Rabu, 03 Mei 2017

Cersil Oke Kho Ping Hoo 5 : Suling Pusaka Kumala

Cersil Oke Kho Ping Hoo 5 : Suling Pusaka Kumala Tag:cersil cersil indo cersil mandarin full cerita silat mandarin online cersil langka cersil mandarin lepas cerita silat pendekar matahari kumpulan cerita silat jawa cersil mandarin beruang salju. cerita silat pendekar mataharicerita silat indonesia cerita silat kho ping hoo cerita silat mandarin online cerita silat mandarin full cerita silat jawa kumpulan cerita silat cerita silat jawa pdf cerita silat indonesia gratis cerita silat jadul indonesia cerita silat indonesia pendekar rajawali sakti cersil indonesia pendekar mabuk cersil langka cersil dewa arak cerita silat jaman dulu cersil jawa download cerita silat mandarin full cerita silat mandarin online cersil mandarin lepas cerita silat mandarin pendekar matahari cerita silat jawa pdf cersil indonesia pdf cersil mandarin beruang salju kumpulan cerita silat pdf Cersil Oke Kho Ping Hoo 5 : Suling Pusaka Kumala
kumpulan cerita silat cersil online
Cersil Oke Kho Ping Hoo 5 : Suling Pusaka Kumala
Kiok Hwa mengangguk. "Yang menolong dusun itu
memang benar aku, akar tetapi mengenai julukan itu,
mungkin hanya panggilan orang-orang saja, aku sendiri tidak
pernah mempergunakan julukan itu."
"Bagus sekali! Ha-ha-ha, sudah hampir satu bulan aku
mencarimu, ke dusun itu dan mencoba untuk mencari
jejakmu. Akhirnya dapat kutemukan di sini. Nona, engkau
harus ikut denganku ke rumah kami!"
"Kenapa aku harus ikut denganmu?"
"Engkau harus mengobati puteraku yang menderita luka
keracunan yang amat parah. Marilah, nona. Engkau ikut aku
ke rumah kami sekarang juga!"
Wajah Han Lin menjadi merah dan dia melangkah maju lalu
berkata dengan suara tegas namun halus, "Paman, di mana
ada aturannya orang minta tolong dengan memaksa?"
Laki-laki itu memandang kepada Han Lin dengan mata
mencorong lalu menghardik, "Siapa engkau? Apamu nona ini?"
"Bukan apa, hanya seorang kenalan baru. Akan tetapi......"
"Kalau begitu, jangan mencampuri urusan orang lain! Atau
barangkali engkau sudah bosan hidup?" Orang itu bersikap
menantang.
Han Lin menjadi penasaran sekali, akan tetapi sebelum dia
menjawab, Kiok Hwa sudah menengahi. "Saudara Han Lin,
biarkanlah. Aku mau pergi dengan paman ini untuk menolong
puteranya."
"Akan tetapi, Kiok-moi!" Saking gugupnya, Han Lin
kelepasan menyebut gadis itu Kiok-moi (adik perempuan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Kiok). "Engkau tidak boleh begitu saja mengikuti seorang yang
sama sekali tidak kau ketahui siapa!"
Mendengar ucapan ini, orang itu mengerutkan alisnya.
"Heh, pemuda dusun, Ketahuilah bahwa aku bukan orang
sembarangan! Aku adalah majikan Hek-ke san (Bukit Ayam
Hitam) dan orang kang ouw menjuluki aku Kim-kiam-sian
(Dewa Pedang Emas)! Apa engkau ingin lehermu kupenggal
dengan pedangku?"
"Sudahlah, Paman Kim!" Kiok Hwa kembali melerai.
"Maafkan sahabatku ini, Aku siap untuk mengikutimu ke
rumahmu untuk mengobati puteramu. Mari kita berangkat.
Lin-ko (kakak laki-laki Lin)! aku pergi dulu!"
Dengan senyum dan pandang mata penuh kemenangan
dan ejekan terhadap Han Lin, Kim Cun Wi, nama orang yang
berjuluk Dewa Pedang Emas itu, melangkah pergi bersama
Kiok Hwa. Langkahnya lebar dan cepat, akan tetapi dengan
mudah Kiok Hwa dapat mengimbangi kecepatannya sehingga
sebentar saja mereka telah pergi jauh. Han Lin berdiri
tertegun dengan muka merah. Apa yang dapat dia lakukan?
Biarpun orang itu bersikap memaksa, akan tetapi Kiok Hwa
yang dipaksanya mau! Dia bahkan menjadi malu kendiri. Akan
tetapi hatinya merasa kurang enak. Orang itu kelihatan seperti
bukan orang baik-baik. Biarpun mengaku kebagai majikan
sebuah bukit, akan tetapi sikapnya seperti orang yang biasa
memaksakan kehendaknya dengan kekerasan. Kiok Hwa dapat
terancam bahaya dari orang semacam itu dan dia tidak
mungkin dapat membiarkannya saja tanpa bertindak. Tidak,
dia tidak boleh menegakan, tidak boleh membiarkan Kiok Hwa
pergi bersama orang itu tanpa dikawal, berpikir demikian, dia
lalu mempergunakan ilmu berlari cepat dan melakukan
pengejaran, kemudian membayangi dua orang itu dari jarak
jauh.
Dia melihat mereka mendaki sebuah bukit yang puncaknya
dari jauh tampak seperti seekor ayam hitam. Itulah agaknya
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
yang menyebabkan bukit itu disebut bukit Ayam Hitam.
Padahal yang berbentuk seperti ayam hitam itu adalah sebuah
hutan yang lebat. Dia membayangi terus dan akhirnya dua
orang itu memasuki hutan yang lebat itu. Tak lama kemudian
mereka tiba di sebuah perkampungan kecil yang berada di
tengah hutan di puncak itu. Sebuah perkampungan yang
terdiri dari belasan rumah mengepung sebuah rumah yang
besar dan megah. Sekeliling perkampungan itu tertutupi oleh
pagar tembok yang setinggi manusia dan di bagian depan
pagar tembok itu terdapat sebuah pintu gapura yang besar.
Kim Cun Wi dan Kiok Hwa menghilang di balik pintu gapura
pagar tembok itu dan Han Lin mengambil jalan memutari
pagar tembok dan meloncati pagar itu di bagian belakang
perkampungan itu yang merupakan perkebunan penuh
tanaman sayur-sayuran.
Tanpa rasa takut sedikitpun, Kiok Hwa mengikuti tuan
rumah memasuki rumah besar. Beberapa orang wanita
menyambut Kim Cun Wi. Mereka adalah isteri dan dua orang
selirnya.
Begitu bertemu mereka, Kim Cun Wi segera bertanya,
"Bagaimana keadaan Hok-ji (anak Hok)?"
Isterinya, seorang wanita yang berusia empat puluh tahun
lebih, menangis. Sambil menahan tangisnya sehingga terisak,
ia menjawab, "Badannya bertambah panas dan dia
mengigau......."
"Sudah, jangan menangis. Aku sudah mengundang seorang
tabib yang amat lihai, dan anak kita tentu akan sembuh.
Marilah, Yok Sianli, mari silakan masuk dan langsung saja ke
kamar anak kami." kata Kim Cun Wi.
Kiok Hwa merasd aneh disebut Yok Sianli (Dewi Obat),
akan tetapi iapun diam saja, hanya mengikuti tuan dan
nyonya rumah memasuki sebuah kamar yang besar, lengkap
dan mewah. Di atas pembaringan rebah seorang laki-laki
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
muda yang berwajah pucat. Wajah itu cukup tampan, namun
pucat dan bersinar kehijauan, dan tubuh yang telentang di
pem-baringan itu tinggi besar. Sepasang mata itu terpejam
dan pernapasannya lemah.
Melihat sekilas saja, Kiok Hwa dapat menduga bahwa
pemuda itu telah keracunan hebat dan racunnya tentu
mengandung hawa panas. Tanpa diminta lagi di-hampirinya
pembaringan dan ia menyeret sebuah kursi ke dekat
pembaringan dani duduk di atas kursi. Ditariknya sebelah
lengan pemuda itu, diperiksanya denyut nadinya dan ia
mengerutkan alisnya. Ter-nyata penyakit pemuda itu lebih
berat daripada yang diduganya. Ia mendekatkan jari
tangannya depan hidung pemuda itu dan merasakan betapa
panasnya pernapasan yang lemah itu. Dirabanya dahi pemuda
itu dan akhirnya ia menoleh kepada Kim Cun Wi dan para
isterinya yang menonton dengan hati gelisah namun sinar
mata mereka mengandung penuh harapan.
"Bagaimana, Yok Sianli? Bagaimana keadaannya?
Berbahayakah keadaannya dan dapatkah dia diobati sampai
sembuh?" tanya Kim Cun Wi dengan suara gelisah.
"Dia telah terluka dalam yang hebat, agaknya terkena
pukulan beracun. Di bagian manakah dia terpukul?" tanya Kiok
Hwa dengan sikap tenang.
"Di dada kanannya. Ada tanda sebuah jari yang hitam
kehijauan di bekas pukulan itu." kata Kim Cun Wi yang
berjuluk Kim-kiam-sian (Dewa Pedang Emas) itu. Diam-diam
Han Lin merasa heran. Pemuda itu memiliki seorang ayah ahli
pedang yang sudah berjuluk Dewa Pedang, bagaimana dapat
terluka seperti ini? Akan tetapi ia tidak perduli akan hal itu.
Bukan urusannya.
"Tolong bukakan bajunya. Aku ingin memeriksa luka di
dadanya itu."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Kim Cun Wi cepat membukakan baju puteranya yang masih
rebah telentang dalam keadaan pingsan. Kiok Hwa
memeriksanya. Di dada sebelah kanan memang terdapat
bekas jari telunjuk yang warnanya hitam menghijau, dan di
seputar bekas jari itu, kulit dadanya hitam dan melepuh.
"Wah, ini pukulan Ban-tok-ci (Jari Selaksa Racun)!
Terlambat sehari lagi saja nyawanya tidak akan dapat
tertolong lagi."
Tentu saja tuan rumah dan para isterinya terkejut setengah
mati mendengar ucapan itu. "Akan tetapi, Yok Sianli, engkau
sekarang masih dapat menyembuh kannya, bukan?"
"Mudah-mudahan saja, kalau Thian membimbingku." kata
Kiok Hwa dan ia lalu berdiri, mengerahkan tenaga sin-kang
dan menotok dengan dua jari ke arah dada pemuda itu.
Beberapa bagian tertentu ditotoknya.
"Untuk apa ditotok jalan darahnya di banyak tempat?"
tanya Kim Cun Wi yang mengikuti semua gerak-gerik Kiok
Hwa dengan penuh perhatian.
"Aku mencegah agar darah yang keracunan tidak mencapai
jantung. Dan sekarang, racun yang bercampur dengan darah
itu harus dikeluarkan. Ambilkan pisau yang tajam dan bersih."
Kim Cun Wi sendiri melayani Kiok Hwa.
"Sediakan air panas."
Kembali permintaannya dipenuhi. Kiok Hwa lalu membakar
pisau itu di bagian ujungnya sampai ke tengah, lalu
membersihkannya dengan kain bersih.
"Paman Kim, sekarang engkau harus memegangi
puteramu, jangan sampai dia meronta. Darah yang keracunan
harus dikeluarkan semua dari lukanya."
"Baik, Yok Sianli." Kim Cun Wi lalu naik ke atas tempat tidur
dan dia memegangi kedua lengan puteranya. Kiok Hwa lalu
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menggerakkan pisau yang tajam itu, menoreh kulit dada di
mana terdapat tanda bekas jari tangan hitam. Darah mengalir
keluar dari luka yang dibuat oleh pisaunya. Darah yang kental
menghitam. Tanpa jijik sedikitpun Kiok Hwa memijat-mijat
dada di sekitar luka sehingg darah yang keluar banyak dan
ada darah yang mengotori jari-jari tangannya. Setelah yang
keluar darah merah, Kiok Hwi menghentikan pijatannya dan
mencuci luka itu dengan air panas. Kemudian ia mengambil
bubuk obat dari buntalan pakaiannya dan menaburkan bubuk
putih ke dalam luka itu. Setelah itu, ia membalut luka di dada
itu dengan kain putih yang disediakan oleh Kim Cun Wi.
Kiok Hwa lalu mengeluarkan tiga jarum emas dan tiga
jarum perak dari buntalan pakaiannya, lalu menusukkan
jarum-jarum itu di sekitar luka.
"Darah beracun telah keluar, akan tetapi di dalam dadanya
masih ada hawa beracun. Jarum-jarum ini mencegah hawa
beracun menyebar dan setelah hawa beracun dapat
dikeluarkan, dia akan selamat dan sembuh."
Kim Cun Wi merasa girang sekali. "Dan bagaimana untuk
mengeluarkan hawa beracun itu?"
"Paman sebagai seorang ahli silat mengapa masih bertanya
kepadaku? Tentu saja dengan menghimpun hawa murni ke
tan-tian (bawah pusar) dan dengan sin-kang (tenaga sakti)
mendorong keluar hawa beracun itu. Kurasa sebagai putera
paman, dia akan mampu melakukannya."
Pada saat itu, Kim Hok, ialah putera Kim Cun Wi mengeluh
dan bergerak. Ayahnya segera menghampirinya, dan
menyentuh pundaknya.
"Bagaimana rasanya badanmu, Hok-ji (anak Hok)?"
Kim Hok memandang ayahnya. "Badan rasanya panas,
ayah, ada hawa bergolak di dalam dada." Dia meraba dadanya
dan mendapatkan dadanya terbalut dan ada beberapa batang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
jarum masih menusuk di sekitar luka. "Siapa yang mengobati
aku, ayah?"
"Yang menyelamatkan nyawamu adalah nona ini. Ia adalah
Pek I Yok Sianli."
Kim Hok menoleh dan melihat gadis itu, dia terbelalak dan
terpesona. Demikian cantiknya gadis itu dalam pandang
matanya sehingga pada saat itu juga dia sudah jatuh cinta!
"Nona....... engkau telah menyelamatkan nyawaku. Terima
kasih banyak, nona Aku telah berhutang nyawa kepadamu,
entah bagaimana aku harus membalasnya Aku bernama Kim
Hok, nona, aku harus mengetahui namamu. Siapakah
namamu, nona?" Kim Hok bangkit duduk biarpur dia meringis
menahan sakit, dibantu oleh ayahnya.
Kiok Hwa mengerutkan alisnya, akan tetapi menjawab
dengan wajar. "Namaku Tan Kiok Hwa."
Agaknya Kim Hok belum kuat duduk terlalu lama, maka dia
merebahkan dirinya lagi telentang dan mulutnya berkata
seperti orang mengigau. "Nama yang indah, seindah
orangnya. Ayah, aku tidak mau menikah kalau tidak dengan
nona Tan Kiok Hwa ini. Dengan ia disampingku sebagai isteri,
aku tidak takut lagi akan pukulan beracun!"
Wajah Kiok Hwa berubah merah, akan tetapi ia bersikap
tenang saja. Tanpa berkata sepatahpun ia mencabuti jarumjarumnya,
menyimpannya kembali ke dalam buntalan, lalu
melangkah keluar kamar sambil berkata kepada Kim Cun Wi.
"Tugasku di sini sudah selesai, paman. Ijinkan aku
melanjutkan perjalananku." Setelah berkata demikian dengan
cepat ia keluar dari rumah besar itu. Akan tetapi baru saja ia
tiba di depan pintu, sesosok bayangan berkelebat cepat
mendahuluinya dan tahu-tahu Kim Cun Wi telah berdiri di
depannya. Orang tua ini memberi hormat dengan kedua
tangan terangkap di depan dada dan berkata dengan ramah.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Perlahan dulu, Yok Sianli. Kami menghendaki agar engkau
tinggal beberapa hari di sini untuk kami jamu sebagai eorang
tamu kehormatan untuk menyatakan terima kasih kami."
Kiok Hwa membalas penghormatan itu lalu berkata lembut,
"Terima kasih Paman Kim. Akan tetapi aku tidak pernah
mengobati orang dengan minta imbalan apapun juga.
Mengobati orang merupakan tugas kewajiban bagiku."
"Akan tetapi, ini adalah kehendak Kim Hok!"
"Juga darinya aku tidak mengharapkah terima kasih.
Melihat dia dapat disembuhkan saja sudah merupakan imbalan
yang amat berharga bagiku. Selamat tinggal, paman!" Kiok
Hwa mengambil jalan menyimpang dari orang yang
menghadangnya itu. Akan tetapi dengan cepat Kim Cun Wi
melompat dan kembali menghadangnya.
"Akan tetapi kami mempunyai urusan penting denganmu
untuk kita bicarakan."
Kiok Hwa mengerutkan alisnya. "Aku tidak mempunyai
urusan apapun denganmu, paman. Kalau ada, katakan saja di
sini."
"Urusan ini harus dibicarakan dengan kami sekeluarga,
terutama sekali dengan Kim Hok. Engkau tentu mendengar
tadi ucapan puteraku bahwa dia tidak akan menikah kalau
bukan denganmu. Karena itu, marilah kembali ke dalam
rumah dan kita bicarakan urusan ini."
Kembali wajah Kiok Hwa berubah merah dan alisnya
berkerut. "Maaf, paman. Akan tetapi aku sama sekali tidak
pernah berpikir tentang perjodohan. Aku sama sekali belum
siap untuk mengikatkan diri dengan perjodohan. Harap paman
sekeluarga mencari saja gadis lain yang lebih cocok dengan
puteramu. Nah, aku pergi!"
Setelah berkata demikian, Kiok Hwa hendak menyingkir,
akan tetapi kembali Kim Cun Wi menghadangnya. Kini wajah
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
majikan Bukit Ayam Hitam itu memandang dengan mata
diliputi kemarahan dan tarikan wajahnya mengeras.
"Jadi engkau tidak mau menjadi isteri puteraku?"
Kiok Hwa tidak menjawab, melainkan menggeleng
kepalanya.
"Tidak ada kata tidak mau bagiku, Pek I Yok Sianli. Mau
tidak mau engkau harus menjadi isteri puteraku!"
"Kalau aku tetap tidak mau?"
"Aku akan menggunakan kekerasan menangkapmu dan
memaksamu."
"Hemm, bagus. Kiranya begini macam dan wataknya orang
yang menyebut dirinya Kim - kiam - sian, majikan Hek-ke-san.
Aku tetap tidak mau!"
Tiba-tiba Kim Cun Wi menubruk urtuk menangkap gadis itu.
Akan tetapi dengan sigapnya gadis itu mengelak. Kim Cun Wi
menjadi penasaran dan menubruk lagi sambil berusaha untuk
menangkap lengan gadis itu. Akan tetapi dengan lincahnya
Kiok Hwa melangkah ke sana sini dan langkahnya demikian
teratur. tubuhnya demikian gesit dan ringan sehingga sampai
belasan kali Kim Cun Wi menubruk, belum juga dia dapat
menangkap gadis itu. Menyentuh ujung bajunya-pun tidak
mampu! Pada saat itu, belasan orang anak buah Bukit Ayam
Hitam datang berlari-lari untuk melihat apa yang terjadi.
Melihat anak buahnya, Kim Cun Wi berseru, "Hayo bantu aku
tangkapi gadis ini!"
Untuk menangkap gadis cantik itu? Tentu saja para anak
buah itu bergembira mendengar perintah ini dan bagaikan
anjing-anjing kelaparan melihat tulang, mereka berebut dan
menubruk untuk mendekap atau menangkap Kiok Hwa. Gadis
itu menjadi sibuk juga, melangkah ke sana-sini untuk
menghindarkan diri dari sergapan mereka.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Pada saat itu berkelebat bayangan yang gerakannya cepat
sekali dan begitu dia terjun ke dalam pengeroyokan itu, empat
orang sudah terguling roboh oleh tamparan dan
tendangannya. Orang itu bukan lain adalah Han Lin.
