Minggu, 07 Mei 2017

Cersil 1 Serial Kisah Naga Langit 1 ala Kho Ping Hoo

Cersil 1 Serial Kisah Naga Langit 1 ala Kho Ping Hoo Tag:cersil cersil indo cersil mandarin full cerita silat mandarin online cersil langka cersil mandarin lepas cerita silat pendekar matahari kumpulan cerita silat jawa cersil mandarin beruang salju. cerita silat pendekar mataharicerita silat indonesia cerita silat kho ping hoo cerita silat mandarin online cerita silat mandarin full cerita silat jawa kumpulan cerita silat cerita silat jawa pdf cerita silat indonesia gratis cerita silat jadul indonesia cerita silat indonesia pendekar rajawali sakti cersil indonesia pendekar mabuk cersil langka cersil dewa arak cerita silat jaman dulu cersil jawa download cerita silat mandarin full cerita silat mandarin online cersil mandarin lepas cerita silat mandarin pendekar matahari cerita silat jawa pdf cersil indonesia pdf cersil mandarin beruang salju kumpulan cerita silat pdf Cersil 1 Serial Kisah Naga Langit 1 ala Kho Ping Hoo
kumpulan cerita silat cersil online
Cersil 1 Serial Kisah Naga Langit 1 ala Kho Ping Hoo
Jilid 1 .....
MAO-MAO-SAN (Gunung Mao-mao) menjulang tinggi sekitar empat meter dan puncaknya
menembus awan." Gunung ini terletak di sebelah dalam Tembok Besar, di dekat perbatasan
sebelah utara Propinsi Gan-su dan Mongo-lia Dalam. Biarpun pegunungan ini terletak di
perbatasan, namun pegunungan ini tidak sepi benar. Kota Tian-ju dan Gu-lang terletak di
kakinya sebelah barat dan utara, sedangkan dl kaki baglan timur terdapat kota Jing-tai.
Pegunungan Inl mempunyal tanah yang subur, maka di kaki pegunungan dan di lereng-lereng
bagian bawah terdapat banyak dusun pertanian di mana rakyat petani hidup cukup makmur,
dalam arti kata tidak pernah kekurangan makan. Akan tetapl di bagian lereng sebelah atas
sampal ke puncak, Mao-mao-san jarang dikunjungi orang karena daerah ini penuh dengan
hutan belantara yang dihuni banyak binatang buas. Para pemburu binatangpun hanya berani
mencari untung sampai di lereng pertengahan saja. Cerita tahyul beredar di kalangan rakyat
petani bah wa di dekat puncak Mao-mao-san terdapat seekor naga siluman yang amat jahat.
Kabarnya banyak pemburu yang beranl naik lebih tinggi, lenyap tanpa menlnggalkan jejak
dan dikabarkan men Jadi mangsa naga slluman. Semenjak cerlta Itu terslar, tidak ada
seorangpun pemburu berani nalk mendakl lereng yang berada dl pertengahan gunung.
Pagi itu hari dlmulal dengan cuaca yang amat cerah. Matahari pagl bebaa memuntahkan
cahayanya, membangunkan segala sesuatu yang malas terblus malam dingin. Embun pagi
membubung dari hutan-hutan kemudian lenyap dibakar sinar mataharl yang mulal terasa
hangat. Burung-burung mulal sibuk, berkicau sallng memberi salam, berloncatan darl dahan
ke dahan, merontokkan embun yang tadinya tergantung di ujung-ujung daun-daunan. Mereka
ttu dengan riang gembira menyambut sinar matahari dan bersiap-siap melakukan pekerjaan
mereka mencari makan. Binatang-binatang hutan juga mulai meninggalkan sarang mereka
untuk mencari makan bagl dlri sendirl dan bagl anak-anak mereka. Bunga-bunga bermekaran.
Kupu-kupu beterbangan. Awan putlh tipis berbagai bentuk berarak di angkasa. Semua
Kisah si Naga Langit > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com 2
bekerja! Matahari, awan, pohon-pohon, bunga, embun, burung, kupu-kupu dan semua
binatang hutan. Mereka semua mulal sibuk bekerja mencari makan, Memang sesungguhnya
lah. Hidup adalah gerak dan gerak yang pallng balk dan bermanfaat adalah be-kerja. Seluruh
alam dan Isinya tiada henti-hentinya bekerja. Kekuasaan Tuhan selalu bekerja, tak pernah
berhenti sedetikpun juga. Kalau berhenti sedetik saja, akan kiamatlah dunia ini.
Dari lereng dekat puncak, masih di bawah awan, klta dapat melihat panorama yang teramat
Indah. Sukar dllukiskan kebesaran dan kelndahan alam. Sawah ladang terbentang luas dl
bawah kaki kita. Di sana-sini tampak air berkilauan memantulkan sinar matahari seperti
cermin-cermin. Mata dapat menikmati pemandangan yang amat indah. Telinga juga dapat
menikmati suara-suara merdu, kicau burung, desah angin di puncak-puncak pohon, gemercik
air. Hidung juga dapat menikmati aroma yang amat segar, sedap dan alami. Bau hutan, bunga,
tanah basah, semua itu demikian dekat dan dikenal penciuman kita. Udara demikian sejuk
segar, mengalir deras memenuhi paru-paru, membawa kesehatan dan kenyamanan perasaan.
Indah dan nikmatnya hidup ini!
Di lereng bawah puncak yang amat sunyi itu dan yang hampir tidak pernah dikunjungi orang,
pada pagi hari itu terjadl hal yang tldak seperti biasanya. Terdapat seorang lakl-lakl berjalan
seorang dlri menuruni puncak! Lakl-laki itu melangkah seperti di luar kesadaran nya. Dia
seolah bersatu dengan alam di sekitarnya, matanya melahap semua yang tampak, mata yang
bersinar penuh bahagia, mulutnya tersenyum. Pada saat seperti Itu, dia seperti kehilangan jati
dirlnya karena sudah bersatu dengan alam. Dia adalah bagian dari pohon-pohon Itu, bagian
dari ratusan burung yang terbang di angkasa, bagian dari sekumpulan kupu-kupu yang
mencari madu diantara bunga-bunga, sebagian dari embun yang masih bergantung di ujungujung
daun. Dia ber hentl melangkah. Di depannya terdapat sebuah jurang ternganga. Di
bawah kaki nya, sinar matahari membentuk bayang-bayang memberi gairah kehidupan
kepada segala sesuatu. Orang itu agaknya baru sadar akan dirinya dan dlapun menghirllp
napas dalam-dalam sehingga dada dan perutnya mengembang. Seperti dengan sendirinya dia
berdongak ke langit, dan mulutnya berbisik.
"Terpujilah nama Yang Maha Kasth, yang menclptakan semua inl."
Dia lalu melangkah lagi, perlahan-lahan, dengan santai. Dia seorang lakl-laki berusla kurang
lebih lima puluh tahun. Rambutnya yang panjang digelung ke atas masih hitam semua.
Wajahnya halus belum ada kerut tuanya. Sepasang matanya mencorong tajam namun lembut
sekali. Hidungnya mancung dan mulutnya selalu tersenyum ramah dan penuh kesa-baran dan
pengertian. Wajahnya berbentuk bulat dengan dagu meruncing. Tubuhnya sedang saja,
tampak lemah. Pakaiannya sederhana sekali, hanya se helai kain panjang kuning yang dilibatlibatkan
tubuhnya. Dia memakai sepatu kain tebal yang bawahnya dilapisi besi sehingga awet
sekali. Di punggungnya tergendong sebuah buntalan kuning yang besar dan tampaknya berat.
Pria itu di waktu mudanya bernama Tiong Lee, seorang ahli sastra yang mendalami tentang
pelajaran Khong-hu-cu, Lo-cu dan yang terakhir pelajaran Agama Buddha. Seperti telah
menjadi kebudayaan Cina di waktu abad ke sebe las, ketlga agama ini berbaur dan filsafat tiga
agama Ini dlpilih yang cocok untuk menjadl dasar kehldupan 'til Clna. Semenjak usla dua
puluh lima tahun, Tiong Lee yang tertarik untuk mendalaml pelajaran Agama Buddha,
melakukan perjalanan ke India seperti pernah dilakukan oleh pendeta Hsuan Tsang pada abad
ke tujuh. Di negara pusat Agama Buddha itu Tiong Lee mempelajari Aga-ma Buddha secara
mendalam, dan selaln itu, dia mempelajari pula tentang ilmu Yoga dan pembangkitan
kekuatan sakti dalam tubuh yang disebut Kundalini Yoga. Juga dari para pertapa Hindu yang
Kisah si Naga Langit > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com 3
memiliki kesaktian yang luar biasa, dia mempelajari banyak ilmu sihir bersih yang
berlawanan dengan ilmu "sihir hitam yang biasanya dipergunakan untuk melakukan
kejahatan. Biarpun dia telah menjadi seorang ahli dalani Agama Buddha, Tiong Lee tidak
mencukur rambiltnya, tidak menjadi hwesio (bhikkhu). Hanya pakaiannya saja sederhana
seperti pakai-an para pendeta. Rarnbutnya digelung dan diikat dengan pita kuning. Karena ke
manapun dia pergi, dia mengajarkan tentang kehidupan yang benar dan baik, maka dia
selanjutnya, setelah berusia lima puluh tahun, mendapat sebutan Tiong Lee Cin-jin. Setelah
berusia lima puluh tahun dan sudah dua puluh lima tahun merantau ke India dan Tibet,
akhirnya
Tiong Lee Cin-jin melakukan perjalanan ke timur untuk pulang ke Cina. Dia membawa
banyak kitab-kitab suci, baik darl Agama Buddha maupun Agama Hindu, dengan maksud
untuk dibawa pulang ke negerinya dan diterjemahkannya agar dapat dipelajari banyak orang
di negerinya.
Pada pagi hari itu, perjalanannya dari dunia barat tiba di pegunungan Mao-mao. Tertarik oleh
keadaan gunung itu, dia mendaki sampai ke puncak dan tinggal semalam di puncak. Pagi itu
dia menuruni puncak dan menikmati keindahan alam. Dalam pesona kebesaran alam seperti
itu, teringatlah dia akan kalimat bijaksana yang sukar dimengerti akan tetapi mudah dirasakan
dalam keadaan seperti keadaannya di saat itu. Kalimat itu berbunyi: "Tidak memiliki apapun
berarti memiliki segalanya!"
Kata memiliki yang pertama berarti kemelekatan kepada sesuatu yang dipunyai, dan
kemelekatan kepada sesuatu, baik sesuatu itu orang, barang ataupun nama dan kedudukan,
pasti menda-tangkan sengsora kehilangann. Adapun kata memlliki yang kedua berarti
manunggal, bersatu dengan segalanya. Kita da-pat menikmati merdunya kicau burung di
pohon dan indah harumnya bunga tanpa takut kehilangan. Akan tetapi sekali kita memiliki
burung itu dan mengurungnya dalam sangkar, atau memilikl tanaman bunga itu dan
mengelilinginya dengan pagar, sekali waktu kita akan menderita kalau burung Itu hilang atau
bunga itu dipetik orang.
Tiong Lee Cln-jin tersenyum dan menundukkan mukanya seolah menghitung langkahnya
satu-satu. Mempunyai akan tetapi tldak memilikl, itulah seninya kehidupan. Mempunyat
hanya secara lahiriah saja. Batin ttdak memilikt dan tidak melekat sehingga tldak merasa takut
atau duka kalau kehilangan apa yang di-punyainya. Hanya Yang Maha" 'iKuasa yang wenang
memiliki segala apa yang ada. Kita tidak memiiiki apa-apa. Semua yang ada pada kita
hanyalah pinjaman belaka. Bahkan badan inipun bukan milik kita. Kita tldak kuasa atasnya.
Bahkan klta tldak kuasa untuk menghentikan tumbuhnya kuku atau sehelai rambut. ADA
yang menumbuhkan. Itulah Tao. Itulah kekuasaan Tuhan yang tidak pernah berhenti bekerja
walau sedetikpun.
Tiba-tiba, entah dari mana datangnya, tampak dua bayangan orang berkelebat dan tahu-tahu
di depan Tiong Lee Cin-jin berdiri dua orang pria tua. Ke munculan mereka yang seperti
pandai menghilang atau terbang Itu menyadarkan Tiong Lee Cin-jin bahwa dia berhadapan
dengan dua orang yang memlliki ilmu kesaktian tinggi. Melihat dua orang itu, dia
memandang penuh perhatian.
Orang pertama adalah seorang laki-laki yang usianya tentu sudah enam puluh tahun lebih.
Kumisnya yang putih itu pendek saja, akan tetap! jenggotnya yang juga su'dah putih itu
tumbuh dari bawah tellnga kiri sampa! ke bawah telinga kanan, lebat sekali. Rambut dan alls
Kisah si Naga Langit > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com 4
nya yang tebal Juga sudah putih semua. Akan tetapl kulit mukanya yang banyak kerutan ttu
maslh nampak kemerahan dan scgar. Dla mengenakan sebuah topl dari bulu blnatang yang
bentuknya seperti peci sederhana. Dari potongan baju dan celananya yang juga sederhana,
Tiong Lee Cin-jln yang sudah banyak pengalaman itu tahu bahwa pria itu ada lah seorang
bersuku bangsa Uigur. Orang kedua adalah seorang laki-laki yang lebih tua lagl. Usianya
tentu sekitar tujuh puluh tahun dilihat dari mukanya yang penuh keriput. Matanya sipit,
kumisnya tipis saja, akan tetapi jenggotnya lebih tebal daripada jenggot orang pertama, dan
berwarna kelabu. Kepalanya memakai kain kepala berwarna putih yang dibelitkan seperti
sorban. Dilihat dari cara dia berpakalan Tiong Lee Cin-jin menduga bahwa kakek kedua ini
tentu bersuku , bangsa Hui, yang sebetulnya adalah bangsa Han juga, akan tetapi yang sudah
berabad-abad tinggal di Mongolia Dalam. Dllihat dari sorban di kepalanya, dapat diduga
bahwa kakek Hul Ini beragama Islam. Memang suku bangsa Hul sebagian besar adalah
Muslim.
Mellhat dua orang yang leblh tua darlnya dan mereka berdua Itu agaknya sengaja
menghadang dl depannya, Tiong Lee Cin-jin cepat memberi hormat dengan merangkap kedua
tangan depan dada, lalu membungkuk dan berkata dalam bahasa Han dengan ramah sambil
tersenyum.
"Selamat berjumpa, seudara tua yang baik! Semoga Yang Maha Kuasa selalu memberkahi
kalian berdua."
Kakek suku bangsa Uigur itu terkekeh dan dia menggerak-gerakkan tongkatnya yang ternyata
adalah seekor ular cobra yang dlkeringkan ke atas lalu menjawab. "Selamat bertemu, sobat!"
katanya dalam bahasa Han.
Kakek suku bangsa Hul memukui-mukulkan tongkatnya yang terbuat darl se macam bambu
yang disebut Bambu Sislk Naga ke atas tanah lalu berkata lantang. "Mualaikum salaam,
serooga Allah memberkahi anda! Bukankah anda yang ber nama Tiong Lee Cin-jin?" kata
pula kakek suku bangsa Hui itu dengan bahasa Han yamg lancar pula.
Tiong Lee Cin-jin tersenyum. Dia ttdak merasa heran kalau kedua orang ini mengenal
namanya, Bagi dia, tidak ada yang aneh di dunia ini karena segala sesuatu itu pasti ada alasan
dan sebabnya. "Benar sekali, saya adalah Tiong Lee Cin-jin. Sebaliknya, siapakah ji-wi (anda
berdua), datang darl mana hendak ke mana?"
"Aku bernama Ouw Kan datang dari Sin-kiang barat." Kakek suku Uigur yang memegang
tongkat ular berkata.
"Dan aku adalah Ali Ahmed dari pedalaman Mongol. Kami berdua memang sengaja datang
hendak bertemu denganmu, Tiong Lee Cin-jin. Kami mendengar' bahwa engkau baru pulang
dari india dan akan lewat di daerah ini, maka, karni sengaja datang menghadangmu," kata
kakek suku Hui.
Kembali Tiong Lee Cin-jin memberi hormat dengan merangkap kedua tangan depari dada
lalu berkata sambil tersenyum. "Sungguh merupakan penghormatan besar sekali bagiku.
Setelah sekarang kita berjumpa di sini, apakah kiranya yang dapat suya bantu dan lakukan
untuk ji-wi?"
Kisah si Naga Langit > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com 5
"Heh-heh-heh, bagus sekali. Kiranya nama besar Tiong Lee Cin-Jin sebagai seorang yang
baik hati dan pemurah bukanlah kabar kosong belaka!" kata Ouw Kan sambil menggerakgerakkan
tongkat ular cobranya.
"Anda memang dapat membantu kami, Tiong Lee Cin-jin, yaitu berikan dan tinggalkan
buntalan yang kau gendong itu untuk kami."
Tiong Lee Cin-jin mengerutkan alis-nya. "Sahabat berdua, isi buntalan ini hanya beberapa
potong pakaian pengganti dan kitab-kitab yang saya bawa dari India. Kalau ji-wi
menghendaki, silakan mengambil pakaian dan sedikit bekal uang emas yang berada di
buntalan, ke-mudian membiarkan saya melanjutkan perjalanan saya." Suaranya masih tetap
lembut; dan ramah karena baginya, kehilangan pakaian dan uang emas tidak menimbulkan
masalah.
"Heh, Tiong Lee Cin-jin! Jangan bicara seenaknya saja kamu! Apa kau kira kami berdua ini
hanya sebangsa perampok hina?" bentak Ouw Kan marah sam-bil menudingkan tongkat ular
cobranya ke arah dada Tiong Lee Cin-jin.
"Lalu apa yang kau kehendaki, saudara Ouw Kan?" tanya Tiong Lee Cin-jin.
"Tiong Lee Cin-jin, kami tidak menginginkan harta benda milikmu. Haram bagiku untuk
mengambil harta orang lain. Kami hanya menghendaki agar engkau meninggalkan kitab-kitab
itu kepada kami!" kata Ali Ahmed sambil menunjukkan telunjuknya ke arah buntalan yang
berada di punggung Tiong Lee Cin-jin.
"Aneh sekali permintaanmu itu, Saudara Ali Ahmed. Kitab-kitab yang kubawa dari India ini
adalah kitab-kitab Agama Buddha dan Hlndu sedangkari engkau adalah seorang Muslim. Apa
gunanya kitab-kitab ini baglmu?" tanya Ttong i Lee Cln-jin.
"Kami tidak Ingln mempelajari agama, akan tetapi kami tahu bahwa banyak i kitab suci yang
kaubawa itu mengandung pelajaran tentang ilmu silat tinggi dan itmu sihir. Bahkan ada
sebuah kitab peninggalan Sang Budhi Dharma menge-nai pelajaran silat yang sakti. Aku
Sangat membutuhkan kitab 'itu." kata Ouw Kan garang.
"Kitab peninggalan Tat Mo Couwsu (Budhi Dharma) itu menurut surat wasiat guru besar itu
diperuntukkan biara Siauw-lim di Gunung Sung-san. Para fiwesio Siauw-lim-pai yang berhak
atas I kitab itu dan aku harus menyerahkannya kepada mereka. Amat tidak baik meng-ambil
hak milik orang lain."
"Tidak perduli. Tinggalkan buntalan itu!" bentak Ouw Kan dan Ali Ahmed ! berbareng.
Tiong Lee Cin-jin tersenyum dan ,menghela napas panjang. Kemudian, per-lahan-lahan dia
melepaskan ujung kaln buntalan yang diikatkan di depan dadanya, melepaskan
gendongannya. Kemudian di-turunkan gendongan itu dan diletakkan di atas tanah, di
depannya.
Melihat ini, dua orang itu berpencar, melangkah maju menghampiri dari kanan kirl. Tiba-tiba
Ali Ahmed menudingkan tongkat bambunya ke arah buntalan kain kuning sambil berseru,
"Terbanglah ke Sini!"
Kisah si Naga Langit > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com 6
Tiba-tiba saja buntalan kain kuning itu melayang ke atas seperti ada tangan tak tampak yang
mengangkatnya. Buntalan itu melayang perlahan ke arah Ali Ahmed.
Pada saat itu, Ouw Kan juga meng angkat togkat ular cobranya dan. ber-teriak "Kembali
kepadaku!" Tongkapya ditudingkan ke arah buntalan yang sedang melayang ke arah Ali
Ahmed dan tlba-tiba saja buntalan itu beralih arah, kini melayang ke arah Ouw Kan.
Ali Ahmed mengeluarkan suara menggeram. Tongkat bambu di tangan kanannya tetap
menuding ke arah buntalan dan kini tongkat itu bergetar keras.
"Ke sini!" bentaknya . dari buntalan kain kuning ini kembalt beralih arah, membalik ke arah
kakek bersuku bangsa Hui itu.
"Ke sini!" berrtaky Ouw Kan dan tong-kat ular cobranya Juga tergetar hebat. Kini buntalan itu
bergerak ke kanan kirl seolah-olah terbetot oleh dua kekuatandahsyat yang
memperebutkanhya.
Tiong Lee Cin-jin yang menonton adu kekuatan sihir ini tersenyum.
"Sungguh sayang sekali!" katanya lirih akan tetapi suaranya mengandung ke kuatan sehingga
dapat terdengar jelas 61eh dua orang yang sedang memperebutkan buntalan kain kuning
dengan mengadu tenaga sihir itu. "Kalian telah bersusah payah membuang waktu bertahuntahun
untuk menghimpun tenaga sakti. Ternyata hari ini tenaga sakti itu hanya ka lian
pergunakan untuk menuruti nafsu Setan! Tidak sadarkah kalian bahwa begitu kalian menuruti
keinginan, berarti kalian telah membiarkan diri dicengkerarn nafsu setan dan akan menjadi
permainannya? Sadarlah, wahai kedua orang saudaraku, sebelum terlambat terjebak bujukan
iblis yang akan menyeret kalian ke dalam dosa dan kesengsaraan!"
Mendengar ucapan Tiong Lee Cin-jin itu, kedua orang seperti melepaskan bun-talan yang
mereka perebutkan sehingga buntalan itu meluncur ke bawah dan jatuh ke atas tanah di depan
Tiong Lee Cin-jin yang sudah duduk bersila di atas rumput.
"Tiong Lee Cin-jin, kata-katamu menyesatkan. Aku ingin mendapatkan kitab-i^ kitab untuk
menemukan cara menyempurnakan diri mencapai penerangan dan kebahagiaan sejati!" kata
Ouw Kan.
"Aku juga ingin mendapatkan ilmu agar kelak aku dapat masuk sorga!" kata Ali Ahmed.
"Aih, saudara-saudaraku yang baik!
Insaflah akan kesesatan kalian. Sadarilah bahwa semua pelajaran dalam agama apapun juga
pada dasarnya sama, yaitu membiarkan jiwa yang rindu kepada sumbernya seperti air rindu
kepada samudera, melalui pikiran, ucapan dan perbuatan yang baik dan benar, yang sifatnya
membangun tidak meruntuhkan, menjaga tidak merusak, membahagiakan dan tidak
menyengsarakan sesama hidup. Kita mempersiapkan diri setiap saat untuk menjadi alat yang
membantu pekerjaan Kuasa Yang Maha Mulia pencipta alam semesta dan semua isinya.
Bagaimana kita dapat melaksanakan semua ini? Melalui hati akal pikiran? Tidak niungkin.
Hati akal pikiran telah dijadikan sarang nafsu setan yang selalu ingih mendapatkan sesuatu.
Apakah itu harta, atau nama besar, atau juga yang diinginkannya itu yang dinamakan
kesempurnaan, sorga dan sebagainya lagi, semua itu sama saja. Yang diinginkan hati akal
Kisah si Naga Langit > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com 7
pikiran itu ada lah yang diinginkan nafsu setan, yaitu kesenangan! Baik itu dinamakan
kesempurnaan atau kebahagiaan atau sorga, kalau sudah diinginkan, dicari, maka se-mua itu
tiada lain hanyalah kesenangan. Kita membayangkan kesenangan dalam s6rga atau
kesempurnaan itu. Kesenangan itul.ah yang menarik kita untuk mengejar dan memperolehnya
dan ini merupakan keinginan nafsu daya rendah. Me-nuruti keinginan nafsu daya rendah ini
menyeret kita ke dalam kesesatan karena demi mencapai apa yang kita inginkan kita akan
melakukan apapun juga tanpa mempertimbangkan apakah cara yang ki ta pakai itu baik atau
sesat."
"Heh-heh, Tiong Lee Cin-jin, penda-patmu itu bahkan menyesatkan! Kalau kita tidak
mempergunakan hati akal pikiran, mengisinya dengan pengertian, ba-gaimana mungkln kita
dapat membedakan antara yang benar dan yang salah? Tanpa pengetahuan tentang yang baik
dan yang buruk, bagaimana kita akan mam-pu melawan daya pengaruh nafsu?" kata Ouw
Kan.
"Hati akal pikiran memang merupakan anugerah khusus bagi manUsia karena tan. pa itu klta
akan hidup tiada bedanya dengan hewan. Hati akal pikiran memang perlu dipergunakan untuk
menimba ilmu pengetahuan lewat pengalaman dan pelajaran karena kehidupan manusia di
dunia ini secara lahlriah membutuhkan ilmu pengetahuan. Akan tetapi kalau ilmu pengetahuan
atau kalau hati akal pikiran kita pergunakan untuk melawan daya pe-ngaruh nafsu,
kita akan kecelik! Coba kumpulkan seluruh maling di dunia ini , dan tanya, apakah ada
seorang saja di antara mereka yang tidak tahu atau tidak mengerti bahwa perbuatan mencuri
itu adalah perbuatan jahat dan tidak baik? Semua, tidak terkecuali, tentu mengertl melalui hati
akal plkirannya. Akan tetapi, pengetahuan dan pengertian melalui hati akal pikiran itu tidak
dapat menghentikan perbuatan mencuri itu! Sebaliknya malah. Hati akal pikiran yang sudah
menjadi sarang bagi nafsu daya rendah itu bahkan menjadi pem-bela perbuatan mencuri itu
dengan membisikkan berbagai alasan. Aku terpaksa melakukan ini, demi keluargaku, orang
lain juga melakukan malah lebih besar daripada aku. Demikian hati akal pikir-an membisiki
sehingga semua maling ti-dak merasa menyesal, tidak bertobat malah semakin menjadi-jadi."
"Hemm, agaknya engkau sama sekali tidak memberi jalan kepada orang yang berbuat dosa
untuk bertaubat. Kalau begitu, apakah yang harus dilakukan nianusia untuk tidak melakukan
kesesatan?" Ouw Kan mengejar.
"Apapun yang diusahakan untuk mengu bah, semua usaha itu masih dalam lingkungan hati
akal pikiran, masih dalam lingkaran kekuasaan nafsu daya rendah yang selalu menginginkan
sesuatu yang lebih baik! Pamrih-pamrih ini yang menje bak kita sehingga terjadi lingkaran
setan. Ingin lebih baik, iogin lebih menyenangkan, ingin ini ingin itu yang akhirnya menyeret
kita ke dalam kesesatan-kesesatan baru yang lain lagi. Tidak ada usa-ha hati akal pikiran yang
akan berhasil.
Hanya ada satu saja kekuatan yang akan mampu menundukkan nafsu daya rendah. Kekuatan
itu bukan lain adalah Kekuasa-an Yang Maha Kasih. Dengan kekuasaan inilah kita akan dapat
menalukkan natsu setan yang bagaimana licik dan jahat-pun! Kekuasaan ini akan memberi
kekuatan kepada kita, akan menuntun kita. Kekuatan ini muncul kalau kita menyerah kepada
Yang Maha Kuasa secara mutlak. Kalau hati sanubari kita kosong dan terbuka, Kekuasaan
Mutlak itu akan masuk, membangkitkan jiwa kita, memberi-nya kekuatan dan nafsu-nafsu
daya ren dah akan kembali menduduki tugasnya semula, yaitu menjadi pelayan kita, menjadi
hamba kita, bukan menjadi majikan kita."
Kisah si Naga Langit > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com 8
"Semua uraianmu itu terdengar muluk-muluk dan indah. Akan tetapi aku merasa tidak setuju
ketika engkau menyebutkan bahwa mencari sorga sama dengan mencari harta. Semua orang,
dari agama apa-pun juga, merindukan sorga. Kenapa eng-kau berani merendahkan sorga
sedemiki-an rupa sehingga kausamakan dengan har-ta benda?" Ali Ahmed bertanya sambil
rnengerutkan alisnya yang tebal.
"Saudaraku yang baik. Sorga atau har-ta benda memang tidak ada bedanya ka-lau keduanya
itu dibayangkan sebagai se suatu yang akan mendatangkan kesenang-an lalu dikejar-kejar.
Yang mengingin-kan kesenangan dan mengejar-ngejarnya adalah nafsu daya rendah. Memang
sifat nafsu itu demikian, mencari kesenangan. Coba kita bertanya kepada diri sendiri.
Andaikata sorga itu dibayangkan sebagai sesuatu tempat yang tidak enak, tidak
menyenangkan, bahkan menyakitkan, apa-kah kita masih akan mengejarnya? Kurasa tidak
akan ada seorangpun manusia mengejarnya! Kalau klta membayangkan kesenangan, apapun
bentuknya, jelas bah-wa itu ulah, nafsu duniawi dan kedagingan, karena segala macam bentuk
kesenangan adalah bentuk keenakan yang dapat dirasakan 'jasmani selagi berada di dunia.
Dan selama ada kesenangan, disitu pasti ada pula kesusahan, saudara kembarnya yang tak
terpisahkan."
"Wah, Tiong Lee Cin-jin ini serigaja banyak bicara untuk mengalihkan perhati-an kita dari
buntalan kitab-kitab itu, Ali Ajimed. Jangan dengarkan dia lagi!" kata Ouw Kan dengan
marah dan dia su dah bersiap dengan tongkat ular cobranya.
Ali Ahmed juga melompat ke bela-kang dan mengerutkan alisnya. "Benar, dia bahkan ingin
mempengaruhi, kita de ngan ajaran-ajaran sesat! Tiong Lee Cin-jin kauserahkan atau tidak
kitab-kitab itu? Ataukah kami harus menggunakan kekerasan?" Orang bersuku bangsa Hui itu
mengancam dengan tongkat bambunya, yang diacungkan ke atas.
Tiong Lee Cin-jin yang masih duduk bersila itu tersenyum dan melambaikan tangan kanannya
ke arah buntalan yang terletak di atas tanah di depannya. "Sudah sejak tadi kulepaskan dari
gendongan. Di antara kalian berdua, entah siapa yang berjodoh memiliki kitab-kitab itu."
"Aku yang berjodoh!" tiba-tiba Ouw Kan berseru dan dia menggerakkan tangan kanan yang
memegang tongkat ular cobra. Dengan tongkatnya itu dia hen dak mengambil buntalan kitab.
Akan te tapi tongkat bambu di tangan Ali Ah-med juga meluncur dan menangkis tong kat ular
cobra.
"Tidak, . aku yang berjodoh!" Orang Hui itu berseru.
"Trakkk!" Tongkat mereka bertemu dan sungguh hebat sekali. Tongkat ular cobra kering dan
tongkat bambu itu keti-ka saling bertemu, terdengar suara nyaring dan tampak bunga api
berpijar seo-lah-olah yang bertemu itu adalah benda yang terbuat daripada baja murni. Dari
kenyataan ini saja sudah dapat diketahui bahwa dua orang Itu adalah orang-orang yang
memilikl kesaktian. Ouw Kan me nyerang dengan gerakan silat yang aneh bagi Tiong Lee
Cin-jin. Gerakan Ouw Kan yang bertubuh sedang dan tegap ini meliuk-liuk seperti gerakan
seekor ular, cocok sekali dengan senjatanya, yaitu sebatang tongkat ular cobra kering.
Hebatnya, gerakannya yang cepat dengan serangan yang tidak terduga-duga datangnya itu
diseling dengan suara mendesis-desis yang keluar dari mulutnya yang diruncingkan, presis
seekor ular yang menyemburkan uap beracun. Namun, lawannya, Ali Ahmed ternyata juga
memiliki gerakan silat yang hebat. Gerakan ke-dua kakinya jelas dipengaruhi oleh ilmu
Siauw-lim-pai Utara. Tongkat bambunya menyambar-nyambar, diseling kedua kakinya silih
Kisah si Naga Langit > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com 9
berganti yang tidak kalah bahayanya bagi lawan dibanding tongkainya. Mereka bergerak
cepat dan tangkas, tong kat ular cobra dan tongkat bambu itu lenyap bentuknya berybah
menjadi gulungan sinar hitam dan hijau. Hanya kadang-kadang kedua sinar Itu bertemu dan
meledaklah bunga api berpljar menyilaukan mata.'
Tlong Lee Cin-Jin masih tetap duduk bersila. Buntalan kain kuningnya yaog kini
diperebutkan orang itu masih terletak di atas tanah, di depannya, Sejak tadi Tiong Lee Cin-jfn
menonton pertandingan itu dan diam-diam dia harus mengakui bahwa tingkat kepandaian silat
dya orang itu sudah tinggi. Pantasnya iriereka itu datuk-datuk persilatan di darah mereka
sendiri. Dia tidak merasa heran bahwa ada orang-orang dunia per silatan mengetahui bahwa
dia pulang ke Cina membawa kitab-kitab pusaka. Orang orang dunia persilatan itu selalu haus
akan pusaka-pusaka yang sekiranya da-pat membuat mereka menjadi semakin llhai, seperti
senjata-senjata ampuh atau kitab-kitab pelajaran ilmu yang tinggi.
Perkelahian antara Ouw Kan dan Ali Ahmed itu menjadi semakin seru. Kini keduanya tidak
hanya mengandalkan ilmu silat untuk saling serang, akan tetapi juga mempergunakan ilmu
sihir. Ketika Ouw Kan mengeluarkan teriakan aneh, dari mulut ular cobra kering yang menjadi
tongkatnya itu menyambar uap hitam yang berbau amis ke arah lawan! AU Ahmed tidak
ingnjadi gugup. Tangan kirinya terbuka mendorong ke depan dan keluarlah uap putih dari
telapak tangannya yang menyambut uap hitam. Keduanya terdorong ke belakang dan
terhuyung. Akan tetapi mereka sudah dapat mengatur keseimbangan tubuh mereka kembali
dan sudah siap untuk saling gempur, melanjutkan pertandingan tadi. Akan tetapi tiba-tiba
keduanya tersentak kaget keti-ka mendengar suara tawa bergelak yang datangnya seolah dari
atas kepala mereka. Suara tawa bergelak itu datang berge lombang, makin lama makin kuat
mengan dung daya serangan yang amat kuat menerobos telinga mereka dan menjalar ke arah
jantung! Dua orang kakek itu kini berdiri, bersedakap, memejanikan kedua mata mereka dan
mengerahkan seluruh tenaga sakti mereka untuk melindungi diri mereka dari serangan suara
tawa yang amat kuat itu. Suara tawa seperti itu yang mengandung tenaga khi-kang yang amat
kuat, dapat merusak jantung atau setidaknya akan dapat mengacau jaringan syaraf di otak
sehingga dapat membuat orang menjadi gila!
