Kamis, 27 April 2017

Cerita Silat China Online 29 Tamat Toliongto Pendekar Bukie Pedang Langit dan Golok Pembunuh Naga

Cerita Silat China Online 29 Tamat Toliongto Pendekar Bukie Pedang Langit dan Golok Pembunuh Naga Tag:Penelusuran yang terkait dengan cersil cersil indo cersil mandarin full cerita silat mandarin online cersil langka cersil mandarin lepas cerita silat pendekar matahari kumpulan cerita silat jawa cersil mandarin beruang salju. cerita silat pendekar mataharicerita silat indonesia cerita silat kho ping hoo cerita silat mandarin online cerita silat mandarin full cerita silat jawa kumpulan cerita silat cerita silat jawa pdf cerita silat indonesia gratis cerita silat jadul indonesia cerita silat indonesia pendekar rajawali sakti cersil indonesia pendekar mabuk cersil langka cersil dewa arak cerita silat jaman dulu cersil jawa download cerita silat mandarin full cerita silat mandarin online cersil mandarin lepas cerita silat mandarin pendekar matahari cerita silat jawa pdf cersil indonesia pdf cersil mandarin beruang salju kumpulan cerita silat pdf Cerita Silat China Online 29 Tamat Toliongto Pendekar Bukie Pedang Langit dan Golok Pembunuh Naga
kumpulan cerita silat cersil online
Cerita Silat China Online 29 Tamat Toliongto Pendekar Bukie Pedang Langit dan Golok Pembunuh NagaBoe Kie mengawasi si nona dengan mata merenung.
Selama beberapa bulan, nona yang ayu itu kurus banyak,
pipinya menjadi agak pucat dan ia merasa sangat kasihan.
Tiba-tiba ia memeluk erat-erat. “Beng moay…aku yang
bersalah.” Karena pelukan itu api segera padam dan gua itu
gelap gulita. “Beng moay,” kata Boe Kie pula. “Jika kau
kurang pintar, mungkin sekali aku sudah membunuhmu.
Kalau sampai terjadi begitu….”
Si nona tertawa. “Apa kau tega mengambil jiwaku?”
tanyanya. “Waktu kau bertemu dengan aku di kota raja,
mengapa kau tidak segera membunuh aku?”
Boe Kie menghela napas. “Beng moay, rasa cintaku
terhadapmu telah membuat aku tidak berdaya,” katanya.
“Jika piauw moay benar-benar dibinasakan olehmu, aku tak
tahu apa yang harus kulakukan. Sekarang semuanya sudah
menjadi jelas. Disamping rasa menyesal untuk Cie Jiak, aku
harus mengakui bahwa diam-diam aku merasa girang.”
Mendengar pengakuan yang setulus hati itu, si nona
girang bukan main hatinya. Dia segera menyusupkan
kepalanya di dada yang lebar. Lama mereka berada dalam
keadaan begitu, tanpa mengucapkan sepatah kata! Akhirnya
Tio Beng menengadah. Ia lihat bulan seperti sisir tergantung
di sebelah timur sedang keadaan di sekitar sunyi bagaikan
kuburan. Ia tahu Yo Siauw, Hoan Yauw dan Gan Hoan
sudah menyingkir ke tempat lain supaya tidak mengganggu
mereka.
2679
“Boe Kie Koko,” kata si nona, “Apa kau masih ingat
pertemuan kita di Lek boe San chung? Kita bersama-sama
jatuh ke dalam penjara di bawah tanah. Bukankah kejadian
itu menyerupai kejadian sekarang ini?”
Boe Kie tertawa. Ia mencekal kaki kiri Tio Beng dan
sepatunya.
Tio Beng tertawa geli! “Kau tak tahu malu!” bentaknya,
“Lelaki menghina perempuan!”
“Kau bukan perempuan biasa. Akal bulusmu sangat
banyak. Sepuluh lelaki belum tentu bisa menandingi kau
seorang.”
“Aku yang rendah tak sanggup menerima pujian begitu
tinggi dari Thio Kauwcoe yang mulia.”
Sampai di situ mereka terbahak-bahak. Kata-kata itu
telah diucapkan mereka waktu berada dalam lubang
jebakan di Lek hoe chung. Kalau dulu mereka berhadapan
sebagai musuh sekarang sebagai kekasih.
Mendadak sayup-sayup terdengar bentakan-bentakan,
satu tanda dari terjadinya pertempuran. Mereka memasang
kuping.
“Mari kita lihat!” kata Boe Kie sambil memegang tangan
Tio Beng dan dengan sekali menggenjot tubuh, mereka
sudah berada di muka bumi. Di tempat yang jauh mereka
lihat tiga bayangan manusia berlari-lari ke jurusan timur
dengan kecepatan luar biasa. Dari gerakan-gerakannya dan
cara berlarinya, ketiga orang itu adalah ahli-ahli silat kelas
satu.
Yo Siauw muncul, ia mendekati Boe Kie dan berkata,
“Mereka bukan orang kita.”
“Yo Cosoe,” kata Boe Kie. “Bersama Yoesoe kau
2680
berdiam di sini. Aku kuatir musuh menggunakan tipu,
memancing harimau keluar dari gunungnya. Aku mau
mencoba selidiki mereka.”
Yo Siauw menerima perintah itu dengan membungkuk.
Boe Kie segera memeluk pinggang Tio Beng dengan
sebelah tangannya dan sambil menjejak bumi ia
mengeluarkan ilmu meringankan tubuh. Tiga bayangan di
depan itu ternyata sedang kejar-kejaran, satu kabur dua
mengudak. Boe Kie menambah tenaga, kakainya bekerja
makin cepat sehingga Tio Beng merasa seperti dibawa
terbang dengan menunggang awan. Sesudah mengejar satu
li lebih dengan bantuan sinar bulan yang reman-remang,
mereka segera mengenali bahwa kedua orang yang
mengejar itu tak lain adalah Lok Thung Kek dan Ho Pit
Ong.
Mendadak Pit Ong menimpuk dengan poan kaon pitnya
yang berujung patok burung. Orang yang dikejar melompat
ke samping dan menangkis senjata musuh dengan
pedangnya. Dengan sedikit kelambatan itu, Lok Thung
sudah menyandak dan menikam dengan tongkatnya yang
bercagak seperti tanduk menjangan.
Orang itu menghindar dan membalas dengan pukulan
telapak tangan, Boe Kie dan Tio Beng mengeluarkan seruan
tertahan. Ia adalah Cioe Cie Jiak, mukanya pucat seperti
kertas dan rambutnya terurai. Segera Boe Kie menarik
tangan Tio Beng dan bersembunyi di belakang pohon.
Sesudah menyambut pit-nya yang jatuh, Ho Pit Ong
segera merangsek dan mengepung Cie Jiak bersama kakak
seperguruannya.
“Setan tua!” bentak Cie Jiak. “Untuk apa kau mengejar
aku?”
2681
“Hari ini Thio Boe Kie merebut To liong to dan In thian
kiam,” kata Lok Thung Kek. “Dengan mata sendiri kami
lihat bahwa ilmu pit kip, ilmu silat yang terdapat dalam
kedua senjata itu sudah tidak ada lagi. Pit kip itu pasti
berada di tangan Song Hoejin.”
Boe Kie terkejut.
“Pit kip memang ada,” jawab Cie Jiak. “Tapi sesudah
selesai dan berhasil latihanku, aku segera membakarnya.”
Lok Thung Kek mengeluarkan suara di hidung. “Enak
saja menggoyangkan lidah!” katanya. “To liong to dan Ie
thian kiam dikenal sebagai yang termula dalam Rimba
Persilatan. Semua ahli silat di kolong langit ingin sekali
mendapatkannya. Mana bisa pit kip dalam kedua senjata itu
dapat dipelajari dalam waktu singkat? Biarpun tinggi, ilmu
Song Hoejin belum mencapai puncak tertinggi. Kalau Song
Hoejin sudah selesai dalam latihan semua pelajaran yang
tertera dalam pit kip itu, maka dalam sekejap mata kau bisa
mengambil jiwa kami berdua. Mengapa kau main kejarkejaran?”
“Kalau kau tak percaya, terserah,” kata Cie Jiak. “Aku
tak punya waktu untuk bicara lama-lama.” Seraya berkata
begitu, ia melompat untuk lari.
“Tahan!” bentak Lok Thung Kek. Dengan bersamaan
kedua kakek itu menyerang dari kiri kanan.
Cie Jiak memutar pedangnya bagaikan titiran dan
menyambut serangan-serangan Hian beng Jieloo. Di siang
hari Boe Kie telah menyaksikan Cie Jiak telah
menggunakan cambuk dan kin dengan rasa kagum ia
menonton silat pedang indah. Sesudah belasan jurus,
biarpun dikerebuti Lweekang yang lebih kuat mungkin
sekali mereka sudah dijatuhkan. “Sungguh sayang,” kata
Boe Kie dalam hati. “Jika Cie Jiak bersenjata Ie thian kiam,
2682
Hian beng Jieloo tidak akan bisa berbuat banyak, dengan
pedang biasa ia kalah Lweekang dan kalah ulet. Paling
banyak ia bisa pertahankan diri dalam dua ratus jurus.”
Sesudah lewat dalam beberapa jurus lagi Cie Jiak
mengeluarkan pukulan-pukulan aneh. Boe Kie tahu bahwa
itulah usaha untuk melarikan diri. Dengan serangan nekatnekatan
itu kalau untung bagus, memang Cie Jiak bisa
berhasil. Tapi salah sedikit saja ia bisa celaka. Perlahanlahan
Boe Kie keluar dari tempat sembunyinya dan
mendekati gelanggang pertempuran. Kalau perlu, ia mau
menolong.
Mendadak seraya membentak keras Cie Jiak mengirim
tiga tikaman berantai kepada Lok Thung Kek. Karena
sedikit terlambat, tikaman ketiga merobek baju dan pundak
si kakek turut tergores pedang, pada waktu itu Ho Pit Ong
mendadak menimpuk punggung Cie Jiak dengan kedua
pitnya. Dalam menghadapi musuh, kalau tidak terpaksa,
Ho Pit Ong belum pernah menggunakan timpukan itu. Tapi
sekarang, karena kuatir datangnya bala bantuan musuh
yang bisa menggagalkan usaha merebut pit kip, ia
menggunakan pukulan yang diberi nama Siang ho Lee kong
(sepasang burung ho berbunyi di angkasa). Begitu kedua
poan-koan pit yang ditimpuk beradu di tengah udara
dengan mengeluarkan suara nyaring dan satu di atas dan
satu di bawah, menyambar kepala dan pinggang Cie Jiak.
Dilain pihak, begitu merasakan sambaran angin di
punggung, Cie Jiak berkelit. Tapi diluar dugaan, sesudah
terbentrok di tengah udara dengan pit itu mengubah arah
serangan. Ketika itu dapat menolong diri dari pit yang
menyerang kepala, tak keburu mengelak pit yang
menyambar pinggang.
Pada detik yang sangat berbahaya Boe Kie melompat
dan menjambret pit itu sambil menangkis timpukan Ho Pit
2683
Ong dengan sebelah tangan yang lain.
Cie Jiak yang menduga bahwa ia bakal mati sudah
pejamkan kedua matanya. Selagi Boe Kie menangkis
serangan Ho Pit Ong, tangan Lok Thung Kek menyambar
dan menjambret di kempungannya. Itulah Hian beng Sin
ciang yang menggetarkan Rimba Persilatan. Begitu kena,
napas Cie Jiak sesak dan ia roboh.
Semua kejadian itu terjadi dalam sekejap mata. Dengan
kagetnya Boe Kie melemparkan poan koan pit Ho Pit Ong,
mendukung pinggang Cie Jiak dan melompat setombak
lebih jauhnya. “Hian beng Jieloo,” bentaknya. “Kau
sungguh tak tahu malu!”
Lok Thung Kek tertawa terbahak-bahak.
“Kukira siapa, tak tahunya Thio Toakouw coe,” katanya
dengan suara mengejek. “Di mana Koen coe ku? Ke mana
kau bawa Koen coe?”
Tio Beng menghampiri dan mengambil Cie Jiak dari
tangan Boe Kie. Ia tertawa dan berkata,” Lok Sianseng,
siang malam kau tak bisa melupakan aku. Apa kau tak
takut ayahku marah?”
“Perempuan siluman!” bentak si kakek dengan gusar.
“Huh huh…kau mencoba merenggangkan aku dengan
soeteeku. Dengan ayahmu kami sudah putuskan semua
hubungan. Jie lam ong marah atau tidak, tak ada sangkut
pautnya dengan kami lagi.”
Boe Kie menatap wajah kedua kakek itu dengan darah
meluap. Mendengar cacian terhadap Tio Beng dan melihat
pukulan terhadap Cie Jiak, ia segera ingat perbuatan
mereka terhadap dirinya di waktu ia masih kecil, “Beng
moay,” katanya. “Kau mundurlah. Hari ini aku akan beri
pelajaran kepada mereka.”
2684
Melihat Boe Kie bertangan kosong, Lok Thung Kek
segera menyimpan senjatanya.
Boe Kie maju selangkah dan sesudah membentak
“sambutlah!” ia memukul dengan Lok ciak hwee dengan
mendorong kedua telapak tangannya. Pukulan yang dikirim
dengan gerakan perlahan adalah Thay kek Koen hoat, tapi
pada kedua tangannya tersembunyi tenaga Kioe yang Sin
kang. Ia telah mengambil keputusan untuk menggunakan
tenaga Soen yang (panas) yang paling murni untuk
menghadapi tenaga Soen im (dingin) dari Hian beng Sin
ciang.
Di jaman sekarang Thay kek koen sudah jadi ilmu silat
yang biasa saja. Tapi pada akhir kerajaan Goan, waktu baru
dirubah oleh Thio Sam Hong di dalam Rimba Persilatan
jarang sekali terlihat ilmu tersebut. Karena kuatir Boe Kie
menyembunyikan sesuatu di balik pukulan yang enteng
lemas itu, Thung Kek tak berani menyambut dan lalu
melompat ke samping. Boe Kie memutar tubuh sambil
mengirim pukulan kedua pada Ho Pit Ong.
Beberapa kali Boe Kie pernah bertempur dengan Hian
beng Jieloo dan ia tahu bahwa kepandaiannya melebihi
kedua kakek itu. Tapi kedua lawan itu bukan orang
sembarangan.
Ia tak boleh begitu sembrono atau memandang enteng.
Kesalahan kecil bisa berakibat hebat. Dengan menggunakan
Thay kek Koen hoat, yang mengirimkan pukulan dalam
bentuk lingkaran, ia berada dalam kedudukan tegak dengan
garis pembelaan yang hampir tak bisa ditembus. Pada
hakikatnya Thay kek Koen hoat adalah ilmu silat yang
mengerahkan tenaga. Pada lingkaran-lingkaran Thay kek
itu ia menyelipkan tenaga Kioe yang Sin kang sehingga
hawa panas yang murni menekan hawa dingin dari Hian
beng Sin ciang.
2685
Makin lama gerakan-gerakan Boe Kie jadi makin lancar.
Ia mengerti bahwa kedua kakek itu adalah jago-jago yang
jarang tandingannya dalam dunia. Sesudah merobohkan
mereka, tak mudah ia bisa bertemu lagi dengan lawan yang
setimpal, yang bisa digunakan sebagai kawan berlatih silat.
Maka itu ia tidak tergesa-gesa.
Sesudah bertempur seratus jurus lebih, secara kebetulan
waktu menengok ia melihat tubuh Tio Beng gemetaran dan
hampir tak kuat menyangga tubuh Cie Jiak lagi. “Celaka!”
ia mengeluh. “Cie Jiak kena pukulan Hian beng Sin ciang,
yang ia latih adalah tenaga dingin. Tenaga dingin ditambah
lagi dengan tenaga dingin yang sangat beracun, Beng moay
juga kena akibatnya dan tak tahan lagi.”
Buru-buru ia menambah tenaga dengan pukulan-pukulan
hebat, ia mencoba menindih Lok Thung Kek. Si kakek
dapat menangkap maksudnya, sambil berkelit ia berseru,
“Soetee! Berkelahi dengan siasat gerilya. Perempuan she
Cioe itu sudah hampir mampus, jangan biarkan dia
menolong.”
“Baik,” jawab Ho Pit Ong sambil melompat keluar dari
gelanggang menjemput kedua pitnya dan kemudian
menyerang dengan kedua senjata itu. Boe Kie mendongkol.
Ia merangsek dan mengirim pukulan geledek yang disertai
dengan sepuluh bagian tenaga Kie yang Sin kang sehingga
napas Ho Pit Ong sesak. Tanpa memperdulikan
keselamatan soeteenya, Lok Thung Kek mengeluarkan
toyanya dan menikam pinggang Boe Kie dengan senjata itu.
Biarpun menggunakan senjata, Hian beng Jieloo tak bisa
merobohkan Boe Kie tetapi dengan senjata, sedikitnya
untuk sementara waktu mereka dapat mempertahankan
diri.
Dilain pihak, dalam menghadapi senjata, Boe Kie
2686
menukar ilmu silat. Ia sekarang menggunakan Liong jiauw
Kin nan chioe yang diturunkan oleh Kong seng Seng ceng
(Liong jiauw Kin nan chioe, Silat cakar naga).
“Sungguh bagus Liong jiauwmu!” seru Lok Thung Kek.
“Sebentar lagi dapat digunakan untuk menggali.”
“Menggali lubang?” tanya Ho Pit Ong.
Lok Thung Kek tertawa nyaring, “Ya, menggali lubang
untuk mengubur Cioe Kauwnio,” jawabnya. Karena bicara,
pemusatan tenaga si kakek terpecah. Mendadak Boe Kie
menendang lutut kirinya, dia gusar dan lalu menyerang
bagaikan angin dan hujan.
Sambil bertempur, Boe Kie menengok beberapa kali.
Gemetar tubuh Cie Jiak dan Tio Beng makin hebat. “Beng
moay, bagaimana?” tanyanya.
“Dingin luar biasa!” jawabnya.
Boe Kie terkesiap. Sesudah berpikir sejenak, ia mengerti
sebabnya. Tak salah lagi, karena baik hati Tio Beng
mengerahkan Lweekang dan coba membantu Cie Jiak
untuk melawan hawa dingin. Tapi lantaran tenaga
dalamnya masih rendah, sebaliknya dari berhasil ia sendiri
diserang hawa dingin. Boe Kie segera menyerang sehebathebatnya
untuk menjatuhkan lawannya secepat mungkin.
Tapi Hian beng Jieloo menukar siasat. Mereka terus
mundur dengan berpencaran dan menyerang balik kalo Boe
Kie mencoba mendekati Cie Jiak dan Tio beng.
Boe Kie bingung. “Beng moay!” teriaknya. “Lepaskan
Cioe Kauwnio!”
“Aku…aku…tak bisa!”
“Mengapa?”
“Punggungnya menempel keras di telapak tanganku,” ia
2687
bicara dengan gigi gemeretukan dan tubuh bergoyanggoyang.
Boe Kie jadi lebih bingung.
“Thio Kauwcoe,” kata Lok Thung Kek. “Cioe Kauwnio
berhati kejam, ia mengirim hawa dingin ke tubuh Cocoe
Nio nio. Cocoe Nio nio menghadapi bahaya, apa tak baik
kita berdamai saja?”
“Berdamai bagaimana?”
“Kita hentikan dulu pertempuran ini. Kami akan
mengambil dua jilid kitab yang berada pada Cioe Kauwnio
sedang kau bebas untuk menolong Koencoe.”
Boe Kie mengeluarkan suara di hidung, ia tak dapat
menyetujui usul itu. Ilmu silat Hian beng Jieloo sudah
sangat tinggi. Jika memperoleh kedua kitab itu kepandaian
mereka akan mencapai tingkat yang tak akan bisa
ditaklukkan oleh siapapun juga. Ia menengok dan lihat
muka Tio Beng yang putih berubah menjadi hijau, sedang
parasnya menunjukkan penderitaan hebat. Ia mengerti
bahwa ia tak boleh berpikir lebih lama lagi, tiba-tiba ia
melompat mundur, mencekal telapak kanan si nona dengan
tangan kirinya dan mengirim Kioe yang Cin khie.
“Serang!” teriak Lok Thung Kek. Sebatang tongkat dan
dua poan-koan pit segera menghantam bagaikan hujan dan
angin.
Begitu mendapat aliran Kioe yang Cin khie, Tio Beng
yang darahnya sudah hampir membeku segera merasakan
kehangatan yang sangat nyaman. Boe Kie mengerahkan
seluruh tenaganya dan melawan dengan nekat. Tapi dengan
cepat ia merasa tak tahan sebab ia harus menggunakan
sebagian besar tenaga dalamnya untuk menekan hawa
dingin Hian beng Sin ciang dari kedua kakek dan Kioe im
2688
dari Cioe Cie Jiak dan bersamaan itu ia harus menggunakan
Lweekang untuk melayani dua jagao kelas utama. Sesudah
bertempur beberapa lama, kaki celana di bagian lututnya
dirobek dengan poan koan pit dan darah mulai mengucur.
Ia terdesak dan menghadapi bencana. Sekali lagi ia
mengerahkan seluruh Lweekang dan berteriak memanggil
Yo Siauw dan kawan-kawannya. Tapi di lain saat ia
mendengar bentakan-bentakan Yo Siauw dan Hoan Yauw
serta suara beradunya senjata. Ia tahu bahwa mereka pun
dikepung musuh.
Karena kuatir datangnya bala bantuan, Hian beng Jieloo
memperhebat serangan mereka. Sambil menggeram Lok
Thung Kek mengirim tiga serangan berantai ke arah mata
Boe Kie. Dengan telapak tangan Boe Kie berhasil
menangkis serangan lawan, mendadak Ho Pit Ong
menggulingkan diri di tanah dan menotok pinggangnya
dengan poan koan pit kiri. Boe Kie tak keburu berkelit lagi,
karena itu ia terpaksa mengerahkan Kian koen Tay lo ie
utnuk memindahkan totokan itu, tapi karena si kakek
menggunakan Lweekang yang sangat dahsyat, ia tidak bisa
memastikan bahwa ia akan berhasil. “Tak!” pinggangnya
tergetar tapi…heran!...ia tidak merasa sakit. Dilain detik ia
mengerti bahwa totokan itu jatuh pada To liong to yang
tergantung di pinggangnya. Dalam pertempuran, Boe Kie
biasanya tidak menggunakan senjata. Paling banter ia
menggunakan Seng hwee leng. Ia tak pernah membawa
senjata sehingga ia sama sekali tak ingat bahwa sebatang
golok mustika tergantung di pinggangnya.
Sekarang ia sadar dan girang, sambil membentak keras ia
menendang dan Ho Pit Ong buru-buru mundur bagaikan
kilat. Ia menghunus To liong to dan membabat tongkat Lok
Thung Kek yang menyambar dada “Sret!” kepala
menjangan tongkat itu putus dan jatuh di tanah.
2689
“Celaka!” seru si tua.
Dua pit Ho Pit Ong menikam bersamaan dan sekali lagi
Boe Kie membabat dengan To liong to. Hampir bersamaan
dengan dua poan koan pit berubah menjadi empat potong.
Semangat Boe Kie terbangun dan memutar golok mustika
itu seperti titiran sehingga Hian beng Jieloo tidak berani
mendekati lagi.
