Cersil 16 Antik Banget Toliongto Tag:Penelusuran yang terkait dengan cersil
cersil indo
cersil mandarin full
cerita silat mandarin online
cersil langka
cersil mandarin lepas
cerita silat pendekar matahari
kumpulan cerita silat jawa
cersil mandarin beruang salju.
cerita silat pendekar mataharicerita silat indonesia
cerita silat kho ping hoo
cerita silat mandarin online
cerita silat mandarin full
cerita silat jawa
kumpulan cerita silat
cerita silat jawa pdf cerita silat indonesia gratis
cerita silat jadul indonesia
cerita silat indonesia pendekar rajawali sakti
cersil indonesia pendekar mabuk
cersil langka
cersil dewa arak
cerita silat jaman dulu
cersil jawa download cerita silat mandarin full
cerita silat mandarin online
cersil mandarin lepas
cerita silat mandarin pendekar matahari
cerita silat jawa pdf
cersil indonesia pdf
cersil mandarin beruang salju
kumpulan cerita silat pdf Cersil 16 Antik Banget Toliongto
- Cersil Ke 8 Kembalinya Pendekar Rajawali Sakti Cer...
- Cersil Ke Tujuh Kembalinya Pendekar Rajawali Sakti...
- Cersil ke 6 Kembalinya Pendekar Rajawali Sakti
- Cersil Ke 5 Yoko Bibi Lung
- Cerita Silat Ke 4 Pendekar Yoko
- Cersil Yoko 3 Condor Heroes
- Cersil Yoko Seri Ke 2
- Cerita Silat Cersil Ke 1 Kembalinya Pendekar Rajaw...
- Cerita Silat Cersil Pendekar Pemanah Rajawali Komp...
- Cersil Ke 25 Tamat Kwee Ceng Bersambung Ke Pendeka...
- Cerita Silat ke 24 Kwee Ceng Pendekar Jujur
- Cersil Ke 23 Kwee Ceng Pendekar Lugu
- Cerita Silat Ke 22 Kwee Ceng
- Cersil Ke 21 Kwee Ceng
- Cerita Silat Ke 20 Cersil Kwee Ceng Rajawali Sakti...
- Cerita Silat Ke 19 Kwee Ceng Jagoan Sakti
- Cersil Ke 18 Kwee Ceng
- Cersil Ke 17 Kwee Ceng Cerita Silat Pendekar Rajaw...
- Cersil Pendekar Pemanah Rajawali Ke 16 Pendekar Kw...
- Cersil Ke 15 Pendekar Kwee Ceng
- Cersil Hebat Kweeceng Seri 14
- Cersil Cerita Silat Kwee Ceng 13
- Cersil Pendekar Ajaib : Kwee Ceng 12
- Kumpulan Cerita Silat Jawa : Kwee Ceng 11
- Cerita Silat Pendekar Matahari : Kwee Ceng 10
- Cersil Mandarin Lepas :Kwee Ceng 9
- Cersil Langka Kwee Ceng 8
- Cerita Silat Mandarin Online : Kwee Ceng 7
- Cersil Indo Kwee Ceng 6
- Cerita Silat Cersil Kwee Ceng 5
- Cersil Kwee Ceng 4
- Cersil Pendekar Kwee Ceng 3
- Cersil Pendekar Kwee Ceng 2
- Cersil Pendekar Kwee Ceng ( Pendekar Pemananah Raj...
- Cersil Seruling Sakti dan Rajawali Terbang
- Kumpulan Cersil Terbaik
- Cersil Jin Sin Tayhiap
- Cersil Raisa eh Ching Ching
- Cersil Lembah Merpati
- Cerita Silat Karya stefanus
- Cersil Pedang Angin Berbisik
- Cersil Sian Li Engcu
- Cersil Si KAki Sakti
- Cersil Bendera Maut
- Cersil Pahlawan Gurun
- Cersil Pedang Pusaka Buntung
- Cersil Terbaik Pendekar Kunang Kunang
- Cersil Mandarin Imam Tanpa Byangan
“Baiklah!” kata si anak seraya membungkuk dan lalu
menghampiri Boe Kie. “Can Siauwhiap,” katanya dengan
suara nyaring, “jika kau bukan anggota Beng kauw, kau
boleh segera turun gunung dan mengobati lukamu. Usaha
enam partai untuk menumpas kejahatan tiada sangkut
pautnya denganmu.”
Dengan satu tangan memegang dada, Boe Kie
menjawab, “Dalam usaha menolong sesama manusia,
sebegitu lama ia masih bernyawa, seorang lelaki harus
berjuang terus. Terima kasih atas maksud Song-heng yang
sangat baik. Tapi aku sudah mengambil keputusan untuk
hidup atau mati bersama-sama Beng kauw!”
Para anggota Beng kauw dan Peh bie kauw merasa
sangat terharu. Banyak di antaranya berteriak-teriak,
mencegah Boe Kie berkelahi terus. Dengan tindakan
limbung In Thian Ceng maju mendekati. “Orang she Song,
“ katanya, “biarlah loohoe yang meladeni kau.” Tapi baru
ia mengerahkan lweekang, kedua lututnya lemas dan ia
kembali roboh di tanah.
1499
Ceng Soe mengawasi Boe Kie. “Canheng, kalau begitu
demi kepentingan umum, aku terpaksa berbuat kedosaan
terhadapmu,” katanya.
Siauw Ciauw melompat dan menghadang di depan Boe
Kie. “Lebih dahulu kau harus membunuh aku!” teriaknya.
“Siauw Ciauw, kau tak usah kuatir,” kata Boe Kie
dengan suara perlahan. “Kepandaian pemuda itu biasa saja.
Untuk melayani dia tenagaku masih lebih daripada cukup.”
“Thio Kongcoe, tapi kau… kau terluka berat!” kata si
nona.
Boe Kie tersenyum. “Tak usah takut,” katanya.
Mendengar perkataan itu, Ceng Soe naik darah.
“Bagus!” bentaknya, “Kepandaianku memang biasa saja.
Aku minta pelajaran darimu yang mempunyai tenaga lebih
daripada cukup.”
“Siauw Ciauw, mengapa kau begitu baik terhadapku?”
tanya Boe Kie dengan suara terharu.
Si nona tahu, bahwa ia tak dapat berbuat apa-apa lagi
untuk mencegah pertempuran.
“Aku tak bisa hidup sendirian,” katanya dengan suara
duka dan putus harapan.
Dengan sorot mata menyinta, Boe Kie mengawasi nona
itu. Dalam menghadapi kebinasaan, ia dapat terhibur
karena ia tahu, bahwa di dalam dunia sedikitnya ada
seorang yang menyintanya setulus hati.
“Minggir kau!” bentak Ceng Soe dengan mata melotot.
“Mengapa kau begitu kasar terhadap seorang wanita?”
tanya Boe Kie.
Tapi Ceng Soe tidak meladeni teguran itu. Ia bahkan
1500
mendorong pundak Siauw Ciauw, sehingga si nona
terhuyung beberapa tindak. “Di antara lelaki dan
perempuan siluman, mana ada manusia baik?” katanya
dengan kaku. “Bangun kau! Sambutlah seranganku!”
Boe Kie menghela napas. “Ayahmu adalah seorang
kesatria”, katanya, “Mengapa kau begitu kasar! Untuk
melayani kau, tak perlu aku bangun berdiri.” Di mulut ia
berkata begitu, tapi sebenar-benarnya ia tak kuat berdiri
lagi.
Keadaan Boe Kie yang sudah payah dapat dilihat orang
banyak, antaranya oleh Song Ceng Soe sendiri. “Ceng Soe,
kau totok saja jalan darahnya supaya ia tidak bisa
bergerak,” teriak Jie Lian Coe. “Tak usah membinasakan
dia”.
“Baiklah,” jawabnya seraya menotok pundak Boe Kie
dengan jari tangan kanannya.
Boe Kie tidak bergerak, tapi pada detik jari tangan lawan
hampir menyentuh Kian tin hiat ia mengibas dengan
tangannya dan Ceng Soe menotok angin. Sebab kejadian itu
di luar dugaan, Ceng Soe sempoyongan, hampir-hampir
menubruk Boe Kie.
Sesudah kagetnya hilang, ia menendang dada Boe Kie
dengan menggunakan tujuh bagian tenaga. Jie Lian Coe
telah memesan supaya ia tidak berlaku kejam, tapi mengapa
ia mengirim tendangan yang berat itu? Apa lantaran Boe
Kie mengatakan kepandaiannya biasa saja?
Bukan, sebab musababnya terletak di lain bagian. Ceng
Soe membenci Boe Kie dan ia membenci karena soal cinta.
Begitu melihat wajah Cioe Cie Jiak, begitu ia jatuh cinta.
Tak henti-hentinya ia melirik atau mengawasi si nona.
Sebagai puteranya seorang pendekar Boe tong, ia merasa
1501
tak pantas mengincar si nona terus menerus, tapi ia tak bisa
melawan hatinya. Setiap gerakan, setiap senyuman, setiap
kerutan alis Cie Jiak tidak terlepas dari matanya. Apa
celaka, Cie Jiak mengunjuk rasa cintanya kepada Boe Kie.
Sorot mata nona itu selalu diperhatikan Ceng Soe. Atas
perintah Biat coat, Cie Jiak menikam Boe Kie. Tapi sesudah
menikam, si nona memperlihatkan rasa duka dan menyesal
yang tiada terbatas.
Song Ceng Soe mengerti, bahwa sesudah terjadi
penikaman itu, tak perduli Boe Kie mati atau hidup, si nona
tentu takkan melupakan perbuatannya itu. Iapun tahu,
apabila ia membunuh pemuda itu, Cie Jiak pasti merasa
sangat sakit hati, akan membencinya. Tapi oleh sebab
dibakar rasa jelus dan rasa iri hati, ia sungkan melepaskan
kesempatan untuk membinasakan seorang yang tak berdosa
yang menjadi saingannya. Ceng Soe sebenarnya pemuda
boen boe song coan (pandai ilmu surat dan ilmu silat), salah
seorang terpandai di antara murid-murid turunan yang
ketiga dari Boe tong pay dan pada hakekatnya ia seorang
baik. Akan tetapi, begitu terbentur dengan soal cinta, ia tak
bisa membedakan lagi apa yang benar, apa yang salah.
Melihat tendangan itu, semua orang terkejut. Untuk
menyelamatkan jiwa Boe Kie mesti melompat atau
menangkis. Pada saat ujung kaki mampir di dadanya, ia
angkat tangan kiri dan mengibas. Di luar dugaan, kibasan
itu sudah menolak tenaga dari tendangan kaki Ceng Soe
lewat dalam jarak tiga dim dari badannya. Karena ia
menendang dengan bernafsu, Ceng Soe tidak menarik
pulang kakinya dan lalu melompat sambil menendang ke
belakang, menendang punggung Boe Kie dengan tumit kaki
kiri. Tendangan itu hebat dan tidak mengira, tapi untuk
kedua kalinya Boe Kie berhasil menyelamatkan jiwanya
dengan hanya mengibaskan lima jari tangannya.
1502
Melihat begitu, semua orang terheran-heran.
“Ceng Soe, dia sudah tak punya tenaga dalam lagi,” seru
sang ayah. “Itulah ilmu Sie nio po cian kin” (Sie nio po cian
kian – Empat tahil menghantam seribu kati)
Song Wan Kiauw memang lihay dan berpengalaman. Ia
bisa lihat bahwa Boe Kie sudah habis tenaganya dan ilmu
yang digunakannya, biarpun dinamakan Kian koen Tay lo
ie pada hakekatnya tidak berbeda dengan Sin nio po koan
kin, atau ilmu “Meminjam tenaga untuk memukul tenaga”
dari Rimba Persilatan Tiong-goan.
Mendengar petunjuk ayahnya, Ceng Soe tersadar dan ia
segera mengubah cara bersilatnya. Kedua tangannya
bergerak seperti orang menari-nari dan pukul-pukulannya
kelihatan aneh, seperti disertai dengan lweekang, seperti
juga tidak disertai lweekang. Itulah Bian ciang (ilmu pukul
kipas), salah satu ilmu silat terlihay dari Boe tong pay.
Ilmu “Meminjam tenaga untuk memukul tenaga”
merupakan dasar dari ilmu silat Boe tong pay. Untuk
menggunakan Sie nio po cian kin, pihak lawan harus
menggunakan tenaga yang besar, tenaga ribuan kati, supaya
tenaga itu bisa dipinjam. Tapi sekarang Song Ceng Soe
menggunakan Bian ciang, maka tenaganya keluar di antara
ada dan tidak ada. Dengan demikian, Boe Kie tak akan bisa
meminjam tenaga itu.
Tapi tiada yang tahu, bahwa dalam Kian koen Tay lo ie,
Boe Kie sudah mencapai tingkat tertinggi, yaitu sudah
berlatih sampai pada tingkat ketujuh. Jangankan pukulan
Bian ciang yang masih berbentuk, sedang benda yang tak
ada bentuknya pun, seperti hawa racun atau suara aneh,
masih dapat dipunahkan olehnya. Begitu diserang, ia
meramkan kedua matanya dan tersenyum, sedang lima jari
tangan kirinya bergerak-gerak seperti sedang memetik khim.
1503
Dalam sekejap, Bian ciang yang terdiri dari tigapuluh enam
jurus sudah punah semuanya.
Song Ceng Soe tercengang. Dalam bingungnya ia
menyapu seluruh lapangan dengan matanya dan secara
kebetulan matanya kebentrok dengan mata Cioe Cie Jiak.
Tiba-tiba saja darahnya meluap. Ia bergusar dan berduka
karena paras muka si nona mengunjuk rasa kuatir. Ia tahu,
bahwa Cie Jiak bukan memikiri keselamatannya.
Dalam marahnya, ia lantas saja menarik napas dalam
dalam, tangan kirinya menghantam pipi kanan Boe Kie,
telunjuk tangan kanannya menotok Pot hoe hiat di bagian
pundak. Jurus itu dinamakan Hoa kay Peng tee (Kembang
mekar). Namanya bagus, hebatnya bukan main. Dua
pukulan tadi disusul dengan dua pukulan lagi, tangan kanan
menggaplok pipi kiri, telunjuk tangan kiri menotok Hong
hoe hiat. Dengan demikian, jurus Hoa kay Peng tee berisi
empat pukulan yang turun bagaikan hujan angin, dengan
kecepatan kilat.
Semua orang terkesiap, banyak diantaranya
mengeluarkan seruan tertahan.
Tiba-tiba terdengar suara “Plaak! Plaak!” yang sangat
nyaring. Tangan kiri Song Ceng Soe menggaplok pipi
kirinya, tangan kanan menggaplok pipi kanan dan
berbareng satu telunjuk menotok Pok hoe hiat, lain telunjuk
menotok Hong hoe hiatnya sendiri. Ternyata, dengan
menggunakan Kian koen Tay lo ie yang paling tinggi, Boe
Kie sudah berhasil memindah keempat pukulan itu ke
tubuh si pemukul.
Jika Song Ceng Soe tidak menyerang begitu cepat,
sesudha menotok Pot Hoe Hiatnya sendiri, ia tak akan bisa
mengirim dua pukulan yang berikutnya. Tapi karena empat
pukulan itu dikirim secara berantai dengan kecepatan luar
1504
biasa, maka biarpun Pok Hoe Hiat nya sudah tertotok, ia
masih bisa mengirim dua serangan lagi, sebab lengannya
belum kesemutan. Sesudah keempat pukulan itu dikirim,
barulah kaki tangannya lemas dan ia roboh terjengkang.
Beberapa kali ia coba bangun, tapi tidak berhasil.
Song Wan Kiauw menghampiri dengan berlari lari.
Dengan mengurut beberapa kali ia membuka jalan darah
puteranya yg tertotok. Kedua pipi Ceng Soe bengkak dan
bertepa lima tarak jari. Lukanya enteng, tapi karena
adatnya yg tinggi, maka bagi Ceng Soe, kekalahan itu
merupakan penderitaan yg lebih hebat dari pada
kebinasaan. Song Wan Kiauw mengenal adat puteranya.
Tanpa mengeluarkan sepatah kata ia menuntun anaknya
dan kembali kebarisan Boe tong.
Tepuk tangan dan sorak sorai menggetarkan seluruh
lapangan. Semua orang merasa kagum, kagum sekali.
Tiba2 Boe Kie muntah darah, sambil memegang dada ia
batuk2.
Semua orang mengawasi kejadian itu dengan hati
berdebar2. Mereka berkuatir akan keselamatan jiwanya
pemuda gagah itu. Sebagian memperhatikan Boe Kie,
sebagian pula mengawasi orang2 Boe Tong. Apa yg akan
diperbuat mereka? Mengaku kalah kan? Mengajukan lain
jago kah?
Sesaat kemudian Wong Wan Kiauw berkata dengan
suara nyaring. "Hari ini Boe tong pay sudah menunaikan
kewajiban. Mungkin sekali bintnag Mo Kauw masih terang.
Secara tidak diduga duga muncul pemuda luar biasa ini.
Kalau kita mendesak terus, apa bedanya antara partai lurus
bersih dan Mo Kauw?"
"Aku setuju dengan pendapat Taoko," menyambung Jie
Lian Cioe. Sekarang kita pulang dan minta petunjuk
1505
Soehoe. Sesudah pemuda itu sembuh, kita boleh bertempur
lagi. Ia berbicara dengan suara nyaring dan bersemangat.
Dengan kata2 itu ia menekankan bahwa hari ini Boe tong
pay mengalah, ia tak percaya bahwa partainya tidak bisa
melawan pemuda itu.
Thio Seng Kee dan Boe Seng Kong mengangguk, sebagai
tanda mereka menyetujui pendapat Lian Cioe.
Sekonyong konyong In Lie Heng menghunus pedang
dan dengan mata menyala ia menghampiri diri Boe Kie.
"Orang she Can!" bentaknya. "Dengan kau, aku tak punya
permusuhan apapun jua. Jika sekarang aku mencelakai kau,
In Lie Heng bukan seorang baik2. Tapi sakit hati ku
terhadap Yo Siauw dalam bagaikan lautan. Aku mesti
bunuh padanya. Kau minggirlah!"
Boe Kie menggelengkan kepalanya. "Sebegitu lama aku
masih bernyawa, aku akan cegah pembunuhan terhadap
anggota Beng Kauw yg manapun jua," katanya dengan
suara tetap.
"Kalau begitu, aku terpaksa membunuh kau" kata In Lie
Heng dengan mata beringas.
Boe Kie muntah darah lagi. Matanya berkunang dan ia
berada dalam keadaan separuh ingat, separuh lupa, "In
Liok siok!" katanya denga suara parau. "Kau turun
tanganlah."
In Lie Heng terkesiap. Suara itu, suara memanggil "In
Liok siok," agaknya mungkin tidak asing lagi didengar
dikupingnya. Mendadak ia ingat. "Boe Kie!" katanya
didalam hati. "Diwaktu kecil, Boe Kie sering memanggil "In
Liok siok" dengan nada suara seperti itu. Apa pemuda ini
Boe Kie..." Ia mengawasi muka yang pucat pasi itu. Makin
diawasi, muka itu makin mneyerupai muka Boe Kie. Sudah
delapan tahun mereka berpisah. Dari seorang bocah cilik,
1506
Boe Kie sudah berubah menjadi seorang dewasa. Tubuhnya
sudah berubah, mukanya pun sudah banyak berubah. Tapi
dalam semua perubahan itu, masih banyak terbayang muka
Boe Kie si bocah cilik yg menderita hebat karena pukulan
Hiang Beng Sin Ciang.
Sesaat kemudian, In Lie Heng membuka mulutn,
suaranya gemetar. "Apa .... Apa kau Boe Kie?"
Boe Kie merasa tenaganya habis semua. Matanya labur,
kepalanya pusing dan ia merasa bahwa ia sudah berada
dekat dengan liang kubur. Ia sekarang tak pelu
menyembunyikan lagi dirinya. Bibirnya bergerak dan ia
berbisik, "In Liok siok.... Titijie sering ingat kau...."
