- Cersil Yoko Seri Ke 2
- Cerita Silat Cersil Ke 1 Kembalinya Pendekar Rajaw...
- Cerita Silat Cersil Pendekar Pemanah Rajawali Komp...
- Cersil Ke 25 Tamat Kwee Ceng Bersambung Ke Pendeka...
- Cerita Silat ke 24 Kwee Ceng Pendekar Jujur
- Cersil Ke 23 Kwee Ceng Pendekar Lugu
- Cerita Silat Ke 22 Kwee Ceng
- Cersil Ke 21 Kwee Ceng
- Cerita Silat Ke 20 Cersil Kwee Ceng Rajawali Sakti...
- Cerita Silat Ke 19 Kwee Ceng Jagoan Sakti
- Cersil Ke 18 Kwee Ceng
- Cersil Ke 17 Kwee Ceng Cerita Silat Pendekar Rajaw...
- Cersil Pendekar Pemanah Rajawali Ke 16 Pendekar Kw...
- Cersil Ke 15 Pendekar Kwee Ceng
- Cersil Hebat Kweeceng Seri 14
- Cersil Cerita Silat Kwee Ceng 13
- Cersil Pendekar Ajaib : Kwee Ceng 12
- Kumpulan Cerita Silat Jawa : Kwee Ceng 11
- Cerita Silat Pendekar Matahari : Kwee Ceng 10
- Cersil Mandarin Lepas :Kwee Ceng 9
- Cersil Langka Kwee Ceng 8
- Cerita Silat Mandarin Online : Kwee Ceng 7
- Cersil Indo Kwee Ceng 6
- Cerita Silat Cersil Kwee Ceng 5
- Cersil Kwee Ceng 4
- Cersil Pendekar Kwee Ceng 3
- Cersil Pendekar Kwee Ceng 2
- Cersil Pendekar Kwee Ceng ( Pendekar Pemananah Raj...
- Cersil Seruling Sakti dan Rajawali Terbang
- Kumpulan Cersil Terbaik
- Cersil Jin Sin Tayhiap
- Cersil Raisa eh Ching Ching
- Cersil Lembah Merpati
- Cerita Silat Karya stefanus
- Cersil Pedang Angin Berbisik
- Cersil Sian Li Engcu
- Cersil Si KAki Sakti
- Cersil Bendera Maut
- Cersil Pahlawan Gurun
- Cersil Pedang Pusaka Buntung
- Cersil Terbaik Pendekar Kunang Kunang
- Cersil Mandarin Imam Tanpa Byangan
heran sebab ia hidup di tanah gurun. Sebaliknya
siauw-ongya biasa hidup di istana, ia termanja, ia
kalah ulet, maka ia lantas terdesak.
Satu kali Kwee Ceng menyambar ke muka siauwongya
itu. Siauw-ongya berkelit, terus ia membalas
meninju. Atas itu, Kwee Ceng mendahulukan, dengan
tangan kanannya, ia membentur sikut kanan si
pemuda agung, berbareng dengan itu, ia maju, tangan
kirinya membangkol tangan lawan itu, lalu tangan
kanannya diteruskan untuk memegang leher lawan.
Siauw-ongya terkejut, ia membalas membangkol dan
memegang leher lawannya itu. Maka keduanya
menjadi berkutat, yang satu hendak mematahkan
tangan, yang lain hendak mencekik.
Semua orang kaget, onghui sampai berparas pucat,
separuh mukanya keluar dari tenda. Putrinya Bok Ek,
ynag tadinya numprah di tanah, berlompat bangun,
parasnya pun pucat.
Disaat itu terdengar suara menggelepok. Nyata
muka Kwee Ceng kena digaplok, sebab siauw-ongya
merubah siasat. Keras pukulan itu, Kwee Ceng
merasakan matanya berkunang-kunang dan kepalanya
pusing. Tapi ia masih sadar, sambil berseru, ia sambar
bajunya siuaw-ongya, terus ia kerahkan tenaganya, ia
angkat tubuh siauw-ongya, untuk dilemparkan. Ia
nyata telah menggunai ilmu silat bangsa Mongolia,
yang ia peroleh dari Jebe.
Siauw-ongya dilemparkannya, tapi sebelum
tubuhnya dilepas, ia sudah berdaya, dengan cepat ia
ayun tubuhnya itu, Kedua tangannya menyambar
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
tanah, dengan begitu, ia tidak terbanting. Habis itu
sama sebatnya, ia menyambar kedua kaki lawannya
itu, ia menarik keras, maka Kwee Ceng kena ditarik
roboh hingga saling tindih, hanya siauw-ongya berada
disebelah atas. Dia ini sebat, dia lompat, tangannya
menyambar tombak di tangan seorang serdadu yang
berada dekat dengannya, dengan tombak itu, segera
ia menikam Kwee Ceng.
Dengan menggulingkan tubuh, Kwee Ceng
menghindarkan diri, tapi ia didesak, ia dikam terus, lagi
dua kali, terpaksa ia kembali bergulingan, hingga sukar
untuk ia melompat bangun, terpaksa sambil
bergulingan, ia layani tombak musuhnya itu. Karena
didesak tak hentinya, ia berguling hingga ke dekat
tiang bendera Pibu Tiauw-cin. Di sini ia gunai
kesempatannya, ia sambar tiang itu, terus ia pakai
menangkis, sesudah mana ia berlompat bangun, untuk
melakukan penyerangan membalas. Maka sekarang
mereka bertempur dengan bersenjata, meskipun Kwee
Ceng hanya bergenggaman tiang bendera.
Tiang bendera itu terlalu panjang, kurang tepat
untuk Kwee Ceng, ynag bersilat denagn tipu Hang Mo
Thung-hoat, pengajaran dari gurunya yang pertama,
Hek Pian-hok Kwa Tin Ok si Kelelawar Hitam, akan
tetapi, ia dapat mainkan itu dengan baik. Siauw-ongya
tidak kenal permainan silat lawannya itu, ia lantas saja
kena didesak hingga ia mesti selalu membela diri.
Bok Ek tetap perhatikan ilmu silat tombak dari
siauw-ongya, makin lama ia menjadi makin heran.
Itulah terang Yo Kee Ciang-hoat, yaitu ilmu tombak
Keluarga Yo, ilmu mana diturunkan hanya kepada
anak laki-laki, tidak kepada anak perempuan. Yang
menegrti ilmu itu, untuk bagian Selatan Tionggoan saja
sudah jarang, maka heran kenapa di negara Kim ada
yang dapat memainkannya itu? Ia terus mengawasi,
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
sampai akhirnya ia merasa sedih sendirinya, tidak
dapat ia mencegah mengucurnya air matanya.
Nona Bok pun memperhatikan jalannya
pertempuran, ia juga agaknya berpikir keras.
Diakhirnya terdengar teriakannya onghui: “Berhenti!
Berhenti! Jangan berkelahi lagi!” Karena nyonya agung
itu mendapatkan putranya telah bermandikan keringat.
Mendengar suaranya onghui, Peng Lian Houw
bertindak ke dalam kalangan. ia segera geraki tangan
kirinya, untuk menyampok tiang bendera. Atas itu,
Kwee Ceng merasakan telapak tangannya sakit, tiang
bendera lantas terlepas dari cekalannya, mental ke
udara, hingga benderanya berkibar-kibar bagus.
Anak muda itu terkejut. Seumurnya kecuali Bwee
Tiauw Hong, belum pernah ia menemui tandingan
selihay ini. Belum sempat ia memandang orang, atau
satu pukulan telah menjurus ke mukanya. Ia berkelit
dengan cepat, tetapi tidak urung, lengannya kena
terhajar. Tidak ampun lagi, ia terguling roboh.
Setelah merobohkan bocah itu, Pheng Lian Houw
berpaling kepada si pangeran muda dan berkata
sambil tertawa: “Siauw-ongya, akan aku bereskan dia
ini, supaya dia jangan mengganggu terlebih jauh…”
Sembari berkata, ia maju ke Kwee Ceng, ia ulur
tangan kanannya ke arah kepala orang, justru si anak
muda lagi merayap bangun.
Kwee Ceng kaget, lebih-lebih ia tahu, kedua
tangannya sakit. Untuk tolongi dirinya, ia memaksa
menangkis juga.
Disaat anak muda ini terancam bahaya maut,
sekonyong-konyong datang teriakan dari antara orang
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
banyak: “Perlahan!” Lalu terlihat melesetnya satu
bayangan abu-abu perak disusul serangan semacam
senjata, yang terus saja melibat tangannya si orang
she Pheng itu, hingga serangan itu batal. Tetapi Lian
Houw tidak diam saja, ia segera menarik pulang
tanagnnya, begitu keras, hingga senjata yang
melibatnya ia terputus.
Orang yang baru datang itu agaknya terperanjat,
hingga ia tercengang, tetapi lekas juga ia sambar
Kwee Ceng, yang pinggangnya ia peluk, setelah mana,
ia lompat mundur.
Sekarang orang bisa lihat, dia adalah satu tojin atau
imam usia pertengahan, jubahnya warna abu-abu,
tangannya mencekal sebatang hudtim atau kebutan,
hanya kebutan itu tinggal sepotong, sepotong yang lain
masih melibat ditangannya Lian Houw. Ia terus
mengawasi pada Lian Houw, yang kemudian berkata:
“Tuan, adakah kau Pheng Cecu yang namanya sangat
tersohor? Hari ini aku dapat bertemu denganmu,
sungguh aku merasa sangat girang!”
“Tidak berani aku menerima yang namaku yang
rendah dijunjung sedemikian tinggi olehmu,” sahut Lian
Houw. “Aku mohon ketahui gelaran suci dari totiang.”
Semua orang lantas mengawasi kepada imam itu,
yang romannya toapan, yang kumis dan janggutnya
terbelah tiga. Kaos kakinya yang putih serta sepatunya
yang abu-abu bersih sekali. Ia tidak menjawab, hanya
Ia ulur kakinya, untuk dimajukan satu tindak, lalu ia
menarik pulang, tetapi karena injakan atau
tindakannya itu, di tanah lalu tertapak dalam. Sedang
di tanah utara ini, tanah kering dan keras.
Melihat tapak sepatu itu, Peng Lian Houw
terperanjat. “Jadinya totiang adalah Thie Kak Sian
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Giok Yang Cu Ong Cinjin?” ia menanya.
Imam itu menjura. “Teecu terlalu memuji kepadaku,”
ia menyahut. “Memang benar, pinto adalah Ong Cie It.
Tidak berani pinto menerima itu sebutan cinjin.”
Peng Lian Houw, begitu juga Som Sian Lao Koay,
Nio Cu Ong dan Leng Tie Siangjin mengawasi imam
itu, yang mereka tahu namanya tidak kalah daripada
Tiang Cun Cu Khu Cie Kee. Sudah lama mereka
ketahui hal imam ini, baru sekarang mereka menemui
sendiri orangnya. Mereka dapatkan orang sungguh
alim dan agung. Coba tadi mereka tidak telah
menyaksikan gerakan yang gesit dan melihat itu tapak
kaki, tidak nanti mereka mau percaya dia adalah Thie
Kak Sian Giok Yang Cu si Dewa Kaki Besi yang
pernah menakluki jago-jago di Utara.
Ong Cie It tersenyum, terus ia menunjuk pada Kwee
Ceng dan berkata: “Pinto tidak kenal anak ini, hanya
karena kemuliaan hatinya dan kegagahannya berusan,
hatiku menjadi sangat tertarik, maka itu dengan
besarkan nyali, pinto mohon Pheng Ceecu memberi
ampun kepada jiwanya.”
Melihat sikap orang yang demikian hormat, sedang
orang pun dari Coan Cin Kauw, Peng Lian Houw suka
berbuat baik, maka itu sambil membalas hormat, ia
memberikan persetujuannya.
Ong Cie It menjura pula seraya menghanturkan
terima kasih, ketika ia memutar tubuh, ia menghadapi
si siauw-ongya dengan wajahnya keren sekali.
“Siapakah namamu?” ia menanya bengis,
“Siapakah gurumu?!”
Siauw-ongya itu telah merasa kurang enak hati.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Sebenarnya ia sudah memikir untuk berlalu, tetapi ia
terlambat. Ia berdiri diam dan menyahuti: “Namaku
Wanyen Kang. Nama guruku tidak dapat aku
beritahukan padamu.”
“Bukankah gurumu ada tanda tahi lalat merah pada
pipinya yang kiri? Ong Cit It tanya pula.
Wanyen Kang tertawa hihi-hihi, hendak ia
menjawab secara jenaka, atau mendadak matanya si
imam bersinar tajam bagaikan kilat, maka hatinya
terkesiap, batal ia untuk main gila. Ia lantas
mengangguk.
“Memang telah aku duga, kau adalah muridnya Khu
Suhengku itu,” berkata Ong Cinjin. “Hm, bagus benar
perbuatanmu ya? Pada mula kali gurumu hendak
mengajarkan silat padamu, apakah ia telah bilang
padamu? Apakah pesannya?”
Wanyen Kang perlihatkan roman cemas. Ia dapat
lihat suasana buruk.
“Anak, lekas pulang!” demikain terdengar suara
ibunya dari dalam joli.
Anak ini dapat dengar panggilan itu, justru
berbareng dengan itu, ia mendapat satu pikiran. Ia
insyaf, kalau gurunya ketahui perbuatannya, inilah
hebat. Maka itu, lekas ia ubah sikapnya. Dengan
sabar, ia berkata: “Totiang kenal guruku itu, terang
totiang adalah satu cianpwee, oleh karena itu boanpwe
mohon sukalah totiang datang ke rumahku, untuk
boanpwe anti mendengar segala pengajaranmu.”
Dengan lantas siauw-ongya ini membahasakan diri
“boanpwe”, orang dari tingkat lebih rendah, karena ia
tahu ia lagi berhadapan dengan satu cianpwee, orang
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
yang tingkat derajatnya terlebih tua.
“Hm!” Ong Cie It perdengarkan suaranya.
Wanyen Kang benar-benar cerdik, tanpa tunggu
orang buka mulut lagi, ia sudah lantas menjura kepada
Kwee Ceng, sembari tersenyum, ia berkata: “Saudara
Kwee, kalau kita tidak bertempur, pasti kita tidak kenal
satu sama lain. Ilmu silat kau saudara, aku sangat
mengaguminya. Maka itu, aku pun minta suka kau
bersama totiang berkunjung ke rumahku. Sukalah kau
kalau kita mengikat persahabatan?”
Kwee Ceng tidak menjawab, ia hanya menunjuk
kepada Bok Ek dan gadisnya serta bertanya:
“Bagaimana urusan jodohmu dengan nona itu?”
Wanyen Kang menjadi likat. “Hal itu kita perlahanlahan
saja kita bicarakan pula,” katanya.
Mendengar itu, Bok Ek tarik tangannya Kwee Ceng.
“Engko Kwee kecil, mari kita pulang!” berkata ia. “Buat
apa kau layani pula manusia hina dina ini?”
Wanyen Kang dengar suara orang menghina itu, ia
tidak menjadi gusar, ia hanya menjura pula kepada
Ong Cie It seraya berkata: “Totiang, bownpwe
menantikan segala kehormatan atas kedatangan
totiang ke rumahku. Totiang tanyakan saja istananya
Chao Wang.”
Habis berkata begitu, ia sambar les dari seekor
kuda pilihan yang satu pengiringnya bawa kepadanya,
terus ia lompat naik ke atas kuda itu, yang pun ia kasih
lari ke antara orang banyak, hingga mereka itu berlarilari
untuk menyingkir dari bahaya kena diterjang kuda.
Ong Cie It mendongkol untuk sikap keagungTIRAIKASIH
WEBSITE http://kangzusi.com/
agungan itu. Tapinya ia berkata kepada Kwee ceng,
“Engko kecil, kau turut aku,”
“Aku hendak menantikan dulu sahabatku…” Kwee
ceng menjawab.
Belum berhenti suaranya bocah ini, Oey Yong
muncul dari antara orang banyak, lantas saja ia
berkata sambil tertawa: “Aku tidak kenapa-kenapa!
Sebentar aku pergi mencari padamu…!” Baru ia
mengucap, kemudian ia menyelinap di antara orang
banyak itu. Ia memang bertubuh kecil dan lincah.
Di lain pihak, lantas terlihat Sam-tauw-kauw Hauw
Thong Hay lari mendatangi.
Melihat si Ular Naga Kepala Tiga ini, Kwee Ceng
tertawa di dalam hati. Tapi ia pun cerdik, ia lantas
menjatuhkan diri di depan Ong Cinjin. “Totiang,
banyak-banyak terima kasih,” ia berkata.
Ong Cie It tidak bilang suatu apa, ia cekal tangan si
bocah, untuk diajak pergi, hingga dilain saat mereka
sudah tinggalkan orang banyak itu dan tengah menuju
keluar kota.
Cepat tindakannya si imam, sebentar saja mereka
sudah berada diluar kota. Selang lagi beberapa lie,
tibalah mereka di belakang sebuah puncak buklit. Di
sini si imam berjalan semakin cepat. Memang ia
hendak menguji enteng tubuhnya si bocah.
Sampai sebegitu jauh, Kwee Ceng dapat mengikuti
denagn baik kepada si imam itu. Ia sudah belajar lari
keras, tubuhnya enteng, dan dibawah pimpinan Tan
Yang Cu Ma Giok, ia dapat manjat puncak, maka itu, ia
bisa berlari-lari tanpa napasnya memburu atau hatinya
berdenyutan.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Ong Cie It cekala tangan orang, ia lari terusterusan,
tiba-tiba ia melepaskannya. Ia terperanjat dan
mengawasi bocah itu.
“Dasarmu tidak jelek!” ia berkata dalam herannya
itu. “Kenapa kau tidak dapat mengalahkan dia itu?”
Kwee Ceng tidak tahu bagaimana harus menjawab,
ia cuma tertawa saja.
“Siapakah gurumu?” Ong Cinjin menanya lagi.
Kwee Cneg tahu di antara adik seperguruan dari ma
Giok ada yang bernama Ong Cie It, ialah ini imam, dari
itu, tidak mau ia mendusta. Ia menyebutkan Kanglam
Cit Koay dan Ma Giok.
Mendengar itu Ong Cie It menjadi girang sekali.
“Toasuko telah ajarkan kau ilmu silat, bagus!” katanya.
“Sekarang aku tidak usah mengkhawatirkan apa-apa
lagi!”
Kwee Ceng heran, ia mengawasi imam itu.
“Orang dengan siapa tadi kau bertempur, yang
dipanggil setahu apa siauw-ongya Wanyen Kang itu
adalah muridnya suhengku Tiang Cun Cu, kau tahu
atau tidak? bertanya si imam.
Bocah itu tercengang. “Apa?” dia menanya. “Aku
tidak tahu…”
Ma Giok mengajarkan Kwee Ceng tanpa
penjelasan, bocah ini menjadi tidak tahu tentang ilmu
silat kaum Coan Cin Kauw, sekarang setelah
mendengar pertanyaannya Ong Cie It, ia menjadi ingat
kepada pertempurannya sama In Cie Peng hingga ia
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
ingat juga, ilmu silat Wanyen Kang sama dengan ilmu
silatnya In Cie Peng itu. Ia lantas menunduki kepala.
“Teecu tidak tahu siauw-ongya itu adalah muridnya
Khu Totiang, teecu telah berlaku kurang ajar, teecu
mohon totiang suka memberi maaf,” ia memohon.
Ong Cie It tertawa bergelak.
“Hatimu mulia, aku suka sekali! Mustahil aku nanti
persalahkan kau!” ia berkata. Kemudian ia
meneruskan dengan sikapnya sungguh-sungguh :
“Kami kaum Coan Cin Kauw ada punya aturan yang
keras, kalau ada murid yang bersalah, dia dapat
dihukum berat, tetapi tidak nanti dilindungi atau dieloni.
Siauw-ongya itu sombong dan ceriwis, nanti aku suka
minta toasuko menghukum padanya!”
“Asal ia suka menikah dengan nona Bok, baiklah
totiang memberi ampun padanya,” berkata Kwee
Ceng, yang tidak mendendam, hatinya masih ingin
merekoki jodohnya nona Bok.
Ong Cie It menggeleng kepala, ia tidak bilang suatu
apa, di dalam hatinya tapinya ia suka bocah ini yang
jujur dan hatinya pemurah. kemudian setelah berpikir,
ia berkata-kata seorang diri: “Toasuko biasanya benci
kejahatan sebagai musuh besarnya, dia lebih-lebih
membenci bangsa Kim, maka itu kenapa dia bolehnya
mengajari silat kepada satu pangeran Kim? Sungguh
membikin pusing kepala…” Terus ia mengawasi Kwee
Ceng dan berkata pula: “Khu Toasuko telah
menjanjikan aku bertemu di Yan-khia, dalam beberapa
hari ini tentulah ia bakal tiba, maka setelah bertemu
dengannya, aku akan menanya jelas segala apa.
Toasuka telah menerima satu murid she Yo, dia kata
hendak ajak muridnya itu pergi ke Kee-hin untuk
dicoba pibu denganmu. Entah bagaimana
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
kepandaiannya murdi she Yo itu, nanti kau jangan
khawatir. Di sini ada aku, tidak nanti aku bikin kau
memdapat susah….”
Kwee Ceng telah terima titah gurunya untuk
sebelum tanggal duapuluh empat bulan tiga sampai di
Kee-hin, Ciat-kang untuk apa ia dimestikan pergi ke
Kee.hin itu, gurunya tidak memberikan keterangan
apa-apa, maka itu ia heran atas kata-katanya imam ini.
“Totiang, pibu apakah itu?” ia bertanya.
Ong Cie It dapat menduga, ia menghela napas.
“Gurumu belum membilang suatu apa kepadamu, tak
baik aku mewakilkan mereka memberi keterangan,” ia
menjawab.
Ong Cie It ketahui maksudnya Kanglam Cit Koay.
