Rabu, 26 April 2017

Cersil Indo 7 Toliongto

Cersil Indo 7 Toliongto Tag:Penelusuran yang terkait dengan cersil cersil indo cersil mandarin full cerita silat mandarin online cersil langka cersil mandarin lepas cerita silat pendekar matahari kumpulan cerita silat jawa cersil mandarin beruang salju. cerita silat pendekar mataharicerita silat indonesia cerita silat kho ping hoo cerita silat mandarin online cerita silat mandarin full cerita silat jawa kumpulan cerita silat cerita silat jawa pdf cerita silat indonesia gratis cerita silat jadul indonesia cerita silat indonesia pendekar rajawali sakti cersil indonesia pendekar mabuk cersil langka cersil dewa arak cerita silat jaman dulu cersil jawa download cerita silat mandarin full cerita silat mandarin online cersil mandarin lepas cerita silat mandarin pendekar matahari cerita silat jawa pdf cersil indonesia pdf cersil mandarin beruang salju kumpulan cerita silat pdf Cersil Indo 7 Toliongto
kumpulan cerita silat cersil online
-
Begitulah aku
608
berpura pura pincang sebelah kakiku dan mati tanganku
yang kanan, aku menggunakan saja tangan kiri, dan ilmu
yang digunakan olehku ialah ilmu silat Siauw lim pay.
Semua senjata itu aku bekap, hampir telapakan tanganku
terluka piauw yang ke tujuh. Dia lantas membentak,
menanyakan aku muridnya Siauw lim sie yang mana. Aku
tetap membungkam dan berlagak tuli. Aku bicara ah an uh
uh saja. It Beng mengerti bahwa ia tidak akan sanggup
melawan aku, ia lantas ngeloyor pergi dengan mendongkol.
Setibanya di Liangcoe, di rumahnya, seterusnya ia menutup
pintu, selama beberapa tahun ini ia tidak pernah muncul
lagi dalam dunia Kang ouw."
Seng Kok jujur dan polos, ia tidak mengerti sikapnya
kakak seperguruan itu yang menolong Kioe Kee dan
menentang It Beng. Thio Coei San sebaliknya tahu, bahwa
dengan itu Siong Kee hendak meredakan permusuhan yang
disebabkan pembunuhan keluarga Liong boen Piauw kiok.
Houw po Piauw kiok adalah piauwkiok paling ternama
uptuk Kang Lam. Untuk wilayah Utara yalah Yan in
Piauwkiok, dan di Barat daya yaitu Chin yang Piauw kiok.
Dengan terjadinya pembunuhan pada keluarga Liong boen
Piauwkiok itu, dua yang lainnya tentulah bakal turun
tangan, maka Song Kee diam-diam menumpuk perbuatan
baik atau budi, yang diaturnya sedemikian rupa hingga
orang tidak akan menyangka bahwa itulah usaha
berencana.
"Sieko," kata Coei San akhirnya sambil menangis
sesenggukan, "kita berada diantara saudara sendiri, tidak
usah aku menghaturkan terima kasih lagi padamu. Semua
itu ialah sembrononya iparmu, yang bertindak menuruti
hawa amarahnya hingga mendatangkan bahaya besar."
Sampai disitu, tanpa tedeng aling aling, Coei San
menuturkan perbuatan isterinya, So So yang menyamar
609
menjadi ia dan sudah menyatroni dan membunuh keluarga
Liong boen Piauwkiok di waktu malam. Kemudian ia
menambahkan: "Sieko, bagaimana urusan ini dapat
diselesaikan di kemudian hari? Aku memohon pikiranmu."
Thio Siong Kee berdiam untuk berpikir. "Aku pikir
dalam urusan ini perlu kita mengundang Soehoe turun
gunung, supaya Soehoe yang
memberi petunjuk," katanya. "Perkara telah terjadi,
orang yang sudah mati tidak dapat hidup kembali, sedang
Tee hoe sudah menginsyafi kesalahan nya dan
mengubahnya. Ia sekarang bukan lagi si wanita pembunuh
yang telengas. Maka itu, perlu kita mengerti maksudnya
pepatah kuno: tahu bersalah dan dapat mengubahnya,
itulah paling baik. Kau lihat, Toako bukankah ini benar?"
Song Wan Kiauw, yang ditanya itu, berdiam saja. Soal
itu menyangkut perkara jiwanya beberapa puluh orang.
Itulah perkara sangat besar, ia
ragu-ragu
"Tidak salah." Jie Lian Cioe menalangi kakak
seperguruannya. Ia mengangguk.
Ketika In Lie Heng mendengar suaranya kakak she Jie
ini, bukan main luga hatinya. la memang paling jeri
terhadap ini kakak seperguruan
yang nomor dua, yang saking jujurnya, membenci
perbuatan jahat seperti dia membenci musuhnya yang
dalam segala pertimbangan tidak mengenal urusan peribadi.
Tadinya ia berkuatir untuk So So, isterinya Coei San itu,
iparnya. Siapa nyana, demikian singkat dan bijaksana
putusannya Jieko itu.
"Benar", ia lantas turut bicara. "Kalau nanti ada orang
luar yang menanyakan, Ngoko, kau jawab saja bahwa
610
bukan kau yang membunuh mereka itu. Kau bukan
mendusta, sebab memang bukan kau yang membunuhnya,"
Song Wan Kiauw melotot terhadap adik seperguruan ini,
katanya: "Dengan menyangkal begitu, mana hati Ngotee
bisa tenang? Kita menamakan diri kita orang-orang gagah
mulia. Apakah kita bisa merasakan tenteram ?"
"Habis bagaimana ?" tanya Lie Heng;
"Menurut pikiranku, kita harus berbuat begini", berkata
sang Toako. "Paling dulu kita menanti sampai selesai
perayaan ulang tahun Soehoe. Setelah itu kita pergi mencari
anaknya Ngotee. Habis itu pada rapat besar di Hong ho
lauw kita membereskan urusannya Kim mo Say ong Cia
Soen. Lalu sesudah itu, kita berenam saudara dibantu oleh
Ngo tee hoe, berangkat ke Kang lam. Didalam tempo tiga
tahun, kita masing-masing harus melakukan perbuatanperbuatan
baik sebanyak sepuluh macam "
"Akur! Akur!" Thio Siong Kee berseru menepuk-nepuk
tangan. "Liong boen Piauwkiok kematian tujuh puluh jiwa,
kita bertujuh melakukan masing-masing sepuluh rupa
kebaikan. Asal kita semua bisa menolong seratus sampai
duaratus orang yang bersengsara atau terfitnah, maka
dengan itu dapatlah kita menebus jiwanya tujuh puluh
orang yang mati kecewa itu!"
"Pikiran Toako sangat sempurna," Jie Lian Cioe memuji.
"Aku percaya soehoe pun akan menyetujuinya. Kalau tidak
demikian, untuk tujuhpuluh jiwa itu, Teehoe mengganti
dengan satu jiwanya. Apakah artinya penggantian satu jiwa
itu ?"
Coei San girang berbareng terharu.
"Nanti aku bicara padanya!" katanya. Ia maksudkan
isterinya. Lantas ia lari masuk kedalam untuk menuturkan
611
semua itu kepada So So.
Mendengar keterangan suamiana, So So menjadi
bersemangat. Ia percaya lihaynya enam jago Boe tong pay
itu, maka ia percaya juga yang Boe kie, anaknya, bakal
dapat dicari. Ia memangnya bukan sakit berat, ia hanya
bersusah hati. Sekarang ia terbuka hatinya, dan sakitnya
lalu berkurang setiap hari.
===========================
Lewat beberapa hari maka tibalah Sie gwee Cap pee,
tanggal delapan bulan keempat. Tanpa, bersangsi lagi, Thio
Sam Hong membuka pintu kuilnya. Besok adalah hari
ulang tahunnya yang ke seratus, murid-muridnya pasti
bakal datang untuk merayakannya. Sebenarnya, sesudah Jie
Thay Giam terluka bercacad dan Thio Coei San lenyap, ia
sangat berduka. Tetapi, bahwa ia telah bisa memasuki usia
seratus tahun, adalah hal yang tak dapat dilewatkan dengan
begitu saja.
Selain itu, ia juga yakin, bahwa lima silatr Thay kek Sin
kang sudah mencapai kesempurnaannya, itu artinya, di
dalam ilmu silat, ia telah membuat suatu jasa yang tak
kurang daripada jasanya Tatmo Couwsoe dari Siauw-limsie.
Pagi pagi Thio Sam Hong membuka kedua daun pintu
kamarnya. Untuk herannya, orang yang pertama ia lihat
bukan lain daripada Thio Coei San, muridnya yang telah
hilang sepuluh tahun. Ia mengucek matanya, kuatir nanti
keliru melihat.
Coei San sendiri sudah lantas menuju untuk menubruk
gurunya itu.
"Soehoe !" serunya sambil menangis sesenggukan.
Saking terharunya, ia lupa berlutut untuk menjalankan
612
kehormatan.
Song Wan Kiauw berlima lantas turut maju. "Selamat,
Soehoe !" berseru mereka. "Saudara yang kelima sudah
pulang!"
Thio Sam Hong sudah berumur seratus tahun, itu artinya
ia telah belajar silat dan melatihnya selama delapan puluh
tahun. Ppengalamannya luas dan hatinya sudah terbuka.
Akan tetapi dengan ketujuh murid muridnya ini ia bergaul
sangat erat, seperti ayah dan anaknya.Mmaka begitu
melihat Coei San, tak tahan ia akan rasa terharunya. Ia pun
memeluk erat erat dan air matanya mengucur turun.
Segera setelah itu, keenam murid itu melayani guru
mereka menyisir rambut, mencuci muka dan mulut serta
berdandan, kemudian mereka duduk memasang omong.
Coei San tidak berani omong perihal segala apa yang dapat
memusingkan kepala, maka ia menuturkan saja mengenai
pulau Peng hwee to, tentang yang indah dan menarik hati,
juga perihal ia sudah menikah.
Girang guru itu mengetahui muridnya sudah beristeri.
"Mana isterimu itu?" katanya. "Lekas ajak ia menemui
aku!"
Coei San lantas saja berlutut didepan gurunya.
"Soehoe, muridmu bernyali besar," katanya. "Untuk
menikah, dia tidak memberitahukan terlebih dulu kepada
Soehoe... "
Sang guru mengurut kumisnya dan tertawa.
"Kau berada dipulau Peng hwee to selama sepuluh tahun
dan tidak dapat pulang, apakah kau mesti menanti sepuluh
tahun dan sesudah memberitahukan aku baru kau
menikah?" katanya. "Ngaco, ngaco! Lekas bangun, tidak
usah kau memohon maaf. Mana Thio Sam Hong
613
mempunyai murid yang tidak tahu aturan!"
Tetapi Coei San tetap berlutut.
"Tapi muridmu beristerikan orang yang asal usulnya
sesat," katanya pula. "Dia ..... dialah gadisnya In Kauwcoe
dari Peh bie kauw ....."
Kembali guru itu mengurut kumisnya.
"Apakah halangannya itu?" katanya sambil bersenyum.
"Asal kelakuan isterimu tidak ada celaannya, sudah cukup!
Atau umpama kata pribadinya tidak baik, setelah dia naik
kegunung kita, apakah dia tidak dapat dididik untuk
menjadi baik? Pula, apa artinya Peh bie kauw? Coei San,
yang terutama untuk menjadi manusia ialah jangan cupat
pandangan ! Jangan kita menganggap, sebab diri kita dari
golongan sejati lantas kita memandang enteng kepada lain
orang! Dua huruf sejati dan sesat itu, sulit untuk
dibedakannya. Murid golongan sejati juga, kalau hatinya
tidak lurus, ia menjadi sesat, dan murid pihak sesat, apabila
hatinya benar, dia dapat menjadi seorang koencoe!"
Bukan main girangnya Coei San. la tidak menyangka
ganjalan hatinya selama sepuluh tahun itu, yang sangat
menguatirkannya sekarang buyar dalam sedetik dengan
kata-kata bijaksana gurunya.
Maka ia lantas berbangkit dengan wajahnya riang
gembira.
"Mertuamu itu. In Kouwcoe, adalah sahabatku," kata
sang guru kemudian. "Aku mengagumi ilmu silatnya.
Dialah seorang laki-laki yang luar biasa. Walaupun sifatnya
agak sesat, dia bukan seorang buruk. Maka kami dapat
menjadi sahabat satu dengan yang lain."
Kembali kata-kata ini melegakan hati Coei San. Wan
Kiauw dan yang lainnyapun berpikir: "Sungguh Soehoe
614
sangat mencintai muridnya yang ke lima ini hingga
sekalipun mertuanya, siraja iblis, dia senang menjadikannya
sahabatnya."
Selagi guru dan murid-muridnya itu berbicara, seorang
kacung masuk untuk menyampaikan kabar. "In Kauwcu
dari Peh bie kauw mengirim orang membawa hadiah untuk
Ngo soesiok!"
"Mertuamu mengirim bingkisan!" berkata Thio Sam
Hong sambil tertawa "Coei san, pergi kau sambut tamu!"
"Baik soehoe !" jawab murid itu.
"Nanti aku ikut bersama !" kata In Lie Heng.
Thio Siong Kee tertawa dan berkata: "Yang mengirim
bingkisan bukannya Kim pian Kie Loo enghiong. Buat apa
kau repot tidak keruan?"
Mukanya Lie Heng menjadi merah tetapi ia diam saja,
terus ia mengikuti Coei San.
Di toa thia, ruang depan, terlibat dua orang yang usianya
sudah lanjut. Mereka berdandan sebagai bujang tetapi
pakaian mereka rapi. Begitu mereka melihat Coei San,
mereka maju beberapa tindak untuk memberi hormat
sambil berlutut seraya berkata: "Thio Kouwya baik !
Terimalah horrnat kami In Boe Hok dan In Boe Lok!"
Coei san membalas hormat kedua orang itu dengan
mengangguk.
"Silahkan koankee bangun," katanya (Koankee itu kuasa
rumah). Meski begitu, ia heran dan berkata didalam
hatinya: "Nama mereka ini aneh. Orang biasa memakai
nama Pang An dan lain-lain sebagainya untuk bujang.
Kenapa mereka memakai nama Boe Hok dan Boe Lok yang
berarti tidak punya rejeki dan tidak jaya?"
615
Ia memandang kedua pegawai mertuanya itu, dimana
terlihat olehnya pada muka In Boe Hok ada tapak bacokan
golok yang panjang, dari jidat kanan turun kebawah,
mengenai hidung dan bibir kiri, sedang In Boe Lok bekas
diserang cacar. Terang wajah mereka buruk sekali. Usia
mereka masing-masing sudah lima puluh tahuh lebih.
"Apa kedua mertuaku baik ?" tanya Coei San. "Setelah
ada ketikanya, bersama nonamu aku akan pergi
menjenguknya. Tidak disangka, sekarang kedua orang tua
itu telah mendahului mengirim bingkisan. Bagaimana aku
dapat menerimanya? Kamu baru datang dari tempat yang
jauh, silahkan duduk dan minum teh."
Boe Hok dan Boe Lok tidak berani duduk. Mereka hanya
menyerahkan daftar barang- barang bawaannya itu.
Sikapnya sangat menghormat. Kata mereka: "Looya dan
Thay thay kami mengatakan agar ini sedikit barang sukalah
kouwya menerimanya tanpa dibuat tertawaan."
Mereka itu menyebut kouwya, atau baba mantu.
"Terima kasih!" berkata Coei San yang lantas membeber
daftar itu, melihat mana, ia terperanjat. Ia mendapatkan
belasan helai daftar dengan huruf air emas yang
menyebutkan nama namanya dua ratus rupa barang yang
menjadi hadiah itu, umpamanya sepasang singa-singaan
kemala, sepasang burung hong batu hijau, alat tulis dari
bulu serigala serta bak dan bakhinya yang istimewa.
Rupanya Peh bie Kauwcoe mengetahui mantunya mengerti
ilmu sastra, maka ia mengirim perabot tulis yang berhanga
mahal itu. Yang lainnya tarnyata rupa pakaian, kopia, ruparupa
perhiasan dan lain lainnya, yang lengkap sekali.
Selama itu Boe Hok telah pergi keluar untuk kembali
bersama sepuluh tukang pikul yang memikul barang-barang
itu.
616
Coei San ragu-ragu.
"Aku biasa hidup melarat dan sederhana, untuk apa
semua barang mewah ini?" pikirnya. "Tapi mertuaku
mengirimnya dari tempat demikian jauh. Kalau aku
menampik, aku jadi berlaku tidak hormat"
Maka terpaksa ia menerimanya. Sekali lagi ia
mengucapkan terima kasih.
"Nona kamu habis melakukan perjalanan jauh,
kesehatannya sedikit tenganggu," katanya kepada kedua
pesuruh itu. "Maka itu, koankee, lebih baik kamu berdiam
dulu disini untuk beberapa hari, nanti baru kamu menemui
nona kamu itu,"
"Looya dan Thay thay sangat kangen kepada Kouwnio.
Mereka mengharuskan kami pulang hari ini juga untuk
menyampaikan balasan kabar," kata Boe Hok. "Kalau
Kouwnio kurang sehat, kami hanya memohon untuk
bertemu saja sebentar guna menghaturkan hormat kami,
habis ltu kami segera berangkat pulang."
"Kalau begitu, harap tunggu sebentar," berkata Coei San.
Ia lantas masuk, untuk menemui isterinya, guna
menyampaikan warta girang.
So So girang sekali lekas lekas ia menyisir rambutnya
dan berdandan, lalu ia pergi keruang samping untuk
menemui kedua pegawai ayahnya itu. Ia menanyakan
kesehatan orang tua serta kakaknya, setelah mana, ia minta
mereka dahar dan minum dulu.
Boe Hok dan Boe Lok lantas meminta diri untuk segera
berangkat pulang.
Sesaat Coei San bersangsi ataukah kedua pesuruh itu
harus diberi persen, tapi ia tak punya uang. Biarpun semua
uang digunung itu dikumpulkan masih belum cukup untuk
617
menhadiahkan mereka berdua. Dasar polos, sembari
tertawa, ia berkata: "Nona kalian menikah dengan orang
miskin yang tidak bisa memberi persen pada kalian, harap
kalian maklum saja!"
Boe Hok dan Boe Lok merendahkan diri.
"Tidak apa," kata mereka. "Kamipun tidak berani
menerima. Malah kami bersyukur selalu telah dapat melihat
wajahnya Boe tong Ngohiap!"
"Mereka bicara rapi sekali, mereka tentu mengerti baik
ilmu surat," pikir Coei San selagi ia mengantar orang
sampai dipintu. "Cukup Kouw ya. Kami hanya mengharap
Kouwya dan Kouwnio lekas datang menjenguk agar Looya
dan Thaythay tidak terlalu lama mengharap harap. Semua
anggauta kami juga mengharap sekali dapat melihat wajah
Kouwya!"
Atas itu, Coei San melainkan bersenyum.
"Ah! hampir aku lupa!" kata In Boe Lok tiba-tiba. "Hal
ini perlu disampaikan kepada Kouwya. Dalam perjalanan
kemari, dirumah penginapan di Siangyang kami bertemu
dengan tiga piauwsioe, sambil berbicara mereka itu
menyebut nyebut nama Kouwnio...."
"Oh begitu!" Kata Coey San. "Apakah kata mereka?"
"Kata yang seorang," berkata Boe Lok "Meskipun Boe
tong Cit hiap telah melepas budi besar terhadap kita, akan
tetapi soal jiwanya tujuh puluh lebih orang-orang Liong
boen Piauw kiok tidak dapat dibikin habis secara begini
saja. Bicara lebih jauh mereka mengatakan, biarpun mereka
tak dapat memperhatikan lagi urusan itu tetapi mereka
hendak pergi pada Sin Chio Tin Pat hong Tam
Loolonghiong di kota Kay hong untuk minta biarlah jago
tua itu sendiri yang berurusan dengan Kouwya."
618
Mendengar itu, Coei San hanya mengangguk. Ia tidak
mengatakan suatu apa.
In Boe Lok merogo sakunya, mengeluarkan tiga batang
bendera kecil berbentuk segitiga. Sembari mengangsurkan
itu kepada Coei San dengan kedua tangannya, ia berkata
pula: "Oleh karena mendengar ketiga piauwsoe itu bernyali
demikian besar, berani membentur kepalan batu, maka
urusan ini kami telah mengalihkan kepada Peh bie kauw."
Coei San terkejut melihat ketiga bendera tiga itu. Yang
pertama bersulamkan harimau galak, kepalanya
dimiringkan, mulutnya dipentang lebar, dan tubuhnya lagi
nongkrong. Itulah benderanya Houw po Piauwkiok.
Bendera yang kedua bergambar sulaman seekor burung ho
putih lagi terbang ditengah udara, itulah benderanya Chin
Yang Piauwkiok, sebab burung itu diartikan in Ho, ketua
piauwkiok itu. Bendera yang ketiga yang disulam juga,
sulamannya merupakan sembiIan ekor burung walet (yan).
Terang itulah bendera Yan In Piauwkiok, sebab disitu ada
huruf yan itu, yang berarti "walet" sedang "sembilan" walet,
bilangan "sembilan" (kioe) diambil dari namanya Kiong
Kioe Kee.
"Kenapa kau mengambil bendera mereka itu?" ia tanya
dengan heran.
