Rabu, 12 April 2017

Cersil Pendekar Kwee Ceng 2

baca juga:
Tag:Penelusuran yang terkait dengan cersil cersil indo cersil mandarin full cerita silat mandarin online cersil langka cersil mandarin lepas cerita silat pendekar matahari kumpulan cerita silat jawa cersil mandarin beruang salju. cerita silat pendekar matahari cerita silat indonesia cerita silat kho ping hoo cerita silat mandarin online cerita silat mandarin full cerita silat jawa kumpulan cerita silat cerita silat jawa pdf

“Jangan kata mereka adalah jandanya sahabatsahabat
totiang,” sahut si buta, “Walaupun mereka
adalah orang-orang yang tidak dikenal, asal kami
ketahui perkaranya itu, pasti kami akan bekerja sekuat
tenaga untuk menolongi mereka, Untuk itu kami tak
bakal menampik lagi.”
“Jelas!” seru si imam. “Sekarang ini pinto
menghendaki Ciauw Bok taysu menyerahkan itu dua
orang wanita yang bersengsara dan harus dikasihani
itu!”
Mendengar itu bukan hanya Kanglam Cit Koay yang
heran melainkan juga Wanyen Lieh si putra raja Kim
itu.
“Mustahilkah dia bukannya menyebutkan istriistrinya
Yo Tiat Sim dan Kwee Siauw Thian atau
wanita yang lain?” berpikir putra raja asing ini.
Mukanya Ciauw Bok taysu menjadi kuning pucat,
tak dapat ia membuka mulut. “Kau…kau…ngaco belo!”
serunya kemudian.
Khu Cie Kee menjadi gusar. “Kau juga orang Rimba
Persilatan yang kenamaan, bagaimana kau berani
melakukan kejahatan semacam ini?” ia menegur
dengan bengis. Lantas ia ayun tangan kanannya,
hingga tempat pembakaran kertas perunggu itu yang
beratnya ratusan kati terbang menyambar ke
kepalanya si pendeta.
Semua orang menjadi kaget, mereka yang tadinya
datang menonton dengan diam-diam pada lari mundur
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
hingga mereka saling tabrak dan terguling jatuh ke
tangga loteng.
Di antara Kanglam Cit Koay adalah Tio A Seng
yang tenaganya paling besar, percaya ia sanggup
menanggapi jambangan itu, ia lantas lompat ke
depannya Ciauw Bok Taysu, untuk mendahului
jambangan itu yang terus ia sambuti dengan kedua
tangannya sambil berbuat mana ia berseru: “Bagus!”
Akan tetapi dia mesti pasang kuda-kuda teguh sekali,
sedang lantai loteng tak demikian kuat, maka dengan
menerbitkan suara kaki kirinya melesak mendam,
hingga orang-orang di bawah loteng menjadi kaget dan
semuanya menjerit.
Di dalam saat yang berbahaya itu karena kakinya
bisa kejeblos terus, lekas-lekas Thio A Seng kerahkan
tenaganya, untuk ayun balik jambangan itu ke arah
Tiang Cun Cu. Itulah gerakan “Twie chong bong goat”
– “Menolak daun jendela untuk memandangi si putri
malam”.
Khu Cie Kee ulur tangan kanannya, dengan tenang
ia menyambuti. “Kanglam Cit Koay bukan bernama
kosong saja!” ia memuji sambil tertawa. Ia tapinya
tertawa sebentar, segera wajahnya menjadi bermuram
pula. Kembali ia pandang si pendeta dan membentak
dengan pertanyaan: “Bagaimana denagn dua wanita
yang bercelaka itu? Hai, pendeta jahanam, jikalau kau
ganggu selembar saja rambut mereka itu, akan aku
patah-patahkan hingga menjadi abu semua tulangtulangmu
dan akan bakar musnah hingga menjadi
tanah putih kau punya kuil Hoat Hoa Sian Sien itu!”
Cu Cong tidak lantas dapat mempercayai kata-kata
imam itu. “Ciauw Bok Taysu adalah satu pendeta
beribadat,” katanya sambil tangannya mengipasngipas
dan kepalanya di geleng-geleng. “Cara
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
bagaimana dia dapat melakukan perbuatan sekeji itu?
Totiang, mestinya kau telah keliru dengar omongannya
segala manusia rendah! Itu ngaco belo, pasti tak dapat
dipercaya!”
Khu Cie Kee menjadi mendongkol. “Pinto
menyaksikan itu dengan mataku sendiri, bagaimana
bisa jadi dusta?!” dia berkata.
Kanglam Cit Koay melengak semuanya.
“Taruh kata benar kau sengaja datang ke Kanglam
ini buat untuk angkat namamu,” akhirnya Ciauw Bok
Taysu dapat buka mulutnya, “Kenapa untuk itu kau
mesti menodai nama baikku? Kau…kau…kau pergilah
ke seluruh kota Kee-hin untuk menyelidiki! Mana bisa
aku, Ciauw Bok Taysu, melakukan perbuatan
semacam itu?!”
Cie Kee tertawa mengejek. “Bagus betul yah!”
katanya dingin, “Kau telah undang banyak kawan, kau
memikir menggunai jumlah yang banyak untuk
mendapatkan kemenangan! Tidak, hari ini tidak nanti
aku beri kau lolos!”
“Sabar Totiang!” Kwa Tin Ok memotong. “Totiang
menuduh Taysu menyembunyikan kedua nyonya itu,
Taysu sebaliknya menyangkal, inilah sulit. Mari kita
bersama pergi ke Hoat Hoa Sian Sie, untuk melihat
sendiri guna buktikan siapa sebenarnya yang benar,
siapa yang salah! Mataku menang tidak dapat melihat
akan tetapi orang-orang di sini tidak buta semuanya“
Cu Cong berenam memberikan persetujuan
mereka.
“Apa? Menggeledah kuil?” kata Khu Cie Kee
dengan tawar. “Pinto sudah menggeledahnya di luar
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
dan di dalam, sampai beberapa kali, tetapi walaupun
pinto melihatnya dengan mataku sendiri kedua nyonya
itu masuk ke situ, buktinya mereka tidak kedapatan,
hingga pinto habis daya! Tidak ada jalan lain daripada
si pendeta serahkan mereka itu!”
“Jadinya dua wanita itu bukannya manusia!” berkata
Cu Cong.
Khu Cie Kee melengak. “Apa” katanya.
Dengan sikapnya yang wajar, Cu Cong menyahuti:
“Mereka itu ada bangsa dewi, jikalau mereka bukannya
menghilang tentunya mereka sudah menyingkir
dengan ilmu pinjam tanah!”
Mendengar ini mau tidak mau, semua orang
tersenyum.
Imam itu menjadi gusur. “Bagus! Kamu permainkan
aku!” dia berseru. “Kanglam Cit Koay pasti membantu
pihak si pendeta, bukankah?”
Kwa Tin Ok jawab imam itu; “Kami tidak punya
kepandaian sesuatu apa juga akan tetapi untuk
Kanglam ini nama kami terkenal juga sedikit. Mereka
ynag kenal kami semua dapat mengatakan sepatah
kata: ‘Walaupun Kanglam Cit Koay sedan-edanan
lagak lagunya, mereka bukannya manusia-manusia
yang takut mampus.’ Kamu tidak berani menghina
orang lain tetapi kami juga tak dapat mengijinkan
orang lain perhina kami!”
Khu Cie Kee tidak ingin layani tujuh orang aneh dari
Kanglam itu. “Perkaraku dengan si pendeta, biarlah
aku yang bereskan sendiri!” katanya kemudian.
“Maafkan pinto, tidak dapat pinto temani kau lebih
lama! Eh, pendeta, mari pergi!”
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Ia pun ulur sebelah tangannya, dengan niatan
menarik si pengikut Buddha itu.
Ciauw Bok Taysu paham ilmu dalam Hoat Hoa Lam
Cong, begitu ia kasih turun lengannya, ia lolos dari
cekalan si pendeta.
Ma Ong Sin Ho Po Kie bertabiat aseran, tak senang
ia menampak orang mulai gunai kekerasan.
“Sebenarnya kau hendak gunai aturan atau tidak?”
dia tegur si imam.
“Habis bagaimana, Han Samya?” imam itu
membalik bertanya.
“Kami percaya habis Ciauw Bok Taysu, satu kali dia
bilang tidak, pasti tidak!“ kata Cit Koay yang ketiga itu.
“Seorang laki-laki sejati kangouw, mana ia dapat
bicara dusta?!”
Cie Kee nampaknya habis sabarnya. “Pinto cari
pendeta ini, itulah sudah pasti!” dia berkata. “Tuantuan
bertujuh hendak campur tangan urusan ini, telah
pastikah itu?”
“Tidak salah!” sahut Cit Koay serempak.
“Baik!” seru si imam. “Sekarang aku hendak
memberi selamat kepada Tuan bertujuh dengan
seorang satu cawan arak, habis minum barulah Tuantuan
geraki tanganmu!”
Habis berkata, imam ini kasih turun tangannya yang
memegang jambangan arak itu, dengan mulutnya
sendiri, ia hirup arak satu ceglukan.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
“Silahkan!” katanya habis menengak. Sembari
berbuat begitu, ia ayun tangannya kepada Siauw Mie
To Thio A Seng.
Si Buddha tertawa sudah lantas berpikir.
“Jikalau aku sambuti jambangan seperti tadi,
dengan dipegang dan diangkat di atasan kepalaku,
cara bagaimanaaku dapat meminumnya?” demikian
katanya dalam hati kecilnya. Meski begitu ia sudah
lantas mundur dua tindak, kedua tangannyaditaruh di
depan dadanya. Tepat ketika jambangan menyambar
ke dadanya, ia pentang kedua tangannya itu. Ia
bertubuh terokmok, dadanya itu penuh dengan daging
yang lembek, tetapi tempo jambangan itu sampai, ia
kerahkan tenata dalamnya, untuk sambut jambangan
dengan kedua dadanya itu, berbareng dengan mana
kedua tangannya bergerak untuk memeluk jambangan.
Adalah disaat ini dengan sebat ia tunduk, mulutnya
dikasih masuk ke dalam jambangan, menghirup arak di
dalamnya!
“Oh, arak yang harum!” dia memuji. Dengan cepat
ia lepaskan pelukannya, ia pindahkan kedua
tangannya ke bawah jambangan untuk dipakai
menampa, sesudah mana berbareng dia menolak
dengan dadanya, kedua tangannya menolak juga
dengan gerakannya, “Sia ciang ie san” atau “Sepasang
tangan memindahkan bukit”. Maka melesatlah
jambangan itu ke arah Khu Cie Kee. Tenaga yang
dikerahkan itu bukan kepalang besarnya.
Wanyen Lieh menyaksikam itu dengan kekaguman
dan terkejut juga. Ia telah menyaksikan suatu gerakan
tenaga dalam dari Gwa-kee, ahli luar yang lihay sekali.
Khu Cie Kee dengan tenang sambuti pulang
jambangannya itu dan ia menghirup pula.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
“Sekarang aku hormati Kwa Toako dengan satu
jambangan!” ia berkata pula, berbareng dengan mana
jambanganarak itu dilemparkan ke arah si buta.
Wanyen Lieh heran dan berkhawatir pula, tapi juga
keras keinginan tahunya. “Cara bagaimana dia dapat
menyambutnya?” ia berpikir. “Sudah buta ia pun
pincang….”
Kwa Tin Ok ada tertua Kanglam Cit Koay, pasti ada
punya kepandaian yang istimewa. Sekalipun senjata
rahasia, ia dapat dengar suara sambarannya dan tahu
tepat arahnya, apapula sebuah jambangan yang besar
yang anginnya seperti menderu-deru. Diwaktu
jambangan dilemparkan kepadanya, ia tetap duduk
tetap dan tenang seperti juga ia tidak mengetahuinya.
Wanyen Lieh berkhawatir sehingga hampir ia
berseru sendirinya.
Tepat ketika jambangan sampai, Kwa Tin Ok
sambut itu dengan tongkat besinya, yang ia pakai
menanggapi dasarnya jambangan itu, hingga
jambangan jadi duduk di ujung tongkat, duduk sambil
berputaran seperti tukang dangsu tengah mengasi
pertunjukan. Satu kali tongkat itu miring,
jambangannya turut miring juga. Hebat kalau
jembangan jatuh dan menimpah batok kepalanya si
buta ini. Tapi jambangan tetap tinggal miring, adalah
araknya yang lantas meluncur keluar seperti pancuran,
atas mana Kwa Tin Ok buka mulutnya akan
menanggapi. Maka dengangitulah ia menengak arak,
sampai belasan cegluk. Sesudah ini ia geraki pula
tongkatnya, membuat jambangan itu berdiri tetap lagi,
hanya sekarang ia tidak lagi menunda seperti tadi,
tiba-tiba ia angkat naik tongkatnya dengan kaget,
sampai jambangan seperti mumbul, menyusul mana
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
tongkat itu diputar, dipakai menolak tubuh jambangan,
sampai terdengar satu suara nyaring, berbareng
dengan mana jambangan itu bertolak balik kepada Khu
Cie Kee. Selagi melayang jambangan itu masih
mengasi dengar suara menguwang.
Tiang Cun Cu tunjuki jempolnya, ia tertawa.
“Diwaktu mudanya pasti Kwa Toako gemar main
putaran nenempan!” kata ia. Sembari bicara, ia sambut
jambangan araknya itu.
“Diwaktu kecil, Siauwtee melarat, maka kepandaian
ini dipakai modal mengemis nasi,” sahut Tin Ok dingin.
“Tentang seorang gagah tidak ditanya asal
usulnya,” berkata si imam. “Sekarang hendak aku
menyuguhkan Lam Sieko sejambangan arak!” Ia lantas
menghirup pula satu segluk, setelah mana jambangan
itu ia lemparkan ke arah Lam Hie Jin.
Lam San Ciauw-cu si Tukang kayu dari Gunung
Selatang ada pendiam tak doyan berbicara, pada
wajahnya tak tertera rasa girang atau murka, semikian
juga kali nini, sikapnya tenang dan wajar, kapan
jambangan itu tiba kepadanya, ia angkat kayu
pikulannya untuk menahan itu sebelum jambangan
turun. Kapan kayu pikulan dan jambangan beradu,
keduanya menerbitkan suara yang keras dan nyaring.
Kayu pikulan itu ternyata bukannya kayu melainkan
sebangsa logam, yang terbuat dari campuran
hancuran tungsten, emas hitam dan baja pilihan,
karenanya mejadi berat dan kuat luar biasa. Begitu
terbentur pikulan logam itu, jambangan berhenti
menyambar, lalu turun ke bawah akan tetapi belum
lagi tempat arak istimewa itu jatuh ke lantai, Hie Jin
sudah sambar araknya dengan tangannya untuk
disendok dan dihirup. Jambangan itu tertahan pikulan
dan terduduk di dengkulnya orang aneh yang keempat
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
ini, yang sudah lantas tekuk sebelah lututnya yang kiri.
Habis itu, dengan dibantu tangan kanan, jambangan
itu diangkat, siap untuk dilemparkan pulang!
Belum lagi jambangan dikasih melayang pergi,
terdengarlah tertawanya Lauw-sie In Hiap Coan Kim
Hoat, yang terus berkata: “Aku si pedagang kecil suka
sekali mendapat keuntungan oleh karenanya ingin aku
tanpa menggunai banyak tenaga untuk turut minum
arak!” Ia segera menghampiri Lam Hie Jin, yang telah
kasih turun jambangan di tangannya, maka itu dengan
sekali sendok saja, si Pendekar Sembunyai di kota
sudah turut mencicipi arak itu. Tapi ia tidak berlaku
ayal. Dengan cepat ia pasang kuda-kudanya, ia
kerahkan tenaganya, maka dilain saat jambangan itu
sudah terangkat naik dan terlempar terapung kearah
Khu Cie Kee.
“Bagus! Bagus!” Biauw Ciu Sie-seng Cu Cong
memuji seraja ia goyang-goyang kipasnya.
Tiang Cun Cu sambuti jambangannya itu, kembali ia
mencegluk araknya. “Bagus! Bagus!” ia pun turut
memuji. “Sekarang pinto hendak menyuguhkan
kepada Cu Jieko!”
Belum lagi jambangan itu dilemparkan, Cu Cong
sudah berjingkrak bangun. “Ayo! Tak dapat!” dia
berseru. “Jangan! Aku si mahasiswa cilik tak punya
tenaga kekuatan untuk kata meringkus ayam, perutku
tak dapat memuat segantang arak, maka jikalau aku
disuguhkan, umpama kata aku tidak mampus
ketindihan, mungkin aku bakal mati karena mabuk…”
Akan tetapi sia-sia saja ia unjuk roman ketakutan
seperti kalap itu, jambangan sudah lantas terbang
melayang kearahnya.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
“Tolong! Tolong!” dia berteriak-teriak selagi
jambangan itu mengancam padanya. “Orang bakal
mampus ketindihan! Tolong!” Di mulut ia mengoceh
tidak karuan, kipasnya tapinya ia pakai untuk
mencelup ke dalam jambangan, untuk sendok araknya
untuk bawa itu arak ke dalam mulutnya, kemudian
dengan gagang kipas, dia segera menahan turunnya
jambangan itu, yang dia barengi tolak pergi.
“Brak!” demikian satu suara nyaring, dan lantai
papan pecah bolong, membuatnya satu lobang besar
ke dalam mana tubuh si mahasiswa terjeblos masuk di
waktu mana terdengar jeritannya berulang-ulang:
“Tolong! Tolong!”
Selagi jambangan mental balik, hampir tiba dimulut
jendela, Wan Lie Kiam Han Siauw Eng telah lompat
menyusul. Nona ini dengan tiba-tiba menjejak dengan
kaki kanannya, tubuhnya lantas mencelat ke arah
jendela, gerakkannya bagaikan burung walet
menyambar air; ketika ia berada di atas jambangan,
kepalanya ditunduki ke dalam jambangan itu, mulutnya
lantas menyedot arak. Berbareng dengan itu kakinya
sudah lantas menginjak palang jendela. Lincah
gerakannya itu, manis dipandangnya.
Ahli pedang Gadis Wat lihay ilmu pedangnya,
enteng tubuhnya tetapi ia kurang tenaga, maka itu,
cacat itu ditambal dengan kelincahan dan
kecerdikannya. Ia insaf, kalau jambangan berat itu
ditimpuki kepadanya – gilirannya memang bakal tiba –
tidak nanti ia sanggup menganggapnya, maka itu ia
gunai ketika yang baik ini untuk menengak arak tanpa
tunggu Khu Cie Kee menyuguhkan kepadanya. Akal
cerdik semacam ini tadi pun telah digunai oleh Coan
Kim Hoat, Cuma Lauw-sie In Hiap menambahkan itu
dengan memulangkan jambangan kepada Khu Cie
Kee.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Jambangan itu tidak ada yang tahan, maka ia
melintasi jendela, terus melayang turun ke luar, ke
bawah loteng. Semua orang terkejut, si imam sendiri
tak terkecuali. Kalau jambangan itu jatuh ke bawah
loteng, pasti ada orang yang bakal tertimpa dan
menjadi korban.
Berbareng kaget, Tiang Cun Cu berniat lompat,
akan mendahului jambangan itu, guna mundurkan
semua orang untuk mencegah kecelakaan yang tak
dikehendaki itu.Justru ia baru memikir, tapi kupingnya
sudah dengar seruan keras tapi halus nadanya: “Siancay!”
Itu adalah suatu pujinya seorang penganut
Buddha.
Berbareng dengan puji itu tubuhnya Ciauw Bok
Taysu lompat melecat menyusuli jambangan itu.
Pendeta ini sangat beribadat dan murah hatinya,
sekarang ia gunai hasil latihannya beberapa puluh
tahun, untuk korbankan diri, guna menolong siapa
yang dapat ditolong dari bencana ketimpa jambangan
itu. Untuk itu ia perlu mendahului jambangan, karena
untuk mencegahnya dengan menahan, tak sanggup ia
melakukannya.
Baru pendeta itu melewati jendela, lain orang telah
dalui ia. Itulah seorang dengan baju kuning yang
sembari melompat, telah perdengarkan satu suara
bersiul.
Mendengar siulan itu, kuda kuning di bawah loteng
lantas saja lari ke jalan besar di betulan mulut jendela
loteng itu.
Semua mata segera diarahkan ke mulut loteng.
Maka itu mereka dapat lihat benda bagai segumpal
daging yang seperti bentrok dengan jambangan, lalu
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
keduanya jatuh miring dengan berbareng, hingga
tenaga turunnya menjadi berkurang. Tepat sekali
keduanya jatuh di bebokong kuda yang lalu lari
beberapa tindak, lalu kembali untuk terus lari masuk ke
dalam ciaulauw dan mendaki loteng!
Selagi kuda itu beraksi, Ma Ong Sin Han Po Kie,
ialah segumpal daging yang tadi telah melayang
menyambar jambangan sudah pernahkan dirinya
dibawah perut kuda itu, kaki kirinya menyantel pada
sanggurdi, kedua tangannya dibantu kaki kanannya
menahan jambangan, hingga jambangan itu dapat
duduk tetap di atas kuda. Kemudian, sedangnya
binatang itu mendaki loteng, Han Po Kie geraki
tubuhnya untuk naik sedikit, guna ulur kepalanya ke
mulut jambangan, dengan begitu ia jadi bisa berbareng
mencicipi juga arak itu. Habis itu, dengan sekali sebat
dan cerdik, ia pondong jambangan untuk dikasih turun
dari bebokong kuda, guna diletaki di lantai loteng. Ia
lakukan itu sembari tertawa, tangannya yang sebelah
mengedut les kudanya, atas mana binatang itu sudah
lantas lompat lewati jendela untuk turun ke bawah. Ia
sendiri masih bercokol terus di bebokong kuda. Maka
selang sesaat, dengan bergandengan tangan bersama
Cu Cong, sang kakak yang kedua dengan keduanya
sambil tertawa, mereka sudah mendaki loteng untuk
kembali ke atas loteng!
Wanyen Lieh menyaksikan semua semua itu, ia ulur
keluar lidahnya.
