Kamis, 20 April 2017

Cersil Ke 21 Kembalinya Pendekar Rajawali Sakti

Cersil Ke 21 Kembalinya Pendekar Rajawali Sakti Tag:Penelusuran yang terkait dengan cersil cersil indo cersil mandarin full cerita silat mandarin online cersil langka cersil mandarin lepas cerita silat pendekar matahari kumpulan cerita silat jawa cersil mandarin beruang salju. cerita silat pendekar mataharicerita silat indonesia cerita silat kho ping hoo cerita silat mandarin online cerita silat mandarin full cerita silat jawa kumpulan cerita silat cerita silat jawa pdf cerita silat indonesia gratis cerita silat jadul indonesia cerita silat indonesia pendekar rajawali sakti cersil indonesia pendekar mabuk cersil langka cersil dewa arak cerita silat jaman dulu cersil jawa download cerita silat mandarin full cerita silat mandarin online cersil mandarin lepas cerita silat mandarin pendekar matahari cerita silat jawa pdf cersil indonesia pdf cersil mandarin beruang salju kumpulan cerita silat pdf Cersil Ke 21 Kembalinya Pendekar Rajawali Sakti
kumpulan cerita silat cersil online
Cersil Ke 21 Kembalinya Pendekar Rajawali Sakti
 Perwira itu tampak kurang senang, apa boleh buat,
terpaksa ia menurut bersama Siau-siang-cu mereka lantas
dibawa ke ruangan belakang.
Ci-peng sendiri lantas mengundang ke-16 murid tertua
Coan-cin-kau untuk berunding di ruangan samping, ia berkata
setelah semua orang berduduk: "Urusan ini sangat penting
dan Siauto tidak berani memutuskannya sendiri, untuk itu
kuingin mendengar bagaimana pendapat saudara2."
Segera Ci-keng mendahului bicara: "Maksud baik raja
MongoI ini harus diterima, hal inipun menandakan Coan-cinkau
semakin jaya, sampai raja Mongol juga tidak berani
memandang enteng kepada kita." Habis berkata, dengan sikap
yang gembira ia lantas bergelak tertawa.
"Kukira tidak demikian," Ci-siang ikut bicara. "Bangsa
Mongol menyerbu negeri kita, rakyat jelata kita banyak
menjadi korban, mana boleh kita menerima anugrahnya?"
"Dahulu Khu - supek sendiri juga menerima undangan
cakal-bakal kerajaan Mongol yang bernama Jengis Khan itu
dan jauh-jauh menuju ke daerah barat sana, tatkala itu Inciangkau
dan Li-suheng juga ikut serta, berdasarkan kejadian
itu, apa salahnya kalau sekarang kita menerima anugerah raja
Mongol?" ujar Ci-keng.
Tiraikasih Website http://cerita-silat.com/cc
"Waktu itu dan keadaan sekarang sangat berbeda." jawab
Ci-siang. "Ketika itu pihak Mongol hanya memusuhi kerajaan
Kim dan belum menyerbu negara kita, kedua hal ini mana
boleh di sama-ratakan?"
"Cong-Iam-san kita ini termasuk wilayah kekuasaan
Mongol, kuil kita juga banyak yang tersebar dalam daerah
kekuasaan pemerintah Mongol, kalau kita menolak anugerah
ini, jelas Coan-cin-kau kita akan segera menghadapi bahaya,"
kata Ci-ikeng pula.
"Salah ucapan Tio-suheng ini," kata Ci-siang.
"Di mana letak salahnya, coba jelaskan." seru Ci keng
aseran.
"Harap Tio-suheng menjawab dulu, siapakah Tiong-yang
Cin-jin, cakal bakal agama kita ini?" Dan siapa pula guru kita
yang termasuk dalam Coan cin jit-cu ini?" tanya Li Ci-siang
dengan tenang.
"Kakek guru dan Suhu kita adalah para pendeta agama
yang setia, mereka adalah tokoh termashur di dunia Kangouw,
siapa yang tidak menghormat dan mengagumi mereka." jawab
Ci-keng.
"Bagus! Malahan dapat kutambahkan mereka adalah lelaki
sejati, pahlawan besar yang cinta negeri dan pembela bangsa,
semuanya pernah berjuang mati-matian dan bertempur
melawan penyerbu dari negeri Kim" seru Ci-siang. "Nah, kalau
angkatan tua Coan-cin-kau kita tiada seorangpun gentar
menghadapi musuh, sekarang biarpun Coan-cin-kau akan
tertimpa bahaya, kenapa kita harus takut. Harus diketahui
bahwa kepala kita boleh dipenggal, tapi cita2 kita tidak boleh
luntur"
Tiraikasih Website http://cerita-silat.com/cc
Ucapan Ci-siang ini tegas dan gagah berani sehingga In Cipeng
dan belasan orang lainnya sama terbangkit
semangatnya.
"Hm, memangnya cuma Li-suheng saja yang tidak takut
mati dan kami ini adalah manusia pengecut semua." jengek
Ci-keng. "Yang perlu kukemukakan adalah jerih payah
Cousuya (cakal-bakal) kita, bahwa Coan-cin-kau bisa
berkembang seperti sekarang ini, betapa banyak Co-suya dan
ketujuh guru dan paman guru kita telah menegcurkan darah
dan keringatnya? Kalau tindakan kita kurang benar sehingga
menghancurkan Coau-cin-kau yang ini dalam sekejap mata
saja, lalu cara bagaimana kita akan bertanggung-jawab
terhadap Cosuya kita di alam baka?. Dan, cara bagaimana
pula kita akan memberi alasan bila kelima guru kita nanti
habis menyepi?"
Karena ucapannya cukup beralasan, segera ada dua-tiga
tosu lain mendukungnya, Segera Cikeng berkata puIa:
"Bangsa Kim adalah musuh bebuyutan Coan-cin-kau kita.
bahwa orang Mongol telah menghancurkan kerajaan Kim, hal
ini sangat cocok dengan tujuan kita. Kalau saja Cosuya
mengetahui hal ini, entah betapa beliau akan bergembira."
Tiba-tiba salah seorang murid Khu Ju-ki yang lain yakni
Ong Ci-heng, ikut bicara: "Jika sehabis menghancurkan
kerajaan Kim, lalu orang Mongol bersahabat dengan negeri
Song kita, dengan sendirinya kita akan menerima mereka
sebagai negeri tetangga yang terhormat. Tapi sekarang
pasukan Mongol menyerbu ke selatan dan sedang
menggempur Siangyang, tanah air kita terancam bahaya,
adalah rakyat jelata Song Raya, mana boleh menerima
anugerah raja pihak musuh?"
Tiraikasih Website http://cerita-silat.com/cc
Sampai di sini ia terus berpaling kepada In Ci-peng dan
menegaskan: "Ciangkau-suheng (kakak guru pejabat ketua),
kalau saja engkau menerima anugrah raja MongoI, itu berarti
engkau adalah penghianat bangsa, orang berdosa dalam
agama kita. Untuk itu sekalipun aku orang she Ong harus
mengalirkan darah juga takkan mengampuni kau."
Mendadak Tio Ci-keng berdiri sambil menggebrak meja,
bentaknya: "Ong-sute, apakah kau ingin main kasar? Kau
berani bersikap kurangajar, begini terhadap pejabat ketua?"
"Yang kita utamakan adalah kebenaran, kalau perlu main
kasar, memangnya kutakut padamu?" jawab Ong Ci-heng
dengan suara keras.
Karena sama-sama ngotot, tampaknya kedua pihak segera
akan main kepalan dan adu senjata.
Tiba-tiba seorang Tosu bertubuh pendek kecil membuka
suara: "Sungguh sayang bahwa di antara kita sendiri. harus
berbeda pendapat. Padahal keadaan sekarang berbeda
dengan masa dahulu, Waktu itu Siaute juga ikut ke barat
bersama Suhu untuk menemui Jengis Khan, dan menyaksikan
sendiri keganasan perajurit Mongol. Kalau sekarang kita
menerima anugerah dan menyerah pada Mongol, ini berarti
kita membantu pihak yang lalim dan ikut berbuat jahat."
Tosu pendek kecil ini bernada Song Tek-hai, dia termasuk
salah seorang dari ke-18 anak murid yang ikut Khu Ju-ki
melawat ke Mongol dahulu.
Ci-keng lantas menjengek: "Hm, kau pernah bertemu
dengan Jengis Khan, lantas kau anggap hebat begitu? Sekali
Tiraikasih Website http://cerita-silat.com/cc
ini akupun bertemu sendiri dengan jklik raja Mongol, yaitu
Kubilai, Pangeran ini sangat baik hati dan bijaksana, tiada
sedikitpun tanda-tanda ganas dan kejam."
"Aha, bagus! jadi kau mengemban tugas bagi Kubilai
untuk menjadi mata2 di sini?" teriak Ong Ci-heng.
Ci-keng menjadi gusar "Apa katamu?" bentaknya.
"Siapa yang bicara bagi orang Mongol, dia adalah
pengkhianat!" teriak Ong Ci-heng pula.
Dengan murka Ci-keng terus melompat maju, sebelah
tangannya terus menghantam kepala Ong Ci-heng. Namun
dari samping dua orang murid Khu Ju-ki yang lain telah
menangkis pukulannya ini.
"Bagus!" Ci-keng berkaok-kaok terlebih murka. "Anak
murid Khu-supek memang banyak, jadi kalau hendak
menang2an?"
Dalam keadaan tegang itu, Ci-peng menepuk tangan dan
berseru: "Harap para Suheng dan Sute berduduk dengan
tenang, dengarkanlah ucapanku."
Pejabat ketua Coan-cin-kau biasanya memegang
kekuasaan tertinggi dan berwibawa, maka para Tosu itu lantas
berduduk kembali dan tidak berani bersuara pula.
"Ya, memang seharusnya kita mendengarkan petua
pejabat ketua, kalau dia menerima anugerahnya ya terimalah,
kalau tidak ya tolak saja, Yang dianugerahi raja Mongol adalah
dia dan bukan kau! atau aku, untuk apa kita ribut?" demikian
Ci-keng berkata, ia yakin bahwa In Ci-peng pasti akan
Tiraikasih Website http://cerita-silat.com/cc
mengikuti kehendaknya karena rahasia orang sudah
terpegang olehnya...
Maka dengan pelahan Ci-peng mulai bicara: "Siaute
memang tidak mampu, baru saja diberi tugas pejabat ketua,
hari pertama saja ternyata sudah menghadapi persoalan maha
penting dan sulit ini. ia merandek sejenak dan termangumangu.
Sorot mata semua orang sama tertuju padanya,
suasana di ruangan itu menjadi hening.
Kemudian Ci-peng melanjutkan "Coan-cin-kau kita
didirikan oleh Tiong-yang Cinjin dan dikembangkan oleh Macinjin
dan Khu-cinjin, sekarang Siaute menjabat ketua, mana
kuberani menentangkan ajaran ketiga Cinjin itu? Coba para
Suheng jawab sendiri, selagi negeri kita berada di bawah
penindasan pihak Mongol, andaikan ketiga cianpwe kita itu
berada disini, mereka akan menerima anugerah raja MongoI
ini atau tidak?"
Semua orang terdiam dan sama memikirkan tindak tanduk
kaum tua yang disebut itu. Ong Tiong-Sudah lama wafat dan
banyak di antara murid angkatan ketiga ini tidak pernah
melihatnya, sedangkan Ma Giok juga sudah meninggal dan
pribadinya terkenal ramah-tamah, setiap keputusan yang
diambil mengutamakan ketenangan.
Tapi Khu Ju-ki berwatak keras, namun berbudi luhur dan
berjiwa setia, Teringat kepada Khu Ju-ki, serentak semua
orang berteriak: "Khu-cinjin pasti takkan menerima anugerah
raja Mongol ini."
Dengan suara keras Ci-keng lantas berteriak pula: "Tapi
pejabat ketua sekarang adalah kau dan bukan Khu-supek."
Tiraikasih Website http://cerita-silat.com/cc
"Namun Siauto harus taat kepada ajaran guru, apalagi
dosaku teramat besar, matipun belum cukup penebus
dosaku," jawab Ci peng, lalu ia menunduk.
Sudah tentu Tosu Iain tidak tahu arti yang terkandung
dalam ucapan Ci-peng itu, hanya Ci-keng yang dapat
menangkap maksudnya, ia lantas berbangkit dan menjengek:
"Jika begitu, jadi sudah pasti kau tak mau terima?"
"Jiwaku sesungguhnya tidak berarti, yang utama adalah
nama baik Coan cin-kau kita," jawab Ci peng dengan suara
pedih, tapi kemudian suaranya berubah bersemangat ia
menyambung pula. "Apalagi saat ini setiap ksatria perlu
bersatu untuk melawan musuh dari Iuar. Coan-cin-pay kita
terkenal sebagai tulang punggungnya dunia persilatan, kalau
kita takluk kepada Mongol, ke mana lagi muka kita ini harus
ditaruh?"
Serentak para Tosu itu bersorak gemuruh memuji
ketegasan Ci - peng. Yang marah adalah Ci keng, segera ia
melangkah pergi. Setiba di ambang pintu ia menoleh dan
mendengus: "Goankau-suheng cara bicaramu terdengar bagus
sekali, tapi hehe, bagai mana akibatnya persoalan ini tentu
kau sendiri sudah memikirkannya."
Habis berkata ia terus melangkah pergi tanpa berpaling
lagi. Beberapa Tosu yang mendukung Tio Ci-keng tadi juga
cepat mengeluyur pergi di tengah sanjung puji Tosu yang
larut kepada sikap In Ci-peng itu.
Ci-peng tidak bicara lagi, dengan muram ia kembali ke
kamarnya sendiri, ia tahu setelah mengalami kegagalan tadi,
Ci-keng pasti takkan menyerah begitu saja, tentu akan
membongkar rahasia perbuatannya yang kotor terhadap Siaoliong-
li itu.
Tiraikasih Website http://cerita-silat.com/cc
Sebenarnya Ci-peng sudah bertekad mati ketika dia
menolak anugerah Mongol tadi, selama beberapa bulan ini dia
sudah kenyang menahan rasa takut ia tersiksa batinnya,
teringat olehnya jika sudah mati maka segala apapun tidak
perlu dikuatirkan lagi, maka hatinya menjadi lega malah.
Segera ia menutup pintu kamar dan dipalang, dengan iklas
ia melolos pedang terus di gorokkan ke lehernya sendiri.
Mendadak dari belakang rak buku muncul seorang dan
cepat merampas pedang In Ci-peng, karena tidak berjagajaga,
tahu-tahu pedang Ci-peng ini terampas begitu saja.
Keruan Ci-peng terkejut dan cepat menoleh, kiranya yang
merampas pedangnya bukan lain daripada Tio Ci-keng.
"Setelah kau merusak nama baik Coan-cin-kau kita,
sekarang kau ingin bunuh diri dan habis perkara, begitu?"
jengek Ci-keng, "Nona Liong masih menunggu di luar sana,
sebentar kalau dia datang akan meminta keadilan, lalu cara
bagaimana kita akan menjawabnya?"
"Baik, akan kutemui dia dan bunuh diri dihadapannya
untuk menebus dosaku," kata Ci-peng.
"Biarpun kau sudah bunuh diri juga urusan tak dapat
diselesaikan," ujar Ci-keng. "Nanti sesudah keluar dari
menyepi tentu kelima guru kita akan mengusut persoalanmu.
Sekali nama baik Coan-cin kau kita runtuh, maka selamanya
kau akan menjadi orang berdosa."
Ci-peng merasa terdesak dan bingung, ia metutupi
mukanya dan mendadak duduk di lantai, menggumam sendiri:
"Habis apa yang harus kulakukan sekarang? Apa yang harus
kulakukan?"
Tiraikasih Website http://cerita-silat.com/cc
Kalau tadi di depan orang banyak ia dapat bicara dengan
lancar, sekarang setelah berhadapan sendirian dengan Tio Cikeng
ternyata sedikitpun tidak dapat menguasai diri.
Apakah In Ci-peng jadi membunuh diri dan bagaimana
kesudahannya dengan anugerah raja MongoI kepada ketua
Coan-cin-kau itu?
Apakah Siao-liong-li akan menuntut balas dan bagaimana
nasib Nyo Ko yang sebelah tangannya buntung?
(Bacalah jilid ke - 39)
Jilid 39
"Baik, asalkan kau tunduk kepada syaratkan persoalan
mengenai nona Liong akan kututup rapat, nama baikmu dan
Coan-Cin-kau kita juga dapat di pertahankan," kata Cikeng.
"Kau ingin kuterima anugerah raja Mongol itu?" tanya Cipeng.
"Tidak, tidak! Aku tidak ingin kau menerima anugerahnya,"
jawab Ci-keng.
Hati Ci-peng terasa lega, tanyanya pula: "Habis apa
keinginanmu? Lekas katakan pasti akan kuturuti."
* * * *
Tiraikasih Website http://cerita-silat.com/cc
Tidak lama kemudian, terdengar riuh ramai suara genta
dan tambur di pendopo Tiong-yang kiong sebagai tanda
segenap anggauta harus berkumpul.
Li Ci siang memerintahkan anak buahnya membawa
senjata di dalam jubah untuk menjaga segala kemungkinan.
Ruangan besar itu penuh ber-jubel Tosu tua dan muda,
semuanya tegang ingin tahu apa yang bakal terjadi. Kemudian
tampak Ci-peng melangkah keluar dari belakang, wajahnya
pucat dan tak bersemangat, begitu berdiri di tengah ruangan
segera ia berseru: "Para Toheng, atas perintah Khuciangkau
tadi Siauto telah ditunjuk sebagai pejabat ketua, siapa tahu
Siauto mendadak menderita penyakit maut dan takdapat
disembuhkan..." karena keterangan yang tak terduga-duga ini,
seketika gemparlah para Tosu.
Kemudian Ci-peng menyambung: "Oleh karena itu, tugas
sebagai pejabat ketua yang maha penting ini sukar dipikul,
sekarang juga aku menunjuk murid tertua dari Ong-susiok,
yakni Tio Ci-keng, sebagai pejabat ketua."
Seketika suasana menjadi hening, namun keadaan sunyi
ini cuma berlangsung sekejap saja, segera terdengarlah suara
protes beberapa orang, seperti Li Ci-siang, Ong Ci-heng, Song
Tek-hong dan lain-lain. Beramai-ramai mereka berteriak
"Tidak! tidak! bisa! Khu-cinjin menunjuk In-suheng sebagai
pejabat ketua, tugas penting ini mana boleh diserahkan lagi
kepada orang lain? - Ya, tanpa sebab, mana bisa In-suheng
terserang penyakit maut seoara mendadak? Betul, di balik
urusan ini tentu ada sesuatu intrik keji, kita harap Ciangkausuheng
jangan terjebak oleh tipu muslihat kaum
pengkhianat.?
Tiraikasih Website http://cerita-silat.com/cc
Begitulah seketika seluruh ruangan menjadi panik, Li Cisiang
dan kawan-kawannya sama melotot pada Tio Ci-keng,
tapi Ci-keng tampaknya tenang-tenang saja dari anggap sepi
sikap pihak lawan.
In Ci-peng lantas memberi tanda agar semua diam, lalu
berkata: "Datangnya urusan ini terlalu mendadak, pantas
kalau saudara2 tidak paham persoalannya. Coan cin-kau kita
sedang menghadapi malapetaka, Siauto telah berbuat pula
sesuatu kesalahan besar, sekalipun mati juga sukar bagiku,
untuk menebus dosaku dan sukar menghindari bahaya yang
mengancam."
Sampai di sini, air mukanya tampak sedih sekali, sejenak
kemudian ia menyambung pula: "Sudah kupikirkan dengan
masak-masak, kurasa hanya Tio-suheng yang berpengetahuan
luas yang dapat membawa Coan-cin-kau terhindar dari bahaya
ini. Untuk itu di antara para Suheng dan Sute harus
kesampingkan pendirian pribadi dan ber-sama-sama
membantu Tio-suheng melaksanakan tugas bagi keselamatan
dan kejayaan Coancinkau kita ini."
Li Ci-siang menjadi sangat curiga, dari sikap In Ci-peng itu
jelas sang Suheng menahan sesuatu rahasia yang sukar
diuraikan, kalau sang Suheng yang menjabat ketua sudah
memohon kerelaan para Sute, iapun tidak enak untuk ngotot,
terpaksa ia menunduk dan tak bersuara lagi selain diam-diam
memikirkan langkah selanjutnya yang perlu diambil.