"Kouwya toh baba mantunya Peh bie kauw!" menyahut
In Boe Lok. "Dan Kie Thian Pioe dan Kiong Kioe Kee
ketiga orang itu makhluk-makhluk macam apa? Mereka
tahu bahwa mereka hutang budi kepada Boe tong Cit hiap,
kenapa mereka masih mau pergi kepada Sin chio Tin pat
hong, si tua bangka she Tam di Kay hong itu? Agar si tua
bangka datang berurusan dengan Kouw ya? Bukankah itu
terlalu tidak pantas? Sebenarnya Looya dan Thay thay
hanya menugaskan kepada kami untuk mengantar hadiah
kepada Kouwya, tetapi setelah dapat mendengar kata kata
619
ketiga orang piauwsoe itu yang kurang ajar....."
"Sebenarnya mereka tidak kurang ajar..." kata Coei San.
"Benar, sebab Kouwya sangat bijaksana dan pemurah,"
kata Boe Hok, "Tetapi kami yang tidak dapat menahan
sabar sudah lantas membereskan mereka semuanya dan
mengambil sekalian bendera mereka ini....."
Thio Coei San terkejut. Ia tahu Kie Thian Pioe bertiga
adalah Piauwsee piauwsoe kenamaan. Meskipun mereka itu
bukan orang Rimba Persilatan nomor satu, mereka
mempunyai masing masing kepandaian sendiri sendiri.
Kenapa dua orang sebawahan In Thian Ceng ini
memandang mereka enteng sekali?
Umpama In Noe Hok ngoceh saja, toh bendera ketiga
piauwkiok itu telah berada ditangan mereka berdua.
Bukankah jangan kata mengambilnya dengan berterang,
dengan jalan mencuripun sukar? Maka itu, apa mungkin
mereka merobohkan tiga Piauwsoe itu dengan obat atau hio
pulas?
"Bagaimana caranya bendera ini diambil dari tangan
mereka?" akhirnya ia tanya.
"Ketika itu Jie tee Boe Lok menantang mereka", Boe
Hok memberikan keterangan. "Tempat yang dipilih yalah
pintu luar kota selatan. Mereka bertiga, kamipun bertiga."
"Pertaruhan kita yalah jikalau mereka yang kalah,
mereka mesti menyerahkan bendera mereka dengan mereka
mesti mengutungkan sebelah tangan sendiri serta untuk
selanjutnya tidak dapat mereka menaruh kaki, sekalipun
satu tindak di wilayah propinsi Ouw pak."
Coei San jadi bertambah heran. Hebat pertaruhan itu. Ia
jadi semakin tidak berani memandang enteng kepada kedua
Koankee itu.
620
"Bagaimana kemudian jadinya?" ia tanya pula.
"Kemudian tidak ada apa apa yang aneh" kata Boe Hok.
"Mereka itu menyerahkan bendera mereka serta masingmasing
menabas kutung lengan mereka yang kanan seraya
mengatakan untuk seumur hidupnya mereka tidak akan
menginjak pula wilayah Ouw pak."
Diam-diam giris hatinya Coei San. Pikirnya: "Benarbenar
telengas orang-orang Peh bie kauw itu..."
Boe Hok berkata pula: "Seandainya Kouwya
menganggap turun tangan kami terlalu enteng, sekarang
juga kami pergi menyusul mereka, untuk mengambil kepala
mereka!"
"Bukannya enteng, bahkan berat!" berkata Coei San
cepat-cepat.
"Kamipun berpikir," kata Boe Hok pula. "kami datang
untuk mengantar hadiah kepada Kouwya. Itu artinya girang
dibalik girang, maka jikalau kami mengambil jiwa orang,
itulah berarti alamat tidak baik."
"Benar, kamu memikir sempurna sekali," Coei San
memuji. "Barusan kamu menyebut kamu datang bertiga,
mana dia satu lagi?"
"Dialah saudara kami, In Boe Sioe," menyahut Boe Hok.
"Sesudah mengusir ketiga piauwsoe itu, kami berdua
lantas berangkat kemari menjeguk kouwya, sedang
saudaraku itu terus berangkat ke Kayhong. Kami kuatir
situa bangka she Tam nanti keburu mendapat kabar dan
lantas datang untuk banyak rewel. Ya, Boe Sioe meminta
kami mewakilkan menyampaikan hormatnya kepada
Kouwya."
Habis berkata, koankee itu berlutut dan mengangguk
621
untuk memberi hormat.
Coei San membalas dengan menjura. Ia merendah dan
berkata bahwa tidak dapat ia menerima kehormatan itu.
Didalam hatinya, baba mantunya Peh bie Kauwcoe
lantas memikirkan jago tua Tam Soei Lay, yang oleh dua
saudara Boe ini menamakan "si tua bangka she Tam". Ia
bergelar Sin Chio Tin Pat Hong, artinya ia jago ilmu silat
yang menggetarkan delapan penjuru negara. Ia tahu orang
itu telah menjagoi selama empatputuh tahun. Dengan
perginya In Boe Sioe seorang diri, ia berkuatir. Siapapun
yang akan terluka diantara mereka berdua, hatinya tidak
senang.
"Sudah lama aku mendengar nama Tam Soei Lay,"
katanya. "Ia seorang Koencoe. Maka Jiewie tolong kamu
lekas pergi menyusul ke Kayhong, untuk minta toako Boe
Sioe... Bukan! Untuk berbicara dengan Soei Lay. Jikalau
mereka berdua sama-sama besikap keras dan jadi bentrok,
itulah tidak bagus."
"Jangan Kouwya merasa kuatir", berkata Boe Lok
dengan tawar. "Tua bangka she Tam itu tidak nanti berani
melawan Shatee Boe Sioe. Jikalau Shatee memberitahukan
dia untuk jangan usilan, pasti dia akan mendengar kata."
"Begitu?" tanya Coei San bersangsi. Ia pikir mungkin
Tam Soey Lay sendiri sudah tua dan dapat berlaku sabar,
tetapi bagaimana dengan orang orang didalam rumahnya?
Sedikitnya Soei Lay mempunyai duapuluh murid yang
sudah lihay, mana mereka jeri terhadap Boe Sioe?
Boe Hok dapat melihat roman ragu ragu dari baba mantu
majikannya. Ia berkata: "Pada duapuluh tahun yang lalu,
tua bangka she Tam itu ialah pecundangnya Boe Sioe. Juga
ada sesuatu yang penting yang berada ditangan kami. Maka
Kouwya jangan kuatir. Harap Kouwya tetap baik!"
622
tambahnya dan bersama saudaranya ia lantas memberi
hormat untuk meminta diri dan berangkat pergi.
Coei San membiarkan mereka itu berlalu. Tangannya
masih memegang ketiga helai bendera piauwkiok.
Pikirannya bekerja. Tadinya ia memikir untuk minta dua
orang itu pergi mendengar dengar halnya Boe Kie,
anaknya, tetapi berat untuk ia mengatakannya. Ia kuatir
merusak nama kakaknya yang nomor dua. Maka
diakhirnya, dengan ayal-ayalan ia kembali kekamarnya.
In So So duduk menyender diatas pembaringan sambil
memeriksa daftar barang-barang bingkisan ayah dan
ibunya. Disamping itu, ia berduka dan berkuatir untuk Boe
Kie yang dibawa lari musuh. Sekarang ini entah bagaimana
nasib anak itu. Ketika ia melihat suaminya masuk, ia heran
melihat roman suaminya itu tidak tenang.
"Kenapa eh ?" tanyanya.
"Sebenarnya Boe Hok, Boe Lok dan Boe Sioe itu orang
macam apa?" sang suami balik menanya.
Sudah 10 tahun So So menikah dengan Coei San. Ia tahu
suami itu tidak menyukai Peh bie kauw, kumpulan agama
yang dipimpin ayahnya. Dari itu, mengenai agamanya itu
serta rumah tangganya, tidak mau ia membicarakannya,
sedang suaminyapun tidak pernah menanyakannya. Maka
itu, heran juga ia mendengar pertanyaan suaminya ini. Tapi
ia menjawab: "Mereka bertiga, pada duapuluh tahun yang
sudah adalah penjahat-penjahat besar yang telah malang
melintang diwilayah barat daya. Pada suatu hari mereka
kena dikepung serombongan jago, sampai mereka tidak
berdaya untuk melawan atau melolos kan diri. Kebetulan
ayahku lewat di situ dan melihatnya. Senang ayah melihat
keberanian mereka yang tidak sudi menyerah kalah. Maka
ayah lantas mengulurkan tangan, menolong mereka.
623
Lantaran itu, mereka jadi sangat bersyukur dan mereka
bersumpah bahwa seumurnya mereka rela menjadi hambahamba
ayah. Mereka membuang she dan nama mereka.
Mereka memakai nama yang sekarang: In Boe Hok, Boe
Lok dan Boe Sioe. Sejak kecil aku berlaku baik kepada
mereka, tidak berani aku memandang rendah. Mereka tidak
diperlakukan sebagai bujang-bujang biasa. Ibu pernah
memberitahukan aku, mengenai kepandaian mereka.
Walaupun ahli silat yang kenamaan belum tentu gampanggampang
dapat menandingi mereka"
"Begitu!" kata Coei San yang terus menuturkan cerita
Boe Kok tentang bertempuran dengan ketiga piauwsoe itu,
yang benderanya dirampas serta bagaimana ketiga
piauwsoe itu mengutungi lengannya sendiri.
Mendengar itu, In So So mengerutkan alis.
"Dengan berbuat begitu, mereka sebenarnya bermaksud
baik," kata si isteri. "Aku tidak menyangka bahwa kelakuan
orang-orang yang menyebut diri dari kalangan sejati, mirip
dengan orang kaum sesat. Ngoko, urusan ini dapat
menambah kepusingan untukmu. Ah, aku tidak tahu
bagaimana baiknya ini diatur....."
Ia berhenti sejenak, untuk kemudian menambahkan:
"Biarlah nanti setelah Boe Kie dapat dicari, kita balik lagi ke
Peng Hwee to ...."
Belum lagi Coei San menanggapi kata-kata isterinya itu,
diluar terdengar suara berisik dari In Lie Heng yang berseru:
"Ngoko, Mari lekas! Kau ambil pit besar. Lekas kau
menulis lian dan lain lainnya!" Kata-katanya itu lantas
disusul dengan: "Ngo so, jangan kau menyesalkan aku yang
mengajak Ngo ko keluar! Siapa suruh dia dijuluki Ginkauw
Tiat hoa?"
Maka keluarlah Coei San, untuk selanjutnya lohor itu
624
bekerja berenam, mengepalai saudara-saudaranya menghias
kuil mereka, terutama untuk memajang banyak lian pilihan
Song Wan Kiauw yang ditulis oleh Coei San. (peep: lian =
???)
Besoknya pagi-pagi, Wan Kiauw semua berdandan rapi
dengan pakaian baru mereka. Disaat mereka hendak
memayang Jie Thay Giam, untuk diajak pergi keluar
memberi selamat kepada guru mereka, tiba-tiba datang satu
tootong, yaitu kacung imam, yang membawa sehelai karcis
nama.
Song Wan Kiauw yang menyambuti, tetapi mata Thio
Siong Kee yang liehay sudah lantas membaca tulisan
diatasnya, bunyinya: "Ho Thay Ciong yang muda dari
Koen loen san beserta sekalian muridnya memberi selamat
kepada Thio Cinjin. Semoga panjang umur sebagai gunung
Selatan!" Maka heranlah ia dan lantas ia berkata: "Ketua
dari Koen loen pay datang sendiri memberi hormat kepada
Soeho! Ia datang dari tempat jauh selaksa ialah suatu
pemberian muka terang yang tak kecil!"
Wan Kiau pun berkata: "Tetamu kita ini bukan tetamu
sembarangan, harus kita minta Soe hoe sendiri yang
menyambutnya!" Maka ia lantas lari masuk guna
memberitahukan gurunya.
"Ciangboenjin dari Koen loen pay Ini kabarnya belum
pernah datang ke Tionggoan. Maka luar biasa yang ia
mendapat tahu hari ulang tahunku," berkata sang guru,
yang lantas memimpin keenam muridnya melakukan
penyambutan.
Ho Thay Ciong mengenakan jubah kuning, romannya
ramah dan agung, agaknya tepat ia menjadi ketua sebuah
partai persilatan. Ia diiringi deIapan muridnya antaranya
terdapat See hoa coe serta Wie Soe Nio.
625
Thio Sam Hong menyambut sambil menjura dan lantas
menghaturkan terima kasihnya. Song Wan Kiauw berenam
memberi hormat sambil berlutut.
Ho Thay Ciong membalas hormatnya tuan rumah,
sedang hormatnya Wan Kiauw beramai di balas dengan
setengah kehormatan. "Nama Boe tong Liok hiap tersohor
sekali, maka itu hormatmu itu tidak dapat aku
menerimanya," katanya.
Tetamu itu lalu diundang keruang tengah, dimana ia
dipersilahkan duduk dan disuguhkan teh.
Belum lama, satu tootong datang pula dengan selembar
karcis nama. Ketika Wan Kiauw menerimanya, ternyata
itulah kartu nama dari rombongan Khong tong pay.
Didalam kalangan persilatan masa itu, Siauw lim pay
yang namanya paling tersohor, Koen loen pay dan Go bie
pay yang kedua, baru Khong Tong pay. Maka itu,
kedudukannya orang Khong tong pay ini seimbang dengan
Song Wan Kiauw. Akan tetapi Thio Sam Hong manis budi,
ia berbangkit seraya berkata kepada tetamunya: "Ada
tetamu dari Khong tong pay, hendak aku menyambutnya,
dari itu minta sudilah Ho looyoe menanti sebentar."
Ho Thay Ciong mengangguk, akan tetapi di dalam
hatinya ia berkata: "Yang datang hanya orang Khong tong
pay, cukup kalau mereka disambut saja oleh seorang
murid....."
Tidak lama muncullah Khong tong Ngo loo bersama
muridnya. Ho Thay Ciong menemui mereka itu tanpa
berbangkit, ia melainkan membungkuk sambil berduduk.
Tidak lama pula datanglah lain-lain tetamu, Seperti dari
partai Sin koen boen, Hay see pay, Kie keng pang, Boe san
pay dan lainnya. Maka repotlah Wan Kiauw dan saudara626
saudaranya. Mereka ini bermaksud bersuka-ria bersama
gurunya saja. Siapa tahu telah datang demikian banyak
tetamu.
Thio Sam Hong juga tidak gemar ramai-ramai. Ketika ia
berulangtahun usia tujuhpuluh, delapan puluh dan sembilan
puluh, ia telah memesan murid muridnya untuk jangan
memberitahukan itu pada banyak orang. Maka ia tidak
menyangka kali ini ia kedatangan begitu banyak tetamu,
sehingga tidaklah heran, kursipun sampai kekurangan
hingga terpaksa Wan Kiauw beramai menggunakan batubatu
bundar sebagai gantinya.
Semua ketua partai dapat duduk dikursi, tetapi murid
murid mereka terpaksa duduk dibatu bundar itu. Untuk
minum teh juga, cawan kehabisan dan sebagai gantinya
dipakai mangkok nasi.
Selagi Thio Siong Kee dan Thio Coei San beara dikamar
sebelah timur, sang kakak menanya adik seperguruannya:
"Ngo tee, apakah kau dapat melihat sesuatu?"
"Agaknya mereka telah berdamai Iebih dulu," berkata
Coei San. "Lihatlah sikap mereka di waktu mereka baru
bertemu satu pada yang lain. Beberapa orang tampaknya
heran tetapi terang itulah berpura-pura belaka."
"Kau benar. Mereka ini bukannya bersungguh hati
datang untuk memberi selamat kepada Soehoe," kata Siong
Kee kemudian.
"Memberi selamat hanya alasan. Yang benar mereka
datang untuk menegur!" Kata Coei San.
"Bukan, bukan menegur." kita Siong Kee. "Perkara jiwa
keluarga Liong boen Piauw kiok tidak nanti dapat
mengundang Ho Thay Ciong dari Koen loen pay."
"Habis apakah itu untuk urusannya Kim mo Say ong Cia
627
Soen ?" tanya Coei San.
Siong Kee tertawa dingin.
"Hmm! Mereka memandang terlalu enteng pada Boe
tong pay!" katanya. "Walauputn mereka mengandalkan
jumlah yang banyak untuk memperoleh kemenangan,
apakah mereka menyangka murid-murid Boe tong pay
dapat menjual sahabatnya? Ngo tee, meski Cia Soen itu
jahat tak berampun, tidak nanti saudaramu membuka mulut
untuk memberitahukan hal dia."
"Sieko benar. Sekarang bagaimana kita harus bertindak
?"
Siong Kee berdiam untuk berpikir. "Sekarang ini kita
berhati-hati saja," sahutnya. "Cukup asal kita bersatu padu,
Boe tong Cit hiap sudah kenyang menghadapi badai dan
gelombang dahsyat, dari itu mana kita jeri terhadap mereka
ini?"
Siong Kee tetap menyebut Boe tong Cit hiap, tujuh jago
dari Boe tong pay, walaupun Jie Thay Giam telah bercacad.
Ia tidak ingin gurunya sampai turun tangan, terutama sebab
guru itu lagi merayakan ulang tahunnya yang keseratus. la
menghibur saudaranya itu meski ia merasa urusan sulit
sekali.
Selanjutnya, Wan Kiauw bertiga Jie Lian Cioe dan In
Lie Heng yang melayani tetamu-tetamu di toathia, ruang
besar. Mereka merasa semakin pasti bahwa sikap sekalian
tetamu itu luar biasa.
Selagi orang berbicara, kembali ada kacung yang masuk
dengan wartanya: 'Murid kepala dari Go bie pay, Ceng hian
Soe thay, datang bersama lima Soetee dan Soemaynya
untuk memberi selamat kepada Soe couw !"
Mendengar warta itu, Wan Kiauw dan Lian Cioe
628
bersenyum. Keduanya memandang Lie Heng. Justeru itu
Boh Seng Kok pun tampak masuk bersama sembilan
tetamunya yang baru tiba, sedang Thio Siong Kee dan Thio
Coei San baru muncul dari dalam. Mereka ini juga
mendengar warta itu, mereka turut memandang Lie Heng
sambil bersenyum.
Saudara she In ini menjadi merah mukanya, likat
sikapnya. Tapi tanpa memperhatikan itu, Coei-San menarik
tangannya Soe tee itu, untuk diajak keluar sambil tertawa,
ia kata: "Mari, mari... Mari kita menyambut tetamu!"
Diluar terlihat Ceng hian Soe Thay tengah menanti
bersama lima adik seperguruannnya. Bhiksuni itu berusia
empatpuluh lebih, tubuhnya tinggi dan besar, romannya
gagah. Ia seorang wanita, tetapi tubuhnya lebih tinggi
daripada kebanyakan pria. Dari lima saudara
seperguruannya, satu adalah seorang pria kurus, usia
tigapuluh tahun, dua yang wanita, satu antaranya yalah
Ceng hie Soe thay, yang Coei San pernah ketemukan
didalam perahu ditengah laut. Dua wanita lainnya, yang
satu yalah nona umur kurang lebih duapuluh tahun, yang
mulutnya senantiasa tersungging senyuman, dan yang
lainnya berkulit halus, tubuhnya jangkung, romannya
cantik. Dia ini, terus menunduk kan kepala dan tangannya
selalu membuat main ujung bajunya. Sebab ialah Nona Kie
yang menjadi tunangannya In Lie Heng.
Bersama Lie Heng, Coei San menyambut tetamu dari Go
bie san yang mereka pimpin masuk ke dalam. Selama itu,
Lie Heng tidak berani mengawasi Siauw Hoe,
tunangannya. Hanya setibanya dipaseban, selagi yang
lainnya sudah berada disebelah depan, baru ia berpaling,
justeru si nona pun melirik kearahnya. Dengan begitu
bentroklah sinar mata mereka.
Adik seperguruan Siauw Hoe melihat langak soe cienya
629
ini, dia berdehem, sehingga kedua muda mudi itu menjadi
kemalu-maluan, keduanya lantas berpaling kelain arah.
Soemoay itu tertawa geli dan berkata: "Soecie, lihat, In
Soeko lebih pemaluan dari padamu!"
Hati Siong Kee lega juga karena datangnya rombongan
Go Bie pay. Ia percaya, kalau sampai terjadi sesuatu, Ceng
hian Soe thay tentu bakal membantu pihaknya, mengingat
Nona Kie tunangannya Lie Heng.
Sedang tetamu datang begitu banyak, pihak Giok hie
koan tidak bersiap siaga. Mana bisa di adakan perjamuan
besar? Maka juga pihak imam ini hanya bisa menyuguhkan
masing-masing tetamu semangkok nasi putih campur sayur
tauwhoe dan kwacay.
Wan Kiauw berulang ulang minta maaf karena dia tidak
dapat menjamu semua tetamunya lebih dari pada itu.
Sebaliknya kawanan tetamu itu sembari dahar mereka
saban-saban memandang ke arah luar seperti juga mereka
lagi menantikan orang.
Diam diam Song Wan Kiauw dan saudara saudaranya
memperhatikan gerak gerik mereka. Semua ciang boen jin
atau Pangcoe tidak ada yang membekal senjara, tetapi
banyak murid mereka membawa senjata. Hanya muridmurid
Go bie pay, Koen loan pay dan Khong tong pay yang
bertangan kosong.
