Rabu, 03 Mei 2017

Cersil Sayang Kho Ping Hoo 12 Suling Pusaka Kumala

Cersil Sayang Kho Ping Hoo 12 Suling Pusaka Kumala Tag:cersil cersil indo cersil mandarin full cerita silat mandarin online cersil langka cersil mandarin lepas cerita silat pendekar matahari kumpulan cerita silat jawa cersil mandarin beruang salju. cerita silat pendekar mataharicerita silat indonesia cerita silat kho ping hoo cerita silat mandarin online cerita silat mandarin full cerita silat jawa kumpulan cerita silat cerita silat jawa pdf cerita silat indonesia gratis cerita silat jadul indonesia cerita silat indonesia pendekar rajawali sakti cersil indonesia pendekar mabuk cersil langka cersil dewa arak cerita silat jaman dulu cersil jawa download cerita silat mandarin full cerita silat mandarin online cersil mandarin lepas cerita silat mandarin pendekar matahari cerita silat jawa pdf cersil indonesia pdf cersil mandarin beruang salju kumpulan cerita silat pdf Cersil Sayang Kho Ping Hoo 12 Suling Pusaka Kumala
kumpulan cerita silat cersil online
Cersil Sayang Kho Ping Hoo 12 Suling Pusaka Kumala
"Kemarin malam terjadinya malapetaka itu di taman istana.
Aku dituduh berniat jahat terhadap para pangeran, bahkan
Pangeran Cheng Lin menyerang dan menuduh aku hendak
membunuh pargeran-pangeran di istana. Aku ditangkap dan
hendak dibunuh, akan tetapi aku dibela oleh Pangeran
Mahkota Cheng Hwa sehingga oleh Sri Baginda Kaisar aku
dijatuhi hukuman dua puluh kali cambukan, oleh algojo aku
dicambuk dan tentu saja aku dapat melindungi tubuhku
dengan kekebalan. Akan tetapi baru delapan belas kali,
cambuk itu diminta oleh Pangeran cheng Lin dan aku
dicambuk dua kali olehnya. Dia memiliki ilmu kepandaian
tinggi dan tenaga sin-kangnya besar sehingga cambukan dua
kali itu membuat aku terluka berat. Aku lalu diusir dari istana
bahkan diharuskan keluar kota raja."
"Betapa kejam dan jahatnya dia....!!" Sian Eng berseru
marah sekali terhadap Ki Seng. "Hemm, kalau aku bertemu
lagi dengan dia, pasti akan kuhancurkan kepalanya!"
"Siapa yang kau maksudkan, Eng-moi?"
"Pangeran Cheng Lin, siapa lagi?"
"Hemm, dia itu lihai bukan main Eng-moi."
"Lalu bagaimana? Lanjutkan ceritara Lin-ko."
"Keluar dari pintu gerbang dalam keadaan terluka parah
aku bertemu dengan adik Tan Kiok Hwa."
"Hemm, sungguh kebetulan sekali" kata Sian Eng, suaranya
terdengar aneh
"Memang kebetulan sekali, Eng-moi, Agaknya Tuhan
memang menghendaki agar aku tetap hidup. Hwa-moi
mengobatiku sehingga lukaku agak mendingan, Akan tetapi
muncul dua orang itu, Toa Ok dan Suma Kiang. Entah
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
bagaimana mereka dapat mengejarku dan hendak
membunuhku. Hwa-moi dan aku terdesak hebat dan kami
berdua tentu mati kalau engkau tidak muncul dan menolong
kami. Nah, begitulah ceritaku, Eng-moi. Sekarang ceritakanlah
bagaimana engkau secara kebetulan dapat muncul
menolongku".
"Ceritaku juga panjang, Lin-ko. Aku tinggal di rumah
Paman Lo Kang. Engkau lihat Cheng Kun, putera Pangeran
Cheng Boan yang menjadi tunangan enci Lo Siang Kui itu,
bukan? Nah, telah lama Cheng Kun tidak datang berkunjung
sehingga enci Siang Kui menjadi gelisah.
kemudian ia pergi berkunjung ke istana pangeran Cheng
Boan, menemui Cheng Kun. Dan apa yang ia dapatkan dan
alami di sana sungguh hebat, Lin-ko. Ternyata di rumah
Pangeran Cheng Boan itu terdapat Suma Kiang, Toa Ok, dan
Sian Hwa Sian-Ii yang menjadi pengawal-pengawal pribadi.
Juga Pangeran Cheng Lin yang jahat itu agaknya menjadi
komplotan mereka yang berkumpul di rumah pangeran Cheng
Boan. Dan kau tahu apa yang dialami enci Siang Kui di sana?
Ia dijebak oleh Cheng Kun yang dibantu Sian Hwa Sian-li,
diberi minum anggur yang sudah diberi racun sehingga ia
terjatuh ke tangan Cheng Kun dan dinodai tunangannya
sendiri."
"Hemm, sudah kuduga bahwa dia bukan manusia baik-baik.
Jadi engkau sudah bertemu pula dengan Pangeran Cheng Lin
yang menjatuhkan fitnah kepadaku itu Eng-moi?"
"Bukan saja bertemu, Lin-ko. Bahkan pernah dia ikut
mengeroyokku."
"Bagaimana terjadinya itu?" Han Lil berseru kaget.
"Dengar sajalah, jangan tergesa-gesa, Nanti juga ceritaku
akan sampai ke bagian itu. Sampai di mana ceritaku tadi? Oya,
enci Kui telah menjadi korban kebiadapan Cheng Kun. Ia
pulang dan menceritakan kepadaku apa yang terjadi. Cheng
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Kun yang berjanji akan datang dalam waktu seminggu, sampai
sepuluh hari tak kunjung datang untuk menentukan hari
pernikahan. Enci Siang Kui gelisah dan aku marah sekali.
Malam itu aku diam-diam mendatangi istana Pangeran Cheng
Boan!"
"Aku dapat membayangkan itu. Engkau tentu marah sekali,
Eng-moi."
"Ya, aku dapat temukan Cheng Kui dan aku
mengancamnya, memaksanya untuk segera menikahi enci
Siang Kui. akan tetapi tiba-tiba muncul Sian Hwa Sian Li dan
kami bertanding. Aku dapat mendesaknya akan tetapi lalu
muncul Toa Ok, Suma Kiang dan juga Pangeran cheng Lin
yang merobohkan aku dengan tendangan. Toa Ok hendak
membunuhku, akan tetapi Suma Kiang mencegah karena
mengenal gerakanku dan merenggut topeng yang kupakai.
Karena maklum pada saat itu aku tidak berdaya, maka aku
pura-pura gembira bertemu dengan dia, kusebut dia ayah.
Aku dimaafkan dan Cheng Kun berjanji akan menikahi Siang
Kui sebagai selirnya. Akan tetapi sebelum hal itu terjadi,
Cheng Kun dibunuh seorang gadis yang juga menjadi
korbannya. Gadis itu kemudian dibunuh oleh pangeran Cheng
Lin yang kebetulan malam itu berada di sana. Malam itu juga
sebetulnya aku hendak membunuh Suma Kiang, akan tetapi
gagal karena yang lain datang mengeroyok. Aku masih dapat
meloloskan diri dari sana dan melarikan diri keluar dari kota
raja. Karena aku tahu bahwa aku tentu menjadi orang buruan
mereka dan akan tidak aman berada di kota raja. maka aku
lalu berkeliaran di luar kota raja sampai aku melihat engkau
dikeroyok oleh Suma Kiang dan Toa Ok tadi. Nah, begitulah
pengalamanku, Lin-ko." Sian Eng sengaja tidak mau bercerita
bahwa ia telah mendengar akan persekutuan Pangeran Cheng
Boan dengan Pangeran Cheng Lin palsu dan bahwa ia tahu
pula siapa Han Lin sebenarnya, yaitu Pangeran Cheng Lin
yang aseli.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Pada saat itu Kiok Hwa pulang dari berbelanja. Melihat dua
orang itu bercakap-cakap, Kiok Hwa menegur. "Lin ko engkau
tidak boleh banyak bicara, engkau perlu beristirahat untuk
memulihkan tenagamu. Kita masih belum terbebas dari
ancaman bahaya. Bagaimana kalau orang orang jahat datang
dan tenagamu masih belum pulih? Dan engkau, adik Eng,
Jangan mengajak Lin-ko banyak bicara!"
Sian Eng tertawa, apalagi melihat Han Lin segera duduk
bersila dan memejamkan kedua matanya kembali, begitu
patuh kepada Kiok Hwa.
"Habis, aku rindu sekali padanya, enci Kiok Hwa!" Lalu ia
turun dan memeriksa barang belanjaan Kiok Hwa.
"Uhh! kenapa hanya ikan asin dan daging kering saja yang
kau beli, enci Hwa? Kenapa tidak membeli beberapa ekor
ayam? bosan dong setiap hari makan ikan asin dan daging
kering melulu!"
"Ain, Eng-moi. Memangnya kita ini sedang pesiar? Yang
enak-enak saja yang kau bayangkan!"
"Habis, kalau tidak membayangkan yang enak-enak,
apakah hidup yang sekali saja harus membayangkan yang
tidak enak melulu?"
"Ih, engkau memang nakal!" kata Kiok hwa yang mau tidak
mau harus tersenyum juga. Senyum yang menutupi perasaan
dalam hatinya. Ia merasakan benar dalam tatapan Sian Eng
tadi betapa besar rasa kasih dalam hati gadis itu terhadap Han
Lin. Ia harus mengalah. Demi kebahagiaan mereka. Mereka
memang cocok. Sama para pendekar yang gagah perkasa.
ooo00d0w00ooo
Ketika Toa Ok dan Suma Kiang melapor kepada Pangeran
Cheng Boan tentang kegagalan mereka membunuh Han Lin
karena dihalangi oleh Sian Eng, pangeran Cheng Boan menjadi
marah sekali. "Semua ini gara-gara engkau, Suma Sicu! Kalau
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
engkau tidak melindungi gadis liar itu, tentu sekarang kita
telah dapat membunuh Pangeran Cheng Lin yang aseli."
Pangeran Cheng Boan berjalan hilir mudik dalam ruangan
itu, wajahnya muram dan pandang matanya penuh
kekecewaan dan kemarahan. "Sekarang, bagaimana baiknya?
Selama dia masih berkeliaran, semua rencana kita terancam
menjadi berantakan!"
^od0wo^
Jilid XXVIII
SUMA KIANG berkata, "Harap paduka tenang dan tidak
menjadi kecil hati, yang Mulia. Saya telah menyelidiki dan
ternyata pemuda dan dua orang gadis itu berada dalam
pondok pemburu dalam hutan. Kita dapat menggunakan akal
untuk membinasakan mereka bertiga sekaligus. akan tetapi
untuk ini perlu bantuan Pangeran Cheng Lin."
"Hemm, engkau mempunyai siasat? laksanakan itu, aku
akan mengirim utusan mengundang Pangeran Cheng Lin."
kata Pangeran Cheng Boan dan tak lama kemudian Pangeran
Cheng Lin atau Ki Seng sudah datang ke istana itu. Mereka
lalu mengadakan perundingan dalam ruangan belakang, yaitu
Pangeran Cheng boan, Pangeran Cheng Lin palsu, Suma
Kiang, Toa Ok, dan tidak ketinggalan Sian Hwa Sian-li.
