- Cersil Pedang Penakluk Iblis 2
- Pedang Penakluk Iblis 1 Lanjutan Pendekar Budiman
- Pendekar Budiman 4 Tamat
- Cerita Silat Pendekar Budiman 3
- Cersil Pendekar Budiman Kho Ping Hoo
- Pendekar Budiman Serial Terbaru Kho Ping Hoo
- Cerita Silat Rajawali Hitam 3 Tamat
- Cersil Rajawali Hitam 2
- Rajawali Hitam 1 Lanjutan Dewi Ular Serial Gelang ...
terlalu mendesak.”
"Kalau kau tidak dapat membuktikan berarti kau bersalah dan
kalau dalam kebodohanmu kau tidak mau mengaku...."
"Habis, kalau menurut Suheng, siauw-te harus bagaimana?" Sin
Hong memotong penasaran.
"Kau harus bertanggung jawab, dan melihat keadaan Soan Li
tidak ada jalan lain kecuali kau harus menikah dengan dia. Kalau
kau menolaknya, berarti kau menghina keluarga kami dan terpaksa
aku harus turun tangan menghajarmu."
"Suheng tidak adil! Suheng berat sebelah. Siauwte tidak merasa
bersalah, terserah kepada Suheng, siauwte tetap menolak!"
"Aha, agaknya kau sudah merasa diri cukup kuat maka kau tidak
menghargai suhengmu sendiri. Baiklah, barangkali saja aku takkan
menang melawanmu, akan tetapi sebagai wakil Suhu, aku harus
nenghajarmu. Terimalah pukulan ini!”
Ciang Le menggerakkan tubuhnya ke depan memukul dengan
tamparan ke arah pipi Sin Hong. Ia sengaja berlaku Iambat untuk
memberi kesempatan kepada Sin Hong bersiap dan mengelak, akan
tetapi ternyata pemuda itu tidak mengelak sama sekali.
"Plak"" pipi kiri Sin Hong terkena tamparan kulit pipinya menjadi
merah sekali, akan tetapi dia tidak bergeming. Ciang Le kaget.
Tamparan tadi, biarpun tidak mempergunakan tenaga sepenuhnya
namun cukup berat dan tidak sembarang orang akan kuat
menahannya, apalagi dengan pipi. Akan tetapi bocah ini menerima
tamparan begitu saja dan hanya kulit pipi yang menjadi merah,
sama sekali tidak kelihatan sakit.
597
"Eh, eh, kau menantang? Sin Hong jangan kau sombong. Hayo
kaulawan aku!"
"Suheng tadi menyatakan bahwa Suheng mewakili mendiang
Suhu, bagaimana siauwte berani melawan? Terserah kepada
Suheng, mau pukul boleh pukul mau bunuh boleh bunuh!"
Ucapan Sin Hong ini sebetulnya memang sejujurnya, akan tetapi
diterima keliru oleh Ciang Le dan dianggap bahwa Sin Hong
memamerkan kepandaiannya dan sengaja membikin malu
kepadanya di depan orang banyak. Ia harus mengeluarkan
kepandaian karena kalau tidak ia benar-benar akan mendapat malu.
"Bocah kurang ajar, kalau begitu terimalah pukulanku!" ia
mengayun tangan kiri, menepuk pundak kanan Sin Hong dengan
gerakan cepat dan mengerahkan lweekangnya. Tepukan ini bukan
sembarangan tepukan, melainkan ilmu pukulan, yang berbahaya
sekali. Ciang Le mengira bahwa kini Sin Hong tentu akan mengelak
atau menangkis karena kalau kini Sin Hong benar-benar sudah
mempelajari Pak-kek Sin-ciang, tentu tahu bahwa serangan ini
adalah ilmu pukulan Pak-kek Sin-ciang jurus ke sebelas.
Namun kembali ia kecele. Alangkah kagetnya ketika melihat
pemuda itu sama sekali tidak menggerakkan pundaknya atau
tangannya untuk mengelak atau menangkis dan agaknya sengaja
menerima pukulannya begitu saja. Saking kagetnya, Ciang Le
sampai berseru dan cepat ia mengurangi tenaganya karena kalau
diteruskan, seorang yang kepandaian tinggi pun dapat roboh binasa
terkena pukulan yang disebut Cun lui-tong-te (Geledek Musim Semi
Menggetarkan bumi) ini, yang dapat menggetarkan jantung dan
melukai isi dada!
"Buk!" tubuh Sin Hong terhuyung dua langkah ke belakang
namun ia masih tersenyum dan kini mukanya menjadi agak pucat.
"Terima kasih atas kebaikan hati Suheng yang telah mengurangi
tenaga dalam pukulan tadi," kata Sin Hong, kembali dengan
sejujurnya. Ia amat kagum menyaksikan gerak tipu Cun-lui-tong-te
yang dilakukan dengan amat baiknya oleh suhengnya ini dan ia
maklum bahwa agaknya sinkangnya takkan dapat menahan, akan
tetapi tiba-tiba ia melihat gerakan tangan itu berkurang tenaganya
598
maka tak terasa ia mengucapkan terima kasih. Namun kembali
Ciang Le menjadi salah terima dan dikira Sin Hong mengejeknya.
Memang ia merasa terkejut dan heran. Biarpun ia sudah
mengurangi tenaganya, namun pukulan tadi berbahaya sekali. Dia
sendiri kalau terkena pukulan itu, pasti akan roboh, biarpun belum
tentu tewas. Maka merasa diejek, kemarahannya memuncak. ia
melangkah maju dua tindak dan rnengayun tangan kanan.
"Bocah jahat, terimalah yang terakhir ini!” Tangan kanannya
menonjok lambat dan perlahan akan tetapi Sin Hong tahu bahwa
pukulan ini adalah jurus ke tiga belas dari Pak-kek Sin-ciang, jurus
yang disebut Kong-ciak-te-ko (Merak Menotol buah) dan yang
berbahaya sekali karena pukulan ini langsung menyerang jantung!
Ia meramkan mata dan menahan napas, mengumpulkan seluruh
tenaga sinkangnya.
"Bukk...!!" Tubuh Sin Hong mencelat empat dua tombak, akan
tetapi jatuh dalam keadaan masih berdiri. Matanya masih meram
dan bibirnya rapat akan tetapi dari kanan-kiri mulutnya keluar darah
mengalir di antara celah bibirnya!
Sebaliknya Ciang Le mengelus-elus kepalan kanannya yang
terasa sakit ternyata telah bengkak!
Lie Bu Tek melihat keadaan putra angkatnya, cepat melompat
maju, pedang di tangan kiri. "Cukup, dia putera angkatku, bukan
orang lain, aku sendirilah yang berhak membunuhnya!" Dengan air
mata berlinang Lie Bu Tek menghampiri Sin Hong dengan pedang di
tangan.
"Sin Hong," katanya berbisik dengan bibir gemetar, "Kalau kau
tahu betapa dahulu aku mencinta Ibumu. Kalau kau tahu betapa
aku sayang kepadamu. Betapa aku telah banyak menderita karena
Ibumu dan karenamu. Batapa aku bertahan hidup hanya untuk
melihatmu dewasa….. sekarang kau menghancurkan hatiku. Sin
Hong, biar aku sendiri membunuhmu, kemudian kita bersama
menyusul ibumu...."
Sin Hong membuka matanya. ia melihat Lie Bu Tek berdiri
bagaikan mayat hidup di depannya, tangan kanan buntung, tangan
599
kiri memegang pedang itu tergantung saja di udara , agaknya orang
tua tidak sampai hati menggerakkan pedang.
“Gihu...!" Sin Hong menubruk dan berlutut, memeluk kedua kaki
Bu Tek. “Gihu, percayalah, anakmu tidak berdosa. Biarlah anak
bersumpah bahwa anak takkan pulang sebelum dapat menyeret
orang yang telah merusak nama anak, orang yang telah
menganiaya Gak-siocia, di bawah kaki Gihu...! Selamat tinggal,
Gihu!"
Setelah berkata demikian, Sin Hong bangkit berdiri mengusap
darah yang mengalir dari
bibirnya dan dengan langkah
limbung ia pergi dari tempat
itu. Biarpun jalannya
terhuyung-huyung, akan tetapi
sebentar saja ia telah lenyap
dari pandang mata.
"Sin Hong, aku tidak sampai
hati mmbunuhmu, aku lemah
dan akulah yang melepas pergi
seorang penjahat besar. Biar
aku saja menggantikan kau
menebus dosa, Nak...!" Pedang
di tangan kiri Bu Tek
berkelebat ke arah lehernya
sendiri.
"Cring...!" Pedang terlepas dari tangan dan Ciang Le memeluk
pundak Lie Bu Tek.
'Toako, mengapa kau begini nekat?"
"Go-siauwte. aku malu... aku malu...."
"Jangan terburu nafsu, Toako. Terus terang saja, aku tadi pun
terburu nafsu dan sekarang aku menyesal. Setelah melihat anakmu
itu dengan terbuka menerima pukulan-pukulanku yang paling
berbahaya sehingga menderita luka di dalam, aku mulai ragu-ragu.
Tak mungkin dia begitu mudah menerima pukulan kalau dia
memang berdosa. Dugaanku sekarang bercabang dua. Kalau Wan
600
Sin Hong bukan seorang penjahat besar yang pandai bersandiwara,
tentu dia seorang pendekar perkasa yang tiada taranya di dunia ini,
yang memiliki pribadi luhur dan patut sekali menjadi pengganti
mendiang suhu Pak Kek Siansu. Jangan kau putus harapan, Toako.
Biarlah kita sama menanti saja bagaimana akhirnya peristiwa ini.”
Lie Bu Tek menundukkan mukanya dan ketika ia mengangkatnya
kembali, ia nampak jauh lebih tua. Mereka beramai lalu pergi ke
Pulau Kim-ke-tho di mana Soan Li akan dirawat Cam-kauw Sin-kai.
Sin Hong pergi dengan tubuh sakit semua. Tiga pukulan Ciang Le
yang diterimanya itu adalah pukulan-pukulan paling berat yang
pernah ia rasai. Tamparan pertama pada pipinya membuat mukanya
terasa panas seperti dibakar. Pundaknya sampai sekarang masih
linu dan sakit. Akan tetapi yang paling hebat adalah pukulan yang
mengenai dadanya. Pukulan ini sampai membuat ia muntah darah,
karena jantungnya memang tergetar hebat sekali. Baiknya tenaga
sinkang di dalam tubuhnya sudah begitu kuat sehingga jantung itu
tidak sampai rusak, hanya terguncang saja. Memang hampir saja
nyawanya direnggut maut dalam pukulan ketiga tadi. Ciang Le
benar-benar lihai sekali pukulannya. Namun semua itu tidak ada
artinya kalau dibandingkan dengan rasa sakit di hatinya. Ia
mendapat penghinaan besar. Namanya sudah rusak dan tidak
dipercaya orang. Bahkan ayah angkatnya sendiri sudah yakin bahwa
dia menjadi orang jahat!
"Ini semua gara- gara musuh rahasia manusia terkutuk yang
rendah budi dan curang itu!" Sin Hong menggigit bibir, kemudian ia
menenteramkan hatinya karena dalam marahnya kembali darah
mengalir keluar dari mulutnya. Ia lalu mencari tempat sunyi, duduk
bersila dan mengatur napas, mempergunakan sin-kang untuk
menyembuhkan luka pukulan. Di samping usaha ini, ia pun menelan
tiga butir pel merah peninggalan Kwa Siucai, pel itu manjur sekali,
apalagi ditambah oleh pengerahan hawa dalam tubuh, maka
sebentar saja kesehatannya sudah pulih kembali. Setelah merasa
dadanya tidak sakit lagi, Sin Hong mulai memutar otaknya,
mengenangkan kembali apa yang telah dilihat dan didengarnya tadi.
Tak salah lagi, yang menyaru sebagai Gong Lam dan yang
memperisteri Soan Li tentu Kong Ji orangnya. Dahulu ketika
601
diserang oleh Kong Ji, ia melihat betapa Soan Li menyebut "Lam-ko"
kepada Kong Ji dan sikap Soan Li amat mesra. Tak salah lagi aku
harus mencari Kong Ji dan menyeretnya di depan gihu, memaksa
dia mengaku. Demikian Sin Hong berpikir dan mengambil keputusan
dengan hati gemas. Sayang ia masih belum dapat menentukan
siapa orangnya yang telah merusak namanya, yang telah
mempergunakan nama Wan Sin Hong untuk melakukan perbuatanperbuatan
terkutuk. Sayang sekali dulu ia tidak dapat mcnangkap
wanita yang dijadikan alat oleh musuh gelapnya itu. Sayang ia tidak
dapat mengenal wajah wanita itu, karena ketika hendak
ditangkapnya, keadaan tidak begitu terang dan wanita itu agaknya
sengaja menyembunyikan mukanya. Teringat akan wanita yang
hendak ditangkapnya di tengah malam itu, terbayanglah wajah Hui
Lian dan tiba-tiba Sin Hong nampak berduka sekali.
-oo0mch-dewi0oo-
Jilid XXII
TIDAK hanya gadis itu yang menganggap jahat bahkan ayahbunda
gadis itu pun menuduh ia melakukan perbuatan yang jahat.
Mereka semua membencinya! Hatinya menjadi panas. Baiklah, biar
kelak mereka lihat bahwa mereka semua itu bodoh dan salah
sangka. Biarlah mereka semua lihat bahwa Wan Sin Hong bukanlah
seorang jahat seperti yang mereka kira, dan pada suatu hari ia akan
memperlihatkan siapa dia sebenarnya, orang macam apa! Dengan
pikiran yang memanaskan hatinya ini, Sin Hong melompat berdiri
dan di lain saat ia telah lari seperti terbang cepatnya, memulai
perjalanannya untuk menangkap Kong Ji dan menangkap orang
yang merusak namanya.
-oo0mch-dewi0oo-
Serombongan orang naik ke Bukit Luliang-san. Mereka ini terdiri
dari seorang wanita dan tiga orang laki-laki. Melihat cara mereka
berlari cepat mendaki gunung itu mudah diketahui bahwa mereka
adalah ahli-ahli silat kelas tinggi yang memiliki kepandaian lihai.
602
Orang takkan merasa aneh kalau sudah melihat dan mengenaI
mereka karena mereka itu bukan lain adalah Liok Kong Ji, Ba Mau
Hoatsu, Giok Seng Cu dan Nalumei. Memang Kong Ji sudah
memesan kepada Ba Mau Hoatsu dan Giok Seng Cu untuk
mengadakan pertemuan di Gunung Luliang-san.
Sebagaimana telah dituturkan di bagian depan, Kong Ji
menyuruh Ba Mau Hoatsu dan Giok Seng Cu pergi mencari Seethian
Tok-ong untuk mengadakan hubungan dan kalau mungkin
menarik See-thian Tok-ong untuk bekerja sama mencari kedudukan.
Adapun Kong Ji sendiri diam-diam mengikuti perjalanan Sin Hong,
dan dia pula yang sudah mengatur agar Soan Li keluar pada saatnya
untuk membunuh Sin Hong. Dia pula yang muncul untuk membantu
Hui Liang dalam menghadapi Sin Hong dan pada waktu itu, Giok
Seng Cu dan Ba Mau Hoatsu belum meninggalkannya. Selelah kedua
kakek ini pergi dan Kong Ji bersama Nalumei melanjutkan siasat -
mereka menyeret nama Sin Hong ke dalam lumpur kehinaan.
Semua peristiwa telah dituturkan di bagian depan dan kiranya tidak
sukar diduga bahwa semua pengalaman Sin Hong itu sudah diatur
oleh Kong Ji yang licin dan cerdik sekali.
Kemudian, setelah melihat Sin Hong membawa lari Soan Li, Kong
Ji menjadi menyesal sekali. Diam-diam dia merasa sayang, karena
selain Soan Li merupakan senjata yang ampuh untuk menjadi bukti
akan kejahatan Sin Hong, juga ia telah merasa suka kepada bekas
sucinya itu. Bahkan ia tahu bahwa Soan Li telah mengandung dan
betapapun juga, ia merasa khawatir akan keselamatan Soan Li.
Andaikata ia tidak menaruh kasihan kepada Soan Li setidaknya ia
memikirkan keadaan anak keturunannya yang dikandung oleh Soan
Li.
"Sin Hong terlalu lihai," pikirnya, "kiranya aku sendiri tak dapat
menangani kalau bertempur dengan dia." Timbul khawatirannya dan
teringatlah ia akan kitab yang dulu pernah dilihatnya di dasar jurang
di puncak Luliang-san, kitab peninggalan Pak Kek Siansu. Oleh
karena itu ia lalu pergi ke Luliang-san bersama Nalumei, bukan
hanya untuk mengambil kitab, juga untuk mengadakan pertemuan
dengan Giok Seng Cu dan Ba Mau Hoatsu.
603
Pada waktu itu, Kong Ji telah menjadi seorang tokoh yang
banyak kaki tangannya. Ia telah menjadi seorang kaya dan dengan
harta curiannya ia telah dapat memikat hati banyak orang kang-ouw
di dunia, tentu saja orang-orang yang lemah. Pembantupembantunya
banyak sekali dan boleh dibilang di setiap kota besar
dan dusun yang ramai, ia menaruh orangnya untuk memata-matai
gerak gerik orang yang ia anggap berbahaya.
Setelah ia meninggalkan pesan bagi para pembantunya untuk
mengawasi gerak-gerik Sin Hong dan orang-orang yang
dianggapnya musuh seperti Go Ciang Le seanak isteri, Cam-kauw
Sin-kai dan semua anggauta Hek-kin-kaipang, juga Lie Bu Tek,
barulah Kong Ji pergi ke Luliang-san bersama Nalumei. Taklupa ia
mengirim utusan menyusul Giok Seng Cu dan Ba Mau Hoatsu, minta
kepada mereka untuk cepat pergi ke Luliang-san.
Berbeda dengan Kong Ji yang melakukan perjalanan seenaknya
bersama Nalumei, sekalian berpesiar bersama kekasihnya ini yang
sudah banyak berjasa membantunya. Giok Seng Cu dan Ba Mau
Hoatsu melakukan perjalanan secepatnya begitu mendengar pesan
Kong Ji. Maka tidak mengherankan apabila empat orang ini dapat
bertemu di kaki Bukit Luliang-san.
"Syukur Jiwi Suhu sudah datang!" Kong Ji menyambut gembira.
"Bagaimana hasilnya? Sukakah See-thian Tok-ong bekerja sama?"
"Orang seperti See-thian Tok-ong tidak mudah diajak berunding,"
Kata Giok Seng Cu. "Bahkan hampir saja ia membunuhku dan tidak
mau melupakan urusan lama. Baiknya ada Ba Mau Hoatsu yang
menyabarkan hatinya dan dapat menuturkan maksud kedatangan
kami. Akhirnya mau juga ia mendengar kata-kata kami.”
"Bagaimana? Sukakah dia?"
Ba Mau Hoatsu menggeleng kepalanya. "Sukar membujuknya.
Dia tentu saja tidak mau membantu sebelum melihat segi-segi
kebaikannya untuk dirinya sendiri. Dia seorang yang biasa berkuasa
mana dia suka menurut kepada bekas muridnya sendiri?"
Merah wajah Kong Ji. "See-thian Tok-ong manusia keparat
sombong! Apa dia kira aku takut menghadapinya?"
604
"Bukan begitu, Liok-sicu. Dia tidak mengucapkan kata-kata
menghina, hanya dia nyatakan bahwa kelak pada waktu pemilihan
Bengcu, dia akan hadir dan akan melihat gelagat. Banyak
kemungkinan dia dapat bekerja sama dengan kita demikian
janjinya."
Kong Ji merasa puas. Biarpun belum pasti, akan tetapi dengan
adanya janji ini, berarti ia telah menarik Pihak See-thian Tok-ong
sebagai kawan, karena memang sesungguhnya bukan hal yang
amat baik kalau menjadikan tokoh barat itu sebagai lawan.
"Kalau begitu mari kita untuk sementara ini, selagi masih ada
waktu beberapa bulan, kita beristirahat di puncak Luliang-san untuk
memperdalam ilmu silat. Kita menghadapi pertentangan besar dan
berat kelak di puncak Ngo-heng-san."
Kedua orang kakek itu setuju, oleh karena memang mereka tahu
bahwa Luliang-san adalah tempat yang amat indah dan amat baik
untuk bertapa dan untuk memperdalam ilmu silat. Kalau tidak
demikian, tak mungkin mendiang Pak Kek Siansu memilih tempat di
situ. Gunung itu memiliki banyak puncak yang indah dan di
antaranya yang paling indah adalah bekas tempat kediarnan Pak
Kek Siansu, yakni Jeng-in-thia (Ruang Awan hijau).
Kong Ji bersama Nalumei menempati Jeng-in-thia dan dia tidak
membuang waktu sia-sia segera ia berusaha menuruni jurang di
puncak Jeng-in-thia. Akan tetapi, melihat jurang demikian curam
hingga tidak nampak dasarnya, ia menjadi ngeri. Dicarinya akal,
namun sia-sia belaka.
"Jurang macam ini tak mungkin dituruni dengan jalan biasa,"
kata Nalumei, gadis utara yang sudah biasa dengan jurang-jurang
yang amat curam.
"Memang betul katamu," jawab Ko Ji, "Dahulu aku pernah
menuruninya akan tetapi, dengan pertolongan seekor burung
rajawali." Dengan singkat ia lalu menceritakan pengalamannya
dahulu ketika mengunjungi puncak ini bersama See-thian Tok-ong,
"sayang burung itu telah kutewaskan. Tanpa bantuan burung itu,
agaknya sukar sekali untuk mengambil kitab itu."
605
"Akan tetapi, kurasa pasti ada jalan tembusan yang menuju ke
gua itu. Kalau tidak demikian, bagaimana Pak Kek Siansu menaruh
dan menyimpan kitab dan pedang di tempat itu?" kata Nalumei.
Kong Ji yang juga mempunyai kecerdikan luar biasa, sudah
mempunyai dugaan seperti itu, maka bersama Nalumei menyelidiki
keadaan puncak itu. Sampai hampir dua bulan ia menyelidiki setiap
hari, melakukan usaha dengan diam-diam dan tidak memberi tahu
kepada Giok Seng Cu atau Ba Mau Hoatsu, akan tetapi mereka
bukan orang-orang bodoh. Kedua orang kakek ini mengerti akan
kehendak Kong Ji mendatangi bukit itu, maka diam-diam mereka
berdua juga memasang mata. Bahkan di luar tahu Kong Ji,
keduanya berjanji hendak bekerja sama membiarkan pemuda itu
mencari kitab dan kalau sudah dapat mereka akan merampasnya
bersama. Kedua orang kakek ini tunduk kepada Kong Ji hanya
karena terpaksa dan kalah kepandaian. Dalam diri Kong Ji mereka
melihat tenaga bantuan yang amat kuat yang akan melindungi
mereka dari musuh-musuh lain, dan yang mungkin akan dapat
mengangkat derajat mereka di tempat tinggi. Akan tetapi, kalau ada
kitab peninggalan Pak Kek Siansu yang akan membuat mereka
memiliki kepandaian tertinggi di kolong langit, tentu saja mereka
akan berusaha merampasnya dan tidak sudi lagi diperintah oleh
pemuda itu!
Demiklanlah, masing-masing bersiap demi kepentingan sendiri,
dan kadang- kadang kedua orang kakek itu mengunjungi Kong Ji di
Jeng-in-thia, bersikap seolah-olah tidak tahu apa-apa tentang usaha
Kong Ji mencari jalan tembus ke tempat penyimpanan kitab.
Akhirnya Kong Ji dapat juga menemukan terowongan yang
menuju ke gua dasar 'jurang. Hal ini terjadi secara kebetulan saja.
Karena sia-sia mencari sampai berbulan-bulan, kesabarannya habis
dan Kong Ji mulai marah-marah. Di dalam gua di mana terdapat
tempat tidur Pak Kek Siansu, ia memaki-maki kakek yang sudah
meninggal itu yang dikatakannya penipu dan pembohong besar.
Kemudian ia mencabut pedang Pak-kek Sin kiam dan dengan marah
ia mengamuk. Seperti orang gila ia membacok-bacok pembaringan
itu sampai tanpa disengaja pedang di tangannya membacok palang
besi rahasia yang mengganjal di belaka pembaringan.
606
Terdengar suara berkerotokan dan ribut-ribut di belakang tempat
tidur. Kong ji terkejut dan memandang penuh keheranan. Kemudian
ia memanggil Nalumei yang menanti di luar gua. Wanita ini telah
kenal baik akan watak Kong Ji yang kadang-kadang seperti iblis,
maka ia pun tidak peduli ketika Kong Ji mengamuk dan merusak
kamar gua itu. Mendengar panggilan Kong Ji, ia cepat berlari masuk
dan bukan main girangnya ketika ia bersama Kong Ji melihat sebuah
pintu rahasia terbuka dan bergerak di belakang pembaringan!
"Ah, inilah pintu rahasianya!" kata Kong Ji sambil melompat dan
mendorong dengan tangannya yang kuat. Pintu terdorong dan
terbukalah jalan terowongan. Kong Ji yang sudah tak sabar lagi
melompat masuk, akan tetapi tiba-tiba legannya dipegang oleh
Nalumei.
"Perlahan dulu! Bagaimana kalau nanti kedua orang tua itu
datang mencari kita?"
Kong Ji menengok, tersenyum dan menowel pipi Nalumei. "Kau
manis, hampir aku lupa." Ia lalu berlari cepat turun dari puncak dan
mencari dua orang kakek itu di lereng. Setelah bertemu ia berkata.
"Jiwi Suhu, waktu untuk berkumpul di Ngo-heng-san sudah
hampir tiba, sekarang satu setengah bulan lagi. Oleh karena itu,
kurasa lebih baik Jiwi Suhu turun gunung lebih dulu untuk
mengumpulkan kawan-kawan kita yang akan memperkuat dan
memperbanyak suara di sana. Juga penting sekali mencoba lagi
untuk menarik See-thian Tok-ong di pihak kita."
"Dan kau sendiri, apakah tidak turun gunung, Sicu? " tanya Ba
Mau Hoatsu sedangkan Giok Seng Cu pura-pura tidak
mengacuhkan, akan tetapi sebetulnya ia menaruh perhatian besar
dan merasa amat bercuriga.
"Aku dan Nalumei akan menyusul kemudian. Nalumei agak
kurang enak badan, harus beristtrahat beberapa hari lagi baru dapat
berangkat. Harap Jiwi suka berangkat lebih dulu mengatur
persiapan," kata Kong Ji.
Dua orang kakek itu menyatakan baik lalu berkemas dan pergi
turun gunung. Kong Ji cepat kembali ke gua di mana Nalumei
menanti dengan tak sabar lagi. Dalam hal ini Kong Ji berlaku
607
sembrono dan ia sudah menaruh kepercayaan besar kepada dua
orang kakek itu. Padahal Giok Seng Cu dan Ba Mau Hoatsu
sebetulnya tidak terus turun gunung, melainkan berhenti, berunding
kemudian keduanya secara diam-diam naik lagi ke puncak melalui
lereng lain!
Dengan hati berdebar Kong Ji dan Nalumei mengikuti jalan
terowongan yang amat panjang dan gelap. Kong Ji berjaIan di
depan dan Nalumei memegang ujung bajunya di belakang,
sedangkan Kong Ji bersiap sedia dengan pedang di tangan menjaga
kalau-kalau ada serangan dari depan. Jalan terowongan itu berlikuliku
dan kadang-kadang menurun, karena gelap maka rasanya jauh
sekali dan seakan-akan tiada habisnya.
Akhirnya mereka melihat cahaya dan tak lama lagi keluarlah
mereka dari terowongan dan tiba di tempat yang indah sekali, yakni
di lereng gunung Luliang-san, lereng tersembunyi, tempat indah
yang dulu menjadi tempat kediaman Wan-Sin Hong. Kong ji
mengenaI tempat ini dan segera ia berlari mencari gua tempat
penyimpan kitab peninggalan Pak-Kek Siansu.
"Di sinilah tempatnya!" katanya berkali-kali ke arah sebuah batu
besar yang menutup mulut gua. Kong ji kelihatan gembira sekali
dan tegang sehingga tidak memperhatikan keadaan lain di
sekitarnya.
Ketika ia tidak mendengar jawaban Nalumei, ia menengok dan
melihat wajah kekasihnya itu pucat sekali.
"Kau kenapa?" tanyanya heran.
Nalumei menggeleng-geleng kepalanya. "Mungkin aku agak
pening setelah melalui terowongan yang gelap tadi. Baru saja aku
seperti melihat berkelebatnya bayangan orang!"
Kong Ji melirik ke kanan kiri. "Tak mungkin, kalau kau sampai
dapat melihat mengapa aku tidak? Setidaknya tentu aku mendengar
kalau ada orang bergerak.”
Memang Kong Ji amat mengandalkan kepandaiannya sendiri dan
tidak memandang mata kepada orang lain.
608
Nalumei tak berkata apa-apa lagi, melainkan ikut dengan Kong Ji
yang sudah menghampiri batu besar yang menutup mulut gua.
Dengan tenaga Tin-san-kang yang sudah sempurna, sekali dorong
saja batu itu menggelinding ke samping. Tenaga Kong Ji benarbenar
jauh bedanya dengan dulu ketika ia turun di tempat ini
bersama burung rajawali. Dulu ia harus mengerahkan tenaga untuk
nenggeser batu, sekarang ia merasa amat mudah menggulingkan
batu itu.
Dengan senyum bangga ia melangkah masuk diikuti oleh Nalumei
yang berjaIan di belakangnya. Kong Ji berlari, tak sabar lagi.
Alangkah girangnya ketika dari jauh ia sudah melihat peti itu, masih
seperti dulu terletak di dalam kamar gua. Dihampirinya peti itu,
dibukanya tutupnya dan dengan girang ia mengambil kitab kuno
yang terdapat di dalam peti. Sambil tertawa-tawa ia membaca huruf
huruf yang menghias sampul kitab, yang berbunyi, PAK KEK SIN
CIANG HOAT PIT KIP.
"Mari kita memeriksa isinya di luar, di sini terlalu gelap," Kata
Kong Ji pada Nalumei yang mendekat-dekat untuk ikut membaca.
Mereka berjalan sambil tertawa-tawa keluar dari gua, seperti dua
orang anak kecil mendapatkan mainan baru yang menarik.
"Aku akan menjagoi dunia, aku akan menundukkan dunia kangouw.
Ha, ha, ha, tunggu sebentar lagi kau Sin Hong. Aku akan
membekuk batang lehermu scperti kucing menangkap tikus. Ha, ha!'
Kong Ji tertawa bergelak dan suara ketawanya bergema
menyeramkan karena ia masih berada di dalam gua.
Setelah tiba di luar gua, Kong Ji cepat-cepat membalik-balik
lembaran kitab dan matanya terbentur lalu terpaku pada hurufhuruf
besar di lembaran pertama. Mukanya menjadi pucat. Nalumei
yang belum lama mempelajari huruf-huruf dari Kong Ji, membaca
tulisan itu lambat-lambat.
"Liok Kong Ji, apakah kau mau menjadi ahli sejarah?" Demikian
bunyi huruf huruf itu ketika dibaca oleh Nalumei.
Kong Ji cepat membalik-balik lembaran berikutnya dan sekali
pandang saja, tahulah ia bahwa buku itu adalah sejarah kuno, dan
hanya disampulnya saja ditulis bahwa kitab itu adalah kitab ilmu
609
silat! Ia telah ditipu orang! Siapa yang telah menipunya? Dan siapa
dia yang telah tahu bahwa kitab itu akan terjatuh di tangannya
sehingga berani menuliskan kalimat yang mengejeknya itu?
"Bedebah!" Kong Ji memaki sambil membanting kitab itu ke atas
tanah.
Tiba-tiba terdengar suara ketawa dari jauh, seakan-akan
menjawab makian dan kemarahan Kong Ji, seakan-akan
mentertawakannya. Kemudian suara ketawa itu diikuti oleh
bentakan-bentakan dan suara orang bertempur. Kong Ji terkejut
mendengar suara Giok Seng Cu dan Ba Mau Hoatsu, maka cepat ia
melompat dan berlari cepat menuju ke tempat ribut-ribut itu yang
agaknya timbul dari balik gunungan batu.
Ketika ia mengitari gunungan itu muncul di belakangnya, ia
melihat Giok Seng Cu merintih-rintih dan sedang merayap bangun.
Sedangkan Ba Mau Hoatsu yang tinggi besar itu tengah bertempur
melawan seorang pemuda yang bukan lain adalah Wan Sin Hong!