Seperti kita ketahui, Han Lin juga me masuki
perkampungan itu lewat belakang. Melompati pagar tembok
dan tiba di ladang milik perkampungan itu. Dia menggunakan
kecepatan gerakannya untuk menyusup ke dalam dan
bersembunyi di wuwungan rumah besar. Dia tidak berbuat
apa-apa dan tidak turun tangan selama Kiok Hwa tidak
diganggu. Akan tetapi dia mendengarkan pembicaraan antara
Kiok Hwa dan Kim Cun Wi. Gadis itu hendak dipaksa menjadi
mantunya! Kemudian, melihat betapa Kiok Hwa dikeroyok oleh
belasan orang yang hendak menangkapnya, dia tidak dapat
berdiam diri lebih lama lagi. Melayanglah dia turun dari
wuwungan dan menerjang mereka yang mengeroyok Kiok
Hwa.
Ketika Kim Cun Wi melihat siapa yang merobohkan orangorangnya,
dia marah sekali melihat bahwa orang itul adalah
pemuda yang tadinya membujuk Kiok Hwa agar tidak mau
diajak pergi untuk mengobati anaknya. Dia segera meraba
punggungnya dan di lain saat tampak sinar keemasan
berkelebat. Tangannya telah memegang sebatang pedang!
yang berkilauan seperti terbuat dari emas, atau baja yang
diselaput emas. Itulah yang membuat dia dijuluki Kim-kiam
sian (Dewa Berpedang Emas)!
Han Lin melihat betapa ketika menggerakkan pedang
emasnya, gerakan Kim Cun Wi itu cukup dahsyat. Maka
diapun segera memungut sebatang pedang milik seorang di
antara empat pengeroyok yang dirobohkan tadi dan
menghadapi Kim Cun Wi dengan pedang ini.
"Bocah tidak tahu diri! Berani engkau mencampuri
urusanku?" bentak majikan bukit Ayam Hitam itu sambil
menuding dengan telunjuk kirinya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Engkau yang tidak tahu diri!" jawab Han Lin. "Sudah
memaksa orang untuk mengobati puteramu yang sakit,
sekarang hendak memaksa orang untuk menjadi mantumu!
Aturan mana ini?"
"Jangan banyak mulut! Mampuslah!" Kim Cun Wi
menerjang dengan pedangnya, namun Han Lin sudah
mengelak sehingga pedang itu hanya mengenai tempat
kosong belaka. Kembali Kim Cun Wi nenyerang, sekali ini
sambil mengerahkan tenaganya. Lenyap bentuk pedang dan
yang tampak hanya sinar emas yang meluncur cepat ke arah
dada Han Lin.
"Singgg.......!" Pedang berdesing akan tetapi kembali luput
karena Han Lin sudah menggeser kakinya ke kanan sambil
nenarik tubuhnya ke belakang. Begitu sinar pedang lewat,
diapun mengimbangi serangan lawan dengan menusukkan
pedangnya ke samping, ke arah lambung lawan. Akan tetapi
Kim Cun Wi juga dapat mengelak dan kini dia memutar
pedangnya, menyerang Han Lin dengan bertubi-tubi. Karena
serangan pedang itu amal berbahaya, tidak cukup hanya
dielakkan saja, Han Lin menangkis ketika pedang menyambar
ke lehernya.
"Trangggg.......!" Bunga api berpijar dan Han Lin terkejut
juga melihat betapa pedang di tangannya tinggal setengahnya
saja. Pedang itu sudah buntung! Hal ini tidak aneh karena
pedang yang dipegang Han Lin adalah pedang biasa,
sedangkan yang berada di tangan Kim Cun Wi adalah
sebatang pedang pusaka. Melihat ini, Kim Cun Wi
mengeluarkan suara tawa mengejek, lalu mendesak terus
dengan serangan pedang emasnya.
Namun Han Lin sama sekali tidak menjadi gentar. Dengan
pedang buntungnya dia balas menyerang, menjaga dengan
hati-hati agar mereka tidak mengadu pedang lagi. Dia hanya
mengelak dari serangan lawan, dan membalas dengan pedang
buntungnya. Kalau lawan menangkis, diapun menarik kembali
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
pedang buntungnya dan menyerang di lain bagian. Terjadilah
perkelahian yang amat seru dan ternyata bahwa Kim Cun Wi
tidak membual menggunakan julukan Dewa Pedang. Ilmu
pedangnya memang hebat sekali. Akan tetapi lawannya
memiliki ilmu kepandaian yang lebih tinggi tingkatnya, maka
setelah Han Lin memainkan Leng-kong Kiam-sut (Ilmu Pedang
Sinar Dingin), Kim Cun Wi mulai kewalahan.
Sementara itu, Kiok Hwa juga masih dikeroyok oleh belasan
orang yang seakan berlumba untuk menangkapnya. Karena
tidak mungkin hanya mengandalkan langkah-langkah kakinya
untuk menghindarkan diri dari pengeroyokan banyak orang
itu, mulailah Kiok Hwa menggunakan kakinya untuk
menendangi mereka. Ia berhasil merobohkan empat orang
pengeroyok, akan tetapi karena tendangannya tidak
dimaksudkan untuk membunuh atau melukai lawan, mereka
yang terkena tendangan hanya terjengkang dan segera
bangkit dan mengeroyok kembali.
Pertandingan antara Han Lin dan Kim Cun Wi berlangsung
seru. Pedang di tangan mereka berubah menjadi gulungan
sinar yang menyelimuti tubuh mereka. Hanya kaki mereka
yang tampak berlompatan atau bergeser ke sana-sini. Akan
tetapi, setelah Han Lin mengeluarkan ilmu pedang Leng-kong
Kiam-sut, Kini Cun Wi terdesak hebat. Dia berjuluk Dewa
Pedang dan hampir seluruh ilmu pedang di dunia persilatan
dikenalnya. Karena mengenal ilmu pedang dari berbagai aliran
inilah yang membuat dia sukar dikalahkan. Akan tetapi sekali
ini menghadapi Leng-kong Kiam-sut dia menjadi bingung
karena tidak mengenal ilmu pedang itu. Han Lin mempercepat
gerakannya. Gerakan ini mengandung sin-kang yang
menimbulkan hawa dingin. Cepat pedang buntung itu
menyambar ke arah leher Kim Cun Wi. Orang- ini terkejut
bukan main. Demikian cepatnya serangan itu sehingga tidak
keburu ditangkis lagi. Satu-satunya cara menghindarkan diri
hanya mengelak, maka cepat dia menarik tubuh atas ke
belakang.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Crattl" Pedang buntung luput mengenai leher, akan tetapi
masih mengenai ujung pundak sehingga baju, kulit dan
dagingnya robek dan mengeluarkan banyak darah. Kim Cun
Wi terhuyung ke belakang dan menggunakan kesempatan ini,
Han Lin menerjang mereka yang mengeroyok Kiok Hwa.
Dalam waktu singkat, enam orang telah berpelantingan
terkena tamparan atau tendangannya. Para pengeroyok
menjadi panik, dan Han Lin cepat menyambar lengan Kiok
Hwa.
"Mari kita pergi dari sini!" ajaknya dan dia menarik lengan
itu dan diajaknya gadis itu melarikan diri. Kiok Hwa maklum
bahwa kalau lebih lama tinggal di tempat itu tentu
mendatangkan hal yang tidak enak, maka iapun mengerahkan
gin-kangnya dan mengikuti Han Lin meninggalkan
perkampungan itu. Mereka berdua mempergunakan ilmu
berlari cepat dan sebentar saja mereka sudah turun dari Bukit
Ayam Hitam. Setelah tiba di kaki gunung, Han Lin mengajak
Kiok Hwa ber henti di bawah sebatang pohon besar.
"Nah, engkau sekarang tentu sudah ahu benar betapa
banyaknya orang jahat di dunia ini, Kiok-moi. Engkau
menolong mereka, akan tetapi sebaliknya engkau malah
diganggu. Sebaiknya kalau engkau hendak menolong orang,
engkau lihat-lihat dulu macam apa orang yang akan kautolong
itu."
"Kewajibanku menolong siapa saja tanpa membedakan
keadaan orang itu Lin-ko. Tidak perduli apakah dia baik atau
jahat, kaya atau miskin, kalau mereka membutuhkan bantuan
pengobatan tentu akan kubantu."
"Akan tetapi, Kim Cun Wi tadi bahkan hendak memaksamu
menikah dengan puteranya!"
"Aku menolak dan kalau mereka menggunakan kekerasan,
aku akan membela diri mati-matian."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Han Lin menggeleng-gelengkan kepalanya. Dia pernah
mendengar dari Cheng Hian Hwesio bahwa seorang budiman
sejati membalas kejahatan dengan perbuatan baik, membalas
kebencian dengai kasih sayang. Agaknya Kiok Hwa merupakan
orang seperti itu. Dia sendiri, biar pun sudah dijejali banyak
pelajaran tertang hidup dan kebatinan, rasanya tidak sanggup
membalas kejahatan dengan perbuatan baik, atau membalas
kebencian orang kepadanya dengan kasih sayang!
"Engkau seorang yang luar biasa dan berbudi mulia, Kiokmoi."
katanya dengan jujur sambil memandang kagum.
"Engkaulah yang luar biasa. Engkau memiliki ilmu silat yang
tinggi dan aku girang dan kagum melihat engkau tidak
menjatuhkan tangan, maut kepada mereka."
"Akan tetapi aku belum dapat mengalahkan kebencian di
hatiku terhadap orang yang jahat, Kiok-moi. Sekarang, kalau
boleh aku bertanya, engkau hendak pergi ke manakah?"
"Aku hendak pergi ke pertemuan antara Sungai Fen-ho dan
Huang-ho, ke puncak Hong-san......."
"Dan ke Guha Dewata di puncak itu? Akupun hendak pergi
ke sana, Kiok-moi, aku hendak mencoba untuk mencabut
pedang Im-yang-kiam. Apakah engkau hendak pergi ke sana
dengan niat yang sama?"
"Kalau banyak tokoh kang-ouw tidak berhasil mencabut Imyang-
kiam, apalagi aku, Lin-ko. Aku hanya ingin benar melihat
pedang istimewa itu. Kabarnya terbuat dari baja putih yang
mampu menawarkan segala macam racun."
"Kalau begitu, marilah kita pergi ke sana bersama, Kiokmoi.
Tentu saja jika engkau tidak berkeberatan melakukan
perjalanan bersama aku."
"Mengapa keberatan? Marilah, Lin-ko."
Hati Han Lin terasa gembira bukar main. Walaupun dia
tidak memperlihatkai dalam sikapnya, namun pandang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
matanya berbinar-binar tanda senangnya hati. Mereka lalu
melakukan perjalanan bersama dan karena sepanjang jalan itu
sunyi, mereka mempergunakan ilmu berlari cepat menyusuri
sungai.
00-dewi-00
Puncak Burung Hong adalah sebuah di antara bukit-bukit
terakhir di kaki Pegunungan Lu-liang-san. Pertemuan antara
Sungai Fen-ho dan Huang-ho terjadi di kaki bukit ini. Puncak
Burung Hong mengandung banyak batu-batu besar yang dari
jauh saja sudah tampak seperti raksasa berjajar.
Di antara batu-batu besar itu terdapat banyak guna yang
lebar, akan tetapi yang amat terkenal adalah Guha Dewata.
Menurut dongeng para dewa kalau menerima hukuman lalu
diturunkan ke dunia dan para dewa terhukum itu memilih
guha itu untuk bersamadhi menebus dosa. Guha itu lebarnya
ada sepuluh meter dan dalamnya tiga meter. Di dalam guha
tampak batu-batu besar bertumpuk-tumpuk Dan di antara
batu-batu yang bertumpuk itu tampaklah sebatang pedang
yang menancap di batu besar, yang kelihatan hanya
gagangnya saja.
Di kanan kiri Guha Dewata ini terdapat dua losin orang
serdadu yang menjaga dengan ketat, setiap hari diganti
dengan pasukan penjaga lain. Mengapa ada pasukan tentara
berjaga di situ? Ini adalah tindakan pemerintah untuk menjaga
agar pencabutan pedang Im-yang-kiam dilakukan dengan
tertib dan jujur. Tidak oleh membongkar batu-batu itu dan
mengambil pedang itu harus dengan dicabut. Kalau ada yang
melanggar tentu akan ditangkap oleh pasukan itu. Betapa pun
inginnya para tokoh kang-ouw untuk memiliki pedang
peninggalan seorang panglima yang gagah perkasa itu, namun
tak seorangpun berani mencoba untuk membongkar batu-batu
di situ. Siapa yang berani bermusuhan dengan pemerintah
yang memiliki banyak pasukan?! Para tokoh kang-ouw,
bahkan para jagoan istana dan para datuk, sudah mencoba
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
untuk mencabut pedang itu, akan tetapi sampai saat itu, tidak
ada yang berhasil. Karena itu, pedang Im-yang-kiam itu
menjadi terkenal sekali dan hampir setiap orang berbondongbondong
datang, ada yang hanya ingin menyaksikan, juga ada
yang ingin mencoba peruntungannya untuk mencabut pedang
pusaka itu.
Karena para jagoan istana dan para datuk gagal mencabut
pedang Im-yang-kiam, muncul anggapan bahwa pedang itu
bertuah dan hanya orang yang berjodoh dengan pedang itu
saja yang akan mampu mencabutnya.
Hari itu telah siang, matahari sudah berada di atas kepala
condong ke selatan.
Orang-orang yang berdatangan di tempat itu sudah cukup
banyak. Tidak kurang dari tiga puluh orang. Akan tetapi
sebagian besar dari mereka hanya ingin menonton.
Han Lin dan Kiok Hwa juga tiba di tempat itu. Mereka telah
melakukan perjalanan bersama selama beberapa hari. Selama
dalam perjalanan itu, Kiok Hwa mendapat kenyataan bahwa
Han Lin adalah seorang pemuda yang selalu sopan terhadap
dirinya.
Ketika mereka tiba di tempat itu, merekapun
menggabungkan diri dengan mereka yang ingin menonton
pertunjukan ang menarik itu. Pada saat itu, seorang bertubuh
tinggi besar dengan muka penuh brewok dengan langkah
tegap menghampiri batu besar di mana pedang Im-yang-kiam
menancap. Dia memandang ke kanan kiri sambil tersenyum,
seolah dia sudah yakin akan mampu mencabut pedang itu.
Lalu ditanggalkan bajunya yang hitam. Dengan bertelanjang
dada dia menghadapi gagang pedang itu.
"Waaaahhhh......!" Banyak orang mengeluarkan seman
kagum ketika melihat tubuh dari pinggang ke atas itu. Tampak
otot besar menggembung melingkari tubuh itu. Tubuh yang
amat kokoh kuat dan melihat bentuk tubuh seperti itu mudah
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
diduga bahwa orang itu tentu memiliki tenaga raksasa! Semua
orang menonton dengan hati tegang. Agaknya orang inilah
yang akan mampu mencabut pedang itu.
Setelah memberi waktu cukup lama untuk memamerkan
otot-ototnya, sambil tersenyum si tinggi besar brewokan itu
lalu memegang gagang pedang dengan tangan kirinya. Dia
hendak pamer bahwa hanya dengan tangan kiri saja dia pasti
sudah akan dapat mencabut keluar pedang itu. Semua orang
memandang sambil menahan napas.
Setelah memegang gagang pedang dengan tangan kirinya,
dia berseru dengan nyaring, "Hyaaaaaaatttt......!" Dia
mengerahkan segala tenaganya pada tangan kiri dan menarik
pedang itu. Akan tetapi pedang itu sama sekali tidak
bergoyang, apalagi tercabut keluar! Beberapa kali dia
mengerahkan tenaga, namun sia-sia belaka. Dengan
penasaran dia menggunakan kedua tangannya, menarik dan
mengeluarkan suara ah-ah uh-uh. Sia-sia, pedang itu tidak
dapat tercabut. Si tinggi besar brewokan ini semakin
penasaran. Dia berusaha terus sampai peluhnya membasahi
badan dan dadanya berkilauan, napasnya terengah-engah.
Akhirnya dia menyerah dan terdengar suara tawa di sana-sini.
Sambil menyambar bajunya dan menundukkan mukanya, si
tinggi besar itu pergi meninggalkan tempat itu.
Para penonton ramai membicarakan kegagalan demi
kegagalan yang terjadi sejak pagi tadi. Sudah ada belasan
orang yang gagal. Tiba-tiba seorang laki-laki berusia lima
puluh tahunan, berpakaian seperti seorang tosu, melangkah
maju menghampiri Im-yang-kiam. Orang itu bertubuh sedang
saja, sama sekali tidak tampak kokoh kuat seperti si tinggi
besar tadi. Gerak-geriknya bahkan tenang sekali, akan tetapi
sepasang matanya mengeluarkan sinar tajam membuat orang
yang bertemu pandang dengannya dapat menduga bahwa
orang ini "berisi"!
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Dengan langkah tenang dan penuh kepercayaan pada diri
sendiri, tosu (pendeta To) itu menghampiri batu besar.
Sejenak dia memandang gagang pedang itu. Ronce-ronce
merah pada gagang pedang itu sudah kotor dan lapuk, saking
lamanya berada di situ, kehujanan dan kepanasan. Kemudian
tosu itu memegang gagang pedang dan diam tak bergerak.
Dia mengumpulkan segala kekuatannya dan mengerahkan
tenaga saktinya. Kemudian, dia menarik sekuat tenaga.
"Haaiiiiittttt!" Dia berseru sambil menarik. Akan tetapi siasia
belaka. Pedang itu seolah telah melekat menjadi satu
dengan batu. Tiga kali dia mengerahkan tenaga dan mencoba
untuk menarik, namun selalu gagal. Akhirnya dia melepaskan
pegangannya, memandang kepada gagang pedang dengan
alis berkerut, lalu pergi dengan muka merah.
Dua orang tinggi besar yang kelihatan kasar kini maju dan
mereka meraba batu besar, seperti hendak mendorong atau
membongkarnya. Akan tetapi sebelum mereka membongkar,
dua losin perajurit sudah mengepung mereka. Komandannya
berkata, "Dilarang keras untuk membongkar batu-batu ini.
Bacalah pengumuman itu!" Dia menunjuk ke batu di sebelah.
Dua orang itu memandang ke arah yang ditunjuk dan ternyata
pada batu itu terdapat ukir-ukiran huruf yang cukup jelas.
"Siapapun juga diperbolehkan untuk mencoba peruntungan
mencabut Im-yang-kiam. Akan tetapi dilarang keras untuk
membongkar batu-batu untuk mendapatkan pedang itu."
Demikianlah bunyi huruf-huruf yang terukir di situ.
Dua orang itu mengerutkan alisnya, akan tetapi karena
maklum bahwa kalau mereka memaksa, selain belum tentu
mampu membongkar batu-batu besar itu, juga mereka akan
ditangkap dan dikeroyok, maka merekapun tidak jadi
mencoba-coba untuk membongkar batu. Dengan bergantian
mereka mencoba untuk menarik gagang pedang, akan tetapi
seperti juga yang lain, mereka gagal dan pergi dari situ
dengan kecewa.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Setelah menanti sampai lama tidak ada lagi yang mencoba
untuk mencabut pedang itu, Kiok Hwa berbisik kepada Han
Lin. "Lin-ko, apakah engkau juga ingin mencobanya? Kalau
begitu, lakukan-lah sekarang juga. Siapa tahu engkau
berjodoh dengan pedang itu."