Dalam pertemuan itu, Suma Kiang menceritakan tentang
siasat yang direncanakan. Mendengar itu, Ki Seng
mengerutkan alisnya.
"Memang baik sekali ...! tidak sukar melaksanakan siasat
ini. Akan tetapi resikonya teramat berat buat saya, Paman
Pangeran. Bayangkan, kalau rahasia ini bocor dan ketahui..
Celakalah aku. Paman hanya menjadi penonton saja, akan
tetapi saya yang harus menanggung semua akibatnya."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Hemm, siapakah yang akan memetik buahnya kalau
berhasil? Pangeran, engau tentu tahu betapa bahayanya
ancaman yang datang dari Han Lin itu. Sebelum dia dapat
disingkirkan, kita semua terancam bahaya. Akan tetapi kalau
dia dapat disingkirkan dulu, barulah yang lain akan dapat
dilaksanakan dengan amat mudah. Ingat, hasilnya adalah
rahasia pribadimu akan terjamin dan kelak engkau akan
menjadi satu-satunya pangeran yang akan menggantikan
kedudukan kaisar!"
Ki Seng menarik napas panjang. Dia merasa seperti
menunggang harimau, Kalau turun dia akan celaka, terpaksa
meneruskannya. Kalau dia tidak mau bekerja sama,
rahasianya berada di tangan Pangeran Cheng Boan. Kalau
Pangeran Cheng Boan membuka rahasia kepada Kaisar, akan
celakalah dia. Tidak ada pilihan lain. Dia harus melanjutkan
dan berpegang kepada harapan cemerlang bahwa kalau
semua rencana persekutuan itu berhasil, kelak dia akan
menjadi kaisar. Harapan ini yang menimbulkan semangat
baginya.
Dua hari kemudian baru rencana yang dirundingkan di
rumah Pangeran Cheng Boan itu dapat terlaksana. Pada sore
hari itu, diam-diam Pangeran Cheng Boan memberi seekor
kuda yang amat baik, besar dan kuat, kepada Pangeran Cheng
Lin atau Ki Seng. Ki Seng membawa kuda yang amat indah itu
ke istal. Kemudian ia menemui Pangeran Cheng Bhok yang
mempunyai kesukaan memelihara dan menunggang kuda.
"Adinda Pangeran, saya mempunyai hadiah untuk adinda!"
kata Ki Seng dengan suara gembira dan wajahnya penuh
senyum.
Pada saat itu kebetulan Pangeran Cheng Bhok berada
seorang diri. Dia tersenyum. "Hadiah apakah itu, kakanda
Cheng Lin?"
"5aya ingin membuat kejutan. Sebaiknya adinda melihat
sendiri saja. Mari ikut dengan saya!" kata Ki Seng yang lalu
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menggandeng tangan Pangeran Cheng Bhok dan
mengajaknya pergi ke istal, bagian belakang taman.
Mereka berhenti di depan istal di mana kuda hitam tinggi
besar itu berada
"Wah, kuda siapakah ini, kakanda? Bagus sekali!" seru
Pangeran Cheng Bhok sambil memandang kuda itu dengan
kagum.
"Ini kuda adinda. Sengaja saya beli untuk hadiah bagi
adinda." kata Ki Seng sambil tersenyum.
"Ahh...! Benarkah? Terima kasih, kakanda Cheng Lin.
Kakanda baik sekali" Pangeran Cheng Bhok mendekati kuda
hitam itu dan mengelus kepala kuda.
"Kuda ini sudah terlatih baik sekali adinda. Namanya Hekliong-
ma (Kuda Naga Hitam), larinya seperti angin. Mari kita
coba, adinda. Saya akan menunggangi kuda lain dan kita coba
kecepatan Hek-liong-ma."
Pangeran Cheng Bhok merasa girang bukan main. Kedua
orang pangeran itu itu menunggang kuda keluar dari kebun
istana. Pangeran Cheng Bhok menunggang kuda hitam dan Ki
Seng menunggangi kuda lain. Mereka terus membiarkan kuda
mereka berlari congklang menuju ke pintu gerbang selatan. Di
sepanjang jalan penduduk kota raja memandang ketika dua
orang pangeran yang tampan itu menunggang kuda mereka.
Betapa tampan dan gagahnya kedua orang muda bangsawan
itu.
Pangeran Cheng Lin palsu atau Ki Seng melarikan kudanya
keluar pintu gerbang dan setelah tiba di luar, sambil tertawa
dia berkata, "Adinda Cheng Bhok, sekarang kita menguji
kecepatan hek-liong-ma. Coba adinda kejar saya kalau dapat!"
Dia mencambuk kudanya sehingga kuda itu melompat ke
depan dan membalap. Pangeran Cheng Bhok adalah seorang
penggemar kuda dan dia suka sekali berlumba kuda. Hatinya
gembira mendapatkan kuda yang demikian bagus, maka
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tantangan itu disambutnya dengan tawa dan diapun
mencambuk kuda hitam dan melesat ke depan, mengejar.
Kedua orang pangeran itu berkejaran dan kuda mereka
membalap dengan amat cepatnya, makin lama makin jauh
meninggalkan tembok benteng kota raja.
Sementara itu, senja mulai menggelapkan cuaca, malam
hampir tiba.
Ki Seng membalapkan kudanya dengan cepat. Pangeran
Cheng Bhok berusaha mengejarnya. Akan tetapi ternyata kuda
hitam itu tidak sehebat namanya. Biar pun Pangeran Cheng
Bhok sudah mencambukinya dan menendang-nendang
dengan kakinya, namun tetap saja kuda hitam itu tidak
mampu menyusul kuda yang berada di depannya, selalu
tertinggal belasan meter di belakang. Hal ini membuat
Pangeran Cheng Bhok menjadi penasaran sekali karena
biasanya, dalam adu balap kuda, Pangeran Cheng Lin tidak
pernah mampu mengalahkannya.
Cuaca sudah menjadi remang-remang ketika Ki Seng
menghentikan kudanya dan pangeran Cheng Bhok tentu saja
menahan kudanya dan berhenti di samping kakaknya. Mereka
telah tiba di tepi hutan dan tempat itu sunyi sekali. Tidak
tampak ada orang lain di sekitarnya.
"Kakanda, mengapa berhenti di sini?" tanya Pangeran
Cheng Bhok dan nada suaranya tidak gembira karena hatinya
memang merasa kesal melihat kenyataan bahwa kuda hitam
yang ditungganginya tidak mampu mengalahkan larinya kuda
yang ditunggangi Pangeran Cheng Lin.
"Malam hampir tiba, mari kita pulang saja!"
"Nanti dulu, adinda, ada sesuatu yang amat menarik di
sana. Saya ingin memperlihatkannya kepadamu. Mari, ikutilah
saya."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Pangeran Cheng Lin palsu itu lalu menjalankan kudanya
memasuki hutan. Pangeran Cheng Bhok mengerutkan alisnya,
agak ragu, akan tetapi terpaksa iapun mengikuti dari belakang
karena dia ingin tahu apa yang akan diperlihatkan kakaknya
itu.
Sementara itu, di istana kerajaan, Pangeran Cheng Boan
tergesa-gesa menemui Pangeran Cheng Hwa.
"Wah, celaka, pangeran! Kita harus cepat mengambil
tindakan. Bahaya besar mengancam Pangeran Cheng Lin dan
pangeran Cheng Bhok!" katanya dengan muka pucat dan
tampak gelisah sekali.
"Ada apakah, paman? Apa yang terjadi?" tanya Pangeran
Cheng Hwa dengan sikapnya yang tenang.
"Saya melihat tadi kedua orang pangeran itu membalapkan
kuda mereka keluar pintu gerbang selatan dan ketika saya
tanyakan kepada penjaga istana, saya mendapat keterangan
bahwa kedua orang pangeran itu hendak berlumba
menunggang kuda di luar pintu gerbang!"
"Paman, apa salahnya dengan itu? Mereka sudah biasa
berlumba balap kuda seperti itu. Apa yang perlu
dikhawatirkan?" tanya Pangeran Cheng Hwa sambi tersenyum.
"Aduh celaka! Kenapa anda tidak melihat bahaya besar
yang mengancam?. Dahulu tidak dapat disamakan dengan
sekarang! Bukankah sekarang ada penjahat Han Lin yang
berkeliaran di luar kota raja? Ada penyelidik saya baru saja
memberi kabar kepada saya bahwa penjahat ini
mengumpulkan kawan-kawannya di hutan sebelah selatan
kota raja. Tentu ia bermaksud jahat. Bagaimana kalau
penjahat itu dan kawan-kawannya menghadang kedua orang
pangeran itu? Kita harus cepat mengejar ke sana dan
melindungi mereka! Cepatlah, pangeran!"
Biarpun dalam hatinya dia meragukan bahwa Han Lin
adalah seorang jahat, akan tetapi ucapan Pangeran Cheng
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Boan dan sikapnya yang ketakutan itu mempengaruhi
Pangeran Cheng Hwa. Cepat dia memanggil kepala pengawal
dan memerintahkan dia mempersiapkan sepasukan pengawal
sebanyak dua losin orang. Kemudian dia sendiri bersama
Cheng Boan ikut dalam pasukan ini dan mereka membalapkan
kuda keluar dari pintu gerbang selatan. Debu mengepul tinggi
mengiringi derap kaki dua puluh tujuh ekor kuda itu, membuat
keremangan senja menjadi tambah gelap lagi.
Sementara itu, Pangeran Cheng Lin palsu turun dari atas
punggung kudanya sambil berkata, "Adinda Pangeran Cheng
Bhok, turunlah. Kita tinggalkan kuda di sini dan harus berjalan
kaki."
Pangeran Cheng Bhok menurut, ia lompat turun dan
bertanya, "Akan tetapi ke mana kita hendak pergi dan apa
yang hendak kakanda perlihatkan kepada ku?"
Pada saat itu, tangan Ki Seng bergerak cepat dan dia sudah
menotok pundak Pangeran Cheng Bhok. Pangeran itu seketika
terkulai lemas dan roboh.
"Kakanda Cheng Lin....."
Akan tetapi kembali Ki Seng menotok dan pangeran itu
tidak mampu mengeluarkan suara atau bergerak lagi, hanya
matanya yang terbelalak memandang kepergian kakaknya,
penuh rasa kaget, heran dan takut. Ki Seng lalu menuntun
kedua ekor kuda dan menambatkan mereka di batang pohon
tepi jalan. Kemudian dia kembali mendekati tubuh Pangeran
Cheng Bhok yang masih rebah telentang. Dia tidak
memperdulikan pandang mata Pangeran Cheng Bhok yang
ditujukan kepadanya dan hanya berdiri mendengarkan. Tak
lama kemudian pendengarannya yang tajam dapat
menangkap derap kaki banyak kuda. Setelah banyak kuda itu
terdengar berhenti di pinggir hutan, agaknya telah
menemukan dua ekor kuda yang ditambatkannya tadi, Ki Seng
cepat memanggul tubuh Pangeran Cheng Bhok dan dibawanya
berlari memasuki hutan. Setelah dalam keremangan senja dia
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
melihat sebuah pondok di kejauhan, dia lalu melempar tubuh
Pangeran Cheng Bhok ke atas tanah.
Ki Seng mencabut pedang yang tadi diselipkan di bawah
jubahnya, sebatang pedang telanjang yang berwarna dua,
yang sebelah berwarna hitam dan yang sebelah lagi berwarna
putih!
