- Cersil Yoko Seri Ke 2
- Cerita Silat Cersil Ke 1 Kembalinya Pendekar Rajaw...
- Cerita Silat Cersil Pendekar Pemanah Rajawali Komp...
- Cersil Ke 25 Tamat Kwee Ceng Bersambung Ke Pendeka...
- Cerita Silat ke 24 Kwee Ceng Pendekar Jujur
- Cersil Ke 23 Kwee Ceng Pendekar Lugu
- Cerita Silat Ke 22 Kwee Ceng
- Cersil Ke 21 Kwee Ceng
- Cerita Silat Ke 20 Cersil Kwee Ceng Rajawali Sakti...
- Cerita Silat Ke 19 Kwee Ceng Jagoan Sakti
- Cersil Ke 18 Kwee Ceng
- Cersil Ke 17 Kwee Ceng Cerita Silat Pendekar Rajaw...
- Cersil Pendekar Pemanah Rajawali Ke 16 Pendekar Kw...
- Cersil Ke 15 Pendekar Kwee Ceng
- Cersil Hebat Kweeceng Seri 14
- Cersil Cerita Silat Kwee Ceng 13
- Cersil Pendekar Ajaib : Kwee Ceng 12
- Kumpulan Cerita Silat Jawa : Kwee Ceng 11
- Cerita Silat Pendekar Matahari : Kwee Ceng 10
- Cersil Mandarin Lepas :Kwee Ceng 9
- Cersil Langka Kwee Ceng 8
- Cerita Silat Mandarin Online : Kwee Ceng 7
- Cersil Indo Kwee Ceng 6
- Cerita Silat Cersil Kwee Ceng 5
- Cersil Kwee Ceng 4
- Cersil Pendekar Kwee Ceng 3
- Cersil Pendekar Kwee Ceng 2
- Cersil Pendekar Kwee Ceng ( Pendekar Pemananah Raj...
- Cersil Seruling Sakti dan Rajawali Terbang
- Kumpulan Cersil Terbaik
- Cersil Jin Sin Tayhiap
- Cersil Raisa eh Ching Ching
- Cersil Lembah Merpati
- Cerita Silat Karya stefanus
- Cersil Pedang Angin Berbisik
- Cersil Sian Li Engcu
- Cersil Si KAki Sakti
- Cersil Bendera Maut
- Cersil Pahlawan Gurun
- Cersil Pedang Pusaka Buntung
- Cersil Terbaik Pendekar Kunang Kunang
- Cersil Mandarin Imam Tanpa Byangan
sangat mendesak dan sulit. Bagaimana bahaya dapat
dihindarkan? Selagi ia berpikir, ia lihat satu
penunggang kuda di kaki bukit itu. Penunggang kuda
itu dandan sebagai satu panglima perang, di
sebelahnya baju lapis, ia mengenakan juga mantel
bulu kulit binatang tiauw yang mahal. Di tangannya
panglima itu ada sebatang golok besar. Dengan aksi ia
larikan kudanya mondar-mandir. Kwee Ceng kenali
panglima yang masih muda itu, Tusaga adanya, putra
Sangum, dengan siapa ia pernah berkelahi waktu
kecil. Ia lantas ingat suatu apa, maka ia jepit kudanya,
ia kasih lari turun gunung, untuk menghampiri pemuda
itu.
Celaka untuk Tusaga, begitu kena di cekal, ia mati
kutu, tidak dapat ia berontak, maka tempo Kwee Ceng
menarik, tubuhnya kena diangkat dari kudanya.
Selagi Kwee ceng hendak geser pemuda itu, ia
dengar suara anginnya senjata mengaung di arah
belakangnya. ia berpaling lekas, sambil berpaling,
tangan kirinya menangkis. Tepat tangkisan itu,
sepasang tombak kena dibikin terpental ke udara.
Segera ia bentur perut kudanya denagn dengkulnya
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
yang kanan. Kuda itu pun lantas mengerti, ia lantas lari
ke arah bukit untuk mendaki. Dia dapat lari tak kalah
pesatnya seperti waktu turun tadi.
“Lepas panah!” orang-orangnya Sangum berteriak.
Kwee Ceng tidak takut, ia pegang tubuhnya
Tusaga, untuk dipakai menjadi tameng. Menampak itu,
tidak ada satu serdadu pun yang berani memanah,
mereka khawatir nanti kena memanah pemimpin
mereka yang muda itu.
Dengan tidak kurang suatu apa pun Kwee Ceng tiba
di samping Temuchin. Ia lempar tubuh Tusaga ke
tanah, ke dekatnya khan yang agung itu.
Bukan main girangnya Temuchin. Ia segera
menuding dada Tusaga dengan ujung tombaknya
sembari berbuat begitu, ia teriaki Sangum: “Lekas kau
suruh semua orangmu mundur seratus tombak!”
Bab 14. Ujian Yang Pertama
Sangum murka berbareng bingung. Ia kaget dan
tidak menyangka putranya dapat ditawan musuh selagi
putra itu berada dalam lindungan tentaranya yang
berjumlah besar itu. ia tidak bisa berbuat lain daripada
keluarkan titahnya untuk pasukannya itu mundur
seratus tombak. Mereka Cuma mundur, tapi
pengurungan tidak dibubarkan, malah kereta besar
dikitarkan diseputar bukit itu, dalam tujuh dan delapan
lapis!
Temuchin puji Kwee Ceng, yang diperintah gunai
dadung, untuk ringkus Tusaga.
Tiga kali Sangum mengirim utusan, meminta
putranya dimerdekaan, supaya Temuchin menyerah,
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
nanti jiwanya Temuchin akan diberi ampun, katanya.
tapi tiga-tiga kalinya, Temuchin usir utusan itu.
Tanpa terasa, langit telah menjadi gelap. Temuchin
khawatir Sangum menyerbu, ia kasih perintah orangorangnya
terus memasang mata.
Kira-kira tengah malam, seorang denagn pakaian
putih muncul di kaki bukit. ia lantas berteriak: “Di sini
Jamukha! Aku ingin bicara dengan saudara
Temuchin!”
“Kau naiklah kemari!” Temuchin menjawab
Jamukha mendaki dengan perlahan-lahan. Ia
tampak Temuchin berdiri menantikan dengan
romannya yang angker. Ia maju mendekati, ingin ia
memeluk. Adalah adat istiadat bangsa Mongolia akan
saudara muda memeluk dan merangkul saudara
tuanya.
Temuchin hunus goloknya. “Adakah kau masih
anggap aku sebagai kakak angkatmu?” ia menegur.
Jamukha menghela napas. Ia lantas duduk bersila.
“Kakak kau telah menjadi Khan yang agung, kenapa
kau masih berambekan besar sekali?” ia tanya.
“Kenapa kau bercita-cita mempersatukan bangsa
Mongolia?”
“Kau sebenarnya menghendaki apa?” Temuchin
tanya.
“Pelbagai kepala suku pada membilangnya bahwa
leluhur kita sudah turun temurun beberapa ratus tahun
hidup secara begini, maka itu kenapa khan yang
agung Temuchin hendak mengubahnya? Tuhan juga
tidak memperkenankan itu,” katanya Jamukha lagi.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
“Apakah kau masih ingat cerita tentang leluhur kita
Maral Goa?” Temuchin tanya. “Lima putra mereka
tidak hidup rukun, ia masaki daging kambing kepada
mereka, mereka juga masing-masing diberikan
seorang sebatang anak panah, ia suruh mereka
masing-masing mematahkannya. Dengan gampang
mereka itu melakukannya. Lalu ia berikan mereka lima
batang anak panah yang digabung menjadi satu,
kembali ia menitahkan mereka untuk mematahkannya.
Bergantian mereka berlima mencoba mematahkan
anak panah itu, mereka gagal. Ingatkah apa pesan
leluhur kita itu?”
Dengan perlahan Jamukha mengatakan: “Jikalau
kamu masing-masing bercerai-berai, kamu menjadi
seperti anak panah ini, yang gampang sekali orang
siapapun dapat mematahkannya; jikalau kamu
berpadu hati bersatu tenaga, kamu menjadi seperti
lima batang anak panah yang digabung menjadi satu
ini, yang tak dapat dipatahkan siapa juga!”
“Kau masih ingat itu, bagus!” seru Temuchin.
“Kemudian bagaimana?”
“Kemudian mereka berlima bersatu padu bekerja
sama, mereka menjadi leluhur kita bangsa Mongolia!”
sahut Jamukha.
“Benar begitu!” kata Temuchin. “Kita juga adalah
orang-orang gagah, kenapa kita tidak hendak
mempersatukan bangsa Monglia kita? Kita harus
saling kepruk, kita bersatu hati bekerja sama untuk
memusnahkan bangsa Kim itu!”
Jamukha terkejut. Kata ia: “Negeri Kim itu banyak
tentaranya dan banyak panglima perangnya, emasnya
tersebar di seluruh negaranya, rangsumnya bertumpuk
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
bagaikan gunung, cara bagaimana bangsa Mongolia
bisa main gila terhadapnya?”
“Hm!” Temuchin perdengarkan ejekannya. “Jadinya
kau suka yang kita semua diperhina dan ditindih
bangsa Kim itu?”
“Mereka pun tidak menghina dan menindih kita,”
kata Jamukha. “Raja Kim itu telah anugerahkan
pangkat Ciauwtouwusu padamu.”
Temuchin menjadi mendongkol. “Mulanya akun juga
menyangka raja Kim itu baik hati,” katanya. “Siapa
tahu permintaannya kepada kita makin lama jadi makin
hebat! Sudah minta kerbau dan kambing, dia minta
kuda, dan sekarang dia menghendaki orang-orang
peperangan kita membantu ia berperang!”
“Wang Khan dan Sangum tidak ingin memberontak
terhadap negara Kim itu,!” kata Jamukha pula.
“Berontak? Hm! Berontak!” seru Temuchin
menghina. “Dan bagaimana dengan kau sendiri?”
“Aku datang untuk meminta kau jangan gusar,
kakak. Aku minta supaya kau kasih pulang Tusaga
kepada Sangum. Aku tanggung Sangum nanti
melepaskan kau pulang dengan selamat!”
“Aku tidak percaya Sangum! Aku juga tidak percaya
kau!”
“Sangum bilang, kalau satu putranya terbinasa, dia
bakal melahirkan dua putra lagi! Kalau satu Temuchin
terbinasa, untuk selamanya tidak bakal ada Temuchin
lagi! Jikalau kau tidak merdekakan Tusaga, kau bakal
tak dapat melihat lagi matahari besok!”
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Temuchin membacok ke udara. “Aku lebih suka
terbinasa dalam perang, tak nanti aku menyerah!”
serunya.
Jamukha bangkit berdiri. “Kita membagi-bagikan
kerbau dan kambing rampasan kepada tentara, kau
mengatakannya itu milik mereka pribadi, bukannya
milik suku beramai. Mengenai itu, semua pelbagai
kepala suku mengatakannya kau berlaku buruk, tak
tepat itu dengan pengajaran leluhur kita!”
Temuchin berseru: “Akan tetapi semau orang
peperangan yang muda-muda senang dengan caraku
itu!”
“Baiklah saudara Temuchin,” kata Jamukha. “Harap
kau tidak mengatakannya aku tidak berbudi!”
Temuchin lantas keluarkan satu bungkusan kecil
dari dalam sakunya, ia lemparkan ke depan Jamukha.
Ia bilang: “Inilah tanda mata ketika angkat saudara
untuk ketiga kalinya, sekarang kau terimalah kembali!
Besok kau membawa golokmu untuk berperang di
sini!” Sembari berkata begitu, ia geraki tangannya
seperti hendak membacok batang lehernya. Ia
tambahkan. “Yang dibunuh itu adalah musuh,
bukannya kakak angkatmu!”
Jamukha jemput bungkusan kecil itu. Ia pun
keluarkan satu kantung kulit kecil dari sakunya, tanpa
membilang apa-apa, ia letaki itu di samping kakinya
Temuchin, lalu ia memutar tubuhnya untuk turun dari
bukit itu.
Temuchin mengawasi belakang orang, sekian lama
ia diam asaj. Ia ada sangat berduka. Sungguh tidak ia
sangka, saudara angkat itu yang bagaikan saudara
kandungnya bisa berubah demikian rupa, hingga
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
membaliki belakang kepadanya. Lalu dengan
perlahan-lahan ia buka kantung kulit itu, akan tuang
keluar isinya, ialah kepala panah dan biji piesek yang
diwaktu muda mereka sering membuat main. Segera
terbayang di hadapan matanya saat dahulu hari ketika
mereka sama-sama bermain-main di es. Ia menghela
napas. Dengan goloknya ia mencongkel sebuah liang
di tanah, di situ ia pendam itu barang tanda mata dari
adik angkatnya itu.
Kwee Ceng di samping mengawasi dengan
perasaan berat. Ia mengerti, apa yang Temuchin
pendam itu adalah persahabatan yang ia paling
hargakan….
Habis menguruk tanah dengan kedua tangannya,
Temuchin bangun berdiri. Ia memandag ke depan. Ia
nampak api yang dinyalakan tentaranya Sangum dan
Jamukha, yang menerangi tanah datar seperti juga
banyak bintang di langit. Ia berdiam sekian lama,
kemudaian berpaling, hingga ia dapatkan Kwee Ceng
berdiri diam di sampingnya.
“Apakah kau takut?” ia tanya.
“Aku tengah memikirkan ibuku,” Kwee Ceng
menyahuti.
“Kau ada seorang gagah, orang gagah yang baik
sekali,” Temuchin memuji. Ia menunjuk kepada api di
kejauhan itu, ia melanjutkan: “Mereka itu juga orangorang
gagah! Kami bangsa Mongolia ada punya begini
banyak orang gagah, sayang kami saling bunuh satu
sama lain! Coba semua dapat berserikat menjadi
satu…” Ia memandang ke ujung langit, lalu
menambahkan pula; “….kita pasti dapat membuat
seluruh dunia, membuat seluruh dua menjadi ladang
tempat kita menggembala ternak kita!”
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Kagum Kwee Ceng akan dengar itu cita-cita dari
Khan yang agung ini. Ia lantas kata: “Khan yang
agung, kita bisa menang perang, tidak nanti kita dapat
dikalahkan Sangum yang berhati kecil dan hina dina
itu!”
Temuchin pun menjadi bersemangat. “Benar!”
sambutnya. “Mari kita ingat pembicaraan kita malam
ini! Selanjutnya akan aku pandang kau sebagai anak
kandungku!” Dan ia rangkul si anak muda!
Sementara itu, cuaca sudah mulai terang. Di dalam
pasukannya Sangum dan Jamukha segera terdengar
suara terompet.
“Bala bantuan tidak datang. Hari ini kita akan mati
perang di gunung ini!” kata Temuchin.
Ini waktu terlihat tentara musuh sudah mulai
bergerak, rupanya mereka hendak memulai
penyerbuan mereka.
Temuchin bersama ketiga putranya dan semua
panglimanya mendekam di belakang tumpukan tanah,
anak panah mereka diarahkan ke setiap jalanan di
gunung itu, jalanan yang bisa diambil musuh untuk
menerjang naik.
Tidak antara lama, sebuah bendera kuning muncul
dari dalam pasukannya Sangum. Di bawah bendera itu
ada tiga orang, yang menuju ke sisi gunung. Mereka
itu adalah, di kiri Sangum, di kanan Jamukha, dan di
tengah-tengah adalah Chao Wang Wanyen Lieh, putra
keenam dari raja Kim. Pangeran Kim ini memakai
kopiah dan jubah perang bersalut emas, tangan kirinya
mencekal tameng untuk pencegah panah.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
“Temuchin, adakah kau hendak memberontak
terhadap negara Kim yang agung?!” tanya itu
pangeran.
Juji, putra sulung Temuchin, tujukan panahnya dan
memanah pangeran itu. Di belakang pangeran ini
segera muncul satu orang, yang menyambuti anak
panah itu dengan tangannya. Dia sangat gesit dan
gapa.
Wanyen Lieh lantas saja berseru dengan titahnya:
“Tolongi Tusaga! Bekuk Temuchin!”
Atas titah itu, empat orang berlompat maju, untuk
lari mendaki ke atas gunung.
Kwee Ceng terperanjat menyaksikan kegesitan
empat orang itu. Mereka itu menggunai ilmu enteng
tubuh. Jadi mereka adalah orang-orang Rimba
Persilatan, bukannya orang peperangan yang biasa.
Setibanya empat orang itu di tengah jalan, mereka
dipapaki hujan panah oleh Jebe dan Borchu beramai,
tetapi dengan tamengnya, mereka halau setiap anak
panah itu.
Kwee Ceng jadi berkhawatir, “Kita di sini adalah
orang-orang peperangan semua, kita bukannya
tandingan jago-jago Rimba Persilatan itu…” pikirnya.
“Bagaimana sekarang?”
Satu di antara empat orang itu, satu pemuda
dengan pakaian hitam sudah lantas sampai di atas
gunung. Dia dirintangi oleh Ogotai yang bersenjatakan
sebatang golok besar. Dia ayun tangannya, lantas
sebatang panah tangan menyambar ke batang
lehernya putra Temuchin itu, disusul sama bacokan
goloknya. Berbareng dengan itu, berkelebatlah
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
sebatang golok putih mengkilap, menikam dari
samping kepada lengan penyerang itu. Dia terkejut,
sambil kelit lengannya, ia lompat mundur. Maka ia lihat
di depannya ada satu anak muda dengan alis gompiak
dan mata besar, yang mencekal pedang. Ia ini
menghalang di depannya Ogotai. Dia heran dalam
rombongannya Temuchin ada orang yang pandai ilmu
pedang.
“Kau siapa?” dia menegur. “Beritahukanlah she dan
namamu!” Dia bicara dalam bahasa Tionghoa.
“Aku Kwee Ceng!” sahut anak muda itu.
“Tidak pernah aku dengar namamu! Lekas kau
menyerah!” kata orang itu sombong.
Kwee Ceng sementara itu telah melihat, tiga
kawannya orang ini sudah tiba di atas gunung dan
tengah bertempur sama Chilaun, Boroul dan lainnya.
Dilain pihak orang-orangnya Sangum hendak bergerak
pula.
Mukhali lantas saja tandalkan goloknya di lehernya
Tusaga. “Siapa berani maju!” ia berteriak. “Akan aku
lantas memenggal!”
Sangum menjadi khawatir dan bingung. “Tuan
pangeran, titahkanlah mereka itu turun!” ia mohon
kepada Wanyen Lieh. “Mari kita memikir daya lainnya,
supaya anakku jangan terbinasa…!”
“Tetapkan hatimu, anakmu tak bakal terbinasa!”
kata Wanyen Lieh sambil tertawa.
Orang-orangnya Sangum tidak berani naik, sedang
empat orangnya Wanyen Lieh itu melanjuti
pertempurannya.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Kwee Ceng telah gunai ilmu pedang Wat Lie Kiam
pengajaran Han Siauw Eng, ia layani musuh yang
bersenjatakan golok itu. Segera ia dapat kenyataan,
berat tangannya lawan itu, yang goloknya tebal. benarbenar
musuh ini bukan sembarang orang. Ia pun tidak
mengerti cara bersilatnya orang, sedang dari enam
gurunya pernah ia dengar pelbagai macam ilmu silat.
Orang ini mengancam ke kanan, tiba-tiba ancamannya
itu berubah di tengah jalan, menjadi bacokan ke
kiri………
Mau tidak mau, Kwee Ceng main mundur. Segera
juga ia ingat pengajaran gurunya yang kesatu: “Di
waktu bertempur mesti mempengaruhi orang tetapi
jangan kasih diri kena dipengaruhi. Sekarang aku main
menangkis aja, apakah itu ukan berarti aku kena
didesak?” karena ini, waktu datang pula bacokan, ia
tidak mundur lagi, sebaliknya ia menyambut seraya
tekuk kaki kanan dan tangan kiri bersiap sedia. Keras
sekali, tangan kanannya, ialah pedangnya, membalas
menikam lempang.
terkejut juga musuh menyaksikan orang seperti
nekat, bersedia akan celaka bersama, ia lantas tarik
pulang goloknya. Kwee Ceng lihat ini ia gunai
ketikanya, ialah ia menikam pula, kapan musuh
berkelit, ia ulangi serangannya dengan beruntun.
Terus ia bersilat dengan Wat Lie Kiam-hoat. Kali ini,
ialah yang membuat lawannya repot.
Dipihak lain, tiga kawannya musuh itu sudah
berhasil merubuhkan empat atau lima lawannya,
kapan satu di antaranya melihat ia terdesak, dengan
bawa tombaknya, dia lompat menghampirkan.
“Toasuko, mari aku bantu kau!” dia berteriak.
“Kau lihat saja dari samping, kau lihat
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
kepandaiannya toasukomu!” berseru orang yang
bergenggaman golok itu, yang dipanggil toasuko atau
kakak seperguruan yang tertua. Dia ini menganggap
dirinya adalah tertua kaum Rimba Persilatan, sebab ia
adalah orang undangannya Wanyen Lieh, yang untuk
itu telah mengeluarkan banyak uang, sedang hari ini
adalah yang pertama kalinya ia muncul di medan
pertempuran. Tentu saja di hadapan ribuan serdadu, ia
malu mengaku kalah terhadap adik seperguruannya
itu. Memangnya di antara empat saudara seperguruan
ini ada perbedaan tabiat atau sikap, masing-masing
tidak sudi mengalah.
Kwee ceng gunai ketika orang bicara, ia tekuk kaki
kirinya dan menikam dari bawah ke atas. Itulah
gerakan “Kie hong teng kauw” atau “Burung hong
bangkit dan ular naga mencelat”. Musuh kaget dan
berlompat berkelit, tidak urung tangan bajunya yang
kiri telah kena tersontek robek.
“Lihat kepandaiannya toasuko!” berseru saudaranya
yang memegang tombka itu sambil tertawa.
Itu waktu Temuchin telah dilindungi dengan
dikurung oleh Jebe dan lainnya yang belum terluka,
sikap garang mereka membuat dua musuh lainnya
yang memegang ruyung besi dan dan sepasang
kampak pendek, tidak berani sembarang merangsak.
Mereka ini pun telah dengar suaranya jiesuko mereka,
saudara yang kedua, maka mereka anggap baiklah
mereka menonton kakak mereka yang kesatu. Mereka
mau percaya musuh tidak bakal lolos lagi. Mereka
hampirkan jiesuko itu, untuk berdiri berendeng bertiga,
akan menonton pertempuran sang kakak tertua.
Sebelum berkelahi terus, si pemegang golok itu
lompat keluar kalangan. “Kau muridnya siapa?!” ia
tegur Kwee Ceng. “Kenapa kau datang kemari untuk
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
antarkan jiwamu?!”
Kwee Ceng lintangi pedangnya, ia bersikap tenang.
“Teecu adalah muridnya Kanglam Cit Koay,” ia
menjawab dengan terus terang. “Teecu mohon tanya
suwie empunya she dan nama yang besar?” ia terus
berbalik menanya empat orang itu. “Suwie” ialah
“keempat tuan”.
Orang itu menoleh kepada ketiga saudaranya. Lalu
ia berpaling pula, katanya: “Tentang nama kami
berempat, taruh kami mengatakannya, kau satu anak
kecil tentulah tak dapat mengetahuinya. Lihat golokku!”
Ia lantas menyerang.
Kwee Ceng sudah tempur orang, ia merasa orang
ada terlebih terlatih daripadanya, akan tetapi ia adalah
muridnya tujuh guru, telah banyak pengetahuannya,
dan ilmun pedangnya pun sudah dapat mendesak
musuh ini, maka itu ia melawan dengan berani, bukan
ia mundur, ia mencoba mendesak terus.
Sebentar saja, tigapuluh jurus telah dikasih lewat.