Watak Ong Ci-heng sangat jujur, tanpa pikir ia berteriak:
"Kalau Ciangkau-suheng betul-betul mau mengundurkan diri
juga perlu menunggu selesainya guru2 kita habis menyepi,
setelah dilaporkan barulah diambil keputusan yang lebih
bijaksana."
Tiraikasih Website http://cerita-silat.com/cc
"Tapi urusannya sudah terlalu mendesak, tidak dapat
menunggu lagi," ujar Ci-peng dengan muram.
"Baiklah, seumpama memang begitu, di antara sesama
saudara seperguruan kita, baik mengenai budi pekerti maupun
mengenai Kanghu, rasanya yang melebihi Tio-suheng masih
cukup banyak," kata Ci-seng pula. "Misalnya Li-suheng atau
Song-sute, mereka terlebih pintar dan tangkas, kenapa mesti
serahkan tugas maha penting kepada Tio-suheng yang tidak
dapat diterima oleh semua orang."
Tio Ci-keng adalah pemberang, sudah sejak tadi ia
menahan perasaannya, sekarang ia tidak tahan lagi, segera ia
menanggapi "Dan ada lagi Ong Ci-heng, Ong-sute yang berani
bicara dan berani,berbuat! Kenapa tidak kau calonkan
sekalian?"
Ci-heng menjadi gusar, jawabnya: "Aku memang bodoh
dan selisih jauh kalau dibandingkan Suheng2 yang lain, tapi
kalau dibandingkan Tio-suheng, betapapun kuyakin masih
unggul setingkat Ya, ilmu silatku mungkin bukan tandingan
Tio-suheng, tapi paling tidak aku pasti takkan menjadi
pengkhianat."
"Apa katamu? Kalau berani katakanlah lebih jelas, siapa
yang menjadi pengkhianat?" teriak Ci-keng dengan merah
padam, Begitulah kedua orang bertengkar semakin sengit dan
siap berperang tanding.
"Kedua Suheng tidak perlu berdebat, dengankanlah
perkataanku," sela Ci-peng.
Meski kedua orang lantas diam, namun masih saling
melotot.
Tiraikasih Website http://cerita-silat.com/cc
Lalu Ci-peng berkata pula: "Menurut peraturan kita,
pejabat ketua baru ditunjuk oleh ketua lama dan bukan
diangkat secara beramai-ramai betul tidak?"
Setelah semua orang mengiakan, lalu Ci peng melanjutkan
"Karena itu, sekarang juga aku menunjuk Tio Ci-keng sebagai
pejabat ketua penggantiku. Nah, para hadirin tidak perlu
bertengkar lagi. Tio-suheng, silakan maju menerima pesan."
Dengan berseri-seri Ci-keng lantas maju ke tengah dan
memberi hormat. Segera Ci heng dan Song Tek hong hendak
bicara lagi, tapi Li Ci-siang keburu menarik baju mereka dan
mengedipi. Ci-heng berdua tahu Ci-siang pasti mempunyai
pandangan yang lebih baik, merekapun lantas diam.
"ln suheng pasti ditekan oleh Tio Ci-keng sehingga tidak
berani melawannya," kata Ci-siang dengan suara tertahan
"Maka kita harus membongkar muslihat Tio Ci-keng itu secara
diam-diam, sekarang In-suheng sudah memutuskan demikian,
kalau kita bicara lagi akan kelihatan pihak kita yang salah."
Ong dan Song mengiakan, mereka lantas ikut dalam
upacara penyerahan kedudukan pejabat ketua itu. Bahwa
dalam sehari terjadi penyerahan pejabat ketua dua kali,
sungguh kejadian yang luar biasa.
Selesai upacara, dengan pongahnya Ci-keng lantas berdiri
di tengah didampingi oleh anak muidnya, lalu berseru:
"Silakan utusan Sri Baginda Raja MongoI hadir!"
Segera Ong Ci-heng hendak mendamperat lagi, tapi
keburu dicegah Li Ci-siang. Selang tak lama beberapa Tosu
menyambut tamu telah datang dengan membawa perwira
Mongol itu dan Siau-siang-cu.
Tiraikasih Website http://cerita-silat.com/cc
Cepat Ci-keng memburu maju untuk menyambut dengan
munduk2. Perwira Mongol itu sudah mendongkol karena telah
menunggu sekian lama, kini In Ci-peng ternyata tidak
menyambut kedatangannya, keruan mukanya tambah
bersungut.
Tapi segera seorang Tosu bagian protokol lantas
memberitahu bahwa mulai sekarang kedudukan pejabat ketua
telah dilimpahkan kepada Tio Ci-keng.
Perwira itu melengak kaget, tapi segera ia bergirang dan
mengucapkan selamat kepada Ci-keng. Siau-siang-cu berdiri di
belakang perwira Mongol itu dengan diam saja, mukanya kaku
dingin, entah suka atau duka.
Dengan munduk2 pula Ci-keng membawa perwira Mongol
itu ke tengah pendopo, lalu berkata: "Silakan Tayjin
membacakan titah raja."
Diam-diam perwira itu bersyukur bahwa Coan cin kau
sekarang diketuai orang macam Tio Ci-keng.
ia lantas mengeluarkan Sengci (titah raja), Ci-keng. juga
lantas bertekuk lutut, lalu perwira itu mulai membaca titah
raja: "Dengan ini ketua Coar-cin-kau di..."
Melihat secara terangan Ci-keng menerima anugerah raja
Mongol, Ci-siang, Ci-heng dan lain-lain tidak tahan lagi,
serentak mereka melolos pedang, Ci-heng dan Tek-hong terus
melangkah maju dan mengancam punggung Ci-keng dengan
ujung pedang mereka, Ci-siang lantas berseru dengan
lantang: "Coan-cin-kau ini berdiri berdasarkan cita2 setia
kepada negara dan bakti kepada rakyat, sekali-kali kita tidak
Tiraikasih Website http://cerita-silat.com/cc
sudi menyerah kepada Mongol, Tio Ci-keng telah mengkhianat
dan setiap orang wajib mengutuknya, dia tidak boleh
menjabat ketua Coan-cin kau dan kitapun tidak mengakuinya
lagi."
Sementara itu beberapa Tosu lain juga sudah mengelilingi
perwira Mongol itu dan Siau-siang-cu dengan pedang
terhunus.
Peristiwa ini terjadi dengan sangat mendadak,
Meski sebelumnya Ci-keng juga menduga Ci-siang dan
kawannya pasti tidak mau menyerah, tapi sama sekali tidak
diduganya pihak lawan berani menggunakan kekerasan
terhadap pejabat ketua yang biasanya sangat dihormati dan
dijunjung tinggi.
Sekarang senjata lawan telah mengancam, ia menjadi
kaget dan gusar, tapi ia tidak gentar, segera ia membentak:
"Kurangajar, kalian, berani membangkang terhadap
pimpinan?"
Tapi Ci-heng lantas balas membentak "Bangsat!
Pengkhianat! Berani kau bergerak, segera punggungmu akan
tembus!"
Sebenarnya kepandaian Ci-keng terlebih tinggi daripada
kedua lawannya, tapi secara mendadak dia dikuasai selagi
tengkurap, dengan sendirinya dia mati kutu, sebelumnya dia
juga menyiapkan belasan anak muridnya yang bersenjata
lengkap, namun pihak lawan bertindak lebih dulu, betapapun
anak buah Ci-keng itu tak sempat berkutik lagi.
Segera Li Ci-siang berkata kepada perwira MongoI itu:
"Mongol sudah menjadi musuh Song Raya kami, rakyat Song
Tiraikasih Website http://cerita-silat.com/cc
mana boleh menerima anugerah dari pihak Mongol." Maka
sekarang kalian silakan pulang saja, kelak kalau bertemu di
medan perang bolehlah kita selesaikan di sana."
Walaupun terancam bahaya, perwira Mongol itu ternyata
tidak gentar sedikitpun, ia malah menjengek: "Hm kalian
berani bertindak secara semberono, tampaknya Coan-cin-kau
yang sudah terpupuk kuat ini akan musnah dalam sekejap
saja, Sungguh harus disayangkan."
"Negara kami seluas ini saja sudah terancam musnah,
Coan-cin-kau yang cuma secuil ini apa pula artinya?" ujar Cisiang.
"Jika kalian tidak lekas pergi, kalau sebentar kalian
diperlakukan secara kasar mungkin Siauto tidak dapat berbuat
apa-apa lagi."
Tiba-tiba Siau-sing-cu menimbrung: "Bagaimana perlakuan
kasarnya? Coba, aku ingin tahu!" - Mendadak kedua
tangannya meraih, tahu-tahu pedang Ong Ci-heng dan Song
Tek-hong yang mengancam punggung Ci-keng itu telah
dirampasnya.
Cepat Cikeng melompat bangun terus berdiri di samping
perwira Mongol itu, Siau-siang-cu lantas mengangsurkan
sebuah pedang rampasan di tangan kirinya itu kepada Cikeng,
sedang pedang lain terus menusuk ke arah Li Ci-siang.
Trang", Ci-siang menangkis serangan itu, mendadak
tangan terasa kesemutan, tenaga lawan ternyata kuat luar
biasa. Diam-diam ia mengeluh cepat iapun mengerahkan
tenaga dalam untuk bertahan, tapi cepat terdengar suara
gemerantang nyaring, kedua pedang patah semua dan jatuh
ke lantai.
Tiraikasih Website http://cerita-silat.com/cc
Tindakan Siau-siang-cu itu dilakukan dengan cepat luar
biasa, merampas pedang dan menyerang serta menggetar
pedang hingga patah, semua itu terjadi dalam sekejap saja,
Menyusul lengan bajunya lantas mengebut dan kedua tangan
menyodok sekaligus ke depan sehingga empat murid tertua
Coan-cin-kau yang mengitarinya itu didesak mundur.
Keruan semua orang kaget, sungguh mereka tidak
menyangka bahwa orang yang mirip "mayat hidup" ini
ternyata memiliki kepandaian setinggi ini.
Biasanya Ci-keng suka meremehkan ilmu silat Ong Ciheng,
Song Tek- hong dan lain-lain, sekarang di hadapan
orang banyak dia telah diancam hingga tak bisa berkutik selagi
mendekam diatas tanah, tentu saja dia sangat murka. Maka
begitu dia menerima pedang dari Siau-siang-cu, segera pula
dia menusuk ke perut Ong Ci-heng.
Cepat Ci-heng mendoyong ke belakang, namun Ci-keng
tidak kenal ampun lagi, ia mendorongkan ujung pedang
sehingga nasib Ci-heng tampaknya sukar dihindarkan, semua
orang ikut kuatir sehingga suasana menjadi hening.
Pada detik gawat itulah mendadak dari samping seorang
mengebaskan lengan bajunya, pedang Ci-keng tergulung dan
tertarik ke samping, "bret". lengan baju robek terpotong dan
kesempatan itupun digunakan Ci-heng untuk melompat
mundur menyusul dua pedang terjulur pula dari samping
untuk menahan pedang Ci-keng. Ketika diawasi orang yang
mengebutkan lengan baju itu kiranya adalah In Ci-peng.
Ci-keng menjadi gusar, bentaknya sambil menuding Cipeng:
"Kau....kau berani...."
Tiraikasih Website http://cerita-silat.com/cc
"Tio-suheng," kata Ci-peng, "kau sendiri menyatakan
takkan menerima anugerah raja Mongol, karena itulah aku
menyerahkan pejabat ketua padamu, mengapa dalam waktu
sekejap saja kau sudah ingkar janji?"
"Bilakah pernah ku berjanji begitu?" jawab Ci keng, "Tadi
kau bertanya soal anugerah raja MongoI rni, aku menjawab:
"Aku tidak ingin kau menerima, anugerah raja Mongol! Nah,
masakah aku ingkar janji? Yang menerima anugerah sekarang
kan aku dan bukan kau?"
"Oh, kiranya begitu, kiranya begitu?" Ci-peng menggumam
penuh rasa pedih, "Licik benar kau, Tio-suheng!"
Dalam pada itu Li Ci-siang sudah menerima pedang dari
seorang muridnya segera ia berseru: "Saudara2 di dalam
agama, kita tetap mengakui In-suheng sebagai pejabat ketua,
marilah kita tangkap pengkhianat she Tio ini." - Menyusul ia
lantas menubruk maju dan menempur Ci-keng.
Ci-heng dan enam orang lainnya lantas memasang Pak-tau
Kiam-hoat mengepung Siau-siang-cu di tengah, Meski tinggi
ilmu silat Siau-siang-cu, tapi barisan pedang Coan-cin-kau
yang terkenal itupun sangat hebat, sekali bergebrak, daya
tempurnya juga Iihay. Cepat Siau-siang-cu mengeluarkan
pentungnya untuk menangkis kerubutan lawan.
Perwira Mongol tadi sudah mundur ke pojok ruangan,
melihat gelagat jelek, segeia ia mengeluarkan tanduk kerbau
dan ditiup keras-keras.
Ci-peng terkejut, ia tahu orang sedang mengundang bala
bantuan, menghadapi ancaman bahaya, semangatnya
Tiraikasih Website http://cerita-silat.com/cc
terbangkit, kemampuannya memimpin biasanya Iantas timbul
Iagi. Segera ia memberi perintah: "Ki Ci-seng, kau tangkap
perwira itu, Ih To-hoan Suheng, Ong Ci-kin Suheng, kalian
membawa tiga kawan dan lekas ke Giok-bi-tong di belakang
gunung untuk membantu Sun-suheng berjaga di sana agar
kelima guru kita tidak terganggu serbuan musuh.
Tan Ci-ek Sute lekas kau membawa enam orang pergi
berjaga di depan gunung. Pang Ci ki Sute dengan enam orang
berjaga di kiri gunung dan Lau To-leng Sute bersama enam
orang berjaga di kanan gunung."
Orang-orang yang ditugaskan berjaga di kanan kiri dan
muka belakang itu adalah murid Ong Ju-ki semua, sedangkan
Ih To-hian dan Ong Ci-kin adalah murid paman gurunya yang
dapat dipercaya dengan cara pengaturan pertahanan ln Cipeng
ini, sekalipun musuh menyerbu secara besarkan juga
sukar menembusnya.
Akan tetapi sebelum semua orang yang diberi perintah itu
pergi, tiba-tiba terdengar suara teriakan ramai, belasan orang
telah melompat masuk, dari kanan nampak dipimpin ln Kik-si
dan sebelah kiri dipimpin Nimo Singh, dari depan dikepalai Be
Kong-co, belasan orang yang dipimpin adalah jago-jago pilihan
dari berbagai suku bangsa.
Kiranya Kubilai tidak berhasil memboboI pertahanan
Siangyang selama ber-bulan-bulan, mendadak terjangkit
wabah di tengah pasukannya, maka setelah serangan terakhir
pada Siangyang juga gagal, segera ia mengundurkan
pasukannya, Pasukan Mongol yang dilihat Siao-liongli tempo
hari ketika bergerak ke selatan itu adalah serangan terakhir
yang dilakukan Kubilai.
Tiraikasih Website http://cerita-silat.com/cc
Berhubung sukarnya Siangyang direbut, dengan sendirinya
kerajaan Song juga sukar diruntuhkan, maka sebelum
mengundurkan pasukannya Kubilai sudah mengirim antek2nya
untuk mendekati dan membeli orang-orang gagah di
Tionggoan.
Raja Mongol sengaja merangkul pihak Coan-cin-kau juga
termasuk tipu muslihat Kubilai. Tapi dia tahu Coan-cin-kau
belum tentu mau menerima anugerah, maka Kim-lun Hoatong
diperintahkan memimpin jago-jago lainnya bersembunyi
di sekitar Cong-lam-san, bila Coan-cin-kau menolak titah raja,
segera digunakan kekerasan untuk menindasnya.
Biasanya penjagaan di Cong-Iam-san cukup ketat, tapi
lantaran sehari terjadi dua kali penggantian pejabat ketua,
suasana di Tiong-yang-kiong sedang kacau, anak murid yang
bertugas berjaga di luar sama di tarik ke dalam untuk ikut
hadir dalam upacara, sebab itulah kedatangan rombongan
Nimo Singh, In Kik-si dan lain-lain tidak diketahui
Kini musuh mendadak muncul, seketika orang-orang
Coancin-kau menjadi panik, Perwira Mongol yang tadinya
sudah ditawan Ki Ci-seng itu sekarang lantas berteriak: "Para
Totiang dari Coan-cin kau, kalau ingin selamat, lekas kalian
membuang senjata dan tunduk kepada perintah pejabat ketua
Tio-totiang."
Tapi Ci-peng lantas membentak: "Tio-Ci-keng telah
berkhianat dosanya tak terampunkan, dia bukan lagi pejabat
ketua kita."
Meski menyadari keadaan sangat gawat, tapi Ci-peng
bertekad melawan musuh dengan mati-matian, maka dia
lantas memberi aba2 untuk bertempur, Namun para Tosu
sebagian tak membawa senjata dan terkepung pula, maka
Tiraikasih Website http://cerita-silat.com/cc
hanya sebentar saja sudah belasan orang terkapar tak
bernyawa lagi.
Menyusul Ci-peng sendiri, Li Ci-siang, 0ng-Ci-heng, Song
Tek-hong dan lain-lain juga kecundang ada yang senjatanya
terampas musuh dan ada yang terluka dan menggeletak atau
tak bisa bergerak karena Hiat-to tertutuk. Sisa Tosu yang lain
menjadi kelabakan seperti ular tanpa kepala, mereka terdesak
ke pojok ruangan dan tak dapat melawan lagi.
Perwira Mongol tadi tidak tinggi ilmu silatnya, tapi
pangkatnya sangat tinggi, maka In Kik-si, Siau-siang-cu dan
lain-lain harus tunduk kepada perintahnya, Melihat pihaknya
sudah menang total, perwira itu lantas berseru kepada Cikeng:
"Tio cinjin, mengingat kesetiaanmu, tentang
pemberontakan Coan-cin-kau ini takkan kulaporkan kepada
"Sri Baginda."
Ci-keng memberi hormat dan mengucapkan terima kasih,
Tiba-tiba teringat sesuatu olehnya, cepat ia membisiki Siausiang-
cu: "Masih sesuatu urusan penting perlu bantuan
cianpwe. Guruku dan para paman guruku sedang menyepi di
belakang gunung, kalau mereka menerima berita dan
memburu kesini..."
"Kebetulan kalau mereka ke sini, akan kubereskan mereka
bagimu," ujar Siau-siang-cu dengan tak acuh.
Ci-keng tak berani bicara pula, dalam hati ia mendongkol
karena orang berani meremehkan gurunya, namun iapun
serba susah, kalau guru dan para paman gurunya dapat
mengusir orang-orang Mongol berarti pula jiwanya sendiri
terancam.
Tiraikasih Website http://cerita-silat.com/cc
Dalam pada itu perwira Mongol tadi telah berkata pula:
"Tio-cinjin, silakan kau terima dulu anugerah Sri Baginda,
habis itu baru kau selesaikan kawanmu yang membrontak itu."
Ci-keng mengiakan dan segera berlutut mendengarkan
titah raja Mongol. Ci-peng, Ci-siang dan lain-lain dapat
mengikuti kejadian itu dengan dada seakan-akan meledak
saking gusarnya.
Song Tek-hong berduduk di sebelah Li Ci-siang, ia coba
membisiki sang Suheng: "Li-suheng, harap lepaskan pengikat
tanganku, biar kuterjang keluar untuk melapor pada guru
kita."
Ci-siang mengangguk punggungnya lantas dirapatkan di
punggung Tek-hong, ia mengerahkan tenaga dalam pada
jarinya untuk membuka tali pengikat tangan Song Tek-hong
yang ditelikung itu. Setelah berhasil dengan suara tertahan ia
memberi pesan: "Kau harus hati-hati, jangan sampai kelima
guru kita terkejut."
Tek-hong mengangguk dan siap-siap untuk meloloskan
diri. sementara itu pembacaan titah raja sudah selesai, Cikeng
telah berdiri, perwira Mongol itu dan Siau-siang-cu
sedang mengucapkan selamat padanya.
Melihat semua orang sedang mengitari Tio Ci-keng, cepat
Song Tek-hong melompat ke sana, segera ia berlari ke balik
altar pemujaan.
"Berhenti!" Nimo Singh membentak
Akan tetapi Tek-hong tidak ambil pusing, ia berlari terlebih
cepat.
Tiraikasih Website http://cerita-silat.com/cc
Karena kedua kakinya sudah buntung, sukar bagi Nimo
Singh untuk mengejar, sebelah tangannya lantas mengambil
sebuah Piau kecil berbentuk ular terus disambitkan "PIok",
dengan tepat kaki kiri Tek-hong tertimpuk Piau itu.