Dibawah perlindungan To liong to, sekarang Boe Kie
bisa menggunakan seluruh Kioe yang Cin khie untuk
menekan hawa dingin. Dalam beberapa saat saja hawa
dingin beracun dari Hian beng Sin ciang yang mengeram
dalam tubuh Tio Beng dan Cioe Cie Jiak sudah terusir
semuanya menjadi bersih. Sesudah racun Hian beng Sin
ciang musnah, tanpa diketahui Boe Kie, terjadi satu
perkembangan baru. Apabila dua hawa “im” (dingin) dan
“yang” (panas) bertempur dalam tubuh manusia, maka
yang lebih kuat selallu memusnahkan yang lebih lemah.
Demikianlah sesudah hawa Hian beng Sin ciang terusir,
Kioe yang Cin khie lalu menekan tenaga Kioe im yang
dimiliki Cie Jiak.
Sesudah mendapatkan Kioe im Cin keng yang
disembunyikan dalam Ie thian kiam, Cie Jiak berlatih diamdiam
secara tergesa-gesa. Karena kuatir diketahui Cia Soen
dan Boe Kie, ia hanya berani berlatih di waktu malam dan
karena waktu sudah mendesak, ia tak sempat mempelajari
dasar-dasar kitab ilmu silat itu dan terpaksa memilih ilmu
rendah yang lebih mudah dilatih diantaranya Kioe im Pek
koet jiauw. Dulu jilid kedua Kioe im Cin keng dicuri oleh
Tan Hian Hong dan Bwee Tiauw Hong (keduanya muruid
Oey Yok Soe dari tangan Tong sia Oey Yok Soe). Apa yang
dipelajari oleh kedua murid murtad itu juga Kioe im Pek
koet jiauw. Dapat dimengerti bahwa ilmu yang dilatih
tergesa-gesa tak bisa mempunyai dasar Lweekang yang
2690
kuat, begitu bertemu dengan lawan tangguh tenaga
dalamnya akan segera tertindih. Setelah kena racun Hian
beng Sin ciang, Cie Jiak lalu memasukkan hawa beracun ke
dalam usaha mengusirnya dari tubuhnya. Sesudah Boe Kie
menolong barulah ia merasa nyaman. Tapi baru saja ia mau
melepaskan diri dari telapak tangan Tio Beng, semacam
tenaga yang sangat kuat telah menyedot dan ia tak bisa
melepaskan dirinya lagi. Tadi Tio Beng yang tak bisa
melepaskan diri dari punggungnya tapi sekarang ia sendiri
yang tak bisa memberontak diri telapak tangan Tio Beng.
Ini sudah terjadi karena adanya perbedaan kekuatan tenaga.
Boe Kie terus mengirim Kioe yang Cin khie karena ia
masih merasakan perlawanan hawa dingin yang keluar dari
telapak tangan Tio Beng. Ia hanya menduga bahwa racun
Hian beng Sin ciang belum terusir semuanya. Ia tak tahu
bahwa hawa dingin itu adalah Kioe im Cin khie dari Cie
Jiak. Makin lama Kioe im Cin khie yang didapatkan Cie
Jiak dengan susah payah makin berkurang. Cie Jiak
mengeluh tapi ia tak berani buka suara sebab sekali bicara,
ia akan muntah darah.
Untung juga, sesudah keadaan badannya pulih kembali,
Tio Beng tertawa dan berkata, “Boe Kie Koko, aku sudah
sembuh. Sekarang boleh kau layani kedua tua bangka itu!”
“Baiklah!” kata Boe Kie sambil menarik kembali tenaga
dalamnya.
Cie Jiak seperti orang yang baru mendapat
pengampunan. Sesudah tenaga menyedot hilang, ia merasa
bahwa hawa racun Hian beng Sin ciang sudah terusir dari
tubuhnya tapi tenaga dalamnya sendiri berkurang banyak.
Satu dua detik ia mengawasi Boe Kie yang sedang memutar
golok dan menyerang Hian beng Jieloo dengan hebatnya.
Mendadak ia mementang lima jari tangannya yang lalu
ditancapkan ke batik kepala Tio Beng.
2691
“Aduh!” teriak nona Tio.
Totokan dan teriakan itu disertai dengan suara “krek”
dari patahnya tulang. Yang patah adalah tulang-tulang jari
tangan Cie Jiak yang segera kabur secepatnya.
Boe Kie terkesiap. Ia menengok dan berseru, “Beng
moay….”
Si nona meraba-raba kepalanya dengan tangan
gemetaran.
Boe Kie melompat mundur dan dengan tangan kanan
memutar golok, ia meraba kepala Tio Beng dengan tangan
kirinya. Ia merasa lega karena biarpun tangannya
menyentuh darah yang basah lengket, tapi batok kepala
nona Tio tidak mendapat kerusakan. “Beng moay, jangan
takut!” katanya. “Hanya luka di kulit.”
Gagalnya serangan Cioe Cie Jiak dan patahnya jari-jari
tangannya adalah karena di dalam tubuh Tio Beng masih
terdapat Kioe yang Cin khie dan tenaga dalam Cie Jiak
sudah berkurang banyak.
Sambil bertempur, Boe Kie merasa bahwa dengan
menggunakan golok mustika itu biarpun menang,
kemenangan itu bukan kemenangan gemilang. “Yo Cosoe!
Hoan Yoe soe! Bagaimana keadaan kalian?” teriaknya.
“Tiga sudah roboh, masih ada tujuh,” jawab Hoan
Yauw. “Kauwcoe tak usah kuatir!”
Mendengar jawaban yang disertai dengan Lweekang
yang kuat. Boe Kie tahu bahwa keadaan mereka memang
tak usah dikuatirkan, ia segera menyerahkan To liong to
kepada Tio Beng dan kemudian memindahkan pukulan Ho
Pit Ong ke arah lain dengan Kian koen Tay lo ie tingkat
ketujuh. Kian koen Tay lo ie tingkat ketujuh adalah ilmu
yang sangat sulit dan tak boleh digunakan secara
2692
sembarangan. Salah sedikit saja ilmu itu bisa membakar diri
yang menggunakannya. Maka itulah, pada waktu mesti
menolong Tio Beng dan Cie Jiak dari hawa dingin, biarpun
keadaannya berbahaya ia tak berani menggunakan ilmu
tersebut. Hian beng Jieloo adalah tokoh-tokoh kelas utama,
Kian koen Tay lo ie tingkat rendah takkan berhasil terhadap
mereka.
Sekarang sudah selesai menolong Tio Beng dan Cie Jiak,
barulah ia berani menggunakan ilmu tersebut.
“Plak!” pukulan Ho Pit Ong pindah arah dan
menghantam pundah Lok Thung Kek.
Lok Thung Kek terkejut. “Soetee, mengapa kau begitu?”
tanyanya dengan gusar.
Ho Pit Ong orang yang otaknya tumpul dan dalam setiap
urusan ia harus berpikir lama sebelum bisa menangkap
artinya. Dalam kejadian ini ia merasa heran dan bingung
biarpun di dalam hati ia tahu bahwa Boe Kie yang
melakukannya. Ia berpendapat bahwa jalan satu-satunya
untuk minta maaf dari soehengnya adalah menyerang
musuh sehebat-hebatnya. Demikianlah ia segera
menendang dengan seluruh tenaganya. Boe Kie
mengibaskan tangan kirinya dan tendangan itu menyambar
tan tian (di bawah pusar) Lok Thung Kek. Tan tian adalah
pusat penting dalam tubuh manusia untuk mengerahkan
hawa. Lok Thung Kek terkesiap. Secepat kilat ia berkelit
dan membentak, “Soetee, apa kau gila?”
“Benar Ho Sianseng!” seru Tio Beng. “Bekuk soehengmu
yang berdosa dan cabul! Ayahku akan memberi hadiah
besar kepadamu.”
Boe Kie geli di dalam hati. Semula ia ingin
menggunakan Kian koen Tay lo ie untuk menuntun
serangan Ho Pit Ong ke arah Lok Thung Kek dan Lok
2693
Thung Kek ke arah Ho Pit Ong. Tapi sesudah mendengar
perkataan Tio Beng, ia hanya menuntun pukulan-pukulan
Ho Pit Ong ke arah Lok Thung Kek dan terhadapa Lok
Thung Kek ia tetap melayani dengan Thay kek koen. “Ho
Sianseng, kau tak usah kuatir,” katanya. “Kita berdua pasti
bisa menumpas manusia she Lok ini. Jie lam ong akan
mengangkat kau sebagai…sebagai…”
“Ho Sianseng!” Tio Beng menolong. “Pangkatmu sudah
ada di sini. Ia merogoh saku, mengeluarkan segulung kertas
dan mengibas-ngibaskannya. “Dengarlah!” teriaknya pula.
“Kau akan dianugerahkan pangkat Thay goan Hoe kok
Yang Wie Tay ciang koen.”
Saat itu pukulan Boe Kie menolak Lok Thung Kek ke
samping kiri. Secara kebetulan selagi terhuyung si tua
dipapaki oleh pukulan Ho Pit Ong yang arahnya dialirkan
dengan Kian koen Tay lo ie sehingga kakek she Lok itu
tergencet di antara dua pukulan yang menyambar dari kiri
dan kanan.
Selama puluhan tahun Lok Thung Kek dan Ho Pit Ong
tak pernah berpisah dan mencintai seperti saudara kandung
sendiri. Lok Thung Kek tak percaya bahwa adik
seperguruannya akan menjual dia tapi sesudah lima kali
beruntun diserang dengan pukulan yang membinasakan ia
jadi kalap. “Binatang,” teriaknya. “Aku tak sangka karena
pangka kau melupakan giekhie.”
Ho Pit Ong kebingungan. “Aku…aku…,” katanya
dengan suara terputus-putus.
“Benar,” sambung Tio Beng. “Kau berbuat begitu sebab
terpaksa, karena kau akan menjadi Hoe kok Yang Wie Tay
ciang koen.”
Selagi si nona bicara, Boe Kie mengerahkan sepuluh
bagian tenaganya. Begitu pukulan Ho Pit Ong menyambar,
2694
ia mengalihkan dengan Kian koen Tay lo ie dan “plak”
pukulan itu jatuh tepat di pundak Lok Thung Kek. Lok
Thung Kek balas memukul dan beberapa gigi Ho Pit Ong
yang masih tinggal rontok semua. Sebagai seorang tua, Ho
Pit Ong sangat menyayangi beberapa gigi itu sehingga
dapatlah dimengerti kalau darahnya segera meluap. “Soeko!
Kau keterlaluan,” bentaknya. “Aku memukul kau tanpa
senjata.”
“Omong kosong!” teriak Lok Thung Kek.
Biarpun berkepandaian tinggi, Hian beng Jieloo tak
mengenal Kian koen Tay lo ie tingkat ketujuh. Dalam silat
Tionggoan memang terdapat ilmu “meminjam tenaga dan
empat tahil memukul ribuan kati” tapi orang yang
berkepandaian seperti mereka tak gampang-gampang bisa
diserang ilmu begitu. Maka itu, Lok Thung Kek sama sekali
tak pernah menduga bahwa serangan-serangan adik
seperguruannya adalah karena perbuatan Boe Kie.
Di dalam hati Ho Pit Ong tahu bahwa Boe Kie lah yang
main gila. “Setan! Kurang ajar kau!” cacinya.
“Benar, tak usah panggil dia soeko lagi!” menyambung
Tio Beng. “Memang dia setan!”
Sesaat itu Boe Kie menarik pukulan Ho Pit Ong ke pipi
Lok Thung Kek, yang begitu kena lantas saja bengkak.
“Boe Kie Koko, mari kita bantu Yo Co Soe,” kata Tio
Beng.
Melihat kalapnya Lok Thung Kek, Boe Kie tahu bahwa
siasatnya sudah berhasil. “Ho Sian seng, aku serahkaan
penjahat cabul itu kepadamu,” katanya seraya melompat
keluar dari gelanggang pertempuran.
2695
“Ho Sianseng,” kata Tio Beng, “sesudah kau membekuk
soeko mu, kau boleh pinjam pit kip To Liong To selama
sebulan.”
Sesudah Boe Kie dan Tio Beng berlalu, kedua kakek itu
bertempur terus sampai kedua-duanya terluka. Ho Pit ong
coba membersihkan diri, tapi Lok Thung Kek tak bisa
percaya sehingga akhirnya mereka menjadi musuh.
Dengan mengikuti suara beradunya senjata, Boe Kie dan
Tio Beng pergi ke tempat pertempuran Yo Siauw dan
kawan-kawannya. Di atas tanah menggeletak lima mayat,
Yo Siauw melayani tiga orang, Hoan Yauw dan Gan Hoan
dia bertanding dengan seorang lawan. Antara lima musuh
itu yang paling berat adalah lawannya Hoan Yauw.
Meskipun berkepandaian tinggi, Hoan Yauw tidak bisa
berbuat banyak dan hanya lebih unggul sedikit di dalam
pukulan-pukulan. Boe Kie tidak turun tangan, ia hanya
menonton. Beberapa saat kemudian Yo Siauw merobohkan
seorang, melihat bahaya dua lawan Yo Siauw lantas kabur,
diturut oleh lawannya Gan Hoan. Selagi musuhnya lari,
Gan Hoan melepaskan pasir beracun dan orang itu sambil
berteriak kesakitan lantas saja roboh binasa. Di lain saat
hanyalah lawan Hoan Yauw yang masih berkelahi dengan
mati-matian.
“Saudara, kulihat kau seorang gagah,” kata Hoan Yauw.
“Lebih baik kau menyerah saja.”
“Apakah manusia yang menyerah kepada musuh masih
bisa dinamakan orang gagah!” tanya orang itu dengan
gusar.
“Benar,” kata Boe Kie seraya maju ke depan dan
menyabet beberapa kali dengan To Liong To. Berbareng
dengan sabetan-sabetan itu, di tengah udara berterbangan
rambut manusia. “Hoan heng, lepaskan dia!” kata Boe Kie
2696
sambil tersenyum.
Sebab merasa dingin, orang itu mengusap kepala dan
mukanya. Mendadak saja ia berdiri terpaku dengan mulut
ternganga. Ternyata sebagian rambut dan jenggotnya telah
terpapas habis. Ia menyoja kepada Boe Kie dan berkata,
“Aku takluk dan rela menerima segala hukuman.”
Boe Kie tertawa. “Saudara boleh berlalu,” katanya.
Orang itu menghela nafas, memutar tubuh dan
meninggalkan tempat itu.
“Apa mereka semua boesoe gedung Jie lam ong?” tanya
Boe Kie kepada Tio Beng. “Siapa dia?”
“Dia pemimpin wie soe (pengawal) dari kakakku,”
jawabnya. “Namanya, Kioejian koen Louw Sian Kek.
Waktu ini dialah jago utama dalam gedung ayahku.”
(Kioejian koen – silat si jenggot).
“Si jenggot jadi janggut licin,” kata Yo siauw sambil
tertawa. “Rasanya, dia tidak bisa berdiam lebih lama lagi di
gedung Ong hoe.”
Selagi mereka bicara, sejumlah pendeta Siauw lim dan
anggota Beng kauw memburu ke tempat pertempuran Hian
beng Jieloo. Melihat datangnya banyak orang, kedua kakek
itu lantas berlalu sambil terus bertempur di sepanjang jalan.
Setibanya di kuil Siauw lim sie, Boe Kie memeriksa luka
Tio Beng yang sama sekali tidak berbahaya. Mendadak Boe
Kie ingat dan ia berkata, “Beng moay, secara kebetulan kau
membawa kertas, sehingga Lok Tung Kek tidak bisa tidak
percaya.”
Si nona tertawa manis. Ia merogoh saku, mengeluarkan
segabung kertas tipis dan mengulap ulapkannya di muka
Boe Kie. “Coba kau tebak kertas apa ini?” katanya.
2697
Boe Kie tertawa. “Kalau kau yang suruh, seumur hidup
aku takkan bisa menebak,” jawabnya.
Kertas itu terdiri dari dua gabung dan si nona lalu
memecahnya dan menaruh dua gabung itu di kedua telapak
tangannya.
Boe Kie mengawasi. Yang dilihat seperti kertas itu
ternyata bukan kertas, tapi sutera setipis sayap tonggeret. Di
atas lembaran lembaran sutera itu terdapat huruf huruf yang
sangat halus.
Ia menjemput gabungan yang satu. Pada halaman muka
terdapat tulisan “Boe Bok Ie soe” (kitab peninggalan Gak
Hoei). Dalam kitab itu – lembaran lembaran kitab itu –
lembaran lembaran sutera itu memang bukan lain daripada
kitab – terdapat ilmu perang yang serba lengkap. Ia
mengambil kitab yang lain, yang di atasnya tertulis “Kioe
im cin keng” (kitab ilmu silat Kioe im). Kitab itu berisi
macam-macam ilmu silat yang aneh-aneh dan pada
halaman halaman terakhir terdapat pelajaran Kioe im pek
koei jiauw, Coei sim ciang, dan sebagainya.
Boe Kie meneliti itu semua dengan jantung memukul
keras. “Dari… dari mana… kau dapatkan ini?” tanyanya
dengan suara terputus-putus.
“Selagi dia tidak bisa bergerak, aku tidak menyia-nyiakan
kesempatan yang baik,” jawabnya. Aku tak sudi belajar
ilmu-ilmu beracun, sebaiknya kitab ini dibakar saja. Perlu
apa ditinggalkan di dalam dunia untuk mencelakai
manusia?” (dengan “dia” Tio Beng maksudkan Cioe Cie
Jiak).
Boe Kie membalik-balik beberapa lembaran cinkeng. Ia
mendapat kenyataan bahwa isinya sangat dalam dan tak
bisa lantas dipecahkan olehnya. Di samping itu ia mendapat
bukti bahwa bagian depan bukan terdiri dari ilmu silat
2698
keleas rendah. “Beng moay, kau salah,” katanya. “Kioe im
cin keng berisi ilmu ilmu yang sangat tinggi. Kalau
dipelajari dan dilatih menurut aturan, dalam sepuluh atau
dua puluh tahun, orang akan memperoleh hasil
menakjubkan. Memang juga, kalau orang tergesa-gesa dan
mempelajari kulit-kulitnya saja yang memberi hasil cepat, ia
akan memperoleh ilmu ilmu yang sifatnya beracun.” Ia
terdiam sejenak dan kemudian berkata lagi. “Cie cie yang
mengenakan baju kuning itu mempunyai ilmu silat yang
sejalan dengan Cioe kauwnio. Tapi pukulan dan
gerakannya memperlihatkan suatu ilmu yang lurus bersih.
Tak bisa salah lagi, iapun mendapatkan ilmunya dari Kioe
im cin keng.”
“Boe Kie koko,” kata Tio Beng. “Cie cie itu mengatakan
di belakang gunung Ciong lim san terdapat kuburan mayat
hidup, burung rajawali sakti dan pasangan pendekar tak
muncul lagi dalam dunia Kangouw. Apa artinya ini?”
Boe Kie menggelengkan kepala. “Tak tahu,” jawabnya.
“Nanti kita boleh tanya Thay soehoe.”
Sesudah beromong-omong lagi beberapa lama, karena
musuh tidak membuat gerakan apa apa lagi, semua orang
lantas pergi tidur.
Pada keesokan paginya, Boe Kie memanjat satu pohon
besar untuk menyelidiki keadaan musuh. Ia mendapat
kenyataan, bahwa jumlah musuh bertambah dengan kirakira
selaksa orang dan dilihat dari gerakannya, mereka
sedang mempersiapkan gerakan baru. Di antara gerakan
gerakan bendera dan serdadu, sayup sayup terdengar bunyi
terompet yang tak berhenti hentinya. Persiapan tentara
Goan itu telah membuat hati orang gagah jadi merasa
keder.
“Beng moay…” kata Boe Kie sesudah turun dari pohon.
2699
“Hem… ada apa?” tanya si nona.
“Tak apa apa… aku hanya ingin memanggil namamu.”
Boe Kie sebenarnya ingin meminta pikiran gadis yang
pintar itu dalam usaha mengundurkan musuh. Tapi di
dalam saat itu ia ingat, bahwa Tio Beng tersebut adalah
seorang puteri Mongol, yang karena cinta sudah
mengkhianati orang tuanya sendiri. Kalau sekarang ia
minta si nona menelurkan siasat untuk membasmi
bangsanya sendiri, ia anggap permintaan itu agak
keterlaluan.
Tapi dengan melihat paras muka Boe Kie dan nada
suaranya, Tio Beng sudah bisa membaca isi hati pemuda
itu. “Boe Kie koko, aku merasa terima kasih, bahwa kau
mengerti kesukaranku,” katanya. “Dalam hal ini sebaiknya
aku tidak bicara banyak.”
Dengan merasa masgul Boe Kie masuk ke kamarnya. Ia
mengasah otak, tapi sesudah beberapa lama, belum juga ia
mendapatkan jalan yang baik. Dalam pekatnya ia membalik
lembaran kedua kitab yang diberikan Tio Beng. Sesudah
Kioe im cin keng, tanpa sengaja ia membaca kalimat
“terkepung di gunung Goe tauw san” dalam Boe bok lesoe.
Ia kaget dan membaca terus.
Ternyata di bagian itu Gak Hoei menceritakan
pengalamannya pada waktu ia dan tentaranya dikepung
oleh tentara Kim yang berjumlah besar di gunung Goe tauw
san, cara bagaimana ia menjalankan siasat menggeret
musuh dari dalam dan luar sehingga mereka memperoleh
kemenangan besar.
Tiba-tiba Boe Kie menepuk meja. “Langit membantu
aku,” serunya. Biarpun keadaan Siauw sit san sekarang
berbeda dari keadaan Goe tauw sasn dahulu, ia merasa ia
masih bisa jalan untuk mendapatkan kemenangan.
2700
Makin lama ia kelihatan makin gembira. “Gak Boe bok
sungguh sungguh manusia luar biasa,” katanya seorang diri.
“Dalam keadaan begitu berbahaya, seorang manusia tak
akan berdaya lagi… Memang… memang ilmu perang
seperti ilmu silat. Kita harus ada petunjuk dari orang
pandai…” Ia mencelup telunjuknya di air teh dan membuat
peta bumi di atas meja. Ia tahu, bahwa keadaan sangat
berbahaya, tapi ia yakin bahwa dengan bantuan Tuhan,
Siauw Lim sie masih dapat ditolong. Dalam perang, yang
berjumlah kecil sukar melawan musuh yang berjumlah
besar dan di dalam peperangan ini, ia tidak boleh mengadu
kekuatan, tak boleh mengadakan pertempuran berhadaphadapan.
Tak lama kemudian ia sudah mempunyai gambaran
tegas tentang apa yang harus dilakukananya. Tanpa menyia
nyiakan waktu, ia segera pergi ke Tay hiong Po thian dan
minta Kong boen Hong Thio mengumpulkan para orang
gagah.
Sesudah semua enghiong berkumpul, Boe Kie berkata
dengan suara nyaring. “Sekarang ini tentara Tat coe
berkumpul di kaki gunung dan mungkin sekali mereka akan
segera menyerang pula. Walaupun kemarin kita mendapat
kemenangan kecil dan sudah menurunkan semangat
musuh, tapi kalau menyerang lagi dengan mati-matian, kita
yang berjumlah lebih kecil sukar melawan mereka yang
berjumlah sangat besar.” Ia berdiam sejenak, kedua
matanya yang sangat tajam menyapu seluruh ruangan.