Dia telah mendengar lelakonnya kedua keluarga Yo
dan Kwee itu, bahwa dalam pibu, Kanglam Cit Koay
pasti menghendaki kemenangan, maka itu tidak heran
Tujuh Manusia Aneh dari Kanglam itu tidak mau
menjelaskan sesuatu kepada Kwee Ceng, maksudnya
pasti untuk mencegah Kwee Ceng menjadi bersusah
hati hingga pernyakinan ilmu silatnya menjadi
terganggu. Atau mungkin disebabkan musuh adalah
turunan sahabat ayahnya, Kwee Ceng itu nanti
berkelahi tidak dengan sungguh-sungguh dan
karenanya menjadi tidak memperoleh kemenangan.
Kwee Ceng juga tidak berani menanya apa-apa
lagi, dia cuma manggut-manggut.
“Sekarang masri kita lihat itu orang she Bok dan
gadisnya,” berkata Ong Cie It kemudian. “Nonan itu
bertabiat keras, aku khawatir dia nanti menerbitkan
bencana jiwa…”
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Kwee Ceng terkejut. ia menjadi ingat kepada nona
itu. Maka keduanya lantas berjalan dengan cepat ke
kota barat, terus ke rumah penginapan Kho Seng di
jalan besar utama. Baharu mereka sampai di depan
pintu, dari dalam hotel sudah muncul beberapa
pengiring dengan pakaian seragam bersulamnya,
semua lantas memberi hormat kepada Ong Cinjin
seraya berkata: “Kami diperintahkan siauw-ongya
mengundang totiang serta Tuan Kwee menghadiri
pesat di gedung kami.” Mereka lantas menyerahkan
sehelai kartu nama di atas mana ada tertera: “Hormat
dari teecu Wanyen Kang.”
“Sebentar kita datang,” berkata Ong Cie It.
“Dan ini kue-kue dan bebuahan, siauw-ongya minta
totiang dan Tuan Kwee sudi menerimanya,” berkata
pula si pengiring. “Dimana totiang dan Tuan Kwee
tinggal? Nanti kami pergi mengantarkan ke sana.”
Beberapa pengiring lainnya lantas maju untuk
mengsih lihat barang antaran mereka, yang terdiri dari
duabelas, isinya semua adalah makanan dan
bebuahan yang istimewa.
“Oey Yong suka dahar makanan semacam ini, baik
aku tinggalkan untuk dia,” Kwee Ceng berpikir. Ia
polos, ia bersedia menerima antaran itu.
Ong Cie It tak berkesan baik terhadap Wanyen
Kang, hendak ia menampik, akan tetapi kapan ia
melihat sikap Kwee Ceng, ia lantas terima itu. Ia
tersenyum, di dalam hatinya ia berkata: “Dasar bocah!
Dia tidak harus dipersalahkan.”
Bab 18. Mengadu Kepandaian
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Habis menerima antaran itu, Ong Cie It
menanyakan keterangan kamarnya Bok Ek, lalu ia
terus masuk ke dalam kamar orang, hingga ia
dapatkan orang she Bok itu sedang rebah dengan
muka pucat dan di tepi pembaringan, gadisnya duduk
smabil menangis. Kapan mereka lihat tetamu, si nona
berbangkit berdiri, Bok Ek sendiri berbangkit untuk
berduduk di atas pembaringan.
Ong Cinjin periksa lukanya Bok Ek, yang setiap
belakang telapakan tangannya bertanda lima lobang
jari tangan, hingga nampak tulang-tulangnya dan
kedua lengannya bengkak besar. Luka itu telah
ditorehkan obat, tetapi mungkin dikhawatir menjadi
nowa, sudah tidak dibalut.
“Aneh,” pikir Ong Cie It. “Ilmu silat Wanyen Kang
terang adalah ajarannya toasuko, maka darimana dia
dapatkan ilmu pukulan jahat ini? Pada ini mesti ada
rahasianya…?” Lantas ia pandang si nona dan
menanya: “Nona, siapakah namamu?”
Nona itu menunduki kepalanya. “Namaku Bok Liam
Cu,” ia menyahut perlahan.
“Luka ayahmu ini tak enteng, dia perlu dirawat baikbaik,”
kata Cie It, yang terus merogoh sakunya, untuk
mengeluarkan uang perak dua potong, yang mana ia
letaki di atas meja, seraya menambahkan: “Besok aku
akan datang untuk menjenguk pula padamu.” Lalu
menanti jawaban si nona, ia tarik tangan Kwee Ceng
buat meninggalkan hotel itu.
Di luar hotel, mereka dipapaki empat pengiring,
setelah mereka itu memberi hormat, yang satunya
memberitahukan bahwa siauw-ongya mereka lagi
menentikan di gedung dan imam serta bocah itu
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
diundang ke sana.
Ong Cie It mengangguk.
“Totiang, kau tunggu sebentar,” berkata Kwee
Ceng, yang terus lari masuk pula ke dalam hotel, ke
dalam kamar di mana ada bingkisan kue dan buah dari
Wanyen Kang. Ia pilih empat rupa kue, ia bungkus itu
dengan sapu tangan, sesudah masuki itu ke dalam
sakunya, ia lari pula ke luar, untuk bersama si imam
pergi mengikuti keempat pengiring itu pergi ke onghu,
gedungnya Wanyen Kang.
Tiba di muka gedung, atau lebih tepat istana, Kwee
Ceng paling dulu lihat dua lembar bendera berkibar di
tiang yang tinggi, di kiri dan di kanan pintu ada
nongkrong masing-masing seekor cio-say, atau singa
batu, yang rimannya bengis. Undakan tangga dari batu
putih semua, batu mana dipasang terus sampai di thia
depan. Di pintu besar ada dituliskan tiga huruf besar
air emas, bunyinya: “Chao Wang Hu” atau istana
pangeran Chao Wang.
Kwee Ceng tahu, Chao Wang itu adalah Wanyen
Lieh, putra keenam dari raja Kim. Maka itu tanpa
merasa, hatinya tercekat.
“Mungkinkah si pangeran muda itu adalah putranya
Wanyen Lieh?” ia kata di dalam hatinya. “Wanyen Lieh
mengenali aku, kalau di sini aku bertemu dengannya,
inilah cade….”
Selagi si bocah terbenam dalam keragu-raguan,
lantas ia dengar ramainya suara tetabuhan, yang
rupanya diperdengarkan untuk menyambut ia dan Ong
Cie It, menyusul mana ia tampak si siauw-ongya keluar
menyambut, pakaiannya jubah merah dengan gioktay
atau ikat pinggang kumala, sedang kepalanya ditutupi
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
kopiah emas.
Melihat dandanan pangeran itu, Ong Cie It
mengkerutkan keningnya. ia diam saja, ia turut
dipimpin ke dalam thia, dimana ia lantas dipersilakan
duduk di kursi atas.
“Totiang bersama saudara Kwee sudi datang
kemari, sungguh aku merasa sangat beruntung!”
berkata tuan rumah yang muda ini.
Ong Cie It tidak puas, bahkan ia mendongkol.
Pangeran itu tidak berlutut didepannya dan tidak juga
memanggil susiok atau paman guru kepadanya.
“Sudah berapa lama kau ikuti gurumu belajar silat?”
ia tanya.
“Mana boanpwe mengerti ilmu silat?” sahut Wanyen
Kang sambil tertawa. “Aku ikuti suhu buat dua tahun
lamanya, selama itu aku main-main kucing kaki tiga
hingga aku membikinnya totiang dan saudara Kwee
menertawai aku.”
“Hm!” Ong Cie It kasih dengar suaranya. “Walaupun
ilmu silat Coan Cin kauw tidak tinggi tetapi ilmu itu
bukannya ilmu kucing kaki tiga! Gurumu bakal tiba di
sini, kau tahu tidak?”
“Guruku ada di sini, apakah totiang ingin bertemu
dengannya?” Wanyen Kang balas menanya.
Ong Cie It menjadi heran sekali. “Ada di mana ia
sekarang?” ia tanya.
Wanyen Kang menepuk tangan dua kali. “Siapakan
meja santapan!” ia memberi perintah kepada
pengiringnya.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Pengiring itu berlalu untuk menyampaikan titah lebih
jauh.
Wanyen Kang sudah lantas ajak kedua tetamunya
pergi ke hoa-thia, untuk mana mereka melintasi
sebuah lorong, mengitari lauwteng yang indah, hingga
mereka mesti jalan sekian lama. Selama itu, Kwee
Ceng dapak menyaksikan keindahannya istana,
sampai ia merasakan matanya berkunang-kunang.
Hatinya pun tidak tentram, tidak tahu ia mesti bersikap
bagaimana andaikata ia bertemu dengan Wanyen
Lieh. Setibanya di hoa-thia, di sana sudah menantikan
enam-tujuh orang, yang tubuhnya jangkung dan kate
tidak rata, di antara siapa yang kepalanya benjut tiga,
yaitu Sam-tauw-kauw Hauw Thong Hay. Dia itu
mengawasi anak muda kita ini dengan sorot mata
bengis! Biar bagaimana, Kwee Ceng terkejut juga
hingga ia pernahkan dirinya dekat sekali dengan si
imam.
Wanyen Kang bergirang ketika ia kata pada Ong
Cie It. “Totiang, beberapa tuan ini sudah lama
mengagumi kau dan semuanya merasa sangat ingin
bertemu denganmu!” Ia lantas menunjuk Peng Lian
Houw dan kata: “Inilah Pheng Cecu, kedua pihak
sudah saling mengenal.”
Kedua orang itu saling memberi hormat.
“Dan ini adalah Som Sian Lao Koay Nio Cu Ong,
locianpwe dari Tiang Pek San,” Wanyen Kang
memperkenalkan pula orang yang rambutnya putih tapi
mukanya segar sebagai muka seorang bocah.
Ong Cie It heran hingga ia berpikir: “Kenapa
Siluman Tua ada disini juga?”
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
io Cu Ong sudah lantas memberi hormat dan
berkata: “Di sini lohu dapat bertemu sama Thie Kak
Sian Ong Cinjin, maka tidaklah kecewa yang lohu
sudah datang ke Tionggoan ini.” Dan lantas ia
perkenalkan paderi di sampingnya, katanya: “Ini
adalah Leng Tie Siangjin, ahli Tay-ciu-in dari partai Bit
Cong dari Tibet. Kami berdua, satu dari timur utara,
satu lagi dari barat selatan, dari empat ribu lie, maka
pertemuan ini benar-benar satu jodoh!”
Ong Cie It memberi hormat kepada paderi dari Tibet
itu dengan menjura dan si paderi membalasnya seraya
menakopi kedua tangannya.
Justru itu seorang yang suaranya serak terdengar
berkata nyaring: “Kiranya Kanglam Cit Koay didukung
dari belakang oleh Coan Cin Pay, maka juga mereka
menjadi begini malang melintang.”
Ong Cie It awasi orang yang pentang bacot itu,
kepala siapa lanang, tidak ada selembar rambutnya,
matanya merah, biji matanya menonjol keluar. Dengan
melihat roman orang saja, ia sudah lantas
mengenalinya.
“Bukankah tuan adalah Kwie-bun Liong Ong See
Locianpwee?” ia bertanya.
“Benar!” sahut orang itu, suaranya menandakan
kemarahannya, “Kiranya kau masih kenal aku!”
Cie It heran, hingga kata dalam hati kecilnya: “Kita
ada bagaikan air kali dan air sungai yang tidak saling
menerjang, kapan dan di dalam hal apa aku pernah
berbuat salah terhadapnya?” Ia menunjuki sikap sabar,
ia kata: “Nama besar dari See Locianpwee memang
telah lama aku pangeni.”
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Orang she See ini tidak ambil mumat sikap orang
yang halus itu, ia tengah diliputi kemarahan besar.
Memangnya dia bertabiat keras. Dia bernama Thong
Thian dan gelarannya, Kwie-bun Liong Ong ialah Raja
Naga dari Pintu Iblis. Dia banyak lebih lihay daripada
Hauw Thong Hay, adik seperguruannya. Sebab
tabiatnya itu, di waktu mengajari silat, ia tetap
berangasan dan galak. Inilah sebabnya kenapa muridmuridnya
tidak dapat wariskan tiga bagian saja dari
sepuluh ilmu kepandaiannya, tidak heran kalau Hong
Ho Su Koay gagal mengepung Kwee Ceng. Thong
Thian gusar bukan main waktu ia dengar kekalahan
empat muridnya itu, ia hajar mereka, dia mendamprat
habis-habisan. Sesudah itu ia kirim Hauw Thong Hay
untuk menuntu balas, supaya Kwee Ceng dibekuk.
Celakanya Thong Hay telah kena dipermainkan oleh
Oey Yong, hingga adik seperguruan ini juga gagal.
Karena ini, tak terkira gusarnya Thong Thian, maka
juga, sekalipun di depan orang banyak, tak dapat ia
mengatasi diri, tak peduli ia bahwa perbuatannya
melanggar adat sopan santun. Demikian ia ulur
sebelah tangannya, akan jambak Kwee Ceng.
Bocah itu mundur, sedang Ong Cie It segera maju,
untuk menghalang di depannya.
“Bagus! benar-benar kau melindungi binatang cilik
ini!” ia berseru, tangannya terus menyambar si imam.
Melihat orang demikian galak, Ong Cie It tidak
dapat mundur, maka ia pun angkat tangannya, untuk
menangkis.
Disaat kedua tangan hampir bentrok, dari samping
mereka tiba-tiba muncul satu orang, tangan kirinya
menyambar lengan See Thong Thian, tangan
kanannya menyambar lengan Ong Cinjin, terus ia
mengibas keluar, maka dengan berbareng, dua orang
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
itu dapat dipisahkan, diundurkan satu dari yang lain.
Dua-dua See Thong Thian dan Ong Cie It
terperanjat. Mereka bukan sembarang orang, maka
mereka heran ada seorang yang dapat pisahkan
mereka secara demikian gampang. Tanpa merasa
keduanya lantas mengawasi si pemisah itu, ialah
seoarng dengan jubah putih, sikapnya tenang sekali,
umurnya ditaksir tigapuluh lima atau tipuluh enam
tahun, alisnya panjang hingga ujungnya mengenai
rambut di pelipisnya, romannya tampan, hingga ia
mirip dengan satu sastrawan, siucay. Dandanannya,
seumumnya, seperti dandanan seorang bangsawan.
Segera juga Wanyen Kang menghampirkan,
sembari tertawa ia berkata: “Tuan ini adalah Auwyang
Kongcu, sancu dari Pek To San dari pegunungan Kun
Lun San di Tibet. Dia belum pernah datang ke
Tionggoan, maka itu ini adalah pertama kalinya ia
bertemu sama tuan-tuan!”
Bukan melainkan Ong Cie It dan Kwee Ceng yang
belum pernah melihat sancu- pemilik bukit – dari Pek
To San itu, juga Nio Cu Ong dan Peng Lian Houw
serta lainnya hadiran di situ. Dan semua mereka
kagum akan caranya sancu ini datang menengah.
Mereka belum pernah mendengar nama Pek To San –
Bukit Unta Putih itu.
Auwyang Kongcu ini sudah lantas rankap kedua
tangannya, terus ia berkata: “Sebenarnya aku telah
mesti siang-siang tiba di kota Yankhia ini, sayang di
tengah jalan aku mendapatkan satu urusan penting
dan karenanya menjadi terlambat beberapa hari. Untuk
itu aku mohon tuan-tuan suka memaafkannya.”
Kwee Ceng tidak kenal sancu ini, tetapi mendengar
nama bukit Pek To San itu, ia lantas ingat kepada si
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
nonan-nona serba putih yang di tengah jalan sudah
mencoba merampas kudanya. Ia menjadi mendugaduga:
“Mungkinkah enam guruku sudah bertempur
dengan dia ini?”
Ong Cie It pandai berpikir, ia tidak hunjuk
kemurkaan. Ia mengerti, semua hadirin di situ itu ada
bangsa lihay, percuma kalau ia melayani mereka itu.
Maka ia lantas pandang tuan rumah.
“Mana gurumu?” ia tanya. “Kenapa tidak kau minta
ia keluar?”
“Ya,” sahut Wanyen Kang denagn sederhana.
Lantas ia berpaling kepada pengiringnya dan
memrintah dengan singkat: “Undang suhu!”
Pengiring itu sudah lantas mengundurkan diri.
Cie It merasakan hatinya lega. Ia telah berpikir:
“Dengan adanya Khu Suheng disini, musuh boleh
tambah lagi, masih dapat kami membela diri…”
Tidak lama lantas terdengar tindakan sepatu, lalu di
depan pintu thia terlihat seseorang bertubuh gemuk
yang mengenakan seragam baju sulam, suatu tanda ia
adalah seorang opsir. Dia berjanggut lebat, usianya
empat puluh lebih, romannya sangat keren.
“Suhu!” Wanyen Kang lantas memanggil. “Totiang
ini hendak bertemu sama suhu, malah ia sudah
menanyakan beberapa kali…”
Melihat orang itu dan mendengar perkataan si
pangeran, hatinya Ong Cie It menjadi panas sekali. Ia
telah berpikir: “Bocah binatang ini, kau permainkan
aku..!” Tapi ia mencoba untuk mengendalikan diri.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
“Untuk urusan apakah kau hendak bertemu sama
aku, imam?” si opsir menanya, sikapnya jumawa.
“Adalah sudah biasa bagi aku, aku paling tidak senang
terhadap segala paderi, imam atau paderi perempuan!”
Dengan paksakan diri, Ong Cinjin tertawa. “Tayjin
hendak memohon derma,” ia berkata. “Ingin aku minta
buat banyaknya seribu tail perak!”
Heran opsir itu atas permintaan derma tersebut. Ia
bernama Thung Couw Tek, kepala barisan pengiring
dari Wanyen Lieh di masa Wanyen Kang masih muda
sekali, pernah ia ajarkan ilmu silat kepada pangeran
itu, karenanya ia dipanggil guru. Yang lain-lain pun
turut memanggil guru padanya.
“Itulah selayaknya,” berkata Wanyen Kang, yang
mendahului gurunya itu. Ia lantas kata pada
pengiringnya: “Lekas kau siapkan uang itu, sebentar
kau antarkan ke hotelnya totiang.”
Thung Couw Tek celangap, ia mengawasi imam itu,
dari kepala ke kaki, dari kaki ke kepala. Tidak dapat ia
menduga, imam ini orang macam apa.
“Tuan-tuan, silakan duduk!” Wanyen Kang
mengundang. “Totiang baharu pertama ini tiba disini,
silakan duduk di kursi kepala.”
Ong Cie It merendahkan diri tetapi ia didesak terus,
akhirnya ia duduk juga di kursi pertama itu. Setelah
tiga edaran arak, ia berkata: “Sekarang ini telah hadir
banyak cianpwee kaum Rimba Persilatan, maka
bolehlah kita bicara dari hal keadilan. Tentang si orang
she Bok yah dan anak itu, bagaimana urusannya itu
harus diatur?”
Mendengar pertanyaan itu, semua mata diarahkan
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
kepada Wanyen Kang.
Pangeran itu mengisikan sebuah cangkir, ia
berbangkit untuk bawa itu kepada Ong Cie It seraya
terus berkata: “Silahkan totiang keringkan dahulu
cawan ini. Tentang itu, bagaimana juga hendak
diaturnya, boanpwe selalu bersedia untuk menuruti.”
Cie It heran hingga ia tercengang. ia tidak sangka
pangeran ini dapat bersikap demikian. Ia lantas hirup
arak itu. Ia berkata kemudian: “Bagus! Sekarang baik
si orang she Bok itu diundang kemari, untuk kita
membicarakan urusannya.”
“Bagus begitu,” menyahut Wanyen Kang. “Aku
minta saudara Kwee saja yang pergi mengundang
tuan Bok itu.”
Ong Cie It menagngguk dan Kwee Ceng segera
berbangkit, untuk pergi ke hotel dimana Bok Ek dan
gadisnya menumpang. Tiba di sana, ia menjadi heran.
Ayah dan anak dara itu tidak ada di kamarnya, barangbarangnya
pun telah dibawa pergi. Ketika jongos
ditanya, jawabannya adalah Bok Ek dan gadisnya itu
ada yang undang sudah pergi entah ke mana, uang
sewa kamar pun sudah dibayar lunas.
Kwee Ceng heran. Ia tanya jongos, siapa itu yang
mengundang. Jongos itu tidak dapat memberikan
keterangan. Maka terpaksa pemuda ini pulang ke
onghu dengan tangan hampa.
Sambil tertawa, Wanyen Kang sambut tetamunya.
“Banyak cape, tuan Kwee!” katanya. “Mana tuan Bok
itu?”
“Ia telah pergi, entah kemana,” sahut Kwee Ceng,
yang treus tuturkan kepergiannya Bok Ek serta
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
anaknya itu.
“Oh, aku menyesal…” berkata Wanyen Kang cepat.
Terus ia menoleh pada pengiringnya, untuk
memerintah: “Kau lekas ajak orang pergi mencari tuan
Bok dan putrinya itu, dia mesti dapat diundang datang
kemari!”
Pengiring itu menyahuti, terus ia undurkan diri.
Ong Cie It menjadi membungkam, tetapi ia
bercuriga. Akhirnya, ia berkata: “Tidak peduli orang
bermain sandiwara apa, urusan toh akan ketahuan
akhirnya!”
“Totiang benar,” berkata Wanyen Kang sembari
tertawa.
Sementara itu Thung Couw Tek heran dan
mendongkol. Tidak karu-karuan cukongnya kehilangan
uang seribu tail perak. ia penasaran sekali, selagi si
pangeran berlaku manis, si imam bersikap seperti tidak
tahu aturan. Akhirnya ia menegur: “Eh, tosu, kau asal
kuil mana? Kenapa kau datang kemari untuk main
gila?!”
Ong Cie It tidak menyahuti, ia hanya balik bertanya:
“Jenderal, kau ada asal negara mana? Kau mengandal
apa maka kau datang kemari dan menjadi pembesar
negeri?”