Puluhan ribu serdadu musuh, juga Temuchin
semua, berdiam menyaksikan pertempuran itu. Tidak
terkecuali adik seperguruannya si toasuko. Ia ini
cemas juga setelah banyak jurus, ia masih belum
bisaberbuat suatu apa. Diakhirnya, ia menjadi seperti
nekat. Demikian satu kali, dengan bengis ia membacok
melintang.
Kwee Ceng lihat pinggangnya terancam tebasan, ia
mendahulukan menikam ke arah lengannya
musuhnya. Musuh itu menjadi girang melihat lawan
tidak berkelit hanya membalas menyerang. Di dalam
hatinya ia berkata: “Belum lagi pedangmu tiba, golokku
sudah mengenai tubuhmu.” ia menebas terus tanpa
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
membuat perubahan.
Tenang adanya sikap Kwee Ceng, jeli matanya,
sebat tangannya. Ia tunggu sampai ujung golok hampir
mampir di pedangnya, mendadak ia mengegos sedikit,
sedang tangan kanannya menikam terus ke dada
lawannya itu!
Bukan main kagetnya si toasuko. Sambil berteriak,
ia lepas dan lemparkan pedangnya, sebagai gantinya,
dengan tangan kosong ia sampok pedang si anak
muda. Keras sampokan ini, pedang Kwee Ceng
terlepas dan jatuh ke tanah. Ia tertolong jiwanya tetapi
pedangnya toh mampir juga di tangannya, maka
tangan itu bercucuran darahnya!
“Sayang!” kata Kwee Ceng di dalam hati. Cuma
karena kurang pengalaman, ia gagal, sedang
sebenarnya, dengan sedikit lebih sebat saja, ia akan
dapat tancapkam pedangnya di dada lawannya itu.
Selagi musuh lompat undur, ia jumput golok musuh
yang jatuh di dekatnya.
Hampir pada itu waktu ada angin menyambar di
belakangnya.
“Awas!” Jebe teriaki muridnya.
Kwee Ceng dengar pemberian peringatan itu, tanpa
membalik tubuh lagi, sambil mendak sedikit, ia
mendupak ke belakang. Tepat dupakannya ini, ia
membuatnya tombaknya musuh terpental, habis mana,
sambil memutar tubuh, ia membacok ke arah
lengannya musuh. Kali ini ia gunai bacokan ajarannya
Lam Hie Jin, yaitu jurus “Burung walet masuk ke
sarangnya” dari tipu silat “Lam Sam Too-hoat” – ilmu
pedang Lam San.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
“Bagus!” seru lawan yang bersenjatakan tombak itu,
yang membokong. Setelah berkelit dari bacokan, ia
menikam ke dada pula.
Kembali Kwee Ceng bebaskan diri dengan kelitan
“Dalam mabuk meloloskan sepatu”, untuk membarengi
membalas menyerang, ialah sambil melayangkan kaki
kanannya ke bahu musuh.
Penyerang bertombak ini menggunai ketikanya
yang baik. Ia lihat Kwee Ceng lihay dengan ilmu
pedangnya, setelah pedang orang terlepas, ia
membokong. Ia tidak sangka si anak muda luas
pengetahuannya dan gesit, tikamannya itu dapat
dihalau dan ia ditendang, terpaksa ia menarik pulang
serangannya. Tapi ia penasaran, terus ia maju pula,
hingga ia melayani musuh muda ini. Ia penasaran
sebab ia tahu, dengan tombaknya itu ia sudah
punyakan pengalaman dua puluh tahun…………
Kwee Ceng berkelahi sambil matanya melitah dan
otaknya bekerja. ia tahu musuh ingin menerbangkan
goloknya, bahwa musuh itu ingin memperlekas
kemenangannya.
Maka ia melawannya dengan sabar dan hati-hati.
Tapi ini bukan berarti ia berlaku kendor. Ia tetap
berlaku cepta dan keras, seperti tadi melawan si
toasuko, ia mencoba mendesak, guna mempengaruhi
musuh. Karena ini ia tampaknya jadi semakin lihay,
sehingga ia membuatnya si toasuko heran. Si toasuko
ini tadinya menyangka orang hanya lihay dengan
pedangnya, tak tahunya, goloknya sama aja.
Lagi beberapa lama, Kwee Ceng dapatkan musuh
mulai ayal gerakannya. ia lantas menantikan satu
tikaman. Turut kebiasaan, ia mestinya menyampok
tombak seraya membarengi membacok. Tiba-tiba ia
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
merasa tenaga musuh berkurang, maka itu, ia batal
membacok, ia terus memapas ke sepanjang batang
tombak, ke arah jari tangan musuh itu. Celaka kalau
musuh itu tidak lepaskan cekalannya.
Musuh itu terkejut, ia lantas mendahului lompat
mundur.
Menghadapi lawan yang menggunai tombak ini,
Kwee Ceng ada punya satu keuntungan. ia telah
dipertaruhkan akan bertempur sama anaknya Yo Tiat
Sim, karena Tiat Sim adalah keturunan kaum keluarga
Yo yang terkenal untuk ilmu tombaknya keluarga Yo,
yaitu Yo Kee Chio-hoat, maka Lam Hie Jin sengaja
ajarkan muridnya ini tipu golok melawan tombak.
Kebetulan sekali, sekarang ini Kwee Ceng ada
kesempatan akan pakai ilmu goloknya yang istimewa
itu dan ia berhasil. Apa yang tidak disangka, ilmu ini
bukan digunai di Kee-hi hanya di sini.
Setelah dapat merampas tombak musuh, Kwee
Ceng lempar goloknya ke bawah gunung. Ia lantas
berdiri diam mengawasi keempat musuhnya itu.
Musuh yang keempat, yang paling muda, tidak
tahan sabaran, dengan putar kampaknya, ia maju
menyerang, mulutnya pun perdengarkan seruan. ia
agaknya penasaran yang mereka kalah dari satu
bocah. Siapa menggunai senjata pendek, ia mesti
berkelahi rapat, baru ia bisa mengenai musuh,
demikian ia ini, dia mencoba merapatkan Kwee Ceng.
Tapi pemuda kita, dengan tombaknya, membuatnya
orang kewalahan, sia-sia saja dia itu mencoba
berulang-ulang.
Sesudah lewat beberapa jurus, Kwee Ceng
menggunai tipu. Dengan cara biasa, tidak dapat ia
rubuhkan atau lukai musuhnya ini. Ia berhasil. Musuh
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
tidak menduga jelek, ia mendesak, sambil membentak,
ia lompat menubruk, sepasang kampaknya turun
dengan berbareng.
Kwee Ceng angkat tombaknya untuk menangkis.
Hebat kampaknya itu, gagang tombak kalah dan kena
terkampak patah hingga menjadi tiga potong. Disaat
kemenangannya itu, musuh hendak mengulangi
kampakannya. Diluar dugaannya, baru ia kerahkan
tenaganya, tiba-tiba perutnya dirasainya sakit. Tanpa
ia ketahui, sebelah kaki Kwee Ceng telah melayang ke
perutnya, malah ia terdumpak mental. Berbareng ia
mental, tangan kirinya terbalik, mengampak ke arah
kepalanya sendiri.
Melihat bahaya itu, si saudara yang ketiga
melompat dengan ruyung besinya, akan hajar kampak
di tangan kiri itu, maka di antara satu suara nyaring,
kampak itu terlepas dan terpental, si pemiliknya sendiri
jatuh numprah. Syukur untuknya, ia tertolong dari
bahaya maut. Tapi ia bertabiat keras, ia gusar dan
penasaran, ia lompat bangun untuk merangsak pula,
mulutnya berteriakan tak henti-hentinya.
Kwee Ceng tidak punya senjata, ia melawan
dengan ilmu silat tangan kosong melawan senjata.
Segera ia dikepung oleh musuhnya yang ketiga, yang
bersenjatakan ruyung besi itu.
Melihat orang main keroyok, tentara Mongolia di
kaki gunung menjadi tidak senang, mereka membaut
ribut dengan mencaci maki dua pengeroyok itu.
Bangsa Mongolia adalah bangsa yang polos dan
memuju orang gagah, maka itu tidak puas mereka
menyaksikan empat orang mengepung bergantian
kepada satu musuh, apapula satu musuh itu bertangan
kosong.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Sampai disitu, Boroul dan Jebe maju untuk
membantu Kwee Ceng. Karena majunya mereka
berdua, dua musuh lainnya turut maju juga. Berat
untuk Jebe berdua, mereka adalah orang-orang
peperangan biasa, mereka bukan orang kaum Rimba
Persilatan, repot mereka menghadapi musuhmusuhnya
yang lihay itu. Lekas juga senjata mereka
dirampas musuh.
Kwee Ceng lihat Boroul terancam bahaya, ia lompat
kepada toasuheng yang bersenjatakan golok
sebatang, untuk menghajar punggungnya, ketika si
orang Hwee menebas tangannya, ia segera tarik
pulang tangannya itu untuk terus dipakai menyikut si
jiesuheng, hingga dengan begitu ia pun dapat
menolongi Jebe.
Orang itu rupanya bersatu pikiran, mereka lantas
meluruk kepada anak muda she Kwee ini, mereka
tidak menghiraukan lagi Jebe berdua.
Segera juga Kwee Ceng terancam bahaya, karena
tidak mempunya senjata, terpaksa ia melawan dengan
menunjuki kelincahannya, ialah main berkelit dengan
mengegos tubuh atau berlompatan.
“Ini golok!” teriak Borchu seraya ia melemparkan
goloknya.
Disaat Kwee Ceng hendak sambuti golok itu, ia
diserang oleh musuhnya yang menggenggam ruyung
besi hingga goloknya Borchu kena disampok mental,
sedang musuh yang memegang sepasang kampak
memberangi mengampak juga. Dia ini bersakit hati
bekas kena didupak tadi.
Kwee Ceng berkelit dengan berlompat, atau
sebatang golok melayang ke arahnya. Ia masih
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
sempat berkelit pula seraya ia angkat kakinya yang kiri
untuk menendang musuh yang memegang kampak
yang berada paling dekat dengannya. Hanya ketika itu,
ia dibarengi musuh yang mencekal ruyung besri tadi,
maka tidak ampun lagi, paha kanannya kena dihajar. ia
merasakan sangat sakit, matanya pun kabur, hampir ia
rubuh pingsan. Syukur untuknya, tulang pahanya itu
tidak patah, tetapi gerakannya menjadi lambat, ia
lantas kena ditubruk musuh yang bersenjatakan
kampak, yang telah melepaskan kampaknya itu.
Karena ini, ia roboh bersama-sama musuh itu, yang
tak sudi melepaskan pelukannya.
Kwee Ceng insyaf ia berada dalam bahaya, sekejab
itu ia ingat ibunya, tujuh gurunya, Tuli dan Gochin, lalu
semangatnya bangun, maka ia jambak dada musuh,
denagn kerahkan semua tenaganya, ia angkat tubuh
orang ke atasan tubuhnya snediri, denagn begitu ia
pakai musuh sebagai tameng.
Benar saja ketiga musuh lainnya berhenti
menyerang karena mereka khawatir nanti mencelakai
kawan sendiri.
Kwee Ceng tetap bertahan secara demikian, hanya
sekarang ia ubah caranya mencekal. denagn sebelah
tangan ia memencat nadi musuh, untuk membikin dia
itu tak dapat bergerak, denagn tangan yang lainnya, ia
mencekik tenggorokan. Ia tidak pedulikan orang
menendangi pundak atau kakinya. ia telah pikir: “Biar
aku mati, asal aku pun telah membunuh seorang
musuh!”
Jebe berdua yang tadi telah terpukul mundur, maju
pula untuk membantu kawannya.
“Kamu pegat mereka ,nanti aku bunuh ini bocah
haram!” kata si suheng yang memegang golok
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
sebatang kepada dua saudaranya, habis mana ia terus
bekerja.
Kwee Ceng kaget, ia merasakan sakit pada
pundaknya, terpaksa ia menggulingkan tubuh sekitar
dua tombak, habis mana ia lompat bangun, untuk
berdiri. Musuhnya yang ia cekik, telah rebah diam
karena pingsan. Baharu ia berdiri dengan berniat
melawan musuh, atau kaki kanannya dirasakan sangat
sakit, sekali lagi ia roboh.
Musuh sudah lantas tiba. Dlam keadaan sangat
berbahaya itu, Kwee Ceng ingat ia ada punya joanpian
atau cambuk lemas pembela dirinya, lekas-lekas
ia lepaskan itu dari pinggangnya, lalu dengan
menggulingkan tubuh, ia menangkis, kemudian
selanjutnya, ia melakukan perlawanan dengan terus
main bergulingan dengan ilmu silatnya “Kim Liong
Pian-hoat” atau “Ilmu cambuk lemas naga emas”
Musuh yang pingsan telah lantas sadar, ia ingin
membalas sakit hatinya, ia lompat bangun, untuk
membantu saudaranya. Tak lama, mereka pun dibantu
oleh dua saudara yang lain, yang telah berhasil
memukul mundur Jebe berdua. denagn begini Kwee
Ceng kembali kena dikepung berempat.
Selagi Kwee Ceng terancam bahaya, di bawah
bukit, pasukan tentara kacau sendirinya, lalu tertampak
enam orang bergerak dengan lincah mengacau
barisan itu, terus mereka berenam lari naik ke atas
gunung.
Matanya Jebe sangat tajam, ia lantas kenali enam
orang itu. “Kwee Ceng, gurumu datang!”, ia berseru.
Kwee Ceng sudah letih betul, kedua matanya pun
sudah mulai kabur, kapan ia dengar itu teriakan,
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
semangatnya terbangun, terus ia melawan dengan
hebat.
Cu Cong dan Coan Kim Hoat lari di paling depan,
mereka segera tampak murid mereka dalam bahaya.
Kim Hoat lompat maju, dengan dacinnya ia rabu empat
batang senjata musuh. “Tidak tahu malu!” ia
membentak.
Empat musuh itu sudah lantas lompat mundur,
tangan mereka kesemutan bekas rabuhan senjata
aneh dari orang yang baru datang ini. Mereka merasa
bahwa dalam tenaga dalam, mereka kalah jauh.
Cu Cong lompat maju, akan kasih muridnya
bangun. Itu waktu, Tin Ok bersama yang lain pun telah
tiba.
“Bandit-bandit tidak tahu malu, pergi kamu!” Kim
Hoat mengusir.
Si toasuheng yang bersenjatakan golok sebatang
menebali muka. Ia tahu pihaknya tak berdaya tetapi
mereka malu untuk lari turun gunung, mereka malu
bertemu sama pangeran yang keenam.
“Liok-wie, adakah kamu Kanglam Liok Koay?” ia
tanya enam orang itu.
“Tidak salah!” sahut Cu Cong tertawa. “Siapakah
tuan berempat?”
“Kami adalah empat muridnya Kwie-bun Liong
Ong,” sahut si toasuheng.
Kwa Tin OK dan Cu Cong mulanya menyangka
orang adalah orang-orang yang tak bernama, sebab
mereka itu main keroyok, maka terkejutlah mereka
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
mengetahui empat orang itu adalah murid-,muridnya
Kwie-bun Liong Ong.
“Pasti kamu berdusta!” bentak Tin Ok. “Kwie-bun
Liong Ong bernama besar, mana bisa murid-muridnya
ada bangsa tak berguna seperti kamu!”
“Siapa berdusta!” berseru orang ynag dicekik Kwee
Ceng tadi, yang masih merasakan sakit pada
tenggorokannya, “Inilah toasuheng kami, Toan-hun-to
Sim Ceng Kong! Ini jiesuheng Tiwi-beng-chiop Gouw
Ceng Liat! Ini samsuheng Toat-pek-pian Ma Ceng
Hiong! Dan aku sendiri, aku Song-bun-hu Cian Ceng
Kian!”
“Kedengarannya kamu tidak berdusta,” berkata Tin
Ok pula, “Benarlah kau adalah Hong Ho Su Koay!
Kamu cukup ternama, kenapa kamu merendahkan diri
begini rupa, emapt orang bersaudara mengepung satu
musuh, seorang bocah! Dialah muridku!”
Gouw Ceng Liat membelar. “Siapa bilang kami
berempat mengepung satu orang?!” katanya,
“Bukankah di sini ada banyak orang Mongolia yang
membantu padanya?”
Cian Ceng Kong pun tanya Ma Ceng Hiong:
“Samsuheng, ini buta dan pengkor sangat berlagak,
siapakah dia?”
Ceng Kong menanya perlahan sekali, tetapi Kwa
Tin Ok dapat mendengarnya, ia menjadi mendongkol.
Tiba-tiba ia menekan denagn tongkatnya, tubuhnya
terus mencelat, sebelah tangannya menyambar, maka
tidak ampun lagi, punggung Ceng Kong kena
dijambak, terus dilemparkan ke bawah gunung!
Tiga pengepung lainnya menjadi kaget, mereka
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
maju untuk menolongi, tetapi mereka tidak berdaya,
malah sebaliknya, cepat luar biasa, satu demi satu,
mereka juga kena dilempar-lemparkan si Kelelawar
Terbangkan Langit!
Tentara Mongolia di atas bukit bersorak-sorai
menyaksikan keempat saudara itu, yaitu Hong Ho Su
Koay, merayap bangun dengan muka penuh debu dan
seluruh badan dan pinggangnya sakit bekas jatuh
terbanting dan bergeluntungan. Syukur mereka tidak
patah tangan dan kaki atau singkal batang lehernya.
Itu waktu terlihat debu mengulah naik, tanda dari
datangnya beberapa ribu serdadu, maka itu,
menampak demikian, tentaranya Sangum menjadi
kecil hatinya.
Temuchin menampak datangnya bala bantuan,
mengetahui Jamukha lihay dan Sangum hanya
mengandal kepintaran ayahnya, ia menunjuk ke kiri ke
pasukannya Sangum itu seraya berseru: “Mari
menerjang ke sini!”
Jebe berempat dengan Borchu, Juji dan Jagatai
sudah lantas mendahulukan menerjang ke bawah,
darimana pun terdengar seruannya bala bantuan.
Mukhali kaburkan kudanya denan ia peluki Tusaga,
batang leher siapa ia tandalkan goloknya, sembari
turut menerjang, ia berteriak-teriak: “Lekas buka jalan!
Lekas buka jalan!”
Sangum menyaksikan musuh menerobos turun,
hendak ia memegat, atau ia lantas tampak putranya
berada di bawah ancama maut, putra itu tak dapat
berkutik, ia menjadi tergugu, hingga tak tahu ia harus
mengambil tindakan apa.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Sementara itu rombongannya Temuchin sudah
sampai di bawah bukit, malah Jebe sudah lantas saja
turun tangan, dengan mengincar Sangum, ia
memanah.
Sangum terperanjat, ia berkelit ke kiri, tidak urung
pipi kanannya kena tertancap anak panah, maka tak
ampun lagi, ia rubuh terjungkal dari kudanya. Tentu
saja, karenanya, tentaranya menjadi kaget dan kalut
sendirinya.
Temuchin ajak rombongannya kabur terus. Ada
beberapa ratus musuh yang mengejar, akan tetapi
mereka dirintangi panahnya Jebe dan Borchu beramai,
yang sembari menyingkir telah menoleh ke belekang
dan saban-saban menyerang denagn panah mereka.
Kanglam Liok Koay turut mundur dengan Lam Hie
Jin yang memondong Kwee Ceng.
Sesudah melalui beberapa lie, rombongan ini
bertemu sama bala bantuan, ialah barisannya Tuli,
putra keempat Temuchin, maka itu mereka lantas
menggabungkan diri.
Tuli masih muda, walaupun ia adalah satu
pangeran, kepala-kepala suku dan panglima-panglima
Temuchin tidak suka dengar titahnya, dari itu, ia
datang dengan cuma bersama itu beberapa ribu
serdadu anak-anak muda, hanya ia telah didulukan
Kanglam Liok Koay. Tapi ia cerdik, ia tahu jumlah
musuh terlebih besar, ia perintahkan semua serdadu
mengikat cabang pohon diekor masing-masing kuda
mereka, dari itu debu menjadi mengulak besar dan
musuh menyangkanya bala bantuan lawan ada
berjumlah besar sekali.
Di tengah jalan pulang, Temuchin bertemu bersama
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Gochin, yang pun datang bersama sejumlah serdadu.
Putri ini girang bukan main melihat ayahnya semua
tidak kurang satu apa pun.
Malam itu Temuchin membuat pesta dengan semua
panglima dan tentaranya diberi hadiah. Hanya untuk
herannya semua orang, yang hatinya mendongkol,
mereka itu lihat Tusaga diundang duduk bersama di
meja pesta, dan diperlakukan sebagai tamu agung.
Temuchin hanturkan tiga cawan arak kepada putra
Sangum itu.
“Aku tidak bermusuh dengan ayah Wang Khan dan
saudaraku Sangum,” ia berkata kepada putranya
Sangum itu, “Maka itu aku persilahkan kau pulang
untuk menyampaikan maafku. Aku pun akan
mengantar bingkisan kepada ayah dan saudara
angkatku itu, yang aku minta supaya tidak menjadi
berkecil hati.”
Tusaga girang bukan main. Bukankah ia telah tidak
dibunuh? Maka ia berjanji akan meyampaikan
permohonan maaf dari Temuchin itu.
Semua orang menjadi bertambah heran dan
mendongkol menyaksikan Khan mereka yang besar
menjadi demikian lemah dan jeri terhadap Wang Khan,
tetapi terpaksa mereka berdiam saja.
Besok harinya Temuchin kirim sepuluh serdadunya
mengiringi Tusaga pulang, berbareng dengan itu ia
mengirimkan dua buah kereta yang berisikan emas
dan kulit tiauw.
Tiga hari sepulangnya Tusaga itu, Temuchin
kumpulkan orang-orang peperangannya. Dengan
mendadak ia perintahkan mereka itu kumpulkan
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
tentara mereka.
“Sekarang juga kita menyerang Wang Khan!”
demikian titahnya.
Heran semua panglima itu, mereka melongo.
“Wang Khan banyak tentaranya, serdadu kita
sedikit, tak dapat kita melawan dia dengan
terang.terangan,” menjelaskan Temuchin. “Kita mesti
membokong padanya! Aku merdekana Tusaga dan
mengirim bingkisan, itulah untuk membuatnya tidak
bersiaga.”
Baharu semua panglima itu sadar, mereka jadi
sangat mengagumi Khan mereka itu. Segera mereka
bertindak maju dalam tiga pasukan.
Wang Khan dan Sangum dilain pihak girang melihat
Tusaga pulang dengan selamat dan Temuchin pun
mengirim bingkisan, mereka menyangka Temuchin
jeri, mereka tidak bercuriga, maka di dalam tendanya,
mereka jamu Wanyen Lieh dan Jamukha, yang
mereka layani dengan hormat. Adalah tengah mereka
berpesta malam ketika mendadak datang serangannya
Temuchin. Mereka menjadi kaxau, tanpa berdaya
mereka pada melarikan diri.
Wang Khan bersama Sangum kabur ke barat. Di
sana mereka kemudian terbinasa di tangan bangsa
Naiman dan Liauw Barat. Tusaga terbinasa terinjakinjak
kuda tentara.
Hong Ho Su Koay, Empat Siluman dari sungai Hong
Ho, yang bisa menerobos kepunganm telah lindungi
Wanyen Lieh kabur pulang ke Tiongtouw (Pakkhia).
Jamukha kehilangan tentaranya, dia lari ke gunung
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Tannu, di sana selagi ia dahar daging kambing, dia
ditawan oleh tentara pengiringnya, terus ia dibawa
kepad Temuchin.
Temuchin terima orang tawanan itu, tetapi ia gusar,
ia berseru: “Serdadu pengiring pemberontak dan
berkhianat kepada majikan! Apakah gunanya akan
mengasih hidup kepada orang-orang tak berbudi
begini?” Di depan Jamukha sendiri, ia perintahkan
hukum mati pada kelima pengiring itu. Kepada
Jamukha, yang ia awasi, ia kata: “Apakah tetap kita
menjadi sahabt-sahabat kekal?”