Mata In Liok hiap berkunang kunang. Perkataan seolah
olah halilintar ditengah hari bolong. Kaget, heran, kagum,
gegetun.... Semua tercampur menjadi satu. Ia seorang yg
berperasaan sangat halus. Air matanya lantas saja
mengucur deras. Ia melontarkan pedangnya menubruk,
memeluk dan mendukung Boe Kie. Kata dia dengan suara
serak "Boe... Kie!... Putra tunggal dari Ngo ko..."
Song Wan Kiauw, Jie Lian Cioe, Thio Siong Kee dan
Boh Seng Kok memburu dan berdiri diseputar In Lie Hong.
Kekagetan dan kegirangan mereka sukar dilukiskan.
Orang2 Beng Kauw tak kurang girangnya, mimpipun
mereka tak pernah mimpi, bahwa pemuda yang coba
menolong mereka dengan mempertaruhkan jiwa sendiri,
bukan lain daripada putranya Boe Tong Ngo Hiap Thio
Cioe San.
Melihat keponakannya pingsan buru2 In Lie Heng
mengeluarkan Thian ong Hoe Sim tan dan memasukannya
kedalam mulut Boe Kie. Sesudah menyerahkan pemuda itu
kepada Jie Lian Cioe, ia segera memungut pedangnya dan
menghampiri Yo Siauw.
1507
Seraya menuding musuh besar itu, ia berteriak,
"Binatang Yo Siauw! Aku... aku..." Ia tidak dapat
meneruskan perkataannya dan lalu mengangkat pedang.
Kong Beng Soe cia itu yg badannya masih belum
bergerak, lantas saja meramkan kedua matanya dan
menunggu kebinasaan seraya bersenyum.
Tiba2, pada detik sangat berbahaya, seorang wanita
muda melompat dan menghadap di depan Yo Siauw.
"Tahan! Jangan lukai ayahku!" bentaknya.
In Lie Heng mengawasi. Tiba2 ia mengeluarkan seruan
tertahan dan sekujur badannya dingin. Gadis itu yg
bertubuh jangkung kecil dan bermata besar tiada bedanya
dari Kie Siauw Hoe. Sedari bertunangan, wajah nona Kie
yang manis selalu terbayang didepan matanya. Belakangan
ia mendapat tahu, bahwa tunangan itu di bawa lari dan
dinodai kehormatannya oleh Kong Beng Soe cia Yo siauw,
sehingga akhirnya ia membuang jiwa. Tak usah dikatakan
lagi, kejadian itu sangat menyakiti hatinya.
Tak dinyana Kie Siauw Hoe muncul pula. Badannya
bergoyang2 dan ia berkata dengan suara gemetar. “Siauw
Hoe Moay coo… kau…”
Gadis itu bukan lain daripada Yo Poet Hwie, berkata,
“Aku bernama Yo Poet Hwie. Kie Siauw Hoe adalah
ibuku. Ibu sudah lama meninggal dunia.”
In Lie Heng tertegun dan tersadar, “Ah!.... aku betul
gila!” katanya. “Kau minggirlah. Hari ini aku akan
membalaskan sakit hati ibumu.”
“Bagus!” seru si nona. “In Siok siong, bunuhlah pendeta
perempuan bangsat itu!” Seraya berkata begitu, ia
menuding Biat Coat Soethay.
“Apa? Mengapa?” menegas In Lie Heng.
1508
“Ibu dipukul mati oleh pendeta bangsat itu,” jawabnya.
“Dusta! Kau jangan bicara sembarangan,” bentak Lie
Heng.
“Aku tidak berdusta,” kata si nona dengan suara dingin.
“Ibu dibinasakan di Ouw tiap kok. Pendeta bangsat itu
menyuruh ibu membunuh ayah. Ibu menolak dan dia lantas
turun tangan. Kulihat dengan mata ku sendiri. Kejadian itu
jg disaksikan oleh Boe Kie kok. Jika Siok2 tidak percaya,
tanyalah pendeta bangsat itu sendiri.”
Waktu nona Kie binasa, Peot Hwie masih sangat kecil.
Belakangan, sesudah dewasa, barulah ia tahu apa yg sudah
terjadi.
In Lie Hong menengok dan mengawasi Biat Coat dengan
sorot mata menanya. "Soe.. thay..." katanya dengan suara
tak lampias. "Dia kata.... Kie Kouw Nii..."
Paras muka si nenek merah padam. "Benar," katanya.
"Perlu apa murid yang tidak mengenal malu itu dibiarkan
hidup lebih lama dalam dunia? Dia dan Yo Siauw saling
mencintai. Dia lebih suka berkhianat dari pada menurut
perintah guru. In Liok Hiap, guna menolong mukamu, aku
tak tega untuk membuka rahasia itu. Hm! Tak guna kau
memikiri perempuan yg mukanya begitu tebal!"
Paras muka Lie Heng pucat bagaikan kertas. "Tidak!
Aku tak percaya!" teriaknya.
"Tanyakan anak itu, siapa namanya," kata Biat Coat.
Dengan air mata berlinang, Lie Heng menatap wajah si
nona.
"Aku bernama Yo Poet Hwie," kata nona itu "Ibu pernah
mengatakan, bahwa ia tidak merasa mneyesal akan
terjadinya kejadian itu!"
1509
Mendadak In Liok Hiap mengeluarkan teriakan
menyayat hati. Ia melemparkan pedangnya ditanah,
menekap mukanya dengan kedua tangan dan lari turun
gunung bagaikan terbang.
"Liok tee! Liok tee!" memanggil Song Wan Kiauw dan
Jie Lian Dioe.
Lie Heng lari terus. Tiba2 ia terguling, bangun, lari lagi
dan dalam sekejap tak kelihatan bayang2nya lagi.
Semua orang menghela napas dan turut merasa duka
akan nasib In Liok hiap yang malang itu. Bahkan seorang
pendekar Boe Tong jatuh diwaktu lari merupakan
penderitaannya yang maha hebat.
Sementara itu, Son gWan Kiauw, Jie Lian Cioe, Thio
Siong Kee dan Boh Seng Kok duduk diseputar Boe Kie
dengan masing2 mengeluarkan sebelah tangan yang
telapaknya ditempelkan didada, perut, punggung dan
pinggang Boe Kie dan kemudian mengerahkan Lweekang
yg dimasukkan kedalam tubuh pemuda itu untuk mengobati
lukanya. Selang beberapa sat, mereka merasai munculnya
tenaga mengisap dalam tubuh Boe Kie yg terus menerus
menyedot Lweekang mereka. Mereka kaget, kalau
pengisapan itu tidak berhenti, dalam waktu sejam dua jam,
tenaga dalam mereka bakal disedot habis2an. Namun
karena jiwa Boe Kie masih dalam keadaan bahaya, mati
hidupnya belum ketahuan, mereka tentu saja tidak bisa
segera menarik pulang bantuan itu.
Bagaimana baiknya>
Selagi keempat partai itu bersangsi tiba2 Boe Kie
membuka matanya dan mengeluarkan seruan perlahan.
"Ah!" Dilain saat Song Wan Kiauw merasai masuknya
semacam hawa hangat dari telapak tangan mereka. Pemuda
itu ternyata sudah menggerahkan Kioe yang Sin kang dan
1510
mengirim tenaga dalamnya kepada keempat paman itu.
"Tak boleh! Kau harus istirahat," kata Song Wan Kiauw.
Dengan serentak mereka menarik tangan mereka dan
berbangkit. Hampir berbareng mereka merasai mengalirnya
hawa hangat yg sangat nyaman disekujur badan mereka.
Boe Kie bukan saja sudah memulangkan tenaga bantuan,
tapi sudah membalas budi dengan menghadiahkan Kiauw
yang Cie Khie kepada paman2nya itu. Song Wan Kiauw
berempat saling mengawasi dengan rasa kagum. Bahwa
keponakan itu yang sudah terluka sedemikian berat masih
mempunya Lweekang yang begitu kuat, sungguh2 diluar
dugaan.
Meskipun Boe Kie masih menderita luka diluar yang
sangat hebat, kesehatan didalam badan sudah pulih kembali
dan hawa sudah bisa mengalir dengan leluasa. Perlahan
lahan ia bangun seraya berkata, "Song Toapeh, Jie Jiepeh,
Thio Siepeh, Boh Cit siok, tit jie memohon maaf untuk
segala kekurang ajarannya. Apakah Thay soe hoe berada
dalam keadaan sehat?"
"Soe hoe baik2 saja," jawab Wan Kiauw. "Boe Kie...
kau.. kau sudah besar!..." Perkataan terputus putus karena
terharu, ia ingin bicara banyak tapi mulutnya terkancing.
Dilain pihak sesudah mengetahui bahwa pemuda yang
sudah menolong jiwanya adalah cucunya sendiri Peh Bie
Enghong In thiau Ceng girang bukan masih belum bisa
berbangkit, ia tertawa terbahak bahak.
Biat Coat Soethay mengawasi itu semua dengan paras
muka menyeramkan. Tiba2 ia mengibaskan tangannya dan
lalu bertindak untuk turun gunung, yg diikuti oleh
murid2nya. Sambil menundukkan kepala, Cioe Cie Jiak
turut berjalan, tapi baru bertindak beberapa langkah ia tak
tahan untuk menengok kearah Boe Kie. Pemuda itupun
1511
sedang mengawasinya sehingga kedua pasang mata lantas
saja kebentrok.
Pada muka si nona yang pucat lantas saja timbul sinar
dadu. Sinar matanya adalah sedemikan rupa, sehingga ia
seperti juga mau minta maaf atas perbuatannya dan
mengharap supaya Boe Kie menjaga diri baik2. Pemuda itu
rupanya tahu akan perasaan si nona. Sambil tersenyum, ia
manggut2kan kepalanya. Perasaan Cie Jiak lantas saja
berubah terang. Ia balas tersenyum dan lalu meyusul
rombongannya dengan tindakan lebar.
Itu semua tak terlepas dari mata Song Ceng Soe. Untuk
beberapa detik mata pemuda itu mengeluarkan sinar
kebencian.
Sesudah Boe Tong pay tahu siapa adanya Boe Kie dan
sesudah Go Bie Pay berlalu, usaha ena, partai untuk
membasmi Beng Kauw gagal seanteronya. Orang2 Khong
tong dan Koen Loen lantas saja berpamitan. Ho Tay Ciong
mendekati dan berkata, "Saudara kecil aku memberi
selamat bahwa hari ini kau bertemu dengan keluarga
sendiri..." Tanpa menunggu sampai orang tua itu habis
bicara. Boe Kie segara mengeluarkan dua butir Yowan dari
sakunya. Yowan itu hanya obat biasa untuk menolak racun.
Sambil mengangsurkan kepada Ho Thay Ciong. Pemuda
itu berkata. "Cianpwee berdua masing2 boleh menelan
sebutir. Sesudah makan obat ini, racun Kim cam Kauw tak
akan punah."
Ho Thay Ciong mengawasi kedua yowan itu dengan
perasaan sangsi.
"Boanpwee pasti tak berdusta" kata pula Boe Kie.
Mendengar perkataan itu ia tak berani membuka mulut
lagi. "Andaikata dia memberi obat palsu dihadapan
keempat pendekar Boe tong aku tentu tak bisa
1512
menggunakan kekerasan," pikirnya : "Apalagi orang2 Siauw
Lim beridir di pihak bangsat kecil itu. Sudahlah! Terserah
kepada nasih," memikir begitu seraya tertawa getir, ia
berkata. "Terima kasih." Sesudah menelan yowan itu
bersama Pay Siok Ham ia segera memerintah murid2nya
merawat jenazah partai Koen Loen dan kemudian sesudah
berpamitan mereka turun gunung.
"Boe Kie," kata Jie Lian Cioe, "karena kau terluka berat
sebaiknya kau berdiam saja disini untuk sementara waktu,
guna berobat. Kami tak bisa menemani kau. Kami hanya
mengharap supaya sesudah sembuh kau suda tangan ke Boe
tong San, agar Soe Hoe turut merasa girang."
Dengan mata mengembang air, pemuda itu manggutkan
kepalanya.
Keempat pemuda itu ingin sekali mengajukan banyak
pertanyaan, tapi melihat kelemahan keponakannya, mereka
berani bicara banyak2.
Sekonyong2 diantara barisan Siauw Lim terdengar
teriakan seorang, "Kemana perginya jenazah Goan tin
soeheng?"
"Mengapa hilang ?" menyambung yg lain.
Boh Seng Kok heran dan segera mendekati tujuh delapan
pendeta Siauw Lim yang sedang merawati jenazah
anggota2 partainya. Benar sajat tidak melihat jenazah Goan
tin.
"Lekas pulangkan jenazah Goan tin soeheng!" teriak
Goan im sambil menuding orang2 Beng Kauw.
Cioe Thian tertawa terbahak2. "Benar2 kau sudah gila!"
katanya. "Perlu apa kami mencuri mayat pendeta."
Orang2 Siauw Lim tidka rewel lagi. Jawabnya itu ada
1513
benarnya jg. Mereka menduga mungkin sekali waktu
mengumpulkan jenazah orang2 Hwa san pay atau Kong
tong pay sudah mengambil jenazah Goan tin.
Tak lama kemudian, dengan beruntun barisan Siauw
Lim dan Boe Tong turun gunung.
Boe Kie menyoja dan membungkuk untuk memberi
selamat jalan kepada para pamannya.
"Anakku Boe Kie," kata Song Wan Siauw.
"Hari ini namamu tersohor di kolong langit dan Beng
Kauw menanggung budimu yang sangat berat. Kuharap
supaya kau bisa menuntun mereka ke jalan yang lurus."
"anak pasti akan memperhatikan pesan Tao Soe pek,"
jawabnya.
"Dalam segala hal kau harus berhati2, kau harus
menjaga jangan sampai diperdayai oelh manusia2 rendah,"
kata Thio siong Kee.
Boe Kie mengangguk. Baik pihak paman, maupun pihak
keponakan, sama2 merasa beat untuk berpisahan.
Sesudah keenam partai pergi semuanya, Yo Siauw dan
In Thian Ceng saling mengawasi. Tiab2 mereka berteriak
dengan berbareng, "Para anggauta Beng Kauw dan Peh Bie
Kauw! Berlutut untuk menghaturkan terima kasih kepada
Thio Tay hia!" Dilain saat semua orang sudah mendekam
diatas bumi.
Boe Kie bingung tak kepalang apa pula diantara mereka
terdapat kakek dan pamannya sendiri. Di luar dugaan,
karena berlutut luka di dadanya terbukan lagi dan darah
kembali mengucur dan ia lantas saja roboh pingsan.
Siauw Ciauw tersipu sipu memapahnya. Dua orang tauw
bak (pemimpin regu) segera mengambil tandu dan
1514
merebahkan tuan penolong itu didalamnya
Alis Yo Siauw berkerut, "Lekas antar Thio Tay Hiap
kekamarnya," katanya. "Selama beberapa hari ia tidak
boleh diganggu oleh siapapun jua."
Kedua tauw bak itu mengiakan sambil membungkuk dan
lalu membusung Boe Kie kekamar Kong Beng Soe cia
dengan diikuti oleh Siauw Ciauw. Waktu ia lewat didepan
Poet Hwie, nona Yo berkata dengan suara dingin: "Siauw
Ciauw! Kau sungguh pandai bersandiwara. Aku memang
sudah menaksir, bahwa kau main gila. Aku hanya tidak
menduga, bahwa dibelakang penyamaran memedhi
perempuan bersembunyi seorang nona yang cantik manis."
Siauw Ciauw tidak menjawab. Ia berjalan terus sambil
menundukkan kepala dan menyeret rantai.
Selama beberapa hari orang2 Beng Kauw yg tidak
terluka sangat repot. Mereka harus mengubur yang mati
dan mengobati yang luka. Sekarang mereka insyap, bahwa
adegan yang berupa cakar2an didalam kalangan sendiri
akhirnya membawa bencana besar. Ditambah dengan
kekuatiran akan keselamatan Boe Kie, maka diantara
mereka tak ada yang menyentuh nyentuh lagi soal
permusuhan lama.
Dengan memiliki Kioe yang sin kang dan juga sebab
tusukan pedang yang tidak melanggar bagian berbahaya,
kesembuhan Boe Kie terjadi dengan cepat sekali. Dalam
tujuh delapan hari, lukanya sudah mulai rapat.
In Thian Ceng, Yo Siauw, Wie It Siauw, Swe Poet Tek
dan yang lain2 masih rebah diranjang. Tapi setiap hari,
dengan menggunakan tandu mereka menengok tuan
penolong itu. Melihat kesehatan Boe Kie pulih dengan
cepat, mereka semua girang sekali.
1515
Pada hari kedelapan, malam. Boe Kie sudah bisa duduk.
Malam itu Yo Siauw dan Wie It Siauw datang dikamarnya.
"Sesudah kena It im cie bagaimana keadaan Jie Wie
selama beberapa hari ini?" tanya Boe Kie.
Serangan2 dingin kian hari kian meningkat, akan tetapi,
sebab kuatir pemuda itu jengkel, mereka serentak
menjawab, "Banyak mendingan."
Tapi Boe Kie tak mudah dilagui. Melihat mukanya yang
bersinar hitam dan suara yang tak bertenaga, ia tahu
keadaan yg sebenarnya.
"Tenaga dalamku sudah pulih enam-tujuh bagian dan
kini aku telah bisa membantu jie wie," katanya.
"Tidak! Tak boleh!" kata Yo Siauw tergesa2. "Perlu apa
Thio tayhiap begitu kesusu? Sesudah sembuh seluruhnya,
masih banyak waktu untuk menolong kami."
"Memang juga tidak perlu terburu2," menyambung Wie
It Siauw sambil tertawa.
"Sekarang atau nanti tak banyak bedanya. Yang paling
penting ialah Thio tayhiap harus menjaga diri sendiri."
"Gie hoe (ayah angkatku) adalah pantaran jie wie dan
tingkatan jie wie lebih tinggi dari pada aku," kata Boe Kie.
"Maka itu kumohon jie wie jangan mengugnakan panggilan
tayhiap lagi karena aku tak bisa menerimanya." (Tayhiap
pendekar besar)
Yo Siauw bersenyum. "Dikemudian hari kami semua
akan menjadi orang sebawahanmu," katanya.
"Dihadapanmu kami takkan berani turun bersama sama."
Boe Kie terkejut. "Yo Peh peh, apa katamu!" ia menegas.
"Thio tayhiap" kata Wie It Siauw, "Kedudukan Kauw
coe dari Beng Kauw tak bisa diduduki oleh lain orang
1516
daripada kau sendiri!"
Dengan kaget pemuda itu menggoyang goyangkan kedua
tangannya. "Tidak! Tidak! Biar bagaimanapun jua tit jie
takkan berani menerima," katanya. (Tit jie keponakan)
Saat itu, mendadak saja, dari sebelah kejauhan terdengar
teriakan nyaring. Itulah tanda bahaya di kaki Kong Beng
Teng!
Yo Siauw dan Wie It Siauw agak terkejut. Apa keenam
partai masih merasa penasaran dan datang menyerang lagi?
Tapi sebagai jago kelas utama, paras muka mereka
sedikitpun tidak berubah.
"Apakah jin somg yang kemarin sudah dimakan?" tanya
Yo Siauw. "Ciauw, pergi kau ambil lagi dari kamar obat
dan tolong godok supaya bisa lantas bisa dimakan oleh
Thio tayhiap." Baru saja ia berkata begitu, disebelah barat
dan selatan kembali terdengar teriakan nyaring.
"Apa kita diserang musuh?" tanya Boe Kie.
"Beng Kauw dan Peh bie Kauw tidak kekurang orang
pandai," kata Wie It Siauw. "Thio tayhiap, kau tak usah
kuatir. Beberapa bangsat kecil tak cukup untuk dibuat
pikiran."
Beberapa saat kemudai teriakan2 sudah terdengar
dipinggir gunung! Cepat sungguh bergeraknya musuh.
