Rabu, 12 April 2017

Cersil Langka Kwee Ceng 8

baca juga
“Apakah kau tidak kenal kecukupan, Nona?” Ong
Cie It menegaskan. “Kau tahu, pengajarannya itu tiga
hari melebihkan pengajaran lain orang sepuluh tahun!”
“Totiang benar juga,” kata Liam Cu, yang terus
berdiam tapi cuma sejenak, terus ia menanya: “Apakah
totiang ketahui dimana adanya Ang Locianpwee itu
sekarang?”
Cit It tertawa pula. “Perkataanmu menyulitkan aku,
Nona!” ia berkata. “Adalah pada duapuluh tahun yang
lampau aku menemui dia di puncaknya gunung Hoa
San, habis itu aku tidak melihat dan mendengarnya
pula.”
Liam Cu merasa kecewa, perlahan-lahan ia
bertindak keluar.
“Ong Totiang, siapakah itu Ang Locianpwee?” Han
Siauw Eng menanya. Sejak tadi si nona sudah tertarik
hatinya mendengar disebutnya orang itu yang ada dari
tingkat lebih tinggi dan tua (locianpwee).
Imam she Ong itu tersenyum, ia balik ke
pembaringannya.
“Han Lie-hiap,” Ong Cie It menanaya, “Pernahkah
kau mendengar sebutan Tong Shia See Tok, Lam Tee
Pak Kay dan Tiong Sin Thong?”
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Nona Han itu berpikir. “Rasanya pernah aku
mendengar tetapi aku tidak tahu apa artinya itu
semua.”
Tiba-tiba Kwa Tin Ok memeotong: “Ang Locianpwee
itu bukankah Pak Kay dari Lam Tee Pak Kay itu?”
“Benar,” Ong Cie It memberikan jawabannya. “Tiong
Sin Thong itu adalah almarhum Ong Cinjin yang
menjadi guru kami.”
Kanglam Liok Koay kagum mendengar si orang she
Ang sama tersohornya dengan gurunya Coan Cin Cit
Cu.
Khu Cie Kee menoleh kepada Kwee Ceng, sembari
tertawa ia berkata: “Bakal istrimu itu ada muridnya Kiu
Cie Sin Kay yang ternama besar, di belakang hari
siapa yang nanti berani menghinamu?”
Mukanya Kwee Ceng menjadi merah, berniat ia
membantah tetapi ia tidak dapat membuka mulutnya.
“Ong Totiang,” kemudian Han Siauw Eng menanya
pula. “Kau cuma menekan pundaknya si nona, cara
bagaimana kau lantas bisa mendapat tahu dialah
muridnya Kiu Cie Sin Kay itu?”
Selagi Cie It belum menyahuti, Cie Kee menggapai
kepada Kwee Ceng, siapa sudah lantas datang
menghampirkan. Mendadak saja ia menekan pundak
si anak muda.
Kwee Ceng pernah mendapat pelajaran rahasianya
ilmu dalam dari Ma Giok, pelajaran yang disebut Hianbun
Ceng-cong, ia juga telah makan darahnya ular,
tenaga dalamnya kokoh sekali, dari itu tidaklah ia
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
roboh tertekan si imam.
Khu Cie Kee tertawa. “Anak yang baik!” katanya
seraya mengangkat tekanannya.
Kwee Ceng tidak berani melawan lebih jauh tenaga
dalam si imam itu tapi justru itu, ia ditekan pula. Kali
ini, tidak ampuj lagi, ia roboh terjengkang, sebab ia
tidak bersiaga. Tapi ia tidak roboh terguling, begitu
pula tangannya mengenakan tanah, ia sudah
berlompat berdiri pula.
Menyaksikan itu, semua orang tertawa.
“Anak Ceng,” Cu Cong lantas berkata, “Khu Totiang
telah memberikan kau pelajaran, kau ingatlah baikbaik.”
Kwee Ceng menyahuti sambil mengangguk.
“Han Lie-hiap,” Khu Cie Kee berkata pula, sekarang
kepada Han Siauw Eng, “Siapa pun yang mempelajari
ilmu silat, jikalau ia ditekan secara barusan, mesti ia
roboh terjengkang, cuma ilmu silatnya Kiu Cie Sin Kay
yang tidak mempan tekanan, paling-paling orang
terhuyung ke depan. Sebabnya ini ialah kepandaian
Ang Locianpwee itu banyak yang bertentangan sama
ilmu silat yang kebanyakan.”
Liok Koay kagum untuk pengetahuan luas dari
kaum Coan Cin Pay itu.
“Apakah Ong Totiang pernah melihat Kiu Cie Sin
Kay bersilat?” Cu Cong tanya.
“Pada duapuluh tahun dulu itu,” menyahut Ong Cie
It, “Kiu Cie Sin Kay telah berkumpul berlima bersama
Oey Yok Su di puncak gunung Hoa San, di mana
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
mereka merundingkan ilmu silat pedang, karena aku
senantiasa mendampingi guruku, aku jadi dapat
mendengar penguraiannya Kiu Cie Sin Kay itu.”
“Bukankah Oey Yok Su itu adalah Tong Shia dari
Tong Shia See Tok?” Tin Ok tanya pula.
“Benar,” menjawab Tiang Cun, yang terus berpaling
pada Kwee ceng sambil tertawa mengatakan: “Syukur
Ma Suko telah ajarkan kau ilmu silat tetapi si antara
kamu belum ada hubungan murid dan guru, jikalau
tidak, mungkin terbit salah paham. Kau mesti terlebih
rendah tingkatannya daripada bakal istrimu itu, dengan
begitu seumurmu, tidak nanti kau dapat menanjak
naik….”
Kwee ceng jengah, mukanya merah. “Tidak dapat
aku menikah dengannya,” katanya.
Khu Cie Kee heran, hingga air mukanya berubah.
“Kenapakah?” tanyanya.
Han Siauw Eng menyayangi muridnya itu, ia
merasa kasihan, ia mewakilkan menyahut. “Kami cuma
ketahui turunan Yo toako adalah anak laki-laki, maka
itu selama di Mongolia anak Ceng ini sudah
bertunangan. Oleh Khan besar dari Mongolia, Jenghiz
Khan, ia telah diangkat menjadi Kim-to Hu-ma.”
Mendengar keterangan itu, Khu Cie Kee tertawa
dingin. “Bagus betul!” katanya. “Orang adalah satu
putri, pantaslah dia beda daripada yang lainnya. Tetapi
disini adalah mengenai pesan orang tua mereka.
Adakah kamu tidak memeprdulikan itu?!”
Kwee Ceng menjadi ketakutan, ia lantas saja
menekuk lututnya. “Teecu belum pernah sekali juga
bertemu sama ayahku almarhum,” ia berkata, “Dari itu
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
tidak tahu teecu tentang pesan ayahku itu. Sukalah
Totiang memberi petunjuk?”
Cie Kee tertawa. “Ya, kau tidak dapat
dipersalahkan!” katanya. Tadi ia tak ingat akan hal ini.
Habis itu lalu ia menutur kejadian pada delapanbelas
tahun yang lampau di Gu-kee-cun, bagaimana ia
berkenalan sama Kwee Siauw Thian dan Yo Tiat Sim,
bagaimana ia sudah pukul mundur musuh, bagaimana
ia menyusul dua orang itu hingga jadi bentrok sama
Kanglam Cit Koay, dengan kesudahannya dibuat
perjanjian pibu antara keturunannya Siauw Thian dan
Tiat Sim itu.
Kwee Ceng lantas saja menangis. Baru sekarang ia
ketahui jelas tentang dirinya sendiri. Ia berduka untuk
sakit hati ayahnya, sakit hati mana belum terbalas.
Karena ini juga ia menjadi ingat baik-baik budi semua
gurunya.
Han Siauw Eng menghibur muridnya, ia kata:
“Sudah lumrah, laki-laki mempunyakan tiga istri serta
empat gundik, maka itu belakang hari bolehlah kau
memberitahukan kepada Khan yang agung halnya kau
akan menikah dua istri. Ini toh untuk kebaikan kedua
pihak, bukan?”
Kwee Ceng menepas air matanya. “Aku juga tidak
akan menikahi Putri Gochin!” katanya.
Nona guru itu menjadi terkejut dan heran.
“Kenapakah?” tanyanya.
“Aku tidak senang ia menjadi istriku,” Kwee Ceng
menyahut dengan terus terang.
“Bukankah kau kenal ia dengan baik dan pernah
bergaul rapat?” Siauw Eng menanya pula.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
“Ya, tetapi aku pandang ia sebagai adik saja,
sebagai sahabat. Aku tidak ingin menikah dengannya.”
Khu Cie Kee menjadi girang mendengar itu. “Anak
yang baik, kau bersemangat!” pujinya. “Peduli apa dia
Khan yang agung atau tuan putri, kau baiklah turut
pesan ayahmu almarhum dan paman Yo-mu itu, kau
menikah dengan nona barusan!”
Kwee Ceng menggeleng kepala. “Aku juga tidak
akan nikahi nona ini,” katanya.
Semua orang menjadi heran, tidak tahu mereka apa
yang dipikirkan pemuda ini.
“Apakah kau telah mempunyai nona lain yang kau
penujui?” tanya Siauw Eng perlahan. Dasar wanita,
nona Han ini dapat menyelami hati orang.
Muka Kwee Ceng menjadi merah, dia berdiam
sejenak, baru ia mengangguk.
Han Po Kie dan Khu Cie Kee terperanjat. “Siapakah
nona itu?!” tanya mereka keras.
Kwee Ceng mengasih dengar suaranya perlahan, ia
tidak menjawab.
Sedeik itu, Han Siauw Eng lantas ingat Oey Yong,
yang ia telah perhatikan ketika malam itu bertempur
dengan Bwee Tiauw Hong dan Auwyang Kongcu
beramai di dalam istana pangeran. Ia ketahui nona itu
berkulit putih bersih dan cantik menarik.
“Bukankah kau maksudkan si nona baju putih?” ia
tegaskan muridnya itu.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Kwee Ceng tidak menjawab tetapi mukanya
menjadi merah.
“Siapakah dia itu?” Khu Cie Kee tanya si nona Han.
“Aku dengar Bwee Tiauw Hong memanggil ia
sumoay dan kepada ayahnya suhu…” menjawab
Siauw Eng perlahan sekali. (Sumoay = adik
seperguruan wanita dan suhu = suhu)
Dua-dua Kwa Tin Ok dan Khu Cie Kee terperanjat,
hingga mereka berlompat bangun. “Mustahilkah ia
putrinya Oey Yok Su?” tanya mereka berbareng.
Siauw Eng tarik tangan muridnya, untuk si murid
datang dekat kepadanya. “Anak Ceng, apakah nona itu
she Oey?” ia menanya perlahan.
Kwee Ceng mengangguk. “Ya,” sahutnya, perlahan
juga.
Mendapat jawaban itu, Han Siauw Eng tergugup.
“Apakah ayahnya yang jodohkan kau dengan
putrinya?” tanya Cu Cong.
“Aku belum pernah bertemu dengan ayahnya dan
tidak tahu siapa itu ayahnya,” si murid menjawab.
“Kalau begitu, kamu jadi mufakat berdua saja?” Cu
Cong menanya pula.
Kwee Ceng tidak mengerti jelas, ia membuka lebar
matanya tanpa menjawab.
“Bukankah dia mengatakan mesti menikah
dengamu dan kau membilang akan nikahi dia?”
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
“Tidak pernah dikatakan begitu…” sahut Kwee
Ceng, yang terus berdiam, tetapi sesaat kemudian ia
menambahkan: “Tidak usahlah itu dijelaskan lagi. Aku
tidak dapat tidak mempunyai dia dan dia juga tidak
dapat tidak mempunyai aku, hati kita sama
mengetahuinya….”
Han Po Kie belum pernah mengenal asmara,
mendengar itu ia menjadi tidak puas. “Habis
bagaimana jadinya!” ia membentak.
Cu Cong lain lagi. Berkata ini guru yang nomor dua:
“Kau tahu tidak, ayahnya nona itu adalah satu iblis
besar, yang kalau membunuh orang tidak pernah
mengicap matanya? Jikalau ia ketahui kau secara
diam-diam mencuri mengambil hati anak gadisnya,
apa kau sangka kau masih mempunyai jiwamu itu?
Bwee Tiauw Hong belum mewariskan satu persepuluh
dari kepandaian gurunya itu, dia sudah sangat lihay,
maka jikalau tuan dari Pulau Tho Hoa To itu hendak
membunuh kau, siapa yang dapat menolonginya?”
“Yong-jie demikian baik, aku pikir….aku pikir
ayahnya tak mungkin bukan orang baik-baik,” berkata
si murid perlahan.
“Angin busuk!” membentak Po Kie, yang tetap
murka. “Kau mesti bersumpah bahwa untuk
selanjutnya kau tidak akan bertemu pula dengan nona
itu!”
Kanglam Liok Koay sangat membenci Hek Hong
Saing Sat yang telah membinasakan Siauw Mie To
Thio A Seng si Buddha Tertawa, dengan sendirinya
mereka jadi membenci juga guru orang itu.
Kwee Ceng menjadi susah hati. Di satu pihak
adalah guru-gurunya yang telah melepas budi banyak
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
kapadanya, dilain pihak adalah cinta sejati. Ia pikir,
kalau seumurnya ia tidak dapat bertemu lagi Oey
Yong, apakah artinya hidupnya itu – buat apa ia
menjadi manusia? Ia jujur dan polos, dari itu halus
sekali perasaannya. Tempon ia mendapat lihat gurugurunya
itu mengawasi ia dengan bengis, hancur rasa
hatinya. Ia lantas menekuk lutut, air matanya turun
mengalir di kedua pipinya.
Han Po Kie lantas maju setindak. “Lekas bicara!” ia
membentak.
Belum lagi Kwee Ceng menyahuti, di luar jendela
sudah terdengar suaranya seorang wanita muda:
“Kenapa kamu main paksa orang?!” Tercenganglah
Tin Ok semua. Sedang begitu, si nona itu telah berkata
pula: “Engko Ceng, lekas keluar!”
Kwee ceng kenali suaranya Oey Yong, ia kaget dan
berbareng heran. Ia lantas berbangkit dan memburu
keluar. Di depannya berdiri si nona cantik, tangan
kirinya memegangi pelana kuda Han-hiat Po-ma.
Kuda merah itu meringkik panjang, apabila ia
melihat ini anak muda, lalu kedua kaki depannya
diangkat, untuk berjingkrakan.
Han Po Kie bersama Cu Cong dan Coan Kim Hoat
memburu keluar, diikuti Khu Cie Kee berempat.
Menampak ketiga guru itu, Kwee Ceng menunjuk
kepada si nona seraya berkata; “Sam-suhu, inilah dia
si nona, dia bukannya siluman!”
Oey Yong menjadi gusar. “Hai, orang kate terokmok
yang menyebalkan untuk dilihat, kenapa kau berani
memaki aku perempuan siluman?!” dia menanya
sambil membentak. Dia pun segera menuding Cu
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Cong tanpa menanti lagi jawabannya Ma Ong Sin si
Malaikat Raja Kuda, untuk menambhakan: “Ada lagi
kau, mahasiswa iblis yang jorok kotor, kenapa kau
mencaci ayahku? Kenapa kau katakan ayahku satu
iblis besar yang membunuh orang tidak mengicap
mata?!”
Biauw Ciu Sie-seng si Mahasiswa Tangan Lihay
sabar, ia tidak sudi melayani seorang nona, maka itu ia
tersenyum. Ia mesti akui nona ini sangat cantuk,
seumurnya belum pernah ia lihat lain nona yang
melebihkannya, jadi tidaklah heran yang Kwee Ceng
menjadi jatuh hati kepada si nona.
Tapi beda dengan kakaknya yang kedua ini, Han Po
Kie gusar bukan main, sampai kumisnya bangun
berdiri. “Pergi kau! Lekas kau pergi!” ia mengusir.
Bukannya si nona Oey itu pergi, ia justru menepuknepuk
tangan, ia bernyanyai; “Hai, labu parang! Hai,
bola kulit bundar! Ditendang satu kali, lalu
bergelindingan!”
“Jangan nakal, Yong-jie!” kata Kwee Ceng lekas
mencegah. “Inilah guruku….”
Han Po Kie maju, ia mengulurkan tangannya akan
menolak si nona itu untuk diangkat pergi.
Masih Oey Yong bernyanyai: “Labu parang! Bola
kulit bundar!” Ia pun mundur dari tangannya si kate
terokmok itu, hanya sambil mundur, mendadak
tangannya menyambar pinggang Kwee Ceng, yang
etrus ia bawa berlompat, maka sedetik kemudian,
keduanya sudah bercokol di atas kuda merah, tempo
mana si nona itu mengedut tali les, Han-hiat Po-ma
membuka tindakan lebar dan kabur!
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Han Po Kie boleh sangat gesit dan sebat tetapi
tidak snaggup ia menyandak kuda jempolan itu.
Ketika kemudian Kwee Ceng sempat menoleh ke
belakang, wajah Po Kie semua terlihat hanya samarsamar
saja, lantas bergelempang hitam, terus lenyap,
saking keras larinya si kuda merah itu!
Oey Yong mencekal les dengan tangan kanan,
tangan kirinya memegang tangannya si anak muda,
hatinya berdenyut keras, walaupun belum lama
mereka berpisahan, Kwee Ceng sendiri bingung sekali.
Berat untuknya akan perpisahan secara demikian dari
keenam gurunya itu, sebaliknya, pepat juga hatinya
kapan ia mengingat gurunya itu hendak memisahkan
ia dari pacarnya. Mana bisa ia tunduk kepada mereka
itu?
Kabur kira-kira satu jam lamanya, Han-hiat Po-ma
telah terpisah duaratus lie dari kota Yan-khia. Sampai
disitu barulah Oey Yong menarik tali les kudanya,
untuk mengasih kudanya berhenti. Lantas ia lompat
turun dari binatanag tunggangannya itu, diturut oleh
pemuda pujaannya itu. Kuda itu menggosok-gosok
lehernya ke pinggang si anak muda, menandakan
kelulutannya.
Sepasang muda-mudi ini berpegagan tangan,
mereka berhadapan tanpa mengucapkan sepatah
kata. Banyak yang mereka ingin ucapkan, tetapi
mereka tidak tahu harus bagaimana memulainya.
Cuma hati mereka yang berbicara satu pada
lain……….
Beberapa saat kemudian, baru Oey Yong
melepaskan tangannya dari tangan Kwee Ceng. Ia
merogoh ke kantung kulit di pelana, ia menarik keluar
sepotong sapu tangan, terus ia pergi ke tepi kali kecil
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
di dekatnya, untuk mencelup saputangan itu, kemudian
ia kembali ke pemudannya.
“Kau pakailah ini,” katanya perlahan, meminta orang
menyusut mukannya yang keringatan.
Kwee Ceng berdiri bengong, agaknya ia berpikir
keras sekali. Ia tidak menyambuti saputangan itu,
hanya sekonyong-konyong ia berkata, keras; “Yong.jie,
tidak dapat kita berbuat begini….”
Pemudi itu terperanjat, ia menatap, “Apa katamu?”
tanyanya.
“Kita harus kembali,” Kwee Ceng bilang. “Kita mesti
menemui guruku semua…!”
Kembali Oey Yong terperanjat. “Kembali?” ia
menegasi. “Kita kembali bersama?”
“Benar!” sahut pemuda itu. “Hendak aku mencekal
tanganmu, kepada guruku semua dan Ma Totiang
beramai ingin aku mengatakan; ‘Inilah Yong-jie! Dia
bukannya siluman perempuan!’” Sembari berkata
begitu, ia menarik tangan yang putih mulus dan lemas
dari si nona, kemudian ia angkat kepalanya, untuk
mengawasi wajah orang. Ia agaknya hendak
mengatakan pula; “Suhu, budi kamu besar laksana
gunung, walaupun tubuhku hancur luluh, sukar aku
membalasnya…Tapi, tapi Yong-jie bukannya siluman,
dialah satu nona yang baik sekali…” ia hendak omong
banyak, tapi cuma sampai di situ, berhentilah
pikirannya melamun.
Mulanya Oey Yong tersenyum, ia anggap orang
jenaka sekali, tetapi kemudian hatinya tergerak. Ia
lantas berkata: “Engko Ceng, semua gurumu sangat
benci aku, percuma kau omong banyak dengan
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
mereka itu. Sudahlah, jangan engkau kembali! Mari
kita pergi ke sebuah gunung sunyi, atau ke sebuah
pulau mencil di laut, supaya mereka itu selama
umurnya tidak dapat mencari kita….”
Kwee Ceng tetap menatap. “Yong-jie,” katanya,
suaranya mantap, “Tidak dapat tidak, kita mesti
kembali.”
“Tapi mereka itu hendak memisahkan kita, nanti kita
tidak bakal bertemu pula,” kata si nona pula.
“Biarnya mati, kita tidak bakal berpisah!” si pemuda
memastikan.
Semangat Oey Yong terbangun, kalau tadi hatinya
berdebaran, sekarang hatinya itu menjadi mantap.
“Benar!” pikirnya. “Paling banyak kita mati! Mustahil
ada yang lebih hebat dari kematian?” Maka ia kata:
“Engko ceng, untuk selama-lamanya aku akan dengar
perkataanmu! Sampai mati juga kita tidak akan
berpisah!”
“Memang!” sahut si anak muda. “Aku sudah bilang,
kau adalah satu nona yang manis!”
Nona itu tertawa. Ia merogoh pula kantong kulitnya,
sekarang ia mengeluarkan sepotong besar daging
mentah, ia gulung itu dengan lumpur, terus ia tambus.
Ia menyalakan api dengan kayu kering.
“Biarlah si kuda lecil merah beristirahat,” kata pula si
nona. “Habis beristirahat baru kita kembali.”
Kwee Ceng mengangguk, hatinya puas.
Tidak lama kemudian keduanya mulai menggayem
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
daging tambus itu, kuda mereka juga sudah kenyang
makan rumput. Sebentar kemudian, dengan menaiki
kuda, mereka ambil jalan dari mana tadi mereka
datang. Di waktu lohor, mereka tiba di hotel. Turun dari
kudanya, Kwee Ceng pegang tangannya Oey Yong
untuk diajak masuk ke dalam.
Pelayan hotel girang melihat kembalinya anak si
muda, ia menyambuti dengan wajah berseri-seri. Ia
pernah menerima persen dari Kwee Ceng.
“Kau baik, Tuan?” tegurnya. “Mereka itu sudah
berangkat pergi. Tuan ingin dahar apa, silakan
sebutkan.” katanya.
Tapi Kwee Ceng terperanjat. “Mereka sudah pergi?”
ia mengulangi. “Adakah pesanannya?”
“Tidak, mereka menuju ke Selatan, perginya sudah
selang dua jam.” jawab si jongos.
“Mari kita susul mereka!” Kwee Ceng mengajak
kekasihnya.
Oey Yong menurut, maka mereka tinggalkan rumah
penginapan itu, mereka kaburkan kuda mereka ke
arah yang disebutkan si pelayan itu, yang heran
menampak orang pergi secara demikian kesusu. Di
sepanjang jalan mereka memasang mata. Sampai
sore, mereka tidak dapat menemukan Kanglan Liok
Koay.
“Mungkin suhu telah mengambil lain jalan,” kata
Kwee Ceng. Ia membaliki kudanya.
Han-hiat Po-ma kuat sekali, walaupun
penunggangnya dua orang, ia dapat lari tak kurang
cepatnya, ia tidak menjadi lelah. Hanya sampai cuaca
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
gelap, mereka tetap tidak melihat Kanglam Liok Koay
atau ketiga orang Coan Cin Pay. Kwee Ceng menjadi
masgul.
Oey Yong menghibur. Katanya: “Di harian Tiong Ciu
mereka bakal berkeumpul di Yan Ie Liauw di Kee-hin,
di sana kau pasti bakal dapat menemukan mereka.”
“Untuk sampai kepada hari raya Tiong Ciu,
temponya masih setengah tahun lagi,” kata si anak
muda, lesu.
Tapi si nona tertawa manis. “Selama setangah
tahun kita toh dapat pesiar ke segala tempat
kenamaan!” katanya. “Apakah itu tidak terlebih
bagus?”
Mau tidak mau, Kwee Ceng menyatakan setuju.
Hatinya menjadi lega juga.
Keduanya lantas memasuki dusun, akan mencari
penginapan, guna melewatkan sang malam.
Besoknya Kwee Ceng membeli seekor kuda putih
yang besar, untuk ia, supaya Oey Yong dapat menaiki
kuda merah kecil itu seorang diri. Tidak leluasa untuk
mereka terus menunggang seekor kuda.
Oey Yong tidak dapat menampik kehendak
pemudanya itu.
Demikian dengan merendengkan kuda, mereka
berjalan perlahan-lahan, untuk menikmati keindahan
sang malam. Mereka pergi tanp tujuan. sering mereka
turun dan duduk saling menyender di tempat yang
sepi. Kalau singgah dan bermalam, mereka pun
menyewa sebuah kamar. Hati mereka lapang, tidak
ada pikirab yang bukan-bukan yang menyandingi
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
mereka. Mereka melainkan memikirkan pesiar dan
terbukalah hari mereka.
Pada suatu hari tibalah meteka di Baratnya
perbatasan antara Liongkeng-hu dan Tayleng di
sebelah timur kota raja. Ketik aitu sudah mendekati
hari raya Toan-yang, hawa udara mulai panas. Dahi
Oey Yong telah berkeringatan. Selagi mereka hendak
cari tempat untuk meneduh, si nona mendengar suara
mengericiknya air . Ia lantas larikan kudanya ke arah
suara itu. Untuk girangnya ia mendapatkan sebuah kali
kecil, sampai ia berseru.
Kwee Ceng mengasih kudanya lari menyusul.
Kali itu berair bening, hingga nampak dasarnya. Di
kedua tepinya ada tumbuh banyka pohon yang-liu,
yang cabang dan daunnya meroyot ke air. Di dalam air
pun terlihat sejumlah ikan berenang pergi datang.
Oey Yong gembira sekali, hingga ia membuka
pakaian luarnya, lalu terjun ke air.