Couw Tek gusar sekali. Bukankha ia orang Han
yang bekerja pada bangsa Kim? Kenapa ia mesti
ditanya lagi kalau bukan orang hendak menghina
padanya? Ia justru paling tidak senang orang
menyebut-nyebut kebangsaannya. Ia memang tidak
puas dengan kedudukannya. Ia anggap dirinya gagah,
ia sudah bekerja mati-matian untuk negara Kim, tetapi
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
pemerintah Kim tidak pernah mengijinkan ia memimpin
pasukan tentara sendiri. Sudah duapuluh tahun ia
bekerja, pangkatnya bukan kecil tetapi ia tetap
ditempatkan di onghu. Maka juga perkataannya Ong
Cie It membikin ia merasa tersinggung. Lantas ia
lompat bangun, walaupun di depannya ada Nio Cu
Ong dan Auwyang Kongcu, ia ulur tangannya meninju
mukanya Ong Cinjin!
Cie It tertawa. “Kau tidak hendak memberitahu pun
tidak apa, ciangkun,” ia berkata, “Maka perlu apa kau
bergusar dan menggunakan kekerasan?” Ia angkat
sumpitnya untuk menjempit kepalan orang.
Kepalan Couw Tek kena tertahan, tak dapat ia
meneruskan meninju.
“Imam siluman, kau menggunai ilmumu!” ia
membentak, kaget dan gusar menjadi satu. Dia terus
menarik pulang tangannya itu, tetapi dia tidak berhasil.
Maka mukanya menjadi merah, dia jengah sekali.
“Jangan gusar, ciangkun,” berkata Nio Cu Ong,
yang berada di sampingnya. “Baiklah ciangkun duduk
dan keringkan arakmu!” Ia ulur tangannya, akan tekan
pundak si jenderal.
Thie Kak Sian Giok Yang Cu tahu, sumpitnya dapat
mempengaruhi Couw Tek tetapi tidak si orang she Nio
ini, maka selagi orang menekan pundak si jenderal itu,
cepat luar biasa, ia melepaskan jepitannya, sumpitnya
itu terus ia pakai menyambar sepotong paha ayam,
yang segera dibawa masuk ke dalam mulutnya orang
she Thung itu, untuk disuapi dengan paksa!
Couw Tel menjadi gelagapan, selagi mulutnya
tersumpel, tubuhnya jatuh terduduk di kursinya akibat
tekanannya Nio Cu Ong. Ia malu bukan main, ia
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
sangat mendongkol, maka ketika ia berbangkit pula,
terus ia lari ke dalam.
Menyaksikan kejadian itu, semua hadirin tertawa.
“Coan Cin Pay berpengaruh di Selatan dan Utara,
sungguh namanya bukan kosong belaka!” berkata See
Thong Thian. “Aku hendak memohon sesuatu kepada
totiang, sudikah totiang meluluskannya?”
“Tidak berani aku menerima pujianmu, See
Locianpwe,” berkata Giok Yang Cu. “Silakan locianpwe
mengatakannya.”
“Pihak kami tidak ada sangkutannya sama Coan
Cin Pay,” berkata Kwie-bun Liong Ong, “Maka itu aku
mohon keterangan, kenapa pihakmu berdiri
sepenuhnya dibelakang Kanglam Cit Koay dan dengan
begitu menyusahkan pihakku? Walaupun Coan Cin
Pay banyak anggotanya dan sangat berpengaruh, aku
yang bodoh tidak merasa takut.”
“See Locianpwe, pada ini terang ada salah
mengerti,” berkata Giok Yang Cu. “Pinto tahu tentang
Kanglam Cit Koay, tetapi dengan mereka itu, tidak satu
pun yang pinto kenal, hanya salah satu suhengku ada
punya sangkutan dengan mereka. Maka itu sama
sekali tidak ada soal pihakku membantu Kanglam Cit
Koay menghadapi Hong Ho Su Koay.”
“Bagus, kalau begitu!” berseru See Thong Thian.
“Sekarang kau serahkan ini bocah kepadaku!” ia lantas
berbangkit, akan ulur sebelah tangannya, guna
menjambak batang lehernya Kwee Ceng.
Ong Cie It mengerti, bocah itu tidak bakal lolos dari
jambakan itu, sedikitnya ia tentu terluka enteng, maka
itu, ia lekas berbangkit, untuk menghalang, lengan
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
kirinya berbareng dipakai membentur bocah itu, hingga
tubuhnya Kwee Ceng tertolak mental. Menyusul itu
jambakannya si orang she See itu mengenai kursi
yang diduduki Kwee Ceng, hingga kursi itu
tercengkeram rusak seraya menerbitkan suara keras.
Jambakan itu adalah jambakan dari Gwa-kang, ilmu
Bahagian Luar, hebatnya tak sama dengan Kiu-im
Pek-ku Jiauw dari Hek Hong Siang Sat akan tetapi toh
tidak kalah.
“Hau, kau lindungi bocah ini?” menegur Thong
Thian karena kegagalannya itu.
“Sabar, locianpwe,” berkata Cie It tenang. “Anak ini
pinto yang bawa datang ke istana ini, maka itu sudah
selayaknya kalau nanti pinto membawanya keluar
secara baik-baik. Kalau benar saudara tidak sudi
melepaskan padanya, tidak dapatkah kau mencari ia
dilain hari?”
Auwyang Kongcu lantas campur bicara.
“Bagaimana caranya bocah ini mendapat salah dari
saudara See?” dia tanya. “Coba jelaskan duduknya
hal, supaya kita dapat menimbangnya.”
Sebelum menjawab, See Thong Thian telah
berpikir: “Imam ini lihay tak ada di bawahanku, kalau ia
mengotot, bocah ini pasti tidak bisa dibiarkan tinggal
tetap di sini. Untuk melayani dia, aku mesti dapat satu
pembantu yang lihay…” Maka itu, ia lantas duduk pula,
cawannya ia hirup kering. Kemudian ia berkata:
“Sebenarnya aku tidak bermusuh langsung dengan
anak she Kwee ini. Aku ada punya empat murid tolol,
mereka turut Yang Mulia Chao Wang pergi ke
Mongolia untuk suatu urusan, selagi mereka berkerja
dan nampaknya bakal berhasil, tiba-tiba mereka
diganggu oleh bocah ini. Yang Mulia Chao Wang
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
menjadi sangat gusar karenanya. Coba tuan-tuan pikir,
kalau satu bocah begini tidak dapat dibereskan, cara
bagaimana kami bisa lakukan usaha yang besar?”
Kata-kata itu berpengaruh untuk para hadirin itu.
Kecuali Cie It dan Kwee Ceng, mereka dalah orangorang
undangan Wanyen Lieh, yang diundang dengan
kehormatan dan bingkisan berarti. Dengan lantas
mereka itu memikir untuk menahan si bocah, guna
diserahkan pada Chao Wang.
Diam-diam Cie It bingung juga mendapatkan semua
mata diarahkan kepada Kwee Ceng. Ia lantas
memikirkan daya untuk meloloskan diri bocah itu. Ia
bingung sebab musuh tangguh semuanya. Sejak turun
gunung, ia pernah menghadapi pelbagai pertempuran
tetapi tidak seperti ini kali, bahkan ia berbareng mesti
melindungi satu bocah. Ia lihat, jalan yang terbuka
ialah memperlambat tempo sambil mencoba mencari
tahu sikap sebenarnya dari para hadirin masingmasing.
“Nama besar dari tuan-tuan telah lama pinto buat
pangenan,” ia berkata, “Hari ini pinto berjodoh bertemu
sama tuan-tuan, itulah hal yang sangat
menggembirakan pinto. Tentang bocah ini,” ia
menambahkan, seraya menunjuk Kwee Ceng, “Ia
muda dan tidak tahu tingginya langit dan tebalnya
bumi, ia mendapat salah dari Yang Mulia Chao Wang,
pinto tidak dapat bilang suatu apa. Tuan-tuan berniat
menahan dia, ini juga pinto tidak dapat menentangi.
Cuma lebih dulu daripada itu, dengan membesarkan
nyali, pinto minta tuan-tuan mempertunjuki dulu ilmu
kepandaian kamu, supaya bocah ini dapat melihatnya,
supaya nanti ia jangan mengatakan pinto todak sudi
melindungi padanya, sedang sebenarnya pinto tidak
sanggup berbuat demikian….”
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Hauw Thong Hay sudah menahan sabar sekian
lama, mendengar perkatannya Giok Yang Cu, ia
mendahului berbangkit, untuk singsatkan bajunya.
“Biarlah aku yang belajar kenal lebih dulu
denganmu,” ia berkata, menentang si imam.
“Kebiasaanku tidak berarti, mana berani pinto
mengadu kepandaian dengan tuan-tuan,” Ong Cie It
berkata pula.
“Maka itu saudara Hauw, aku minta sukalah kau
mempertunjuki sesuatu agar pinto dapat pentang
mataku, sekalian untuk memberi pengajaran kepada
bocah ini, supaya ia insyaf bahwa di luar langit ada
langit lainnya, di atas orang pandai ada pula yang
terlebih pandai lagi, supaya selanjutnya dibelakang
hari, dia jangan berani pula banyak tingkah!”
Hauw Thong Hay mendongkol sekali. Ia tahu orang
mengejek padanya tetapi tidak tahu ia bagaimana
harus memberikan jawaban. Perkataan orang diatur
dengan halus.
See Thong Thian juga berpikir: “Imam-imam dari
Coan Cin Pay tidak dapat dibuat permainan, memang
lebih baik tidak usah bertempur dengannya.” Maka ia
lantas awasi Thong Hay dan berkata kepadanya:
“Sutee, coba kau perlihatkan Soat-lie May Jin, untuk
minta Ong Cinjin memberi pengajaran padamu!”
“Itulah aku tidak berani,” Cie It membilang keras.
Ketika itu hujan salju masih belum berhenti, Hauw
Thong Hay sudah lantas pergi ke lataran dimana
dengan kedua tangannya ia menumpuk salju sampai
tingginya tiga kaki, untuk membikin padat, ia
menginjak-injak, habis itu, ia mundur tiga tindak, lalu
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
mendadak ia lompat maju, kepala di bawah kaki di
atas, kepala itu nuncap melesak ke dalam tumpukan
salju itu, sampai sebatas dada.
Kwee Ceng heran. ia tidak tahu ilmu silat apa itu,
meski ia tahu namanya seperti telah disebutkan See
Thong Thian, yaitu “Soat-lie May Jin” atau “Mengubur
orang di dalam salju”
See Thong Thian lantas berkata pada pengiringpengiringnya
Wanyen Kang: “Tolong tuan-tuan
membikin padat dan keras salju disekitarnya Tuan
Huaw!”
Kawanan pengiring itu girang sekali, dengan
bergembira mereka luluskan permintaan itu.
Sebenarnya See Thong Thian bersama-sama Hauw
Thong Hay telah menjagoi di sungai Hong Ho, mereka
pandai berenang dan tahan selulup lama, karena ini
Thong Hay dapat nyelusup ke dalam salju, untuk mana
ia mesti menahan napas.
Orang semua heran dan akgum, tetapi mereka
terus minum arak mereka.
Selang sekian lama. barulah dua tangan Thong Hay
bergerak, tubuhnya ikut, lalu sejenak saja, ia sudah
keluar dari salju dan berdiri tegak.
Saking kagum, Kwee Ceng yang polos memuji
sambil bertepuk tangan.
Thong Hay melirik pada bocah itu, lalu ia kembali ke
kursinya.
“Kasar kepandaiannya suteeku ini, ia hanya
mendatangkan tertawaan…” berkata See Thong Thian,
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
yang sembari bicara mengulurkan tangannya ke piring
kwaci, untuk menjumput, setelah mana jari tangannya
yang tengah disentilkan tak hentinya, maka biji kwaci
itu meluncur ke tembok putih di hoa-thia itu, nancap di
tembok merupakan satu huruf “Yauw”. Jarak ke
tembok ada kira-kira tiga tembok, biji kwaci enteng,
tetapi biji kwaci itu dapat disentilkan demikian rupa,
itulah bukti dari tenaga dalam yang terlatih sempurna.
Kata Ong Cie It dalam hatinya: “Tidak heran Kwiebun
Liong Ong menjagoi sungai Hong Ho, dia memang
lihya sekali.”
Di tembok sekarang terlihat lagi dua huruf, “Bu” dan
“Yang”, maka itu dapat diduga See Thong Thian
hendak menuliskan empat huruf “yauw bu yang wie”
yang artinya menentang pengaruh atau menjagoi.
Menyaksikan itu Peng Lian Houw manjadi
bertangan gatal. Ia berkata, “See toako, kepandaianmu
ini membuatnya aku takluk sekali! Kita biasa
berkerjasama, maka setelah totiang ini hendak menguji
kepandaian kita, aku pun dengan meminjam
pengaruhmu, ingin mempertunjuki sesuatu…” Ia lantas
saja lompat ke tengah ruangan itu.
Ketika itu See Thong Thian benar-benar telah
membuat huruf “Wie” yang terakhir, akan tetapi baru
huruf selesai separuhnya, Peng Lian Houw sudah
memegat meluncurnya biji-biji kwaci itu, mulanya ia
merintangi , lalu semua biji beruntun dikasih masuk ke
dalam mulutnya, atas mana, mulutnya itu sudah lantas
kermak-kermik, seperti burung menyisit, kwaci itu ia
makan isinya dan kulitnya dilepehkan!
“Bagus!” orang banyak berseru memuji.
“Ah, aku tidak sanggup memakan lebih jauh!”
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
berseru Peng Lian Houw, yang terus aja lompat balik
ke kursinya.
Setelah itu barulah See Thong Thian rampungkan
huruf “Wie” itu.
Gangguannya Peng Lian Houw itu tidak membuat
Thong Thian kecil hati, dia malah tersenyum.
Persahabatan mereka adalah dari persahabatan dua
tigapuluh tahun, mereka telah mengenal baik satu
dengan lain. kemudian Thong Thian menoleh kepada
Auwyang Kongcu, untuk mengatakan: “Auwyang
Kongcu hendak mempertunjukan apa untuk kami
dapat membuka mata kami?”
Kongcu itu dengar suara orang ada mengandung
nada menyindir, dia berdiam saja. Ia tunggu sampai
pelayan membawa datang tambahan barang makanan
dan semua sumpit bekas ditukar dengan yang baru,
sumpit bekas itu ia ambil dari tangannya si pelayan.
Segera setalah memegang, ia ayun tangannya, lantas
semua sumpit – dua puluh pasang – terlempar ke salju
dan nancap. Apa yang luar biasa, semua sumpit
nancap rapi merupakan empat tangkai bunga bwee!
Kwee ceng dan Wanyen Kang kurang mengerti ilmu
kepandaian itu, tidak demikian dengan Ong Cie It, See
Thong Thian dan lainnya yang lihay, maka mereka ini
diam-diam terkejut sendirinya. Malah Ong Cie It segera
berpikir: “Kenapa orang-orang lihay ini dapat
berkumpul di sini? Biasanya, untuk menemui satu saja
sudah sukar! Apakah tak boleh jadi bahwa mereka ada
mengandung sesuatu maksud?”
Selagi si imam berpikir, Som Sian Lao Koay Nio Cu
Ong berbangkit sambil tertawa, haha-hihi, ia pergi ke
samping tambur batu di depan hoa-thia itu, untuk ulur
tangannya yang kanan ke pinggangnya batu, begitu ia
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
kerahkan tenaganya, batu itu kena terangkat, sedang
beratnya batu ada tujuh atau delapan puluh kati. Batu
itu segera diapungkan, terlepas dari tangan dan
mencelat naik dua tombak tingginya. Sebelum batu itu
turun, lagi dua batu diangkat dan diapungi seperti yang
pertama itu. Dan ketika batu yang pertama turun, ia
tanggapi dengan dahi, maka batu itu lantas diam di
dahinya itu. Lalu menyusul batu yang kedua dan yang
ketiga, ketiganya menjadi saling susul. Dengan
rangkapi kedua tangannya, memberi hormat kepada
orang banyak, Cu Ong jalan perlahan-lahan ke tengah
latar. Dengan satu lompatan, ia tiba diatasnya pelatokpelatok
sumpit Auwyang Kongcu tadi, berdiri di atas itu
ia lantas bersilat, memainkan ilmu silat “Yan Ceng
Kun.” Ia menjunjung tiga buah batu yang beratnya rua
ratus kati lebih, tapi barang berat itu tidak mengurangi
kegesitannya, dan setiap tindakan kakinya tidak
pernah meleset dari ujung sumpit. Baru setelah habis
semua jurus itu, ia lompat turun dari pelatok sumpit,
dan setelah turunkan ketiga batu itu, ia kembali ke
kursinya. Ia mengasih lihat senyuman, tidak ada tanda
bahwa ia merasa letih.
Adalah biasa untuk tukang-tukang dangsu
mempertunjukan permainan batu seperti Nio Cu Ong
ini, hanya yang istimewa, ini dimainkan di atas pelatok
sumpit dan sumpitnya tidak ada yang patah atau
miring karena ketindihan tubuh dan batu yang berat itu.
Kwee Ceng kagum bukan main, ia memuji tak hentihentinya.
Kelihatannya pesta bakal ditutup sampai
disitu. Pelayan-pelayan telah datang dengan baskom
yang terisi air hangat, untuk semua tetamu
membersihkan tangan mereka.
“Cuma Leng Siangjin yang belum mengasih lihat
kepandaiannya,” Cie It berpikir. “Mungkin sehabis dia,
mereka ini bakal turun tangan…”
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Maka itu si imam segera melirik paderi dari Tibetb
itu.
Leng Tie Siangjin mencuci tangan seperti yang lainlain,
sikapnya wajar saja, hanya selagi yang lain-lain
sudah selesai, ia masih merendam kedua tangannya di
dalam baskom. Hal ini dapat dilihat semua orang,
mereka menjadi heran. Mereka justru menantikan
tanda dari paderi itu untuk bergerak.
Selang lagi sesaat, Ong Cie It dan Auwyang
Kongcu adalah yang paling dulu menampak
perubahan. Baskomnya si paderi lantas saja
menghembuskan hawa napas sebagai uap. Yang lainlain
baru dapat melihat setelah uap itu nampak
semakin nyata, mirip asap, akan kemudian terdengar
suara perlahan dari air bergolak.
Selagi semua orang heran dan kagum, Ong Cie It
terperanjat. “Hebat tenaga dalamnya paderi ini,”
katanya dalam hati. “Aku tidak boleh berlambat lagi,
aku mesti mendahului turun tangan terhadap dia…”
Tengah semua mata diarahkan kepada Leng Tie
Siangjin, Ong Cie It cenderungkan tubuhnya, melewati
dua orang, tangannya menyambar kepada Wanyen
Kang, yang duduk berselang daripadanya, ia
menangkap nadinya siauw-ongya itu, tubuh siapa ia
terus angkat, untuk digeser ke depannya.
Orang lantas melihat kejadian ini, mereka heran.
Kemudian, untuk kagetnya mereka, mereka lihat
pangeran itu ditotok hingga ia menjadi tak berdaya
lagi. Kemudian lagi si imam taruh tangan kirinya di
punggung pangeran itu.
See Thong Thian semua kaget berbareng gusar
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
tetapi mereka tak segera dapat berdaya.
Dengan tangan kanannya, Ong Cinjin angkat poci
arak, terus ia berkata: “Barusan aku saksikan
kepandaian mengagumkan dari tuan-tuan, maka
dengan ini aku hendak menghormati kamu dengan
secawan arak.” Ia tidak berbangkit tapi ia dapat
menuangi arak ke dalam cawannya semua orang. Asal
tangannya digeraki, arak meluncur keluar dari mulut
poci, turun ke dalam cawan, mengisi hingga penuh,
tidak ada arak yang berceceran.
Leng Tie Siangjin beramai menginsyafi tenaga
dalam yang terlatih baik dari imam ini, maka itu, asal
tangan kirinya digeraki, celakalah Wanyen Kang.
Mereka insyaf juga, Ong Cinjin berbuat begini tentulah
disebabkan dia bersendirian saja.
Paling akhir Ong Cie It isikan cawannya Kwee Ceng
serta cawannya sendiri, kemudian ia letaki poci arak,
untuk angkat cawannya yang ia hirup kering. Habis itu
ia berbicara,
“Pinto tidak berselisih, tidak bermusuhan dengan
tuan-tuan,” katanya, “Pinto juga tidak bersanak tidak
bersahabat dengan anak ini, cuma pinto merasa suka
kepadanya karena dia berhati polos dan pemurah, ia
bersemangat. Maka itu denagn memandang kepada
mukaku, pinto minta sukalah tuan-tuan melepaskan dia
hari ini.”
Semua orang berdiam. Mereka berdiam sejak
Wanyen Kang dicekuk.
“Jikalau tuan-tuan memberi ampun kepada anak
ini,” berkata pula Ong Cie It, yang menanti jawaban,
“Maka pinto juga akan bebaskan ini siauw-ongya.
Siauw-ongya adalah seumpama cabang emas daun
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
kumala, ini anak sebaliknya adalah satu anak rakyat
jelata, dari itu jikalau mereka ditukar guling, tidakkah
siauw-ongya rugi? Bagaimana?”
“Ong Totiang, kau baik sekali!” berkata Nio Cu Ong
tertawa. “Baiklah, beginilah kita mengambil
keputusan.”
Tanpa bersangsi sedikit juga, dengan sikutnya Ong
Cie It bentur pinggangnya Wanyen Kang, maka
pangeran itu bebas dari totokan, terus ia dikembalikan
ke kursinya. Ia percaya semua jago itu, tidak peduli
mereka licin atau licik. Habis itu ia mengangguk
kepada semua orang, lalu ia tarik tangannya Kwee
Ceng untuk diajak pergi. Masih ia mengucapkannya:
“Ijinkanlah kami mengundurkan diri. Sampai bertemu
pula!”
Semua orang mengawasi denagn air muka guram.
Bukankah ikan telah masuk ke dalam jala tetapi dapat
lolos pula? Tidakkah itu sayang?
Wanyen Kang telah lantas dapat menenangkan
hatinya. Sambil tersenyum, ia kata kepada Ong Cinjin:
“Totiang, apabila ada tempo yang luang, silakan
sembarang waktu datang untuk pasang omong di sini,
supaya aku yang lebih muda dapat banyak
pengajaran.” Ia lantas berbangkit, dengan sikapnya
yang menghormat, ia mengantarkan keluar.