Mereka ternyata bukan bangsat kecil.
"Coba kukeluar untuk membereskan mereka," kata Yo
Siauw. "Wie Heng, kau berdia saja disini untuk menemai
Thio tayhiap. Huh, huh! Apakah orang kira Beng Kauw
boleh di hina terus, menerus oleh segala manusia?" Biarpun
badannya belum bisa bergerak, suaranya lantang dan gagah.
Diam2 Boe Kie merasa bingung. "Siauw Lim, Boe tong
1517
danyang lain2 adalah partai2 lurus bersih dan tak mungkin
mereka datang lagi untuk menyerang," pikirnya. "Yang
datang mungkin sekali manusia2 jahat. Semua orang pandai
di Kong Beng Leng terluka berat. Selama tujuh delapan hari
mereka belum mendapat pengobatan yang tepat. Kita tak
akan bisa melawan musuh. Kalau bertempur, kita semua
akan mengantarkan jiwa."
Sekonyong2 dari luar menerobos masuk sesorang yang
mukanya berlepotan darah da dadanya tertancap pisau.
Begitu masuk ia berteriak dengan suara terputus putus.
"Musuh.... Meyerang dari tiga jurusan... saudara2 kita....
Tak tahan..."
"Musuh dari mana?" menegas Wie It Siauw.
Orang itu menuding keluar, tapi sebelum ia bisa
menjawab, ia roboh dan melepaskan napasnya yang
penghabisan.
Suasana teriakan jadi makin ramai.
Sekonyong2 ua orang lain masuk ke kamar. Yo Siauw
mengenali, bahwa yg diselah depan adalah Cian Kie Hoe
Soe (wakil pemimpin) dari Ang Soei Kie. Ia terluka berat,
lengannya putus sebatas bahu dan mukanya pucat pasi.
Orang yg mengikuti dibelakangnya juga berlumuran darah.
Meskipun berada dalam keadaan setengah mati, wakil
pemimpin itu bersikap tenang dan sambil membungkuk, ia
berkata, "Thio tayhiap, Yo Co soe, Wie Hiat ong, musuh
yang menyerang kita terdiri dari Kie Keng pang, Hay see
pay, Sin koen boen dan lain2."
Alis Yo Siauw berkerut dan ia mengeluarkan suara di
hidung, "Hm... kawanan setan kecil itu jg berani menghina
kita?" katanya.
1518
"Yang menjaid kepala adalah seorang Hoan ceng dari
See Hek," menerangkan Ciang Kie Hoe Soe. "Dia
berkepandaian sangat tinggi dan menggunakan Ie thian
kiam...." (Hoan ceng dari Seee hek - Pedeta asing dari
daerah barat).
Mendengar "Ie thian kiam", hampir berbarengan Boe
Kie, Yo Siauw dan Wie It Siauw mengeluarkan seruan
tertahan.
"Apa benar Ie thian kiam?" tanya Yo Siauw, "Apa kau
tak salah lihat?"
"Selagi aku bertempur, saudara Ong ini berada
disampingku, memegang obor," jawabnya. "Aku pasti tidak
salah lihat. Dengan sekali, pendeta itu memutuskan golok
dari lenganku. Aku dapat membaca huruf "Ie thian" pada
pedang itu. Tak bisa salah lagi."
Waktu bicara sampai disitu, kelima Ngo Sian Jie Leng
Kiam, Tiat Koen Tan Jin Thio Tiong, Pheng Eng Giok,
Swee Poet Tek dan Cioe Tian masuk dengan digotong oleh
beberapa orang.
"Kurang ajar! Betul2 kurang ajar!" teriak Cioe Tian. "Kay
pang bersama Sam boen pang dan Boe San pang jg turut
menyerang. Sebegitu lama masih bernyawa aku tak akan
menyudahi sakit hati ini..." belum habis ia bicara, dengan
bertongkat In Thian Ceng dan In Ya Ong turut masuk
kedalam kamar.
"Boe Kie, kau tidur saja disini," kata sang kakek.
"Bangsat! Segala partai cilik seperti Ngo Beng to dan Toan
Hoen chio jg berani datang kemari. Aku mau lihat apa yang
bisa diperbuat mereka."
"Dilihat begini musuh yang menyerang bukan kecil
jumlahnya," kata Yo Siauw, "Sayang, sungguh sayang kita
1519
masih belum bisa bergerak."
Diantara tokoh2 itu, dalam kalangan Beng Kauw. Yo
Siauw berkedudukan paling tinggi dalam Peh Bie Kauw, In
Thian Ceng menjadi Kauw Coe sedang Pheng Bug Giok
dikenal sebagai jago yang terkenal budi. Selama hidup
mereka sudah kenyang mengalami gelombang hebat.
Dengan kepandaian dan kebijaksanaan mereka selalu bisa
lulus dari ujian dengan selamat. Tapi sekarang mereka
menghadapi jalanan buntu. Sedang semua jago terluka
hebat, musuh yang berjumlah besar datang menyerang. Apa
yang harus diperbuat mereka? Kemungkinan satu satunya
adalah dibasmi musuh.
Waktu itu didalam hati, semua orang sudah menganggap
Boe Kie sebagai Kauw Coe sehingga tanpa merasa mereka
semua mengawasi pemuda itu.
Tentu saja Boe Kie turut mengasah otak. Dalam
beberapa detik, macam2 ingatan berkelebat2 dalam
otaknya. Dalam ilmu silat, ini memang lebih unggul
daripada To Siauw dan yang lain2. Tapi dalam menarik
daya upaya ia masih kalah dari jago2 yg sudah
berpengalaman itu. Kalau mereka sudah putus asa, apakah
yang bisa diperbuat olehnya sendiri.
Untuk beberapa saat kamar itu sunyi senyap.
Sekonyong2 Boe Kie ingat sesuatu. "Ah!" teriaknya.
"Jalan satu2nya menyembunyikan diri dalam jalanan
rahasia. Musuh mungkin tak akan tahu. Tapi seandainya
mereka tahu tak gampang2 mereka menerjang masuk." Di
dalam hati ia merasa, bahwa daya itu paling sempurna
sehingga suaranya penuh kegirangan. Tapi diluar
dugaannya, kelihatannya tidak mendapat jawaban. Semua
saling mengawasi tanpa mengeluarkan sepatah kata.
Mereka kelihatannya tidak menyetujui usul itu.
1520
"Seorang laki2 harus bisa mundur dan bisa maju," kata
Boe Kie. "Kau sekarang mundur untuk sementara waktu.
Begitu lekas kita sudah sembuh, kita boleh keluar untuk
bertarung. Menurut pendapatku, tindakan ini sama sekali
tidak menurunkan derajat atau keangkeran kita."
"Daya upaya Thio tayhiap memang sangat baik," kata
Yo Siauw. Ia menengok kepada Siauw Ciauw dan berkata
pula, "Siauw Ciauw, tolong antar Thio tayhiap kejalanan
rahasia." "Kalau aku pergi, kita semua pergi bersama
sama," kata Boe Kie.
"Thio tayhiap jalan duluan, kita akan mengikuti
dibelakang," kata Yo Siauw.
Didengar dari nada suaranya, pemuda itu tahu, bahwa
Yo Siauw dan yang lain2 takkan mengikuti. Maka itu, ia
lantas saja berkata dengan suara nyaring. "Para cianpwee!
Walaupun Thio Boe Kie bukan anggauta Beng Kauw, tapi
sesudah kita bersama sama melewati bahaya besar,
perhubungan antara kita adalah perhubungan mati hidup
bersama sama. Apakah para cianpwee kira kau seorang
manusia yg takut mati? Apakah para cianpwee duga, Thio
tayhiap, ada sesuatu yg diketahui olehmu," jawabnya
dengan suara terharu. "Menurut peraturan Beng Kauw yg
sudah berturun turun, jalanan rahasia di Kong beng teng
dianggap sebagai tempat suci. Kecuali Kauw coe, anggota
yang manapun jua tak boleh masuk kesitu. Siapa yang
melanggar peraturan, dia akan kena hukuman mati. Karena
Thio tayhiap dan Siauw ciauw bukan anggota partai, maka
kalian berdua tak usah menaati peraturan tersebut."
Sementara itu teriakan2 makin santer dan makin dekat
kedengarannya.
Jalanan keatas Kong keng teng penuh dengan bahaya,
tak mudah dipanjat dan disana sini terdapat tebing2 yg
1521
curam. Dibanyak tempat dipasang pintu2 besi atau batu
raksasa. Maka itu biarpun Beng Kauw tak bisa memberi
perlawanan hebat tapi musuh tidak gampang2 bisa
mencapai puncak Kong Beng teng. Disamping itu, karena
merasa jeri akan nama Beng Kauw yang besar, musuh tidak
berani menerjang secara sembrono. Tapi didengar dari
teriakan2 itu, mereka dapat merasak maju dengan perlahan.
Makin lama Boe Kie jadi makin bingung. "Dalam waktu
satu jam lagi, semua orang bakal binasa," katanya didlm
hati. Dalam bingungnya, ia segera bertanya, "Para
Cianpwee! Apakah peraturan itu tidak dapat diubah?"
Dalam paras duka Yo Siauw meng geleng2kan
kepalanya.
"Bisa!" kata Pheng Eng Giok sekonyong2. "Thio Tayhiap
memiliki ilmu silat yg sangat tinggi dan rasa
perikemanusiaan yg sangat luhur. Disamping itu, Thio
tayhiap telah membuang budi yang besar luar biasa kepada
kita. Sampai mati, kita semua tak akan bisa membalas budi
itu. Kalau sekarang kita ramai2 mengangkat kau sebagai
Kauw Coe turunan ketiga puluh empat, maka sebagai
Kauw Coe kau bisa memerintah kita semua untuk masuk ke
jalan2 rahasia itu. Kalau di perintah oleh Kauw Coe sendiri
kita tidak melanggar peraturan yang sudah ditetapkan."
Mendengar usul Pheng Eng Giok, semua orang yg sudah
mempunyai niatan untuk mengangkat Boe Kie sebagai
Kauw Coe, dengan serentak menyatakan setuju.
Tapi Boe Kie menggoyang2kan tanganya. "Tak bisa, ini
tak bisa!" katanya. "Boanpwee masih terlalu muda dan
berpengetahuan terlampau cetek. Boanpwee tidak
mempunyai kemuliaan apapun jua. Bagaimana boanpwee
bisa menerima tanggung jawab yang sedemikian berat?
Disamping itu, Thay soehoe jg pernah memesan, bahwa
1522
boanpwee skali kai tidak boleh masuk kedalam kalangan
Beng Kauw. Dengan merasa sangat menyesal, boanpwee
tidak bisa menerima usul Pheng Tay soe."
"Boe Kie aku adalah kakekmu dan sebagai kakek, aku
sekarang memerintahkan supaya kau masuk kedalam Beng
Kauw," kata In Thia Ceng. "Andai kata dalam ikatan denga
kau kedudukan sebagai kakek tidak lebih tinggi dari Thay
soehoemu, tapi sedikitnya sebagai kakek aku tidak jauh
lebih rendah dari guru besar itu. Sekarang, dengan
menggunakan
Kekuasaan sebagai kakek, aku memudahkan perintah
Thay soehoemu. Kalau kau menerima, orang luar pasti tak
akan bisa menyalahkan kau. Tapi biar bagaimanapun jua,
aku menyerahkan segala keputusan kepada
pertimbanganmu sendiri.”
“Dengan ditambah seorang paman, kita jadi terlebih
kuat,” menyamnung In Ya Ong. “Kata orang, bertemu
dengan paman seperti bertemu dengan orangtua sendiri.
Orang tuamu sudah meninggal dunia dan aku sebagai
pamanmu, bisa menggantikan kedudukan orangtua mu.”
Mendengar perkataan kakek dan pamannya, Boe Kie
berduka dan serba salah. Sambil menghela napas, ia
berkata, “Waktu berada dalam jalan rahasi, aku telah
mendapatkan surat wasiat mendiang Yo Kauw Coe. Aku
mengambil surat itu unutk diperingatkan kepada kalian.
Dan surat tersebut, mendiang Yo Kauw Coe memesan
supaya ayah angkatku, Kamo mo Say Ong, diangkat
menjadi Kauw Coe untuk sementara waktu.”
“Thio tay hiap,” kata Pheng Eng Giok, “Seorang laki2
tidak boleh terlaku berkukuh dalam hal2 kecil. Seorang
laki2 haris bisa menyesuaikan dii dengan perubahan2 bersar
dalam dunia. Sekarang Cia Soen tidak berada disini. Maka
1523
itu, aku sekarang mengusulkan, supaya sesuai dengan
keinginan mendiang Yo Kauw Coe, Thio tayhiap
menduduki kursi Kauw Coe, untuk sementara waktu.”
“Benar! Benar!” menyambut semua orang.
Dalam menghadapi bencana Boe Kie akhirnya
mengambil keputusan cepat. Yang paling penting menolong
jiwa yang lain boleh didamaikan belakangan, pikirnya.
“Sesudah para Cianpwee mengunjuk kecintaan yg
sedemikian besar, jika aku tetap menolak, maka aku akan
menjadi manusia yg berdosa. Sekarang untuk sementara
waktu Boe Kie menerima kedudukan Kauw Coe. Nanti,
sesudah kita melewati bahaya dengan selamatan kuharap
kalian suka mengangkat seorang lain yg lebih cakap.”
Pertanyaan itu disambut dengan sorak sorai. Biarpun
sedang menghadapi bencana mereka sangat girang dan
paras muka semua orang berseri seri.
Bagaimana mereka tak girang? Semenjak meninggalnya
Yo Po Thian, Beng Kauw tidak mempunyai pemimpin,
sehingga belakangan, agama itu menjadi berantakan dan
jago2nya saling bermusuhan. Sebagian memisahkan diri,
sebagian mendirikan lain “agama” atau partai, sebagian
melakukan perbuatan2 ,jahat tanpa tercegah kejadian2 itu
bantu meruntuhkan Beng Kauw. Sekarang sesudah lewat
banyak tahun, mereka mendapat seorang Kauw Coe yang
berkepandaian tinggi dan luhur pribadinya, sehingga bila
diharapkan bahwa Beng Kauw akan segera mendapat
kembali keangkeran dan kemakmuran yang dahulu.
Bagaimana mereka tak girang?
Dengan serentak orang2 yg masih bisa berlulut lantas
saja berlutut dihadapan Kauw coe baru itu. In Thian Ceng
dan In Ya Ong adalah kakek dan paman Boe Kie. Tapi
kedua orang tua itupun turut menekuk lutut.
1524
Dengan bingung ia berteriak, “Aduh! Harap kalian
jangan begitu! Bangunlah Yo Co Soe, aku minta kau segera
menyampaikan perintah kepada semua orang, supaya
seluruh anggota agama kita, dari yg tinggi sampai yang
rendah, semua masuk ke jalanan rahasia. Perintahkan Ang
So Kie dan Liat Hwee Kie melepas api dan menahan
musuh. Semua bangunan yang berdiri diatas Kong Beng
Teng harus dibakar habis.”
“Baiklah,” jawab Yo Siauw. “Perintah Kauw Coe akan
segera dilaksanakan,” ia lantas saja di gotong keluar dari
kamar itu untuk memerintahkan Ang Soei dna Liat Hwee
melindungi dari belakang dan semua orang mundur ke
jalanan rahasia.
Waktu masuk ke jalanan rahasia mereka membawa
ransum dan air secukupnya, sehingga biarpun harus
bersembunyi satu dua bulan, mereka takkan mati kelaparan.
Para anggauta Beng Kauw dan Peh Bie Kauw berjalan
tanpa mengeluarkan sepatah kata. Jalanan rahasia itu
dianggap sebagai tempat suci oleh orang lain kecuali Kauw
Coe. Hanyalah atas kurnia Kauw Coe, mereka sekarang
bisa masuk kesitu.
Dengan berdiri disekitar kerangka Yo Po Thian, Yo
Siauw dan lain2 pemimpin mendengari penuturan Boe Kie
tentang cara bagaimana ia mendapat surat wasiat mendiang
Yo Kauw Coe dan cara bagaimana ia melatih diri dalam
ilmu Kien Koen Tay Lo Ie Sin Kang.
Sesudah selesai penuturannya, Boe Kie segera
mengangsurkan kulit kambing yang berisi pelajaran Kian
Koen Tay Lo Ie Sin Kang kepada Yo Siauw. Tapi Yo
Siauw tidak berani menerima. Seraya membungkuk ia
berkata, “Dalam surat wasiat mendiang Yo Kauw Coe telah
menetapkan, bahwa untuk sementara waktu Kian Koen
1525
Tay Lo Ie Sim hoat dipegang oleh Cia Soen dan kemudian
diserahkan kepada Kauw Coe baru. Menurut pantas Sim
hoat ini skrg hrs disimpan Kauw Coe Sendiri.”
Dengan bergilir semua orang membaca surat wasiat Yo
Po Thian. Banyak diantaranya menghela napas dan
menggeleng gelengkan kepala. Mereka tak pernah
menyangka bahwa Yo Po Thian sedemikian gagahnya
akhirnya binasa karena gara2 cinta. Kalau siang2 mereka
tahu ada surat wasiat itu, Beng Kauw tantu takkan terpecah
belah berantakan. Mengingat saudara2 yang sudah
mengorbankan jiwa dan segala hinaan yang dideritanya
merasa menyesal dan lalu mencaci Seng Koen.
“Biarpun Seng Koen adik seperguruan mendiang Yo
Kauw Coe dan guru dari Kim mo Say ong, kita tak pernah
bertemu muka dengannya,” kata Yo Siauw. “Siapapun
takkan menduga, bahwa selama beberapa puluh tahun ia
mengatur dan menjalankan siasat untuk merobohkan Beng
Kauw.”
Cioe Tian mengeluarkan suara dihidung.
“Yo Coe Soe, Wie Hong Ong, sesudah masuk dalam
perangkap, kalian masih juga belum mendusin dan dilihat
begini, kalian seperti juga manusia2 tolol,” kata Cioe Tian.
Ia sebenarnya mau menyebutkan juga nama “si tua bangka
Peh Bie,” tapi perkataan itu ditelan lagi kedalam perutnya,
sebab ia merasa malu hati kepada Kauw Coe.
Disentil begitu, paras muka Yo Siauw lantas saja
berubah menjadi merah. “Tapi manusia takkan bisa terlolos
dari jaring ‘Langit’,” katanya. “Pada akhirnya, bangsat
Seng Koen mampus jg dalam tangan saudara Ya Ong.”
“Mengingat kejahatan nya, dia sebenarnya mati terlalu
enak,” kata pemimpin Liat hwee kie dengan suara
mendongkol.
1526
Setelah beromong2 lagi beberapa lama, mereka baru
bersila dan menjalankan pernapasan untuk mengobati luka.
Berselang tujuh delapan hari Boe Kie sudah hampir
sembuh dan yang masih ketinggalan hanya luka yg
dalamnya kira2 sedim. Ia segera mengobati anggota2 Beng
Kauw dan Peh Bie Kauw yang mendapat luka diluar.
Meskipun kekurangan obat, dengan pembantuan
penjaruman, “pempakaran” dan ilmu mengurut ia berhasil
menolong semua orang.
Semua orang2 itu hanyal mengenal Kauw Coe mereka
sebagai pemuda yg ilmu silatnya tinggi luar biasa. Mereka
tak pernah menyangka, bahwa Boe Kie pun memiliki ilmu
ketabiban yg dapat direndengkan Tiap kok ie sian Ouw
Ceng Goe.
Lewat beberapa hari lagi, Boe Kie sudah sembuh
seanteronya. Dengan menggunakan Kioe yang Sin Kang, ia
segera menolong Yo Siauw, Wie It Siauw, Yo Poet Long
Hwie dan Ngo Sin Jiu untuk mengusir racun dingin It Um
Cie yang mengeram dalam tubuhnya. Dalam tempo tiga
hari saja, racun telah dapat dikeluarkan.
