Rabu, 03 Mei 2017

Cersil Asyik Kho Ping Hoo : 1 Suling Pusaka Kumala

Cersil Asyik Kho Ping Hoo : 1 Suling Pusaka Kumala cersil cersil indo cersil mandarin full cerita silat mandarin online cersil langka cersil mandarin lepas cerita silat pendekar matahari kumpulan cerita silat jawa cersil mandarin beruang salju. cerita silat pendekar mataharicerita silat indonesia cerita silat kho ping hoo cerita silat mandarin online cerita silat mandarin full cerita silat jawa kumpulan cerita silat cerita silat jawa pdf cerita silat indonesia gratis cerita silat jadul indonesia cerita silat indonesia pendekar rajawali sakti cersil indonesia pendekar mabuk cersil langka cersil dewa arak cerita silat jaman dulu cersil jawa download cerita silat mandarin full cerita silat mandarin online cersil mandarin lepas cerita silat mandarin pendekar matahari cerita silat jawa pdf cersil indonesia pdf cersil mandarin beruang salju kumpulan cerita silat pdf
kumpulan cerita silat cersil online
Cersil Asyik Kho Ping Hoo : 1 Suling Pusaka Kumala
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Karya : Kho Ping Hoo
DJVU file oleh : Syaugy_ar
Convert, Edit dan Ebook oleh : Dewi KZ
http://kangzusi.com/ atau http://dewi.0fees.net/
Karya :
ASMARAMAN S. KHO PING HOO
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Pelukis : Y A N E 5
Percetakan & Penerbit CV "GEMA" Mertokusuman 761 RT
02 RW VII Telp. 35801 - Solo 57122
Hak cipta dari cerita ini sepenuhnya terada pada CV GEMA
di bawah lindungan Undang - undang. Dilarang mengutip /
menyalin / mengubah tanpa ijin tertulis dari CV GEMA.
CETAKAN PERTAMA CV GEMA-SOLO 1990
Jilid I
PEKIK dan sorak sorai peperangan Itu menggegap gempita
menjulang tinggi ke angkasa. Betapapun pasukan kerajaan
Beng melakukan perlawanan mati-matian namun mereka telah
terkepung ketat, di tempat terbuka dan lebih mencelakakan
lagi, mereka bertempur dalam keadaan kehabisan ransum dan
air. Lapar dan haus melemahkan semangat dan tenaga
mereka sehingga pasukan itu akhirnya dipukul mundur cerai
berai oleh pasukan Mongol yang sudah terbiasa perang di
tempat yang liar terbuka seperti peperangan di kota Huai Lai,
di perbatasan utara kerajaan Beng dan bangsa Mongol itu.
Pasukan Mongol, dikepalai oleh panglima-panglima atau
kepala-kepala suku Mongol dan gagah perkasa, telah
menyerbu ke dalam dan mengepung perkemahan di mana
terdapat Kaisar Cheng Tung. Para pengawal berserabutan
keluar dengan pedang dan lembing dan melakukan
perlawanan mati-matian untuk melindungi kaisar mereka.
Namun, jumlah mereka jauh kalah banyak dan satu demi satu
para pengawal itupun roboh bergelimang darah. Terjadilah
pembantaian di perkemahan itu.
Kepala suku Mongol yang juga menjadi panglima besar
yang memimpin penyerbuan itu adalah Kapokai Khan, seorang
pria berusia empat puluh tahun yang tinggi besar dan gagah
perkasa. Dia melompat turun dari kudanya dan diikuti belasan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
orang perwira pembantu dan pasukan di belakangnya, dia
menyerang terus ke dalam perkemahan.
Setelah tiba di dalam, dia berhenti dan memandang
tertegun. Di sana, di tengah-tengah perkemahan itu, tampak
Kaisar Cheng Tung duduk seorang diri di atas permadani,
tenang dan diam, sedikitpun tidak tampak gugup atau
ketakutan. Di sekelilingnya tampak tubuh para pengawalnya
bergelimpangan bermandikan darah mereka sendiri. Wajah itu
tampak tampan dan tenang, masih anggun dan agung dan
ketika dia melihat Kapokai Khan, kepala itu dikedikkan,
lehernya agak tegak dan sepasang mata yang tajam
mencorong memandang kepada kepala suku itu penuh
keberanian.
Kepala suku Mongol Kapokai Khan adalah seorang panglima
besar, seorang yang menjunjung tinggi kegagahan. Dia masih
keturunan Kublai Khan dan ketika pemerintah kerajaan Mongol
jatuh, dia masih seorang bayi yang dapat dilariK m oleh
seorang pengawal. Kini, melihat laki-laki yang usianya kurang
lebih tiga puluh tahun itu duduk begitu tenangnya, dengan
sikap agung seorang raja besar, dikelilingi pengawal yang
berserakan tumpang tindih menjadi mayat bergelimang darah
dalam suasana yang sunyi, Kapokai Khan menjadi terpesona.
Dia merasa seperti melihat seekor naga melingkar di situ,
penuh ketabahan, sedikitpun tidak gentar walaupun sudah
jelas bagaimana nasibnya, dikepung pasukan musuh yang
masih memegang senjata yang berlepotan darah di tangan.
"Bunuh Kaisar Beng....!" Tiba-tiba seorang panglima
melompat dan goloknya terayun ke arah leher orang muda
yang duduk dengan tenang itu. Kepala itu sedikitpun tidak
bergerak, seperti sebuah arca ketika golok menyambar ke
arah lehernya.
"Tranggggg....!" Golok yang menyambar leher itu terpental
oleh sebatang pedang yang berada di tangan Kapokai Khan.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Kepala suku ini dengan kecepatan luar biasa telah meloncat
dan menangkis serangan itu.
Penyerangnya terbelalak, juga para panglima yang lain.
"Kapokai Khan! Dia adalah Kaisar Beng? Dia adalah musuh
besar kita yang harus mati!" beberapa orang berseru dengan
penasaran.
Kapokai Khan yang tinggi besar itu melintangkan
pedangnya dan berdiri menghalang di depan Kaisar Cheng
Tung, suaranya terdengar menggelegar dan penuh wibawa.
"Aku adalah Kapokai Khan yang besar, selalu menghargai
kegagahan dan kejantanan. Aku melihat Kaisar ini seorang
yang sama sekali tidak takut mati, dengan gagah berani dan
mata terbuka menghadapi ancaman bahaya kematian.
Bagaimana aku dapat membiarkan orang segagah dia mati?
Tidak, dia akan menjadi tawananku, juga tamu kehormatanku
dan barang siapa berani mengganggunya, menyentuh
rambutnya, akan berhadapan dengan pedangku. Aku, Khan
Yang Besar, telah bicara!"
Semua orang terbelalak mendengar kata-kata dan melihat
sikap Kapokai Khan ini dan kini semua orang memandang
kepada pria yang duduk di atas permadani itu.
Dia memang seorang pria yang gagah dan tampan. Usianya
sekitar tiga puluh tahun, bertubuh tinggi tegap memakai
pakaian kebesaran kaisar yang gemerlapan. Rambutnya
digelung ke atas dan ditutup mahkota yang berkeredepan
dihias permata. Pandang matanya mencorong, sedikitpun
tidak memperlihatkan kegugupan atau rasa takut, seolah-olah
dia tidak sedang dikepung pasukan musuh, melainkan dihadap
hulubalangnya. Di bibirnya yang merah tersungging
senyuman penuh percaya diri sendiri. Dia adalah Kaisar Cheng
Tung (1437 - 1465), kaisar dari Kerajaan Beng. Dia adalah
keturunan dari Chu Yuan Chang, pendiri dari Kerajaan Beng
yang berhasil meruntuhkan kerajaan Mongol yang besar dan
mengembalikan tanah air di bawah kekuasaan bangsa sendiri.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Kaisar Cheng Tung adalah cucu buyut Kaisar Yung Lo,
pendiri istana kerajaan di Peking yang dipindahkan dari Nanking.
Sebagaimana tercatat dalam sejarah, pendiri Kerajaan
Beng yaitu Chu Yuan Chang, menjadi kaisar pertama Kerajaan
Beng dan berpusat di Nan-king. Untuk mempertahankan diri
dari ancaman bangsa Mongol yang sudah diusir kembali ke
utara, Kaisar Chu Yuan Chang menempatkan seorang di
antara puteranya, yaitu Pangeran Yen, untuk memimpin
pasukan besar dan berjaga di Peking, benteng sebelah utara
yang dapat membendung gangguan bangsa Mongol dari
utara.
Kaisar Chu Yuan Chang atau dikenal pula sebagai Kaisar
Hung Wu, meninggal dalam tahun 1398 setelah memimpin
kerajaan selama tiga puluh tahun dengan sukses. Akan tetapi
putera sulungnya meninggal dunia sebelum menggantikannya
sebagai kaisar, oleh karena itu yang menggantikan kedudukan
kaisar adalah cucunya bernama Hui Ti yang diangkat menjadi
Kaisar ketika berusia enam belas tahun.
Pengangkatan Hui Ti yang muda sebagai kaisar ini
menimbulkan perang saudara. Pangeran Yen yang menjadi
panglima di Peking merasa tidak setuju dan merasa lebih
berhak untuk menggantikan ayahnya menjadi kaisar setelah
kakak sulungnya meninggal. Oleh karena itu, dia
mengerahkan pasukannya menyerbo ke Nan-king, untuk
memaksa Hui Ti, keponakannya turun tahta dan menyerahkan
kepemimpinan kerajaan kepadanya. Karena kemampuannya
sebagai seorang panglima dan karena memang sebagian
besar pasukan berada di bawah kepemimpinannya, dia
berhasil. Kaisar Hui Ti yang muda melarikan diri dan biarpun
Pangeran Yen berusaha mencari keponakannya itu, dia tidak
berhasil dan Kaisar Hui Ti tetap lenyap dan dilupakan orang.
Nan-king yang diserbu oleh Pangeran Yen dari Peking itu
jatuh dalam tahun 1402 dan sejak saat itu, Pangeran Yen
mengambil alih kerajaan dan mengangkat diri menjadi Kaisar
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dengan sebutan Kaisar Yung Lo. Dia memindahkan pusat
kerajaannya ke Peking dan membangun Peking sebagai kota
raja yang amat besar dan indah, penuh dengan istana-istana
yang demikian megahnya sehingga terkenal sampai jauh ke
negeri-negeri barat. Kaisar Yung Lo, pendiri Peking itu,
menjadi kaisar selama 1402-1425. Dalam usia tua, dia masih
sering memimpin sendiri pasukannya untuk mengadakan
penyerbuan ke Mongolia luar, menghantam kedudukan
bangsa Mongol yang menjadi musuh besarnya. Dia meninggal
dalam perjalanan pulang dari serbuan ke utara itu, dalam
tahun 1425. Penggantinya adalah Kaisar Hung Hwi, puteranya.
Akan tetapi Kaisar ini berpenyakitan dan meninggal dunia
karena penyakit di tahun itu juga. Kedudukan Kaisar lalu
diserahkan kepada cucu Yung Lo yang bernama Hsuan Te
yang juga merupakan kaisar yang berusia pendek dan
memerintah selama sebelas tahun.
Oleh karena kematiannya itu, maka yang diangkat menjadi
kaisar adalah puteranya, atau cucu buyut Kaisar Yung Lo,
yaitu Kaisar Cheng Tung yang pada waktu itu baru berusia
delapan tahun!
Oleh karena Cheng Tung baru berusia delapan tahun ketika
diangkat menjadi kaisar, maka dengan sendirinya
pemerintahan kerajaan dipegang oleh Ibu Suri dan para
pembantunya, yaitu para thai-kam (sida-sida).
Kaisar Cheng Tung sendiri, karena usianya yang amat
muda, dan karena kedudukannya, terkurung di dalam istana
dan oleh Ibu Suri dia dijejali pelajaran sastera dan filsafat,
dipersiapkan untuk kelak menjadi seorang kaisar yang
bijaksana. Namun, karena dikelilingi oleh para thai-kam yang
pandai menjilat, tidak urung kaisar ini terperosok ke dalam
pengaruh para thai-kam.
Ketika dia sudah berusia dewasa, dia menjadi kaisar yang
bijaksana namun lemah, mempercayakan segalanya kepada
seorang di antara kepala thaikam yang berpengaruh di waktu
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
itu. Thaikam ini bernama Wang Chin, seorang thaikam yang
berasal dari Huai Lai, yaitu kota di perbatasan Mongol.
Dalam tahun 1450, ketika usia Kaisar Cheng Tung sudah
hampir tiga puluh tahun. Thaikam Wang Chin membujuk
Kaisar Cheng Tung untuk mengadakan perjalanan ke tapal
batas tanah yang dikuasai bangsa Mongol dan berkunjung ke
Huai Lai, yaitu tempat yang menjadi kampung halaman Wang
Chin. Dia hendak memamerkan pengaruhnya dan ingin
menjamu sang kaisar di kampung halamannya.
Kaisar Cheng Tung yang sudah biasa terbujuk dan menuruti
omongan manis Wang Chin, sekali ini juga memenuhi
permohonannya. Bahkan, bukan saja dia memenuhi
permintaan Wang Chin untuk melakukan perjalanan ke utara,
namun diapun mengangkat Wang Chin menjadi panglima
yang memimpin pasukan yang mengawal perjalanan itu.
Tentu saja para panglima tua, yang dahulu pernah
berjuang dengan gagah beraninya di samping mendiang
Kaisar Yung Lo. yang sudah penuh pengalaman melakukan
penyerbuan ke Utara, menjadi khawatir sekali. Mereka
mengusulkan kepada Kaisar muda itu untuk mengangkat
panglima yang lebih berpengalaman, akan tetapi semua itu
dikesampingkan Kaisar Cheng Tung yang sudah percaya
penuh kepada Thaikam Wang Chin.
Demikianlah, perjalanan itu dilakukan, dikawal oleh sepuluh
ribu orang pasukan vang dipimpin oleh Wang Chin yang sama
sekali tidak berpengalaman. Ketika pasukan tiba di Huai Lai,
kepala suka, Mongol, Kapokai Khan, mendengar tentang
perjalanan kaisar ini. Dia menyebar mata-mata dan segera
mendapat keterangan bahwa pasukan yang mengawal kaisar
itu sudah berada dalam keadaan lelah setelah melakukan
perjalanan jauh juga bahwa perbekalan mereka sudah hampir
habis, kelaparan dan kehausan.
Sebagai seorang kepala suku yang berpengalaman, dia
tahu bahwa pasukan itu bukan dipimpin oleh seorang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
panglima yang pandai. Oleh karena itu, diapun mengerahkan
pasukannya untuk mengepung dan menyerbu pasukan
kerajaan Beng tidak jauh dari Huai Lai, dekat Nan Kou di
sebelah dalam Tembok Besar.
Pasukan kerajaan Beng yang kelelahan, kelaparan dan
kehausan itu hancur berantakan dan sebagian besar melarikan
diri meninggalkan kaisar dan pengawalnya di perkemahan.
Para pengawal melindungi kaisar dan bertempur mati-matian
sampai akhirnya tak seorangpun di antara mereka hidup dan
mayat mereka bertumpukan dan berserakan di dalam kemah.
Akan tetapi, ketenangan dan ketabahan hati Kaisar Cheng
Tung membuat Kapokai Khan terpesona dan kagum bukan
main. Dia sendirilah yang melindungi Kaisar Cheng Tung,
merasa bangga bahwa dia telah dapat menawan seorang
kaisar yang demikian gagah beraninya!
Thaikam Wang Chin dan semua pembantunya terbunuh
dalam perang itu, dan para perajurit yang berhasil meloloskan
diri berlari pulang ke selatan memberi kabar tentang
malapetaka itu.
Biarpun Ibu Suri dan para menteri mendengar bahwa
Kaisar Cheng Tung tidak terbunuh melainkan tertawan, namun
untuk tidak membiarkan singgasana kosong, maka diangkatlah
Kaisar Ching Ti, adik Kaisar Cheng Tung, menjadi kaisar
pengganti.
Kapokai Khan dan para pembantunya mengepung Kaisar
Cheng Tung dan atas isarat Kapokai Khan, seorang juru
bicaranya yang pandai bahasa Han segera berkata dengan
suara memerintah kepada Kaisar Cheng Tung.
"Atas perintah Yang Mulia Kapokai Khan Yang Besar,
engkau diharuskan bangkit berdiri dan mengikuti kami sebagai
seorang tawanan perang!"
Kaisar Cheng Tung mengangkat muka dan memandang si
pembicara dengan sinar mata merendahkan. "Kami Kaisar
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Cheng Tung dari kerajaan Beng yang Jaya sama sekali tidak
sudi menerima perintah dari siapapun juga!"
Penterjemah itu terkejut dan segera menyampaikan
jawaban ini kepada Kapokai Khan. Kepala suku ini
membelalakkan matanya, akan tetapi dia bahkan tertawa
bergelak dan menjadi semakin kagum.
"Kalau engkau membangkang, engkau akan disiksa sampai
mati!" kembali penterjemah itu berkata garang.
Kaisar Cheng Tung tersenyum. Senyumnya lepas bebas
keluar dari hati, tidak dibuat-buat dan tiba-tiba dia bernyanyi!
"Manusia hidup lemah dan lemas sesudah mati menjadi
kaku dan keras segala benda tumbuh lemah dan lemas
sesudah mati kering dan getas!
Maka itu :
kaku dan keras adalah teman kematian lemah dan lemas
adalah teman kehidupan!
Inilah sebabnya :
senjata keras mudah menjadi rusak kayu keras mudah
menjadi patah!
Maka dari itu :
Kaku dan keras menduduki tempat bawah lemah dan lemas
menduduki tempat atas!"
Sibuklah penterjemah itu menerjemahkan nyanyian yang
dinyanyikan Kaisar Theng Tung kepada Kapokai Khan. Kepala
suku itu "termenung sejenak, lalu serunya.
"Kaisar Cheng Tung, apa yang kau maksudkan dengan
nyanyian itu?"
Kaisar Cheng Tung yang sejak kecil hafal akan semua ujarujar
dan sajak haik dalam kitab-kitab Khong-cu, Lo-cu atau
Buddha itu mengangguk. Dia tadi menyanyikan bagian dari
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kitab To-tik-keng dan kini menghadapi pertanyaan Kapokai
Khan dia berkata dengan dingin.
"Apa artinya kematian dibandingkan dengan kehormatan?
Seorang budiman dapat mempertahankan kehormatannya
sampai akhir, namun tidak dapat mempertahankan
kehidupannya. Mati terhormat jauh lebih sempurna dari pada
hidup terhina."
Setelah kata-kata ini diterjemahkan, Kapokai Khan
menundukkan kepalanya. Dia juga sudah banyak mendengar
tentang kebudayaan dan filsafat Cina dari para pembantunya,
terutama yang tua-tua, akan tetapi karena dia sendiri sejak
kecil sudah harus meninggalkan Cina, banyak hal yang tidak
dikenalnya. Dia merasa kagum sekali dan memerintahkan
kepada penterjemah untuk berkata dengan sikap hormat.
"Kapokai Khan Yang Besar mempersilakan Kaisar Cheng
Tung yang Bijaksana untuk bangkit dan mengikuti
rombongannya untuk diperlakukan sebagai seorang tamu
agung!"
Cheng Tung tersenyum memandang kepada Kapokai Khan,
lalu mengangguk dan setelah mengebutkan bajunya diapun
bangkit dengan tenang. Tubuhnya yang jtinggi tegap itu
berdiri tegak di samping Kapokai Khan. Kepala suku ini lalu
menggunakan tangannya mempersilakan dan mereka lalu
berjalan berdampingan keluar dari perkemahan, melangkahi
mayat-mayat para pengawal yang tewas.
Di luar telah dipersiapkan dua ekor kuda yang terbaik,
seekor untuk Kapokai Khan dan seekor lagi untuk Kaisar
Cheng Tung. Kaisar itupun naik ke punggung kudanya dengan
gerakan yang menarik dan anggun, tidak seperti Kapokai Khan
yang melompat begitu saja. Dua orang itupun lalu
menggerakkan kuda mereka yang jalan sejajar dikawal oleh
ribuan orang pasukan Mongol yang bersorak-sorak gembira
karena kemenangan.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
* * *
Karena sikapnya yang anggun dan tabah itu
membangkitkan kekaguman dalam hati Kapokai Khan, maka
Kaisar Cheng Tung biarpun menjadi tawanan perang,
diperlakukan sebagai seorang tamu kehormatan. Dia
berdiam dalam sebuah pondok besar di perkampungan o-rang
Mongol, segala kebutuhannya dicukupi, diperlakukan dengan
sikap hormat. Bahkan Kapokai Khan memerintahkan Chai Li,
seorang keponakan perempuannya yang masih gadis dan
yang pandai berbahasa Han, untuk menjadi pelayan pribadi
sang kaisar!
Chai Li adalah seorang dara berusia delapan belas tahun
yang cantik jelita, sehat kuat, dan cerdik. Juga ia seorang
gadis terpelajar, sejak fcecil oleh kakeknya yang dahulu
bekerja sebagai pejabat tinggi dalam pemerintahan kerajaan
Mongol ketika masih menjadi Cina, ia dididik dengan
kebudayaan dan kesusastera-an Cina. Ia pandai membaca
menulis, pandai bersajak dan pandai pula memainkan alat tiup
suling dan bernyanyi serta menari.
Sejak kecil bergaul dengan orang-orang Mongol yang kasar,
kini bertemu dengan seorang kaisar muda yang demikian
lembut dan halus, tampan dan penuh sopan santun, tidak
mengherankan kalau hati gadis itu hanyut dan jatuh cinta
kepada Kaisar Cheng Tung! Di lain pihak, kaisar yang terpisah
dari keluarganya, yang hidup sebatang kara di tempat musuh,
tidaklah mengherankan pula kalau dia tertarik kepada dara
yang cantik menarik itu.
Kalau seorang pria dan seorang wanita sudah saling tertarik
dan tergila-gila, apalagi mereka diberi kesempatan untuk
hidup berdekatan, maka terjadilah hal yang tak dapat
terelakkan lagi. Bertemulah kertas putih dengan tulisan indah
dan terbentuklah sajak-sajak yang amat halus dan indah.
Bertemulah suling dengan yang-kim (gitar) yang dimainkan
tangan-tangan ahli sehingga terdengarlah nyanyian merdu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Pada suatu senja yang indah, Kaisar Cheng Tung duduk di
dalam taman bunga di belakang pondoknya, ditemani oleh
Chai Li dan seorang pelayan wanita Mongol.
Kaisar Cheng Tung sejak tadi mengamati Chai Li. Baginya,
senja hari itu Chai Li tampak lebih cantik dari pada biasanya.
Sinar matahari senja itu seolah mengubah dara yang
berpinggang ramping itu menjadi seorang bidadari yang
langkah dan gerak-geriknya seolah tari-an indah sang
bidadari. Ketika pelayan wanita tua Mongol meletakkan poci
minuman dan cawan-cawannya ke atas meja, Kaisar Cheng
Tung berkata kepada Chai Li dengan lembut.
"Chai Li, kalau engkau tidak keberatan, aku ingin bicara
berdua denganmu. Dapatkah engkau menyuruh pembantu ini
pergi?"
Chai Li tersenyum. Kaisar ini selalu bersikap sopan
kepadanya. Padahal, dia boleh memerintahkan apa saja
kepadanya.
"Sudah tentu saja, Yang Mulia." ia lalu bicara dalam bahasa
Mongol kepada pelayan itu yang segera pergi meninggal-kan
mereka.
Setelah pelayan itu pergi, dengan cekatan namun halus
gerak geriknya Chai Li lalu menuangkan air teh dari poci ke
dalam cawan dan menyerahkannya kepa-j da sang kaisar
dengan gaya lemah gemulai. Kaisar Cheng Tung menerima
cawan itu sambil tersenyum dan meminumnya, lalu
meletakkannya di atas meja.
"Yang Mulia, apakah yang paduka hendak bicarakan berdua
dengan saya?" akhirnya, setelah lama saling pandang tanpa
bicara, Chai Li bertanya karena ia merasakan sesuatu dalam
pandang mata kaisar muda itu.