“Hm!” bersuara si imam, yang terus bilang: “Urusan
kita telah selesai, maka itu mesti ada harinya yang kita
nanti bertemu pula!”
Setibanya mereka di pintu hoa-thia, tiba-tiba Leng
Tie Siangjin berbicara. “Totiang sangat lihay, yang kau
membuatnya orang sangat kagum!” demikian katanya.
Ia merangkapkan kedua tangannya, untuk memberi
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
hormat, akan tetapi ketika ia buka kedua tangannya
itu, siuran angin hebat menyambar ke arah si imam!
“Celaka!” Ong Cie It berseru di dalam hatinya
dengan ia lekas-lekas angkat kedua tangannya untuk
membalas hormat. Ia kerahkan tenaga latihannya dari
beberapa puluh tahun untuk memcahkan serangan
hebat itu.
Sebat luar biasa, Leng Tie Siangjin mengubah
tenaga dalamnya menjadi tenaga luar, tangan
kanannya diulur, untuk menyambar lengannya Ong Cie
It. tetapi si imam pun tidak diam saja, ia menyambuti
dengan sama kerasnya, karena ia telah lantas dapat
melihat sambaran itu, ia pun berbalik menyambar
lengan lawan.
Cuma hanya sekali bentrok, kedua tangan samasama
ditarik pulang.
“Sungguh aku takluk, aku takluk!” berkata Leng Tie
Siangjin yang air mukanya berubah, seraya melompat
mundur.
Ong Cie It tersenyum, ia bertanya: “Nama Taysu
bersemarak dalam dunia kangouw, mengapa katakatanya
tidak masuk hitungan?”
Leng Tie menjadi gusar. “Aku bukan hendak
menahan ini bocah she Kwee, aku hanya hendak
menahan kau…” katanya, tapi belum dapat ia
meneruskan, lantas saja ia muntah darah. Sebab
bentrokan itu membuat ia terluka. Coba ia berlaku
tenang dan mainkan napasnya, darahnya itu tidak
nanti menyemprot keluar, tetapi ia diejek si imam, ia
tidak dapat mengendalikan diri.
Ong Cie It segera tarik tangan Kwee Ceng, buat
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
diajak berlalu dengan cepat-cepat dari istana itu.
See Thong Thian beramai tidak berani mencegah,
bukan saja memang mereka seudah berjanji, contoh
dalam dirinya Leng Tie Siangjin juga membikin hati
mereka gentar. Imam ini benar-benar tidak dapat
dibuat permainan, tidak berani mereka merintangi.
Sesudah belasan tombak keluar dari pintu istana,
setelah melintasi sebuah tikungan dan melihat di
belakangnya tidak ada orang yang menyusul mereka,
dengan perlahan Giok Yang Cu berkata kepada bocah
yang ia tuntun itu: “Kau gendong aku sampai di rumah
penginapan…”
Kwee Ceng kaget sekali. Ia dengar suara orang
sangat lemah, seperti ynag kehabisan napas. Ia juga
lantas dapat melihat roman pucat dari si imam.
“Adakah totiang terluka?” ia tanya heran.
Ong Cie It mengangguk, lalu tiba-tiba saja tubuhnya
terhuyung.
Kwee Ceng mengerti, maka lantas saja ia
membungkuk di depan si imam itu, untuk
menggendong dia, untuk dibawa pergi denagn cepat.
Ia mau mampir di sebuah hotel yang pertama
diketemukan, tetapi Cie It bilang dengan perlahan:
“Cari…cari tempat yang sepi dan hotel kecil…”
Kwee Ceng menurut, ia maju terus, sambil berlarilari.
Ia tahu imam ini khawatir nanti disusul musuh,
yang ia terluka dan ia sendiri tidak punya guna,
mereka bisa terancam bahaya. Ia tidak tahu jalanan, ia
pilih yang sepi saja. Sementara itu ia merasai
napasnya si imam semakin mendesak. Syukur ia
lantas dapat cari sebuah hotel yang kecil dan jorok,
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
tetapi tanpa pedulikan itu, ia memasukinya. Setibanya
di dalam, ia segera turunkan imam itu di atas
pembaringan.
“Lekas…lekas cari sebuah jambangan besar…”
berkata Ong Cie It. “Kau isikan penuh air bersih…”
“Untuk apakah itu, totiang?” Kwee Ceng tanya.
Cie It tidak menyahuti, ia hanya memberi tanda
dengan tangannya, supaya bocah itu lekas pergi.
Kwee Ceng menurut. Ia cari orang hotel, ia letaki
sepotong perak di atas meja seraya minta lekas
disediakan jambangan. Ia juga memberi persen
kepada si jongos. Maka itu jongos kegirangan, cepatcepat
ia sediakan barang yang diminta itu, yang
diletaki di cimche, terus diisikan air dingin.
Kwee Ceng lari ke dalam kamar untuk memberi
kabar.
“Bagus, anak yang baik!” berkata Ong Cie It.
“Sekarang pondong aku, kau letaki aku di dalam
jambangan itu. Kau larang orang lain datang dekat
padaku…”
Kwee Ceng tidak mengerti tetapi ia pondong si
imam itu, ia masuki tubuh orang ke dalam jambangan
hingga sebatas leher, sedang jongos ia pesan untuk
melarang siapa saja masuk ke cimche itu.
Ong Cie It merendam di dalam jambangan seraya
memeramkan kedua matanya, dengan tenang ia
mainkan napasnya.
Kira semakanan nasi lamanya, air jambangan yang
bersih bening itu berubah menjadi hitam. Di pihak lain,
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
kulit muka si imam dari pucat pasi berubah menjadi
bersemu dadu.
“Coba bantui aku bangun, air ini tukar dengan yang
bersih,” ia minta kepada Kwee Ceng.
Permintaan itu diturut, maka sebentar kemudian,
Cie It sudah berendam pula di dalam air yang baru.
Sekarang barulah Kwee Ceng ketahui orang tengah
mengerahkan tenaga dalamnya, untuk menyembuhkan
diri dari luka di dalam akibat pertempuran dahsyat
dengan Leng Tie Siangjin. Imam ini umpama kata
cuma menang seurat.
Kwee Ceng melayani terus sampai ia tukar air tujuh
kali, baru air itu tak lagi berubah hitam, atas mana Giok
Yang Cu lantas saja tertawa dan berkata: “Sudah tidak
ada bahaya lagi!”
Dengan pegangi pinggiran jambangan, ia dapat
merayap keluar. Tapi ia menghela napas ketika ia
berkata pula: “Paderi dari Tibet itu sangat berbahaya!”
Kwee Ceng berlega hati, ia girang sekali. “Apakah
tangannya paderi Tibet itu ada racunnya?” ia tanya.
“Benar,” sahut Cie It. “Itulah racun dari Cu-seeciang.
Ilmu semacam itu, Tangn Pasir Merah sering
aku menemukan tetapi tidak ada yang lihay seperti ini.
Hari ini hampir aku kehilangan jiwa…”
“Totiang ingin dahar apa? Nanti aku pergi belikan,”
Kwee Ceng tanya kemudian.
Cie It pinjam perabot tulis pada tuan rumah, ia
menulis sehelai surat obat. “Aku telah bebas dari
bahaya jiwa,” berkata si imam itu. “Tetapi hawa racun
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
di dalam tubuh belum bersih betul, jikalau dalam
duabelas jam itu tak disingkirkan, akibatnya akan
menyebabkan cacad seumur hidup. Sekarang kau
tolongi aku lekas membeli obat.”
Kwee Ceng mengerti, ia pergi sambil terus berlari.
Di jalan perapatan ia lihat rumah obat yang pertama, ia
segera mampir dan serahkan resepnya itu.
“Sayang tuan,” kata pelayan setelah ia membaca
surat obat itu, “Kebetulan saja obat hiat-kat, gu-cit,
bek-yo dan hitam baru habis.”
Tanpa minta penjelasan, Kwee Ceng samber
resepnya, untuk lari ke rumah obat yang lain. Di sini ia
diberi tahu, empat rupa obat itu tidak ada. Makanya ia
mesti pergi ke lain toko obat lagi. Untuk herannya,
tujuh atau delapan rumah obat semua kehabisan
empat rupa bahan obat itu. Ia menjadi bingung dan
mendongkol. Malah didua tiga rumah obat yang
terbesar, obat-obatan itu masih tidak kedapatan,
katanya baru saja ada orang yang borong.
“Akun mengerti sekarang,” kata bocah ini kemudian.
“Tentulah orang dari istana Chao Wang yang
memborong semua obat itu, sebab mereka ketahui
Ong Cinjin pasti membutuhkannya. Sungguh jahat!”
Dengan masgul, bocah ini lari pulang ke hotel,
kepada Ong Cie It ia tuturkan kegagalannya.
Imam itu menghela napas, wajahnya menjadi
guram.
Kwee Ceng sangat jujur dan hatinya lemah, ia
lantas taruh kepalanya di atas meja dan menangis
megerung-gerung. Ia putus asa.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Ong Cie It tertawa. “Jiwa manusia sudah
ditakdirkan,” ia berkata, “Kematian pun tidak harus
disayangkan. Laginya belum tentu aku bakal mati,
maka itu kenapa kau menangis?” Lalu dengan suara
halus ia bernyanyi.
Kwee Ceng heran, ia mengawasi.
Cit It tertawa pula, terus ia duduk bersemadhi di
atas pembaringan.
Bocah ini tidak berani mengganggu, diam-diam ia
keluar dari kamar. “Kenapa aku tidak mau pergi ke
tempat yang berdekatan,” pikirnya kemudian. “Di sana
belum tentu obat itu telah orang beli juga…”
Ingat begini, hatinya lega. Maka ia mau tanya
jongos, di dekat-dekat dimana ada toko obat. Justru ia
mau cari jongos, jongos datang dengan cepat,
menyerahkan sepucuk surat kepadanya. Surat itu
dialamatkan kepadanya.
Surat itu bagus tulisannya dan kertanya berbau
harum. Ia heran. “Siapa yang mengirim surat ini?” ia
menanya dalam hatinya. Ia terus robek sambpul surat,
untuk dibaca isinya. Surat itu berbunyi singkat saja:
“Aku menunggu kau di telaga di luar kota barat,
jauhnya kira-kira sepuluh lie. Ada urusan penting yang
hendak aku damaikan. Lekas datang!”
Surat itu tidak memakai tanda-tanda hanya lukisan
gambar dari satu pengemis bocah. Untuk
kegirangannya Kwee Ceng kenali romannya Oey
Yong, yang tersenyum berseri-seri.
“Siapa bawa surat ini?” ia tanya jongos. Ia girang
berbareng heran.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
“Seorang gelandangan di jalan besar,” sahut jongos
itu.
Kwee Ceng masuk ke dalam kamar Cie It, ia lihat
imam itu lagi melatih kaki dan tangannya. Ia lantas
kasih tahu bahwa ia mau pergi beli obat ditempat lain.
“Kita dapat pikir ini, kenapa mereka tidak?” berkata
si imam. “Tidak usahlah kau pergi.”
Kwee Ceng tidak menjadi putus asa, ia ingin
mencoba. Ia ingat Oey Yong cerdik sekali, mungkin ia
dapat berunding dengan temannya itu. Maka itu ia
beritahu bahwa ia ingin menemui sahabatnya itu. Ia
pun beri lihat suratnya Oey Yong itu.
Ong Cie It berpikir. “Cara bagaimana kau kenal
anak itu?” ia tanya.
Kwee ceng tuturkan pertemuannya sama Oey
Yong, hingga mereka menjadi sahabat.
“Aku telah saksikan caranya ia mempermainkan
Sam-tauw-kauw Hauw Thong Hay,” berkata Ong
Cinjin. “Dia luar biasa gerak tubuhnya. Kau harus
berhati-hati,” ia pesan. “Di dalam ilmu kepandaian, dia
jauh terlebih lihay daripada kau. Aku lihat padanya
seperti ada terselip sifat-sifat kesesatan, hanya aku
tidak tahu pasti apa itu…”
“Kita bersahabat sangat erat, sehidup semati, tidak
nanti ia celakai kau,” menyatakan Kwee Ceng, yang
percaya betul sahabatnya itu.
Ong Cinjin menghela napas. “Baru berapa lama
kamu bersahabat?” katanya. “Mana itu dapat disebut
persahataban sehidup semati? Jangan kau pandang
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
enteng dia sebagai bocah! Kau tahu, jikalau ia hendak
mencelakai padamu, kau tentu tidak dapat layani
dia….”
Di dalam hatinya, Kwee Ceng berpikir: “Totiang
membeilang begini sebab ia belum tahu sifatnya Oey
Hiantee…” Ia menyebutnya “Oey Hiantee” = “adik she
Oey”, tanda ia sangat percaya pada Oey Yong. Lantas
ia tuturkan perihal kebaikannya sahabatnya itu.
Ong Cinjin tertawa. “Baik, kau pergilah lekas!”
katanya. “Semua anak muda berkelakuan seperti
kamu. Tanpa mengalami sesuatu, tidak tambah
kecerdikan kamu…”
Imam ini tetap percaya Oey Yong bukan orang dari
golongan yang sadar.
Bab 19. Ada Kuping Di Balik Tembok
Kwee Ceng tiada bilang apa-apa lagi, ia masuki
resep ke dalam sakunya, lanats ia berlalu dari hotel. Ia
lari keluar kota barat tanpa menghiraukan salju
berterbangan menyampok mukanya. Disekitarnya
yang luas, ia tampak segala apa putih meletak, disana
tidak ada tapak-tapak manusia. Sesudah hampir
sepuluh lie, ia lihat sinar terang dari air telaga. Karena
hawa udara tidak sangat dingin, telaga itu tidak
membeku, salju jatuh ke air, lantas lumer. Adalah di
tepian, di pepohonan, salju melulu yang tampak.
Memandang ke sekitarnya, bocah ini menjadi heran.
Tidak ada bayangan orang sekalipun.
“Apa mungkin dia sia-sia menanti aku dan dia lantas
pergi duluan?” ia berpikir. Tapi ia buka mulutnya, akan
perdengarkan suara nyaring: “Oey Hiantee! Oey
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Hiantee!”
Tidak ada jawaban, cuma dua ekor burung air yang
terbang gelapakan di telaga.
“Oey Hiantee! Oey Hiantee!” ia memanggil pula,
dengan hatinya masgul. Tapi ia masih dapat berpikir;
“Mungkin ia belum datang, maka baiklah aku
menunggu ia disini…”
Maka ia lantas menantikan sambil ia pandangi
keindahan telaga di musim salju itu.
Belum terlalu lama atau dari tengah telaga
terdengar suara tertawa halus, kapan Kwee Ceng
menoleh, ia lihat sebuah perahu muncul dari bagian
telaga yang lebat dengan pepohonan. Itulah sebuah
perahu kecil dengan penumpangnya, yang duduk di
belakang perahu, ada satu nona, yang rambutnya
panjang meroyot melewati pundak, bajunya putih
mulus, rambutnya di bagian atas ada pitanya dari
emas, hingga emas itu bercahaya di antara sinar putih
dari salju.
Kwee Ceng mengawasi dengan menjublak. Ia
dapatkan si nona bagaikan bidadari. Orang berumur
belum lima atau enambelas tahun, kulitnya putih halus,
romannya cantik sekali dan manis, mukanya dadu
segar. Ia lantas berpaling ke lain jurusan, tidak berani
ia mengawasi terus-terusan. Ia pun bertindak dari
tepian.
Si nona mengayuh perahunya sampai ke pinggir
telaga. “Kwee Koko, mari naik ke perahu!” tiba-tiba dia
memanggil. Dia menyebutnya “Kwee Koko” = “Engko
Kwee”.
Kwee Ceng terkejut. Ia dipanggil selagi ia menoleh
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
ke lain jurusan. Begitu ia menoleh, begitu ia tampak
satu wajah yang manis sekali, sedang tangan baju
orang memain di antara sampokan angin. Ia berdiri
menjublak bagaikan orang yang tengah bermimpi,
kemudian ia kucak-kucak matanya dengan kedua
tangannya.
“Bagaimana, eh, engko Kwee,” berkata pula si
nona. “Apakah kau tidak kenal aku?”
Kwee Ceng perhatikan suara orang. Itulah suaranya
Oey Yong, sahabat eratnya, sahabat sehidup
semiati…….. !
Tapi sahabatnya itu adalah satu pemuda dengan
muka kotor dan pakaian compang-camping…. Kenapa
sekarang tercipta menjadi satu bidadari?
Dalam kesangsiannya, bocah ini mengawasi
dengan mendelong.
Nona itu tertawa. “Aku adalah Oey Hianteemu!” ia
berkata. “Benarkah kau telah tidak kenali aku?”
Oleh karena ia menatap, Kwee Ceng kenali roman
mukanya Oey Yong yang alisnya lentik dan mulutnya
mungil, cuma dandannya lain. “Kau…kau….” katanya
perlahan.
Oey Yong tertawa pula. “Sebenarnya aku adalah
seorang wanita,” ia berkata pula. “Siapa suruh kau
panggil aku Oey Hiantee dan Oey Hiantee tak
sudahnya? Ayolah lekas naik ke perahu ini!”
Kwee Ceng sadar, lalu ia enjoti tubuhnya, lompat ke
perahu itu. “Oey Hiantee…!” katanya.
Oey Yong tidak menyahuti, ia hanya kayuh
perahunya ke telaga. Ia lantas sajikan bekalannya,
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
barang makanan dan arak.
“Kita duduk disini, dahar dan minum arak sambil
memandangi sang salju, bagus bukan?” katanya
merdu.
Kwee Ceng mencoba akan menenangi diri.
“Ah…aku tolol sekali!” katanya kemudian. “Sampai
sebegitu jauh, aku sangka kau adalah seorang pria!
Selanjutnya tidak dapat aku panggil lagi kau Oey
Hiantee….”
Oey Yong tertawa. “Kau juga jangan panggil aku
Oey Hian-moay,” ia berkata. “Aku dipanggil Yong-jie.
Ayahpun selalu memanggil aku begitu.”
Dengan sendirinya nona ini tidak menghendaki di
panggil “Oey Hian-moay” = “adik Oey” dan
menghendaki di sebut namanya saja. “Yong-jie” berarti
“anak Yong”.
Tiba-tiba Kwee Ceng ingat sesuatu. “Aku
membekali kau tiamsim!” katanya seraya terus kasih
keluar tiamsim yang ia bawa dari istananya Wanyen
Kang. Cuma sekarang tiamsim itu sudah pusak-pesok
tiada karuan.
Oey Yong mengawasi macamnya tiamsim yang
tidak karuan itu, ia tertawa.
Merah mukanya Kwee Ceng, ia jengah. “Tiamsim ini
tak dapat dimakan…” katanya. Ia ambil itu, untuk
dilemparkan ke air.
Oey Yong sambar tiamsim itu. “Aku bisa makan!”
katanya. “Aku doyan!”
Selagi si bocah tercengang, Oey Yong sudah
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
menggayem tiamsim itu.
Kwee Ceng mengawasi, sampai ia mendadak
menjadi heran sekali. Oey Yong dahar tiamsim itu,
lantas perlahan-lahan matanya menjadi merah, lalu air
matanya perlahan-lahan mengalir turun…
“Begitu aku dilahirkan, aku sudah tidak punya ibu,”
berkata Oey Yong yang dapat membade pikirannya
sahabatnya. “Seumurku, belum pernah ada orang
yang ingat aku seperti kau ini…”
Air matanya mengalir deras, ia keluarkan sapu
tangannya ang putih bersih.
Kwee Ceng menyangka orang hendak menyusuti
air matanya, tak tahunya dengan cara hati-hati nona itu
bungkus sisa tiamsim yang kemudian ia masuki ke
dalam sakunya. “Aku akan dahar ini perlahan-lahan…”
katanya, dan kali ini ia tertawa.
Benar-benar aneh kelakuan bocah wanita ini, Kwee
Ceng asing betul dengan tingkah lakunya ini “Oey
Hiantee”.
“Bilangnya ada urusan penting yang kau hendak
bicarakan dengan aku, urusan apakah itu?” kemudian
ia tanya. Ia sudah lantas ingat surat si nona dan untuk
apa ia datang ke telaga ini.
Oey Yong tertawa ketika ia menyahuti: “Aku panggil
kau datang kemari untuk memberitahukan padamu
bahwa aku bukannya Oey Hianteemu, hanya Yong-jie.
Apa ini bukannya urusan penting?”
Kwee Ceng tersenyum. Orang benar-benar jenaka.
“Kau begitu manis untuk dipandang, kenapa mulanya
kau menyamar sebagai penemis?” ia tanya.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Oey Yong melengos ke samping. “Kau bilang aku
manis dipandang?” ia tanya.
“Manis sekali!” sahut si anak muda. “Kau mirip
dengan bidadari dari puncak gunung salju!” Ia
menghela napas.
Oey Yong tertawa pula. “Pernahkah kau melihat
bidadari?” tanyanya.
“Aku belum pernah lihat. Kalau aku dapat menemui,
mana aku masih hidup lagi…?”
Oey Yong heran. “Eh, kenapa begitu?” ia
menegaskan.
“Sebab pernah aku dengar pembilangannya orangorang
tua, siapa dapat melihat bidadari, dia tidak bakal
kembali ke tanah datar, untuk selamanya ia akan
duduk bengong saja di gunung salju, lalu lewat
beberapa hari, dia akan mati beku….”
Oey Yong tertawa pula. “Sekarang kau melihat aku,
kau bakal bengong saja atau tidak?” tanyanya
kemudian.
Mukanya Kwee Ceng menjadi merah. “Kita toh
sahabat-sahabat kekal, kita lain…”
Oey Yong menganggguk. Lalu ia berkata dengan
sungguh-sungguh: “Aku tahu kau baik hati dengan
sesungguhnya, terhadap aku, tidak peduli aku pria
ataupun wanita, biarpun aku bagus atau jelek.” Ia
berhenti sebentar. “Dengan dandananku ini, kalau
orang bersikap baik terhadap aku, apakah anehnya?