Jemukha mengucurkan air mata. “Meskipun
saudara suka memberi ampun padaku, aku sendiri
tidak mempunyai muka akan hidup lebih lama pula di
dalam dunia ini,” ia menyahuti. “Saudara, aku minta
sudilah kau memberi kematian tak mengucurkan darah
padaku, supaya rohku tidak mengikuti darahku dan
meninggalkan tubuh ragaku….”
Temuchin berdiam sekian lama. “Baiklah,” berkata
ia kemudian. “Akan aku menghadiahkan kau kematian
tak mengalirkan darah, nanti aku kubur kau di tempat
di mana dahulu hari, semasa kecil, kita bermain
bersama…”
emukha memberi hormat sambil berlutut, habis itu
ia putar tubuhnya untuk bertindak keluar kemah.
Besoknya Temuchin mengadakan rapat besar di
datar sungai Onon. Ketika itu namanya telah naik
tinggi sekali, maka rakyat dan orang peperangan dari
pelbagai suku tak ada yang tak tunduk kepadanya,
semuanya menyunjungnya. Maka di dalam rapat besar
itu ia telah diangkat menjadi Kha Khan, atau Khan
terbesar dari Mongolia, dengan gelaran Jenghiz Khan,
artinya Khan yang besar dan gagah bagaikan
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
pengaruhnya lautan besar.
Di sini Jenghiz Khan membagi hadiah besar. Empat
pahlawannya yakni Mukhali, Borchu, Boroul dan
Chiluan serta Jebe, Jelmi dan Subotai, diangkat
menjadi cian-hu-thio, semacam kapten dari seribu
serdadu. Kwee Ceng yang dianggap jasanya paling
istimewa, dijadikan cian-hu-thio juga. Maka anehlah
satu bocah umur belasan tahun, pangkatnya sama
dengan satu pahlawan panglima yang berjasa.
Dalam pesta itu Jenghiz Khan minum banyak arak
hadiah dari pelbagai panglimanya, dalam keadaan
seperti itu, ia kata kepada Kwee Ceng: “Anak yang
baik, aku akan menghadiahkan pula kepadamu
sesuatu yang aku paling hargakan!”
Kwee Ceng sudah lantas berlutut untuk
menghanturkan terima kasihnya.
“Aku serahkan Putri Gochin kepadamu!” berkata
Jenghiz Khan. “Mulai besaok kau adalah Kim-to Huma!”.
Semua panglima bersorak, lalu mereka memberi
selamat kepada Kwee Ceng. Mereka juga berseruseru:
“Kim-to Hu-ma! Kim-to Hu-ma! Bagus! Bagus!”
“Kim-to Hu-ma” itu berarti menantu raja golok emas.
Tuli sangat kegirangan sehingga ia merangkul
Kwee Ceng erat-erat, tak mau ia lekas-lekas
melepaskannya. Si anak muda sebaliknya berdiam
diam, tubuhnya terpaku, mulutnya bungkam. Ia
menyukai Gochin, tetapi sebagai adik, bukan sebagai
kekasih. Ia lagi mengutamakan ilmu silat, tak ia
pikirkan lainnya soal apa pula soal jodoh, soal asmara.
Maka keget iamendengar hadiah Khan yang maha
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
besar itu. Selagi ia tercengang, semua orang tertawa
padanya, menggodainya.
Setelah pesta bubar, Kwee Ceng lantas cari ibunya,
akan tuturkan hadiah dari Jenghiz Khan itu.
Liep Peng terdiam, ia pun bingung. “Coba undung
gurumu semua!” titahnya kemudian.
Kanglam Liok Koay lantas datang. Apabila mereka
mendengar hal pertunangan itu, mereka girang,
mereka lantas memberi selamat kepada nyonya Kwee
itu. Bukankah murid mereka sangat dihargai oleh Khan
dan peruntungannya bagus sekali?
Lie Peng berdiam sebentar, lalu tiba-tiba ia berlutut
di depan enam manusia aneh itu, sehingga mereka itu
menjadi heran.
“Ada apa, enso?” mereka tanya. “Kenapa enso
menjalankan kehormatan besar ini? Harap enso lekas
bangun!”
“Aku ada sangat bersyukur yang suhu beramai
sudah didik anakku ini sehingga ia menjadi seorang
yang berharga,” berkata nyonya ini. “Budi ini tak dapat
aku balas walaupun tubuhku hancur lebur. Hanya
sekarang ada satu hal sulit untuk mana aku mohon
pertimbangan dan keputusan suhu beramai.”
Lie Peng tuturkan keputusan suaminya almarhum
dengan Yo Tiat Sim, yang tunangkan anak-anak
mereka sebelum anak-anak itu lahir.
“Maka itu, kendati kedudukan anakku mulia sekali,
mana dapat ia menjadi hu-ma?” kata si nyonya
kemudian. “Kalau aku menyangkal janji ini, aku malu
sekali. Bagaimana nanti suamiku dan aku menemui
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
paman Yo dan istrinya itu di dunia baka?”
Mengdengar keterangan, Kanglam Liok Koay
tertawa.
Lie Peng heran, ia mengawasi mereka itu.
“Orang she Yo itu benar telah memperoleh
keturunan tetapi bukannya perempuan, melainkan
pria,” Cu Cong kasih keterangan.
“Bagaimana suhu ketahui itu?” menanya Lie Peng
kaget.
“Seoarng sahabat di Tionggoan mengabarkan kami
dengan sepucuk surat,” menerangkan Cu Cong lebih
jauh. “Sahabat itu pun mengharap kami mengajak
anak Ceng ke sana untuk menemui putranya orang
she Yo itu, untuk mereka menguji kepandaian silat
mereka.”
Mendengar itu, Lie Peng sangat girang. Ia setuju
anaknya itu diajak pergi. Ia harap, sekalian anaknya itu
mencari Toan Thian Thek, guna menuntut balas.
Sepulangnya dari perjalanan itu, baharu Kwee Ceng
nanti menikah dengan Gochin.
Setelah mendapat keputusan, Kwee Ceng
menghadap Jenghiz Khan, untuk memberitahukan
tentang niat perjalanannya itu.
“Bagus, kau pergilah!” Khan itu setuju. “Sekalian
kau pulang nanti bawalah juga kepalanya Wanyen
Lieh, putra keenam raja Kim! Untuk melakukan
pekerjaan besar itu, berepa banyak pengiring yang kau
butuhkan?”
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Bab 15. Oey Yong
“Anak akan pergi bersama keenam guruku, tak
usah anak membawa pengiring,” sahut Kwee Ceng. Ia
anggap dengan pergi bersama guru-gurunya, ia tentu
bakal berhasil, sedang membawa pengiring-pengiring,
yang tidak mengerti ilmu enteng tubuh, melainkan
menambah berabe saja. Ia senang sekali dengan easn
Khan ini, untuk membinasakan Wanyen Lieh. Memang
semenjak kecil ia telah diempos ibunya, yang sangat
membenci bangsa Kimn itu.
Jenhiz Khan menerima baik, ia pesan pula:
“Sekarang ini kuda kita belum terpelihara gemuk dan
tentara kita belum terlatih sempurna, kita belum dapat
menandingi negara Kim, maka itu kau harus bekerja
baik-baik supaya kau tidak meninggalkan bekasbekas!”
Kwee Ceng memberikan janjinya.
Jenghis Khan lantas hadiahkan baba mantu itu
uang emas tigapuluh tael, untuk ongkos di jalan,
sedang Kanglam Liok Koay dipersen barang-barang
emas dan berharga bekas rampasan dari Wang Khan.
Di hari ketiga, setelah pamitan dati ibunya dengan
keduanya mengucurkan air mata, Kwee Ceng
berangkat bersama guru-gurunya. Lebih dahulu
mereka sambangi kuburannya Thio A Seng, untuk
ambil selamat berpisah dari rohnya guru almarhum itu.
Lalu tujuan mereka adalah selatan.
Baharu mereka jalan sepuluh lie lebih, di atasan
kepala mereka terlihat dua ekor burung rajawali kepala
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
putih terbang berputaran, lalu terlihat Tuli datang
bersama Gochin dengan dua saudara itu merendengi
kuda mereka. Tuli memberi bingkisan sepotong baju
bulu tiauw yang mahal, yang pun adalah barang
rampasan dari Wang Khan.
Gochin datang menemui bakal suaminya itu, akan
tetapi ia tidak dapat berbicara, cuma kulit mukanya
menjadi bersmu merah.
“Adikku, kau bicaralah dengannya, aku tak akan
mendengarinya!” berkata Tuli sambil tertawa, terus ia
larikan kudanya, untuk menjauhkan diri.
Gochin menoleh, ia masih belum dapat bicara.
Selang beberapa lama, barulah ia pesan: “Kau mesti
lekasan pulang…..”
Kwee Ceng mengangguk. “Ada pesan lagi?” ia
menanya.
Gochin menggelengkan kepalanya.
Kwee Ceng dekati itu putri, ia pondong tubuhnya,
terus ia bawa kepada Tuli. Lalu ia pun saling rangkul
dengan Tuli itu, habis mana ia larikan kudanya guna
menyusul keenam gurunya, yang sudah berjalan jauh
juga.
Gochin melongo, hatinya menjadi tawar. Ia
dapatkan sikap Kwee Ceng sama seperti biasa, bukan
sebagai satu tunangan. Saking masgul, ia hajar
kudanya hingga binatang itu lari berjimpratan.
Kwee Ceng sendiri berjalan terus, keenam gurunya
ajak dia menuju ke timur selatan, siang jalan, malam
singgah. Segera juga mereka melintasi tanah datar
gurun pasir. Pada suatu hari hampir tiba di Hek Sui Ho,
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
tak jauh lagi dari Kalgan, Kwee Ceng lantas
merasakan suasana bertukar. Belum pernah ia
melintas dari gurun, sekarang ia mulai tiba di
Tionggoan, ia dapatkan pemandangan mata yang lain.
Tanpa merasa, ia gencet perut kudanya, membikin
kudanya itu lari pesat. Maka lekas sekali tibalah ia di
Hek Sui o, disebuah rumah makan di tepi jalanan.
Kwee Ceng merasa kasihan melihat kudanya yang
kecil itu lari demikian keras hingga bermandikan
keringat, ia ambil sabuk dengan apa ia menyusuti.
Tiba-tiba saja ia menjadi kaget. Sabuk itu menjadi
merah seluruhnya. Tempo ia meraba kudanya dengan
tangannya, tangannya itu juga menjadi merah, penuh
dengan darah. Hampir ia mengucurkan air mata saking
menyesal sudah menyiksa kudanya itu. Tidakkah kuda
itu bercelaka diluar keinginannya? Maka ia rangkul
leher kuda itu, untuk menghibur.
Kuda itu sebaliknya nampak segar bugar, tidak ada
tanda-tandanya terluka.
Kwee Ceng menoleh, akan mengawasi ke jalan
besar darimana tadi ia datang. Ia mengharap-harap
segera tibanya gurunya yang ketiga, Han Po Kie,
supaya guru itu suka tolong mengobati kudanya itu. Ia
tidak melihat guru-gurunya, yang ketinggalan jauh,
maka berulangkali ia menoleh dan menoleh pula.
Masih enam guru itu tak nampak, sebaliknya,
kupingnya bocah ini mendengar mengalunnya
kelenengan unta. Apabila ia mengawasi, ia lihat
mendatanginya empat ekor unta bulu putih, yang
penunggangnya pun berpakaian serba putih putih .
Mereka itu pria semua.
Belum pernah Kwee ceng melihat unta-unta yang
begitu bagus, ia menjadi mengawasi. Ia pun menjadi
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
tertarik dan heran akan mendapatkan keempat
penunggangnya semua masih muda-muda, mungkin
baru berumur duapuluh dua atau duapuluh tiga tahun,
dan semuanya pun beroman tampan.
Setibanya di depan restauran, keempat
penunggang unta itu lompat turun dari punggung
masing-masing untanya, terus mereka bertindak ke
dalam rumah makan itu. Dari gerak-geriknya mereka
itu, terang mereka itu mengerti silmu silat. Disamping
pakaian mereka yang putih, di leher mereka itu terlihat
bulu rase.
Satu pemuda melihat Kwee Ceng mengawasi
padanya, ia menjadi likat, wajahnya pun bersemua
dadu, lekas-lekas ia tunduk. Adalah satu kawannya
menjadi tidak senang.
“Eh, bocah kau awasi apa?” ia menegur.
Kwee Ceng terperanjat, lekas-lekas ia melengos. Ia
lantas dengar mereka itu berbicara satu pada lain,
entah apa yang mereka bicarakan itu, habis itu mereka
tertawa riuh. Ia malu sendirinya. tentu orang tengah
menertawainya. Ia sempat berpikir untuk menukar
tempat singgahnya. Syukur unttuknya, ia dapatkan
tibanya Han Po Kie. Ia lari kepada gurunya itu, untuk
terus beritahukan hal kudanya mengeluarkan keringat
darah.
“Begitu?” tanya guru itu heran. Ia dekati kuda Kwee
Ceng, ia raba punduknya kuda itu, setelah mana, ia
bawa tangannya yang berlepotan darah itu ke arah
matahari. Ia mengawasi sekian lama, lalu tiba-tiba ia
tertawa lebar.
“Ini bukannya darah, inilah keringat!” serunya.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Kwee Ceng tercengang. “Keringat?” ia menanya.
“Ada keringat merah?”
Po Kie tidak sahuti muridnya itu, hanya dengan
bersemangat ia kata; “Anak Ceng, kau telah dapatkan
han-hiat po-ma, yang untuk seribu tahun sukar
didapatkan!”
Kwee Ceng heran dan girang. Ia bergirang sebab
kudanya tidak terluka. Ia heran akan mendengar
halnya han-hiat po-ma, ialah kuda istimewa dengan
keringat seperti darah.
“Suhu, kenapa dia mengeluarkan keringat bagaikan
darah?” ia menegasi.
“Dulu pernah aku dengar keterangannya guruku,
almarhum,” sahut Po Kie. “Turut katanya guruku itu, di
tanah barat, yaitu di daerah Ferghana, ada kedapatan
sebangsa kuda liar biasa, yang disebut kuda langit,
punduk kuda itu mengeluarkan keringat merah seperti
darah, bahwa kuda itu keras larinya, satu hari dapat
menempuh jarak seribu lie. Tentu itu baru cerita saja,
belum pernah ada yang melihat buktinya.”
Selagi guru dan murid ini berbicara, rombongannya
Tin Ok tiba. Mereka lantas beritahukan tentang kuda
berkeringat merah itu.
Cu Cong adalah seorang sastrawan, ia luas
pengetahuannya.
“Tentang itu ada ditulis jelas dalam Kitab Hikayat
dan Kitab Jaman Han,” berkata Cu Cong. “Ketika
dahulu hari itu bangsawan Pok-bong-houw Thio Kian
diutus ke Tanah Barat, di Ferghana dia telah melihat
seekor kuda han-hiat po-ma itu, sekembalinya ke
negerinya, ia memberitahukannya kepada rajanya,
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Kaisar Han Bu Tee. Kaisar menjadi kagum, ingin ia
mempunyai kuda itu, terus ia kirim utusan membawa
emas seribu kati serta seekor kuda-kudaan emas,
sebesar kuda biasa, ke Barat itu, untuk dipakai
menukar dengan kuda istimewa itu. Raja Ferghana
menolak permintaan itu, dia mengatakannya: ‘Kuda itu
adalah kuda pusaka negara Ferghana, jadi kuda itu
tidak dapat dihadiahkan kepada bangsa Han.’ Utusan
Han itu menjadi gusar, mengumbar tabiatnya, ia hajar
rusak kuda emas itu, terus ia pulang. Raja Ferghan
pun gusar, dia perintah menawan utusan itu, terus
dibunuh, emas dan kuda emas itu dirampas.”
Kwee Ceng berseru heran.
Cu Cong menghirup air tehnya.
“Kemudian bagaimana?” tanya murid itu.
Dipihak lain, keempat pemuda serba putih itu juga
memperhatikan cerita itu.
“Shatee,” tanya Cu Cong sehabis ia minum pula
tehnya, “Kau ahli pemelihara kuda, takukha kau
darimana asalnya po-ma?”
“Menurut keterangan guruku, po-ma terlahir dari
perkawinan kuda rumahan dengan kuda liar!” sahut Po
Kie.
“Benar!” berkata Cu Cong. “Menurut kitab, di negara
Ferghana itu ada sebuah gunung di dalam mana
kedapatan sebangsa kuda liar, yang dapat lari seperti
terbang, hingga orang liar tidak dapat mengejarnya.
Tapi orang Ferghana telah mendapat satu akal
bagus.Pada suatu malam hari musim semi, mereka
lepas satu ekor kuda betina yang berwarna lima di kaki
gunung. Kuda liar itu kena terpincuk, dia kawin dengan
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
kuda pancingan itu, ketika kemudian kuda biang itu
mendapat anak, anak kuda itu ialah po-ma tersebut.
Anak Ceng, mungkin sekali kudamu itu adalah
keturunan dari kuda Ferghana itu.
“Bagaimana dengan Kaisar Han Bu Tee itu, apa dia
mau sudah saja?” menanya Han Siauw Eng, yang
tertarik denagn cerita kakak angkatnya itu.
“Mana mau dia sudah begitu saja,” kata Cu Cong.
“Dia lantas perintah Jenderal Lie Kong mengepalai
beberapa laksa serdadu pergi ke Ferghana untk
mendapatkan kuda itu. Untuk itu, Lie Kong diangkat
menjadi jenderal istimewa. Tapi Ferghana adalah
negera gurun pasir, tak ada rangsum dan air disana,
selama perjalanan banyak tentara terbinasa, sebelum
mencapai tempat tujuan, pasukan tentara itu tinggal
hanya tiga bahagian. Lie Kong kalah oerang, ia
terpaksa mundur ke Tun-hong, darisana ia meminta
rajanya mengirim pula bala bantuan. Raja gusar, ia
kirim utusan membawa pedang, ke kota Gak-bunkwan,
untuk menjaga. Utusan itu diberi tugas dan
kekuasaan: Panglima atau serdadu mana saja yang
pergi berperang benani memasuki kota Gak-bun-kwan
itu, dia mesti dihukum mati! Lie Kong menjadi serba
salah, terpaksa ia menunda di Tun-hong itu.”
Ketika itu terdengar pula kelenengan unta, lalu
tertampak datangnya lagi empat penunggang unta
seperti empat yang pertama itu. Melihat mereka itu,
yang masuk ke dalam restauran, Kwee Ceng heran.
Mereka itu muda dan tampan dan pakaiannya serba
putih seprti rombongan yang pertama. Dan mereka
dua rombongan lantas duduk bersama-sama.
Cu Cong melanjuti ceritanya: “Kaisar Han Bu Tee
tidak puas, ia merasa malu. Dengan kalah perang, ia
khawatir bangsa lain memendang enteng bangsa Han.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Maka ia mengerahkan pula lebih daripada duapuluh
laksa serdadu, ia siapkan serbau, kuda dan rangsum
tak terhingga banyaknya. Masih ia khawatir tentaranya
itu belum cukup, ia menambah dengan semua orang
hukuman, pamong praja rendah, baba-baba mantu
dan kaum pedagang, yang dijadikan serdadu, hingga
negera menjadi gempar. Pula dua ahli kuda diberi
pangkat tinggi, ialah satu menjadi Kie-ma Kawm-oet,
yang lainnya menjadi Cit-ma Kauw-oet, tugasnya ialah
nanti sesudah Ferghana dipukul pecah mereka mesti
memilih kuda jempolan. Lioktee, kerajaan Han itu
mengutamakan tani dan sebaliknya memandang
enteng bangsa saudagar, kalau kau hidup di jaman
Kaisar Han Bu Tee, apeslah kau, sebaliknya dengan
shatee, dia bisa memangku pangkat! Ha ha ha!”
“Dan baba-baba mantu itu, apakah salahnya
mereka?” Siauw Eng menanya.
“Siapa miskin dan tak punya sanderan, siapa
kesudian dipungut mantu?” Cu Cong menjawab. “Kali
ini Lie Kong memimpin angkatan perang yang besar
itu. Untuk lebih daripada empatpuluh hari, ia kurung
dan serang kota musuh. Banyak panglima musuh
terbinasa. Akhirnya kaum ningrat Ferghana menjadi
ketakutkan, mereka berontak, rajanya dibunuh, kepala
raja diserahkan. Mereka mohon menakluk. Mereka pun
serahkan kuda yang diperebuti itu. Lie Kong pulang
dengan kemenangan besar, raja sangat girang, dia di
anugrahkan menjadi bangsawan Hay-see-houw.
Orang-orang peperangan yang lainnya pun turut
kenaikan pangkat. untuk seekor kuda po-ma itu, entah
berapa banyak jiwa sudha melayang, setahu berapa
banyak uang sudah dikorbankan. Kaisar mengadakan
satu pesta besart, ia perintah mengarang syair untuk
memuji kuda langit itu, yang dianggap melainkan naga
yang pantas menjadi kawannya….”
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Mendengar cerita itu, delapan pemuda itu
mengawasi kudanya Kwee Ceng, agaknya mereka
sangat tertarik.
Cu Cong berkata pula: “Kuda langit menjadi kuda
jempolan sebab perkawinannya dengan kuda liar,
Kaisar Bu Han Tee sudah kerahkan kekuatan seluruh
negeri untuk mendapatkan beberapa ekor kuda itu tapi
kemudian ia tidak mendapatkan kuda liar, maka selang
beberapa turunan, semua kuda itu tak lagi menjadi poma
dan keringatnya pun tidak merah…”
Habis Cu Cong bercerita, mereka melanjuti
memasang omong sambil dahar mie.
Delapan pemuda itu duduk jauh-jauh, mereka
kasak-kusuk tetapi kupingnya Kwa Tin Ok lihay, ia
dapat mendengar jelas pembicaraan mereka.
“Kalau kita hendak rampas kuda itu, cukup dengan
satu kali turun tangan,” berakta satu pemuda, “Satu
kali kita sudah naik atas punggung kuda itu, siapa
dapat mengubarnya?”
“Tapi disini ada banyak orang lain dan ia pun ada
kawan-kawannya…” kata seorang yang lain.
“Jikalau kawannya berani membantui, kita bunuh
saja semua!” kata seorang lagi.
Hu Thian Pian-hk Kwa Tin Ok menjadi heran sekali.
“Mereka berdelapan wanita semuanya, mengapa
mereka jadi begini galak dann telengas?” tanya ia
dalam hatinya. Ia berdiam saja, ia sengaja berpaling ke
luar rumah makan. dengan begitu delapan pemuda itu
menjdai tidak bercuriga.
“Setelah mendapatkan kuda jempolan ini, kita
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
menghadiahkannya kepada San-cu,” berkata seorang
pula. “Dengan menungggang kuda ini, San-cu pergi ke
kota raja,tentunya dia menjadi semakin terang
mukanya! Pasti seklai Som Sian lao Koay dari Tiang
Pek San dan Leng Tie Sianjin jago Bit Cong Pay dari
Tibet tak dapat menangkan keagungannya…!”
Tin Ok berpikir. Ia pernah dengar namanya Leng
Tie siangkin, seorang paderi kenamaan dari Tibet itu,
tetapi tak tahu ia perihal Som Sian Lao Koay. Ia terus
memasang kupingnya.
“Dalam beberapa hari ini di tengah jalan kita
menemui tak sedikit sahabat dari Jalan Hitam,” berkata
seorang muda yang lainnya lagi, “Katanya mereka
adalah bawahannya Cian-ciu jin-touw Peng Lian
Houw. Merek aitu tentu hendak berkumpul juga di kota
raja, maka kalau mereka dapat lihat kuda ini, mana kita
dapat kebagian?”