Begitu sembuh, dengan semangat bergelora mereka terus
mau keluar untuk menghajar musuh.
“Tunggu dulu,” kata Boe Kie. “Kalian baru saja sembuh
dan tenaga dalam belum pulih semuanya. Bersabarlah
beberapa hari lagi.”
Selama beberapa hari itu, semua orang2 bersiap sedia.
Yang ilmu silatnya agak rendah menggosok golok,
menggosok pedang. Yang ilmu silatnya tinggi, melatih
Lweekang.
Sedari di keroyok oleh enam partai besar, mereka telah
menerima banyak hinaan dan kedongkolan sudah bersusun
1527
tindih.
Malam itu Yo Siauw mengawasi Boe Kie dan
menceritakan segala sesuatu mengenai agama mereka,
seperti sejarah, peraturan2, pengaruh dan kekuatan
diberbagai tempat, kepandaian dan watanya tokoh2 yg
terkemuka.
Selagi beromong2 tiba2 terdengar suara rantai dan Siauw
Ciauw masuk dengan membawa nampan teh. Setelah
menaruh kedua cangkir dihadapan pemimpin itu, ia segera
keluar lagi.
Sekonyong2 Boe Kie teringat sesuatu dan ia segera
berkata, “ Yo Co soe, selama beberapa hari ini nona kecil
itu tidak pernah melakukan pelanggaran apa2. Kuharap kau
suka membuka rantainya.”
“Baiklah,” kata Yo Siauw yang lantas saja memanggil
putrinya. “Poet Hwie, Kauw Coe ingin supaya Siauw
Ciauw dilepaskan,” katanya. “Kau bukalah kuncinya.”
“Anak kunci berada dalam lemari, dalam kamarku,”
jawabnya. “Aku tidak membawanya kemari.”
“Tak apa, nanti saja,” kata Boe Kie.
“Kurasa anak kunci itu takkan terbakar lumer.”
Sesudah puterinya keluar, Yo Siauw berkata, “Kauw
Coe, biarpun Siauw Ciauw masih berusia muda,
tindakan2nya sangat aneh. Kita harus berhati2.”
“Siapa nona itu? Bagaimana asal usulnya?” tanya Boe
Kie.
“Pada waktu kira2 setengah tahun yg lalu, waktu aku
bersama Poet Hwie jalan2 dibawah gunung, tiba2 kulihat
dia sedang menangis di gurun pasir sambil memeluk dua
mayat,” kata Yo Siauw. “Aku menghampiri dan menanya.
1528
Ia mengatakan, bahwa kedua mayat itu adalah jenazah
ayah ibunya. Menurut penuturannya, sebab sang ayah
membuat suatu pelanggaran di Tiong Goan, maka mereka –
ayah, ibu dan anak tiga orang – dihukum untuk bekerja
dalam tentara See Hek. Beberapa hari yg lalu, mereka
melarikan diri karena tak tahan di hina dan di persakiti
perwira Mongol. Tapi akhirnya, sebab sudah terluka dan
habis tenaga, kedua orang tua itu meninggal dunia. Biarpun
romannya jelek, aku merasa kasihan. Sesudah mengubur
kedua jenazah itu, dan mengajaknya pulang dan menyuruh
menemani Peot Hwie.”
Boe Kie manggut2kan kepalanya.
“Kalau begitu Siauw Ciauw yatim piatu,” ‘sama seperti
aku,’ katanya didalam hati.
Sesudah berdiam sejenak, Yo Siauw berkata pula,
“Sesudah Siauw Ciauw berdiam di Kong beng teng, pada
suatu hari, ketika aku mengajar ilmu silat kepada Poet
Hwie, itu terjadi sesuatu yg luar biasa. Aku mencoba
memberi penjelasan tentang kedudukan keenam puluh
empat dari Pat Kwa. Anehnya Poet Hwie masih belum
mengerti, mata Siauw Ciauw sudah mengawasi kedudukan
yg benar.”
“Mungkin sekali sebab dia berotak sangat cerdas,” kata
Boe Kie.
“Semula akupun menganggap begitu dan bahkan aku
merasa girang,” kata Yo Siauw. “Tapi belakangan aku
bercuriga dan dengan sengaja menyebutkan satu kauw koat
(teori ilmu silat) yang sangat sulit. Kauw koat itu belum
pernah diturunkan kepada Poet Hwie. Untuk menjajalnya,
aku sengaja menyebutkan kedudukan2 Pat kwa yg kalah.
Benar saja, kulihat alisnya berkerut, sehingga aku menarik
kesimpulan, bahwa ia tahu akan kesalahanku itu. Mulai
1529
waktu itu aku berhati2. Aku tahu, bahwa nona cilik ini
memiliki kepandaian tinggi dan kedatangannya ke Kong
Beng Teng mengandung maksud tertentu.”
“Apakah tidak bisa jadi kedua orang tuanya paham kitab
Ya Keng dan ia mendapat pelajarang turunan?” tanya Boe
Kie.
“Aku rasa tidak begitu,” bantah Yo Siauw.
“Sebagiamana Kauw Coe tahu. Ya Keng yang dipelajari
oleh seorang ses rawan berdau dengan Ya Keng yang
dipelajari untuk ilmu silat. Kalau benar Siauw Ciauw
mendapat pelajaran itu dari kedua orang tuanya, maka
kedua orang itu adalah ahli2 silat kelas utamg. Supaya dia
tidak bercuriga, sikapku sama sekali tidak berubah.
Beberapa hari kemudian dengna menggunakan satu
kesempatan baik, aku menanyakan nama ayah ibunya dan
asal usul mereka. Tapi ia sangat licin dan aku tidak dapat
meraba apapun jua. Akupun tidak marah. Aku hanya
memesan supaya Poet Hwie berhati hati. Satu hari aku
berguyon dan Poet Hwie tertawa terbahak2. Siauw Ciauw
yang juga berada disitu tak takut untuk tidak tertawa. Ia
berdiri dibelakang aku dan Poet Hwie dan rupanya ia
mangganggap kami berdua tidak akan lihat tertawanya.
Diluar dugaannya, ketika itu Poet Hwie sedang memegang
sebatang cit sioe (pisau) yang mengkilap bagaikan kaca dan
bayangan mukanya terlihat nyata kebadan pisau itu.
Dengan tertawanya itu, penyamarannya terlocot. Ia
ternyata bukan seorang wanita jelek. Romannya yang jelek
bukan sewajarnya, tapi di buat2. Kecantikannya bahkan
melebih Poet Hwie.”
Boe Kie bersenyum, “Membuat muka yang aneh itu
terus menerus memang bukan pekerjaan mudah,” katanya.
“Tapi kami masih belum membuka topengnya,” Yo
Siauw melanjutkan penuturan. “Malam itu, sesudah larut
1530
malam, diam2 aku pergi ke kamar Poet Hwie untuk
mengintip gerak-geriknya. Sesudah mengintip beberapa
lama, dan keluar dari kamar Poet Hwie dan pergi
kerentahan kamar2 disebelah timur. Ia masuk kesetiap
kamar dan menyelidiki saban pelosok, entah mau cari apa.
Aku tak tahan lagi. Aku keluar dari tempat sembunyi dan
tanya dia lagi cari apa. Akupun tanya siapa yang
menyuruhnya dtg kemari. Tapi ia tenang2 saja. Ia
menyangkal semua tuduhan dan mengatakan, ‘bahwa ia
masuk keluar kamar hanya untuk main2 karena tak bisa
pules. Dengan berbagai jalan aku coba membujuknya dan
memancingnya supaya aku mengaku terus terang, tapi
semua usahaku sia2 saja. Karena jengkel, aku mengurung
dia didalam kamar dan tidak memberi makan selama 7 hari
dan 7 malam, sehingga mati. Tapi ia tetap menutup mulut.
Dengan kewalahan aku lalu merantai kai tangannya dengan
rantai hian tiat supaya kalau dia bergerak rantai itu
bersuara. Tindakan ini adalah untuk mencegah dia
mencelakai Poet Hwie dengan membokong.
“Kauw Coe, itu merasa pasti, bahwa dia dtg kemari atas
suruhan musuh kita. Sebab dia mengerti kedudukan2 Pat
Kwa, maka mungkin sekali dia anggauta Boe tong ataupun
Go Bie. Tapi biar bagaimanapun jua, kita tentu tak usah
terlalu berkuatir. Dia hanya seorang gadis cilik. Dengan
mengingat jasanya, bahwa dia sudah merawat Kauw Coe
selama beberapa hari. Kauw Coe sudah menaruh belas
kasihan dan mengampuninya. Dia untung besar bertemu
dengan Kauw Coe dan aku pun tidak menentang keputusan
Kauw Coe.”
Boe Kie tertawa dan lalu berbangkit, “Yo Co soe, sudah
lama kita terkurung di penjara dan kurasa sekarang sudah
tiba waktunya untuk kita mencari sedikit hiburan,” katanya.
Yo Siauw girang sekali. “Apa kita sudah boleh keluar?”
1531
tanyanya.
“Yang belum sembuh tidak boleh bergerak,” jawabnya.
“Kedua Ciang Kie Soe dari Ang Soen dan Kie Bok, tak
boleh ikut serta. Yang lain keluar semua.”
Perintah itu disambut dengan sorak sorai. Sesudah
semua orang bersiap sedia, Boe Kie mendorong batu
raksasa yang menutup pinta jalanan rahasia. Ia keluar lebih
dahulu dan menunggu diluar pintu. Sesudah semua orang
keluar, ia menutup lagi pintu itu dengan batu raksasa
tersebut. Dalam kalangan Beng Kauw, orang yang memiliki
tenaga paling besar yalah Gon Hoan Ciang Kie Soe Houw
Touw Kie. Ia mengerahkan lweekang dan coba mendorong
batu itu dengan sekuat tenaga. Tapi usahanya itu seperti
capung mendorong pilar batu.
Supaya tidak mengagetkan musuh, semuanya berjalan
dengan mengindap2 sambil menahan napas. Boe Kie
sendiri menilik gerakan barisan itu dengan berdiri diatas
satu batu besar. Dengan bantuan sinar rembulan, ia lihat
pasukan Peh Bie Kauw mengambil kedudukan disebelah
barat. Rombongan2 Lwee Sam Tong – dan Gwa ngo tan,
yaitu Sin Coa, Ceng Liong, Peh Houw Hian Boe dan Cioe
Ciak tan berbaris rapi dengan masing2 dikepalai oleh
pemimpin mereka.
Disebelah timur berkumpul Ngo Kie dari Beng Kauw,
yaitu Swie Kim, Kie Bok, Ang Soet Liat Hwee dan Houw
Touw Kie, yang mengambil kedudukan Ngo Heng dan
masing2 di kepalai oleh pemimpin2nya.
Yang ditengah2 adalah empat pasukan Soe Boen (Empat
Pintu) yang berada dibawah kekuasaan Yo Siauw. Soe
Boen berarti pintu Thian (Langit), Tee (Bumi), Hong
(angin) dan Loei (Geledek) yang masing2 dipimpin oleh
seorang Boen Coe dan semua anak buahnya adalah para
1532
anggota dari Kong Beng Teng. Thian Coe Boen terdiri dari
para anggota pria daerah Tionggoan. Lee Coe Boen yang
dipimpin Yo Poet Hwie terdiri dari hweeshio atau toojin,
sedang Loei Coe Boen terdiri dari orang2 See Hek (Daerah
Barat).
Anak buah Lima Bendera dan Empat Pintu itu banyak
yang baru saja sembuh dari lukanya, tapi sekarang mereka
berbaris dengan semangat bergelora.
Sebagai rombongan terakhir ialah rombongan Boe Kie
sendiri yang dilindungin oleh Ceng ke Hong Ong, Wie It
Siauw dan Ngo Sian Jia.
Dengan hati berdebar2 semua orang menunggu perintah
Kauw Coe.
Perlahan lahan Boe Kie berkata, “Musuh sudah
menyerang sampai disini. Biarpun kita tak ingin bertempur,
kita tak bisa tidak bertempur. Akan tetapi, kalau bukan
terlalu terpaksa, kita tak boleh melukai atau membunuh
sesama manusia. Kuharap kalian suka ingat pesan ini.”
“Saudara2 Peh Bie Kauw, yg di pimpin oleh In Kauw
Coe, harus menyerang dari jurusan barat. Ngo Heng Kie,
yang di pimpin oleh Boen Ciong Siong, Ciang Kie Soe dair
Kei Bok Kie menyerang dari timur. Yo Co Soe yang
memimpin Soe Boen menyerang dari utara. Ngo Siang Jin
menyerang dari selatan, Wie Hong Ong dan aku sendiri
akan berdiam ditengah2 untuk memberi bantuan kepada yg
memerlukan bantuan.”
Semuar orang membungkuk.
Sesaat kemudian, Boe Kie mengibas tangan kirinya dan
berkata, “Serbu!!” Dengan serentak empat pasukan
bergerak mengepung Kong Beng Teng dari empat jurusan.
“Hok Ong,” kata Boe Kie, “Kita berdua keluar dari
1533
jalanan rahasia dan serang mereka secara mendadak.”
Mereka masuk ke jalanan rahasia dan keluar dari kamar
Yo Poet Hwie. Begitu keluar mereka bertemu dengan
tumpukan puing dan hidung mereka mengendus bau sangit.
Dikalangan musuh ternyata terdapat banyak orang
pandai. Sebelum pasukan2 Beng kauw, Peh Bie Kauw
datang dekat, mereka sudah tahu dan segera berteriak2,
memberi isyarat kepada kawan2nya.
Boe Kie dan Wie It Siauw saling mengawasi sambil
tersenyum. Mereka yakin, bahwa pihak mereka akan
mendapat kemenangan. Mereka memperhatikan jalan
pertempuran dengan menyembunyikan diri di belakang
tembok yang roboh.
Beberapa saat kemudia, dengan bantuan sinar rembulan
mereka lihat Swee Poet Tek dan Cioe Tian, yg tiba paling
dahulu dan yang segera menyerang musuh. Sesudah itu,
dengan beruntun tibalah In Thian Ceng, Yo Siauw dan
pasukan2 Ngo Heng Kie. Hebat sungguh serangan mereka.
Mereka mengamuk bagaikan harimau edan.
Yang menyerang Kong Beng Teng dikali ini adalah
Kaypang, Hay see pay dan lain2, semuanya beberapa belas
partai besar dan kecil.
Sesudah Kong Beng Teng terbakar habis, mereka anggap
orang2 Beng Kauw sudah binasa semua dan mereka sudah
mendapat kemenangan besar. Maka itu, selama beberapa
hari, Kay Pang, Kie Keng Pang dan sejumlah partai lain
sudah turun gunung, sedang yang masih berada di Kong
Beng Teng hanyalah Sin Koen Boen, Sam Kang Pang, Boe
San Pang dan Ngo Hong To. Serangan mendadak dari Beng
Kauw dan Peh Bie Kauw sudah membingungkan mereka
dan biarpun diantara mereka terdapat banyak jago yg
pandai mereka semua bukan tandingan Yo Siauw dan
1534
kawan2nya. Baru saja bertempur kira2 semakan nasi,
sebagian besar sudah mati atau terluka.
Melihat begitu, Boe Kie segera keluar dari tempat
persembunyiannya dan berkata dengan suara nyaring,
“Anggota2 dari berbagai partai dengarlah! Semua
pemimpin Beng Kauw sekarang berkumpul disini. Tak guna
kalian melawan terus. Lemparkan senjata kalian! Aku akan
mengampuni jiwa kalian dan memperbolehkan turun
gunung tanpa diganggu.”
Tiba2 seroang Hoan Ceng (pendeta asing) yang bertubuh
kate kecil melompat dan membentak, “Siapa kau?”
“Jangan kurang ajar!” bentak Yo Siauw, “Inilah Thio
Kauw Coe, Kauw Coe kami yang baru.”
“Aku tak perduli Kauw Coe atau bukan Kauw Coe,”
kata si pendeta dengan jumawa.
“Sambutlah pedangku!” bagaimana kilat pedang
menyambar. Dengan matanya yg sangat jeli, Boe Kie segera
mengenali bahwa pedang itu benar In Thian Kiam, ia
berkelit dan bertanya, “Mengapa pedang milik Go Bie itu
bisa ditangan Tay soe?”
Sebaliknya dari menjawab dia mengirim tiga serangan
berantai. Menghadapi senjata mustika itu, Boe Kie sangat
berhati2. Untuk menyelamatkan diri ia berkelit ber ulang2.
Tiba2 tangan kiri Boe Kie menyambar dan mencekal
pergelangan tangan kanan si pendeta yang lantas saja
kesemutan dan Ie Thian Kim yg dipegangnya, jatuh
ketanah. Tapi hoan ceng itu cukup lihai. Mendadak tangan
kirinya menghantam dada Boe Kie. Tapi sebaliknya dari
Boe Kie, dia yang terguling karena seluruh tubuh pemuda
itu dilindungi oleh Sinkang. Begitu terguling, begitu dia
melompat bangun menjemput In Thian Kiam yg
menggeletak di tanah, Peng Eng Giok buru2 melompat dan
1535
menjambret dengan pedangnya. Berbarengan dengan
berkelebatnya sinar pedang, Peng Hwesio sudah kutung
dua. Sesudah memutuskan pedang lawannya, si pendeta
segera kabur kebawah gunung.
Seraya membentak keras Boe Kie melompat dan
mengejar pendeta itu. Didalam hati sangat berkuatir akan
keselamatan Cioe Cie Jiak. Cara bagaimana In Thian
Kiam, yg berada dalam tangan nona Cioe, kena rampas
oleh hoan ceng itu? Maka itu, ia segera mengambil
keputusan untuk membekuk pendeta itu guna mencari
keterangan.
Tapi baru saja ia mengejar beberapa puluh tombak,
disebelah kiri tiba2 terdengar teriakan “Celaka!” diikuti
dengan terbangnya sebatang pedang yg berkelebat ketengah
udara.
Itulah suara Yo Poet Hwie si noan pasti sedang
menghadapi bahaya. Teriakan Poet Hwie keluar dari
tempat yang penuh pohon2. tanpa memikir lagi Boe Kie
melompat masuk kedalam gerombolan photon itu.
Sekonyong2 ia merasai menyambar angin tajam dan
sebatang golok berkelebat kemukanya. Searaya mengengos
ia menangkap tangan si penyerang yang lalu dilemparkan
beberapa tombak jauhnya.
Hampir berbaereng ia dengar bentakan dan cacian. Ia
menerobos kearah suara itu. Ternyata Poet Hwie yang tidak
bersenjata tengah diserang oleh seorang pria sangat tinggi
besar yang menggunakan sepasang kampak.
Dengan sekali melompat Boe Kie sudah menghadang di
depan si penyerang, “Tahan!” bentaknya.
Orang itu terkejut sejenak, akan kemudian mengayun
kedua kampaknya. Boe Kie mengibaskan tangan kirinya
dengan menggunakan Kian Koen Tay Lo Ie Sin Kang.
1536
Kedua senjata itu tersempok miring oelh tenaga Sin kang
dan ‘prak’, menghantam satu batu besar sehingga lelatu
muncrat dan mata kampak somplak. Dengan lelaki itu
kesemutan dan tidak bisa mengangkat senjatanya lagi. Poet
Hwie sungkan menyia2kan kesempatan baik. Ia melompat
dan meninju Tay yang hiat musuh yang lantas saja roboh
tanpa bernyawa lagi.
“Poet Hwie moy moy apa kau terluka?” tanya Boe Kie.
“Tidak, terima kasih atas pertolonganmu,” jawabnya.
Boe Kie bersembunyi. “Hayo kita balik!” katanya.
Karena harus menolong nona Yo. Boe Kie tidak bisa
mengurus Hoan Cong itu lagi. Begitu tiba di puncak
gunung, tiba2 mereka mendengar teriakan menyeramkan.
“Siapa yang takut mati, , tak diberi ampun! Siapa yang
takut mati, tak diberi ampun!” ketika itu, rombongan Boe
san pang sudah merusak dan mereka kabur kalang kabutan.