Tlong Lee Cin-jin juga merasakan kehebatan pengaruh suara tawa itu. Na-mun dengan wajah
tetap sabar dan te-nang, dengan bibir masih tersungging se nyuman lembut, dia memejamkan
kedua matanya dan tenggelam ke dalam alam semesta. Suara tawa itu sama sekali tidak
mengganggunya karena dia seolah telah bersatu dengan suara itu, hanyut bersama suara itu,
sedikitpun tidak menentang sehingga suara itu sama sekali tidak mengganggu bahkan dia
dapat mera sakan keindahan dalam suara tawa yang bergelak-gelak dan bergema itu. Inilah
keadaan yang dinamakan "melebur dan membaur dengan segala" sehingga tidak terjadi
pertentangan, seperti sebatang pohon liu (cemara) yang tidak menentang datangnya badai
sehingga meliuk-liuk menurutkan dorongan angin dan sama sekali tidak patah dahannya,
tidak rontok daunnya, dan tetap utuh sampai badai berlalu. Tidak seperti pohon siong yang
kokoh menyambut badai dengan mengandalkan kekuatannya dan akhirnya tumbang dan
roboh oleh hantaman badai yang jauh lebih kuat daripada dirinya!
Tak lama kemudian, muncullah seorang kakek lain. Kemunculannya aneh. Mula-mula tampak
asap putih bergulung-gulung, kemudian ketika asap membubung dan menghilang, tampak
kakek itu. Dia seorang kakek berusia kurang lebih enam puluh tahun. Jubahnya seperti ju-bah
seorang hwesio, dari kain kuning ber-kotak-kotak merah. Kepalanya memakai sebuah peci
kuning pula, menutupi kepala nya yang gundul. Tubuhnya tinggi besar, perutnya gendut dan
kancing jubahnya bagian dada terbuka sehingga tampak dadanya yang gempal dan bidang dan
Kisah si Naga Langit > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com 10
di atas ulu hatinya tumbuh rambut hitam keriting. Kepala gundul yang tertutup peci kuning itu
besar dan bulat. Mukanya bundar dan segala anggauta tubuh pendeta ini serba bundar.
Sepasang matanya lebar dan bulat, hidungnya juga besar, demikiap pula mulutnya, lebar dan
selalu menyeringai. Kedua daun telinganya panjang dah lebar. Melihat pakaian kuning
berkotak-kotak merah dan tongkat panjang berkepala naga itu, Tiong Lee Cin-jin tahu bahwa
pendeta itu adalah seorang pendeta Lama dari Tibet.
Setelah memperlihatkan diri, pendeta itu berdiri tegak, tangan kirinya meme-gang tongkat
kepala naga yang tingginya sama dengan tinggi tubuhnya, dan dia masih tertawa bergelak,
akan tetapi tawanya wajar, tidak lagi mengandung khi-kang yang memiliki daya serang
dahsyat seperti tadi.
”Hua-ha-ha-ha, kiranya ada dua ekor anjing dari Sin-kiang dan Mongol yang saling berebutan
tulang di sini! Kalian ini orang Uigur dan Hui, bukan?"
"Setan jahanam!" Ali Ahmed memaki marah karena dikatakan anjing oleh pendeta itu. "Aku
memang benar datang dari Mongolia Dalam, namaku Ali Ahmed. Siapakah engkau, manusia
sombong?"
"Dan aku adalah Ouw Kan dari Sin-kiang. Engkaii ini pendeta Lama harap jangan
mencampuri urusan kami," bentak Ouw Kan.
"Ha-ha-ha, aku Jit Kong Lama nie'-mang suka mencampuri urusan orang la-in kalau urusan
itu menyangkut diriku. Ketahuilah kalian, kitab-kitab dari Barat itu hanya aku yang berhak
memiliki dan tidak boleh diambil siapapun Juga. Kali-an berdua lebih baik segera mengelinding
pergi dari sini sebeluni kepala kali-an yang meiiggelinding terpisali dari tubuh kalian!"
kata pendeta yang bernama Jit Kong Lama itu. Namanya sungguh besar karena Jit Kong
berarti Sinar Matahari.
Ouw Kan dan An Ahmed yang tadi saling serang itu marah sekali. Mereka untuk sementara
melupakan permusuhun di antara mereka dan bagaikan mondapat komando, keduanya
membanting tongkat mereka ke alas tanah. Terdengar dua kali ledakan, asap mengepul,
tongkat le nyap dan berubah menjadi dua ekor bina tang yang menyeramkan. tongkat ular
cobra milik Ouw Kan kini telah menjadi seekor ular cobra yang besar dan panjang, yang
mengangkat kepala dan lehernya ke atas sehingga tegak, moncongnya agak terbuka,
rnendesis-dcsis dan ada uap hitam tersembur keluar dari moncongnya, lidahnya keluar masuk
adan sepasang matanya seperti berapi. Ular cobra ini bergerak maju hendak menyerang Jit
Kong Lama. Adapun tongkat bambu milik Ali Ahmed berubah menjadi seekor kelabang yang
juga besarnya hampir sa ma ular cobra itu, kulitnya berwarna merah darah, kakinya yang amat
banyak itu bergerak-gerak, sungutnya meraba-raba dan moncongnya juga siap untuk
mehggigit. Banyak kaki yang bergerak-gerak itu membawa tubuh yang besar itu maju dengan
cepat ke arah Jit Kong Lama.
Melihat dua orang lawannya menyihir tongkat mere^a mepjadi ular dan kela-bang yang akan
menyerangnya, Jit Kong Lama roenyeringat dan memandang rendah.
"Ha-ha-ha, permainan kanak-kanak seperti itu kalian pamerkan kepadaku?" katanya dan
sekali dla melempar tongkat kepala naga itu ke atas, tampak asap mengepul dan tongkat Itu
sudah ber ubah menjadi seekor burung raJawali besar. Burung itu dengan ganas dan buas nya
sudah menyambar ke bawah dan menyerang ular cobra dan kelabang itu dengan patuk dan
Kisah si Naga Langit > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com 11
cakarnya. Ular cobra dan kelabang itu melawan mati-matian. Akan etapi segera mereka
menjadi kewalahan karena burung rajawali itu menyambar nyambar dari udara sehingga sukar
bagi mereka untuk menyerangnya, sebaliknya burung itu dapat menyerang kedua lawan-nya
dengan leluasa dari atas.
Tiong Lee Cin-jin tahu siapa Kong Lama itu. Ketika meninggalkan dia dan kembali ke Cina,
dia singgah di Tibet dan mengadakan pertemuan dengan para pendeta Lama, bahkan selama
satu jam dia diberi kesempatan untuk mengha-dap Dalai Lama. Dari para tokoh pende ta
Lairia di Tibet, dia mendengar bahwa ada beberapa orang pendeta Lama di Ti-bet yang
melakukan penyelewengan. Mengumpulkan harta benda dari rakyat untuk kepentlngan dlri
sendiri dan melakukan pelanggaran pantangan berdekatan dengan wanlta. Jtt Kong Lama
merupa-kan seorang di antara para pendeta La-ma yang melakukan penyelewengan itu bahkan
dia merupakan seorang tokoh besarnya, Melihat adu kekuatan sihir antara pendeta Lama Itu
melawan datuk darl suku bangsa Uigur dan Hul, tahulah dia bahwa Jit Kong Lama jauh lebih
kuat daripada dua orang lawannya.
Dugaannya memang benar. Ketika Ouw Kan dan Ali Ahmed melihat ular dan kelabang jadijadian
milik mereka itu kewalahan menghadapi serangan gen-car burung rajawali, keduanya
lalu meng-angkat tangan kanan ke atas dan mengerahkan tenaga sihir mereka. Ular dan
kelabang itu tiba-tiba terbang ke bela-kang dan setelah tiba di tangan mereka, berubah
kembali menjadi tongkat ular cobra dan tongkat bambu yang sudah lecet-lecet.
Sambil tertawa Jit Kong Lama ju-ga memanggil burung rajawali jadi-jadi-an itu. Burung itu
terbang ke tangannya dan berubah pula menjadi tongkat pan-jang berkepala naga.
"Kalian masih juga belum minggat darl sini?" tegurnya dengan nada meman-dang rendah
kepada dua orang lawannya
itu'
Akan tetapi Ouw Kan dan Ali Ahmed adalah dua orang yang di daerah tempat tinggalnya
terkenal sebagai datuk-datuk yang sukar dicari tandingannya. Maka tentu saja mereka tidak
mudah nie nyerah kalah. Biarpun tadi dalam adu kekuatan sihir mereka harus mengakui
keunggulan Lama dari Tibet itu, namun mereka masih beluin mau mundur. Sete-lah saling
bertukar pandang, seperti me-nyatukan keinginan untuk menandingi pen deta Lama yang
hendak menghalangi me reka mengambil kitab-kitab pusaka, dua orang itu serentak bergerak
maju, cepat sekali mereka menerjang dan menyerang Jit Kong Lama. Serangan mereka ini
bukan sekedar serangan dengan mempergu-nakan ilmusilat, namun serangan yang diperkuat
dengan ilmu sihir. Tubuh mere ka lenyap dan hanya tongkat ular cobra dan tongkat bambu itu
saja yang tampak menyerang dan seperti terbang ke arah tubuh Jit Kong Lama!
Namu pendeta dari Tibet itu tidak menjadi gentar. Dia sendiri adalah seo-rang ahl! silat dan
ahli sihir yang sudah mencapai tingkat tinggi, maka diapun mengeluarkan suara membaca
mantram dan tiba-tiba tubuhnya juga lenyap dan yang tampak hanya tongkat panjang
berkepala naga itu yang bergerak cepat me-nyambut serangan dua batang tongkat yang
mengeroyoknya itu.
Kalau saja di situ terdapat orang bia-sa yang menyaksikan pertandingan itu, tentu akan
bengong terlongong saking herannya melihat ada dua batang tong-kat pendek "berkelahi"
mengeroyok seba-tang tongkat panjang! Namun, Tiong Lee Cin-jin adalah seorang yang telah
menda-patkan gemblengan bermacam ilmu sela-ma dua puluh lima tahun merantau ke daerah
Kisah si Naga Langit > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com 12
barat, yaitu ke daerah Bhutan, India, Nepal, Tibet dan bertahun-tahun merantau ke daerah
Himalaya dan berte-mu dengan banyak pertapa-pertapa sakti, mempelajari banyak macam
ilmu. Oleh karena itu, biarpun tiga orang itu mempergunakan ilmu sihir dan menghi-lang, dia
masih dapat melihat mereka ketika mereka bertanding memperguna kan tongkat mereka. Dia
melihat deng-an jelas pertandingan itu. Ouw Kan dan Ali Ahmed memainkan tongkat, pendek
mereka seperti seorang bermain pedang, sedangkan Jit Kong Lama memainkan tongkatnya
yang panjang seperti orang bermain silai tongkat dengan kedua ta-ngan. Pertandingan itii seru
dan dahsyat sekali. Ternyata ketiganya merupakan ahli-ahli silat tingkat i tinggi. Terutama
sekali Jit Kong Lama. Ilmu silatnya dahsyat sekali. Ketika de'ngan kedua tangan dia
memainkan tongkat kepala naganya, tiada ubahnya dia ba^aikan seekor naga yang melayanglayang
dan setiap gerak-an tongkatnya mendatiangkan .angin yang menyambar kuat!
Dua orang yang mengeroyok itupun memiliki ilmu silat yatig tinggi. Gerakan :mereka lincah
dan tangkas, serangan me-reka cepat dan mengandung tenaga sin-kang yang kuat. Namun,
setiap- kaJi tong-kat ular cobra atau tongkat bambu berte Inu tongkat panjang berkepala naga,
dua tongkat yang Jlebih, pe^ndek itu terpental kuat.
Tiong Lee Cin-jin mengikuti jalannya pertandingan dengan penuh perhatian.
Lambat laun, kedua orang pengeroyok itu mulai terdesak hebat. Kini tiga tong ! kat itupun
sudah lenyap bentuknya. Yang tampak hanya dua gulungan sinar pendek mengeroyok
segulung sinar panjang. Namun tentu saja pandang mata Tiong Lee Cin-jin yang tajam terlatih
itu dapat mengikuti jalannya pertandingan dengan baik. Suatu saat dia melihat tongkat ular
cobra menyambar dengan tusukan atau totokan ke arah leher Jit Kong Lama. Tusukan itu
berbahaya sekali kare-na ujung tongkat yang menyerupai mu lut ular cobra yang terpentang
itu meng andung racun ular cobra yang amat am puh. Tergores sedikit saja, racun akan
memasuki tubuh lewat luka goresan dan kalau racun sudah mencapai jantung, ma tilah orang
itu! Pada detik-detik berikut nya, tongkat bambu di tangan Ali Ahmed juga sudah menyambar
dan melakukan totokan ke arah jalan darah di lam-bung Jit Kong Lama! Inipun merupakan
serangan maut, karena kalau jalan darah itu sampai terkena totokan tongkat yang dialiri
sinkang (tenaga sakti) itu maka pendeta Lama itu tentu akan boh dan tewas seketika.
Tiong Lee Cin-jin maklum betapa deta Lama itu berada dalam ancaman maut. Akan tetapi
pendeta gendut itu masih menyeringai. Tiba-tiba, secara ti-dak terduga dan cepat sekali,
tangan kirinya menangkap ujung tongkat ular cobra dan kaki kirinya mencuat dalam teii
dangan kilat ke arah lengan tangan ka nan Ouw Kan yang memegang tongkat. Begitu
cepatnya tendangan itu sehingga terpaksa Ouw Kan menarik tangarinya dan pada saat itu Jit
Kong Lama menge-rahkan tenaga membetot tongkat ular cobra sehingga terlepas dari
pegangan Ouw Kan. Pada saat itu, tongkat bambu datang meluncur ke arah lambung. jit Kong
Lama tidak sempat menangkis atau mengelak. Akan tetapi dia sedikit memutar tubuhnya
sehingga tongkat yang tadlnya meluncur dan menyerang lambung, kini menusuk ke arah perut
yang gendut itu!
"Cappp.....!" Tongkat bambu itu me-nancap di perut Jit Kong Lama yang gendut. Ali Ahmed
sudati rnengeluarkan seruan gembira karena mengira tongkatnya telah memasuki perut lawan.
Akan teta pi Tiong Lee Cin-jin berpendapat lain.
Jit Kong Lama menyeringai lebar, tangan kirinya melontarkan tongkat ular cobra ke arah
Ouw Kan. Tongkat melun-cur seperti anak panah menyambar, ke arah dada pemiliknya. Ouw
Kisah si Naga Langit > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com 13
Kan terkejut dan cepat mengelak, akan tetapi tetap saja ujung tongkat menyerempet pundaknya.
"Aduh.....!" Ouw Kan terhuyung. Pada saat itu, Jit Kong Lama berseru nyaring, "Pergilah!"
Tiba-tiba perutnya bergerak mengembung dan tongkat bambu yang masih dipegang oleh Ali
Ahmed Itu sepertl dldorong keras. Tubuh orang suku Hui itu Ikut terdorong sehingga ia roboh
terjengkang. Cepat dia bangkit dan mukanya menjadi pucat, di ujung biblrnya tampak darah
sehingga mudah diketahul bahwa Ali Ahmed telah menderita luka dalam. Sementara itu, Ouw
Kan cepat menelan pel obat penawar racun tongkat ular cobranya sendiri yang telah melukai
pundak dan meracuninya. Dua orang itu kini maklum mereka tidak mungkin akan mampu
menandingi Jit Kong Lama, maka keduanya tanpa berun-ding lagi sudah berloncatan jauh
meninggalkan lereng itu!
"Hua-ha-ha-ha-ha! Cacing-cacing ta nah seperti itu berani menjual lagak hendak memiliki
kitab-kitab pusaka yang su ci! Jit Kong Lama tertawa dan setelah berkata demikian, di&
memutar tubuh-nya dan menghampiri Tiong Lee Cin-Jin. Setelah mengamati pria yang masih
du duk bersila itu sesaat lamanya, kemudi-an dia memandang ke arah buntalan kain kuning di
depan orang itu, Jit Kong Lama bertanya, "Engkaukah yang berna ma Tiong Lee Cin-jin dan
yang telah berhasil mengumpulkan banyak kitab pusa ka penting untuk kaubawa ke Ttonegoan
(Cina)?"
Tiong Lee Cin-jin perlahan-lahan bangkit berdiri. mengebutkan kain yang membalut
tubuhnya bagian bawah yang kotor terkena debu, kemudian mengangkat kedua tangan
kedepan dada menyembah sebagai salam.
"Selamat berjumpa, Jit Kong tLama, semoga Yang Maha Kasih memberkatimu!"
"Hua-ha-ha! Tentu saja Yang Maha Kasih selalu memberkati aku. Buktinya baru saja aku
dapat mengalahkan dap mengusir dua orang jahat itu!"
"Bukan, sayang sekali bukan kekuasaan Yang Maha Kasih yang tadi menibantumu
mengalahkan Ouw Kan dan Ali Ahmed, Jit Kong Lama. Yang membantumu adalah ilmuilmumu
sendiri yang, didorong oleh nafsu setan yang menguasai dirimu," kata Tiong Lee Cinjin
dengani sikap tenang dan suaranya terdengar lem-butpenuh kesabaran.
Sepasang mata yang besar bulat itu mencorong, alis yang tebal itu berkerut, lubang hidung
yang lebar itu kembang kempis. "Apa kaubilang? Apa maksudmu mengatakan bahwa
kemenanganku tadi didorong nafsu setan? Jangan seenaknya engkau bicara, Tiong Lee Cinjin!"
"Tindakan dua orang tadi yang hendak menggunakan kekerasan untuk merampas kitabkitabku
jelas terdorbng nafsu setan, ingin memiliki barang yang sama sekali bukan hak
mereka. Lalu engkau muncul dan engkau menentang mereka, bertanding dan mengalahkan
mereka. Bukiankah perbuaianmu itupun terdorong nafsu yang sama, ingin memiliki kitabkitab-
ku seperti yang kaukatakan kepada mereka tadi?"
Jit Kong Lama tertawa bergelak se-hingga perutnya yang gendut itu bergo-yang-goyang.
"Hua-ha-ha-ha! Engkau keliru, Tiong Lee Cin-jin. Aku memang menginginkan beberapa buah
kitab, akan tetapi bukan dengan cara merampok atau merampas, melainkan sebagai imbalan.
Aku telah menyelamatkan engkau dari perampokan yang dilakukan dua orang tadi, maka
Kisah si Naga Langit > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com 14
tentu saja aku berhak mem-peroleh imbalan darimu. Aku tidak min-ta imbalan apa-apa
kecuali beberapa bu-ah kitab yang akan kupilih di antara ki-tab-kitabmu, Tiong Lee Cin-jin.
Ha-ha-ha-ha!'
"Menolong dengan pamrih memperoleh imbalan itu bukan pertolongan namanya, melainkan
pemerasan," kata Tiong Lee Cin-jin lembut, seperti memberl nasihat kepada muridnya.
"Ha-ha-he! Sebaliknya ditolong akan tetapi tidak mau memberi keuntungan kepada si
penolong, itu namanya tidak mengenal budi! Sudahlah, aku akan me-nulih sendiri kitab-kitab
mana yang akan kuambil sebagai imbalan pertolonganku tadi, Tiong Lee Cin-jin."
Tiong Lee Cin-jin melangkah maju dan dengan tangan kanannya dia mengusap buntalan kain
kuning berisi kitab-kitabnya. "Semua kitabku berada di dalam buntalan ini, Jit Kong Lama,"
katanya.
"Akan kupilih, yang mana kusukai akan kuambil!" kata -Jit Kong Lama. Dia menancapkan
tongkat kepala naganya di atas tanah lalu berjongkok untuk mern buka empat ujung kain
kuning yang disimpulkan di atas tumpukan kitab itu. Akan tetapi terjadi keanehan. Jari-jari
kedua tangannya yang kuat sekali itu ti-dak mampu membuka ikatan keempat ujung kain
kuning yang disimpulkan secara sederhana itu! Betapapun dia rnengerahkan tenaga
mencobanya, tetap saja jari-jari .tangannya tidak mampu membukanya, seolah-olah semua jari
tangannya kehilangan tenaganya dan menjadi kaku atau lumpuli! Jit Kong Lama menjadi
heran lalu penasaran dan marah sekali. Dia mengerJlikan sin-kang (tenaga sakti) sekuatnya,
namun tetap saja jari-jarinya seperti mogok, tidak dapat membuka simpul Kemudian dia
mengerahkan ke-kuatan sihirnya. Sama saja. Jari-jari kedua tangannya seolah-olah memang
tidak mau membuka simpul itu.
"Keparat!" Dia melompat bangun, ber-diri menghadapi Tiong Lee Cin-jin. "Eng-kau
mempergunakan ilmu siluman mencegah aku membuka buntalan kain ini!" bentaknya marah,
matanya melotot dan mukanya berubah merah.
"Jit Kong Lama, aku sama sekali tidak mempergunakan .ilmu apa-apa. Aku hanya
menyesuaikan diri, menerima keadaan dengan penyerahan kepada Yang Maha Kuasa. Kalau
Yang Maha Kuasa tidak menghendaki engkau membuka buntalan itu, biar engkau
mempergunakan kekuatan apapun yang ada di dunla engkau tidak akan mampu
membukanya," kata Tiong Lee Cin-jin dengan tenang dan penuh kesabaran.
"Tiong Lee Cin-Jin, engkau menantang aku, Jit Kong Lama? Apaknh aku. harus
mempergunakan kekerasan terhadapmu untuk memiliki kitab-kitab ini”.
"Tidak ada yang menantangmu selain nafsumu sendiri, Jit Kong Lama. Orang hanya memetik
hasil yang ditanamnya. Menanam kekerasan akan memetik sendirl akibatnya."
"Sombong! Lihat naga hitamku menerkammu!" Setelah membentak demikian Jit Kong Lama
melontarkan tongkat kepala naga itu ke atas. Terdengar bunyi ledakan. Tongkat itu berubah
menjadi asap hltam dan dari asap hitam itu mun-cul seekor naga yang menyeramkan. Matanya
berkilat, moncongnya terbnka me nyemburkan api, kedua lubang hidungnya mendengus
mengeluarkan asap, cakar kedua kaki depannya siap inenerkam dan naga itu meluncur turun
menerjang Tiong Lee Cin-jin dengan buas itu serta masih ditambah suara gemuruh yang
keluar dari mulut naga itu sehingga dapat meng getarkan dan menakutkan hati orang yang
paling tabah sekalipun.
Kisah si Naga Langit > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com 15
Namun Tiong Lee Cin-jin adalah seorang yang sudah mencapai tingkat ke-jiwaan yang amat
tinggi. Dalam keadaan bagaimanapun dia sudah menyerah total kepada Tuhan Yang Maha
Kuasa. Penyerahan sedemikian mutlak sehingga meniadakan akunya, mengesampingkan
nafsu-nafsunya dan yang bekerja pada dirinya pada saat itu bukan lagi hati akal pikirannya
melainkan sepenuhnya diisi oleh Kekuasaan Tuhan yang n-ienga-lir masuk ke dalam jiwa
raganya. Kalau sudah demikian, maka bukan lagi dia se bagai manusia dengan hati akal
pikiran-nya, melainkan Roh Kekuasaan Tuhan yang bekerja menanggulangi apa saja yang
datang menimpa dirinya.
Tiong Lee Cin-jin yang diserang oleh naga hitam jadi-jadian itu membungkuk, tangan
kanannya mengambil segenggam tanah lalu melontarkan tanah itu kepada naga hitam yang
hendak menerkamnya,
mulutnya berkota lembut namun penuh wibawa yang menggetarkan, "Berasal dari tanah
keinbali kepada tanah!"
Segenggarn tanah itu meluncur tepat mengenai kepala naga yang sedang menerkam itu.
"Blarrrr......!" Terdengar ledakan disusul asap hitam bergulung-gulung. Naga', itu terjatuh ke
atas tanah dan begitu tiba di atas tanah naga hitam itu telah berubah kembali menjadi' tongkat
berkepala naga milik Jit Kong Lama.
Pendeta Lama itu terkejut dan marah bukan main. Diarnbilnya tongkatnya dan ditancapkan
tongkatnya itu ke atas tanah lalu dia membentak, "Tiong Lee Cin-jin, apa engkau
menghendaki ? aku membunuh mu dengan tanganku ini? Lihat, apakah kepalamu lebih kuat
daripada batu ini?" Dia menggosok-gosok kedua telapak tangannya. Uap putih mengepul dari
kedua tangannya yang kini, menjadi keme-rahan seperti bara api. Dia lalu meng hampiri
sebuah batu sebesar kerbau yang terletak tak jauh dari situ. Dia mengangkat kedua tanganhya,
berganti menghantam ke arah batu.
"Darr-darrr!" Batu sebesar kerbau itu hancur berkeping-keping terkena hantam-an kedua
tangannya. Sungguh sebuah kekuatan yang amat dahsyat!
"Nah, Tiong Lee Cin-jin! Kauserahkan baik-baik semua kitab itu kepadaku atau aku harus
menghancurkan dulu kepalamu dengan tanganku?" bentaknya sambil mengharnpiri Tiong Lee
Cin-jin.
"Aku tidak menghalangi engkau meng ambil kitab, namun kuperingatkan bahwa kitab-kitab
ini bukan hak milikmu dan kalau engkau hendak nekat mengambilnya, hal itu sama saja
dengan perampas-an dan tentu saja hal itu amat ttdak baik dan tidak patut dilakukan seorang
pendeta sepertimu, Jit Kong Lama. Sepuluh ribu ayat kitab suci engkau hafal kan, namun satu
saja tidak kaulaksanakan, apakah artinya semua jerih payahmu itu?"
"Manusia sombong, engkau patut dihajar!" bentak Jit Kong Lama dan dia lalu mengayun
tangan kanannya , yang merah seperti bara api, menampar ke arah muka Tiong Lee Cin-jin.
Dapat dibayangkan betapa kepala itu akan hancur lebur dihantam tangan yang telah membuat
batu besar pecah berkeping-keping ketika dipukul tadi! Namun, Tiong Lee Cin-jin sedikitpun
tidak membuat gerakan mengelak atau menangkis, melainkan diam saja, hanya matanya
meman-dang dengan sinar lernbut tajam kepada penyerangnya.
Kisah si Naga Langit > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com 16
"Wuuuutttt.....!" Terjadi keanehan yang luar biasa. Tangan itu menyambar ke arah pelipis kiri
kepala Tiong Lee Cin-jin. Rambut kepala Tiong Lee Cin-jin sudah berkibar tertiup angin
pukulan dahsyat itu. Akan tetapi ketika tangan itu sudah mendekati kepala, tinggal sejengkal
lagi, tiba-tiba saja tangan itu luncurannya menyimpang dan membelok tidak mengenai
sasarannya! Jit Kong Lama terkejut dan heran. Dia merasa seolah tangannya itu tertolak atau
tertangkis oleh 'hawa yang lunak namun berat dan kuat bukan main, merasa seolah tangannya
digerakkan dalam air. Dia menjadi penasaran dan tangan kiirinya menyusul, kini tangan kiri
itu menyodok atau menusuk dengan jari-jari terbuka ke arah dada lawan.
"Wuuuuttt....!" Kembali yang dlserang diam saja, hanya memandang dengan senyumnya yang
lembut.
Untuk kedua kalinya tangan Jit Kong Lama tidak mengenai sasaran. Tusukan tangan itupun
seolah meleset karena tertepis hawa yang lunak berat dan kuat.
Jit Kong Lama melangkah mundur, matanya yang sudah besar itu dilebarkan terbelalak. Dia
adalah seorang yang sudah mempelaj'ari banyak ilmu dan sudah mempunyai banyak
pengalaman ber tanding melawan orang-orang sakti. Akan tetapi belum pernah dia mengalami
hal seperti ini! Kalau Tiong Lee Cin-jin mem buat gerakan mengerahkan tenaga sakti untuk
menangkis serangannya, bahkan kalau Tiong Lee Cin-jin, menggunakan ilmu kekebalan
untuk menerima serangan-nya, hal itu tidak akan mengherankannya. Akan tetapi lawannya ini
tidak membuat gerakan apapun, juga tidak melakukan sihlr, tidak membaca mantera, bahkan
sama sekali tidak mengeluarkan tanda-tanda melawan serangannya. Akan tetapi, dua kali
pukulannya yang dia tahu amat ampuh itu tidak dapat menyentuh tubuh lawan. Dia merasa
seperti ada dinding hawa yang aneh menyelimuti tubuh Tiong Lee Cin-jin, atau seolah
tangannya yang tidak mau memukul orang itu!
"Keparat! Lawanlah aku dengah ilmumu, jangan menggunakan ilmu siluman!" bentaknya
marah.
Tiong Lee Cin-jin tersenyum dan menjawab dengan suara yang halus.
"Jit Kong Lama, semua ilmu menjadi ilmu siluman yang jahat kalau dipergunakan untuk
berbuat sewenang-wenang, menyerang untuk menyakiti atau membunuh orang yang sama
sekali tidak bersalah. Renungkanlah itu dan sadarlah. Mari kita berpisah sebagai saudara,
bukan sebagal musuh."
Igi
Akan tetapi bagi Jit Kong Lama yang §is belum pernah dikalahkan orang, belum pernah pula
mengalah terhadap orang lain, ucapan Tiong Lee Cin-jin dianggap sebagai ejekan yang
merendahkan atau mengliinanya. Orang yang menganggap' diri sendiri terlalu tinggl dan
terlalu penting selalu mudah tersinggung. Dia menyambar tongkat kepala naga yang tadi
ditancapkan di atas tanah dan membentak.
"Kita berpisah sebagai saudara kalau engkau menyerahkan kitab-kitab itu ke-padaku! Kalau
tidak, kita tetap akan berpisah sebagai musuh dan sebelum berpisah, aku akan menghancurkan
dulu ke-palamu!" ucapan ini ditutup oleh sambar an tongkat kepala naga itu. Terdengar bunyi
desir angin mengiuk dan ujung tongkat menyambar ke arah kepala Tiong Lee Cin-jin.
Seperti tadi Tiong Lee Cin-ji" tidak menangkis maupun mengelak melainkan diam saja, hanya
memandang dengan sorot rnatanya yang lembut dan mulutnya fersenyum penuh kesabaran.
Kisah si Naga Langit > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com 17
Tongkat menyambar dan tampaknya sekali ini ujung tongkat akan mengenai sasaran. Akan
tetapi setelah hantaman tongkat itu tiba dekat kepala, hanya beberapa senti meter lagi
jaraknya, tiba-tlba tongkat itu membalik seolah bertemu dengan benda tak tampak yang amat
keras dan kuat. Tongkat itu membalik dengan kekuatan yang sama dan memukul ke arah
kepala Jit Kong Lama sendiri?' Jit Kong Lama terkejut dan cepat menggerakkan tongkat
sehingga luput menghantam kepalanya sendiri.
"Segala sesuatu kembali ke asalnya semula. Kekerasanpun kembali kepada kekerasan.
Lupakah engkau akan kenyataan itu, Jit Kong Lama?"
Jlt Kong Lama berdiri terbelalak. Mukanya berubah pucat. Kini terbukatah matanya. Yang
melindungi Tiong Lee Cin-Jin Itu bukanlah semacam ilmu yang dapat dlpelaJarl manusia.
Teringatlah dia akan dongeng yang pernah didengarnya tentang kesaktian Sang Budhi
Dharma atau yang dikenal sebagai Tat Mo Couwsu. Menurut dongeng, Sang Budhi Dharma
juga memiliki kesaktian seperti yang dthadapinya sekarang ini. Tanpa bergerak menangkis
atau mengelak, Sang ,Budhi Dharma dapat terhindar dari segala macam serangan berupa
kekerasan yang datang dari luar dirinya. Ada sesuatu yang melindunginya sehingga se-mua .
serangan tidak dapat menyentuh dirinya. Menurut dongeng, sikap Sang Budhi Dharma itu
disebut "Menyatu de-ngan Alam". Dengan tidak mengadakan perlawanan, maka dia
terlindung oleh KEKUATAN GAIB yang menggerakkan seluruh alam maya pada ini.
Kekuatan yang menumbuhkan segala sesuatu, ke-kuatan yang mengguncang air samudera,
kekuatan yang menggerakkan awan-awan, kekuatan yang mengatur segala sesuatu yang
tampak maupun yang tidak tampak. Kalau Kekuatan seperti itu melindungi seseorang, maka
kekuasaan apakah yang akan mampu menyentuh orang itu?
Teringat akan ini, Jit Kong Lama mengerutkan alisnya, memandang kepada pria setengah tua
yang berdiri dengan senyum lembutnya itu dengan gentar. Kemudian, dengan tangan kanan
meme-gang tongkat kepala naga, dan tangan kiri dimi'ringkan ke depan dada, dia ber-kata,
"Tiong Lee Cin-jin, biarlah sekali ini aku mengaku kalah. Akan tetapi ingat, aku adalah
seorang yapg tidak dapat begitu saja menerima kekalahan. Tunggulah saatnya aku
menemuimu atau muridmu untuk membalas kekalahan hari ini!" Setelah berkata demikian,
tanpa menantl jawaban, tubuhnya melompat dan terdengar bunyi ledakan. Asap mengepul
tebal dan ketika asap membuyar, pendeta Lama itu sudah tidak tampak lagi bayangannya!
Tlong Lee Cin-jin menghela napas panjang, mengambil buntalan kain kuning dan
menggendongnya kembali dengan sikap tenang dan tidak tergesa-gesa. Kemudian dia
menghela napas panjang lagl dan berkata seorang diri, lirih. "Sayang, orang-orang yang telah
menguasai banyak ilmu setinggi itu tidak mempergunakan ilmunya untuk menyebar benih
kebaikan di dunia. Sungguh sayang.....!' Dia lalu melangkah menurum lereng seolah tidak
pernah terjadi sesuatu. Ketika melangkah ini, kcpalanya bergoyang-goyang perlahan, matanya
menerawang jauh dan dia sendiri mendengar detak jantungnya berbisik "Tuhan - Tuhan
Tuhan ......" tiada henti-hentinya.