Akan tetapi Tek-hong hanya sempoyongan sedikit saja dan
tetap kabur ke depan dengan menahan sakit. Beberapa jago
Mongol segera mengejar, namun bangunan rumah di kompIek
Tiong-yang-kiong sangat banyak, hanya memutar beberapa
rumah saja Tek-hong sudah menghilang dari kejaran musuh.
Sampai di tempat sepi, dengan menahan sakit Tek hong
mencabut Piau yang masih menancap di kakinya itu, lalu
membalut lukanya, ia kembali dulu ke kamarnya untuk
mengambil pedang, lalu berlari ke Giok-bi-tong di belakang
gunung, di mana guru dan para paman gurunya sedang
menyepi.
Sesudah dekat, dari balik pepohonan ia memandang ke
sana, ia jadi mengeluh ketika dilihatnya lebih 20 orang Mongol
sedang sibuk memindahkan batu-batu besar untuk
menyumbat mulut gua Giok-hi-tong. Seorang , paderi Tibet
tinggi kurus mengawasi dan memberi petunjuk cara
menyumbat gua itu. Di samping itu terdapat pula dua orang
lagi sedang sibuk mengatur ini dan itu.
Tek-hong kenal kedua orang di samping itu itu adalah
Darba dan Hotu yang dahulu pernah cari setori ke Tiong-yangkiong,
dengan sendirinya iapun kenal ilmu silat kedua orang
itu. Sedang paderi yang tinggi itu jelas kepandaiannya lebih
tinggi dari pada Darba dan Hotu, mulut gua Giok-hitong sudah
tinggal sedikit saja yang belum tersumbat batu, entah
bagaimana keadaan kelima guru dan paman gurunya?
Tiraikasih Website http://cerita-silat.com/cc
Song Tek-hong menyadari tenaga sendiri tak berguna
andaikan menerjang maju untuk mengalangi perbuatan musuh
itu, paling-paling jiwa sendiri juga akan ikut melayang, tapi
mengingat keselamatan guru dan nasib Coan cin-kau yang
menghadapi kehancuran, mana boleh ia cuma memikirkan
keselamatannya sendiri.
Segera ia melompat keluar dari tempat sembunyinya,
secepat kilat ia menusuk paderi Tibet yang berdiri
membelakanginya itu, ia pikir kalau menyerang harus serang
pimpinannya, kalau berhasil tentu pihak musuh kacau lebih
dulu.
Paderi Tibet itu adalah Kim lun Hoat-ong, tempo hari ia
sudah menanyai Tio Ci-keng mengenai seluk-beluk Coan cinkau,
maka begitu sampai di Tiong-yang-kiong segera ia
menuju belakang gunung untuk menyumbat Giok-hi-tong
serta mengurung kelima tokoh utama Coan-cin-kau itu di
dalam gua, dengan begitu sisa anak murid Coan-cin-kau yang
lain tentu mudah diatasi.
Ketika ujung pedang Song Tek-hong hampir mengenai
punggungnya ternyata Hoat-ong tidak merasakan apa-apa,
Tek-hong bergirang, Tak terduga mendadak cahaya kuning
berkelebat menyusul terdengar suara "trang" sekali, sejenis
senjata aneh paderi itu telah menyamber ke belakang dan
membentur pedangnya.
Tek-hong merasakan tangannya kesakitan, pedang
terlepas dari cekalan, hanya benturan itu saja telah membuat
dia muntah darah dan pandangan menjadi gelap. Dalam
keadaan sadar-tak-sadar sayup-sayup ia dengar suara teriakan
orang ramai di ruangan pendopo, entah peristiwa apa lagi
yang terjadi, tapi segera ia tak ingat apa-apa, ia jatuh
pingsan.
Tiraikasih Website http://cerita-silat.com/cc
Kim-lun Hoat-ong juga mendengar suara teriakan ramai
itu, tapi ia pikir Siau-siang-cu, In Kik-si dan lain-lain berada di
sana, tentu anak murid Coan-cin-kau takkan mampu melawan
mereka, maka ia tidak menjadi kuatir, ia perintahkan para
busu Mongol itu mempercepat penyumbatan gua itu dengan
batu agar Khu Ju-ki berlima tidak sempat menerjang keluar
secara mendadak.
Di ruangan pendopo memang terjadi lagi sesuatu sesudah
Song Tek-hong pergi, Perwira Mo-ngol itu telah berkata
kepada Ci-keng: "Tio-cinjin, anggota kalian yang
memberontak tampaknya tidak sedikit, agaknya kedudukanmu
tidak begitu enak bagimu."
Sudah tentu Ci-keng juga menyadari hal ini, namun
keadaan sudah telanjur, ibaratnya sudah berada di punggung
macan, kalau melompat turun tentu akan dicaplok sang
harimau malah, Segera Ci-keng berteriak: "Menurut undang2
kita, apa hukumannya bagi kaum pemberontak?"
Para Tosu diam-diam saja, malahan dalam hati mereka
pikir: Kau sendiri pemberontak dan pengkhianat."
Ci-keng bertanya lagi satu kali dan tetap tiada yang
menggubrisnya, diam-diam Ci-keng sangat mendongkol, ia
bertanya lagi sekali sambil memandangi muridnya sendiri,
yaitu Ceng-kong, agar dia menjawab nya.
Ceng-kong ini adalah Tosu gemuk yang dahulu
menganiaya Nyo Ko itulah, ia lantas menjawab " pemberontak
harus membunuh diri di depan pemujaan Cousuya."
"Betul" seru Ci-keng. "Nah, In Ci-peng, sudah tahu
dosamu belum? Kau terima tidak?"
Tiraikasih Website http://cerita-silat.com/cc
"Tidak!" jawab Ci-peng tegas, "Baik, bawa dia ke sini!"
kata Ci-keng.
Segera Ceng-kong mendorong Ci-peng ke depan dan
berdiri dihadapan arca pemujaan. Lalu Ci-keng menanyai
Cisiang, Ci-heng dan lain-lain, semuanya juga menyatakan
tidak terima. Di antaranya hanya tiga orang saja yang
ketakutan dan minta ampun, segera Ci-keng memerintahkan
dibebaskan, sedang 20 - an orang tetap berdiri tegak tidak
mau menyerap malahan Ci-heng dan beberapa Tosu yang
berwatak keras segera mencaci-maki.
"Kalian teramat kepala batu dan sukar diampuni" kata Cikeng
kemudian "Baiklah, Ceng-kong, boleh kau melaksanakan
hukuman bagi Coan-cin-kau kita."
Ceng-kong mengiakan, ia melangkah maju dan
mengangkat pedangnya, sekali tusuk ia binasakan In To-hian
yang berdiri di ujung kiri.
Serentak para Tosu lantas berteriak murka dan mencacimaki
lebih keras, suara riuh ramai inilah yang tadi di dengar
oleh Song Tek-hong dan Kim lun Hoat-ong di belakang
gunung.
Ceng-kong adalah manusia yang berani pada yang lemah
dan takut pada yang keras, ia menjadi jeri mendengar suara
ramai orang banyak.
"Lekas kerjakan, kenapa ragu-ragu," bentak Ci-keng.
Terpaksa Ceng-kong mengiakan dan membunuh lagi dua
orang, Yang berdiri nomor empat ialah In Ci-peng, baru saja
Ceng-kong angkat pedangnya hendak menusuk dada Ci-peng,
Tiraikasih Website http://cerita-silat.com/cc
tiba-tiba suara seorang perempuan membentaknya: "Nanti
dulu?"
Waktu ia menoleh, dilihatnya seorang perempuan muda
berbaju putih sudah berdiri diambang pintu, siapa lagi dia
kalau bukan Siao-liong-li.
"Kau minggir ke sana, orang ini akan kubunuh sendiri"
demikian kata Siao-liong-li.
Ci-keng menjadi girang melihat Siao-liong-li mendadak
muncul, ia pikir di tengah tokoh-tokoh sakti sebanyak ini,
kedatanganmu ini berarti mengantarkan kematianmu, maka ia
lantas membentak: "perempuan siluman ini bukan manusia
baik-baik tangkap saja!"
Akan tetapi para Busu Mongol itu tidak tunduk pada
perintahnya, semuanya tidak menggubris-nya. Hanya dua
murid Ci-keng sendiri lantas melompat maju, tanpa dipikir
mereka terus hendak memegang lengan Siao liong-Ii.
Siao-liong-li sama sekali tidak ambil pusing terhadap
serbuan para Busu MongoI serta kekacauan yang terjadi di
antara orang Coan-cin-pay sendiri. Hanya ketika melihat Cengkong
hendak membunuh ln Ci-peng, betapapun ia tidak mau
membiarkan orang lain membinasakan Tosu itu, maka ia
lantas bersuara mencegah.
Belum lagi tangan kedua murid Ci-keng menyentuh
bajunya, tahu-tahu tangan mereda sendiri kesakitan, sinar
perakpun berkelebat, cepat mereka melompat mundur Waktu
mereka mengawasi kiranya pedang mereka yang tergantung
di pinggang tahu-tahu sudah dilolos oleh Siao-liong-li dan
dalam sekejap itu pergelangan tangan merekapun telah
dilukai.
Tiraikasih Website http://cerita-silat.com/cc
Gerakan Siao liong-li ini sungguh cepat luar biasa, sebelum
orang lain melihat jelas cara bagaimana dia merebut pedang
dan menyerang, tahu-tahu kedua Tosu itu sudah terluka dan
melompat mundur.
Keruan anak murid Ci-keng yang lain sama melengak
kaget Ceng-kong lantas berseru : "Hayo maju beramai-ramai,
kita berjumlah lebih banyak, kenapa kita gentar padanya?"
Segera dia mendahului menerjang dan menusuk.
Tapi sebelum orang mendekat ujung pedang Siao liong-Ii
sudah bergetar, tahu-tahu pergelangan tangan kanan kiri
Ceng-kong kedua kakinya terkena tusukan pedang.
Sambil mengaung keras, Ceng kong terus menggeletak tak
bisa bangun.
Keempat kali tusukan Siao-liong-ii sungguh cepat luar
biasa, sampai tokoh kelas wahid seperti Siau-siaug-cu dan
lain-lain juga tercengang. Mereka heran mengapa ilmu pedang
si nona maju sepesat ini, padahal tempo hari waktu dia
bertempur melawan Kongsun Ci belum tampak sesuatu yang
luar biasa, apakah mungkin dia, sengaja menyimpan
kepandaian?
Rupanya setelah mendapatkan ajaran Ciu Pek-thong,
sekaligus Siao liong-li dapat memainkan sepasang pedang
dengan cara yang berbeda, kini kepandaiannya memang
sudah berlipat ganda.
Sudah sekian lama dia menguntit In Ci-peng dan Tio Cikeng
dan merasa bingung cara bagaimana harus
menyelesaikan kedua orang itu. sekarang orang Coan cin-kau
Tiraikasih Website http://cerita-silat.com/cc
menyerangnya lebih dulu, kesempatan ini segera
digunakannya untuk balas menyerang dan sekali pedangnya
berbau darah, serentak dendam kesumatnya meledak. Di
tengah berkelebatnya sinar pedang, dan bayangan baju putih,
dalam sekejap saja pedang para Tosu sama jatuh dilantai,
pergelangan tangan setiap orang sama tertusuk pedang tanpa
diberi kesempatan untuk menangkis atau mengelak.
Sungguh kejut para Tosu itu tak terkatakan. Bayangkan
saja, jika serangan Siao liong-li itu tidak mengarah tangan,
tapi menusuk perut mereka, maka jiwa para Tosu itu pasti
sudah melayang sejak tadi.
Karuan Tosu2 itu ketakutan dan berlari menyingkir
sehingga di tengah-tengah ruangan pendopp itu tertinggal In
Ci-peng dan kawan-kawannya yang teringkus itu. Melihat
mereka tak bisa berkutik dan tidak memusuhi dirinya, untuk
sementara Siao-liong-li juga tidak mencelakai mereka.
Diam-diam iapun terkejut sendiri atas kepandaian yang
dipelajarinya dari Ciu Pek-thong itu, sungguh tak diduganya
ilmu berkelahi yang aneh itu mempunyai daya tempur selihay
itu.
Melihat gelagat jelek, sambil menghunus pedang untuk
menjaga diri, diam-diam Ci-keng menggeser mundur dan bila
ada kesempatan segera akan kabur. Namun Siao-liong-li
sudah teramat benci padanya, sekali melompat ia telah
mencegat jalan mundur dan maju Tio Ci-keng dengan kedua
pedangnya.
Dalam keadaan kepepet, Ci-keng putar pedangnya terus
hendak cari jalan lagi, Tiba-tiba terdengar suara "trang"
nyaring, In Kik-si berkata padanya : "Kau takkan berhasil,
mundur saja sana!"
Tiraikasih Website http://cerita-silat.com/cc
Kiranya In Kik-si telah menangkiskan pedang Siao-liong-li
dengan ruyung emasnya yaug lemas itu. Baru sekarang ada
orang yang mampu menangkis pedang Siao hong-li sejak
berpuluh Tosu itu dilukainya.
"Tujuanku sekarang hanya ingin menuntut batas pada
Tosu Coan-cin-kau dan tiada sangkut pautnya dengan orang
luar, lekas kau menyingkir," seru Siao liong-Ii.
Meski rada jeri juga menyaksikan kelihayan ilmu pedang
Siao-liong-li tadi, namun In Kik-si adalah tokoh kelas wahid,
betapapun dia tak dapat mundur begitu saja hanya karena
ucapan Siao-liong-li itu. Maka dengan tertawa ia menjawab:
"Orang Coan-cin-kau sangat banyak dan dengan sendirinya
ada yang baik dan ada yang busuk, ada sebagian memang
pantas dibinasakan Entah Tosu bangsat yang manakah yang
telah bersalah kepada nona?"
Akan tetapi Siao-liong-li hanya mendengus saja dan tidak
menjawabnya, sorot matanya tidak pernah meninggalkan diri
In Ci-peng dan Tio Ci-keng seakan-akan kuatir kaburnya
kedua Tosu itu.
"Untuk apa nona marah kepada kawanan Tosu keparat ini,
asalkan nona memberi tanda Tosu mana yang harus
dibereskan, segera Cayhe wakili nona untuk
membereskannya," kata In Kik-si.
"Baik, lebih dulu kau binasakan dia ini!" kata Siao-liong-li
sambil menuding Tio Ci-keng.
"Tapi Tio-cinjin ini cukup baik orangnya, mungkin ada
salah paham nona padanya, biarlah kusuruh dia minta maaf
saja kepadamu," kata In Kik-si.
Tiraikasih Website http://cerita-silat.com/cc
Siao-liong-li mengernyitkan dahinya, mendadak pedangnya
menyamber ke depan secepat kilat, tampaknya menusuk In
Kik-si. Dengan sendirian In Kik-si angkat ruyungnya untuk
menangkis. Tapi mendadak terdengar jeritan, ternyata Tio Cikeng
yang berdiri tegak di belakang In Kik-si sudah terkena
tusukan di pundaknya.
Keruan In Kik-si terkejut, meski tusukan itu tidak
mengenai dirinya, tapi dirinya tidak mampu melindungi Cikeng,
rasanya sama memalukan bagi-nya.
Cuma serangan lawan teramat cepat datangnya dan tak
jelas cara bagaimana Siao-Iiong-li memutar pedangnya untuk
mengarah sasarannya, kalau saja pertarungan demikian
dilanjutkan, jelas dirinya pasti kalah, diam-diam ia menjadi jeri
ia coba berseru pula. "Nona Liong, harap kau bermurah hati!"
Namun Siao-liong-li tidak menjawabnya, sikapnya seperti
tidak mau bermusuhan tapi juga tidak ingin berkawan, ia
menggeser pelahan ke kiri, ln Kik-si juga ikut memutar dan
tetap ingin membela Tio Ci-keng.
Tapi mendadak terdengar pula Ci-keng menjerit tertahan,
waktu ia melirik, ternyata bahu kiri Ci-keng sudah terluka pula.
Cara bagaimana Siao-liong-li menusuk Ci-keng lagi, orang
lain tetap tidak tahu dan sama melongo heran. Sungguh cepat
luar biasa ilmu pedangnya itu, bukan saja gerakannya tidak
kentara, bahkan pedangnya seperti bisa membelok sendiri.
Ber-turut-urut tertusuk dua kali, Ci-keng menjadi
ketakutan setengah mati, ia mengira kepandaian ln Kik-si
terlalu rendah dan tidak sanggup dimintai perlindungan,
segera ia melompat ke sana untuk berlindung di belakang
Siau-siang-cu.
Tiraikasih Website http://cerita-silat.com/cc
Tapi Siao-ltong-Ii anggap seperti tidak tahu saja, ia
memutar tubuh, pedang di tangan kiri menusuk ke arah In
Kik-si dan pedang icanan menusuk Nimo Singh. Cepat Nimo
Singh menggunakan tongkat kiri untuk menahan tubuh,
tangan kanan menangkis dengan senjata ular besi.
Namun kembali terdengar jeritan Ci-keng disusul dengan
suara nyaring jatuhnya pedang, rupanya pergelangan tangan
Ci-keng kembali terkena pedang lagi.
Serangan ini terlebih aneh daripada yang duluan tadi,
sudah jelas jarak Siao-liong-li dengan Ci-keng sangat jauh,
ketika dia menyerang In Kik-si dan Nimo Singh, tahu-tahu dia
sempat pula melukai Ci-keng.
"Hm, hebat benar ilmu pedang nona, biarlah akupun
belajar kenal padamu," jengek Siau-siang-cu sambil
mendorong dengan tangan kirinya ke samping, kontan Ci-keng
merasa ditolak oleh suatu tenaga raksasa dan jatuh terguling
hingga beberapa meter jauhnya, untung Lwekangnya cukup
kuat.
Meski sudah terluka tiga tempat, tapi masih sanggup
bertahan dan merangkak bangun, Dalam pada itu pentung
Siau-siang-cu juga lantas menghantam ke arah Siao-liong-li.
Si dogol Be Kong-co selalu bersimpatik kepada Nyo Ko dan
Siao-liong-li, kiai iapun merasa tidak adil melihat Siao-liong-li
diserang In Kik-si dan Siau-siang-cu pula. Segera ia berteriak:
"Huh, tidak tahu malu, beberapa tokoh Bu-lim mengerubut
seorang nona cilik!"
Tiraikasih Website http://cerita-silat.com/cc
Sudah tentu Siau-siang-cu dan In Kik-si merasa jengah,
biarpun mereka tidak ambil pusing urusan harga diri segala,
tapi biasanya merekapun cukup angkuh, jangankan main
keroyok, sekalipun satu lawan satu juga mereka kurang
terhormat berkelahi dengan seorang nona muda.
Tapi sekarang menyadari pasti bukan tandingan ilmu
pedang Siao-liong-li yang ajaib itu jika cuma mengandalkan
kepandaian seorang saja, maka mereka pura-pura tidak tahu
saja atas olok-olok Be Kong-co itu, diam-diam mereka
mengomel dalam hati terhadap si dogol yang malah -
membela orang luar daripada kawan sendiri
Mereka tidak berani lagi meremehkan Siao-liong-li, mereka
pikir kalau berlangsung lama, mungkin ilmu pedang Siao-liongli
itu akan dapat ditemukan titik kelemahannya.
Karena itu mereka lantas memainkan segenap kepandaian
untuk menjaga diri, senjata mereka berputar sedemikian
kencang sehingga yang terlihat hanya selapis kabut belaka,
yang mengelilingi tubuh mereka.
Siao-liong-li memandang tenang ketiga orang itu, pikirnya:
"Aku tiada permusuhan apa-apa dengan kalian, siapa ingin
bergebrak dengan kalian?"
Dilihatnya Ci-keng sedang mengkeret ke sana dan hendak
mengeluyur pergi, segera ia melangkah maju. Tapi Nimo
Singh dan Siau-siang-cu lantas mengalanginya dengan rapat.
"Kalian mau menyingkir tidak?" bentak Siao-liong-li dengan
mendongkol.
"Tidak mau! Apa kemampuanmu keluarkan saja semua!"
tantang Nimo Singh yang berangasan itu. Karena kedua
Tiraikasih Website http://cerita-silat.com/cc
kakinya buntung atas jarum berbisa Li Bok-chiu dan Nyo Ko, ia
tahu Nyo Ko adalah kekasih Siao-liong-li, maka rasa
dendamnya itu sebisanya akan dilampiaskan atas diri Siao-
Iiong-li, maka pikirannya sekarang berbeda dengan Siausiang-
cu dan In Kik-si, ia sudah nekad, kalau perlu hendak
mengadu jiwa dengan Siao-liong-li.
