Rabu, 12 April 2017

Cersil Pendekar Kwee Ceng ( Pendekar Pemananah Rajawali) 1 Trilogi Pertama

Baca Juga:
Cersil Pendekar Kwee Ceng ( Pendekar Pemananah Rajawali) 1 Trilogi Pertama
Pengantar
Di luar gunung ada lagi
gunung hijau,
di luar lauwteng ada pula
lauwteng lainnya,
Nyanyian-nyanyian dan
tari-tarian di Telaga Barat,
hingga kapankah itu akan
berhenti?
Penghidupan mewah di
Selatan telah membuat
mabuk
kepada pelancong-pelancong tetamu,
Hingga kota Hangciu dianggapnya sebagai kota
Pianciu!
Syair di atas adalah lukisan dari peristiwa pada
delapan ratus tahun yang lampau. Ketika itu kerajaan
Song telah menjadi sedemikian lemahnya hingga
kedua kaisar Hwie Cong dan Kim Cong sudah kena
ditawan bangsa Kim (Kin), karena mana itu pangeran
Kong Ong lalu menyeberang ke Selatan, menerima
tahta kerajaan di kota Lim-an, menjadi Kaisar Kho
Cong. Dalam waktu sesulit itu, selagi musuh
mengancam di tapal batas, setelah separuh dari
negara berada di dalam tangan musuh itu, sudah
selayaknya satu kaisar bangkit bangun untuk membuat
perlawanan, akan tetapi tidak demikian dengan Kaisar
kho cong ini. Dia justru jeri terhadap bangsa Kim itu
yang dipandangnya sebagai harimau saja, berbareng
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
dengan itu dia pun khawatir kalau kedua Kaisar Hwie
Cong dan Kim Cong nanti kembali dari tawanan hingga
dia tak dapat terus bercokol di atas singasana naga.
Maka dengan itu menurut perkataannya dorna Cin
Kwee4, dia titahkan membunuh Jenderal Gak Hui,
pendekar yang menentang musuh Kim itu, sesudah
mana itu dengan merendahkan martabat sendiri ia
mengajukan permohonan damai dengan bangsa Kim.
Inilah pengharapan bangsa Kim yang disaat itu
tengah gelisah sebab telah berulangkali mereka
memperoleh labrakan dari Jenderal Gak Hui, hingga
semangatnya terpukul hebat, sementara di wilayah
Utara mereka terancam pemberontakan tentera rakyat
sukarela. Begitu di dalam bulan pertama tahun
kerajaan Ciauw-hin ke-12 (1138 masehi) perdamaian
telah ditandatangani dengan syarat tapal batas kedua
negara Song dan Kim adalah aliran tengah dari sungai
Hoay-sui.
Perdamaian itu namanya saja perdamaian,
kenyataannya adalah penaklukan dari Kaisar Kho
Cong itu (yang bernama Tio Kouw adalah putra ke-9
dari Kaisar Hwie Cong). Sebab di dalam suratnya, Kho
Cong menyatakan dan mengaku sudah terima budi
kebaikan dari raja Kim, karena mana turun temurun ia
akan menjadi “menteri yang setia” serta berjanji setiap
hari lahirnya, “Kaisar” demikian ia menyebut raja Kim
itu – begitu juga setiap tahun, ia akan kirim utusan
guna memberi selamat sambil menghanturkan upeti
uang perak duapuluh lima laksa tail dan cita duapuluh
lima laksa balok.
Demikian macam martabatnya seorang Kaisar, ia
sungguh memalukan, maka ketika tentera dan rakyat
negeri mengetahui hal itu, semuanya menjadi murka
dan berbareng berduka. Lebih bersedih adalah rakyat
di wilayah utara sungai Hoay-sui itu, karena mereka
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
menjadi tidak mempunyai harapan lagi akan
bangunnya negara. Dipihak lain, Kho Cong
menganggap itu adalah jasa besar dari dorna Cin
Kwee, maka juga dorna yang sudah tinggi pangkatnya,
yaitu Siaupo Copoksia merangkap Kie-bit-su gelar
Pangeran Louw-kokong, dinaiki pula menjadi Taysu,
hingga kedudukannya telah mencapai puncaknya
kebesaran suatu menteri!
Semenjak itu bangsa Kim menduduki separuh dari
wilayah Tiongkok. Walaupun demikian pemerintahan di
Hangciu malah bertambah buruk, raja dan menterimenterinya,
setiap hari berpelesiran saja, berpesta
pora, tidak memikirkan lagi kepentingan negara,
sedang beberapa menteri atau perwira yang setia,
umumnya kalah pengaruh dan tidak berdaya, hingga
mereka pada menutup mata karena mereras.
Demikan syair di atas, gambaran dari kaisar yang
lemah dan buruk tapi pecandu pelisir!
-------------------------------
1) Telaga Barat – See Ouw (Si Hu)
2) Piancu – Kaifeng (Kayhong), ibukota propinsi
Honan. Bekas kotaraja.
3) Lim-an – Hangciu (Hangchow), ibukota
Chekiang, inilah yang dimaksud dengan Selatan
(Kanglam)
4) Dorna Cin Kwee – Di Hangciu telah dibuat
patungnya sebagai tanda peringatan dari khianatnya
terhadap negara dan ada satu waktu yang patungnya
itu telah diperhina dengan ludah maupun kotoran
manusia.
Bab 1. Pertempuran di Tanah Bersalju
Beberapa tahun telah berselang, Kaisar Kho Cong
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
itu digantikan oleh Kaisar Hauw Cong. Kaisar Hauw
Cong digantikan Kaisar Kong Cong, lalu Kaisar Leng
Cong. Pada tahun Keng-goan ke-5 dari Kaisar ini,
selagi musim dingin, telah turun hujan salju lebat
selama dua hari berturut-turut, hingga Hangciu, ibukota
Kerajaan Song itu seperti bermandikan air perak,
bercahaya berkilau, indah dipandang. Dan diwaktu
begitu, Kaisar dan menteri-menterinya dengan duduk
mengelilingi perapian, bersenang-senang menenggak
air kata-kata......
* * *
Di luar kota Hangciu, di sebelah timurnya, di dusun
Gu-kee-cun, dua orang gagah pun tengah minum arak
putih sambil duduk berhadapan, oleh karena mereka
adalah bagaikan saudara sejati. Dari mereka itu, yang
satu bernama Kwee Siauw Thian, yang lainnya Yo Tiat
Sim, kedua-duanya adalah turunan orang-orang
kenamaan.
Siauw Thian itu adalah turunan dari Say-Jin-Kui
Kwee Seng, itu adalah salah satu jago dari seratus
delapan orang kosen dari gunung Liang San yang
kesohor dengan ilmu silat tombaknya, hanya setelah
tiba pada dia ini, tombak yang panjang itu diganti
dengan sepasang tombak pendek dan bergaetan
(siangkek). Sementara Yo Tiat Sim itu adalah turunan
dari Panglima Yo Cay Hin, salah seorang bawahan
Jenderal Gak Hui dan ilmu tombaknya adalah warisan
leluhurnya. Mulanya kedua orang ini bertemu dalam
pengembaraan, setelah merasa cocok, maka mereka
mengangkat saudara, kemudian bersama-sama
mereka pindah dan tinggal di dusun ini. Kebiasaan
mereka adalah duduk berkumpul, pasang omong dan
menyakinkan ilmu silat.
Demikian juga pada hari itu, selagi salju turun,
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
mereka duduk minum arak dan berbicara dengan
asyiknya, tempo mereka omong hal nasibnya negera,
keduanya menjadi berduka dan berdongkol, tiba-tiba
saja Tiat Sim mengeprak meja dengan kerasnya.
Justru saat itu ada seorang keluar dari ruang dalam,
apabila gorden tersingkap, terlihatlah seorang wanita
yang cantik sekali, tangannya memegang nenampan di
atas mana ada terdapat masakan daging sapi serta
ayam.
“Hai, urusan apa lagi yang membuat kamu berdua
saudara marah?” tanya wanita itu sambil tertawa.
“Kami tengah membicarakan urusan yang gila-gila
dari negara!” sahut Siauw Thian. “Enso, mari kau pun
minum satu cawan!”
Wanita itu adalah Pauw-sie, istri dari Yo Tiat Sim. Di
Lam-an ini, dia adalah merupakan wanita tercantik dan
halus budi pekertinya, hingga ia tepat dengan
romannya. Siapa yang melihat dia, pasti kagumlah
hatinya. Dengan Tiat Sim, belum lama ia menikah,
tetapi dia itu orangnya luwes dan dapat dengan
gampang bergaul dengan kaum pria-dalam halnya
dengan Siauw Thian, iparnya itu. Begitulah, setelah ia
meletakkan barang makanan-nya, ia mengambil
cawan dan mengisinya, sesudah itu mengambil kursi
dan meminum araknya itu.
“Kemarin selagi aku berada di dalam warung teh di
Tong Lam di ujung jembatan Cong An Kio, aku
mendengar orang membicarakan halnya Han To Cu si
perdana menteri keparat itu!” Tiat Sim menyahuti
pertanyaan istrinya tadi. “Rapi pembicaraan itu, hingga
aku percaya itu bukanlah omong kosong belaka.
Orang itu bilang, pembesar siapa juga, jikalau dia
hendak mengajukan laporan, apabila di ujung
sampulnya tidak disertai keterangan dia
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
menghadiahkan sesuatu, pasti perdana keparat itu
tidak akan memeriksanya!”
Siauw Thian menghela napas. “Ada rajanya, ada
menterinya” katanya masgul. “Ada menterinya, ada
pembesar-pembesar bawahannya.Lihat saja Tio
Tayjin, residen dari kota Lim-an kita ini. Hari itu Han To
Cu pesiar di luar kota dengan diiringi banyak
pembesar. Kebetulan aku lagi mencari kayu di dekat
situ. Tentu saja aku tidak ambil mumat padanya itu.
Lalu aku mendengar dia menghela napas dan berkata
seorang diri: ‘Di sini rumah-rumah berpagar bambu
dan beratap, sungguh suatu desa yang indah menarik
hati, hanya sayang sekali, disini tidak terdengar suara
ayam berkokok dan anjing menggonggong…’ Belum
lagi dia menutup mulutnya lalu terdengar gongongan
anjing dari dalam semak-semak!”
Pauw-sie bertepuk tangan sambil tertawa.
“Sungguh anjing yang tahu diri!” katanya.
“Memang anjing yang sangat tahu diri!” sahut Siauw
Thian. “Setelah menggonggong, dia muncul dari
semak-semak itu! Enso tahu, anjing apakah itu? Dialah
Tio Tayjin, residen kita!”
Pauw-sie menjadi tertawa terpingkal-pingkal. Tiat
Sim dan Siauw Thian pun tertawa.
Mereka minum terus hingga terlihat salju turun
makin lebat.
“Nanti aku undang enso minum bersama,!” kata
Pauw-sie kemudian.
“Tidak usah,” Siauw Thian mencegah. “Selama
beberapa hari ini, dia merasa kurang sehat….”
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Pauw-sie terkejut, “Ah, mengapa aku tidak tahu!”
katanya. “Nanti aku tengok!”
Siauw Thian tidak bilang apa-apa lagi, dia malah
tersenyum. Menampak hal itu, legalah hati Tiat Sim. Itu
artinya nyonya Kwee tidak berat sakitnya.
Tak lama, nyonya Yo kembali sambil tersenyumsenyum.
Ia isikan satu cawan, lalu mengansurkan
cawan itu kepada suaminya.
“Lekas minum sampai habis!” katanya. “Inilah tanda
hormat kepada Toako!”
“Eh, apakah artinya ini?” tanya Tiat Sim tidak
mengerti.
“Minum, lekas minum!” desak Pauw-sie. “Habis
minum nanti baru aku beri keterangan!” katanya
kemudian.
Tiat Sim lalu meminum kering cawan itu.
“Nah, Toako, kau biacaralah sendiri!” kata Pauw-sie
sambil tertawa kepada Siauw Thian.
Orang she Kwee itu tersenyum dan berkata,
“Selama sebulan ini dia senantiasa mengeluh
pinggangnya pegal dan sakit. Baru kemarin dia pergi
ke Thio Ie-seng di dalam kota, kata tabib itu dia sudah
mengandung selama tiga bulan….”
Tiat Sim menjadi girang sekali. “Kiong hie, Toako!”
katanya sambil memberi selamat.
Lalu ketiganya meneguk arak mereka, masingmasing
tiga cawan. Tentu saja dengan meminum
sebanyaknya itu, sedikitnya arak itu telah
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
mempengaruhi mereka.
Pada saat itu di arah timur kelihatan satu tosu atau
imam sedang mendatangi. Dia memakai tudung
bambu dan tubuhnya di tutupi dengan baju rumput,
yang seluruhnya penuh dengan salju. Ia bertindak
dengan tegap dan cepat. Segera tertampak di
punggungnya ada tergantung sebatang pedang, yang
roncenya kuning dan memain di antara tiupan angin
yang keras.
“Adik, imam ini pasti mengerti ilmu silat,” Siauw
Thian bilang. “Entah dari mana dia datang. Coba kita
dapat berkenalan dengannya. Sayang kita belum tahu
namanya………..”
“Benar,” sahut Tiat Sim. “Baik kita undang dia
minum untuk ikat persahabatan……”
Keduanya segera berbangkit dan pergi keluar.
Ketika itu karena cepat jalannya, si imam sudah lewat
beberapa puluh tombak.
Siauw Thian dan Tiat Sim saling melihat dengan
herannya. “Totiang, tunggu sebentar!” Tiat Sim segera
memanggil.
Cepat sekali si imam memutar tubuh dan
mengangguk.
“Salju turun dengan lebatnya dan hawa pun sangat
dingin,” kata Tiat Sim pula, “Sudilah Totiang mampir
untuk minum beberapa cawan guna melawan hawa
dingin.”
Iman itu menyahuti dengan tertawa dingin, lalu ia
bertindak menghampir – cepat sekali tindakannya.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Siauw Thian dan Tiat Sim berdua sangat terperanjat
dan heran guna menyaksikan muka orang yang
berwajah sangat dingin sekali.
“Kamu pandai bergaul, eh!” katanya tawar
Tiat Sim masih muda dan dia tidak senang dengan
sikap orang. “Dengan baik hati aku mengundang kau
minum, kenapa kau begini tidak tahu aturan?” pikirnya.
Maka ia menjadi diam saja.
Siauw Thian sebaliknya lantas memberi hormat.
“Totiang, harap anda tidak marah dengan sikap
saudaraku ini. “Kami sedang minum arak, melihat
Totiang melawan salju, dia besarkan nyali untuk
mengundang Totiang minum bersama….”
Imam itu memutar matanya. “Baik,baik!” katanya.
“Minum arak ya minum arak!” Dan dengan tindakan
lebar ia menuju ke dalam.
Tiat Sim merasa dongkol, ia ulurkan tangannya
hendak mencekal tangan kiri si imam untuk ditarik ke
samping. “Aku belum belajar kenal dengan Totiang!”
katanya. Tapi tiba-tiba ia merasa kaget. Ia merasai
tangan orang sangat licin. Ketika ia berniat menarik
pulang tangannya, tahu-tahu tangan itu bagaikan
terjepit dengan keras, rasanya sakit dan panas. Ia
kerahkan tenaganya untuk melawan. Justru dengan
berbuat demikian ia merasakan tangannya hilang
tenaga dan sakit sekali, rasa sakitnya sampai ke ulu
hati.
Siauw Thian tampak wajah saudaranya merah dan
pucat, ia tahu saudaranya ini tentu telah “ketemu
batunya”. Ia mengerti gelagat yang kurang baik itu dan
sangsi turun tangan untuk membantu.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
“Totiang, mari silakan duduk di sini!” ia
mengundang.
Dua kali si imam kasih dengar tertawanya yang
dingin itu, baru ia lepaskan cekalannya atas tangan
Tiat Sim. Hal ini membuat orang she Yo itu
mendongkol dan heran, ia terus masuk ke dalam, akan
diberitahukannya istrinya tentang imam itu.
“Dia sangat aneh, pergi temani dulu,” kata Pauwsie.
“Jangan turun tangan, perlahan-lahan saja kita cari
tahu tentang dirinya…”
Tiat Sim menuruti perkataan istrinya itu.
Pauw-sie segera menyiapkan arak dan barang
hidangan dan menyuruh Tiat Sim membawa keluar.
“Tunggu sebentar!” memanggil sang istri. Tiat Sim
pun memutar kembali.
Pauw-sie menurunkan sebuah pisau belati yang
tajam mengkilap, yang tergantung pada tembok, ia
memasukkan belati itu ke dalam saku suaminya.
Tiat Sim pun kemudian keluar membawa barang
hidangan itu dan mengaturnya di meja. Ia menuangkan
tiga cawan, terus ia mengundang tamunya untuk
minum. Ia juga meneguk satu cawan, habis minum ia
berdiam saja.
Imam itu memandang keluar jendela dan
mengawasi salju. Ia tidak meminum araknya dan ia
pun tidak membuka mulutnya melainkan hanya tertawa
dingin saja.
Siauw Thian menduga si imam tentu curigai
araknya, ia mengambil cawan arak di hadapan imam
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
itu, terus ia cegluk di hadapan imam itu. Ia
menyambuti, terus diminumnya.
“Arakmu telah dingin Totiang, nanti aku tukar
dengan yang baru,” katanya. Dan ia mengisikan pula.
Si imam dapat mencium bau harum dari arak itu, ia
menyambuti dan terus diminumnya. “Walaupun arak ini
di campuri dengan obat pulas, tidak nanti aku kena
diracuni!” katanya.
Tiat Sim menjadi hilang sabar. “Kita undang kau
minum dengan maksud baik, mustahil kami hendak
mencelakai kau!” tegurnya. “Totiang, kau omong tidak
karuan, silakan lekas keluar! Arak kita tidak bakalan
menjadi rusak dan sayur kita tak nanti tak ada yang
memakannya!”
“Hm!” bersuara si imam itu. Tak lebih. Ia jemput poci
arak dan menuang arak itu sendiri, lalu ia tenggak
habis tiga cawan. Habis itu dia buka baju luarnya dan
letaki tudungnya.
Sekarang baru Tiat Sim dan Siauw Thian dapat
melihat dengan tegas wajah orang. Mereka menduga
si imam baru berumur tiga puluh tahun lebih, sepasang
alisnya panjang lancip, kulit mukanya merah segar,
mukanya lebar dan kupingnya besar. Ia bukan
sembarang imam. Ketika ia kasih turun kantung di
punggungnya, ia terus lempar barang itu ke atas meja
hingga terbitlah suatu suara yang keras, hingga kedua
tuan rumah itu menjadi kaget sekali. Sebab yang
menerbitkan suara nyaring itu yang menggelinding
keluar dari dalam kantung itu adalah kepala manusia
yang masih berlumuran darah, hingga tak nampak
jelas raut mukanya.
Tiat Sim meraba pisau belati dalam kantungnya.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Si imam menukik pula kantungnya, kali ini
dikeluarkannya dua potong daging yang penuh darah
juga, karena itu adalah hati dan jantung manusia.
“Jahanam!” teriak Tiat Sim yang sudah tak tahan
sabar lagi, sedang tangannya melayang ke dada si
imam.
“Kebetulan, aku memang menghendaki barang ini!”
seru si imam sambil tertawa. Ia tidak menghiraukan
tikaman itu, hanya ketika si orang she Yo itu datang
mendekat, ia menggempur dengan tangan kirinya,
hingga seketika juga Tiat Sim merasa bahunya
tergetar, lalu tiba-tiba saja pisau belatinya kena
dirampas orang!
Siauw Thian kaget bukan kepalang. Ia tahu lihaynya
adik angkatnya itu, yang cuma kalah sedikit
dengannya. Tidak disangka, demikian gampang imam
ini merampas senjata orang. Itulah ilmu silat “Khongciu
toat pek-jin” atau “Tangan kosong merampas
senjata tajam” yang lihay, yang baru pernah ia
saksikan. Meskipun ia kaget, ia toh segera bersiap
dengan memegang bangku, guna membela diri
umpama kata si imam terus menyerang. Akan tetapi
dugaannya ini salah adanya. Imam itu tidak
menyerang siapa juga, ia hanya lantas gunai pisau itu
untuk memotong-motong hati dan jantung manusia itu,
lalu dengan tangan kiri mencekal poci arak, dengan
tangan kanan ia jumputi potongan daging satu demi
satu, untuk dimasukkan ke dalam mulutnya, buat
dikuyah dan ditelan, saban-saban dia selang itu
dengan tenggakan arak pada pocinya. Cepat
daharnya, sebentar lagi habis sudah makanan yang
rupanya sangat lezat itu!
Siauw Thian dan Tiat Sim berdua saling mengawasi
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
dengan tercengang. Sungguh aneh imam ini. Akan
tetapi itu masih belum semua. Habis dahar, imam itu
berdongak, lalu ia bersiul nyaring sekali, umpama kata
genting sampai bergetar, kemudian tangan kanannya
menyerang ke meja, hingga piring dan cawan
berlompat! Yang hebat adalah sasaran serangan itu,
ialah kepala manusia itu, yang remuk seketika! Sedang
ujung meja turut sempal sedikit……..
Selagi dua saudara angkat itu berdiam, wajah si
imam yang tadinya bermuram durja dan bengis, tibatiba
berubah menjadi penuh dengan air mata, dengan
air mata bercucuran ia lalu menangis dengan
meraung-raung!
“Kiranya dia seorang yang edan…!” bisik Siauw
Thian kepada adik angkatnya, yang ujung bajunya ia
tarik. “Dia lihay sekali, jangan kita ladeni dia….”
Tiat Sim mengangguk, ia awasi imam itu. Sekarang
tidak lagi ia gusur, sebaliknya ia merasa kasihan.
Sedih tangisnya si imam ini, ilmu silat siapa sebaliknya
ia kagumi. Maka kemudian ia lari ke dalam untuk
mengambil semangkok kuwah yang masih panas.
“Totiang, mari minum kuwah ini!” katanya. Ia letaki
mangkok itu di atas meja.
Si imam bukan menerima kuwah iru, ia sebaliknya
menggebrak meja hingga mangkok itu terbang berikut
mejanya. Ia pun berseru :”Kawanan tikus, hari ini
toyamu membuka pantangan membunuh!”