"Chai Li, duduklah di bangku dekatku sini." kata Kaisar
Cheng Tung dengan lembut.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Yang Mulia, mana saya pantas....?"
"Tidak ada yang tidak pantas, Chai Li, kalau aku sudah
mempersilakanmu."
Dengan sikap agak malu-malu Chai Li lalu duduk di sebelah
kaisar dan menundukkan mukanya, mendengarkan.
"Chai Li, ada kata-kata yang tidak perlu terucapkan mulut,
kata-kata yang menjadi bisikan hati yang terpancar keluar
melalui pandang mata dan getaran suara. Dapatkah engkau
menangkap kata-kata hatiku itu?"
Kepala itu semakin menunduk. Tentu saja ia mengerti
karena suara hati yang sama tergetar pula dari hatinya.
Kaisar Cheng Tung mengeluarkan sesuatu dari balik ikat
pinggangnya. Ketika ia mengeluarkannya, ternyata benda itu
adalah sebatang suling pendek yang terbuat dari batu kemala
hijau, indah bukan main karena diukir dalam bentuk seekor
naga.
"Chai Li, benda pusaka ini adalah pemberian ibuku dan
selamanya belum pernah terpisah dariku. Menurut pesan
ibuku, di dunia ini hanya terdapat seorang wanita saja yang
mampu memainkan nya sesuai dengan selera hatiku. Maukah
engkau mencobanya, memainkan sebuah lagu untukku, Chai
Li?" Sambil berkata demikian, Kaisar Cheng Tung meletakkan
suling kemala itu ke tangan Chai Li.
Dara itu menerima suling kemala dengan jari-jari tangan
gemetar. Ia ingin menolak karena merasa tidak berhak
memainkan suling milik Kaisar Cheng Tung, akan tetapi ada
desakan hatinya yang membuat ia tidak kuasa mengembalikan
suling itu. Bagaikan dalam mimpi, kedua tangannya
memegang suling dan membawanya ke dekat mulutnya.
Setelah menemukan lubang-lubang untuk jari dan lubang
untuk bibir, iapun memejamkan kedua matanya, menarik
napas panjang lalu mulai meniup suling itu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Suara suling melengking, mendayu-dayu dan terdengar
aneh namun manis memasuki telinga dan hati Kaisar Cheng
Tung. Dara itu memainkan sebuah lagu Mongol yang
terdengar asing namun memukau. Suara itu menghanyutkan
sukma, membawa lamunannya membubung tinggi dan
terayun-ayun di angkasa, suaranya meninggi dan merendah
membuai dan tanpa disadarinya lagi, dua titik air mata
membasahi kedua mata Kaisar Cheng Tung.
Chai Li menghentikan tiupan suling-Tung dan terbelalak,
terkejut bukan main. "Yang Mulia, paduka.... menangis....?"
Cheng Tung tidak menjawab, hanya merangkul dara itu.
"Lagu apakah yang kau mainkan itu, Chai Li?" '
"Lagu Mongol, judulnya 'Suara hati seorang gadis” ucapnya
lirih.
"Chai Li, engkaulah wanita satu-satunya yang dapat
memainkan suling ini sesuai dengan seleraku. Karena itu,
kuberikan suling pusaka kemala ini kepadamu."
"Akan tetapi, Yang Mulia...."
"Ssttt, apakah engkau tidak sudi menerima hatiku yang
kupersembahkan kepadamu?" Kaisar Cheng Tung merangkul
dan Chai Li hanyut dalam pelukan itu.
Mulai saat itu, terjadilah perubahan besar dalam hubungan
antara Chai Li dan Kaisar Cheng Tung. Mereka berkasih
kasihan, bahkan secara berterang sehingga tak lama
kemudian semua orang mendengar belaka akan hubungan
cinta kasih antara kedua orang ini. Ketika Kapokai Khan
mendengar akan hal itu, dia tertawa gembira. "Ha-ha-ha,
bagus sekali! Biar Kaisar Cheng Tung memperoleh keturunan
dari darah keluarga kami dan kelak keturunan itu yang akan
menggantikannya menjadi Kaisar Kerajaan Beng!" Dia tidak
marah kepada keponakannya itu, bahkan merestui hubungan
mereka sehingga lebih leluasa lagi bagi Chai Li dan Kaisar
Cheng Tung untuk berkasih-kasihan secara terbuka.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tertawannya Kaisar Cheng Tung membesarkan semangat
bangsa Mongol untuk berusaha merebut dan mendirikan
kembali kekuasaan mereka di Cina. Mereka bahkan mencoba
untuk menyerbu memasuki Tembok Besar bahkan menyerang
sampai ke dekat perbatasan kota raja Peking! Namun ternyata
kekuatan bangsa Mongol masih belum dapat menembus
pertahanan Kerajaan Beng yang dipimpin oleh para panglima
tua untuk mempertahankan kota raja Peking. Semua serbuan
bangsa Mongol dapat dipatahkan dan mereka terusir keluar
dari wilayah kerajaan Beng. Apa lagi, pasukan dari berbagai
propinsi juga ikut memperkuat Peking dari berbagai jurusan
sehingga pasukan Mongol selalu dipukul mundur.
Ketika Kapokai Khan mendengar bahwa sebagai pengganti
Kaisar Cheng Tung telah diangkat seorang kaisar baru, yaitu
Kaisar Ching Ti, dia menjadi khawatir sekali. Kalaupun dia
tidak dapat menguasai Cina, sebaiknya Kaisar Cheng Tung
yang menjadi penguasa, bukan kaisar lain yang tentu akan
memusuhinya. Kaisar Cheng Tung telah diperlakukan sebagai
tamu kehormatan, bahkan telah berhubungan sebagai suami
isteri dengan seorang keponakannya yang kini telah
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mengandung pula. Dia lalu menyebar mata-mata ke dalam
kota raja Peking untuk mendengar dan melihat keadaan.
Dari para mata-mata ini akhirnya dia mendapatkan berita
gembira, yaitu bahwa semua menteri, bahkan Ibu Suri, masih
mengharapkan Cheng Tung untuk sewaktu-waktu dapat lolos
dari tawanan dan akan diterima kembali menjadi Kaisar.
Kebanyakan dari mereka masih mencinta Kaisar Cheng Tung
dari pada adiknya, Kaisar Ching Ti yang dianggap kurang
mampu memegang tampuk pemerintahan.
Ketika mendengar ini, Kapokai Khan segera menemui
Kaisar Cheng Tung. Melalui seorang penerjemah dia
mengadakan perundingan dengan Kaisar Cheng Tung.
"Yang Mulia, kalau sekarang paduka kami bebaskan dan
kami antarkan kembali ke Peking, apa yang dapat paduka
lakukan demi membalas kebaikan kami?”
Diam-diam Kaisar Cheng Tung merasa heran dan girang
mendengar bahwa dia hendak dibebaskan. "Kapokai Khan
yang baik, engkau yang menawan kami da« engkau pula yang
hendak membebaskan kami. Apakah yang dapat kami lakukan
untukmu?"
"Kami akan membebaskan paduka dan mengawal paduka
kembali ke Peking dengan selamat kalau paduka suka
menjanjikan beberapa hal kepada kami."
Kaisar Cheng Tung memandang kepala suku itu dengan
sinar mata menyelidik "Janji apakah yang harus kami
berikan?”
"Pertama, kalau paduka menjadi Ka-j isar kembali, paduka
harus menghentikan penyerbuan ke utara dan menganggap
kami sebagai sahabat."
Kaisar Cheng Tung mengangguk. "Hal itu sudah
sepatutnya. Kami berjanji”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Kedua, kalau putera paduka dari Chai Li terlahir, kelak
paduka akan menerimanya sebagai putera, sebagai pangeran
Beng yang kelak akan dapat menggantikan kedudukan paduka
sebagai Kaisar!"
Kaisar Cheng Tung mengerutkan alisnya. "Kalau puteraku
dari Chai Li terlahir, dia adalah puteraku. Kalau terlahir
sebagai puteri, ia akan menjadi puteri istana yang terhormat,
dan kalau terlahir sebagai putera, dia akan menjadi seorang
pangeran. Akan tetapi mengenai kedudukan sebagai putera
mahkota, hal itu harus dipertimbangkan lebih dulu, melihat
keadaan dan suasana. Betapapun juga, dia adalah puteraku
dan tentu akan menduduki tempat penting dan terhormat."
Kaisar Cheng Tung berhenti sebentar, berpikir lalu berkata,
"Akan tetapi karena keadaan Chai Li sedang mengandung tua,
lebih baik ia tinggal dulu di sini. Kelak kalau ia sudah
melahirkan dan puteranya sudah kuat, ia akan kami terima di
istana Peking sebagai seorang selir kami."
Kapokai Khan merasa puas dengan janji-janji itu, maka
pada hari yang sudah ditentukan, Kaisar Cheng Tung dikawal
sepasukan perajurit dan diantarkan ke selatan.
Sebelum berangkat Kaisar Cheng Tung berpamit kepada
Chai Li yang ketika itu sudah mengandung tujuh bulan. Chai Li
menangis dan memegangi tangan suaminya.
"Yang Mulia, sekarang kita berpisah, entah kapan kita akan
dapat saling bersua kembali."
Kaisar Cheng Tung merangkul wanita itu dengan penuh
kasih sayang. Selama ini kasih sayangnya terhadap Chai Li
semakin bertambah karena ternyata Chai Li adalah seorang
wanita yang benar-benar setia dan mencinta suaminya.
"Chai Li, simpanlah air matamu. Tangismu tidak baik untuk
kesehatan anak kita dalam kandunganmu. Perpisahan kita
hanya sementara saja. Kelak, kala anak kita sudah terlahir dan
kuat, engkau dapat membawa anakmu menyusul ku ke kota
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
raja Peking dan kita hidup berbahagia di sana selamalamanya."
Chai Li menahan tangisnya dan berangkatlah Kaisar Cheng
Tung,diantar oleh tiupan suling yang mendayu-dayu itu.
Tahulah dia bahwa tiupan suling itu adalah peringatan baginya
agar dia tidak melupakannya, dan merupakan bekal yang
selalu akan terkenang olehnya.
Di perbatasan Kaisar Cheng Tung diterima oleh pasukan
kerajaan Beng dengan penuh kegembiraan dan kehormatan.
Pasukan pengawal Mongol segera kembali setelah
menyerahkan kaisar itu dan Kaisar Cheng Tung selanjutnya
dikawal oleh pasukan kerajaan Beng ke kota raja.
Kembalinya Kaisar Cheng Tung mendapat sambutan
meriah, dan biarpun dia tidak memperlihatkan keinginannya
untuk menggantikan kembali adiknya yang sudah terlanjur
menjadi Kaisar, namun semua orang mendukungnya. Kaisar
Ching Ti yang tidak populer dan tidak disuka itu akhirnya jatuh
sakit dan selagi dia sakit, Kaisar Cheng Tung diangkat kembali
menjadi kaisar untuk yang kedua kalinya.
Akan tetapi ketika Ibu Suri dan para pangeran mendengar
bahwa Kaisar Cheng Tung telah mempunyai seorang selir di
Mongol yang kini telah mengandung, mereka merasa gelisah
sekali. Tak seorang pun di antara mereka menghendaki
seorang pangeran atau puteri keturunan Mongol di istana,
walaupun tidak ada yang berani secara berterang menyatakan
dil depan Kaisar Cheng Tung.
Di antara mereka yang diam-diam merasa marah
mendengar bahwa Kaisai Cheng Tung mempunyai keturunan
dari darah Mongol adalah Pangeran Chen Boan, seorang adik
dari Kaisar Chen Tung dari selir. Pangeran Cheng Boan ini
diam-diam mengusahakan untuk mengenyahkan keturunan
dari darah Mongol itu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tiga tahun kemudian setelah Kaisai Cheng Tung kembali
menjadi kaisar, Pangeran Cheng Boan diam-diam
menghubungi seorang datuk persilatan yang memiliki ilmu
kepandaian tinggi sekali. Di membawa seratus tail emas,
diserahkan kepada datuk besar itu dan minta kepadanya agar
pergi ke Mongol dan membunuh seorang wanita bernama Chai
Li berserta seorang puteranya. Tidak ada seorangpun lain
yang mengetahui perintah ini kecuali Ibu Suri yang menyetujui
rencana Pangeran Cheng Boan karena Ibu Suri menganggap
bahwa kehadiran seorang pangeran keturunan Mongol akan
merupakan suatu hinaan terhadap keluarga Kaisar!
Datuk besar persilatan yang menerima tugas keji itu
bernama Suma Kiang. Dia seorang laki-laki berusia empat
puluh lima tahun, bertubuh tinggi kurus dengan muka
kemerahan, dahinya lebar, sepasang mata sipit yang bersinar
tajam, idung dan mulutnya tampak mengejek elalu dan dia
memelihara jenggot sam-l ai ke lehernya. Di punggungnya
tergantung sepasang pedang dan walaupun gerak-geriknya
lembut, namun pandang matanya liar dan gerakannya
menunjukkan bahwa dia seorang ahli silat tingkat tinggi.
Ringan dan peka. Selama belasan tahun dia terkenal sebagai
seorang datuk di daerah Sungai Huang-ho, malang melintang
dengan sepasang pedangnya dar sukar dicari tandingannya.
Banyak sekali ketua-ketua perkumpulan persilatan yang sudah
roboh olehnya sehingga di diakui sebagai seorang datuk besar
di wilayah Lembah Sungai Huang-ho.
Sebetulnya sebagai seorang datuk persilatan yang berilmu
tinggi seperti Suma kiang yang berjuluk Huang-ho Sin liong
(Naga Sakti Sungai Huang-ho), untuk mengumpulkan uang
seratus tail emas bukanlah pekerjaan sukar. Bukan jumlah
uang itu yang menarik hatinya sehingga dia menerima tugas
yang diberikan Pangerai Cheng Boan. Akan tetapi
petualangannya itulah. Dia ingin bertualang ke daerah Mongol
yang terkenal berbahaya itu. Apalagi dia merasa menjadi
petugas kerajaan yang amat penting! Mengemban tugas
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
rahasia yang tidak boleh diketahu orang lain. Dan tugas ini
diberikan oleh seorang Pangeran, direstui pula oleh Ibi Suri.
Dia merasa dirinya menjadi penting dan terhormat. Karena
semua inilah mal ka dia menerima tugas yang sebetulnya tidak
ringan dan penuh bahaya itu.
Suma Kiang hidup sebatang kara. Di waktu mudanya, dia
hidup sebagai seorang pendekar yang mempunyai seorang
isteri yang cantik. Akan tetapi telah bertahun-tahun beristeri,
dia belum juga mempunyai keturunan. Dan pada suatu hari
terjadilah malapetaka itu yang mengubah jalan hidupnya. Dia
menerima kunjungan seorang pendekar lain, seorang sahabat,
dengan ramah dan senang hati. Akan tetapi ternyata
kemudian bahwa isterinya menyeleweng dengan sahabatnya
itu! Suma Kiang menjadi mata gelap dan dibunuhnya
sahabatnya dan isterinya itu. Kehidupannya menjadi guncang
dan bertahun-tahun dia hidup seperti orang gila memperdalam
ilmunya dan wataknya menjadi kejam. Dia menjadi seorang
datuk yang ditakuti orang. Tidak semata-mata melakukan
kejahatan, akan tetapi segala kehendaknya harus ditaati
orang, siapa-pun juga dia! Namanya mulai terkenal dan dia
dijuluki Huang-ho Sin-liong karena dia seolah-olah seekor
naga sakti yang baru muncul dari Sungai Huang-ho dan
mengamuk di sepanjang Lembah Huang-ho.
Ketika Pangeran Cheng Boan melalui seorang utusan
rahasia menyampaikan perintah rahasia itu, dia segera
menerimanya. Memang dia sudah bosan bertualang di Lembah
Huang-ho. Ditinggalkannya pondok besar di Lembah Huang-ho
itu dan dia mulai melakukan perjalanan ke utara yang jauh
dan panjang. Apalagi perjalanan menuju ke utara itu bagi
Suma Kiang adalah perjalanan pulang ke kampung halaman.
Dahulu, di waktu mudanya, dia adalah seorang yang berasal
dari utara yang merantau ke selatan dan kini di masa usianya
sudah mulai tua, dia kembali ke utara, berarti pulang ke
kampung halaman. Dia menerima tugas penting itu karena
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
diapun pandai bahasa Mongol yang pernah dipelajarinya
ketika dia masih muda. .
Pada suatu pagi yang cerah Suma Kiang memasuki sebuah
perkampungan Mongol di dekat Terusan Nan Kou. Dia
mengenakan pakaian longgar dan selain sepasang pedangnya,
juga sebuah buntalan kuning tergendong di punggungnya.
Tangan kanannya memegang sebuah tongkat yang berbentuk
ular berwarna hitam dan ketika memasuki perkampungan itu,
dia berseru dalam bahasa Mongol yang agak kaku, akan tetapi
cukup dapat dimengerti oleh mereka yang mendengarnya.
"Tukang mengobati segala macam penyakit dan
meramalkan segala macam nasib!"
Berulang-ulang dia meneriakkan ini dan tak lama kemudian
serombongan anak-anak sudah mengikuti di belakangnya,
menarik perhatian banyak orang.
Biasanya, yang mendatangi perkampungan orang Mongol,
kecuali suku bangsa sendiri, adalah pedagang keliling bangsa
campuran Han-Mongol, itupun mereka datang berkelompok
untuk berdagang dan menukar barang dagangan. Maka
kunjungan orang yang mengaku ahli pengobatan dan peramal
ini tentu saja menarik perhatian banyak orang.
Mereka yang mempunyai keluarga yang sedang sakit,
segera mencoba kepandaian Suma Kiang. Ternyata Suma
Kiang memang pandai mengobati penyakit, suatu ilmu yang
pernah dipelajarinya. Kalau hanya penyakit ringan saja,
dengan ilmu menotok jalan darah, dia dapat menolong si
penderita. Dia memang telah menguasai It-yang-ci (Totok
Satu Jari), semacam ilmu totok yana ampuh dari perguruan
Siauw-lim-pai. Dengan ilmu totok yang juga amat ampuh
untuk menyerang lawan itu, dia dapati memulihkan jalan
darah yang tersumbat sehingga si penderita penyakit menjadi!
sembuh.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Setelah terbukti dia dapat menyembuhkan beberapa orang
yang menderita! sakit, Suma Kiang mulai dapat kepercayaan
penghuni perkampungan suku Mongol itu. Bahkan dia
dipanggil kepala suku yang menderita sakit leher untuk
mengobatinya. Dalam waktu singkat dia dapat
menyembuhkan kepala suku itu sehingga namanya semakin
terkenal.
Akan tetapi, di luar dugaan Suma Kiang sendiri,
perbuatannya itu menimbulkan kemarahan dan iri hati
Sangkibu yang biasa bertindak sebagai dukun di suku itu.
Sangkibu merasa mendapatkan saingan dan dia menjadi
marah sekali. Dia kumpulkan lima orang-orangnya yang
dikenal sebagai jagoan dan ketika Suma Kiang sedang
berjalan seorang diri di perkampungan itu, tiba-tiba dia
diserang oleh lima orang jagoan yang menggunakan senjata
golok. Lima orang itu menyerang tanpa berkata apapun.
Suma Kiang melihat datangnya serangan lima batang golok
itu dan melihat pula seorang laki-laki jangkung kurus berwajah
seperti tengkorak memberi aba-aba kepada lima orang itu. Dia
bergerak cepat, tongkat ularnya diayun berputar menangkis
lima batang golok itu.
"Trang-trang-trang-trang....!" Lima batang golok yang
diserangkan dengan tenaga kuat itu terpental semua dan lima
orang pemegangnya terhuyung seolah golok mereka
mengenai sebuah dinding baja yang tebal dan kuat!
"Nanti dulu!" Suma Kiang berseru dengan sabar. "Kalian ini
siapakah dan mengapa pula menyerangku?"
Laki-laki jangkung kurus berusia lim puluh tahunan itu
melangkah maju dai menudingkan tongkatnya yang
bercabang; "Engkau orang asing. Pergilah sebelum kami
mengenyahkan dari muka bumi!"
"Apa kesalahanku dan siapakah engkau?" Suma Kiang
bertanya dengan sikap tenang.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Aku ahli pengobatan dan sesepuh d perkampungan ini.
Engkau datang mem bikin kacau dan menipu rakyat. Enyah
lah engkau!" Dukun itu melemparkai tongkatnya yang
bercabang sambil mem baca mantera dan.... orang-orang yanj
mulai berdatangan dan menonton melihat betapa tongkat itu
berubah menjad seekor ular yang merayap ke arah Sum a
Kiang.
Suma Kiang tersenyum. Baginya, permainan sihir seperti itu
seperti permainan kanak-kanak saja. Dia mengerahkai
sinkangnya dan menggunakan tongkat ularnya untuk
menusuk, tepat mengena kepala ular dan seketika itu
pecahlah tongkat bercabang itu menjadi dua potong.
Orang-orang yang mulai berdatangan dan menonton
melihat betapa tongkat itu berubah menjadi seekor ular yang
merayap ke arah Suma Kiang.
"Bunuh dia!" Dukun yang bernama Sangkibu itu berteriak
garang. Lima orang anak buahnya lalu menyerbu lagi dengan
golok mereka. Akan tetapi Suma Kiang memutar tongkatnya
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dan lima batang golok itu menempel pada tongkatnya, ikut
terputar dan terlepas dari tangan lima orang pemegangnya!
Denga tangan kirinya, Suma Kiang mengambil lima batang
golok itu dan sekali melempar ke atas tanah, lima batang
golok itu menancap sampai ke gagangnya ke dalam tanah.
"Pergilah kalian!" bentaknya dan sekali mencongkel dengan
tongkatnya! tongkat bercabang itupun melayang dan
mengenai tubuh Sangkibu sehingga dukun tinggi kurus itu
terjengkang karena dadalnya terpukul tongkatnya sendiri.
Orang-orang berkerumun dan menyaksikan betapa dukun
Sangkibu dan lima orang pembantunya itu dengan mudah
dikalahkan Suma Kiang. Sangkibu juga tahu diri. Dia maklum
bahwa ternyata orang asing itu memiliki kepandaian tinggi,
maka tanpa banyak cakap lagi dia lalu terhuyung pergi diikuti
lima orang pembantunya yang juga merasa gentar.
Berita tentang kepandaian Suma Kiang ini akhirnya sampai
juga ke telinga pemimpin besar suku Mongol, yaitu Kapokai
Khan. Dia merasa tertarik sekali, apalagi mendengar bahwa
Suma Kiang berhasil mengalahkan dukun Sangkibu dan lima
orang pembantunya yang jagoan dengan mudah dan bahwa
orang asing itu pandai meramalkan nasib. Segera kepala suku
ini mengutus orang untuk memanggil Suma Kiang dari
perkampungan itu untuk menghadap dia.
Tentu saja Suma Kiang menjadi girang bukan main
mendapat panggilan ini. Memang semua tindakannya di
perkampungan itu adalah untuk memancing perhatian Kepala
Suku Kapokai Khan. Dia sudah mendengar bahwa dahulu,
Kapokai Khan inilah yang menawan Kaisar Cheng Tung, dan
bahwa wanita yang diperisteri Kaisar Cheng Tung dan sudah
mempunyai putera itu adalah keponakan sang kepala suku. Ke
sanalah dia harus pergi untuk menyelidiki wanita dan
puteranya itu. Untuk langsung datang ke pusatj markas orang
Mongol itu amat berbahaya, dapat menimbulkan kecurigaan.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Akan tetapi sekarang dia pergi ke sana karena dipanggil oleh
Kepala Suku Kapokai Khan.
Jerih juga rasa hati Suma Kiang ketika dia berhadapan
dengan Kapokai Khan. Kepala Suku itu amat berwibawa
dikelilingi para hulubalangnya yang rata-rata tampak gagah
perkasa. Maka dia lalu maju dan membungkuk sambil
merangkap kedua tangan tanda menghormat
"Khan Yang Besar, saya Suma Kiang datang menghadap
memenuhi panggilan” katanya dengan suara lantang namun
dengan sikap hormat.