Tapi, begitu mendengar teriakan yang begitu menakutkan
itu, semangatnya kembali lagi dan mereka lalu melawan
pula secara nekat2an. Dalam sekejap sejumlah anggota
Beng Kauw mati dan terluka. Tapi sebab kalah tenaga dan
kalah jumlah, satu demi satu mereka roboh.
“Kalian dengarlah!” terial Boe Kie. “Tak guna kalian
melawan lagi, lebih baik meyerah saja.”
Tapi orang2 terus meyerang mati2an. Dibawah sinar
purnama, paras mukanya kelihatan ketakutan, seperti juga
di belakang mereka ada iblis yang memaksa mereka
bertempur nekat2an. Melihat begitu Boe Kie merasa tak
tega. Dengan menggunakan ilmu ringan badan tubuhnya
berkelebat dan jari2 tangannya bekerja, menotok jalan
darah orang2 itu. Sekejap saja, kecuali 3 orang yang
berkepintaran sangat tinggi dan lincah geraknya, mereka
roboh. Ketiga orang itu akhirnya dibinasakan oleh Yo
1537
Siauw, Wie It Siauw dan In Ya Ong.
Beng Kauw mendapat kemenangan besar. Lebih dari 300
musuh dibinasakan atau ditawan. Yang berhasil melarikan
diri hanya beberapa orang saja. Tak lama kemudian diatas
Kong Beng Teng dinyalakan api unggun yang sangat besar,
sebagai peryataan terima kasih kepada beng coen yang
sudah melindungi Beng Kauw.
Selama beberapa hari Boe san pang dan yang lain2 telah
membuat gubuk2 di atas Kong beng teng. Sekarang gubuk2
itu dapat digunakan oleh Beng Kauw/Peh Bie Kauw untuk
mengaso. Tanpa memperdulikan rasa letih, para anggota
wanita segera menanak nasi, memasak air dan
menyediakan sekedar lauk pauknya. Semua orang bersuka
ria, rasa kantuk dan lelah tidak dirasakan.
Sekonyong-konyong, dengan paras muka berseri2 In
Thian Ceng berdiri dan berkata dengan suara nyaring.
“Para anggota Peh bie kauw dengarlah! Peh bie kauw dan
Beng kauw sebenarnya berpangkal satu. Pada 20 tahun
lebih yang lalu, karena tidak akur dengan Beng Kauw, aku
mendirikan sebuah agama lain. Sekarang, sesudah Thio
Tayhiap menjadi Kauwcoe, semua orang harus melupakan
ganjelan lama dan harus bersatu padu. Mulai hari ini Peh
bie kauw tak ada lagi. Kita semua harus mentaati perintah
Kauwcoe. Siapa tak setuju, boleh segera turn gunung!”
Pernyataan itu disambut dengan tepuk tangan dan sorak
sorai gegap gempita.
Si kakek tersenyum dan berkata pula. “Mulai hari ini kita
hanya mempunyai Beng Kauw dengan Thio kauwcoe
satu2nya. Siapa yang memanggil aku In Kauwcoe lagi, dia
dianggap sebagai orang berdosa.”
Boe Kie menyoja dan berkata”Persatuan kembali antara
Peh bie kauw dan Beng kauw adalah kejadian yang
1538
sungguh2 menggirangkan. Akan tetapi, aku yang rendah
hanyalah kauwcoe untuk sementara waktu. Sesudah musuh
dikalahkan tibalah waktunya untuk memilih Kauwcoe yang
baru. Dalam Beng Kauw dan Peh bie kauw terdapat banyak
sekali tokoh2 yang berkepandaian tinggi. Aku yang masih
beusia muda, berpengatuan cetek, mana bisa menduduki
kursi yang tinggi itu?”
“Thio Kauwcoe jangan kau berkata begitu!” teriak Cioe
Tian. “Coba kau pikir, karena berebut kursi Kauwcoe, kami
berantakan. Untung besar semua orang takluk kepadamu.
Jika kau tetap menolak biarlah kau saja menunjuk seorang
kauwcoe baru. Hu uh!!!! Tapi, siapapun juga yang ditunjuk
olehmu, aku, Cio Tian, yang paling dulu menentang. Kalau
kau mengangkat aku, tentu ada orang lain yang tidak
mufakat!”
Pheng Eng Giok berdiri dan berkata denan suara
nyaring. “Thio Kauwcoe, jika kau menolak Beng kauw
pasti akan berantakan lagi!”
Apa yang dikatakan Pheng Hweesio memang sangat
mungkin terjadi. Boe Kie menunduk dan menimbang2.
semua orang menunggu jawaban sambil menahan nafas.
Akhirnya ia berkata, “Karena kecintaan kalian yang
sangat besar, aku yang rendah merasa berat untuk menolak
terus. Tapi aku hanya bersedia untuk memegang tugas
Kauwcoe sementara waktu dengan satu syarat. Syaratnya
ialah kalian harus mengiakan 3 permintaanku. Jika kalian
menolak, meskipun mesti mati aku takkan menerima
kedudukan Kauwcoe.”
“Baik! Baik!”
“Bagus!”
“Jangankan tiga, tiga puluhpun kami akan meluluskan!”
1539
“Permintaan apa?”
“Kauwcoe bilang saja!”
sesudah teriakan2 mereda, Boe Kie membungkuk dan
berkata dengan suara nyaring. “Agama kita dinamakan
orang luar sebagai agama agama siluman. Hal ini tentu saja
tidak benar. Mereka yang berkata begitu tidak tahu isi
daripada Beng Kauw. Akan tetapi karena jumlah anggota
kita sangat besar, maka memang benar ada sejumlah
anggota yang melakukan perbuatan2 menyeleweng. Maka
itu, permintaanku yang pertama ialah mulai dari sekarang,
dari Kauwcoe sampai anggota biasa semua orang harus
mentaati peraturan2 Beng kauw, harus menolong sesama
manusia dan harus berlaku sebagai ksatria sejati. Aku ingin
minta supaya Leng Kiam Sianseng suka menjadi Hio coe
dari Heng tong Cie coe (pemimpin dari bagian hukum)
untuk mengadili segala pelanggaran dan membereskan
segala percecokan antara kita. Siapa yang berdosa akan
dihukum berat. Aku, kakek, pamanku dan lain2 ketua tidak
terkecuali”.
Semua membungkuk dan mengiakan.
“Waktu mendiang Yo Kauwcoe masih hidup, peraturan
kita dipegang keras sekali.” Kata Pheng Eng Giok.
“Belakangan orang2 yang berdosa tidak diadili secara tepat
dan makin lama keadaan makin buruk. Soal ini memang
merupakan soal terpenting dari agama kita dan aku merasa
girang, bahwa Kauwcoe dan saudara Leng akan bertindak
tanpa memilih bulu”.
Leng Kiam maju setindak seraya berkata dengan ringkas.
“Aku terima”. Kakek ini memang paling tidak suka bicara
banyak.
“Permintaanku yang kedua mungkin agak berat,” kata
pula Boe Kie. “Kedua belah pihak telah menderita
1540
kerusakan besar, banyak orang mati atau luka. Tapi
sekarang aku ingin minta supaya kalian suka mengakhiri
permusuhan ini dan tidak cari2 urusan lagi dengan keenam
partai itu”.
Semua orang kaget. Itulah permintaan yang sukar
diluluskan. Mereka saling mengawasi dan membungkam.
Sesudah selang beberapa lama Cioe Tian bertanya
“Bagaimana kalau mereka yang mengganggu kita?”
“Kita harus bertindak dengan mengimbangi keadaan,”
jawab Boe Kie. “Mana kala mereka mendesak terlalu keras,
kita tentu saja tidak bisa menerima kebinasaam tanpa
melawan”.
“Baiklah!” kata Tiat koan To jin. “Jiwa kita ditolong
Kauwcoe. Biarlah kita turut apa yang diinginkan
Kauwcoe”.
“Saudara2!” teriak Pheng Eng Giok, “Enam partai itu
telah membunuh banyak anggota kita, tapi kitapun telah
banyak membinasakan anggota mereka. Kalau permusuhan
terus berlarut2, makin lama makin banyak manusia mati.
Menurut pendapatku, perintah Kauwcoe supaya kita tidak
cari permusuhan lagi dengan mereka, adalah untuk
kebaikan kita sendiri”.
Semua orang menyetujui pendapat itu dan mereka segera
meluluskan permintaan Boe Kie yang kedua ini.
Boe Kie merangkap kedua tangannya dan berkata
dengan suara terharu. “Pandangan luas dan hati lapang
yang ditunjukkan kalian sungguh2 rejeki umat manusia.
Permintaanku yang ketiga adalah supaya kita mentaati
pesan mendiang Yo Kouwcoe yang ditulis dalam surat
wasiatnya. Yo Kouwcoe memesan, supaya siapa yang bisa
mendapatkan kembali Seng Hwee Leng dan mengambil
pulang barang peninggalan Kauwcoe turunan ketiga puluh
1541
satu dari tangan Kay pang, dialah yang harus diangkat
menjadi Kuwcoe turunan ketiga puluh empat. Yo Kauwcoe
juga memesan, supaya sesudah ia, meninggal dunia, untuk
sementara jabatan Kuwcoe dipegang oleh Kim Mo Say
Ong. Maka itu sudah sepatutnya kalau sekarang kita
menyeberangi lautan untuk menyambut Cia Hoat agar
beliau bisa menduduki kursi Kauwcoe sementara waktu.
Belakangan barulah kita mencari Seng Hwee leng dan
mengambil pulang barang peninggalan Kauwcoe turunan
ketiga puluh satu. Siapa yang berhasil, dialah yang harus
menjadi Kuwcoe.”
Semua orang saling mengawasi. Sesudah kehilangan
pemimpin selama beberapa puluh tahun, mereka sangat
tidak ingin melepaskan Kauwcoe baru itu yang
berkepandaian sangat tinggi dan luhur pribadinya. Andaikat
dikemudian hari Seng hwee leng didapat oleh seorang
goblok, apakah manusia goblok itu akan menjadi pemimpin
mereka?
“Syra mendiang Yo Kauwcoe ditulis pada dua puluh
tahun lebih berselang. Berbeda dengan keadaan sekarang,
kita memang pantas menyeberangi lautan untuk meyambut
Kim mo say ong. Kita memang harus berusaha mencari
Seng hwee leng, tapi kalo diangkat oleh orang lain menjadi
Kauwcoe, kuatir tidak semua orang menyetujuinya.”
Tapi Boe Kie tetap pada pendiriannya, bahwa pesan Yo
Kauwcoe harus ditaati. Sebab tak bisa mengubah lagi, maka
pada akhirnya semua orang mengiakan juga kemauan itu.
Setelah perundingan beres, Boe Kie segera mengeluarkan
perintah untuk menyalakan Seng Hwee (api suci) dan
kemudian, dengan meneteskan darah, semua pimpinan dan
anggota Beng Kauw bersumpah, bahwa mereka tidak akan
melanggar peraturan itu.
1542
Tak lama kemudian fajar menyingsing sekonyong
konyong didalam hutan terdengar teriakan kaget dari
seseorang.
“Siapa itu?” bentak Tiat koat tojin.
Hampir berbareng dari dalam hutan kelihatan berlari2 2
anggota Ang soei kie. Begitu mereka tiba dihadapan Tong
Yang Ciang kie soe Ang Soei kie, mereka segera
melaporkan sesuatu dengan suara perlahan.
“Apa benar?” tanya Tong Yang dengan kaget. Dengan
cepat ia memberi isyarat dengan gerakan tangan dan
barisan Ang soei kie dengan serentak bergerak, masing2
anggota menduduki kedudukan Pat Kwa, siap sedia untuk
bertempur. Sesudah itu, dengan mengajak beberapa orang,
Tong Yang lantas masuk kedalam hutan.
Sesudah mendapat kerusakan besar dalam beberapa kali
pertempuran, jumlah anggota Ang sioe kie tidak cukup
seratus orang. Tapi kegagahan tidak berkurang dan cara
Tong Yang mengatur barisannya tetap angker luar biasa.
Tak terlalu salah bila dikatakan, bahwa Ang soei kie saja,
satu bendera dalam Beng Kauw, sudah cukup untuk
melayani partai biasa dalam Kang ouw. Melihat begitu, Boe
Kie merasa sangat terhibur, karena itulah suatu tanda,
bahwa Beng Kauw mempunyai hari depan yang gilang
gemilang.
Tak lama kemudian Tong Yang keluar dari dalam hutan
dengan tindakan lebar. Ia menghampiri Boe Kie dengan
paras muka bingung. Sambil membungkuk ia berkata,
“Melaporkan kepada Kauwcoe, bahwa Tong Yang
menunggu hukuman”.
“Ada apa?” tanya Boe Kie.
“Aku telah memerintahkan orang2ku untuk menjaga
1543
tawanan,” jawabnya. “Diluar dugaan, orang2 itu telah
berhasil merampas senjata orang2ku dan membunuh diri”.
“Aneh sungguh!” kata Boe Kie dengan kaget. Dengan
diiring tokoh2 Beng Kauw, ia segera masuk ke dalam
hutan.
Benar saja, para tawanan Boe san pang dan Ngo ho tong
sudah menjadi mayat dan menggeletak di tanah. Enam
orang dari delapan penjaga mendapat lukadan mereka
berlutut untuk mendapat hukuman.
“Apa benar mereka bunuh diri?” tanya Boe Kie.
“Melapor kepada Kauwcoe,” kata pimpinan rombongan
penjaga itu, “mereka menyerang kami secara mendadak
dan merampas senjata kami akan kemudian bunuh diri.
Dalam melakukan perbuatan itu, mereka tak pernah
mengucapkan sepatah kata”.
Boe Kie manggut2kan kepalanya. “Bukan salah kalian,
bangunlah!” katanya.
“Terima kasih ata belas kasihan Kauw Coe” kata
pemimpin itu.
Boe Kie segera memeriksa luka para tawanan, dan
ternyata, mereka memang bukan dibunuh orang. Diantara
mayat2 itu terdapat seorang yang masih belum putus jiwa,
sebelah lengannya masih bergerak2. Boe Kie segera
membungkuk dan menotok Leng tay hiatnya, sambil
mengirim Kioe Yang Cin Khie.
Orang itu perlahan lahan tersadar.
“Mengapa kau bunuh diri?” tanya Boe Kie.
Jawab orang itu dengan suara terputus2. “Siapa…..yang
takut mati….tak diberi
ampun…..tidak…..diberi….ampun…”
1544
Boe Kie terkejut ia ingat, bahwa selama pertempuran ia
pernah mendengar teriakan begitu di lereng gunung dan
sebagai akibatnya pihak musuh berkelahi secara nekat2an.
Ia sekarang mengerti, bahwa di balik teriakan itu
tersembunyi rahasia hebat. “Siapa yang tak memberi
ampun?” tanyanya.
“Keluargaku…tua muda….istri….anak, semua dalam
tangan orang,” jawabnya.
“Dalam tangan siapa? Kami akan menolong kau” kata
pula Boe Kie.
Orang itu menggeleng2 kepalanya. Ia tersenyum getir,
kepalanya terkulai dan nafasnya terhenti.
Yo Siauw dan yang lain2 saling memandang. Mereka tak
dapat menembus teka-teki itu. Sesudah memerintah
Angsoei Kie mengubur mayat2 itu Boe Kie segera mengajak
In Thian Ceng, Yo Siauw, Wie It Siauw dan yang lain2 ke
gubuk untuk mendamaikan urusan ini.
“Dari keterangan orang itu, kita dapat menarik
kesimpulan, bahwa keluarganya ditahan oleh seorang yang
berkuasa dan kalau dia tak berkelahi mati2an, keluarganya
akan dibinasakan.” Kata Pheng Eng Giok. “Siapa orang itu
yang mempunyai kekuasaan begitu besar, sehingga dia bisa
menindih begitu banyak orang gagah dari partai2
persilatan? Siapa manusia itu yang dapat menahan begitu
banyak keluarga?”
Kecuali Boe Kie tokoh2 Beng kauw adalah orang2
berpengalaman. Tapi mereka tak bisa meraba siapa adanya
orang itu.
“Menurut pendapatku urusan ini ada sangkut pautnya
dengan Goe Bie pay,” kata Coe Tian. “Hoan Cong itu
menggunakan pedang Ie Thian Kiam, Biat Coat sangat
1545
beracun dan mungkin sekali, sebab tak unggulan melawan
Kauwcoe kita. Dia menyuruh orang2 itu datang kemari”.
“Bukan begitu,” kata Leng Kiam.
“Mengapa bukan?” tanya Cioe Tian.
Leng Kiam tidak menjawab.
“Kurasa soal menahan keluarga berbagai partai terpisah
dari soal serangan enam partai besar” kata Swee Poet Tek.
“Dalam serangannya itu, keenam partai pasti tidak akan
menduga, bahwa mereka akan mengalami kegagalan. Biat
Coet Soethay dan sejumlah kawannya adalah orang2 yang
sangat sombong dan mereka tentau tak pernah ingat
perkataan kalah. Maka itu tidak bisa jadi mereka lebih
dahulu sudah mempersiapkan sebuah siasat lain untuk
menyerang kita”.
Semua orang membenarkan perkataan Swee Poet Tek.
“Andaikata kau benar, tapi siapa musuh kita itu?” tanya
Coe Tian.
“Akupun tak tahu,” jawab Swee Poet Tek.
“Kalau Seng Koen blom binasa. Kita bisa menuduh dia”.
Sesudah berunding beberapa lama, mereka belum juga
mendapat kemajuan.
“Kurasa urusan ini bisa dikesampingkan untuk
sementara waktu,” kata Boe Kie akhirnya. “Soal penting
yang kini dihadapi kita adalah menyeberangi lautan untuk
menyambut Kim Mo Say Ong. Tugas ini harus dilakukan
olehku sendiri, siapa yang ingin ikut?”
Semua orang segera berbangkit dan menjawab “Kami
semua bersedia untuk mengiring Kauwcoe”
“Jangan terlalu banyak,” kata Boe Kie, “Disamping itu
1546
ada beberapa urusan besar yang perlu diurus. Begini saja,
Yo Co Soe dan Soe coen berdiam di Kong Beng Teng untuk
membangun lagi dan menjaga pusat kita. Kim, Bok, Soie,
Hwee, Touw Ngo heng kie pergi ke berbagai tempat untuk
mengumpulkan lagi anggota2 kita yang sudah terpencar dan
menyampaikan tiga janji yang sudah disetujui. Kakek dan
paman coba menyelidiki musuh yang bersembunyi itu dan
berbareng coba mencari Kong Beng Yoe Soe serta Cie san
liong ong. Tugas Wie Hok Ong ialah pergi menemui Cia
Boenjin keenam partai besar untuk memberitahukan
perubahan2 didalam Beng kauw. Andaikata Hok Ong tidak
dapat mengubah musuh menjadi sahabat, tindakan ini
setidaknya akan dapat menunda permusuhan untuk
sementara waktu. Kutahu tugas ini bukan tugas enteng.
Tapi dengan kebijakannya, kupercaya Hok ong akan
berhasil. Aku sendiri bersama Ngo sian jin akan melayari
lautan guna menyambut Cia Hoat ong.
Sebagai seorang kauwcoe, setiap perkataan Boe Kie
adalah undang2 yang tidak dapat dibantah. Semua orang
lantas saja menggangguk dan menerima baik perintah itu.
“Thia” tiba2 Poet Hwoei berkata “Aku ikut, kuingin
melihat gunung es”
Sang ayah tersenyum “Kau harus memohon pada
Kauwcoe,” jawabnya “Aku tidak berkuasa”
Si nona memoyongkan mulutnya, tapi ia tak dapat
berkata apa2 lagi.
Boe Kie tertawa. Ia ingat, waktu mengantar Poet Hwei
ke see hek, si nona sering meminta ia bercerita dan ia sering
menceritakan pengalamannya di pulau Heng hwee to.