Pangeran Cheng Bhok yang jatuhnya terlentang itu melihat
Ki Seng mencabut pedang. Wajahnya menjadi pucat sekali
dan matanya yang terbelalak membayangkan ketakutan,
bahkan ada air mata mengalir dari kedua pelupuk matanya,
sinar matanya seperti memohon-mohon agar dirinya jangan
dibunuh. Akan tetapi sambil tersenyum sinis Ki Seng
menggerakkan pedang itu, ditusukkan ke dada Pangeran
Cheng Bhok.
"Blesss....!" Pedang itu menusuk sampai tembus dan
Pangeran Cheng Bhok hanya terbelalak. Dia tewas dengan
mata terbelalak, tewas seketika karena pedang itu menembus
jantungnya. Ki Seng membiarkan pedang itu menancap di
dada pangeran Cheng Bhok.
Dia memperhatikan dan pendengarannya menangkap suara
gaduh banyak orang mendatangi tempat itu. Dia tersenym
puas dan dicabutnya sebatang pedang lain, pedangnya sendiri
dan dengan pedang itu dia melukai pundak kiri dan paha
kanannya. Baju dan celananya robek berikut kulit dan sedikit
dagingnya, akan tetapi yang mengeluarkan darah cukup
banyak sehingga baju dan celana itu berlepotan darah.
Ketika Pangeran Cheng Hwa dan pangeran Cheng Boan
bersama perwira yang memimpin dua losin perajurit pengawal
tiba di situ, mereka melihat Pangeran Cheng Bhok rebah
telentang dan tewas dengan sebatang pedang masih
menancap di dadanya, sedangkan Pangeran Cheng Lin
mendekam dalam keadaan terluka dan pakaiannya berlepotan
darah.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Adinda Cheng Lin! Apa yang terjadi?" Pangeran Cheng
Hwa berjongkok dekat Ki Seng.
Ki Seng mengeluh kesakitan. "Kami diserang..... saya
melawan akan tetapi terluka dan Cheng Bhok..... dia
terbunuh...."
"Siapa yang melakukan ini?" Pangeran Cheng Boan yang
turut berjongkok berkata marah.
".....dia..... Han Lin dan dua orang wanita.... mereka lari
meninggalkan saya ketika mendengar orang banyak datang....
mereka lari ke pondok itu....." Ki Seng menuding ke arah
pondok yang tampak dari situ.
"Cepat, kejar dan serbu pondok itu!" pangeran Cheng Boan
berseru dan memimpin sendiri pasukan pengawal yang berlarilarian
menuju pondok.
"Mari kita bantu.... kakanda Pangeran Cheng Hwa....
penjahat-penjahat itu lihai sekali...." Ki Seng berkata
kemudian bangkit dan terpincang-pincang dia bersama Cheng
Hwa menuju ke pondok itu.
Sementara itu, di dalam pondok diterangi dua batang lilin
menyala, mereka bertiga duduk bersila menghimpun tenaga.
Han Lin duduk di atas dipan di sudut sedangkan Kiok Hwa dan
Sian Eng berdua duduk di atas sebuah dipan lain. kesehatan
mereka sudah pulih berkat pengobatan Kiok Hwa, bahkan
tenaga mereka juga sudah kuat kembali. Mereka bertiga
terkejut mendengar suara ribut ribut di luar pondok. Suara
banyak sekali orang yang mengepung pondok. Kini bahkan
hanya dua puluh delapan orang termasuk Ki Seng yang
mengepung pondok melainkan ditambah lagi dua puluh orang
perajurit yang dipimpin Toa Ok, Suma Kiang, dan Sian Hwa
Sian-li. Tentu saja semua ini sudah diatur dan direncanakan
oleh Pangeran Cheng Boan komplotannya!
Han Lin, Sian Eng dan Kiok Hwa membuka pintu pondok
dan keluar. Ternyata di depan pintu telah berdiri Pangeran
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Cheng Boan, Pangeran Cheng Hwa, dan Ki Seng yang
pakaiannya berlepotan darah, dan pondok itu telah dikepung
puluhan orang perajurit.
"Mereka inilah pembunuhnya!" teriak Ki Seng sambil
menudingkan telunjuknya kepada tiga orang yang terkejut dan
terheran itu.
"Engkau keparat busuk! Ini fitnah keji" bentak Sian Eng
dengan marah dan gadis ini sudah siap untuk menerjang.
Akan tetapi Han Lin memegang lengannya dan memandang
kepada Pangeran Cheng Hwa.
"Pangeran, apakah artinya ini?" tanyanya.
Pangeran Cheng Hwa memandang ragu. Akan tetapi
buktinya telah cukup. Pangeran Cheng Bhok tewas dan
Pangeran Cheng Lin luka-luka.
"Han Lin, perbuatan kalian bertiga sudah terbukti. Kalian
telah membunuh pangeran Cheng Bhok dan melukai Pangeran
Cheng Lin. Karena itu, menyerahlah saja untuk kami tangkap
dan kami hadapkan kepada Sri Baginda Kaisar."
"Membunuh? Tidak, pangeran, kami sama sekali tidak
membunuh orang." kata Han Lin.
"Engkau masih berani menyangkal?" bentak Pangeran
Cheng Boan yang mengangkat sebatang pedang yang
berlepotan darah. "Coba lihat, pedang siapa ini?"
"Im-yang-kiam.....! Itu pedang saya" kata Han Lin yang
mengenal pedang itu.
"Nah, mau menyangkal apa lagi? pangeran Cheng Hwa,
pedang inilah tadi yang menancap di dada Pangeran Cheng
Bhok. Pedang ini saya cabut untuk dijadikan bukti."
"Han Lin, tidak perlu menyangkal lagi. Menyerahlah untuk
kami tangkap!" suara Pangeran Cheng Hwa terdengar tegas
dan sepasang alisnya berkerut. Bukti pedang yang diakui
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sebagai milik Han Lin ini membuat dia percaya bahwa
pembunuhnya memang Han Lin.
"Lin-ko, kita lawan dan kita meloloskan diri!" kata Sian Eng
dan ia sudah mencabut Ceng-liong-kiam yang benpendar
hijau, siap untuk mengamuk. Akan tetapi kembali Han Lin
memegang lengan gadis itu. Dia berpikir bahwa kalau dia
melawan, hal itu bahkan menambah kuat-dugaan bahwa dia
yang melakukan pembunuhan. Dan dia tentu akan menjadi
musuh kerajaan, menjadi pelarian dan orang buruan. Apalagi
dia melihat Ki Seng, yang biarpun berlepotan darah namun dia
yakin semua itu hanya sandiwara dan manusia berwatak iblis
itu tidak apa-apa dan masih lihai sekali. Juga melihat Toa Ok,
Suma Kiang, dan Sian Hwa Sian-li berada pula di situ, berbaur
dengan para perajurit. Pihak lawan amat banyak dan terlalu
kuat sehingga kalau mereka bertiga melawan, tentu mereka
bertiga akan tewas pula. la tidak mau tewas sebagai seorang
pemberontak dan penjahat!
"Simpan pedangmu, Eng-moi. Kita menyerah saja. Aku
yakin bahwa Pangeran Cheng Hwa dan Sri Baginda adalah
orang-orang bijaksana dan adil." katanya lembut namun
mengandung wibawa sehingga Sian Eng menghela napas dan
dengan wajah membayangkan penasaran ia menyarungkan
kembali pedangnya.
"Tangkap dan belenggu tangan mereka!" Pangeran Cheng
Boan memerintah Beberapa orang perajurit yang memang
sudah mempersiapkan tali yang kuat segera dan
membelenggu tangan tiga orang itu ke belakang. Pangeran
Cheng Boan juga merampas pedang dari punggung Sian Eng.
Kemudian mereka bertiga digiring keluar hutan dan dibawa ke
kota raja. Hanya kehadiran Pangeran Cheng Hwa saja yang
melindungi Han Lin, sian Eng, dan Kiok Hwa sehingga mereka
bertiga tidak diganggu atau disiksa. Pangeran Mahkota ini
melarang mereka menganggu dan setelah tiba di istana dia
lalu menyerahkan tiga orang tawanan kepada perwira
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
komandan pasukan pengawal istana agar dimasukkan dalam
kamar tahanan dan dijaga ketat agar tidak melarikan diri.
Malam itu juga, Pangeran Cheik Boan, Pangeran Cheng
Hwa dan Pangeran Cheng Lin menghadap Kaisar untuk
melaporkan peristiwa kematian Pangeran Cheng Bhok yang
terbunuh itu.
Mendengar bahwa kembali ada pangeran yang terbunuh,
Sri Baginda Kaisar Cheng Tung marah sekali.
"Pangeran Cheng Bhok terbunuh?" teriaknya. "Siapa yangg
membunuhnya? Tangkap pembunuh itu. Tangkap!!"
"Pembunuhnya tiga orang sudah kami tangkap, Kakanda
Kaisar." Pangeran Cheng Boan melapor.
"Bagus! Hukum mati penggal kepala mereka besok pagi di
lapangan dan suruh rakyat menyaksikannya!"
"Ayahanda Yang Mulia, apakah keputusan ayahanda ini
tidak terlalu tergesa-gesa? Paduka belum mendengar
bagaimana terjadi peristiwa itu." kata Pangeran heng Hwa.
"Adinda Cheng Lin dapat menceritakannya."
Kaisar Cheng Tung memandang Pangeran Cheng Lin dan
baru tampak olehnya betapa pakaian pangeran ini berlepotan
darah.
"Eh, engkau kenapa, Cheng lin? Terluka?"
"Hamba nyaris tewas seperti adinda pangeran Cheng Bhok,
ayahanda yang Mulia. Peristiwanya begini. Hamba memberi
hadiah seekor kuda kepada adinda Cheng Bhok dan dia
mengajak hamba untuk menguji larinya kuda itu. Hamba
berdua lalu berlumba di luar pintu gerbang kota raja. Ketika
hamba berdua tiba di tepi hutan di sebelah selatan iiu, hamba
melihat bayangan tiga orang memasuki hutan. Hamba menjadi
curiga karena seorang di antara mereka adalah Han Lin yang
tempo hari pernah menyerang hamba dalam taman. Hamba
dan adinda Cheng Bhok lalu turun dari kuda dan memasuki
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
hutan untuk menyelidiki. Ketika hamba berdua tiba dekat
sebuah pondok, tiba-tiba Han Lin dan dua orang gadis muncul
dan menyerang hamba berdua, Han Lin itu amat lihai dan dua
orang gadis temannya itupun lihai sekali. Hamba
mempertahankan diri mati-matian sehingga luka-luka dan
adinda Pangeran Cheng Bhok ditusuk dadanya oleh pedang
yang dipegang penjahat Han Lin, Padi saat itu, rombongan
kakanda Pangeran Cheng Hwa tiba sehingga tiga orang itu
melarikan diri ke pondok, meninggalkan jenazah adinda Cheng
Bhok yang masih tertusuk pedang dadanya dan hamba yang
terluka parah."
"Penjahat itu telah membunuh dua orang puteraku. Dia
harus dihukum pancung di depan rakyat agar menjadi
contoh!" kata lagi Kaisar Cheng Tung dengan nada suara
mengandung kedukaan.