Han Lin mengangguk, "Baik, akan ku-coba." Setelah
berkata demikian, dengan langkah tegap namun tenang Han
Lin berjalan menghampiri guha yang letaknya agak tinggi itu.
Di depan batu besar di mana pedang itu menancap dia
berhenti dan mengamati keadaan batu itu denganl seksama.
Dia membaca pengumuman pemerintah yang melarang
membongkar batu-batu itu dan yang hendak mencoba
peruntungannya harus mencabut pedang itu. Dia teringat
bahwa pedang itu peninggalan seorang panglima yang gagah
perkasa dan setia dan tiba-tiba timbul perasaan hormatnya
yang mendalam terhadap pemilik pedang itu. Panglima itu
tentulah seorang yang setia dan berjiwa patriot. Rasa hormat
ini membuat Han Lin tidak berani sembarangan mencabut
pedang, maka dia segera menjatuhkan diri berlutut di depan
batu besar itu, seolah hendak minta ijin untuk mencabut
pedang. Dia memberi hormat dengan membenturkan dahinya
ke atas tanah. Pada saat itu, matanya melihat ukiran yang
berbentuk huruf-huruf amat kecilnya. Kalau dia tidak berlutut
dan membenturkan dahinya ke atas tanah, dia tidak akan
melihat ukiran-ukiran huruf-huruf itu!
"Putar batu hitam ini tiga kali kekanan"
Demikianlah bunyi ukir-ukiran itu dan di dekat ukiran itu
terdapat sebuah batu hitam sebesar kepalan tangan.
Giranglah hati Han Lin membaca ini. Agaknya rahasia
pencabutan pedang itu berada di sini, pikirnya, mengingat
betapa banyaknya orang pandai yang telah mencoba
mencabut pedang tanpa hasil. Tanpa ragu lagi dia lalu
memegang batu hitam itu, mengerahkan sin-kang (tenaga
sakti) dan memutar ke kiri. Memang ternyata berat sekali,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
akan tetapi karena dia sudah mengerahkan tenaga, batu itu
dapat diputarnya ke kiri. Dia memutar tiga kali ke kiri,
kemudian tiga kali ke kanan. Karena dia melakukannya sambil
berlutut, maka tidak ada orang lain yang mengetahui apa
yang dilakukannya itu. Mereka yang masih menonton hanya
merasa geli, bahkan ada yang tertawa mencemoohkan melihat
Han Lin berlutut sampai lama di depan batu itu.
"Heii! Engkau hendak mencabut pedang atau hendak
bersembahyang minta rejeki?" terdengar seorang mengolokolok,
disusul suara tawa yang lain. Namun Han Lin hanya
tersenyum mendengar ini dan dia menggunakan telapak
tangannya mengusap huruf-huruf yang terukir di bawah batu
itu. Karena dia menggunakan sin-kang yang amat kuat,
permukaan batu itu menjadi halus dan ukiran huruf itupun
lenyap. Setelah itu barulah dia bangkit berdiri. Semua orang
memandangnya dengan ingin tahu sekali.
Diam-diam Han Lin mengerahkan sinkang ke dalam lengan
kanannya, lalu dipegangnya gagang pedang Im-yang-kiam itu,
lalu ditariknya. Pada saat itu terdengar suara keras dan batu
besar itu bergoyang. Han Lin memperkuat tarikannya dan......
dia berhasil mencabut pedang
Semula semua orang terdiam dan terbelalak, lalu pecah
suara gaduh dan mereka semua mendekati dan menghampiri
Han Lin untuk melihat macam apakah pedang itu.
Melihat kemungkinan ada orang yang berniat jahat
merampas pedang dari tangan yang berhak, komandan
pasukan lalu mengerahkan anak buahnya untuk melindungi
Han Lin.
"Berhenti! Kalian tidak boleh mengganggu pemuda ini.
Dialah yang berhak memiliki Im-yang-kiam seperti bunyi
peraturan yang telah ditetapkan. Mundur semua!"
Orang-orang itu mundur. Dengan wajah berseri karena
gembiranya telah dapat memenuhi pesan gurunya untuk
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mencabut Im-yang-kiam, Han Lin memperlihatkan pedang itu
kepada Kiok Hwa yang telah mendekatinya. Gadis ini
memegang pedang itu dengan kagum. Ditelitinya pedang itu.
Sebatang pedang yang aneh warnanya, sebelah hitam sebelah
putih! Yang hitam tajam yang putih tumpul. Tahulah ia apa
maksudnya. Yang hitam itu adalah mata pedang untuk
membunuh lawan, sedangkan yang putih adalah mata pedang
yang dipergunakan untuk mengobati orang yang keracunan!
"Pokiam (Pedang Pusaka), kuharap pemilikmu yang baru
akan lebih banyak mempergunakan putihmu daripada
hitammu." kata Kiok Hwa dari ia mengembalikan pedang itu
kepada Han Lin.
Karena pedang itu tidak memiliki sarung pedang, Han Lin
lalu menyimpannya di dalam buntalannya. Setelah
menggendong buntalan pakaiannya itu kembali ke
punggungnya, dia lalu mengajak Kiokh Hwa pergi.
Para penonton yang berada di situ juga bubaran dan dalam
perjalanan pulang, mereka ramai membicarakan pemuda yang
dengan mudahnya dapat mencabut pedang pusaka itu setelah
memberi hormat dengan berlutut.
"Nah, apa kataku. Pedang itu bertuah! Baru mau dicabut
setelah diberi hormat secara berlebihan!" kata seorang.
"Kalau aku lebih percaya bahwa di dalam batu besar itu ada
setannya yang memegangi ujung pedang sehingga tidak dapat
dicabut. Setelah diberi hormat, setan itu lalu melepaskan
pedang sehingga pemuda itu mampu mencabutnya." kata
yang lain. Ramai mereka membicarakan dan mengutarakan
pendapat mereka masing-masing.
Sementara itu, Han Lin dan Kiok Hwa dihadang oleh
komandan pasukan yang tadi berjaga di tempat itu.
"Nanti dulu, sicu (orang gagah)," kata komandan itu
dengan sikap hormat dan ramah. "Sudah menjadi peraturan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dan kewajiban kami untuk mencatat nama dan alamat sicu
sebagai orang yang berhasil memiliki Im-yang-kiam."
Han Lin tersenyum. "Baiklah, ciang-kun (perwira). Aku she
Han dan namaku Lin dan aku adalah seorang perantau yang
berasal dari Pegunungan Thai-san."
Perwira itu mencatat dalam buku catatannya untuk bahan
laporan, lalu berkata, "Kami percaya bahwa engkau seorang
pendekar, sicu. Karena itu kami hanya mengharapkan agar
engkau mempergunakan pedang untuk membela kebenaran
dan keadilan. Kalau kelak ternyata engkau mempergunakan
untuk kejahatan, pemerintah tentu akan menentangmu."
"Aku mengerti, ciangkun." jawab Han Lin.
Han Lin mengajak Kiok Hwa untuk melanjutkan perjalanan
meninggalkan Puncak Burung Hong. Setelah mereka tiba di
kaki pegunungan itu, Han Lin berhenti, menurunkan
buntalannya, mengambil Im-yang-kiam dari buntalan dan
menyerahkannya kepada Kiok Hwa.
"Kiok-moi, aku berpikir bahwa pedang ini lebih pantas
menjadi milikmu. Engkau memang benar, lebih baik pedang ini
dipergunakan untuk mengobati orang dari pada melukai atau
membunuh."
"Tidak bisa begitu, Lin-ko. Pedang itu engkau yang
mencabutnya, maka engkau pula yang berhak memilikinya."
"Akan tetapi aku memberikannya kepadamu dengan hati
yang ikhlas karena tahu bahwa di tanganmu pedang ini akan
lebih bermanfaat bagi orang banyak."
"Terima kasih, Lin-ko, akan tetapi aku tidak dapat
menerimanya. Untuk mengobati orang, aku tidak
membutuhkan bantuan pedang itu."
Han Lin menghela napas panjang dan tidak memaksa. Dia
masih memegang Im-yang-kiam dengan tangan kanannya!
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
ketika tiba-tiba ada lima sosok bayangan berkelebat dan tahutahu
ada lima orang! tosu berdiri di depannya.
"Siancai......! Engkau harus menyerahkan pedang itu
kepada kami, sicu!" Se-orang di antara mereka, yang
berjenggot panjang sampai ke dada, berseru dengan! suara
lembut.
Han Lin dan Kiok Hwa memandangi dengan penuh
perhatian. Mereka adalah lima orang tosu yang berusia antara
empat puluh sampai lima puluh tahun, dipimpin tosu
berjenggot panjang dan di punggung mereka masing-masing
terdapat sebatang pedang. Sikap mereka tenang namun
berwibawa. Di bagian depan jubah mereka, tepat di dada,
terdapat gambar tanda Im-yang hitam putih.
"Mereka orang-orang Im-yang-pai (Partai Im Yang)!" bisik
Kiok Hwa kepada Han Lin.
Biarpun Kiok Hwa hanya berbisik lirih, agaknya terdengar
oleh para tosu itu dan si jenggot panjang tersenyum. "Bagus
kalau kalian sudah mengenal pinto dan kawan-kawan sebagai
orang-orang Im-yang-pai."
Han Lin juga pernah mendengar akan nama besar Imyang-
pai dari Gobi Sam-sian, guru-gurunya yang pertama.
Maka dia cepat memberi hormat karena maklum bahwa
orang-orang Im-yang-pai adalah golongan putih yang tidak
pernah berbuat jahat, bahkan berjiwa patriot dan banyak
jasanya ketika tentara rakyat dahulu menjatuhkan kekuasaan
Mongol sehingga kerajaan Beng yang pemerintahannya
dipegang bangsa sendiri, didirikan.
"Kiranya ngo-wi totiang (lima orang pendeta) adalah tokohtokoh
Im-yang-pai. Terimalah hormat saya, Han Lin, dan kalau
saya boleh mengetahui, apa maksud ngo-wi (anda berlima)
menjumpai saya?"
"Siancai (damai)! Ternyata sicu adalah seorang pemuda
yang sopan bijaksana. Pinto berharap sicu dapat
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mempergunakan kebijaksanaan untuk memenuhi permintaan
kami."
"Permintaan apakah itu, totiang?"
"Permintaan kami ialah agar sicu suka menyerahkan Imyang-
kiam kepada kami. Kami amat membutuhkan pedang
pusaka itu untuk dijadikan pusaka perkumpulan kami.
Bukankah pedang itu bernama Im-yang-kiam? Jadi cocok
sekali dengan perkumpulan kami yang bernama Im-yang-pai."
Han Lin otomatis memandang pedang yang masih
terpegang oleh tangan kanannya. Dia memandang tosu
berjenggot panjang itu dan berkata, "Akan tetapi, totiang.
Pedang ini saya dapatkan karena saya telah mencabutnya dari
himpitan batu. Kalau memang totiang membutuhkan, kenapa
totiang tadinya tidak mencoba untuk mencabutnya?"
Tosu itu tersipu, lalu tersenyum dan berkata sejujurnya,
"Kami berlima telah mencobanya, namun kami telah gagal
mencabutnya, sicu. Sebetulnya kami tidak berhak minta dari
sicu, akan tetapi karena perkumpulan kami membutuhkan,
kami mohon kebijaksanaan sicu untuk menyerahkan Im-yangkiam
itu kepada kami. Untuk itu, sicu boleh menerima pedang
pinto sebagai penggantinya. Pedang pinto ini juga sebatang
pedang pusaka yang ampuh."
Setelah berkata demikian, tosu berjenggot panjang itu
mencabut pedangnya dan tampak sinar berkilauan dari
pedang itu.
"Pinto harap sicu suka menukar Im-yang-kiam itu dengan
pedang ini beserta ucapan terima kasih perkumpulan kami."
"Maafkan saya, totiang, bahwa saya terpaksa tidak dapat
memenuhi permintaan totiang. Hendaknya ngo-wi totiang
ketahui bahwa saya mencabut Im-yang-kiam itu atas perintah
guru saya, dan kedua kalinya untuk menghormati mendiang
pahlawan Kam Tiong yang telah mengijinkan saya mencabut
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
pedang itu terpaksa saya harus mempertahankan pedang Imyang-
kiam ini."
Wajah lima orang tosu itu berubah kemerahan dan alis
mereka berkerut.
"Kalau begitu, kami hanya ingin meminjamnya, sicu. Kami
akan membuat tiruannya untuk dijadikan pusaka kami, setelah
itu akan kami kembalikan kepadamu."
"Maaf, terpaksa tidak dapat kuberikan totiang."
Lima orang tosu itu menjadi marah "Kalau begitu, terpaksa
pula kami akan menggunakan kekerasan mengambil pedang
itu dari tanganmu!"
Kiok Hwa yang sejak tadi mendengarkan dan diam saja,
kini berkata dengan suaranya yang lembut, "Selama ini saya
mendengar bahwa orang-orang Im-yang-pai adalah orangorang
yang gagah perkasa. Akan tetapi sungguh
mengecewakan, hari ini mereka bersikap seperti sekawanan
perampok!"
Tosu berjenggot panjang itu memandang kepada Kiok Hwa
dengan sinar mata mencorong. "Engkau siapakah, nona?
Berani berkata demikian terhadap kami?"
Han Lin yang menjawab. "Totiang, nona ini adalah murid
locianpwe (orang tua gagah) Thian-te Yok-sian."
"Siancai......!" Tosu itu terperanjat dan memandang kepada
Kiok Hwa dengan penuh perhatian. "Kiranya nona yang
berjuluk Pek I Yok Sian-li (Dewi Obat Baju Putih)? Maaf kalau
kami bersikap kurang hormat. Nama besar nona sudah terpuji
oleh ribuan orang, membuat kami kagum. Akan tetapi kami
harap dalam urusan Im yang-kiam ini, nona tidak akan
mencampuri. Pinto berlima, orang-orang Im-yang-pai bukan
perampok. Kami hanya ingin meminjam dan terpaksa kami
menggunakan kekerasan kajau ditolak, karena kami
membutuhkan sekali."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Maaf, totiang. Dipinjampun saya tidak dapat memberikan
pedang ini!" kata Han Lin dengan tegas.
"Orang muda, engkau berani menantang kami?" bentak
tosu berjenggot panjang itu.
"Saya tidak menantang siapa-siapa!"
"Akan tetapi engkau menolak permintaan kami, berarti
bahwa engkau berani melawan kami?"
"Apa boleh buat, saya hanya membela diri."
"Hemm, kami juga terpaksa demi perkumpulan kami, bukan
ingin merampok, hanya ingin pinjam selama beberapa waktu.
Nah, bersiaplah, orang muda. Hendak pinto lihat bagaimana
kepandaianmu maka engkau berani menentang kami!"
"Singgg......!" Ketika tosu itu mengelebatkan pedangnya di
atas kepala, terdengar bunyi berdesing. Han Lin maklum
bahwa orang itu memiliki ilmu pedang yang hebat. Akan tetapi
dia tidak menjadi gentar dan melintangkan pedangnya di
depan dada.
"Saya sudah siap membela diri, totiang." katanya.
"Lihat pedang!" tiba-tiba tosu jenggot panjang itu
membentak dan pedangnya berubah menjadi sinar
menyambar ke arah tangan Han Lin yang memegang pedang.
Agaknya dia hendak memaksa pemuda itu melepaskan
pedangnya untuk dirampas. Akan tetapi dengan tenang
namun cepat, Han Lin sudah menarik tangannya lalu membuat
geseran langkah ke lepan lalu membalik sehingga tahu-tahu
dia berada di sebelah kiri lawan. Tosu itu terkejut, namun
cepat diapun membalik ke kiri, didahului pedangnya yang
menyambar lagi, kini ke arah muka Han Lin. Kembali Han Lin
mengelak dengan gerakan ringan sekali dan tahu-tahu dia
telah berada di belakang lawan. Tosu berjenggot panjang itu
kembali terkejut dan juga penasaran. Di Im-yang-pai dia
adalah orang ke dua setelah ketuanya, dan ilmu pedangnya
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
juga sudah mencapai tingkat tinggi, hanya kalah setingkat
dibandingkan tingkat ketua Im-yang-pai. Akan tetapi beberapa
kali serangannya yang dilakukan dengan cepat dan bertenaga,
dapat dielakkan dengan mudah oleh pemuda itu! Gerakan
pemuda itu sedemikian ringan dan gesitnya sehingga seolaholah
dapat menghilang saja. Dia memutar pedangnya lebih
gencar dan kini terpaksa Han Lin menangkis dengan pedang
Im-yang-kiam yang masih dipegangnya.
"Cringgg..... trakkk.....!!" Tosu berjenggot panjang itu
terkejut bukan main karena ujung pedang pusakanya patah!
Han Lin juga terkejut dan merasa menyesal telah mematahkan
pedang pusaka lawan.
"Maaf, totiang. Saya tidak tahu..... tidak sengaja......"
"Sudahlah!" dengus tosu itu. "Sekali lagi, orang muda. Kau
berikan kepada kami atau tidak Im-yang-kiam itu?"
"Tidak, totiang."
Tosu berjenggot panjang memberi isarat kepada empat
orang rekannya dar kini lima orang tosu itu mengepung Han
Lin. "Orang muda, kalau engkau mampu memecahkan Ngoheng-
tin (Barisan Lima Unsur) kami akan mengundurkan diri
dar tidak akan mengganggumu lagi."
Han Lin sudah mendengar dari Gobi Sam-sian bahwa Imyang-
pai amat terkenal dengan Ngo-heng-tin itu. Boleh dikata
hampir tidak ada orang yang mampu memecahkan barisan
lima unsur yang saling menunjang itu. Lima unsur itu adalah
Logam, Kayu, Air, Tanah dan Api. Yang menempati kedudukan
yang satu menunjang dan membela yang lain sehingga
barisan pedang ini berbahaya sekali.
Namun Han Lin tidak menjadi gentar, biarpun dia belum
memiliki banyak pengalaman bertanding, namun dia telah
digembleng secara hebat oleh dua orang sakti dan telah
menerima banyak petunjuk tentang pertandingan dari Gobi
Sam-sian. Biarpun sudah mendengar akan kehebatan NgoTiraikasih
Website http://kangzusi.com/
heng-tin, dia malah merasa bergembira karena akan dapat
membuktikan sendiri bagaimana kehebatannya. Selain itu, dia
juga dapat menguji kemampuannya sendiri dan juga
keampuhan Im-yang-kiam yang tadi telah mematahkan ujung
pedang tosu berjenggot panjang. Han Lin penuh kepercayaan
akan dirinya sendiri, apalagi dia yakin bahwa lima orang tosu
Im-yang-pai itu bukanlah orang-orang jahat, melainkan hanya
ingin "meminjam" pedang pusakanya. Mustahil orang-orang
golongan bersih seperti mereka akan menurunkan tangan keji
terhadap dirinya.
"Tidak berani saya memecahkan Ngo-heng-tin, akan tetapi
saya akan membela diri sekuat tenaga!" jawabnya dan dia
melintangkan pedangnya di depan dada, mengerahkan tenaga
sakti Matahari dan Bulan ke dalam kedua lengannya.
"Hyaaaaattt.....!" Lima orang tosu itu membentak dengan
suara berbareng sehingga terdengar lantang sekali. Juga di
dalam suara ini terkandung khi-kang (hawa sakti) yang amat
berwibawa, dapal menggetarkan jantung dan membuat takut
lawan. Namun Han Lin yang mengalami selombang suara
yang menyerangnya itu segera menggeram dan mengeluarkan
suara seperti singa. Itulah Sai-cu Ho-kang (Ilmu
Auman Singa) yang mengandung getaran amat kuatnya.