Menampak itu, meluaplah amarah Tiat Sim, maka ia
melompat ke ujung ruang untuk menyambar
tombaknya, lalu ia terus lari keluar, ke depan pintu
dimana salju terhampar luas.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
“Mari, mari!” ia menantang. “Mari belajar kenal
dengan tombak keluarga Yo!”
Imam itu tersenyum. “Tikus, pantaskah kau
menggunai ilmu silat tombak keluarga Yo?” tanyanya.
Ia bersuara sambil tubuhnya melompat keluar.
Melihat keadaan mengancam itu, Siauw Thian lari
untuk mengambil sepasang gaetannya, dengan lekas
ia berbalik kembali.
Imam berdiri tanpa menghunus pedangnya, Cuma
sang angin menyampok-nyampok ujung bajunya.
“Hunus pedangmu!” seru Tiat Sim.
“Ah, dua tikus, kamu berdua majulah berbareng!”
sahut si imam. “Toya kamu akan layani kamu dengan
tangan kosong!”
Takabur bukan main orang pertapaan ini, hingga
Tiat Sim tidak berayal sejenak juga untuk segera
menikam dengan tombaknya yang beronce merah itu.
Ia gunai tipu silatnya “Tok liong cut tong” atau “Naga
berbisa keluar dari gua”
“Bagus!” seru si imam kagm menampak serangan
itu yang menuju ke dadanya. Ia berkelit ke samping,
tangan kirinya bergerak, untuk sambar kepala tombak
itu.
Lihay ilmu silat tombak keluarga Yo itu – Yo-kee
Chio-hoat. Ketika Yo Cay Hin bersama tigaratus
serdadunya – tentara kerajaan Song menghadapi
empat laksa serdadu Kim, seorang diri ia telah
membinasakan dua ribu lebih serdadu musuh berikut
banyak perwiranya, sebelum akhirnya ia roboh karena
terkena banyak panah, waktu ia binasa dan bangsa
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Kim membakar tubuhnya, dari dalam tubuhnya itu
kedapatan banyak ujung panah, sebab selagi ia
terpanah, gagang panah ia patahkan. Karena ini
bangsa Kim menjadi jeri dan mengaguminya. Tiat Sim
tidak segagah leluhurnya itu tetapi ilmu silatnya cukup
sempurna, begitulah ia mencoba mendesak si imam
tidak di kenal itu yang senantiasa lolos dari tikaman,
tempo habis sudah dijalankan semua tujuh puluh dua
jurus ilmu tombak itu, dia tidak kurang sesuatu apa.
Baru sekarang si anak muda menjadi gentar, terpaksa
ia seret tombaknya untuk keluar dari kalangan.
Imam itu mengejar apabila ia dapatkan lawannya itu
lari.
Sekonyong-konyong Tiat Sim berseru keras,
tubuhnya berputar balik, berbareng dengan itu, dengan
kedua tangannya memegangi gagang tombak, ia
menikam dengan hebat sekali. Itulah tipu silat “Cwiepek
po-kian” atau “menggempur tembok”. Dengan tipu
itu, musuh dibikin tidak menyangka dan menjadi kaget.
Dengan tipu ini juga dulu Yo Cay Hin membikin rubuh
Gak Hoan, adiknya Gak Hui.
“Bagus!” seru si imam buat kedua kalinya. Ia tidak
menjadi gugup, justru ketika ujung tombak sampai, ia
menyambutnya dengan kedua telapak tangan
dirangkap, ditempel menjadi satu dengan keras,
hingga ujung tombak itu kena terjepit.
Tiat Sim kaget bukan kepalang. Ia mendorong
dengan keras, tombaknya itu tak dapat maju melewati
telapak tangan lawan. Ketika ia menarik dengan
sekuat tenaga, betotannya pun sia-sia belaka,
tombaknya tak terlepas dari cekalan lawannya itu,
kuda-kuda si imam juga nancap bagaikan terpaku.
Tiga kali ia mencoba menarik tanpa hasil, mukanya
menjadi merah.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Tiba-tiba saja si imam tertawa, lalu jepitan
tangannya terlepas. Tapi ia tidak Cuma melepas,
tempo tombak tertarik pulang, ia membacok dengan
tangan kanannya kepada tombak, hingga dengan
bersuara nyaring, tombak besi itu patah menjadi dua
potong!
Imam itu segera tertawa pula, lalu ia berkata. Kali ini
dengan suara manis. “Tuan, benar lihay ilmu silat
tombakmu!” katanya. “Maaf untuk perbuatanku ini!
Mohon ku tanya she tuan”
“Aku yang rendah she Yo bernama Tiat Sim,” sahut
Tiat Sim, selagi ia belum dapat tenangkan diri. Ia
kesakitan pada kedua tangannya, ia pun heran sekali.
“Pernah apakah Tuan dengan Ciangkun Yo Cay
Hin?” tanya si imam.
“Ia adalah leluhur saya,” jawab Tiat Sim pula.
Mandadak si imam itu menjura kepada saudara
angkat itu, sikapnya hormat sekali.
“Maaf, barusan aku menyangka Tuan-tuan adalah
orang jahat,” ia berkata dengan pengakuannya. “Aku
tidak sangka Tuan-tuan adalah turunan orang-orang
setia. Boleh kutanya she Tuan?” ia lanjuti kepada
Siauw Thian.
Dengan cara hormat Siauw Thian perkenalkan
dirinya.
“Tuan ini kakak angkatku, dia adalah keturunan dari
Say Jin Kui Kwee Seng dari gunung Liang San,” Tiat
Sim menambahkan.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
“Bagus!” berkata si imam, ia pun minta maaf pada
pemuda she Kwee itu. Kembali ia menjura.
Tiat Sim berdua membalas hormatnya.
“Silahkan Totiang minum arak pula,” ia
mengundang pula kemudian.
“Memang kuingin minum dengan puas bersama
jiwi!” kata si imam denagn tertawa.
Tiat Sim dan Siauw Thian undang orang masuk
pula ke dalam.
Pauw-sie menyaksikan pertempuran dari muka
pintu, girang ia mengetahui kesudahannya orang
menjadi sahabat, ia terus lari ke dalam, untuk
menyiapkan pula arak dan barang hidangan.
Kali ini Tiat Sim dan Siauw Thian tanya gelaran si
imam.
“Pinto she Khu bernama Cie Kee,” sahut imam itu.
Siauw Thian terperanjat mendengar nama itu. “Oh,
apa bukannya Tiang Cun Cinjin?” ia menyela.
“Itulah nama pemberian rekan-rekanku, pinto malu
menerimanya,” kata Cie Kee sambil tertawa.
Siauw Thian segera berkata kepada adik
angkatnya: “Adik, totiang ini adalah orang gagah
nomor satu di ini jaman! Sungguh beruntung kita dapat
berjumpa dengannya!”
“Oh!” Tiat Sim berseru kaget. Lalu berdua, mereka
berlutut di depan imam itu.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Khu Cie Kee tertawa, ia memimpin bangun orang.
“Hari ini pinto telah membunuh seorang jahat,
karenanya para pembesar negeri sedang mencari
aku,” ia berkata. “Barusan pinto lewat di sini, pinto lihat
kamu berdua lagi minum arak. Di sini adalah kota raja
dan kamu kelihatannya bukan sembarang orang, dari
itu pinto menjadi curiga sendiri….”
“Keliru adalah saudaraku ini, yang tabiatnya keras,”
Siauw Thian bilang. “Totiang lihat sendiri, dia suruh
lantas turun tangan, pantas kalau Totiang jadi curiga
karenanya.”
Siauw Thian dan Tiat Sim tertawa. Begitulah
mereka lalu minum dan dahar dengan gembiranya.
“Sebenarnya pinto adalah orang utara,” kemudian
Tian Cun Cinjin berkata pula. “Rumah tanggaku hancur
lebur karena kejahatan bangsa Kim, sedang
pemerintah selalu mencari muka daripadanya, dari itu
pinto telah sucikan diri.” Ia terus tuding kepala manusia
yang remuk dan yang tergeletak di lantai itu. “Dia itu
adalah Ong To Kian, si pengkhianat besar. Pada tahun
yang lalu kaisar mengutus dia kepada raja Kim, buat
memberi selamat ulang tahun raja itu. Ketika itu
digunai ia untuk bersekongkol, supaya bangsa Kim
bisa menyerbu ke Kanglam. Pinto susul dia selama
sepuluh hari, baru ia dapat dicandak, lalu pinto
membunuhnya. Pikiranku sedang kacau maka juga
tadi pinto berlaku tidak selayaknya.”
Siauw Thian dan Tiat Sim membilang tidak apa.
Mereka memang kagumi imam ini yang kesohor lihay
ilmu silatnya. Sekarang ternyata orangpun menyinta
negara, mereka lebih-lebih lagi menghormatinya. Lalu
mereka mohon pengajaran silat. Khu Cie Kee tidak
keberatan, lalu ia memberi beberapa petunjuk.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
“Totiang, sunggguh beruntung kami dapat bertemu
dengan Totiang,” kemudian Tiat Sim utarakan isi
hatinya, “Maka itu sudilah Totiang berdiam untuk
beberapa hari di gubuk kami ini.”
Imam itu hendak menjawab tuan rumah itu, ketika
mendadak air mukanya berubah.
“Ada orang datang mencari aku,” ia bilang, “Ingat,
tidak peduli bagaimana denganku, sebentar kamu
tidak boleh munculkan diri! Mengerti?!”
Siauw Thian dan Tiat Sim heran akan tetapi mereka
lantas mengangguk.
Cie Kee lantas sambar kepalanya Ong To Kian,
dengan cepat ia bertindak keluar, lalu gesit bagaikan
burung terbang ia loncat naik ke atas sebuah pohon
besar di dalam pekarangan, di situ ia umpatkan
dirinya.
Siauw Thian berdua heran bukan buatan. Kecuali
deruan angin, mereka tidak dengar suara lainnya,
mereka pun tidak nampak apa-apa. Baharu kemudian,
sesudah memasang kuping dan angin pun lewat,
mereka dengar tindakan kaki kuda.
“Sungguh jeli kuping cinjin!” puji Tiat Sim
Suara kuda itu datang semakin mendekat, dan
kemudian tampaklah belasan penunggang kuda,
setiap penunggangnya mengenakan pakaian hitam
dan kopiah hitam. Mereka itu menghampiri pintu,
setelah tiba, orang yang pertama pecahkan kesunyian:
“Sampai di sini bekas-bekas kakinya, lalu lenyap!”
Beberapa orang lompat turun dari kudanya, mereka
periksa tapak kakinya Khu Cie Kee.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Siauw Thian dan Tiat Sim berdua sembunyi di
dalam rumah, dari mana mereka mengintai di antara
sela-sela jendela. Mereka dapat kenyataan orang
semuanya gesit, suatu tanda dia orang mengerti ilmu
silat dengan baik.
“Masuki rumah itu dan geledah!” terdengar
memerintah orang yang maju di muka itu.
Dua orang segera lompat turun dari kuda mereka,
untuk itu lantas hampiri rumahnya Tiat Sim untuk
menggedornya. Justru itu dari atas pohon menyambar
sebuah benda, yang jitu sekali mengenai batok
kepalanya satu di antara dua orang itu, hingga dia ini
rubuh dengan kepalanya pecah hancur. Hingga
kawannya menjadi kaget dan berteriak, hingga yang
lain-lainnya turut berteriak pula, lebih-lebih setelah
diketahui, benda yang dipakai menimpuk itu adalah
kepalanya “Ong Tayjin”. Dengan lantas itu mereka
mengurung pohon dari mana serangan itu datang.
Orang yang menjadi pemimpin menghunus
goloknya yang panjang, untuk memegang pimpinan,
atas perintahnya lima orang menggunai panah untuk
menyerang ke arah atas pohon!
Yo Tiat Sim sambar sebatang golok dari pojok
rumahnya, hendak dia menerjang keluar untuk
membantu si imam, akan tetapi Siauw Thian
menariknya.
“Jangan!” katanya. “Totiang telah pesan kita jangan
keluar! Kalau ternyata dia tidak sanggup melawan,
baru kita turun tangan…….”
Selagi orang she Kwee ini berbicara, Khu Cie Kee
sudah beraksi. Dia sambut empat batang anak panah
itu lalu ia pakai itu untuk menimpuk ke bawah,
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
tubuhnya sendiri turut lompat turun, hingga akibatnya
dua musuh menjerit dan rubuh binasa kena tikaman
pedang.
“Imam bangsat, kiranya kau!” berseru si pemimpin,
yang bajunya hitam. Dia perdengarkan suaranya
seraya tangkis anak panah yang ditimpukkan ke
arahnya, kemudian ia keprak kudanya maju untuk
menyerang untuk mana tiga batang panah di
tangannya telah mendahului majunya itu.
Belum Cie Kee menyerang ini pemimpin, dia telah
rubuhkan lagi dua musuh, hingga sebentar saja ia
telah minta lima korban.
Tiat Sim kagum hingga ia tergugu. Dia telah belajar
silat belasan tahun, tetapi sedikit juga ia tidak dapat
tandingi imam itu, yang gesit dan lihay sekali. Maka ia
merasa ngeri waktu ia ingat tadi ia telah berani lawan
imam yang lihay itu.
Sekarang Cie Kee tengah layani si pemimpin, yang
bengis sekali, meski demikian selang sesaat, Siauw
Thian dan Tiat Sim segera mengerti bahwa sang imam
tengah mempermainkan orang, sebab di lain pihak,
saban-saban imam ini gunai ketika akan rubuhkan lain
orang – ialah orang-orang yang mengepungnya.
Terang si imam lagi gunai siasat, guna menumpas
semua penyerangnya itu. Kalau dia lekas-lekas
rubuhkan si pemimpin, mungkin bawahannya nanti lari
kabur semua.
Selang tak lama, imam itu dikepung hanya tujuh
orang, yang ilmu silatnya paling baik. Menampak ini, si
pemimpin menjadi kecil hatinya, dari itu, dengan tibatiba
ia keprak kudanya, buat dikasih berbalik untuk lari
pergi.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Sang imam ada sangat jeli matanya dan cepat
gerakannya, selagi kuda berputar, ia menyambar
dengan tangan kirinya, akan cekal ekornya kuda itu,
untuk ditarik. Sembari menarik ia enjot tubuhnya, untuk
melompat naik, tetapi belum lagi ia bercokol di atas
kuda itu, pedangnya sudah menikam tembus
punggung si pemimpin, tembus dari belakang ke
depan, hingga tubuh orang itu rubuh ke depan.
Demikian dengan menunggang kuda, sekarang si
imam ini bisa serang lain-lain musuhnya. Ia tidak
membutuhkan banyak waktu untuk membikin setiap
kuda tanpa penumpangnya, sebaliknya mayat-mayat
bergelimpangan di tanah bersalju itu, yang menjadi
merah karena berlumuran darah mereka itu….
Seorang diri si imam tertawa. “Puas aku dengan
pertempuran ini!” katanya kepada Siauw Thian dan
Tiat Sim, yang telah lantas muncul. Hanya hati mereka
masih kebat-kebit.
“Totiang, siapakah mereka ini?” tanya Siauw Thian.
“Kau geledah saja tubuh mereka!” sahut si imam.
Siauw Thian menghampiri mayatnya si pemimpin,
untuk memeriksa sakunya. Ia dapatkan sepotong surat
titah, dari Tio Tayjin si residen Lim-an yang bisa
“menggonggong” sebagai anjing itu. Itu juga adalah
titah rahasia untuk membekuk pembunuhnya Ong To
Kian, untuk mana si residen bekerja sama dengan
pihak bangsa Kim, sebab ia telah di desak oleh utusan
negara Kim.
Mengetahui itu, orang she Kwee ini menjadi sangat
mendingkol. Sedang begitu, Tiat Sim telah
perdengarkan seruan seraya tangannya menyekal
beberapa potong yauw-pay, yang dia dapatkan dari
beberapa mayat. Yauw-pay itu adalah tanda
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
kedudukan atau pangkat beberapa mayat itu, karena
huruf-huruf yang kedapatan adalah huruf bahasa Kim,
menjadi nyata, di antara orang-orangnya residen Liman
itu adalah orang bangsa Kim.
“Celaka betul!” teriak Siauw Thian dalam murkanya.
“Tentara Kim main bunuh orang di wilayah kita,
sekarang pembesar kita boleh disuruh-suruh dan
diperintah olehnya. Negara kita ini menjadi negara
apa?!”
Khu Cie Kee sebaliknya tertawa. “Sebenarnya
orang suci sebagai aku mestinya berlaku murah hati
dan berbelas kasihan,” katanya, “Akan tetapi
menyaksikan kebusukan segala pembesar dan orangorang
jahat, tak dapat aku memberi ampun pula!”
“Memang, memang mesti begitu!” seru dua saudara
angkat she Kwee dan she Yo itu. “Begini barulah
puas!”
Kemudian Tiat Sim ambil pacul dan sekop, untuk
menggali laing, guna pendam belasan mayat itu.
Didalam hal ini ia tidak kuatir ada orang yang melihat
kejadian ini, sebab desa itu sedikit penduduknya dan
itu waktu lagi turun salju dengan lebatnya, tak ada
orang yang sudi berkeliaran di luaran.
Habis itu nyonya rumah sapui sisa darah di atas
salju. Nyonya ini rupanya tak dapat menahan bau
bacin dari darah, ia rupanya bekerja keras, tiba-tiba
saja ia rasai kepalanya pusing, matanya kabur, lalu ia
rubuh.
Tiat Sim terkejut, ia tubruk istrinya, untuk diangkat
bangun. “Kau kenapa?” tanya suaminya ini beberapa
kali.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Pauw-sie berdiam, kedua matanya tertutup rapat,
mukanya pucat pias, kaki tangannya dingin seperti es.
Tentu saja suaminya itu menjadi kaget dan
berkhawatir.
Cie Kee pegang nadi si nyonyi, lantas ia tertawa.
“Kionghie! Kionghie!” ia memberi selamat.
“Apa, Totiang?” tanya Tiat Sim heran.
Justru itu Pauw-sie mennjerit, ia sadarkan diri.
Mulanya ia heran di kerumuni tiga orang, habis itu ia
likat, ia lari ke dalam.
“Istrimu lagi hamil!” kata Cie Kee kemudian.
“Benarkah itu, Totiang?” Tiat Sim tegaskan.
“Tidak salah!” si imam pastikan. “Banyak ilmu yang
pinto yakinkan, tiga yang memuaskan hatiku, ialah
pertama ilmu tabib, kedua syair, dan ketiga ialah ilmu
silat kucing kaki tiga ……”
Dengan kata-kata “kucing tiga kaki” atau tidak ada
artinya, imam ini merendahkan diri.
“Totiang begini lihay tetapi totiang menyebutkan
kepandaianmu sendiri sebagai kucing kaki tiga, kalau
begitu kepandaian kami berdua pastilah kepastiannya
si tikus berkaki tunggal!” katanya. Cie Kee tersenyum,
begitu pula dengan Tiat Sim.
Kemudian mereka bertiga masuk pula ke dalam
untuk lanjuti minum arak. Dua saudara angkat itu
sangat kagumi tetamu mereka, yang bertempur hebat
tetapi tubuhnya tak berkeciprukan darah. Tiat Sim
minum dengan gembira sekali. Ia ingat akan hamilnya
istrinya.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
“Kwee Toako,” katanya kemudian. “Enso pun lagi
berisi, maka aku pikir baiklah kita minta totiang yang
memberi nama kepada anak-anak kita nanti!”
Siauw Thian berikan kesetujuannya atas saran itu.
Cie Kee pun tidak menampik, ia berpikir sebentar
lantas ia bilang: “Anak Kwee Toako baik diberi nama
Ceng, yaitu Kwee Ceng, dan anak Yo Toako
diberinama Kong, yaitu Yo Kong. Nama-nama ini dapat
juga diberikan sekalianpun untuk anak perempuan.”
“Bagus!” seru Siauw Thian. “Aku mengerti, totiang
tentu tidak melupai peristiwa Ceng-kong yang
memalukan, untuk memperingati ditawannya kedua
raja kita.”
“Benar begitu!” sang imam mengakui. Terus ia
merogoh sakunya, untuk kasih keluar dua potong
pedang pendek, yang ia letaki di atas meja. Pedang itu
sama panjang pendeknya dan besar kecilnya,
sarungnya dari kulit hijau, gagangnya dari kayu hitam.
Kemudian ia ambil pisaunya Tiat Sim, untuk dipakai
mengukir gagang kedua pedang pendek itu. Ia
mengukir masing-masing dua huruf “Kwee Ceng” dan
“Yo Kong”.
Dua-duanya Siauw Thian dan Tiat Sim kagum
menyaksikan kepandaiannya si imam mengukir hurufhuruf
itu, cepat dan indah hurufnya.
“Diwaktu berkelana seperti ini aku tidak punya
barang apa-apa, pedang pendek ini saja aku berikan
sebagai tanda mata untuk anak-anak kedua toako
nanti!” kata si imam.
Dua saudara angkat itu terima bingkisan itu,
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
keduanya mengucapkan terima kasih.
Tiat Sim mencoba menghunus pedangnya, ia
menjadi kagum. Pedang itu berkilau dan memberikan
hawa dingin. Demikian pun pedangnya Siauw Thian.
Jadinya kedua pedang itu bukan sembarang pedang,
meskipun badan pedang ada tipis sekali.
Cie Kee pegang pedang yang satu, ia adu itu
dengan pisau belatinya, dengan memberikan satu
suara, ujungnya pisau belati itu putus menjadi dua
potong.
Siauw Thian dan Tiat Sim berdua menjadi terkejut.
“Totiang, tak berani kami menerima hadiah ini!” kata
mereka. Sebab kedua pedang itu adalah semacam
pedang mustika.
Tiang Cun Cinjin tertawa. “Dua pedang ini pinto
dapatkan secara kebetulan saja, walaupun benar
untuk itu pinto mesti keluarkan sedikit tenaga,” ia
berkata. “Untukku, senjata ini tidak ada perlunya,
sebaliknya adalah besar faedahnya apabila dibelakang
hari anak-anak itu pakai untuk membela negeri, guna
melabrak musuh!”
Dua saudara angkat itu masih mencoba menampik
hingga mereka membangkitkan amarahnya si imam
itu.
“Aku anggap kamu adalah turunan orang-orang
kenamaan, maka itu aku hargakan kamu, kenapa
sekarang kamu begini tidak bersemangat?” ia
menegur.
