Kamis, 04 Mei 2017

Cersil Cerita Silat KPH Best 11 Tiga Naga Sakti

Cersil Cerita Silat KPH Best 11 Tiga Naga Sakti Tag:cersil cersil indo cersil mandarin full cerita silat mandarin online cersil langka cersil mandarin lepas cerita silat pendekar matahari kumpulan cerita silat jawa cersil mandarin beruang salju. cerita silat pendekar mataharicerita silat indonesia cerita silat kho ping hoo cerita silat mandarin online cerita silat mandarin full cerita silat jawa kumpulan cerita silat cerita silat jawa pdf cerita silat indonesia gratis cerita silat jadul indonesia cerita silat indonesia pendekar rajawali sakti cersil indonesia pendekar mabuk cersil langka cersil dewa arak cerita silat jaman dulu cersil jawa download cerita silat mandarin full cerita silat mandarin online cersil mandarin lepas cerita silat mandarin pendekar matahari cerita silat jawa pdf cersil indonesia pdf cersil mandarin beruang salju kumpulan cerita silat pdf Cersil Cerita Silat KPH Best 11 Tiga Naga Sakti
kumpulan cerita silat cersil online
Cersil Cerita Silat KPH Best 11 Tiga Naga Sakti
Siapakah adanya dua orang kakek yang angkuh dan
berwibawa itu? Kakek berhuncwe itu bukan lain adalah Lamong
sendiri! Kebetulan sekali pada malam hari itu Lam-ong
bersama pembantunya, kakek ke dua itu, sedang melancong
ke telaga itu. Lam-ong bernama Oh Ging Siu, seorang tokoh
kang ouw kenamaan di selatan, terkenal sebagai seorang
berilmu tinggi sekali, terutama huncwenya itu yang dinamakan
huncwe maut, amat ditakuti orang. Karena merasa bahwa di
wilayah selatan dia merupakan datuk nomor satu, maka dia
memakai julukan Lam-ong! Tentu saja julukan ini banyak
mengundang permusuhan, akan tetapi para tokoh liok lim dan
kang ouw yang merasa tidak setuju dengan julukan yang amat
sombong ini, seorang demi seorang telah dirobohkan oleh
Lam-ong Oh Ging Siu sehingga akhirnya dia diakui sebagai
Lam-ong! Kedudukannya itu adalah semacam bengcu
diselatan, dan tentu saja yang dikuasainya hanyalah kaum
sesat saja, dan sudah tentu saja golongan partai-partai
persilatan besar tidak mengakuinya sebagai pusat pimpinan.
Betapapun juga, karena Lam-ong memiliki ilmu kepandaian
yang amat hebat dan pengaruhnya amat besar, hampir
seluruh dunia hitam tunduk kepadanya maka partai-partai
besar tidak mau berurusan dengan dia, apa lagi karena Lamong
pun tidak begitu bodoh untuk memusuhi partai - partai
besar ini. Adapun kakek ke dua yang berwajah pucat itu?
Kakek inipun bukan orang sembarangan, melainkan pembantu
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
atau tangan kanan dari Lam-ong. Dia berjuluk Lam-thian
Seng-jin, seorang yang juga terkenal lihai bukan main.
Sebetulnya, dua orang kakek ini tidak pernah berurusan
secara langsung dengan fihak lawan, apa lagi sampai harus
menangani sendiri. Mereka merasa terlampau tinggi, dan
adalah merendahkan nama mereka yang besar dan tinggi itu
untuk turun tangan sendiri menghadapi lawan. Cukup dengan
anak buah mereka. Akan tetapi, karena kebetulan sekali
malam ini mereka bermalam di tepi telaga dan mendengar
betapa anak buah mereka yang katanya sedang mencarikan
ikan untuk bahan hidangan pagi mereka lalu anak buah
mereka itu diganggu orang yang kabarnya memiliki
kepandaian tinggi, Lam-ong dan pembantunya marah sekali.
Demikianlah, pagi itu mereka dengan diantar oleh kaki tangan
mereka sudah menanti di tepi telaga ketika perahu besar itu
menepi. Akan tetapi, Lam-ong dan Lam-thian Seng- jin sudah
merasa kecewa melihat bahwa kakek dan pemuda itu sama
sekali tidak terkenal, kelihatan seperti dua orang nelayan biasa
saja yang sama sekali tidak patut untuk mereka hadapi
sendiri!
Duabelas orang anak buah Lam-ong agaknya juga
berpendapat demikian. Melihat betapa alis tebal yang
melindungi sepasang mata sipit dari Lam ong itu
berkerut,kemudian kepala itu bergerak memberi isyarat
dengan sikap membayangkan kekesalan hati, duabelas orang
yang terdiri dari pimpinan - pimpinan bajak telaga, sungai dan
laut di daerah selatan itu segera menyambut Sian Lun dan
gurunya dan maju nengepung mereka berdua.
Seorang di antara mereka yang brewok dan mukanya
hitam, dengan suara besar lantang segera menegur, "Apakah
kalian berdua yang telah berani mati mengganggu anak buah
kami dan berani pula merampas perahu milik Lam-ong ya ?"
Sian Lun tersenyum, penuh ketenangan. Kini dia lebih
waspada dan lebih bijaksana semenjak bercakap dengan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
gurunya tadi, dan tidak akan mudah terseret oleh nafsu
amarah.
"Sesungguhnya, apa yang kaukatakan itu adalah hal yang
sebaliknya. Kami berdua yang diganggu oleh anak buah kalian
dan perahu kami yang dipukul hancur oleh anak buah kalian."
Mendengar jawaban ini, duabelas orang itu meniadi marah.
Tanpa banyak cakap mereka bergerak dan menyerang kepada
kakek dan pemuda yang kelihatan tenang saja itu. Lam ong
dan Lam-thian Seng-jin hanya memandang saja ketika anak
buah mereka menubruk dua orang yang berada di tengahtengah,
dalam keadaan terkurung itu. Akan tetapi mereka
terbelalak kaget ketika melihat betaapa duabelas orang itu
tiba-tiba terlempar kembali ke belakang seperti daun-daun
kering tertiup angin keras. Duabelas orang itu makin marah
karena tiba-tiba mereka terdorong ke belakang begitu pemuda
itu menggerakkan kedua lengannya, dan mereka sudah
mencabut senjata masing-masing, siap untuk mengeroyok.
"Tahan ! Mundur kalian semua" Tiba-tiba terdengar seruan
suara yang tinggi nyaring dan mendengar ini, duabelas orang
itu cepat mundur, agaknya jerih bukan main mendengar
perintah ini. Kiranya yang berteriak itu adalah Lam-thian Sengjin,
wakil atau pembantu utama dari Lam-ong yang masih
kelihatan tenang-tenang saja itu, Lam-thian Seng-jin megenal
pukulan sakti yang hawanya saja sudah nembuat duabelas
orang itu terpental, maka hatinya mulai tertarik dan
penasaran. Dia tadi tidak melihat siapa yang melakukan
dorongan dengan hawa pukulan dahsyat itu, akan tetapi
mengira bahwa tentu kakek tua renta itulah yang
melakukannya. Dua orang itu tadi dikurung rapat maka dia
tidak dapat melihat mereka. Akan tetapi, melihat dahsyatnya
hawa pukulan, tidak salah lagi tentu kakek itulah yang
melakukannya dan dia mengira bahwa tentu kakek itu seorang
pandai yang menyembunyikan diri maka sama sekali tidak
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
pernah dikenalnya. Betapapun juga kalau dia mendengar
nama kakek sederhana itu mungkin dia akan mengenalnya.
Lam-thian Seng-jin sudah mendapat isyarat dari Lam-ong
dan dia sudah turun dari atas kursinya, melangkah dengan
sikap tenang dan dengan gerakan kaki tegap seperti langkah
harimau, menghampiri guru dan murid itu. Adapun Lam-ong
sendiri masih duduk dan mengisap huncwenya dengan mata
meram melek dan sikap acuh tak acuh, namun sesungguhnya
pandang matanya tak pernah melepaskan kakek dan pemuda
itu.
Kini Lam-thian Seng-jin telah berhadapan dengan Sian Lun
dan Siangkoan Lojin. Sian Lun bersikap tenang, berdiri tegak
sedangkan Siangkoan Lojin sambil tersenyum lalu duduk di
atas batu di tepi telaga itu, mengambil sikap sebagai penonton
karena memang dia ingin sekali melihat sikap dan sepak
terjang muridnya menghadapi lawan yang dia tahu amat
tangguh ini. Inilah merupakan ujian yang amat baik bagi
muridnya, pikir kakek ini dengan hati gembira.
Lam-thian Seng-jin adalah seorang tokoh besar di dunia
persilatan wilayah selatan menjadi orang nomor dua sesudah
Lam-ong, maka tentu saja dia menyesuaikan sikapnya dengan
kedudukannya yang tinggi, tidak seperti para anak buah yang
tadi bertindak sembrono dan sama sekali tidak mempunyai
wibawa. Dia kini menghampiri Siangkoan Lojin dan
mengangguk sebagai tanda hormat atau salam, lalu terdengar
dia berkata, suaranya lantang namun halus, sikapnya angkuh.
"Sobat, agaknya engkau belum pernah mendengar nama
Lam-ong dan aku Lam-thian Seng-jin adalah wakil dan
pembantu beliau. Akan tetapi kami juga belum pernah
bertemu denganmu, oleh karena itu, sukalah kiranya engkau
memperkenalkan diri dan apa sebabnya engkau mengganggu
pekerjaan anak buah kami."
Siangkoan Lojin tersenyum lebar dan sepasang matanya
memandang dengan jenaka. Sikapnya tak acuh dan dia
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mengangkat alisnya ketika menjawab, "Engkau tanya
kepadaku, sobat? Namaku Siangkoan, tukang cari ikan. Kalau
kau mau tahu tentang urusan dengan anak buahmu, tanya
saja kepadanya." Dia menuding kepada Sian Lun.
"Benar, akulah yang bertanggung jawab atas semua
kejadian tadi !" Sian Lun berkata karena dia maklum bahwa
gurunya paling tidak mau urusan. Kini Lam-thian Seng-jin
memutar tubuh menghadapinya, alisnya berkerut. Jadi
pemuda inikah yang memiliki hawa pukulan dahsyat tadi? Dan
siapakah kakek bernama Siangkoan itu? Memang ada
beberapa orang tokoh kang-ouw yang memiliki she (nama
keturunan) Siangkoan, akan tetapi mereka semua itu
dikenalnya dan kakek ini bukan seorang di antara mereka.
Benar-benar dia belum pernah mendengar nama kakek ini
sebagai tokoh kang-ouw. Barangkali pemuda itu pernah
didengar namanya.
"Hemm, begitukah?" Dia berkata sambil menatap wajah
pemuda itu dengan tajam. "Dan siapakah engkau, orang
muda?"
"Nama saya Tan Sian Lun, locianpwe," jawab Sian Lun
dengan sikap hormat dan sikap serta jawaban ini membuat
Lam-thian Seng-jin menjadi hati-hati karena dari sikap dan
jawaban itu dia dapat menduga bahwa pemuda ini bukan
orang sembarangan, melainkan seorang pemuda yang tahu
akan sopan santu dan seperti orang terpelajar, keadaan
seorang pemuda seperti itu jauh lebih berbahaya dari pada
seorang pemuda yang kasar dan sombong mengandalkan
kepandaiannya.
"Hemm, Tan-sicu, engkau yang masih amat muda ini telah
berani mengacau di selatan. Ceritakan apa sebabnya engkau
bentrok dengan anak buah kami."
"Bukan kami sengaja hendak bermusuhan, locianpwe. Saya
dan suhu sedang memancing ikan, tahu-tahu kami diserang
oleh mereka yang berperahu besar." Dia menoleh ke arah
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tujuh orang yang semalam atau menjelang pagi tadi
menghancurkan perahu kecilnya. Sementara itu, kembali Lamthian
Seng-jin terkejut dan mengerling ke arah Siangkoan
Lojin ketika mendengar pemuda itu menyebut suhu kepada
kakek itu. "Mereka menghancurkan perahu kecil kami yang
kami sewa dari paman nelayan di sana itu." Dia menuding ke
arah kakek nelayan yang jongkok tidak jauh dari tempat itu
dengan muka ketakutan.
Lam-thian Seng-jin mengangguk-angguk. "Lalu,
bagaimana?"
"Saya hanya minta agar mereka mengganti perahu yang
mereka hancurkan, akan tetapi mereka menyerang kami
sehingga terpaksa saya melawan. Mereka jatuh ke telaga dan
saya lalu mendayung perahu ke tepi sini. Harap locianpwe
pertimbangkan. Apakah kesalahan saya dan suhu yang hanya
memancing beberapa ekor ikan untuk sarapan pagi? Sama
sekali kami tidak berniat mencari musuh, apalagi menentang
Lam-ong atau locianpwe."
Biarpun kata-kata itu merendah, namun sikap pemuda itu
sama sekali tidak menunjukkan rasa jerih, maka diam-diam
Lam-thian Seng-jin merasa tidak puas sekali. Kalau pemuda
itu kelihatan jerih atau minta maaf, tentu diapun tidak akan
menarik panjang peristiwa itu, menunjukkan "kebesaran hati"
seperti layaknya sikap seorang cabang atas! Akan tetapi
pemuda itu bersikap tenang saja, sama sekali tidak
memandang tinggi kepadanya atau kepada Lam-ong, maka
hatinya menjadi penasaran. Apa lagi guru pemuda itu, kakek
tak terkenal she Siangkoan itu, hanya duduk sambil
tersenyum-senyum saja seperti orang yang sedang nonton
wayang. Akan tetapi dia adalah seorang yang berkedudukan
tinggi dan hal ini harus diperlihatkannya terlebih dahulu
kepada guru dan murid yang agaknya datang dari jauh dan
belum mengenalnya itu. Maka dia lalu memberi isyarat
memanggil tujuh orang anak buah itu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Mereka datang dengan sikap takut-takut "Hayo kalian cepat
minta maaf kepada Tan-sicu dan cepat ganti kerugian kepada
nelayan itu."
Tujuh orang itu cepat menjura kepada Sian Lun yang tentu
saja merasa sungkan dan cepat membalas penghormatan
mereka, kemudian mereka bertujuh lalu menghampiri nelayan
yang berjongkok dengan muka pucat, menanyakan harga
perahu kecil dan langsung menggantinya secara royal.
Nelayan itu merasa girang sekali, menghaturkan terima kasih
dan cepat pergi dari situ membawa uang penggantian
perahunya. Tadinya dia sudah ketakutan setengah mati ketika
mendengar bahwa Lam-ong bersama anak buahnya berada di
situ, maka dia merasa beruntung sekali bahwa dia
memperoleh ganti rugi atas kehilangan perahunya.
Kalau tadinya ada perasaan tidak senang di dalam hati Sian
Lun terhadap Lam-ong, Lam-thian Seng-jin bersama anak
buah mereka, kini dia merasa lega dan juga tidak enak.
Ternyata kakek itu bersikap baik dan pantas sekali, maka dia
cepat-cepat menjura kepada Lam-thian Seng-jin sambil
berkata, "Sungguh baik sekali penyelesaian locianpwe yang
budiman."
Lam-thian Seng-jin tersenyum angkuh. "Engkau merasa
puas, sicu?"
"Tentu saja, dan saya berterima kasih sekali, juga mohon
maaf atas kelancangan saya terhadap anak buah locianpwe
pagi tadi."
"Hemm, di dalam dunia kang-ouw, apakah yang tak dapat
diselesaikan? Segala peristiwa harus diselesaikan dengan
wajar dan adil, itulah sikap para orang gagah! Budi dan
dendam harus dibalas! Fihak kami telah membayar kerugian
sicu, maka sekarang kami menuntut agar sicu juga membayar
kerugian kami."
Sian Lun memandang tajam. "Maksud locianpwe?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Lam thian Seng jin tersenyum mengejek. "Sicu memiliki
ilmu kepandaian tinggi sekali hingga tidak memandang
sebelah mata kepada para anak buah Lam ong, telah
merobohkan mereka, bukan hanya di perahu, bahkan tadi di
depan mata kami sendiri. Kerugian batin ini harus sicu bayar."
"Caranya?"
"Dengan menandingi kami, dan aku mempersilakan sicu
melayaniku barang beberapa jurus agar kita saling mengenal
tingkat kepandaian dan lain kali tidak lagi berani bertindak
lancang tanpa memandang mata."
"Locianpwe menantang?"
"Aku hanya menagih hutang, menebus kekalahan, tapi
kalau sicu menganggapnya menantang, terserah." Sikap Lamthian
Seng-jin masih halus dan berwibawa, sikap seorang
datuk tingkat tinggi!
"Kalau saya menolak?" Sian Lun bertanya penasaran.
"Sicu harus berlutut tiga kali minta ampun kepada Lamong,
selanjutnya tidak boleh lagi menginjak wilayah selatan."
Sian Lun merasa hatinya panas dan dia teringat akan
nasihat suhunya, maka otomatis menoleh kepada suhunya.
Akan tetapi kakek itu masih tersenyum-senyum saja, seperti
tidak mengacuhkan urusan itu, dan maklumlah pemuda itu
bahwa gurunya menyerahkan segala keputusan kepadanya.
Diapun ingin sekali mencoba kepandaian kakek yang kelihatan
lemah lembut namun yang sesungguhnya berhati keras ini,
kelihatan rendah hati namun sesungguhnya angkuh. Atau
lebih tepat lagi, dia ingin menguji kepandaiannya sendiri
karena semenjak dia belajar ilmu kepada Siaugkoan Lojin,
belum pernah dia bertanding melawan seorang yang memiliki
kesaktian seperti kakek di depannya ini, "Biarlah saya
melayani tantangan locianpwe."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Bagus! Kau mulailah!" Kakek itu menantang dan kedua
kakinya sudah terpentang lebar, sikapnya gagah dan mukanya
menjadi makin pucat, tanda bahwa dia sedang mengerahkan
tenaga sinkangnya.
"Locianpwe yang menantang, sepatutnya locianpwe yang
maju lebih dulu dan......."
"Sambut serangan !" Belum habis Sian Lun bicara, kakek itu
sudah menyerangnya dengan kecepatan luar biasa. Kiranya, di
dalam sikapnya yang lemah lembut dan menjaga gengsi itu
tersembunyi kecurangan yang cerdik dan hebat karena kakek
itu mempergunakan kesempatan selagi lawannya bicara, hal
yang tidak menguntungkan bagi orang yang membutuhkan
pengerahan sinkang untuk menjaga dirinya, cepat melakukan
serangan yang dahsyat.
Akan tetapi Sian Lun adalah murid tersayang dari
Siangkoan Lojin, dan selama sepuluh tahun ini telah menerima
gemblengan secara hebat, telah mewarisi ilmu-ilmu simpanan
dari kakek sakti itu, maka biarpun dia diserang secara tiba
tiba, dia tidak kehilangan ketenangan dan kesigapannya. Bagi
seorang yang sudah matang ilmu silatnya, semua urat
syarafnya selalu berada dalam keadaan siap siaga, apa lagi di
waktu jaga, bahkan dalam tidur sekalipun, dia telah memiliki
kesigapan yang setiap saat dapat dipergunakan apabila
diancam bahaya. Gerak refleksnya amat tajam dan peka
sehingga semua panca inderanya amat peka dan tahu akan
datangnya setiap serangan yang mengancam dirinya. Oleh
karena itu, biarpun dia masih belum selesai bicara dan
diserang secara tiba-tiba dan dengan kecepatan yang amat
luar biasa itu, Sian Lun masih sempat untuk menggerakkan
tangannya menangkis.
"Dukk!" Karena tangkisan itu tiba-tiba dan tidak
mengandung tenaga sinkang sepenuhnya, sebaliknya
serangan lawan amat kuatnya, dengan tenaga sinkang penuh,
maka begitu kedua lengannya bertemu, tubuh Sian Lun
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
terjengkang dan terhuyung ke belakang. Hal ini dianggap oleh
Lam-thian Seng-jin sebagai tanda bahwa pemuda itu biarpun
cukup kuat namun tidak dapat menandingi tenaga saktinya,
maka sambil tersenyum dia meloncat ke depan dan
menghujankan serangan dengan jari-jari tangannya. Ternyata
kakek ini adalah seorang ahli ilmu tiam-hiat-hoat (menotok
jalan darah) dan sekali bergerak, dia telah melancarkan
totokan totokan ke arah tujuh jalan darah maut secara
bertubi-tubi.