Sama sekali Siao-liong-li tidak menjadi marah, dilihatnya
Ci-keng sudah kabur ke ruangan belakang, ia mencoba
memburu, tapi dirintangi lagi oleh Nimo Singh dan Siau-siangcu.
Watak Siao-liong-li adalah pendiam dan sabar, urusan
apapun tidak pernah membuatnya gelisah atau ter-buru-buru,
seperti halnya pengejarannya kepada ln Ci-peng dan Tio Cikeng
yang berlangsung bulanan dan tetap hanya dikuntit
belaka, sekarang iapun tetap sabar saja, ia biarkan ketiga
lawannya memutar senjata sekencangnya, ia sendiri malah
menonton belaka seperti tiada terjadi apa-apa.
Orang pertama yang tidak tahan lagi adalah Nimo Singh,
sambil meraung ia terus menerjang maju dengan senjata ular
besinya. Tapi sekali dia mulai menyerang, segera tempatnya
menjadi luang, ketika Siao-liong-li putar pedangnya, cepat
Nimo Sing menangkis dengan tongkatnya sambil melompat
mundur.
Namun begitu bahunya sudah terasa sakit, waktu ia
mengamati kiranya baju di bagian bahu kiri ada lima lubang
kecil, darah segar tampak me-rembes dari situ.
Sekali menyerang tidak berhasil dan berbalik ia sendiri
malah terluka, tentu saja Nimo Singh sangat penasaran, tapi
juga tambah jeri, ia tidak berani lagi sembarangan bertindak.
Tiraikasih Website http://cerita-silat.com/cc
Mereka hanya berdiri di tempatnya sambil memutar
senjatanya.
Siao-liong-li tetap berdiri di tengah dan tenang-tenang saja
menghadapi ketiga lawan yang memutar senjatanya seperti
kitiran itu, Lama2 Siau-siang-cu bertiga menjadi gemas karena
si nona diam saja tidak melayani mereka.
Tidak lama kemudian, tiba-tiba- In Kik-si mendapat akal, ia
berseru: "Siau-heng dan saudara Singh, marilah kita
mendesak maju dengan pelahan."
Nimo Singh dan Siau-siang-cu tidak paham maksud sang
kawan, tapi mereka kenal In Kik-si sebagai saudagar besar
negeri Persi, pengalamannya luas dan pengetahuannya tinggi,
cerdik dan pintar pula, maka mereka percaya tujuannya pasti
bagus, segera mereka menurut dan melangkah maju satu
tindak. Berbareng In Kik-si juga melangkah maju-sambil
memutar senjatanya tanpa peluang sedikitpun.
Habis itu, setelah merasa pertahanan mereka tetap rapat
dan kuat, lalu In Kik-si menyerukan kawan-kawannya
melangkah maju lagi setindak. Baru sekarang Nimo Singh dan
Siau-siangcu melihat jelas bahwa lingkaran kepungan mereka
terhadap Siao liong-li sudah semakin ciut. walaupun begitu
mereka tikak berani menyerang melainkan cuma bertahan
saja, mereka putar senjata dengan kencang hingga mirip
tembok baja yang tak tertembuskan dan sebentar2 lantas
mendesak maju lagi selangkah.
Melihat musuh semakin mendesak maju, lama2 dirinya
tentu akan tergencet mati di tengah, mau tak-mau Siao-liongli
harus bertindak, mendadak kedua pedangnya menusuk
berulang-ulang, terdengar suara "trang-tring" yang ramai,
setiap tusukannya selalu terbentur senjata lawan.
Tiraikasih Website http://cerita-silat.com/cc
Beberapa puluh kali ia menyerang dan selalu tertangkis
oleh lawan, sementara itu ketiga orang itu telah melangkah
maju pula.
Siao-liong-li menjadi rada tak sabar waktu ia melangkah
mundur, terasa kakinya tersandung sesuatu dan tergeliat,
untung Siau-siang-cu bertiga cuma bertahan saja dan tidak
menggunakan kesempatan itu untuk menyerang, kalau tidak
tentu Siao liong-li bisa celaka.
Di lantai banyak berserakan senjata2 para Tosu yang
terjatuh tadi, karena kesandungnya itu, tiba-tiba timbul pikiran
Siao1iong-Ii untuk memanfaatkan senjata itu untuk
membobolkan pertahanan ketiga musuh.
Karena pikiran itu, sedikit ia menggeser ke kanan, segera
kaki kiri mencukil sebatang pedang yang jatuh di lantai itu,
secepat kilat pedang itu menyamber ke arah Nimo Singh,
menyusul kaki Siao-liong-li yang lain mencukit pula dan
sebatang pedang menyamber. lagi ke muka Siau-siang-cu dan
begitu seterusnya hingga belasan pedang dia hamburkan ke
arah lawan.
Beberapa pedang yang menyamber tiba itu da-pit
ditangkis Nimo Singh dan kawannya hingga terbang balik ke
arah Siao-liong-li, tapi sekali sampuk dengan pedangnya,
pedang tak bertuan itu kembali menyamber ke arah In Kik-si.
Begitulah terjadi hujan pedang, keruan Siau-siang-cu
bertiga menjadi kelabakan, semula mereka masih dapat
menyampuk dan menangkis pedang yang menyamber tiba,
tapi makin lama, makin cepat datangnya pedang2 itu hingga
mereka dibikin kerepotan
Tiraikasih Website http://cerita-silat.com/cc
Suatu ketika In Kik-si sedang menangkis sebatang pedang
yang menyelonong ke mukanya, tahu-tahu pedang yang lain
menyamber tiba pula ke perutnya, supaya perutnya tidak
tertembus, terpaksa In Kik-si melompat mundur ke samping,
Dan karena inilah pertahanan mereka lantas bobol, peluang
itu segera digunakan oleh Siao-Iiong-li untuk menyelinap ke
ruangan belakang.
Ginkang Siao-liong-li jauh lebih tinggi daripada Siau-siangcu
bertiga, begitu dia sudah lepas dari rintangan, secepat
terbang ia terus mengejar ke arah larinya Tio Ci-keng tadi.
Seketika Siau siang-cu bertiga masih sibuk melayani
berpuluh senjata yg dihamburkan Siao-Iiong-Ii tadi, sesudah
senjata2 itu dipukul jatuh barulah mereka dapat berhenti.
Sejenak kemudian dan belakang sana terdengar
kumandangnya suara benturan senjata, dari suara
menderingnya senjata itu jelas Siao liong li telah ke-pergok
Kim lun Hoat-ong dan sudah mulai bertempur.
Sebenarnya ketiga orang itu sudah jeri menghadapi Siao-
Iiong-li, kini mereka lantas mendapat angin lagi karena Kimlun
Hoat-ong juga sudah tiba, Segera ln Kik-si berseru:
"Marilah kita susul kesana."
Segera ia mendahului berlari ke belakang di susul oleh
Siau-siang-cu dan Nimo Singh serta para Busu Mongol. Semua
orang hanya pandang Siao-liong-li sebagai musuh satusatunya
sehingga tidak menaruh perhatian lagi kepada para
Tosu Coan cin-kau, Maka setelah semua musuh sudah pergi,
Ci-peng, Ci-siang dan lain-lain lantas saling tolong melepaskan
Tiraikasih Website http://cerita-silat.com/cc
tali ikatan serta menjemput pedang masing-masing,
berbondong-bondong merekapun cepat menyusul kebelakang.
Begitu rombongan Siau-siang-cu sampai di depan Giok-hitong,
tertampaklah bayangan roda berkelebatan dan cahaya
pedang berseliweran, suara geraman Kim-lun Hoat-ong
terdengar menggelegar sedangkan Siao-liong-li dengan baju
putihnya tampak lemah gemulai, kedua orang sedang
bertempur dalam jarak jauh.
Sementara itu rombongan In Ci-peng juga sudah
menyusul tiba, melihat mulut gua Giokhi tong sudah
tersumbat batu, nasib kelima guru mereka tak diketahui, tentu
saja mereka kuatir. Beramai-ramai mereka mendekati mulut
gua, tapi mereka lantas dicegat oleh Darba dan Hotu, hanya
beberapa gebrakan saja para Tosu Coan-cin-kau itu sudah
didesak mundur.
"Suhu, Suhu! Baikkah engkau!" seru Ci-heng kuatir
seakan-akan orang hendak menangis.
Ci-peng pikir kepandaian kelima guru dan paman guru
cukup lihay dan tidak mudah dikurung begitu saja oleh musuh,
mungkin sekali semadi mereka sedang memuncak sehingga
tidak sempat mengurus apa yang terjadi di luar gua ini,
sekarang Ci-heng berteriak-teriak, jangan-jangan malah akan
mengacaukan pikiran orang-orang tua itu.
Maka cepat ia memberikan tanda kepada Ong Ci-heng
agar jangan bersuara lagi.
Ci-heng lantas menyadari hal itu, cepat ia membangunkan
Song Tek-hong yang menggeletak di samping gua sana,
melihat lukanya cukup parah, lekas ia memberi pertolongan
seperlunya.
Tiraikasih Website http://cerita-silat.com/cc
pertarungan Kim-lun Hoat-ong dan Siao-liong-li sedang
berlangsung dengan sengitnya, namun Hoat-ong tampak lebih
banyak berjaga daripada menyerang, cuma setiap diserang
beberapa kali iapun balas menyerang satu kali, kelima rodanya
yang ber-beda2 daya tekanannya itu memaksa Siaoliongli tak
berani terlalu mendekat.
Melihat pertempuran dahsyat itu, diam-diam Siau-sian-gcu
bertiga merasa kagum dan juga iri, mau-tak-mau
merekapun mengakui kalau Kim-lun Hoat-ong memang pantas
diangkat menjadi jago nomor satu di negeri Mongol. Semula
mereka bermaksud membantu Hoat-ong, tapi demi teringat
gelar "jago nomor satu", karena rasa iri hati, seketika mereka
tidak jadi membantu Hoat ong.
Padahal meski tampaknya Hoat-ong dapat balas
menyerang dengan hebat, tapi sebenarnya dalam hati dia
mengeluh. Cara Siao-liong-li seorang memainkan dua pedang
ternyata lebih lihay daripada kalau dia main ganda bersama
Nyo Ko.
Kim-lun Hoat-ong adalah seorang tokoh berbakat ilmu silat
yang sukar dicari bandingannya, sejak dia dikalahkan
gabungan Nyo Ko dan Siao-liong-li, senantiasa ia berusaha
memecahkan cara mengatasi ilmu pedang kedua muda-mudi
itu.
Kebetulan di sini ia pergoki Siao-liong-li dalang sendirian
tanpa didampingi Nyo Ko, tentu saja ia bergirang, ia pikir jika
Siao-liong-li dibinasakan maka selanjutnya dia takkan ada
tandingan lagi, siapa tahu setelah bergebrak barulah ia
merasakan ilmu pedang Siao-liong-li sendirian justeru terlebih
lihay daripada kalau dia main ganda bersama Nyo Ko.
Tiraikasih Website http://cerita-silat.com/cc
Sebab itulah baru beberapa puluh jurus saja keadaan
Hoat-ong sudah terdesak dan berulang-ulang hampir
termakan oleh pedang lawan, terpaksa ia tak berani main
timpuk dengan roda lagi, ia tarik kembali rodanya satu persatu
sehingga akhirnya dia cuma berjaga diri saja dan tidak
menyerang, serupa dengan Siau-siang-cu bertiga tadi.
Pertarungan mereka semakin sengit dan cepat luar biasa,
sekalipun tokoh-tokoh macam Siau-siang-cu, In Kik-si dan
lain-lain juga sukar mengikutinya.
Di tengah bayangan putih dan kelebat cahaya beraneka
warna kelima roda Kim-lun Hoat-ong itu, sekonyong-konyong
Nimo Singh merasa mukanya sakit sedikit seperti digigit
nyamuk, ia terkejut dan coba meraba muka sendiri, terasa
tidak apa-apa, tapi pada jari tangan yang meraba itu ada
setitik darah segar. ia melengak, segera dilihatnya pula badan
ln Kik-si juga terciprat dua-tiga titik darah, baru sekarang ia
tahu di antara kedua orang yang sedang bertempur itu ada
yang terluka.
Selang tak lama pakaian Siao-liong-li yang putih itu
tampak penuh oleh bintik2 merah darah sehingga seperti
lukisan di atas kain sutera putih.
"Hah, perempuan siluman itu sudah terluka," ojar Nimo
Singh dengan gembira.
Di antara berkelebatnya sinar pedang segera terdengar
pula suara geraman Hoat-ong yang tertahan.
Siau-siang-cu lantas menanggapi ucapan Nimo Singh tadi:
"Tidak, Hwesio gede itu yang terluka!"
Tiraikasih Website http://cerita-silat.com/cc
Setelah berpikir, Nimo Singh percaya ucapan Siau-siang-cu
itu memang tidak salah, darah segar itu memang terciprat dari
tubuh Hoat-ong ke baju Siao-liong-li. ia menjadi kuatir kalau
Hoat-ong sampai terbunuh, tentu sukar lagi untuk mengatasi
Siao-liong-li, cepat ia berseru: "ln-heng dan Siau-heng, dari
kita maju sekalian." - Sambil memutar senjata ular besi
perlahan-lahan ia lantas raerunduk ke belakang Siao-liong-li.
Melihat gelagat jelek, mau tak-mau Siau-siang-cu dan In
Kik-si harus bertindak juga, segera merekapun menerjang
maju dari kanan dan kiri.
Keadaan lantas berubah seketika, betapapun tinggi
kepandaian Siao-liong-li juga tidak dapat menahan serentak
keempat tokoh kelas wahid itu, sekalipun yang menghadapi
mereka adalah Ciu Pek-thong, Ui Yok-su atau Kwe Cing juga
sukar seorang melawan empat tokoh sehebat itu.
Hoat-ong sudah terluka dua kali, tapi tidak mengenai
tempat yang mematikan apalagi sekarang kedatangan bala
bantuan, hatinya menjadi lega dan serangannya segera
bertambah gencar, kalau tadi dia cuma bertahan saja,
sekarang ia berebut menyerang bersama ketiga kawannya.
Pertarungan dahsyat ini membuat para Tosu Coan-cin-kau
dan kawanan Busu Mongol ikut berdebar, be-ratus pasang
mata sama tertuju ke tengah kalangan tempur, pada saat
itulah mendadak terdengar suara gemuruh yang dahsyat
disertai berhamburnya batu pasir dan debu, berpuluh potong
batu besar yang tadinya menyumbat mulut gua Giok-hi tong
itu telah runtuh, lima Tosu berjubah kuning tampak
melangkah keluar dari gua, mereka adalah Khu Ju-ki berlima.
Dengan girang In Ci-peng, Li Ci-siang dan lain lantas
memapak maju dan berseru: "Suhu!"
Tiraikasih Website http://cerita-silat.com/cc
Darba dan Hotu terkejut, mulut gua itu tersumbat batu
besar sebanyak itu, mengapa bisa dibobolkan seketika. Cepat
mereka menerjang maju dengan senjata masing-masing.
Mendadak Khu Ju-ki berlima mengelak ke samping, serentak
sepuluh tangan mereka bergerak dan menahan di punggung
Darba dan Hotu, begitu terpegang terus di dorong, kontan
kedua orang itu dilemparkan ke dalam Giok-hi-tong.
Padahal kepandaian Darba dan Hotu seimbang dengan
Hek Tay-thong dan Lau Ju-hian, walaupun lebih rendah
daripada Khu Ju-ki dan Ong Ju - it, tapi juga tidak kecundang
hanya dalam satu kali gebrak saja.
Rupanya selama kelima tokoh Coan cin-kau itu bertapa di
dalam Giok-hi-tong untuk mencari ilmu cara mengalahkan
Giok-li-sim-keng dari Ko-bong-pay, selama itu mereka harus
memeras otak dan merenungkan titik-titik kelemahan ilmu
silat Ko-bong-pay itu, namun apa yang pernah mereka lihat
dari permainan Nyo Ko dan Siao - liong - li itu ternyata
teramat hebat, setiap jurusnya seakan-akan merupakan maut
bagi ilmu silat Coan-cin-pay, jadi tidak mungkin di temukan
lubang kelemahannya.
Tapi akhirnya Khu Ju-ki menemukan satu jalan, kalau
kalah dalam hal kebagusan jurus serangan, kelemahan ini
harus ditambal dengan tenaga gabungan lima orang. Maka
langkah pertama yang mereka latih adalah cara menyerang
musuh secara serentak dengan tenaga gabungan mereka.
Karena menyadari di antara anak murid Coan-cin-kau
sekarang tiada tokoh yang menonjol, hanya dengan tenaga
orang banyaklah mungkin bisa bertahan, maka selama lebih
Tiraikasih Website http://cerita-silat.com/cc
sebulan ini mereka berhasil menciptakan satu jurus yang
disebut "Pek-joan-hui-hay" (beratus sungai mengalir ke laut)
Waktu Kim-lun Hoat-ong bersama kawanan Busu Mongol
menyumbat gua, jurus Pek-joan-hui-hay itu sedang terlatih
sampai titik yang menentukan dalam keadaan begitu
sedikitpun pikiran mereka tidak boleh terpencar, karena itulah
meski tahu jelas musuh sedang menyerang, terpaksa mereka
tidak menggubris.
Baru sesudah latihan mereka telah sampai pada
puncaknya, segala sesuatu sudah lancar, mendadak barulah
mereka membobol mulut gua dan keluar, Cuma sayang,
karena ter-buru-buru menghadapi musuh, kekuatan ilmu
mereka itu baru mencapai delapan bagian saja, walaupun
begitu juga Darba dan Hotu tidak dapat menahannya, mereka
kena dilemparkan ke dalam gua dan terbanting semaput
Waktu Khu Ju-ki memandang ke sana, ter-tampak Kim-lun
Hoat-ong berempat sedang mengerubuti Siao-liong-li. Hanya
sebentar saja mereka mengikuti pertarungan itu, segera
mereka saling pandang dengan wajah pucat dan semangat
lesu, pikir mereka: "Sungguh celaka, kiranya ilmu silat Kobong-
pay sedemikian bagusnya, untuk mengalahkannya jelas
tiada harapan selama hidup ini."
Kepandaian Kim-lun Hoat-ong berempat jauh lebih tinggi
daripada kelima tokoh utama Coan-cin kau ini, menurut
penilaian Khu Ju-ki, kalau mendiang gurunya masih hidup
tentu dapat mengungguli mereka, Ciu-susiok (maksudnya Ciu
Pek-thong) mungkin juga lebih tinggi setingkat daripada
mereka tapi kalau sekaligus dikeroyok empat orang ini, besal
kemungkinan juga sukar menandingi mereka.
Tiraikasih Website http://cerita-silat.com/cc
Dalam pada itu pertarungan di tengah kalangan telah
berubah lagi keadaan nya, Siao-liong-li terus menyerang, tapi
Kim-Iun Hoat-ong berempat bertahan dengan rapat dan
jarang balas menyerang, namun setindak demi setindak
mereka terus mendesak maju sehingga semakin tidak
menguntungkan Siao-liong-Ii.
Beberapakali Siao-liong-Ii bermaksud menjebol kepungan
musuh, namun penjagaan Hoat-ong berempat sangat rapat,
setiap kali selalu dipaksa mundur lagi, ia menyadari gelagat
jelek, apalagi tenaga sendiri juga semakin berkurang setelah
bertempur sekian lama, sedangkan Khu-Ju-ki berlima
dilihatnya juga sudah berada di samping, kini di sekelilingnya
adalah musuh semua, sedangkan ia cuma sendirian, jiwanya
mungkin akan melayang di tempat orang Coan-cin-kau ini.
Dalam keadaan demikian tiba-tiba terpikir olehnya: "Begini
sudah nasibku, biarpun mati juga tidak perlu disayangkan lagi,
Cuma... cuma dekat ajalku ini betapapun aku ingin dapat
melihat muka Ko-ji untuk penghabisan kalinya. Dimanakah dia
saat ini? Ah, besar kemungkinan dia sedang ber-mesra2an
dengan nona Kwe, mereka tentu sedang dimabuk cinta, bisa
jadi mereka sudah menikah, sebagai pengantin baru mana dia
ingat kepada perempuan bernasib malang yang sedang
dikerubut orang ini? Akan tetapi..."