Diwaktu aku menjadi pengemis, kau baik sekali
dengan aku, nah itu barulah sahabat sejati.” Ia rupanya
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
sangat girang, semabri tertawa ia kata pula: “Aku ingin
bernyanyi untukmu, sukakah kau mendengarnya?”
“Apakah tidak boleh besok saja kau bernyanyi?”
Kwee Ceng minta. “Sekarang ini aku mesti pergi beli
obat untuk Ong Totiang.”
Kwee Ceng lantas tuturkan tentang adu kepandaian
di istana Chao Wang, sampai Ong Cie It, yang
melindungi ia, mendapat luka parah, bahwa sia-sia
belaka ia mencari obat.
Oey Yong mengawasi, ia tertawa. “Aku pun heran
sekali menyaksikan kau lari mondar-mandir di jalan
besar dan memasuki rumah obat dari yang satu
kepada yang lain, entah kau bikin apa, tidak tahunya
kau hendak membeli obat,” katanya.
Kwee Ceng menduga, selagi ia lari mondar-mandir,
Oey Yong tentu telah mengintai padanya tetapi ia tidak
tahu, kalau tidak, niscaya nona itu tidak ketahui ia
tinggal di hotel mana.
“Oey Hiantee,” katanya kemudian, “Apakah boleh
pinjam kuda merahmu yang kecil untuk aku pergi
membeli obat?”
Oey Yong menatap. “Ketahuilah!” katanya. “Kesatu,
aku bukannya si Oey Hiantee! Kedua, kuda merah
yang kecil itu adalah kepunyaanmu! Apakah kau
sangka benar-benar aku menghendaki kudamu itu?
Aku melainkan lagi menguji hatimu. Ketiga, di tempat
sekitar ini, belum tentu kau dapat mencari obat itu…!”
Kwee Ceng berdiam, hatinya pepat. Ia bingung
sekali. Dugaan si nona nyata cocok betul dengan
dugaannya Ong Cie It.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Oey Yong tertawa. “Sekarang aku nyanyai, kau
dengari!” dia kata. Lalu kedua bibirnya yang merah
tergerak terbuka, segera lidahnya bergerak,
memperdengarkan nyanyiannya yang halus dan
merdu.
Kwee Ceng mendengari dengan hati kesengsem
walaupun tidak mengerti jelas artinya nyanyian itu,
hatinya menjadi goncang. Seumurnya belum pernah ia
peroleh pengalaman ini.
“Inilah nyanyian Sui Ho Sian dari Sin Tayjin,” kata
Oey Yong perlahan habis ia nyanyi. “Bagaimana kau
bilang, bagus atau tidak?”
“Aku kurang mengerti tetapi didengarnya menarik
hati,” Kwee Ceng menjawab. “Siapa itu Sin Tayjin?”
“Dialah Sin Kee Cie,” sahut Oey Yong. “Menurut
ayahku dialah satu pembesar jempolan yang menyinta
negara dan rakyat. Ketika dulu hari utara Tionggoan
terjatuh ke dalam tangan bangsa Kim dan Gak Bu Bok
terbinasa di tangan dorna, tinggal Sin Tayjin sendiri
yang masih berdaya untuk merampas pulang daerahdaerah
yang terhilang itu.”
Kwee Ceng tahu kekejaman bangsa Kim dari
penuturan ibunya, karena ia hidup di Mongolia, ia
kurang tahu. Ia kata: “Belum pernah aku pergi ke
Tionggoan, maka hal ini baik nanti saja perlahan-lahan
kau tuturkan padaku. Sekarang kita mesti pikirkan
daya menacri obat untuk Ong Totiang.”
“Kau dengar aku,” berakta Oey Yong. “Kita pesiar
dulu disini, tak usah kau cemas tidak karuan.”
“Ong Totiang bilang, kalau dalam tempo dua belas
jam ia tidak dapat obat, ia bisa celaka,” Kwee Ceng
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
jelaskan.
“Aku tanggung, kau akan dapatkan obat itu,” si nona
bilang.
Mendengar si nona bicara dengan sungguhsungguh
dan juga percaya orang memang ada terlebih
pandai dan cerdik daripadanya, Kwee Ceng dapat juga
melegakan hatinya.
“Mungkin ia tidak akan membikin gagal,” pikirnya.
Maka ia lantas layani si cantik itu minum arak dan
dahar makanan sambil mereka pasang omong.
Dengan gembira, dan secara menarik hati, Oey
Yong tuturkan bagaimana caranya ia menggangtung
Hong Ho Su Koay, bagaimana ia ganggu Hauw Thong
Hay sampai si Ular Naga Kepala Tiga itu mendongkol
bukan main.
“Bagus!” seru Kwee Ceng saking gembira.
“Memang bagus!” kata si nona. Dan keduanya
bertepuk tangan.
Tanpa merasa sang tempo telah berlalu, Oey Yong
lihat bagaimana secara perlaha-lahan sang mega atau
kabut mulai menutupi air telaga yang putih. Dengan
perlahan sekali ia ulur tangannya, terus ia genggam
tangannya si Kwee Ceng, sembari berbuat begitu ia
kata dengan perlahan: “Sekarang aku tidak takut apa
juga…!”
“Kenapa?” menanya si anak muda dengan heran.
“Taruh kata ayah tidak menginginkan aku, kau
tentunya sudi aku ikuti kau, bukankah?” si nona tanya
tanpa ia menyahuti pertanyaan orang.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
“Pasti!” jawab Kwee Ceng sungguh-sungguh. “Aku
sendiri, belum pernah aku bergembira seperti
sekarang ini!”
Oey Yong membawa tubuhnya mendekati dada si
pemuda dan menempelkannya, maka Kwee Ceng
lantas saja merasakan ia bagai terkurung bau harum,
bau yang meliputi juga antero telaga, seluruh langit
dan bumi……
Tanpa mengucap sepatah kata, keduanya saling
berpegang tangan…..
Lagi sekian lama, tiba-tiba Oey Yong menghela
napas. “Tempat ini sungguh indah, sayang kita bakal
meninggalkannya…” katanya.
“Kenapa begitu?” Kwee Ceng tanya. Ia heran.
“Bukankah kita harus mencari obat untuk menolongi
Ong Totiang?” sahut si nona.
Kwee Ceng sadar, ia menjadi girang sekali. “Ah, ke
mana kita mencarinya?”
“Ke manakah perginya itu beberapa rupa obat yang
dibutuhkan, yang tidak berada di rumah-rumah obat?”
Oey Yong menanya.
“Tentulah semua itu dibeli oleh orangnya Chao
Wang,” menyahut Kwee Ceng.
“Benar!” berkata si nona.
“Tetapi tidak dapat kita pergi ke sana!” Kwee Ceng
bilang. “Pergi ke sana artinya kita mengantari jiwa
kita…”
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
“Habis apakah kau tega membiarkan Ong Totiang
menjadi bercacad seumur hidupnya?” Oey Yong tanya.
“Jangan-jangan, karena lukanya itu berubah menjadi
berbahaya, ia pun bisa hilang jiwanya….”
Darahnya Kwee Ceng bergolak. “Baik, aku akna
pergi!” ia bilang. “Tapi kau jangan turut…”
“Jangan turut? Kenapakah?” tanya si nona.
Kwee Ceng berdiam. Ia tidak punyakan alasan
untuk kata-katanya itu.
Oey Yong mengawasi. “Engko yang baik,” katanya
perlahan. “Kau kasihanilah aku. Umpama kata kau
menemui bencana, apakah kau sangka aku dapat
hidup seorang diri saja?”
Kwee Ceng menjadi sangat bersyukur dan
bergirang. “Baiklah!” katanya kemudian. “Mari kita
pergi bersama!”
Keduanya lantas mengayuh, membuatnya perahu
mereka ke pinggir, setelah mendarat, mereka menuju
langsung ke istana Chao Wang, ke arah belakang.
Mereka memasuki pekarangan dengan melompati
tembok.
“Engko Ceng, sempurna sekali ilmu ringan
tubuhmu!” Oey Yong memuji selagi si anak muda
mendekam di kaki tembok untuk memasang kuping
dan mata.
Mendengar pujian itu, Kwee Ceng gembira bukan
main. Merdu sekali suara si nona.
Tak lama, mereka mendapat dengar tindakan kaki
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
dibarengi sama suara bicara sambil tertawa. Mereka
menutup mulut.
“Siauw-ongya mengurung si nona di sini, kau tahu
untuk apa?” terdengar seorang menanya. “Siauwongya”
itu ialah pangeran muda.
“Buat apa lagi!” tertawa orang yang kedua. “Si nona
ada demikian cantik! Sejak kau dilahirkan, pernahkah
kau melihat nona secantik itu?”
“Kau hati-hati, sahabat!” kata yang pertama,
“Melihat macammu ini, hati-hatilah, nanti siauw-ongya
kutungi batang lehermu…”
Kwee Ceng lantas berpikir: “Kiranya Wanyen Kang
sudah punya pacar maka juga ia tidak sudi nikahi nona
Bok. Dalam hal ini, dia tidak dapat disesalkan. Cuma
mengapa ia mengurung nona itu? Mustahilkah si nona
menolak dan ia hendak gunai kekerasan untuk
memaksa?”
Dua orang itu sudah lantas datang dekat sekali,
yang satu membawa tengloleng, yang lainnya
menenteng barang makanan.
Yang membawa makanan itu berkata pula sambil
tertawa: “Siauw-ongya aneh! Dia mengurung orang,
dia juga khawatir orang kelaparan! Lihat, sudah malam
begini dia masih suruh mengantarkan barang
makanan….”
“Jikalau tidak berlaku manis budi, mana dia dapat
merampas hati si nona?” berkata yang membawa
lentera.
Lantas mereka lewat, suara tertawa mereka masih
terdengar.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
“Mari kita lihat!” berbisik Oey Yong, yang hatinya
menjadi tertarik. “Sebenarnya bagaimana sih cantiknya
orang itu…”
“Lebih perlu kita mencari obat,” Kwee Ceng bilang.
“Aku ingin lihat dulu si cantik!” kata Oey Yong, yang
tertawa.
Kwee Ceng heran sekali. “Apa sih bagusnya orang
perempuan untuk di lihat?” katanya dalam hati. Ia tidak
menginsyafi sifat wanita. Kalau satu nona mendengar
ada nona cantik lainnya, sebelum melihatnya, hatinya
tidak nanti puas, kalau dia sendiri cantik, lebih keras
lagi keinginannya melihatnya itu. “Ah, dasar anak
kecil….!”
Luas pekarangan dalam dari gedung Chao wang
itu. Mereka berdua berjalan berliku-liku menguntit dua
hamba tadi. Mereka tiba di depan sebuah gedung
besar yang gelap, tapi ada yang jaga. Mereka lantas
umpatkan diri, untuk mendenagri kedua kacung itu
bicara sama penjaga rumah itu, yang ialah seoarng
serdadu. Dia ini lantas membuka pintu, untuk
mengijinkan orang masuk.
Oey Yong cerdik. Ia menjumput sebutir batu,
dengan itu ia menimpuk lentera orang, hingga apinya
lentera itu padam seketika, membarengi mana ia tarik
tangan si anak muda, untuk diajak berlompat masuk ke
pintu.
Kedua kacung dan serdadu itu tidak menduga jelek,
mereka cuma menyangka batu jatuh dari atas.
Sembari mengutuk, mereka nyalakan pula lenteranya.
Setelah membuka sebuah pintu dalam, yang kecil,
berdua mereka masuk lebih jauh.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Oey Yong dan Kwee Ceng menempatkan diri di
sebelah belakang, dengan hati-hati mereka menguntit
pula, sampai mereka berada di depan sebuah ruang
seperti kerangkeng binatang liar, jerujinya semua besi
kasar. Di dalam situ ada dua orang, terlihat samarsamar
seperti pria dan wanita.
Satu bujang lantas memasang lilin, yang mana ia
masuki ke dalam kerengkeng. Maka sekarang terlihat
tegaslah dua orang yang terkurung itu. Mengenali
mereka, Kwee Ceng terkejut. Mereka adalah Bok Ek
serta gadisnya, yang tadi siang mengadakan pibu
mencari jodoh. Bok Ek nampaknya tengah bergusar.
Liam Cu duduk di samping ayahnya dengan kepala
tunduk.
“Bagaimana dengan Wanyen Kang? Sebenarnya
dia sukai nona ini atau tidak?” Kwee Ceng beraguragu.
Kedua bujang itu memasuki barang makanan
berikut araknya. Bok Ek sembat sebuah mangkok,
terus ia lemparkan. Ia berseru: “Aku telah terjatuh ke
dalam tipumu yang busuk, kalau kau hendak
membinasakan, binasakanlah! Buat apa kamu
berpura-pura menaruh belas kasihan?!”
Belum sampai si bujang membilang apa-apa, di
sebelah luar terdengar suaranya serdadu penjaga
pintu yang tadi: “Siauw-ongya baik?”
Mendengar itu, Kwee Ceng dan Oey Yong
berpaling, lalu lekas-lekas mereka mencari tempat
sembunyi.
Segera juga terdengar suara membentak sari
Wanyen kang, yang datang dengan tindakan lebar:
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
“Siapa yang membikin Bok Loenghiong gusar? Awas,
sebentar aku hajar patah kaki anjingmu!”
Kedua hamba itu lantas bertekuk lutut. “Hambamu
tidak berani…” berakat mereka.
“Lekas berlalu!” membentak pula si pangeran.
“Ya, ya…” menyahuti kedua hamba itu, yang berlalu
dengan cepat. Hanya setibanya mereka di pintu luar,
mereka saling mengawasi dengan mengulurkan
lidahnya masing-masing…..
Wanyen Kang tunggu sampai orang telah
merapatkan daun pintu, ia hampiri Bok Ek dan
gadisnya.
“Jiwi silahkan kemari!” ia berkata, suaranya sabar
sekali. “Aku hendak membilangi sesuatu kepada kamu,
harap kamu jangan salah mengerti.”
“Kau telah kurung kami sebagai pesakitan, apakah
artinya undanganmu ini?!” Bok Ek menegur. Ia gusar
sekali.
“Maafkan aku, menyesal sekali,” berkata Wanyen
kang. “Untuk sementara aku minta jiwi harap bersabar.
Aku pun merasa tak enak hati.”
“Kau boleh akali bocah umur tiga tahun!” Bok Ek
membentak pula. “Aku tahu baik sifatnya kamu orang
besar! Hm!”
Wanyen Kang hendak bicara pula, saban-saban ia
terhalang oleh bentakan orang tua itu, tetapi ia sabar
luar biasa, sebaliknya dari bergusar, ia tertawa.
“Ayah, coba dengar dulu apa ia hendak bilang,”
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
akhirnya Liam Cu berkata dengan perlahan.
“Hm!” orang tua itu perdengarkan suara di
hidungnya.
“Nona seperti putrimu, mustahil aku tidak sukai dia”
berkata Wanyen Kang.
Mendengar itu, wajahnya Liam Cu menjadi merah,
ia tunduk lebih rendah.
“Hanyalah aku adalah satu pangeran dan aturan
rumah tanggaku keras sekali,” Wanyen Kang berkata
pula. “Umpama kata orang mendapat tahu aku
mempunyai mertua seorang kangouw, bukan cuma
ayahku bisa memarahinya, malah ada kemungkinan sri
baginda juga nanti menegur ayahku itu…”
“Habis kau mau apa?” menanya Bok Ek. Ia anggap
orang bicara beralasan juga.
“Sekarang ini aku mau minta jiwi berdiam dulu
beberapa hari di sini, untuk sekalian merawat lukamu,”
sahut pangeran itu. “Setelah itu barulah kamu pulang
ke kampung halamanmu. Nanti, selang satu atau
setengah tahun, setelah suasana sudah reda, akan
aku nikahi putrimu ini, baik dengan jalan aku pergi
menjemput ke rumahmu atau dengan minta
locianpwee datang ke mari. Tidakkah itu lebih bagus?”
kata pangeran ini lebih lanjut.
Bok Ek berdiam. Ia tengah memikir satu hal lain.
“Peristiwa ini bisa merembet ayahku,” Wanyen
Kang berkata pula, sambil tertawa. “Oleh karena
kenakalanku, beberapa kali ayah pernah ditegur sri
baginda raja, maka kalau urusan ini sampai didengar
oleh sri baginda, pastilah pernikahan ini gagal. Maka
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
itu aku minta sukalah locianpwee menyimpan rahasia.”
Bok Ek gusar. “Menurut caramu ini!” katanya sengit,
“Kalau nanti anakku menikah sama kamu, untuk
seumur hidupnya ia mesti main sembunyi-sembunyi!
Dia jadinya bukan satu istri yang terang di muka
umum!”
“Dalam hal ini pastilah aku akan mengatur lainnya,”
Wanyen Kang memberi keterangan. “Sekarang pun
aku sudah pikir nanti minta perantaraannya beberapa
menteri sebagai orang pertengahan, supaya kita nanti
menikah secara terhormat….”
Wajahnya Bok Ek berubah. “Kalau begitu, pergi kau
panggil ibumu datang ke mari,” katanya. “Aku ingin kita
omong depan berdepan dan secara terus terang!”
Wanyen Kang tersenyum. “Mana dapat ibuku
menemui locianpwee?” katanya.
“Jikalau aku tidak dapat bicara dengan ibumu, biar
bagaimana, tidak sudi aku melayani kamu!” kata Bok
Ek kaku, tangannya menyambar sepoci arak, yang dia
timpukkan di antara jeruji besi.
Bok Liam Cu kaget dan berduka menyaksikan sikap
ayahnya ini. Sebenarnya, semenjak memulai
bertanding sama pangeran itu, ia telah menaruh hati,
maka juga ia senang mendengar pembicaraannya si
anak muda yang ia anggap beralasan. Ia tidak sangka,
ayahnya telah ambil sikapnya yang tegas itu.
Wanynn Kang geraki tangannya menyambar poci
arak itu, terus ia letaki itu ditempatnya, di atas meja.
“Menyesal tidak dapat aku menemani lebih lama,”
katanya. Ia tertawa dan memutar tubuhnya untuk
berlalu.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Kwee Ceng anggap omongannya Wanyen Kang
beralasan. Bukankah si pangeran ada kesulitannya
sendiri? Maka itu, menyaksikan kemurkaannya Bok
Ek, ia lantas berpikir; “Baiklah aku bujuki ia…” Ia lantas
geraki tubuhnya, untuk keluar dari tempat
persembunyiannya. Tapi ia tidak dapat wujudkan apa
yang ia pikirkan itu. Oey Yong telah tarik tangan
bajunya, untuk ajak ia keluar.
“Apakah sudah diambil?” mereka lantas dengar
suaranya Wanyen Kang, yang bicara sama satu
hambanya.
“Sudah,” sahut si hamba, yang terus angkat sebelah
tangannya. Nyata ia mencekal seekor kelinci. Wanyen
Kang menyambuti dengan kedua tangannya, tiba-tiba
saja ia patahkan kedua kakinya kelinci itu, yang ia
terus masuki ke dalam sakunya, setelah mana ia
bertindak dengan cepat.
Binatang itu berpekik satu kali, lalu kelengar.
Dua-duanya Oey Yong dan Kwee Ceng heran
sekali. Merak lantas kuntiti pangeran itu, yang jalan
memutari sebuah pagar bambu, setelah mana
terlihatlah sebuah rumah tembik putih yang kecil. Itulah
rumah bermodel rumah rakyat di Kanglam. Maka
heran di dalam pekarangan istana mentereng itu ada
sebuah rumah yang begini sederhana. Maka mereka
jadi bertambah heran.
Wanyen Kang menolak pintu rumah itu dan masuk
ke dalamnya.
Dengan lekas Kwee Ceng berdua lari ke jendela
untuk memasang kuping sambil mengintai di sela-sela
jendela itu. Mereka percaya mesti ada perbuatan yang
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
aneh dari si pangeran itu.
“Ma!” mereka lantas dengar suara si pangeran.
“Ya..!” demikian suara penyahutan perlahan,
suaranya seorang wanita.
Wanyen Kang lantas masuk ke dalam kamar.
Untuk bisa melihat, Kwee Ceng berdua
menghampirkan sebuah jendela lain. Maka mereka
lantas tampak satu nyonya tengah berduduk di
pinggiran meja, sebelah tangannya menunjang dagu,
matanya mendelong. Dia belum berumur empatpuluh
tahun dan mukanya cantik sekali. Di rambut dekat
kupingnya dia memakai setangkai bunga putih.
Pakaiannya semua terdiri dari kain kasar.
“Mama, apakah hari ini kau kurang sehat?” tanya
Wanyen Kang seraya pegangi tangan si nyonya.
Nyonya itu menghela napas. “Bukankah aku tak
berlega hati untukmu?” sahutnya.
Wanyen Kang sanderkan diri di tubuh nyonya itu,
yang ia panggil ibu, agaknya ia manja sekali.
“Ma, bukankah anakmu berada di sini?” katanya,
aleman. “Toh aku tidak kekurangan walaupun sebelah
kakiku…?”
“Kau mengacau, kalau ayahmu dengar itu, masih
tidak apa,” berkata si ibu itu, “Tetapi gurumu?
Bagaimana kalau ia mendengar kabar? Tidakkah
hebat?”
“Ma,” berkata si pangeran, tertawa, “Tahukah kau
siapa imam itu yang datang menyela untuk menolongi
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
orang?”
“Siapakah imam itu?”
“Dialah adik seperguruan dari guruku…”
“Celaka!” berseru si nyonya kaget. “Pernah aku
melihatnya gurumu disaat ia tengah murka! Dia dapat
membunuh orang! Sungguh menakutkan…!”
Wanyen Kang agaknya heran. “Pernah mama
melihat suhu membunuh orang?” dia tanya. “Di
manakah itu? Kenapa suhu membunuh orang?”
Nyonya itu angkat kepalanya, memandang lilin. Ia
agaknya tengah memikir jauh. “Itulah sudah lama,
sudah lama,” katanya kemudian dengan perlahan. “Ah,
kejadian daulu hari itu hampir aku lupa….”