Boe tong pay belum lama didirikan, di kaki gunung
belum dipasang "Kay Kiam Giam", yaitu batu tanda untuk
meletakkan pedang. Dengan "pedang" diartikan pelbagai
macam senjata tajam. Karena itu, meskipun ada yang
membawa pedang naik kegunung dan termasuk perbuatan
kurang pantas, sekalian tetamu itu tidak dapat dilarang
kedatangannya. Tuan rumah sendiripun tidak dapat
menegur. Cuma di dalam hati merasa tidak puas. Kata Wan
630
Kiauw didalam hatinya: "Kalian datang untuk memberi
selamat pada guruku, mengapa kalian diam-diam
membekal senjata?"
Ada lagi yang tidak memuaskan pihak Boe tong pay,
yang membikin terlebih nyata bahwa tetamu-tetamu itu
mengandung sesuatu maksud. Pelbagai bingkisan yang
dibawa oleh mereka, mieshoa dan lainnya, semua barang
pembelian sambil lalu disusun di kaki gunung Boe tong san,
semua dibeli secara kesusu. Bingkisan semacam itu tidak
saja tidak tepat untuk Thio Sam Hong, juga tidak sesuai
dengan derajatnya pelbagai tetamu golongan ketua itu.
Melainkan bingkisan Go bie pay yang tepat, ialah enam
belas perabot kumala berikut sepotong jubah warna merah
yang sekalian disulamkan seratus huruf "Sioe" (umur)
pelbagai model.
Thio Sam Hong girang sekali. Ia mengucapkan terima
kasih. Ia memuji kepandaian menyulam itu. Murid murid
Go bie pay bukan hanya pandai silat, katanya.
Selagi gurunya itu berkata kata, Siong Kee terus berpikir:
"Entah semua orang ini masih menantikan siapa lagi....
Soehoe tidak gemar akan keramaian. Maka juga sahabatsahabat
Boe tong pay tidak ada yang diundang. Kalau
tidak, tidaklah kita menjadi mencil semacam ini hingga kita
tidak mempunyai bala bantuan....."
Thio Sam Hong biasa merantau. Tujuh murid nya juga
banyak perbuatan baiknya. Jikalau melepas undangan
mendatanglah banyak sahabat yang liehay.
Jie Lian Cioe, yang berpikir seperti Siong Kee, berbisik
pada adik seperguruannya itu: "Kita sudah pikir sehabis
ulang tahun Soehoe, akan melepas undangan guna rapat
orang gagah di Lauw teng Hong ho lauw, siapa tahu karena
kita berayal, sekarang kita mengalami kegagalan ini."
631
Ia bermaksud didalam rapat itu memberi ketika kepada
Thio Coei San untuk menjelaskan, bahwa Coei San tidak
menjual sahabat agar dia bebas, atau kalau ada yang
mendesaknya, pihaknya mungkin memperoleh simpati dan
bantuan dari banyak hadirin lainnya. Diluar dugaan, pihak
"musuh" telah mendahului, sekarang mereka meluruk
datang.
"Sekarang kita cuma dapat berkelahi mati-matian,"
berbisik Siong Kee kemudian.
Diantara Boe tong Cit hiap, Siong Kee yang paling
pandai berpikir. Setiap ada kesulitan, saban-saban ialah
yang memperoleh pikiran baik. Maka itu, mendengar
suaranya Soetee ini, Jie Lian Cioe kata didalam hatinya:
"Sampaipun Soetee tidak berdaya, rupanya enam murid
Boe tong pay harus mengucurkan darahnya diatas
gunungnya ini."
Coba orang berkelahi satu demi satu, hanya Thie khiem
Siang seng Ho Thay Ciong yang dapat menandingi Boe
tong Liok hiap. Tetapi orang pasti akan mengepung, itu
artinya bukan satu lawan duapuluh tetapi satu lawan
empatpuluh.
Siong Kee menarik ujung baju Lian Cioe untuk diajak
kebelakang ruang. Ia kata pada kakaknya yang nomor dua
itu: "Kalau sebentar pembicaraan memuncak kesuasana
buruk, kita mesti menantang satu lawan satu. Syukur kalau
siasat kita ini kesampaian. Kalau tidak, terang mereka bakal
main keroyok ...." Lian Cioe mengangguk.
"Dalam kesulitan ini, paling perlu kita menolong
Shatee," katanya. "Kita mesti jaga hingga ia tidak terjatuh
kedalam tangan musuh, supaya ia tidak menderita pula,
baik bathin maupun lahir. Tugas ini aku serahkan padamu.
Ngo teehoe telah sembuh tetapi ia belum pulih benar
632
kesehatannya, maka itu kau mintalah Ngotee yang
melindunginya. Untuk menyambut, tugasnya terjatuh
padaku dan Toako berempat."
Siong Kee mengangguk. "baik," katanya. Ia berdiam
sejenak, lantas ia berkata pula: "Mungkin ada jalan untuk
kita lolos dari bahaya..."
"Apakah itu, Soetee? Biar kita mesti menerjang bahaya
dulu, tidak apa."
"Aku memikir untuk menggunakan siasat, ialah kita
berenam masing-masing meyerbu satu lawan" Siang Kee
mengutarakan pikirannya. "Didalam satu jurus, kita mesti
berhasil membekuk musuh itu agar musuh lainnya menjadi
jeri dan tidak berani mendesak kita..."
Lian Cioe ragu ragu: " Yang lainnya tetntulah bakalan
mengepung kita. Juga umpamanya kita berhasil, masih ...."
"Dalam saat berbahaya begini, jangan pikir banyak
banyak," kata Siong Kee. "Kita gunakan saja jurus
cengkeraman naga Liong jiauw Ciat hoe cioe!"
"Hari ini hari ulang tahun Soehoe," kata Lian Cioe,
"artinya hari ini hari baik. Apakah tidak terlalu telengas
untuk menggunakan jurus itu?"
Jago Boe tong yang nomor dua itu bersangsi oleh kerena
ia mengenal baik jurusnya itu, semacam jurus Kim na Coei
hoat atau menangkap tangan sedang Liong jiauw Ciat hoat
cioe itu berarti "kuku naga memutuskan." Itulah jurus
paling lihay dalam Boe tong pay. Ketika Lian Cioe berhasil
dengan jurus itu, ia masih kurang puas. Sebahnya ialah
kalau musuh lihay, masih dapat meloloskan tangannya dari
tangkapan, maka dengan kecerdikannya, ia mengolahnya.
Dan ia berhasil menambah itu, menciptakan duabelas jurus
hubungannya.
633
Dalam memilih murid, Thio Sam Hong memperhatikan
juga kecerdasan setiap murid. Maka itu murid-muridnya
dapat menggunakan otak mereka, dimana perlu mereka bisa
mengubah ilmu silat yang diajarkan gurunya untuk
disempurnakan. Ketika Lian Cioe berhasil dengan
ciptaannya, ia menjalankan itu didepan gurunya. Sang guru
cuma mengangguk, tidak mengiakan juga tidak menolak.
Melihat sikap guru itu Lima Cioe tahu rupanya masih ada
cacad dalam ciptaannya itu, ia lantas meyakinkan terus.
Selang beberapa bulan, kembali ia mempertunjukkannya
didepan gurunya. Kali ini Thio Sam Hong menghela napas
dan berkata:"Lian Cioe, ciptaanmu ini jauh lebih lihay dari
pada jurus yang aku ajarkan, hanya sambaranmu pata
pinggang tidak peduli siapa yang menjadi korban, dia bakal
terluka didalam hingga putus daya turunannya. Apakah kau
menganggap ajaranku, yaitu ilmu silat sejati masih kurang,
hingga kau menghendaki jurus yang membikin, hanya
dengan satu serangan, lawan lantas tidak berkutik pula?"
Mendengar perunturan itu. Lian Coe mengeluaran
keringat dingin, ia bergidik seorang diri.
Seberapa hari selewat itu, Thio Sam Hong
mengumpulkan ketujuh muridnya dan bicara kepada
mereka tentang ciptaan Lian Cioe itu, kemudian dia
menambahkan: "Ciptaan Lian Cioe yang menjadi duabelas
jurus berkat ketekunannya adalah suatu ilmu pukulan yang
istimewa. Kalau ilmu itu dibuang karena kata-kataku satu
orang, itulah sayang, maka itu kamu pergilah belajar pada
Lian Cioe, untuk mempelajari itu, supaya masing-masing
bisa menggunakannya. Aku melainkan hendak memesan,
kecuali kalau bertemu saat mati hidup, janganlah itu
sembarang dipakai. Sekarang di bawah nama Liong Jiauw
itu, aku menambahkan dua huruf 'Ciat hoe', yang berarti
'menutup pintu'. Ingatlah kamu, akibatnya serangan
634
pukulan ini dapat membuat musuh putus turunannya, jadi
inilah jurus yang mematikan!"
Semua murid itu menerima baik pesanan guru mereka.
Maka yang enam lantas belajar pada Lian Cioe. Mereka
telah meyakinkan ilmu itu, tetapi mereka belum pernah
menggunakannya, sebab mereka taat kepada pesan guru
mereka. Adalah sekarang ini, karena keadaan sangat
berbahaya, Siong Kee mengajukan pikirannya itu yang
membuat si orang she Jie ragu-ragu.
"Memang dengan terkena serangan kita, lawan bakal
putus turunannya," kata Siong Kee kemudian. "tetapi kita
masih mempunyai jalan lain. Ialah kita mencari lawan
dalam dirinya seorang pendeta imam, atau kalau tidak, kita
hajar lawan-lawan yang usianya sudah tujuh atau
delapanpuluh tahun.
Mendengar itu, Lian Cioe tertawa. "Sungguh cerdik kau,
Soetee!" Ia memuji. "Memang pendeta atau imam tidak
bakal mempunyai anak!"
Sampai disitu, mereka sudah mencapai persetujuan,
maka keduanya lantas mencari empat saudara yang
lainnya, untuk mengisik, supaya mereka masing-masing
menghadapi satu lawan yang tangguh atau kenamaan.
Tanda untuk turun tangan, ialah kalau Thio Siong Kee
sudah berseru.
Jie Lian Cioe sendiri sudah lantas memilih bakal
mangsanya yaitu anggauta paling tua dari Khong tong Ngo
too, sedang Thio Coei San mengincar See hoa coe dari
Koen loen pay.
Habis orang bersantap, semua mangkuk, sumpit dan
cawan lantas dibenahkan. Setelah itu Thio Siong Kee,
dengan suaranya yang terang dan lancar, lalu berpidato.
Dia kata: '"Cianpwee serta para sahabat! Hari ini hari
635
peringatan ulang tahun guru kami memasuki usia seratus
tahun. Atas kunjungan Cianpwee dan sahabat sekalian,
kami sangat bersyukur, hanya kami mohon dimaafkan
untuk pelayanan yang tidak sempurna ini. Sebenarnya guru
kami hendak mengundang para Cianpwee dan sahabat
untuk pertemuan di Hong ho lauw, untuk minum bersama
hingga puas, dari itu pelayanan bari ini biarlah diperbaiki
kelak, dikemudian hari."
"Hari inipun saudara seperguruan kami, Thio Coei San,
baru saja kembali dari perjalanan jauh yang memakan
waktu sepuluh tahun. Dia belum sempat menuturkan
kepada guru kami tentang parjalanan dan pengalamannya
itu. Inilah di sebabkan pesta ulang tahun guru kami ini.
Maka itu, kalau umpama dalam suasana begini kita
berbicarakan tentang budi atau permusuhan kaum Rimba
Persilatan, itulah tidak dapat, itulah juga alamat tidak
bagus."
"Dengan begitu maksud para Cianpwee dan sahabat
datang memberi selamat lantas dengan sendirinya berubah
menjadi hal yang tidak-tidak. Maksud baik itu berubah
menjadi masud buruk. Oleh karena itu, tuan-tuan, setelah
tuan tuan datang ke Boe tong pai, mari aku yang rendah
mengundang tuan-tuan melihat-lihat gunung ini bagian
depan dan belakangnya."
Hebat siasatnya Siong Kee. Pertama-tama ia telah lantas
menyumbat mulut orang. Dengan itu ia mau mengatakan,
orang pastilah bermaksud bermusuh jika hendak
membicarakan urusan Cia Soen dan Liong boen Piauw
kiok. Sebab hari itu, hari pesta ulang tahun, adalah hari
baik.
Sekalian tetamu itu mendaki gunung Boe tong san untuk
bicara, untuk mendesak menanyakan dimana adanya Kim
mo Say ong Cia Soen. Tapi nama Boe tong pay angker
636
sekali. Tidak ada yang berani memulai. Siapa yang
mengajukan diri, berarti dialah yang mengundang
permusuhan. Sebaliknya, untuk segera menyerang sendiri
juga tidak ada yang berani memulai. Itupun berarti, siapa
maju paling dulu, ada harapan dialah yang celaka paling
dulu juga. Maka itu tidak ada yang mau menjadi musuh
Boe tong pay serta tidak sudi juga menjadi korban pertama.
Mereka itu saling mengawasi satu pada yang lain.
Dengan sendirinya suasana menjadi tegang tidak keruan
junterungannya.
Akibatnya See hoa coe dari Koen loen pay berbangkit
untuk bicara. Ia bukannya menerima undangan Siong Kee,
hanya berkata nyaring: "Thio Sie hiap, tidak usah kau
mengatakan sesuatu yang artinya lain. Kita terang-terang
tidak melakukan apa apa yang gelap. Kita mau bicara
dengan mementang jendela lebar-lebar! Kali ini kami
datang kemari dengan maksud, pertama tama yalah untuk
memberi selamat kepada Thio Cinjin. Yang kedua yaitu
guna mencari tahu tentang dimana beradanya Cia Soen
sekarang ini."
Boh Seng Kok sudah lama sekali menahan hatinya.
Mendengar perkataannya Sea hoa coe, ia tidak dapat pula
menguasai dirinya.
"Bagus! Kiranya begitu!" katanya dengan tertawa dingin.
"Tidak heran ! Tidak heran."
See hoa coe mendelik. "Apa yang tidak heran ?"
tanyanya bengis.
Dengan nyaring Seng Kok berkata: "Tidak heran sebab
mulanya aku menyangka tuan-tuan datang kemari untuk
memberi selamat kepada guru. Tetapi ditubuh kamu
masing-matsng disembunyikan senjata tajam. Mulanya aku
heran sekali, di dalam hatiku aku bertanya tanya apakah
637
tuan-tuan hendak menghadiahkan senjata tajam kepada
guruku? Sekarang barulah terang duduknya hal! Kiranya
bingkisan ini bingkisan macam begini!"
See hoa coe menjadi mendongkol sekali. Ia menepuknepuk
tubuhnya, terus ia meloloskan jubahnya.
"Bok Cit hiap lihatlah biar terang!" ia berseru. "Kau
masih muda sekall, jangan kau menyembur orang dengan
darah! Lihatlah tubuhku ini! Siapakah yang
menyembunyikan senjata tajam?"
"Bagus! Memang tidak ada!" berkata Seng Kok dengan
tertawa. Dengan sebat, dengan jari tangannya ia sodok dua
orang yang berada disamping, Ketika ia menarik, putuslah
tali baju dua orang itu, karena mana dengan menerbitkan
suara nyaring berisik jatuhlah dua batang golok pendek
yang berkilauan. Mereka benar telah menyembunyikan
senjata disebelah dalam bajunya itu.
Menyaksikan itu, banyak hadirin yang air mukanya
menjadi berubah.
"Benar!" See hoa coe berseru. Sekarang ini ia tidak main
pernik lagi. "Thio Ngo hiap jikalau kau tidak menunjukkan
kami dimana adanya Cia Soen, maka entah kita bakal
menggerakkan golok atau pedang!"
Thio Siong Kee tengah menantikan ketika untuk mengasi
dengar seruan. Ia melihat ketikanya itu telah sampai. Hanya
disaat itu hendak membuka mulutnya, tiba-tiba terdengar
suara pujian "Omie too hoed!" yang datangnya dari arah
luar pintu. Suara itu tegas sekali dan halus nadanya masuk
ketelinga orang. Suara itu datang dari tempat jauh akan
tetapi seperti dari sampingnya setiap orang.
Thio Sam Hong yang semenjak tadi berdiam saja lantas
berkata: "Kiranya Kong tie Siansoe dari Siauw Lim pay
638
datang! Lekas sambut!"
Ketika itu dipintu luar lantas terdengar pula suara:
"Hong thio Kong boen dari Siauw lim sie dengan mengajak
soeteenya, Kong tie dan Kong seng serta murid muridnya
memujikan agar Thio Cinjin panjang umur!"
Kong boen bersama Kong tie dan Kong-seng adalah tiga
diantara pendeta-pendeta kenamaan dari Siauw lim-sie.
Oleh karena saudara mereka yang tertua, Kong-Kian, telah
berpulang ke Tanah Barat (meninggal) sekarang tinggal
mereka saja. Karena kedatangan mereka yang tiba tiba itu
batal lah Siong Kee berseru. Pula lantas ia mengerti, dengan
datangnya ketiga pendeta Siauw lim-sie ini, gagallah
rencananya untuk menyengap lawan.
Ho Thay Ciong dari Koen loen pay sudah lantas
menyambut dengan berkata: "Sudah lama aku mendengar
nama besar dari keempat pendeta berilmu dari Siauw limsie.
Sekarang kita dapat bertemu di sini, aku merasa
beruntung sekali. Dengan begini berarti juga tidaklah sia sia
belaka kedatanganku kemari!"
Dari luar lantas terdengar satu suara dalam, suatu tanda
bahwa yang mengeluarkannya yalah seorang yang usianya
telah lanjut. Katanya: "Tuan tentunya Ho Sianseng yang
menjadi Ciangboenjin dari Koen-loen-pay. Maka aku
berbahagia sekali dengan pertemuan ini. Thio Cinjin, aku
sipendeta tua telah datang terlambat untuk memberi
selamat padamu, itulah perbuatan kurang hormat, maaf !"
Atas itu Thio Sam Hong berkata, dengan merendah:
"Hari ini di Boe tong san telah berkumpul hanyak tetamu
tetamu ku yang mulia. Aku girang sekali! Aku si imam
hanya berhasil hidup sampai umur seratus tahun.
Bagaimana aku berani membuat Soehoe yang agung datang
kemari.... "
639
Sembari berkata begitu, ia mengajak murid muridnya
pergi kepintu untuk menyambut tetamu tetamunya yang
dipandang suci itu dan dihormati nya.
Kedatangan rombongan Siauw-lim pay ini luar biasa.
Pihak mereka dengan pihak Boe tong-pay tuan rumah,
bicara dari jarak yang jauh. Kedua pihak sudah
menggunakan suara dari tenaga dalam. Mereka masih
terpisah jauh tetapi mereka bagaikan lagi bicara
berhadapan.
Ceng hian Soethay dari Go bie pay kalah mahir tenaga
dalamnya. Dia tidak berani campur bicara. Yang lain-lain
terlebih pula sampai hati mereka ciut dan malu sendirinya.
Ketika Thio Sam Hong dan murid-muridnya muncul
diluar, rombongan Siauw-lim-pay, yang jalannya perlahan,
baru sampai didepan pintu. Ketiga pendeta tua itu datang
bersama sembilan murid mereka yang telah memasuki usia
pertengahan.
Kong-boen Taysoe beralis putih yang panjang sampai
turun kematanya, hingga dia mirip dengan Tiang-bie Loohan,
arhat yang alisnya panjang. Kong-seng bertubuh besar
dan romannya gagah. Adalah Kong-tie yang beroman
meringis dan mulutnya monyong kebawah. Melihat
romannya Kong-tie ini, Siong Kee heran, hingga dia
berpikir; "Aku dapat melihat wajah orang, siapa beroman
seperti pendeta ini, kalau dia bukan umurnya pendek, pasti
dia mati celaka, maka heran, kenapa dia dapat berumur
panjang dan dihormati banyak orang? Mungkinkah ilmu
khoamia dari aku masih sangat terbatas?"
Thio Sam Hong dan Kong-boen semua adalah guru-guru
silat ternama dan asalnya satu golongan. Akan tetapi
mereka belum pernah mengenal satu dengan lain. Didalam
hal umur, Sam Hong lebih tua kira-kira tiga atau empat
640
puluh tahun. Ia berasal dari Siauw lim sie, karena gurunya
yalah Kak wan Taysoe. Ia berderajat atau bertingkat dua
lipat lebih tinggi daripada Kong boen bertiga. Hanya ia
tidak menjadi pendeta dan masuknya menjadi murid Siauw
lim sie pun tanpa upacara resmi. Ia cuma murid
perseorangan dari Kak wan. Karena ini, pertemuan dengan
Kong boen bertiga dilakukan sebagai orang-orang dari
sesama derajat dan tingkat. Karenanya, Wan Kiauw dan
saudara saudaranya menjadi berada ditingkat sebelah
bawah tetamu-tetamu itu.
Setelah kedua pihak saling memberi hormat, Sam Hong
mengundang sekalian tetamunya ke dalam dimana mereka
itu bertenau dengan Ho Thay Ciong dan Ceng hian Soethay
sekalian.
Kong boen halus gerak geriknya. Ia memberi hormat
sekalipun terhadap anak-anak muda.
Habis minum teh, Kong boen berkata: "Thio Cinjin,
menurut usia dan tingkat loolap adlah pihak yang lebih
muda. Akan tetapi mengingat kedudukan Boe tong dan
Siauw lim sederajat, dan loolap justeru menjadi
Ciangboenjin dan Siauw lim pay, harap kau mengijinkan
loolap bicara terus terang dan sukalah loolap diberi maaf."
Thio Sam Hong dapat menduga maksud orang. Karena
ia memang jujur, ia lantas berkata "Sam wie yang suci,
apakah kedatangan Sam wie ini untuk Thio Coei San,
muridku yang nomor lima?"