"Ah, tidak, tidak! Ko-ji pasti takkan begitu, sekalipun dia
sudah menikah dengan nona Kwe juga pasti takkan
melupakan daku, Asalkan aku dapat bertemu sekali lagi
dengan dia, ya, asal dapat bertemu sekali lagi dengan dia..."
Ketika dia meninggalkan Siang-yang dahulu, dia sudah
bertekad takkan menemui Nyo Ko lagi, tapi pada detik yang
menentukan mati-hidupnya sekarang ini hatinya semakin rindu
kepada Nyo Ko, dan begitu hatinya memikirkan Nyo Ko,
seketika daya tempurnya menjadi lemah malah, Mestinya dia
Tiraikasih Website http://cerita-silat.com/cc
dapat memainkan dua pedang dengan cara yang berlainan
dengan kedua tangan, sekarang pikirannya terganggu,
permainan ilmu pedangnya menjadi rada kacau.
Melihat perubahan serangan Siao-liong-li itu, semula Kim
lun Hoat ong mengira si nona sengaja hendak menjebaknya.
Tapi setelah beberapa jurus lagi dan tampaknya Siao-liong-li
tidak menyadari kelemahannya sendiri itu, segera Hoat-ong
melangkah maju, roda perak digunakan menjaga diri dan roda
emas di tangan kanan terus menghantam ke batang pedang
Siao-liong-li, Terdengarlah suara "trang" yang keras, tahu-tahu
pedang kiri si nona mencelat ke udara dan patah menjadi dua.
Sungguh di luar dugaan Hoat-ong bahwa serangan
percobaannya ini membawa hasil, menyusul roda perak di
tangan lain terus mengepruk lagi ke depan, Dalam kagetnya
lekas-lekas Siao-liong-li menenangkan diri "sret-sret-sret",
kontan ia balas menusuk tiga kali, Tapi sekarang ia hanya
menggunakan pedang tunggal, ilmu pedangnya sudah bukan
lagi tandingan Kimlun Hoatong. Tentu saja keadaan ini dapat
dilihat oleh Siau-siang cu bertiga, serentak tiga macam senjata
merekapun menyerang sekaligus.
Siao-liong-Ii hanya tersenyum hambar saja, kini dia tidak
berusaha melawan lagi, sekilas dilihatnya di sebelah sana ada
tetumbuhan bunga mawar yang sedang mekar dengan
indahnya, Tiba-tiba terkekang olehnya dia bersama Nyo Ko
berlatih Giok-Iisim-keng di semak-semak bunga dahulu,
Katanya di dalam hati: "Kalau aku tidak dapat bertemu lagi
dengan Ko-ji, biarlah sebelum mati kukenangkan dia di dalam
hati saja."
Karena itu air mukanya berubah menjadi lembut, seketika
ia tenggelam dalam lamunannya dengan tersenyum simpul.
Tiraikasih Website http://cerita-silat.com/cc
Dengan kepungan mereka yang semakin ciut, sekali
serang mestinya Hoat-ong berempat dapat membinasakan
Siao-liong-li, tapi mendadak mereka melihat sikap si nona
sangat aneh, seperti lupa menghadapi musuh, Keruan Hoatong
berempat terkesiap heran dan mengira lawan memasang
sesuatu perangkap, ketika itu senjata mereka sudah terangkat
dan seketika terhenti di tengah jalan, Tapi sesudah merandek
sejenak, segera ular besi Nimo Singh menghantam pula ke
depan.
Sekonyong-konyong Nimo Singh merasa angin menyambar
dari samping, ada orang menusukkan pedangnya, Cepat ia
membaliki ular besinya untuk menangkis, tapi mengenai
tempat kosong, tahu-tahu sesosok bayangan menyelinap
lewat, kiranya In Ci-peng telah melompat ke depan Siao-liongli
serta menyodorkan pedangnya yang dipegang terbalik, jadi
garan pedang dia sodorkan ke tangan si nona.
Saat itu Siao-liong-li seperti orang linglung yang
memandang tapi tidak melihat, mendengar tapi tidak kerungu,
pertarungan sengit tadi sudah tak dipedulikan lagi, ketika
mendadak terasa tangannya berpegang pedang lagi,
sekenanya ia lantas menggenggam-nya,
Melihat In Ci-peng mendadak menerobos ke tengah
pertempuran antara kelima tokoh kelas wanid itu, tindakan ini
sama saja seperti mencari kematian.
Keruan para Tosu Coan-cin-kau sama menjerit kuatir.
Dari gerakan tubuh Ci-peng segera Hoat-ong tahu ilmu
silatnya tidak tinggi dia tidak ingin mencelakainya, segera ia
menyodok bahu orang dengan sikunya hingga Ci-peng
Tiraikasih Website http://cerita-silat.com/cc
terdorong ke pinggir. Menyusul rodanya terus meagepruk pula
ke muka Siao liong-li.
Ci-peng tergetar ke samping, tapi ia menjadi kuatir melihat
Siao-liong-li yang Iinglung itu terancam oleh hantaman roda
Kim-lun Hoat-ong, kalau saja kena pasti nona itu hancur
binasa. Tanpa pikir lagi ia lantas menubruk maju dan berseru:
"Awas, nona Liong!" - ia mengadang di depannya dan
menggunakan punggung sendiri untuk menyambut hantaman
roda Hoatong itu.
Betapa dahsyatnya hantaman roda Hoat-ong itu tidak
perlu dijelaskan lagi, mana Ci-peng sanggup menahannya?
"Blang", seketika tubuhnya terhuyung ke depan. sementara itu
Siao-liong-li masih termangu-mangu sambit memegangi
pedang yang disodorkan Ci-peng tadi, maka Ci peng yang
menyelonong, ke depan itu tepat menubruk ke ujung pedang
itu sehingga menancap di dadanya.
Siao - liong - li kaget, baru sekarang dia sadar bahwa
jiwanya telah diselamatkan oleh Ci-peng, dilikatnya punggung
Ci-peng terkena hantaman roda, dada tertusuk pedang pula,
semuanya tempat yang mematikan, sesaat itu rasa dendam
kesumatnya yang memenuhi dada serentak berubah menjadi
rasa kasihan, katanya dengan suara tersebut: "Perlu apa kau
bertindak begini?"
Jiwa In Ci-peng sudah hampir tamat, ia menjadi
kegirangan luar biasa ketika mendengar kata. "Perlu apa kau
bertindak demikian? yang diucapkan Siao-liong-li itu, dengan
suara lemah ia menjawab:
"Nona Liong, aku bersalah kepadamu, dosaku tak
terampunkan, apakah kau dapat memaafkan diriku?"
Tiraikasih Website http://cerita-silat.com/cc
Siao-liong-li melenggong sejenak, teringat apa yang
dibicarakan antara Ci-peng dan Ci-keng di tempat Kwe Cing
itu, sekilas timbul pikirannya : "Sebabnya Ko-ji hendak
meninggalkan aku dan bertekad menikah dengan nona Kwe,
tentu disebabkan dia mengetahui aku pernah dinodai oleh
Tosu ini."
Teringat akan hal ini, dari rasa kasihannya tadi seketika
berubah menjadi dendam dan benci, rasa gusarnya lantas
memuncak lagi, tanpa bicara pedangnya terus menikam ke
dada Ci-peng.
Khu Ju-ki menyaksikan Ci-peng tertusuk pedang Siaoliong-
li, tapi ia tak sempat menolongnya, Sekarang dilihatnya
Siao-liong-li menusuk muridnya itu untuk kedua kalinya, tanpa
pikir ia terus melompat maju tangan kiri menyampuk
pergelangan tangan si nona yang sedang menusuk itu, tangan
lain terus mencengkeram ke mukanya pula.
Karena tidak terduga tangan Siao-liong-Ii ter-sampuk
sehingga pedangnya mencelat ke samping, tapi betapa
cepatnya, belum pedang jatuh ke tanah sudah dapat
disambernya kembali, berbareng itu iapun dapat mengelakkan
serangan Khu Ju-ki, pada saat lain pedangnya juga lantas
mengancam dada Khu Juki.
Pada saat itu juga terdengar In Ci-peng menjerit keras,
lalu roboh dengan dada berlumuran darah. sementara itu
pedang Siao-liong-li yang lain juga lantas menusuk ke perut
Khu Ju-ki.
Sekaligus diserang dengan dua pedang, betapapun hebat
kepandaian Khu Ju-ki juga kerepotan dan sukar
menangkisnya. Syukur Ong Juit dan lain-lain lantai menubruk
Tiraikasih Website http://cerita-silat.com/cc
maju untuk membantu, dengan demikian Kim-lun Hoat-ong
berempat berbalik terdesak keluar kalangan.
Semula Hoat-ong rada heran melihat tokoh-tokoh Coancin-
kau itu melabrak Siao-liong-li, tapi mengingat-hal ini
sangat menguntungkan pihaknya, segera ia memberi tanda
kepada kawan-kawannya, mereka sama mundur untuk
menyaksikan pertarungan sengit itu.
Betapapun hebat kepandaian kelima tokon Coan-cin- pay
itu ternyata tidak lebih lihay daripada ilmu pedang Siao liong
li, jurus "Pek joan-hui-hay" hasil pemikiran mereka selama
sebulan ini ternyata tidak sempat dikeluarkan mereka.
sebaliknya dalam sekejap saja Hek Tay-thong dan Lau Ju-hian
malah kena dilukai, namun mereka masih terus bertempur
mati-matian. Scjenak kemudian, "cret" bahu Sun Put-ji juga
terluka oleh pedang Siao-liong-Ii, habis itu malahan mata kiri
Ong Ju-it juga kena dilukai.
Lima tokoh Coan-cin-pay kini sudah terluka empat, kalahmenang
sudah jelas kelihatan. Dengan tertawa Kim lun Hoatong
lantas berseru: "Para To-heng silakan mundur saja, biar
kubereskan Suu-yati-li (perempuan siluman cilik) ini,"
Segera Hoat-ong memberi tanda kepada kawannya,
serentak mereka mengerubut maju dengan senjata masingmasing.
Maka jadilah kini sembilan tokoh terkemuka
mengeroyok seorang nona jelita.
Begitu Hoat-ong berempat maju, segera Khu Ju-ki berlima
terlepas dan tekanan pedang Siao liong-li, sambil berteriak
mereka lantas berdiri sejajar sambil tangan berpegangan
tangan, tenaga lima orang lantas dipersatukan untuk
menggunakan jurus "Pek-joan-hui-hay" itu.
Tiraikasih Website http://cerita-silat.com/cc
Jurus serangan ini memang lain daripada lain
kekuatannya, cepat Siao-liong-li mengegos ke samping,
"Blang", debu pasir bertebaran kiranya serangan Coan-cinngo-
cu (lima tokoh Coan-cin) itu telah mengenai Nimo Singh
sehingga terjungkal
Sebagaimana diketahui, kedua kaki Nimo Singh buntung
dan berdiri dengan tongkat menyerupai kaki palsu, dengan
sendirinya bagian kaki itu tidak kuat dan tidak tahan oleh
hantaman keras itu, Untung dia sempat mengelakkan tenaga
pukulan dahsyat itu, meski terbanting jatuh, tapi tidak sampai
terluka, segera ia dapat melompat bangun dian berkaok-kaok
murka, segera ular besinya mengepruk ke kepala Lau Ju-hian,
seketika terjadi pula pertempuran sengit
Melihat Nimo Singh bertempur dengan Coan-cin-ngo-cu,
segera kesempatan itu hendak digunakan Siao-liong-li untuk
angkat kaki. Tapi sebelum ia melangkah pergi, tiba-tiba Kim-
Iun Hoat-ong telah mengadangnya sambil berseru: "Saudara
Singh, hadapi Siau-yau-li ini lebih penting!"
Namun Nimo Singh sudah murka, teriakan Hoat ong itu
tak digubrisnya, ular besinya berputar lebih kencang
serangannya seiafu ditujukan kepada Coan cin-ogo-cu. Karena
perubahan keadaan ini, kedua pedang Siao-liong-li sempat
melancarkan serangan, beberapa kali terhadap Kim-lun Hoatong,
sendirian Hoat-ong bukan tandingan nona, terpaksa ia
mundur dua-tiga tindak.
Pada saat itulah mendadak Siao-liong-li menjerit tajam
dengan wajah pucat, kedua pedangnya lantas terlepas jatuh
pula ke tanah sambil memandang terkesima ke arah semaksemak
bunga mawar di sebelah sana, mulutnya berkomatkamit:
"Ko-ji! Apakah betul kau, Ko-ji?"
Tiraikasih Website http://cerita-silat.com/cc
Hampir bersamaan saatnya roda emas Kim-un Hoat-ong
juga menghantam dari depan, sedangkan jurus "Pek-joan-huihay"
yang dikerahkan Coan-cin ngo-cu juga menghantam dari
belakang. serangan tokoh-tokoh Coan-cin-pay ini sebenarnya
ditujukan kepada Nimo Singh, tapi si Hindu cebol ini rupanya
sudah kapok dan tak berani menangkisnya, cepat ia mengelak
sehingga tenaga pukulan dahsyat itu hampir seluruhnya
mengenai punggung Siao-liong-li.
Ternyata Siao-liong-li seperti orang linglung saja sama
sekali ia tidak berusaha menghindar jadinya punggung terkena
pukulan dahsyat, dada juga terhantam roda, tubuh lemah
lunglai seorang nona jelita sekaligus menerima gencetan dua
tenaga dahsyat namun begitu pandangannya masih saja tetap
terarah ke semak-semak bunga mawar sana, dalam sekejap
itu pikirannya melayang dan jiwanya ter-guncang, gencetan
dua tenaga raksasa itu seakan-akan tak dirasakan olehnya.
Karena terpengaruh oleh sorot mata si nona tanpa terasa
semua orang juga berpaling ke arah semak-semak bunga
mawar dan ingin tahu keanehan apa yang menarik perhatian
Siao-liong-li sehingga tidak menghiraukan jiwanya sendiri. Dan
baru saja semua orang berpaling, sekonyong-konyong sesosok
bayangan orang berkelebat dari semak-semak sana
menerobos ke tengah-tengah Kim-lun Hoat-ong dan Coan-cinngo-
cu.
"trang" pedang dibuang ke tanah, tangan orang itu
melayang ke semak-semak sana dan duduk dibawah pohon, di
tepi semak-semak bunga mawar sambil memeluk Siao-liong-li.
Orang ini ternyata betul Kyo Ko adanya!
Tiraikasih Website http://cerita-silat.com/cc
Siao-liong-Ii tertawa manis tapi air mata lantas berlinang,
katanya: "Oh, Ko-ji, betulkah kau ini? Bukan sedang mimpi?"
Nyo Ko menunduk kepalanya dan mencium pipi si nona,
lalu menjawab dengan suara halus : "Bukan, bukan mimpi!
Bukankah kau berada dalam pelukanku?" Ketika melihat baju
si nona berlepotan darah, ia menjadi terkejut dan berseru
kuatir: "He, lukamu parah tidak?"
Setelah terkena hantaman dahsyat dari muka belakang,
ketika mendadak melihat Nyo Ko muncul di situ, Siao-liong-li
lupa rasa sakitnya, tapi sekarang lantas terasa isi perutnya
seakan-akan berjungkir balik, ia merangkul kencang leher Nyo
Ko dan berkata: "Aku... aku...." saking sakitnya ia tidak
sanggup melanjutkan lagi.
Melihat keadaan begitu, Nyo Ko merasa ikut menderita,
dengan suara pelahan ia berkata: "Kokoh, kedatanganku ini
ternyata terlambat sedikit!"
"Tidak, tidak, kau datang tepat pada waktu-nya!" ujar
Siao-liong-li lemah. "Tadinya kukira selama hidup ini takdapat
bertemu lagi dengan engkau."
Sekonyong-konyong ia merasa menggigil, lapat-lapat
terasa sukma seakan-akan meninggalkan raganya, tangannya
yang merangkul Nyo Ko perlahan-lahan juga melemah, Katanya
pula dengan lirih "Ko-ji, peluklah aku!"
Nyo Ko mengencangkan tangan kirinya dan mendekap
Siao-liong-li di depan dadanya, macam-macam pikiran
berkecamuk air matapun bercucuran dan menetes di atas pipi
si nona.
Tiraikasih Website http://cerita-silat.com/cc
"Kuingin kau mendekap aku, memeluk dengan kedua
tanganmu!" pinta Siao-liong-Ii. Tapi segera dilihatnya lengan
baju kanan anak muda itu kempis tak berisi, keadaannya luar
biasa, seketika ia menjerit kaget: "He, Koji kenapa lengan
kananmu?"
Nyo Ko menggeleng dengan tersenyum getir, jawabnya
dengan lirih: "Jangan pikirkan diriku, lekas pejamkan matamu
dan jangan menggunakan tenaga, biar kubantu
menyembuhkan lukamu."
"Tidak!" jawab Siao liong-li. "Kenapa lengan kananmu itu?
Mengapa tidak ada lagi? Mengapa?"
Meski jiwanya sendiri sedang bergulat dengan maut, tapi
sedikitpun ia tidak memikirkannya dan justeru ingin tahu
sebab apa Nyo Ko kehilangan sebelah lengannya, soalnya
dalam hatinya anak muda yang cakap ini betapapun jauh lebih
penting daripada dirinya sendiri, segenap pikiran dan
perhatiannya dicurahkan untuk menjaga kepentingannya.
Hal ini sudah terjadi sejak mereka tinggal bersama di
kuburan kuno itu, cuma waktu itu Siao-Iiong-li tidak
menyadari bahwa inilah cinta kasih, Nyo Ko sendiri juga tidak
tahu. Mereka merasa kasih sayang antara mereka itu adalah
kewajiban yang layak antara guru dan murid. Jadi sebenarnya
keduanya sudah lama cinta mencintai di luar tahu mereka
sendiri.
Maka sekarang setelah mereka menyadari betapa cinta
kasih antara mereka, betapapun mereka tidak ingin hidup
sendirian tanpa didampingi kekasihnya, jiwa kekasih menjadi
beribu kali lebih penting daripada jiwa sendiri.
Tiraikasih Website http://cerita-silat.com/cc
Bagi Siao-liong-li, sebelah lengan Nyo Ko itu jauh lebih
penting daripada soal jiwanya masih dapat hidup atau tidak,
sebab itulah ia berkeras ingin tahu. Dengan pelahan ia meraba
lengan baju anak muda itu, dengan pelahan, dan benar saja di
dalam lengan baju memang kosong tak berisi.
Seketika ia melupakan keadaan sendiri yang parah itu,
hatinya penuh rasa kasih sayang dan haru, dengan suara
lembut ia berkata: "O, Ko-ji yang malang! Apakah sudah lama
kehilangan lenganmu ini? Apakah sekarang masih sakit?"
Nyo Ko menggeleng dan menjawab: "Sudah tidak sakit
lagi. Asalkan kudapat bertemu lagi dengan engkau dan takkan
berpisah selamanya dengan kau, apa artinya kehilangan
sebelah lengan bagiku? Bukankah dengan lengan kiri saja
akupun dapat memeluk kau?"
Siao-liong-li tersenyum kecil, ia merasa ucapan Nyo Ko
sangat tepat, berbaring dalam pangkuan anak muda itu, meski
hanya lengan kiri saja yang merangkulnya juga terasa puas
dan bahagia, Tadinya dia cuma berharap sebelum ajalnya
dapat bertemu sekali lagi dengan Nyo Ko, sekarang
keinginannya itu sudah terkabul, bahkan saling mendekap,
sungguh bahagia melebihi harapannya.
Di sebelah lain Kim-lun Hpat-ong, Siau-siang cu, In Kik-si,
Nimo Singh, Coan-cin-ngo-cu, para Tosu dan kawanan Busu
Mongol, semuanya terdiam dan melongo memandangi
sepasang kekasih ini. sesaat itu tiada seorangpun yang ingin
menyerang mereka atau boleh dikatakan juga tiada
seorangpun yang berani menyerang mereka.
Meski dirubung oleh orang sebanyak itu, tapi bagi Nyo Ko
dan Siao-Iiong-Hi seakan-akan dunia ini mereka punya dan
tiada orang lain di sekitar mereka.
Tiraikasih Website http://cerita-silat.com/cc
Cinta sejati, cinta yang murni, cinta yang mencapai
puncaknya, bukan saja kaya miskin, pangkat atau hidup
mewah sama sekali tak terpikir oleh mereka, bahkan mati atau
hidup juga bukan soal bagi bagi mereka.
Kalau Nyo Ko dan Siao-liong-li tidak memikirkan soal mati
atau hidup lagi, maka biarpun semua tokoh disekelilingnya itu
menyerang serentak, bagi mereka juga tidak lebih hanya mati
belaka dan seorang hanya mati sekali.