Sepasang roda dari Ba Mau Hoatsu telah terlempar jauh dan pada
saat Kong ji muncul Ba Mau Hoatsu telah terdesak hebat tiba-tiba
hwesio tinggi besar ini menggerakkan kedua tangannya dan
memukul kepala Sin Hong dengan kedua tangan itu dengan sekuat
tenaga. Agaknya ia sudah berlaku nekat karena maklum takkan
menang menghadapi pemuda aneh ini. Sin Hong mengeluarkan
suara mengejek, kedua tangannya bergerak dan di lain saat kedua
tangannya itu telah menangkap dua pergelangan lengan Ba Mau
Hoatsu.
"Pendeta keparat yang keji, bersiaplah menghadap Ayah
Bundaku untuk menebus dosamu!" terdengar Sin Hong berkata dan
pemuda itu mengerahkan sin-kangnya melalui jari-jari tangannya.
Tiba-tiba Ba Mau Hoatsu membelalakkan matanya, mengeluarkan
pekik menyeramkan sekali, tubuhnya seperti kaku dan rasa sakit
menjalar dari pergelangan tangan, terus menembus jantung dan isi
perutnya! Sin Hong membentak keras dan tubuh yang tinggi besar
dari hwesio itu telah diangkatnya di atas kepala, lalu dibanting.
"Brukkk!" Ba Mau Hoatsu terguling-guling akan tetapi sudah tak
dapat mengeluarkan suara lagi, karena sebelum diangkat dan
dibantingpun ia sudah tewas. Dengan tenaga dalam yang
610
mengerikan hanya menggencet pergelangan lengan, Sin Hong
sudah dapat menewaskan hwesio kosen ini, hwesio yang menjadi
pembunuh ayah bundanya, yang baru sekarang ia dapat
membalasnya.
Ketika Sin Hong memandang ke depan, ternyata Giok Seng Cu,
juga Kong Ji dan Nalumei telah lenyap dan situ, Sin Hong mengejar
ke dalam terowongan, akan tetapi tiba-tiba menyambar batu-batu
besar yang disambitkan dari dalam. Sambitan ini dilakukan oleh
orang-orang yang bertenaga besar, maka tentu saja amat
berbahaya dan terpaksa Sin Hong tidak dapat mendesak terus. Di
dalam terowongan yang demikian gelap dan berbahaya, tentu saja
ia tidak berdaya dan kalau ia nekat mendekati musuh- musuhnya ia
mungkin akan terkena celaka oleh serangan gelap.
Bagaimanakah tahu-tahu Giok Seng Cu dan Ba Mau Hoatsu dapat
bertempur dengan Sin Hong? Mari kita mundur sebentar. Seperti
telah dituturkan di bagian depan, Sin Hong yang marah besar
mencari jejak Kong Ji, ingin sekali ia menangkap Kong Ji dan
menyeretnya ke depan Soan Li untuk membuat pengakuan.
Akhirnya ia mendengar bahwa Kong Ji berada di Luliang-san. Ia
menjadi girang sekali, karena ia tahu apa kehendak Kong Ji ke
Luliang-san. Tentu akan mengambil kitab peninggalan Pak Kek
Siansu, pikirnya. Oleh karena itu, dia diam ia mengejar ke puncak
Luliang-san. Sambil bersembunyi ia mendapat kenyataan bahwa
biarpun di puncak Lulian-san, ternyata Kong Ji belum mendapat
tempat rahasia untuk masuk ke dalam jurang. Ia menanti dengan
sabar sampai tiba saatnya Kong Ji mendapatkan terowongan itu.
Dengan kepandaiannya Sin Hong mendahului masuk ke dalam
jurang dengan bantuan akan-akar seperti dahulu pernah ia lakukan
ketika membawa gihunya ke dalam jurang. Dengan cepat ia lalu
menuliskan kalimat di lembar pertama dari kitab sejarah yang
sengaja ia taruh di situ menggantikan kitab ilmu silat peninggalan
Pak Kek Siansu yang sebenarnya ia bakar habis.
Setelah itu, ia mengintai dari luar guha dan melihat betapa Kong
Ji kecele. Pada saat itu ia melihat Ba Mau Hoatsu dan Giok Seng Cu
muncul dari terowongan. Bukan main girang hati Sin Hong melihat
musuh besarnya, Ba Mau Hoatsu, orang yang sudah membunuh
ayah bundanya. Saking girangnya ia tertawa bergelak, sebagian
611
untuk mentertawakan dan mengejek Kong Ji, sebagian pula untuk
menyatakan kegirangan hatinya mendapat kesempatan bertemu
dengan musuh besarnya.
Giok Seng Cu dan Ba Mau Hoatsu ketika melihat munculnya Sin
Hong secara tiba-tiba menjadi kaget sekali. Seperti telah kita
ketahui, dua orang kakek ini diam-diam memasuki terowongan
mengikuti Kong Ji, bermaksud untuk merampas kitab peninggalan
Pak Kek Siansu apabila benar-benar terdapat di tempat rahasia itu.
Tak mereka sang sangka bahwa mereka akan bertemu dengan Sin
Hong di tempat itu. Giok Seng Cu sudah pernah merasai kelihaian
Sin Hong, maka ia merasa agak gentar amat kaget. Sebaliknya, Ba
Mau Hoatsu yang mengenaI Sin Hong sebagai bocah tolol yang dulu
dijadikan kuda oleh Gak Soan Li, memandang rendah dan tidak
senang karena dianggapnya pemuda ini merupakan gangguan.
"Tolol, apa kerjamu di sini?" serunya dan cepat Ba Mau Hoatsu
menendang ke arah perut Sin Hong dengan maksud sekali tendang
menewaskan pemuda itu agar selanjutnya jangan menjadi
gangguan. Akan tetapi, di lain saat tubuhnya terlempar dan jatuh
berdebuk di atas tanah. Ia terkejut bukan main. Ketika menghadapi
tendangan tadi, Sin Hong hanya menggerakkan tangan, menyambut
kakinya yang menendang lalu mendorong dan Ba Mau Hoatsu,
tokoh Tibet yang ditakuti banyak orang, terlempar dan terjengkang!
Sambil mengeluarkan gerengan marah Ba Mau Hoatsu
mengambil senjatanya yang lihai, yakni sepasang roda. Melihat Ba
Mau Hoatsu hendak menyerang dengan senjatanya yang lihai, Giok
Seng Cu merasa malu untuk tinggal diam. Apalagi ia melihat Ba Mau
Hoatsu bersenjata dan ia tahu pula akan kelihatan kawan ini, maka
ia pikir mustahil kalau mereka berdua tak mampu menewaskan
bocah aneh ini. Maka otomatis ia pun melompat dekat dan
berbareng pada saat Ba Mau Hoatsu menyerang dengan sepasang
roda ke arah kepala Sin Hong, Giok Seng Cu juga mengirim
serangan pukulan Tin-san-kang ke arah dada pemuda itu.
Serangan ini bukan main hebatnya. Sepasang roda dari Ba Mau
Hoatsu bagaikan dua ekor garuda liar menyambar-nyambar dari
atas dan sekali saja kepalanya terkena pukulan roda, pasti akan
pecah dan isi kepala berantakan. Apalagi pukulan yang dilakukan
612
oleh Giok Seng Cu. Dia ini adalah pencipta Ilmu Pukulan Tin-sankang
yang mempunyai tenaga ribuan kati, maka dapat dibayangkan
betapa dahsyatrrya. Baru angin pukulannya saja sudah mampu
merobohkan seorang ahli silat kenamaan.
Akan tetapi Sin Hong yang juga maklum bahwa menghadapi dua
orang tokoh besar ini maju bersama, bukanlah hal yang ringan. Ia
berlaku cerdik. Melihat betapa sepasang roda dari Ba Mau Hoatsu
amat ganas, ia cepat berkelebat dan sekali melompat ia telah
menjauhi Ba Mau Hoatsu dan berada di depan Giok Seng Cu. Pada
saat itu, kakek rambut panjang ini tengah melakukan pukulan Tinsan-
kang dan sambil melompat Sin Hong berpoksai membuat salto
sehingga hawa pukulan itu lewat di bawah tubuhnya dan ia telah
mendahului Giok Seng Cu, mengirim pukulan balasan dari udara
sebelum kakek itu menarik kembali tangannya.
Giok Seng Cu mengeluarkan teriakan kaget. Cepat ia menangkis
dengan tangan kiri, namun terlambat. Gerakan pemuda itu terlalu
cepat dan tidak terduga datangnya, maka lehernya telah terkena
hawa pukulan dari atas dan ia menderita luka dalam dada. Ia
terhuyung dan roboh, mengeluh dan merintih-rintih karena pukulan
yang dilakukan oleh Sin Hong tadi benar-benar luar biasa kuatnya.
Setelah merobohkan. Giok Seng Cu, Sin Hong menghadapi Ba
Mau Hoatsu. Dua kali tangannya tergerak, terdengar suara keras
dan sepasang roda dari Ba Mau Hoatsu telah kena ia patahkan
dengan pukulan tangan. Sepasang roda itu terlempar ke atas tanah
dan Ba Mau Hoatsu menjadi pucat. Hwesio tinggi besar ini tidak
melihat jalan keluar, maka ia berlaku nekat dan menyerang Sin
Hong dengan tangan kosong.
Selanjutnya Ba Mau Hoatsu tewas di tangan Sin Hong seperti
telah diceritakan di depan. Akan tetapi, ternyata Kong Ji berlaku
amat cerdik. Melihat betapa Giok Seng Cu terluka dan Ba Mau
Hoatsu sudah didesak hebat oleh Sin Hong, Kong Ji lalu menyeret
tubuh Giok Seng Cu, bersama Nalumei ia melarikan diri keluar dari
tempat itu melalui terowongan. Ketika Sin Hong mengejar ia
menghujani pemuda itu dengan batu-batu karang dari tempat
gelap. Juga Nalumei membantunya menyambitkan batu-batu ke
arah Sin Hong sehingga Sin Hong terpaksa mundur kembali. Dengan
613
cepat Kong Ji mengajak Nalumei dan Giok Seng Cu keluar,
kemudian ia menutup gua atau kamar di mana terdapat pintu
rahasia terowongan itu dengan batu karang yang besar. Tidak
hanya satu atau dua buah saja, akan tetapi puluhan banyaknya.
Dengan bantuan Nalumei, kemudian Giok Seng Cu yang sudah
mengatur napas dan mengobati lukanya juga membantu. Kong Ji
mematikan jalan keluar terowongan itu dengan menimbun batubatu
karang yang amat banyak. Tak mungkin orang dapat
membongkar batu-batu karang yang ditumpuk-tumpuk itu dari
dalam terowongan dan kiranya Sin Hong takkan dapat keluar dari
dasar jurang itu kalau tidak ada orang yang menolongnya dari luar!
Kong Ji tertawa bergelak. "Ha, ha, Sin Hong, sekarang kau telah
dikubur hidup-hidup! Giok Seng Cu Suhu, sakit hatimu karena
terluka olehnya sudah balas. Dia tentu akan mampus kelaparan,
atau kalau tidak, dia akan menjadi penghuni dasar jurang itu selama
hidupnya. Ha, ha, ha!"
"Sayang Ba Mau Hoatsu tewas...." hanya ini yang dapat
diucapkan oleh Giok Seng Cu karena ia sedang memutar otak untuk
menghadapi kecurigaan Kong Ji. Akhirnya yang dikhawatirkan itu
terbukti juga, karena tiba-tiba Kong Ji menghentikan suara
ketawanya dan dengan pandang mata tajam ia bertanya,
"Aku masih merasa heran dan tidak mengerti mengapa jiwi Suhu
yang kusangka sudah turun gunung seperti yang kita rencanakan,
tahu-tahu bisa berada di tempat itu?"
Baiknya Giok Seng Cu telah lebih dulu mencari alasan, maka
tanpa ragu-ragu dan tidak gugup sedikitpun juga ia menjawab,
"Baru saja aku dan Ba Mau Hoatsu hendak turun gunung, di jalan
kami melihat berkelebatnya bayangan orang. Kami mengejar dan
orang itu memasuki pintu rahasia di terowongan ini. Kami mengejar
terus sampai di bawah dan di sanalah kami disambut oleh Wan Sin
Hong. Kau turun ke sana hendak apakah Aha, aku ingat sekarang,
tentu untuk mengambil kitab peninggalan Pak Kek Siansu, bukan?"
Kong jl teringat akan kitab yang telah dipalsu, maka ia merasa
mendongkol sekali kepada Sin Hong, hanya mengangguk. Akan
614
tetapi Giok Seng Cu tentu saja tidak puas dengan jawaban ini, lalu
mendesak.
"Sudah kaudapatkankah? Boleh melihat sebentar kitab
peninggalan Supek itu?"
Kong Ji cemberut. "Kitab apa? Bangsat itu tiada guna. Aku telah
dipermainkan olehnya Si bedebah. Akan tetapi dia sudah dikubur
hidup-hidup, puas sudah!"
"Apa...? Bagaimana...?" Giok Seng Cu memandang ragu dan
curiga, akan tetapi matanya yang tajam dan berpengalaman itu
memang sudah tahu bahwa Kong Ji keluar dari tempat itu tidak
membawa kitab.
"Apakah Suhu begitu bodoh hingga tidak dapat menduga? Dari
mana bangsat Wan Sin Hong itu mendapatkan kepandaiannya yang
tinggi. Siapa gurunya? Bukankah semua itu kesalahan Suhu
semula?"
Giok Seng Cu berubah air mukanya. “Kesalahanku? Apa
maksudmu?"
Kong Ji mengejek dengan nada suara kurang ajar. "Kalau Suhu
dahulu tidak melemparkan Sin Hong ke dalam jurang dari puncak
Jeng-in-thia, bagaimana bocah itu bisa mewarisi kitab dari Pak Kek
Siansu?"
Giok Seng Cu melengak. Kini tahulah ia mengapa tadi dalam
pertempuran hanya Ba Mau Hoatsu yang ditewaskan oleh Sin Hong
dan dia diampuni. Ini tadinya ia heran benar, akan tetapi sekarang
baru ia ingat bahwa mungkin sekali Sin Hong mengampuninya
karena dialah yang sesungguhnya berjasa. Kalau dia dahulu tidak
melemparkan Sin Hong ke dalam jurang, bagaimana bocah itu bisa
menjadi seorang demikian sakti?"
"Akan tetapi sudahlah, sekarang Sin Hong tak mungkin dapat
keluar dari kuburannya," kata Kong Ji. "Biarpun Ba Mau Hoatsu
sudah tewas akan tetapi dengan kawan-kawan lain kita pasti akan
berhasil dalam cita-cita kita. Apalagi kalau See-thian Tok-ong dapat
didekati, siapa yang dapat melawan kita? Suhu mari bawa aku
615
menemui See-thian Tok- ong, biar aku sendiri yang bicara dengan
dia."
Berangkatlah tiga orang itu. Kong Ji, Giok Seng Cu, dan Nalumei
menuruni Gunung Luliang-san, meninggalkan Sin Hong yang
terpendam hidup-hidup di dalam jurang. Setibanya di kaki gunung
Kong ji berkata kepada Nalumei,
"Nalumei,........ kekasihku......... Sekaranglah waktunya kawankawan
dari utara bersiap sedia. Pemilihan bengcu di Ngo-beng-san
sudah dekat waktunya, kita perlu menyiapkan bantuan. Lebih baik
kau sekarang juga pergi ke utara dan membawa pasukan bantuan
kita ke Ngoheng-san. Biar kita berjumpa di sana."
Nalumei tidak membantah karena memang inilah cita-citanya.
Memimpin Suku bangsa yang masih setia kepadanya untuk mencari
kedudukan dan kalau mungkin kelak menumpas pasukan yang
dipimpin oleh Temu Cin sebagai pembalasan dendam. Juga karena
Ngo-heng-an letaknya di sebelah utara, maka dua tempat dimana ia
akan bertemu dengan suku bangsanya tidak jauh lagi, hanya
kembali ke selatan beberapa ratus li saja. Dari kaki Gunung Luliangsan
itu, berpencarlah mereka. Nalumei seorang diri menuju ke
utara, adapun Kong Ji dan Giok Seng Cu menuju ke barat untuk
mencari See thian Tok-ong dan mengumpulkan kawan-kawan, yakni
orang-orang kang-ouw yang sudah menjadi kaki tangan Kong Ji.
-oo0mch-dewi0oo-
Pada masa itu, kerajaan bangsa Kin sudah hampir runtuh.
Kekuasaannya sudah mulai menyuram. Banyak gubernur propinsipropinsi
di bagian selatan sudah memberontak, berdiri sendiri dan
tidak lagi mengakui kekuasaan Kerajaan Kin. Namun, di kota raja
sendiri, kerajaan ini masih berdiri karena terjaga kuat oleh bala
tentara Kin yang memang tadinya merupakan pasukan-pasukan
gagah perkasa dan kuat sekali. Pemberontakan rakyat yang tiada
hentinya semenjak barisan Kin menguasai Tiongkok, hanya dapat
bergerak di luar kota raja saja.
Keluarga Kerajaan Kin sudah dapat meraba dan menduga bahwa
kekuasaan mereka takkan dapat bertahan lama lagi. Oleh karena
616
itu, para pangeran dan bangsawan yang tadinya memegang Jabatan
di daerah-daerah luar kota raja telah sama berkumpul atau
mengungsi di kota raja memperkuat kedudukan di kota pusat itu.
Oleh karena para bangsawan ini meninggalkan daerah sambil
membawa harta benda, maka keadaan di kora raja makin ramai
saja. Perdagangan makin menjadi dan keadaan kota makin mewah.
Penjagaan kota amat kuat. Mata-mata yang diambil dari barisan
pengawal disebar di seluruh kota, memeriksa dan menyelidiki siapa
saja yang dicurigai juga ahli-ahli silat kelas tinggi yang menjadi
pengawal-pengawal istana dan pengawal pribadi kaisar, berkumpul
di istana setiap saat siap waspada menjaga keselamatan keluarga
raja.
Kini setiap bangsawan gelisah. Berita tentang gerakan Temu Cin
yang memimpin bangsa Mongol di utara sudah terdengar oleh
mereka. Ancaman dari selatan masih di ambang pintu, kini dari
pintu belakang datang pula ancaman yang lebih mengerikan lagi.
Setelah bahaya mengancam dari mana-mana, barulah kaisar dan
keluarganya maklum bahwa dalam keadaan bahaya, harta benda
tidak ada gunanya dan bahkan harta benda itulah yang memancing
datangnya bahaya. Mereka segera berunding dan pada hari-hari
berikutnya, di mana-mana terpasang surat pengumuman yang
menyatakan bahwa kaisar membutuhkan pasukan baru. Dibutuhkan
orang-orang yang memiliki kepandaian silat tinggi untuk menjadi
anggauta pasukan dengan bayaran yang amat tinggi, sepuluh kali
lebih tinggi upah yang biasa terima oleh seorang anggauta pasukan
pengawal!
Mengalirlah ahli-ahli silat yang tertarik oleh bayaran tinggi,
karena memang pada masa itu, mencari uang bukanlah hal yang
amat mudah, apalagi bagi mereka yang kepandaiannya hanya
mainkan senjata. Pasukan pengawal dan barisan penjaga kota raja
ditambah dengan seribu orang lebih, sebagian besar dari mereka ini
adalah ahli-ahli silat. Ada pula orang-orang yang kepandaian
silatnya tinggi, diterima menjadi busu pengawal kaisar pribadi atau
menjadi komandan-komandan pasukan penjaga keamanan. Dengan
adanya tambahan pasukan penjaga ini, kotanya makin terjaga kuat
dan boleh dikata setiap orang penduduk atau tamu yang berada di
617
kota raja, mempunyai seorang pengawas atau penyelidik sendiri.
Pendek kata, mata-mata kaisar berserakan di kota raja sehingga ke
mana juapun seorang pendatang kota raja berada, akan
bertumbukan dengan seorang mata-mata istana!
Akan tetapi, sungguh di luar persangkaan kaisar bahwa di antara
sekian banyaknya busu, terdapat di antara mereka itu mata-mata
dari utara, utusan-utusan dari Temu Cin yang sengaja mengirim
orang cerdik pandai menyelundup ke kota raja untuk menyelidiki
keadaan kota raja musuh! Dan tidak ini saja, juga di antara mereka
terdapat mata-mata dari rakyat pejuang atau rakyat yang semenjak
dahulu bergerak untuk menumbangkan Kerajaan Kin. Dan para
mata-mata dari dua musuh ini bayak yang menjadi busu atau
pengawal istana! Ada pula di antatanya yang bercampuran dengan
penduduk dan bekerja sebagai pedagang dan lain-lain. Pendek kata,
kota raja di masa itu merupakan tempat yang aneh. Aneh dan
mengerikan, di mana kadang-kadang terdengar pekik di waktu
malam dan seorang dua orang lenyap. Ada kalanya yang lenyap
hanya nyawanya, kadang-kadang dengan tubuhnya sama sekali,
lenyap tak meninggalkan bekas. Kota raja di waktu itu sama dengan
arena pertempuran di mana mata-mata mengadu siasat dan
berperang melawan pengawal istana.
Pada suatu hari itu, seorang gadis yang memasuki pintu gerbang
kotaraja. Semua orang yang bertemu dengan gadis ini pasti
memandang dan menengok dengan kagum. Tidak saja wajahnya
cantik manis, juga sikapnya gagah sekali. Mudah saja diduga bahwa
gadis ini tentu seorang ahli silat, tidak hanya kentara dari sikapnya
yang gagah, juga terbukti oleh pedang yang tergantung di
pinggangnya.
Gadis itu berjalan dengan langkah tegap dan gagah, memandang
lurus ke depan, sama sekali tidak menaruh peduli terhadap pandang
mata kaum pria yang mengikuti setiap gerak-geriknya. Sudah terlalu
banyak dan terlalu sering ia mengalami hal ini, dipandang dengan
kagun dan penuh gairah oleh mata lelaki, maka kini hal itu
dianggapnya sudah jamak. Di dalam kamus hatinya sudah ia catat
bahwa memang begitulah sifat mata kaum pria dan kalau ada mata
yang tidak mengikuti dan mengagumi gerak-gerik seorang gadis
618
cantik baik terang-terangan maupun sembunyi-sembunyi, maka
bukan mata laki-laki itu!
Tak pernah ia membalas pandang mata orang. Kalau ada ia
memandang sesuatu, itu adalah papan nama toko dan rumahrumah,
seperti mencari sesuatu. Memang, dia sedang mencari
sebuah rumah penginapan yang patut disewa kamarnya oleh
seorang gadis yang datang seorang diri.
Akhirnya gadis itu memasuki sebuah hotel yang nampaknya
bersih dan besar, yakni hotel Thian Lok Likoan. Seorang pelayan
setengah tua yang berpakaian bersih dan bersikap sopan ramah
menyambutnya, melirik sedetik ke arah gagang pedang yang
tergantung di pinggang nona itu.
"Ada keperluan apakah, Nona?" tanyanya singkat akan tetapi
sikapnya sopan, kedua tangannya menjura dan memberi hormat.
"Aku mau sewa kamar," jawab gadis itu singkat pula sambil
matanya menyambar ke sekeliling ruangan depan yang nampak
sunyi, akan tetapi matanya yang tajam menangkap gerakangerakan
orang di ruang dalam, agaknya banyak yang berada di
dalam gedung itu.
"Nona seorang diri-saja? Ataukah masih ada banyak orang?"
"Seorang diri. Sediakan kamar sedang untuk aku sendiri."
"Baiklah, Nona. Silakan Nona ikut ke kantor untuk mengisi nama
lebih dulu."
Gadis itu mengerutkan kening dan sepasang alisnya yang hitam
dan indah bentuknya itu bergerak-gerak. Hatinya tidak senang. ia
sudah lama merantau sudah banyak kota besar dijelajahi, dan
sering menginap di hotel besar, namun belum pernah ada aturan
macam ini. Akan tetapi karena ia sudah mendengar bahwa kota raja
memang berlaku peraturan-peraturan keras, ia diam saja dan
berjalan tegap mengikuti pelayan itu ke ruang dalam.
Benar seperti diduganya tadi, di ruang dalam terdapat banyak
sekali orang. Hotel itu ternyata menerima banyak sekali tamu dan
tamu-tamu inilah yang memenuhi ruangan tengah. Mereka terdiri
dari bermacam-macam orang, riuh rendah suara bicara mereka
619
dalam berbagai bahasa daerah. Melihat gadis itu masuk bersama
pelayan, semua suara berhenti dan semua mata memandang ke
arah gadis itu penuh gairah. Namun gadis itu tidak peduli, terus
berjalan sambil mengangkat dada dan muka, bibir dirapatkan dan
hidung agak diangkat mengejek.
Empat orang laki-laki yang kelihatan seperti tamu-tamu biasa,
berpakaian seperti pedagang, segera berdiri dan mengikuti gadis itu
ke kantor. Mereka ini sebetulnya adalah mata-mata kota raja yang
bertugas di ruang dalam itu, tugasnya menyelidiki para tamu dan
diam-diam mendengarkan isi percakapan mereka.
Pelayan itu membawanya ke sebuah kantoran yang cukup besar
dan di situ terdapat tiga orang laki-laki yang duduk menghadapi
meja besar. Seorang di antaranya adalah seorang juru tulis biasa
yang memegang pit dan menghadapi buku tamu, sedangkan yang
dua lagi adalah orang-orang bertubuh tinggi, tegap pakaiannya
seperti biasa dipakai oleh tukang-tukang pukul! Makin tak enak dan
tak senang hati gadis itu, namun pada mukanya ia memperlihatkan
sikap tenang saja.
Juru tulis yang kurus kering dan bermata sipit itu mengangkat
muka memandang ke arah gadis itu. Bibirnya yang tipis kering
terbuka yang dimaksudkan sebagai senyum menarik, akan tetapi
jadinya hanya menyeringai memperlihatkan sederet gigi kuning
kehitaman.
"Ah, Ciang lopek, ada tamu baru?” katanya kepada pelayan yang
mengantarkan gadis itu. "Silakan, Nona, salahkan masuk dan
duduklah. Siapa nama Nona berapa usia, dan di mana tempat
tinggal dari mana hendak ke mana?" Melihat kalimat yang keluar
secara cepat otomatis ini, mudah diduga bahwa kalimat itu adalah
penggunaan sehari-hari, setiap kali ada tamu masuk sehingga si
cecak kering ini sudah menjadi hafal.
Gadis itu mendongkol bukan main. Kalau hanya ditanya nama
saja, masih mending. Akan tetapi cecak kering itu menanyakan usia,
tempat tinggal segala macam! Ia mulai marah, kentara dari kulit
mukanya yang putih halus itu kini merah dan sinar matanya menjadi
tambah berkilat. Celakanya, ada orang yang menyiram minyak pada
api, ada orang yang membikin kemarahannya menjadi-jadi. Orang
620
ini adalah seorang di antara tukang pukul yang tadi duduk
bercakap-cakap dengan Si Juru Tulis. Dia yang bicara ini selain
bertubuh tinggi besar, juga matanya lebar seperti gundu dan
kumisnya tebal menghitam, membuat wajahnya nampak angker
menakutkan.
"Pedang itu harus ditinggalkan di kantor, hanya akan
dikembalikan kalau Nona akan meninggalkan hotel kami. Tak
seorang pun boleh membawa-bawa senjata dalam hotel kami,"
katanya sambil menudingkan telunjuk yang besar ke arah pedang
gadis itu.
"Dan pula," menyambung tukang pukul ke dua, yang juga tinggi
besar, akan tetapi mukanya licin mengkilap seperti dipelitur dan
sikapnya menunjukkan sifatnya yang mata keranjang dan ceriwis
"untuk apa sih Nona manis membawa- bawa pedang? Kalau terkerat
pedang kan sayang?"
Nona itu menjadi makin marah. Hampir saja ia tak dapat
menahan kemarahannya, akan tetapi ia hanya melirik ke arah
tempat senjata yang berada di pojok kantoran itu, agaknya senjata
para tamu yang dititipkan di situ. Juga ia melihat empat orang lakilaki
berpakaian pedagang berdiri di luar kantor mendengarkan.
Sikap empat orang ini lebih menarik perhatiannya dan membuatnya
bersikap hati-hati. Dua orang tukang pukul itu hanya bangsa
kasaran saja, mudah dihadapi. Akan tetapi empat orang pedagang
yang berdiri memandang itu, gerak-gerak mereka bukan
sembarangan. Hm, benar-benar banyak orang pandai di kota raja,
pikir gadis itu.
Ia menyapu wajah dua orang tukang pukul, juru tulis dan
pelayan itu dengan sinar mata tajam, kemudian sambil tersenyumsenyum
ia berkata,
"Begitukah aturannya? Haruskah nama dan segala macam
dituliskan di buku tamu? Hm, kesinikan pit itu. Kau ini cecak kering
mana bisa menulis dengan baik! Jangan-jangan salah namaku kau
tuliskan!"
Sebelum Juru tulis itu dapat menutup kembali mulutnya yang
celangap bengong mendengar kata-kata ini, pit di tangannya sudah
621
berpindah ke tangan gadis itu! Kemudian dengan tenang gadis itu
mencelupkan pit ke dalam tinta hitam dan berkata,
"Namaku" Nah, inilah namaku, baca baik-baik!" Pitnya digerakkan
dan ia menuliskan huruf besar yang berbunyi Go, yakni nama
keturunannya, akan tetapi bukan ditulis di atas buku, melainkan di
atas muka Si Juru Tulis! Gerakannya demikian cepat sehingga juru
tulis itu tidak sempat mengelak, hanya mulutnya ngeluarkan suara
"Uh... ah...!" dan... terjadilah huruf itu, besar dan jelas di mukanya
dari papi kiri ke pipi kanan dan jidat sampai ke dagu!
"Nah, itulah namaku," kata gadis itu tersenyum manis, sambil
berpaling kepada pelayan. "Eh. Lopek, apakah kau juga ingin
mengetahui usiaku pula?" Pelayan itu menjadi pucat dan cepatcepat
menggeleng kepalanya.
"Tidak, Nona... tidak..." ia keluar dari kantoran dengan kaki
gemetar. Setelah tiba di luar, pelayan ini berkata dengan suara
memohon, "Nona, sudah menjadi peraturan untuk mengisi buku
tamu, harap Nona tidak membikin susah kami...”
Nona itu memandang kepada dua orang tukang pukul yang
sudah berdiri marah. "He, kau monyet berkumis, nama nonamu
akan kutulis di sini, baca baik-baik." Sambil berkata demikian, Nona
itu menuliskan pit di atas meja kayu dan nampak guratan-guratan
dalam di meja itu seperti digurat pisau! Tiga huruf GO HUI LIAN
tergurat di atas meja!
Dua orang tukang pukul tinggi besar yang tadinya berdiri marah,
melihat demonstrasi tenaga lweekang dari gadis manis ini, menjadi
tertegun. Sebagai ahlisilat mereka maklum bahwa gadis yang
remaja dan cantik ini bukan orang sembarangan, melainkan seorang
gadis kang-ouw yang berkepandaian tinggi. Oleh karena itu, mereka
berlaku hati-hati dan tidak berani bersikap sembrono. Penjaga yang
kumisan segera menjura dengan hormat kepada Hui Lian dan
berkata,
"Cukup, Go-lihiap. Sekarang kami tahu bahwa kau adalah
seorang pandai. Maafkan kalau kami bersikap lancang. Akan tetapi
hendaknya kau tahu bahwa setiap orang tamu yang bermalam di
hotel kami, harus mendaftarkan nama dan alamat. Ini termasuk
622
peraturan dari istana yang harus ditaati oleh seluruh penduduk kota
raja dan harus ditaati pula oleh kami."
Melihat sikap ini, kemarahan Hui Lian reda. Akan tetapi ia masih
mendongkol, kini kemendongkolannya ditujukan kepada peraturan
kaisar yang memang tidak disukainya. Untuk memuaskan
kemendongkolannya, gadis ini berlaku sembrono dan tanpa
disadarinya ia berkata lantang,
"Hem, begitukah peraturan di kota raja? Bagus! Semua orang
agaknya tidak percaya. Mau tahu alamatku? Baiklah cacat yang
jelas. Aku adalah Go Hui Lian, puteri dari Hwa I Enghiong Ciang Le
yang bertempat tinggal di Ka bun-to. Masih kurang jelas?"
Dua orang tukang pukul yang menjaga kantoran hotel itu tibatiba
mmenjadi pucat mendengar nama Hwa I Enghiong Ciang Le
disebut sebut, apalagi setelah tahu bahwa gadis ini adalah puteri
dari tokoh besar pemberontak itu. Go Ciang Le adalah seorang
pemberontak besas yang pernah mengacaukan istana kotaraja
(Baca Pendekar Budiman).
"Ah, baik….. baik, Go lihiap. Harap kau ikut dengan pelayan
untuk diantar ke dalam kamar terbaik di hotel ini. Maafkan kami...
dan harap saja Lihiap tidak marah-marah dan mengeluarkan
omongan keras karena kami benar-benar tidak mengharapkan
keributan di hotel ini,” kata Si kumisan dengan sikap takut.