" Benar", menjawab Kong boen. "Ada urusan yang
hendak didamaikan dengan Thio Ngo hiap"
"Pertama yaitu halnya Thio Ngo hiap sudah
membinasakan tujuh puluh dua jiwa keluanga Liong boen
Piauwkiok serta enam jiwa murid Siauw lim sie. Bagaimana
641
harus diputuskan mengenai tujuh puluh delapan jiwa itu?
Yang kedua yaitu mengenai Soeheng kami, Kong kian
Taysoe. Ialah seorang yang pemurah dan bijaksana,
seumurnya belum pernah ia ribut dengan siapapun juga
tetapi ia telah dicelakai Kim mo Say ong Cia Soen hingga ia
mati secara sangat menyedihkan. Kami mendengar Thio
Ngo-hiap mengetahui dimana beradanya Cia Soen itu,
maka kami mohon sukalah Ngo hiap memberikan
petunjuknya. Pasti kami dari Siauw lim sie akan mengingat
budi itu."
Mendengar itu, Thio Coei San lantas berbangkit tanpa
menanti gurunya bicara. Ia berkata tegas: "Kong-boen
Taysoe, tujuh puluh delapan jiwa keluanga Liong boen
Piauwkiok dan pendeta Siauw lim sie yang dimaksudkan
itu bukannya dibunuh olehku. Seumur hidupku, Coei San
telah menerima budi dan ajaran guruku yang berbudi luhur.
Walau pun aku bodoh, tidak berani aku mendusta. Hanya
halnya siapa siapa yang telah menyebabkan lenyapnya
tujuh puluh delapan jiwa itu, dapat aku terangkan bahwa
aku mengetahui orangnya. Cumalah tidak ingin aku
memberitahukannya. Inilah jawabanku untuk urusan yang
pertama itu. Mengenai urusan yang kedua, kematiannya
Kong kian Taysoe, siapapun di kolong langit ini tidak ada
yang tidak merasa berduka akan tetapi Cia Soen itu yalah
sahabat dan saudara angkatku, maka hal dimana beradanya
dia sekarang, meski aku ketahui, tak dapat aku
menerangkan. Kita kaum Rimba Persilatan, kita paling
mengutamakan kehormatan. Dari itu aku Thio Coei San,
leherku boleh kutung dan darahku boleh muncrat, tetapi
alamatnya kakat angkatku itu tidak bisa aku
menerangkannya. Urusanku ini tidak ada sangkut pautnya
dengan guruku yang berbudi luhur, juga tidak ada
hubungannya sama sekalian saudaraku sepenguruan. Jadi
semua itu aku yang bertanggung jawab sendiri. Terserah
642
kepada Taysoe bila hendak membinasakan aku, silahkan
turun tangan! Aku si orang she Thio, seumurku aku belum
pernah aku melakukan sesuatu yang dapat membikin malu
guruku, juga belum pernah aku lancang membunuh seorang
baik-baik. Jikalau tuan-tuan hendak memaksa aku
melakukan perbuatan tidak terhormat, bagianku yalah mati,
lain tidak!"
Coei San bicara dengan bersemangat sekali hingga Kong
boen memuji: "Omie toohoed!" dan berpikir: "Mendengar
suaranya, ia tidak mendusta. Bagaimana sekarang"
Justeru ruang sunyi, dari luar jendela terdengar suara
bocah memanggil. "Ayah!"
Coei Sin terkejut. Ia mengenali suara anaknya.
"Boe Kie, kau pulang!" serunya. Dan ia berlompat untuk
lari keluar.
Dua orang masing-masing dari Boe san pay dan Sin koen
boen yang berdiri dimuka pintu, menduga orang hendak
melarikan diri. Sambil membentak "Kau hendak lari ke
mana?" mereka mengulur tangannya, mencekuk.
Coei San keras memikirkan anaknya. Ia mementang
kedua tangannya, maka dua perintang itu lantas terpental
ke samping kiri dan kanan dan roboh tenguling. Ketika ia
telah melompat keluar jendela, di situ ia tidak melihat suatu
apa.
"Boe Kie!! Boe Kie!" ia terus memanggil berulang ulang
kali.
Tidak ada penyahutan.
Dari dalam memburu belasan orang. Apabila mereka
mendapatkan orang bukannya lari, merera berdiri diam
mengawasi saja.
643
"Boe Kie ! Boe Kie !" Coei San memanggil manggil lagi.
Tetapi ia tidak memperoleh jawaban, sebaliknya, sejenak
kemudian, disitu muncul In So So. Isteri itu baru sembuh
dan berada diruangan dalam ketika ia mendengar suaminya
memanggil manggil anak mereka.
"Boe Kie pulang?" tanya isteri ini kegirangan.
"Barusan aku seperti mendengar suaranya. Ketika aku
memburu keluar, aku tidak melihatnya." sahut sang suami.
So So kecele.
"Mungkin disebabkan kau terlalu memikirannya,
barusan kau salah mendengar." katanya perlahan,
Coei San berdiam, lalu ia menggelengkan kepana nya
dengan keras.
"Terang aku mendengarnya," katanya. "Pergilah kau
masuk!"
Coei San kuatir isterinya bertemu sama sekalian tetamu
dan nanti ada ekornya. Seberlalunya isteri itu, ia kembali ke
dalam, terus ia memberi hormat pada Koen boen seraya
meminta maaf untuk kepergiannya barusan tanpa perkenan
lagi.
"Siancay, siancay!" Kong tie memuji, "Thio Ngohiap
demikian menyayang anak. Kau sampai seperti lupa
ingatan. Maka itu. begitu banyak jiwa yang dicelakai Cia
Soen, apakah mereka itu tidak mempunyai ayah atau ibu,
isteri atau anak ?"
Pendeta itu bertubuh kecil dan kurus akan tetapi
suaranya nyaring bagaikan genta, menderu ditelinga para
hadirin. Coei San lagi kalut pikirannya, ia tidak
memberikan penyahutannya.
Kong boen mengawasi kedua soeteenya, Kong tie dan
644
Kong sang mengangguk. Maka ia lantas menghadapi tuan
rumah dan berkata: "Thio Cinjin, bagaimana urusan ini
hendak diputuskan, kami memohon petunjuk Cinjin saja."
"Muridku tidak mempunyai kepandaian apa-apa.
Walaupun demikian tidaklah nanti dia berani memperdayai
gurunya," berkata Sam Hong. "Maka itu, aku percaya tidak
nanti dia berani mendustakan samwie. Seperti dia katakan,
jiwanya orang-orang Liong boen Piauwkiok serta muridmuridmu
itu bukanlah dia yang membunuhnya. Sedang
tentang tempat kediamannya Cia Soen sudah terang dia
tidak hendak memberitahukannya."
Kong tie tertawa dingin.
"Tetapi ada orang yang melihat dengan matanya sendiri
Thio Ngo hiap membunuh murid murid kami itu!" katanya
mengejek. "Mustahilah murid-murid Boe tong pay tidak
dapat mendusta tetapi murid Siauw lim pay dapat."
Dia lantas mengibas dengan tangan kirinya dan dua
pendeta usia pertengahan dibelakangnya lantas maju
kedepan
Dibelakang dua pendeta ini mengintil seorang pendeta
lain tetapi sebab ia bertubuh kecil dan kate tubuhnya itu
teraling dan tidak segera terlihat. Tiga-tiga mereka picak
mata kanannya. Mereka bukan lain daripada Goan sim,
Goan im dan Goan hiap, ketiga pendeta Siauw lim pay
yang ditepi telaga di Lim an telah terhajar jarum emasnya
in So So.
Coei San telah melihat mereka itu dan mengenalinya. Ia
menduga pasti mereka bakal dijadikan saksi untuk peristiwa
ditepi telaga Seeouw itu. Sekarang dugaannya itu jitu. Ia
tidak takut. Ialah bukan si pembunuh, si pembunuh adalah
So So yang telah menjadi isterinya. Bagaimana ia bisa tidak
melindungi isterinya itu? Hanya, bagaimana ia harus
645
melindunginya ?
Diantara tiga pendeta itu yang bernama berhuruf 'Goan',
Goan im yang tabiatnya paling keras. Sebenarnya menurut
adatnya, begitu bertemu Coei San, ingin ia menerjang.
Tetapi karena ada gurunya, ia menahan sewot. Sekarang
setelah gurunya memanggil, ia lantas muncul untuk terus
berkata: "Thio Coei San, ditepi telaga See ouw di Lim an,
kau telah menerjang Hoei bong dengan jarummu. Jarum
mana masuk dari mulut, mengambil jiwanya! Aku melihat
itu dengan mataku sendiri! Apakah aku memfitaah kau?
Dan mata kanan kamipun disarang jarum beracun itu.
Apakah kau masih hendak menyangkal?"
Didalam keadaan seperti itu, Coei San mesti menyangkal
terus. Ia kata: "Kami dari kaum Boe tong pay, benar kami
mempelajari senjata rahasia dan jumlah macamnya bukan
sedikit. Akan tetapi semua itu sebangsa piauw dan panah
tangan! Kami bertujuh sudah lama sering merantau,
cobalah tanya, apa pernah ada yang melihat kami
menggunakan jarum, baik jarum emas maupun jarum
perak? Maka tentang jarum beracun tak usah disebut-sebut
lagi!"
Dunia Rimba Persilatan memang tahu golongan Boe
tong pay golongan lurus, maka itu banyak yang tidak
percaya bahwa Thio Coei San menggunai jarum jahat
seperti itu. Tidak demikian dengan Goan im yang menjadi
sangat gusar.
"Apakah kau tetap menyangkal"" dia membentak:
"Bersama-sama soetee Goan giap aku melihat sendiri kau
menyerang Hoei hong dengan jarum. Jikalau itu bukannya
kau, habis siapakah?"
"Aku tahu siapa dia, tetapi aku tidak hendak
memberitahukan kepada kamu!" menyahut Coei San.
646
"Apakah kau kira murid-murid Boe tong pay dapat kau
main paksa "
Coei San pandai bicara. Ia membuatnya darah Goan im
meluap. Maka itu, adu mulut mereka berkesudahan dari
unggul si pendeta jatuh dibawah angin.
"Goan im Soeheng," Thio Siong Kee turut bicara,"
tentang siapa sebenarnya yang membinasakan murid-murid
Siauw lim itu, untuk sekarang ini sulit buat dibikin terang.
Akan tetapi Soe heng kami, Jie Thay Giam, terang sudah
telah dilakukan dengan Kim kong cie dari Siauw Lim pay!
Maka itu kebetulan sekali kunjungan tuan tuan semua,
sekarang aku mohon menanya, sebenarnya siapakah yang
telah melukai Sam soe heng kami itu?"
"Itulah bukan aku," Goan sim menyangkal cepat.
"Aku juga tahu bukannya kau!" kata Siong Kee tertawa
dingin. "Aku juga tidak percaya kau mampu meyakinkan
ilmu itu!"
Ia berdiam sejenak, lalu melanjuti: "Jikalau Soeheng
kami itu bertubuh sehat dan ia bertempur dengan orang
partaimu yang kosen secara laki-laki, kalau ia sampai
dilukakan dengan Kim kong cie, harus disesalkan saja
kepandaiannya belum sempurna. Kalau pertempuran
sampai terjadi orang terluka atau binasa apa mau dibilang
lagi? Orang toh tidak biasanya membuat perjanjian sebelum
pertandingan dimulai untuk mempertanggungkan
keselamatan bulu atau rambutnya? "
" Akan tetapi Soeheng kami itu justeru lagi menderita
sakit berat, tubuhnya tidak dapat digerakkan. Justeru begitu
tuan pendeta itu sudah menggunakan pukulan Kim kong
cie. Dia memaksa Soehengku menerangkan tentang golok
mustika To liong to!"
647
Sampai disitu, dengan mengeraskan suaranya, Siong Kee
menambahkan: "ilmu silat Siauw lim pay telah menjagoi
dikolong langit ini, Siauw lim pay telah menjadi jago Rimba
Persilatan. Dari itu apa perlunya dia menghendaki juga
golok mustika itu? Di sebelah itu, golok tersebut pernah
dilihat satu kali oleh Soehengku itu! Kenyataannya ia telah
dipaksa, bukankah perbuatan itu terlalu kejam? Jie Thay
Giam mempunyai juga sedikit nama dalam Kang Ouw. Ia
biasa melakukan perbuatan perbuatan mulis. Dengan begitu
ia jadinya pernah melakukan jasa jasa baik untuk kaum
Rimba Persilatan. Tetapi sekarang ia dianiaya pihak Siauw
lim pay hingga ia bercacad seumur hidupnya. Untuk
sepuluh tahun ia rebah saja diatas pembaringan. Maka itu
sekarang kami mau memohon pertimbangan dari tiga
Taysoe yang mulia"
Urusan terlukanya Jie Thay Giam dan kebinasaan
keluarga Liong boen Piauw kiok itu telah menjadi bahan
perselisihan selama sepuluh tahun. Hanya karena
lenyapnya Thio Coei San suami isteri perkara tinggal
tengantung. Sekarang pihak Siauw lim pay
menimbulkannya pula dan Thio Siong Kee menggunakan
ketikanya akan turut menggugatnya.
"Tentang itu pernah loolap menyelidiki," berkata Kong
boen. "Loolap telah memeriksa sekalian murid Siauw lim
sie, tapi tidak ada satupun yang melakukan penganiayan
itu."
Mendengar jawaban itu, Thio Siong Kee merogo
sakunya. untuk mengeluarkan sepotong emas goan po.
Pada uang itu ada tapak jari tangan. Sambil menunjuki itu,
ia berkata dengan nyaring: "baiklah semua orang gagah
dikolong langat ini mengetahui. Orang yang menyiksa
Soeheng kami itu yatah pendeta Siauw lim pay yang tapak
jati tangannya berada diatas uang goanpo ini ! Kecuali
648
dengan Kim kong cie, ada partai mana lagi yang dapat
membikin tanda diatas uang seperti ini?
Goan-im bertiga menuduh Thio Coei San hanya dengan
kata-kata. Sekarang Siong Kee membalas dengan ada
buktinya, inilah hebat.
"Siancay, siancay!" memuji Kong boen Taysoe:
"Diantara orang partai kami yang meyakinkan Kim kong
cie, kecuali kami bertiga cuma lima Tiang Loo dari Tat mo
tong. Akan tetapi, kelima Tiang loo itu tidak pernah keluar
dari kuil kami lamanya sudah tiga sampai empat puluh
tahun. Maka dari itu cara bagaimana mereka dapat melukai
Jie Sam Hiap?"
Mendengar itu, Boh Seng Kok menyelak: "Barusan
Taysoe tidak percaya perkataannya Ngo Soeko kami.
Taysoe mengatakannya omong disatu pihak saja. Habis
bagaimana sekarang, apakah kata kata Taysoe juga bukan
hanya kata kata sepihak?"
Kong boen sabar luar biasa, walaupun ditanggapi
demikian rupa, ia tidak menjadi gusar.
"Jikalau Boh Cit hiap tidak percaya loolap, ya apa boleh
buat!" katanya.
"Mana berani boanpwee tidak percaya Taysoe?" berkata
Seng Kok. "Hanyalah didalam dunia ini segala sesuatu
gampang sekali berubab, sukar untuk menerkanya dan
segala yang benar dan tidak benar tak dapat dipastikan.
Tuan tuan cuma ketahui beberapa pendeta Siauw lim pay
itu telah terbinasa ditangan Soeheng kami. Sebaliknya kami
menyatakan, Sam Soeheng dianiaya pihak Siauw lim pay.
Siapa tahu jikalau didalam perkara ini ada sesuatu yang
tersembunyi? Maka kalau menurut Cianpwee urusan harus
diurus dengan sabar, supaya tidak mengganggu
persahabatan diantara kedua partai. Jikalau kita bertindak
649
sembrono, kemudian dibelakang hari urusan dapat dibikin
terang, bukankah kita akan menyesal sesudah kasep."
"Boh Cit hiap benar," berkata Kong boen mengangguk.
Sedang saudaranya itu berlaku demikian sabar, Kong tie
berteriak dengan mendadak: "Habis apa kah sakit hatinya
Soeheng Kong kian dapat dibiarkan saja? Thio Ngohiap,
urusan Liongboen Piauw kiok untuk sementara boleh kita
biarkan saja, tetapi tentang Cia Soen si jahat itu, itulah lain!
Mengenai dia itu, hari ini kami menghendaki kau
memberitahukannya biarpun kau tidak suka, kau mesti
bicara juga!"
Song Wan Kiauw membungkam sekian lama. Sekarang
ia melihat suasana tegang, terpaksa ia campur bicara. Ia
kata nyaring "Jikalau golok mustika itu tidak ada
ditangannya Cia Soen, apa kah Taysoe tetap begini
bernafsu hendak mengetahui dimana beradanya dia?"
Kata kata itu singkat tetapi maksudnya dalam sekali.
Kong tie telah ditegur dan dituduh ingin memiliki golok
mustika itu.
Kong tie menjadi gusar sekali. Tangannya menepuk
meja! Maka celakalah meja itu yang menjadi hancur! Tapi
inipun menandakan lihaynya tangan itu. Ia sampai terkejut
sendirinya. Tapi ia lagi murka, ia tidak menghiraukannya.
Ia bahkan berkata nyaring: "Sudah lama kami mendengar
yang ilmu silatnya Thio Cinjin asalnya dari Siauw lim pay.
Bahwa orang Rimba Persilatan mengatakan, hijau itu
asalnya dari biru, tetapi yang hijau akhirnya menjadi lebih
menang dari pada biru. Kamipun sudah lama
mengaguminya, hanya kami tidak lagi tahu sampai dimana
kebenarannya pembilangan itu. Apakah itu tidak
melebihkan dari kenyataan hari itu? Hari ini dihadapan
orang orang gagah diseluruh negara ini, ingin aku belajar
650
kenal. Aku mengharap tidaklah Cinjin pelit untuk
mengajarnya!"
Perkataan itu mengejutkan orang banyak berbareng
menarik hati. Thio Sam Hong menjagoi pada tujuh puluh
tahun yang lampau. Orang-orang sepantarannya yang
pernah bertempur dengannya sudah pada mati. Jadi
sekarang ini belum ada yang mengetahui sampai dimana
lihaynya dia. Kecuali tujuh muridnya, belum pernah ada
yang menyaksikan ia bersilat. Hanya dengan melihat dari
kegagahannya Song Wan Kiauw bertujuh, bisalah ditaksir
kelihayannya itu. Kali ini orang-orang mendengar ketua
Boe tong pay itu ditantang, semua orang menjadi gembira,
rata rata ingin menyaksikan pertempurannya jago jago
utama.
Semua mata lantas saja diarahkan kepada Thio Sam
Hong. Semua orang ingin sekali mendengar tantangan itu
diterima atau tidak. Tapi orang mendapatkan orang tua itu
melainkan hanya bersenyum. Sekali tidak menolak tetapi
juga tidak menerima.
"Ilmu silat Thio Cinjin sangat lihay. Dikolong langit ini
tidak ada tandingannya," berkata Kong boen Taysoe.
"Begitu juga kami ketiga pendeta dari Siauw lim sie. Kami
bukannya tandingannya Cinjin, hanyalah sekarang,
keadaan memaksa sekali! Perselisihan diantara murid kedua
pihak, jikalau tidak dibereskan dengan kekuatan tenaga,
untuk memastikan siapa kuat dan siapa lemah, sungguh
sukar untuk diselesaikan. Maka itu kami bertiga menjadi
tidak tau diri, kami bersedia bekerja sama bertiga meminta
Cinjin sukalah memberi pengajaran kepada kami. Cinjin
berderajat dua tingkat lebib tinggi dari pada kami. Jikalau
kita bertempur satu lawan satu, itu artinya terhadap Cinjin
kami berlaku sangat tidak hormat!"
Kata-kata ini didengar orang banyak, mereka itu pada
651
berkata didalam hatinya: "Perkataanmu sangat merendah,
enak dldengarnya, tetapi itu artinya tiga melawan satu!
Thio Sam Hong boleh liehay sekali, tetapi sekarang ia
sudah berusia seratus tahun. Tenaganya tentu telah
berkurang banyak sekali. Maka itu, dapatkah ia melayani
tiga jago dari Siauw lim sie itu ?"
Song Wan Kiauw sudah lantas berbangkit. "Hari ini
adalah hari perayaan ulang tahun guruku. Mana dapat hari
ini orang mengadu kepandaian ?" katanya.
Mendengar sampai disitu para hadirin menduga Boe
tong pay takut menyambut tantangan. Tapi orang belum
bicara habis, Wan Kiauw berkata terus: "Laginya benar
seperti kata Kongboen Taysoe barusan. Tingkat derajat
diantara guruku dan Taysoe bertiga berlainan, tidak
seimbang. Jikalau pertempuran sampal terjadi, bukankah
itu sama dengan yang tua menghina yang muda? Akan
tetapi Siauw lim pay sudah menantang. Boe tong pay tidak
dapat tidak menyambutnya. Pepatah membilang, kalau ada
urusan, sang murid mengurusnya. Maka itu sekarang
baiklah diatur begini, kami tujuh murid dari Boe tong pay,
kami akan melawan dua belas pendeta lihay dari Siauw lim
pay!"
Orang gempar sendirinya mendengar jawaban berani
dari Wan kiauw ini. Itulah bukan menyambut tantangan
belaka bahkan berbalik menantang.