Kapokai Khan menggerakkan tangan dan seorang pengawal
menyodorkan sebuah kursi kepada Suma Kiang. "Duduklah!"
katanya dan setelah Suma Kiangl duduk, dia bertanya,
"Apakah engkau yang bernama Suma Kiang, ahli pengobatan
dan tukang meramalkan nasib?"
"Benar, Yang Mulia. Sudah belasan tahun saya mempelajari
kedua ilmu itu. Apakah ada di antara keluarga Yang Mulia
menderita sakit? Saya akan mengobatinya sampai sembuh."
"Ha-ha-ha, semua keluarga kami sehat dan tidak ada yang
sakit. Kami tidak ingin minta pengobatan, melainkan
menghendaki agar engkau meramalkan nasib kami."
Suma Kiang mengamati wajah Kapokai Khan dengan penuh
perhatian, lalu menggunakan tongkat ularnya untuk membuat
lingkaran di atas lantai di depannya, kemudian mengguratgurat
lingkaran itu dan menuliskan beberapa buah huruf yang
rumit, lalu mengangguk-angguk dan berkata, "Wajah paduka
bersinar terang dan menurut perhitungan saya, paduka masih
akan memimpin bangsa ini selama belasan tahun lagi."
"Bukan itu yang ingin kami ketahui biarpun itu merupakan
berita baik sekali. Kami ingin mengetahui tentang Kaisar
Cheng Tung dari Kerajaan Beng. Dia kini telah kembali
menjadi kaisar. Bagaimana dengan kedudukannya itu?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Kembali Suma Kiang membuat lingkaran, guratan dan
huruf-huruf, lalu mulutnya berkemak-kemik dan akhirnya dia
berkata, "Kaisar Cheng Tung memiliki peruntungan besar.
Beliau juga dapat lama memegang jabatan kaisar, sampai
belasan tahun."
"Coba engkau perhitungkan, Suma Kiang. Apakah ada
kemungkinan keturunannya, darah Mongol, kelak
menggantikan kedudukannya sebagai Kaisar Kerajaan Beng?"
tanya Kapokai Khan dengaj suara penuh semangat dan
ketegangan.
Berdebar rasa jantung dalam dada Suma Kiang. Justeru
inilah yang hendak diselidikinya. Dia beraksi lebih gaya lagi,
memejamkan matanya, berkemak-kemik dan membuat
coretan-coretan seperiti orang kesurupan. Kemudian dia
membuka kedua matanya dan memandang ke atas. Matanya
mendelik dan diapun bangkit berdiri, mengembangkan kedua
tangannya dan berkata seperti orang bersorak.
"Benar....! Kaisar Cheng Tung mempunyai seorang
keturunan berdarah Mongol! Seorang putera yang berusia tiga
tahun. Akan tetapi apa yang saya lihat ini? Bercak-bercak
darah, tidak jelas,, uh", banyak halangan. Kesialan yang tebal,
harus dibersihkan dulu.... ah...." Suma Kiang terkulai di atas
kursinya kembali, terengah-engah seperti kelelahan.
Kapokai Khan melompat bangun dan menghampirinya.
"Bagaimana penglihatan mu? Apa yang akan terjadi?
Dapatkah keturunannya itu kelak menggantikan
kedudukannya menjadi kaisar?"
"Kalau diusahakannya, tentu dapat," kata Suma Kiang
setelah menghela napas panjang berulang kali. "Saya melihat
banyak halangan dan hambatan, Yang Mulia. Banyak kesialan
dan bahaya. Akan tetapi, hemmm.... saya dapat
mengusahakan agar semua kesialan itu terusir pergi."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Begitukah? Engkau dapat? Suma Kiang, berapapun besar
biaya yang kau minta, akan kami berikan asalkan engkau
dapat membuat dia kelak menjadi pengganti Kaisar Cheng
Tung, menjadi Kaisar Kerajaan Beng!"
"Akan tetapi pekerjaan itu tidak mu-dah, Yang Mulia. Saya
harus membersihkan hawa kesialan dari mereka ibu dan anak
berdua, harus bersamadhi, mungkir sampai berhari-hari. Saya
harus membersihkan hawa kesialan dari mereka, dalam rumah
dan ruangan tersendiri, jauli dari orang lain dan tidak
diganggu sampai saya berhasil. Kalau hawa kesialar itu sud&h
dienyahkan, saya tanggung kelak anak itu akan dapat
menggantikan menjadi-Kaisar Kerajaan Beng.
Bukan main girangnya hati Kapokai Khan mendengar
ucapan ini. Dia percaya sepenuhnya kepada Suma Kiang yang
tampaknya demikian yakin. Maka dia segera memanggil Chai
Li dan puteranya disuruh datang ke situ pada saat itu juga.
Semenjak ditinggalkan Kaisar Cheng Tung, Chai Li telah
melahirkan seorang anak laki-laki yang sehat dan teringal
akan pesan Cheng Tung ketika hendak meninggalkannya, dia
memberi nama Cheng Lin kepada anak itu. Akan tetapi,
setelah menunggu-nunggu sampai anak itu berusia tiga tahun,
belum juga ada utusan dari Kaisar Cheng Tung. Padahal Chai
Li sudah mendengar bahwa kekasihnya itu kini telah kembali
menjadi kaisar. Siang malam ia menunggu-nunggu dengan
hati penuh rindu dan harapan, akan tetapi selalu berakhir
dengan cucuran air mata di malam hari karena yang ditunggutunggu
tidak kunjung datang.
Suma Kiang mengamati wanita dan anak itu. Hatinya
girang karena dia sudah menemukan ibu dan anak yang harus
dilenyapkao dari muka bumi itu. Walaupun tugasnya itu masih
sukar karena ibu dan anak itu berada di antara banyak orang
Mongol, di perkotaan besar di mana terdapat banyak orang
pandai, namun ibu dan anak itu dapat dikatakan telah berada
di tangannya. Dia melihat seorang wanita berusia kurang lebih
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dua puluh satu tahun yang amat cantik, anggun dan bermata
bintang, dengan seorang anak laki-laki berusia tiga tahun yang
sehat dan tampan.
"Inilah mereka, ibu dan anak itu, Suma Kiang. Kami harap
engkau akan segera dapat membersihkan mereka dari awan
kesialan itu." kata Kapokai Khan kepada Suma Kiang.
Kemudian Kepala Suku Mongol itu berkata kepada
keponakannya, "Chai Li, mulai hari ini engkau harus menurut
apa yang Suma Kiang ini. Dia hendak membersihkan engkau
dan anakmu dari kesialan sehingga kelak anakmu akan dapat
menemukan kemuliaan besar."
Chai Li sudah mendengar akan apa yang terjadi. Ia
seorang terpelajar dan cerdik, sungguhpun hatinya tidak
percaya akan ketahyulan itu, akan tetapi di depan pamannya,
apa yang dapat dikatakannya Ia hanya dapat menurut dan
tunduk atas perintah pamannya yang berkuasa
Demikianlah, mulai hari itu Chai L dan Cheng Li tinggal di
dalam sebuah pondok kosong bersama Suma Kiang. Mereka
itu seolah-olah dua ekor dornba yang diberikan kepada
seorang algojo yang memang ditugaskan untuk menyembelih
mereka! Akan tetapi Kapokai Khai juga bukan seorang bodoh.
Dia memperayakan keponakan dan cucu keponakannya
kepada Suma Kiang bukan begitu saja. Rumah itu diam-diam
dikepung pasukan untuk menjaga keselamatan ibu dan anak
yang diharapkan kelak akan mengangkat derajat orang
Mongol. Dan sembarang pasukan yang ditugaskan mengamati
dan menjaga keselamatan mereka, melainkan pasukan khusus
dan yang terdiri dari perajurit-perajurit pilihan, dua losin
banyaknya dan dipimpin oleh seorang panglima berusia lima
puluh tahun bernama Sabuthai. Panglima ini adalah seorang
yang memiliki ilmu kepandaian tinggi, seorang di antara
jagoan-jagoan pemerintah Mongol yang telah jatuh dan
kembali ke utara. Ilmu silatnya tinggi dan dia terkenal sebagai
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
seorang yang bertenaga gajah, memiliki sinkang (tenaga
sakti) yang kuat dan ahli memainkan senjata ruyung.
Bukan hanya Sabuthai yang jagoan lan memiliki ilmu
kepandaian tinggi, juga dua losin perajurit yang dipimpinnya
adalah orang-orang pilihan, dari satuan golok besar yang
tangguh. Bagaimanapun juga Kapokai Khan cukup berhati-hati
menjaga keselamatan keponakan dan cucu keponakannya itu
dan tidak mempercayai sepenuhnya kepada orang asing
bernama Suma Kiang yang mengaku ahl pengobatan dan ahli
meramalkan nasib itu.
Dua orang tergopoh-gopoh melapor kepada kepala jaga di
depan rumah besar Kapokai Khan, minta agar dihadapkan
kepada Kepala Suku Mongol itu. Malam sudah tiba dan kepala
jaga menolak akan tetapi seorang di antara kedui penghadap
itu, Sangkibu, berkata tajam "Ini urusan penting sekali, kalau
engkau tidak mau melaporkan, akan kukutuk engkau menjadi
babi hutan!"
Kepala penjaga mengenal Sangkibu dukun yang ditakuti,
maka terpaksa dia pun melapor ke dalam, kepada kepala
pengawal di sebelah dalam. Setelah permohonan ini
diteruskan, Kapokai Khai mengerutkan alisnya dan mengomel.
"A kun ada ulah apa lagi Sangkibu yang aneh itu, malammalam
begini mohon menghadap?" Akan tetapi karena kepala
uku itu sudah mengenal akan kemampu-in sang dukun,
diapun menyuruh pengawalnya untuk menjemput dan
membawa Sangkibu dan temannya menghadapnya di ruangan
dalam.
Setelah menghadap Kapokai Khan, Sangkibu menjatuhkan
dirinya berlutut memberi hormat, diturut oleh temannya,
seorang laki-laki berusia tiga puluh tahun ang bertubuh
pendek namun gerak-ge-nknya gesit.
"Bangkitlah kalian dan ceritakan. Sangkibu, apa yang
membawa kalian datang menghadap malam-malam begini?"
kata Kapokai Khan sambil menggerakkan tangannya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sangkibu bangkit berdiri, diturut pula oleh temannya dan
dengan suaranya yang agak gemetar itu dia segera
berkala,"Para dewa masih melindungi kita, Khan Yang Mulia.
Malapetaka tergantung di atas kepala kita tanpa kita ketahui.
Khan Yang Mulia, saat ini keselamatan Puteri Chai Li dan
puteranya terancan bahaya maut!"
Tentu saja Kapokai Khan terkejut bukan main mendengar
ini. Justeru saa itu dia mengusahakan agar hawa kesialai
meninggalkan ibu dan anak itu, dengan menggunakan
bantuan Suma Kiang. Dia melompat bangun dari atas
kursinya, memandang kepada Sangkibu dengan mata
terbelalak, mengepalkan tinju dan membentak.
"Apa yang kaukatakan ini? Apa maksudmu?"
"Yang Mulia, sekarang ini ada usaha dari Kerajaan Beng
untuk membunuh putera keturunan Kaisar Cheng Tung yang
terlahir dari ibu Mongol agar kelak tidak sampai menggantikan
kedudukan kaisar. Golongan pangeran Kerajaan Beng
mengutus seseorang untuk melakukan pembunuhan itu. Oleh
karena itu, menurut perhitungan saya, suruhan yang diutus
membunuh itu tentulah si keparat Suma Kiang itu, maka
sekarang Puteri Chai Li dan puteranya berada dalam keadaan
berbahaya sekali!"
Kapokai Khan menjadi semakin terkejut. "Sangkibu, dari
mana engkau memperoleh berita seperti itu?"
"Yang Mulia, ini orangnya yang membawa berita. Dia
adalah seorang di antara mata-mata yang kita sebar ke
Kerajaan Beng untuk menyelidiki dan mengetahui keadaan.
Dia baru saja tiba dan menyampaikan berita itu kepadaku
karena dia adalah adik misanku dan bernama Bhika."
"Hei, Bhika! Benarkah apa yang dikatakan Sangkibu itu?"
Kapokai Khan membentak.
Laki-laki pendek itu segera memberi hormat. "Tidak salah,
Yang Mulia Khan! Pangeran yang mengutus agar Puteri Chai Li
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dan puteranya dibunuh adalah Pangeran Cheng Boan, dan
yang diutus adalah Suma Kiang itu, seorang datuk di Lembah
Huang-ho. Kalau paduka tidak cepat turun tangan, hamba
khawatir akan keselamatan Puteri Chai Li dan puteranya!"
Mendengar ini, Kapokai Khan mengutus kepala pasukan
pengawal untuk memanggil panglima-panglimanya dan dalam
waktu singkat, dua puluh orang lebih ikut dua losin penjaga
itu mengepung rumah yang didiami oleh Puteri Chai Li dan
puteranya, di mana juga terdapat Suma Kiang. Penyerbuan ini
dipimpin sendiri oleh Kapokai Khan. Akan tetapi walaupun
berita itu sudah jelas, mereka masih ragu dan mengepung
rumah itu dengan diam-diam dan mereka hendak memeriksa
keadaan terlebih dulu sebelum turun tangan.
Sementara itu, di dalam pondok, Suma Kiang duduk bersila
dalam samadhi, di atas sebuah pembaringan dalam kamarnya.
Pondok itu mempunyai dua buah kamar, sebuah untuknya dan
sebuah lagi ditinggali Puteri Chai Li dan Cheng Lin.
Suma Kiang yang duduk diam itu ternyum mengejek.
Alangkah mudahnya tugas itu baginya. Tinggal menanti
sampai sang puteri dan puteranya itu pulas, kemudian dua kali
menggerakkan pedangnya dia sudah akan dapat menunaikan
tugas dengan baik. Setelah itu, dia dapat meloloskan diri di
malam gelap
Akan tetapi, jalan pikirannya tidak selancar itu. Ada
beberapa hal mengganjal hatinya. Setelah tadi bertemu dan
mengamati sang puteri, terjadi sesuatu dalam hatinya. Suma
Kiang bukanlah seorang laki-laki mata keranjang. Bahkan
nafsunya terhadap wanita telah mati bersama matinya
isterinya yang menyeleweng dengan sahabatnya. Dia
menganggap wanita rnahluk yang berbahaya dan palsu, hanya
mendatangkan kesengsaraan batin belaka.
Akan tetapi ketika siang tadi dia dipertemukan dengan
Puteri Chai Li, ketika sang puteri dengan matanya yang seperti
bintang itu memandangnya, dengan mulutnya yang berbibir
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
indah merah itti menatapnya, jantungnya berdegup keras
ekali. Dia seperti melihat isterinya berdiri di hadapannya!
Wajah sang puteri itu demikian mirip isterinya sehingga
seolah-olah isterinya hidup kembali dan mengenakan pakaian
puteri Mongol. Ketika dia membunuh isterinya, usia isterinya
juga sebaya dengan Puteri Chai Li!
Perjumpaan dengan wanita yang persis isterinya itu
membangkitkan gairah kerinduan dan gairah birahi yang
berkobar di dalam dirinya. Seperti juga segala macam nafsu,
nafsu berahi tidaklah mungkin padam begitu saja dalam diri
manusia. Kalau toh dikendalikan dan diusahakan supaya tidak
berkobar, nafsu itu hanya membara, tidak bernyala namun
tetap membara menanti datangnya angin untuk mengipasinya
dan membuatnya berkobar lagi! Nafsu telah ada dalam diri
manusia sejak manusia dapat mengenal baik buruk dan
menjadi peserta dalam kehidupan manusia. Berbahagialah
manusia apabila nafsu pesertanya yang patuh dan baik,
membantu manusia untuk dapat berbahagia hidupnya sebagai
manusia. Namun, celakalah manusia kalau nafsunya dibiarkan
berkobar membakar dirinya, kalau nafsu dibiarkan berubah
dari pelayan menjadi majikan, kalau nafsu dibiarkan menyeret
dirinya menurut segala yang dikehendaki nafsu! Dar kalau
nafsu sudah memegang kendali, kita menjadi hambanya dan
semua perbuatan kita ditujukan untuk memuaskar nafsu dan
mulai hidup menjadi lembah kesengsaraan dan kedukaan!
Sudah belasan tahun Suma Kiang dapat menekan nafsu
berahinya, semenjak dia membunuh isterinya yang
menyeleweng dengan sahabatnya. Dia mengira bahwa nafsu
berahinya telah mati. Akan tetapi sama sekali dia tidak
menyadari bahwa nafsu itu hanya pura-pura mati saja, dan
setiap saat mengintai dan mencari kesempatan. Begitu
kesempatan terbuka, dia akan meronta dan mengamuk
sehingga dirinya tidak berdaya lagi. Begitu dia melihat Puteri
Chai Li yang merupakan seorang wanita cantik mirip isterinya,
nafsu berahinya bangkit dan tidak dapat dikuasainya lagi.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Hanya satu saja keinginannya. Dia harus mendapatkan wanita
itu!
Ini merupakan hambatan pertama terhadap tugasnya
membunuh Puteri Chai Li dan puteranya. Hambatan kedua
adalah keraguannya. Kalau dia membunuh putera yang masih
kecil itu, mana buktinya yang dapat dia ajukan kepada
Pangeran Cheng Boan? Akan lebih baik lagi kalau dia
menghadapkan pangeran cilik berdarah Mongol itu ke
hadapan Pangeran Cheng Boan sendiri, agar Pangeran Cheng
Boan melihat buktinya da dapat melaksanakan sendiri n itu!
Dengan demikian, dia akan mendapa pahala lebih besar dan
mungkin dia dapat menuntut kedudukan tinggi dan terhormat
dari Pangeran Cheng Boan. Dan alangkah akan senang
hidupnya kalau dia dapat menduduki jabatan tinggi dan mulia,
hidup di samping Puteri Chai Li yang menjadi isterinya!
Suma Kiang tersenyum-senyum dalan lamunannya,
kemudian dia mendengai pernapasan lembut sang puteri dari
kamar sebelah. Dia tersenyum dan pikirannya berputar,
mencari cara bagaimana dia dapat membawa Chai Li dan
anaknya keluar dari situ dengan aman. Kalau membunuh
mereka lalu keluar, hal itu teramat mudahnya. Akan tetapi
sekarang terjadi perubahan dalam rencananya. Diq hendak
membawa kabur mereka! Dan hal ini diakuinya bukan
merupakan pekerjaan mudah. Membawa lari anak itu jauh
lebih mudah, tinggal menggendong dan mengikatnya dengan
dirinya. Akan tetapi membawa lari Puteri Chai Li lebih sukar.
Kembali dia mendengar suara pernapasan lembut dari
kamar sebelah. Dengan pendengarannya yang tajam terlatih,
tahulah dia bahwa sang puteri yang membuatnya tergila-gila
itu telah tidur nyenyak. Dia turun dari pembaringannya.
Langkahnya seperti seekor harimau, ama sekali tidak
mengeluarkan bunyi ketika dia mendekati kamar sebelah.
Tongkat ular hitam berada di tangan kirinya dan dengan
tongkat itu dia menguak tirai yang menutupi kamar itu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Dari balik kelambu tipis dia melihat sosok tubuh sang puteri
yang ramping itu tidur miring, menghadapi dan memeluk
puteranya yang juga tidur nyenyak. Begitu tirai dikuak, dia
mencium bau harum dari kamar itu. Dia memejamkan mata
dan pikirannya melamun jauh, meng ingat ketika dia masih
hidup berbahagia bersama isterinya. betapa senang dan
bahagianya waktu itu.
Tiba-tiba dia membuka mata, menurunkarr tirai yang
dikuakkan dengan tongkatnya, memutar tubuh dengan cepat
memandang ke sekelilingnya. Telinganya menangkap suara
yang tidak wajar, yang datangnya dari luar rumah. Ada suara
tapak-tapak kaki manusia, tidak wajar tersendat-sendat
seolah-olah langkah yang tertahan-tahan dan dilakukan
dengan hati-hati.
Jilid II
DENGAN sekali loncatan, tubuhnya sudah tiba di dekat
jendela. Tanpa mengeluarkan bunyi. Dia mengintai dari balik
jendela. Dilihatnya bayangan beberapa orang tertangkap sinar
lampu yang tergantung di luar rumah. Sebagai seorang datuk
persilatan yang banyak pengalaman dia maklum bahwa ada
bahaya mengancam dirinya. Dia tidak dapat menduga siapa
orang-orang itu dan apa maunya, namun dia sudah yakin
bahwa mereka bukan datang dengan niat baik! Orang yang
datang dengan niat baik tidak seperti itu.
Karena ingin mengetahui lebih banyak, dia melangkah ke
tengah pondok dan mengenjot tubuhnya ke atas, melayang ke
atas dan berpegang pada tihang melintang di bawah atap.
Perlahan-lahan dibukanya genteng dan dia mengintai keluar.
Kini dia dapat melihat lebih jelas lagi. Ada sedikitnya tiga
puluh orang bergerak perlahan-lahan mengepung rumah itu!
Dan diapun melihat bahwa diantara mereka terdapat orangTiraikasih
Website http://kangzusi.com/
orang yang berkepandaian tinggi, dilihat dari gerakan mereka
yang ringan dan gesit. Tadinya dia merasa heran bukan main.
Dia adalah orang yang dipercaya oleh Kapokai Khan untuk
"mengusir kesialan" Sang Puteri Chai Li dan puteranya.
Mengapa sekarang dia dikepung? Siapakah mereka itu? Akan
tetapi tiba-tiba berkelebat bayangan Kapokai Khan sendiri di
bawah sinar lampu dan mendadak dia menjadi waspada dan
juga terkejut.
Pasti ada sesuatu yang keliru, pikirnya. Kalau Kapokai Khan
sendiri yang turun tangan ikut mengepungnya, hal itu hanya
dapat mempunyai satu arti saja, ialah bahwa rahasianya telah
diketahui orang! Orang-orang Mongol itu telah mengetahui
bahwa dia adalah utusar kerajaan Beng untuk membunuh
sang puteri dan anaknya! Jawabannya pasti hanya itu, tidak
dapat lain lagi.
Akan tetapi dia dapat berlagak bodoh. Maka, dengan
,tongkat ular hitam di tangan, dia membuka daun pintu dan
memandang keluar. Suaranya terdengar lantang ketika dia
berseru ke arah kegelapan yang mengelilingi pondok itu.
"Siapa yang berdatangan dari luar? Ada urusan apakah
dengan aku yang sedang sibuk? Apakah Yang Mulia Kapokai
Khan mengutus kalian untuk bicara denganku?"
Terdengar gerakan orang dan begitu tampak bayangan
banyak orang berkelebat, di depan Suma Kiang telah berdiri
Kapokai Khan sendiri bersama seorang laki-laki tinggi besar
yang berusia lima puluh tahun, tampak gagah dan tangannya
memegang sebatang ruyung yang besar dan kelihatan berat.
Di belakang kedua orang ini tampak banyak sekali orang, ada
tiga puluh orang lebih yang semuanya memegang senjata
terhunus dan dengan sikap mengancam. Juga di bagian
belakang ada beberapa orang yang memegang obor hesar
yang dinyalakan sehingga keadaan disitu menjadi terang dan
menegangkan karena obor-obor itu nyalanya digerakk angin
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
membentuk bayang-bayang seol tempat itu dikepung
serombongan raksasa hitam.
"Suma Kiang, manusia palsu! Kami sudah tahu bahwa
engkau sesungguhnya adalah utusan kerajaan Beng untuk
membunuh keponakanku Chai Li dan puteranya!"
"Yang Mulia Khan.....!"
"Tidak perlu menyangkal lagi. Keterangan yang kami
peroleh sudah cukup. Engkau diutus oleh Pangeran Cheng
Boan untuk membunuh keponakannya agar kelak keturunan
Kaisar Cheng Tung tidak dapat menjadi Kaisar di kerajaan
Beng!"
Suma Kiang menelan ludah dan diam diam dia harus
memuji kecerdikan kepala suku itu. Bagaimana mereka sudah
mendapat keterangan sedemikian cepatnya?