Jangankan hanya bentakan lima orang tosu itu, bahkan segala
macam kekuatan sihir akan punah kalau dilawan dengan Sai
cu Ho-kang ini.
Lima orang tosu itu berbalik menjadi tergetar oleh auman
itu, maka mereka-pun segera menyusun serangan yang silih
berganti dan bertubi-tubi datangnya!
Han Lin menggerakkan pedang Im-Yang-kiam dan
tampaklah gulungan sinar keabu-abuan, campuran dari warna
hitam dian putih. Dia memainkan ilmu pedang seperti yang
telah diajarkan oleh It-kiam-lan dan sudah disempurnakan
oleh Bu-beng Lo-jin. Gerakannya seperti bayang-bayang saja,
dan kecepatannya seperti seekor burung walet. Tubuhnya
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
yang berubah menjadi bayang-bayang itu menyusup di antara
gulungan lima sinar pedang lawan. Setelah dia
mempergunakan kecepatan gerakannya untuk menghindarkan
diri sambil memperhatikan gerakan barisan itu, tahulah dia
bahwa kelihaian barisan itu terletak kepada sifatnya yang
sambung menyambung dan saling melindungi seperti sehelai
rantai baja yang amat kuat. Setelah memperhitungkan, dia
bergerak cepat, berputaran. Lima orang lawannya terpaksa
ikut berputar-putar dan mereka sama sekali tidak sempat
menyerang lagi karena gerakan berputar Han Lin amat
cepatnya seperti gasing! Dan selagi mereka kebingungan dan
hendak menyusun kembali barisan mereka yang tidak berdaya
menyerang itu, tiba-tiba saja Han Lin berbalik menyerang dan
dia menyerang di bagian tengah, yaitu orang ke tiga dari
pinggir yang berada di tengah-tengah. Tosu yang diserang itu
terkejut karena masih bergerak melangkah berputaran,
terpaksa dia menangkis sendiri tidak dapat mengandalkan
kawan di sebelahnya untuk melindunginya.
"Cringgg..... trakkk.....!" Pedangnya patah menjadi dua
potong! Sebelum barisan itu sempat mengatur kembali
posisinya, pedang Han Lin sudah menyambar-nyambar,
membuat para lawannya terpaksa menangkis. Terdengar
suara nyaring berturut-turut dan semua pedang di tangan lima
orang tosu itu telah patah tengahnya menjadi dua potong!
Tenti saja lima orang tosu itu terkejut bukan main dan mereka
cepat berlompatan ke belakang. Tahulah mereka bahwa sekali
ini Ngo-heng-kiam-tin mereka telah dapat dipecahkan orang!
Wajah mereka menjadi pucat lalu kemerahan. Tosu yang
berjenggot panjang lalu menjura kepada Han Lin.
"Siancai.....! Ilmu kepandaian sicu sungguh hebat! Pinto
mengaku kalah. Akan tetapi kekalahan ini membuat kami
menjadi penasaran dan ingin sekali mengetahui. Murid
siapakah sicu yang memiliki kepandaian sehebat ini?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Terhadap lima orang tosu dari Im-yang-pai itu, Han Lin
tidak ingin menyembunyikan keadaan dirinya. Apalagi yang
ditanyakan hanya guru-gurunya dan sudah menjadi haknya
untuk membanggakan siapa gurunya. Diapun balas menjura
sebagai tanda penghormatan lalu menjawab, "Guru-guru saya
ada lima orang. Gobi Sam-sian, Bu-beng Lo-jin dan Cheng
Hian Hwesio. Merekalah yang mengajar saya, totiang."
"Siancai.....! Gobi Sam-sian adalah tiga orang datuk yang
berkepandaian tinggi. Sedangkan Cheng Hian Hwesio, hwesio
perantau yang penuh rahasia itu, kabarnya seorang sakti pula.
Hanya kami tidak pernah mendengar siapa itu Bu-beng Lo-jin.
Akan tetapi melihat kelihai-mmu, kami percaya bahwa diapun
seorang yang amat sakti. Kami tidak menjadi penasaran lagi,
juga bahwa kami tidak dapat memaksamu meminjamkan Im -
yang-kiam, karena kami memang tidak mampu
mengalahkanmu. Selamat tinggal, sicu. Mudah-mudahan
pedang pusaka itu akan kaupergunakan untuk membela
kebenaran dan keadilan!"
Setelah berkata demikian, lima orang tosu itu lalu berjalan
pergi meninggalkan tempat itu.
Han Lin menoleh ke arah di mana tadi Kiok Hwa berdiri dan
dia melihat gadis itu masih berada di sana, akan tetapi
pandang matanya tidak gembira dan bahkan alisnya berkerut
ketika ia memandang kepada Han Lin.
"Engkau kenapa, Kiok-moi?"
Gadis itu menggeleng kepalanya, "Aku tidak apa-apa, akan
tetapi engkau yang agaknya setelah mendapatkan Im-yangkiam
tiba-tiba saja dimusuhi banyak orang! Aih, betapa
tepatnya kata orang-orang bijaksana bahwa silat dan pedang
hanya mendatangkan permusuhan belaka."
"Akan tetapi, Kiok-moi. Pertentangan itu mana dapat
dihilangkan? Bukankah sudah sejak semula terdapat dua
unsur yang bertentangan di dunia ini, sebagai perwujudan dari
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Im-yang? Ada siang ada malam, ada susah ada senang, ada
baik ada jahat? Selama ada baik dan ada jahat, pertentangan
tidak akan pernah berhenti. Tergantung kepada kita hendak
menempatkan diri di unsur mana. Yang jahat atau yang baik.
Kalau kita berdiri berpijak kebenaran dan kebaikan, kita tidak
perlu takut menghadapi tantangan kejahatan."
"Hemm, tentu saja engkau akan berdalih demikian, Lin-ko.
Akan tetapi kebaikan yang bagaimanakah? Kejahatan yang
bagaimanakah? Bukankah kebaikan dan keburukan itu
tergantung kepada penilainya? Engkau tentu menganggap
para tosu Im-yang-pai tadi jahat karena mereka hendak
memaksa pinjam Im-yang-kiam yang menjadi milikmu. Akan
tetapi sebaliknya, mereka tentu menganggap engkau jahat
yang tidak mau meminjamkan po-kiam (pedang pusaka) yang
amat mereka butuhkan itu. Nah, bukankah dalam pandangan
masing-masing kalian semua sama jahatnya?"
Han Lin merasa terdesak dan diapun berkata mengalah.
"Habis, kalau menurut pcndapatmu, bagaimana, Kiok-moi?
Apakah aku harus memberikan Im-yang-kiam kepada mereka
tadi?"
"Bukan begitu maksudku, Lin-ko. Apa yang kaulakukan tadi
sudah benar. Aku hanya ingin mengatakan bahwa setelah
mendapatkan pedang itu, engkau mendapatkan banyak
musuh dan hal itu sungguh amat tidak baik bagimu."
"Apa boleh buat. Yang penting aku tidak mencari
permusuhan, aku tidak memusuhi mereka. Akan tetapi kalau
mereka memusuhi aku, tentu aku akan membela diri." Untuk
menyudahi percakapan tentang Im-yang-kiam, Han Lin lalu
mengajak gadis itu. "Mari kita lanjutkan perjalanan kita, Kiokmoi!"
Gadis itu mengangguk dan mereka lalu melanjutkan
perjalanan menyusuri Sungai Huang-ho yang lebar. Akan
tetapi belum ada satu li (mil) mereka berjalan, tiba-tiba
terdengar seruan orang dari belakang.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Orang muda, perlahan dulu!"
Han Lin dan Kiok Hwa menengok dan sesosok bayangan
berkelebat dan muncullah seorang laki-laki berusia tua renta,
sedikitnya tujuh puluh tahun, bertubuh tinggi besar dan
pakaiannya mewah seperti hartawan atau bangsawan.
Wajahnya lebar dan ramah, mukanya cerah dan dipandang
sepintas lalu, pantasnya dia seorang yang baik hati. Akan
tetapi kalau orang menentang matanya, orang akan melihat
sesuatu yang mengerikan pada pandang matanya. Pandang
matanya seperti harimau kelaparan melihat domba!
Ketika Han Lin memandang kakek itu, dia terkejut bukan
main. Jantungnya berdebar keras, mukanya terasa panas
karena dia teringat akan ibunya. Inilah seorang di antara
mereka yang mengakibatkan ibunya tewas terlempar ke dalam
jurang, walaupun tidak secara langsung dia melakukannya.
Suma Kiang yang bertanggung jawab, akan tetapi kakek ini
juga ikut memperebutkan dia, bahkan berusaha untuk
membunuhnya belasan tahun yang lalu, atau sepuluh tahun
yang lalu. Orang itu membawa sebatang pedang di
punggungnya dan memandang kepadanya dengan penuh
perhatian, lalu menatap ke arah buntalan di punggungnya.
Han Lin tidak melupakan orang itu karena wajahnya tidak
berubah dibandingkan sepuluh tahun yang lalu. Wajah ToaOk
(si Jahat ke Satu).
Jilid XII
KIOK HWA yang masih muda itu ternyata juga mempunyai
pandangan tajam dan pengetahuan yang luas. Melihat kakek
ini, ia sudah dapat menduga siapa orangnya dan ia terkejut
bukan main kakek ini, ia sudah dapat menduga siapa
orangnya dan ia terkejut bukan main karena ia sudah
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mendengar bahwa Toa Ok yang berjuluk Toat-beng Kwi-ong
(Raja Iblis Pencabut Nyawa) adalah seorang datuk sesat yang
amat ditakuti di dunia kang-ouw bersama dua rekannya, yaitu
Ji Ok (si Jahat ke Dua) dan Sam Ok (si Jahat ke Tiga).
"Dia Toa Ok......!" bisik Kiok Hwa kepada Han Lin. Namun
Han Lin bersikap tenang dan tidak menjadi kaget karena dia
memang sudah tahu siapa kakek itu. Bagaimanapun juga, dia
berhadapan dengan seorang yang sudah tua sekali, maka dia
bersikap cukup hormat ketika berkata.
"Toat-beng Kwi-ong Toa Ok, apa maksudmu mengejarku?"
"Ha-ha-ha, kalian ini dua orang muda ternyata awas juga.
Bagus kalau kalian tahu bahwa aku adalah Toat-beng Kwi ong
Toa Ok. Biasanya kalau aku hendak mengambil sesuatu dari
seseorang, aku akan bunuh orang itu dan mengambil
barangnya, habis perkara. Akan tetapi melihat kalian masih
muda, biarlah sekali ini aku mengampuni kalian dan
membiarkan kalian pergi setelah kalian menyerahkan Imyang-
kiam kepadaku."
Han Lin mengerutkan alisnya dan Kiok Hwa mengundurkan
diri menjauh, agaknya tidak ingin mencampuri urusan mereka.
"Toa Ok, apa alasanmu minta Im-yang-kiam dariku?"
tanyanya, diam diam mencatat bahwa datuk sesat ini dalam
usia tuanya ternyata masih juga jahat sehingga pantas dia
tentang.
"Alasannya? Ha-ha-ha, aku sudah mendengar bahwa
engkau berhasil mencabut Im-yang-kiam, dan kalau engkau
tidak memberikannya kepadaku dengan baik-baik, tentu
engkau akan kubunuh dan Im-yang-kiam dalam buntalanmu
itu akan kuambil juga, ha-ha-ha!" Toa Ok mengelus
jenggotnya yang jarang sambil tertawa dan memandang
kepada pemuda itu dengan meremehkan sekali.
Han Lin melepaskan buntalannya dan menaruhnya di atas
tanah. Dia berdiri tegak di depan kakek itu dan berkata.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Boleh saja engkau merampas Im-yang-kiam kalau engkau
mampu merebutnya dari tanganku!"
Toa Ok membelalakkan matanya saking kaget dan
herannya. "Apa katamu? Engkau, bocah kemarin sore ini,
berani menantangku? Ha-ha-ha-ha-ha!"
"Bukan menantang, Toa Ok. Engkaulah yang mencari
perkara dan permusuhan, bukan aku!"
"Aku bukan hanya ingin merampas Im-yang-kiam, akan
tetapi juga untuk mencabut nyawamu. Ingat julukanku adalah
Toat-beng Kwi-ong (Raja Iblis Pencabut Nyawa)!"
"Pencabut nyawa atau pencabut rumput aku tidak perduli.
Aku akan membela diri sekuat kemampuanku!" kata Han Lin,
sederhana namun tegas dan mengandung ejekan akan nama
julukan kakek itu.
Sepasang mata kakek itu mencorong karena marah. "Akan
kuremukkan kepalamu, akan kupecah dadamu!" Berkata
demikian, tiba-tiba Toa Ok menubruk dengan pukulan yang
amat dahsyat. Si Jahat Nomor Satu ini begitu menyerang
sudah tidak segan-segan untuk mempergunakan ilmu
pukulannya yang keji dan mengerikan, yaitu Ban-tok-ciang
(Tangan Selaksa Racun)! Akan tetapi Han Lin yang sudah
mengenal kelihaian orang, sudah cepat mengelak,
mengandalkan kegesitan tubuhnya dan ketika kakek itu
hendak menyambar buntalannya yang berada di atas tanah,
diapun cepat menyerang dengan tamparan ke arah ubun-ubun
kepala kakek itu.
"Wuuuutttt......!!" Sambaran angin yang dahsyat itu
membuat Toa Ok terperanjat dan cepat dia menggerakkan
lengannya untuk menangkis tamparan itu.
"Plakkk!" Dua lengan bertemu dan akibatnya Toa Ok
terhuyung ke belakang, akan tetapi Han Lin juga melangkah
dua tindak ke belakang. Toa Ok menjadi semakin terheranheran.
Dia menatap wajah Han Lin seperti orang melihat setan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
di siang hari. Sama sekali tidak pernah disangkanya bahwa
pemuda itu memiliki tenaga sedemikian kuatnya sehingga
mampu menandingi tenaga Ban-tok-ciang yang mengandung
hawa beracun itu. Apakah dia yang sudah menjadi terlalu tua?
"Orang muda siapakah engkau?" dia bertanya, kini tidak
berani memandang rendah.
Han Lin tersenyum. "Toa Ok, lupakah engkau kepadaku?
Engkau pernah memperebutkan diriku dengan Sam Ok,
bahkan hendak membunuhku, kurang lebih sepuluh tahun
yang lalu."
Toa Ok mengerutkan alisnya dan diapun teringat. "Ah,
engkaukah bocah itu? Bagus, kalau dulu aku tidak sempat
membunuhmu, sekarang engkau tidak akan dapat lolos lagi!"
Diapun menyerang lagi dengan Ban-tok-ciang, kini
mengerahkan seluruh tenaganya. Akan tetapi kembali
pukulannya mengenai tempat kosong dan Han Lin juga
membalas dengan serangan ilmu silat tangan kosong Ngoheng
Sin-kun. Ilmu silat ini jauh bedanya dengan Ngo-heng
Klam-tin yang dipergunakan oleh lima orang tosu Im-yang-pai,
karena kalau para tosu itu mempergunakan pedang untuk
memainkan barisan itu, Ngo-heng Sin-kun (Silat Sakti Lima
Unsur) menggunakan tangan kosong yang berubah-ubah lima
macam sehingga membingungkan lawan. Kadang ganas dan
liar seperti api, kadang bergelombang seperti air, kadang
tenang keras seperti logam.
Terjadilah perkelahian yang amat seru. Akan tetapi, Toa Ok
merasa memperoleh tanding yang amat kuat. Kalau dia
mengerahkan pukulan Ban-tok-ciang yang mengeluarkan
bunyi mencicit dan mengandung hawa beracun, Han Lin
mengimbanginya dengan It-yang-ci, serangan dengan satu jari
yang juga mengeluarkan suara mencicit dan memiliki daya
serang yang amat berbahaya. Pukulan Ban-tok-ciang terpental
kalau bertemu dengan It-yang-ci, menunjukkan bahwa ilmu
Ban-tok-ciang itu kalah kuat dalam hal tenaga sakti.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Bocah keparat, awan racun hitam akan menelan dirimu!"
tiba-tiba Toa Ok membentak dan tiba-tiba dari kedua
tangannya keluar asap hitam yang amat tebal bergerak ke
arah Han Lin. Pemuda ini maklum bahwa itu adalah kekuatan
sihir yang dikerahkan oleh Toa Ok, maka diapun mengerahkan
kekuatan batinnya dan mengeluarkan auman seperti singa
dengan ilmu Sai-cu Ho-kang.
"Hauuuungggg.....!" Suara itu demikian kuat, mengandung
getaran hebat dan asap tebal hitam itu yang tadinya
menyerang ke arah Han Lin tiba-tiba membalik seperti tertiup
angin yang kuat dan Toa Ok yang tadinya tidak tampak
tersembunyi di dalam asap hitam itu kini tampak kembali. Dia
menjadi semakin penasaran. Bocah itu malah dapat
memunahkan sihirnya!
Tiba-tiba Toa Ok berseru dengan suara yang penuh
wibawa, "Orang muda, marilah ikut aku tertawa! Tidak ada
yang dapat menahan engkau tertawa. Tertawalah sepuasmu.
Hayo tertawa. Ha ha-ha-ha-ha!" Toa Ok tertawa bergelak
sampai tubuhnya bergoyang-goyang. Han Lin merasa betapa
ada dorongan yang kuat sekali memaksanya untuk tertawa,
akan tetapi dia maklum pula bahwa ini-pun pengaruh ilmu
sihir, maka dia menahan napas dan mengerahkan sin-kangnya
untuk menolak pengaruh itu.
"Hauuungggg....., engkaulah yang tertawa sepuasmu, Toa
Ok!" katanya setelah mengeluarkan suara auman singa. Dan
Toa Ok terus tertawa, sampai terguncang-guncang dia
tertawa. Dia merasa terkejut sendiri dan cepat tangan kirinyamenotok
tiga kali ke dadanya. Baru suara tawanya berhenti
dan dia menarik napas panjang. Tak disangkanya bahwa
pemuda itu sedemikian lihainya. Kenyataan ini membuat dia
menjadi marah. Demikianlah watak datuk sesat itu. Dia tidak
dapat menerima kenyataan bahwa ada orang yang dapat
mengalahkannya!! Apalagi seorang yang masih demikian
muda. Karena itulah, melihat kenyataan yang menjadi
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kebalikan dari keinginannya itu dia menjadi marah dan
otaknya yang cerdik dan curang itupun bekerja keras. Dia
membentak dan mengirim serangan, kini bukan dengan
tangan melainkan dengan pedang. Demikian cepat dia
mencabut pedang dan menyerang sehingga yang nampak
hanyalah sinar emas yang menyambar panjang ke arah tubuh
Han Lin. Itulah pedang milik Toa Ok yang disebut Kim-liongkiam
(Pedang Naga Emas). Pedang itu terbuat dari baja akan
tetapi dibalut emas sehingga tampaknya seperti pedang emas.
Pedang itu menyambar dengan dahsyatnya sehingga Han Lin
cepat melompat ke belakang. Sama sekali tidak disangkanya
bahwa Toa Ok juga melompat ke dekat Kiok Hwa dan sekali
sambar dia telah memegang lengan gadis itu dan
menempelkan pedangnya di leher Kiok Hwa!
"Toa Ok!" seru Han Lin kaget. "Apa yang kau lakukan itu?"
"Ha-ha-ha-ha, orang muda. Engkau tinggal pilih. Serahkan
Im-yang-kiam kepadaku dan gadis ini kubebaskan atau
engkau lebih suka melihat gadis ini mampus di depan
hidungmu?"