Ciauw Bok Taysu juga sudah lantas menyusul naik
kembali ke loteng.
Khu Cie Kee tertawa, ia berkata: “Benar-benar
Kanglam Cit tersohor bukan nama belaka. Sesuatunya
lihay sekali, pinto takluk! Sekarang, dengan
memandang Tuan-tuan bertujuh, pinto tidak hendak
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
mempersulit pula kepada si pendeta, cukup asal dia
suka menyerahkan itu dua orang perempuan yang
malang, yang harus dikasihani…”
“Tiang Cun Cu Totiang, inilah bagianmu yang tidak
benar!” Kwa Tin Ok memotong. “Ciauw Bok Taysu ini
adalah seorang yang beribadat dari beberpa puluh
tahun, dan kuil Hoat Hoa Sin Sie juga adalah berhala
kenamaan dalam kota Kee-hin ini, maka itu bagaimana
bisa jadi taysu dapat menyembunyikan wanita baikbaik
dalam kuil itu?”
“Di kolong langit yang luas itu mesti ada manusia
palsu yang menipu duni!” berkata si imam dengan
nyaring.
Han Po Kie menjadi gusar. “Dengan kata-katamu
ini, Totiang, kau jadinya tidak percaya pada kami?!”
tanyanya.
“Aku hanya lebih mempercayai mataku sendiri!”
sahut sang imam.
“Habis itu apakah yang totiang kehendaki?” Po Kie
tanya pula.
“Urusan sebenarnya tidak ada sangkut pautnya
dengan Tuan-tuan bertujuh,” sahut Cie Kee, “Akan
tetapi Tuan-tuan tampaknya memaksa hendak
mencampuri tahu, dengan begitu teranglah Tuan-tuan
terlalu andali kepandaiannya orang-orang lain! Tuantuan
pinto tolol, tetapi karena tidak ada jalan lain,
terpaksa pinto mesti mencoba denganmu untuk
menetapkan siapa yang tinggi dan siapa yang rendah.
Umpama kata pinto tak dapat melawan, terserah saja
kepadaTuan-tuan, apa saja yang kamu hendak
perbuat!”
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
“Jikalau sudah pasti totiang menghendaki demikian,
silakan totiang tunjuki caramu!” bilang Kwa Tin Ok.
Cie Kee berdiam sebentar, ia perdengarkan suara
perlahan. “Kita berdua sebenarnya tak saling dendam,”
dia bilang kemudian. “Pinto juga telah dengar lama
yang Tuan-tuan adalah orang-orang yang gagah mulia
untuk wilayah Kanglam, oleh karenanya jikalau kita
gunai senjata, itu pasti bakal merusak kerukunan.
Pinto pikir baik diatur demikian saja…” Lantas ia teriaki
si jongos untuk siapkan empatbelas cawan arak yang
besar.
Sejak tadi jongos-jongos umpatkan diri di bawah
loteng, begitu dipanggil, lantas satu diantaranya
muncul dengan belasan cangkir yang diminta itu.
Cie Kee letaki jambangan arak di lantai, lalu satu
persatu cawan dia keroboki ke dalam arak itu, untuk
isikan penuh semuanya, sesudah itu, empatbelas
cawan terisi arak itu diatur dalam dua baris di lantai itu.
“Pinto hendak adu kekuatan minum arak dengan
tuan-tuanbertujuh,” katanya kemudian. “Tuan-tuan
bertujuh minum satu cawan, pinto sendiri akan minum
tujuh cawan. Perjanjian kita ialah sampai habisnya isi
jambangan ini, siapa yang tidak sinting, ialah yang
menang. Tidakkah cara ini bagus?”
Han Po Kie dan Thi A Seng adalah tukang tenggak
susu macan, mereka mendahului menyatakan akur.
Akan tetapi Kwa Tin Ok berkata: “ Kami bertujuh
melawan satu, umpama kami menang, itu tidaklah cara
laki-laki! Totiang, baiklah kau sebutkan lain cara!”
“Cara bagaimana tuan dapat merasa demikian pasti
akan memperoleh kemenangan?” Tiang Cun Cu
tegaskan.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Wanyen Lieh pun heran sekali. Banyak cara untuk
adu pibu, - adu kepandaian – belum pernah ia dengar
cara seperti itu. Taruh kata si imam kuat minum tetapi
berapakah besar perutnya? Dapatkah satu perutnya
melawan perut tujuh orang?
Han Siauw Eng adalah yang termuda diantara
Kanglam Cit Koay, ia pun polos dan bersikap jantan,
atas perjanjiannya si imam, ia tidak menawar lagi.
“Baiklah!” demikian katanya, “Mari kita adu minum
arak dulu! Belum pernah aku mendapati orang yang
begitu memandang enteng kepada kami bertujuh, dan
inilah yang pertama kali!” Dan tanpa bersangsi lagi, ia
jemput satu cawan dan jegluk isinya.
“Nona Han adalah jantannya wanita!” Khu Cie Kee
puji nona itu. “Nah, Tuan, Silakan!”
Hampir berbareng enam manusia aneh lainnya dari
Kanglam itu angkat cawannya masing-masing dan
mengiringnya seperti saudara angkat mereka yang
bungsu, sedang si imam pun tanpa banyak omong
lagi, tenggak kering satu demi satu tujuh cawan
bagiannya.
Lalu semua cawan diisi pula, lantas semua itu di
cegluk habis!
Setelah cawan yang ketiga, Nona Han Siauw Eng
segera merasakan bahwa ia bakal tak sanggup minum
terlebih jauh. Ia memang bukan tukang minum.
“Citmoay, mari kau wakilkan kau!” berkata Thio A
Seng kepada adik angkatnya yang ketujuh itu, yang ia
lihat sudah lelah.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
“Khu Totiang, boleh tidak aku diwakilkan?” tanya si
nona kepada si imam. Sebagai satu jantan, ia
menanyakan dulu pikirannya si imam itu.
“Akur!” jawab Khu Cie Kee. “Siapa juga yang
meminumnya sama aja!”
Maka itu, A Seng lantas wakilkan adiknya.
Si imam juga tenggak habis tujuh cawannya.
Kapan hendak dilanjuti giliran yang lain, Coan Kim
Hoat tampaknya sudah kewalahan. Khu Cie Kee
sebaliknya. Duapuluh cawan telah ditenggak kering, ia
masih segar seperti biasa, air mukanya takberubah.
Maka heranlah Kim Hoat yang cerdik itu.
“Dengan jebolnya aku dan citmoay, kita
tinggalberlima,” ia berpikir. “Kelihatannya untuk mereka
minum lagi tiga atau empat cawan, mereka tentu
masih sanggup. Dengan si imam, apakah ia masih
bisa menghabisi lagi duapuluh cawan?”
Oleh karena ia pikir begini, Kim Hoat percaya
pihaknya bakal menang. Tetapi tiba-tiba saja ia
terperanjat. Kebetulan ia melihat ke lantai, ia tampak
lantai dimana si imam berdiri menjadi basah. Ia lantas
ingat sesuatu, ia segera bisiki Cu Cong, “Jieko, coba
lihat kakinya si imam!”
Cu Cong memandang ke tempat yang ditunjuki.
“Hebat!” ia inipun berbisik. “Ia gunai tenaga dalamnya
memaksa arak turun ke kakinya…”
“Benar,” Kim Hoat berbisik pula. “Begini lihay
tenaga dalamnya, habis bagaimana?”
Cu Cong jadi berpikir. “Dengan dibantu tenaga
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
dalamnya, lagi seratus cawan dia minum, dia tidak
bakal rubuh….” katanya.
Mereka itu sudah keringi pula cawan mereka yang
lainnya. Sekarang lantai di kakinya Khu Cie Kee
tertampak barang cair mengembang dan mengalir.
Lam Hie Jin dan kawan-kawannya dapat lihat itu.
Mereka tahu sebabnya itu, mereka kagumi si imam
untuk tenaga dalamnya yang sempurna itu.
Han Po Kie letaki cawannya di meja, hendak ia
menyerah kalah.
Cu Cong lihat perbuatan adiknya itu, ia lantas
mengedipi mata, tangannya sendiri menyambar satu
cawan yang besar, untuk di pakai itu menyendok arak.
“Khu Totiang,” ia berkata, “Hebat tenaga dalammu,
kami semua sangat mengaguminya, akan tetapi
dengan kami berlima melayani kamu, itu rasanya tidak
terlalu adil…”
Cie Kee melengak. “Habis Cu Jieko memikir
bagaimana?” dia tanya.
Cu Cong si Mahasiswa Tangan Lihay tertawa.
“Baiklah aku sendiri yang layani kau, satu lawan satu!”
sahutnya.
Cie Kee heran, begitu juga dengan pihak Kanglam
Cit Koay. Lima orang sudahke teter, bagaimana dia ini
hendak melawan sendirian? Keenam Manusia aneh
menjadi heran, meskipun mereka tahu ini saudara
yang kedua sangat cerdik dan licin. Mereka berdiam,
tetapi mereka duga saudara ini tentu ada akal
muslihatnya.
“Kanglam Cit Koay sungguh hebat,” kata Cie Kee
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
kemudian. “Sekarang begini saja. Cu Jieko, kau temani
aku minum terus, setelah kandasnya ini jambangan ,
akan pinto menyerah kalah. Tidakkah ini bagus?”
Arak di dalam jambangan perunggu itu tinggal
separuh, meski begitu, isi itu masih banyak, akan
tetapi Cu Cong seperti tidak pedulikan itu. Begitulah ia
menantang. Ia tertawa ketika ia berkata: “Sebenarnya
aku tidak kuat minum akan tetapi tempo tahun lalu aku
pesiar ke daerah Selatan, di sana aku pernah
menangkan beberapa makhluk yang lihay. Mari
keringkan!”
Ia goyang-goyang kipasnya di tangan kanan, ujung
bajunya yang kiri pun dikibaskan, dengan sikap wajar
itu, ia minum araknya, cawan demi cawan.
Cie Kee turut minum juga. “Apakah itu mahkluk
yang lihay?” ia tanya.
“Satu kali aku telah pergi ke India,” sahut Cu Cong.
“Di sana putra raja India seret keluar seekor lembu, dia
menghendaki aku lawan kerbau itu minum arak yang
keras. Kesudahannya akulah yang menang!”
“Cis!” Cie Kee kasih dengar suaranya. Ia tahu orang
bicara ngaco, dengan itu dia dicaci sebagai kerbau.
Dimana orang berpura-pura edan-edanan, tak dapat ia
bergusur. Ia heran juga menyaksikan orang kuat
minum dan sikapnya tenang. Ia telah perhatikan, orang
bukannya mengerahkan tenaga dalam, tidak ada arak
yang merembas keluar.Hanya rada aneh, perut si
Manusia aneh rada melendung.
“Mustahilkah perutnya bisa kempas dan bisa
kembang, bisa dibuat main?” ia berpikir. Selagi ia tetap
belum mengerti, ia dengar orang berkata-kata pula.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
“Pada tahun dulu aku telah pergi ke negeri Siam,”
kata Cu Cong itu. “Ah, di sini lebih hebat lagi! Raja
Siam telah suruh keluarkan seekor gajah putih yang
besar, aku disuruh lawan gajah itu minum arak!
Binatang dogol itu telah sedot habis tujuh jambangan!
Totiang tahu, berapa jambangan aku tenggak habis?”
Tiang Cun Cutahu orang bergurau, hanya orang
bicara secara wajar sekali, sikapnya menarik hati.
“Berapa jambangan?” dia tanya sekenanya.
Dengan tiba-tiba saja wajah Cu Cong menjadi
sungguh-sungguh. “Sembilan jambangan!” katanya,
perlahan tetapi mengesankan. Ia tidak tunggu sampai
orang membilang atau menunjukkan sesuatu apa,
terus ia sambungi dengan nyaring: “Mari minum!
Lekas, lekas!”
Lantas setelah itu, ia ngoceh pula, kaki dan
tangannya digerak-geraki, saban-saban ia tenggak
araknya. Dikatakan mabuk, ia tidak sinting, dikatak
gila, ia tidak angot.
Tentu saja, selama itu Khu Cie Kee mesti layani
orang minum, hingga akhirnya jambangan arak itu
nampak dasarnya!
Imam itu segera tunjuki jempolnya. “Saudara Cu,
kau benar satu manusia aneh!” serunya. “Aku
menyerah!”
Cu Cong awasi imam itu, ia tertawa. “Totiang
minum dengan andalkan tenaga dalam,” katanya.
“Aku? Lihatlah!”
Ia tertawa pula, bergelak-gelak lalu dengan
sekonyong-konyongia lompat jumpalitan ketika ia telah
berdiri pula,tangannya mencekal sebuah tahang air,
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
kapan tahang air itu ia balingkan, bau arak tersiar
menyampok hidung!
Orang kedua dari Kanglam Cit Koay sudah
perlihatkan kelihayannya. Disitu ia berhadapan dengan
orang lihay akan tetapi tidak ada seorang juga yang
lihat darimana ia sembatnya tahang air itu! perutnya
tinggal kempes, sebab semua arak pindah ke dalam
tahang air ini, yang sekian lama disembunyikan di
bawah jubahnya yang gerombongan.
Wajahnya Khu Cie Kee menjadi berubah.
Cu Cong pandai mencuri dan mencopet, maka itu ia
digelar sebagai Biauw Ciu Sie-seng, si Mahasiswa
Tangan Lihay. Dengan”Tangan Lihay” itu diartikan
lihay mencopetnya. Kepandaiannya itu
menyembunyikan tahang air adalah kepandaian umum
di kalangan tukang sulap Tiongkok, suatu ilmu
kepandaian turun temurun yang hingga kini telah
membuat kagum orang di Eropa dan kepulauan
selatan. Mungkin pembaca pernah menyaksikan
pertunjukkan sulap semacam itu. Satu kali ia jungkir
balik, ditangannya ada sepelas ikan emas, dua kali ia
jungkir balik di atas pentes tambah semangkok air
tawar, air mana dapat ditambah menjadi banyak. Dan
Cu Cong sekarang mengacau matanya Tiang Cun Cu
dengan ilmu kepandaiannya itu. Tentu saja si imam
tidak menyangka orang bergurau secara demikian, ia
jadi kena dipermainkan.
“Ah!” seru si imam kemudian. “Kepandaianmu ini
toh tak dapatdibilang orang minum arak?!”
“Kau sendiri, Totiang, apakah kau juga minum
arak?”si Manusia aneh membaliki.
“Arakku kumpul di dalam tahang, arakmu kumpul
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
dilantai! Ada apakah perbedaannya?” ia lantas jalan
mundar-mandir sampai ia kena injak lantai yang basah
dengan araknya Khu Cie Kee, di situ ia terpeleset,
tubuhnya rubuh membentur tubuhnya si imam.
Khu Cie Kee segera menyambaruntuk pegangi
tubuhnya orang itu.
Setelah dapat berdiri pula, CuCong lompat mundur,
terus ia putar tubuhnya, sembari berputaran, mulutnya
perdengarkan suara: “Syair yang bagus, syair yang
bagus! Sejak jaman purbakala di pertengahan musim
rontok…..rembulan gilang gemilang…..Di Waktu
tibanya angin yang sejuk…malam yang jernih
terang……..Suatu hari…….udara membuatnya. Jalan
susu bagaikan tenggelam….Ikan dan naga diempat
penjuru lautan…….mentereng seperti siluman
air………”
Panjang nada syairnya. Khu Cie Kee heran hingga
ia melengak.
“Itulah syairku yang kutulis di harian Tiong Ciu
tahun yang lalu, yang masih belum selesai,” katanya di
dalam hatinya. “Syair itu aku simpan, niatku adalah
untuk nanti meyambunginya, belum pernah aku
perlihatkan orang syairku itu, mengapa sekarang ia
dapat mengetahuinya….?”
Lantas ia merogoh ke sakunya, untuk cari syairnya
itu, tapi ia melengak pula. Tak ada syair itu didalam
sakunya itu!
Cu Cong seperti tidak ambil mumat orang terheranheran,
ia membeber kertas di atas meja. Itulah kertas
bermuatkan syair yang baru ia bacakan.
“Totiang lihay ilmu silatnya, tidak kusangka, kau
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
juga pandai ilmu surat!” katanya memuji, “Sungguh aku
kagum….!”
“Bagus!” seru Cie Kee yang mengerti bahwa benarbenar
ia telah dipermainkan orang. Tentu saja ia
sangat penasaran yang orang telah copet syairnya itu
tanpa ia merasa, “Kau benar-benar lihay! Sekarang
pinto ingin mohon pengajaran…!”
Rupanya barusan selagi ia pura-pura terpeleset,
selagi si imam pegangi dia, Biauw Ciu Sie-seng gunai
ketikanya untuk rogoh kantung si imam.
Tidak tempo lagi, sebelah tangan si imam
melayang.
Cu Cong berkelit ke samping. “Totiang,
benarkahkau berniat mencari keputusan dengan
kepalan dan kaki?” ia menegasi.
“Benar!” sahut si imam memberikan kepastian. Dan
menyerang pula, kali ini tiga kali beruntun serangannya
itu,anginnya mendesir.
Thio A Seng lihat saudaranya sangat terdesak,
sampai saudara itu sulit membela dirinya, ia lompat
untuk menghalang, sambil berlompat., ia menyerang
ke dadanya si imam. Khu Cie Kee dapat lihat serangan
itu, ia lantas menangkis.
Bukan main kagetnya Siauw Mie To si Buddha
tertawa. Tangkisan si imam itu membuat tangannya
sakit dan gemetaran, rasanya baal. Inilah lawan
tangguh yang pertama kali iapernah ketemukan.
Coan Kim Hoat bisa duga perasaan saudaranya itu.
“Totiang, harap kau tak katakan kami tak tahu aturan!”
ia berkata sambil ia menggapekan kepada Lam Hie Jin
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
dan Han Siauw Eng, seraya ia melompat maju untuk
menyerang.
Lam San Ciauw-cu si Tukang Kayu dari Gunung
Selatan dan Wan Lie Kiam si Gadis Watsudah lantas
taati ajakannya saudaranya itu, Manusia Aneh yang
keempat.
“Kamu majulah berdelapan!” menentang Tiang Cun
Cu menyaksikan orang pada turun tangan.
“Jangan mengepul!” Kwa Tin Ok kata dengan
dingin.
Khu Cie Kee tidak gubris sindiran itu, ia menyerang
Lam Hie Jin dengan sebelah tangan kirinya, atas mana
Lam San Ciauw-cu menangkis dengan kedua
tangannya, yang dibawa ke depan dadanya. Hebat
tangkisannya ini.
“Lam Sieya sungguh lihay!” si imam memuji
mendapatkan tangkisan itu. Tapi justru itu sekonyongkonyong
wajahnya berubah. Ia pun segera berseru
dengan ejekan: “Bagus betul, kamu masih menjanjikan
bantuan! Biar di sana ada ribuan tentera dan tidak
pandang itu di matanya!“
Thio A Seng merasa pihaknya diejek. “Kita ada
tujuh bersaudara!” ia bilang. “Untuk apa menjanjikan
bantuan lagi?!”
Kwa Tin Ok tidak berpikir seperti saudaranya yang
kelima itu. Ia cacat mata akan tetapi kupingnya awas
bukan main. Ia telah mendengar puluhan orang berlarilari
mendatangi ke restoran itu, suara mana tercampur
suara bentrokkannya senjata-senjata tajam. Maka ia
lompat berdiri.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
“Semua mundur!” ia berseru. “Siapakan senjata!”
Thio A Seng semua segera lari balik ke tempat
duduknya masing-masing, untuk ambil senjata mereka
masing-masing.
Hampir di waktu itu, di tangga loteng terdengar riuh
tindakan kaki yang keras, lalu beberapa puluh orang
tertampak merubul naik.
Bab 5. Pertarungan Mati Hidup
Segera terlihat orang banyak yang naik ke loteng itu
adalah serdadu-serdadu bangsa Kim, sebagaimana
mereka gampang dikenali dengan seragam mereka.
Melihat mereka itu, naik darahnya Khu Cie Kee. Ia
hargakan Kanglam Cit Koay, ia menyangka mereka itu
diperdayakan oleh Ciauw Bok Hweshio, maka itu
sampai sebegitu jauh, ia layani mereka separuh mainmain,
akan tetapi sekarang tak dapat ia atasi diri lagi.
Sangking murkanya,ia tertawa terbahak-bahak.
“Ciauw Bok Hweshio! Kanglam Cit Koay!” ia
berseru, “Walaupun kasih datang tambahan tigaribu
lagi serdadu berandal Kim, toya kamu masih tidak
jerih!”
Han Po Kie gusar mendengar ejekan itu. “Siapakah
yang kasih datang tentera Kim?!” ia menegur.
Tentera Kim itu adalah tentera pengiringnya
Wanyen Lieh. Mereka menanti sekian lama putra raja
mereka masih belum kembali, timbuk kekhawatiran
mereka itu, mereka lantas pergi mencari, kebetulan
mereka dengar di Cui SianLauw ada orang berkelahi,
mereka datangi rumah makan itu. Lega hati mereka
akan saksikan putra rajamereka tidak kurang suatu
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
apa pun, putra itu lagi duduk tenang di mejanya.
Mereka lantas menghampiri untuk memberi hormat.
Ketika itu pihak rumah makan baru siap dengan
hidangan mereka yang terdiri dari daging macam tutul,
tidak peduli orang baru saja berhenti bertempur dan
disitu ada banyak serdadu bangsa Kim, mereka bawa
naik barang hidangan itu untuk disajikan disembilan
meja dikecualikan mejanya Ciauw Bok Taysu, si
hweshio, pendeta yang pantang makan daging.
Hidangan untuk Wanyen Lieh pun disiapkan
sekalian. Atas itu putra raja Kim itu lantas berbangkit
dari kursinya, guna menghampiriKwa Tin Ok, di depan
siapa ia memberi hormat, walaupun orang tak dapat
melihat kepadanya.
“Terima kasih Kwa Toako!” ia mengucap. Dengan
berani ia lantas memanggil “toako” atau kakak.
“Hm!” Khu Cie Kee perdengarkan suara di hidung
selagi Hui Thian Pian-hok belum sahuti orang asing itu.