Sudah tentu Kim-Iun Hoat-ong dan lain-lain tidak takut
kepada Nyo Ko berdua, mereka cuma merasa heran dan luar
biasa, jelas Siao-liong-Ii terluka parah sebelah lengan Nyo Ko
sudah buntung, mereka pasti takkan sanggup melawan lagi,
tapi kedua muda-mudi itu sedang asyik-masyuk dibuai cinta
dengan sendirinya timbul semacam hawa keangkeran yang
membuat orang lain, tak berani menindaknya secara
sembarangan.
Akhirnya Siao-liong-li bertanya pula: "Sebab apakah
lenganmu buntung? Lekas katakan padaku."
Apa yang menyebabkan buntungnya lengan kanan Nyo Ko itu?
Dapatkah jiwa Siao-liong-li diselamatkan dan dengan cara
bagaimana Nyo Ko mengalahkan musuh-musuhnya?
(Bacalah jilid ke - 40)
Jilid 40
Dengan tersenyum getir Nyo Ko menjawab: "Lengan
buntung, dengan sendirinya lantaran di-tabas orang."
Tiraikasih Website http://cerita-silat.com/cc
Siao-Iiong li memandanginya dengan perasaan pedih,
tiada hasratnya buat bertanya lagi siapa yang mengutungi
tangan sang kekasih, kalau bernasib jelek, siapapun yang
melakukannya kan sama saja.
Dalam pada itu luka di dada dan punggungnya terasa sakit
luar biasa, ia tahu jiwanya tak bisa tahan lama lagi, dengan
suara pelahan ia berkata: "Ko-ji, aku ingin memohon sesuatu
padamu."
"Kokoh, masakah kau sudah lupa, ketika kita berdiam di
kuburan kuno kan sudah pernah kusanggupi kau bahwa apa
yang kau ingin kulakukan bagimu pasti akan kulaksanakan,"
jawab Nyo Ko.
"Ya, itu sudah lama berselang!" ujar Siao-liong-li sambil
menghela napas panjang.
"Tapi bagiku selamanya tetap begitu," jawab Nyo Ko
tegas.
Siao liong-li tersenyum pedih, katanya pula dengan lirih:
"Hidupku takkan lama lagi, kuingin kau mendampingi aku,
menunggui aku dan memandangi aku hingga kumati, jangan
kau tinggal pergi mendampingi nonamu si Kwe Hu itu."
Hati Nyo Ko menjadi berduka dan mendadak merasa
gemas pula, jawabnya: "Kokoh, sudah tentu aku akan
mendampingi kau, Nona Kwe itu ada sangkut-paut apa
denganku? Justeru dia yang menabas kutung lenganku ini!"
"Hah, dia. dia yang melakukan?" Siao liong li menegas
dengan kaget "Mengapa dia begitu keji? Apakah.... apakah
disebabkan kau tidak suka padanya?"
Tiraikasih Website http://cerita-silat.com/cc
"Kita berdua begini baik, mengapa engkau meragukan
diriku?" kata Nyo Ko. "Selain kau, selamanya belum pernah
kucintai gadis lain, Tentang nona Kwe ini, hm...." tapi sebelum
Siao-Iiong li mendengar ucapannya ini, dia sudah pingsan
dalam pangkuan Nyo Ko.
Lengan kanan Nyo Ko itu memang betul ditabas kutung
oleh Kwe Hu. sebagaimana sudah diceritakan waktu kedua
orang bertengkar selagi Nyo Ko masih berbaring di tempat
tidurnya karena belum sembuh dari lukanya, saking gusarnya
Kwe Hu telah samber Ci-wi-kiam, pedang lemas yang terletak
di meja terus ditabaskan tanpa pikir.
Dalam keadaan kepepet, sekenanya Nyo Ko rampas Siokli-
kiam yang dibawa ke situ oleh Kwe Hu itu untuk menangkis.
Tapi pedang yang dipegang Kwe Hu itu adalah senjata maha
tajam dan sangat berat, yaitu pedang yang pernah digunakan
mendiang Tokko Kiu-pay untuk malang melintang di dunia
Kangouw tanpa ketemu tandingan walaupun Siok ii-kiam juga
tergolong pedang mestika, tapi tetap tertabas kutung oleh
pedang Kwe Hu itu.
Malahan saking gemasnya si nona menabas sehingga
sukar baginya untuk menahan lajunya pedang, tahu-tahu
sebelah lengan Nyo Ko juga ikut tertabas kutung.
Sama sekali tak terduga bahwa serangan itu akan
mendatangkan akibat sehebat itu, kalau Nyo Ko kaget dan
gusar, tak terkatakan, Kwe Hu juga melongo kesima, ia
menyadari telah berbuat sesuatu kesalahan yang sukar
diperbaiki lagi. Dilihatnya darah segar terus merembes-dari
lengan Nyo Ko yang sudah buntung itu, ia menjadi bingung
dan tidak tahu apalagi yang harus dilakukannya.
Tiraikasih Website http://cerita-silat.com/cc
Selang sejenak mendadak ia menjerit dan menangis terus
berlari keluar sambil menutupi mukanya,
Setelah bingung sejenak, segera pula Nyo Ko dapat
menenangkan diri, cepat ia menggunakan tangan kiri untuk
menutuk Ko-cing-hiat di bahu kanan sendiri dan merobek kain
seperei untuk membalut lengan buntung itu agar darah tidak
keluar lebih banyak, kemudian ia bubuhi obat luka pula, ia
pikir dirinya tidak dapat tinggal lebih lama lagi di situ dan
harus lekas pergi. pelahan ia berjalan beberapa langkah
sambil berpegangan dinding, tapi lantaran terlalu banyak
kehilangan darah, mendadak pandangannya menjadi gelap
dan hampir saja jatuh pingsan.
Pada saat itulah didengarnya suara Kwe Cing sedang
berteriak: "Lekas, lekas! Bagaimana keadaannya? Darahnya
sudah mampet belum?" Nada suaranya penuh rasa kuatir dan
cemas,
Nyo Ko tahu sang paman yang belum sehat itu sengaja
datang buat menjenguknya, tiba-tiba timbul pikirannya untuk
tidak menemui Kwe Cing lagi. Maka sekuatnya ia
mengumpulkan tenaga terus menerjang keluar kamar.
Kwe Cing sendiri waktu itu belum sehat, ketika tiba-tiba
Kwe Hu datang memberi tahu dengan menangis bahwa nona
itu telah menguntungkan lengan Nyo Ko, Kwe Cing menjadi
kaget, cepat ia samber palang pintu untuk digunakan sebagai
tongkat sambil menahan rasa sakit ia memburu ke kamar Nyo
Ko. Tapi sebelum masuk kamar, mendadak dilihatnya Nyo Ko
berlari keluar dengan berlumuran darah.
Tanpa menoleh Nyo Ko terus berlari keluar rumah, ia
cemplak ke atas kuda yang tertambat di depan rumah terus
dilarikan ke pintu gerbang benteng, penjaga pintu benteng
Tiraikasih Website http://cerita-silat.com/cc
pernah menyaksikan Nyo Ko dengan tangkasnya
menyelamatkan Kwe Cing dari serangan pasukan mongol,
maka ia tidak berani merintanginya walaupun melihat sikap
anak muda itu rada aneh segera ia membukakan pintu
gerbang dan membiarkan Nyo Ko pergi.
Sementara itu pasukan Mongol sudah mundur beberapa
puluh li jauhnya dari benteng Siangyang, Nyo Ko tidak
mengambil jalan raya melainkan melarikan kudanya ke jalan
kecil yang sepi. ia membatin. "Racun bunga cinta yang
mengeram di dalam diriku ternyata tidak mematikan aku
meski -sudah lewat batas waktunya, bisa jadi seperti apa yang
dikatakan paderi sakti Than-tiok itu bahwa racun bunga cinta
mungkin dikalahkan oleh racun jarum berbisa milik Li Bok-chiu
yang kuisap itu sehingga jiwaku malah tertolong.
Dalam keadaan terluka parah seperti sekarang ini, kalau
kucari Kokoh ke Cong-lam-san yang jauh itu pasti tidak tahan,
apakah memang sudah ditakdirkan jiwaku harus melayang di
tengah perjalanan begini?"
Teringat kepada nasib sendiri yang kenyang duka derita,
kecuali hidup tenteram bersama Siao liong-li di kuburan kuno
itu boleh dikatakan jarang hidup dalam keadaan gembira,
sekarang jiwanya sudah dekat ajalnya, satu-satunya orang
yang dikasihinya di dunia ini sekarang juga sudah pergi,
malahan anggota badannya dibikin cacat orang pula, terpikir
semua ini, tanpa terasa air matanya lantai bercucuran.
Dia mendekap di atas kuda dalam keadaan sadar-taksadar
ia terus melarikan kudanya kedepan, yang dia harap
asalkan tidak ditemukan Kwe Cing dan tidak kepergok
pasukan Mongol, maka ke manapun tak menjadi soal baginya.
Tiraikasih Website http://cerita-silat.com/cc
Karena itu tanpa-sengaja dia telah menuju ke lembah
sunyi, di sana kemarin malam baru saja terjadi perkelahiannya
dengan kedua saudara Bu.
Sementara itu hari sudah gelap, sekeliling sunyi senyap
dan semak-semak rumput belaka, ia pikir di sekitar situ pasti
tiada orang lain, segera ia turun dari kudanya terus
merebahkan diri, ia sudah tidak memikirkan mati hidupnya
lagi, kemungkinan di serang binatang buas atau digigit ular
berbisa juga tak dihiraukannya, terus saja ia tertidur.
Akan tetapi sampai tengah malam ia sudah terjaga karena
kesakitan pada lukanya dan tak dapat pulas lagi. Paginya
waktu ia berbangkit terlihat di sisi tempat berbaringnya itu ada
dua ekor kelabang besar menggeletak kaku di situ, badan
kelabang2 itu loreng merah hitam dan sangat menyeramkan
dengan kepala berlepotan darah.
Nyo Ko terkejut, dilihatnya pula di samping kedua bangkai
kelabang itu ada bekas lumuran darah. setelah dipikir sejenak,
tahulah dia akan persoalannya. Rupanya darah itu merembes
keluar dari lukanya waktu dia tidur tadi, sedangkan dalam
darahnya itu mengandung kadar racun bunga cinta, kedua
ekor kelabang itu mati oleh darah beracun itu.
Nyo Ko menyeringai sendiri, tak terpikir olehnya bahwa
darahnya ternyata jauh lebih berbisa daripada binatang
sehingga kelabangpun tidak tahan. Hatinya terasa pedih, duka
dan penasaran tak terlampiaskan, ia menengadah dan tertawa
keras-keras...
Tiba terdengar suara burung berkotek di atas bukit sana,
waktu ia memandang ke sana, terlihat si rajawali raksasa
Tiraikasih Website http://cerita-silat.com/cc
tempo hari itu berdiri di puncak bukit dengan bersitegang
leher dan membusungkan dada, meski tampang burung itu
jelek dan menakutkan, tapi juga membawa kegagahannya
yang berwibawa.
Nyo-Ko sangat girang, seperti bertemu dengan kenalan
lama saja ia lantas berteriak: "He, kakak rajawali kita bertemu
pula di sini"
"Rajawali itu berbunyi panjang satu kali terus menerjang
turun dari bukit itu. Karena badannya besar dan kuat
sayapnya pendek, bulunya jarang-jarang, maka rajawali itu
tidak dapat terbang, tapi larinya sangat cepat melebihi kuda,
dalam sekejap saja ia sudah berada di samping Nyo Ko.
Ketika melihat sebelah lengan anak muda itu buntung,
dengan mata tak berkedip burung itu memandanginya saakan2
heran.
"Tiau-heng (kakak rajawali), aku sedang tertimpa malang
maka sengaja datang ke sini mencari kau," kata Nyo Ko
dengan menyeringai.
Entah rajawali itu paham ucapannya tidak, yang jelas
burung itu tampak manggut-manggut, lalu memutar tubuh
dan melangkah ke sana, Segera Nyo Ko menuntun kudanya
dan mengintil dari belakang.
Tapi baru beberapa langkah saja, mendadak raja wali sakti
itu membalik, sekonyong-konyong sebelah sayapnya menjulur
dan "bluk", dengan keras sayapnya menyabet punggung kuda.
Betapa hebat tenaga hantaman sayapnya itu, tanpa
ampun kuda itu meringkik terus roboh terkulai tak bernyawa
lagi.
Tiraikasih Website http://cerita-silat.com/cc
"Ya, benar, kalau aku sudah berada di tempat Tiau-heng
tentu tidak perlu pergi lagi dan apa gunanya kuda ini?" ujar
Nyo Ko.
BegituIah Nyo Ko lantas mengikuti lagi rajawali itu, Tidak
lama sampailah mereka di gua tempat menyepi Tokko Kiu-pay
dahulu, Melihat makam batu itu, menjadi sangat terharu,
tokoh maha sakti yang tiada ketemukan tandingan semasa
hidupnya itu akhirnya toh meninggal juga di lembah sunyi ini.
Melihat tingkah lakunya ini, tentu ilmu silatnya maha tinggi
dan wataknya menjadi nyentrik dan sukar bergaul dengan
orang lain, makanya lantas menyepi bersama rajawali sakti ini.
Cuma sayang rajawali ini meski cerdik, tapi tak dapat bicara
sehingga sukar diketahui kisah hidup Tokko Kiu-pay yang pasti
sangat menarik itu.
Selagi Nyo Ko duduk termenung di dalam gua, sementara
itu rajawali itu telah datang dari luar gua dengan membawa
dua ekor kelinci. Cepat Nyo Ko membuat api untuk
memanggang dan dimakan nya dengan kenyang.
Cara begitulah beberapa hari telah berlalu, luka lengan
Nyo Ko yang buntung itu juga mulai merapat, kesehatannya
semakin pulih, Setiap kali terkenang pada Siao-liong-li tentu
dadanya terasa sesak dan sakit, tapi sudah jauh lebih ringan
daripada dulu.
Dasar watak anak muda itu memang suka bergerak
sepanjang hari dia hanya berkawan rajawali itu di pegunungan
yang sunyi, betapapun ia menjadi iseng dan merasa kesepian.
Selang beberapa hari pula, kesehatan Nyo Ko sudah pulih
seluruhnya. Dilihatnya di belakang gua banyak pepohonan
rindang dan pemandangan indah, dalam isengnya ia lantas
Tiraikasih Website http://cerita-silat.com/cc
melangkah ke sana. Kira-kira satu-dua li jauhnya, sampailah
dia di depan sebuah tebing yang sangat curam.
Tebing itu menjulang tinggi sehingga mirip sebuah pintu
angin raksasa, kira-kira tiga puluh meter dibagian tengah
tebing itu mencuat keluar sepotong batu seluas beberapa
meter persegi sehingga menyerupai panggung terbuka.
Pada batu besar itu santar2 seperti ada ukiran huruf.
Waktu ia mengamati lebih cermat, agaknya kedua huruf itu
berbunyi: "Kiam-bong" (makam pedang)
Nyo Ko menjadi heran, masakah pedang juga dimakamkan
apakah barangkali pedang kesayangan Tokko Kiu-pay itu
patah, lalu ditanam di sini?
Ia coba mendekati tebing itu, dilihatnya dinding batunya
halus licin, sungguh sukar untuk dibayangkan cara bagaimana
orang dahulu itu dapat memanjat ke atas.
Sampai lama sekali ia memandangi panggung batu itu dan
semakin tertarik, ia pikir orang itu juga manusia, mengapa
dapat memanjat ke atas tebing setinggi itu, tentu ada sesuatu
yang aneh dan rahasia.
Setelah diteliti lagi sejenak, tiba-tiba dilihatnya dinding
tebing itu memang ada sesuatu yang menang yaitu tumbuhan
lumut hijau yang berjumlah puluhan rumpun secara lurus dari
bawah ke atas dalam jarak satu-dua meter, Tergerak hati Nyo
Ko. ia coba melompat ke atas, ia meraba rumput lumut hijau
yang paling rendah itu, hasilnya tangannya menggenggam
secomot tanah, jelas lumut itu tumbuh pada sebuah dekukan,
agaknya dicukil oleh senjata tajam oleh Tokko Kiu-pay dahulu,
karena sudah ber-tahun-tahun kena air hujan, sinar matahari,
dekukan itu tertimbun kotoran dan tumbuhan lumut itu.
Tiraikasih Website http://cerita-silat.com/cc
Karena iseng, Nyo Ko menjadi tertarik dan ingin tahu apa
yang terdapat pada makam pedang itu, Cuma sebelah
tangannya buntung, untuk memanjat kurang leluasa. Namun
dia anak muda yang berkemauan keras, segera ia kencangkan
ikat pinggang, ia kumpulkan tenaga dan melompat setingginya
ke atas, begitu sebelah kakinya menginjak dekukan
dinding itu segera melompat lagi ke atas, sebelah kakinya
mendepak tepat pada rumpun lumut tingkat kedua, ternyata
tempatnya lunak, kakinya dapat menghinggap di situ.
Dan begitulah seterusnya ia melompat lebih 20 kali ke atas
dengan menggunakan tangga dekukan dinding itu, namun
akhirnya terasa tenaga mulai lemas, untuk memanjat lebih
tinggi terasa tidak kuat, terpaksa ia merosot ke bawah pula.
Ia lihat sudah tiga perempat anak tangga dekukan dinding
itu dipanjatinya, kalau diulangi lagi sekali pasti akan mencapai
panggung batu itu. Segera ia duduk mengumpulkan tenaga
dalam, sesudah cukup kuat, dengan cara seperti tadi ia
memanjat pula ke atas dan sekaligus panggung batu itu dapat
dicapainya.
Diam-diam Nyo Ko bersyukur bahwa Ginkang sendiri
tenyata tidak berkurang dari pada semula, meski kini
tangannya buntung sebelah, ia lihat di samping kedua hurup
besar "makam pedang" itu ada pula ukiran dua baris tulisan
yang lebih kecil yang berbunyi: "Karena tidak menemukan
tandingan lagi di dunia ini, maka pedangpun kutanam di sini,
Oho, semua pahlawan tak berdaya, pedangpun tiada gunanya
lagi, alangkah sedihnya bagiku"
Heran dan kagum pula Nyo Ko terhadap tokoh sakti itu, ia
merasa Locianpwe itu tentu sangat angkuh dan mengagulkan
Tiraikasih Website http://cerita-silat.com/cc
kemampuannya sendiri. Cuma untuk mencapai tingkatan tiada
tandingan di seluruh dunia, jelas dirinya tidak mampu, apalagi
sekarang sebelah lengan sudah buntung, hal ini jelas tiada
harapan selama-lamanya.
Nyo Ko duduk termenung di situ, sebenarnya pingin sekali
mengetahui bagaimana macamnya senjata yang di makamkan
itu, tapi ia tidak berani merusak petilasan tokoh angkatan tua
itu.
Tiba-tiba terdengar di bawah sana ada suara barang
berkotek, ia coba melongok ke bawah, tertampak rajawali
sakti itu sedang melompat keatas dengan menggunakan
cakarnya yang tajam mencengkeram setiap dekukan dinding
tebing, Meski berat tubuhnya, tapi kakinya sangat kuat, sekali
lompat dapat mencapai beberapa meter tingginya, hanya
sekejap saja ia sudah berada di samping Nyo Ko.
Sesudah celingukan kian kemari sejenak, rajawali itu
manggut-manggut pada Nyo Ko sambil berbunyi beberapa kali
dengan suara yang aneh,
Sudah tentu Nyo Ko melongo bingung karena tidak paham
maksud burung itu.
Setelah berbunyi lagi beberapa kali, lalu rajawali itu
menggunakan cakarnya yang kuat itu untuk mencakar batubatu
di atas makam itu, tiba-tiba timbul pikiran Nyo Ko, ia
menduga di makam pedang itu mungkin tertanam sebangsa
kitab ilmu pedang tinggalan Tokko Kiu-pay yang maha sakti
itu.
Dilihatnya rajawali itu terus mencakar dengan kedua
kakinya, sebentar saja batu itu sudah tersingkir semua dan
tertumpuk lah tiga batang pedang berjajar, di antara pedang
Tiraikasih Website http://cerita-silat.com/cc
pertama dan kedua terselip pula sepotong lapisan batu tipis.
Ketiga pedang dan batu tipis itu terletak berjajar di atas batu
hijau yang cukup besar.