Kwee Ceng terkejut, hingga ia menjerit. Ia lari ke
tepian, hatinya lega. Segera ia melihat si nona
berenang di dalam air, menangkap dua ekor ikan yang
panjangnya kira-kira satu kaki, ketika diangkat ke
muka air, ekornya kedua ikan itu bergerak-gerak,
begitupun kepalanya.
“Sambut!” si nona berseru, kedua tangannya
terayun.
Kwee Ceng sudah lantas menyambuti, ia bisa
memegang kedua ikan itu, tetapi saking licinnya, ikan
itu melejit dan lolos, jatuh ke tanah, di mana keduanya
berloncatan.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Oey Yong tertawa geli. “Engko Ceng, mari turun,
kita berenang!” ia memanggil.
Kwee Ceng tidak bisa berenang, ia menggeleng
kepala. Ia menjadi besar di gurun pasir.
“Turunlah, nanti aku ajari!” kata si nona.
Pemuda ini menjadi tertarik, maka ia pun membuka
baju luarnya, lalu turun ke kali. Ia tidak menerjun
seperti si nona, tetapi ia turun dengan perlahan-lahan,
tangannya pun diulurkan. Si nona jail sekali, ia
menghampirkan, tahu-tahu ia telah merabuh kaki
orang, maka tidak tempo lagi, tubuh Kwee Ceng
terpelanting. Ia kaget, karenanya, ia menegak air! Oey
Yong lekas pegangi tangan orang, ia menertawai.
“Begini menggeraki tangan,” si nona benar-benar
lantas mengajari. Ia pun membilangi, untuk selulup
mesti menahan napas dan mata dapat dirapati atau
dimeleki.
Untuk Kwee Ceng, pelajaran berenang itu gampang
sekali. Dengan dapat mengatur napasnya, dengan
cepat ia telah dapat mengerti. Demikian ia bisa
berenang hilir mudik dan selulup timbul. Tentu sekali,
ia menjadi bertambah gembira, sedang kawannya
demikian manis dan lincah.
Tidak puas dengan mandi di satu tempat saja,
mereka berenang mudik, sampai kuping mereka
mendapat dengar suara air nyaring. Kemudian
ternyata, di Selatan itu ada air terjun yang yang
tingginya lebih daripada sepuluh tombak, bagaikan
rantai perak, air meluncur turun.
“Engko Ceng,” kata si nona sangat bergembira,
“Mari kita mendaki air tumpah itu!”
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
“Baik, mari kita mencoba!” Kwee Ceng menyambut.
“Kau pakailah baju lapismu!”
“Tidak usah!” menyahut si nona. “Mari kita mulai!”.
Kata-kata itu disusul sama gerakan tubuh yang
lincah, berbareng dengan mana, si pemuda pun
menggeraki kaki tangannya. Tapi air deras sekali,
keduanya gagal. Beberapa kali mereka mencoba,
tetapi mereka tidak berhasil.
Kwee Ceng penasaran sekali. “Baiklah kita
beristirahat, besok kita coba pula!” katanya pada
kawannya.
“Baik!” tertawa Oey Yong. Ia pun penasaran.
Besoknya percobaan diulangi, kali ini mereka dapat
naik hingga setombak lebih. Hati mereka menjadi
besar, mereka mencoba terus. Inilah suatu latihan
bagus bagi mereka, yang ilmunya ringan tubuh sudah
sempurna. Latihan ini terus dilakukan terus, maka juga
di hari kedelapan, Kwee Ceng bisa menyampaikan
puncak air terjun itu, dengan menyambar dan menarik
tangan orang, ia membantu Oey Yong naik juga.
Bukan main girangnya muda mudi ini.
“Mari kita turun pula!” Kwee Ceng mengajak. Lalu
keduanya menyebur mengikuti air tumpah itu.
Demikian mereka berlatih, naik dan turun. Dalam
sepuluh hari, Kwee Ceng dapat berenang dengan baik
walaupun ia masih kalan lincah dari si nona, ialah
untuk menangkap ikan, ia tak dapat menyaingi.
Puaslah hatinya sepasang anak muda ini, maka di
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
hari kesebelas baru mereka melanjuti perjalanan ke
Selatan. Sampai di hulu sungai Tiang Kang, hari mulai
sore. Terbuka hati Kwee Ceng menyaksikan
kebesarannya sungai itu, yang airnya terus mengalir,
gelombangnya saling susun.
“Kau mau berenang, engko ceng?” tanya si nona.
“Marilah!”
“Baik!” sahut si anka muda. Dan ia lompat turun dari
kuda putihnya, yang tepuk kempolannya. “Kau tidak
punya guna, pergilah!” Ia pun melepaskan tali les.
Dilain pihak, ia menghampirkan kuda merah.
Kapam kuda merah itu telah ditepuk, dengan berani
dia terjun ke sungai, sembari terjun ia meringkik keras
dan panjang, terus ia berenag pergi.
Kwee Ceng dan Oey Yong pun segera terjun, untuk
menyusul. Pandai berenangnya kuda merah itu, dia
mendahului di muka.
Di tempat dimana mereka terjun ini tidak ada lain
orang, dengan begitu mereka tidak menarik perhatian
siapa juga.
Belum begitu lama, tiba-tiba cuaca menjadi gelap.
Sebab mega sudah lantas bergumpal-gumpal, langit
menjadi mendung. Lalu kemudian terdengarlah suara
guntur saling susul dan terlihat kilat menyambarnyambar.
“Takutkah kau, Yong-jie?” Kwee Ceng tanya.
“Ada bersama-sama kau, aku tidak takut!”
menjawab si nona tertawa.
Pemuda itu tersenyum.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Di bawah hujan besar, mereka berenang terus
hingga di lain tepi di mana mereka mendarat. Mereka
menanti sampai air langit itu berhenti turun, ketika itu
tibalah sang malam dan rembulan memancarkan
sinarnya di langit yang bersih. Mendung sirna, mega
berkumpul lenyap.
Kwee Ceng mencari kayu kering, untuk menyalakan
api ungun, di situ mereka memanggang pakaian
mereka hingga kering, kemudian keduanya rebah tidur
di udara terbuka. Mereka polos, mereka tidak ingat
suatu apa.
Keduanya sadar besoknya fajar, tempo mereka
dengar suara ayam berkeruyuk dari sebuah rumah tak
jauh dari tepi sungai.
“Aku lapar!” berkata Oey Yong, yang menguap. Ia
berbangkit, untuk lari ke rumah tadi, sebentar
kemudian, ia sudah lari balik, bersama seekor ayam
jago yang besar di tangannya.
“Mari kita pergi ke sana, supaya pemilik rumah tidak
melihat kita,” Kwee Ceng mengajak.
Si nona mengangguk, lantas mereka berjalan
sampai sejauh satu lie kira-kira. Kuda merah terus
mengikuti mereka. Disini Oey Yong sembelih ayam itu,
lalu di cuci bersih, kemudian ia gulung dengan lumpur,
untuk ditambus. Maka dilain saat matanglah ayam itu,
rontok bulu dan kulitnya, terlihatlah dagingnya yang
gemuk. Disaat si nona hendak membeset ayam itu,
tiba-tiba ia dengar suara dari belakangnya; “Besetlah
menjadi tiga potong, pahanya kasih aku!”
Kedua muda-mudi itu terkejut. Bukankah kuping
mereka lihay? Kenapa mereka tidak dengar
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
berkelisiknya orang, hingga orang tahu-tahu sudah
berada dibelakang mereka? Mereka memutar tubuh
dengan cepat. Maka terlihatlah seorang pengemis usia
pertengahan, pakaiannya banyak tambalannya, cuma
anehnya, bahannya semua tersulam, hingga mirip
pakaian pengemis di atas pentas. Dia pun memegang
sebatang tongkat yang mirip batu pualam, sedang
dipunggungnya tergemblok sebuah cupu-cupu besar
yang merah warnanya. Wajah orang tampak acuh tak
acuh wajar sekali.
Belum lagi si muda-mudi itu memberi penyahutan,
mereka suka memabgi ayam mereka atau tidak, si
pengemis sudah lantas menjatuhkan diri duduk di
hapadan mereka, tangannya meraba punggungnya,
untuk mengambil cupu-cupunya itu, yang tutupnya ia
terus buka, maka di detik itu juga tersiarlah harumnya
arak. Dia menggelogoki arak itu beberapa ceglokan,
terus ia mengangsurkan kepada si anak muda.
“Eh, bocah, kau minumlah!” katanya.
Sebenarnya Kwee Ceng tidak puas untuk kelakuan
orang yang tak hormat itu, tetapi karena tingkah laku
itu aneh, tidak berani berlaku kasar. “Aku tidak minum
arak, lojinkee, kau minumlah sendiri!” sahutnya
hormat.
“Dan kau nona kecil, kau minum arak atau tidak?” si
pengemis itu menanya Oey Yong.
Si nona tidak menyahuti, ia cuma menggelengkan
kepalanya. Tapi sangat jeli matanya, dalam sesaat ia
telah dapat melihat jeriji tangan si pengemis yang
memegang tempat araknya. Untuk terkejutnya, jeriji itu
cuma sembilan, lenyap satu dari lima jeriji tangan
kanan! Ia lantas ingat kata-katanya Ong Cie It dan Khu
Cie Kee perihal Kiu Cie Sin Kay, si Pengemis Aneh
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Berjeriji Sembilan.
“Benarkah di kolong langit ini ada peristiwa begini
kebetulan?” ia tanya diri sendiri. “Baiklah aku dengar
suaranya.”
Nona ini tertawa di dalam hati apabila ia sudah
mengawasi wajah si pengemis yang terus
memandangi ayamnya, hidung dia itu bergerak-gerak,
mulutnya berkelemikan tanda mengilarnya. Tetapi ia
tidak memikir untuk menjaili orang, maka ia lantas
besat ayamnya dibagi dua, yang separuh ia sodorkan
pada orang tua itu. Pengemis itu menyambuti seperti
menyambar, terus ia masuki ayam itu kemulutnya, dan
terus menggayem. Sangat bernafsu ia mendaharnya
hingga lekas juga paha ayam itu termakan habis!
Tulang-tulang ayam itu ia semburkan.
“Sungguh lezat! Sungguh lezat!” ia memuji
berulang-ulang. “Biarnya aku si leluhur pengemis, tidak
bisa aku mematangi ayam selezat ini!”
Oey Yong tertawa, ia menyodorkan pula sepotong
lainnya.
“Ah, mana dapat!” pengemis itu menolak. “Kamu
berdua belum makan….” Mulutnya mengatakan begitu,
tetapi tangannya menyambuti, maka dilain saat, habis
sudah sebelah ayam tambus itu! Lantas ia menepuknepuk
perutnya. “Hai, perutku, perutku!” ia mengoceh
seorang diri, “Bukankah jarang sekali kau gegares
ayam begini lezat?”
Mau tidak mau, si nona tertawa geli.
Pengemis itu merogoh ke sakunya, mengeluarkan
sepotong besar perak, yang mana ia sodorkan kepada
Kwee Ceng. “Bocah, kau ambillah ini!” katanya.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Pemuda itu menggeleng kepalanya. “Kami
menganggap kau sebagai sahabat, kami tidak
menginginkan uang,” jawabnya.
Pengemus itu menyeringai, agaknya ia likat. “Inlah
sulit,” katanya. “Meskipun aku pengemis, tidak biasa
aku menerima budi orang sedikit juga.”
“Apakah artinya seekor ayam?” berkata Kwee Ceng
tertawa. “Laginya, ayam ini pun kami dapatkan dengan
jalan tangan panjang, tanpa perkenan dari
pemiliknya….”
Pengemis itu tertawa terbahak-bahak. “Ah, anak
muda, tabiatmu sama dengan tabiatku!” katanya.
“Mari, mari bilangi aku, kau ada niat apa, kau kasih aku
dengar!”
Belum lagi si pemuda menyahuti, Oey Yong sudah
dului padanya. “Aku masih punya beberapa macam
sayuran untuk kau cobai, lojinkee!” katanya manis.
“Maukah kau turut kami pergi ke pasar di sana?”
Pengemis itu nampaknya sangat girang. “Bagus,
bagus!” ia menyahuti.
“Lojinkee she apa?” Kwee Ceng menanya.
“Aku she Ang, anak yang ketujuh,” menjawab
pengemis itu. “Maka kamu berdua, anak-anak, kau
panggil saja aku Ang Cit Kong.”
“Ha, benar saja dia!” kata Oey Yong di dalam
hatinya. “Tapi dia masih begini muda, cara bagaimana
dia sama kesohornya dengan Coan Cin Cit Cu?....”
Walaupun ia memikir demikian, Oey Yong tidak
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
bilang suatu apa. Bertiga mereka sudah lantas berjalan
menuju ke Selatan, di mana ada sebuha dusun
namanya Kiang-bio-tin. Lantas saja mereka mencari
pondokan.
“Kamu berdua menanti sebentar, aku hendak
membeli bumbu,” kata Oey Yong, yang terus pergi
meninggalkan mereka.
Ang Cit Kong mengawasi belakang si nona, lalu ia
tertawa. Ia kata kepada Kwee Ceng, “Adakah dia itu
istrimu?”
Merah mukanya Kwee Ceng, sulit untuk ia
mengiakan atau menyangkal. Ang Cit Kong tidak
menanya pula, dia tertawa, lalu ia duduk nyender di
kursinya, matanya meram melek.
Tidak lama Oey Yong kembali dengan sayuran dan
bumbunya, ia pergi ke dapur untuk matangi itu. Kwee
Ceng hendak membantui, sembari tertawa, pemuda ini
ditolaknya.
Selang setengah jam, Ang Cit Kong menguap.
Segera ia mengendus-endus. “Ah, harum sekali!”
katanya. “Masakan apakah itu, ah?!” Ia melongok ke
arah dapur, lehernya diulur panjang-panjang.
Melihat tingkah lauk orang, Kwee Ceng tertawa di
dalam hati.
Bau wanginya barang hidangan mendesak, tetapi
Oey Yong belum juga muncul. Si pengemis jadi serba
salah, ia bangun, ia duduk, bangun pula, duduk
kembali.
“Kau tahu tabiatku?” katanya pada Kwee Ceng,
yang ia awasi. “Mulutku aneh, asal aku merasai
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
makanan lezat, lantas aku lupa segala apa!” Kali ini ia
tidak likat-likat lagi. Ia perlihatkan tangan kanannya, ia
menambahkan: “Orang dahulu membilang, jari telunjuk
dapat bergerak, inilah benar. Aku, asal aku melihat
orang dahar makanan lezat jeriji telunjukku ini lantas
bergerak-gerak tak hentinya, maka satu kali, sangking
sengit, aku bacok kutung padanya….”
“Oh….!” Kwee Ceng berseru.
Tapi si pengemis tertawa. Katanya pula; “Meski jari
tanganku lenyap, tabiatku tetap ada tak berubah…!”
Baru itu waktu Oey Yong muncul bersama sebuah
penampan, di atas itu ada dua mangkok nasi,
berasnya putih, secawan arak serta dua mangkok
sayuran. Dua magkok sayuran itu lantas dipindahlan
ke meja.
Kwee Ceng merasakan bau harum, tanda lezatnya
masakan itu. Masih ada semangkok masakan daging
yang menyiarkan bau terliebih harum lagi. Semangkok
yang lainnya pula masakan rebung campur-campu,
kuahnya hijau.
Oey Yong mengisikan cawan, ia letaki itu di depan
si pengemis.
“Cit Kong, mari cobai masakanku!” katanya sembari
tertawa.
Tanpa ditawarkan sampai dua kali, Cit Kong sudah
lantas menenggak araknya, lalu ia menyumpit dua
potong bakso di masuki ke dalam mulutnya, terus ia
menggayem, dengan asyik sekali, tandanya bakso itu
sangat lezat.
“Ah, aku tahu!” katanya kemudian. “Bakso ini adalah
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
campuran daging kambing, daging babi, daging
kerbau, dan daging…..daging….” Dan ia tidak dapat
menyebutkan itu.
“Kalau kau bisa membade, betul kau lihay, Cit
Kong!” Oey Yong tertawa. Tapi belum ia berhenti
tertawa, si pengemis itu sudha berseru: “Itulah daging
mencak dicampur daging kelinci!”
Si nona bertepuk tangan. “Bagus! Bagus!” pujinya.
“Kau sungguh lihay!”
Kwee Ceng sebaliknya mendoleng. “Hebat Yongjie!”
pikirnya. “Bagaimana dapat ia memasak semua
ini?”
Ang Cit Kong girang bukan main, ia menjepit pula
dua buah engtoh yang dimasak bersama sayur kuwah
hijau itu. “Aku tahu, inilah sup daun teratai campur
rebung campur engtoh!” katanya. Ia masuki engtoh itu
ke dalam mulutnya dan mengunyah. Mendadak ia
mengasih dengar suara “Ah!” berulang-ulang.
Kwee Ceng heran. Ia menduga, engtoh itu tentu
lezat sekali.
“Ah, nona kecil, aku takluk padamu!” kata Ang Cit
Kong kemudian, sesudah menguyah. “Pada sepuluh
tahun yang lampau, pernah aku makan makanan ini di
dapurnya kaisar akan tetapi rasanya tidak selezat ini!”
Oey Yong tertawa. “Cit Kong,” katanya, “Coba
bilangi, di dapur kaisar ada makanan apa lainnya yang
lezat, ingin aku mempelajarinya, supaya aku bisa
memasaki untukmu…”
Tapi tak sempat si pengemis berbicara, ia repot
dengan baksonya, dengan sayurnya, maka dilain saat,
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
maka semua makanan itu tinggal dua persepuluh
bagian. Baru kemudian ia berkata; “Di dapur kaisar
tidak ada barang makanan yang dapat melebihkan
masakanmu ini!”
Kwee Ceng heran, “Eh, Cit Kong, apakah kaisar
telah mengundang kau berjamu?” tanya ia.
Cit Kong tertawa tergelak-gelak. “Betul, kaisar telah
mengundang aku!” jawabnya. Cuma kaisar sendiri
tidak dapat mengetahuinya! Selama tiga bulan aku
sembunyi di atas penglari dapur kaisar, semua barang
hidangannya kaisar telah aku cobai satu demi satu,
mana yang lezat, aku hajar habis, mana yang tidak
lezat, aku biarkan si kaisar yang gegaras! Koki dan
lainnya semua heran, mereka sampai mengatakan di
dapurnya itu muncul dewa si rase besar!”
Dua-duanya Kwee Ceng dan Oey Yong bersenyum,
di dalam hati mereka berkata: “Ini orang sangat doyan
makan, mulutnya besar, tapi nyalinya pun gede…!”
“Eh, bocah!” tertawa pula si pengemis. “Kepandaian
masak istrimu ini inilah nomor satu di kolong langit ini!
Seumurmu, kau sangat berbahagia! Sungguh heran,
kenapa semasa aku muda, aku tidak pernah bertemu
nona semacam dia….?”
Kwee Ceng tertawa, begitu pun Oey Yong.
keduanya lantas berdahar, Si nona perutnya kecil,
sudah cukup ia makan satu mangkok. Kwee Ceng
sebaliknya menghabisi sampai empat mangkok,
sayurannya ia tidak perhatikan. Sayurannya telah
dikonpa si pengemis!
Habis meludaskan semangkok sayur, Ang Cit Kong
mengusap-usap perutnya. “Eh, anak-anak, aku tahu
kau mengerti ilmu silat,” katanya tiba-tiba. “Dan kau
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
bocah perempuan, kau masaki aku barang hidangan
lezat, aku taju, kau tidak mengandung maksud baik!
Kau tentunya menghendaki aku mengajarkan kau
beberapa jurus! Baiklah, tidak apa! Aku telah merasai
hidangan lezat, tidak enak jikalau aku tidak mengajari
kau! Mari, ikut aku!”
Ia berbangkit, ia gendol cupu-cupunya, ia cekal
tongkatnya, lantas ia berjalan keluar.
Tanpa membilang apa-apa, sepasang muda-mudi
itu mengikuti, sampai di sebuah rimba.
“Kau ingin mempelajari apa?” Cit Kong tanya Kwee
Ceng.
Pemuda itu berpikir; “Banyak sekali macamnya ilmu
silat di kolong langit ini. Kalau aku menginginkan
sesuatu, benarkah kau sanggup mengajarinya?” selagi
si pemuda berpikir, Oey Yong mendahului.
“Cit Kong, kepandaian dia ini tidak melebihkan aku,”
katanya. “Dia sering marah-marah, ingin sekali dia
menandingi aku!”
“Eh, kapan aku pernah marah terhadapmu…?”
tanya Kwee Ceng.
Oey Yong mengedipi mata pada pemudanya itu.
Kwee Ceng lantas menutup mulutnya.
Cit Kong tertawa, ia berkata: “Aku lihat gerak kaki
tanganmu, kau mesti mempunyai latihan dari beberapa
puluh tahun, maka kenapa kau tidak sanggup melawan
dia? Sekarang hayo kamu berdua bertempur, aku mau
lihat!”
Oey Yong jalan beberapa tindak. “Engko Ceng,
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
mari!” ia memanggil.
Pemuda itu bersangsi.
“Jikalau kau tidak pertontonkan kepandaianmu,
mana bisa lojinkee mengajarimu?” si nona berkata.
“Marilah!”
Kwee Ceng pikir si nona itu benar juga, maka lantas
ia kata pada si pengemis: “Apa yang pernah aku
pelajarkan tidak sempurna, aku minta sukalah lojinkee
memberi petunjuk.”
Cit Kong tersenyum. “Mengajari sedikit tidak apa,
mengajar banyak, itulah lain!” katanya.
Mendengar itu, Kwee Ceng melengak. Ia heran.
Justru itu Oey Yong berteriak. “Awas!” seraya
tangannya menyambar! Ia terkejut, lekas-lekas ia
menangkis. Tetapi si nona lihay sekali, ia menarik
tangannya, kakinya menggantikan merabuh ke bawah.
“Bagus nona cilik!” berseru Ang Cit Kong. “Kau
lihay!”
Si nona tidak melayani pujian itu, hanya seperti
berbisik ia kata kepada Kwee Ceng: “Mari bertempur
sungguh-sungguh….”
Kwee Ceng menurut, ia berkelahi dengan
bersemangat. Ia keluarkan ilmu silat ajarannya Lam
Hie Jin, yaitu Lam San Ciang-hiat.Hebat permainannya
ini disebabkan, sesudah meminum darah ular,
tenaganya bertambah berapa lipat.
Oey Yong melayani pelbagai serangan, setelah itu,
ia keluarkan kepandaian ciptaan Oey Yok Su,
ayahnya, yaitu “Lok Eng Ciang”. Dengan begitu
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
tenaganya lantas memain di delapan penjuru,
bagaikan badai mengamuk rimba pohon tho. Kwee
Ceng kontan menjadi repot, selagi ia kelabakan, empat
kali ia terhajar punggungnya. Habis itu si nona
berlompat keluar dari gelanggang, dia tertawa.
“Yong-jie, kau lihay!” Kwee Ceng memuji. Ia tidak
gusar atau malu, sebaliknya ia girang sekali. Ia tidak
dihajar keras oleh si nona.
Bab 25. Tipusilat “Naga Menyesal”
Ketika itu Ang Cit Kong berkata dengan dingin
kepada si nona, “Ayahmu ada mempunyai kepandaian
tinggi sekali, kenapa kau masih menghendaki aku
mengajari dia?”
Oey Yong terkejut, “Eh, kenapa dia mengenali ilmu
silat ayahku ini, yang ayah ciptakan sendiri?” pikirnya.
Lantas ia menanya: “Cit Kong, kenalkah kau ayahku?”
“Tentu saja!” sahut si pengemis, temberang. “Dia
Tong Shia dan aku Pak Kay! Selama beberapa tahun,
entah kita sudah bertempur beberapa puluh kali!”
Oey Yong heran. Ia berpikir pula : “Dia pernah
berkelahi sama ayhku dan dia masih belum mati,
sungguh dia berkepandaian tinggi.” Lalu ia menanya
pula: “Lojinkee, bagaimana kau mengenali aku?”
“Pergilah kau kacakan dirimu!” sahut pengemis itu.
“Kau lihat alismu, matamu, tidakkah itu mirip dengan
alis dan mata ayahmu? Mulanya aku tidak mengenali
kau, aku cuma merasa seperti mengenal, setelah
melihat ilmu silatmu barusan – hm! Walaupun aku
belum pernah melihatnya, tetapi aku tahu betul, ilmu
itu cuma dapat dibetelori oleh ayahmu itu yang licin
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
bagai iblis itu!”
Oey Yong tidak gusar ayahnya dikatakan sebagai
iblis, sebaliknya ia tertawa. “Bukankha lojinkee hendak
membilang ayahku sangat lihay?” ia menanya.
“Memang ia lihay,” sahut Ang Cit Kong dingin.
“Tetapi dia bukanlah yang nomor satu di kolong langit
ini!”
Oey Yong bertepuk tangan, gembira sekali dia.
“Kalau begitu adalah lojinkee yang nomor satu!”
serunya.
“Itulah bukan,” berkata si pengemis, mengaku.
“Pada lebih daripada duapuluh tahun yang lampau,
kita, ialah Tong Shia, See Tok, Lam Tee, Pak Kay dan
Tiong Sin Thong berlima berkumpul di atas puncak
gunung Hoa San, kita membicarakan tentang ilmu silat
bertangan kosong dan menggunai pedang, kita telah
bertanding selama tujuh hari tujuh malam,
kesudahannya ternyata Tiong Sin Thong yang paling
lihay, kita berempat mengakui dia adalah yang nomor
satu di kolong langit ini.”
“Siapa itu Tong Sin Thong?” Oey Yong menanya.
“Apakah ayahmu tidak pernah omong tentang dia?”
tanya si pengemis.
“Tidak. Bahkan ayah mendamprat aku, dia tidak
menyukai aku, dari itu aku minggat. Untuk selanjutnya
ayah tidak menghendaki aku lagi…” kata si gadis
dengan sedih.
“Ha, siluman tua itu!” Ang Cit Kong memaki. “Benarbenar
dia sesat!”
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Oey Yong memperlihatkan roman tidak senang.