"Kakek curang!" bentak Han Lin akan tetapi dia merasa
tidak berdaya. Dia melihat betapa Kiok Hwa tampak tenangtenang
saja walaupun lehernya telah ditodong pedang dan
gadis ini memandangnya dengan mata bersinar-sinar penuh
selidik. Dia tidak tahu mengapa dalam keadaan terancam
nyawanya, gadis itu masih tetap tenang dan memandangnya
seperti itu. Dia menoleh ke kiri, memandang kepada sepotong
bambu yang menggeletak di atas tanah.
"Hayo cepat serahkan Im-yang-kiam, itu kepadaku atau
akan kupenggal kepala gadis ini!" Ancam Toa Ok dan Han Lin
tidak ragu lagi bahwa kakek itu bukan hanya menggertak
kosong belaka. Bukan Toa Ok julukannya kalau dia tidak
kejam dan curang jahat.
"Baiklah, akan tetapi engkau harus berjanji untuk
membebaskan gadis itu setelah menerima Im-yang-kiam."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Toa Ok tidak bodoh. Dia berpikir sejenak. Kalau Im-yangkiam
dan Kim liong-kiam berada di tangannya, bocah itu dapat
berbuat apakah? Memang dalam ilmu tangan kosong pemuda
itu mampu mengimbanginya, akan tetapi kalau kedua pedang
pusaka itu berada di tangannya, pemuda itu tentu tidak akan
mampu menandinginya. Pula, kalau pedang sudah diberikan
kepadanya, diapun tidak akan melepaskan mereka begitu saja!
Mereka berdua itu harus dibunuh agar di kemudian hari tidak
mendatangkan kerepotan kepadanya. Demikianlah jalan
pikirannya, maka tanpa ragu dia menjawab dengan suara
lantang.
"Aku berjanji akan membebaskan gadis ini setelah Imyang-
kiam kauserahkan kepadaku!"
Han Lin lalu mjengambil buntalan pakaiannya yang terletak
di atas tanah, membukanya dan mengeluarkan Im-yang-kiam
dari dalamnya. Sambil lalu dia melirik ke arah potongan
bambu itu dan dengan girang mendapat kenyataan bambu itu
masih utuh dan baik, dan panjangnya tepat untuk dia pakai
sebagai senjata tongkat. Dia bangkit berdiri dan menjulurkan
tangannya menyerahkan pedang Im-yang-kiam kepada Toa
Ok sambil berkata dengan tenang.
"Inilah Im-yang-kiam, boleh kau terima. Akan tetapi
bebaskan Nona Tan dengan segera." katanya.
Toa Ok melepaskan tangannya yang menangkap lengan
Kiok Hwa dan menggunakan tangan kiri itu untuk menerima
Im-yang-kiam sambil tertawa. Akan tetapi tiba-tiba dia
berseru, "Mampuslah!" Dan pedangnya dengan cepat sekali
telah menyerang Kiok Hwa yang baru saja dilepas lengannya.
Pedang menyambar ke arah leher gadis itu. Akan tetapi tibatiba
dengan cepatnya Kiok Hwa dapat mengelak sambil
menggeser kakinya.
"Ehhh.....?" Toa Ok menjadi heran dan terkejut. Pedangnya
menyambar lagi berturut-turut, akan tetapi sampai tiga kali
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
pedangnya menyerang, tetap saja Kiok Hwa dapat
mengelakkan diri dengan cepatnya.
"Tua bangka curang!" Han Lin membentak dan dia sudah
menyambar tongkat bambu tadi. Dengan tongkat itu dia
menyerang ke arah Toa Ok sehingga kakek itu terpaksa
meninggalkan Kiok Hwa dan menghadapi Han Lin dengan dua
pedang di tangan!
Han Lin segera mainkan Sin-kek -tung (Tongkat Bambu
Sakti) dan tongkatnya bergerak seperti seekor naga bermain
di antara gelombang yang menekan lawan. Toa Ok terkejut
dan cepat memainkan sepasang pedangnya. Akan tetapi
karena dia tidak biasa memainkan sepasang pedangnya,
permainannya agak kaku dan pedang di tangan kiri itu hanya
membantu saja, sedangkan yang benar-benar melakukan
penyerangan adalah pedang di tangan kanan, yaitu pedang
Kim-liong-kiam.
Terjadi perkelahian yang amat hebat. Kini Han Lin
mengerahkan seluruh tenaganya dan mengeluarkan
kepandaiannya. Bukan hanya tongkatnya yang bergelombang
dimainkan dengan ilmu tongkat Sin-tek-tung, akan tetapi juga
kadang kalau ada kesempatan, tangan kirinya melepaskan
tongkat dan melakukan penyerangan dengan It-yang-ci yang
ampuh. Diserang seperti ini, Toa Ok menjadi repot. Ilmu
tongkat lawannya yang masih muda itu sudah
membingungkannya, apalagi ditambah lagi dengan
penyerangan It-yang-ci yang membuat dia gentar karena ilmu
totok itu benar-benar dahsyat sekali dan amat berbahaya
baginya. Dia merasa kecelik sekali. Tadinya dia mengira
bahwa kalau pedang Im-yang-kiam sudah berada di
tangannya, dia akan dengan mudah dapat membunuh Han Lin
dan gadis itu. Sekarang ternyata bahwa pemuda itu
menemukan sebuah senjata sederhana, sebatang tongkat
bambu yang dapat di-mainkannya sedemikian hebatnya
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sehingga dia mulai terdesak. Jangankan membunuh kedua
orang muda itu, mendesak Han Lin pun dia tidak mampu!
Setelah lewat lima puluh jurus, Toa Ok menjadi benarbenar
repot dan terdesak hebat. Pedangnya seolah bertemu
dengan dinding baja, ke manapun pedangnya menyerang
selalu bertemu dengan gulungan sinar tongkat bambu yang
demikian kuatnya. Sebaliknya, ujung tongkat bambu itu
beberapa kali mengancam jalan darahnya. Tiba-tiba Han Lin
memutar tongkatnya secara aneh dan tahu-tahu tongkat itu
sudah menyambar ke arah tenggorokan Toa Ok. Kakek ini
terkejut sekali, cepat menarik tubuh atasnya ke belakang dan
menggerakkan pedangnya menangkis. Pada saat itu, tangan
kiri Han Lin menyerang dengan totokan It-yang-ci ke arah
lengan kirinya.
"Cusss....!" Siku lengan kiri Toa Ok terlanggar totokan dan
seketika lengannya lumpuh dan pedang Im-yang-kiam
terlepas dari pegangannya. Sebelum dia hilang kagetnya,
pedang pusaka itu telah berpindah ke tangan kiri Han Lin!
Biarpun dia kaget dan marah sekali, namun kakek yang licik
ini maklum bahwa kalau dilanjutkan, dia akan celaka, maka
sambil mengeluarkan suara melengking panjang, tubuhnya
melayang jauh ke depan dan dia melarikan diri, lenyap di
antara pohon-pohon. Han Lin yang sudah berhasil merampas
kembali Im-yang-kiam, tidak melakukan pengejaran. Dia
tersenyum senang dan memutar tubuhnya untuk menghadapi
Kiok Hwa. Akan tetapi gadis itu tidak berada ditempat di mana
ia tadi berdiri. Han Lin celingukan mencari-cari dengan
pandang matanya akan tetapi tetap saja tidak dapat
menemukan gadis itu. Akhirnya dia melihat coret-coretan di
atas tanah di mana Kiok Hwa tadi berdiri.
Cepat dihampirinya tempat itu dan tak lama kemudian dia
sudah berjongkok membaca tulisan yang ditinggalkan Kiok
Hwa di atas tanah itu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Aku pergi karena tidak ingin terlibat ke dalam perkelahianperkelahian
dan permusuhan yang tiada habisnya."
Han Lin tertegun, merasa betapa hatinya kosong dan
kesepian. Dia merasa kehilangan sekali dengan kepergian
gadis itu dan merasa ngelangsa. Kenyataan ini membuat dia
merasa heran sendiri. Meng apa dia merasa begitu bersedih
ditinggal pergi Kiok Hwa? Merasa kesepian dan keadaan
sekelilingnya terasa tidak menarik lagi?
Tiba-tiba dia teringat. Tadi, ketika ditawan Toa Ok, gadis
itu memandangnya dengan mata bersinar-sinar dan aneh,
kemudian dia teringat pula betapa gadis itu diserang beberapa
kali oleh pedang Toa Ok namun selalu dapat menghindarkan
diri. Kenapa ketika ditangkap Kiok Hwa tidak menghindarkan
diri? Dan pandang mata itu Han Lin termangu-mangu.
Agaknya baru sekarang dia dapat memahami apa artinya
pandang mata gadis itu. Kiok Hwa ingin mengujinya! Kiok Hwa
ingin melihat apakah dia mau menukar pedang Im-yang-kiam
untuk membebaskan dirinya. Kiok Hwa sengaja membiarkan
dirinya ditawan untuk melihat sampai di mana pembelaannya
terhadap gadis itu! Dan dia merasa girang sekali bahwa dia
telah mengambil keputusan yang tepat, yaitu menyerahkan
pedang untuk ditukar dengan kebebasan Kiok Hwa. Hal ini
saja sedikitnya sudah menunjukkan bahwa dia memberatkan
keselamatan gadis itu dari pada pedang Im-yang-kiam. Akan
tetapi setelah mengetahui perasaannya terhadap dirinya,
kenapa gadis itu meninggalkannya?
Dalam waktu singkat itu, terbayanglah semua yang terjadi
ketika gadis itu masih melakukan perjalanan bersamanya,
ketika gadis itu masih dekat dengannya.
Dan dalam bayangan ini, terasa olehnya betapa segala
gerak-gerik gadis itu, setiap tutur katanya, setiap pandang
matanya, selalu amat menyenangkan hatinya. Biarpun Han Lin
belum pernah selamanya jatuh cinta kepada seorang wanita,
namun dia merasakan betapa dia rindu terhadap Kiok Hwa,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
betapa di dalam hatinya hanya ada rasa suka dan selalu ingin
berdekatan dengan gadis itu. Maka diam-diam diapun harus
mengakui bahwa dia telah jatuh hati kepada gadis ahli
pengobatan itu. Bukan hanya tertarik karena wajahnya yang
cantik jelita, akan tetapi terutama sekali karena tertarik oleh
wataknya yang amat bijaksana dan berbudi mulia.
"Kiok-moi......!" Dia mengeluh lalu menggendong
buntalannya dan melanjutkan perjalanan dengan hati terasa
hampa. Terasa benar himpitan cinta di dalam, hatinya pada
saat itu. Dengan penuh kewaspadaan dia meneliti
perasaannya sendiri dan dapat merasakan bahwa cinta
asmara membuat dia rindu kepada wanita yang dicintanya.
Rindu, ingin bertemu, ingin berkumpul, ingin mendekati, ingin
menyenangkan, ingin menghibur dan ingin melindungi.
"Kiok-moi.....!" kembali dia mengeluh dan mempercepat
langkahnya untuk mengusir pikiran yang mengganggu itu,
akan tetapi juga dengan harapan mudah-mudahan dia akan
dapat mengejar dan menyusul gadis itu!
Senja telah tiba dan Han Lin belum juga bertemu dengan
dusun. Dia berjalan menyusuri Sungai Huang-ho. Matahari
telah condong ke barat dan sinarnya membuat garis merah
memanjang di permukaan sungai. Burung-burung yang sehari
sibuk mencari makan sudah berbondong-bondong terbang
pulang ke sarang. Cuaca mulai gelap. Han Lin mengeluh.
Agaknya tidak terdapat dusun di dekat situ. Tidak tampak
sebuahpun perahu, dan tidak ada pula penggembala ternak
yang menggiring ternak mereka pulang kandang. Agaknya
terpaksa dia harus melewatkan malam di alam terbuka.
Baginya sudah terbiasa melewatkan malam di tempat terbuka,
akan tetapi entah mengapa. Setelah ditinggalkan Kiok Hwa,
dia merindukan kehadiran orang-orang lain dan dia akan
merasa senang dan terhibur kalau dapat bermalam di rumah
keluarga dusun. Akan tetapi agaknya dia harus melewatkan
malam di tepi sungai seorang diri. Tidak akan ada makanan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dan minuman hangat seperti kalau dia bermalam di rumah
seorang dusun dengan keluarganya yang ramah. Padahal
perutnya terasa lapar sekali. Terakhir kali perutnya terisi
adalah ketika pergi tadi dia sarapan di sungai bersama Kiok
Hwa. Gadis itu masih membawa bekal roti kering dan dia
menangkap ikan besar yang banyak berkeliaran di tepi sungai,
kemudian ikan itu dibumbui oleh Kiok Hwa dan dipanggang.
Betapa lezatnya makan roti kering dengan panggang ikan!
Apalagi makan bersama Kiok Hwa. Dan semenjak pagi tadi dia
belum makan apa-apa, maka sekarang perutnya terasa lapar
sekali.
Dia harus cepat mencari makanan, sebelum malam tiba,
pikirnya. Dia melepaskan buntalan pakaiannya dan meletakkan
di bawah sebatang pohon yang tumbuh di tepi sungai. Lalu dia
mendekat ke tepi sungai, membawa sepotong bambu yang
tadi dia pakai melawan Toa Ok. Maksudnya hendak mencari
kalau-kalau ada ikan berenang di tepi, akan ditangkapnya
dengan tongkat bambu itu. Akan tetapi hatinya kecewa karena
di tepi sungai itu tidak ada ikan yang berenang. Untuk mencari
ke tengah tentu saja dia tidak mampu karena tidak ada
perahunya. Maka dia lalu meninggalkan tepi sungai dan
mencari-cari di antara semak belukar. Akhirnya dia melihat
apa yang dicarinya. Seekor kelenci bergerak hendak lari dari
semak-semak. Cepat Han Lin melemparkan tongkat bambunya
dan tepat tongkat bam bu itu mengenai kelenci dan tewaslah
binatang itu. Han Lin cepat mengambilnya.
Kalau ada Kiok Hwa, gadis itu mempunyai persediaan yang
lengkap. Pisau dan bumbu-bumbu. Akan tetapi dia sama sekali
tidak mempunyai perlengkapan. Pisaupun tidak punya.
Terpaksa dia menggunakan Im-yang-kiam, bagian mata
pedang yang putih, untuk menguliti kelenci itu!
Tiba-tiba terdengar suara orang bernyanyi, Suaranya
merdu dan Han Lin mengira bahwa yang bernyanyi itu
seorang wanita, akan tetapi ternyata penyanyi itu seorang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
pemuda yang mendayung perahu ke tepi, dekat tempat dia
duduk menguliti kelenci. Dia memandang dan melihat seorang
pemuda remaja yang pakaiannya seperti seorang petani,
wajahnya tampan dan tersenyum-senyum, mata nya bersinarsinar
nakal.
"Aihh, menguliti kelenci menggunakan pedang! Ha-ha,
betapa lucu dan canggung nya!" pemuda itu berkata sambil
tertawa ketika menarik perahunya ke pinggir dan mengikat tali
perahunya pada pohon di bawah mana Han Lin duduk. Han
Lin memperhatikan pemuda remaja itu. Seorang pemuda biasa
saja, pemuda dusun, agaknya nelayan atau petani. Tampan
dan gembira sikapnya.
"Terpaksa, kawan. Aku tidak mempunyai pisau, maka
terpaksa menggunakan pedang." jawab Han Lin sambil
tersenyum juga.
"Pedang yang begitu indah lagi. Sayang dipergunakan
untuk menguliti kelenci. Aku mempunyai pisau kalau engkau
membutuhkannya." kata pemuda itu dan dia mengambil
sebuah pisau dari dalam perahunya, menyerahkannya kepada
Han Lin.
Han Lin tersenyum senang. "Engkau baik sekali, sobat.
Terima kasih. Maukah engkau menemani aku memanggang
kelen ci ini dan makan bersamaku?" Dia menawarkan.
Pemuda remaja itu mengernyitkan hidungnya, seperti
memandang rendah. "Panggang kelenci? Pakai bumbu apa?"
Han Lin menjadi rikuh. "Aku tidak mempunyai bumbu, jadi
dipanggang begitu saja."
"Ih, mana bisa dimakan? Daging apapun tidak enak
rasanya tanpa bumbu. Aku tidak suka makan panggang
daging tanpa bumbu, tentu rasanya hambar dan tidak enak.
Kulitilah sampai bersih, buang isi perutnya. Nanti akan kuberi
bumbu dan baru dipanggang."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Engkau mempunyai bumbunya?"
"Jangan khawatir. Aku mempunyai persediaan lengkap."
kata pemuda remaja itu. "Bahkan aku mempunyai sepuluh
buah bakpau yang masih baru, dan tadi aku menangkap enam
ekor udang besar. Biarkan aku yang memanggang daging
kelenci dan udang itu, ditanggung lezat!"
Han Lin merasa girang sekali. Harus diakui bahwa dia tidak
begitu pandai memanggang daging, apalagi tanpa bumbu.
Rasanya memang tidak enak dan tidak karuan, hambar seperti
dikatakan pemuda remaja itu.
"Terima kasih. Engkau baik sekali. Aku sungguh beruntung
dapat bertemu dan berkawan denganmu. Kenalkan, nama ku
Han Lin. Engkau siapa?"
"Aku Eng-ji." kawab pemuda remaja itu dengan singkat dan
dia mengeluarkan sebuah buntalan dari dalam perahunya,
juga enam ekor udang besar yang masih hidup. Dibukanya
buntalan itu dan ternyata dia membawa perlengkapan masak
yang lebih lengkap dibanding perlengkapan yang dibawa Kiok
Hwa. Bahkan terdapat pula panci, mangkok dan sumpit!
"Sudah selesai membersihkan kelenci itu? Ke sinikan
dagingnya dan buatkanlah api unggun yang besar." kata Engji
dengan suara memerintah. Han Lin tidak membantah atau
menjawab, melainkan memberikan daging kelenci dan
pisaunya, mencuci tangannya lalu mencari dan mengumpulkan
daun dan kayu kering untuk membuat api unggun.
Dengan cekatan dan trampil sekali Eng-ji memotong begini
kelenci, memilih dagingnya dan membuang tulangnya,
kemudian menusuk daging-daging itu dengan dua potong
kayu. Setelah itu, dia menyayat enam ekor udang itu,
memberinya bumbu seperti juga daging kelenci tadi,
bumbunya sederhana saja, garam, mrica dan bawang, lalu dia
membungkus udang itu dengan tanah liat! Han Lin
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
memandang dengan heran dan tak dapat menahan dirinya
untuk tidak bertanya.
"Kenapa udang-udang itu dibungkus dengan tanah liat
seperti itu? Apakah tidak menjadi kotor dan bagaimana
memanggangnya?"
Eng-ji memandang kepadanya, matanya bersinar dan
mulutnya tersenyum. Han Lin melihat betapa manisnya
pemuda remaja itu kalau tersenyum. Giginya putih kecil-kecil
dan rata.
"Engkau belum pernah makan udang panggang bungkus
tanah liat? Hem kau lihat dan coba saja nanti. Tidak ada
masakan udang yang lebih lezat daripada di panggang dalam
tanah liat begini."
Mulailah Eng-ji memanggang dua tu-suk daging kelenci dan
enam ekor udang yang dibungkus tanah liat itu. Sibuk dia
bekerja, dan ketika Han Lin hendak membantunya, ditolaknya
dengan keras.
