dalam
kalangan Tiat Ciang Pang, malah ketika pangcu yang
tua menutup mata, dia menyambut sebagai gantinya.
Mulanya Tiat Ciang Pang ada perkumpulan biasa saja
akan tetapi setelah dipimpin dia, sifatnya berubah dan
menjadi kuat. Dia berhasil mengumpul kawan orangorang
gagah di Ouwlam dan Ouwpak, hingga
kedudukannya tangguh seimbang dengan kedudukan
Kay Pang di Utara. Tidak pernah Kiam Lam melupakan
negara dan musuh negaranya, untuk membangunnya
pula, sering dia mengirim mata-mata ke Lim-an. Ia
mengharap ketika baik guna bergerak. Kemudian
Kaisar Kho Cong mengundurkan diri dari takhta
kerajaan, yang ia serahkan kepada Kaisar Hauw cong,
ia sendiri merasa senang menjadi Thay sianghong.
Kaisar Hauw Gong ingat kesetiaannya Gak Hui, ia
menitahkan memindahkan kuburannya dari tepi
jembatan Cong An Kio ke tepian See Ouw, Telaga
Barat, di mana pun dibangun rumah abunya, sedang
pakaian dan semua barang lainnya dari Gak Bu Bok
disimpan di istana. Malamnya dari siangnya jenazah
dipindahkan, bekas orang-orangnya Gak Hui datang
dengan diam-diam untuk bersembahyang. Mata-mata
Tiat Ciang Pang di Lim-an mengetahui hal itu dan
mendengarnya juga bahwa di antara warisan Gak Bu
Bok ada sejilid kitab tentang ilmu perang, maka hal itu
diwartakan ke Tiat Ciang San. Kiam Lam lantas
bekerja. Ia mengajak sejumlah orangnya yang pandai,
mereka berangkat ke kota raja. Pada suatu malam
mereka memasuki istana dan berhasil mencuri
kitabnya Gak Hui itu, yang mana malam itu juga
dibawa dan diserahkan kepada Han See Tiong.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Ketika itu Jenderal Han sudah berusia lanjut dan
bersama istrinya, Nio Hong Giok, ia tinggal menyendiri
di tepi See Ouw. Dia telah terbangun semangatnya
menyaksikan kitabnya Gak Hui itu, hingga ia
menghunus pedang dan membacok meja. Ia menghela
napas. Untuk memperingati sahabat kekalnya itu, Gak
Hui, ia lantas mengumpulkan pelbagai karyanya Gak
Bu Bok, dijadikan sebuah buku, buku mana dia
kasihkan pada Siangkoan Kiam Lam, yang dinasehati
untuk mencoba mewujudkan cita-cita Gak Hui untuk
mengusir bangsa asing, guna membangun pula
negara sendiri. Kiam Lam menerima itu semua. Ia juga
bisa berpikir, maka ia ingat, tidak mungkin Gak Hui
menulis kitab perangnya itu untuk dibawa ke kubur,
tentulah itu untuk diwariskan kepada suatu orang,
hanya saking kerasnya penjagaan Cin Kwee, kitab
tersebut tak sempat disampaikan. Pula mungkin,
karena sesuatu sebab, orang yang harus menerima
kitab tidak keburu sampai di kota raja. Kalau ini benar,
ada kemungkinan orang itu datang ke istana dan
menubruk tempat kosong disebabkan kitab itu sudah
tercuri. Karena ini, ia lantas membikin petanya gunung
Tiat Ciang San diberikuti keterangan singkat bunyinya;
"Kitab warisan Gak Bu Bok adanya di Tiat Ciang San,
di puncak Tiong Cie Hong, di lereng yang kedua."
Jenderal Han khawatir orang tidak mengerti petunjuk
singkat itu, ia menambahkan dengan cabutan sayirnya
Gak Bu Bok sendiri. Jenderal Han juga percaya bahwa
orang yang bakal menerima warisan itu, jikalau
bukannya murid Gak Bu Bok sendiri, tentulah salah
seorang sebawahannya.
Kapan Siangkoan Kiam Lam telah pulang ke Tiat
Ciang San, ia memanggil kumpul banyak pencinta
negara, ia mengajaknya mereka bergerak. Tapi
pemerintah Song jeri kepada negara Kim, bukan saja
gerakan mulia itu tidak ditunjang bahkan ditindas,
dalam hal mana, bangsa Kim pun membantu. Maka
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
gagallah usahanya Siangkoan Kiam Lam, ia mati di
atas puncak Tiat Ciang Hong karena luka-lukanya.
Bukunya itu bagian belakang, tulisannya tidak karuan,
mungkin ditulis sesudah dia terluka. Yang paling hebat
ialah setelah belasan lembarnya dirobek-robek Cin
Lam Kim.
"Tidak disangka Siangkoan Pangcu seorang
pencinta negara," kata Kwee Ceng masgul, hingga ia
menghela napas. "Sampai pada ajalnya, dia masih
memegangi erat- erat bukunya ini. Aku tadinya
menduga dia sama dengan Khiu Cian Jin si
pengkhianat, mulanya aku memandang rendah
kepadanya. Kalau tahu begini, tentulah aku sudah
menghunjuk hormatku kepada tulang-belulangnya itu."
Tidak lama dari itu, cuaca mulai gelap, maka tukang
perahu meminggirkan perahunya dan menambatnya,
hendak ia masak nasi dan menyembelih ayam, untuk
mempersiapkan barang makanan.
Oey Yong dan Kwee Ceng khawatir nanti diracuni,
dengan alasan si tukang perahu tidak resik, mereka
membawa daging ayam dan sayurannya ke darat, ke
rumah seorang desa, untuk tolong dimatangi, untuk
mereka bersantap di sana.
Tukang perahu itu mendongkol, tetapi karena dia
gagu, dia tidak bisa bilang apa-apa kecuali nampak
sinar mata dan romannya yang muram.
Habis bersantap, sepasang muda-mudi itu masih
berangin di bawah pohon di depan rumah si orang
kampung.
"Entah apa yang ditulis dalam beberapa lembar
halaman yang dirobek enci Cin itu," berkata si nona.
"Di dalam dunia ini cuma Khiu Cian Lie dan Yo Kang
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
yang pernah membaca itu tetapi mereka dua-duanya
telah mati."
"Khiu Cian Lie cuma mengambil buku ini, tidak
bukunya Gak Bu Bok, kenapakah?" tanya Kwee Ceng
"Mungkin itu disebabkan dia mendapat dengar
suara kita. Dan baru ambil jilid ini, dia tidak berani
mengambil jilid lainnya. Mungkin beberapa lembar
yang tersobek itu penting isinya. Bukankah si tua
bangka sangat memperhatikan itu?"
"Hanya heran tentang Siangkoan Pangcu itu. Dia
lari ke puncak. Kenapa tentara negeri tidak
mengejarnya terus?"
"Ini pun aneh. Rupanya cuma setelah melihat isinya
sobekan baru duduknya hal akan dapat dimengerti
……" kata si nona, yang mendadak tertawa. "Kalau
enci Cin tidak merobeknya dan kejadian dia pergi
kepada Wanyen Lieh, itu waktu pasti bakal ada
pertunjukan yang bagus sekali ……" Ia berhenti pula,
atau kembali ia berkata, berseru; "Bagus!"
"Apakah itu?" Kwee Ceng menanya.
"Kita menyerahkan buku ini kepada Wanyen Lieh,"
menerangkan si nona. "Dengan begitu, dia pasti akan
mengirim orang ke Tiat Ciang San untuk mencari buku
warisan Gak Bu Bok itu. Bukankah Tiong Cie Hong
tempat keramat Tiat Ciang Pang? Mana Khiu Cian Jin
suka membiarkan tempat sucinya diganggu? Maka itu
pasti sekali mereka bakal saling bunuh di antara
kawan sendiri! Tidakkah ini bagus?"
"Ya, itu benar bagus!" Kwee Ceng kata sambil
bertepuk tangan.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Aku tidak sangka sekali Suko Kiok Leng Hong
telah mendirikan jasa besar sekali!" kata Oey Yong
yang pun girang.
Kwee Ceng tidak mengerti. "Bagaimana?" ia tanya.
"Kitab Gak Bu Bok disimpan di dalam gua di tepi Cui
Han Tong di dalam istana," berkata si nona. "Karena
Siangkoan Kiam Lam telah mencurinya dari sana,
tentulah gambarnya ia telah taruh di tempat buku itu.
Benar bukan?"
"Benar."
"Kiok Suko telah diusir dari Tho Hoa To tetapi ia
tidak melupakan budi gurunya. Ia tahu ayah gemar
akan tulisan, gambar dan barang lainnya asal barang
kuno, ia rupanya ketahui semua itu ada terdapat
banyak di dalam istana, maka tanpa menghiraukan
bahaya, ia nyelundup ke istana dan berhasil mencuri
banyak gambar, tulisan dan lainnya ……"
"Benar, benar!" Kwee Ceng bilang. "Sukomu itu
telah mencuri semua itu berikut gambar peta rahasia
itu, lalu semuanya dia simpan di kamar rahasia di Gukee-
cun, untuk dia nanti menghadiahkan kepada
ayahmu, maka apa lacur, dia kena disusul rombongan
siewi dan kena dibinasakan. Maka itu ketika Wanyen
Lieh pergi ke istana, ia kebogehan, sudah buku Gak
Hui tidak ada, petanya juga hilang. Ah, kalau tahu
begitu, selama di gua itu tidak usah kita mati-matian
merintangi mereka, hingga aku tidak nanti sampai
dilukai si bisa bangkotan dan kau tidak usah bersusah
hati tujuh hari tujuh malam ……"
"Soalnya tidak dapat dipandang dari sudutmu itu,"
membantah si nona. "Jikalau kau tidak beristirahat di
kamar rahasia itu, mana kita bisa dapatkan gambar
peta itu? Juga mana ……" Ia berdiam. Ia menjadi ingat
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
pertemuannya sama putri Gochin Baki. Maka ia jadi
masgul. Selang sesaat, ia kata pula: "Entah
bagaimana dengan ayahku sekarang ……?"
Ia memandang rembulan sisir.
"Segera bakal tiba Pee-gwee Tiong Ciu," katanya.
"Setelah pertandingan di Yan Ie Lauw di Kee-hin,
apakah kau bakal kembali ke gurun pasir di Mongolia?"
"Tidak. Lebih dulu aku membunuh Wanyen Lieh,
guna membalaskan sakit hatinya ayahku dan paman
Yo."
"Setelah itu?" tanya si nona, matanya tetap
mengawasi si Putri Malam.
"Masih banyak urusan lainnya! Suhu mesti diobati
dulu hingga sembuh. Pula Ciu Toako mesti dicari,
untuk menyuruh dia pergi ke rawa lumpur hitam
kepada Eng Kouw ……"
"Setelah semua itu beres, kau toh akhirnya kembali
ke Mongolia?"
Kwee Ceng tidak bisa menyahut, tak tahu ia mesti
membilang apa.
"Ah, aku tolol!" kata si nona tiba-tiba. "Perlu apa aku
memikirkan semua itu? Justru ada ini ketika baik, satu
hari lebih lama kita berkumpul, satu hari terlebih baik!
Mari kita kembali ke perahu, kita permainkan si gagu
palsu itu ……"
Kwee Ceng menurut. Keduanya berjalan pulang.
Tiba di perahu, tukang perahu dan dua pembantunya
sudah tidur.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Pergi kau tidur, aku nanti berjaga-jaga," Kwee
Ceng membisiki si nona.
Oey Yong merasakan kesehatannya belum pulih
semua, maka itu ia letaki kepalanya di paha si anak
muda. Dengan perlahan ia pulas.