“Aku ini adalah seorang yang tidak punya kemampuan,
tapi atas kecintaan kalian sudah mengangkat aku sebagai
Boe lim Beng boe dan untuk sementara waktu, aku terpaksa
menerima keangkatan itu,” katanya pula. “Hari ini kita
harus bersama-sama membasmi musuh. Demi kepentingan
kita beramai-ramai, kuminta kalian suka mentaati segala
2701
perintah.”
Pidato pendek itu disambut dengan sorak sorai gegap
gempita. Semua orang berjanji akan turut segala perintah
Beng coe.
Boe Kie girang. “Terima kasih!” katanya. “Nah, marilah
kita mula. Gouw Kin Co!”
Begitu namanya dipanggil, pemimpin Swie kim kie itu
maju dan memberi hormat dengan membungkuk.
“Aku menugaskan kau dan saudara saudara dari
benderamu untuk mempertahankan undang undang
ketentaraan,” kata Boe Kie. “Siapapun juga yang tak
mentaati perintah harus dapat hukuman mati dengan
timpukan tombak dan kapak Swie kim kie. Peraturan ini
berlaku untuk semua orang. Tertua dari agama kita, tetua
rimba persilatan tidak terkecuali.”
“Baik!” kata Gouw Kin Co seraya merogoh saku dan
mengeluarkan bendera putih kecil.
Dalam rimba persilatan, nama Gouw Kin Co belum
begitu dikenal. Tapi pada waktu diadakan pameran
kekuatan Nio beng kie, semua orang tahu bahwa bendera
putih itu tak dibuat permainan. Orang yang ditimpuk
dengan bendera itu berarti diserang dengan lima ratus anak
panah dan lima ratus kapak pendek. Biarpun mempunyai
kemampuan tinggi, dia tak usah harap bisa terlolos dari
serangan itu.
Boe Kie mengeluarkan perintah tersebut sebab pada
halaman pertama dari Boe Ie soe, ia membaca nasehat
seperti berikut. “Dalam memimpin tentara yang terpenting
adalah peraturan yang keras.” Ia tahu bawa para Enghiong
dalam rimba persilatan biasanya sangat bangga dengan
kepandaian sendiri dan tak sudi menunduk di bawah
2702
perintah orang. Manakala kebiasaan itu dipraktekkan dalam
menghadap tentara Goan, mereka semua akan termusnah.
Sehabis mengeluarkan titah pertama, sambil menuding
tembok di luar ruangan musyawarah, Boe Kie berkata pula,
“Para enghiong siapa yang mempunyai ilmu ringan tubuh
tinggi dan bisa melompat tembok itu, kuminta supaya
perlihatkan kepandaian.”
Banyak orang lantas saja kurang puas, bahkan di antara
para cianpwee ada yang mendongkol karena merasaa
bahwa dengaan mengajukan pertanyaan itu, Boe Kie
menghina mereka.
Selagi orang saling mengawasi, Thio Siong Kee maju
dan berkata, “Aku bisa!” Dengan sekali menjejak bumi, ia
sudah melompati tembok yang tinggi itu. Tee in ciong dari
Boe tong pay tersohor di kolong langit. Bagi Thio Siong
Kee, melompati tembok itu sama mudahnya seperti
membalik tangan sendiri.
Sesudah Thio Siong Kee, dengan beruntun Jie Lian
Cioe, In Lie Heng, Yo Siauw, Wie It Siauw, In Ya Ong dan
lain-lain memperlihatkan kepandaiannya. Contoh itu segera
diturut oleh orang-orang gagah dari lain partai. Dalam
sekejap empat ratus orang lebih sudah berhasil melompati
tembok itu. Yang lain sebab rupa rupanya tidak ungkulan,
tidak mencoba.
Para enghiong yang menghadiri pertemuan itu rata-rata
memiliki kepandaian istimewa. Ilmu mengentengkan tubuh
hanya merupakan salah satu cabang dari ilmu silat yang
banyak coraknya. Sering kejadian, bahwa seorang yang
mempunyai ilmu luar biasa tidak tinggi ilmu ringan
tubuhnya. Dalam dunia persilatan, ada kalanya seorang
tokoh menggunakan seluruh hidupnya untuk melatih jari
tangannya.
2703
Maka itulah, tinggi rendah dalam ilmu mengentengkan
tubuh tidak menjadi ukuran dari tinggi rendah kepandaian
orang yang tersangkut, hal ini diketahui oleh semua ahli
silat. Dengan demikian orang orang yang tidak bisa
melompati tembok itu sama sekali tidak merasa malu.
Boe Kie mendapat kenyataan, bahwa di antara empat
ratus orang itu, pendeta Siauw Lim sie berjumlah kurang
lebih sembilan puluh orang. “Nama besar Siauw Lim sie
memang bukan nama kosong,” katanya di dalam hati.
“Dalam ilmu ringan tubuh saja, tokoh-tokoh Siauw Lim sie
berjumlah lebih besar dari lain partai.”
“Jie jiepeh, Thio Siepeh, In liok siok, kuminta kalian
bertiga memimpin para enghiong yang sudah melompati
tembok,” kata Boe Kie. “Kalian harus memancing musuh
dengan berlagak seperti orang yang melarikan diri dari kuil
ini. Apabila musuh berhasil dipancing dan mereka
menguber kalian, maka hasil itu merupakan pahala nomor
pertama. Sesudah kalian lari, sampai di belakang gunung
kalian harus…”
Petunjuk selanjutnya diberikan dengan bisik bisik saja
dan tidak dapat didengar oleh orang lain.
“Koe koe,” kata Boe Kie selanjutnya. “Kau bersama Yo
cosoe, Hoan Yauw soe dan Wie Hok ong, empat orang
kuminta suka membantu aku. Kita mengambil kedudukan
di tengah tengah guna mengawasi jalan pertempuran dan
memberi bantuan kepada pihak yang memerlukannya.”
Dengan ringkas dan tegas Boe Kie mengeluarkan
berbagai perintah – siapa yang harus bersembunyi untuk
memotong jalan musuh, siapa yang harus melindungi
bagian belakang pasukan sendiri, bagaimana harus
menyerang dari depan, bagaimana harus menyerang dari
samping dan sebagainya.
2704
Melihat kepandaian pemimpinnya, Yo Siauw takluk dan
kagum. Ia tak tahu bahwa semua pengaturan itu
berdasarkan siasat dalam Boe bok ie soe.
Akhirnya Boe Kie berkata. “Kong boen Hong thio, Kong
tie Seng ceng, aku minta kalian berdua memimpin para
enghiong dari Go bie pay untuk menolong orang-orang
yang terluka dan mengubur yang mengorbankan jiwa.”
Sebagaimana diketahui rombongan Go bie tidak punya
pemimpin sebab Cie Jiak tidak berada di situ. Lantaran ada
ganjalan, Boe Kie merasa tidak enak untuk memerintah
mereka. Sebab itu ia meminta bantuan Kong boen dan
Kong tie, dua orang tua yang mempunyai nama besar dan
kedudukan tinggi. Ia merasa bahwa tindakannya itu akan
tidak ditentang oleh murid murid Go bie, benar saja semua
anggota Go bie pay menerimanya tanpa mengeluarkan
sepatah katapun juga.
Di luar dugaan Kong boen dan Kong tie saling
mengawasi dan kemudian saling mengangguk. “Lo ceng
sangat takluk akan kepandaian Beng coe,” kata Kong boen
sambil membungkuk. “Sebenarnya looceng tidak boleh
mengeluarkan bantahan terhadap pengaturan Beng coe.
Tapi lantaran terpaksa kami berdua ingin memohon
sesuatu.”
“Hong thio tak usah berlaku sungkan,” kata Boe Kie.
“Katakanlah apa yang dipikirkan Hong thio.”
“Kami berdua hanya memohon supaya kami
diperbolehkan untuk menjaga kuil ini,” kata Kong boen.
Boe Kie mengerutkan alis. Sesudah memikir sejenak, ia
dapat menangkap latar belakang permintaan itu. Tipu yang
sedang dijalankan adalah tipu meninggalkan Siauw Lim sie,
berlagak kabur ke belakang gunung untuk memancing
musuh dan kemudian membasminya. Tapi ini didasarkan
2705
siasat Gak Hoe waktu jenderal itu terkepung di Goe tauw
san. Tapi keadaan Goe tauw san berbeda dengan Siauw sit
san. Goe tauw san adalah sebuah gunung yang gundul,
tidak ada sesuatu yang berharga. Dilain pihak, di atas
Siauw sit san berdiri kuil Siauw Lim sie yang berusia ribuan
tahun, sebuah pusat agama Buddha yang suci. Ada
kemungkinan bahwa apabila kuil itu ditinggalkan tanpa
terjaga, tentara musuh akan merusaknya bahkan mungkin
juga akan membakarnya. Lantaran itulah Kong boen dan
Kong tie minta permisi untuk menjaganya. Mereka
bertekad untuk mati hidup bersama sama di kuil Siauw Lim
sie.
“Baiklah,” kata Boe kie sambil mengangguk. “Aku
merasa sangat kagum akan tekad Jie wie taysoe, kalian
boleh menjaga kuil ini.”
Para enghiong merasa heran. Semula mereka menduga
bahwa Boe Kie akan menolak permintaan itu. Melihat
pemimpin mereka diperbolehkan menjaga kuil, sejumlah
murid Siauw Lim lantas saja ingin mengikuti jejak itu.
“Undang-undang ketentaraan keras dan harus dipatuhi!”
teriak Kong boen dengan suara keras. “Murid partai kami
yang berani membantah akan segera dicoret namanya
sebagai murid Siauw lim pay.”
“Hari ini dengan bersatu padu saudara saudara wilayah
Tionggoan melayani Tat coe,” kata Boe Kie. “Kuminta
para Soehoe yang mengurus tambur dan lonceng yang
membangunkan semangat menggetarkan seluruh kuil.”
Dengan darah bergolak para enghiong mengusap usap
senjata mereka.
Sebagai tindakan pertama, hampir berbareng dengan
komando Hee Yam, para anggota Liat hwee kie
mengeluarkan kayu bakar dan rumput yang lalu ditumpuk
2706
di samping kuil kemudian di bakar. Dalam sekejap api
sudah berkobar kobar.
Mendengar suara tambur dan melihat berkobarnya api,
tentara Goan yang berada di kaki gunung lantas saja
menduga bahwa orang-orang di Siauw Lim sie sudah
membakar kuil dan akan segera kabur.
Dengan sekali mengibaskan tangan Jie lian cioe
memimpin seratus lima puluh orang lebih yang berlari lari
ke bawah mencari sebelah kiri Siauw sit san. Sebelum
mereka tiba di lereng, tentara musuh mulai menyerang ke
atas sambil bersorak sorai. Para orang gagah segera lari
berpencaran supaya tentara Goan tidak dapat membasmi
mereka dengan anak panah.
Rombongan kedua yang dipimpin oleh Thio Siong Kee
dan rombongan ketiga di bawah pimpinan In Lie Heng,
dengan beruntun muncul dan lari ke bawah, setiap orang
menggendong sebuah bungkusan besar yang berisi papan
atau seprei, selimut tebal. Dimana serdadu Goan mengira
mereka adalah orang orang yang kabur dengan penuh
ketakutan, dengan membawa sedikit bekal yang masih
keburu dibawa. Padahal bungkusan bungkusan itu adalah
tameng untuk melindungi diri dari anak panah Mongol
yang sangat lihay.
Sesudah mengawasi beberapa lama, pemimpin tentara
Goan segera memerintahkan selaksa serdadu untuk
mengejar dan selaksa lainnya tetap menjaga kedudukan
mereka.
“Yo Cosoe, pemimpin tentara Tat coe seorang pandai,”
kata Boe Kie. ”Dia tidak mengerahkan seluruh tentara.”
“Benar,” jawab Yo Siauw. “Kewaspadaan itu bisa
membahayakan kita.”
2707
Tiba-tiba di kaki gunung terdengar suara terompet yang
berulang ulang dan dua ribu tentara berkuda Goan mulai
menerjang ke atas dari kiri dan kanan. Dengan mata tidak
berkedip, Boe Kie mengawasi kemajuan musuh. Jalanan
gunung penuh bahaya dan berliku-liku, tapi kuda-kuda
Mongol yang terlatih bisa maju terus tanpa menemui
banyak kesukaran. Begitu lekas rombongan musuh yang
terdepan mendekati pendopo kuil. Boe Kie memberi isyarat
dengan mengibaskan tangannya. Hampir berbareng
pasukan Liat hwee kie bergerak dan bersembunyi di rumput
rumput tinggi. Pada saat musuh berada dalam jarak kurang
lebih seratus tombak, Hie Yam memberi komando. Minyak
segera menyembur, anak panah api menyambar. Kuda
kuda berjingkrak keras, tentara Goan berteriak teriak
seluruh pasukan berubah kalut, banyak kuda dan manusia
roboh tergelincir ke bawah gunung dengan badan berkobar
kobar.
Tapi tentara Goan memang tentara jempolan. Pasukan
depan terpukul, pasukan belakangnya tidak bergeming.
Dengan rapih mereka turun dari tunggangan mereka dan
menerjang ke atas dengan berjalan kaki. Liat hwee kie terus
menyemprotkan minyak dan api. Beberapa ratus musuh
binasa, tapi yang lainnya merangsek terus.
Melihat begitu lain lain bendera dari Beng kauw segera
membantu. Ang soei kioe menyemburkan air beracun dan
Houw tauw kiee melepaskan pasir beracun. Tangannya
kedua bendera menghancurkan pasukan Goan. Dengan
dekat beberapa ratus orang menyerang terus tapi dengan
tidak berapa sukar mereka dibasmi oleh pasukan Swe kim
kie dan Kie bok kie.
Sekonyong konyong di kaki gunung terdengar suara
tambur yang sangat hebat. Dalam saat lima ribu tentara
musuh seperti kipas dengan membawa tameng tameng
2708
besar. Dengan adanya tameng tameng itu, air dan pasir
beracun tidak bisa berbuat banyak.
Kie bok kie turun tangan dengan melontarkan balok
balok besar. Tapi usaha itupun hanya membuat beberapa
lubang pada barisan musuh yang lekas dapat menutupnya
kembali.
Melihat keadaan itu, Kong boen segera berkata, “Thio
Kauwcoe, harap kau dan yang lain-lain lekas mundur untuk
melindungi tenaga inti dari rimba persilatan kita. Biarpun
hari ini kita menderita kekalahan, di kemudian hari kita
akan bisa bergerak lagi.”
Boe Kie tidak menyahut. Dengan rasa kuatir ia
mengawasi pasukan tengah dari pasukan musuh. Tiba-tiba
ia lihat di bawah sehelai bendera terdapat seorang panglima
yang menunggang seekor kuda tinggi besar dan
mengenakan pakaian perang kuning berkilauan, seperti
emas. Panglima ini kelihatannya sangat angker, tapi sebab
teraling topi, mukanya tak kelihatan tegas. Boe Kie
menengok kepada Gouw Kin Co dan berkata, “Gouw
Kinsoe, kau serang panglima itu.”
“Baik!” jawabnya sambil mengibaskan bendera putih dan
menerjang ke bawah. Seratus batang tombak menyambar,
seratus anggota Swie kie mengikuti ke arah perwira dan dan
serdadu yang berada di seputar jenderal itu.
“Wie Hok Ong,” kata pula Boe Kie. “Mari kita bekuk
panglima itu. Yo Cosoe dan Hoan Yosoe, kalian berdua
harus melindungi kami.”
Ketiga pemimpin Beng kauw itu girang, mereka kagum
akan tindakan sang Kauwcoe yang berani dan tepat itu.
Boe Kie dan Wie It siauw adalah jago ilmu ringan tubuh
yang sukar dicari tandingannya pada jaman itu. Dengan
2709
berbareng mereka dan bagaikan berkrecepnya dua sinar
kilat, tahu-tahu mereka sudah berada di barisan tameng.
Dengan mudah ia memukul jatuh semua anak panah dan
kemudian dengan sekali menotol tameng musuh dengan
ujung kaki mereka tameng tameng yang membentang
seolah olah sebuah dinding besi. Tentara Goan kaget dan
gusar. Sambil berteriak teriak ia coba mengepung ketua
penyerang itu. Tapi Boe Kie dan Wie It Siauw bukan jago
biasa. Dengan gerakan luar biasa dan ketabahan luar biasa
pula, mereka melewati rimba golok dan tombak. Dalam
sekejap mereka sudah menghampiri panglima itu. jenderal
itu menikam dengan tombaknya. Boe Kie berkelit
menangkap gagang tombak dan menarik sehingga panglima
perang itu terhuyung ke depan. Wie It Siauw melompat dan
mencengkeram batang lehernya. Panglima itu juga bukan
sembarang orang. Dengan tangan kiri ia menghunus pedang
dan membabat. Boe Kie mengegos menangkap pergelangan
tangan musuh yang memegang pedang dan kemudian
menariknya dari atas kuda. Pasukan pengawal
mengeluarkan teriakan tertahan dan mati-matian mereka
coba menolong, tapi mereka ditahan oleh Yo Siauw dan
Hoan Yauw.
“Berangkat!” kata Boe Kie dengan suara girang.
Wie It Siauw segera menotok jalan darah tawanannya,
menggendongnya dan lalu kabur ke atas gunung, ke tempat
yang sepi. Melihat jenderal mereka tertawan, sambil
berteriak teriak tentara Goan menguber. Tapi mereka tentu
saja bukan tandingan Wie Hok ong yang berlari lari seperti
kera di antara batu batu cadas dan di tempat yang tak
mungkin dilewati oleh manusia biasa. Melihat kawan itu
sudah berhasil, Boe Kie segera mengajak Yo Siauw dan
Hoan Yauw kembali ke atas gunung.
Sesudah berada di tempat aman, Wie It Siauw sengaja
2710
memperlihatkan kepandaiannya. Sambil lari ia
melemparkan tubuh panglima itu. Tentara Goan berteriak
karena menduga pemimpin mereka bakal jatuh dengan
tubuh hancur luluh. Tapi selagi tubuh itu melayang ke
bawah, Wie Hok ong sudah menyusul menyangganya
dengan kedua tangan. Setelah mengulangi permainan
berbahaya itu beberapa kali, ia tiba di puncak. “Yo Cosoe!”
teriaknya. “Jual beli datang!” seraya berteriak begitu, ia
melontarkan tubuh si panglima ke arah Yo Siauw yang lalu
menyambuti dalam satu gerakan yang sangat indah.l
Yo Siauw membuka topi tawanannya. Panglima yang
berparas tampan mengawasi dengan mata mendelik dan alis
berdiri.
Mendadak Tio Beng berteriak. “Koko!”
Ia menubruk dan memeluk jenderal itu yang ternyata
bukan lain daripada Ong Po po, kakak si nona.
Itulah kejadian yang tidak disangka-sangka.
Alis Boe Kie berkerut. Ia menghampiri dan ia
mendukung Ong Po po yang berkata, “Maaf.” Sesudah itu
lalu diserahkan kepada Kong boen dan Kong tie. “Taysoe,
dengan menggunakan dia sebagai tanggungan, Siauw Lim
sie bisa diselamatkan,” bisiknya. “Tapi dia mempunyai
hubungan dengan aku dan kuharap Jiewie Taysoe jangan
mencelakakannya.”
Kedua pendeta itu girang dan lalu mengambil dua batang
golok yang kemudian ditandalkan di leher Ong Po po.
“Tentara Mongol, dengarlah!” teriak Yo Siauw. “Siauw
ong ya kamu sudah jatuh ke dalam tangan kami.
Mundurlah, supaya kamu tidak mencelakai jiwanya.”
Ban hon thio yang memimpin selaksa tentara itu kaget
bercampur bingung. Kalau panglima itu benar benar binasa,
2711
Jie lam ong akan marah besar dan mungkin sekali seluruh
pasukan akan mendapat hukuman mati. Maka itu sesudah
memikir beberapa saat, ia segera mengeluarkan titah untuk
menarik pulang semua tentara.
Selagi para enghiong bersorak sorai dengan penuh
kegirangan, di kaki gunung sekonyong-konyong terdengar
suara tambur yang bergemuruh dan sejumlah anak panah
api menyambar ke tengah udara. Hampir berbareng di
empat penjuru terdengar teriakan teriakan yang seolah olah
menggetarkan seluruh Siauw sit san.
“Kauwcoe, bala bantuan datang!” kata Yo Siauw dengan
girang.
Boe Kie mengangguk. “Bala bantuan datang,” teriaknya.
“Terjang musuh!”
Perintah itu disambut dengan tempik sorak. “Para
enghiong, dengarlah!” teriak pula Boe Kie. “Lebih dahulu
binasakan perwira kemudian baru serdadu.”
Karena tahu datangnya bala bantuan Siauw Lim sie,
tentara Goan yang baru dapat perintah mundur, lantas saja
merosot semangatnya. Maka itu begitu diterjang oleh para
enghiong, mereka lantas menjadi kalut dan lari ke bawah
gunung dengan kalang kabut.
Setibanya di lereng Boe Kie lihat bendera bendera Beng
kauw. Di sebelah selatan terdapat sehelai bendera besar
dengan huruf “Cie” sedang di sebelah utara lain bendera
dengan huruf “Siang”. Ia tahu bahwa yang datang
menolong adalah Cie Tat dan Siang Gie Coen. Kedua
panglima itu yang semula berada di daerah Hwayho secara
kebetulan datang di Holam selatan. Begitu mendapat warta
dari Po tay hweeshio, mereka segera menggerakkan seluruh
tentara dan menyusul siang malam, sehingga dalam waktu
dua hari saja mereka sudah tiba di Siauw sit san. Pasukan
2712
Cie tat dan Siang Gie Cioe terdiri dari orang orang yang
berpengalaman dan gagah berani. Sebab jumlah mereka
banyak lebih besar, maka sesudah bertempur beberapa
gebrakan mereka berhasil memberi pukulan hebat kepada
selaksa tentara Goan yang menjaga di kaki gunung dan
lantas saja lari lintang pukang ke jurusan barat.
Sebagaimana diketahui Boe Kie sendiri sudah
menetapkan satu siasat. Dengan menggunakan orang-orang
yang mahir dalam ilmu ringan tubuh, ia ingin memancing
tentara musuh ke dalam selat gunung yang terletak di
sebelah barat Siauw sit san. Tiga penjuru selat itu tertutup
pada lereng gunung yang seperti dinding terjal. Jie Lian Coe
dan kawan kawaannya berhasil memancing musuh ke selat
itu, Ban hoe Tio yang memimpin selaksa tentara itu juga
tahu berbahayanya saat tersebut. Tapi sebab musuh
berjumlah sangat kecil hanya beberapa ratus orang, maka
menurut pendapatnya biarpun diserang pasukan yang
sembunyi ia bisa melayani. Maka itu tanpa bersangsi ia
segera memerintahkan tentaranya mengejar terus.
Setibanya di lereng, Jie Lian Coe dan kawan-kawannya
segera memanjat ke atas dengan menggunakan tambangtambang
yang sudah disediakan dan tergantung di lereng
itu. Tapi mereka adalah ahli-ahli silat jempolan, sehingga
tanpa menemui banyak kesukaran mereka bisa merayap
terus ke atas. Dalam pihak tentara Goan yang mengenakan
pakaian perang yang sangat berat tentu saja tidak bisa
berbuat begitu.