Anak-anak laki-laki itu berusia seki-tar sepuluh tahun. Dia duduk di atas punggung seekor
kerbau betina dengan santai sambil meniup sebatang suling bambu. Lagunya lagu kanakkanak
dusun yang sederhana. Namun karena ditiup di lereng pegunungan yang sunyi itu, terde
ngar mengalun indah. Di tempat yang sunyi hening seperti itu, suara anjing menggonggong di
kejauhanpun terdengar menyenangkan hati. Bahkan suara daun dl puncak pohon bergoyanggoyang
me-nlmbulkan desah gemerisikpun terdengar merdu menenangkan hati.
Kisah si Naga Langit > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com 18
Tubuh anak itu sedang saja, kulitnya yang tampak pada tubuh bagian atas yang telanjang itu
karena dia hanya mengenakan celana hitam sebatas lutut, tampak kecoklatan terbakar terik
matahari. Rambutnya dipotong pendek. Kepalanya dilindungi sebuah caping lebar sehingga
mukanya teftutup bayangan caping. Wa-jah anak itu tampan dan cerah, berben-tuk bulat telur
dengan dagu agak meruncing. Sepasnng alis matanya hitam tebal melindungi sepasang mata
yang bersinar terang dan yang memandang dunia ini dengan berseri, sepasang mata yang
putihnya jernih dan hitamnya legam. Hidung nya mancung dan mulutnya membayangkan
kemauan yang kuat. Seperti kebanyakan anak dusun, anak inipun membayangkan kejujuran
dan keterbukaan sehingga tampak bodoh.
Dia meniup suling dan tenggelam dalarn suara sulingnya sendiri sehingga dia seperti lupa
akan keadaan dirinya, membiarkan kerbau yang ditungganginya itu berjalan sendiri. Anak
kerbau di belakangnya mengikuti induk kerbau sambil terkadang berloncatan dan mencoba
segala macam rumput dan daun-daun yang ditemui di jalan.
Tiba-tiba anak itu menghentikan tiupan sulingnya. Kerbau induk itu berhenti dari makan
rumput yang amat subur dan gemuk yang tumbuh di situ. Anak ltu terbelalak memandang ke
kanan kiri. Baru dia menyadari bahwa dia dlbawa kerbaunya sampai ke tepi hutan! Hutan
yang ditakuti semua penduduk dusun di kaki pegunungan. Hutan terlarang dan yang kabarnya
dihuni oleh para siluman. Pimpinannya adalah seekor naga siluman yang amat jahat!
Jilid 2 .....
"Belang, cepat klta turun, klta kemball!" Anak Itu menendang-nendang dengan kakinya ke
perut kerbau. Akan tetapi dia melihat anak kerbau itu berloncatan dan berlari memasuki
hutan.
"Heii, Kecil! Cepat kembali, jangan masuk ke sana!" teriaknya dan dia melompat turun dari
punggung kerbaunya dan berlari mengejar anak kerbau yang berloncatan dan berlari masuk ke
dalarn hutan seperti anak kecil yang manja dan nakal.
Tiba-tiba anak yang mengejar' kerbaunya itu terbelalak dan tersentak, berhenti darl larinya,
memandang dengan wajah |pucat ke depan. Tangan kirinya masih menggapai ke depan untuk
memanggll kerbaunya dan tangan kanannya menutup mulut agar tidak mengeluarkan teriakan.
Apa yang dilihatnya mendatangkan kengerian hebat dalam hatinya.
Selagi anak kerbau itu berloncatan, tiba-tiba dari atas pohon besar yang tumbuh di situ,
meluncur kepala seekor ular yang luar biasa besarnya. Ular itu tergantung pada dahan pohon,
tubuhnya yang besar itu terjulur ke bawah dan moncongnya yang terbuka lebar itu me
nyambar dan menggigit leher anak kerbau yang mengeluarkan suara parau penuh kesakitan
dan ketakutan. Ular yang menggigit anak kerbau itu menarik nya ke atas dan anak kerbau itu
meronta ronta lemah dengan keempat kakinya.
Anak itu hampir berhenti bernapas. Ular itu besar sekali. Panjangnya belasan meter dan
tubuhnya sebesar pohon siong. Setelah anak kerbau itu dibawa sampal ke atas dahan, tubuh
ular itu segera melingkarinya dan menghimpitnya dengan kuat. Agaknya anak kerbau Itu
tewas seketlka oleh tekanan hlmpitan yang kuat Itu dan tidak bersuara lagi, hanya ada dua
kaki belakangnya yang masih tampak itu berkelojotan dalam sekarat.
Kisah si Naga Langit > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com 19
Anak itu menangis dan berlari keluar dari hutan, naik ke atas punggurig induk kerbau dan
turun lagi seperti yane kebingungan, lalu menarik tanduk kerbau itu dan diajaknya beriari
cepat memng-galkan tepi hutan menuruni lereng sambil menangis sesenggukan.
Setelah menuruni sebuah lereng, anak itu melihat seorang laki-laki setengah tua berdiri di
tengah jalan setapak sambil memandangnya. Melihat ada orang dewasa, anak itu
menghentikan lari kerbaunya, menghampiri orang itu dan berkat dengan suara bercamlpur
tangls.
“Paman, tolonglah saya, paman .... tolonglah anak kerbau saya...;"
Laki-laki itu adalah Tiong Lee C!n-Jin. Dia baru saja turun dari lerene bagian atas setelah
ditinggal pergl Jit Kong Lama. Mellhat seorang anak laki-laki berlari-larl menuntun
kerbaunya sambil menangls, dia cepat menghadang. Mendengar ucapan anak itu yang minta
tolong, dia menjulurkan tangan, mengelus kepala anak itu dan bertanya dengan suara lembut.
"Tenanglah, anak yang baik. Apa yang terjadi dengan anak kerbaumu?"
"Anak itu menengok ke belakang lalu menuding ke arah hutan yang berada di lereng sebelas
atasnya. "Ada naga jahat ..... naga Itu menangkap anak kerbau saya...... dl sana, di hutan
itu.....!"
"Naga,..?" Tlong Lee Cln-Jln mengu-lang sambil tersenyum. Mana mungkln ada naga di
hutan itu atau di mana sa-ja? Sepanjang pengetahuannya, naga hanya terdapat dalam dongeng
jaman dahulu, beribu tahun yang lalu. Lalu dia menduga. "Maksudmu ular?"
"Bukan, bukan ular, akan tetapi naga. Mana ada ular yang besarnya seperti itu? Paman,
tolonglah saya. Kalau saya tidak membawa pulang anak kerbau itu, tentu majikan akan
membunuh saya...."
"Hemm, mari kita lihat ke sana. Tambatkan saja kerbaumu di slnl," kata Tiong Lee Cin-jin,
Karena tidak ingin kehllangan Induk kerbaunya, anak itu lalu mengikat kerbau itu kepada
sebatang pohon. Setelah Itu, bersama Tiong Lee Cin-j'in dia mendaki lereng menuju ke hutan
tadi.
Ular itu masih berada dl atas dahan pohon. Moncongnya terbuka lebar-lebar seperti akan
'robek dalam usahanya me nelan badan anak kerbau yang terlampau besar untuk moncongnya
Itu. Tubuh ker-bau liu sudah tertelan setengahnya dan. sedlklt dcini sedikit badan anak kerbau
Itu tergeser masuk. Agaknya akan makan waktu lama sebelum anak kerbau itu dapat masuk
seluruhnya ke dalam perut ular. Tampak lehernya, di mana bagian badan anak kerbau itu
masuk, menggem-bung besar.
Anak itu menudingkan 'telunjuknya ke atas. "Itu dia! Naga jahat itu mulai me nelan anak
kerbauku! Tolonglah anak kerbauku, paman!"
Tiong Lee Cin-Jln memandang dan dia merasa kagum. Ular itu memang be-sar sekali, jarang
dia melihat ular sebe-sar itu dan gambar dan warna kulitnya indah.
"Itu bukan naga, itu seekor ular kembang," katanya.
Kisah si Naga Langit > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com 20
Rasa ngeri lenyap dari hati anak itu ketika mendengar bahwa binatang yang makan anak
kerbaunya itu bukan naga melainkan ular. Pada masa itu, naga merupakan mahluk keramat
bagi rakyat, mahluk yang dihormati dan ditakuti, maka ketika tadi anak itu menduga bah-wa
anak kerbaunya dimakan naga, dia menjadi ketakutan setengah mati. Seka-rang setelah dia
mendengar bahwa yang makan anak kerbaunya itu hanya seekor ular, walaupun besar sekali,
dia menjadi berani dan marah.
"Ular? Ular keparat, ular jahat, lepaskan anak kerbauku! Kubunuh engkau!" Dia mengambil
sebuah batu sebesar kepalan tangannya dan menyambitkan batu itu ke atas, mengarah ular
yang tampak nya sama sekall tidak bergerak Itu, Sambltan itu luput dan anak itu sudah me
ngambll sebuah batu lagl. Akan tetapi Tiong Lee Cln-jin memegang lengannya.
"Sabarlah, anak baik. Jangan ganggu dia! Lihat, dia sedang menikmati makannya, mengapa
diganggu? Andaikata eng kau sedang makan masakan daging ayam lalu datang seekor ular
mengganggumu, bagaimana?"
Anak itu tercengang mendengar ucapan yang dianggapnya aneh ini. Dia segera membantah.
"Akan tetapi, paman. Ular itu jahat sekali! Dia makan anak kerbau-ku, dia kejam buas daft
jahat!"
Tiong Lee Cin-jin tersenyum. "Bagai-mana kalau ular itu mengatakan kepada-mu ketika
engkau sedang makan daging ayam, 'Manusia itu jahat, kejam dan buas sekali. Dia
menyembelih ayam dan memasak lalu makan dagingnya!' Nah, bagaimana jawabmu?"
"Akan tetapi, paman. Ayam meniang makanan manusia!"
"Begitukah? Dengar, anak baik. He-wan-hewan kecil seperti anak kerbau, kijang, kelinci dan
yang lain-lain itu me-;gs mang makanan ular itu. Kalau dia. tidak mendapatkan makanan itu,
dia akan mati kelaparan karena dia tidak dapat makan rumput atau buah atau daun-daunan.
Dia makan anak 'kerbaumu bukan karena buas, kejam, rakus atau jahat. Sama sekali tidak,
melainkan dia makan anak kerbaumu itu karena memang itulah jenis snakanannya dan dia
makan itu agar dia tidak mati ketaparan. Ular, singa, harimau dan sejenisnya hidup karena
makan binatang lain yang lebih lemah dan kecil. Lembu, kerbau, gajah dan sejenisnya makan
rumput dan sayur-sayuran. Kera, tupai dan sejenisnya makan buah-biiahan. 'Sudah demikian
kehendak Yang Menciptakannya. Kalau tidak mendapatkan makan-an khas mereka, mereka
akan mati kela-paran. Coba ingat baik-baik, hanya ma-nusla yang rakus, karena hampir semua
tumbuh-tumbuhan, semua buah-buahan, semua binatang yang ada di dunia ini menjadi
makanannya, baik yang berada di darat, di udara, maupun di laut. Siapa yang lebih buas dan
kejam?"
Anak itu menjadi bengong dan sejenak lupa akan anak kerbaunya. Dia menatap wajah Tiong
Lee Cin-jln dengan pandang mata polos dan penuh keheranan. "Akan tetapi..... engkau sendiri
makan apa, paman?"
Tiong Lee Cin-jin tertawa. Suara tawanya lembut dan sopan, tidak terbahak. "He-he-he, anak
baik. Aku juga seorang manusia, tentu saja makananku sama dengan manusia-manusia
lainnya."
,
"Kalau begitu mengapa paman men cela makanan manusia?"
Kisah si Naga Langit > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com 21
"Aku tidak bermaksud mencela, hanya ingin mengingatkan engkau agar tidak menganggap
ular itu jahat dan buas ka-rena dia sudah makan apa yang semestl nya dia makan. Dia tidak
akan doyan makan bakmi atau cap-jai!"
"Akan tetapi dia mengambil anak kerbau milik saya! Bukankah itu berarti dia telah
nnerampas dan merampok?"
"Dia tidak mengenal Istllah hak milik, anak baik. Semua hewan yang ber-ada di hutan, yang
dapat menjadi mangsa nya, bukan millk siapa-siapa. Dia tentu menganggap anak kerbau itu
bukan mi-lik siapa-siapa dan sudah Sewajarnya ka-lau menjadi mangsanya untuk mencegah
dla kelaparan." Jadl sesungguhnya kesa-lahanmu sendlrl mengapa engkau meng-gembalakan
kerbau dl hutan Inl, anak baik. Tempat inl penuh. blnatang llar, bu-kan tempat Juntuk
menggembala ternak."
Anak itu termanggu, lalu mengerutkan alisnya dan dia menjatuhkan dirinya duduk di atas
tanah, tampak bingung dan sedih.
Tiong Lee Cin-jin juga ikut duduk di atas sebuah batu tidak jauh dari anak itU. Diarii-diam
dia memperhatikan. Seorang bocah yang berwajah tampan, membayangkan watak yang jujur
dan bersih, seperti sebuah batu mulia asell yang belum digosok. Sinar mata dan le-kukan
mulut itu menandakan bahwa anak ini mempunyai dasar watak yang baik. Tubuhnya juga
membayangkan tubuh yang sehat, berdarah bersih. Perawakan-nya tegak lurus, dadanya
bidang dan pundaknya rata.
"Akan tetapi, paman. Biarpun sekarang saya dapat mengerti bahwa ular itu ! memang sudah
sewajarnya makan anak kerbau saya dan dia tidak dapat dipersa-lahkan, bahwa hal ini terjadi
karena kesalahan saya sendiri, akan tetapi perbuatannya itu menimbulkan korban. Korbannya
adalah diri saya sendlri. Karena dla menjadlkan anak kerbau itu sebagal mangsanya, maka
sayalah yang akan me-nanggung akibatnya, kalau tidak mati saya sedikitnya akan mengalami
dan siksaan. Bahkan mungkin sekaii leblh. daripada itu. Akibatnya dapat pula
menyengsarakan kehidupan nenek saya yang sudah tua itu."
"Bagaimana bisa begitu?" tanya Tiong Lee Cin-jjn.
"Saya hanya bekerja sebagai penggembala kerbau milik kepala dusun kami, paman. Kalau
nanti saya pulang tidak membawa anak kerbau itu, majikaiN saya tentu akan marah sekali.
Dia seorang yang amat, galak dan keras, mem-punyai banyak tukang pukul. Saya tentup akan
disiksa dan mungkin dibunuh. Nenek saya juga bekerja sebagai tukang cu-lP ci di rumah
majikan saya itu tentu akan menanggung akibatnya pula. takut untuk pulang, paman." Anak
tidak menangis lagi, akan tetapi meng-ll gunakan punggung tangan kirinya untuk mengusap
beberapa tetes air mata yang meizgallr keluar darl pelupuk matanya.
Hemm, dan ayah ibumu?"
"Mereka sudah tiada, paman. Ayah aan ibu telah meninggal sejak saya berusia lima tahun dan
sejak itu saya hanya hidup berdua dengan nenek saya."
Tiong Lee Cin-jin menghela napas panjang. Betapa banyaknya manusia yang hidup menderita
karena kemiskinan di dunia ini, disamping hanya beberapa gelintir orang yang hidup
berlebihan. Padahal, manusia diciptakan hidup di dunia ini seharusnya dapat mengisi
Kisah si Naga Langit > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com 22
hidupnya dcngan saling mengasihi, saling membantu, menjadi alat dari Kekuasaan Tuhani
agar bermanfaat bagi orang-orang lain. Yang pandai rhembantu yang bodoh dengan
pemiklran, yang kuat membantu| yang lemah dengan kekuatan, sedangkan yang kaya
membantu yang miskln dengan hartanya. Akan tetapi apa yang dilihatnya sejak dari India ke
Cina? Yang pintar menipu yang bodoh, yang kuat menindas yang lemah, yang kaya
memperbudak yang mlskin.
"Sekarang bagalmana? Engkau harus pulang, setidaknya untuk mengembalikan kerbau ini
kepada pemiliknya."
"Memang seharusnya begitu, paman. Akan tetapi saya tidak berani pulang karena saya pasti
akan dipukuli, mungkin dibunuh oleh para tukang pukul Lurah Coa, bahkan nenekku tentu
tidak akan luput dari hukuman pula."
"Jangan khawatir. Mari kuantar kau piilang darr aku yang akan menjadi saksi bahwa anak
kerbau itu dimakan ular. Hayolah!"
Biarpun masih takut, mendengar ucapan dan melihat sikap Tiong Lee Cin-jin yang
meyakinkan hatinya itu, dia menganggyk dan mengikuti orang tua itu keluar dari hutan.
Beberapa kali dia menenggok dan memandang ke arah ular besar yang berusaha dengan
tenahg un-tuk menelan anak kerbau yang terlalu be-sar untuk moncongnya itu.
Setelah tiba di lereng di mana tadi mereka berjumpa, anak itu melepaskan Ikatan kerbaunya
dan menuntunnya menuruni lereng bersama Tiong Lee Cin-jin. Pemandangan di bawah sana
maslh tetap indah mempesona, Sawah ladang yang luas hijau menguning terbentang di bawah
sana dan dari atas itu tampak rumah-rumah dusun sederhana di antara pohon-pohonan.
Tiong Lee Cin-jin memandang ke a-tas dan dia tersenyum, matanya bersi-nar, wajahnya
berseri. Dia melihat awan putih yang membentuk seekor naga sedang terbang melayang,
seperti seekor Naga Langit yang perkasa.
"Anak baik, siapa namamu?" tanya-nya sambil berjalan di samping anak itu nieniti jalan
setapak menuruni lereng.
"Marga saya Souw dan nairfa saya Thian Liong, paman."
Pria setengah tua itu melebarkan matanya dan berdongak ke atas memao-dang awan yang
berbentuk naga itu. "Thian Liong (Naga Langit)? Souw Thian Liong....?" Betapa kebetulan.
Dia meli-hat Naga Langit di angkasa yang dibentuk oleh awan dan nama anak ini berarti Naga
Langit pula!
"Ya benar, paman. Dan paman sendiri, siapa nama paman?" tanya Thian Liong.
"Orang menyebutku Tiong Lee Cin-jin. Kulihat engkau mempunyai sebatang suling yang
terselip di ikat pinggangmu.
Maukah engkau meniupnya dan memainkan sebuah lagu untukku, Thian Liong?"
Kisah si Naga Langit > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com 23
Anak itu memandang ke arah suling di pinggangnya dengan sedih, lalu berdo-ngak
memandang laki-laki itu dan berka-ta, "Paman, bagaimana aku dapat rneniup suling kalau
hatiku sedih dan dihimpit perasaan takut seperti ini?"
Tiong Lee Cin-jin mengelus kepala Thian Liong. "Jangan bersedih dan jangan takut, anak
baik. Segala urusan yang tidak mampu kau atasi, serahkan saja se-penuhnya kepada
kekuasaan Tuhan. Keku-asaan Tuhan yang akan mengaturnya dan tidak ada kekuatan apapun
di dunia ini yang dapat mengubah apa yang telah diatur dan ditentukan oleh Tuhan'"
"Tuhan? Slapakah Itu Tuhan, paman?" Mereka sallng .pandang dan slnar mata Tlong Lee
Cln-jln bertemu dengan sinar mata yang demikian polos dan Jernih. Dia tersenyum. Ketidaktahuan
yang murni dan suci. Seperti seorang bayi. Manusia lahir tanpa disertai pengetaj?ii-an,
bahkan tidak mengenal Tuhan. Setelah pikirannya bekerja, mulailah dia bertanya-tanya dan
Jalan plkirannya dlpe-ngaruhl darl pemberltahuan dari luar.
"Tuhan adalah Yang Maha Kuasa, yang telah menciptakan bumi, langit, angin, tumbuhtumbuhan,
mahluk hidup, bulan, matahari dan bintang. Segala yang ada, segala yang tampak
dan tidak tam-pak, semua ini adalah ciptaan Tuhan. Bahkan engk'au dan aku inipun ciptaan-
Nya, Thian Liong, Mengertikah engkau?"
Thian Liong menggaruk kepalahya dan mengerutkan alisnya, meniandang heran. "Akan tetapi
orang-orang bercerita kepa-da saya bahwa semua itu ada dewa yang menjaganya, paman. Ada
dewa mataharl, dewa bulan, dewa bintang, dewa gunung, dewa sungal dan seterusnya, demiklan
yang saya dengar.
Tiong Lee Cln-jln mengangguk-aiiy-guk. Dia harus memberi Jawaban yang se-suai dengan
apa yang telah didengar dan dipercaya anak ini, agar tidak mem-bingungkan hatinya.
"Katakanlah bahwa ada para dewa dan para malaekat yang menjaga semua itu, akan tetapi
mereka itu adalah, pelaksana dari kekuasaan Tuhan, Thian Liong. Mereka adalah hulubalang,
pembantu dan hamba Tuhan."
"Ah, paman. Kalau begitu Tuhan itu seperti Rajanya dan para dewa itu para perajuritnya!"
Tiong Lee Cin-jin tersenyum dan mengangguk. Biarlah, anak yang masih polos ini
menganggopnya begitu agar pi-kirannya tjdak menjadi bingung.
"Ya, begitulah kira-kira. Tuhan adalah. Raja dari segala raja, penguasa langit dan bumi serta
sekalian isinya."
Mereka tiba di dusun dan mulailah Thian Liong merasa takut lagi. WaJahnya pucat dan dia
tampak kebingungan. Melihat ini, Tiong Lee Cin-jin berhenti di depan dusun itu dan bertanya,
"Thian Liong, takutkah engkau akan ancaman majikanmu?"
"Paman, aku tidak perduli akan keadaan diriku sendiri. Biarlah kalau dia mau merighukum
aku, menyiksa atau membunuh sekalipun. Akan tetapi aku khawatir kalau nenek yang sudah
tua i-tu akan dihukumnya pula. Aku kasihan .kepada nenekku, satu-satunya orang yang
kumiliki?"
Tiong Lee Cin-jin mengelus kepala anak itu. "Jangan takut, Thian Liong. Ingatkah engkau
akan Raja di atas sega-la raja tadi?"
Kisah si Naga Langit > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com 24
"Maksud paman.... Tuhan?"
"Benar. Serahkan segalanya kepada Tuhan yang Maha Kuasa, Maha Adil Maha Kasih dan
Maha Murah. Dia yang akan melindungi engkau dan nenekmu kalau engkau mau berserah
kepadaNya."
"Benarkah itu, paman?"
"Tentu saja benar dan aku yang akan menanggung bahwa hal itu benar adanya. Kalau engkau
percaya dan berserah diri, Tuhan tentu akan mengutus para dewa itu untuk melindungimu dari
gangguan orang jahat."
Wajah anak itu tampak lega dan sinar matanya tidak ketakutan iagi.
"Kalau begitu, aku akan berserah di-ri kepadanya, paman."
"Engkau tidak takut lagi?"
"Tidak, bukankah paman ada bersamaku? Dan para Dewa diutus Tuhan untuk melindungi aku
dan nenek. Aku tidak takut lagi’.
"Kalau begitu mari kita masuk dan menemui majikanmu." Mereka me-masuki dusun. Thian
Liong menuntun kerbaunya berjalan di depan sebagai penunjuk jalan.
Majikan anak itu adalah Lurah Coa Lun, seorang laki-laki berusia lima pu-luh tahun. Lurah
Coa ini seolah menja-di seorang raja k6cil di dusunnya, meru-pakan orang paling kaya di situ.
Semua orang di dusun itu takut kepadanya, bahkan kehidupari mereka bergantung kepada
lurah ini. Hal itu karena semua pen-duduk telah terikat hutang kepada lurah Coa. Ketika tiba
musim kemarau panjang, para petani itu terpaksa berhutang kepada Lurah Coa untuk dapat
menyambung hidup dan sejak itu, hutang mere-ka tidak pernah dapat terlunasi karena
bunganya yang tinggi. Pencicilan hutang dan bunganya berkejaran. Karena itu, semua
penghuni dusun itu seolah-olah telahy berada dalam cengkeraman tangan Lurah Coa dan
karena itu mereka semua mera-sa takut dan hanya dapat menaati semua perintah sang lurah.
Selain itu, Lurah Coa juga memperkuat kedudukannya dengan memelihara dua belas orang
jagoan tukang pukul sehingga tidak ada yang berani mencoba untuk menentangnya.
Lurah Coa mempunyai tiga orang isteri. Akan tetapi tiga o.rang isteri ini agaknya masih
belum mampu memuas-kan nafsunya. Dia seorang mata keran-jang yang gila akan wanita
muda dan cantik. Karena itu, kehidupan para wani-ta muda yang memiliki wajah cantik di
dusun itu, balk ia masih gadis maupun sudah menjadi isteri orang, tidak aman. Siapa yang
diincer dan dikehendaki sang lurah, pasti akan menjadi mangsanya. Secara halus maupun
kasar, lurah bejat moral itu pasti akan mendapatkan wani-ta itu untuk beberapa lama sampai
dia merasa bosan dan melepaskannya kemba-li. Karena itu, banyak suami yang mera-sa
memiliki isteri muda dan manis, di-am-diam pergi mengungsi, pindah dari dusun itu. Juga
banyak keluarga yang memiliki anak gadis cantik, mengungsi-kan gadis itu keluar dusun.
Hampir semua sawah ladang yang berada (H ciusun Itu dan sekltarnya, su-dah menjadi milik
Lurah Coa. Mereka yang dibebani hutang yang semakin mem-bengkak, terpaksa merelakan
tanahnya disita oleh sang lurah dan mereka hanya menjadi buruh tani sang lurah saja sehingga
kehidupan mereka semakin ber-gantung kepada sang lurah.
Kisah si Naga Langit > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com 25
Ayah Souw Thian Liongbernama Souw Ki sudah meninggal. dunia sejak Thian Liong berusia
lima tahun. Juga ibu anak itu sudah meninggal dunia. Kedua orang suami Isteri itu meninggal
dalam keadaan miskln dan terserang penyaklt perut yang waktu Itu menjadl wabah cH dusundusun
sekltar daerah pegunungan Itu. Mereka terserang penyaklt dan me-nlnggal dunia secara
berturut-turut. Yang selamat hanya' Thlan Liong dan nenek nya, yaitu Nenek Souw ibu dari
mendi-ang Souw Ki. Sejak itu, dalam usia lima tahun, Thian Liong hidup bersama neneknya.
Nenek Souw yang sudah amat itu bekerja keras untuk dimakan berdu^ aengan cucunya. Ia
bekerja sebagai tukang cuci pakaian di rumah keluarga Lu-rah Coa, dan setelah Thian Liong
beru-sia delapan tahun, Nenek Souw minta-kan pekerjaan untuk cucunya itu kepada sang
lurah. Kebetulan lurah itu baru me-nyita seekor kerbau dari seorang warga dusun yang tidak
mampu membayar hu-tangnya, maka Thian Liong diberi peker-jaan menggembala kerbau itu.
Sebelumnya, Lurah Coa tidak memelihara? kerbau karena dia telah iriempunyai banyak buruh
tani yang bekerja di sawah dan tidak memerlukan kerbau lagi.
Kerbau itu dipelihara dengan baik o-leh Thian Liong, gemuk dan sehat. Thian Liong amat
menyayang kerbau itu dan lebih-lebih lagi ketika kerbau itu melahirkan seorang anak kerbau.
Karena Itu, dapat dlbayangkan betapa sedlh dan ju-ga takut rasa hatl Thlan Llong menghadapi
kemarahan Lurah Coa ketika ker-baunya yang kecil dimakan ular raksasa. Dia amat
mengkhawatirkan nasib nenek-nya. Apalagi kalau neneknya sampai dihukum, bahkan baru
dipecat saja kehl- i dupan mereka berdua akan terancam bahaya kelaparan!
Lurah Coa menjadi marah sekali ke-tika dia dilapori bahwa Thian Liong pu- jj lang tanpa
anak kerbaunya. Dia segera melangkah keluar dan matanya terbuka ? lebar, .mukanya
menjadi kemerahan keti- | ka dia rhelihat Thian Liong berdiri di halaman rumah sambil
menuntun induk kerbau tanpa anak kerbau dan ditemani seorang laki-liaki setengah tua yang
ber-pakaian seperti seorang pendeta, menggendong sebuah buntalan besar.
"Thian Liong, mana anak kerbaunya?" tanya sang lurah dengan suara bentakan dan matanya
meiotot. Lurah itu bertubuh tinggi kurus, matanya sipit, daun telinganya kecil seperti telinga
tikus, hidungnya pesek dan mulutnya lebar, dihias kumis kecil panjaftg menggantung di
kanan kiri mulut dan jenggotnya hanya beberapa helai saja.
Karena setiap kali diharuskan memberi penghormatan yang berlebihan ter- | hadap Lurah Coa,
maka Thian Liong lalu menjatuhkan diri berlutut menghadap sang lurah. "Ampunkan saya,
tai-jin (tuan besar), anak kerbau itu dimakan ular di hutan...."
"Ajaa,? Dimakan ular di hutan? Gila kamu! Mana bisa anak kerbau dimakan ular ..di hutan.
Memangnya kamu menggembala kerbau di dalam hutan?"
"Ampun, taijin. Anak kerbau itu ber-lompatan dan berlari memasuki hutan. Ketika saya
mengejarnya, tahu-tahu ada ular menangkapnya dan memakannya."
"Bohong! Mana ada ular bisa makan anak kerbau yang begitu besar? Tentu engkau sudah
menjual anak kerbau itu atau kausembunyikan! Hayo mengaku sa-J'a atau dicambuki lebih
dulu agar mau mengaku?"
Pada saat itu, dari dalam rumah tampak berlari keluar seorang nenek yang sudah tua.
Rambutnya sudah putih semua, tubuhnya kurus kering seperti je-rangkong, pakaiannya tua
dan lusuh. Usianya tentu sudah hampir delapan puluh tahun. la lari menghampiri Thian Liong
yang berlutut dan menubruk anak itu sambil menangis.
Kisah si Naga Langit > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com 26
"Adub cucuku Thian Liong....! Apa yang telah rerjadl? Orang bllang anak kerbau yang
kaugembalakan hilang dimakan ular? Betulkah itu, cucuku....?"
"Benar, .nek," kata Thian Liong mengangguk sambil memandang wajah neneknya yang sudah
basah air mata itu dengan sedih.
"Aduh celaka, Thian Liong....!" la lalu berlutut di dekat kakl Lurah Coa dan berkata dengan
suara gemetar. "Taijin.... ampunkan hambamu ini.... ampunkan cu-cu hamba Thlan Liong....!
Dia maslh kecll, dia masih bodoh..., ampunkan dla taljin...."
"Mingglr kau! Thian Liong harus mengembalikan anak kerbau itu atau aku akan
mencambukinya sampai dia mengaku di mana dia menyembunyikan anak kerbau itu!" hardlk
Lurah Coa dengan geram.
"Thian Liong....!" Nenek Souw menjerit dan menubruk cucunya. Akan tetapiil ia bergulingan
dan roboh. Thian Liong cepat merangkul neneknya.
"Nenek....!" Anak itu berseru bingung melihat neneknya megap-megap seperti ikan dilempar
di daratan.
"Thian Liong.... jaga.... dirimu.... ba-ik..,. baik...." lapun terkulai lemas da-lam rangkulan
cucunya.
"Nenek...,?" Thian Liong berteriak.
Tiong Lee Cin-jin mendekati anak itu, berjongkok dan dia meraba leher,Nenek Souw. "Thian
Liong, nenekmu meninggal...." katanya terharu.
”Me....ninggal....?" Thian Llong me-mandang wajah Tiong Lee Cin-jin terbelalak.
Tiong Lee Cin-jin mengangguk. "la meninggal karena jantungnya lemah. la mati karena
memang ia sudah tua dan lemah, Thian Liong."
"Nenek....! Ahh, nenek....!!" Thian Liong menubruk dan menanglsi neneknya, meratap-ratap.
Lurah Coa mengerutkan.. alisnya dan menjadi semakin marah. Kematian nenek itu saja amat
merugikannya! Selain kehilangan tenaga kerja, diapun terpaksa harus mengeluarkan uang
untuk me-ngubur Jenazah nenek itu. Semua ini gara-gara Thian Liong yang melenyapkan
anak kerbaunya!
"Beri hukuman anak keparat ini de-ngan dua puluh kali cambukan!" bentak-nya kepada dua
belas orang tukang pukulnya yang sudah berkumpul di situ. Dua orang di antara mereka
melangkah ma-ju. Mereka adalah dua orang algojo yang sudah biasa melaksanakan per.infah
untuk mencambuki orang. Mereka berdua me-nyeringai dan masing-masing memegang
sebatang cambuk yang besar. Melihat ini, Tiong Lee Cin-jin melangkah maju.
"Nanti dulu!" tegurnya dengan suara yang lembut namun penuh wibawa. "Coa-chung-cu
(Lurah Coa), anak kerbau itu memang benar dimakan seekor Coa (u-lar), kenapa anak ini
Kisah si Naga Langit > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com 27
yang dipersalahkan dan hendak dicambuk? Dicambuk dua pu-luh kali dia akan mati.
Sepatutnya eng-kau sendiri yang dicambuk!"
"Apa kaubilang? Keparat, berani engkau menghinaku?" Lurah itu merasa di-sindir seolaholah
orang berpakaian pende-ta, itu mengatakan bahwa dia yang telah memakan anak
kerbaunya. Nama marganya Coa memang berbunyl sepertl huruf ular. "Kalau begitu, blar
engkau yang menanggung setengahnya. Hayo, ka-lian hukum cambuk mereka berdua, maslng-
masing sepuluh kali cambukan. Yang kuat agar pecah-pecah kulit punggung ' mereka
biar tahu rasa!"
Dua orang algojo itu mengangkat cambuk mereka, siap untuk memukul Thian Liong dan
Tiong Lee Cin-Jin de-ngan cambuk mereka.
"Tar-tarrr!!" Dua batang cambuk me-ledak dl udara lalu turun menyambar de-ngan cepat ke
arah.... Lurah Coa!