“Bagus! Bagus!” ia menambahkan. “Cukup sudah,
maaf, pinto tak dapat menemani lebih lama pula!”
Lantas ia angkat jambangan araknya, sambil
membawa itu, iabertindak ke tangga.
Kwa Tin Ok lantas sudah bangkit berdiri. “Khu
Totiang, jangan kau keliru mengerti!” kata tertua
darikanglam Cit Koay ini.
“Adakah aku keliru mengerti?” jawab si imam sambil
jalan terus. “Kamu adalah bangsa Enghiong, bangsa
hohan, habis perlu apa kamu undang tentera bangsa
Kim untuk bantu kamu?”
Dengan sengit si imam menjengeki orang
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
adalahEnghiong dan hohan – orang-orang gagah.
“Kami tidak undang atau janjikan mereka itu,” Kwa
Tin Ok menyangkal.
“Aku juga bukanya si picak!” sahutKhu Cie Kee
mengejek.
Tin Ok buta,ia paling benci orang mengatakan ia
picak, maka itu sambil gerakin tongkat besinya, ia
lompat maju. “Kalau picak bagimana?!” tanyanya.
Tiang Cun Cu tidak ladeni si buta itu, sebaliknya ia
layangkan tangannya yang kiri, tepat mengenai batok
kepalanya satu serdadu Kim, hingga tanpa suara
apapun, suara itu rubuh dengan kepalanya remuk,
jiwanya terbang pergi.
“Inilah contohnya!” kata si imam kemudian. Lalu
tanpa tunggu jawaban lagi, ia ngeloyor ke tangga.
Serdadu-serdadu Kim lainnya menjadi gaduh
karena kebinasaan tidak karuan dari rekannya mereka
itu, mereka kaget dan gusar, beberapa diantaranya
segera menikam bebokongnya si imam dengan
tombak mereka yang panjang.
Seperti bebokongnya ada matanya, Khu Cie Kee
tangkis serang itu tanpa membalik tubuhnya. Sambil
manangkis tangannya menyambar, maka itu beberapa
batang tombak kena tercekal dan terampas.
Beberapa serdadu lagi hendak maju untuk
mengulangi penyerangan.
“Jangan!” Wanyen Lieh segera mencegah. Dengan
lantas ia berpaling kepada Kwa Tin Ok beramai, untuk
mengatakan: “Imam jahat itu tidak kenal undangTIRAIKASIH
WEBSITE http://kangzusi.com/
undang, tidak kenal Tuhan, dia tidak usah dilayani!
Tuan-tuan mari kita minum dulu, sembari minum kita
bicarakan daya untuk menghadapi dia!”
Kwa Tin Ok tidak tahu orang adalah orang bangsa
Kim, maka tadi ia berlaku manis budi dengan suruh
jongos membagi daging macamnya, sekarang setelah
mengetahui orang bangsa apa, ia tak sudi melayani
bicara. “Minggir!” ia membentak.
WanyenLieh heran. “Apa!” tanyanya.
“Toako kami menitah kau pergi!” Han Po Kie
wakilkan kakaknya menyahuti, sembari berkata ia
gerakan pundak kanannya, mengenai kempolansi
putra raja Kim itu, hingga Wanyen Lieh lantas saja
mundur beberapa tindak.
Kwa Tin OK semua lantas berlalu, turun di tangga
loteng. Ciauw Bok Hweshio turut mereka, Biauw Ciu
Sie-seng jalan paling belakang, selagi lewat di
samping Wanyen Lieh, ia tepuk pundaknya putra raja
Kim itu dengan kipasnya seraya bilang: “Apakah kau
telah jual itu orang perempuan yang kau tipu?
Bagaimana kalau kau jual dia padaku? Hahaha!” Dan
terus ia ngeloyor turun.
Wanyen Lieh terkejut. Ia ingat pada pengalamannya
yang pertama. Maka sebelum layani godaan orang itu,
paling dulu ia ragoh sakunya. Untuk kagetnya ia
dapatkan beberapa potong emas dalam sakunya
terbang pula! Ia mendongkol, akan tetapi ia jerih pula.
“Beberapa orang ini lihay sekali, aku serta semua
serdaduku bukan tandingan mereka,” ia berpikir.
“Pauw-sie ada padaku, jikalau mereka dapat tahu,
inlah berbahaya……….”
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Oleh karena kekhawatirannya ini, ia tidak lagi
berpikir untuk beli pakaian buat si nyonya, dengan
tinggalkan restoran itu, ia lekas-lekas balik ke hotel,
terus ia ajak si nyonya untuk berangkat ke Utara,
pulang ke Yankhia, ibukotanya kerajaan Kim. Bersama
dia turut juga semua pengiringnya. (Yankhia = Peking
sekarang).
Sementara itu Kwa Tin Ok beramai telah ikuti Ciauw
Bok Hweshio pergi ke kuil Hoat Hoa Sian Sie yang
letaknya di bagian barat dari luar kota Kee-hin, di
dalam kuil itu mereka berkumpul di kamar bersemedhi.
Kacung hweshio lantas menyuguhkan air the, habis
mana ia lantas mengundurkan diri.
“Keliru mengerti ini jadi makin hebat…” Ciauw Bok
Taysu mulai berkata smabil ia menghela napas.
“Taysu,” tanya Han Siauw Eng. “Dia menyebutkan
dua orang wanita, siapakah mereka itu? Bagaimana
sebenarnya duduk perkaranya?”
“Nanti aku beri keterangan,” sahut hweshio itu. “Aku
ada punya Suheng yang menjadi pendeta di kepala di
kuil Kong Hauw Sie di Hangciu…”
“Itulah Kouw Bok Siansu, bukan?” Tin Ok
memotong.
“Benar,” sahut Ciauw Bok. “Kemarin dulu ia menulis
surat padaku, ia menitahkan dua orang yang
menyampaikan surat itu, dalam mana ia bilang ada
orang jahat hendak mengganggu mereka itu dan
karenanya dia minta supaya aku beri tempat
berlindung kepada merek itu. Kami orang beribadat
mesti berlaku murah hati, apapula ia adalah kakak
seperguruanku, tentu saja aku mesti terima
permintaannya itu. Diluar dugaanku, baru satu dua har
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
I orang itu tiba, lantas Tiang Cun Cu datang
menyatroni sambil dia menuduh ada dua orang wanita
dari Hangciu, dari kuil Kong Hauw Sie, datang
menyembunyikan diri di kuilku. Tentu saja aku menjadi
tidak mengerti.”
“Melihat dari sikapnya tadi, mesti dia bakal datang
lagi menerbitkan onar,” menyatakan Coan Kim Hoat.
“Maka aku pikir, kita tak dapat tidak bersiaga.”
“Itu benar,” Tin Ok juga menyatakan.
Sampai disitu mereka berunding, merundingkan
daya penjagaan. Mereka tidak dapat mengerti
sikapnya Khu Cie Kee. Ciauw Bok Taysu bingung,
lebih bingung pula Kanglam Cit Koay.
Itu hari sehabisnya membinasakan Ong Tian Kian si
pengkhianat, Khu CieKee pergi ke Gu-kee-cun kepada
Yo Tiat Sim dan Kwee Siauw Thian, untuk membuat
perkenalan dengan caranya yang luar biasa itu, hingga
kesudahannya ia labrak rombongan serdadu bangsa
Kim serta orang-orang polisi yang mencari padanya.
Kejadian itu membuat ia sangat gembira. Dari Gu-keecun,
ia lantas pergi ke Hangciu, untuk pesiar ke telaga
See Ouw dan tempat sekitarnya yang indah, akan
menghirup permainannya sang salju. Tempo ia lewat
di muka Ceng ho-hong, ia tampak lewatnya beberapa
puluh serdadu dalam keadaan rudin, seragamnya tidak
karuan, tombak dan gendewanya pada patah, seperti
bekas kalah perang. Ia heran. ia tahu tidak ada
peperangan dengan bangsa Kim, tidak ada huru-hara
penjahat di dekat-dekat Hangciu. Habis kenapakah
barisan serdadu itu? Ia tanyakan keterangan beberapa
penduduk, juga mereka itu tidak tahu suatu apa.
Saking penasaran, ia ikuti rombongan serdadu sampai
di tangsinya tentera itu. Ia tunggu sampai malam, lalu
dengan diam-diam ia menyatroni. Ia bekuk satu
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
serdadu yang sedang tidur pulas, yang ia bawa ke
ujung jalan besar, untuk korek keterangan dari
mulutnya. Kapan ia sudah dengar jawabannya, ia
menjadi mengeluh. Nyatalah barisan itu adalah barisan
yang telah pergi ke Gu-kee-cun untuk menawan Yo
Tiat Sim dan Kwee Siauw Thian. Ia berduka berbareng
murka akan dengar Siauw Thian terbinasa dalam
pertempuran itu dan Tiat Sim terluka parah, entah
kemana lolosnya tetapi ada kemungkinan dia pun tak
kan hidup lama.
Imam ini sangat menyesal. Ia tahu, itulah akibatnya
ia sudah mengikat persahabatan sama dua orang she
Yo dan Kwee itu. Pasti tak dapat ia umbar hawa
amarahnya terhadap serdadu itu.
“Siapakah itu perwira atasanmu?” ia tanya.
“Ciehui tayjin kami,” sahut serdadu itu yang
menyebutkan komandonnya, “Dia she Toan, namanya
Thian Tek.”
Cukup segitu, Cie Kee bebaskan serdadu itu, terus
ia pergi cari Thian Tek di tangsi, tetapi ia tidak peroleh
hasil, tidak tahu dimana tidurnya ciehui itu malam itu.
Besok paginya, Tiang Cun Cu menampak hal yang
membuat darahnya mendidih. Di muka tangsi, di atas
tiang bendera yang tinggi, ada di gantung kepalanya
Kwee Siauw Thian untuk dipertontonkan kepada
khalayak ramai. Hampir dadanya meledak.
“Khu Cie Kee, oh, Khu Cie Kee!” katanya seorang
diri. “Dengar baik-baik, kedua sahabat itu jamu
padamu, kau sebaliknya rembet-rembet mereka
hingga mereka bercelaka, rumah tangga mereka
tercerai berai dan musnah! Jikalau kau tidak menuntut
balas untuk mereka, masih dapatkah kau disebut satu
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
laki-laki?!”
Saking mendongkol, ia hajar dengan tangannya
tembok dimana tiang itu dipasang, hingga batu dan
pasir kapurnya hancur. Kemudian malamnya, dia
panjat tiang itu untuk turunkan kepalanya Siauw Thian,
yang ia bawa ke tepinya telaga See ouw, untuk
dikubur. Dia paykui di depan kuburan, airmatanya
turun mengucur, diam-diam ia memuji dan berjanji: “Itu
hari pinto sudah berjanji akan ajarkan ilmu silat kepada
anak-anakmu, supaya kelak mereka menjadi orangorang
kosen, kalau tidak, tidak ada muka pinto
menemui kalian di dunia baka.”
Segera Khu Cie Kee atur rencananya. Pertamatama
Toan Thian Tek mesti dicari, ciehui itu mesti
dibinasakan guna membalaskan sakit hatinya Tiat Sim
dan Siauw Thian. Habis itu dia hendak mencari istrinya
dua sahabat itu guna menempatkan mereka ke tenpat
yang aman. Kemudian ia akan mohon belas
kasihannya Thian, supaya mereka dapat turunan, agar
supaya anak-anak mereka dapat ia didik menjadi
orang-orang sempurna seperti yang ia janjikan.
Beruntun dua malam Cie Kee telah satroni tangsi
Wielok nomor enam, tidak berhasil ia mencari Toan
Thian Tek, hingga ia mau menduga, mungkin Thian
Tek adalah satu komandan yang tak berdisiplin dan
doyan pelesiran, mungkin Thian tek tidur di luar tangsi,
untuk mencari kesenangan. Oleh karena sudah habis
sabar di hari yang ketiga setelah dua malam itu, dia
ambil cara singkat saja. Dia pergi ke muka tangsi,
untuk menegur: “Mana dia Toan Thian Tek?! Suruh dia
keluar!”
Justru itu hari, Thian Tek ada di dalam tangsinya, ia
lagi periksa Lie Peng, istrinya Siauw Thian.
Pemeriksaan dilakukan sebab lenyapnya kepala Siauw
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Thian itu. Ia ingin Lie Peng sebutkan sahabat atau
sahabat-sahabatnya Siauw Thian yang dirasa bernyali
besar berani mencuri kepalanya Siauw Thien itu. Ia
kaget akan dengar laporan ada orang cari padanya,
lalu laporan itu disusul dengan laporan lainnya, tentung
sudah terjadi pertempuran dengan orang yang mencari
dia. Segera ia melongok di jendela.
Satu imam, yang nampaknya gagah sekali, lagi
bertarung dengan robongan serdadu. Atau lebih benar,
rombongan serdadu lagi dilabrak oleh imam itu yang
bersenjatakan dua serdadu yang ia cekal kakinya
dengan masing-masing mereka mengeluh. Sejumlah
serdadu lain menyerang dengan anak panah tetapi
serangan itu tak ada hasilnya, si imam membela diri
dengan dua serdadu korbannya itu.
Thian Tek gusur menyaksikan perkelahian
semacam itu, dengan membawa goloknya, ia lompat
keluar dari tangsi. “Kau hendak memberontak?!” ia
menegur sambil ia lantas menerjang.
Imam itu, ialah khu Cie Kee, telah sambut serangan
sesudah ia lemparkan satu serdadu. Ia gunai
tangannya yang kiri. Lengannya Thian tek lantas saja
kena dicekal.
“Mana itu bajingan jahanam Toan Thian Tek?!” Cie
menegur. Dia belum kenal perwira ini.
Thian Tek kesakitan, tubuhnya hampir tak dapat
bergerak. tapi ia licik sekali. Ia dapat terka maksudnya
si imam.
“Toya mencari Toan Tayjin?” dia balik menanya.
“Dia…..dia sekarang ada di telaga See Ouw, lagi
pelesiran minum arak di atas perahu. Sebentar lohor ia
baru pulang.”
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Cie Kee kena diakali, ia lepas cekalannya.
Thian Tek segera berkata kepada dua serdadu
yang ia kedipi mata: “Pergi kamu antar toya ini ke
telaga untuk cari Toan Tayjin!”
Dua serdadu itu belum mengerti, mereka bingung.
“Lekas! lekas pergi!” Thian Tek membentak.
“Jangan kamu bikin toya gusar!”
Baharu sekarang dua serdadu itu mendusin,
mereka lantas ngeloyor pergi.
Cie Kee ikuti kedua serdadu itu.
Thian Tek tidak berani berayal pula. Seberlalunya si
imam, dia ajak barisannya meninggalkan tangsi Wie-ko
itu. Dia bawa Lie Peng bersama dia. Dia pergi ke
tangsi Hiong-ciat nomor delapan yang komandannya
adalah sahabat eratnya, yang sama martabatnya.
Kepada sahabat itu ia tuturkan halnya si imam jahat.
“Mari kita bekuk dia!” berkata si si komandan, yang
terus hendak kumpulkan tenteranya. tapi mendadak
terdengar suara ribut-ribut di luar tangsi, disusul sama
masuknya laporan halnya satu imam datang
mengacau.
Terang Khu Cie Kee balik kembali setelah ia tidak
berhasil mencari Thian Tek, rupanya ia telah kompes
kedua serdadu pengantarnya, sehingga mereka
terpaksa mesti mebuka rahasia, hingga ia lantas
menyusul ke tangsi Hiong-ciat nomor delapan itu.
Thian Tek takut bukan main, tanpa pamitan dari
rekannya, dia ajak Lie Peng dan barisannya kabur dari
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
belakang tangsi. Kali ini ia lari keluar kota, ke tangsi
Coan-ciat nomor dua. Tangsi ini terpernah di tempat
sepi. Di sini ia selamat, si imam tidak berhasil menavri
dia terlebih jauh. Baharu sekarang ia bisa bernapas
sedikit lega. Tapi ia mesti menderita pada tangannya,
yang bekas di cekal si imam. Lengan itu bengkak,
rasanya sakit sekali. Dia cari tabib tentera untuk obati
tangannya itu. Nyata tulang lengannya patah, hingga
tulang itu mesti disambung. Malam itu dia bermalam di
tangsi itu, dia takut pulang.
Tepat tengah malam, Thian Tek mendusin dengan
kaget. Di luar tangsi, serdadu-serdadu membikin
banyak berisik. Sebabnya ialah satu serdadu jaga
ketahuan lenyap tidak keruan paran. Tentu saja ia
menjadi sangat ketakutan. Kemana ia mesti
menyingkir, supaya selamat? Akhirnya dia ingat
pendeta dari Kong Hauw Sie, yang adalah pamannya.
“Baik aku pergi ke paman,” dia ambil keputusan.
Malah segera ia bekerja. Untuk memastikan
keselamatannya terus ia bawa-bawa Lie-sie. Kalau
perlu nyonya Kwee itu dapat di pakai sebagai
tanggungan untuk jiwanya. Dan untuk mencegah
kecurigaan orang luar, dia paksa Lie Peng dandan
sebagai serdadu. Mereka keluar secara diam-diam dari
belakang tangsi, tanpa pedulikan malam buta rata,
mereka terbirit-birit menuju ke Kong Hauw Sie.
Pamannya Thian Tek ini sudah lama sucikan diri,
nama sucinya ialah Kouw Bok. Ia menjadi kepala di
kuil Kong Hauw Sie itu. Sebenarnya sudah lama dia
tidak berhubungan dengan keponakannya itu, sebab
ialah dia tidak setujui kelakukan sang keponakan, tak
suka ia bergaul dengannya. Maka kaget ia akan
dapatkan tengah malam itu sang keponakan muncul
dengan tiba-tiba.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Dalam ilmu silat, Thian Tek berkepandaian tidak
seberapa, dalam hal kecerdikan, dia melebihi
kebanyakan orang. Dia tahu sebabnya kenapa
pamannya itu masuk menjadi paderi, ialah si paman
sangat benci bangsa Kim dan sangat sesali
pemerintah Song. Bukan saja pemerintah tidak
membuat perlawanan, sebaliknya menteri dan
panglima setia dibikin celaka. Umpama kata dia
bercerita terus terang bahwa ia telah bekerja sama
dengan bangsa Kim untuk menawan Kwee Siau Thian
dan Yo Tiat Sim, dia pasti dapat susah di tangan
pamannya itu. Dari itu, siang-siang dia telah karang
sebuah alasan.
Kouw Bok Hwehio pandai ilmu silat. Dia malah
menjadi ciang-bun-jin, ahli waris dari partai Hoat Hoa
Cong golongan Selatan. Ia pernah memangku pangkat
dalam ketenteraan. Sejak sucikan, ia tidak abaikan
ilmu silatnya itu, dengan rajin ia berlatih terus. Karena
ini, jeri Thian Tek terhadap pamannya.
“Mau apa kau datang kemari?” sang paman tegur
keponakannya. Sikapnya dingin.
Thian Tek segera tekuk lutut di depan pamannya
itu, ia manggut-manggut. “Keponakanmu telah orang
perhina,” katanya dengan suara susah dan mesgul.
“Peehu, aku mohon pertolonganmu…”
“Kau tinggal di tangsi tentera, kau memangku
pankat, siapa berani perhina padamu?” paman itu
tanya pula.
Terus Thian Tek kasih lihat roman sangat berduka.
“Aku diperhina satu imam,” dia menyahut dengan
cerita karangannya, “Imam itu kepung-kepung aku
hingga tak tahu kemana aku mesti singkirkan diri.
Peehu, dengan memandang kepada muka ayah, aku
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
minta kau suka tolongi keponakanmu ini….”
Melihat roman orang, Kouw Bok merasa berkasihan
juga.
“Kenapa itu imam kepung-kepung padamu?” ia
tanya.
Thian Tek sudah bangun berdiri, lekas-lekas dia
berlutut pula.
“Celaka, keponakanmu celaka,” dia menjawab.
“Kemarin dulu aku pergi ke barat jembatan Ceng Leng
Kio. Aku turur beberapa kawan. Disana kami bermainmain
di Lam-wa-cu di bawah rangon Hie Cun Lauw….”
“Hm…!” sang paman perdengarkan suara di hidung.
Lam-wa-cu itu diambil dari kata-kata wa-sia, dan
wa-sia berarti “rumah genting”. Lebih jauh, wa-sie itu
diambil sebagai arti ringkas dari sebutan, “Diwaktu
datang, genting utuh; diwajtu pergi genting pecah”.
Lebih tegas lagi bermaksud, “gampang berkumpul,
gampang bubar”. Tapi maksudnya nag paling jelas
ialah: Di jaman Song itu, setelah pemerintahan
dipindah ke selatang, untuk mengikat hati tentera,
pemerintah mengadakan apa yang dinamakan wa-sia
itu di dalam dan di luar kota Hangciu. Itulah tempat
pelesiran serdadu. Penghuni wan-sia adalah wanitawanita
melarat yang tidak punya sanak kandung.
Mulanya itu mereka jadi barang permainan tentera,
belakangan orang berpangkat atau sembarang
hartawan pun dapat permainkan mereka.
Thian Tek pura-pura tuli untuk ejekan pamannya itu.
Ia omong terus: “Aku ada punya satu nona kenalan,
hari itu aku minum arak bersamanya. Tiba-tiba muncul
imam itu, dia memaksa si nona melayani padanya…”
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
“Mustahil seorang suci pergi ke tempat semacam
itu!” Kouw Bok menyela.
“Tapi kejadiannya benar demikian. Maka itu aku
telah singkirkan dia, aku suruh dia pergi. Nyata dia
sangat galak. Dia damprat aku, dia katakan aku bakal
terpisah kepala dari badanku, hingga tak perlu aku
main gila.”
“Apa maksudnya dengan kata-katanya kepala
terpisah dari badan?” tanya Kouw Bok lagi.
“Dia menjelaskan, tak lama lagi tentera bangsa Kim
akan datang menyeberang ke sini, tentera itu bakal
membunuh habis semua pembesar dan tentera kita…”
Kouw Bok lantas saja menjadi gusar. “Dia berani
mengatakan demikian?!”