Begitu masuk di selat dan lihat gerakan musuh, Ban hoe
thio dan tentara Goan lantas insyaf bahwa ia sudah
terjebak. Cepat-cepat ia memerintakan tentaranya supaya
mundur. Tapi sudah kasep! Api, pasir beracun dan anak
panah lantas saja menyambar-nyambar. Hampir berbareng
pasukan Kie bok kie melontarkan balok-balok besar ke
2713
mulut selat yang lantas saja tertutup rapat.
Tak lama kemudian barisan Goan kedua yang juga
terdiri dari selaksa orang dan dikejar oleh pasukan Cie Tat
serta Siang Gie Coen tiba di situ. Sebab mulut selat sudah
tertutup mereka kabur ke empat penjuru.
“Sungguh sayang!” kata Boe Kie kepada Cie Tat. Kalau
sudah diatur terlebih dahulu barisan Goan yang kedua itu
tentu bisa dipancing masuk ke dalam selat dan seantero
barisan yang terdiri dari dua laksa jiwa akan dapat
dimusnahkan sekaligus. Tapi Boe Kie sudah boleh merasa
puas dengan hasil yang diperoleh. Ia sama sekali tidak
pernah menduga bahwa bala bantuan bisa datang begitu
cepat. Waktu mengatur siasat tujuannya hanyalah
menyelamatkan kuil Siauw Lim sie.
Sementara itu Cie Tat segera memerintahkan tentara
memperkuat tutupan selat dengan batu2 besar dan
menitahkan sepasukan anak panah memanjat ke atas lereng
untuk memanah musuh dari atas ke bawah. Tentara Goan
yang sudah tak bisa membela diri lagi jadi makin kalang
kabut. Sambil sesambat dan berteriak teriak, mereka lari
seperti gila, mencari cari perlindungan di antara batu batu
dan pohon pohon.
Tak lama kemudian Siang Gie Cen dan tentaranya tiba.
Pertemuannya dengan Boe Kie menimbulkan kegirangan
besar. Ia seorang yang beradat berangasan. Begitu tahu
musuh terkepung di dalam selat ia berteriak. “Singkirkan
semua balok dan batu! Biar kuhajar semua Tat Coe!”
“Perlu apa kau menggunakan tenaga?” kata Cie Tat
sambil tertawa. “Di dalam selat tiada air dan tiada
makanan. Dalam tiga empat hari mereka akan mati
sendiri.”
Siang Gie Coen tersenyum dan tak berkata apa apa lagi.
2714
Apa yang dapat dilakukan Cie Tat dan Siang Gie Coen
ialah memerintahkan tentaranya membasmi bagian musuh
yang kedua, yang lari berpencaran ke bawah gunung.
Sesudah musuh kabur semua, atas permintaan Tio Beng,
Boe Kie melepaskan Ong Po po dan memerintahkan Gouw
Kin Co serta sejumlah anggota Swie kim kie mengantarnya
sampai lima puluh lie. Sesudah lima puluh lie, Tio Beng
sendiri mengantar lagi sepuluh lie dan berulang ulang
mohon maaf. Tapi Ong Po po tak meladeni adiknya itu,
sehingga si nona kembali ke Siauw sit san dengan rada
berduka dan masgul. Malam itu di kaki Siauw sit san
diadakan pesta besar sebagai tanda girang berhubung
dengan kemenangan besar. Para enghiong yang sudah
berhari hari hanya makan makanan ciacay malam itu
makan minum sepuas hati.
Selagi bersantap Cie Tat menuang secawan arak dan
mempersembahkannya kepada Boe Kie. “Kauwcoe, aku
memberi selamat dengan secawan arak ini!” katanya.
Boe Kie menyambuti dan menceguk isinya.
“Kauwcoe, semula aku hanya merasa takluk akan
pribudi dan ilmu silatmu yang sangat tinggi,” kata pula Cie
Tat. “Di luar dugaan, Kauwcoe pun mahir dalam ilmu
perang dan dapat menggunakan siasat perang seperti
malaikat. Inilah rejeki agama kita dan keberuntungan untuk
segenap rakyat.”
Boe Kie tertawa terbahak bahak. “Cie Toako,” katanya,
“Jangan kau memuji aku. Kemenangan hari ini didapat
berkat kedatangan jiewie Toako yang sangat cepat dan juga
peninggalan Gak Boe bok. Dalam peperangan ini, siauwtee
tak punya pahala suatu apa.”
“Peninggalan Gak Boe bok?” menegas Cie Tat.
“Bolehkah Kauwcoe memberi penjelasan?”
2715
Boe Kie merogoh saku dan mengeluarkan Boe Bok Ie
soe. Ia membalik lembarannya sampai pada bagian
terkepung di Goe tauw san, dan lalu menyerahkannya
kepada Cie Tat.
Sesudah membaca, Cie Tat kaget tercampur girang. Ia
menghela nafas dan berkata, “Perhitungan Boe Bok takkan
dapat ditandingi oleh manusia manapun juga di jaman ini.
Apabila sekarang Gak Boe Bok masih hidup dan memimpin
kita, Tat coe pasti akan bisa diusir balik ke padang pasir.”
Sehabis berkata begitu, dengan sikap hormat ia
mengembalikan kitab itu kepada sang kauwcoe.
Tapi Boe Kie tidak menyambuti. “Hari ini baru aku tahu
apa artinya ‘bo lim cie coen, po to liong, hauw leng thian
hee, bo kam poet ciong,’” katanya. “Apa yang dikatakan
‘bo lim cie coen (yang termulia dalam Rimba Persilatan)
bukan To liong to. Yang termulia dalam Rimba Persilatan
adalah kitab perang Gak Boe bok yang disembunyikan
dalam golok itu. Dengan kitab itu seseorang yang bisa
mengalahkan musuh, sehingga akhirnya ia bisa ‘hauw leng
thian hee, boh kam poet ciong’. Cie toako, aku telah
mengambil keputusan untuk menghadiahkan kitab ini
kepadamu dengan pengharapan supaya kau bisa
mewujudkan cita cita ‘hoan ngo ho san’ dari Gak Boe
Bok.” (Hoan ngo ho san adalah cita-cita yang termasyur
dari Gak Hoei, hoan ngo ho san berarti kembalikan sungai
dan gunungku).
Cie Tat terkejut. “Orang sebawahanmu sama sekali tak
punya kebajikan dan kepandaian, sehingga mana berani
menerima hadiah Kauwcoe yang begitu besar?” katanya
sambil membungkuk.
“Cie Toako jangan menolak. Demi kepentingan umat
manusia di kolong langit, aku menyerahkan kitab ini
kepadamu.”
2716
Cie Tat tak bisa mengucapkan sepatah kata. Kedua
tangannya yang memegang Boe Bok Ie soe kelihatan
gemetar.
“Dalam kata kata yang terkenal itu masih terdapat dua
baris terakhir yang berbunyi, ‘Ie thian poet coet, swee ie
ceng hiong’,” kata pula Boe Kie. “Sekarang Ie thian kiam
patah dua, tapi kupercaya di kemudian hari pedang itu akan
tersambung pula. Di dalam pedang tersebut disembunyikan
sejilid kitab ilmu silat yang sangat lihay. Aku mengerti
maksudnya. Kitab perang Gak Boe Bok adalah untuk
mengusir Tat coe dari negara kita. Sesudah Tat Coe diusir
pergi, seorang lain akan berkuasa di negara kita. Apabila
Kaisar itu ternyata seorang penjahat yang sewenang
wenang sehingga rakyat menderita, maka seorang enghiong
akan tampil ke muka dan membinasakan kaisar durjana itu
dengan Ie Thian Po Kiam. Biarpun dia berkuasa, belum
tentu dia bisa menangkis tekanan Ie Thian kiam. Cie
Toako, kuharap kau ingat perkataanku ini.”
Bulu roma Cie Tat bangun semua dan keringat
membasahi pakaiannya. Ia tidak berani menolak lagi dan
berkata sambil menjura, “Orang sebawahanmu tidak bisa
berbuat lain daripada menerima perintah Kauwcoe.” Ia
menaruh kitab itu di meja, berlutut empat kali dan
kemudian berlutut di hadapan Boe Kie sebagai pernyataan
terima kasih. Mulai waktu itu, Boe bok Ie Soe menjadi
milik Cie Tat. Di kemudian hari benar saja dialah yang bisa
mengalahkan tentara Goan dan mengusirnya sampai di
daerah Tiongkok, sehingga nama besarnya menggetarkan di
seluruh wilayah di sebelah utara padang pasir.
* * * * *
Semenjak perang Siauw sit san, segenap orang gagah di
daerah Tiong goan mempersatukan diri dengan Beng kauw.
Setiap perintah Boe Kie ditaati oleh semua orang. Selama
2717
ratusan tahun, Beng kauw dianggap sebagai agama iblis. Di
luar dugaan sekarang Beng kauw menjadi pemimpin dari
para orang gagah di seluruh Tiongkok dalam usaha merebut
pulang negara dari tangan bangsa lain. Di belakang hari
Coe Goan Ciang bercabang hatinya dan dengan tipu
muslihat ia naik ke atas tahta kaisar. Tapi adalah sebuah
kenyataan, bahwa yang membantu dia merebut Tiongkok
adalah orang orang Beng kauw dan mungkin itulah
sebabnya mengapa ia menggunakan perkataan dan ”Beng”
(terang) untuk nama kerajaannya. Duaratus tujuh puluh
tahun kerajaan Beng berkuasa di Tiongkok dan asal mula
berdirinya dari kerajaan tersebut adalah usaha Beng kauw.
* * * * *
Malam itu semua orang makan minum sepuas hati. Pada
keesokan harinya, mereka meminta diri dari Kong Boen
dan Kong tie.
Melihat keadaan Go bie pay yang rusak dan tak punya
pemimpin dan mengingat pula keadaan Song Ceng Soe
yang terus di dalam tandu, Boe Kie tak sampai hati. Ia
menghampiri rombongan partai dan berkata kepada Ceng
Hoe, “Bolehkah aku menengok keadaan Song Toako?”
“Kau tak usah berlagak baik hati!” jawabnya dengan
ketus.
Si sembrono Cioe Tian naik darahnya. “Kurang ajar!”
cacinya. “Dengan mengingat kecintaan dulu Kauwcoe kami
sudah mengobati lukanya. Sebenarnya manusia yang
mengkhianati orang tua yang gagah itu boleh dibinasakan
oleh siapapun juga.”
Ceng Hoe menjebikan bibir. Ia ingin balas mencaci, tapi
sebab kuatir dihajar, sebisa bisa ia menahan nafsu
amarahnya. “Semenjak dulu Ciangboenjin Go bie pay
adalah gadis yang putih bersih seperti es dan batu Giok,”
2718
katanya dengan suara dingin. “Kalau Cioe Ciang boen
bukan seorang gadis, cara bagaimana ia rasa menjadi
pemimpin partai kami? Hmm!... beradanya manusia seperti
Song Ceng Soe dan partai kami benar-benar sudah menodai
nama baiknya Cioe Ciang boen. Lie soetit, Liong soetit,
pulangkan saja manusia itu kepada Boe tong pay!”
Dua pemikul tandu lantas saja mengiakan, memikul
tandu yang berisi Song Ceng Soe, menaruhnya di hadapan
Jie Lian Cioe dan lalu menyingkir.
Semua orang kaget. “Apa…?” tanya Jie Jiehiap.
“Bukankah ia suami Ciangboenjin mu?”
“Hi!” bentak Ceng Hoei dengan nada mendongkol.
“Manusia semacam dia mana dipandang mata oleh
pemimpin kami? Sebab perbuatan si bocah Thio Boe Kie,
barulah Cioe ciangboen memancing bocah she Song itu
yang rela menyamar sebagai suami. Siapa duga… siapa
duga… huuh huh…! Kalau tahu bakal terjadi kejadian ini,
perlu apa Cioe ciangboen menodai namanya sendiri…?”
Boe Kie tak bisa bersabar lagi. “Kalau begitu dia bukan
Song Hoejin?” tanyanya.
Ceng Hoei menengok dan membentak. “Aku tidak
bicara denganmu!”
Sesaat itu Song Ceng Soe yang rebah di tandu bergerak
dan berkata dengan suara di tenggorokan. “Apa Thio Boe
Kie sudah… dibunuh…?”
“Jangan mimpi!” ejek Ceng Hoei. “Maut sudah berada
di atas kepalamu dan kau masih membayang bayangkan
paras cantik.”
Melihat Ceng Hoei sukar diajak bicara, In Lie Heng
segera menanya seorang murid Go bie pay lain. “Lie
Soemoay, bagaimanakah kejadian yang sebenarnya?”
2719
Yang ditanya seorang setengah tua, Lie Beng Hee
namanya, sahabat mendiang Kioe Siauw Hoe. Mendengar
pertanyaan itu, ia lalu berkata, “Ceng Hoei Sioecie, In Liok
Hiap bukan orang luar, bolehkah Siauwmoay menceritakan
apa yang terjadi?”
“Hal ini tidak ada sangkut pautnya dengan orang luar
atau bukan orang luar dan lebih lebih harus menjelaskannya
kepada orang luar. Cioe Ciang boen wanita suci, putih
bersih yang tak punya hubungan apapun juga dengan
pengkhianat she Song itu. Bukankah dengan mata sendiri
kita semua sudah lihat Sioe kiong sie di lengan Cioe Ciang
boen? Kenyataan ini harus diumumkan kepada kawan
kawan Rimba Persilatan demi nama baik Cioe Ciang boen,
demi Go bie pay…”
Mendengar perkataan Ceng Hoei yang bicara tanpa
juntrungan itu, In Lie heng segera berkata kepada Lie Beng
Hee, “Lie Soemoay, kalau begitu kuharap kau suka lantas
bicara bagaimana Song soetit masuk ke dalam partai kalian
dan hubungan apa terdapat antara dia dan Cioe ciangboen?
Hal ini aku akan melaporkan kepada guruku. Hal ini
kuanggap penting untuk kedua partai kita. Kita harus
menjaga dan memelihara keakuran antara Go bie dan Boe
tong pay!”
Lie Beng Hee menghela nafas. “Orang seperti Song
siauwhiap memang sukar dicari,” katanya dengan suara
perlahan. “Hanya sayang karena gara-gara mabuk cinta, dia
terjerumus ke dalam jurang kehinaan. Mungkin sekali Cioe
ciang boen telah menjanjikan bahwa sesudah Thio Boe Kie
dibunuh mati, yaitu sesudah membalas dendam sebab si
bocah she Thio kabur dalam upacara pernikahan, ia akan
suka menikah dengan Song siauwhiap. Itulah sebabnya
mengapa Song siauwhiap rela masuk ke dalam partai kami
dan meminta ilmu silat istimewa dari pemimpin kami.
2720
Dalam enghiong Tayhwee tiba-tiba Cioe Ciang boen
mengakui dirinya sebagai Song hoejin, sebagai isteri Song
siauwhiap.
Ketika itu semua murid Go bie kaget dan heran.
Sebagaimana kalian tahu, hari itu Cioe ciang boen berhasil
merobohkan semua orang gagah…”
“Jangan sembarangan!” menggerutu Cioe Tian. “Dia
menang sebab Thio Kauwcoe mengalah.”
Lie Beng hee tidak meladeni dan bicara terus.
“Kemenangan itu menggirangkan sangat kami semua, tapi
di dalam hati kami merasa kurang puas, sebab perkataan
“Song hoejin” itu! Malamnya kami menanyakan Cioe
ciangboen maksud dari sikapnya. Cioe ciangboen
menggulung lengan baju kirinya dan memperlihatkan
lengannya. “Semua kemari,” katanya dengan suara
menyeramkan. Kami semua menghampiri dan dengan mata
sendiri kami lihat sebutir Sioe kioe see pada lengannya
masih tetap merah seperti sedia kala. Itulah bukti, bahwa ia
masih seorang gadis suci dan bersih. “Aku mengakui diri
sebagai Song Hoejin untuk menjalankan tipuku,” katanya.
Aku ingin membangkitkan kedongkolan si bocah she Thio,
supaya dia tidak bisa memusatkan seantero semangatnya
dan aku bisa menjatuhkan dia dalam Pieboe. Bocah itu
kepandaiannya tinggi dan aku sebenarnya tak akan bisa
menang. Demi kepentingan partai kita, namaku tidak ada
artinya. Itulah perkataan yang diucapkan oleh Cioe
ciangboen.” Dalam memberi penjelasan Lie Beng Hee
bicara keras keras supaya bisa didengar oleh banyak orang.
Sesudah berdiam sejenak, ia berkata pula, “Murid-murid
partai kami, baik wanita maupun pria kecuali yang menjadi
pendeta sebenarnya tidak dilarang untuk menikah, untuk
berumah tangga.
2721
Tapi semenjak jaman Kwee Couw, ilmu silat yang
tertinggi hanya diturunkan kepada seorang gadis yang
masih suci. Pada waktu mengangkat guru, lengan murid
wanita dimasukkan Sioe kiong see oleh mendiang soehoe
periksa lengan semua murid wanita yang dimasukkan Sioe
kiong see. Tahun itu, lengan Kie soe Cie juga diperiksa…!”
Ia tidak bisa meneruskan perkataannya dan mukanya
bersemu dadu. Ia berusia lanjut, tapi ia masih merasa
jengah untuk menyebutkan perhubungan antara Yo Siauw
dan Kie Hoe mengakibatkan terhapusnya Sioe Kiong See.
Sebagaimana diketahui, In Lie heng sudah menikah dengan
Yo Poet Hwie (putri Yo Siauw dan Kie Siauw Hoe) dan
pernikahan itu sangat beruntung. Tapi mendengar
penutuuran Lie Beng Hee, In Liok hiap lantas saja ingat
nasib mendiang tunangannya itu dan tanpa merasa, dengan
air mata berlinang-linang ia menengok ke arah Yo Siauw.
Begitu menengok, begitu ia melegos, sebab ia lihat air mata
yang turun dengan perlahan di kedua pipi mertua itu. Sioe
kiong see, semacam papir yang dimasukkan ke lengan
seorang gadis merupakan tanda dari kesucian gadis itu.
Begitu menikah, titik Sioe kiong yang berwarna merah
terang lantas hilang.
“In Liok hiap,” Lie Beng Hee berkata lagi, “demikianlah,
sebab Ciang boen jin kami ingin membangkitkan
kedongkolan Thio Kauwcoe dan Siong siauwhiap mabuk
cinta, maka terjadilah peristiwa yang kita sangat inginkan.
Aku hanya mengharap agar Song siauwhiap bisa sembuh
kembali. Kumohon In Liok hiap suka bicara baik di
hadapannya Thio Cinjin dan Song tayhiap agar kerukunan
antara kita tidak dirugikan.
“Aku memang harus berbuat begitu,” kata In Lie Heng.
Tapi soetitku itu seorang berdosa yang pantas dihukum
mati. Perbuatannya memalukan partai kami. Aku harap dia
2722
mati sendiri terlebih cepat.” Pada hakekatnya In Lie Heng
seorang mulia yang berhati lemas. Tapi mengingat
perbuatan Song Ceng Soe di dalam mencelakakan Boh Seng
Kok darahnya meluap.
Selagi beromong omong di sebelah kejauhan mendadak
teriakan ketakutan yang nyaring dan tajam. Itulah teriakan
Cie Jiak. Bahaya apa yang ditemuinya, teriakannya itu
sangat menyeramkan dan membangunkan bulu roma.
Semua orang terkesiap hampir berbareng mereka
berpaling ke arah teriakan itu. Boe Kie, Ceng Hoe, Lie Beng
Hee dan sejumlah orang lantas saja berlari lari ke jurusan
teriakan itu. Sebab kuatir Cie Jiak bertemu musuh tangguh
atau binatang buas, Boe Kie mengempos semangatnya dan
dalam sekejap ia sudah melewati hutan. Satu bayangan
hijau mendatangi dan bayangan itu adalah Cie Jiak. Boe
Kie menyambuti dan bertanya, “Cie Jiak, ada apa?”
“Setan… setan uber aku!” jawabnya sambil menubruk
dan memeluk Boe Kie. Ia menggigil dan giginya berbicara.
Sebab kasihan, Boe Kie membiarkan dirinya dipeluk. Ia
menepuk nepuk pundak Cie Jiak dan menenteramkannya.
“Jangan takut, mana ada setan? Apa yang dilihat olehmu?”
Muka dan kedua lengan Cie Jiak belepotan darah sebab
tergores duri, sedang pakaiannya robek di sana sini.
Separuh tangan kirinya terobek putus sehingga lengannya
yang putih terbukan dan pada lengan itu terlihat satu titik
merah yang terang bagaikan giok. Itulah titik Sioe kiong sie,
tanda dari seorang gadis yang masih suci. Boe Kie sekarang
mendapat kepastian apa yang dikatakan Lie Beng Hee
adalah sebuah kebenaran. Sesaat itu dalam otaknya
berkelebat macam macam pikiran. Dia pernah mengatakan
kepadaku bahwa waktu di penjara oleh Kaypang
kesuciannya telah dinodai oleh Song Ceng Soe dan dia
2723
sudah hamil, pikirnya. Waktu aku periksa nadinya, aku tak
dapat tanda tanda kehamilannya. Ketika itu aku sangsikan
ketepatan pemeriksaanku, ternyata ia menipu aku. Semua
pengakuannya dusta belaka. Di lain saat ia berkata pada
dirinya sendiri, “Thio Boe Kie oh Thio Boe Kie! Cioe
kauwnio adalah musuh yang sudah membinasakan
piauwmoay mu. Dia masih gadis atau sudah menikah, ada
hubungannya dengan dirimu?”
Ia menggigit bibir dan mengeraskan hati. Tapi sebab si
nona menggigil, ia tak tega untuk menolaknya.
Sementara itu sesudah bersandar di dada Boe Kie
beberapa lama, Cie Jiak jadi lebih tenang. “Boe Kie koko,
apa benar kau?” tanyanya dengan suara parau.
“Benar aku, apa yang dilihat olehmu? Mengapa kau
begitu ketakutan?”
Mendengar pertanyaan Boe Kie, nona Cioe
bergemetaran lagi dan “uah…!” ia menangis keras.
Beberapa saat kemudian Yo Siauw, Wie It Siauw, Ceng
Hoei, In Lie Heng dan yang lain lain tiba disitu. Melihat
Cie Jiak sedang menangis dan memeluk Boe Kie, mereka
saling memberi isyarat lalu menyingkir. Orang orang Beng
Kauw, Boe tong dan Go bie pay sangat mengharap Cie Jiak
dan Boe Kie bisa akur kembali dan terangkap menjadi
suami isteri. Mereka mengharap begitu sebab Tio Beng
pernah menyakiti hati mereka dan juga sebab nona itu
adalah puteri seorang Mongol. Mereka kuatir pernikahan
antara Boe Kie dan Tio Beng akan merugikan usaha besar.
Sesudah menangis beberapa lama, Cie Jiak bertanya,
“Boe Kie koko, apa ada yang mengubar?”
“Tak ada! Siapa yang mengejar kau? Hian beng Jie loo
kah?”
2724
“Bukan… bukan… lihatlah yang terang. Apa benar tak
ada manusia. Bukan… bukan manusia… apa tak ada
sesuatu yang mengudak kemari…”
Boe Kie tertawa, “Di siang hari bolong kalau ada yang
mengubar masakan tak kulihat?” katanya dengan suara
lemah lembut. “Cie Jiak, selama beberapa hari kau terlalu
letih. Mungkin sekali matamu kabur dan kau salah lihat!”