"Pratt! Pratt!! Aduh.... aduhh, gila kalian! Kenapa aku yang dicambuk?" Lu-rah Coa
mengaduh dan berloncatan, akan tetapi cambuk-cambuk itu terus mele-cutinya dan dua orang
algoJo itu mele-cut penuh semangat!
"Aduh-aduh.... bunuh mereka! Bunuh mereka!" Lurah Coa memerintahkan se-puluh orang
jagoannya yang lain untuk bertindak sambil dia menggeliat-geliat kesakitan.
Sepuluh orang tukang pukul itupun merasa terheran-heran melihat dua orang rekan mereka
malah mencambuki majikan mereka. Mendengar perintah itu, mereka menjadi bingung. Ada
yang menganggap perintah itu untuk membunuh dua orang rekan mereka, ada pula yang
mengang-gap perintah itu untuk membunuh Thian Liong dan Tiong Lee Cln-jin. Mereka,
sepuluh orang, serentak bergerak. Mereka menganggap bahwa dengan tangan kosong saja
mereka akan mampu membereskan orang-orang yang harus dibunuhnya. Sepuluh orang itu
serentak menerjang maju akan tetapi kembali terjadi keanehan luar biasa yang disaksikan oleh
orang-orang yang sudah mulai berkumpul di halaman rumah Lurah Coa meli-hat keributan
itu. Sepuluh orang itu sama sekali tidak menyerang Thian Liong dan Tiong Lee Cin-jin, juga
tidak menyerang dua orang algojo yang masihaii mencambuki Lurah Coa, melainkan mereka
itu saling gebuk dan saling tendang di antara mereka sendiri! Terdengar su-ara bak-bik-buk
dan teriakan-teriakan kesakitan dan kemarahan menjadi satu, hiruk pikuk dan para penonton
terbelalak keheranan. Sementara itu, dua orang algojo masih asyik menggerakkan cambuknya
ke arah tubuh Lurah Coa sambil menghitung.
"Tarr-tarrr! Ke enam! Tar-tarrr! Ke tujuh! Tar-tarrr!! Ke delapan....!!"
Pemandangan itu sungguh luar biasa sekali. Thian Liong masih merangkul dan menangisi
neneknya. Tiong Lee Cin-jin masih berjongkok dekat anak-anak itu dan menoleh memandang
orang-orang yang sedang sibuk sendiri itu. Lurah Coa masih mengaduh-aduh dan menggeliatgeliat,
bajunya robek-robek dan punggung-nya beriepotan darah karena kulit punggungnya
pecah-pecah oleh cambukan. Teriakannya sudah melemah dan kini dia mengaduh sambil
menangis. Sedangkan sepuluh orang itu saling genjot, saling tonjok dan saling tendang.
Ramai sekali keadaannya, ramai dan kacau.
"Tarr-tarrr! Ke sembilan! Tarr-tarrr!! Ke sepuluh....!!" Setelah dua orangalgo-jo itu masingmasing
memukul sepuluh kali, merekapun menghentikan cambukan mereka. Kinl mereka
Kisah si Naga Langit > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com 28
berdlri memandang kepada Lurah Coa dengan mata terbelalak seolah tldak percaya kepada
pandangan mata mereka sendlrl, Lurah Coa Itu bergulingan di atas tanah dengan tubuh
berkelopotan darah dan agaknya mereka berdua baru menyadarl dengan kaget sekali
bercampur heran dan blngung bahwa mereka tadi telah meneambukl Lurah Coa!
Sementara Itu, sepuluh orang yang sallng gebuk Itu kinipun sudah lemas. Muka mereka
benJol-benjol dan matang biru, tidak ada seorangpun yang masih utuh karena tadi mereka
saling gebuk tanpa memilih kawan maupun lawan. Sia-pa saja yang berada dl dekatnya diserang.
Dengan sendirinya mereka semua kebagian pukulan atau tendangan. Dan anehnya,
berbareng dengan berhentinya dua orang tukang cambuk tadi, sepuluh orang itupun berhenti
saling serang dan mereka mengerang kesakitan dengan mata terbelalak keheranan karena baru
sekarang mereka menyadari bahwa mereka tadi telah sallng pukul antara rekan sendiri!
Lurah Coa sekarang telah bangun. Melihat dua orang yang tadi mencambukinya berdiri
dengan menundukkan muka dan tampak ketakutan, kemarahannya me-muncak. Biarpun
seluruh tubuhnya nyerh dan pedlh perlh, dia lalu merampas sebatang cambuk di tangan
seorang di antara dua algojo itu dan dia lalu mengayun cambuk, mencambuki mereka berdua
sekuat tenaganya!
"Tar-tar-tarrr....!!" Dia terus mencambuki sekuat tenaga, mencambuki dua? orang tukang
pukulnya itu sekenanya, muka, kepala, dada sehfhgga dua orangl ,itu. menggeliat-gellat dan
meUndungl muka mereka dengan kedua tangan. Bajir mereka berdua cablk-cablk dan kullt
mereka pecah-pecah, darah mulal mewarnai baju mereka.
"Ampun, taijin.... ampun....!" Mereks berdua meratap-ratap akan tetapl Lurahj Coa
mencambuki ferus sampai dla kehabisan tenaga dan napasnya hamplr putur barulah dia
berhenti karena tidak kuat' lagi. Dia melempar cambuknya dah dengan tubuh lunglai dia
menjatuhkan dirinya duduk di atas sebuah kursi.
Kini dia menyadari keadaan sepenuh-nya. Biarpun masih tiada habis herannya melihat
peristiwa yang telah menimpa dirinya dan dua belas orang jagoannya, namun kini dia
mencurahkan seluruh pbr-hatiannya kepada Thian Liong dan Tiong Lee Cin-jin. Dia masih
belum menyadfarij bahwa kehadiran pendeta asing itulah yang menimbulkan peristiwa aneh
tadi.
"Thian Liong! Engkau telah membikin ig hilang anak kerbauku, untuk itu engkau akan
dihukum! Dan engkau pendeta a-sing, engkau inemasuki dusun kami dan membuat onar di
sini, membela anak yang bersalah ini. Mungkin engkau telah bersekongkol dengan dia untuk
mencuri anak kerbauku. Karena itu engkaupun a-kan dihukum!
"Lurah Coa, engkau masih belum me-nyadari sikapmu yang sewenang-wenang itu?
Perbuatanmu yang suka menytksa orang kini berballk menimpa dirimu sendiri dan engkau
masih juga belum jera?" kata Tiong Lee Cin-jin kepada kepala dusun itu.
Akan tetapi kepala dusun yang sudahj terlanjur merasa seperti seorang raja kecil di dusunnya
dan tidak pernah ada o-rang berani menentangnya, menudingkan telunjuknya kepada Tiong
Lee Cin-jin dan Thian Liong, lalu berseru kepada anak buahnya.
"Hayo kalian tangkap dua orang ini! Cepat!!"
Kisah si Naga Langit > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com 29
Akan tetapi dua belas orang tukang pukul yang masih belum hilang kaget mereka dan masih
merasa nyeri-nyeri seluruh tubuh mereka itu, hanya meman-dang dan tidak ada yang berani
berge-rak. Mereka adalah orang-orang yang se-dikit banyak sudah mempunyai peng-alaman
di dunia kang-ouw dan mereka kini sudah dapat menduga bahwa orang berpakaian seperti
pendeta itu tentu seo-rang sakti maka terjadi peristiwa aneh-aneh seperti yang tadl mereka
alaml. Maka, mendengar perlntah majlkan me-reka Itu, tidak ada seorangpun dl antara mereka
yang beranl bergerak.
"Hayo tangkap dua orang inl! Apakah kalian semua sudah tuli?" bentak lagi lurah yang masih
menggigit bibir menahan rasa nyeri yang terasa di seluruh tubuhnya.
Mendengar perintah ulangan ini, dur belas orang tukang pukul tidak bet'ani membangkang
lagi dan mereka sudah meraba gagang .golok yang tergantung di pinggang.
Melihat ini, Tiong Lee Cin-jin memandang kepada mereka dan berkata, "Kalian ini
sebetulnya adalah penjaga keamanan dusun, menjaga keamanan semua penduduk dusun,
bukan melaksanakan pe-rintah Lurah Coa untuk memukul dan menyiksa orang. Apakah
kalian masih be-lum mau bertaubat dan hendak melan-jutkan perkelahian di antara kalian
sendiri menggunakan golok?"
Mendengar ucapan Tiong Lee Cin-jin itu, dua belas orang tukang pukul klni yakln bahwa tadi
mereka bergontok-gontokan sendiri adalah karena dlpengaruhl pendeta Inl, Mereka menjadl
Jerlh, meng-geleng kepala dan otomatis melepaskan lagl gagang golok mereka. Mereka membayangkan
betapa ngerinya kalau mereka saling serang seperti tadi, kini mem-pergunakan
golok. Tentu akan banyak di antara mereka yang luka parah atau bahkan tewas.
"Kalian masih belum turun tangan?" bentak pula Lurah Coa.
"Lurah Coa, engkau sudah mendengar pengakuan kami bah'wa anak kerbau itu dimakan ular
dan engkau masih belum mau percaya. Sekarang lihatlah sendiri, juga kalian para tukang
pukul! Ular raksasa itu kini datang memperlihatkan diri kepada kalian agar kalian dapat
percaya!"
Tiong Lee Cin-jin menggapai dengan tangannya dan Lurah Coa bersama dua belas orang
tukang pukulnya terbelalak, muka mereka pucat dan tubuh mereka menggigil. Mereka melihat
ada seekor ular yang besar sekali, sebesar batang po-hon siong, merayap datang menghampiri
mereka! Para penduduk dusun yang berkumpul di sltu tldak melihat ular Ini. Mereka menjadl
terheran-heran melihat dua belas orang tukang pukul itu meng- i gigil ketakutan menghampiri
Lurah Coa lalu berdiri di belakangnya. Lurah itupun menggigil ketakutan. Mereka mun-durmundur
dan akhirnya menjatuhkan dirl berlutut,
"Ampun.... ampunkan 'aaya...." Lurah Coa meratap.
”AmpunRan kaml.... kaml tldak berani lagl...." Dua belas orang Itupun berse-ru ketakutan,
menghadap ka arah Tiong Lee Cin-jln.
Tlong Lee Cin-jln menglbaskan ta-ngannya dan ular itupun lenyap. Dla ia-lu bertanya kepada
Lurah Coa dan anak buahnya. "Benarkah kalian semua telah bertaubat dan tidak akan
mengulangi lagi sikap dan perbuatdn kalian yang me-nindas rakyat dusun ini?"
Kisah si Naga Langit > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com 30
"Saya tidak berani ....”. ratap lurah Coa.
"Kami bertaubat...." Dua belas orang tukang pukul itu serempak berseru ketakutan.
"Bagus. Bertaubat berarti membuka pintu yang menuju jalan kebenaran. Na" mun bertaubat
tidak ada artinya sama sekall kalau hanya dlucapkan dengan mulut, melainkan harus
me.nei'nbua k@ dalam hati sanubari dan tercermin dalam per-buatan. Tanpa pelaksanaan
dalam perbu-atan, bertaubat hanya merupakan pema-nis bibir dan palsu belaka. Lurah 'Coa,
seorang lurah bukan seorang peinbesar yang hanrya memperbesar perut sendiri, juga bukan
seorang penguasa yang mempergunakan kekuasaannya untuk menindas orang lain dan
mencari enaknya dan be-narnya sendiri' Sedrang lurah adalah seo-rang pemimpin rakyat yang
berkewajiban iintuk membimbing rakyatnya ke arah pembangunan dusun demi kesejahteraan
rakyatnya, inenjadi seorang bapak yang selalu memberi tauladan kepada rakyat, kalau becdiri
di depan memberi tauladan, kalau berdiri di tengah bekerja sama de-ngan rakyat, kalau di
belakang menga-wasi dan memberi pengarahan. Ingat, eng-kau bisa menjadf lurah karena ada
rakyat dusun, tanpa mereka engkau bukan apa-apa. Mulai sekarang, jadilah pemim-pin rakyat
yang baik. Kembalikan sawah ladang mereka. Bebaskan hutang-hutang mereka. Ulurkan
tangan dan bantulah kalau ada rakyat yang kekurangan. Kalau sudah begitu, seluruh rakyat di
dusun akan cinta dan taat kepadamu, bukaa taati karena terpaksa dan takut. Sanggupkah
engkau membuktikan rasa bertaubatmu dengan semua anjuran itu?"
"Saya sanggup," jawab Lurah Coa sambil menundukkan kepalanya. Entah mengapa,
mendengar ucapan yang lembut namun penuh wibawa dan menggores hatinya itu, Lurah Coa
terlngat akan se-mua tindakannya yang lalu, sadar akan semua perbuatannya yang sewenangwenang
dan diam-diam dia menangis.
"Dan kalian, orang-orang gagah yang tadinya dianggap sebagai tukang-tukang pukul anak
buah Lurah Coa. Kalian adalah orang-orang yang sudah mempelajari ilmu silat, orang-orang
yang memiliki tenaga yang kuat. Akan tetapi sayang, kalian meinpergunakan kelebihan ttu
untuk mendukung kesewenang-wenangan Lurah Coa. Kalian menakut-nakutt rakyat dusun,
kalian bahkan tidak segan untuk memukuli dan menylksa mereka. Kalau benar-benar kallan
sudah bertaubat, mu-lai sekarang jadilah pembantu lurah yang balk. Menjadl penjaga
keamanan dusun, keamanan rakyat dusun sehingga kehidupan. di sini menjadi aman tenteram
tidak ada perbuatan kejahatan. Dengan demi-kian kalian akan menjadi sahabat bahkan
saudara dari rakyat dan mereka akan me-rasa sayang dan segan kepada kalian, bu kan takut
lagi. Mereka tidak akan mellhat lagi kalian sebagai iblis-iblis menggang-gu, melatnkan
sebagai malaikat-malaikat pelindung. Nah, sanggupkah kalian menjadi pelindung rakyat?"
"Kami sanggup!" seru dua belas orang itu serentak.
"Bagus, senang dan suka sekali hatiku mendengar kesanggupan kalian semua. Sekarang aku
hendak bertanya kepadamu, Lurah Coa. Engkau tahu bahwa Thian Liong hanya hidup berdua
dengan neneknya dan keadaan mereka miskin se-kali. Mereka mengandalkan makan seharihari
dari hasil bekerja mereka di rumahmu. Sekarang Nenek Souw telah me-ninggal dunia,
apa yang akan kaulakukan?"
Lurah Coa mengangkat mukanya dan Tiong Lee Cin-jin melihat berapa muka yang masih ada
bilur-bilur bekas cambukanitu kini tampak cerah dan tidak tertutup hawa gelap seperti tadi.
Kisah si Naga Langit > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com 31
"Sebelum saya menjawab, bolehkah kami semua mengetahui lebih dulu siapa sebenarnya
saudara pendeta ini?"
"Orang menyebutku Tiong Lee Cin Jin seorang perantau yang kebetulan lewat di sini."
Lurah Coa merangkap kedua tangan depan dada memberi hormat lalu bang-kit berdiri.
"Kiranya Cin-jin seorang pen-deta yang sakti dan bijaksana. Maafkan kami sekalian yang
telah bersikap kurang hormat dan telah berani bertindak jahat. Saya sudah bertaubat dan
menyadari do-sa-dosa saya, Cin-jin. Saya akan mengu-rus penguburan jenazah Nenek Souw
se-baik-baiknya. Adapun mengenai Thian Liong, saya akan memberinya pekerjaan dan
menganggap seperti anak angkat saya."
Tlong Lee Cin-jln mengangguk-ang-guk. "Bagus, terima kasih atas kebaikan-rriu, Lurah Coa.
Kalau untuk selanjutnya engkau bersikap dan Berbuat seperti ini aku percaya bahwa engkau
akan dapat mencuci kotoran yang timbul dari perbuatanmu yang sudah-sudah dengan
perbuatan baikmu yang akan datang. Nah, selamat tinggal, aku hafus melanjutkan
perjalananku." Setelah berkata demillian Tiong Lee Cin-jin membahkan tubuhnya dan
melangkah keluar dari pekarang-an rumah Lurah Coa.
Akan tetapi tiba-tiba Thian Liong lari menghampiri dan menjatuhkan diri berlutut di depan
kaki Tiong Lee Cin-jin. "Suhu, perkenankanlah saya ikut suhu!" katanya sambil membenturbenturkan
dahinya di atas tanah.
"Thian Liong, jenazah nenekmu masih belum dikebumikan," kata Tiong Lee Cin-jin.
"Sudah ada Lurah Coa yang menyanggupi untuk mengurusnya, suhu. Biarkan saya ikut suhu."
"Akan tetapi aku hanyalah seorang perantau yang tidak tentu tempat ting-galnya. Engkau
akan lebih senang ting-gal di sini" kata pula Tiong Lee Cin-jin.
”Benar Thian Llohg. engkau tlnggal-lah di sini bersama kaml. Aku akan flienganggapmu
sebagai anak angkatku," kata Lurah Coa.
"Tidak, suhu. Satu-satunya orang yahg kumiliki di dunia ini hanyatah nenekku. Sekarang ia
sudah meninggal dunia. Suhu telah menyelamatkan saya, maka sekarang saya ingin ikut dan
melayant su-hu untuk selamanya. Saya bersedia hi-dup melarat bersama suhu." Anak itu
meratap.
Tiong Lee Cln-jin mengangguk-angguk dan tersenyum. Dia sudah merasa bahwa anak ini
berjodoh dengannya dan amat baik kalau menjadi muridnya.
"Baiklah, engkau boleh ikut denganku, Thian Liong."
"Terima kasih, suhu!" Thian Liong lalu bangkit dan lari menghampiri jenazah Nenek Souw
dan berlutut di sampingnya. "Nenek, perkenankan aku ikut dengan su-hu Tiong Lee Cln-jin.
Jangan khawatir, nek, jenazahmu akan diurus sebaiknya oleh Lurah Coa. Selamat tinggal,
nek." Setelah mencium muka neneknya, dia lalu bangktt dan berlarl mengejar Tlonga ' Lee
Cln-jin yang sudah berjalan mening-galkan pekarangan itu.
Kisah si Naga Langit > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com 32
Lurah Coa mengikuti mereka dengan pandang matanya sampai dua orang itu tak ta,mpak lagi.
Dia lalu inemerintah-kan orang-orangnya untuk mengurus jenazah Nenek Souw baik-baik dan
dia ma-suk ke dalam rumah untuk mengobati lu-ka-Iuka lecutan di tubuhnya. Semenjak hari
Itu, Lurah Coa berubah sama sekali. Dla berubah menjadi seorang lurah yang baik dan
kehidupan rakyat di du-sun itu menjadi benar-benar sejahtera dan berbahagla. Dua belas
orang jagoan Itu kinl menjadi sahabat rakyat, menja-di penjaga keamanan dalam arti yang
sebenarnya. Setelah mengubah sama sekali jalan hidup mereka, kini mereka mendambakan
suatu kebahagiaan yang tak pernah mereka rasakan sebelumnya. Mereka merasa aman
tenteram dalam hi-dup mereka, slkap dan pandang mata se-mua peududuk terhadap mereka
demiki-an ramah» tulus dan hormat yang tidafc dibuat-buat. Baru sekarang mereka merasakan
betapa membikin senang orang lain jauh lebih menyenangkan daripada membikin susah orang
lain.
* * *
Setelah berpuluh tahun berada dalam kekacauan dan pertentangan karena Ci-na dikuasai Lima
Dinasti yang saling berperang dan berebutan kekuasaan, akhirnya pada tahun 960 lahirlah
Dinastl Sung yang berhasil mempersafukan Cina kembali. Pendiri Dinasti Sung adalah seorang
panglima dari ,satu di antara dinasti-dinasti yang pada jaman Lima Di-nasti berkuasa di
Cina, yaitu Dinasti Chou. Panglima ini bernama Chao Kuang Yin. Panglima Chao Kuan Yin
ini men-Jadi kaisar yang mendirikan Dinasti Sung dengan cara yang unik, a"eh dan lucu. Pada
masa itu, Dinasti CHou membutuhkan seorang yang tepat untuk menjadi kaisar karena
kaisarnya yang sudah tua berada dalam keadaan sakit payah. Yang ditunjuk sebagai
penggantinya adalah se-orang pangeran yang masih kecil, seorang anak-anak! Hal ini
mendatangkan rasa penasaran dan tidak puas dalam ha-ti para perwira, Mereka lalu diamdiam
' mengadakan perundingan dan mengada-kan pemilihan siapa kiranya yang pantas
diturijuk untuk menjadi kaisar baru. Me-reka dengan suara bulat memilih Pangli-ma Chao
Kuang Yin yang mereka kenal sebagai seorang panglima besar ahli pe-rang yang pandai dan
yang juga bijaksa-na dalam pergaulannya dengan para pembesar lainnya.
Pada suatu malam, selagi Panglima Chao Kuang Yin masih tidur, para per" wira bawahannya
dan para pejabat tinggi memasuki kamarnya dan membangunkannya.
Panglima itu terbangun dan merasa kaget dan heran sekali melihat para per-wira dan
pembesar mengerumuninya.
"Heii, apa-apaan ini? Apakah terjadi. Mau apa kalian menggugah ku??" tanya Panglima Chao
Kuang Yin yang lalu duduk di atas kursi, meman-dang kepada mereka semua. Ternyata
mereka telah menyalakan lampu sehingga kamar itu menjadi terang. Dengan heran dia
melihat bahwa semua perwlra tinggi yang menjadi pembantunya berada di situ, juga para
pejabat tinggl yang berkedudukan penting di pemerintahan.
Seorang perwira yang paling tinggl kedudukannya di antara semua perwira, yaitu Perwira
Ciang yang menjadi pem-bantu utama Pangllma Chao Kuang Yln, mengeluarkan sebuah
jubah dan mengembangkan jubah itu hendak menyelimutl kedua pundak Panglima Chao
Kuang Yin. Ketika melihat bahwa jubah itu adalah pakaian kebesaran Kaisar, panglima itu
cepat bangkit berdiri dan menolak.
"Apa artinya ini? Apa maksud kalian?"
Kisah si Naga Langit > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com 33
"Panglima Chao Kuang Yin, atas kesepakatan kami semua, malam ini juga kami mengangkat
paduka menjadi kaisar kami yang baru!" kata Perwira Clang Sui.
Panglima Chao Kuang Yin membela-lakkan matanya dan alisnya berkerut, wajahnya berubah
merah. "Apa kalian serriua sudah menjadi gila? Aku adalah seorang panglima Kerajaan Chao
yang setia kepada Kaisar! Aku ttidak ingin menjadi pengkhianat!"
”Panglima Chao, tenanglah dan pikirkan baik-baik. justru karena paduka ada-lah seorang
patriot sejati, seorang yang setia kepada kerajaan, maka paduka ha-rus menolong dan
melindungi kerajaan kita. Kaisar yang baru diangkat adalah seorang kanak-kanak, mana
mungkin dia dapat memerintah dengan baik dan semestinya? Kalau dibiarkan saja keadaan
ini, kerajaan kita pasti akan ambruk dan siapa lagi yang dapat menyelamatkan kerajaan ini
kecuali paduka?"
"Tidak, aku tetap tidak mau!" bantah Panglima Chao Kuang Yin.
Seorang perwira tinggi lain berseru, "Kalau Panglima Chao Kuang Yin tidak^ 'mau, berarti
dia. ingin melihat kerajaari ini, hancur dan ini berarti dia seorang pengkhlanat yang harus
dlhukum mati!" Dia mencabut pedangnya dan belasan orang perwira itu semua mencabut
pedang, termasuk para pejabat tinggi. Mereka menodongkan pedang mereka kepada Panglima
Chao Kuang Yin yang terbelalak keheranan.
Seorang pejabat tinggi bagian Sastra dan Budaya yang bernama Can Siong Tek berkata
dengan suara yang lembut, Hanglima Chao Kuang Yin, harap padu-ka suka
memperhatikannya baik-bark. Keadaan keraj-aan dalam bahaya. Kaisar yang diangkat masih
kanak-kanak dan tentu dia akan dipengaruhi dan terjatuh ke dalam tangan para menteri korup
dan para thai-kam (laki-laki kebiri) penjilat sehingga pemerintahan jatuh ke tangan mereka.
Dapat dipastikan kerajaan ini akan ambruk. Sekarang paduka tinggal pillh. Mau menjadi
kaisar untuk menye-lamatkan negara dan rakyat, atau kalau paduka menolak terpaksa kami
bunuh karena paduka berarti menentang keputusan kami."
Chao Kuang Yin berdiam sampai la-ma, mempertimbangkan dan berpikir-pikir. Dia tahu
benar bahwa kalau dia menolak dan melawan, dia pasti akan tewas di tangan mereka inl.
Bukan dia takut mati, akan tetapi apa artinya ke-tnatiannya? Hal itu tidak akan menolong
keadaan kerajaan. Sebaliknya kalau dia hidup dan mau menerima kedudukan kai-sar, dia
dapat berusaha untuk mempersa-tukan seluruh negeri dan menyudahi'pe-rang saudara yang
tiada henti-hentinya menghantui dan menyengsarakan rakyat Jelata.
Akhirnya dia berkata, "Baiklah. Akan tetapi kalian harus berjanji untuk mem-bantu aku
memperkuat kerajaan dan mempersatukan semua kekuatan yang tadinya saling bertentangan."
"Hidup Kaisar!" Serentak mereka berseru dan mengenakan jubah kaisar pada tubuh Panglima
Chao Kuang Yin.
Demikianlah, Panglima Chao Kuang Yin menjadi kaisar dan dia mendirikan Dinasti Sung.
Dia menggunakan nama Kaisar Sung Thai Cu (960-976) dan menjadi pendiri Dinasti Sung
sebagai kaisar pertama. Mulai saat itulah Dinasti Sung berdiri sampai tlga abad lebih (960-
1279).
Kisah si Naga Langit > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com 34
Ternyata kemudian bahwa pilihan para perwira tinggi dan pejabat tinggi itu tidak keliru.
Panglima Chao Kuang Yin yang kini menjadi Kaisar Sung Thai Cu ternyata adalah seorang
Kaisar yang a-mat cerdik pandai dalam persoalan poli-tik, seorang yang bijaksana, tidak
kejam dan tidak sewenang-wenang. Pula, dia ada lah seorang bangsa Han. Hal ini ditambah
sikap dan sepak terjangnya yang bijaksana membuat para kerajaan dan pemerintahan lain
tunduk kepadanya. Apalagi ?rak-yat sudah bosan dengan peperangan yang tiada hentinya
selama puluhan tahun, bo~. san dengan pengaruh kekuasaan suku-suku bangsa liar yang
berebutan kekuasaan. Para penguasa daerah yang tadinya, di masa kekuasaan Lima Dinasti
herdin sendiri sebagai kerajaan-kerajaan kecil, ini satu demi satu menyatakan taluk dan berdiri
di bawah panji kerajaan Sung yang dipimpin oleh Kaisar Sung Thai Cu. Kaisar Sung tetap
memberi kedudukan kepada para penguasa itu sebagai pejabat tinggi darl KerajaanSung,
Sebagai semacam gubernur. Ada bebera-pa daerah yang tidak mau tunduk. Mere-ka ini
dengan mudah diserang dan dltak-lukkan. Akan tetapi, bahkan kepada me-reka yang
menentang inipun Kaisar Sung Thai Cu bermurah'hati. Para pemimpinnya tldak dihukum,
bahkan setelah daerah itu ditaklukkan, mereka tetap diang-kat menjadi pejabat. Demikianlah,
da-lam waktu beberapa tahun saja, seluruh Cina telah dapat dipersatukan, dan seba-gian besar
darl mereka ditundukkan dengan cara halus. Hanya beberapa daerah saja yang terpaksa
diteklukkan dengan kekuatan pasukan tentara.
Semenjak Dinasti Sung berdiri dengart kokohnya, gangguan dari bangsa yang oleh rakyat
Cina dlsebut "bangsa liar" banyak berkurang. Gangguan yang masih' ada hanya datang darl
bahgsa Tatar yang mendirikan Liao (sekarang Mancuria), dan 5 juga dari bangsa Hsia Hsia di
Barat Laut.
Kebesaran Dinasti Sung yang dapat mempersatukan seluruh Cina itu hanya bertahan satu
setengah abad lamanya. Kemakmuran dan gangguan keamanan, yang hanya sedikit itu
membuat Kalsar Hui Tsung lengah. Jerih payah yang dilakukan Kaisar Sung Thai Cu itu
akhirnya kandas dalam tahun 1121. Kaisar Hui Tsung lengah, tidak begitu memperha-tikan
ketika tetangganya yang berada di utara, yaltu kerajaan Liao, telah di-serbu dan dikuasai oleh
bangsa Kin yang kuat. Setelah Bangsa Kin menguasai keraJaan Liao (Mancuria), mereka
menghim-pun kekuatan besar sekali dan menyerbu kerajaan Sung. Bala tentara Sung mengadakan
perlawanan hebat, namun akhirnya mereka dikalahkan dan seluruh wila-, yah Sung
bagian utara telah dikuasai bangsa Kin. Kaisar Hui Tsung bahkan ditawan oleh pasukan Kin.
Pemerintah Sung lalu melarikan dtipt ke selatan dan kota raja pindah ke Lin-an (sekarang
Hang-chow). Karena kepindahan ini, maka Dinasti ini juga disebut Sung Selatan.
Wilayah Dinasti Sung Selatan ini ber-.ada di sebelah selatan Sungai Yang-ce dan karena
tanah di daerah selatan ini jauh lebih subur dibandingkan tanah di utara, maka kerajaan Sung
Selatan Ini tidaklah dapat dikatakan mundur dalam hal kesejahteraan.
Kisah ini terjadi pada jaman Dinasti Sung Selatan dan yang menjadi kaisarpun pada waktu itu
adalah Kaisar Kao Tsung, seorang keponakan dari Kaisar Hui Tsung yang ditawan oleh suku
bang-sa Khitan dari Kerajaan Kin. Kaisar Kao Tsung bertekad untuk membalas dendam ! dan
melakukan perang terhadap Bangsa Tartar Khltan yang telah menguasai da-erah utara Sungai
Yang-ce. Kaisar Kao I Tsung menghimpun kekuatan, mengumum-kan dan mengundang paramuda
untuk masuk menjadi tentara dan ikut berjuang mengusir bangsa liar yang menguasai
tanah air bagiau, utara itu.
Kisah si Naga Langit > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com 35
Demikianlah sekilas tentang keadaan Dinasti Sung Selatan. Jatuhnya daerah utara dan kota
raja yang tadinya menja-di pusat kerajaan Sung, yaitu kota raja Tiang-an atau Kaifeng, terjadi
dalam ta-hun 1121.
* * *
Di lembah Sungai Yang-ce sebelah selatan, terdapat sebuah kota kecil Cin-koan. Kota kecil
ini cukup ramai karena merupakan persinggahan para pedagang yang mengangkut barang
dagangan mere-ka melalui Sungai Yang-ce. Daerah itu terkenal dengan rempa-rempanya.
Banyak pedagang datang ke kota Cin-koan untuk membeli rempa-rempa dan ada pula yang
datang membawa dagangan ke kota itu berupa bahan pakaian dan segala inacam keperluan
lagi. Tidak mengherankan ka-lau kota Cin-koan berkembang rnenjadi kota yang ramai dan
mulailah rumah pengihapan dan' rumah makan bermunculan untuk menampung para
pendatang dan pedagang yang setiap hari memenuhi kota Cin-koan. Dan tidak aneh' pula
kalau ber-munculan pula tempat-tempat hiburan se-perti rurnah perjudian dan rumah pelacuran.
Para pedagang yang berada jauh darl rumah dan yang memperoleh banyak ke-untungan
itu haus akan pelesiran dan mereka biasa membuang uang secara royal;
Rumah pelesir Bunga Seruni merupa-kan tempat pelesir yang terkenal di kota Cin-koan.
Rumah pelesir ini dikelola oleh seorang mucikari yang biasa dipang-gil Lu-ma, seorang
wanita gemuk berusia lima puluhan tahuri. Pagi hari itu Lu ma sudah bangun dan setelah
melakukan pemeriksaan terhadap belasan orang' anak buahnya, yaitu gadis-gadis penghibur'
yang muda dan cantik, menyuruh mereka agar tidak bermalas-malasan, cepat maridi dan
mengenakan pakaian bersih dan indah, ia lalu memasuki sebuah kamar yang 'terpisah dan
berada di bagian belakang. Hari itu merupakan hari istimewa ikare-na, ada serombongan
pedagang dari kotdlSS raja datang, Jumlah mereka ada tiga pu-luh orang lebih dan ini
merupakan reje-ki besar karena tentu di antara mereka ada yang akan berpelesir di rumah
Bunga Seruni yang terkenal mempunyai banyak gadis penghibur yang cantik itu. Lu-ma
memasuki kamar di belakang itu dan se-orang gadis berusia kurang lebih delapan belas tahun
menyambutnya. Gadis itu cu-kup cantik dan pakaiannya sederhana, berbeda dengan para
gadis penghibur. Gadis itu adalah seorang gadis yatlm pi-atu, maslh terhitung keponakan Luma
dan sudah setahun -lamanya ia tlngga! dl rumah Lu-ma. Lu-ma amat menyayang gadls
yang datang darl dusun inl karena ia rajin dan pandai merrtbawa di-ri. Saking sayangnya, Luma
tidak me-meras tenaga gadis itu dan hanya kepa-da pria-pria pilihan saja ia menyuruh gadis
itu melayani mereka. Pria yang lem-but dan royal, bukan sebangsa prla ka-sar. Karena itu,
biarpun ia menJ'adI seo-, rang gadis penghibur atau pelacur, gadis itu tidak merasa terlalu
terslksa. la jarang diharuskan menerima taiAU, ha-nya berapa hari sekali kalau kebetulan' ada
pria yang menurut Lu-ma pantas un-tuk dilayani keponakannya saja. Karena tidak ingin
rnemamerkan diri, maka gadis itu berdandan secara sederhana saJa walaupun hal itu tidak
menyembunyikan ! kecantikannya. Gadis itu bernama Liang Hong Yi, baru setahun tinggal di
situ dan baru beberapa bulan ia melayani laki-laki pilihan bibinya.
"Bibi,. sepagi ini sudah bangun?" Liang Hong Yi menyambut bibinya sambilter-senyum.