Kwee Ceng tidak mau membikin tukang perahu
nanti curiga, meskipun ia tidak menginginkan, ia
terpaksa merebahkan diri, hanya diam-diam ia
menghapal ajaran It Teng Taysu bagian dari Kiu Im
Cin-keng yang memakai bahasa Sansekerta. Ia
menghapali terus sekitar satu jam, akhirnya ia menjadi
gembira. Tidak saja ia tidak merasa kantuk, ia bahkan
menjadi segar. Hanya tengah ia bergirang itu, ia
mendengar Oey Yong mengigau perlahan: "Engko
Ceng, jangan kau menikah sama putri Mongolia itu,
aku sendiri yang hendak menikah denganmu." Ia
melengak. Kembali ia mendengar suara si nona:
"Bukan bukan, aku salah omong. Aku tidak meminta
apa-apa dari kau, aku tahu kau suka aku, itu saja
sudah cukup."
"Yong-jie, Yong-jie," kata si anak muda terdengar.
Oey Yong tidak menyahuti, hanya napasnya
perlahan.
Pemuda itu bingung. Ia mencintai si nona, ia
merasa kasihan. Ia mengawasi wajah orang yang tidur
nyenyak di pahanya itu. Paras si nona itu putih
tersinarkan cahaya rembulan, karena kesehatannya
belum pulih, kulit mukanya belum kembali bersemu
dadu. Ia mengawasi dengan menjublak.
"Dia tentulah bermimpi dan dalam mimpinya ia
mengingat peruntungan kita berdua," pikir anak muda
ini. "Aku tidak boleh melihat dia dari sikapnya sehariTIRAIKASIH
WEBSITE http://kangzusi.com/
hari saja, yang bergembira, seperti orang tidak pernah
berduka, sebenarnya di dalam hatinya, ia masgul. Ah,
akulah yang membikin dia mengalami kesulitan ini.
Coba itu hari kita tidak bertemu di Thio-kee-kauw,
bukankah itu baik untuknya?"
Selagi yang satu bermimpi atau mengigau itu dan
yang lain mengawsinya dengan pikiran bimbang, tibatiba
di permukaan air itu terdengar suara pengayuh
bekerja, lalu terlihat sebuah perahu mendatangi dari
sebelah hulu.
Kwee Ceng menjadi heran.
"Air sungai ini sangat deras dan berbahaya, siapa
begitu bernyali besar berani menjalankan perahu
malam-malam?" pikirnya. Karena ini, ingin ia melihat.
Ketika ia hendak mengangkat kepala, mendadak ia
mengurungkan itu. Tiba-tiba ia mendengar tiga kali
tepukan tangan perlahan dari perahunya. Diwaktu
sunyi seperti itu, suara tepukan tangan itu nyata
terdengarnya.
Setelah itu terdengar suara layar dibenahkan.
Tidak usah lama Kwee Ceng menanti akan
mendapatkan perahu itu di pinggirkan dan dikasih
nempel sama perahunya, maka dengan perlahan ia
menepuk-nepuk tubuhnya Oey Yong untuk mengasih
bangun kawannya itu.
Hampir di itu waktu, tubuh perahu bergoyang
sedikit.
Pemuda itu segera mengintai. Ia masih sempat
melihat satu orang, dalam rupa bayangan, berlompat
ke perahu yang baru sampai itu. Orang itu ialah si
tukang perahu yang berlagak gagu.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Kau tunggu di sini, aku mau pergi melihat," Kwee
Ceng berbisik pada kawannya.
Oey Yong yang telah lantas bangun, mengangguk.
Dengan cepat Kwee Ceng pergi ke kepala perahu.
Ia melihat perahu tetangga itu masih bergoyang, ia
lantas lompat ke situ. Dengan membarengi
bergoyangnya perahu ia membikin penghuni perahu itu
tidak curiga. Dengan lantas ia mengintai. Maka terlihat
olehnya tiga orang dengan pakaian hitam semua,
seragamnya kaum Tiat Ciang Pang. Pula ia mengenali
satu di antaranya, yang tubuhnya tinggi besar, ialah
Kiauw Thay yang pernah dipecundangi Oey Yong.
Pemuda ini sangat gesit, maka itu, ia seperti
mendahului si tukang perahu. Sesudah ia mengintai,
baru tukang perahu itu tiba di dalam gubuk. Segera dia
ditanya Kiauw Thay: "Apa kedua binatang cilik itu ada
di sini?"
"Ya," menyahut si tukang perahu yang sekarang
bisa bicara.
"Apakah mereka bercuriga?" Kiauw Thay menanya
pula.
"Nampaknya tidak. Cuma mereka tidak sudi dahar
dari itu aku tidak dapat bekerja."
"Hm! Biarlah mereka mengantari jiwa di Chee-liongtha!
Lusa tengah hari perahu kamu tiba di Chee-liongtha,
terpisah satu lie dari muara itu, ada dusun Cheeliong-
cip. Di sana kau singgah kami nanti menantikan
kamu untuk membantu."
"Ya," si tukang perahu menyahuti pula.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Dua binatang cilik itu lihay, kau mesti berhati-bati,"
Kiauw Thay memesan. "Kalau kau berhasil, pangcu
bakal menghadiahkan kepadamu. Sekarang pergi kau
balik ke perahumu dengan ambil jalan dari dalam air,
supaya perahumu itu tidak bergoyang, agar mereka
tidak curiga."
"Apakah Kiauw Cee-cu tidak ada titah lainnya?"
"Tidak!" menyahut Kiauw Thay seraya mengibaskan
tangannya.
Tukang perahu itu lantas keluar dari gubuk perahu.
Ia pergi ke belakang, di sana ia turun ke dalam air,
untuk berenang ke perahunya sendiri.
Kwee Ceng berlaku sebat, ia mendahului kembali
ke perahunya. Ia membikin Oey Yong apa ia lihat dan
dengar.
"Hm!" kata si nona perlahan. "Di tempat It Teng
Taysu, air jauh terlebih deras, kita tidak takut, apalagi
segala Chee-liong-tha? Mari tidur!"
Karena mengetahui rencananya orang jahat, mudamudi
ini jadi lega hatinya.
Di hari ketiga pagi, ketika tukang perahu hendak
mengangkat jangkar, untuk mulai berangkat pula, Oey
Yong kata padanya: "Tunggu sebentar! Lebih dulu kau
mendaratkan kuda kami jangan kalau nanti perahu
karam di Chee-liong-tha, dia nanti mengantarkan
jiwanya!"
Tukang perahu itu berlagak pilon.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Oey Yong tidak memperdulikannya, bersama Kwee
Ceng ia menuntun kudanya mendarat.
"Yong-jie, baik kita jangan bergurau sama mereka,"
kata Kwee Ceng perlahan. "Baik dari sini kita melanjuti
perjalanan kita dengan menunggang kuda."
"Kenapa begitu?" menanya si nona.
"Tiat Ciang Pang bangsa manusia rendah, buat apa
melayani mereka? Kita diam-diam saja."
"Apa dengan diam-diam saja kita aman?" tanya si
nona.
Pemuda itu berdiam.
Oey Yong mengendorkan les kuda, tangannya
menunjuk ke jalanan di sebelah utara.
Kuda itu mengerti. Sudah sering dia berpisah dari
majikannya, senantiasa mereka dapat bertemu pula.
Maka dia lari ke arah utara itu di mana sebentar
kemudian dia lenyap.
"Mari kita kembali ke perahu," kata si nona,
menepuk tangan.
"Kesehatanmu belum pulih, perlu apa kau
menempuh bahaya?" Kwee Ceng kata pula.
"Kita terpaksa," sahut nona itu. Ia berjalan balik, ia
turun ke perahunya.
Kwee Ceng mengiringi kawannya itu.
Putrinya Oey Yok Su tertawa, dia kata gembira;
"Engko tolol, kita ada bersama, biar kita mengalami
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
banyak yang aneh-aneh, kalau kemudian kita
berpisah, bukankah jadi banyak yang dapat
direnungkan? Bukankah itu bagus?"
Perahu berlayar sampai nampak sungai makin
berbahaya. Di kiri dan kanan hamya nampak gunung
atau tebing.
Kwee Ceng dan Oey Yong pergi ke kepala perahu,
mereka melihat segala apa, maka insyaAah mereka
akan bahayanya perjalanan ini. Untuk dapat maju
melawan air, perahu mesti ditarik orang. Di situ ada
beberapa perahu lainnya. Perahu besar membutuhkan
beberapa kuli, sedang perahu kecil, perlu delapan atau
sembilan orang. Kuli-kuli penarik itu telanjang dadanya
dan kepalanya dilibat sabuk putih, sambil menarik
mereka mengasih dengar suara bareng dan sama.
Perahu yang berlayar milir hanyut pesat sekali.
Sepasang muda-mudi ini menduga mereka bakal
segera mendekati Chee-liong-tha. Hari pun makin
lama makin siang.
"Yong-jie," kata Kwee Ceng perlahan, "Aku tidak
menyangka sungai Goan Kang mempunyai bagian
yang airnya begini deras dan berbahaya. Mungkin
bagian deras ini panjang sekali. Kalau perahu terbalik
sedang kau masih belum segar, tidakkah itu
berbahaya?"
"Habis bagaimana?"
"Kita bunuh saja tukang perahu itu lantas kita ke
pinggir dan mendarat."
Si nona menggeleng kepala.
"Itulah tidak menarik hati!" katanya.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Memangnya sekarang waktunya main-main?"
"Aku justru menggemari itu!" si nona tertawa.
Pemuda itu berdiam, ia mengawasi ke depan dan
ke kiri dan kanan. Ia lantas berpikir.
Berjalan lagi sekian lama, waktu sudah mendekati
tengah hari. Setelah melintasi sebuah pengkolan,
Kwee Ceng melihat di depan di pinggiran sungai, ada
beberapa puluh rumah, yang tinggi dan rendah
bergantung sama letaknya tanah pegunungan. Di situ,
air jadi semakin deras. Ketika sebentar kemudian
perahu tiba di dekat kumpulan rumah-rumah itu, di tepi
sungai terlihat beberapa puluh orang yang seperti lagi
menantikan.
Si tukang perahu lantas melemparkan dua lembar
dadung ke darat, dadung mana disambuti beberapa
puluh orang itu dan lantas dililit ke sebuah pelatok
besar. Dengan ditarik, perahu itu sampai di tempat
yang cetek.
Tidak lama tiba lagi sebuah perahu yang ditarik kira
tigapuluh kuli, perahu itu dikasih berlabuh di situ,
sedang di sebelah depan telah berlabuh kira-kira
duapuluh perahu lainnya. Lantas ada seorang di
daratan yang berkata nyaring: "Tadi malam keluar ular
naga, air di gunung banjir, air sungai ini jadi sangat
deras, maka sambil menanti air surut, mari semua
beristirahat di sini!"
"Numpang tanya, toako, tempat ini apa namanya?"
tanya Oey Yong pada seorang di sampingnya.
"Chee-liong-cip," orang yang ditanya menjawab.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Nona itu mengangguk, diam-diam ia
memperhatikan tukang perahunya. Dia itu berbicara
dengan gerakan tangan sama seorang di darat, orang
mana bertubuh besar dan kekar. Dia menyerahkan
satu bungkusan pada orang itu. Kemudian, mendadak
orang itu mengeluarkan kapak dengan apa dia
membabat putus dadung penambat perahu, terus dia
mengangkat jangkar, terus dia mendorong perahu itu.
Maka sekejap saja, dengan tubuh miring perahu itu
hanyut terbawa air.