Wanyen Kang tidak menanyakan lebih jauh,
sebaliknya dengan gembira, ia kata; “Ong Susiok itu
telah mendesak aku, menanyakan bagaimana urusan
pibu hendak diselsaikan. Aku telah menjanjikan untuk
menerima baik. Asal si orang she Bok itu datang, apa
yang diatur, aku terima baik.”
“Apakah kau sudah bicara dengan ayahmu?” tanya
si nyonya itu. “Bersediakah dia akan memberikan
perkenanannya?”
Wanyen Kang tertawa. “Ma, kau memang baik
sekali!” katanya. “Dari siang-siang telah aku
perdayakan orang she Bok itu dan gadisnya datang ke
mari, sekarang mereka ditahan di kerangkeng di
belakang sini. Mana Ong Susiok dapat mencari
mereka?”
Selagi si pangeran ini demikian gembira, Kwee
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Ceng sebaliknya bertambah kemendongkolannya dan
kemurkaannya. Kata pemuda ini dalam hatinya; “Aku
menyangka dia bermaksud baik, siapa tahu ia
sebenarnya sangat licik!”
Si wanita pun tidak setujui putranya itu. “Kau telah
permainkan anak dara orang,” katanya kurang senang,
“Kau juga kurung mereka di sini. Apakah artinya itu?
pergi lekas kau merdekakan mereka! Kau berikan
mereka uang, kau menghanturkan maaf, lantas kau
persilahkan mereka pulang ke kampung halaman
mereka.”
Kwee Ceng mengangguk-angguk. Ia setujui sikap
nyonya itu. “Begitu baru benar,” pikirnya.
Wanyen kang tetap tertawa. “Ma, kau belum tahu,”
katanya. “Orang kangouw seperti mereka tidak
memandang uang! Jikalau mereka dilepaskan, setelah
merdeka, tentu mereka akan buka suara lebar-lebar.
Kalau itu sampai terjadi, bagaimana suhu bisa tak
ketahui urusan ini?”
“Habis, apakah kau hendak kurung mereka seumur
hidup mereka?” tanya si nyonya.
Putra itu tetap tertawa. “Akan aku bicara baik-baik
dengan mereka, nanti aku perdayakan hingga mereka
suka pulang ke kampung halaman mereka,” ia bilang.
“Biarlah di sana mereka menanti-nanti hingga mereka
putus asa…”. Lantas ia tertawa terbahak.
Kembali bangki hawa amarahnya Kwee Ceng,
hingga ia ayun sebelah tangannya ke daun jendela
dan mulutnya pun hendak dibuka.
“Jangan turuti adat…!” demikian ia dengar bisikan di
kupingnya, berbareng denagn mana sebuah tangan
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
yang halus menutup mulutnya dan tangan yang lain
menarik tangannya. Merdu bisikan itu……
Cuma sejenak itu, pemuda ini insyaf akan
kekeliruannya, maka ia menoleh kepada si nona manis
di sisinya dan bersenyum. Karena itulah Oey Yong
yang mencegah padanya. Kemudian ia mengintai pula
ke dalam kamar.
“Tua bangka she Bok itu sangat licin,” terdengar
pula suaranya Wanyen Kang. “Telah aku bujuki dia,
dia tak mau makan umpan. Maka biarlah dia ditahan
lagi beberapa hari, untuk lihat akhirnya dia suka
menurut atau tidak.”
“Aku lihat nona itu bagus romannya dan gerakgerakinya,
aku suka dia,” berkata si nyonya. “Aku pikir
hendak bicara dengan ayahmu, supaya kau diijinkan
menikah dengannya. Bukankah dengan begitu selesai
sudah semuanya?”
“Ah, mama, ada-ada saja!” berkata sang putra
sambil tertawa. “ Kita dari keluarga apa? Cara
bagaimana aku bisa menikah dengan satu nona
kangouw? Ayah sering bilang padaku bahwa dia
hendak mencarikan satu jodoh dari keluarga agung.
Sayangnya ialah ayah bersaudara dengan raja yang
sekarang…”
“Apakah yang dibuat sayang?” nyonya itu bertanya.
“Sebab,” menyahut sang putra, “Kalau tidak, pasti
aku kana mendapatkan putri raja dan aku bakal
menjadi menantu raja!”
Nyonya itu menghela napas, ia tak bicara lagi.
“Ma, ada satu lagi hal yang lucu,” Wanyen Kang
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
berkata pula, tak ketinggalan tertawanya. “Tua bangka
she Bok itu bilang ingin bertemu sama kau, ingin dia
bicara sendiri, untuk mendapat kepastian, setelah itu
barulah dia mau mempercayai aku.”
“Tidak nanti aku bantui kau memperdayakan orang,
itulah perbuatan yang tidak baik!” berkata pula si ibu.
Wanyen Kang tertawa geli, ia jalan mondar-mandir
di dalam kamar.
Oey Yong dan Kwee Ceng dapat kesempatan
memperhatikan kamar itu. Semua meja dan kursi
terbuat dari kayu kasar. Pembaringan serta
perlengkapannya mirip dengan kepunyaan
kebanyakan petani di Kanglam, semua kasar dan
jelek. Di tembok ada tergantung tombak serta sebuah
pacul. Di pojokan ada sebuah mesin tenun. Maka,
menyaksikan semua itu, mereka menjadi heran.
“Wanita ini mulia sebagai selir, mengapa ia tinggal
dalam kamar dengan perlengkapan semacam ini?”
mereka itu berpikir.
Justru itu Wanyen Kang menekan ke dadanya, ke
sakunya, lalu terdengar dua kali pekikan perlahan.
“Eh, apakah itu?” sang ibu tanya.
“Oh, hampir aku lupa!” sahut putranya itu, agaknya
ia terperanjat. “Tadi di tengah perjalanan pulang aku
melihat seekor kelinci yang terluka, aku bawa dia
pulang. Mama, coba kau tolong obati dia…”
Ia lantas keluarkan kelinci putih itu, diletaki di atas
meja. Dengan kakinya patah, binatang itu tidak dapat
jalan.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
“Anak yang baik!” berkata si nyonya. Ia lantas
mencari obat, untuk mengobati kelinci itu.
Lagi-lagi darahnya Kwee Ceng bergolak. Ia
sungguh membenci orang punya kelicinan dan
kekejaman itu, terutama untuk memperdayakan
seorang ibu yang hatinya demikian mulia. Tidakkah
binatang yang harus dikasihani itu sengaja disakiti?
Bukankah ibu telah didustai, untuk mengobati binatang
yang sengaja disiksa? Kalau terhadap ibu sendiri saja
ia mendusta demikian, maka bisalah diketahui
buruknya sifat anak itu.
Oey Yong yang tubuhnya menempel sama tubuh si
anak muda merasakan tubuh orang bergemetar. Ia
menginsyafi bahwa orang ada sangat gusar. Tentu
saja ia khawatir kawan ini perluap hawa amarahnya itu
hingga Wanyen kang bisa pergoki mereka. Ia lantas
pegang tangannya si pemuda itu, yang ia tarik untuk
diajak mengundurkan diri.
“Jangan pedulikan dia, mari kita pergi cari obat,”
bisiknya.
“Tahukah kamu obat itu disimpan di mana?” Kwee
Ceng tanya.
Nona itu menggeleng kepala. “Aku tidak tahu,”
sahutnya. “Mari kita cari…”
Kwee Ceng bersangsi. Dimana mesti mencari obat
di istana demikan besar? Bukankah berbahaya kalau
mereka kepergok See Thong Thian atau lainnya? Ia
tidak sempat berpikir lama-lama. Pikirannya itu
berhenti secara tiba-tiba. Sebab kupingnya segera
mendengar orang mengoceh seorang diri dan di depan
matanya berkelebat sinar api.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
“Anak yang manis, kalau kau tidak mencintai aku,
kau mencintai siapa lagi? Maka, kau kasihanilah
aku…”
Sembari perdengarkan suaranya yang berlagu,
terlihatlah seorang bertindak dengan perlahan-lahan.
Dia mencekal sebuah tenglong.
Selagi Kwee ceng hendak menyembunyikan diri di
belakang sebuah pohon, Oey Yong justru maju
memapak orang itu, hingga ia menjadi tercengang, lalu
lantas saja ia diam bagai patung, hatinya goncang
keras. Oey Yong telah ancam dia dengan sebatang
pisau belati.
“Siapa kau?” si nona menanya, membentak tapi
perlahan.
Orang itu kaget dan ketakutan, selang berepa detik
baru ia dapat menyahuti, suaranya tidak lancar. Ia
adalah pengurus surat-surat di istana itu.
“Kau menjadi pengurus, bagus!” kata si nona. “Di
mana disimpannya obat-obatan yang hari ini
pangeranmu yang muda menitahkan orang membeli?!”
“Semua itu siauw-ongya yang simpan sendiri,
aku…aku tidak tahu…”
Oey Yong cekal tangan orang dengan tangan
kirinya untuk memencet, sedang ujung pisaunya
ditempel kepada kulit leher. Orang itu kesakitan akan
tetapi ia tidak berani berteriak.
“Kau hendak bilang atau tidak?!” si nona
mengancam.
“Benar-benar aku tidak tahu….” jawab orang itu
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
dengan gugup.
Oey Yong kerahkan tenaga di tangan kirinya itu, lalu
dengan menerbitkan suara membeletak, patahlah
tangan kanan si pengurus itu. Ia buka mulutnya, untuk
berteriak tetapi dengan cepat si nona sambar kopiah
orang, untuk dipakai menyumbat mulutnya. Maka
hanya sekali saja dia itu mengasih dengar suara keras
tertahan, lalu ia roboh dengan pingsan.
Kwee Ceng tidak menyangka satu nona demikian
cantik dan halus gerak-geriknya dapat berbuat
demikian telengas, ia menjadi tercengang, tak dapat ia
membilang apa-apa.
Oey Yong menotok dua kali kepada iganya
pengurus istana itu, lantas ia sadar. Ia tarik kopiah
orang, untuk dibelesaki ke kepelanya.
“Apakah kau ingin tangan kirimu pun dipatahkan?”
ia tanya.
Pengurus itu lantas saja menangis, ia menjatuhkan
diri berlutut. “Dengan sebenarnya aku tidak tahu,
percuma umpama nona membunuh aku,” katanya.
Sekarang Oey Yong mempercayainya, tetapi ia
kata: “Sekarang pergi kau kepada pengeranmu itu,
bilang bahwa kau jatuh dan patah tanganmu. Kau
kasih tahu bahwa tabib membilang kau perlu obat hiatkat,
gu-cit, thim-tha dan bu-yok. Obat itu semua tak
dapat dibeli di kota raja ini, maka kau mintalah kepada
pangeran itu.”
Pengurus itu sudah membuktikan si nona tidak
pernah main gila, ia suka menurut.
“Siauw-ongya ada pada ibunya, lekas-lekas kau
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
pergi padanya!” Oey Yong bilang. “Aku akan ikuti
padamu. Jikalau kau tidak dengar aku dan sengaja kau
membuka rahasia, akan aku patahkan batang lehermu,
akan aku kerek matamu!”
Tubuhnya orang itu bergemetar, ia merayap
bangun, lalu dengan menggertak gigi, menahan sakit,
ia lari ke arah kamarnya onghui, si selir.
Wanyen Kang masih ada pada ibunya, mereka
masih pasang omong. Ia heran ketika ia lihat
datangnya pengurus itu, yang bermandikan peluh dan
air mata, dengan separuh mewek dia mohon diberi
obat. Dia mengaku seperti ajarannya Oey Yong.
“Kasihlah dia obat!” berkata onghui, yang hatinya
lemah. Ia lihat muka orang berpucat-pasi dan ia
merasa kasihan.
Wanyen Kang mengkerutkan alisnya. “Semua obat
itu ada apa Nio Losianseng,” katanya. “Pergi kau
mengambil sendiri!”
“Tolong ongya memberikan sehelai surat,” si
pengurus meminta.
Onghui itu sudah lantas sediakan perabot tulisnya.
Wanyen Kang menulis beberapa kata-kata, untuk si
Nio Losianseng, ialah io Cu Ong.
Pengurus itu mengangguk-angguk mengucapkan
terima kasihnya.
“Lekas kau pergi!” menitah onghui. “Sebentar
sesudah sembuh baru kau haturkan terima kasihmu!”
Pengurus itu lantas saja bertindak keluar. Ia baru
jalan beberapa tindak, atau pisau belati telah tertanda
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
di pundaknya.
“Pergi kepada Nio Losianseng!” menitah Oey Yong
separuh berbisik.
Orang itu berjalan, baru beberapa puluh tindak, ia
sudah terhuyung, rupanya tak sanggup ia menahan
rasa sakitnya.
“Sebelum kau dapatkan obat itu, jangan harap
jiwamu selamat!” si nona mengancam pula.
Kaget hamba itu, ia mengeluarkan keringat dingin,
entah dari mana, datanglah tenaga kekuatannya, maka
dapat ia berjalan terus. Sekarang ia jalan dengan
menemui beberapa hamba lainnya, mereka itu lihat ia
diikuti si nona dan pemuda, mereka itu heran tetapi
tidak ada di antara mereka yang menanya apa-apa.
Tiba di kamarnya Nio Cu Ong, pintu kamar tertutup
terkunci. Pengurus itu tanya satu hamba, ia dapat
jawaban bahwa Nio Losianseng lagi menghadari
perjamuannya pengeran di ruang Hoa Cui Kok.
Kwee ceng lantas merasa kasihan menampak
orang seperti tidak kuat jalan, ia lantas mencekal tubuh
orang, untuk dipepayang. Bersama-sama mereka
menuju ke tempat pesta itu.
“Berhenti! Siapa kamu!” Itulah teguran oleh dua
orang, yang memapaki sekira beberapa tindak dari
Hoa Cui Kok. Mereka itu masing-masing memegang
golok dan cambuk.
“Aku hendak menemui Nio Losianseng,” sahut si
pengurus, yang perlihatkan suratnya siauw-ongya. Dia
lantas dikasih lewat. Ketika Kwee Ceng dan si nona
ditanya, pengurus itu mendahului menerangkan:
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
“Mereka kawan kita.”
Oey Yong berlaku tenang. Ia kenali dua orang itu,
ialah dua dari keempat Hong Ho Su Koay, yaitu Sim
Ceng Kong dan Ma Ceng Hiong. Mereka ini sebaliknya
tidak mengenali orang, yang telah dandan sebagai
asalnya, seorang nona. Hanya melihat Kwee Ceng,
mereka tercengang, lantas mereka mau seraya angkat
tangan mereka. Tapi sejenak itu, tidak dapat mereka
menyerang dengan golok dan cambuk mereka. Tibatiba
saja iga mereka kaku. Karena dengan
kesebatannya yang luar biasa, Oey Yong sudah totok
mereka.
Kwee Ceng kagum vukan main. Ia berada di
samping si nona tetapi ia tak sempat melihat gerakan
tangan orang. Mendadak ia mengingat kejadian di
rumah makan di Kalgan, tempo kawanan nona-nona
serba putih hendak rampas kudanya, tahu-tahu
mereka itu roboh tanpa berkutik.
“Pastilah mereka telah terkena tangan lihay dari si
Yong ini,” pikirnya lebih jauh.
“Eh, kau pikirkan apa?” menegur si nona sambil
tertawa menampak orang termenung. Ia lantas saja
tarik Sim Ceng Kong dan Ma Ceng Hiong ke belakang
pot-pot kembang, untuk disembunyikan, kemudian ia
tarik tangan si pemuda, untuk menyusul si pengurus.
Di depan Hoa Cui Kok, Oey Yong tolak tubuh si
pengurus, untuk ia masuk, ia sendiri bersama Kwee
Ceng lantas lompat naik ke payon, guna mengintai dari
jendela, hinngga mereka dapat melihat jelas ke dalam.
Terang sekali ruang dalam itu di mana ada sebuah
meja penuh dengan pelbagai barang hidangan dan
arak, tetapi yang membuat Kwee ceng terperanjat
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
adalah kapan matanya bentrok sama hadirin yang
duduk mengitari meja itu, sampai hatinya berdenyutan.
Ia lihat dan mengenali Auwyang Kongcu dari pek To
San, Kwie-bun Liong-ong See Thong Thian, Samtauw-
kauw Hauw Thong Hay, Som Sian Lao-koay Nio
Cu Ong dan Cian-ciu Jin-touw Pheng Lian Houw.
Menemani mereka itu, duduk di sebelah bawah adalah
Chao Wang Wanyen Lieh, yaitu Liok-hong-cu atau
pangeran keenam dari negara Kim. Duduk di samping,
di atas kursi tay-su-ie yang besar dan tebal amparnya,
adalah Tay-cu-in Leng Tie Siangjin, kedua mata siapa
terbuka sedikit dan mukanya bagaikan kertas kuning,
suatu tanda lukanya tak enteng.
Diam-diam Kwee Ceng girang sekali, maka ia kata
di dalam hatinya: “Kau hendak mencelakai Ong
Totiang, kau juga dapat merasakan enak….”
Si pengurus bertindak masuk untuk terus berlutut di
depan Nio Cu Ong, kedua tangannya
mempersembahkan suratnya siauw-ongya.
Nio Cu Ong menyambuti, ia baca surat itu, terus ia
awasi si pembawa surat, kemudian ia angsurkan surat
itu kepada Wanyen Lieh. “Ongya, benarkah ini
tulisannya siauw-ongya?” ia tanya.
Chao Wang membaca surat itu, ia mengangguk.
“Benar,” katanya. “Berikanlah dia obat itu.”
Nio Cu Ong menoleh kepada kacung di sisinya.
“Tadi siauw-ongya ada mengirimkan empar macam
rupa obat,” katanya. “Kau ambilkan masing-masing itu
satu tail, berikan kepada koankee ini.”
Bocah itu menyahuti, lalu ia ajak si koankee atau
pengurus itu mengundurkan diri. Kwee Ceng berbisik
di kupingnya Oey Yong: “Mari kita pergi, lekas! Semua
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
mereka itu sangat lihay!”
Oey Yong tertawa perlahan, ia menggeleng kepala.
Oleh karena ia menggoyang kepalanya,rambutnya si
nona mengenai mukanya si pemuda, hingga Kwee
Ceng merasa gatal dari muka terus ke hatinya.
Pemuda ini tidak hendak berbantahan, ia hanya
lantas geraki tubuhnya untuk melompat turun. ia baru
bergerak, atau si nona telah sambar tangannya, untuk
ditahan. Untuk itu, nona itu mesti menyantel keras
kedua kakinya pada payon, habis mana perlahanlahan
ia kasih turun tubuh si pemuda.
Kwee Ceng terkejut, di dalam hatinya ia kata, “Ah,
aku semberono sekali. Tidakkah ini berbahaya?
Bukankah orang-orang di dalam itu lihay semua?
Jikalau aku berlompat mundur, bagaimana mereka
tidak dapat memergokinya?” ia insyaf, dasar baru
masuk dalam dunia kangouw, ia jadi kurang
berpengalaman. Dengan lantas ia ikuti si pengurus dan
kacung itu. Satu kali ia menoleh ke belakang, ia
dapatkan Oey Yong masih belum turun, dengan masih
bergelantungan nona itu mengawasi ke dalam
ruangan.
Oey Yong tidak segera berangkat. Untuk mencari
tahu orang di dalam ketahui tentang dirinya atau tidak,
ia mengintai terus. Ia lakukan itu setelah itu setelah ia
lihat Kwee Ceng sudah pergi belasan tembok jauhnya.
Katika ia mengawasi ke dalam, sinar matanya bentrok
sama sinar mata tajam dari Pheng Lian Houw, ynag
kebetulan berpaling. Ia tidak berani mengawasi terus,
ia hanya memasang kuping.
Seorang yang suaranya serak, berkata; “Saudarasaudara,
bagaimana pandangan kamu mengenai Ong
Cie It? Adakah ia datang dengan maksud sengaja atau
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
itu cuma kebetulan saja?”
“Peduli ia datang dengan sengaja atau bukan!”
berkata seseorang, yang suaranya nyaring dan keras
sekali. “Dia telah merasai tangannya Leng Tie Siangjin,
jikalau ia tidak mampus, sedikitnya ia mesti bercacad
seumur hidupnya!”
Oey Yong lantas mengawasi pula. Ia dapatkan
orang itu adalaha Pheng Lian Houw yang matanya
tajam, yang tubuhnya kate dan kecil.
Seorang, yang suaranya tedas sekali, berkata
smabil tertawa; “Selama aku berada di wilayah Barat,
aku pernah dengar namanya Coan Cin Cit Cu yang
kesohor itu, sekarang terbukti mereka benar-benar
lihay, coba Leng Tie Siangjin tidak menghadiahkan dia
pukulan Tay-ciu-in, pastilah hari ini kita roboh di tangan
mereka itu.”
Seorang yang suaranya keras tetapi dalam berkata;
“Auwyang Kongcu, janganlah kau menempeli emas di
mukamu….. Kita berdua pihak sama-sama nampak
kerugian, siapa juga tidak ada yang menang…”
Orang yang dipanggil Auwyang Kongcu itu berkata
pula: “Biar bagaimana, kalau ia tidak kehilangan
jiwanya, dia bakal bercacad. Siangjin cuma perlu
beristirahat sekian waktu.”
Sampai di situ, tuan rumah mempersilahkan
tetamunya mengeringi arak mereka.
Habsi itu terdengar seorang berkata: “Tuan-tuan
telah memerlukan datang dari tempat ynag jauh, atas
itu siauw-ong sangat berterima kasih. Sungguh inilah
keberuntungan dari Negara Kim yang tuan-tuan telah
dapat diundang!”
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
“Dia tentulah Chao Wang Wanyen Lieh,” pikir Oey
Yong.
Atas kata-kata itu, beberapa orang perdengarkan
suara yang merendah.