Gadis ini juga sayang dan meng-hormati bibinya. Walaupun bibinya menJadikan ia seorang
pelacur, hal yang tidak mungktn terelakkan lagi mengingat akan pekerjaan bibinya sebagai
mucika-ri, namun ia tahu bahwa bibinya sayang kepadanya. la tidak diperas dan tidak harus
melayani sembarang pria, tidak harus melayani sebanyak mungkin pria seperti para gadis
penghibur itu.
Kisah si Naga Langit > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com 36
"Duduklah, Hong Yi. Ada hal penting yang ingin kubicarakan kepadamu," kata Lu-ma. Hong
Yi yang baru berusia dela-pan. belas tahun itu berwajah bulat te-lur, dagunya runcing dan
sepasang mata yang indah jeli seperti mata burung da-ra itu dilindungi sepasang alis yang hitam
kecil panjang melengkung. Hidungnya kecil mancung dan mulutnya manis sekali dengan
blbir yang selalu merah basah segar menantang. Setitik tahi la-lat kecil hitam dl. dagunya
menambah manis wajahnya yang berkulit putih ke-merahan dan mulus. Rambutnya juga hitam
lebat, dengan anak rambut halus berjuntai di sekitar dahi dan pelipisnya. Tubuhnya
ramping, akan tetapi tidak ter-lalu kurus, bahkan padat dan sintal.
"Ada apakah, bibi?" tanya Hong Yi sambil duduk di atas kursl berhadapan dengan bibinya,
terhalang sebuah meja kecil.
"Hong Yi, semalam aku bermimpi melihat engkau terbang dan menari-nari di antara bintangbintang!"
Hong Yi tertawa dan menutupi mulutnya dengan lengan baJunya. "Hi-hik, bibi ini aneh-aneh
saja, Mungkin bibi se-malam keenakan tidur karena hawa udara memang dlngin malam tadi."
"Tidak, Hong Yi. Pagi tadi setelah terbangun, aku segera mengadakan per-hitungan meramal
dengan mencocokan hari tanggal lahirmu dan aku mendapat kenyataan bahwa engkau kelak
akan hidup sebagai orang besar!"
"Aih, bibi. Orang macam aku bagal-mana dapat menjadi orang besar?" Tan-pa disengaja,
ucapan yang keluar dari bibir mungil itu bernada sedih.
Begitu mendengar ucapan keponakan-nya itu, Lu-ma lalu meraih tangan Hong Yl yang
terletak di atas meja. "Maafkan bibimu, Hong Yi. Mulai sekarang aku berjanji tldak akan
menyuruhmu melayanl pria lagl."
Wajah yang manis itu memandang pada Lu-ma dengan mata terbelalak dan suaranya
terdengar, gembira. "Benarkah itu, bibi?"
"Percayalah.. Aku bersumpah, akan tetapi kalau engkau sudah menjadi orang besar, jangan
kau lupakan aku, Hpng Yi."
"Aku tidak pernah menyalahkan engkau karena aku menjadi seorang pelacur di sini, bibi.
Engkau amat baik kepadaku dan aku tidak akan pernah melupakan kebaikanmu itu."
"Nah sekarang engkau berdandanlah."
"Sepagi ini harus melayani seorang jpria, bibi?" Mata yang indah itu menja-Sdi agak muram.
"Anak bodoh! Bukankah aku tadi sudah bersumpah tidak akan menyuruhmu melayanl prla
lagi? Tldak, bukan melayani pria. Akan tetapi aku menghendaki engkau pergi ke kuil Kwanim-
bio di tepi kota untuk bersembahyang dan mohon ramalan peruntunganmu."
Hong Yi tidak pernah menibantah perintah bibinya, maka lapun mengangguk.
Kisah si Naga Langit > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com 37
"Baiklah, bibi. Aku segera akan berdan-dan dan berangkat." Pada saat itu, seorang pelayan
wanita berdiri di ambang pintu kamar itu dan berkata kepada Lll» ma bahwa ada tamu yang
hendak bertemu.
"Engkau cepat berdandan dan berang kat, Hong Yi," kata Lu-ma yang lalu meninggalkan
gadis itu.
Hong Yi segera berganti pakajan yang lebih baik walaupun masih tetap bersahaja, tidak
memakai terlalu banyak perhiasan. Baru saja ia selesai berdandan, ia mendengar suara ributribut
dari depan, suara laki-laki yang terdengar marah-marah. Ia cepat melangkah keluar,
berpapasan dengan pelayan yang ketakutan.
"Ada apa?" tanyanya kepada pelayan itu.
"Wah, celaka, nona Liang," kata pelayan itu. "Ada dua orang tamu marah-marah!"
Jilid 3 …..
Terdengar hiruk pikuk seperti barang-barang dibanting. Hong Yi cepat menuju ke ruangan
depan. Dilihatnya Lu-ma berdiri di sudut ruangan dengan muka pucat ketakutan. Dua orang
laki-laki berusia antara tiga puluh sampai empat puluh tahun sedang mengamuk membantingi
kursi dan bangku sehingga kaki kursi dan bangku itu patah-patah.
"Hentikan itu!" bentak Hong Yl lantang. "Apa yung kalian lakukan Itu?"
"Hong Yi, jangan masuk. Pergilah darl slni!" Lu-ma berseru sambll memberl tanda dengan
tangannya agar Hong Yl pergi. Akan tetapl Hong Yi malah memasukl ruangan itu."
Dua orang laki-laki itu berhenti mengamuk dan kini keduanya memandang kepada Hong Yl
dengan penuh perhatian dan keduanya menyeringai. Seorang di antara mereka yang kepalanya
botak darf hidungnya besar melangkah maju dan berkata, "Aha, kiranya ini yang bernama
Hong Yi? Pantas, cantik dan manis. A-khirnya engkau mau ketuar juga, sayang, untuk
melayani kami berdua!"
Orang kedua yang tubuhnya tinggi be-sar, matanya lebar dan di dahinya terda-pat codet bekas
luka memanjang terta-wa. "Ha-ha, nenek ini hendak menjual mahal. Kami berdua adalah
kepala peng-awal dari kota raja, dan sudah lama mendengar bahwa kembang dari rumah
pelesir Bunga Seruni, bahkan juga kem-bang dari kota Cin-koan, bernama Hong Yi. Nah,
kami ingln dilayanl olehmu dan berapapun bayarannya akan kami penuhi!"
"Aku adalah Hong Yi, dan kalau bibi Lu-ma mengatakan tldak kepada ta-mu, blar dlbayar
berapapun aku tldak akan mau melayaninya. Blbl Lu-ma su-dah tidak membolehkan kellan
mengejak aku, maka kelian tldak boleh memaksa. Mengapa kalian mengamuk seperti orangorang
glla dan merusak prabotan di sl-ni? Hayo cepat ganti kerusakan ini! Coba kuhitung....
kalian ganti lima puluh tail perak. Cepat bayar dan pergilah dari sini dan jangan sekali-kali
berani datang lagi!" Ucapan Hong Yi itu bernada memerintah dan mengancam! Lu-ma
membelalakkan matanya, heran dan terkejut, juga khawatir melihat sikap dan mendengar
ucapan Hong Yi itu. Anak ini mencari penyakit, pikirnya.
"Ha-ha-ha, cantik manis dan galak! A-ku senang semangat itu. Engkau seperti seekor kuda
betina liar dan aku suka menundukkan kuda betina liar. Kami akan membayar gantl rugi
Kisah si Naga Langit > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com 38
setelah engkau me-layanl dan menghlbur kami berdua sela-ma tiga hari tiga malam. Marilah,
manis, mari kita bersenang-senang!" kata si ke-pala botak hidung besar yang tubuhnya
pendek gendut. Berkata demikian dia su-dah melangkah lebar menghampirl Hong Yi dan
kedua lengannya dlkembangkan slap untuk merangkul tubuh yang denok itu.
Akan tetapl dengan gerakan yang genit sekall' Hong Yl miringkan tubuh ke samping sehingga
rangkulan itu luput dan dari sainping tangannya menyambar dengan tamparan keras ke arah
kepala si botak.
"Plak'" Keras sekali tamparan itu dan tubuh si botak itu terpelanting roboh. Lu-ma terbelalak
dan kedua tangan me-nutupi mulutnya yang ternganga agar ia tidak mengeluarkan suara. la
merasa se-perti sedang mimpi! Bagaimana mungkin keponakannya yang biasanya lemah lembut
dan tampak lemah itu dapat membuat si gemuk pendek itu terpelanting ro-boh?
Si codet yang tinggi besaritu marah sekali melihat kawannya ditampar sehing-ga roboh.
"Berani engkau memukul te-manku!" bentaknya dan tangan kanannya meluncur cepat.
Lengan yang panjang itu penuh dengan tenaga raksasa dan tangan dengan Jari-Jarl panjang Itu
mencengkeram ke arah pundak kirl Hong Yl. Akan tetapi Hong Yl memutar tubuh menge-lak
sehlngga cengkeraman Itu luput, ke-mudian tangan kirinya menangkap pergelangan tangan
lawan Itu dan sekali memutar tubuh sambil mengerahkan tenaga menyentak, tubuh sl-Codet
yang tinggi besar Itu melayang dengan kaki di atas melalui atas pundak Hong Yi kemudian
terbanting ke atas lantai sampai terde-ngar bunyi berdebuk!
Dua orang kepala pengawal yang biasanya menjadi jagoan itu tentu saja merasa penasaran
bukan main. Mereka yang blasanya ditakuti orang itu kinl roboh dalam segebrakan saja oleh
seorang pelacur muda! Karena penasaran dan malu, mereka menjadl marah. Setelah bangkit
berdiri, keduanya lalu mencabut pedang yang tadlnya tergantung dl punggung me-reka.
Dengan pedang terhunus yang ber-kilauan mereka berdua menghadapi Hong Yi.
"Hong Yi, larilah....!" Lu-ma menjerit dengan tubuh menggigil. la merasa ngeri sekali dan
tidak ingin melihat keponakannya yang disayangnya itu. terbunuh secara mengerikan.
Hong Yi menoleh ke arah Lu-ma sam-bil tersenyum tenang. la girang melihat betapa bibinya
itu mengkhawatirkannya. "jangan takut, bibi. Dua ekor anjing busuk tni itnemang sudah
sepatutnya dihajar”.
Mendengar mereka dimaki sebagai anjing busuk, dua orang itu menjadi mata gelap saking
marahnya.
"Mampus kau!" bentak si codet dan dia sudah menyerang dengan pedangnya yang
menyambar dan membacok ke arah leher yang berkulit putih mulus itu. Se-mentara si botak
gendut juga sudah menggerakkan pedangnya menusuk ke arah da-da. Agaknya dua orang ini
sudah menja-dl mata gelap dan bernafsu sekali untuk membunuh gadls yang molek Itu.
Namun Hong Yi, di luar persangkaan Lu-ma dan para gadls penghibur yang mengintal dan
menonton keributan itu, dengan tenang namun cepat sekali seper-ti gerakan seekor burung
walet, melang-kah ke sana-sini. Langkah-langkahnya a-neh namun nyatanya dua pedang itu
ti-dak mampu menyentuhnya! Dua orang pe-nyerangnya menjadi semakin penasaran dan
mereka mengamuk, menyerang seca-ra membabi buta. Dua batang pedang perkelebatan
menjadi gulungan sinar yang menyilaukan mata. Namun tetap saja dua batang pedang itu
Kisah si Naga Langit > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com 39
tidak mampu menyen-tuh tubuh Hong Yi yang seolah telah berubah menjadi bayangan yang
tidak mungkin dapat dibacok atau ditusuk pe- 'fiS dang! Semua mata yang menonton pertandingan
itu, yang mula-mula meman-dang ngeri membayangkan tubuh yang padat ramping
itu akan roboh mandi darah, sekarang memandang dengan takjub dan kagum.
Tiba-tiba terdengar bentakan nyaring suara Hong Yi. "Lepaskan pedang!" Kedua tangannya
menyambar dengan tangan terbuka miring, seperti golok membacok hampir berbareng ke arah
dua pergelang-an tangan.
"Dukk!! Dukk"" Dua batang pedang terlepaa dari pegangan dan dua orang pe-ngeroyok itu
menarik tangan kanan me-reka karena merasa seolah tulang perge-langan tangan itu patahpatah.
Hong Yi tidak berhenti sampai di situ. Kedua kakinya yang kecil panjang itu mencuat
bergantian, yang kiri menyambar ke arah kepala si pendek gendut disusul kakl kanari
menyambar ke arah dada si tinggi besar.
"Dess....! Dess....!" Dua orang itu terjengkang dan terbanting keras ke atas lantai. Sejenak
mereka merintih, lalu bangkit duduk. Si pendek botak meme-jamkan mata karena kepalanya
puyeng dan segala tampak berputaran. Si tinggi besar memegangi dadanya dan menekafl
dengan kedua tangan karena dadanya te-rasa sesak bernapas!
Dengan kaki kirinya Hong Yi mencu-kil sebatang pedang yang terlepas tadi. Pedang
melayang ke atas disambar de-ngan tangan kanannya. Kemudian ia men-cukil pedang kedua
yang disambar tangan kirinya. Dengan sepasang pedang di ta-ngan ia menghampiri dua orang
yang ma-sih duduk berdekaian itu dan ujung pedang itu menodong leher mereka, Ujung
pedang yang runcing menekan kultt le-her mereka.
"Bersiaplah kalian untuk mampus!" bentak Hong Yi yang kini dari seorang gadis yang lemah
lembut berubah menja-di seorang gadis yang tampak gagah perkasa.
Dua orang jagoan itu menggigil keta-kutan. "Ampun.... ampunkan kami...." me-reka
bermohon dengan suara meratap, si botak masih puyeng dan si codet ma-sih terengah-engah.
"Kalau begitu hayo cepat keluarkan lima puluh tail perak untuk mengganti .prabotan yang
rusak kemudian cepat minggat dari sini'." bentak Hong Yi.
Biarpun napasnya masih terasa sesak, si tinggi besar dengan jari-jari tangan gemetar
mengambil kantung uangnya dan mengeluarkan lima puluh tail perak. Uang ku diletakkannya
di atas lantai di depannya.
"Sekarang pergilah dan jangan berani muncul lagi di sini. Kalau lain kali muncul lagi, kedua
tangan kalian akan kubun-tungi!" hardik Hong Yi sambil menen-dang dua kali. Tubuh dua
orang jagoan ri itu terpental dan terguling keluar dari pintu ruangan depan. Mereka segera
bangkit, si codet tinggi besar masih menekan dadanya dan si botak pendek gendut masih
memegangi kepalanya. Kemudian mereka lari pontang-panting mening-galkan rumah pelesir
itu.
"Hong Yi....!" Lu-ma menghampiri gadis itu dan merangkulnya. Hong Yi melempar sepasang
pedang ke atas lantai dan menghibur Lu-ma yang menangis.
Kisah si Naga Langit > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com 40
"Sudahlah, bibi. Bahaya sudah lewat dan aku yakin dua orang jahat itu tidak akan berani
datang mengacau lagi."
"Hong Yi, mari.... aku mau bicara...." kata Lu-ma. la rnemberi Isarat kepada seorang gadis
anak buahnya untuk menyimpan uang lima puluh tail perak itu dan ia lalu menggandeng
tangan Hong Yi memasuki kamarnya. Setelah menutupkan daun pintu ia mengajak Hong Yi
du-duk berhadapan.
"Hong Yi, engkau sungguh mengheran-kan dan mengejutkan hatiku. Bagaimana engkau
mampu mengalahkan dua orang jahat tadi? Bagaimana engkau yang biasanya lemah ini
mendadak dapat berubah ttienjadi seorang pendekar wanita?"
Hong Yi tersenyum. "Aku bukan seo-rang pendekar wanita, bibi. Aku hanya pfernah belajar
ilmu silat dari seorang nikouw (bikkhuni) perantau yang dahulu tinggal di dusun kami selama
tujuh ta-hun."
"Akan tetapi engkau tidak pernah me-ngatakan hal itu kepadaku dan engkau juga belum
pernah memperlihatkan kepandaian silatmu sama sekali."
"Ilmu silat bukan untuk pamer, bibi, melainkan untuk membela diri kalauu terancam bahaya."
"Akan tetapi engkau.... ahh, betapa menyesal aku.... kenapa engkau menurut saja ketika
aku....... menyuruhmu melayani para pria itu? Kenapa tidak kau tolak? Ahh...... aku sungguh
menyesal sekali......."
"Sudahlah, bibi. Engkau telah menolongku. Engkau telah mengur'us pemakam-an orang tuaku
dan engkau mau menampung diriku yang yatim piatu dan seba-tang kara. Kalau tidak ada
engkau tentu aku akan menjadi seorang gadis yang terlantar dan entah bagaimana nasibku.
Eng-kau amat baik kepadaku, maka tentu sa-ia aku menurut akan segala perintahmu. Aku
tahu engkau menyayangku.. dan tidak ingin menjadikan aku seperti para gadis penghibur
yang lain. Engkau memilih pria-pria terbaik untukku. Dan me-mang mereka itu bersikap
lembut, meng-hormati dan menghargaiku. Aku tidak menyesal, bibi."
"Engkau seorang gadis yang luar biasa, Hong Yi. Aku agak terhibur mengingat bahwa aku
telah bersumpah untuk tidak menyuruh engkau melayani pria lagi. Sekarang, pergilah ke kuil
itu, Hong Yi dan bersembahyanglah. Mintalah berkah dari Kwan Im Posat dan mintalah
petunjuk dan ramalan. Apakah engkau perlu ditemani?"
"Tidak usah, bibi. Aku akan pergi sen-diri, aku dapat menjaga diri."
Dengan membawa perlengkapan sem-bahyang seperti hioswa (dupa biting), li-lin dan
sebagainya, Hong Yi lalu berang-kat ke Kwan-im-bio yang berada di ujung kota Cin-koan
sebelah selatan. Seorang nikouw tua lalu menyambutnya dan Hong Yi lalu bersembahyang.
Kemudian ia minta ramalan dan setelah mengocok tabung tempat nomor ramalan dan sebuah
nomor keluar, nlkouw pelayan mengambllkan ramalan tertulis itu dan memperlihatkannya.
Biarpun Hong Yi seorang gadis ke-lahiran dusun, namun mendiang ayahnya adalah seorang
terpelajar miskin dan ayahnya dahulu mengajarinya ilmu membaca dan menulis. Bahkan
ketika menjadi murid Bian Hui Nikouw selama tujuh tahun, ia selain dilatih ilmu silat, juga
Kisah si Naga Langit > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com 41
me-nerima pelajaran membaca kitab-kitab agama oleh gurunya itu. Maka gadis ini-pun pandai
membaca dan menulis. la membaca ramalan tertulis itu.
"Harimau Putih bukan untuk ditakuti seyogyanya menjadi teman sejati temuilah seorang
bermarga Han bersamanya berjaya di Lin-an."
Biarpun dapat membaca sajak ramaian itu Hong Yi tidak mengerti apa maksudnya. la tidak
tahu apa yang dimaksud-kan dengan Harimau Putih dan siapa pu-la orang bermarga Han yang
harus ds-ajaknya pergi ke kota raja itu. Akan tetapi karena kepergiannya ke kuil minta
ramalan itu bukanlah kehendak yang timbul dari hatinya sendiri melainkan untuk memenuhi
permintaan Lu-ma, maka ia-pun tidak mengambil pusing lagi lalu berpamit dari nikouw
pelayan dan menu-ju pulang. Kuil Kwan-im-bio itu terletak di ujung kota yang sepi dan
sebelum ti-ba di perumahan kota ia harus melewati sebuah ladang yang cukup luas dan bagian
pinggir kota di situ sepi tak banyak dilewati orang.
Selagi ia berj'alan di bawah sinar ma-tahari yang mulai tinggi, tiba-tlba ia terkejut bukan main
karena di atas jalan raya itu tampak seekor binatang mengha-dang perjalanannya. Ketika ia
memandang penuh perhatian, ia makin heran dan terkejut karena binatang Itu adalah seekor
harlmau yang bulunya berwarna putlhl Sebagal seorang yang memiliki llmu silat yang cukup
tangguh dan penuh kepercayaan kepada diri sendiri dalam meng-hadapi bahaya, Hong Yi
cepat membungkuk dan mengambil dua buah batu sebesar kepalan tangannya. la tidak memegang
senjata dan inaklum bahwa harimau adalah sebangsa binatang buas yang amat kuat dan
berbahaya. Dua buah batu itu cukup lumayan untuk dipakal membela diri. Otomatis ia
teringat akan isi ramalan dari kuil Kwan-im-bio tadi. Ramalan itu menyebutkan tentang
harimau putih! Apa katanya tadi? "Harimau putih bukan untuk ditakuti!"
Tidak, ia tidak takut. la teringat bahwa anjing yang galakpun biasanya takut kalau disabit
batu, terutama kalau sambitan itu mengenai tubuhnya. Mungkin harimau inipun akan
ketakutan kalau ia sambit dengan batu, pikirnya. Setelah berpikir demlklan, Hong Yl
mengambll ancang-ancang, membidik ke arah sasaran lalu dilontarkan sepotong batu ke arah
tubuh harimau itu.
"Wuuuttt.... dukkk!" Sambitan itu tepat nlengenai perut harimau putih. Blna-tang- langka Itu
terkejut lalu melompat dan melarikan dlri ke kiri. Hong Yi yang masih mempunyai sepotong
batu lagi', mengejar dan menyambitkan batu kedua. Harimau itu melompat ke balik semaksemak
dan menghilang. Hong Yi menghampiri semak-semak setelah memungut sepotong
batu lagi dari jalan. Berindap-indap ia menghampiri semak-semak dan... ia tertegun. la tidak
melihat harimau atau binatang apapun juga, akan tetapi di balik semak-semak itu, di atas
rumput hiJau yang tebal, ia melihat seorang pria muda bangkit dari tidurnya, duduk dan
menggeliat seperti seekor harimau. Pemuda itu berusia kurang lebih dua puluh lima tahun,
bertubuh jangkung dan tegap, ketika menggeliat itu tampak kedua lengannya yang berotot.
Wajahnya juga membayangkan kegagahan dan kejan-tanan. Di dekatnya terdapat sebuah buntalan
kain kuning. Rambutnya yang hi-tam panjang itu ditekuk ke atas dan diikat dengan
sehelai kain biru.
Tentu saja Hong Yi merasa kikuk dan tidak enak. la khawatir akan disangka mengintai orang
tidur. Maka lapun melangkah mundur dan karena pemuda itu tidak langsung menghadaplnya,
maka ia dapat mundur tanpa terlihat.
Kisah si Naga Langit > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com 42
Ketika ia telah tiba di jalan raya la-gi, ia mendengar suara orang dari depan. la memandang
dan melihat tujuh orang datang dengan cepat ke arahnya. la ti-dak menyangka buruk dan
mengira mereka itu adalah orang-orang. yang hendak pergi ke kuil. la tidak menaruh
perhatian, apalagi karena ia masih merasa he ran akan peristiwa tadi. Ke manakah perginya
harimau putih yang aneh tadi? Dan orang itu! Mengapa harimau putih itu tidak mengganggu
orang itu? Pada hal ia melihat betul betapa harimau itu lenyap di balik semak-semak dan
orang laki-laki itupun tidurnya di belakang semak-semak. Ketika harimau putih tadi
melompat ke balik semak-semak, sepantasnya menimpa tubuh laki-laki yang se-dang tidur itu.
Apakah laki-laki itu terbangun karena terinjak harimau?
Rombongan orang itu sudah tiba di depannya dan ia mendengar suara orang, "Inilah gadis
siluman itu! Inilah pelacur laknat itu!"
Hong Yi terkejut dan rnemperhatikan. la segera mengenal si muka codet yang s bertubuh
tinggi besar tadi dan si botak yang bertubuh pendek gendut. Dua orapg yang pagi tadt
mengamuk di rumah pelesir Bunga Seruni dan yang telah dirobohkan dan diusirnya. Dan dua
orang itu ki-pi datang bersama tujuh orang lain, en-tah hendak melakukan apa. Akan tetapi
melihat sikap mereka ia dapat menduga bahwa mereka tentu tidak berniat baik terhadap
dirinya. la pura-pura tidak mengenal mereka dan menggerakkan kaki untuk pergi dari situ.
"Hei, berhenti dulu! Jangan pura-pura tidak mengenal kami. Bukankah engkau pelacur Hong
Yi yang pagi tadi melawan kami di rumah pelesir Bunga Seruni?" ta-nya si botak gendut
dengan sikap beringas.
Hong Yi masih bersikap tenang walau-pun ia maklum bahwa dua; orang itu jelas mencarinya
untuk niembalas dendam dengan mengerahkan teman-temannya. "Benar, aku Liang Hong Yi.
Aku telah menghajar kalian berdua yang telah membikin ribut dan mengacau di rumah
hiburan Bunga Seruni!. Sekarang kalian berdua mau apa?"
Si muka codet tinggi besar itu berka-ta kepada seorang di ancara mereka, "Twako kakak
terbesart, inilah gadis siluman itu! Harap twako cnemberi hajaran kepadanya agar la tidaik
menjadi sombong!"
Orang te mengangguk-angguk, lalu melangkah maju menghadapi Hong Yi.
"Nona engkau masih muda dan cantik dan kabarnya engkau seorang pelacur yang biasa
melayani dan menghibur kar . um pria. Akan tetapi kenapa engkau mengandallcan sedikit
ilmu silatmu memu-kul dua orang rekanku ini?" tanya orang itu.
Hong Yi memandang orang itu penuh perhatiah. Dia seprang laki-laki berusia kurang lebih
lima puluh tahun. Tubuhnya jangkung kurus dan pakaiannya mewah, sikapnya halus akan
tetapi sepasang matanya bersinar tajam, muka berwarna agak kuning. Biarpun Hong Yi belum
ba-nyak pengalamannya di dunia persilatan, akan tetapi ia pernah digembleng seorang, guru
yang baik yang banyak mencerita-kan keadaannya tentang ciri-ciri orang kang-ouw maka
melihat orang tinggi kurus itu, iapun dapat menduga bahwa orang ini tentu seorang ahli Lweekang(
tenaga dalam) yang tangguh. Maka ia bersikap waspada.
"Orang-orang seperti mereka berdua itu tidak pernah akan mengakui kesalah-annya sendiri,
melainkan menjatuhkan ke-salahan kepada orang lain dan membenar-kan diri mereka sendiri.
Engkau mau ta-hu kenapa aku memukul dua orang itu? Mereka telah membuat kekacauan di
Kisah si Naga Langit > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com 43
Ru-mah Pelesir Bunga Seruni dan hendak' memaksa aku melayani mereka. Ketika ditolak
mereka mengamuk dan merusak prabot rumah itu. Aku hanya minta agar mereka membayar
ganti rugi, akan teta-pi mereka malah mengeroyokku. Tidak-kah itu sudah pantas kalau aku
memberi sedikit pelajaran kepada mereka?"
"Hemm, akan tetapi bukankah engkau seorang pelacur yang harus melayani setiap orang laki-
Iaki yang menginginimu dan mampu membayarmu?"
Hong Yi; mengerutkan alisnya dan kulit kedua pipinya menjadi merah..
"Pelacur juga seorang manusia! Ia memang penjual jasa, akan tetapi secara suka rela dan
tanpa ada paksaan. la berhak memilih dan menolak orang yang disukainya atau untuk
dilayaninya!"
Si jangkung kurus itu mengerutkan alisnya. "Hemm, engkau memang seorang perempuan
yang sombong. Akan tetapi mengingat bahwa engkau hanya seorang perempuan, aku akan
mengampunimu ka-lau engkau suka berlutut dan ipinta am-pun kepada dua orang rekanku ini.
Kalau tidak, terpaksa aku Tiat-jiauw-eng (Garuda Cakar Besi) Ban Hok akan memberi
hajaran keras kepadamu!"
Hong Yi tahu dari julukan orang itu bahwa dia tentulah seorang ahli silatS bertenaga dalam
yang mengandalkan keampuhan jari-jari tangannya yang membentuk cakar. Otomatis
pandang matanya tertuju kepada tangan orang itu dan ia melihat bahwa ujung jari-jari tangan
itu tampak menghltaml Akan tetapl ia teringat akan pesan gurunya, Bian Hui Ni-kouw,
dahulu. "Jangan blarkan rasa takut dan sombong menguasai hatimu kalau engkau berhadapan
dengan seorang lawan. Rasa takut melemahkan dan kesombongan membuatmu memandang
rendah lawan dan engkau akan menjadi le-ngah. Hadapi kekerasan dengan kelembutan.
Hindarkan perkelahian, keCuali kalau engkau terpaksa karena diserang."
"Paman Ban Hok, kalau aku memang bersalah, kepada seorang anak kecil seka-lipun akU
bersedia untuk minta maaf. Akan tetapi terhadap kedua orang ini, aku sama sekali tidak
bersalah. Merekatah yang menyerangku. Tidak mungkin aku minta maaf. Kepadamupun aku
tidak ingin bermusuhan, tidak ingin berkelahl , dan harap engkau sebagai seorang tokoh kangouw
suka mengerti dan memaafkan aku”.
Mendengar ucapan ini, Tiat-jiaw-eng Ban Hok tampak meragu. la adalah seorang piauw-su
(pengawal barang kirlman) yang terkenal dl kota raja dan dia diangkat sebagal sesepuh oleh
para piauwsu i yang mengawal barang ke kota Cin-koan ini. Tldak enak rasanya kalau sebagai
se-orang tokoh kang-ouw dia harus mende-sak seorang wanita yang masih begitu muda lagi.
Dia menoleh kepada dua orang kawannya itu dan berkata, "Sudahlah, kurasa tidak ada
gunanya urusan ini diperpanjang. la hanya seorang wanita muda dan seorang gadis penghibur
pula. Alasannya memang masuk akai. Kalian tidak berhak memaksa seorang gadis penghibur
melayani kalian kalau ia tidak suka. Jual beli memang dasarnya suka rela. Ka-lau si penjual
tidak mau menjual barang dagangannya, si pembeli tidak boleh me~ maksa. Sebaliknya kalau
si pembeli tidak mau membeli, si penjualpun tidak boleh memaksanya. Sudahlah, habiskan
saja urusan ini;
"Akan tetapi, Ban-twako! Kami telah dihina oleh perempuan hina ini! Apakah twako sebagai
sesepuh kami tidak hendak membela kami?" teriak si codet tinggi besar. '
Kisah si Naga Langit > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com 44
'"Ya, apa artinya kami mempunyai seorang sesepuh kalau tidak mau bertindak melihat kami
diperhina orang? Ataukah Ban-twako merasa takut melawan gadis hina ini?" teriak pula Si
gendut pendek.
Mendengar ucapan dua orang itu, Ban Hok merasa panas hatinya juga.
"Baiklah, aku akan membalaskan keka-lahan kalian. Akan tetapi aku tidak mau mencederai
seorang perempuan. Nona, mari kita main-main sebentar. Hendak kulihat sampai di mana
kelihaianmu!" Se-telah berkata demikian, Ban Hok melang-kah maju menghampiri Hong Yi
dan memasang kuda-kuda dengan kedua kaki terpentang lebar, kedua tangan membentuk
cakar dan bergerak-gerak menyilang. Jari-jari tangannya yang membentuk cakar itu
mengeluarkan bunyi krek-krek!
Hong Yi waspada. la maklum bahwa sekali ini ia menghadapi seorang lawan tangguh. lapun
memasang kuda-kuda miring, tangan kanannya di pinggang, tangan kiri seperti menyembah di
depan dada. Inilah pembukaan jurus yang disebut Menyembah Kwan Im Dengan Satu tangan'.
"Aku tidak ingin berkelahi, akan teta-pi kalau diserang, terpaksa aku membe-la diri," katanya
tenang.
Tiat-jiauw-eng Ban Hok maklum bahwa gadis itu tidak mau mulai menyerang lebih dahulu,
maka diapun berseru, "Li-hat seranganku!" dan diapun menerjang maju, cakar kirinya
mencengkeram ke arah pundak kanan gadis itu. Namun dengan cekatan sekali Hong Yi
mengelak, miringkan tubuh dan cengkeraman itupun luput. Akan tetapi dengan amat
cepatnya, cakar kanan Ban Hok menyusul, mencengkeram ke arah kepala!
Kembali Hong Yi mengelak dan iapun t membalas dengan tendangan dari samping ke arah
larribung lawan.
"Wuuuttt....!" Ban Hok menangkis dengan lengan kirinya dan Hong Yi merasa betapa kakinya
terpental dan tergetar. Benar dugaannya. Orang tinggi kurus itu adalah seorang ahli tenaga
dalam yang amat kuat. la tahu bahwa kalau mengadu tenaga, ia akan kalah, maka iapun
mempergunakan kelebihannya yang dapat diandalkan, yaitu ginkang (ilmu mering-ankan
tubuh). Dari gurunya, ia memang mendapatkan ilmu gin-kang yang cukup hebat sehingga ia
mampu bergerak dengan' amat cepatnya sepertl seekor burung walet.
Terjadilah pertandlngan yang seru. Ban Hok yang tadinya agak memandang rendah kepada
gadis pelacur itu, merasa kecelik dan menjadi penasaran sekali. Tadinya dia mengira bahwa
dalam bebera-pa jurus saja dia akan mampu mengalahkan Hong Yi. Dia hanya ingin
meroboh-kan gadis itu tanpa melukainya, hanya ingin mengalahkan untuk menebus kekalahan
kedua orang rekannya. Tidak tahunya, telah lewat dua puluh jurus dan sama sekali
serangannya belum ada yang mampu menyentuh tubuh gadis itu, bahkan diapun harus
berhati-hati sekali karena serarrgan balasan gadis itu cukup berbahaya.
Kini saking penasaran dia menjadi marah dan tidak ragu-ragu lagi untuk menyerang dengan
pengerahan seluruh tenaganya. Kalau perlu dia harus merobohkan dan melukai gadis im untuk
memper-oleh kemenangan'
Kisah si Naga Langit > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com 45
Tiba-tiba si codet dan si botak, di-ikuti pula oleh enam orang teman mereka, semua berjumlah
delapan orangi telah mcnyerbu dan mengeroyok Hong Yl, bahkan mereka mempergunakan
golok dan pedang untuk menyerang gadis itu!
'"Jangan keroyok! Mundur!" teriak Tiat-jiauw-eng Ban Hok. Akan tetapi delapan orang
kawannya itu tidak mau mundur bahkan menyerang membabi buta kepada Hong Yi yang
terpaksa harus mengerah-kan gin-kangnya untuk berkelebat dan menghindarkan diri dari
hujan serangan pedang dan golok! Kini Hong Yi oerada dalam bahaya maut!