Sian Lun maklum akan bahaya besar yang terkandung
dalam serangan lawan itu, maka diapun cepat menggerakkan
tubuhnya mengelak dengan kecepatan luar biasa dan setelah
dia berhasil melewatkan totokan ke tujuh, dia membalas
dengan tamparan dengan pinggir tangannya yang teibuka.
"Wuuuttt........ dukkk !" Keduanya terdorong ke belakang
oleh benturan dua lengan yang bertemu ketika Lam-thian
Seng-jin menangkis tamparan itu. Sian Lun menyusul dengan
tamparan ke dua.
"Wuuuttt........ plakk !" Kembali keduanya terjengkang. Kini
dengan hati terkejut dan heran Lam-thian Seng-jin
mendapatkan kenyataan bahwa lawannya yang masih muda
ini benar benar memiliki sinkang yang amat kuat, tidak kalah
olehnya karena dalam benturan tenaga kedua kalinya itu, dia
telah mengerahkan seluruh kekuatan sinkangnya dan ternyata
pemuda itu dapat mengimbangi tenaganya. Juga di lain fihak,
Sian Lun mengerti bahwa kakek ini benar-benar tangguh
sekali.
"Jagalah, locianpwe!" bentaknya dan kini pemuda itu
menerjang dengan pukulan pukulan aneh yang amat dahsyat
Kedua lengan dan jari-jari tangannya membentuk gerakan
cakar naga, gerakannya cepat bukan main, tubuhnya
berkelebat seperti tubuh seekor naga bermain-main di
angkasa. Sian Lun telah mainkan Ilmu Pukulan Sin-liong-jiauw
kang (Ilmu Silat Cakar Naga Sakti) Ilmu silat ini adalah ciptaan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Siangkoan Lojin sendiri, berdasarkan dari Ilmu Silat Coa-kun
(Ilmu Silat Ular) namun telah dicampur dan diolahnya kembali
dengan bermacam ilmu silat yang telah dipelajarinya selama
puluhan tahun merantau ke seluruh bagian dunia.
Menghadapi Ilmu Silat Sin-liong jiauw-kang ini, Lam-thian
Seng-jin terkejut. Bahkan hanya gerakan pemuda itu cepat
sekali sehingga sukar baginya untuk mengikutinya dengan
pandang mata, juga dari pukulan-pukulan itu meluncur hawa
panas yang menandakan bahwa pemuda itu telah matang
dalam permainannya, dapat mengisi pukulan dengan sinkang
yang kuat sekali. Di samping itu, biarpun dia telah
memperhatikan dengan seksama dan tahu bahwa ilmu silat ini
berdasarkan Coa-kun, namun dia tidak mengenalnya, belum
pernah dia menghadapi ilmu silat seperti ini sehingga dia tidak
dapat menduga perkembangannya dan harus mengandalkan
pertahanannya sendiri yang diperkuat. Oleh karena ini, dia
tidak lagi sempat untuk balas menyerang karena pemuda itu
telah mendesaknya dengan serangan serangan berantai yang
agaknya tak kunjung putus, begitu dapat ditangkis atau
dielakkan, serangan itu telah bersambung pula dengan
serangan berikutnya yang lebih dahsyat.
Dalam keadaan terdesak itu, Lam-thian Seng-jin masih
mampu mempertahankan dirinya dengan gerakan kedua
tangannya yang menangkis sambil mengelak dan main
mundur, akan tetapi diam-diam dia mencari kesempatan baik.
Ketika kesempatan itu terbuka, dia mengeluarkan suara
melengking nyaring yang menggetarkan jantung, dan tiba-tiba
kedua tangannya yang terbuka itu saling bertemu seperti
orang bertepuk, akan tetapi tepukan itu mengeluarkan suara
ledakan dan dari kedua telapak tangannya keluar uap tebal,
kemudian secepat kilat kedua tangannya mendorong kedepan.
Itulah pukulan Lui-kongciang (Tangan geledek) yang amat
lihai dan kalau mengenai tubuh lawan dapat membuat kulit
tubuh terbakar dan terkupas!
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Haaiiiitt!" Sian Lun membentak dan diapun mendorongkan
kedua tangannya ke depan dengan gerakan Ilmu Leng-in
ciang (Tangan Awan Dingin), semacam ilmu pukulan sakti
yang mengandung Im-kang ciptaan Siangkoan-Lojin.
"Ceesssss.......! " Nampak asap mengepul tebal ketika dua
telapak tangan bertemu dan tubuh Lam-thian Seng-jin
bergoyang-goyang, mukanya yang tadinya pucat sekali itu
berubah kemerahan dan sepasang matanya memperlihatkan
kegelisahan.
Kiranya Lui kong ciang itu bertemu dengan lawannya yang
ampuh, yaitu Leng-in ciang dan seperti halnya api yang takut
bertemu air dingin, tenaga Lui-kong ciang dari kakek itu
seperti kena dihisap oleh tenaga yang keluar dari kedua
telapak tangan Sian Lun. Kakek itu terkejut dan khawatir
sekali karena dua pasang tangan itu telah melekat dan kalau
dilanjutkan, dia dapat celaka dan mengalami luka dalam yang
hebat. Untuk menarik kembali kedua tangannya sudah tidak
sempat lagi. Sebetulnya, adu tenaga sakti itu bukan
ditentukan oleh sifat dari ilmunya, melainkan ditentukan oleh
kekuatan dasar dari keduanya! Dalam hal ini, Sian Lun masih
menang kuat apalagi karena memang dasar dari ilmunya itu
lebih bersih.
Akan tetapi Sian Lun memang tidak bermaksud sama sekali
untuk mencelakai lawan, apa lagi membunuhnya, maka
melihat keadaan kakek itu, dia telah merasa puas karena tahu
bahwa dalam pertandingan itu dialah yang lebih unggul.
Dengan cepat dia lalu berseru keras, mendorong lawan dan
meloncat ke belakang sambil menarik kembali kedua
tangannya.Lam Thian Seng-jin terhuyung dan tentu ia
terbanting roboh kalau saja Lam-ong tidak cepat menahan
punggungnya dengan ujung huncwe-nya. Merasa ada hawa
panas dari ujung huncwe telah memasuki punggungnya, pulih
kembali tenaga Lam-thian Seng-jin dan dia mampu melompat
ke samping dan berdiri tegak dengan muka kemerahan. Dia
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
berdiri dan memandang bingung, tidak tahu harus berbuat
dan berkata apa. Untuk melawan lagi, dia maklum bahwa dia
telah kalah dan kalau tadi lawan yang muda itu menghendaki,
tentu dia sudah roboh tewas. Akan tetapi untuk mengaku
kalahpun dia malu karena sebagai orang kedua di selatan,
mana mungkin dia mengaku kalah terhadap seorang pemuda
yang usianya baru duapuluhan tahun.
Sementara itu, setelah menolong pembantunya, Lam-ong
Oh Ging Siu, Si Raja Selatan itu kini berdiri dengan kedua kaki
terpentang dan dia memandang Sian Lun sambil menghisap
huncwenya dengan sedotan keras berkali-kali dan kemudian
dia mencabut huncwe dari mulutnya, lalu meniupkan asap dari
mulutnya ke arah Sian Lun. Kelihatannya kakek itu hanya
main-main saja meniupkan asap huncwenya, Akan tetapi
dapat dibayangkan betapa kaget hati Sian Lun ketika dia
melihat bahwa asap itu menjadi segumpal asap panjang kecil
yang meluncur seperti anak panah menuju ke arah mukanya
dan mengeluarkan suara bercuitan! Cepat Sian Lun meloncat
ke samping kiri untuk menghindar, akan tetapi...... dengan
cepat pula asap yang berbentuk anak panah itu meliuk ke kiri
dan mengejarnya !
"Ahh.......!" Sian Lun terpaksa melempar diri ke belakang
dan ketika dalam keadaan setengah rebah dia melihat asap itu
terus mengejarnya, dia cepat menghantamkan tangan
kanannya ke arah asap itu dengan tenaga sinkangnya. Untung
baginya bahwa asap itu setelah meliuk dua kali, berkurang
tenaganya dan. terkena hawa pukulan tangannya membuyar
dan tercium bau yang menyesakkan napas, bau tembakan
yang aneh.
"Hemm, bagus, kau boleh juga, orang muda!" Terdengar
Lam-ong berkata dan orang yang baru mendengar suara ini
tentu terkejut sekali. Lam-ong Oh Ging Siu adalah seorang
kakek yang usianya sudah tujuhpuluh tahun, tubuhnya tinggi
sekali, satu kepala lebih tinggi dari orang biasa, dan amat
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kurus seperti biasa orang yang kecanduan madat atau rokok
berat. Matanya sipit dengan alis tebal, jenggotnya panjang,
pendeknya dia adalah seorang kakek yang gagah. Akan tetapi
suaranya sepeni suara seorang wanita! Kalau tidak melihat
kakek ini bicara, hanya mendengar suaranya saja, orang tentu
akan yakin bahwa itu adalah suara seorang wanita muda yang
merdu dan nyaring !
Sian Lun meloncat bangun dan jantungnya berdebar
tegang. Dia maklum bahwa kakek ini benar-benar lihai bukan
main. Seorang yang telah dapat menguasai khikang seperti itu
sehingga dapat mengendalikan asap untuk menyerang lawan
secara demikian ganas, benar-benar membuktikan bahwa dia
telah mencapai tingkat yang tinggi sekali dalam ilmu silat!
Akan tetapi tentu saja dia tidak takut dan dia sudah siap sedia
menandingi Si Raja Selatan ini.
"Ha - ha - ha, kiranya hari ini aku masih dapat bertemu
dengan Si Huncwe Maut, bajak laut tunggal yang pernah
menghantui seluruh kepulauan selatan. Kabarnya sudah
meninggal, tahu-tahu muncul sebagai Lam-ong!"
Sian Lun cepat melangkah mundur ketika dia mendengar
suara gurunya ini dan Lam-ong sendiri kini memutar leher
menoleh kepada Siangkoan Lojin, memandang dengan mata
yang sipit itu menjadi makin sipit seperti terpejam, akan tetapi
dari garis tipis itu menyambar sinar yang menyeramkan.
Perlahan-lahan dia memutar tubuhnya menghadapi Siangkoan
Lojin dan sejenak memandang penuh penyelidikan untuk
mengenal orang itu. Akan tetapi dia tidak mengenalnya dan
Lam-ong mengeluarkan suara mendengus.
Kiranya, ketika dia masih muda, kurang lebih empat
limapuluh tahun yang lalu, pernah Siangkoan Lee mendengar
tentang adanya seorang bajak laut tunggal yang terkenal
sekali dan terutama sekali terkenal karena kejamnya, lihainya
dan huncwe mautnya. Bajak laut itu dikenal dengan julukan Si
Huncwe Maut dan kabarnya dia adalah seorang laki-laki yang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
gagah akan tetapi yang tidak pantang melakukan segala
macam kejahatan, membajak, merampok, memperkosa
wanita, membunuh. Sebetulnya, dia sendiri belum pernah
jumpa dengan Si Huncwe Maut dan kalau dia mengeluarkan
ucapan demikian adalah karena dia tadi melihat betapa
hebatnya kepandaian Lam-ong mempergunakan huncwenya
maka dia menyamakan Lam-ong dengan Si Huncwe Maut
Siangkoan Lojin hanya ngawur saja, akan tetapi sama sekali
tidak pernah disangkanya bahwa kata-katanya yang ngawur
itu justeru mengandung kenyataan! Memang Lam-ong ini
bukan lain adalah Si Huncwe Maut! Akan tetapi mengapa
matanya menjadi sipit sekali dani suaranya berobah seperti
suara wanita? Inilah keistimewaan dan kecerdikan orang ini.
Namanya sebagai Huncwe Maut amat dikenal dan karena satu
di antara kejahatannya adalah sebagai jai - hwa - cat
(penjahat pemetik bunga atau pemerkosa wanita) dan pada
suatu malam dia berhasil memperkosa isteri seorang
pendekar, maka dia dimusuhi oleh semua pendekar dan
menjadi buronan. Beberapa kali dia hampir tewas di tangan
para pendekar yang mengejar-ngejarnya, maka akhirnya dia
lalu bersembunyi di dalam sebuah pulau kecil kosong di
selatan. Di tempat ini dia bertapa selama belasan tahun, dan
sambil memperdalam ilmunya, dia lalu merobah mukanya,
dibantu oleh seorang ahli sehingga dia menjelma menjadi
seorang manusia lain. Tabib pandai yang merobah mukanya
itu lalu dibunuhnya.
Demikianlah, Si Huncwe Maut muncul lagi di dunia kangouw
sebagai seorang berusia lima puluh tahun yang amat
lihai. Ditaklukkannya semua jagoan sehingga akhirnya dia
diangkat menjadi datuk nomor satu dan dia berjuluk Lam-ong,
menjadi datuk dari semua bajak dan hidup sebagai raja
sampai sekarang. Kini usianya sudah tujuhpuluh tahun dan
kepandaiannya meningkat makin tinggi dan baru beberapa
tahun saja dia berani lagi terang-terangan menggunakan
huncwe itu sebagai alat merokok dan juga sebagai senjata.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tidak ada seorangpun di antara para pendekar yang dulu
mengejar-neejarnya dan yang sekarang banyak yang sudah
mati, atau kalau masih adapun sudah amat tua, yang mengira
bahwa Lam-ong yang terkenal dan berpengaruh sekali itu
adalah Si Huncwe Maut.
Oleh karena itu, dapat dibayangkan betapa kagetnya hati
Lam-ong ketika mendengar kata kata Siangkoan Lojin yang
sebenarnya hanya ngawur saja itu. Dia mengira bahwa
Siangkoan Lojin tentu seorang di antara para pendekar yang
di waktu mudanya dulu pernah beramai ramai mengeroyok
dan mengejarnya. Maki timbullah rasa dendamnya dan karena
kini Siangkoan Lojin hanya sendirian saja, maka dia tidak
merasa jerih lagi. Apa lagi baru seorang diri, biarpun andaikata
semua musuh-musuhnya dahulu kini datang lagi
mengeroyoknya, dia tidak akan gentar!
"Sobat, siapakah engkau dan apakah engkau hendak
mewakili muridmu untuk menguji ke pandaian dengan aku?"
Suaranya yang tinggi nyaring seperti suara wanita itu
melengking dan mengandung getaran kuat. Selain dapat
merobah wajahnya, juga Si Huncwe Maut itu telah dapat
merobah suaranya dengan latihan khikang yang amat kuat.
Siangkoan Lojin tersenyum dan matanya berkedip-kedip
seperti mengajak bergurau "Lam-ong, tadi muridku telah
melayani tantangan Lam thian Seng jin yang sombong dan
berakhir dengan kemenangan muridku. Mengapa engkau
masih merasa penasaran dan hendak turun tangan sendiri?
Kalau hanya maaf yang kaubutuhkan, biarlah aku minta maaf
kepadamu ........" Siangkoan Lojin membuat gerakan hendak
berlutut.
"Suhu ......!!" bentakan dari Sian Lun ini terdengar
menggeledek karena murid ini benar-benar merasa penasaran
kalau sampai suhunya yang dijunjung tinggi itu berlutut minta
ampun.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Siangkoan Lojin terkejut dan menoleh, melihat wajah
muridnya merah sekali dia menjadi tidak tega dan tidak jadi
berlutut. Sementara itu, Lam ong tertawa lirih. "Ha-ha, sobat,
semangatmu kalah besar dengan muridmu. Kau minggirlah
saja kalau gentar, agaknya muridmu memiliki nyali yang lebih
besar dan mungkin kepandaiannya juga sudah melampaui
tingkatmu."
"Ah, mana bisa! Muridku sudah menang dan terus terang
saja, dibandingkan dengan engkau orang tua yang lihai,
muridku tentu kalah. Maka biarlah aku mewakilinya mengaku
kalah kepadamu, dan biarlah kami pergi saja dan selanjutnya
di antara kita tidak ada apa-apa lagi. Bagaimana?" Siangkoan
Lojin benar-benar bicara dengan sewajarnya dan dengan
halus, sepenuhnya mengalah sehingga Sian Lun yang
mendengarkan dan melihat hal ini mengerutkan alisnya karena
merasa tidak puas.
Lam-ong adalah seorang kakek tua renta yang pada tahun
tahun terakhir ini terlalu tinggi disanjung orang sehingga dia
menjadi lengah dan tidak tahu betapa sikap Siangkoan Lojin
yang sederhana dan mengalah itu sudah membayangkan
watak seorang yang luar biasa sekali. Kalau dia waspada, dia
tentu akan mundur, karena sikap mengalah dari lawan itu saja
sudah mengangkat derajatnya. Akan tetapi dia masih belum
puas dan menganggap bahwa sikap kakek sederhana di
depannya itu sebagai sikap orang yang jerih setelah
menyaksikan demonstrasi penggunaan asap untuk menyerang
pemuda tadi. Maka dia tersenyum dan menggerak-gerakkan
huncwe di tangannya.
"Heh, mana mungkin mengaku kalah sebelum bertanding?
Aku hanya akan menghabiskan urusan ini kalau muridmu atau
engkau melayani aku sampai sepuluh jurus." Benar-benar
Lam-ong amat sombong dan terlalu memandang rendah orang
lain. Dia sudah melihat sendiri betapa pembantu utamanya
kalah oleh Sian Lun namun, dengan mengandalkan kelihaian
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
huncwe mautnya, dia menantang agar pemuda itu atau
gurunya mau melayaninya sampai sepuluh jurus saja, berarti
dia menilai guru dan murid itu hanya kuat paling lama sepuluh
jurus kalau melawannya. Dan dia yang sudah berani memberi
waktu hanya sepuluh jurus itu tentu saja akan menggunakan
sepuluh jurus terampuh yang mendatangkan maut kepada
lawannya !
Siangkoan Lojin menarik napas panjang. "Kalau engkau
memang mempunyai kegemaran menggebuk orang, biarlah
aku yang tua ini kauhajar," katanya.
"Bagus! Sekarang perkenalkan namamu sebelum aku
merobohkanmu kurang dari sepuluh jurus!" teriak Lam-ong
sambil mengisap huncwenya.
"Namaku tidak ada artinya sama sekali. Aku keturunan
orang she Siangkoan......"
Tiba-tiba Lam-ong sudah menyemburkan asap dari
mulutnya. Seperti ketika dia menyerang Sian Lun tadi, dari
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mulutnya meluncur asap memanjang yang mengeluarkan
suara bercuitan, kini bahkan lebih dahsyat dari pada yang tadi
menyerang Sian Lun karena kakek itu sudah mengerahkan
seluruh tenaganya untuk meniup asap yang keluar dari dalam
paru-parunya itu. Biarpun Siangkoan Lojin belum selesai
bicara dan tiba-tiba diserang secara hebat oleh senjata luar
biasa berupa asap dari huncwe itu, namun kakek ini tidak
menjadi gentar dan dia juga meniup dengan mulutnya ke arah
asap yang bercuitan menyambar ke arahnya iu. Tentu saja
Siangkoan Lojin meniup sambil mengerahkan khikang dari
paru-parunya yang didorong oleh tenaga tian-tan dari pusar
karena dia maklum akan kekuatan lawan yang tak boleh
dipandang ringan itu.
Asap yang panjang kecil seperti anak panah itu membuyar,
namun masih berusaha mendesak. Akan tetapi, kembali
Siangkoan Lojin meniup dan akhirnya asap itu membuyar dan
cerai-berai, kehilangan kekuatannya. Melihat kenyataan ini,
Lam-ong agak terkejut juga. Dia memang sudah dapat
menduga bahwa kakek sederhana ini tentu "berisi", akan
tetapi tak pernah disangkanya kakek itu akan menguasai
khikang sekuat itu pula. Maka dia lalu berteriak nyaring sambil
menyerang dengan dahsyatnya. Sekali menyerang, dia telah
mengeluarkan jurus maut yang dia namakan Mengambil
Mustika Dari Kepala Naga. Dengan huncwe di tangan kanan
dia menyodok ke arah pusar lawan dan ketika lawan
mengikuti gerakan serangan berbahaya ini, tangan kirinyi
menyambar ke arah ubun-ubun kepala lawan dengan
cengkeraman maut yang amat dahsyat! Serangan tangan kiri
inilah yang menjadi inti jurus itu, dan serangan tangan kanan
yang memegang huncwe hanya merupakan pancingan belaka
untuk menarik perhatian mata lawan ke bawah.