Baharu sekarang Siauw Thian dan Tiat Sim tidak
menolak lagi, mereka lantas menghanturkan terima
kasih.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Cie Kee berkata pula, dengan sungguh-sungguh:
“Kedua pedang ini adalah benda usia beberapa ratus
tahun tua, setahu sudah berapa banyak orang
terbunuh dan berapa banyak darah telah dihirupnya,
maka mengertilah kamu, siapa saja yang mengerti ilmu
silat melihat ini lantas matanya menjadi merah! Kamu
pun mesti menginsafinya, seorang bocah yang ilmu
silatnya tidak sempurna dengan menggunai pedang
ini, dia Cuma dapat memperbahayakan dirinya sendiri,
dari itu kamu mesti berhati-hati! Kamu ingatlah baikbaik!”
Siauw Thian dan Tiat Sim berdua saling
mengawasi, hati mereka tidak tentram.
Khu Cie Kee tertawa panjang. “Sepuluh tahun sejak
ini, apabila pinto masih ada di dalam dunia ini, mesti
pinto datang pula ke mari untuk ajarkan anak-anak itu
ilmu silat,” ia berkata, “Setujukah kamu?”
Dua saudara angkat itu menjadi girang sekali.
“Terima kasih totiang, terima kasih!” mereka
mengucap.
“Sekarang ini bangsa Kim sedang mengincar
negara kita, terhadap rakyat dia sangat telengas,”
berkata pula si imam, “Karena mestinya tidak lama lagi
bangsa itu turun tangan, dari itu pinto harap jiwi jaga
diri baik-baik….”
Dia angkat cawannya, untuk tenggat habis isinya,
setelah itu dia buka pinti, untuk bertindak keluar. Siauw
Thian berdua berniat meminta si imam berdiam lebih
lama, siapa tahu tindakan orang cepat sekali, tahutahu
imam itu sudah pergi jauh.
“Begitulah kelakuan orang berilmu, ia datang dan
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
pergi tak ketentuannya,” kata Siauw Thian sambil
menghela napas. “Kita dapat bertemu dia tetapi
sayang, kita tidak dapat meminta pengajaran
daripadanya……..”
Tiat Sim sebaliknya tertawa. “Toako, hebat cara
bertempurnya totiang hari ini!” ia bilang. “Dengan
menonton saja, sedikitnya terumbar juga hati pepat
kit!” ia lantas buat main pedang yang satu, sampai ia
lihat ukiran dua huruf Yo Kong. Lantas ia berkata
“Toako ada satu pikiran cepat dari aku, entah kau
setuju atau tidak?”
“Apakah itu, Saudaraku?” Siauw Thian balik
bertanya.
“Inilah mengenai anak-anak kita nanti,” Tiat Sim beri
keterangan. “Umpama anak kita laki-laki semua,
biarlah mereka menjadi saudara satu dengan yang
lain, apabila mereka adalah perempuan, biarlah
mereka menjadi enci dan adik……….”
“Jikalau mereka adalah laki-laki dan perempuan,
biarlah mereka menjadi suami-istri!” Siauw Thian
menyela.
Keduanya lantas menjabat tangan, mereka tertawa
terbahak. Itulah janji mereka.
Justru pada saat itu Pauw-sie muncul. “Eh, kenapa
kamu menjadi girang begini?” tanya si nyonya.
“Kami baru saja membuat janji,” sahut Tiat Sim,
yang lantas tuturkan kecocokan mereka berdua.
“Cis!” si nyonya meludah. Tetapi di dalam hati, ia
pun girang.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
“Sekarang marilah kita saling tukar pedang dahulu,”
Tiat Sim berkata pula. “Ini adalah semacam tanda
mata. Kalau mereka ada laki-laki atau perempuan,
biarlah mereka jadi saudara satu dengan yang lain,
kalau……..”
“Kalau begitu, kedua pedang ini akan berkumpul di
rumah kakak!” Siauw Thian bilang.
“Mungkin akan berkumpul di rumahmu, Saudara!”
kata Pauw-sie.
Lantas mereka tukar kedua pedang itu. Sampai
disitu, Siauw Thian pulang dengan membawa pedang
itu, untuk memberitahukan kepada istrinya, Lie-sie.
Tiat Sim ada gembira sekali, masih ia minum
seorang diri, hingga ia mabuk.
Pauw-sie pimpin suaminya ke kamar tidur, lalu ia
benahkan piring mangkok dan cawan, habis mana
melihat hari sudah mendekati sore, ia pergi ke
belakang untuk kurungi ayamnya. Setibanya ia di pintu
belakang, ia menjadi terkejut. Di situ, di atas salju, ia
tampak tanda-tanda darah, yang melintas di luar pintu
belakang itu.
“Kiranya di sini masih ada tanda darah yang belum
dilenyapkan,” pikirnya heran. “Kalau pembesar negeri
melihat ini, inilah bahaya….”
Maka ia cari sapu, lantas ia menyapu pula.
Tanda darah itu menuju ke belakang rumah dimana
ada pepohonan lebat. Di sini ia lihat tanda darah dari
orang yang rupanya jalan merayap. Ia jadi bertambah
heran, saking curiga, ia ikuti terus tanda darah itu,
yang sampai di belakang sebuah kuburan tua. Di situ
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
ia lihat suatu benda hitam yang tergeletak di tanah.
Kapan ia sudah datang mendekat, ia kembali jadi
terkejut. Itu adalah tubuhnya satu orang dengan
pakaian serba hitam, ialh salah satu orang yang tadi
mengepung Khu Cie Kee. Rupanya habis terluka, ia
tidak terbinasa, ia lari ke belakang rumah.
Selagi berpikir, Pauw-sie ingat untuk panggil
suaminya, buat kubur orang itu. Ia belum bertindak
tempo ia ingat, adalah berbahaya kalau ia tinggal
pergi, sebab mungkin nanti diketemui lain orang yang
kebetulan lewat di situ. Ia jadi beranikan diri, ia
menghampiri orang itu dengan niat menyeret, guna
dipindahkan ke dalam rujuk, setelah mana baru ia baru
hendak panggil suaminya. Benar disaat ia cekal tubuh
orang untuk ditarik, mendadakan tubuh itu bergerak,
lau terdengar suara merintihnya. Ia menjadi sangat
kaget, ia jadi berdiri bagaikan terpaku, sedang
sebenarnya ingin ia lari pulang.
Lewat sesaat, tubuh itu terdiam pula. Dengan
beranikan hati, Pauw-sie pakai sesapu, untuk bentur
tubuh orang. Maka sekali lagi ia dengar suara rintihan
perlahan.
Bab 2. Berlalunya Dua Sahabat Kekal
Sekarang Pauw-sie dapat kenyataan orang belum
mati dan pundaknya dia itu tertancapkan sebatang
anak panah. Batang patah juga berbelepotan darah.
Nyonya ini bernama Sek Yok, nama ini tepat sama
sifatnya, yang selalu berhati murah. Nama itu pun
berarti “menyayangi yang lemah”. Begitulah diwaktu
masih kecil, kalau ia lihat burung gereja atau ayam
terluka, atapun kutu seperti semut, tentu ia
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
mengobatinya, sampai binatang itu sembuh, kalau
tidak, ia buatnya berduka. Karena ini, dikamarnya ia
rawat banyak kutu. Sifat ini tidak berubah sampai ia
menikah, dari itu kebetulan untuknya Yo Tiat Sim,
suaminya tidak menentangi padanya, maka juga di
belakang rumahnya ia ada pelihara banyak burung dan
binatang peliharaan lainnya. Suatu sifat lagi ialah
Pauw-sie tidak tega menyembelih binatang piaraannya
untuk suaminya dahar ayam, ia sengaja beli di pasar,
ayamnya sendiri ia pelihara hingga matinya ayam itu.
Demikian kali ini, menampak orang terluka parah
timbul rasa kasihannya, walaupun ia tahu orang
bukannya orang baik-baik. Cuma bersangsi sejenak,
lantas ia lari pulang, niatnya untuk mengasih bangun
suaminya. Tiat Sim lagi tidur nyenyak, mungkin
disebabkan mabuk arak, ia tak mendusin kendati
istrinya sudah gonyang-gonyang tubuhnya.
Pauw-sie menjadi sibuk. Ia tahu orang perlu lekas
ditolongi. Akhirnya dengan terpaksa ia ambil obatobatan
suaminya, dengan bawa pisau kecil dan
sepotong cita, juga arak yang hangat, ia kembali pada
si luka. Biasa merawat binatang, ia jadi juga bisa
merawat orang luka. Begitu setelah belek sedikit
daging di dekat panah nancap, dengan sekeras
tenaga, ia cabut anak panah itu. Si luka menjerit, lalu
pingsan. Panahnya tercabut, darahnya muncrat
mengenai bajunya si nyonya.
Dengan hati memukul sendirinya, Pauw-sie lantas
obati luka itu, ia bungkus dengan rapi.
Selang sekian lama, si luka sadar pula, tapi ia
sangat lemah, rintihannya pun sangat perlahan.
Pauw-sie tidak kuat angkat tubuh orang, tetapi ia
dapat akal, ia pulang untuk ambil sehelai papan pintu,
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
ia letaki itu diatas salju, lalu ia tarik orang ke atas
papan itu, lantas ia tarik sekuat-kuatnya. Ia tempatkan
si luka di gudang kayu.
Sampai ia telah salin pakaian, hati Pauw-sie masih
belum tentram betul. Ia masak daging kuwah
semangkok, lalu ia bawa ke belakang. Hari sudah
gelap, ia bawa lilin. Sejak di depan pintu gudang, ia
sudah dengar suara bernapas perlahan. Jadi orang itu
tidak mati. Ia masuk ke dalam, ia berikan daging
kuwah itu.
Si luka makan sekira setengah mangkok, lalu ia
batuk-batuk keras.
Dengan bantuan api lilin, pauw-sie awasi muka
orang. Ia dapatkan satu pemuda yang tampan,
hidungnya mancung. Karena tangannya gemetar,
tanpa ia merasa ia kena bikin tetesan lilin jatuh ke
muka orang itu, yang lantas buka kedua matanya.
Kaget ia akan lihat si nyonya cantik, sinar matanya
jernih, kulitnya merah dadu.
“Apa yang kau rasakan baikan?” Pauw-sie toh
menanya. “Mari makan habis daging kuwah ini…..”
Orang itu ulur tangannya, akan sambuti mangkok,
tetapi ia lemah, hampir ia bikin mangkok itu terlepas.
Maka terpaksa Pauw-sie bawa mangkok itu
kemulutnya.
Habis makan kuwah, nampaknya orang itu segaran.
Dengan mata bersinar, ia awasi si nyonya, agaknya ia
berterima kasih.
Pauw-sie likat diawasi orang itu, maka lekas-lekas
ia ambil rumput, akan tutupi tubuh orang itu, lalu
dengan membawa lilinnya, ia balik ke kamarnya. Ia
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
tidak dapat tidur tenang, diwaktu pulas, ia mimpi yang
hebat-hebat, umpamanya suaminya tombak mati
orang itu atau dua ekor harimau kejar padanya sampai
ia tak tahu mesti lari ke mana. Beberapa kali ia mimpi,
beberapa kali ia sadar, dengan hati tergoncang. Ketika
akhirnya ia mendusin diwaktu pagi, ia dapatkan
suaminya lagi gosok tombaknya. Ia ingat kejadian
semalam, ia jadi kaget sendirinya. Diam-diam tapi
dengan lekas, ia pergi ke belakang, ke gudang kayu.
Selekasnya ia membuka pintu gudang, ia jadi terlebih
kaget lagi. Di sana tak ada si luka, rumputnya teruwar
kalang kabutan! Ia lantas pergi ke pintu belakang, ia
lihat pintu cuma dirapatkan, di atas salju terlihat bekas
orang merayap pergi, tujuannya ke arah barat. Ia
mengawasi ke arah itu, pikirannya tidak karuan.
Sampai sekian lama, setelah mukanya ditiup angin
dingin, baru ia sadar. Itu waktu ia pun merasai
pinggangnya ngilu dan lemas, ia jadi lelah sekali, maka
itu, ia lantas kembali ke dalam.
Tiat Sim masak bubur putih, yang diletaki di atas
meja. “Kau lihat!” kata suaminya dengan tertawa.
“Bubur masakanku tak ada celaannya, bukan?”
Istri itu tertawa, ia tahu karena ia sedang hamil,
suaminya itu yang sangat menyayangi ia telah masaki
ia bubur. Ia lantas dahar bubur itu. Itu waktu ia telah
ambil keputusan akan tutup mulut tentang si terluka
yang ia tolongi itu, sebab ia tahu kebencian suaminya
terhadap orang jahat, apabila suaminya diberitahukan,
pasti ia bakal binasakan orang itu.
Sejak itu beberapa bulan telah berlalu; dengan
lewatnya sang waktu, Pauw-sie juga telah lupai itu
peristiwa yang ia sudah tolongi orang yang luka.
Pada suatu hari, Tiat Sim dan istrinya pergi ke
rumah Siauw Thian, untuk bersantap dan minum arak,
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
sorenya mereka pulang, akan terus masuk tidur. Tepat
tengah malam, tiba-tiba Pauw-sie mendusin dan
melihat suaminya telah bangun juga dan sedang
duduk di atas pembaringan. Ada sesuatu yang
mengejutkan suaminya itu hingga ia jadi terjaga dari
tidurnya. Dan istri ini masih lungu-lungu ketika
kupingnya dapat tangkap suara samar-samar dari
tindakan kaki kuda di atas es, makin lama makin nyata,
datangnya dari barat ke timur, kemudian itu disusul
sama suara serupa yang datangnya dari arah timur. Ia
menjadi kaget pula apabila ia dengar pula suara dari
selatan dan utara.
“Toako!” katanya pada suaminya sambil bangun
untuk berduduk, “Kenapa ada suara kuda dari empat
penjuru?”
Tiat Sim tidak menyahuti, ia hanya segera turun dari
pembaringan untuk rapikan pakaiannya.
Tindakan kuda dari empat penjuru datang semakin
dekat, lalu disusul sama gongongan anjing kampung
yang menyahutnya.
“Kita kena dikurung” kata Tiat Sim kemudian.
Pauw-sie terkejut. “Untuk apakah?” tanyanya
“Entahlah!” jawab suaminya itu. Ia terus serahkan
pedang pengasihan dari Khu Cie Kee seraya
memesan: “Kau pegang ini untuk jaga dirimu!”
Tiat Sim buka jendela, untuk melihat keluar, karena
itu suara kuda sudah datang mendekat sekali. Ia lihat
tegas kampungnya telah dikurung oleh sejumlah
tentera, kurungannya berlapis. Ia dapat melihat karena
tentera itu ada membawa obor yang diangkat tinggitinggi.
Perwira yang memegang pemimpin ada tujuh
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
atau delapan orang.
“Tangkap pengkhianat! Jangan kasih dia lolos!”
demikian tentara itu mulai berseru-seru.
“Apakah ada pengkhianat yang lolos kemari?” Tiat
Sim menduga-duga. Ia cekal tombaknya untuk melihat
gelagat.
Tiba-tiba satu perwira berseru: “Kwee Siauw Thian!
Yo Tiat Sim! Kamu berdua pemberontak, lekas muncul
untk terima diringkus!”
Tiat Sim menjadi kaget, sedang Pauw-sie menjadi
pucat mukanya.
“Entah kenapa pembesar negeri menfitnah rakyat,”
kata Tiat Sim kemudian, “Tidak ada jalan lain, kita
mesti menerobos keluar! Kau jangan takut, walaupun
musuh berjumalh puluhan ribu, akan aku lindungi
padamu!”
Dasar turunan orang peperangan. Tiat Sim tidak
menjadi kacau pikirannya. dengan tenang tetapi sebat,
ia siapkan panahnya, terus ia pegangi tangan kanan
istrinya.
“Nanti aku berbenah dulu…” kata Pauw-sie.
“Apa lagi yang hendak dibenahkan?” kata suaminya
itu. “Apa juga tak dapat.
Lemah hatinya istri itu, lalu tiba-tiba ia menangis.
“Dan rumah ini?” katannya.
“Asal kita dapat lolos, nanti di lain tempat kita
membangun pula rumah kita!” sahut sang suami.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
“Dan itu anak-anak ayam dan anak-anak kucing?”
istri itu menanya pula.
Tiat Sim menghela napas. “Ah, orang tolol, kamu
masih memikirkan segala binatang itu! Mana dapat?”
Baru Tiat Sim mengucap demikian, di luar kembali
terdengar seruan berisik dan api terlihat berkobar. Dua
ruang di depan telah dibakar, lalu dua orang serdadu
Song mulai menyulut payon rumah.
Bukan main mendelunya Tiat Sim. Ia buka pintu dan
muncul. “Aku Yo Tiat Sim!” ia perkenalkan diri. “Kamu
hendak bikin apa?”
Dua serdadu itu kaget, mereka memutar tubuh,
sembari melemparkan obornya, mereka lari balik.
Di antara cahya api, satu perwira maju dengan
kudanya. “Kamu Yo Tiat Sim? Bagus!” ia berkata.
“Mari ikut kami menghadap pembesar kami! Tangkap!”
Lima serdadu lantas merangsak.
Tiat Sim geraki tombaknya, dalam jurus “Ouw liong
pa bwee”, atau “ Naga hitam menggoyang ekor,” lalu
tiga serdadu roboh terguling, kemudian dengan
susulannya “Cun lui cin nouw” atau “Geledak musim
semi murka,” ia rubuhkan satu yang lain, yang
tubuhnya ia lempar balik ke dalam barisannya.
“Untuk menangkap orang, kamu mesti lebih dahulu
beritahukan kedosaannya!” ia membentak.
“Pemberontak bernyali besar!” teriak si perwira.
“Kanu berani melawan?!”
Mesti begitu ia gentar hari, tak berani ia maju
mendekati. Adalah satu perwira lain yang berada
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
dibelakangnya, mewakilkan ia maju. Berkatalah
perwira ini: “Baik-baik saja ikut kami ke kantor, kau
akan bebas dari kedosaan berat. Di sini ada surat
titah!”
“Kasih aku lihat!” bentak Tiat Sim.
“Masih ada satu pemberontak lainnya, yang she
Kwee?!” kata perwira itu.
“Kwee Siauw Thian ada di sini!” sahut Siauw Thian
yang tiba-tiba muncul di muka jendela, panahnya telah
siap sedia.
Perwira itu terkejut, hatinya ciut.
“Letkai panahmu,” katanya. “Nanti aku bacakan
surat titah ini….”
“Lekas baca!” bentak Siauw Thian, yang justru tarik
semakin melengkung gandewanya itu.
Terpaksa dengan ketakutan, perwira itu membaca.
Itulah surat titah untuk menawan Kwee Siauw Thian
dan Yo Tiat Sim dua penduduk Gu-kee-cun, yang
dituduh berontak melawan negara, sudah
bersekongkol sama penjahat besar.
“Surat titah ini datang dari kantor mana?” Siauw
Thian tanya.
“Inilah surat titah tulisannya Han Sinsiang sendiri!”
jawab perwira itu.
Dua-dua Siauw Thian dan Tiat Sim terkejut. “Hebat
urusan, sampai Han Sinsiang sendiri yang turun
tangan menulis surat titah?” mereka berpikir. “Mungkin
ini disebabkan terbukanya rahasia Khu Cinjin telah
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
membinasakan banyak hamba negara?”
“Siapakah yang mendakwa? Apa ada buktinya?”
tanya Siauw Thian pula.
“Kita cuma mesti menawan orang!” kata si perwira.
“Nanti di muka pembesar kamu boleh bicara!”
“Han Sinsiang gemar menfitnah orang baik-baik,
siapa tidak tahu itu?” kata Tiat Sim. “Kami tak sudi
kena jebak!”
Dengan perlahan Tiat Sim kata pada istrinya: “Pergi
lapis bajumu, akan aku rampas kuda dia itu untukmu!
Akan aku panah perwira itu, tenteranya bakal jadi
kacau!” Dan terus ia tarik panahnya, maka setelah satu
suara “Ser!” si perwira berkoak keras, tubuhnya
terjungkal dari kudanya.
Semua serdadu lantas berteriak-teriak. “Maju!
Tangkap!” berseru perwira yang satunya.
Sejumlah serdadu taati titah itu, akan tetapi selagi
maju, mereka disambut busur-busurnya Siauw Thian
dan Tiat Sim berdua, hingga enam atau tujuh
diantaranya rubuh seketika. Akan tetapi jumlah mereka
ini besar, dibawah anjuran pembesarnya, mereka maju
terus.
Tiat Sim menjdai mendongkol, ia tukar panah
dengan tombaknya, setelah ia lompat keluar pintu, ia
sambut penyerang-penyerangnya. Rombongan
serdadu itu kena terpukul mundur. Atas itu, Tiat Sim
melompat kepada satu perwira yang menunggang
seekor kuda putih, ia menyerangnya. Perwira itu
menangkis dengan tombaknya. Ia tapinya tak kenal
ilmu tombak keluarga Yo, pahanya kena ditikam, maka
dengan satu gentakan, tubuhnya terpelanting ke tanah.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Dengan menekan tombaknya ke tanah, Tiat Sim
lompat ke atas kuda putih, maka sesaat saja, ia sudah
menerjang ke muka pintu rumahnya. Ia tikam rubuh
satu serdadu Song, yang menghalangi dia, kemudian
dengan satu jembretan, ia angkat tubuh istrinya naik
ke kudanya. Itu waktu Pauw-sie sudah siap menanti
padanya.
“Kwee Toako, mari turut aku!” orang she So itu
teriaki saudara angkatnya.
Siauw Thian tengah menyerang seru dengan
sepasang tombak pendeknya yang bercagak. Ia
membuka jalan untuk istrinya Lie-sie yang bernama
Peng.
Beberapa perwira tidak dapat mencegah kedua
orang gagah itu, terpaksa mereka menitahkan
menggunai anak panah.
“Enso, lekas naik!” seru Tiat Sim, yang hampiri Liesie.
Ia pun lantas lompat turun dari kudanya.
“Tidak bisa….” berkata Lie-sie.
Diwaktu demikian, tidak ada lagi aturan sungkan,
maka tanpa bilang suatu apa, Tiat Sim cekal tubuh
iparnya, untuk segera diangkat naik ke punggung
kuda, kemudian ia bersama Siauw Thian mengikuti
dari belakang, untuk melindungi.