Pada saat itu, terdengar suara lantang dan terdengar seperti gerengan harimau. "Pengecutpengecut
hina! Dengan mengandalkan banyak orang mengeroyok seorang gadis! Tak tahu
malu dan patut dihajar!" Sesosok bayangan berkelebat dan orang itu menggerakkan tangan
kakinya. Terdengar teriakan-teriakan kesakitan dan em-pat orang pengeroyok terpelanting
roboh terkena tendangan dan tamparan orang yang datang membantu Hong Yi itu! Hong Yi
merasa girang dan iapun berge-rak cepat. merobohkan dua orang pengeroyok dengan
tendangannya. Pada saat itu, orang ke tujuh dan delapan juga ro-boh terpelanting oleh
tamparan tangan penolongnya. Kini tinggal Tiat-jiauw-eng . Bah Hok sendiri yang masih
belum roboh dan tokoh ini menjadi marah sekali melihat delapan orang rekannya sudah
terpelanting dan agakhya menderita luka pukulan yang cukup parah sehingga mereka tidak
dapat segera bangkit.
"Mundurlah, nona. Biar kuhadapi orang ini." Laki-laki yang menolong Hong Yi itu berkata
tanpa menoleh kepada gadis itu. Hong Yi melompat ke belakang, berjaga-jaga agar delapan
orang yang sudah roboh itu tidak melakukan pengeroyokan. Ketika.ia memandang dengan penuh
perhatian, ia tertegun heran. la mengenal wajah itu! Dia pemuda yang tadi terbangun dari
tidurnya di balik semak-semak, pemuda yang disangkanya terbangun dari tidur karena terijak
harimau putih yang dikejarnya!
"Orang muda yang lancang, siapakahgg engkau yang berani mencampuri urusan kami?"
bentak Ban Hok yang merasa penasaran dan marah sekali.
Pemuda itu menggeram. Suaranya dalam dan menggetarkan jantung. "Kalau urusan kalian itu
patut, aku Han Si Tiong tidak akan sudi mencampuri. Akan tetapi kalian ini pengecutpengecut
hina me-ngeroyok seorang gadis. Tentu saja aku mencampurinya!"
"Manusia sombong! Engkau belum me-ngenal kelihaian Tiat-j'iauw-eng Ban Hok! Sambut
seranganku!" Ban Hok sudah me-liyerang dengan ganas sekali karena sekali ini dia marah dan
ingin merobohkan pemuda yang telah membuat teman-temannya berpelantingan. Pemuda
yang bernama Han Si Tiong itu mengelak dan membalas dengan tidak kalah cepat dan
kuatnya. Terjadi pertandingan yang lebih hebat lagi.
Mendengar pemuda itu menyebut namanya Han Si Tiong, Hong Yi kembali tertegun. la
teringat akan ramalan di kuil Kwan-im-bio tadi. Dalam sajak ramalan itupun disebut-sebut
tentang seorang bermarga Han! la mengingat bunyi sajak itu.
"Harimau putih bukan untuk ditakuti seyogianya menjadi teman sejati temuilah seorang
bermarga Han bersamanya berjaya di Lin-an."
Hong Yi menonton pertandingan itu dengan bengong. Mengapa begitu kebetulan? Pada hari
itu juga ia melihat seekor harimau putih dan bertemu dengan seorang bermarga Han, cocok
Kisah si Naga Langit > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com 46
sekali dengan bunyi ramalan tadi! la memperhatikan pemuda yang menolongnya itu. Dia
seorang pemuda bertubuh tinggi tegap, berkulit agak gelap karena banyak tersorot sinar
matahari. Wajahnya tidak terlalu tampan namun membayangkan kejantanan dan tampak
gagah sekali. Usianya sekitar dua puluh lima tahun. Pakaiannya dari kain kasar dan sederhana
sekali, sudah agak lapuk pula menandakan bahwa pemuda itu adalah seorang miskin.
Punggungnya menggendong sebuah buntalan dari kain kuning. Ini menunjukkan bahwa
pemuda itu seorang yang sedang melakukari perjalanan jauh, seorang perantau.
Hong Yi memperhatikan gerakan silat pemuda itu. Walaupun dia bertangan kosong
menghadapi lawannya yang memiliki sepasang tangan membentuk cakar yang menggiriskan,
namun dia sama sekali tidak terdesak. Hong Yi mengenal gerakan yang kokoh dari pemuda
itu sebagai ilmu silat Siauw-lim-si. Ilmu silatl yang ia pelajari dari Bian Hui Nikouw juga
bersumber dari ilmu silat Siauw-lim-pai walaupun sudah bercampur dengan ilmu silat
lainnya.
Perkelahian itu berlangsung semakin seru. Hong Yi melihat betapa pemuda itu berani
menangkis cengkeraman cakar tangan Ban Hok yang mengandung tenaga dalam amat kuat
itu, dan setlap kali lengan mereka beradu, ia melihat betapa lengan Ban Hok terpental. Ini
menunjukkan bahwa pemuda itupun memiliki tenaga dalam yang amat kuat, bahkan mungkin
lebih kuat daripada tenaga dalam yang dimiliki lawannya. Sudah tigaj puluh Jurus mereka
bertandlng dan Tiat-jiauw-eng Ban Hok mulai terdesak oleh tendangan-tendangan dahsyat
pemuda itu yang menjadi ciri khas dari ilmu silat Siauw-lim-pai Utara.
"Haiiiitt....!'." Tiba-tiba Ban Hok menyerang lagi dengan kedua tangannya yang membentuk
cakar elang, pemuda yang bernama Han Si Tiong itu memutar tubuh mengelak, kemudian
dengan putar-an tubuhnya yang dilakukan dengan cepat, kakinya mencuat dan terayun cepat
sekali menyambar ke arah kepala lawan. Cepat bukan main kaki kanan itu menyambar dengan
posisi membalik. Inilah jurus Sin-liong-pai-bwe (Naga Sakti Melecutkan Ekornya). Ban Hok
terkejut dari mencoba untuk mengelak dengan menarik kepalanya ke belakang.
"Bukk!" tendangan kilat itu tidak mengenai kepalanya akan tetapi masih me-l ngenai
pundaknya sehingga dia terpelanting roboh. Dia bangkit lagi dengan meringis kesakitan,
kemudian melihat betapa teman-temannya sudah menjauhkan diri, diapun maklum bahwa dia
tidak a-kan mampu mengalahkan pemuda itu.
Sebagai seorang piauwsu terkenal Ban Hok juga memiliki pengetahuao tentang sopan santun
dunla persilatan. Dia meng-angkat kedua. tangan depan dada memberi hormat kepada Han ,Si
Tiong dan berkata,
"Engkau lihai sekali, sobat. Aku mengaku kalah dan maafkan kelancangan teman-tenianku
yang tadi mengeroyok nona ini, hal itu terjadi bukan atas kehendakku." Setelah berkata
demikian, dia la-lu membalikkan tubuhnya dan pergi. Setelah bertemu dengan rekannya, Tiatjiauw-
eng Ban Hok memaki mereka habis-habisan. Bagi seorang kang-ouw, ka-lah menang
dalam sebuah pertandingan adalah hal biasa, akan tetapi para rekan-nya itu telah membuat dia
malu karena mereka tadi melakukan pengeroyokan, apa lagi yang dikeroyok adalah seorang
gadis muda! Sudah kalah, mendapat malu dan nama buruk pula!
Sementara itu, melihat betapa pemuda itu telah dapat mengusir pergi. orang-orang yang tadi
menggan'ggunya, Liang Hong Yi segera maju menghampiri dan memberi hormat.
Kisah si Naga Langit > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com 47
"Tai-hiap (pendekar besar), saya Liang Hong Yl mengucapkan banyak terlma ka-sth atas
pertolongan tai-hiap. Tanpa ban-tuan tai-hiap, entah bagaimana nasibku tadi."
Han Sl Tiong memandang Hong Yi dan dia merasa kagum sekali. tak disankanya bahwa gadis
yang dikeroyok banyak laki-laki tadi, yang melakukan perlawanan dengan gigih dan cukup
tangkas, cer-nyata seorang gadis yang begini cantik jelita!
"Nona Liang Hong Yi, harap jangan sebut aku tai-hiap. Aku seorang pemuda dusun biasa
yang sedang merantau, namaku Han Si Tiong. Sebut saja namaku tanpa taihiap, nona
niembuat aku menjadi malu dengan sebutan itu."
Hong Yi tersenyum manis, hatinya tertarlk sekall. Pemuda ini gagah perkasa, biarpun tutur
sapanya sederhana dan bahkan agak-kasar, namun seluruh sikap dan pribadinya
membayangkan keterbukaan, kejujuran dan kesederhanaan. Alangkah jauh bedanya dengan
para pemuda yang dikenalnya atau yang diperkenalkan Lu-ma kepadanya, bahkan yang telah
dilayaninya. Mereka itu pada umumnya pe-muda yang tampan, kaya raya, pesolek, berlagak
dan pura-pura. lapun dapat menerima sikap jujur itu dengan gembira dan berkata sambil
tersenyum manis.
"Baiklah, aku akan menyebutmu koko (kakak) Han Si Tiong. Akan tetapi, Tiong-ko (kakak
Tiong), engkaupun harap jangan menyebutku nona. Akupun hanya seorang.... gadis biasa saja
yang tidak pantas menerima penghormatan dari seorang gagah sepertimu."
"Aku akan menyebutmu adik. Yi-moi (adik Yi), bagaimana engkau seorang ga-dis berada di
sini seorang diri dan dikeroyok oleh segerombolan orang jahat tadi?"
"Aku.... aku.... diganggu mereka dan karena tidak mau melayani, mereka lalu mengeroyokku.
Tiong-ko, banyak terima kasih atas pertolonganmu tadi." Tentu 'eaja saja Hong Yi merasa
rikuh sekali un-tuk mengaku terus terang apa yang men-jadi sebab perkelahiannya dengan
orang-orang tadi. Kalau menceritakan dengan terus terang, ia akan terpaksa
harusmenceritakan bahwa la adalah seoran^ pelacur!
"Ah. Yi-mof, tidak perlu dibicarakan lagi hal itu. Kalau seorang laki-laki melihat wanita
dikeroyok banyak laki-iaki tanpa turun tangan menolong, dia adaiah seorang pengecut dan
aku tidak mau disebut seorang pengecut. Sekarang, mari kuantar engkau pulang. Di manakah
rumahmu?"
Hong Yi menuding ke depan di mana sudah tampak tembok kota Cin-koan. "Rumahku di kota
Cin-koan itu, akan tetapi terima kasih, Tiong-ko, engkau tidak perlu menyusahkari diri
mengantar aku pulang."
"Sama sekali tidak menyusahkan diri, Yi-moi, Aku mengantarmu sampai ke ru" niah dengan
selamat. Aku khawatir ka-lau orang-orang jahat tadi akan kembati inenghadang dan
mengganggumu. Aku harus mengantar dan mengawalmu, Yi-moi," kata Han Si Tiong dengan
suara tegas.
Hong Yi menghela napas panjang. la merasa kasihan kepada pemuda gagah itu kalau sampai
ketahuan orang bahwai pemuda itu mengantar ia, seorang pelacur pulang. Untuk membuat
pemuda itu mundur, terpaksa ia harus mengaku siapa dirinya.
Kisah si Naga Langit > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com 48
"Tiong-ko, ketahuilah bahwa akii.... aku.... tidak sepantasnya engkau antarkan pulang. Aku
tidak berharga untuk kaukawal, Tiong-ko. Hal itu hanya akan merendahkan namamu dan
mencemarkan kehormatanmu."
Han Si Tiong terbelalak, lalu mengerutkan alisnya yang hitam tebal. "Eh, apa maksudmu
kata-katamu itu, Yi-moi? Apa artinya itu?"
"Tiong-ko, ketahuilah, aku sama sekali bukan seorang gadis terhormat seperti yang
kausangka. Aku.... aku.... hanya seorang gadis pelacur....! Dua orang di antara mereka tadi
hendak memaksaku me-layani mereka dan aku menolak, maka mereka menjadi marah dan
hendak me-ngeroyokku... nah, engkau tahu sekarang siapa diriku, karena itu tidak sepantasnya
engkau mengantar aku.... selamat tinggal Hong Yi lalu membalikkan tubuhnya dan
berjalan cepat meninggalkan Si Tiong menuju ke kota Cin-koan.
Akan tetapi ia mendengar langkah kaki di belakangnya. Hong Yi menengok dan ternyata
pemuda itu berjalan mengikutinya tanpa bicara.
"Eh, Tiong-ko,j mengapa engkau mengikuti aku?"
"Aku harus mengawalmu pulang,” jawab pemuda itu singkat.
"Akan tetapi aku.... aku...."
"Engkau juga seorang manusia, bukan? Selama engkau seorang manusia, engkau tidak ada
bedanya dengan aku."
Hong Yi menghela napas dan melanjutkan langkahnya, tetap diikuti oleh Si Tiong. "Akan
tetapi, pekerjaanku...."
"Aku tidak menilai manusia dari pekerjaannya, kedudukannya, atau keadaan harta dan
kepintarannya, melainkan dari sikap dan perbuatannya. Dan aku melihat sikap dan
tindakanmu terhadap orang-orang jahaf tadi cukup baik dan mengagumkan, Yi-moi."
"Tiong-ko...." Hong Yi berkata lirih lalu diam dan melanjutkan langkahnya, diikuti oleh Si
Tiong. Mereka tidak bercakap-cakap lagi tenggelam dalam lamunan masing-masing. Han Si
Tiong yang sudah berusia dua puluh lima tahun itu belum pernah bergaul dan berdekatan
dengan wanita, bahkan belum pernah merasa ter-tarik kepada wanita. Akan tetapi sekali ini
dia merasa tertarik dan kagum sekali kepada Hong Yi. Bukan saja tertarik dan kagum akan
kecantikan gadis itu dan ke-gagahannya berani melawan pengeroyok-an banyak laki-laki,
akan tetapi juga ka-gum mendengar pengakuan gadis itu bah-wa ia seorang pelaCur.
Pengakuan ini saja membuktikan bahwa gadis ini berwatak jujur dan tidak menyembunyikan
kea-daan dirinya agar dianggap terhormat. Dan dia melihat dan merasakan bahwa biarpun
gadis ini mengaku dirinya seba-gai pelacur, namun sikapnya sama sekali tidak
membayangkan sebagai seorang wa-nita yang tidak mengenal kesusilaan. Ke-nyataan ini
membuat hati Si Tiong menjadi penasaran dan dia ingin sekali mengetahui mengapa seorang
gadis seperti' Liang Hong Yi ini sampai menjadi seo-rang wanita penghibur pria.
Hong Yl juga; melamun dan jantungnya merasa berdebar-debar. la sendiri belum pernah jatuh
cinta kepada seorang pria. Biarpun ia terpaksa menyerahkan diri untuk melayani pria, namun
hal itu hanya dilakukan tubuhnya saja. Perasaan hatinya tidak pernah tersentuh oleh cinta
Kisah si Naga Langit > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com 49
nafsu. Sekarang, setelah ia mengetahui isi ramalan dari Kwan-im-bio ten-tang pertemuannya
dengan harimau putih dan seorang laki-laki bermarga Han yang kemudian menjadi kenyataan,
hatinya terguncang. la merasa seolah-olah kemunculan pemuda ini mempunyai arti yang
penting sekali dalam kehidupannya, seolah-olah pemuda ini akan mendatangkan perubahan
besar dalam hidupnya. la sendiri tidak tahu apakah ia jatuh cinta, akan tetapi yang jelas, ia
merasa kagum dan berhutang budl kepada si Han Tiong yang kinl mengawalnya dengan
Jangkah tegap di belakangnya.
Baru saja Hong Yi tiba di depan pih-tu rumah pelesir Bunga Seruni, Lu-ma sudah menyambut
dengan wajah berseri dan iriata mengandung penuh pertanyaan dan harapan. Saking
tegangnya, la hanya memperhatikan Hong Yi dan seolah ti-dak melihat bahwa gadis itu
datang ber-sama. Han Si Tong.
"Bagaimana, Hong '¥1, ramalan apa yang kaudapatkan?" tanyanya penuh fce-inginan tahu.
Hong Yi tersenyum dan menoleh ke-pada Si Tiong lalu memperkenalkan pemuda itu. "Bibi,
taihiap (pendekar besar) ini adalah Han Si Tiong yang telah menyelamatkan aku ketika para
piauwsu tadi mengeroyokku di jalan bersama teman-temannya. Tiong-ko, ini adalah bibi-ku
Lu-ina."
Barulah Lu-ma memperhatikan pemuda itu dan mendengar bahwa pemuda itu telah
menyelamatkan Hong Yi dari pe-ngeroyokan banyak orang, ia bersikap ra-mah dan hormat
walaupun alisnya berke-rut melihat pemuda itu berpakaian kain kasar sederhana karena
biasanya para pria yang berkunjung ke situ semua berpakai-an mewah dan indah.
"Ah, Han-taihiap, silakan masuk dan silakan duduk." la mempersilakan pemuda itu masuk ke
ruangan tamu. Mereka bertiga memasuki ruangan tamu dan ketika Si Tiong melihat beberapa
orang gadis muda dan cantik berpakaian indah duduk di ruangan itu, dia menjadi ragu dan
memandang kepada Hong Yi.
"Yi-moi, maafkan aku. Karena engkau sudah sampai di rumah dengan sela mat, maka aku
mohon pamit, hendak melanjutkan perjalananku." Dia dapat men-duga bahwa empat orang
gadis cantik yang tersenyum-senyum manis itu tentulah para gadis penghibur. Walaupun dia
sendiri belum pernah berkunjung ke rumah hiburan, namun dia pernah mendengar tentang
rumah pelacur semacam itu.
Hong Yl terkejut mendengar inl. "Nanti dulu, Tiong-ko. Harap engkau su-ka duduk dulu...."
Hong Yi melihat betapa pemuda itu melirik ke arah para ga-dis penghibur dengan alis
berkerut dan tahulah ia mengapa pemuda itu tergesa-gesa hendak pergi. la membei isarat kepada
empat orang gadis itu untuk me-ninggalkan ruangan tamu. Empat orang gadis itu
mengerti dan sambil tersenyum sinis mereka lalu meninggalkan ruangan .„ tamu dan
memasuki ruangan dalam.
"Silakan, Tiong-ko. Silakan duduk dulu, Aku akan bicara dengan Bibi Lu-ma sebentar." Hong
Yi bertepuk tangan dan muncullah seo.rang pelayan wanita sete-ngah tua. "Bibi, hidangkan
minuman dan makanan kering untuk tamu!" Setelah mengangguk lagi kepada Si Tiong, Hong
Yi lalu menarik tangan Lu-ma, diajak masuk ke dalam kamarnya.
"Bibi, telah terjadi hal yang aneh dan luar biasa sekali padaku!" kata Hong Yi sambil duduk di
atas kursi dalam kamarnya dan Lu-ma duduk di sebelahnya.
Kisah si Naga Langit > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com 50
"Apa yang telah terjadi? Engkau tampak begini tegang dan gembira," tanya Lu-ma yang
memang sudah ingin sekall mendengar apa yang- dialami Hong Yi ke-tika pergl ke kuil
Kwan-im-bio. .
"Aku telah sembahyang di kutl:dan minta ramalan dan inilah hasil ramalan itu." la
mengeluarkan sehelai kertas lalu membacanya dengan lirih agar jangan sampai terdengar dari
luar kamar.
"Harimau Putih bukan untuk ditakutt seyogianya menjadi tenwn sejati temmlah seorang
bermarga Han bersamanya berjaya di Lin-an.
”Wah. menarik sekali. Tapi, apanya vang luar biasa dan aneh?"
"Begini, bibi. Ketika aku pulang dan berada di jalan sunyi, tiba-tiba aku melihat seekor
harimau putih yang besar.
"Ehh? Lalu bagaimana?" Lu-ma semakin tertarik.
"Karena takut kalau-kalau hanimau putih itu menyerangku, aku lalu menyambitnya dengan
batu. Dia lan ke belakang semak-semak dan ketika aku menge]ar-nya, dia lenyap dan di
belakang semak semak itu aku melihat seorang pemuda terbangun dari tidurnya. Kukira dia
tenn jak harimau itu, akan tetapi hanmaunya lenyap”.
”Hemmm, mungkin harimau putih itu semangatnya yang keluar ketika dia ter tidur kata Luma.
"Kemudian bagaimana?”.
"Aku lalu melanjutkan perjalanan dan tiba-tiba muncul delapan orang, di antaranya dua orang
piauw-su (pengawal barang) yang kuhajar di sini, dan mereka mengeroyokku. Aku tentu
celaka kalau saja tidak ditolong orang. Dan engkau tahu, bibi,' siapa penolong itu? Dia bukan
lain adalah pemuda yang kulihat terba-ngun dari tidur di belakang semak-semak di mana
harimau putih itu lenyap! Dan yang lebih aneh lagi, namanya Han Si Tiong, dia bermarga Han
seperti yang dikatakan ramalan Kwan-im-bio itu! Dan dia itulah orangnya!" Hong Yi
menuding-kan telunjuknya ke arah luar di mana si Han Si Tiong duduk di ruangan tamu.
Lu-ma terbelalak. "Wah.... cocok be-nar, coba, bagaimana bunyi ramalan itu tadi? Harimau
putih bukan untuk ditakuti seyogianya menjadi teman sejati, temui-lah seorang bermarga Han,
bersamanya berjaya di Lin-an. Hemm, sungguh cocok pula dengan mimpiku. Hong Yi, tidak
salah lagi, dialah jodohmu dan engkau a-kan menjadi orang besar kelak bersamanya kalau
kalian berdua pergi ke Lin-an!.
“Tapi, bibl...." terkejut juga hati Hong Yl mendengar ucapan itu karena sebelumnya lak
pernah sedikitpun terpikir, olehnya tentang kemungkinan perjodohan dengan seorang lakilaki.
yang baru saja dijumpainya.
"Tapi apa lagl, Hong Yi? Biarpun aku baru melihat sekejap, dia masih muda bertubuh tegap
dan wajahnya tidak buruk apalagi dla adalah seorang pendekar yang telah menolongmu.
Apakah engkau tidak mau menjadi isterinya?"
Kisah si Naga Langit > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com 51
Hong Yl menghela 'napas panjang. "Entahlah, bibi, akan tetapi yang perlu dlpertanyakan,
apakah dia mau menjadl suamiku?"
"Kalau begitu, berarti engkau mau menjadl isterinya, bukan? Biarkan aku bertanya kepadanya
sekarang juga. Hong Yl, firasatku mengatakan bahwa kelak engkau akan dapat hidup mulia
bersamanya. Semua cocok dengan mimpiku dan cocok pula dengan ramalan Kwan-im-bio"
Tanpa menanti jawaban Hong Yi wanita itu lalu melangkah keluar dari kamar Hong Yi
menuju ke ruangan tamu. Hong Yi tidak mencegah. la hanya pa-srah. Bukankah jauh lebih
baik menjadi isteri seorang pendekar budiman yang ga-gah perkasa daripada menjadi seorang
pelacur hina? Pelacur hina? Hong Yi ter-cenung dan melamun. Pertanyaan ini selalu
menggores kalbunya. Pelacur dianggap oleh umum sebagai wanita yang kotor, rendah, dan
hina, bahkan nyaris tidak dipandang sebagai manusia lagi, melainkan sebagai sampah
masyarakat yang selalu dikutuk dan dimaki. Orang tidak perduli dan tidak mau tahu lagi
tentang. alasan mengapa para wanita itu menjadi pelacur. la sendiri yang langsung terjun, ke
dalam dunia pelacuran, walaupun belum lama dan hanya jarang saja ia diharuskan melayani
pria, ia mengenal kehidupan mereka dan tahu mengapa mereka itu terpaksa menjadi pelacur.
Sebagian besar dari mereka adalah korban kemelaratan, korban kelemahan mereka dan
korban laki-laki! Septerti Siu Lin itu, la anak keluarga miskin di dusun yang sudah tenggelam
dalam hutang sampai ke leher mereka. Ayahnya terpaksa mentegakan hati menjual anak
perempuannya itu ke rumah hiburan yang dikelola Lu-ma. Hasil penjualan gadisnya itu untuk
melunasi hutang-hutangnya, menepus sepetak sawah yang digadaikan sehingga keluarga itu
dapat lagi bercocok tanam dan menghidupi semua anggauta keluarga. Penghasilan inipun
masih tidak mencukupi kebutuhan perut suami isteri dengan sisa lima orang anak itu sehingga
Siu Lin harus membantu keluarga orang tuanya, menyisihkan sebagian hasil pekerjaannya
menjual diri untuk memungkinkan adik-adiknya makan setiap hari.
Gadis penghibur yang bernama Si Hu itu tidak lebih baik nasibnya daripadaj Siu Lin. Kalau
Siu Lin menjadi korban kemelaratan orang tuanya, Si Hu menjadi korban kejahatan dan
kekejaman laki-laki. lapun dari keluarga melarat dan ketika ia berusia tujuh belas tahun, pada
suatu hari yang naas baginya ia diperkosa oleh seorang penjahat. Penjahat itu kemudian
melarikan diri meninggalkan Si Hu yang bukan hanya kehilangan kehormatannya melainkan
juga kehilangaft nama baik. Peristiwa itu membuat ia dicemoohkan dan dipandang rendah
orang karena ia sudah bukan perawan lagi. Kaum wanita mencibirkan bibir kepadanya, dan
kaum pria bersikap kurang ajar dan berusaha untuk menggoda dan menggang-gunya,
menganggap ia seorang wanita murahan! Dalam keadaan seperti itu, pa-ra pemuda yang
tadinya menaruh perha-tian untuk mempersuntingnya sebagai isteri, satu demi satu
mengundurkan diri dan mereka itu tidak lagi berhasrat un-tuk memperisteri Si Hu, melainkan
Untuk menjinai dan mempermainkannya. Lebih menghancurkan hatinya lagi, orang. tuanya
merasa malu dan akhirnya iapun, meninggalkan dusunnya dan ditampung oleh Lu-ma untuk
menjadi gadis penghibur atau pelacur.
Kui Nio lain lagi. la sudah bertunang-an. Akan tetapi ketika tunangannya me-rayunya, ia jatuh
dan menyerahkan dirinya digauli tunangannya sebelum mereka menikah. Kemudian, bagaikan
seekor kumbang yang telah menghisap sari madu setangkai bunga, tunangannya itu
meninggalkannya begitu saja! Karena keadaannya yang sudah tidak perawan lagi itu tidak
memungkinkan ia untuk dapat mem-peroleh suami lagi, ia melarikan diri dari dusunnya untuk
menghindarkan aib dan malu dan akhirnya karena ia butuh san-dang pangan dan tidak dapat
bekerja lain, tidak bermodal uang, terpaksa ia . menjadi pelacur bermodalkan tubuhnya yang
masih muda dan segar dan wajahnya yang cukup manis. Kui Nio inipun menjadi pelacur
akibat kejahatan laki-laki.
Kisah si Naga Langit > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com 52
Siok Li dan Ceng Nio keduanya ada-lah janda muda beranak satu yang diceraikansuami
mereka. Sebagai janda de-ngan anak satu mereka harus mencukupi kebutuhan anak dan diri
mereka sendiri. Merekapun tidak dapat bekerja lain kecu-, ali memperdagangkan dirinya.
Kembali kedua orang inipun menjadi korban pria yang tidak bertanggung jawab.
Memang ada beberapa orang gadis penghibur, tidak banyak jumlahnya, yang terjun ke dunia
pelacuran karena ingin hidup kecukupan, ingin mencari uang dengan mudah. Ada pula, dan
yang ini ha-nya sedikit sekali jumlahnya, yang menjadi pelacur selain mencari uang mudah,
juga untuk mencari kesenangan dan kepuasan diri.
Akan tetapi, apapun alasannya orang tidak mau mengerti dan tetap saja pelacur selalu
dipandang rendah dan hina. Sedangkan, anehnya, para laki-laki yang datang melacur, sama
sekali tidak dipan-dang rendah atau hina! Padahal, dalam pandangan Hong Yi, para pria yang
da-tang untuk melacur itu jauh lebih ren-dah dan hina ketimbang pelacurnya! Se-jahat-jahat
dan sejelek-jeleknya pekerja-an seorang pelacur, ia masih mempunyai mengandung banyak
jasa. la menghibur hati pria yang sedang kesepian, ia menjadi tempat penampungan dan
pelarian ba-gi pria yang sedang berduka atau patah hati, iapun menjadi tempat penyaluran
nafsu yang kalau tidak tersalur dapat sa-ja menimbulkan adanya perkosaan atau perjinaan.
Betapapun rendahnya dipandang orang, apa yang ia lakukan adalah sebuah pekerjaan, sumber
nafkah, dan dalam melakukan pekerjaan itu ia tidak mengkhianati siapa-siapa, iapun tidak
memaksa orang untuk membeli tubuhnya. Semua terjadi dengan suka rela dan senang hati.
Sebaliknya, para pria yang datang melacur tetap dihormati orang. Padahal apa yang mereka
lakukan? Pria melacur karena iseng dan semata-mata untuk rrien-cari kesenangan dan
melampiaskan nai-sunya. Dan yang lebih jahat lagi, dia mengkhianati tunangannya atau
isterinya yang setia menunggunya di rumah!
Hong Yi menghela napas panjahg. la menyadari sepenuhnya bahwa meladur a-dalah
pekerjaan yang rendah dan hina. Akan tetapi apa daya seorang wanita?' la sendiri seorang
yatim piatu yang su-dah tidak mempunyai siapa-siapa lagi di dunia ini. la tidak tahu
bagaimana harus mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari. Pada
waktu itu, lapangan kerja untuk wanita amatlah sempit dan sulit. Paling bisa seorang gadis
akan diterima sebagai pembantu ru-mah tangga, pelayan. Dan bukan rahasia lagi bahwa
pembantu wanita yang muda, apalagi cantik, pasti akan menjadi per-mainan majikan prianya!
Akibatnya lebih payah lagi Seorang pelacur setidaknya masih dapat memilih pria mana yang
a-kan dilayaninya. Akan tetapi seorang pe-layan rumah tangga? la tiada ubahnya seorang
budak belian.
Kembali Hong Yl menghela napas panjang. Apapun alasannya, seorang pela-cur tetap saja
dipandang rendah oleh umum. la sendiri seorag pelacur, walau-pun keadaannya jauh lebih
baik dibandingkan para gadis pelacur lainnya karena Lu-ma sayang kepadanya, namun te-tap
saja ia aeorang pelacur. Laki-lakl ha-nya sayang dan suka kepadanya sebagat malnan yang
menyenangkan,. yang meng-' hlbur, akan tetapi tentu saja tldak akan ada laki-laki yang
menghormatinya dan rrtau menerimanya sebagai seorang isteri! Dan sekarang Lu-ma, bibinya
itu, hendak menjodohkan ia dengan Han Si Tiong! Mana mungkin pemuda itu sudi menerimanya
sebagai seorang isteri? Biarpun pemuda itu tampak miskin, namun la seorang pemuda
gagah perkasa, seorang pendekar! Kalau tadi Han Si Tiong tidak memandang rendah
kepadanya dan mau mengantarnya pulang walaupun la sudah/Hg mengaku bahwa ia seorang
pelacur, hal itu tentu hanya terdorong oleh kepende-karannya yang ingin menolong seorang
Kisah si Naga Langit > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com 53
wanita yang diganggu orang-orang jaha'. Akan tetapi menjadi suaminya? Ah, rasa-nya tidak
mungkin!
Pada saat itu, di ruangan tamu, Han Si Tiong memandang wajah Lu-ma dengan kedua mata
terbelalak dan hampir tidak dapat percaya akan apa yang didengarnya.
"Bibl Lu, tak salahkah apa yang kudengar darimu tadi? Coba ulangi lagi apa yang kauusulkan
tadi, bibi. Aku khawatir kalau aku salah mendengar'." kata pemu-da itu sambil menatap wajah
wanita itu penuh selidik.
"Engkau tidak salah dengar, Han-tai-hiap. Ketahuilah, Liang Hong Yi adalah keponakanku
yang kusayangi seperti anak kandungku sendiri. Sudah lama aku mengiginkan agar ia dapat
berjodoh denganseorang pemuda yang baik, yang akan dapat melindunginya. Setelah bertemu
deganmu, kami yakin bahwa engkaulah orangnya yang kami tungu-tunggu, eng-kaulah jodoh
yang terbaik untuk Hong Yi, taihiap."
Karena sudah mendengar untuk kedua kalinya, Si Tiong tidak terkejut lagi, akan tetapi tetap
saja masih merasa heran dan ragu. Usul ini terlalu tiba-tiba datang-nya dan sama sekali tidak
tersangka-sangka.
"Akan tetapi...."
Lu-ma mengira bahwa keraguan Sl Tiong itu karena mengingat akan peker'" Jaan Hong Yi,
maka iapun cepat memotong, "Han-taihiap, Hong Yl adalah keponakanku sendiri dan aku
amat sayang ykepadanya. Karena itu, biarpun ia pernah melayani pria, akan tetapi selalu
kupilihkan pria yang terbaik untuknya dan Itupun Jarang sekali terjadl. la bukan sepertl para
gadls penghlbur lalnnya, taihiap”.
"Bukan Itu maksudku bibl. Akan tetapi.... ketahuilah bahwa aku adalah seorang pemuda yang
tidak memiliki apa, rumah tiada, uang tiada, bahkan kerjaanpun sedang kucari. Baru saja aku
ditinggal mati ibuku dan ayahku.... sejak aku berusia sepuluh tahun telah mening-galkan
ibuku dan aku. Aku seorang yang hidup sebatang kara, miskin dan papa, bibi. Bagaimana aku
dapat berjodoh dengan adik Hong Yi? Bagaimana aku dapat menikah dengan keadaanku
seperti ini?"
Lega rasa hati Lu-ma mendengar ucapan pemuda itu. Tadinya ia khawatir pemuda itu
menolak karena Hong Yi adalah seorang pelacur, akan tetapi ternyata tidak. Bahkan pemuda
itu merasa dirinya tidak berharga karena yatim piatu dan miskin.
"Oooh, kalau soal itu, taihiap tidak usah khawatir dan tidak perlu repot repot kami
mengharapkan jodoh Hong Yi seo-rang pria yang baik dan bertangung ja-wab. Kami tidak
men'cari pria yang kaya. jangan khawatir, Han tai-hiap, kaml tidak mengharapkan emas
kawin sekeping-pun darimu, bahkan untuk semua keperluan perayaan, termasuk pakaian
untuk sepasang mempelai, kami sendiri yang akan membeayainya. Hanya satu yang ingin
kami ketahui, taihiap. Sebetulnya engkau sedang menuju ke manakah dalam perantauanmu
ini?"