Hui Lian tersenyum mengejek. Hatinya panas karena dengan
mendengungkan nama besar ayahnya ia telah berhasil membikin
orang menjadi ketakutan. Tanpa menoleh lagi ia lalu mengikuti
pelayan tua yang tadi mengantarnya ke kantor hotel yang kini cepat
mengantarkannya ke sebuah kamar kosong yang benar-benar
bersih menyenangkan.
Hui Lian masih terlampau muda sehingga kadang-kadang ia
menurutkan nafsu hatinya dan kehilangan sifat hati-hati. Apalagi ia
memang tidak tahu akan keadaan kota raja di waktu itu, maka
secara sembrono saja ia memperkenalkan dari sebagai puteri dari
Hwa I Enghiong. Kalau ia tahu, biarpun Hui Lian seorang dara
perkasa yang tidak kenal arti takut, namun tentu ia takkan begitu
sembrono untuk memancing kesulitan.
623
Sebagaimana telah dituturkan di bagian depan, gadis ini setelah
bertemu dengan Sin Hong dan amat kecewa hatinya melihat
pemuda aneh yang dibencinya akan tetapi juga yang membuat
hatinya selalu berdebar kalau teringat kepadanya, kecewa karena
melihat Sin Hong membawa lari Gak Soan Li, lalu berlari cepat
pulang ke Kim-bu-to. Ia ingin menuturkan semua pengalamannya
kepada ayah bundanya, juga tentang diri Sin Hong yang aneh serta
tentang sikap Soan Li yang amat janggal dan aneh pula. Karena ia
melakukan perlalanan cepat sekali, tak lama kemudian ia tiba di
Kim-bu-to. Akan tetapi Hui Lian kecewa lagi mendapatkan ayah
bundanya tidak berada di rumah. Maka ia cepat pergi lagi menuju
ke kota raja karena ia mengira bahwa ayah bundanya pergi ke
tempat ini.
Sudah seringkali ia mendengar ibunya bercerita tentang
keindahan kota raja dan sering pula ibunya menyatakan rindunya
kepada kota besar ini. Maka ia dapat menduga bahwa ayah
bundanya tentu pergi menyusulnya dan menyusul Soan Li, akan
tetapi ke manakah ia harus mencari mereka? Karena tidak
mempunyai pegangan dan tidak dapat menduga pasti ke mana ayah
bundanya pergi, lalu menuju ke kota raja dengan harapan
barangkali ayah bundanya juga pergi ke sana.
Tanpa disadarinya, di kota raja begitu tiba ia telah memancing
kesulitan. Benar-benar ia memancing kesulitan di kantor hotel tadi,
karena ketika ia menuju ke kantor diantar oleh pelayan, empat
orang yang berpakaian seperti pedagang dan yang tadi mendengar
dari luar kantoran saling pandang penuh ketegangan, kemudian
mereka berempat ke luar dari hotel dengan cepat!
Baru saja Hui Lian meletakkan buntalan pakaiannya di atas meja
dan hendak bertukar pakaian, pintunya diketuk orang perlahan
sekali.
"Siapa?" tanyanya, kening berkerut. "Lihiap, bukalah. Penting
sekali...." terdengar suara orang, kedengarannya penuh
kegelisahan.
Hui Lian menunda niatnya berganti pakaian, lalu membuka daun
pintu. Begitu daun pintu terbuka, seorang laki-laki pendek kecil
sehingga sepintas lalu seperti seorang anak berusia sepuluh tahun,
624
menyelinap memasuki kamarnya. Lalu secepat kilat orang itu
menutup kembali daun pintu kamar Hui Lian'
Bukan main marahnya gadis ini dan tangannya sudah gatal-gatal
hendak memukul, bibirnya sudah bergemetar hendak memaki. Akan
tetapi orang itu menaruh telunjuk di depan bibirnya, dan berkata
perlahan,
"Ssstt, Lihiap, jangan salah sangka, Aku adalah mata-mata yang
dikirim oleh Temu Cin!"
Hui Lian melengak. Keterangan membuatnya terheran, akan
tetapi tidak melenyapkan rasa kurang senangnya.
"Biarpun kau dikirim oleh Giam-lo- ong (Raja maut), tidak patut
kau memasuki kamarku secara ini!" bentaknya.
"Sssttt, jangan keras-keras,
Lihiap. Kau berada dalam bahaya
maut! Aku datang karena
mendengar namamu tadi nama
yang dijunjung tinggi oleh Temu
Cin. Kau tidak tahu keadaan di sini,
dan sekali kau tadi menyebut
nama Ayahmu yang mulia,
celakakalah kau. Lekas kau lari dari
sini dan pergi keluar dari kotaraja
sebelum bahaya datang menimpa."
Hui Lian tenang-tenang saja,
bahkan memandang kepada orang
kate dengan curiga dan kurang
percaya. Ia memang tidak takut
mendengar bahaya
mengancamnya, dan lebih khawatir kalau-kalau ia akan tertipu oleh
orang yang belum dikenalnya ini daripada mengkhawatirkan bahaya
yang mengancam, kalau benar-benar ada bahaya.
"Mengapa aku harus keluar dan kota raja? Lebih baik kau yang
segera keluar dari kamar ini sebelum aku kehabisan kesabaran dan
melemparmu keluar seperti anjing!"
625
Orang itu menghela napas panjang "Lahiap, kau tidak percaya
kepadaku. Kau tidak tahu bahwa kawan-kawanku banyak sekali
yang dikirim oleh Temu Cin di kota raja. Aku bukan seorang bahkan
ada beberapa orang yang menjadi busu. Kau percayalah kepadaku,
Lihiap karena mendatangimu ini saja sudah merupakan bahaya
besar bagiku, sudah merupakan pekerjaan dengan taruhan nyawa.
Kalau mereka melihat aku berada di sini, tentu besok aku tidak akan
berada dunia ini lagi."
Melihat kesungguhan sikap orang kate itu, Hui Lian mulai
menaruh perhatian.
"Siapakah mereka yang kau anggap sebagai bahaya yang
mengancam diriku?" tanyanya.
"Para busu... mereka itu lihai dan bermata tajam... lekas kau lari
Lihiap. Lekaslah, aku tidak dapat lama-lama berada di sini." Orang
kate itu membuka daun pintu, akan tetapi baru dibuka sedikit saja,
ia telah menutupkan kembali dan mukanya menjadi pucat.
"Celaka...." katanya ketakutan.
"Hayo keluar dan kamarku. Kau takut apa?" Hui Lian
menegurnya. Hampir saja ia menendang laki-laki itu saking
jengkelnya. Orang ini ketakutan tidak karuan dan tidak berani keluar
dari kamarnya. Kalau ada orang melihat seorang laki-laki berada di
kamarnya, bukankah hal itu merupakan suatu aib yang memalukan
sekali? Seorang laki-laki berada di kamar seorang gadis, biarpun
lelaki itu seorang kate yang tidak berharga maupun seorang pelayan
misalnya asal dia seorang lelaki dewasa hal sudah jauh melebihi
kepantasan!
"Lahiap, celaka sekali. Kita sudah terkurung oleh pasukan busu
dan tidak ada jalan keluar lagi!"
Hui Lian kehabisan sabarnya. Ia mendorong daun pintu dan tidak
melihat apa-apa, hanya dari jauh kelihatan empat orang pedagang
yang tadi mendengarkan percakapan di kantor hotel. Dengan gemas
ia melangkah lagi ke dalam kamarnya dan menendang orang kate
itu sambil membentak,
"Keluarlah kau!"
626
Hui Lian tidak mau berlaku keji kepada orang kate yang tidak
dikenalnya ini, yang disangkanya tentu orang berotak miring maka
ia menendang biasa saja, hanya untuk membuat orang itu terpental
keluar. Akan tetapi alangkah herannya ketika dengan kesigapan luar
biasa, orang kate itu dapat mengelak dari tendangan Hui Lian
dengan sangat mudahnya dan sebelum Hui Lian hilang
keheranannya dan dapat menyerang lagi, si Kate itu sudah cepat
melompat ke atas. Terdengar suara keras dari kayu patah dan
genteng pecah, dan ternyata si Kate itu telah menerobos melalui
langit-langit kamar itu, menembus ke atas rumah!
Hui Lian berdiri terpukau. Kelihaian si Kate itu tidak terlalu
mengherankan baginya, akan tetapi yang ia tidak sangka adalah Si
Kate yang dikiranya orang gila itu ternyata memiliki kepandaian
sedemikian tingginya. Mulailah ia percaya akan kata-kata Si Kate
tadi dan kini Hui Lian membuka pintu kamarnya untuk mengintai
keluar.
Apa yang dilihatnya? Empat orang berpakaian pedagang tadi
masih berdiri di sana, akan tetapi sekarang dikawani oleh belasan
orang berpakaian sebagai perwira istana yang berdiri tegak
bagaikan patung, mengurung kamarnya! Hati Hui Lian berdebar.
Betulkah kata-kata orang kate tadi? ia menyapu belasan orang itu
dengan kerling matanya dan mendapat kenyataan bahwa setiap
orang membawa senjata tajam di pinggang atau punggungnya
sedangkan mereka semua memandang kepadanya dengan mata tak
pernah berkedip. Akan tetapi dengan matanya yang berpandangan
tajam, Hui Lian melihat tangan mereka bergerak perlahan ke arah
gagang senjata atau kantung senjata rahasia, siap menghadapi
pertempuran!
Melihat ini Hui Lian cepat menutupkan kembali daun pintu
kamarnya. Kalau semua orang itu menyerangnya dengan senjata
rahasia ia bisa celaka pikirnya. Ia memandang ke atas, ke arah
langit-langit yang sudah berlubang karena diterjang oleh tubuh
orang kate tadi. Pada saat itu ia mendengar suara gaduh di atas
genteng, disusul suara pekik kesakitan dan dua orang roboh
berdebum di atas genteng kamarnya. Hui Lian memandang ke atas
penuh perhatian, tidak mengerti apakah yang telah terjadi di atas
genteng itu. Kemudian ia melihat benda cair menitik turun dari atas,
627
melalui lubang yang dibuat oleh tubuh si Kate tadi. Ketika ia
memandang penuh perhatian, Hui Lian bergidik. Benda cair itu
berwarna merah berbau amis... darah!
Hui Lian berdebar hatinya, tegang. Tahulah ia kini bahwa Si Kate
tadi bukan orang gila, bukan pula main-main dan benar-benar
memang ada bahaya mengancam. Cepat ia menyambar buntalan
pakaiannya, diikatkan di punggungnya. Ia meraba gagang
pedangnya siap menghadapi segala kemungkinan. Ketika hendak
berlaku nekat dan melangkah keluar dari kamar melalui pintu
terdengar suara bentakan dari luar pintu.
"Go Hui Lian, kami datang atas perintah Kaisar untuk
menangkapmu. Lebih baik kau menyerah saja. Kami tidak suka
mempergunakan kekerasan terhadap seorang wanita!"
Hui Lian mencabut pedangnya. Tanpa membuka pintu ia
menjawab, suaranya lantang, sedikit pun tidak takut.
"Aku Go Hui Lian tidak merasa melakukan dosa di sini, mengapa
hendak ditangkap?"
"Ayahmu Go Ciang Le seorang pemberontak, sejak dahulu
menjadi musuh besar istana, sedangkan kau sendiri mengadakan
hubungan dengan bandit besar Temu Cin, bagaimana kau bilang
tidak berdosa? Pula, mata mata orang Mongol Si Kate baru saja
meninggalkan kamarmu, apakah kau masih hendak menyangkal
lagi? Dia hendak lari dan kini mayatnya menggeletak tak bernyawa
di atas genteng kamarmu. Maka lebih baik menyerah untuk kami
tangkap agar kami tak usah mempergunakan kekerasan terhadap
seorang wanita," suara lantang itu menjawab dari luar kamar.
Hui Lian menjadi marah. Ia melompat ke arah pintu dan
menendang daun pintu sehingga terbuka lebar- lebar. Dengan
gagah ia berdiri di tengah.
"Tikus-tikus istana, buka telingamu lebar-lebar! Ayahku seorang
pendekar gagah perkasa, seorang patriot sejati Pembela rakyat,
tikus-tikus macam kalian mana ada harga untuk menyebut
namanya? Aku memang pernah bertemu dengan Temu Cin
pemimpin bangsa Mongol akan tetapi hal ini apa hubungannya
dengan istana? Kalian peduli apakah aku bertemu dengan Temu Cin
628
atau dengan Raja Neraka sekali pun? Tentang orang kate yang tadi
memasuki kamarku, aku tidak mengenalnya dan mengira dia
seorang berotak miring. Dia mampus atau tidak, sama sekali aku
tidak peduli. Siapa mau menangkap aku? Silakan maju untuk
berkenalan dengan pedangku!"
Mendengar suara lantang dan melihat sikap yang gagah berani
dari gadis ini, para busu tercengang dan untuk beberapa lama tidak
berani sembarangan bergerak. Kemudian terdengar aba-aba
"tangkap saja!" dari atas genteng. Yang pertama kali bergerak
adalah empat orang yang berpakalan pedagang tadi. Mereka
berempat melompat maju dan berhadapan dengan Hui Lian,
masing-masing memegang golok tipis.
"Nona, bukankah menyerah lebih baik? Mungkin hakim istana
akan meringankan hukumanmu, menimbang bahwa kau hanyalah
puteri dan Hwa I Enghiong dan bukan kau sendiri yang
memberontak," kata seorang di antara mereka yang bermuka
panjang dan suaranya lunak seperti suara orang perempuan.
Hui Lian mengeluarkan suara ejekan dan tersenyum simpul,
"Mengapa sungkan-sungkan? Bukankah kalian ini anjing- anjing
istana yang suka menangkap orang-orang tidak berdosa? Mau
tangkap tangkaplah kalau kalian ada kepandaian.” Gadis ini
melintangkan pedangnya di depan dada, sikapnya menantang
sekali. Memang ia tidak takut sama sekali, bahkan ada kegembiraan
hatinya untuk nguji sampai di mana kelihaian para busu istana yang
terkenal kebuasan sampai di mana-mana itu.
"Hem, kau sombong dan tak tahu diri. Terpaksa kami turun
tangan!" kata busu itu dan berbareng dengan habisnya kata-kata
terakhir, bersama tiga orang kawannya ia menyerbu. Empat batang
golok tipis yang berkilau saking tajamnya menyambar ke arah Hui
Lian dalam gerakan mengancam karena empat orang ini masih
merasa sungkan untuk membunuh seorang gadis remaja demikian
cantiknya. Kalau boleh dan dapat, mereka akan lebih suka
menangkap saja dan menghadapkan gadis ini di depan pengadilan,
daripada membawa mayatnya.
Akan tetapi dalam sekejap mata mereka sadar daripada mimpi
enak ini. Begitu Hui Lian menggerakkan pedangnya, terdengar suara
629
nyaring dan dua golok menjadi buntung, sedangkan yang dua lagi
hampir terlepas dari pegangan karena tangan mereka tergetar
hebat! Sampai memekik kaget empat orang busu berpakaian
pedagang ini melompat mundur, muka mereka berubah pucat dan
keringat dingin membasahi leher dan jidat.
Hui Lian tersenyum dan menahan pedangnya, tidak mau
membalas serangan mereka.
"Masih ada yang hendak menangkapku?" tantangnya sambil
menyapu ruangan itu dengan kerling matanya yang tajam.
Empat orang busu yang berpakaian pedagang itu bukanlah busu
tingkat tertinggi. Mereka itu tugasnya hanya menjadi mata-mata
dan pengawas di hotel Thian Lok Likoan, dan biarpun kalau diukur
dengan kepandaian ahli-ahli biasa saja mereka itu sudah termasuk
jago-jago silat yang sukar dilawan, tetapi bagi Hui Lian mereka itu
tidak ada artinya sama sekali. Para pengepung adalah busu-busu
yang terdiri beberapa tingkatan.
-oo0mch-dewi0oo-
Jilid XXIII
SEBAGIAN besar terdiri dari busu yang tingkatnya sama dengan
empat orang yang dalam segebrakan dikalahkan oleh Hui Lian. Tiga
orang busu mempuyai tingkat yang jauh lebih tinggi dapada mereka
ini, dan terhitung busu-busu pilihan dari Istana. Masih ada seorang
lagi yang terpandai dari mereka, karena dia ini menjadi pemimpin
dan sudah termasuk seorang perwira tinggi di kalangan busu istana.
Komandan atau pimpinan inilah yang tadi merobohkan dan
menewaskan orang kate yang melarikan diri dari kamar Hui Lian
melalui genteng. Mengingat betapa dengan mudahnya ia dapat
menewaskan Si Kate yang lihai dapat diduga betapa tinggi
kepandaian perwira busu itu.
Busu lain yang kepandaiannya hanya setingkat dengan
kepandaian empat orang busu yang berpakaian pedagang, melihat
betapa dalam segebrakan saja Hui Lian sudah dapat
membuntungkan dua batang golok dan membuat empat orang
630
pengeroyoknya melompat mundur dengan perih, hati mereka sudah
gentar.
Tiga orang busu yang tingkatnya lebih tinggi, yang terdiri dari
tiga orang tua berusia sedikitnya lima puluh tahun kini melangkah
maju menghadapi Hui Lian. Pada saat itu, pintu-pintu kali hotel itu
bergerit dan semua penghuni kamar mengintai dengan hati kebatkebit.
Yang nyalinya besar keluar pintu dan menonton, yang kecil
nyalinya menyembunyikan diri ketakutan. Bahkan ada yang buruburu
keluar meninggalkan hotel itu. Para pelayan menjadi
kebingungan ke sana ke mari tak tentu tujuan. Sebetulnya,
menangkap seorang dua orang tamu hotel itu oleh pasukan biasa
bukanlah hal yang amat aneh. Akan tetapi, baru kali ini ada seorang
gadis muda cantik hendak ditangkap, dan baru kali ini juga seorang
gadis berani menghadapi sekalian busu itu dengan pedang di
tangan! Sebagian besar dari mereka merasa ngeri kalau
membayangkan betapa gadis semuda dan secantik itu menjadi
korban kekejaman para busu, menjadi korban senjata-senjata tajam
yang tak pernah mengenaI ampun dari para pengawal istana itu!
Tiga orang busu kini sudah menghadapi Hui Lian. Seorang di
antara mereka yang paling tua, berkepala botak dan memegang
sebatang toya yang disebut Long-gee-pang (Toya Gigi Srigala),
berkata kepada Hui Lian.
"Benar-benar puteri Hwa I Enghiong lihai seperti ayahnya. Akan
tetapi kau takakan mungkin dapat menang menghadapi kami, Nona.
Andaikata kau berhasil mengalahkan aku, masih banyak lagi busu
yang kepandaiannya jauh lebih tinggi dari padaku, dan jumlahnya
banyak sekali. Kau tidak percaya? Lihatlah!" Busu ini bersuit keras
dan terdengar jawaban dari empat penjuru, bahkan orang-orang
berpakaian busu bermunculan dari setiap sudut. Jumlah mereka
semua entah berapa, akan tetapi kiranya tidak kurang dari lima
puluhan orang!
"Nah, apa artinya kau melawan, nona? Lebih baik menyerah.
Kami menawanmu dan membawamu menghadap ke depan Hakim
Istana. Di sanalah boleh membela kalau kau dianggap tidak
berdosa, kau tentu akan dibebaskan." kata pula busu bersenjatakan
Long gee-pang itu.
631
Hati Hui Lian tergerak. Kata-kata busu ini dianggapnya masuk di
akal, memang, melihat banyaknya busu yang mengepung tempat
itu, agaknya tak mungkin ia dapat menyelamatkan diri melawan dan
membunuh mereka ini apa artinya kalau akhirnya ia akan tertawan
juga? Ini berarti dosanya akan lebih besar. Kalau menyerah, siapa
tahu kalau ia dapat dibebaskan atau setidaknya mendapat
keringanan? tentu saja ia hanya mau menyerah dengan syarat,
yakni tidak mau diikat dan tidak mau dilucuti senjatanya. Berarti,
sewaktu-waktu kalau perlu ia akan dapat melawan dan mengamuk!
Akan tetapi, belum juga ia menjawab kata-kata busu bersenjata
Long gee pang itu, tiba-tiba terdengar suara ribut-ribut di luar hotel
dan tak lama kemudian dari luar berlari masuk seorang hwesio
tinggi besar yang memanggul penggada besar pula. Suaranya parau
dan nyaring ketika ia berteriak-teriak.
“Busu-busu keparat, jangan berani mengganggu Nona Go Hui
Lian!"
Hui Lian girang sekali ketika mendapat kenyataan bahwa yang
datang ini bukan lain adalah Tang Hwesio!
'Tang Lo-suhu'" Hui Lian berseru girang. Lenyaplah seketika
niatnya untuk menyerah ketika ia melihat hwesio tua yang
bersemangat ini.
Apalagi ketika ia melihat betapa Tang Hwesio segera terjun di
tengah-tengah para busu yang mengepung dan penggadanya
segera mengamuk laksana seekor harimau galak, Hui Lian lalu
menggerakkan pedangnya membantu. Sebentar saja Hui Lian dan
Tang Hwesio dikeroyok oleh puluhan orang busu dalam sebuah
pertempuran yang luar biasa ramainya!
Gada di tangan Tang Hwesio benar-benar mengerikan sekali.
Beberapa kali terdengar suara keras dan kepala beberapa orang
busu pecah berantakan tersambar oleh penggada. Mayat-mayat
para pengeroyok bertumpang tindih dan membanjiri ruangan itu.
Juga pedang di tangan Hui Lian amat lihai. Sedikitnya ada enam
orang pengeroyok yang roboh oleh pedang ini dan biarpun akibat
dari pada serangan pedang ini tidak sehebat serangan penggada,
namun yang roboh tak dapat bangun pula dengan tubuh utuh.
632
Akhirnya Hui Lian dan Tang Hwesio hanya dikeroyok oleh enam
orang busu yang kepandaiannya tinggi. Hui Lian keroyok dua
sedangkan Tang Hwesio dikeroyok empat. Yang mengeroyok Hui
Lian adalah busu yang memegang Lot gee-pang dan seorang
kawannya yang juga sudah berusia lima puluh dan yang memegang
siang-kiam (sepasang pedang). Kepandaian dua orang busu ini
benar-benar hebat. Long-gee-pang itu gerakannya lambat namun
membawa tenaga yang luar biasa kuatnya tanda bahwa
pemegangnya seorang ahli lwekeh yang jempolan. Adapun siangkiam
di tangan orang ke dua amat cepat dan lincah gerakannya
sehingga dalam diri dua orang pengeroyoknya ini. Hui Lian
mendapatkan lawan seimbang dan baginya malah menggembirakan.
Dengan ilmu pedang berdasarkan Pak-kek Sin-kiam-hwat, bepapun
lihainya kedua lawan itu, dapat juga akhirnya pada jurus-jurus ke
lima puluh lebih Hui Lian mendesak mereka. Ataukah kedua
lawannya yang sengaja memmperlambat gerakan? Hui Lian merasa
aneh karena entah mengapa setelah lima puluh jurus terlewat,
kedua lawannya itu seakan-akan menjadi lemah dan ia tidak
merasai tekanan lagi. Lebih aneh lagi ketika dua orang itu
bertempur sambil mundur sehingga tak lama kemudian
pertempuran terpecah menjadi dua rombongan yang jauh jaraknya.
Setelah tertempur seru lagi beberapa jurus, tiba-tiba terdengar
pemegang toya Long-gee-pang itu berkata perlahan.
"Lihiap, kami berdua adalah orang-orang pejuang rakyat. Kau
boleh melukai dan merobohkan kami berdua, kemudian kau dapat
melarikan diri melalui pintu di belakang itu lalu melompn naik ke
atas genteng. Kalau nanti kau dikejar-kejar, dan tidak ada jalan
keluar dari kota raja, jalan yang paling aman larilah ke dalam istana
sekali. Banyak kawan di sana. Lekas!"
Hui Lian seketika menjadi bingung, tidak tahu harus berbuat apa.
Ia sejak tadi memang sudah melihat datangnya banyak sekali
perwira-perwira busu dan maklum bahwa kalau para busu itu
kepandaiannya setingkat dengan dua orang pengeroyoknya ini,
akhirnya ia akan kehabisan tenaga dan tertawan juga. Kini
mendengar omongan busu pemegang Long-gee-pang ini, pertamatama
menjadi bingung, akan tetapi melihat dia orang lawannya
sengaja membuka pertahanan, Hui Lian cepat menggerakkan
633
pedangnya dua kali dan pundak dua orang lawannya terluka ringan
dan mengeluarkan darah. Akan tetapi dua orang ini memekik dan
senjata mereka terlepas dari tangan lalu mereka merobohkan diri
seakan-akan terluka hebat.
Hui Lian tadinya hendak lari menurut jalan yang ditujukan oleh
pemegang Long-gee-pang itu, akan tetapi ketika ia melirik ke
depan, ia melihat Tang Hwesio sedang terdesak hebat.
Tang Hwesio dikeroyok oleh empat orang. Tiga orang
pengeroyoknya biarpun berkepandaian tinggi, namun masih di
bawah tingkat hwesio itu, karena tingkat dua orang ini seimbang
dengan tingkat dua orang pengeroyok Hui Lian. Akan tetapi orang
ke empat adalah busu komandan yang tadi melayang turun dari
atas genteng dan ternyata dia ini seorang hwesio pula, hwesio yang
kepala gundulnya tertutup topi busu berbulu garuda dan yang kini
sudah menjadi seorang panglima! Ilmu silat dari hwesio yang sudah
malih rupa ini benar-benar lihai. Dia memegang toya pula dan ketika
ia menyerang Tang Hwesio, hwesio tua ini kaget sekali karena
maklum bahwa lawan ke empat ini tak boleh dipandang ringan.
Apalagi setelah lawannya itu mainkan toya, ia mengenal Ilmu Toya
Tat Mo Kun-hwat yang lihai dari Siauw lim-si. Baiknya Tang Hwesio
adalah seorang tokoh besar yang berilmu tinggi, kalau tidak, kiranya
tak kan lama ia dapat bertahan menghadapi keroyokan empat orang
lawan yang berkepandaian tinggi ini.
Ia melawan mati-matian dan biarpun dikeroyok empat oleh
lawan-lawan yang tangguh, tetap saja penggada Hwesio masih
berbahaya sekali. Ada seorang busu rendahan yang mencoba untuk
menyerangnya dari belakang, akan tetapi kedua orang pembokong
ini roboh dengan kepala pecah! Setelah itu tidak ada lagi lain busu,
yang kepandaiannya belum tinggi betul berani coba-coba untuk
menyerangnya.
Akan tetapi Tang Hwesio adalah seorang hwesio yang sudah tua,
tenaganya masih besar akan tetapi daya tahan dan keuletannya
tidak seperti dulu-dulu lagi. Menghadapi empat orang pengeroyok
yang amat tangguh dan yang sukar sekali dirobohkan, lambat - laun
tenaga dan keuletannya berkurang dan ia mulai terdesak hebat.
Bahkan dalam sebuah serangan yang bertubi-tubi dari empat
634
lawannya, ia kurang cepat karena sudah lelah sekali sehingga toya
di tangan komandan busu dengan keras mengenai pundak kirinya,
menyebabkan tulang pundaknya patah!
Pada saat itulah Hui Lian berhasil merobohkan dua orang
pengeroyoknya dan selagi gadis ini hendak melarikan diri, ia melihat
keadaan Tang Hwesio. Seketika itu juga lenyaplah niatnya untuk
lari. Sambil berseru nyaring, gadis ini melompat dan dengan tepat
sekali menangkis toya yang menyambar ke arah kepala Tang
Hwesio.
"Tang Lo-suhu, jangan khawatir, aku membantu!" teriak Hui Lian
sambil memutar pedangnya dengan cepat menghadap empat orang
lawan itu. Ilmu pedang dari gadis ini memang ilmu pedang pilihan,
empat orang lawannya tidak berani memandang ringan.
"Nona, hati-hati, mereka itu lihai kata Tang Hwesio yang timbul
kembali semangat dan kegagahannya, dan biarpun lengan kirinya
lumpuh, ia masih mengamuk dengan penggada di tangan kanannya.
Lakunya seperti seekor harimau terluka dan dengan pukulan yang
luar biasa hebatnya ia membuat golok di tangan seorang
pengeroyok terlempar dan pemegangnya sendiri terpental karena
dorongan penggada!
Akan tetapi pada saat itu, di dalam pertempuran bertambah tiga
orang lagi, busu yang kepandaiannya hampir setingkat dengan
komandan bertoya! Dalam segebrakan saja, tahulah Tang Hwesio
dan Hui Lian bahwa keadaan mereka berbahaya sekali.
"Nona, kau larilah! Biar pinceng yang menahan mereka!" Tang
Hwesio membentak keras sambil memutar penggadanya. Hwesio
tua ini setelah melihat bahwa mereka berdua takkan dapat lolos
berlaku nekat dan hendak mengorbankan diri agar memberi
kesempatan kepada Hui Lian melarikan diri.
Akan tetapi Hui Lian adalah keturunan orang gagah, ia seorang
gadis yang tidak saja memiliki kepandaian tinggi, akan tetapi juga
memiliki watak yang gagah dan berbudi baik. Mana ia sudi
meninggalkan kawan dalam keadaan bahaya niengancam?
635
"Kita melawan terus, Tang-losuhu. Menang atau mati!"
pedangnya diputar makin cepat dan seorang pengeroyok terjungkal
dengan lengan terbabat putus sebatas siku.
"Bodoh kita takkan menang! Jangan buang nyawa sia-sia.... lekas
lari dan...!" kata-katanya terhenti dan tubuh Tang Hwesio
terjengkang ke belakang. Toya di tangan lawannya yang paling
tangguh telah memasuki dadanya. Tang Hwesio roboh terlentang
dan tewas sebagai seorang gagah.
Melihat Tang Hwesio tewas, baru Hui Lian ingat akan petunjuk
dari busu bersenjata Long-gee-pang. Setelah kawannya binasa,
memang tidak ada perlu membuang nyawa cuma-cuma. Ia harus
dapat melarikan diri. Melawan sama dengan membunuh diri. Cepat
ia melompat ke belakang dan ginkangnya yang…
hal 16-17 ga ada
"Celaka," pikirnya, "di kota raja agaknya penuh dengan pasukan
pengawal kaisar." Hui Lian mengamuk lagi, saking gemasnya ia
sampai lupa akan lelehan dan kembali ia berhasil merobohkan dua
orang lawan. Namun, pertempuran dengan para pencegat baru ini
membuat ia kehilangan waktu dan para pengejar yang semenjak
tadi mengikutinya, telah tiba di situ dan sebentar saja Hui Lian sibuk
melayani keroyokan belasan orang yang berilmu tinggi.
la masih mencoba untuk mengamuk akan tetapi tenaganya tidak
mengijinkan lagi dan lawan terlampau banyak. Sebuah pukulan
ruyung mengenai lengan kanannya, membuat pedangnya terlepas di
lain saat ia telah kena totokan yang lihai dari belakang sehingga
nona gagah ini akhirnya roboh. Di lain saat ia telah dibelenggu
kedua tangannya ke belakang dan di pergelangan kaki kanannya
dipasangi rantai yang kuat.
Biarpun tubuhnya terasa sakit-sakit namun sebentar saja Hui Lian
sudah dapat membebaskan diri dari totokan dan bangkit berdiri. Ia
sama sekali tidak sudi memperlihatkan muka menderita atau takut,
berdiri tegak dengan gagahnya.
“Aku telah kalah, mau bunuh boleh bunuh" katanya lantang.
636
"Kau siluman wanita benar-benar membuat kami repot," kata
komandan bekas hwesio yang memegang toya. "Hayo ikut kami ke
istana, menghadap Hakim Istana."
Akan tetapi pada saat itu, semua busu berdiri tegak memberi
hormat dan memandang ke arah sebuah kendaraan yang ditarik
oleh empat ekor kuda besar. Kendaraan itu indah sekali dan
setibanya di tempat itu, pengendara menghentikan kudanya. Pintu
kendaraan terbuka dan dua orang pemuda melompat keluar. Hui
Lian yang semenjak tadi memandang ke arah kendaraan itu, hampir
saja mengeluarkan teriakan kaget ketika melihat seorang di antara
dua pemuda ini. Pemuda yang turun lebih dulu adalah seorang
pemuda berbaju hijau yang berajah tampan dan bersikap gagah.
Usianya paling banyak dua puluh lima tahun, alisnya tebal dan ia
memegang sebatang tongkat pendek yang gagangnya diukir kepala
ular. Bajunya yang hijau terbuat daripada kain sutera tipis yang
berkibar ketika ia menuruni kendaraan sehingga ia benar-benar
nampak gagah menarik. Akan tetapi pemuda kedua yang turun
kemudian, bahkan melampaui pemuda pertama. Pemuda yang
kedua ini lebih muda, kurang lebih dua puluh tiga tahun usianya,
pakaiannya indah sekali, terbuat daripada sutera biru putih, dijahit
dengan benang emas, wajahnya tampan sekali dan sikapnya halus.