Lolos belum jauh, di sebelah depan mereka dicegat
oleh satu pasukan lain. Riuh suara tentera itu, hebat
serbuannya. Tiat Sim dan Siauw Thian mengeluh di
dalam hati. Karena terpaksa, mereka jadi memikir
untuk cari jalan lolos.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Sekonyong-konyong terdengar suara panah sar-ser,
lalu Pauw-sie menjerit keras. Kuda putih terpanah, kaki
depannya tertekuk, lalu tubuhnya ngusruk. Pauw-sie
rubuh bersama Lie-sie, yang pun ikut berteriak.
Tiat Sim kaget tetapi ia tabah. “Toako, lindungi
mereka, akan aku rampas kuda pula!” serunya. Lalu
dengan memutar tombaknya, ia menerjang musuh.
Kwee Siauw Thian berpikir lain daripada saudara
angkatnya itu.
“Terang kita berdua tidak bakal dapat menerobos
kurungan musuh ini, atau istri kita sukar ditolongi.
Karena kita tidak bersalah dosa, daripada antarkan
jiwa disini, baiklah kita menemui pembesar negeri
untuk berbicara dengannya.”
Maka itu, ia teriaki adik angkatnya itu: “Adik, mari
kita ikuti mereka ke kantor!”
Tiat Sim heran, akan tetapi ia hampiri saudaranya
itu.
Perwira pemimpin tentera itu menitahkan menunda
penyerangan, tetapi mereka mengurung rapat-rapat.
“Letaki senjatamu, kami akan beri ampun jiwa kamu!”
ia berteriak.
“Toako, jangan kena diperdayakan!” Tiat Sim
memberi ingat.
Siauw Thian menggeleng kepala, ia lemparkan
sepasang tombaknya.
Tiat Sim lihat istrinya ketakutan, hatinyapun menjadi
lemah, maka seraya menghela napas, ia lemparkan
panah dan tombaknya.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Atas itu belasan tombak tajam dipakai mengurung
empat orang itu, kemudian delapan serdadu maju
mendekati, untuk membelenggu mereka berempat.
Tiat Sim berdiri tegak, dia tertawa dingin. Sikap ini
tidak menyenangi si pemimpin tentara, ia ayun
cambuknya seraya mendamprat: “Pemberontak
bernyali besar, benarkah kamu tidak takut mampus?!”
“Bagus!” kata jago she Yo itu. “Siapakah
namamu?!”
Perwira itu menjadi semakin gusur, cambuknya
disabetkan berulang-ulang. “Tuan besarmu tak pernah
ubah she dan namanya!” katanya dengan jumawa.
“Tuan besarmu she Toan namanya Thian Tek. Thian
Tek itu berarti kebijaksanaan Tuhan, kau mengerti?
Ingatkah kau? Supaya kapan nanti kau bertemu Giam
Kun, kau boleh ajukan dakwaanmu!”
Tiat Sim tidak takut, ia malah mengawasi dengan
bengis.
“Ingat olehmu, tuanmu ada cacat luka di jidatnya
dan tanda biru di pipinya!” Thian Tek membentak pula.
Ia angkat pula cambuknya.
Pauw-sie menangis. “Dia orang baik, ia belum
pernah berbuat jahat, kenapa kau aniaya dia sampai
begini?” tanya istri ini yang tidak tega melihat
suaminya dicambuki.
Tiat Sim meludah tepat mengenai mukanya perwira
she Toan itu. Dia menjadi sangat murka, ia lalu cabut
golok di pinggangnya.
“Aku akan bunuh dulu padamu, pemberontak!”
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
teriaknya.
Tiat Sim tidak sudi mandat dibacok, ia berkelit ke
samping. Tapi segera ia merasa ada tombak-tombak
yang menahan tubuhnya.
Thian Tek membacok pula.
Tiat Sim tidak melihat lain jalan, ia berkelit mundur
dengan mengkeratkan tubuhnya.
Melihat bacokkannya kembali gagal, Thian Tek
terus menikam. Kali ini goloknya yang tajam bagaikan
gergaji dapat melukakan pundaknya orang she Yo itu.
Dia tapinya belum puas, kembali ia ulangi bacokannya.
Siauw Thian lihat adik angkatnya terancam bahaya,
ia lompat maju seraya mendupak.
Thian Tek terkejut, ia batal menyerang, terus dia
menangkis.
Siauw Thian lihay, ia tarik kakinya untuk ayun
kakinya yang lain. Itulah tendangan saling susl dari
ilmu tendangan Wan-yo-twie, maka tak ampun lagi,
perwira itu terjejak pinggangnya.
“Hajar mampus dia!” dia berseru.
Beberapa serdadu segera menyerang. Siauw Thian
melawan, ia dapat menendang terguling dua serdadu,
tetapi karena ia terbelenggu tangannya, akhirnya ia
kena dibokong Thian Tek yang sambar ia dari
belakang, hingga tangan kanannya terbacok kutung!
Bukan main panasnya hati Tiat Sim menampak
kakaknya itu menjadi korban keganasan si perwira,
entah darimana datangnya tenaganya ketika ia
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
berteriak keras sekali, belengguan pada tangannya
terputus terlepas, maka sambil melompat maju, ia
hajar rubuh satu serdadu, untuk rampas tombaknya
yang panjang dengan apa ia terus mengamuk.
Thian Tek menginsyafi bahaya, ia sudah
mendahului mundur.
Yo Tiat Sim menyerang bagaikan kalap, matanya
menjdi merah.
Semua serdadu mejadi kalah hati, dengan
ketakutan mereka lari bubaran..
Tiat Sim tidak mengejar musuh, hanya ia menubruk
kakak angkatnya yang telah mandi darah. Tanpa
merasa ia kucurkan airmata.
“Adik sudah kau jangan pedulikan aku,” kata Siauw
Thian lemah. “Lekas, lekas kau singkirkan diri…”
“Akan aku merampas kuda, mari kita pergi
bersama!” kata Tiat Sim.
Siauw Thian tidak menyahut, ia hanya pingsan.
Tiat Sim buka bajunya, hendak ia membalut luka
kakak itu, tetapi lukanya lebar sekali, dari pundaknya
merembet ke dada, sulit untuk membalutnya.
Siauw Thian sadar pula. “ Adik, kau pergilah…” ia
kata dengan suara yang sangat lemah. “Pergi kau
tolong teehu serta ensomu…aku, aku sudah habis…”
Dan ia meramkan matanya untuk selamanya.
Hampir Tiat Sim menyemburkan darah, sangking
berduka dan mendongkol. Ia lantas berpaling ke arah
di mana istrinya dan ensonya, istri Siauw Thian. Untuk
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
kagetnya ia tidak dapat melihat mereka itu.
“Toako, aku akan balaskan sakit hatimu!” ia
berteriak. Lalu dengan membawa tombaknya, ia lari
kepada barisan serdadu, yang sekarang sudah
berkumpul pula.
Toan Thian Tek memberi perintahnya, maka
barisannya itu menyambut dengan hujan anak panah.
Tiat Sim maju terus seraya putar tombaknya, akan
halau setiap busur. Ketika satu perwira dekati dia dan
membacok, ia berkelit sambil mendak, akan nelusup
ke bawahan perut kuda. Si perwira membacok sasaran
kosong, hendak ia putar kudanya, tetapi tombaknya
Tiat Sim tahu-tahu sudah menikam tepat kepadanya,
maka ketika tubuhnya rubuh, orang she Yo itu gantikan
ia lompat naik ke atas kudanya itu hingga dengan apa
punya binatang tunggangan, Tiat Sim bisa menyerang
dengan terlebih hebat.
Sekali lagi barisan serdadu itu lari buyar.
Tiat Sim mengejar, hingga ia lihat satu perwira lagi
kabur sambil peluki seorang perempuan. Ia tidak
mengejar, hanya ia lompat turun dari kudanya, akan
rampas gendawanya satu serdadu Song lalu diantara
terangnya api obor, ia panah perwira itu. Tepat
panahnya ini, si perwira rubuh dari kudanya yang jatuh
ngusruk. Dia rubuh bersama si wanita dalam
pelukannya, hingga orang jadi terlepas.
Lagi sekali Tiat Sim memanah. Selagi orang
merayap bnagun. Kali ini perwira itu rubuh pula untuk
tidak dapat bangun lagi.
Tiat Sim lari kepada wanita itu untuk kegirangannya
ia dapatkan pada istrinya.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Sek Yok kaget dan girang, ia lompat ke dalam
rangkulan suaminya itu.
“Mana enso?” Tiat Sim tanya. Dia lantas ingat
istrinya Siauw Thian.
“Ia ada di sebelah depan, ia pun dibawa lari
serdadu jahanam itu!” sahut Pauw-sie.
Kapan Tiat Sim menoleh, ia tampak mendatanginya
satu barisan lain.
“Toako telah menemui ajalnya, biar bagaimana aku
mesti tolongi enso!” ini adik angkat ambil keputusan, ia
bicara sama istrinya. “Turunan toako mesti dilindungi.
Kalau Thian mengasihi kita, kita berdua dapat bertemu
pula…”
Sek Yok rangkul keras leher suaminya itu, ia
menangis menggerung-gerung.
“Tak dapat kita berpisah!” ia kata. “Kau yang bilang
sendiri, kalau kita mesti binasa, kita mesti binasa
bersama! Bukankah benar kau pernah mengatakan
demikian?”
Tiat Sim peluki istrinya, hatinya karam. Tapi ia tibatiba
keraskan hati, ia menolak dengan keras, ia
sambar pula tombaknya, untuk lari. Ketika sudah lari
beberapa puluh tindak, ia lihat istrinya menangis
bergulingan di tanah, dan barisan serdadu yang
mendatangi sudah mendekati istrinya itu. Ia usap
mukanya, peluhnya bercampur sama darah
muncratan. Ia lari pula. Telah bulat tekadnya untuk
menolongi Lie-sie. Di sebelah depan, ia dapat rampas
seekor kuda, maka itu ia jadi tambah semangat.
Kebetulan ia dapat bekuk satu serdadu, atas
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
pertanyaannya, serdadu itu bilang Lie-sie berada di
sebelah depan. Maka ia kaburkan kudanya.
Tiba-tiba dari samping jalanan mana ada
perpohonan lebat, terdengar cacian seorang wanita. Ia
lekas tahan kudanya, yang ia putar untuk hampirkan
tempat lebat itu. Dengan tombaknya ia menyingkap
cabang-cabang pohon.Maka di hadapannya terlihat
dua serdadu sedang menyeret-nyeret Lie-sie.
Tidak ampun lagi, Tiat Sim tikam mampus mereka
satu demi satu.
Lie-sie berbangkit dengan rambut kusut dan
pakaian penuh tanah tidak karuan. Diwaktu begitu,
tidak ada ketika untuk omong banyak, maka Tiat Sim
angkat tubuh iparnya itu, dikasih naik ke atas kudanya,
untuk mereka menunggang bersama. Ia lari balik untuk
cari istrinya di tempat dimana tadi mereka berpisah.
Untuk kedukaannya ia tak dapatkan Pauw-sie, tempat
itu sunyi senyap dari segala apa. Ia turun dari kudanya
untuk memeriksa tanah. Ketika itu sudah fajar. Ia lihat
tapak-tapak kaki dan tanda bekas orang diseret, maka
sakitlah hatinya. Ia percaya istrinya telah jatuh pula ke
dalam tangan musuh….
“Mari!” katanya seraya melompat naik ke atas
kudanya yang ia terus kasih lari, perut kudanya pun
dijepit hingga binatang itu kesakitan dan lari kabur.
Sedang kuda lari keras mendadak dari samping
jalanan muncul belasan orang yang hitam semua
pakaiannya, orang yang terdengar segera menyerang
dengan toyanya.
Tiat Sim sempat menangkis, dapat ia menikam.
Orang itu sebat dan gesit, ketika ia membuat
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
perlawanan, nyata permainan toyanya pun lihay. Hal
ini membuat heran kepada orang she Yo itu.
Pernah Tiat Sim dan Siauw Thian berbicara tentang
ilmu silat, bahwa dijamannya kawanan Liang San, Peklek-
hwee Cin Beng adalah yang terlihay ilmu toyanya,
tetapi dijaman itu orang Kim-lah yang terkenal. Maka
itu sekarang ia curigai lawannya itu ada satu perwira
Kim. Ia hanya heran, kenapa perwira Kim bisa muncul
di situ. Tapi ia tidak bisa berpikir lama-lama, ia lantas
menyerang dengan hebat. Kali ini ia berhasil membuat
lawan itu terjungkal, karena mana barisan serdadunya
lantas kabur.
Segera Tiat Sim menoleh, hatinya lega akan
dapatkan iparnya tak kurang satu apapun. Ia masih
mengawasi iparnya itu ketika “Ser!” sebatang gendewa
menyambar kepadanya, menyambar dari arah
pepohonan yang lebat, hingga ia tidak sempat
menagkis atau berkelit, busur itu tembus di
punggungnya.
“Encek, kau kenapa?” tanya Lie-sie kaget.
Tiat Sim tidak menyahuti, hanya di dalam hatinya ia
kata: “Aku tidak sangka bahwa aku bakal habis disini…
Sebelum aku terbinasa, aku mesti labrak dulu musuh,
supaya enso dapat lolos!” Ketika ia geraki tombaknya,
ia menjadi kaget. Ia merasa sakit hingga ke
peparunya.
“Cabut panah ini!” ia kata.
Lie-sie tapi hatinya lemah, tenaganya tidak ada, tak
dapat ia menolong.
Tiat Sim lantas mendekam di atas kudanya, tangan
kirinya diapakai mencekal gagang panah, dengan satu
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
kali sentak, ia cabut busur itu terus ia pandangi.
Anak panah itu nancap dalam kira tiga dim,
gagangnya memakai bulu burung rajawali, batangnya
terbuat dari perunggu. Itu bukanlah sembarang busur.
tempo ia memeriksa lebih jauh, pada gagang itu ada
terukir tiga huruf “Wanyen Lieh” Ia terkejut.
“Wan-yen” itu adalah she, yaitu nama keluarga dari
bangsa Kim, dari golongan keluarga raja. Biasanya
dari raja hingga jenderalnya, bangsa itu memakai
nama keluarga tersebut.
“Bagus!” serunya. “Benar-benar si pembesar
jahanam itu telah bersekongkol sama bangsa asing,
bersama-sama mereka mencelakai rakyat negeri!”
Ia serahkan busur itu kepada Lie-sie. “Enso ingat
baik-baik nama ini!” ia pesan. “Pesanlah anakmu untuk
menuntut balas….!”
Habis berkata, ia putar tombaknya, ia menerjang ke
antara musuh, tetapi darah di punggungnya membanjir
keluar, tiba-tiba matanya menjadi gelap, tak dapat ia
menahan diri lagi, ia rubuh dari kudanya.
* * *
Hatinya Pauw-sie sakit bagai disayat-sayat karena
tolakan suaminya, tempo ia mengawasi suaminya itu,
sang suami sudah lantas lenyap, di pihak lain,
rombongan serdadau telah mendatangi ke arahnya. Ia
mencoba lari, tetapi sudah kasep, ia kena kecandak
dan ditawan, tubuhnya segara dikasih naik ke atas
seekor kuda.
“Aku tidak sangka dua orang itu demikian kosen
hingga mereka dapat mencelakai tak sedikit saudaraTIRAIKASIH
WEBSITE http://kangzusi.com/
saudara kita!” berkata satu perwira sambil tertawa.
“Tapi sekarang kita toh peroleh hasil!” kata satu
perwira lain. “Eh, sahabatku Ciong, untuk cape kita ini
kita bakal dapat persen tiga atau empat puluh tail
perak!”
“Hm!” menyahut si Ciong itu. “Aku harap asal saja
potongannya dikurangi sedikit…!” Terus ia menoleh
kepada barisannya, akan beri titahnya: “Kumpulkan
barisan!” Serdadu tukang terompet sudah lantas kasih
dengar suara alat tiupnya
Pauw-sie menangis tersedu-sedu, ia lebih
memikirkan suaminya yang ia tidak tahu bagaimana
jadinya.
Ketika itu sang fajar telah tiba, dijalanan sudah ada
beberapa orang yang berlalu lintas, akan tetapi mereka
nampak serdadu, mereka lalu menyingkir jauh-jauh.
Mulanya Pauw-sie berkhawatir sangat kawanan
serdadu itu nanti perlakukan kasar atau kurang ajar
terhadapnya, kemudian ia merasa sedikit lega. Ia tidak
saja tidak diganggu, ia malah diperlakukan dengan
manis dan hormat.
Barisan ini baru berjalan beberapa lie, tiba-tiba
mereka dicegat oleh belasan orang yang mengenakan
pakaian serba hitam, yang semua berbekal senjata.
Mereka itu muncul dengan tiba-tiba dari pinggir
jalanan. Seorang yang berada di paling depan sudah
lantas kasih dengar suaranya yang bengis: “Kawanan
serdadu tak tahu malu dan kejam, tukang ganggu
rakyat, kamu semua turun dari kuda kamu dan
serahkan diri!”
Perwira yang pimpin barisan itu menjadi gusur.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
“Kawanan berandal dari mana ynag berani mengacau
di wilayah kota raja?!” dia balas membentak. “Lekas
menggelinding pergi!”
Pihak baju hitam itu tidak menggbris bentakan itu,
sebaliknya mereka buktikan ancaman mereka, ialah
tanpa bilang suatu apa lagi, mereka maju menerjang,
dengan begitu pihak jadi bertempur kalut.
Kawanan baju hitam itu berjumlah lebih kecil akan
tetapi mereka mengerti ilmu silat denag baik, dengan
begitu pertempuran menjadi berimbang.
Menyaksikan pertempuran itu, diam-diam Pauw-sie
bergirang. “Bukankah mereka ini dalah kawankawannya
suamiku, yang mendengar kabar dan telah
datang menolong?” demikian ia menduga-duga.
Selagi pertempuran berjalan terus, tiba-tiba satu
busur nyasar menyambar punggung kudanya Pauw
Sek Yok. Binatang itu kaget dan kesakitan, ia
berlompat dan lari kabur.
Sek Yok kaget dan ketakutan, ia mendekam di
kudanya itu yang lehernya ia peluki keras-keras. Ia
takut jatuh.
Kuda itu kabur terus hingga beberapa lie, sampai di
sebelah belakangnya, terdengar datangnya kuda lain,
lalu tertampak satu penunggang kuda datang
memburu. Cepat sekali larinya kuda pengejar ini
segera ia menyandak dan lewat di samping Pauw-sie,
si penunggangnya sendiri sambil melarikan kudanya
itu memutar sehelai dadung panjang di atasan
kepalanya, apabila ia melepaskan sebelah tangannya,
dadung itu ialah lasso, lantas menyambar ke kudanya
Sek Yok. Sekarang kedua kuda jadi lari berendeng, si
penunggang kuda menahan dengan perlahan-lahan,
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
dari itu sesaat kemudian kedua kuda itu larinya
perlahan, akan akhirnya selang beberapa puluh lie,
kuda si penunggang berhenti dengan tiba-tiba, sebab
mulutnya penunggang itu perdengarkan tanda.
Dengan begitu kuda Sek Yok pun berhenti seketika.
Kuda itu meringkik dan mengangkat kedua kaki
depannya.
Pauw-sie kaget dan ketakutan, ia pun ngantuk dan
lelah, karena kuda itu berlompat berdiri habislah
tenaganya, tak dapat ia memeluki lagi leher kuda
lantas saja ia rubub ke tanah dan pingsan. Ia
mendusin setahu beberapa lama kemudian, ia hanya
dapatkan tubuhnya rebah di atas sebuah pembaringan
yang empuk kasurnya dan tubuhnya pun dikerebongi
selimut kapas yang membuat ia merasa hangat. Ia
buka matanya perlahan-lahan. Yang pertama ia lihat
ialah langit kelambu kembang. Maka sadarlah ia yang
ia telah tidur di atas pembaringan. Ia menoleh ke
samping, ia dapatkan sebuah meja dan satu pelitanya.
Di tepi pembaringan berduduk satu orang laki-laki
dengan pakaian serba hitam.
Kapan pria itu melihat orang mendusin dan
tubuhnya bergerak, lekas-lekas ia bangun berdiri,
untuk singkap kelambu dan menggantungnya.
“Oh, kau sudah mendusin?” pria itu tanya, perlahan
suaranya.
Biar bagaimana, Sek Yok belum sadar sepenuhnya.
Samar-samar ia seperti kenal pria itu, maka ia
mengawasi.
Si pria ulur tangannya, untuk meraba jidat si
nyonya. “Oh, panas sekali!” katanya. “Tabib akan
segera datang…”
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Sek Yok meramkan pula matanya, terus ia tidur
pula. Ia baru sadar tempo dengan samar-samar ia
merasa orang pegang nadinya, disusul mana orang
memberi ia makan obat. Ia masih tak sadar benar,
malah ia bagaikan bermimpi dan mengigau ketika ia
berteriak: “ Engko Tiat! Engko Tiat!” Lalu ia merasa
ada tangan pria yang dengan perlahan-lahan
mengusap-usap pundaknya, yang menghiburi ia
dengan lemah lembut.
Kapan kemudian Sek Yok mendusin pula, hari
sudah terang. Ia merintih sebentar, lantas ia bangkit
untuk berduduk.
Seorang menghampiri dia. “Minum bubur?” tanya ia
itu dari luar kelambu.
Pauw-sie kasih dengar suara perlahan, atas mana
pria itu singkap kelambunya.
Sekarang dua muka saling berhadapan, mata
mereka saling mengawasi. Sekarang Sek Yok dapat
melihat denagn tegas, maka ia menjadi terkejut. Ia
tampak satu wajah yang tampan, yang tersungging
senyuman manis. Itulah si anak muda yang beberapa
bulan yang lalu ia tolongi selagi orang terluka dan
rebah tak berdaya di atas salju, yang kemudian
menghilang tidak keruan paran dari gudang kayu.
“Tempat ini tempat apa?” nyonya ini kemudian
tanya. “Mana suamiku?”
Pemuda itu menggoyang tangan, melarang orang
berbicara.
“Sebenarnya aku bersama beberapa kawan
kebetulan lewat di sini,” ia berkata dengan perlahan.
“Menyaksikan rombongan serdadu itu berbuat
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
sewenang-wenang, aku tidak puas, maka aku telah
tolongi kau, nyonya. Rupanya roh suci atau malaikat
yang telah menunjuki aku justru tolongi penolongku…”
Ia berhenti sebentar, lalu ia melanjuti: “Sekarang ini
rombongan serdadu sedang mencari Nyonya, kita
sekarang bearad dirumahnya seorang petani,maka itu
jangan Nyonya sembarang munculkan diri. Harap
Ynonya maafkan aku, dengan lancang aku telah
mengaku bahwa akulah suami Nyonya…”
Mukanya Sek Yok menjadi merah, akan tetapi ia
mengangguk.