Kong boen, Kong tie,dan Kong Seng datang ke Boe tong
san dengan mengajak masing masing tiga murid. Dari itu
jumlah mereka menjadi dua belas, dan ialah jumlah yang
ditantang murid Boe tong pay itu. Oleh karena Wan Kiauw
menyebut jumlah tujuh, orang menjadi heran. Bukankah Jie
Thay Giam telah bercacad dan jumlah mereka menjadi
tinggal enam orang. Enam lawan dua belas, itu sama
artinya satu melawan dua. Bukankah dengan begitu dengan
652
sendirinya Song Wan Kiauw menjadi telah mengangkat
harga diri Boe tong pay?
Kelihatannya Song Wan Kiauw menyerbu bahaya
dengan kata katanya itu. Memang juga, terpaksa ia bersikap
demikian. Tapi sikapnya ini telah diperhitungkan. Ia tahu
baik Kong boen bertiga liehay melebihkan semua
saudaranya. Kalau satu lawan satu, hanya ia seorang yang
dapat menandinginya secara berimbang. Jie Thay Giam
bercacad, sedang Jie Lian Cioe baru sembuh. Tapi kalau
mereka melawan dua belas orang, ia tahu sembilan murid
tiga pendeta itu tidak harus dijerikan. Maka namanya saja
enam lawan dua belas, kenyataannya enam lawan tiga.
Kong tie Taysoe ketahui maksud hatinya Wan Kiauw. Ia
mengeluarkan suara dihidung. Ia kata: "Jikalau Thio Cinjin
sendiri tidak sudi memberi pelajaran, baiklah, biar kami
bertiga saja yang melawan tiga diantara keenam tuan dari
Boe-tong pay. Dalam tiga pertandingan, siapa yang.
menang dua kali dialah yang menang."
Thio Siong Kee dapat membade hati orang. Ia
menggantikan kakaknya berbicara. Ia kata: "Jikalau Kongtie
Taysoe menghendaki juga satu lawan satu, baiklah, dari
kita tujuh saudara, Shako Jie Thay Giam tidak dapat turun
dari pembaringan sebab ia telah dianiaya oleh pendeta
Siauw lim sie. Meskipun begitu, tidak ada satu diantara kita
berenam yang sudi ketinggalan. Maka baiklah kita
bertempur dalam enam rombongan saja. Yalah enam murid
Boe-tong-pay melawan enam pendeta gagah dari Siauw limpay,
dan siapa yang menang dalam empat pertandingan,
dialah yang menang."
"Benar begitu!" Boh Seng Kok turut bicara, "Jikalau
pihak Boe-tong-pay yang kalah, Thio Ngoko akan
memberitahukan tentang Kim mo Say ong Cia Soen. Dia
akan memberitahukan kepada Hongthio dari Siauw-lim-sie.
653
Umpama kata pihak Siauw-lim-pay yang mengalah, maka
kami minta Taysoe bertiga lantas mengajak semua sababat
ini, yang namanya saja datang untuk memberikan selamat
ulang tahun kepada guruku, tetapi sebenarnya hendak
mencari gara-gara, untuk turun dari gunung ini!"
Seng Kok mengatakan demikian sebab ia bisa mengerti
maksud Siong Kee. Dengan enam lawan enam, sudah
terang Boe tong pay bakal tidak kalah. Ia ketahui baik sekali
kakaknya yang nomor satu dan nomor dua dapat
menandingi ketiga musuh yang libay itu, tetapi ketiga murid
mereka itu pasti bakal kena dikalahkan.
Kong-tie Taysoe cerdik, ia menggeleng-gelengkan
kepalanya.
"Tidak sempurna, itulah tidak sempurna!" katanya. Ia
berkata begitu, lantas ia berhenti, tidak mau menjelaskan
'tidak sempurna' nya itu.
Thio Siong Kee berkata pula: "Taysoe bertiga menantang
guru kami, katanya kamu mau bertanding tiga lawan satu.
Setelah kami enam orang Boe tong pay bersedia melawan
duabelas pendeta Siauw lim-pay, Kong-tie Taysoe
menghendaki satu lawan satu. Kami menerima baik, tetapi
Tay soe bilang tidak sempurna. Sekarang begini saja, biar
boanpwee seorang diri melawan tiga pendeta yang lihay.
Bukankah ini sempurna? Jikalau Taysoe bertiga dapat
menghajar aku sampai mati, itu arti nya Siauw lim-pay
yang menang! Tidaklah itu bagus?"
Mukanya Kong-tie menjadi berubah. Hebat ejekan itu.
Tapi Kong Seng tertawa terbabak-babak, berulang kali
dia memuji: "Siancay ! Siancay!"
Semenjak datangnya, pendeta ini belum pernah
membuka mulutnya. Inilah yang pertama kali. Lalu ia
654
menambahkan: "Soeheng berdua, Thio Sie hiap ini mau
bersendirian melawan kami bertiga, mari kami maju
bersama!"
Pendeta ini lihay ilmu silatnya, tetapi ia tidak menginsafi
ejekannya Siong Kee itu.
"Jangan banyak omong, Soetee!" Kong boen mencegah.
Kemudian ia berpaling kepada Song Wan Kiauw dan
berkata: "Begini saja ! Kami enam pendeta Siauw lim
melawan enam jago Boe tong, menang atau kalah
diputuskan dengan ini satu kali pukul. "
"Bukannya enam orang dari Boe tong melainkan tujuh!"
berkata Wan Kiauw.
Kong tie Taysoe terkejut.
"Jadi kalau begitu Thio Cinjin bakat turun tangan juga ?"
tanyanya.
"Taysoe keliru," sahut Wan Kiauw. "Orang orang
dengan siapa guru kami pernah bertempur semua sudah
tidak ada lagi dalam dunia karena itu mana bisa lagi guru
kami melakukan pertempuran? Sedang tentang Jie Shatee
kami, dia bercacad, dia tidak dapat bengerak, dia juga tidak
punya murid. Tetapi meski demikian, persaudaraan kami
bertujuh sangat erat. Kami mau hidup dan mati bersama.
Dari itu disaat mati hidup seperti ini, mana dapat kami
berpeluk tangan menonton saja dipinggiran? Maka itu,
untuk gantinya, aku hendak minta dia mencari wakil.
Untuk ini biarlah dia diberi ketika untuk memberi petunjuk
kepada wakilnya itu. Dengan begitu, tujuh murid Boe tong
pay menempur pendeta-pendeta dari Siauw lim pay! Untuk
pihak taysoe, maju tujuh baik, maju duabelas baik juga,
untuk kami tidak ada halangannya!"
Kong boan heran. Ia berpikir: "Sebegitu jauh yang aku
655
tahu dipihak Boe tong pay kecuali Thio Cinjin dan tujuh
muridnya, tidak ada lagi yang lihay. Maka sekarang dia
mau mencari wakil mana dapat? Kalau mereka minta
bantuan dari lain partai, itu bukan lagi namanya partai Boe
tong pay Mengucapkan begini sebagai pelabi saja untuk
memegang nama baiknya Boe tong Cit hiap ..."
Maka ia lantas mengangguk dan menyambut: "Baiklah,
tujuh pendeta Siauw lim akan melawan tujuh jago Boe
tong!"
Dipihak Boe tong pay, Jie Lian Cioe, Thio Siong Kee
dapat membade maksudnya Toako mereka. Thio Sam
Hong mempunyai semacam ilmu silat istimewa yang diberi
nama "Cit boe Cit cay tin" yalah semacam warisan, untuk
mana tujuh orang meski bertempur bersatu padu melayani
musuh. Ilmu itu didapatkan Thio Sam Hong karena ilham
yang muncul setelah ia melihat sesuatu.
Pujaan Boe tong pay yalah Cin Boe Tay tee, Pacungnya
Tay tee didampingi oleh dua panglimanya, yalah Koe
Ciang koen, dan Coa Ciang koen, malaikat kura-kura dan
ular. Kedua Ciang koen ini berkedudukan demikian rupa
hingga mirip dengan letaknya Coa san dan Koe san.
Gunung Ular dan Gunung Kura-kura di sungai Tiangkang
dan sungai Hansoei. Sifatnya ular yalah lincah, dan sifatnya
kura-kura pendiam. Ular dan kura kuranya Cin Boe Tay tee
justeru mencakup ke dua sifat itu. Maka setelah mendapat
ilham itu segera Thio Sam Hong pergi ke Han yang untuk
memandang kedua Gunung Ular dan kura-kura itu,
mengawasi terus-terusan. Ia membayangi bagaimana
Gunung Ular bagaikan berlegot-legot, dan Gunung Kurakura
numprak tegak dan agung.
Lantas setelah itu, ia melamuni ilmu silat yang hendak
diciptakan itu. Hebat usahanya Sam Hong ini. Ia berdiri
ditepi sungai selama tiga hari dan tiga malam tanpa minum
656
dan dahar. Dipagi hari keempat, ia menyaksikan
munculnya Sang Surya yang merah marong. Mendadak ia
sadar. Lantas ia tertawa lebar dan terus berangkat pulang ke
Boe tong san untuk selanjutnya mengumpulkan tujuh
muridnya untuk mengajar mereka ilmu silat istimewa itu.
Ilmu sitat itu mempunyali keistimewaan sendiri-sendiri
bila digunakan oleh satu orang. Kalau dengan dua orang,
maka mereka berdua dapat saling membantu, baik maju
baik mundur Kalau bertiga, maka itu menjadi terlebih hebat
pula, hebatnya seperti tiga melawan empat orang liehay.
Dengan rajin ketujuh murid itu belajar. Merekat
menyakirkannya dengan sungguh-sungguh. Mereka telah
memperoleh hasil berlipat ganda. Umpama empat dapat
melawan delapan, lima dapat melawan enambelas, enam
dapat melawan tiga puluh dua, dan tujuh dapat melawan
enampuluh empat.
Dijaman itu, orang lihay cuma berjumlah kira kira
tigapuluh orang. Mereka pun terpecah diantara pelbagai
partai dan golongan sejati dan sesat. Maka kalau terjadi
bertempuran, mereka tidak dapat besatu. Maka itu Cinboe
Cit cay tin jadi merupakan semacam barisan.
Sekarang, Song Wan Kiauw menghadapi lawan tangguh.
Ia ingat ilmu silat itu.
"Sekarang aku minta Taysoe suka menanti sebentar,"
kemudian ia kata pada Kong boen beramai. "Kami hendak
menemui Jie Samtee untuk minta ia memilih wakilnya
untuk menambah jumlah kami yang kurang satu."
Habis berkata, kakak sepenguruan itu mengedipkan mata
pada lima saudaranya, lalu mereka memberi hormat pada
guru mereka, terus mereka mengundurkan diri
keperdalaman.
657
"Toako," kata Seng Kok yang lantas mendahului
membuka mulut: "mari kita lawan pendeta pendeta Siauw
lim itu dengan Cin cay tin supaya mereka menginsafi
lihaynya ilmu silat Boe tong pay. Hanya siapakah yang
bakal menggantikan
Shako?"
"Hal itu kita putuskan dengan suara kita yang
terbanyak," kata Wan Kiauw mengangguk. "Sekarang kita
semua jangan bicara. Kita menulis satu nama ditelapak
tangan kita. Nanti kita lihat siapa pilihan kita beramai"
"Bagus!" seru Seng Kok yang sangat setuju. Ia lantas
mengambil pit dan menyerahkannya kepada kakak yang
tertua itu.
Wan Kiauw menulis satu nama lalu dia membekap
tangannya itu. Pitnya ia serahkan pada Lian Cioe. Si adik
lantas menulis ditelapakan tangannya. Demikian seterusnya
mereka berenam.
"Sekarang mari buka sama-sama!" kata Wan Kiauw
kemudian.
Segera ternyata Wan Kiauw bersama Lian Cioe dan
Siong Kee menulis "Ngo Teehoe," artinya ipar mereka,
isteri Coei San. Coei San sendiri menulis nama So so,
isterinya. Seng Kok pun menulis "Ngo so," artinya isteri
Coei San juga.
In Lie Hong yang paling belakang. Dia tidak membuka
telapak tangannya, cuma mukanya yang merah.
"Heran!" kata Seng Kok. "Apanya yang aneh?" Lantas ia
memaksa membuka kepalan kakaknya itu.
Ternyata saudara she In ini menulis "Nona Kie" yalah
tunangannya.
658
Coei San terharu. Ia menggenggam tangan adik
seperguraan itu, sedang mulutnya mengucap: "Oh, Lioktee"
Semua orang mengetahui mengapa Lie Hang sampai
menulis nama tunangannya itu. Ini adalah disebabkan
karena ia mengasihani In So So yang belum lagi pulih benar
kesehatannya, yang pada pikirnya tak seharusnya berkelahi
mati-matian. Seng Kok hendak menggoda, tapi Coei San
lekas mencegah dengan kedipan mata.
"Karena semua sudah setuju Tee hoe, Ngotee, pergilah
kau undang isterimu datang kemari," kata Wan Kiauw.
Coei San menurut. Ia segera pergi kekamarnya dan
mengundang isterinya itu dengan sekalian menjelaskan
duduk persoalan.
"Semua orang orang Liong boen Piauwkiok dan Hoei
hong beramai, akulah yang membinasakannya", kata So So.
"Ketika aku melakukan hal itu, aku belum berkenalan sama
Ngo-ko. Maka itu urusan itu tidak selayaknya menyeretnyeret
Boe tong-pay. Baiklah aku menyuruh saja semua
pendeta itu mencari Peh bie-kauw yalah ayahku untuk
mereka membuat perhitungan disana."
"Teehoe, perkara telah terjadi. Kita tidak mestinya
berhitungan," kata Siong Kee. "Laginya aku telah melihat
jelas: katanya mereka itu datang untuk urusan Liong boen
Piauw-kiok. Itu melainkan alasan yang benar yalah untuk
urusannya Cia Soen. Mereka berpegangan kepada
permusuhan, tapi sebenarnya mereka mencari golok
mustika To-liong-to!"
"Sieko betul!" kata Seng Kok. "Memang benar mereka
mencari golok mustika itu. Maka biar bagaimana, mereka
pasti tanya dimana tempat berdiamnya Cia Soen sekarang
ini."
659
"Memang demikian adanya." kata Coei San. "Kong-kian
sendiri yang memberitahukan Cia Soen saudara-angkatku
itu, bahwa didalam golok To liong-to itu ada tersimpan
semacam ilmu silat yang dapat membikin orang menjagoi
dikolong langit ini. Kong-kian ketahui itu, mesti Kong
boen, Kong-tie dan Kong-seng mengetahuinya juga."
"Jikalau begitu, terserah kepada kalian," kata So So
akhirnya. "Hanya ilmu silatku masih rendah sekali, didalam
tempo pendek ini, mana dapat aku memahami Cin boe Cit
tay tin?"
"Itulah gampang," berkata Wan Kiauw. "Sebenarnya
dengan kita berlima melawan tujuh pendeta, kita merasa
pasti bakal menang. Jikalau toh meminta bantuan kau,
Teehoe, itulah sebab kita mendengar lihaynya senjata
rahasiamu yang berupa jarum. Kita mengharap kapan
perlu, agar kau membantu kita. Dengan begitupun pastilah
Shatee bakal jadi terhibur hatinya"
Wan Kiauw benar. Ia memang memberati Jie Thay
Giam yang tidak bisa turut bertempur hingga saudara itu
pasti akan menyesal sekali. sedang penggunaan "tin" itu,
inilah yang pertama kalinya. Bagaimana terhiburnya Thay
Giam umpama kata dia bisa turut mengambil bagian dan
mereka menang.
In So So cerdas, ia lantas mengerti.
"Baik!" katanya. "Sekarang juga aku pergi kepada Shako
untuk minta petunjuknya. Aku hanya kuatir nanti tidak
dapat memahaminya dengan baik."
"Jangan kuatir, enso" kata In Lie Hang: "Itu lah
gampang asal kau mengingat baik baik letak kedudukanmu
dan gerakan kaki. Umpama kata kau mendadak lupa,
kamipun dapat menyadarkan kau."
660
Karena ini, bertujuh mereka pergi kekamar Jie Thay
Giam.
Semenjak pulang ke gunung, beberapa kali sudah Thio
Coei San menemui kakak sepenguruannya itu, tapi untuk In
So So, inilah yang pertama kali, sebab gangguan
kesehatannya mencegah dia lantas menemui iparnya itu.
Melihat si nona muda cantik, gerak geriknya halus, Thay
Giam merasa senang. Tetapi ketika ia mendengar
keterangannya Wan Kiauw hal datangnya musuh pendeta
Siauw lim pay yang mau di lawan dengan Cin boe Cit cay
tin, untuk mana ia harus diwakili oleh So So, ia terharu dan
berduka sekali. Pedih hatinya. Tentu sekali ia menyesatkan
sangat cacadnya hingga ia tidak dapat membantu semua
saudaranya itu. Tapi ia kuat hatinya. Ia tertawa. Sembari
bersenyum, ia kata pada So So: "Teehoe, Shapeh tidak
dapat memberikan apa apa padamu untuk pertemuan
pertama kali ini sebab kesusu. Maka baiklah, nanti aku
mengajar kau tentang 'tin' kita itu. Nanti sesudah musuh
mundur, akan kulatih kau terlebih jauh agar kau paham
semuanya."
So So girang sekali.
"Terima kasih, Shapeh." ucapnya.
Inilah pertama kali Thay Giam mendengar suara iparnya
itu. Ia agaknya terkejut sekali, segera ia menatap muka
orang. Otaknyapun bekerja, memikirkan sesuatu yang telah
dilupakan. Wajahnya menunjuk rasa heran yang luar biasa.
Coei Sanpun heran.
"Shako, apakah kau merasa tubuhmu tidak enak?"
tanyanya.
Thay Giam tidak menyahut, dari menatap ia bengong.
Matanya mendelong kedepan. Mata itu bersinar sangat
661
tajam. Sekarang terlihat juga perubahan air mukanya yang
menandakan ia menderita dan penasaran.
Habis memandang saudaranya itu, Coei San berpaling
pada isterinya. Juga isteri itu berubah air mukanya. So So
nampaknya sangat berkuatir dan Song Wan Kiauw dan
yang lainnya juga turut merasa heran. Bergantian mereka
mengawasi saudara mereka itu serta sang ipar. Hati mereka
tidak tenang lagi.
Kamar menjadi sangat sunyi. Semua hati orang
berdebaran.
Selagi berdiam itu, Thay Giam nampak napasnya
memburu, mukanya yang pucat bersemu merah.
"Ngo teehoe, coba kemari," katanya perlahan. "Mari aku
lihat kau....."
Tubuh So So bengemeteran, ia tidak berani
menghampiri, sebaliknya tangannya menyambar tangan
suaminya.
Kamar menjadi sunyi pula.
Selang sesaat, terdengar Thay Giam menghela napas.
"Kau tidak sudi datang tidak apa," katanya pula. "Dulu,
hari itupun aku tidak melihat wajahmu. Teehoe, aku minta
sukalah kau menyebutkan kata kataku ini: Pertama, aku
minta Congpiauw tauw sendiri yang mengantarkannya.
Kedua, dari Lim an sampai di Sang yang, di propinsi
Ouwpak, kau harus berjalan siang hari dan malam, supaya
piauw bisa mencapai tempat tujuannya dalam tempo
sepuluh hari. Syarat ketiga, kalau terjadi sedikit kesalahan
saja, huh! huh! jangankan jiwa Cong piauw tauw sendiri,
sedangkan ayam dan anjing dari Liong boen Piauwkiok pun
tak akan terluput dari kebinasaan !"
662
Thay Giam bicara dengan perlahan, tetapi mendengar itu
orang pada mengeluarkan peluh di punggungnya.
So So maju satu tindak.
"Shapeh, kau benar-benar hebat!" katanya. "Kau dapat
mengenali suaraku.. Memang itu hari, didalam kantor
Liong boen Piauwtiok, orang yang memesan Touw Thay
Kim mengantarkan kau ke Boe tong san yalah adikmu
adanya."
"Terima kasih untuk kebaikan hatimu Teehoe."
"Kemudian pihak Liong boen Piauw kiok itu telah
membuat kegagalan ditengah jalan," So So berkata pula.
"Kegagalan itu menyebabkan kau menjadi bersengsara
begini rupa. Karena itu adikmu ini telah membunuh habis
semua keluarga Liong boen Piuaw kiok itu."
"Demikian rupa kau berlaku untukku, kenapa kah?"
tanya Thay Giam dingin.
Wajah So So menjadi guram. Ia menghela napas
panjang.
"Shapeh, perkara telah berjalan sampai sebegini jauh.
Tidak dapatlah aku menyembunyikan apa-apa lagi,"
katanya kemudian. "Hanya terlebih dulu hendak aku
menjelaskan. semua-muanya Coei San tidak tahu menahu.
Aku kuatir ... aku takut..... Setelah dia mengetahui itu,
selanjutnya dia bakal tidak memperdulikan lagi padaku."
"Jikalau begitu, tak usahlah kau menyebutnya lagi." kata
Thay Giam. "Aku telah bercacad begini rupa, urusan yang
sudah-sudah tidak usah ditimbulkan pula. Kejadian itu
tidak perlu mengganggu kamu sebagai suami isteri. Nah,
kamu pergilah! Boe tong Liok hiap melawan pendetapendeta
dari Siauw lim pay kemenangannya sudah dapat
dipastikan. Jadi tak usahlah aku mendapat nama kosong"
663
Karena lukanya itu, sebab keangkuhannya, Thay Giam
tidak pernah mengeluh atau mengutarakan penasarannya.