“Tak mungkin, tiga kali kulihat dia,” jawabnya.
“Apa yang kau lihat sampai tiga kali?” tanya Boe Kie.
Sambil memegang kedua lengan Boe Kie erat erat dan
sesudah mengumpulkan seantero keberaniannya, Cie Jiak
menengok ke belakang akan kemudian baru-baru memutar
kepalanya lagi ke arah Boe Kie. Melihat muka pemuda itu
yang penuh kekuatiran, tiba-tiba rasa terharu yang tiada
taranya bergelombang dalam hati si nona. Tenaganya habis
dan ia roboh ke tanah. “Boe Kie koko…” katanya dengan
nada sesambat yang diliputi penyesalan hebat. “Aku… aku
telah menipu kau habis habisan. Akulah yang curi Ie thian
kiam dan To Liong to. In… In Kouwnio dibunuh olehku.
Jalan darahnya Cia tayhiap ditotok olehku. Aku tak pernah
menikah dengan Song Ceng Soe. Dalam hatiku hanya…
hanya terdapat… kau seorang…”
“Aku sudah tahu itu semua. Tapi mengapa kau berbuat
begitu?”
“Kau tidak tahu apa yang dikatakan oleh mendiang
guruku di atas menara di Ban hoat sie. Ia memberitahukan
rahasia Ie thian kiam dan To liong to kepadaku. Ia paksa
aku bersumpah, bahwa sesudah berhasil mencuri pedang
dan golok mustika itu, aku harus angkat derajat Go bie pay.
Ia paksa aku bersumpah, bahwa aku akan berlagak baik
terhadapmu, tapi tidak boleh mencintai kau dengan
sesungguhnya…”
2725
Dengan rasa kasihan Boe Kie mengusap usap tangan si
nona. Di depan matanya lantas saja terbayang cara
bagaimana Biat Coet Soethay membinasakan Kie Siauw
Hoe dengan tangannya sendiri. Cara bagaimana di padang
pasir niekouw tua itu bersumpah untuk memusnahkan Beng
kauw, cara bagaimana dia membunuh anggota anggota
Swie kiem kie dengan Ie thian kiam dan cara bagaimana di
Bin hoat sie, nenek itu lebih suka binasa daripada menerima
pertolongannya. Peristiwa peristiwa itu membuktikan
bahwa kebencian Biat coat Soe thay terhadap Beng kauw
adalah kebencian yang sangat mendalam.
Cioe Cie Jiak adalah ahli waris si nenek dan telah
menerima pesan terakhir. Maka itu ia percaya, bahwa
perbuatan Cioe Cie Jiak yang berdosa telah dilakukan atas
anjuran Biat coat.
Boe Kie adalah seorang yang mudah memaafkan dan
tidak bisa menaruh dendam. Ia ingat pula, bahwa dalam
pertempuran di Kong beng teng melawan suami isteri Ho
Thay Ciong dan dua tetua Hwa san pay kalau tidak dapat
pertolongan si nona, mungkin sekali ia sudah binasa.
Sebagai seorang yang berhati mulia, pertolongan itu
menonjol ke depan dan segala kedosaan nona Cioe jadi
terlebih kecil. Rasa kasihannya lantas saja bertambah besar.
“Cie Jiak,” katanya dengan suara halus, “bilanglah apa
yang dilihat olehmu? Mengapa kau begitu ketakutan?”
Tiba-tiba si nona melompat bangun. “Tidak! Aku tak
akan beritahukan kepadamu,” katanya dengan nafas
memburu. “Aku dikejar setan penasaran… aku berdosa dan
pantas mendapat pembalasan. Hari ini aku sudah mengakui
semua di hadapanmu. Aku… aku tak akan bisa hidup lama
di dalam dunia…” Sehabis berkata begitu, ia lari ke bawah
gunung.
Boe Kie mengawasi dengan mulut ternganga. “Setan
2726
penasaran?” tanyanya di dalam hati. “Apa perbuatan orang
Kay pang yang coba membalas sakit hati dengan menyamar
sebagai setan?”
Nona Cioe lari ke rombongan Go bie pay. Lie Beng Hee
buru buru mengambil baju dan menyerahkannya kepada
sang pemimpin. Sesudah memakai baju itu diluar baju yang
rombeng, Cie Jiak segera bicara kepada murid Go bie
dengan suara perlahan dan mereka menjawab dengan
manggut-manggutkan kepala.
“Kita berangkat sekarang,” kata Boe Kie. Mendadak ia
lihat Cie Jiak menghampiri Kong boen dan bicara bisikbisik.
Paras muka pendeta itu tiba-tiba berubah, ia
kelihatannya kaget dan menggeleng-gelengkan kepala
seperti orang tidak percaya akan sesuatu. Sesudah bicara
lagi beberapa patah, se-konyong2 nona Cioe berlutut dan
merangkap kedua tangannya, sedang bibirnya bergerakgerak
seperti orang berdosa atau meminta sesuatu. Dilain
pihak dengan paras muka angker Kong boen pun mengucap
sesuatu.
"Heran! ..." kata Cioe Tian. "Kauwcoe kau harus
mencegah."
"Mencegah apa?” tanya Boe Kie.
"Cioe Kauwnio kelihatannya mau jadi hweeshio,”
jawabnya, "Kalau kau masuk dipintu kosong runyamlah
untuk Kauwcoe." (Masuk dipintu kosong berarti pendeta ).
Yo Siauw tertawa geli. "Andaikata benar Cioe Kauwnio,
jadi niekouw," katanya "Mana bisa ia mengangkat
hweeshio Siauw lim sebagai guru?" (Hweeshio pendeta
lelaki. Niekouw pendeta perempuan).
Si sembrono menabok mulutnya sendiri. "Benar ! Kau
benar! Aku yang tolol," katanya. "Tapi apa yang diminta
2727
Cioe Kauwnio dari Kong-boen? Yang satu Ciangboen
Siauw lim pay, yang lain Ciangboen Go bie pay. Mereka
sederajat dan setingkat, Cioe Kauwnio tak perlu berlutut."
Dilain saat Cie Jiak sudah bangun berdiri. Paras
mukanya kelihatan tenang seperti orang yang baru dihibur
hatinya.
“Sudahlah," kata Boe Kie. “Jangan urus urusan orang
lain." Ia menengok kebelakang dan berkata pula. "Beng
moay, mari kita berangkat." Tiba-tiba saja ia terkejut sebab
Tio beng tak berada di sampingnya, sedang biasanya nona
Tio tak pernah berada jauh dari dirinya,
"Mana Tio Kauwnio?" tanyanya. Mendadak keringat
dingin keluar dari dahinya. "Celaka!" ia mengeluh.
"Mungkin Beng-moay kabur sebab lihat Cie Jiak memeluk
aku." Tergesa-gesa ia memerintahkan sejumlah orang pergi
mecari Tio Beng.
Selagi orang repot, Hee Yam, Cangkie soe Liat hwee kie
datang dan berkata. "Melaporkan kepada Kauwcoe, aku
lihat Tio Kauwnio turun gunung!"
Boe Kie sangat berduka. "Tanpa memperdulikan segala
apa Beng-moay telah mengikuti aku,“ katanya. "Dalam
mengikuti aku ia telah merasakan banyak penderitaan.
Mana bisa aku menyia-nyiakan dia?“ Ia berpaling pada Yo
Siauw dan berkata pula, "Yo-heng segala urusan aku
serahkan kepadamu. Aku mau meninggalkan kalian untuk
sementara waktu.“
Sesudah meminta diri dari Kong Boen dan lain-lain ia
berkata kepada Cie Jiak. "Cie Jiak, baik-baik menjaga diri.
Di hari kemudian kita akan bertemu pula." Si nona tak
menjawab. Ia menunduk dan manggut-maaggutkan
kepalanya, sedang air matanya jatuh menetes di tanah.
2728
Dengan ilmu mengentengkan tubuh Boe Kie turun
gunung, Disepanjang jalan ia melewati para enghiong yang
mau pulang.
Diantara mereka tak terdapat Tio beng. Sesudah
mengejar tiga puluh li lebih, siang mulai berganti malam
dan jalan mulai sepi. Tiba-tiba ia berkata pada dirinya
sendiri, "Beng-moay seorang cerdik. Tak mungkin ia
mengambil jalan besar. Apabila ia menggunakan jalanan
ini, aku tentu sudah menyandak. Apa dia masih
bersembunyi di gunung?"
Memikir begitu ia segera kembali ke atas dan lari
berputar-putar, dengan kadang-kadang naik ke pohon
tinggi. Tapi yang terlihat hanyalah gunung, lorong dan
kawanan gagak yang pulang ke sarang.
Ia pergi ke belakang gunung, tapi yang dicari tetap tak
kelihatan bayangannya. "Beng-moay," katanya didalam
hati, "biarpun aku harus mengitari bumi dan menjelajahi
samudera, aku akan mencari kau.” Sesudah mengambil
keputusan begitu, hatinya jadi lebih tenang. Ia memanjat
pohon dan merebahkan diri di salah satu cabang yang
melintang. Sesudah bercapai lelah sehari suntuk, tak lama
kemudian ia tertidur.
Kira-kira tengah malam kupingnya yang tajam tiba-tiba
menangkap suara tindakan yang sangat enteng. Ia lantas
saja tersadar dan membuka matanya. Bulan sisir sudah
menyondong ke barat dan memancarkan sinarnya yang
remang-remang. Ia lihat seorang yang sedang berjalan
ditanjakan ke jurusan selatan. Dilihat pakaiannya, dia
seorang wanita yang bertubuh kurus kecil dan langsing. Boe
Kie girang, hampir-hampir ia berteriak, "Beng moay!" Tapi
belum memanggil ia sudah lihat perbedaan antara wanita
itu dan Tio beng. Dia bertubuh lebih jangkung dari nona
Tio dan ilmu pengenteng badannya juga berbeda. Boe Kie
2729
heran dan menanya diri sendiri. "Siapa dia? Perlu apa ia
malam-malam jalan sendirian?" Sebenarnya ia tak ingin
mencampuri urusan orang lain. Tapi dilain saat ia ingat
bahwa mungkin sekali dari wanita itu ia bisa mencari
keterangan mengenai nona Tio.
"Apabila ia ternyata tidak mempunyai sangkut paut
dengan Beng moay, akupun bisa menyingkir tanpa
diketahui,” pikirnya. Memikir begitu ia segera turun dari
pohon. Dengan hati-hati ia menguntit dari jauh.
Memang kurang pantas menguntit wanita yang tidak
dikenal ditengah malam buta. Ia menjaga jangan sampai
diketahui. Wanita itu yang mengenakan baju hitam ternyata
menuju kearah Siauw lim sie.
"Apa maunya dia?" tanya Boe Kie didalam hati. "Aku
telah diangkat sebagai Boe lim Bengcoe.
Kalau ia meugandung maksud kurang baik terhadap
Siauw lim, aku tak bisa tidak mencampuri." Ia berhenti
sejenak dan memasang kuping. Keadaan diseputarnya sunyi
senyap. Wanita itu tak punya kawan dan ia merasa lega.
Selama kurang lebih satu jam, si baju hitam tak pernah
menengok kebelakang. Dengan melihat punggungnya dan
gerak-geriknya, Boe Kie merasa bahwa ia pernah bertemu
dengan wanita itu. "Apa Boe Beng Eng Kouwnio ? Apa
Teng Bin Koen ?" ia menduga-duga.
Tak lama kemudian kuil Siauw lim sie sudah berada
didepan mata. Sesudah mendaki kuil dengan tindakan lebih
perlahan. Ia berlaku sangat hati-hati.
Sekonyong-konyong dari dalam terdengar suara yang
bergemuruh yang keluar dari tenggorokan ratusan manusia.
"Eh...“ kata Boe Kie didalam hati. "Mengapa di tengah
malam buta begitu banyak pendeta membaca kitab suci?
2730
Ada apa ?"
Mendengar suara berdoa itu, wanita tersebut berjalan
makin perlahan. Sesudah maju beberapa tombak lagi, ia
tiba disamping Tayhiong Po thian. Mendadak terdengar
suara tindakan yang sangat enteng dan ia mendekam
diantara rumput-rumput tinggi. Beberapa saat kemudian
empat pendeta bersenjata golok dan sianthung keluar
meronda. Siauw lim sie ternyata tetap waspada.
Sesudah keempat pendeta itu lewat, wanita itu melompat
keluar dari tempat sembunyinya dan menghampiri jendela,
Lompatan dan gerakannya mengunjuk bahwa dia memiliki
ilmu ringan badan kelas satu,
"Ia tidak membekal senjata, mungkin ia tidak
mengandung maksud jelek," pikir Boe Kie. Sebab ingin
melihat muka wanita itu, kalau-kalau benar ia
mengenalinya, Boe Kie lalu mengambil jalan memutar dan
kemudian menempatkan diri di sudut barat laut Tay hiong
Po thian. Ia mengerti bahwa kedudukannya sangat tak
enak. Kalau hanya diketahui oleh pendeta Siauw lim ia
akan hilang muka sebab seorang yang berkedudukan tinggi
seperti dirinya memang tak pantas mengintip-ngintip
ditengah malam buta. Maka itulah ia bergerak dengan
sangat hati-hati.
Dari sela jendela ia mengawasi kedalam. Diruangan itu
terdapat ratusan pendeta yang sebaris demi sebaris bersila
diatas tikar. Diantara mereka ada yang memegang alat
sembahyang, ada pula yang berdoa sambil merangkap
kedua tangan. Mereka rupa-rupanya sedang mengadakan
sembahyang untuk roh dari orang2 yang baru meninggal
dunia.
"Benar," kata Boe Kie didalam hati. "Dalam Eng hiong
Tay hwee banyak orang binasa, sedang dalam peperangan
2731
melawan tentara Goan juga banyak yang mengorbankan
jiwa. Berdasarkan welas asih mereka mengadakan
sembahyang besar untuk menuntun roh-roh ke sorga".
Sembahyang itu dipimpin oleh Kong boen Taysoe
sendiri, Disamping Kongboen terdapat seorang wanita
muda. Begitu melihat wajahnya, Boe Kie terkejut sebab dia
bukan lain daripada Cioe Cie Jiak.
Boe Kie menghela napas. "Sembahyang ini tentu
diadakan atas permintaan Cie Jiak pada tadi siang,"
pikirnya. "Ia merasa berdosa dan menyesal, banyak orang
yang tidak berdosa binasa dalam tangannya." Dengan
matanya yang tajam, ia mengawasi leng pay (papan dengan
tulisan nama orang yang disembahyangi ) di atas meja.
Tiba-tiba saja air matanya mengucur sebab di lengpay itu
tertulis huruf-huruf ini: "Tempat yang suci dari pendekar
wanita In Lee“.
Diantara ketukan bok hie Cie Jiak berlutut di depan meja
sembahyang dan berkata dengan suara perlahan. Sayupsayup
Boe Kie menangkap perkataan begini, "In Kouwnio
... kau yang sudah berada dilangit .... mengasolah dengan
tenang ... jangan ganggu aku ...."
Jantung Boe Kie mengetuk lebih keras.
Piauw moay yang telah dibinasakan Cie Jiak bernasib
malang," katanya didalam hati. "Tapi penderitaan Cie Jiak
mungkin lebih hebat dari pada piauw moay sendiri." Tibatiba
ia ingat doa yang diucapkan oleh para anggauta Bengkauw
waktu mereka menghadapi bencana di Kong beng
teng.
“Hidup apa senangnya, mati apa susahnya? Kasian
manusia dalam dunia banyak yang menderita. Kasian
manusia di dunia banyak yang menderita!"
2732
Perlahan-lahan Cie Jiak bangun berdiri, tubuhnya agak
miring dan mukanya menghadap ke arah timur. Mendadak
paras mukanya berubah dan ia menjerit. "Kau ... kau lagi!"
Jeritan itu nyaring dan tajam menindih suara lonceng
diruangan sembahyang.
Boe Kie terkesiap dan menengok ke jurusan itu. Ia lihat
kertas jendela berlubang dan pada lubang itu terdapat muka
seorang wanita yang penuh dengan tanda bekas luka,
goresan-goresan senjata yang panjang. Ia menggigil dan
mengeluarkan teriakan tertahan. Muka itu bukan lain
daripada In Lee yang sudah mati!
Boe Kie ingin menghampiri tapi kedua lututnya lemas
dan ia berdiri terpaku. Dilain saat muka itu menghilang dan
Cie Jiak roboh terjengkang.
Sekarang Boe Kie tidak perduli lagi segala apa. "Coe Jie
Coe Jie! Apa benar kau?" teriaknya. Teriakan itu
menggetarkan seluruh lembah tapi tak ada yang menjawab.
Sesudah menenteramkan hatinya ia menguber dengan
menggunakan jalanan yang tadi dilewati wanita itu Tapi
apa yang dilihatnya hanya bulan sisir dan bayangan pohon.
Ia tidak percaya setan. Tapi dalam keadaan begitu, keringat
dingin mengucur dan bulu romanya bangun semua. "Benar,
benar dia," katanya didalam hati. "Tak heran, waktu kulihat
punggung dan gerak geriknya, aku merasa seperti sudah
mengenalnya. Apa benar, sebab mati penasaran rohnya
tidak berpulang kealam baka? Apa benar rohnya tahu,
bahwa di Siauw lim sie sedang diadakan sembahyang? dan
dia datang untuk menerima doa-doa?"
Sementara itu sejumlah pendeta sudah keluar untuk
menyelidiki. Melihat Boe Kie mereka kaget tercampur
heran. Seorang pendeta tua memberi hormat dan berkata.
"Sebab tak tahu Kauwcoe datang berkunjung, kami tidak
keburu menyambut. Mohon Kauwcoe sudi maafkan".
2733
Boe Kie membalas hormat dan lalu masuk kedalam
ruangan sembahyang. Cie Jiak belum tersadar dari
pingsannya. Ia memburu dan memijit bibir dan mengurut
punggung si nona. Beberapa saat kemudian Cie Jiak
mendusin. Ia melompat dan memeluk Boe kie seraya
berteriak. "Setan! ..."
"Aku pun heran," kata Boe Kie. "Tapi kau tak usah
takut. Disini terdapat banyak pendeta suci dan mereka pasti
bisa menyingkirkan segala setan penasaran".
Atas dorongan rasa takut yang luar biasa nona Cioe jadi
kalap dan memeluk Boe Kie di hadapan orang banyak.
Sesudah Boe Kie bicara ia tersadar dan mukanya lantas
bersemu merah. Ia melepaskan pelukannya tapi tubuhnya
masih terus bergemetaran dan mencekal kedua tangan Boe
Kie sekeras-kerasnya.
Sesudah memberi hormat kepada Kong boen Boe Kie
memberitahukan adanya muka yang penuh tanda di jendela
timur. Kong boen dan yang lain tidak melihatnya.
"Boe Kie .... Thio Kauwcoe," kata Cie Jiak, "yang
kulihat adalah dia."
Boe Kie lantas menyahut. "Aku - - - - akupun melihat
dia," katanya akhirnya.
Si nona menggigil. "Kau .... kau juga lihat?" ia menegas.
Boe Kie mengangguk.
"Siapa yang dilihat olehmu?"
"In Kouwnio, Coe Jie, Piauw moayku."
Nona Cioe mengeluarkan seruan, tubuhnya bergoyanggoyang,
kedua matanya meram dan ia pingsan lagi.
Boe Kie segera mencekal tangannya, sehingga ia tidak
sampai roboh. Sesaat kemudian ia tersadar pula, "Yang
2734
kulihat adalah Coe Jie,” kata Boe Kie. Tapi dia bukan setan
.... dia manusia biasa."
"Bukan setan ? Apa benar?"
"Aku telah menguntit dia sampai disini. Tindakannya
tindakan manusia biasa, bukan setan," Boe Kie berkata
begitu terutama untuk menghibur Cie Jiak. Didalam hati, ia
sendiri tidak percaya apa yang dikatakannya.
"Apa sungguh-sungguh dia bukan setan?" si nona
menanya lagi.
Boe Kie menengok kearah Kong boen dan berkata,
"Hong-thio, ada sesuatu yang aku kurang mengerti. Aku
mohon petunjuk Hong thio. Sesudah manusia mati, apa
benar ada roh atau setannya?"
Sesudah berpikir beberapa saat, Kong boen menjawab,
"Soal yang mengenai alam baka sangat sukar dijelaskan.
Segala apa dalam dunia ini merupakan kekosongan.
Apalagi roh atau setan?"
"Tapi mengapa Taysoe mengadakan sembahyang besar
ini? Bukankah untuk menyembahyangi roh?"
"Siancay! Roh sebenarnya tak usah diseberangi.
Sembahyang dilakukan kami bertujuan menenteramkan
hati manusia. Yang harus diseberangi adalah manusia
hidup.
Boe Kie tersadar. Ia menyoja dan berkata sambil
membungkuk, "Terima kasih atas petunjuk Taysoe.
Ditengah malam buta aku mengganggu kalian. Kumohon
Taysoe suka memaafkan."
"Kauwcoe adalah Toa in jin (penolong besar) kami.
Beberapa kali kauwcoe sudah membebaskan Siauw lim sie
dari bencana. Kauwcoe tak usah berlaku sungkan."
2735
Sesudah berpamitan dengan Kong boen dan para
pendeta, Boe Kie berkata kepada Cie Jiak. Mari kita jalan."
Si-nona kelihatan bersangsi!
"Kalau begitu kita berpisahan disini saja, " kata pula Boe
Kie yang lalu bertindak keluar.
Cie Jiak mengawasi tindakan pemuda itu. Ia tahu,
bahwa kalau sekarang mereka berpisahan, belum tentu
mereka akan bisa bertemu lagi. Mendadak ia berseru, "Boe
Kie Koko .... aku ikut." Ia mengudak dan meninggalkan
kuil Siauwlimsie berendeng pundak dengan Boe Kie.
Sesudah terpisah dari kuil beberapa puluh tombak, si
nona memegang tangan Boe Kie. Pemuda itu tahu bahwa
dia masih ketakutan. Tapi sebagai manusia biasa,
memegang tangan seorang wanita cantik dia mengendus
bau harum menimbulkan perasaan yang sukar dilukiskan.
Mereka berjalan tanpa mengeluarkan sepatah kata.
Sesudah melalui beberapa li, si nona menghela napas.
"Boe Kie Koko," katanya, "hari itu waktu kita pertama
bertemu di sungai Han soei, jiwaku ditolong oleh Thio
Cinjin. Kalau tahu aku harus mengalami begini banyak
penderitaan, alangkah baiknya jika aku mati dihari itu."
Boe Kie tidak menyahut. Tiba-tiba ia ingat pula doa
Beng kauw. Tanpa merasa ia berkata dengan suara
perlahan. "Hidup apa senangnya mati apa susahnya?
Kasihan manusia dalam dunia, banyak yang menderita.
Kasihan manusia dalam dunia, banyak yang menderita!"
Tangan Cie Jiak bergemetaran. "Kutahu, dalam
mengirim aku ke Go bie, Thio Cin jin bermaksud baik,"
katanya. "Tapi andaikata ia menerima aku sebagai murid
Boe tong, keadaan sekarang tentu lain sekali Hai--! Insoe
(guruku yang besar budinya) pun sangat baik terhadapku.