Melihat pemuda ini, Hui Lian benar-benar terkejut karena pemuda
itu dikenalnya sebagai... Wan Sin Hong!
Ketika pemuda ini turun, semua busu memberi hormat. Pemuda
itu mengangkat tangan dan berkatalah ia dengan suaranya yang
halus.
"Ada terjadi ribut-ribut apa lagikah ini?"
Kemudian busu bekas hwesio maju selangkah, memberi hormat
dan memberi laporan singkat, "Seorang pemberontak memasuki
kota raja dan membunuh banyak anggauta siwi. Akhirnya di sini
berkat kerja sama, hamba sekalian dapat menawannya hiduphidup."
"Mana dia?" tanya pemuda tampan ini.
"Inilah orangnya, Siauw-ongya." Kemudian bekas hwesio ini
mendorong Hui Lian maju.
637
Pemuda itu mengerutkan kening. Hui Lian memandang tajam,
sinar matanya dingin sekali karena ia mengira bahwa pemuda itu
tentulah Wan Sin Hong yang entah dengan cara bagaimana kini dia
menduduki pangkat tinggi di kota raja. Akan tetapi, pemuda itu
memandang kepadanya seperti orang baru bertemu muka kali ini,
dan jelas nampak kekaguman membayang di matanya yang bagus
dan agak kebiruan. Kemudian katanya kepada komandan busu itu.
"Kalian ini kerjanya hanya bikin ribut saja dan mencari perkara.
Bagaimana seorang nona muda seperti ini kalian katakan
pemberontak? Coba ceritakan, bagaimana mula-mulanya" Nada
suara yang tIdak senang itu membuat Si Komandan berubah air
mukanya.
Anpun, Siauw-ongya. Gadis ini memang betul pemberontak. Dia
puteri dari Hwa I Enghiong Go
Ciang Le dan dia pernah
mengadakan hubungan dengan
Temu Cin!"
Pemuda tampan itu menengok
kepada Hui Lian, nampaknya
terkejut dan heran, juga tertarik.
Kemudian ia bertanya kepada Hui
Lian dengan suara halus.
"Nona, betulkah kau pernah
mengadakan hubungan dengan
Temu Cin? Sukakh kau
menerangkan hal ini kepadaku?"
Tadinya Hui Lian bersabar dan
ingin sekali melihat apa yang
akan dilakukan Wan Sin Hong
karena ia dapat menduga bahwa pemuda ini pasti akan
menolongnya, sungguhpun ia tidak terlalu menghapkan
pertolongannya. Akan tetapi ketika mendengar pertanyaan itu,
darahnya meluap. Sepasang matanya melotot dan in mendamprat,
"Wan Sin Hong, jangan kau hendak membadut di depanku! Aku
sudah tertangkap oleh tikus-tikus istana, hendak …
638
Hal 24-25 …. Ga ada
…. Mongol yang bertubuh kate. Ketika kami datang, mata-mata
itu hendak lari, akan tetapi berhasil hamba tewaskan. Gadis liar ini
tidak mau menyerah, melainkan melawan dan menewaskan banyak
anak buah hamba. Akhirnya datang kawannya, seorang hwesio yang
kosen dan yang dapat pula kami tewaskan itu telah dia membunuh
banyak kawan hamba. Gadis ini sendiri baru dapat ditangkap di sini.
Mohon petunjuk selanjutnya dari Siauw-ongya."
"Kau lepasken dia!"
Perintah yang sama sekali tak pernah disangka-sangkanya ini
membuat komandan itu dan semua busu mengangkat muka
terheran-heran, juga penasaran. Gadis itu akhirnya dapat ditangkap
dengan susah payah setelah mengorbankan dua puluh lebih anak
buah pasukan, bagaimana sekarang disuruh melepaskan lagi?
"Tapi... ampun, Siauw-ongya... tapi… dia pemberontak
berbahaya dan... dan….”
"Cukup omong kosong ini' Dia putri Go Ciang Le, bukan berarti
dia pemberontak! Apa buktinya dia memberontak? Dia baik-baik
melancong ke kota raja, tanpa kesalahan apa apa kau yang terlalu
pintar ini sudah mencurigainya. Kemudian kau datang dengan
gentong-gentong nasi itu hendak menangkapnya. Dia seorang gadis
kang-ouw yang gagah, tentu saja tidak sudi ditangkap. Kemudian
kalian mengeroyoknya dan dia melawan sampai ada beberapa orang
gentong nasi tewas. Salah siapakah itu? Hm, kalau saja busu-busu
istana tidak begitu goblok, menangkap-nangkapi orang tidak
berdosa sebaliknya tidak becus menangkap penjahat-penjahat yang
sesungguhnya …..!" Pangeran Wanyen menarik napas panjang
kemudian perintahnya, "Lepaskan dia!"
"Akan tetapi hamba... hamba tidak bertanggung jawab kalau dia
mengamuk di kota raja. Siauw-ongya," kata komandan bekas
hwesio itu ragu-ragu dan takut.
“Siapa mendengar mulut busukmu? Aku yang menyuruh lepas,
aku pula yang tangung jawab! kau ini siapakah berani membantah
perintahku? Hm... benar benar tidak beres. Seorang komandan kecil
saja sudah mulai berani menentangku."
639
Komandan itu menjadi pucat dan cepat-cepat ia menjatuhkan diri
berlutut, "Tidak sama sekali, Siauw-ongya. Mohon ampunkan dosa
hamba. Baik, hamba mentaati perintah!" Ia buru-buru berdiri dan
dengan tangan-tangan gemetar melepaskan ikatan tangan dan kaki
Hui Lian.
"Sekarang pergilah, bawa anak buahmu dan rawat mereka yang
luka, urus yang sudah tewas. Selanjutnya, kalau tidak sudah nyata
bukti-buktinya, kalian tidak boleh sembarangan menangkapnangkapi
orang.” Komandan itu memberi hormat, lalu
mengundurkan diri bersama anak buahnya sambil menundukkan
kepala. Mereka semua berkecil hati karena tadinya mengharapkan
pujian dan pahala, tidak tahunya bahkan mendapat celaan dan
makian!
Sementara itu, Hui Lian melihat semua peristiwa ini dengan hati
tidak karuan. Sudah semenjak kecil ia didongengi ayah bundanya
bahwa pemerintah Kin amat jahat, bahwa pembesar-pembesar Kin
amat kejam sehingga telah timbul rasa benci di dalam hatinya
terhadap Pemerintah Kin, dan karenanya dahulu ia bersimpati
terhadap Temu Cin yang bermaksud menumbangkan Pemerintah
Kin. Akan tetapi sikap pangeran muda bangsa Kin pangeran yang
semuanya serupa benar dengan Wan Sin Hong, hanya warna
matanya yang berbeda, membuat ia ragu-ragu. Mata Sin Hong
tajam dan maniknya hitam arang, sedangkan mata pangeran ini
tajam akan tetapi maniknya agak kebiruan. Alangkah jauh bedanya
sikap pangeran ini dengan apa yang ia dengar dari ayah bundanya
tentang kekejaman orang-orang bangsa Kin!
Dengan jengah, terpaksa Hui Lian melangkah malu, menjura
kepada pangeran Wanyen sambil berkata,
"Aku tidak tahu apakah aku harus berterima kasih kepadamu,
Siauw-ongya, karena pertolongan dan pembelaanmu, tadi benarbenar
membuat aku tidak mengerti. Akan tetapi betapapun juga,
aku harus minta maaf atas kekasaranku tadi, karena aku tadinya
mengira Siauw ongya adalah seorang lain...."
"Dengan Wan Sin Hong? Benar-benarkah dia seperti aku? Orang
macam apakah dia? Aku ingin sekali bertemu dengan dia!" kata
Pangeran itu dan pandang matanya terhadap Hui Lian membuat
640
gadis ini menundukkan mukanya karena jelas sekali terpancar sinar
kagum dan tertarik. Hui Lian tidak mau bicara lebih banyak tentang
Wan Sin Hong, dan pada saat itu, pemuda baju hijau berkata,
suaranya juga halus dan sopan.
"Go-lihiap, kau menghaturkan terima kasih atau tidak bagi
Pangeran Wanyen tidak ada bedanya. Ketahuilah bahwa Pangeran
Wanyen adalah satu-satunya orang di kota raja yang boleh kau
percaya penuh kemuliaan hatinya yang suka menolong siapa saja
yang mengalami kesusahan."
"Aah, Coa-sicu, kau ini bisa saja!". Pangeran itu mencela,
kemudian berkata kepada Hui Lian, "Nona, dia itu berdusta.
Sesungguhnya, dialah yang menolongmu. Kalau tidak ada dia yang
datang kepadaku, yang menyatakan bahwa kau ini puteri seorang
pendekar besar, menyatakan pula bahwa Ibumu adalah Sumoi dari
pendekar wanita Thio Ling In isteri dari Pamanku Wanyen Kan,
bagaimana aku bisa tahu dan bisa menolongmu? Dan pula, dialah
orangnya yang akan mengantarmu keluar dari kota raja agar kau
jangan sampai diganggu orang di sini. Maka kalau mau bicara
tentang terima kasih, agaknya kepada dia lah kau harus berterima
kasih. Nah, selamat jalan, Nona, mudah-mudahan kita dapat
bertemu kembali dalam keadaan yang lebih baik. Coa-sicu, kauantar
nona Go keluar dari kota raja dan setelah ia berada dalam keadaan
aman betul baru kau kembali ke istanaku memberi laporan."
"Baik Siauw-ongya," jawab pemuda she Coa itu, nampaknya
gembira sekali.
Pangeran Wanyen itu naik kembali ke dalam kendaraannya dan
Hui Lian mengejar dengan ucapan. "Terima kasih banyak atas budi
kebaikan Siauw-ongya."
Pangeran muda itu menengok, tersenyum, lalu masuk ke dalam
kendaraan dan menutup pintu kendaraan. Kemudian ia memberi
perintah kepada pengendara dan kendaraan itu bergerak maju,
ditarik oleh empat ekor kuda yang besar dan kuat.
Pemuda baju hijau itu menjura kepada Hui Lian dan berkata
perlahan, "Go lihiap, mari kita berjalan sambil bercakap-cakap. Tidak
baik di sini, terlalu diperhatikan orang."
641
Hui Lian maklum karena memang semenjak tadi, orang-orang
menonton dari jauh, tidak berani mendekat Pangeran Wanyen yang
di kota raja mempunyai kedudukan tinggi itu. Sambil berjalan
pemuda baju hijau itu berkata, sikapnya ramah tamah dan sopan.
"Go-lihiap, kau tentu bertanya-tanya di dalam hati siapakah aku
ini maka aku berusaha untuk membantumu."
"Memang aku merasa heran sekali dan juga tidak enak hati
karena tidak mengenal siapa orang yang sudah berlaku baik
kepadaku."
"Aku yang rendah bernama Coa Hong Kin. Suhuku Cam-kauw Sin
kai kenal baik dengan Ayahmu."
"Ah, jadi kau murid Cam-kauw Sin-kai? Aku pernah bertemu
dengan dia ketika dahulu mengunjungi rumah Ayah." Kata Hui Lian
dengan girang karena ia tahu bahwa Cam-kauw Sin-kai adalah
seorang pendekar tua yang disukai oleh ayahnya. Kini bertemu
dengan muridnya, berarti bertemu dengan orang segolongan.
Coa Hong Kin mengangguk. "Suhu juga banyak bicara dengan
aku dan mendongeng tentang Ayah Bundamu, tentang kau dan
tentang Sucimu yang bernama Gak Soan Li. Sudah lama sekali aku
amat kagum terhadap keluarga Ayahmu. Oleh karena itu, tadi
secara tidak mengaja aku mendengar tentang keributan di hotel,
tentang seorang nona bernama Go Hui Lian puteri Go Ciang Le yang
dikeroyok oleh para busu. Aku tahu apa artinya itu, dan tahu bahwa
para busu di sini amat kuat dan berbahaya. Oleh karena itu, aku
sengaja pergi mencari dan menarik tangan Pangeran Muda Wanyen
untuk menolongmu."
"Kalau begitu betul Pangeran Wanyen," kata Hui Lian sambil
tersenyum "Agaknya aku berhutang terima kasih kepadamu,
Saudara Coa."
"Ah, tak perlu sungkan, Nona. Di antara kita, apakah artinya
saling bantu? Aku pun di dunia kangouw entah sudah berapa ratus
kali dibantu oleh kawan- kawan segolongan."
Jawaban ini menyenangkan hati Hui Lian. Dalam diri Coa Hong
Kin ia mendapatkan seorang pemuda yang tidak saja tampan dan
642
gagah, juga amat jujur dan bersikap sederhana sungguhpun
pakaiannya rapi dan bersih selalu.
"Amat menarik hatiku untuk mengetahui bagaimana kau bisa
kenal begitu baik dengan Pangeran itu, Saudara Coa,” kata Hui Lian.
Coa Hong Kin menghela napas panjang. "Aku pujikan kelak dia
yang akan menjadi kaisar. Jika demikian halnya agaknya hidup ini
akan banyak senang karena keadilan selalu dikemukakan oleh
Kaisar. Dia itu banyak persamaannya dengan Wanyen Kan yang
pernah kudengar sifat dan wataknya dari Suhu. Pangeran Wanyen
ini bernama Ci Lun, atau panjangnya Wanyen Ci Lun. Dengan
Wanyen Kan ia adalah keponakan karena ayahnya yang sudah
meninggal adalah kakak dari Wanyen Kan. Seperti juga Wanyen Kan
dahulu, Pangeran Wanyen Ci Lun ini tidak bersikap sombong dan
suka bergaul dengan rakyat, bahkan amat menyukai kebudayaan
rakyat jelata sehingga gerak geriknya tiada ubahnya seperti seorang
Han terpelajar. Hanya bedanya, kalau Wanyen Kan dahulu seorang
gagah perkasa yang tinggi ilmu silatnya, adalah Wanyen Ci Lun ini
tidak pernah mempelajari ilmu silat, hanya ilmu keusasteraannya
amat tinggi. Dia amat mengagumi orang-orang gagah dan banyak
membaca cerita tentang orang-orang gagah. Maka tidak heran
apabila ia mendengar permintaanku dan cepat-cepat pergi
menolongmu. Aku kenal dengan Pangeran Wanyen Ci Lun ketika
pada suatu hari ia menyamar sebagai penduduk desa dan keluar
dari kota raja, kemudian hampir menjadi korban penjahat karena
dikira seorang pemuda kaya raya hendak dirampok. Kebetulan aku
melihatnya dan turun tangan mengusir para penjahat itu. Semenjak
itu, sudah dua tahun yang lalu, kami bersahabat dan setiap kali aku
datang di kota raja, aku pasti berkunjung dan bahkan menginap di
gedungnya."
Hui Lian mengangguk-angguk, bukan hanya untuk memuji dan
menyatakan kagum kepada Pangeran Wanyen Ci Lun, akan tetapi
diam-diam juga lenyap keheranannya tadi ketika melihat persamaan
wajah pangeran itu dengan wajah Wan Sin Hong. Ia tahu bahwa
Wan Sin Hong adalah putera Thio Ling In dan Wanyen Kan atau
Wan Kan, maka antara Sin Hong dan Pangeran Wanyen Ci Lun
masih ada pertalian darah, yakni saudara seketurunan Wanyen.
Pada hakekatnya she Wanyen.
643
Percakapan mereka tertunda ketika lima orang berpakaian
penjaga menyetop mereka dan dengan suara angkuh bertanya,
"Kalian siapa dan hendak ke mana? Beri keterangan jelas, kalau
tidak terpaksa kami tahan" kata seorang di antara mereka.
Hong Kin dan Hui Lian maklum bahwa karena peristiwa tadi maka
di seluruh kota diadakan penjagaan ketat dan pemeriksaan. Coa
Hong Kin dengan tenangnya mengeluarkan sesuatu dari saku
bajunya, mendekati kepala penjaga dan memperlihatkan benda itu.
Kepala penjaga setelah melihat benda itu lalu berdiri tegak,
memberi hormat dan berkata.
"Taijin dan Toanio dipersilakan melanjutkan perjalanan'"
Hong Kin tersenyum dan membetot tangan Hui Lian untuk segera
pergi. Setelah jauh dari tempat penjagaan, baru ingatlah pemuda itu
bahwa ia masih memegangi tangan Hui Lian yang halus kulitnya,
maka buru-buru ia melepaskan tangan itu dan wajahnya menjadi
merah. Hui Lian sendiri karena tadi melihat perbuatan Hong Kin ini
amat wajar dan disangkanya untuk mengelabuhi mata para penjaga
tidak keberatan tangannya di betot, maka ia pun tidak merasa apaapa.
"Saudara Hong Kin, benda apakah yang begitu besar
pengaruhnya, sehingga para penjaga itu nampak ketakutan?
Mengapa pula kau disebut taijin, pangkat apakah yang kaupegang?"
Hong Kin mengeluarkan benda itu dan memperlihatkannya
kepada Hui Lian. Ternyata itu adalah sebuah kancing baju terbuat
daripada emas yang diukir merupakan seekor liong melingkari huruf
"WANYEN". Pemegang kancing ini berarti seorang kepercayaan dari
Pangeran Wanyen Ci Lun, maka penjaga tadi menjadi takut dan
tidak berani mengganggu.
"Karena memegang kancing ini aku disangka pembesar dan
disebut taijin, benar-benar lucu sekali." Hong Kin tertawa dan Hui
Lian juga ikut tertawa. Diam diam Hui Lian merasa suka kepada
pemuda baju hijau yang patut dijadikan sahabat yang baik dan
menyenangkan.
644
Beberapa kali mereka ditahan dan dperiksa, akan tetapi selalu
kancing wasiat yang dibawa oleh Hong Kin membuka semua jalan
dengan lancarnya. Bahkan ketika mereka menghadapi pintu
gerbang tembok kota raja yang tertutup kancing itu pun cukup
berkuasa untuk membukanya. Dengan lega mereka berdua berlari
keluar dari pintu gerbang kota sebelah selatan.
"Saudara Coa, kita sekarang harus lari ke mana?" tanya Hui Lian
yang tidak mengenal daerah ini.
"Aku mempunyai kenalan baik, Nona, yakni seorang hwesio yang
bernama Hoan Ki Hosiang di kelenteng Kwan te-bio tak jauh dari
sini, di luar sebuah kampung. Mari kita pergi dan bermalam di sana.
Besok kau baru dapat melanjutkan perjalananmu dan aku harus
kembali ke istana." Kalimat terakhir ini keluar dari mulut Hong Kin
dengan nada kecewa.
Memang pemuda ini merasa amat kecewa harus sudah
meninggalkan Hui Lian pada esok hari. Biarpun baru saja bertemu
dan berkenalan dengan Hui Lian, namun ia amat tertarik dan diamdiam
ia telah jatuh hati kepada gadis perkasa ini. Mereka berjalan
terus menuju ke kelenteng yang dimaksudkan oleh Hong Kin sambil
bercakap-cakap.
"Saudara Hong Kin, sudah lamakah kau berada di kota raja?" tiba
tiba Hui Lian bertanya.
"Sudah beberapa bulan, ada apakah?”
"Pernahkah kau mendengar tentang Ayah Bundaku di kota raja?
Sebetulnya aku sedang mencari mereka dan kukira tadinya bahwa
mereka pergi ke kota raja."
"Orang-orang besar seperti Ayah Bundamu kalau tiba di kota raja
siapakah yang takkan tahu? Tidak, Nona. Ayah Bundamu pasti tidak
ada di kota raja. Baru kau saja yang datang semua orang sudah
mengetahui, apalagi kalau yang datang Ayah Bundamu, pasti timbul
kegemparan hebat." Hong Kin berhenti sebentar, kemudian dia
teringat akan penuturan komandan busu di depan Pangeran
Wanyen, maka ia lalu bertanya,
645
"Nona, tentang orang Mongol kate yang dikatakan berada
dikamarmu, bagaimanakah persoalannya? Setelah kita menjadi
sahabat, kiranya tidak berhalangan kalau aku bertanya tentang ini
kepadamu."
“Tentu saja, tidak ada rahasia apa-apa, dan juga dengan orang
aneh itu." Hui Lian lalu menuturkan sejujurnya tentang semua yang
ia alami di hotel Thian Lok Likoan, bahkan ia menuturkan pula
tentang dua orang busu yang mengaku sebagai pejuang rakyat dan
yang telah menolongnya pula. Ia menuturkannya dengan kata-kata
menyatakan herannya.
"Saudara Hong Kin, baru sehari saja di kota raja aku merasa
seperti berada dalam mimpi, berada dalam sebuah tempat yang
penuh rahasia dan aneh sekali. Ada mata-mata Mongol, lalu ada
busu yang mengaku pejuang rakyat dan membelaku, ada komandan
busu gundul dan kemudian muncul orang seperti Pangeran Wanyen
yang menolong orang yang dianggap pemberontak, kemudian, aku
bertemu pula dengan orang seperti kau ini. Apakah sih artinya
semua rahasia di kota raja?"
Hong Kin tersenyum. "Memang membingungkan bagi yang tidak
tahu, Nona. Keadaan di kota raja memang rusuh dan
menggelisahkan. Memang pada saat ini ada tiga macam pengaruh
saling bertentangan di kota raja, bahkan lebih dari tiga karena
masing-masing pengaruh terpecah pula menjadi dua golongan.
Pertama adalah pengaruh dari Pemerintah Kin sendiri, yakni kaisar
yang didukung oleh para pangeran dan mempergunakan pasukan
busu yang amat besar untuk melindungi keselamatan keluarga
Kaisar. Akan tetapi pihak ini sendiri boleh dibilang terpecah dua
karena ada golongan yang mempunyai cita-cita sendiri, yaitu
hendak bekerja sama dengan rakyat. Kau tentu dapat menduga
bahwa Pangeran Wanyen Ci Lun termasuk golongan ke dua ini. Dia
tidak anti Kaisar hanya tidak setuju akan cara kerja Kaisar, tidak
mau menindas rakyat bahkan hendak mengambil hati rakyat untuk
diajak memperkuat negara!"
Hui Lian mengangguk-angguk. "Sifat yang amat baik. Aku pernah
mendengar cerita Ayah tentang Wanyen Kan, demikian sifat
pangeran itu dahulu."
646
Hong Kin melanjutkan penuturannya. "Adapun pengaruh ke dua
adalah pengaruh dan bangsa Mongol yang dipimpin oleh Temu Cin,
dan pada waktu ini di kota raja banyak sekali pengikutnya,
menyamar sebagai pedagang dan penduduk biasa, bahkan ada yang
menyamar sebagai busu, Mata-matanya, tersebar luas dan orang
kate yang kaulihat itu adalah seorang di antara mata-matanya.
Karena kau pernah ke utara dan bertemu dengan Temu Cin,
mendapat penghargaan pemimpin Mongol itu seperi yang
kauceritakan tadi. Maka tentu saja mata-mata Mongol menaruh
hormat dan suka membelamu."
"Temu Cin memang lihai sekali, dia patut menjadi pemimpin
besar." Hui Lian memberi komentar. "Kedudukan Pemerintah Kin
tentu terancam oleh munculnya pemimpin ini."
"Memang demikianlah." Hong Kin membenarkan. "Kemudian
pengaruh yang ketiga, yakni terdiri daripada penyelidik-penyelidik
dan mata-mata para pejuang rakyat yang semenjak dahulu tiada
hentinya mengadakan pemberontakan menentang kekuasaan
Pemerintah Kin Dan pengaruh inilah yang terpecah- pecah, sebagian
adalah yang bercita cita sendiri menggulingkan kekuasaan
Pemerintah Kin, ada pula yang hendak bersekongkol dengan orangorang
Mongol dalam menentang Pemerintah Kin, ada pula yang
sebaliknya, yakni mau bersekongkol dengan Pemerintah Kin untuk
menentang ancaman orang-orang Mongol.Pendeknya, di kota raja
terjadi pertentangan-pertentangan yang ruwet dan yang amat
merugikan saja."
"Hm, memang enak sekali bagi orang- orang jahat untuk
memancing di air keruh," kata Hui Lian.
Hong Kin memandang kagum. "Ternyata kau cerdik sekali dan
mengerti hal yang demikian ruwetnya dengan menangkap inti
sarinya. Memang demikianlah Nona. Pertentangan-pertentangan
yang ruwet itu dijadikan kesempatan luas sekali oleh orang-orang
bermoral bejat untuk menggaruk keuntungan sebesar-besarnya,
mengadu domba sana sini dan memeras mereka yang lemah."
Sementara itu, bulan telah muncul tinggi. Kebetulan sekali bulan
purnama, maka keadaan menjadi indah menimbulkan kegembiraan,
dan hawanya sejuk sekali.
647
"Mari kita mempercepat perjalanan. Kelenteng Kwan-te-bio sudah
dekat. Paling jauh lima li lagi," kata Hong Kin.
"Ssst, ada suara derap banyak kuda dari belakang!" Hui Lian
berkata, Hong Kin yang kalah tajam pendengarannya,
menghentikan tandakan kakinya. Setelah menyatukan perhatiannya,
ia pun mendengar pula derap kaki kuda itu, bahkan telinganya yang
sudah berpengalaman dapat menduga bahwa yang datang itu
sedikitnya ada dua puluh ekor kuda.
"Celaka, kita dikejar juga!" katanya. 'Lebih baik kita lari sebelum
tersusul."
Hui Lian menggelengkan kepalanya. "Apa gunanya? Kalau betul
mereka yang mengejar, biarpun kita lari akhirnya akan tersusul
juga. Bagaimana kita dapat mengadu kekuatan berlari dengan kuda
pilihan? Tidak, Saudara Coa. Lebih baik kita melanjutkan perjalanan
seperti tadi. Kalau sampai tersusul dan mereka menyerang, kita
lawan sedapatnya. Dan lagi, belum tentu mereka itu adalah para
busu yang mengejar kita."
Hong Kin tidak membantah lebih lanjut karena ia tidak suka kalau
nona ini akan menganggapnya pengecut. Dua orang muda ini
melanjutkan perjalan seperti tadi dengan tenang. Suara derap kaki
kuda makin lama makin jelas dan tak lama kemudian muncullah
serombongan orang menunggang kuda dengan cepat, Hong Kin dan
Hui Lian berdiri di pinggir jalan dan dua puluh lebih penunggang
kuda itu lewat dengan cepat.
Hong Kin sudah menarik napas lega karena kecepatan kuda itu
tidak memungkinkan mata mengenal mereka dan melihat mereka
lewat tanpa menoleh, besar harapannya bahwa mereka memang
bukan para busu yang mengejar. Akan tetapi tiba-tiba penunggang
kuda yang paling belakang berseru.
"Ini mereka! Berhenti...!"
Serentak mereka menahan kendali kuda dan debu mengepul
tinggi. Di lain saat para penunggang kuda sudah memutar kepala
kuda dan seorang yang bertubuh tinggi akan tetapi punggungnya
bongkok, duduknya di atas kuda miring tak seperti layaknya orang
648
menunggang kuda, menggerakkan kuda dan maju menghadapi
Hong Kin dan Hui Lian.
"Nona, dia itu adalah kepala busu kaisar, bernama Liok-te Moong
Wie It." Hong Kin berbisik kepada Hui Lian, suaanya
menyatakan kekhawatiran besar. Pemuda ini tidak takut dan tidak
mengkhawatirkan keselamatan diri sendiri, akan tetapi ia benarbenar
khawatir akan keselamatan nona yang telah merampas
hatinya itu.
Hui Lian memandang, ingin sekali tahu bagaimana macamnya
orang memakai julukan Liok-te Mo-ong (Raja Iblis Bumi) itu.
Ternyata orangnya tidak sehebat nananya, bahkan melihat
orangnya, menimbulkan kesan bahwa orang itu adalah seorang
sarang penyakit yang sudah mendekati lubang kubur. Tubuhnya
tinggi sekali, punggungnya bongkok seperti tongak patah, kepalanya
yang tertutup topi seperti komandan-komandan busu lain nampak
benjol-benjol, hidungnya melenceng ke kiri dan sepasang matanya
juling. Hanya pakaiannya yang berharga karena memakai pakaian
indah dan lebih gagah daripada pemimpin-pemimpin pasukan busu
lainnya. Ini tidak mengherankan oleh karena dia adalah kepala busu
di istana, orang yang menjadi pelindung Kaisar dan pengaruh serta
kekuasaannya amat besar. Di pinggang kiri tergantung sebatang
pedang yang sarungnya indah sekali, inilah pedang pemberian
Kaisar dan yang lucu sekali di pinggang depan terselip sebatang
suling. Diam-diam Hui Lian merasa geli dan bertanya-tanya apakah
orang macam ini bisa meniup suling dan berlagu? Apalagi kalau
melihat cara orang itu menunggang kuda benar-benar menggelikan.
Duduknya miring dengan kedua kaki ke samping kiri seperti cara
puteri-puteri harus menunringgang kuda!
"Hm, kau inikah yang bernama Hui Lian puteri Go Ciang Le?"
kata Iblis Bumi ini mengeluarkan suaranya yang tinggi kecil dan
parau, buruk sekali seperti orangnya.
Hui Lian tidak dapat menahan geli hatinya dan ia tersenyum.
Memang lucu sekali orang ini. Mukanya menghadap ke lain jurusan,
akan tetapi dia yang ditanyainya padahal matanya juga diarahkan
ke jurusan lain. Ini disebabkan karena kejulingan mata busu ini
memang agak berat sehingga kalau mukanya menoleh ke kiri, yang
649
dipandang adalah sebelah kanam. Dan ini pula yang membuat ilmu
silatnya lebih berbahaya karena lawan yang bertempur
menghadapinya seringkali menjadi bingung!
"Akulah Go Hui Lian, kau ini siapa mau apa datang-datang
menyebut namaku dan nama Ayahku?"
Orang itu masih menengok ke lain jurusan dan Hui Lian sendiri
tidak tahu bahwa sebetulnya sepasang mata yang juling itu
langsung menatap wajahnya. Tiba-tiba orang itu berkata, "Kau
harus ikut dengan kami ke istana!" Dan tangan kanan diulur ke
depan, lima jari tangan yang bengkok-bengkok menyambar ke arah
pundak Hui Lian!
Gadis itu kaget sekali. Tak pernah disangka-sangkanya bahwa
orang aneh itu akan menyerangnya demikian cepat. Bagaimana
orang dapat menyerang tanpa memandang. Orang itu masih
menengok ke lain jurusan, bagaimana bisa menyerangnya begitu
cepat dan tepat. Akan tetapi ia tidak mempunyai waktu untuk
mengherankan hal itu. Cepat ia mengelak ke belakang. Akan tetapi,
tetap saja pundaknya kena dicengkeram oleh jari-jari tangan itu.
Hui Lian mengeluarkan seruan kaget cepat mengerahkan
lweekangnya mempergunakan Ilmu Sia-kut-hoat menggerakkan
pundak secara berputar hingga ia dapat membebaskan diri dari
cengkeraman itu. Akan tetapi terdengar suara kain pecah karena
pakaian di bagian pundaknya robek dan hancur!
Hui Lian benar-benat terkejut sekali. Tadi ia telah mengelak dan
menurut perhitungan, tak mungkin orang itu dapat mengulur tangan
sampai dipundaknya. Jarak antara orang itu di atas kuda dan dia
terlampau jauh. Betapapun panjang lengan orang itu, kiranya tidak
mungkin dapat mencapai pundaknya. Kemudian ia teringat akan
penuturan ayahnya bahwa dunia kang-ouw memang ada ilmu
semacam Jiu-kut-kang, yakni ilmu melepas dan melemaskan tulang
dan urat sehingga lengan tangan kalau dipergunakan dapat diulur
sampai melebihi ukuran panjang yang semestinya, bahkan yang
sudah ahli betul dapat memperpanjang ukuran lengannya sampaI
dua kali! Kiranya manusia seperti setan ini memiliki ilmu semacam
itu, pikir Hut Lian. Dengan marah ia lalu mencabut pedangnya, siap
untuk melawan.
650
Akan tetapi Hong Kin mendahuluinya. Pemuda ini melompat maju
dan berdiri di depan Hui Lian sambil berkata,
"Nanti dulu, Lo-ciangkun. Nona Go ini bukan musuh lagi, dia
sudah dibebaskan oleh Wanyen Siauw-ongya dan dianggap tidak
berdosa. Bahkan Siauw-ongya menitahkan kepadaku untuk
mengantar Nona Go keluar dari kota raja. Mengapa sekarang Lociangkun
menyusul dan hendak menangkapnya?"
We It kini menengok ke arah Hui Lian, akan tetapi ia bicara
kepada Hong Kin dengan suara dan gaya memandang rendah,
"Kau ini siapakah?"