Si tukang perahu yang memegang kemudi,
mengawasi ke muka air. Dua pembantunya yang
masing-masing memegang galah kejen, romannya
bersiap-siap akan melindungi si tukang perahu.
Mungkin mereka khawatir kedua pemumpangnya
menyerang tukang kemudi itu.
Kwee Ceng terkejut, ia mengawasi air yang deras.
Setiap waktu perahu itu dapat membentur wadas. Itu
artinya terbalik dan karam.
"Yong-jie, rampas kemudi!" ia berteriak. Ia pun
hendak lari ke buntut perahu.
Dua orangyang memegang galah itu mendengar
suara si anak muda, mereka bersiap. Ketika mereka
mengangkat galahnya, kejennya bergemerlap di
cahaya matahari. Itulah tandanya kejen itu tajam
sekali.
"Perlahan!" tiba-tiba Oey Yong berseru.
"Bagaimana?" si pemuda tanya.
"Kau melupakan burung kita ……" si nona berbisik.
"Kalau sebentar perahu karam, kita naiki mereka untuk
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
terbang pergi. Aku mau lihat apa mereka bisa bikin
……"
Kwee Ceng sadar.
"Pantas Yong-jie tidak takut, kiranya ia telah siap
sedia tipu dayanya," pikirnya. Ia lantas menggapai
kepada dua ekor burungnya, untuk disuruh berdiam di
samping mereka.
Si tukang perahu tidak tahu kenapa anak muda itu
batal bergerak, diam-diam ia bergirang. Ia mau
percaya mereka kena dibikin jeri oleh arus yang sangat
deras itu.
Segera juga terdengar suara dari serombongan kuli
penarik perahu, lalu terlihat orang-orangnya, yang lagi
menarik sebuah perahu dengan gubuk hitam, yang
mengibarkan bendera hitam juga. Ketika si tukang
perabu melihat perahu itu, dia lantas mengangkat
kapaknya dengan apa dia mengapak putus
kemudinya, kemudian dia pergi ke pinggir kiri. Terang
dia bersiap akan lompat ke perahu yang lagi
mendatangi itu.
Kwee Ceng melihat aksinya tukang perahu itu.
"Naik!" ia kata seraya menekan punggungnya si
rajawali betina.
"Jangan kesusu!" berkata Oey Yong. "Engko Ceng,
kau hajar perahu itu dengan jangkar!"
Kwee Ceng mengerti maksudnya nona itu, ia
bersiap.
Tanpa kemudi, perahu hanyut makin pesat,
sebentar saja, kedua perahu datang semakin dekat.
Perahu yang ditarik mudik itu digeser, supaya tidak
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
sampai diterjang perahu yang hanyut. Tukang-tukang
menarik perahu agaknya kaget, mereka pada
berteriak.
Kwee Ceng menanti saatnya, segera ia
melemparkan jangkarnya keras sekali. Ia mengarah
pelatok yang dipakai mengikat dadung penarik. Karena
perahu pun ditarik keras, maka lemparan jangkar jadi
semakin hebat. Begitu terkena, pelatok itu patah,
dadungnya terlepas. Selagi tukang-tukang menariknya
jatuh ngusruk, perahunya sendiri lantas terbawa air,
hanyut keras sekali. Orang banyak pada berteriak
kaget.
Si tukang perahu kaget sekali.
"Tolong! Tolong!" dia berteriak-teriak saking takut.
"Hai, orang gagu bisa bicara!" kata Oey Yong tertawa.
"Inilah keanehan di kolong langit!"
Kwee Ceng sendiri mengawasi ke perahu yang
hanyut itu, tangannya masih memegangi jangkar yang
satunya. Tukang kemudi dari perahu itu lihay, di air
deras dia masih mencoba memutar kepala perahu,
agar jangan buntutnya yang laju di muka seperti
semula. Tepat pada saatnya, si anak muda
melemparkan jangkar ke kepala perahu.
Si tukang perahu gagu tetiron kaget bukan main.
Di saat yang sangat berbahaya itu, dari dalam
perahu mendadak lompat keluar satu orang, yang
bersenjatakan galah kejen dengan apa dia
menyambuti, menyontek jangkarnya Kwee Ceng. Dia
bertenaga besar tetapi galahnya ini tidak cukup kuat,
galah itu patah, karena itu, tujuan jangkar jadi berkisar.
Begitulah jangkar dan patahan galah jatuh ke air.
Orang kuat itu berdiri tegar di perahunya, dia
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
mengenakan baju pendek warna kuning, dia berambut
putih romannya gagah. Dialah Khiu Cian Jin ketua Tiat
Ciang Pang.
Dua-dua Kwee Ceng dan Oey Yong menjadi kagum
sekali hingga mereka tercengang.
Justru itu, tanpa ketahuan, tubuh perahu telah
membentur wadas. Keras goncangan benturan itu
muda-mudi itu kena terdampar ke pintu gubuk. Mereka
kaget, terutama sebab air segera merendam mata kaki
mereka.
Tidak ada ketika lagi untuk naik ke punggung
burung. "Mari!" Kwee Ceng berseru seraya dia
berlompat ke arah Khiu Cian Jin. Dia sengaja hendak
menubruk ketua Tiat Ciang Pang itu, sebab kalau dia
lompat ke lain bagian dari perahu itu, sebelum tiba, dia
bisa dipapaki serangan. Itulah berbahaya.
Khiu Cian Jin melihat orang berlompat ke arahnya,
rupanya dia dapat menerka maksud orang, karena ia
tengah memegang galahnya, dengan itu ia lantas
memapak.
Kwee Ceng melihat penyambutan itu, dia kaget.
Khiu Cian Jin melontarkan galahnya, yang menjurus
ke dada si anak muda. Ia rupanya menganggap, lebih
baik menyerang sambil menimpuk daripada menanti
orang tiba di perahunya.
Dalam saat sangat berbahaya untuk si anak muda,
tiba-tiba terlihat sinar hijau menyambar galah kejen.
Karena mana, lenyaplah ancaman bahaya itu.
Itulah Oey Yong, yang berlompat menyusul
kawannya, yang dengan tongkatnya menangkis galah.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Setelah itu, begitu menginjak perahu, si nona segera
menyerang pangcu dari Tiat Ciang San, hingga dia
menjadi gelagapan, hampir dia kena ditotok.
Khiu Cian Jin mengenal baik lihaynya tongkat si
nona, maka itu, selagi Kwee Ceng baru menaruh kaki,
ia mundur kepada anak muda itu, yang ia sapu.
Dengan begitu ia berkelit sambil menyerang. Selagi
Kwee Ceng berkelit, ia menyusuli dengan dua
serangan saling susul dengan kedua tangannya.
Lihay serangannya jago dari Tiat Ciang San ini.
Itulah pukulan dari Tiat Ciang Kang-hu, atau ilmu silat
Tangan Besi, yang kaum Tiat Ciang Pang andalkan
selama mereka menjagoi, bahkan di tangan orang she
Khiu ini, jurusnya telah diubah dan ditambah hingga
menjadi semakin lihay. Dibanding sama Hang Liong
Sip-pat Ciang, ilmu itu kalah keras tetapi menang
halus.
Begitu dua orang itu bergerak di atas perahu.
Perahu sewaannya Kwee Ceng telah patah
pinggang dan karam, si gagu dan dua kawannya
kecebur ke air dan terbawa arus, sia-sia mereka
berenang, mereka terbenam di dalam air menggolak
bagaikan pusar air.
Perahunya Khiu Cian Jin sendiri, meskipun hanyut
keras, masih dapat dipertahankan, karena ada orang
Tiat Ciang Pang yang lantas mengendalikannya.
Di atasan perahu, terbang mengikuti, adalah kedua
burung rajawali serta hiat-niauw, ketika burung itu
saban-saban mengasih dengar suaranya.
Sampai itu waktu, Oey Yong pun turut berkelahi.
Lebih dulu ia mengundurkan beberapa orang Tiat
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Ciang Pang, yang merintangi padanya, setelah itu ia
dekati Kwee Ceng, guna mengepung Khiu Cian Jin.
Karena sama-sama lihay, kedua pihak berkelahi
dengan rasa risih.
Selagi bertempur itu, Oey Yong melihat golok
berkelebat di dalam gubuk perahu. Itulah seorang yang
tengah membacok. Ia tidak tahu apa yang dibacok itu
tetapi ia curiga, maka ia lantas menimpuk dengan
jarumnya. Pembacok itu kena lengannya, bacokannya
tak dapat diteruskan, goloknya justru mengenai
pahanya sendiri sampai dia menjerit. Si nona
menyusul seraya berlompat masuk ke dalam gubuk. Ia
menendang terjungkal orang itu, yang sudah tidak
berdaya, lalu dia melihat seorang rebah tidak berkutik
di lantai perahu sebab kaki tangannya dibelenggu. Ia
tidak usah mengawasi lama akan mengenali Sin-soancu
Eng Kouw, hingga ia menjadi heran. Tidak sekali
disangka, di sini mereka dapat menemui nyonya itu,
bahkan dalam keadaan tidak berdaya itu. Tanpa ayal
lagi, ia memungut goloknya orang tadi dengan apa ia
memutuskan tambang yang mengikat tangan si
nyonya.
Begitu lekas tangannya bebas, dengan tangan
kirinya Eng Kouw merampas golok di tangannya si
nona, selagi Oey Yong heran, dia sudah lantas
membacok mampus orang Tiat Ciang Pang itu, yang
tadi hendak membinasakan padanya. Habis itu baru ia
memutuskan tali belengguan kakinya, sedang
musuhnya roboh celentang, hingga Oey Yong
mengenali, dialah Kiauw Thay. Maka ia kata di dalam
hatinya, "Kau sangat jahat, pantas kau mampus!"
"Meski kau telah menolongi aku, jangan kau harap
aku akan membalas budi!" kata Eng Kouw pada si
nona.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Siapa mengharap pembalasan budimu?" kata si
nona tertawa. "Kau telah menolong aku, maka ini satu
kali, aku menolongi kau. Dengan begini, kita menjadi
tidak saling berhutang!"
Sembari berkata begitu, Oey Yong pergi pula ke
luar, untuk membantu lagi kepada Kwee Ceng.
Khiu Cian Jin benar-benar lihat, dia dapat bertahan,
hanya segera ia menjadi kaget ketika kupingnya
mendengar beberapa teriakan beruntun serta suara
tubuh tercebur ke air. Sebab Eng Kouw, dalam
gusarnya, sudah menghajar semua orang Tiat Ciang
Pang yang berada di dalam kendaraan air itu,
membikin mereka kecemplung ke air deras. Hingga
tidak perduli yang pandai berenang, orang-orang jahat
itu jangan harap nanti lolos dari bahaya mampus
kelelap!
Khiu Cian Jin digelarkan "Tiat Ciang Sui-singpiauw",
atau si Tangan besi yang mengambang di
muka air itu bukan berarti dia dapat berjalan di muka
air seperti mengambang, itu diartikan lihaynya ilmunya
enteng tubuh, jangan kata di air deras demikian,
sekalipun di air tenang di telaga, tidak dapat dia jalan
ngambang. Maka itu sekarang, hatinya tidak tenang. Ia
berkelahi sambil mundur. Kewalahan ia melayani
Kwee Ceng yang dibantu Oey Yong. Untuk mencegah
si nona menyerang ia dari belakang, ia berdiri
membelakangi air. Secara begini ia mencoba
bertahan.