Akan tetapi tiba-tiba dia melihat bayangan berkelebat dan
tahu - tahu lawannya itu sudah menyelinap di antara dua
serangan itu dan sudah berhasil mengelak dengan kecepatan
yang sungguh membuatnya terkejut bukan main. Tentu saja
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Lam-ong tidak tahu bahwa Siangkoan Lojin adalah seorang
sakti yang telah mencapai tingkat sempurna dalam ilmu ginkang
(meringankan tubuh) sehingga gerakannya luar biasa
cepatnya seolah-olah dia pandai terbang saja.
Lam-ong merasa penasaran melihat serangan mautnya
dihindarkan sedemikian mudahnya oleh lawan, akan tetapi
dasar dia sangat sombong, maka pengelakan lawannya itu
dianggapnya sebagai perasaan takut dari lawan menghadapi
serangannya tadi. Maka diapun mengeluarkan teriakan keras
dan menyerang lagi dengan cara yang lebih dahsyat lagi. Kini
huncwenya yang merupakan senjata inti serangar Huncwe itu
berubah menjadi sinar yang mengeluarkan suara berdesing
menyambar ke arah kepala Siangkoan Lojin. Ketika kakek ini
miringkan tubuh mengelak, huncwe itu dibalik dan ujungnya
yang meruncing menotok ke arah leher, kemudian dibalik pula
dan kepala huncwe menotok ke ulu hati. Serangan ini bertubitubi
dan merupakan jurus yang amat banyak
perkembangannya. Namun kembali Siangkoan Lojin
mengeluarkan kepandaian gin-kangnya sehingga dia dapat
lolos dari jurus ini dengan mengelak ke sana ke mari lalu
setelah terbuka kesempatan dia berkelebat mundur menjauhi.
"Lawanlah, jangan lari seperti pengecut !" Lam ong
berteriak dan menubruk lagi.
"Sudah tiga jurus, Lam-ong!" kata Siangkoan Lojin sambil
cepat menghindarkanserangan itu dengan melesat ke kiri,
Siangkoan Lojin menghitung serangan dengan asap tadi
sebagai jurus pertama.
Akan tetapi Lam-ong agaknya sudah tidak sudi
memperhatikan berapa banyaknya jurus yang
dipergunakannya karena dia sudah menjadi marah dan
penasaran sekali. Jurus demi jurus dikeluarkannya. Bukan
hanya huncwe maut itu yang menyerang lawan, akan tetapi
juga pukulan-pukulan maut tangan kirinya yang dilakukan
dengan pengerahan sinkang yang amat kuat, dibantu pula
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
oleh kedua kakinya yang melakukan tendangan-tendangan
kilat. Namun, sampai sepuluh jurus banyaknya, Siangkoan
Lojin dapat menghindarkan dirinya dengan mengelak ke sanasini.
Jurus terakhir itu dilakukan dengan totokan pula, totokan
dengan huncwe maut itu yang dibalik. Ujung yang biasa
dimasukkan mulut itulah yang dipakai menotok dan sekali
bergerak, ujung huncwe telah menotok ke arah tigabelas jalan
darah yang berbahaya secara bertubi-tubi dan berantai ! Agak
repot jugalah Siangkoan Lojin mengelak, akan tetapi
mengandalkan ginkangnya yang hebat, akhirnya kakek ini
berhasil menghindarkan diri lalu meloncat ke belakang, sampai
empat meter jauhnya dan tiba-tiba dia menjatuhkan diri
berlutut menghadap Lam-ong Oh Ging Siu!
"Lam-ong telah memberi petunjuk selama sepuluh jurus,
aku tua bangka she Siangkoan merasa kagum dan berterima
kasih. Sekarang maafkan kami berdua dan biarkan kami
berdua pergi........"
"Suhu, awas........! I" Tiba-tiba Sian Lu berseru nyaring.
Namun terlambat sudah. Serangan yang dilakukan oleh
Lam-ong bukan main dahsyatnya, seperti kilat menyambar dia
sudah menerjang dengan didahului oleh sinar huncwenya ke
arah kepala Siangkoan Lojin yang sedang berlutut. Dan di
dalam keadaan berlutut itu tentu saja kedudukan Siangkoan
Lojin amat lemah dan memang sesungguhnya kakek sakti ini
sama sekali tidak pernah menyangka bahwa lawan akan
securang itu.
"Singgg........" Sinar kilat dari huncwe itu menyambar,
mengarah ubun-ubun kepala Siangkoan Lojin.
"Syuuuttt........ prakkkk! Dukkkk!"
Huncwe itu pecah berantakan dan tubuh Lam ong
terlempar ke belakang, lalu terbanting sampai bergulingan.
Dia dapat cepat meloncat berdiri, matanya terbelalak
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
memandang tangan kanannya yang berdarah karena telapak
tangan yang memegang huncwe itu robek ketika huncwenya
bertemu dengan tangan lawan dan pecah berantakan.
Siangkoan Lojin masih berlutut dan hal itulah yang membuat
Lam-ong terkejut setengah mati karena dia tadi berhasil
menghantam punggung lawan pada saat huncwenya
ditangkis. Hantaman tangan kirinya itu hebat sekali, dilakukan
dengan pengerahan sinkangnya, akan tetapi mengapa kakek
sederhana yang dihantamnya itu seakan-akan tidak
merasakan apa-apa? Demikian saktikah lawannya itu?
Keringat dingin keluar dari leher dan muka Lam-ong ketika dia
melihat kakek yang menjadi lawannya itu bangkit berdiri
dengan amat gagahnya, mengepal kedua tinju dan
memandang kepadanya dengan sepasang mata yang lembut
dan senyum yang halus.
"Kau mau berkelahi? Majulah.......!" kata Siangkoan Lojin
seperti kepada seorang bocah yang nakal. Gentarlah hati Lamong.
Kakek yang sederhana itu, yang sama sekali tidak pernah
dikenal namanya, bukan hanya telah menghancurkan
senjatanya yang ampuh, akan tetapi juga dapat menahan
pukulannya yang amat terkenal, yaitu pukulan dengan Ilmu
Pek-see-ciang (Tangan Pasir Putih). Tahulah dia bahwa
melawan terus berarti bunuh diri karena tingkat kepandaian
kakek itu benar-benar sukar diukur lagi sampai di mana
tingginya. Sebagai seorang tokoh atau datuk yang mengerti
dan tahu diri, dia lalu menjura ke arah Siangkoan Lojin.
"Saudara terlampau merendah..... aku.....aku telah
menerima pelajaran. Maafkan kami ........" Lalu Lam-ong
membalikkan tubuhnya dan pergi dari situ, diikuti oleh semua
anak buahnya yang menjadi gentar sehingga mereka ingin
cepat-cepat pergi meninggalkan kakek sederhana yang
ternyata luar biasa saktinya itu, Sian Lun berdiri memandang
rombongan yang tergesa-gesa menjauhkan diri itu dengari
hati panas dan kedua tangan dikepal, juga dengan rasa
bangga karenasuhunya ternyata memperoleh kemenangan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dengan amat mudah sungguhpun dia sendiri tadi juga melihat
betapa suhunya menerima hantaman tangan kiri Lam-ong
pada punggungnya. Karena suhunya kelihatan tidak apa-apa,
maka hatinya merasa bangga sekali. Setelah rombongan itu
lenyap di tikungan jalan, barulah dia menoleh kepada suhunya
dan terkejutlah Sian Lun melihat kakek itu terhuyung dan
menekan dadanya.
"Suhu......., suhu terluka.......?" Sian Lun merangkul kakek
itu yang kelihatan terengah engah dan wajahnya pucat sekali.
"Bawa aku....... pergi....... jauh dari sini ........." Suhunya
berkata lirih dan memejamkan matanya.
Dengan hati penuh kegelisahan Sian Lun lalu memondong
tubuh kakek itu dan berlari cepat ke arah yang bertentangan
dengan perginya rombongan Lam-ong tadi karena dia kini
maklum bahwa tadi gurunya menahan luka dan kini suhunya
khawatir kalau-kalau keadaannya diketahui oleh fihak lawan
yang memang amat lihai. Mereka tadi pergi menuju ke
selatan, maka kini Sian Lun mengambil jalan ke arah utara.
"Bawa........ aku ke........bukit sana itu......"
Gurunya berbisik sambil menuding ke depan, ke arah
sebuah bukit yang masih amat jauh, kelihatan teraling awan
dari situ. Sian Lun mengangguk dan mempergunakan
kepandaiannya berlari cepat ke utara, ke arah bukit itu.
Karena kakek itu minta dengan suara terengah kepada
muridnya agar jangan berhenti sebelum tiba di bukit itu, Sian
Lun berlari terus sehari penuh dan baru pada senja hari itu dia
tiba di puncak bukit. Keringatnya membasahi seluruh
tubuhnya yang amat lelah akan tetapi pemuda itu sama sekali
tidak menghiraukan kelelahannya.
"Bagaimana keadaan suhu.......?" tanyanya dengan penuh
khawatir ketika suhunya minta diturunkan di atas sebuah batu
besar yang berada di puncak bukit. Akan tetapi sampai lama
suhunya tidak menjawab, melainkan duduk bersila dan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
memandang ke arah barat dengan sepasang mata terbelalak,
bersinar sinar dan wajahnya yang pucat itu berseri
sungguhpun napasnya masih terengah-engah seperti tadi,
bahkan nampak lebih lemah lagi.
"Indahnya........ bukan main indahnya.....ah, aku ingin
tinggal selamanya di tempat indah ini........"
Sian Lun cepat mengarahkan pandang matanya ke depan,
ke barat dan diapun tahu apa yang dikagumi oleh gurunya itu.
Matahari terbenam ! Peristiwa biasa saja yang setiap hari,
setiap senja dapat dilihat oleh setiap manusia di jagad ini.
Namun, betapa manusia pada umumnya sibuk dengan segala
macam kesenangan dunia, dengan segala macam pengejaran
nafsu sehingga manusia seakan-akan buta terhadap segala
keindahan alam yang berada di depan mata itu! Betapa
sedikitnya manusia yang masih dapat menikmati keindahan
mata. hari terbenam di senja hari, matahari timbul di pagi
hari, awan-awan putih berarak di langit biru, pohon-pohon,
daun-daun dan bunga-bunga. Semua keindahan itu lewat
begitu saja, atau dilewati oleh mata begitu saja, bahkan tidak
pernah nampak lagi karena sang mata mencari cari dan
mengejar hal-hal yang tidak ada menurutkan dorongan nafsu
yang timbul dari pikiran yang selalu mengejar hal-hal yang
tidak atau belum ada. Karena sejak pagi sampai malam
manusia selalu mengejar hal-hal yang tidak atau belum ada
inilah maka manusia tidak lagi dapat melihat, tidak lagi dapat
menikmati keindahan dari pada hal-hal yang ADA di depan
hidung sendiri! Mengapa kita tidak pernah membuka semua
panca indera, memandang segala yang ada tanpa mengejar
hal-hal yang belum ada? Mengapa kita tidak pernah
memperhatikan yang INI, yang BEGINI, akan tetapi selalu
menjangkau yang ITU, yang BEGITU? Padahal segala
keindahan, segala kebahagiaan berada dengan yang INI atau
yang ADA, bukan terletak dalam yang ITU atau yang
DIBAYANGKAN. Bahagia adalah sekarang, saat ini. Kalau
kebahagiaan itu kita pindahkan kepada nanti dan kelak, maka
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
hal itu hanya merupakan kesenangan yang dibayangbayangkan,
yang diharap-harapkan, dan bersama dengan
kesenangan itu pasti muncul nafsu keinginan bersama
rangkaiannya yang tak kunjung pisah, yaitu kekecewaan,
konflik dan kedukaan atau kesengsaraan karena di dalam
pengejaran untuk mendapatkan kesenangan yang dibayangbayangkan
itulah lahirnya penyelewengan dan kemaksiatan.
"Suhu........."
"Sian Lun ..... aku terluka parah oleh pukulan Lam-ong.....
ah, dengarlah baik-baik sebelum terlambat, Sian Lun, karena
aku akan menikmati keindahan ini, aku akan menjadi satu
dengan keindahan ini, dengarlah sebelum terlambat...."
"Suhu.......!"
"Buanglah was was dan duka itu! Tidak patut kausesalkan
gurumu bersatu dengan keindahan ! Nah, dengar baik-baik.
Baru saja aku membuktikan sendiri betapa lihainya seorang di
antara Su Ong (Empat Raja). Lam-ong itu ternyata memiliki
pukulan Pek-see-ciang yang amat lihai, kelihatannya tidak
berbahaya akan tetapi getaran pukulannya merusak jantung,
lebih hebat dari pada huncwe mautnya. Engkau harus berhati
hati menghadapi Pek see-ciang dari Lam-ong, tidak boleh
sekali-kali kaulawan keras dengan keras karena sinkangmu
akan tergempur oleh getaran yang mengguncangkan. Masih
ada tiga orang lagi raja, yaitu Tung-ong (Raja Timur), berhatihatilah
engkau terhadap pukulan Kim-kong-ciang dari Tungong,
kemudian Ilmu Tendangan Kaki Terbang dari See-ong,
dan juga engkau harus berhati-hati terhadap Ilmu Tiat po-san
(Ilm Kebal Baju Besi) dan Ban-seng-sin-po (Langkah Sakti
Selaksa Bintang) dari Pak ong (Raja Utara)!"
"Suhu......yang terpenting adalah kesembuhan suhu,
biarkan teecu (murid) membantu suhu memulihkan
kesehatan........" Sian Lun meraba punggung suhunya, akan
tetapi dengan halus kakek itu menyingkirkan tangan
muridnya,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Tidak ada gunanya........ aku ingin bersatu dengan
kendahan ini. Lihat, betapa indahnya matahari terbenam di
barat itu, muridku........ ah, sinarnya seperti langit sedang
terbakar...... dan dunia memang terbakar selama kejahatan
dan pemberontakan merajalela, kau harus bantu
menenteramkan negara, Sian Lun. Kau harus membantu
pemerintah menghalau semua pengacau........kau berjanjilah,
muridku ..... "
Sian Lun merasa betapa jantungnya seperti diremas. Dia
merasakan sesuatu yang tidak wajar dan aneh, dia mengerti
bahwa suhunya sedang bersiap meninggalkannya untuk
selamanya.
"Perasaan pribadi harus dikesampingkan...., yang penting
adalah menegakkan keadilan dan tenenteramkan kehidupan
rakyat........ kau ingatlah baik baik, Sian Lun....... nah, jangan
ganggu aku lagi........ aku hendak menyatukan diri dengan
keindahan ini........" Kakek itu lalu bersedakap dan
memejamkan mata sejenak, kemudian membuka mata
memandang ke barat, tidak bergerak-gerak lagi.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Suhu ...... ! " Sian Lun menjatuhkan diri berlutut di depan
kaki suhunya, di dekat batu di mana suhunya duduk bersila
dan bersedakap, dengan sepasang mata memandang
matahari tenggelam di barat, akan tetapi mata itu sudah tidak
ada cahayanya lagi karena tubuh itu sudah ditinggalkan
nyawanya.
"Suhu.......!" Sian Lun menangis, akan tetapi terngiang di
telinganya ucapan suhunya, "........ jangan ganggu aku
lagi......" maka diapun tidak jadi menubruk suhunya. Dia
menahan tangis lalu memeriksa denyut nadi dan detik jantung
suhunya. Setelah merasa yakin bahwa suhunya memang telah
meninggal dunia dia lalu duduk berlutut di depan suhunya dia
tenggelamdalam Samadhi untuk menjaga, berkabung dan
"mengantar" arwah suhunya agar mendapat "tempat" yang
baik. Semalam suntuk dia duduk bersila, tenggelam dalam
keheningan yang syahdu.
Pada keesokan harinya, pagi - pagi sekali Sian Lun sadar
dari samadhinya. Sadar dari samadhi hanyalah menjadi istilah
kata belaka, karena sesungguhnya samadhi adalah keadaan
sesadar - sadarnya, keadaan waspada dalam keheningan
tanpa pamrih, tanpa si aku, melainkan kosong dan bebas. Pagi
itu cerah sekali, burung-burung berkicau amat indahnya di
tengah-tengah semilir angin pagi yang bercanda dengan
ujung-ujung daun pohon, mengusir embun pagi yang
meninggalkan butir butiran air seperti mutiara di setiap ujung
daun, berkilau - kilauan tertimpa sinar mau hari muda yang
hangat dan keemasan. Betapa indahnya!
Sian Lun terkejut bukan main di kala hatinya berbisik
"betapa indahnya" itu! Dia ingat dan menengok ke arah tubuh
bersila di atas batu yang kaku, sekaku tubuh itu sendiri.
Mengapa dia tidak berduka? Mengapa dia dapat mengecap
keindahan? Apakah duka ilu? Apakah keindahan itu? Adakah
keindahan dalam duka? Adakah duka dalam keindahan Tak
mungkin! Duka hanya berada dalam fikiran, dalam ingatan,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dalam kenangan! Duka pasti timbul kalau pikiran mengukur
dan membandingkan, kalau pikiran beranggapan bahwa
keadaan tidaklah seperti yang dikehendakinya sehingga
mengecewakan dan timbullah duka. Kalau pikiran tidak sibuk,
tidak bekerja, seperti keadaan dirinya beberapa detik yang
laku tadi, maka keindahan terasa sedemikian nyata meresap
ke dalam diri lahir batin, ke jantung kalbu, terasa sampai ke
ujung- ujung rambut. Akan tetapi begitu pikiran bekerja, sibuk
mengingat akan kematian gurunya, betapa ditinggal seorang
diri oleh seorang yang dihormati dan dikasihinya, mengingat
betapa kematian gurunya karena luka pukulan orang, lenyap
pulalah segala keindahan agung tadi!
"Aku ingin bersatu dengan keindahan ini ....." suara ini
terngiang di telingannya dan Sian Lun mengangkat mukanya
memandang ke atas. Sudahkah gurunya bersatu dengan awan
yang berarak di langit itu? Bersatu dengan sinar matahari pagi
yang kuning keemasan dan penuh suka cita itu ? Bersatu
dalam suara burung-burung dan hembusan angin di antara
daun-daun? Bersatu dalam kemilau butiran-butiran mutiara
embun di ujung daun-daun?
Hari telah siang dan sinar matahari yang terik seolah-olah
ikut membakar kayu-kayu dan daun-daun yang menguruk
tubuh tak bernyawa dan merupakan onggokan nyala api yang
berkobar itu. Sian Lun berlutut tak jauh dari situ dan
memandang jenazah gurunya yang berkobar dalam tumpukan
kayu yang dibakarnya, sesuai dengan pesan gurunya dahulu.
"Aku ingin badan tua rusak ini habis menjadi abu kalau aku
sudah mati, Sian Lun. Aku ingin dilupakan bahwa Siangkoan
Lee pernah hidup sebagai seorang manusia di dunia ini. Kalau
keadaan mengijinkan, muridku, kelak kaubakarlah jenazahku
dan taburkan abuku di atas bukit, biar menjadi pupuk
bagimu."
Dan kini dia melihat jenazah gurunya terbakar,
mendengarkan suara api makan kayu dan tubuh tanpa nyawa
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
itu, mendengar ledakan ledakan kecil dan melihat kaki tangan
jenazah itu mencuat ke sana-sini ketika dimakan api.
Ditambahnya kayu lagi setiap kali api mengecil dan api
bernyala terus sampai setengah hari lamanya dan menjelang
senja, barulah api itu padam karena tidak ditambah kayu lagi.
Sian Lun mengumpulkan abu jenazah gurunya dengan
menggunakan sehelai baju luarnya, kemudian dengan hatihati
dia membawa abu jenazah itu berjalan perlahan ke
puncak bakit. Dia berdiri di tepi tebing yang curam,
menghadap ke barat dan menanti pada saat matahari
terbenam, saat gurunya menikmati matahari terbenam pada
kemarin harinya.
Jilid XX
KETIKA Sian Lun berdiri
menghadap ke barat sambil
membawa buntalan abu jenazah
itu, nampaklah oleh dia segala
kebesaran alam di bawah kakinya
dan matahari terbenam
menciptakan pemandangan yang
demikian menakjubkan. Tidak ada
seorangpun seniman sanggup
melukis keindahan seperti itu, dan
tidak ada seorangpun seniman
sanggup menceritakan keindahan
seperti itu. Setiap batang pohon,
setiap gumpal awan, setiap
cercah sinar, setiap warna, setiap
bentuk, merupakan serangkaian syair tersendiri, memiliki
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
keindahan tersendiri yang tercakup dalam keindahan agung
itu, dalam keheningan agung, dalam kesatuan ajaib itu.