Tentang Peng Lian Houw ini Tin Ok ketahui dengan
baik. Dialah kepala penjahat paling berpengaruh untuk
wilayah Hopak dan Shoasay, yang pun sangat kejam,
maka juga dia dapat gelarannya itu, “Pembunuh
Ribuan Jiwa”. Maka ia berpikir, “Orang lihay itu pergi
ke kota raja, mereka hendak bikin apa di sana?
Delapan wanita ini, siapakah mereka?”
Mendengar terlebih jauh, Tin Ok mendapat
kepastian mereka itu hendak merampas kudanya
Kwee Ceng. Merek ahendak pergi lebih dulu, guna
memegat di tengah jalan.
Habis mengambil keputusan, delapan pemuda itu,
yang Tin Ok mengatakannya pemudi-pemudi, lalu
berkasak-kusuk tentang asmara, mereka pun
bergurau. Ada yang kata “San-cu paling sukai kamu!”
Ada yang membilang, “Diwaktu begini tentulah San-cu
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
lagi menantikanmu!” maka ia menjadi mengerutkan
keningnya, ia menajdi sebal….
“Kalau kita menghadiahkan kuda ini kepada San-cu,
coba kau terka, San-vu bakal menghadiahkan apa
kepada kita?” berkata satu orang, yang kembali ke
urusan kuda.
Yang seorang tertawa dan berkata: “ Pasti San-cu
menghendaki kau menemani ia tidur untuk beberapa
malam…!
“Kurang ajar!” membentak kawan yang digoda itu
dan hendak mencubit. Yang lain-lain lantas tertawa
geli.
“Kira-kira, hati-hatilah!” seorang memperingati.
“Jangan kita membocorkan rahasia sendiri…!”
“Wanita itu membawa pedang, dia tentu mengerti
ilmu silat,” kata satu orang. “Dia juga cnatik sekali,
coba dia lebih muda sepuluh tahun, baharulah heran
anadikata San-cu melihat dia dan tidak menjadi
kerindu-rinduan…”
Tin Ok tahu Siauw Eng yang menjadi bulanbulanan,
ia mendongkol. ia percaya orang yang
dipanggil “San-cu” itu atau “majikan gunung” mestilah
bukan orang baik-baik.
“Awas, jangan kau mencari muka dari San-cu dan
hendak mati-matian mencarikan nona manis
untuknya…!” memperingati satu kawan.
Orang itu tertawa, ia tidak menyahuti.
“Kita harus berhati-hati,” berkata pula seorang yang
lain. “Kali ini kita datang ke Tionggoan untuk
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
mengangkat nama, guna menakluki orang kosen,
supaya orang-orang kosen di kolong langit ini ketahui
kegagahan kita dari Pek To San, maka itu haruslah
kita waspada, jangan seperti Hong Ho Su Koay yang
sial dankalan itu, yang menyebabkan orang tertawa
hingga giginya copot!”
Tin Ok tidak tahu Pek To San itu, yang berarti
Gunung Unta Putih, ada dari partai mana, akan tetapi
mendengar disebutnya Hong Ho Su Koay – Empat
Siluman dari sungai Hong Ho, ia teringat kepada
mereka yang mengeroyok Kwee Ceng.
Seorang berkata pula: “Menurut katanya San-cu,
Hong Ho Su Koay adalah murid-murid paling disayangi
oleh Kwie-bun Liong Ong, untuk di Liongsee dan
Tiong-ciu, namanya sangat kesohor, maka itu adalah
sangat aneh yang mereka kabarnya roboh
ditangannya satu bocah umur belasan tahun…”
Satu kawannya menyahuti: “Ada orang bilang bocah
itu pandai ilmu silat Kiu-im Pek-kut Jiauw, karena
tubuhnya Hong Ho Su Koay itu masing-masing
meninggalkan beberapa bekas cengkeraman…”
“Maka hati-hatilah kau!” tertawa satu kawannya,
“Supaya kau jangan sampai kena dijambak bocah itu!”
“Cis!” sang kawan berludah.
Maka lagi sekali, mereka itu tertawa.
Mendengar pembicaraan itu, Tin Ok mendongkol
berbareng merasa lucu. “Sungguh pesat sekali
tersiarnya kabaran dalam dunia kangouw!” katanya.
“Hanyalah tidak tepat untuk menyiarkan berita anak
ceng mengerti Kiu-im Pek-kut Jiauw. Ilmu itu mana
dapat dikuasai tanpa penyakinan belasan tahun? Anak
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
umur belasan tahun mana mempunyakan semacam
ilmu silat itu?”
Diam-diam Tin Ok puas yang murid mereka dapat
mengalahkan Hong Ho Su Koay, maka tidaklah
kecewa didikan mereka selama sepuluh tahun lebih ini.
Habis dahar mie, delapan pemuda itu berlalu
dengan cepat bersama untanya.
Tin Ok tunggu sampai orang sudah pergi jauh, ia
tanya adiknya yang kedua: “Jietee, bagaimana kau
lihat kepandaiannya delapan wanita itu?”
“Wanita?” Cu Cong mengulangi dengan heran
sebelum ia menjawab.
“Habis?” sang kakak membalasi.
“Oh, mereka menyamar demikian sempurna!”
berkata Cu Cong. “Nampaknya mereka luar biasa,
mirip mengerti ilmu silat, rupanya seperi tidak
mengerti…”
“Apakah pernah kau dengar tentang Pek To San?”
Tin Ok tanya pula.
“Tidak,” sahut Cu Cong setelah berpikir sejenak.
Tin Ok lantas tuturkan apa yang ia dengar barusan.
Cu Cong semua tertawa. Besar nyali mereka berani
berniat menggempur gunung Tay San….
“Perkara kecil niat mereka merampas kuda ana
Ceng,” Tin Ok berkata pula. “Yang penting ialah
pembilangan bahwa ada banyak orang gagah hendak
berkumpul di kota raja. Mungkin ada gerakan rahasia
apa-apa. Aku pikir tak dapat kita membiarkannya saja,
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
perlu kita mencari tahu.”
“Tetapi janji pibu di Kee-hin bakal tiba harinya, tidak
dapat kita main ayal-ayalan,” Coan Kim Hoat
memperingati.
Mereka itu berdiam, mereka itu merasa sulit juga.
“Kalau begitu, biarlah anak Ceng berangkat lebih
dahulu!” Lam Hie Jin menyarankan.
“Apakah sieko maksudkan biar anak Ceng pergi
seorang diri ke Kee-hin? Kita menyusul dia sesudah
kita menyelidiki warta perihal orang-orang gagah yang
berkumpul di kota raja?” Siauw Eng menegaskan.
Lam Hie Jin mengangguk.
“Benar,” Cu Cong menyatakan setuju. “Biar anak
Ceng berjalan seorang diri, untuk mencari
pengalaman.”
Mendengar itu Kwee Ceng merasa puas. Tidak
menggembirakan untuk ia berjalan seorang diri. Ia
utarakan perasaannya itu.
“Orang begini besar masih bersifat kebocahan!” Tin
Ok menegur.
Siauw Eng lantas membujuki: “Kau pergi lebih
dahulu di sana menunggui kita. Tak sampai satu bulan,
kami akan menyusul. Umpama di harian pibu kita tidak
dapat kumpul semua berenam, satu atau dua tentulah
dapat tiba untuk mengurus kamu. Jangan kau
khawatir.”
Dengan terpaksa Kwee Ceng memberikan
persetujuannya.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
“Delapan wanita itu hendak merampas kudamu,”
Tin Ok pesan, “Pergi kau ambil jalan kecil, untuk
mendahului mareka. Kudamu keras larinya, tidak nanti
dapat mereka menyusul. Kau mempunyai urusan
penting, jagalah supaya kau jangan terganggu urusan
sampingan.”
“Umpama benar mereka main gila, Kanglam Cit
Koay tidak nanti lepaskan mereka!” berkata Han Po
Kie. Dia tetap menyebut diri Cit Koay meskipun sudah
belasan tahun semenjak meninggalnya Thio A Seng,
hingga sekarang mereka tinggal berenam (Liok Koay).
Itulah tandanya ia tidak bisa melupakan saudara
angkatnya itu.
Habis bersantap, Kwee Ceng lantas memberi
hormat kepada keenam gurunya, untuk mengucapak
selamat jalan.
Liok Koay berlega melepaskan muridnya ini, yang
kelihatan sudah dapat diandalkan menyaksikan
perlawanannya terhadap Hong Ho Su Koay. Memang
perlu murid ini membuat perjalanan sendiri, sebab
pengalaman tak dapat diajari, itu mesti diperoleh
sendiri. Mereka itu pada memesan, paling belakang
pesan Hie Jin singkat saja: “Jikalau tidak ungkulan,
menyingkir!” Pesan ini diberikan sebab ia melihat,
melayani Empat Siluman dari Hong Ho, muridnya ini
ngotot hingga ia membahayakan diri sendiri.
“Memang,” berkata Coan Kim Hoat, “Ilmu silat tidak
ada batasnya, di luar gunung ada gunung lainnya lebih
tinggi, di sebelah orang ada lagi lain orang yang
terlebih pandai, biarpun kau sangat lihay, tidak dapat
kau menjagoi sendiri di kolong langit. Maka ingatlah
pesa gurumu yang keempat ini.”
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Kwee Ceng mengangguk. Ia payku kepada enam
gurunya itu, lantas ia menuju ke selatan. Belum ada
dua lie, ia sudah menghadapi jalan cabang dua. Ia
turuti pesan Tin Ok, ia lantas ambil jalan kecil. Jalanan
ini lebih jauh, sebab kecil dan berliku-liku, di sini
sangat sedikit orang berlalu lintas. Jalanan pun sukar,
banyak kolar dan pasirnya, ada pepehonan kecil yang
liar. Untungnya untuk dia, ia menunggang kuda dan
kudanya pun dapat lari pesat.
Sekira tujuh atau delapan lie, Kwee Ceng tiba di
jalanan pegunungan yang sulit dan berbahaya, jalanan
sempit dan banyakl batu besarnya. mau tidak mau, ia
berlaku hati-hati. I apun meraba ganggang pedangnya.
“Kalau sam-suhu melihat sikapku nini, dia pasti
akan damprat aku…” pikirnya.
Selagi jalan terus, di sebuah tikungan, Kwee Ceng
terkejut. Di depan ada tiga nona dengan pakaian serba
putih, ketiganya bercokol di atas punggung unta.
Mereka itu melintag di tengah jalan. Dari jauh-jauh, ia
tahan kudanya, hatinya pun tercekat. “Numpag jalan!”
ia lantas berkata, suaranya nyaring.
Ketiga nona itu tertawa tergelak. “Adik kecil, takut
apa?” kata satu diantaranya. “Lewat saja! Kami pun
tidak nanti gegares padamu!”
Kwee Ceng jengah, mukanya dirasai panas. Ia
bersangsi. Bicara dulu atau menerjang saja?
“Kudamu bagus, mari kasih aku lihat!” kata satu
nona lain. Ia mengasih dengar nada lagi bicara sama
anak kecil.
Tentu saja tak puas Kwee Ceng diperlakukan
demikian. Ia mengawasi jalanan yang sempit itu. Di
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
tempat begitu, tak dapat ia tempur mereka itu. Maka ia
lantas ambil keputusan. Ia tarik les kudanya, kedua
kakinya menjepit. Dengan ini cara, ia kasih kudanya
kaget, untuk lari dengan tiba-tiba. ia seperti hendak
menerjang ketiga orang itu.
“Awas! Buka jalan!” ia berseru seraya ia hunus
pedangnya.
Pesat lari kudanya, sebentar saja ia sudah datang
dekat.
Satu nona lompat turun dari untanya, iamaju seraya
ulur tangannya, maksudnya hendak menyambar les
kuda, untuk tahan kuda itu. Tapi Kwee Ceng
membentak, kudanya berbenger, terus berlompat
tinggi, lompat lewati tiga nona itu!
Ketiga nona itu terkejut, Kwee Ceng sendiri tidak tak
terkecuali, saking heran atas lihaynya kuda itu, untuk
pengalamannya ini yang luar biasa. Belum sempat ia
menoleh ke belakang, ia sudah dengar bentakan
ketiga nona itu, tepat waktu ia menoleh, ia lihat
menyambarnya dua rupa barang berkilauan. Ia mau
berlaku hati-hati, ia khawatir senjata rahasia itu ada
racunnya, ia menyambuti dengan kopiahnya, yang ia
lekas cabut.
“Bagus!” memuji dua nona.
Kwee Ceng periksa kopiahnya. Nyata dua senjata
rahasia itu adalah gin-so atau torak terbuat dari perak
yang indah, ujungnya tajam, tajam juga kedua
pinggirannya.
“Kamu telengas hendak mengambil jiwaku,” pikir si
anak muda denagn mendongkol. “Bukankah kita tidak
kenal satu sama lain dan tidak bermusuhan?” Tapi ia
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
tidak mau membalas, tak sudi iamelayani, gin-so itu ia
masuki dalam sakunya. Ia hanya dapat lihat, gin-so
bertabur emas yang merupakan unta-unta kecil.
Sampai disitu, pemuda ini larikan pula kudanya. Ia
tidak menaruh perhatian ketika ia dengar dua ekor
burung dara terbang lewat di atas kepalanya, dari
utara ke selatan. Ia hanya khawatir nanti ada yang
memegat pula. Tidak sampai satu jam, ia sudah
melalui seratus lie lebih. Ia singgah sebentar, terus ia
jalan pula. belum sore, ia sudah tiba di Kalgan. ia
percaya ketiga nona tadi tidak bakal dapat candak dia,
sebab ia duga jarak mereka kedua pihak ada jarak
seperjalanan tiga hari…….
Kalgan adalah kota hidup untuk perhubungan
antara selatan dan utara, penduduknya padat,
perdagangannya ramai. Di situ terutama terdapat
banyak kulit dan bulu binatang, yang datangnya dari
tempat lain tempat. Di sini Kwee Ceng turun dari
kudanya, ia berjalan seraya menuntun binatang ini,
matanya menoleh ke kiri dan ke kanan. Belum pernah
ia melihat kota seramai ini. Kebetulan tiba di depan
restoran, ia merasa lapar, maka ia tambat kudanya di
luar, ia masuk ke dalam, akan pilih tempat duduk. Ia
minta sepring daging kerbau dan dua kati mie.
Seorang diri ia dahar dengan bernafsu. Ia hanya tidak
pakai sumpit, ia turut kebiasaan orang Mongolia,
memakai tangannya.
Tengha bersantap, ia dengar suara kerisik di luar
rumah makan. Ia lantas ingat kepada kudanya, ia
lompat bangun, untuk melongok keluar. Ia dapatkan
kudanya sedang makan rumput dengan tenang. Yang
membikin banyak berisik adalah dua jongos terhadap
satu pemuda ynag tubuhnya kurus dan pakaiannya
butut.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Pemuda itu berumur lima atau enambelas tahun,
kepalanya ditutup dengan kopiah kulit yang sudah
pecah dan hitam dekil, mukanya pun hitam mehongan,
hingga tidak terlihat tegas wajahnya. Di utara,
sekalipun di musim semi, hawa udara dingin, dan
pemuda ini tidak memakai sepatu. Teranglah ia
seorang melarat. Di tangannya ia mencekal sepotong
bakpauw. Ia mengawasi kedua jongos dengan tertawa,
hingga terlihat dua baris giginya yang putih, rata,
hingga gigi bagus itu tak sembabat sama dandannya
yang compang-camping itu.
“Mau apa lagi?!” menegur satu jongos, “Kenapa kau
tidak mau lantas pergi?!”
“Baiklah, pergi ya pergi…” kata pemuda itu seraya
ia putar tubuhnya.
“Eh, lepas bakpauw itu!” menitah jongos yang
satunya.
Pemuda itu letaki bakpauw itu yang tapinya
sekarang tertanda tapak tangan, hitam dan kotor.
Tentu saja kue itu tak laku dijual.
Jongos itu menjadi gusar. Ser! kepalannya
melayang. pemuda itu mendak, kepalan lewat diatasan
kepalanya.
Kwee Ceng menjadi kasihan. ia tahu orang tentu
sudah lapar. “Jangan!” ia cegah si jongos. “Aku yang
membayar uangnya.” Ia jumput bakpauw itu, ia
sodorkan kepada si pemuda.
Pemuda itu menyambuti. “Makhluk yang harus
dikasihani, ini aku bagi kau!” berkata ia. Dan ia
lemparkan itu kepada seekor anjing buduk di depan
pintu.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Anjing itu, seekor anjing kecil, menubruk dengan
kegirangan, terus ia gegares bakpauw itu.
“Sayang…sayang…” kata satu jongos. “Bakpauw
yang lezat dikasihi ke anjing….”
Kwee Ceng pun heran, tetapi ia diam saja, ia balik
ke mejanya untuk melanjuti bersantap. Pemuda itu
mengikuti ke dalam, ia mengawasi ana muda kita
Kwee Ceng lihat kelakuan orang, ia menjadi malu
hati. “Mari dahar bersama!” ia mengundang.
“Baik!” tertawa pula pemuda itu. “Aku sendirian tidak
gembira, aku memang lagi mencari kawan.” Ia bicara
dengan lidah Selatan. Kwee Ceng mengerti omongan
orang. Bukankah ibunya berasal dari Lim-an, Cit-kang,
dan ia biasa dengar ibunya bicara? Ia malah girang
mendengar lagu suara orang sekampung.
Pemuda itu menghampiri, untuk duduk bersama.
Kwee ceng teriaki jongos, meminta tambahan
makanan. Jongos itu melayani dengan ogah-ogahan,
sebab ia lihat pakaian orang yang butut dan kotor itu.
“Apakah kau sangka aku melarat dan jadinya tak
pantas aku dahar barang makananmu?” si pemuda
tegur jongos itu, yang ia lihat lagak lagunya. “Aku
khawatir, meski kau menyuguhkan makananmu yang
paing jempol, bagiku itu rasanya masih kurang cocok.”
lanjutnya lagi.
“Apa?!” sahut jongos itu tawar, “Coba lojinkee
menyebutkannya, pasti kami dapat membuatnya!
Hanya aku khawatir, habis kau dahar, kau tidak punya
uang untuk membayarnya!”
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Dengan sengaja ia menyebut “lojinkee” atau orang
tua yang dihormati, untuk menyindir.
Pemuda itu mengawasi Kwee Ceng. “Tidak peduli
aku dahar berapa banyak, maukah kau yang
mentraktir?” tanyanya.
“Pasti!” sahut Kwee Ceng tanpa berpikir lagi. Ia
menoleh kepada si jongos, akan memerintahkan:
“Potongi aku sekati daging kerbau serta setengah kati
hati daging kambing!” Ia telah hidup terlalu lama di
Mongolia hingga tahunya, makanan yang paling lezat
di kolong langit ini adalah daging kerbau dan kambing.
Ia menoleh pula kepada si anak muda: “Kita minum
arak atau tidak?” ia tanya.
“Kita jangan repoti mendahar daging, baik kita
makan bebuahan dulu!” menyahuti si anak muda. Ia
lantas kata pada jongos: “Eh, kawan, lebih dulu kau
sediakan empat rupa buah kering dan empat rupa
buah segar, dua yang asam manis, dua yang manis
bermadu.”
Jongos itu heran hingga ia terperanjat. Ia tidak
menyangka orang omong demikian takabur.
“Toaya menghendaki buah apa yang segar
bermadu?” tanyanya, suaranya tawar.
“Rumah makanmu ini rumah makan kecil dan
tempatmu ini tempat melarat, pasti tidak dapat kamu
menyediakan barang bagus,” berkata si anak muda.
“Sekarang begini saja! Empat rupa buah kering itu
ialah leeci, lengkeng, co dan ginheng. Buah yang
segar yaitu kau cari yang baharu dipetik, yang asam
aku ingin uah ento harum, dan kiang-sie-bwee. Entah
disini ada yang jual atau tidak? Yang manis bermadu?
Ialah jeruk tiauw-hoa-kim-kie, anggur hiangyoh, buah
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
tho-tong-songtiauw dan buah lay-hauwlongkun….”
Mendengar itu, jongos itu menjadi melongo.
Sekarang ia tak berani lagi memandang enteng
kepada anak muda ini.
Si anak muda berkata pula; “Untuk teman arak, di
sini tidak ada ikan dan udang segar, maka kau sajikan
saja delapan rupa barang hidangan yang biasa!”
Jongos itu mengawasi. “Sebenarnya tuan-tuan ingin
dahar masakan apa?” ia tanya.
“Ah, tidak dijelaskan, tidak beres!” berkata si anak
muda itu. “Delapan rupa masakan itu ialah puyuh
asap, ceker bebek goreng, lidah ayam cah, soto
manjangan keekangyauw, soto burung wanyoh, bakso
kelinci, paha mencak dan kaki babi hong.”
Mendengari itu mulutnya si jongos ternganga.
“Delapan masakan itu mahal harganya,” kata
kemudian. “Untuk ceker bebek dan lidah ayam saja
kita membutuhkan beberapapuluh ekor ayam….
Si anak muda menunjuki Kwee Ceng. “Tuan ini
yang mentraktir, apakah kau kira dia tidak kuat
membayaranya?” tanya ia.
Jongos mengawasi pemuda kita, yang dandannya
indah dan malah mengenakan bulu tiauw, ia duga
bukan sembarang orang.
“Baiklah,” sahutnya kemudian. “Apakah sudah
cukup semua ini?”
“Habis itu, kau sajikan lagi duabelas rupa untuk
teman nasi,” berkata pula si anak muda. “Lainnya ialah
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
delapan rupa tiamsim. Nah, sebegitu dulu!”
Jongos itu berlalu dengan cepat, ia khawatir orang
nanti minta pula makanan lainnya. Setelah pesan koki,
baharu ia keluar pula. Sekarang ia tanya tetamunya,
hendak minum arak apa. Ia kata, ia ada punya arak
Pek-hun-ciu simpanan sepuluh tahun, apa boleh ia
menyediakan dulu dua poci?
“Baiklah!” sahut si anak muda yang mengenai arak
tak banyak cerewet.
Tidak terlalu lama, semua buah yang diminta telah
disajikan saling susul-menyusul.
Kwee ceng cobai itu semua, satu demi satu, dan ia
merasakan kelezatan yang dulu-dulunya ia belum
pernah cicipi.
Sembari dahar bebuahan, si anak muda bercerita
banyak, tentang segala apa di Kanglam. Kwee ceng
tertarik hatinya. Orang bicara rapi, enak didengarinya.
Rupanya orang luas pengetahuannya. Ia sampai mau
percaya, anak muda itu ada lebih pintar daripada
gurunya yang kedua.
“Aku menyangka ia cuma miskin, tak tahunya dia
terpelajar tinggi,” katanya dalam hatinya.
Selang kira setengah jam, datanglah barang
hidangan, yang mesti disajikan atas dua meja
disambung menjadi satu.
Anak muda itu minum sedikit sekali. Barang
hidangan, yang ia pilih, ia pun Cuma dahar beberapa
sumpitan. Sembari berdahar, ia sekarang banyak
bertanya kepada Kwee Ceng, yang mengaku datang
dari padang pasir. Kwee Ceng ingat pesan gurunya, ia
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
tidak berani bicara terlalu banyak, ia jadi Cuma bicara
tentang memburu binatang liar, memanah burung
rajawali, menunggang kuda dan menggembala
kambing. tapi si anak muda sangat tertarik hatinya,
hingga ia tertawa dan bertepuk tangan.