Melihat Suma Kian diam dan seperti orang terkejut dan
terbelalak, Kapok Khan berseru lagi, "Engkau adalah seorang
datuk dari Lembah Huang-ho yang berjuluk Huang-ho Sinliong.
Sekarang tidak perlu banyak cakap lagi, cepat engkau
menyerahkan diri untuk kami tangkap. Engkau sudah
terkepung!"
Tiba-tiba Suma Kiang tertawa bergelak, mata sipitnya
mengeluarkan sinar berapi. "Ha-ha-ha-ha! Hendak menangkap
Huang-ho Sin-liong? Tidak begitu mudah, Kapokai Khan!"
Kapokai Khan menggerakkan pedangnya dan berseru
kepada Sabuthai yang berada di sebelah kirinya. "Panglima
babuthai, tangkap dia!"
Sabuthai sejak tadi sudah siap. Begitu menerima perintah,
dia mengeluarkan bentakan nyaring sekali dan ruyungnya
menyambar dahsyat ke arah Suma Kiang.
"Haaaaiiiikkk.....I" Ruyung menyambar mengeluarkan suara
angin bersiutan saking cepat dan kuatnya. Namun dengan
gerakan mudah Suma Kiang menghindarkan diri dengan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menarik kaki ke kanan dan tubuhnya condong ke kanan. Dia
melihat bahwa gerakan serangan orang tinggi besar ini
cukup hebat dan dari sambaran ruyung itu saja tahulah dia
bahwa dia berhadapan dengan seorang yang memiliki tenaga
besar. Akan tetapi, datuk Lembah Sung Huang-ho ini
sedikitpun tidak merasa takut. Selama puluhan tahun
bertualang dia sudah bertemu dan bertanding deng ratusan
orang dari berbagai tingkat maka sebentar saja dia dapat
mengukur kehebatan lawan dan mengetahui bahwa tingkat
kepandaian dan kekuatan Sabuthai belum membahayakan
dirinya. Yang berbahaya justeru pengepungan itu. Dia berada
di sarang naga. Baru tiga puluh lebih orang itu saja mungkin
dia masih mampu menandinginya, akan tetapi dia tahu bahwa
dalam sekejap mata Kapokai Khan dapat mendatangkan
beribu-ribu pasukan Lalu bagaimana mungkin dia dapat
melawan mereka? Apalagi dia berniat hendak membawa Puteri
Chai Li dan Ceng Lin. Akan tetapi Sabuthai tidak memberi
banyak waktu untuk memusingkan hal itu. Ruyungnya sudah
menyambar-nyambar bagaikan seekor elang sakti, beberapa
kali menyambar ke arah kepala Suma Kiang dengan kekuatan
yang dapat menghanccurkan batu karang. Apalagi kepala
manusia "Wuttt..... wuuuttt.l... wuuuttt...!"
Suma Kiang mengandalkan kelincahan gerakan kedua
kakinya mengelak ke sana-sini. Ketika ruyung kembali
menyambar, kini ke arah dadanya, dia sengaja menyambut
dengan tongkat ular hitamnya, mengerahkan sin-kangnya
(tenaga sakti) mendorong ke samping.
"Wuuushhh....!" Ruyung itu terdorong oleh tongkat dan
menyimpang, membuat Sabuthai terhuyung. Kesempatan itu
dipergunakan oleh Suma Kiang, sekali kaki kirinya
menendang, dia sudah dapat menendang pinggang Sabuthai
sehingga orang tinggi besar itu jatuh tersungkur!
Akan tetapi, tubuh Sabuthai juga dilindungi kekebalan,
maka begitu jatuh dia sudah melompat bangun kembali dan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dengan napas terengah-engah karena marah, dia sudah
menghadapi lawannya lagi. Kapokai Khan dan yang lain-lain
hanya menonton karena mereka masih berharapan penuh
bahwa jagoan mereka akan mampu menangkan perkelahian
itu. Rasanya sulit untuk mereka percaya bahwa ada orang
yang akan mampu mengalahkan Sabuthai dengan ruyung
mautnya.
"Hyaaaattt......!!" Sabuthai menyerang lagi, kini
mengerahkan seluruh tenaganya dan ruyungnya menimpa ke
arah kepala Suma Kiang. Suma Kiang maklum bahw dia herus
cepat merobohkan si raksasa ini agar sempat mencari akal
untuk lolos dari tempat itu bersama Chai Li da puteranya,
Cheng Lin. Begitu tongka datang menyambar, kembali dia
mengelak dengan cepat. Kini ruyung diputar dan
menyerangnya dengan sambung-menyambung dan terusmenerus,
bahkan bentuk ruyung lenyap berubah menjadi
gulungan bayangan yang menyambar-nyambar. Namun tubuh
Suma Kiang berkelebatan di antara gulungan bayangan
ruyung itu, dan diapun memainkan tongkatnya berkali-kali
untuk mendorong ruyung ke samping. Dia mainkan ilmu
tongkat Ciu-sian Tong-hoat (Ilmu Tongkat Dewa Mabok),
tongkat itu mencuat ke sana-sini dan akhirnya, dalam
kesempatan yang terbuka, ujung tongkatnya dapat menotok
pundak kanan lawan.
"Wuuuttt..... tukk!" Totokan itu dapat mengenai jalan darah
diN pundak kanan dan seketika lengan kanan Sabuthai
menjadi lumpuh dan ruyungnya terlepas dari pegangan.
Tongkat itu menyambar lagi dan kini menotok ke arah
tenggorokan Sabuthai yang sudah tidak berdaya.
"Tukk.....!" Tubuh tinggi besar itu terkulai dan tewas karena
jalan darah mautnya yang menuju ke otak telah tertotok ujung
tongkat yang amat lihai itu.
Robohnya Sabuthai mengejutkan semua orang, akan tetapi
membuat Kapokai Khan marah sekali. Sambil mengacungTiraikasih
Website http://kangzusi.com/
acungkan pedangnya dia memberi aba-aba, "Serbu....! Bunuh
dia.....!"
Suma Kiang tahu akan bahaya yang mengancamnya. Cepat
dia menyelipkan tongkatnya di ikat pinggang dan sekali kedua
tangannya bergerak, dia sudah mencabut sepasang
pedangnya dari punggung. Sinar pedang berkilauan terkena
sorotnya api obor dan begitu sepasang sinar pedang
berkelebatan, empat orang penyerang terdepan roboh mandi
darah dengan leher hampir putus! Hal ini tentu saja
mengejutkan dan membuat jerih para pengeroyok. Akan tetapi
karena Kapokai Khan berada di belakang mereka, dan mereka
mengandalkan banyak orang, mereka terpaksa menggerakkan
senjata mengeroyok.
"Masuk pondok dan selamatkan Puteri dan anaknya!"
terdengar Kapokai Khan memberi perintah.
Inilah yang dikhawatirkan Suma Kiang Kalau puteri itu dan
anaknya sampai terampas oleh mereka, maka segalanya tidak
berarti lagi baginya, bahkan dia dapal terancam bahaya maut
di tempat berbahaya itu. Bagaikan kilat timbul dalam
benaknya. Merekalah satu-satunya jalan keselamatan baginya!
Puteri dan anaknya itu. Setelah berpikir demikian, dia
menyerang ke kiri, merobohkan tiga orang yang hendak
memasuki pintu pondok dengan pedangnya, kemudian
secepat burung terbang dia sudah melayang ke dalam
pondok.
Puteri Chai Li terbangun oleh suars gaduh. Juga anaknya
terbangun, akan tetapi anak itu tidak menangis karena segera
dipondongnya. Ketika Chai Li hendak meninggalkan kamar,
tiba-tiba tirai tersingkap dan Suma Kiang telah muncul di
depannya dengan sepasang pedang yang berlepotan darah di
tangannya. Iapun mendengar suara gaduh di luar rumah.
"Apa.... apa yang terjadi?" tanya Chai Li kepada Suma
Kiang, walaupun ia memandang orang yang berpedang itu
dengan wajah ketakutan.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Suma Kiang menyisipkan pedang kirinya di belakang
punggungnya, kemudian dia maju dan merangkul sang puteri
dengan tangan kirinya.
"Jangan banyak bergerak dan menurut saja perintahku
kalau engkau tidak ingin mati bersama puteramu!" bentaknya
lirih. Dengan lengan kiri merangkul leher dan pundak puteri
yang memondong puteranya itu, dan pedang di tangan kanan
ditempelkan di leher sang puteri, Suma Kiang melangkah maju
ke pintu sambil tersenyum mengejek. Orang ini paling
berbahaya kalau sedang tersenyum seperti itu, karena
kecerdikan dan kekejamannya sudah mencapai puncaknya
ditandai senyum yang mengejek seperti memandang rendah
segala sesuatu itu.
Kapokai Khan dan para pengawalnya muncul di pintu dan
dia terbelalak ketika melihat Chai Li dirangkul dan pedang
ditempelkan di leher puteri itu oleh Sum Kiang.
"Apa.... apa artinya ini....? Bebaskan keponakanku dan cucu
keponakanku!" bentak Kapokai memerintah. "Engkau telah
dikepung ratusan pasukan, tidak mungkin lolos dari sini!"
"Ha-ha-ha, Kapokai Khan, benarkah demikian? Dengar
baik-baik, aku mengajukan usul yang menguntungkan
pihakmu!!" kata Suma Kiang, senyumnya melebar dari nada
suaranya seperti orang yang yakini akan kemenangan di
pihaknya.
Kapokai Khan mengerutkan alisnya "Engkau sudah
terkepung, nyawamu berada di telapak tanganku dan engkau
masih mengajukan usul?"
"Bukan hanya usul, melainkan syarat Engkau boleh pilih,
Kapokai Khan. Di satu pihak, engkau membiarkan aku bebas
membawa Puteri Chai Li dan anaknya tanpa mengganggu,
menyediakan dua ekor kuda terbaik dan tidak akan melakukan
pengejaran!"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Wajah Kapokai Khan menjadi merah saking marahnya.
"Jahanam! Pilihan lain?"
"Pilihan kedua, aku akan menyembelih Puteri Chai Li dan
puteranya di depan matamu, kemudian aku mengamuk dan
aku tidak membual kalau kukatakan bahwa aku masih
sanggup membunuh beratus orangmu, atau bahkan mungkin
aku masih dapat lolos dari sini!"
Wajah Kapokai Khan menjadi pucat sekali mendengar
omongan dan melihat sikap Suma Kiang saja tahulah dia
bahwa orang ini tidak sekedar menggertak, melainkan dapat
melaksanakan apa yang diucapkannya.
"Hemm, Suma Kiang! Jangan hendak membodohi kami!
Kalau engkau membawa pergi keponakanku Chai Li dan cucu
keponakanku Cheng Lin, tetap saja engkau akan membunuh
mereka. Lalu apa bedanya bagi kami?"
"Aku bukan orang bodoh, dan engkau-pun bukan orang
bodoh. Aku, sebagai datuk besar, bersumpah bahwa aku tidak
akan membunuh Puteri Chai Li dan tidak akan membunuh
anaknya! Sumpahku merupakan kehormatanku dan
kehormatan seorang datuk lebih berharga daripada nyawa!"
Kapokai merasa tersudut. Kalau dia nekat menyerbu,
mungkin saja dia dengan banyak anak buahnya akan dapat
membunuh durjana ini, akan tetapi yang jelas Chai Li dan
Cheng Lin akan terbunuh depan matanya dan juga kalau
durjana ini mengamuk, entah berapa banyak aank buahnya
yang akan tewas dan bukan tidak mungkin manusia iblis ini
benar-benar akan dapat meloloskan diri di tengah malam yang
gelap itu. Dia menggenggam pedangnya dengan kuat dan
menggertakk giginya saking marah dan jengkelnya akan tetapi
dalam keadaan seperti ini apa yang akan dia lakukan? Diamdiam
menyerang manusia iblis itu? Resikon terlalu besar
karena dia sudah memperhatikan kehebatan kepandaiannya.
Den mudah dia mengalahkan Sabuthai dengan mudah pula
membunuh beberapa orang pengeroyok. Alangkah mudah
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
baginya untuk membunuh Chai Li dan Cheng Lin Dengan
teriakan marah bercampur tertahan, Kapokai Khan berseru
keluar rumah. "Sediakan dua ekor kuda terbaik!"
Hati Suma Kiang bersorak, akan tetapi wajah dan sinar
matanya tidak memperlihatkan sesuatu, hanya senyumnya
makin menyeringai keji. Terdengar seruan-seruan protes di
luar, yakni para panglima yang tidak setuju membiarkan
penjahat itu meloloskan diri. Akan tetapi Kapokai Khan
mengulangi bentakannya.
"Cepat sediakan dua ekor kuda terbaik dan jangan ada
yang membantah perintah ku!"
Tak lama kemudian, dua ekor kuda besar dan kuat sudah
dibawa masuk ke dalam pondok itu. Dengan sepasang
matanya yang sipit Suma Kiang mengamati suasana di
sekitarnya, sinar matanya penuh kecurigaan dan
kewaspadaan.
"Kapokai Khan, aku percaya omonganmu. Sekarang, suruh
semua orang mundur, biarkan kami menunggang kuda.
Engkau tahu, sedikit saja aku mengalami gangguan, Chai Li
dan anaknya akan mati dan aku akan mengamuk sampai titik
darah penghabisan. Biarkan kami pergi tanpa gangguan
sedikitpun!"
Kapokai Khan mengangguk dan membeli aba-aba dengan
suaranya yang mulai parau karena tegang agar semua orang
mengundurkan diri.
"Puteri Chai Li, sekarang naiklah seekor kuda ini bersama
puteramu. Aku sudah bersumpah tidak akan membunuh
engkau dan puteramu selama perjalanan kita tidak dihalangi.
Hayo, naiklah."
"Ahhh....!" Puteri Chai Li mengeluh. ia sendiri seorang gadis
Mongol yang berhati tabah, bahkan tidak takut mati. Akan
tetapi sekarang melihat puteranya terancam, ia tidak berdaya
kecuali menyerah dan menurut perintah Suma Kiang yang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tampaknya tidak ragu-ragu untuk segera membunuh ia dan
puteranya kalau ia membangkang. Ia memondong puteranya,
dipeluknya kuat-kuat dan iapun naik ke atas kuda. Sebagai
seorang puteri Mongol tentu saja ia sudah biasa menunggang
kuda, bahkan tidak asing untuk melepaskan anak panah dari
busurnya atau memainkan senjata tajam. Akan tetapi iapun
sudah tahu akan kelihaian penyanderanya sehingga setiap
perlawanannya akan membahayakan puteranya.
Suma Kiang memandang ke sekeliling. Tempat itu telah
ditinggalkan, sesuai dengan perintah Kapokai Khan. Dia
memegang kendali kuda yang ditunggangi Chai Li dan
puteranya, kemudian sekali lompat dia sudah menunggangi
kuda ke dua. Sambil menuntun kuda yang ditunggangi Chai Li,
dia tetap menodong leher wanita itu dengan pedangnya, dan
mengendalikan kudanya dengan sebelah tangan saja.
Perlahan-lahan dua ekor kuda itu lalu melangkah keluar dari
pondok.
Setibanya di luar pondok, Suma Kiang memandang ke
sekeliling. Tampak orang-rang berkerumun, akan tetapi cukup
jauh dari situ, dengan obor di tangan. Khawatir kalau diserang
secara menggelap dengan anak panah, dia menempelkan
pedangnya lebih dekat di leher Puteri Chai Li.
"Kapokai Khan, jangan mencoba-coba untuk menyerangku
dengan anak panah, Usaha itu hanya akan membuat Puteri
Chai Li dan puteranya mati!" teriaknya lantang.
"Suma Kiang, kami sudah berjanji, Akan tetapi jangan
engkau melanggar sumpahmu!" teriak Kapokai Khan tak
berdaya
Suma Kiang lalu menarik kendali kuda, melarikan dua ekor
kuda itu keluar dari perkampungan, terus berjalan menuju ke
selatan. Kebetulan sekali malam ini terang bulan sehingga
perjalanan tidak begitu gelap baginya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Setelah dia berada cukup jauh, kembali terdengar teriakan
Kapokai Khan. "Suma Kiang, engkau jangan melanggar
sumpahmu!"
Suma Kiang tersenyum penuh kemenangan. Dengan
adanya dua orang sandera itu, lawan tidak mampu berbuat
apa apa. Maka diapun segera mengerahkan khi-kang (hawa
sakti) melalui dadanya berteriak dengan suara lantang sekali
"Kapokai Khan, aku bersumpah tidak akan membunuh Puteri
Chai Li dan puteranya."
Ucapan ini keluar dari setulus batin. Memang dia tidak ingin
membunuh mereka. Puteri Chai Li? Tidak! Dia sudah tergilagila
kepada wanita yang mirip wajah isterinya itu, bahkan
sudah mengambil keputusan untuk menggantikan kedudukan
isterinya dengan puteri itu. Dia akan memperisteri Puteri Chai
Li. Dia akan mendapatkan isterinya kembali. Dan Cheng Lin?
Dia tidak akan membunuhnya, melainkan akan
menyerahkannya hidup-hidup kepada Pangeran Cheng Boan.
Dengan demikian, bukan berarti dia yang membunuhnya.
Suma Kiang tersenyum puas dan menarik kendali kuda
sehingga dua ekor kuda itu melangkah lebih cepat lagi. Dia
yakin bahwa orang-orang Mongol tidak akan berani melakukan
pengejaran dan andaikata kemudian mereka mengikuti
jejaknya, dia tahu bagaimana untuk menghilangkan jejak dua
ekor kuda itu.
Kurang lebih sebulan kemudian, dua ekor kuda yang
ditunggangi Suma Kiang dan Puteri Chai Li serta puteranya itu
menyusuri sebuah sungai kecil. Kedua ekor kuda itu berjalan
di air dan sudah belasan kali Suma Kiang melakukan hal
semacam ini. Inilah caranya untuk menghilangkan jejak kedua
ekor kuda itu. Sekarang dia percaya penuh bahwa orang
orang Mongol tidak akan dapat menemukan jejak mereka.
Apalagi mereka sudah melewati Tembok Besar, sudah tiba
pegunungan Yin-san. Dia sudah merasa berada di daerah
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sendiri, bukan lagi daerah yang dikuasai orang Mongoi dan
sudah merasa aman.
Pada suatu pagi, berhentilah mereka di tepi sebuah sungai.
Pemandangan di sini indah bukan main. Di tepi sungai itu
terdapat rumput-rumput hijau segar dan di sana-sini tumbuh
bunga-bungaan yang beraneka warna dan segar indah. Pohon
cemara terayun-ayun puncaknya dipermainkan angin
pegunungan. Suasananya sungguh romantis dan hal ini
mempengaruhi jiwa Suma Kiang. Sebulan lamanya diamenahan
gelora hatinya yang penuh rindu kepada Puteri Chai
Li. Ditahan-tahannya desakan birahinya terhadap puteri itu
karena mereka masih melakukan pelarian dan belum terbebas
benar dari bahaya pengejaran. Akan tetapi pagi ini
suasananya demikian tenteram dan penuh ketenangan,
demikian damai tidak ada bahaya apapun yang mengancam
mereka.
"Puteri Chai Li, silakan mandi dulu di hilir sana, di balik
tebing itu, biar aku menjaga Cheng Lin di sini." kata Suma
Kiang. Puteri itu memang menuntut untuk mandi pagi dan
sore dan pagi ini mereka kebetulan bertemu dengan anak
sungai yang dangkal dan airnya amat jernih itu.
Puteri Chai Li mengangguk, tidak membantah. Ia tahu
bahwa bagaimanapun juga, laki-laki itu tidak akan
memberikan anaknya mandi bersamanya agar ia tidak akan
melarikan diri. Maka iapun lalu berjalan ke hilir dan mandi
bersembunyi di balik tebing yang tinggi. Cheng Lin juga
agaknya sudah mulai terbiasa dengan laki laki berjenggot itu,
maka diapun diam saja bermain-main kembang di dekat Suma
Kiang. Ketika melihat dua ekor kelinci gemuk menyusup di
semak, Suma Kiang menggunakan dua buah batu membunuh
mereka. Lumayan untuk sarapan pagi, pikirnya, membiarkan
Cheng Lin mempermainkan bulu kelinci yang telah mati itu.
Tak lama kemudian Chai Li muncul dan Suma Kiang
terpesona. Wanita itu tampak segar dan cantik bukan main,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
wajahnya masih basah dan sebagian rambutnya juga terkena
air. Kulitnya begitu halus mulus tertimpa cahaya matahari
pagi.
"Aku mendapatkan dua ekor kelinci. Kuliti dan potongpotong
dagingnya untuk dipanggang selagi aku mandi
bersama Cheng Lin." Setelah berkata demikian, ia
memondong Cheng Lin dan dibawanya anak itu ke tebing
sungai di hilir. Tentu saja dia melakukan ini bukan karena
semata hendak memandikan anak itu, melainkan mengajak
anak itu bersamanya lagi ibunya tidak dapat pergi ke manamana.
Chai Li tidak membantah. Selama sebulan melakukan
perjalanan dengan Suma Kiang, ia sudah hafal akan gerak
gerik Suma Kiang dan tahu bahwa laki-laki tidak akan
membiarkan ia berdua dengan anaknya, agar tidak dapat
melarikan diri. Iapun sudah mengasah otak mencari jalan
bagaimana agar dapat membebaskan diri dari laki-laki itu,
namun selalu tidak berhasil mendapatkan jalan keluar. Diamdiam
ia merasa amat ngeri dan takut terhadap laki-laki itu,
juga amat benci. Ia seperti sudah merasakan firasat yang
mengerikan akan menimpa dirinya. Laki-laki itu seperti bukan
manusia, seperti seekor anjing srigala yang buas namun
berwajah anjing jinak. Hidungnya seperti selalu kembang
kempis mencium sedapnya darah!
Suma Kiang meninggalkan sebilah pisau belati untuk
dipergunakan menguliti dan mengerat daging kelinci. Chai Li
menggenggam gagang pisau itu dengan erat, menggigit
bibirnya dan mengerutkan alisnya. Ah, tidak, tidak mungkin ia
dapat mengalahkan laki-laki itu dengan senjata seperti ini.
Laki-laki itu terlalu tangguh. Panglima Sabuthai saja kalah
olehnya. Apalagi ia! Turun lagi semangatnya dan Chai Li lalu
mengerjakan tugasnya menguliti kelinci, memotong-motong
dagingnya, menusuk daging-daging itu dengan sebilah kayu
dan membuat api unggun lalu memanggangnya. Ia
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menemukan garam di sebuah bungkusan yang ditinggalkan
Suma Kiang, berikut merica. Laki-laki itu memang membawa
segala macam keperluan dalam buntalannya.
Suma Kiang bersama Cheng Lin muncul, sudah mandi
bersih dan segar. Bau harum daging panggang
menyambutnya dan mereka semua mulai sarapan daging
kelinci panggang tanpa bicara.
Akan tetapi pandang mata laki-laki itu membuat Chai Li
merasa tidak enak sekali. Pandang mata seperti itu sudah
sering dilihatnya akhir-akhir ini. Pandangan mata seperti
menelanjanginya, penuh gairah!
"Engkau akan membawa kami ke manakah?" tanya Chai Li
sambil menggigit daging kelinci yang lunak, manis dan gurih.
Suma Kiang menunda gigitannya, menelan daging yang
sudah dikunyah, lalu memandang kepada wanita itu, dan
menjawab, "Ke manapun aku pergi, kalian akan kubawa."
Chai Li bergidik dalam hatinya. "Suma Kiang, engkau boleh
membunuh aku kalau kau kehendaki akan tetapi janganlah
kau ganggu anakku."
Suma Kiang tidak menjawab, melainkan melanjutkan
makannya. Chai Li menanti jawaban yang tidak kunjung tiba,
lalu iapun melanjutkan makannya sambil memilihkan daging
yang terlunak untuk Cheng Lin yang juga makan daging
kelinci. Setelah selesai makan dan mencuci tangan dan mulut,
Chai Li berkata lagi.
"Sekali lagi, Suma Kiang, jangan engkau mengganggu
anakku. Aku tidak perduli akan keselamatanku sendiri, akan
tetapi anakku harus selamat."