"Sudah kukatakan tadi, aku Go Hui Lian. Mengapa tanya-tanya
lagi?" jawab Hui Lian dengan mendongkol. Ia sudah diserang
sampai pakaiannya di bagian pundak robek, kini baru dipandang
dan ditanya nama, sungguh ia merasa dipermainkan.
Akan tetapi ada kejadian yang amat lucu. Wie It tetap
memandang ke Hui Lian, akan tetapi mulutnya bertanya dengan
nada tak sabar.
"Aku tak tanya kepadamu! Hei kau baju hijau, siapakah kau
berani menghalangi niatku?"
Hui Lian tercengang, kemudian setelah ia memandang dengan
penuh perhatian, hampir meledak suara ketawanya. Kini baru ia
sadar dan tahu bahwa sebetulnya biarpun muka dan mata orang
aneh itu ditujukan kepadanya, orang ini bukan sedang
memandangnya, melainkan memandang kepada Hong Kin!
"Lo-ciangkun, siauwte adalah sahabat baik dari Wanyen Siauwongya."
Sambil berkata demikian Hong Kin mengeluarkan kancing
emas yang tadi telah dijadikan barang wasiat dan pelindung.
"Hmm, Wanyen Siauw-ongya masih terlalu muda maka amat
sembrono," katanya dengan suara di hidung. “Bagaimanapun juga
gadis ini harus kutawan dan kubawa ke istana!"
"Lo-ciangkun, apakah kau tidak memandang kepada kancing baju
Wanyen Siauw-ongya?"
651
"Tidak peduli, aku melakukan tugasku." Kembali tubuhnya
bergerak dan targannya diulur, akan tetapi kini Hui Lian sudah
bersiap sedia sehingga ia melompat mundur sambil mengibaskan
pedangnya.
"Lo-ciangkun terpaksa aku harus melindunginya. Aku sudah
menerima perintah dari Wanyen Siauw-ongya untuk melindungi
Nona ini, biarpun harus berkorban nyawa, aku harus setia dan taat
akan perintah itu!" Sambil berkata demikian Hong Kin sudah
mencabut tongkat pendeknya dari ikat pinggang dan berdiri dengan
sikap menantang.
"Ho-ho-ho-ho, kau berani melawan kami?" tanya Wie It dengan
muka menghadapi Hui Lian.
"Siapa takut kepadamu, setan?" Hui Lian mendamprat karena
lagi-lagi ia mengira bahwa Wie It bicara kepadanya.
"Bocah lancang, aku tidak bicara padamu!" Wie It membentak
sambil menoleh kepada Hong Kin. "Aku bicara dengan pemuda ini"
Kembali ia menoleh kepada Hui Lian dan melanjutkan
pertanyaannya,
"Benar-benarkah kau berani melawan kami?"
Memang amat membingungkan bagi yang belum biasa. Kalau
Wie It menoleh kepada Hong Kin berarti dia bicara kepada Hui Lian
dan demikian sebaliknya.
Julingnya memang terlalu sekali dan suka menipu orang sehingga
Hui Lian yang terkenal cerdik sampai kecele dua kali!
“Lo-ciangkun, aku harus melindungi gadis ini sebagai
pelaksanaan tugas yang diperintahkan oleh Wanyen Siauw-ongya,
dan untuk melaksanakan perintah itu aku tidak bisa memandang
siapa-siapa," jawab Hong Kin.
'Ha, ha, ho, ho, kau seperti anak domba menantang harimau.
Kau murid siapakah?" tanya Wie It dengan lagak sombong.
"Cam-kauw Sin-kai adalah suhuku yang mulia," jawab Hong Kin.
"Aha, pantas, pantas! Pantas kau begini besar hati dan tabah,
tidak tahunya murid Pengemis Pembunuh Anjing itu." Memang
652
nama julukan Cam-kauw Sin-kai berarti Pengemis Sakti Pembunuh
Anjing maka Wie It berkata demikian. Kemudian kepala busu istana
ini menoleh kepada perwira busu yang duduk di atas kuda di
sebelah kirinya.
"Bu Tong kauwakili aku mendorong pergi bocah ini!"
Busu yang berada di sebelah kirinya diam saja, akan tetapi yang
berada di sebelah kanannya yang menjawab,
"Wie-taiciangkun, manusia macam ini saja mengapa mesti aku
sendiri yang turun tangan? Kalau harus menangkap nona she Go itu
baru pantas namanya. Untuk bocah sombong murid jembel ini
kiranya cukup pembantuku yang turun tangan!" Ia lalu memberi
isyarat ke belakang dan majulah seorang busu yang pendek gemuk
seperti gentong arak. Busu yang bernama Bu Tong itu memang
memandang rendah kepada Hong Kin karena belum mengenal
pemuda ini, sedangkan ia merasa lebih patut melawan Hui Lian,
pertama karena memang ia sudah mendengar akan kelihatan nona
ini, ke dua karena ia merasa lebih suka kalau ditugaskan
menangkap Hui Lian daripada melawan pemuda yang memegang
tongkat pendek itu.
"Sesukamulah, akan tetapi hati-hati dia murid Cam-kauw Sin-kai,
gurunya lihai," kata Liok-te Mo-ong Wie It.
Busu yang pendek gemuk itu melompat turun dari kudanya dan
di lain saat ia telah "menggelundung" ke depan Hong Kin. Kedua
kakinya pendek, gerakannya gesit sehingga saking gemuk dan
pendeknya ia kelihatan tidak berjalan, melainkan menggelundung.
Seperti tukang sulap saja, tahu-tahu ia pun sudah memegang
sebatang toya yang tingginya melebihi kepalanya. Ia berdiri dengan
tangan kiri di pinggang, tangan kanan memegang toya, matanya
yang sipit berkedip-kedip memandang Hong Kin, mulutnya tak dapat
tertutup rapat dan melongo seperti sumur.
Hui Lian tak dapat menahan ketawanya, "Saudara Hong Kin,
awas, lawanmu seekor katak."
Biarpun menghadapi ketegangan, mendengar ini Hong Kin
ketawa juga. “Nona jangan memandang ringan, dia ini biarpun
653
kelihatan seperti seorang bayi gemuk, akan tetapi ilmu toyanya
terkenal di kota raja."
Kemudian Hong Kin menghadapi lawannya dan berkata.
"Ciangkun, bukankah kau yang bernama Wong Sit dan berjuluk
Kauw-ce-thian?" Julukan ini diberikan orang kepadanya karena
kelihaian toyanya, karena Kauw-ce-thian Si Raja Monyet juga sakti
karena toyanya yang bernama Kim kauw-pang.
"Bet-bet-betul...! Akulah K-Ka-Kauw' ce-thian Wong Sss...Sit! He,
bocah she Coa, sss... sebelum ku-ku kuhancurkan kepalamu, lebih
ba-ba-ba-baik kau serah kan n-n-nona itu ke-ke-kepadaku!"
Hui Lian tertawa cekikikan sambil menutupi mulutnya. Benarbenar
banyak busu yang lucu di istana, seperti sekumpulan badut.
Yang tinggi bongkok dan juling itu sudah aneh dan lucu, sekarang
muncul busu seperti katak yang bicaranya gagap tidak karuan.
"Saudara Hong Kin, ini Kauw-ce-thian model mana? Dia tidak
patut berjuluk Raja Monyet, lebih tepat diberi julukan Siluman katak,
atau kalau mau mengambil julukan tokoh di dalam cerita See-yu, dia
ini lebih tepat menjadi Ti Pat Kai-nya!"
Hong Kin tertawa lagi. Tak disangkanya nona ini demikian jenaka
dan pandai bicara. Akan tetapi Kauw-ce-thi Wong Sit sudah merah
mukanya dan marah sekali.
"Li-li-lihat to-toya!" serunya dan cepat ia menggerakkan toyanya
yang panjang melakukan serangan ke arah dada Hong Kin. Benar
saja, biarpun orangnya tidak seberapa, namun setelah ia
menyerang, toyanya bergerak cepat dan dari pukulan senjata itu
dapat diketahui bahwa ia bertenaga besar.
Hong Kin tidak berani berlaku lambat. Cepat ia melangkah
mundur sambil menggerakkan tongkatnya untuk menangkis dan di
lain saat mereka sudah bertanding ramai.
Cam-kauw Sin-kai adalah seorang tokoh besar kang ouw dan ia
amat terkebal dengan ilmu tongkatnya yang diciptakannya sendiri.
Ilmu Tongkat ini disebut Cam-kauw-tung-hwat (Ilmu Tongkat
Pembunuh Anjing) dan saking terkenalnya ilmu tongkat ini, maka ia
amat disegani orang-orang kang-ouw. Seperti pernah dituturkan di
654
bagian depan, Cam-kauw Sin-kai mempunyai dua orang murid, yang
pertama Ah Kai pengemis gagu yang telah tewas di Pulau Kim-ketho
ketika keluarga See-thian Tok-ong ngamuk di sana. Adapun
murid kedua adalah Coa Hong Kin yang menjadi muridnya semenjak
pemuda ini masih kecil. Oleh karena itu, dibandingkan dengan Ah
Kai kepandaian Hong Km lebih masak dan lebih tinggi. Apalagi
pemuda semenjak kecil sudah banyak merantau banyak mengalami
pertempuran besar melawan penjahat-penjahat lihai sehingga makin
bertambahlah kepandaiannya.
Menghadapi Wong Sit yang juga bukan orang lemah, Hong Kin
segera mengeluarkan kepandaiannya, yakni Ilmu Tongkat Camkauw-
tung-hoat. Ke mana pun juga toya panjang di tangan Wong
Sit bergerak dengan cepat dan kuatnya, selalu toya ini bertemu
dengan tongkat kecil yang seakan-akan berubah menjadi puluhan
batang banyaknya dan berada di mana-mana menghalangi majunya
toya. Juga anehnya, biarpun amat kecil, namun setiap kali toya
terbentur oleh tongkat kecil ini, bukan tongkat itu terpental,
sebaliknya toya yang besar panjang itulah yang terbentur dan
membalik. Dari sini saja sudah dapat diukur kepandaian dan tenaga
Hong Kin jauh lebih unggul.
Pada jurus ke dua puluh, ketika Wong Sit menusukkan toyanya
ke arah perut Hong Kin, pemuda ini miringkan tubuhnya dan
secepat kilat ia memegang ujung toya lawan. Karena toya itu
panjang sekali, maka sukar baginya untuk membalas serangan
lawan yang berada di ujung toya. Keduanya saling betot berebut
toya, Hong Kin menyelipkan tongkatnya di pinggang dengan tangan
kiri sedangkan tangan kanan tetap memegangi ujung toya lawan.
Biarpun Wong Sit mengerahkan tenaga membetot, mendorong,
memutar, tetap saja ia tak dapat merampas kembali toyanya yang
bagaikan berakar di tangan kanan Hong Kin.
Setelah menyimpan tongkatnya, Hong Kin memegang toya itu
dengan kedua tangan, mengerahkan tenaga, berseru, “Naik!" sambil
menggunakan lweekangnya dan... tubuh Wong Sit di ujung sana
terangkat ke atas! Di lain saat Hong Kin sudah memegang toya itu
dengan tubuh Wong Sit di atas toya, persis seperti orang bermain
liong. Hong Kin memutar mutar toya dan Wong Sit berteriak-teriak
ketakutan.
655
"Le le lepaskan... kau se-se-setan.., lepaskan! Aduh... aku bisbis-
bisa jatuh...!"
Kembali Hong Kin mengerahkan tenaga dan tubuh yang bundar
bentuknya melayang ke depan dan... menyangkut ke ranting-ranting
pohon yang lebat daunnya. Di sana Si Kauw-ce-thian benar- benar
menjadi monyet, akan tetapi monyet yang amat aneh karena ia
berteriak-teriak minta tolong. Mana ada monyet ketakutan berada di
atas pohon. Kawan-kawannya segera lari mendatangi untuk
menolongnya. Adapun Hong Kin lalu melemparkan toya itu ke atas
tanah.
Bu Tong, busu perwira pembantu Wie It, marah bukan main
melihat kelakuan pembantunya yang memalukan tadi. Ia melompat
turun dari atas kudanya dengan gerakan yang ringan sekali. Amat
mengherankan kalau melihat betapa busu yang bertubuh tinggi
besar seperti raksasa ini dapat bergerak sedemikian cepat dan
ringan seperti seekor kucing. ! Memang Bu Tong adalah busu pilihan
yang memiliki kepandaian tinggi. Dia adalah seorang panglima
bangsa Kin yang sudah banyak jasanya dalam menjaga dan
melindungi istana Kaisar. Bahkan ayahnya dahulu bersama dengan
Liok-te Mo-ong Wie It merupakan panglima-panglima pilihan dalam
balatentara Kin. Tadinya memandang rendah kepada Coa Hong Kin,
akan tetapi ia kecele dan bahkan ia mendapat malu besar karena
orangnya dipermainkan oleh pemuda itu. Dengan marah ia
melompat dan mencabut senjatanya, sebatang golok besar yang
nampaknya berat. Akan tetapi sebelum ia bergerak, Liok-te Mo-ong
Wie It juga melompat turun dan atas kudanya dan berkata,
"Bu Tong, kau boleh tahan dia, akan tetapi jangan bunuh dia.
Tidak enak kau kita membunuh orangnya Pangeran Wanyen. Jaga
saja supaya dia tidak rewel, kalau perlu boleh lukai dia asal tidak
sampai mampus. Biar aku sendiri menangkap Nona kepala batu ini!"
Setelah berkata demikian Wie It lalu mencabut keluar suling yang
tadi terselip di ikat pinggangnya, lalu menghampiri Hui Lian sambil
berkata.
"Nona Go Hui Lian, kau masih begini muda sudah keras kepala
dan jangan kau mengira bahwa di dunia ini tak ada orang lain yang
dapat mengalahkanmu. Lebih baik sekarang kau menurut dan
656
menyerah saja kubawa ke istana, agar aku tidak usah menurunkan
tangan keras kepadamu."
-oo0mch-dewi0oo-
Jilid XXIV
HUI LIAN dapat menduga bahwa orang yang aneh sekali ini
tentulah mimiliki kepandaian tinggi, maka ia pun lalu menggerakkan
pedang melintang di depan dada sambil berkata,
"Lo-ciangkun, Saudara Coa ini telah melakukan tugasnya sebagai
orang yang dipercaya oleh Pangeran Wanyen. Kalau dia yang
menerima tugas demikian taat dan setia, apakah aku yang
ditolongnya mau mengecewakan hatinya? Tidak, dia adalah seorang
gagah perkasa, akan tetapi aku pun bukan seorang pengecut yang
takut mati. Kalau kau hendak menangkapku, kau harus
mengalahkan pedangku lebih dulu!"
"Bocah sombong, kau belum mengenal kelihaianku. Robohlah!"
Terdengar suara bersiut ketika suling itu digerakan menotok ke arah
pundak Hui Lian. Akan tetapi biarpun seorang ahli silat tinggi dan
tokoh besar seperti Liok-te Mo-ong Wie It kecele sekali kalau
mengira akan dapat merobohkan Hui Lian dalam jurus pertama.
Dengan gerakan lincah Hui Lian dapat menggerakkan pedangnya
menangkis sambil menurunkan pundaknya. Suling di tangan Wie It
terpukul membal, akan tetapi Hui Lian terkejut sekali karena merasa
telapak tangannya tergetar oleh benturan itu. Ia maklum bahwa
tenaga lweekang orang aneh ini benar-benar hebat dan ia kalah
setingkat. Akan tetapi, dengan pedang di tangan. Hui Lian
merupakan naga bersayap, sebentar saja ia sudah mainkan ilmu
pedangnya yang ia warisi dari ayahnya dan Liok-te Mo-ong Wie-It
terpaksa menelan kembali kesombongannya. Kini ia tidak berani
memandang rendah lagi karena beberapa kali ia harus berlompatan
ke sana ke mari kalau ia tidak mau tubuhnya terbabat atau tertusuk
pedang.
"Kau lihai...!" serunya dan kini tangan kanannya memegang
pedang, sedangkan tangan kirinya memegang sulingnya. Untuk
657
menghadapi ilmu pedang seperti dimainkan oleh gadis ini, ia tidak
sanggup kalau harus menggunakan suling saja.
Adapun pertempuran antara Hong Kin dan Bu Tong juga amat
ramai. Ternyata tingkat kepandaian mereka tidak terpaut banyak.
Para busu sudah turun semua dari kuda dan kini mereka menonton
pertempuran dua rombongan ini dengan tertarik. Jarang sekali
mereka menyaksikan pertandingan ilmu silat tinggi yang demikian
serunya. Bahkan baru kali ini nereka menyaksikan Liok te Mo-ong
Wie-It bertempur menghadapi lawan tangguh. Biasanya Wie It kalau
maju, sekali dua kali gebrakan saja pasti lawan sudah roboh binasa
atau tertawan.
Liok-te Mo-ong Wie It terkenal sebagai seorang yang malas sekali
kerjanya siang malam hanya tidur dan makan saja, atau kalau tidak
tidur tentu mengeram di dalam kamarnya. Sebagai kepala busu, ia
jarang bekerja dan cukup mewakilkan semua urusan kepada Bu
Tong yang menjadi pembantu utamanya. Hanya sekali-sekali kalau
ada urusan besar, baru dia muncul dan turun tangan sendiri. Kali ini,
karena Go Hui Lian dianggap seorang yang lihai, dan pula karena
gadis ini telah dibebaskan oleh Pangeran Wanyen, kaisar yang
mendengar akan hal ini lalu menyuruh dia sendiri keluar istana
untuk melakukan pengejaran dan penangkapan.
Oleh karena itu, alangkah heran dan kagumnya para busu ketika
melihat betapa kepala busu itu sama sekali tidak mudah menangkap
gadis itu. Ilmu pedang yang dimainkan oleh Hui Lian terlalu
tangguh. Tadipun kalau tidak dikeroyok kalau hanya maju seorang
lawan seorang kiranya Hui Lian tidak akan menemukan tandangan.
Sekarang baru ia bertemu tanding dan ia harus mengakui bahwa
Ilmu silat dari Raja Iblis Bumi ini benar-benar hebat. Betapapun juga
ia tadi takut dan tidak mau mengalah, terus melakukan perlawanan
hebat, kadang-kadang membalas dengan serangan yang tak kalah
lihainya.
Sebaliknya, Bu Tong ternyata kalah cepat oleh Hong Kin. Ujung
tongkat pemuda itu sudah melukai pundaknya. Baiknya Bu Tong
adalah seorang ahli dalam hal ilmu kebal sehingga tongkat itu tidak
melukai jalan darah, hanya merobek kulit sedikit dan mengakibatkan
658
keluarnya darah. Akan tetapi hal itu sudah membuat Bu Tong sibuk
dan khawatir.
"Kawan-kawan, hayo bantu agar pekerjaan kita lekas selesai."
serunya keras. Mendengar perintah ini, semua busu mengeluarkan
senjata masing-masing dan menyerbulah mereka. Ada yang
menyerang Hong Kin dan ada pula yang mengroyok Hui Lian.
Hui Liaan mengeluh. Gadis ini sudah lelah sekali dan dalam
menghadapi Wie-It saja ia sudah kewalahan. Apalagi sekarang
dikeroyok oleh enam orang busu dan yang kepandaiannya juga
rata-rata tinggi tak dapat disamakan dengan pengeroyoknya siang
dan sore tadi.
"Nona Go lari..," Hong Kin tiba-tiba berteriak keras sambil
memutar tongkatnya sedemikian hebat sehingga dua batang golok
lawan terkait dan terlempar. Hui Lian maklum bahwa jalan satusatunya
untuk menyelamatkan diri hanyalah mencoba untuk lari di
dalam malam yang remang-remang itu. Ia pun lalu memutar
pedangnya mainkan bagian ilmu pedang ayahnya yang paling
istimewa, yakni yang disebut Tai-hung lo-hai (Angin Taufan
Mengacau Lautan). Gerakannya demikian cepat dan kuat sehingga
seorang busu terluka lengannya dan yang lain terpaksa melompat
mundur sambil memutar senjata melindungi diri. Kesempatan ini
dipergunakan oleh Hui Lian untuk melompat jauh bersama dengan
Hot Kin yang juga sudah melakukan lompatan tinggi dan jauh.
"Tangkap! Tangkap!" Para busu berteriak-teriak riuh rendah
sambil mengejar.
"Jangan melepas am-gi (senjata gelap), tangkap hidup-hidup!"
kata Liok-te ong Wie It memperingatkan kawan-kawannya. Hal ini
menguntungkan Hong Kin dan Hui Lian, karena kalau para busu
yang rata-rata ahli panah tangan itu mempergunakan panah, tentu
dua orang muda itu tak dapat menyelamatkan diri dan nyawa
mereka terancam senjata gelap.
Selagi mereka main kejar-kejaran, tiba-tiba terdengar suara
ketawa yang luar biasa sekali. Suara ketawa seperti itu tak mungkin
keluar dari mulut seorang manusia, lebih patut kalau keluar dari
mulut iblis yang mengerikan. Suara itu menyeramkan sekali, apalagi
659
terdengar di waktu malam tanpa kelihatan orangnya, benar-benar
membuat para busu tertegun. Bahkan Hui Lian sendiri yang
terhitung tabah dan tidak pernah mengenal takut, mendengar suara
ketawa ini meremang bulu tengkuknya.
"Apa itu?" tanyanya kepada Hong Kin.
"Entah, belum pernah aku mendengar yang seperti itu...." jawab
Hong Kin yang juga kaget setengah mati. Akan tetapi keduanya
berlari terus dari kejaran para busu. Dan tiba-tiba entah dari mana
munculnya, tahu-tahu di depan mereka berdiri seorang berkepala
gundul, orang yang menyeramkan sekali. Bentuk tubuhnya tinggi
besar sekali sehingga saking besarnya sampai kelihatan pendek.
Kepalanya gundul kelimis seperti kepala seorang hwesio yang baru
dicukur. Kepalanya bundar, demikian tubuhnya dan hampir semua
anggauta mukanya bundar bentuknya, kulitma agak kehitaman.
0rang ini berdiri menghadang sambil berolak pinggang.
Munculnya yang tiba-tiba amat mengejutkan hati Hui Lian dan
Hong Kin yang sudah lelah sekali itu. Maka kedua orang muda ini
pun otomatis menyangka buruk dan keduanya berbareng
menyerang orang gundul itu dengan senjata mereka.
Akan tetapi dengan sekali bergerak saja, serangan Hui Lian dan
Hong Kin mengenai angin dan tiba-tiba orang menggerakkan kedua
tangan menampar, Hui Lian dan Hong Kin mengelak cepat. Hui Lian
lebih cepat dari Hong Kin hingga ia hanya merasa sambaran yang
amat luar biasa di dekat kupingnya, akan tetapi Hong Kin kurang
cepat dan pundaknya kena ditampar. Tamparan ini tidak amat
keras, namun akibatnya hebat. Hong Kin merasa pundaknya seperti
terbakar dan ia tidak kuat menahan lagi, terhuyung-huyung lalu
roboh tertelungkup di atas tanah, tongkatnya terlempar.
Hui Lian terkejut bukan main. Cepat ia menubruk dengan
pedangnya, diputar lalu menikam ulu hati orang gundul itu.
Lawannya mengeluarkan suara aneh seakan-akan kagum melihat
pedangnya yang hebat, kemudian bersilat dengan gerakan-gerakan
aneh pula. Akan tetapi pedang di tangan Hui Lian tak pernah dapat
menyentuh tubuhnya. Setelah bertempur lima jurus, Hui Lian harus
akui bahwa berhadapan dengan seorang yang pandai sekali. Setiap
kali orang itu mengedutkan lengan bajunya, hampir saja pedangnya
660
terlepas dari pegangan. Ia maklum bahwa dalam hal lweekang dan
ginkang, ia kalah jauh oleh orang gundul ini. Hanya ilmu pedangnya
yang berdasarkan Pak-kek Sin-ciang sajalah yang masih dapat
melindunginya. Ternyata kembali ilmu pedang warisan dari ayahnya
ini niemperlihatkan keunggulannya. Beberapa kali orang gundul itu
mengeluarkan seruan-seruan aneh, seakan akan mengenal ilmu
pedang ini dan menjadi gentar. Tiba-tiba tangan kirinya
memasukkan sesuatu ke dalam mulutnya dan di lain saat ketika ia
mengelak ke kiri dari tusukan pedang Hui Lian, ia membentak keras
sambil menyemburkan sesuatu dari mulutnya, dibarengi dengan
pukulan bertubi-tubi dengan dua tangannya! Inilah serangan yang
luar biasa hebatnya.
Hui Lian melihat benda hitam menyambar, cepat menundukkan
mukanya sehingga benda cair itu lewat di atas kepalanya. Akan
tetapi tiba-tiba kepalanya menjadi pening karena benda yang lewat
di atas kepalanya itu mengeluarkan bau yang amis dan menusuk
hidung, sedangkan pada saat itu, kedua tangan lawannya secara
bertubi-tubi telah datang menyerang! Gadis perkasa ini memaksa
diri menghadapi serangan pukulan. Melihat berkelebatnya tangan
kanan ke arah dadanya, ia cepat menggerakkan pedang untuk
membabat, akan tetapi tiba-tiba tangan itu ditarik kembali dan
tangan kiri orang itu secara cepat menotok lehernya. Hui Lian masih
berusaha menghindari totokan, namun, kepalanya sudah pening
sekali, pandang matanya sudah berkunang-kunang dan elakannya
gagal. Ia roboh dalam keadan lemas dan pedangnya terlempar ke
atas tanah'
Kembali orang gundul itu tertawa bergelak dan menghampiri
tubuh Hong Kin yang masih tertelungkup. Sekali mencongkel
dengan kakinya, tubuh pemuda itu terlempar ke atas lalu disambar
dengan tangan kiri dan dikempitnya. Kemudian ia menghampiri Hui
Lian. Berbeda dengan apa yang dilakukan terhadap Hong Kin, ia kini
menggunakan tangan mengangkat gadis itu dan dikempit degan
tangan kanan.
Pada saat itu, para busu yang sejak tadi sudah mengejar sampai
di situ dan menonton pertempuran aneh, lalu melangkah maju. Liokte
Mo-ong Wie It menghadapi orang gundul itu, menjura sambil
berkata.
661
"Saudara yang gagah perkasa telah berjasa besar. Aku Liok-te
Mo-ong Wie It atas nama Kaisar dan semua pasukan busu dari
istana mengucapkan banyak terima kasih atas bantuanmu yang
amat berharga."
Orang gundul itu mengeluarkan suara yang aneh lalu bersiul
keras. Dari arah belakangnya, jauh sekali terdengar siul yang sama
menjawab, kemudian tiba-tiba melayang tubuh yang ringan sekali
bagaikan terbang dan tahu-tahu di sebelahnya telah berdiri seorang
wanita yang memegang sebatang ranting di tangan kanannya.
Liok-te Mo-ong dan kawan-kawannya terkejut bukan main. Ilmu
meringankan tubuh seperti ini belum pernah mereka saksikan.
Ketika siulan jawaban tadi berbunyi, terdengar masih amat jauh,
akan tetapi sebelum gema siulan lenyap. orangnya sudah berada di
situ!
Sementara itu, kakek gundul itu masih tertawa-tawa, kemudian
ia menjawab, "Siapa bantu siapa? Aku tidak mengenal segala
macam Liok to Mo-ong atau Thian-sang Mo-ong, tidak peduli segala
macam busu yang tiada gunanya!" Ucapan ini benar-benar
memandang rendah. Liok-te Mo-ong berarti Raja lblis Bumi
sedangkan Thian-sang Mo-ong diartikan Raja Iblis Langit!
Mendengar kata-kata ini, Liok-te Mo-ong Wie It memberi tanda
kepada kawan-kawannya untuk bersiap sedia karena orang itu
agaknya tidak mengambil sikap berkawan.
"Kahan ini orang-orang tak tahu malu, mengandalkan banyak
kawan mengejar-ngejar dua orang muda, ada maksud apakah?
Mengapa mereka kalian kejar-kejar?" tanya pula orang gundul tadi.
Liok-te Mo-ong Wie It menduga, bahwa orang gundul ini tentulah
seorang luar biasa di dunia kang-ouw yang selalu menyembunyikan
diri sehingga dia sendiri pun tidak mengenalnya. Maka dengan
menahan sabar ia menjawab,
"Sahabat yang baik, kami adalah busu dari istana, sedangkan
gadis itu adalah puteri seorang pemberontak yang harus ditawan
dibawa menghadap Kaisar untuk menerima hukuman. Pemuda itu
adalah pengawalnya. Kami sejak tadi mengejar-ngejarnya dan
kebetulan kau muncul dan merobohkan mereka. Karenanya kami
662
patut menyatakan terima kasih kami dan harap kau sudi
memberikan mereka kepada kami untuk dibawa ke istana."
"Ha, ha, ha, hi, hi, hi, enak saja kalian bicara'" Wanita yang baru
datang itu berkata sambil mentertawakan Wie-It. "Suamiku yang
menangkap kalian yang datang minta, benar-benar tak tahu malu.
Suamiku yang menangkap mereka, maka dia yang berhak
menentukan apa yang akan dilakukan terhadap dua orang ini."
"Benar, Ibu. Berikan saja mereka kepadaku, Ayah. Si Siauw -liong
(Naga Kecil) kelihatan lapar sekali, biar mereka diberikan kepada
Siauw-liong untuk menjadi mangsanya!" Tiba-tiba terdengar katakata
ini dari dalam gelap dan seperti juga dengan munculnya isteri
orang aneh itu, kini puteranya pun muncul secara tiba-tiba dan luar
biasa.
Para busu meIthat seorang pemuda yang bertubuh tegap dari
dalam gelap. Sebetulnya pemuda ini tampan juga wajahnya, akan
tetapi karena berkepala gundul dan sikapnya ketolol-tololan, maka
ia seperti seorang anak kecil yang tubuhnya besar. Yang
mengerikan orang, kedua tangan pemuda gundul ini
mempermainkan seekor ular yang liar, ular bersisik loreng yang
lidahnya merah dan matanya bersinar-sinar. Pada kepala ular itu
kelihatan semacam tanduk dan dari mulutnya mengepul uap biru.
Benar-benar seekor ular yang berbahaya sekali dan sekali pandang
saja orang akan mengerti bahwa ular ini berbisa. Mungkin karena
daging menonjol di kepala itulah yang membuat binatang ini
dinamakan Siauw-liong (Naga Kecil) oleh pemiliknya.
Setelah muncul tiga orang aneh ini, kita semua dapat
mengenalnya siapa mereka. Tak lain mereka adalah keluarga Seethian
Tok-ong yang lihai! Yang muncul pertama dan menawan Hui
Lian dan Hong Kin adalah See-thian Tok-ong sendiri, kemudian
muncul isterinya, Kwan-Nio dan pemuda itu adalah Ban-beng Sintong
Kwan Kok Sun yang semenjak dahulu terus gundul saja.
Mendengar omongan puteranya, See-thian Tok-ong
melemparkan tubuh Hui-Lian kepada Kwan Kok Sun. Pemuda
mengangkat tangan kiri dan dengan mudah ia menyambar lengan
Hui Lian. Ia harus memegang ular itu jauh-jauh dengan tangan
663
kanannya, karena ular itu begitu melihat Hui Lian terus merontaronta
seperti seekor anjing kelaparan daging.
"Sst, Siauw-liong jangan makan dia. Aduh.........
cantiknya............ aduh......... manisnya.. Siauw-liong, yang ini
bukan untukmu, Sayang kalau jadi mangsamu. Ayah, Ibu aku sudah
dapat!"
"Hm, sudah dapat apa?" bentak ibunya.
"Sudah dapat! Dia inilah orangnya calon isteriku. Ayah, aku minta
kawin. Dengan Si Jelita ini." Kata-kata pemuda ani terdengar kacau
tidak karuan. Memang, semenjak kecilnya, Kwan Kok Sun sudah
kelihatan aneh sekali, akan tetapi makim besar, bicaranya dan
kelakuannya makin ngacau dan ada tanda-tanda bahwa otaknya
tidak normal.
"Kok Sun, baru kemarin kau bilang minta kawin dengan puteri
Kaisar!" tegur See-thian Tok-ong.
"Tidak, Ayah, dia inilah yang kucari-cari, yang kuimpi-impikan
setiap malam. Puteri kaisar? Ah, aku tidak mau. Masih mending
kalau dia seperti ibunya, tentu cantik jelita. Bagaimana kalau dia
seperti ayahnya, seperti kaisar yang gendut dan kepala besar? Huh,
aku tidak sudi!" Kata-kata yang memaki kaisar "gendut" dan kepala
besar ini bukan semata-mata makian, karena pada masa itu, makian
ini berarti lain, yakna gendut adalah sindiran bagi orang yang selalu
mengeduk keuntungan dengan jalan korupsi sedangkan kepala
besar untuk menyindirkan orang-orang yang berlaku sewenangwenang
mengandalkan kedudukan dan pangkatnya.