"Memanggang begini memerlukan ke-ahlian dan
perhitungan yang tepat. Kalau tidak, dapat hangus dan berbau
sangit. Biarkan aku yang memanggangnya. Lebih baik engkau
mencari air jernih di panci untuk dimasak dan untuk membuat
air teh nanti."
"Air teh?"
"Habis kita mau minum apa? Aku ada membawa teh
harum."
Han Lin terheran-heran. Pemuda remaja ini sungguh luar
biasa! Akan tetapi hatinya menjadi senang sekali. Dia
mendapatkan seorang kenalan yang cekatan dan pandai
masak. Dia lalu mencari air jernih dalam panci, lalu membuat
api unggun lagi untuk memasak air dalam panci.
Setelah airnya mendidih, Eng-ji menyuruh Han Lin
mengambil bungkusan teh dari dalam buntalannya. Nadanya
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
memerintah, akan tetapi Han Lin menaati perintah itu dan
jadilah air teh yang berbau harum! Daging kelenci sudah
masak pula.
"Nah, daging ini sudah masak! Nih, untuk kau setusuk. Ini
bakpaunya. Bakpau dimakan dengan daging kelenci ini tentu
enak." kata Eng-ji sambil mengambil buntalan bakpau yang
sepuluh buah banyaknya itu. Bakpau itu masih baru dan lunak
Mereka mulai makan bakpau dan daging kelenci yang
rasanya amat gurih.
"Dan udangnya?" tanya Han Lin sambil memandang kepada
enam ekor udang bungkus tanah liat yang masih dipanggang
itu.
"Belum matang. Dan memang sebaiknya kita makan daging
kelenci lebih dulu, karena kalau kita makan udangnya dulu,
nanti daging kelencinya akan terasa kurang enak."
"Kenapa begitu?"
"Karena udangnya luar biasa lezatnya sih!" kata Eng-ji
sambil menggigit daging kelenci dengan giginya yang putih
berkilau.
Sementara itu, malam telah tiba dan cuaca mulai gelap.
Nyamuk mulai berdatangan. Akan tetapi mereka aman dari
gangguan nyamuk dan hawa udara yang mulai dingin karena
adanya api unggun yang mengusir nyamuk dan hawa dingin,
Agaknya Eng-ji juga lapar benar seperti halnya Han Lin.
Akan tetapi dia tidak dapat menghabiskan lima buah bakpau.
Setelah habis empat buah, dia memberikan yang sebuah lagi
untuk Han Lin.
"Nih, satu lagi untukmu. Aku sudah kenyang. Apalagi nanti
masih harus makan tiga ekor udang panggang!" kata Eng-ji.
Han Lin juga tidak sungkan-sungkan dan menerima tambahan
sebuah bakpau itu. Dia merasa berterima kasih sekali kepada
sahabat barunya yang demikian ramah dan baik.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Akhirnya semua bakpau dan daging kelenci itu habis. Han
Lin harus diam-diam memuji pemuda remaja itu. Masakan nya
daging kelenci walaupun hanya dipanggang, demikian lezat.
Daging kelenci gemuk itu lemaknya terasa gurih bukan main
dan memanggangnya pun pas sekali, bagian luarnya agak
kering dan bagian dalamnya lunak. Rasa asinnya tepat dan
merica serta bawangnya mendatangkan aroma amat sedap.
Han Lin menjilat-jilati bibirnya dan merasa puas.
"Enakkah panggang kelenci tadi?" tanya Eng-ji sambil
tersenyum lebar melihat Han Lin menjilat bibir sendiri.
"Luar biasa sekali! Biarpun aku sering makan daging kelenci
panggang, namun selamanya belum pernah makan yang
selezat tadi. Engkau benar-benar hebat dan pandai sekali
masak, Eng-ji. Kalau engkau membuka warung makan, tentu
akan laku sekali."
"Itu belum seberapa. Coba rasakan sekarang udang ini!"
Dia mengambil seekor udang dari api, lalu menggunakan pisau
untuk memukul tanah liat yang sudah menjadi kering. Tanah
liat itu pecah dan ternyata kulit udang besar itu ikut pula
terbuka bersama tanah liat, meninggalkan dagingnya yang
tampak kemerahan sebesar ibu jari kaki! Eng-ji mengambil
daging yang sudah terkelupas kulitnya itu dengan sepasang
sumpit.
"Nah, terimalah ini dengan sumpit dan coba makan
bagaimana rasanya!" kata Eng-ji dengan suara gembira.
Han Lin mengambil sepasang sumpit dan menerima daging
udang itu. Baru melihatnya saja sudah menimbulkan selera.
Daging putih kemerahan yang menghamburkan aroma yang
khas udang. Sedap dan gurih. Dia meniup daging itu agar
jangan terlalu panas, lalu mencoba menggigitnya. Hebat!
Bukan main enaknya. Gurih, manis dan sedap! Han Lin sampai
terbelalak saking heran dan kagum, lalu makan daging udang
itu tergesa-gesa sampai mulutnya kepanasan dan melihat ini
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Eng-ji tertawa geli. Diapun memecahkan lagi seekor udang
lalu memakannya, sedikit demi sedikit tidak seperti Han Lin.
"Kalau menggigitnya sedikit demi sedikit, dikunyah lembut,
tentu akan lebih lezat." katanya.
Tanpa ditawari lagi, setelah udang pertama habis, Han Lin
mengambil udang kedua dan memecah tanah liatnya dengan
pisau, lalu mengambil daging udangnya dengan sumpit. Dia
menurut nasehat Eng ji, menggigit dan makan sedikit-sedikit
dan memang makin terasa benar lezatnya!
Air teh dituang dalam mangkok dan makan udang
panggang sambil minum air, teh harum sungguh merupakan
kenikmatan yang belum pernah dialami Han Lin. Seperti juga
tadi ketika makan bakpau, Eng-ji hanya makan dua ekor
udang, yang satu dia berikan kepada Han Lin sehingga
pemuda ini makan empat ekor. Han Lin menerima dengan
senang hati karena memang udang itu lezat sekali dan orang
memberinya dengan ikhlas.
Setelah kenyang mereka mencuci tangan dan mulut. Han
Lin melihat betapa Eng-ji teliti sekali dalam membersihkan
tangan dan mulut, bahkan pemuda remaja itu berkumur dan
menggosok gigi.
"Sehabis makan malam orang harus membersihkan gigi dan
mulut sampai bersih benar agar jangan mudah terkena
penyakit." demikian pemuda remaja itu berkata dan Han Lin
teringat akan nasihat Kiok Hwa yang sama benar. Diapun
mencontoh perbuatan Eng-ji dan membersihkan mulutnya.
Kemudian mereka duduk dekat api unggun dan bercakapcakap.
"Engkau datang dari manakah, twako (kakak besar)?"
tanya Lng-ji sambil meng amati wajah Han Lin yang tertimpa
cahaya api unggun. Sepasang mata pemuda remaja itu
berkilauan terkena cahaya api.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Aku seorang perantau, datang dari tempat jauh sekali di
utara." jawab Han Lin. "Dan engkau sendiri, datang dari
manakah, Eng-ji?"
"Aku juga seorang perantau, datang dari Cin-ling-san.
Engkau dari mana?"
"Dari Thai-san."
"Wah, kita ini sama-sama perantau, sama-sama datang dari
gunung yang jauh. Kita sama-sama pemuda gunung!" kata
Eng-ji gembira.
"Engkau ini masih kecil bagaimana merantau seorang diri?
Di manakah orang tuamu?" tanya Han Lin dengan perasaan
iba. "Di dunia yang begini luas dan berbahaya, banyak orang
jahat, tentu penghidupanmu akan terancam sekali."
"Ayahku meninggalkan aku, dan ibuku..... sudah tidak ada.
Engkau mengatakan aku masih kecil? Apa kaukira engkau ini
sudah tua renta? Kalau aku masih kecil, engkaupun masih
kecil, sobat!"
"Hemm, aku sudah hampir dua puluh satu tahun! Aku
sudah dewasa dan aku dapat menjaga diriku sendiri dari
bahaya."
"Huh! Hanya dua tahun lebih tua dari ku dan engkau
berlagak seperti orang tua renta!"
"Benarkah?" kata Han Lin sambil mengamati wajah yang
tampan itu. "Tadi nya kukira engkau baru berusia empat belas
atau lima belas tahun! Akan tetapi biarpun usia kita tidak
terpaut banyak, aku pandai menjaga diri dari bahaya!"
"Hemm, akupun manusia hidup dan sehat kuat. Apa kau
kira hanya engkau saja yang mampu menjaga diri? Akupun
mampu, buktinya sampai sekarang semenjak aku
meninggalkan Cin-ling-san, aku berada dalam keadaan
selamat!" Berkata demikian, ia mencoba untuk menutup
bungkusan pakaiannya, akan tetapi terlambat karena Han Lin
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sudah dapat melihat sebatang pedang dengan sarungnya yang
indah tersembul keluar.
"Ah, kiranya selain pandai memasak, agaknya engkau
pandai bermain pedang pula, Eng-ji!" katanya kagum.
Eng-ji tersenyum. "Siapa yang bermain pedang? Aku hanya
dapat menjaga diri, seperti juga engkau. Sudahlah, aku lelah
dan mengantuk. Aku mau mandi dulu lalu terus tidur."
"Mandi? Sudah malam begini?"
"Apa salahnya? Aku tidak akan dapat tidur kalau belum
membersihkan badan dan berganti pakaian. Di sana ada air
sumber yang jernih, aku mau mandi dulu. Tolong jagakan
buntalan pakaianku, ya?"
Tanpa menanti jawaban, Eng-ji sudah pergi membawa satu
pasang pakaian pengganti dan menghilang di dalam
kegelapan.
Han Lin membesarkan api unggun, duduk melamun dan
teringat akan sahabat barunya itu. Seorang yang lebih muda
darinya dan hidupnya tampak demikian gembira. Juga seorang
perantau dan seorang yang terpisah dari ayahnya, sudah
kehilangan ibunya pula. Seperti dirinya! Akan tetapi pemuda
remaja itu tampaknya selalu gembira dan besar hati, pandai
membawa dan menyesuaikan diri. Ingin sekali dia melihat
sampai di mana tingkat kepandaian pemuda remaja itu.
Agaknya tidak mungkin ilmu kepandaiannya cukup tinggi
melihat dia masih begitu muda. Dia masih berpendapat bahwa
usia pemuda itu tidak akan lebih dari lima belas tahun. Akan
tetapi kalau ilmu silatnya rendah, bagaimana dia berani
merantau sampai demikian jauhnya? Sungguh seorang
pemuda yang menarik hati dan mengandung rahasia. Akan
tetapi bukan seorang sahabat yang tidak menyenangkan.
Sebaliknya, sikapnya menyenangkan sekali. Begitu ramah dan
sebentar saja jika dia sudah merasa akrab.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Lin-ko, engkau tidak mandi?" tiba-tiba dia mendengar
suara dan ketika dia menengok, dia melihat Eng-ji sudah
mandi dan wajahnya tampak segar, rambutnya basah
digelung ke atas dan diikat dengan sehelai kain hitam.
"Aku hanya akan mencuci muka saja." kata Han Lin. "Harap
engkau ganti berjaga di sini, aku hendak pergi ke sumber air
itu." Dia lalu bangkit dan berjalan pergi. Dia merasa heran
kepada dirinya sendiri. Kenapa dia begitu percaya kepada
pemuda remaja itu? Dalam buntalan-nya terdapat Im-yangkiam!
Bagaimana kalau pemuda itu mengambil Im-yang-kiam
dan membawanya lari? Dia menjadi ragu dan hatinya agak
was-was. Akan tetapi untuk kembali dan mengambil
pedangnya itu dia merasa tidak enak, bukankah pemuda tadi
juga meninggalkan semua isi buntalannya ketika pergi mandi?
Dia melanjutkan langkahnya menuju ke sumber air. Sambil
meraba-raba, diterangi sinar api unggun yang masih dapat
mencapai tempat itu, dia membasuh muka, kaki dan
lengannya. Kemudian kembali ke tempat semula. Hatinya lega
melihat Eng-ji masih duduk mengeringkan rambut dekat api
unggun dan buntalannya masih berada di tempat semula,
tidak terusik. Dia merasa malu kepada diri sen diri yang tadi
telah meragukan kejujuran pemuda remaja itu!
"Aku mau tidur. Tadi makan terlalu kenyang sehingga
sekarang amat mengantuk." kata Eng-ji dan dia lalu bangkit
berdiri, menghampiri perahunya yang sudah ditarik ke pinggir,
memasuki perahu lalu merebahkan diri membujur di dalam
perahunya, berbantalkan buntalan pakaian nya, tidak
mengeluarkan kata-kata lagi. Han Lin masih duduk di dekat
api unggun dan beberapa kali dia menengok, memandang ke
arah Eng-ji, akan tetapi agaknya pemuda itu telah tertidur
karena sama sekali tidak bergerak atau bersuara. Karena ingin
tahu, Han Lin bangkit berdiri dan menghampiri ke dalam
perahu. Dia melihat pemuda itu tidur miring dengan menarik
kedua kakinya ke dada, tanda bahwa dia kedinginan. Memang
hawa malam itu amat dingin dan pemuda itu tidurnya agak
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
jauh dari api unggun. Han Lin merasa kasihan juga. Dia
mengambil sehelai baju luarnya dan mempergunakan baju
luar itu untuk menyelimuti Eng-ji. Yang diselimutinya tidak
bergerak, agaknya memang sudah tidur nyenyak.
Han Lin tidak tidur. Dia berjaga di dekat api unggun sambil
menjaga agar api unggun tidak padam, bahkan dia menggeser
api unggun itu agar lebih mendekati perahu yang berada di
tepi sungai agar Eng-ji mendapatkan kehangatannya. Dia tidak
berani tidur karena selain harus menjaga keselamatan mereka
berdua, dia juga harus menjaga agar pedang mereka tidak
diambil oleh orang. Dia duduk sambil melamun. Ketika dia
melamun dengan pikiran kosong itu, mendadak muncul Kiok
Hwa dalam lamunannya. Dia tetap merindukan gadis itu dan
mengharapkan akan dapat bertemu. Akan tetapi kini tidak ada
rasa kesepian tadi.
Bagaimanapun juga, dia sudah memperoleh seorang teman
yang baik untuk menerima pembagian perhatiannya.
Tengah malam telah lewat dan Han Lin masih duduk
melamun di dekat api unggun sambil memandang nyala api
yang bergoyang-goyang ditiup angin.
"Lin-ko.....!"
Dia cepat menengok dan melihat Eng-ji sudah berdiri di
situ, memegangi baju luar yang tadi diselimutkannya. "Eh,
kenapa terbangun Eng ji? Tidurlah."
"Tidak, aku sudah cukup lama tidur. Sekarang giliranmu
beristirahat, twako. Biar aku yang berjaga di sini menggantikanmu.
Ini bajumu, terima kasih bahwa engkau telah
menyelimutiku. Pakailah agar engkau tidak kedinginan."
Dalam suara Eng-ji terdapat ketegasan yang memerintah
sehingga Han Lin tidak dapat membantah lagi. Dan dia merasa
aneh. Pemuda remaja itu memang luar biasa, kadang dalam
suaranya dan sikapnya seperti orang yang suka memimpin!
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Baiklah, Eng-ji." katanya dan dia menerima bajunya lalu
memasuki perahu itu dan merebahkan diri membujur di dalam
perahu. Karena dia memang perlu beristirahat untuk
memulihkan tenaganya, maka tak lama kemudian diapun
tertidur nyenyak.
Ketika ayam hutan jantan mulai berkokok dan burungburung
berkicau, Han Lin terbangun. Malam baru saja bersiapsiap
untuk meninggalkan bumi dan cuaca masih remangremang
ketika dia keluar dari dalam perahu yang menjadi
tempat tidurnya itu. Api unggun telah padam dan dia
mendapatkan Eng-ji tertidur melengut sambil duduk di bawah
pohon. Pagi itu dingin sekali. Han Lin menanggalkan baju
luarnya yang semalam dia pakai untuk menyelimuti dirinya
dan menyelimutkannya pada tubuh Eng-ji. Lalu dia
menyalakan lagi api unggun. Dilihatnya Eng-ji tertidur nyenyak
dan wajah pemuda remaja itu seperti wajah seorang kanakkanak.
Dia tersenyum. Memang dia masih kanak-kanak,
pikirnya. Akan tetapi seorang anak yang luar biasa!
Nyala api unggun itu agaknya membangunkan Eng-ji. Dia
terbangun dan menggosok-gosok matanya, melihat baju luar
yang menyelimutinya dan diapun mengambil baju itu dan
memandang kepada Han Lin yang duduk di dekat api unggun.
"Ah, celaka! Apakah aku tertidur? Wah, membikin engkau
repot saja, Lin-ko. Nih bajumu, terima kasih."
"Kalau masih mengantuk, tidurlah, Eng-ji. Hari masih terlalu
pagi."
"Apa? Tidur lagi? Tidak, aku sudah kenyang tidur, aku
hendak mandi!" Dan diapun bangkit berdiri, membawa kain
penyeka badan lalu setengah berlari menuju ke sumber air
yang berada tak berapa jauh dari situ dan terhalang batu
besar.
Han Lin tersenyum. Anak itu demikian suka mandi! Lalu
teringatlah dia akan nasihat Kiok Hwa yang juga menganjurTiraikasih
Website http://kangzusi.com/
kan agar orang sering mandi karena hal itu akan
mendatangkan kesehatan. Tal lama kemudian Eng-ji sudah
selesai mandi dan Han Lin juga segera mandi untuk
membersihkan diri. Dia merasa sejuk dan segar sekali. Ketika
dia kembali ke tempat tadi, dia melihat Eng-ji sudah
memegang dua batang pedang, yaitu pedangnya sendiri dan
pedang Im-yang-kiam, dan pemuda remaja itu kelihatan
tegang.
"Eh, Eng-ji, ada apakah?" tanyanya! Akan tetapi Eng-ji
sudah melemparkan Im-yang-kiam yang telanjang itu
kepadanya. Han Lin menerimanya dan pemudi itu berkata lirih.
"Ada orang datang! Kita harus berhati hati." katanya
menuding ke arah sungai! Han Lin menengok dan benar saja.
Dari tengah sungai tampak sebuah perahu meluncur ke
pinggir, ke tempat mereka dan perahu itu ditumpangi dua
orang. Masih terlalu jauh untuk dapat melihat siapa adanya
dua orang itu. Hati Han Lin menjadi tegang karena dia melihat
sikap Eng-ji yang juga tegang dan penuh kekhawatiran.
Setelah perahu itu datang dekat. Han Lin terbelalak kaget
bukan main karena dia mengenal dua orang itu.
"Hati-hati, Lin-ko. Mereka itu adalah Toa Ok dan Sam Ok,
dua orang datuk yang amat lihai dan jahat!" terdengar Eng-ji
berkata kepadanya dan Han Lin terkejut bukan main.
Bagaimana pemuda remaja ini dapat mengenal dua orang
datuk sesat itu? Dia menjadi semakin heran saja melihat Eng
ji, apalagi melihat betapa Eng-ji sama sekali tidak kelihatan
takut walaupun Lelah mengenal siapa ada nya dua orang itu.
"Mereka itu tentu datang untuk merampas pedangku ini,"
kata Han Lin.
"Jangan khawatir. Lin-ko. Serahkan saja mereka
kepadaku!" kata Eng-ji sambil mencabut pedangnya. Han Lin
melihat sinar kehijauan dari pedang yang terhunus itu dan dia
menjadi semakin kagum. Kiranya pemuda remaja itupun
memiliki sebatang pedang yang ampuh. Akan tetapi
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
ketenangannya dan keberaniannya yang membuat dia
terheran-heran. Hanya orang yang memiliki ilmu kepandaian
tinggi saja yang dapat bersikap demikian berani dan tenang
menghadapi ancaman orang berbahaya seperti Toa Ok dan
Sam Ok!