"Aku hendak mencari pekerjaan ke kota Lin-an (Hang-chow) di selatan bibi." Lu-ma hampir
bersorak. Cocok sekalij dengan ramalan Kwan-im-bio itu.
Kisah si Naga Langit > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com 54
"Bagus! Aku yakin bahwa bersama Hong Yi, engkau akan dapat memperoleh kedudukan
yang baik dan tepat di Lin-an. Kita rayakan pernikahan kalian di sini, kemudian kalian berdua
berang-kat ke Lin-an!"
Ketika Hong Yi mendengar dari Lu-ma bahwa Han Si Tiong sudah menyetu-jui perjodohan
itu, diam-diam merasa gi-rang sekali. Akan tetapi ia adalah seo-rang gadis yang bijaksana dan
ia tidak puas dengan keterangan Lu-ma begitu sa-ja. Setelah mendengar dari Lu-ma bahwa Si
Tiong sudah setuju, ia langsung mene-mui pemuda itu yang masih duduk di ru-angan tamu.
Biarpun merasa rlkuh dan canggung karena mahi, Hong Yi duduk di depan pemuda itu,
terhalang meja dan sejenak mereka saling pandang. Kemudian Hong Yi, setelah menatap
pemuda itu penuh selidik seolah hendak menjenguk ke dalam dadanya, berkata lirih.
"Tiong-ko, sudah bulatkah keputusanmu bahwa engkau sudi menerimaku sebagai isterimu?
Sudah kaupikirkan masak-masak dan engkau tidak akan menyesal di kemudian hari? Ingat,
Tiong-ko, aku adalah; seorang...,
"....huussshhh...., Yi-moi, aku tidak mau dengar itu. Bagiku, engkau seorang gadis yang baik
dan halus budi," potong Si Tiong.
"Akan tetapi, engkau seorang pendekar gagah perkasa, sedangkan aku... "
"Engkaupun seorang gadis yang gagah perkasa, Yi-moi. Begitu bertemu dengan-liatt, aku
merasa kagum dan suka. Maka, ketika bibi Lu mengusulkan tentang perjodohan denganmu,
aku merasa seolah-olah kejatuhan rembulan! Aku hanya masih me-ragu apakah kelak engkau
tidak akan menyesal menjadi isteriku, Yl-mot. Aku seorang yang hidup sebatangkara,
tidakmem-punyai apa-apa, tidak ada keluarga, tidak ada rumah, bahkan belum mempunyai
pe~ kerjaan! Bagaimana engkau dapat hidup berbahagia menjadi isteri seorang pengangguran
seperti aku?"
"Akan tetapi tidak selamanya engkau menganggur, Tiong-ko. Kata bibi Lu-ma, engkau akan
pergi ke Lin-an untuk mencari pekerjaan."
"Benar, Yi-moi. Setelah melangsungkan pernikahan, aku akan berangkat ke Lin-an untuk
mencari pekerjaan. Aku mendengar pemerintah kerajaan membu-tuhkan perajurit."
"Bagus aku akan ikut denganmu, Tiong-ko. Aku akan membantumu sekuat tenaga dan aku
akan berusaha menjadi isterimu yang baik."
"Aku senang Yi-moi. Mudah-mudahan engkaupun tidak akan kecewa memilih aku sebagai
suamimu."
Tidak ada janji muluk-muluk di anta-ra mereka, tidak ada ucapan pernyataan cinta, namun
pandang mata mereka menyinarkan hasrat untuk. saling membahagiakan. Hasrat ini sudah
cukup kuat se-bagai pengikat batin bagi .dua orang yang akan hidup bersama selamanya, jauh
lebih kuat dari pada ikatan cinta yang hanya didasari nafsu tertarik oleh keindah-an rupa atau
berkilaunya kedudukan atau harta benda.
Kisah si Naga Langit > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com 55
Upacara dan perayaan pernikahan itu diadakan secara sederhana namun cukup meriah. Lu-ma
mengundang para langganan yang baik dan sopan saja. Memang aneh bahwa sebuah rumah
hiburan menjadi tempat perayaan pernikahan sepasang pengantin, apa lagi yang mempunyai
kerja adalah sang mucikari sendirl dan yang dlnikahkan adalah Liang Hong Yi yang bagl
beberapa orang laki-laki tertentu, kebanyakan para bangsawan yang mengagumi Hong Yi,
merupakan seorang gadis yang arnat menawan hati. Seorang di antara para bangsawan yang
pernah dilayani Hong Yi adalah Ciang Kongcu (Tuan Muda Ciang). Dia merasa gemblra dan
terharu mendengar Hong Yl menlkah. Dla memerlukan datang menghadiri perayaan dan
ketika mendengar bahwa suami Hong Yi adalah seorang pendekar yang hendak mencari
pekerjaan ke kota raja Lin-an, dia lalu menulis sesampul surat dan menyerahkannya kepada
Hong Yi dan Tiong yang duduk di pelaminan.
"Aku hanya dapat memberi ini sebagai sumbangan, mudah-mudahan ada manfaatnya bagi
kalian. Selamat menem-puh hidup baru di kota raja!" kata pemuda bangsawan itu.
"Terima kasih, Kongcu." kata Hong Yi dan Si Tiong juga mengucapkan terima-kasih.
Jilid 4 .....
Surat itu untuk Ciang Goanswe (Jenderal Ciang), dia pamanku dan mungkin dia akan dapat
membantu." kata pula Ciang Kbngcu lalu dia kembali ke tempat duduknya.'
Setelah menikah, kedua mempelai itu membuat persiapan untuk melakukan perjalanan ke
Lin-an. Mereka tinggal di rumah pelesir Bunga Seruni dalam kamar Hong Yi selama sepekan.
Keduanya merasa berbahagia sekali karena setelah menikah mereka berdua merasa cocok satu
sama lain, merasa betapa masing-masing dihargai dan dihormati, dilayani dan diperlakukan
dengan penuh kelembut-an dan kemesraan sehingga dari penghormatan dan kemesraan ini
bertunaslah cinta kasih yang mendalam. Lu-ma ikut sibuk membuat persiapan. Wanita yang
amat menyayang Hong Yi itu mempersiapkan segala macam perbekalan. Dengan hati tulus ia
menguras uangnya untuk membelikan . pakaian secukupnya untuk sepasang suami isteri itu.i
Bahkan untuk melakukan perJalanan yang cukup Jauh itu ia menyewa sebuah kereta yang tentu
saJa cukup mahal. Pada hari terakhlr Heberangkatan mereka, tlada hentlnya Lu-ma
menyusut alr matanya.
Setelah selesai berkemas dan bararig-barang yang hendak dibawa sudah dlma-sukkan kereta
yang dikusiri seorang laki-laki setengah tua, Lu-ma merangkul dan menciumi pipi Hong Yl
yang juga basah alr mata. Gadis ini pun terharu sekali menlnggalkan blblnya yang amat
menya-yangnya.
"Hong Yi, dan engkau Juga Si Tiong, kuingatkan lagi pesanku kepada kalian. Kalau kalian
sudah tiba di Lin-an, jangan lupa memberi kabar kepadaku. Cerita-kan bagaimana keadaanmu
dan apakah sudah memperoleh pekerjaan. Si Tiong, jaga baik-baik isterimu, dan Hong Yi, kalau
kalian sudah mapan di Lin-an, jem-putlah aku. Engkaulah satu-satunya orang yang
kumiliki, engkau satu-satunya keponakan, juga anakku. Aku ingin melihat mimpiku menjadi
kenyataan dan hidup bersamamu, mengasuh anak-anakmu." Lu-ma menangis dan menciuml
Hong Yi. Sembilan orang gadls penghibur juga keluar untuk mengucapkan selamat jalari dan
hampir semua dari mereka menangis terharu. Mereka semua merasa nelangsa, merasa
kesepian dan merasa betapa seng sara hidup mereka dan diam-diam mereka merasa iri
terhadap Hong Yi yang memperoleh kebahagiaan dl samping seorang suami.
Kisah si Naga Langit > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com 56
Setelah puas mengucapkan selamat tinggal dan berpelukan dengan mereka semua, akhlrnya
Hong Yi dan Sl Tiong memasuki kereta yang segera bergerak meninggalkan Rumah Hiburan
Bunga Seruni, diiringi tangis Lu-ma dan lambaian tangan para gadis penghibur. Kereta te-rus
meluncur keluar dari kota Cin-koan menuju ke kota raja Lin-an.
* * *
Seperti telah disinggung sedikit di ba-gian depan kisah ini, Kerajaan Sung yang didirikan oleh
Panglima Chao Kuang Yin yang kemudian menjadi kaisar pertama dari Kerajaan Sung
berjuluk Kaisar Sung Thai Cu, yang dengan susah payah telah mempersatukan kembali
daratan Cina pada tahun 960, seratus enam puluh ta-hun kemudian, yaitu pada tahun 112'6,
terpaksa harus berantakan dan kehilangan . hampir separuh wilayahnya sebelah utara.
Mula-mula, bangsa yang dianggap bangsa liar, yaitu bangsa Nunchen atau juga dikenal
sebagai bangsa Kin atau Kim (Emas) yang tinggal di lembah Su-ngai Sungari di Mancuria,
menghimpun kekuatan besar yang dahsyat dan mereka menyerang Kerajaan Liao, yaitu
bangsa Khitan. Setelah melalui perang sengit, akhirnya Bangsa Kin berhasil menalukkan
kerajaan bangsa Khitan yaitu Kerajaan Liao. Peristiwa ini terjadi dalam tahun 1124 dan slsa
bangsa Khitan yang tidak tewas melarikan diri ke barat dan meng-ungsi ke Turkefitan Barat.
Di sana bang-sa Khitan tinggal di Lembah Ili dan kemudian mereka dikenal sebagai orang
Kerait, Karakitan, Kitai atau Catai. Mereka mendirikan kerajaan kecil yang bertahan sampai
akhirnya musna karena kebangkitan bangsa Mongol kelak.
Pada waktu itu yang menjadi kaisar dalam Kerajaan .Sung adalah Kaisar Hui Chung. Kaisar
ini berwatak lemah dan banyak menggantungkan keputusannya kepada perdana menterinya,
yaitu Cai Ching. Kaisar Hui Chung dan para pena-sehatnya bersikap tidak acuh terhadap
peristiwa penalukan Kerajaan Liao oleh bangsa Kin itu.
Ketika Kerajaan Liao sudah hampir|| dikuasai seluruhnya oleh bangsa Kin, Gubernur Ping
Chou sebagai pertahanan Kerajaan Liao. terakhir, tidak mau tunduk kepada bangsa Kln,
melalnkan menyerah-kan daerah Itu kepada Kaisar Hui Cung. Tanpa berplklr panjang Kalsar
Hui Cung menglkutl naslhat Perdana Menterl Cai Chlng, menerlma pengoperan kekuasaan
atas daerah Plng Chou dan mengirlm pasukan untuk menjaga daerah yang dimasukkan ke
wilayah Kerajaan Sung Itu. Hal ini membuat bangsa Kin marah sekali dan mereka lalu
menyerbu ke selatan. Gelom bang pasukan yang besar dan amat kuat, penuh dengan semangat
berkobar menyer-bu kerajaan Sung sampai ke kota raja! Kembali Kaisar Hui Cung yang
lemah itu mengikuti nasihat Perdana Menteri Cai Ching dan memberi upeti dalam jumlah
besar kepada pimpinan pasukan Kin. Tanda taluk ini memuaskan bangsa Kin yang menarik
kembali pasukannya, kembali ke utara.
Para menteri protes kepada Kaisar Hui Cung tentang tlndakan atau nasihat , Perdana Menterl
Cai Ching yang men-datangkan keruglan besar kepada keraja-an. Atas desakan para menterl,
Perdana Menteri Cal Chlng lalu dlhukum buang karena dla dianggap yang bertanggung Jawab
acas malapetaka yang menlmpa kerajaan Sung. Akan tetapl Kalsar Hul Cung yang tldak
memlllkl pendlrian te-gas Itu kembal! melakukan kesalahan yang besar sekali. Dia kemball
mengikutl nasihat para pejabat tinggi yang meng-gantikan kedudukan Perdana Menterl Cai
Ching. Para menterl Itu menasihatkan bahwa Kaisar Hul Cung tldak seharusnya mengalah
kepada bangsa Kln yang Itar. Membay&r upetl kepada mereka berartl menerima penghtnaan
maka sudah sepatutnya kalau mengirim pasukan mengejar dan menyerang mereka untuk
memba las penghinaan dan mempertahankan ke-hormatan kerajaan Sung. Kaisar Hui Cung
Kisah si Naga Langit > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com 57
tanpa berpikir panjang menerima nasihat ini dan mengirim pasukan melaku kan pengejaran
terhadap pasukan Kin yang ditarik mundur lalu menyerangnya. Tentu saja 'bangsai Kin
menjadi marah sekali. Mereka menghimpun kekuatan besar dan kembali lagi ke selatan.
Terjadi perang besar-besaran dan akibatnya kota raja Kai Feng jatuh ke tangan bangsa Kin
dan Kaisar Hui Cung bersa-ma kurang lebih tiga ribu orang pembesar kerajaan Sung dibawa
sebagai tawan-an perang! Sisa keluarga istana bersama pasukan Sung yang kalah perang
melarl-kan diri ke selatan, terus dikejar oleh pasukan Kin sampai menyeberangi Sungai Yangce
dan tiba di kota Hang-chou dan Ning-po. Mulal seat itulah Kerajaan Sung kehllangan
wllayah yang luas sekali di begian utara. Perlstlwe ini terjadi mulal tahun 1126'sampai 1129.
Mulal waktu Itulah Kerajaan Sung mendapat «ebutan Sung Selatan dan kota rajanya bernarna
Lln-an (Hang-chouw).
Kaisar Kao Tsung (1127-1162) beruaa-ha keras untuk melawan kekuasaan bang-sa Kin. Dia
mengumumkan panggilan ter-hadap para patriot yang gagah perkasa untuk berbakti kepada
negara dan bang-sa, untuk memperkuat barisan kerajaan.
Pada suatu hari, sebuah kereta yang ditarik dua ekor kuda memasuki pintu gerbang utara kota
raja Lln-an. Melihat dua ekor kuda yang tampak kelelahan dan kereta yang kotor berdebu,
mudah diduga , bahwa kereta itu tentu telah melaku-kan perjalanan yang jauh. Setelah tiba di
tengah kota, kereta itu berhenti dan kusirnya turun lalu memegangi kendall kuda.
"Sicu, kita sudah masuk kota raja dan berada di tengah kota. Hanya sampal dl sini saya
mengantar sicu berdua." Kata kusir itu kepada penumpangnya. Penum-pang kereta itu bukan
lain adalah Han Si Tiong dan isterinya, Liang Hong Yi. Si Tiong membuka tirai kereta dan
memandang keluar. Kereta itu berhenti di depan sederetan pertokoan,
"Paman, bawalah kami ke sebuah rumah penginapan agar tidak susah lagi kami mengangkut
barang-barang bawaan kami." kata Si Tiong kepada kusir.
Kusir itu naik kembali dan mehjalan-kan kereta. Sudah beberapa kali dia berkunjung ke kota
raja Lian-an sehingga dia tahu di mana adanya rurnah penginapan. Setelah tiba di pekarangan
sebuah rumah penginapan, si Tiong dan Hong Yi menurunkan barang-barang bawaan mereka
dari kereta. Setelah menerima uang pembayaran sewa kereta, kusir lalu menjalankan
keretanya keluar dari pekarangan rumah penginapan itu. Si Tiong dan Hong Yi mengangkuti
barang-barang mereka, dibantu seorang pelayan rumah penginapan. Setelah mendapatkan
sebuah kamar, mereka membawa barang-barang itu masuk kamar mereka.
Setetah mandi, bertukar pakaiari ber-sih dan sarapan di dalam rumah makan yang menjadi
bagian dari rumah pengi-napan itu juga, suami isteri itu keluar dari rumah penginapan itu. Di
jalan raya depan rumah penginapan itu amat ramai orang berlalu lalang dan banyak di anta-ra
mereka adalah pemuda-pemuda yang bersikap gagah. Mereka adalah orang-orang yang
datang ke kota raja karena tertarik oleh pengunguman pemerintah yang membutuhkan orangorang
gagah untuk menjadi perajurit pasukan kerajaan.
"Yi-moi, keluarkan surat itu. Sebaiknya kita mencari alamat Ciang-goanswe itu." kata Si
Tiong kepada isterinya yang menyimpan surat pemberian Ciang Kong-cu yang menjadi tamu
dalam perayaan pernikahan mereka tempo hari.
"Apakah tidak lebih baik kita berjalan jalan dan melihat-lihat lebih dulu. Tiong-ko?"
Kisah si Naga Langit > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com 58
"Tldak, Yl-moi. Kita harus dapat me-nemukan alamat itu dan menghadap Jenderal Ciang
lebih dulu." kata Si Tiong dengan suara tegas sambil menatap tajam wajah isterinya. Tatapan
mata yang me-ngandung penuh kasih sayang, namun ju-ga mengandung keteguhan kemauan
ke-ras. Hong Yi tersenyum.
"Kenapa begini tergesa-gesa, Tiong-ko?"
"Tidak tergesa-gesa, Yi-moi. Akan tetapi kita harus lebih mementingkan pekerJaan daripada
kesenangan. Kalau urusan kita telah selesai dan kita berhasil memperoleh pekerjaan, masih
banyak se-kali waktu bagi kita untuk bersenang-senang dan berpelesir di kota raja ini.
Bukankah engkau pikir juga begitu?"
Mendengar ucapan yang beralasan ku-at dan tidak dapat dibantah namun di-ucapkan dengan
lembut dan dengan se-nyum membayang di mulut dan mata sua minya, Hong Yi hanya dapat
mengangguk angguk dan tersenyum. la merasa senang sekali menemukan suatu sisi lain yang
mengagumkan hatinya dari laki-laki yang menjadi suaminya ini, yaitu slkap tegas dan
kemauan yang teguh.
"Baiklah, suamlku. Isterlmu tnl selalu siap untuk melaksanakan semua kehen-dakpu^katanya
gembira.
"Nanti dulu, isteriku yang bijak! Aku tidak ingin melihat isteriku tercinta se-perti seekor
domba yang menurut ke mana saja engkau digiring. Engkau harus mempunyai pandangan dan
pendirian sen-diri dan dapat membantu dan mengingat-kan aku kalau aku mengambil
keputusan yang keliru. Kalau engkau hanya mengekor, bagaimana kalau keputusanku keliru?
Tentu kita berdua akan keliru pula."
Hong Yi memperlebar senyumnya. la merasa semakin bangga dan kagum.
"Jangan khawatir, suamiku. Aku akan membantumu sekuat kemampuanku. Kita bekerja
sama, bahu membahu, berat sa-ma dipikul, ringan sama dijinjing, senang sama dinikmati,
susah sama ditanggung."
”Bagus! Aku merasa bahagia sekali, Yi-moi, karena aku semakin ,yakin bahwa aku tidak
salah memilih isteri, Nah sekarang kita lihat, alamat Jenderal Ciang itu”.
Hong Yi mengeluarkan sesampul surat pemberiari, Ciang Kongcu. Jenderal Ciang Sun Bo,
seperti yang tertulls pada sampul surat Itu, tlnggal dl baglan barat kota raJo. Mereka lalu
aegera menuju ke sana seielah bertanya kepada penduduk di mana rumah jenderal Itu. Ketlka
mereka berdua berjalan ke arah barat, mereka mellhat banyak lakl-lakl muda juga berjalan
menuju ke arah itu.
Setelah ttba dekat gedung besar dikelilingi pagar tembok tinggi itu mereka berdua mendapat
kenyataan bahwa para orang muda itupun mempunyai tujuan yang sama dengan mereka, yaitu
mendaftarkan dtri masuk menjadi perajurit.
Mereka semua memasuki pintu gerbang yang dijaga oleh seregu perajurit. Berbondongbondong
para pemuda itu masuk dan berantri dalam ruangan depan di mana terdapat seorang
petugas yang mendaftar nama mereka satu demi satu. Yang sudah didaftar namanya lalu
Kisah si Naga Langit > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com 59
dipersilakan masuk ke dalam ruangan lain untuk menjalani pemeriksaan badan, riwa-yat dan
lain-lain. Ketika Si Tiong dan Hong Yi ikut antri di ruangan depan, tentu saja Hong Yi
menjadi perhatian semua orang. Bukan hanya karena ia se-orang wanita yang cantik,
melalnkan terutama sekall karena semua pendaftar adalah kaum prla, tldak pernah ada
seorang wanita yang Ikut mendaftarkan dirl menjadl seorang calon perajurit. Hong Yi
merupakan wanita satu-satunya, maka teritu saja ia menimbulkan keheranah akan tetapi juga
kegembiraan bagi para pria muda yang berada di situ.
Kaisar Kao Tsung memang bersenia-; ngat sekaln untuk menyerang Kerajaan Kin di utara.
Hal ini adalah karena dia merasa sakit hati, bukan hanya mendendam ; karena bangsa Kin
sudah merebut wila-yah utara yang luas sekali sehingga dia terpaksa harus melarikan diri
sampai ke Hang-couw, akan tetapi terutama se-kali karena ayahnya, Kaisar Hui Cung,
ditawan oleh mereka sehingga meninggal dunia dalam tawanan. Kaisar Kao Cung (Kao
Tsung) ingin merebut kembali wila-yah utara atau setidaknya ingin menyerang dan membalas
dendam atas kekalahan Kerajaan Sung. Karena itu dia sendiri membuat pengumuman
mengundang para muda untuk menjadi perajurit, bahkan memerintahkan panglimanya yang
paling setia, yaitu Jenderal Gak Hui, untuk menyusun pasukan istimewa yang dipimpin oleh
para pendekar yang berke-pandalan tinggi. Beberapa orang pangli-ma mendapat tugas
menerima dan menampung para pemuda yang datang men-daftarkan diri, dan mereka yang
ditugaskan itu, diantaranya adaJlah Jenderal Ciang Sun Bo.
Ketika Si Tiong dan Hong Yi tiba gi-lirannya mendaftar, petugas memandang mereka dengan
alls berkerut. "Kalian maju berdua, siapa yang hendak mendaf-tarkan diri?" tanyanya sambil
menatap wajah Hong Yi yang cantik dengan kagum.
"Yang .mendaftarkan diri adalah kaml berdua." Jawab Si Ttong dengati tenang.
Petugas Itu menatap wajah Si Tiong, lalu kembali dla memandang Hong Yi.
"Siapakah ia ini? Adlkmu?'
"la adalah isteriku."
Petugas itu mengerutkan alisnya "Kami belum pernah menerima seorang wanita menjadi
peraJurit. Juga kaml tidak dapat menerima seorang perajurit yang membawa serta isterinya!
Engkau ini hendak berperang ataukah hendak ber bulan madu?"
Ucapan itu memancing tawa riuh rendah dari para calon perajurit yang berada di ruangan itu.
Mendapat sambutan tawa, petugas itu merasa diriiya lucu dan menjadi pusat perhatian, maka
dia menjadi semakin berani dan' berkata' lagi, "Kalau untuk mendaftar.k:an diri saja eng-kau
takut dan minta ditemani dan dian-tar isteri, apalagi kalau berperang. Le-bih baik engkau
pulang saja dan sembu-nyi dalam kamar bersama isterimu, le-bih enak dan asyik!" Kembali
ucapannya disambut tawa. Wajah Si Tiong sudah be-rubah kemerahan, akan tetapi Hong Yi
menyentuh lengannya memberi isyarat agar suaminya bersabar. la mengeluarkan sampul surat
dari Ciang Kongcu dan menyodorkannya kepada petugas itu.
"Leluconmu itu akan kusampaikan nanti kepada Jenderal Ciang. Hendak kulihat apa yang
akan dia lakukan setelah mendenar kelakarmu yang tidak lucu kepada kami itu!" kata Hong
Yi dengan suara dibuat bernada mengancam. Petugas menerima sampul surat itu dan setelah
dia mernbaca tulisan di sampul, dia terbelalak dan wajahnya menjadi pucat. Surat itu
Kisah si Naga Langit > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com 60
ditujukan kepada atasannya, Jenderal Ciang, datang dari keponakan jenderal itu yang tlnggal
di kota Cin-koan. Dia cepat bangkit berdiri dari tempat duduknya dan merangkapkan kedua
tangan dl depan dada, memberi hormat terbongkok-bongkok kepada Hong Yi dan Sl Tiong
dan suaranya agak gemetar ketika dla bicara.
"Maafkan,.... eh, ampunkan saya.... karena tldak tahu bahwa jiwi (anda ber-dua) adalah
kerabat dari Ciang-goanswe, maka saya telah berani kurang ajar dan berkelakar, Ampunkan
saya..... mulut ini patut ditampar...." Petugas itu lalu menampari kedua pipinya dengan kedua
tangan sehingga terdengar suara plak-plik-plok. Semua orang tertawa melihat ulah petugas
yang ketakutan itu. Hong Yi ju-ga tersenyum geli dan merasa kasihan kepada petugas itu.
"Sudahlah, kami memaafkanmu."
Petugas itu berhenti menampari muka sendiri, kedua pipinya menjadi merah ka-rena tamparan
itu dan dengan suara memohon dia berkata, "Akan tetapi saya mohon agar ji-wi tidak
melaporkan perbuatan saya tadi kepada Ciang-goan-swe...."
"Kami berjanji tidak akan melaporkan, akan tetapi cepat sekarang bawa kami menghadap
beliau." kata pula Hong Yi yang mendahului suaminya karena ia takut kalau-kalau suaminya
tidak sesa-bar ia dan akan marah kepada petugas itu.
"Baik, silakan tunggu sebentar, silakan duduk di sini, saya akan melaporkan dulu kepada
Ciang-ciangkun (Panglima Ciang)." kata petugas itu sambil membungkuk-bungkuk. Hong Yi
duduk di atas kursi petugas tadi dan Si Tiong hanya berdiri saja karena memang tidak ada
tempat duduk lain. Semua pemuda yang berada di situ kini memandang ke arah mereka,
terutama kepada Hong Yi. Wanita ini duduk dengan tenang sambil tersenymn-senyum. Para
pemuda itu memandang ka-gum, akan tetapi mereka tidak berani mengeluarkan kata-kata
setelah tadi mendengar bahwa suami .isteri itu masih ke-rabaf sang jenderal'!
Tak lama kemudian petugas tadi su-dah muncul kembali dan wajahnya tersenyum cerah
ketika dia menghampiri Si Tiong dan Hong Yi. "Jiwi dipersilakan menghadap Cianggoanswe.
Mari, silakan mengikuti saya."
Petugas itu sendiri lalu mengantar su-ami isteri itu masuk ke sebelah dalam gedung besar itu.
Dalam perjalanan ke dalam ini dia sempat berbisik, "Harap ji-wi tidak melupakan janji jiwi
dan tidak melaporkan perbuatan saya tadi kepada Jenderal Ciang."
Si Tiong berkata dengan tegas sambil mengerutkan alisnya. "Jangan ulangi lagi urusan itu.
Kami sudah berjanji dan seorang gagah akan selalu memegang janjinya!"
Setelah tiba di dalam sebuah ruangan yang luas dan tampak sunyi, petugas itu masuk seorang
diri meninggalkan SUarrii isteri itu di niar pintu. Si Tiong dan Hong Yi mendengar
percakapan pendek mereka yang berada di dalam ruangan. "Lapor, tai-ciangkun. Suami isteri
yang
membawa suyat sudah tiba di sini." kata petugas itu.
”Suruh mereka masuk!" terdengar suara yang keras dan memerintah.
Petugas itu keluar dan mempersilakan suami isteri itu masuk, lalu dia pergi keluar lagi. Si
Tiong dan Hong Yi masuk ke dalam ruangan itu dan melihat bahwa yang berada di dalam
ruangan itu hanya seorang laki-laki saja. Dia seorang laki-laki tinggi besar, berkulit agak
Kisah si Naga Langit > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com 61
kehitaman dan gagah, berusia sekitar lima puluh tahun. Dengan pakaian panglima yang
mentereng, pria itu tampak gagah sekali dan berwibawa. Matanya yang lebar itu segera
menyambut Hong Yi dengan pandang mata yang membuat Hong Yi merasa tldak enak hati.
Biarpun belum lama ia menjadi gadis penghibur dan tidak sangat banyak melayani pria,
namun ia sudah hafal akan pandang mata pria seperti mata panglima itu. Pandang mata yang
mengandung nafsu berahi besar. Seorang pria mata keranjang! Melihat betapa mata yang
lebar itu memandang kepadanya penuh Kaguicq tanpa di-sembunyikan, Hong Yi
menundukkan pandang matanya Si Tiong juga melihat pandang mata panglima itu, akan
tetapi kini dia sudah mulai terbiasa. Di sepanjang perjalanannya dari kota Cin-koan ke kota
raja, hampir semua pria memandang isterinya seperti itu. Dia tahu benar bahwa isterinya
memang cantik menarik, maka dia tidak dapat terlalu me-nyalahkan pandang mafa para pria
itu, bahkan kini ada perasaan bangga timbul dalam hatinya kalau ada pria memandang
isterinya dengan kagum. Tadinya di ruangan pendaftaran dia diam-dia:m menikmati rasa
bangganya melihat senriia pemuda memandang Hong Yi dengah kagum. Hatinya berbisik
bangga "Wanita inl isteriku! Milikku sendiri!"
Si Tiong dan Hong Yl kini sudah berdiri di depan Jenderal Ciang dan mereka mengangkat
tangan depan dada memberi hormat. Panglima itu membalas dengan lambaian tangan sambil
lalu seperti biasa sikap kebanyakan pembesar terhadap orang-orang yang dianggapnya jauh
berada di bawahnya.
"Duduklah kalian!" katanya sambil menunjuk ke arah kursi-kursi yang berjajar di depannya.
Si Tiong dan Hong Yi , mengucapkan terima kasih lalu duduk berjajar di depan panglima itu.
Kembali panglima itu memandang kepada Hong Yi penuh perhatian, kemudian meman-dang
kepada Si Tiong dengan sinar mata penuh selidik.
"Siapakah namamu?" tanyanya, sambil memandang kepada Si Tiong,
"Nama saya Han Si Tiong, ciangkun." Jawab Si Tiong dengan sikap tenang.
"Dan engkau siapa, nona?" panglima ttu bertanya, kini memandang kepada Hong yi, mata dan
mulutnya tersenyum rarnah, dan suaranya leblh lembut.
Mendengar ia dlsebut nona, Hong Yi lalu menjawab, "Nama saya Liang Hong Yi, isterinya,
ciangkun."
"Hemm, menurut petugas tadl, kalian datang membawa surat dari Ciang Kongcu di Cin-koan,
benarkah itu? Mana suratnya?"
Hong Yi yang membawa surat itu lalu mengeluarkannya dan ia bangkit ber-dlri dari kursinya,
menghampiri panglima itu dan menyerahkan suratnya. Ketika menerima surat itu, jari-jari
tangan pang-lima itu menyentuh jari tangan Hong Yi dan ia tahu bahwa sentuhan itu sama
sekali bukan kebetulan melainkan ditakukan dengan sengaja. Panglima itu agaknya
mempergunakan kesempatan ttu untuk menyentuhnya dan hal inl saja sudah membuktikan
bahwa laki-laki itu adalah seorang mata keranjang.
Panglima Ciang membuka sampul. Itu dan membaca suratnya. Surat itu menga-takan bahwa
Ciang Kongcu mengenal ba-ik Liang Hong Yi dan dia mengharapkan agar pamannya,
Panglima Ciang Sun Bo suka membantu Hong Yi dan suaminya yang hendak bekerja menjadi
Kisah si Naga Langit > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com 62
perajurit di kota raja. Juga dalam surat itu Ciang Kongcu memberitahu pamannya bahwa'
suami Hong Yi adalah seorang pendekar.
Setelah membaca surat itu, Panglima Ciang mengangguk-angguk. Pertanyaan pertama yang
keluar dari mulutnya membuat Hong Yi terkejut.
"Nona Liang Hong Yi, bagaimana Ciang Kongcu dapat mengenalmu dengan baik?"
Hong Yi sempat tertegun. Tentu saja ia tidak mungkin dapat menjawab bahwa ia pernah
melayani kongcu itu sebagai seorang wanita penghibur! Akan tetapi hanya sejenak ia
tertegun, lalu dengan tenang ia menjawab.
"Ciang Kongcu terkenal di kota Cin-koan kami sebagai seorang kongcu yang budiman dan
hampir semua orang mengenalnya, ciangkun. Ketika kami merayakan hari pernikahan kami,
Ciang Kong-cu hadir pula sebagai tamu undangan dan ketika dia mendengar bahwa kami
berdua akan pergi mencari pekerjaan, Ciang Kongcu lalu memberi surat ini kepada kami."
Ciang Goanswe mengangguk-angguk lagi dan mengerutkan alisnya. Pertanyaannya yang
kedua Juga membuat kedua orang suami isteri itu tertegun.
"Han Si Tiong, benarkah engkau seorang pendekar yang pandai ilmu silat"
Si Tiong agak tersipu. "Ciangkun, saya hanyalah seorang biasa saja akan tetapi saya akan
selalu berada di pihak yang menjunjung tinggi kebenaran dan 1 keadilan, menentang
kejahatan."
"Ilmu silat aliran manakah yang kau pelajari?"
"Ilmu silat Siauw-lim-pai aliran uta-i ra, ciangkun."
"Dan engkau ingin menjadi seorang perajurit? Kalau benar, apa alasanmu ingin menjadi
perajurit?"
"Saya ingin menjadi perajurit untuk membantu kerajaan menghadapi bangsa Kin yang biadab,
un.tuk membela bangsa dan tanah air." kata Si Tiong dengan gagah dan penuh semangat.
"Bagus, engkau dapat diterima sebagai perajurit. Hal itu dapat kami atur. Dan engkau, nona,
mengapa engkau ikut pula mencari pekerjaan? Apakah engkau Juga ingin menjadi perajurit?"
Panglima itu tersenyum sinis. "Sayang sekali, kami belum membentuk sebuah pasukan
wanita"
Hemm, sudah tahu ia isteri orang, masih saJa memanggil nona, pikir Hong YL Akan tetapi ia
tidak perduli dan menjawab, "Saya juga ingin berjuang membela negara dan bangsa
membantu suami saya, ciangkun."