Oey Yong berkelahi sambil memperhatikan
lawannya yang tangguh ini. Sering ia melihat jago itu
melirik ke kiri dan kanan. Ia menduga tentulah orang
mengharap-harap datangnya lain perahu, ialah
bantuan untuk pihaknya. Maka ia juga turut memasang
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
mata. Ia pikir, "Biarnya dia jago, dia bakal dikepung
bertiga. Kalau kita gagal, sebenarnya kita ialah
kantung-kantung nasi ……"
Eng Kouw di lain pihak telah berhasil menyapu
semua orang Tiat Ciang Pang. Ia membiarkan hanya
satu orang, ialah si tukang pengemudi. Ia melihat
bagaimana dua muda-mudi itu belum bisa berbuat
apa-apa terhadap Khiu Cian Jin, maka akhirnya ia
menghampirkan mereka.
"Nona kecil, kau minggirlah!" ia kata kepada Oey
Yong - ia tertawa dingin. "Mari, kasihkan aku yang
maju!"
Oey Yong tidak puas sekali. Terang orang
memandang enteng padanya. Tapi ia cerdik, ia lantas
berpikir. Terus ia mendesak ketua Tiat Ciang Pang itu.
Khiu Cian Jin bisa menduga si nona tentulah mau
mundur mentaati kata-kata si nyonya, meski ia
mengerti, ia toh tidak bisa berbuat apa-apa kecuali
membela diri, karena si nona mendesak, Kwee Ceng
tetap menyerang padanya. Oey Yong bukan mundur
sendirinya, ketika ia mundur, ia menarik tangan baju
kawannya seraya berkata; "Biarkan dia maju sendiri!"
Kwee Ceng heran tetapi ia mundur seraya membela
diri.
Eng Kouw tidak memperdulikan sikap si nona, ia
hanya menghadap Khiu Cian Jin, dengan tertawa
dingin, dia berkata; "Khiu Pangcu, di dalam dunia
kangouw, namamu terdengar cukup nyaring, maka aku
heran untuk perbuatanmu yang hina dina! Selagi aku
tidur di rumah penginapan, tengah aku tidak tahu apaapa,
mengapa kau menggunai hio pulas dan dengan
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
caramu itu kau membekuk aku? Bagus perbuatanmu
itu ya?"
"Kau telah dibekuk oleh orang sebawahanku, buat
apa kau masih banyak bacot?" Khiu Cian Jin
membalasi. "Jikalau aku yang turun tangan sendiri,
hanya dengan sepasang tangan kosongku, sepuluh
Sin Soan Cu pun dapat aku membekuknya!"
Eng Kouw tetap bersikap dingin.
"Di dalam hal apa aku bersalah dari kamu kaum
Tiat Ciang Pang?" ia tanya.
"Dua binatang cilik ini lancang memasuki Tiat Ciang
Hong, tempat kami yang suci," kata Khiu Cian Jin,
"Kenapa kau menerimanya mereka di rawa lumpur
hitam? Dengan baik-baik aku minta mereka diserahkan
padaku, kenapa kau melindungi mereka dengan kau
mendustai aku? Apakah kau sangka Khiu Cian Jin
boleh dibuat permainan?"
"Oh, kiranya itulah gara-gara dua binatang cilik ini!"
katanya. "Kalau kau mempunyai kepandaian, pergi
punya banyak tempo akan campur tahu segala urusan
tetek bengek begini!"
Lauw Kui-hui lantas mengundurkan diri, ia duduk
bersila di lantai perahu, sikapnya sangat tenang. Ia
maju jadi si penonton harimau bertarung, akan
menyaksikan orang roboh dua-duanya!
Sikapnya nyonya ini mengherankan dua-dua Kwee
Ceng dan Oey Yong dan Khiu Cian Jin. Itulah mereka
tidak sangka.
Eng Kouw turun gunung dengan pikiran kacau. Ia
mendongkol dan berduka, tidak dapat ia gampangTIRAIKASIH
WEBSITE http://kangzusi.com/
gampang melampiaskan itu. Ia mendongkol sebab
gagal ia membunuh It Teng Taysu. Tidak tega ia
melihat sikap tenang dari pendeta itu. Ia bersedih
kalau ia membayangi kematian anaknya yang malang
itu. Begitu ketika ia mondok di rumah penginapan, ia
berlaku alpa, ia kena diasapi orang Tiat Ciang Pang
dan kena ditangkap karenanya. Di dalam keadaan
biasa, tidak nanti ia kena dibekuk secara demikian. Ia
juga tidak menyangka, di dalam bahaya, ia ditolongi
Oey Yong. Ia tetap mendongkol, maka itu, ia ingin
biarlah muda-mudi itu dan Khiu Cian Jim mampus
bersama ……
Oey Yong berpikir cepat: "Baik, kami akan melayani
dulu Khiu Cian Jin, habis itu baru kami nanti mengasih
lihat sesuatu padamu!" Ia lantas mengedipi mata
kepada Kwee Ceng, terus ia menerjang pula pada
Khiu Cian Jin. Aksinya ini segera ditiru si anak muda.
Begitulah bertiga mereka bergebrak pula.
Eng Kouw menonton, dengan asyik. Ia melihat,
meski ketua Tiat Ciang Pang itu lihay, dia sukar bisa
cepat-cepat merebut kemenangan. Ia bahkan melihat
ketua itu mundur. Ia mau percaya, jago dari Tiat Ciang
San ini akhirnya bakal mampus atau terluka ……
Kwee Ceng pun melihat sikap lawannya itu, ia
menduga orang lagi mencari akal. Dilain pihak ia
berkhawatir untuk Oey Yong, yang baru sembuh dan
tidak selayaknya mengeluarkan banyak tenaga. Maka
akhirnya ia kata; "Yong-jie, baik kau beristirahat,
sebentar kau maju pula!"
Nona itu menurut.
"Baik," sahutnya seraya ia mundur. Ia tertawa.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Eng Kouw mengiri menyaksikan eratnya
perhubungan si pemuda dengan si pemudi, terutama
perhatiannya si pemuda itu, hingga ia berpikir: "Dalam
hidupku, kapannya pernah ada orang berbuat begini
macam terhadapku?" tiba-tiba dari mengiri, ia menjadi
cemburu dari cemburu, hatinya menjadi panas.
Mendadak ia berlompat bangun dan berkata dengan
nyaring: "Dua lawan satu, apa itu namanya? Mari, mari
kita berempat menjadi dua rombongan, satu!" Ia lantas
mengeluarkan dua batang bambu, tanpa menanti
jawaban orang, Ia berlompat menyerang nona Oey.
Oey Yong menjadi mendongkol sekali.
"Perempuan gila yang lenyap hatinya!" ia
mendamprat. "Tidak heran Loo Boan Tong tidak
mencintaimu!"
Tapi ini cuma menambah kemurkaannya Eng Kouw,
yang menyerang makin hebat.
Oey Yong menjadi repot. Ia boleh lihay ilmunya Tah
Kauw Pang-hoat tetapi ia kalah tenaga dalam, ia juga
belum pulih kesehatannya, maka terpaksa ia menutup
diri. Lebih sulit lagi, perahu itu bergerak keras tak
hentinya disebabkan derasnya arus.
Kwee Ceng sendiri tetap melayani Khiu Cian Jin, ia
tidak bisa merebut kemenangan tetapi ia pun tidak
kalah.
Ketua Tiat Ciang Pang menjadi heran tidak karukaruan
Eng Kouw membantu padanya. Tentu sekali,
perubahan sikap si nyonya membuatnya ia girang.
Dengan begitu dia jadi seperti tambah semangat, terus
ia menyerang hebat. Ketika Kwee Ceng menyerang ia
dengan jurus "Melihat naga di sawah," ia berkelit,
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
habis berkelit, segera ia membalas menyerang,
dengan dua tangannya berbareng: Tangan kanan
dengan kejennya tangan kiri tangan kosong.
Kwee Ceng tidak takut, ia menangkis dengan dua
dua tangan juga. Maka tangan mereka bentrok. Lantas
mereka sama-sama menyerukan. "Hm!" dan tubuh
mereka mundur masing-masing tiga tindak. Khiu Cian
Jin menahan diri dengan memegang tiang kemudi, dan
kaki kiri Kwee Ceng terserimpat dadung, hampir dia
terguling. Guna menjaga diri agar tidak diserbu, ia
meneruskan lompat jumpalitan.
Khiu Cian Jin menganggap inilah ketikanya yang
baik, dia tertawa nyaring dan lama, lantas dia maju,
guna menyerang.
Eng Kouw tengah mendesak Oey Yong sampai si
nona bernapas sengal-sengal dan peluhnya mengucur
tatkala dia mendengar tertawanya ketua Tiat Ciang
Pang, dia kaget hingga mukanya beruhah, hingga lupa
dia menarik pulang senjatanya yang kiri. Oey Yong
melihat lowongan, lantas ia menyerang ke dada,
menotok jalan darah sin-kie. Eng Kouw tidak
menghiraukan itu, dengan tubuh terhuyung, dia
menubruk ke arah Khiu Cian Jin sambil mulutnya
berseru: "Kiranya kau!"
Ketua Tiat Ciang Pang terkejut, apapula ia melihat
muka bengis dari nyonya itu yang mulutnya dipentang,
kedua tangannya dibuka. Si nyonya seperti mau
menubruk buat menggigit atau menggerogoti orang.
"Kau mau apa?" berseru Cian Jin dalam herannya.
Ia juga lompat ke samping.
Eng Kouw gagal sama tubrukannya yang pertama
itu, dengan mulut bungkam, ia menubruk pula. Ia
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
seperti kalap. Kali ini ia mengajukan kepalanya, untuk
menyeruduk.
Cian Jin berkhawatir. Ia merasa, celaka kalau ia
kena dipeluk perempuan yang telah seperti kalap itu.
Ia juga berkhawatir melihat Kwee Ceng merangsak.
Maka untuk menolong diri, kembali ia berlompat
minggir.
Oey Yong segera menarik tangannya Kwee Ceng,
buat diajak berdiam di satu pinggiran. Dari situ mereka
mengawasi Eng Kouw. Mereka pun heran dan
berkhawatir. Nyonya itu kalap seperti orang gila. Terus
dia main tubruk, mulutnya senantiasa berseru, giginya
dipertontonkan. Terang dia ingin memeluk Cian Jin
untuk digerogoti ……
Jago Tiat Ciang Pang itu menjadi kewalahan, ia
selalu main berkelit. Beberapa kali tangannya kena
terjambret tercakar, hingga tangannya itu berdarahdarah.
Dalam khawatirnya, beberapa kali ia berseru;
"Pembalasan, pembalasan! Apakah aku mesti
terbinasa di tangan perempuan gila ini?!"
Eng Kouw mengulangi tubrukannya, sampai Khiu
Cian Jin berada di dekat si tukang kemudi. Sekarang si
nyonya matanya menjadi merah. Rupanya ia tahu,
lawannya sangat lihay, sukar ia berhasil menubruk.
Mendadak ia menyerang si tukang kemudi, hingga
orang menjerit dan terjungkal ke air, menyusul mana,
ia menendang tiang kemudi sampai tiang itu patah!
Segera karena tak terkendalikan, perahu itu
goncang keras, hanyutnya kacau.
Oey Yong kaget hingga ia mengeluh. Kalapnya Eng
Kouw bisa membikin mereka nanti kecebur ke air,
mungkin bakal mati …… Ia tidak tahu kenapa nyonya
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
itu menjadi kalap mendadak. Karena itu ia mainkan
mulutnya, guna memanggil burungnya.
Justru itu perahu melintang, segera membentur
wadas, nyaring suaranya. Sebagai akibatnya, kepala
peranu bocor.