Toa Ok dan Sam Ok telah tiba di sungai dan mereka segera
menarik perahu ke pinggir dan setelah mengikatkan perahu,
mereka berdua berloncatan ke depan dua orang pemuda yang
telah berdiri menanti dengan pedang di tangan itu! Toa Ok
telah bertemu dengan Sam Ok dan dia mengajak rekannya itu
untuk mengejar Han Lin. Dengan ditemani Sam Ok dia yakin
bahwa dia tentu akan dapat mengalahkan Han Lin dan
merampas Im-yang-kiam. Dia terheran-heran melihat Han Lin
sudah menantinya dengan Im-yang-kiam di tangan dan di
sampingnya berdiri seorang pemuda remaja lain yang juga
memegang sebatang pedang yang sinarnya kehijauan dan
pemuda ini memandang kepadanya dengan mata bersinarsinar
penuh kemarahan!
"Wah, engkau benar, Toa Ok. Dia adalah pemuda yang
dulu itu. Kini telah menjadi seorang pemuda yang amat
ganteng! Pedangnya boleh untukmu, akan tetapi pemudanya
berikan kepadaku, Toa Ok!" terdengar Sam Ok berkata. Han
Lin melihat betapa wanita itu masih tampak cantik saja seperti
dulu, cantik dan genit pesolek, padahal usianya tentu telah
mendekati enam puluh tahun!
"Sam Ok, cepat engkau bunuh pemuda yang lain itu agar
kita dapat sama-sama menghadapi dia dan merampas Imyang-
kiam!" kata Toa Ok.
Sam Ok memandang kepada Eng-ji. "Wah, yang ini juga
ganteng sekali! Pedangnya juga merupakan pusaka yang baik.
Orang muda, marilah engkau menyerah saja kepadaku, anak
manis!" Sambil berkata demikian, Sum Ok mencoba untuk
menangkap lengan tangan Eng-ji. Akan tetapi Eng-ji sudah
mengelebatkan pedangnya yang bersinar hijau untuk
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
membacok lengan tangan Sam Ok sehingga Sam Ok terkejut
setengah mati dan cepat menarik kembali tangannya.
"Sam Ok, perempuan tua bangka yang tidak tahu malu!
Kematianmu sudah di depan mata dan engkau masih berani
banyak berlagak? Hari ini engkau akan mampus di tanganku!"
bentak Eng-ji dengan garang dan Han Lin menjadi semakin
terkejut. Pemuda remaja itu berani mengeluarkan ucapan
sesombong itu! Terhadap seorang datuk sesat seperti Sam Ok
yang amat lihai lagi!
Sam Ok marah sekali mendengar penghinaan itu. "Bocah
lancang mulut. Aku akan membuat engkau merangkakrangkak
minta ampun dan menjilati kakiku!" katanya dan
iapun sudah menerjang maju sambil menggunakan jari-jarinya
untuk mencengkeram dan menotok. Itulah Ban-tok-ci (Jari
Selaksa Racun) yang amat berbahaya sehingga Han Lin
menjadi khawatir dan hendak maju melindungi Eng-ji. Akan
tetapi Eng-ji bergerak cepat sekali dan sudah memutar
pedangnya sehingga bukan Sam Ok yang mengancam,
bahkan jari-jari tangannya kini terancam oleh sinar pedang
kehijauan! Han Lin bernapas lega melihat betapa Eng-ji benarbenar
mampu menjaga diri sendiri, maka perhatiannya kini
tertuju kepada Toa Ok.
Toa Ok merasa terkejut juga melihat betapa pemuda
remaja itu mampu menandingi Sam Ok, bahkan kini mereka
sudah bertanding hebat karena Sam Ok juga sudah mencabut
pedangnya, yaitu Hek-kong-kiam (Pedang Sinar Hitam) yang
beracun. Kalau Sam Ok menggunakan pedang, hal itu berarti
bahwa lawannya tentu tangguh sekali. Toa Ok merasa kecelik
sekali. Tadinya dia membawa Sam Ok untuk membantunya
mengeroyok Han Lin, tidak tahunya di situ ada seorang
pemuda remaja yang demikian tangguhnya, mampu
menandingi Sam Ok!
Karena sudah kepalang dan diapun ingin sekali dapat
memiliki Im-yang-kiam, maka tanpa banyak cakap lagi dia
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sudah mencabut Kim-liong-kiam (Pedang Naga Emas) miliknya
dan menyerang Han Lin yang sudah memegang Im-yangkiam.
Han Lin menangkis dan membalas menyerang. Terjadi
perkelahian yang amat seru.
Yang mengagumkan adalah Eng-ji. Biarpun masih amat
muda, namun ternyata ilmu pedangnya amat hebat
gerakannya. Hal ini sebetulnya tidak mengherankan karena
Eng-ji sebetulnya adalah Suma Eng! Dengan ilmu pedang Coatok
Sin-kiam-sut (Ilmu Pedang Sakti Racun Ular) ia dapat
mengimbangi permainan pedang Sam Ok. Bahkan pedangnya
yang bergerak dengan lenggang-lenggok seperti seekor ular
itu membuat Sam Ok kewalahan!
Dengan penasaran sekali Sam Ok membantu pedang di
tangan kanannya dengan tangan kiri yang menyerang dengan
Ban-tok-ci. Akan tetapi hal ini bahkan merugikannya karena
Eng-ji kini juga membantu pedangnya dengan pukulan tangan
kiri yang amat ampuh. Tangan kiri itu mendorong dengan
telapak tangan dan serangkum hawa panas sekali menyambar
Sam Ok. Itulah pukulan Toat-beng Tok-ciang (Tangan Beracun
Pencabut Nyawa), sebuah pukulan jarak jauh yang
mengandung racun panas yang ampuh sekali. Sam Ok
terhuyung dan ia terdesak terus.
Keadaan Toa Ok tidak lebih baik dari pada Sam Ok. Diapun
terdesak hebat oleh pedang Im-yang-kiam di tangan Han Lin.
Toa Ok kecewa sekali. Dia memang sudah tahu bahwa ilmu
kepandaian pemuda ini hebat sekali dan dia tidak mampu
menandinginya. Akan tetapi Sam Ok sama sekali tidak dapat
membantunya bahkan ketika dia melirik ke arah rekannya itu,
Sam Ok juga terdesak hebat oleh lawannya.
Melihat ini Sam Ok lalu mengambil sesuatu dari saku
jubahnya dan membantingnya ke atas tanah. Terdengar
ledakan dan asap hitam tebal mengepul tinggi.
"Awas, mundur!" Seru Han Lin dan Eng-ji juga melompat ke
belakang karena khawatir kalau-kalau asap hitam itu beracun.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Setelah asap hitam membuyar dan menipis, ternyata dua
orang itu telah lenyap bersama perahu mereka.
"Kita kejar mereka!" kata Eng-ji sam bil menghampiri
perahunya siap untuk melakukan pengejaran. Akan tetapi Han
Lin mencegahnya.
"Tidak baik kita mengejar. Mereka itu licik dan curang
sekali, amat berbahaya mengejar mereka. Apalagi di atas air
di mana kita tidak berdaya. Kecuali kalau engkau mahir
bermain di air, Eng-ji."
Eng-ji bergidik, dan menggeleng kepalanya. Dia teringat
akan pengalamannya dengan para bajak sungai. "Tidak, aku
tidak pandai renang."
"Kalau begitu, jangan kejar. Eng-ji, aku kagum sekali
kepadamu. Sama sekali tidak kusangka bahwa engkau akan
mampu menandingi orang yang demikian lihai dan berbahaya
seperti Sam Ok!" kata Han Lin sambil memandang kagum.
Eng-ji tersenyum. "Akupun kagum dan heran melihatmu.
Engkau Bahkan dapat menandingi Toa Ok, raja datuk sesat
yang sakti itu! Kepandaianmu hebat sekali, Lin-ko!"
"Engkau juga sudah mengenal mereka, Eng-ji. Bagaimana
engkau dapat mengenal orang-orang macam itu?"
"Mereka adalah musuh besarku. Masih ada seorang lagi,
yaitu Ji Ok. Mereka bertiga merupakan Thian-te Sam-ok yang
menjadi musuh besarku karena mereka telah melukai guruku
dan menyebab kan kematian guruku."
"Ah, begitukah? Melihat kelihaianmu, gurumu tentu seorang
yang sakti. Kalau boleh aku mengetahui, siapakah gurumu itu,
Eng-ji?"
"Guruku seorang pertapa di Cin-ling-san, julukannya adalah
Hwa Hwa Cinjin. Pada suatu hari dia didatangi Thian-te Samok
dan dikeroyok. Suhu mampu mengusir mereka akan tetapi
dia terluka dan akhirnya tewas."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Hemm, Thian-te Sam-ok itu jahat sekali. Dulu di waktu aku
masih kecil merekapun sudah berusaha untuk membunuhku.
Sekarang selelah aku dewasa, mereka masih mencoba untuk
merampas Im-yang-kiam dan membunuhku."
"Baru sekarang aku menyadari bahwa kiranya engkau yang
telah berhasil memiliki Im-yang-kiam, Lin-ko. Ayahku pernah
bercerita tentang Im-yang-kiam itu, bahkan ayah sendiri tidak
berhasil mencabutnya. Kiranya engkau yang berhasil
mencabutnya. Tidak heran kalau Toa Ok datang hendak
merampasnya. Kabarnya Im-yang-kiam itu merupakan pedang
pusaka yang amat ampuh sekali."
"Eng-ji, melihat kepandaianmu, aku yakin bahwa ayahmu
juga tentu seorang gagah yang berilmu tinggi. Boleh aku
mengetahui siapa ayahmu?"
Eng-ji menghela napas panjang. "Ayahku juga seorang
perantau. Dia berjuluk Huang-ho Sin-liong bernama Suma
Kiang."
Dapat dibayangkan betapa terkejutnya hati Han Lin
mendengar ini. Suma Kiang adalah musuh besarnya yang
mengakibatkan tewasnya ibunya! Suma Kiang yang berusaha
untuk membunuhnya di waktu dia masih kecil, yang menculik
dia dan ibunya dari perkampungan Mongol! Ternyata pemuda
remaja ini, yang dalam waktu semalam telah menjadi sahabat
baiknya, bahkan yang telah membantunya dalam menghadapi
Toa Ok dan Sam Ok, adalah putera Suma Kiang, musuh
besarnya! Biarpun Han Lin dapat menekan perasaannya dan
tidak memperlihatkan sesuatu pada wajahnya, namun dia
tertegun dan memandang Eng-ji dengan diam tak berkedip.
"Engkau kenapakah, Lin-ko? Engkau memandangku seperti
orang merasa heran. Mengapa?"
Bocah ini memiliki pandang mata yang tajam dan amat
cerdik, pikir Han Lin. Dia sadar dan pandang matanya men
jadi biasa lagi. "Ah, aku hanya terheran-heran melihat engkau
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
yang masih begini muda ternyata telah memiliki ilmu kepan
daian tinggi sekali. Mengagumkan dan mengherankan, Eng-ji!"
"Hemm, kepandaianmu lebih tinggi lagi, Lin-ko. Aku dapat
menandingi Sam Ok, akan tetapi kalau aku harus menandingi
Toa Ok, agaknya sukar bagiku untuk mencapai kemenangan.
Engkau sudah mengetahui nama guruku. Aku yakin bahwa
gurumu tentu juga .seorang yang sakti seperti guruku.
Siapakah gurumu, Lin-ko?"
Karena pemuda itu sudah berterus terang kepadanya,
walaupun dia putera musuh besarnya, Han Lin merasa tidak
enak kalau tidak berterus terang pula. Akan tetapi mengingat
bahwa Go-bi Sam sian, tiga orang gurunya yang pertama,
pernah bentrok dengan Suma Kiang, dia tidak menyebut tiga
orang gurunya itu, melainkan dua orang gurunya yang
terakhir.
"Guruku ada dua orang. Yang pertama bernama Cheng
Hian Hwesio dan yang ke dua berjuluk Bu-beng Lo-jin."
"Ah, mereka tentu orang-orang sakti." kata Eng-ji.
"Sekarang engkau hendak melanjutkan perjalanan ke
manakah, Lin-ko?"
"Aku hendak melanjutkan perjalanan ke selatan, ke kota
raja untuk mencari pengalaman dan menambah pengetahuan.
Dan engkau sendiri, Eng-te (adik laki-laki Eng)?"
"Aku juga hendak merantau ke selatan. Kebetulan aku
sendiri juga ingin sekali berkunjung ke kota raja untuk melihat
kebesaran kota raja dan keramaiannya, maka kuharap engkau
tidak keberatan kalau kita melakukan perjalanan bersama, Linko!"
Tentu saja Han Lin tidak merasa keberatan walaupun
hatinya ragu mengingat bahwa pemuda ini adalah putera
Suma Kiang. Bagaimana kalau dalam perjalanan mereka
berjumpa dengan Suma Kiang? Dia tentu akan menentang
datuk itu! Dia merasa tidak enak sendiri.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Aku tidak keberatan, Eng-ji. Akan tetapi bukankah engkau
katakan hendak mencari ayahmu? Di manakah ayahmu itu
sekarang?"
"Aku tidak tahu. Dia meninggalkan aku pada mendiang
suhu dan tidak mem-beritahu ke mana akan pergi. Katanya
dia akan menjemput di Puncak Ekor Naga di Cin-ling-san.
Akan tetapi sampai suhu meninggal dunia dia tidak muncul.
Terpaksa aku meninggalkan tempat itu. A-kan tetapi aku
pernah mendengar ayahku menyatakan bahwa dia ingin sekali
pergi ke kota raja. Karena itu, kebetulan sekali kita pergi ke
sana, siapa tahu aku akan bertemu dengan ayahku di sana."
"Akan tetapi untuk melakukan perjalanan ke selatan
sebaiknya kita melakukan perjalanan darat. Terpaksa kita
harus meninggalkan perahumu."
Eng-ji tertawa. "Tentu saja! Untuk apa perahu macam itu?
Aku sendiri juga sudah bosan berperahu, pula, aku tidak
berani mendayung perahu ke tengah, selalu jalan di tepi."
"Kenapa?"
"Aku mengalami hal yang pahit sekali dan hampir membuat
aku mati tenggelam. Aku bertemu bajak sungai. Kami
berkelahi dan aku mengamuk dengan berloncatan dari satu
perahu ke perahu yang lain. Akan tetapi bajak-bajak sungai
yang curang itu menenggelamkan perahu sehingga aku
tercebur ke dalam air dan nyaris tenggelam!"
"Ah, lalu bagaimana?" Han Lin terkejut juga mendengar
cerita pemuda itu.
"Untung muncul seorang pendekar dari Kun-lun-pai yang
pandai renang. Dialah yang menyelamatkan aku dari mati
tenggelam. Namanya Gui Song Cin dan orang nya baik sekali."
"Untung muncul seorang pendekar yang baik hati. Aku
sendiripun tidak pandai renang. Itulah sebabnya aku
mencegahmu ketika engkau hendak melakukan pengejaran
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
terhadap Toa Ok dan Sam Ok yang melarikan diri dengan
perahu mereka."
"Aku dapat memahami maksud baikmu, Lin-ko. Karena itu
akupun tidak berkeras untuk mengejar mereka. Akan tetapi
kalau saja perahu ini dapat kita jual, tentu akan dapat untuk
menambah uang biaya perjalanan kita." Dia berhenti sebentar
lalu menoleh kepada Han Lin. "Engkau membawa bekal uang
untuk biaya, Lin-ko?"
Han Lin menggeleng kepalanya. Dia memang sudah tidak
mempunyai uang.
"Jangan khawatir, Lin-ko. Aku masih mempunyai sisa uang
cukup banyak. Lihat ini!" Eng-ji memperlihatkan sisa uang nya
dan memang cukup banyak. "Lagi Pula, kalau kita kehabisan,
apa sukarnya? Kita dapat mengambil uang dari para hartawan
atau bangsawan yang kelebihan uang yang mereka dapatkan
dengan tidak halal."
"Mencuri?" tanya Han Lin kaget.
"Apa salahnya? Kita mengambil uang mereka bukan untuk
bersenang-senang, mengambil secukupnya saja untuk
keperluan hidup dalam perjalanan kita. Atau kalau engkau
tidak tega mengambil uang mereka, kita mengambil uang dari
para perampok dan penjahat!" kata pula Eng-ji dengan suara
gembira. Han Lin terpaksa hanya tersenyum saja karena
diapun tidak melihat cara lain untuk mendapatkan uang bekal
perjalanan.
"Mari kita lanjutkan perjalanan, Eng-te." katanya dan kedua
orang muda itu lalu melangkah pergi meninggalkan tempat
itu. Han Lin merasa tetap tidak enak melakukan perjalanan
bersama putera musuh besarnya, akan tetapi dia tidak
mempunyai alasan untuk memisahkan diri. Pula, ayahnya jadi
boleh jahat,. menyebabkan ibunya hidup menderita, tidak
dapat bicara bahkan akhirnya menyebabkan kematian ibunya.
Ayahnya memang jahat sekali, akan tetapi hal itu apa
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
hubungannya dengan anaknya? Kalau anaknya tidak jahat,
tidak semestinya dia menentangnya. Dia hendak melihat saja
nanti bagaimana perangai Eng-ji yang sebenarnya. Dia belum
dapat menilai watak pemuda remaja itu yang baru dikenalnya
semalam. Melihat dia menentang orang-orang macam Thiante
Sam-ok saja sudah menimbulkan kesan baik di hatinya.
Ternyata kemudian oleh Han Lin bahwa Eng-ji bersikap
amat ramah dan baik kepadanya. Bahkan terlalu baik. Kalau
mereka kemalaman di hutan, Eng-ji selalu sibuk melayani
segala keperluan Han Lin. Membuatkan masakan dan ternyata
pemuda itu pandai sekali masak. Walaupun alat masak dan
bumbunya sederhana, namun dia dapat membuatkan
masakan yang enak-enak. Bahkan ketika dia mencuci pakaian
kotornya, dia minta pakaian Han Lin yang kotor untuk
dicucikan sekalian.
Kalau mereka tiba di sebuah dusun atau kota, Eng-ji
menggunakan uangnya untuk berbelanja dan selalu berusaha
untuk menyenangkan hati Han Lin. Han Lin sampai merasa
canggung dan rikuh sekali melihat pelayanan Eng-ji. Seolaholah
Eng-ji menganggap dia sebagai majikannya. Karena sikap
ini, Han Lin merasa semakin suka kepada pemuda putera
musuh besarnya itu. Akan tetapi ada kalanya Eng-ji bersikap
seperti seorang anak yang nakal dan bandel.
Pada suatu hari ketika mereka memasuki sebuah rumah
makan di sebuah kota, Han Lin melihat sebuah keluarga
duduk menghadapi meja makan dan di antara mereka
terdapat dua orang gadisnya yang cantik. Dia hanya
memandang biasa saja, akan tetapi Eng-ji menggodanya
ketika mereka duduk menghadapi meja. Godaan yang lebih
bersifat tuduhan.
"Lin-ko, ternyata engkau seorang pemuda yang mata
keranjang!" demikian katanya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Jilid XIII
"HAH???Mengapa engkau berkata demikian, Eng-ji?"
"Kau kira aku tidak melihatnya ketika kita lewat di depan
meja keluarga itu? Matamu seperti hendak meloncat keluar
ketika engkau memperhatikan dua orang gadis itu. Engkau
tergila-gila kepada mereka, bukan?"