2736
Tapi . . . ia paksa aku bersumpah berat, ia paksa aku
membenci Beng kauw, membenci kau tapi didalam hatiku .
. . "
Boe Kie merasa sangat terharu. Ia mengerti bahwa segala
penderitaan si nona dan segala perbuatannya yang berdosa
sebagian besar karena gara-gara Biat coat Soethay.
Mengingat itu, rasa kasihannya bertambah pula."
Angin malam yang bersilir dengan perlahan mengirim
harumnya bunga ke hidung dua orang muda itu. Waktu itu
adalah permulaan musim panas. Langit bertabur bintang
dan diantara keindahan dan keharuman sang malam, Boe
Kie mendengar pengakuan rasa cinta dari seorang wanita
cantik. Jantungnya mengetuk lebih keras.
"Boe Kie Koko," kata pula Cie Jiak. "Pada waktu kita
mau menjalankan upacara pernikahan di Hauwcoe, begitu
lihat Tio Kauwcoe kau lantas kabur. Apa sungguh kau
sangat mencintai dia?"
"Inilah justru keterangan yang sudah lama ku mau
berikan kepadamu," jawabnya. Sesaat itu mereka sudah tiba
didekat tenda-tenda Bengkauw, Boe Kie menuntun Cie Jiak
kesebuah batu besar dipinggir jalan dan mereka lalu
berduduk dengan berendeng pundak.
Boe Kie lantas saja menceritakan sebab musabab dari
kaburnya itu. Ia kabur bukan semata-mata sebab kecantikan
Tio beng, tapi sebab lihat rambut Cia Soen yang dipegang
nona Tio.
Sesudah Boe Kie selesai menutur, Cie Jiak tidak
mengatakan apa-apa juga.
“Cie Jiak apa kau marah terhadapku?” tanya Boe Kie.
Si nona menangis. “Aku banyak lakukan perbuatan
berdosa, aku hanya boleh mempersalahkan diriku sendiri,"
2737
jawabnya. "Mana boleh aku marah terhadapmu ?"
Tiba-tiba ia mendongak. "Boe Kie Koko," katanya. "Aku
ingin ajukan satu pertanyaan dan kuharap kau akan
menjawabnya dengan setulus hati."
"Katakanlah!“
"Kutahu dalam dunia terdapat wanita yang mencintai
kau dengan segenap jiwa dan raganya. Yang satu Siauw
Ciauw. Dia sudah ke Persia. Yang satu lagi Tio Kouwnio.
Yang ketiga
dia - - - - " Ia tak menyatakan In Kouwnio tapi
perkataanmu tidak bisa keluar dari mulutnya. Sesudah
berdiam sejenak ia berkata pula. "Kecuali Siauw Ciauw.
kami bertiga pernah berbuat sesuatu yang tidak baik
terhadapmu. Tapi andaikata kami berempat berada disini
siapa yang benar-benar dicinta olehmu?"
Boe Kie tertegun, beberapa saat kemudian barulah ia bisa
membuka mulut. "Aku... aku...:"
Waktu mengarungi lautan bersama-sama Cie Jiak, Tio
Beng, In Lee, dan Siauw Ciauw, pertanyaan itu sudah
sering muncul dalam hatinya.
Ia sendiri tidak bisa menjawabnya. Untuk mengelakkan
soal itu, ia sering berkata pada dirinya sendiri, bahwa
sebelum orang Mongol di usir dari tahta kerajaan, tidaklah
pantas ia memikir soal kawin. Tapi ada juga katanya,
didalam hati kecilnya ia membayangkan bahwa alangkah
beruntungnya apabila ia bisa menikah dengan keempat
gadis itu sekaligus. Jaman itu adalah akhir kerajaan Goan.
Pada jaman itu tiga empat isteri atau gundik dipandang
lumrah.
Tapi Bengkauw berasal dari Persia menurut ajaran Beng
kauw seorang harus hemat, sehingga oleh karenanya,
2738
diantara penganut agama jarang sekali yang punya lebih
dari satu isteri. Boe Kie pun anggap, bahwa ia sudah boleh
merasa beruntung kalau bisa menikah dengan salah seorang
dari keempat gadis itu. Ia merasa bahwa jika sesudah
menikah dengan salah seorang ia masih mengambil gundik,
ia berbuat tak pantas terhadap isteri yang seperti dewi itu.
Demikianlah pada waktu yang lalu persoalan itu bsering
memusingkan kepala.
Belakangan Siauw Ciauw pergi ke Persia dan In Lee
dibunuh orang.
Semua orang menduga bahwa pembunuh nona In adalah
Tio beng maka dari itu, menurut kepantasan maka
pilihannya harus jatuh kepada Cie Jiak. Diluar dugaan,
timbulah gelombang yang akhimya berakibat kaburnya Tio
Beng dan diajukan partanyaan sulit oleh nona Cioe.
Melihat Boe Kie tidak menjawab, Cie Jiak berkata pula.
"Pertanyaanku hanya andai2. Sekarang ini kau tak usah
memilih lagi. Siauw Ciauw sudah menjadi Kauwcoe di
Persia sedang aku---aku telah mencelakai In Kouwnio.
Diantara kami berempat, secara wajar pilihanmu harus
jatuh kepada Tio Kouwnio. Aku hanya ingin bertanya.
"Andaikata kami berempat, bebas dari kedosaan atau
ganjelan, sekarang berada disini siapakah diantara kami
yang akan kau pilih?"
"Cie Jiak, pertanyaan itu sebenarnya sudah lama
mengganggu pikiranku. Hari ini baru kutahu siapa yaug
dicintai olehku."
"Siapa? Tio Kauwnio?"
"Hari ini aku tak berhasil mencari dia. Di dalam hati,
aku kepingin mati. Manakala aku tidak bisa bertemu lagi
dengan dia kurasa akupun tidak akan bisa hidup lama di
2739
dunia. Waktu Siauw Ciauw pergi, aku berduka.
Perbuatanmu juga sangat mendukakan aku. Tapi Cie Jiak,
aku tak boleh mendustai kau. Apabila aku tidak bisa
bertemu dengan Beng moay, aku lebih suka mati, Cie Jiak
rasa hatiku ini belum pernah kuuraikan kepada orang lain."
"Hari itu dikota raja, waktu kulihat kau menemui dia
dirumah makan, aku sudah tahu kepada siapa kau berikan
cintamu. Tapi aku masih terus mimpi. Kuduga bahwa
sesudah aku - -aku - - - menikah denganmu kau bisa
berubah pikiran. Tapi - - - aku hanya mendustai diriku
sendiri !"
"Cie Jiak, terhadap kau, aku selalu menghargai dan
menghormati. Terhadap In Piauw moay, aku merasa
berterima kasih. Terhadap Siauw Ciauw, aku menyayang-
Hanyalah terhadap Tio Kouwnio aku menaruh cintaku.
Cintaku terhadap dia adalah cinta yang tercetak di jantung
dan terukir di tulang."
"Ya - - - cinta yang tercetak di jantung dan terukir di
tulang - - Cinta yang tercetak dijantung dan terukir di tulang
- - " Cie Jiak mengulang dengan suara perlahan. Ia berdiam
sejenak dan kemudian menambahkan, "Boe Kie Koko,
cintaku terhadapmu juga cinta yang tercetak di jantung dan
terukir ditulang, apa kau tahu?"
Boe Kie merasa sangat terharu. Sambil mencekal tangan
si nona ia berkata, "Cie Jiak aku tak dapat merasai perasaan
hatimu. Aku tak tahu cara bagaimana aku harus membalas
kecintaanmu. Aku - - - aku berlaku sangat tidak pantas
terhadapmu."
"Tidak! Kau selalu berbuat kebaikan terhadapku. Apa
kau tak tahu? Sekarang kutanya- Apabila kau tak bisa
mencari Tio Kouwnio, jika ia dibunuh orang, atau
andaikata ia berubah pikiran, kau ... bagaimana kau
2740
berbuat?"
"Entahlah! Tapi biar bagaimanapun juga diatas ada
langit dibawah ada bumi, aku akan mencari dia deogan
segala tenaga yang dipunyai olehku.
Si.nona menghela napas. "Dia tak akan berubah pikiran,"
katanya. "Kalau benar kau ingin menemui dia, hal itu bisa
terjadi dengan mudah sekali."
Boe Kie kaget bercampur girang. Ia melompat bangun.
"Dimana dia?" tanyanya. "Cie Jiak lekas bilang."
Nona Cioe mengawasi wajah Boe Kie penuh kegirangan.
"Terhadap aku kau tidak akan perlihatkan kecintaan yang
begitu besar," katanya. "Jika kau ingin tahu dimana adanya
Tio Kauwnio, kau lebih dulu harus mengatakan satu
permintaanku. Tanpa meluluskan permintaanku itu, tak
usah harap kau bisa bertemu lagi dengan dia!"
"Permintaan apa?"
"Permintaan itu sekarang belum dapat dipikir olehku.
Namun, setelah kudapat, aku akan beritahukan kau. Tapi
kau tak usah kuatir. Permintaanku itu tidak akau melanggar
"Hiap gie" (kesatrian) tidak akan menodai nama baik
Bengkauw, maupun namamu sendiri dan permintaan itu
akan bermanfaat bagi usahamu yang besar. Tapi mungkin
sekali tugas yang terdapat dalam permintaan itu tak mudah
dikerjakan."
Boe Kie tercengang. Si nona ternyata telah menuruti
contoh Tio beng waktu nona Tio mengajukan tiga
permintaan kepadanya. Ia tidak bisa lantas menjawab dan
untuk beberapa saat, ia menatap muka Cie Jiak dengan
mulut ternganga.
"Kalau kau tak suka meluluskan, terserah kepadamu,"
kata pula si nona. "Tapi seorang laki-laki harus menjaga
2741
kepercayaan. Apabila kau sudah mengatakan, dibelakang
hari kau tidak boleh mangkir janji."
"Kau kata parmintaan itu tidak melanggar "hiap gie"
tidak menodai nama Beng kauw dan namaku sendiri dan
bahkan bermanfaat bagi usaha besar. Bukankah begitu?"
"Benar."
"Baiklah. Kalau benar tidak melanggar "hiap gee" dan
kalau tidak merugikan usaha besar, aku meluluskan."
(Usaha besar ialah usaha untuk merobohkan kerajaan
Goan).
"Mari kita bersumpah dengan saling menepuk tangan."
kata Cie Jiak seraya mengeluarkan tangan kanannya.
Boe Kie tahu, bahwa begitu lekas ia menepuk telapak
tangan Cie Jiak ia seperti juga diikat dengan rantai besar.
Nona Cioe sungguh hebat. Ia halus dan lemah lembut tapi
cara-caranya lebih keras dari Tio Beng. Perlahan-lahan ia
angkat tangannya, tapi tidak lantas menepuk.
Si nona tersenyum, "Begitu kau menepuk, begitu kau
akan bisa bertemu dengan kecintaanmu,"
katanya.
Darah Boe Kie bergolak. Tanpa berpikir lagi ia menepuk
tangan Cie Jiak tiga kali.
Nona Cioe tertawa. "Coba kau lihat siapa di dalamnya?"
tanyanya sambil menyingkap ranting-ranting pohon
berdaun rindang yang berada dibelakangnya.
"Bengmoay!" teriak Boe Kie.
Tiba-tiba ditempat yang jauhnya beberapa tombak
terdengar suara "ih" dari seorang perempuan. Biarpun
perlahan, suara itu didengar Boe Kie. Ia terkesiap dan ruparupa
ingatan berkelebat diotaknya. Tapi ia tak sempat
2742
memikir yang lain dan lalu menarik tangan Tio-beng. Sekali
lagi ia terkejut, sebab tangan si nona kaku. Ia mendusin
bahwa Tio beng telah ditangkap dan ditotok jalan darahnya
oleh Cie Jiak yang lalu menyembunyikannya ditempat itu.
Ia mulai mengurut punggung nona Tio supaya darah bisa
mengalir lagi sebagaimana biasa. Si nona mengawasi Boe
Kie dengan sorot mata penuh kecintaan dan rasa bahagia.
Ia sudah dengar pembicaraan antara Boe Kie dan Cie Jiak.
Ia sudab tahu bahwa pemuda itu mencintainya dengin cinta
yang tercetak dijantung dan terukir ditulang.
Mendadak Cie Jiak membungkuk dan bicara bisik-bisik
di kuping Boe Kie yang lalu menjawab dengan bisik-bisik
pula. Diluar dugaan, tiba-tiba saja nona Cioe marah besar.
"Thio Boe Kie!" bentaknya. Kau sama sekali tak pandang
mata padaku! Kau lihatlah! Sesudah kena racun, apa
perempuan she Tio itu masih bisa hidup terus?"
Boe Kie mencelos hatinya. "Dia - - - dia, kena racun?
Kau yang meracuni?” tanyanya kemudian, Ia membungkuk
dan membuka kelopak mata kiri Tio Beng. Sesaat itu
mendadak ia merasa punggungnya kesemutan. Ia ditotok
Cie Jiak.
"Celaka!" ia mengeluh dan tubuhnya bergoyang-goyang.
Sebab memiliki Lwekang yang sangat kuat, biarpun
tertotok, ia tidak lantas roboh. Cepat-cepat ia mengerahkan
tenaga dalam untuk melancarkan jalan darahnya. Tapi Cie
Jiak tak tinggal diam, bagaikan kilat ia mengirim lima
totokan lain di lima "hiat" besar, yaitu dipundak dan di
punggung.
Meskipun lihay, Boe Kie tak kuat melawan enam
totokan itu. Ia roboh terjengkang, tiba-tiba sinar hijau
berkelebat dan Cie Jiak menuding dadanya dengan pedang.
"Thio Boe Kie, hari ini kuambil jiwamu!" bentaknya.
2743
"Aku tak perduli setannya. In Lee terus saja mengganggu
aku. Aku tidak. bisa hidup lebih lama lagi, Mari kita mati
bersama!" Seraya berkata begitu, ia mengayun pedang
untuk menikam Boe Kie.
"Tahan!" mendadak terdengar teriakan seorang wanita.
"Cie Jiak, aku belum mati."
Cie Jiak menengok. Seorang wanita baju hitam
melompat keluar dari alang-alang dan menotok
punggungnya. Cie Jiak berkelit dan wanita itu memutar
tubuh sehingga mukanya kena sinar rembulan. Muka itu
sangat cantik tapi di muka yang ayu itu terdapat goresangoresan
bekas luka. Boe Kie lantas saja mengenali bahwa
dia itu bukan lain dari pada In Lee. Bengkak-bengkak di
muka nona In sudah hilang dan biarpun terdapat tanda
bekas luka, kecantikan si nona tidak berkurang. Boe Kie
lantas saja ingat si gadis cilik yang mengikut Kim hoa Popo
dan yang pertama kali ditemuinya di Ouw tiap kok.
Sesudah berkelit, Cie Jiak menuding dada Boe Kie
dengan pedangnya. “Kalau kau maju setindak lagi, aku
ambil jiwanya,” ia mengancam.
In Lee benar saja tak berani bergerak! "Apa belum cukup
kau melakukan perbuatan jahat?" katanya dengan suara
bingung.
"Apa kau manusia atau setan?" tanya nona Cioe.
"Tentu saja manusia,” jawabnya.
Mendadak Boe Kie berteriak, "Coe Jie!” Ia melompat
dan memeluknya. "Oh, Coe Jie! Kau membuat aku sangat
menderita!" katanya dengan suara parau. Dipeluk begitu, In
Lee tak bisa berkutik lagi.
Cie Jiak tertawa geli. Sesudah memasukkan pedang ke
sarung, ia berkata. "Huh-huh Menyamar menjadi setan
2744
untuk menakut-nakuti aku. Jika aku tidak menggunakan
tipu, kau tentu masih belum mau keluar." Sehabis berkata
begitu ia menghampiri Tio Beng dan membuka jalan darah
nona Tio!
Tio Beng menghela napas. Sesudah menjadi tawanan Cie
Jiak, ia bergirang sebab dengar pengakuan Boe Kie! Tapi
baru bergirang ia sudah berkuatir lagi sebab munculnya
nona In.
"Lepaskan aku!“ kata In Lee. "Tio Kouwnio dan Cioe
Kouwnio berada disini. Apa kau tak malu!"
Boe Kie tersenyum." Melihat kau hidup kembali, aku
kegirangan,“ katanya "Tapi .. tapi bagaimana bisa jadi
begitu?“
In Lee menarik tangan pemuda itu sehingga muka Boe
Kie menghadapi rembulan. Ia mengawasi dan mendadak
menjewer kuping orang.
"Aduh! Mengapa kau jewer kupingku?" teriak Boe Kie.
"Tioe-pat koay," kata si nona, kau memang pantas
dicincang dengan laksaan golok! Kau menggunakan nama
Can A Goe untuk menipu aku, menyuruh aku membuka
rahasia hatiku. Kau mau bikin aku malu dihadapan banyak
orang. Kau... kau mengubur aku hidup-hidup. Celaka
sungguh! Karena kau, aku sangat menderita.“ Sehabis
berkata begitu ia pukul tiga kali dada Boe Kie.
Boe Kie tidak mengerahkan Kioe yang Sinkang. Ia rela
menerima pukulan itu. "Piawmoay," katanya sambil
tertawa. "Sungguh mati, kukira kau sudah meninggal dunia.
Aku sudah mencucurkan banyak air mata. Bagaimana kau
bisa hidup lagi? Loo thian ya (Langit) benar-benar
mempunyai mata."
"Loo thian ya punya mata, tapi kau, Tioe-pai koay, tak
2745
punya mata. Kau murid Tiap kok-Ie sian, Masakah orang
sudah mati atau belum mati tak diketahui olehmu? Aku tak
percaya. Kau tentu mencela mukaku yang bengkakbengkak,
sehingga sebelum aku putus jiwa, kau sudah
mengubur aku. Kau tak lebih tak kurang daripada setan
umur pendek yang tak punya perasaan hati!"
Boe Kie menyeringai. "Kau boleh caci aku sepuas hati,"
katanya. "Waktu itu aku memang gila. Melihat mukamu
berlepotan darah, napasmu berhenti dan jantungmu tidak
mengetuk lagi, aku lantas menarik kesimpulan, bahwa kau
sudah tidak dapat ditolong lagi..."
In Lee melompat coba menjewer kuping kanannya.
Boe Kie berkelit dan sambil menyoja ia berkata. "Piauw
moay yang baik, ampunilah aku!"
"Tidak! Aku takkau ampuni kau! Hari itu entah
bagaimana aku tersadar. Diseputarku dingin
semua potongan-potongan batu. Kalau kau mau
mengubur aku hidup-hidup, perlu apa kau membuat lubang
tertutup batu? Bukankah lebih baik kau menguruk aku
dengan tanah, supaya aku
tak bisa bernapas, supaya aku mati sungguhan?“
"Terima kasih kepada langit dan bumi !" kata Boe Kie.
"Sungguh mujur hari itu aku menutup lubang dengan batubatu."
Seraya berkata begitu, tanpa merasa ia melirik Cie
Jiak.
"Aku larang kau lihat dia !" bentak In Lee dengan gusar.
"Mengapa?" tanya Boe Kie.
"Sebab dia pembunuh yang membunuhku" jawabnya.
"Kau masih hidup, sehingga tak dapas kau mengatakan
Cioe Kauwnio sebagai pembunuh," sela Tio beng.
2746
"Aku sudah mati satu kali. Dia tetap pembunuh!"
Sambil berkata begitu In Lee telah menatap Cie Jiak
dengan sorot mata yang dingin seakan juga menembus ke
ulu hati Cie Jiak membuat tubuh Cie Jiak jadi gemetar
karenanya.
"Piauw moay yang baik!“ kata Boe Kie untuk
melenyapkan kekakuan suasana disaat itu. "Kau telah
pulang dari pulau karang itu dengan selamat, kami benar2
merasa bersyukur dan girang melebihi perasaan girang jika
memperoleh hadiah yang tak ternilai harganya, maka
sekarang aku ingin mohon kepadamu, maukah engkau
duduk dengan tenang, untuk saling menceritakan
pengalaman selama itu?"
Muka In Lee jadi berobah waktu mendengar perkataan
Boe Kie, dia telah tertawa dingin sekali dengan wajah yang
memancarkan perasaan tidak senangnya.
"Engkau mempergunakan perkataan kami" kata In Lee
kemudian. "Ingin kutanya dulu, dengan perkataan kami,
"KAMI" yang engkau maksud itu meliputi siapa-siapa
saja?"
"Disini hanya terdapat empat orang, dengan sendirinya
meliputi aku bersama nona Cioe dan Tio, entah merekapun
senang untuk mendengarkan pengalaman yang menarik di
pulau karang yang pernah engkau alami itu. . ."
“In Kouwnio,” tiba2 Cie Jiak te1ah memotong perkataan
Boe Kie. "Waktu itu memang timbul maksud jahatku,
hingga telah mencelakaimu, setelah itu siang dan malam
aku telah tersiksa oleh penyesalan-penyesalan yang tidak
berkesudahan, dalam mimpiku, selalu pula aku tidak
merasa aman dan dikejar oleh perasaan menyesal dan takut.
Jika tidak, tentu akupun tidak akan ketakutan setengah mati
waktu hari itu mendadak melihat engkau ditengah rimba itu
2747
....! Tetapi kini melihat engkau masih sehat dan selamat
tidak kurang suatu apapun juga, maka terhindarlah segala
dosa-dosaku. Thian yang maha pengasih menjadi saksi, aku
merasa bersyukur melihat engkau dalam keadaan selamat
dan sehat seperti sekarang ....!"
In Lee tidak menyahuti perkataan Cie Jiak, tampakoya
dia berpikir sejenak, dan kemudian
menganggukkan kepalanya perlahan-lahan beberapa kali.
"Ya, memang dapat diterima oleh akal sehat.
Sesungguhnya peristiwa itu terjadi karena dikuasai oleb
nafsu jahat saja dan engkau melakukannya diluar
kesadaranmu. Sesungguhnya aku ingin mencarimu untuk
membuat perhitungan tetapi kini biarlah. Anggap saja
sudah selesai dan diantara kita sudah tidak terdapat sakit
hati dan dendam.”
Mendengar perkataan In Lee itu, tiba-tiba Cie Jiak telah
berdiri dan berlutut di hadapan In Lie dengan air mata yang
bercucuran berlinang membasahi pipinya. Dia telah
meratap dengan suara yang menyayatkan, mengandung
perasaan syukur dan terharu bercampur juga dengan
perasaan dukanya. "Nona In ... ooh nona In ... aku benarbenar
terlalu jahat, aku terlalu jahat memperlakukan dirimu
beberapa saat yang lalu, akulah manusia yang terkutuk ..."
ratapnya dan dia berkata begitu sambil berlutut, sehingga
menimbulkan kesan yang mengharukan, terlebih lagi dia
telah menangis terisak isak.
Suara In Lee terdengar begitu ramah dan lembut, dia
berkata-kata dengan penuh perasaan persahabatan,
menambah Cie Jiak terharu bukan main. Dia menangis
sampai tubuhnya gemetaran.
Biasanya In Lee mempunyai watak yang keras dan
kukuh, tidak mudah pendirian dan hatinya berobah, tetapi
2748
waktu melihat Cie Jiak rela berlutut demikian sambil
menangis, dan mengakui kesalahan yang pernah
dilakukannya, hati In Lee jadi lemas dan kemarahan
dihatinya jadi mencair.