“Mana suamiku?” ia tanya.
“Sekarang kau letih dan lemah sekali, Nyonya,” kata
pula si anak muda. “Nanti saja setelah kesehatanmu
pulih, aku berukan keteranganku. Sekarang baiklah
kau beristirahat dulu.”
Sek Yok terperanjat. Dari caranya orang berbicara,
mungkin suaminya telah menampak sesuatu
kecelakaan.
“Dia…dia kenapa, suamiku itu?” ia tanya,
tangannya mencekal keras-keras pada ujung kasur.
“Nyonya, jangan bergelisah tidak karuan,” orang itu
menhibur, “Untukmu paling baik adalah merawat diri…”
“Apakah dia…dia telah meninggal dunia?” Sek Yok
menanya.
Pemuda itu mengangguk.
“Ya, ia telah dibinasakan oleh rombongan serdadu
itu…” ia beri pebyahutan.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Sek Yok kaget, ia lantas pingsan. Ketika kemudian
ia sadar, ia menangis sesambatan.
“Sudahlah,” si anak muda menghibur pula.
“Bagaimana caranya ia meninggal dunia?” Pauw-sie
tanya.
“Bukankah suami Nyonya berumur duapuluh kurang
lebih, tubuhnya tinggi dan lebar, yang bersenjatakan
sebatang tombak panjang?” si anak muda tegaskan.
“Benar dia.”
“Aku tengah melawan tiga musuh ketika satu musuh
jalan mengitar ke belakangnya suamimu itu yang dia
tombak punggungnya,” si anak muda beritahu.
Lagi-lagi Sek Yok pingsan. Besar sangat cintanya
kepada suaminya. Maka itu hari ia tidak dahar nasi
atau minum. Ia berkeputusan nekad untuk binasa
bersama suaminya itu.
Si pria kelihatan halus budi pekertinya, ia tidak
memaksa, ia hanya dengan manis budi menghibur dan
membujuki untuk nyonya legakan hati.
“Apa she dan nama Tuan?” kemudian Sek Yok
menanya. Ia menjadi tak enak hati untuk bersikap
tawar terus. “Kenapa kau ketahui kita terancam
bahaya dan kau dapat menolongi?”
Pria itu bersangsi agaknya. ia telah buka mulutnya
tetapi ia batal bicara. kemudian barulah ia bisa omong
juga.
“Aku ada orang she Yen dan namaku Lieh.
Rupanya karena jodoh kita telah dapat bertemu satu
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
dengan lain.” ia menyahut akhirnya
Merah mukanya Sek Yok akan dengar itu perkataan
“jodoh”, ia balik kepalanya ke sebelah dalam
pembaringan. Tetapi hatinya bukan tidak bekerja.
Maka tiba-tiba saja timbul kecurigaannya.
“Apakah kau dan tentera negeri itu datang dari satu
jurusan?” ia tanya
“Ke…kenapa?” Yen Lieh tanya.
“Bukankah baru ini kau dapat luka karena kau
bersama tentera negeri hendak mencoba menawan
Khu Totiang?” Sek Yok tanya pula tanpa pedulikan
pertanyaan pemuda itu.
“Kejadian hari itu sungguh membuat aku
penasaran!” bsahut Yen Lieh. “Aku datang dari utara,
hendak aku pergi ke Lim-an, selagi aku lewat di
kampungmu itu, tiba-tiba sebatang busur nyasar telah
menyambar pundakku. Coba tidak kau tolongi aku,
Nyonya, pastilah aku terbinasa kecewa, tak tahu sebab
musababnya. Sebenarnya imam siapa yang hendak
mereka tawan itu?”
“Oh, kiranya kau kebenaran lewat saja dan
bukannya dari satu rombongan dengan mereka itu?”
berkata Sek Yok, romannya heran, “Aku tadinya
menyangka kau juga hendak bantu menawan Khu
Totiang, hingga pada mulanya tak ingin aku menolongi
kau.”
Sampai di situ, Pauw-sie tuturkan halnya Khu Cie
Kee hendak ditawan tentera negeri, karena mana
imam itu telah membuatnya perlawanan dahsyat.
Yen Lieh mengawasi orang berbicara, agaknya ia
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
kesengsem. Sek Yok dapat lihat kelakuan orang itu.
“Eh, kau hendak dengari ceritaku atau tidak?” ia
menegur.
Yen Lieh terkejut, lalu ia tertawa.
“Ya, ya aku tengah memikirkan cara bagaimana kita
dapat meloloskan diri dari rombongna serdadu itu,” ia
menjawab. “Tidak ingin aku yang kita nanti kena di
bekuk mereka…”
Sek Yok menangis.
“Suamiku telah terbinasa, untuk apa aku
memikirkan hidup lebih lama…?” katanya. “Baik kau
pergi sendiri saja…”
“Tetapi Nyonya!” peringatkan Yen Lieh. “Suamimu
telah dibinasakan hamba negeri, sakit hatimu belum
terbalas, bagaimana kau Cuma ingat kematian saja?
Nanti suamimu, yang berada di tanah baka, matanya
tak meram…”
Nyonya itu terkejut, tetapi ia lemah hatinya. “Aku
seorang perempuan, bagaimana dapat aku membalas
dendam?” tanyanya.
Yen Lieh kelihatannya murka. “Biarnya aku bodoh,
akan aku coba membalas dendam untukmu, Nyonya!”
katanya keras. “Apakah nyonya tahu, siapa musuh
nyonya suamimu itu?”
Nyonya Yo Tiat Sim berpikir sejenak. “Dia itu yang
menjadi perwira yang mengepalai barisannya,
namanya Toan Thian Tek,” sahutnya kemudian. “Dia
mempunyakan tanda biru di mukanya.”
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
“Dia telah diketahui she dan namanya, gampang
untuk mencari dia,” berkata si anak muda. Ia terus
pergi ke dapur, untuk sendok semangkok bubur serta
satu biji telur asin.
“Jikalau kita tidak pelihara kesehatanmu, cara
bagaimana kau bisa menuntut balas?” katanya
perlahan setelah ia bawakan bubur dan telu asin itu
kepada si nyonya.
Pauw-sie anggap perkataan itu benar, ia sambuti
bubur itu lalu ia dahar dengan perlahan-lahan.
Besok paginya, Pauw-sie turun dari
pembaringannya, setelah rapikan pakaiannya ia
hadapi kaca untuk sisiri rambutnya. Ia cari sepotong
kain putih, ia gunting itu merupakan setangkai bunga,
lalu ia selipkan di kondenya. Itulah tanda ia berkabung
untuk suaminya. Kapan ia mengawasi kaca, ia tampak
romannya yang cantik bagikan bunga akan tetapi
npemiliknya telah tak ada – yang satu tetap menjadi
seorang manusia, yang lain telah menjadi setan…. Ia
menjadi sedih sekali, maka ia menangis dengan
mendekan di meja.
Yen Lieh bertindak masuk selagi si nyonya
menangis, ia tunggu sampai orang sudah sedikit reda,
ia berkata: “Tentera di luar sudah berlalu, mari kita
berangkat.”
Sek Yok susut air matanya, ia berhenti menangis,
lalu ia turut keluar dari rumah itu.
Yen Lieh serahkan sepotong perak kepada tuan
rumah, yang siapkan dua ekor kuda, satu diantaranya
adalah kudanya Sek Yok, yang terkena panah, yang
sekarang telah diobati lukanya.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
“Kita menuju kemana?” tanya Pauw-sie.
Yen Lieh kedipi mata, untuk cegah si nyonya
sembarang bicara di depan orang lain, kemudian ia
membantui nyonya itu naik ke atas kuda, maka di lain
saat, keduanya sudah jalankan kuda mereka
berendeng menuju ke utara.
Belasan lie telah mereka lalui. “Kau hendak bawa
aku kemana?” akhirnya Sek Yok menanya pula.
“Sekarang kita cari dahulu tempat sepi untuk tinggal
sementara waktu,” Yen Lieh jawab. “Kita tunggu
sampai suasana sudah mulai reda, baru kita pergi cari
jenazah suamimu, untuk dikubur dengan baik,
kemudian baru kita pergi cari si Toan Thian tek si
jahanam itu guna menuntut balas.”
Sek Yok lemah hatinya, lemah lembut sikapnya, ia
memang tak dapat berpikir apa-apa. Sekarang
mendengar omongan yang beralasan dari pemuda ini,
ia bukan saja suka menerima, malah ia bersyukur
sekali.
“Yen, Yen Siangkong, bagaimana kau harus
membalas budimu ini?” katanya.
“Jiwaku ini adalah nyonya yang tolongi,” sahut Yen
Liah, “Maka itu tubuhku ini aku serahkan kepada
nyonya untuk nyonya suruh-suruh, walaupun badanku
hancur dan tulang-tulangku remuk, meskipun mesti
menyerbu api berkobar-kobar, itu sudah selayaknya
saja.”
Dua hari mereka berjalan, sore itu mereka singgah
di dusun Tiang-an-tin. Kepada pengurus hotel, yang
didatangi, Yen Lieh mengaku bahwa mereka berdua
adalah suami-istri, karenanya ia meminta satu kamar.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Sek Yok tidak bilang suatu apa, akan tetapi hatinya
tidak tentram, karena itu diwaktu bersantap, ia
bungkam, diam-diam ia meraba pedang peninggalan
Khu Cie Kee, didalam hatinya ia bilang: “Asal dia
berlaku kurang ajar sedikit saja, akan aku bunuh
diriku!”
Yen Lieh menitahkan jongos ambil dua ikat rumput
kering, ia tunggu sampai si jongos itu sudah keluar, ia
lantas kunci pintu, rumput kering itu ia delar di lantai, di
situ ia rebahkan dirinya terus ia tutupi dengan gudri.
“Nyonya silakan tidur!” ia berkata, sesudah mana
terus ia meramkan matanya.
Hatinya Nyonya Yo berdebar-debar, matanya
memandang ke satu arah. Ia jadi ingat suaminya,
hatinya menjadi sangat berduka. Ia tidak lantas
rebahkan diri, untuk setengah jam ia masih duduk
bercokol. Di akhirnya ia menghela napas panjang,
habis padamkan api lilin, baru ia tidur tanpa buka
pakaian luar lagi, pedang pendeknya tergenggam di
tangannya.
Bab 3. Tujuh Orang Luar Biasa
Kapan besok paginya Pauw-sie bangun dari
tidurnya, Yen Lieh sudah tidak ada di kamarnya,
pemuda itu telah pergi siapkan kuda mereka dan
sudah pesan jongos menyediakan barang makanan.
Diam-diam nyonya ini jadi sangat bersyukur, ia
menemui orang satu kuncu, laki-laki sejati. Oleh
karena itu semakin kurang penjagaan dirinya.
Barang hidangan itu terdiri dari masakan ayam,
daging asin, ikan dan bubur yang semuanya harum,
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
sedap dan lezat. Akan tetapi mendahar ini, hatinya
Pauw-sie kurang tenang. Ia ada dari satu keluarga
sederhana, dan biasanya, dedaharannya setiap hari
adalah sayur dan ikan asin, baru di hari raya atau
tahun baru ia dapat hidangan istimewa.
Tak lama sehabisnya dahar, jongos datang
menyerahkan satu bungkusan. Itu waktu, Yen Lieh
sudah keluar dari kamar.
“Apakah itu?” tanya si nyonya.
“Inilah barang yang tadi pagi tuan belikan untuk
Nyonya, ialah pakaian baru,” jawab jongos itu. “Tuan
pesan supaya nyonya suka salin pakaian.”
Sek Yok buka bungkusan itu yang membuat dia
melengak. Ia tampak seperangkat pakaian baru warna
putih, berikut sepatu dan kaos kaki putih juga, yang
lainnya ada pakaiaan dalam, baju pendek, sapu
tangan dan handuk.
“Dia seorang pria, cara bagaimana ia dapat memikir
begini sempurna?” katanya dalam hati, yang sangat
bersyukur.
Memang ketika ia keluar dari rumah, pakaiannya
tidak karuan, sesudah itu untuk satu malaman ia mesti
lari-larian, maka pakaiannya jadi kotor dan pecah
disana sini. Sekarang setelah tukar pakaian, ia
berubah seperti seorang baru.
Perjalanan sudah lantas dilanjuti. Sore itu selagi
mendekati dusun Kiap-sek-tin, tiba-tiba mereka
mendengar jeritan hebat dari sebelah depan. Pauw-sie
kaget sekali, ia putar balik kudanya untuk lari.
Bukankah ia baru saja lolos dari bahaya yang
menakuti?
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
“Jangan takut!” kata Lien Yeh sambil tertawa. “Mari
kita liat!” Pemuda ini berlaku tenang, dengan begitu
dapat ia menentramkan sedikit hati si nyonya kawan
seperjalanannya itu.
Mereka maju terus, hingga di sebuah tikungan. Di
situ terlihat lima serdadu, dengan mencekal golok
panjang, lagi pegat seorang lelaki tua yang ada
bersama satu anak muda serta satu nona. Dua
serdadu lagi memeriksa mengaduk-aduk buntalannya
si orang tua, yang uangnya dan lainnya barang mereka
pindahkan ke saku mereka sendiri. Tiga serdadu
lainnya tengah mengurung si nona yang mereka
perlakukan dengan ceriwis. Si nona menangis. Dialah
ynag tadi menjerit.
“Lagi-lagi serdadu mengganggu rakyat jelata,” kata
Sek Yok ketakutan. “Mari kita lekas menyingkir…”
Yen Lieh sebaliknya tersenyum simpul.
Satu serdadu segera hampiri dua orang ini yang
mereka dapat lihat. “Diam!” dia membentak. “Kamu
bikin apa?”
Yen Lieh benar-benar tidak takut, sebaliknya dari
angkat kaki, ia justru maju mendekati. “Kamu ada
bawahan siapa?” ia tanya, membentak. “Lekas pergi!”
Pada waktu itu tentera Song, kalau menghadapi
musuh bangsa Kim, tentu mereka kalah dan lari, akan
tetapi terhadap rakyat jelata, mereka galak bukan
kepalang, malah mereka main merampas dan paksa.
Maka itu melihat Yen Lieh cuma berdua dengan satu
nyonya manis, mereka anggap inilah untung mereka.
Serdadu itu lantas berseru, lalu ia maju mendekati,
dituruti empat kawannya.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Sek Yok takut bukan main, ia mengeluh dalam
hatinya. Tapi justru itu, kupingnya mendengar suara
menyambar “Serr!” lalu satu serdadu menjerit dan
rubuh, dadanya tertumblaskan sebatang busur. Segera
si nyonya lihat di tangan kawannya ada gendewa yang
bersinar kuning emas, malah gendewa itu dipakai
memanah pula beruntun-runtun, hingga lagi tiga
serdadu rubuh seperti rekannya yang pertama. Tinggal
serdadu yang kelima, ia ketakutan, dia lalu putar
tubuhnya untuk lari merat.
Menyaksikan orang lari ngiprit, Yen Lieh tertawa
enteng. Ia lantas siapkan pula busurnya. Tepat orang
lari kira enampuluh tindak, ia berpaling kepada si
nyonya, sambil tertawa, ia berkata, “Tunggu sampai ia
lari lagi tiga tindak, akan aku panah batang lehernya!”
Selagi pemuda ini berkata, si serdadu lari terus,
maka gendewa ditarik, busur meleset mengejar
dengan cepat sekali, tidak ada ampun lagi serdadu itu
terpanah batang lehernya, ujung panah tembus ke
tenggorokannya.
“Hebat!” memuji Sek Yok tanpa terasa.
Yen Lieh lompat turun dari kudanya, ia hampiri lima
serdadu itu, untuk cabuti anak panahnya dari tubuh
mereka, anak panah mana dikasih masuk ke dalam
kantungnya, habis itu ia melompat naik pula ke atas
kudanya. Ia tertawa girang sekali. Justru ia hendak
ajak Pauw-sie melanjuti perjalanan, dari samping kiri
muncul dengan tiba-tiba sepasukan serdadu dengan
suara mereka yang berisik.
“Celaka!” Sek Yok menjerit karena kaget dan takut.
Yen Lieh cambuk punggung kuda si nyonya selagi
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
ia pun kasih lari kudanya dengan begitu kedua ekor
kuda segera lari keras.
“Tangkap!” berteriak tentera yang di belakang itu
apabila mereka melihat mayat-mayat rekannya, lalu
sambil terus berteriak-teriak, mereka mengejar.
Setelah lari serintasan, Pauw-sie menoleh ke
belakang, lantas ia menjadi kaget sekali dan
ketakutan, ia dapatkan sejumlah tentara pengejar lebih
dari seribu jiwa, kopiahnya kopiah besi dan bajunya
lapis besi juga. Seorang diri, mana bisa Yen Lieh
melawan mereka itu walaupun pemuda ini lihay ilmu
panahnya?
Celaka adalah kudanya si nyonya Yo ini. Karena lari
terlalu keras, lukanya yang belum sembuh telah pecah
pula dan mengeluarkan darah, larinya pun menjadi
tambah perlahan. Kerananya ia jadi ketinggalan Yen
Lieh.
Lagi selintasan, selagi tentera pengejar mendatangi
semakin dekat, tiba-tiba Yen Lieh tahan kudanya, akan
tunggu kudanya Pauw-sie rendengi ia, lalu dengan
tiba-tiba, tanpa mengucap sepatah kata, ia sambar si
nyonya untuk ditarik dan dipindahkan ke kudanya,
setelah mana ia kaburkan kudanya itu.
Akan tetapi ketika itu sudah terlambat. Karena tadi
ia menunda kudanya, Yen Lieh kena dicandak
pengejarnya, terutama oleh pengejar yang motong
jalan dari samping. Segera ia tidak punya jalan lagi,
maju tidak, nyampingpun tidak. Karena itu terpaksa ia
tahan kudanya.
Pauw-sie takut bukan main, mukanya pucat pasi.
Yen Lieh sebaliknya tenang.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Satu perwira yang bersenjatakan sebatang golok
besar, maju menghampiri. “Kau tidak hendak turun dari
kudamu untuk manda dibelenggu?” perwira itu
menegur.”Kau hendak tunggu apalagi?”
Sebaliknya daripada serahkan diri atau ketakutan,
Yen Lieh tertawa gembira. “Apakah kamu adalah
pengawal pribadi dari Han Sinsiang?” ia tanya.
Heran perwira itu, hingga ia tercengang. “Kau
siapa!” ia membentak.
Yen Lieh rogoh sakunya, akan keluarkan sepucuk
surat. “Apakah kau tidak kenali aku?” dia bertanya. Dia
tertawa pula. “Nah, kau lihatlah surat ini!”
Perwira itu melirik kepada satu serdadu di
sampingnya. Ia mengedipi mata. Serdadu itu lantas
sambuti surat itu untuk dihanturkan kepada
pemimpinnya. Kapan perwira itu sudah membaca,
mukanya menjadi pucat, dengan tergesa-gesa ia
lompat turun dari kudanya untuk memberi hormat.
“Pie-cit, tidak kenali tayjin, dosaku berlaksa kali
mati,” katanya, “Pie-cit mohon diberi ampun….”
Tidak saja perwira itu membasakan dirinya “pie-cit”
yang artinya “bawahan yang rendah”, surat itu pun
segera ia ancungkan ke atas kepalanya, selaku tanda
hormat, dan wajahnya terus menunjuki ia bergelisah.
Yen Lieh sambuti kembali surat itu. “Nampaknya
tentera mu kurang kenal tata tertib ketenteraan!”
katanya sambil tertawa.
Sementara itu, Pauw-sie mengawasi kejadian
denga hatinya heran bukan main.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Perwira itu menjura dalam. “Nanti pie-cit melakukan
pemeriksaan untuk memberi hukuman,” ia berkata,
suaranya dan sikapnya sangat merendah.
Yen Lieh tertawa pula. “Kami masih kekurangan
seekor kuda,” katanya.
“Perwira itu tuntun kudanya sendiri. “Silahkan hujin
pakai kudaku ini,” pintanya. Ia bicara terhadap Pauwsie.
Sek Yok heran yang ia dipanggil “hujin” atau
nyonyanya si anak muda, mukanya menjadi merah.
Yen Lieh manggut perlahan ia lantas sambuti
kudanya si perwiara. “Pergi kau sampaikan kepada
Han Sinsiang,” katanya. “Bilang aku ada punya urusan
penting dan mesti pulang lantas, dari itu aku tak dapat
pamitan lagi.”
“Baik, baik, tayjin, pie-cit mengerti,” kata perwira itu
tetap dengan sangat hormat.
Yen Lieh tidak pedulikan lagi pemimpin pasukan itu,
ia pondong Pauw-sie untuk dipindahkan ke kuda yang
baru, lalu bersama-sama mereka lanjuti perjalanan
mereka ke utara.
Sesudah jalan beberapa puluh tindak, Sek Yok
menoleh ke belakang. Untuk herannya ia lihat si
perwira dan barisannya masih belum pergi, agaknya
mereka itu masih mengasih selamat jalan…….. Ia
berpaling kepada si anak muda, ingin ia menanya, tapi
anak muda itu, sambil tertawa mendahulukan dia.
“Walaupun Han To Cu sendiri yang melihat aku, dia
jerih tiga bagian,” katanya, “Maka itu, apapula segala
perwira itu…….”
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
“Jikalau begitu, pastilah gampang untuk kau
membalaskan sakit hatiku,” kata Pauw-sie.
“Soal itu ada lain,” sahut si anak muda. “Sekarang
ini kita telah ketahuan siapa adanya, pihak tentera
tentu telah membuatnya persediaan, apabila kita pergi
menuntut balas sekarang juga, tidak melainkan kita
bakal gagal, kita pun bisa mendapat celaka.”
“Habis bagaimana?” si nyonya tanya pula. Ia tidak
mengerti.
Yen Lieh berdiam sejenak. “Nyonya , dapatkah kau
mempercayai aku?” bia tanya.
Pauw-sie mengangguk.
“Sekarang ini mari kita balik dahulu ke utara,” Yen
Lieh berkata. “Kita tunggu sampai suasana reda, baru
kita berangkat pula ke selatan ini untuk maksud
menuntut balas itu. Nyonya legakan hati, tentang sakit
hati suamimu itu serahkan kepada tanggungjawabku
seorang.”