"Baiklah, kau boleh mengawini gadis itu. Akan tetapi nanti dulu,
kata harus ketahui dengan jelas bahwa dia seorang gadis baik-baik,
bukan gadis sembarangan. Tadi sudah kulihat ilmu pedangnya dan
aku agak ragu-ragu." See-thian 'Tok-ong menghadapi Liok-te Moong
Wie-It dan kawan-kawannya yang mendengar semua
percakapannya itu dengan mata bengong. "Eh, mata juling,
sebetulnya siapakah gadis ini dan siapa pula pemuda ini?"
Wie It mendongkol sekali. Ingin mengerahkan kawan-kawannya
untuk mengeroyok, akan tetapi dia bukan seorang goblok. Ia dapat
menduga bahwa tiga orang ayah, ibu, anak ini bukan orang-orang
664
yang mudah dilawan. Terpaksa ia menelan kegemasannya memberi
keterangan dengan harapan si Gundul yang seperti iblis itu dapat
berubah sikap.
"Harap kau jangan main-main." katanya dengan suara sungguhsungguh,
"Nona itu bukan orang sembarangan, adalah puteri dari
Hwa I Enghiong Ciang Le yang kelihaiannya sudah terkenal di
kolong langit! Adapun pemuda adalah murid Cam-kauw Sin-kai dia
orang kepercayaan dari Pangeran Wan-yen. Harap kau sudi
memberikan mereka kepada kami untuk dihadapkan di istana.
Mendengar ini Kwan Kok Sun berseru, "A-ha, benar dia! Pantas
sekali lihat aku tertarik. Benar, Ayah, dia benar bocah manis yang
dulu menolong Kong Ji keparat! Dia benar puteri Go Ciang Le, lihat
saja bentuk bibirnya ini."
See-thian Tok-ong dan Kwan Ji Nio menghampiri puteranya dan
mereka bertiga melihat-lihat Hui Lian yang masih pingsan.
Seperti pernah dituturkan di bagian depan, ketika masih kecil,
ketika ia baru berusia sepuluh tahun, pernah Hui Lian bertemu
dengan keluarga aneh ini, di puncak Gunung Luliang-san. Ketika itu,
See-thian Tok-ong dan anak isterinya sedang hendak membunuh
Liok Kong Ji dan kebetulan sekali Hui Lian yang masih kecil datang
menolong nyawa Kong Ji.
Tadi ketika menghadapi See-thian Tok-ong, Hui Lian sudah tidak
ingat lagi siapa adanya kakek gundul aneh itu. Kalau sekiranya Seethian
Tok-ong muncul bertiga, mungkin sekali Hui Lian akan
teringat.
Kini Kwan Kok Sun yang otaknya sudah makin tidak beres itu
melihat Hui Lian, ia merasa suka dan jatuh cinta.
"Benar dia, Ayah. Benar dia kekasihku, lbu. Aku harus kawin
dengan dia, dengan puteri Go Ciang Le. Ha, ha, ha. Kemudian
ketika ularnya hendak menyerbu Hui Lian, ia membetot binatang itu
sambil memaki, "Hush, Siauw-liong' Jangan kau kurang ajar. Dia itu
calon isteriku, kau tahu? Kalau kau berani menjilat sedikit saja
kuhancurkan kepalamu!”
665
"Jangan marah, Kok Sun, dia itu sedang lapar," kata ibunya, yang
amat manjakan putera tunggalnya itu, dan yang tidak begitu senang
mellhat puteranya tergila-gila kepada Hui Lian. Seperti juga
puteranya, Kwan Ji Nio otaknya tidak beres, dan ibu ini selalu
merasa iri hati dan cemburu apabila puteranya menyatakan suka
kepada seorang wanita. "Dia lapar dan perlu dibert makan paruparu
yang segar," katanya lagi. "Paru-paru gadis remaja seperti ini
amat sehat, dapat menguatkan dan menambah keras bisa dalam
mulut Siauw-liong."
Kwan Kok Sun membelalakkan matanya. "Tidak!" bentaknya
keras. "Tidak boleh kekasihku diganggu, tidak boleh calon isteriku
dibinasakan. Ayah, ke sinikan manusia tiada guna itu. Dia harus
menjadi mangsa Siauw-liong!"
See-thian Tok-ong tertawa bergelak, lalu melemparkan tubuh
Hong Kin ke depan Kwan Kok Sun. Kok Sun melepaskan ularnya
yang merayap turun dari lengan ke atas tanah, lalu merayap ke arah
tubuh Hong Kin sambil menjulurkan lidah keluar masuk.
Pada saat itu Hong Kin siuman dari pingsannya. Ia membuka
mata dan sekejap saja ingatlah ia akan semua yang terjadi, bahwa
dia telah dirobohkan oleh para busu yang mengeroyok. Biarpun
heran sekali melihat adanya See-thian Tok-ong suami isteri dan
anak yang ia sama sekali tidak kenal, akan tetapi ia tidak
mempedulikan karena perhatiannya terpusatkan kepada seekor ular
panjang dan mengerikan yang merayap mendekatinya, jaraknya
hanya tiga kaki lagi. Sekali pandang maklumlah pemuda ini, bahwa
ia berada dalam ancaman bahaya maut, dan bahwa ular itu adalah
seekor binatang berbisa dan sekali gigitannya berarti maut
menjangkau nyawa. Cepat ia melompat bangun, akan tetapi
tubuhnya masih lemah dan ketika pemuda gundul yang berada di
dekat ular itu menggerakkan tangan, Hong Kin roboh lagi. Jalan
darah thian-hu-hiat di tubuhnya telah kena ditotok secara lihai sekali
dan biarpun Hong Kin masih sadar dan dapat mengetahui segala
apa yang terjadi, namun ia tak dapat menggerakkan seluruh
tubuhnya yang seakan-akan sudah lumpuh sama sekali.
"Ha, ha, ha, kau menangislah, berteriak-tertaklah minta tolong.
Ha ha-ha. Aku senang sekali kalau kau menjerit- jerit, juga Siauw666
liong senang sekali. Hayo kau menjerit-jerit. tidak takutkah kau?
Ular ini akan merobek bibirmu memasuki mulut terus merayap
melalui kerongkonganmu, masuk ke dalam paru-paru dan makan
habis paru-parumu sepotong demi sepotong. Ha, ha, ha,
menangislah,” Kwan Kok Sun berjingkrak-jingkrak setelah
meletakkan tubuh Hui Lian di atas tanah. Keterangan dan
kegembiraan hatinya melihat Siauw-liong hendak makan mangsanya
membuat ia lupa sebentar kepada Hui Lian.
Dapat dibayangkan betapa ngeri rasa hati Hong Kin. Akan tetapi
pemuda ini memiliki ketabahan besar, tidak gentar menghadapi
maut. Ia memandang kepada ular itu, berkejap matanya pun tidak,
jangan kata menangis. Ia menghadapi maut dengan mata terbuka.
"Kau tidak takut?" Ular menyambar ke arah muka Hong Kin yang
sama sekali tidak berkedip. Tetapi Kok Sun memegang ekor ular dan
menahannya. "Kau gagah sekali... kau tabah sekali..." Pemuda
gundul itu ragu-ragu. Memang ada suatu hal yang amat dikagumi
oleh Kwan Kok Sun, yakni keberanian dan ketabahan yang luar
biasa. Kini melihat ketabahan hati Hong Kin yang tidak berkedip
menghadapi maut ia tertarik dan merasa agak sayang, maka ia
menahan ularnya yang sudah hendak melakukan "operasinya”.
Pada saat itu Hui Lian siuman. Gadis itu melihat betapa di situ
telah banyak orang dan ia melihat kakek gundul yang
merobohkannya tadi berdiri menyeringai, di sampingnya seorang
nenek yang wajahnya cantik tapi kejam, kemudian ia melihat Hong
Kin menggeletak lemas di atas tanah dan seekor ular merayap
mendekatinya, akhirnya ia melihat Kok Sun dan pucatlah mukanya.
Ia kini tahu bahwa yang menjatuhkan tadi bukan lain adalah Seethian
Tok-ong!
"Iblis keji..!" Hui Lian menjerit dan tubuhnya melompat dengan
gerakan kilat, menubruk ke depan untuk memukul Kok Sun karena
ia tahu apa artinya ular Kok Sun, dan Hong Kin yang menggeletak.
Tentu pemuda gundul yang berotak miring itu mempraktekkan
kekejamannya seperti dulu lagi, yakni memberi makan kepada
ularnya dengan korban seseorang manusia.
Kwan Kok Sun tidak mengira bahwa dirinya akan diserang, maka
pukulan tangan Hui Lian tepat mengenai dadanya. Akan tetapi,
667
gadis itu telah habis tenaganya, dan Kok Sun sekarang bukan Kok
Sun dahulu lagi. Kepandaiannya sudah meningkat tinggi, maka
pukulan itu hanya membuatnya mundur selangkah saja. Pada saat
itu, kelihatan sinar hitam
berkelebat dan Hui Lian memekik
ngeri terus roboh pingsan! Ular
yang bernama Siauw-liong itu
ternyata telah menyerang dan
kini giginya menggigit leher Hui
Lian yang berkulit putih halus.
Melihat ini, Kok Sun menjadi
pucat, "Jahanam besar, kau...
kau... berani... Kau berani
menggigit calon isteriku? Keparat
jahanam, mampus kau!"
Tangannya bergerak dan di lain
saat ular itu telah direnggutnya
terlepas dari leher Hui Lian, lalu...
digigitnya leher ular itu oleh Kok
Sun sampai putus! Masih belum
puas dengan ini, Kok Sun membanting hancur kepala ular,
mencabik-cabik tubuh ular dengan sepasang tangannya yang kuat
sehingga tubuh ular itu menjadi berkeping-keping. Kemudian Kok
Sun menubruk Hui Lian sambil menangis teredu-sedu.
"Hui Lian, kekasihku... calon isteriku sayang …. jangan mati
kau... jangan kau tega meninggalkan aku, bawalah aku
bersamamu...." dan menangislah ia melolong-lolong seperti anak
kecil.
Muka Hui Lian sudah berubah menghitam dan kalau tidak segera
tertolong, Pasti nyawanya akan melayang. See-thian Tok-ong
maklum akan hal ini, akan tetapi ia tidak peduli. Sebaliknya Kwan Ji
Nio bingung sekali melihat anaknya demikian. Nyonya ini melihat
Kok Sun menangis melolong-lolong, tak dapat menahan
mengucurnya air matanya. Beberapa kali ditariknya lengan Kok Sun
untuk melepaskan Hui Lian dan dihiburnya.
668
"Sudahlah, Nak. Dia mati biar mati, masih banyak gadis yang
lebih dari padanya. Nanti Ibu carikan puteri Kaisar...."
"Tidak sudi, puteri Kaisar seperti ayahnya, gendut, kepala besar
dan jenggotan! Aku mau kawin dengan Hui Lian kalau dia mati aku
juga mau muti!"
Kwan Ji Nio menjadi makin bingung ia menoleh kepada suaminya
dan melihat See-thian Tok-ong tersenyum-senyum saja seperti
orang gendeng, ia lalu lompat dan menampar pipi suaminya. Seethian
Tok-ong terkejut dan seakan-akan baru sadar dari alam
mimpi.
"Ada apa?" tanyanya gagap.
"Hayo katakan apakah gadis ini masih dapat ditolong?" isterinya
menuntut.
See thian Tok-ong mengerutkan kening, "Begitu matahari keluar,
dia akan mati."
Tangis Kok Sun menjadi-jadi, bahkan kini ia menggulingkan
tubuh di atas tanah dan bergulingan ke kanan kiri, memukul-mukul
kepala dan tanah.
"Apakah ia masth bisa ditolong? Hayo katakan lekas!" kata Kwan
Ji Nio dengan keras.
"Bisa asal ada yang menyedot racun di leher itu," kata See-thian
Tok-ong.
Mendadak Kwan Kok Sun melompat bangun, menubruk Hui Lian
dan tanpa ragu-ragu lagi mulutnya mengecup leher yang terluka,
terus disedotnya kuat-kuat!
Melihat kenekatan puteranya, kini baru See-thian Tok-ong ada
perhatian. Perbuatan puteranya ini berbahaya sekali, akan tetapi
juga sekaligus menyatakan bahwa kali ini puteranya betul-betul
“cinta" kepada gadis ini. Biasanya setiap ia minta dikawinkan dan
menyatakan suka kepada seorang gadis, kalau gadis itu sudah
diculik orang tuanya, ia lalu menyatakan bosan dan tidak suka. Kali
ini begitu bertemu. Kok Sun sudah berani membahayakan nyawanya
669
untuk menolong gadis itu, agaknya kali ini anaknya bukan mainmain
lagi!
"'Tiga belas kali! Jangan lebih tiga belas kali sedotan," katanya
sambil mendekati Hui Lian dan Kok Sun. "Dan semburkan keluar
darah berbisa itu."
Dengan lweekangnya yang sudah tinggi, Kok Sun dapat
menyedot tiga belas kali tanpa melepaskan mulutnya dari leher,
akan tetapi setelah akhirnya ia melepaskan leher itu dari
kecupannya, ia lalu ….. menelan darah itu dan seketika itu mukanya
menjadi kehitaman!
"Kok Sun...!" Kwan Ji Nio menjerit.
Sementara itu, melihat semua peristiwa ini, Liok-te Mo-ong Wie It
habis sabarnya. Ia seakan-akan disuruh melihat sekumpulan orang
gila bermain sandiwara. Dengan gemas ia memberi isyarat kepada
anak buahnya dan mereka bergerak maju untuk merampas Hui Lian
dan Hong Kin lalu melarikan diri.
Akan tetapi tiba-tiba lima orang menjerit dan terpental jauh
termasuk Wie It sendiri! Biarpun tadinya ribut bertiga tak karuan,
akan tetapi ketika Wie It dan kawan-kawannya bergerak See-thian
Tok-ong mengebutkan kedua lengan bajunya, yang kanan
menyambar muka Wie It terus ke dadanya sehingga Wie It
terdorong dadanya sampai terjengkang tiga kaki lebih, yang kiri
menghantam pundak seorang busu sampai patah tulang pundaknya!
Juga Kwan Ji Nio menggerakkan rambutnya dua kali dan robohlah
dua orang busu lain. Kwan Kok Sun yang mukanya sudah kehitaman
dan kepalanya sudah mulai pening, melihat para busu menyerbu,
lalu tiba-tiba membuka mulut dan menyemburkan ludahnya yang
pada saat itu juga berbisa, tepat mengenai hidung seorang busu
sehingga busu itu berkaok-kaok kesakitan sambil membetot-betot
hidungnya yang tiba-tiba rasa gatal-gatal dan sakit sekali. Tak lama
kemudian hidung itu menjadi hitam dan copot, dan orangnya jatuh
pingsan.
Wie It terkejut setengah mati. Biarpun sudah menyangka bahwa
tiga orang ini lihai sekali, akan tetapi .tidak pernah ia mimpi akan
670
selihai itu. Maka ia berdiri bengong dan tidak berani sembarangan
bergerak.
Adapun See-thian Tok-ong, Kwan Ji Nio, dan Kwan Kok Sun,
seakan-akan sudah lupa lagi akan para busu itu dan mengurus
persoalannya sendiri. Kwan Ji Nio membanting-banting kakinya.
"Kok Sun mengapa kau menelan racun itu? Mengapa kau
mengambil keputusan mati?" ia menangis.
Kok Sun tiba-tiba ketawa, suara ketawanya seperti ringkik kuda.
"Ayah adalah Raja Racun dart Barat, mengapa aku takut minum
racun? Ha, ha, ha, Ayah. Mari kita antar calon isteriku ini ke istana
bersama pemuda yang mempunyai keberanian besar ini.”
"Ke istana? Kok Sun, aku dapat menyembuhkan dia di sini, juga
aku dapat menyembuhkan kau. Mengapa harus ke istana'" tanya
ayahnya.
"Orang seperti Hui Lian harus dijadikan puteri istana dulu, baru
kawin dengan aku. Kita membawa mereka ke kota raja, menghadap
kaisar dan bukankah Ayah pernah bilang hendak mencari
kedudukan di istana? Mengapa tidak sekalian sekarang kita ke sana
dan datang datang membawa jasa dengan menangkap dua orang
ini? Kalau Ayah yang minta, tentu Kaisar suka mengampuni Hui Lian
dan mengangkatnya menjadi puteri, kemudian kawin dengan aku."
"Hm... tapi...." See- thian Tok-ong ragu-ragu. Memang dia
bercita-cita tinggi, bahkan kalau mungkin dia mau merebut
kedudukan kaisar. Akan tetapi bukan dengan cara ini.
"Ayah, kalau begitu biar aku mati bersama Hui Lian di sini. Dia
jangan Ayah obati, juga aku tidak sudi menelan obat Ayah!" Kwan
Kok Sun mengambek.
"Kau mau bilang apa lagi'" Kwan Ji Nio membentak suaminya.
"Hayo kita berangkat ke kota raja."
See-thian Tok-ong mengangkat pundaknya, lalu berpaling kepada
Wie It dan berkata.
"Kau masih mau membawa dua orang ini ke istana? Hayo
antarkan kami."
671
"Baiklah Locianpwe, kami senang sekali,” jawab Wie It. Lenyap
sekarang kegarangan dan kesombongannya setelah ia tahu siapa
adanya kakek ini. Nama besar See-thian Tok-ong cukup membuat ia
gemetar dan tahulah ia bahwa ia kini berhadapan dengan orang
yang patut menjadi gurunya. Maka tanpa ragu-ragu lagi ia
menyebut locianpwe!
See-thian Tok-ong tidak segera berangkat. Ia lebih dahulu
mengobati Hui Lian dan Kwan Kok Sun. Setelah mata-hari menyinari
bumi, barulah See-thian Tok-ong mengajak semua orang berangkat.
Berkat obat yang luar biasa dari See-thian Tok-ong, Kwan Kok Sun
dan Hui Lian sembuh sama sekali.
Hui Lian dan Hong Kin maklum bahwa menghadapi See-thian
Tok-ong sekeluarganya mereka berdua tidak berdaya melawan.
"Biarlah kita menurut saja, Nona. Se sampainya di sana, aku
percaya Wanyen Siauw-ongya takkan membiarkan kita di ancam
bahaya," kata Hong Kin menghibur.
Hui Lian mengangguk dan gadis ini berkata kepada Kok Sun yang
selalu berada dekat dengan dia. "Kwan Kok Sun, aku mau dibawa ke
istana sebagai tawanan. Akan tetapi ingat, jangan sekali kali kau
bersikap kurang ajar dan menggangguku. Kalau laranganku ini
dilanggar, jangan harap aku akan menyerah dengan damai
sebaliknya aku akan mengamuk dan melawan sampai titik darah
penghabisan.”
Kok Sun tersenyum girang. "Nona manis, siapa berani
mengganggumu? Yang mengganggumu akan mampus lebih dulu di
tanganku. Kau calon isteriku, bagai-mana aku mau
mengganggumu? Asal kau tidak lari dari aku, kau akan bebas.
Melihat mukamu yang manis saja aku sudah puas, aku sudah
kenyang. Ah, kekasih hati pujaan kalbu...."
Hui Lian membuang muka dan tidak mau melayani lagi sampai
Kok Sun akhirnya capai dan berhenti mengaco-belo sendiri.
Rombongan yang aneh ini berjalan kaki menuju ke kota raja. Hui
Lian dan Hong Kin dikurung di tengah-tengah dan di dalam hati Hui
Lian timbul sesuatu yang hangat terhadap Hong Kin, pemuda yang
ternyata membelanya mati-matian itu.
672
"Saudara Hong Kin, karena aku seorang, kau jadi ikut menderita
dan terancam," kata Hui Lian perlahan, dan mengerling lembut ke
arah pemuda baju hijau itu.
Hong Kin tersenyum. "Nona, andaikan aku mati demi
membelamu, aku akan mati dengan puas dan bangga!"
Hui Lian membelalakkan mata dan menatap wajah pemuda itu.
Hong Kin juga memandang kepadanya dan sinar mata pemuda ini
penuh pernyataan yang kalau diucapkan akan berbunyi. "Apakah
kau masih belum mengerti akan isi hatiku yang penuh cinta kasih
kepadamu?”
Hui Lian tiba-tiba menundukkan mukanya yang menjadi merah
sekali dan aneh, pada saat seperti itu, wajah Wa Sin Hong
terbayang di depan bulu matanya. Pemuda ini demikian baik,
demikian jujur, setia dan mencintanya. Aka tetapi dia tidak "ada
hati" kepada Coa Hong Kin, sayang. Sayang dan kasihan pemuda
ini. Sebaliknya, orang yang selalu menjadi kenangan, yang sekaligus
merampas hati dan cinta kasihnya, adalah Wan Sin Hong, pemuda
yang menjadi penjahat besar! Teringat betapa Sin Hong membawa
lari Soan Li dan betapa pemuda itu mengecewakan hatinya, tak
terasa lagi dua butir air mata menitik turun di pipi Hui Lian.
Tiba-tiba terdengar suara "Plok! Plok!” dan Hong Kin terhuyunghuyung.
Ternyata ia telah digaplok dua kali oleh Kwan Kok Sun yang
tadinya seperti berjalan sambil mimpi karena pandangan matanya
ditujukan ke atas ujung kedua kakinya.
"Bedebah, berani kau mengganggu isteriku sampai dia
menangis? Dua butir air mata untuk dua gaplokan masih terlalu
murah. Awas, kalau ada air mata keluar lagi, setiap butir harus
kaubayar dengan satu gebukan. Kaulihat sajalah!"
Hui Lian terkejut sekali dan cepat ia mengeringkan matanya
dengan ujung lengan baru. Hong Kin sudah bangun lagi, menyusut
bibirnya yang berdarah ujungnya, akan tetapi bibir ini tersenyum
ketika ia memandang kepada Hui Lian. Nona ini merasa terharu,
Juga marah sekali, akan tetapi ia maklum bahwa menghadapi Kok
Sun yang gila itu, lebih baik bersabar. Ia tidak takut menghadapi
Kok Su dan belum tentu ia kalah. Akan tetapi di situ ada See-thian
673
Tok-ong, ada Kwan Ji Nio, bahkan masih ada Liok-te Mo-ong Wie It
dan lain-lain busu. Pihak lawan terlalu berat dan melawan berarti
membuang tenaga sia-sia belaka.
"Jangan pukul dia, dia kawan baikku. Aku takkan menangis dan
kalau aku menangis juga, bukan karena dia yang menggangguku,"
katanya kepada Kok Sun.
"Habis siapa yang mengganggumu?”. tanya Kok Sun ketololtololan.
"Kalau aku menangis, paling-paling engkaulah yang
mengganggu," Jawab Hui Lian mendongkol.
"Aku?" Kok Sun memandang dengan mata melirik ke kanan kiri,
kemudian kepalanya yang gundul mengangguk ketika ia berkata,
"Hm, kalau aku yang mengganggumu sampai kau menangis, aku
akan memukul kepalaku sendiri. Sekali gebuk untuk sebutir air
mata!"
Hampir Hui Lian tak dapat menahan gelak tawanya saking geli
mendengar kata-kata ini. Kalau pemuda gundul yang otaknya tidak
beres ini tidak jahat, kiranya akan menimbulkan kasihan. Akan
tetapi sekarang sifatnya yang amat jahat itu membuat ketololannya
makin menggemaskan, juga amat lucu. Kalau saja di situ tidak ada
See-thian Tok-ong dam Kwan Ji Nio yang tentu akan turun tangan,
ingin Hui Lian menangis meraung-raung dan memeras semua air
matanya biar Si Gila Gundul itu memukuli kepalanya sendiri sampai
benjut dan pecah-pecah!
Diam-diam Hui Lian merasa cemas mengingat akan nasib sendiri.
Apakah yang akan dialaminya selanjutnya? Betapapun juga, kalau ia
melirik ke arah Hong Kin dan melihat pemuda itu tenang-tenang
saja berjalan di sebelahnya, hatinya menjadi agak lega dan tenang.
Ia percaya akan kepintaran pemuda ini, percaya pula akan kebaikan
hati Pangeran Wanyen, yang air mukanya seperti Wan Sin Hong itu.
Teringat sampai di sini, kembali wajah Sin Hong terbayang-bayang,
membuat Hui Lian melamun dan berjalan sambil menundukkan
mukanya yang kemerahan.
Biarpun Kwan Kok Sun seorang pemuda yang sejak kecilnya
biasa ugal-ugalan dan hati pikirannya terbungkus hawa kejahatan,
674
namun ia merasa keder juga ketika memasuki istana dan
dihadapkan kepada kaisar. Pribadi Kaisar amat kuatnya dan
wibawanya besar. Semua itu bukan saja disebabkan oleh karena
memang Kaisar yang biasa disembah itu mempunyai pengaruh diri
yang kuat, juga dibantu oleh keadaan di dalam istana yang
demikian besar, demikian indah, dan demikian mewah. Siapapun
juga yang memasuki ruangan itu dan menghadap kepada Kaisar,
melihat semua orang berlutut menghormat Kaisar, pasti akan
tunduk dan merasa dirinya kecil. Demikian pula Kok Sun yang
segera ikut-ikut menjatuhkan diri berlutut di depan kaisar dan tidak
berani membuka mulut secara sembrono atau ugal-ugalan.
Adapun Kwan Ji Nio, sebelum menikah dengan See-thian Tokong,
adalah seorang keturunan Han. Oleh karena itu di dalam sudut
hatinya, ada perasaan bangga terhadap negara dan terutama
terhadap Kaisar. Wanita ini tidak mengikuti perkembangan politik,
tidak tahu akan artinya dinasti yang jatuh bangun ia hanya tahu
bahwa kaisar di istana kota raja adalah kaisar di Tiongkok, adalah
seorang mulia seperti yang biasa disebut orang sebagai Cin-beng
Thian-cu (Putera atau Pilihan Tuhan) dan karenanya harus
disembah-sembah oleh rakyat! Inilah sebabnya maka ia pun berlutut
dengan penuh penghormatan di depan kaisar bersama yang lainlain.
Apa lagi Hui Lian yang baru pertama kali itu memasuki istana dan
semenjak masuk di pintu gerbang pertama sudah bengong
mengagumi keindahan bangunan dan perabot-perabot rumah,
terkena juga pengaruh kebesaran kaisar dan bersama Hong Kin ia
pun berlutut di atas lantai yang mengkilap dan bersih sekali itu.
Yang tidak berlutut hanyalah See-thian Tok-ong. Tokoh ini
datang dari India dan ia merasa diri-sendiri juga seorang raja,
biarpun raja dalam dunia kang-ouw, yakni seperti juga orang
menyebutnya, Raja Racun! See- thian Tok-ong memberi hormat
seperti seorang beragama Buddha memberi hormat, merangkap
kedua tangan di depan dada sambil menjura, kemudian karena tidak
enak melihat semua orang berlutut, ia lalu duduk bersila di atas
lantai!
675
Kaisar duduk di atas kursi gading berukir emas yang berkilauan
dan indah sekali, pakaian kebesarannya juga mentereng. Di kanan
kirinya terdapat enam orang siuli yang cantik-cantik menjaga segala
keperluannya sehingga Sang Kaisar tak perlu bersusah-payah kalau
menghendaki sesuatu. Kegerahan? Ada tangan halus yang
menggerak-gerakkan kipas bulu burung merak dari Tanah Selatan.
Hendak minum? Sepasang lengan yang mungil menyangga baki
terisi segala macam minuman dan buah-buahan, tinggal pilih. Kaki
atau anggauta tubuh pegal-pegal? Ada jari-jari tangan yang halus
lunak dan ahli memijit-mijit bagian yang pegal untuk menghilangkan
rasa lelah.
Agak jauh dari tempat duduk kaisar berbaris pengawal pribadi
kaisar yang jumlahnya tiga puluh orang, lima belas kanan dan lima
belas di kiri. Di jaman dahulu pengawal pribadi hanya berjumlah
enam atau paling banyak dua belas orang saja yang hadir di
ruangan pertemuan itu, sebagian besar hanya menjaga di luar siap
sedia kalau ada sesuatu. Akan tetapi semenjak kota raja diperkuat,
segala apa juga diperkuat sehingga kaisar dan sekeluarganya dapat
tidur nyenyak. Para pengawal pribadi ini nampak kuat- kuat dan
berkepandaian tinggi, dengan senjata tajam siap di tangan.
Ada yang memegang tombak, toya, pedang, golok, ruyung dan
penggada. Sikap mereka angker sekali dan berdirinya tegak dalam
sikap menghormat. Di bagian luar ruangan, akan tetapi kelihatan
dari situ, nampak sepasukan pengawal lain berdiri menjaga, jumlah
mereka semua tidak kurang dari seratus orang. Ada pasukan panah,
pasukan golok, pasukan pedang, dan pasukan tombak. Pakaian
sama bentuknya, hanya berbeda warnanya. Semua ini menambah
keangkeran Kaisar dan membuat orang yang mempunyai pikiran
buruk hendak berkhianat menjadi kecil hatinya!
Liok-te Mo-ong Wie It membuat laporan kepada Kaisar,
menceritakan bahwa dia dan kawan-kawannya berhasil menawan
Nona Go Hui Lian dan seorang pemuda yang mengawalnya bernama
Coa Hong Kin. Semua ini berhasil berkat bantuan tiga orang gagah
perkasa yang kini ikut menghadap yakni See-thian Tok-ong,
isterinya Kwan Ji Nio dan puteranya Kwan Kok Sun.
676
Kaisar nampak girang dan puas sekali mendengar laporan ini. Ia
memandang ke arah Hui Lian dengan kening berkerut, lalu
menggeleng-gelengkan kepalanya yang dibebani mahkota berat
seakan-akan menyayangkan seorang gadis remaja demikian cantik
sampai tersesat menjadi pemberontak! Kepada Hong Kin ia hanya
mengirim pandang mata selirikan saja. Kemudian ia memandang
kepada See-thian Tok-ong bertiga dengan penuh perhatian.
"Kalian bertiga telah berjasa dalam menangkap dua orang
buronan ini, apakah sekarang kehendak kalian menghadap ke sini?
Apakah hendak minta hadiah? Biarlah kami memberi hadiah seratus
tail uang emas kepada kalian bertiga," kata Kaisar memperlthatkan
kemurahan hatinya.
See-thian Tok-ong yang tadinya besila dan meramkan mata
seperti Sang Buddha bersamadhi, kini membuka matanya dan
berkata dengan hormat akan tetapi tegas,
"Hamba bertiga bukanlah segolongan orang yang gila harta
seperti kebanyakan pegawai Paduka! Hamba datang selain untuk
menghaturkan hormat, juga untuk mengajukan permohonanpermohonan."
Kaisar mengangguk-angguk. "Memang banyak yang menampik
harta akan tetapi mengharapkan hadiah lain. Katakan apa
permohonanmu? Kalau pantas dan dapat dilaksanakan, tentu kami
takkan merasa keberatan."
"Permohonan hamba bertiga hanya ada dua macam. Pertama,
putera hamba tergila-gila dan suka kepada Nona Go Hui Lian yang
menjadi tawanan, karena itu hamba mohon Paduka suka
mengijinkan Nona ini menjadi isteri putera hamba. Kedua, apabila
Paduka membutuhkan dan mau menerima, hamba suka menjaga
keamanan di dalam istana ini dan hamba bertiga sanggup
membasmi semua musuh Paduka atau orang-orang yang
mengancam keselamatan isi istana.”
Semua orang tercengang mendengar permintaan yang bukanbukan
ini. Memang permintaan itu, terutama yang ke dua, boleh
saja diajukan akan tetapi bukan seperti itu cara mengajukannya,
seakan-akan mengajukan permintaan kepada seorang kawan saja.
677
Apalagi bahasa yang dipergunakan oleh kakek gundul kasar sekali
bagi pendengaran orang-orang di situ yang biasa mendengar katakata
halus penuh kesopanan yang diajukan orang terhadap Kaisar.
Akan tetapi Kaisar tidak marah, hanya tersenyum agak masam.
Kemudian Kaisar memandang kepada Hui Lian dan berkata,
"He, kau, gadis cantik yang menjadi tawanan. Apakah kau suka
diambil sebagai isteri oleh putera See thian Tok-ong yang
namanya... eh, Wie It, siapa tadi namanya bocah gundul ini?”
"Namanya Ban beng Sin-tong Kwan Kok Sun, Tuanku," jawab
Liok-te Mo-ong Wie It.
Kaisar tertawa. "Panjang benar. Tapi pantas bagi seorang yang
mempunyai nyawa selaksa. Bagaimana, Go Hui Lian, sukakah, kau?"