Nyo Ko coba mengangkat pedang pertama di sebelah kiri
itu, dilihatnya di atas batu tempat pedang itu tertaruh ada
terukir sebaris tulisan. Setelah di baca, kiranya cuma catatan
belaka yang menerangkan pedang itu sangat tajam dan
semasa mudanya pernah digunakan untuk menempur jagojago
silat.
Waktu ia mengamat-amati pedang itu panjangnya satu
meteran itu, cahaya hijau tampak gemerdep dan memang
senjata sangat tajam.
Ia coba berjongkok dan memegang batu tipis itu, di atas
batu besar tepat di bawah batu tipis itupun ada ukiran tulisan
yang menjelaskan: "Pedang lemas Ciwi-kiam, digunakan
semasa usia 30-an, salah membunuh orang baik, senjata yang
beralamat jelek, maka kubuang ke jurang sunyi"
Tergetar hati Nyo Ko, ia pikir lengan sendiri justeru
terkutung oleh pedang Ci-wi-kiam itu, rupanya pedang itu
dibuang di jurang sunyi itu oleh Tokko Kiu-pay dan ditelan
oleh ular raksasa, tapi secara kebetulan telah diketemukan
olehnya.
Kalau saja di dunia ini tiada pedang tajam itu, meski dalam
keadaan sakit juga lengannya takkan tertabas kutung oleh
Kwe Hu.
Untuk sejenak ia termangu-mangu, ketika ia angkat juga
pedang kedua, baru saja terangkat sedikit, sekonyongkonyong
terjatuh pula di atas batu hingga menerbitkan suara
keras dan mencipratkan lelatu api, keruan ia terkejut.
Tiraikasih Website http://cerita-silat.com/cc
Padahal pedang itu berwarna gelap kotor dan tiada
sesuatu tanda aneh, namun bobotnya ternyata tidak kepalang
beratnya, panjangnya tiada satu meter, tapi beratnya ada 60-
70 kati, beberapa kali lebih berat daripada senjata panjang
yang biasa digunakan orang di medan perang, ia pikir
mungkin tadi dirinya sendiri belum siap sehingga kurang
kencang memegangi pedang itu.
Segera ia taruh kembali pedang pertama dan batu tipis
tadi, lalu ia angkat lagi pedang yang berat itu.
Karena sudah bersiap, pedang yang beratnya 6070 kati itu
bukan soal lagi baginya, ia lihat ke dua mata pedang itu puntul
semua, malahan ujung pedang berbentuk setengah bundar
dan tidak runcing seperti pedang umumnya, ia menjadi heran,
sudah begitu berat, ujung dan mata pedang juga puntul
segala apa gunanya?
Di atas batu di bawah pedang itupun ada ukiran dua baris
huruf yang artinya menjelaskan pedang puntul dan berat itu
digunakan Tokko Kiu-pay untuk malang melintang di dunia
persilatan pada waktu berusia sekitar 40-an, ia menjadi heran
pula cara bagaimana orang menggunakan pedang seberat itu
dan tidak tajam pula.
Selang sejenak, ia mengambil lagi pedang ke tiga, Sekali
ini dia kecele lagi, Disangkanya pedang itu pasti lebih berat
daripada pedang puntul itu maka sebelumnya ia telah
kumpulkan tenaga untuk mengangkatnya.
Siapa tahu benda yang diangkatnya ternyata enteng sekali
seperti tidak berbobot.
Waktu ia mengamati, kiranya pedang itu terbuat dari kayu,
lantaran sudah terlalu tua, gagang dan batang pedangnya
Tiraikasih Website http://cerita-silat.com/cc
sudah lapuk, batu di bawah, pedang itu juga terukir
keterangan "Setelah berusia 40 tahun, tidak mementingkan
senjata lagi, segala benda dapat kugunakan sebagai pedang,
sejak itu latihanku semakin sempurna, mulai mencapai
tingkatan tanpa pedang melebihi memakai pedang"
Dengan khidmat Nyo Ko meletakkan kembali pedang kayu
itu ke tempat semula, ia sangat gegetun akan ilmu sakti tokoh
Tokko Kiu-pay yang sukar dibayangkan, ia pikir di bawah batu
hijau yang besar itu bisa jadi terpendam benda-benda lain
lagi. Maka se-kuatnya ia eoba menggeser batu itu, namun di
bawah batu bijau itupun cuma batu gunung saja tanpa
sesuatu benda lain, tanpa terasa ia menjadi sangat kecewa.
Mendadak rajawali raksasa itu berbunyi sekali, pedang
puntul yang berat itu tiba-tiba dipatuknya, lalu diangsurkan
kepada Nyo Ko, habis itu ia berkaok dua kali lagi.
"O, kakak rajawali apakah kau ingin menjajal
kepandaianku?" kata Nyo Ko dengan tertawa, "Baiklah,
daripada iseng, bolehlah kita main-main beberapa jurus."
Akan tetapi ia merasa sukar memainkan pedang puntul
yang berat itu, ia lemparkan pedang itu dan menjemput
pedang tajam yang pertama tadi.
Tak terduga, mendadak rajawali sakti menarik sayapnya,
lalu membalik tubuh ke sana tanpa menggubris Nyo Ko lagi,
sikapnya seperti mencemoohkan.
Sebagai anak muda yang cerdik pandai, segera Nyo Ko
tahu maksud rajawali itu, katanya dengan tetawa: "Apakah
kau ingin kugunakan pedang berat itu? Tapi kepandaianku
sangat terbatas, apalagi bergebrak di tempat yang berbahaya
Tiraikasih Website http://cerita-silat.com/cc
ini, tentu aku bukan tandinganmu, untuk ini perlu kau
mengalah sedikit."
Habis berkata ia terus menukar pedang, ia coba
mengerahkan segenap tenaga pada tangan kiri- lalu mulai
menyerang, pedang menusuk pelahan ke depan.
Rajawali itu tidak memutar tubuh lagi, mendadak
sayapnya membentang ke belakang dan tepat menyampuk
pedang, untuk seketika Nyo Ko merasakan arus tenaga yang
maha dahsyat mendesaknya melalui batang pedang sehingga
napasnya terasa sesak.
Keruan Nyo Ko kaget, cepat ia kumpulkan tenaga untuk
melawan "brak", batang pedangnya bergetar seketika
pandangannya terasa gelap dan tak sadarkan diri lagi.
Entah sudah berapa lama barulah ia siuman kembali,
dirasakannya ada bekas cairan dalam mulutnya yang manis2
sedap, agaknya dalam keadaan tak sadar ia telah makan
sesuatu. Waktu ia membuka matanya, kiranya rajawali sakti
itu menggigit satu biji buah warna merah sedang
dilolohkannya, ia coba mengunyahnya, rasanya persis sisa
rasa dalam mulutnya tadi, agaknya sudah beberapa biji buah
semacam itu telah dimakannya tanpa sadar.
Ketika ia coba mengumpulkan tenaga, rasanya pernapasan
sangat lancar dan badan juga segar, cepat ia berbangkit dan
coba mengulur tangan dan gerakkan kaki, rasanya malah lebih
kuat daripada sebeIumnya.
Diam-diam ia heran, pantasnya setelah berkelahi dan
dipukul lawan hingga pingsan, walaupun tidak terluka parah
Tiraikasih Website http://cerita-silat.com/cc
sedikitnya juga akan pegal linu sekian lama, apakah barangkali
buah merah yang dimakannya ini berkhasiat sebagai obat
penyembuh luka serta pemulih tenaga?
Waktu ia jemput lagi pedang puntul itu, rasanya sekarang
terlebih ringan daripada tadi, Pada saat itu juga kembali si
rajawali sakti berkaok lagi satu kali, sayapnya terus menyabet
pula, ia tidak berani menyambutnya, cepat ia mengegos, tapi
burung itu terus mendesak maju dan kedua sayapnya
menampar sekaligus dengan tenaga dahsyat.
Nyo Ko tahu rajawali itu tidak bermaksud jahat padanya,
tapi betapapun baiknya juga tetap binatang, kalau dia
takdapat menahan sabetan sayapnya, bukankah jiwanya bisa
melayang secara konyol? Karena itu cepat ia mundur lagi dua
tindak dan rasanya dia sudah berada di tepi panggung batu
itu.
Namun rajawali itu sedikitpun tidak kenal ampun,
kepalanya menjulur, paruhnya yang bengkok besar itu malah
terus mematuk kepala Nyo Ko.
Karena sudah kepepet, tiada jalan lain terpaksa Nyo Ko
angkat pedangnya untuk menangkis. "Prak" batang pedang itu
terpatuk dengan tepat, Nyo Ko merasa tangannya tergetar
dan pedang seakan-akan terlepas dari cekalan.
Dilihatnya pula burung raja wali itu pentang sayap kanan
lagi terus menyabet dari samping.
Keruaa Nyo Ko terkejut, cepat ia melompat ke atas dan
melayang lewat di atas kepala rajawali itu, setiba di bagian
dalam panggung batu, kuatir burung itu menyusu ikan
serangan lagi, segera ia memutar pedangnya ke belakang,
Tiraikasih Website http://cerita-silat.com/cc
"brek", dengan tepat pedang beradu pula dengan paruh
rajawali.
Nyo Ko berkeringat dingin karena sempat lolos dari
bahaya, cepat ia berseru: "He, Tiau-heng jangan kau anggap
aku seperti Tokko-tayhiap!"
Rajawali sakti itu berkaok dua kali dan tidak menyerang
pula, sebaliknya Nyo Ko lantas teringat kepada cara
menyerang rajawali itu tadi, burung raksasa itu pernah
mendampingi Tokko Kiu-pay, besar kemungkinan ketika Tokko
Ktu-pay hidup terpencil di pegunungan ini, di waktu latihan
rajawali inilah yang dianggap sebagai lawannya.
Kini Tokko Kiu-pay sudah meninggal, ilmu silatnya yang
maha sakti itu sudah punah, tapi dari burung ini bisa jadi akan
dapat ditemukan bekas-bekas kesaktian tokoh angkatan lalu
itu.
Berpikir demikian, ia menjadi girang dan segera, berseru:
"Tiau-heng, awas seranganku ini!" Begitulah ia lantas
mendahului menyerang malah ke dada rajawali itu, Sudah
tentu burung itu tidak tinggal diam, sayapnya terus balas
menyabet.
Sehari penuh Nyo Ko terus berkutak-kutik dengan rajawali
sakti itu di atas panggung batu, tenaga rajawali itu sungguh
sangat kuat, sekali sayapnya menyabet, seketika berjangkit
angin keras laksana tenaga pukulan beberapa tokoh
terkemuka sekaligus.
Dalam keadaan demikian segala ilmu pedang yang pernah
dipelajari Nyo Ko sama sekali tak dapat dikeluarkan, terpaksa
ia hanya bertahan dan menghindar secara gesit, kalau balas
Tiraikasih Website http://cerita-silat.com/cc
menyerang juga menusuk secara begitu2 saja tanpa sesuatu
perubahan.
Sampai hari sudah gelap, keduanya lantas pulang ke gua.
sepanjang hari Nyo Ko bertempur, mestinya dia merasa lelah,
tapi aneh, sedikitpun dia tidak merasakannya, sebaliknya
terasa lebih segar daripada biasanya, ia pikir mungkin berkat
khasiat buah merah itu.
Esok paginya waktu dia bangun, rajawali sakti itu sudah
membawakan pula beberapa biji buah merah, segera Nyo Ko
memakannya, habis itu ia duduk semadi mengatur
pernapasan, terasa semuanya lancar dan tenaga penuh.
Girang sekali anak muda itu, cepat ia melompat bangun
dan membawa pedang berat itu ke panggung batu itu untuk
berlatih pula dengan si rajawali.
Kalau kemarin terasa sukar memanjat ke atas panggung
itu, sekarang dia membawa pedang seberat berpuluh kati
malah dengan enteng saja dapat naik kesitu, tahulah dia
seharian kemarin tenaganya telah banyak lebih kuat, maka
dalam latihannya dengan rajawali itu sekarang menjadi lebih
tangkas.
Begitulah dia terus berlatih beberapa hari ber turut-urut,
pedang yang tadinya terasa berat itu sekarang sudah mirip
senjata biasa saja, setiap gerak serangannya dapat dilakukan
sesuka hatinya. Dasarnya memang pintar, beberapa bulan
yang lalu iapun sudah menciptakan aliran ilmu silatnya sendiri,
sekarang tenaganya berlipat ganda, setiap hari dia berlatih
dengan rajawali itu dengan menggunakan pedang yang berat,
maka semakin dirasakan ilmu pedang yang dipelajarinya
dahulu terlalu banyak variasinya, terlalu banyak
perubahannya, sekarang dirasakannya setiap jurus
Tiraikasih Website http://cerita-silat.com/cc
serangannya yang tampaknya begitu2 saja tanpa kembangan
justeru lebih sukar ditangkis oleh pihak lawan.
Misalnya pedangnya menusuk lurus ke depan, asalkan
tenaganya maha kuat, maka daya tekanannya menjadi jauh
lebih besar daripada ilmu pedang Coan-cin-pay atau Ko-bongpay
yang banyak variasinya itu. Meski sekarang dia cuma
menggunakan tangan kiri saja, tapi setiap hari dia makan
buah merah yang dibawa si rajawali, maka tanpa terasa
tenaga dalamnya bertambah lipat ganda, hanya beberapa hari
saja dia sudah sanggup melawan tenaga sakti si rajawali yang
luar biasa dahsyatnya itu.
Setelah ilmu silatnya mencapai tingkatan ini, maka dia
seperti berada tinggi di puncak gunung memandang bukitbukit
kecil di bawahnya, kini dia merasakan ilmu silat yang
pernah dipelajarinya dahulu seakan2 sama sekali tiada artinya
lagi.
"Pagi hari ini cuaca mendung, air hujan seperti dituang
dan langit Nyo Ko coba bertanya si rajawali: "Tiau-heng, hujan
sehebat ini, apa kita masih harus berlatih?"
Rajawah itu menggigit ujung bajunya dan diseretnya
berjalan ke arah timur laut, sesudah itu terus mendahului
melangkah ke sana dengan cepat.
Nyo Ko menjadi heran apakah di arah sana ada sesuatu
benda aneh lagi? Dengan membawa pedang berat itu ia lantas
mengikutinya di bawah hujan deras.
Beberapa li sudah mereka tempuh, terdengar suara
gemuruh yang keras, jelas itu suara gemuruhnya air bah.
Tiraikasih Website http://cerita-silat.com/cc
Setelah membelok ke suatu selat gunung, suara gemuruh
air semakin memekak telinga, Terhhat diantara dua puncak
gunung mengalir air terjun laksana naga putih raksasa, air
terjun itu menggerujuk masuk ke sebuah sungai kecil di
bawahnya, di antara air itu terselip pula tangkai kayu dan batu
yang ikut terjun ke sungai dan lenyap terbawa arus dalam
waktu sekejap saja.
Sementara itu hujan semakin lebat pakaian Nyo Ko sudah
basah kuyup, melihat air bah yang semakin gemuruh itu,
diam-diam anak muda itu rada jeri.
Rajawali itu menarik baju Nyo Ko lagi dan mengajaknya ke
tepi sungai kecil itu, melihat gelagatnya, burung itu seperti
menyuruhnya turun ke sungai.
"Untuk apa turun ke situ?" ujar Nyo Ko dengan heran. "Air
bah begini dahsyat, bisa terhanyut."
Tiba-tiba rajawali itu berbunyi satu kali dengan
menegakkan lehernya, lalu dia terjun ke tengah sungai, kedua
kakinya tepat berdiri di atas sepotong batu karang yang
berada di tengah sungai, ketika sayap kirinya menyampuk ke
depan, kontan sebuah batu besar yang terhanyut air bah dari
hulu itu ter-tolak ke atas. Waktu batu itu menerjang tiba lagi
terbawa arus, kembali rajawali menyabet dengan sayapnya
dan batu itu tertolak balik pula.
Begitulah terjadi beberapa kali, batu itu tetap tidak dapat
lewat di samping si rajawali. Ketika untuk sekali lagi batu itu
terhanyut tiba, mendadak rajawali itu menghantam sekuatnya
dengan sayap, batu itu terus mencelat dan jatuh di tepi
Tiraikasih Website http://cerita-silat.com/cc
sungai. Habis itu si rajawali lantas melompat kembali ke
samping Nyo Ko.
Sekarang Nyo Ko dapat menangkap maksud si rajawali, ia
tahu mendiang Tokko Kiu pay pasti sering berlatih pedang di
tengah air bah ini setiap hari hujan. Akan tetapi ia sendiri tidak
mempunyai kemampuan sehebat ini, maka tidak berani
mencobanya.
Selagi sangsi, mendadak si rajawali mengebas pantat Nyo
Ko dengan sayapnya, karena keduanya berdiri sangat dekat,
pula tidak terduga, tanpa ampun tubuh Nyo Ko terus mencelat
ke tengah sungai, Karena sudah telanjur, terpaksa Nyo Ko
mengincar baik-baik dan tancapkan kakinya di atas batu
karang tempat berdiri si rajawali tadi, Begitu kedua kakinya
tergenang air, segera ia diterjang air bah hingga
sempoyongan dan serasa mau terhanyut.
Tiba-tiba terpikir oleh Nyo Ko: "Tokko-locianpwe itu adalah
manusia, akupun manusia, kalau dia sanggup berdiri di sini,
mengapa aku tidak?"
Karena dorongan semangat ini, sekuatnya ia melawan
terjangan air bah, tapi untuk menggunakan pedang buat
menyingkirkan batu yang terbawa arus benar-benar ia tidak
mampu.
Cukup lama Nyo Ko bertahan di tengah damparan air bah
yang kuat hingga tenaganya terasa mulai lemas, segera ia
gunakan pedangnya untuk menahan di batu karang itu terus
melompat ke tepi sungai.
Belum sempat ia mengaso, tahu-tahu sayap si rajawali
telah menyabet pantatnya lagi. Sekali ini Nyo Ko sudah
Tiraikasih Website http://cerita-silat.com/cc
waspada, maka sabetan itu tidak kena, namun terpaksa ia
harus melompat sendiri ke dalam sungai.
Diam-diam ia mengakui rajawali itu benar-benar
merupakan "guru yang keras dan sahabat yang baik", ia pikir
kalau dia mau mendesak aku giat berlatih tanpa kendur
sedikitpun, masakah aku malah tidak mempunyai hasrat ingin
maju dan mengabaikan maksud baiknya?
Segera ia perkuat tenaga kakinya dan berdiri tegak, makin
lama semakin disadarinya cara menggunakan tenaganya,
meski air bah juga semakin deras hingga batas pinggangnya
mulai tergenang, tapi dia malah tambah kuat dan tidak goyah
lagi.
Selang tak lama, air bah semakin membanjir dan mulai
menggenang sampai di dadanya, lalu naik lagi dekat
muIutnya, Bisa-bisa mati tenggelam kalau berdirinya tidak
kukuh, Karena pikiran itu, segera Nyo Ko melompat ke tepi
sungai.
Tak terduga si rajawali yang berjaga di tepi sungai sudah
bersiap juga, begitu melihat Nyo Ko melompat naik, sebelum
kakinya menyentuh tanah, cepat sayapnya menyabet,
terpaksa Nyo Ko menahannya dengan pedang dan dengan
sendirinya pula ia terdorong lagi ke dalam sungai, "plung", ia
kecebur pula ke dalam amukan air bah.
Baru saja kakinya menginjak batu karang di dalam sungai
tadi, terasa air sudah menggenangi kepalanya dan airpun
masuk mulutnya, Kalau dia menyemburkan air dan
mengerahkan tenaga, tentu tenaga kakinya akan berkurang
dan bisa terhanyut oleh arus yang deras itu. Cepat ia berdiri
sekuatnya dengan menahan napas, selang sejenak, ia
menutulkan kedua kakinya dan meloncat ke atas, ia
Tiraikasih Website http://cerita-silat.com/cc
semburkan air yang sudah ditahannya sekian lama itu,
kemudian dia turun lagi ke bawah, sekali ini ia dapat berdiri
dengan kukuh di dalam air dan membiarkan dirinya diamuk
oleh air bah yang dahsyat itu.
Sesudah pikirannya tenang, ia pikir kalau pedang tidak
kugunakan mencungkil batu, tentu akan dipandang hina oleh
si rajawali, Dasar watak Nyo Ko memang suka unggul, biarpun
terhadap seekor burung juga dia tidak mau kehilangan muka,
segera ia bersiap, begitu melihat di antara air bah itu ada
batang kayu atau batu gunung, segera ia menjungkitnya atau
menyampuknya dengan pedang ke bagian hulu.