“Benar, dasar tabiatku jelek, aku tegur dia dan jadi
berkelahi karenanya. Sayang aku bukan tandingan dia
itu. Aku lari, dia mengejar, mengejar terus-terusan,
karena habis jalan, terpaksa aku lari ke mari. Aku
minta peehu suka tolongi aku….” Thian Tek pura-pura
merengek.
“Aku adalah seorang suci, tak dapat aku urus
perkara main perempuan kamu ini,“ berkata paderi itu.
“Tolong, peehu,” Thian Tek merintih. “Tolong untuk
kali ini saja. Aku tak berani main gila lagi….”
Dasar orang suci dan mengingat juga kepada
almarhum saudaranya, hati Kouw Bok tergerak.
“baik,” kata dia akhirnya, “Untuk beberapa hari kau
boleh berdiam di sini. Aku larang kau main gila pula!”
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Thian Tek menghanturkan terima kasih berulangulang.
“Satu pembesar tentera begini tidak punya guna,
ah….” Kouw Bok mengeluh. Ia menghela napas
panjang.
Lie Peng sudah diancam oleh Thian Tek, walaupun
ia tahu orang sudah mendusta, ia tutup mulut.
Lewat lhor itu hari, tie-kek-cung, yaitu paderi tukang
layani tetamu, lari masuk dengan tegesa-gesa, ia
menemui Kouw Bok dan melaporkannya dengan
gugup: “Di luar ada satu imam, galak dia, dan dia
minta Toan Tiang-khoa keluar menemui padanya….”
Thian Tek adalah satu perwira, maka itu dia
dipanggil tiang-khoa.
“Panggil Thian Tek,” Kouw Bok menitah.
“Dia, benar dia…” kata Thian Tek, semunculnya dia.
“Imam itu sangat galak, dia adalah paderi dari partai
mana?” tanya sang paman.
“Entahlah dia imam dari desa mana,” Thian Tek
mendusta tak kepalang tanggung. “Sebenarnya tak
seberapa ilmu silatnya, dia Cuma bertenaga besar,
dasar aku yang tidak punya guna, aku tak sangggup
lawan dia…”
“Baiklah, nanti aku temui dia.”
Kouw Bok pakai jubahnya, terus ia pergi keluar. Ia
lantas bertemu sama si imam, ialah Khu Cie Kee,
selagi imam itu hendak memaksa memasuki pendopo
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
walaupun paderi penjaga pendopo mencegah
padanya. Ia maju mendekati, ia terus tolak bahu si
imam itu. Ia nampaknya menggeraki tangan dengan
perlahan tetapi ia menggunai tenaga dalam. Ia ingin
mendorong imam itu keluar pendopo. tapi begitu ia
kena langgar bahu si imam, ia kaget sekali. Ia kena
langgar daging yang empuk bagaikan kapas.
Celakanya, waktu ia hendak tarik pulang tangannya, ia
telah terlambat, diluar kendalinya, tubuhnya tertolak
mundur keras sekali, tidak ampun lagi ia terlempar
membentur patung Wie Hok di pendopo itu, sudah
tentu benturan itu menimbulkan suara yang keras,
separuh patung pun gempur!
Dalam kagetnya yang tak terkira, Kouw Bok
berpikir, “Dia lihay sekali, ia bukan Cuma besar
tenaganya…” Lekas-lekas ia rangkap kedua
tangannya untuk memberi hormat seraya menanya:
“Ada pengajaran apakah maka totiang datang
berkunjung ke kuil kami ini?”
“Aku datang mencari satu bangsat busuk she
Toan!” Cie Kee menjawab ringkas.
Kouw Bok insyaf bahwa ia bukan tandingan ini
imam, ia berlaku sabar.
“Seorang pertapa perpokok kepada belas kasihan
dan murah hati, kenapa totiang berpandangan sama
dengan seorang biasa saja?” ia tanya.
Cie Kee tidak menjawab pertanyaan itu, ia hanya
bertimdak masuk. Lebar tindakannya itu.
Ketika itu, dengan seret Lie Peng, Thian Tek sudah
umpatkan diri ke dalam sebuah kamar, karenanya
tentu saja ia tak dapat dicari. Cie Kee juga tidak berani
menggeledah, sebab ia dapatkan kenyataan, di hariTIRAIKASIH
WEBSITE http://kangzusi.com/
hari dari musim semi itu Kong Hauw Sie kedatangan
banyak penduduk yang bersujud, penduduk pria dan
wanita. Sebagai seorang yang beribadat, ia tak mau
mengganggu kesujudan banyak orang itu. Dengan
tertawa dingin, terpaksa ia berlalu.
Kouw Bok lirik tie-kek-ceng untuk suruh muridnya
itu antar tetamu tak diundang itu.
Setelah mengetahui orang sudah pergi, Thian Tek
keluar dari persembunyiannya.
“Mana dia hanya satu imam dusun!” kata Kouw Bok
dengan mendongkol. “coba kalau dia tidak berlaku
murah, jiwaku pasti sudah melayang!”
Thian Tek membungkam, ia tak berani membuka
mulut.
“Dia sudah pergi jauh,” kata tie-kek-ceng, yang
muncul di depan gurunya.
“Apakah dia mengucapkan sesuatu?” tanya Kouw
Bok setelah berdiam sesaat.
“Dia tak bilang suatu apa,” jawab muridnya itu.
“Inilah aneh,” mengatakan Kouw Bok. “Apakah ada
sikapnya yang aneh selagi dia hendak berlalu?” tanya
lagi.
“Tidak, kecuali setibanya ia di mulut pintu
pekarangan, dia sendarkan diri di dua singa-singaan
batu, agaknya ia sangat letih,” sahut tie-kek-ceng. “Dia
membuang napas, habis itu dia angkat kaki sambil
tertawa haha-hihi.” lanjut muridnya lagi.
“Ah, celaka, celaka….” Kouw Bok lantas mengeluh.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
“Celakalah singa-singaan kita itu, yang usianya tetelah
beberapa ratus tahun…” Dan tangannya melayang ke
muka Thian Tek. “Singa-singaan itu musnah di
tanganmu!” katanya, habis mana ia lari keluar.
Thian Tek dan tie-kek-ceng menjadi heran, lebihlebih
Thian Tek yang mukanya menjadi bengap dan
merah, hingga ia mesti bekapi mukanya itu. Keduanya
turut lari keluar, akan susul Kouw Bok.
Di pintu pekarangan, Kouw Bok Hweshio berdiri
bengong mengawasi sepasang cio-say, singa-singaan
batu, yang disebutkan tadi. Nampak romannya yang
sangat berduka dan menyayangi singa-singaan itu.
“Kenapa peehu?” sang keponakan tanya.
“Inilah takdir…” sahut si paderi dengan masgul.
“Aku keliru sudah menyalahkan kau…. Kau tahu,
sepasang cio-say ini adalah barang peninggalan jaman
Lam Pak Tiauw, ketika itu Kaisar Liang Bu Tee telah
memanggil tukang yang pandai untuk membuatnya.
Sampai sebegitu jauh, aku pandang Cio-sang itu
sebagai mustikanya Kong Hauw Sie. Sekarang….ah!”
Ia menghela napas panjang.
Thian Tek masih tidak mengerti. Ia awasi cio-say
itu, yang tidak kurang suatu apa. Oleh karena
penasaran, ia dekati singa-singaan batu itu, ia raba
kepalanya. Tiba-tiba saja ia menjadi kaget. Seperti
tanpa merasa, begitu kena diraba, kuping dan
hidungnya cio-say itu runtuh jatuh. Ia segera tarik
pulang tangannya itu, matanya mengawasi pamannya.
Kouw Bok menghela napas pula. “Cio-say ini telah
dirusak si imam dengan menggunai tenaga
dalamnya…” katanya.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Tie-kek-ceng heran, ia pergi tolak tubuh cio-say
yang satunya lagi. Tiba-tiba saja, singa batu itu
gempur dan rubuh, bertumpuk bagaikan puing. Tentu
saja ia kaget hingga mukanya pucat. “Eh…kenapa jadi
beini…? katanya.
“Luar biasa sempurnya tenaga dalam dari imam itu,”
kata Kouw Bok, suaranya perlahan dan penuh rasa
sangat menyesal. “Cio-say, cio-say, untuk beberapa
ratus tahun kamu bercape lelah menjaga pintu kuil ini,
maka sekarang, pergilah kamu dengan baik-baik…”
Kemudian dia berpaling kepada Toan Thian Tek. Ia
berkata pula: “Dia demikian lihay, apa mungkin ia sudi
layani kau yang begini hina memperebuti segala bunga
berjiwa?”
Thian Tek kaget, tidak berani dia membuka
mulutnya.
“Adikku seperguruan, Ciauw Bok Taysu, lebih
pandai sepuluh lipat daripada aku, mungkin dia
sanggup melayani imam itu,” kata Kouw Bok
kemudian. “Pergilah kau kesana, kepada suteeku itu.“
Meyaksikan lihaynya Khu Cie Kee, Thian Tek tahu
tidak selamat ia berdiam terus di Kong Hauw Sie ini,
dari itu ia tidak bantah pamannya itu, ia cuma minta
surat perantara, lalu dengan menyewa perahu, malam
itu ia ajak Lie Peng berlayar ke Kee-hin, untuk pergi
menumpang pada Ciauw Bok Taysu.
Paderi dari Hoat Hoa Sian Sie tidak menduga apaapa,
ia tidak sangka yang kawannya Thian Tek adalah
satu wanita dalam penyamaran, ia terima mereka itu
menumpang.
Keras adalah hatinya Khu Cie Kee, ia berhasil
menyusul Thian Tek. Kebetulan ia lihat Lie Peng di
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
dalam tamannya kuil. Ia mengawasi, kecurigaannya
timbul. Sayang ia terlambat. Ketika kemudian ia lompat
masuk ke dalam pekarangan, Lie Peng sudah
disembunyikan Thian Tek dalam ruang bawah tanah.
Ingat Lie Peng, Khu Cie Kee ingat Pauw-sie. Ia mau
percaya, Pauw-sie pun disembunyikan di dalam kuil
Hoat Hoa Sian Sie itu. Maka itu ia ketemukan Ciauw
Bok Taysu, ia minta supaya Lie-sie dan Pauw-sie
diserahkan kepadanya. Karena ia telah lihat Lie-sie
dan Pauw-sie diserahkan kepadanya. Karena ia telah
lihat Lie-sie dengan matanya sendiri, ia tidak mau
percaya sangkalannya paderi itu, ia berkeras.
Ciauw Bok Taysu merasa tidak ungkulan melawan
imam itu, begitu ia ingat pada Kanglam Cit Koay, ia
pergi minta bantuannya tujuh Manusia Aneh dari
kanglam itu. Demikianlah mereka berkumpul di
restoran Cui Sian Lauw, sampai setiba Tiang Cun Cu
dengan jambangan araknya yang istimewa itu.
Habis menutur Ciauw Bok Taysu menambahkan:
“Telah lama aku dengar Tiang Cun Cu lihay, sekarang
kita dapat buktikan itu. Turut penglihatanku, dia seperzi
bukan hendak mengacau, maka aku mau percaya,
pada ini mesti terselip salah mengerti.”
“Aku pikir baiklah minta datang dua orang yang
kakakmu itu perkenalkan,” Kim Hoat menyarankan.
“Coba kita tanyakan keterangannya.”
“Benar,” Ciauw Bok Taysu menyatakan akur. “Aku
memang bekum pernah tanyakan sesuatu kepada
mereka.”
Paderi ini hendak suruh panggil Thian Tek tempo
Tin Ok peringatkan: “Ciauw Bok Suheng, mungkin
imam itu menyusul kita, maka kalau kita bertempur
pula, mestinya jalannya tak sama dengan yang di
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
rumah makan, dia tidak bakal berlaku murah hati lagi.
Pastilah dia menyangka kita telah bekerja sama
dengan pihak Kim.”
“Kwa Toako betul, maka itu mesti kita cari jalan
untuk mengerti satu pada lain,” berkata si pederi.
“Yang dikhawatirkan justru salah mengerti ini sukar
dijelaskan…” kata Tin Ok pula.
“Kalau terpaksa kita maju berdelapan…” Cu Cong
turut berbicara.
“Delapan orang lawan satu orang, itulah tidak
benar…” menyangsikan Han Po Kie.
“Aku pikir tak apa,” kata Coan Kim Hoat. “Kita tidak
berniat binasakan dia, melainkan kita menghendaki dia
sabar mendengarkan penjelasan Ciauw Bok Taysu.”
“Apakah nama kita tidak bercacat seumpama tersiar
diluaran Ciauw Bok Taysu bersama Kanglam Cit Koay
mengepung satu orang?” Han Siauw Eng pun
bersangsi.
Belum putus pembicaraan mereka, mereka telah
dikagetkan suara keras yang datangnya dari toanthian,
pendopo besar. Suara itu seperti suaranya dua
genta beradu keras, suara itu lalu mengaung,
mengalun.
“Nah, si imam datang!” seru Kwa Tin Ok, sambil ia
melompat.
Berdelapan mereka memburu ke depan. Lagi sekali
mereka dengar suara nyaring seperti tadi, hanya kali
ini disusul sama campuran suara rengatnya barang
logam.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Seperti terlihat Khu Cie Kee, dengan jambangan
arak di tangannya, sedang menggempur genta di toathian
itu. Dia menyerang beberapa kali, sampai
jambangan perunggu itu retak.
“Citmoay, mari kita maju lebih dahulu!” Ho Po Kie
teiaki adiknya. Ia dan adiknya itu memang yang paling
aseran diantara Cit Koay. Ia pun lantas tarik Kim-liongpian-
cambuk Naga Emas, dari pinggangnya, dengan
sabetan “Naga hitam menggoyang ekor”, dia mencoba
melilit lengan si imam yang memegang jambangan.
Di pihak lain Han Siauw Eng sudah hunus
pedangnya, yang tajam mengkilap, dengan itu ia
lompat menikam bebokong imam itu.
Diserang dari depan dan belakang, Khu Cie Kee
tidak menjadi gugup. dengan satu gerakan tangan
kanannya, ia membuat terbitnya suatu suara nyaring.
Cambuk Naga Emas bukannya melilit tangan, hanya
menghajar jambangan perunggu itu. Berbareng
dengan itu, dengan satu egosan tubuh, si imam juga
bebaskan diri dari ujung pedangnya si nona. Lincah
sekali caranya ia berkelit.
Siauw Eng menjadi penasaran, ia ulangi
serangannya, beruntun beberapa kali. Ia kembali
gagal.
Cepat sekali Khu Cie Kee ketahui ilmu silat pedang
si nona.
Di jaman dahulu, negeri Gouw bermusuh dengan
negeri Wat. Untuk dapat menelan negeri Gouw itu,
Raja Wat, yang bernama Kouw Cian, melatih keuletan
diri dengan tidur sambil mencicipi nyali yang pahit.
Sayang untuknya, ia mesti menghadapi Ngow Cu Sih,
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
panglima sangat tangguh dari negeri Gouw itu, yang
pandai sekali mengatur tentera. Ia menjadi sangat
tidak puas dan berduka. Pada suatu hari ia
kedatangan satu gadis yang cantik, yang pandai ilmu
silat pedang. Ia menjadi sangat girang, ia minta si
gadis ajari ia ilmu silat itu. Kali ini ia berhasil, negeri
Gouw dapat dimusnahkan. Kota Kee-hin adalah tapal
batas kedua negeri Gouw dan Wat itu, di situ kedua
negara biasa berperang. Oleh karena disitulah tersiar
luas perihal ilmu pedangnya si gadis Wat itu, yang
sekarang dipunyai Han Siauw Eng. Ilmu silat itu
asalnya tigapuluh enam jurus, di tangan nona Han, ia
perbaiki, ditambah hingga menjadi empatpuluh
sembilan jurus. Penambahan ini penting untuk si nona,
karena ia berkecimpung di dunia kang-ouw -Sungai
Telaga – sedang raja Wat pakai ilmu itu dalam
peperangan, untuk membinasakan panglima dan
merubuhkan kuda perang. Oleh karenanya, orang
kang-ouw juluki si nona Wat Lie Kiam – Akhli pednag
Gadis Wat –
Begitu lekas mengenali ilmu silatnya si nona, sambil
di lain pihak melayani Han Po Kie, Tiang Cun Cu
mendesak Siauw Eng, hendak ia merampas pedang si
nona. Karena ini ia membuat si nona Han menjadi
repot, beberapa kali Han Siauw Eng menghindari
nacaman bahaya, sampai ia terdsak mundur ke
tepinya patung Buddha.
Mendapatkan adik angkatnya terancam bahaya,
Lam Han Jin dan Thio A Seng maju dengan
berbareng, yang satu geraki pikulannya yang istimewa,
yang lain mainkan “golok jagalnya” yang ujungnya
lancip. Sikap kedua saudara ini sangat berbeda satu
sama lain. Kalau Lam San Ciauw-cu si Tukang Kayu
dari Gunung Selatan bungkam mulutnya, Siauw Mie
To si Buddha tertawa terus-terusan mengoceh tidak
karuan juntrungannya, hingga Khu Cie Kee tak ketahui
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
apa yang diucapkannya.
Segera si imam serang tukang pentang bacot itu.
tangan kirinya yang menyambar. A Seng berkelit
seraya melengak, ia tidak menyangka orang akali
padanya. Justru ia melengak itu, kakinya Cie Kee
melayang, tepat mengenai lengannya. Tidak ampun
lagi, goloknya terlepas dan melayang. Tendangan itu
mendatangkan rasa sakit dan akget. Walaupun begitu,
sebagai jago ia tidak menghiraukan pedangnya yang
terbang malah membarengi itu, ia membalas
menyerang dengan tangan kirinya, setelah ia
menganca, dengan tangan kanan! Sebab sebat sekali,
ia sudah lantas pernahkan diri.
“Bagus!” Tiang Cun Cu puji lawannya ini. Ia berkelit
untuk serangan membalas sambil berkelit, ia
mengatakannya: “Sayang! Sayang!”
“Eh, sayang! Sayang apanya?!” tegaskan Siauw
Mie To
“Sayang ilmu silatmu yang sempurna ini!” sahut Cie
Kee sambil ia layani terus musuh-musuhnya. “Kau
begini lihay tetapi kau rendahkan dirimu dengan jalan
menakluk kepada musuh negara!”
“Hai, imam bangsat, kau ngaco belo!” mendamprat
A Seng sangking murkanya. Mana ia mau mengerti
dikatakan menakluk pada musuh, dalam hal ini, musuh
bangsa Kim. Beruntun tiga kali, ia menyerang
lawannya.
Cie Kee melawan sambil berkelit, akan tetapi untuk
dua serangan yang belakangan, ia menangkis dengan
jambangannya. Atau lebih benar, ia pasang
jambangan itu sebagai sasaran, maka dua kali
kepalannya A seng membuatanya jambangan itu
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
bersuara nyaring.
Biauw Ciu Sie-seng merasa tidak enak karena
berempat mereka mengepung, nyatanya mereka
berada di bawah angin. Menampak demikian Coan
Kim Hoat tapinya menjadi penasaran, dengan memberi
tanda kepada kakaknya yang kedua, ia lompat
menerjang, diturut oleh kakak angkatnya itu. Keduanya
maju dari samping.
Genggamannya Lauw-sie In Hiap adalah sebatang
bacin, yaitu alat peranti menimbangan barang, maka
itu senjata bisa dipakai berbareng sebagai toya,
gaetan dan gembolan, sedang Biauw Ciu Sie-seng si
Mahasiswa Tangan Lihay, yang pandai ilmu menotok,
dengan kipasnya senantiasa mencari jalan darah
lawannya.
Khu Cie Kee tidak peduli ia dikepung berenam, ia
tetap mainkan jambangannya sebagai senjata, sebagai
tameng, karena dengan itu ia lebih banyak membela
dirinya. Untuk membalas menyerang, ia pakai tangan
kirinya yang bebas yang tidak bersenjatakan apa juga.
Ciauw Bok Taysu menjadi bergelisah menyaksikan
jalannya pertempuran itu yang makin lama jadi makin
hebat. Dia akhirnya tidak dapat bersabar lagi.
“Tahan! Tahan!” ia berseru-seru. “Tuan-tuan tahan!
Dengar, hendak aku bicara!”
Dalam waktu pertempuran yang hebat itu, tidak ada
orang yang sudi dengar cegahannya itu. Malah Khu
Cie Kee perdengarkan seruannya: “Kawanan
pengkhianat tidak tahu malu, lihat!” Dan lantas ia
mendesak dengan serangan tangan kirinya, dengan
jari-jari tangan terbuka, juga dengan kepalan. Satu
serangannya yang mengancam Thio A Seng hebat
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
sekali, sebab Siauw Mie To tengan terdesak.
“Totiang, jangan turunkan tangan kejam!” Ciauw
Bok Taysu berseru dalam kegelisahannya yang hebat.
Ia merasa A Seng tidak akan luput dari bahaya.
Cie Kee memang menyerang dengan hebat sekali.
Ia lihat ia dikepung berenam, ia merasa bahwa ia telah
mesti menggunai tenaga banyak. Disana masih ada
dua musuh segar Kwa Tin OK dan Ciauw Bok Taysu –
inilah berbahaya untuknya. Jikalau mereka ini meluruk
juga? Dari itu, ingin ia lekas-lekas menyudahi
pertempuran itu. Ia khwatir juga, lama-lama nanti ia
kalah ulet.
Thio A Seng ada punya ilmu kedot, ialah tubuhnya
tidak mempan senjata tajam. Kekebalannya itu
ditambah sama tenaganya yang besar, karena ia biasa
berlatih mengadu tenaga dengan kerbau – sudah
dagingnya keras dan kulitnya pun tebal. Maka itu,
menampak ancaman bahaya, ia manjadi nekat.
“Biarlah!” dia berseru, dan ia sambuti serangannya
si imam untuk keras lawan keras. Tapi ia salah
menaksir ketangguhannya sendiri. Di antara satu
suara keras, lengannya itu terhajar patah tangannya
Khu Cie Kee.