Hui Lian menoleh ke arah Kok Sun, memandang penuh
kebencian, kemudian mengangkat muka menatap wajah Kaisar,
penuh keberanian ketika ia menjawab lantang.
"Hamba tidak sudi!"
Kwan Kok Sun terkejut, lupa bahwa dia menghadap Kaisar. "Eh,
calon isteriku yang manis, kekasihku sayang, mengapa kau
menjawab begitu?"
Kaisar mengangkat tangan dan kalau bukan Kok Sun yang
membikin ribut, tentu sudah mendapat gaplokan dari para busu.
Kaisar mengerutkan kening dan berkata, "Hai perjodohan ini biar
kami pIkir-pikir dulu. Masukkan gadis ini dalam tahanan"
perintahnya dan Hui Lian lalu digiring keluar dari tempat itu.
Melniat Hui Lian dibawa pergi dari ruangan itu, Kwan Kok Sun
hendak bangun berdiri dan hendak marah, akan tetapi tiba-tiba
ayahnya membentak,
"Kok Sun, jangan bergerak kau!"
Kok Sun amat dimanja oleh orang tuanya, terutama oleh ibunya,
akan tetapi terhadap ayahnya ia masih takut. Tahu bahwa bentakan
ayahnya kali ini sungguh-sungguh dan ia tidak berani
membangkang, lalu duduk lagi dan berlutut seperti tadi, biarpun
678
matanya kadang-kadang melirik ke arah lorong kemana Hui Lian
dibawa pergi.
Kaisar memandang kepada Coa Hong Kin yang masih berlutut,
lalu membentak marah. "Kau... mengapa kau berani membantu
seorang pemberontak? Apakah kau ada niat memberontak terhadap
kami?"
Hong Kin menjawab dengan penuh hormat. "Tidak sekali-kali
hamba berniat demikian jahat. Hamba hanya menerima perintah
dari Pangeran Wanyen Siauw-ongya untuk mengantarkan Nona Go
Hui Lian keluar dari kota raja. lnilah tanda hamba sebagai utusan
Wanyen Siauw ongya." Coa Hong Kin mengeluarkan kancing emas
pemberian Pangeran Wanyen.
Kaisar mengelus-elus jenggotnya mengerutkan keningnya.
Wanyen Ci Lun adalah keponakannya yang amat disayang dan
sudah banyak jasanya terhadap negara dan amat pintar sehingga
seringkali dalam menghadapi perkara-perkara besar, kaisar minta
bertukar pikiran dengan Pangeran itu. Kini Wanyen Ci Lun menyuruh
orang kepercayaannya mengantar gadis Go Hui Lian keluar kota
raja, apalah artinya semua ini? Kaisar tidak mau segitu saja marah
kepada keponakannya, apalagi menyangka yang bukan-bukan. Oleh
karena itu ia lalu berkata kepada penjaga.
"Masukkan dia dalam tahanan menanti pemeriksaan lebih lanjut!"
Seperti Hui Lian, Hong Kin juga digiring keluar dari tempat itu
untuk dimasukkan ke dalam kamar tahanan yang tentu saja terpisah
dari tempat tahanan Hui Lian.
Kaisar memandang lagi kepada See-thian Tok ong yang sabar
menanti sambil tetap duduk bersila.
"See than Tok-ong, kami ulangi, urusan perjodohan dapat
dibicarakan kelak setelah urusan gadis itu diperiksa teliti. Sekarang
tentu usulmu atau permintaanmu yang kedua. Kau menjanjikan
bantuan untuk menjaga keselamat kami, apakah alasanmu?"
Setelah berkata demikian, Kaisar menatap wajah See thian Tok-ong
dengan tajam.
679
"Pertama mengingat bahwa hamba yang berasal dan See-thian
sekarang sudah bertempat tinggal di negara ini maka sudah
sepatutnya kalau hamba menyumbang tenaga dan kepandaian
untuk membalas budi kepada Paduka, kedua kalinya oleh karena
hamba mendengar bahwa bangsa Mongol sudah mengancam
keamanan di negeri ini sedangkan hamba mempunyai permusuhan
dengan orang-orang Mongol maka hamba bersiap untuk membela
kerajaan paduka dari serangan mereka itu."
Kaisar menjadi girang dan tertarik. "Bagaimana kau seorang yang
datang jauh dari barat dapat bermusuhan dengan orang Mongol
yang tinggal jauh di utara?"
Dengan suara tetap dan tenang See-thian Tok-ong menjawab.
"Hamba pernah merantau sampai ke Mongolia dan di sana hamba
menerima penghinaan dari mereka, bahkan hampir saja hamba
terbunuh kalau saja hamba tidak berkepandaian."
Kaisar mengangguk-angguk. Orang ini boleh dipakai, pikir Kaisar.
Hanya yang masih meragukan, apakah benar-benar kepandaiannya
tinggi dan sampai di mana kesetiaannya.
"Wie-ciangkun, apakah kau sudah melihat bagaimana kepandaian
dari See-thian Tok ong ini? Sampai di manan tingkatnya dan
pangkat apakah pantasnya bagi seorang berkepandaian seperti
dia?"
Liok-te Mo-ong Wie It tidak saja sudah kenal baik nama besar
See-thian Tok-ong seanak isteri yang sudah menggegerkan dunia
kang-ouw dan bahkan sudah memhasmi partai besar dan disegani
seperti Im-yang-bu-pai, akan tetapi juga sudah menyaksikan sendiri
kehebatan ilmu kepandaiannya tiga orang aneh dari barat itu. Maka
ia pun tahu bahwa di antara semua pengawal dt istana, tak seorang
pun dapat menandingi kepandaian kakek gundul mi.
"Menurut pendapat hamba yang bodoh, kalau ada pangkat yang
tepat bagi See-than Tok-ong Locianpwe, maka pangkat itu hanya
kepala seluruh pengawal."
Kaisar kelihatan tercengang dan menoleh kepada See-than Tokong
untuk memandang penuh perhatian. Pengangkatan kepala
pengawal istana apalagi kepala seluruh pengawal bukanlah hal yang
680
remeh dan tidak mungkin pangkat tertinggi bagi pengawal Kaisar
diserahkan kepada sembarang orang begitu saja tanpa mengenaI
baik-baik siapa orangnya.
Pada saat itu terdengar seruan keras sekali,
"Kaisar lalim mampuslah kau!"
Seruan ini disusul oleh berkelebatnya lima bayangan orang yang
gerakannya luar biasa cepatnya. Bayangan-bayangan orang ini
masuk ke dalam ruangan dari pelbagai jurusan, yang tiga masuk
dari atas dengan menerobos genteng, yang seorang dari jendela
dan yang seorang lagi dari pintu. Benar-benar hal yang seperti tak
masuk di akal kalau ada lima orang musuh gelap dapat memasuki
istana begitu saja, bahkan dapat masuk ke dalam ruangan sidang
Kaisar tanpa diketahui oleh para penjaga di luar yang berlapis-lapis
dan amat kuat!
See-than Tok-ong mengeluarkan gerengan marah dan tubuhnya
yang tadi bersila, kini tiba-tiba melompat ke atas dan kedua
tangannya sudah memegang sepasang senjatanya yang
mengerikan, yakni Ngo-tok Mo-jiauw (Cakar Setan Lima Racun) dan
secepat kilat ia menerjang dua orang lawan yang sudah
mengeluarkan pedang masing-masing untuk menyerang Kaisar.
Kwan Ji Nio mengeluarkan jeritan nyaring, tahu-tahu tubuhnya
sudah melesat ke depan Kaisar, membelakangi kaisar dan tangan
kirinya menyambar sebatang piauw yang tadinya melayang ke arah
Kaisar, sedangkan tangan yang memegang ranting digerakkan cepat
menyampok runtuh dua batang piauw lain. Kemudian ia
menghadapi seorang penyerbu dan segera mereka bertempur
sengit.
Juga Kwan Kok Sun biarpun biasanya kelihatan tolol dan ayalayalan,
kini nampak sekali bahwa dalam keadaan penting ia
ternyata dapat bergerak luar biasa cepatnya. Entah dari mana
mengambilnya tahu-tahu kedua tangannya sudah memegang ular
kecil warna hitam putih dan ia menerjang seorang penyerbu yang
datang dari jendela. Penyerbu ini mengeluarkan seruan kaget dan
agaknya ngeri menyaksikan senjata aneh akan tetapi ilmu silatnya
tinggi dan dapat menandingi Kwan Kok Sun.
681
Adapun penyerbu yang seorang lagi yang datang dari pintu,
sudah disambut oleh Liok-te Mo-ong Wie It yang dibantu oleh lima
orang panglima pengawal. Mereka ini segera mengeroyok dan
mengepung orang ke lima ini.
Para pengawal yang tadinya berdiri tegak dan gagah di kanan kiri
Kaisar secara otomatis kini sudah mengelilingi Kaisar dan
merupakan pagar hidup yang kokoh kuat melindungi yang
dipertuan. Akan tetapi Kaisar berteriak marah.
"Yang di depanku jongkok! Aku ingin menonton pertempuran!"
Para pengawal yang berada di depan Kaisar lalu memasang
kuda-kuda sambil berjongkok, kaki kiri berjongkok kaki kanan
dilonjorkan ke depan, senjata di tangan dan siap menghadapi segala
kemungkinan. Setelah mereka ini berjongkok Kaisar nampak puas
dan menonton pertempuran hebat yang terjadi di ruang ini„ tangan
kanannya otomatis meraba gagang pedangnya.
Pertempuran ini memang hebat, See-thian Tok ong yang
memegang sepasang Ngo-tok Mo-jiauw dikeroyok oleh dua orang
yang amat lihai ilmu silatnya. Pengeroyoknya adalah dua orang
tinggi kurus yang berjenggot panjang berpakala seperti petani dan
nampaknya lemah. Akan tetapi ternyata ilmu pedangnya amat
ringan dan gesit. Seorang di antara mereka hanya satu telinganya,
yang kanan telah buntung. Yang seorang agak lebih muda
berpakaian serba kuning. Melihat Si Telinga Buntung itu, Kaisar
mengeluarkan seruan marah.
"Penjahat she Siok! Kiranya engkau.”
Si Telinga Buntung itu mengeluarkan suara mengejek. "Kaisar
buto (lalim), bagus sekali kau masih mengenaI aku. Mampuslah
kau!" Tangan kirinya menyambitkan dua butir pelor baja melayang
cepat ke arah Kaisar.
Seorang di antara pengawal di depan Kaisar yang berjongkok,
tiba-tiba meloncat dan dengan gerakan indah sekali berhasil
menangkap dua buah pelor baja itu, lalu berlutut kembali seperti tak
pernah ada kejadian sesuatu. Si Telinga Buntung nampak kaget.
Tak disangkanya bahwa Kaisar ini dilindungi oleh orang-orang
pandai, bahwa pengawal-penga yang kelihatannya tak berisi itu
682
ternyata memiliki kepandaian yang lumayan tingginya. Kemudian ia
terpaksa mengalihkan seluruh perhatiannya kepada See-thian Tokong
yang bukan main-main itu.
Si Telinga Buntung yang oleh Kaisar dikenal sebagai orang she
Siok ini sebetulnya adalah Siok Hoat yang berjuluk Thian-sin
(Malaikat Langit) dan dahulu menjadi kepala pengawal dari Kaisar.
Kumudian datang Liok-te Mo-ong Wie It yang kepandaiannya tinggi
dan setingkat dengan Siok Hoat. Karena Wie It menjadi
kepercayaan Kaisar dan diangkat menjadi komandan Kim-i-wi, diamdiam
antara Siok Hoat dan Wie It timbul persaingan. Siok Hoat telah
beberapa lama mengadakan hubungan gelap dengan seorang siuli
dan pada suatu hari ia ditangkap dan oleh Kaisar dijatuhi hukuman
potong telinga dan diusir dari kota raja dengan dakwaan telah
bermain gila dengan siuli dan karenanya berarti mengotori istana
dan menghina Kaisar!
Setelah Siok Hoat diusir, Liok-te Mo-ong Wie It diangkat menjadi
kepala pengawal. Semenjak itu, sudah hampir sepuluh tahun yang
lalu, orang tidak mendengar lagi tentang nasib Siok Hoat. Padahal
diam-diam bekas komandan pengawal ini telah melatih diri dan
mengadakan hubungan dengan orang-orang yang mempunyai
perasaan anti Kaisar. Dan pada hari itu, dengan empat orang
kawannya yang berkepandaian tinggi, ia berhasil memasuki istana
secara diam-diam untuk melakukan percobaan membunuh kepada
Kaisar. Sudah barang tentu ia mendapat bantuan dari para matamata
yang menyelundup sebagai pengawal dan orang-orang
penting di dalam istana, kalau tidak demikian, tak mungkin ia dan
kawan-kawannya dapat memasuki istana tanpa diketahui para
penjaga.
Yang dihadapi See-thian Tok ong adalah Thian-sin Siok Hoat
sendiri dan seorang kawannya, yakni seorang tosu (pendeta
penganut aliran Too yang berambu panjang) bernama Swi Tok Saiong.
Tosu ini adalah seorang pendeta perantau dari Pegunungan
Go-bi-san dan ilmu silatnya juga berdasarkan Ilmu Silat Go-bo pai,
hanya sudah banyak berubah karena sesungguhnya dia bukanlah
murid aseli dan Go-bi-pai. Swi Tok Sai-ong adalah seorang tokoh
dan golongan Mo-kau atau yang lajim disebut agama sesat oleh
para tokoh agama lain seperti Agama Buddha, Agama To, dan para
683
pemua Kwan lm dan lain-lain. Seperti Siok Hoat, tosu atau sai-kong
ini pun seorang ahli bermain pedang dan bersama Thiansin Siok
Hoat ia mencoba untuk mendesak See thian Tok-ong.
Namun See-thian Tok-ong bukanlah manusia sembarangan. Ilmu
silatnya sudah mencapai tingkat yang Iebih tinggi laripada ahli-ahli
silat lainnya, bahkan dia memiliki beberapa keistimewaan yang
sesuai dengan julukannya, yakni Tok-ong (Raja Rucun). Sepasang
senjatanya saja, yakin Ngo-tok Mo-jiauw sudah mengerikan. Lima
buah kuku panjang dan setiap jari tangan cakar setan ini terdiri dari
lima warna dan mengandung lima macam racun yang amat
berbahaya. Sekali saja terkena cakaran dan terluka sampai
mengeluarkan darah oleh sebuah dt antara lima kuku ini, orang
akan tewas. Setiap kuku mendatangkan maut yang berlainan akan
tetapi sukar dikatakan mana yang paling mengerikan. Kuku ibu jari
saja kalau melukai orang, korban itu akan berkelojotan, seluruh
tubuh terasa panas-panas seperti terbakar dan dalam waktu paling
lama sepeminuman teh orang itu akan tewas dengan tubuh menjadi
hangus menghitam! Dan kuku kelingking sebaliknya yang terkena
akan menggigil kedinginan dan dalam waktu yang sama akan tewas
dalam keadaan tubuh membeku dan kaku, kulit menjadi biru
menakutkan.
Biarpun dikeroyok dua oleh ahli-ahli silat tinggi yang gerakannya
kuat dan cepat, See-thian Tok-ong tidak gentar. Ia tidak terdesak,
sebaliknya sepasang cakar setannya setiap saat mengincar nyawa
kedua lawannya dan pertempuran itu berjalan mati-matian sampai
lima puluh jurus lebih. See-thian Tok-ong tidak terdesak akan tetapi
itu pun tidak berani terlalu sembrono dan terlalu bernafsu
menghadapi dua lawan itu, karena dua batang pedang itu bergerak
cepat sekali dan kalau ia terlengah sedikit saja bahaya mengancam
nyawa. Oleh karena kedua pihak bertempur dengan amat hati-hati,
maka pertempuran itu berjalan seru dan lama. Setelah menandingi
Se thian Tok-ong, Siok Hwat dan Swi To Sai-ong terkejut setengah
mati.
Sebagai ahli-ahli berpengalaman, mencium bau yang keluar dari
sepasang cakar setan itu maklumlah mereka bahwa mereka
menghadapi senjata beracun yang hebat. Pula melihat ilmu silat
See-thian Tok-ong yang tinggi, mereka mengeluh sendiri. Tak
684
disangkanya sama sekali bahwa di dekat Kaisar terdapat manusia
semacam ini! Mereka benar-benar merasa bertemu dengan batu
keras.
Memang kalau sekiranya mereka berlima ini hanya dihadapi oleh
pengawal-pengawal yang tingkat kepandaiannya tidak melebihi Liokte
Mo-ong Wie It, biarpun mereka akan mati dikeroyok oleh banyak
pengawal, akan tetapi kiranya mereka pun akan berhasil membunuh
Kaisar. Akan tetapi kini di situ ada See-thian Tok-ong, dan masih
ada dua orang lagi yang kini juga memperlihatkan ketangkasan dan
kelihaiannya, yakni Kwan Ji Nio dan Kwan Kok Sun!
Kwan Ji Nio yang tadi menangkis serangan tiga batang piauw
yang menyambar ke arah Kaisar, bertempur sengit dengan
penyambit piauw, seorang gemuk pendek yang gerakannya gesit
sekali.
Orang gemuk pendek, berusia empat puluh lima tahun, berkumis
tipis dan berkulit muka halus ini adalah Liang Ti kepala rampok di
daerah selatan. Di selatan dia terkenal sekali, apalagi senjatanya
yang berupa pacul dan senjata gelapnya berupa piauw bersayap
(Hui piauw). Dahulu di waktu mudanya. Liang Ti Ek ini adalah petani
maka senjatanya pacul.
-oo0mch-dewi0oo-
Jilid XXV
KETIKA keadaan negara kacau karena kelemahan Kaisar dan
disana-sini orang-orang jahat merajalela, dusun tempat tinggal
Liang Ti Ek menjadi korban serbuan perampok, Liang Ti Ek adalah
seorang gagah dan berkepandaian tinggi. Seorang diri dengan
paculnya, ia berhasil membasmi perampok-perampok ini sehingga
akhirnya mereka takut dan mengangkatnya menjadi kepala. Melihat
keadaan negara kacau dan para petugas negara tukang korup
besar, Liang Ti Ek meninggalkan dunia sawah-ladangnya dan masuk
ke dunia lok-lim, menjadi kepala rampok. Tadinya memang yang
diganggunya hanya para pedagang dan pembesar yang lewat, akan
tetapi lambat laun, watak anak buahnya yang kasar dan keji rupa685
rupanya menular kepadanya dan dia menjadi kepala rampok tak
pandang bulu dan kejam.
Setelah Hwa I Enghiong Ciang Le tinggal di selatan, Liang Ti Ek
ketakutan dan berpindah-pindah, bahkan ia membubarkan anak
buahnya dan bekerja seorang diri menjadi perampok tunggal.
Kemudian ia bertemu dengan Thian-sin Siok Hoat dan bersahabat.
Demikianlah hari ini ia ikut membantu Siok Hoat untuk membunuh
Kaisar.
Akan tetapi, siapa kira, baru saja memperlihatkan keahliannya
menyambit dengan tiga batang piauw sekaligus ke arah Kaisar,
muncul seorang nenek perkasa yang dengan mudah meruntuhkan
tiga batang piauwnya dan kini bahkan menyerangnya dengan hebat.
Liang Ti Ek memutar paculnya mengerahkan tenaga lweekangnya
untuk mendesak. Namun, alangkah terkejutnya ketika matanya
matanya menjadi berkunang dan ia harus membuka mata lebarlebar
karena kalau tidak demikian, ia mungkin akan kehilangan
lawannya dan tahu-tahu akan menerima pukulan maut. Demikian
cepat gerakan lawannya dan alangkah ringan kakinya bergerak ke
sana ke mari, tanda bahwa ia menghadapi seorang nenek tua yang
memiliki ginkang luar biasa sekali. Maka cepat ia menggerakkan
paculnya dan mainkan ilmu silat yang aneh gerakannya. Tidak
sembarangan ahli silat dapat mainkan alat pertanian ini sebagai
senjata. Kalau orang tidak memiliki dasar ilmu silat tinggi, maka
senjata ini hanya membikin kaku gerakannya dan tak mungkin
menjadi senjata yang ampuh. Akan tetapi, kalau yang mainkan itu
sudah memiliki kepandaian tinggi, apalagi memang sudah berpuluh
tahun Liang Ti Ek berlatih ilmu mainkan pacul, senjata aneh ini amat
berbahaya dan merupakan senjata yang dapat mengimbangi
kelihaian ranting di tangan Kwan Ji Nio.
Pertempuran yang amat ramai dan paling mengerikan hati adalah
pertempuran antara Pouw Bin dan Kwan Kok Sun. Kwan Kok Sun
sebagaimana diketahui adalah seorang pemuda yang berkepala
gundul dan kepandaiannya yang diwarisi dari ayah bundanya yang
kosen, tentu saja amat hebat. Di lain pihak Pouw Bin yang menjadi
lawannya adalah seorang bertubuh tinggi besar dan kepalanya di
tengah-tengah botak kelimis menyaingi kepala Kwan Kok Su. Muka
Pouw Bin menghitam dan mengkilap seperti pantat kwali digosok
686
minyak. Ia berjuluk Thiat touw kang- jiu (Kepala Besi Tangan Baja)
dan kepandaiannya tinggi karena sebetulnya dia adalah sute (adik
seperguruan) dari Thian-sin Siok Hoat bekas kepala itu. Yang
diandalkan adalah ilmu pukulan tangan kosong yang disebut Kangsan-
jiu (Tangan Gunung Baja). Setiap jari tangannya merupakan
senjata seperti batang baja yang kokoh kuat, yang sekali ditusukkan
dapat melubangi tembok. Selain ini, juga julukannya Kepala Besi
bukan tidak ada artinya. Kepalanya yang botak itu bukan karena
penyakit juga bukan sengaja botak, melainkan akibat daripada
latihan lweekang dengan kepalanya. Dari kulit kepalanya yang botak
ini kalau dipergunakan keluar hawa pukulan yang dahsyat dan
sudah banyak sekali lawan yang ia robohkan dengan benturan
kepalanya yang lihai.
Tadinya Pouw Bin memandang rendah kepada Kwan Kok Sun,
akan tetapi setelah pertandingan berlangsung beberapa belas jurus,
bukan main kagetnya melihat bahwa sepasang ular hijau di tangan
pemuda gundul itu benar-benar amat berbahaya. Sepasang ular itu
dimainkan oleh Kok Sun seperti orang mainkan senjata ruyung
lemas (joan-pian) dan bahkan jauh melebihi joan-pian bahayanya.
Kalau orang terkena pukulan joan-pian, asal memiliki tenaga
lweekang dan pernah melatih diri dengan ilmu kebal, paling banyak
hanya terluka. Akan tetapi, sekali saja kena sabetan ular hijau ini
berarti terkena gigitan dan racunnya. Betapapun kebal seseorang,
betapapun lihai lweekangnya asal darah sudah dimasuki racun ular
ini, celakalah dia! Oleh karena itu Pouw Bin yang berlengan besi
tidak berani mengadu lengannya dengan ular-ular itu, sebaliknya
Kwan Kok Sun juga tidak berani mengadu ularnya dengan sepasang
lengan yang demikian keras dan kuat. Melihat tangan yang
mengeluarkan cahaya kehitaman itu saja maklumlah Kok Sun bahwa
lawannya memiliki sepasang tangan rang sudah dilatih secara hebat.
Adapun orang ke lima adalah Pouw Sin, berjuluk Siang-sin-to,
atau Sepasang Golok Sakti. Orangnya kurus kecil, dia ini adik dari
Pouw Bin, juga sute dari Siok Hoat. Sesuai dengan julukannya,
sepasang goloknya jarang menemui tandingan. Tadi, ia disambut
oleh Liok-te Mo-ong Wie It. Kalau saja Wie It maju seorang diri,
kiranya ia takkan dapat menang melawan Siang-sin-to Pouw-Sin.
Baiknya ia maju dengan bantuan Bu Tong busu tinggi besar itu dan
687
empat orang busu lain. Dengan berenam ia mengeroyok Siang-sinto
Pouw Sin. Pouw Sin menggerakkan sepasang goloknya lihai
sekali. Baru belasan jurus saja sudah ada dua orang busu yang
terluka dan terpaksa mengundurkan diri dari kalangan pertempuran.
Melihat ini, dua orang busu lain yang lebih lihai menggantikan
mereka dan kini Liok-te Mo ong Wie It yang melihat cara lawan ini
bersilat golok memberi aba-aba untuk mengeroyok dari jauh,
mempergunakan serangan bertubi-tubi dan bergiliran secara teratur.
Benar saja, Pouw Sin kewalahan sekali dan kini ia terdesak hebat.
Tiba-tiba terdengar pekik mengerikan dan tubuh Kwan Kok Sun
terlempar membentur dinding di belakangnya. Sebaliknya, lawannya
Pouw Bin Si Kepala Baja terhuyung-huyung. Dialah yang memekik
tadi dan mencoba dengan tangan kirinya untuk membetot seekor
ular hijau yang menggigit pergelangan tangan kanannya. Akan
tetapi sebelum ia berltasil membetot, racun ular itu telah menjalar
ke dalam tubuh menyerang jantungnya dan ia roboh binasa,
mukanya menjadi hijau sekalI. Bagaimana Kwan Kok Sun sampai
terlempar jauh? Tadi ketika pemuda gundul ini menjadi gemas
karena sudah tiga puluh jurus belum juga ia dapat mengalahkan
lawannya, lalu menyimpan seekor ularnya di dalam saku dan
sebaliknya mengeluarkan sebuah bungkusan kecil yang segera
dimasukkan ke dalam mulutnya! Tak lama kemudian sambil
mengeluarkan bentakan nyaring dari mulutnya menyambar uap
hitam ke arah Pouw Bin. Inilah obat tadi yang dikeluarkan dengan
saluran hawa lweekang. Kalau bukan Kok Sun putera Si Raja Racun,
tentu saja tidak berani memasukkan bubuk racun hotam ke dalam
mulutnya! Pouw Bin terkejut dan cepat sekali ia menggerakkan
tubuh mengelak, akan tetapi hawa beracun itu masih menguasainya
ketika hidungnya mencium bau racun itu, membuat pandangan
matanya untuk sedetik berkunang. Ia cepat menyalurkan hawa
murni untuk mengusir pengaruh ini, akan tetapi pada saat itu, Kok
Sun tidak membuang kesempatan baik, menyerang dengan ularnya
yang masih seekor berada di tangannya. Ular menyambar ke arah
leher Pouw Bin. Tiat-thouw-kang-jiu Pouw Bin pada saat itu sudah
sadar kembali dari pengaruh bau busuk racun hitam. Telinganya
mendengar sambaran hawa pukulan kawan. Maklum bahwa tidak
ada jalan lain untuk menangkan pertandingan itu selain mengadu
688
nyawa, ia cepat mengulur tangan menangkap leher ular dan
berbareng ia menggunakan kepalanya menyeruduk ke depan, ke
arah perut Kwan Kok Sun.
Akibatnya hebat! Kok Sun kena diseraduk sampai terpental jauh
dan menubruk dinding. Dinding itu jebol dan Kok Sun roboh akan
tetapi bocah gundul ini hanya kaget saja, di dalam perut dan
dadanya tidak terluka! Sebaliknya, Pouw Bin tak dapat mengelak
lagi ketika ular yang dipegang
terlalu tengah itu membalikkan
kepalanya dan menggigit
pergelangan tangannya,
mengakibatkan Si Kepala Besi
Tangan Baja ini roboh binasa.
Ular itu pun hancur perutnya
karena cengkeraman tangan
baja Pouw Bin, berberkelojotan
dan tak lama kemudian mati
bersama korbannya.
Kematian Pouw Bin
melemahkan hati kawankawannya,
terutama sekali Liang
Ti Ek yang sudah didesak matimatian
oleh Kwan Ji Nio.
Sebaliknya Kwan Ji Nio dan juga See-thian Tok-ong merasa
penasaran dan gemas sekali kepada lawannya karena Kwan Kok
Sun tertawa-tawa sambil mengejek ayah bundanya.
"Ha, ha, ha, Ayah dan Ibu sudah tua sekarang, Tidak bisa lekas
merobohkan lawan. Ha, ha, ha!"
Kwan Ji Nio memekik keras dan tiba-tiba tubuhnya mumbul di
atas melalui kepala lawannya dan sebelum Liang Ti Ek hilang
kagetnya, ranting di tangan nyonya kosen itu telah meluncur dari
atas, bukan ditusukkan melainkan disambitkan. Inilah serangan
paling lihai dari Kwan Ji Nio dan jarang ada yang dapat selamat dari
serangan ini. Liang Ti Ek menjarit, paculnya melesat ke arah Kaisar!
Seorang pengawal mengangkat toya dan memukul pacul itu runtuh
di atas lantai, adapun Liang Ti Ek sendiri roboh binasa dengan
689
kepala berlobang, di mana menancap ranting yang disambitkan oleh
Kwan Ji Nio tadi!
Melihat suaminya belum juga dapat merobohkan dua orang
lawannya yang memang paling lihai di antara lima orang itu, Kwan
Ji Nio mencabut ranting dari kepala lawannya, lalu sekali berkelebat
ia telah membantu suaminya menghadapi Swi Tok Sai-ong.
Terpaksa tosu dari Pegunungan Gobi ini meninggalkan See- thian
Tok-ong menghadapi Kwan Ji Nio yang amat gesit gerakannya itu.
Setelah See-thian Tok-ong menghadapi Thian-sin Siok Hoat
seorang, Raja Racun dari Barat ini mengeluarkan seruan ketawa
yang menyeramkan, sepasan Ngo-tok Mo-jiauw di tangannya
bergerak makin cepat dan di lain gebrakan robohlah Siok Hoat tanpa
bernapas lagi. Ngo-tok Mo-jiauw mendapat korban baru!
Melihat ini, kuncup hati Swi Tok Sai-ong sehingga tanpa malumalu
lagi ia menjatuhkan diri berlutut sambil berseru keras mintaminta
ampun kepada Kaisar. Akan tetapi dibarengi dengan suara
ketawa nyaring dari Kwan Ji Nio, di lain saat ia terjengkang roboh
tak bernyawa. Dadanya berlubang ditembus ranting di tangan nenek
itu!
Kini tinggal seorang lagi yang masih melawan dikeroyok oleh
Liok-te Mo-ong Wie It dan kawan-kawannya. Keadaannya juga
sudah amat terdesak dan melihat betapa empat orang kawannya
sudah tewas, orang terakhir ini, yaitu Siang-sin-to Pouw Sin,
menjadi gentar bukan main. Jalan keluar ke arah hidup sudah tidak
ada lagi dan ia maklum bahwa ia pun sebentar lagi akan menerima
nasib seperti empat orang kawannya. Timbul sifat pengecut dalam
hatinya dan sambil melompat ke luar dari kalangan, Pouw Sin
melempar golok menjatuhkan diri berlutut dan minta-minta ampun!
Wie It yang sudah merasa gemas dan malu sejak tadi belum juga
dapat merobohkan lawan yang dikeroyok, tidak mempedulikan
permintaan ampun ini dan hendak membunuhnya dengan pedang.
Tiba-tiba terdengar suara Kaisar.
"Wie lt, jangan bunuh dia. Bawa dia ke sini!"
Terpaksa Wie It mengurungkan niatnya membunuh Pouw Sin dan
menyeret tawanan itu pada rambutnya kemudian membantingnya di
690
depan kaki Kaisar yang kini sudah tidak dikurung lagi oleh para
pengawal pribadinya. Pouw Sin tidak berani memandang muka
Kaisar dan berlutut sambil membentur-benturkan jidatnya pada
lantai.
"Siapa namamu?" tanya Kaisar. Biar pun suara Kaisar halus dan
tidak kasar seperti biasa suaranya pembesar tinggi yang
memandang hina kepada kalangan rakyat kecil, namun suara ini
amat berpengaruh dan membuat tubuh Pouw Sin yang
berkepandaian tinggi menggigil.
"Hamba yang rendah bernama Pouw Sin."
"Apa alasanmu kau dan kawan-kawanmu datang dan berdaya
untuk membunuh Kaisar?"
"Hamba... hamba hanya disuruh...." jawab Pouw Sin gagap.
"Hm, siapa dia yang menyuruhmu?"
Muka Pouw Sin nampak kaget dan seakan-akan ia menyesal telah
bicara terus terang. Akan tetapi ia dapat menetapkan hatinya dan
menjawab.
"Yang menyuruh dan mengajak hamba adalah Thian-sin Siok
Hoat. Dialah yang mempunyai rencana pembunuhan ini. Hamba
hanya ikut-ikutan saja, mohon Paduka sudi mengampuni hamba...."
"Bohong'" Kaisar membentak. Kaisar bukanlah seorang bodoh
dan ia tahu bahwa di dalam pengakuan ini terletak kebohongan.