"Ehh? Apakah engkau juga pandai ilmu silat?" ,
"Saya pernah belajar dari subo (ibu guru) Bian Hui Nikouw selama beberapa tahun."
"Bagus kalau begitu! Nah, Han Si ^Tiong, engkau sekarang pergilah ke ru-angan depan tadi
untuk melengkapi pen-daftaran kalian dengan data-data lengkap., Kalian dapat kami terima.
Kisah si Naga Langit > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com 63
Akan tetapi Liang Hong Yi biar di sini dulu, aku ma-sih ingin memeriksanya. Nah, pergilah!"
Panglima tinggi besar itu menuding ke arah pintu. Si Tiong terpaksa bangkit dan keluar dari
ruangan itu. Biarpun dia me-rasa heran mengapa isterinya ditahan, dia tidak merasa khawatir
karena dia percaya bahwa isterinya cukup mampu untuk membela diri.
Setelah ditinggal suaminya, Hong Yt' duduk sambil menundukkan mukanya. Si-kapnya
tenang saja walaupun sesungguh-nya hatinya mulai merasa curiga dan khawatir.
"Nona Liang Hong Yi, kenapa engkau menundukkan muka saja? Apakah engkau merasa
malu kepadaku? Seorang calon perajurit tidak boleh malu-malu!" kata , Ciang-goanswe.
Hong Yi mengangkat muka meman-dang wajah pangljma itu. la melihat je-las sekali dari
sinar mata laki-laki itu bahwa panglima itu memang mempunyai niat tidak sopan terhadap
dirinya.
"Saya tidak malu, ciangkun. Akan tetapi mengapa ciangkun menahan saya dif sini? Apa lagi
yang hendak ciangkun tanyakan?"
"Aku harus mengujimu lebih dulu sebelum menerimamu sebagai perajurit, nona. Aku harus
yakin dulu bahwa engkau benar-benar memiliki kepandaian silat yang memadai untuk ikut
bertempur. Kalau engkau ternyata seorang wanita lemah, tentu saja aku tidak boleh menerimamu
karena hal itu berarti mengantarmu untuk dibantai musuh. Nah, aku hendak menguji
ilmu silatmu. Bersediakah engkau?"
Hong Yi bangkit berdiri. "Tentu saja saya siap, ciangkun!" katanya dengan lega karena kalau
hanya diuji ilmu silatnya, tentu saja ia siap dan ia penuh kepercayaan kepada diri sendlri
bahwa kepandaiannya akan cukup memadai karena selania bertahun-tahun Bian Hui Nikouw
menggemblengnya dengan sungguh-sungguh dan ia juga berlatih dengan tekun.
Ciang-ciangkun bangkit berdiri sambil tersenyum, lalu melangkah ke tengah ruangan. "Ke
sinilah, nona. Kalau engkau dapat menahan sepuluh Jurus seranganku berarti engkau lulus
dan sudah pantas i untuk menjadi komandan regu."
Hong Yi menghampiri panglima itu, berdiri di depannya dan memasang kuda-kuda dengan
kedua kaki ditekuk sehingga tubuhnya merendah, kedua lengannya disilangkan di depan
dengan jari-jari tangan terbuka. Itulah pembukaan jurus Garuda Mengatupkan Sepasang
Sayapnya.
"Saya sudah siap, ciangkun." katanya.
Ciang Sun Bo adalah seorang laki-laki yang sejak muda sudah berkecim-pung dalam dunia
kemiliteran. Sejak di utara dia sudah menjadi seorang koman-dan, ikut pula berperang ketika
Kerajaan Sung dlserang oleh bangsa Kin. Dia. ikut pula mengundurkan dan melarikan diri ke
selatan dan karena ke&etiaannya dia diangkat menjadi seorang jenderal.iSI Akan tetapi
diapun terkenal sebagai seorang lakl-laki mata keranjang. Maka, begitu melihat Hong Yi yang
cantik manis, hatinya tertarik untuk mempermainkannya. Ciang Sun Bo adalah seorang ahli
silat yang bertenaga besar. Dengan tenaga raksasanya, dalam pertempuran dia amat
menggiriskan musuh-musuhnya. Golok besarnya yang berat itu berkelebatan tak tertahankan
lawan saking kuatnya senjata itu digerakkan.
Kisah si Naga Langit > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com 64
Setelah berdiri berhadapan dengan Hong Yi, Ciang-ciangkun lalu berseru, 'Llhat seranganku!"
Tangan kanannya yang besar dan berlengan panjang itu meluncur ke arah pundak Hong Yi.
Gerakannya mencengkeram pundak itu mendatangkan angin yang menyambar kuat. ong Yi
cepat mengelak ke kanan sehingga pundak kirinya terhindar dari cengkeranian. Akan tetapi
tangan kiri, panglima itu sudah meluncur ke arah pe-rutnya! kembali Hong Yi menghindarkan
diri dengan elakan ke belakang.
"Bagus! Sambutlah serangan jurus kedua!" kata panglima itu dengan gembira dan kini kedua
lengannya berkembang dan dia melakukan gerakan menubruk seperti seekor biruang
menerkam mangsanya. Hong Yl kembali mengelak dengan loncatan ke belakang.
Panglima atau Jenderal Ciang menjadi kagum dan dia melanjutkan serangannya yang menjadi
semakin dahsyat. Hong Yi mempergunakan gin-kang (ilmu meringankan tubuh) dan selalu
mengetak dengan amat cepatnya, bagaikan gerakan seekor burung walet sehingga sertua
serangan itu tak pernah menyentuh tubuhnya. Setelah menyerang sebanyak tujuh jurus,
Panglima Ciang berhenti dan berkata.
"Nona, kalau seorang peraJurit dalam pertempuran selalu mengelak, akhirnya dia akan mati
terkena serangan musuh. Sebagai seorang perajurit yang bertempur, engkau harus membalas,
jangan hanya mengelak saja!"
Mendengar ini, Hong Yi latu bergerak menyerang. Akan tetapi karena yang di-serangnya itu
adalah seorang panglima yang mengujinya dan pertandingan itu ha-nya merupakan ujian
terhadap kemampuan-nya, maka tentu saja gerakan serangannya itu tidak didukung tenaga
sepenuhnya dan dilakukan lambat saja. Tangan j kanannya, dengan jari terbuka, menampar ke
arah dada panglima Ciang. Akan tetapi, tiba-tiba panglima itu bergerak cepat menyambut
serangan tangan Hong Yi dengan sambaran tangan kanan yang menangkap pergelangan
tangan kanan Hong Yi dan dengan sentakan tenaga raksasa yang amat kuat dia sudah
memuntir lengan kanan wanita itu dan terus menelikung lengan Hong Yi ke belakang tubuh.
Tubuh Hong Yi berputar dan kini panglima itu mendekap tubuhnya dari belakang dan jari-jari
tangan kiri panglima itu dari belakang menggerayangi dan meremas buah dadanya!
Hong Yi terkejut dan marah sekali. la tadi memang mengalah karena tentu saja tidak mau
menyerang benar-benar agar jangan sampai serangannya mengenai tubuh Ciang-ciangkun,
apa lagi sampai mengalahkannya. Akan tetapi ternyata sikapnya yang mengalah itu bahkan
disalah gunakan panglima itu yang berbuat kurang ajar kepadanya. Karena terkejut merasa
betapa buah dadanya diremas, Hong Yj mengerahkan tenaganya, mernutar tubuh ke kiri
dengan tiba-tiba dan dengan hentakan keras la menggerakkan siku lengan kirinya ke belakang
menghantam dada panglima itu.
"Dukkk....!!" Keras sekali siku kiri Hong Yi itu, menghantam dada Panglima Ciang sehingga
tubuh panglima itu terjengkang, mulutnya mengeluarkan keluhan mengaduh. Hortg Yi sudah
tidak mau memperdulikannya lagi dan wanita ini lalu berlari keluar ruangan itu menuju ke
ruangan depan ke mana suaminya pergi.
"He, tunggu, keparat!" Panglima Ciang memaki marah dan mengejar. Ketika Hong Yi
memasuki ruangan depan, ia mellhat suaminya sedang berdiri di depan petugas yang agaknya
menanyakan segala macam data tentang diri mereka. Hong Yi berlari masuk, mengejutkan
sernua orang,
Kisah si Naga Langit > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com 65
"Yi-mol, ada apakah?' Si Tiong bertanya heran. Akan tetapl Hong Yi sudah , menyambar
tangannya dan menarlknya.
"Mari, Tlong-ko, klta pergi saja dari tempat ini!" Hong Yl menarik tangan suaminya yang
terpaksa mengikutlnya. Mereka berlari keluar dari ruangan itu dan tiba di pekarangan gedung.
Akan tetapi pada saat itu, Panglima Ciang keiuar pula dari ruangan itu dan berteriak kepada
para perajurit penjaga di luar yang berjumlah lima belas orang.
"Tahan mereka! Tangkap mereka!" Lima belas orang perajurit itu mendengar aba-aba
panglima atasan mereka, serentak bergerak dan mereka sudah mengepung Si Tiong dan Hong
Yi. Suami isteri itu terkepung dan mereka siap membela diri dan berdlri saling membelakangi.
"Ciangkun, apa kesalahan kami? Mengapa kami hendak ditangkap?" Si Tiong berteriak
kepada panglima itu dengan penasaran.
"Tiong-ko, kita tldak bersalah apapun. Aku tidak melakukan kesalahan, percayalah
kepadaku!" kata Hoog Yi lirih kepada suaminya.
"Tangkap mereka, jebloskan mereka dalam penjara!" teriak Panglima Ciang dengan marah.
Lima belas orang peraju-rit itu serentak menyerbu dan tangan-tangan mereka berserabutan
hendak me-nangkap Si Tiong dan Hong Yi. Suami isteri itu tentu saja tidak membiarkan
dirinya ditangkap. Mereka mengelak, menangkis bahkan menarnpar dan menendangi mereka
sehingga para perajurit itu berpelantingan.
Melihat ini, Panglima Ciang menjadi semakin marah. "Pergunakan senjata, kalau perlu bunuh
mereka!" Dia sendiri sudah mencabut golok besar yang berai dan berkilauan. Para perajurit
yang mendengar perlntah ini segera mencabut senjata tajam masing-masing.
Pada saat itu terdengar suara bentak-an menggeledek, "Tahan! Jangan bergerak semua!"
Semua orang menengok dan terkejutlah Panglima Ciang ketika melihat siapa yang
mengeluarkan bentakan itu. Si Tiong dan Hong Yi juga cepat menengok dan mereka melihat
seorang pria bertubuh tinggi tegap berusia sekitar lima puluh tahun, wajahnya gagah dan
berwibawa, pakaiannya menunjukkan bahwa dia seorang panglima berkedudukan tinggi. Di
belakang panglima ini berdiri tujuh orang perwira tinggi lainnya.
Panglima Ciang Sun Bo tergopoh-gopoh menyambut panglima itu dan memberi hormat
sambil menyebut, "Gak Tai-clangkun (Panglima Besar Gak)!"
Mendengar sebutan ini, Si Tiong dan Hong Yi memandang kagum. Biarpun belum pernah
bertemu, namun kedua suami isteri itu pernah mendengar nama Pangllma Gak Hui yang
terkenal di seluruh negeri sebagai seorang panglima yang gagah perkasa, bijaksana dan arnat
setia kepada negara, setia kepada Kerajaan Sung.
"Panglima Ciang, apa yang terjadi di sini? Mengapa engkau dan para perajurit mengeroyok
dua orang muda ini?" Dia memandang ke arah Si Tiong dan Hong Yi.
Panglima Ciang tampak gugup. ".... anu, Tai-ciangkun, ia.... wanita ini melawan dan
suaminya itu menibantu.."
Kisah si Naga Langit > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com 66
Pangllma Gak Hul memandang kepada Sl Tiong, lalu kepada Hong Yl dan diam-dlam merasa
heran mengapa ada wanita cantik dalam kantor penerimaan calon perajurit itu.
"Siapa nama kalian?". tanya panglima Gak Hui.
Si Tiong dan Hong Yi melangkah maju dan memberi hormat kepada panglima yang terkenal
itu. "Saya bernama Han Si Tiong dan ini adalah isteri saya bernama Liang Hong Yi, taiciangkun."
"Hemm, Nyonya, benarkah melawan Ciang-ciangkun? Kalau benar mengapa?"
Hong Yi sudah pernah bergaul dengan pria-pria bangsawan, maka ia tidak malu-malu
berhadapan dengan seorang panglima besar. "Maafkan saya, tai-ciangkun. Saya tidak
bersalah. Saya dan suami saya datang ke sini untuk mendaftarkan diri menjadi perajurit. Kami
ingin berjuang untuk membela nusa dan bangsa, menentang bangsa Kiri yang menjajah tanah
air kita. Kami diterima Panglima Ciang, akan tetapi dia hendak menguji ilmu silat saya dan
dia.... dia bersikap tidak wajar dan melanggar susila, maka terpaksa saya melawannya, taiciangkun."
Jenderal Gak Hui mengerling ke arah Panglima Ciang. Dia sudah lama mendengar tentang
watak rekannya ini yang terkenal mata keranjang, maka dia sudah dapat rnembayangkan apa
yang kiranya terjadi. Dari sepak terjang suami isteri muda ketika dikeroyok tadi, dia melihat
bahwa mereka berdua, terutama si suami, memiliki ilmu silat yang cukup ting-gi. Tentu
Pariglima Ciang bersikap tidak sopan terhadap wanita cantik itu akan tetapi dia bertemu
dengan batu, wanita itu menolak dan melawan.
"Apa yang kaulakukan, Ciang-ciang-kun?" tegurnya dengan suara tegas.
Panglima Ciang menjadi merah mukanya. Biarpun Jenderal Gak Hui termasuk rekannya,
namun Jenderal Gak Hui lebih besar kekuasaannya dibandingkan dia dan Juga jenderal itu
menjadi kepercayaan kaisar.
"Saya.... saya telah menerima mereka, Gak-ciangkun. Saya.... saya hanya ingin menguji
wanita itu, baik ilmu silatnya maupun mentalnya karena tidak biasa ada wanita mau menjadi
perajurit."
"Hemm, sudahlah. Aku sendiri yang akan menerima Han Si Tiong dan isterinya ini, menjadi
pembantu-pembantuku."
Bukan main girangnya hati Han Si Tiong dan Liang Hong Yi. Mereka tentu saja merasa
bangga bukan main dapat menjadi pembantu-pembantu Jenderal Gak Hui yang amat terkenal
dan dipuja rakyat Jelata itu. Jenderal ini sudah terkenal sebagai pelindung rakyat Jelata yang
diganggu oleh para penjahat dan para perajurit Kerajaan Kin di perbatasan. Jenderal Gak Hui
melarang keras pasukannya mengganggu rakyat, bahkan dia memerintahkan pasukannya
untuk membantu rakyat dalam membangun dusun mereka yang rusak oleh perang, dan
menolong mereka apabila mereka membutuhkan pertolongan.
"Banyak terima kasih, Gak tai-ciangkun!" Suami isteri itui berseru sambil memberi hormat.
Kisah si Naga Langit > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com 67
Setelah menyelesaikan kunjungannya untuk memeriksa pelaksanaan penerimaan calon-calon
perajurit, Jenderal Gak Hui meninggalkan gedung Panglima Ciang dan Si Tiong bersama
isterinya diajak serta.
Jenderal Gak Hui mengajak mereka ke markasnya dan setelah melihat, mereka
mendemonstrasikan permainan silat mereka, Jenderal Gak Hui lalu mengang-kat suami isteri
itu menjadi perwira-perwira. Hong Yi tidak dipisahkan dan suaminya, bahkan diangkat
menjadi pembantu perwira yang selalu mendampingi suaminya dalam mernimpin pasukan.
Tentu saja suami isteri ini menjadi girang bukan main dan berterima kasih sekali kepada
keputusan Jenderal Gak Hui yang bijaksana.
Sewaktu mereka bertugas di kota ra-j'a,, pekerjaan mereka adalah melatih ilmu silat Repada
para perajurit. Tugas ini mereka lakukan dengan penuh kesungguh-an dan tekun sehingga
para perajurit dalam pasukan pimpinan mereka memperoleh kemajuan pesat dalam ilmu silat
dan olah keperajuritan. Tentu saja Jenderal Gak Hui merasa puas dan girang bahwa dia tidak
salah pilih ketika mengangkat suami isteri itu menjadi, pembantunya. Dalam waktu singkat
Han Si Tiong mendapatkan kenaikan pangkat sehingga dia dan isterinya dipercaya untuk
memimpin pasukannya yang berjumlah ribuan orang.
Setahun kemudian Hong Yi melahirkan seorang anak perempuan. Tentu saja hal ini
menambah kebahagiaan mereka. Anak itu diberi nama Han Bi Lan dan mereka, lalu mengirim
utusan untuk menjemput Lu-ma karena Hong Yi membutuhkan bantuan bibinya itu untuk
rnerawat dan mcngasuh Bi Lan. Pula ia merasa kasihan kepada bibinya yang dulu memang
menginginkan untuk ikut dengannya kalau mimpinya sudah terujud, yaitu kalau ia dan
suaminya telah memper-oleh kedudukan dan kemuliaan di kota raja Lin-an. Lu-ma datang dan
ia merasa berbahagia sekali. Biarpun di Cin-koan ia dapat hidup berkecukupan sebagai
pengelola rumah hiburan, namun ia tidak pernah merasa berbahagia, apa lagi setelah di
tinggal pergi Hong Yi. la mencinta Hong Yi seperti anak kandung sendiri dan kini ia hidup
serumah dengan Hong Yi dan suaminya, apa lagi ia kini mempunyai momongan seorang cucu
yang mungil! la mendapatkan kebahagiaan yang tidak pernah dirasakannya ketika ia tinggal
di Cin-koan.
* * *
Kaisar Kao Tsung mengumpulkan para menteri dan panglimanya untuk mengadakan sidang
dan mernbicarakan usul yang diajukan oleh Jenderal Gak Hui kepada Kaisar. Persidangan itu
dihadiri oleh semua pejabat tinggi, sipil dan militer. Tentu saja Perdana Menferi yang menjadi
pembantu kaisar terpenting, hadir pu-la. Perdana Menteri itu adalah Chin Kui. Menteri
Chin Kui adalah seorang laki-laki tinggi kurus berusia sekitar lima puluh tahun. Mulutnya
selalu condong terse-hyum sinis, mukanya dan sepasang teli-nganya yang kecil membuat
wajah tttt mirip wajah tikus dengan kumisnya yang jjarang dan menjuntai di kanan kiri mulutnya.
Akan tetapi sepasang mata yang kecil itu selalu bergerak, membayangkan kecerdikan
dan dia pandai membawa diri, pandai mengambil hati. Dia pandai bica-ra dan dapat
mengambil hati Kaisar Kao Tsung sehingga dla amat dipercaya.
Setelah persidangan dibuka menyambut munculnya Kaisar Kao Tsung, dengan penghormatan
kepada kaisar, Kaisar Kao Tsung lalu berkata dengan suaranya yang lembut. "Persidangan ini
kami adakan untuk membicarakan usul yang disampaikan Jenderal Gak Hui kepada kami.
Kami harap kalian dapat menyumbang pemikiran bagaimana jalan terbaik yang harus diambil.
Kisah si Naga Langit > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com 68
Jenderal Gak, harap engkau suka kemukakan usulmu itu agar para menteri dan panglima
dapat mende-ngarkan lalu ikut membantu memikirkan."
Jenderal Gak Hui tnemberi hormat kepada kaisar, mengucapkan terima kasih atas kesempatan
bicara yang diberikan, lalu dia bangkit dan menghadap ke arah para menteri dan panglima.
"Saudara-saudara, para menteri dan panglima yang saya hormati. Saya telah menghaturkan
usul kepada Sribaginda Kaisar agar saya diperkenankan menghimpun dan memim-pin barisan
untuk menyerang bangsa Kin dan mengusirnya dari tanah air kita. Sekaranglah saat yang
terbaik untuk berge-rak dan mengusir mereka."
Kaisar Kao Tsung mengangkat tangan meniberi isarat sehingga Jenderal Gak Hui
menghentikan ucapannya dan meni-beri hormat kepada kaisar lalu duduk kembali.
"Jenderal Gak Hui, kami ingin sekali mendengar alasanmu, mengapa engkau sekarang ini saat
terbaik untuk bergerak dan menyerang pasukan bangsa Kin”.
"Sribaginda Kaisar Yang Mulia, anggapan hamba ini berdasarkan alasan-alasan yang amat
kuat dan hamba tidak akan berani mengajukan usul.kepada pa-duka katau hamba tidak merasa
yakin benar pertama dari para mata-mata dan penyelidik yang hamba kirim ke utara, hamba
mendapat keterangan bahwa keadaan bangsa Kin yang menduduki da8 erah utara kini tidak
terlalu kuat. Banyak kekacauan terjadi karena rakyat memusuhi mereka dan rakyat tidak mau
membantu ransum mereka secara suka rela. Dan kecuali itu, terjadi pertikaian dan perebutan
kekuasaan di antara para komandan yang menguasai daerah jajahan mereka itu. Adapun
alasan yang ke-dua, hamba telah mempersiapkah pasu-kan dengan baik sehingga terkumpul
barisan yang berjumlah cukup banyak. Selain itu, hamba juga membentuk pasukan-pasukan
inti yang dilatih ilmu silat dengan baik, bahkan didukung para pendekar yang berjiwa patriot.
Karena itu, harhba yakin bahwa kalau hamba menibawa barisan bergerak sekarang, hamba
tentu akan berhasil membinasakan dan memukui mundur mereka."
Kaisar Kao Tsung mengangguk-angguk sambil tersenyum. "Bagus sekali, Jenderal Gak Hui.
Kami merasa setuju se-kali karena kamipun. sudah lama sekall menanti-nanti saatnya untuk
melihat bangsa Kin yang biadab itu dihancurkan agar segala dendam sakit hati ini dapat
terbalas. Akan tetapi kami ingin mendengar pendapat kalian. Kemukakanlah pendapat kalian
agar kita dapat memikirkan dan merundingkan bersama."
Sebagian besar para menteri dan panglima dengan singkat namun tegas menyatakan
mendukung usul dan penda-pat Jenderal Gak Hui. Ketika tiba-tiba giliran Panglima Ciang
Sun Bo untuk menyatakan pendapatnya, dia memberi , hormat kepada kaisar dan berkata,
"Hamba mohon ampun, Srlbaginda Yang Mulia. Bukan sekali-kali hamba hendak menentang
usul pendapat Jenderal Gak Hui, akan tetapi hamba hanya meng-ingatkan agar paduka
berhati-hati sekali dalam mengambil keputusan untuk menyerang bangsa Kin. Hamba
mendengar dan agaknya semua orang juga mengeta-hui bahwa balatentara Kin amatlah
kuatnya sehingga hamba khawatir kalau-kalau barisan kita tidak akari mampu mengalahkan
mereka."
Jenderal Gak Hui mengerutkan alisnya dan menoleh kepada Panglima Ciang Sun Bo. "Ciangciangkun,
kalau engkau takut, Jangan ikut maju berperang!"
"Jenderal Gak Hui, biarkanlah semua orang mengajukah pendapat mereka masing-masing."
kata Kaisar Kao Tsung.
Kisah si Naga Langit > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com 69
"Ampunkan hamba, Yang Mulia." kata Jenderal Gak Hui sambil mengerut" kan alisnya dan
menundukkan mukanya. Dia tahu bahwa Panglima Ciang Sun Bo sengaJa menentangnya
karena memang ada perasaan tidak suka antara dia dan Panglima Ciang, apa lagi setelah
'kejadian beberapa tahun yang lalu, yaitu ketika terjadi keributan di gedung panglim&' itu
karena dia hendak berbuat tidak sopan terhadap Liang Hong Yi yang kini bersama suami
wanita itu telah menjadi pembantunya yang boleh diandalkan. Ka-rena jasa Han Si Tiong dan
Liang Hong Yi itulah maka kini dapat dibentuk pasu-kan khusus yang kuat sehingga membesarkan
hatinya untuk menyerang .bangsa Kin di utara.
Tiba-tiba Perdana Menteri Chin Kui yang sejak tadi hanya diam mendengarkan saja, berkata
dengan suaranya yang halus namun cukup lantang.
"Yang Mulia, hamba kira apa yang dikatakan Panglima Ciang Sun Bo tadi sama sekali tidak
keliru dan patut untuk diperhatikan dan direnungkan. Semua orang tahu betapa kuatnya
balatentara Kin. Tentu paduka tidak lupa bahwa ke-jatuhan Sung di utara justeru karena pasukan-
pasukan kita yang lebih dulu menyerang balatentara Kin. Hal itu yang menyababkan
bangsa Kin menyerang terus sampai ke selatan. Tentu paduka tidak lupa akan kesalahan taktik
yang diusulkan Perdana Meoteri Cai Ching ketika itu. Dia mengusulkan kepada mendiang
Kaisar Hui Tsung untuk mengejar dan menyerang barisan Kin di utara sehing-ga para
pimpinan Kin 'menjadi marah la-lu berbalik menyerang kita sampai ter-paksa kerajaan
diungsikan ke sini. Yang Mulia, sebaiknya jangan mengganggu harimau yang sedang tidur.
Saat ini bangsa Kin tenang-tenang saja tidak mengganggu kita, mengapa kita mendahului
menyerang mereka?"
Kaisar Kao Tsung mengerutkan alisnya dan memandang kepada Perdana Menterinya itu
dengan heran. "Perdana Menteri Chin Kui, bagaimana engkau dapat berkata begitu? Apakah
kalau menurut engkau, kami tidak usah memusuhi bangsa Kin, tidak usah membalas dendam
atas kematian ayahanda kami, tidak berusaha untuk merebut kembali wilayah Sung yang telah
dirampasnya? Begitukah?" Dalam suara Kaisar Kao Tsung terkandung kemarahan.
"Ampun, Yang Mulia. Sama sekali tidak demikian maksud hamba. Akan tetapi, kita tidak bisa
selalu mengandalkan kekuatan tenaga. Kekuatan tenaga kasar tanpa dibantu pemikiran yang
mendalam dan cerdik dapat menggagalkan semua usaha. Kalau kita hendak menyerang
Bangsa Kin, kita harus mempergunakan perhitungan yang tepat, tidak sembrono. Mohon
Paduka bayangkan, kalau sembrono lalu serangan itu gagal sama sekali, bahkan
mengakibatkan balatentara menyerbu ke selatan dan menguasai seluruh negeri, bukankah hal
itu akari merupakan suatu malapetaka yang mengerikan? Hamba sekarang hendak bertanya
kepada Jenderal Gak Hui. Dia yang mengusulkan penyerangan ke utara ini. Kalau sampai
penyerangan gagal dan akibatnya seperti yang hamba khawatirkan itu, lalu siapa yang akan
bertanggung jawab?"
Mendengar ucapan itu, Kaisar Kao Tsung menoleh kepada Jenderal Gak Hul. Wajah Jenderal
Gak Hul menjadl merah dan hatlnya yang keras dan penuh kesetiaan kepada Kerajaan Sung
menjadi panas.
"Hamba tidak akan gagal, Yang Mulia!" katanya kepada kaisar yang memandang kepadanya.
"Akan tetapi tidak ada yang pasti di dunia ini, Gak Ciangkun. Hidup kitapun tidak bisa
dipastikan kapan berhentinya. Bagaimana kalau engkau gagal, kalah da-lam perang melawan
Kisah si Naga Langit > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com 70
balatentara Kin? Bagaimana pertanggungan jawabmu ter-hadap Yang Mulia, terhadap bangsa
dan terhadap kerajaan?" Suara Perdana Men-teri Chin Kui mengandung tantangan dan ejekan.
Jenderal Gak Hui merasa dada-nya seolah hendak meletus saking marahnya. Akan tetapi di
depan kaisar dia tidak berani memperlihatkan kemarahan dan menahan perasaannya. Apa
yang hen-dak dia lakukan adalah demi kepentingan kerajaan dan bangsa, akan tetapi
kegagalannya akan ditimpakan kepada dia seorang!
"Kalau saya gagal, saya bersedia untuk dipecat dan dijatuhi hukuman yang pallng berat, Chintaijin
(Pembesar Chln)l" katanya sambll memandang wajah Perdana Menterl itu dengan slnar
mata tegas dan keras.
"Bagus! Tentu saja kalau gagal engkau tidak cukup mengucapkan maaf lalu lepas tangan.
Engkau mempermainkan nasib kerajaan dan bangsa dalam usulmu ini, Ciang-kun!"
"Sudahlah, Perdana Menteri Chin Kui!" kata Kaisar Kao Tsung.
"Jenderal Gak Hui sudah menyatakan pendapat dan kesanggupan pertanggungan jawabnya
dan kami mengenal dia sebagai seorang gagah yang selalu memegang teguh kata-katanya.
Kami juga percaya bahwa dia tentu akan berhasil. Karena itu, kami memutuskan menerima
usulmu, Jenderal Gak Hul. Laksanakanlah seperti yang kaurencanakan itu!"
"Terima kasih atas kepercayaan paduka dan hamba siap melaksanakan perintah, Yang
Mulia!" Kata Jenderal Gak Hui dengan suara tegas yang mengandung kegembiraan.
Persidangan dibubarkan dan Jenderal Gak Hui cepat kembali ke markasnya. Dia segera
memanggll semua pembantunya, yaltu para perwlra yang menjadl komandan darl pasukanpasukannya.
Setelah mereka berkumpul, di anta-ra mereka terdapat Han Si Tiong dan
isterinya, Liang Hong Yi, Jenderal Gak menceritakan tentang persetujuan kaisar yang
menerima usulnya untuk melakukan penyerbuan ke utara, mengusir penjajah Kin.
”Aku peringatkan kepada kalian bahwa kita semua adalah pengemban-pengemban tugas yang
mulia, yaitu membela bangsa dan tanah air dengan taruhan nyawa. Hidup yang sempurna
berarti melaksanakan tugas dengan baik karena hidup ini sendiri berarti memikul tugas-tugas.
Untuk dapat menjadi seorang ma-nusia seutuhnya kita, harus dapat melak" sanakan semua
tugas itu dengan sebalk-baiknya. Tugas pertama dan utama ada-lah tugas seorang manusia
terhadap Tu-hannya, yaitu menaati semua perintah Tuhan melalui kitab agama maslng-maslng
yang tentu bersumber kepada keba" ikan dan hidup bermanfaat bagi mtnusla dan dunla.
Dalam tugas utama ini terca-kup tugas-tugas lain yang banyak ma-camnya, misalnya tugas
kewajiban sebagai orang tua terhadap anak-anaknya, sebagai anak terhadap orang tuanya,
se»1 bagai suami tcrhadap isterinya dan sebaliknya, sebagai anggauta keluarga terha-dap
sanak keluarganya, sebagai guru ter-hadap muridnya dan sebaliknya, sebagai anggaUta
masyarakat, sebagai sahabat, sebagai warga negara terhadap negaranya dan sebagainya lagi.
Termasuk tugas yang sekarang kalian emban, yaitu tugas seorang perajurit terhadap atasan
dan pasukannya, sebagai seorang patriot terhadap bangsa dan tanah airnya. Kalau hendak
menjadi seorang manusia seutuh-nya, maka, semua tugas itu harus dilaksanakan dengan baik.
Satu saja tugas itu diabaikan, tentu dia tidak dapat menjadi manusia baik yang seutuhnya!
Biarpun semua tugas yang kusebutkan tadi telah kalian laksanakan dengan baik, namun kalau
kalian tidak memenuhi tugas kali-an sebagai seorang perajurit dan patriot, maka kalian tetap
akan menjadi orang yang tercela. Apa lagi kalau ada di antara kalian yang mengkhianati
perjuangan, nama seorang pengkhianat akan dikutuk rakyat selama hidupnya. Aku percaya
Kisah si Naga Langit > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com 71
bahwa kalian adalah patriot-patriot yang "gagati perkasa, yang siap mempertaruhkan nyawa
demi keselamatan bangsa dan tanah air, demi kehormatan Kerajaan Sung."
Setelah memberi penrigatan kepada pa-ra perwira itu, Jenderal Gak lalu memba-gi-bagi tugas
kepada mereka. Setelah pertemuan itu dibubarkan, Jenderal Gak memanggil Han Si Tiong
dan Liang Hong Yi ke dalam kantornya.
"Kalian telah berjasa besar dalam menggembleng Pasukan Halilintar sehingga pasukan yang
kalian pimpin dapat di-jadikan pasukan inti yang akan mempelopori dan memberi dorongan
semangat kepada seluruh barisan. Akan tetapi ja-sa kalian itu belum terbukti manfaatnya bagi
kerajaan. Sekarang tiba saatnya ka-lian membuktikan bahwa kalian dan pasukan kalian benarbenar
boleh diandalkan dan menjadi tulang punggung seluruh barisan. Apakah kalian berdua
sudah siap lahir batin .untuk melaksanakan tugas yang amat penting akan tetapi juga amat
berbahaya ini?"
Dengan sikap tegak dan suara tegas suami isteri itu menjawab serentak, "Kami siap
melaksanakan tuga$, Tai-ciangkun!"
Gak Hui memandang suami isteri itu dengan kagum dan bangga. Tidak salah penilaiannya
terhadap suami isteri ini ketika pertama kali dia melihat mereka dalam rumah Panglima Ciang
Sun Bo. Han Si Tiong kini telah menjadi seorang pria gagah perkasa berusia tiga puluh tiga
tahun, sedangkan Liang Hong Yi yang juga berpakaian sebagai seorang perwira Itu tampak
gagah dan cantik manis da-lam usianya yang dua puluh enam tahun.
"Sekarang kalian pulanglah dan mem-buat persiapan. Seperti telah kita rencanakan tadi, besok
pagi-pagi benar sebelum fajar menyingsing, kita akan berangkat"
"Baik, tai-ciangkun!" kedua orang suami isteri itu memberi hormat lalu ber-gegas pulang ke
rumah mereka. Sebagal perwira, mereka telah mendapatkan rumah tinggal sendiri di mana
mereka tinggal bersama anak tunggal mereka, Han Bi Lan yang kini sudah berusia tujuh tahun
dan Lu-ma yang kini tampak selalu gembira dan tubuhnya menjadi' gemuk. Lu-ma inilah
yang mengasuh Bi Lan de-ngan penuh kasih sayang seorang nenek apabila ayah ibu anak itu
meninggalkan rumah untuk bertugas.

Share:
cersil...
Comments
0 Comments

Postingan Cersil Terbaru