"Penjahat Han Lin itu sudah mengakui bahwa pedang yang
menancap di dada adinda Pangeran Cheng Bhok adalah
miliknya, Kakanda Kaisar. Hukuman itu sudah lebih daripada
adil!" kata Pangeran Cheng Boan.
"Maaf, Ayahanda Yang Mulia. Hamba tetap menganggap
keputusan hukuman itu agak tergesa-gesa. Perlu diselidiki
dulu apakah benar-benar Han Lin dan dua orang gadis itu
yang menjadi pembunuh, hamba khawatir kalau kita salah
tangkap dan menghukum mati orang-orang yang tidak
berdosa."
"Cheng Hwa, Ada bukti pedang itu dan ada saksi dan
keterangan adikmu Cheng Lin, dan engkau masih juga belum
yakin? Apakah engkau tidak percaya kepada adikmu Cheng
Lin?"
"Hamba mohon Ayahanda Kaisar sudi memaafkan kakanda
Cheng Hwa. Dia membela Han Lin karena teringat bahwa Han
Lin pernah menyelamatkannya ketika dia diserang orang jahat
di dalam hutan," kata Ki Seng dengan cerdik berlagak
membela Pangeran Cheng Hwa.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Kakanda Kaisar, sekarang hamba yakin benar bahwa
perbuatannya menolong ananda Pangeran Cheng Hwa dahulu
itu memang direncanakan agar dia dapat menyusup ke dalam
istana. Tentu pembunuh Pangeran Cheng Sui dahulu itu dia
juga atau teman-temannya!" kata Pangeran Cheng Boan.
Ucapan Pangeran Cheng Boan termakan betul oleh kaisar
sehingga dia menjadi semakin marah. "Adinda Pangeran
Cheng Boan. Laksanakan hukum pancung terhadap tiga orang
pembunuh itu. Atur agar pelaksanaan hukum itu dilalukan di
lapangan depan istana, disaksikan oleh rakyat dan dirikan
panggung karena kami sendiri juga akan menyaksikan untuk
menghibur arwah kedua orang putera kami!"
"Baik, kakanda Kaisar!" jawab Pangeran Cheng Boan
dengan lantang karena dalam hatinya dia bersorak gembira.
Siasat yang diaturnya bersama Ki Seng ternyata berhasil
dengan baik sekali. Bukan saja dapat melenyapkan seorang
pangeran lagi, akan tetapi juga dapat membasmi pangeran
Cheng Lin aseli berikut Lo sian Eng, gadis yang lihai dan
berbahaya itu.
Kaisar lalu meninggalkan ruangan dan mereka semua
bubaran. Pangeran Cheng Boan dan Ki Seng meninggalkan
ruangan itu dengan hati gembira sekali. Akan tapi walaupun
tidak memperlihatkan pada wajahnya, dalam hatinya
Pangeran Cheng Hwa masih merasa ragu. Dia masih sukar
untuk dapat percaya bahwa seorang pemuda seperti Han Lin
itu dapat melakukan perbuatan yang demikian jahat, juga dua
orang teman Han Lin itu tidak pantas menjadi penjahat. Gadis
cantik berpakaian merah muda itu demikian gagah sikapnya,
seperti seorang pendekar wanita, sedangkan gadis berpakaian
serba putih yang amat jelita itu sikapnya demikian lembut dan
halus seperti seorang dewi! Bagaimana mungkin tiga orang itu
menjadi sebuah komplotan pembunuh. Tapi dia tidak dapat
berbuat sesuatu. Bukti pedang dan saksi Pangeran Cheng Lin
sudah begitu kuat dan keputusan hukuman dijatuhkan Kaisar.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Semalaman Pangeran Cheng Hwa tidur dengan gelisah.
Bayangan wajah tiga orang terhukum itu selalu tampak dalam
benaknya.
Pagi-pagi sekali pengumuman itu tersiar luas sehingga
diketahui semua penduduk kota raja, bahkan terbawa sampai
ke luar kota raja. Tiga orang penjahat yang telah membunuh
Pangeran Cheng Siu dan Pangeran Cheng Bhok tertangkap
dan akan dihukum pancung di lapangan depan istana. Semua
orang diperbolehkan bahkan dianjurkan untuk menonton
pelaksanaan hukuman itu. Bahkan Sri Baginda Kaisar sendiri
akan ikut menyaksikan. Suatu peristiwa yang langka. Maka
berbondong-bondong orang berdatangan kelapangan di depan
istana. Tentu saja sebagian besar dari mereka adalah laki-laki
karena kebanyakan wanita dan kanak-kanak merasa ngeri
menyaksikan kepala orang dipenggal!
Tepat di depan pintu gerbang istana dibangun sebuah
panggung yang akan menjadi tempat duduk Sri Baginda
Kaisar dan para pengiringnya. Sejak pagi sekali panggung
yang masih kosong itu sudah dijaga sepasukan perajurit
pengawal. Dan Di tengah-tengah lapangan itupun dibangun
sebuah panggung, yang akan menjadi tempat tiga orang
terhukum itu dipenggal kepalanya. Rakyat berduyun-duyun
memenuhi lapangan itu. Yang berdiri di belakang juga dapat
menonton dengan enak karena panggung tempat pelaksanaan
hukuman dan panggung tempat duduk Kaisar itu cukup tinggi
sehingga dapat tampak jelas oleh mereka yang berdiri di
belakang, mereka yang berhati tabah berdiri mengelilingi
panggung tempat pelaksanaan hukuman agar dapat melihat
lebih jelas, sedangkan mereka yang berhati tidak tega berdiri
menonton di belakang dalam jarak jauh.
Terdengar tambur dibunyikan pertama bahwa Sri Baginda
Kaisar akan keluar dari istana. Pintu gerbang istana dibuka
dan muncullah rombongan Kaisar. Kaisar dengan wajah yang
masih membayangkan kesedihan melangkah dengan tegak
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dan tenang menuju tangga yang membawanya naik ke
panggung. Dia diiringkan empat orang puteranya, yaitu
Pangeran Cheng Hwa, Pangeran Cheng Ki, Pangeran Cheng
Tek, dan Pangeran Cheng Lin. Kemudian di belakang para
pangeran berjalan para perwira pengawal dengan pasukan
pengawal pribadi yang berhenti, dan berdiri berjajar di bagian
belakang tempat duduk Kaisar dan para pangeran. Para
pejabat tinggi yang sudah hadir terlebih dulu di kursi-kursi
yang terletak di bagian bawah panggung, bangkit berdiri dan
membungkuk dengan hormat ketika kaisar menaiki panggung.
Juga para komandan pasukan penjaga memberi hormat dan
para perajurit bersikap hormat dan tegak.
Setelah Kaisar Cheng Tung duduk di atas kursi yang
disediakan, dia mengangkat tangan kiri ke atas. Ini
merupakan tanda bahwa pelaksanaan hukuman boleh dimulai.
Terdengar bunyi tambur yang nadanya berbeda dari tadi dan
dari dalam pintu gerbang istana muncullah dua losin perajurit
pengawal yang dipimpin sendiri oleh Pangeran Cheng Boan
yang bertugas mengatur pelaksanaan hukuman itu,
mengiringkan tiga orang yang kedua dengan mereka
dibelenggu ke belakang tubuh. Terdengar berdengung seperti
ribuan kumbang beterbangan keluar dari sarangnya ketika
para penonton menyambut keluarnya tiga orang hukuman itu.
Ada yang terheran-heran, ada yang merasa penasaran, ada
yang marah, akan tetapi sebagian besar dari mereka merasa
aneh dan kasihan. Tadinya mereka mengira bahwa tiga orang
pembunuh itu tentu tiga orang laki-laki yang kelihatan bengis
dan menyeramkan. Akan tetapi apa yang mereka lihat?
Seorang pemuda yang masih muda, paling banyak dua puluh
satu tahun usianya, berpakaian sederhana dan sikapnya halus,
wajahnya tampan, sedikitpun tidak membayangi watak kejam
atau jahat! Dan dua orang "pembunuh" yang lain itu, Seorang
gadis cantik, usianya paling banyak sembilan belas tahun,
berpakaian serba merah muda, langkahnya tegak dan gagah,
sedikit pun tidak tampak jahat, juga tidak ada tanda-tanda
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
takut padanya, tidak menangis. Dan gadis yang ke dua, yang
berpakaian serba putih, cantik jelita sepi bidadari, lembut ayu
dan mulutnya selalu dihias senyum manis. Bagaimana
mungkin tiga orang muda seperti itu merupakan pembunuhpembunuh
yang dikabarkan kejam dan jahat? Tiba-tiba
terdengar banyak orang berseru ketika mereka mengenal Kiok
Hwa sebagai gadis yang pernah menolong dan mengobati
mereka.
"PeK i Yok Sian-li.....! PeK i Yok Sian-li.....!!" Terjadi
kegaduhan, akan tetapi para penjaga segera mendekati
mereka dan mengacungkan tombak, mengancam agar mereka
tidak membikin ribut. Orang-orang itu takut dan diam. akan
tetapi mereka memandang kepada Kiok Hwa dengan mata
terbelalak dan merasa semakin penasaran. Gadis ahli
pengobatan itu mana mungkin menjadi pembunuh yang akan
dihukum pancung.
Han Lin menjadi sedih, bukan soal karena dia menghadapi
hukuman mati yang dijatuhkan oleh ayah kandungnya sendiri,
melainkan sedih melihat betapa Sian Eng dan terutama Kiok
Hwa juga menjadi korban karena dia. Akan tetapi ketika
mengerling ke arah dua orang disayang berjalan di kanan
kirinya itu, Dia terheran-heran melihat Sian eng berwajah
tenang, sama sekali tidak tampak sedih atau takut, dan
terutama kali Kiok Hwa. Gadis ini bahkan tersenyum-senyum,
seolah bukan digiring ke arah maut melainkan digiring ke
ruang pengantin!
"Eng-moi, engkau tidak takut?" bisiknya ke kiri di mana
Sian Eng berjalan di sisinya.
"Takut? Tidak, aku bahkan merasa beruntung dapat
menghadapi maut bersamamu, Lin-ko."
"Dan engkau, Hwa-moi?"
"Aku merasa bangga dan bahagia dapat mati bersama
kalian!" kata gadis itu sambil tersenyum manis dan Han Lin
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dapat menangkap sinar mata gadis itu yang penuh dengan
cinta kasih!
"Diam kalian!" bentak suara kasar dan parau di belakang
mereka. Yang membentak ini adalah seorang laki-laki tinggi
besar seperti raksasa yang memanggul sebatang golok besar,
berat dan mengkilap saking tajamnya. Semua orang
memandang kepada algojo ini dan goloknya dengan perasaan
ngeri. Bagaimana mereka tega melihat algojo raksasa itu
mengayun goloknya memenggal leher tiga orang muda yang
tampan dan cantik itu!
Tiga orang hukuman itu dengan dikawal algojo raksasa,
dengan langkah tebing menghampiri pangung tempat
pelaksanaan hukuman dan menaiki tangga. Kini mereka tiba di
atas panggung, menghadap Kaisar Cheng Tung yang duduk di
kursi dan memandang kepada mereka bertiga. Timbul sedikit
keraguan dalam hati Kaisar Cheng Tung melihat tiga orang
muda itu. Benarkah mereka ini pembunuh? Pertanyaan ini
timbul dalam hati sanubarinya karena melihat pemuda dan
dua orang gadis itu, dia menjadi ragu. Akan tetapi bukti dan
saksi semua jelas dan diapun sudah menjatuhkan keputusan
hukuman mati.