Dirinya sendiri merupakan bagian kecil yang tak terpisahkan
dari kesatuan itu. Begitu indah, begitu mengharukan sehingga
ketika Sian Lun mulai menaburkan abu jenazah yang
bertebaran terbawa angin senja, tak terasa lagi air matanya
jatuh berderai melalui pipinya. Bukan air mata duka karena
kematian gurunya, bukan air mata duka karena iba kepada diri
sendiri, melainkan air mata keharuan yang timbul karena cinta
kasih yang terasa benar dari ujung rambut sampai ke ujung
jari kaki, cinta kasih teramat agung yang melenyapkaii batas
batas antara dia dan abu jenazah, antara dia dan sinar
lembayung matahari senja, antara dia dan pohon, antara dia
dan rumput- rumput, antara dia dan Tuhan!
Abu jenazah telah habis ditebarkannya, Dunia telah
berwarna kelabu dan langit di barat kehilangan tata warnanya,
malam mulai tiba. Sian Lun menggerakkan kakinya melangkah
menuruni puncak bukit. "Selamat tinggal suhu....." bisiknya.
Akan tetapi dia rnerasakan betapa janggalnya bisikannya itu.
Siapakah yang meninggalkan? Siapa yang ditinggalkan!
Perlukah yang hidup berkabung untuk yang mati? Perlukah
yang hidup bersedih untuk yang mati? Ataukah tidak
sebaliknya, yang maju mungkin merasa sedih melihat yang
hidup yang masih harus terombang-ambing gelombang
kehidupan antara suka dan duka? Yang masih harus tercepit
dan terhimpit antara tawa dan tangis? Sian Lun tak dapat
menjawabnya. Dengan muka ditundukkan pemuda ini
menuruni bukit dan baru terasa olehnya betapa perutnya lapar
sekali.Dua hari dua malam dia tidak pernah makan, tidak
pernah minum, tidak pernah tidur. Jasmaninya menuntut,
perutnya minta diisi, urat-uratnya minta diistirahatkan,
matanya minta ditidurkan. Suhunya tidak lagi dituntut
kebutuhan jasmani seperti dia!
~0-dwkz~bds~234-0~
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sian Lun berjalan dengan kaki dan hati ringan. Selama
beberapa hari ini dia telah melakukan perjalanan seorang diri.
Dia tidak membiarkan dirinya terbenam kedukaan oleh
kematian gurunya. Gurunya telah tiada. Habis, tidak ada
manfaatnya untuk menyesalkan itu. Dunia terbentang luas di
depannya. Dia masih muda. Perjalanan hidup masih jauh. Dia
harus kembali ke Cin-an, ke rumah paman dan bibinya. Dia
tersenyum sendiri kalau membayangkan betapa paman dan
bibinya akan girang luar biasa melihat dia datang kembali
dalam kadaan sehat dan selamat. Dan kedua orang tua itu
tentu akan merasa bangga sekali kalau mendengar betapa dia
telah mewarisi ilmu kepandaian silat yang tinggi dari
Siangkoan Lojin yang terhitung masih paman kakek guru dari
paman dan bibinya! Jadi, kalau dihitung menurut tingkat
perguruan, dia masih merupakan paman guru dari paman dan
bibinya! Sian Lun tersenyum mengingat akan lucunya susunan
tingkat ini. Guru dari paman dan bibinya, juga dari mendiang
ayahnya, adalah Lui Sian Lojin, dan Lui Sian Lojin ini adalah
murid dari Bu Eng Lojin, suheng dari gurunya. Gurunya,
mendiang Siangkoan Lojin itu sesungguhnya adalah kakek
buyut gurunya!
Makin gembira hatinya kalau dia teringat kepada Ling Ling.
Sian Lun menahan langkahnya dan termenung, terheranheran
ketika mendapat kenyataan betapa jantungnya
berdebar tegang dan mukanya terasa panas ketika dia
mengingat Ling Ling! Anak perempuan itu, adik misannya itu,
kini tentu telah menjadi seorang gadis dewasa! Hanya selisih
dua tahun usia mereka, dan dia kini telah berusia duapuluh
tahun. Ling Ling kini tentu telah menjadi seorang dara berusia
delapanbelas tahun. Sukar dia membayangkan bagaimana
akan sikap dara itu kalau bertemu dengan dia. Dan Gin San!
Sian Lun mengerutkan alis ketika mengingat anak itu, ada rasa
gembira dan juga rasa khawatir. Teringat akan Gin San, maka
teringat pula dia akan kenakalan dan kelucuan anak yang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menjadi murid paman dan bibinya itu, akan tetapi dia teringat
pula akan keadaan Gin San yang terancam bahaya ketika anak
itu terlibat dalam kerusuhan yang terjadi di Kuil Ban hok-tong
di Cin-an. Apakah anak itu dapat tertolong? Tentu sekarang
juga sudah menjadi seorang pemuda dewasa, seperti dia
karena usia mereka memang sebaya.
Kenangan di masa kecil memang selalu menimbulkan
perasaan gembira dan menimbulkan gairah untuk melihat
kembali tempat tempat bermain kita di waktu masih kecil.
Demikian pula dengan Sian Lun. Wajahnya berseri dan
kegembiraan menyelubungi hatinya yang penuh harapan
untuk dapat bertemu kembali dengan paman dan bibinya,
dengan Gin San, bahkan dengan para pelayan pamannya yang
kini teringat olehnya seorang demi seorang. Bukan mereka
saja, bahkan dia teringat akan kerbau-kerbau milik pamannya
yang dulu sering di-gembala oleh Gin San dan dia, terutama
sekali Si Belang yang menjadi kerbau kesayangannya.
Sian Lun berjalan seenaknya di jalan raya yang kasar itu,
jalan yang cukup lebar menuju ke kota Sin-yang. Enak
berjalan tak tergesa-gesa melalui hutan kecil yang teduh itu,
yang melindungi orang dari sengatan terik matahari siang itu.
Tiba-tiba perhatiannya tertarik oleh suara orang orang dari
belakang dan dia berhenti di tepi jalan, membiarkan
serombongan orang lewat. Mereka itu terdiri dari duapuluh
lebih orang yang kesemuanya melakukan perjalanan cepat
dan rata-rata memiliki kepandaian tinggi karena mereka
mempergunakan ilmu lari cepat tanpa menghiraukan Sian Lun
yang berdiri dengan heran di tepi jalan. Timbul perasaan
heran dan curiga di dalam hati pemuda itu karena rombongan
ini selain terdiri dari orang-orang yang tentu pandai ilmu silat,
juga sebagian dari mereka mengenakan pakaian seperti tosu
atau pendeta. Dan terutama sekali, paling depan berjalan
dengan langkah lebar seorang yang kelihatan asing, bertubuh
besar dan sikapnya gagah, langkahnya seperti seekor harimau
berjalan. Orang ini melirik ke arah Sian Lun, akan tetapi
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
seperti yang lain lain, dia juga tidak menaruh perhatian
kepadu pemuda berpakaian sederhana seperti seorang
nelayan atau petani itu.
Setelah rombongan itu lewat, Sian Lun menarik napas
panjang. Benar kata mendiang gurunya bahwa di dunia ini
banyak sekali orang pandai, namun sayangnya, kepandaian
silat yang dimiliki orang membuat si pemilik kepandaian itu
menjadi pelaku-pelaku kekerasan yang mengandalkan
kepandaiannya untuk menindas orang lain dan untuk mencari
kemenangan bagi diri sendiri. Apakah rombongan orang-orang
yang agaknya dipimpin oleh para pendeta itupun hendak
menggunakan kepandaian mereka untuk melakukan
kekerasan terhadap golongan atau orang lain? Ah, betapa
ganjilnya mendengar ada pendeta melakukan kekerasan
terhadap orang lain. Akan tetapi, bukankah kerusuhan di Kuil
Ban-hok-tong dahulu itupun merupakan kekerasan antara
pendeta - pendeta? Dan apa kata suhunya tentang
kependetaan dan kekerasan?
"Kebanyakan para pendeta itu adalah orang-orang yang
menyamakan diri dengan kependetaan mereka, seperti orangorang
yang mengikatkan diri dengan kekayaan, kedudukan,
nama besar, dan sebagainya. Kalau kependetaan mereka
terusik, mereka tentu tidak segan-segan untuk
mempergunakan kekerasan, melindungi kependetaannya
seperti orang melindungi harta bendanya atau kedudukannya
dengan taruhan nyawa, tidak segan-segan membunuh
manusia lain untuk mempertahankan apa yang mengikat
mereka, yang dianggap sebagai sumber kesenangan oleh
mereka."
Dapatkah kita hidup tanpa ikatan? Dapatkah kita bebas dan
terlepas dari segala sesuatu yang kita samakan seperti diri kita
sendiri? Seorang yang merasa dirinya baik tentu merupakan
orang yang ingin dianggap baik dan kalau sekali waktu
kebaikannya itu terusik, kalau kebaikannya tidak diakui, tentu
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
timbul kecewa dan marah di dalam hatinya. Seseorang yang
merasa dirinya benar tentu akan bersikap keras kalau
kebenarannya itu disangkal orang lain. Karena orang seperti
itu telah mengikatkan diri dengan apa yang dianggapnya
kebaikan dan kebenaran tu, maka kalau kebaikannya dan
kebenarannya itu diganggu, dia akan marah.
Belum lama Sian Lun berjalan sambil termenung semenjak
lewatnya rombongan orang orang tadi tiba-tiba dia berhenti
lagi karena mendengar suara derap kaki kuda dari belakang.
Dia berdiri di tepi jalan dan memandang. Kini dia melihat
sepasukan tentara berkuda, dipimpin oleh seorang perwira
muda yang amat gagah. Perwira ini menunggang kuda besar,
berjalan di depan dengan wajah berseri dan sinar mata penuh
semangat. Tubuhnya sedang namun tegap, usianya kurang
lebih duapuluh lima tahun, wajahnya kemerahan karena
sengatan terik matahari,alisnya tebal berbentuk golok,
pakaiannya gemerlapan dan di pinggangnya tergantung
pedang. Gagah sekali perwira ini, wajah dan sikapnya
membayangkan kejantanan yang menimbulkan rasa kagum
dalam hati Sian Lun.
Rombongan pasukan ini terdiri dari tiga puluh orang
perajurit dan di tengah-tengah rombongan ini terdapat
duabelas orang tawanan yang dinaikkan dalam sebuah kereta
tak beratap, ditarik oleh empat ekor kuda yang dikusiri
seorang perajurit. Kedua tangan para tawanan itu dibelenggu
dan mereka semua duduk di dalam kereta, tubuh mereka
bergoyang goyang ketika kereta itu berguncang di atas jalan
yang kasar.
Melihat Sian Lun berdiri, seorang diri di tepi jalan, perwira
itu mengangkat tangan kanan ke atas dan rombongan itupun
berhenti. Debu mengepul tinggi dan Sian Lun mendengar
suara perwira itu yang terdengar nyaring dan penuh wibawa,
"Kita beristirahat di sini, semua boleh beristirahat di tempat
teduh. Beri makan dan minum secukupnya kepada para
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tawanan, akan tetapi jaga yang ketat agar jangan sampai
timbul kesempatan mereka membuat kacau!" Para perajurit itu
nampak gembira sekali memperoleh kesempatan istirahat itu
dan Sian Lun melihat betapa para perajurit yang membagi
makanan dan minuman kepada para tawanan itu bersikap baik
dan cermat, para tawanan itu diberi makanan yang cukup
banyak dan minuman yang secukupnya pula. Bahkan kusir
kereta menghentikan kereta itu di tempat teduh sehingga para
tawanan itupun merasa enak. Penglihatan ini merupakan hal
yang cukup ganjil karena biasanya, para perajurit tentu
bersikap keras kepada para tawanannya. Agaknya hal itu
adalah berkat sikap perwira yang menarik itu.
Kalau para perajurit mulai makan dan minum dari
perbekalan mereka, perwira itu sendiri hanya mengeluarkan
seguci arak dan minum dari bibir guci setelah turun dari atas
kuda. Kemudian dia menoleh ke arah Sian Lun yang masih
berdiri dan dengan langkah ringan dan lebar perwira itu
menghampiri Sian Lun! Melihat wajah perwira itu berseri dan
ada senyum di bibirnya, Sian Lun cepat menjura dengan
hormat
"Sobat, apakah engkau melakukan perjalanan seorang diri
saja?" perwira itu bertanya sambil duduk di atas rumput di
tempat teduh itu. Sian Lun mengangguk tanpa menjawab.
"Mari kita duduk bercakap-cakap, sobat. Maukah engkau
minum arak? Arakku ini baik sekali, arak Kang lam yang sudah
cukup tua usianya, segar dan manis tapi tidak terlalu keras "
"Terima kasih, engkau baik sekali, ciangkun," jawab Sian
Lun dan ketika dia duduk di atas rumput, perwira itu
menyodorkan guci araknya kepada Sian Lun. Sian Lun
menerimanya dan menjadi bingung karena dia tidak
mempunyai cawan untuk minum.
"Mana........ mana cawannya?" Dia bertanya agak sungkan.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Ha-ha, orang-orang dalam perjalanan seperti kita, mana
perlu peralatan makan minum selengkapnya? Minum arak di
dalam hutan, langsung dari guci, enak sekali. Minumlah !"
Sian Lun memandang kagum kepada orang di depannya
itu. Seorang perwira muda yang gagah, akan tetapi sungguh
memiliki kerendahan hati, sikap bersahabat dan kejujuran
yang mengagumkan. "Terima kasih!" katanya dan diapun
tanpa ragu-ragu lagi lalu menenggak arak itu langsung dari
bibir guci. Memang enak sekali arak itu dan Sian Lun yang
sudah biasa minum arak bersama gurunya mengenal arak
baik. "Hemm, enak sekali arakmu, ciangkun," katanya
mengembalikan guci.
Perwira itu tersenyum dan memandang wajah Sian Lun
penuh perhatian. Tiba-tiba dia berkata, "Mau makan bersama
kami ? Makanan sederhana tapi cukup menyenangkan perut."
Sian Lun tersenyum dan menggeleng kepalanya. "Terima
kasih, ciangkun, aku tidak merasa lapar."
"Ha-ha, hanya minum kalau haus, hanya makan kalau
lapar, dan hanya tidur kalau mengantuk, itulah pendirian
seorang gagah ! Aku ini tidak lapar, hanya haus. Eh, sobat,
engkau hendak pergi ke mana, kalau aku boleh bertanya ?
Bukan main perwira ini, pikir Sian Lun penuh kagum. Begitu
polos dan jujur, juga sikap yang terbuka itu sama sekali tidak
pura-pura, dan orang ini sangat berbeda dengan para perwira
lain. Biasanya, seorang perajurit yang telah memiliki pangkat
sedikit saja, sikapnya lalu angkuh dan tinggi hati, bertindak
terhadap rakyat seolah-olah dia yang menjadi raja. Akan
tetapi perwira ini dapat menghargai orang, sikap yang amat
menyenangkan.
Maka dengan jujur diapun menjawab, "Aku hendak pergi ke
utara........"
Sebelum dia sempat menyebut nama koti Cin-an, perwira
itu sudah mendahului dan memotong kata katanya. "Bagus,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kamipun hendak ke kota raja! Ah, perjalanan yang amat jauh,
apa lagi membawa-bawa tawanan penting, sungguh sukar dan
banyak rintangan."
Lega rasa hati Sian Lun karena dia tidak usah bercerita
tentang dirinya, maka mendengar ucapan perwira itu, dia
bertanya, tidak ragu-ragu lagi karena perwira itu yang lebih
dulu bicara tentang tawanan, "Siapakah mereka itu dan
mengapa ditawan ?"
Perwira itu menoleh ke arah kereta di mana para tawanan
masih makan dengan sikap diam, lalu dia menghadapi Sian
Lun kembali sambil menarik napas panjang. "Aahh mereka itu
sebenarnya bukanlah penjahat-penjahat biasa, akan tetapi
perbuatan mereka malah lebih berbahaya dari pada penjahatpenjahat
yang paling kejam. Penjahat-penjahat hanya
membunuh orang-orang tertentu yang mereka musuhi, hanya
membakar rumah-rumah tertentu atau mengacau dusundusun
tertentu. Akan tetapi orang-orang itu biarpun mereka
sendiri bukan perampok dan penjahat, mereka itu dapat
membunuh ratusan ribu nyawa, membakar dan mengacau
seluruh negara."
"Eh, apakah yang mereka lakukan?" Sian Lun terkejut dan
menoleh ke arah para tawanan itu dengan pandang mata
penuh selidik. Baru sekarang dia melihat bahwa di antara
mereka itu terdapat dua orang yang berpakaian seperti
pendeta tosu.
"Mereka adalah pemberontak-pemberontak! Mereka
membenci pemerintah dan mereka menghasut rakyat untuk
memberontak. Mereka akan dapat membakar api perang
saudara yang mengerikan kalau mereka tidak cepat-cepat
dicegah. Dan betapa banyaknya terjadi aksi-aksi
pemberontakan seperti itu semenjak sepuluh tahun yang lalu,
semenjak peristiwa di Cin-an......"
"Peristiwa di Cin-an ? Apakah itu, ciangkun ? "
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Perwira itu tersenyum pahit. "Sepuluh tahun yang lalu,
ketika itu aku masih dalam pendidikan perajurit, di Cin-an
terjadi huru-hara ketika mendiang Kaisar Beng-ong
memerintahkan perarakan benda suci lewat di kota itu. Dalam
peristiwa itu, nama perkumpulan Im-yang-kauw dan Bengkauw
terlibat, dan semenjak peristiwa itulah, maka selama
sepuluh tahun ini terjadi serangkaian peristiwa yang sifatnya
menentang pemerintah. Syukur, setelah kaisar diganti oleh
kaisar yang sekarang, yaitu Kaisar Su Tiong, putera kaisar
yang telah meninggal dunia, sasterawan pahlawan Han Gi
telah dipanggil dari tempat pembuangannya dan oleh kaisar
beliau diangkat menjadi Penasihat Angkatan Perang,
pengangkatan inimendatangkan banyak kemajuan karena
beliau telah mulai dengan operasi ke dalam, yaitu
membersihkan angkatan perang dari oknum-oknum yang
kotor dan mengangkat orang-orang muda yang masih bersih
dan jujur menjadi panglima panglima dan perwira perwira.
Dengan angkatan perang yang pulih kekuatannya, maka
negara menjadi kuat kembali dan kaum pemberontak mudah
ditundukkan, bukan hanya dengan senjata seperti yang
menjadi politik Menteri Han Gi, akan tetapi terutama dengan
nasihat dan bujukan dan sikap baik.”
Sian Lun mengangguk-angguk dan merasa kagum.
Mengertilah dia kini mengapa perwira muda ini dan anak
buahnya bersikap lunak dan baik sekali terhadap para
tawanan itu, padahal tawanan-tawanan itu adalah
pemberontak-pemberontak yang biasanya amat dibenci. Kalau
saja perwira ini tahu bahwa apa yang diceritakannya tadi,
peristiwa di Cin-an, adalah peristiwa di mana dia sendiri
terlibat ketika dia masih berusia sepuluh tahun! Akan tetapi
Sian Lun tidak mau bercerita tentang dirinya Dia makin suka
kepada perwira itu dan makin tertarik hatinya. Bukankah
suhunya dalam pesan terakhirnya juga menasehatkan dia
untuk membantu pemerintah menenteramkan negara?
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Bukankah suhunya juga mengatakan bahwa dunia sedang
terbakar selama kejahatan dan pemberontakan merajalela?
"Aih, aku telah bicara banyak. Entah mengapa, aku tertarik
kepadamu, sobat, dan aku percaya kepadamu. Tidakkah
sepatutnya kalau kita berkenalan? Aku she Ong, bernama Gi."
"Ong ciangkun sungguh baik dan ramah. Namaku adalah
Tan Sian Lun, dan karena keramahanmu itu, selayaknya aku
peringatkan kepadamu, Ong-ciangkun, bahwa mungkin sekali
perjalananmu akan menemui halangan di depan situ."
"Eh, apa maksudmu, Tan-heng?"
"Belum lama ini lewat serombongan orang yang
mencurigakan, mereka semua berlari cepat seperti terbang,
jumlah mereka duapuluh orang lebih dan kulihat di antara
mereka terdapat orang-orang yang berpakaian pendeta
seperti dua orang di antara para tawananmu itu."