Cu Cong kaget bukan kepalang, ia berlompat
menotok jalan darah soan-kie-hiat dari Tiang Cu Cu.
Totokan ini bukan untuk menolongi Thio A Seng, yang
telah menjadi korban, hanya guna mencegah si imam
ulangi serangannya yang lihay itu.
Khu Cie Kee memang tidak berhenti sampai disitu.
Rupanya ia anggap belum cukup dengan korban Thio
A Seng itu. Dengan tidak kurang bengisnya, ia ulangi
serangan-serangannya yang dikhawatirkan Biauw Ciu
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Sie-seng.
Segera juga terdengar jeritannya Coan Kim Hoat.
Batu dacinnya Lauw-sie In Hiap telah kena disambar
oleh si imam, dacin itu terus ditarik dengan keras.
Tidak dapat Kim Hoat pertahankan diri, kuda-kudanya
gempur, tubuhnya terbetot. Menyusul tarikannya itu,
Khu Cie Kee ayun terus tangan kirinya, guna menhajar
batok kepala lawannya itu. Untuk cegah Lam Hie Jin
dan Cu Cong, yang berada paling dekat, ia tolak
jambangannya ke arah mereka itu.
Han Po Kie dan Han Siauw Eng kaget tidak terkira.
Kim Hoat itu adalah saudara angkat mereka. Yang
mereka sayangi sebagai saudara betul. Keduanya
apungi tubuh mereka, untuk hampiri si imam, yang
mereka terjang dengan berbareng. Cuma ini jalan
untuk tolongi saudara angkat mereka itu.
Mau tidak mau, Khu Cie Kee mesti berkelit. Atas itu,
Coan Kim Hoat lompat melejit. Ia lolos dari gempuran
kepada batok kepalanya, ia mandi keringat. Mesti
begitu, ia tidak lolos seluruhnya. Selagi melejit, kakinya
si imam kena sambar pinggangnya, hingga ia lantas
saja rubuh terguling, tidak dapat lantas bangun.
Ciauw Bok Taysu lihat keadaan hebat, ia tidak
dapat tinggal peluk tanagn terlebih lama pula,
meskipun sebenarnya ia tidak menghendaki
pertempuran, ia sungkan turun tangan. Begitulah ia
maju denagn sepotong kayunya yang mirip ruyung,
yang ujungnya hitam hangus. Ia menotok ke bawah
ketiak.
“Dia ahli menotok, dia lihay,” pikir Khu Cie Kee,
yang berkelit, setelah mana, ia juga layani paderi itu.
Setelah turun tangannya paderi itu, Kwa Tin Ok
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
tidak dapat berdiam terlebih lama lagi. Ia buta tetapi ia
tahu dua saudaranya telah rubuh, adiknya yang kelima
dan yang keenam. Ia perhatikan suara anginnya, suara
beradunya setiap senjata. Di saat ia hendak gerakkan
tongkat besinya, Coan Kim Hoat teriaki dia: “Toako,
kau gunai thie-leng! Hajar dulu kedudukan cin, lalu
kedudukan siauw-ko!”
Menyusul anjuran itu, dua rupa senjata rahasia
menyambar sar! ser! kearah si imam. Yang satu
menuju ke alis dan yang lain ke paha kanan sebelah
dalam.
Cie Kee terkejut. “Dia hebat sekali!” pikirnya. “Dia
buta tetapi dia bisa mengincar dengan tepat.
Sebenarnya ada sulit walaupun ada orang luar yang
memberi petunjuk menurut garis-garus patkwa…”
Ia lihat datangnya dua serangan itu, ia menangkis
dengan jambangannya, maka setelah suara ting-tong,
kedua senjata rahasia itu – thie-leng, atau lengkak besi
– jatuh ke lantai.
Thie-leng adalah senkata rahasianya Hui Thian
Pian-hok, mirip lengkak tetapi ujung tajamnya ada
empat.
Coan Kim Hoat sudah berseru-seru pula: “Hajar
tionghu, hajar lie! Bagus, bagus! Sekarang serang
beng-ie!” Setiap kali ia berseru, setiap kali juga lengkak
besi dari Kwa Tin Ok menyambar. Maka sebentar saja
belasan lengkak telah membuatnya Cie Kee terpaksa
main mundur saja. Imam ini lihay, biar ia tidak terluka,
dia toh tidak kalah, ia melainkan tidak sempat
membalas menyerang. Sebagai seorang yang cerdik
dan gesit, ia dapat bersedia setiap kali Kom Hoat
perdengarkan petunjuknya.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Lauw-sie In Hiap sendiri terancam lukanya, ia dapat
menunjuki sasaran kepada toakonya, tetapi semakin
lama, suaranya makin lemah, makin perlahan, pada itu
tercampur rintihan juga, dan beda dengan dia adalah
Thio A Seng, tidak terdengar suaranya sama sekali,
hingga orang tidak tahu dia masih hidup atau sudah
mati…
“Serang! Serang!” Coan Kim Hoat masih bersuara
lagi. “Hajar tongjin…!”
Yang terakhir ini Kwa Tin Ok tidak turuti tetap
sasarannya Kim Hoat itu. Ia juga tidak gunai satu-satu
biji lengkak sebagaimana bermula tadi. Sekarang ia
menimpuk berbareng dengan empat buah senjata
rahasianya itu. Bukan anggota tongjin yang ia incar,
hanya kedua bagian kiri dan kanan dari tongjin itu. Di
kanan ialah bagian ciat dan sun, dan di kiri, bagian
hong dan lie.
Berbareng dengan itu, Ciauw Bok Taysu dan Han
Siauw Eng menyerang dari kanan. Kalut kedudukan
mereka, semua sebab hampir berbareng, Cie Kee pun
berkelit dari anggota tongjin sebagaimana diteriaki Kim
Hoat. Karena itu dengan berbareng dua orang
perdengaran jeritan kaget. Jeritan itu menandakan
adanya dua korban!
Jitu serangan Tin Ok kali ini, Cie Kee terlalu
perhatikan tongjin, ia kena tertipu si buta, yang
menyerang ke lain jurusan. Ia tidak lolos dari semua
empat lengkak, yang satu mengenai pundak
kanannya, hingga ia menjadi kaget dan menjerit
karenanya.
Jeritan yang lain dikeluarkan oleh Han Siauw Eng.
Selagi nona ini maju menyerang, lengkak yang
mengarah bagian sun tepat mengenai pundaknya
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
tanpa ia ketahui atau dapat berdaya mengelakkannya.
Kwa Tin Ok kaget berbareng girang. “Citmoay,
lekas kemari!” ia memanggil. Ia tahu, lengkaknya
sudah nyasar di tubuh adik bungsunya itu. Inilah yang
membikin ia kaget. Ia girang sebab ia dengar suaranya
si imam.
Han Siauw Eng tahu senjata rahasia kakaknya ada
racunnya, benar sementara itu ia cuma merasai sakit
sedikit, lama-lama sang racun akan bekerja
mencelakai ia, justru ia lagi ketakutan, ia dengar
teriakannya kakak itu, tanpa sangsi lagi, ia lari kepada
itu kakak.
“Toako!” ia memanggil.
Tin Ok lantas rogoh sakunya, ia keluarkan sebutir
pil kuning, dengan lantas ia jejalkan itu ke mulut
adiknya. “Lekas kau rebahkan diri di taman belakang,
di tanah!” kakak ini beri petunjuk. “Kau tidak boleh
bergerak sedikit juga. Kau mesti tunggu sampai aku
datang untuk mengobati!”
Sebenarnya Siauw Eng keras kepala, tetapi ia
dengar kata, ia terus lari ke belakang.
“Jangan lari, jangan lari!” Tin Ok teriaki, “Tenangi
hati, jalan perlahan-lahan saja!”
Siauw Eng mendusin, ia lantas damprat dirinya
sendiri. Siapa terkena senjata rahasia yang beracun
itu, dia tidak boleh keluarkan tenaga, racun bisa
mengikuti jalan darah segera menyerang ke ulu hati,
kalau sampai itu terjadi, maka tidak ada obat lagi untuk
menolong. Maka ia lantas berjalan dengan berpalahn
tetapi tetap.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Cie Kee terkena senjata rahasia, ia tidak perhatikan
itu, ia baru sadar kapan ia dengar teriakannya Tin Ok
kepada Siauw Eng, yang dilarang lari. Justru itu, ia
merasakan pundaknya sedikit kebas. Lantas ia
menduga bahwa senajata rahasia itu ada racunnya.
Niscaya sekali ia menginsyafi bahaya yang
mengancam dirinya. Karena ini ia lantas tak berani
melanjuti pertempuran itu. Dengan tiba-tiba ia rangsak
Lam Hie Jin, muka siapa ia hajar.
Lam San Ciauw-cu lihat bahaya datang, ia tidak
mau singkirkan diri, sambil pasang kuda-kudanya, ia
lintangi pikulannya di depan mukanya. Itulah gerak
“Tiat so heng kang” atau “ Rantai besi dilintagi di
sungai”. Dengan senjatanya itu hendak ia sambut
pukulan musuh.
Khu Cie Kee tahu maksudnya lawan itu, ia tidak
batalkan serangannya, ia melangsungkannya. Maka
pikulannya Hie Jin kena terhajar, begitu jeras, hingga
tubuhnya si Tukang Kayu dari Gunung Selatan
menjadi tergetar dan kedua tangannya dirasakan
sangat sakit. Sebab telapakan tangannya pecah dan
mengeluarkan darah, hingga genggamannya terlepas
dan jatuh ke lantai. Tidak begitu saja, akibat lainnya
menyusul. Hie Jin lantas merasa tubuhnya enteng,
kedua matanya kabur, mulutnya manis, terus ia
muntahkan darah hidup!
Cie Kee telah dapat melukakan lawan yang
menghalangi ia, ia sendiri pun rasai pundaknya
semakin kebas dan kaku. Sekarang ia merasakan
bahwa jambangan di tangannya itu menjadi berat. Ia
jadi berkhawatir. Maka sambil membentak keras, ia
menyapu kepada Han Po Kie yang maju untuk serang
padanya.
Si cebol lari berkelit.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
“Ke mana kau hendak lari?!” bentak Tiang Cun Cu
yang terus tolak tangan kanannya, sekalian diputar,
dikasih turun. Dengan begitu, jambangannya jadi
menungkrap dari atas, menyambar si cebol itu, selagi
dia ini belum tiba di lantai, sehingga ia tidak bisa
berkelit. Untuk tolong diri, ia pengkeratkan tubuhnya.
Ketika mulut jambangan tiba di lantai, si cebol kena
ketutup!
Setelah itu Cie Kee lepaskan tangannya dari
jambangan itu, sebaliknya, ia hunus pedangnya. Ia
lantas lompat mencelat ke arah genta, untuk
membabat rantai gantungannya, berbareng tangan
kirinya menolak tubuh genta itu yang beratnya
mungkin ratusan seribu kati. begitu rantai putus, genta
jatuh menimpa jambangan, kerena mana meski ia
bertenaga besar, Han Po Kie tidak sempat berdaya
untuk membalikkan jambangan itu, untuk keluar dari
kurungan.
Sementara itu pucat mukanya Khu Cie Kee,
peluhnya lantas turun menetes.
“Lekas lemparkan pedangmu, menyerah!” Kwa Tin
Ok teriaki lawan itu. Berayal sedikit saja, jiwamu bakal
tidak tertolong!”
Si buta ini merasa pasti mengenai lawannya itu.
Cie Kee tidak mau serahkan diri. Ia percaya,
menyerah berarti celaka. Maka ia putar pedangnya, ia
mau membuka jalan. Tapi Tin Ok dan Cu Cong
merintangi padanya.
Bab 6. Pengejaran
Tidak ada jalan lain, Cie Kee terjang musuhnya, si
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
buta itu, ujung pedangnya menikam ke arah muka. Tin
Ok dengar anginnya senjata, ia menangkis. Keras
kedua senjata beradu, lalu Cie Kee menjadi kaget
sekali. Dia hampir membikin terlepas pedangnya.
“Lihay tenaga dalam si buta ini! Mungkinkah ia
melebihi aku?“ pikirnya. Ia penasaran, maka lagi
sekali, ia menikam. Kali ini, ia insyaf kenapa ia kalah
kuat. Nyatanya luka di pundaknya itu menyebabkan
tenaganya jadi berkurang hingga separuhnya. Oleh
karena ini, ia lantas pindahkan pedangnya ke tangan
kiri. Dengan tangan kiri ini, ia bersilat dengan ilmu
silatnya “Kie Siang Kim-hoat” atau “Melukai Semua”.
Inilah ilmu silat yang sejak ia yakinkan belum pernah ia
pakai untuk melawan musuh. Dengan menggunai ini ia
telah menjadi nekat. Dengan ini, di sebelah musuh ia
sendiri pun bisa celaka. dengan “melukai semua”
hendak diartikan “mati bersama”.
Segera juga Kwa Tin Ok, Cu Cong dan Ciauw Bok
terarah semua bagian tubuhnya yang berbahaya.
Maka repotlah mereka membuat perlawanan. Sejak
turun gunung, Cie Kee belum pernah menemui lawan
setimpal, inilah pertama kalinya. Tidak peduli
tenaganya kurang, dengan berlaku nekat ia tetap
berbahaya..
Baharu belasan jurus paha Tin Ok telah tertikam
pedang.
“Kwa Toako, Cu Jieko, biarkan si imam berlalu!”
berseru Ciauw Bok Taysu.
Paderi ini lihat ancaman bahaya, ia memikir untuk
mengalah tetapi justru ia serukan kawannya, ujung
pedang Cie Kee mengenai iga kanannya hingga ia
kaget dan menjerit, tubuhnya rubuh seketika!
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
“Imam anjing!” Cu Cong mencaci. “Imam bangsat!
Racun ditubuhmu telah menyerang hatimu! Kau
tikamlah pula tiga kali!”
Bangkit kumisnya si imam, mendelik sepasang
matanya, tanpa bilang suatu apa, ia melompat kepada
Manusia Aneh yang kedua itu. Cu Cong tidak
melayani, ia hanya berlari-lari berputaran di pendopo
kuil.
Sembari berlari, Cie Kee insyaf bahwa tak dapat ia
menyandak lawan itu. Ia pun mulai terhuyung. Maka
sambil menghela napas, ia berhenti mengejar. Tibatiba
ia rasai matanya kabur, lekas-lekas ia pusatkan
semangatnya. Sekarang ia baru ingat untuk angkat
kaki saja. tetapi terlambat. Mendadak bebokongnya
mengasi dengar suara keras! Ia merasa sakit sekali,
tubuhnya pun terhuyung!
Cu Cong yang cerdik itu telah timpuk imam itu
dengan sepatunya, cukup keras timpukannya itu. Cie
Kee merasai pikirannya kacau tetapi kembali ia
memusatkannya. Justru itu, batok kepalanya telah
terpukul keras. Kali ini Cu Cong menimpuk dengan
bok-hie, itu tambur teroktok peranti mambaca doa.
“Sudah, sudah, hari ini Tiang Cun Cu mesti
terbinasa di tangannya bangsat-bangsat licik…” ia
mengeluh. Ia menahan sakit, ia melompat ke depan,
akan tetapi ketika kakinya menyentuh tanah, kedua
kakinya itu lemas, tubuhnya terus terguling!
“Bekuk dia dulu, baru kita bicara!” berseru Cu Cong.
Ia dekati imam itu, yang rebah diam saja. Ia geraki
kipasnya untuk menotok jalan darah di dada si imam.
Tiba-tiba ia lihat tangan kiri Cie Kee bergerak, ia kaget.
Ia menginsyafi bahaya, dengan cepat ia menangkis
dengan tangan kanannya. Tidak urung, ia merasakan
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
dorongan suatu tenaga keras sekali, tubuhnya
terpental ke belakang, belum lagi tubuh itu tiba di
tanah, ia sudah muntahkan darah hidup!
Cie Kee telah gunai tenaganya yang terakhir untuk
serang lawannya itu.
Paderi-paderi dari Hoat Hoa Sian Sie tidak mengerti
ilmu silat, mereka juga tidak tahu bahwa guru mereka
mengerti ilmu itu, dari itu selama pertempuran
mengambil tempat, mereka semua pada sembunyikan
diri. Sampai keadaan sunyi, baru mereka keluar dari
tempat persembunyian mereka, akan saksikan segala
apa kacau dan orang rebah di sana sini, darah pun
berhamburan. Mereka jadi ketakutan, mereka lantas
pergi mencari Toan Thian Tek.
Orang she Toan itu terus sembunyi di dalam ruang
dalam tanah, takutnya bukan main. Tempo ia
diberitahu orang telah pada rubuh semua, ia masih
khawatirkan tidak ada Khu Cie Kee di antara korbankorban
itu. Ia suruh dulu sat kacung paderi untuk
melihatnya, kemudian barulah ia keluar, hatinya lega.
Ia telah diberitahu si imam lagi rebah diam dengan
kedua mata tertutup.
Dengan tarik tangan Lie Peng, Thian Tek pergi
cepat-cepat ke pendopo. Ia lantas hampirkan Cie Kee,
tubuh siapa dia dupak.
Imam itu masih belum putus jiwanya, ia bernapas
berlahan sekali.
Thian Tek cabut goloknya. “Imam bangsat, kau
kejar aku hingga aku bersengsara, sekarang hendak
aku kirim kau pulang ke Langit Barat!” ia kata, lalu ia
ayunkan goloknya.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
“Jangan….jangan bunuh dia…!” berseru Ciauw Bok
Taysu, tapi suaranya sangat lemah. Ia rebah dengan
terluka parah tapi ia dapat lihat perbuatan si
keponakan murid.
“Kenapa?” Thian Tek tanya.
“Dia adalah satu imam yang baik…” sahut Ciauw
Bok. “Dia Cuma berhati keras… Di sini telah terbit
salah mengerti…”
“Orang baik apa!” kata Thian Tek. “Dia perlu
dibunuh dulu…!”
Ciauw Bok menjadi gusar. “Kau tidak mau dengar
perkataanku?!” dia membentak. “Letaki golokmu…!”
Thian Tek tertawa tergelak. “Kau ingin aku meletaki
golokku? Hahaha!” ia tertawa mengejek. Ia ayunkan
pula goloknya, ia arahkan ke kepalanya si imam.
Dengan mendadak Lie Peng berteriak. “Kau…kau
hendak lagi membunuh orang!” tanyanya.
Ciauw Bok Taysu juga gusar bukan main, dengan
sisa tenaganya ia timpuk Thian Tek dengan sepotong
kayu di tangannya.
Thian Tek berkelit tetapi ia terlambat, mukanya
kena terhajar hingga rontok ziga buah giginya. Ia
merasakan sangat sakit, ia jadi kalap, tanpa ingat
budinya Ciauw Bok, ia lantas menyerang.
Di situ ada beberapa kacung paderi, mereka ini
kaget. Satu kacung langsung tubruk Thian Tek untuk
tarik lengannya, yang lainnya mengigit. Thian Tek
gusar bukan kepalang, dengan kejam, dengan dua
bacokan ia bikin kedua kacung itu rubuh.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Tiang Cun Cun, Ciauw Bok dan Kanglam Cit Koay
adalah orang-orang yang lihay, akan tetapi di saat
seperti ini, justru jiwa mereka sendiri terancam bahaya,
mereka Cuma bisa membuka mata menyaksikan
kejadian hebat itu.
Lie Peng berteriak-teriak pula: “Hai, manusia jahat,
tahan!”
Tidak ada orang yang kenali Lie Peng, walaupun
suaranya nyaring. Ini nyonya tetap mengenakan
seragam, orang sangka ia adalah serdadu
sebawahannya Thian Tek. Cuma Tin Ok, walaupun ia
buta, mendengar suara orang, dia tahu pasti orang
adalah seorang wanita. Maka itu sembari menghela
napas, dia berkata: “ Ciauw Bok Hweshio, kami semua
telah kau aniaya! Benar saja di dalam kuilmu ini kau
ada sembunyikan orang perempuan….!”
Ciauw Bok terkejut, hatinya mencekat. Ia bukannya
seorang tolol, segera ia pun sadar. Maka itu bukan
main menyesalnya ia untuk kealpaannya itu.
“Binatang ini telah jual aku, dia membikin aku
mencelakai sahabat-sahabatku,” katanya dalam hati.
Hampir ia pingsan saking kerasnya ia melawan
kemendongkolannya. Ia kerahkan tenaganya dengan
kedua tangannya menekan lantai, ia lompat kepada
Thian Tek.
Orang she Toan itu tidak menangkis, dia hanya
menyingkir sambil egos tubuhnya.
Tubuh paderi itu lewat terus, dengan cepat, tepat
mengenai tiang pendopo, maka tubuhnya rubuh
dengan kepala pecah, tubuh itu tidak berkutik lagi.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Toan Thian Tek kaget, hatinya menjadi ciut, dari itu
dengan sambar tangannya Lie Peng, ia lari keluar kuil.
“Tolong! Tolong!” Lie Peng berteriak-teriak. “Tidak,
aku tidak mau pergi….!”
Tapi ia ditarik terus, hingga suaranya tidak
terdengar lagi.
Kuil itu menjadi berisik, semua paderi menangis
karena kebinasaan guru mereka. Mereka pun menjadi
repot, akan tolongi orang-orang yang terluka, guna
pindahkan mayat. Selagi mereka bekerja, tiba-tiba
mereka dengar suara apa-apa dari arah genta, hingga
mereka kaget. Kemudian belasan paderi itu
menggunai dadung, akan tarik genta itu untuk dibikin
terbalik, setelah mana mereka dapatkan satu tubuh
tergelumuk menggelinding keluar. Mereka kaget,
mereka lari serabutan.
Tubuh bergelumbuk itu sudah lantas lompat
bangun, ia mengeluarkan napas lega. Ia bukan lain
daripada Ma Ong Sin Han Po Kie yang tadi kena
ditungkrap Khu Cie Kee, hingga ia tak mampu keluar
dari jambangan dan genta itu. Ia heran dan kaget
saksikan pendopo itu, hingga ia berkoak-koak.