Melihat ayah kandungnya duduk di atas kursi di panggung
yang agak tertinggi dari panggung di mana dia berada, Han
Lin tak dapat menahan keharuan hatinya dan diapun
menjatuhkan dirinya berlutut dan memberi hormat kepada
Kaisar Cheng Tung. Sian Eng yang tahu bahwa Han Lin adalah
Pangeran Cheng Lin, putera dari kaisar itu, merasa penasaran
dan tidak senang kepada kaisar yang menjatuhkan hukuman
mati kepada puteranya sendiri yang tidak berdosa, maka ia
tetap berdiri tegak bahkan memandang ke arah kaisar dengan
mata bersinar penuh rasa penasaran. Akan tetapi, Kiok Hwa
yang melihat Han Lin berlutut, dengan patuh berlutut pula dan
gadis ini menarik tangan Sian Eng sehingga akhirnya, melihat
mereka berdua berlutut, Sian Eng juga ikut berlutut.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Melihat mereka yang dia jatuhi hukuman mati itu berlutut
menghadap padanya, Kaisar Cheng Tung merasa iba dan dia
khawatir kalau-kalau dia akan mengubah keputusannya, maka
dia cepat mengangkat tangan kanan ke atas sebagai isarat
kepada algojo untuk melaksanakan tugasnya dengan cepat.
Sang algojo yang bertubuh raksasa itu mengangkat golok
yang besar dan mengkilat itu. Sebagian besar penonton tidak
tahan melihatnya. Ada yang membalikkan tubuhnya, ada yang
membuang muka, dan ada pula yang memejamkan kedua
mata dan menutupi kedua telinganya. Sang algojo
mengerahkan tenaganya dan siap mengayun golok yang
sudah berada di atas kepalanya itu ke bawah, ke arah leher
Han Lin.
"Omitohud.....Tahan......!!" Tiba-tiba saja berkelebat
bayangan kuning dan tahu-tahu di atas panggung tempat
pelaksanaan hukuman itu telah berdiri seorang hwesio berusia
hampir tujuh puluh tahun. Tangan kanannya memegang
sebatang tongkat bambu.
Melihat ini, algojo itu lalu mengayunkan goloknya, bukan
kepada leher Han Lin, melainkan ke arah kepala hwesio itu.
Algojo ini telah menerima uang sogokan dari Pangeran Cheng
Boan dan dipesan agar melaksanakan hukuman itu dengan
baik dan membunuh siapa saja yang berusaha untuk
menghalangi pelaksanaan hukuman. Akan tetapi hwesio tua
itu menggerakkan tangan kirinya. Serangan itu tertahan di
udara seolah tubuh algojo itu berubah menjadi arca, kemudian
sekali hwesio itu mendorongkan tangannya, tubuh algojo yang
tinggi besar itu terjengkang dan terjatuh ke bawah panggung.
Dia jatuh seperti sebongkah batu dan diam diatas tanah
karena tidak mampu bergerak lagi. Algojo itu telah terkena
totokan It-yang ci yang amat dahsyat.
Tentu saja semua orang menjadi terkejut dan terbelalak
melihat kejadian itu. Para perwira pasukan pengawal sudah
siap untuk mengerahkan pasukan mereka untuk mengepung
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dan menyerbu hwesio yang mereka anggap membikin kacau
itu.
Akan tetapi pada saat itu, tiga orang pejabat tinggi yang
sudah tua melangkah maju mendekati panggung di mana
hwesio itu berdiri, lalu ketiganya menjatuhkan diri berlutut.
"Hamba menghaturkan hormat kepada Yang Mulia Sri
Baginda Kaisar Hui Ti!" seru mereka bertiga dengan suara
lantang sehingga mengejutkan semua orang. Orang-orang
yang usianya lima puluhan tahun ke atas dapat mengenal
hwesio itu setelah tiga orang pejabat tinggi itu memberi
hormat. Kiranya hwesio itu adalah Kaisar Hui Ti yang pada
empat puluh tahun yang lalu terpaksa melarikan diri karena
istananya diserbu oleh pasukan Pangeran Yen, pamannya
sendiri yang memberontak. Selama empat puluh tahun Kaisar
Hui Ti disangka orang sudah mati, akan tetapi tidak pernah
ditemukan jenazahnya. Karena selama empat puluh tahun
tidak pernah muncul, dia dianggap sudah hilang. Maka,
kemunculannya sebagai seorang hwesio tentu saja amat
mengejutkan.
Kaisar Cheng Tung juga menjadi amat terkejut ketika
mendengar bahwa hwesio tua itu adalah bekas Kaisar Hui Ti.
Peristiwa terbuang dan larinya Kaisar Hu Ti dari istana terjadi
ketika dia masih kecil, akan tetapi sejak kecil dia sudah
mendengar cerita keluarga tentang Kaisar Hui Ti itu. Ketika
itu. Kaisar Hui ti yang baru berusia delapan belas tahun,
diserbu oleh pamannya sendiri. Pangeran Yen yang membawa
pasukan dari Peking menyerbu istana Kaisar Hui Ti di Nan
king. Setelah Kaisar Hui Ti melarikan diri.
Pangeran Yen menjadi kaisar baru yang berjuluk Kaisar
Yung Lo. Ketika Kaisar Yung Lo meninggal dunia dalam tahun
1425, penggantinya adalah puteranya Kaisar Hung Hsi. Akan
tetapi kaisar ini sudah berpenyakitan dan meninggal dunia
dalam tahun itu juga. Tahta kerajaan lalu diwariskan kepada
cucu mendiang Kaisar Yung Lo, yaitu Kaisar Hsuan Tek yang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menjadi kaisar hanya selama sebelas tahun. Kaisar Hsuan Tek
adalah ayah Kaisar Cheng Tung. Ketika ayahanda meninggal
dunia, Kaisar Cheng Tung memegang tahta dalam usia
delapan tahun.
Kalau diingat bahwa mendiang Kaisar Yung Lo adalah
kakek buyutnya, dan Kaisar Hui Ti adalah keponakan Kaisar
Yung Lo, maka Kaisar Hui Ti masih terhitung paman kakeknya.
Kaisar Cheng Tung adalah seorang Ahli sastra, seorang
yang memegang peraturan dan kebudayaan, seorang yang
bijaksana. Biarpun Kaisar Hui Ti adalah orang pelarian, akan
tetapi sekarang telah menjadi hwesio dan sudah tua, maka
diapun lalu turun dari kursinya, berdiri menghadap ke arah
hwesio itu dan merangkap kedua tangan depan dada lalu
memungkuk dengan hormat,
"Saya Cheng Tung memberi hormat kepada paman kakek
Hui Ti!" Suaranya lembut namun lantang dan mendengar ini,
semua pejabat yang hadir di situ lalu menjatuhkan diri berlutut
menghadap Hwesio itu dan memberi hormat.
"Omitohud....! Sribaginda Kaisar Cheng Tung yang
bijaksana dan semua pembesar kerajaan. Harap jangan
memberi penghormatan secara berlebihan. Pinceng (aku)
bukan lagi Kaisar Hui Ti, melainkan seorang hwesio tua
pengembara bernama Cheng Hian Hwesio."
"Paman Kakek yang budiman, petunjuk apakah yang
hendak kakek berikan kepada kami? Mengapa kakek
menghalangi pelaksanaan hukuman terhadap orang-orang
yang membunuh dua orang putera kami?"
"Omitohud! Sri Baginda Kaisar, pinceng tahu bahwa paduka
adalah seorang yang amat bijaksana dan baik hati, yang
kadang dapat mendatangkan kelemahan ini hingga paduka
mudah diperdaya orang jahat. Ketahuilah bahwa pemuda yang
memakai nama Han Lin ini adalah murid yang amat baik.
Pinceng berani menjamin, berani menanggung bahwa dia
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tidak mungkin membunuh kedua orang pangeran putera
paduka itu."
"Akan tetapi, paman kakek yang budiman, ketahuilah
bahwa ada bukti dan saksi dalam tuduhan itu dan sudah
terbukti bahwa Han Lin ini yang membunuh pangeran Cheng
Bhok. Tanpa bukti dan saksi, tidak mungkin kami mau
menjatuhkan hukuman dengan semena-mena terhadap orang
yang tidak berdosa." kata Kaisar Cheng Tung.
"Bukti dan saksi itu bohong semua!" kata Sian Eng dan
begitu ia mengerahkan tenaga sin-kang, tali yang
membelenggu kedua tangannya sudah putus dan kedua
tangannya itu kini bebas. Ia lalu membebaskan pula belenggu
kedua tangan Kiok Hwa dan melihat suhunya di situ, Han Lin
juga membebaskan kedua tangannya yang terbelenggu.
Para perwira yang memimpin pasukan pengawal adalah
orang-orang yang sudah tepengaruhi Pangeran Cheng Boan,
maka ketika Pangeran Cheng Boan berseru,
"Tangkap mereka!" para perwira itu meemberi isarat
kepada anak buahnya untuk bergerak.
"Semua diam dan tidak boleh bergerak!" tiba-tiba Kaisar
Cheng Tung membentak dan semua pengawal itu tentu saja
tidak berani bergerak. Bagaimanapun juaga, mereka tentu
saja lebih tunduk kepada Kaisar Cheng Tung daripada kepada
pangeran Cheng Boan.
"Nona, katakan mengapa engkau bilang bahwa bukti dan
saksi itu bohong semua."
"Yang Mulia, lo-cian-pwe ini benar kalau mengatakan
bahwa paduka terlalu lemah sehingga mudah diperdaya
orang. Paduka tidak tahu bahwa ada komplotan besar yang
bergerak di belakang paduka yang merencanakan semua
pembunuhan atas diri para pangeran itu. Paduka tidak tahu
bahwa Pangeran Cheng Lin yang berdiri di belakang paduka
itu adalah seorang manusia berhati iblis yang menyamar
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sebagai Pangeran Cheng Lin, dan bahwa Pangeran Cheng Lin
yang aseli bukan lain adalah saudara Han Lin inilah"
Tentu saja ucapan yang lantang sekali ini seperti
menyambarnya halilintar dalam cuaca terang. Semua orang
terkejut dan pada saat itu, sesosok bayangan meluncur dari
atas panggung Kaisar dan melayang ke atas panggung di
mana Sian Eng berdiri.
"Bohong! Fitnah! Perempuan busuk engkau patut mati!" Ki
Seng sudah menerjang bagaikan seekor burung elang
menyambar, kedua tangannya sudah memukul dan
mendorong dengan pengerahan tenaga sakti ke arah Sian
Eng.
Han Lin melihat serangan yang amat berbahaya itu. Diapun
melompat ke depan Sian Eng menyambut serangan itu
dengan kedua telapak tangannya pula.
"Blaarrr.....!" Dua tenaga sakti yang amat dahsyat dan kuat
itu saling bertumbukan dan akibatnya, tubuh Ki Seng terpental
keluar panggung dan tubuh Han Lin juga terdorong mundur.
Dua orang pemuda itu sudah siap lagi untuk saling serang,
akan tetapi pada saat itu terdengar suara Kaisar Cheng Tung.
"Semua berhenti! Yang berani bergerak menyerang berarti
menentang perintah kami dan akan dihukum berat!"