Bahkan bicarapun ia tak dapat, tapi setelah dirawat sungguh
sungguh oleh gurunya selama sepuluh tahun, perlahanlahan
ia bisa juga bicara. Hanya mengenai urusannya itu
atas pengalamannya, ia tetap menutup mulut.
Maka itu ini hari, yalah disaat ini, kira-kiranya itu
membikin semua saudaranya menjadi kaget dan heran,
akan akhirnya semuanya berduka, bahkan ln Lie Heng
lantas menangis.
"Shapeh, sebenarnya kau telah mendapat atau menduga
dari siang-siang," berkata So So pula, "melulu karena kau
berat kepada Coei San sebagai Soeteemu, kau menahan
sabar. Kau tidak sudi bicara. Memang itu hari disungai
Cian tong, yang sembunyi didalam perahu, yang
melukakan kau dengan jarum, yalah adikmu ini ...."
Coei San terkejut.
"So So!" serunya. "Benarkah itu? Kau ...... mengapa kau
tidak memberitahukan itu padaku?"
"Biang keladi segala kejadian dan orang yang mencelakai
Soehengmu ini yalah So So isterimu ini. Cara bagaimana
aku berani menerangkannya?" sahut sang isteri. "Shako,
orang yang melukai kau dengan paku Cit seng teng, yang
memperdayakan golok To liong to dari tanganmu, dialah
kakakku sendiri, In Ya Ong... Kami dari Peh bie kauw tidak
bermusuhan dengan kamu dari Boe tong pay. Setelah kami
mendapatkan golok mustika itu, sedang kamipun
menghargai kau sebagai seorang gagah sejati. Maka kami
telah menugaskan Liong boen Piauw kiok mengantarkan
kau pulang ke Boe tong san. Perihal peristiwa ditengah
jalan, sungguh aku tidak duga sama sekali."
Tubuh Coei San menggigil keras, matanya seperti
664
menghamburkan marong. Ia lantas menuding isterinya:
"Kau.... kau mendustai aku hebat sekali!" katanya
nyaring.
Mendadak Jie Thay Giam berseru keras, lantas tubuhnya
mencelat dari atas pembaringannya dan roboh. Tubuh itu
jatuh dipapan pembaringan hingga papan itu tak kuat
menahannya dan ambruk. Thay Giam sendiri terus pingsan.
Menampak semua itu, So So menghunus pedang
dipinggangnya. Ia membalik itu gagangnya pedang. Ia
angsurkan pada suaminya.
"Ngo ko," katanya. "Sudah sepuluh tahun kita menjadi
suami isteri, aku bersyukur sekali untuk kecintaanmu. Maka
kalau sekarang aku mati, aku puas. Aku tidak menyesal.
Dari itu kau tikamlah aku supaya dengan begitu kau dapat
melindungi dan mempertahankan kehormatannya Boe tong
Cit hiap..... "
Coei San menyambuti pedang isterinya hendak ia
meneruskan menikam dada isterinya. Mendadak ia ingat
akan cinta kasih mereka selama sepuluh tahun. Hatinya
menjadi lemah. Segala apa lantas berbayang didepan
matanya itu. Untuk sejenak ia menjublak, diakhirnya ia
berteriak, lalu ia lari keluar dari kamar, menuju kedepan !
So So dan Wan Kiauw semua tidak tahu apa yang bakal
dilakukan. Mereka lari menyusul.
Mereka dapat melihat Coei San pergi keruangan besar
untuk lantas berlutut didepan gurunya untuk mengangguk
angguk beberapa kali seraya berkata "Soehoe, kesalahanku
telah menjadi begini hingga tidak dapat ditarik pulang lagi.
Maka itu muridmu hanya memohon satu hal....."
Thio Sam Hong tidak tahu apa yang telah terjadi. Karena
ia sabar ia berkata dengan tenang: "Apakah itu? Kau
665
sebutkanlah! Pasti gurumu tidak akan menampik."
Coei San mengangguk pula tiga kali.
"Terima kasih, Soehoo," katanya. "Muridmu ada
mempunyai seorang anak laki laki, ialah anak satu satunya.
Dia sekarang masih berada didalam tangannya orang jahat.
Maka itu muridmu mohon sukalah Soehoe menolongnya
dari tangan iblis itu, kemudian tolong Soehoe merawatnya
hingga dia menjadi besar."
Habis berkata begitu, Coei San memutar tubuh kearah
Kong boen Taysoe dan lain tetamu terhitung Ceng hian Soe
thay dari Go bie pay. Dengan nyaring ia berkata: "Segala
kesalahan, aku Thio Coei San yang melakukannya. Sebagai
seorang laki laki, aku sendiri juga yang menanggungnya.
Maka itu sekarang hendak aku membuat tuan tuan puas!"
Kata kata itu diakhiri dengan tebasan pedang nya kepada
lehernya, hingga darahnya lantas muncrat dan tubuhnya
roboh binasa.
Thio Sam Hong kaget bukun main. Ia melompat untuk
menolong. Bersama ia melompat juga Jie Lian Cioe, Thio
Siong kie dan In Lie Heng. Semua mereka pada berseru.
Berbareng dengan mereka berempat, ada lima orang lain
yang turut melompat maju, akan tetapi mereka telah dibikin
terpental dengan sampokan guru dan tiga muridnya. Justeru
karena ini, mereka ini terlambat, Coei San keburu
membunuh diri dan tubuhnya roboh.
Song Wan Kiauw, Boh Seng Kok dan In So So muncul
paling belakang.
Justeru itu, dari luar jendela terdengar teriakan: "Ayah!
Ayah!" Suara yang kedua kali itu tertahan seperti keluar
dari mulut yang lantas tersumbat.
666
Hanya sekelebatan saja, Thio Sam Hong sudah mencelat
keluar jendela, hingga ia dapat melihat seorang laki laki
dengan dandanan seragam tentara Mongolia memeluki
seorang bocah umur delapan atau sembilan tahun, bocah
mana dibekap mulutnya tetapi ia coba meronta.
Hatinya Sam Hong tengah sakit dan pedih, maka itu
tanpa berpikir lagi, ia membentak orang Mongolia itu: "Kau
masuk kedalam !"
Orang itu tidak menurut perintah, bahkan dia
menggerakkan sebelah kakinya untuk menjejak tanah, guna
melompat naik keatas genteng. Selagi menjejak, ia mendak
sedikit, si bocah tetap dipeluk. Tapi ia tidak dapat
berlompat. Tubuhnya di rasakan berat. Thio Sam Hong
yang telah melompat kepadanya, telah menekan pundaknya
!
Kaget orang itu, rupanya dia mengerti gelagat, tanpa
membuka suara, dia bertindak kedalam, hingga batallah dia
hendak melarikan diri.
Bocah itu memang Boe Kie, puteranya Coei San dan So
So. Ia telah ditotok urat gagunya. Akan tetapi ia pernah
mengikuti Cia Soen belajar silat. Ia telah memperoleh
kemajuan luar biasa, maka juga tidak lama habis ditotok, ia
dapat dengan sendirinya membebaskan diri. Ia melihat
ayahnya membunuh diri. Ia kaget luar biasa dan berteriak
memanggil manggil ayahnya itu, atas mana ia segera
dibekap pula, sampai kakek gurunya datang menolongnya.
In So So karam hatinya melihat suaminya membunuh
diri. Meski begitu, mendapatkan anaknya, kegirangannya
muncul juga, maka segera ia menghampirkan, tetapi
perkataannya yang pertama ialah pertanyaan ini: "Anak,
kau toh tidak menyebutkan tentang dimana adanya ayah
angkatmu"
667
"Biarnya dia bunuh mati padaku, tidak nanti aku
beritahu!" sahut si anak.
"Oh, anak yang baik", seru sang ibu, "Mari aku
memelukmu!"
"Serahkan anak itu!" Sam Hong memerintah orang
Mongolia.
Orang itu menurut, tanpa bersuara, ia menyerahkan si
bocah kepada ibunya.
Boe Kie nelusup dalam rangkulan ibunya. "Ibu,"
katanya, "Siapa yang memaksa ayah membunuh diri?"
"Disini ada begini banyak orang," menyahut sang ibu.
"Merekalah yang naik kegunung ini dan memaksakan
kematian ayahmu!"
Matanya Boe Kie lantas menyapu, dari kiri dan kekanan.
Dia masih kecil akan tetapi sinar matanya tajam sekali.
Sinar mata itu mengsandung kebencian dan kemarahan
hebat, hingga siapa yang sinar matanya bentrok, hatinya
terkesiap.
"Boe Kie, berjanjilah kepada ibumu!" kata So So
"Titahkan, ibu!" sang anak menjawab.
"Kau jangan terburu napsu menuntut balas" katanya.
"Kau harus sabar. Perlahan-lahan saja kau menantikan, asal
seorang jua jangan diberi lolos...."
Mendengar itu, orang pada merasakan tubuhnya
bergidik, punggungnya dingin sendirinya.
"Baik, ibu!" Boe Kie menjawab. "Aku akan menantikan
dengan perlahan-lahan, seorang jua aku tidak akan kasih
lolos!"
Tubuh si nyonya tiba-tiba menggigil.
668
"Anak," katanya, "karena ayahmu sudah mati, baiklah
kita menyebutkan tempat kediamannya ayahmu itu, supaya
mereka ini mendapat tahu..."
"Jangan, ibu, jangan!" Boe Kie mencegah. Tapi So So
tidak memperdulikannya.
"Kong boen Taysoe, mari!" katanya. "Aku hanya akan
memberitahukan pada kau seorang. Mari kupingmu, akan
aku bisiki...."
Semua orang heran. Inilah diluar dugaan mereka.
"Siancay ! Siancay!" Kong boen memuji. "Nyonya yang
budiman, coba kau bicara tadian sedikit, pastilah Thio Ngo
hiap tidak usah binasa...."
Ia lantas menghampiri So So untuk membungkuk
memasang kupingnya.
Nyonya Coei San menggerakkan kedua bibirnya, tetapi
suaranya tidak terdengar.
"Apa?" Kong boen tanya.
"Kim mo Say ong Cia Soen, dia bersembunyi di...." kata
So So. Kata "bersembunyi di" itu diucapkan sangat
perlahan dan samar samar hingga sukar terdengar tegas.
"Apa!" pendeta dari Siauw lim sie itu menegas.
"Ya, dia bersembunyi disana, pergilah kau mencari
sendiri." So So berkafa pula.
"Aku tidak mendengar nyata !" kata Kong boen yang
menjadi gelisah sendirinya.
"Aku hanya bisa memberitahukan secara demikian maka
pergilah kau kesana. Kau akan mendapatkannya sendiri...."
katanya pula.
Habis itu, ibu ini merangkul anaknya untuk berbisik:
669
"Anak, setelah dewasa nanti, jagalah dirimu agar tidak
diperdayakan wanita! Makin seorang cantik dan manis
dilihat, makin dia pandai memperdayakan orang ...."
Kupingnya ibu itu ditaruh ditelinga puteranya. Ia
menambahkan: "Aku tidak membilangi si pendata. aku
cuma mendustakan dia!"
Lalu ia tertawa sendirinya, tertawa sedih.
"Nyonya yang baik!" Kong-boen berseru.
Sekonyong-konyong rangkulannya So So terlepas dengan
sendirinya. Tubuhnya terhuyung, terus roboh celentang.
Maka terlihatlah didadanya tertancapnya sebilah pisau
belati. Karena selagi merangkul Boe Kie, puteranya, pisau
belatinya sudah dipasang, dari itu tidak ada seorang juga
yang melihat ia membunuh diri.
Boe Kie menubruk tubuh ibunya. "Ibu! Ibu!" ia
memanggil-manggilnya. Tapi sang ibu telah lantas putus
jiwanya.
Kedukaan Boa Kie melampaui batas, sampai ia tidak
dapat menangis. Ia mencabut pisau belati dari dada ibunya,
ia mencekal pisau yang berlumuran darah itu. Sambil
memegangnya, ia memandang Kong boen Taysoe. Ia tanya
dengan dingin: "Kaukah yang membunuh ibuku? Benar
atau tidak?"
Kong-boen terperanjat. Kematiannya sinyonya sampai
membuatnya menjublak. Biar bagaimana juga, ia adalah
seorang Ciang boen jin, maka hatinya terharu juga
menyaksikan sekaligus dua peristiwa berdarah yang terjadi
secara beruntun dan menyayatkan hati itu.
Tanpa merasa, ia mundur setindak.
"Bukan....... bukan aku....... " katanya menyangkal. "Dia
670
membunuh diri..."
Air matanya Boe Kie mengembang, tetapi ia mencoba
menahan mengucurnya itu. Ia kata dalam hatinya: "Aku
tidak boleh menangis! Aku tidak boleh menangis! Aku tidak
boleh mengasi lihat mereka ini aku menangis!"
Dengan tangan mencekal keras pisau belati berdarah itu,
bocah ini lantas bertindak, dari kiri ruangan terus kesebelah
kanan. Dia berjalan dengan tindakan perlahan, matanya
mengawasi tajam pada semua hadirin itu yang berjumlah
tiga-ratus orang lebih untuk mengenali mereka satu demi
satu, sedang dibatok kepalanya teringat pesan ibu nya
barusan: " ... perlahan-lahan saja kau menantikan, asal saja
seorang juga jangan diberi lolos!"
Memang yang mendaki gunung Boe tong san itu, kalau
bukannya ketua partai atau perkumpulan, tentu ahli silat
dan bahwa mereka berani mengunjungi kuilnya Thio Sam
Hong, menyatakan keberanian mereka. Akan tetapi
sekarang, ditatap Boe Kie demikian rupa, hati mereka
terkesiap dan mencelos. Jantung mereka berdenyutan
memukul keras ..."
Akhir-akhirnya Kong boen Taysoe berbatuk batuk
perlahan.
"Thio Cinjin," katanya, "peristiwa ini.... ah....sungguh
diluar dugaan.... Thio Ngo hiap suami isteri telah menutup
mata sendirinya. Maka itu semua urusan yang telah
lampau, baiklah dibikin habis saja. Sekarang kami meminta
diri"
Pendeta itu lantas memberi hormat.
Thio Sam Hong membalas hormat itu. "Maaf, tidak
dapat aku mengantar sampai jauh" katanya tawar.
Semua pendeta Siauw lim sie itu lantas bergerak untuk
671
berlalu.
Mendadak In Lie Heng berseru bengis: "...kamu telah
memaksa kematiannya saudaraku ....." Tapi ia segera
berhenti sendirinya, karena ia lantas ingat Ngoko telah
membunuh diri sebab ia malu kepada Shako. Mereka ini
tidak ada sangkut pautnya. Maka ia tidak melanjuti
menegur, sebaiknya ia menubruk tubuhnya Coei San dan
menangis menggerung-gerung.
Semua orang menjadi merasa tidak enak hati. Lantas
mereka menghampiri Thio Sam Hong untuk pamitan,
sedang didalam hati mereka, mereka berpikir: "Perkara ini
hebat sekali, Boe tong pay tentulah tidak mau sudahan
dengan gampang gampang...."
Hanya Song Wan Kiauw yang mengantar semua
tetamunya sampai diluar pintu. Selama itu mata nya sudah
merah, ketika kemudian ia memutar tubuh, air matanya
lantas nerobos keluar, sedang kupingnya mendengar
tangisan riuh dan memedihkan dari ruangan dalam.
Rombongan Go bie pay yang paling belakang meminta
diri. Kie Siauw Hoe melihat In Lie Heng menangis
demikian sedih, matanya menjadi merah sendirinya, lupa
malu atau likat, ia menghampiri pemuda itu.
"Liok ko, aku mau pengi," katanya perlahan sekali,
"Kau..... kau rawatiah dirimu baik baik."
Dengan air mata masih mengembang, In Lie Heng
mengangkat kepalanya akan memandang si nona. Karena
air matanya itu matanya seperti kabur. Ia masih
sesenggukan ketika ia berkata. "Kamu..... kamu kaum Go
bie pay apakah kamupun datang untuk menyeterukan
Ngoko ?"
"Bukan," menyahut Siauw Hoe cepat. "Hanya guruku
672
mau meminta saudara Thio suka mengunjuk alamatnya Cia
Soen."
Boe Kie mendengar pembicaraan itu, mendadak ia
menyeletuk: "Ibuku sudah memberitahukan itu kepada si
pendeta, pergi kau tanya dia saja! Jikalau pendeta itu tidak
sudi memberi tahu, pergi kamu rewel dengan mereka !"
Dalam kedukaannya, anak ini sudah mengerti maksud
ibunya
"Kau anak yang baik," berkata Kie Siauw Hoe. "Paman
In mu tentulah akan bisa merawati kau terus ...."
Dengan kata katanya ini si nona mau maksudkan ia dan
In Lie Heng pasti nanti memandang dia sebagai anak
sendiri.
Kemudian ia meloloskan rantai emasnya dari lehernya.
Ia memasuki itu kekepalanya Boo Kie seraya berkata
dengan halus : "Ini untukmu ..."
Mendadak Boe Kie melompat sambil membentak: "Aku
tidak menghendaki barang musuh!"
Nona Kie berdiri menjublak likat, tangannya tetap
memegangi kalungnya itu.
"Kamu lekas pergi !" kata Boe Kie berteriak. "Aku
hendak menangis! Seperginya semua musuh, baru aku
menangis!"
"Anak, kami bukan musuhmu," kata Kie Siauw Hoe
perlahan.
Boe Kie menggertak gigi. Mendadak ia berkata sengit:
"Semakin wanita cantik, semakin dia pandai menipu
orang!"
Mukanya Kie Siatiw Hoe menjadi merah semua, hampir
ia menangis. Wajahnja Ceng hian Soethay menjadi guram.
673
"Soemoay, buat apa banyak bicara sama anak kecil !"
katanya. "Mari kita pergi!"
Boe Kie mengawasi, ia menanti sampai Kie Siauw hoe
semua sudah lenyap dari pintu ruang itu, baru ia hendak
menangis, atau tiba tiba napasnya berhenti berjalan,
tubuhnya roboh terkulai.
Jie Lian Cioe terkejut. Ia lompat menubruk, untuk
membangunkannya. Ia menyangka, saking sedihnya, anak
ini jadi pingsan. Ia kata. "Anak, kau menangislah!" Iapun
lantas mengurut tubuh si bocah.
Luar biala keadaannya Boe Kie. Ia tidak siuman, bahkan
sebaliknya tubuhnya menjadi dingin bagaikan es.
Melainkan dari hidungnya menghembuskan napas yang
lemah sekali.
Lian Cioe terus mengurut, tapi ia tetap tidak tersadar.
Sekarang Wan Kiauw semua menjadi kaget.
"Anak ini keras hatinya, iapun telah mengerti segala
apa." berkata Thio Sam Hong menghela napas. Ia lantas
menekan jalan darah Leng thay hiat dipunggung anak itu
untuk menyalurkan hawanya sendiri ketubuh si anak.
Menurut tenaganya Thio Sam Hong, orang luka
bagaimana berat juga, asal jiwanya belum putus, asal dia
menyalurkan hawanya, dia bakal mendusin dari pingsannya
dan keadaannya lantas menjadi baikan. Akan tetapi tidak
demikian dengan Boe Kie. Anak ini mengasi lihat akibat
yang luar biasa. Mukanya lantas berubah jadi pucat menjadi
biru, dari biru menjadi unggu, dan tubuhnyapun
bengemetaran. Ketika jidatnya diraba, jidat itu dingin
seperti es. Maka kagetlah kakek guru ini. Lekas-lekas ia
masuki tangannya kedalam baju di punggung untuk
meraba-raba. Disitu ada satu bagian yang mengeluarkan
674
hawa panas, sedang disekitarnya semua dingin sekali.
Kalau bukannya Sam Hong, mungkin dia turut kedinginan
juga.
"Wan Kiauw, lekas cari itu Tartar yang tadi membawa
anak ini kemari!" guru ini menitahkan muridnya.
"Aku turut?" berkata Lian Cioe yang pun turut pengi.
Ketika tadi orang bingung, tanpa ketahuan, orang
Mongolia itu telah mengangkat kakinya. Thio Sam Hong
sendiri sampai lupa memperhati kan dia.
Sam Hong lantas merobek baju Boe Kin, untuk
memeriksa tubuhnya yang berkulit halus dan putih.
Dipunggung kedapatan tapak dari lima jari tangan, tapak
mana bersemu hijau tua dan berbahaya. Ketika diraba,
tapak itu mengeluarkan hawa panas sekali. Dilain pihak,
disekitar, semua nya berhawa dingin. Pantaslah, karenanya,
Boe Kie pingsan bagaikan mayat.
Wan Kiauw dan Lian Cioe kembali dengan cepat dengan
laporannya bahwa siorang Mongolia tidak kedapatan,
bahwa mereka telah mencari dengan sia sia.Mereka inipun
menjadi kaget sekali melihat tapak tangan dipunggung Boe
Kie.
Thio Sam Hoag mengerutkan alisnya. Tampaknya ia
menyesal ketika mengucapkan katanya: "Aku telah
menyangka tigapuluh tahun yang lalu, dengan matinya Pek
soe Tauwto, maka lenyaplah sudah ini ilmu Hian beng Sin
cieng yang lihay luar biasa. Siapa sangka sebenarnya masih
ada orang yang mempunyai kepandaian itu"
Wan Kiauw kaget bukan main.
"Jadi anak ini terluka dengan ilmu Hian beng Sin ciang?"
tanyanya. Ia berusia paling tinggi dan ketahui perihal ilmu
pukulan tangan kosong itu, Tangan Malaikat Air, Lian Cioe
675
dan yang lain nya, mendengar pun belum.