Berkali2 ia menceritakan keindahan pulau itu dengan
beruang putihnya, kera api, ikan2 aneh dan sebagainya.
Maka itu tidaklah heran kalo sekarang Poet Hwie ingin
1547
mengikut. “Poet Hwie moy moy” katanya “Pelayaran ke
Peng hwee to banyak bahayanya. Tapi jika kau tak takut
dan Yo Coe soe meluruskan biarlah Yo Cosoe dan kau
sama2 ikut”
“Takut apa?” kata si nona sambil menepuk nepuk
tangan. “Thia biarlah kita berdua mengikut Boe
Kie…….bukan mengikut Kauwcoe”
Sambil mengawasi Boe Kie, Yo Siauw hanya
mengangguk.
“Kalau begitu aku ingin minta bantuan Leng Sianseng
untuk menjaga Kong Beng teng dan untuk sementara waktu
soe boen ditaruh didalam kekuasaannya”
“Baiklah! Sungguh bagus!” teriak Cioe Tian.
“Cioe heng bagus apa?” tanya Swee Poet Tek.
“Beng Kauw menaruh penghargaan begitu tinggi kepada
Leng Kiam merupakan suatu penghormatan besar untuk
Ngo sian jin” jawabnya “Disamping itu, dalam perjalanan
ini, entah berapa lama Kauwcoe harus terombang-ambing
di tengah lautan. Dengan ada Yo Coe soe bakal tak terlalu
kesepian. Mereka bisa beromong2. jika Leng Kiam yang
pergi, maka Kauwcoe seperti juga mengajak sepotong
balok”
semua orang tertawa terbahak2. Leng Kiam tidak jadi
gusar, tapi iapun tak tertawa. Ia bersikap seperti tak dengar
gurauan Cio Tian.
Sesudah bersantap, semua orang lantas pergi mengaso.
Sebelum berangkat Boe Kie minta Poet Hwie membuka
rantai hian tiat yang merantai Siauw Cioew. Tapi anak
kunci hilang dalam tumpukan puing dan tak dapat dicari.
“Tak apa” Siauw Ciauw dengan suara tawar. “Suara
1548
rantai ini bahkan lebih merdu kedengarannya.”
“Siauw Ciauw kau tunggulah di Kong Beng Teng
dengan hati tenang” Boe Kie menghibur “Aku akan
meminjam To Liong To dari Cia Hoat ong untuk
memutuskan rantai ini.”
Siauw Ciauw menggeleng2kan kepala. Ia tak menyahut.
Pada keesokan paginya, Boe Kie dan rombongan
berpamitan “Kauwcoe kau adalah seorang yang
bertanggung jawab atas mati hidupnya Beng Kauw” kata
Seng Kiam. “Kuharap kau menjaga diri baik2”
“Terima Kasih” jawab Boe Kie “Leng Sian seng dalam
menjalankan tugasmu, kau akan banyak capai”
“Hati2 ikan aneh akan makan kau” kata Leng Kiam
kepada Cioe Tian.
Dengan rasa terharu Cioe Tian mencekal tangan Leng
Kiam erat2. kecintaan antara Ngo sian jin menyerupai
kecintaan saudara kandung sendiri. Hari ini Leng Kiam
melanggar kebiasaannya dan bicara lebih banyak. Hal ini
sudah terjadi karena kegoncangan hatinya.
Bersama-sama Soe Boen, Leng Kiam mengantar
rombongan Kauwcoe sampai dikaki Kong Beng Teng dan
dengan perasaan berat mereka berpisahan.
Sesudah berlalu seratus li lebih rombongan Boe Kie
bermalam di gurun pasir. Kira2 tengah malam, tiba2 Boe
Kie mendengar suara “ting tang ting tang” sesudah
memiliki Kioe Yang Cin Keng panca inderanya sepuluh
kali lebih tajam dari manusia biasa. Ia kaget, bangun dan
lantas berlari2 kearah suara itu. Sesudah melewati beberapa
li, jauh2 ia lihat sebuah titik hitam yang bergerak kearahnya
dan makin lama makin besar.
1549
Tiba2 ia bergerak. “Siauw Ciauw! Mengapa kau
datang?”
Orang itu memang bukan lain daripada si nona. Melihat
Boe Kie ia lantas menangis keras.
“Anak baik! Sudahlah jangan menangis” kata Boe Kie
seraya menepuk2 pundak si nona.
Tapi si nona jadi makin sedih dan menangis makin keras.
“Kemanapun jua kau pergi…….aku…….ikut……”katanya.
Boe Kie merasa sangat kasihan. “Dia sangat tak
beruntung dan karena aku berlaku manis terhadapnya, dia
sangat mencinta aku” katanya dalam hati, maka itu ia
segera berkata. “Sudahlah kau jangan menangis, kau boleh
ikut”
Si nona menjadi girang. Ia mendongak dan mengawasi
Boe Kie dengan sorot mata berterima kasih. Dibawah sinar
rembulan yang masih putih bagaikan perak, dengan muka
yang cantik dan potongan badannya yang langsing kecil, ia
seolah seorang dewi yang turun dari kayangan. Melihat
kedua pipi yang masih basah oleh air mata dan paras muka
yang berseri2, Boe Kie jadi ingat sekuntum bunga dengan
butiran2 embun. Ia tersenyum dan berkata dengan suara
perlahan “Siauw Ciauw, kalau sudah besar kau akan cantik
luar biasa”
“Bagaimana kau tahu?” tanya si nona sambil tertawa.
Sebelum Boe Kie menjawab, disebelah timur laut tiba2
terdengar suara kaki kuda yang mendatangi dari barat ke
timur. Didengar suaranya yang makin lama makin jauh,
jumlah penumpang paling sedikit 100 orang lebih.
Beberapa saat kemudian, Wie It Siauw datang dengan
saling susul “Kauwcoe” kata Wie It Siauw ”Ditengah
malam buta serombongan penumpang kuda lewat sini.
1550
Kukhawatir mereka musuh2 kita”
Boe Kie segera minta Siauw Ciauw mempersarukan diri
dengan Pheng Eng Giok dan yang lain2, sedang ia sendiri
bersama Yo Siauw dan Wie It Siauw mengubar rombongan
penumpang kuda itu.
Tak lama kemudian mereka bertemu dengan tapak2
kuda. Wie It Siauw membungkuk dan menjumput
segenggam pasir “ada darahnya” katanya.
Boe Kie mencium pasir itu dan merasai bau darah yang
masih segar. Mereka lalu mengejar dengan mengikuti
tapak2 itu. Sesudah melalui beberapa li, tiba2 Yo Siauw
melihat sepotong golok buntung diatas pasir, ia menjumput
dan ternyatadi gagangnya terukir 3 huruf “Pang Jin Ho” ia
memikir sejenak dan berkata.
“Inilah orang Kong Tong Pay, Kauw Coe. Kurasa
mereka memang sengaja menyediakan kuda2 ditempat ini
untuk pulang ke tionggoan.”
“Sudah setengah bulan lebih mereka turun dari Kong
Beng Teng” kata Wie It Siauw. “Apa perlunya mereka
harus berdiam disini?”
Sesudah mengetahui bahwa rombongan itu adalah
rombongan Kong Tong Pay, Boe Kie bertiga tidak berkuatir
lagi dan lalu kembali ke tempat asal. Malam itu lewat
dengan tentram dan pada keesokan paginya, mereka
meneruskan perjalanannya.
Pada hari kelima, pagi2 mereka tiba di padang rumput.
Selagi enak berjalan, dikejauhan muncul serombongan
orang yang mendatangi ke arah mereka. Boe Kie yang
matanya paling lihay sudah dapat lihat, bahwa rombongan
itu terdiri dari nie kouw (pendeta perempuan) yang
mengenakan jubah pertapaan dan diantara mereka terdapat
1551
7-8 orang lelaki.
Dalam jarak belasan tombak, salah seorang nie kouw
berteriak, “Apa kamu bangsat2 Mo Kauw?” hampir
berbarengan semua kawannya menghunus senjata dan
berpancaran.
Boe Kie tahu, bahwa mereka itu adalah orang2 Go Bie
Pay. Tapi ia belum pernah bertemu dengan yang manapun
jua. “Apakah kalian murid2 Go Bie Pay?” tanyanya.
Seorang nie kouw setengah tua yang bertubuh kurus kecil
melompat keluar dan membentak, “Bangsat Mo-kauw!
Jangan rewel! Terimalah kebinasaanmu!”
“Siapa Soethay? Mengapa Soethay bergusar?” tanya Boe
Kie dengan sabar.
“Bangsat! Siapa kau?” bentak pula nie kouw itu, “Apa
derajatmu sehingga kau berani tanya namaku?”
Melihat kekurangajaran pendeta itu, Wie It Siauw jadi
mendongkol. Bagaikan kilat ia melompat masuk kedalam
barisan Go Bie Pay dan lantas menotok jalan darah dua
murid pria yang lalu di cengkeram leher bajunya. Hampir
berbareng, ia melompat keluar dan berlari2, seperti angin
cepatnya, akan kemudian melemparkan kedua tawanannya
diatas tanah. Dilain saat, ia sudah kembali kedalam
rombongannya sendiri.
Kecepatan bergeraknya Ceng Ek Hong Ong mengejutkan
semua anggota Go Bie Pay. Dengan mulut ternganga
mereka mengawasi kedua saudara seperguruannya yang
dibawa lari puluhan tombak dan sekarang menggeletak
ditanah tanpa bergerak.
Sesudah memperlihatkan kepandaiannya seraya tertawa
deban Wie It Siauw berkata “Yang berdiri dihadapanmu
adalah seorang gagah luar biasa yang ilmu silatnya paling
1552
tinggi pada jaman ini, yang memimpin Kong Beng Co Soe
dan Kong Beng Yoe Soe, yg mengepalai keempat Hoe
Kauw Hat Ong Ngo Sian Jin. Ngo Heng Kie dan Thian Tee
Hong Loei Soe Boe yaitu Thio Kauw Coe dari Beng Kauw
kami yg pernah mengusir Go Bie Pay dari atas Kong Beng
Teng dan merampas Ie Thian Po Kiam dari tangan Biat
Coat Soe Thao. Sekarang aku mau tanya kan, apakah orang
seperti Thio Kauw Coe mempunyai cukup derajat untuk
menanya hoat beng Soethay?” (Hoat beng Nama, bukan
nama asli yang digunakan oleh seorang pendeta)
Semua murid Go Bie terkesiap. Sesudah menyaksikan
Wie It Siauw, mereka tidak menyangsikan keterangannya.
Setelah menentramkan hatinya si nie kauw setengah tua
bertanya, “Siapa Tuan?”
“Aku she Wie, bergelar Ceng Eh Hok Ong,” jawabnya.
Beberapa murid Go Bie mengeluarkan seruan tertahan.
Empat orang lantas saja berlari2 menghampiri kedua
saudara seperguruannya yang tergeletak ditanah.
Ceng ek Hok ong bersenyum dan berkata dengan suara
sabar, “Atas perintah Kauw Coe Beng Kauw dan keenam
partai mengadakan gencatan senjata dan kami akan
berusaha untuk memperbaiki perhubungan. Kalian tak usah
khawatir. Kedua orang itu tidak kurang sesuatu apa.
Sekarang si kelelawar tidak menghisap darah manusia lagi.”
Keterangan Wie It Siauw memang tak salah. Sesudah
mengobati Boe Kie dengan menggunakan Kioe yang Sin
kang, bukan saja racun It im cie terusir dari dalam
badannya, tapi racun dingin yang dahulupun sudah turut
dipunahkan, sehingga sekarang sesudah menggunakan
Lweekang ia tak usah mengisap darah manusia lagi untuk
melawan racun dingin itu.
1553
Sementara itu, keempat murid Go Bie sesudah balik
kebarisannya dengan menggotong kedua saudara
seperguruannya. Baru saja mereka mau membuka jalan
darahnya yg terteotok tiba tiba terdengar suara “sr… sr… “
dua butir pasir yang disertai Lweekang sangat hebat
menyambar jalan darahnya kedua orang itu yang lantas saja
terbuka.
Orang yg menolong adalah Yo Siauw. Dengan
menggunaan ilmu Tan Sie Sin Thing dan Cie Sek Tiam
hoat, ia membuka jalan darah kedua orang itu. (Tan cie sin
thong ilmu menyentil dengan jari tangan. Cie Sek Tiam
Hoat ilmu menotok jalan darah dengan timpukan batu)
Melihat lawat berkepandaian begitu tinggi, nie kauw
setengah tua itu jadi keder. “Pie nie bernama Ceng Kong,”
memperkenalkan dirinya. “Apakah aku boleh mendapat
tahu she dan nama yang mulai dari Sie coe (tuan) yang
menggunakan Tan Sie Sin Thong dan Cie Sek Tiam Hoat.
Sebelum Yo Siauw menjawab, Cioe Tian sudah
mendahului sambil tertawa terbahak bahak, “Dia bukan
lain dari Kong Beng Soe sia, dengan kalian dia mempunyai
sangkutan keluarga.”
Si pendeta mundur setindak. Bahwa gusarnya kedua
alisnya bediri, “Ha! Kalau begitu kau bangsat Yo Siauw
yang mencelakai Kie Soe moay!” teriaknya. Ia mengibas
pedangnya dan bergerak untuk menyerang.
“Soethay tahan!” kata Boe Kie. “Kau tahu akan segala
persoalannya jika kau menanyakan gurumu sendiri. Jangan
kita bertempur karena urusan ini.”
“Mana guruku!” tanya Ceng Kong.
“Pada setengah bulan yang lalu, gurumu sudah turun
dari Kong Beng Teng,” jawabnya. “Mungkin sekali ia
1554
sekarang sudah masuk di Giok Boen kwan.”
“Soecie, jangan dengar segala obrolannya,” kata seorang
murid Go Bie yg berdiri dibelakang Ceng Kong. “Kita
menyambut dari tiga jurusan, disampin gitu kita jg
menggunakan tanda2 rahasia dan panah api. Kalau bener
soehoe sudah turun dari Kong Beng Teng, tak mungkin kita
tidak bertemu dengan nya.”
Mendengar itu Cioe Tian mendongkol. Tapi sebelum ia
membalas dengan kata2 pedas, Boe Kie sudah berkata
dengan suara perlahan. “Cioe siang seng tak usah ladeni
dia. Karenat tak bertemu dengan guru mereka, bisa
mengerti jika mereka uring2an.”
Jilid 45, bagian 2
Ceng Kong kelihatan bersangsi. “Apakah guruku dan
saudara2 ku bukan jatuh kedalam tangan Beng Kauw?”
tanyanya. “Seorang lelaki sejati harus berlaku jujur. Tak
usah kamu berdusta.”
Cioe Tian tertawa dan berkata, “Baiklah, sekarang aku
mau bicara terang2an. Tanpa menimbang nimbang
tenaganya yg kecil Go Bie pay telah menyerang Kong Beng
teng kami. Biat coat Soethay dan semua muridnya sudah
ditawan dan dipenjarakan dalam penjara didalam air. Kami
akan menahan mereka delapan belas tahun lamanya,
supaya mereka bisa merenungkan kedosaannya mereka.
Sesudah delapan belas tahun barulah kami akan
menimbang pula, apa kami akan melepaskan mereka atau
tidak.”
Pheng Eng Giok terkejut, “Cioe Heng, jangan kau
berguyon secara melampui batas,” tegurnya. “Kalian
jangan dengar guyonan saudara ini. Ia hanya main2. Bibi
Coat Soethay adalah seorang yang berkepandaian luar
biasa, sedang semua murid Go Bie jg berkepandaian tinggi.
1555
Mana bisa mereka jatuh didalam tangan beng kauw?
Sekarang ini, kedua belah pihak sudah mengadakan
gencatan senjata. Kalian pulanglah! Kalian pasti akan
bertemu dengan mereka.
Ceng Kong tak menjawab. Ia bercuriga, bersangsi dan
tak tahu apa yang harus diperbuatnya.
“Cioe Heng memang paling suka main2,” kata Wie It
Siauw. “Apakah seorang yg berkedudukan tinggi seperti
Kauw Coe kami bisa memperdayai kalian?”
“Sedari dulu Mo Kauw terkenal licin, licik dan banyak
akal bulusnya,” kata si nie kauw setengah tua. “Bagaimana
kita bisa gampang2 percaya?”
Sekonyong2 Tong Yang, Ciang Kie Soe Ang Soei Kie,
mengibas tangan kirinya. Dilain saat lima barisan Ngo
Heng Kie bergerak serentak. Kie Bok Kie mengambil
kedudukan disebelah timur. Liat hwee diselatan. Swie Kim
dibarat, Ang Soei di utara. Houw touw ditengah2 dan
mengurung seluruh barisan Go Bie Pay.
“Loehoe adalah Peh Bie Eng Ong,” teriak In Thian
Ceng. “Dengan seorang diri loehoe sanggup membekuk
kamu semua. Tapi hari ini Beng Kauw menaruh belas
kasihan. Loehoe hanya ingin memperingatkan, bahwa
orang2 muda harus berhati2 sedikit dalam mengeluarkan
perkataan.” Si kakek bicara dengan menggunakan lweekang
sehingga suaranya sangat menusuk kuping dan
menggoncangkan hati. Melihat kelihaian orang tua itu,
semua murid Go Bie jadi kaget tercampur kagum.
Boe Kie lantas saja mengangkat kedua tangannya dan
berkata, “Kami ingin meneruskan perjalanan dan kuharap
kalian suka menyampaikan hormat Boe Kie kepada
gurumu.” Sehabis berkata begitu, ia segera berjalan ke
jurusan timur.
1556
Sesudah semua pemimpin Beng Kauw lewat barulah
Tong yg menarik pulang barisan Ngo heng Kie dan
mengikuti dari belakang. Murid2 Go Bie tidak berani
bergerak. Mereka mengawasi dengan mata membelak.
“Kauw Coe,” kata Peng Eng Giok, “Menurut
pendapatku dalam hal ini mesti terselip sesuatu yg luar
biasa. Sama sekali tak bisa terjadi, bahwa rombongan Biat
coat Soethay tidka bertemu dengan murid2nya. Setiap
partai mempunyai tanda rahasia yang selalu digunakan
didalam perjalanan. Mana bisa jadi rombongan Biat coat
menghilang dengan begitu saja?”
Sambil berjalam mereka bicarakan hal yang luar biasa
itu. Semua orang sependapat dengan Peng Eng Giok.
Menghilangnya rombongan Biat coat mencurigakan,
apabila jika diingat, bahwa Lie Thian Kiam telah jatuh
kedalam tangan seorang hoan ceng. Dilihat dari sudut ini,
mungkin sekali rombongan itu menemui bencana. Diam2
Boe Kie berkuatir. Ia berkuatir akan keselamatannya Cioe
Cie Jiak, tapi ia tentu saja tidak mengutarakan perasaannya
itu kepada orang lain.
Pada magrib, selagi enak jalan, sekonyong2 Swee Poet
Tek berkata. “Eeh!.... disini ada sesuatu yang luar biasa…”
Ia berlari2 kearah serentetan pohon2 kate dan mengawasi
bumi. Ia mencangkul dari tangan seorang pengikut dan
menggali tanah. Tak lama kemudian, didalam lubang
terlihat sesosok mayat yg sudah rusak, tapi dari pakaiannya
dapat dikenali, bahwa mayat itu adalah mayat seorang
murid Koen Loen Pay. Beberapa anggota Beng Kauw
lantas saja bantu menggali dan belakangan ternyata, bahwa
didalam lubang terdapat belasan mayat semuanya murid2
Koen Loen yang mati dengan luka2. Swee Poet Tek segera
memerintahkan sejumlah anggota Beng Kauw
menguburkan kembali mayat2 itu secara baik2.
1557
Semua orang saling mengawasi dengan sorot mata
menanya. Didalam hati mereka rata2 muncul sebuah
pertanyaan. Siapa yang melakukan itu?
“Kalau urusan ini tidak diselidiki sampai ke dasarnya,
segala kedosaan pasti akan ditimpakan keatas kepada Beng
Kauw,” kata Peng Eng Giok.