Mendengar ini, seketika wajah Ong-ciangkun berubah,
alisnya yang berbentuk golok itu berkerut. Dia meloncat
berdiri dan meraba gagang pedangnya, mengangkat tangan
kanan ke atas dan berseru kepada anak buahnya, "Siaaapp!
Kita berangkat sekarang melanjutkan perjalanan!"
Selagi para perajurit itu sibuk dan berkemas, perwira itu
berkata kepada Sian Lun, "Terima kasih, Tan-heng. Dan
mengingat bahwa tujuan kita sama, yaitu ke utara, dan
engkau melakukan perjalanan sendirian saja sehingga tidak
aman bagimu, bagaimana kalau kita melakukan perjalanan
bersama?"
Sian Lun tersenyum dan menggeleng kepala, "Terima
kasih, ciangkun. Aku sudah biasa melakukan perjalanan
sendirian saja, aku tidak mau merepotkanmu yang sudah
berat oleh tugasmu itu. Selamat jalan,"
Ong-ciangkun mengangkat pundaknya. "Sayang, aku suka
sekali bicara denganmu, saudara Tan. Nah, sampai jumpa!"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Dia lalu meloncat ke atas pelana kudanya yang sudah dituntun
datang oleh seorang perajurit, kemudian berderaplah
rombongan perajurit berkuda itu dipimpin oleh perwira muda
she Ong yang gagah perkasa, dan kepala para tawanan
tergoyang-goyang di atas kereta tawanan ketika kereta itu
mulai bergerak di atas jalan yang kasar.
Setelah derap kaki kuda itu tak terdengar lagi lama setelah
rombongan itu menghilang di dalam hutan, Sian Lun
termenung. Bagaimana kalau rombongan Ong-ciangkun itu
dihadang dan diserang oleh rombongan terdahulu? Dia
membayangkan Ong-ciangkun yang ramah dan gagah,
teringat kembali akan ceritanya dan teringat pula akan pesan
mendiang suhunya akan akhirnya Sian Lun berdiri dan
menyambar buntalan pakaiannya lalu berjalan cepat menyusul
rombongan pasukan Ong-ciangkun. Tadinya, dia masih
merasa segan untuk membantu pasukan pemerintah.
Bukankah menurut cerita paman dan bibinya, ayah
kandungnya, dan juga ibu kandungnya, semua tewas oleh
pasukan pemerintah? Bukankah menurut cerita mereka,
ayahnya dahulu adalah seorang gagah perkasa yang
menentang pembesar pemerintah yang lalim dan gugur dalam
perjuangannya itu? Akan tetapi, kini dia melihat bahwa tidak
semua pembesar jahat dan lalim, buktinya Menteri Han Gi
demikian dikagumi dan dipuja oleh Ong-ciangkun, dan perwira
muda she Ong itu sendiri jelas merupakan seorang pejabat
yang amat bijaksana dan gagah. Suhunya berpesan pula agar
dia membantu pemerintah untuk menenteramkan kehidupan
rakyat, menentang kejahatan dan pemberontakan. Apa kata
suhunya dalam pesan terakhir itu? "Perasaan pribadi harus
dikesampingkan, yang penting adalah menegakkan keadilan
dan menenteramkan kehidupan rakyat."
Sekarang apakah karena ayah bundanya tewas di tangan
seorang pembesar, dia harus memusuhi semua pembesar di
dunia ini ? Gila kalau begitu ! Ayah bundanya tewas di tangan
manusia, apakah dia harus memusuhi semua manusia pula?
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Makin gila lagi! Tidak, dia akan menentang siapa saja yang
jahat, siapa saja yang menindas manusia lain, tidak perduli dia
itu pembesar atau orang biasa! Dan dia akan membela yang
benar, tidak perduli dia itu pembesar atau orang biasa pula.
Dan Ong-ciangkun adalah seorang perwira yang baik, dan
berdiri di fihak yang benar karena Ong-ciang-kun menentang
pemberontakan yang akan mengobarkan perang yang
mengancam keselamatan rakyat jelata. Dia harus membantu
dan melindunginya! Keputusan hati ini membuat Sian Lun
berlari lebih cepat lagi.
Dan ketika dia tiba di tengah hutan, dari jauh dia sudah
mendengar suara pertempuran itu! Celaka, pikirnya, dia
terlambat! Dipercepatnya larinya dan setelah dia tiba di
tempat terbuka di tengah hutan itu, benar saja bahwa apa
yang dikhawatirkannya itu telah terjadi. Pasukan itu diserbu
oleh rombongan orang-orang yang dipimpin oleh orang asing
tinggi besar itu dan ternyata bahwa rombongan penyerang itu
telah berhasil pula membebaskan para tawanan yang kini ikut
pula mengeroyok. Fihak pasukan terdesak hebat karena
musuh mereka itu rata-rata memiliki kepandaian yang ikup
tinggi, sedangkan Ong-ciangkun sendiri sedang bertanding
melawan si orang asing tinggi besar yang amat lihai
memainkan senjata rantai panjang yang ujungnya dipasangi
kaitan baja. Dua buah kaitan mengerikan di kedua ujung
rantai itu menyambar-nyambar dan rantai yang diputar-putar
itu mengeluarkan bunyi bersiutan. Ong-ciangkun berusaha
melindungi tubuhnya dengan pedangnya, namun melihat
betapa pundak dan pahanya berdarah dan pakaiannya robekrobek,
mudah diduga bahwa dia sudah beberapa kali terluka
oleh kaitan-kaitan itu dan sedang berada dalam ancaman
bahaya maut. Ong - ciangkun hanya main mundur sambil
mengobat-abitkan pedangnya menangkis dua buah kaitan
yang bertubi-tubi menyambar itu, sedangkan lawannya
terdengar tertawa berkekeh-kekeh mengejeknya. Juga anak
buah Ong-ciangkun tidak jauh bedanya dengan pemimpin
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mereka, terdesak dan terancam, bahkan sudah ada tiga orang
yang roboh terluka tanpa dapat bangkit kembali.
Melihat ini, seketika timbul rasa penasaran di dalam hati
Sian Lun dan tanpa disadarinya lagi dia sudah melayang ke
depan sambil membentak, "Pemberontak jahat!" Gerakannya
seperti kilat menyambar dan tahu - tahu dia sudah
berhadapan dengan jagoan Uighur, orang asing yang
memimpin penyerbuan itu dan yang sedang mendesak Ongciangkun
dengan rantainya. Pada saat itu, dua buah kail
menyambar dan Sian Lun mengangkat kedua lengannya ke
atas, tangannya menangkap dua buah kail itu dan
membiarkan pergelangan tangannya terlibat rantai. Pada detik
berikutnya, pemuda perkasa ini sudah mengerahkan tenaga
membetot dan jagoan Uighur itu mengeluarkan teriakan kaget
karena tanpa dapat dipertahankannya lagi, tubuhnya terbawa
oleh betotan itu terdorong ke depan dan ketika kaki kiri Sia
Lun menyambar, dadanya sudah kena ditendang dan sambil
mengeluarkan teriakan keras jagoan Uighur itu terlempar ke
belakang sampai beberapa tombak jauhnya. Dia terbanting ke
atas tanah, akan tetapi orang ini agaknya memiliki tubuh yang
kebal dan kuat, karena dia sudah dapat merangkak bangun
kembali.
Sian Lun tidak berhenti sampai di situ saja. Baik fihak
pasukan maupun fihak pemberontak sampai menjadi bengong
dan terkejut karena tahu-tahu ada bayangan putih yang
bergerak sedemikian cepatnya dan tahu-tahu beberapa orang
dari fihak pemberontak sudah roboh. Sian Lun menggerakkan
kedua kaki dan kedua tangannya, menampar dan menendang.
Setiap gerakan kaki atau tangannya tentu menerbangkan
senjata lawan dan merobohkan mereka seorang demi
seorang! Gegerlah keadaan.di medan pertempuran itu.
"Tangkap mereka!" terdengar Ong-ciangkun berseru
nyaring. Biarpun dia sendiri terkejut bukan main, namun
perwira ini tidak kehilangan kesadarannya dan dia cepat
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
merintahkan anak buahnya untuk menangkap para
pemberontak. Perintah ini juga sekaligus merupakan perintah
agar anak buahnya jangan membunuh para pemberontak,
melainkan menangkap mereka.
Jagoan Uighur yang marah sekali itu kini mengeluarkan
teriakan keras dan menubruk ke arah Sian Lun dari belakang.
Tubrukan ini adalah tubrukan yang didasarkan ilmu gulat,
dengan kedua lengan terpentang dan agaknya ke manapun
lawan mengelak, takkan terlepas dari tangkapan kedua tangan
yang sudah siap dengan jari-jari terbuka. Sian Lun bersikap
tenang membalikkan tubuh dan membiarkan kedua
pundaknya dicengkeram, akan tetapi sambil mengerahkan
sinkang melindungi kedua pundak dari cengkeraman jari jari
tangan yang kuat itu, dia mengangkat lutut kirinya.
"Ngekkkk !" Lutut itu menyodok perut dan jagoan Uighur
itu untuk kedua kalinya terjengkang roboh. Kini dia maklum
bahwa pemuda yang baru datang ini bukanlah lawannya,
maka setelah dia merangkak dan bangkit, dia lalu melarikan
diri..
'"Jangan kejar dia......!" Ong-ciangkun sudah cepat
mencegah dan dia sendiri membantu para anak buahnya
untuk menawan para pemberontak. Sebagian besar para
pemberontak sudah kehilangan nyalinya melihat orang Uighur
itu dapat dikalahkan dengan mudah maka merekapun
melarikan diri secepatnya meninggalkan mereka yang terluka
dan tertawan. Setelah dikumpulkan dengan tangan diborgol,
ternyata yang tertangkap ada limabelas orang, sebagian
adalah tawanan yang tadinya sudah dapat dibebaskan kawankawan
mereka sebagian lagi adalah muka-muka baru. Di fihak
pasukan itu terdapat lima orang perajurit terluka agak parah,
dan beberapa orang lagi terluka ringan saja. Mereka
bergembira karena dalam pertempuran itu, fihak merekalah
yang menang, apa lagi karena tawanan yang tadinya sudah
terlepas itu kini malah bertambah dengan tiga orang lagi.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Kalau tadinya hanya ada duabelas orang, kini tertawan lima
belas orang !
"Ah, sudah kuduga...... kiranya engkau adalah seorang
pendekar yang amat lihai, Tan taihiap !" Ong-ciangkun
menjura dan sebutan saudara atau sobat kini menjadi taihiap
(pendekar besar), "Kami menghaturkan terima kasih atas
bantuan tauhiap sehingga fihak kami memperoleh
kemenangan.
Sian Lun balas menjura. "Kita kebetulan jumpa di jalan, hal
itu sudah menjadi keharusan untuk saling membantu dan
berdiri di fihak yang benar, Ong-ciangkun. Akan tetapi tentang
ciangkun sudah menduga itu ..... apa maksud ciangkun? "
Ong-ciangkun tersenyum sambil mengobati luka-lukanya
yang tidak berat itu dengan obat bubuk merah. Sian Lun tahu
bahwa obat bubuk merah itu amat baik untuk menyembuhkan
luka-luka sungguhpun amat perih kalau dipakai. Akan tetapi,
perwira itu menaruh obat merah pada luka-lukanya sambil
bercakap-cakap dan sedikitpun tidak memperlihatkan
penderitaan, Hal ini saja sudah menujukkan bahwa Ongciangkun
benar-benar seorang jantan. "Tan-taihiap,
pekerjaanku memberi kesempatan kepadaku untuk bergaul
dengan banyak pendekar di dunia ini. Taihiap kelihatan lemah
lembut namun berani melakukan perjalanan seorang diri saja,
taihiap kelihatan seperti seorang pemuda dusun namun gerakgerik
dan tutur sapa taihiap lembut dan sopan, kemudian
taihiap memiliki penglihatan tajam sehingga dapat
memperingatkan aku terhadap rombongan pemberontak itu.
Semua itu menunjukkan bahwa taihiap adalah seorang
pendekar yang berilmu, seperti yang sudah kuduga, dan oleh
karena itulah maka aku menawarkan taihiap untuk melakukan
perjalanan bersama."
Sian Lun tersenyun. Orang ini selain gagah perkasa juga
amat cerdik! "Ah, Ong-ciangkun terlalu memuji orang, padahal
engkau sendiri adalah seorang yang gagah dan cerdik."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ong-ciangkun lalu memerintahkan anak buahnya bersiap
dan berangkat agar sebelum malam tiba mereka dapat
memasuki kota Sin-yang. Sekali ini Sian Lun tidak menolak
ketika Ong-ciangkun mengajaknya melakukan perjalanan
bersama dan memberinya seekor kuda yang baik.
Berangkatlah rombongan itu membawa tawanan mereka
menuju ke Sin-yang dari ternyata di sepanjang perjalanan
tidak terjadi gangguan sampai mereka memasuki Sin-yang.
Ong-ciangkun segera menghadap pembesar setempat dan
para tawanan itu cepat dimasukkan ke dalam penjara agar
dapat terjaga dengan baik sedangkan Ong-ciangkun segera
mengirim kurir ke kota raja berikut pelaporannya tentang
pencegatan yang dipimpin oleh orang Uighur itu.
Malam itu Sian Lun dijamu oleh Ong-ciangkun di rumah
pembesar kota Sin-yang. "Ong-ciangkun, mengapa engkau
tadi melarang ketika anak buahmu hendak mengejar orang
Uighur itu? Akupun baru tahu bahwa dia itu orang Uighur
setelah mendengar anak buahmu bicara tentang dia."
"Ah, itulah akibatnya kalau negara lemah dan
mengandalkan bantuan keamanan dari tenaga lain bangsa.
Ketika terjadi pemberontakan-pemberontakan, semenjak
pemberontakan An Lu Shan dan selanjutnya, pemerintah
begitu lemah sehingga pemerintah minta bantuan Bangsa
Uighur untuk mengusir dan menundukkan pemberontak.
Setelah pemberontak dapat dihancurkan, maka Bangsa Uighur
yang telah memasuki daratan kita menjadi keenakan dan
tentu saja mereka yang dianggap sebagai bangsa yang telah
berjasa membantu kita, harus kita perlakukan dengan hormat!
Padahal mereka itu kadang kadang memperlihatkan sikap
sewenang-wenang dan kini bahkan mereka agaknya telah
bersekutu dengan fihak pemberontak seperti perkumpulan Imyang-
kauw dan Pek-lian-kauw. Keadaan menjadi gawat sekali,
maka aku mengirim utusan memberi laporan ke kota raja
sebelum melanjutkan membawa para tawanan ke kota raja.
Ahhh, minta bantuan bangsa lain untuk membasmi
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
pemberontakan dalam negeri sama saja dengan menggunakan
harimau untuk mengusir srigala dalam rumah. Serigalanya
dapat dibunuh, akan tetapi sang harimau tetap bercokol dalam
rumah dan entah siapa yang lebih ganas dan berbahaya,
Serigala itu ataukah harimau itu! Para pemberontak,
bagaimanapun juga adalah bangsa sendiri dan betapapun
menyelewengnya mereka itu tetap saja mendasarkan
pemberontakannya kepada pembelaan terhadap rakyat,
sedangkan orang asing bagaimana? Tentu dasar mereka
adalah keuntungan bagi mereka, dan seburuk-buruknya
kekuasaan pemerintah dipegang bangsa sendiri, masih jauh
lebih baik dari pada kalau dipegang bangsa lain. Ahh, setelah
terbukti orang Uighur benar benar bersekongkol dengan Imyang-
pai dan Pek lian-kauw maka keadaanpun menjadi
gawat!"
Sian Lun adalah seorang pemuda yang buta akan keadaan
pemerintah di waktu itu maka mendengar penuturan yang
jelas itu dia menjadi tertarik sekali.
"Akan tetapi, pemerintah tidak seharusnya bersikap lemah
terhadap Bangsa Uighur, karena biarpun mereka pernah
membantu kita, akan tetapi untuk bantuan itu pemerintah
sudah pasti telah memberi upah. Jadi, pada waktu ini. mereka
yang menentang pemerintah atau yang dapat dianggap
sebagai pemberontak berbahaya adalah Im-yang-kauw, Peklian-
kauw dan dibantu oleh Bangsa Uighur yang menjadi tamu
terhormat itu?"
Ong-ciangkun menggelengkan kepala. "Bukan hanya itu.
Memang, Im-yang-kauw, Pek-lian-kauw dan dibantu Bangsa
Uighur merupakan satu kelompok, akan tetapi masih ada
kelompok lain yang tidak kurang pula berbahayanya, bahkan
mungkin lebih berbahaya lagi yang merupakan ancaman
besar, bagi keselamatan negara dan bangsa."
"Siapakah golongan atau kelompok itu, ciangkun ?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Golongan ini terdiri dari Bangsa Khitan yang merupakan
pengikut-pengikut mendiang An Lu Shan, yang bersekutu
dengan Bangsa Tibet dan dari dalam negeri yang bersekutu
dengan dua bangsa asing ini adalah orang-orang dari
perkumpulan Beng-kauw. Jadi, pada saat ini terjadi perang
dingin antara tiga kelompok yaitu kelompok pertama tentu
saja pemerintah yang didukung oleh orang - orang gagah,
oleh para pendekar dan terutama sekali dari Siauw lim-pai dan
Thai-san-pai, kelompok ke dua adalah Im-yang - kauw, Peklian-
kauw dan Bangsa Uighur, sedangkan kelompok ke tiga
adalah Beng-kauw dan Bangsa Khitan dan Tibet."
Sian Lun menggelengkan kepala. "Heran ....dan selalu
rakyatlah yang menjadi korban."
"Begitulah ! Satu-satunya jalan bagi setiap orang gagah
hanyalah membantu pemerintah membasmi dua kelompok
pemberontak itu untuk menghalau bahaya perang saudara
yang akan menghancurkan kehidupan rakyat jelata. Tantaihiap,
engkau adalah seorang muda yang memiliki
kepanduan tinggi, maka marilah kau ikut bersamaku ke kota
raja untuk menghadap Menteri Han Gi karena bantuan
seorang seperti engkau ini amatlah dibutuhkan."
Sian Lun menggeleng kepala. "Pada saat ini aku
mempunyai urusan penting sekali, ciangkun, urusan pribadi.
Aku akan pergi ke Cin-an dan tidak mungkin aku pergi
bersamamu ke kota raja. Akan tetapi, percayalah bahwa aku
setuju dengan semua pendapatmu dan kalau sudah tidak ada
lagi urusan pribadi, aku siap untuk membantu Menteri Han Gi
yang bijaksana untuk mengamankan negara."
"Sayang, akan tetapi tentu saja aku tidak dapat
memaksamu, taihiap. Hanya pesanku, kalau engkau benarbenar
ingin membantu pemerintah yang berarti juga
membantu rakyat, maka datanglah ke kota raja. carilah aku di
benteng pengawal Menteri Han Gi dan aku akan membawamu
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menghadap Menteri Han Gi yang tentu akan girang sekali
menerimamu"
"Baik, ciangkun. Dan sekarang aku mohon diri karena aku
harus melanjutkan perjalananku ke Cin-an."
Malam hari itu juga Sian Lun meninggalkan kota Sin-yang
untuk melanjutkan perjalanannya. Dia menolak ketika Ong
ciangkun memberinya seekor kuda, juga menolak pemberian
sekantong uang dari pembesar kota Sin-yang yang mendengar
bahwa pemuda itu telah membantu pasukan mengusir para
pemberontak. Setelah dia pergi, Ong-ciangkun yang
mengantarnya sampai ke pintu halaman, berdiri sampai lama
termenung, kemudian menarik napas panjang dan berkata
kepada pembesar yang berdiri di sebelahnya, "Manusia seperti
dia itulah yang dicari-cari oleh Menteri Han Gi yang
mengatakan bahwa kalau beliau diberi pembantu-pembantu
yang muda, berjiwa bersih, gagah perkasa dan jujur, tidak
mabok harta dan kedudukan, maka beliau sanggup untuk
menenteramkan negara! Akan tetapi, ahhhh....... betapa
sukarnya mencari orang seperti dia....... !"
~0-dwkz~bds~234-0~
Segala harapan, segala bayangan yang muluk dan indah,
semua kegembiraan sirna seketika dari hati Sian Lun, terganti
oleh rasa kaget, duka dan marah yang membuat wajahnya
pucat sekali ketika dia tiba di Cin an dan mendengar berita
bahwa pamannya, Gan Beng Han dan bibinya, Kui Eng, telah
tewas terbunuh orang! Hampir dia tidak dapat percaya akan
pendengarannya ketika dia bertemu dengan seorang tetangga
tua yang menyampaikan berita malapetaka ini kepadanya.