Kwee Ceng sendiri sangat gembira berkumpul
bersama ini kawan baru. Di gurun pasir ia bergaul erat
sekali dengan Tuli dan Gochin, toh masih ada
perbedaannya, ialah Tuli sering mendampingi
ayahnya. Gochin benar baik tetapi putri itu kadangkadang
manja sekali dan ia tidak sudi mengalah, maka
sering mereka bertengkar. Maka itu, bicara lebih jauh,
ia pun suka omong lebih banyak, kecuali hal ia
mengerti silat dan mempunyai hubungan erat dengan
Temuchin. Satu kali, saking gembira, ia cekal tangan si
anak muda, untuk dipegang keras-keras. Hanya aneh,
tangan itu ia rasai halus sekali. Si anak muda pun
tersenyum dan menunduk.
Pernah Kwee Ceng menatap muka si anak muda,
walaupun mehongan, kult muka itu agakanya halus
dan bersemu putih, tetapi tentang ini, ia tidak
memperhatikannya.
“Sudah terlalu lama kita bicara, barang hidangan
keburu dingin,” kata si anak muda seraya tarik
tangannya. “Nasi pun sudah dingin…”
“Benar,” sahut Kwee ceng, sadar. “Baik suruh
panasi lagi…”
“Tidak usahlah, terlalu panas pun tidak dapat
didahar,” berkata si anak muda, yang tapinya
memanggil jongos, menyuruh menukar hidangan yang
terlalu dingin dengan yang baru!
Jongos dan kuasa brumah menjadi heran.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Seumurnya, baru kalin ini mereka mendapatkan
tetamu seaneh ini. Tapi mereka iringi kehendak itu.
Kwee Ceng pun berdiam saja, ia tidak pikirkan
harganya barang makanan itu.
Sesudah barang makanan siap semua, anak muda
itu dahar lagi sedikit saja, lalu ia mengatakannya
sudah cukup. Menyaksikan itu, si jongos katakan Kwee
ceng dalam hatinya: “Dasar kau, bocah tolol! Bocah
hina ini permainkan padamu!”
Kapan kuasa restoran sudah berhitungan, harganya
semua buah dan makanan itu berjumlah tigaratus
sembilan tail, tujuh chie empat hun. Untuk membayar
itu, Kwee Ceng mengeluarkan dua potong emas, untuk
ditukar dengan limaratus tael perak. Sehabis
membayar, Kwee ceng pun kasih persen sepuluh tael
hingga kuasa restoran dan jongos itu menjadi girang,
dengan kelakuan sangat menghormat, mereka
mengantar keluar kedua tetamunya itu.
Di luar salju memenuhi jalan besar.
“Aku telah mengganggu kamu, ijinkan aku pamitan,”
si anak muda meminta diri seraya memberi hormat.
Kwee Ceng berhati mulia, melihat pakaian orang
yang tipis dan pecah, ia loloskan baju kulit tiauwnya, ia
kerobongi itu di tubuh si anak muda. Ia kata: “Saudara,
kita baharu ketemu tetapi kita sudah seperti sahabatsahabat
kekal, maka aku minta sukalah kau pakai baju
ini!” Tidak Cuma baju, ia pun memberikan uang. Ia
masih punya sisa empat potong emas, yang tiga ia
sisipkan ke dalam saku baju tiauw itu.
Si anak muda tidak mengucap terima kasih, ia pakai
baju itu, terus ia negeloyor pergi. Adalah setelah jalan
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
beberapa tindak, ia baru menoleh ke belakang, hingga
ia tampak Kwee Ceng lagi berdiri bengong dengan
tangan memegangi les kuda merahnya, seperti juga
pemuda itu kehilangan sesuatu. ia lantas saja angkat
tangannya, untuk menggapaikan.
Kwee Ceng lihat itu panggilan, ia menghampirkan
dengan cepat. “Saudaraku, apakah kau masih
kekurangan apa-apa?” ia menanya. Ia sebenarnya
memanggil adik (hiantee).
Anak muda itu tersenyum. “Aku masih belum belajar
kenal she dan nama kakak yang mulia,” ia menyahuti.
Kwee ceng pun tertawa. “Benar, benar!” katanya.
“aku pun sampai lupa! Aku she Kwee, namaku Ceng.
Kau sendiri hiantee?”
“Aku she Oey, namaku pun satu, Yong,” jawab anak
muda itu.
“Sekarang hiantee hendak pergi kemana?” Kwee
ceng tanya. “Umpama kata hiantee hendak kembali ke
Kanglam, bagaimana apabila kita berjalan bersama?”
Oey Yong menggeleng kepala. “Aku tidak niat
pulang ke Selatan,” sahutnya. “Tapi toako, aku merasa
lapar pula…” ia menambahkan.
“Baiklah,mari aku temani lagi kau bersantap,” jawab
Kwee ceng, yang tidak merasa aneh atau mendongkol.
Kali ini Oey Yong yang mengajak kawannya itu. Ia
pilih rumah makan yang paling besar dan kenamaan
untuk kota Kalgan, yaitu Restoran Tiang Keng Lauw,
yang bangunannya juga mencontoh model restoran
besar dari Pian Liang, ibukota dahulu. Hanya kali nini
ia tidak meminta banyak macam makanan, cuma
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
empat rupa serta sepoci the Liong-ceng.
Di sini kembali mereka pasang omong.
Kapan Oey Yong dengar Kwee ceng omong perihal
dua ekor burung rajawali putih, ia menjadi tertarik
hatinya.
“Justru sekarang tidak tahu aku mesti pergi ke
mana, baik besok aku pergi saja ke Mongolia,” ia kata.
“Di sana aku cari dan tangkap dua anak burung itu
untuk aku buat main.”
“Hanya sukar untuk mencari anaknya,” Kwee ceng
beritahu.
“Tapi kau toh dapat menemuinya,” berkata si anak
muda.
Kwee Ceng tidak dapat menjawab, ia pun
menemuinya burung itu secara kebetulan.
“Eh, hiantee, rumahmu di mana?” ia tanya. “Kenapa
kau tidak mau pulang saja?”
Tiba-tiba saja mata Oey Yong menjadi merah.
“Ayahku tidak menginginkan aku…” ia menyahut.
“Kenapa begitu?” Kwee Ceng tanya.
“Ayahku larang aku pergi pesiar, aku justru mau
pergi,” sahut Oey Yong. “Ayah damprat aku. Karena itu
malam-malam aku minggat….”
“Sekarang pasti ayahmu tengah memikirkan kau,”
Kwee ceng berkata pula. “Dan ibumu?”
“Ibuku sudah meninggal dunia. Aku tidak punya ibu
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
sejak masih kecil…”
“Kalau begitu, habis pesiar, kau mesti pulang.” kata
Kwee ceng lagi.
Oey Yong menangis. “Ayahku tidak menginginkan
aku lagi…” katanya.
“Ah, tak bisa jadi,” Kwee Ceng bilang.
“Jikalau begitu, kenapa ayah tidak cari aku?” kata si
anak muda lagi.
“Mungkin ia mencari, Cuma tidak ketmu…” Kwee
ceng mencoba menghibur.
Oey Yong tertawa. “Kalau begitu, baiklah, habis
pesiar aku pulang!” katanya. “Cuma aku mesti dapati
dulu dua ekor anak rajawali putih…”
Selagi kedua pemuda ini bicara dengan asyik, di
tangga lauwteng terdengar suara tindakan kaki, lalu
tertampak munculnya tiga orang, ialah dua kacung
yang mengiringi satu pemuda denagn baju sulam yang
indah. pemuda itu tampan sekali, wajahnya terang,
usianya barangkali baru delapan atau sembilanbelas
tahun. Ia memandang Kwee Ceng dan Oey Yong.
Melihat pakaian orang yang kotor, ia mengerutkan
kening, lantas ia menunjuk meja yang terpisah jauh.
Atas itu kedua kacung menghampirkan meja yang
ditunjuk itu, untuk mengatur mangkok dan sepasang
sumpit, yang ia bawa dari rumah. Mangkok dan sumpit
yang mana disimpan dalam sebuah kotak. Jongos juga
segera repot melayani tetamu baru ini.
Kwee Ceng mengawasi sebentar, lantas ia tidak
pedulikan lagi tetamu itu. Ia kembali mengobrol
bersama sahabat barunya itu.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Belum lama, di bawah lauwteng terdengar suara
kuda meringkik, disusul mana beberapa kali bentakan
dari beberapa orang. Ia ingat akan kudanya, maka ia
lari ke jendela untuk melongok ke bawah. Ia dapatkan
beberapa orang dengan pakaian serba putih tengah
mengurung kudanya itu, yang hendak ditangkap, tetapi
kuda itu berjinkrakan, hingga ia tak dapat didekatkan.
Ia menjadi gusar sekali, terutama sebab ia lantas
kenali, orang-orang itu adalah delapan penunggang
unta yang memang berniat merampas kudanya itu. Ia
hanya heran kenapa orang dapat menyusul ia
demikian lekas. Lantas ia berseru: “Di siang bolong
kamu berani merampas kudaku?” Lantas ia lari turun
dari lauwteng. Setibanya ia di depan rumah makan, di
sana ia dapatkan delapan orang berpakaian putih itu
sedang rebah tanpa berkutik. Ia menjadi heran sekali,
sehingga ie berdiri menjublak.
Bab 16. Gara-Gara Sepatu Sulam Dan Jubah
Salut Emas
Tiba-tiba Kwee Ceng sadar. Ia merasakan ada
tangan yang lemas yang memegang tangannya. Ketika
ia menoleh, dengan lantas ia lihat Oey Yong, yang
setahu kapan telah turun dari lauwteng.
“Jangan pedulikan dengan mereka, mari kita naik
pula ke lauwteng!” berkata ini sahabat baru.
“Mereka ini hendak merampas kudaku,” kata Kwee
Ceng. “Setahu kenapa, mereka pada rubuh
sendirinya….”
Meski ia mengucap demikian, Kwee ceng menurut,
ia memutar tubuhnya. Demikian juga si anak muda itu.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Justru mereka memutar tubuh, si pemuda tampan
dan berpakaian mewah itu juga telah berada di depan,
malah ia sudah lantas membungkuk kana melihat
delapan pemudi yang menyamar sebagai pemudapemuda
itu, kemudian ia mengawasi kedua anak muda
itu, sinar matanya menandakan ia sangat heran.
Oey Yong tarik tangannya Kwee ceng, untuk naik di
tangga, kemudian sembari tertawa manis, ia tuangi air
the di cawannya pemuda itu.
“Toako, kudamu itu bagus sekali!” katanya memuji.
Kwee Ceng hendak sahuti sahabatnya ketika ini
tatkala ia dengar ramai suara kelengan unta di depan
rumah makan itu, ia pergi ke jendela diikuti Oey Yong,
apabila mereka melongok ke bawah, mereka lihat
delapan nona serba putih itu berlalu dengan unta
mereka. salah satu nona menoleh ke belakang, ia
memandang Kwee Ceng, maka Kwee Ceng dapat
melihat sinar matanya yang tajam, tanda dari
kemurkaan, sepasang alisnya pun terbangun. Tiba-tiba
saja ia ayun tangannya yang kanan, atas mana dua
potong ginso menyambar ke loteng, ke arah pemuda
ini.
Cepat-cepat Kwee Ceng cabuti kopiahnya, dengan
niat menyambuti torak perak itu. Akan tetapi si pemuda
tampan dan berpakaian mewah itu telah dului ia,
dengan menyentil dua kali, ia melayangkan dua batang
senjata rahasia yang bersinar emas berkilauan, lalu di
antara dua kali suara tintong, ginso itu jatuh sendirinya,
jatuh bareng bersama senjata penyerangnya. kedua
kacung lantas pungut empat senjata rahasia itu,
diserahkan kepada si pemuda, yang menyambuti
seraya terus dikasih masuk ke dalam sakunya. Habis
itu, ia lantasbertindak naik di tangga lauwteng, dia
terus menghampirkan Kwee Ceng, di depan siapa ia
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
berhenti, untuk terus segera memberi hormat sambil
berjura.
“Aku mohon tanya she dan nama mulia dari toako,”
ia minta.
Kwee ceng cepat-cepat membalas hormat.
“Siauwtw she Kwee, bernama ceng,” ia menyahuti.
“Kongcu ada pengajaran apakah?” lanjutnya.
“Apakah saudara Kwee datang dari pulau Tho Hoa
To dari Tang-hay? pemuda itu menaya. “Aku mohon
tanya, ada urusan apakah saudara datang ke mari?”
Ditanya begitu, Kwee melengak. “Siauwtee datang
dari gurun pasir utara,” ia menyahut. “Belum pernah
siauwtee pergi ke pulau Tho Hoa To itu. Barusan
kongcu membnatu aku, aku sangat berterima kasih.”
Kongcu itu berkata: “Saudara Kwee tak hendak
mengenalkan diri, nah di sini saja kita berpisahan,
sampai nanti kita bertemu pula!” Lalu ia menjura dalam
sekali.
Kwee ceng lekas-lekas membalasi, di waktu mana
ia merasakan sambaran angin. Kongcu itu telah
mengibaskan tangannya, ujung tangan bajunya
menjurus ke matanya.
Inilah Kwee ceng tidak sangka. Sembari memberi
hormat orang menyerang ia secara hebat sekali.
Celaka kalau ia kena tersampok. Maka dengan ia
lantas tunduk, untuk masuki kepalanya ke
selangkangannya, guna terus lompat berjumpalitan.
Meski begitu, pundaknya kena tersambar juga, hingga
terbit satu suara nyaring dan ia merasakan sakit ngilu
pada pundaknya itu. Karena ini, diwaktu ia sudah taruh
kakinya, ia kaget dan gusar dengan berbareng.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
“Kau…kau….”
Tapi si kongcu pegat ia, sembari tertawa, ia kata:
Aku cuma mencoba ilmu kepandaianmu, saudara
Kwee. Ilmu totok kau lihay sekali, ilmu silatmu tangan
kosong tapi biasa saja. Maaf…!” Kembali ia menjura.
Kwee ceng khawatir orang nanti bokong pula
padanya, ia mundur setindak.
Oey Yong agaknya kaget, tubuhnya bergeser,
tangannya menjatuhkan sebatang sumpit ke kaki
kongcu, disaat kongcu itu mengangkat tubuhnya habis
menjura, Oey Yong pun telah dapat menjumput
sumpitnya itu. Si kongcu rupanya jijik untuk pakaian
kotor anak muda ini, ia mundur satu tindak, kepada
Kwee Ceng ia tersenyum, terus ia putar tubuhnya
untuk bertindak ke tangga lauwteng.
“Ini untuk kau…” kata Oey Yong dengan perlahan,
tangannya disodorkan.
Kwee Ceng melihat telapak tangan anak muda ini,
ia tercengang. Di tangan kawan ini terlihat dua potong
tusuk konde emas serta dua potong ginso, yang
bergemerlapan kuning dan putih. Itulah ginso yang tadi
si kongcu simpan dalam sakunya. Entah kapan
sahabat ini mengambilnya. Ia tercengang sebentar
lantas ia ingat, ia mengerti. Ia sambuti tusuk konde
emas dan ginso itu.
“Kongcu, kau lupakan barangmu ini!” ia panggil si
pemuda yang seperti anak bangsawan itu.
Kongcu itu menghentikan tindakannya, ia berpaling.
Kwee Ceng angsurkan kedua barang emas dan
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
perak itu.
Menampak barangnya itu, kongcu terkejut sehingga
air mukanya berubah, cepat luar biasa tangannya
menyambar ke arah Kwee ceng, lima jarinya yang kuat
seperti kuku garuda menyambar ke tangan Kwee Ceng
itu.
Kwee Ceng kaget tidak terkira. Dari gerakannya
saja, ia sudah dapat menduga orang bergerak dengan
ilmu silat Kiu-im Pek-kut Jiauw seperti keenam
gurunya sering menuturkan kepadanya. Maka ia
menduga, adakah kongcu ini sekaum dengan Tiat Sie
Bwee Tiauw Hong si Mayat Besi? Ia menginsyafi
hebatnya cengkeraman Tulang Putih itu, sebab masih
ada bekas cengkeramannya Bwee Tiauw Hong dulu
hari pada lengannya, cuma ia dapat membedakannya,
sambaran kongcu ini kalah jauhnya sebatnya dengan
sambarannya si Mayat Besi. Tidak berani ia
menangkis atau menyambuti cengkeraman itu, belum
ia terjambak, empat senjata di tangannya sudah lantas
mencelat. cepat luar biasa ia telah kerahkan
tenaganya.
Kongcu itu terkejut. Ia dapatkan, belum lagi
serangannya mengenai, empat senjata itu sudah
mendahulukan menyambar ke arahnya. ia juga dapat
lihat anak muda itu berdiri tegar ditempatnya. Dengan
terpaksa ia sambuti empat potong benda itu. Setelah
menatap, ia memutar tubuhnya untuk terus turun di
tangga lauwteng.
Kapan Kwee Ceng kembali ke kursinya, ia dapatkan
Oey Yong mengawasi ia sambil sahabat itu tertawa
geli.
“Kenapa barang itu berada di tanganmu?” ia
menanya, heran.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
“Dia membikinnya jatuh selagi dia menjura
kepadamu, lantas aku jumput!” sahut Oey Yong masih
tertawa.
Kwee Ceng jujur, ia tidak menduga orang
mendusta.
“Toako, kenapa rombongan wanita itu mencoba
merampas kudamu?” kemudian Oey Yong menanya.
“Sebab kudaku adalah han-hiat-po-ma,” jawab
Kwee Ceng, yang terus tuturkan perihal kuda itu
sampai ia bertemu rombongan si wanita itu, yang
menyamar sebagai pemuda-pemuda dan menunggang
unta. Kemudian ia melanjuti: “Setahu siapa yang
membnatu aku secara diam-diam dengan merobohkan
mereka itu. Kalau tidak tentulah mesti terjadi
pertempuran hebat…”
Oey Yong masih tersenyum.
“Kudaku itu lari cepat sekali, sebenarnya aku telah
lombai mereka seperjalanan tiga hari, entah kenapa,
mereka dapat menyusul padaku…” Kwee Ceng
kemudian mengutarakan keheranannya. “Sungguh
memusingkan kepala..”
“Aku lihat di antara mereka ada satu yang mencekal
sepasang burung dara,” kata Oey Yong.
Tiba-tiba Kwee ceng menepuk meja. “Ya, aku ingat
sekarang!” ia kata pula separuh berseru. “Itu waktu
memang aku lihat terbangnya dua ekor burung di
atasan kepalaku. Rupanya tiga wanita itu melepaskan
burung itu untuk memberi kabar kepada lima
kawannya, untuk mereka memegat atau mengawasi
aku, dari itu, mereka gampang saja mencari padaku.”
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Setelah itu, Oey Yong tanya tentang tenaga larinya
kuda merah itu dan Kwee ceng menuturkannya
dengan jelas. Ia kelihatannya menjadi kagum sekali. Ia
keringkan secawan teh, lalu ia tertawa.
“Toako,”katanya, “Hendak aku meminta sesuatu
yang berharga darimu, apa kau sudi
mengabulkannya?” dia bertanya.
“Kenapa tidak?” Kwee Ceng menjawab.
“Sebenarnya aku suka sekali dengan kudamu itu,”
menerangkan Oey Yong.
“Baik, hiantee, aku hadiahkan itu padamu!” kata
Kwee Ceng tanpa bersangsi.
Oey Yong terperanjat. Sebenarnya ia main-main
saja. Bukankah mereka baru pertama bertemu? Ia
malah mengharap jawaban si pemuda adalah
penolakan. Ia lantas mendekam di meja, terus
terdengar tangisannya sesegukan.
Sekarang adalah giliran Kwee Ceng yang menjadi
heran. “Hiantee, kau kenapakah?” ia menanya cpat.
“Apakah kau kurang sehat?”
Oey Yong angkat kepalanya, ia mengawasi si
pemuda. Mukanya penuh air mata. Tapi sekarang ia
tidak menangis, sebaliknya ia tertawa. Air matanya itu
yang mengalir di kedua belah pipinya itu,
menyebabkan mehongan luntur, hingga tampak dua
baris kulitnya yang putih mulus.
“Toako, marilah kita pergi!” ia mengajak.
Kwee Ceng menurut. Bersama-sama mereka turun
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
dari lauwteng. Lebih dulu ia membayar uang makan,
baru ia tuntun kudanya. Ia pesan kepada kudanya:
“Aku haurkan kau kepada sahabatku yang baik, maka
baik-baiklah kau mendengar katanya, jangan kau bawa
adatmu.” Kemudian sembari menoleh kepada si anak
muda, ia mepersilakan: “Hiantee, kau naiklah!”
Sebenarnya kuda itu tak dapat ditunggangi orang
lain, akan tetapi ia sekarang tidak membangkang.
Oey Yong naik kuda itu. Kwee Ceng menyerahkan
les kuda itu, ia terus tepuk kempolan kudanya itu.
Dengan lantas kuda itu berlari pergi.
Pemuda itu menanti sampai orang tidak terlihat lagi,
baru ia melihat langit. Ia mendapatkan sang malam
bakal lekas tiba. Karena ini, ia lantas pergi mencari
rumah penginapan. Ketika disaat ia hendak
memadamkan api, untuk rebahkan diri, tiba-tiba ia
dengar ketokan pada pintu.
“Siapa?” ia tanya heran.
“Satu sahabat,” sahut suara di luar, suaranya parau.
Kwee Ceng turun dari pembaringan, ia membuka
pintu. Di antara cahaya lilin, ia tampak lima orang
berdiri di depannya. Setelah ia mengenali orang, ia
terkejut bukan main. Empat di antaranya ada
membawa golok dan ruyung. Mereka itulah Hong Ho
Su Koay. Dua orang yang ke lima, yang usianya
kurang lebih lima puluh tahun, tubuhnya kurus,
mukanya lonjong, di jidatnya ada tiga kutil besar,
romannya sangat tidak mengasih untuk diawasi.
Si kurus sudah lantas tertawa tawar, tanpa bilang
suatu apa, ia membuka tindakan lebar akan memasuki
kamar orang, akan terus mencokol di atas
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
pembaringan, sambil melirik, ia awasi tuan rumah.
Kwee Ceng pun mengawasi, hingga ia melihat
tegas, muka orang ada tanda bekas luka-luka senjata
tajam, hingga dia itutak dapat melihat lepas ke depan.
Toan-hu-to Sim Ceng Kong si Golok Memutus Roh,
dengan dingin, lantas berkata: “Inilah paman guru
kami, Sam-tauw-kauw Hauw Thong Hay yang sangat
ternama besar! Lekas kau berlutut dan menganggukangguk
kepalanya!”
Kwee Ceng mengerti bahwa ia telah terkurung,
bahwa Hong Ho Su Koay saja sudah bukan
tandingannya, apapula mereka dibantu oleh paman
gurunya itu, yang julukannya pun berarti si Ular Naga
Kepala Tiga.
“Tuan-tuan ada punya urusan apa?” ia tanya sambil
menjura.
“Mana guru-guru kamu?” Hauw Thong hay
menanya.
“Guruku tidak ada di sini,” sahut Kwee Ceng.
“Ah! Kalau begitu hendak aku memberi ketika
padamu untuk hidup lagi setengah harian!” kata Ular
Naga Kepala Tiga itu. “Sekarang hendak kau memberi
pengajaran kepadamu, agar orang tidak nanti
mengatakan Sam-tauw-kauw menghina anak kecil.
Besok tengah hari aku menantikan di rimba Hek-sionglim
di luar kota, kau datang ke sana dengan minta
gurumu semua temani padamu!” Habis berkata, ia
berbangkit, tanpa menanti penyahutannya Kwee Ceng,
ia sudah ngeloyor keluar. Sesampai di luar, ia suruh
Twie-beng-chio Gouw Ceng Liat si Tombak Mengejar
Jiwa menutup pintu, hingga terdengar suara
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
membeletok.
Kwee Ceng memadamkan api, terus ia duduk
numprah di atas pembaringannya. Kapan ia
memandang ke jendela, ia tampak bayangan orang
mondar-mandir. Rupanya orang telah menjaga ia di
luar kamar. Ia masih berdiam saja. Selang tidak lama,
ia dapat dengar apa-apa di atas genting. Itulah suara
ketokan beberapa kali, disusul sama bentakan:
“Bocah, jangan kau memikir untuk kabur, engkongmu
menunggui kau disini!”