Suma Kiang tersenyum mengejek dan matanya bersinar
memandang wajah cantik itu. "Jangan khawatir, aku tidak
akan membunuh anakmu, juga tidak akan membunuh engkau.
Mana ada suami membunuh isterinya tersayang?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sepasang mata yang seperti bintang itu terbelalak, wajah
yang manis itu menjadi pucat, jari-jari tangan kanan yang
gemetar itu dengan cekatan sudah meraih pisau yang tadi ia
pergunakan untuk menguliti kelinci.
"Apa..... apa kau bilang.....?' Ia bertanya karena masih
belum percaya akan pendengarannya sendiri.
Suma Kiang memperlebar senyumnya
"Chai Li.... engkau adalah Sui Eng.. isteriku tersayang.
Engkau akan menjadi isteriku yang setia dan baik."
"Gila! Engkau gila! Aku adalah isteri Kaisar Cheng Tung!"
"Bukan, engkau isteriku yang telah mati kini hidup kembali.
Sui Eng... mendekatlah, isteriku, aku sudah rindu kepadamu"
Suma Kiang menghampiri Chai Li Wanita itu dengan
gesitnya menghindar dan ketika tangan Suma Kiang meraih,
menggerakkan pisau itu untuk menyerang. Akan tetapi
dengan amat mudahnya Suma Kiang menangkis sehingga
tangan yang memegang pisau terpental dan pisau itu hampir
terlepas dari genggaman.
"Ke sinilah, Sui Eng, aku butuh kau. Ke sinilah....." Suma
Kiang meloncat dan tangannya meraih dengan cepat. Chai
mencoba menghindar, akan tetapi ujung bajunya masih
tertangkap dan sekali Suma Kiang menarik, baju itu robek
besar.
"Brettt......!!" Pundak dan sebagian dadanya tampak. Hal ini
membuat Suma Kiang semakin memuncak birahinya dan
diapun mengejar lagi.
Melihat ibunya dikejar-kejar, Cheng Lin yang belum tahu
apa-apa itu tiba-tiba menangis. Agaknya naluri anak itu yang
membuat dia merasa bahwa ibunya berada dalam ancaman
bahaya yang amat besar. Akan tetapi Suma Kiang tidak perduli
dan dia menubruk lagi. Chai Li menghindar, akan tetapi kini
celananya terpegang ujungnya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Brettt....!" Kaki dan sebagian pahanya tampak.
Chai Li yang ngeri ketakutan itu tiba-tiba meloncat berdiri
dan menempelkan ujung pisau belati ke dadanya sendiri.
"Dengar, kalau engkau berani menjamahku, aku akan
membunuh diri!" bentaknya dan ucapannya itu bukan
gertakan saja karena ujung pisau sudah menembus pakaian
dalamnya dan sudah memancing keluar dua tetes darah dari
kulit dadanya.
Suma Kiang yang sedang dimabok berahi itu berdiri
tertegun. Matanya menjadi amat sipit, akan tetapi mencorong,
mulutnya menyeringai penuh kekejaman dan ejekan.
Keduanya saling bertentang pandangan, seperti hendak
menguji tekad masing-masing dan akhirnya Suma Kiang
mengerutkan alisnya. Dia tahu bahwa wanita itu sudah nekat
dan jika dia memaksa, tentu ia akan membunuh diri. Hal ini
sama sekali tidak dikehendakinya. Otaknya berputar keras,
kecerdikannya membuat mata sipit itu berputar putar puja.
Tiba-tiba senyumnya melebar dan sekali melompat dia sudah
berada didekat Cheng Lin dan menyambar tubuh anak yang
menangis keras itu.
"Ha-ha, boleh kau pilih!" katanya kepada Chai Li yang
terbelalak. "Engkau bole sayang dirimu atau lebih sayang
nyawa anakmu? Kalau engkau tetap menolak aku akan
banting hancur anakmu di sini"
Chai Li terbelalak, terengah-engah menangis, bibirnya
gemetaran tanpa dapat mengeluarkan suara. Suma Kiang
merasa mendapat kemenangan.
"Nah, sekarang buang pisau itu dan aku akan menyerahkan
anakmu agar engkau membuat dia tidak menangis lagi.
Kemudian, dengan baik-baik engkau harus menyerahkan diri
kepadaku. Menjadi isteriku tercinta."
Chai Li hendak menjerit, menggigit bibirnya. Perlahan-lahan
jari-jari tangan kanannya melepaskan pisau itu yang jatuh Ke
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tanah dan ia menghampiri Suma Kiang, mengembangkan
kedua tangannya untuk menerima puteranya. Sambil
tersenyum mengejek Suma Kiang menyerahkan Cheng Lin
yang segera didekap dan dipondong ibunya. Chai Li menangis
sambil menciumi puteranya, dipandang dengan mata bersinarsinar
oleh Suma Kiang.
Setelah Cheng Lin diam dan tertidur alam pondongan
ibunya, Suma Kiang menghampiri Chai Li.
"Rebahkan anakmu di sana!" Dia menuding ke bawah
sebatang pohon.
Chai Li tidak berani membantah lagi. Ia merebahkan Cheng
Lin yang sudah tidur nyenyak ke bawah pohon dan tiba-tiba
kedua lengan Suma Kiang sudah merangkul dan
mendekapnya.
Chai Li meronta sekuat tenaga, akan tetapi apa dayanya
terhadap pria yang bertenaga besar itu. Apalagi semua
keinginan untuk melawan sudah terusir oleh kekhawatiran
dibunuhnya puteranya. Ia terkulai tidak berdaya dalam
pelukan Su Kiang dan hanya memejamkan kedua matanya
yang mengalirkan air mata seperti air bah.
"Sui Eng, isteriku......" Suma Kiang memondong Chai Li,
dibawa ke tanah berrumput tebal dan menggelutinya. Pada
sua saat Chai Li sadar akan keadaannya, Kehormatannya
terancam dan hanya ini yang teringat olehnya. Ikat
pinggangnya terlepas dan bersama itu jatuh pula sebuah
benda, yaitu Suling Pusaka Kemala yang dahulu diterimanya
dari Cheng Tung.
Melihat benda ini, sadarlah ia bahwa ia adalah isteri Kaisar
Cheng Tung, bahwa tidak ada laki-laki lain yang boleh
menjamahnya. Ia melihat Suma Kia seperti seorang mabok,
memejamkah mata sambil menciuminya dan mencoba
merebahkannya. Pada saat itu Chai Li mencurahkan segala
tenaga dan Kemauannya, adalah puteri Mongol, isteri Kaisar
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Cheng Tung. Sampai mati ia tidak akan sudi menyerahkan
dirinya kepada pria lain, apalagi diperkosa secara demikian
hina. Tangan kanannya meraih suling kemala, diangkatnya
tinggi-tinggi dan dihantamkannya benda itu ke ubun-ubun
kepala Suma Kiang!
Suma Kiang yang sedang dimabok berahi dan dirangsang
nafsu memuncak itu kehilangan kewaspadaan. Penjagaan
dirinya sedang "kosong" karena semua perhatian terselubung
nafsu berahi oleh karena itu ubun-ubun kepalanya juga sama
sekali tidak terjaga oleh tenaga sinkang (tenaga sakti).
"Dukkk......!!" Hantaman itu keras sekali.
"Aduhhh.....!" Suma Kiang melepaskan rangkulannya dan
menggulingkan tubuhnya. Akan tetapi dasar dia seorang
manusia yang sejak muda sudah menggembleng dirinya,
maka hantaman yang bagi orang lain akan meremukkan
tengkorak itu tidak ampai mematikannya. Dia meraba-raba
Kepalanya yang terasa nyeri. Kemudian memandang kepada
Chai Li dan menubruk lagi. Chai Li menyambutnya dengan
hantaman suling lagi, akan tetapi sekali ini Suma Kiang
menangkis dan suling itupun terlepas dari pegangannya. Dia
menubruk seperti seekor harimau menubruk domba sehingga
Chai Li terbanting ke atas rumput dan ditindihnya.
Tiba-tiba Chai Li mengeluarkan suara jeritan mengerikan
dan Suma Kiang terbelalak melihat darah muncrat-muncrat
dari mulut wanita itu! Dan berbareng pada saat itu, Cheng Lin
juga menjerit dan menangis, mungkin digigit semut atau
memang nalurinya yang bekerja.
Suma Kiang terbelalak memandang wajah Chai Li. Wanita
itu dalam keadaan sekarat dan ketika Suma Kiang membuka
mulut wanita itu, ia melihat bahwa Chai Li telah menggigit
lidahnya sendiri sampai putus hingga darah mengalir dengan
derasnya dan ia berada dalam keadan sekarat!
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Suma Kiang meloncat berdiri, memandangi wajah yang kini
berlepotan darah itu dengan ngeri. Dia melihat wajah itu
seperti wajah isterinya dahulu ketika dibunuhnya. Dahulu dia
memenggal leher isterinya dan darah juga berlepotan
mebasahi mukanya seperti sekarang ini.
"Sui Eng.... kau..... kau..... ohh, tidak.....!" Makin dipandang
wajah itu makin seperti wajah Sui Eng dan teringatlah dia
akan semua perbuatan isterinya yang menyeleweng dan
bermain cinta dengan sahabatnya sendiri di dalam kamarnya
sendiri! Mendadak Suma Kiang menjadi beringas. Matanya
yang sipit seperti mengeluarkan api dan tangan kanannya
meraih ke belakang punggung. Dicabutnya sebatang
pedangnya dan dengan penuh kemarahan pedang itu lalu
diangkat ke atas kepalanya.
"Engkau perempuan pengkhianat, perempuan rendah!" Dan
pedang itupun menyambar ke bawah, ke arah leher Chen Li
yang sudah sekarat.
"Singgg..... tranggg......!!" Tubuh Suma Kiang sampai ikut
terpental saking kuatnya tangkisan pada pedang itu. Sum
Kiang melompat ke belakang dan mata yang sipit terbelalak
memandang ke depan. Pandang matanya agak kabur dan
bergoyang sebagai akibat hantaman pada ubun-ubun
kepalanya tadi sehingga kepalanya ikut bergoyang-goyang.
Dia melihat betapa di dekat tubuh Chai Li kini terdapat tiga
orang laki-laki yang usianya kurang lebih lima puluh tahun dan
ketiganya mengenakan jubah seperti seorang pertapa atau
pendeta, Jubah mereka putih bersih walaupun sederhana
sekali dan rambut mereka yang panjang digelung ke atas dan
diikat dengan pita kuning. Perawakan mereka sedang saja
bahkan tidak tampak kuat melainkan umpak lemah lembut.
"Siancai (damai)....!" Seorang di antara mereka yang
mukanya merah mengeluarkan pujian. "Tidak boleh ada
kekejaman dilakukan orang selama kami berada di sini!"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Suaranya juga lembut namun mengandung ketegasan yang
mantap.
Suma Kiang kini sudah menyadari bahwa sabetan
pedangnya tadi ditangkis orang, kini melihat seorang di antara
mereka menegurnya dan yang dua orang lagi berjongkok dan
melakukan totokan pada beberapa bagian tubuh Chai Li,
terutama di bagian leher dan pundak, dia menjadi marah
sekali.
"Jahanam keparat! Siapa kalian yang berani mencampuri
urusan pribadi Huang ho Sin-liong Suma Kiang?" Dia sengaja
memperkenalkan dirinya sebagai datuk besar agar mereka
mendengarnya dan merasa jerih.
Seorang di antara tiga orang to (pendeta agama To) itu
mendengar jeritan Cheng Lin dan tiba-tiba saja tubuhnya yang
sedang berjongkok itu telah melayang ke dekat anak itu dan
bagai seekor burung rajawali saja dia sudah menyambar
tubuh anak itu dan dibawa dekat ibunya. Cara melayang
dalam keadaan berjongkok lalu menyambar tubuh anak itu
merupakan bukti bahwa orang y angjenggotnya dipotong
pendek ini adalah seorang yang memiliki gin-kang (Ilmu
meringankan tubuh) yang tinggi sekali.
Tosu muka merah yang tadi menangkis pedang
menggunakan sebatang tongkat baja yang panjangnya
sebatas pundak menjawab pertanyaan Suma Kiang.
"Agaknya nama yang terkenal sekali diselatan!" katanya
lembut sambil tersenyum. "Akan tetapi di utara sini kami tidak
mengenal nama itu. Kami disebut orang di sini sebagai Gobi
Sam-sian (Tiga Dewa dari Gobi) dan kami tidak mencampuri
urusan pribadimu, melainkan urusanmu dengan wanita yang
malang ini." Dia menoleh ke arah Chai Li yang kini diam tidak
bergerak seperti tertidur. Darah sudah berhenti mengucur dari
mulutnya dan pernapasannya mulai membaik. Agaknya
totokan-totokan itu menghentikan keluarnya darah dan
meringankan rasa nyeri sehingga ia kini tertidur atau pingsan.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Kenapa engkau hendak membunuhnya?"
Suma Kiang mengumpat dalam hatinya "Apa peduli kalian
dengan itu? Aku harus Membunuhnya dan kalau kalian
menghalangi, kalianpun akan kubunuh!" Dia mengcuncang
kepalanya untuk mengusir kepeningan yang masih
mengganggunya. Pukulan pada ubun-ubun kepalanya tadi
keras sekali pada saat ubun-ubun itu tidak ter-lindung tenaga
dalam. Masih untung baginya bahwa tengkorak kepalaya kuat,
kalau tidak tentu tengkorak itu sudah retak dan nyawanya
tidak mungkin dapat ditolong lagi. Dia menyelipkan pedangnya
di balik punggung dan memegang tongkatnya dengan kuat.
Suma Kiang adalah seorang yang terlalu percaya kepada diri
sendiri dan selalu menganggap diri sendiri yang terhebat dan
terkuat. Oleh karena itu menghadapi tiga orang tosu itupun
dia hanya hendak menggunakan tongkat ular hitamnya yang
dia anggap sudah cukup untuk membunuh mereka bertiga
yang berani menghalangi kehendaknya. Dia memutar tongkat
ular hitam itu di tangan kanan dan berkata dengan suara
keren,
"Gobi Sam-sian, pergilah kalian sebelum terlambat. Kalau
kalian berkeras hendak melindungi wanita ini, kalian akan
mampus di tanganku!"
"Mati dan hidup bukan di tanganmu Huang-ho Sin-liong.
Membela yang baik menentang yang jahat selalu mengandung
resiko dan kami bertiga siap menghadapi resiko itu." kata tosu
bermuka merah sambil melintangkan tongkat bajanya. Tosu
kedua, yang berjenggot pendek juga sudah mencabut
sebatang pedang dari punggungnya, dan tosu ke tiga yang
matanya lebar meloloskan sebatang kebutan berbulu putih
dari ikat pinggangnya.
"Haiiiittt....!" Suma Kiang melompat ke depan dan
menyerang dengan tongkat hitamnya. Serangannya dahsyat
bukan main karena dia mengerahkan sin-kang (tenaga sakti)
sekuatnya yang tersalur dalam tongkat itu. Pukulannya ini
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tenaganya sungguh berbeda dengan tenaga pedangnya yang
tadi dibacokkan ke arah leher Chai Li. Bacokan itu hanya
mengandung tenaga kasar saja.
Tosu muka merah melihat datangnya serangan dahsyat itu
dan diapun menggerakkan tongkatnya menangkis.
"Wuuuuttt,... dukkkk!" Kedua tongkat bertemu dan
akibatnya, tosu muka merah terhuyung ke belakang. Ternyata
dia masih kalah kuat dalam hal sin-kang dibandingkan Suma
Kiang. Suma Kiang mendesak dengan tusukan tongkatnya ke
arah ulu hati tosu muka merah. Akan tetapi dari samping
menyambar sebatang pedang menangkis tusukan itu.
"Trang....!" Itulah tangkisan tosu berjenggot pendek dan
pada saat Suma Kiang belum dapat melanjutkan serangannya,
ada angin menyambar dan ujung kebutan bulu putih meluncur
ke arah lehernya. Bulu kebutan itu lemas saja, namun di
tangan tosu mata lebar dapat menjadi kaku seperti sepotong
tongkat yang dipergunakan untuk menotok. Serangan ini
berbahaya sekali dan Suma Kiang cepat membuang diri ke
kanan sambil melompat Walaupun serangan itu luput, akan
tetapi ketika melompat ke kanan, kembal Suma Kiang
mengeluh dalam hati karena kepalanya berdenyut pening
sekali. Tahulah dia bahwa dia sudah terluka di sebelah dalam
kepalanya, yang membuat kepalanya pusing dan dia tidak
dapat memusatkan perhatiannya kepada pertandingan itu.
Pada hal, dia menghadapi tiga orang lawan yang cukup berat.
Kembali dia menerjang dan menyerang ke arah tiga orang
lawannya. Gerakan tongkatnya demikian cepat, seperti orang
mabok, namun setiap sambaran tongkat mengarah jalan
darah maut dari tiga orang lawannya. Tiga orang tosu itupun
maklum akan hebatnya ilmu tongkat Suma Kiang. Mereka
main mundur dan menangkis, kemudian membalas dari tiga
jurusan dengan cepat sekali sehingga terpaksa Suma Kiang
memutar tongkat melindungi dirinya dan mundur.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Pada saat dia terdesak, ujung kebutan dengan tepat
menyentuh pergelangan tangannya dan tangan itu seketika
menjadi kejang dan tongkatnya terlepas. Suma Kiang terkejut
dan cepat meraih dengan kedua tangannya ke belakang,
melolos sepasang pedangnya dan kini mengamuk dengan
sepasang pedangnya dan menggerakkan pedang itu seperti
kilat cepatnya. Lenyaplah bentuk kedua pedang dan yang
tampak hanya dua gulungan sinar pedang yang menyambarnyambar.
Namun, pertahanan tiga orang tosu itu kokoh sekali.
Mereka itu bukan saja lihai, akan tetapi juga dapat bekerja
sama secara kompak sekali sehingga ke manapun sinar
pedang menyambar, tentu bertemu tangkisan dan sebaliknya
merekapun membalas seranga/» dengan tidak kalah
gencarnya.
Yang amat mengganggu Suma Kiang adalah kepalanya.
Makin cepat dia bergerak, semakin pening kepalanya dan
bumi yang diinjaknya seolah berputar. Tahula dia bahwa kalau
dilanjutkan perkelahian itu, akhirnya dia akan celaka. Karena
semua rencananya membawa anak itu gagal, karena gagal
pula dia memperisteri Chai Li, kesemua rencananya gagal, dia
merasa kecewa dan marah sekali. Dia mengeluarkan suara
yang disertai khi kang (hawa sakti) sekuatnya sehingg
menggetarkan jantung tiga orang pengeroyoknya yang cepat
melompat ke belakang suaranya melengking seperti seekor
harimau terluka, kemudian Suma Kiang melompat ke atas
kudanya dan membalapkan kudanya melarikan diri.
Tiga orang tosu itu saling pandang dan menghela napas
panjang.
"Sungguh berbahaya....!" kata tosu muka merah yang biasa
disebut Ang bin-sian (Dewa Muka Merah).
"Harus diakui bahwa ilmu kepandaiannya tinggi sekali."
kata It-kiam-sian (Dewa Pedang Tunggal), julukan tosu yang
berjenggot pendek.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Kalau dia belum terluka, belum tentu kita mampu
mengalahkannya." kata pula Pek-tim-sian (Dewa Kebutan
Putih), tosu yang bermata lebar.
Kembali mereka menghela napas sambil menengok ke arah
menghilangnya Suma Kiang. Kemudian mereka menghampiri
Chai Li dan Cheng Lin yang masih menangis memanggilmanggil
ibunya. Anak itu kelihatan bingung melihat ibunya
rebah telentang dengan muka berlepotan darah.
Mereka berjongkok dan memeriksa kembali keadaan Chai
Li. Mereka merasa lega. Wanita itu dapat tertolong, tidak
sampai mati kehabisan darah. Ang-bin-Man lalu menggunakan
sehelai saputangan untuk membersihkan muka itu dari darah
dan It-kiam-sian dengan hati-hati mengurut beberapa urat di
leher dan pundak.
Akhirnya Chai Li mengeluh panjang dan membuka
matanya. Begitu ia membuka matanya, ia teringat akan
peristiwa tadi dan seperti seekor harimau betina ia bangkit,
menyambar puteranya dan matanya terbelalak memandang ke
sana-mencari Suma Kiang.
"Tenanglah, nyonya. Kami telah berhasil mengusir penjahat
itu dan engkau anakmu tidak terancam bahaya lagi. Tenang
dan duduklah."
Chai Li memandang kepada orang itu lalu memperhatikan
dirinya sendiri. Pakaiannya robek-robek setengah telanjang
namun ia menyadari bahwa ia belum ternoda. Syukur dan
terima kasih meliputi dirinya tidak ternoda dan anaknya
selamat membuat ia cepat menjatuhkan diri berlutut sambil
memondong Cheng Lin dan mengangguk-anggukkan
kepalanya menyentuh tanah sambil menangis. Air mata
bercucuran dan biarpun merasa sakit pada mulutnya, dan
teringat bahwa ia te menggigit lidahnya untuk membunuh d
dari pada diperkosa Suma Kiang, tidak merasakannya benar.
Ia berteri kasih sekali kepada tiga orang tosu yang telah
menyelamatkan ia dan puteranya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Cukuplah sudah, nyonya. Agaknya memang Thian belum
menghendaki kaliab mati. Kami hanya kebetulan saja lewat
disini dan semua ini Thian yang mengatur-nya." Kata Ang-binsian.
"Engkau terluka parah, agaknya engkau telah menggigit
putus lidahmu sendiri. Engkau tidak mungkin bicara jelas...."
"Mungkin engkau dapat menulis? Menjelaskan apa yang
telah terjadi?" tanya It-Kiam-sian. Tiga orang itu harus
mengetahui dulu persoalannya dan mengenal siapa adanya
wanita dengan anaknya ini, mengapa berada di situ bersama
penjahat tadi, sebelum mereka dapat memutuskan apa yang
selanjutnya mereka akan lakukan terhadap ibu dan anak ini.
Chai Li mengangguk-angguk dan cepat jari-jari tangan
kanannya membersihkan tanah yang kering dan tidak
ditumbuhi rumput sehingga dapat ia tulis. Ia melihat Suling
kemala menggeletak di situ. Cepat la mengambil suling kemala
itu dan dengan suling itulah ia mencorat-coret huruf di atas
tanah. Tiga orang tosu itu merubungnya dan membaca huruf
demi huruf yang ditulis dengan indah oleh wanita yang sejak
kecil sudah mempelajari ilmu kesusasteraan Han itu.
"Saya adalah Chai Li, puteri Mongol" Demikian Chai Li mulai
menulis, "anak saya ini bernama Cheng Lin, dia keturunan
Kaisar Cheng Tung."
Tiga orang tosu itu terbelalak dan saling pandang. Mereka
mendengar bahwa Kaisar Cheng Tung pernah menjadi
tawanan orang Mongol selama hampir 3 tahun sehingga apa
yang ditulis wanita itu bukan hal yang tidak mungkin.
"Kami diculik oleh Suma Kiang hampir saja tadi saya
diperkosa olehnya. Saya memukul kepalanya dengan suling
kemala ini dan saya menggigit putus lidah saya untuk
membunuh diri."
Puteri ini berhenti menulis dan ia menangis lagi sambil
mendekap kepala puteranya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Puteri, buka mulutmu, pinto (aku) akan mengobati luka di
lidahmu!" tiba tiba Pek-tim-sian yang ahli pengobatan itu
berkata. Chai Li tidak membantah, membuka mulutnya dan
tampaklah lidahnya yang tinggal sepotong. Pek-tim-si lalu
mengeluarkan sebungkus obat bubuk hijau dan menaburkan
obat itu ke lidah yang terluka.
It-kiam-sian menanggalkan jubahnya yang lebar dan
menyelimuti tubuh wanita yang hampir telanjang itu. Chai Li
merasa berterima kasih sekali. Ia tidak dapat mengucapkan
kata-kata, hanya sepasang Ratanya yang indah itu
memandang penuh rasa syukur.