"Ah, aku hanya memandang biasa saja, Eng-ji."
"Memandang biasa? Engkau memandang mereka seperti
seekor srigala melihat dua ekor domba! Aku paling benci
melihat laki-laki yang mata keranjang! Memalukan sekali!"
Eng-ji tiba-tiba tampak marah dan bersungut-sungut.
Han Lin merasa lucu, lalu timbul niatnya untuk menggoda.
"Eh, Eng-te, jangan pura-pura. Kurasa engkaupun tentu
senang melihat seorang gadis yang cantik."
Eng-ji memandang Han Lin dan matanya berapi-api. "Tidak
sudi aku! Aku bukan seorang yang mata keranjang, melainkan
seorang yang gagah! Sudahlah, kalau engkau mata keranjang,
aku tidak sudi berdekatan denganmu!" Setelah berkata
demikian, dengan gerakan marah Eng-ji menyambar
buntalannya dan duduk di meja lain!
Han Lin merasa terkejut juga. Tidak disangkanya bahwa
Eng-ji bersungguh-sungguh dan benar-benar menjadi marah
besar kepadanya karena dia memandangi kedua orang gadis
cantik itu. Benarkah Eng-ji seorang pemuda yang tidak suka
kepada gadis cantik? Dan memandang rendah kepada pria
yang suka melihat gadis cantik?
Dia mengalah, lalu bangkit berdiri dan menghampiri
sahabatnya itu. "Maafkan aku, Eng-te, aku telah membuat
engkau marah." katanya sambil duduk di meja itu. Akan tetapi
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Eng-ji tidak menjawab, hanya bersungut-sungut sambil
melambaikan tangan memanggil pelayan, lalu memesan nasi
dan masakan dengan singkat. Biasanya dia mesti bertanya
kepada Han Lin, masakan apa yang hendak dipesannya. Sekali
ini dia memesan sendiri, dengan sikap sembarangan saja.
Eng-ji bersikap dingin dan marah, tidak pernah memandang
kepada Han Lin, bahkan ketika masakan datang, dia lalu
makan tanpa mempersilakan Han Lin makan. Han Lin merasa
tidak enak sekali, akan tetapi diapun makan dan bersikap
seperti biasa saja. Melihat pemuda itu makan dalam keadaan
tidak enak dan terpaksa, Han Lin merasa menyesal telah
membikin marah sahabat yang biasanya bersikap baik itu
maka sambil makan dia pun berkata, "Eng-te, aku merasa
menyesal sekali telah membuat engkau marah. Maafkanlah
aku, demi persahabatan kita."
Eng-ji menunda sumpitnya dan menatap wajah Han Lin.
Matanya basah! Dan suaranya terdengar parau ketika dia
berkata agak ketus, "Berjanjilah bahwa engkau tidak akan
bersikap mata keranjang kalau melihat wanita cantik!"
Han Lin menelan ludahnya, diam-diam merasa geli, akan
tetapi juga penasaran.
Sekarang dia melihat watak yang lain dari pemuda remaja
yang mempunyai segi-segi yang aneh itu. "Baiklah, aku
berjanji!" katanya sambil mengangguk. Dan seketika sikap
Eng-ji berubah! Kembali ramah seperti biasa, bahkan
memilihkan dan menyumpitkan daging pilihan dari masakan
itu untuk Han Lin!
Ketika mereka selesai makan dan Eng-ji sudah membayar
harga makanan, mereka meninggalkan rumah makan itu dan
untuk menyenangkan hati sahabatnya itu, Han Lin
menengokpun tidak ketika lewat dekat rombongan keluarga
yang ada dua orang gadis cantiknya itu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Atas ajakan Eng-ji, mereka langsung meninggalkan kota itu
menuju ke selatan. Sebentar saja mereka sudah meninggalkan
kota dan tiba di tempat sunyi di luar kota sebelah selatan.
Han Lin menimbang-nimbang. Akan diteruskan
perjalanannya bersama Eng-ji ini? Ataukah dia akan
memisahkan dirinya? Akan lebih enak kalau melakukan
perjalanan seorang diri, dia dapat bebas sesuka hatinya dan
tidak menyinggung atau membuat tidak senang hati
sahabatnya itu. Akan tetapi kalau dia teringat akan keramahan
Eng-ji, akan sikapnya yang teramat baik dan ramah
kepadanya, dia merasa tidak tega. Bagaimana Eng-ji akan
menerimanya kalau dia mengajak berpisahan? Agaknya
pemuda remaja itu sudah melekat kepadanya, dan agaknya
Eng-ji akan berduka kalau diharuskan berpisah. Eng-ji sudah
dia anggap dia lebih dari pada sahabat biasa, bahkan
menganggap seperti kakaknya sendiri. Mencucikan
pakaiannya! Mempersiapkan makanan yang enak-enak.
Bahkan pernah ketika mereka bermalam di kamar sebuah
rumah penginapan di kota, pada malam hari ketika dia
terbangun, dia melihat Eng-ji tertidur di atas lantai, tidak
disampingnya di atas tempat tidur! Ketika pada pagi harinya
dia menegur, pemuda remaja itu mengatakan bahwa dia
merasa gerah sekali maka berpindah tidur di bawah, tidak
berani membangunkannya! Dalam segala hal pemuda remaja
itu mengalah kepadanya dan menyediakan yang terbaik
untuknya. Dan dalam perjalanan selama beberapa hari itu dia
merasa betapa perkenalan mereka telah menjadi
persahabatan yang amat akrab. Bagaimana dia akan tega
untuk mengatakan kepada Eng-ji bahwa dia ingin memisahkan
diri?
"Lin-ko, mengapa engkau melamun? Apa yang
kaulakukan?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Han Lin tertegun. Pemuda remaja itu begitu penuh
perhatian terhadap dirinya, seperti biasa! "Tidak apa-apa, Engte."
"Sejak tadi engkau berdiam diri saja. Apakah ada yang
mengganggu pikiranmu?"
"Ah, tidak ada."
"Sukurlah kalau begitu. Aku khawatir bahwa aku telah
membuat hatimu tidak senang."
"Tidak, tidak ada apa-apa, Eng-te."
"Sttt.... dari depan ada orang-orang yang mencurigakan.
Mereka mempergunakan ilmu berlari cepat!" tiba-tiba Eng-ji
memperingatkan.
Han Lin mengangkat muka memandang dan benar saja.
Jauh di depan di atas jalan yang lurus itu tampak bayangan
enam orang menuju ke tempat mereka dengan gerakan cepat
sekali seperti terbang. Jelas mereka itu adalah orang-orang
yang memiliki ilmu berlari cepat dan sedang menghampiri
mereka. Han Lin bersikap waspada dan berhenti melangkah,
memandang kepada mereka dengan sikap tenang walaupun
hatinya merasa tegang.
"Wah, mereka datang lagi! Kini langkah mereka bertiga
ditambah tiga orang lagi. Gawat keadaannya, Lin-ko!" bisik
Lng-ji yang sudah cepat mengeluarkan Ceng-liong-kiam
(Pedang Naga Hijau) dari buntalan pakaiannya! Han Lin juga
segera dapat mengenal mereka. Dia mengenal Toa Ok dan
Sam Ok. Akan tetapi dia tidak mengenal Ji Ok, dan dari jarak
jauh itu diapun tidak mengenal tiga orang lain yang datang
bersama mereka.
Karena maklum bahwa munculnya orang-orang itu tentu
dengan niat buruk, yaitu hendak merampas Im-yang-kiam,
maka Han Lin juga membuat persiapan dan diapun sudah
melolos Im-yang-kiam dari buntalan pakaiannya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Akan tetapi setelah enam orang itu tiba di depan mereka
dan Han Lin memandangi mereka satu demi satu, tiba-tiba
wajahnya menjadi pucat sekali, matanya terbelalak dan
mulutnya ternganga. Dia memandang kepada seorang wanita
dan merasa bagaikan mimpi. Wanita yang berusia kurang
lebih empat puluh tahun, masih cantik jelita, wanita yang
selama hidupnya tidak akan pernah terlupakan oleh Han Lin
karena wanita itu adalah ibunya!
"Ibuuuu.....! Engkau adalah ibuku......!!"
Han Lin melompat di depan wanita itu sambil berteriak
memanggil. Wanita itu memang Chai Li adanya. Seperti telah
di ceritakan di bagian depan, Chai Li menjadi tawanan Ji Ok
setelah diselamatkan oleh datuk sesat itu. Ji Ok jatuh cinta
kepada Chai Li dan dengan kekuatan sihirnya dia membuat
Chai Li tunduk dan menyerah kepadanya menjadi isterinya.
Ternyata bagaimanapun juga, Ji Ok merupakan suami yang
baik dan amat mencinta isterinya sehingga walaupun Chai Li
berada dalam keadaan di bawah pengaruh sihir, namun ia
hidup cukup bahagia dengan suaminya yang mencinta. Juga Ji
Ok telah menggembleng dan mendidiknya dengan ilmu silat
sehingga Chai Li berubah menjadi seorang wanita yang lihai,
akan tetapi wataknya juga sesuai dengan watak suaminya,
keras dan kejam terhadap lawan.
Ketika Han Lin melompat ke depannya dan menyebutnya
ibu, Chai Li mundur-mundur dengan wajah berubah pucat dan
matanya terbelalak. Ia tampak bingung sekali, seperti tidak
tahu apa yang harus ia lakukan.
Melihat ibunya mundur-mundur dan memandang
kepadanya dengan bingung, Han Lin melangkah maju. "Ibu,
aku adalah anakmu. Aku adalah Han Lin anakmu.......!!"
Chai Li menjadi semakin bingung. Mulutnya menggerakkan
nama "Han Lin" tanpa mengeluarkan suara dan ia seperti
orang yang kehilangan ingatan.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Isteriku, serang bocah itu!" tiba-tiba Ji Ok berseru dengan
suara mengandung penuh wibawa dan mendengar teriakan Ji
Ok ini, tiba-tiba Chai Li menyerangnya dengan ganas,
menggunakan tangan kanan untuk memukul dengan telapak
tangan yang mengeluarkan hawa panas. Itulah pukulan Bantok-
ciang yang amat berbahaya.
Han Lin terkejut sekali dan cepat dia mengerahkan sinkang
pada dadanya yang terkena pukulan itu sehingga dia
terjengkang.
"Ibuuuu..... kenapa engkau memukul aku, anakmu?" Han
Lin bangkit lagi. untung sinkangnya amat kuat sehingga
pukulan itu tidak melukainya. Mendengar seruan ini, kembali
Chai Li ragu-ragu dan bingung sehingga tidak menyerang lagi,
melainkan memandang dengan mata terbelalak.
Melihat kembali Chai Li- ragu-ragu dan bingung, Ji Ok
berseru lagi, kini lebih berwibawa suaranya, mengandung
kekuatan sihir yang menguasai Chai Li. "Isteriku, pemuda ini
musuh kita. Bunuh dia!"
Mendengar suara itu, Chai Li mencabut pedang yang
berada di punggungnya dan menyerang Han Lin dengan
tusukan maut. Han Lin cepat mengelak dan dia menjadi
bingung sekali.
Sementara itu, ketika melihat betapa Han Lin mengakui
wanita cantik itu sebagai ibunya akan tetapi malah diserang
oleh wanita itu atas perintah Ji Ok, Eng-ji menjadi marah
sekali kepada Ji Ok.
"Jahanam terkutuk engkau!" bentaknya dan ia sudah
menggunakan Ceng-liong-kiam untuk menyerang Ji Ok
dengan dahsyatnya. Menghadapi serangan Eng-ji yang hebat
ini, Ji Ok cepat mempergunakan senjatanya yang istimewa,
yaitu sabuk sutera putih, untuk melawannya.-Akan tetapi Sam
Ok segera terjun ke dalam perkelahian itu sambil memutar
Hek-kong-kiam di tangannya sambil berseru.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Ji Ok, engkau bantu Toa Ok merampas Im-yang-kiam!"
dan Sam Ok segera menyerang Eng-ji, dibantu oleh seorang
kakek yang berpakaian seperti tosu yang tadi datang bersama
mereka.
Mendengar ini, Ji Ok lalu melompat keluar dan mendekati
Chai Li yang masih menyerang Han Lin. "Terus serang dia,
bunuh musuh kita ini, isteriku!" katanya dan diapun segera
menggunakan sabuk sutera putihnya untuk membantu Chai Li
menyerang Han Lin. Melihat ini, Toa Ok tidak tinggal diam dan
diapun sudah menggerakkan Kim-liong-kiamnya untuk
mengeroyok Han Lin. Tosu kedua yang datang bersama
mereka, tanpa di minta juga mengeroyok Han Lin,
Han Lin masih kebingungan melihat sikap ibunya yang
menyerangnya dengan hebat itu, menjadi marah bukan main.
Tahulah dia bahwa ibunya berada dalam keadaan tidak wajar.
Berada di bawah pengaruh sihir. Akan tetapi biarpun dia
marah sekali, dia masih bingung dan sedih menghadapi ibunya
seperti itu sehing ga karena perhatiannya tercurah kepada
ibunya, dia menjadi kurang waspada dan ketika dia memutar
pedang Im-yang-kiam untuk melindungi tubuhnya dari hujan
serangan, tendangan kaki kiri Ji Ok mengenai dadanya dan
diapun terjengkang dan terbanting roboh! Dadanya terasa
nyeri akan tetapi tidak dirasakannya karena pada saat itu dia
melihat Chai Li udah menusukkan pedangnya ke arah
lehernya.
Han Lin terpaksa menggulingkan dirinya agar terhindar dari
tusukan maut itu dan kembali dia berseru, "Ibuuu.....!" Ini
aku, Han Lin anakmu....!!"
Kembali Chai Li tersentak kaget, akan tetapi Ji Ok kembali
berkata kepadanya, "Jangan dengarkan ocehannya, isteriku.
Dia musuh besar kita, serang dan bunuh dia!"
Kembali Chai Li menggerakkan pedangnya menusuk,
disusul oleh Ji Ok yang mengelebatkan sabuk suteranya. Bagai
ikan seekor ular sabuk sutera putih itu meluncur dan ujungnya
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menotok ke arah tubuh Han Lin! Pemuda ini menjadi
penasaran sekali melihat ibunya. Dia melompat berdiri dan
menangkis pedang ibunya dan sabuk sutera putih yang
menotoknya, akan tetapi dari belakang menyambar pedang
Kim-liong-kiam di tangan Toa Ok dan sebatang pedang lain di
tangan tosu pembantu Toa Ok. Han Lin memutar pedangnya
ke belakang.
"Ibu.......!" Dia mencoba untuk memanggil lagi.
"Desss.....!" Hebat sekali tamparan tangan kiri Toa Ok yang
disertai ilmu pukulan Ban-tok-ciang. Kalau bukan Han Lin yang
punggungnya terkena pukulan itu, tentu akan roboh tewas
atau setidaknya terluka parah. Akan tetapi pemuda itu telah
melindungi tubuhnya dengan sin-kang, maka biarpun dia
terpelanting roboh, dia tidak terluka parah dan sudah
melompat kembali sambil memutar pedang Im-yang-kiam
melindungi dirinya.
Bukan pengeroyokan empat orang itu yang membuat Han
Lin kewalahan, melainkan karena dia bingung dan sedih
melihat keadaan ibunya yang tidak mengenalnya. Kenyataan
ini membuat dia lengah dan lemah sehingga beberapa kali dia
terkena tendangan dan hantaman. Masih untung bahwa dia
tidak lupa untuk melindungi dirinya dengan sin-kang yang
membuat tubuhnya kebal dan tidak dapat ditembusi oleh
hawa beracun dari pukulan Ban-tok-ciang.
"Ibuuu.... ingatlah, ibuuu.....!" Kembali dia berseru.
"Desss.....!" Kembali dia terkena tendangan, sekali ini kaki
Toa Ok yang menendangnya, keras sekali sehingga tubuhnya
terpental sampai lima meter! Empat orang pengeroyoknya itu
mengejarnya dan kembali pedang ibunya menusuk ke arah
dadanya. Dia menangkap pedang itu dengan tangan kirinya.
"Ibu, aku Han Lin.....!" Dia memperingatkan ibunya. Akan
tetapi Chai Li mengerahkan tenaga dan mencabut pedangnya.
Ia kini telah memiliki tenaga sin-kang cukup kuat sehingga
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Han Lin yang tidak mencengkeram pedang dengan sungguhsungguh
itu melepaskan pedang yang mengakibatkan telapak
tangan kirinya tergores pedang dan berdarah!
"lbuuuu.....! Desss.....!" Kembali tubuh Han Lin terkena
tendangan Ji Ok sehingga terpelanting dan terguling-guling.
Kepalanya terasa pening dan pada saat itu sadarlah dia bahwa
kalau dia terus terbenam dalam kebingungan dan kedukaan,
dia dapat tewas di tangan para pengeroyok itu. Bangkitlah
semangat Han Lin dan dia menjadi marah sekali, marah
kepada mereka yang telah membuat ibunya seperti itu.
"Aaaaauuuungggg......!" Tiba-tiba dia mengeluarkan pekik
semacam auman yang melengking-lengking dan empat orang
pengeroyoknya terpental mundur seperti dilanda angin bddai.
Itulah Sai-cu Ho-kang (Ilmu Auman Singa) yang
dikeluarkannya dengan pengerahan tenaga sekuatnya
sehingga akibatnya amat hebat, membuat para
pengeroyoknya terhuyung-huyung ke belakang. Juga sekaligus
getaran suara itu menghancurkan semua kekuatan sihir
sehingga pada saat itu Chai Li seolah-olah terbebas dari
pengaruh sihir. Ia terbelalak pucat, memandang kepada Han
Lin.
"Kau..... kau.....?" katanya dengan suara tidak jelas. Wanita
itu masih dapat bicara walaupun kalau mengeluarkan suara
tidak jelas karena lidahnya tinggal separuh. Melihat dan
mendengar suara ibunya, Han Lin menjadi timbul harapannya
lagi dan diapun mendekati ibunya.
"Ibu, ini aku anakmu, Han Lin!"
Akan tetapi pada saat itu, kembali serangan datang bertubi.
Han Lin yang mencurahkan perhatiannya kepada ibunya,
memutar pedang menangkis, akan tetapi dari belakang dia
menerima hantaman tangan kiri Ji Ok.
"Plakk....!" Punggungnya kena dihantam ilmu pukulan Bantok-
ciang dan kembali Han Lin terpelanting jatuh. Pedang KimTiraikasih
Website http://kangzusi.com/
liong-kiam di tangan Toa Ok menyambar dengan tusukan ke
arah dadanya pada saat dia jatuh itu. Han Lin masih sempat
menggulingkan dirinya ke samping sehingga pedang itu
menusuk dan menancap di atas tanah. Han Lin
menggulingkan tubuhnya menjauh dan pada saat itu, pedang
tosu pembantu Toa Ok sudah membacok ke arah perut Han
Lin. Melihat datangnya pedang yang dibacokkan ke arah
perutnya, Han Lin cepat menggerakkan kedua kakinya
menendang. Kaki kiri menendang pergelangan tangan yang
memegang pedang sehingga pedang itu terlepas, dan kaki
kanan menendang ke arah dada lawan. Tosu itu mengelak
namun tetap saja dadanya tertendang sehingga dia
terjengkang roboh. Han Lin meloncat bangun dan sudah
memutar Im-yang-kiam lagi untuk melindungi dirinya. Yang
amat menyedihkan hatinya adalah ketika dia melihat ibunya
kembali sudah menyerangnya dengan ganas!
Share:
cersil...
Comments
0 Comments

Postingan Cersil Terbaru