Jadi terang dia telah dikurung keras. Dia lantas
rebahkan dirinya, niatnya untuk tidur tanpa
menghiraukan segala apa. Tapi ia tidak dapat pulas, ia
mesti gulak-galik saja.
Besok pagi, jongos muncul dengan air cuci muka
dan tiamsim, untuk sarapan. Di belakang jongos itu
terlihat Cian Ceng Kian dengan sepasang kampaknya.
“Suhu semua berada di tempat jauh, tidak nanti
mereka dapat menolongi aku,” Kwee Ceng berpikir.
“Sudah terang aku tidak bakal dapat lolos, baiklah aku
mati bertempur!”
Oleh karena berpikir begini, hatinya menjadi
mantap. Ia lantas saja bercokol di atas pembaringan,
untuk bersemadhi menuruti ajarannya Ma Giok. Ia
bersemadhi hingga tengah hari, baru ia berbangkit
turun.
“Mari kita pergi!” ia kata kepada Cian Ceng Kian.
Mereka jalan berendeng, menuju ke arah barat,
sampai sepuluh lie lebih. Di sana ada sebuah rimba
besar, yang menutupi matahari. Seram suasana di
situ. Di sini Ceng Kian tinggalkan si pemuda, untuk
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
dengan cepat bertindak ke sebelah dalam rimba.
Kwee ceng loloskan joan-pian, cambuk lemasnya.
Ia berlaku tenang, setindak demi setindak, ia maju. Ia
menjaga diri dari bokongan di kiri atau kanannya. Satu
lie sudah ia berjalan, ia tidak bertemu dengan
musuhnya. Tiba-tiba ia dapat ingatan, ialah pesan
gurunya yang keempat: “Jikalau tidak ungkulan, lari!”
Maka ia berpikir: “Sekarang tidak ada orang
mengawasi aku, rimba pun lebat, kenapa aku tidak
hendak sembunyikan diri?” Maka hendak ia segera
mewujudkan pikirannya ini. Tapi tiba-tiba.
“Bocah haram! Anak campuran! Anak jadah!”
demikian ia dengar makian hebat.
Sambil berlompat, Kwee Ceng putar cambuknya,
untuk melindungi diri. Akan tetapi tidak ada serangan
terhadapnya. Sambil berdiri diam, ia angkat kepalanya,
memandang ke arah dari mana cacian itu datang.
Lantas ia berdiri menjublak!
Di atas empat pohon di dekatnya itu, ia tampak
Hong Ho Su Koay tergantung masing-masing di
sebuah cabang besar, kaki dan tangan mereka
terbelenggu, tubuh mereka bergelantungan, sia-sia
saja mereka mencoba meronta-ronta, melainkan mulut
mereka yang dapat di pentang lebar-lebar. Mereka
mencaci kalang-kabutan begitu lekas mereka tampak
si pemuda musuhnya itu.
Kwee Ceng heran bukan kepalang, akan tetapi ia
tertawa. “Apakah kau tengah main ayunan di sini?” dia
bertanya. “Sungguh menggembirkan, bukan?” Nah
sampai bertemu pula! Sampai bertemu pula! Maaf,
tidak dapat aku menemani kalian lama-lama…!”
Sim Ceng Kong berempat mencaci maki pula,
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
semakin hebat. Mereka malu untuk minta tolong. Di
samping itu mereka heran sekali kenapa paman guru
mereka itu yaitu Hauw Thong Hay, tidak lekas kembali.
Selagi Kwee ceng bertindak, hampir ia lenyap dari
pandangan mata, tiba-tiba Toat-pek-pian, Ma Ceng
Hiong si Cambuk Perampas Roh, berubah pikirannya.
Ia takut mati, maka ia lupa akan malunya.
“Kwee Enghiong, kami menyerah kalah!” dia
berteriak. “Aku mohon sukalah kau memerdekakan
kami!”
Kwee Ceng sudah lantas berpikir: “Sebenarnya aku
tidak bermusuh dengan mereka, adalah mereka yang
memusuhi aku, maka itu apa perlunya aku
membiarkan mereka mati bersengsara di sini?”
Dengan cepat ia mengambil keputusan, terus ia
kembali dengan berlompatan, ia kasih turun mereka itu
satu per satu. Pantas Hong Ho Su Koay tidak sanggup
berontak melepaskan diri, alat menggantungnya itu
adalah tambang kulit yang kuat. Ia pun mengutanginya
itu dengan golok emasnya.
Sesudah empat Siluman itu direbahkan di tanah,
pemuda itu totok mereka bergantian, maka mereka itu
lantas saja tidak dapat geraki kaki dan tangan mereka,
habis mana barulah ia putuskan belengguan mereka
itu. Sambil tertawa, ia berkata: “Lagi dua belas jam
baru kamu dapat pulang tenaga dalam dan merdeka.
Sebetulnya, siapakah yang menggantung kamu di
sini?”
“Kau masih berpura-pura!” membentak Cian Ceng
Kian mendongkol. “Kalau bukannya kau, siapa lagi?”
Kwee Ceng heran. Ia lantas saja mengangkat kaki,
akan meninggalkan mereka itu. Ia heran orang
menuduh padanya, tetapi ia mengerti, mesti ada orang
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
yang sudah tolongi ianya. Di mana di situ tidak ada
Hauw Thong Hay, ia khawatir paman guru mereka itu
nanti keburu kembali, maka ia pikir, mesti ia lekas
menyingkir. Ia lari keluar rimba, terus ia balik ke kota,
malah di sini ia segera membeli seekor kuda untuk
dengan itu ia lantas melanjuti perjalannya ke selatan.
“Siapakah itu orang secara diam-diam menolongi
aku?” ia berpikir di sepanjang jalan. Keanehan itu tak
dapat ia melupainya. “Hong Ho Su Koay lihay tetapi
mereka dapat digantung, teranglah lawannya itu mesti
jauh terlebih lihay daripada mereka. Yang hebat
mereka sampai tidak melihat padanya, hingga mereka
menyangka aku. Herannya, ke mana perginya Hauw
Thong Hay si Ular Naga itu? dia tidak tertampak
sekalipun bayangannya?”
Kwee Ceng terus melakukan perjalannya itu. Pada
suatu hari, tibalah ia di Tiongtouw, kota raja Tay Kim
Kok, negara Kim (Kin) yang besar, yang paling ramai
dan indah, sampai tidak dapat dilawan oleh Pian-liang,
kota raja yang lama dari kerajaan Song, atau Lim-an,
kota raja yang baru. Ia menjadi besar di gurun pasir,
belum pernah ia menyaksikan suasana kota besar itu,
yang indah lauwteng dan rangonnya, yang permai
sero-seronya, sedang kereta-kereta bagus dengan
semua kuda pilihannya mondar-mandir di jalan-jalan
besar. Di pelbagai rumah minum ia pun dengar suara
tertawa, merdunya bunyi tetabuan. Semua itu ia
saksikan diwaktu siang berderang. Untuk bersantap, ia
sampai tidak berani memilih erstoran yang mentereng,
ia cari sebuah restoran yang kecil. habis berdahar, ia
berjalan-jalan, ia baru berhenti ketika di sebelah
depannya ia dengar sorak-sorai yang ramai, di sana
ada berkumpul sejumlah orang. Ia mendekati. Ia
menyelak di antara banyak orang itu, untuk melihat ke
sebelah dalam.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Orang banyak itu mengurung sebuah tanah lapang,
di situ ada dipancar bendera suram, dasarnya putih,
ada sulaman empat huruf besar: “Pi Bu Ciauw Cin”.
Artinya: mencari jodoh denagn jalan pibu atau
mengadu kepandaian. Di bawah bendera itu ada satu
nona dengan baju merah tengah bertempur sama
seorang pria, yang tubuhnya jangkung dan besar,
bertempur dengan seru sekali. Heran Kwee Ceng
apabila ia saksikan ilmu silat si nona itu. Ia berpikir:
“Dia lihay, kenapa dia munculkan diri di tempat umum
seperti ini?”
Selang lagi beberapa jurus, nona itu menggunai
akal. Si pria dapat melihat lowongan, ia menjadi
kegirangan, ia lantas menyerang dengan kedua
tangannya, ke arah dada. Nona itu tidak mengambil
sikap menangkis, atau berkelit. Pria itu tidak sampai
hati, ia batal meninju, hanya mengubah kepalannya
menjadi tangan terbuka, ia menolak ke arah pundak.
Luar biasa gesitnya nona itu, ia berkelit dengan
mendak, kedua kakinya bergerak saling susulmenyusul,
membawa tubuhnya melejit ke samping ke
belakang penyerangnya itu, kapan tangan kirinya
diayunkan, “Buk!” punggung si pria kena terhajar,
sampai terjerunuk ke depan, roboh ke tanah, hanya
syukur, setelah memegang tanah, dia dapat menahan
diri dan mengerahkan tenaga, untuk berlompat
bangun. Mukanya pemuda itu menjadi merah, dengan
kemalu-maluan ia menyelinap di antara orang banyak.
Syukur untuknya, ia tadi berkasihan terhadap si nona,
maka sekarang si nona tidaj menghajar hebat
kepadanya.
Para penonton lantas saja bertampik sorak.
Nona itu singkap naik rambut yang turun ke
dahinya, lalu iamundur ke bawah bendera.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Kwee Ceng pandang nona itu, yang cantik sekali,
umurnya mungkin baru tujuh atau delapanbelas tahun,
sikapnya pun berpengaruh. Mendadak ia ingat apaapa,
hingga ia berpikir: “Kenapa aku seperti kenal dia?
seperti aku pernah bertemu dengannya, entah
dimana…?” kemudian ia tersenyum sendiri, ia ingat:
“Baharu saat ini kau tiba di Tionggoan, kapan aku
pernah bertemu orang lain? Aku tadinya menyangka,
nona-nona serba putih dan menunggang unta itu
sudah elok semua, aku pikir kenapa ada demikian
banyak wanita cantik, siapa tahu nona ini melebihkan
mereka itu…. Dasar aku kurang berpengalaman!
Rupanya di Tionggoan ini dimana-mana wanitanya
cantik semuanya, maka tak usahlah aku menjadi
heran…”
Pemuda ini polos, hatinya masih terbuka, maka itu,
walaupun ia telah melihat wajah-wajah yang cantik
manis, hatinya tidaj tergiur. Maka itu ia lantas
memandang ke kiri dan kanannya.
Si nona lantas bicara perlahan sama seorang yang
berdiri di dekatnya, pria itu mengangguk, terus ia
mengangguk keempat penjuru seraya terus berkata:
“Aku yang rendah bernama Bok Ek, aku lewat di
tempat tuan-tuan tidak dengan maksud mencari nama
atau mencari uang, hanya guna anakku ini. Anakku
sudah dewasa usianya, ia masih belum ketemu
jodohnya, maka itu sekarang aku lagi mencarikan
jodohnya itu. Adalah keinginanku, pasangan anakku
tidak usah berharta, cukup asal ia satu pria sejati yang
mengerti ilmu silat. Karena ini dengan beranikan diri,
aku mancarikan jadohnya dengan jalan pibu ini. Siapa
yang usianya di bawah tiga puluh tahun dan belum
menikah, asal ia bisa menyerang anakku dengan satu
kepalannya atau kakinya, akan aku rangkap jodoh
anakku ini dengan jodohnya. Kami berdua, ayah dan
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
anak, sudah membuat perjalanan dari selatan hingga
di utara, sudah melintas tiga belas propinsi, akan tetapi
kami masih belum menemui jodoh yang dicari itu,
sebabnya rupanya, mereka yang gagah sudah pada
menikah atau mereka yang muda sungkan hatinya?” Ia
berhenti sebentar, lagi ia menjura kepada orang
banyak, baharu ia menambahkan: “Kota Pakhia ini
adalah tempat rebahnya harimau atau tempat
sembunyi naga, disini mesti banyak orang berilmu dan
gagah, oleh karena itu, aku harap tuan-tuan
memaafkannya kalau ada kata-kataku yang tidak
tepat. Tuan-tuan, perkenankanlah kami undurkan diri,
untuk pulang ke rumah penginapan guna beristirahat,
nanti besok kami datang pula ke mari untuk melayani
tuan-tuan.”
Habis mengucap, lagi sekali orang itu mengangguk,
lalu ia cabut benderanya, itu bendera Pi Bu Ciauw Cin.
Tiba-tiba saja.
“Tunggu dulu!”
Itulah suara berbareng, yang datangnya dari
sebelah kiri dan kanan, dari mana lantas terlihat dua
orang berlompat ke dalam kalangan.
Orang bnayak lantas mengawasi, akhirnya mereka
semua tertawa geli. Yang muncul dari sebelah timur itu
adalah seorang tua dengan tubuh terokmok, mukanya
penuh berewokan, kumisnya sudah ubanan separuh
lebih, dan umurnya juga sudah lewat lebih dari
setengah abad. Yang datang dari barat itu lebih lucu
pula. Dialah satu paderi yang kepalanya licin lanang!
“Eh, kamu tertawakan apa?” tanya si tua itu kepada
orang banyak, yang ia awasi. “Bukankah dia mau adu
kepandaian untuk mencari suami? Nah, aku masih
belum menikah! Mustahilkah aku tidak cocok?”
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Si paderi itu awasi si tua, ia tertawa. “Oh, kakekkakek!”
katanya. “Taruh kata kau menang, apakah kau
tidak kasihan terhadap si nona yang masih demikan
remaja bagaikan sekuntum bunga? Apakah setelah
kau menikah kau hendak membuatnya ia menjadi
janda?”
Orang tua itu menjadi gusar. “Habis kau, apakah
kau mau dengan datang kemari?” ia menegur.
Paderi itu tersenyum. “Setelah aku mendapatkan
istri begini cantik, aku akan segera pulang asal
menjadi orang biasa lagi!” sahutnya.
Mendengar itu, kembali riuhlah tertawa orang
banyak.
Si nona menjadi mendongkol. Ia merasa bagaimana
orang hendak mempermainkan padanya, maka juga,
wajahnya menjadi merah, sepasang alisnya terbangun,
matanya bersorot tajam. Ia lantas loloskan mantelnya,
berniat ia menghajar kedua manusia ceriwis itu.
Bok Ek tarik tangan gadisnya. “Tenang, nanti aku
yang melayani mereka,” ia membujuk.
Si empe dan paderi masih adu omong terus,
mereka jadi sengit sekali. Disamping mereka, para
penonton juga tak henti-hentinya tertawa. Tidakkah
pemandangan itu sangat lucu?
“Saudara-saudara, nah kamu pibulah terlebih dulu!”
satu penonton yang membuka mulut. “Nanti, siapa
yang menang, ia yang maju melawan si nonan manis!”
“Bagus!” berseru si paderi, yang agaknya tidak
menghiraukan ejekan orang banyak itu. “Aki-aki, mari
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
kita berdua main-main…!”
Paderi ini menantang, tetapi, belum lagi ia peroleh
jawaban, sebelah tangannya sudah melayang.
Si empe-empe berkelit, segera ia balas menyerang.
Maka dengan itu, keduanya menjadi bertempur.
Kwee Ceng menonton. Ia dapatkan si paderi
bersilat dengan jurus-jurus Lo Han Kun dari ilmu silat
Siauw Lim Pay, sedang si empe menggunai ilmu silat
Ngo Heng Kun. Jadi keduanya ada dari golongan
Gawkang, ilmu Bagian Luar. Si paderi dapat berlompat
danmendekam dengan cepat, lincah gerakannya. Si
empek sebaliknya tenang tegar, jangan pandang
usianya yang tua, tenaganya sebenarnya masih besar.
Satu kali si paderi dapat meraptakan diri,
kepalannya menghajar tiga kali beruntun, ke arah
pinggang lawannya. Si empek kuat sekali, ia terima
serangan tanpa berkelit atau menangkis, tapi
berbareng dengan itu, ia angkat tinggi tangan
kanannya, untuk dikasih turun ke arah kepala
lawannya, bagaikan martil, kepalannya menumbuk
kepala licin mengkilap dari si paderi. Tak tahan paderi
itu, segera ia jatuh duduk, numprah di tanah. Ia
berdiam tidak lama, mendadak ia tarik keluar sebatang
golok kayto dari dalam jubahnya, dengan itu ia
membabat kakinya si tua!
“Celaka!” berteriak orang banyak.
Si tua dapat menolong diri dengan berlompat
berkelit, berbareng dengan mana, tangannya meraba
ke pinggangnya, untuk mengasih keluar sepotong
thiephie atau ruyung besi. Kiranya mereka sama-sama
membekal senjata. Maka itu sekarang mereka
melansungkan pertandingan itu dengan golok dan
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
ruyungnya masing-masing.
“Bagus! Bagus!” teriak orang banyak berulangkali.
Hanya sambil berseru-seru, mereka pada
mengundurkan diri setindak demi setindak. Hebat
menyambar-nyambarnya golok kayto dan ruyung besi,
takut mereka nanti kena terserempet….
“Tuan-tuan, tahan!” Bok Ek berseru seraya ia
menghampirkan. “Di sini adalah kota raja, tidak dapat
kita sembarang menggunai senjata tajam!”
Dua orang itu lagi bertempur seru sekali, mereka
tidak memperdulikan seruan itu.
Melihat ia tidak dihiraukan, tiba-tiba Bok Ek
menyerbu. Dengan satu dupakan, ia membuat golok
kayto terpental tinggi dan dengan sambaran tangan ia
rampas ruyungnya si empek-empek, kemudian selagi
golok turun, ia hajar itu dengan ruyung sehingga golok
itu patah dua!
Para penonton kagum, mereka bersorak. Tapi itu
belum semua, dalam sengitnya, Bok Ek cekal kedua
ujung ruyung, ia lantas menekuk, maka ruyung itu
menjadi bengkok melengkung, hingga sudah tentu saja
selanjutnya tak dapat digunai lagi!
Si tua dan si paderi tercengang, mereka menjadi
kuncup hatinya, tanpa membilang suatu apa lagi,
keduanya nyelusup antara orang banyak, untuk angkat
kaki!
Kwee Ceng mengawasi Bok Ek, yang tubuhnya
sedikit bongkok tetapi badannya lebar dan kekar,
tanda dari tenaganya yang besar, Cuma rambut dekat
kedua samping kupingnyas udah berwarna kelabu dan
kulit mukanya berkerenyut dan itu waktu, wajahnya
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
guram. Dilihat dari roman, ia mungkin telah berusia
enam puluh hampir.
“Besok kita pulang ke selatan…” berkata dia
dengan masgul. Dia pun menghela napas.
“Ya,” menyahut si nona, yang diajak bicara.
Sampai disitu, penonton hendak bubaran.
Bukankah pibu telah berakhir? Tapi justru itu, mereka
dengar suara kelenengan kuda, hingga mereka pada
menoleh, Kwee Ceng pun tak terkecuali.
Ke situ datang satu kongcu atau pemuda sambil
diiringi beberapa puluh pengikut. Suara kelenengan itu
datang dari rombongan itu. Kapan Kwee Ceng telah
melihat si koncu, lekas-lekas ia sembunyikan diri di
antara orang banyak itu. Ia kenali si kongcu yang ia
telah ketemukan di rumah makan di Kalgan.
Kongcu itu melihat bendera Pi Bu Ciauw Cin, ia
lantas awasi si nona baju merah, terus ia loncat dari
kudanya, sembari tersenyum, ia masuk ke dalam
kalangan.
“Apakah nona ynag mengadakan pibu untuk
mencari jodoh?” ia menanya sambil ia memberi
hormat.
Nona itu dengan wajah bersemu merah, melengos,
ia tidak menyahuti. Adalah Bok Ek, yang
menghampirkan pemuda itu, untuk memberi hormat.
“Aku yang rendah she Bok. Kongcu ada keperluan
apa apakah?” ia menanya.
“Bagaimana aturan atau syarat-syaratnya pibu
perjodohan ini?” menanya si pemuda.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Bok Ek memberikan keterangannya.
“Kalau begitu, hendak aku mencoba-coba,” kata si
pemuda.
“Ah, kongcu bergurau!” berkata Bok Ek tertawa.
Lagi-lagi ia memberi hormat.
“Kenapa begitu?” si pemuda menegaskan.
“Kami adalah orang kangouw, mana berani kami
beradu tangan sama kongcu?” menyahut Bok Ek.
“Laginya ini bukannya cuma soal menang atau kalah,
ini mengenai hari kemudian dari anakku. Aku minta
kongcu sudi memaafkan aku.”
Pemuda itu mengawasi si nona. “Sudah berapa
lama sejak kamu mengadakan pibu ini?” ia tanya pula.
“Sampai sebegitu jauh sudah satu tahun lebih dan
kami telah menjelajahi tiga belas propinsi,” menjawab
Bok Ek dengan sebenarnya. Pemuda itu tampaknya
heran.
“Apakah mungkin belum pernah ada orang yang
dapat menangkan dia?” ia menegaskan. “Ah, aku tidak
percaya!” Ia tunjuki si nona.
Bok Ek tersenyum. “Sebabnya mungkin, orang yang
pandai silat itu sudah menikah atau ia sungkan beradu
tangan dengan anakku,” ia menerangkan.
“Kalau begitu, mari, mari!” berkata si pemuda,
menantang. Ia bertindak ke tengah kalangan.
Diam-diam girang hatinya Bok Ek. Ia dapatkan
orang, muda dan tampan. Si nona agaknya kagumi
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
pemuda itu. Ia tahu, di dalam tiga belas propinsi,
belum pernah ia bertemu pemuda semacam ini. Maka
itu ia loloskan mantelnya, ia hampirkan si pemuda
untuk memberi hormat.
Pemuda itu membalas hormat, ia tersenyum.
“Silakan mulai, nona!” ia kata.
“Silakan kongcu membuka dulu bajumu,” berkata
nona itu.
“Tidak usah,” menyahuti si kongcu.
Para penonton pada berkata dalam hatinya, “Si
nona lihay sekali, sebentar kau nanti merasai…” Tapi
ada juga yang berpikir: “Bok Ek ayah dan anak adalah
orang kangouw, masa mereka berani bikin malu satu
kongcu? Tentu si kongcu bakal dibikin mundur teratur,
supaya ia tidak hilang mukanya…”
“Silahkan, kongcu!” berkata si nona.
Kali ini kongcu itu sudah tidak sungkan lagi. Tibatiba
ia memutar ke kanan, hingga bajunya yang
panjang dan tangan bajunya juga, turut bergerak, lalu
tangan kirinya menyambar ke pundak si nona.
Terkejut si nona itu apabila ia menyaksikan gerakn
orang yang luar biasa itu. Sambil mendak, ia nyelusup
di bawah ujung bajunya pemuda itu. Di luar
dugaannya, orang ada sangat gesit. Sekarang ujung
baju dari tangan kanan si pemuda yang menyusul
menyambar. Sukar untuk menyingkir dari serangan
susulan itu, maka si nona menjejak tanah untuk
mencelat mundur.
“Bagus!” berseru si kongcu. Ia lantas merangsak,
tidak menunggu kedua kaki si nona keburu menginjak
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
tanah, ia mengebut pula.
Nona itu bukan melainkan berlompat mundur, ia
hanya berjumpalitan, maka itu ketika si kongcu datang
dekat, sebelah kakinya menjejak ke arah hidung si
kongcu.
Untuk membebaskan diri, kongcu itu lompat ke
kanan. maka barenglah mereka diwaktu mereka
menurunkan tubuh.
Penonton semua kagum, untuk lihaynya si kongcu
dan untuk kelincahan si nona. Mereka itu sama-sama
lincah.
Si nona dengan wajah merah, mulai membalas
menyerang. Sekarang si koncu yang main berkelit.