Segera ia membangunkan Cie Jiak dan disertai oleh
perkataannya, "Cioe Ciecie, semuanya sudah lewat dan
berlalu, janganlah menyinggung-nyinggungnya pula, karena
tidak perlu kita mempercakapkan persoalan yang tidak ada
artinya lagi itu, akupun memang tidak mengalami
kecelakaan apa-apa, dan juga tidak jadi mati ...
In Lee membimbing Cie Jiak untuk duduk berendeng
disampingnya, kemudian dia membenarkan rambutnya
yang agak kusut, disusul oleh kata-katanya, “Semula
mukaku bengkak dan mengerikan sekali, tapi karena
dahsyat pedangmu, darah yang mengandung racun telah
mengalir keluar, bengkak mukaku lantas saja berangsurangsur
menjadi kempis dan lenyaplah bengkak dimukaku.”
Sambil berkata begitu In Lee telah tersenyum ramah sekali,
tidak memancarkan sikap permusuhan pula dengan Cie
Jiak.
Hati Cie Jiak jadi terharu dan menyesal sekali, sehingga
dia tidak mengetahui harus mengucapkan kata-kata apa
untuk menyahuti perkataan In Lee, dan akhirnya Cie Jiak
hanya berdiam diri saja.
"Aku bersama Cicu dan Cie Jiak waktu itu masih tinggal
cukup lama diatas pulau karang itu," kata Boe Kie
memecahkan suasana hening itu. Setelah engkau keluar dari
kubur, apakah engkau tidak melihat kami?”
Muka In Lee jadi berobah lagi, memancarkan kegusaran
yang sangat, dan dia telah mendengus mengeluarkan suara
tertawa dingin.
"Hmmm, tidak melihat kalian?" tanyanya dengan suara
2749
yang sinis dan mengejek. "Justru aku yang tidak sudi
menemui kau! Huh! Huh! Betapa mesranya, betapa sangat
hangatnya dan penuh kasih sayang, bisik-bisikmu yang
ditujukan kepada nona Cioe, tentu saja tidak dapat aku
menyaksikan dengan hati yang dingin, dimana perasaanku
terbakar oleh kemarahan dan
mendongkol. Hmm, bukankah disaat itu engkau berkata,
"Selanjutnya aku akan lebih mencintaimu, lebih sayang dan
memanjakanmu, mana bisa kubiarkan engkau menderita
lagi ... ! Huh, bukankah begitu kata-kata yang kauucapkan?"
Dan sengaja In Lee meniru suara palsu Boe Kie waktu
mengucapkan isi hatinya waktu dibuai cinta-kasih dengan
Cie Jiak waktu berada di pulau karang dulu, lalu In Lee
menyusul pula dengan meniru suara Cie Jiak, "’Apabila aku
berbuat sesuatu yang salah, apakah engkau akan menghajar
memaki dan membunuh?’ Dan disaat itu engkau pernah
berkata lagi. 'Sejak kecil aku telah kehilangan bimbingan
orang tua, siapa berani menjamin pada suatu waktu aku
tidak akan melakukan sesuatu yang khilap? Cie Jiak,
engkau adalah isteriku yang sangat kucintai, melebihi dari
diriku sendiri. Andaikata benar kau melakukan suatu
kesalahan, betapapun aku takkan tega untuk menghukum
dirimu dan biarlah sekarang ini Sang Rembulan menjadi
saksi, alasan apapun juga aku tentu takkan tega untuk
menghukummu.’ Bukankah begitu? Alangkah mesranya!
Alangkah mesranya!"
Ternyata, semua percakapan yang begitu mesra antara
Boe Kie dengan Cie Jiak waktu di pulau karang dulu itu
telah didengar seluruhnya oleh In Lee, tentu saja muka Cie
Jiak seketika berubah menjadi merah padam dan dia malu
sekali, sehingga dia menundukkan kepala dalam-dalam.
Sedangkan Boe Kie juga sangat malu dan merasa kikuk
sendirinya. Boe Kie berusaha untuk menguasai goncangan
2750
hatinya dan dia melirik kepada Tio beng, dimana dia
melihat wajah gadis itu pucat pasi diliputi kegusaran yang
sangat, maka dia mengeluarkan tangannya memegang
tangan si gadis.
Diluar dugaan mendadak Tio beng membalikkan
tangannya, dengan sengit kedua kuku jarinya panjang dan
tajam itu telah menusuk ke punggung tangan Boe Kie.
Kaget dan kesakitan Boe Kie menarik pulang tangannya,
dia hanya meringis dan tak berani bergerak atau menjerit.
Disaat itu In Lee telah mengeluarkan sepotong papan
kayu dan diangsurkan kehadapan Boe Kie, disusuli dengan
perkataannya yang dingin. "Lihatlah yang jelas, benda
apakah ini ?"
Mata Boe Kie terpentang lebar-lebar mengawasi benda
itu, hatinya kembali tergoncang keras karena ternyata diatas
papan kayu itu terukir tulisan yang cukup dikenalinya.
"Kuburan isteri ternyata In Lee alias Coe Jie, suami Tio Boe
Kie.”
Itulah papan kuburan yang dibuat oleh Boe Kie didepan
kuburan In Lee tempo hari waktu
berada dipulau karang.
Dengan sikap yang ganas dan bercampur perasaan
mendongkol, In Lee telah berkata lagi, "Aku waktu itu telah
merangkak keluar liang kubur dan melihat tulisan papan
ini, aku jadi bingung karenanya. Aneh, jadi setan cilik Thio
Boe Kie yang membuatnya . . . Sungguh membuatnya aku
jadi tidak mengerti. Baru kemudian setelah mendengar
percakapan kalian, aku baru mengerti duduknya persoalan
... Rupanya Can A Goe itu sama dengan Thio Boe Kie dan
Thio Boe Kie itu tidak lain dari pada Can A-Goe, setan
cilik, selama itu engkau telah menipuku mentah2,
2751
memperdayakan diriku ..." Setelah berkata begitu, dengan
sengit In Lee menggebrakkan papan kayu itu, yang
dikeprukkan diatas kepala Boe Kie.
"Pletak !" Papan itu pecah menjadi beberapa potong.
"Mengapa sedikit2 kau main pukul?” tegur Tio Beng
gusar dan muka memancarkan perasaan tidak senang.
"Mengapa tidak hujan tidak angin selalu main pukul
seenakmu ?"
"Hahahaha," tertawa In Lee dengan suara suara keras,
mengandung ejekan dan sering sekali dia memperhatikan
Tio beng telah berubah merah ketika dia berkata-kata,
"Yang kupukul adalah dia, tapi kau yang merasa sakit,
bukan?"
"Dia hanya mengalah. kepadamu, jangan engkau tidak
kenal gelagat ..." bentak Tio-beng tidak mau kalah dengan
perasaan mendongkol dan suara yang sengit.
“Aku tak tahu gelagat ? Ya, ya sekarang aku tahu, tapi
percayalah, engkau tidak perlu kuatir bahwa aku kelak akan
saling rebut dengan kau memperebutkan Ciu Pat Koay ini,"
kata In Lee sambil diiringi suara tertawanya yang keras. Di
dalam batinku hanya terukir seorang yang pernah kukenal,
yang sangat kucintai, yaitu Thio Boe Kie cilik yang pernah
menggigit tanganku di Ouw Tiap Kok. Mengenai Ciu Pat
Koay yang berada disini, baik ia bernama Can A Goe
maupun dia menamakan dirinya Thio Boe Kie, aku tidak
mau perduli. Sedikitpun aku tidak merasa senang ataupun
mencintainya --- lalu dia berpaling dan berkata dengan
suara yang lemah lembut kepada Boe Kie. "Engko A Goe,
selamanya kau sangat baik kepadaku, engkau
memperlakukan aku selamanya dengan baik dan aku benarbenar
sangat berterima kasih sekali ..., namun sayang sekali
hatiku sudah kuserahkan bulat-bulat kepada Boe Kie cilik
2752
yang kejam dan bengis itu, sedangkan engkau .... bu ....
bukan dia. Engkau bukan Boe Kie cilik yang kucintai itu. . .
!"
Tentu saja Boe Kie jadi heran. Sudah jelas dia adalah
Thio Boe Kie, mengapa sekarang In Lee mengatakannya
bahwa dia bukan Thio Boe Kie? Bukankah dia yang pernah
menggigit tangan In Lee waktu di Ouw Tiap Kok dulu?
Dengan sorot mata yang ramah dan lembut sekali, In
Lee menatapi Boe Kie dengan sikap termangu dan tertegun.
Tiba-tiba saja sinar matanya dalam sekejap telah berobah
bersinar sangat aneh, diiringi oleh kepalanya yang digelenggelengkannya.
"Engko A Goe, engkau tidak mengerti ketika digurun
pasir didaerah barat dulu, engkau pernah sehidup semati
dengan aku dan di pulau karang itupun engkau sangat setia
dan berbakti, memperlakukan aku dengan sangat baik-- - - -
Yaa.. . kau adalah seorang anak yang baik! Hanya saja
ingin kukatakan padamu bahwa hatiku sudah lama
kuserahkan kepada si-Boe Kie cilik itu, maka aku ingin
pergi mencarinya . . . aku ingin mencarinya . . ." Dan mata
In Lee telah memandangi Boe Kie sejenak, lalu dia
memutar tubuhnya dan melangkah perlahan-lahan dengan
sikap yang lesu.
Mendadak saja Boe Kie tersadar. Rupanya yang benar2
dicintai Piauw moay nya itu adalah Thio Boe Kie dalam
khayalan belaka, yaitu Boe Kie yang terukir dalam
sanubarinya, didasar hatinya yang suci yang pernah
dikenalnya di Ouw Tiap Kok dulu itu, tapi bukan Thio Boe
Kie yang sebenarnya, yang kini berada dihadapannya. Ya,
bukan Boe Kie yang berbudi pekerti baik dan bijaksana ini,
tetapi adalah Boe Kie cilik, yang licik, yang bengis dan jahat
itu.
2753
Bermacam-macam perasaan yang saat itu muncul dihati
Boe Kie dan dia hanya duduk tertegun saja memandangi
bayangan Piauw moay yang pergi dengan langkah-langkah
kaki yang lesu, yang lambat laun akhirnya lenyap dari
pandangan matanya, tertelan oleh kegelapan sang malam.
Boe Kie juga yakin dan merasa kasihan kepada Piauw
moaynya karena In Lee tentu akan tetap teringat kepada
pemuda tanggung yang pernah dikenalinya di Ouw Tiap
Kok itu dan pasti akan mencari Boe Kie 'khayalan' itu,
sekalipun seumur hidupnya tidak akan berhasil dicapainya,
tetapi itu bayang2 dari Boe Kie khayalan itu telah terukir
dalam meresap didasar kalbu dan hatinya yang suci.
Cie Jiak menghela napas menyesal, dan dia jadi berpikir
bahwa semua itu karena kesalahannya, sehingga dia
membuat pikiran In Lee tidak waras ....
Tetapi Boe Kie malah berpikir lain.
"Dia memang memiliki pikiran yang kurang waras, itu
adalah dosa dan kesalahanku yang tidak berampun! Kini
dia merupakan gadis yang tidak normal alam pikirannya...!"
Namun kalau dibandingkan dengan orang yang berotak
waras, dia mungkin lebih bahagia dan senang.
Dan yang dipikirkan Tio beng berbeda lagi. In Lee telah
muncul secara tiba-tiba dan telah pergi lagi begitu saja, hal
ini telah membuat hatinya merasa lega. Tetapi bagaimana
dengao Cioe Cie Jiak? In Lee tidak jadi mati. Cia Soen juga
selamat tidak kurang suatu apa, kitab militer dalam To
Liong To dan kitab silat dalam It Thian kiam sudah
diberikan semua kepada Boe Kie, kesalahan-kesalahan yang
dilakukan oleh Cie Jiak beberapa saat yang lalu, kalau
dinilai sekarang boleh dibilang sudah tidak memiliki arti
apa-apa lagi. Sudah tentu Song Ceng Soe membinasakan
Bok Seng Kok akibat jatuh cinta kepadanya namun itu
2754
adalah perbuatan Song Ceng Soe sendiri. Sebelumnya Cie
Jiak sama sekali tidak tahu menahu akan peristiwa itu, juga
tidak pernah meminta kepada Song Ceng Soe untuk
melakukan perbuatan itu, terlebih lagi diantara dia dengan
Boe Kie memang pernah ada ikatan tali perkawinan, diluar
dari hubungan yang lainnya.
Setelab semuanya berdiam diri tenggelam dalam alam
pikiran masing-masing, tiba-tiba Cie Jiak telah bangkit
berdiri, sambil katanya. "Mari kita segera berangkat!"
"Berangkat kemana?" tanya Tio beng heran.
"Ke Siauw Lim Sie," sahut Cie Jiak. "Tadi aku melihat
Pheng Hweesio tergesa-gesa datang hendak mencari
Kauwcoenya, rupanya di dalam Bengkauw terjadi sesuatu
persoalan yang gawat sekali . . . "
Boe Kie jadi terkejut mendengar berita itu.
"Celaka, jangan aku terlalu melalaikan urusan besar
agama, akibat tenggelam dalam persoalan pribadi," berpikir
Boe Kie dengan hati diliputi penyesalan. Maka segera dia
mengajak Tio Beng dan Cie Jiak untuk berangkat.
Tidak berselang lama, merekapun tibalah di tempat
tinggal rombongan Beng Kauw.
Memang Yo Cie Soe (Hoan Yauw). Pheng Eng Giok
dan Yo Siauw serta yang lainnya tengah sibuk mencari-cari
kemana perginya sang kauwcoe. Mereka jadi gembira dan
bersyukur melihat Boe Kie telah kembali dalam keadaan
sehat dan selamat.
Tetapi merekapun jadi heran waktu melihat Cie Jiak dan
Tio Beng ikut dengan bersama Kauwcoe mereka.
Meiihat sikap rekan-rekannya itu memperlihatkannya
sikap yang lesu dan tidak bersemangat, segera Boe Kie
2755
dapat menduganya bahwa talah terjadi sesuatu hal yang
tidak baik.
Cepat-cepat dia bertanya. "Pheng Taisu, ada urusan
apakah engkau mencariku?"
Sebelum Pheng Eng Gie menjawab, Cie Jiak segera
menarik tangan Tio Beng, diajak menyingkir.
Tio Beng mengetahui maksud Cie Jiak, yang tidak mau
mendengar rahasia dalam Beng kauw, dia mengikuti saja
tanpa mengucapkan suatu apapun juga.
Yo Siauw dan Hoan Yauw menjadi terheran-heran
melihat kelakuan kedua gadis itu. Dulu
waktu di Ho Cin, waktu sang Kauwcoe hendak menikah,
keduanya itu saling cakar2an dan saling pukul2an, aneh
sekali .... mengapa kini mereka tampaknya demikian rukun,
bagaikan saudara kandung saja ! Entah dengan
mempergunakan cara apa sang Kauwcoe telah berhasil
merujukkan kedua gadis itu?
Setelah Cie Jiak dan Tio Beng pergi, Pheng Eng Giok
lalu berkata, "Lapor kepada Kauw-coe, kita telah
mengalami kekalahan besar di Ho Cioe, kita telah
menderita kerugian yang sangat besar dan Han Sian Tong
telah gugur."
"Hah ?" berseru Boe Kie kaget dan berduka.
Kini pimpinan sementara didaerah dipegang oleh Coe
Goan Ciang, kedua saudara Cie Tat dan Siang Gie It dan
Co Cun juga telah pergi membantu, begitu pula Han lim
jie". Pheng Eng Giok melanjutkan laporannya. "Situasi
agak penting, mohon Kauwcoe mengatur seperlunya".
Segera Boe Kie menanyakan lebih jauh peristiwa yang
terjadi di medan pertempuran akhir-akhir ini.
2756
Waktu mereka tengah berunding tiba-tiba In Ya Ong
telah datang dan berkata: "Lapor kepada Kauwcoe, Kay
pang mengirimkan orang membawa berita bahwa si
jahanam Ta Yoe Liang itu sudah diketahui jejaknya".
"Di mana dia ?" tanya Boe Kie.
"Keparat itu ternyata telah berhasil menyelusup kedalam
pasukan yang dipimpin saudara Cie Siu Hwe, kabarnya
saudara Cie sangat percaya dan sayang kepadanya," sahut
In Ya Ong.
"Jika demikian, tentu kita yakin sulit untuk mengambil
tindakan . . ." ujar Boe Kie. "Harap Koko mengirimkan
orang untuk memberikan bisikan kepada saudara Cie,
bahwa keparat Tan Yoe Liang itu sangat licik dan kejam,
jangan-jangan akan timbul bibit bencana bila terlalu
mempercayai dia maka paling baik jika bisa menjauhi dia
..."
"Yang terbaik adalah sekali tabas membinasakan she Tan
itu, urusan menjadi beres!" ujar In Ya Ong.
"Baiklah, urusan itu biar kuselesaikan," kata In Ya Ong
waktu melihat Boe Kie dan yang lainnya berdiam diri
dalam keadaan bimbang.
Disaat itu tiba-tiba sekali datang kurir yang membawa
surat kilat dari Cie Siu Hwee.
"Celaka, kita kena didahului dia - - - " kata Yo Siauw
mengerutkan alisnya.
Waktu Boe Kie membaca surat itu, ternyata merupakan
sepucuk surat yang bunyinya sangat panjang lebar, dimana
Cie Siu Hwee melaporkan bahwa Tao Yoe Liang telab
mengakui berbuat dosa dan salah kepada sang Kauwcoe. Ia
menyadarinya jika dosanya terlampau besar maka dia rela
untuk masuk menjadi anggauta Beng kauw dan ia berjanji
2757
pula untuk merobah kesalahannya yang lalu dengan
berjuang membantu Beng kauw, asalkan sang Kauwcoe
memberikan kesempatan kepadanya untuk
memperbaikinya.
Boe Kie menyerahkan surat itu kepada Yo Siauw dan
kemudian kepada semua rekan-rekannya untuk dibaca
bergilir.
Kata Ya Ong kemudian, “Cie Hiati terlalu percaya pada
orang ini, kelak pasti akan merasakan akibatnya.”
“Ya, keparat Tan Yoe Liang ini benar-benar sangat
licin,” ujar Yo Siauw. “Tetapi kita menjadi tidak enak
membunuhnya sekarang, kuatir kalau-kalau menimbulkan
salah paham pahlawan-pahlawan seluruh negeri.”
“Kata Yo Co-soe memang benar,” sahut Boe Kie. “Peng
Taysoe, kau sangat akrab dengan Cie Hiati. Sediakah kau
mencari kesempatan untuk menasihatinya agar waspada
terhadap muslihatnya Tan Yoe Liang, dan jangan sekalikali
menyerahkan kekuasaan padanya.” Peng Eng Giok
menerima tugas itu.
Namun Cie Sioe Hwee kelak ternyata tidak
memperhatikan nasihat itu, malah ia makin percaya pada
Tan Yoe Liang hingga akhir jiwanya melayang di tangan
Yoe Liang. Setelah menjalankan kudeta, Yoe Liang
memimpin tentaranya ke pergerakan Beng-kauw di wilayah
Barat dan bertempur sendiri dengan pasukan Beng-kauw di
daerah Timur dan mengangkat dirinya sebagai Han Ong.
Walaupun akhirnya ia dikalahkan di Hoa-yang-ouw dan
terbinasa, namun banyak pahlawan Beng-kauw telah
menjadi korban juga.
Malamnya Boe Kie berunding lebih mendalam dengan
Yo Siauw dan gembong-gembong Beng-kauw yang lain
untuk membagikan tugas-tugas membantu pasukan2758
pasukan Beng-kauw di berbagai daerah. Ia sendiri sudah
terlalu lama berpisah dengan Thio Sam Hong, maka sangat
rindu kepada orang tua itu.
Besok harinya ia lantas mendahului berangkat ke Boetong-
san bersama Tio Beng, Jie Lian Coe, Thio Siong Kee,
dan Song Ceng Soe. Juga Cioe Cie Jiak ikut serta karena
merasa berdosa berhubung pendurhakaannya Song Ceng
Soe itu, maka ingin pergi menerima hukuman dari Thio
Sam Hong dan anak muridnya Goe-bie-pay lantas
mengiringnya ke Boe-tong-san juga. Jarak Siauw-lim-sie
dengan Boe-tong-san tidak terlalu jauh, dan tidak beberapa
hari sampailah mereka di perguruan indah itu. Boe Kie ikut
Jie Lian Coe, In Lie Heng, dan Siong Kee ke dalam untuk
menemui Thio Sam Hong, lalu memberi hormat juga
kepada Song Wan Kiauw dan Jie Thay Giam. Mendengar
puteranya dibawa pulang, dengan geram Song Wan Kiauw
meloloskan pedang dan memburu keluar. Boe Kie dan
lainnya menjadi serba salah, mencegah salah, tidak salah,
tidak mencegah pun tidak benar. Segera mereka ikut keluar.
“Di mana binatang yang durhaka itu?” bentak Wan
Kiauw setelah sampai di ruang depan. Ketika melihat sang
puteranya merebah di atas usungan dengan kepala penuh
dibalut kain putih, tanpa bicara lagi pedangnya terus
ditusukkan. Sesaat itu teringatlah dia dan mendadak
tangannya terasa lemas, tusukan itu tidak tega diteruskan.
Saat itulah dia teringat cinta kasih antara ayah dan anak,
hubungan baik sesama saudara seperguruan yaitu Boh Seng
Kok almarhum. Sungguh ruwet dan kacau pikirannya.
Mendadak ia baliki pedangnya dan menusuk ke arah
perutnya sendiri. Tapi sekali jambret Boe Kie dapat
merampas pedang sang Soepek dengan Kian-koen Tay-loie.
Katanya, “Toasoepek, jangan begitu. Urusan ini biarlah
diputuskan oleh Thay-soe-hoe saja.”
2759
Thio Sam Hong menghela napas, katanya, “Sungguh
tidak beruntung, Boe-tong-pay kita terdapat murid durhaka
seperti ini. Lebih baik tidak ada!” Terus tangannya
bergerak, plak, dada Song Ceng Soe telah dipukul sekali.
Betapa hebatnya tenaga pukulan itu, cikal-bakal Boe-tongpay
itu, seketika juga isi perut Song Ceng Soe hancur lebur
dan putus napasnya.
“Soehoe,” dengan menangis Song Wan Kiauw berlutut
di hadapan sang guru, “Teecoe tidak bisa mengajar anak
sehingga mengakibatkan kematian Cit-tee. Sungguh Teecoe
merasa berdosa.”
Thio Sam Hong membangunkan murid tertua itu,
sahutnya, “Ya, peristiwa ini memang ada kesalahanmu,
maka Ciangbun teecoe Boe-tong-pay kita mulai hari ini
kuserahkan pada Lian Coe. Kau boleh mencurahkan
pikiranmu untuk meyakinkan Thay-kek-koan-hoat. Tentang
urusan umum perguruan kau tidak usah urus lagi.” Song
Wan Kiauw menerima keputusan itu sambil mengucapkan
terima kasih. Menyaksikan betapa kerasnya Thio Sam
Hong mengatur rumah tangganya, membinasakan Song
Ceng Soe dan memecat Song Wan Kiauw sebagi
akhliwaris, semua orang menjadi kesima.