Khiu Cian Jin kaget, ia menginsyafi bahaya, maka ia
pun menjadi nekat, tetapi ia bukan menempur si
nyonya kalap, ia hanya mengenjot tubuhnya, untuk
berlompat ke darat. Ia tidak sampai di tepian, ia
kecebur, tenggelam ke dalam air. Tapi ia sadar, ia
mencoba memegangi batu wadas, dengan
berpegangan terus, ia melapai ke pinggiran. Ia telah
kena menenggak air, toh ia tiba juga di pinggiran di
mana ia merayap naik ke darat, lalu dengan pakaian
kuyup ia duduk beristirahat, matanya mengawasi ke
perahu yang hanyut jauh, hingga nampak seperti satu
titik hitam. Ia bergidik kalau ia ingat kalapnya Eng
Kouw.
"Binatang ke mana kau hendak lari?" demikian si
nyonya mendamprat melihat musuhnya berlompat ke
air. Ia juga ingin berlompat atau sang air lekas sekali
membikin perahu lantas terpisah jauh dari ketua Tiat
Ciang Pang itu.
Kwee Ceng menaruh belas kasihan, ia menjambak
punggung si nyonya, untuk mencegah dia terjun, tetapi
nyonya itu menyampok ke belakang. Maka "Plok!"
muka si anak muda kena dihajar, sampai ia merasakan
pipinya panas dan sakit, hingga ia berdiri menjublak.
Oey Yong pun heran, tetapi burungnya sudah
datang. maka ia memanggil: "Engko Ceng, mari!
Jangan layani perempuan gila itu! Mari kita pergi!"
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Kwee Ceng menoleh kepada si nona, kemudian ia
berpaling pula kepada Eng Kouw. Ketika itu air sudah
merendam kaki mereka. Mendadak nyonya itu
menekap mukanya dan menangis menggerunggerung.
"Anak. anak!" dia sesambatan.
"Lekas, lekas!" Oey Yong memanggil engko
Cengnya.
Tapi Kwee Ceng bersangsi. Pemuda ini ingat pesan
It Teng Taysu untuk menjaga dan melindungi Eng
Kouw. Maka ia teriaki kawannya itu: "Yong-jie lekas
kau naik burung dan mendarat! Sebentar kau suruh dia
terbang pula ke mari menyambut aku!"
"Sudah tidak keburu!" Oey Yong kata, hatinya
cemas.
"Lekas kau pergi!" Kwee Ceng mendesak. "Kita
tidak dapat menyia-nyiakan pesan It Teng Taysu!"
Mendengar penyahutan si anak muda, Oey Yong
turut bersangsi. Ia pun ingat pesan si pendeta dan
ingat pertolongan orang kepadanya., Tengah ia
berdiam, mendadak tubuhnya bergoyang keras dan
kupingnya mendengar suara nyaring. Nyata perahu
mereka telah membentur satu batu besar, hingga air
segera menerobos masuk ke dalam perahu itu, badan
perahu juga melesak ke dalam air.
"Lekas lompat ke wadas!" Oey Yong berteriak.
Kwee Ceng pun mengerti bahaya, ia mengangguk.
Ia segera menghampirkan Eng Kouw untuk memegang
padanya.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Kali ini si nyonya berdiam bagaikan orang linglung,
dipegangi Kwee Ceng, dia tidak meronta, cuma
matanya bengong mengawasi permukaan air.
"Mari!" berseru Kwee Ceng, yang dengan tangan
kanannya mengempit tubuh si nyonya dan berlompat.
Oey Yong turut berlompat.
Mereka berhasil menginjak batu wadas itu, yang
besar, hanya pakaian mereka telah basah kecipratan
air. Ketika mereka menoleh, mereka mendapatkan
perahu mereka sudah karam di pinggir wadas itu.
Oey Yong berdiri diam, melihat air, ia seperti kabur
matanya. Itulah pengalaman sangat hebat untuknya,
meskipun ia sebenarnya pandai berenang.
Burung rajawali terbang berputaran di atasan
mereka, burung itu tidak mau turun menghampirkan
meski berulang-ulang Kwee Ceng memanggil. Terang
binatang itu takut air.
Kemudian Oey Yong memandang juga kelilingan. Ia
melihat sebuah pohon yangliu di tepian sebelah kiri,
terpisahnya dari mereka kira sepuluh tombak. Ia lantas
dapat akal.
"Engko Ceng, kau pegang tanganku," ia kata.
Kwee Ceng tidak tahu orang hendak berbuat apa, ia
pegang tangan kiri si nona.
Mendadak Oey Yong terjun ke air, terus dia selulup.
Pemuda itu kaget, ia lekas-lekas membungkuk
dengan tangannya diulur panjang-panjang, sedang
kedua kakinya dicantel di batu wadas. Dengan tangan
kanan ia terus memegangi tangan si nona.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Oey Yong selulup untuk mengambil dadung layar,
yang ia bawa kembali ke wadas. Ia menarik dadung
hingga panjang duapuluh tombak lebih, ia mengutungi
itu, kemudian ia memanggil burungnya, disuruh
menclok di pundaknya kiri dan kanan.
Kwee Ceng membantui memegangi burung itu,
yang sudah besar dan berat tubuhnya, ia khawatir si
nona tak kuat memundaki kedua binatang piaraannya
itu.
Oey Yong mengikat dadung ke kaki burung yang
jantan, ia menunjuk ke pohon yangliu, untuk
menitahkan burungnya terbang ke pohon itu.
Burung itu mengerti, dia terbang ke pohon, setelah
terbang memutari, ia terbang balik.
"Eh, aku menyuruh kau melibat dadung ini pada
pohon!" kata Oey Yong.
Burung itu tidak dapat dikasih mengerti, maka nona
ini masgul.
"Hayo coba!" kata Oey Yong kemudian. Ia memberi
contoh.
Burung rajawali itu terbang pula, ia mesti terbang
hingga delapan kali, baru dadung dapat dilibat di
pohon. Baru sekarang si nona girang.
Kwee Ceng pun girang, sebab ia mengerti maunya
kawannya itu.
Ujung yang lain dari dadung itu lantas diikat di
wadas. "Nah, Yong-jie, kau mendarat lebih dulu!" kata
si pemuda selesai mengikat.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Tidak," menyahut nona itu. "Aku akan menanti kau.
Biar dia naik lebih dulu."
Eng Kouw mengawasi muda-mudi itu, ia terus
menutup mulutnya. Tapi sekarang ia sudah tenang, ia
mengerti maksud orang, maka tanpa bilang apa, ia
berpegangan pada dadung, untuk melapai naik, hingga
di lain saat ia telah tiba di darat.
"Di masa aku kecil, inilah permainanku yang
menarik hati," kata Oey Yong. "Kwee Toaya, aku
hendak memberikan pertunjukan, harap kau mengasih
hadiah biar banyak!"
Setelah berkata begitu, si nona menyambar
dadung, untuk berdiri di atas dadung itu, habis mana,
dia berlari-lari menyeberang melintasi air deras itu, tiba
di pohon, untuk turun ke tanah!
Kwee Ceng belum pernah meyakinkan ilmu jalan di
atas tambang, ia tidak berani mencoba-coba, khawatir
terpeleset dan jatuh ke air, dari itu ia mencontoh Eng
Kouw, ia berpegangan pada dadung itu dan melapai.
Sambil bergelantungan, ia mengawasi ke darat. Lagi
beberapa tombak ia akan tiba di pohon, mendadak ia
mendengar seruannya Oey Yong: "Eh, kau hendak
pergi ke mana?" Ia terkejut. Itulah seruan kaget.
Seruan itu disebabkan Eng Kouw berjalan seorang
diri, untuk meninggalkan mereka berdua. Kwee Ceng
khawatir nyonya itu belum sadar betul, itulah
berbahaya. Maka ia lekas-lekas melapai, belum
sampai di cabang pohon, ia sudah lompat turun.
"Lihat, dia pergi seorang diri!" kata Oey Yong,
tangannya menunjuk.
Kwee Ceng mengawasi, hingga ia menampak Eng
Kouw berlari-lari di tanah pegunungan, yang
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
jalanannya banyak batunya dan sukar. Orang sudah
pergi jauh, sulit untuk menyandaknya.
"Dia pergi seorang diri, pikiran dia was-was, inilah
berbahaya," kata Kwee Ceng. "Mari kita susul." Ia
berkhawatir, begitu juga Oey Yong.
"Mari!" menyahut si nona setuju. Hanya ketika ia
mengangkat kaki, untuk berlompat, mendadak ia roboh
sendirinya, jatuhnya duduk, kepalanya digoyang
beberapa kali.
Kwee Ceng mengerti nona itu lemas sebab barusan
dia memakai terlalu banyak tenaga.
"Kau duduk di sini," ia kata. "Nanti aku yang
menyusul sendiri. Aku akan segera kembali."
Pemuda itu lari keras, tapi kapan ia tiba di tikungan
tiga, ia bingung. Di situ Eng Kouw tak terlihat, setahu
dia mengambil jalanan yang mana. Tempat itu sunyi,
rumputnya tinggi, hari pun sudah mendekati magrib.
Oleh karena mengkhawatirkan Oey Yong terpaksa ia
lari balik.
Kesudahannya, satu malam mereka berdiam di tepi
kali itu dengan menahan lapar. Pagi-pagi mereka
sudah berjalan mengikuti tepian di mana ada sebuah
jalanan kecil. Mereka mau mencari kuda dan burung
api mereka, guna bersama-sama mencari jalan besar.
Sesudah jalan setengah harian, mereka dapat mencari
sebuah rumah makan. Lantas mereka singgah.
Mereka membeli tiga ekor ayam, yang seekor
dimatangi, untuk dimakan berdua, yang dua ekor untuk
sepasang rajawali.
Dua ekor burung itu makan sambil menclok di atas
pohon kayu besar.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Burung yang jantan baru makan separuh ayam itu
ketika dia bersuara nyaring dan panjang, lantas
makanannya dilemparkan, terus dia terbang ke utara.
Yang betina pun terbang tinggi, setelah dia juga
mengasih dengar suaranya, dia menyusul ke utara itu.
"Kelihatannya burung kita bergusar," kata Kwee
Ceng. "Mereka melihat apakah?"
"Marilah kita lihat!" kata Oey Yong, yang terus
melemparkan sepotong perak.
Dengan lantas, mereka lari ke jalan besar, di sana
mereka melihat burung mereka terbang berputaran,
lalu menukik ke bawah, lalu naik pula, akan seterusnya
terbang berputaran lagi.
"Mereka bertemu musuh!" kata Kwee Ceng. "Mari!"
Pemuda itu lantas lari, si nona mengikuti. Kira tiga
lie, mereka menampak di depan mereka sekumpulan
rumah seperti dusun yang ramai, di atas itu kedua
burung mereka masih terbang berputaran, agaknya
mereka kehilangan sasaran yang mereka cari.
Bab 68. BERADU DIAM.
Sampai di luar dusun, Oey Yong memanggil turun
kedua burungnya, akan tetapi burung itu tetap
berputaran, masih saja mereka mencari apa-apa.
"Entah dengan siapa mereka bermusuhan hebat
……" kata Kwee Ceng heran.
Lewat lagi sekian lama barulah kedua burung itu
turun. Lantas ternyata kaki kiri yang jantan berdarah, di
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
situ ada bekas bacokan golok, syukur kakinya tidak
tertebas kutung. Pantas dia agaknya mendongkol.
Muda-mudi itu kaget.
Sebelah kaki burung yang jantan mencengkeram
suatu barang hitam, setelah diperiksa, itulah kulit
kepala orang, yang masih ada rambutnya, yang masih
ada darahnya.