“Aku melarang kau memaki ayahku!” ia berkata.
Ang Cit Kong tertawa terkakak. “Sayang sekali
orang mencela aku si pengemis melarat, tidak ada
wanita yang sudi menikah denganku,” katanya, “Kalau
tidak, dengan adanya kau yang begini manis, pastilah
tidak rela aku mengusir kau buron…”
Oey Yong pung tertawa. “Itulah pasti, lojinkee!
Dengan kau mengusir aku, siapa nanti yang masaki
kau sayur?”
Pengemis itu menghela napas. “Kau benar, kau
benar,” ujarnya. Ia berhenti sejenak, lalu ia
meneruskan; “Tiong Sin Thong itu ada kauwcu, ialah
kepala dari Coan Cin Kauw, namanya Ong Tiong
Yang. Setelah ia menutup mata, sekarang sukar
dibilang, siapakah dikolong langit ini menggantikan dia
sebagai yang nomor satu…”
“Coan Cin Kauw, lojinkee bilang? Ah, bukankah
disana masih ada si imam she Khu dan she Ong?
Bukankah mereka itu lihay ilmu silatnya?” tanya Oey
Yong lagi.
“Mereka itu ialah murid-muridnya Ong Tiong Yang.
Aku dengar dari tujuh muridnya, Khu Cie Kee adalah
yang paling lihay, tetapi walaupun demikian dia tidak
dapat menandingi paman gurunya, Ciu Pek Thong.”
jawab Cit Kong.
Mendengar disebutkannya nama Ciu Pek Thong itu,
Oey Yong terperanjat, hendak ia bicara tapi mendadak
ia mengurungkannya.
Sejak tadi Kwee Ceng hanya memasang kuping
saja, sekarang ia menyelak. “Oh, kiranya Ma Totiang
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
masih mempunyai paman guru…” katanya.
“Ciu Pek Thong itu bukannya imam dari Coan Cin
Kauw,” Cit Kong memberi keterangan. “Dialah seorang
biasa, yang tidak memegang agama. Ilmu silatnya itu
diajarkan sendiri oleh Ong Tiong Yang. Ah, bukankah
ayahmu tidak menyukai ini bocah tolol yang menjadi
kawanmu?”
Pengemis ini mengatakan Kwee Ceng, inilah yang
tidak disangka-sangka si anak muda. Ia menjadi
bungkam.
Oey Yong tidak menjadi gusar, ia malah tertawa.
“Ayahku belum pernah melihat dia,” ia menyahuti.
“Jikalau lojinkee sudi memberi pelajaran padanya,
dengan memandang kau, pastilah ayahku nanti
menyukai dia.”
“Hai, iblis cilik!” seru si pengemis. “Kepandaian
ayahmu belum kau dapatkan satu bagian saja, tetapi
mata iblisnya kau telah wariskan semuanya! Aku tidak
senang diumpak-umpak orang dipakaikan kopiah
tinggi, aku si pengemis tua juga tidak pernah
menerima murid, maka siapakah kesudian bocah tolol
ini sebagai murid? Hanyalah kau sendiri yang
memandangnya dia sebagai mustika!”
Sehabis berkata begitu, Ang Cit Kong berbangkit,
dengan membawa tongkatnya, dia ngeloyor pergi.
Kwee Ceng heran, dia berdiri menjublak mengawasi
kepergian orang tua itu. “Yong-jie,” katanya selang
sesaat, “Tabiatnya locianpwee ini sungguh luar biasa.”
“Sebenarnya ialah seorang yang baik hatinya!”
menyahuti Oey Yong, yang kupingnya sangat terang,
hingga ia dapat mendengar satu suara sangat
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
perlahan di atas pohon di samping mereka, hingga ia
menduga kepada si pengemis aneh itu. “Dia juga
terlebih lihay daripada ayahku…”
Kwee Ceng memperlihatkan roman aneh. “Kau
belum pernah menyaksikan kepandaiannya, mengapa
kau bisa bilang begitu?”
“Aku dengar itu dari ayahku,” jawab Oey Yong.
“Apakah kata ayahmu?” tanya si pemuda lebih
lanjut.
“Ayahku bilang, sekarang ini, orang yang
kepandaiannya lihay yang dapat memenangkan ayah
cuma tinggal Ang Cit Kong seorang. Sayang orang tua
itu tidak ketentuan tempat kediamannya, tidak dapat
kita sering berkumpul dengannya untuk menyakinkan
ilmu.” sahut si nona.
Dugaan si nona tepat, Ang Cit Kong tidak berlalu
terus. Stelah tak nampak oleh Kwee Ceng dan si nona,
lekas-lekas ia kembali. Ia jalan mutar, terus ia lompat
naik ke atas pohon, dari itu ia bisa mendengar
pembicaraannya muda-mudi itu. Ia pun puas
mendengar suaranya Oey Yok Su seperti dikatakan si
nona.
“Pada wajahnya Oey Yok Su tidak pernah
mengagumi aku, siapa tahu di dalam hatinya dia
memandang hormat,” pikirnya. Dan ia puas sekali. Ia
tidak tahu Oey Yong melainkan mengarang cerita.
“Sayang belum berarti aku menuntut pelajaran dari
ayahku,” Oey Yong berkata pula, ia bersandiwara
terus. “Mengenai itu aku harus menyesalkan diri
sendiri. Kenapa dulu aku gemar main-main saja, tidak
mau aku belajar dengan rajin. Sekarang kebetulan
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
sekali kita bertemu dengan Ang Cit Kong, asal dia
suka memberikan satu-dua pelajaran, bukankah itu
terlebih baik daripada pengajaran ayahku sendiri?
Menyesal aku telah keterlepasan omong, aku
menyebabkan locianpwee itu tidak senang hati….”
Habis berkata begitu, ia lantas menangis.
Kwee Ceng menghiburi kekasihnya itu, tetapi justru
itu, dari berpura-pura, Oey Yong menjadi menangis
sungguhan.
Ang Cit Kong di atas pohon melihat dan mendengar
semua itu, hatinya tertaeik. Oey Yong menangis
tersedu-sedu.
“Pernah aku dengar ayah bilang,” katanya
kemudian, “Kiu Cie Sin Kay ada mempunyai semacam
ilmu silat yang di kolong langit ini tidak ada
saingannya, yang sejak jaman dahulu senantiasa
menjagoi sendiri, sampaipun Ong Tiong Yang jeri juga
terhadapnya. Ilmu silat itu
dinamakan……dinamakan…..Ah, aku lupa, sedang
barusan aku ingat….. Sebenarnya, ingin aku minta
diajari ilmu silat itu, namanya….namanya….Ah, aku
lupa lagi!”
Ang Cit Kong masih tidak sadar bahwa orang
tengah mengepul terus, ia tidak dapat mengendalikan
diri dari ataas pohon, hingga ia langsung berseru:
“Itulah Hang Liong Sip-pat Ciang!” Dan ia pun lompat
turun dari pohon tempat bersembunyinya itu.
Oey Yong berpura-pura terkejut, tapi habisnya ia
girang bukan kepalang. “Benar, benar, ah , kenapa aku
tidak ingat itu?” dia berseru. “Ayah sering sekali
menyebut ilmu silat itu, dia kata itulah ilmu yang ia
paling malui….”
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
“Kiranya ayahmu itu masih suka omong terusterang!”
Ang Cit Kong berkata. “Aku tadinya
menyangka, semenjak meninggalnya Ong Tiong Yang,
dia menganggap dirinya sebagai si orang kosen nomor
satu di dalam dunia ini…!” Dia memandang Kwee
Ceng, terus ia berkata, “Eh, bocah, bakatmu kalah
dengan bocah perempuan ini, itulah sebabnya kenapa
kau tidak dapat menandingi padanya. Eh, nona cilik,
pergilah kau pulang ke pondokmu!”
Oey Yong tahu si pengemis hendak memberi
pelajaran pada Kwee Ceng, ia girang bukan main,
dengan lantas ia lari pulang.
Lantas Ang Cit Kong memandang tajam pada si
anak muda. “Lekas kau berlutut dan mengangkat
sumpah!” Katanya, bengis. “Tanpa perkenan dari aku,
aku larang kau mewariskan kepandaian yang aku
ajarkan ini kepada lain orang, termasuk juga itu istrimu
yang licin bagai iblis cilik!”
Kwee Ceng menjadi bingung. “Kalau Yong-jie
memintanya, mana dapat aku menolak?” ia berpikir.
Karena ini, ia berkata: “Cit Kong, aku tak ingin belajar!
Biarlah dia tetap jauh terlebih gagah daripada aku…”
Cit Kong heran. “Eh, kenapa begitu?” dia
menegaskan.
“Sebab kalau dia minta aku mengajarinya,” sahut
Kwee Ceng, “Apabila aku tidak suka mengajarinya,
aku jadi berlaku tidak pantas terhadapnya. Sebaliknya
jikalau aku meluluskan permintaannya dan
mengajarinya, aku malu terhadap kau, aku jadi
melanggar sumpahku.”
Mendengar keterangan ini, Ang Cit Kong tertawa
lebar. “Anak tolol, matamu tajam, hatimu baik!”
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
katanya. “Kau jujur sekali! Sekarang begini saja, aku
ajarkan kau jurus Kang Liong Yoe Hoei. Aku tahu Oey
Yok Su itu sangat angkuh, seumpama kata ia sangat
mengagumi pengajarkan ini, tidak nanti dia menjadi
tidak tahu malu dengan mencuri mempelajari
kepandaianku yang istimewa ini…”
Setelah mengatakan begitu, Ang Cit Kong lantas
menekuk kakinya yang kiri, tangan kanannya ditarik
mutar sebagai lingkaran, lalu mendadak ia majukan itu
ke depan. Kesudahannya sebuah pohon di depannya
itu patah batangnya, roboh dengan berisik sekali.
Kwee Ceng terperanjat kagum. Ia tidak sangka
tolakan tangan demikian perlahan akibatnya sehebat
itu. Itulah emposan tenaga dalam yang sangat besar.
“Pohon ini adalah benda yang tidak bergerakgerak!”
Cit Kong menerangkan, “Kalau manusia, dia
pasti dapat mundur berkelit. Mempelajari ilmu
pukulanini, sukarnya ialah mencegah agar lawan tidak
dapat mundur, supaya dia itu tidak bisa berkelit, kalau
cegahan itu dapat dilakukan, dia pasti bakal roboh
seperti pohon ini.”
Lagi sekali si pengemis menjalankan pukulannya
itu, sampai dua kali, ia sekalian mengajarkan emposan
pernapasannya. Untuk ini ia mesti menggunai tempo
cukup lama. Sebabnya ialah bakat yang kurang dari
Kwee Ceng, yang otaknya bebal, hingga ia selamanya
mesti belajar lama barulah ingat dan hapal. begitulah,
selang dua jam barulah ia mengerti betul.
Cit Kong berkata: “Perempuan cilik itu, permainan
silatnya lebih banyak gertakannya daripada pukulan
yang sebenar-benarnya, kalau kau bertanding
dengannya dan repot membela diri, pasti sekali kau
dipermainkan dia. Kau boleh gesit dan lincah, kau
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
tetap tidak nanti dapat menangi dia. Kau boleh
menduga pukulannya yang benar-benar,
kenyataannya ialah gertakan belaka. Saban-saban dia
bisa membikin kau tidak dapat menerka.”
Kwee Ceng mengangguk-angguk.
“Karenanya jikalau kau ingin memecahkan ilmu
silatnya itu,” Cit Kong membeber rahasia terlebih jauh,
“Jangan kau usil pukulannya itu gertakan atau benarbenar,
kau tunggu pukulannya tiba, palsu atau benar,
kau sambut dengan Kang Liong Yoe Hoei. Apabila dia
melihat seranganmu itu, mesti ia menangkis, asal dia
menangkis, kalahlah dia!”
“Kemudian bagaimana!” Kwee Ceng tanya.
“Kemudian bagaimana?!” si pengemis mengulangi.
“Ha, anak tolol! Dia ada punya berapa banyak
kepandaian hingga ia sanggup melawan ini pukulan
yang aku ajarkan kau?”
Si pemuda tak berani mananya lagi, ia terus
berlatih. Ia pilih sebuah pohon yang kecil, ia hajar itu.
Ia kena menghajar dengan tepat, tetapi pohon itu tidak
roboh, melainkan bergoyang-goyang.
“Anak tolol!” mendamprat si pengemis. “Mau apa
kau menggoyang-goyang pohon itu?! Kau hendak
menangkap bajing atau mau memetik buah cemara?!”
Mukanya Kwee Ceng menjadi merah, ia tertawa
menyeringai.
“Sudah aku bilang, kau mesti bikin lawan tidak
dapat mundur, tidak bisa berkelit!” Ang Cit Kong
berkata pula. “Pukulan barusan tepat tetapi kurang
bertenaga, dengan pohon bergoyang, tenagamu
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
menjadi buyar. Mestinya pohon dihajar tanpa ia
bergoyang, baru ia dapat dibikin patah.”
Kali ini Kwee Ceng sadar. “Jadinya aku mesti sebat
sekali supaya lawan tak keburu bersiaga,” katanya.
“Memang! Apa mesti disebutkan pula?!” sembrot si
pengemis.
Anak muda ini berdiam, ia berlatih pula. Untuk
beberapa puluh kali ia memukul, pohon masih
bergoyang-goyang. Ia tidak menjadi bosan, ia tidak
berputus asa, terus ia mencoba. barulah hatinya
menjadi terbuka ketika kemudian bergoyangnya pohon
perlahan sekali. Itu tandanya ia peroleh kemajuan.
Sementara itu tangannya telah jadi bengkak dan
merah, tetapi ia tidak pedulikan, masih ia berlatih terus.
Ang Cit Kong tidak sabaran, ia duduk menyender,
lalu pulas, menggeros keras.
Ulet si anak muda, segera juga ia bisa bikin pohon
tidak bergoyang. Ia jadi semakin bersemangat.
Kembali ia memukul. Diakhirnya, robohlah pohon itu,
terpatah dua! Hampir ia bersorak.
“Bagus!” begitu terdengar suaranya Oey Yong, yang
terlihat mendatangi dengan perlahan-lahan, tangannya
membawa kotak makanan. Cit Kong belum membuka
matanya, hidungnya sudah mencium bau wangi
makanan.
“Harum! Harum!” katanya seraya ia berlompat
bangun, segera ia membuka tutup kotak hingga ia lihat
ayam panggang dan bebek serta setumpuk lumpia.
tanpa diundang lagi, ia menyambar dengan tangan kiri
dan kanan, memasuki ayam dan bebek itu bergantian
ke mulutnya untuk digeragoti. “Lezat! Lezat!” ia
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
memuji, tapi karena mulutnya penuh, tak nyata
pujiannya itu.
Ketika sebentar kemudian ayam dan bebek itu
habis, tinggal tulang-tulangnya saja, baru ia ingat
Kwee Ceng belum dahar. Agaknya ia jengah
snedirinya. Tapi lekas ia berkata: “Mari, mari! Lumpia
ini pun lezat….! Lebih lezat dari bebek…!”
Dua-dua Kwee Ceng dan Oey Yong tidak menjadi
tidak senang, malah si nona tertawa.
“Cit Kong, kau belum dahar masakanku yang paling
jempol!” katanya si nona.
Si pengemis menjadi mengilar. “Msakan apa itu?
Masakan apa itu?” ia menanya, mendesak.
“Tidak dapat aku sebutkan semua itu sekarang,”
menjawab si nona. “Ada peecay goreng, ada tauwhu
tim, ada juga sup daging!”
Cit Kong menjadi semakin ngilar. “Bagus, bagus!”
katanya. “Sudah aku bilang, kau memang anak manis!
Apa boleh aku pergi membelikan peecay dan tauwhu
sekarang?”
“Tak usah, Cit Kong. Kau yang beli pun tidak cocok
sama pilihanku!”
“Ya, benar-benar, mana orang lain dapat memilih
seperti kau sendiri!”
Nona Oey itu lantas memutar haluan. “Barusan aku
lihat dia menghajar pohon patah dan roboh, sekarang
ia lebih lihay daripadaku!” katanya mengenai Kwee
Ceng.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Si pengemis itu menggeleng-geleng kepalanya.
“Tidak, tidak!” katanya cepat. “Pukulan apa itu, pohon
bergoyang-goyang dan melengkung? Mestinya sekali
pukul pohon patah dan runtuh!”
“Toh pukulannya barusan sudah hebat, aku tentu
tidak sanggup menahannya,” kata pula si nona. “Dasar
kau yang berat sebelah! Kalau nanti ia menghina aku,
bagaimana?”
Cit Kong hendak mengambil hati orang yang pandai
masak itu, ia tidak menjadi kurang senang yang ia
disesalkan. “Habis kau mau apa?” tanya.
“Kau mesti ajarkan aku ilmu, yang dapat menangi
dia,” kata si nona. “Sesudah aku paham, aku nanti
masaki kau barang hidangan.”
“Baiklah! Dia baru belajar serupa ilmu, tidak sukar
untuk menangi dia. Nanti aku ajari kau Yang Siang
Hoei.” Baru ia tutup mulutnya, sudah ia berlompat,
untuk terus bersilat. Kedua tangan bajunya yang lebar
berkibar-kibar, tubuhnya berlompatan ke Timur dan
Barat, pesat gerakannya.
Diam-diam Oey Yong perhatikan sesuatu gerakan
orang, maka tempo Cit Kong berhenti bersilat, ia sudah
ingat separuhnya, selebihnya ia minta penjelasannya.
Dasar ia berotak terang, belum dua jam, ia sudah
mengerti seanteronya, dapat ia jalankan ilmu silatnya
itu, tinggal memahirkan latihannya saja.
Yang Siang Hoei atau Burung Walet Terbang
Berpasangan, terdiri dari tigapuluh enam jurus,
gerakannya mirip dengan burung walet terbang
menari-nari. Beda adalah Kang Liong Yoe Hoei, atau
Naga Menyesal, yang singkat saja, tetapi untuk Kwee
Ceng merupakan pelajaran yang sulit.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Habis berlatih, Oey Yong tertawa. “Engko Ceng,
sekarang aku lebih menang pula daripada kau!”
katanya gembira. “Sekarang aku mau pergi beli sayur!”
Dan lantas dia lari pergi.
“Bocah itu cerdik melebihkan kau seratus lipat!” kata
Cit Kong pada si anak muda seberlalunya si nona
jenaka itu.
“Memang. Barusan aku melihat lojinkee bersilat,
mataku kabur, aku cuma ingat tiga empat jurus.”
Cit Kong tertawa, tanpa membilang apa-apa, dia
pulang ke pondokan. Kwee Ceng berdiam, ia
mengikuti pulang.
Malam itu Oey Yong benar memasakkan peecay
goreng dan tim tauwhu, peecaynya dimasak dengan
minyak ayam dicampur ceker bebek, sedang
tauwhunya dicampuri ham. Maka puaslah Cit Kong
menangsel perutnya. Habis bersantap, ia heran
melihat muda-mudi itu tidur terpiash kamar.
“Apa? Apakah kamu belum menikah?” dia
menegaskan.
Oey Yong tukang bergurau, tetapi ditanya begitu,
merah mukanya, hingga di antara cahaya api, dia
tampak makin cantik.
“Awas Cit Kong!” dia mengancam, “Kalau kau
ngaco lagi, besok aku tidak akan masaki kau makanan
yang lezat!”
“Apa, eh? Apakah aku ngomong salah?” tanya si
pengemis, kaget. Tapi segera ia mendusin, “Ah, aku
tolol betul! Bukankah kamu baru mengikat janji sendiri,
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
belum lagi mendapat perkenan orang tua kamu, belum
ada rekokan comblang? Jangan takut, aku si pengemis
yang nanti jadi comblangnya! Jikalau ayahmu tidak
mau menerima, nona, nanti aku tempur dia! Biar kita
bertempur lagi tujuh hari tujuh malam, biar sampai ada
yang mampus dan hidup!”
Senang hatinya Oey Yong, sembari bersenyum ia
memasuki kamarnya.
Besoknya pagi-pagi Kwee Ceng sudah pergi ke
rimba untuk menyakinkan pula pukulan Kang Liong
Yoe Hoei, yang sebenarnya adalah satu jurus dari
Hang Liong Sip-pat Ciang, ilmu silat Menakluki Naga.
Hanya kali ini ia berlatih kosong, tidak lagi ia
menghajar pohon, sebab ia khawatir merusak pohon
kayu penduduk situ. Baru menghajar duapuluh lebih
kali, ia sudah mandi keringat. Tetapi ia girang sekali,
sebab ia telah memperoleh kemajuan. Selagi ia
beristirahat, tiba-tiba ia dengar suara orang di luar
rimba.
“Suhu, kali ini mungkin kita telah melalui tigapuluh
lie lebih!” demikian pendengarannya. Terang orang itu
adalah murid berbicara sama gurunya. “Nyatanya ilmu
lari kamu telah ada kemajuannya,” menjawab seorang
yang lain.
Kwee Ceng lantas saja kaget. Ia kenali suara orang
yang belakangan ini. Ia pun lantas melihat orangnya –
berempat – ialah Kaoy Nio Cu Ong, si tua tetapi
romannya tetap muda. Ia mengeluh, lantas saja ia
kabur mengambil arah ke penginapan.
Juga Nio Cu Ong sudah lantas melihat dan
mengenali pemuda itu. “Kau hendak kemana?!” dia
membentak seraya terus mengejar.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Tiga yang lain benar adalah murid-muridnya Soam
Sian Loa Kaoy, mereka lantas turut memburu, malah
dengan berpencaran, untuk memegat dan mengurung.
Kwee Ceng lari terus. Ia mengerti, asal ia dapat
keluar dari rimba, dekat sudah ia dengan
pondokannya. Tapi ia dapat dipegat murid kepala
musuhnya itu.
“Bangsat cilik, tekuk lututmu!” membentak pemegat
itu, yang terus menyerang.
Kwee Ceng menekuk kaki kirinya, tangan kanannya
diputar, lalu ia menolak. Itulah jurus Kang Liong Yoe
Hoei yang baru saja ia pelajari.
Murid Nio Cu Ong itu hendak menjambak, karena
ditolak, hendak ia menangkis. Inilah hebat untuknya.
Segera ia terserang hingga lengannya itu patah dan
tubuhnya terpental enam tujuh kaki, roboh tak
sadarkan diri. Sekalipun ia berkelit, belum tentu ia
bebas.
Kwee Ceng sendiri heran. Sebenarnya ia memakai
tenaganya cuma lima bagian, tapi akibatnya dahsyat
sekali. Untuk sejenak ia tercengang, ketika ia
mendusin, lekas ia lari pula.
Nio Cu Ong melihat muridnya dirobohkan, ia kaget
berbareng gusar, dia mengejar terus. Tepat dimuka
rimba, ia dapat memegat.
Kwee Ceng kaget dan khawatir, sebab si musuh
tangguh menghalangi di tengah jalan. Hampir tanpa
berpikir, ia tekuk lagi kaki kirinya, tangannya
dilingkarkan, lalu ia menolak dengan keras. Kembali ia
menggunai jurus Naga Menyesal itu.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Soam Sian Loa Koay terperanjat. Ia tidak kenal
pukulan itu, yang nampaknya hebat, terpaksa ia
berkelit dengan menjatuhkan diri ke tanah dan
bergulingan. Dengan begitu ia bebas, tapi justru itu,
Kwee Ceng dapat menerobos untuk lari terus. Ketika ia
berlompat bangun, dengan niat mengejar terus, ia
dapatkan bocah itu sudah tiba di muka pondokannya.
“Yong-jie! Yong-jie!” Kwee Ceng berteriak. “Lekas
minta Cit Kong tolongi aku!”
Oey Yong dapat mendengar teriakan itu, ia muncul
dengan lantas. Segera ia melihat Nio Cu Ong.
“Eh, kenapa siluman bangkotan ini berada di sini?”
pikirnya. “Bagus ia datang, hendak aku menguji Yan
Siang Hoei!” Terus ia berteriak; “Engko Ceng, jangan
takut! Lawan dulu padanya, nanti aku bantui kau!”
Kwee Cneg cemas hatinya, karena ia tahu Nio Cu
Ong lihay dan Oey Yong belum tahu apa-apa. Tapi
tidak sempat ia berpikir lama, musuhnya sudah
menyandak. Ia memutar tubuhnya, kembali ia
menyerang dengan pukulan Kang Liong Yoe Hoei.
Nio Cu Ong berlompat ke samping, kali ini ia kurang
sebat, meski ia bebas, tangan kanannya terserembet
juga, hingga ia merasakan sakit dan panas. Tentu
sekali ia menjadi heran luar biasa. Baru beberapa
bulan mereka berpisah, bocah ini telah menjadi
demikian lihay. Ia menduga itulah disebabkan Kwee
Ceng menminum darah ular. Ingat ini, ia menjadi
tambah mendongkol.
Kwee Ceng lihat orang berkelit, ia menyusuli
serangannya, dengan pukulan yang serupa.
Nio Cu Ong cerdas dan lihay, segera ia mendapat
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
kenyataan, pukulan orang hanya serupa, maka setelah
berkelit pula, dia tertawa dan berkata; “Ha, bocah, kau
mempunyai cuma satu jurus ini?”
Kwee Ceng polos, ia tidak tahu orang memancing
dia. “Ya,” jawabnya. “Toh kau tidak mampu
menangkis!” Ia lantas menyerang pula.
Nio Cu Ong berlompat. Sekarang tahu ia
bagaimana harus mengelakkan diri. Tiga kali lagi ia
diserang, tiga kali ia berkelit, di samping itu, ia
membalas menyerang. Kwee Ceng gagal berulangulang,
ia lantas menjadi repot.
Oey Yong menonton pertempuran itu, ia melihat
kawannya terdesak. “Engko Ceng, nanti aku lawan
dia!” ia berseru. Ia berlompat ke arah dua orang itu,
tubuhnya melayang bagaikan seekor burung walet.
Begitu tiba, kepalan kiri dan kaki kanannya segera
dikasih bekerja dengan berbareng.
Nio Cu Ong berlompat mundur, habis itu ia
membalas menyerang.