Setelah itu, terdengar pula suaranya Chao Wang:
“Leng Tie Siangjin adalah paderi suci mulia dari Tibet,
Nio Losianseng adalah guru silat kenamaan Kwangwa,
Auwyang Kongcu biasa hidup berbahagia di
wilayah Barat dan belum pernah datang ke Tionggoan.
Pheng Ceecu jago dari Tionggoan dan See Pangcu
jago dari sungai Hong Hoo. Dari lima tuan-tuan, satu
saja sudi datang membantu, pasti uasaha besar dari
Negara Kim bakal berhasil, apapula sekarang limalimanya
telah datang semua. Hahahaha!”
Agaknya bukan main gembiranya pangeran itu.
“Jikalau ongya ada titah apa-apa, pasti kami akan
lakukan itu dengan sepenuh tenaga kami,” berkata Nio
Cu Ong sambil tertawa. “Apa yang dikhawatirkan
adalah tenagaku tidak cukup nanti dan mensia-siakan
kepercayaan ongya yang dilimpahkan kepada kami.
Jikalau itu sampai terjadi, pastilah kami akan
kehilangan muka kami.” Ia pun lantas tertawa.
Kelima orang itu adalah bangsa jago dari beberapa
puluh tahun, maka itu meskipun mereka bicara secara
merendah, masih tetap tak hilang sifat jumawanya.
Chao Wang mengangkat pula cawannya,
mempersilahkan mereka itu minum. Terus ia kata:
“Siauw-ong telah mengundang tuan-tuan, pasti sekali
siauw-ong akan menaruh kepercayaan kepada tuantuan,
urusan bagaimana besar juga, tidak nanti siauwong
sembunyikan, dilain pihak, apabila tuan-tuan telah
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
ketahui segala apa, aku percaya tidak nanti tuan-tuan
beritahukan itu kepada lain orang siapa juga, untuk
mencegah pihak yang bersangkutan nanti mendapat
ketahui dan dapat bersiap sedia….”
Semua orang itu mengerti maksudnya pangeran ini,
yang mempercayai mereka tetapi secara tidak
langsung masih memesan untuk mereka menyimpan
rahasia itu.
“Baik Ongya tetapkan hati, tidak nanti kami
membikin rahasia bocor,” kata mereka. Dengan
sendirinya mereka itu tegang hatinya. Mereka percaya,
Chao Wang bakal percayakan mereka satu rahasia
besar.
“Di tahun Thian-hwee ketika dari Sri Baginda Thay
Cong kami dari Negara Kim,” berkata pula Chao Wang
kemudian, “Itulah tahun Soan-hoo ketujuh dari Kaisar
Hiw Cong dari Keluarga Tio. Ketika itu dua Panglima
besar kami ienmeho dan Kanlipu telah pimpin
angkatan perangnya menerjang kerajaan Song,
mereka berhasil menawan kedua Kaisar Hwie Cong
dan Kim Cong dari kerajaan musuh itu. Sejaka jaman
dahulu, belum pernah negeri kami sekuat itu,
walaupun demikian, sampai sekarang ini, Keluarga Tio
itu yang tetap duduk sebagai raja di Hangciu. Tahukah
tuan-tuan sebab dari pada itu?”
Semua orang terdiam. Mereka heran raja muda itu
membicarakan urusan negera. Cuma Nio Cu Ong yang
lantas memohon penjelasan.
“Duni telah ketahui yang kerajaan kami telah
berulang-ulang kalah di tangan Gak Hui, tentang ini tak
usah disembunyikan lagi,” berkata pula Chao Wang.
“Wunchu, panglima kami, pandai mengatur tentara,
akan tetapi menghadapi Gak Hui, dia selamanya kena
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
dipecundangi. Benar kemudian Gak Hui dapat
dibinasakan Cin Kwee yang dititahkan pemerintah
kami, akan tetapi tenaga kami sudah lemah, kami tidak
sanggup lagi berperang ke Selatan. Atas ini, aku tidak
puas, tanpa mengukur tenaga sendiri, ingin aku
mendirikan suatu jasa besar untuk negeraku. Untuk ini,
tidak dapat tidak, aku mebutuhkan bantuan tuan-tuan.”
Orang saling memandang, bagi mereka belum jelas
maskudnya raja muda ini. Mereka bukan orang
peperangan tukang merobohkan atau merampas kota.
Chao Wang tampaknya sangat puas den bernafsu
ketika ia berbicara pula, suaranya sedikit menggetar.
Katanya: “Baru beberapa bulan yang lalu, diluar
dugaanku, aku telah dapat menemui sebuah surat
peninggalan pemerintahku yang dulu. Itulah suratnya
Gak Hui yang bunyinya luar biasa. Selang beberapa
bulan, barulah aku dapat terka maksudnya surat itu.
Gak Hui menulis itu ketika ia dipenjarakan. Rupanya ia
mengerti bahwa ia tidak bakal hidup lebih lama lagi,
tetapi ia sangat mencintai negaranya, maka ia
tinggalkan warisannya itu. Itulah surat yang merupakan
rahasia ilmu perang, bagaimana harus mendidik
tentara dan berperang. Ia mengharapkan warisannya
itu terjatuh di dalam tangan seorang yang nanti bisa
pakai itu untuk melawan negara Kim. Tapi Cin Kwee
menjaga keras sekali, sampai hari matinya Gak Hui,
surat itu tidak dapat diberiakan kepada orang luar.
Para hadiran sangat tertarik hatinya, sampai
mereka melupakan arak dan barang hidangan mereka.
Oey Yong pun ketarik hatinya.
“Gak Hui dapat mengetahui warisan itu tidak dapat
diloloskan, ia terus simpan itu ditubuhnya,” Chao Wang
melanjuti. “Sebagai gantinya, ia meninggalkan sepucuk
surat warisan, yang bunyinya tidak keruan
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
junterungannya. Cin Kwee mempunyai kepandaian
sebagai conggoan, ia masih tidak dapat menangkap
artinya surat wasiat itu, maka surat itu ia dikirim ke
negriku. Selama beberapa puluh tahun, surat itu
disimpan di dalam istana. Dipihak kami juga tidak ada
yang bisa mengartikan surat itu, orang hanya
menduga, saking berduka dan penasaran, disaat-saat
kematiannya, Gak Hui menulis ngaco belo. Tidak
tahunya, itu adalah sebuah teka-teki istimewa.”
Orang heran tetepi sekarang mereka memuji
kecerdikan Chao Wang itu.
“Gak Hui begitu pandai, kalau kita bisa dapatkan
surat warisan ilmu perangnya itu, bukankah gampang
untuk negaraku mempersatukan benua ini?” berkata
Chao Wang.
Mendengar itu barulah semua orang dapat menerka
maksudnya pangeran ini. Mereka pada berkata dalam
hati masing-masing. “Kiranya Chao Wang
mengundang kita untuk minta kita menjadi
pembongkar kuburan…”
“Turut dugaanku semula, surat wasiat itu mestinya
dibawa Gak Hui ke dalam liang kubur,” Chao Wang
berkata pula. Ia berdiam sebentar, agaknya ia
berpaling. “Tapi….Tuan-tuan adalah orang-orang yang
gagah, mustahillah aku nanti meminta tuan-tuan pergi
mencuri dengan membongkar kuburan? Di samping
itu, ada satu keberatan lainnya. Gak Hui itu memang
musuh negaraku, tetapi ia adalah satu orang gagah
dan setia, satu pencinta negara, yang siapa pun
menghormatinya, dari itu, cara bagaimana aku berani
mengganggu tempat perkuburannya? Karena ini, aku
sudah lantas memikirkannya terlebih jauh. Aku pun
telah membongkar surat-suratnya kerajaan Song, yang
telah dikirim semenjak dulu-dulu. Diakhirnya, aku telah
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
berhasil memperoleh suatu sumber lain. Ketika itu hari
Gak Hui menjalankan hukuman mati di paseban Hong
Po Teng, dia dikubur di tepinya jembatan Ciong An Kio
di dekat paseban itu, baru kemudian kaisar Song
Hauw Cong memindahkan kuburannya ke tepi telaga
See Ouw, dimana pun didirikan sebuah rumah abu
untuknya. Dilain pihak lagi, pakaian dan kopiahnya
Gak Hui disimpan di tempat lain, ialah di kota raja Liman.
Karena itu tidak gampang untuk mencari surat
wasiat itu. Pada ini ada satu rahasia yang tidak boleh
didengar lain orang, atau orang nanti mendahului kita
mengambilnya. Harus diketahui di wilayah Selatan ada
banyak sekali orang-orang gagah. Maka itu, setelah
memikir lama, tidak ada jalan bagiku kecuali
mengundang tuan-tuan, yang terhitung orang-orang
Rimba Persilatan kelas satu.”
Mendengar ini, para hadiran itu pada mengangguk.
“Pernah aku menduga, mungkin surat wasiat itu
telah diambil lain orang,” Wanyen Lieh berkata lebih
jauh. “Bukankah pakaiannya Gak Hui itu telah
dipindahkan? Ada kemungkinan, selama perpindahan
itu, suratnya telah diambil orang. Hanya kalau surat itu
sampai ada yang ambil, orang itu mesti mengerti
kepentingannya itu. Siapa yang menghormati Gak Hui,
dia tentu tidak berani menggangu pakaiannya. Aku
percaya, belum ada lain orang yang mengetahuinya.
Kalau kita sudah sampai di sana, aku percaya, kita
bakal dapatkan surat itu. Memang, kalau dikata sukar,
sukarnya bukan main, akan tetapi di mata orang lihay,
gampangnya bukan buatan. Sebenarnya surat wasiat
itu disimpan di…..”
Baru Chao Wang mengucapkan sampai di situ, tibatiba
pintu ruang ada yang tabrak hingga terbuka
terpentang, lalu satu orang terlihat menebros masuk,
matanya bengkat dan mukanya matang biru. Dia
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
lantas lari ke Nio Cu Ong.
“Suhu…!” dia berseru, lantas suaranya tertahan.
Segera orang kenali, dia adalah si kacung yang tadi
Nio Cu Ong titahkan pergi mengambil obat……
Bab 20. Tombak Besi Dan Pakaian Lama
Kwee Ceng telah terus ikut si pengurus bersama si
kacung pergi untuk mengambil obat. Jalanan ada
berliku-liku. Selama itu ia masih terus mengancam si
pengurus, yang khawatir nanti jatuh atau main gila.
Akhirnya mereka tiba di tempatnya Nio Cu Ong.
Kacung itu membuka pintu, ia masuk ke dalam dan
menyulut lilin.
Begitu ia berada di dalam kamar, Kwee Ceng lihat
obat-obatan memenuhi meja, pembaringan dan lantai.
Di situ pun ada banyak botol dan guci, besar dan kecil.
Rupanya Nio Cu Ong gemar sekali membuat obatobatan.
Kacung itu rupanya mengerti obat-obatan, ia sudah
lantas mengambil kertas, untuk menjumput empat rupa
obat yang dibungkus masing-masing. Obat-obatan
mana terus ia serahkan pada si koanke. Tapi Kwee
Ceng yang, yang tak tahan sabar, sudah lantas
mengulur tangannya, akan sambut obat-obatan itu,
terus tanpa pedulikan si koanke, ia bertindak untuk
pergi lebih dulu. Si koankee itu cerdik, walaupun ia
telah terluka, pikirannya berekrja. ia sengaja jalan
perlahan. Ia tunggu sampai Kwee Ceng dan si kacung
sudah keluar dari kamar, dengan sebat ia tiup padam
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
api lilin, segera ia sambar daun pintu, untuk digabruki
dan dikunci, menyusul mana ia berteriak-teriak: “Ada
penjahat! Ada penjahat!“
Kwee Ceng terkejut, ia memutar tubuh, ia mencoba
membuka pintu tetapi sia-sia belaka, ia sudah
ketinggalan. Ia gusar dan terburu nafsunya, selagi
begitu si kacung sambar bungkusan obat di
tangannya, bungkusan mana terus dilemparkan ke
empang di dekat mereka.
Kacung itu adalah muridnya Nio Cu Ong, dia masih
kecil tetapi cerdik, mendegar teriakannya si koanke,
dia menjadi kaget dan heran, kemudian dia menjadi
curiga, maka ia rampas obat itu dan dibuang.
Dalam gusarnya, kwee Ceng kerahkan tenaganya
menghajar pula pintu kamar. Kali ini daun pintu dapat
digempur terbuka. Dalam sengitnya, ia serang si
koanke yang segera roboh tanpa dapat membuka
suara. Tempo Kwee Kwee Ceng menoleh, si kacung
sudah lari. Dalam murkanya, ia berlompat untuk
mengejar, segera ia berada di balakang kacung itu,
pundak siapa ia jambret.
Kacung itu dapat dengar suara menyambar, ia
berkelit sambil mendak, lalu seraya memutar tubuh, ia
membalas menyerang denagn sapuan kakinya.
Kwee Ceng jadi tambah penasaran, setelah berkelit,
ia menyerang dengan hebat. Dua kali kacung itu kena
dihajar mukanya, cuma sebab ia masih keburu
membuang mukanya, dia tak sampai roboh. Adalah
kemudian, setelah kepalanya ke disampok, dia roboh
dengan pingsan.
Dengan satu dupakan, Kwee Ceng bikin tubuh si
kacung terlempar ke tempat tumbuh rumput
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
didekatnya, habis itu ia lari ke dalam kamar. Ia lantas
menyalakan api. Terlihat si koanke masih rebah tanpa
berkutik. Ia mengawasi obat, ia menjadi bingung. tadi
ketika si kacung mengambil obat, dia tidak perhatikan
darimana orang mengambilnya. Pun nama obat yang
tertempel di peles obat tidak dapat ia baca, sebab itu
ditulis dalam huruf-huruf Nuchen. Tapi ia mesti bekerja
cepat, tidak bisa ia memikir lama-lama.
“Tadi kacung ini berdiri di dekat sini, baik aku ambil
semua obat ini, sebentar Ong Totiang yang pilih
sendiri,” pikirnya kemudian. Maka ia lantas ambil
kertas, ia membungkus setiap obat.
Karena ia bekerja cepat, tanpa sengaja Kwee Ceng
kena langgar sebuah keranjang di sampingnya. Ketika
itu jatuh ke lantai, tutupnya terbuka. Untuk kagetnya, ia
lihat isi keranjang adalah sebuah ular besar yang
tubuhnya merah mulus. Malah ular itu segera
menyambar!
Kwee Ceng kaget, syukur ia masih sempat
berlompat. Sekarang ia dapat melihat dengan tegas,
tubuh ular ada sebesar cangkir, separuh tubuhnya
masih ada di dalam keranjang, jadi belum ketahuan
berapa panjangnya tubuh ular itu. Yang aneh adalah
itu warna merah mulus. Lidah ular, yang diulur keluar,
bercabang dua, lidah itu bergerak-gerak tak hentinya.
Selagi mundur, Kwee Ceng membentur meja, lilin di
atas meja roboh dan padam, maka ruangannya segera
menjadi gelap-gulita. Tapi obat telah didapat, ia lantas
lari ke pintu untuk mengangkat kaki. Tiba-tiba ia
merasakan kakinya disambar dan dipeluk, atau itu
mirip dengan libatan dadung/tali, saking kaget, ia
melompat untuk meloloskan diri. Tapi ia dapat berhasil.
Sebaliknya ia lantas merasakan barang adem
mengenakan lengannya.Kembali ia menjadi kaget. Ia
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
tahu sekarang bahwa ia telah dililit ular. Tapi ia tak
hilang akal, dengan tangan kirinya hendak ia cabut
golok emas hadiah Jenghiz Khan. Disaat itu, ia
merasakan bau obat tercampur bau amis menyambar
hidungnya, lalu mukanya terasa dingin. Itulah ular yang
telah menjilati mukanya!
Lagi sekali ia kaget tak terkira! Tak sempat ia
menghunus goloknya, dengan tangan kirinya ia
sambar leher ular untuk dipencet.
Ular itu agaknya kaget, dia bertenaga besar,
sebelum lehernya tercekik, ia pentang mulutnya, untuk
mencoba mengigit muka Kwee Ceng. Dilain pihak, ia
melibat dengan mengerahkan tenaganya, hingga
Kwee Ceng lantas merasai tubuhnya terlilit keras,
sampai napasnya mulai sesak bahkan tenaga tangan
kirinya mulai berkurang. Baunya ular itu sangat
mengganggu pernapasan si anak muda, hingga ia
menjadi mual, hendak ia muntah. Adalah sejenak
kemudian, ia kehabisan tenaga, ia seperti hendak
pingsan, cekikan tangan kirinya terlepas sendirinya…..
Adalah disaat itu dilain pihak si kacung telah sadar
dari pingsannya. Dia mendapatkan kamar gelap sekali.
Dia tahu, orang jahat itu tentu telah kabur. Maka tidak
ayal lagi, ia lari keluar dari kamar, dia kabur kepada
gurunya itu.
Oey Yong terkejut akan dengar keterangan si
kacung, denagn gerakan “Burung meliwis turun di pasir
datar”, dengan enteng sekali, ia lompat turun. ia
menaruh kaki tanpa menerbitkan suara. Meski begitu,
tak urung ia telah keperogok. Inilah sebabnya, segera
setelah keterangan si kacung, semua orang menjadi
curiga. Mereka memang semuanya orang-orang lihay.
Sejenak saja tubuh io Cu Ong sudah mencelat
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
keluar, bahkan segera ia menghadang di depan si
nona. Dia lantas menegur; “Siapa kau?”
Oey Yong menginsyafi bahaya. Ia tahu orang lihay.
Disamping dia ini, masih ada yang lainnya. Maka ia
hendak menggunakan akal. Untuk ini ia cerdik sekali.
Tiba-tiba saja ia tertawa dengan manis.
“Bunga bwee ini indah sekali, maukah kau
memetiknya setangkai untuk aku?” ia berkata kepada
orang she Nio itu, jago dari Kwan-gwa.
Nio Cu Ong tercengang. Tidak ia sangka bakal
menghadapi satu nona, malah satu nona yang begitu
cantik manis, yang suaranya halus dan merdu. Tanpa
merasa ia mengulurkan tangannya, akan memetik
setangkai bunga, yang untuk terus diangsukan kepada
si nona.
Oey Yong menyambuti. “Loya-cu, terim kasih!”
katanya, kembali tertawa dengan suaranya yang halus
merdu itu.
Di ambang pintu berkumpul semua orang lainnya,
merek aitu berdiri mengawasi kedua orang itu. Ketika
Oey Yong lantas memutar tubuhnya, untuk berlalu.
“Ongya,” Pheng Lian Houw menanya, “Adakah
nona ini, nona dari istana ini?”
“Bukan,” menjawab Wanyen Lieh sambil
menggelengkan kepala.
Hanya dengan menjejak dengan kakinya yang kiri,
Lian ouw sudah mencelat ke depan si nona.
“Tunggu nona!” katanya, “Aku pun akan memetik
setangkai bunga untukmu…!” Terus ia ulur tangannya
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
yang kanan, hendak menangkap lengan orang, tetap
sebat luar biasa, ia ubah tujuan, untuk meraba buah
dada si nona.
Oey Yong kaget bukan main. Ia sebenarnya hendak
berpura-pura tidak mengerti ilmu silat. ia gagal. Lian
Houw, sebagai jago di antara berandal di Hoopak,
adalah sangat tajam matanya dan cerdik. Tidak bisa
lain, ia geraki tangan kanannya, jari tangannya
menyambuti tangan jago itu.
Lian Houw terperanjat waktu ia merasakan getaran
di jalan darahnya koik-tie-hiat, lekas-lekas ia menarik
pulang tangannya itu, dengan begitu dia dapat lolos
dari bahaya. Dia menjadi heran, nona demikian muda
tetapi demikian lihay, dia pun tak kenal ilmu silat si
nona itu. Tentu saja ia tidak ketahui kepandaian yang
Oey Yong dapatkan sebagai warisan, namanya
Totokan Bunga Anggrek.
Yang lain-lain pun terkejut dan heran.
“Nona, kau she apa?” Lian Houw lantas menanya,
“Siapakah gurumu?”
“Bukankah bunga bwee ini permai sekali?” tanya
Oey Yong sambil tertawa. Ia terus berlagak pilon, ia
tidak menunjukki kagetnya tadi. “Bukankah kau
menghendaki aku menancapnya di dalam pot?”
Sikap ini kembali membuatnya orang heran dan
menjadi menduga-duga.
“Kau dengar apa tidak, apa yang kami tanya?” Lian
Houw menegur. Ia tidak sabaran, dia lantas menunjuki
kesembronoannya dengan campur bicara.
“Apakah itu yang kau bicarakan?” balik tanya Oey
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Yong, tertawa.
Justru itu, Pheng Lian Houw dapat mengenali si
nona ini adalah si nona yang diwaktu siangnya sudah
mempermainkan Hauw Thong Hay, cuma waktu itu
orang menyamar menjadi satu bocah dekil.
“Lao Houw, apakah kau tidak kenal nona ini?” ia
tanya sahabatnya. Ia tertawa.
Thong hay tercengang. Lantas ia awasi si nona, dari
atas sampai bawah dan sebaliknya. Cepat sekali, ia
mengenalinya. Mendadak saja hawa amarahnya
meluap.
“Ha, anak busuk!” dia mendamprat. Dia pun terus
pentang kedua tangannya untuk menubruk.
Dengan berkelit ke samping, Oey Yong bebaskan
dirinya. Tapi di sini ia dipapaki See Thong Thian, yang
tubuhnya tahu-tahu berkelebat dan tangannya
menyambar ke lengan. “Kau hendak lari ke mana?”
menegur Kwie-bun Liong Ong.
Oey Yong terkejut. Ia tidak menyangka lengannya
bisa disambar secara demikian. Tapi ia tidak gugup, ia
pun tidak kekurangan akal. Dengan dua jari dari
tangan kirinya ia menotok kepada kedua matanya si
orang she See itu.
Hebat See Thong Thian itu, hampir tak nampak
bagaimana ia geraki tangannya, juga tangan kiri si
nona sudah lantas kena dia cekal.
“Tidak tahu malu!” mendamprat Oey Yong, yang
kaget sekali.
“Tidak tahu malu apa?!” balik tanya See Thong
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Thian.