Paman dan bibinya adalah orang-orang yang berilmu tinggi,
pendekar-pendekar budiman dan selalu membuka tangan
untuk menolong siapa saja. Mana mungkin terbunuh
keduanya?
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Mengapa? Mengapa dan apa yang telah terjadi" bisiknya
dengan suara gemetar. Kakek tua itu memandang dengan
khawatir melibat wajah pemuda yang pucat sekali itu.
"Sayang aku tidak tahu, orang muda. Sebaiknya engkau
bertanya kepada para hwesio di Kuil Ban-hok-tong karena
merekalah yang tahu dan........" Tiba tiba kakek itu terbelalak
karena seperti setan saja, pemuda yang tadi berdiri di
depannya itu sekali berkelebat telah lenyap dari situ !
Para hwesio di Kuil Ban-hok-tong juga terkejut sekali ketika
pemuda berwajah pucat itu menerobos masuk kuil dan
dengan suara gemetar menuntut minta bertemu dengan ketua
kuil. Tentu saja para hwesio menjadi marah, akan tetapi Thian
Ki Hwesio, ketua Kuil Ban-hok-tong yang kebetulan berada di
dalam kuil, segera keluar ketika mendengar bahwa pemuda itu
adalah keponakan dari mendiang Gan Beng Han yang ingin
bertemu untuk bertanya tentang kematian suami isteri
pendekar itu.
Begitu bertemu dengan Thian Ki Hwesio, Sian Lun cepat
memberi hormat dan berkata "Losuhu, harap sudi
menjelaskan apa yang telah terjadi dan bagaimana paman dan
bibi sampai tewas......... "
Thian Ki Hwesio memiliki pandangan yang tajam dan dia
mengenal bahwa pemuda ini bukan orang sembarangan.
"Silakan duduk, sicu dan tenangkanlah hatimu. Kematian
mendadak memang terlalu sering menimpa orang-orang yang
menjadi pendekar sehingga kematian Gan taihiap dan isterinya
bukanlah hal yang terlalu mengejutkan. Duduklah dan
katakan, siapakah sicu ini dan mengapa setelah sepuluh tahun
baru sekarang bertanya tentang kematian suami isteri
pendekar Gan itu?"
Mendengar ucapan itu, Sian Lun menarik napas panjang
dan duduk, memejamkan mata sejenak. Sadarlah dia bahwa
dia terlalu menurutkan perasaan sehingga tindakantindakannya
tadi terburu nafsu dan tidak sepatutnya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Kemudian dia membuka mata dan melihat betapa hwesio tua
itu sudah duduk di depannya dan menatapnya dengan tajam
akan tetapi bibirnva tersenyum.
"Harap losuhu sudi memaafkan kelancangan dan kekasaran
saya tadi. Saya bernama Tan Sian Lun, keponakan dari
mendiang supek Gan Beng Han dan isterinya. Sepuluh tahun
yang lalu, ketika terjadi keributan di kuil ini, saya pergi
mempelajari ilmu dan baru hari ini kembali ke Cin - an. Oleh
karena itu saya tidak tahu sama sekali apa yang telah terjadi
dengan mereka dan tadi saya mendengar bahwa mereka telah
tewas. Harap losuhu sudi menceritakan kepada saya apa yang
telah terjadi. "
Hwesio tua itu memandang penuh selidik, menganggukangguk.
"Ah, kiranya sicu adalah keponakan Gan-taihiap yang
hilang itu? Pernah pinceng mendengar tentang sicu. Memang
sesungguhnya, Gan-taihiap suami isteri tewas dalam
pertandingan melawan ketua dari Im-yang-kauw dan semua
itu adalah akibat dari peristiwa yang terjadi di kuil ini sepuluh
tahun yang lalu." Lalu hwesio tua ini menceritakan tentang
peristiwa penyerbuan pasukan pemerintah ke sarang Im-yangpai
di mana diapun bersama sucinya, Pek l Nikouw, ikut pula
menyerbu dan di mana dia melihat sendiri pertandingan satu
lawan satu antara Gan Beng Han dan isterinya melawan Kimsim
Niocu, yaitu Im-yang-kauwcu dan suami isteri itu kalah
sehingga roboh dan tewas.
"Betapapun juga harus pinceng akui bahwa paman dan
bibimu tewas sebagai orang-orang gagah dan mereka tidak
mati penasaran karena mereka tewas dalam pertandingan
yang bersih satu lawan satu. Hanya sayang bahwa kepandaian
ketua Im-yang-kauw itu terlampau tinggi sehingga mereka
roboh dan tewas. Dan lebih sayang pula bahwa ketika kami
bersama pasukan menyerang, kami hanya berhasil membasmi
sarang Im-yang-kauw dan membunuh banyak anak buahnya,
akan tetapi kami tidak berhasil menangkap atau membunuh
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
ketua Im-yang-pai, Kok Beng Thiancu dan puterinya, yaitu
ketua lm-yang-kauw, Kim-sim Niocu. Ilmu kepandaian ayah
dan anak itu terlampau tinggi sehingga di antara kami tidak
ada yang mampu melawan mereka."
Berkurang banyak kedukaan di hati Sian Lun setelah
mendengar penuturan hwesio itu, terganti oleh rasa
penasaran mendengar betapa paman dan bibi gurunya itu
keduanya tewas karena dikalahkan dalam pertandingan
melawan wanita lihai ketua Im-yang-kauw. Biarpun tidak ada
alasan untuk mendendam karena pertandingan itu adalah
pertandingan yang bersih dan jujur, namun ingin dia bertemu
dan mengukur kepandaian ketua Im-yang-kauw itu.
"Terima kasih atas semua keterangan losuhu. Lalu, ke
manakah perginya Gan Ai Ling, puteri paman? Apakah losuhu
mengetahuinya?"
"Kalau tidak salah, pernah suci Pek I Nikouw bercerita
bahwa nona itu dibawa pergi oleh su-kongnya, yaitu Lui Sian
Lojin, untuk belajar ilmu. Akan tetapi hal ini tentu saja dapat
sicu tanyakan lebih jelas kepada suci atau kepada bibinya,
yaitu nyonya Yap yang tinggal di An-kian."
Sian Lun mengangguk. Diapun tahu bahwa adik pamannya
yang bernama Gan Beng Lian tinggal di An-kian bersama
suaminya, yaitu putera kepala daerah An-kian. Dia pasti akan
pergi ke sana untuk menyelidiki keadaan Ling Ling.
"Dan apakah losuhu mendengar pula tentang keadaan Coa
Gin San, murid dari paman dan tubi ? Anak yang dulu terlibat
dalam kekacauan di sini, sepuluh tahun yang lalu...... "
"Ah, pemuda itu........!" Thian Ki Hwesio berseru lalu
melanjutkan dengan kagum, "Dia telah menjadi seorang yang
berilmu tinggi sekali ! Dia pernah datang ke sini belum lama
ini akan tetapi pinceng sedang pergi dan yang menemuinya
adalah sute Thian Lee Hwesio yang juga menceritakan
kepadanya tentang kernatian Gan-taihiap dan isierinya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Menurut Thian Lee Hwesio, pemuda itu berkelebat dan lenyap,
cepat sekali sehingga Thian Lee Hwesio sendiri tidak mampu
mengejarnya."
Wajah Sian Lun berseri. Gembira hatinya mendengar
bahwa temannya di waktu kecil itu kini telah menjadi seorang
yang memiliki kepandaian tinggi.
"Ah, lalu ke mana perginya, losuhu?"
"Dia tidak meninggalkan pesan kepada sute, hanya
memberitahukan hal yang amat penting dan aneh, yaitu
bahwa Im-yang-pai tidak bersalah dalam peristiwa keributan
di kuil ini sepuluh tahun yang lalu, dan bahwa lambang Imyang-
pai yang oleh sute dirampas dari seorang di antara para
perusuh itu adalah lambang Im-yang-pai curian."
"Ahh.......! " Sian Lun merasa heran dan kaget mendengar
ini. Apa yang dimaksudkan oleh Gin San, dan bagaimana Gin
San bisa mengetahui hal itu ? "Apakah benar demikian,
losuhu?"
Kakek itu mengangkat kedua pundak. "Entahlah, pinceng
sendiripun tidak tahu benar. Ketika kami menyerbu ke sarang
Im-yang-pai, memang ketua Im yang-pai menyangkal bahwa
Im-yang-pai yang melakukan penyerbuan itu, habis, kalau
bukan Im-yang pai lalu siapa ? Dan apa maksudnya
menyamar sebagai orang orang Im-yang pai? Pinceng tidak
mengerti."
"Biarlah, hal itu adalah kewajiban saya mtuk menyelidiki,
losuhu." Kemudian, setelah Memperoleh keterangan di mana
letak makam paman dan bibinya. Sian Lun berpamit dan
meninggalkan Kuil Ban-hok-tong.
Sampai setengah hari lamanya Sian lun duduk terpekur di
depan makam paman dan bibinya setelah bersembahyang.
Selama itu dia mengenangkan kembali semua kebaikan paman
dan bibinya dan hatinya terasa berduka sekali karena dia
merasa belum sempat membalas kebaikan mereka yang telah
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dilimpahkan kepadanya dan sekarang setelah dia berhasil
memiliki ilmu kepandaian tinggi, mereka telah meninggal
dunia ! Dia merasa seperti kehilangan ayah bundanya sendiri
karena semenjak kecil hanya sebutannya saja yang berubah
terhadap mereka, akan tetapi di dalam hatinya, dia tetap
menganggap mereka sebagai ayah bundanya dan mencinta
mereka seperti seorang anak terhadap orang tuanya.
"Aku harus mencari Ling Ling, aku harus membalas segala
kebaikan ayah ibunya kepada sumoi," demikian akhirnya dia
mengambil keputusan dan setelah memberi hormat untuk
terakhir kalinya kepada gundukan makam itu Sian Lun lalu
meninggalkan tempat itu dia melanjutkanperjalanannya
menujuke kota An - kian.
Kota Kabupaten An kian cukup besar dan ramai dan begitu
memasuki kota itu, Sian Lun mrasakan adanya ketenteraman
di dalam kota perdagangan yang ramai dan kota yang
keadaannya bersih. Kebetulan sekali pada waktu dia
memasuki kota itu di dalam kota sedang diadakan pesta ulang
tahun dari toa-pekong sebuah kelenteng di tengah - tengah
kota. Melihat keramaian ini dan banyak orang dengan
pakaian-pakaian indah menuju ke tengah kota, Sian Lun
tertarik, apa lagi ketika mendengar bahwa di kelenteng itu
diadakan pertunjukan wayang yang didatangkan dari kota
raja, para pemainnya adalah pemain-pemain yang sudah
terkenal keindahan tarian dan permainan mereka.
Kuil itu memuja Hok Tek Cing Sien, yaitu Malaikat Bumi
yang dianggap membawa berkah bagi manusia dan pada hari
itu diadakan pesta besar-besaran dan boleh dibilang seluruh
penghuni An kian ikut berpesta Hal ini tidak aneh karena
memang sebagian besar penduduk adalah orang-orang yang
memuja malaikat ini, apa lagi pada waktu itu orang
menghadapi panen sehingga meieka mengharapkan berkah
dari Malaikat Bumi agar hasil panen nereka berlimpahan.
Bakan pesta ini telah didengar oleh penduduk di kota-kota lain
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
yang berada di wilayah itu sehingga banyak pula orang luar
kota yang sengaja datang untuk menyaksikan keramaian di
An-kian.
Sian Lun terbawa oleh aliran manusia yang berkumpul di
depan kuil pada sore hari itu. Dia memang mengambil
keputusan untuk menunda sampai besok mencari Ling Ling,
karena kurang baiklah untuk berkunjung di rumah bibi dari
Ling Ling di waktu maiam hari.
Kuil Hok Tek Cing Sien dirias meriah dan di halaman depan
dibangun sebuah panggung yang cukup tinggi, tempat para
anak wayang bermain nanti sehingga semua orang dapat
menonton, biar dari tempat jauh sekalipun. Biarpun wayang
belum dimulai, akan tetapi penonton sudah penuh dan musik
sudah dimainkan. Suara musik inilah yang seakan-akan
menarik orang untuk berdatangan.
Suasana di situ memang meriah sekali. Banyak wanita
mengenakan pakaian - pakaian baru dan indah, dengan
berbagai macam lagak memperagakan diri mereka untuk
menarik perhatian sebanyak mungkin, terutama dari kaun pria
tentunya. Dan banyak pula pria-pria muda yang juga berlagak,
mata mereka mengerling ke sana-sini dan mereka kadang
kadang bergurau dan tertawa di antara teman mereka.
Sebaliknya, dengan sikap malu-malu para gadis juga
mengerling tajam dan berbisik bisik di antara teman mereka
sambil terkekeh menutupi mulut dengan saputangan.
Tiba - tiba semua mata memandang dan semua tubuh
berbalik ke arah jalan raya di depan kuil ketika terdengar
derap kaki kuda dan ternyata sebuah kereta berhenti di depan
kuil. Karena banyaknya orang, maka kereta tidak dapat
memasuki pintu halaman dan hanya berhenti di jalan depan
kuil itu. Pintu kereta terbuka, tirai tersingkap dan terdengarlah
suara kagum di sana-sini ketika dari kereta itu turun seorang
dara yang cantik luar biasa. Dara itu berusia kurang lebih
tujuhbelas tahun, pakaiannya bersih dan cemerlang, pakaian
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dara bangsawan, berwarna hijau dengan hiasan kuning dan
merah. Ikat pinggang merah muda mengikat pinggang yang
amat ramping itu dan wajahnya yang jelita itu rampak berseri
ketika dia menuruni kereta, diiringkan oleh dua orang wanita
pelayan yang juga terdiri dari dua orang gadis muda dan
cantik pula. Tentu saja kecantikan mereka itu tidak kentara
karena kalah jauh oleh kecantikan nona majikan mereka,
seperti dua buah bulan yang sinarnya menjadi suram karena
munculnya sebuah matahari.
"Beri jalan untuk siocia ........!" Terdengar para petugas
keamanan yang menjaga di sekeliling kuil itu berteriak dan
semua penonton yang bergerombol di depan kuil itu segera
terkuak dan terbukalah jalan untuk dara cantik jelita bersama
dua orang pelayannja itu.
"Bukan main, seperti bidadari turun dari kahyangan........"
"Seperti Kwan Im Pouwsat sendiri yang berkunjung kepada
Sang Malaikat Bum......."
"Tapi kabarnya dia amat lihai........"
Sian Lun mendengar semua bisikan para penonton ini dan
sejak tadi diapun sudah terpesona oleh kecantikan dara itu,
juga kagum melihat betapa dara itu sama sekali tidak
kelihatan kikuk, bahkan tersenyum manis dan memandang
kepada para penonton dengan sikap ramah, sedikitpun tidak
kelihatan malu-malu, seolah-olah dia telah mengenal semua
penonton itu, bahkan dia mengangguk ke sana-sini dengan
sikap yang menarik dan wajar.
"Hidup Yap siocia.......!" terdengar seruan orang dan seruan
ini banyak ditiru sehingga ramailah keadaan di tempat itu.
Karena wayangnya belum mulai, maka kini semua orang
menonton dara cantik itu! Mendengar seruan seruan ini, nona
itu tersenyum dan mengangkat tangan ke atas sambil
membungkuk ke sana-sini.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tiba-tiba Sian Lun melihat ada tiga orang pemuda yang
menggunakan tenaga mendesak sana-sini sampai mereka tiba
di depan, kemudian seorang di antara mereka, yang bertubuh
tinggi besar dan bermuka seperti singa meloncat ke depan
menghadang nona bersama dua orang pelayannya itu !
Sambil cengar-cengir memperlihatkan sikap kurang ajar,
pemuda tinggi besar ini berkata, ''Nona sungguh cantik
jelita........"
"Seperti bidadari kahyangan!" Sambung dua orang
temannya.
Para pononton yang mendengar ucapan itu kelihatan
terkejut sekali dan memandang dengan mata terbelalak. Akan
tetapi pemuda tinggi besar dan teman-temannya itu tidak
perduli dan si pemuda tinggi besar sudah menyambung lagi
kata katanya ketika melihat nona baju hijau itu tidak kelihatan
takut, melainkan memandangnya dengan sinar mata tajam
dan jeli.
"Melihat wajah dan tubuh nona, sungguh membuat aku
yang berjuluk Hek-houw (Macan Hitam) jadi mengilar........"
"Dan ingin memeluk cium......." Sambung kedua orang
temannya lagi. Mereka bertiga menyeringai dan para
penonton menjadi makin kaget. Beberapa orang penjaga
keamanan sudah melangkah lebar dengan wajah marah, akan
tetapi nona baju hijau itu menggerakkan tangan ke arah
mereka dengan isyarat menahan mereka untuk bertindak,
kemudian dia menghadapi tiga orang pemuda yang kini semua
sudah berdiri menghadangnya itu sambil berkata halus,
"Harap kalian bertiga suka minggir dan jangan bersikap tidak
sopan !"
"Beritahukan dulu siapa nona........" kata si tinggi besar.
"Dan berapa usia nona tahun ini......." sambung orang ke
dua yang matanya sipit sekali.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Dan apakah nona sudah ada yang punya....." sambung
pula orang ke tiga yang mempunyai tahi lalat di hidungnya.
Para petugas keamanan itu memandang dengan mata
melotot dan para penonton juga kelihatan marah, akan tetapi
nona itu kembali mengangkat tangan ke atas dan berseru,
"Biarkan aku menghadapi urusan ini sendiri !” Kemudian
sambil tersenyum manis dan tenang sekali dia menghadapi
tiga orang itu, lalu bertanya, "Agaknya kalian bukan penduduk
An-kian dan kalian tentu orang orang gagah yang pandai ilmu
silat, benarkah dugaanku ?"
"Ha-ha-ha, tidak salah, nona. Aku datang dari Lok-bun,
dusun di luar kota Lok-yang dan akulah jagoan nomor satu di
sana, dengan julukan Hek-houw, sedangkan mereka berdua
ini adalah kawan-kawanku."
"Bagus, aku minta kalian minggir akan tetapi kalian
mengajukan syarat dengan pertanyaan-pertanyaan, sekarang
akupun mengajukan syarat untuk menjawab pertanyaan kalian
tadi."
Wajah mereka bertiga berseri karena merasa diberi hati,
maka seperti berebat mereka bertanya, "Apa syaratnya, nona
manis?"
"Syaratnya, kalian bertiga harus dapat mengalahkan atau
menangkap aku di atas panggung, barulah aku mau
menjawab pertanyaan pertanyaan kalian tadi."
"Aha.......! Nona berani menantang begitu?" Si tinggi besar
berseru heran dan dua orang kawannya tertawa.
"Melihat bahwa kalian adalah orang-orang gagah, tentu
kalian tidak takut menyambut tantanganku," kata pula nona
baju hijau sambil tersenyum. Bukan main manisnya dara itu
kalau tersenyum seperti itu.
"Dan kalau kami berhasil, engkau suka menjadi sahabat
baik kami?" tanya si tinggi besar.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Dan mau pergi bermain-main bersama kami?" sambung si
sipit lebih berani.
"Dan mau menjadi kekasih kami?" sambung si tahi lalat
makin kurang ajar.
"Kita lihat saja nanti, kalian kalahkan aku lebih dulu!" kata
nona baju hijau dan dia sudah menggerakkan kakinya yang
kecil dan tubuhnya melayang naik ke atas panggung. Tepuk:
tangan para penonton menyambit loncatan indah ini biarpun
hati mereka masih marah dan panas sekali melihat kekurang
ajaran tiga orang pemuda itu. Diam-diam Sian Lun
memperhatikan dan hatinya lega. Dia sudah melihat gerakan
si tinggi besar ketika meloncat tadi, dan gerakan mereka
bertiga ketika menerobos di antara orang banyak dan dia
dapat menduga bahwa mereka itu hanya memiliki tenaga
kasar dan keberanian belaka karena orang-orang yang benar
benar memiliki kepandaian tidak akan bersikap seperti mereka
itu. Dan kini, melihat sikap nona bangsawan itu yang tenangtenang
saja, kemudian melihat cara nona itu meloncat ke atas
panggung, dia mengenal dasar gerakan silat tinggi, maka dia
maklum bahwa nona ini tidak akan terancam bahaya kalau
menghadapi tiga orang pemuda macam ini.