Mendengar perintah ini, Ki Seng tidak berani bergerak,
akan tetapi dia menoleh ke arah panggung tempat kaisar
berada dan dia berseru dengan lantang. "Akan tetapi,
ayahanda Kaisar yang mulia! Mereka ini berani melempar
fitnah dan menghina hamba, berarti mereka berani menghina
paduka pula!"
"Diamlah dulu, Pangeran Cheng Lin. kami akan menyelidiki
semua ini dan kalau mereka bersalah, pasti kami jatuhi
hukuman. Tidak perduli siapa, kalau dia bersalah pasti tidak
akan terlepas dari hukuman. Sekarang kami perintahkan
engkau Cheng Lin dan juga semua pangeran, dan kalian
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
bertiga yang didakwa sebagai pembunuh, agar menghadap
kami dalam persidangan. Paman Kakek Cheng Hian Hwesio
juga kami persilakan hadir dalam persidangan, demikian pula
semua menteri agar hadir dan ikut menyaksikan!" Setelah
berkata demikian, Kaisar Cheng Tung membungkuk terhadap
Cheng Hian Hwesio dan meninggalkan panggung kembali ke
dalam istana.
Dapat dibayangkan betapa panik rasa hati Pangeran Cheng
Boan melihat betapa keadaan menjadi berbalik dan
mengancam dirinya. Akan tetapi, hadirnya Cheng Hian Hwesio
bekas kaisar Hui Ti sungguh membuat dia tidak mampu
berkutik. Diapun tidak berani mengerahkan para pembantunya
untuk menyerang Han Lin dan dua orang gadis itu. Han Lin
saja sudah demikian lihainya, apalagi Cheng Hian Hwesio yang
menjadi gurunya. Juga para pejabat tinggi kini menggiringkan
Cheng Hian Hwesio dan tiga orang muda itu. Dia tidak
berdaya, tidak berani bergerak dan terpaksa mengikuti mereka
masuk ke istana, menuju ke ruangan persidangan di mana
Kaisar Cheng Tung sudah duduk dijaga ketat oleh para
perwira pengawal yang berdiri di belakang tempat duduk
kaisar.
Mereka semua menghadap Kaisar. Dalam ruangan
persidangan ini, para penghadap tidak berlutut seperti biasa,
melainkan disediakan kursi-kursi untuk mereka, di bagian yang
lebih rendah daripada tempat duduk kaisar. Kaisar Cheng
Tung nenghendaki demikian karena terasa tidak enak dan
tidak leluasa baginya kalau harus bersidang dengan orangorang
yang berlutut. Hui Sian Hwesio mendapatkan kursi
kehormatan di sebelah kiri kaisar Cheng Tung yang
menghormatinya sebagai sesepuh. Para menteri duduk di kiri
kanan. Empat orang pangeran, yaitu Pangeran Cheng Hwa,
Cheng Ki, Cheng Tek dan Cheng Lin palsu duduk menghadap
di depan kaisar. Tak jauh dari situ, menghadap Kaisar pula,
Han Lin, Sian Eng dan Kiok Hwa berlutut di atas lantai.
Sebagai pesakitan tentu saja mereka tidak duduk di atas kursi,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
melainkan berlutut. Suasana dalam ruang-persidangan itu
hening dan angker, dengan penjagaan yang ketat sehingga
Sian Eng yang biasanya rewel itupun tidak banyak ulah,
melainkan menurut saja ketika disuruh berlutut di sebelah kiri
Han Lin, sedangkan Kiok Hwa berlutut di sebelah kanan
pemuda itu.
Suasana hening itu membuat suara Kaisar Cheng Tung
terdengar lantang dan jelas ketika dia berkata sambil
memandang Cheng Hian Hwesio yang duduk di sebelah
kirinya.
"Paman Kakek Cheng Hian Hwesio, kami harap kakek suka
lebih dulu menceritakan tentang diri Han Lin sebagai murid
paman kakek."
"Omitohud, pinceng hanya dapat menegaskan bahwa murid
pinceng Han Lin adalah seorang pemuda yang baik dan
pinceng berani menanggung bahwa dia tidak mungkin
melakukan pembunuhan terhadap para pangeran. Adapun
yang mengaku sebagai Pangeran Cheng Lin juga pinceng
kenal dengan baik. karena dia dahulu menjadi murid pinceng
dengan nama A-seng. Pinceng telah melatih A-seng selama
bertahun-tahun, akan tapi ternyata kemudian bahwa dia
adalah seorang yang berwatak jahat sekali, dia bahkan pernah
berusaha untuk membunuh pinceng, dan dia telah membunuh
dua orang pengikut pinceng. Karena itu, pinceng harap
paduka agar berhati-hati dengan orang muda yang sesat itu."
kata Theng Hian Hwesio sambil memandang ada Ki Seng.
"Ayahanda Kaisar, hwesio tua ini sejak dulu pilih kasih,
tidak heran kalau dia kini membela Han Lin dan melemparkan
fitnah kepada hamba." kata Ki Seng, mengambil keputusan
untuk menyangkal semua tuduhan dan membela diri
sekuatnya.
"Diamlah, Cheng Lin dan jangan bicara kalau tidak ditanya.
Ini merupakan persidangan dan harus dipatuhi oleh siapapun
juga." Kaisar Cheng Tung menegur.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Sekarang giliranmu, nona. Siapa namamu?" Kaisar
memandang kepada Sian Eng dan gadis ini mengangkat muka
dan menatap wajah kaisar dengan berani. Kaisar Cheng Tung
tertegun. Jarang ada wanita muda berani menentang pandang
matanya setabah itu.
"Nama hamba Lo Sian Eng, Sribaginda yang mulia." jawab
Sian Eng.
"Coba jelaskan apa maksudmu ketika mengatakan tadi
bahwa ada komplotan yang merencanakan pembunuhan
terhadap para pangeran."
"Kebetulan sekali hamba tinggal di rumah Pangeran Cheng
Boan karena hamba dianggap sebagai puteri dari Suma Kiang,
seorang jagoan yang menjadi pembantu Pangeran Cheng
Boan. Kesempatan itulah hamba pergunakan untuk
mendengar percakapan tentang rahasia mereka Pangeran
Cheng Boan bersekongkol dengan Pangeran Cheng Lin palsu
untuk membunuh semua pangeran agar kelak Pangeran
Cheng Lin palsu dapat menjadi kaisar."
"Bohong besar! Harap paduka tidak mempercayai
kebohongan besar gadis setan itu, yang mulia!" Pangeran
Cheng boan berseru.
Kaisar Cheng Tung mengerutkan alisnya memandang
kepada Pangeran Cheng boan. "Adinda, apakah engkau tidak
tahu akan peraturan dalam persidangan? Adinda tidak boleh
bicara sebelum ditanya dan apakah engkau mengira kami
akan mudah percaya omongan orang begitu saja? Kami akan
menyelidiki dengan tuntas sehingga akan terbukti dan terlihat
papa yang salah dan siapa yang benar, karena itu, jangan
mengganggu kalau ada yang sedang memberi keterangan dan
jangan bicara kalau tidak ditanya!"
Pangeran Cheng Boan memberi hormat dan berkata lirih,
"Ampunkan hamba kakanda yang mulia."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Kaisar Cheng Tung memandang kepada Sian Eng dan
berkata. "Nona Lo Sian Eng, sekarang ceritakan sebenarnya
apa yang telah terjadi dan bagaimana engkau dapat berada
dalam pondok di hutan bersama Han Lin dan nona berpakaian
putih ini. Ceritakan sejujurnya dan jangan takut akan ancaman
siapapun juga."
"Baik, Sri. Baginda Yang Mulia. Hamba tidak takut terhadap
ancaman siapapun juga karena hamba menceritakan yang
sebenarnya. Kemarin dulu, hamba melihat kakak Han Lin dan
enci Tan Kiok Hwa ini sedang diserang dan hendak dibunuh
oleh dua orang datuk persilatan yang sesat, yaitu Suma Kiang
dan Toa Ok. Mereka berdua adalah kaki tangan Pangeran
Cheng Boan. Kakak Han Lin sedang menderita luka-luka
karena hukuman cambuk yang pelaksanaannya selama 2 kali
dilakukan oleh dia yang menamakan dirinya Pangeran Cheng
Lin itu. Hamba lalu membantu kakak Han Lin dan enci Tan
Kiok Hwa sehingga dua orang pembunuh itu melarikan diri.
Hamba bertiga lalu tinggal di pondok dalam hutan untuk
mengobati luka-luka. Pengobatan dilakukan oleh enci Tan Kiok
Hwa yang bagi rakyat tidak asing lagi dengan sebutan PeK I
Yok Sian-li karena ia sudah banyak menolong rakyat yang
diserang wabah penyakit. Tiba-tiba malam tadi pondok kami
diserbu pasukan dan kami dituduh telah membunuh seorang
pangeran. kami ditangkap dan dihadapkan paduka. Karena
pandainya mereka mengatur siasat, paduka juga tertipu dan
paduka menjatuhkan hukuman kepada kami bertiga. Hamba
yakin bahwa kematian pangeran itu tentu lakukan mereka lalu
menjatuhkan fitnah kepada kami bertiga. Hamba mohon
keadilan paduka yang bijaksana, yang mulia."
Pangeran Cheng Hwa mengerutkan alisnya. Mendengar
keterangan Sian Eng itu, dia merasa bahwa dia yang dijadikan
sasaran penipuan itu sehingga dia tadinya yakin bahwa Han
Lin yang melakukan pembunuhan itu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Kaisar Cheng Tung memandang kepada Kiok Hwa. "Nona
Tan Kiok Hwa. Kami telah mendengar tentang PeK I Yok Sianli,
kiranya engkau orangnya, Engkau terkenal sebagai seorang
ahli pengobatan yang sudah banyak memberi pertolongan
kepada rakyat tanpa minta imbalan. Orang seperti engkau
tentu tidak suka melakukan kejahatan dan berbohong. Nah,
ceritakanlah bagaimana engkau sampai terlibat dalam urusan
pembunuhan terhadap Pangeran Cheng shi sehingga ikut
ditawan?"
"Sri Baginda Yang Mulia, kiranya hamba tidak dapat banyak
memberi keterangan lagi karena semua sudah diceritakan oleh
adik Lo Sian Eng. Semua yang diceritakannya tadi benar
belaka. Hamba baru pulang dari dusun yang dilanda musibah
wabah. Di tengah perjalanan menuju kota raja, hamba melihat
kakak Han Lin yang sudah hamba kenal dalam keadaan lukaluka
yang cukup parah. Hamba lalu mengobatinya dan pada
saat itu muncul Suma Kiang dan Toa Ok yang menyerang
kakanda Han Lin dan hamba. Tentu hamba berdua sudah
tewas di tangan mereka karena kakak Han Lin sedang terluka
parah kalau saja tidak muncul adik Lo Sian Eng yang
membantu sehingga dua orang itu dapat diusir. Hamba
bertiga lalu pergi ke pondok dalam hutan untuk mengobati
luka-luka hamba. Kemudian tiba-tiba malam itu pasukan
datang menyerbu dan menangkap hamba bertiga dengan
tuduhan membunuh seorang pangeran. Demikianlah keadaan
yang sesungguhnya, Yang Mulia."