“Tua bangka menghina anak kecil! Laki-laki
menghina anak perempuan!” Oey Yong menyahuti.
See Thong Thian terperanjat. Dia memang seorang
tua dan kenamaan juga. Memang, dengan
perbuatannya ini, terang dia telah menghina anak
kecil, seorang anak perempuan…..
“Masuk ke dalam!” katanya seraya kendorkan
cekalannya.
Oey Yong tahu tidak dapat ia menolak, ia lantas
turut masuk.
“Nanti aku bikin dia bercacad dulu baru kita bicara!”
kata Hauw Thong Hay, yang ada sangat mendongkol.
Dia terus maju, untuk menanyakan kata-katanya itu.
“Tanyakan dulu, siapa gurunya dan siapa yang
menitah ia itu datang ke mari!” berkata Pheng Lian
Houw.
Hauw Thong Hay tidak pedulikan jago dari Hoopak
itu, sebelah tangannya sudah lantas melayang.
Oey Yong berkelit. “Benar-benarkah kau hendak
menurunkan tangan?” ia menanya.
“Aku hendak cegah kau melarikan diri!” jawab
Thong Hay. Dia paling takut si nona minggat, karena
terang sudah, dia bakalan tidak dapat mengejar….
“Jikalau kau benar hendak adu kepandaian denagn
aku, baiklah!” kata Oey Yong yang sikapnya sabar tapi
rada mengejek. Ia terus mengisikan enam buah cawan
arak di atas meja. Cawan yang satu ia letaki di batok
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
kepalanya dan dua yang lain ia cekal di antara kedua
tangannya. Lantas ia menantang: “Beranikah kau
mencontoh aku ini?”
“Setan alas!” berseru orang she See itu, jago
tunggal dari sungai Hong Hoo.
Oey Yong tidak mengambil mumat, ia memandang
kepada orang banyak. Ia kata, “Aku tidak bermusuhan
dengan tuan ini, bagaimana jadinya apabila aku keliru
menggeraki tangan dan kena melukakan dia?”
Thong Hay maju setindak, kedua matanya terbuka
lebar. “Kau dapat melukakan aku? Kau?” katanya
sengit.
Kembali Oey Yong tidak mengambil mumat. Ia kata
pula, “Dengan cara begini hendak aku mengadu
kepandaian dengannya! Siapa yang araknya tumpah
lebih dahulu, dialah yang kalah? Akurkah kau?”
Nona ini menggunai kecerdikannya. Ia tahu bahwa
ia tidak bakal meloloskan diri dari orang-orang lihay ini.
Sekalipun terhadap Hauw Thong Hay, ia menang
cuma sebab ia andalkan kegesitan dan kelincahannya.
Ia percaya, dengan bergurau secara demikian, ia bakal
dapat lolos.
“Siapa kesudian main-main denganmu!” Thong Hay
membentak. Kembali ia menyerang sambarannya
bagaikan angin.
“Bagus!” Oey Yong tertawa, seraya ia berkelit.
“Pada tubuhku ada tiga buah cawan, kau snediri boleh
bertangan kosong! Nah mari kita adu kepandaian!”
Bukan alang kepalang gusarnya Thong Hay. Dia
berusia jauh terlebih tua, meski ia tidak sangat kesohor
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
seperti See Thong Thian, kakak seperguruannya itu, ia
toh ternama juga. Sekarang dia dipermainkan secara
begini! Tanpa berpikir sejenak juga, ia jumput sebuah
cawan arak, untuk diletaki di batok kepalanya, habis
mana ia sambar dua yang lain, masing-masing dengan
sebelah tangan. Kemudian, dengan sama cepatnya, ia
tekuk sedikit kaki kirinya, untuk menyusul
melayangkan kaki kanannya mendupak nona itu!
“Bagus! Nah ini barulah namanya enghiong sejati!”
Oey Yong berseru sambil tertawa, seraya ia berkelit.
Belum sempat ia melanjuti perkataannya atau dia
sudah ditendang pula, kali ini berulang-ulang. Karena
dengan kedua tangan mencekal cangkir dan kepala
ditaruhkan cangkir juga, Thong Hay tidak dapat
berbuat lain dari menggunai kedua kakinya.
Oey Yong akhirnya repot akan tetapi ia selalu dapat
lompat berkelit atau mengegos tubuhnya, menyingkir
dari tendangan. Untuk ini, ia mesti seperti memutari
ruangan itu.
Nio Cu Ong memasang mata kepada gerakan
kakinya si nona cilik. Itulah gerakan bagaikan “Mega
berjalan atau air mengalir”. Tubuh tetap tegak, tidak
bergerak sedikit juga, dan kedua kaki seperti ketutupan
kun tetapi bergeraknya cepat. Dipihak sana,
tindakannya Hauw Thong Hay cepat dan lebar.
Si nona berkelit bukan cuma main berkelit saja, ia
saban-saban mencoba dengan sikutnya akan
membentur lengan lawannya, supaya benturannya
dapat membuat arak tumpah atau ngeplok.
“Bocah ini begini lihay, sebenarnya sulit untuk
melatih diri hingga begini rupa…” berpikir jago tua ini.
“Hanya, lama-lama dia toh bakal menjadi bukan
tandingannya Lao Hauw…”
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Disaat itu, tiba-tiba Cu Ong ingin obat-obatannya,
maka lenyaplah keinginannya menyaksikan
pertempuran, ingin ia lari ke pintu, untuk terus ke
kamarnya, guna cari si pencuri obat. Tentu saja ia
tidak sempat memikir bagaimana halnya dengan si
pencuri obat sensiri……
Kwee Ceng belum sampai pingsan tatkala ia
merasakan bau ular menjadi semakin hebat. Ia insyaf
bahayanya apabila binatang berbisa itu sampai dapat
memagut padanya. Maka ia lantas tempel mukanya di
tubuh ular itu. Oleh karena ia tidak dapat menggeraki
tubuhnya, atau kaki tangannya, sekarang tinggal
mulutnya yang masih merdeka. Mendadak saja ia ingat
suatu apa. Lantas ia kuatkan hatinya, agar tidak
sampai roboh pingsan, terus ia gigit leher ular itu.
Binatang itu kaget dan kesakitan, dia bergerak, hingga
lilitan kepada anak muda itu menjadi semakin keras.
Tanpa pedulikan apa juga, Kwee Ceng menggigit
terus, lalu terus menghisap, menyedot darah binatang
itu. Ia tidak ambil mumat lagi binatang itu berbisa. Ia
juga tidak gubris pula bau darah yang sangat tidak
enak. Ia melainkan ketahui, kalau darahnya berkurang,
maka tenaga binatang itu juga akan berkurang pula
dan dengan begitu, lilitannya akan menjadi kendor. Itu
pun artinya ia bakal terlolos dari bahaya maut. Maka ia
menghisap terus-terusan, hingga tanpa merasa,
perutnya mulai kembung.
Dugaannya bocah ini tepat. Setelah darahnya
terkuras banyak, tenaganya binatang itu segera
menjadi berkurang, lilitannya segera menjadi kendor,
atau sesaat kemudian, ia lepaskan lilitannya itu,
tubuhnya pun jatuh sendirinya. Sebab itu waktu, dia
kehabisan tenaga, napasnya lantas berhenti berjalan!
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Kwee Ceng terjatuh duduk. Tapi dia masih sadar,
lekas-lekas ia empos semangatnya, untuk
menjalankan napasnya dengan beraturan. Dengan
dapat bersemadhi lekas ia dapat pulang
tenaganyanya. Hanya aneh sekarang ia merasakan
darahnya bergerak keseluruh tubuhnya. Ia mengerti
itulah darahnya si ular yang lagi bekerja. Ia terus
bersemadhi sampai ia merasa sangat lega hati dan
tubuh. Segera setelah merasa segar betul, ia gunai
tenaganya untuk mencelat bangun.
Yang pertama diingat bocah ini adalah obat-obatan
di dalam sakunya. Ia lantas meraba. Ia menjadi girang
sekali. Obat-obatan itu masih ada. Karena ini, ia
segera teringat pula kepada Bok Ek.
“Dia dan anak gadisnya dikurung Wanyen Kang,
aku telah ketahui halnya itu, bagaimana dapat aku
tidak menolongi mereka?” demikian ia berpikir. Ia
lantas bekerja. Ia tindak ke pintu, dari situ, setelah
melihat ke sekitarnya, ia jalan dengan cepat ke arah
kurungannya Bok Ek dan gadisnya. Selagi ia
mendekati kurungan, ia mendapati penjagaan kuat di
situ. Tapi ia mesti bisa masuk ke dalam. Ia memutar ke
belakang. Di situ ia tunggu lewatnya serdadu ronda,
lalu cepat sekali ia lompat turun ke sebelah dalam. Ia
hampirkan kurungan. Sembari memasang kuping, ia
melihat ke sekeliling. Tidak ada serdadu jaga di situ.
“Bok Cianpwee, aku datang untuk menolongi,” ia
lantas berkata dengan perlahan.
“Kau siapa, tuan?” ada jawabannya Bok Ek yang
menanya.
Kwee Ceng perkenalkan dirinya.
Bok Ek pernah dengar lapat-lapat namanya Kwee
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Ceng itu, karena berisik dan ia pun terluka, ia tidak
sempat memikirkannya, sekarang di tengah malam, ia
mendengarnya dengan nyata.
“Kau…kau she Kwee?” tanyanya, menegaskan.
Agaknya ia terperanjat.
“Benar,” sahut si bocha hormat, “Aku yang muda
adalah orang yang tadi siang melawan si pangeran
muda.”
“Siapakah ayahmu?” Bok Ek tanya pula.
“Ayahku almarhum bernama Siauw Thian,” Kwee
Ceng menyahut pula.
Dengan tiba-tiba saja air matanya Bok Ek
mengembang dan berlinang-linang, lalu ia angkat
kepalanya, dongak, seraya mengeluh: “Oh,
Thian….Thian….” ia pun ulur keluar tangannya dari
dalam jeruji, untuk mencekal tangannya si anak muda
dengan erat.
Kwee Ceng merasakan tangan orang itu
bergemetar dan air mata orang itu pun menetes jatuh
ke belakang telapakan tangannya itu. Ia kata dalam
hati kecilnya: “Rupanya dia ketahui ada orang bakal
menolong dia, dia menjadi girang luar biasa.” Maka ia
kata dengan perlahan sekali: “Aku punya golok yang
tajam, dengan itu kunci dapat dirusak untuk Cianpwee
bisa keluar dari kerangkeng ini…”
“Ibumu she Lie, bukankah?” Bok Ek menanya pula,
ia seperti tidak pedulikan perkataan orang. “Apakah
ibumu itu masih ada atau ia telah menutup mata?”
Kwee Ceng heran sehingga ia balik menanya: “Ah,
kenapa Cianpwee ketahui ibuku she Lie? Ibu masih
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
ada di Mongolia.”
Hatinya Bok Ek goncang keras, ia cekal tangan
Kwee Ceng semakin keras, ia tidak hendak
melepaskannya.
“Tolong, lepaskan cekalanmu, nanti aku bacok
kunci ini,” Kwee Ceng bilang.
Bok Ek tetap memegangi erat-eart. Ia seperti
mendapati sesuatu yang berharga dan tak ingin itu
lenyap pula.
“Ah, kau telah menjadi begini besar…” katanya
menghela napas. “Ah, dengan memeramkan mata
sekejapan saja, lantas aku dapat membayangkan
wajah ayahmu yang telah almarhum itu…”
Kwee Ceng menjadi semakin heran. “Cianpwee
kenal ayahku itu?” tanyanya.
“Ayahmu adalah kakak angkatku,” Bok Ek beritahu.
“Kita telah mengangkat saudara hingga perhubungan
kita erat bagaikan saudara kandung….”
Orang tua ini tidak dapat melanjuti kata-katanya, ia
menangis sesegukan.
Tanpa merasa, air matanya Kwee Ceng pun
berlinang. Ia tidak tahu Bok Ek ini adalah Yo Tiat Sim,
yang dulu hari itu, diwaktu bertempur bersama tentera
negeri, sudah terluka tusukan tombak pada
punggungnya, karena lukanya parah, ia roboh pingsan.
Syukur untuknya, disebabkan malam dan gelap, dia
tidak kena tertawan. Adalah besok paginya ia sadar
sendirinya, dengan merayap dia pergi ke rumah
seorang petani di dekat tempat kejadian. Satu tahun
lebih ia merawat dirinya, baru dia sembuh. Setelah itu
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
ia merantau mencari Lie Peng, istrinya Kwee Siauw
Thian, serta Pauw See Yok, istrinya sendiri. Tentu saja
ia tidak berhasil. Karena yang satu berada jauh sekali
di gurun pasir, yang lain berada di Utara. Dia tidak
pakai terus she dan namanya – Yo Tiat Sim – dia
hanya rombak she Yo itu, di ambil bagiannya ynag kiri,
yaitu huruf “Bok” yang berarti “Kayu”. Tapi juga huruf
“Bok” ini diganti lagi dengan huruf “Bok” yang berarti
“Akur”. Dia cuma ambil suaranya saja. Dan nama “Ek”
dia ambil dari huruf pecahan sebelah kanan dari huruf
“Yo” shenya itu. Huruf “Yo” itu terdiri dari dua huruf
“Bok = kayu dan Ek = gampang atau tukar”. Selama
delapan belas tahun ia merantau. Sekarang secara
kebetulan ia bertemu sama putra sahabat atau
saudara angkatnya itu, cara bagaimana ia tidak
menjadi bersedih hati?
Selama ayahnya itu berbicara sama si anak muda,
Bok Liam Cu berniat memberi ingat serta meminta
Kwee Ceng menolongi dulu mereka, tentang pasang
omong, itu boleh dilanjuti lain kali, akan tetapi belum
lagi ia membuka mulutnya, lalu datang pikiran lain,
yang membuatnya berubah. Ia kata dalam hatinya:
“Satu kali kita keluar dari sini, aku khawatir untuk
selama-lamanya aku nanti tidak dapat bertemu dengan
dia…”
Dengan “dia” yang dimaksud oleh Liam Cu adalah
Wanyen Kang, si pangeran muda. Dengan sendirinya,
ia telah jatuh cinta kepada pangeran itu, hingga ia tak
ingin pergi jauh, untuk memisahkan diri….
Kwee Ceng pun ingat bahaya yang mengancam
mereka, maka ia sudah lantas tarik keluar tangannya
dari dalam kerangkeng, hanya di saat ia hendak ayun
goloknya, untuk menggempur kunci, mendadak ia
tampak sinar terang yang disusul sama suara tindakan
kaki. ia terkejut, dengan sebat ia simpan goloknya,
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
dengan gesit ia lompat sembunyi di belakang pintu.
Sekejap saja, dengan mengasih suara, daun pinttu
dipenntang, lalu terlihat masuknya beberapa orang, di
antara siapa yang jalan di muka adalah yang
menenteng lentera.
Kwee Ceng heran akan melihat orang itu yang
bukan lain daripada onghui atau selirnya Chao Wang
dan ibunya Wanyen Kang. Ia tidak dapat menerka
orang datang dengan maksud apa. Ia memasang
kuping dan matanya.
“Adakah mereka ini yang hari ini dikurung siauwongya?”
demikian Kwee Ceng dengan pertanyaannya
si nyonya mulia.
“Ya,” menyahuti si opsir atau pemimpin dari
beberapa pengiring nyonya itu.
“Sekarang juga merdekakan mereka!” onghui
memberi titah.
Opsir itu terkejut, dia ragu-ragu, hingga tak dapat ia
segera menjawab.
“Jikalau siauw-ongya menanyakan, bilang aku yang
memerdekakan mereka,” onghui berkata pula
menampak orang sangsi. “Lekas buka kuncinya!”
Sampai di situ, opsir itu tidak berani berlambat pula.
Setelah ayah dan gadis itu sudah berada di luar
kerangkeng, onghui merogoh sakunya untuk
mengeluarkan dua potong emas, yang mana ia
angsurkan kepada Bok Ek atau Yo Tiat Sim. Ia kata:
“Nah, pergilah kamu baik-baik!”
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Tiat Sim tidak menyambut emas itu, sebaliknya ia
mengawasi dengan tajam.
Ditatap demikian, onghui heran. “Putraku berbuat
keliru, harap kamu tidak sesalkan dia…” dia berkata
lagi kemudian.
Cuma sedetik atau Tiat Sim telah ubah pikiran. Ia
sambuti itu emas, terus ia tuntun tangan putrinya,
untuk diajak berlalu dengan tindakan lebar.
“Ha, orang kasar!” membentak si opsir. “Kamu tidak
membilang terima kasih kepada onghui yang telah
menolong jiwamu!”
Bagaikan tidak mendengar, Tiat Sim jalan terus.
Sampai di situ, onghui pun berlalu bersama sekalian
pengiringnya.
Kwee Ceng tunggu sampai pintu sudah ditutup dan
mendengar tindakan kaki onghui sudah jauh, baru ia
keluar dari tempat sembunyinya, untuk keluar juga. Ia
melihat ke sekeliling, ia tidak dapatkan Bok Ek dan
Liam Cu.
“Pasti mereka sudah keluar dari istana,” pikirnya.
Maka ia lantas menuju ke Hoa Cui Kok untuk mencari
Oey Yong. Ingin ia membujuk nona itu buat jangan
mengintai lebih lama, supaya mereka bisa lekas pergi
menolongi Ong Cie It.
Baru ia tiba disebuah tikungan, Kwee Ceng lihat
sinar terang dari dua buah lentera serta mendengar
suara tindakan kaki yang cepat. Ia lantas lompat ke
samping di mana ada gunung-gunungan dari batu,
untuk umpatkan diri, kemudian ia segera dengar
teguran dari orang yang jalan di paling depan.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
“Siapa?!” Bahkan orang itu sudah lantas berlompat
maju dan tangannya menyambar.
Kwee Ceng geraki tangannya, untuk membebaskan
diri. Berbareng dengan itu, ia terkejut juga. Di antara
cahaya api, ia kenali Wanyen Kang si siauw-ongya
atau pangeran muda.
Wanyen Kang telah datang dengan cepat karena
baru saja ia terima laporan dari opsir yang mengiringi
onghui bahwa Bok Ek dan gadisnya telah
dimerdekakan. Ia kaget dan kata dalam hatinya:
“Sungguh lemah hati ibu, hingga tidak memperdulikan
urusan besar, ia merdekakan dua orang itu. Kalau
guruku ketahui ini, cara bagaimana aku dapat
menyangkal?” Ia berniat memegat Bok Ek dan Liam
Cu, maka ia datang dengan cepat, diluar dugaannya,
ia bertemu dengan Kwee Ceng.
Pemuda she Kwee ini hendak meloloskan diri, ia
membikin perlawanan. Wanyen Kang hendak
menawan, dia menyerang dengan hebat. Maka itu,
mereka lantas saja bertempur seru melebihkan
pertandingan mereka tadi siang.
Bukan main masgul dan cemasnya Kwee Ceng.
Beberapa kali ia mencoba untuk meloloskan diri,
saban-saban ia gagal. Tak kurang hebatnya rintangan
si siauw-ongya.
Sementara itu dilain pihak, Nio Cu Ong yang
menduga Oey Yong bakal kalah baru saja memutar
tubuhnya atau pertandingan telah salin rupa. Hebat si
nona, ia perlihatkan kepandaian yang luar biasa.
Dengan satu gerakan berbareng ia membuat tiga
cawan di kepala dan kedua tangannya terlepas,
mumbul naik ke atas menyusul mana dengan satu
lompatan enteng tetapi gesit ia menerjang pada Thong
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Hay dengan kedua tangannya.
Orang she Hauw ini menjadi repot. Dengan kedua
tangan mencekal cawan, tidak dapat ia menangkis,
maka terpaksa ia berkelit ke kiri. Justru itu, dengan
kesebatannya, tangan kanan si nona menyambar pula.
Kali ini, Thong Hay tidak dapat mengegos pula
tubuhnya, terpaksa ia menangkis!
Begitu kedua tangan bentrok, begitu juga kedua
cawan di tangan orang she Hauw itu tergerak, isinya
lantas tumpah, membasahkan lantai. Yang hebat
adalah cawan di batok kepalanya, cawan itu jatuh ke
lantai, pecah hancur menerbitkan suara berisik dan
araknya melulahkan.
Oey Yong sudah lantas mencelat mundur, kedua
tangannya menyambar kedua cawannya, yang baru
saja turun, sedang kepalanya menyambut cawan yang
ketiga yang tadi ia letaki di batok kepalanya itu. Semua
terjadi dengan cepat luar biasa, semua cawan itu tidak
miring, araknya tidak tumpah!
“Bagus!” seru orang banyak. Mau atau tidak,
mereka mesti puji nona ini yang merebut kemenangan
dengan kecerdikan dan kelincahannya itu.
Thong Hay sebaliknya bermuka merah, berparas
bermuram durja, saking malu dan mendongkolnya.
“Mari kita bertanding pula!” ia menantang.
Oey Yong bawa jari-jari tangan ke pipinya “Tak
malukah kau?” dia bertanya, mengejek.
“Hm!” See Thong Thian mengasih suaranya
menyaksikan adik seperguruannya itu dibikin malu
secara demikian. “Budak cilik, kau licin sekali! Siapa
sebenarnya gurumu!”
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
“Besok akan aku mengasih keterangan kepada
kau!” menjawab si nona tertawa. “Sekarang aku mesti
pergi dulu!”
Setahu bagaimana gerakkannya Thong Thian, tibatiba
saja tubuhnya sudah mencelat ke ambang pintu,
untuk menghalangi di situ.
Tag:Penelusuran yang terkait dengan cersil cersil indo cersil mandarin full cerita silat mandarin online cersil langka cersil mandarin lepas cerita silat pendekar matahari kumpulan cerita silat jawa cersil mandarin beruang salju. cerita silat pendekar matahari cerita silat indonesia cerita silat kho ping hoo cerita silat mandarin online cerita silat mandarin full cerita silat jawa kumpulan cerita silat cerita silat jawa pdf