"Sekarang bagaimana kehendakmu, puteri? Apakah engkau
ingin pulang ke perampungan keluargamu? Kalau memang
demikian, biarpun perjalanan itu jauh dan akan waktu lama,
kami bertiga akan mengantarmu ke sana," kata Ang-bin-Han.
Akan tetapi Chai Li sudah mengambil keputusan lain.
Bangsanya telah tidak mampu melindunginya dari Suma
Kiang. Akan tetapi tiga orang tosu ini ternyata sanggup
menyelamatkannya. Ia ingin agar puteranya kelak menjadi
seorang yang tinggi ilmu kepandaiannya, bukan saja akan
mampu melindungi diri sendiri terhadap penjahat macam
Suma Kiang, akan tetapi juga akan dapat mencari ayahnya
dan membalas dendam kepada Suma Kiang yang jahat. Dan
kiranya hanya tiga orang tosu inilah yang akan mampu
membim puteranya menjadi seorang yang berilmu tinggi.
Cepat ia menulis lagi di atas tanah "Saya tidak ingin
kembali ke Mongol. saya mohon dengan hormat dan sangat
sudilah sam-wi totiang (tiga orang pendeta) membimbing
anak saya agar kelak menjadi seorang yang berilmu tinggi,
agar dia dapat mencari sendiri ayahnya." Setelah menuliskan
kata-kata itu, iapun berlutut dan membentur-benturkan dahi
ke atas tanah di depan tiga orang tasu itu.
Kembali tiga orang tosu itu saling pandang. Mereka merasa
iba sekali kepada Chai Li dan merekapun mengerti mengapa
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
wanita itu menghendaki puteranya menjadi seorang yang
tangguh. Tentu karena pengalaman pahit yang dideritanya itu.
Ang bin-sian lalu meraba-raba tubuh Che Lin. Seorang anak
yang bertulang baik pikirnya. Dia memberi isarat dengan
anggukan kepala kepada dua orang rekannya, kemudian dia
membangunkan Chai Li yang berlutut.
"Bangkitlah nyonya. Kami bertiga dapat menerima
permintaanmu yang cukup pantas. Akan tetapi ketahuilah
bahwa tidak mungkin engkau tinggal bersama kami tiga orang
tosu yang hidup sebagai pertapa. kami akan mencarikan
rumah dan keluarga untukmu di suatu kota atau dusun di
mana engkau dapat bekerja sedapatnya dan setelah anakmu
mulai besar kami akan mengangkatnya sebagai murid."
Chai Li mengangguk-angguk dengan air mata bercucuran.
Hidup ia dan puteranya kini seluruhnya bergantung kepada
pertolongan tiga orang pertapa itu.
Gobi Sam-sian (Tiga Dewa Gobi) lalu menyuruh Chai Li
menggendong puteranya dan menunggang kuda. Kemudian
mereka mengawal nyonya yang malang itu menuju Ke selatan.
Akhirnya mereka tiba di Pao-tow, sebuah kota yang cukup
ramai di tepi Sungai Huang-ho yang mengalir ke utara. Di kota
ini Gobi Sam-sian mendapatkan seorang wanita janda tua
berusia lima puluh tahun lebih yang hidup seorang diri. Janda
Itu menerima Chai Li dan puteranya dengan gembira, apalagi
karena Chai Li berjanji akan bekerja sendiri untuk keperluan ia
dan puteranya.
Setelah mendapatkan tempat bernaung untuk Chai Li, Gobi
Sam-sian meninggalkan wanita itu dan berjanji akan datang
dan mulai mengangkat Cheng Lin seba murid kalau Cheng Lin
sudah berusia enam tahun. Chai Li merasa terharu berlutut
sebagai tanda terima kasih kepada tiga orang sakti dari Gobi
itu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Janda tua yang hidup seorang diri Pao-tow, menempati
rumah sederhana yang tidak berapa besar, tidak kecewa
menerima Chai Li. Ternyata walau Chai Li tidak dapat bicara
dengan jelas wanita cantik ini pandai sekali menyulam dan
sebentar saja hasil sulamannya terkenal di daerah Pao-tow.
Banyak orang membelinya dengan harga mahal sehingga
mereka mendapatkan hasil uang yang cukup untuk
menghidupi mereka bertiga.
Setelah Cheng Lin yang tumbuh menjadi seorang anak
yang sehat dan cerdas berusia lima tahun, Chai Li yang
memiliki penghasilan cukup lalu mengundang orang guru
sastera untuk mengajar putera nya. Puteranya adalah putera
kaisar, maka sejak kecil harus diajar kesusasteraan dan
kebudayaan, juga kitab-kitab agama yang mengajarkan
tentang filsafat dan kehidupan, agar kelak menjadi seorang
pandai di samping pelajaran ilmu silat yang akan diterimanya
dari Gobi Sam-sian kalau Cheng Lin sudah berusia enam
tahun. Anak itu kelak harus menjadi seorang bun-bu-coan-jai
(ahli sastera dan silat). Beberapa orang anak tetangga yang
mampu membayar guru ikut belajar sehingga terkumpul
belasan orang anak seusia Cheng Lin yang ikut belajar dari
guru sastera yang diundang itu. Tempat belajar mengambil
tempat di sebuah gudang yang tidak terpakai lagi dan setiap
hari dari tempat itu terdengar anak-anak itu menirukan
gurunya membaca ujar-ujar atau filsafat dari kitab-kitab suci.
Can Sianseng (Tuan Can) begitu panggilan guru yang
mengajarkah sastera kepada belasan orang anak itu, adalah
seorang laki-laki berusia lima puluh tahun. Tubuhnya kurus
sekali seperti cecak kering dengan leher panjang dan mukanya
memanjang dan menajam seperti muka kuda. Dia adalah
seorang siucai (sarjana) yang gagal dalam ujian negara karena
miskin. Pada masa itu, betapapu pandai dan cerdiknya
seorang mahasiswa kalau kantongnya kempis, jangan harap
akan dapat lulus ujian negara. Sebaliknya seorang mahasiswa
malas yang otaknya kosong sekalipun, kalau kantungnya tebal
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dapat dengan mudah lulus ujian negara mendapat gelar siucai
dan memperoleh kedudukan. Tidaklah mengherankan apabila
mereka yang memperoleh kedudukan itu mempergunakan
kedudukannya untuk mengeruk uang sebanyak mungkin,
untuk menebus semua biaya besar yang telah mereka
keluarkan ketika mengikuti ujian.
Can Sianseng yang miskin hanya menjadi seorang sarjana
gagal dan mencari nafkah dengan mengajarkan kesusasteraa
kepada anak-anak dengan menerima upah sekadarnya. Dia
hidup menyendiri dan tidak berkeluarga, dan kepada para
muridnya dia terkenal bersikap keras dalam mengajar. Tangan
kanannya selalu memegang sebatang bambu yang siap untuk
dipukulkan kepada murid yang dianggapnya malas dan bodoh,
dan kalau memukul diapun tidak tanggung-tanggung, yang
dipukulnya tentu kepala anak-anak yang kepalanya gundul
dikuncung pada ubun-ubunnya itu.
Pada suatu pagi yang cerah, terdengar bunyi suara kanakkanak
itu menirukan gurunya, suaranya serempak dan
terdengar lantang.
"Su-hai-lwe-kai-heng-te-yaaa.....! (Di empat penjuru semua
orang adalah saudara)" Ucapan ini adalah sebuah ajaran Nabi
Khong-cu yang mengajarkan bahwa di seluruh dunia ini
manusia adalah saudara.
"Han Lin, coba terangkan. Apa artinya ujar-ujar itu?" tanya
Can Sianseng kepada Cheng Lin. Menaati pesan Gobi Samsian,
Chai Li mengubah nama panggilan Cheng Lin menjadi
Han Lin, agar tidak diketahui orang bahwa dia adalah
keturunan Kaisar Cheng Tung. Maka, anak itu sendiri
menganggap bahwa namanya adalah Han Lin dan mulai
sekarang, agar memudahkan, kita sebut saja dia Han Lin.
Han Lin mengerutkan alisnya, berpikir, Anak berusia hampir
enam tahun itu tampak lebih jangkung dan tegap
dibandingkan kawan-kawannya. Wajahnya bundar dan
tampan, sepasang matanya bersinar sinar, hidungnya
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mancung dan mulutnya mengandung garis yang
membayangkan kekerasan hati, daun telinganya lebar dan
pembawaannya gesit dan menyenangkan.
Kemudian, setelah berpikir sejenak diapun menjawab
lantang.
"Artinya bahwa semua orang ini bersaudara, antara saya
dan Sianseng juga bersaudara, akan tetapi karena Sianseng
jauh lebih tua, sepatutnya Sianseng saya sebut Can-toako
(kakak tertua Can) bukan Can Sianseng!"
Can Sianseng terbelalak dan mukanya menjadi merah. "Apa
katamu? Kau meng anggap aku ini kakakmu tertua? Kurang
ajar!" Dan bambu di tangannya menyambar "Tak-tuk!" Dua
kali kepala Han Li kena dipukul. Anak-anak yang lain tertawa.
Mereka memang anak-anak yang sedang nakal nakalnya,
maka seorang di antara mereka lalu berkata.
"Selamat pagi, Can-toako!" Ucapan disambut sorak-sorai
dan Can Sianseng menjadi semakin marah. Hampir semua
kepala gundul itu mendapat bagian pukulan. Karena merasa
kepala gundulnya dan melihat semua kawannya dipukuli, Han
Lin menjadi penasaran.
Dia mengangkat telunjuk kanannya atas dan berseru,
"Sianseng, saya ingin bicara!"
"Bicaralah!" kata guru itu dan semua anak terdiam
mendengarkan. Betapa beraninya Han Lin hendak
membicarakan sesuatu selagi guru mereka marah-marah dan
mengamuk seperti itu.
"Sianseng, apakah semua ujar-ujar seperti itu harus ditaati
dan dilaksanakan?" tanya Han Lin.
"Pertanyaan tolol! Tentu saja harus ditaati dan
dilaksanakan oleh seluruh manusia di dunia ini!" jawab sang
guru.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Apakah namanya orang yang mentaati dan melaksanakan
ujar-ujar itu?" tanya pula Han Lin, suaranya masih lantang.
"Apa engkau lupa, bodoh? Namanya kuncu (budiman)."
"Dan apa namanya orang yang tidak nentaati dan tidak
melaksanakan ujar-ujar itu?"
"Namanya siauw-jin (manusia rendah)!"
"Wah, kalau begitu, Sianseng. Kesini-kan tongkat itu, beri
pinjam padaku sebentar." Han Lin bangkit berdiri dan
mengangsurkan tangannya untuk minta pinjam tongkat
bambu yang berada di tangan gurunya.
"Heh? Hah?" Can Sianseng menjadi bingung. "Untuk apa?"
"Untuk memukul kepala Sianseng berapa kali biar benjolbenjol!"
Semua murid terbelalak dan guru itu sendiri terbelalak,
akan tetapi lalu marah sekali. "Apa? Kau..... anak sssee-setan!
berani engkau hendak memukuli kepalaku?"
"Eh-eh-eh, ingat baik-baik, Sianseng jangan marah dulu.
Baru kemarin sianseng mengajarkan sebuah ujar-ujar yang
berbunyi demikian : "Jangan melaku-kan sesuatu kepada
orang apa yang kita sendiri tidak suka orang melakukan
kepadamu!' Nah, bukankah Sianseng mengajarkan begitu?
Kalau sekarang Sianseng tidak suka saya pukul kepalanya
dengan tongkat itu, kenapa Sianseng seenak saja memukuli
kepala kami? Bukankah berarti Sianseng tidak menaati dan
tidak melaksanakan ujar-ujar itu? Kalau Sianseng tidak suka
kupukuli kepalanya den tongkat ini, berarti Sianseng adalah
orang siauw-jin!" Mendengar ucapan Han Lin itu, temantemannya
menjadi bersemangat dan berani, dan mereka
meminta sepotong bambu itu dan berebutan untuk memukuli
kepala dan muka Can Sianseng.
Biarpun hanya berhadapan dengan anak-anak kecil namun
Can Sianseng adalah seorang yang lemah dan anak anak itu
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
amat nakal, maka ketika menerima sabetan bambu itu, dia
melarikan diri keluar dari tempat itu dan setengah menangis
dia pulang ke rumahnya.
Sejak peristiwa di hari itu, Can Sianseng mogok tidak mau
mengajar dan Chan Li segera mendengar dari anak-anak
tentang ulah Han Lin. Ia memarahi anaknya.
"Apakah kelak engkau akan menjadi seorang bodoh,
menjadi seorang tukang pukul yang kasar?" tegur ibunya.
"Ah, ibu. Apa artinya mempelajari semua ujar-ujar kalau
tidak dilaksanakan? seorang guru harus memberi contoh
kepada muridnya, baru sang murid akan menurut, bukan? Can
Sianseng bukan guru yang baik!"
Terpaksa Chai Li mengundang seorang guru lain yang lebih
muda walaupun untuk itu ia harus mengeluarkan biaya yang
lebih besar. Akan tetapi agaknya cara mengajar guru baru ini
cocok dengan anak-anak dan mereka belajar dengan rajin.
Pada suatu hari, ketika Han Lin sudah berusia enam tahun,
datanglah Gobi Sam-sian berkunjung ke pondok Chai Li.
Wanita mi segera menyambut dengan penuh kehormatan
kepada tiga orang penolongnya dan cepat memanggil Han Lin.
Han Lin sedang bermain dengan teman-temannya ketika
dipanggil ibunya. Dia berlari-lari pulang dan melihat tiga orang
tosu berusia lima puluh tahun lebih duduk di dalam pondok
dan dihadapi ibunya yang kelihatan amat menghormati
mereka.
Mata yang tajam dari Han Lin mengamati tiga orang tosu
itu penuh perhatian, hatinya bertanya-tanya. Ketika mereka
dahulu menolong dia dan ibunya, usianya baru tiga tahun dan
yang teringat terus dan terbayang di depan matanya hanyala
ibunya rebah telentang dengan wajah berlumuran darah,
terutama mulutnya yang mengucurkan darah segar. Bayangan
itu tidak pernah terlupakan olehnya, bahkan sering
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mengganggunya di waktu tidur Akan tetapi tiga orang tosu ini
sama sekali tidak dikenalnya.
Tiga orang Gobi Sam-sian itupun mengamati Han Lin
dengan penuh perhatian Mereka tersenyum dan merasa
gembira. Dugaan mereka tidak keliru. Anak itu telah tumbuh
dengan baik, berbadan tinggi tegap dan biarpun agak kurus
namun kokoh dan sinar matanya penuh semangat dan
kecerdikan.
"Han Lin, cepat engkau berlutut memberi hormat kepada
tiga orang suhumu (gurumu)!" kata Chai Li kepada puteranya.
Namun Han Lin tidak segera melaksanakan perintah itu. Dia
masih berdiri tegak memandang kepada tiga orang tosu itu
bergantian, kemudian bertanya kepada ibunya, "Ibu,
bagaimana mendadak mereka ini dapat menjadi suhuku?"
"Han Lin, sam-wi in-kong (tiga orang penolong) ini pada
waktu engkau baru berusia tiga tahun dahulu sudah
mengatakan bahwa setelah engkau berusia enam tahun
engkau akan menjadi murid mereka mempelajari ilmu silat."
"Ibu, sam-wi totiang (ketiga orang pendeta) ini mempunyai
kemampuan apakah hendak mengajarkan silat kepadaku?
Kalau aku belajar silat, aku harus mempunyai seorang guru
yang sakti agar kelak aku dapat menjadi seorang pendekar
yang gagah perkasa seperti yang pernah ibu ceritakan. Aku
harus dapat menjadi sakti seperti Sun Go Kong si Raja Monyet
seperti yang pernah ibu dongengkan. Aku ingin mempelajari
sastera dan silat sampai sedalam-dalamnya, bukan
sembarangan saja."
"Hushhh. Han Lin. Sam-wi in-kong ini adalah......."
Gobi Sam-sian bangkit berdiri d mereka tertawa. Mereka
tertarik sekal akan ucapan anak itu dan Ang-bin-sian Muka
Merah berkata kepada Chai Li "Biarlah kami yang akan bicara
dengannya."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Jilid III
ANG-BIN-SIAN lalu menghampiri Han Lin dan dia berkata,
"Han Lin, apa yang kau katakan itu memang benar sekali.
Untuk apa mempelajari suatu ilmu kalau hanya setengahsetengah?
Kelak tidak ada gunanya, hanya dipakai untuk
menyombongkan diri saja seperti gentong gosong yang
nyaring bunyinya namun tak berisi. Marilah kita keluar dari
dalam rumah dan engkau akan menilai sendiri sampai di mana
kepandaian kami!" Dia memegang tangan anak itu dan
dituntunnya keluar.
Dengan penuh semangat Han Lin keluar karena dia
memang hendak melihat apakah tiga orang tua itu pantas
untuk mengajarkan ilmu silat kepadanya.
Setibanya di luar rumah, Ang-bin-Man melihat dua batang
pohon sebesar manusia dan dua buah batu besar
dipekarangan depan rumah itu. Dia tersenyum.
"Nah, engkau melihat dua batang pohon dan dua buah
batu sebesar kerbau itu? Dapatkah orang biasa yang
bagaiman kuatpun dengan sekali pukul menumbangkan pohon
itu dan memecahkan batu itu dengan tongkatnya?"
Han Lin terbelalak dan menggelengkan kepalanya. "Tidak
mungkin. Pohon itu terlampau kuat dan batu itu terlalu besar
untuk dipecahkan dengan pukulan tongkat!"
"Begitukah? Nah, engkau lihat sekarang. Pinto (aku) akan
merobohkan pohon pohon dan memecahkan batu-batu itu
dengan tongkat pinto!" Setelah berkata demikian, Ang-bin-sian
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menggerakkan tongkat bajanya, bersilat di pekarangan itu.
Tongkat bajanya menyambar-nyambar, mengeluarkan suara
dahsyat bersuitan, makin lama dia bersilat makin mendekati
dua batang pohon besar dan dua bongkah batu besar itu. Tak
lama kemudian tongkatnya menyambar pohon.
"Krakkk! Krakkk!!" Dua batang pohon itu tumbang terkena
hantaman tongkat baja. Kakek itu terus bersilat dan kini
tongkatnya terayun menghantam dua bongkah batu yang
sebesar perut kerbau.
"Darrr! DarrrH" Tampak debu mengepul dan dua bongkah
batu itupun pecah! Ang-bin-sian menghentikan permainan
silatnya dan Han Lin terbelalak, lalu memuji.
"Hebat! Hebat sekali!" Dan dia bertepuk tangan dengan
girangnya.
It-kiam-sian melangkah maju. "Han Lin, engkau lihatlah
sekarang aku menggunduli pohon di sana itu dengan
pedangku!" Setelah berkata demikian, tosu ini mencabut
pedangnya dan mulai bersilat dengan pedangnya. Pedang itu
menyambar-nyambar dan berubah menjadi segulungan sinar.
Ketika tosu ini bersilat semakin cepat, gulungan sinar pedang
itu melayang ke arah pohon. Bayangan It-kiam-sian hanya
tampak samar-samar saja dan kini ia meloncat tinggi ke atas
pohon sambil tetap memutar pedangnya. Gulungan sinar
pedang ke arah puncak pohon dan tampaklah daun-daun
pohon dan ranting berhamburan dan dalam waktu singkat saja
pohon itu telah "dicukur" sehingga bentuk seperti sebuah
payung besar! Ketika it kiam-sian melompat turun dan
menyimpan pedangnya, Han Lin yang sejak tadi terbelalak,
menepuk tangan dengan kagum girang sekali.
"Hebat sekali!"
Pek-tim-sian mengebutkan kebutan sambil tertawa. "Anak
baik, agaknya engkau tidak akan yakin kalau belum melihat
dengan mata kepala sendiri. Itu kebiasaan yang baik. Jangan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mudah percaya kalau tidak melihat sendiri, itu sikap orang
budiman. Sekarang lihatlah ekor burung yang sedang
berloncatan ranting-ranting pohon itu. Aku akan
menangkapkan burung-burung itu untukmu."
Setelah berkata demikian, Pek-tim-sian melompat.
Tubuhnya amat ringan cepat dan memang tosu ini adalah
seorang ahli gin-kang (meringankan tubuh) yang hebat. Kalau
gerakan It-kiam-sian dengan pedangnya tadi masih tampak
bayangannya, kini gerakan Pek-tim-sian dengan kebutannya
sama sekali tidak tampak bayangannya, tahu-tahu tubuhnya
sudah berada di pohon dan dua kali hud him (kebutan dewa)
di tangannya bergerak, dua ekor burung itu telah digulung
oleh ujung kebutan dan ditangkapnya. Bagaikan seekor
rajawali dia melayang turun dari atas pohon, ketika dia tiba di
depan Han Lin, kedua kakinya sama sekali tidak mengeluarkan
suara dan dia tertawa. "Ha-ha-ha, pinto tidak mempunyai apaapa,
hanya dua ekor burung ini pinto akan kepadamu, boleh
kau perbuat apa yang kau suka."
Han Lin menerima dua ekor burung itu, mengelus bulunya
lalu dia melemparkan mereka ke udara sehingga mereka
terbang ringan cepat sekali.
"Han Lin, kenapa engkau lepaskan burung-burung itu?"
Akan tetapi Han Lin sudah menjatuhkan dirinya berlutut
menghadap tiga tosu dan berkata sambil memberi hormat
berulang kali. "Teecu (murid) Han Lin mohon diterima menjadi
murid sam-wi suhu (tiga orang guru) dan sejak saat ini tecu
akan menaati semua perintah dan tunjuk suhu bertiga." Tiga
orang tosu itu tertawa senang.
Memang mereka ingin mengambil murid anak itu sejak tiga
tahun yang lalu, maka melihat sikap anak itu mereka merasa
gembira.
"Han Lin, engkau belum menjawab mengapa engkau
membebaskan burung-burung tadi?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Suhu, burung adalah mahluk yang terbang bebas di udara.
Kasihan sekali kalau mereka ditangkap dan dikurung. Tecu
tidak suka mengurungnya, maka teecu lepaskannya."
"Bagus!" kata Ang-bin-sian. "Kecil kecil engkau sudah dapat
menghargai kebebasan."
"Sam-wi totiang (Para pendeta bertiga harap suka masuk
ke dalam pondok untuki bicara. Silakan," kata Chai Li sambil
memberi hormat.
Tiga orang tosu itu tersenyum, mengangguk-angguk dan
melangkah menuju pondok. Ang-bin-sian menggunakan
tongkat bajanya menowel belakang punggung Han Lin dan
anak itu terlempar keatas jungkir balik dan jatuh berdiri.
"Hayo engkau ikut kami."
Han Lin terkejut akan tetapi tidak menjadi takut, bahkan
gembira sekali karena dia merasa yakin akan kelihaian tiga
orang yang akan menjadi gurunya itu.
Setelah mereka bertiga duduk di ruangan depan, Chai Li
menghidangkan minuman air teh cair dan ia menceritakan
tentang keadaan Han Lin.
"Saya telah memanggil guru untuk mendidik Han Lin dalam
kesusasteraan, sekarang dia sudah mulai dapat membaca dan
menulis, dan mempelajari beberapa
buah kitab agama."
"Akan tetapi teecu tidak suka akan cara guru-guru itu
mengajarkan isi kitab, suhu."
Ang-bin-sian mengerutkan alisnya yang tebal. "Hemm,
mengapa begitu?"
"Habis, mereka mengajarkan perbuatan-perbuatan baik
tanpa mereka sendiri melakukannya! Apa artinya semua
pelajaran perbuatan baik itu kalau tidak dilaksanakan?" kata
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Han Lin sambil memandang kepada tiga orang gurunya
dengan matanya yang bersinar-sinar.
"Ha-ha-ha-ha, sungguh tepat!" kata It-kiam-sian.
"Engkau hanya mengenal kulitnya tanpa mengetahui
isinya!" cela Pek tim sian.
Ang-bin-sian lalu berkata sungguh sungguh. "Memang
sesungguhnyalah. Pelajaran perbuatan baik adalah untuk
dilaksanakan, bukan untuk dibicarakan. Akan tetapi kalau tidak
dibicarakan lebih dulu bagaimana engkau dapat mengerti?