Kwee Ceng lantas mengundurkan diri, lalu ia berdiri
menonton.
Oey Yong menggunai Yang Siang Hoei dengan
baik, tetapi dasar masih baru dan ia pun kalah
Iweekang, ia tidak berdaya merobohkan jago tua itu,
sebaliknya hampir-hampir ia kena dihajar beberapa
kali oleh lawannya, syukur ia memakai tameng joanwie-
kah. Habis tigapuluh enam jurus, ia pun kenas
terdesak.
Dua muridnya Nio Cu Ong menolongi kakak
seperguruannya, yang mereka pepayang, mereka
menonton pertempuran itu, mendapatkan guru mereka
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
unggul, mereka berteriak-teriak menganjurkan guru
mereka itu. Kwee Ceng berkhawatir untuk kekasihnya
itu, terpaksa hendak ia maju membantui.
Justru itu ia dengar suara nyaring dari Ang Cit
Kong, yang berada di aling jendela: “Dia bakal
menggunai jurus Anjing Galak Memegat Jalan!”
Oey Yong mendengar itu, ia melengak. Ia melihat
Nio Cu Ong memasang kuda-kuda terpentang dan
kedua tangan dikasih rata. Ia kenali itulah sikap jurus
Harimau Galak Memegat Jalan. Ia tertawa di dalam
hatinya. Kiranya Cit Kong tukar ‘Harimau’ dengan
‘Anjing’. Ia hanya heran kenapa Cit Kong dapat
membade niat orang. Ia lantas membela diri.
Kembali Cit Kong berseru: “Dia bakal menggunai
Ular Bau Mengmbil Air!”
Oey Yong sangat cerdas, lantas ia mengetahui,
tentulah itu dimaksudkan jurus Naga Hijau Menyedot
Air. Jurus itu lihay di depan, kosong di belakang.
Karenanya dengan lincah ia berlompat nyamping,
terus ke belakang lawannya.
Nio Cu Ong benar-benar menyerang dengan
pukulan Naga Hijau Menyedot Air itu. Tentu saja ia
gagal, karena si nona sudah mendahului menghalau
diri. Malah ia jadi terluang punggungnya. Syukur ia
lihay, dapat ia berkelit dari serangan si nona. Segera ia
memandang ke arah jendela rumah penginapan.
“Orang pandai siapa di situ? Mengapa kau tidak
mau memperlihatkan diri?” dia berseru dengan
pertanyaannya.
Ang Cit Kong dengar suara menantang itu, ia
membungkam.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Oey Yong ada tulang punggungnya, ia jadi berani
sekali. Ia menerjang. Dalam murkanya Nio Cu Ong
melawan dengan bengis, ia menggunai pukulanpukulan
yang membinasakan. Tentu sekali, si nona
segera terdesak pula.
“Jangan takut!” terdengar pula teriakannya Cit
Kong. “Dia bakal menggunai Pukulan si Kunyuk
Kempolan Biru Manjat Pohon!”
Oey Yong tertawa cekikikkan, ia lantas mendahului
menyerang dengan tinjunya.
Nio Cu Ong benar-benar hendak menyerang
dengan jurusnya yang disebut Cit Kong itu, hanya si
pengemis aneh itu sengaja tukar namanya jurus itu,
yang sebenarnya Kera Sakti Manjat Pohon. Melihat ia
diserang, terpaksa ia membatalkan niatnya untuk
membela diri, guna menukar jurus. Karena ia tahu,
percuma ia melanjuti serangannya dengan tipu silat itu.
Dasar ia lebih lihay, tidak sukar untuk ia menolong
dirinya. Hanya ia jadi semakin heran. Ia tanya dirinya,
“Kenapa orang itu ketahui aku bakal menyerang
dengan jurusku itu?”
Oey Yong menyerang terus. Nio Cu Ong membela
diri, habis mana, dia berlompat pula keluar kalangan.
Ia berteriak ke arah pondokan: “Saudara yang baik,
jikalau kau tetap tidak hendak memperlihatkan diri,
jangan menyesal apabila aku tidak berlaku murah hati
lagi!”
Di mulutnya Som Sian Lao Koay mengatakan
demikian, tangannya berkerja. Ia maju menyerang Oey
Yong, hebat serangannya itu, maka dalam beberapa
jurus saja, si nona terdesak pula.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Cit Kong tidak bersuara pula, ia pun tidak muncul.
Kwee Ceng melihat kekasihnya terdesak dan
kelabakan hingga ia mesti main berkelit saja, ia lantas
maju untuk membantui. Segera ia menyerang denagn
pukulannya Naga Menyesal itu!
Nio Cu Ong mengetahui hebatnya jurus itu, ia
lompat mencelat.
“Hajar padanya, engko Ceng!” Oey Yong
menganjurkan. “Serang terus-terusan hingga tiga kali
beruntun!”
Habis menganjurkan, nona itu memutar tubuhnya,
lari ke dalam pondokan. Kwee Ceng menuruti anjuran
pacarnya, ia memasang kuda-kudanya. Ia mau
menunggu io Cu Ong merangsak, hendak ia
menyambutnya.
Som Sian Loa Koay menjadi gusar berbareng
mendelu, pun ia merasa lucu juga. Dalam hatinya ia
berkata: “Setahu darimana bocah ini dapat pelajari
kurusnya ini…Toh ia cuma mempunyai satu jurus….”
Walaupun begitu, ia tidak berani keras lawan keras,
bahkan tidak berani ia datang mendekati.
Karena terpisah cukup jauh, Kwee Ceng tidak bisa
menyerang. Dengan begitu, pertempuran jadi mandek,
mereka berdiri berhadapan saja.
“Anak tolol, awas!” io Cu Ong berteriak kemudian,
terus ia berlompat, untuk menyerang.
Kwee Ceng menanti, lantas ia menyambuti dengan
serangannnya.
Tapi orang she Nio itu menggunai akal. Dia tidak
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
menyerang terus. Belum lagi tubuhnya datang dekat,
tangannya sudah terayun, lalu tiga batang jarum Touwkut-
ciam menyerang si anak muda di tiga jurusan,
atas, tengah dan bawah!
Kwee Ceng melihat bahaya, terpaksa ia batalkan
serangannya, ia terus berkelit.
Ketika ini digunai Nio Cu Ong berlompat maju,
tangannya menyambar ke batang leher orang,
menjambak leber baju.
Kwee Ceng terdesak, ia menyundul dengan
kepalanya. Tapi Nio Cu Ong benar-benar lihay, si anak
muda merasakan ia seperti membentur kapas. Nio Cu
Ong puas sekali, hendak ia menghajar anak muda itu.
Kali ini Oey Yong muncul dengan tiba-tiba. “Siluman
tua, lihat apa ini?!” dia berteriak.
Nio Cu Ong kenal orang licin, lebih dulu ia pencet
jalan darah Kin-ceng-hiat dari Kwee Ceng, baru ia
menoleh kepada si nona nakal. Dia lantas
mendapatkan Oey Yong menghampirkan dengan
tindakan perlahan-lahan, tangannya mencekal sebuah
tongkat bambu warna hijau seperti kumala huicui.
Untuk kagetnya, dia mengenali tongkat itu hingga ia
berseru tertahan: “Ang…Ang Pangcu!”
Oey Yong tidak meladeni, hanya dia membentak:
“Masih kau tidak hendak melepaskan tanganmu?!”
Jinak agaknya si jago ini, ia segera melepaskan
cekalannya kepada Kwee Ceng. Sejak tadi ia sudah
heran, kenapa Oey Yong ada yang mengajari cara
bagaimana harus melawan dia dan niat
penyerangannya dibeber. Ia mau menduga kepada
Ang Cit Kong, ia ragu-ragu, sebab ia tahu, sudah
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
belasan tahun Ang Cit Kong tidak pernah terlihat di
dalam dunia kangouw. Sekarang ia lihat tongkat si
kepala pengemis, kagetnya bukan main.
Oey Yong mendekati, ia terus memegangi tongkat
dengan kedua tangannya. Ia berkata pula dengan
membentak: “Cit Kong bilang bahwa ia sudah
perdengarkan suaranya tetapi kau bernyali besar, kau
tetap berani main gila disini! Maka Cit Kong tanya,
kenapa kau berani berlaku kurang ajar begini?!”
Nio Cu Ong sudah lantas menekuk lututnya.
“Dengan sesungguhnya aku yang rendah tidak
mendapat tahu Pangcu ada disini,” katanya dengan
hormat, “Kalau aku yang rendah mengetahui, tidak
nanti aku berani berbuat salah terhadap Pangcu.”
Oey Yong heran. “Dia sangat lihya, kenapa dia
takuti Cit Kong begini rupa? Kenapa dia pun
memanggil Ang Pangcu?” Tapi, pada parasnya, ia
tetap berlaku keren. “Taukah kau apa dosamu?”
“Nona tolong sampaikan kepada Pangcu, bahwa
Nio Cu Ong sudah menginsyafi kesalahannya dan
minta Ang Pangcu sukalah mengasih ampun,” berkata
Som Sian Lao Koay.
“Ingat olehmu!” berkata si nona, “Mulai hari ini
sampai seterusnya, untuk selamanya tidak boleh kau
mengganggu kami berdua!”
“Aku yang rendah tadinya tidak tahu apa-apa,”
menyahut Nio Cu Ong. “Aku tidak mengandung
maksud sengaja, maka itu aku minta sukalah jiwi
memaafkannya.”
Dengan “jiwi” – “tuan berdua” dimaksudkan Kwee
Ceng dan si nona.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Oey Yong menjadi sangat puas, ia tersenyum,
lantas ia tarik tangannya Kwee Ceng, buat diajak
ngeloyor pergi, masuk ke dalam rumah penginapan. Di
dalam pondok itu Ang Cit Kong tengah berduduk
menghadapi empat mangkok besar terisi barang
hidangan, tangan kirinya mengangkat cawan arak,
tangan kanannya mencekal sumpit, mulutnya
menggayem dan mencegluk air kata-kata.
“Cit Kong!” kata si nona tertawa. “Dia berlutut, sama
sekali dia tidak berani berkutik!” Ia pun sampaikan
permohonannya Nio Cu Ong.
Cit Kong menoleh kepada Kwee Ceng, “Pergi kau
hampirkan dia, kau hajar serintasan, tidak nanti dia
berani melawan!” katanya.
Kwee Ceng melongok di jendela. Ia lihat Nio Cu
Ong terus berlutut di antara panasnya matahari, dua
muridnya pun berlutut di belakangnya, roman mereka
itu runtuh sekali. Ia menjadi tidak tega. “Cit Kong,
kasihlah dia ampun,” katanya.
“Hai, makhluk tidak tahu diri!” membentak si
pengemis. “Orang hajar padamu, kau tidak mampu
melawan, aku si tua bangka menolongi padamu,
sekarang kau memintakan ampun untuknya! Apakah
artinya ini?!”
Ditegur begitu, Kwee Ceng berdiri diam. Ia tidak
sangka si pengemis, yang biasanya jenaka dan manis
budi, sekarang menjadi galak begini.
Oey Yong tertawa, dia datang sama tengah. “Cit
Kong, nanti aku yang hajar dia!” katanya.
Dan lantas ia bertindak keluar dengan masih
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
membawa tongkat istimewa itu. Ia hampirkan Nio Cu
Ong, yang berlutut tanpa bergeming, wajahnya wajah
ketakutan. Oey Yong lantas menegur: “Cit Kong bilang
kau jahat, hari ini sebenarnya kau mesti disembelih,
tetapi syukur ada aku punya engko Ceng yang hatinya
murah, dia telah memintakan ampun untumu, ia
memohon lama juga barulah Cit Kong meluluskannya.”
Kata-kata itu ditutup dengan diangkatnya tongkat,
dihajarkan ke kempolan orang.
“Nah, kaupergilah!” akhirnya si nona mengusir.
Nio Cu Ong tidak segera mengangkat kaki, ia hanya
memandang ke arah jendela. “Ang Pangcu, aku ingin
bertemu padamu, untuk menghanturkan terima kasih
yang kau telah tidak membunuh aku,” katanya.
Dari dalam pondokan tidak ada terdengar suara
apa-apa.
Nio Cu Ong terus bertekuk lutut.
Sampai sekian lama, barulah Kwee Ceng muncul.
Ia menggoyang-goyang tangan, ia berkata dengan
perlahan: “Cit Kong lagi tidur, kau jangan bikin berisik
disini!”
Baru sekarang Nio Cu Ong berbangkit, ia mendelik
kepada itu muda-mudi, lalu ia ngeloyor pergi dengan
mengajak ketiga muridnya.
Oey Yong dan Kwee Ceng membiarkan orang
melotot mata, bersama-sama mereka balik ke dalam
pondokan. Benar-benar Cit Kong terlihat lagi
menggeros dengan kepalanya diletaki di atas meja. Si
nona pegang pundak orang, ia menggoyang-goyang.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
“Cit Kong, Cit Kong,” katanya. “Tongkat bambu
mustikamu ini sangat besar pengaruhnya, jikalau kau
tidak pakai, kau berikan saja padaku! Bolehkah!”
Cit Kong mengangkat kepalanya, ia menguap, ia
pun mengulet. “Enak saja kau membuka suaramu!”
katanya tertawa. “Bendaku ini adalah alat peranti
mencari makan dari kakekmu. Seorang pengemis
tanpa tongkat pemukul anjing mana bisa jadi
pengemis?”
Oey Yong bermanja. “Ilmu silatmu sudah sangat
lihay, orang jeri padamu, habis untuk apa kau
menghendaki tongkat ini?” dia mendesak.
“Hai, budak tolol!” tertawa si pengemis. “Sekarang
lekas kau masaki aku beberapa rupa barang hidangan
yang lezat, sebentar aku menutur perlahan-lahan
padamu.”
Oey Yong menurut, ia lantas pergi ke dapur. Ia
menyiapkan tiga rupa masakan. Apabila sudah selesai,
ia bawa itu keluar.
Cit Kong memegang cawan araknya dengan tangan
kanan, tangan kirinya memegang sepotong ham, yang
ia gerogoti. Ia mengunyah perlahan-lahan. “Makhluk di
dalam dunia ini tidak ada yang tidak berkumpul dengan
seterunya,” ia berkata kemudian. “Hartawan yang
kemaruk uang satu rombongan, orang Rimba Hijau
tukang membegal atau merampok satu rombongan
juga. Demikian kami si tukang minta-minta, kami pun
berkumpul dalam satu golongan….”
“Aku tahu sudah, aku tahu sudah!” Oey Yong
memotong seraya ia menepuk-nepuk tangan. “Tadi Nio
Cu Ong memanggil kau Pangcu, kau jadinya adalah
pemimpin dari tukang minta-minta!”
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Cerdik nona ini, ia lantas dapat menerka.
“Benar!” Cit Kong mengaku. “Kami bangsa
pengemis biasa orang hinakan, bisa digigit anjing,
apabila kami tidak bersatu, mana dapat kami hidup?
Maka juga ini sebatang tongkat serta ini sebuah cupucupu,
semenjak jaman Cian Tong Ngo tay sampai hari
ini, sudah beberapa ratus tahun, selamanya dipegang
oleh orang yang menjadi Pangcu, ialah pemimpin
kepala, jadi inilah mirip dengan capnya seorang kaisar
atau capnya satu pembesar negeri.”
Mendengar itu, Oey Yong meleletkan lidahnya.
“Syukur kau tidak mengasihkan padaku!” katanya.
“Kenapa?” Cit Kong tertawa.
“Jikalau semua pengemis di kolong langit ini pada
mencari aku, untuk aku mengurus mereka, apakah itu
tidak cade?” sahutnya.
Cit Kong tertawa pula. Ia gerogoti pula sepotong
ceker. Ia berkata pula: “Rakyat negeri di Utara diurus
oleh negeri Kim, rakyat negeri di Selatan diurus oleh
kerajaan Song, tetapi pengemis di kolong langit ini..?”
“Tidak peduli mereka yang dari Selatan atau Utara,
semua mereka diurus oleh kau , lojinkee!” Oey Yong
mendahului.
Ang Cit Kong tertawa terbahak, ia mengangguk.
“Pantaslah itu siluman bangkotan she Nio sangat
jeri padamu!” si nona menyambungi. “Kalau semua
pengemis di kolong langit ini mencari dia, untuk
mengganggu, nah, bukan main sulitnya dia! Umpama
satu pengemis menangkap seekor tuma itu ditaruh di
lehernya, tidakkah ia bakal mampus kegatalan?”
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Kwee Ceng tertawa.
Ang Cit Kong tidak gusar, ia malah turut tertawa.
“Tetapi,” menjelaskan si raja pengemis kemudian,
“Dia takuti aku bukannya karena itu…”
“Habis karena apa?” tanya Oey Yong.
“Itulah kejadian pada kira-kira duapuluh tahun yang
lampau. Itu hari aku bertemu dengannya di Kwan-gwa,
kebetulan ia tengah melakukan satu pekerjaan buruk
dan aku pergoki dia…”
“Pekerjaan buruk apakah itu?” tanya si nona.
Cit Kong agaknya bersangsi tetapi ia menerangkan
juga: “Siluman tua itu percaya kepada omongan sesat
tentang memetik bunga untuk menambah tenaga atau
panjang umur, dia lantas cari banyak nona-nona untuk
dirusaki kesucian dirinya…”
“Apakah itu yang dinamakan merusak kesucian
nona-nona?” tanya si nona kembali.
Oey Yong polos, ia belum mengetahui tentang hal
kesucian yang dirusak itu. Ketika ia dilahirkan, ibunya
lantas menutup mata disebabkan sukar melahirkan,
dari itu semenjak bayi ia dirawat oleh ayahnya,
kemudian terjadi Oey Yok Su murka besar disebabkan
Tan Hian Hong dan Bwee Tiauw Hong, kedua
muridnya itu, yang memainkan lelakon asmara dan
minggat, saking kalapnya, dia putuskan urat-urat
semua muridnya yang lainnya, yang ia pun usir pergi
dari pulau Tho Hoa To, maka di pulau itu ketinggalan
saja beberapa bujang tua, hingga si nona belum
pernah dengar soal-soalnya pemuda dan pemudi
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
dewasa. begitulah sampai usianya limabelas tahun, ia
tetap gelap mengenai hal itu. Kalau toh ia suka sama
Kwee Ceng, itulah karena perasaannya yang wajar,
perasaan yang ia rasakan manis, apabila mereka
berpisahan, segera ia merasa sunyi seorang diri. Tapi
ia tahu, kalau orang menjadi suami-istri, orang tidak
bakal berpisahan pula seumur hidupnya, maka itu ia
anggap Kwee Ceng sudah menjadi sebagai suaminya;
lain daripada itu, ia gelap.
Untuk sejenak itu, Cit Kong pun dipersulit
pertanyaan si nona, hingga ia tidak lantas memberikan
jawabannya.
“Setelah satu nona dirusak kesuciannya, apakah dia
lantas dibunuh?” Oey Yong tanya pula.
“Bukannya begitu,” Cit Kong tertawa. “Wanita yang
diperhina secara demikian, hebatnya melebihkan
daripada dibunuh. Maka juga ada pembilangan, ‘Hilang
kesucian urusan besar, mata kelaparan urusan kecil’”
“Habis, apakah dia dihajar kempolannya?” si nona
tanya pula.
“Cis!” berludah Cit Kong tetapi dia tertawa.
“Bukannya begitu, budak! Baiklah kau pulang untuk
menanyakan keterangan ibumu!”
“Ibu sudah lama tutup mata.” sahut si nona.
“Oh….” si pengemis melengak. “Nanti saja, kapan
tibanya kamu berdua merayakan pernikahanmu, kau
bakal mengerti sendiri.”
Mukanya si nona menjadi merah, ia memonyongi
mulutnya. “Sudahlah jikalau kau tidak sudi
menerangkan!” katanya. Samar-samar ia mulai
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
mengerti duduknya hal. Ia menanya pula: “Habis
bagaimana sesudah kau pergoki si siluman bangkotan
itu berbuat buruk?”
Lega si pengemis mendengar orang bicara dari lain
soal.
“Pasti sekali aku urus dia!” ia menyahuti, “Orang
she Nio itu telah kena aku bekuk, aku hajar dia, aku
paksa ia mengantari pulang semua nona-nona itu
kerumahnya masing-masing. Lain dari itu aku paksa ia
mengankat sumpah bahwa dilain waktu dia tidak lagi
berbuat sejahat itu, dan aku ancam, apabila aku
mempergokinya pula, ia bakal mati tidak, hidup pun
tidak!”
“Oh, kiranya demikian!”
Kemudian, habis bersantap, Oey Yong berkata, “Cit
Kong, kalau sekarang kau kasihkan tongkatmu
kepadaku, aku juga tidak sudi menerimanya, hanya
masih ada satu saol. Bukankah kita tidak bakal
berdiam bersama-sama untuk selama-lamanya?
Bagaimana kalau dilain waktu kami berdua bertemu
pula sama siluman she Nio itu dan dia membilangnya
padaku, ‘He, budak yang baik, dulu hari kau
mengandalkan Ang Pangcu, kau menghanjar aku
dengan tongkatnya, sekarang aku hendak membalas
sakit hati!’ Kalau sampai terjadi begitu, bagaimana
kami harus berbuat?”
Ang Cit Kong tertawa. “Ha! Kau sebenarnya
menghendaki aku mengajari pula lain ilmu silat kepada
kau berdua! Kau kira aku tidak tahu? sekarang
pergilah kau masak syaur lagi, bikinlah banyakan, kau
boleh percaya Cit Kong tidak nanti membikin kau
kecele!”
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Oey Yong menjadi sangat girang, ia sambar
tangannya si pengemis, untuk dibawa ke rimba tadi.
Ang Cit Kong mengajarkan pula jurus yang baru
kepada Kwee ceng, yaitu jurus kedua dari Hang Liong
Sip-pat Ciang, namanya “Hoei Liong Thay Thian” atau
“Naga Terbang ke Langit”. Jurus ini mewajibkan Kwee
Ceng lompat tinggi sekali, lalu dari atas ia menyerang
turun, hingga tenaganya menjadi luar biasa besar.
Untuk ini, Kwee Ceng memerlukan tempo tiga hari,
baru ia dapat melatih dengan baik. Selama tiga hari itu,
Oey Yong sendiri sudah mendapatkan pelajaran lain,
ialah untuk dengan tempuling ngo-bje-cie
memecahkan sebatang golok. Semenatar itu Ang Cit
Kong sendiri telah menikmati belasan macam
makanan lezat dari si nona.
Demikianlah hari-hari lewat. Tidak sampai satu
bulan, Cit Kong sudah wariskan limabelas jurus dari
Hang Liong Sip-pat Ciang, dari “Naga Menyesal”
sampai pada “Liong Thian Ie Ya” atau “Naga
bertempur di tanah datar”.
Ilmu silat Cit Kong ciptakan sendiri setelah ia
memehami kitab “Ya Keng”, jurusnya terbatas sekali
tetapi kegunaannya besar, sebab setiap jurusnya
hebat. Hanya ketika dulu di puncak Hoa San ia
mengadu silat sama Oey Yok Su beramai, ilmu ini
belum ia pelajarkan habis, meski begitu, Ong Tiong
Yang toh memuji ilmunya itu. Cit Kong menyesal yang
ia belum sempat menyelesaikan itu, kalau tidak,
mungkin ialah yang menjadi pemenang nomor satu.
Mulanya dia hendak mengajari Kwee Ceng dua tiga
jurus saja, untuk si anak muda pakai menjaga diri,
tetapi masakan Oey Yong hebat sekali, setiap hari
ditukar denagn hari lewat hari, kejadian ia mewariskan
limabelas jurus itu. Maka dalam tempo satu bulan itu,
Kwee Ceng telah seperti salin rupa. Oey Yong sendiri
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
telah memperoleh beberapa jurus yang luar biasa,
yang campur aduk!
Pada suatu pagi sehabis sarapan, Cit Kong berkata
kepada kedua bocah itu; “Eh, anak-anak, kita sudah
berkumpul sebulan lamanya, sudah tiba waktunya kita
berpisahan.”
“Oh, tidak!” Oey Yong mencegah. “Aku masih
mempunyai beberapa macam masakan yang hendak
aku bikin untuk aku suguhkan kepada kau, lojinkee!”
“Ingat, anak, di kolong langit ini tidak ada pesta
yang tidak bubar. Kau tahu biasanya aku si tua bangka
belum pernah mengajari orang lebih daripada tiga hari,
tetapi terhadap kamu, aku telah memakai tempo satu
bulan, kalau mesti tambah hari lagi, oh itulah hebat
sekali!” kata si pengemis.
“Kenapa begitu, Cit Kong?” tanya si nona heran.
“Dengan begitu, habislah semua kepandaianku
diturunkan kepada kamu!” sahut si raja pengemis.
Oey Yong tersenyum tetapi ia kata: “Cit Kong, orang
baik mesti sekali berbuat baik seterusnya berbuat baik
hingga diakhirnya. Jikalau kau ajarkan semua
delapanbelas jurus dari Hang Liong Sip-pat Ciang
kepadanya, bukankah itu baik sekali?”
“Fui!” si pengemis berseru. “Ya, buat kamu baik,
tetapi aku si pengemis tidak!”
Oey Yong menjadi bingung. Ia lantas memikirkan
daya apa untuk menahan orang tua itu, akan tetpai
belum ia dapat pikiran, Cit Kong telah menggendol
cupu-cupunya dan mengangkat tongkatnya ngeloyor
pergi, jalannya sambil menyeret sepatunya…..
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Kwee Ceng menjadi bingung juga, ia lari menyusul.
Hebta Cit Kong sebentar saja ia telah lenyap di dalam
rimba.
“Cit Kong! Cit Kong!” Kwee Ceng menyusul dan
berteriak-teriak. Tidak ada jawaban.
Oey Yong juga menyusul, ia pun memanggilmanggil.
Tapi ia pun tidak peroleh penyahutan.
Tapi belum lama, terlihatlah suatu bayangan dan Cit
Kong muncul dengan tiba-tiba.
“Ha, kamu berdua budak busuk, mau apa kamu
melibat aku?” ia menanya, agaknya ia mendongkol.