Semua pemimpin Beng Kauw, kecuali Boe Kie sendiri,
adalah orang2 yang berpengalaman. Mereka mengerti
bahwa disebelah depan bersembunyi musuh2 yang bukan
saja berkepandaian tinggi, tp jg kejam dan banyak akal
busuknya. Mereka tahu, bahwa musuh semacam itu tak
mudah dilawan.
“Saudara2 dengarlah!” kata Swee Poet Tek. “Kalau kita
diserang dengan golok dan tombak terang, dibawah
pimpinan Kauw Coe, biarpun kita tidak bisa mengatakan
bahwa kita tidak pernah akan menemui tandingan didalam
dunia, akan tetapi, anak panah gelap suka ditangkis. Maka
itu, mulai sekarang, baik waktu makan maupun waktu
berjalan atau mengaso, kita harus berlaku hati2 untuk
menjaga bokongan musuh.”
Semua orang manggut2 kan kepalanya.
Mereka lalu melanjutkan perjalanan. Tak lama
kemudian, sang surya mulai selam kebarat dan cuaca
perlahan2 berubah gelap. Baru saja mereka mau mencari
tempat untuk mengaso, disebelah timur laut tiba2 terlihat
tiga empat ekor elang yang terbang melayang2 diangkasa.
Dengan mendadak salah seekor menyambar kebawah dan
dengan mendadak pula, dia terbang lagi keatas sambil
mengeluarkan pekik kesakitan, sedang beberapa lembar
bulunya berhamburang diudara. Binatang itu rupanya
menyerang sesuatu, tapi sudah kena dihajar.
“Coba kau selidiki,” kata Gouw Kin Co, Ciang Kie Soe
1558
Swie Kim Kie. Setelah Cung Ceng, pemimpin Swie Kim
Kie binasa. Boe Kie mengangkat Gouw Kin Coe, yg tdnya
memegang jabatan wakil pemimpin, menjadi pemimpin.
Sehabis berkata begitu, dengan mengajak dua orang
anggota barisannya, ia menuju timur laut sambil berlari2.
tak lama kemudian, salah seorang kembali dan berkata
kepada Boe Kie.
“Melaporkan kepada Kauw Coe, bahwa In Liok Hiap
dari Boe tong pay rebah didalam jurang!”
Boe Kie terkejut, “In Liok hiap?” ia menegas.”Apa
terluka?”
“Kelihatannya terluka berat,” jawabnya.
“Begitu melihat In Liok hiap, Gouw Kiesoe segera
memerintahkan aku kembali untuk member laporan kepada
Kauw Coe, sedang ia sendiri sudah turun kedalam jurang
untuk menolong…”
Sebelum orang itu bicara habis, Boe Kie sudah berjalan
dengan tindakan lebar. In Thian Ceng dan yang lain2 lantas
saja mengikuti dari belakang.
Tak lama kemudia mereka tiba di tebing dengan jurang
yg cukup dalam. Dilereng tebing tumbuh pohon2 kecil, dan
Gouw Kin Co, dengan lengan kiri memeluk tubuh In Lie
Heng, sedang berusaha memanjat keaas dengan
pertolongan pohon2 kecil itu. Dengan penuh rasa kuatir
Boe Kie melompat kebawah. Sebelah tangannya mencekal
lengan kanan Gouw Kin Co, sedang tangannya yang lain
meraba dada pamannya. Ia girang sebab In Lie Heng masih
bernapas. Buru2 ia menyambut tubuh sang paman dan
dengan beberapa lompatan, ia telah berada diatas dan lalu
merebahkan tubuh In Lie Heng ditanah.
Begitu memeriksa luka In Lie Heng, paras muka Boe Kie
1559
berubah merah padam. Rasa kaget, gusar dan duka
bercampur menjadi satu. Sang paman ternyata telah
dianiaya secara kejam. Tulang lututnya, sikut, tulang
kering, tumit kaki, jari tangan semua buku2 tulang di kaki
tangannya, hancur semua. Ia tak bisa bergerak dan
napasnya sangat perlahan. Tapi walaupun begitu, otaknya
masih terang, begitu melihat Boe Kie, paras mukanya
berubah menjadi terang dan ia segera mengeluarkan dua
butir batu kecil dari mulutnya.
Sesudah dianiaya hebat, In Liok hiap dilemparkan
kedalam jurang. Berkat lweekangnya yg sangat tinggi, ia
dapat menyelamatkan jiwanya. Kawanan elang yang sangat
ganas ingin memakan dagingnya. Tapi ia berhasil
mempertahankan diri dengan menyemburkan batu2 kecil
dari mulutnya. Perlawanannya terhadap burung2 itu sudha
berlangsung beberapa hari lamanya.
Melihat empat ekor elang masih melayang2, Yo Siauw
jadi gusar. Ia menjemput empat butir batu2 dan menimpuk.
Hampir berbareng, keempat binatang bersayap itu jatuh
dengan kepala hancur. In Lie Heng manggut2 kan
kepalanya sebagai tanda terima kasih.
Buru2 Boe Kie memasukkan sebutir yo wan untuk
menghilangkan rasa sakit dan melindungi jantung kedalam
mulut In Lie Heng. Sesudah itu mereka terus mencoba2
untuk menyambung tulang2 yg patah. Tapi begitu
memeriksa lebih teliti, hasilnya berkerut. Pada kaki sang
paman terdapat kurang lebih dua puluh tempat yg hancur,
dihancurkan dengan pijitan jari2 tangan. Tulang2 yang
hancur itu tak bisa disambung lagi.
“Sama seperti Sam ko…” kata In Lie Heng dengan suara
yang lemah. “Pijitan Kim kong cie dari Siauw Lim Pay….”
Boe Kie lantas saja ingat penuturan mendiang ayahnya,
1560
bahwa tulang2 Sam Soe peh Thay Giam telah dihancurkan
koleh Kim Kong Cie dari Siauw Lim Pay. Sampai kini Sam
Soe peh itu telah dua puluh tahun lebih rebah di ranjang
sebagai orang yang bercacad. Tak dinyana, setelah
berselang beberapa lama, seorang paman kembali dianiaya
dengan Kim Kong Cie.
Setelah menentramkan hatinya, Boe Kie berkata, “Liok
siok jangan jengkel. Serahkanlah urusan ini kepada tit jie.”
Orang yang berdosa itu pasti tidak akan terlepas dari
keadilan.
“Apakah Liok Siok tahu siapa yang melakukannya?”
In Lie Heng menggelengkan kepala dilain saat, ia
pingsan. Selama beberapa hari, dengan seantero tenaganya,
ia mempertahankan diri. Kini, sesudah bertemu dengan
keponakannya hatinya lega, badannya yang sudah terlalu
lelah tidak tertahan lagi.
Dengan hati seperti disayat pisatu, Boe Kie berdiri
bengong. Ia ingat, bahwa sebab musabab terutama yang
menyebabkan pembunuhan diri dari kedua orang tua nya
adalah karena merasa berdosa terhadap Sam soe peh itu.
Kini paman keenam mendapat kecelakaan yang serupa.
Jika ia tidakmemaksa supya Siauw Lim Pay mengeluarkan
orang yg berdosa, cara bagaimana ia bisa menunaikan
tanggung jawabnya terhadap paman Jie dan paman In itu?
Cara bagaimana ia bisa berhadapan dengan roh kedua
orangtuanya di alam baka?
Ia sekarang menghadapi persimpangan jalan. Jalanan
mana yg harus diambil? Sambil menggendong tangan, ia
menyingkir diri dari rombongannya, ia ingin perig ketempat
yg sepi untuk
merenungkan persoalan itu semasak2 nya. Ia menaik
keatas sebuah bukit kecil daj lalu duduk disitu. Dua rupa
1561
pikiran berkelahi dalam otaknya. Apakah ia harus pergi
kekuil Siauw Lim Sie untuk mencari musuh besar itu.
Kalau Siauw Lim Sie suka menyerahkan orang yg berdosa
urusan akan menjadi bersampai disitu. Tapi jika Siauw Lim
Sie menolak, bukankah Beng Kauw dan Boe tong pay akan
bermusuhan dengan partai itu? Bersama2 para anggota
Beng Kauw, ia sudah bersumpah untuk tidak bermusuhan
lagi dengan keenam partai. Sekarang karena urusan pribadi,
ia mesti melanggar sumpahnya sendiri. Dengan membuat
begitu, cara bagaimana supaya busa menalukkan orang
banyak? Disamping itu kalu permusuhan dimulai lagi, balas
membalas akan berlangsung terus. Dari satu kelain urusan,
darah akan terus mengucur. Berapa banyak orang akan
mengorbankan jiwa karena itu.
Siang sudah terganti dengan malam. Para anggota Beng
Kauw sudah menyalakan api unggun dan menanak nasi,
tapi Boe Kie masih tetap duduk di atas bukit. Sampai
tengah malam barulah ia bisa mengambil keputusan.
Biarlah pergi ke Siauw Lim Sie dan menemui Kong Boen
Seng ceng, katanya didalam hati. ‘Aku akan menceritakan
segala kejadian dan meminta keadilan.’ Tapi dilain saat ia
mendapat lain ingatan. ‘Kalau sampai bertengkar, akupun
mesti bertempur. Bagaimana jika terjadi kejadian itu?’ Ia
menghela napas dan lalu berbangkit.
Boe Kie masih berusia muda dan baru saja memikul
beban berat, ia sudah harus menghadapi cengkraman yg
sangat sulit. Pada hakekanya persoalan itu belu tentu segera
dipecahkan secara memuaskan biarpun oleh orang tua yg
berpengalaman. Disatu pihak ia ingin menghentikan
permusuhan, tapi dilain pihak perbuatan musuh adalah
sedemikian ganas dan sakit hati adalah sedemikian besar,
sehingga tidak dapat dibiarkan begitu saja. Karena maunya
nasib, tanpa bisa menolak lagi ia terpaksa menduduki kursi
1562
Kauw Coe dari Beng Kauw, sehingga oleh karenanya, ia
mesti menghadapi macam2 kesulitan.
Dengan pikiran kusut perlaha2 ia kembali ke
rombongannya. Biarpun sangat lapar, tak seorangpun
berani makan dahulu. Ia merasa tidak enak hati dan berkata
dengan suara menyesal, “Kalian janganlah menunggu aku.
Lain kali makanlah terlebih dahulu.” Sehabis berkata ia
pergi menengok In Lie Heng.
Paman itu sedang diberi minum kuah daging oleh Poet
Hwie yg sudah mencuci bersih luka2nya dengan air hangat.
In Liok hiap masih belum sadar. Tiba2 ia mengawasi nona
Yo dan berteriak,
“Siauw Hae Moay, siang malam aku memikirkan kau!
Apa kau tahu?”
Paras muka Poet Hwie berubah merah. Ia
mengangsurkan sesendok kuah dan berbisik, “Minumlah.”
“Lebih dahulu kau harus berjanji, bahwa kau tidak akan
berlalu lagi dan disampingku untuk selama2nya,” kata Lie
Heng.
“Baiklah, tapi minumlah dulu,” kata si nona.
In Liok hiap kelihatan puas. Ia segera meneguk kuah yg
diangsurkan kemulutnya.
Pada esok harinya, Boe Kie mengeluarkan perintah,
supaya rombongannya menuju siauw Lim Sie di Siong san
untuk menanyakan siapa yg mencelakai In Lie Heng.
Wie It Siauw, Cioe Tian dan yg lain2 adalah jago2
ksatria. Melihat penderitaan In Leng Heng, didalam hati
mereka merasa panas. Maka itu, perintah Boe Kie untuk
pergi ke Siauw Lim Sie guna membuat perhitungan sudah
disambut dengan sorak sorai. Diantara mereka hanyalah Yo
1563
Siauw yg tidak buka mulut. Akan tetapi, semenjak
terjadinya peristiwa dengan Kie Siauw Hoe, hatinya selalu
merasa tidak enak. Ia merasa berdosa terhadap In Lie
Hong. Maka itu selain memberi bisikan supaya putrinya
merawat sebisa2, ia diam2 mengambil keputusan untuk
menggunakan seantero tenaga guna membalas sakit hati In
Liok Hiap.
Pada suatu hari, rombongan itu tiba di Giok Boan Kwau.
Beberapa orang segera diperintahkan membeli kuda2
tunggangan. Selama dalam perjalanan, In Lie Heng
sebentar ingat, sebentar lupa. Ia belum bisa menjawab
pertanyaan Boe Kie secara tegas. In hanya berkata, “Aku
dikepung oleh lima pendeta Siauw Lim Pay. Mereka
menyerang aku dengan ilmu silat Siauw Lim Pay. Tak bisa
salah lagi.”
Supaya tidak menyolok mata, rombongan Boe Kie
menyamar sebagai kaum pedagang. Pagi itu mereka
berangkat dan mengambil jalanan raya Kim Liang. Sesudah
berjalan kira2 dua jam, hawa udara yaitu berubah sangat
panas. Untung jg, tak lama kemudian di sebelah kejauhan
terlihat deretan pohon2 Hoe yg sangat besar, semuanya
kurang lebih dua puluh pohon. Mereka girang dan buru2
menuju pohon2 itu untuk mengaso.
Ketika mereka tiba, dibawah pohon sudah berduduk
sembilan orang lain. Yang delapan terdiri dari pria bertubuh
kasar yg mengenakan pakaian pemburu dengan golok
dipinggang dan busur serta anak panah dipunggungnya.
Mereka membawa lima enam ekor elang yg berbulu hitam
dan bercakar tajam. Elang2 itu bisa diginakan untuk
membantu dalam pemburuan. Yang seorang adalah lain
dari yang lain. Dia kelihatannya seperti seorang pemuda
sasterawan yg lemah lembut, seorang kong coe yg tampan.
Ia memegang kipas bergagang batu giok dan tanggannya
1564
yang putih tiada bedanya dari giok yg putih itu (Kong coe –
putra seorang berpangkat atau sastrawan).
Tapi pada saat itu, mata semua orang ditujukan
kepinggang si kongcoe rempan, karena pada pinggang itu
tergantung sepasang pedang yg gagangnya diukir dengan
huruf “Ie Thian”. Bentuk dan panjangnya pedang itu
bersamaan dengan Ie Thian kiams milik Biat Coat Soethay.
Semua orang kaget bukan main. Coe Tiam yg
berangasan tidak dapat menahan sabar lagi. Tapi baru saja
bibirnya bergerak untuk mengajukan pertanyaan, disebelah
sekonyong2 terdengar suara kuda yg sangat ramai, diiring
dengan teriakan2 menyayat hati.
Semua orang menengok kearah timur. Tak lama
kemudia mereka lihat sepasukan serdadu Goan, yg
berjumlah kira2 limapuluh orang. Tiba2 semua orang
melupa darahnya. Mengapa? Karena serdadu Goan itu
menyeret seratus lebih wanita Han yang diikat dan
diranteng kan dengan tambang. Beberapa antaranya sudha
tidak kuat berjalan lagi, tapi terus diseret dengan kejam.
Ratapan mereka sangat memilukan hati.
Semua anggota Beng Kauw merah matanya. Tangan
mereka meraba pinggang. Mereka hanya menunggu
perintah untuk menerjang.
Sekonyong2 si kongcoe berkatar, “Li ?ok Po, suruh
mereka lepaskan wanita2 itu!” suaranya nyaring empuk,
suara seorang wanita.
“Baik!” jawab salah seorang pria yg lantas membuka
tambang tambatan kuda disebuah pohon. Ia melompat
kepunggung kuda yg lalu dilarikan kearah pasukan Goan yg
sedang datang. “Hei! Mengapa kau bikin ribut2 ditengah
hari bolong!” teriaknya. “Apa kamu tak punya pembesar yg
mengurus kamu? Hayo, lepaskan wanita2 itu!”
1565
Seorang yg mengenakan pakaian pembesar majukan
tungganggannya. Ia tertawa cekakakan, “Berani sungguh
kau campur tangan urusan tuan besarmu!” bentaknya.
“Apa kau sudah bosan hidup?”
“Kaulah yg bosan hidup! Sebentar kau akan bertemu
dengan Giam Loo Ong,” kata pria itu dengan suara dingin.
Dengan rasa heran, pembesar Goan itu mengawasi
orang2 yg sedang meneduh dibawah pohon. Ia merasa
sangat heran akan keberanian orang itu. Mendadak ia lihat
dua butir mutiara sebesar buah lengkeng diikat kepala si
kong coe tampan. Rasa serakahnya lantas saja muncul.
Sambil majukan tunggangannya kearah kongcoe, ia
menyeringai dan berkata. “Siangkong, paling benar kau ikut
aku. Aku tanggung kau akan memperoleh banyak
keuntungan.”
Mendengar perkataan itu, alis si kongcoe berdiri,
“Binatang!” bentaknya. “Turun tangan! Satupun tak boleh
diberi ampun!”
“Sret!” sebatang anak panah menancap di ulu hati
pembesar Boan itu yg lantas saja roboh tanpa bersuara lagi.
Anak panah itu dilepaskan oleh seorang pemburu yg berada
didekatnya. Dilihat dari cara melepaskan anak panah itu
dan tenaga yg menyertainya, sudah terang orang itu bukan
pemburu biasa. Dilain saat, anak panah menyambar
nyambar bagaikan hujan gerimis, setiap batang selalu tepat
pada sasaran.
Tapi biar bagaimanapun jua, serdadu2 Boan tidak boleh
dipandang enteng. Sesudah kagetnya hilang, mereka segera
melawan dengan nekad, anak panah dibalas dengan anak
panah. Melihat perlawanan, delapan pemburu itu segera
melompat naik ke punggung kuda dan menerjang bagaikan
angin puyuh. Dalam sekejap, tigapuluh lebih serdadu Goan
1566
sudah roboh tak bernyawa. Melihat gelagat tidak baik, yang
lainnya lantas saja terus melepaskan anak panah, sehingga
pada akhirnya, sesudah mengejar kira2 dua li, mereka
berhasil membinasakan semua musuh. Tak satupun diberi
ampun.
Sesudah itu, dengan sikap acuh tak acuh si kong coe
tampan melompat keatas punggung tunggangannya dan
berlalu tanpa menengok lagi.
“Hei! Tahan dulu!” teriak Cioe Tian. “Aku mau bicara
dengan kau,” Tapi si kongcoe tidak meladeni. Ia berjalan
terus dengan diiringi oleh kedelapan pemburu.
Kalau mau, dengan menggunakan ilmu peringan badan,
Boe Kie dan yg lain2 masih bisa menyusul sembilan orang
itu. Tapi sebab menghormati perbuatan orang2 itu, biarpun
mereka heran, mereka sungkan melanggar adat. Mereka
coba menduga2, tp tak bisa meraba siapa adanya orang2
itu.
“Kong coe itu terang2an seorang wanita yg menyamar
sebagai pria,” kata Yo Siauw. “Delapan orang yg
menggenakan pakaian pemburu rata2 berkepandaian tingi
dan mereka bersikap hormat terhadap si kongcoe.
Kepandaian mereka dalam melepaskan anak panah sangat
luar biasa dan dilihat dari gerak gerik nya, mereka bukan
orang2 dari salah sebuat partai di wilayah Tiong goan.”
Sementara itu, Yo Poet Hwie dan sejumlah anggota2
Houw Touw Kie memberi hiburan kepada para wanita
yang baru terlepas dari bahaya. Atas pertanyaan, mereka
menerangkan, bahwa mereka adalah penduduk dari tempat
sekitar daerah tersebut. Dari saku mayat serdadu2 Goan,
Poet Hwie mengumpulkan emas, perah dan lain2 barang yg
berharga yg lalu dibagikan kepada wanita2 itu, yg kemudia
diperbolehkan pulang ke masing2 rumahnya.