"Warnanya tapak jari ini yalah tanda utama dari pukulan
jahat itu" Thio Sam Hong menerangkan.
"Soehoe perlu obat apa?" tanya In Lie Heng: "Nanti aku
lantas ambil."
Guru itu menghela napas. Ia tidak menyahut, hanya
kedua mata mengucarkan air. Ia mengangkat tubuh Boe
Kie untuk di rangkul erat-erat, sedang matanya mengawasi
mayat Coei San.
Ia kata: "Coei San, Coei San ! Kau mengangkat aku
menjadi guru. Ketika kau mau pulang, kau menitipkan
anakmu ini padaku, akan tetapi aku aku tidak sanggup
melindungi anakmu ini! Maka apakah artinya aku hidup
sampai umur seratus tahun? Apakah gunanya Boe tong pay
terkenal di seluruh jagat? Lebin baik aku mati saja ...."
Wan Kiauw semua kaget tidak terkira. Semenjak
mengikuti guru ini, mereka selalu mendapatkan si guru
bergembira. Belum pernah ia bersusah hati atau berputus
asa seperti ini.
"Soehoe, benarkah anak ini tidak dapat ditolong lagi ?"
tanya Lie Heng penasaran.
Sam Hong memeluk terus tubuh Boe Kie. Ia berjalan
mundar-mandir diruang itu.
"Kecuali .... kecuali guruku Kak-wan hidup pula dan ia
mengajar aku seluruh kitab Kioe yang Cin keng ....."
Semua murid Thio Sam Hong kaget. Semuanya berdiam.
Kak wan Tay soe telah menutup mata pada delapan puluh
tahun yang lampau. Mana dapat ia hidup pula? Itu artinya,
Bor Kie tidak bisa ditolong lagi....
"Soehoe," kata Lion Cioe tiba tiba "Aku ingat orang
676
Mongolia tadi. Dengannya pernah aku beradu tangan.
Memang tangannya lihay sekali, jarang orang selihay dia.
Tanganku telah terluka karena beradu tangan itu, tetapi
sekarang tanganku telah sembuh seantengnya, rasanya
bakal tidak ada akibatnya lebih jauh..."
"Didalam hal itu kau mengandal kepada nama besar Boe
tong Cit hiap," berkata sang guru "Hian beng Sin Ciang itu
luar biasa. Kalau melukai orang, celakalah korbannya.
Sebaliknya, kalau dia kalah tenaga dalam, dia bakal terluka
sendirinya. Ketika dia beradu tangan dengan kau, mungkin
dia tidak bersungguh hati, rupanya dia jeri. Maka ingat,
kalau lain kali. kau bertemu dia, berhati-hatilah."
Lian Cioe bergidik sendirinya.
"Jadi dia jeri kepada tenaga dalamku? Dia jadi tidak
menggunakan seantero ilmunya yang liehay itu," pikirnya.
"Coba lain kali dia bertemu pula denganku, tentu dia tidak
akan memberi ampun lagi ...."
Keenam orang itu berdiam. Sekonyong-konyong
terdengar jeritan Boe Kie: "Ayah, ayah, aduh sakit!" Dan ia
membalas merangkul Thio Sam Hong keras-keras,
kepalanya diselusupkan di dada si imam tua.
Hati Sam Hong menggetar. Ia sangat menyayang anak
itu. Dengan mengertak gigi ia berkata: "Mari kita gunakan
semua tenaga kita untuk menolong bocah ini. Sampai
berapa lama lagi dia dapat hidup, terserah kepada
kemurahan hati Thian"
Ia lantas mengawasi mayat Coei San, air mata turun
bercucuran ia berkata: "Coei San, Coei San, oh, bagaimana
sengsara anakmu ini!"
Kemudian ia bertindak kedalam, membawa bocah itu ke
kamarnya sendiri, setelah meletakkan tubuh orang ia
677
menotok berulang ulang delapan macam jalan darahnya.
Setelah ditotok pergi datang itu, tubuh Boe Kie tidak
bergemetaran lebih jauh, hanya warna kulit mukanya,
warna ungu itu, sudah menjadi bertambah gelap. Sam Hong
tahu baik sekali, bila warna itu berubah menjadi hitam,
habislah sudah jiwa bocah yang malang ini. Maka ia lekaslekas
meloloskan semua pakaian Boe Kie, dan membuka
jubahnya sendiri, lalu punggung si anak ditempel rapat
rapat pada dadanya sendiri.
Ketika itu diluar, Song Wan Kiauw beramai mengurus
mayat Thio Coei San dan In So So. Kemudian Jie Lian
Cioe bersama Thio Siong Kee dan Boh Seng Kok bertiga
menyusul guru mereka hingga mereka melihat sepak terjang
guru itu, yang tengah mengerahkan tenaga dalamnya
menurut ilmu "Soen-yang Boe kek kang" untuk menyedot
hawa dingin dari tubuh Boe Kie. Seumurnya Thio Sam
Hong tidak menikah, maka sampai usianya seratus tahun,
dia tetap perjaka sejati, karena mana juga dia berhasil
meyakinkan ilmu tenaga dalamnya itu yang istimewa.
Hanya ilmu itu luar biasa sekali, kalau salah
penggunaannya dapat mencelakakan diri sendiri.
Menyaksikan itu, ketiga murid ini berdebatati hatJnya.
Mereka menguatirkan gurunya. Yang di kuatirkan, karena
sudah tinggi usianya, tenaganya mungkin telah berkurang
tanpa diketahui.
Selang setengah jam terlihat muka Thio Sam Hong
berwarna semu hijau dan sepuluh jari tangannya
bengemetaran.
Kemudian guru itu membuka matanya dan berkata:
"Lian Cioe mari kau gantikan aku. Kalau kau sudah tidak
sanggup, lekas suruh Siong Kee menggantikannya. Ingat,
jangan kau memaksakan diri."
678
Lian Cioe meloloskan jubahnya, menyambuti Boe Kie,
untuk dipeluk erat erat. Begitu tubuh mereka beradu, ia
merasakan hawa dingin, seakan akan ia memeluk sebalok
es. Maka ia berkata "Cit tee, lekas kau suruh orang
menyalakan beberapa dapur, makin marong apinya makin
balik!"
Demikian, dengan mengandalkan tenaga dalam mereka,
guru dan murid-muridnya itu menolong Boe Kie, si bocah
keturunan satu-satunya dari Coei San dan So So. Disini
terlihat nyata perbedaan tingkat tenaga dalam antara guru
dan murid itu. Seng Kok tidak dapat bertahan lama-lama
seperti saudara-saudaranya, ia hanya kuat bertahan selama
sepanasnya air teh didalam cangkir, sedang Wan Kiauw
kuat bertahan selama dua batang hii. Ketika In Lie Heng
yang menggantikan, seketika itu dia menjerit dan tubuhnya
menggigil.
"Mari serahkan Boe Kie padaku!" kata Sam Hong kaget.
"Pergi kau bersamadhi!"
Ternyata Lie Heng menjadi lemah karena ia lah yang
mendaratkan pukulan batin paling hebat karena kematian
Coei San itu, hingga ia tidak dapat menguasai diri.
Usaha merampas jiwa Boe Kie dari tangan maut ini
dilanjutkan terus dengan bergantian selama tiga hari dan
tiga malam, maka bisalah dimengerti hebatnya penderitaan
mereka.
Syukurnya yalah, hawa dingin ditubuh Boe Kie mulai
berkurang, yang berarti juga berkurangnya racun dari Hian
beng Sin ciang. Baru dihari ke empat, mereka dapat
senggang sedikit, untuk beristirahat dan tidur. Sedang pada
hari kedelapan, pembagian giliran dapat diatur lebih rapi,
yalah seorang dapat menolong bergantian setiap dua jam.
Dengan begitu, mereka bisa beristiahat dengan baik dan
679
teratur.
Boe Kie memperoleh kemajuan, hawa dinginnya
berkurang setiap hari. Ingatannya pun bertambah sadar,
bahkan ia dapat dahar sedikit-sedikit. Semua orang berlega
hati. Itulah bertanda bahwa anak ini akan dapat ditolong.
Maka bukan kepalang kagetnya orang ketika tiba pada hari
yang ketigapuluh enam, Lian Cioe yang pertama
mengetahui datangnya perubahan luar biasa mendapatkan
bahwa hawa dingin ditubuh Boe Kie tidak dapat disedot
pula. Lian Cioe heran, ia menyangka bahwa tenaganya
sendiri yang sudah habis, maka ia memberitahukan
gurunya.
Thio Sam Hong segera mencoba sendiri, iapun gagal.
Semua orang menjadi gelisah lagi. Lima hari dan lima
malam mereka mencoba terus, tetapi hasilnya tetap tidak
ada.
"Thay soe hoe," berkata Boe Kie yang masih tetap sadar,
"tangan dan kakiku telah terasakan hangat, hanya embunembunanku,
hati dan perut ku bertambah dingin..."
Didalam hatinya, Thio Sam Hong kaget bukan
"Lukamu telah sembuh banyak," ia berkata meaghibur.
"Kamipun rasanya tidak usah selalu harus
mendampingimu. Pergilah kau rebahkan diri sebentar
dipembaringanku."
"baik, thaysoehoe," kata bocah itu.
Boe Kie terus berlutut didepan kakek gurunya, begitupun
didepan Wan Kiauw berlima, untuk manggut-manggut
beberapa kali. Ia berkata pula: "Thay soehoe bersama
paman semua telah menolong jiwa Boe Kie, maka
selanjutnya Boe Kie mohon diajarkan ilmu silat supaya Boe
Kie dapat membalaskan sakit hati ayah dan ibu kelak"
680
Sam Hong mengajak semua muridnya keruang dalam,
disini ia berkata kepada mereka itu: "Hawa dingin sudah
masuk ke embun-embunan, hati dan perut, tak tertolong
dengan tenaga luar. Kelihatannya sia sia belaka
pengorbanan kita selama hampir empat puluh hari. Kenapa
bisa terjadi begini, sungguh aku tidak mengerti...."
Semua orang mengasah otak, tapi sesudah sekian lama,
belum juga ada yang bisa menebak sebab musababnya
perubahan itu. Jika mau dikatakan, bahwa Soen yang Boe
kek kang tidak dapat mengusir hawa dingin itu, mengapa
ilmu tersebut memperlihatkan kefaedahannya selama tiga
puluh enam hari dan baru gagal pada hari ke tiga puluh
tujuh?
Mengapa sedang lain-lain bagian tubuhnya hangat hanya
di embun-embunan, hati, dan tantian (perut, tiga dim
dibawah pusar) yang dingin luar biasa?
Selang beberapa saat lagi, tiba-tiba Jie Lian Cioe berkata:
"Soehoe, apa tidak bisa jadi, sesudah kena pukulan Hian
beng Sin ciang, Boe Kie mengerahkan Lweekang untuk
melawannya dan karena salah menggunakan tenaga dalam,
racun dingin itu dan tenaga dalamnya melekat satu sama
lain, sehingga tidak dapat disedot lagi?"
Sam Hong menggelengkan kepala. "Tak mungkin,"
jawabnya. "Andai kata Coei San telah mengajarnya, anak
yang masih begitu kecil pasti tidak mempunyai Lweekang
yang begitu berarti."
"Soehoe keliru," membantah Lian Cioe. "Tenaga dalam
Boe Kie tidak lemah." Ia segera menceritakan, cara
bagaimana dengan pukuan Sin Liong Pa bwee, bocah itu
telah merobohkan seorang murid dari Boe san pang.
Sang guru menepuk lututnya. "Benar, kau benar!"
katanya. "Anak ini tentu sudah mempelajari ilmu silatnya
681
Kim mo Say ong Cia Soen yang aneh aneh. Kalau
Lweakangnya diperoleh dari Coei San, sehingga ia memiliki
tenaga dalam dari partai kita sendiri, maka pengobatan
dengan Soen yang Boe kek kang sudah pasti akan
mempercepat kesembuhannya dan tak mungkin akan
timbul perubahan yang sangat luar biasa, Tapi .... ilmu silat
apakah yang dimiliki Cia Soen?"
Ia segera kembali kekamar Boe Kie dan berkata: "Nak,
Thay soe hoe ingin menyelidiki ilmu silat mu. Cobalah kau
memukul aku tiga kali."
"Aku tidak berani memukul Thay soehoe," kata Boe Kie.
Sang kakek guru bersenyum. "Jika kau tidak memukul,
cara bagaimana aku bisa mendapat tahu cetek dalamnya
ilmu silatmu?" katanya. "Sebelum mengetahui itu, tak dapat
aku menurunkan pelajaran yang lebih tinggi. Pukullah
dengan seantero tenaga."
"Kalau begitu baiklah," kata si bocah. "Tapi Thay soehoe
jangan membalas."
"Jangan kuatir," kata Sam Hong.
Boe Kie lantas saja miringkan badannya, tangan
kanannya dari atas menyabet kebawah, kesebelah kiri.
Itulah pukulan Kian liong Cay tian (Melihat naga disawah)
dari Hang liong Sip pat ciang. Sang kakek guru segera
menyambut dengan tangan kirinya dan tenaga pukulan si
bocah lantas saja punah.
Sam Hong manggut-manggutkan kepalanya. "Tidak
jelek," katanya.
Begitu lekas pukulan pertama punah, Boe Kie memutar
tubuh dan lalu menyabet pula dengan telapak tangannya,
dengan jurus Sin liong Pa bwee. Sam Hong menyambutnya
dengan tangan kanan dan untuk kedua kalinya, pukulan
682
Boe Kie punah seperti masuk kedalam laut.
"Bagus!" memuji sang kakek guru. "Bahwa anak sekecil
kau bisa mempunyai tenaga yang sebesar itu, sungguhsungguh
luar biasa."
Paras muka si bocah berubah merah. "Thay soehoe,
sudahlah! Aku tak mau memukul lagi"
"Kedua pukulanmu sangat bagus, coba lagi satu kali,"
memerintah Sam Hong.
Boe Kie segera membuat sebuah lingkaran dengan
tangan kirinya, sedang tangan kanannya mendorong
kedepan. Itulah pukulan Kang liong Yoe hwie (Penyesalan
sang naga) dari Hang liong Sip pat ciang.
Waktu menyambutnya, Sam Hong merasa bahwa
pukulan itu tidak selihay dua pukulan yang lebih dulu. Ia
menggelengkan kepala seraya berkata: "Pukulan ini kurang
bagus. Mungkin kau belum mahir."
"Bukan, bukan aku, tapi Giehoe yang belum mahir,"
membantah Boe Kim. "Gie hoe telah mengatakan, bahwa
Hang liong sip pat ciang adalah salah satu ilmu pukulan
yang terlihay didalam dunia. Sayang, ia hanya mengenal
sebagian kecil saja. Giehoe juga mengatakan, bahwa ia
sendiri masih belum dapat menyelami intisari dari pada
Kang liong Yoe hwie, tapi ia mengajarkannya juga
kepadaku, dengan pengharapan bahwa dikemudian hari
aku sendiri bisa menyelaminya."
Sam Hang mengangguk "Ya." katanya. "sekarang aku
mengerti. Tapi dalam pertempuran, tak boleh kau
menggunakan pukulan itu, karena kau sendiri bisa celaka."
"Thay soehoe, aku memohon kau untuk mengajar aku
ilmu silat itu," kata Boe Kie.
683
"Aku sandiri tak mampu," jawabnya. "Semenjak jaman
Kwee Ceng, Kwee Thayhiap, membela kota Siangyang,
kecuali Kwee Tayhiap sendiri, ilmu silat itu sudah
menghilang dari Rimba Persilatan." Sesudah itu ia lalu
menanyakan semua ilmu yang sudah dipelajari Boe Kie dan
anak itu menerangkan sejelas-jelasnya.
Sesudah mendengar habis, Sam Hong merasa kagum
akan luasnya pengetahuan Cia Soen. Dapat dikatakan,
bahwa ia mengenal semua ilmu silat yang terdapat dalam
Rimba Persilatan. Hanya sayang, ia tidak menyelami ilmuilmu
itu sampai didasarnya, akan kemudian mengubah ilmu
silatnya sendiri, seperti lazimnya diperbuat oleh guru-guru
besar. Oleh karena begitu, biarpun ilmunya beraneka warna
tak satupun yang dipelajari sampai dipuncaknya. Tak usah
dikatakan lagi, bahwa dalam usia yang semuda itu, Boe Kie
belum bisa mewarisi kepandaian ayah angkatnya. Apa yang
sudah dilakukannya yalah menghafal kitab kitab dan Kouw
koat (teori) dari macam-macam ilmu silat. Ia menghafal
dengan lancar sekali. Beberapa macam ilmu silat bahkan
belum pernah didengar oleh Sam Hong sendiri.
Dalam tekadnya yang bulat untnk membalas sakit hati
terhadap Seng Koen, Cia Soen telah membinasakan banyak
jago dari berbagai partai atau golongan persilatan. Saban
kali membunuh orang, ia selalu merampas kitab ilmu silat
yang dimilik oleh korbannya itu, supaya kalau belakangan
ia mesti bertempur dengan kawan-kawan sikorban. Ia sudah
mengenal ilmu silat musuhnya. Itulah sebabnya mengapa ia
memiliki ilmu silat yang begitu banyak corak ragamnya dan
ilmu-ilmu itu semua diturunkan kepada Boe Kie.
Tapi Boe Kie hanya mempelajari teori dan tidak
mengenal prakteknya. Ia belum bisa bersilat berdasarkan
teori itu dan masih gelap akan perubahan-perubahan yang
tersebut dalam Kouw koat itu.
684
Sam Hong manggut-manggutkan kepalanya. Ia mengerti,
bahwa dengan berbuat begitu, Cia Soen memperlihatkan
cintanya yang tidak terbatas terhadap anak pungutnya. Cia
Soen tahu, bahwa dalam tempo beberapa tahun, Boe Kie
tak akan bisa mempelejari semua ilmu silatnya.
Sang tempo sudah sangat mendesak, karena Boe Kie
mesti segera pulang ke Tionggoan. Maka ia sudah
menurunkan semua Kouw koat, dengan pengharapan
bahwa dikemudian hari, dengan dibantu kecerdasannya,
anak itu bisa mengerti sendiri teori-teori yang sudah
dihapalnya.
Sesudah menyambut tiga pukulan Boe Kie, Sam Hong
tahu, bahwa tenaga dalam bocah tidak murni. Sebagai
akibatnya, Lweekang dingin dari Hian beng Sin ciang tidak
dapat disedot keluar lagi.
Dengan hati masgul kakek guru itu duduk terpekur
sambil mengasah otak. Selang sekian lama, ia berkata
dengan suara perlahan: "Untuk mengeluarkan racun itu,
orang lain tidak akan dapat membantunya lagi. Jalan satusatunya,
ia harus melatih diri dengan Lweekang tertinggi
dari Kioe yang Cin keng. Tapi sayang sungguh, bahwa pada
waktu mendiang guruku yaitu Kak wan Taysoe, menghafal
kitab tersebut, aku masih sangat muda dan tidak bisa ingat
seanteronya. Biarpun sudah berulang kali aku menutup diri
merenungkannya sekian lama, belum juga aku dapat
menyelami seluruhnya. Sekarang, karena tiada jalan lain,
biarlah ia berlatih sendiri dengan apa yang aku mampu.
Jika ia bisa hidup lebih lama satu hari, biarlah ia hidup lebih
lama satu hari."
Sesudah itu, ia segera mengajar Boe Kie dengan Kouw
koat dan cara berlatih dari Kioe yang Cin-kang (Ilmu
senjata dari Kioe yang). Ilmu itu, yang kelihatannya
sederhana, sangat dalam dan banyak sekali perubahannya.
685
Dengan menjalankan pernapasan menurut peraturan yang
sudan ditetapkan, Cin kie (Hawa murni) yang hangat dari
tantian mengalir keberbagai jalan darah dan kemudian
kembali dan berkumpul pula sekitar tantian. Pengaliran
"Hawa murni" dari tantian ketantian merupakan satu
putaran dan putaran itu diulang dan di ulang lagi.
Sesudah selesai satu putaran, orang yang berlatih lantas
saja merasa seluruh tubuhnya nyaman luar biasa. "Hawamurni"
itu yang melayang-layang dan mengalir bagaikan
asap rokok dinamakan juga In-Oen Cie kie (Hawa ungu
dari Langit dan Bumi). Jika latihan seseorang sudah capai
tingkat yang tinggi, In oen Cie-kie bisa mengusir racun
dingin ditatian dan diberbagai jalan darah. Dalam Rimba
Persilatan, azas-azas Lweekang dari berbaggai partai itu
tidak banyak bedanya. Yang berbeda yalah cara
berlatihnya. Sebegitu jauh mengenai tenaga, Boetong Sinhoat
dari Thio Sam Hong jarang tandingannya didalam
dunia.
Sesudah berlatih dua tahun lebih, Boe Kie sudah dapat
mengumpulkan banyak juga In oen Cin Kie ditantiannya.
Tapi karena racun dingin terlampau hebat, maka
kehangatan dari "Hawa murni" itu tidak berhasil
mengusirnya. Sebaliknya dari pada sembuh, sinar hijau
dimukanya kian hari kian tua dan setiap kali racun dingin
itu mengamuk, ia menderita bukan main.