Akan tetapi pandangan tiga orang muda ini berbeda sekati
dengan pandangan Sian Lun. Karena merasa bahwa
kekurangajaran mereka memperoleh tanggapan, mereka
menjadi makin berani dan berlagak. Orang yang rendah
ilmunya akan menganggap diri sendiri setinggi mungkin untuk
menutupi kerendahannya. Binatang-binatang kecil yang lemah
memiliki suara yang lebih nyaring dari pada binatang besar
yang kuat. Dengan lagak jumawa sekali tiga orang pemuda ilu
lalu memperlihatkan kepandaiannya, meloncat ke atas
panggung. Loncatan mereka kasar dan ketika kaki ,mereka
turun ke panggung, terdengar suara gedebrukan seperti
benda - benda berat dilempar ke atas panggung, namun suara
ini bahkan membuat makin bangga dan dengan dada
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
terangkat mereka kini berdiri menghadapi si nona baju hijau
yang sudah berdiri menanti dengan sikap tenang sekali.
"Aku tahu bahwa kalian adalah orang-orang yang datang
dari luar kota, karena aku tidak percaya bahwa di An-kian
terdapat manusia-manusia tolol dan sombong macam kalian,"
tiba-tiba suara dara itu keren dan berwibawa. "Nah, aku sudah
siap dan kalau kalian masih ada keberanian untuk menyambut
tantanganku, majulah kalian bertiga, coba robohkan atau
tangkap aku!"
Sebetulnya, sikap keren dan berwibawa dari nona ini saja
cukup untuk 'memperingatkan tiga orang muda itu, apa lagi
melihat betapa panggung itu dikurung oleh penjaga-penjaga
keamanan yang agaknya taat sekali kepada si nona baju hijau
dan pandangan para penonton yang marah. Akan tetapi, dasar
mereka itu adalah pemuda-pemuda kasar yang sudah biasa di
kampung mereka suka mengganggu wanita dan
bersimaharajalela mengandalkan kepandaian silat mereka,
terutama Si Macan Hitam yang sudah terkenal sebagai putera
tuan tanah yang disegani bukan hanya karena ilmu silatnya
dan kerasnya kepalan tangannya, akan tetapi juga karena
pengaruh harta dari ayahnya yang kaya. Maka, kini
mendengar tantangan dara ini, apa iagi tantangan yang
dilakukan di depan banyak orang seperti itu, tentu saja
mereka bertiga tidak mau mundur, bahkan kini mereka
terdorong oleh dua macam keinginan. Pertama, tentu saja
untuk memenangkan pertandingan melawan dara ini agar
dapat memiliki dara jelita ini sebagai sahabat dan kekasih, dan
ke dua untuk membanggakan kepandaian mereka di depan
banyak orang. Nama mereka tentu akan disegani oleh semua
penduduk kota An kian!
Akan tetapi bukan hanya karena kesombongan saja maka
Hek-houw dan dua orang kawannya itu berani berlagak di Ankian,
melainkan ada hal lain yang amat kuat yang menjadi
dasar sikap mereka itu. Yaitu bahwa Hek-houw adalah
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
seorang anggauta Beng-kauw di wilayah Lok-yang dan hal
inilah sebenarnya yang membuat dia bersikap seolah-olah dia
itu ketua Beng-kauw sendiri! Padahal dia hanyalah anggauta
kelas terendah saja! Hanya, karena dia kaya, maka tokoh
Beng-kauw yang menjadi gurunya, yang tinggal di Lok-yang,
kelihatan amat sayang kepadanya bahkan Si Macan Hitam ini
maklum pula bahwa gurunya pada saat itu berada di antara
para penonton. Inilah yang membuat dia merasa aman dan
terlindung!
"Ha-ha, nona manis, engkau sungguh bernyali besar. Akan
tetapi jangan khawatir, kami bertiga tidak akan menyakitimu,
apa lagi merobohkanmu dengan pukulan kami yang keras.
Kami hanya ingin menangkapmu dan kalau engkau sudah
tertangkap dalam pelukan kami, berarti kau kalah dan harus
memenuhi janjimu."
"Hemmm, tikus kecil, jangan banyak cakap, kalian
bergeraklah!" Nona itu menantang dan kini tidak lagi
menyembunyikan kemarahannya maka dia menyebut si tinggi
besar itu tikus kecil. Hal ini membuat beberapa orang
penonton tertawa dan si tinggi besar itu memandang dengan
mata terbelalak. Dia adalah Macan Hitam, mengapa disebut
tikus kecil ?
"Hemm, untuk makianmu itu, engkau harus menebusnya
dengan tiga kali ciuman di depan orang banyak!" bentak Hekhouw
sambil bergerak dengan cepat dan kuat sekali,
menubruk ke arah nona baju hijau itu. Biarpun dia sedang
marah, akan tetapi ternyata gerakannya dahsyat dan cukup
berbahaya, karena betapapun bodohnya, dia mengerti bahwa
nona yang berani menantang dia dan dua orang temannya ini
sedikit banyak tentu pernah belajar silat.
"Heeehhhhh !" Dia membentak sambil menubruk.
"Heiiiiitt........!" Nona itu berseru nyaring dan tubuhnya
sudah mengelak dengan gerakan indah. Tubrukan itu luput !
Dari kanan kiri, dua orang teman Macan Hitam yaitu si mata
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sipit dan si hidung tahi lalat, sudah menubruk pula. Cara
menubruk mereka seperti biruang menerkam, kedua lengan
dibentangkan dan menyambar dari kanan kiri.
Nona itu sengaja menanti sampai tubrukan mereka dekat,
barulah dengan kecepatan kilat dia mencelat ke kiri.
"Bresss......... auhh! Aduhh..........!" Tak dapat dicegah lagi,
si mata sipit dan si hidung tahi lalat itu saling tubruk dan
kepala mereka saling bentur dengan keras.
"Gerrr!" Suara ketawa para penonton memecahkan
ketegangan yang tadi mencekam hati mereka. Dua orang
yang bertabrakan itu saling melotot, kemudian mengelus
kepala yang benjol dan membalikkan tubuh, siap lagi untuk
menangkap dara itu. Pada saat itu, Hek-houw sudah
menubruk lagi, dengan lebih cepat dan ganas, bahkan kini
tangan kirinya membentuk cakar mencengkeram ke arah dada
nona itu secara kurang ajar sekali! Akan tetapi, kini nona itu
agaknya sudah mengukur sampai di mana kecepatan gerakan
tiga orang lawan itu, maka dengan seenaknya saja dia
mengelak lagi dengan loncatan ke kanan, kemudian
menghindar lagi dari terkaman dua orang lawan lain. Maka
terjadilah kejar-mengejar yang amat lucu, seperti seekor tikus
yang cekatan mempermainkan tiga ekor kucing buta yang
menubruk sana-sini akan tetapi selalu hanya menubruk angin
belaka. Bukan main cepatnya gerakan dara itu sehingga ke
manapun tiga orang lawannya menerkam, selalu dia dapat
menghindar dengan amat mudahnya Para penonton bersoraksorak
mengejek tiga orang itu karena jelas bahwa mereka itu
sama sekali tidak mampu menangkap dara itu, apalagi
menangkap orangnya, bahkan menangkap ujung bajunya saja
agaknya tidak mungkin!
"Tikus-tikus busuk, katanya hendak menangkap aku,
mengapa menari-menari seperti monyet begitu? Hayo cepat
kalian tangkap aku!" Nona itu berteriak mengejek dan sekali
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
ini para penonton hampir semua bersorak gembira dan
terdengar suara ejekan kepada tiga orang itu.
Wajah Macan Hitam menjadi merah padam, dan dua orang
temannya sudah mandi keringat dan napas mereka terengahengah.
"Bocah sombong!" Tiba-tiba Macan Hitam menerjang dan
tangan kirinya mencengkeram ke arah dada, tangan kanannya
menampar ke arah kepala. Ini sih bukan menangkap lagi
namanya, melainkan menyerang dengan jurus ilmu silat yang
amat dahsyat dan mengancam nyawa! Dan pada saat itu, dua
orang temannya juga sudah menerjang dengan jurus-jurus
ilmu silat, menyerang tanpa mengenal malu lagi.
"Bagus! Kalian memang pengecut-pengecut hina!" teriak
dara itu sambil mengelak ke sana-ini, kemudian tiba-tiba
tubuhnya bergerak cepat sekali. Sian Lun yang memandang
kagum melihat betapa gadis itu memiliki dasar ilmu silat Thaisan-
pai dan serangan yang kini dilakukan oleh gadis itu jelas
menunjukkan dasar ilmu silat Bu-tong-pai, karena dia telah
mempergunakan ilmu tiam-hiat-hoat (ilmu menotok jalan
darah) dari partai Bu-tong. Terdengar pekik berturut-turut tiga
kali dan robohlah tiga orang itu, roboh di atas papan
panggung dengan lemas dan tak mampu bergerak lagi karena
totokan nona itu membuat mereka menjadi lumpuh.
Sorak-sorai menyambut kemenangan ini "Bunuh saja tiga
ekor cecunguk itu!" Terdengar teriakan dari para penonton
dan beberapa orang penjaga sudah melompat naik ke atas
panggung, memberi hormat kepada nona itu.
"Biar kami menyeret mereka ke pengadilan siocia," kata
seorang yang berpakaian sebagai perwira penjaga keamanan.
"Jangan, tidak usah. Mereka hanyalah bocah-bocah nakal
yang perlu diperingatkan saja," kata nona itu dan dengan
gerak tangannya dia menyuruh para penjaga itu turun kembali
dari atas panggung.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Dengan senyum di bibir dan sedikitpun tidak kelihatan
lelah, nona itu lalu menghampiri tiga orang bekas lawannya,
lalu berkata lantang, "Menurut patut, kalian harus dituntut dan
diberi hukuman. Kalian mengaku orang orang gagah yang
berkepandaian, akan tetapi apakah bisa dinamakan gagah
kalau hanya kalian pakai kepandaian kalian untuk menghina
wanita, mengganggu wanita dan berlagak sombong -
sombongan ?"
Pada saat itu terdengar seorang penjaga menghardik dari
bawah panggung, "Tiga manusia busuk, buka mata kalian
baik-baik, apakah kalian tidak mengenal siapa siocia? Beliau
adalah cucu dari Yap taijin, bupati dari An-kian dan ayah
bunda beliau adalah pendekar-pendekar yang....... "
"Cukup !" Nona baju hijau itu membentak kepada penjaga
yang segera menutup mulutnya. Nona itu kini memandang
kepada tiga orang bekas lawan yang menjadi pucat wajahnya
mendengar ucapan penjaga tadi. Ah, sungguh mereka
terjeblos! Kiranya dara itu adalah cucu dari pembesar kepala
daerah An-kian! Masih baik mereka bertiga tadi tidak
dikeroyok perajurit - perajurit penjaga, diseret ke penjara atau
dibunuh di tempat!
"Maafkan saya, siocia....... saya........ kami ........tidak
tahu........!"
"Keparat, pengecut hina!" Dara itu membentak marah,
memotong kata-kata si tinggi besar itu. "Engkau baru minta
maaf karena aku adalah cucu pembesar? Bagaimana kalau aku
seorang gadis dusun biasa? Tidak perduli cucu pembesar atau
puteri kaisar atau dara kampung, sama saja! Pengganggu
wanita macam kalian ini adalah laki - laki hina yang tak tahu
malu dan selayaknya kalau dibunuh tanpa ampun lagi!"
"Ampun......." Mereka bertiga yang tidak mampu bergerak
hanya dapat minta ampun dengan muka pucat.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Phuhh! Mana mungkin negara bisa aman selama ada
manusia - manusia pengecut hina macam kalian? Pergilah!"
Dengan ujung sepatunya, dara itu menendang tiga kali dan
tubuh tiga orang itu terlempar ke bawah panggung dan
sekalian tendangan itu merupakan totokan yang
membebaskan jalan darah mereka!
Dari gerombolan penonton yang berjubel itu tiba-tiba
muncul seorang pria berpakaian seperti pendeta, usianya
sekitar limapuIuhan dan dengan amat cekatan dia menyambar
tubuh Si Macan Hitam lalu dibawanya lari cepat sekali pergi
dari tempat itu. Si mata sipit dan si hidung bertahi lalat lalu
terhuyung-huyung menghilang di antara penonton. Dari atas
panggung, dara baju hijau itu melihat hal ini dan tahulah dia
bahwa orang yang berpakaian pendeta tadi memiliki
kepandaian tinggi, akan tetapi dia tidak memperdulikan lagi
dan cepat turun dari atas panggung, lalu memasuki kuil
diiringkan oleh dua orang pelayan dan oleh para penjaga
keamanan. Pesta dilanjutkan karena wayang segera dimulai
dengan pertunjukannya, musik dibunyikan dan keadaan
menjadi meriah lagi sungguhpun di antara para penonton
banyak yang membicarakan peristiwa yang amat
menegangkan dan juga menarik hati itu.
Dengan kepandaiannya yang tinggi, Sian Lun dapat dengan
mudahnya membayangi pendeta yang melarikan Hek - houw.
Dia berlari di belakang, jaraknya cukup jauh sehingga tidak
diketahui oleh yang dibayangi, akan tetapi juga tidak terlalu
jauh sehingga dia tidak akan kehilangan jejak orang itu.
Pendeta itu membawa Si Macan Hitam ke dalam hutan dan
akhirnya memasuki sebuah kuil tua yang sudah tidak
digunakan lagi. Sian Lun menyelinap dengan cepat dan ringan,
lalu mengintai dari jendela yang tinggal bingkainya saja ke
dalam ruangan belakang kuil rusak itu di mana si pendeta
membawa Si Macan Hitam. Dia melihat bahwa di dalam
ruangan itu duduk seorang kakek tua bertubuh raksasa yang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
usianya tentu sudah tujuhpuluhan tahun, dihadap oleh
beberapa orang yang pakaiannya menunjukkan bahwa mereka
adalah Bangsa Khitan, dan di situ hadir pula beberapa orang
pendeta atau yang berpakaian seperti pendeta seperti yang
menangkap Si Macan Hitam itu. Mereka semua ada belasan
orang dan agaknya di antara mereka, yang menjadi tokohnya
adalah kakek tinggi besar itu, bersama dua orang kakek
pendeta yang duduk di depannya.
Kedatangan pendeta bersama Si Macan Hitam ke dalam
ruangan itu agaknya mengejutkan hati mereka, dan si kakek
tinggi besar mengerutkan alisnya, kelihatan tidak senang dan
terganggu. Seorang di antara dua kakek pendeta yang duduk
di dekat kakek tinggi besar itu cepat bangkit dan memandang
kepada dua orang yang baru datang, lalu berkata kepada
pendeta yang membawa Hek-houw dengan suara
mengandung teguran, "Eh, sute (adik seperguruan), mengapa
engkau mengganggu pertemuan ini dengan kedatangan tiba -
tiba bersama muridmu?"
"Maaf, suheng, sengaja aku mencari suheng untuk minta
perkenan suheng sebelum aku pergi menghajar gadis yang
telah melukai dan menghina muridku ini, di depan orang
banyak! di depan Kuil Hok Tek Cing Sien."
"Hemm, Ma Siok, apa yang terjadi ?" tanya pendeta beralis
putih yang menjadi suheng guru Si Macam Hitam ini. Hekhouw
Ma Siok lalu menceritakan betapa dia bersama dua
orang temannya yang ingin nonton keramaian, di depan kuil
bertemu dengan seorang dara yang datang berkendaraan
kereta indah. Karena tertarik dia ingin berkenalan, akan tetapi
gadis itu marah dan akhirnya dia bersama dua orang
temannya bertanding melawan gadis itu yang berakhir dengan
kekalahan dan penghinaan di fihaknya.
"Kalau suhu dan supek tidak membela teecu (murid), akan
habislah nama kita dan tentu nama Beng-kauw akan
terbanting pula," Hek-houw Ma Siok menambahkan.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Dua orang kakak beradik seperguruan dari Beng-kauw itu
bukanlah orang sembarangan, melainkan tokoh-tokoh Bengkauw
yang sudah tinggi kedudukan mereka sehingga saat itu
mereka menjadi wakil Beng-kauw untuk mengadakan
pertemuan dengan tokoh Khitan dan para pengikutnya.
Pendeta yang sudah duduk di situ tadi bukan lain adalah Uibin
Sai-kong yang berusia enampuluh tahun dan bermuka
kuning, sedangkan sutenya yang menjadi guru Hek-houw
adalah Hek-bin Sai-kong, yang bermuka hitam penuh brewok,
dan usianya sudah limapuluh lima tahun. Seperti telah kita
ketahui, dua orang ini adalah murid-murid dari para ketua
Beng-kauw, maka tentu saja ilmu kepandaian mereka sudah
hebat.
Wajah Ui bin Sai-kong yang biasanya kuning itu menjadi
agak merah ketika dia mendengar peuuturan murid
keponakannya. "Hemm, sungguh memalukan sekali engkau
kalah oleh seorang dara!"
"Supek, menurut suara di antara penonton, dara itu
katanya adalah cucu dari Yap-taijin...."
"Ahh.......!" Ui-bin Sai-kong berseru kaget dan dia
memandang kepada Hek-bin Sai-kong "Sute, apakah engkau
tidak menyelidiki dulu siapakah dia? Dan siapa gurunya
sehingga seorang dara bangsawan bisa begitu lihai ?"
Sutenya menggeleng kepala dan tiba-tiba seorang pendeta
lain yang tadi duduk di situ dekat Ui-bin Sai-kong berkata, "Jiwi
(anda berdua) sungguh telah main-main dengan keluarga
yang disegani. Gadis itu, kalau benar dia cucu Yap-taijin,
adalah puteri dari Yap Yu Tek dan dia ini adalah seorang
pendekar murid dari Tiong-san Lo-kai. Sedangkan ibunya
adala murid dari Pek I Nikouw ketua Kwan-im-bio!"
Dua orang tokoh Beng-kauw itu menoleh dan memandang
kepada pendeta kepala gundul yang bicaranya menunjukkan
bahwa dia adalah orang Tibet ini, lalu Ui-bin Sai-kong berkata,
"Ah, kiranya begitu ? Kiranya kita bertemu dengan musuh
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
lama? Bagus, sekarang kami harap locianpwe Tai-lek Hoat-ong
sudi membantu kami untuk membersihkan nama, juga
mengingat bahwa keluarga Yap adalah pembesar setia dari
pemerintah, sudah sepatutnya kita tentang. Sute, karena kau
baru datang, agaknya engkau belum mengenal siapa adanya
locianpwe dan saudara-saudara yang hadir di sini Ketahuilah,
locianpwe ini adalah Tai-lek Hoat-ong, tokoh Khitan yang
mewakili Bangsa Khitan yang gagah perkasa."
Hek-bin Sai-kong segera memberi hormat karena memang
sudah lama sekali dia mendengar tentang nama Tai-lek Hoatong
atau Tayatonga, bahkan pernah pula dia melihat tokoh ini
ketika Tai-lek Hoat-ong datang berlayat atas kematian Maghi
Sing atau See-thian Sian-su datuk Beng-kauw. Akan tetapi
ketika itu dia tidak sempat berkenalan, apa lagi karena tokoh
Khitan ini merupakan tamu kehormatan dan dia sendiri
hanyalah murid dari ketua-ketua Beng-kauw saja.
Tayatonga, atau Tai-lek Hoat-ong, bangkit dan balas
menghormat. Baru nampak bahwa biarpun dia bertubuh tinggi
besar, akan tetapi ketika berdiri dia agak membongkok. Tokoh
ini adalah seorang lihai dari Khitan yang menjadi guru dari An
Hun Kiong, yaitu keponakan mendiang pemberontak An Lu
Shan yang ingin melanjutkan cita-cita pemberontakan
pamannya itu.
"Dan saudara ini adalah Sin Beng Lama, mewakili Bangsa
Tibet. Beliau ini adalah murid dari locianpwe Ba Mou Lama."
Hek-bin Sai-kong juga cepat memberi hormat kepada Sin
Beng Lama, pendeta Tibet yang tinggi kurus itu dan juga
cepat dibalas oleh pendeta itu. Kemudian terdengar Tai-lek
Hoat-ong berkata, suaranya nyaring sekali, "Ji-wi hendak
minta bantuan kami, hal itu sudah sepatutnya. Akan tetapi
kalau menyuruh saya bertanding melawan seorang dara, hal
itu sungguh tidak patut!"