Perbuatan baik adalah satu perbuatan yang tidak
direncanakan oleh hati akal pikiran. Semua perbuatan yang
direncanakan oleh hati akal pikiran tidak mungkin baik, atau
baik untuk dirinya sendiri saja. Perbuatan begitu tentu
berpamrih demi diri pribadi. Akan tetapi kalau engkau sudah
mempelajari nilai-nilai tinggi dalam kehidupan seperti yang
diucapkan oleh kaum bijaksana di jaman dahulu, maka engkau
akan memiliki dasar yang baik sehingga apapun yang kau
lakukan tentu baik."
Han Lin menjadi bengong, lalu menggaruk-garuk
kepalanya. "Wah, pelajaran suhu sungguh sulit dimengerti!"
Tiga orang gurunya tertawa. "Tidak mengapalah. Kelak
engkau akan mengerti sendiri. Sekarang kami
memperkenalkan diri," kata Ang-bin-sian. "Kami bertiga
disebut orang Gobi Sam-sian (Tiga Dewa dari Gobi) karena
kami memang suka merantau di daerah Gobi. Pinto sendiri
disebut Ang-bin-sian (Dewa Muka Merah) dan engkau boleh
menyebut aku twa-hu (guru tertua). Dia itu adalah It-kiamsian
(Dewa Pedang Tunggal) dan nenjadi ji-suhu (guru kedua)
bagimu dan yang seorang lagi itu adalah Pek-tim-sian (Dewa
Kebutan Putih) menjadi sam-suhu (guru ketiga)."
Han Lin memberi hormat kepada mereka seorang demi
seorang sambil menyebut "Twa-suhu, ji-suhu dan sam-suhu".
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Sekarang dengar baik-baik, Han Lin. Engkau sudah minta
kepada kami untuk membuktikan kesanggupan kami untuk
menjadi gurumu. Oleh karena itu, sekarang kami juga minta
kepadamu untuk membuktikan kesanggupanmu untuk
menjadi murid kami!" kata Ang-bin-sian.
"Toa-suhu, teecu akan melaksanakan semua perintah suhu
tanpa membantah!" kata Han Lin dengan suara tegas dan
mantap.
"Sebaiknya begitu. Ingat, mempelajari bu (silat) berbeda
dengan mempelajari bun (sastera). Untuk sastera, engkau
harus mempergunakan pikiran dan perasaanmu, Akan tetapi
untuk mempelajari ilmu silat harus ada kesatuan antara
pikiran, perasaan dan gerakan tubuhmu. Oleh karena itu
engkau sama sekali tidak boleh malas dan harus melakukan
segala yang kami perintahkan."
"Teecu mengerti, suhu!"
"Engkau harus mempelajari sastera, tiga hari dalam
seminggu dan yang empat hari kami akan melatih silat
kepadamu. Kami akan mencari tempat bertapa di pegunungan
ini dan datang kesini setiap waktu untuk mengajarkan silat.
Akan tetapi sekarang, tugasmu yang pertama adalah
membersihkan halaman itu, mengampak kayu-kayu itu
menjadi kayu bakar dan membersihkan semua daun daun
situ."
Han Lin terbelalak. Dua batang pohon besar tumbang dan
banyak sekali ranting dan daun terbabat pedang. Kalau hanya
mbersihkan daun dan ranting, dalam waktu sehari dua hari
saja tentu akan selesai. Akan tetapi mengampak batang
batang kayu itu menjadi kayu bakar yang kecil-kecil? Entah
berapa lama dia harus bekerja keras! Akan tetapi tanpa ragu
dia menjawab.
"Teecu akan melaksanakan tugas itu. baiknya, toa-suhu!"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Chai Li kelihatan gelisah mendengar caranya menerima
tugas seberat itu dan melihat wajah wanita itu, Ang-bin-sian
berkata sambil tersenyum. "Nyonya, biarlah puteramu
mengerjakan semua perintah kami. Keberhasilannya dalam
ilmu silat akan bergantung sepenuhnya kepada
ketekunannya."
Chai Li mengangguk walaupun ia merasa amat kasihan
kepada puteranya. Dan tiga orang Gobi Sam-sian itu lalu
berpamit untuk mencari tempat pertapaan yang cocok bagi
mereka, yang tidak terlalu jauh dari kota Pao-tow. Mereka
mendapatkan sebuah hutan cemara di lereng bukit dan
mendirikan sebuah pondok kayu dan bambu di tempat itu
untuk mereka tinggali dan bertapa.
Sampai setengah bulan lamanya Han Lin membersihkan
halaman rumah Nenek janda pemilik rumah menjadi senang
sekali mendapatkan banyak kayu bakar dan memuji Han Lin
sebagai anak yang rajin. Memang anak ini mempunyai
semangat yang luar biasa. Biarpun bukan orang kaya, namun
dia jarang melakukan pekerjaan berat. Akan tetapi begitu
menerima perintah suhunya, setiap hari dia mengunakan
kapak dan golok untuk membelah batang pohon. Dia bekerja
tanpa mengenal waktu dan kedua telapak tangannya sampai
lecet-lecet dan akhirnya menjadi tebal.
Setelah dia mulai dilatih oleh tiga orang tosu itu, dia
mendapatkan tugas setiap hari yang lebih berat lagi! Pondok
tiga orang tosu itu agak jauh dari sungai air, dan Han Lin
bertugas untuk mencari dan memikul air dari sumber air
dibawa ke pondok. Akan tetapi untuk melakukan pekerjaan
itu, mula-mula dia harus menggunakan alas kaki dari kayu
tebal yang kalau dipakai berjalan licin. Beberapa kali ia jatuh
bangun menggunakan alas kaki kayu itu, air pikulannya
tumpah sehingga ia harus kembali ke sumber air untuk
menimba lagi. Akan tetapi, dalam keadaan seperti itu,
walaupun tidak ada orang menyaksikannya, sebentarpun dia
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tidak pernah melepas alas kaki itu dan dengan gigih dia
berjuang sampai akhirnya dia dapat memikul air itu ke pondok
menggunakan alas kaki! Tampaknya saja ketiga orang
gurunya tidak perduli, namun sesungguhnya mereka bertiga
mengamati setiap gerak-gerik murid mereka dan
mengintainya.
Mereka sungguh merasa gembira sekali melihat kegigihan
murid mereka yang masih berusia enam tahun itu.
Bukan sampai di situ saja "penyiksaan" terhadap diri Han
Lin yang kecil. Setelah itu mulai lincah dan terampil
mempergunakan alas kaki sehingga dapat berlari-lari kecil
sambil memikul airnya, tiga orang gurunya lalu memasang dua
buah gelang kaki dikedua kakinya. Gelang baja itu masingmasing
satu kati beratnya. Biarpun 1 kati itu ringan kalau
diangkat, akan tetapi ketika dia mulai memikul air
mengunakan alas kaki kayu, gelang itu rasanya lebih dari
sepuluh kati beratnya! Dan tidak hanya sampai di sini saja.
Setelah dia mulai terbiasa dengan beban gelang itu, gelangnya
ditambah dengan yang lebih besar dan berat sehingga dalam
waktu tiga bulan gelang di kedua kakinya itu masing-masing
seberat lima kati!
Dia menaati perintah guru-gurunya tanpa mengeluh. Di
lubuk hatinya dia tahu bahwa guru-gurunya sedang
menggemblengnya untuk menjadi orang yang kuat dan dia
membantu usaha guru-gurunya itu dengan menaatinya.
Setelah lewat tiga bulan, Ang-bi sian membuat sebuah
pikulan baru. Pikulan itu terbuat dari rotan-rotan kecil yang
digabung menjadi sebuah pikulan besar Han Lin diharuskan
memikul kedua gentung airnya dengan pikulan dari rotan itu.
Mula-mula dia merasa kaku, karena pikul itu agak lentur. Akan
tetapi lama kelaman dia terbiasa dan dapat mengatur
keseimbangannya sedemikian rupa sehingga kalau dia
memikul air sambil setengah berlari, kedua kaki dan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tangannya membuat gerakan seperti orang menari untuk
menjaga keseimbangan badannya.
Akan tetapi sebulan kemudian, gurunya mengambil dan
melolos sebatang rotan dari pikulan itu! Dan setiap seminggu
sekali, pikulan itu dikurangi sebatang rotan sampai menjadi
kecil dan lentur sekali. Namun, Han Lin dapat menyesuaikan
diri dan dapat memikul air itu sampai ke pondok.
Latihan-latihan sambil bekerja macam Itu dilakukan Han Lin
selama dua tahun! dan dia sama sekali belum diajar ilmu silat!
Sungguhpun demikian, dengan gerakan mengatur
keseimbangan badan ketika ia memikul air, dia sudah
menguasai dasar gerakan kaki dalam ilmu silat. Dia tahu
bahwa dia belum dilatih ilmu silat, bahkan ibunya mulai
mengomel kalau bertanya kepadanya apakah dia sudah diajari
ilmu silat.
"Belum, ibu. Akan tetapi aku disuruh kerja berat. Lihat ini,
otot-otot kaki dan tanganku menjadi kokoh. Aku tidak pernah
masuk angin, aku selalu bangun pagi pagi sekali dan merasa
tubuhku selalu sehat dan segar. Ini semua berkat pekerjaan
yang ditugaskan sam wi suhu (guru bertiga) kepadaku dan
aku berterima kasih sekali!"
"Akan tetapi apa artinya kepandaian memikul air? Apakah
engkau kelak akan menjadi tukang pikul air? Engkau harus
menjadi seorang pendekar, Han Lin, dan karena itu engkau
harus belajar ilmu silat. Biarlah besok akan kutanyai mereka
mengapa sampai sekarang engkau belum dilatih ilmu silat,"
kata ibu yang merasa kecewa itu.
"Jangan, ibu! Aku sudah senang sekali dengan cara mereka
mengajar. Di sini aku tidak hanya mendapatkan teori saja
akan tetapi langsung aku mendapatkan manfaat pada
tubuhku. Kita harus bersabar, ibu. Bukankah kesabaran itu
pangkal keberhasilan?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Han Lin memang pandai bicara da kalau sudah begitu,
ibunya mengalah "Baiklah, aku tidak akan bertanya secara
langsung, akan tetapi akan menanyakan sampai di mana
kemajuanmu. Hal itu boleh saja dan sudah menjadi hakku
sebagai ibumu, bukan?"
Han Lin tersenyum. Diapun heran. Apa yang akan dijawab
oleh ketiga gurunya kalau ibunya menanyakan kemajuannya
dalam mempelajari ilmu silat?
Benar saja. Pada keesokan harinya, ketika dengan berjalan
santai tiga orang tosu itu datang ke rumahnya untuk "melatih"
silat kepada Han Lin dan yang biasanya berakhir dengan
membawa Han Lin pergi ke bukit mereka untuk bekerja keras,
Chai Li bertanya dengan sikap hormat.
"Selamat pagi, sam-wi totiang (bapak pendeta bertiga).
Dapatkah sam-wi totiang menjelaskan kepada saya, sampai di
mana kemajuan ilmu silat yang sam-wi (kalian bertiga) ajarkan
kepadanya?"
Tiga orang tosu itu saling pandang, kemudian memandang
kepada Han Lin yang berdiri di situ sambil menundukkan
mukanya. Pada saat itu tiba-tiba terdengar-eriakan banyak
orang. "Tolong cegat! Tolong!"
"Jangan boleh lari, tahan dia!"
Mereka semua melihat ke jalan dan ternyata serombongan
orang sedang mengejar-ngejar seekor kerbau muda yang
lepas. Kerbau itu agaknya panik dikejar kejar dan diteriaki,
dan diapun mengamuk. Kalau ada orang hendak
memegangnya, dia menyerang dengan tanduknya sehingga
tak seorangpun berani menghalanginya.
"Han Lin, perlihatkan kepada ibumu bahwa engkau mampu
menangkap kerbau itu. Cepat lakukan. Hati-hati terhadap
tanduknya, engkau harus pandai menghindar, rangkul
lehernya dan puntir kepala nya!" kata Ang-bin-sian.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tanpa mengucapkan sepatah pun kata,. Han Lin lalu berlari
ke jalan. Ibunya memandang dengan mata terbelalak dan hati
gelisah sekali. Orang dewasa saja tidak berani menangkap
kerbau itu, kini anaknya disuruh menangkap! Dengan jantung
berdebar penuh kekhawatiran Chai Li berlari keluar
pekarangan, diikuti oleh tiga orang tosu itu yang berjalan
dengan santai.
Kerbau yang mengamuk itu datang. Dengan sigapnya Han
Lin menyambutnya. anak ini memiliki gerakan yang ringan dan
cepat bukan main. Hal ini adalah hasil dari gelang-gelang kaki
baja dan berlarian dengan alas kaki kayu licin sambil memikul
air itu. Kedua kakinya tidak saja menjadi kokoh kuat kalau
memasang Bhesi (kuda-kuda) akan tetapi juga amat ringan
dan lincah. Dia berdiri mengembangkan kedua lengan
terhadap kerbau itu dan mulutnya mengeluarkan teriakan.
"Hiuuuhh...... berhenti.....!"
Kerbau itu menjadi marah. Matanya merah mendelik
kemerahan, tanda bahwa ia sudah marah sekali. Melihat ada
seorang anak berani menghadang di depannya, dia lalu
menurunkan kepalanya ke bawah, kemudian menerjang ke
depan sambil menggerakkan kepalanya yang bertanduk dua.
Sekiranya tanduk-tanduk itu mengenai perut atau dada Han
Lin, mudah digambarkan akibatnya. Tentu dia akan terluka
parah.
Namun Han Lin melihat betapa gerakan serangan kerbau
itu lamban. Dengan cepat kakinya melompat ke samping
sehingga serudukan kepala kerbau itu lewat samping
tubuhnya. Secepat kilat dia membalikkan tubuhnya dan
melompat ke depan merangkul leher kerbau, memegang
kedua tanduknya dan dengan sekuat tenaga tangannya yang
biasa memikul air dengan gentung dengan hanya beberapa
batang rotan, dia memuntir leher kerbau itu bawah. Dan
kerbau itupun rebah!
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Pemilik kerbau sudah tiba di situ dan cepat orang ini
memasangkan tali kepada hidung kerbau yang sudah tidak
berdaya itu. Setelah kerbau dapat dikuasai baru Han Lin
melepaskannya. Tanpa rasa bangga sedikitpun dan
menganggapnya sebagai hal yang lumrah dia mengebutngebutkan
bajunya yang menjadi kotor karena pergulatan
tadi.
Chai Li berlari dan merangkul putranya. Baru sekarang
terdengar tepuk tangan dan seruan memuji kepada Han Lin.
tiga orang tosu tiba di situ dan mereka hanya tersenyum.
Melihat dirinya dipuji puji orang, Han Lin segera mengajak
ibunya kembali ke pondok mereka.
Chai Li memandang kepada tiga orang tosu itu dan berkata
dengan suara terharu "Sam-wi totiang, terima kasih sekali.
atas gemblengan totiang kepada anak saya."
Mulai hari itu, Han Lin mulai diajarkan dasar-dasar ilmu
silat. Langkah-langkah ajaib dari It-kiam-sian, ilmu
merinngankan tubuh yang istimewa dari Pek-ti sian, dan
penghimpunan tenaga sakti dari Ang-bin-sian. Akan tetapi
karena dia masih seorang kanak-kanak, tentu saja semua
pelajaran disesuaikan dengan tubuhnya yang sedang
bertumbuh dan berkembang.
Gobi Sam-sian agaknya berusaha sungguh-sungguh untuk
menurunkan inti dari ilmu-ilmu mereka kepada Han Lin.
Mereka bahkan menggabungkan ilmu silat tangan kosong
mereka menjadi semacam ilmu silat yang khusus
diperuntukkan Han Lin dan ilmu silat tangan kosong ini
mereka beri nama Sam-sian-kun (Silat Tiga Dewa). Di situ
terkandung semua unsur terpenting dan terlihai dari ilmu silat
tangan kosong masing-masing, karena dasar gerak
langkahnya menggunakan ilmu dari It kiam-sian, keringanan
tubuh dan kecepatannya menggunakan ilmu dari Pek-tim-sian
dan tenaga sin-kangnya mengambil dari Ang-bin-sian! Mereka
menggabungkan tiga macam ilmu silat tangan kosong dan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
bersama-sama mengajarkannya kepada Han Lin. Bahkan
mereka sendiri tidak mampu kalau disuruh bersilat Sam-sian
kun, karena tidak memiliki keistimewaan dari rekannya yang
lain. Selama dua tahun dengan penuh ketekunan Han Lin
melatih diri dengan Sam-sian-kun. Dia sudah mahir sekali.
Hanya saja karena dia masih terhitung kanak-kanak, maka
tentu saja dalam hal tenaga dan kecepatan dia belum dapat
menggunakan sepenuhnya, hanya setingkat dengan
perkembangan dan pertumbuhan badannya saja. Akan tetapi
dia tidak menyia-nyia-kan pesan ibunya. Walaupun dia amat
suka mempelajari ilmu silat dan melatihnya tanpa mengenal
lelah, akan tetapi ada waktunya dia belajar sastera, diapun
mempelajari sastera dan menghentikan latihan silatnya. Dan
dalam ilmu inipun dia amat berbakat sehingga dua tahun
kemudian dia sudah dengan mudah membaca kitab-kitab Su-si
Ngo-keng, bahkan kitab Agama Buddha yang artinya
mendalam.
Pada suatu hari, pagi-pagi sekali Han Lin sudah membaca
kitab Tiong-yo buah pikiran Nabi Khong-cu. Sebetulnya isi
kitab ini amat mendalam, namun Han Lin berusaha untuk
membaca denga mengerti apa yang dibacanya. Hari itu adalah
hari sastera, maka dia tidak berlatih silat.
"Han Lin, di mana engkau?" terdengar suara ibunya.
"Aku di sini, ibu, di kebun'" Han Lin memang paling suka
berada di kebun, baik kalau sedang berlatih silat maupun
kalau sedang membaca kitab. Tempat itu selain sunyi, juga
sejuk karena banyak di tumbuhi pohon.
Ibunya muncul, membawa rantang tempat makanan dan
berkata, "Han Lin pergi engkau ke rumah makan dan beli tiga
macam masakan yang enak-enak." ia menyerahkan rantang
dan beberapa potong uang kepada anak itu. Han Lin
terbelalak heran. Tidak pernah ibunya menyuruh dia membeli
masakan di rumah makan. Harganya mahal dan ibunya dapat
memasak sayur-sayuran yang tidak kalah lezatnya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Ada apakah, ibu? Mengapa membeli masakan di rumah
makan?"
Ibunya menulis dengan jari tangan di atas meja. "Sudahlah
jangan banyak bertanya, Han Lin. Lakukan saja apa yang
kuperintahkan. Nanti setelah makan-makan akan kuceritakan
semua sejelasnya kepada mu."
Han Lin tidak membantah lagi dan dia segera pergi ke
sebuah rumah makan besar di kota Pao-tow. Setibanya di situ,
seorang pelayan menyambutnya dan dia memesan tiga
macam masakan "yang paling enak" seperti yang dipesan
ibunya sambil menyerahkan uang dan tempat masakan.
Pelayan menyuruh dia duduk menunggu. Han Lin duduk di
sebuah bangku yang kosong.
Tiba-tiba hatinya tertarik sekali mendengar percakapan dua
orang yang duduk semeja, tidak jauh dari situ. Mereka adalah
dua orang laki-laki berpakaian sastrawan, berusia kurang lebih
tiga puluh tahun. Tampaknya mereka sudah setengah mabok
dan mereka bicara lantang.
"Sim-twako (kakak Sim), aku sungguh tidak mengerti
melihatmu. Setahuku engkau telah lulus berkali-kali dari
perguruan Engkau terkenal pandai dan dapat menulis cepat
dengan indah. Akan tetapi kenapa sampai sekarang engkau
belum menjadi siucai (sarjana)? Bukankah engkau sudah
mengikuti ujian di kota raja?" tanya orang yang tinggi kurus.
Orang yang bermuka merah itu menuangkan araknya ke
dalam mulut, lalu menghela napas panjang dan berkata
"Berkali-kali orang mengatakan, kalau tidak beruang jangan
sekali-kali mempelajari sastra. Apa gunanya? Betapapun
pandainya engkau dalam kesusasteraan, tanpa uang di saku,
jangan harap akan lulus ujian negara. Sebaliknya, seorang
tolol sekalipun dapat lulus dengan baik kalau dia mampu
menyuap. Sudah lima kali aku mengikuti ujian negara. Semua
hasil ujian ku baik sekali, namun tetap saja dinyatakan tidak
lulus. Gagal!"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Benar sekali itu. Aku juga mendengar bahwa Louw Sam
dari dusun Ki-bun sekali ujian lulus akan tetapi dia harus
nenghabiskan harta orang tuanya untuk menyuap. Padahal
waktu belajar dia bodohnya bukan main!"
"Tentu dia akan menjadi seorang pejabat yang korup untuk
dapat menarik kembali hartanya yang telah dikeluarkan,
berikut bunganya. Tidak mengherankan kalau semua pejabat
sekarang ini melakukan korupsi, karena masuknya menjadi
pejabat juga menelan biaya yang besar. Ah, orang miskin
macam kita ini sebaiknya dulu belajar ilmu silat saja. Kalau
kita pandai silat dan bertubuh kuat, setidaknya kita dapat
masuk menjadi tentara atau bekerja diluar. Banyak yang
membutuhkan orang yang kuat dan pandai silat. Akan tetapi,
sasterawan? Hanya dicemooh orang, dikatakan kutu buku,
tukang melamun dan sebagainya."
Masakan yang dipesan Han Lin sudah tiba dan terpaksa
Han Lin menghentikan perhatiannya terhadap percakapan itu
dan pulang. Akan tetapi apa yang didengarnya sudah lebih
dari cukup. Amat berkesan didalam hatinya. Dia tahu bahwa
para pejabat pengurus ujian bertindak curang korup, makan
suapan sehingga yang lulus menjadi sarjana hanya anak-anak
orang kaya saja yang sebenarnya bodoh.
Mereka kini menghadapi meja makan berdua saja. Chai Li
dan Han Lin. Ketika Chai Li mengajak Bibi Cu, janda pemilik
rumah untuk makan bersama, Bibi Cu menolak dan tertawa.
"Kalian berdua makanlah, aku tidak ingin mengganggu
kalian ibu dan anak,"
Chai Li mengajak puteranya maka minum sepuasnya:
Nyonya itu tampak gembira bukan main, wajahnya yang
masih tampak cantik dan segar itu bersinar sinar dan berseri
penuh senyum. Setelah mereka selesai makan, barulah Chai Li
bicara melalui tulisannya di atas kartu yang telah ia persiapkan
sebelumnya karena ia hendak bicara banyak kepada anaknya
itu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Han Lin, hari ini adalah hari lahirmu yang ke sepuluh!
Karena itulah engkau kuajak merayakannya dengan makan
enak. Dan bukan itu saja. Sebagai hadiah ulang tahunmu,
engkau akan mengetahui semua tentang keadaan dirimu,
tentang asal usulmu."
Han Lin menjadi gembira bukan main. sudah sering dia
bertanya kepada ibunya tentang riwayat hidupnya, tentang
ayahnya, akan tetapi ibunya selalu mengelak dan menyatakan
belum tiba waktunya untuk memberi tahu. Dia segera duduk
dengan baik dan tegak, siap membaca apa yang akan ditulis
ibunya di atas kertas itu. Chai Li memang sudah
mempersiapkan kertas dan alat tulis.
"Han Lin, dahulu ibumu ini adalah seorang Puteri Mongol,
keponakan dari kepala suku Kapokai Khan Yang Besar, Paman
kakekmu itu adalah seorang kepala suku yang gagah perkasa,
bahkan kakekmu pernah menawan Kaisar Cheng Tung yang
masih muda dari Kerajaan Beng. Kakekmu tidak membunuh
Kaisar Cheng Tung yang gagah berani itu, bahkan
menjadikannya tamu agung. Paman Kapokai Khan menyuruh
aku untuk melayani Kaisar Cheng Tung dengan baik-baik.