Selama dua tahun, Thio Sam Hong memeras tenaga dan
pikiran untuk mengajar, menilik dan merawat cucu
muridnya itu. Song Wan Kiauw dan saudara-saudara
sepenguruannya telah menjelajah keberbagai tempat untuk
mencari obat obatan yang mujarab dan langka terdapat di
dalam dunia. Mereka membawa pulang Jin som yang sudah
berusia lebih seratus tahun, Sioe ouw, Hok leng dari Soat
san dan sebagainya untuk diberikan kepada bocah itu. Tapi
686
semua obat-obatan itu bagaikan batu yang dilemparkan
kedalam lautan. Makin hari anak itu jadi makin kurus dan
pucat.
Guna menyenangkan orang-orang yang mencintainya,
Boe Kie selalu memaksakan diri untuk bergembira. Tapi
sang kakek guru dan paman-paman itu merasa, bahwa
turunan tunggal dari Thio Coei San sudah tak dapat
ditolong lagi.
Selagi repot mengobati lukanya, tokoh-tokoh Boe tong
pay tak punya tempo lagi untuk mencari musuh-musuh
yang telah mencelakakan Jie Thay Giam dan Boe Kie.
Selama dua tahun itu, Kauw coe Peh bie kauw, In Thian
Ceng, berulang kali mengirim utusan untuk menengok cucu
luarnya dan menghadiahkan banyak barang-barang
berharga. Tapi mengingat bahwa secara tidak langsung Jie
Thay Giam dan Thio Coei San celaka dalam tangan Peh bie
kauw, pendekar-pendekar Boe tong selalu mengirim pulang
barang-barang itu. Bahkan satu kali Boh Seng Kok
menghajar juga utusan In Thian Ceng. Mulai waktu itu, In
Thian Ceng tidak pernah mengirim orang lagi.
Tanpa terasa hari perayaan Tiong cioe tiba kembali.
Menurut kebiasaan, Thio Sam Hong dan murid muridnya
merayakan hari itu. Tapi pada kali sebelum mereka duduk
dimeja perjamuan, penyakit Boe Kie mendadak kambuh
lagi. Selebar mukanya bersinar hijau dan tubuhnya
menggigil. Sebab kuatir merusak kegembiraan kakek guru
dan paman-pamannya, sambil mengertak gigi, ia coba
mempertahankan diri. Tapi gejala kumatnya penyakit sudah
tentu tidak dapat disembunyikan. Dengan penuh rasa cinta,
In Lie Heng mendukung keponakan itu kekamarnya,
menyelimutinya dan membuat satu perapian.
Tiba tiba Thio Sam Hong berkata: "Besok bersama Boe
Kie, aku akan pergi ke Siauw lim sie di Siongsan"
687
Semua murid Thio Sam Hong tertegun. Mereka
mengerti, bahwa dalam keadaan mendesak dan karena
cintanya terhadap si cucu murid, guru itu rela
menundukkan kepala dihadapan Siaum Lim sie untuk
meminta pertolongan.
Mereka mengerti bahwa sang guru mengharap, dengan
Kioe yang Cin keng yang lengkap, jiwa Boe Kie akan bisa
ditolong. Sebagaimana diketahui, kioe yang Cin keng yang
dimiliki Thio Sam Hong masih ada kekurangannya.
Dua tahun berselang, waktu Thio Sam Hong merayakan
hari ulang tahunnya yang keseratus, perhubungan antara
Siauw lim dan Boe tong telah menjadi retak. Dengan
kedudukannya sebagai seorang guru besar dari sebuah
partai ternama, kepergian Thio Sam Hong ke Siauw lim sie
untuk meminta pertolongan, sungguh akan menurunkan
derajat Boe tong pay. Akan tetapi, demi cinta yang tidak
mengenal batas, guru besar itu telah menyampingkan segala
nama kosong. Sesudah tertegun, semua muridnya menghela
napas dengan rasa kagum akan kebesaran jiwa sang guru.
Sebenarnya, Go bie paypun mengenal sebagian Kioe
yang Cin-keng. Akin tetapi, Biat coat Soe thay sungkan
menemui orang luar. Beberapa kali, Sam Hong telah
memerintahkan in Lie Heng membawa suratnya ke gunung
Go bie san. Tapi pendeta wanita itu tidak menggubris dan
memulangkan surat surat itu, tanpa dibuka. Maka itulah
jalan satu-satunya yang masih terbuka yalah minta
pertolongan Siauw Lim sie.
Sam Hong mengerti, bahwa jika ia cuma mengutus
murid-muridnya ke Siauw lim sie, Kong-boen Taysoe
beramai pasti tidak akan meladeni. Dari sebab itu, ia telah
mengambil keputusan untuk pergi sendiri.
Demikianlah, perjamuan itu diliputi dengan kemasgulan
688
dan sesudah meneguk beberapa cawan arak, mereka lalu
bubar.
Pada keesokan barinya, pagi-pagi benar guru itu
berangkat dengan mengajak Boe Kie, diantar oleh muridnya
sampai dikaki gunung. Song Wan Kiauw dan saudara
saudaranya sebenarnya ingin turut serta, tetapi dilarang
karena Sam Hong kuatir datangnya banyak orang akan
menimbulkan kecurigaan bagi pihak Siauw lim.
Dengan masing-masing menunggang keledai, si kakek
dan si bocah menuju ke arah utara. Jarak antara Siauw Lim
dan Boe-tong, dua pusat persilatan pada jaman itu, tidak
terlalu jauh. Dari Boe-tong-san Ouw-pak utara, ke Siongsan
di Ho lam barat, hanya memerlukan pelayaran
beberapa hari. Sesudah menyeberangi sungai Han soe di
Loo ho kow, mereka tiba di Lam yang. Terus menuju ke
utara sampai di Nie-coo dan sesudah membelok kearah
barat, tibalah mereka digunung Siong san.
Sesudah mendaki Siauw sit san, mereka menambat
keledai didahan pohon dan meneruskan perjalanan dengan
jalan kaki. Sambil berjalan, Sam Hong ingat kejadian pada
delapanpuluh tahun lebih yang lalu, kapan dengan memikul
dua tahang
mendiang gurunya, Kak wan Taysoe mengajak ia dan
Kwee Siang melarikan diri dari Siauw Lim sie. Kejadian itu
sudah hampir seabad, tapi seolah olah baru terjadi kemarin.
Ia menghela napas dan hatinya terharu bukan main, karena
diluar semua perhitungan, hari ini ia kembali ketempat
dulu. Ia mengawasi puncak-puncak gunung dan kuil Siauw
lim sie yang tiada berbeda seperti ada delapanpuluh tahun
berselang. Tapi orang orang yang dicintainya yaitu Kak
wan dan Kwee Siang, sudah tidak ada lagi didalam dunia.
Tak lama kemudian, mereka tiba di pendopo Lip soat
689
teng. Kebetulan, dua pendeta kelihatan mendatangi. Sam
Hong menghampiri dan sesudah memberi hormat, ia
berkata: "Aku minta pertolongan soehoe (tuan pendeta)
untuk melaporkan kepada Hong thio Taysoe (kepala kuil),
bahwa Thio Sam Hong minta bertemu."
Mendengar nama "Thio Sam Hong," kedua pendeta itu
terkejut. Dengan mata membelalak, mereka mengawasi
kakek itu yang bertubuh tinggi besar, berambut dan
berjenggot putih, sedang mukanya yang bersemu merah
selalu bersenyum-senyum. Dilain saat, mereka tercengang
karena orang yang mengaku bernama Thio Sam Hong itu,
mengenakan jubah imam yang mesum.
Mereka tak tahu, bahwa guru besar itu memang seorang
sembarangan, sembarangan cara-caranya dan sembarangan
pula dalam berpakaiannya. Maka itulah, dibelakangnya
sejumlah orang Kangouw menyulukinya sebagai "Tah-tah
Toojin" (si imam mesum) dan ada juga orang yang
menamakadnya "Thio Tah-tah"
Melihat begitu, kedua pendeta itu agak kurang percaya.
"Apa kau Thio ....Thio Cinjin dari Boe tong pay?" tanya
salah seorang.
Sam Hong tertawa. "Apa ada Thio Sam Hong palsu?"
tanyanya.
Mendengar jawaban itu yang bernada guyon-guyon dan
sama sekali bebas dari keangkeran seorang guru besar dari
sebuah partai persilatan yang besar, sipendeta makin tidak
percaya.
"Apa kau tidak main main ?" tanyanya pula.
Sam Hong kembali tertawa. "Apakah Thio Sam Hong
berharga sedemikian besar, sehingga ia mesti dipalsukan?"
tanyanya pula.
690
Dengan penuh kesangsian, kedua pendeta itu berlari-lari
kearah kuil untuk melaporkan. Sesudah lewat sekian lama,
pintu ditengah kuil terbuka dan Hong thio Kong boen
Taysoe muncul bersama-sama Kong tie dan Kong seng.
Dibelakang mereka mengikuti lima orang pendeta tua yang
mengenakan jubah pertapaan warna kuning muda. Sam
Hong tahu, bahwa mereka, adalah anggauta angqauta dari
Tat mo ih dan tingkatan mereka mungkin lebih tinggi
daripada Kong boen dan saudara saudara sepenguruannya.
Mereka itu biasanya menyembunyikan diri didalam kuil
untuk mempelajari dan merenungkan ilmu silat Siauw lim
sie. Sebegitu jauh, anggauta-anggauta tat mo ih tidak
pernah mencampuri urusan lain. Tapi sekarang, rupanya
karena mendengar kedatangan orang orang Boe tong pay,
Kong boen sudah merasa perlu untuk mengajak kelima
tetua itu.
Sam Hong segera bertindak keluar dari pendopo Lip soat
teng dan sambil memberi hormat, ia berkata: "Siauwtoo
merasa berat untuk menerima sambutan dari para Taysoe."
(Siauwtoo - Aku si imam kecil)
Kong boen dan yang lain-lain segera merangkap tangan.
"Kedatangan Thio Cinjin diluar dugaan siauwceng (aku
sipendeta kecil)," kata Kong boen. "'Apakah maksud
kedatangan Cinjin?"
"Ingin minta pertolongan." jawabnya.
"Duduklah, duduklah," mengundang Kong boen.
Sesudah duduk dipendopo itu dan disuguhkan teh, didalam
hati, Sam Hong merasa mendongkol, "Biar bagaimanapun
juga, aku adalah guru besar dari sebuah partai," pikirnya.
"Tingkatanku lebih tinggi daripada kamu. Mengapa kamu
tidak mengundang aku masuk dikuil?" Tapi sebagai
manusia yang sembarangan dan terbuka, perlakuan yang
691
kurang pantas itu tidak dibuat pikiran olehnya.
Tapi Kong boen sendiri rupanya sudah merasakan
adanya ketidak pantasan. Katanya: "Menurut adat istiadat,
kami harus mengundang Thio Cin jin masuk kedalam kuil.
Tapi hal itu tidak dapat dilakukan, karena dulu, diwaktu
muda, Thio cin jin pernah meninggalkan Siauw lim sie
tanpa pamitan. Peraturan kuil kami, yang sudah
dipertahankan selama ratusan tahun, tentulah juga
diketahui Thio Cinjin. Setiap murid yang melarikan diri
atau murid yang berkhianat, seumur hidupnya tidak
dipermisikan menginjak lagi kuil kami. Menurut peraturan
itu, siapa yang melanggarnya harus di kutungkan kakinya."
Thio Sam Hong tertawa terbahak bahak. "Oh, begitu "
katanya. "Memang benar, waktu masih kecil, Siauwtoo
pernah berdiam di Siauw lim sie dan merawat Kak wan
Taysoe. Akan tetapi, apa yang dilakukan Siauwtoo
hanyalah menyapu lantai dan masak air. Siauwtoo belum
pernah mencukur rambut dan juga belum pernah
mengangkat guru. Maka itu, pada hakekatnya orang tidak
dapat mengatakan, bahwa Siauwtoo adalah murid Siauw
lim sie."
Kong tie tertawa dingin. "Tapi tidak dapat disangkal
bahwa ilmu silat Thio Cinjin adalah curian dari Siauw Lim
sie," katanya.
Darah guru besar itu lantas saja naik, tapi di lain saat, ia
dapat memulihkan ketenangannya. Pikirnya: "Biarpun ilmu
silat Boe tong adalah hasil jerih payahku selama empat
puluh tahun, tapi jika mau diusut sumbernya, memang juga
bersumber dari Siauw lim sie. Jika Kak wan Taysoe tidak
menghadiahkan aku dengan sepasang Loohan besi,
mungkin sekali aku tak akan bisa menjadi seorang ahli silat.
Maka itu kalau dikatakan ilmu silatku bersumber dari
Siauw lim sie, pernyataan itu tidak terlalu salah."
692
Memikir begitu, ia lantas saja berkata: "Kedatangan
Siauwtoo justeru untuk persoalan itu."
Kong boen dan Kong tie saling mengawasi. "Aku mohon
Thio Cinjin suka menjelaskannya." Kata Kong boen.
"Barusan Kong tie Taysoe mengatakan, bahwa ilmu silat
Siauwtoo didapat dari Siauw lim sie," menerangkan Sam
Hong. "Pernyataan itu adalah benar. Dulu, Siauwtoo telah
merawat Kak wan Taysoe dan beliau telah menurunkan
ilmu dari kitab Kioe yang Cin keng yang ditulis sendiri oleh
Tat mn Loocauw kepadaku. Akan tetapi, karena pada
waktu itu Siauwtoo masih kecil, maka apa yang didapatkan
masih banyak kekurangannya dan hal itu merupakan
penyesalan besar dalam hatiku. Waktu Kak wan Taysoe
menghafal Cin keng, ada tiga orang yang mendengarnya.
Yang satu adalah pendiri Go bie pay, Kwee Siang Liehiap,
yang lain Boe Sek Siansoe dan yang ketiga yalah Siauwtoo
sendiri. Karena berusia paling muda, berotak paling timpul
dan waktu itu Siauwtoo belum pernah belajar silat, maka
ape yang didapatkan Siauwtoo paling sedikit."
"Wungkin sekali tidak sedemikian," kata Kong tie
dengan suara dingin. "Sedari kecil Thio Cin jin merawat
Kak wan. Selama beberapa tahun itu, apa tidak bisa jadi
diam-diam Kak wan telah menurunkan banyak ilmu silat
kepada Thio Cinjin? Sekarang, nama Boe tong pay
menggetarkan seluruh jagat dan menurut pendapatku,
semua itu yalah hadiah dari Kak wan."
Tingkatan Kak wan Taysoe Iebih tinggi tiga tingkat
daripada Kong tie. Menutut pantas, ia harus menggunakan
istilah "Toa soesiok couw." Akan tetapi, lantaran Kak wan
meninggalkan Siauw lim sie di tengah jalan dan namanya
sudah dicoret, maka dalam pembicaraan, Kong tie sudah
tidak menggunakan istilah yang menghormat. Tapi Thio
Sam Hong sendiri buru-buru bangun berdiri dan berkata
693
sambil membungkuk "Budi Siansoe (mendiang guru) yang
sangat besar, selalu tak dapat dilupakan Siauwtoo."
Sikapnya itu yalah untuk menghormat mendiang gurunya.
Diantara empat Seng ceng (pendeta suci) dari Siauw lim
sie, yang berhati paling mulia yalah Kong kian Taysoe.
Hanya sayang siang-siang ia sudah meninggal dunia. Kong
boen seorang pintar dan bijaksana, rasa girang dan gusarnya
jarang diutarakan pada paras mukanya. Kong seng seorang
sembrono dan polos sering sering bertindak atau berbicara
seenaknya saja. Antara mereka itu Kong tie lah yang
berpemandangan paling sempit.
Sering-sering Kong tie merasa mendongkol, karena
didalam Rimba Persilatan, nama Boe tong sudah berendeng
dengan Siauw Lim, sedang menurut anggapannya, ilmu
silat Boe tong adalah "curian" dari Siauw lim sie.
Kunjungan Sam Hong pada hari itu dianggapnya
bertujuan untuk membalas sakit hati Thio Coei San.
Disamping itu, masih ada lain hal yang dibuat ganjalan
olehnya. Sebagaimana diketahui sebelum membunuh diri,
In So So telah berlagak membisiki sembunyinya Cia Soen
dikuping Kong boen. Siasat itu siasat sangat beracun.
Selama dua tahun, tiada henti hentinya jago-jago Rimba
Persilatan mengunjungi Siauw Lim sie untuk menanyakan
dimana adanya Cia Soen. Kong boen bersumpah keras
keras bahwa ia tidak tahu. Tapi pada hari itu, diruang besar
"Giok hie koan", semua mata juga telah melihat, bahwa So
So telah membisikkan sesuatu dikupingnya. Siapa yang
mau percaya keterangan Kong boen?
Selama dua tahun, sebab gara-gara itu, banyak
pertempuran telah terjadi. Tamu-tamu banyak yang binasa
atau terluka, tapi pihak Siauw lim pun tidak bebas dari
kerusakan. Dan kalau di hitung hitung, menurut pendapat
Kong tie yang menanam bibit penyakit yalah Boe tong pay.
694
Sekarang, diluar dugaan Thio Sam Hong datang sendiri.
Dapat dimengerti, jika Kong tie sungkan menyia-nyiakan
kesempatan baik itu untuk melampiaskan rasa
mendongkolnya. "Thio Cinjin sudah mengaku, bahwa ilmu
silat Boe tong adalah titian dari Siauw lim sir," katanya
pula. "Hanya sayang pengakuan itu tidak didengar oleh lain
orang."
Tapi, walaupun diejek, Sam Hong tenang luar biasa.
"Ilmu-ilmu silat dikolong langit sebenarnya bersumber
satu," katanya dengan suara sabar. "Selama ratusan, selama
ribuan tahun, tokoh-tokoh Rimba Persilatan
memperkembangkan, memperbaiki dan menambal
kekurangan-kekurangan yang terdapat dalm ilmu-ilmu silat.
Maka itu, diwaktu sekarang, sukarlah dikatakan ilmu silat
mana yang benar-benar merupakan sumber dari semua ilmu
silat. Tapi, bahwa Siauw lim pay merupakan pemimpin dari
Rimba Persilatan, adalah kenyataan yang diakui oleli
semua orang. Hari ini, kedatangan Siauwtoo justeru karena
mengagumi ilmu silat dari partai kalian. Siauwtoo
mengakui kekurangan sendiri, makanya ingin minta
pelajaran dari para Taysoe.."
Kong boen dan yang lain-lain terkejut. Mereka
menafsirkan, bahwa kata-kata "meminta pelajaran" sebagai
suatu tantangan. Paras muka mereka lantas saja berubah
dan untuk beberapa saat, keadaan sunyi. Akhirnya, yang
bicara paling dulu adalah Kong seng, sisembrono. "Baiklah,
toosoe tua," katanya "Jika kau mau menjajal kepandaian
kami, akupun tidak takut."
"Kalian hendaknya jangan salah mengerti " kata Sam
Hong cepat-cepat, "Siauwtoo mengatakan mau minta
pelajaran, dan pernyataan itu adalah hal yang
sesungguhnya. Dalam mempelajari Kioe yang Cin keng
yang diturunkan oleh Siansoe, ada banyak bagian yang
695
belum siauwtoo ketahui. Jika kalian sudi mengajar bagian
bagian yang kurang itu, siauwtoo akan merasa berterima
kasih tidak habisnya." Sesudah berkata begitu, ia bangun
berdiri dan membungkuk.
Pernyataan Thio Sam Hong mengejutkan semua orang.
Thio Sam Hong adalah pendiri partai yang ilmu silatnya
tersohor di seluruh jagat. Sesudah mencapai usia seratus
tahun lebih, baik nama dan kepandaian maupun tingkatan,
pada jaman itu tiada orang yang bisa merendenginya. Maka
itu, adalah suatu keanehan, bahwa guru besar itu meminta
pelajaran dari pendeta-pendeta Siauw lim sie.
Kong boen buru-buru bangun berdiri dan membalas
hormat. "Thio Cinjin, janganlah Cinjin ber guyon guyon,"
katanya. "Kami adalah orang-oiang yang tingkatannya
rendah dan pelajarannya cetek. Bagaimana kami bisa
memberi pelajaran?"
Sam Hong mengerti, bahwa pernyataannya terlalu aneh.
Maka itu ia lantas saja menceriterakan sejelas-jelasnya
duduknya persoalan. Ia menandaskan, bahwa
kedatangannya itu yalah untuk menolong jiwa Boe Kie. la
mengatakan bahwa ia bersedia memberitahukan pihak
Siauw lim segala pelajaran yang telah diperolehnya dari
Kioe yang Cin keng dengan harapan, bahwa pihak Siauw
lim sudi memberitahukannya bagian bagian Kioe yang Cin
keng yang belum dimengerti olehnya.
Sesudah berpikir agak Iama, Kong boen berkata:
"Semenjak ribuan tahun, diantara tujuhpuluh dua macam
ilmu silat Siauw lim sie, belum pernah ada seorang murid
yang berhasil mempelajari lebih daripada duabelas macam."
"Ilmu yang dimiliki Thio Cinjin memang ilmu yang
sangat luar biasa. Akan tetapi, ilmu silat yang diwariskan
oleh leluhur partai kami dengan sesungguhnya sudah terlalu
696
banyak, sehingga, untuk mempelajari sepersepuluhnya saja,
sudah tidak gampang. Thio Cinjin menyatakan bersedia
untuk menukar ilmu dengan partai kami dan untuk
kesudian itu, kami merasa berterima kasih. Tapi jika
dipandang dari sudut kami, kami sebenarnya tak perlu
menambah ilmu, sebab kami sendiri sudah memiliki
terlampau banyak."
Share:
cersil...
Comments
0 Comments

Postingan Cersil Terbaru