Di dalam air dengan sendirinya batupun berubah enteng,
pedang pantul itupun jauh lebih enteng karena tersanggah
oleh tekanan air sehingga Nyo Ko dapat memainkannya
dengan leluasa. Begitulah ia terus menyampuk dan
menghantam, ia terus berlatih hingga otot lemas, dan tenaga
habis, kakipun terasa lunglai, dengan begitulah baru ia
melompat ke atas tepi sungai.
Ia kuatir si rajawali akan mendorongnya ke dalam air lagi,
padahal dia sudah lemas betul-betul, kalau tidak mengaso
dulu tentu tidak sanggup menahan damparen air bah yang
dahsyat itu. Benar saja, rajawali itu tidak membolehkan dia
naik, begitu melihat dia melompat keluar dari air, seketika
sayapnya menyabetnya.
"Tiau heng, caramu ini bisa bikin mati aku!" seru Nyo Ko
dan terpaksa menceburkan diri ke dalam sungai lagi, ia berdiri
lagi sejenak dan sungguh-sungguh terasa tidak tahan, tiada
jalan lain kecuali melompat lagi ke atas.
Di lihatnya si rajawali menyabetkan sayapnya lagi, karena
kepepet, terpaksa Nyo Ko balas menusuk dengan pedangnya,
Tiraikasih Website http://cerita-silat.com/cc
setelah tiga gebrakan rajawali itu ternyata dapat didesaknya
mundur setindak.
"Maaf, Tiau-heng!" seru Nyo Ko sambil menusukkan
pedangnya pula. Terdengar suara mendesing ujung
pedangnya, ternyata daya serangannya sudah jauh berbeda
daripada biasanya, Malahan rajawali itupun tidak berani
menangkis lagi, begitu mendekat tusukan Nyo Ko itu, cepat
burung itu melompat mundur.
Tahulah Nyo Ko bahwa selama setengah harian berlatih di
tengah damparan air bah itu, kini tenaga tangan kirinya sudah
tambah kuat, keruan ia kejut2 girang, ia merasa untuk
menumbuhkan tenaganya itu seharusnya diperlukan waktu
sepuluh atau dua puluh hari, ternyata cuma digembleng
setengah hari di dalam air sudah maju sepesat ini, ia pikir
buah merah yang dibawakan si rajawali setiap hari itu pasti
berkhasiat memupuk tenaga dan mengikatkan otot sehingga
tanpa terasa tenaga dalamnya telah tambah sehebat ini.
Begitulah setelah duduk istirahat sejenak di tepi sungai
dan terasa tenaga segera pulih, kini tanpa dipaksa si rajawali
lagi segera ia melompat ke dalam sungai untuk berlatih pula.
Ketika kemudian dia melompat kembali ke atas sungai rajawali
itu sudah tidak nampak di situ dan entah ke mana perginya,
sementara hujan sudah mulai mereda, ia pikir air bah tak lama
lagi pasti juga akan menyurut, kalau datang lagi besok belum
tentu tenaga air akan sekuat ini, mumpung sekarang tidak
terasa telah, ada baiknya kulatih lebih lama lagi Karena pikiran
ini, segera ia melompat pula ke dalam sungai untuk berlatih
Iagi.
Waktu untuk keempat kalinya dia melompat kembali ke
tepi sungai, dilihatnya di situ tertaruh beberapa buah merah,
sungguh ia sangat berterima kasih atas kebaikan rajawali itu.
Tiraikasih Website http://cerita-silat.com/cc
sekaligus ia lantas habiskan buah2 itu, lalu berlatih pedang
pula ke tengah sungai.
Ia terus berlatih hingga jauh malam, aneh juga bukannya
tambah capek, sebaliknya semakin bersemangat dan semakin
kuat, namun air bah sudah mulai surut.
Semalaman ia tidak tidur, ia terus merenungkan hasil
latihannya di dalam sungai itu, sekarang baru di pahaminya
betapa cara memainkan pedangnya dengan berbagai gaya
dan gerakan di dalam air, dengan cara begini ia memainkan
pedangnya maka benda apapun juga pasti akan
dihancurkannya, dan jika sudah begitu, lalu apa gunanya
pedang yang tajam.
BegituIah dari amukan air bah itu Nyo Ko telah berhasil
menyelami teori ilmu pedangnya, ia tahu cara bagaimana
memainkan pedang puntul yang berat itu kini sudah
dikuasainya benar-benar dan tidak perlu dilatih lagi, ia pikir
biarpun Tokko Kiu-pay itu hidup kembali, yang dapat diajarkan
padanya paling-paling juga cuma begini saja.
Tiba-tiba terpikir olehnya apa gunanya dengan ilmu
pedang yang telah dipahaminya kalau saja dia tetap tinggal di
pegunungan sunyi ini? Kalau racun bunga cinta mendadak
kumat dan membinasakannya, bukankah ilmu pedang maha
sakti ini akan lenyap pula dari dunia ini? Teringat begini
seketika terbangkit jiwa kesatriaannya.
"Tidak, aku harus juga meniru Tokko-locianpwe, harus
kugunakan ilmu pedang ini untuk mengalahkan semua jago
silat di dunia ini, dengan begitu barulah aku rela meninggalkan
dunia fana ini," demikian ia menggumam sendiri.
Tiraikasih Website http://cerita-silat.com/cc
Tanpa terasa ia meraba lengan kanan sendiri yang
buntung itu. teringat dendamnya kepada Kwe Hu, tanpa
terasa darahnya bergolak, pikirnya: "Budak ini mengira ayahibunya
berpengaruh dan di segani, sejak dulu juga sudah
memandang hina padaku, Waktu aku mondok di rumahnya
dahulu sudah kenyang aku di hina dan dianiaya, Bahwa aku
berdusta pada kedua saudara Bu sesungguhnya demi
kebaikannya, kalau saja salah seorang kedua Bu itu mati
karena memperebutkan dia, bukankah dia sendiri yang
berdosa? Hm, dia mengutungi lenganku ini selagi aku sakit
dan takbisa mengelakkannya, kalau tidak kubalas sakit hati ini
aku bukan lagi laki-laki sejati."
Selamanya Nyo Ko paling tegas membedakan budi dan
sakit hati, waktu lengannya dibuntungi tempo hari dia terus
sembunyi di lembah sunyi ini untuk merawat lukanya, hal ini
karena terpaksa.
Sekarang luka lengan sudah sembuh, ilmu silatnya berbalik
maju pesat, maka segenap pikirannya sekarang terpusat pada
soal menuntut balas.
Begitulah setelah ambil keputusan, segera ia pulang ke
gua itu dan mohon diri kepada si rajawali dan menyatakan
terima kasihnya atas kebaikan burung itu, bila ada
kesempatan ia menyatakan kelak akan datang lagi, mengenai
pedang puntul yang berat milik Tokko Kiu-pay itu akan
dipinjamnya untuk sementara.
Habis itu ia memberi hormat kepada rajawali itu serta
menyembah di depan makam batu Tokko Kiu-pay, lalu
melangkah pergi. Rajawali itu mengantarkan hingga mulut
lembah barulah berpisah dengan perasaan berat.
Tiraikasih Website http://cerita-silat.com/cc
Pedang puntul itu sangat berat, kalau digantungkan pada
pinggang tentu tali pinggang akan putus seketika, Nyo Ko
mencari tiga utas rotan tua dan dipuntir menjadi tali, ia ikat
pedang itu dan digendongnya di punggung, lalu pergilah dia
ke Siangyang dengan Ginkangnya yang tinggi.
Setiba di luar kota Siangyang, hari dekat magrib, karena
semalaman tidak tidur, ia merasa perlu istirahat dulu untuk
menghadapi pertempuran dahsyat nanti terutama kalau
kepergok tokoh-tokoh semacam Kwe Cing dan Ui Yong.
Segera ia mencari suatu tempat sepi di tanah pekuburan, di
semak-semak rumput yang lebat ia merebahkan diri untuk
tidur.
Waktu ia bangun, ia merasa tenaga cukup segar ia
mencari pula buah2an pula sekedar isi perut, menjelang
tengah malam barulah dia mendekati benteng kota.
Benteng kota Siangyang itu sangat megah dan tinggi,
tempo hari waktu Kim-Iun Hoat-ong dan Li Bok-chiu melompat
turun juga perlu menggunakan tubuh manusia sebagai batu
loncatan, sekarang hendak memanjat ke atas dari luar
benteng tentu juga perbuatan yang tidak mudah.
Waktu masih mengaso di tanah pekuburan tadi Nyo Ko
sudah memikirkan cara melintasi benteng kota, ia pikir cara
bagaimana Tokko-locianpwe memanjat dinding tebing, dengan
cara itu pula aku akan memanjati benteng kota.
Begitulah ia coba mendekati bagian yang sunyi di samping
pintu gerbang timur, dilihatnya perajurit penjaga sedang
berjalan jauh ke sana, segera ia melompat ke atas, dengan
pedang berat itu ia menusuk dinding benteng.
Tiraikasih Website http://cerita-silat.com/cc
Meski ujung pedang itu puntul, tapi tusukannya sangat
kuat, terdengailah suara "brak" yang keras, dinding benteng
yang tersusun dari batu-batu besar itu pecah seketika dan
berlubang.
Nyo Ko tidak menduga tusukannya itu membawa tenaga
sekuat itu, diam-diam ia terkejut sendiri dan bergirang pula,
Waktu ia melompat lagi,ke atas untuk kedua kalinya, sebelah
kakinya lantas berpijak pada lubang dinding benteng itu lalu ia
membuat lubang lagi di bagian atas, sekali ini dia menusuk
dengan pelahan saja agar tidak mengeluarkan suara keras dan
mengejutkan penjaga.
Dengan begitulah setindak demi setindak ia memanjat ke
atas benteng, Kira-kira beberapa meter terakhir, tanpa
membuat lubang lagi ia terus merambat ke atas dengan "Piahou-
yu-jiang-kang" atau ilmu cecak merayap dinding, maka
dengan enteng saja ia sudah berada di atas benteng dan
sembunyi di tempat yang gelap.
Di bagian dalam benteng itu ada undak-undakan batu, ia
menunggu penjaga berjalan lagi ke sana, cepat ia menyelinap
ke bawah dan berlari ke tempat tinggal Kwe Cing.
Sejak makan buah2an merah itu, tenaga dalam Nyo Ko
telah banyak bertambah, sekaligus gerak-geriknya juga lebih
lincah dan gesit, ginkangnya jauh lebih maju daripada dulu.
Tapi diapun tahu ilmu silat Kwe Cing bukan sembarangan
melulu Hang-liong-sip-pat-ciang (pukulan sakti penakluk naga)
saja mungkin tiada tandingannya di seluruh jagat, belum lagi
ketambahan Pak-kau-pang-hoat Ui Yong yang hebat itu.
Tiraikasih Website http://cerita-silat.com/cc
Sebab itulah dia tidak berani sembrono setiba di luar
rumah kediaman keluarga Kwe, perlahan-lahan dan hati-hati
ia melintasi pagar tembok.
Dia cukup lama tinggal di situ, maka seluk-beluk rumah itu
sangat apal baginya, begitu mengitari taman bunga, segera
tertampaklah kamar yang pernah ditinggalinya tempo hari.
Sesudah dekat ia coba pasang kuping, terasa tiada
seorangpun di dalam, pelahan ia menolak pintu dan segera
terbuka, segera ia melangkah ke dalam kamar.
Dia dapat memandang di malam gelap seperti di siang
hari, maka dilihatnya segala sesuatu di dalam kamar itu masih
tetap seperti dulu tanpa perubahan, hanya selimut bantal di
atas ranjang sudah di singkirkan ia duduk di tepi ranjang,
teringat lengan sendiri yang baik-baik itu justeru tertabas di
tempat tidur itu, tanpa tertahan ia menjadi berduka dan
gemas pula.
Nyo Ko dilahirkan dengan tampang cakap, wataknya juga
rada dugal dan sok romantis, meski cintanya kepada Siaoliong-
Ii sangat mendalam dan tak tergoyahkan, namun banyak
perempuan cantik lain juga sama jatuh cinta padanya, seperti
Thia Eng, Liok Bu-siang, Wanyen Peng, Kongsun Lik-oh dan
lain-lain semuanya kesemsem padanya baik secara samarsamar
maupun berterus terang, sekarang dia meraba tangan
sendiri yang sudah buntung itu, ia pikir kalau ketemu lagi
dengan gadis2 jelita itu, dalam pandangan mereka sekarang
dirinya pasti akan berubah menjadi manusia yang harus
dikasihani dan lucu, biarpun tinggi ilmu silatnya, paling-paling
juga cuma makhluk hidup yang aneh saja.
Tiraikasih Website http://cerita-silat.com/cc
Begitulah dalam kegelapan ia duduk termenung pikirannya
timbul tenggelam mengenangkan kejadian-kejadian di masa
lampau.
Pada saat itulah tiba-tiba dari sebelah sana samar-samar
ada suara orang bertengkar jelas itulah suaranya Kwe Cing
dan Ui Yong, Nyo Ko menjadi heran dan ingin tahu apa yang
sedang diributkan suami isteri itu.
Dengan pelahan ia merunduk ke kamar Kwe Cing, dari luar
jendela dapat didengarnya dengan jelas Ui Yong sedang
berkata: "Sudah jelas mereka membawa anak Yang kita ke
Coat-ceng-kok untuk menukar obat penawar racunnya, tapi
kau masih terus bilang Nyo Ko itu adalah anak baik. Belum
ada satu jam orok itu lahir lantas jatuh di tangan mereka, saat
ini masakah jiwanya masih hidup?" Sampai disini, suaranya
terdengar tersendat2 dan menangis.
"Ko-ji pasti bukan manusia begitu," terdengar Kwe Cing
menjawab "Pula dia telah menyelamatkan kita beberapa kali,
andaikan kita gunakan anak Yang untuk menukar jiwanya juga
rela dan ikhlas bagiku."
"Kau rela, aku yang tidak rela " belum habis ucapan Ui
Yong, tiba-tiba terdengar suara tangisan anak bayi, suaranya
keras dan nyaring.
Nyo Ko menjadi heran apakah bayi perempuan itu telah
direbutnya kembali dari tangan Li Bok-caju, tapi mengapa
barusan Ui Yong menyangsikan jiwa bayi itu apakah masih
hidup?
Ia coba mengintip ke dalam kamar melalui celah-celah
jendela, terlihat Ui Yong memondong seorang bayi, karena
muka anak bayi itu menghadap jendela, maka Nyo Ko dapat
Tiraikasih Website http://cerita-silat.com/cc
melihat jelas bayi itu bermuka lebar dan bertelinga besar, kulit
rada ke-hitam-hitaman, jelas bukan bayi perempuan yang
pernah digendongnya itu.
Dalam pada itu terdengar Ui Yong sedang menina
bobokkan bayi itu, lalu berkata "Sepasang anak sebaik ini,
sekarang cuma tinggal adiknya saja, hendaklah kau lekas
berusaha menemukan kakaknya kembali."
Baru sekarang Nyo Ko menyadari duduknya perkara,
kiranya Ui Yong melahirkan anak kembar, bayi yang lahir lebih
dulu adalah perempuan yang sebelumnya sudah disediakan
nama oleh Kwe Cing, yaitu Kwe Yang, kemudian menyusul
lahir pula bayi lelaki yang diberi nama Kwe Be-loh. Ketika bayi
lelaki ini lahir, sementara itu bayi perempuan sudah dibawa
pergi oleh Siao-liong-ii.
Begitulah Kwe Cing sedang mondar mandir di dalam
kamar dan berkata kepada sang isteri: "Yong-ji, biasanya kau
sangat bijaksana mengapa sekarang kau menjadi berpikiran
sesempit ini mengenai urusan kanak-2 suasana sekarang
sangat genting, mana boleh kutinggalkan kota ini hanya
karena seorang bayi?"
"Tapi kuhendak pergi mencari sendiri, kaupun tidak
mengidzinkan!" ujar Ui Yong, "Apakah kita harus membiarkan
jiwa anak kita itu melayang begitu saja?"
"Kesehatanmu belum pulih, mana boleh pergi?" kata Kwe
Cing.
"Habis bagaimana? Sang ayah tidak pedulikan anaknya,
ibunya yang harus menderita, apa boleh buat?" seru Ui Yong
dengan gusar.
Tiraikasih Website http://cerita-silat.com/cc
Biasanya Nyo Ko melihat suami-isteri itu hidup rukun dan
saling mencintai, sekarang keduanya bertengkar dan tidak
mau saling mengalah, jelas keduanya sudah bertengkar
beberapa kali mengenai urusan ini. Kalau Ui Yong bicara
sambil menangis, maka Kwe Cing terus mondar mandir di
dalam kamar dengan muka bersungut.
Selang tak lama Kwe Cing membuka suara pula:
"sekalipun anak itu dapat ditemukan kembali, kalau kau tetap
memanjakan dia seperti anak Hu sehingga bertingkah
semaunya, anak perempuan begitu lebih baik tidak ada."
"Memangnya anak Hu kurang baik apa?" seru Ui Yong.
"Dia sayang pada adiknya sehingga wajar kalau dia
menyerang secara gemas, jika aku, mungkin lengan kiri Nyo
Ko juga sudah kutabas bila dia tidak mengembalikan anakku."
"Kau bilang apa Yong-ji?" bentak Kwe Cing dengan gusar
sambil menggebrak meja, seketika ujung meja sempal
sebagian, Bayi yang tadinya sedang menangis itu lantas
berhenti oleh karena bentakan dan suara gebrakan itu.
Saat itu juga Nyo Ko melihat di jendela sebelah sana ada
berkelebatnya bayangan orang, sambil munduk2 orang itu
terus menyingkir pergi.
Nyo Ko menjadi ingin tahu siapakah orang Kwe Hu.
Dengan Ginkangnya yang tinggi ia coha menguntit
dilihatnya perawakan orang itu tinggi ramping, jelas Kwe Hu
adanya, seketika hati Nyo Ko terbakar, ia pikir kebetulan
sekali, memang kau yang ingin kucari.
Tiraikasih Website http://cerita-silat.com/cc
Tapi pada saat itu juga cahaya lampu di kamar Ui Yong
telah dipadamkan dan terdengar suaranya: "Kau keluar saja,
membikin kaget anak ini saja."
Nyo Ko tahu Kwe Cing akan segera keluar dan sukar
mengelabuhi mata sang paman, maka cepat ia melompat ke
sana dan sembunyi di balik gunung-gunungan, lalu berputar
menuju ke luar kamar Kwe Hu. ia melompat ke atas pohon
besar yang terletak di luar kamar dan sembunyi di balik daun
pohon yang lebat.
Sejenak kemudian terlihat Kwe Hu kembali di kamarnya
pelayan pribadinya telah membenahi bantal dan selimutnya,
tapi tak berani banyak bicara melihat si nona cemberut saja, ia
hanya menyilakan si nona tidur, lalu keluar kamar sambil
merapatkan pintu.
Dari atas pohon Nyo Ko dapat melihat keadaan kamar
dengan jelas melalui jendela yang masih terbuka itu.
Dilihatnya Kwe Hu sedang menghela napas panjang dan
berduduk dengan bertopang dagu.
Nyo Ko pikir "Apa yang kau sedihkan? Kau membikin
buntung lenganku, akupun balas membuntungi sebelah
lenganmu. Cuma seorang lelaki tidak pantas berkelahi dengan
seorang perempuan, kalau sekarang kuhendak membereskan
kau adalah terlalu mudah bagiku, namun cara ini bukanlah
perbuatan seorang jantan sejati. Rasanya aku harus ber
teriak-teriak lebih dulu agar paman Kwe memburu ke sini, dia
adalah tokoh silat pujaan masa kini, biar kukalahkan dia
dahulu baru nanti kubereskan anak perempuannya, dengan
perbuatanku yang terangan ini tentu takkan ditertawakan
orang.
Tiraikasih Website http://cerita-silat.com/cc
Akan tetapi ilmu silat paman Kwe teramat tinggi, apakah
aku dapat mengalahkan dia? Ah, mungkin tidak dapat. Lalu
bagaimana, aku harus menuntut balas atau tidak?"
BegituIah ia menjadi ragu-ragu, tapi demi teringat pada
lengannya yang sudah buntung itu, seketika darahnya
bergolak lagi dan segera ia nekat hendak melompat ke dalam
kamar Kwe Hu. Pada saat itulah tiba-tiba terdengar suara
tindakan orang sedang mendatang, ternyata bukan lain
daripada Kwe Cing.
Share:
cersil...
Comments
0 Comments

Postingan Cersil Terbaru