Sek Yok bingung tidak berdaya. Percaya saja ia
ragu-ragu. Bukankah ia sudah rudin dan tak bersanak
kandung juga? Kemana ia mesti pergi untuk
pernahkan diri? Bukankah lebih baik ia turut pemuda
ini? Tapi dia ada satu janda, orang pun bukan sahabat
bukan sanak, cara bagaimana ia bisa terus ikuti
pemuda itu? Dia jadi menjublak karena kesangsiannya
itu.
“Jikalau nyonya anggap saranku kurang sempurna,
silahkan kau beri petunjukmu,” kata Yen Lieh melihat
orang berdiam saja. “Akan aku turut segala titahmu.”
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Menampak sikap orang itu, Sek Yok menjadi tak
enak sendirinya. “Baiklah, sesukamu…” katanya
perlahan, sambil tunduk.
Yen Lieh menjadi girang sekali. “Budimu yang
besar, Nyonya, tak nanti aku lupakan,” dia bilang.
“Nyonya….”
“Harap kau tidak sebut-sebut tentang budi…” kata
Sek Yok.
“Baik, baik, Nyonya….”
Lantas keduanya larikan pula kuda mereka,
kadang-kadang yang satu di depan yang lain di
belakang, atau setempo dengan berendang. Hawa
udara ada nyaman karena itu waktu pun ada di musim
pertama yang indah. Di sepanjang jalan ada
kedapatan pohon-pohon yangliu dan bunga.
Untuk melegakan hati si nyonya, Yen Lieh sering
membuka pembicaraan.
Sek Yok heran dan kagum untuk si anak muda, ini
kawan seperjalanannya yang sebenarnya asing
untuknya. Ia dapati orang halus sikapnya dan menarik
kata-katanya. Luas pengetahuannya si anak muda,
pandai ia memilih bahan pembicaraan. Orang pun
tampan dan menyenangkan untuk dipandang.
Pada tengah hari di hari ketiga, mereka tiba di Keehin,
sebuah kota besar di Ciat-kang barat, kota dari
sutera dan beras. Memangnya kota sudah ramai pada
asalnya, sekarang ia terletak dekat dengan kota raja,
keramaiannya menjadi bertambah sendirinya.
“Mari kita cari hotel untuk singgah dan beristirahat
dulu,” Yen Lieh mengajak.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
“Hari masih siang, sebenarnya kita masih dapat
melanjutkan perjalanan,” Sek Yok mengutarakan
pikirannya.
“Disini ada banyak toko, Nyonya,” Yen Lieh bilang.
“Pakaianmu sudah terpakai lama, nanti aku belikan
yang baru.”
Sek Yok melengak. “Bukankah ini baru dibeli?”
tanyanya. “Apanya yang dibilang lama?”
“Kita jalan jauh dan ditengah jalan banyak debu,”
terangkan si anak muda, “Dengan dipakai baru satu
dua hari, pakaianmu sudah tak mentereng lagi. laginya
dengan wajah ini, Nyonya, mana boleh kau tidak
memakai pakaian dari bahan yang terbaik?”
Diam-diam senang hatinya Sek Yok karena orang
puji kecantikannya. “Aku tengah berkabung…” katanya
perlahan.
“Terang itu aku tahu,” Yen Lieh bilang.
Nyonya itu lantas membungkam.
Yen Lieh terus tanya-tanya orang, akhirnya ia ajak
nyonya itu ke hotel Siu sui yang paling besar untuk
kota Kee-hin. Di sini mereka paling dulu bersihkan
tubuh, lalu duduk bersantap.
“Kau tunggu , Nyonya, hendak aku pergi
berbelanja,” kemudian kata si pemuda.
Pauw-sie mengangguk.
Yen Lieh lantas pergi keluar, baru ia sampai di
muka hotel, ia lihat seorang mendatangi, orang mana
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
menyolok perhatiannya. Orang mirip dengan satu
sastrawan tetapi ia jalan sambil menyeret sepatu kulit,
sepatu itu berbunyi ketrak-ketruk walaupun ia jalannya
perlahan. Dia pun tidak karuan dandannya, ialah
pakaiannya kotor, berminyak, kotor juga mukanya
yang penuh debu. Mungkin sudah belasan hari ia tidak
pernah mandi. Di tangannya ia mencekal satu kipas
kertas minyak warna hitam yang sudah buntut,
sembari jalan dia mengipas-ipas tak hentinya.
Yen Lieh ada apik, walaupun orang mirip
sastrawan, tetapi karena orang demikian jorok, tak
mau ia jalan di dekatnya, khawatir tubuhnya nanti kena
terlanggar, maka itu sambil mengerutkan kening, ia
gancangi tindakannya.
Tiba-tiba orang jorok itu tertawa, suaranya kering,
bagaikan siulannya burung malam. Dia tertawa terus
beberapa kali, tertawanya itu tajam menusuk telinga.
Tepat ketika keduanya impas-impasan, si jorok itu ulur
tangannya, dengan kipas bututnya dia tepuk
pundaknya Yen Lieh.
Anak muda ini gagah, akan tetapi, atas tepukan itu
tak keburu ia berkelit. Ia menjadi tidak senang.
“Eh, kau bikin apa`?” ia menegur.
Orang itu perdengarkan pula tertawanya yang
kering itu, ia jalan terus, tindakan kakinya terus
berbunyi ketrak-ketruk. Ketika ia tiba di ujung hotel, ia
menoleh kepada jongos hotel seraya berkata dengan
keras: “Eh, jongos, kau jangan pandang tak mata
kepada baju tuanmu yang rubat-rabit ini! Kau tahu,
tuan besarmu ada punya uang perak! Di pihak lain,
ada bocah yang tersesat, dengan pakaiannya yang
mentereng, dia pentang aksi untuk bikin orang silau
guna menipu, untuk mengakali kaum wanita, buat
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
anglap makanan dan hotel! Terhadap bocah begitu
macam, kau mesti awas mata! Paling baik kau minta
dia membayar uang sewa di muka!” Lalu dengan tak
menantikan jawaban, dia ngeloyor terus, sepatunya
terus berbunyi: “Truk! Truk! Truk…!”
Panas hatinya Yen Lieh. “Binatang!” katanya dalam
hatinya, “Bukankah dia maksudkan aku?”
Jongos itu melirik kepada pemuda ini, mau tidak
mau timbul kecurigaannya. Dengan lekas ia
menghampiri. “Tuan, harap kau tidak kecil hati,
bukannya aku kurang ajar…” katanya sambil memberi
hormat.
Yen Lieh bisa duga hati orang. “Kau pegang uang
ini!” katanya menyela. Sementara itu tangannya
meragoh ke sakunya, tetapi segera ia melongo. Ia
tahu, dia ada membekal uang empat atau lima puluh
tail perak akan tetapi sekarang kantungnya kosong.
Jongos itu lihat air muka orang, ia jadi menduga
terlebih keras. Sekarang ia tak sungkan-sungkan lagi.
“Apa?! Kau tidak membawa uang?” katanya.
“Kau tunggu sebentar, hendak aku balik ke kamarku
untuk mengambil,” kata Yen Lieh. Ia mau menyangka
tadi karena terburu-buru ia lupa bawa uangnya.
Setibanya di dalam kamar, ia menjadi tercengang pula.
Ia dapatkan buntalannya tidak ada uangnya. Ia heran,
tak tahu ia di mana lenyapnya uangnya itu.
Jongos mengikuti ke kamar, ia tangal-tongol di
muka pintu dengan begitu ia jadi dapat lihat orang
tidak punya uang. Ia menjadi berani. “Apakah wanita
ini benar istrimu?” dia tanya. “Apakah kau tengah
menipu dia? Janganlah kau nanti rembet-rembet
kami!”
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Sek Yok tidak tahu apa yang sudah terjadi tetapi ia
dapat menduga, mukanya menjadi merah. Ia malu dan
bergelisah.
Dengan tiba-tiba Yen Lieh mencelat ke pintu dan
tangannya menyambar. “Plok!” demikian suara di
mukanya si jongos yang pipinya menjadi bengap dan
giginya rontok beberapa biji. Tentu ia menjadi gusur,
sambil pegangi pipinya dia menjerit: “Bagus, ya bagus
betul! Kau sewa kamar tidak mau bayar, kau juga
berani pukul orang!”
Dengan murkanya Yen Lieh mendupak, hingga
orang itu jungkir balik.
“Mari kita lekas pergi!” Sek Yok mengajak. “Jangan
kita nginap disini!”
“Jangan takut!” kata Yen Lieh. Kali ini ia tertawa.
“Kita tidak punya uang tetapi kita boleh suruh mereka
mengadakannya!”
Ia lantas sembat sebuah kursi yang ia letaki di
ambang pintu. Di situ ia lantas bercokol.
Jongos tadi yang telah kabur keluar segera kembali
bersama belasan orang, yang romannya seperti buaya
darat, tangan mereka membawa toya dan ruyung,
sikap mereka garang.
“Apakah kamu hendak berkelahi?” tanya Yen Lieh
sambil tertawa. Kata-kata itu disusul sama
mencelatnya tubuhnya, lalu tahu-tahu ia telah rampas
toyanya satu orang denagn apa terus ia menghantam
kalang kabutan.
Sekejap saja empat lima orang telah terguling
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
rubuh. Menampak demikian, sisa yang lainnya lantas
lemparkan senjata mereka dengan memutar tubuh,
mereka sipat kuping, akan kemudian diturut oleh
kawan-kawan yang telah terima hajarab, yang repot
merayap bangun.
“Ah, urusan menjadi hebat, mungkin nanti datang
pembesar negeri,” kata SekYok dengan berkhawatir.
Yen Lieh tetap tertawa. “Itulah yang aku kehendaki!”
sahutnya.
Nyonya Yo bungkam. Tak tahu ia maksudnya
pemuda ini.
Untuk kira setengah jam, hotel menjadi sunyii. Pihak
hotel atau tetamu, tidak ada yang berani banyak mulut
lagi. Baharu kemudian, di luar terdengar suara berisik
lalu muncul belasan orang polisi, yang bersenjatakan
golok dan thie-cio, ialah ruyung pendek yang bercagar
atau gagangnya bergaetan. Mereka pun bekal borgol
yang rantainya berkontrangan.
“Sudah menipu wanita, masih berani galak, aturan
dari mana?” demikian di antarannya pentang bacot.
“Mana dia si penjahat!”
Yen Lieh bercokol tidak bergeming.
Menyaksikan sikap orang itu, rombongan oppas itu
tidak berani lantang maju.
“Eh, kau she apa?” menegur yang menjadi kepala.
“Mau apa kau datang ke Kee-hin ini?”
Yen Lieh tetap tidak bergerak. “Pergi kau panggil
Khay Oen Cong kemari!” ia bilang, suaranya keren.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Hamba negeri itu terkejut. Khay Oen Cong itu
adalah namanya pembesar mereka, tiehu atau residen
dari Kee-hin. Kemudian mereka menjdi gusur.
“Apakah kau edan?” si kepala polisi
tanya.”Bagaimana kau berani sembarang sebut
namanya Khay Toaya kami?”
Yen Lieh rogoh sakunya, untuk mengeluarkan
sepucuk surat yang mana ia lemparkan ke atas meja,
kemudian sambil matanya memandang mega, ia
berkata: “Kau bawa suratku ini, kasihkan pada Khay
Oen Cong. Hendak aku lihat, ia datang ke mari atau
tidak!”
Orang polisi itu jumput surat itu, setelah membaca
sampulnya ia terkejut, akan tetapi agaknya ia masih
sangsi.
“Kamu jaga dia, jangan kasih dia buron…”
pesannya pada orang-orangnya, lalu ia terus pergi.
Sek Yok saksikan itu semua, hatinya terus goncang.
Tak tahu ia urusan bakal jadi bagaimana hebatnya.
Karena ini, hebat ia menunggu kira setengah jam,
sesudah mana di luar hotel terdengar pula suara
berisik dari orang banyak. Itulah suara beberapa puluh
orang polisi, yang mengiringi dua pembesar dengan
pakaian dinasnya. Kapan mereka berdua sampai di
depan Yen Lieh, keduanya lantas saja memberi
hormat sambil tekuk lutut.
“Piecit adalah Khay Oen Cong, tiehu dari Kee-hin
dan Kiang Bun Kay tiekoan dari Siu-sui-koan,” berkata
mereka.”Piecit tidak ketahui tayjin tiba disini, kami tidak
datang menyambut, harap tayjin suka memaafkannya.”
Yen Lieh ulapkan tangannya, ia membungkuk
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
sedikit. “Aku telah kehilangan uang di dalam
kecamatan ini, aku mohon Tuan-tuan suka tolong
periksa dan mencarinya,” ia berkata, terutama
terhadap Kiang Bun Kay si camat.
Khay Oen Cong menyahuti dengan cepat.
“Ya, ya,” katanya, habis mana, ia menoleh ke
belakang seraya geraki tangannya, atas mana muncul
dua orang polisi yang membawa dua menampanmenampan,
yang satu bermuatkan emas berkilau
kuning dan yang satunya lagi bersis perak yang
berkeredep putih.
“Di tempat kami ada penjahat yang main gila, itulah
kealpaan kami,” berkata Khay Oen Cong. “Sekarang
ini sudilah kiranya Tayjin menerima dahulu ini jumlah
yang tidak berarti.”
Yen Lieh tertawa, ia mengangguk.
Dengan cara hormat, Khay Tiehu lantas angsurkan
suratnya pemuda itu.
“Piecit telah siapkan tempat beristirahat, silahkan
Tayin dan hujin singgah di sana,” tiehu itu memohon
kemudian.
“Tempat di sini lebih meyenangkan,” berkata Yen
Lieh. “Aku lebih suka tempat yang tenang. Kamu
jangan ganggu aku.” Dengan tiba-tiba wajah si anak
muda menjadi keren.
“Baik, baiklah,” kata Oen Cong dan Bun Kay
dengan cepat. “Tayjin masih membutuhkan apalagi,
tolong sebutkan, nanti piecit siapkan.”
Yen Lieh dongak, ia tidak menyahuti, Cuma
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
tangannya diulapkan.
Dengan tidak bilang apa-apa lagi, Oen Cong dan
Bun Kay mengundurkan diri dengan hormat dan tanpa
berisik semua polisi mengikuti mereka.
Jongos saksikan itu semua, mukanya menjadi
pucat, lenyap darahnya. Bukankah residen dan camat
pun mesti berlutut terhadap tetamunya itu? Tidak ayal
lagi dengan dipimpin kuasa hotel, dia berlutut seraya
memohon ampun.
Yen Lieh mengambil sepotong perak dari atas
nenapam,, ia lemparkan itu ke atas tanah. “Aku persen
ini kepadamu!” katanya sambil tertawa. “Lekas pergi!”
Jongos itu melengak, ia bersangsi, tetapi kapan
kuasa hotel lihat wajah si tetamu tenang dan ramah,
khawatir orang gusar, lekas-lekas ia pungut uang itu, ia
berlutut dan manggut-manggut, lalu dengan cepat ia
seret si jongos pergi.
Sampai disitu Pauw Sek Yok menjadi heran, hatinya
pun lega, hingga ia bisa tertawa. “Sebenarnya suratmu
itu wasiat apa?” ia tanya. “Satu pembesar sampai
ketakutan demikian rupa!”
Yen Lieh tertawa. “Sebenarnya tidak ku niat
pedulikan mereka,” ia menyahut. “Pembesar itu
sendirinya tak punya guna, orang-orang
sebawahannya Tio Kong semua bangsa kantong nasi,
kalau negara mereka tidak lenyap, benar-benar tidak
pantas!”
Sek Yok heran. “Siapa itu Tio Kong?” tanyanya.
“Tio Kong ialah Kaisar Leng Cong yang sekarang!”
sahut Yen Lieh.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Nyonya Yo Tiat Sim menjadi terperanjat. “Dia
mengaku sebagai sahabatnya Han Sinsiang, semua
pembesar sipil dan militer hormati dan takuti dia, aku
menyangka dialah sanaknya kaisar,” dia berpikir. “Atau
setidaknya dia pembesar berpangkat sangat tinggi….
Kenapa dia sekarang berani terang-terangan
menyebut nama kaisar? Kalau hal ini di dengar orang,
apa ini didengar orang, apa itu bukan artinya sangat
kurang ajar..?” Maka lekas-lekas ia berkata “ Bicara
hati-hati! Nama raja mana boleh sembarangan disebutsebut?”
Senang Yen Lieh akan mengetahui nyonya ini
menyayangi dia. “Tidak ada halangannya untuk aku
menyebeutkan namanya,” ia menyahut sambil tertawa.
“Setibanya kita di utara, jikalau kita tidak panggil dia
Tio Kong, habis kita mesti memanggil apa?”
Lagi sek Yok terkejut. “Ke Utara?” dia bertanya.
Yen Lieh mengangguk. Ia baharu mau menyahuti,
tapi di luar hotel terdengar tindakan dari beberapa
puluh kuda yang terhenti tepat di muka hotel. Ia lantas
saja mengerutka kening, nampaknya ia sangat tidak
puas. Sek Yok sebaliknya terkejut.
Segera terdengar tindakan banyak kaki yang
bersepatu kulit memasuki ruang hotel, terus ke muka
kamarnya si anak muda. Itulah beberapa puluh
serdadu denag pakaiannya yang tersulam. Begitu
mereka melihat Yen Lieh, semua menunjuki wajah
sangat girang, hampir berbareng mereka menyerukan:
“Ongya!” Dan lantas semuanya memberi hormat
sambil berlutut.
“Akhir-akhirnya kamu dapat cari aku!” kata Yen Lieh
sambil tertawa
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Sek Yok dengar orang dipanggil “ong-ya” – “sri
paduka”, ia tidak terlalu heran. Ia hanya heran
menyaksikan rombongan serdadu itu, yang terus
berbangkit untuk berdiri dengan tegak. Mereka semua
bertubuh besar dan kekar. Peragamannya rapi.
Mereka beda daripada tentera Tionggoan.
“Semua keluar!” kemudian Yen Lieh berkata,
tangannya diulapkan.
Dengan berbareng menyahuti semua serdadu itu
mundur teratur.
“Bagaimana kau lihat semua orangku dibandingkan
dengan tentara Song?” ia tanya.
“Apakah mereka bukannya tentara Song?” si
nyonya membaliki.
Yen Lieh tertawa. “Sekarang baiklah aku omong
terang padamu!” katanya, riang gembira. “Semua
serdadu itu adalah tentara pilihan dari negara Kim
yang besar!” Dan dia tertawa pula, panjang dan puas
sekali.
“Kalau begitu kau jadinya, kau…” katanya Sek Yok
dengan suara yang gemetar.
Yen Lieh kembali tertawa. “Bicara terus terang
nyonya, namaku mesti ditambah satu huruf “Wan” di
atasnya,” dia menyahuti. “Sebenarnya aku yang
rendah ini adalah Wanyen Lieh, putra keenam dari
Raja Kim, Pangeran Tio Ong adalah aku yang
rendah….”
Mau atau tidak Sek Yok terperanjat, ia tercengang.
Pernah dahulu ia dengar ayahnya bercerita bagaimana
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
bangsa Kim telah menggilas-gilas wilayah Tionggoan,
bagimana dua kaisar Tionggoan telah ditawan, dibawa
pulang ke negeri Kim itu, bahwa rakyat di utara telah
diperlakukan dengan kejam oleh bangsa Kim itu.
Kemudian, setelah ia menikah dengan Yo Tiat Sim, ia
juga ketahui bagimana hebat suaminya itu membenci
bangsa Kim itu. Sekarang diluar tahunya, orang
dengan siapa siang dan malam ia berada bersama
selama beberapa hari, adalah putranya raja Kim itu,
yang menjadi musuh Tionggoan. Tentu saja oleh
karena ini ia menjadi tidak dapat membuka mulutnya.
Wanyen Lieh lihat air muka orang berubah, lenyap
senyumnya si nyonya. Ia lantas berkata, “ Telah lama
aku kagumi keindahan wilayah selatan, karenanya
pada tahun baru yang baru lalu telah aku mohon
Ayahanda raja mengirim aku ke Lim-an sebagai utusan
yang datang untuk memberi selamat tahun Baru
kepada kaisar Song. Di samping itu kebetulan kaisar
Song belum membayar upeti tahunannya yang
berjumlah beberapa puluh laksa tail perak, dari itu
Ayahanda raja menitah aku menagihnya sekalian.”
“Upeti tahunan?” Sek Yok heran.
“Ya,” sahut putra raja Kim itu. “Kerajaan Song
mohon negaraku tidak menyerang dia, dia janji saban
tahu mengirim upeti uang dan cita, tetapi dengan
alasan penghasilan negaranya tidak mencukupi,
sering-sering kaisar Song tidak menepati janjinya,
maka kali ini aku tidak sungkan-sungkan lagi
menghadapi Perdana Menteri Han To Cu, aku
tandaskan kepadanya, apabila dalam tempo satu
bulan upeti tidak dibayar penuh, aku sendiri bakal
mengepalai angkatan perang untuk mengambilnya dan
dia tak usah capekkan hati lagi mengurusnya!”
“Apa katanya Han Sinsiang?” Sek Yok tanya.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
“Apa lagi dia bisa bilang? Belum lagi aku
meninggalkan Lim-an, uang dan cita sudah
diseberangkan sungai. Hahaha!!”
Sek Yok berdiam. Alisnya kuncup.
“Menagih upeti ada urusan yang remeh, cukup
dengan utus satu menteri,” berkata pula Wanyen Lieh.
“Aku tetapi datang sendiri, karena ingin aku
menyaksikan kepermaian wilayah selatan ini, maka
adalah diluar dugaanku, aku bertemu dengan Nyonya,
sungguh aku sangat beruntung.”
Pauw Sek Yok tetap bungkam.
“Nah, sekarang hendak aku pergi beli pakaian,” kata
Wanyen Lieh kemudian.
“Tidak usah,” kata Sek Yok tunduk.
Putra raja Kim itu tertawa ketika ia berkata pula,
“Uang pribadi Han Sinsiang sendiri yang dibekali
padaku, jikalau aku pakai itu untuk membeli pakaian,
tak habis kau pakai itu selama seribu tahun, Nyonya!
Kau jangan takut, di empat penjuru sini telah berjagajaga
pasukan pribadiku, tidak nanti orang jahat yang
berani ganggu padamu!”