Kwa Tin Ok masih sadar walaupun ia terluka, ia
panggil Po Kie, untuk sabarkan padanya. Ia pun
keluarkan obatnya untuk suruh satu paderi pergi obat
Khu Cie Kee dan Han Siauw Eng, ia sendiri memberi
keterangan pada Po Kie perihal jalannya pertempuran,
tentang Toan Thian Tek dan si wanita yang menyamar
sebagai serdadu.
“Nanti aku susul dia!” teriak Po Kie sangkin
gusarnya.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
“Jangan!” Tin Ok mencegah. “Nanti ada ketikanya
untuk menghukum dia, sekarang kau perlu rawat dulu
saudara-saudaramu yang terluka.”
Po Kie dapat dibikin sadar.
Cu Cong dan Lam Hie Jin adalah yang terluka
paling parah. Thio A Seng patah lengannya, setelah
pingsan, ia sadar, ia tidak terancam bahaya.
Po Kie lantaa rawat semua saudaranya itu.
Paderi pengurus dari Hoat Hoa Sian Sie telah
bekerja, disatu pihak ia ajukan pengaduan kepada
pembesar negeri, di lain pihak ia kirim kabar pada
Kouw Bok Taysu di Kong Hauw Sie, Hangciu.
Jenazahnya Ciauw Bok Taysu pun lantas diurus.
Selang beberapa hari, Cie Kee dan Siauw Eng telah
dapat ditolong dari racun. Cie Kee mengerti ilmu obatobatan,
ia lantas obati Tin Ok semua, ia pun uruti
mereka, hingga selang beberapa hari, semuanya telah
dapat bangun dari pembaringan.
Pada suatu hari, semua orang duduk berkumpul
dengan dirundung kemasgulan hingga mereka pada
berdiam saja. Mereka menyesal sekali sudah jadi
korbannya Toan Thian Tek, hingga Ciauw Bok Taysu
menjadi korban.
“Totiang, bagaimana sekarang?” Siauw Eng tanya
Khu Cie Kee. Ia memangnya polos. “Totiang
berkenamaan dan kami pun bukannya orang-orang
yang masih hijau, kita sekarang rubuh di tangannya
satu kurcaci, apa kata kaum kang-ouw bila peristiwa
disini sampai tersiar? Tidakkah itu sangat memalukan?
Tolong Totiang tunjuki kami bagaimana kami harus
berbuat.”
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
“Kwa Toako, kau saja yang bicara,” kata Cie Kee
menyahuti si nona. Ia sendiri pun bukan main masgul,
menyesal dan mendongkolnya. Ia merasakan
kesembronoannya. Coba ia tidak turuti hawa
amarahnya dan berbicara dengan tenang sama Ciauw
Bok, peristiwa celaka itu pasti dapat dicegah.
Tin Ok tertawa dingin. Ia memang aneh tabiatnya.
Ia malu sekali yang ia bertujuh saudara kena dikalahi
Cie Kee, terutama dirinya sendiri, yang kena ditikam
kakinya hingga tak dapat dia berjalan dengan leluasa.
“Totiang biasa malang melintang, mana kau melihat
mata kepada kami!” katanya tawar, “ Tentang ini untuk
apa kau menanya pula kami…”
Cie Kee tahu orang masih mendongkol, ia lantas
bangkit berbnagkit untuk menjura kepada tujuh
saudara itu. “Pinto sangat menyesal, aku mohon
maaf,” dia bilang.
Cu Cong semua membalas hormat, Cuma Tin Ok
yang diam saja, ia berpura-pura tidak tahu.
“Segala urusan kaum kang-ouw, kami tidak ada
muka untuk mencampuri tahu lagi,” kata ini ketua
Kanglam Cit Koay. “Selanjutnya kami akan berdiam di
sini, untuk menangkap ikan atau mencari kayu. Asal
Totiang tidak mengganggu kami, kami akan melewati
sisa hidup kami…”
Mukanya Cie Kee menjadi merah, ia jengah hingga
tak dapat ia membuka mulutnya. Selang sesaat baru ia
dapat bicara.
“Aku telah menerbitkan malapetaka, lain kali tak
nanti aku datang kemari untuk membuat onar pula,”
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
katanya seraya berbangkit. “Tentang sakit hatinya
Ciauw Bok Taysu serahkan itu padaku, dengan
tanganku sendiri, akan aku bunuh jahanaman itu!
Sekarang aku mohon diri…”
Ia menjura pula, lantas ia ngeloyor keluar.
“Tahan!” Tin Ok berseru.
Imam itu memutar tubuhnya. “Kwa Toako hendak
menitah apa?” ia tanya. Tetap ia sadar.
“Kau telah lukakan parah saudara-saudaraku ini,
apakah itu cukup dengan hanya kata-katamu
barusan?” tanya Tin Ok.
“Habis Kwa Toako memikir bagaimana?”
menegaskan Cie Kee. “Apa saja yang tenagaku dapat
kerjakan, suka aku menuruti titahmu.”
“Tak sanggup aku menelan peristiwa ini,” Tin Ok
bilang. “Aku masih ingin menerima pengajaran dari
Totiang!”
Kanglam Cit Koay gemar melakukan amal akan
tetapi mereka berkepala besar, sepak terjang mereka
biasanya luar biasa, kalau tidak, tidak nanti mereka
disebut “Cit Koay” – tujuh Manusia Aneh. Mereka
semua lihay, jumlah mereka pun banyak – bertujuh –
dari itu, orang malui mereka. Mereka sendiri belum
pernah nampak kegagalan, malah dengan pernah
mengalahkan seratus lebih jago Hoay Yang Pang,
nama mereka jadi menggemparkan dunia Kang-ouw.
Sekarang mereka kalah di tangan Khu Cie Kee satu
orang, bagaimana mereka tidak menjadi penasaran?
Cie Kee terkejut. “Pinto telah terkena senjata
rahasiamu, Kwa Toako,” kata ia, tetap tenang. “Tanpa
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
pertolonganmu, pasti sekarang aku telah berada di
Negara Setan. Di dalam urusan kita ini, walaupun
benar pinto telah lukai kamu, kenyataannya adalah
pinto telah rubuh, maka itu pinto menyerah kalah…”
“Kalau begitu, letaki pedang di bebokongmu itu!”
bentak Tin Ok. “Dengan meninggalkan pedangmu,
suka aku melepas kau pergi!”
Bukan main mendongkolnya Cie Kee, di dalam hati
ia berkata: “Aku telah beri muka kepada kamu, aku
telah menghanturkan maaf dan mengaku kalah,
kenapa kamu masih merasa belum cukup?” Ia lantas
menjawab: “Pedang ini adalah alat pembela diriku,
sama saja dengan tongkat Kwa Toako…”
Tin Ok tapi tetap murka. “Kau pandang entang
kakiku pengkor?!” ia membentak.
“Pinto tidak berani,” sahut si imam itu.
Dalam murkanya, Tin Ok bilang: “sekarang kita
sama-sama terluka, sulit untuk kita bertempur lagi,
maka itu baiklah lain tahun pada hari ini, aku minta
totiang membuat pertemuan pula di Cui Siang Lauw!”
Cie Kee mengerutkan keningnya. Ia sangat masgul.
Ia tahu Cit Koay bukan orang busuk, tak dapat ia
layani mereka. Bagaimana ia bisa loloskan diri dari
mereka itu? Pula ada sulit untuk melayani mereka
bertempur pada lain tahun. Ia bersendirian dan mereka
bertujuh. Mungkin sekali, selama tempo satu tahun,
mereka itu akan tambah kepandaiannya. Ia pun bisa
berlatih diri tapi barangkali sukar untuk beroleh
kemajuan. Ia terus berpikir, sampai ia dapat satu
pikiran.
“Tuan-tuan, kamu hendak adu kepandaian yang
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
memutuskan denganku, tidak ada halangannya,” ia
berkata. “Hanya untuk itu, syaratnya haruslah pinto
yang menetapkannya. Kalau tidak, pinto suka
menyerah kalah saja.”
Han Po Kie bersama Siauw Aeng dan A Seng
bnagkit berdiri, dan CU Cong dan lainnya yang terluka
mengangkat kepalanya dari pembaringan. Hampir
berbareng mereka itu kata: “Kalau Kanglam Cit Koay
bertaruh selamanya adalah pihak sana yang memilih
tempat dan waktunya!”
Cie Kee tersenyum dapatkan orang demikian gemar
menang sendiri.
“Apakah kamu suka terima syarat apapun?” dia
tanya.
Cu Cong dan Coan Kim Hoat adalah yang tercerdik
di antara saudara-saudaranya, mereka tidak jeri.
“Kau sebutkan saja syaratmu!” kata mereka. Di
dalam hatinya mereka berkata: “Tidak peduli kau pakai
akal licin apa juga, mustahil kami nanti kalah…”
“Kata-katanya satu kuncu?” berkata imam itu.
“Sama cepatnya dengan satu cambukan kuda!”
sahut Siauw Eng lantas.
Kwa Tin Ok masih sedang memikir ketika Khu Cie
Kee berkata pula: “Mengenai syaratku ini, masih tetap
berlaku kata-kataku tadi. Ialah umpama kata tuan-tuan
anggap tidak sempurna, pinto tetap suka menyerah
kalah!”
Dengan ini, imam itu memancing hawa amarah ke
tujuh Manusia Aneh itu. Ia tahu benar Cit Koay adalah
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
sangat besar kepala.
“Jangan kau coba pancing hawa amarah kami!” Tin
Ok memotong. “Lekas kau bicara!”
Cie Kee lantas berduduk.
“Syaratku ini ada meminta tempo yang lama,” ia
menyahut dengan sabar. “Tapi apa yang kita akan adu
adalah kepandaian sejati. Aku sendiri tidak
menghendaki cara mengandali kekosenan saja,
dengan menggunai alat senjata atau kepalan dan
tendangan. Kepandaian semacam itu, siapa
menyakinkan ilmu silat tentunya semua mengerti.
Bukankah kita, kaum Rimba Persilatan yang
kenamaan tak dapat berlaku demikian cupat sebagai
anak-anak muda yang terlahir belakangan?”
Kanglam Cit Koay saling mengawasi, hati mereka
masing-masing menduga: “Kau tidak hendak
menggunai senjata, tangan dan kaki, habis apakah
syaratmu itu?” Maka mereka menanti penjelasan.
Cie Kee berkata pula, dengan sikapnya yang
agung. “Biar bagaimana, kita mesti melakukan suatu
pertempuran yang memutuskan. Aku akan
menghadapi kalian bertujuh, tuan-tuan! Kita bukan
Cuma mengadu kepandaian, juga mengadu
kesabaran, kita memakai akal budi. Marilah kita lihat,
siapakah yang paling gagah – satu enghiong sajati!”
Kata-kata ini membuat darahnya Kanglam Cit Koay
mengalir deras.
“Lekas bilang, lekas!” Han Siauw Eng. “Semakin
sulit adanya syarat, semakin baik!”
Cu Cong tapinya tertawa. Ia berkata: “Kalau
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
syaratmu itu adalah untuk mengadu bertapa atau
membikin obat mujarab atau membikin surat jimat
guna menangkap roh-roh jahat, maka kami bukanlah
tandingan kamu bangsa imam!”
Khu Cie Kee pun tertawa.
“Pinto juga tidak berpikir untuk adu kepandaian
sama Cu Jieko dalam hal mencuri ayam atau merabaraba
anjing atau mengulur tangan menuntun kambing!”
Ia maksudkan ilmu mencopet.
Mendengar itu Siauw Eng pun tertawa. “Lekas
bicara, lekas!” ia mendesak pula.
“Jikalau kita mencari pokok sebabnya,” kata Tiang
Cun Cu dengan tenang, “Biangnya gara-gara hingga
kita bertempur dan saling melukai adalah urusan
menolongi turunannya orang-orang gagah, oleh karena
itu, baiklah kita kembali kepada sebab musabab itu.”
Dengan “orang gagah” imam itu maksudkan “hokiat”
atau “enghiong”. Lalu ia menjelaskan tentang
persahabatannya sama Kwee Siauw Thian dan Yo Tiat
Sim – yang ia maksudkan si orang-orang gagah itu –
yang mengalami nasib celaka, karena itu ia telah ubarubar
Toan Thian Tek. Ia juga tuturkan bagaimana
caranya ia kejar Thian Tek itu, tetapi sangkin licinnya,
Thian Tek saban-saban dapat meloloskan diri.
Selagi memasang kuping, beberapa kali Kanglam
Cit Koay mengutuk bangsa Kim serta pemerintah Song
yang sewenang-wenang dan kejam.
Habis menutur, Cie Kee tambahkan: “Orang yang
Toan Thian Tek bawa lari itu adalah Lie-sie, istrinya
Kwee Siauw Thian. Kecuali Kwa Toako bersama
saudara Han, empat saudara lainnya telah pernah lihat
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
mereka itu”
“Aku ingat suaranya Lie-sie itu,” kata Kwa Tin Ok.
“Umpama berselang lagi tiga puluh tahun, tidak nanti
aku dapat melupakannya.”
“Tentang istri Yo Tiat Sim, yaitu Pauw-sie,” Cie Kee
menambahkan, “Aku masih belum tahu dia ada
dimana. Pernah pinto melihat romanya Pauw-sie, tidak
dengan demikian tuan-tuan. Inilah yang pinto hendak
gunai sebagai syarat pertaruhan kita…”
Siauw Eng segera menyela: “Kami pergi tolongi Liesie,
kau pergi tolong Pauw-sie! Siapa yang lebih dulu
berhasil, dia yang menang, bukankah?”
Khu Cie Kee tersenyum.
“Cuma menolongi saja?” ia ulangi. “Untuk pergi
mencari dan menolongi, itu memang benar bukannya
kerjaan terlalu gampang, akan tetapi selain itu, masih
ada hal yang terlebih sukar lagi, yang meminta banyak
waktu, tenaga dan pikiran..”
“Apakah adanya itu?” Kwa Tin Ok bertanya.
“Akan aku jelaskan,” jawab si imam. “Dua-duanya
Pauw-sie dan Lie-sie itu sama-sama lagi mengandung.
Pinto ingin setelah dapat cari dan tolong mereka, kita
mesti pernahkan mereka itu. Kita tunggu sampai
mereka telah melahirkan anak, lalu anak-anak mereka
itu kita rawat dan didik dalam ilmu silat. Pinto akan
didik anak Yo Tiat Sim dan tuan-tuan bertujuh merawat
anaknya Kwee Siauw Thian…”
Tujuh bersaudara itu membuka mulut mereka.
Heran untuk kata-kata si imam.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
“Bagaimana sebenarnya?” Han Po Kie tanya
“Kita menanti sampai lagi delapan belas tahun,”
menerangkan Tiang Cun Cu. “Itu waktu, anak-naka itu
telah berumur delapan belas tahun, lalu kita ajak
mereka ke Kee-hin, untuk membuat pertemuan di Cui
Sian Lauw. Berbareng dengan itu, kita undang
sejumlah orang gagah lainnya untuk menjadi saksi.
Kita membuatnya pesta, sesudah puas makan minum,
baru kita suruh kedua anak itu adu kepandaian. Di situ
nanti kita lihat, murid pinto yang berhasil atau muridnya
tuan-tuan bertujuh!”
Tjuh bersaudara itu saling memandang, tidak ada
satu jua yang segara menjawab imam itu. Bukankah
syarat itu ada sangat luar biasa?
“Jikalau tuan-tuan bertujuh yang bertempur sama
aku, umpama kata kamu yang menang, itu tidak ada
artinya,” Cie Kee berkata pula. “Bukankah tuan-tuan
menang karena jumlah yang banyak lawan jumlah
yang sedikit? Kemenangan itu bukan kemenangan
yang mentereng! Dengan syarat kita ini aku nanti
turunkan kepandaianku kepada satu orang, tuan-tuan
pun mewariskan kepandaian kamu kepada satu orang
juga, setelah itu mereka bertanding satu lawan satu,
sampai itu waktu, andaikata muridku yang menang,
bukankah tuan-tuan akan merasa puas?”
Akhirnya Tin Ok ketruki tongkat besinya ke lantai.
“Baiklah, secara demikian kita bertaruh! katanya.
Tapi Coan Kim Hoat campur bicara. Ia tanya:
“Bagaimana kalau pertolongan kami terlambat, dan
Lie-sie keburu dibikin binasa oleh Toan Thian Tek?”
“Biarlah kita sekalian adu keberuntungan juga!”
sahut Cie Kee. “Jikalau Thian menghendaki aku yang
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
menang, apa hendak dibilang?”
“Baik!” Han Po Kie juga turut bicara. “Memang
menolong anak piatu dan janda juga adalah perbuatan
yang mulia, umpama kami tak dapat lawan kamu, kami
toh telah lakukan juga satu perbuatan yang baik.”
Cie Kee tonjolkan jempolnya. “Han Samya benar!”
pujinya. “Tuan-tuan berkenan menolongi abak yatim
piatu dari keluarga Kwee itu, untuk ini sekarang pinto
wakilkan saudara Kwee menghanturkan terima kasih
terlebih dahulu!” Dan ia lantas menjura dalam.
“Cara pertaruhan ini adalah terlalu licin,” berkata Cu
Cong kemudian. “Cuma dengan beberapa kata-katamu
ini, kau hendak membikin kamu bercapek lelah selama
delapan belas tahun!”
Wajahnya Khu Cie Kee berubah, akan tetapi ia
berdongak dan tertawa besar.
“Apakah yang lucu?” tanya Han Siauw Eng.
“Selama dalam dunia kang-ouw telah aku dengar
nama besar dari Kanglam Cit Koay,” sahut si imam
yang ditanya, “Orang umumnya bilang mereka itu
gemar sekali menolong sesamanya, mereka gagah
perkasa dan mulia, tetapi hari ini bertemu dengan
kamu – hahaha!”
Kanglam Cit Koay menjadi panas hatinya. Han Po
Kie segera menghajar bangku dengan tangannya. Ia
hendak bicara tetapi si imam dului dia.
“Sejak zaman dahulu hingga sekarang ini,” kata Cie
Kee. “Kalau satu orang gagah sejati bersahabt, dia
bersahabat untuk menjual jiwanya, ialah denagn
segala urusan ia bersedia untuk mengorbankan
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
dirinya. Pengorbanan itu tidak ada artinya! Bukankah
kita belum pernah dengar bahwa di jaman dahulu ada
Keng Ko dan Liap Ceng berhitungan?”
Wajahnya Cu Cong menjadi pucat, tak ada
sinarnya. “Tidak salah apa yang totiang bilang!”
katanya sambil goyang kipasnya. “Aku mengaku keliru!
Baiklah, kita bertujuh akan terima tanggung jawab kita
ini!”
Khu Cie Kee lantas berbangkit.
“Hari ini adalah tanggal dua puluh empat bulan
tiga,” ia berkata pula, “Maka itu lagi delapan belas
tahun, kita akan bertemun pula di rumah makan Cui
Siang Lauw, untuk orang-orang gagah di kolong langit
ini menyaksikan siapa sebenarnya laki-laki sejati!”
Habis berkata, seraya kibaskan tangannya, ia
bertindak pergi.
“Nanti aku susul Toan Thian Tek!” kata Han Po Kie.
“Dia tak dapat dibiarkan menghilang, hingga pastilah
sulit kita mencari padanya!”
Di antara Cit Koay, dialah yang tidak terluka.
Setelah berkata begitu, ia lantas lari keluar, untuk terus
menaiki kudanya, guna susul Thian Tek.
“Sha-tee! Sha-tee! Cu Cong memanggil-manggil.
“Kau tidak kenal mereka itu!”.
Dengan mereka, orang she Cu ini menyebutkannya
Thian Tek dan Lie Peng.
Tetapi Po Kie si tak sabaran telah pergi jauh.
Thian Tek telah angkat kaki dengan naik perahu.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Ketika ia tarik Lie Peng keluar dari tempat berbahaya
itu, lega hatinya apabila ia menoleh ke belakang, ia tak
tampak ada orang yang kejar atau susul padanya. Ia
cerdik, maka itu segera ia menuju ke sungai, malah
tanpa memilih kenderaan air lagi, ia lompat naik ke
sebuah perahu, ia ajak Lie Peng bersama.
“Lekas berangkat!” ia membentak tukang perahu
sambil ia cabut goloknya.
Kanglam adalah daerah air, disana ada banyak
sungai atau kali, dari itu, kendaraan air adalah alat
penghubung atau pengangkut yang paling umum,
sama saja dengan kuda atau keledai di Utara. begitu
muncul kata-kata: “Orang Utara naik kuda, orang
Selatan naik perahu.”
Tukang perahu itu ketakutan lihat orang demikian
galak., ia buka tambatan perahunya, ia lantas
mengayuh. Dengan lekas ia keluar dari daerah kota.
Thian Tek lantas asah otaknya: “Aku telah terbitkan
onar besar, tak dapat aku pulang untuk pangku pula
jabatanku. Baiklah aku pergi ke Utara untuk menyingkir
dulu dari ancaman bahaya. Semoga itu imam bangsat
dan tujuh siluman dari Kanglam itu bertempur hingga
mampus semuanya, supaya aku dapat kembali ke Liman.”
Kudanya Po Kie lari pesat, tetapi ia hanya mondarmandir
di darat, tentu sekali ia tak dapat cari Thian
Tek, apapula ia kenali roman orang itu. Ia tanya-tanya
orang akan tetapi pertanyaannya tidak jelas.
Thian Tek tunjuki terus kelicinannya. ia menukar
perahu beberapa kali. Berselang belasan hari, tibalah
ia di Yangciu. Paling dulu ia mencari rumah
penginapan. Ia telah memikir untuk cari suatu tempat
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
untuk bertinggal buat sementara waktu. Sebab
bukanlah soal yang sempurna untuk terus-terusan
berkelana dengan hati tidak tentram.