Maka ada menarik akan menyaksikan baju indah si
kongcu bagaikan bercahaya, dan baju si nona seperti
mega bermain.
Kwee Ceng pun kagum. Pemuda-pemudi itu
berimbang usianya, mereka tampan dan elok, mereka
pun pandai silat, sungguh cocok apabila mereka
menjadi pasangan hidup, menjadi suami-istri. Karena
ini tidak lagi ia benci si kongcu untuk kelakuannya di
rumah makan baru-baru ini, sekarang ia mengharapharap
akan kemenangan si kongcu.
Pertandingan itu berjalan terus dengan seru,
sampai tiba-tiba orang dengar suara “bret!” robek.
Nyata si nona dapat menjambret ujung baju si kongcu
dan ia menariknya, sebab si kongcu juga membetot,
ujung baju itu putus dengan menerbitkan suara nyaring
itu. Si nona lantas lompat mundur jauh-jauh,
tangannya mengibaskan baju rampasannya itu!
“Tunggu dulu!” Bok Ek segera kasih dengar
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
suaranya. “Kongcu, silakan kau loloskan bajumu, untuk
kamu menentukan kemenangan terakhir!”
Kongcu itu bermuram wajahnya, kedua tangannya
bergerak, maka robeklah bajunya, kancing-kancingnya
jatuh di tanah. Ia bukan membuka dengan baik, ia
hanya menyobeknya!
Satu pengiring lari menghampirkan guna
membantui meloloskan baju itu.
Sekarang terlihat kongcu ini dengan pakaian
dalamnya dari sutera hijau muda yang indah, yang
pinggangnya dilibat dengan sabuk hijau. Ia nampak
semakin tampan. Bercahaya wajahnya yang putih dan
bibirnya yang merah.
Tanpa berkata apa-apa, kongcu ini mulai
menyerang. Ia menggunai tangan kirinya, anginnya
menyambar keras. Melihat itu si nona, Bok Ek dan
Kwee Ceng terperanjat. Mereka tidak sangka, satu
kongcu demikian lihay.
Setelah menyaksikan lagi sekian lama, Kwee Ceng
jadi berpikir: “Ilmu silatnya dia ini mirip betul sama ilmu
silatnya In Cie Peng, si imam muda, yang itu malam
menempur aku. Apakah boleh jadi mereka berasal dari
satu perguruan?”
Sekarang si kongcu tidak mau mengalah lagi,
karena itu sukar untuk si nona membalas mendesak,
malah untuk merapatkan saja sulit.
“Kongcu ini lebih lihay daripada In Cie Peng, si nona
bukan tandingannya,” berpikir Kwee Ceng setelah ia
menyaksikan terlebih jauh. “Pasti jodoh mereka bakal
terangkap…”
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Bok Ek pun girang melihat jalannya pertempuran ini,
malah ia lantas berseru: “Anak Liam, sudah tak usah
kau melawan lebih lama lagi, kongcu menang jauh
daripadamu…!”
Tapi orang lagi bertempur hebat sekali, sedang si
kongcu kata di dalam hatinya,: “Kalau sekarang aku
hendak robohkan kau, gampang sekali, Cuma aku
tidak tega…”
Benar saja, ketika tangan kirinya menyambar,
tangan kiri si nona kena dicekal. Ia tahu si nona bakal
mengibas keluar, selagi si nona mengerahkan
tenaganya, ia sekalian menolak seraya cekalannya itu
dilepaskan. Maka tidak ampun lagi, nona itu rubuh
terjengkang. Hanya, belum lagi tubuh orang mengnai
tanah, tangan kanan si kongcu sudah menyambar,
merangkul, hingga si nona manis lantas berada di
dalam pelukannya.
Orang banyak bertempik bersorak, tapi ada juga
yang menggerutu.
Si nona menjadi sangat malu. “Lekas lepaskan
aku!” ia minta, suaranya perlahan.
Si kongcu tertawa. “Kau panggil engko padaku,
nanti aku lepas kau!” sahutnya.
Nona itu mendongkol. Itulah permintaann ceriwis. Ia
lantas berontak. Tapi sia-sia saja, ia malah terpeluk
semakin keras.
Bok Ek lantas maju. “Kongcu sudah menang, tolong
kau lepaskan anakku,” ia minta.
Pemuda itu tertawa lebar, ia masih belum mau
melepaskan pelukannya. Dalam sengitnya, si nona
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
menjejak.
Kongcu itu melepaskan tangannya yang kanan,
tangan itu dipakai menangkis dan menangkap kaki
orang, dengan begitu, tetap ia memegang tubuh di
nona.
Nona ini penasaran, ia berontak sekuat tenaganya,
tempo akhirnya ia bebas, ia jatuh terduduk di tanah. Ia
menjadi malu sekali, ia tunduk, sembari tunduk, ia raba
kaos kakinya yang putih. Sebab sepatunya telah
terlepas.
Kongcu itu berdiri sambil tertawa haha-hihi,
tangannya mencekali sepatu orang, yang ia bawa ke
hidungnya!
Melihat itu, beberapa penonton bangsa bergajul,
lantas saja berseru-seru, “Harum! Harum!”
“Kau she apa kongcu?” Bok Ek menanya. Ia
tertawa, ia tidak menghiraukan sikap ceriwis si
pemuda.
Kongcu itu pun tertawa.
“Tidak usah bicara lagi!” katanya, seraya ia putar
tubuhnya untuk minta jubah sulamnya dari
pengiringnya. tapi ia menoleh kepada si nona yang ia
awasi, sepatu siapa ia masuki ke dalam sakunya.
“Kami tinggal di Hotel Ko Seng di jalan utama kota
barat,” berkata Bok Ek, “Mari kita pergi sama-sama ke
sana untuk berbicara.”
“Aku tidak sempat,” berkata si anak muda. “Apakah
yang hendak dibicarakan?” tanya kemudian.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Bok Ek heran, air mukanya sampai berubah. “Kau
toh telah mengalahkan anakku!” ia kata. “Aku telah
melepas kata, maka itu tentu saja aku hendak
jodohkan anakku ini denganmu. Ini ada urusan seumur
hidupnya manusia, mana bisa kita memandangnya
enteng?”
Kongcu itu melengak, ia tertawa besar. “Bukankah
kita main-main dengan ilmu silat?” katanya. “Tidakkah
itu sangat menarik hati? Tentang perjodohan, terima
kasih banyak!”
Mukanya Bok Ek menjadi pucat, ia sampai berdiam
saja.
“Kau…! Kau…!” katanya kemudian seraya
menuding.
Pengiringnya si kongcu tertawa dingin dan menyela,
“Kau kira kongcu kami ini bangsa apa? Kongcu kami
bersanak dengan kamu orang kangouw tukang jual
silat dari kelas tiga rendah empat bawah? Hm!
Pergilah kau tidur dengan mimpimu di siang bolong!”
Bukan main gusarnya Bok Ek, tangannya
melayang, maka pengiring itu berkoak kesakitan,
mulutnya mengeluarkan darah, beberapa giginya
rontok, seketika ia roboh di tanah, terus pingsan!
Kongcu itu tidak ambil peduli kejadian itu, ia suruh
lain pengiringnya tolongi pengiring yang terluka itu, ia
sendiri menghampirkan kudanya, untuk menaikinya.
“Jadi kau sengaja mengganggu kami?!” berteriak
Bok Ek.
Kongcu itu tetap tidak mengambil mumat, ia injak
sanggurdi denagn sebelah kakinya.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Bok Ek habis sabar, dengan tangan kirinya ia cekal
lengan kiri pemuda itu. “Baik!” serunya. “Anakku pun
tidak nanti nikah dengan kau, manusia hina dina!
Bayar pulang sepatu anakku itu!”
Kongcu itu mengawasi, ia tertawa. “Sepatu ini toh
anakmu yang dengan suka sendiri menghanturkannya
kepadaku,” ia menyahuti. “Ada apa sangkut pautnya
denganmu?”
Ia terus geraki tangan kirinya itu dan terlepaslah
cekalannya Bok Ek.
“Akan aku adu jiwa!” berteriak ayah yang
dipermainkan itu seraya ia lompat berjingkrak, kedua
tangannya digeraki berbareng, untuk menyerang
kedua pelipis orang. Itulah jurus “Ciong kouw cie beng”
atau “Gembreng dan tambur ditabuh berbareng.”
Kongcu ini berkelit sambil menjajak sanggurdinya,
maka itu tubuhnya lantas mencelat ke tengah
kalangan.
“Jikalau aku telag hajar roboh padamu, orang tua,
kau tentunya tidak bakal memaksa aku nikahi anakmu,
bukan?” kata ia sambil tertawa, untuk mengejek.
Kecuali bangsa bergajul, semua penonton menjadi
panas hatinya, dari berkesan baik mereka menjadi
jemu dan membenci. Kongcu ini terang selain ceriwis
pun kurang ajar dan keterlaluan. Cumalah mereka bisa
mendelu saja, tidak ada yang berani membuka mulut.
Bok Ek sudah lantas lompat untuk menerjang
pemuda itu.
Kongcu itu mengetahui orang seperti kalap, bahwa
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
serangannya itu sangat berbahaya, maka dengan
sebat ia berkelit, sesudah mana dari samping, tangan
kirinya membalas menyerang perut dengan jurusnya
“Tok coa sim hiat” yaitu “Ular berbisa mencari lubang.”
Bok Ek berkelit ke kanan, dari situ ia menyerang
pula, dua jari tangannya mencari pundak bagian yang
kosong. Itulah salah satu jurus “Eng Jiauw Kun” atau
“Kuku Garuda” dari ilmu silat Utara.
Kongcu itu lihay, agaknya dengan gampang saja ia
mendak sedikit, lalu ia lolos dari bahaya, menyusul itu,
tidak kelihatan ia menarik pulang tangan kirinya atau
tangan kanannya sudah melakukan penyerangan
pembalasan. Tangan kirinya itu telah diangkat ke
depan mukanya, dalam sikap “Touw in hoat jit” atau
“Nyelusup ke mega menukar matahari”, guna
melindungi mukanya.
Bok Ek tarik lengan kirinya, dilain pihak, ia
menyerang dengan tangan kanannya. Untuk
membalas serangan dengan serangan, dengan tidak
kalah sebatnya. Ketika lawan itu berkelit, ia mendesak,
lagi ia menyerang, kali ini dengan kedua tangannya, ke
arah kedua belah pipi. Inilah pukulan “Wie Hok Hong
cu” atau “Malaikat Wie Hok mempersembahkan toya”.
Kongcu itu tidak memandang enteng kepada musuh
ini, ia hanya tidak menyangka semua serangan lawan
sedemikian berbahayanya, maka ia tidak mau main
acuh tak acuh lagi, ia membalas dengan sama
hebatnya. mendadak saja kedua tangannya bergerak,
menyambar kedua tangannya Bok Ek itu, pada bagian
belakang telapakan tangan, menyusul mana ia
menarik tubuhnya, mencelat mundur, sepuluh jarinya
berubah menjadi merah semuanya.
Para penonton berseru kaget. Sebab belakang
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
telapakan tangan dari Bok Ek telah berlumuran darah!
Si nona menjadi kaget berbareng gusar, ai
memburu kepada ayahnya itu, untuk menolongi. Ia
robek ujung baju si ayah, guna robekannya dipakai
membalut lukanya.
Bok Ek tolak mundur anaknya. “Kau minggir!”
katanya sengit. “Hari ini saku mesti mengadu jiwa
dengannya, atau aku tidak hendak berhenti!”
Wajahnya si nona guram, ia memandang tajam
kepada si pemuda. Tiba-tiba tangannya merogoh ke
sakunya, akan mengasih keluar sebuah pisau belati
dengan apa ia terus tublas dadanya sendiri.
Bok Ek kaget bukan main, lupa kepada tangannya
yang sakit, ia tangkis tublasan itu, maka sekarang ia
terlukai anaknya itu, sebab si nona tidak keburu
membatalkan tikamannya.
Para penonton menjadi mendongkol berberang
berduka. Inilah mereka tidak sangka. Mereka pun tidak
berani mencampur tangan.
Adalah Kwee Ceng yang tidak dapat melihat
terlebih jauh. Selagi si kongcu hendak menaiki pula
kudanya, ia bertindak ke dalam kalangan, ia berseru.
“Halo, sahabat! Perbuatanmu ini tidak tepat!”
Kongcu itu berpaling, kapan ia lihat anak muda kita,
ia tercengang. Tapi cuma sebentar saja, terus ia
tertawa. “Habis kau mau apa!” ia menantang.
“Bagaimana baru tepat?”
Semua pengiring si kongcu tertawa ramai. Mereka
lihat roman orang yang ketolol-tololan, dan lagu
suaranya pun beda dari lagu suara mereka, sikap dan
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
lagu suara itu telah diajoki kongcu mereka. Tentu saja
mereka menganggap itu lucu.
Kwee Ceng melongo sebentar. Ia tidak lantas
menginsyafi orang lagi permainkan padanya.
“Kau harus menikah dengan baik-baik dengan nona
ini!” ia menjawab kongcu itu.
Si kongcu miringkan kepalanya, ia tertawa hahahihi.
“Jikalau aku tidak sudi nikahi dia?” dia tanya.
“Jikalau kau tidak sudi menikah dengannya, apa
perlunya kau maju dalam pertandingan?” Kwee Ceng
tanya. “Apakah kau tidak lihat itu merek bendera yang
menjelaskan pibu untuk pernikahan?”
Kongcu itu tidak menjawab, ia hanya mengawasi
dengan tajam. “Sebenarnya kau hendak main gila
denganku atau bagaimana? dia tanya tegas kemudian.
Kwee ceng tidak menjawab, hanya ia pun balik
menanya. “Nona ini cantik dan ilmu silatnya pun
sempurna, kenapa kau tidak sudi menikah
dengannya? Jikalau kau tidak hendak menikah sama
nona macam vegini, di belakang hari ke mana lagi kau
hendak mencarinya?”
“Eh, kau tidak mengerti urusan, bicara denganmu
sia-sia saja!” kata si kongcu. “Kau sebenarnya murid
siapa? Kau memanggil apa kepada Oey Yok Su dari
pulau Tho Hoa To?”
Kwee Ceng menggoyangi kepalanya. “Siapa
guruku, tak dapat aku beritahu padamu!” ia jawab.
“Aku tidak tahu Oey Yok Su itu orang macam apa.”
“Habis, siapa yang ajarkan kau ilmu menotok
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
istimewa dari pulau Tho Hoa To it?” si kongcu masih
menanya.
“Ilmu menotok jalan darahku itu adalah guruku yang
kedua yang mengajarkannya,” menjawab Kwee Ceng.
“Siapa itu gurumu yang kedua?” tanya kongcu itu
kemudian.
“Aku tidak mau memberitahu” jawab Kwee Ceng
pula.
“Baiklah, masa bodoh!” berkata itu pemuda yang
lantas memutar tubuhnya.
Kwee Ceng ulur tangannya untuk mencegah. “Eh,
kenapa kau hendak pergi pula?” ia menanya.
“Habis kenapa?” kata si kongcu lagi.
“Bukankah aku telah beri nasehat kepadamu untuk
kau nikahi nona ini?” kata Kwee Ceng.
Kongcu itu tertawa dingin, dia buka tindakannya
yang lebar, untuk berjalan pergi.
Sampai di situ, Bok Ek hampairkan ini anak muda.
Sajak tadi ia mendengari orang pasang omong,
disamping ia mendongkol terhadap si kongcu, tahu ia
bahwa anak muda ini baik hatinya dan berpihak
padanya. Ia Cuma merasa orang masih terlalu muda
dan belum mengenal dunia.
“Saudara kecil, jangan kau ladeni dia!” dia berkata.
“Asal nyawaku masih ada, sakit hati ini tidak dapat
tidak dilampiaskan!” Terus ia kata dengan suara
nyaring: “Anak muda, kau tinggalkan she dan
namamu!”
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Kongcu itu berpaling, ia tertawa. “Aku sudah bilang,
tidak dapat aku memanggil mertua kepadamu, maka
kenapa kau begini melit hendak mengetahui she dan
namaku?” ia bertanya.
Kwee Ceng menjadi habis sabar, ia lompat kepada
pemuda itu. “Kalau begitu, kau bayar pulang
sepatunya si nona!” ia membentak.
Kongcu itu menatap. “Kau gemar campur urusan
bukan urusanmu!” ia berkata. “Bukankah kau menaruh
hati kepada nona itu?”
“Bukan!” jawab Kwee Ceng, yang menggeleng
kepalanya. “Sebenarnya kau hendak membayar
pulang sepatu itu atau tidak?”
Dengan mendadak saja anak muda ini menggeraki
kedua tangannya, mencekal kedua nadi si kongcu. Ia
telah gunai salah satu tipu dari ilmu silat Kim-na-ciu,
yang semuanya terdiri dari tujuh puluh dua jurus. Ilmu
silat itu adalah untuk menangkap tangan lawan.
Kongcu itu terkejut berbareng gusar. Ia berontak
tetapi tidak berdaya. “Kau mau mampus?!” tanyanya,
sebelah kakinya menendang ke bawahan perut si anak
muda.
Kwee Ceng tidak menangkis atau berkelit, dengan
sebat ia tarik tangannya kongcu itu, hingga orang
terlempar tubuhnya, dengan begitu, ia bebsa dari
tendangan orang itu.
Kongcu itu enteng sekali tubuhnya, walaupun ia
telah terlempar, ia Cuma terpelanting, tidak sampai ia
mencium tanah. Hanya dengan begitu, ia telah kalah
satu babak. Ia menjadi gusar sekali.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
“Kau sudah bosan hidup, bocah?” ia berseru.
Kwee Ceng mengawasi, ia menggeleng kepala.
“Buat apakah aku bertempur denganmu?” ia berkata,
“Kau tidak mau nikahi dia, sudah saja, kau bayar
pulang sepatunya itu!”
Orang banyak menyangka pemuda ini hendak
membelai keadilan, mereka tidak ayana, akhirnya
cuma sebegitu saja sikapnya. Mereka yang gemar
menonton menjadi kecele.
Kongcu ini jeri juga terhadap Kwee Ceng, bahwa
orang tidak ingin berkelahi, itu cocok dengan
keinginannya, akan tetapi ia dipaksa menyerahkan
sepatu si nona, mana dapat ia mengalah: Tidakkah ia
berada di hadapan orang banyak? Maka itu seraya
menyingkap jubahnya, ia memutar tubuh, mulutnya
mengasih dengar tertawa dingin.
“Apakah kau hendak pergi?” menegur Kwee Ceng
seraya menyambar jubah orang itu.
Si kongcu lantas menggunai ketikanya. Ia berkelit,
jubahnya itu dilayangkan sekali, dipakai menungkrap
kepala orang.
Kwee Ceng gelagapan. Justru itu dua kali iganya
kena dihajar, sebab si kongcu sudah tidak menyianyiakan
kesempatan yang baik itu.
Bab 17. Pangeran Wanyen Kang
Kena dihajar secara demikian, pemuda kita merasa
kegelapan mata. Tidak sempat ia mengempos
semangatnya. Bagus untuknya, selama dua tahun ia
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
telah peroleh latihan tenaga dalam dari Tang Yang Cu
Ma Giok, walaupun ia terhajar hebat, ia tidak terluka,
tidak patah tulang-tulang rusuknya, ia cuma
merasakan sangat sakit. Dalam pada itu, ia sadar akan
dirinya, maka tidak membuat tempo lagi, ia melakukan
pembalasan, dengan tendangan beruntun Wanyoh
Lian-hoan-twie, maka dalam sekejap saja, ia dapat
menendang terus-terusan sembilan kali, semuanya
cepat dan hebat. Inilah pelajaran yang ia wariskan dari
Ma Ong Sin Han Po Kie di Malaikat Raja Kuda,
dengan ilmu mana Han Po Kie pernah robohkan
beberapa jago dari Selatan dan Utara. Hanya sampai
sebegitu jauh, Kwee Ceng belum mendapatkan
kesempurnaannya.
Kongcu itu menjadi repot, ia berklit dan berlompatan
tiada hentinya. Tujuh tendangan ia bisa kasih lolos,
tetapi yang kedelapan dan kesembilan, telah
mengenakan kempolannya kiri dan kanan. Syukur
untuknya, karena berberang ia berkelit, ia tak sampai
tertendang roboh, ia cuma terjerunuk.
Karena ini keduanya menjadi terpisah. Kwee Ceng
lantas aja singkirkan jubah sulam yang menungkrup
kepalanya itu. Ia menjadi kaget dan mendongkol.
Pertempuran itu merupakan satu pengalaman luar
biasa untuknya. Mulanya di Mongolia ia menghadapi
orang-orang jujur, lalu perlahan-lahan ia melihat
perubahan. Ia merasa asing untuk kelakuan curang.
Kongcu itu kena tertendang, ia menjadi gusar
sekali, maka dia segera maju seraya tangan kirinya
dipakai menyerang ke pundaknya si pemuda.
Kwee Ceng menangkis, atau ia menjadi kaget. Tibatiba
saja ia merasakan sakit pada dadanya. Karena ini
ketika ia didesak, ia kewalahan, maka tempo kakinya
disambar, dengan mengasih dengar suara “Bruk!” ia
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
roboh memegang tanah!
Semua pengiringnya si kongcu lantas bertepuk
tangan dan tertawa.
Kongcu itu tepuki kempolannya yang penuh debu,
ia tertawa tawar. “Dengan kepandaian begini kau
hendak mencari balas untuk orang lain?” ia mengejek.
“Hm, baik kau pulang dulu untuk belajar lagi sama
gurumu sedikitnya buat duapuluh tahun!”
Kwee Ceng tidak menyahuti, ia hanya menjalankan
napasnya, hingga ia merasakan sakit di dadanya itu
berkurang. Ia berlompat bangun kapan ia lihat orang
kembali hendak ngeloyor pergi.
“Lihat kepalan!” ia berseru sambil menyerang.
Dengan mendak, kongcu itu berkelit. Kwee Ceng
tidak berhenti sampai disitu, tangan kirinya menyambar
ke muka orang. Si kongcu menangkis. Kedua tangan
lantas bentrok, mereka saling menolak. Kelihatan
nyata, tenaga dalam Kwee Ceng terlatih besar tetapi si
kongcu menang latihan ilmu silatnya. Maka itu mereka
menjadi berimbang.
Kwee Ceng menyedot napas, ia hendak
mengerahkan tenaganya, selagi begitu ia masih tetap
menolak. Tiba-tiba ia rasai tenaga lawan lenyap, tak
sempat ia menahan dirinya, tubuhnya terhuyung ke
depan. Ketika ia bisa menahan dirinya, dari
belakangnya datang serangan. Ia sudah terjerunuk
melewati lawannya, dalam keadaan sulit itu, ia
menangkis dari belakang, tubuhnya sekalian diputar.
“Kau pergi!” berseru si kongcu, yang tangannya
menolak keras.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Tidak dapat Kwee Ceng bertahan, ia rubuh ngusruk,
tetapi sikutnya mengenai tanah, dengan cepat ia
mencelat bangun, kakinya dibarengi dipakai
menendang dada lawannya. Ia berlaku sangat sebat,
ia ingin membalas, untuk mencari kemenangan.
Kongcu itu dapat berkelit, hanya setelah itu, ia
didesak oleh si pemuda yang bersilat dengan “Hun-kin
Co-kut Ciu” yaitu ilmu silat untuk memisah otot-otot
dan tulang.
Kongcu ini pernah juga menyakinkan Hun-kin Co-ku
Ciu hanya pelajarannya beda daripada pelajaran Kwee
Ceng yang didapat dari Biauw Ciu Sie-seng Cu Cong,
maka itu, ia membela diri dengan berlaku hati-hati.
Habis itu, keduanya bertempur terus. Selama
tujuhpuluh jurus, mereka berimbang dengan
ketangguhannya.