Sembari memeriksa kulit kepala orang itu, Kwee
Ceng berpikir.
"Burung ini dipelihara semenjak kecil, dia baik
sekali," kata ia. "Aku tahu mereka belum pernah
melukai orang tanpa sebab. Kenapa sekarang mereka
berkelahi sama orang?"
"Mesti ada yang aneh," kata Oey Yong. "Mari kita
cari orang yang kepalanya kehilangan kulitnya itu ……"
Maka mereka mampir di dusun itu, untuk bermalam.
Tapi dusun besar, banyak rumah dan penduduknya.
Mereka membuat penyelidikan sampai sore tanpa ada
hasilnya.
Besoknya pagi, mereka mendapatkan kedua burung
mereka membawa pulang kuda mereka. Hiat-niauw
tidak ada beserta.
"Mari kita cari," kata Oey Yong, yang mengajaki
kembali. Ia sangat sayang burungnya itu.
Tapi Kwee Ceng berkhawatir untuk Ang Cit Kong,
yang terluka dan entah ada di mana, sedang harian
Pee-gwee Tiong Ciu bakal lekas datang, mereka mesti
menghadirkan pibu di Yan Ie Lauw di Kee-hin. Ia kata,
perlu mereka lekas pergi ke timur.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Oey Yong dapat dikasih mengerti, ia suka turut.
Demikian dengan naik kuda merah, mereka berangkat.
Mereka melarikan kuda mereka keras dan burung
mereka mengiringi dari udara. Oey Yong senang
sekali, di sepanjang jalan ia banyak omong dan
tertawa, gemar ia bergurau. Ia jauh lebih gembira
daripada yang sudah-sudah. Bahkan di waktu singgah,
sampai jauh malam, ia masih tidak mau tidur, sedang
kawannya, yang khawatir ia terlalu letih, menganjurkan
ia beristirahat. Ada kalanya, sampai jauh malam,
sambil bersila di atas pembaringan, ada saja yang ia
omongi sama si anak muda.
Pada suatu hari tibalah mereka di tempat
perbatasan sebelah selatan antara dua propinsi Ciatkang
dan Kang-souw, di sini mereka mengasih kuda
mereka lari satu harian hingga singgah di sebuah
penginapan. Oey Yong pinjam sebuah rantang rotan
dari pelayan, hendak ia berbelanja di pasar.
"Kau sudah letih, kita dahar sembarangan saja di
sini," Kwee Ceng mencegah.
"Aku hendak masak untukmu," berkata si nona.
"Apakah kau tidak sudi makan masakanku?"
"Tentu aku suka hanya aku menghendaki kau lebih
banyak beristirahat," kata si anak muda. "Nanti, kalau
kau sudah sehat betul, itu waktu masih ada tempo
untuk kau masak untukku."
"Sampai aku sudah sehat betul ……" mengulangi si
nona. "Itu waktu ……"
Ia telah bertindak di ambang pintu, baru sebelah
kakinya, atau ia berhenti.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Kwee Ceng tidak tahu apa orang bilang, tetapi ia
menurunkan naya dari lengan si nona. Ia kata; "Ya,
sampai kita sudah dapat mencari suhu, baru kau
masak, nanti kita dahar bersama-sama ……"
Oey Yong berdiam sekian lama, lalu ia kembali ke
dalam, untuk merebahkan diri di atas pembaringan. Ia
terus berdiam, rupanya ia kepulasan ……
Kemudian, datang saatnya bersantap. Pelayan
telah menyajikan barang makanan mereka. Si pemuda
membanguni si pemudi, untuk diajak berdahar.
Nona itu bangun seraya berlompat turun. Ia tertawa.
"Engko Ceng, kita tidak dahar ini," ia kata. "Mai turut
aku!"
Pemuda itu menurut, ia mengikuti. Mereka pergi ke
pasar. Oey Yong pergi ke sebuah rumah besar yang
temboknya putih dan pintunya hitam. Dia mutar ke
belakang. Di sini dia lompat naik ke tembok, untuk ke
pekarangan dalam. Si pemuda tidak mengerti tetapi ia
mengikuti terus.
Oey Yong berjalan hingga ke ruang depan di mana
ada api terang-terang, sebab tuan rumah tengah
membikin pesta.
"Semua minggir!" berkata si nona sembari tertawa.
Ia maju ke depan.
Semua orang di medan pesta itu heran. Sama
sekali ada tigapuluh orang lebih yang terbagi atas tiga
meja. Mereka itu saling mengawasi. Mereka heran
mendapat orang adalah satu nona muda dan cantik.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Oey Yong menghampirkan satu tetamu yang
gemuk, ia menjambak dan mengangkat tubuh orang,
kakinya menggaet, maka robohlah si terokmok itu.
"Apa kamu masih tidak mau menyingkir?" ia tanya,
sambil tertawa.
Orang menjadi heran berbareng takut, mereka itu
lantas jadi kacau.
"Mana orang? Mana orang?" tuan rumah berteriak
teriak. Dia heran, kaget dan berkhawatir dan
mendongkol juga.
Segera terdengar suara berisik, di situ muncul dua
guru silat beserta belasan pengikutnya. Mereka itu
membawa golok dan toya.
Oey Yong tidak takut, bahkan dia tertawa terus.
Ketika ia menyambut kedua guru silat itu, sebentar
saja ia dapat merobohkan mereka, terus ia menyerbu,
merampas senjatanya belasan pengikut itu, hingga
ruang pesta jadi sangat kacau.
Tuan rumah jadi takut, dia hendak lari, tetapi dia
dicekuk si nona, jenggotnya ditarik, lehernya diancam
dengan golok. Dalam takutnya dia menekuk lutut,
dengan suara gemetaran dan tidak lancar dia kata:
"Lie-tay-ong …… oh, nona …… kau ingin uang, nanti
aku sediakan, asal kau ampuni jiwaku ……"
"Siapa menghendaki uangmu?" kata Oey Yong
tertawa. "Mari temani aku minum!"
Tuan rumah itu ditarik jenggotnya, ia ketakutan, ia
diam saja.
"Mari duduk," kata si nona, yang pun menarik
tangan Kwee Ceng. Ia mengajaknya duduk di meja
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
tuan rumah bersama tuan rumah itu. "Kamu juga
duduk!" ia kata pada orang banyak, yang berkumpul di
pojokan, bingung dan khawatir. "Eh, kenapa kamu
tidak mau duduk?" Ia lantas menancap golok di meja,
golok itu berkilauan.
Semua tetamu itu ketakutan, dengan saling desak,
mereka berebut maju, hingga kursi pada terlanggar
terbalik.
"Kamu toh bukan bocah-bocah umur tiga tahun!" si
nona menegur. "Apa kamu tidak dapat duduk dengan
rapi?"
Semua tetamu itu takut, mereka lantas berlaku
tenang.
Oey Yong minum araknya dengan gembira.
"Perlu apa kau membikin pesta?" ia tanya tuan
rumah. "Apakah kau kematian anggota keluargamu?"
"Sebenarnya aku tambah anak," kata tuan rumah.
Sekarang is tak terlalu takut lagi. Hari ini adalah hari
ulang tahun satu bulan anakku itu dan aku
mengundang sahabat dan tetangga-tetanggaku ……"
"Bagus!" kata si nona tertawa. "Coba kau bawa
keluar anakmu itu!"
Tuan rumah kaget, mukanya pucat. Ia takut
anaknya dibunuh. Dengan membelalak, ia mengawasi
pisau yang masih nancap di meja. Tapi karena takut, ia
terpaksa menyuruh orang membawa keluar anaknya
itu.
Oey Yong menggendong itu bayi, ia mengawasi
muka orang. Ia pun memandang muka tuan rumah.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Tidak mirip-miripnya," katanya. "Jangan-jangan ini
bukan anakmu sendiri."
Tuan rumah itu likat berbareng berkhawatir, kedua
tangannya bergemetaran.
Semua tetamu merasa lucu tetapi tidak ada yang
berani tertawa.
Oey Yong mengeluarkan sepotong uang emas
berat kira lima tail, ia serahkan itu kepada si babu
pengasuh berikut bayinya seraya berkata: "Ini tidak
berarti, hitung saja sebagai tanda mata dari nenek
luarnya."
Semua orang merasa heran dan lucu. Dia orang
luar dan menyebut dirinya nenek luar sedang dialah
satu nona remaja. Tuan rumah nampaknya girang.
"Mari! Aku beri kau selamat satu mangkok!" kata
Oey Yong. Dan ia mengambil satu mangkok besar, ia
isikan arak, ia tolak itu ke depan tuan rumahnya.
"Aku tidak kuat minum, maaf," kata tuan rumah itu.
Mendadak si nona mengasih lihat roman bengis,
tangannya pun menyambar jenggot.
"Kau minum atau tidak?" dia tanya keras.
Tuan rumah ketakutan, terpaksa ia menenggak arak
itu.
"Nah, ini baru bagus!" kata si nona. "Mari, sekarang
kita main teka-teki!"
Semua orang takut, maka apa yang si nona
inginkan, lantas kejadian. Tapi mereka bangsa
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
saudagar atau hartawan, tidak ada yang pandai main
teka-teki, si nona jadi sebal. "Sudahlah!" katanya.
Sementara itu tuan rumah roboh menggabruk. Dia
tidak kuat minum tetapi mesti minum banyak arak ……
Si nona tertawa, ia dahar, Kwee Ceng menemani
padanya.
Akhirnya terdengar tanda jam satu malam, si nona
mengajak kawannya pulang, tuan rumah dan
tetamunya dibiarkan dalam bingung ……
"Bagus tidak, engko Ceng?" Oey Yong tanya
setibanya di pondokan.
"Ah, tidak karu-karuan kau membikin orang
ketakutan," kata si anak muda.
"Sekarang ini aku mencari kesenangan untukku,
aku tidak perduli orang lain ketakutan," kata si nona.
Pemuda itu heran. Kata-kata itu mesti mengandung
arti tetapi ia tidak sanggup menangkapnya.
"Aku hendak pergi jalan-jalan, kau turut tidak?"
kemudian Oey Yong tanya.
"Di waktu begini mau pergi ke mana lagi?" tanya si
pemuda heran.
"Aku ketarik sama bayi tadi. Ingin aku memain
dengannya, sesudah beberapa hari, baru aku akan
membayarnya pulang ……"
"Eh, mana dapat ……" kata Kwee Ceng heran.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Tapi si nona tertawa, dia pergi keluar, dia melompat
tembok pekarangan.
Kwee Ceng menyusul, ia menarik tangan orang.
"Yong-jie, kau sudah main-main lama, apakah itu
masih belum cukup?" tanyanya.
"Belum cukup," si nona menyahuti. "Mari kau temani
aku, kita main-main sampai puas benar. Lewat lagi
beberapa hari bukankah kau bakal meninggalkan aku,
kau akan pergi mengawini putri Gochin Baki? Tentu
dia bakal tidak mengijinkan kau bertemu pula sama
aku …… Kau tahu, waktunya aku berada bersama
kau, lewat satu hari berarti kurang satu hari, maka itu
satu hari tempo itu ingin aku bikin menjadi seperti dua
hari, seperti tiga hari, ya seperti empat hari! Engko
Ceng, hari kita sudah tidak banyak lagi, maka malam
juga aku tidak mau tidur, aku mau terus pasang omong
dengan kau! Mengertikah kau sekarang? Bukankah
kau tidak bakal mencegah aku pula atau menasihati
aku untuk beristirahat?"