Itu hari selagi berada di dalam kamar, ia dengar
suara Han Po Kie tengah berbicara sama pemilik
penginapan, menanyakan tentang dia dan Lie Peng. Ia
kaget tetapi ia berlaku tenang. Dari dalam kamarnya ia
mengintai, memasang mata. Ia lihat tegas seorang
kate dampak yang romannya jelek sekali yang
berbicara dengan lidah Kee-hin. Setelah merasa pasti
bahwa orang adalah salah satu Cit Koay, ia tarik
tangannya Lie Peng untuk diajak segera menyingkir
dari pintu belakang. Kembali ia menyewa sebuah
perahu. tak sudi ia berjalan sedikit juga. Ia berlayar
terus ke Utara, hingga mereka sampai di perhentian
Lie-kok-ek, di tepi telaga Bie San Ouw di wilayah
propinsi Shoatang. Belum sampai setengah bulan ia
berdiam di tepi telaga itu, Han Po Kie dapat susul ia.
Malah Po Kie ada bersama denagn satu nona.
Adalah pikirannya Thian Tek, untuk keram diri di
dalam kamarnya , akan tetapi Lie Peng, yang merasa
ada bintang penolongnya, sudah lantas menjerit-jerit.
Akan tetapi ia adalah satu wanita lemah, ia diringkus
Thian Tek, dibekap mulutnya dengan selimut. Ia pun
telah dipukuli. Setiap kali ia berlepas tangan atau
mulutnya, ia terus berontak dan berteriak-teriak.
Syukur untuk Thian Tek, Po Kie bersama kawannya
yaitu Siuaw Eng, adiknya, tidak mendengar apa-apa.
Dalam sengitnya, saking khawatirnya, Thian Tek
berniat membunuh Nyonya Kwee itu. Ia telah hunus
pedangnya, ia dekati Lie-sie.
Nyonya Kwee telah tawar hatinya sejak kebinasaan
suaminya, ia sebenarnya sudah memikir untuk bunuh
diri, lebih baik bia ia bisa binasa bersama musuhnya
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
itu, maka itu, menampak sikapnya Thian Tek itu, ia
tidak takut, ia justru diam-diam memuji kepada roh
suaminya: “Engko Siauw, engko Siauw, aku mohon
kepadamu, ingin aku supaya sebelum datang saatnya,
aku bertemu pula denganmu, kau lindungi kepadaku,
agar dapat aku membinasakan manusia jahat ini!” Lalu
dengan diam-diam, ia siapkan pisau belati atau badik
yang Cie Kee hadiahkan kepadanya.
Thian Tek tersenyum aneh, ia angkat tangannya
untuk dikasih turun denagn bacokannya.
Lie Peng tidak mengerti silat, tetapi telah bulat
tekadnya, maka itu sebaliknya dari ketakutan, ia justru
mendahului sambil menubruk, ia menikam!
Thian Tek kaget dan heran. Inilah ia tidak sangka.
Maka terpaksa ia gunai goloknya untuk menangkis.
“Trang!” demikian satu suara nyaring.
Untuk kagetnya manusia busuk ini, ujung goloknya
putus dan jatuh ke tanah dan ujung pisau belati
menyambar terus ke dadanya. Dalam kagetnya ia
buang diri ke belakang, tetapi tak urung, bajunya kena
terobek, dadanya kena tergurat, hingga darahnya
lantas mengucur keluar. Coba Lie-sie bertenaga
cukup, dadanya itu pasti telah tertancap pisau belati
itu.
Untuk bela diri terlebih jauh, Thian Tek sambar
sebuah kursi. “Simpan senjatamu!” ia membentak.
“Aku tak akan membunuh padamu!”
Lie Peng sendiri telah lemas kaki dan tangan dan
tubuhnya, ia telah keluarkan tenaga terlalu besar, ia
sudah umbar hebat hawa amarahnya tanpa merasa ia
membuat kandungannya tergerak, hingga bayi di
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
dalam perutnya itu meronta-ronta. Dengan letih ia
jatuhkan diri ke kursi, napasnya memburu. Tapi ia
masih ingat akan pisau belatinya yang ia pegangi
keras-keras.
Thian Tek tetap jerih untuk Han Po Kie beramai, ia
juga tak dapat lari seorang diri, sudah kepalang
tanggung, ia terus membawa Lie Peng. Kali ini ia
kembali naik perahu, tetap ia menuju ke Utara. Ia
melalui Lim-ceng dan Tek-ciu dan tiba di propinsi
Hoopak. Selama itu rasa takutnya tak jadi berkurang.
Setiap ia mendarat, selama tinggal di penginapan,
saban-saban ada orang mencari dia. Syukur ia
waspada dan cerdik, selalu dapat ia menjauhkan diri
dari mereka itu. Ia peroleh kenyataan, kecuali si kate
terokmok dan si nona, ada lagi seorang lain yang cari
padanya, ialah seorang pincang dan bermata buta
yang membawa-bawa sebatang tongkat besi. Syukur
untuknya, tiga orang itu tidak kenali dia, walaupun
kedua pihak bertemu muka, mereka itu tidak kenali
padanya. Ini yang menyebabkan ia selamanya dapat
lolos.
Tidak lama kemudian, Thian Tek dapat godaan lain.
Dengan tiba-tiba otaknya Lie Peng terganggu, baik
selama di penginapan, maupun di tengah perjalanan,
nyonya Kwee suka ngoceh tidak karuan, ada kalanya
ia robek bajunya atau bikin kusut rambutnya, hingga
mereka jadi menarik perhatian orang. Ia menjadi
masgul dan bingung sekali. Kelakuan si nyonya itu
gampang menimbulkan kecurigaan orang. Kemudian
ia menjadi mendongkol. Ia dapat kenyataan si nyonya
si nyonya bukan gila benar-benar, ia hanya berpurapura
edan, untuk sengaja menarik perhatian orang,
supaya tentang perjalanan mereka – ke mana saja
mereka menuju – ada menimbulkan bekas. Ia marah
tetapi ia tidak bisa berlaku keras kepada nyonya itu
kecuali ia mengancam agar si nyonya terus ikut
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
padanya. Ia jadi semkin hati-hati.
Ketika itu hawa udara telah mulai berubah. Hawa
panas mulai lenyap, sang angin sejuk telah mulai
menghembus. Udara begini tidak terlalu mengganggu
orang-orang yang membuat perjalanan, malah
menyenangkan.
Thian Tek telah menyingkir jauh ke utara, akan
tetapi ia tetap dibayangi pengejar-pengejarnya. Celaka
untuknya, setelah berjalan jauh dan melewatkan
banyak hari, bekalan uangnya mulai habis. Pada
suatu, saking uring-uringan, ia ngoceh seorang diri:
“Selama aku pangku pangku di Hangciu, bagaimana
senangnya aku. Setiap hari aku bisa dahar dan minum
enak, dapat ku bersenang-senang dengan wanitawanita
cantik, tetapi dasar pangeran Kim yang keenam
itu yang kemaruk sama istri orang, dia telah celakai
aku hingga begini…”
Justru ia ngoceh ini, mendadak ia dapat ingat suatu
apa. “Bukankah aku telah tidak jauh dari Yan-khia?”
demikian ia ingat. “Kenapa aku tidak pergi kepada
Liok-taycu?”
Liok-taycu itu adalah putra keenam dari raja Kim, itu
pangeran Kim yang ia maksudkan. Tanpa ragu-ragu
lagi, ia bernagkat menuju ke Yan-khia, ibukota kerjaan
Kim itu.
Ibukota Yan-khia itu disebut juga Tiong-touw atau
Chungtu, artinya “Kota Tengah”. Sekarang ini ialah
kota Pakkhia (Peking). Di sana Thian Tek langsung
mencari istananya pangeran itu, ialah Tio Ong atau
Chao Wang (Pangeran Tio atau Chao)
Kapan Wanyen Lieh dengar tentang kedatangannya
satu perwira dari selatan, ia lantas ijinkan orang
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
menemui dia. Ia terkejut akan ketahui, tetamunya
adalah Toan Thian Tek dan orang ingin numpangi diri
kepadanya. Ia lantas mengerutkan kening, mulutnya
mengeluarkan kata-kata yang tak nyata. Didalam
hatinya, ia berpikir: “Tentang Pauw-sie, aku masih
belum dapat mempernahkannya, bagaimana aku bisa
menerima Thian Tek? Ia tahu rahasiaku, kalau ia
membocorkannya, urusan bisa menjadi rewel. Kenapa
aku mesti meninggalkan satu , mulut hidup? Bukankah
ada peribahasa kuno yang mengatakannya, “Yang
cupat pikirannya kuncu, yang tak kejam bukannya satu
laki-laki?” Karena ini ia lantas tersenyum.
“Kau baru sampai dari satu perjalanan jauh, kau
tentunya letih, pergilah beristirahat dulu,” katanya
dengan manis.
Thian Tek mengucap terima kasih. Ia sebenarnya
hendak beritahu juga bahwa ia datang bersama Lie
Peng, tetapi satu hambanya pangeran itu muncul
dengan tiba-tiba mengabarkan ‘kunjungannya Samongya’
– pangeran yang ketiga.
Wanyen Lieh bangkit dari kursinya. “Pergilah kau
beristirahat!” katanya sambil ia mengibaskan
tangannya, setelah mana ia bertindak untuk sambut
tetamunya.
Sam-ongya itu adalah Wanyen Yung Chi, putra
yang ketiga dari Wanyen Ching, raja Kim. Ia bergelar
Wei Wang atau Wee Ong, pangeran Wei atau Wee. Di
antara saudara-saudaranya, ia bergaul paling erat
dengan Wanyen Lieh, sang adik. Ia ada lemah, maka
itu, dalam segala hal, ia suka dengari adiknya yang
cerdik dan tangkas.
Pada masa itu pemimpin bangsa Mongolia,
Temuchin sudah mulai kuat kedudukannya, tetapi ia
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
takluk kepada bangsa Kim, ia malah membantui
negara Kim memusnahkan bnagsa Tartar, oleh karena
mana, guna menghargai jasanya itu, raja Kim utus
Wanyen Yung Chi, sang putra pergi menganugerahkan
Temuchin sebagai Pak Kiang Ciauw-touw-su,
semacam kommissaris tinggi. Di samping itu,
kepergian putra ini sebenarnya guna melihat sendiri
keadaan bangsa Monglia itu. Karena tugasnya ini,
Wee Ong telah datang menemui Tio Ong, untuk
memohon pikiran.
“Bangsa Monglia itu tak tetap tempat tinggalnya,”
berkata Wanyen Lieh. “Mereka juga bertabiat kasar,
gemar mereka menghina yang lemah tetapi jerih
terhadap yang kuat, untuk pergi ke sana, kakak harus
membawa satu pasukan tentera yang terpilih, supaya
melihat keangkeran kita, hatinya menjadi ciut. Denagn
begitu, selanjutnya mereka tidak akan berani
berontak.”
Wanyen Yung Chi terima baik nasehat itu, ia
mengucapkan terima kasih, setelah omong-omong lagi
sebentar ia pamitan. Ketika ia hendak berbnagkit, adik
itu berkata kepadanya: “Hari ini ada datang padaku
satu mata-mata dari kerajaan Selatan.”
“Begitu?” tanya sang kakak, heran, “Habis?”
“Dia datang untuk tumpangkan diri padaku,” sahut
adik itu. “Itulah alasannya belaka, sebenarnya ia
hendak mencari tahu keadaan kita bangsa Kim.”
“Kalau begitu, bunuh saja padanya!” kata sang
kakak.
“Tindakan itu tidak sempurna,” Wanyen Lieh bilang.
“Kakak tahu sendiri kecerdikan bangsa Selatan itu.
Mungkin mata-mata yang datang bukan dia satu
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
orang, kalau dia ini dibunuh, yang lainnya pasti bakal
jadi waspada. Aku pikir hendak mohon kakak bawa ia
pergi ke utara.”
“Bawa ia ke Utara?” Yung Chi tanya.
“Ya” sahut Wanyen Lieh. “Di sana, di padang gurun,
di mana tidak ada lain orang, dengan cari satu alasan
kakak boleh hukum mati padanya. Di sini aku nanti
layani lain-lainnya mata-mata.”
“Bagus!” Yung Chi bertepuk tangan, dia tertawa
riang. “Sebentar kau kirim dia padaku, bilang saja dia
hendak dijadikan pengiringku.”
Sang adik menjadi girang. “Baik!” katanya.
Sore itu Wanyen Lieh tidak panggil Toan Thian Tek
menghadap lagi padanya, hanya sambil dibekali uang
perak dua potong, dia suruh Thian Tek pergi ke istana
Wei Wang untuk bantu pangeran itu, katanya.
Thian Tek tidak tahu rencana orang, ia menurut
saja. Ia khawatir Lie Peng nanti buka rahasianya, ia
tetap ajak nyonya itu. Ia mempengaruhinya hingga si
nyonya diam saja. Sedang si nyonya ini masih
mengharapkan datangnya pertolongan padanya……..
Berselang beberapa hari, Wanyen Yung Chi
berangkat ke Monglia, dia ajak Thian Tek bersama.
Sementara itu perutnya Lie Peng makin menjadi
besar, perjalanan jauh denagn menunggang kuda,
sangat meletihkan dia. Tapi ia telah bertekad untuk
membalas sakit hatinya, dia kuatkan hati dan tubuhnya
untuk lawan penderitaan ini. Di lain pihak ia jaga diri
baik-baik agar tentara Kim tidak tahu siapa dia.
Demikian untuk beberapa puluh hari, dia terus
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
menderita.
Wanyen Yung chi berangkat bersama seribu
serdadu pilihan yang semua kelihatan gagah dan
mentereng. Dia sengaja menunjuki pengaruh menurut
nasihat Wanyen Lieh.
Pada suatu hari tibalah barisan ini di satu tempat
dekat dengan perkemahan Temuchin. Wanyen Yung
Chi lantas kirim belasan serdadunya untuk memberi
warta terlebih dahulu tentang tibanya itu sekalian
menitahkan Temuchin datang menyambut utusan Kim.
Tatkala itu bulan kedelapan untuk di Utara, hawa
ada dingin luar biasa. kapan sang malam tiba, salju
beterbangan turun bagaikan lembaran-lembaran unga.
Diwaktu begini, barisan dari seribu serdadu pilihan dari
bangsa Kim berjalan berlerot bagaikan seekor ular
panjang, berjalan di padang pasir yang seperti tak ada
ujung pangkalnya.
Selagi pasukan ini berjalan terus, sekonyongkonyong
orang mendapat dengar suara berisik yang
datangnya dari arah utara, suara seperti satu
pertempuran. Selagi Wanyen Yung Chi terheranheran,
ia lantas tampak lari mendatangi satu pasukan
kecil serdadu.
“Sam-ongya, lekas kasih perintah untuk bersiap
untuk berperang!” demikian kata perwiranya yang
pimpin pasukan kecil itu setibanya dia di depan
pangeran Kim itu. Dialah Ouw See Houw.
Yung Chi menjadi kaget. “Pasukan musuh manakah
itu?” dia bertanya.
“Mana aku tahu?!” sahut si perwira yang lantas saja
mengatur barisannya. Ia keprak kudanya untuk maju
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
ke depan.
Hampir itu waktu, apa yang disebutkan tentara
musuh itu, sudah datang dekat sekali. Mereka itu
terpencar si segala penjuru, memenuhi bukit dan
tegalan di hadapan angaktan perang Kim itu.
Ouw See Houw ada satu panglima yang
berpengalaman yang diandalkan negeranya,
sebaliknya Wanyen Yung Chi lemah, dia tak dapat
berpikir, maka itu kepala perang ini telah melancangi
pangeran itu untuk mengatur persiapan.
Segera juga terlihat suatu keanehan. Tentara
‘musuh’ itu bukan terus menerjang pasukan Kim,
hanya mereka kabur keempat penjuru. Kapan Ouw
See Houw sudah mengawasi sekian lama, ia dapat
kenyataan, itulah pasukan sisa yang habis kalah
perang, yang telah membuang panah dan tombak
mereka, semua tidak menunggang kuda, roman
mereka ketakutan. Disamping itu di belakang mereka
menerjang sejumlah pasukan berkuda, hingga banyak
serdadu yang kena terinjak-injak.
Ouw See Houw berlaku tabah. ia beri perintah akan
tenteranya mengurung pangerang mereka, untuk
melindungi. Mereka bersiap tanpa bersuara.
Tentera musuh yang kabur itu melihat pasukan Kim,
mereka lari tanpa berani datang mendekati, mereka
kabur jauh-jauh.
Tiba-tiba dari arah kiri terdengar ramai suara
terompet tanduk, di situ muncvul satu pasukan
serdadu, yang terus menerjang tentera sisa. Tentera
sisa ini berjumlah lebih besar tapi mereka tidak
berdaya terhadap pasukan berkuda ynag jauh lebih
kecil itu. Terpaksa untuk menyingkir, tentara sisa ini
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
meluruk ke arah pasukan Kim.
“Lepaskan panah” Ouw See Houw memberi titah.
Tentara sisa itu segera diserang, sejumlah
diantaranya lantas rubuh, akan tetapi jumlah mereka
banyak, mereka pun lagi ketakutan, mereka
menerobos terus. Dengan sendirinya mereka jadi
bertempur sama tentara Kim. Hebat akibatnya untuk
tentara Kim itu, yang berjumlah lebih sedikit. Kekalutan
sudah lantas terjadi, musuh dan kawan bercampur
menjadi satu, bergumul.
Ouw See Houw kewalahan, maka bersama
sejumlah serdadu ia lindungi Wanyen Yung Chi
mundur ke arah selatan.
Bab 7. Adu Panah
Lie Peng ada bersama Toan Thian Tek, mereka
masing-masing menunggang satu kuda, tetapi serbuan
sisa tentera “musuh” itu demikian hebat, mereka ke
dibikin terpencar, terpaksa nyonya Kwee lari sendirian.
Syukur untuknya, karena sisa tentera itu main saling
selamatan diri sendiri, ia tidak mendapat gangguan.
Hanya sesudah lari serintasan, ia merasakan perutnya
mulas, sakit sekali, hingga tanpa dapat ditahan lagi, ia
rubuh dari kudanya. Ia pingsan. Entah sudah lewat
berapa lama, ia sadar sendirinya dengan perlahanlahan.
Untuk kagetnya, samar-samar ia dengar
tangisan bayi. Ia belum sadar betul, tak tahu ia dirinya
berada di dunia baka atau masih hidup. Ia hanya
dengar tangisan itu makin lama makin keras. Ia geraki
tubuhnya, tapi ia merasa ada benda yang membanduli
perutnya.
Ketika itu masih malam, sang rembulan
mengencang di atas langit, muncul di antara sang
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
awan. Sekarang baru Lie Peng sadar betul, setelah ia
melihat dengan tegas, tanpa merasa ia menangis
menggerung-gerung. Nyatalah dalam keadaan seperti
itu, ia telah melahirkan anak…….
Cepat nyonya itu berduduk, ia angkat bayinya itu,
untuk kegirangannya, ia dapatkan satu bayi laki-laki. Ia
mengeluarkan air mata kegirangan yang berlimmpahlimpah.
Dengan gigitan ia bikin putus tali pusar, setelah
mana ia peluki anaknya.
Di bawah terangnya sang rembulan, bayi itu
nampak cakap, suaranya pun nyaring, potongan
wajahnya mirip dengan suaminya Kwee Siauw Thian.
Roman anak ini telah membantu menguatkan
semangatnya, kalau tadinya ia telah berputus asa,
sekarang timbullah harapannya.
Entah dari mana datangnya tenaganya, Lie-sie
mencoba menggunai kedua tangannya, akan menggali
pasir, untuk membuat sebuah liang yang besar dimana
bersama bayinya ia bisa menyingkir dari angin dan
salju. Dari situ ia bisa dengar rintihan serdadu-serdadu
yang terluka parah atau hendak mati dan ringkikannya
banyak kuda perang.
Buat dua malam satu hari, Lie Peng mendekam di
liangnya itu, lalu dihari ketiga, tak tahan ia akan rasa
laparnya. Air ada air salju tapi barang daharan, tidak
ada sama sekali. Terpaksa ia merayap keluar. Di
sekitarnya tidak ada seorang juga kecuali mayat-mayat
serdadu dan kuda-kuda. Karena hawa dingin, semua
mayat serdadu dan bangkai itu belum busuk. Cuma
pemandangannya yang sangat menggiriskan hati. mau
tidak mau, Lie-sie mesti kuatkan hati.
Lie-sie coba geledah tubuhnya myat-mayat itu untk
cari rangsum kering. Ia dapatkan sejumlah sisa. Lalu ia
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
coba menyalakan api, dengan itu ia pun dapat bakar
daging kuda. Ia dapatkan golok dengan gampang
karena di situ bergeletakan banyak alat senjata.
Buat tujuh atau delapan hari, Lie-sie dapat berdiam
disitu bersama bayinya, setelah ia mulai dapat pulang
kesegarannya, ia gendong bayinya untuk di bawa pergi
ke araha timur. Ia mesti terus berjalan di tempat yang
sepi dimana ada terdapat pepohonan dan tegalan
rumput. Sampai tiba-tiba ia mendengar anak panah
mengaung di atasan kepalanya. Kaget ia, hingga keras
sekali ia rangkul bayinya.
Segera terlihat dua penunggang kuda, mendatangi
dari arah depan.
“Siapa kau?” tanya salah satu diantara dua
penunggang kuda itu.
Lie Peng tidak buka rahasia, ia Cuma kata ia lagi
lewat di situ tempo ia terhalang oleh pertempuran
tentera, hingga ia mesti melahirkan anak seorang diri.
Dua penunggang kuda itu adalah orang Monglia,
mereka itu berbaik hati, walaupun mereka tidak tahu
jelas, apa katanya Lie.sie, mereka jaka si nyonya ke
tendanya, untuk dikasih tempat meneduh dan barang
makanan, untuk kemudian ibu dan bayinya itu tidur
guna melepaskan lelah dan kantuknya.
Orang Monglia itu tidak berumah tangga, sebagai
pengembala tak tentu tempat tinggalnya, dengan
mengiring binatang piarannya, mereka biasa pergi ke
timur atau ke barat untuk mencari makanan binatang,
guna mencari air, sebagai rumah adalah tenda yang
bertenung daripada bulu binatang, guna melindungi diri
dari gangguan angin dan hujan. Demikian telah terjadi
dengan Lie-sie, ketika kedua penolongnya hendak
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
berpindah tempat, terpaksa ia ditinggal pergi. Akan
tetapi dua orang itu tidak menolong kepalang
tanggung, diwaktu hendak berangkat, mereka
meninggalkan tiga ekor kambing.