Kaisar Cheng Tung mengangguk-angguk sambil mengerling
ke arah Pangeran Cheng Boan dan Ki Seng. Kedua orang ini
tampak menundukkan muka dan mengerutkan alis. Kaisar
Cheng Tung lalu berkata kepada Han Lin, suaranya lantang
berwibawa terdengar oleh semua yang yang hadir dalam
persidangan itu.
"Han Lin sekarang katakan dengan tegas, jujur dan terus
terang. Siapakah sesungguhnya dirimu? Benarkah apa yang di
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
katakan Nona Lo Sian Eng tadi bahwa engkau sebenarnya
adalah Pangeran Cheng Lin?"
Han Lin segera memberi hormat dan menjawab dengan
tenang dan tegas.
"Ampunkan hamba, Yang mulia. sesungguhnyalah, hamba
bernama Cheng Lin dan menurut keterangan mendiang ibu
hamba, ayah hamba adalah paduka sri Baginda Kaisar Cheng
Tung."
Suasana menjadi hening di ruangan itu. pangeran Cheng
Boan dan Ki Seng bersungut-sungut memprotes, namun tidak
berani mengeluarkan suara. Kaisar menatap wajah Han Lin
dan dia membayangkan wajah Chai Li. Ada keharuan
menyelinap dalam hatinya. Akan tetapi dia masih belum yakin
dan akan menyelidiki sampai jelas benar yang mana
sebetulnya putera kandungnya yang terlahir dari Puteri Chai
Li.
"Han Lin, kalau benar engkau Pangeran Cheng Lin seperti
yang kau katakan, lalu kenapa engkau tidak mengaku
demikian kepada kami, sebaliknya menggunakan nama Han
Lin?"
"Hamba tidak berani, Yang Mulia, karena bukti diri hamba,
yaitu Suling Pusaka Kemala yang hamba terima dari mendiang
ibu hamba, telah dicuri oleh A-seng yang kini telah mengaku
sebagai Pangeran Cheng Lin,"
Ki Seng menjadi gelisah duduknya, mukanya berubah
sebentar merah sebentar pucat. Ingin rasanya dia menyerang
Han Lin, akan tetapi dia tidak berani dan hanya memandang
kepada Han Lin dengan mata melotot penuh kebencian.
"Hemm, Han Lin, tahulah engkau bahwa sedikit saja
engkau bercerita bohong, kami akan menjatuhkan hukuman
seberat-beratnya kepadamu? Apakah benar semua
keteranganmu tadi?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Hamba berani bersumpah dan berani mempertanggungjawabkan
semua keterangan hamba, kalau hamba berbohong
hamba siap untuk menerima hukuman apapun juga yang
paduka jatuhkan kepada hamba."
"Kalau begitu, ceritakanlah riwayatmu, sejak kecil sampai
sekarang. Ceritakan yang penting dan garis besarnya saja
untuk membuktikan kebenaran keteranganmu tadi." kata
Kaisar Cheng Tung dengan suara memerintah.
"Hamba dilahirkan di perkampungan Mongol. Ibu hamba
adalah Puteri Chai Li, keponakan dari kakek Kapokai Khan.
Ketika hamba terlahir, ayah kandung hamba tidak ada di sana.
Ketika hamba berusia tiga tahun, datang Suma Kiang yang
kemudian dengan ancaman menculik ibu Chai Li dan hamba,
membawanya pergi dari perkampungan ibu hamba. Di tengah
perjalanan, ibu dan hamba ditolong dan dibebaskan dari
tangan Suma Kiang yang amat jahat. Suma Kiang yang
hendak mengganggu ibu membuat ibu nekat menggigit
lidahnya sendiri sampai putus. Untung ada Gobi Sam-sian, tiga
orang pendekar budiman yang menolong kami....."
Wajah Kaisar Cheng Tung menjadi agak pucat. "Ia.....
ibumu.... putus lidahnya? Menjadi gagu.....?" tanyanya lirih.
"Benar. Yang Mulia. Ibu masih dapat bicara, akan tetapi
tidak jelas dan ia lebih banyak menggunakan tulisan kalau
hendak menyatakan sesuatu. Ketika hamba berusia enam
tahun, Gobi Sam-sian menggembleng hamba ilmu silat. Ketika
hamba berusia sepuluh tahun, mendiang ibu hamba baru
menceritakan tentang asal-usul hamba, siapa ayah kandung
hamba yang belum pernah hamba lihat karena beliau telah
meninggalkan ibu hamba sewaktu hamba berada dalam
kandungan dan sejak itu tidak pernah ada kabar beritanya
lagi!" Dalam ucapan Han Lin ini terkandung nada teguran
yang membuat wajah Kaisar Cheng Tung menjadi kemerahan.
Dia menghela napas panjang lalu berkata lirih.
"Lanjutkan ceritamu!"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Mendiang Ibu Chai Li menyerahkan sebatang suling, yaitu
Suling Pusaka Kemala setelah ia meniup suling itu dan
memainkan sebuah lagu. Pada saat itu, Gobi sam-sian
mengajak hamba berdua dengan ibu melarikan diri dari
pengejaran Suma Kiang dan Sam Ok yang hendak membunuh
hamba dan ibu. Akan tetapi Suma Kiang dapat menyusul. Gobi
Sam-sian roboh oleh Suma Kiang dan Sam Ok. Ibu melompat
ke dalam jurang ketika hendak ditangkap Suma Kiang. Hamba
lalu diperebutkan oleh Sam Ok dan Toa Ok. Kemudian muncul
Suhu Bu Beng Lojin yang menolong hamba dan kemudian
hamba menjadi murid beliau."
"Jadi ibumu melompat ke dalam jurang dan tewas?" Kaisar
Cheng Tung bertanya, suaranya terkandung keharuan yang
mendalam.
"Tadinya hamba mengira demikian, Yang Mulia. Akan tetapi
ternyata kemudian bahwa ibu Chai Li selamat karena tertolong
oleh Ji Ok. Kemudian suhu Bu Beng Lojin membawa hamba
pergi menghadap Suhu Cheng Hian Hwesio dan hamba
digembleng ilmu oleh Suhu Cheng Hian Hwesio. Pada saat
itulah muncul A-seng yang mengaku orang tuanya dibunuh
penjahat. Dia diterima oleh Suhu Cheng Hian Hwesio dan
menjadi murid beliau, jadi boleh dibilang dia itu masih saudara
seperguruan hamba. Karena hubungan kami baik dan dia
hamba anggap sebagal saudara seperguruan, maka hamba
ceritakan asal usul hamba kepadanya. Hamba memperlihatkan
Suling Pusaka Kemala kepada A-seng. Lima tahun kemudian
pada suatu hari A-seng datang dan bermalam dalam kamar
hamba. Ketika hamba terbangun, ternyata A-seng sudah tidak
ada dan Suling Pusaka Kemala hamba hilang, dicuri oleh Aseng.
Hamba mengejar ke pondok Suhu Cheng Hian Hwesio.
Ternyata A-seng telah minggat bahkan telah membunuh dua
orang pembantu Suhu Cheng Hian Hwesio dan membakar
pondok, bahkan menyerang Suhu Cheng Hian Hwesio,
kemudian karena tidak berhasil lalu melarikan diri."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Jahat sekali!" kata Kaisar Cheng Tung sambil melirik ke
arah Ki Seng yang mengerutkan alis, cemberut dan
menggeleng-geleng kepala seolah membantah semua cerita
Han Lin. "Lalu bagaimana? Lanjutkan!"
"Hamba lalu turun gunung hendak mencari A-seng dan
merampas kembali suling pusaka, juga hamba ingin pergi ke
kota raja menghadap Sri Baginda Kaisar Cheng Tung untuk
mengingatkan beliau bahwa ibu Chai Li hidup sengsara sampai
matinya dengan selalu mengharap-harap berita yang tak
kunjung tiba....."
"Berani engkau bicara seperti itu terhadap ayahanda kaisar
yang mulia!" bentak Ki Seng.
"Diam kau!" Kaisar Cheng Tung membentak pula dan dia
memejamkan kedua matanya dan memegang kepalanya yang
tiba-tiba pening. Dia merasa menyesal sekali mendengar
bujukan orang-orang seperti Pangeran Cheng Boan sehingga
dia melupakan Puteri Chai Li yang pernah dicintanya.
"Bagaimana dengan nasib ibumu?" tanyanya dengan lirih
kepada Han Lin.
"Ibu Chai Li tewas ketika hendak melindungi hamba dari
serangan Ji Ok dengan pisau terbang. Ibu yang terkena pisau
dan tewas. Akan tetapi hamba telah berhasil membalaskan
kematian ibu dan hamba telah membunuh Ji Ok."
"Kemudian bagaimana engkau terlibat dengan urusan
pembunuhan Pangeran Cheng Bhok di hutan dekat pondok di
mana engkau berada?"
"Paduka telah mengetahui. Hamba tanpa sengaja dapat
menyelamatkan Pangeran Cheng Hwa dari usaha pembunuhan
orang bertopeng. Hamba diterima masuk istana sebagai
pengawal. Lalu hamba difitnah hendak menyerang para
pangeran, padahal yang hamba serang adalah A-seng yang
telah mencuri Suling Pusaka Kemala milik hamba. Hamba
dijatuhi hukuman cambuk dan A-seng menggunakan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kesempatan ini untuk mencambuk hamba dua kali dengan
pengerahan dengan tenaga saktinya sehingga hamba
menderita luka parah. Bahkan ketika adik Tan Kiok Hwa
mengobati hamba yang terluka, muncul Suma Kiang dan Toa
Ok Untuk membunuh hamba, untung muncul adik Lo Sian Eng
yang menolong hamba. Hamba bertiga mengaso dan berobat
dalam pondok, akan tetapi kembali kami difitnah, dituduh
membunuh Pangeran Cheng Bhok. Hamba yakin bahwa ini
tentu perbuatan A-seng atau yang kini nenyamar sebagai
Pangeran Cheng Lin palsu."
"Akan tetapi kenapa Pangeran Cheng Bhok tewas oleh
sebatang pedang dan engkau mengakui pedang itu sebagai
milikmu?" tanya Kaisar Cheng Tung.
"Memang benar itu pedang hamba, yang Mulia. Akan tetapi
pedang hamba Im Yang Pokiam itu telah diambil oleh A-seng
ketika hamba dijatuhi hukuman cambuk dan belum pernah
kembali ke tangan hamba."
Kaisar Cheng Tung hampir tidak dapat menahan
kemarahan lagi. Dia hampir yakin akan kebenaran keterangan
Han lin dan diapun memandang kepada Ki Seng dengan sinar
mata penuh kemarahan. Akan tetapi dia adalah seorang yang
bijaksana dan tidak mau dipengaruhi nafsu amarah. Dia harus
mendapatkan bukti yang lebih meyakinkan lagi.
"Pangeran Cheng Lin, engkau sudah mendengar semua
keterangan tadi. bagaimana jawaban dan pembelaan dirimu,
Kami ingin mendengar." kata Kaisar Cheng Tung.
Ki Seng memandang ke arah Han Lin dengan mata melotot
dan muka marah. kemudian dia memberi hormat kepada
Kaisar Cheng Tung. "Ayahanada Kaisar yang mulia. Semua itu
hanya fitnah belaka. Mereka memang bersekongkol untuk
menjatuhkan hamba, agar penjahat pembunuh Han Lin ini
dapat mengambil alih kedudukan hamba. Dia berbohong dan
palsu!"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Pangeran Cheng Lin, apakah engkau masih ingat suling
ini?" Kaisar Cheng Tung mengeluarkan Suling Pusaka Kemala
yang sejak tadi memang sudah dipersiapkan dalam
persidangan itu. Dia mengangkat suling itu untuk diperlihatkan
kepada semua yang hadir.