Akhirnya Kaisar Cheng Tung dan aku saling jatuh cinta dan
kami menjadi suami isteri."
Han Lin terkejut sekali dan semua pertanyaan sudah
berada di ujung lidahnya akan tetapi dia menelannya kembali
ia siap membaca terus apa yang akan ditulis ibunya.
"Akan tetapi, karena keadaan kerajaan Beng membutuhkan
Kaisar Cheng Tung untuk kembali, Paman Kapokai Khan, Ia
membebaskannya dan mengembalikannya ke selatan. Untuk
sementara aku ditinggalkan dan kelak akan dijemput.
Kemudian terlahirlah engkau, Han Lin."
"Ibu, jadi aku ini......."
"Engkau putera Kaisar Kerajaan Beng anakku. Engkau
putera Kaisar Cheng Tung. Engkau seorang pangeran dan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
nama aselimu adalah Cheng Lin. Akan tetapi demi
kcamananmu sendiri, engkau telah memakai nama Han Lin.
Setelah ayah mu pulang ke selatan, aku menanti nanti. Akan
tetapi sampai engkau berus tiga tahun, tidak juga ada yang
datang menjemputku."
Chai Li kelihatan bersedih dan tangannya mengeluarkan
sebuah benda dari lipatan bajunya. Benda itu bukan lain
adalah suling Pusaka Kemala pemberian Kaisar Cheng Tung.
Dibelainya suling itu, didekapnya ke dada kemudian ia tidak
dapat menahan perasaannya, ditempelkan suling itu di
bibirnya dan mengalunlah lagu yang amat indah! Itulah lagu
Mongol "Suara hati Seorang Gadis" lagu yang dulu sering
dimainkan dan amat disuka oleh Kaisar Cheng Tung. Dan
biarpun lidahnya sudah buntung separuh ia masih pandai
meniup dan melagukan suling itu. Han Lin memandang
kepada ibunya dengan bengong. Baginya, suara suling itu
demikian indah dan kini dia memandangi -pada ibunya dengan
perasaan lain. wanita yang lembut ini, yang selalu tampak
cantik jelita walaupun tidak dapat bicara dengan jelas, adalah
seorang Puteri Mongol! Ketika Chai Li berhenti meniup suling
dan ia memandang kepada puteranya, ia melihat sepasang
mata Han Lin yang tajam itu basah, Ia lalu merangkul
anaknya.
"Cheng Lin....!" terdengar ia menyebut nama itu dengan
suara bercampur isak dan agak cadel dan ia mencium muka
anaknya sambil menangis.
"Ibu...., ibuku.....!" Kini Han Lin tidak dapat menahan
hatinya lagi, ikut menangis bersama ibunya.
Setelah tangis mereka mereda, Chai Li lalu memberikan
suling berbentuk kecil itu kepada Han Lin dan menulis lagi.
"Terimalah suling ini, anakku. Suling ini adalah pemberian
ayahmu kepadaku, Suling Pusaka Kemala inilah yang menjadi
tanda bahwa engkau adalah keturunan Kaisar Cheng Tung.
Terima dan simpanlah baik-baik."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Han Lin menerima suling itu bertanya dengan nada suara
mengandung penasaran. "Ibu, kenapa ibu berada disini dan
meninggalkan Paman Kakek Kapokai Khan. Kenapa kita tidak
bersama mereka?"
Ibunya menjawab dengan tulisan cepat "Masih panjang
ceritanya, anakku. Ketika engkau berusia tiga tahun, terjad
malapetaka itu. Seorang yang disangka utusan Kerajaan Beng
datang untuk membunuh kita berdua."
Membaca tulisan ini, Han Lin melompat bangun dengan
kaget dan heran seketika.
"Apa? Ayah mengutus orang untuk membunuh kita?"
"Bukan ayahmu, Han Lin. Aku yakin akan hal itu. Ayahmu
mencintaiku dan ia seorang yang bijaksana. Tentu ada orang
lain yang mengutus pembunuh itu. mungkin keluarga Kaisar
yang merasa khawatir kalau-kalau engkau, pangeran yang
yang berdarah Mongol, kelak akan menggantikan ayahmu
menjadi kaisar."
"Hemm, sangat boleh jadi, ibu. Aku jarang mendengar
pendapat ibu bahwa ayah yang mengutus pembunuh itu untuk
membunuh kita."
"Aku berani bersumpah bahwa pasti dia bukan utusan
ayahmu Kaisar Cheng Tung. Utusan itu bernama Suma Kiang,
orang yang jahat dan kejam luar biasa. Juga dia seorang yang
pandai dan cerdik, hampir saja dia dapat membunuh aku,
menculikmu pergi dari perkampungan mongol." Chai Li lalu
menceritakan secara panjang lebar dan jelas akan semua
peristiwa yang terjadi dalam tulisannya, ia ia menceritakan
betapa ia menggigit putus lidahnya sendiri dalam usahanya
membunuh diri daripada terjatuh ke dalam cengkeraman
Suma Kiang yang hendak memperkosanya,
Han Lin bangkit dari duduknya, berdiri tegak dan
mengepalkan kedua tangannya
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Aku akan belajar silat sampai kelak dapat membunuh
Suma Kiang yang jahat itu. Sekarang aku mengerti mengapa
sering aku bermimpi melihat ibu mengletak dengan muka
berlepotan darah. kiranya ibu berusaha membunuh diri
dengan menggigit putus lidah ibu sendiri."
Chai Li merangkul puteranya, menciumnya lalu menulis lagi
di atas kertas putih.
"Pada saat nyawa kita terancam bahaya maut di tangan
Suma Kiang itu muncul ketiga orang gurumu, yaitu Gobi Samsian.
Mereka berhasil mengusir Suma Kiang dan
menyelamatkan kita."
"Akan tetapi pada waktu itu, kenapa ibu tidak mengajak
aku kembali ke kampungan Mongol?"
Chai Li menulis. "Kita sudah dibawa jauh sekali oleh Suma
Kiang. Aku sudah putus asa dan kecewa. Ternyata bangsaku
tidak dapat dan telah gagal melindungi kita dari tangan orang
jahat. Maka aku menyatakan kepada Gobi Sam-sian untuk
merantau ke selatan dan mohon agar dia suka menjadi
gurumu agar kelak dapat mencari ayahmu dan dapat
membalas dendam kepada Suma Kiang dan yang
mengutusnya. Gobi Sam-sian menerimanya dan demikianlah,
mereka yang membawa dan mengatur sehingga kita dapat
tinggal di rumah Bibi Cu ini."
Han Lin merangkul ibunya dan berbisik di telinganya.
"Engkau telah mengalami banyak kesengsaraan, ibu. Mudahmudahan
kelak aku dapat mempertemukan ibu kembali
dengan ayah."
Pada saat itu tampak berkelebat tiga sosok bayangan dan
tahu-tahu Gobi Sam-sian telah berada di depan mereka. Sikap
tiga orang tosu itu tidak seperti biasanya, tenang dan sabar.
Kini mereka kelihatan gelisah dan tergesa-gesa. Bahkan
mereka telah memegang senjata mereka masing-masing,
sudah siap untuk bertempur.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Sam-wi suhu....!" Han Lin berseru heran sambil
memandang mereka. Juga Chai Li memandang mereka
dengan mata terbelalak penuh kekhawatiran.
Akan tetapi Ang-bin-sian sudah berkata, "Cepat Han Lin
dan Nyonya! Cepat kalian kumpulkan pakaian yang perlu perlu
saja dalam buntalan. Kita pergi meninggalkan tempat ini
sekarang juga!"
"Akan tetapi, suhu.....?"
"Jangan banyak membantah! Bahaya maut mengancam
kalian. Cepat atau kita akan terlambat!"
Mendengar ucapan ini, Chai Li lebih mengerti keadaan.
Tanpa bertanya ia dapat menduga apa yang terjadi maka ia
menarik tangan Han Lin memasuki kamar dan mengeluarkan
pakaian mereka, membungkus menjadi dua buntalan besar
dan mereka menggendong buntalan itu. Suling pusaka kemala
yang masih dipegang oleh Han Lin lalu diselipkan di ikat
pinggang oleh anak itu.
"Hayo cepat, ikut kami!" kata Ang-bin-sian dan ia mengajak
mereka berlari melalui pintu belakang. Han Lin menggandeng
tangan ibunya dan diajaknya berlari secepatnya mengikuti
Ang-bin-sian, sedangkan It-kiam-sian dan Pek-tim-sian
menjaga di belakang mereka.
"Suhu, kenapa suhu mengajak kami berlari seperti ini?" Han
Lin sambil berlari minta keterangan dari Ang-bin-sian.
"Suma Kiang sudah sampai di Pao-tow!" kata Ang-bin-sian.
Bangkitlah kemarahan Han Lin. "Suhu, tecu (murid) tidak
takut! Mari kita lawan iblis jahat itu!"
"Han Lin, dia lihai sekali!" kata Ang-in-sian dan Chai Li
merangkul Han Lin ambil menggoyang-goyangkan tangan dia
melarang Han Lin melawan.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Diam-diam Han Lin merasa heran, juga kecewa. Ketiga
suhunya berada di situ, kenapa harus takut? Bukankah ketiga
orang gurunya lihai sekali dan dahulu pernah mengalahkan
manusia iblis Suma Kiang itu? Ibunya tidak menceritakan
betapa ibunya pernah menghantamkan Suling Pusaka Kemala
ke ubun-ubun Suma Kiang dan itulah yang menyebabkan
Suma Kiang di waktu itu tidak kuat menandingi Gobi Sam-sian.
"Akan tetapi, suhu....." bantahnya.
"Han Lin, dia lihai sekali. Kami buka tandingannya dan dia
membawa seorang kawan yang tidak kalah lihainya. Mari kita
cepat pergi!" kata It-kiam-sian.
Han Lin menjadi semakin heran. Toa suhunya, Ang-bin-sian
masih suka bersenda-gurau, akan tetapi ji-suhunya, It kiamsian,
adalah orang yang kalau bicara kepadanya selalu serius.
Macam apakah musuh besarnya yang bernama Suma Kiang
itu?
Mereka berlari terus naik ke atas bukit. Setelah mereka tiba
di lereng atas dekat puncak, tiba-tiba terdengar suara tawa
yang dahsyat sekali.
"Hua-ha-ha-ha!!!" Suara tawa itu terdengar menggelegar
dan meledak-ledak seperti halilintar, mengejutkan semua
orang. Mendengar suara tawa itu. Ang bin-sian mendorong
Han Lin untuk berlari lebih cepat lagi.
"Nyonya Chai Li dan Han Lin! Cepat lari ke puncak dan
bersembunyi di sana!"
Dia tahu di puncak terdapat hutan yang lebat, tempat
bersembunyi yang baik kali.
Kini Han Lin menjadi khawatir juga. Bukan khawatir atas
dirinya sendiri, melaainkan mengkhawatirkan ibunya.
Andaikata tidak ada ibunya di situ, dia tentu tidak mau pergi
meninggalkan tiga orang gurunya. Kini dia harus
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menyelamatkan bunya. Digandengnya tangan ibunya dan
ditariknya ke atas, menuju puncak bukit.
Sementara itu, Gobi Sam-sian berdiri dengan kedua kaki
terpentang, tegak menanti pemilik suara tawa yang pasti akan
datang itu. Mereka bersiap siaga. It-kiam-sian sudah
menyelipkan pedangnya di punggungnya, Pek-tim-sian
menyelipkan kebutannya di pinggang dan Ang-binn-sian
memegang tongkat bajanya dengan tangan kanan. Pandang
mata mereka mencorong, mencari-cari. Biarpun hati terasa
tegang, namun mereka bersikap tenang sebagai layaknya
seorang pendekar.
Tadi ketika mereka berada di kota, tiba-tiba saja mereka
bertemu dengan Suma Kiang! Datuk Huang-ho itu tampak
lebih tua namun sama sekali tidak kehilangan pandang
matanya yang liar dan mencemooh. Begitu melihat tiga orang
Gobi Sam-sian, dia tersenyum mengejek. Di sebelahnya
tampak seorang wanita yang cantik dan lembut, dilihat dari
tubuhnya yang padat dan tampangnya yang cantik, orang
tentu mengira ia baru berusia tiga puluh tahun, padahal
usianya sudah lima puluh tahun.
Seekor anjing besar menggereng dan memperlihatkan
taringnya kepada wanita cantik itu. Ia mengerutkan alisnya
dan berkata dengan suara lembut.
"Tidak ada anjing yang menggereng kepadaku kubiarkan
hidup!"
Setelah berkata demikian, tampaknya ia seperti
menudingkan telunjuk tangan kirinya ke arah anjing itu.
Anjing itu menguik satu kali lalu berkelojotan dan mati!
Gobi Sam-sian saja yang agaknya menjadi saksi peristiwa
itu. Mereka terkejut bukan main.
"Kita pergi!" kata Ang-bin-sian kabur dan mereka bertiga
segera pergi dan situ.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Wanita itu...... ia sungguh berbahaya sekali!" Ang-bin-sian
berkata kepada dua orang rekannya.
"Nanti dulu!" kata It-kiam-sian, "jari tangannya begitu lihai.
Tentu mengandung hawa beracun yang mematikan. Siapa lagi
kalau bukan Ban-tok-ci (Jari Selaksa Racun)?"
"Ban-tok-ci? Kau maksudkan ia itu Sam Ok (si Jahat ke
Tiga)?" Pek-it sian bertanya, kaget sekali.
"Agaknya dugaan It-kam-sian benar. Menghadapi Suma
Kiang seorang saja sudah berat, apalagi ditambah Sam Ok.
yang biasanya kalau Sam Ok muncul, maka Ji.Ok (si Jahat ke
Dua) dan Toa Ok (si Jahat Pertama) akan muncul pula.
Bagaimana kita akan mampu melindungi Han Lin dan ibunya?
Kemunculan Suma Kiang tentu ada hubungannya dengan ibu
an anak itu. Sebelum terlambat sebaiknya mari kita suruh Han
Lin dan ibunya lari bersembunyi."
Karena maklum bahwa mereka tidak dapat lari lagi setelah
mendengar suara tawa yang mengandung hawa sakti amat
kuatnya itu, Gobi Sam-sian menyuruh Han Lin dan ibunya
berlari terus dan mereka berhenti di lereng dekat puncak
untuk menghalangi Suma Kiang melakukan pengejaran
terhadap ibu dan anak itu.
Tiba-tiba dua sosok bayangan berkelebat dan tahu-tahu di
depan mereka telah berdiri dua orang yang ditunggu tunggu
itu.
Suma Kiang yang kini telah berumur lima puluh tahun lebih,
jangkung kurus dengan sepasang matanya yang sipit seperti
mata ular senduk, mulutnya tersenyum mengejek,
memandang kepada Gobi Sam-sian dan berkata, suaranya
menggeledek.
"Gobi Sam-sian, apakah kalian belum jera dan masih
hendak melindungi Puteri Mongol dan puteranya itu?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Mana bocah remaja berdarah mongol itu? Serahkan dia
kepadaku!" terdengar suara wanita cantik yang kulit mukanya
agak pucat kehijauan itu.
Gobi Sam-sian maklum bahwa sekali ini mereka harus
berjuang mati-mati melawan dua orang manusia iblis itu.
Sam-sian yang teringat akan watak Ban-lok-ci atau Sam
Ok, segera tertawa mengejek. "Ha-ha-ha, pinto sering
mendengar tahwa Ban-tok-ci Sam Ok adalah seorang wanita
yang gagah perkasa yang tidak suka mencampuri urusan
orang lain, apa-lagi memihak dan mengeroyok. Apakah
sikapmu sekarang ini membantah sendiri keebenaran berita
itu?"
Sam Ok melirik dengan matanya yang tajam dan genit dan
ia berkata, "Engkau tosu yang membawa pedang di punggung
tentu yang berjuluk It-kiam-sian! Aku tidak membantu Suma
Kiang. Aku datang untuk mendapatkan anak keturunan kaisar
itu. It-kiam-sian, engkau tentu tahu di mana dia. Hayo berikan
dia kepadaku kalau engkau ingin tetap hidup!"
"Pinto tidak tahu di mana dia sekaing berada, akan tetapi
seandainya pinto tahu, pinto tidak akan memberitahu
kepadamu atau kepada Suma Kiang yang jahat!"
"Hi-hi-hik, kalau begitu aku akan menyiksamu sampai
engkau terpaksa mengatakan di mana dia berada!"
Setelah berkata demikian, Sam Ok meraba pinggangnya
dan tampak sinar hitam berkelebat ketika ia memegang
sebatang pedang pendek berwarna hitam legam.
"Siancai (damai).......! Hek-kong-kiam (Pedang Sinar
Hitam)!" kata It-kiam-sia tanpa rasa takut. Diapun sudah
mencabut pedangnya dan tampak sinar kilat nyambar. Pedang
milik It-kiam-sian ini amat terkenal di dunia kang-ouw (sungai
telaga) wilayah utara. Itulah Lui-kong kiam (Pedang Sinar
Kilat) yang dahsyat. Pedang ini amat tajam dan kuat, dapat
mematahkan besi dan baja, akan tetapi karena pemiliknya
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
seorang yang bersih, seorang pendekar, pedang itu tidak
mengandung racun, tidak seperti Hek-kong kiam yang
mengandung racun berbahaya sekali.
Sambil tertawa mengejek Sam Ok menerjang maju,
pedangnya menyambar ganas. "Singgg...... wuuutttt.....!"
It-kiam-sian tidak berani memandang ringan serangan
lawan yang tampaknya dilakukan sembarangan saja ini. Dia
mengunakan kecepatan gerakan tubuhnya untuk mengelak
dan langsung membalas lengan tusukan pedangnya ke arah
dada anita itu.
"Ciaaaattt......! Tranggg.....!" Bunga api berpijar ketika Hekkong-
kiam menangkis dan bertemu dengan Lui-kong-ham.
"Wuuuttt.....!" Telunjuk tangan kiri Sam Ok menuding ke
arah dada It-kiam-juan. Melihat serangan jari tangan kiri yang
kemarin membunuh anjing itu, It-kiam-sian bersikap waspada.
Dia mengerahkan sin-kang (tenaga sakti) sekuatnya ke dalam
ujung lengan baju kirinya dan menyambut serangan Ban-tokci
(Jari selaksa Racun) itu dengan sampokan ujung lengan
baju.
"Hyaaattt.....!" Ketika ujung lengan baju bertemu dengan
ujung jari tangan, tangan kiri Sam Ok tergetar akan tetapi
juga ujung lengan baju itu hancur.
"Ha-ha-ha-hi-hik! Bersiaplah engkau untuk menerima
siksaanku!" Sam Ok tertawa mengejek.
Akan tetapi It-kian-sian adalah seorang ahli pedang yang
memiliki banyak pengalaman di samping ilmu yang tinggi. Dia
memutar pedangnya dengan dahsyat menyerang sehingga
Sam Ok terpaksa berhenti mengejek dan mencurahkan
perhatian untuk melawan tosu itu. Pertandingan pedang
terjadilah dengan dahsyatnya Pedang mereka lenyap
bentuknya dan yang tampak hanya sinar hitam dan sinar kilat
yang menyambar-nyambar dengan ganasnya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sementara itu, melihat Sam Ok sudah bertempur melawan
It kian -sian, Suma Kiang tersenyum mengejek memandang
kepada Ang-bin-sian dan Pek-tim-sian.
"Ha-ha, kalian tahu bahwa kalian berdua tidak akan kuat
menandingi aku, oleh karena itu katakanlah saja di mana ibu
dan anak itu sebelum aku membunuh kalian!"
"Suma Kiang, sampai matipun kami tidak akan sudi
menyerahkan mereka kepadamu!" kata Ang-bin-sian dengan
suara tegas dan dia sudah melintangkan tongkat bajanya di
depan dada sedang Pek-tim-sian juga sudah melolos kebutan
bulu putihnya yang tadi dipakainya sebagai sabuk.
Marahlah Suma Kiang. Dia mengeluarkan teriakan garang
dan tubuhnya menerjang ke arah dua orang lawannya dengan
gerakan tongkat ular hitamnya yang dahsyat. Dua orang tosu
itu sudah waspada dan mereka segera menyambut dengan
tongkat baja dari Ang-bin-sian dan kebutan dari Pek-tim-sian.
"Wuuuttt..... trang-trangg....!" Hebat sekali pertemuan
senjata itu dan dua orang tosu terdorong ke belakang. Mereka
terkejut sekali karena merasa betapa tenaga sakti Suma Kiang
kini lebih kuat dibandingkan tujuh tahun yang lalu! Akan tetapi
mereka tidak menjadi gentar dan mereka balas menyerang
dengan hebat.
Terjadilah pertandingan mati-matian, baik antara Sam Ok
dan It-kiam-sian ataupun antara Suma Kiang yang dikeroyok
dua oleh Ang-bin-sian dan Pek-tim-an. Akan tetapi setelah
lewat puluhan jurus, Gobi Sam-sian mulai terdesak hebat.
Biarpun mereka sudah mengerahkan seluruh tenaga dan
mengeluarkan semua kepandaian mereka, namun pihak Suma
Kiang dan Sam Ok memang lebih unggul maka mereka
terdesak terus. Terutama sekali It-kiam-sian yang seorang diri
harus melawan Sam Ok. Dia terus maju mundur dan bertahan
melindungi dirinya. Namun, ilmu pedangnya memang hebat
sekali sehingga pedang itu berubah sebagai lingkaran sinar
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
perisai yang menghadang semua serangan lawan, dari
manapun juga datangnya.
Sam Ok mengubah ilmu pedangnya Tiba-tiba tubuhnya
menggelinding kebawah tanah dan sinar pedangnya mencuat
dari bawah, seperti ular mematuk-matuk arah kaki dan perut
It-kiam-sian. Tosu ini terkejut bukan main. Dia kibaskan
pedangnya dan cepat tubuhnya meloncat ke atas, demikian
ringannya bagaikan seekor burung terbang.
Akan tetapi Sam Ok tidak tinggal diam. Ia tertawa dan tibatiba
tubuhnya juga melayang ke atas, bukan melayang biasa,
melainkan berputar seperti gasing dan dari putaran itu
pedangnya mencul secara tidak terduga-duga.
"Kena....!!" la berteriak dan pedangnya bergerak demikian
cepatnya sehingga tahu-tahu sinar hitam menyambar dan
lengan kanan It-kiam-sian dekat siku terkena tusukan Hekkong-
kiam! Lengan kanan itu seketika lumpuh! It-kiam-sian
maklum bahwa kalau racun pedang lawan sudah menjalar
sampai ke jantungnya, dia akan mati, tak mungkin tertolong
lagi. Maka, cepat tangan kirinya mengambil pedang Lui-kongkiam
dan sekali tangan kirinya bergerak, pedang itu telah
meyambar lengan kanannya di atas siku sehingga lengan
kanan itu putus seketika. Darah muncrat. It-kiam-sian
mengeluh dan roboh pingsan. Sam Ok tertawa dan berpikir
bagaimana ia dapat menyadarkan It-kiam-sian untuk
disiksanya agar dia itu mengatakan di mana adanya anak
Kaisar itu.
Pada saat itu, tongkat ular hitam di tangan Suma Kiang
menyambar. Dua orang tosu itu menangkis, akan tetapi sekali
ini Suma Kiang mengerahkan seluruh tenaganya dan dua
orang tosu itu terdorong ke belakang, hampir terjengkang.
Melihat keadaan mereka berdua, dan melihat betapa Itkiam-
sian juga sudah roboh oleh Sam Ok, Ang-bin-sian
mendapat akal dan dia berseru nyaring sambil memandang ke
bawah lereng.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Han Lin! Jangan keluar dari tempat persembunyianmu!"
Mendengar seruan ini, kembali tongkat Suma Kiang
menyambar ke arah Ang-bin-sian. Tosu ini, yang sudah
terengah karena penangkisan tadi, mengerahkan sisa
tenaganya, mengangkat tongkatnya menangkis.
Share:
cersil...
Comments
0 Comments

Postingan Cersil Terbaru