“Apakah kau masih minta aku mengajari silat? Oh,
itulah sukar di atas sukar!”
“Lojinkee sudah mengajarkan banyak, teecu telah
puas,” berkata Kwee Ceng, yang menyebut dirinya
teecu atau murid. “Tidak nanti teecu berlaku temaha,
cuma teecu belum dapat membalas budimu yang
besar sekali.” Ia lantas jatuhkan dirinya, berlutut, untuk
paykui kepada itu guru sembatan.
“Ha, tahan!” mendadak si pengemis berseru. “Aku
mengajarkan kau silat sebab aku gegaras sayur
masakan dia itu, untuk itu, pengajaranku itulah
bayaranku! Di antara kita tidak ada soal guru dengan
murid!” Mendadak ia pun berlutut, membalas
hormatnya si anak muda.
Kwee Ceng kaget sekali, hendak ia paykui pula,
untuk membalas, tetapi ia tidak dapat berbuat begitu,
tiba-tiba saja si pengemis mengulurkan tangannya dan
ia kena ditotok jalan darah dirusuknya hingga ia berdiri
dengann kedua kaki ditekuk, tak dapat ia menggeraki
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
tubuhnya!
Cit Kong mengangguk sampai empat kali, guna
membalas penghormatan orang, baru ia menotok pula
membebaskan jalan darah orang. Ia kata: “Ingat,
sekarang jangan kau mengatakannya sudah memberi
hormat padaku, bahwa kaulah muridku!”
Kwee Ceng berdiam, tidak berani ia membuka
mulut lagi. Sekarang ia menginsyafi benar-benar tabiat
kukoay bin aneh dari si raja pengemis yang berjeriji
sembilan itu.
Cit Kong lantas memutar tubuhnya, untuk
mengangkat kaki, atau mendadak ia bersuara “Ih!”
lantas ia membungkuk, tangannya diulurkan ke tanah,
di antara rumput, dua jarinya menjepit seekor ular hijau
panjangnya dua kaki.
“Ular!” Oey Yong menjerit kapan si pengemis
angkat tangannya. Cuma sebegitu ia berseru, atau
pundaknya telah ditolak Ang Cit Kong hingga ia
terpental jauhnya setombak lebih!
Bab 26. Memikiri Senantiasa
Menyusul itu terdengar pula beberapa suara rumput
bergerak-gerak, lalu terlihatlah beberapa ekor ular
lainnya. Dengan menggeraki tongkatnya, Ang Cit Kong
singkirkan binatang berbisa itu, untuk setiap
kemplangannya, tongkatnya mengenai tepat di kepala
ular, yang terus mati.
Kalau tadinya ia kaget, sekarang Oey Yong
kegirangan hingga ia berseru memuji.
Tengah ia tertawa, di belakangnya muncul dua ekor
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
ular yang lain, yang menyambarsambil membuka
bacotnya, untuk menggigit.
“Lari!” Ang Cit Kong berseru. Tapi sudah terlambat,
si nona telah kena disambar dan digigit. Ular itu kecil
tubuhnya tetapi hebat bisanya, cuma tergigit satu kali,
celakalah orang, apapula sekarang menyambar sekali
dua.
Ang Cit Kong pun kaget. Kupingnya segera
mendengar suara lain, yang terlebih berisik, kapan ia
mengawasi, ia tampak nyelosornya sekumpulan ular di
tempat kira-kira sepuluh tombak dari mereka. Tidak
ayal lagi, ia sambar pinggang Kwee Ceng, ia cekuk
pundak Oey Yong, terus ia berlompat, lari keluar dari
rimba itu. Dia lari terus kembali ke tempat penginapan.
Setibanya di muka pondokan, pengemis itu awasi
muka si nona, lantas hatinya menjadi lega. Nona itu
tak kurang suatu apa, dia ada seperti biasa.
“Bagaimana kau merasakan?” ia menanya, hatinya
girang.
Oey Yong tertawa. “Tidak apa-apa!” sahutnya wajar.
Tapi Kwee Ceng melihat ular tadi masih menyantel
di badan kekasihnya, dia kaget, dia ulur tangannya,
untuk menangkap ular itu, untuk disingkirkan.
“Jangan!” Cit Kong berseru pula saking kagetnya.
Tapi tangan Kwee Ceng telah kena menjambret ular
itu, yang kepalanya mengeluarkan darah. Binatang itu
tidak bergerak lagi, dia sudah mati! Mulanya Ang Cit
Kong tercengang, tetapi dengan lekas ia sadar
sendirinya. “Tidak salah lagi!” katanya. “Tentulah joanwie-
kah ayahmu telah diwariskan kepadamu!”
Memang ulat itu menggigit joan-wie-kah, kepalanya
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
pecah, lalu terbinasa.
Selagi Kwee Ceng menyambar seekor ular, banyak
yang lainnya lagi keluar dari rimba. Cit Kong sendiri
segera mengeluarkan obat hitam dari sakunya, ia
masuki itu ke dalam mulutnya untuk dikunyah. dari
dalam rimba masih saja terlihat ular yang keluar,
hitung ratus, hitung ribu.
Maka Kwee Ceng berseru; “Cit Kong, mari lekas
pergi!”
Cit Kong tidak menjawab, ia menurunkan cupu-cupu
dari punggungnya, dia membuka sumpalnya, untuk
menuang isinya ke dalam mulutnya, dicampur sama
obat tadi, sesudah mana ia menyembur ke arah ularular
itu, ke kiri dan kanan, hingga mereka bertiga
terintang semburan arak. Sejumlah ular, yang
mencium bau arak campur obat itu lantas rebah tak
bergerak, ynag lainnya tak berani maju lebih jauh, tapi
kerana yang dibelakang amsih banyak dan maju terus,
mereka jadi kacau sendirinya. Oey Yong gembira
menyaksikan ular-ular itu bergumulan, ia menepuknepuk
tangan.
Selagi si nona ini kegirangan, dari dalam rimba
terdengar suara berisik, lalu terlihat tiga orang pria
yang pakaiannya putih semua, dengan tangan
mencekal masing-masing sepotong pentungan dua
tombak lebih panjangnya, lagi berseru-seru mengusir
semua ular itu, pentungannya dipakai mengancam,
mirip lagaknya dengan bocah angon lagi
menggembala kerbau atau kambingnya.
Mual rasanya akan menyaksikan ujal-ujalan semua
ular itu.
Ang Cit Kong menangkap seekor ular, yang ia
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
sontek dengan tongkatnya. Dengan dua jari kiri ia jepit
leher ualr itu, dengan kelingking kanan ia menggurat
perutnya ular hingga pecah berlobang, untuk mengasih
keluar nyalinya.
“Lekas telan ini! Jangan kena kegigit, sangat pahit!”
ia berkata kepada si nona.
Oey Yong menurut, ia lantas telan nyali ular itu.
Menyusul itu, ia merasa enak dan segar sekali.
“Eh, engko Ceng, kau juga hendak makan nyali
ular?” dia menanya.
Kwee Ceng menggelengkan kepalanya. Ia sudah
mengghirup darah ular, ia tidak mempan racun ular itu,
malah tidak ada ular yang berani menggigit padanya,
cuma Ang Cit Kong dan si nona yang tadinya diarah.
“Cit Kong, ular ini mesti ada yang piara,” berkata
Oey Yong.
Pak Kay mengangguk. Dengan wajah murka, ia
mengawasi ketiga orang serba putih itu, yang
sebaliknya pun murka melihat orang bunuh ularnya
dan dimakan nyalinya, malah habis membereskan
ular-ularnya, mereka maju menghampirkan.
“He, kamu tiga ekor iblis, apakah kamu sudah tidak
menghendaki lagi jiwamu?!” yang satu menegur
dengan bengisnya.
“Tepat!” berseru Oey Yong dengan jawabannya.
“Kamu tiga ekor iblis, apakah kamu sudah tidak
menghendaki jiwa kamu?!”
“Bagus!” berseru Cit Kong seraya menepuk pundak
si nona. Ia memuji pembalasannya si nona, yang
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
mulutnya lihay itu.
Tiga orang itu menjadi bertambah gusar, satu yang
kulit mukanya putih dan usia pertengahan sudah lantas
berlompat, menyodok si nona dengan pentungannya.
Melihat sambaran anginnya, dia bukannya
sembarangan kepandaiannya.
Cit Kong berlaku sebat, ia melonjorkan tongkatnya,
menyambut serangan itu. Dengan begitu Oey Yong
jadi luput dari bahaya.
Penyerang itu lantas menjadi kaget, tidak saja
pentungannya mandek, pula tak dapat ia menarik
pulang. Pentungan itu menempel seperti terpantek
pada tongkat si pengemis. Maka ia lantas mengempos
semangatnya.
“Kau pergilah!” berseru Ang Cit Kong selagi orang
menarik keras, tangannya digentak.
Maka terjengkanglah orang itu, terlempar ke dalam
barisan ularnya, pentungannya hancur menjadi
puluhan potong pendek. Dia rupanya telah memakan
obat pemunah, ular tak berani gigit padanya.
Dua orang yang lain terkejut, mereka mundur
dengan seketika.
“Bagaimana, toako?” mereka menanya pada
kawannya yang roboh itu. Orang itu berlompat bangun
dengan gerakannya “Ikan gabus melentik”. Akan tetapi
dia terbanting keras, belum sampai bangun berdiri, dia
sudah jatuh pula, kembali menimpa ularnya, hingga
seperti tadi, ada belasan ular yang mampus
ketindihan. Maka kawannya, yang mukanya putih,
menyodorkan pentungannya, membantui dia bangun.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Sekarang mereka bertiga itu tidak berani
menyerang pula, bahkan mereka lantas masuk ke
dalam kalangan ular mereka.
“Siapa kamu!” kemudian tanya orang yang barusan
terjungkal itu. “Kalau kau laki-laki, sebutkan nama
kamu!”
Ang Cit Kong tertawa terbahak-bahak, ia tidak
menyahuti.
“Kamu orang-orang macam apa?!” Oey Yong
sebaliknya menanya. “Kenapa kau menggiring begini
banyak ular berbisa untuk mencelakai orang?!”
Tiga orang itu saling mengawasi, selagi satu
diantaranya hendak menyahuti, dari dalam rimba
tertampak munculnya seorang yang berdandan
sebagai mahasiswa yang putih mulus bajunya. Dia
berjalan perlaha-lahan, tangannya mengerjakan
kipasnya. Ia berjalan di antara banyak ular itu, yang
pada menyingkir sendirinya.
Kwee Ceng dan Oey Yong sudah lantas mengenali
orang itu ialah Auwyang Kongcu, sancu atau pemilik
gunung Pek To San. Herannya ular-ular itu menyingkir
daripadanya.
Tiga pengiring itu menghampiri si anak muda, untuk
berbicara, lantas tangannya menunjuk ke ular-ular
yang tak berkutik itu, rupanya mereka mengadu.
Pemuda itu agaknya terperanjat, tapi lekas ia
menjadi tenang pula. Dia maju menghampir Ang Cit
Kong bertiga, dia memberi hormat sambil
mengangguk, kemudian dia tertawa dan berkata:
“Beberapa sahabatku ini telah berlaku kurang ajar
kepada locinpwee, untuk itu aku menghanturkan
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
maaf.” Terus ia memandang Oey Yong, untuk
meneruskan: “Kiranya nona ada di sini. Sungguh
bersengsara aku mencari padamu…”
Oey Yong tidak mengambil mumat pemuda itu, ia
hanya menoleh kepada si pengemis. “Cit Kong, orang
inilah telur busuk yang paling besar!” ia memberitahu.
“Kau baiklah mengajar adat padanya!”
Ang Cit Kong mengangguk, terus ia memandang si
anak muda, romannya bengis. “Untuk mengangon ular
ada tempatnya, ada batasnya, ada waktunya, ada
aturannya juga!” katanya. “Kau andalkan pengaruh
siapa maka kau jadi begini gila-gilaan?!”
“Semua ular ini datang dari tempat yang jauh sekali,
semuanya sangat lapar, mereka jadi tidak dapat
memakai aturan lagi,” menyahut si pemuda.
“Berapa banyak orang telah kamu bikin celaka?” Cit
Kong menegur pula.
“Kami menggembala di tanah belukar, belum
pernah kami mencelakai orang,” menyahut si anak
muda.
“Hm!” Cit Kong mengejek. “Belum pernah
mencelakai orang! Kau toh si orang she Auwyang?”
“Benar!” dia menjawab itu. “Kiranya nona ini telah
memberitahukannya padamu. Kau siapa, lojinkee?” dia
balik menanya.
Oey Yong mendahului si pengemis. “Namamu yang
busuk! Siapa yang sudi menyebutnya!” kata dia.
“Namanya locinpwee ini tidak usah diberitahukan
kepadamu, cuma-cuma bakal membikin kau kaget!”
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Auwyang Kongcu itu tidak gusar, dia melirik si nona
sambil tersenyaum.
“Kau anaknya Auwyang Hong, bukankah?” Ang Cit
Kong tanya.
Belum si anak muda menyahuti, tiga kawannya
sudah gusar duluan. “Pengemis bangkotan tidak
karuan, bagaimana besar nyalimu berani menyebut
namanya sancu kami?!” mereka menegur.
Ang Cit Kong tertawa lebar.
“Lain orang boleh tidak menyebutnya tetapi aku
boleh!” katanya. mendadak orang tua itu mencelat ke
arah tiga orang itu dan tahu-tahu “Plak-plok!” muka
mereka kena ditampar datang-pergi, setelah mana
dengan menekan tongkatnya, ia berlompat balik ke
tempatnya berdiri tadi.
“Kepandainmu ini, Cit Kong, kau belum ajari aku!”
berkata Oey Yong, seperti ia tidak menggubris
peristiwa.
Cit Kong bukan saja menggaplok, ia juga
membuatnya terlepas sambungan baham orang.
Auwyang Kongcu terperanjat, lekas-lekas ia
menolongi tiga orang itu. “Apakah cinpwee mengenal
pamanku?” ia tanya Cit Kong, sekarang sikapnya
hormat.
“Oh, kau jadinya keponakannya Auwyang Hong!”
berkata Cit Kong. “Sudah berselang duapuluh tahun
yang aku tidak pernah bertemu pula sama si racun tua
bangkamu itu! Apakah dia belum mampus?”
Panas hatinya si anak muda, tetapi melihat orang
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
lihay dan orangpun seperti mengenal baik pamannya,
ia mau percaya, pengemis ini ada orang tingkat atasan
yang lihay. Maka berkatalah ia: “Pamanku sering
membilang, sebelum sahabat-sahabatnya pada habis
mati terlebih dulu, dia masih belum ingin pulang ke
langit…”
Ang Cit Kong tertawa berlengak. “Anak yang baik,
pandai kau mencaci orang dengan jalan mutar-balik!”
katanya. “Aku hendak tanya kau, perlu apa kau
membawa-bawa sekalian mustikamu ini?” Ia
maksudkan semua ular itu.
“Biasanya aku yang muda tinggal di barat,”
Auwyang Kongcu menyahut, “Tapi kali ini aku
berangkat ke Tionggoan untuk belajar berkenalan,
lantaran iseng – kesepian di tengah jalan, sekalian aku
membawa mereka ini untuk main-main saja.”
“Terang-terang kau mendusta!” Oey Yong
menyemprot. “Ada demikian banyak wanita yang
menemani kau, kau masih bilang iseng kesepian!”
Pemuda itu menggoyangi kipasnya hingga dua kali,
matanya menatap si nona, lalu ia tersenyum, lantas ia
bersenandung: “Duka hatiku, maka kenapa tidak ada
lain orang? Karena kau, aku jadi bersenandung hingga
jini!” Ia mengambil syair dari Sie Keng, Kitab Syair,
yang ia campur aduk.
Oey Yong tidak gusar, ia sebaliknya tertawa. “Aku
tidak membutuhkan kau mengambil-ambil hatiku!” ia
menganggapi. “Lebih baik tak perlulah kau memikirkan
aku!”
Pikiran si anak muda bagaikan melayang, tak tahu
ia harus membilang apa….
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Ang Cit Kong lantas menegur; “Kau paman dan
keponakan, kamu malang melintang di Barat, di sana
tidak ada orang yang mengendalikan kamu, jikalau di
Tionggoan kau masih hendak berbuat seperti di sana,
kau janganlah mimpi di musim rontok! Dengan
memandang pamanmu itu, aku tidak ingin
berpandangan cupat seperti kau, maka lekaslah kau
pergi!”
Auwyang Kongcu mendongkol bukan main, tetapi
untuk melawan ia tidak ungkulan, cuma untuk berlalu
begitu saja, ia tidak puas. Maka akhirnya ia berkata;
“Di sini aku yang muda meminta diri. Umpama kata
dalam beberapa tahun ini cianpwee tidak dapat
sesuatu sakit keras dan juga tidak menemui bahaya
apa-apa, aku undang cianpwee suka berkunjung ke
Pek To San untuk berdiam beberapa hari di sana.”
Ang Cit Kong tertawa.
“Nyata kau telah menantang aku!” katanya. “Tapi
aku si pengemis bangkotan tidak biasanya main janjijanji!
Pamanmu tidak takut padaku, aku juga tidak
takuti pamanmu itu! Pada duapuluh tahun yang sudah,
kita sudah mengadu kepandaian, kita adalah setengah
kati sama dengan delapan tail, jadi tidak usahlah kita
bertempur pula!” Tiba-tiba ia menambahkan, dengan
membentak bengis; “Masih kau tidak hendak
menyingkir jauh-jauh!”
Auwyang Kongcu terperanjat, hatinya pun berpikir;
“Kepandaiannya pamanku belum separuhnya aku
wariskan, orang tua ini rupanya tidak mendusta, aku
mana sanggup menjadi tandingannya….” karenanya
segera ia menjura, setelah melirik mendelik kepada
Oey Yong, lantas ia mengundurkan diri masuk ke
dalam rimba.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Ketiga pengangon ular itu sudah lantas mengasih
dengar suaranya, bersiul secara aneh. Dengan itu
mereka mengusir ular mereka. Maka juga semua
binatang berbisa itu membalik tubuhnya, mengesor
kembali ke dalam hutan. Sebentar saja, bersilah
tempat itu dari semua binatang berbisa itu, tinggal
tanahnya yang penuh lendirnya yang licin mengkilap.
“Cit Kong belum pernah aku melihat ular demikan
banyak,” berkata Oey Yong. “Benarkah ular itu dipiara
mereka?”
Cit kong tidak lantas menyahuti, dia hanya
membuka mulut cupu-cupunya untuk menenggak
araknya beberapa gelogokan, kemudian dengan
tangan bajunya dia menyusuti peluh di dahinya. Ia pun
menghela napas panjang. Baru setelah itu ia
mengatakannya berulang-ulang: “Sungguh berbahaya!
Sungguh berbahaya…!”
“Eh, Cit Kong, kenapakah?” tanya kedua pemudapemudi
itu heran.
“Untuk sejenak aku dapat mengusir ular itu,”
menyahut si pengemis kemudian: “Umpama kata tadi
benar-benar semuanya menerjang, cara bagaimana
ribuan binatang itu dapat ditangkis? Syukur beberapa
bocah itu belum tahu apa-apa, mereka tidak
mengetahui asal-usulku, mereka jadi kena kugertak.
Coba si racun tua bangkotan itu ada di sini, oh, anakanak,
kamu bisa celaka….”
“Jikalau kami tidak sanggup melawan, kami kabur!”
berkata si Oey Yong.
Cit Kong tertawa. “Aku si pengemis tua, aku tidak
takuti dia!” katanya. “Tetapi kamu berdua, meski kamu
ingin menyingkir, kamu tidak bakal lolos dari
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
tangannya si racun bangkotan itu….”
“Siapakah pamannya orang itu? Benarkah dia
demikian lihay?” tanya Oey Yong.
“Kau sangka ia tidak lihay? Apakah aku belum
pernah dengar disebut-sebutnya Tong Shia See Tok,
Lam Tee pak Kay dan Tiong Sin Thong?”
Tentang nama-nama itu Oey Yong pernah
mendengarnya dari omongannya Khu Cie Kee denagn
Ong Cie It, sekarang mendengar perkataan pengemis,
hatinya girang.
“Aku tahu, aku tahu!” sahutnya. “Kau sendiri,
lojinkee, adalah Pak Kay, dan kauwcu dari Coan Cin
Kauw ialah Tiong Sin Thong.”
“Benar! Adakah ini ayahmu yang membilangi?
Ayahmu itu ialah Tong Shia dan Auwyang Hong itulah
See Tok! Orang yang nomor satu paling pandai di
kolong langit ini yaitu Ong Cinjin itu sudah meninggal
dunia, maka sekarang tinggal kita berempat yang
kepandaiannya rata-rata setengah kati sama dengan
delapan tail, hingga kita jadi saling memalui! Ayahmu
lihay tidak? Aku sendiri si pengemis lihay tidak?”
Oey Yong mengasih dengar suara perlahan,
agaknya ia berpikir.
“Ayahku orang baik-baik, mengapa dia dipanggil
Tong Shia?” ia tanya kemudian.
Ang Cit Kong tertawa. “Dia seorang yang kukuh dan
licin, dia dari kaum kiri, mustahilkah dia bukannya si
sesat?” dia menyahuti. “Bicara dari hal ilmu silat, Coan
Cin Kuaw adalah yang sejati, terhadapnya aku si
pengemis tua takluk benar-benar dari mulut ke hati.” Ia
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
menoleh kepada Kwee Ceng, untuk menegaskan;
“Kau telah belajar ilmu dari Coan Cin Kauw,
bukankah?”
“Totiang Ma Goik telah mengajarkan teecu selama
dua tahun,” sahut si anak muda hormat.
“Nah, itu dianya, kalau tidak, tidak nanti dalam
tempo pendek satu bulan kau dapat mempelajari Hang
Liong Sip-pat Ciang dari aku.”
“Habis, siapakah itu Lam Tee?” tanya Oey Yong.
“Dialah satu hongya, seorang kaisar,” sahut Cit
Kong.
Kwee Ceng dan Oey Yong heran. “Eh, seorang
kaisar demikian lihay ilmu silatnya?” mereka menegasi.
“Memang ia seorang kaisar, tetapi dalam hal
kepandaiannya, ayahmu dan aku jeri tiga bagian
terhadapnya,” sahut si pengemis mengaku. “Api dari
Selatan mengalahkan Emas dari Barat, maka dialah si
penakluk dari si bisa bangkotan Auwyang Hong itu.”
Dua-dua muda-mudi ini kurang mengerti, tetapi
mereka diam saja, sebab mereka lantas mendapatkan
si pengemis dia menjublak, hingga mereka tidak berani
menanya lebih jauh.
Cit Kong masih memandangi mega, agaknya ia
berpikir keras, alisnya sampai dikerutkan. Nampaknya
ia tengah menghadapi satu soal besar yang ia tak
mendapatkan pemecahannya. Tanpa mengucapkan
sepatah kata, ia berjalan pulang ke pondok. Mendadak
saja terdengar suara memberebet, ternyata bajunya
kena langgar paku di pintu dan sobek.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
“Aih!” seru Oey Yong, yang mengikuti, tetapi si
pengemis sendiri seperti tidak mengetahui hal itu.
Maka si nona berkata, “Nanti aku tambalkan!” Lantas
dia cari nyonya pemilik pondok, untuk pinjam benang
dan jarum, terus ia jahiti baju sobek itu.
Cit Kong masih menjublak ketika ia lihat jarum di
tangannya si nona, tiba-tiba saja dia rampas jarum itu,
lantas dia membawa lari ke luar. Oey Yong dan Kwee
Ceng heran, mereka lari mengikuti.
Sesampainya si luar, Cit kong mengebas tangannya
yang memegang jarum itu, lalu terlihat satu sinar
berkeredep. Nyata jarum itu telah dipakai menimpuk!
Oey Yong mengawasi jarum meluncur, lalu jatuh,
nancap di tanah. Dan nancapnya dengan menikam
seekor walang. Saking kagum, dia bersorak. Cit Kong
mengeluarkan napas lega.
“Berhasil! Berhasil!” katanya. “Ya, beginilah….”
Oey Yong dan Kwee Ceng tercengang mengawasi
pengemis itu.
Ang Cit Kong berkata; “Auwyang Hong si tua
bangka beracun itu paling gemar memelihara ular dan
ulat berbisa, semua binatang jahat itu dapat
mendengarkan segala titahnya. Itulah usaha yang
bukan gampang.” Ia berhenti sebenatr, lalu ia
menambahkan: “Aku rasa juga ini bocah she Auwyang
bukannya makhluk yang baik, jikalau nanti ia bertemu
pamannya, mungkin ia menghasut yang bukan-bukan,
maka itu berbahayalah kalau kita bertemu pada
pamannya itu, jadi aku si pengemis tua tidak dapat
tidak mesti aku mempunyai suatu senjata untuk
melawannya mengalahkan segala binatang berbisa
itu!”
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Oey Yong bertepuk tangan. “Jadi kau hendak
menggunai jarum untuk menikam nancap setiap ular
berbisa itu di tanah!” katanya.
Ang Cit kong membuka lebar matanya terhadap si
nona. “Ah, kau iblis cilik yang licin!” ujarnya. “Orang
baru menyebutnya bagian atas, kau sudah lantas
dapat mengetahui bagian bawahnya!”
“Bukankah kau telah mempunyakan obat yang
lihay?” Oey Yong tanya, “Bukankah kapan obat itu
dicampuri arak, asal kau menyemburnya, ular berbisa
itu tidak berani datang dekati padamu?”
“Daya itu cuma dapat dipakai dalam sewaktu,” Ang
Cit Kong memberi keterangan. “Sudah, kau jangan
ngoceh saja, jangan mengganggu aku, hendak aku
melatih diri dalam ilmu ‘Boan-thian hoa ie’. Aku hendak
mendapatkan kepastian bagaimana kesudahannya
ilmu itu kalau memakai jarum….”
“Kalau begitu, nanti aku menolongi kau membeli
jarum,” berkata si nona, yang terus lari keluar.
Ang Cit Kong menghela napas. Katanya seorang
diri; “Sudah ada si tua bangkanya yang cerdik licin
bagaikan iblis, sekarang ada gadisnya yang serupa
cerdik licinnya!”