Kwee Ceng terbengong. Baru sekarang ia mengerti
perubahan sikap nona ini - sikap yang luar biasa itu. Si
nona jadi tak ingin berpisah darinya. Tempo yang
pendek hendak dibikin panjang dengan pertemuan
lama, tak siang tak malam …… Ia memegang erat
tangan nona itu, ia merasa kasihan, ia mencinta.
"Yong-jie, otakku memang tumpul," katanya.
"Sebegitu jauh aku tidak mengerti maksudmu. Aku
…… aku ……" Ia berdiam tak dapat ia berkata terus. Ia
tidak tahu mesti mengatakan apa.
Oey Yong bersenyum.
"Dulu hari ayah mengajarkan aku membaca banyak
syair, yang mengenai kedukaan dan penasaran,"
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
katanya. "Aku kira itu disebabkan ayah berduka karena
mengingat ibuku yang telah meninggal dunia itu, baru
sekarang aku ketahui, hidup di dalam dunia ini, orang
benar banyak lelakonnya, sebentar girang, sebentar
bersusah hati ……"
Malam itu bulan sisir, udara terang, hawa pun
adem. Angin meniup halus.
Kwee Ceng jadi berpikir. Ia tidak menyangka si
nona mencintai ia demikian rupa. Sekarang ia mengerti
akan kelakuan luar biasa nona itu selama beberapa
hari yang paling belakangan ini.
"Bagaimana kalau kita berpisah nanti?" pikirnya.
"Yong-jie cuma ditemani ayahnya, apa tidak kesepian
ia berdiam seorang diri di Tho Hoa To? Dan
bagaimana lagi nantinya, kalau ayahnya telah menutup
mata? Tidakkah ia akan ditemani hanya hamba-hamba
gagu? Mana dia bisa merasa senang-senang?"
Mengingat begitu, hati pemuda ini menjadi kecil. Ia
pegangi keras tangan si nona, ia menatap mukanya.
"Yong-jie," katanya, "Biar langit ambruk, akan aku
menemani kau di Tho Hoa To!"
Tubuh si nona bergemetar, ia mengangkat
kepalanya. "Apa katamu?" ia tanya.
"Aku tidak memperdulikan lagi Jenghiz Khan atau
Gochin Baki," menyahut si anak muda. "Seumur
hidupku, akan aku menemani kau saja!"
"Ah ……" kata si nona dan ia nyelundup ke
dadanya si anak muda.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Kwee Ceng merangkul. Sekarang ia merasa hatinya
lega.
"Bagaimana dengan ibumu?" si nona tanya selang
sesaat.
"Aku akan pergi menyambutnya untuk diajak ke Tho
hoa To," sahut si anak muda.
"Apakah kau tidak takut pada Jebe, gurumu dan
Tuli serta sekalian saudaranya, semua pangeran itu?"
"Mereka semua baik terhadapku tetapi aku tidak
dapat memecah dua hatiku ……"
"Bagaimana dengan keenam gurumu dari Kanglam
serta Ma Totiang, Khu Totiang dan lainnya lagi?"
"Pasti mereka bakal gusar tetapi perlahan-lahan
saja aku akan minta maaf mereka. Yong-jie, kau tidak
mau berpisah dari aku, aku juga tidak mau berpisah
dari kau."
"Aku ada punya akal," berkata si nona tiba-tiba.
"Kita bersembunyi di Tho Hoa To, untuk selamanya
kita jangan berlalu dari situ. Ayah pandai mengatur
hingga pulau itu tertutup untuk orang lain, taruh kata
mereka dapat mendatangi tetapi tidak nanti mereka
dapat mencari kau ……"
Kwee Ceng menganggap akal itu tidak sempurna, ia
hendak mengutarakan pikirannya itu atau mendadak ia
memasang kupingnya. Ia mendengar tindakan kaki di
tempat belasan tombak, tindakan dari dua orang yang
biasa berjalan malam, datangnya dari selatan,
tujuannya utara. Ia pun dapat mendengar perkataan
satu di antaranya: "Loo Boan Tong telah kena terjebak
Pheng Toako, kita jangan takuti dia lagi! Mari lekas!"
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Juga Oey Yong mendengar sama seperti si anak
muda. Kedua mereka tidak berniat memikir apa juga,
ingin mereka menyenangi hati, tetapi disebutnya nama
Loo Boan Tong membuatnya mereka itu berdua
berjingkrak berbareng, dengan serentak mereka lari
untuk menyusul dua orang itu.
Orang-orang yang belum dikenal itu berlari-lari
tanpa mengetahui yang mereka lagi dikuntit. Mereka
lari terus hingga lima enam lie di belakang dusun itu.
Tempo mereka membelok ke sebuah tikungan, dari
sebelah depan lantas terdengar suara yang berisik
sekali serta cacian.
Dengan mempercepat larinya, Kwee Ceng dan Oey
Yong lantas sampai di tempat tujuan. Dengan lantas
mereka menjadi terkejut dan heran. Mereka telah
melihat Ciu Pek Thong lagi duduk bersila di tanah,
tubuhnya tak bergerak, entah dia masih hidup atau
sudah mati. Dan di depannya, duduk bercokol juga,
ada seorang pertapaan sebagaimana dia kenali dari
jubahnya. Dialah Leng Tie Siangjin si pendeta bangsa
Tibet.
Disamping Ciu Pek Thong ada sebuah gua gunung
yang mulutnya kecil, yang tiba muat tubuh satu orang
dengan orang itu mesti masuk sambil membungkuk. Di
luar gua ada enam orang, ialah mereka yang suaranya
berisik itu, mereka berani membuka mulut tetapi takut
masuk ke dalam gua, seperti juga di dalam situ ada
suatu makhluk yang dapat mencelakai orang.
Kwee Ceng khawatir Ciu Pek Thong telah menjadi
korbannya si Pheng Toako, sebagaimana tadi ia
mendengar perkataannya orang, karena itu hendak ia
lantas maju mendekati.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Oey Yong melihat sikap kawannya, ia mencegah
sambil menarik tubuh orang.
"Sabar," kata si nona. "Mari kita memeriksa dulu
dengan teliti."
Kwee Ceng dapat dicegah maka berdua mereka
mengumpatkan diri. Dengan begitu mereka jadi bisa
melihat tegas rombongan orang itu, yang kebanyakan
ada kenalan-kenalan lama, ialah Som Sian Lao Koay
Nio Cu Ong, Kwie-bu Liong Ong See Thong Thian,
Cian-ciu Jin-touw Pheng Lian Houw dan Sam-tauwkauw
Hauw Thong Hay. Dua lagi ialah si orang tukang
jalan malam yang tadi, mereka ini tidak dikenal.
Oey Yong merasa semua orang itu bukan
tandingannya dia serta Kwee Ceng. Dua orang baru itu
juga tidak usah dikhawatirkan. Tapi ia masih melihat ke
sekitarnya. Di situ tidak ada orang lain. Maka ia kisiki
kawannya; "Dengan kepandaiannya Loo Boan Tong,
beberapa orang ini pastilah tidak bisa berbuat sesuatu
atas dirinya, maka itu, menurut sangkaanku, mesti di
sini ada See Tok Auwyang Hong. Entah dia
bersembunyi di mana ……"
Si nona lantas hendak mencari tahu atau ia
mendengar suara tak sedap dari Pheng Lian Houw.
"Binatang, jikalau kau tetap tidak keluar, aku nanti
ukup kau dengan asap!"
Dari dalam gua, ke dalam mana ancaman Lian
Houw diberikan, terdengar jawaban yang berat dan
angker: "Kau mempunyai kepandaian bau apa, kau
keluarkan saja!"
Kwee Ceng terkejut. Ia mengenali suara gurunya
yang nomor satu, yaitu Hui Thian Pian-hok Kwa Tin Ok
si Kelelawar Terbangkan Langit. Sekarang ia tidak
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
ingat lagi kepada Auwyang Hong, lantas ia berseru:
"Suhu, muridmu datang!" Suaranya itu disusul sama
lompatannya yang pesat, hingga ia muncul sambil
berbareng mencekuk punggungnya Hauw Thong Hay,
tubuh siapa lantas dilemparkan!
Munculnya si anak muda membuatnya pihak Thong
Hay menjadi kaget. Pheng Lian Houw berdua See
Thong Thian lantas maju menerjang, sedang Nio Cu
Ong pergi ke belakang orang, untuk membokong.
Kwa Tin Ok di dalam gua pun turut bekerja. Ia
rupanya melihat perbuatan si orang she Nio, ia lantas
menyerang dengan sebatang tokleng atau lengkak
beracun.
Cu Ong terkejut, dia berkelit sambil tunduk, tidak
urung kondenya kena tersambar hingga beberapa juir
rambutnya putus. Ia kaget bukan main. Ia tahu
senjatanya Tin Ok itu beracun, sebagaimana dulu hari
hampir saja Pheng Lian Houw terbinasa karenanya.
Maka ia berlompat ke samping seraya meraba
kepalanya. Ia berlega hati ketika ia mendapat
kenyataan kulitnya tidak terluka. Ia lantas
mengeluarkan senjata rahasianya, paku Touw-kutjiam,
terus ia jalan mutar ke kiri gua, maksudnya untuk
menyerang ke dalam gua secara diam-diam, guna
membokong musuh yang ada di dalam itu. Ia baru
menggeraki tangannya atau ia merasakan lengannya
kaku, pakunya lantas saja jatuh dengan menerbitkan
suara nyaring. Tengah ia bingung, ia mendengar suara
tertawanya seorang nona yang terus berkata: "Lekas
berlutut! Kau akan merasai tongkat lagi!"
Nio Cu Ong berpaling. Ia melihat Oey Yong dengan
tongkat di tangan, berdiri sambil tertawa haha-hihi. Ia
kaget berbareng girang. Pikirnya: "Kiranya tongkat Ang
Cit Kong jatuh di tangannya dia ini?" Dengan segera ia
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
mengerjakan dua tangannya berbareng: Tangan kiri
melayang ke pundak si nona, tangan kanan
menyambar ke tongkat, yang ia hendak rampas.
Dengan lincah, Oey Yong berkelit dari sambaran
tangan kiri itu. Ia tidak menarik tongkatnya, ia sengaja
memberinya ketika hingga ujung tongkat itu kena
dipegang perampasnya. Cu Ong girang bukan main. Di
lantas menarik dengan keras, di dalam hatinya dia
kata; "Jikalau dia tidak melepaskan maka tubuhnya
bakal ketarik bersama."
Benar saja tongkat itu kena ketarik, tetapi cuma
sedetik, cekalannya lolos sendirinya. Sebab selagi ia
menarik dan si nona mengikuti, mendadak nona itu
mendorong dengan kaget, hingga terlepaslah
cekalannya. Tengah ia terkejut, tahu-tahu tongkat itu
sudah berbalik, melayang ke kepalanya. Ia kaget
melihat tongkat itu berkelebat. Dasar ia lihay, ia lantas
menjatuhkan diri, berguling jauh satu tombak. Ketika ia
sudah berdiri pula, ia menampak si nona berdiri diam
mengawasi ia dengan bersenyum.
"Kau tahu apa namanya jurus ini?" si nona tanya,
tertawa. "Kau telah kena aku kemplang satu kali, kau
tahu kau telah berubah menjadi apa?"