Maka mulailah Lie Peng mesti bercape lelah, untuk
hidup sendiri. Hidup sendiri, sebab bayinya masih
belum mengerti suatu apa pun. Ia mesti membangun
satu gubuk dengan beratap daun. Untuk hidupnya, ia
mulai bertenun yang hasilnya ia dengan barang
makanan. Bisalah dibayangi, bagaimana hebat
penderitaannya itu. Oleh karena kebiasaan, ia pun
dapat hidup sebagai orang Mongolia, malah tanpa
terasa enam tahun telah lewat. Ia tidak hendak
melupakan peasn suaminya, ia beri nama Ceng
kepada putranya. untuk kelegaan hatinya, anak itu
bertubuh kuat dan cerdik, ia bisa membantu ibunya
menggembala kambing. Selama tempo bertahun-tahun
hidupnya Lie Peng ada lumayan.
Pada suatu hari dari bulan tiga, selagi uadra hangat,
Kwee ceng giring kambingnya untuk diangon. Ia
sekarang memelihara anjing sebagi pembantunya, dan
untuk menempuh perjalanan jauh, ia menunggang
kuda kecilnya.
Tepat tengah hari, selagi ia menjagai kambingkambingnya,
tiba-tiba kwee Ceng lihat seekkor burung
elang yang besar sekali menyambar kepada
rombongan kambingnya. Semua binatang itu kaget.
Malah yang seekor – anak kambing – kabur ke timur.
Ia memanggil dengan berteriak-teriak, anak kambing
itu lari terus. Maka ia naiki kudanya untuk mengejar.
Sekitar tujuh lie, baru ia dapat tangkap anak kambing
itu, tapi selagi ia hendak menuntun pulang, mendadak
ia dengar susra keras dan nyaring, hingga ia
terperanjat. Ia mulanya menyangka kepada guntur,
sampai setelah memasang kuping sekian lama, ia
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
dengar suara seperti tambur berikut meringkiknya kuda
serta suara orang banyak. Ia menjadi takut, belum
pernah ia dengar suara semacam itu.
Tidak ayal lagi, Kwee Ceng tuntun kambingnya buat
diajak mendaki suatu tanjakan, untuk bersembunyi
didalam rujuk. Tapi ia ingin mengetahui sesuatu, ia
keluarkan kepalanya untuk mengintai.
Jauh di sebelah depan nampak debu mengepul
naik, lalu muncullah pasukan tentera, yang ia tidak
tahu berapa jumlahnya, ia cuma dapatkan, yang
menjadi kepala perang telah memberikan belbagai
titahnya, maka tentera itu lantas memecah diri dalam
dua barisan, timur dan barat. Ada serdadu yang
kepalanya digabut pelangi putih, ada yang ditancapkan
bulu burung warna lima.
Sekarang, sebaliknya daripada takut, hati Kwee
ceng menjadi tertarik. Ia mengintai terus.
Tidak lama setelah barisan teraur rapi, segera
terdengar suara terompet dari sebelah belakang, dari
sana muncul beberapa barisan lain yang dikepalai oelh
satu perwira muda jangkkung dan kkurus, tubuhnya
ditutupi dengan mantel merah. Ia memegang sebatang
golok panjang, lantas ia pimpin tentaranya menyerbu,
dari itu di situ sudah lantas terjadi suatu pertempuran.
Pihak penyerang ini berjumlah lebih sedikit,
walaupun tampaknya mereka kosen, tidak lama
mereka mesti mundur sendirinya. Tapi di belakang
mereka lantas tiba bala bantuan, mereka menyerang
pula. Meski begitu, agaknya mereka ini tidak dapat
bertahan lama.
Sekoyong-konyong terdengar suara terompet riuh,
dibantu sama suara tambur, mendengar itu tentera
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
penyerang lantas berseru-seru kegirangan: “Kha Khan
Temuchin telah datang! Kha Khan telah datang!”
Atas itu orang-orang yang lagi bertempur lantas
menoleh ke arah timur selatan, dari mana datangnya
suara terompet dan tambur tadi.
Juga Kwee Ceng turut beralih pandangannya. Ia
tampak satu pasukan besar, yang mendatangi dengan
cepat. Di tengah pasukan di panjar sebuah tiang yang
tinggi di mana ada tergantung beberapa lapis bulu
putih. Dari sana pun datang seruan-seruan
kegirangan. Atas ini, tentera penyerang jadi dapat
semangat, mereka menyerang pula dengan seru,
hingga mereka dapat mengacaukan lawannya.
Tiang yang tinggi itu bergerak ke arah tanjakan
bukit, Kwee Ceng dengan matanya yang jeli, dari
tempat sembunyinya, mengawasi ke arah tiang itu.
Dengan begitu ia dapat lihat satu perwira yang
menunggang kuda, yang larikan kudanya itu naik ke
tanjakan. Dia ada memakai kopiah perang dari besi,
janggutnya merah, dari atas kudanya ia memandang
ke medan pertempuran. Disamping dia ada beberapa
pengiringnya.
Tidak antara lama panglima muda yang bermantel
merah larikan kudanya naik ke tanjakan.
“Ayah, musuh berjumlah lebih banyak berlipat
ganda, mari kita mundur dulu!” berseru ia kepada
orang di bawah tiang bendera itu.
Temuchin, demikian panglima yang dipanggil ayah
itu, sudah melihat tegas keadaan pertempuran itu, ia
Cuma berdiam sebentar, lantas ia berikan titahnya:
“Kau bawa selaksa serdadu mundur ke timur!”
demikian titahnya itu. Sambil berbuat begitu, ia tetap
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
mengawasi medan perang. Lalu ia memberi perintah
pula: “Mukhali, kau bersama pangeran kedua serta
selaksa serdadu mundur ke barat, kau Borchu,
bersama Chilaun serta selaksa serdadumu mundur ke
utara! Dan kau, Kubilai, bersama Subotai serta selaksa
serdadu, lekas mundur ke selatan! Kapan kau lihat
bendera besar di kerak tinggi dan dengar terompet
dibunyikan, kau mesti kembali untuk melakukan
penyerangan membalas!”
Semua perwira itu menyahuti tanda mereka
menerima titah, habis itu semua bawa barisannya
menyingkir ke arah yang telah disebutkan tadi, maka
sebentar saja, tentera Mongolia itu nampaknya lati
serabutan keempat penjuru arah.
Tentara musuh bersorak-sorai menampak lawannya
lari tumpang siur, mereka pun segera melihat bendera
putih besar dari Temuchin di atas bukit, mereka lantas
saja berkoak-koak: “Tangkap hidup Temuchin!
Tangkap hidup Temuchin!”
Lalu tentara itu dengan rapat sekali, berlomba
mendaki bukit, mereka tidak ambil peduli lagi kepada
musuh yang lari tunggang-langgang.
Temuchin tetap berdiam tegak di tempatnya, ia
dikitari belasan pengiringnya yang dengan memasang
tameng mereka itu, melindungiini pemimpin dari
sambarannya berbagai anak panah. Dilain pihak adik
angkat Temuchin, yaitu Sigi Kutuku, bersama Jelmi
panglima yang kosen, dengan lima ribu jiwa serdadu
mereka, melakukan pembelaan si sekitar bukit itu, tak
sudi mereka mundur dari serangan musuh, mereka
tidak menghiraukan anak panah dan golok.
Kwee Ceng saksikan itu semua, ia gembira
berbareng negri.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Setelah bertempur sekitar satu jam lebih, dari lima
ribu serdadunya Temuchin itu, seribu lebih telah
terbinasa, akan tetapi juga serdadu musuh, banyak
yang telah rubuh, jumlahnya bebearap ribu jiwa, hanya
karena jumlah mereka jauh lebih besar, mereka
menang di atas angin, apa pula penyerang di pojok
timur utara tampak lebih garang. Musuh telah
mendesak hingga hampir sukar untuk dicegah lagi.
Putra ketiga dari Temuchin, yaitu Ogatai yang
berada di samping ayahnya, menjadi cemas hatinya.
“Ayah, apa boleh kita kerek bendera dan
membunyikan terompet?” dia bertanya.
Dengan matanya yang tajam bagai mata burung
elang, Temuchin mengawasi ke bawah kepada tentara
musuh, lalu dengan suara dalam, ia menyahuti:
“Musuh masih belum lelah.”
Ketika itu penyerangan musuh di timur laut
bertambah hebat. Di sana pun dikerek batang bendera
besar. Itu ada tanda bahwa di sana ada tiga kepala
perang yang memegang pimpinan.
Di pihak Mongolia, orang terpaksa main mundur.
Jelmi lari naik ke atas bukit.
“Kha Khan, anak-anak tak sanggup bertahan!” dia
teriaki junjungannya.
“Tak sanggup bertahan?!” berseru Temuchin
dengan gusar. “Bagaimana dapat kau banggakan diri
sebagai satu pendekar gagah perkasa?!”
Air mukanya Jelmi menjadi berubah, lantas ia
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
rampas sebatang golok besar dari tangannya satu
serdadu, dengan bawa itu sambil serukan seruanseruan
peperangan bangsanya, ia menerjang barisan
musuh, ia membuka jalan hingga di depan satu
bendera hitam.
Sejumlah serdadu mush mundur melihat orang
demikian bengis. Jelmi maju menyerang tiga serdadu
musuh yang bertubuh besar, ia binasakan satu demi
satu, kemudian dengan lemparkan goloknya, ia
rangkul ketiga bendera besar itu untuk dibawa lari
mendaki bukit, setibanya di atas, ia tancap tiga batang
bendera itu di tanah!
Kaget nusuh menyaksikan lawannya demikian
kosen. Dilain pihak, tentara Mongolia bertempik sorak,
mereka lantas tutup pula kebocoran di timur utara itu.
Berselang lagi satu jam, dipihak musuh, di pojok
barat selatan, tampak satu panglima dengan pakaian
perang hitam, hebat ilmu panahnya, sebentar saja ia
telah rubuhkan belasan tentera Mongolia. Dua perwira
Mongolia maju hendak menerjang tetapi mereka
disambut oleh anak panah dan rubuh karenanya.
“Bagus ilmu panahnya!” Temuchin puji musuh itu.
Justru itu, “Ser!” sebatang anak panah menyambar
sebelum pimpinan Mongol ini dapat berdaya, lehernya
telah terkena anak panah itu, sedang satu anak panah
lainnya menyambar ke arah perutnya.
Biar bagaimana juga, Temuchin adalah satu orang
peperangan yang ulung, walaupun lehernya terluka
dan sakit sekali rasanya, ia tidak menjadi gugup,
dengan kedut lesnya, ia membuat kudanya berjingkrak
berdiri dengan dua kaki belakangnya. Dengan begitu,
anak panah tidak lagi menyambar ke perut orang,
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
hanya nancap di dadanya kuda, nacap sampai di batas
bulu. Maka tidak ampun lagi, rubuhlah binatang
tunggangannya itu berikut penunggangnya.
Semua serdadu Mongol kaget, semua lantas
meluruh untuk tolongi kepala perang mereka. Musuh
gunai ketika baik ini untuk menerjang naik dengan
hebat.
Kutuku di arah barat telah pimpin tentaranya
melawan musuh, ia kehabisan anak panah dan
tobaknya pun telah patah, terpaksa ia balik mundur.
Merah matanya Jelmi melihat kawannya itu mundur.
“Kutuku, apakah kau ngiprit sebagai kelinci?” ia
menegur dengan ejekannya.
Kutuku tidak gusar, sebaliknya ia tertawa. “Siapa
lari ngiprit?” katanya. “Aku kehabisan anak panah!”
Temuchin yang rebah di tanah telah tarik keluar
anak panahnya dari kantong panahnya yang tersulam,
ia lemparkan itu kepada adik angkatnya itu.
Mendapatkan anak panah, Kutuku segera beraksi.
Beruntun tiga kali ia memanah kepada musuh yang
berada dibawahnya sebuah bendera hitam, sebatang
busur membuat musuh itu rubuh, sesudah mana, ia
memburu ke bawah bukit, untuk rampas kuda musuh,
akan kemudian ia lari pula naik ke atas.
“Saudaraku yang baik, hebat kau!” Temuchin puji
adik angkatnya itu.
Kutuku mandi keringat.
“Apakah sekarang sudah boleh kita menaikkan
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
bendera dan membunyikan terompet?” ia tanya,
suaranya perlahan.
Temuchin tutup lukanya dengan telapakn
tangannya, darah molos keluar dari sela-sela jari
tangannya itu, dalam keadaan terluka, ia memandang
ke arah musuh.
“Musuh masih belum lelah,” sahutnya. “Kita tunggu
sebentar lagi.”
Kutuku lantas berlutut di depan kakak angkatnya itu,
yang berbareng menjadi pemimpinnya.
“Kami semua rela berkorban untuk kau,” katanya,
“Tapi Kha Khan, tubuhmu penting sekali!”
Mendengar itu, melihat sikap orang, Temuchin
lantas berlompat untuk naik ke atas seekor kuda.
“Semuanya membela mati bukit ini!” ia berseru.
Dengan goloknya yang panjang, ia bunuh tiga musuh
yang menerjang ke arahnya.
Musuh yang tengah merangsak naik, kaget melihat
kepala perang lawannya dapat naik kuda pula,
sendirinya mereka mundur, hingga penyerangan
mereka menjadi reda.
Temuchin lihat keadaan itu, ia gunai ketikanya yang
baik. “Naikkan bendera! Tiup terompet!” dia berteriak
dengan titahnya.
Tentara Mongolia bertempik sorak, lalu bendera
putih yang besar dikerek naik, disusul sama bunyi
terompet ynag riuh. Serempak dengan itu, tentera
Mongolia dengan bersemangat menyerang dari segala
penjuru, dimana mereka berada.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Musuh berjumlah besar, barisan mereka tengah
kacau, maka itu diserang demikian mendadak, mereka
menjadi bertambah kacau.
Panglima dengan seragam hitam itu nampak
keadaan jelek, ia berteriak-teriak untuk mencegah
kekacauan, akan tetapi sia-sia saja percobaannya itu,
tentaranya tak dapat dikendalikan lagi. Maka itu tidak
usah berselang dua jam, runtuhlah pasukan perang
yang besar itu, termusnahkan pasukan Mongolia yang
jumlahnya lebih sedikit tetapi yang semangatnya
berapi-api. Sisa tentara lantas lari serabutan, si
panglima seragam hitam sendiri terpaksa kaburkan
kudanya.
“Tangkap musuh itu!” Temuchin memberi titah.
“Hadiahnya sepuluh kati emas!”
Beberapa puluh serdadu Mongol sudah lantas
kaburkan kuda mereka, akan kejar panglima berbaju
hitam itu. Mereka itu mendekati saling susul. Akan
tetapi lihay panah si panglima, tak pernah gagal, maka
itu belasan serdadu lantas saja terjungkal dari kuda
mereka, hingga yang lainnya menjadi terhalang.
Dengan begitu pula pada akhirnya, panglima itu dapat
meloloskan diri.
Kwee Ceng dari tempat sembunyinya sangat
mengagumi panglima berbaju hitam itu.
Dengan pertempuran ini Temuchin, ialah pihak
Mongolia, telah peroleh kemenangan besar dan
musuhnya ialah bangsa Taijiut, telah musnah lebih
daripada separuhnya. Maka sejak itu, Temuchin tidak
usah khawatirkan lagi ancaman dari pihak musuhnya
itu.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Dengan kegirangan, sambil bersorak-sorak, tentara
Mongolia iringi kepala perangnya berangkat pulang.
Kwee Ceng tunggu sampai orang sudah pergi
semua, tak kecuali mereka yang mengurus korbankorban,
baharu ia keluar dari tempat sembunyinya.
Ketika ia tiba dirumahnya, waktu sudah tengah malam,
justru ibunya sedang berdebar-debar hatinya
memikirkan anaknya yang dikhawatirkan menghadapi
ancaman bahaya.
Kwee Ceng segera terangkan kepada ibunya
kenapa ia pulang lambat sekali.
Senang Lie Peng akan saksikan anaknya bercerita
dengan cara sangat gembira, anak ini tidak sedikit juga
menunjukkan hati jeri, maka itu ia menjadi teringat
kepada suaminya.
“Dasar turunan orang peperangan, ia mirip dengan
ayahnya…” pikir ibu ini. Maka diam-diam ia pun
bergirang.
Tiga hari kemudian, pagi-pagi sekali, Lie Peng
berangkat ke pasar yang terpisahnya kira-kira
tigapuluh lie lebih dari rumahnya untuk menukar
tenunannya, - dua helai permadani – dengan barangbarang
makanan. Kwee Ceng ditinggal di rumah untuk
menjagai binatang piaraan mereka. Anak ini ingat akan
peperangan yang ia saksikan, ia jadi gembira sekali, ia
anggap peperangan itu dapat dibuat permainan, maka
dengan mainkan cambuknya, sambil ia duduk di atas
kudanya, ia mencoba menggiring kambingnya pulang
pergi. Ia mau anggap dirinya adalah satu panglima
perang!
Tengah anak ini main jenderal-jenderalan itu, tibatiba
ia dengar tindakan kaki kuda di arah timur, apabila
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
ia menoleh, ia tampak seekor kuda lari mendatangi, di
bebokong kuda ada satu tubuh manusia yang
mendekam. Begitu datang dekat, kuda itu kendorkan
larinya. Penunggang kuda itu yang mendekat, treus
angkat kepalanya, memandang kepada si bocah itu,
siapa lantas menjadi kaget sekali, hingga ia keluarkan
teriakan tertahan.
Penunggang kuda itu mukanya penuh debu
bercampur darah, adalah si panglima perang berbaju
hitam yang gagah, yang Kwee Ceng saksikan dan
mengaguminya, ditangan kirinya ia mencekal goloknya
yang telah buntung, golok yang mana pun ada darah
yang sudah mengental, sedang panahnya tidak
kedapatan padanya. Mungkin ia yang tengah
melarikan diri telah bertemu pula dengan musuh. Di
pipi kanannya ada sebuah luka besar dan masih
mengucurkan darah. Paha kudanya pun terluka,
darahnya masih mengalir.
Tubuh panglim aitu bergoyang-goyang, matanya
bersinar merah.
“Air…air…lekas bagi air…” katanya, suaranya
parau.
Kwee ceng lantas lari mengambil air dingin dari
jambangannya, yang mana si panglima lantas saja
sambar untuk digelogoki.
“Mari lagi satu mangkok!” dia meminta pula.
Panglima itu baharu minum setengah mangkok, air
itu sudah bercampur dengan darah yang mengalir dari
lukanya, tetapi ia rupanya telah puas telah dapat air,
tiba-tiba ia tertawa, hanya habis itu wajahnya berjengit,
tubuhnya terus rubuh dari atas kudanya itu. Dia jatuh
pingsan.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Kwee Ceng kaget dan bingung, ia menjerit. Tak
tahu ia mesti berbuat apa.
Selang sekian lama, orang itu sadar dengan
sendirinya.
“Lapar! Lapar!” kali ini ia bersuara.
Kwee Ceng lekas-lekas mengambilkan beberapa
potong daging kambing, orang itu memakannya
dengan sangat bernafsu, setelah itu ia dapat pulang
tenaganya. Demikian dia bisa geraki tubuhnya untuk
berduduk.
“Adik yang baik, banyak-banyak terima kasih
kepadamu!” dia mengucap. Dari lengannya ia tarik
sebuah gelang emas yang kasar dan berat. “Untukmu!”
dia tambhakan seraya dia angsurkan barang permata
itu kepada bocah itu.
Kwee Ceng menggeleng-gelengkan kepala. “Ibu
telah pesan, kami harus membantu tetamu tetapi tidak
boleh menginginkan barang tetamu,” ia bilang.
Orang itu tercengang, lalu ia tertawa terbahakbahak.
“Anak yang baik! Anak yang baik!” ia memuji. Ia
lantas sobek ujung bajunya, untuk dipakai membalut
lukanya. Ia pun balut luka kudanya.
Itu waktu samar-samar terdengar suara larinya
banyak kuda di arah timur, mendengar itu tetamunya
Kwee Ceng ini menjadi gusar sekali.
“Hm, dia tak hendak melepaskan aku!” serunya
sengit. Ia pun lantas memandang ke arah timur itu.
Kwee Ceng pun lantas ikut memandang juga.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Sekarang di sebelah suara berisik itu terlihat debu
mengepul. Rupanya banyak sekali serdadu barisan
berkuda temgah mendatangi.
“Anak yang baik, apakah kau ada punya panah?”
tanya si tetamu.
“Ada!” sahut Kwee Ceng yang terus lari ke dalam
untuk ambil panahnya.
Orang itu perlihatkan roman girang, hanya tempo si
bocah itu kembali, ia menjadi lesu. Tapi lekas sekali ia
tertawa berkakakkan.
Kwee Ceng telah bawa gendewa dan anak
panahnya yang kecil.
“Aku hendak bertempur, aku ingin panah yang
besar….” katanya panglim aitu kemudian, alisnya
lantas menjadi ciut.
“Yang besar tidak ada….” sahut Kwee Ceng.
Ketika itu pasukan yang mendatangi telah tampak
semakin tegas, benderanya pun berkibar-kibar.
“Seorang diri tak dapat kau lawan mereka, lebih
baik kau sembunyi,” kata Kwee Ceng kemudian.
“Sembunyi di mana?” orang itu tanya.
Kwee Ceng menunjuki tumpukan rumput kering di
belakang rumahnya.
“Aku tidak akan mengasih tahu kepada mereka,” ia
berjanji tanpa diminta.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Orang itu mengambil putusan denagn segera. Ia
insyaf, walaupun ia sudah dapat pulang tenaganya,
dengan kudanya yang terluka, tak dapat ia lari lebih
jauh. Jadi ada lebih selamat untuk sembunyikan diri.
Lain jalan tidak ada.
Share:
cersil...
Comments
0 Comments

Postingan Cersil Terbaru