“Tidak lama, Oey Yong telah kembali dari pasar,
dari keranjang sayurannya ia mengasih keluar dua
bungkus besar jarum menjahit.
“Semua jarum di kota ini telah kau beli hingga
habis!” kata dia sambil tertawa. “Maka besok semua
orang laki-laki di sini bakal digeremberengi hingga mati
oleh istrinya!” katanya kemudian.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
“Bagaimana begitu?” Kwee Ceng tanya.
“Sebab mereka bakal dicaci tidak punya guna!
Sebab kalau mereka pergi ke pasar, mereka tidak
mampu membeli jarum!” sahut si nona. “Sebatang pun
tidak ada!” kata si nona sambil tertawa.
Ang Cit Kong tertawa tergelak. “Dasar aku si
pengemis tua yang cerdik!” katanya. “Aku tidak
menghendaki istri, supaya aku tak usah disiksa pihak
perempuan! Nah, mari kita berlatih! Dua bocah,
bukankah kau ingin aku si pengemis tua mengajarkan
kau menggunai senjata rahasia? Apakah kamu
sanggup?”
Oey Yong tertawa, dia mengikuti di belakang
pengemis itu.
“Cit Kong, aku tidak mau belajar!” kata Kwee Ceng
sebaliknya.
Ang Cit Kong heran. “Kenapa, eh?” dia tanya.
“Lojinkee sudah mengajari aku banyak ilmu, dalam
sesaat ini aku tidak sanggup mempelajarinya semua,”
Kwee Ceng mengaku.
Ang Cit Kong melengak, tetapi sebentar saja, ia
sudah mengerti. Ia tahu orang jujur dan tidak serakah
banyak macam pelajaran, alasan saja dia membilang
tidak sanggup belajar lebih jauh.
“Ah, anak ini baik hatinya,” ia memuji di dalam hati.
Ia lantas tarik tangannya Oey Yong, “Mari kita saja
yang berlatih.”
Kwee Ceng tidak mengikuti, ia hanya pergi ke
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
belakang bukit, di mana seorang diri dia menyakinkan
terus lima belas jurusnya, ilmu silat Hang Liong Sip-pat
Ciang itu. Ia merasakan ia dapat kemajuan, hatinya
girang bukan main.
Berselang sepuluh hari, selesai sudah Oey Yong
mempelajari “Boan-thian Hoa Ie Teng Kim-ciam”, ialah
ilmu menimpuk dengan jarum, dengan sekali
mengayun tangan, ia dapat melepaskan belasan
batang jarum, cuma ia belum dapat memisahkan
semua itu ke setiap jalan darah yang ia arah.
Pada suatu hari habis berlatih, Cit Kong tidur
menggeros di bawah sebuah pohon cemara. Oey
Yong membiarkannya. Tahu, yang mereka segera
bakal perpisahan, ia lari ke pasar membeli beberapa
rupa barang serta bumbunya. Ia ingin memasak
beberapa rupa barang hidangan yang lezat untuk si
pengemis. Di tengah jalan pulang, sambil
menentengnya dengan tangan kiri, tangan kanannya
saban-saban diayun, berlatih kosong dengan
timpukannya. Ketika hampir sampai di tempat
penginapan, kupingnya mendengar kelenengan kuda
yang nyaring. Ia lantas menoleh. Ia tampak seekor
kuda dikasih lari mendatangi, malah penunggangnya ia
lantas kenali, ialah Bok Liam Cu, anak gadisnya Yo
Tiat Sim. Ia berdiri diam, mengawasi dengan bengong,
hatinya pepat. Ia tahu nona itu ada punya hubungan
jodoh dengan Kwee Ceng. Ia memikir juga, “Apa
baiknya wanita ini maka enam guru engko Ceng dan
imam-imam dari Coan Cin Pay hendak memaksa
engko Ceng menikah dengannya?” Memikir begini,
dasar masih kekanak-kanakkan, ia menuruti hati
panasanya. “Baik aku hajar ia untuk melampiaskan
hatiku!” pikirnya pula.
Lantas ia bertindak memasuki penginapannya. Ia
lihat Bok Liam Cu duduk seorang diri di sebuah meja,
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
romannya berduka sekali, seoarng pelayan sedang
menanya dia hendak mendahar apa. Dia memesan
semangkok mie dan enam kati daging.
“Apa enaknya daging matang?” kata Oey Yong.
Liam Cu menoleh, ia tercengang. Ia kenali nona
yang bersama Kwee Ceng naik seekor kuda di Pakhia.
Ia lantas berbangkit.
“Oh, adik pun ada di sini?” katanya. “Silahkan
duduk!”
“Mana itu semua imam?” tanya Oey Yong. “Mana si
kate terokmok, si mahasiswa jorok? Kemana perginya
mereka semua?”
“Aku sendiri saja,” menyahuti si Liam Cu. “Aku tidak
bersama Khu Totiang beramai.”
Oey Yong jeri terhadap Khu Cie Kee beramai itu,
maka mendengar jaaban si nona itu, hatinya girang,
sembari tertawa ia mengawasi nona itu. Ia
mendapatkan orang mengenakan pakaian berkabung,
pada rambut di ujung kupingnya ada sekuntum bunga
putih dari wol. Dia nampak lebih kurus, ia
mengharukan, tetapi justru itu, wajahnya lebih menarik
hati. Di pinggang si nona itu pun ada sebatang belati.
Ia ingat: “Itulah pisau yang menjadi tanda
perjodohannya dengan engko Ceng, pemberian ayah
mereka masing-masing…” Maka ia berkata; “Enci,
bolehkah aku pinjam melihat pisau belatimu itu?”
Itulah pisau yang Pauw Sek Yok keluarkan disaat
dia hendak melepaskan napasnya yang terakhir,
dengan dia dan suaminya telah meninggal dunia,
pantaslah pisau itu telah jatuh di tangannya Bok Liam
Cu. Mulanya Bok Liam Cu tidak berniat mengasihkan,
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
sebab ia dapatkan air muka Oey Yong luar biasa,
tetapi karena Oey Yong mendekati perlahan-lahan
seraya mengulurkan tangannya, ia tidak dapat
menolak. Ia mengasigkan sekalian bersama
sarungnya.
Oey Yong lihat ada ukiran nama Kwee Ceng pada
pisau itu. Lantas ia berpikir, “Inilah barangnya engko
Ceng, mana dapat diberikan padanya?” Ia mencabut
pisau itu, sinarnya berkilat, hawanya dingin. “Sungguh
pisau yang bagus!” pujinya. Ia masuki pisau itu ke
dalam sarungnya, terus ia masuki ke dalam sakunya
sendiri. “Akan aku kembalikan ini pada engko Ceng,”
katanya.
“Apa?!” tanya Liam Cu tercengang.
“Disini terukir nama engko Ceng, pasti ini adalah
pisaunya,” berkata Oey Yong. “Sebentar bertemu
dengannya, hendak aku memulanginya.”
Liam Cu gusar. “Inilah warisan satu-satunya dari
ayah ibuku, mana dapat aku berikan padamu?!”
katanya keras. “Lekas pulangkan padaku!” Ia pun
segera berbangkit.
“Kalau kau bisa, ambilah!” sahut Oey Yong, yang
terus lari keluar. Ia tahu Cit Kong sedang tidur dan
Kwee Ceng lagi di belakang bukit berlatih sendiri.
Liam Cu mengubar, hatinya cemas. Ia tahu, sekali
dia menunggang kuda merahnya, nona itu bakal lolos.
Oey Yong lari berliku-liku, sampai di bawahnya
sebuah pohon yang besar, ia berdiri diam. Ia lihat di
sekitar situ tidak ada lain orang. Sembari tertawa, ia
berkata: “Jikalau kau dapat mengalahkan aku, segera
aku pulangi pisau ini!”
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
“Adik, jangan main-main,” kata Liam Cu sabar
setelah ia menyandak. “Melihat pisau itu, aku seperti
melihat ayah ibuku, kenapa kau hendak
mengambilnya?”
“Siapa adikmu?!” bentak si nona Oey, terus ia
menyerang.
Liam Cu kaget, ia berkelit, tetapi Oey Yong lihay,
“Buk! Buk!” dua kali dia kena dihajar iganya. Dia
menjadi gusar sekali, lantas ia membalas menyerang,
hebat.
“Oey Yong tertawa, “Ilmu silat Po-giok-kun, apa
anehnya!” katanya, mengejek.
Liam Cu heran, “Inilah tipu silat ajaran Ang Cit
Kong, kenapa dia dapat tahu?” pikirnya. Ia menjadi
lebih heran ketika nona itu menyerang pula, ia justru
menggunai ilmu silat yang sama. “Tahan!” ia berseru
seraya lompat mundur. “Siapa yang ajari kau ilmu
silatmu ini?”
“Aku yang menciptkan sendiri!” sahut Oey Yong,
tertawa. “Inilah ilmu yang kasar, tidak ada
keanehannya!” Perkataannya itu disusul sama dua
serangannya, kembali jurus-jurus dari Po-giok-kun itu –
Kepalan Memecahkan Kumala.
Liam Cu semakin heran. “Apakah kau mengenal
Ang Cit Kong?” ia menanya, sambil menangkis.
“Dia sahabat kekalku, tentu saja aku kenal!” Oey
Yong tertawa. “Kau gunai ilmu silat pengajarannya,
aku menggunakan ciptaanku sendiri, coba lihat, bisa
tidak aku mengalahkan kau!”
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Nona ini tertawa tetapi serangannya terus
bertambah dahsyat. Tentu saja Liam Cu tidak sanggup
menandingi. Sudah kepandaian warisan ayahnya
sendiri, dia juga dapat didikan Ang Cit Kong. Sebentar
saja nona Bok kena terhajar pundaknya, tempo ia
terpukul juga pinggang kanannya, ia roboh seketika.
Sudah begitu, Oey Yong menghunus pisau belatinya,
ia bulang-balingkan itu di muka orang, saban-saban
hampir mengenakan kulit wajahnya. Liam Cu menutup
matanya, ia tidak merasakan luka, cuma angin dingin
meniup kulit mukanya itu. Satu kali ia membuka
matanya, ia lihat pisau berkelebat, cuma berkelebat
saja. Ia menjadi mendongkol. “Mau bunuh, bunuhlah,
buat apa kau menggertak pula!” ia membentak.
“Kita tidak bermusuhan, buat apa aku membunuh
kau?” kata Oey Yong tertawa. “Kau dengar aku, kau
mengangkat sumpah, lantas aku akan
memerdekakanmu!”
Liam Cu beradat keras, ia tidak sudi menyerah.
“Kalau kau berani, kau bunuhlah!” ia menantang.
“Untuk kau minta sesuatu dari aku, bermimpi pun
jangan kau harap!”
Oey Yong menghela napas, tetapi ia berkata
dengan nyaring, “Nona begini elok, mati muda,
sungguh kecewa.”
Liam Cu meramkan mata dan menulikan kupingnya,
dia berdiam saja.
Hening sejenak, lalu ia mendengar nona itu berkata:
“Engko Ceng baik denganku, biar dia menikah
denganmu, tidak nanti ia mencintainya…”
Ia menjadi heran, segera ia membuka matanya.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
“Apa kau bilang?” ia menanya.
“Kau tidak mau mengangkat sumpah, tidak apa,”
kata Oey Yong, tanpa menjawab. “Biar bagaimana, dia
tidak bakal menikah padamu, inilah aku tahu pasti!”
“Sebenarnya siapa yang baik padamu?” tanya Liam
Cu semakin heran. “Kau bilang aku hendak menikah
dengan siapa?”
“Dengan engko Ceng – Kwee Ceng!” Oey Yong
jelaskan.
“Oh, dia!” kata Liam Cu. “Bilanglah, kau
menghendaki aku bersumpah apa?”
“Aku ingin kau bersumpah dengan berat, biar
bagaimana, kau tidak bakal menikah dengan engko
Ceng itu!” sahut Oey Yong.
Akhirnya Liam Cu tertawa. “Biarpun kau ancam aku
dengan golokmu di leherku, tidak nanti aku menikah
dengan dia!” katanya.
Oey Yong girang mendadak. “Benar?” tanyanya.
“Kenapa begitu?”
“Benar ayah angkatku telah memberikan pesannya
yang terakhir, aku telah dijodohkan denagnnya,
sebenarnya,” sahut Liam Cu, yang lalu meneruskan
dengan perlahan sekali; “Sebenarnya ayah angkatku
itu telah sudah berlaku karena pelupaan, dia lupa yang
aku telah dijodohkan kepada lain orang…”
Oey Yong menjadi girang sekali. “Oh,
maaf!”katanya. “Aku telah menyangka keliru
terhadapmu….”
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Ia lantas menotok nona itu, akan membebaskan
dari totokannya tadi, terus ia menguruti tangan dan
kakinya. Sembari berbuat begitu, ia menegasi: “Enci,
kau telah berjodoh dengan siapa?”
Mukanya Liam Cu menjadi merah. “Orang itu
pernah kau melihatnya,” sahutnya.
Oey Yong berpikir. “Orang mana yang pernah aku
lihat?” ia tanya. “Mana ada lain pemuda yang
sembabat untuk dipasangi denganmu, enci?”
Mau tidak mau, nona Bok itu tertawa. “Apakah di
kolong langit ini cuma ada satu engko Cengmu yang
paling baik?” dia membalas menaya.
Oey Yong tertawa. “Enci,” katanya, “Kau tidak sudi
menikah dengannya, apakah karena kau menganggap
dia terlalu tolol?”
“Siapa yang bilang engko Kwee itu tolol?” Liam Cu
membaiki. “Yang benar dia ada sangat polos dan
wajar, bahkan hatinya yang mulia aku sangat
mengaguminya.”
Oey Yong heran. “Habis kenapa kau tidak sudi
menikah dengannya walaupun kau diancam denagn
golok di lehermu?” tanyanya pula.
Melihat orang pun polos, Liam Cu mencekal
tangannya erat-erat. “Adikku,” katanya, “Di dalam
hatimu sudah ada engko Kwee itu, umpama kata dilain
waktu kau bertemu lain orang yang berlaksa kali lipat
menangkan dia, kau tidak akan mencintai lain orang,
bukankah?”
Oey Yong mengangguk, “Sudah pasti,” sahutnya.
“Cuma tidak nanti ada orang yang melebihkan dia!”
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Liam Cu tertawa. “Kalau engko Kwee itu mendengar
pujianmu ini, entah berapa besar kegirangannya,”
katanya. “Kau tahu, di itu hari yang ayah angkatku
mengajak aku ke Pakhia, di mana kita pibu, di sana
telah ada orang yang mengalahkan aku…”
Oey Yong lantas saja sadar. “Oh, aku tahu
sekarang!” serunya. “Orang yang kau buat pikirkan itu
adalah si pangeran muda Wanyen Kang!”
“Dia boleh menjadi pangeran, dia boleh menjadi
pengemis, di hatiku cuma ada dia seorang,” Liam Cu
mengaku. “Dia boleh menjadi orang baik, dia boleh
menjadi orang jahat, di dalam hatiku tetap ada dia
seorang!” Perlahan suara nona Bok, tetapi tetap
nadanya.
Oey Yong mengangguk, ia membalas mencekal
erat tangan orang. Mereka berdua berendeng di
bawah pohon itu, hati mereka bersatu padu.
Cuma sebentar Oey Yong berpikir, ia pulangi piasu
orang. “Ini aku kembalikan,” katanya.
Liam Cu sebaliknya menolak. Katanya, “Ini
kepunyaan engko Cengmu itu, ini harus menjadi
kepunyaanmu.”
Bukan kepalang girangnya Oey Yong. Ia simpan
pula piasu itu.
“Enci, kau baik sekali!” katanya, bersyukur. Ia lantas
berniat memberikan sesuatu apa tetapi ia tidak ingat ia
punya barang yang berharga untuk tanda mata. Maka
ia menanya: “Enci, kau datang ke Selatan ini seorang
diri untuk urusan apakah? Maukah kau menerima
bantuan adikmu ini?”
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Mukanya Liam Cu bersemu merah. “Tidak ada
urusan yang penting,” sahutnya.
“Kalau begitu, mari aku mengajak kau menemui
Ang Cit Kong,” kata Oey Yong.
Liam Cu menjadi sangat girang. “Cit Kong ada
disini?” tanyanya cepat.
Oey Yong mengangguk, lantas ia berlompat bangun
seraya menarik tangan orang.
Justru itu di atas pohon terdengar suara berkeresek,
lalu terjatuh selemar kulit kayu, disusul mana
berkelebat satu bayangan seorang, ynag berlompatan
di atas pohon-pohon di dekat situ, lantas lenyap.
Dengan heran Oey Yong jumput babakan pohon itu, di
situ ia lihat sebaris huruf bertuliskan jarum, bunyinya,
“Dua nona yang baik sekali! Yong-jie, apabila kau main
gila pula, Cit Kong ingin menggaplokmu beberapa
kali!” Di bawah itu tidak ada tanda tangannya, cuma
gambaran sebuah cupu-cupu. Tahulah ia, itu ada
perbuatannya Ang Cit Kong, maka tahu juga ia, segala
sepak terjangnya sudah ketahuan si kepala pengemis
itu. ia jengah sendirinya. Tapi ia ajak Liam Cu ke rima,
di sana ia tak tampak Cit Kong. terpaksa mereka balik
ke pondokan.
Kwee Ceng sudah kembali dari belakang bukit,
heran ia melihat Oey Yong bergandengan tangan
bersama Liam Cu.
“Enci Bok, apakah kau dapat melihat guruku
beramai?” ia tanya.
“Aku telah berpisahan dari gurumu itu,” menjawab
Liam Cu. “Mereka telah berjanji untuk bertemu pula di
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Yan Ie Lauw di Kee-hin pada Pee Gwee Tiong Ciu.”
“Baik-baikkah mereka semua?” tanyannya.
“Jangan kuatir, Kwee Sieheng,” sahut Liam Cu
tersenyum. “Mereka semua tidak mendongkol karena
perbuatanmu itu.”
Tidak lega hatinya Kwee Ceng, yang menyangka
gurunya semua pasti gusar sekali. Karena ini ia
menjadi tidak bernapsu dahar dan minum, ia duduk
berdiam saja.
Liam Cu sebaliknya menanya Oey Yong cara
bagaimana mereka bertemu dengan Ang Cit Kong.
Oey Yong memberikan keterangan dengan jelas.
“Kau sangat beruntung, adikku,” kata Liam Cu,
seraya menghela napas. “Kau dapat berkumpul begitu
lama bersama dia, sedanf aku sendiri, bertemu pun
susah.”
“Tapi diam-diam ia melindungimu, Enci,” Oey Yong
menghibur. “Kalau tadi aku benar-benar mencelakai
kau, dia tentu bakal turun tangan menolongi padamu.”
Liam Cu mengangguk, ia membenarkan.
Kwee Ceng mendengar pembicaraan orang, ia
heran. “Yong-jie, bagaimana?” tanya. “Kenapa kau
hendak mencelakai enci Bok?”
Oey Yong menoleh sambil tersenyum. “Tidak dapat
aku menerangkan kepadamu,” sahutnya.
“Dia takut…dia takut….” kata Liam Cu tertawa. Ia
pun likat, ia tidak berani bicara terus.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Oey Yong mengitik, “Kau berani menceritakan atau
tidak?” katanya.
Liam Cu mengulurkan lidahnya. “Mana aku berani?”
sahutnya. “Maukah aku bersumpah?”
“Cis!” Oey Yong berludah. Tapi mukanya kembali
menjadi merah. Ia malu sendirinya kapan ia ingat tadi
sudah memaksa nona itu bersumpah untuk dinikahi
Kwee Ceng.
Kwee Ceng tidak tahu hati orang tapi ia senang
melihat mereka rukun sekali.
Habis bersantap bertiga mereka pergi ke rimba
berjalan-jalan. Di sini Oey Yong tanya bagaimana
caranya Liam Cu bertemu dengan Ang Cit Kong
hingga ia diajarkan silat.
“Itu waktu aku masih kecil,” menyahut Liam Cu
bercerita. “Pada suatu hari ayah ajak aku pergi ke
Pian-liang, di sana kita ambil tempat di penginapan. Itu
hari aku keluar untuk main-main di depan pintu, aku
lihat dua orang pengemis rebah di tanah, tubuh
mereka berlumuran darah bekas bacokan, tidak ada
orang yang memperdulikan, rupanya mereka jijik atau
jeri….”
“Aku mengerti,” memotong Oey Yong, “Kau tentu
baik hati, kau rawat mereka.”
“Aku tidak bisa mengobati mereka tetapi karena
kasihan, aku pepayang mereka ke kamar ayah, aku
cuci lukanya dan membalutnya,” Liam Cu melanjutkan.
“Ktika ayah pulang dan aku tuturkan apa yang aku
lakukan, ayah menghela napas dan memuji aku. Ia
pun kata, dulu juga istrinya murah hati seperti aku.
Kemudian ayah memberikan beberapa tail perak
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
kepada kedua pengemis itu, untuk mereka membeli
obat. Mereka menerima seraya mengucap terima kasih
dan lantas pergi. Selang beberapa bulan, kami tiba di
Sin-yang. Kebetulan sekali, aku bertemu kedua
pengemis itu, waktu itu luka mereka sudah sembuh.
Mereka mengajak aku ke sebuah kuil rusak, di sana
aku bertemu sama Ang Cit Kong. Dia memuji aku,
lantas ia mengajari ilmu silat Po-giok-kun itu. Baru tiga
hari, aku sudah dapat memahamkan. Dihari keempat,
aku pergi kek kuil tua itu, ternyata lojinkee sudah pergi,
dan selanjutnya aku tidak pernah bertemu pula
dengannya.”
Oey Yong ketarik hatinya. “Cit Kong telah
mengajarkan banyak padaku, Enci,” ia berkata. “Kalau
kau suka, aku nanti turunkan beberapa di antaranya
padamu. Mari kita berdiam di sini untuk belasan hari.
Umpama kata Cit Kong ketahui perbuatanku, tidak
nanti ia gusar.”
“Terima kasih adik,” kata Liam Cu. “Sekarang ini
aku ada punya urusan sangat penting, tidak ada tempo
luangku. Nanti saja, biarnya kau tidak mengajari, aku
sendiri yang akan minta padamu.”
Sabar dan lembut kelihatannya Liam Cu dari luar,
tetapi sekali ia berkata, ia membuatnya orang
bungkam. Begitulah Oey Yong, tadinya ia ingin
menanya keterangan, lalu ia batal sendirinya.
Pagi itu Liam Cu pergi seorang diri, ia pulang di
waktu sore, romannya gembira. Oey Yong lihat itu, ia
pura-pura pilon.
Malam itu berdua mereka tidur dalam satu kamar.
Oey Yong naik lebih dulu ke atas pembaringannya.
Diam-diam mencuri lihat orang duduk menghadapai
lampu seraya menunjang dagu, seperti lagi berpikir
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
keras. Ia menutup matanya rapat-rapat, untuk berpurapura
pulas.
Berselang beberapa saat, Liam Cu mengeluarkan
serupa barang dari buntalannya, dengan lembut
barang itu di ciumi berulang-ulang, dibuatnya main di
tangannya, dipandangi lama. Samar-samar Oey Yong
melihat seperti sepotong sapu tangan sulam.
Tiba-tiba Liam berbalik, tangannya mengebaskan
barang di tangannya itu.
Oey Yong kaget, lekas-lekas ia meram. Ketika ia
mendengar siuran angin perlahan-lahan, ia membuka
matanya sedikit, akan mengintai. Ia dapatkan Liam Cu
jalan mundar-mandir di depan pembaringan,
lengannya dilibatkan barang yang tadinya dia buat
main itu. Nyatalah itu adalah juwiran jubahnya Wanyen
Kang, yang didapat pada harian mereka pibu. Nona
Bok tersenyum, rupanya dia membayangi kejadian di
harian itu dan hatinya berbunga, begitulah satu kali ia
menendang, lain kali kepalanya melayang, alisnya
bergerak-gerak.
Oey Yong terus berpura pulas tapi setiap waktu ia
mengintai. Ia lihat orang datang dekat sekali padanya
dan menatap mukanya. Ia mendengar orang menghela
napas dan berkata dengan perlahan: “Kau cantik
sekali….” Mendadak nona itu membalik tubuh, ia pergi
ke pintu dan membukanya, atau dilain saat ia sudah
berada di luar, melompati tembok pekarangan dan
pergi…..”
Oey Yong heran bukan main. Ia lompat turun, lantas
ia keluar, untuk menyusul. Ia lihat orang lari ke arah
Barat. Ia menguntit. Tentu saja ia berhasil, karena ia
dapat berlari-lari dengan cepat. Ia hanya menjaga agar
ia tidak diketahui nona she Bok itu.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Liam Cu pergi ke pasar, menaiki sebuah rumah,
sesudah melihat keempat penjuru, dia pergi ke Selatan
dimana ada sebuah lauwteng paling tinggi. Setiap hari
Oey Yong pergi berbelanja ke pasar, ia tahu itulah
rumah keluarga Chio, hartawan terbesar di tempat itu.
Ia menjadi heran dan menduga-duga apa mungkin
Liam Cu membutuhkan uang.
Sebentar saja keduanya sudah sampai di samping
rumah keluarga Chio itu. Dari situ terlihat di depan
rumah ada sinar terang dari dua buah lentera besar,
yang bertuliskan huruf-huruf air emas: “Utusan Negara
Kim”. Di bawah itu, di muka pintu, ada berjaga-jaga
empat serdadu Kim dengan tangannya mencekal
golok.
Liam Cu pergi ke belakang dimana keadaan sunyi,
tapi ia masih mencoba menimpuk dengan batu, untuk
mencari tahu di situ ada orang yang jaga atau tidak.
Setelah itu ia lompati tembok masuk ke pekarangan
dalam. Ia jalan di antara pohon-pohon bunga, di
gunung palsu.
Oey Yong terus menguntit.
Liam Cu pergi ke jendela sebuah kamar timur, di
situ di kertas jendela terlihat bayangan seorang lelaki,
yang tengah berjalan mondar-mandir. Si nona
menjublak mengawasi bayangan orang itu.