Dulu hari pernah Nio Cu Ong merasa lihaynya
tongkat itu, dia dibuatnya Ang Cit Kong "mati dan hidup
pula", maka juga meski sang tempo telah lama lewat,
dia masih ingat itu dan merasa jeri, sekarang dia
merasakannya pula, meski tidak hebat, toh hatinya
terkesiap, dia menjadi jeri. Justru itu dia melihat See
Thong Thian dan Pheng Lian Houw tengah terdesak
hebat, mereka itu cuma dapat membela diri, dia lantas
berseru dan memutar tubuh, untuk mengangkat kaki.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
See Thong Thian kena disikut Kwee Ceng, dia
terhuyung tiga tindak. Meneruskan serangannya,
tangan kiri si anak muda melayang kepada Pheng Lian
Houw. Dia ini tidak berani menangkis, dia berkelit. Tapi
dia kalah gesit, tangan kanan anak muda itu kena
menyambar lengannya, yang terus dicekal keras. Dia
bertubuh kate dan kecil, dengan gampang tubuhnya itu
kena diangkat, hingga kedua kakinya seperti
bergelantungan di udara ……
Sambil mengangkat tubuh orang Kwee Ceng
mengepal tangan kirinya, siap sedia meninju dada
orang tawanannya itu. Lian Houw melihat itu, dalam
takutnya dia berseru menanya: "Hari ini bulan
kedelapan tanggal berapa?"
"Apa kau bilang?" tanya si anak muda tercengang.
"Kau memegang kepercayaan atau tidak?" Lian
Houw tanya. "Apakah kata-katanya satu laki-laki tak
masuk hitungan?"
"Apa kau bilang?" Sambil menegasi, Kwee Ceng
masih mengangkat tubuh orang.
"Bukankah janji kami ialah Pee-gwee Cap-gouw,"
kata Lian Houw. "Bukankah janji pertandingan kita di
Yan Ie Lauw di Kee-hin pada tanggal limabelas bulan
delapan itu? Dan tempat ini bukannya kota Kee-hin
dan sekarang bukannya harian Tiong Ciu! Bagaimana
dapat kau mencelakai aku?"
Kwee Ceng pikir perkataan orang itu benar juga, ia
hendak melepaskan atau mendadak ia ingat suatu
apa.
"Kamu bikin apa atas dirinya Toako Ciu Pek
Thong?" ia tanya.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Dia sekarang lagi bertaruh sama Leng Tie
Siangjin," menyahut Lian Houw. "Mereka bertaruh,
siapa bergerak paling dulu, dialah yang kalah! Urusan
dia tidak ada hubungannya sama aku!"
Kwee Ceng mengawasi dua orang yang duduk di
tanah itu, pikirnya, "Kiranya begitu?" Lantas ia
menanya keras; "Toasuhu, adakah kau baik?"
Itulah pertanyaan untuk Kwa Tin Ok, gurunya yang
nomor satu.
"Hm!" jawab Hui Thian Pian-hok dari dalam gua.
Sampai di situ, pemuda ini lantas melepaskan
cekalannya sambil ia terus menolak dada orang.
"Pergilah!" ia mengusir.
Pheng Lian Houw tidak roboh, karena ia terus
berlompat. Ketika kedua kakinya telah menginjak
tanah, ia berpaling ke arah kedua kawannya, See
Thong Thian dan Nio Cu Ong, maka ia mendapatkan
mereka itu sudah pergi jauh. "Celaka, manusia tidak
ingat persahabatan!" ia mencaci di dalam hatinya.
Lantas ia memberi hormat kepada Kwee Ceng seraya
membilang: "Nanti tujuh hari kemudian, kita mengadu
kepandaian pula di Yan Ie Lauw untuk memastikan
kalah menang!" Setelah beraksi begitu ia memutar
tubuhnya, dengan menggunai ilmu enteng tubuhnya. Ia
lantas mengangkat kaki!
Itu waktu Oey Yong telah menghampirkan Ciu Pek
Thong dan Leng Tie Siangjin. Dua orang itu saling
mengawasi dengan matanya masing-masing terbuka
lebar, tidak ada yang mengedip atau menoleh. Ia
lantas ingat perkataannya dua orang yang berjalan
malam itu bahwa Pek Thong telah kena ditipu Lian
Houw, sekarang ia membuktikan itu. Pasti, karena jeri
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
kepada Pek Thong, jago tua itu telah dipancing
kemurkaannya dia diadu dengan Leng Tie Siangjin,
dengan cara adunya mereka main diam-diam. Dengan
cara begitu juga, Pek Thong jadi dibikin tidak dapat
berkutik, hingga mereka itu leluasa mengepung Kwa
Tin Ok. Pek Thong gemar bergurau, ia pun polos,
gampang saja dia kena diperdayakan, maka juga
meski di sampingnya orang bertempur hebat dan
mengacau, dia tidak mengambil mumat, dia terus
mengadu diam dengan Leng Tie, si pendeta dari Tibet.
Dia berduduk tegar, maksudnya yang utama ialah
mengalahkan Leng Tie.
"Loo Boan Tong, aku datang!" kata Oey Yong.
Pek Thong mendengar itu, tetapi dia takut kalah, dia
berdiam saja.
"Dengan bertaruh begini kamu menyia-nyiakan
waktu," kata si nona. "Lagi satu jam juga, belum tentu
kamu ada yang menang atau kalah! Mana itu menarik
hati? Begini saja! Aku yang menjadi wasitnya! Aku
akan mengitik kamu, mengitiknya sama, lantas aku
mau lihat, siapa yang tertawa paling dulu. Siapa yang
tertawa, dialah yang kalah!"
Sebenarnya Pek Thong sudah habis sabar, bahwa
ia toh tetap berdiam saja, ia penasaran kalau ia
sampai kalah, sekarang mendengar usulnya si nona, ia
akur. Tapi ia tidak mau mengasih tanda akan
kesetujuannya, sebab kalau ia menepi atau bergerak
ia kalah.
Oey Yong tidak menanti jawaban, ia mendekati
mereka, ia memernahkan diri dari di antara merek itu,
lalu ia mementang kedua tangannya, dengan
berbareng ia menotok ke jalan darah siauw-yauw-hiat
mereka itu, ialah urat tertawa. Ia tahu Pek Thong
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
menang unggul dari Leng Tie, ia tidak berlaku curang.
Kesudahannya totokannya itu membuatnya heran. Pek
Thong memang tetap bercokol, tetapi anehnya, Leng
Tie pun berdiam saja, pendeta itu seperti tidak
merasakan apa-apa dia seperti tidak menggubrisnya
godaan itu.
"Heran pendeta ini," pikir si nona. "Nyata dia lihay
ilmunya menutup jalan darahnya. Jikalau aku, tentulah
aku sudah tertawa terpingkal-pingkal ……" Ia
penasaran, maka ia menotok pula, kali ini dengan
terlebih keras.
Ciu Pek Thong mengumpul tenaga dalamnya, ia
menentang totokannya Oey Yong. Segera ia menjadi
heran. Ia mendapat kenyataan tenaganya si nona
menjadi besar sekali. Ia melawan terus, ia bertahan,
tetapi ia kewalahan. Diakhirnya, ia melepaskan
perlawanannya, sambil berlompat bangun, ia tertawa
berkakakkan. Kemudian ia kata; "Eh, eh pendeta, kau
hebat! Baiklah, Loo Boan Tong menyerah kalah!!"
Oey Yong menjadi menyesal. Ia tidak menyangka
Pek Thong begitu gampang saja mengaku kalah.
Pikirnya, "Kalau tahu begini, aku tidak mengganggu
dia, aku hanya mengeraskan totokanku kepada si
pendeta." Maka ia lantas menghadapi Leng Tie dan
berkata; "Kau sudah menang, nonamu tidak
menginginkan jiwamu! Lekas mabur!"
Leng Tie tidak menyahuti, dia duduk tetap.
"He, siapa kesudian menontoni macam tololmu ini?"
membentak si nona seraya tangannya menolak. "Kau
berpura-pura mampus?"
Oey Yong menolak dengan perlahan, tetapi tubuh si
pendeta yang besar dan gemuk itu roboh terguling
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
dengan tiba-tiba, robohnya dengan tangan dan kakinya
tidak bergerak, seperti tadi dia bersila.
Si nona terkejut, juga Kwee Ceng dan Pek Thong.
"Apakah ini disebabkan ilmunya menutup jalan
darah?" tanya Oey Yong. "Apa ilmunya itu belum
sempurna, maka ia gagal bertahan dan menjadi kaku
terus-terusan dan mati sendirinya. Ia lantas menaruh
tangannya di depan hidung pendeta itu, ia merasakan
hawa tarikan napas yang biasa, ia menjadi heran
mendongkol dan lucu.
"Loo Boan Tong, kau terpedayakan, kau tidak tahu!"
ia kata sambil tertawa pada Pek Thong. "Sungguh
manusia tolol!"
"Apa kau bilang?" tanya si orang tua, matanya
dipentang lebar.
Si nona tertawa.
"Kau bebaskan dulu dia dari totokan jalan darah,
baru kita bicara pula!" sahutnya.
Si tua jenaka itu melengak, tetapi ia membungkuk
kepada Leng Tie Siangjin tubuh siapa ia lantas rabaraba,
usap sana dan usap sini, ia juga menepuknepuk,
dengan begitu ia menjadi mendapat kenyataan,
si pendeta telah ditotok seluruh jalan darahnya. Ia
lantas berjingkrak dan berseru-seru; "Tidak, tidak,
inilah tidak masuk hitungan!"
"Tidak masuk hitungan apa?" Oey Yong menegasi.
"Dia ini dipermainkan konconya," kata Loo Boan
Tong. "Sesudah dia duduk tadi, konconya totok dia
hingga dia jadi duduk tegak tanpa bisa berkutik.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Dengan begitu, meski kita bertaruh sampai lagi tiga
hari dan tiga malam, dia pasti tidak bakal kalah!" Ia
berbalik pula pada si pendeta, yang rebah melengkung
di tanah, ia kata; "Mari, mari! Mari kita mulai mengadu
pula!"
Sementara itu, hati Kwee Ceng menjadi lega. Ia
melihat orang tidak kurang suatu apa, bahkan sehat
sekali. Maka ia tidak sudi mendengari ocehan orang
lebih lama. Ia ingat kepada gurunya. Dari itu ia lantas
lari ke dalam gua.
Pek Thong sendiri lantas menolongi Leng Tie
Siangjin, yang ditotok bebas, sembari menolongi,
masih ia mengoceh tak hentinya. "Mari, mari kita
bertaruh pula!"
"Mana guruku?" Oey Yong tanya dingin kepada
orang tua berandalan itu. "Kau buang ke mana guruku
itu?"
Ditanya begitu, Pek Thong terkejut hingga dia
berteriak, lantas dia lari ngiprit ke arah gua, hingga
hampir saja dia saling tabrak sama Kwee Ceng, yang
keluar dari dalam gua itu sambil mempepayang
gurunya.
Tiba di luar anak muda ini berdiri menjublak. Ia
melihat Kwa Tin Ok, gurunya yang paling tua itu,
melibat kepala dengan sabuk putih, bajunya baju putih
juga.
"Suhu, apakah kau sedang berkabung?" akhirnya ia
menanya heran. "Jie-suhu dan yang lainnya mana?"
Tin Ok tidak menyahuti, hanya ia mengangkat
kepalanya memandang langit. Dengan lantas ia
mengucurkan air mata.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Kwee Ceng heran dan kaget, sampai ia tidak berani
lantas mengulangi pertanyaannya.
Ketika itu Pek Thong sudah muncul pula dari dalam
gua, ia mempepayang satu orang yang tangannya
yang kiri mencekal cupu-cupu arak, tangannya yang
kanan memegang daging ayam sebelah potong,
sedang mulutnya menggigit satu paha ayam juga.
Dialah Kiu Cie Sin Kay Ang Cit Kong.
Oey Yong dan Kwee Ceng menjadi girang sekali.
"Suhu!" mereka memanggil.
Share:
cersil...
Comments
0 Comments

Postingan Cersil Terbaru