Ketika Thio Sam Hong mengetahui hasil Eng-hiong-tayhwee
serta pergerakan Beng-kauw melawan tentara
Mongol, ia sangat memberikan pujian terhadap Boe Kie.
Sejak semula Cie Jiak berdiri di samping, namun sekejap
pun Thio Sam Hong tidak memandangnya.
Sesudah mayat Song Ceng Soe dibawa pergi oleh petugas
kuil, mendadak Thio Sam Hong meloloskan pedangnya
Song Wan Kiauw, ia tuding Cie Jiak dan berkata, “Nona
Cioe, sebagai ketua Go-bi-pay, sudah berapa banyak ilmu
pedang Biat-coat Soe-thay yang yakinkan?”
2760
“Apa yang dipahami Wanpwee tidak lebih banyak
daripada tiga bahagian kepandaian Insoe,” sahut Cie Jiak.
“Mendiang Kwee Lie-hiap mendirikan Go-bie-pay di
Kang-ouw serta menjadi orang baik-baik, tetapi kau hanya
memiliki tiga bahagian daripada ilmu silat kepandaian Biatcoat
Soe-thay, lalu berdasarkan apa kau mampu
mengembangkan Go-bie-pay?” tanya Thio Sam Hong pula.
“Kau telah memperoleh sedikit ilmu silat keji dan malangmelintang
menjagoi Eng-hiong-tay-hwee, apakah
selanjutnya anak murid Go-bie-pay akan belajar juga
kepandaianmu yang keji itu? Kwee Lie-hiap pernah
menanam budi padaku. Biarpun aku sudah tua bangka,
tidak rela juga menyaksikan Go-bie-pay yang didirikannya
itu hancur begitu saja.”
“Tegoran Thio Cin Jin memang benar,” sahut Cie Jiak.
“Wanpwee sudah lama mengatur rencana.”
“Rencana apa?” tanya Sam Hong.
Cie Jiak tidak menjawab pertanyaan Thio Sam Hong,
tetapi menjadi berpaling ke arah Boe Kie, katanya, “Thio
Kauw-coe, dahulu ketika kau menempur jago Lak-toa-pay
di Kong-beng-teng, kalau tidak salah pernah kudengar kau
mengatakan bahwa kau bukan anak murid Boe-tong-pay,
betul tidak?”
Boe Kie tidak tahu hendak ke mana pertanyaan itu,
namun sahutnya, “Mendiang ayahku adalah murid Boetong-
pay, dan Thaysoehoe pernah mengajarkan Thay-kekkoen-
hoat padanya. Kalau tidak mengaku murid Boe-tongpay,
rasanya boleh juga.”
“Pernah kudengar lagi, katanya gurumu yang pertama
adalah Cia Tayhiap. Dia adalah muridnya Koan-goan Pekek-
jioe Seng Koen. Sedang Kioe-yang-sin-kang-mu adalah
diperoleh dari kitab peninggalkan Tat-mo-cow-soe. Kian2761
koen Tay-lo-ie Sim-hoat dipelajari dari kitab wasiat Kauwcoe
Beng-kauw yang lalu. Padahal orang persilatan kita
paling mengutamakan perbedaan aliran mana yang kau
anut.”
“Apa yang kupelajari terlalu banyak dan ruwet kalau
dibicarakan. Ya, yang benar aku tidak termasuk anak murid
sesuatu golongan,” sahut Boe Kie.
Segera Cie Jiak tanya Thio Sam Hong, “Thio Cin-jin,
apa yang dikatakan ini betul tidak?”
Sam Hong mengangguk, sahutnya, “Ya, sesungguhnya
memang sedemikian. Keadaan dia sangat jarang terjadi di
kalangan Boe-lim. Itu adalah karena banyak penemuanpenemuan
aneh yang diperolehnya.”
Mendadak Cie Jiak meloloskan potongan Ie-thian-kiam
dari pinggangnya, tangan lain menarik rambutnya yang
panjang ke depan. Sekali tabas, putuslah rambut itu, ya
rambut sebagai mahkota wanita. Para hadirin semuanya
terperanjat dan bingung. Lalu berkatalah Cie Jiak, “Dosaku
terlalu besar. Sudah lama aku ada niatan memotong
rambutku ini dan kembali kepada Buddha. Thio Kauw-coe,
bukankah kau berjanji padaku bahwa ada sesuatu
permintaanku yang harus kaulaksanakan, betul tidak?”
“Betul,” sahut Boe Kie. “Cuma …”
“Cuma soal ini harus tidak mengingkari perbuatan kaum
Hiapgie, menguntungkan pergerakan nasional, dan tidak
merusak nama baik Beng-kauw dan pribadimu, bukan?”
sela Cie Jiak.
“Ya,” sahut Boe Kie. “Jika demikian halnya,
permintaanmu pasti akan kulakukan.”
“Seorang lelaki sejati, sekali berkata harus ditepati,” kata
Cie Jiak. “Apalagi di hadapan Thaysoehoe dan para paman
2762
guru, janganlah nanti kaujilat ludah sendiri.”
Melihat si gadis berbicara dengan sungguh-sungguh serta
memotong rambutnya sendiri, Boe Kie menjadi terharu.
Tanpa pikir lagi ia berkata, “Ya … si … silakan kau
bicaralah!”
“Thio Cin-jin,” kata Cie Jiak kemudian, “mohon pinjam
pakai ruangan pendopomu sebentar.” Segera ia membuka
rangselnya dan mengeluarkan dua potong Leng-pay (papan
sembahyang). Yang sepotong tertulis “Tempat abu
Cikalbakal Go-bie-pay, Kwee Siang Lie-hiap” dan yang
lainnya tertulis, “Tempat abu ketua Go-bie-pay angkatan
ketiga, Biat-coat Soe-thay.” Dengan hormat Cie Jiak
meletakkan Leng-pay tersebut di atas meja sembahyang.
Melihat itu, Thio Sam Hong bersama-sama Song Wan
Kiauw, Thio Boe Kie dan lain-lainnya ikut memberi
hormat, begitu pula seluruh anak murid Go-bie-pay.
Kemudian Cie Jiak meloloskan Tiat-cie-goan atau cincin
besi yang dipakainya dan berpaling kepada Boe Kie. “Thio
Kauw-Coe, selaku Ciang-bun-jin dari Go-bie-pay angkatan
keempat, Cioe Cie Jiak, dengan ini menyerahkan jabatan
ketua kepadamu.” Mendengar itu semua orang ternganga
kaget. Maka terdengar Cie Jiak menyambung lagi, “Tapi
kau masih tetap merangkap menjadi Beng-kauw Kauw-coe,
dengan ini harapan, kau dapat mengembangkan golongan
kita dan membangun Beng-kauw, memimpin para patriot
untuk mengusir penjajah. Sejak kini anak murid Go-bie-pay
tunduk di bawah perintahmu semua.”
“He … ma … mana boleh jadi?” cepat Boe Kie
menyahut sambil goyang-goyangkan tangannya.
“Kenapa? Go-bie-pay adalah Kwee Lie-hiap yang
mendirikan, dan jikalau kau diangkat menjadi Ciangbunjin,
rasanya tidak merendahkan kau,” ujar Cie Jiak.
2763
Boe Kie menjadi serba salah. Ia memandang Thio Sam
Hong dengan sorot mata mohon pertolongan. Tak
tersangka, Thio Sam Hong malah tertawa terbahak-bahak,
katanya, “Nona Cioe, kau benar-benar hebat. Melulu
berdasarkan tindakanmu ini, tidaklah sia-sia Biat-coat Soethay
menyerahkan di bawah tugasmu. Kalau Go-bie-pay
diserahkan di bawah pimpinan Boe Kie, soal
perkembangannya tak perlu diragukan lagi.”
Walaupun itu kejadian di luar dugaan orang, tapi Boe
Kie memang tidak termasuk salah satu golongan atau
aliran. Kalau sekiranya ia menerima jabatan ketua Go-biepay,
tidaklah melanggar peraturan Kang-ouw. Sebaliknya,
hal itu memang besar manfaatnya bagi pergerakan nasional,
yaitu persatuan. Begitu pula tidak merugikan nama baik
Beng-kauw dan pribadinya sendiri.
Maka terdengar Thio Sam Hong berkata pula, “Anakku
Boe Kie, jika kau sudah pernah berjanji pada Nona Cioe,
apa yang telah kaujanjikan janganlah kauingkari.”
Lalu Cie Jiak mengeluarkan sejilid kitab tipis bersama
potongan Ie-thian-kiam lalu diserahkan kepada Boe Kie,
lalu katanya, “Ini adalah kitab inti ilmu silat Go-bie-pay
kita yang ditulis sendiri oleh Kwee Lie-hiap. Harap kau
terimakan dengan baik.”
Terpaksa Boe Kie menurut. Ia terima kitab ajaran silat
Go-bie-pay dan kedua potongan Ie-thian-kiam dan cincin
besi tanda Ciangbunjin dari tangan Cioe Cie Jiak, lalu
memberi hormat di hadapan Leng-pay. Menyusul Cie Jiak
memimpin anak murdinya Go-bie-pay memberi hormat
pada Ciangboenjin angkatan kelima yang baru. Begitu pula
Thio Sam Hong dan yang lain-lainnya berturut-turut
mengucapkan selamat.
Sejak itu Cioe Cie Jiak memotong rambut menjadi nikoh
2764
(pendeta wanita) tidak mengurus soal-soal keduniawian
lagi. Boe Kie lantas memperingatkan Ceng Hoei memimpin
anak murid Go-bie-pay kembali dulu ke Go-bie-san. Ia
sendiri mohon diri dari Thio Sam Hong dan lain-lain
menuju ke Ho-cioe bersama Tio Beng untuk melakukan
inspeksi atas pasukan-pasukan pergerakan Beng-kauw.
Sepanjang jalan beruntun-untun ia menerima beritaberita
kemenangan serta mendengar di perbagai daerah lain
banyak terjadi pergolakan-pergolakan dari kaum patriotpatriot
lain. Di daerah Keng Soh ada Thio Soe Seng, di
daerah Tay Coe ada Poei Kok Tin yang meskipun tidak
termasuk di bawah panji Beng-kauw, tapi adalah pasukan
kawan yang sama-sama melawan tentara Mongol. Dengan
senang Boe Kie melanjutkan inspeksi bersama Tio Beng.
Melihat usaha pergerakan nasional banyak mendapat
kemajuan, rasanya pembesar tanah air sudah dekat pada
tarap terakhir. Ia pikir sebabnya usaha pergerakan itu bisa
berhasil, syarat utama ialah adanya persatuan nasional
secara terpimpin. Harap saja selanjutnya seluruh negeri
akan aman abadi, rakyat jelata hidup sejahtera. Dengan
begitu, barulah tidak percuma perjoangan selama beberapa
tahun ini. Karena tidak ingin bikin geger, maka sepanjang
jalan ia tidak menemui pemimpin pasukan Beng-kauw,
hanya dengan diam-diam menyelidiki dan melihat disiplin
laskar-laskar Beng-kauw itu sangat baik dan tidak
mengganggu rakyat. Di mana-mana terdengar suara pujian
atas kebijaksanaan Jenderal Coe Goan Ciang dan Panglima
Cie Tat dan Panglima Siang Gie Coen.
Suatu hari, sampailah ia di Ho-cioe. Jauh-jauh Coe Goan
Ciang sudah kirim wakilnya, Theng Ho dan Teng Jie, untuk
menyambut kedatangan sang Kauw-coe, karena dia sendiri
lagi sibuk berunding dengan Cie Tat dan Siang Gie Coen
mengenai perkembangan di garis depan.
2765
Malamnya, Theng Ho mengadakan resepsi meriah untuk
menghormati kedatangan pucuk pimpinan itu dan sejenak
kemudian barulah Coe Goan Ciang datang tergesa-gesa
bersama beberapa perwira tinggi yang lain, terus
memberikan sembah di hadapan sang Kauw-coe, meminta
maaf atas keteledoran menyambut. Boe Kie cepat
membangunkan dan memuji kemenangan-kemenangan
yang dicapai di Ho-cioe dan sekitarnya berkat gagahberaninya
Coe Goan Ciang. Dengan sangat hormat, Coe
Goan Ciang menuang tiga cawan arak berturut-turut untuk
menuguh sang Kauw-coe, lalu menuguh pula kepada Tio
Beng, kemudian mereka asyik membicarakan
perkembangan Beng-kauw dalam situasi medan perang
yang sangat menguntungkan Beng-kauw itu.
Tiba-tiba tampak masuk Panglima Liauw Eng Tong
tergesa-gesa, lebih dulu memberi hormat pada sang Kauwcoe,
lalu membisiki Coe Goan Ciang. “Sudah dapat
menawannya? Bagus,” sahut Coe Goan Ciang.
Saat itulah tiba-tiba terdengar suara teriakan penasaran
orang di luar. Mendengar suaranya, segera Boe Kie
mengenalinya sebagai Han Lim Jie. Ia menjadi heran dan
menanya, “Ada apakah atas dirinya Han Hiati?”
“Lapor, Kauw-coe,” sahut Coe Goan Ciang. “Han Lim
Jie telah bersekongkol dengan musuh, bermaksud
memberontak, maka ia telah diringkus.”
“Hah … selamanya Han Hiati jujur dan setia, mana bisa
terjadi begitu?” ujar Boe Kie kaget. “Lekas bawa dia ke sini.
Biar kutanya sendiri padanya …” Belum selesai ucapannya,
mendadak kepalanya terasa pusing, mata berkunangkunang,
menyusul gelap dan tak sadarkan dirinya lagi.
Waktu Boe Kie siuman kembali, terasa tangan dan
kakinya telah diborgol orang dengan alat-alat belenggu yang
2766
sangat kuat. Keadaan sekitarnya gelap pekak. Sungguh
terkejut Boe Kie tak terkatakan. Untung terasa dadanya
tersandar pada suatu badan yang lunak halus. Ternyata Tio
Beng juga diringkus bersama di situ, cuma gadis itu belum
lagi siuman. Memikir sejenak, segera tahulah Boe Kie
bahwa diam-diam Coe Goan Ciang telah memberikan
minuman yang dicampur obat pulas pada mereka. Nyatalah
bahwa Jenderal kepercayaannya itu telah menyeleweng.
Sedikit menggerakkan tenaga, Boe Kie merasa kondisi
badannya sedikit pun tidak berkurang, kekuatannya belum
punah.
Tiba-tiba terdengar di kamar sebelah ada suara orang
sedang berbicara. “Coe Toako, babat rumput harus sampai
ke akar-akarnya. Jangan kita tinggalkan bibit bencana di
kemudian hari.” Itulah suara Cie Tat.
“Tapi bangsat kecil ini adalah atasan kita. Janganlah kita
lupa budi dan ingkar kawan,” terdengar suara Coe Goan
Ciang menyahut.
Tiba-tiba terdengar suara Siang Gie Coen ikut berbicara.
“Jika Toako kuatir terjadi apa-apa dalam pasukannya, ada
lebih baik turun tangan secara diam-diam agar tidak
merugikan nama baik Toako.”
“Jika begitu pendapat saudara-saudara Cie dan Siang,
baiklah aku menurut,” sahut Coe Goan Ciang. “Cuma
bangsat cilik ini rada berjasa bagi agama kita. Harap rahasia
ini jangan sampai diketahui orang lain.”
Habis bicara, ketiga orang itu lalu keluar kamar. Boe Kie
menarik napas dingin. Ketika meraba pinggangnya, syukur
potongan Ie-thian-kiam masih ada. Segera ia gunakan ilmu
Kian-koen Tay-lo-ie-hoat dan melolos pedang patah itu
untuk memotong belenggu besi, lalu menyadarkan Tio
Beng dan melarikan diri.
2767
Sambil berjalan, aneka macam pikiran dan perasaan
bergolak dalam benak Boe Kie. Pikirnya, “Kalau keparat
Coe Goan Ciang itu lupa budi dan mengkhianati, biarlah
sudah. Tapi Cie Tat dan Siang Gie Coen betapa erat
hubungannya dengan aku. Mereka kini demi kedudukan
dan kejayaan sendiri jua rela mengkhianati aku. Mereka
bertiga mempunyai tugas memimpin pasukan dalam
menghadapi musuh penjajah. Kalau aku pergi membunuh
mereka, mungkin pasukan pergerakan akan berantakan tak
keruan. Memangnya aku Thio Boe Kie tidak pikirkan
keuntungan pribadi. Wahai Cie Toako dan Siang Toako,
kalian terlalu memandang rendah padaku.”
Sampai di luar kota ia menulis surat secara panjang
lebar. Ia serahkan jabatan Beng-kauw kepada Yo Siauw,
tapi tentang apa yang sudah dialaminya di Ho-cioe itu
sehuruf pun tidak disinggung-singgung.
Sudah tentu ia tidak menyangka bahwa bangsat kecil
yang dimaksud oleh Cie Tat dan Siang Gie Coen itu
sebenarnya adalah Han Lim Jie. Adapun kedatangan Boe
Kie di Ho-cioe hakikatnya mereka berdua sama sekali tidak
tahu-menahu. Semuanya itu hanya tipu-muslihatnya Coe
Goan Ciang belaka, soalnya karena Coe Goan Ciang ingin
menjadi raja. Sebab bila pergerakan Beng-kauw itu berhasil,
dengan sendirinya Boe Kie sebagai Kauw-coe akan
diangkat menjadi Kaisar. Maka sengaja ia minumkan obat
tidur pada Boe Kie berdua, lalu mengatur sedemikian rupa
agar percakapannya dengan Cie Tat dan Siang Gie Coen
dapat didengar oleh Boe Kie hingga dapat menimbulkan
salah paham, putus asa, dan menyesal, lalu Boe Kie
mengasingkan dirinya. Coe Goan Ciang cukup kenal
kelihaian Boe Kie dalam hal ilmu silat. Untuk
membunuhnya ia tidak berani. Kalau bocor muslihatnya,
mungkin malah celaka bagi dirinya sendiri. Tapi berbicara
2768
tentang kecerdasan, soal tipu daya … ia kalah dengan ilmu
silat tapi menang siasat atas Boe Kie. Ia kenal jiwa Boe Kie
yang sangat patriotik, mengutamakan kepentingan negara
atas segalanya. Hubungannya dengan Cie Tat dan Siang
Gie Coen bagaikan saudara kandung. Asal percakapan
mereka itu kedengaran Boe Kie, pasti akan tinggal pergi
oleh Boe Kie dengan diam-diam.
Ternyata apa yang direncanakan oleh Coe Goan Ciang
itu berjalan dengan lancar. Boe Kie tertipu oleh muslihat
Coe Goan Ciang itu. Sedang soal Han Lim Jie
bersekongkol dengan musuh, bermaksud memberontak,
terang saja hanya fitnahan belaka. Soalnya sejak gugurnya
Han San Tong, anak buahnya telah mengangkat Han Lim
Jie sebagai pengganti ayahnya dan Coe Goan Cian, Cie
Tat, dan Siang Gie Coen malah jadi bawahannya. Lalu Coe
Goan Ciang memalsukan surat bukti Han Lim Jie
bersekongkol dengan musuh. Ia berhasil membeli pula
orang kepercayaan Han Lim Jie, pura-pura melaporkan hal
itu kepada Cie Tat dan Siang Gie Coen. Karena percaya
Cie Tat dan Siang Gie Coen berkeras akan membasmi Han
Lim Jie, sebaliknya Coe Goan Ciang malah berpura-pura
mencegahnya. Sesudah didesak berulang-ulang, barulah
kemudian ia mengirimkan. Ia sengaja mengurung Boe Kie
dan Tio Beng di kamar sebelah dan sengaja tidak merampas
senjata yang dibawa Boe Kie untuk memudahkan
meloloskan diri baginya. Dan begitu Boe Kie sudah pergi,
Coe Goan Cian lalu perintahkan perwiranya Liauw Eng
Tong menenggelamkan Han Lim Jie di dasar sungai.
Sekali tepuk dua laler. Muslihat Coe Goan Ciang yang
sangat keji itu dan sedikit pun tidak diketahui orang lain.
Kemudian walaupun muslihatnya itu diketahui juga oleh
Yo Siauw sebagai Kauw-coe, namun Coe Goan Ciang
sudah tumbuh sayap, kekuatannya sudah terpupuk.
2769
Lagipula Yo Siauw sudah tua, jelas tidak bisa merebut
kedudukan Kaisar dengan dia. Akhirnya tercapailah citacita
Coe Goan Ciang menjadi Kaisar, yaitu terkenal dengan
gelar Beng-tay-cauw, cikal bakal Dinasti Beng dan bertakhta
dalam tahun 1368 berkuasa selama 31 tahun. Sedari
berkuasanya Beng Cauw sejak bertakhtanya Beng-tay-cauw
sampai runtuhnya mengalami berkuasanya 16 raja dan
memakan waktu 276 tahun.
Ketika Beng-tay-cauw naik di atas takhta, Raja Soe Tee
dari Kerajaan Goan masih berdiam di sebelah utara.
Dengan maksud memperkuat kedudukan dan mengejar
Raja Soen Tee, maka ditugaskannya Cie Tat dan Siang Gie
Coen memimpin pasukan ke sebelah utara ke Kerajaan
Beng Kauw. Setelah seketika Raja Soen Tee wafat, maka
Kerajaan Goan jadi terpecah belah, sehingga keseluruh
daerah termasuk dalam peta Beng-tiauw. Beng-tay-cauw
membagi-bagikan tanah-tanah daerah dan mengangkat
anak-anaknya yang berjumlah 20 orang lebih itu
menjadikan raja muda. Setelah binasanya Dinasti Beng,
maka timbullah Dinasti Ceng. Ini sekedar hikayat kerajaan
Beng.
Kita kembali pada Boe Kie yang sudah menulis surat
yang panjang lebar untuk Yo Siauw itu. Tio Beng melihat
mopit (pensil Tionghoa) di tangan Boe Kie yang masih
basah dan belum diletakkan, sikapnya rada muram, maka
katanya, “Koko Boe Kie, kau pernah berjanji akan
meluluskan tiga permintaanku. Soal pertama meminjamkan
To-liong-to padaku, itu sudah tercapai. Kedua, dilarang
menikah dengan Nona Cioe pun sudah kau laksanakan.
Dan kini tinggal yang ketiga, jangan kaulanggar janji ya
…?”
“Hah,” sahut Boe Kie terkesiap. “Aaaah … lagi-lagi …
kau … akan mengeluarkan pikiranmu yang aneh-aneh
2770
lagi,” sahut Boe Kie penuh keheranan.
“Hi … hi … lucu … sekali ini tidak aneh lagi,” sahut Tio
Beng ketawa geli melihat muka Boe Kie sedemikian.
“Alisku ini terlalu tipis. Harap kau melukiskan tambahan
dengan pensilmu itu yang masih kaupegang. Kau hal ini
tidak melanggar peraturan Hiap-gie dan kaum Boe-lim
bukan …?”
Boe Kie dari muram jadi tertawa geli, sahutnya, “Adaada
saja manisku, kau membuat aku kaget dan gembira.
Baiklah, sejak kini setiap hari aku … aku akan melukis
alismu agar kelihatannya semakin cantik … sayangku.”
Kedua muda-mudi itu tertawa penuh nada gembira dan
bahagia.
TAMAT

Share:
cersil...
Comments
0 Comments

Postingan Cersil Terbaru