Mendengar itu Sek Yok mau menduga bahwa ia
telah diancam dengan samar-samar bahwa tak dapat
ia melarikan diri apabila ia memikir demikian, karena
hotel itu telah dijaga rapat, ia hanya heran sekali, apa
maksudnya putra raja Kim itu yang ia seorang wanita
dari rakyat jelata, diperhatikan demikian macam. Itulah
perlakuan istimewa. Kapan ia ingat suaminya, yang
sangat mencintainya, ia lantas mendekam di
pembaringannya dan menangis sedih sekali.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Dengan membekal uang, Wanyen Lieh pergi ke
kota di bagaian yang ramai. Ia lihat penduduk kota ada
halus gerak-geriknya, walaupun kuli, nampak beda
juga, maka itu diam-diam ia mengaguminya. Ia lantas
memikir untuk nanti, kapan ia mengepalai angkatan
perang mendatangi wilayah ini, ia akan mohon
ayahnya angkat ia menjadi Gouw Ong, pangeran
wilayah selatan ini, supaya dapat ia tinggal tetap di
Kanglam….
Dengan perasaan puas, orang bangsawan ini
bertindak dengan perlahan-lahan, matanya
memandangi sekitarnya hingga mendadak ia dengar
larinya kuda derap. Jalan besar di situ tidak lebar,
orang-orang yang berlalu lintas kebetulan banyak, dan
pinggiran jalanan pun ditempati pedagang-pedagang
gelar dan pikulan, kenapa ada orang yang larikan
kudanya di situ. Ia lantas menyingkir ke pinggiran.
Sebentar saja kuda itu telah tiba. Itulah seekor kuda
kuning yang tinggi dan besar, tegap tubuhnya dan
pesat gerakkannya. terang itu adalah kuda asal luar
tapal batas. Menampak kuda itu, Wanyen Lieh memuji
akan tetapi, kapan ia saksikan penunggangnya, ia jadi
tertawa sendirinya.
Penunggang kuda itu adalah seorang yang
tubuhnya kate dan terokmok dan romannya jelek,
dengan bercokol di atas kuda yang tinggi besar, ia
mirip setumpuk daging belaka. Sudah ia pendek
tangan dan pendek kaki, lehernya pun seperti tidak
ada, yang kelihatan cuma kepalanya yang gede,
yangmuncul mengkeret di atasan pundaknya.
Di sebelah keanehan si penunggang kuda, aneh
juga cara kudanya berlari-lari. Kuda itu tidak pernah
menerjang barang atau menyentil orang, ia dapat
bergerak merdeka, seperti kelit sana dan kelit sini, atau
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
melompati pukulan pedagang-pedagang. Wanyen Lieh
merasa ia adalah satu ahli penunggang kuda, tetapi
sekarang tanpa merasa ia berseru; “Bagus!”
Si kate terokmok dengar orang memuji dia, dia
berpaling, maka dengan itu Wanyen Lieh dapat lihat
tegas muka orang. Itulah satu muka yang merah
seperti ampas arak, dengan hitung besar dan bulat
seperti buah prim merah ditempel di muka.
“Kuda itu jempol, baik aku beli denagn harga
istimewa,” pikirnya.
Hampir di itu waktu, di jalan itu muncul dua bocah
berlari-lari main kejar-kejaran melintas di depan kuda.
Kuda itu kaget, kakinya bergerak. Tepat di itu saat,
kate terokmok angkat lesnya, tubuhnya pun terangkat
dari bebokong kuda, kuda mana terus lompat melewati
atas kepalanya dua bocah itu, sesudah itu, tubuh si
kate turun pula, bercokol lagi di bebokong kuda seperti
tadi, numprah dengan aman!
Wanyen Lieh kagum hingga ia menjublak. Lihay luar
biasa si cebol itu, di negaranya sendiri – negera Kim
tidak ada penunggang kuda sepandai dia walaupun ia
ada punya banyak ahli penunggang kuda. Sekarang ia
insyaf bahwa manusai tidak dapat di lihat dari
romannya saja.
“Jikalau dia bisa diundang ke kota rajaku, untuk jadi
guru, bukankah pasukan kudaku bakal menjagoi di
kolong langit ini?” dia berpikir. Dia pun melamun,
berapa besar faedahnya apabila ia berhasil membeli
kuda istimewa itu.
Memang putra raja Kim ini adalah seorang denagn
cita-cita luhur, dan teliti sepak terjangnya. Dengan
mendatangi Kanglam, ia berberang sudah perhatikan
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
keletakan daerah, hingga ia tahu baik sekali tempattempat
dimana ia dapat pernahkan tentaranya atau
dimana dia dapat seberangi sungai. Malah ia ingat
juga nama-namanya setiap pembesar setiap tempat
serta kepandaiannya setiap pembesar itu.
“Pemerintah di selatan ini justru buruk, sayang
kalau orang pandai ini tak dapat digunai olehku,” dia
negelamun terlebih jauh. Karenanya ia lantas ambil
ketetapan untuk undang kate terokmok itu. Malah ia
lantas lari untuk menyusul penunggang kuda itu.
Selagi ia khawatir nanti tak dapat menyandak,
sedangnya ia berniat mengoaki si kate itu, mendadak
kuda orang itu berhenti berlari. Kembali ia menjadi
heran. Tak biasanya kuda larat dapat berhenti secara
demikian tiba-tiba, biasanya kuda itu mesti berlari-kari
perlahan dahulu.
Selagi Wanyen Lieh terheran-heran, si kate
terokmok sudah lompat turun dari kudanya dengan
cepat luar biasa, ia telah memasuki sebuah restoran di
pinggiran mana kudanya dihentikan secara istimewa
itu, maka dilain saat sudah terdengar tindakannya
yang cepat di undakan tangga loteng.
Putra raja Kim itu angkat kepalanya, untuk
berdongak, maka matanya lantas melihat sepotong
papan merek dengan bunyi empat huruf “Tay Pek Ie
Hong”. Jadi itu sebuah ciulauw, atau sebuah restoran.
Di atas loteng ada lagi sebuah papan merek dengan
tiga huruf “Cui Sian Lauw”, yang hurufnya kekar dan
bagus, di samping aman ada pula empat huruf kecil
bunyinya: “Tong Po Kie-su”. Jadi itu ada ciulauw yang
pakai nama Souw Tong Po, itu penyair yang terkenal,
yang aliasnya Thay-pek dan julukannya Cui Sian,
Dewa Mabuk. Riasannya ciulauw pun ada istimewa.
Tadinya Wanyen Lieh ingin memasuki ciulauw itu atau
segera ia tampak si kate sudah keluar pula sambil
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
tangannya membawa satu guci arak yang terus dibawa
ke depan kudanya.
Putra raja Kim ini ingin menontoni kelakuan, ia pun
lantas berdiri di pinggiran.
Berdiri di tanah si kate nampaknya semakin tak
mengasih. Tingginya tak ada tiga kaki, sebaliknya
lebar tubuhnya ada tiga kaki penuh. Di depan ia adalah
kudanya, yang istimewa tinggidan besarnya. Dengan
berdiri berdekatan, si kate tidak cukup tinggi untuk
kepalanya menyundul sanggurdi. Maka inginWanyen
Lieh menyaksikan orang punya sepak terjang lebih
jauh.
Si kate tidak lompat naik ke atas kudanya, hanya ia
berdiri di depan binatang tunggangannya itu, di situ ia
letak guci araknya, habis mana dengan sebelah
tangannya, ia babat guci sebatas pundaknya guci itu
hingga tempat arak itu menjadi terbuka bagaikan
jambangan.
“Ah, ia mengenal ilmu tenaga dalam yang lihay,”
pikir Wanyen Lieh, Tanpa Iweekang, atau tenaga
dalam yang sempurna, tidak nanti guci arak dapat
ditebas kutung dengan tangan, dengan tidak pecah
seluruhnya. Ia percaya ia dapat melakukan itu hanya
tidak sedemikian sempurna.
Begitu lekas guci telah terbuka, kuda kuning itu
angkat naik kaki depannya, mulutnya dibuka untuk
perdengarkan ringkikkan, setelah turunkan kedua
kakinya ia terus tunduki kepalanya, mulutnya dikasih
masuk ke dalam guci, untuk sedot arak itu berulangulang!
Dalam keheranan, Wanyen Lieh segera dapat
mencium baunya arak yang melulahkan terbawa
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
angin. Ia kenali arak itu adalah arak Siauwhin yang
kesohor, arak simpanan tiga atau empat puluh tahun.
Pernah selama di Yan-khia, ibukotanya, ayahnya
dikirimkan arak serupa oleh utusan kaisar Song dan
oleh ayahnya ia dibagi beberapa guci. Ia sangat
menyayangi arak jempolan itu, tak hendak ia seringsering
meminumnya, akan tetapi di sini, ia saksikan
seekor kuda tunggangan diberikan arak itu!
Si kate tinggalkan kudanya minum, ia kembali ke
restoran, sambil kasih dengar bentakan, ia lemparkan
sepotong uang ke atas meja kuasa restoran itu. Nyata
itu adalah sepotong emas yang berkilau kuning.
“Lekas kamu sajikan sembilan meja barang
hidangan kelas satu!” kata si kate. “Yang delapan meja
makanan dengan daging, yang satu sayuran saja.”
“Baik, Han Samya!” berkata si kuasa ciulauw sambil
tertawa. “Kebetulan hari ini kami dapat empat ekor ikan
saylouw, yang tak ada lawannya yang lainnya untuk
teman arak! Tentang emas ini, aku minta sudi apakah
kiranya samya simpan dahulu. Mengenai
nperhitungannya nanti perlahan-lahan kita
mengurusnya…”
Mendengar itu, matanya si kate terbelalak. “Apa?!”
serunya aneh. “Menenggak arak tanpa uangnya ?
Apakah kau sangka Han Samya kamu ini tukang
anglap?”
Kuasa ciulauw itu tertawa haha-hihi, tanpa layani si
cebol itu, ia berpaling ke dalam dan berseru: “kawankawan,
lekas sajikan arak dan makanan untuk Han
Samya!”
Seruan itu sudah lantas sapat sambutan berulangulang.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Wanyen Lieh menjadi heran sekali. “Si kate ini
berpakaian tidak karuan tetapi ia sangat royal,”
pikirnya. “Dan di sini orang sangat menghormatinya.
Mungkinkah ia ada okpa di kota Kee-hin ini? Kalau
benar, tentu sulit rasanya untuk undang ia menjadi
guru…Baiklah, aku tunggu dulu, hendak aku saksikan
orang-orang macam bagaimana yang ia undang
berjamu.”
Karena ini ia hampiri ciulauw itu untuk naik ke
loteng dimana ia pilih satu meja di pinggir jendela. Ia
minta satu poci arak serta barang makanan
sekedarnya.
Restoran Cui Sian Lauw ini letaknya di pinggir Lam
Ouw, Telaga Selatan. Itu waktu tengah telaga nampak
kabut tipis, di muka air ada beberapa buah perahu
kecil lagi mundar-mandir. Di situ pun kedapatan
banyak pohon lengkak yang daunnya hijau-hijau. Lega
hati untuk memandang permukaan telaga itu.
Di jaman dahulu, Kee-hin adalah sebuah kota
negara Wat, buah lie keluaran sini kesohor manis,
sama kesohornya dengan araknya. Di jaman Cun Ciu,
Kee-hin dipanggil Cui Lie atau Lie Mabuk. Disini
dahulu Raja Wat, Kouw Cian telah labrak Raja Gouw,
Hap Lu. Telaga itu pun ada mengeluarkan hasil yang
kesohor yaitu bu-kak-leng, atau lengkak yang tidak ada
“tanduknya” yang rasanya empuk dan manis, tak ada
bandingannya untuk Kanglam. Itu pun sebabnya di
dalam telaga tumbuh banyak pohon lengkak itu.
Sambil hirup araknya perlahan-lahan, Wanyen
Liaeh memandangi keindahan telaga. Dengan begitu
ia pun menantikan tetamu-tetamunya si cebol. Tibatiba
ia dengar suara beradunya sumpit da cawancawan
arak, apabila ia menoleh, ia dapatkan beberapa
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
jongos mulai mengatur sembilan buah meja. Hanya
herannya untuk setiap meja ditaruhkan Cuma
sepasang sumpit dan satu cawan arak.
“Kalau yang datang cuma sembilan orang, untuk
apa meja sembilan ini?” ia menerka-nerka. “Jikalau
jumlahnya banyak, mengapa Cuma disediakan
sembilan cawan saja? Apa mungkin ini ada adat
kebiasaan di selatan ini….? Ia memikir tetapi tidak
dapat jawabannya.
Si cebol sudah lantas duduk minum arak di sebuah
meja, minumnya ayal-ayalan.
Kembali Wanyen Lieh memandang ke telaga. Kali
ini ia tampak sebuah perahu nelayan yang kecil, yang
laju pesat sekali. Perahu itu kecil tatapi panjang,
kepalanya terangkat naik. Di pinggiran perahu berdiri
dua baris burung-burung air peranti menangkap ikan.
Mulanya ia tidak menaruh perhatian, sampai sejenak
saja perahu itu dapat melewati sebuah perahu kecil
yang terpisah jauh darinya.
Setelah perahu kecil itu datang semakin mendekat,
Wanyen Lieh lihat di tengah perahu ada berduduk satu
orang, sedang yang mengayuh yang berbareng
menjadi pengemudi, yang duduk di belakang ada
seseoarng yang memakai baju rumput. Segera
ternyata ia adalah seorang wanita. Dia masuki
pengayuh ke dalam air, nampaknya ia mengayuh
denagn perlahan, akan tetapi perahu itu lahu melesat,
tubuh perahu seperti melompat di atasan air. Tenaga
mengayuh itu mungkin ada tenaga dari dua ratus kati.
Seorang wanita bertenaga demikian besar inilah aneh:
maka aneh juga pengayuhnya itu yang dapat dipakai
mengower air demikian kuat.
Lagi beberapa gayuan, kenderaan air itu segera
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
mendekati restoran. Di sini ada sinar matahari yang
menyoroti pengayuh itu, lalu tertampak suatu cahaya
berkilau mengkeredep. Nyata pengayuh itu terbuat dari
kuningan.
Si wanita tampak perahunya dipelatok di samping
tangga batu di bawah loteng restiran, habis itu ia
lompat ke darat. Orang yang menumpang perahu itu
satu pria, lompat mendarat juga setelah ia samber
sepotong kayu pikulan yang kasar. Keduanya terus
mendaki tangga loteng.
“Shako!” memanggil si nona tukang perahu
setibanya di atas loteng, kepada si kate terokmok. Dia
pun lantas sambil sebuah meja, sebagaimana
kawannya juga duduk dikursi lainnya.
“Sietee, citmoay, kamu datang siang-siang?” kata si
cebol.
Wanyen Lieh diam-diam perhatikan dua pendatang
baru ini. Si wanita berusia tujuh atau delapanbelas
tahun, tengah remajanya. Dia beramta besar, panjang
bulu matanya, kulitnya putih bagaikan salju. Itulah
kulitnya orang Kanglam sejati. Ia mencekal pengayuh
kuningannya dengan tangan kanan dan menenteng
baju rumputnya dengan tangan kiri. Dia pun
mempunyai rambut yang hitam mengkilap.
“Walaupun dia tidak dapat melawan kecantikannya
Pauw-sieku, dia toh menggairahkan dengan sifatnya
sendiri,” berpikir putra raja Kim itu. Sekarang ia lirik si
pria yang membawa-bawa kayu pikulan, yang dari
romannya dari kepala sampai di kaki, mirip orang desa
tulen, usianya kurang lebih tiga puluh tahun, baju dan
celananya berbahan kain kasar, pinggangnya dilibat
tali rumput, sedang sepatunya ada cauw-ee, sepatu
rumput. Ia bertangan kasar dan kaki gede, romannya
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
jujur polos. Ketika dia sanderkan pikulannya di
samping meja, bentrok sama meja itu, terdengarlah
suara beberapa kali. Meja itu menggeser sedikit.
Sendirinya Wanyen Lieh terperanjat, hingga ia
awasi pikulan itu, yang warnanya hitam mengkilap,
kedua ujungnya muncul sedikit, rupanya peranti
menjaga pikulan tidak merosot terlepas. Karena
beratnya itu, pasti pikulan itu bukan terbuat dari besi
entah dari bahan apa. Di pinggangnya orang itupun
ada terselip sebuah kampak pendek, sama denagn
kampak biasa, yang sudah sedikit gompal.
Baharu dua orang itu duduk, di tangga loteng sudah
terdengar lagi tindakan kaki berisik dua orang lagi.
“Bagus, ngoko, liokko, kamu datang berbareng!”
menyambut si nona nelayan.
Dari dua orang ini, yang jalan di depan berdedakan
tinggi dan kekar, tubuhnya terlibat semacam kain,
tubuh itu meminyak, karena bajunya tidak dikancing,
tertampak pula dadanya berbulu gompiok. Karena ia
menggulung tangan bajunya tinggi-tinggi, pun terlihat
lengannya berbulu hitam seperti dadanya itu. Melihat
potongannya, ia mirip satu pembantai atau
penyembelih hewan, Cuma ditangannya kurang
sebatang golok lancip. Orang yang berjalan di
belakangnya berpotongan sedang, kepalanya ditutup
kopiah kecil, kulit mukanya putih, tangannya mencekal
dacin, ialah pesawat timbangan, serta sebuah
keranjang bambu, hingga ia mirip seorang pedagang
kecil. Mereka ini ambil masing-masing sebuah meja.
“Heran!” kata Wanyen Lieh dalam hati kecilnya.
“Tiga orang yang pertama adalah orang-orang yang
mungkin berkepandaian tinggi, kenapa kedua orang ini
yang mirip orang-orang kalangan rendah, dibahasakan
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
saudara?”
Tengah si putra raja Kim berpikir demikian, di
bawah loteng terdengar ringkikan kuda yang disusul
sama jeritan kesakitan hebat dari dua orang.
Si pedagang kecil lantas saja tertawa. “Shako,
kembali ada orang hendak curi kuda twie-hongma’mu!”
katanya.
Si cebol tertawa. “Itu namanya berbuat sendiri,
makan sendiri hasilnya!” dia bilang.
Wanyen Lieh segera melongok ke bawah loteng,
tampak dua orang tengah mengoser sambil merintih.
Pengurus dari Cui Sian lauw tertawa, kata dia pada
dua orang yang bercelaka itu: “Kamu bangsat-bangsat
luar kota, kenapa kamu tidak dengar-dengar dulu
namanya Han Samya? Bagus, ini namanya benturkan
kepala dato…! Hayo lekas naik ke loteng untuk minta
ampun!”
Di bawah loteng itu ada lagi orang-orang yang
berbicara, satu antaranya mengatakan: “Kuda Han
Samya lihay melebihkan manusia, dua jentilan kakinya
cukup untuk dua pencuri ini..! Sedang seorang yang
lain bilang, “Mereka datang ke Kee-hin untuk mencuri,
sungguh mereka sudah bosan hidup!”
“Rupanya mereka hendak mencuri kuda lalu kena
kuda jentil” pikir Wanyen Lieh. Kedua pencuri kuda itu
mencoba merayap bangun,mulut mereka masih
berkoak-koak beraduh-aduh. Segare suara mereka itu
bercampuran sama satu suara baru, ialah tingtongtingtong
seperti besi mengadu dengan batu hinga
orang pada memandang ke jurusan dari mana suara
itu datang.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Di tikungan jalan besar terlihat munculnya satu
orang pengkor yang pakaiannya rombeng dan tangan
kirinya memegang sepotong tongkat besi dengan apa
dia saban-saban memukul batu-batu yang menggelari
jalan besar itu. Maka teranglah ia seorang buta.
Sungguh celaka, selagi bercacat di bawah, dia pun
bercacat di atas, hingga ia mesti gunai tongkat besinya
untuk mencari jalanan untuk sekalian menunjang diri.
Sudah begitu, dipundak kanannya ia ada menggendol
semacam senjata peranti memburu, yang ujungnya
dibanduli seekor macan tutul. Ia mendatangi dengan
tindakan dangklak-dingkluk.
Wanyen Lieh menjadi bertambah-tambah heran.
“Belum pernah aku dengar orang picak lagi pengkor
pandai berburu binatang hutan, malah ia dapat
membinasakan seekor harimau…” pikirnya.
Si pengkor merangkap buta ini rupanya telah
dengar pembicaraan orang banyak itu. “Bagian
anggotanya yang mana yang kena didupak kuda?” dia
tanya, suaranya parau.
“Tekukan dengkul kiri,” sahut salah satu pencuri
kuda itu.
“Hm!” si buta pendengarkan suaranya, berbareng
dengan mana dengan tiba-tiba ia totok pinggangnya si
pencuri, hingga dia ini berteriak kesakitan, mana dia
berkelit tetapi sudah kasep. Karena kesakitan, dia
menjadi pentang mulutnya lebar-lebar, “Hei pengemis
bangsat, kau juga hendak main gila sama aku!” Dan ia
memburu sambil ulur tangannya untuk meninju.
Kalau tadi ini pencuri sakit kakinya sampai tak dapat
digeraki, sekarang denagn tiba-tiba sakitnya itu lenyap,
maka setelah datang dekat si buta ia jadi berdiri
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
menjublak. tapi ia pandai berpikir, maka tangannya
yang telah diangkat tinggi segera dikasih turun pula,
lalu lantas ia memberi hormat samil menjura.
“Terima kasih, Tuan orang pandai,” katanya. “Aku
bodoh, untuk kekasaranku barusan, aku mohon diberi
maaf.” Segera ia berpaling kepada kawannya dan
berkata: “Saudara mari lekas, kau mohon toaya ini
tolong obati padamu…”
Dengan meringis-ringis, pencuri itu bertindak
denagn susah payah mendekati si buta dan pengkor
itu.
“Toaya binatang itu dupak dadaku…” katanya,
dengan suara susah.
Si buta pindahkan tongkatnya ke tangan kanan,
dengan tangan kirinya ia usapi dadanya pencuri itu,
lalu mendadak ia kitik ketiak orang.
Pencuri itu kegelian, ia mencoba menahan karena
mana ia jadi tertawa cekikikan. Tiba-tiba ia merasa
enak perutnya, lantas ia muntah beberapa kali,
mengeluarkan ludah lender. Hampir berbareng denagn
itu, lenyap rasa sakit di dadanya itu. Maka lekas-lekas
ia jatuhkan diri untuk berkutut untuk manggut-manggut
hingga jidatnya berbunyi mengenai batu, mulutnya pun
mengecoh: “Oh yaya yang sakti, sungguh….”