1567
Sesudah beres rombongan Boe Kie lalu meneruskan
perjalanan. Selama beberapa hari tak lain yg merek
bicarakan drpd pembasmian pasukan Goan yg dilakukan
oleh kesembilan orang itu. Sebagaimana biasanya orang
gagah menghormati orang gagah. Mereka merasa menyesal,
bahwa mereka tidak mendapat kesempatan untuk mengikat
tali persahabatan dengan orang2 itu.
“Yo Heng,” kata Cioe Tian kepada Yo Siauw,
“Puterimu adalah seorang yg sangat cantik. Tapi kalu
dibandingkan dengan sinona yang menyamar sebagai lelaki,
ia kalah jauh.”
“Benar,” kata Yo Siauw. “Jika mereka bersedia untuk
masuk kedalam agama kita kedudukan delapan pemburu
itu akan lebih tinggi dari pada Ngo Sian Jin.”
Cioe Tian meluap darahnya. “Omong kosong,”
bentaknya. “Apa keistimewaannya ilmu melepaskan anak
panah dari atas kuda? Kau boleh suruh mereka coba2
bertanding dengan Cioe Tian.”
“Kalau mesti bertempur melawan Cio Heng, tantu saja
mereka akan kalah,” jawab Yo Siauw. “Tapi jika dilihat
kepandaian mereka kurasa mereka lebih tinggi setingkat
dari pada saudara Leng Kiam.”
Dengan berkata begitu Yo Siauw memberi ejekan yg
terlebih hebat, karena diantaranya Ngo sian jin, Leng Kiam
Lan yang ilmu silatnya paling tinggi. Cioe Tian dan Yo
Siauw memang tak begitu akur. Sekarang meskipun
bermusuhan secara terang2an tapi tiap kali mendapat
kesempatan, Cioe Tian selalu menggunakan kesempatan
untuk mengejek. Mendengar kata2 yg menghina Ngo Sian
Jie ia jadi makin gusar. Tapi sebelum dia membalas, Paeng
Eng Giok sudah mendahului dengan berkata sambil
tertawa, “Cioe beng sekali lagi kau ke dijebak Pe Co Coe. Ia
1568
sengaja ingin membangkitkan hawa marahmu.”
Cioe Tian tertawa terbahak2, “Tidak aku tidak gusar,”
katanya. “Apa yg bisa perbuat terhadapku?”
Semua orang tertawa. Mereka mengenal kawan itu yang
otak2kan dan yg belum pernak menang dalam mengadu
lidah melawan Yo Siauw.
Dengan diobati dan diawasi oleh Boe Kie sendiri selama
beberapa hari In Lie Heng sudah banyak lebih baik dan
peringatannya sudah pulih kembali. Ia mengatakan bahwa
sesduah turun dari Kong Beng Teng pada hari itu ia
kesasar. Delapan sembilan hari ia berputar2 di gurun pasir.
Waktu ia bertemu dengan jalanan yg benar, saudara2 nya
sudha jauh sekali dan tidak dapat disusul. Pada suatu hari,
ia berpapasan dengan serombongan pendeta Siauw Lim yg
lantas menyerang tanpa menegur lagi. Ia berhasil
merobohkan empat orang, tapi sebab musuh berjumlah
lebih banyak lebih besar, akhirnya ia kena dijatuhkan pula.
Ia memastikan, bahwa ilmu silat pendeta2 itu adalah ilmu
silat Siauw Lim Pay.
Menurut dugaannya rombongannya itu merupakan bala
bantuan yang datang belakangan, sebab ia melihat mereka
waktu berada di Kong beng teng. Ia sendiri tak bisa
menebak, mengapa mereka turunkan tangan beracun itu.
Sekian antara lain penuturan In Lie-Heng.
Selama dalam perjalanan, Poet Hwie merawat Lie Heng
dengan telaten. Si nona tahu, bahwa mendiang ibunya telah
mengecewakan pendekar Boe tong itu. Melihat keadaan
orang tua itu yang sangat menyedihkan, rasa kasihannya
jadi semakin besar.
Hari itu di waktu magrib, rombongan Boe Kie Eng teng.
Dari Eng teng mereka membedal kuda, sebab ingin buru2
tiba di Kang shia coe untuk menginap. Sekonyong konyong
1569
dari kejauhan mendatangi dua penunggang kuda. Dalam
jarak beberapa puluh tombak, mereka melompat turun dan
berdiri di pinggir jalan dengan sikap hormat.
Boe Kie dan yang lain lain segera mengenali, bahwa
mereka itu adalah orang orang yang turut membasmi
tentara Goan. Dengan girang para pemimpin Beng kauw
segera turun dari tunggangannya mereka.
Kedua orang itu menghampiri Boe Kie dan memberi
hormat dengan membungkuk. “Orang atasan kami sangat
luhur dari Thio kiauw coe” kata salah seorang. “Maka itu
siauw jin diperintah untuk mengundang kalian datang di
tempat kami untuk mengutarakan rasa hormatnya.’
Boe Kie membalas hormat. “Tidak berani kami
menerima kehormatan yang begitu besar,” katanya.
“Bolehkan aku mendapat tahu she dan nama yang mulia
dari atasan kalian?”
“Ia she Tio,” jawabnya. “Tanpa diberi permisi aku tak
berani beritahukan nama nonaku kepada Kauw coe.”
Mendengar pengakuan orang itu, bahwa si kong coe
adalah seorang wanita yang menyamar sebagai pria. Semua
orang jadi girang, sebab hal itu membuktikan, undangan
nona Tio keluar dari hati yang setulusnya.
“Sedari menyaksikan cara kalian melepaskan anak
panah, dengan rasa kagum setiap hari kami membicarakan
ilmu malaikat itu,” kata Boe Kie, “Hari ini kami merasa
sangat beruntung, bahwa kalian sudi mengikat tali
persahabatan dengan kami semua.”
“Kalian adalah orang orang gagah sejati pada jaman
ini”, kata orang itu. “Hari ini secara kebetulan kalian lewat
di tempat kami. Maka itu, mana bisa kami menyia-nyiakan
kesempatan untuk mengajak kalian meneguk tiga cawan
1570
arak?”
Boe Kie jadi girang. Ia bukan saja ingin bersahabat
dengan orang-orang itu, tapi juga ingin menyelidiki pedang
Ie thian kiam yang tergantung di pinggang si kong coe
tampan. Maka itu lantas saja berkata, “Kalau begitu
baiklah, mari kita berangkat.”
Dengan girang kedua orang itu melompat ke punggung
kuda dan jalan lebih dahulu sebagai penunjuk jalan. Baru
berjalan kira-kira satu li mereka dipapak oleh kedua orang
lain.
Jauh-jauh kedua orang itu juga anggota dari Sin-cian Pathiong
(delapan jago yang bisa melepaskan anak panah
bagaikan malaikat) sudah turun dari tunggangannya dan
menunggu di pinggir jalan. Sesudah berjalan kurang lebih
satu li lagi, mereka disambut oleh empat anggota lain dari
Sin cian Pat hiong. Melihat penyambutan yang begitu
sungguh-sungguh, para pemimpin Beng Kauw menjadi
girang.
Tak lama kemudian mereka tiba di depan sebuah
perkampungan besar yang dikitari dengan sebuah sungai
dan di pinggir sungai dengan berderet-deret pohon-pohon
lioe hijau (leklioe). Melihat pemandangan Kang lam di
daerah Kam liang, para orang gagah terbangun
semangatnya.
Hampir berbareng dengan tibanya rombongan Boe Kie,
pintu tengah dari perkampungan itu terbuka dan sebuah
jembatan gantung diturunkan. Seorang gadis yang
mengenakan pakaian lelaki keluar dengan tindakan lebar
dan seraya memberi hormat dengan membungkuk ia
berkata, “Kami merasa sangat beruntung, bahwa para orang
gagah dari Beng Kauw hari ini datang berkunjung pada
Liok lie San coeng. Thio Kauw-coe selamat bertemu dan
1571
masuklah! Yo soe-cian! In Loocian pwee! Wie Hok ong…”
Ia menegur setiap orang dan menyebutkan nama-nama
dengan tepat sekali, sehingga tak usah diperkenalkan lagi.
Bukan saja begitu, ia bahkan tahu runtunan tinggi
rendahnya kedudukan para pemimpin Beng kauw itu.
Semua orang kaget. Si sembrono Cioe Tian tak tahan
untuk membuka mulut. “Siocia, bagaimana kau tahu namanama
kami yang rendah?” tanyanya. “Apakah kau mahir
dalam ilmu petang petangan?”
Tio Siocia bersenyum. “Siapa yang tidak mengenal nama
para pendekar Beng kauw yang menggetarkan dunia Kang
ouw?” katanya. “Dalam pertempuran di Kong beng teng,
dengan sin kang yang sangat tinggi Thio Kauw coe telah
menundukkan enam partai besar. Kejadian luar biasa ini
dengan cepat sudah diketahui oleh seluruh Rimba
Persilatan. Dalam perjalanan kalian ke wilayah Tionggoan,
entah berapa banyak sahabat Rimba Persilatan akan
menyambut kalian. Dalam penyambutan ini, aku yang
rendah tentu tak mau ketinggalan.”
Para jago itu merasa, bahwa si nona bicara sebenarnya,
tapi mereka lantas merendahkan diri. Sesudah itu, Boe Kie
lalu menanyakan nama-nama Sin cian Pat hiong.
“Aku yang rendah Tio It Siang” jawab salah seorang
yang bertubuh tinggi besar. “Yang itu Cian Jie Pay, yang ini
Soen Sam Wie. Itu Lie-Sie Coet, Cioe Ngo Siok, Gauw
Liok Po, The Cit Biat, dan yang itu yang paling belakang,
Ong Pat Swee.”
Semua orang terkejut. She dari kedelapan orang itu
adalah menurut runtunan dari she yang terdapat dalam
buku Pek kee she (she seratus keluarga), yaitu “Tio, Cian,
Soen, Lie, Cioe, Gouw, The dan Ong.” Di samping itu,
nama2 merekapun sangat luar biasa sehingga dapatlah
1572
diduga, bahwa nama-nama mereka bukan nama sejati.
Akan tetapi, digunakannya nama samaran dalam dunia
Kang-ouw adalah kejadian yang biasa, sehingga Boe Kie
pun tak mendesak terlebih jauh.
Dengan manis budi, Tio Siocia mengajak tamu-tamunya
masuk ke ruangan tengah. Di tengah-tengah ruangan itu
tergantung sebuah gambar Pat coen touw (delapan kuda)
yang sangat indah lukisan Tio Beng Siauw. Kedelapan kuda
itu dilukiskan dalam rupa-rupa sikap yang angker serta
garang. Dinding sebelah kiri dipasang selembar sutera yang
sangat lebar dengan tulisan yang berbunyi seperti berikut:
“Bianglala putih terbang ke angkasa
Ular hijau bersuara di dalam kotak
Pedang diasah supaya tajam;
Rembulan naik mendekati pintu
Pedang bisa membabat awan di luar langit
Pedang bisa menerjang mencari di angkasa
Pedang menikam perut siluman
Pedang menyabet kepala pengkhianat
Aku bersembunyi untuk menjauhi siluman
Janganlah mengganggu aku, seorang wanita
Pedang harus disimpan untuk membunuh Kauw,
Jangan dijajal untuk “membacok anjing”
Di bawah sajak itu terdapat tulisan dengan huruf-huruf
kecil seperti ini.
“Di waktu malam aku menjajal It-thian Po kiam.
Pedang itu sungguh2 senjata mustika
1573
Maka itu aku menulis sajak Swee kiam untuk memujinya
Pian liang Tio Beng.
Semua huruf itu indah dan angker, seakan naga atau
burung Hong. Ayahanda Boe Kie seorang sasterawan dan
ia sendiri mempunyai pengetahuan lumayan dalam Soe hoa
(seni menulis huruf indah). Melihat bahwa dalam
keangkerannya, huruf itu mempunyai sifat yang ayu, ia
segera mengetahui bahwa penulisnya bukan lain daripada
nona Tio sendiri. Ilmu surat Boe Kie tidak tinggi, tapi
karena arti sajak itu tak terlalu mendalam, ia masih bisa
mengerti bunyinya.
“Dilihat begini, It thian kiam benar berada dalam
tangannya,” katanya di dalam hati. “Dalam sajak itu ia
mengatakan, bahwa pedang menikam perut siluman,
pedang menyabet kepala pengkhianat. Kata-kata ini
menunjuk bahwa ia memiliki jiwa ksatria. Tapi
pernyataannya bahwa pedang harus disimpan untuk
membunuh kauw, jangan dijajal untuk membacok anjing,
menunjukkan kesombongan. Pian liang Tio Beng kalau
begitu ia orang Pian liang, she Tio bernama Beng.”
Memikir begitu, ia lantas saja berkata, “Tio kouw nio boen
boe coan cay. Aku sungguh merasa sangat kagum. Kalau
begitu nona berasal dari keluarga sasterawan di ibukota
jaman yang lampau.”
Si nona bersenyum. “Ayahanda Thio Kauwcoe yang
bergelar Gin kauw Tiat hoa itu barulah merupakan seorang
sasterawan kelas satu” katanya.
“Thio Kauw coe sendiri tentunya memiliki ilmu surat
turunan. Sebentar aku ingin memohon supaya Thio Kauw
coe suka menulis sebuah sajak.”
Paras muka Boe Kie lantas saja berubah merah. Waktu
baru usia sepuluh tahun kedua orang tuanya meninggal
1574
dunia dan ia belum keburu belajar banyak dari mendiang
ayahnya. Belakangan ia belajar ilmu ketabiban dan ilmu
silat, sedang pengetahuannya dalam ilmu surat dapat
dikatakan masih cetek sekali. Maka itu, ia lantas saja
berkata, ”Kalau Kauw nio meminta aku menulis sajak
seperti juga kau minta jiwaku. Sian hoe (mendiang ayahku)
meninggalkan aku selagi aku masih kecil dan aku belum
keburu memetik pelajarannya. Dalam hal ini, sungguh
merasa sangat malu.”
Begitu lekas semua tamu duduk, pelayan segera
menyuguhkan teh.
Dengan rasa heran, Yo Siauw dan kawan-kawannya
mengawasi cangkir teh. Dalam cangkir-cangkir itu yang
berwarna hijau mengambang daun teh Liong ceng yang
masih segar dan yang menyiarkan bebauan sedap. Liong
ceng adalah teh keluaran Kang lam dan tempat dimana
mereka terpisah ribuan li dari Kang lam. Cara bagaimana si
nona bisa mendapatkan daun the Liong ceng yang masih
segar.
Tio Beng mengangkat cangkirnya terlebih dahulu,
meneguk isinya dan kemudian mengundang para tamunya
minum. Sesudah beromong-omong beberapa saat, ia
berkata, “Kalian datang dari tempat jauh dan untuk
pelayanan yang serba kurang ini, aku minta kalian suka
memaafkan. Mungkin sekali kalian sudah lapar dan aku
mengundang kalian makan saja disini seada-adanya.”
Seraya begitu tanpa menunggu jawaban, ia berbangkit dan
mengajak para tamunya masuk ke dalam. Sesudah
melewati beberapa lorong dan bangunan, tibalah mereka di
sebuah taman bunga.
Taman bunga itu yang sangat luas dihias dengan
gunung-gunungan batu dan empang-empang. Pohon-pohon
kembangnya tidak banyak, tapi diatur secara indah sekali.
1575
Boe Kie sendiri tidak dapat menghargai keindahan taman
itu, tapi Yo Siauw, begitu melihatnya lantas saja manggutmanggutkan
kepalanya dan di dalam hati ia mengakui,
bahwa majikan taman itu benar-benar bukan sembarangan
orang.
Di tengah-tengah Soei kok (semacam pendopo yang
dikitari air) sudah dipasang dua meja perjamuan. Tio Beng
segera mengundang Boe Kie dan para pemimpin Beng
kauw berduduk di kursi kedua meja itu, sedang Sin cian Pat
hiong Tio It Siang, Cian Jie pay dan enam kawannya
menemani para anggota Beng kauw di ruangan samping. In
Lie Heng sendiri yang belum bisa bergerak disuapi dan
dilayani oleh Poet Hwie dalam sebuah kamar.
Sesudah meneguk kering secawan arak, Tio Beng
berkata, “Inilah Lie tin coe dari Siauw lin yang tuanya
sudah delapan belas tahun. Minumlah!”
Yo Siauw, Wie It Siauw, In Thian Ceng dan yang lainlain
percaya, bahwa nona Tio adalah seorang pendekar
wanita. Tapi mereka tetap berhati-hati. Mereka
memperhatikan poci dan cawan arak yang bebas dari tandatanda
mencurigakan. Sesudah Tio Siocia menceguk
araknya, barulah semua kesangsian hilang dan mereka lalu
mulai makan minum dengan gembira.
Dahulu, anggota Beng kauw dilarang meminum arak
atau makan makanan berjiwa. Tapi sedari jaman Cio Kauw
coe, peraturan itu dirubah dan larangan dicabut. Sesudah
pusat Beng kauw dipindahkan ke gunung Koen loen san,
daging dan minyak jadi lebih perlu lagi untuk menahan
hawa yang dingin.
Di empang seputar Soei kok terdapat tujuh-delapan
pohon bunga yang menyerupai Coei-sian, tapi banyak lebih
besar dari Coei-sian dan kembangnya yang berwarna putih
1576
menyiarkan bau yang sangat harum.
Nona Tio pandai bergaul dan ia beromong-omong secara
bebas. Ia menceritakan banyak kejadian dalam Rimba
Persilatan di wilayah Tionggoan, beberapa di antaranya
bahkan tidak diketahui oleh orang-orang yang
berpengalaman seperti In Thian Ceng dan puteranya.
Tentang Siauw lim, Go-bie dan Koen-loen tidak banyak
dibicarakan olehnya, tapi terhadap Tio Sam Hong dan Boetong
Cit-hiap, ia mengutarakan rasa kagumnya. Setiap
pujian yang diberikan bukan umpakan kosong, tapi pujian
tepat yang berdasarkan kenyataan.
Boe Kie dan yang lain-lain merasa senang sekali dan
takluk akan pengetahuan si nona yang sangat luas. Tapi
kalau mereka balas menanyakan siapa gurunya, Tio Beng
hanya tertawa. Ia tidak menjawab atau memutar pokok
pembicaraan ke jurusan lain.
Dengan beruntun nona Tio sudah mengeringkan
beberapa cawan. Setiap piring sayur yang disuguhkan, ia
selalu memakannya terlebih dahulu, sehingga hilanglah
segala kecurigaan yang masih terdapat dalam hati para
pemimpin Beng kauw. Karena pengaruh arak, kedua pipi si
nona bersemu dadu, sehingga ia kelihatannya lebih cantik
lagi dan dalam kecantikannya terdapat hawa keangkeran
dan kegagahan yang membangkitkan rasa hormat dalam
hati semua orang.
“Tio Kouw-nio, kami merasa sangat berterima kasih
untuk penyambutanmu yang ramah tamah ini,” kata Boe
Kie. “Aku yang rendah sebenarnya ingin mengajukan
sebuah pertanyaan, tapi aku tidak berani membuka mulut.”
“Mengapa Thio Kauwcoe menganggap aku sebagai
orang luar?” kata si nona. “Kita semua sama-sama
berkelana dalam dunia Kangouw. Kata orang: Umat
1577
manusia di empat lautan adalah masih saudara. Jika kalian
tidak mencela, siauw-moay ingin sekali mengikat tali
persahabatan dengan kalian. Kalau Kauwcoe memerlukan
suatu keterangan, asal saja siauw-moay tahu, siauw-moay
pasti akan memberi penjelasan dengan seterang-terangnya.”
“Kalau begitu baiklah,” kata Boe Kie. “Apa yang ingin
aku menanyakan ialah, darimana Tio Kauw-nio mendapat
Ie-thian Po kiam itu?”
Tio Beng bersenyum. Ia membuka pedang dari
pegangannya dan menaruhnya di atas meja. “Semenjak
bertemu tak henti2nya kalian mengawasi pedang ini,”
katanya. “Mengapa begitu? Apakah Kauw coe bisa
memberitahukan sebab musababnya?”