Ui-bin Sai-kong cepat menjura. "Ah, harap locianpwe tidak
salah paham. Tentang dara itu, mudah saja. Biar kami sendiri
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
yang menundukkannya. Akan tetapi, karena dara itu tentu
dibela oleh orang-orang seperti Pek I Nikouw dan juga Tiongsan
Lo-kai, maka kalau dua orang tokoh itu muncul, barulah
kami mengharapkan bantuan locianpwe dan juga saudara Sin
Beng Lama."
Tiba-tiba pendeta Lama dari Tibet itu berkata, "Membunuh
ular harus menghantam kepalanya, membasmi segerombolan
harimau harus lebih dulu membunuh biangnya, baru anakanaknya
mudah ditundukkan. Karena yang mendukung
keluarga pembesar Yap itu adalah Pek I Nikouw, maka
sebaiknya kalau kita lebih dulu mendatangi nikouw itu dan
menantangnya, juga minta datangnya Tiong-san Lo-kai. Nah,
setelah dua orang tua itu dapat kita tundukkan, apa sukarnya
menghajar pembesar penjilat seperti Yap-taijin dan anak
cucunya?"
"Benar sekali!" kata Tai-lek Hoat-ong, tokoh Khitan itu.
"Dan baru ada harganya, kalau menghadapi orang-orang
seperti Pek I Nikouw dan Tiong-san Lo-kai yang pernah
kudengar namanya !"
Sian Lun terkejut bukan main ketika mendengar semua
percakapan itu. Pertama-tama dia sudah kaget sekali
mendengar bahwa dara baju hijau yang lihai dan yang datang
ke kuil dengan naik kereta indah itu ternyata adalah puteri
dari Yap Yu Tek dan Gan Beng Lian, yaitu adik perempuan dari
supeknya, Gan Beng Han. Dia pernah mendengar dahulu
bahwa mereka itu mempunyai seorang puteri yang bernama
Yap Wan Cu. Apakah dara itu Yap Wan Cu? Kemudian dia
makin terkejut mendengar rencana persekutuan ini. Dia
teringat akan cerita Ong Gi atau Ong ciangkun tentang tiga
kelompok yang kini diam-diam bermusuhan di dalam negara.
Kelompok pertama tentu saja fihak pemerintah yang didukung
oleh para pendekar dan dipelopori oleh Siauw-lim-pai dan
Thai-san-pai, kelompok ke dua adalah golongan Im-yangkauw,
Pek-lian-kauw, dan Bangsa Uighur. Adapun kelompok
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
ke tiga adalah Bangsa Khitan, Tibet, dan Beng-kauw, yang kini
wakil-wakilnya mangadakan pertemuan di dalam kuil tua ini!
Rencana persekutuan terakhir ini sekarang hendak
menghancurkan keluarga Yap, bahkan dengan cara untuk
mengalahkan Pek I Nikouw dan Tiong-san Lokai, guru dari
suami isteri ayah bunda Yap Wan Cu! Dia harus menghalangi
perbuatan itu! Akan tetapi kalau dia sekarang muncul dan
menyerang kelompok yang berada di dalam kuil, berarti dia
yang mencari perkara. Padahal, selalu gurunya menekankan
kepadanya bahwa dia sama sekali tidak boleh menonjolkan
kepandaiannya, tidak boleh mencari perkara dengan orang
lain dan hanya boleh mempergunakan kepandaian di waktu
perlu saja, yaitu kalau dia terancam keselamatannya atau
kalau dia melihat orang lain terancam keselamatan mereka.
Jadi tugasnya hanyamemperingatkan ayah bunda Wan Cu
agar siap sedia dan berhati-hati karena ada fihak musuh yang
mengintai keselamatan keluarga mereka!
Setelah berpikir masak-masak, Sian Lun meninggalkan
tempat itu dengan hati-hati dan bergegas pergi ke dalam kota
An-kian. Keramaian masih berlangsung di Kuil Hok Tek Cing
Sien dan Sian Lun melihat pula kereta indah tadi masih
menanti di situ, berarti bahwa gadis baju hijau yang
diduganya tentu Yap Wan Cu adanya itu masih berada di kuil
dan mungkin sedang nonton wayang di antara banyak tamu
yang memenuhi kuil. Karena tidak ada kepentingan bagi dia
untuk bertemu dengan Wan Cu, apa lagi karena mereka
berdua tentu tidak saling mengenal lagi semenjak mereka
bertemu ketika masih kecil, Sian Lun lalu cepat pergi mencari
keterangan di mana tinggalnya Yap Yu Tek, putera Yap-taijin.
Betapapun juga, Yap Yu Tek adalah suami dari Gan Beng Lian,
adik kandung supeknya, maka kepada suami isteri inilah dia
berani bertemu, dan dia merasa tidak pantas kalau dia
lancang menemui Yap-taijin atau Pek I Nikouw yang dia tahu
menjadi ketua Kuil Kwan-im-bio di luar tembok kota An-kian.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Mudah saja bagi Sian Lun untuk memperoleh keterangan di
mana tinggalnya Yap Yu Tek. TernyataYap Yu Tek tinggal
tidak jauh dari gedung kabupaten di mana ayahnya menjadi
pembesar dan putera Yap-taijin ini ternyata tidak mau menjadi
pejabat pemerintah seperti ayahnya, melainkan membukatoko
obat dan rempah-rempah.
Ketika Sian Lun datang bertamu, dia diterima oleh Yap Yu
Tek sendiri, seorang laki-laki tampan dan bersikap lemah
lembut, berusia hampir empatpuluh tahun. Dengan halus budi
Yap Yu Tek mempersilakan Sian Lun duduk dan menanyakan
maksud kedatangannya.
"Apakah saya berhadapan dengan paman Yap Yu Tek ?"
Sian Lun bertanya dengan sikap hormat.
Yap Yu Tek mengangguk dan memandang wajah pemuda
tampan itu dengan penuh selidik. Sian Lun cepat menjura
dengan hormat dan wajahnya berseri. "Paman Yap, terimalah
hormat saya. Saya Tan Sian Lun........"
"Tan Sian Lun.......?" Yap Yu Tek mengerutkan alis,
mengingat-ingat.
"Siapakah tamumu.......?" Tiba-tiba muncul seorang nyonya
setengah tua yang masih cantik sekali dan Sian Lun segera
dapat menduga siapa adanya nyonya berusia beberapa tahun
lebih muda dari Yap Yu Tek itu.
"Bibi tentulah bibi Gan Beng Lian," katanya sambil cepat
memberi hormat dengan menjura dan mengangkat kedua
tangan ke depan dada. "Saya Tan Sian Lun........"
"Ah........! Sian Lun........? Engkau lenyap bertahun tahun
..... ah, selama ini kemana saja engkau ?" Gan Beng Lian
berseru dan memegang lengan pemuda itu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Jilid XXI
KINI Yap Yu Tek
teringat, "Ahhh ! Jadi
engkau keponakan kakanda
Gan Beng Han yang
kabarnya dibawa pergi oleh
seorang sakti yang
menolongmu ketika terjadi
keributan di Kuil Ban-hok
tong itu ? Duduklah dan
maafkan aku karena tadi
aku lupa sama sekali...."
"Sian Lun, sudah
tahukah engkau akan
kakanda Beng Han dan
isterinya .......? " suara
nyonya itu tertahan isak
ketika mengajukan pertanyaan ini.
Sian Lun mengangguk. "Saya sudah mendengar ketika saya
datang mengunjungi Cin-an dan saya sudah mengunjungi
makam mereka... "
"Kasihan kakanda Beng Han dan so-so (kakak ipar
perempuan)........" Nyonya itu menghapus beberapa butir air
matanya.
"Saya juga sudah bertemu dengan Thian Ki Hwesio dari Kuil
Ban-hok-tong, dan telah mendengar semua keterangan
dengan jelas tentang peristiwa yang terjadi. Akan tetapi,
paman Yap berdua, pertama-tama maksud kunjungan saya
adalah untuk bertanya kepada paman berdua tentang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
keadaan sumoi Gan Ai Ling dan keadaan sute Coa Gin San.
Apakah paman berdua mengetahui keadaan mereka ?”
"Adikmu Ai Ling diajak pergi oleh cukongnya, yaitu Lui Sian
Lojin dan sampai sekarang tidak ada kabarnya, entah diajak
ke mana, mungkin dilatih ilmu di Kwi-hoa-san. Sedangkan
mengenai sutemu Coa Gin San, murid kakanda Beng Han itu,
tidak ada yang tahu di mana dia berada. Semenjak peristiwa
di Kuil Ban hok tong itu, dia tidak pernah terdengar beritanya."
Sian Lun mengangguk dan tahulah dia bahwa Gin San yang
oleh Thian Ki Hwesio dikabarkan sebagai orang yang telah
memiliki kepandaian tinggi sekali itu tidak datang ke An kian.
Sian Lun tidak ingin bicara tentang dirinya dan tentang ilmuilmu
yang dia pelajari dari gurunya, yaitu mendiang Siangkoan
Lojin. Maka dia lalu cepat menceritakan tentang maksud
kunjungannya yang ke dua, yaitu yang ada hubungannya
dengan Yap Wan Cu.
"Harap paman dan bibi suka tenang, sebenarnya, maksud
ke dua dari kunjungan saya ini cukup gawat. Mula-mula saya
melihat pertandingan di depan Kuil Hok Tek Ceng Sien antara
tiga orang pria melawan seorang dara yang kalau tidak salah
dugaan saya adalah puteri paman dan bibi........"
"Wan Cu.....!" Gan Beng Lian berseru kaget.
"Ada apakah, ibu?" Tiba tiba terdengar jawaban suara
lembut dan dari pintu depan muncullah seorang gadis cantik
yang berpakaian hijau, dan gadis ini bukan lain adalah dara
yang bertanding dengan tiga orang laki-laki kurang ajar di
depan kuil tadi. Sian Lun segera bangkit berdiri dan dia
memandang kepada gadis itu dengan muka berobah merah
dan jantung berdebar. Entah mengapa, akan tetapi
berhadapan dengan dara yang dikaguminya ini dia merasa
canggung sekali dan tanpa dapat dikuasainya lagi jantungnya
berdebar aneh !
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tadinya wajah dara itu berseri gembira dan dengan
lincahnya dia setengah berlari memasuki ruangan itu, akan
tetapi ketika dia melihat bahwa ayah ibunya sedang bicara
dengan seorang tamu dan kini pemuda yang menjadi tamu itu
sudah berdiri, seorang pemuda tampan sekali dan berpakaian
sederhana, tentu saja dara ini merobah sikapnya. Dia
mengalihkan pandang matanya ketika sinar matanya bertemu
dengan pandang mata pemuda itu, lalu melanjutkan katakatanya,
"Mengapa ibu memanggil namaku tadi?"
"Wan Cu, benarkah engkau telah membuat keributan di
luar kuil tadi dan berkelahi dengan tiga orang pria ?" Yap Yu
Tek menegur puterinya dengan alis berkerut dan pandang
mata penuh teguran.
Berobah wajah dara itu dan kini terbayang kemarahan
ketika dia mengerling ke arah pemuda yang menjadi tamu
ayah bundanya ttu, lalu terdengar dia mengomel, "Hemm,
kiranya sudah ada saja orang bermulut ceriwis dan berlidah
panjang yang mengadu kepada ayah ibu ? "
"Wan Cu.......!" Ibunya menghardik.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Wajah Sian Lun menjadi merah sekali dan dia cepat
memberi hormat kepada dara itu sambil berkata, "Maaf,
memang benar aku yang menyampaikan berita itu, akan tetapi
aku bukan mengadu melainkan hendak menyampaikan berita
penting sekali sebagai akibat dari pada pertandingan itu."
"Hemm, apapun akibatnya aku sendiri yang akan
menanggung dan sama sekali tidak ada sangkut-pautnya
dengan orang luar !" Dara itu berkata lagi dengan sikap ketus
biarpun kata-katanya masih halus, sedangkan sepasang
matanya memancarkan sinar penuh kemarahan karena dia
menganggap pemuda ini amat lancang telah berani mengadu
kepada ayah bundanya sehingga baru saja pulang dia kena
tegur ayahnya.
"Wan Cu, jangan kurang ajar kau ! Dia ini bukan orang
luar, dia adalah Tan Sian Lun, keponakan dari mendiang
uwakmu Gan Beng Han, anak yang hilang pada sepuluh tahun
yang lalu itu "
"Ahh....... !" Wajah yang cantik itu berobah, sinar
kemarahan lenyap seketika dari matanya dan kini dia
memandang kepada Sian Lun penuh perhatian, dari kepala
sampai ke kaki, kemudian dia menjura untuk memberi hormat
"Ah, maafkan aku, Tan....... suheng. Engkau adalah
keponakan dan juga murid paman tuaku, maka aku harus
menyebutmu suheng, bukan ? Maafkan aku karena tidak
mengenalmu sehingga mengeluarkan kata kata keras. Akan
tetapi, hal apakah yang hendak kausampaikan, yang menjadi
akibat keributan tadi ?"
Sian Lun tersenyum, hatinya lega. Tadi dia sudah merasa
risau sekali melihat dara itu marah-marah kepadanya. Kiranya
dara ini manis budi dan lincah, dan memiliki watak yang keras
dan berani, akan tetapi juga ramah dan ....... bukan main
cantiknya!
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Akulah yang harus minta maaf....... moi-moi, karena
datang-datang aku menimbulkan kekagetan dan
ketidaksenangan hatimu........"
"Duduklah, Sian Lun, duduklah dan ceritakan apa yang
terjadi," kata Yap Yu Tek.
Mereka berempat duduk kembali dan dengan sikap hormat
dan suara halus Sian Lun lalu menceritakan bahwa dia tadi
melihat orang yang berjuluk Harimau Hitam atau Macan Hitam
itu dibawa pergi oleh seorang pendeta. Karena merasa heran,
dia membayangi dan kemudian dia menceritakan tentang
pertemuan antara orang Khitan, Tibet dan orang-orang Bengkauw
di kuil rusak.
"Macan Hitam itu ternyata adalah murid Beng-kauw dan
yang membawanya pergi adalah gurunya. Dan mereka itu
menencanakan maksud yang amat jahat terhadap keluarga
paman Yap dan juga terhadap guru guru paman dan bibi." Dia
lalu bercerita tentang niat persekutuan itu untuk menentang
Pek I Nikouw dan Tiong-san Lo-kai di Kuil Kwan Im Bio.
Mendengar penuturan itu, Yap Yu Tek dan Gan Beng Lian
terkejut bukan main, akan tetapi Yap Wan Cu bangkit berdiri,
mengepal tinjunya dan berkata, "Ayah dan ibu, karena aku
yang menimbulkan gara-gara, biarlah aku yang akan
menghadapi Macan Hitam dan gerombolannya! Sekali ini akan
kubasmi mereka!"
"Wan Cu, kaukira akan semudah itu?" Ayahnya menegur.
"Kalau mereka itu sudah berani menantang suhu dan juga
guru ibumu, berarti mereka itu tentu memiliki kepandaian
tinggi sekali. Urusan ini gawat sekali, hanya menyangkut suhu
dan guru ibumu, bahkan juga melibat keselamatan keluarga
kong-kongmu (kakekmu). Sekarang juga aku dan ibumu-harus
pergi ke gedung kong-kongmu, untuk memberi laporan agar di
sana diadakan penjagaan, dan kami juga harus menjaga
keselamatan keluarga di sana. Engkau pergilah ke kuil, temui
guru ibumu dan ceritakan segala yang terjadi."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Apakah tidak berbahaya kalau dia pergi sendiri saja?" Gan
Beng Lian menyatakan kekhawatirannya.
"Biarlah saya menemani adik Wan Cu, bibi. Mungkin Pek I
Nikouw akan bertanya sesuatu kepada saya tentang apa yang
saya saksikan dan dengar di kuil tua itu," Sian Lun berkata,
menawarkan tenaganya.
Yap Yu Tek yang berpenglihatan tajam itu sudah dapat
menduga bahwa pemuda ini bukan pemuda sembarangan dan
sikapnya menunjukkan bahwa pemuda ini boleh dipercaya,
sopan dan baginya mudah saja menduga bahwa pemuda ini
telah memiliki kepandaian tinggi. Kalau tidak, mana mungkin
mengintai ke kuil rusak di mana berkumpul musuh-musuh
yang pandai tanpa diketahui? Maka dia cepat berkata,
"Baiklah, Sian Lun. Kau menemani adikmu Wan Cu ke Kuil
Kwan im bio. Biar pembicaraan kita lanjutkan kelak kalau
urusan ini sudah lewat, maafkan penyambutan kami yang
singkat ini."
Yap Yu Tek lalu memerintahkan para pembantu untuk
menutup toko, kemudian dia bersama isterinya bergegas pergi
ke gedung ayah mereka, sedangkan Yap Wan Cu bersama
Sian Lun pergi keluar kota An-kian menuju ke Kuil Kwan-imbio
yang berada di luar kota, di tempat yang sunyi.
Beberapa kali Wan Cu mengerling ke kiri, ke arah pemuda
yang berjalan di sampingnya itu. Pemuda yang amat pendiam,
padahal sudah beberapa kali dia mengajaknya bercakap cakap
di sepanjang perjalanan menuju ke Kuil Kwan-im-bio. Pemuda
itu hanya menjawab sekedarnya saja dan kelihatan canggung
dan malu-malu. Dia sudah banyak mendengar tentang
pemuda ini dari ibunya. Ibunya sering bercerita tentang
paman tuanya, yaitu mendiang Gan Beng Han dan isteri
pamannya itu, yaitu Kui Eng yang masih kakak beradik
seperguruan, juga ibunya pernah bercerita tentang mendiang
Tan Bun Hong, sute dari pamannya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Mereka bertiga, kakak Gan Beng Han, Tan Bun Hong dan
Kui Eng merupakan tiga orang kakak beradik murid Lui Sian
Lojin dan terkenal sebagai tiga orang pendekar yang gagah
perkasa, bahkan dikenal sebagai Tiga Naga yang mengamuk
seakan-akan baru turun dari angkasa, menggegerkan kota
raja dalam usaha mereka menentang pembesar pembesar
lalim," demikian antara lain ibunya bercerita. Dan diapun
sudah mendengar bahwa sute dari pamannya itu, Tan Bun
Hong, menikah dengan puteri pangeran, akan tetapi karena
dia pernah mengamuk di kota raja bersama dua orang
saudara seperguruannya itu, akhirnya dia ketahuan dan
keluarga isterinya terbasmi semua, dia sendiri gugur dengan
gagahnya. Dan Tan Sian Lun, pemuda yang kini berjalan
dengan kepala tunduk di sampingnya adalah putera dari
pendekar Tan Bun Hong itu!
"Tan-suheng, engkau tentu pandai ilmu silat."
"Ah, sama sekali tidak, adik Wan Cu."
"Hemm, sejak tadi engkau menyebutku moi-moi (adik),
mengapa tidak sumoi (adik seperguruan)?" Wan Cu menoleh
dan menatap wajah itu sambil memandang dengan sinar mata
penasaran.
Sian Lun berhenti melangkah dan mereka berdiri saling
berhadapan "Wan Cu moi-moi, maafkan aku kalau aku tidak
berani menyebutmu sumoi, karena sesungguhnya perguruan
kita bersumber lain. Bukankah guru dari ayahmu adalah
Tiong-san Lo-kai tokoh Bu-tong-pai sedangkan guru dari
ibumu adalah Pek I Nikouw tokoh Thai-san-pai ? Sedangkan
mendiang paman dan bibi guruku, juga mendiang ayahku
adalah murid murid dari Lui Sian Lojin, bukan dari partai
manapun. Jadi antara perguruan kita tidak ada hubungan,
moi-moi."
Yap Wan Cu tersenyum. "Ah, mengapa kau membikinnya
menjadi demikian ruwet? Engkau adalah murid keponakan dari
paman tuaku, jadi untuk mudahnya aku menyebutmu suheng.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Menyebut kakak seperguruan atau kakak biasa apa sih
bedanya?"
Sian Lun juga tersenyum. Gadis ini keras hati dan
pemberani, namun selain ramah dan lincah, juga wataknya
sederhana. "Sebetulnya sih tidak ada bedanya, hanya aku.......
ah, mana aku berani kausebut suheng, padahal engkau
memiliki kepandaian silat yang demikian lihai?"
"Kakak Sian Lun, jangan engkau merendahkan diri.
Menurut penuturan ayah ibuku, di waktu engkau lenyap
sepuluh tahun yang lalu, kabarnya engkau dibawa pergi
seorang sakti. Engkau diajar apa sajakah selama sepuluh
tahun ini ?"
Share:
cersil...
Comments
0 Comments

Postingan Cersil Terbaru