Si buta tidak menggubris pencuri itu, ia hanya
bertindak memasuki restoran itu, terus mendaki tangga
loteng.
“Sungguh hari ini aku sangat beruntung!” kata
Wanyen Lieh dalam hatinya. “Diluar dugaanku, aku
dapat menemui orang-orang berilmu…”
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Sampai di atas loteng, si buta lemparkan macan
tutulnya ke lantai. “Jongos, cepat kau urus macan ini!”
ia perintahkan. “Tulang-tulangnya kau godok menjadi
kuwah yang kental! Hati-hati supaya kulitnya tidak
sampai kena terpotong rusak!”
Satu jongos menyahuti, lalu bersama dua
kawannya, ia gotong pergi macan tutul itu. Tapi si buta
menunjuk kepada Wanyen Lieh seraya ia berkata pada
si jongos: “Kau mesti potongi dagingnya barang dua
kati, kau suguhkan itu tuan untuk dia mencicipi
rasanya…”
“Ya…ya…” sahut si jongos itu.
Wanyen Lieh sendiri menjadi sangat terkejut.
“Kenapa ia dapat melihat aku? Apakah dia bukan buta
benar-benar?” dia berakta di dalam hatinya.
Ketika itu semua orang yang telah datang terlebih
dahulu, yang tengah duduk lantas bangkit bangun.
“Toako!” mereka berseru. Lalu si nelayan wanita
bertindak ke meja nomor satu di sebelah timur, berdiri
di samping kursi, ia tepuk-tepuk kursi itu seraya
berkata: “Toako, di sini kursimu!”
“Baik!” menyahuti si buta itu. “Apakah jietee masih
belum sampai?”
“Jieko sudah tiba di Kee-hin, sekarang sudah
waktunya ia sampai disini” sahut orang yang
potongannya seperti pembantai itu.
Sembari berbicara, si buta bertindak ke mejanya. di
mana ia duduk di kursi yang ditepuk-tepuk oleh si nona
nelayan.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Menyaksikan perbuatan si nona, mengertilah
Wanyen Lieh bahwa si buta benar-benar tak dapat
melihat. Rupanya ia membutuhkan suara apa-apa
untuk ketahui ke mana ia mesti pergi.
Segera putra raja Kim itu ambil keputusannya untuk
ikat perkenalan dan persahabatan dengan orang-orang
kangkouw yang aneh ini. Ia pun segera berbangkit dari
kursinya. Hanya tepat ia hendak bertindak, guna
hampiri si buta, guna hanturkan terima kasihnya, untuk
daging yang dibagikan kepadanya – yang mana ada
alasan bagus sekali untuk berkenalan – tiba-tiba ia
dengar tindakan kaki yang bersepatu kulit di undakan
tangga loteng. Tindakan itu ada seperti separuh
diseret. Ia menjadi heran pula, maka ia lantas berbalik
dan memandang.
Yang pertama muncul di mulut tangga loteng adalah
sehelai kipas kertas minyak yang gagangnya dekil,
kipas itu dikipaskan beberapa kali, habis itu menyusul
munculnnya satu kepala orang yang digoyang-goyang,
ialah kepalanya satu mahasiswa melarat. dan Wanyen
Lieh segera kenali orang yang tadi ia ketemui di waktu
lenyap uangnya.
“Mungkin dia inilah yang curi uangku…” ia menerkanerka.
Hatinya lantas menjadi panas. Justru begitu, si
mahasiswa itu mengawasi ke arahnya, bibirnya
tersungging senyum, mukanya bertekukan menggoda,
setelah mana ia menegur semua orang yang telah
hadir di situ. Dia benar-benar yang dimaksudkan si
jietee atau jieko, saudara yang kedua.
“Semua mereka lihay, bentrok dengan mereka tiada
untungnya,” Wanyen Lieh berpikir. “Baiklah aku lihat
gelagat dulu…” Maka ia berdiam terus.
Si mahasiswa sudah lantas tenggak araknya, lalu
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
menggoyang-goyang pula kepalanya, dari mulutnya
keluar suara yang bersenandung: “Uang tidak halal…..
lepaskan dia….Thian yang maha kuasa…umbar
adatnya!”
Bab 4. Mengadu Kepandaian
Sembari bernyanyi si mahasiswa melarat ini
meragoh sakunya, berulang-ulang, dan setiap kali ia
menarik keluar tangannya, jeriji-jeriji tangannya tentu
ada menjepit potongan-potongan uang perak sampai
jumlahnya semua belasan potong, baharu berhentilah
ia merogoh sakunya.
Meluap hawa amarahnya Wanyen Lieh akan
melihat uang perak itu yang ia kenali adalah
kepunyaannya yang hilang lenyap itu, akan tetapi ia
mencoba sebisa-bisanya untuk mengatasi dirinya,
sebab berbareng dengan itu, ia heran tidak kepalang.
“Dia cuma tepuk pundakku dengan kipasnya,
mengapa ia bisa curi uangku?” demikian ia berpikir tak
habis herannya. “Sungguh kepandaian yang
lihay……..”
Si nona nelayan tertawa bergelak melihat uang
sebanyak itu. “Jiko, hari ini kau beruntung!” serunya.
“Tidak tahu siapa yang apes malang….”
Si mahasiswa melarat itu pun tertawa. “Citmoay,
aku ada punya semacam tabiat buruk yang kau telah
ketahui!” katanya.
“Oh, aku tahu!” sahut si nona. “Kembali mengenai
negeri Kim, bukankah?”
Mahasiswa itu mengipasi uang di depannya dengan
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
tak hentinya. “Uang orang bangsa asing ada sedikit
berbau tetapi uang itu masih dapat digunai!” katanya.
Mendengar itu semua kawannya itu tertawa terbahakbahak.
Wanyen Lieh heran bukan kepalang. “Aku
menyamar sebagai orang Han, mirip sekali, cara
bagaimana ia masih mengenali aku?” dia tanya dirinya
sendiri. Lantas dia gapekan pelayan untuk bisiki
padanya: “Semua tuan-tuan ini akulah yang undang
berjamu…” Dia pun lantas keluarkan dua potong
emas, yang ia letaki di atas meja. “Dan kau bawa dulu
kepada kuasamu, untuk dititipkan!” katanya pula.
Si buta tidak awas matanya akan tetapi kupingnya
jeli luar biasa, tidak peduli orang berbisik, dan jarak
mereka jauh pula, ia dapat mendengarnya, maka
dengan itu lantas ia serukan kepada sudarasaudaranya.
“Saudara-saudara ada orang yang
mentraktir kita, maka kamu dahar dan minumlah
dengan puas!”
Si mahasiswa menoleh kepada Wanyen Lieh,
matanya menyapu, lalu ia mengangguk-angguk, akan
tetapi sembari tertawa, ia bertanya pula: “Mana si
wanita baik-baik yang kau perdayakan?”
Wanyen Lieh sudah putuskan untuk tidak
menimbulkan kerewelan, ia lantas berpaling ke lain
jurusan, ia berpura-pura tidak mendengar pertanyaan
itu. Walaupun demikian hatinya tetapi berkerja. Di situ
ada sembilan buah meja, sekarang baharu datang
tujuh orang, dari itu masih lebih dua meja yang masih
kosong. Siapa lagi dua tetamu itu? Bukankah tujuh
orang yang bakal jadi tuan rumah?
Sampai itu waktu, barang hidangan masih belum
disajikan, baharu arak saja yang dikeluarkan, maka
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
tujuh orang itu Cuma tenggak air kata-kata.
Tengah putra raja ini berpikir, ia dengar datangnya
suara memuji dari bawah loteng: “Amitabha Buddha!”
Suara itu sangat jernih dan tedas, nyata terdengar
hingga ke atas loteng.
“Nah, Ciauw Bok Taysu tiba!” seru si buta yang
terus berbangkit, perbuatan mana diikuti oleh enam
kawannya: Dengan sikap menghormati mereka berdiri
untuk menyambut orang yang baharu tiba itu, yang
baharu suaranya terdengar.
“Ambithaba Buddha!” kembali terdengar pujian, dan
sekarang itu disusul sama munculnya satu tubuh kurus
kering bagaikan pohon mampus, tetapi yang
tindakannya cepat pesat seperti ia tidak menginjak
lantai.
Wanyen Lieh melihat satu pendeta usia empat
puluh lebih, yang berkerebong jubah kasee merah
dengan lapis dalamnya jubah kuning, sedang
tangannya memegang sepotong kayu, yang ujungnya
telah hitam bekas terbakar. Tak tahu ia apa faedahnya
puntung kayu itu.
Pendeta itu dan tujuh saudara tersebut saling
memberi hormat dan saling menegur, habis itu si
mahasiswa melarat pun pimpin tetamunya ke sebuah
meja yang kosong untuk silahkan ia duduk.
Si hweshio menjura, dia berkata: “ Orang itu telah
datang menyatroni, siauwceng merasa bahwa
siauwceng bukanlah tandingannya, maka itu
siauwceng bersyukur yang liat-wie telah sudi
membantu. Budi yang besar ini, walaupun tubuhku
hancur lebur, tak dapat siauwceng membalasnya.”
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Pendeta itu ialah Ciauw Bok Taysu, merendahkan
diri. Ia menyebutkan dirinya “siauwceng” si pendeta
yang kecil rendah.
“Harap kau tidak sungkan, Ciauw Bok Taysu,”
berkata si buta. “Kami tujuh bersaudara pun berterima
kasih kepadamu yang biasa melimpahkan kebaikan
terhadap kami. Tentang orang itu, dia memang sangat
aguli kepandaiannya, tanpa sebab tanpa alasan, dia
mencari gara-gara terhadap taysu. Dengan
perbuatannya itu, mana dia pandang mata lagi kaum
Rimba Persilatan di Kanglam ini? Karena
kejumawaannya itu, meskipun dia tidak musuhkan kau,
taysu, kita bersaudara pasti tak mau sudah saja…”
Belum lagi habis suaranya si buta ini, di tangga
loteng telah terdengar suara yang sangat berat dan
nyaring, seperti ada sesuatu yang mendaki, mungkin
itu bukan suara gajah tetapi sedikitnya kerbau….
Menyusul itu pun lantas terdengar suara kaget dari
kuasa ciulauw serta jongosnya: “Benda begitu berat
mana dapat dibawa naik ke atas…! Eh, lantai loteng
nanti kena bikin dobol…! Lekas, lekas cegah dia,
jangan kasih dia naik!”
Suara berat itu tapinya terdengar terus, disusul
mana patahnya sehelai papan undakan tangga, akan
kemudian disusul sama mengerekeknya dua helai
papan undakan lainnya.
Bagaikan orang yang matanya kabur, Wanyen Lieh
segera melihat munculnya satu tojin, satu imam yang
tangannya menyangga sebuah jambangan perunggu
yang besar sekali, yang mana dibawa naik ke loteng
sambil imam itu berlompat, hingga dengan begitu –
rupanya – tak usah dia bertindak lagi di undakan
tangga. Dan untuk kagetnya putra raja Kim ini, ia
kenali si imam adalah Tiang Cun Chu Khu Cie Kee
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
atau Tiang Cun Cinjin!
Wanyen Lieh ini mendapat tugas dari ayahnya
menjadi utusan bangsa Kim ke Tionggoan, kepada
kerajaan Song. Dia pun bercita-cita besar sekali, maka
itu dia sudah lantas berhubungan sama menterinya
kerajaan Song untuk dijadikan si menteri serta koncokonconya
sebagai alat untuk menyambut dari dalam
bila sudah waktunya ia turun tangan. Utusan Song
yang datang dari Yankhia menemani dia sepanjangn
jalan, Ong To Kian, karena keserakahannya sudah
terima sogokan besar dan berjanji suka bekerja sama,
utusannya ini telah rela akan menakluk dan menjadi
hambanya kerajaan Kim. Dan menteri yang
bekerjasama dengan Wanyen Lieh adalah Perdana
Menteri Han To Cu. Girang sekali ini putra raja Kim
menampak ikhtiarnya telah berjalan baik sekali. Hanya
kemudian ia menjadi sangat kaget akan mendapatkan
Ong To Kian mati terbunuh secara gelap, kepalanya
hilang berikut hati dan jantungnya. Han To Cu juga
kaget dan ketakutan karenanya, dia khawatir sekali
rahasianya nanti bocor. Oleh karena ini, untuk
menjaga diri turun tangan terlebih dahulu, ingin ia
merubuhkan menteri atau panglima yang paling keras
kepala hendak melawan negara Kim. Yang pertama ia
ingin singkirkan adalah Sien Kee Ci, Kepala dari Cipeng-
thian dan pengurus Ciong-yu-koan. Sebenarnya
menteri ini tidak berkuasa atas pemerintahan, ia hanya
pandai silat dan surat berbareng dan kesetiaannya
terhadap negara adalah luar biasa, dia sangat
mengharap dapat membangun pula kerjaan Song
hingga menjadi jaya seperti semula, sedang rakyat
umumnya mengandal padanya. Kalau Han To Cu
anggap paling baik mengirim orang untuk membunuh
menteri itu, adalah Wanyen Lieh menghendaki
menawan terlebih dulu pembunuhnya Ong To Kian,
guna mengompes dia, kalau mendapat tahu siapa
yang menitahkan dia melakukan pembunuhan yang
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
hebat itu. Wanyen Lieh tahu, tidak dapat ia mengandal
saja kepada pihak Song, dari itu ia tugaskan enam
atau tujuh pengawal pribadinya dari Lim-an.
Rombongan ini dapat menyandak Khu Cie Kee di Gukee-
cun, hanya apa lacur mereka menghadapi musuh
yang terlalu tangguh untuk mereka. Wanyen Lieh
sendiri belum sampai turun tangan atau pundaknya
telah terkena panah, hampir ia tak dapat lolos seperti
orang-orangnya, syukur ia ditolong oleh Pauw Sek
Yok. Ia lari ke istananya Han To Cu, untuk
sembunyikan diri sambil berobat. Sementara itu, ia
lantas tak dapat melupai Pauw-sie, yang ia anggap
cantik dan manis, meskipun sebagai putra raja, ia telah
melihat banyak wanita elok. Setelah sembuh dari
lukanya, ia perintahkan orang untuk selidiki tentang
Pauw-sie itu, sesudah itu, ia minta Han To Cu
mengirim orang untuk menawan Yo Tiat Sim dan Kwee
Siauw Thian, sedang ia sendiri menyamar sebagi
orang baik-baik sebagai penolong nyonya yang ia gilai
itu. Pauw-sie tidak tahu akal muslihat orang, ia
menyangka pemuda itu bermaksud baik, suka ia
mengikuti, maka di luar tahunya sendiri, dia telah jatuh
ke dalam genggaman putra raja Kim itu.
Demikian Wanyen Lieh, bukan main kagetnya ia
akan tengok Khu Cie Kee, sampai ia tak dapat
menguasai dirinya lagi, tanpa merasa ia membuatnya
terlepas dan jatuh sepasang sumpit yang ia lagi
pegang. Syukur untuknya Khu Cie Kee tidak kenali
padanya, sebab tempo ia diserang dengan panah, ia
belum terlihat nyata, dia sudah lantas jatuh terguling,
dan sekarang, imam itu lagi menghadapi Ciauw Bok
Taysu serta tujuh orang luar biasa itu, ia tidak
perhatikan putra raja itu.
Lega juga hatinya Wanyen Lieh apabila selang
sekian lama ia dapatkan itu imam tidak perhatikan
padanya, pikirnya orang itu telah tidak kenali dia.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Hanya dilain pihak, ia terkejut bukan main apabila ia
sudah kenali jambangan perunggu yang dibawa-bawa
si imam itu. Itu bukan jambangan biasa hanya tempat
pembakaran kertas emas dalam kuil, yang beratnya
tiga atau empat ratus kati, yang sekarang diisikan
penuh dengan arak, hingga beratnya bertambah,
melainkan di tangan si imam, nampaknya enteng
sekali, imam ini seperti tidak menggunai tenaga. Akan
tetapi, setiap kali si imam bertindak, tentu lantai loteng
perdengarkan suara meletek nyaring, suatu bukti dari
beratnya jambangan itu, sedang dibawah loteng, orang
ribut ketakutan dan pada lari keluar, ke jalan besar, tak
terkecuali si kuasa restoran, jongos-jongos dan kokikoki.
Semua mereka itu khawatir loteng ambruk dan
mereka nanti ketimpa.
“Benar-benar toheng telah dapat mencari
siauwceng hingga ke mari!” terdengar suaranya Ciauw
Bok Taysu keras tetapi dingin. “Sekarang mari
siauwceng perkenalkan dahulu kau dengan Kanglam
Cit Koay!”
Khu Cie Kee menjura membungkuk tubuh. “Barusan
pinto berkunjung ke kuil taysu,” ia berkata , “Disana
ada pesan untukku, katanya taysu undang pinto
datang ke Cui Sian Lauw ini untuk membuat
pertemuan. Dengan lantas pinto meikir-mikir, mungkin
taysu mengundang sahabat-sahabat, buktinya
benarlah dugaan pinto itu. Sudah lama pinto dengar
nama besar dari Kanglam Cit Koay, sekarang kita
dapat bertemu, sungguh pinto merasa sangat
beruntung! Nayatalah pengharapanku seumur hidup
telah kesampaian.”
Ciauw Bok Taysu tidak menjawab si imam, hanya
berpaling kepada tujuh kawannya yang ia sebutkan
Kanglam Cit Koay itu – Tujuh Manusia aneh dari
kanglam – dan menunjuk kepada si imam, ia
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
memperkenalkan: “ Ini dia Totiang Tiang Cun Cu Khu
Cie Kee yang tuan-tuang telah lama kagumi nama
besarnya!” Kemudian tanpa tunggu sesuatu dari
Kanglam Cit Koay itu seraya menunjuki si buta
melanjuti: “Inilah tertua dari Cit Koay, yaitu Hui Thian
Pian-hok Kwa Tin Ok. Dan ini ialah….”
Lalu dengan terus-terusan ia perkenalkan enam
orang lainnya, selama mana, selama ia menyebutkan
setiap nama Khu Cie Kee menjura kepada orangorang
yang diperkenalkan itu.
Selagi orang diajar kenal, Wanyen Lieh memasang
kuping dan matanya, ia kerjakan otaknya akan
mengingat baik-baik nama Kanglam Cit Koay itu.
Selain Kwa Tin Ok yang berjuluk Hui Thian Pian-hok,
si Kelelawar Terbangkan Langit, yang kedua ialah si
mahasiswa melarat yang mencuri atau mencopet
uangnya adalah Biauw Ciu Sie-seng Cu Cong,
Mahasiswa Tangan Lihay. Orang yang datang paling
dulu ke restoran yaitu si kate terokmok yang
menunggang kuda jempolan, adalah Ma Ong Sin Han
Po Kie atau si Malaikat Raja Kuda. Dia inilah yang tiga.
Si orang tani yang membawa-bawa pikulan adalah
orang yang keempat, ialah Lam San Ciauw-cu Lam
Hie Jin atau si Tukang Kayu dari Lam San (Gunung
Selatan). Yang kelima yang tubuhnya kekar tegap
mirip sebagai pembantai adalah Siauw Mie To Thio A
Seng atau si Buddha Tertawa. Yang keenam adalah
orang yang mirip pedagang, namanya Coan Kim Hoat,
gelarannya Lauw-sie In Hiap atau Pendekar Sembunyi
di Kota. Si nona nelayan adalah Wat Lie Kiam Han
Siauw Eng, atau si Ahli Pedang Gadis Wat, ialah yang
termuda dari Kanglam Cit Koay.
Selama Ciauw Bok Taysu memperkenalkan, Khu
Cie Kee tetap pegangi tempat araknya yang istimewa
itu, sama sekali ia ia tak nampak lelah, sedang
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
beberapa orang yang melihat tak terjadi kecelakaan
sesuatu, dia-diam mendaki loteng untuk bicara.
Katanya: “Kami menonton”
Habis perkenalan itu, Kwa Tin Ok mendahulukan
bertujuh saudaranya untuk berbicara, “Sudah lama
kami mendengar Totiang lihay ilmu silatnya, baik ilmu
silat tangan kosong maupun bersenjatakan pedang,
tidak ada tandingannya, hingga kami sangat
mengaguminya. Sementara itu, ini Ciauw Bok Taysu
juga adalah satu sahabat sejati, maka walaupun
totiang berdua ada dari dua golongan yang berbedaan,
satu Hud-kauw yang lain To-kauw, tetap kedua-duanya
adalah orang-orang Rimba Persilatan. Oleh karena itu,
kami tidak tahu, dalam hal apakah Taysu telah berbuat
salah terhadap Totiang? Umpama kata Totiang sudi
memandang muda kami bertujuh saudara, ingin sekali
kami menjadi juru pendamai, supaya perselisihan
dapat disingkirkan, untuk kita minum arak bersama.
Sudikah kau Totiang?”
“Sebenarnya pinto dengan Ciauw Bok Taysu tidak
kenal satu dengan lain dan kita juga tidak punya
dendaman dan tidak punya permusuhan,” menyahut
Khu Cie Kee, “Oleh karena itu asal Taysu sudi
menyerahkan dua orang kepada pinto, pastilah lain
hari akan pinto pergi berkunjung ke Hoat Sian Sie
untuk menghanturkan maaf.”
“Siapakah orang yang harus diserahkan?” tanya
Kwa Tin OK.
“Dua sahabatku,” sahut Tiang Cun Cu,
menerangkan. “Mereka telah difitnah dan dicelakai
oleh pembesar negeri yang bekerjasama dengan
tentera bangsa Kim, tidak beruntung untuk mereka,
mereka telah mendapatkan kebinasaannya hingga
mereka mesti meninggalkan janda mereka yang tidak
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
ada lagi sanderannya, hingga mereka mesti hidup
sengsara sebatang kara. Lihat, Kwa Tayhiap, pantas
atau tidak permintaan pinto ini?”
Tag:Penelusuran yang terkait dengan cersil cersil indo cersil mandarin full cerita silat mandarin online cersil langka cersil mandarin lepas cerita silat pendekar matahari kumpulan cerita silat jawa cersil mandarin beruang salju. cerita silat pendekar matahari cerita silat indonesia cerita silat kho ping hoo cerita silat mandarin online cerita silat mandarin full cerita silat jawa kumpulan cerita silat cerita silat jawa pdf
Share:
cersil...
Comments
0 Comments

Postingan Cersil Terbaru