Menampak demikian si kongcu menggunai akal.
Kwee Ceng tidak tahu lawannya lagi memancing, ia
lantas menyerang. Ia hendak menotok jalan darah
hian-kie-hiat. Tiba-tiba ia ingat bahwa ia tidak
bermusuhan sama si kongcu, ia lantas geser
incarannya ke sisi sasanan semula. Maka adalah
diluar dugaannya ketika si kongcu, yang menangkis
dengan tangan kiri, sudah membarengi menyerang
dengan tangan kanan kanan ke arah pinggang, malah
tinjuan itu dilakukan saling susul hingga tiga kali.
Kwee Ceng berkelit, dengan menggeser
pinggangnya, lalu ia membalas. Ketika ini digunai si
kongcu, untuk memegang tangan orang yang kanan
itu, buat terus ditarik dengan kaget sambil berbareng
kakinya dipakai menjejak paha si pemuda. Maka tidak
ampun lagi, pemuda itu terguling jatuh.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Bok Ek menonton dari bawah benderanya. Lukanya
telah dibalut rapi oleh putrinya. mendapatkan tiga kali
Kwee Ceng roboh, ia lantas maju, untuk mengasih
bangun. Ia tahu sekarang, pemuda itu bukan lawan si
kongcu, yang menang seurat. Ia pun kata: “Lao-tee,
mati kita pergi, jangan kita layani segala manusia
hina!”
Kwee Ceng roboh dengan mata kabur dan kepala
pusing, ia menjadi gusar sekali, maka setelah dikasih
bangun, ia lepaskan diri dari tangan Bok Ek, ia maju
pula, untuk menyerang.
“Eh, kau masih belum takluk?” berkata si kongcu,
seraya mundur.
Kwee Ceng tidak menyahuti, hanya ia merangsak.
“Jikalau kau tetap ganggu aku, jangan salahkan aku
berlaku kejam!” kongcu itu mengancam.
“Kau pulangi sepatu orang!” bentak Kwee Ceng.
“Kalau tidak, aku tidak mau mengerti!”
Kongcu itu tertawa melihat orang berkukuh,
romannya ketolol-tololan. “Bukankah nona itu bukan
adikmu?” ia bertanya, “Kenapa kau seperti hendak
mengadu jiwa memaksa aku menjadi toakomu!”
“Kurang ajar!” mencaci Kwee Ceng. “Aku tidak
kenal dia, siapa bilang dia adikku!” Ia gusar sebab
kongcu itu ejek dia sebagai toaku, ipar. Itulah cacian di
antara orang Pakhia, tetapi ia tidak tahu, ia cuma
mendongkol. Karena dicaci begitu, ia ditertawai
sekalian pengikut si kongcu.
Si kongcu sendiri merasa lucu berbareng mendeluh.
“Tolol, awas!” ia berseru seraya menyerang.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Kwee Ceng melawan, dari itu, mereka menjadi
bergumul pula. Kali ini pemuda ini berlaku waspada,
tidak lagi ia kena dipancing. ia kalah pandai tapi ia
bersemangat, maka kewalahan juga si kongcu.
Pertempuran seru itu ditonton semakin banyak
orang. Bok Ek jadi merasa tidak enak hati. Ia tahu,
kalau datang polisi, ia bisa dapat susah, sedikitnya ia
bakal diseret ke kantor pembesar setempat. Ia juga
berkhawatir untuk banyaknya orang, i antara siapa ia
tampak beberapa yang matanya tajam dan air
mukanya luar biasa, ada juga yang membekal senjata.
Di sebelah mereka, yang bicarakan silat kedua anak
muda itu, ada yang bertaruh untuk siapa yang bakal
menang.
Dengan perlahan-lahan Bok Ek menggeser ke
tempat pengiring-pengiringnya si kongcu, segera ia
lihat, diantara mereka itu ada tiga orang yang menarik
perhatiannya. Yang satu adalah satu pendeta bangsa
Tibet, tubuhnya besar, kopiahnya disalut emas,
jubahnya merah dan gerombongan. Dia berdiri tegar
hingga ia melebihkan tingginya semua orang. Orang
yang kedua sudah lanjut usianya, sebab rambutnya
sudah putih semua, tubuhnya sedang saja, hanya
mukanya bercahaya segar, dan tidak keriputan. Dia
pun bermata tajam. Karena romannya yang luar biasa
itu, tak bisa diduga usianya yang tepat. Orang yang
ketiga bertubuh kate dan kecil, nampaknya sangat
gesit, mukanya pun bersinar merah, matanya
mencorong tajam. Maka juga, mengawasi mereka,
tukang jual silat ini terkejut hatinya.
“Leng Tie Siangjin,” berkata satu pengiring, “Baik
kau maju dan hajar bocah itu, kalau mereka bertempur
terus dan siauw-ongya salah tangan hingga ia terluka,
hilanglah jiwa kami semua…”
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Itulah se pendeta Tibet yang ditegur. Dia
tersenyum, dia tidak menjawab. Adalah si rambut
ubanan yang berkata sambil tertawa: “Paling juga
kakimu dikemplang patah! Mustahil ongya hendak
mengehndaki jiwamu?”
Bok Ek terperanjat. Orang disebutnya siauw-ongya
dan ongya, pangeran muda dan pangeran. Kalau
begitu, benar juga, bencana akan datang kalau sampai
siauw-ongya itu terluka. Tidakkah di antara pengiringpengiringnya
si siauw-ongya adalah orang-orang yag
gagah dan lihay?”
“Jangan takut!” berkata si orang kate dan kecil.
“Siauw-ongya lebih lihay daripada lawannya itu!”
Orang ini kate dan kecil akan tetapi suaranya
mengejutkan. Suara itu nyaring, hingga beberapa
orang disampingnya menjadi terkejut, semua pada
berpaling memandang dia, yang matanya bersinar,
hingga mereka lekas-lekas melengos.
Si rambut putih tertawa, dia pun berkata: “Siauwongya
telah belajar ilmu silat belasan tahun, kecewa
kalau itu tidak dipertontonkan di muka orang banyak.
Dia tentu tidak senang ada orang yang membantu
padanya…”
“Eh, saudara Nio, coba bilang,” berkata si kate kecil,
“Ilmu silat siauw-ongya itu ada dari partai mana?” Kali
ini ia berbicara dengan perlahan.
Si rambut putih tertawa. “Haouw Laotee, kau lagi uji
mataku, bukan?” ia berkata. “Kalau mataku tidak salah,
itulah ilmu silatnya kaum agama Coan Cin Kauw.”
“Sungguh begitu, sungguh aneh!” kata si kate kecil
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
itu. “Bukankah kaum Coan Cin Kauw itu bangsa aneh?
Kenapa mereka justru mewariskan kepandaiannya
pada siauw-ongya…?”
“Ongya pandai bergaul, siapa saja tak dapat ia
undang?” kata pula si rambut ubanan itu. “Umpama
kau sendiri, Haouw Laotee. Kau biasa menjagoi di dua
propinsi Shoatang dan Shoasay, kenapa kau juga
berada di istana ongya?”
Si kate kecil itu mengangguk.
Si ubanan sudah lantas mengawasi kedua anak
muda yang lagi bertempur itu. Ia dapatkan Kwee Ceng
berubah silatnya, ialah gerakannya jadi ayal tapi
tubuhnya terjaga rapat, sia-sia saja beberapa kali
siauw-ongya menyerang padanya.
“Haouw Laotee, coba lihat, dari partai mana asalnya
ilmu silat si bocah itu?” ia tanya.
“Kelihatannya kepandaiannya itu kacau, dia tentu
bukan satu gurunya,” sahut si kate kecil itu kemudian.
“Pheng Ceecu benar,” berkata seorang di pinggiran,
“Bocah ini adalah muridnya Kanglam Cit Koay.”
Bok Ek pandang ornag itu, yang mukanya kurus
dan sinarnya biru, di jidatnya ada tiga tahi lalatnya. Ia
kata di dalam hatinya: “Dia memanggil Pheng Ceecu,
mungkinkah si kate kecil ini adalah kepala berandal?
Nama Kanglam Cit Koay sudah lama tidak terdengar,
apa benar mereka masih hidup?”
Selagi Bok Ek berpikir, si muka biru dan kurus itu
sudah berlompat maju ke tengah kalangan seraya ia
berseru: “Hai bocah, kau ke sini!” Dia pun menarik
keluar sebatang kongce atau cagak dari dalam
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
sakunya.
Orang banyak terkejut, ada yang berteriak. Bok Ek
pun tidak kurang kagetnya, tapi ia segera bersiap,
untuk membantu Kwee Ceng. Tentu saja ia tidak kenal
si orang ini, ialah Sam-tauw-kauw Hauw Thong Hay,
paman gurunya Hong Ho Su Koay.
Hauw Thong Hay bukan menyerang Kwee Ceng,
dia hanya maju ke antara orang banyak, di antara
siapa ada satu anak muda yang tubuhnya kurus
lemah, yang pakaiannya compang-camping, kapan
anak itu dapat lihat dia, dia menjerit “Ayo!” seraya terus
memutar tubuh, untuk angkat langkah panjang. Thong
Hay mengejar terus, ia diikuti empat orang lainnya
yang bukan lain daripada Hong Ho Su Koay.
Kwee Ceng sedang bertempur, ia heran atas itu
suara bentakan, kapan ia lihat siapa yang dikejar
Thong Hay, ai terkejut. Pemuda dengan pakaian tidak
karuan itu adalah Oey Yong, sahabat barunya. Karena
ini, ia sudah lantas kena ditendang si kongcu.
“Tahan dulu!” ia berseru seraya lompat keluar
kalangan. “Aku hendak pergi sebentar, segera aku
kembali!”
“Lebih baik kau mengaku kalah!” mengejek si
kongcu.
Kwee Ceng tidak berniat berkelahi terus, pikirannya
lagi kusut, ia khawatirkan keselamatannya Oey Yong,
tetapi justru ia hendak melompat lari, tiba-tiba ia
tampak sahabatnya itu lari mendatangi, sepatu kulitnya
diseret hingga berisik kedengarannya. Dia pun terus
tertawa. Di belakangnya tampak Thong Hay tengah
mengajar tengah mengejar, mulutnya mencaci kalang
kabutan, setelah datang dekat, berulang-ulang ia tikam
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
bebokong orang yang ia kejar itu!
Oey Yong sangat lincah, selalu dapat ia kelit
tubuhnya.
Kongce itu ada cagak tiga, semuanya tajam, di
bawah cahaya matahari, sinarnya berkilauan, sinar itu
ditimpali tiga gelangnya yang bergerak dan berbunyi
nyaring setiap kali digeraki. tapi senjata itu tidak
dihiraukan Oey Yong. Ia nyelusup sana dan nyelusup
sini di antara orang banyak.
Segera juga orang banyak tertawa riuh. Mukanya
Hauw Thong Hay, pada pipinya yang kiri dan kanan,
tambah tanda tapak lima jari tangan, tanda arang
hitam. Terang sudah dia telah kena ditampar oleh
lawannya yang licin itu.
“Mari! Mari!” Oey Yong menantang, setiap kali ia
dapat pisahkan diri jauh-jauh dari lawannya, yang ia
tinggalkan lalu ia berdiri diam, menoleh dan mengejek,
tangannya menggapai berulang-ulang.
“Jikalau aku tidak berhasil menggeset kulitmu dan
mematahkan tulang-tulangmu, aku Sam-tauw-kauw
tidak sudi menjadi manusia!” Thong Hay sesumbar. Ia
berteriakan, ia mengejar.
Oey Yong menanti sampai orang sudah datang
dekat, kembali ia lari. Kelakuannya ini, ditimpali sama
kalapnya Thong Hay, membuatnya orang banyak
saban-saban tertawa riuh.
Dalam saat itu, terlihatlah datang memburunya tiga
orang yang napasnya tersengal-sengal. Merekalah tiga
Siluman dari Hong Ho. Song-bun-hu Cian Ceng Kian,
Siluman yang keempat, tidak tampak.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Itu waktu barulah Kwee Ceng menginsyafi bahwa
sebenarnya Oey Yong itu lihay ilmu silatnya, bahwa
ialah yang selama di hutan cemara Hek-siong-lim di
Kalgan sudah menggantung Hong Ho Su Koay di atas
pohon dan memancing kepada Hauw Thong Hay.
“Bagus perbuatannya,” ia pikir.
Kelakuan Hauw Thong Hay itu, yang dipermainkan
Oey Yong, menyebabkan rombongannya Leng Tie
Siangjin memperbincangkannya.
Leng Tie itu adalah paderi dari Tibet, dari partai
Cong Gee, keistimewaannya ialah ilmu Tay-ciu-in,
Tapak Tangan yang lihay, kawannya yang ubanan tapi
mukanya tampak segar bagai muka anak kecil, adalah
Nio Cu Ong, ketua dari partai Tiang Pek Pay dari
Gunung Tiang Pek San. Ia tetap awet muda sebab
sejak masih kecil ia doyan makan jinsom serta lainnya
pohon obat, hingga ia dijuluki Som Sian Lao Koay,
Dewa Jinsom-Siluman Tua. Julukan ini harus dipecah
dua: Siapa yang menghormati dia, memanggilnya Som
Sian, Dewa Jinsom, dan siapa bukan orang-orang
partainya, dibelakangnya, menyebut ia Lao Koay, si
Siluman Tua. Dan orang ynag matanya tajam bagaikan
kilat itu adalah orang ynag sangat terkenal di
Tionggoan, namanya Pheng Lian Houw, julukannya
Cian-ciu Jin Touw, Pembunuh Sribu Tangan. Di
selatan www.kangzusi.com dan utara Sungai Besar,
sekalipun wanita umumnya kenal namanya itu, dan
anak-anak yang lagi nangis, kalu ditakut-takuti; “Peng
Lian Houw datang!” tentulah berhenti tangisnya.
Berkatalah Som Sian Lao Koay Nio Cu Ong:
“Selama aku di Kwan-gwa, telah aku dengar nama
besar dari Kwie Bun Liong Ong, bahwa ia lihay sekali,
kenapa adik seperguruannya ini begini tidak punya
guna, sampai satu bocah pun dia tidak sanggup
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
layani?”
Pheng Lian Houw mengkerutkan keningnya, dia
bungkam. Dia bersahabat erat dengan Kwie-bun Liong
Ong See Thong Thian si Raja Naga Pintu Iblis, sering
mereka “bekerja tanpa modal”, dan ia tahu baik Houw
Thong Hay lihay, maka kenapa hari ini orang she
Hauw itu jadi demikian tidak berdaya?
Selagi Oey Yong permainkan Hauw Thong Hay,
pertempuran di antara Kwee Ceng dan si siauw-ongya,
pangeran muda, telah berhenti. Siauw-ongya telah
robohkan Kwee Ceng lima-enam kali, dia sangat letih,
tangan dan kakinya dirasakan ngilu, dia pun
berdahaga dan lapar, dengan sapu tangannya, ia
susuti peluhnya.
Dipihak lain, Bok Ek telah kasih turun bendera Piebu
Ciauw-cin, ia hampirkan Kwee Ceng untuk
dihiburkan, untuk diajak pulang ke penginapannya,
untuk beristirahat. Tapi, belum kebeuru mereka
berangkat, mereka sudah dengar ramainya tindakan
kaki serta berisiknya gelang konce, lalu terlihat Oey
Yong berlari-lari kembali dengan tetap dikejar oleh
Hauw Thong Hay. Tangannya Oey Yong sambil
mengibar-ibarkan dua potong kain. Hauw Thong Hay
sebaliknya, pakiaannya menjadi tidak karuan macam:
Baju di dadanya robek putus, hingga kelihatan baju
dalamnya yang putih. Jauh di belakang mereka terlihat
Gouw Ceng Liat serta Ma Ceng Hiong, yang satu
bersenjatakan tombak, yang lainnya ruyung, lari
mendatangi dengan napas memburu. Ketika mereka
ini datang dekat, Oey Yong dan Hauw Thong Hay
saudh lenyap pula.
Semua orang banyak, yang menjadi penonton,
heran berberang merasa lucu, mereka menjadi tertarik
untuk menonton terus. Justru itu, mereka lantas
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
dengar bentakan-bentakan riuh yang datang dari arah
barat, lalu mereka tampak belasan orang polisi serta
pengiring, dengan cambuk di tangan, lagi menyerang
kalang-kabutan ke kira dan ke kanan, kepada orang
banyak, yang mereka usir pergi. Maka itu, orang
banyak itu lantas saja mundur ke kedua pinggir jalan.
Menyausul rombongan hamba-hamba galak itu,
terlihatlah enam orang menggotong sebuah joli besar
yang indah.
“Ong-hui datang! Ong-hui datang!” pengikutpengikutnya
si siauw-ongya berseru berulang-ulang
setelag mereka melihat joli itu.
Siauw-ongya lantas mengerutkan keningnya.
“Rewel!” ia menggerutu. “Siapakah telah pergi
membawa berita kepada ong-hui!?”
Tidak ada berani ynag menjawab. Segara juga joli
telah sampai di lapangan pibu, semua pengikut maju
untuk memberi hormat.
Dari dalam joli, yang tertutup rapat, lantas terdengar
suaranya seorang wanita, suara yang halus: “Kenapa
berkelahi? Baju luar pun tidak dipakai! Nanti masuk
angin!”
Bok Ek dapat mendengar tegas sekali suara itu,
hatinya tercekat. Suara itu seperti mengaung di
kupingnya, ia menjadi diam sambil berpikir keras.
“Kenapa suara ini sama suaranya orangku ini?”
katanya di dalam hatinya. Tiba-tiba ia tertawa
sendirinya. Ia berpikir pula: “Orang ini adalah onghui
dari negeri Kim, aku memikir kepada istriku, apakah
aku sudah pikun? Sungguh gila untuk memikir yang
tidak-tidak…”
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Tidak dapat ia lantas melenyapkan pikirannya itu,
maka ia bertindak, untuk mendekati joli indah itu.
Kebetulan itu waktu, dari dalam joli diulur keluar
sebelah tangan yang putih dan halus, yang memegang
sapu tangan putih, dengan apa mukanya si siauwongya
disusuti, untuk singkirkan peluh dan debunya,
sembari berbuat begitu, si wanita masih mengucapkan
beberapa kata-kata, yang halus dan perlahan, hingga
si penjual silat ini tak dapat mendengarnya dengan
tegas. Mungkin si saiuw-ongya ditegur dan dihiburi
oleh onghui ini, onghui ialah selir seorang pangeran
atau raja.
“Ibu, aku senang bermain-main,” terdengar
suaranya pangeran muda itu. “Tidak apa-apa…”
“Lekas pakai bajumu, mari kita pulang bersama!”
kata si onghui kembali.
Kembali si Bok Ek terperanjat. “Benarkah di kolong
langit ini ada dua orang yang suaranya sangat mirip
satu dengan lainnya?” ia menanya dalam hatinya,
yang terus berdebaran.
Satu pengiring menjumput jubah sulam dari siauwongya,
sembari berbuat begitu, ia pandang Kwee Ceng
dengan bengis dan memdamprat: “Binatang cilik! Lihat,
kau telah bikin kotor jubah ini!”
Satu pengiring lain, yang tangannya mencekal
cambuk, terus saja menghajar ke arah kepala si anak
muda, atas mana, Kwee Ceng berkelit, sebelah
tangannya diangkat, untuk menangkap lengan orang,
berbareng dengan mana, satu kakinya menyapu. Tidak
ampun lagi, pengiring itu roboh terguling. Tapi Kwee
Ceng tidak berhenti sampai disitu, ia rampas cambuk
orang itu, guna dipakai menyabet hingga tiga kali.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
“Siapa suruh kau menganiaya rakyat jelata!” ia
menegur.
Orang senang melihat kejadian itu. Belasan
serdadu maju, untuk menolongi kawannya itu, tetapi
tempo mereka mulai menyerang Kwee Ceng, satu
demi satu, mereka ditangkap si anak muda, lalu
dilemparkan saling susul.
Siauw-ongya menjadi gusar. “Kau masih berani
main gila?!” tegurnya. Ia terus lompat, untuk tolongi
dua serdadu yang dilemparkan paling belakang, habis
mana, ia tendang itu anka muda.
Kwee Ceng berkelit, lalu ia menyerang. Dengan
begitu, keduanya jadi bertempur lagi.
“Jangan! Jangan berkelahi!” onghui berseru
mencegah.
Terhadap ibunya, siauw-ongya itu agaknya tidak
takut, malah ia seperti termanjakan. Ia berkelahi terus,
sembari berkelahi, ia menyahuti: “Tidak, ibu , tidak
dapat tidak, ini hari aku mesti labrak dia ini!”
Setelah belasan jurus, siauw-ongya itu berkelahi
dengan hebat sekali, rupanya ia hendak banggakan
kegagahannya di depan ibunya. Kwee Ceng lantas
terdesak lagi, dua kali ia kena dibikin memegang
tanah.
Selama itu, Bok Ek tidak pedulikan segala apa
disekitarnya, sepasang matanya terus diarahkan
kepada joli indah itu. Maka tempo tenda tersingkap, ia
dapat melihat satu wajah dengan sepasang mata jeli
dan rambut yang bagus, sinar mata itu ayu sekali,
mengawasi kedua anak muda yang lagi bertarung itu.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Mengawasi mata orang itu, Bok Ek berdiri menjublak
bagaikan patung.
Kwee Ceng dirobohkan dua kali, dia bukan
menyerah kalah, ia menjadi lebih kosen, maka kali ini,
ia tidak dapat dirobohkan pula. Ia bertubuh kuat, ia
dapat melayani pukulan berulang-ulang kepada
tubuhnya itu. Ia pun menang ‘kang-lat’ atau tenaga
latihan, ia menjadi ulet sekali.
Itu waktu, Oey Yong dan Thong Hay telah berlarilari
balik, sekarang di rambutnya Sam-tauw-kauw, Ular
Naga Kepala Tiga itu, ada ditancapkan cauw-piauw
atau tanda barang hendak dijual, dengan begitu
berarti, Thong Hay hendak menjual kepalanya itu! Ia
hanya tidak tahu bahwa ia telah dipermainkan oleh
Oey Yong, lawannya yang lincah dan licik itu. Di
belakang mereka tidak tertampak dua Siluman,
mungkin mereka telah kena dirobohkan pemuda itu.
Nio Cu Ong bertiga menjadi heran, hingga mereka
menduga-duga, Oey Yong itu sebenarnya orang
macam apa.
Selagi bertempur, lengan Kwee Ceng kena dihajar
satu kali, lalu ia membalas memukul paha siauwongya.
Mereka jadi semakin sengit berkelahinya. Kwee
Ceng berkelahi dengan ilmu silat Hun-kin Co-ku-hoat,
untuk merabu otot dan tulang musuh, siauw-ongya
sebaliknya dengan Kim-na-ciu, ilmu menangkap yang
terdiri ari tujuh puluh dua jurus. Maka itu, keduaduanya
saling terancam hilang jiwa atau terluka parah.
Karena ini Leng Tie Siangjin dan Nio Cu Ong lantas
menyiapkan senjata rahasia mereka, untuk menolong
apabila siauw-ongya benar-benar terancam jiwanya.
Mereka adalah orang-orang tua yang kosen, sungkan
mereka mengepung Kwee Ceng, sebaliknya mereka
merasa, kapan perlu, bisa mereka mencegah Kwee
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Ceng menurunkan tangan jahat terhadap si pangeran
muda.
Tag:Penelusuran yang terkait dengan cersil cersil indo cersil mandarin full cerita silat mandarin online cersil langka cersil mandarin lepas cerita silat pendekar matahari kumpulan cerita silat jawa cersil mandarin beruang salju. cerita silat pendekar matahari cerita silat indonesia cerita silat kho ping hoo cerita silat mandarin online cerita silat mandarin full cerita silat jawa kumpulan cerita silat cerita silat jawa pdf