Oey Yong menduga, ia tapinya tidak sabaran.
“Baik aku masuk dari lain sebelah, aku totok roboh
orang itu, supaya ia kaget,” pikirnya. Ia anggap nona
Bok terlalu ragu-ragu. Disaat ia hendak membuka
jendela, untuk berlompat masuk, ia dengar pintu
dibuka, lalu seorang bertindak masuk. Orang itu
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
memberi kabar bahwa menurut warta, utusan raja
yang bakal menyambut yaitu Toan Ciangkun yang
berpangkat komandan tentera, akan tiba lusa.
Orang di dalam itu menyahuti, lalu si pembawa
kabar mengundurkan diri pula.
“Terang ini adalah utusan negara Kim, kalau beitu
enci Bok ada punya maksud lain,” Oey Yong berpikir,
“Aku tidak boleh semberono.” Ia lantas membasahkan
kertas jendela, buat membikin sebuah lobang kecil,
untuk mengintai ke dalam. Ia heran berbareng
gembira. Orang di dalam kamar itu adalah si pangeran
muda Wanyen Kang, tangannya memegang serupa
benda hitam yang tengah dibuat main sembari ia jalan
mundar-mandir, matanya mengawasi wuwungan,
entah apa yang dipikirkannya. Tempo pangeran itu
datang dekat ke api, Oey Yong melihat tegas barang
itu adalah kepala tembok yang sudah karatan, masih
ada sisa sedikit gagangnya.
Nona Oey ini tidak tahu tombak itu adalah tombak
warisannya Yo Tiat Sim, ayahnya si pangeran, ia
hanya menduga, Liam Cu tentu ada hubungannya
dengan itu. Ia tertawa di dalam hatinya dan berpikir:
“Kamu lucu! Yang satu membuat main juwiran jubah,
ynag lain membuat main ujung tombak! Kamu berada
begini dekat satu sama lain, kenapa kamu bagaikan
terpisah antara ujung dunia?”. Tanpa merasa, ia
tertawa.
Wanyen Kang dapat dengar suara itu, ia
terperanjat. “Siapa?!” ia menanya seraya mengebas
mati api lilin.
Oey Yong tidak menyahuti, hanya ia melompat
kepada Liam Cu, sebelum nona Bok mendusin, ia
sudah ditotok hingga tidak dapat bergerak lagi. Baru
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
setelah itu sembari tertawa ia berkata: “Enci, jangan
khawatir, jangan sibuk! Nanti aku antarkan kau kepada
kekasihmu itu!”
Wanyen Kang telah membuka pintu untuk keluar
ketika ia mendengar suara tertawa satu nona sambil
terus berkata: “Inilah kekasihmu datang, lekas
menyambut dia!” Ia terkejut, tapi ia mesati menantang
kedua tangannya, karena ada tubuh yang ditolak
kepadanya, hingga ia mesti memeluk orang itu juga.
Itulah tubuh yang lemas. Si nona tadi lompat ke
tembok, sembari tertawa, dia berkata pula: “Enci,
bagaimana nanti kau membalas budiku?” Sesaat
kemudian, suara itu lenyap, lenyap bersama orangnya.
Disaat itu juga, tubuh yang lemah itu bergerak, jatuh
ke lantai.
Wanyen Kang heran, ia kaget hingga ia mundur. Ia
berkhawatir sudah melukai orang.
“Apakah kau masih ingat aku?” ia dapat jawaban,
yang perlahan sekali.
Ia kenali suara itu, ia terperanjat. “Kau?” katanya.
“Oh!”
“Memang aku,” sahutnya Liam Cu.
“Apakah ada orang lain bersamamu?” tanya sang
pangeran lagi.
“Yang tadi itu adalah sahbatku yang nakal dan jahil,
dia menguntit aku di luar tahuku.” jawab sang nona.
Wanyen Kang masuk ke dalam, ia menyalakan api.
“Nona mari masuk!” ia mengundang.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Liam Cu bertindak masuk sambil bertunduk, terus ia
duduk di sebuah kursi. Ia tunduk terus dan
membungkam, cuma hatinya berdebaran.
Wanyen Kang mengawasi orang yang agaknya
kaget dan girang, mukanya sebentar pias sebentar
merah. Itulah kelikatannya seorang nona. tentu saja
hatinya pun memukul.
“Ada apa malam-malam kau datang mencari aku?”
ia menanya akhirnya. Liam Cu tidak menyahuti.
Wanyen Kang ingat kematian hebat dari ayah dan
ibunya, tanpa merasa ia menjadi mengasihani nona ini.
“Adik,” katanya kemudian, “Karena ayahmu telah
menutup mata, selanjutnya kau baik tinggal bersamasama
aku. Aku nanti anggap kau sebagai adik
kandungku.”
“Aku adalah anka angkat ayah, bukan anak
kandung…” kata Liam Cu. Wanyen Kang sadar. “Dia
bicara terhadap aku,” pikirnya. “Diantara kita jadinya
tidak ada hubungan darah….” Ia ulur tangannya,
mencekal tangan kanan si nona. Ia tersenyum.
Liam Cu merah pula mukanya, ia berontak perlahan
tetapi tangannya tak terlepaskan. Ia tunduk , ia
membiarkan tangannya itu terus dipegangi. Hati
Wanyen Kang berdebaran. Ia ulur tangan kirinya, dan
merangkul leher si nona.
“Inilah untuk ketiga kalinya aku memeluk kau,” ia
berbisik di kuping orang. “Yang pertama di gelanggang
pibu, yang kedua kali di luar kamar. Adalah kali ini kita
ada bersama tanpa orang ketiga….”
Liam Cu mengasih dengar suara perlahan, hatinya
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
berdebar bukan main. “Kenapa kau mencari aku?” ia
mendengar pula si pangeran bertanya.
“Semenjak dari kota raja aku mengikuti kau,”
menyahut si nona. “Setaip malam aku mengawasi
tubuhmu dari antara jendela, aku tidak berani…” “Aku
tidak mempunyai ayah dan ibu lagi, jangan kau siasiakan
aku…” kata pula Liam Cu kemudian, suaranya
sangat perlahan.
Pangeran itu mengusap-usap rambut orang yang
bagus.
“Kau jangan khawatir,” katanya. “Untuk selamalamanya
aku adalah kepunyaanmu dan kau pun untuk
selama-lamanya kepunyaanku. Tidakkah itu bagus?”
Liam Cu puas sekali, ia mendongak menatap wajah
pemuda itu. Ia mengangguk.
“Pasti aku akan nikah dengan kau,” katanya. “Kalau
di belakang hari aku mensia-siakan kau, biar aku
terbinasa di antara bacokan-bacokan golok, biar aku
mati tidak utuh!” bersumpah sang pemuda.
Liam Cu menangsi saking terharu. “Meski aku
adalah seorang nona kangouw, aku bukannya satu
manusia rendah,” ia berkata. “Jikalau kau benar
mencintai aku, kau juga mesti menghargainya.
Seumurku, aku tidak berpikiran lain, meskipun leherku
ditandalkan golok, apsti aku akan mengikuti kau.”
Perlahan suara si nona tetapi tetap.
Mau tidak mau, Wanyen Kang jadi menaruh hormat.
“Adikku, kau baik sekali,” ia berkata.
Terbuka hati Liam Cu, ia tertawa. Ia kata: Aku akan
menantikan kau di rumah ayah angkatku di Gu-keeTIRAIKASIH
WEBSITE http://kangzusi.com/
cun di Liam-an, sembarang waktu kau boleh kirim
orang perantaraanmu melamar diriku….” Ia berhenti
sebentar, baru ia meneruskan: “Selama kau tidak
datang, seumurku aku akan menantikan kau!”
“Jangan bersangsi, adikku,” kata Wanyen Kang.
“Setelah selesai tugasku, aku nanti menyambutmu
untuk kita menikah.”
Liam Cu tertawa, ia memutar tubuhnya, bertindak
keluar.
“Jangan lantas pergi, adikku!” Wanyen Kang
memanggil. “Mari kita beromong-omong dulu….”
Nona itu berpaling tetapi tindakannya tak
dihentikannya.
Wanyen Kang mengantar dengan matanya sampai
orang melompati tembok, ia berdiri menjublak,
kemudian barulah ia balik ke kamarnya. Ia lihat
tombaknya dimana masih ada air mata si nona. Ia
merasakan dirinya sedang bermimpi.
Bab 27. Orang Tapakdaksa Dari Danau Thay
Ouw
Oey Yong pulang ke pondokannya untuk terus tidur.
Ia puas karena ia merasa sudah melakukan sesuatu
perbuatan yang baik. Begitulah, ia tidur dengan
nyenyak. Ketika besok paginya ia mendusin, ia
tuturkan pada Kwee Ceng apa yang ia lakukan itu. Si
anak muda pun senang. Keduanya lantas sarapan,
terus mereka memasang omong. Tunggu punya
tunggu, sampai bersantap tengah hari, Liam Cu masih
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
belum kembali.
“Baiklah kita tidak usah menantikan dia, kita
berangkat sekarang!” Oey Yong mengajak akhirnya.
Kwee Ceng setuju.
Mereka pergi ke pasar, untuk membeli seekor
kedelai, di waktu mereka mulai berangkat, sengaja
mereka memutar ke rumah keluarga Chio, di sana
sudah tidak ada lagi lentera tanda dari peruntusan
negara Kim. Rupanya Wanyen Kang sudah berangkat.
Hal ini melegakan hatinya kedua anak muda itu.
Dalam perjalanan ini, Oey Yong menyamar sebagai
seorang pemuda, senang ia berpesiar. Mengikuti
saluran sunagi Oen Ho, mereka menuju ke Selatan.
Kuda mereka kuat jalannya, keledai yang mereka beli
pun cukup tangguh, dengan begitu, walaupun tidak
terburu-buru, mereka juga dapat berjalan lekas.
Pada suatu hari mereka tiba di Gie-hin, suatu
tempat pembuatan barang tembikar yang kesohor, di
situ mereka menyaksikan aneka warna barang-barang
itu. Inilah pemandangan yang lain dengan
pemandangan di lain-lain tempat.
Jalan lebih jauh ke Timur, tak lama tibalah mereka
di telaga Thay Ouw, pusat tumpahnya air dari tiga kota
Timur dan Selatan. Luasnya telaga sekitar lima ratus
lie, maka itu juga dinamakan Ngo Ouw atau Danau
Lima.
Hatinya Kwee Ceng tertarik. Belum pernah ia
melihat air seluas itu. Ia berdiri berendeng bersama
Oey Yong di tepian, tangan mereka berpegangan satu
pada lain. Tanpa merasa ia berseru kegirangan.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
“Mari kita main-main di air,” Oey Yong mengajak.
Pemuda itu setuju, dari itu mereka hampirkan
perkampungan nelayan, di sebuah rumah mereka
menitipkan kuda dan keledai mereka, lalu mereka
meminjam sebuah perahu kecil, hingga di lain saat
mereka sudah mengagayuh di permukaan air,
meluncurkan perahu itu, meninggalkan tepian. Dari
perahu, mereka sekarang dapat melihat sekitarnya,
yang agaknya jadi terlbeih luas lagi.
Rambut dan baju Oey Yong dipermainkan angin
keras. Ia gembira sekali, sambil tertawa ia berkata:
“Dulu hari Hoan Tayhu telah menaiki perahu bersamasama
See Sie pesiar di Danau Lima ini, dia sungguh
cerdik sekali. Mati tua disini bukankah ada lebih
menang daripada seumur tahun repot sebagai
pembesar negeri?”
Kwee Ceng tidak tahu riwayatnya Hoan Tayhu itu.
“Yong-jie, coba kau tuturkan tentang Hoan Tayhu dan
See Sie itu,” ia minta.
Oey Yong suka memberikan keterangan. Maka ia
menutur tentang Hoan Tayhu atau Menteri Hoan itu
yang bernama Lee, yang pandai, hingga ia berhasil
membantu Raja Wat menuntut balas membangun
negara, tetapi sesuadh berhasil, ia kenal batas, dia
mengundurkan diri bersama-sama See Sie, akan hidup
dalam kesunyian dan ketenangan di telaga Thay Ouw
ini. Pandai ia menutur hingga pemudanya menjadi
kesemsem saking tertarik harinya.
“Benar-benar Hoan Lee itu cerdik,” kata si pemuda
kemudian, “Tidaklah demikian dengan Ngouw Cu Sih
dan Bun Ciong, sampai hari ajalnya mereka masih
bekerja setia untuk negera. Sukar dicari orang-orang
seperti mereka itu.”
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
“Memang!” berkata si nona. “Ini dia yang disebut,
‘Negara adil, tak berubah, itulah kegagahan, negera
buruk, sampai mati tak berubah, itulah kegagahan.’”
Kwee Ceng tidak mengerti, “Apakah artinya itu?” ia
menanya.
“Itu artinya, di dalam negeri bejaksana, kau menjadi
pembesar negeri, kau tetap tidak berubah kejujuranmu
semenjak bermula, di dalam negara buruk, kau
berkorban jiwa raga, kau tetap tidak merusak
kehormatan dirimu, itu pun satu laki-laki sejati.”
Kwee Ceng mengangguk. “Yong-jie, cara
bagaimana maka kau dapat memikir demikian?” ia
bertanya pula.
“Aha!” Oey Yong tertawa. “Kalau aku yang dapat
memikir begitu, bukankah aku telah berubah menjadi
nabi? Itulah ujar-ujarnya Nabi Khong Hu-cu, diwaktu
aku amsih kecil, ayah paksa aku membacanya.”
“Sungguh banyak aku tidak mengerti,” Kwee Ceng
menghela napas. “Coba aku bersekolah, pastilah aku
ketahui itu semua.”
“Sebaliknya aku menyesal telah belajar surat,”
berkata Oey Yong. “Coba ayah tidak memaksa aku
bersekolah, melukis, menabuh khim, hanya aku
dibiarkan menyakinkan ilmu silat, pasti kita tak usah
takuti Bwee Tiauw Hong dan si siluman bangkotan she
Nio itu!”
Asyik mereka pasang omong tanpa merasa perahu
mereka sudah meninggalkan tepian belasan lie. Di
dekat mereka, mereka melihat sebuah perahu kecil
dimana seoarng nelayan bercokol di kepala perahunya
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
sedang mengail ikan sambil kepalanya ditunduki,
hingga dia nampak seperti lukisan gambar saja.
Mereka bicara terus, ketika mereka berpaling kepada
si nelayan, dia tetap duduk tak bergerak.
“Sungguh dia sabar dan ulet sekali!” kata Oey Yong
tertawa. Kemudian di antara desiran angin dia
bernyanyi, dari gembira menjadi sedih. Sebab ia
menyanyikan “Syair Naga Air”. Ia bernyanyi baru
separuh, tiba-tiba terdengar sambutan yangs erupa,
yang kemudian ternyata adalah suara si tukang
pancing ikan itu.
Oey Yong terbengong.
“Eh, kau kenapakah?” tanya Kwee Ceng heran.
“Itulah nyanyian yang sering dinyanyikan ayahku,”
menyahut si nona. “Aku heran seorang tukang pancing
di sini pun dapat menyanyikan itu dan suaranya pun
bersemangat tetapi pun bernada duka. Mari kita lihat.”
Mereka mengayuh, akan menghampirkan tukang
pancing itu, siapa justru telah berhenti memancing dan
menyimpan pancingnya serta ia mengayuh perahunya
pergi.
Ketika kenderaan air mereka berpisah beberapa
tombak lagi, tukang pancing itu terdengar berkata: “Di
tengah telaga bertemu sama sepasang tetamu mulia,
aku girang sekali! Sudikah kalau aku mengundang
kalian bersama meminum arak?”
“Cuma kami khawatir mengganggu lotiang,” Oey
Yong menyahuti. Ia heran untuk kata-kata rapi dari si
tukang pancing itu.
“Tidak sama sekali, malah aku bergirang. Silahkan!”
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
dia itu mengundang pula.
Dengan beberapa kali mengayuh pula, Oey Yong
merapatkan perahunya kepada perahu si nelayan itu,
bersama Kwee Ceng ia pindah perahu, habis
menambat perahunya sendiri kepada perahu orang,
mereka memberi hormat. Nelayan itu membalasi
sambil berduduk terus.
“Maaf, jiwi, kakiku sakit, tidak dapat aku bangun
berdiri.” katanya.
“Jangan merendah, lotiang,” berkata muda-mudi itu.
Mereka mendapatkan orang berusia empatpuluh
lebih, mukanya kurus, mirip orang yang lagi menderita
sakit berat, tubuhnya jangkung, meski berduduk, ia
jauh lebih tinggi dari Kwee Ceng. Ia tidak bersendirian.
Di buntut perahu ada satu kacung lagi mengipasi
perapian, dimana ia tengah memanasi arak.
Oey Yong perkenalkan she mereka, bahwa saking
gembira mereka bermain perahu. Ia memohon maaf
yang mereka sudah mengganggu ketentraman si
nelayan.
“Kau merendah,” kata si nelayan tertawa. “Aku she
Liok. Apa jiwi berdua baru pertama kali ini pesiar di
telaga ini?”
“Benar,” sahut Kwee Ceng.
Kedua pemuda ini – sebab Oey Yong menyamar –
lantas diundang minum dan dahar sayur mayur yang
terdiri dari empat rupa. Mereka mengucap teriam
kasih, mereka minum dan dahar bersama. Nyata
araknya wangi dan sayurnya pun lezat, mesti itu
masakan orang hartawan.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
“Siauwko, kau muda sekali, tapi pandai kau
menyanyikan syair Naga Air itu,” si orang she Liok itu
memuji.
“Lotiang pun sama juga,” Oey Yong membalasi.
Keduanya lantas bicara hal syair itu, dua-duanya
gembira. Kwee Ceng tidak mengerti hal syair, ia
membungkam, ia cuma kagum.
Ketika itu terlihat mega berkumpul. Si orang she
Liok itu mengundang kedua tetamunya berkunjung ke
rumahnya, untuk berdiam beberapa hari. Ia kata
rumahnya itu di tepi telaga.
“Bagaimana, engko Ceng?” Oey Yong tanya
kawannya.
Belum lagi Kwee Ceng menyahuti, si orang she Liok
itu sudah berkata pula bahwa rumahnya dekat dan di
sana ada puncak yang indah. “Jiwi tengah pesiar,
maka itu, jangan kau menampik,” ia mendesak.
“Kalau begitu, Yong-jie, mari kita membikin berabe
tuan Liok!” akhirnya Kwee Ceng menjawab
kekasihnya. Ia pun mengucapkan terima kasih.
Si orang she Liok itu girang, ia terus menyuruh
kacungnya mengayuh. Sampai di tepian, langit mulai
gelap, Kwee Ceng kata ia hendak membayar pulang
dulu perahunya, sedang di rumah si tukang perahu
ada kuda dan keledainya, hendak binatang itu
dititipkan terus.
“Tidak usah,” kata si orang she Liok mencegah.
“Disini semua kenal aku, hal itu biar dia saja yang
mengurusinya.” Dia menunjuk kacungnya.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
“Kudaku nakal,” kata Kwee Ceng.
“Kalau begitu baiklah, nanti aku menanti di
gubukku,” kata si orang she Liok itu. Dia tertawa,
lantas dia mengayuh perahunya, lenyap di antara
pohon-pohon yangliu. Tapi kacungnya ikut Kwee Ceng
dan Oey Yong memulangi perahu dan mengambil
kuda serta keledai mereka. Kemudian mereka mesti
berjalan berliku-liku akan sampai di rumah si orang she
Liok, yang merupakan suatu rumah besar dengan
pekarangan yang lebar luas. Untuk tiba di muka
pekarangan, mereka mesti melintasi dulu sebuah
jembatan tunggu. Muda mudi itu saling mengawasi,
kagum karena rumah orang itu.
Di muka pintu, kedua tetamu ini disambut seorang
muda umur duapuluh lebih yang membawa empat
budak. Ia kata ia diutus ayahnya untuk menyambut.
Kwee Ceng membalas hormat, ia mengucap terima
kasih. Ia melihat pemuda itu mengenakan jubah
panjang, wajahnya mirip ayahnya, cuma tubuhnya
besar dan kekar. Ia lantas minta belajar kenal.
Pemuda itu menyebutkan namanya, Koan Eng.
Sembari berbicara mereka bertindak masuk,
memasuki hingga tiga ruangan. Kedua tetamu ini
menjadi terlebih kagum. Rumah itu indah tiangtiangnya
terukir.
“Lekas silahkan tetamu masuk!” lantas terdengar
suaranya si orang she Liok, yang berada di ruang
belakang.
“Ayahku terganggu kakinya, sekarang ia
menantikan di kamar tulis Timur,” Koan Eng
memberitahu.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Mereka melintasi pintu angin, lantas mereka lihat
pintu kamar tulis yang dipentang. Di dalam situ si
nelayan duduk di atas pembaringannya. Sekarang ia
tidak dandan lagi sebagai tukang pancing, hanya
mengenakan pakaian mahasiswa atau sastrawan,
tangannya mencekal kipas. Ia menyambut dengan
gembira, sambil tersenyum, ia pun lantas mengundang
duduk. Koan Eng tidak berani duduk bersama, ia
berdiri di samping.
Dua tetamu itu mengagumi kamar tulis itu, yang
banyak kitabnya serta juga rupa-rupa barang kuno,
tetapi Oey Yong terbengong ketika ia melihat
sepasang lian di tembok, bunyinya “Dalam tumpukan
pakaian menyimpan pedang mustika” dan “Dalam
suara seruling dan tambur ada tetamu tua”. Ia heran
untuk kata-katanya. Itulah kata-kata yang suka
disenandungkan ayahnya. Di bawah lian itu tertulis
nama penulisnya berikut keterangannya: “Coretan Ngo
Ouw Hoat-jin selama dalam sakitnya”. Kata-kata “Ngo
Ouw Hoat-jin” itu berarti “Orang tapakdaksa dari Thay
Ouw”. Ia menduga, si orang tapakdaksa itu tentulah
tuan rumah she Liok ini. Bukankah ia lagi menderita
sakit kaki?
Tuan rumah heran. “Bagaimana pandanganmu
tentang lian itu, laotee?” ia menanya.
“Kalau aku mengaco, harap chung-cu tidak buat
kecil hati,” sahut Oey Yong. Ia sekarang memanggil
“chung-cu” = tuan rumah. Ia kata lian itu mengandung
kemurkaan dan penasaran, sedang tulisannya bagus
dan keren. Ia anggap orang telah menyimpan
pedangnya untuk hidup menyendiri di tempat sepi.
Mendengar itu, tuan rumah menghela napas, ia
berdiam.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
“Aku masih muda dan tidak tahu apa-apa, aku telah
sembarangan omong, harap chung-cu suka
memaafkan,” berkata Oey Yong.
“Jangan mengucap demikian, Oey Laotee,” berkata
Liok Chung-cu. “Apa yang tersimpan di dalam hatiku
berulah hari ini dapat dilihat orang seorang sebagai
kau, maka bisalah dibilang, kaulah orang yang paling
mengenal aku selama hidupku ini.” Lalu ia menoleh
kepada putranya, menyuruh lekas menyiapkan barang
hidangan.
Oey Yong dan Kwee Ceng meminta tuan rumah
jangan membikin berabe tetapi tuan rumah yang muda
sudah lantas mengundurkan diri.
“Laotee, pandanganmu tajam, kau mestinya dari
keluarga terpelajar, mungkin ayahmu ada seorang
sastrawan besar,” berekat tuan rumah. “Entah siapa
ayahmu itu, bolehkah aku mengetahui nama besarnya
yang mulia?”
“Aku tidak mengerti apa-apa, chung-cu terlalu
memuji,” menyahut Oey Yong. “Ayahku cuma
membuka rumah perguruan di kampung halaman.”
Tuan rumah itu menghela napas. “Orang terpelajar
tak menemui nasibnya yang baik, sejak dahulu hingga
sekarang sama saja,” katanya. “Oey Laotee, kita ada
bagaikan sahabat lama, maka itu aku ingin minta kau
melukis sesuatu untukku, sebagai tanda peringatan.
Sudikah kau meluluskannya?”
Oey Yong tersenyum. “Oh, chung-cu!” katanya.
“Coretan buruk, cuma-cuma akan membikin kotor mata
chung-chu saja!”
Mengetahui orang suka meluluskan, tuan rumah
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
menjadi sangat girang, ia suruh kacungnya lekas
menyediakan perabot tulis. Si kacung sendiri yang
menggosokan baknya.
Oey Yong tidak menampik lagi, cuma berpikir
sebentar, lantas ia melukiskan gambarnya seorang
mahasiswa usia pertengahan lagi berdiri di latar
tengah sedang berdongak sambil menghela napas
memandangi si putri malam yang cahayanya terang
permai, mahasiswa itu agaknya kesepian, tetapi
tangannya dia memegangi gagang pedang, romannya
keren. Di samping lukisan itu dituliskan syair: “Siauw
Tiong San” dari Gak Hui. Sebagai tanda tangan ia
menyebutkan dirinya si anak muda she Oey.
Liok Chung-chu girang sekali, ia memuji dan
mengucapkan terima kasih. Ia senang dengan gmabar
itu.
Habis bersantap, mereka kembali ke kamar tulis,
akan pasang omong pula. Tuan rumah menyebutkan
halnya kedua gua Thio Kong dan Sian Koan. Ia minta
kedua tetamunya tinggal beberapa hari lagi untuk
menjenguk kedua gua itu.
“Sekarang silahkan jiwi beristirahat,” katanya tuan
rumah akhirnya.
Kwee Ceng dan Oey Yong mengucap terima kasih,
mereka berbangkit, untuk mengikuti kedua bujang
yang membawa lentera, yang hendak mengantar ke
kamar yang telah disediakan untuk mereka. Selagi
lewat di ambang pintu, Oey Yong mendongak, maka
terkejutlah ia menampak di atas pintu ada delapan
lemabr besi merupakan patkwa. Tapi ia tidak bilang
suatu apa, ia mengikuti terus pengantarnya itu. Kamar
yang disediakan diperaboti lengkap, pembaringannya
dua. Kedua bujang menyediakan the, ketika hendak
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
mengundurkan diri mereka memberitahu apabila perlu
apa-apa, kedua tetamunya boleh membunyikan
kelenengan, yang diikat di pinggiran pembaringan.