"Tentu saja hamba ingat, Ayahanda kaisar Yang Mulia. Itu
adalah Suling Pusaka Kemala yang dulu hamba terima dari
mendiang Ibu Chai Li."
"Bagus kalau masih ingat. Nah, terimalah suling ini dan
coba tiup dan mainkan lagu yang biasa dimainkan Puteri Chai
Li dengan suling ini." Kaisar Cheng Tung menyerahkan suling.
Ki Seng menerimanya dan dia menjadi bingung. Dia pernah
mendengar Han Lin meniup suling itu dan dia hanya ingat
sedikit-sedikit lagu itu. Dia sendiripun sudah mempelajari
untuk meniup suling itu sebelumnya, untuk menjaga segala
kemungkinan. Dia dapat memainkan banyak lagu dengan
tiupan suling itu, akan tetapi, lagu yang di maksudkan Kaisar
Cheng Tung itu dia tidak tahu, hanya pernah mendengar Han
Lin memainkannya satu kali.
"Hayo cepat mainkan lagu itu, kami ingin sekali
mendengarnya."
Terpaksa Ki Seng menempelkan suling pada bibirnya dan
meniup suling itu, memainkan lagu yang pernah didengarnya
dari Han Lin, akan tetapi karena dia hanya tahu dan ingat
sepotong-sepotong saja, maka lagu itu dia campur dengan
lagu lain sehingga terdengar tidak karuan dan kacau balau!
Sian Eng yang sedikit banyak juga mengerti akan seni suara,
tidak dapat menahan geli hatinya dan tertawa, akan tetapi
cepat mendekap mulutnya dengan kedua tangan sehingga
suara tawanya yang merdu hanya sempat membocor sedikit.
Semua mata yang hadir kini ditujukan kepada Ki Seng yang
menjadi semakin gugup sehingga dia menyudahi tiupan
sulingnya.
-00d00w00-
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Jilid XXIX
"TAHUKAH engkau, apa nama lagu yang biasa dimainkan
dengan tiupan suling oleh Puteri Chai Li?" tanya Kaisar Cheng
Tung kepada Ki Seng.
Ki Seng diam saja, tidak mampu menjawab dan tampak
bingung, wajahnya berubah agak pucat.
"Hayo jawab!" bentak Kaisar Cheng Tung.
"Hamba....hamba tidak ingat lagi..... sudah terlalu lama...."
Kaisar menoleh kepada seorang perwira pengawal. "Ambil
suling itu dan serahkan kepada Han Lin."
Kepala pengawal itu menghampiri Ki Seng. Tanpa berkata
apapun Ki Seng menyerahkan suling itu dan kepala pengawal
membawanya kepada Han Lin dan menyerahkan suling itu.
Han Lin menerima dan menempelkan suling itu pada dada dan
bibirnya dengan rasa haru yang mendalam karena dia teringat
kepada ibunya.
"Han Lin, tahukah engkau lagu apa yang sering dimainkan
ibu kandungmu dengan suling ini?" tanya Kaisar Cheng Tung.
"Hamba tahu, Yang Mulia. Lagu itu adalah sebuah lagu
Mongol yang berjudul Suara Hati Seorang Gadis."
Kaisar Cheng Tung tersenyum dan mengangguk-angguk.
"Dan engkau dapat memainkan lagunya dengan Suling Pusaka
Kemala itu?"
"Akan hamba coba, Yang Mulia."
"Mainkanlah dan buktikan kepada semua orang bahwa
sebenarnya engkaulah Pangeran Cheng Lin yang aseli."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Keadaan menjadi hening sekali karena semua orang ingin
sekali mendengar apakah Han Lin benar-benar akan dapat
mainkan suling itu dengan benar. Yang tahu akan
kebenarannya tentu saja hanya Kaisar Cheng Tung karena dia
seoranglah yang mengenal lagu yang biasa dimainkan Puteri
Chai Li itu.
Dari dalam keheningan itu mencuat keluar suara suling
yang mengalun merdu dan Kaisar Cheng Tung memejamkan
kedua matanya. Lagu Suara Hati Seorang Gadis itu
membawanya melayang ke masa lalu dan terbayanglah dalam
benak-nya gadis Mongol jelita yang menjadi kekasihnya, Puteri
Chai Li duduk dengan agungnya dan meniup suling itu.
Ketika suara suling itu berhenti, Kaisar Cheng Tung
membuka kedua matanya dan ternyata sepasang bola mata
itu ber-linang air mata. "Han Lin, engkaulah Pangeran Cheng
Lin yang aseli, engkau-lah puteraku, putera Chai Li......, kesinilah,
Cheng Lin, biarkan aku memeluk-mu!"
Han Lin merangkak maju menghampiri dan Kaisar Cheng
Tung lalu merangkul-nya. Sepasang mata Han Lin atau
Pangeran Cheng Lin bercucuran air mata. Dia terharu, bahagia
dan juga sedih teringat akan ibunya.
Terdengar tepuk tangan dan semua orang tercengang dan
memandang. Ternyata yang bertepuk tangan itu adalah sian
Eng. Saking girangnya ia lupa diri, Ia sedang berada dalam
istana, di ruangan persidangan lagi. Akan tetapi sungguh
aneh, ketika semua orang memandangnya, para menteri dan
pejabat itu serentak ikut bertepuk tangan karena merekapun
merasa gembira.
Akan tetapi suara tepukan gemuruh itu masih kalah oleh
nyaringnya teriakan yang keluar dari mulut Ki Seng, "Keparat
Han Lin! Engkau atau aku yang akan mati di sini!"
Semua orang terkejut dan menengok, Ki Seng sudah
bangkit dengan marah sekali. Wajahnya menjadi merah dan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menyeramkan, matanya mencorong seperti mata harimau
dalam kegelapan. Melihat ini, Kaisar Cheng Tung berseru
kepada para pengawal, "Tangkap pangeran palsu yang jahat
ini!"
Pasukan pengawal segera dipimpin dua orang perwira
pengawal, siap untuk mengepung.
"Yang Mulia..... ayahanda Kaisar, perkenankanlah hamba
yang akan menandinginya." kata Han Lin atau Pangeran
Cheng Lin kepada ayah kandungnya.
"Jangan, Cheng Lin, biar pasukan yang menangkapnya. Dia
berbahaya sekali." kata Kaisar Cheng Tung yang
mengkhawatirkan keselamatan putera yang baru ditemukan
itu.
"Omitohud.....! Sri Baginda, biarkan saja mereka berdua itu
membuktikan apa yang benar dan siapa salah di antara
mereka. Yang benar akhirnya tentu menang dan yang salah
kalah!" kata Cheng Hian Hwesio. Mendengar ucapan paman
kakeknya yang juga menjadi guru dari kedua orang muda itu,
Kaisar Cheng Tung percaya dan merasa tenang. Dia memberi
isarat kepada para pengawal dengan tangannya. Para
pengawal itu disuruh mundur oleh dua orang perwira dan
mereka hanya berjaga-jaga di pinggiran. Sementara itu, Han
Lin atau Pangeran Cheng Lin melangkah maju menghampiri Ki
Seng yang sudah siap dan bertekad untuk mengamuk dan
terutama sekali membunuh Han Lin yang telah membuka
rahasianya. Dia tahu bahwa kiranya tidak mungkin baginya
untuk dapat lolos keluar dari istana yang terjaga ketat itu.
Tidak mungkin baginya untuk melawan pasukan kota raja
yang berjumlah ribuan. Akan tetapi dia tidak mau mati begitu
saja menerima hukuman. Dia harus dapat membunuh Han Lin,
Sian Eng dan Kiok Hwa dan kalau mungkin, dia hendak
membunuh pula kaisar! Akan tetapi pertama-tama dia harus
membunuh Han Lin yang dianggap musuh besarnya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Kini dua orang muda itu berdiri saling berhadapan dalam
jarak tiga meter. Han Lin berdiri dengan sikap tenang sekali,
kedua bola matanya masih basah. Sebaliknya Ki Seng berdiri
agak membungkuk seperti seekor biruang hendak menerkani
mangsanya.
"Han Lin, engkau merusak kebahagiaan hidupku. Engkau
harus mati di tangan ku!" bentak Ki Seng dan suaranya sudah
tidak seperti biasa lagi, tidak lembut ramah melainkan parau
dan mengandung ancaman yang mengerikan.
"A-seng, kalau ada orang tersesat dan melakukan
kejahatan, hal itu masih wajar. Akan tetapi engkau selalu
membalas kebaikan orang dengan kejahatan, hal itu sungguh
keterlaluan sekali. Suhu Cheng Hian Hwesio menampung dan
menerima-mu sebagai murid yang disayangi, namun apa
balasmu? Engkau membunuh Paman Nelayan Gu dan Paman
Petani Lai dua orang pembantu setia Suhu Cheng Hian
Hwesio, engkau membakar pondok suhu dan bahkan berani
menyerang dan hendak membunuh Suhu Cheng Hian Hwesio.
Kemudian, sebagai saudara seperguruan-mu, aku besikap
jujur dan baik kepada-mu, menceritakan riwayatku yang
kurahasiakan kepada orang lain. Akan tetapi apa yang
kaulakukan terhadap aku? Engkau mencuri Suling Pusaka
Kumala, bukan itu saja, bahkan engkau mengatur siasat untuk
melempar fitnah keji kepadaku sehingga nyaris aku dihukum
mati. Kemudian, yang sungguh amat jahat sekali, engkau
diterima dan diperlakukan dengan penuh kebijaksanaan dan
baik sekali oleh Sri Baginda Kaisar, engkau dijadikan seorang
pangeran yang mulia dan dihormati, akan tetapi apa balasmu?
Engkau bersekongkol dengan Pangeran Cheng Boan untuk
membunuhi semua pangeran agar kelak engkau yang akan
menggantikan kedudukan Kaisar. Sungguh dosamu tak
mungkin dapat diampuni, A-seng!"
Pada saat itu terdengar suara gaduh di sebelah kiri. "Heii,
kau kira akan dapat melarikan diri dariku?" Tampak bayangan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
merah muda berkelebat. Tahu-tahu Sian Eng sudah
mencengkeram leher baju Pangeran Cheng Boan yang hendak
melarikan diri secara diam-diam dan sekali banting, tubuh
Pangeran Cheng Boan yang gendut itupun terpelanting keras
dan roboh menelungkup, Punggungnya diinjak kaki kanan Sian
Eng sehingga dia tidak mampu berkutik.
"Yang Mulia, apa yang harus hamba lakukan dengan
pengkhianat ini?" tanya Sian Eng sambil memandang ke arah
Kaisar Cheng Tung. Perbuatan dan sikap gadis ini sungguh
lancang sekali dan bisa dianggap kurang sopan di hadapan
Kaisar. Akan tetapi Kaisar Cheng Tung menganggap gadis
pemberani itu tangkas dan lucu. Dia tersenyum dan memberi
perintah kepada kepala pengawal.
Share:
cersil...
Comments
0 Comments

Postingan Cersil Terbaru