Kemudian mereka memesan agar diwaktu malam
jangan kedua tetamunya itu pergi keluar.
“Engko Ceng, lihat, tempat apa ini,” berbisik Oey
Yong setelah kedua bujang menutup pintu kamar dan
berlalu. “Kenapa kita dilarang keluar di waktu malam?”
“Rumah ini luas sekali pekarangannya, berliku-liku
juga, mungkin dikhawatirkan kita kesasar,” sahut Kwee
Ceng.
“Bagaimana engko lihat tuan rumah kita?” si nona
menanya pula.
“Dia mirip perwira yang telah mengundurkan diri!”
jawab si anak muda.
“Tidak salah! Dia tentu mengerti ilmu silat, bahkan
lihay. Kau lihat tidak tadi itu patkwa besi di atas pintu
kamar tulis?”
“Patkwa besi? Apakah itu?” tanya si pemuda.
“Itulah senjata yang menjadi alat untuk
menyakinkan ilmu Pek-khong-ciang, latihan memukul
udara kosong. Ayah pernah ajarkan aku ilmu itu, aku
bosan, selang beberapa bulan, aku mengapalkannya
siapa tahu, di sini aku melihat alat itu…”
“Kelihatannya Liok Chung-cu tidak bermaksud jahat,
maka itu apabila dia tidak membilang sesuatu apa, kita
baik perpura-pura pilon.”
Oey Yong tersenyum, lalu tangannya mengebas ke
lilin, memadamkan api.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
“Tanganmu sungguh lihay!” Kwee Ceng memuji
perlahan. “Yong-jie, adakah ini Pek-khong-ciang?”
“Cuma sebegini pelajaranku,” Oey Yong tertawa.
“Ini ada untuk main-main, buat dipakai menyerang
orang, tidak dapat.”
Sampai di sini, keduanya tidur.
Mereka belum puas ketika kuping mereka dapat
menangkap suara bagaikan orang meniup terompet
kulit keong, terdengarnya samar-samar, tandanya jauh
suara itu, kemudian datang suara yang
menyambutnya, tanda terompet itu dibunyikan bukan
oleh satu orang. Suara menyambut itu pun samarsamar.
“Engko Ceng, mari kita lihat,” Oey Yong mengajak,
suaranya perlahan. Ia heran sebab terompet itu terang
saling sahutan.
“Lebih baik kita jangan keluar, khawatir terbit garagara.”
sahut si pemuda.
“Siapa bilang untuk menerbitkan gara-gara? Aku
mengatakan untuk melihat.” jawab si nona bersikeras.
Kwee Ceng terpaksa menurut, maka dengan
berhati-hati keduanya membuka jendela, untuk
melongok dulu keluar. Di paseban terlihat beberapa
orang dengan lentera, beberapa lagi pergi datang,
agaknya repot. Di atas genteng pun ada tiga empat
orang lagi mendekam. Di antara terangnya lentera,
terlihat nyata orang pada membekal senjata tajam.
Tidak lama, semua orang itu pergi keluar.
Oey Yong heran, ingin ia mencari tahu, dari itu ia
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
tarik tangan Kwee Ceng pergi ke jendela sebelah
barat. Di luar situ tidak ada orang, keduanya lompat
keluar. Kerena kegesitannya, mereka tak terlihat
orang-orang di atas genting itu.
Dengan memberi tanda dengan tangannya, si nona
mengajak kawannya jalan mutar ke belakang. Jalanan
di situ dari timur belok ke barat, berliku-liku. Heran
adalah setiap paseban di tikungan, modelnya sama.
Maka dalam beberapa belokan saja, tak dapat
dibedakan lagi mana timur mana barat, mana selatan
mana utara. Tapi si nona lihay, ia maju terus dengan
cepat, tidak pernah ia bersangsi. Pernah nampaknya di
depan tidak ada jalanan tetapi ia menobloskan
gunung-gunungan.
Heran Kwee Ceng setibanya mereka di sebuah
lorong yang agaknya buntu tetapi si belakangnya pintu
angin nyata ada sebuah tempat tenang dan indah,
hingga ia kata pada kawannya: “Yong-jie, rumah ini
aneh, cara bagaimana kau kenal jalanannya semua?”
Oey Yong tidak menjawab, dengan tangannya ia
memberi tanda supaya si pemuda tutup mulut. Mereka
melalui beberapa tikungan, baru mereka tiba di tembok
belakang. Di situ si nona menekuk-nekuk tangannya,
ia maju beberapa tindak, kemudian Kwee Ceng dengar
ia menyebutnya perlahan: “Cit satu…tun tiga…ie
lima…hiu tujuh…kun….” yang ia tak mengerti, akan
akhirnya si nona kata sembari tersenyum: “Cuma di
sini ada jalan keluar, yang lainnya penuh dengan alat
rahasia.” Habis berkata, ia lompat naik ke tembok.
Kwee Ceng lantas mengikuti.
“Pekarangan ini diatur menurut patkwa,” Oey Yong
memberi keterangan. “Inilah keahlian ayahku. Liok
Chung-cu bisa menyulitkan orang lain, tidak aku!” Dan
ia agaknya puas sekali.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Keduanya naik di tanjakan bukit kecil di belakang,
memandang ke arah timur, mereka mereka melihat
sebarisan lentera obor yang menuju ke tepi telaga.
Oey Yong memberi tanda, ia lari ke arah timur itu,
kawannya mengikuti terus. Lantas mereka sembunyi si
belakang satu batu besar, mengintai ke tepian. Di situ
berbaris perahu-perahu nelayan, orang semua menaiki
itu. Sejenak saja, semua api dipadamkan.
Oey Yong berdua menunggu naiknya rombongan
paling belakang, di dalam gelap gulita mereka keluar
dari tempat persembunyiannya, lari ke sebuah perahu
yang paling besar, untuk lompat naik ke gubuk perahu.
Gesit dan enteng tubuh mereka, perbuatannya itu tidak
ada yang ketahui. Mereka lantas mengintai di sela-sela
gubuk. Segera ternyata, duduk di dalam perahu ada si
chung-cu muda, Liok Koan Eng.
Semua perahu itu berlayar baru satu lie kira-kira,
dari tengah telaga terdengar suara terompet. Dari
perahu besar itu terlihat keluar seseorang, dia terus
meniup terompet sebagai balasan. Masih perahu
berlayar terus.
Selang beberapa lie lagi, terlihat di sebelah depan
berbaris-baris perahu kecil berjalan bagaikan kawanan
semut, atau titik-titik di atas kertas putih, entah berapa
jumlahnya.
Tukang terompet di perahu besar meniup pula
terompetnya, tiga kali, lantas perahu kecil segera
datang menghampirkan dari perlbagai penjuru.
Oey Yong dan Kwee Ceng heran betul. Agaknya
bakal ada pertempuran, tetapi Koan Eng tetap tenang
sikapnya, tak seperti ia lagi mengahadapi musuh
besar.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Lekas sekali semua perahu sudah datang dekat,
dari setiap perahu berlompat pindah satu orang, dua
orang, tiga empat orang, tak tentu, di dalam, mereka
memberi hormat kepada Koan Eng, terus mereka
duduk, sikapnya tetap menghormat, duduknya rapi.
Tempat duduknya seperti sudah diatur, sebab ada
yang datang duluan duduknya di belakang atau di
tengah, ada yang datang belakangan justru duduk di
kursi kepala. Sebentar saja, semua sudah berduduk.
Mereka kelihatan keren, bukan seperti nelayan.
“Thio Toako, apa kabarmu?” tanya Liok Koan Eng
seraya ia mengangkat tangannya. Ia memecahkan
kesunyian setelah semua orang sudah duduk rapi itu.
Seorang yang kurus tubuhnya berbangkit. Ia
menyahuti: “Peruntusan negara Kim itu sudah
mengatur sebentar pagi-pagi akan melewati telaga dan
Toan Cie-hui akan tiba lagi dua jam. Dengan alasan
menyambut peruntusan itu, di sepanjang jalan Cie-hui
itu sudah memeras harta benda. Ini pun sebabnya dia
datang terlambat.”
“Berapa banyak hasilnya itu?”
“Setiap kota ada bingkisannya. Serdaduserdadunya
pun merampas di perkampungan. Aku
lihat, waktu turun ke perahu, pengikutnya menurunkan
duapuluh peti lebih yang semua nampaknya sangat
berat.”
“Berapa banyak tentaranya itu?” Koan Eng
menanya pula.
“Dua ribu serdadu berkuda. Yang naik perahu
semuanya adalah serdadu berjalan kaki. Karena
perahu tidak banyak, yang ketinggalan ada sekitar
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
seribu jiwa.”
“Saudara semua, bagaimana pikiran kamu?” Koan
Eng tanya para hadiran.
“Kami menanti titah siauw chung-cu!” ia mendapat
jawaban serempak.
Koan Eng lantas bersidakep tangan, lalu ia berkata:
“Semua itu keringat darah rakyat, semuanya harta tak
halal. Karena mereka lewat di sini, kalau kita tak ambil,
kita menentang wet Tuhan! Mari kita ambil semunya,
nati separuhnya kita amalkan kepada rakyat jelata,
yang separuhnya kita bagi rata antara semua markas!”
“Bagus!” semua hadirin setuju.
Baru sekarang Oey Yong berdua ketahui, semua
orang itu adalah kepala-kepala perampok dan Koan
Eng rupanya adalah pemimpin umumnya!
“Kita tidak dapat berayal lagi, mari segera kita turun
tangan!” berkata Koan Eng lagi. “Thio Toako, tolong
bawa lima buah perahu untuk membikin penyelidikan
di depan!”
Si orang kurus menerima titah itu, ia berlalu paling
dulu.
Setelah itu Koan Eng mengatur barisannya, siapa
yang jadi pelopor, siapa penyambut atau pembantu,
siapa mesti jadi “siluman air”, akan selulup di dalam air
untuk memahat perahu-perahu musuh, dan siapa
mesti jadi tukang angkut harta. Bahkan ditetapkan
siapa mesti membekuk si kepala pasukan musuh. Dia
kelihatan lemah tetatpi rapi pengaturannya itu. Maka
itu, Kwee Ceng berdua bertambah kagum.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Disaat orang hendak mulai berangkat, seorang
hadirin berbangkit dan berkata dengan suara dingin:
“Kita yang bekerja tanpa modal ini, sudah cukup kalau
kita makan dari kaum pedagang kaya raya, tetapi
dengan menempur pembesar dan tentara negeri, apa
selanjutnya kita masih bisa berdiam di telaga ini?”
Kwee Ceng dan Oey Yong mengawasi orang itu,
ynag suaranya mereka rasa mengenalinya. Tidak usah
mereka memandang lama, lantas mereka kenali orang
ini ialah Toat-pek-pian Ma Ceng Hiong, salah satu dari
keempat Hong Ho Su Koay, Empat Iblis dari sungai
Hong Ho, yang adalah muridnya See Thong Thian.
Maka heran mereka, kenapa iblis itu nelusup di antara
kawanan dari Thay Ouw itu.
Wajahnya Liok Koan Eng menjadi merah padam.
Belum lagi ia membuka suara, sudah ada dua tiga
orang yang menegur Ceng Hiong itu.
“Ma Toako baru datang, tidak heran kau tidak
ketahui aturan kami di sini,” kata Koan Eng mencoba
bersikap sabar. “Bagi kami, satu kali semua orang
sudah mengambil keputusan, kami mesti bekerja,
biarnya kami semua ludas, kami tidak menyesal!”
“Baiklah!” kata Ceng Hiong. “Kamu lakuan
usahamu, aku tidak dapat mencampuri air keruh
kamu!” Ia terus memutar tubuhnya, berniat berlalu.
Dua orang, yang tubuhnya besar, melintang di
mulut perahu. “Ma Toako!” kata mereka keras. “Kau
sudah bersumpah memotong kepala ayam! Sumpah
kita adalah, rejeki sama dicicipi, bencana sama
diderita!”
Ma Ceng Hiong tidak menggubris cegahan itu.
“Minggir!” ia membentak, kedua tangannya
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
dikebaskan.
Sebagai kesudahannya, dua orang tinggi besar itu
roboh terpelanting.
Disaat iblis ini hendak bertindak, ia merasakan
sambaran angin pada punggungnya. Segera ia berkelit
ke samping, tangan kirinya mencabut semcama pusut
dengan apa ia membalas menyerang dengan tikaman.
Penyerang yang gesit itu adalah Liok Koan Eng. Dia
menangkis, kakinya dimajukan, tangan kanannya
menyerang terus. Maka “Duk!” punggung Ceng Hiong
kena terhajar hingga dia menjerit keras, memuntahkan
darah, tubuhnya terus roboh binasa seketika.
“Bagus!” berseru semua hadirin, diantara siapa ada
yang sambar tubuh Ceng Hiong itu, untuk digayor ke
tengah telaga!
“Semua saudara, berebutlah maju!” Koan Eng
menyerukan tanpa menghiraukan lagi apa yang ia
barusan lakukan.
Semua orang menyahuti, lantas semua kembali ke
perahu masing-masing.
Sebentar kemudian, semua kenderaan air itu sudah
menuju ke timur. Perahu besar Koan Eng mengiringi
dari belakang. Tidak lama terlihatlah jauh di sebelah
depan beberapa puluh buah perahu besar, yang
apinya terang-terang, tengah menuju ke barat.
Di antara perahu kecil lantas terdengar suara
terompet keong.
Kwee Ceng dan Oey Yong memasang mata.
Mereka tidak usah menanti lama atau kedua pihak
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
perahu sudah datang dekat satu pada lain, lanats
terdengar suara bentakan-bentakan disusul mana
beradunya senjata atau tubuh yang kecemplung ke
muka air.
Selang tidak lama, di pihak perahu tentara terlihat
api berkobar, hingga seluruh telaga menjadi merah
marong.
“Tentu mereka sudah berhasil,” pikir Kwee Ceng
berdua.
Tidak seberapa lama, beberapa perahu datang
mendekati perahu besar, dari dalam situ terdengar
laporan: “Semua musuh sudah musnah, kepala
perangnya sudah tertawan!”
Koan Eng girang sekali, dai pergi ke kepala perahu.
Dia berseru: “Saudara-saudara, bercapai lelahlah
sedikit lagi! Silahkan kamu membekuk utusan negera
Kim!”
Pembawa kabar itu bersorak, mereka lantas berlalu
pula, untuk menyampaikan titah itu. Habis itu,
terdengar suara terompet dari pelbagai perahu kecil,
semua perahu memasang layar, menuju ke barat,
bertiup keras angin timur.
Perahu besar Koan Eng, yang tadinya berada di
belakang, sekarang maju mendahului ynag lain-lain,
pesat sekali lajunya.
Kwee Ceng dan Oey Yong berdiam terus, mata
mereka mengawasi ke depan. Tidak peduli angin keras
mendampar-dampar punggung mereka, mereka
gembira sekali. Coba tidak lagi sembunyi, tentulah si
nona sudah bernyanyi. Pula menarik akan melihat
perahu-perahu kecil mencoba melombai perahu besar
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
itu.
Berlayar kira-kira satu jam, di depan mulai
tertampak cahaya terang. Maka dua buah perahu kecil
terlihat melesat mendatangi, lalu seorang dikepala
salah satu perahu, dengan tangan memegang bendera
merah berteriak nyaring: “Kita sudah menemui perahuperahu
peruntusan negera Kim itu! Hoo Cecu sudah
mulai menyerang!”
“Bagus!” Koan Eng menyahuti.
Lekas sekali ada datang sebuah perahu lain,
seorang memberi laporan: “Kaki tangan negera Kim itu
lihay, Hoo Cecu telah terluka! Kedua cecu Pheng dan
Tang tengah mengepung mereka!”
Kapan perahu itu sudah datang dekat, dua orang
memanggul Hoo Cecu ynag terluka itu naik di perahu
besar. Selagi Koan Eng hendak mengeobati cecu itu,
sudah lantas datang beberapa perahu lagi, yang
membawa kedua cecu Pheng dan Tang yang tadi
disebutkan, ynag pun telah terluka. Pula dilaporkan
yang, “Kwee Tauwnia dari puncak Piauw Biauw Hong
telah kena ditombak mati utusan negara Kim,
mayatnya kecemplung ke telaga.”
Mendengar itu Liok Koan Eng jadi gusar sekali.
“Anjing Kim itu demikian galak, nanti aku sendiri pergi
membinasakan dia!” ia berseru.
Kwee Ceng dan Oey Yong sesalkan kegalakan
Wanyen Kang itu, yang membunuh bangsanya, dilain
pihak, mereka khawatirkan kebinasaan pangeran itu,
yang tentu tidak snaggup melayani kawanan perampok
yang besar jumlahnya itu, hingga kalau dia mati,
bagaimana jadinya dengan Bok Liam Cu
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
“Kita tolongi dia atau jangan?” Oey Yong berbisik.
“Kita tolongi dia tetapi dia mesti dibikin insyaf dan
menyesal,” sahut anak muda ini.
Oey Yong mengangguk.
Itu waktu Koan Eng sudah membawa sebuah golok
yang tajam di dua mukanya, dai berlompat ke sebuah
perahu kecil. “Lekas!” dia berseru.
“Mari kita rampas itu perahu kecil di sampingnya!”
Oey Yong mengajak kawannya.
Disaat kedua hendak berlompat, tiba-tiba tempik
sorak riuh kawanan perampok, kemudian tertampak
perahu-perahu rombongan perutusan Kim itu pada
karam. Rupanya perahu mereka itu telah dipahat
bolong dasarnya. Kemudian, dengan bendera
merahnya dikibar-kibarkan, dau perahu datang
melapor: “Anjing Kim itu kecemplung di air. Dia sudah
dapat dibekuk!”
Koan Eng girang, dia berlompat kembali ke perahu
besar.
Tidak lama, di antara berisiknya terompet, sejumlah
perahu kecil datang membawa orang-orang tawanan
mereka ialah si utusan Kim, sekalian pahlawan dan
pengiringnya, semua sudah lantas digusur naik ke
perahu besar.
Kwee Ceng dan Oey Yong mendapatkan Wanyen
Kang dibelebat kaki tangannya, matanya meram saja,
rupanya ia telah kena tenggak banyak air telaga.
Kebetulan itu sang fajar telah tiba, seluruh telaga
mulai terang tertojohkan matahari dari timur, air telaga
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
bersinaran, memain seperti berlugat-legotnya ular-ular
emas.
Liok Koan Eng telah memberikan pengumumannya;
“Semua cecu berkumpul di Kwie-in-chung untuk
berjamu! Semua tauwnia pulang ke markas, untuk
menanti hadiah!”
Kaum perampok bersorak-sorai, lantas tertampak
mereka berpencaran, lenyap di kejauhan. Dimuka
telaga terlihat burung-burung melayang-layang, pula
terlihat layar-layar putih. Segala apa tenang sekali,
hingga orang tidak nanti menyangka bahwa baru saja
dilakukan pertempuran mati hidup….
Kwee Ceng berdua menantikan orang sudah pada
ke darat, baru dengan diam-diam mereka pun pulang,
untuk berpura-pura tidur.
Beberapa kali dua bujang pelayannya datang ke
pintu kamar, mereka ini menyangka tetamunya sedang
tidur nyenyak bekas letih pesiar kemarin, mereka tidak
berani mengasih bangun.
Lewat lagi sesaat barulah Kwee Ceng berdua
membuka pintu. Lantas mereka diberi selamat pagi
oleh kedua pelayannya, yang pun cepat menyediakan
sarapan pagi seraya memberitahukan bahwa chung-cu
menantikan di kamar tulis.
Keduanya menangsal perut sekedarnya, kemudian
mereka pergi ke kamar tulis, di mana Liok Chung-cu
sambil berduduk di pembaringan, menyambut sambil
tertawa; “Angin besar di telaga, semalam gelombang
mendampar-dampar gili-gili mengganggu orang tidur!
Apakah semalam jiwi dapat tidur nyenyak?”
Kwee Ceng jujur, pertanyaan itu membuat ia
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
bungkam, tetapi Oey Yong menyahuti: “Tadi malam
aku mendengar suara terompet kulit keong, rupanya
paderi atau imam tengah membaca doa.”
Tuan rumah tertawa. Lantas ia mengatakan ingin ia
memperlihatkan kumpulan gambar lukisannya kepada
kedua tetamunya.
“Tentu suka sekali kami melihat,” berkata Oey
Yong. “Pasti itu ada lukisan-lukisan yang sangat
indah.”
Liok Chung-cu menyuruh kacungnya mengambil
gambarnya itu, maka sebentar kemudian Oey Yong
sudah memandang menikmatinya.
Selagi hatinya sangat ketarik, mendadak Oey Yong
mendengar bentakan-bentakan disusul berlari-larinya
beberapa orang, seperti seorang lari dikejar beberapa
orang. Satu kali terdengar nyata bentakan: “Kalau
sudah masuk ke dalam Kwie-in-chung, untuk kabur
dari sini lebih sukar daripada mendaki langit!”
Diam-diam Oey Yong melirik tuan rumah, ia
mendapat kenyataan orang tenang seperti biasa,
bagaikan dia tidak mendengar apa-apa, bahkan ia
menanya, dari empat sastrawan besar di jamannya itu,
tulisan siapa yang tetamunya paling digemari.
Selagi Oey Yong hendak memberikan jawabannya,
tiba-tiba pintu kamar ada yang tabrak, seorang
nerobos masuk, pakaian orang itu basah kuyup. Ia
lantas mengenali Wanyen Kang, maka ia tarik Kwee
Ceng seraya membisiki: “Lihat gambar, jangan
pedulikan dia…”
Keduanya segera tunduk, terus mengawasi
gambar-gambar lukisan serta perlbagai tulisan. Tuan
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
rumah mengawasi orang yang nerobos masuk itu.
Orang itu memang Wanyen Kang adanya. Dia
tertawan karena ia kecemplung dan kena meminum
banyak air. Tempo dia mendusin, dia mendapatkan
kaki tangannya terbelenggu, dan Liok Koan Eng
hendak memeriksa dia. Segera dia mengerahkan
tenaganya, sekali berontak, dia membuatnya
belenggunya pada putus. Orang semua kaget, lantas
mereka bergerak untuk menangkap. Dia membuka
kedua tangannya, dua orang yang terdekat
terpelanting roboh. Dia terus nerobos, untuk lari. Tapi
Kwie-in-chung diatur menurut kedudukan patkwa,
siapa tidak ketahui itu, jangan harap ia dapat lolos.
Demikian dia lari tanpa tujuan sambil dikejar-kejar,
sampai ia menabrak justru pintu kamar tulis.
Liok Koan Eng tidak berkhawatir orang lolos, tetapi
melihat orang tawanan masuk ke kamar ayahnya,
khawatir ayahnya nanti diserang, dia lompat untuk
menghalang di depan ayahnya itu. Di muka pintu
segera terlihat sejumlah cecu berdiri menghalang.
Dalam kesusu dan bingung seperti itu, Wanyen
Kang tidak dapat memperhatikan Oey Yong berdua,
dia menuding Liok Koan Eng dan menegor: “Perampok
sangat jahat, kau sudah menggunai akal busuk
membocorkan perahu! Tidakkah kamu khawatir
ditertawakan kaum kangouw?!”
Koan Eng tertawa lebar. “Kau putra raja Kim, perlu
apa kau menyebut-nyebut dua huruf kangouw itu?” ia
membaliki.
“Selama di Pakhia aku telah mendengar nama
besar kaum kangouw di Selatan,” berkata Wanyen
Kang berani, “Buktinya – hm – ternyata hari ini kamu
hanya….”
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
“Hanya apa?!” Koan Eng memotong.
“Hanya kamu kaum hina dina yang pandai
mengandalkan orang banyak!” sahut pangeran muda
iru.
Koan Eng gusar sekali dihina secara demikian. Ia
muda tetapi ialah kepala untuk kaum Rimba Persilatan
di Kanglam. Ia kata: “Kau ingin bertempur satu sama
satu, baru kau mampus tidak menyesal?”
Inilah jawaban yang diharap Wanyen Kang.
Memang ia sengaja memancing amarah orang. Maka
ia kata; “Kalau orang Kwie-in-chung ada yang sanggup
mengalahkan aku, aku akan mandah dibelenggu, tidak
nanti aku membilang suatu apa. Siapa yang hendak
memberikan pelajaran kepadaku?!” Ia pun bersikap
temberang, matanya menyapu semua orang, kedua
tangannya digendong di belakangnya.
Kata-kata tersebut itu membangkitkan amarah Cio
Cecu dari puncak Bok Lie Hong, juga aseran tabiatnya,
maka ia lantas majukan dirinya, malah segera dia
menyerang dengan kedua tangannya.
Wanyen Kang berkelit, membikin serangan jatuh di
tempat kosong, berbareng dengan itu, kedua
tangannya bekerja. Tangan kanan menyambar ke baju
di punggung, tangan kiri membantui, maka tubuh cecu
itu lantas terangkat, terus dilemparkan ke arah kawankawannya
di ambang pintu!
Koan Eng terkejut. Orang lihay, mungkin tidak ada
cecu lawannya. “Tuan, kau benar lihay!” katanya. “Aku
ingin meminta pengajaran beberapa jurus dari kau,
mari kita pergi ke thia!”
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Tuan rumah yang muda ini berkata demikian sebab
ia duga pertandingan mesti hebat, di dalam kamar tulis
itu ia khawatir nanti melukai ayahnya serta kedua
tetamunya itu yang tidak mengenal ilmu silat…

Tag:Penelusuran yang terkait dengan cersil cersil indo cersil mandarin full cerita silat mandarin online cersil langka cersil mandarin lepas cerita silat pendekar matahari kumpulan cerita silat jawa cersil mandarin beruang salju. cerita silat pendekar matahari cerita silat indonesia cerita silat kho ping hoo cerita silat mandarin online cerita silat mandarin full cerita silat jawa kumpulan cerita silat cerita silat jawa pdf
Share:
cersil...
Comments
0 Comments

Postingan Cersil Terbaru