Tahu pula bahwa Pouw Sin agaknya takut akan sesuatu kalau
membuat pengakuan sebenarnya. "Kau akuilah sejelasnya, baru
kami mau memperhatikan ampunan untukmu. Kalau tidak mengaku
kau akan dihukum siksa sampai mati"
Pouw Sin makin ketakutan. Ia menoleh ke kanan kiri, kemudian
terpaksa mengaku juga.
"Sebetulnya hamba berlima... hamba berlima hanya menjalankan
perintah...."
"Perintah siapa"
"Perintah dari... bengcu...."
691
Kaisar nampak terkejut. Bengcu adalah kepala atau ketua
perhimpunan besar, tentu yang dimaksud oleh Pouw Sin adalah
ketua dari dunia kang-ouw. Akan tetapi sepanjang Kaisar
mengetahui, pemilihan bengcu belum dilakukan, bagaimana sudah
ada seorang bengcu baru?
"Bengcu mu ini... ketua apakah?" tanya Kaisar.
"Belum lama ini perkumpulan-perkumpulan besar persilatan,
yakni Im-yang-bu-pai, Bu-cin-pang, Kwan-cin-pai, Shan-si-Kaipang,
dan Twa-to-bu-pai telah memilih seorang bengcu di puncak
Pegunungan Tai-hang. Bengcu baru inilah yang mengutus hamba
berlima.... mohon ampun, Tuanku...."
"Siapa bengcumu itu? Siapa namanya?"
"Namanya adalah Li...." Tiba- tiba menyambar turun sinar putih
ke arah Pouw Sin. See-thian Tok-ong dan Kwan-Ji Nio cepat
menggerakkan tangan mengibas sinar ini. Empat sinar dapat di
tangkis oleh See-thian Tok-ong, dua oleh Kwan Ji Nio. Akan tetapi
yang sebuah lagi terlalu cepat sehingga tahu-tahu sudah menancap
di leher Pouw Sin yang menjerit keras dan roboh berkelojotan
kemudian mati!
See-thian Tok-ong dan isterinya melompat memandang keluar
dan melihat bayangan seorang busu muda yang tampan wajahnya
melarikan diri cepat sekali.
"Pembunuh. jangan lari!" teriak See-thian Tok-ong akan tetapi
tanpa mengeluarkan suara, Kwan Ji Nio sudah mendahului
suammya mengejar bayangan itu.
Geger di ruangan persidangan. Kaisar memberi perintah supaya
para mayat diurus, tempat itu supaya dibersihkan, kemudian
mengundurkan diri, terlalu lelah menghadapi peristiwa-peristiwa
yang menegangkan itu dan tidak beristirahat. Dia masuk diiringkan
oleh para siuli dan semerbaklah bau harum ketika rombongan suili
ini berjalan dengan lenggang-lenggok lemas dan ayu. Dapat
dibayangkan betapa girangnya hati para siuli ini mendapat
kesempatan mengundurkan diri karena tadi mereka sudah setengah
mati takutnya menghadapi pertempuran dan pembunuhan yang
mengerikan hati mereka yang lemah.
692
Biarpun Kwan Ji Nio memiliki gingkang luar biasa, akan tetapi
ternyata orang yang dikejarnya itu pun cepat sekali gerakannya.
Kalau mereka berkejaran di tanah datar dan tempat terbuka, sudah
dapat chpastikan Kwan Ji Nio akan dapat menyusulnya segera,
karena jarang ada orang dapat menandingi kecepatan lari nyonya
ini. Akan tetapi, orang yang berpakaian busu ini agaknya sudah
hapal dan kenal baik jalan-jalan di lingkungan istana, sedangkan
bagi Kwan Ji Nio tempat ani adalah tempat asing, maka enak saja
busu yang dikejar itu membelok ke sana-sini membingungkan hati
Kwan Ji Nio. See-thian Tok-ong yang dalam berlari cepat kalah oleh
isterinya, tertinggal jauh.
Setelah Kwan Ji Nio akhirnya dapat juga mcnyusul dan jarak
antara dia dan orang yang dikejarnya tinggal beberapa tombak lagi,
tiba-tiba orang itu membalikkan tubuh dan mengayun tangannya.
Sinar putih berkeredepan menyambar ke arah Kwan Ji Nio. Jumlah
senjata rahasia yang ternyata adalah gin ciam (jarum-jarum perak)
itu ada tiga belas banyaknya, menyerang tiga betas jalan darah di
tubuh Kwan Ji Nio, luar biasa bahayanya! Kwan Ji Nio sampai
mengeluarkan suara keras saking kagetnya. Ia cepat
mempergunakan ginkangnya untuk mengelak sambil menyampok
jarum-jarum itu, akan tetapi tetap saja pundaknya terkena tusukan
sebatang jarum yang mendatangkan rasa sakit dan gatal-gatal!
Kwan Ji Nio kiranya tak patut menjadi isteri See-thian Tok-ong
kalau ia tak tahu apa artinya ini! Sebagai isteri dari See-thian-Tokong
Si Raja Rarun dari Barat tentu saja ia tahu seketika itu juga
bahwa ia telah terkena jarum beracun yang jahat sekali. Terpaksa ia
mengerahkan hawa dalam tubuh, berdiri tegak, mengambil obat
penawar segala racun dari dalam saku bajunya. Pada saat itu,
suaminya juga tiba di situ, maka suami ini lalu mengobati luka
isterinya yang biarpun kecil saja namun amat berbahaya itu. Ia
mencabut jarumnya dan menyimpan jarum itu di kantongnya, lalu
diobatinya luka itu. tentu saja mereka tak melihat lagi bayangan
orang yang mereka kejar.
"Kau kenali dia?" tanya suaminya.
693
Kwan Ji Nio mengerutkan alisnya. “Bentuk tubuhnya seperti Si
Setan Kong Ji akan tetapi mukanya dirobah dengan abat bubuk,
maka muka itu menjadi kedok. Siapa bisa mengenalinya?"
See-thian Tok-ong mengangguk-angguk. "Memang mungkin
sekali setan cilik itu. Kalau tidak, siapa pula orangnya yang dapat
mempergunakan jarum-jarum macam ini?"
"Kalau benar dia, mengapa dia melukai aku?" tanya Kwan Ji Nio
penasaran
"Dia orang cerdik, tentu tahu bahwa kau takkan mati oleh
jarumnya. Akan tetapi kalau betul dia, aku mengerti...."
"Sudahlah, dari dulu juga aku bilang tak perlu bekerja sama
dengan setan cilik itu. Lebih baik kita bekerja sendiri, bukankah kita
ada harapan memperoleh kedudukan tinggi di istana?" kata Kwan Ji
Nio.
Sementara itu para pengawal yang ikut mengejar sudah tiba di
tempat itu. Kwan Ji Nio dan suaminya tentu saja tidak sudi
menyatakan bahwa Kwan Ji Nio terluka, hanya menyatakan
menyesal tak dapat menangkap orang itu.
"Dia berpakaian busu dan agaknya kenal baik tempat ini. Dia
membelok ke sana ke mari dan kami menjadi bingung ke mana
harus mengejar," kata See-thian Tok-ong dan Kwan ji Nio. Beramairamai
mereka lalu kembali ke dalam istana.
"Menurut perintah Hongsiang, Jiwi locianpwe suarni isteri dan
putera dipersilakan mengaso di dalam bangunan yang sudah
disediakan untuk Sam-wi (Tuan Bertiga). Kelak Hongsiang akan
memanggil Sam-wi menghadap, karena sekarang Hongsiang sendiri
sedang mengaso setelah nienghadapi perastiwa-peristiwa yang
hebat tadi," kata Liok-te Mo-ong Wie It kepada See-thian Tok-ong.
Maka diantarlah ayah ibu dan anak yang kosen itu ke dalam
sebuah bangunan di antara kompleks perumahan istana. Ternyata
bangunan ini merupakan gedung kecil yang indah dan mewah
sekali, lengkap dengan para pelayan laki-laki wanita! Tentu saja
Kwan Ji Nio menjadi girang bukan main, demikian pula Kwan Kok
Sun. Ibunya girang karena seperti wanita-wanita lain, ia senang
694
tinggal di rumah yang indah dan lengkap, adapun Kok Sun girang
melihat bahwa di antara para pelayan banyak terdapat gadis-gadis
yang cantik. Di lain pihak, See-thian Tok-ong menghadapi semua ini
dengan sikap acuh tak acuh. Memang dia seorang luar biasa dan
aneh yang lain dari pada manusia biasa. Baginya tidur di dalam
kamar indah atau di atas padang rumput, sama saja. Makan lima
kali sehari atau lima hari sekali pun sama juga'
"Wanyen Ci Lun, tentang pemuda bernama Coa Hong Kin itu oleh
karena memang dia orang kepercayaanmu, tentu saja sekarang
juga boleh dikeluarkan dan dibebaskan dari tahanan. Akan tetapi,
sungguh aku tidak mengerti sama sekali mengapa kau membela
seorang gadis seperti Go Hui Lian yang kau tahu adalah seorang
pemberontak. Hm, kalau kau bukan keponakanku yang kupercaya
penuh, tentu aku akan bercuriga kepadamu, Wanyen Ci Lun"
Demikianlah kata-kata Kaisar kepada Pangeran Wanyen Ci Lun
ketika dua orang ini mengadakan pertemuan dan bercakap-cakap di
dalam kamar kaisar, hanya dijaga oleh beberapa orang selir kaisar
yang dapat dipercaya penuh. Memang, begitu menerima kabar
bahwa Hong Kin dan Hui Lian ditangkap, Wanyen Ci Lun terus saja
mengunjungi kaisar antuk memintakan pembebasan bagi orang
muda itu.
Kini mendengar kata-kata kaisar, pangeran itu menjawab.
"Bahwa Go Hui Lian seorang pemberontak ini hanyalah fitnahan
belaka. Gadis itu datang ke kota raja untuk mencari Ayah Bundanya
yang pergi merantau. Baru saja tiba di kota raja, ia diangkap.
Apakah buktinya bahwa dia memberontak? Bahwa dia pernah
bertemu dengan Temu Cin bukan alasan bahwa dia memberontak.
Pada saat seperti sekarang ini, lebih baik menjadikan orang-orang
gagah sebagai kawan daripada sebagai lawan. Go Hui Lian adalah
seorang pendekar wanita gagah perkasa, apa pula Ayah Bundanya.
Kalau kita membaiki Nona ini dan dengan perantaraan Nona ini kita
dapat pula menarik tangan Ayah Bundanya, bukankah itu sama
halnya dengan memperkuat kedudukan kita sendiri? Harap saja
Hongsiang berpikir baik-baik sebelum menjatuhkan hukuman
kepadanya."
695
Kaisar mengangguk-angguk dan ia cepat mengerti akan maksud
keponakannya yang terkenal cerdik sekali ini.
"Akan tetapi dia diminta oleh Kwa Kok Sun dan gadis itu tidak
mau, bukankah hal ini akan menimbulkan kerepotan saja?" tanya
Kaisar.
Wanyen Ci Lun mendengarkan kata-kata ini dengan hati kecut,
akan tetapi ia tersenyum. "Hal ini adalah urusan pribadi, biarlah
diselesaikan di antara mereka sendiri. Bagi kita pokoknya asal
semua orang gagah membantu itulah yang terbaik. Hamba
mendengar bahwa tak lama lagi di Puncak Ngo-heng-san akan
diadakan pemilihan bengcu baru dari seluruh partai besar di dunia
kang-ouw. Hal ini amat kebetulan dan tepat dengan rencana kita
memperkuat kedudukan kerajaan dan untuk membuat persiapan
menghadapi serbuan dan ancaman orang orang Mongol. Hongsiang
dapat memberi tugas kepada See-thian Tok-ong bertiga untuk
menarik kawan-kawan yang berkumpul di sana agar suka
membantu memperkuat kota raja, dan alangkah baiknya kalau saja
bengcu baru yang didapat kita tarik! Dengan adanya bantuan
bengcu yang berarti seluruh orang gagah di dunia membantu kita,
apalagi yang kita takuti? Biarkan bangsat- bangsat Mongol datang
menyerbu, kita tak usah takut!"
Girang hati Kaisar mendengar ini dan kembali menganggukangguk.
"Ci Lun, kau hebat. Baiklah diatur seperti yang kauusulkan itu."
"Di samping bertugas menarik kawan, juga See-thian Tok-ong
sekalian bertugas mengawasi dan mengawal Nona Go Hui Lian dan
Hong Kin di dalam perjalanan ke Ngo-heng-san," kata pula
Pangeran Wanyen Ci Lun.
Kaisar nampak tercengang. "Apa? Apakah kau hendak
membebaskan Go Hui Lian dan mengirim ke Ngo-heng-san pula?”
"Kalau Hongsiang memberi ijin, demikianlah. Akan hamba atur
sebaiknya hingga Nona itu percaya kepada kita dan suka
membantu, dan hamba akan membujuknya agar supaya dia
berusaha menarik Ayah Bundanya pula untuk memperkuat barisan
pertahanan kita. Siapa pula yang lebih cepat selain Nona Go Hui
696
Lian untuk menarik bantuan Hwa l Enghiong Go Ciang Le dan
isterinya?"
"Bagaimana kalau dia berkhianat?"
"Hamba yang menanggung, Pula, hamba juga memata-matainya,
yakni dengan adanya Hong Kin yang mengawalnya.” Setelah
berhenti sebentar, pangeran itu berkata lagi, sinar matanya
mengandung penuh rahasia, "Bahkan ada sebuah rahasia hamba
yang hendaknya jangan sampai tersiar, hamba sendiri diam-diam
akan mengunjungi Ngo-heng-san.”
Kaisar kaget dan memegang lengan keponakannya, “Ci Lun, apa
kau gila? Perjalanan ke Ngo-heng-san jauh sekali. Dan pula kau
tahu betapa banyak orang yang membenci kita, kalau mereka itu
tahu bahwa kau Pangeran Wanyen Ci Lun, bukankah itu berarti kau
akan menghadapi malapetaka besar?"
"Harap Hong Siang jangan khawatir, Hamba menyamar sebagai
rakyat biasa. Hamba perlu pergi sendiri untuk melihat keadaan dan
juga untuk melihat apakah rencana kita berjalan baik."
Akhirnya Kaisar setuju karena bukankah semua urusan itu
dilakukan untuk menyelamatkan kerajaan? Demikianlah, di dalam
kamar tahanan masing-masing ditempatkan berlainan akan tetapi
pada waktu yang bersamaan, Hui Lian didatangi penjaga yang
mengantarkan pedang dan buntalan pakaiannya demikian pun Coa
Hong Kin. Keduanya tentu saja terheran-heran, akan tetapi penjaga
hanya memberitahu bahwa mereka ditunggu di luar ruangan
tahanan oleh penolong mereka.
Ketika Hui Lian hendak keluar, tiba-tiba seorang laki-laki
memasuki kamar tahanan itu dan ketika Hui Lian mengangkat
muka, gadis ini hampir saja mengeluarkan seruan kaget dan hampir
saja bibirnya berseru. "Wan Sin Hong!" Baiknya ia teringat bahwa
yang dihadapinya, biarpun segalanya serupa benar dengan Sin
Hong, namun mata Sin Hong tidak begitu tua birunya dan pula
pakaian orang ini menunjukkan bahwa ia berhadapan dengan
Pangeran Wanyen Ci Lun! Maka Hui Lian segera menjura dengan
hormat, lalu berkata mendahului pangeran itu.
697
"Kalau hamba tidak salah duga tentu kali ini pun Siauw-ongya
yang menolong hamba."
Dengan kedipan matanya, Wanyen Ci- Lun mengusir penjaga dari
ruangan tahanan itu, kemudian ia menghadapi Hui Lian dengan
senyum di bibir.
"Ah, Nona. Kau terlalu sungkan. Kau seorang dara perkasa yang
berhati bersih gagah, mana boleh dijadikan orang tahanan? Kau
jangan berkecil hati. Kaisar melakukan hal ini hanya karena
mendengar laporan busu saja dan juga para busu itu salah sangka
terhadapmu, Nona."
"Sesungguhnya Ongya seorang bijaksana di istana ini. Kalau tidak
ada Ongya, tentu hamba mengalami banyak kesulitan," kata pula
Hui Lian.
Wanyen Ci Lun maju selangkah, lalu berkata dengan suara agak
gemetar. "Nona Go Hui Lian, biarlah aku bicara empat mata
denganmu dengan sejujurnya. Bicara dengan seorang gagah seperti
engkau tak perlu menyembunyikan sesuatu, Nona. Ketahuilalt, terus
terang aku mengaku bahwa aku amat kagum kepadamu. Baik
melihat wajahrnu maupun melihat sikap atau watakmu, terutama
sekali karena kepandaianmu yang tinggi. Aku kagum dan
memujamu, Nona, dan karena aku suka main kartu terbuka, besar
sekali hasratku untuk menarik diri-mu dalam istanaku dan menjadi
teman hidupku untuk selamanya! Nah, aku sudah membuka isi
hatiku, Nona. Harap kau tidak marah dan secara terus terang pula
aku mengharapkan jawabanmul"
Seketika pucat wajah Hui Lian mendengar ini. Benar-benar
merupakan satu hal yang mengejutkan baginya, hal yang
mendebarkan hati dan memalukan. Hanya sedetik mukanya pucat
kemudian terganti warna merah sampai ke leher dan telinganya.
Bukan main Pangeran ini. Bicara begitu terbuka tanpa tedeng aling
aling, sedikit pun tidak malu atau sungkan-sungkan mengutarakan
isi hati seperti itu.
"Bagaimana, Nona? jawablah sebelum kita menemui Hong Kin."
Wanyen Ci Lun mendesak sambil senyumnya masih ramah menarik.
698
"Ini... ini…. hamba tidak tahu... ah bagaimana harus hamba
jawab? Hamba sedikit pun tak pernah berpikir tentang perjodohan,
Siauw-ongya. Hamba... tak dapat menjawab."
Wanyen Ci Lun maklum bahwa gadis ini merasa malu-malu dan
memang sukarlah bagi seorang gadis baik-baik untuk menjawab
pertanyaannya yang dipandang dari sudut kesopanan, boleh juga
dianggap kurang ajar itu. Akan tetapi ia telah berterus terang, tak
baik mengandung dendam asmara secara sembunyi-sembunyi.
"Baiklah, kau boleh menjawab lain waktu, Nona. Sekarang mari
kita menjumpai Hong Kin di luar."
Akan tetapi baru saja mereka keluar dari kamar tahanan nu,
Hong Kin telah berlutut di depan pintu kepada Pangeran Wanyen Ci
Lun. Merah muka Hui Lian dan Pangeran itu memandang kepada
Hong Kin yang berlutut dengan kening berkerut.
"Hong Kin, kau... kau di sini?”
"Hamba setelah dikeluarkan oleh penjaga mendengar suara
Paduka lalu menghampiri ke sini, akan tetapi melihat Ongya sedang
bercakap-cakap, hamba tidak berani mengganggu," jawab Hong Kin
sambil melirik.
Tanpa bertanya tahulah Pangeran itu dan Hui Lian bahwa Coa
Hong Kin tentu saja mendengar percakapan mereka tadi. Mengingat
akan hal ini, Pangeran itu menjadi merah mukanya.
“Hm, berdirilah dan mari kita ke istanaku untuk berunding
tentang hal yang amat penting bagi kalian."
Berangkatlah tiga orang ini menuju ke gedung di mana Pangeran
Wanyen Ci Lun tinggal. Mereka duduk di ruangan dalam dan
pelayan segera keluar menghidangkan makanan dan minuman
serba mewah. Sambli mempersilakan dua orang muda itu makan
minum, Pangeran Wan-yen Ci Lun mulai membicarakan niatnya
seperti yang tadi ia telah' rundingkan dengan Kaisar.
Akan tetapi pangeran yang amat cerdik ini memutarbalikkan
percakapan yang dirundingkan dengan Kaisar tadi atau lebih tepat
tadi di depan Kaisar ia memutarbalikkan rencananya agar jangan
699
sampai Kaisar mendapat kesan bahwa ia lebih mempercayai Hui
Lian dan Hong Kin daripada See-thian Tok-ong seanak interi.
"Hong Kin dan Go-lihiap," katanya kepada dua orang muda itu,
"Kalian tentu belum mendengar bahwa baru tiga hari yang lalu
hampir saja Kaisar dibunuh oleh lima orang penjahat."
Dua orang muda itu terkejut. Pangeran Wanyen Ci Lun lalu
menceritakan peristiwa itu.
"Nah, karena sudah jelas See-thian Tok-ong dan anak isterinya
berjasa telah menggagalkan mereka itu, Kaisar berkenan menerima
See-thian Tok-ong bertiga menjadi pengawal di dalam istana,
bahkan mengepalai semua pengawal kaisar.”
"See-thian Tok-ong bukan manusia baik-baik!" kata Hui Lian.
"Dia berbahaya, apalagi anaknya, bocah gundul edan itu!" kata
pula Hong Kin.
Wanyen Ci Lun tersenyum. "Memang aku pun sudah berpikir
demikian, akan tetapi setelah mereka memperlihatkan jasa tentu
saja Kaisar mau menerima mereka. Dan sekarang, apakah kalian
suka menolongku? Jangan kira bahwa aku minta balas jasa kalian,
sama sekali bukan. Hanya ketahuilah bahwa tugas yang sekarang
hendak kuserahkan kepada kalian, bukan semata-mata untuk
menolongku, juga bukan semata-mata untuk menolong Kaisar,
melainkan untuk menolong negara dari bahaya."
"Harap Siauw-ongya sudi memberi penjelasan. Sudah tentu
hamba suka menolong kalau saja tenaga mengijinkan," kata Hong
Kin dan Hui Lian mengangguk tanda setuju akan kata-kata Hong
Kin.
"Seperti kalian ketahui, sekarang ini orang Mongol sedang
bangkit hendak menggempur ke selatan." Melihat Hui Lian
mengangkat muka dan sepasang mata gadis itu dengan tajam
menatapnya. Pangeran Wanyen Ci Lun maklum dan disambungnya
kata-katanya cepat, "Sudah tentu sekali banyak pula yang menaruh
simpati kepada Temu Cin dan pasukan Mongolnya, mengIngat
desas-desus betapa Kaisar kurang bijaksana dulu memegang tapuk
700
pemerintahan." Kembali ia berhenti dan memperhatikan Hui Lian
yang nampak sengaja mengangguk-anggukan kepalanya.
"Memang hal ini aku harus akui. Biarpun Kaisar itu pamanku
sendiri, namun beliau kurang memperhatikan urusan pemerintahan
kurang memperhatikan kepentingan rakyat jelata. Akan tetapi hal ini
dapat diperbaiki. Betapapun juga, lebih baik pemerintahan berada di
tangan bangsa sendiri daripada terjatuh ke dalam tangan orangorang
asing!" Memang, bangsa Kin sesungguhnya masih bangsa
Tiongkok juga, merupakan suku bangsa yang hidup di sebelah utara
San-si dan dahulu sebelum mendirikan Kerajaan Kin, bangsa Kin
disebut bangsa Yucen.
"Nah, kalau kalian sependapat denganku maka sudah jelas
bahwa negara diselamatkan, bukan saja terhadap bahaya serangan
orang-orang Mongol yang belum begitu dekat. Melainkan harus
diselamatkan dari orang-orang seperti See-thian Tok-ong dan lainlain!
Para penyerbu itu mengaku telah diperintah oleh seorang
bengcu yang belum diketahui namanya, ini sudah merupakan
ancaman dari satu pihak. Adanya See-thian Tok-ong didalam istana,
juga merupakan ancaman yang amat berbahaya."
"Siauw-ongya, tugas apakah yang harus kukerjakan?" tanya Hui
Lian karena gadis ini tidak begitu mengambil pusing tentang politik
pemerintahan keadaan kerajaan Kin.
Wanyen Ci Lun tersenyum sabar. “Go-lihiap, kau tentu sudah
mendengar bahwa kurang lebih dua bulan lagi, tiba masanya orangorang
gagah sedunia mengadakan pemilihan bengcu di puncak Ngo
heng-san. Aku mendengar bahwa Kaisar menyuruh See-thian Tokong
dan anak isterinya pergi ke Ngo-heng-san untuk menarik
kawan-kawan dan pembantu. Hal ini tentu baik-baik saja ditinjau
dari sudut maksud Kaisar, akan tetapi aku merasa khawatir kalaukalau
hal pergunakan oleh See-thian Tok-ong sebagai kesempatan
mengajak orang-orang jahat memasuki istana! Oleh karena Golihiap,
aku memohon pertolonganmu sudilah kiranya kau bersama
Coa Hong Kin juga pergi ke Ngo-heng-san menghadiri pemilihan
bengcu sambil melihat gerak-gerik See-thian Tok-ong. Selama ini,
juga untuk menyelidiki siapa adanya bengcu yang telah menitah
orang-orang untuk berusaha membunuh Kaisar."
701
Berseri wajah Hui Lian. Dia memang sudah mendengar tentang
hal pemilihan bengcu dan kalau ia tidak salah menduga, ayahbundanya
pasti takkan melewatkan peristiwa bersejarah di dunia
persilatan ini tanpa menghadirinya.
"Baiklah, Siauw-ongya, aku menerima tugas ini karena di sana
aku pasti akan bertemu dengan Ayah-bundaku!" kata Hui Lian
girang.
"Hamba mentaati perintah Siauw-ong ya," kata Hong Kin cepatcepat
dan pada wajah pemuda ini nampak jelas bahwa ia amat
gembira mendapat tugas “mengawani" Hui Lian dalam perjalanan.
Akan tetapi dalam sekejap mata kegembiraannya lenyap terganti
oleh kecemasan dan kedukaan kalau teringat akan percakapan yang
ia dengar antara Hui Lian dan Wanyen Ci Lun, bahwa pangeran itu
mencinta Hui Lian dan ia terpaksa harus mengundurkan diri.
Terhadap pangeran ini Hong Kin memang memiliki kesetiaan yang
luar biasa besarnya.
"Memang itu pun termasuk rencanaku Lihiap. Selain tugasmu
yang tadi, aku pun minta dengan hormat kepadamu, sudilah kiranya
kau minta bantuan Ayah-bundamu agar ikut membantu negara
menghalau para pengkhianat dan penjahat yang hendak
mengacaukan negara."
Mendengar ini, Hui Lian mengerutkan kening. Ia maklum betapa
ayah-bundanya membenci pemerintah Kin. Hal ini pun diketallui baik
oleh Pangeran Wanyen Ci Lun yang segera berkata.
"Harap kausampaikan hormatku kepada Ayah-bundamu, Nona,
dan sesungguhnya sudah lama sekali aku merasa kagum sekali
mendengar nama Hwa l Enghiong Go Ciang Le dan ibumu Lian Bi
Lan yang namanya terkenal di seluruh kolong langit. Hendaknya kau
mengingatkan sedikit kepada Ayah-bundamu bahwa bantuan
mereka bukan berarti bantuan kepada pemerintah Kin semata,
melainkan bantuan untuk mencegah datangnya bahaya serangan
musuh lain bangsa yang akan datang menjajah dan mencekik
bangsa kita!"
Diam-diam Hui Lain harus mengaku bahwa pangeran ini selain
pandai bicara juga amat cerdik dan dapat membaca gerak-gerak
702
dan isi hati orang lain. Karena kata-kata pangeran ini semua tepat
dan beralasan, bagi Hui Lian tidak ada lain jawaban selain
menyatakan kesanggupannya. Setelah membuat persiapan,
berangkatlah Hui Lian dan Hong Ki pada keesokan harinva,
keduanya menunggang kuda yang bagus dan kuat pemberian
Pangeran Wanyen Ci Lun.
-oo0mch-dewi0oo-
Hui Lian dan Hong Kin melakukan perjalanan dengan cepat dan
gembira. Setelah bersama menghadapi peristiwa di dalam istana,
hubungan mereka makin akrab, sungguhpun di pihak Hui Lian tidak
terkandung perasaan sesuatu kecuali persahabatan yang tutus
ikhlas karena ia maklum bahwa pemuda baju hijau ini benar-benar
seorang muda yang baik sekali dijadikan sahabat. Adapun di pihak
Hong Kin, biarpun harus ia akui bahwa ia makin dalam terjatuh di
jurang asmara, makin dalam ia mencinta nona itu, akan tetapi ia
tidak berani sembarangan menyatakan perasaannya. Kalau ia
teringat akan sikap Pangeran Wanyen Ci Lun yang juga cinta kepada
Hui Lian, ia menjadi "mundur teratur" dan tidak berani bersikap
sembrono.
Dua hari mereka tiba di kaki Pegunungan Tai-hang-san yang
sunyi senyap. Tanah gundul membentang luas di depan mereka.
"Saudara Coa, alangkah sunyi jalan ini dan alangkah panasnya
kiranya kalau tengah hari." kata Hui Lian yang belum mengenal
daerah ini.
“Tidak jauh daerah kering ini, di sana. Hanya kurang lebih tiga
puluh li. Sekarang masih pagi lebih baik kita mempercepat
perjalanan agar jangan sampai dikejar matahari di waktu kita masih
berada di jalan gundul ini. Selewatnya tiga puluh lie, kita akan
menemui daerah yang dingin dan subur," jawab Hong Kin.
Keduanya lalu menggebrak kuda binatang tunggangan mereka
segera lompat dan lari cepat sekali, meninggalkan debu yang
mengepul tinggi sepanjang jalan di belakang ekor mereka. Akan
tetapi, baru saja lima lie mereka tempuh, tiba-tiba mereka melihat
bayangan enam orang di tengah jalan.
703
"Hati hatilah, Nona. Daerah ini paling tidak aman. Siapa tahu
kalau-kalau mereka yang di depan itu bukan orang-orang balk."
Hui Lian meraba gagang pedangnya dan bersikap waspada.
Hatinya berdebar tegang dan gembira karena gadis ini memang
selalu bergembira apabila menghadapi pengalaman hebat terutama
pertempuran. Darah pendekar mengalir sepenuhnya dalam tubuh
nona ini.
"Kau lihat saja, Saudara Coa. kalau mereka itu penjahat, kita
akan basmi sampai ke akar-akarnya!"
Akan tetapi Coa Hong Kin tidak segembira Hui Lian karena
pemuda ini maklum bahwa penjahat-penjahat yang berani
beroperasi dekat kota raja, bukanlah penjahat-penjahat kecil yang
mudah dibasmi. Karena daerah itu gundul, maka biarpun jauh enam
orang itu sudah kelihatan dan kini jarak mereka sudah makin
mendekat.
Tiba-tiba Hui Lian mengeluarkan seruan kaget.
"Ada apa, Nona?"
"Dia itu Liok Kong Ji...!"
"Siapa itu Liok Kong Ji?”
"Dia masih Suhengku, akan tetapi dia jahat, aku benci padanya!"
kata Hui Lian akan tetapi hatinya berdebar tidak enak sekali. Ia tahu
betapa jahatnya pemuda itu dan juga tahu betul betapa lihainya.
Kalau muncul orang ini pasti akan terjadi hal-hal yang tidak
menyenangkan.
"Yang manakah dia? Apakah yang hitam tinggi besar itu?" tanya
Hong Ki kaget mendengar bahwa seorang di antara enam orang itu
adalah suheng dari Hui Lian dan tentu saja amat lihai.
"Bukan, yang tengah itulah, yang membawa hudtim (kebutan
pertapa)."
"Dia...?" Hong Kin memandang ke arah seorang pemuda yang
tampan gagah, yang membawa kebutan sebagai mana biasa
dipegang oleh seorang pendeta sehingga nampak lucu berada di
704
tangan pemuda. Akan tetapi ia harus akui bahwa pemuda itu
bertubuh tinggi tegap bersikap halus dan berwajah tampan.
Sementara itu, kuda mereka sudah tiba di tempat itu dan kini
mereka telah berhadapan dengan enam orang yang menghadang di
jalan. Hui Lian menyapa mereka itu dengan pandang matanya. Ia
melihat Kong Ji kini bersikap angkuh lagaknya congkak seperti
seorang bangsawan tinggi. Lima orang yang lain adalah orang lakilaki
berusia empat paluh tahunan dan yang tiga berusia enam puluh
tahun lebih. Mereka rata-rata nampak berkepandalan tinggi.
Memang lima orang ini bukanlah orang-orang sembarangan. Mereka
adalah ketua-ketua partai besar yang berpengaruh yang sudah
takluk kepada Kong Ji dan yang beramai-ramai mengangkat Kong ji
sebagai pemimpin atau bengcu mereka!
Di antara lima orang itu, terdapat seorang kakek tua berusia
enam puluh tahun lebih yang pakaiannya tambal-tambalan dan
memegang sebatang tongkat kepala harimau, yakni gagang tongkat
diukir seperti kepala harimau. Melihat kakek ini, Coa Hong Kin
menegur.
"Eh, kiranya Shansi Kai-pangcu, Lo Bong Lo-enghiong yang
berada di suni"
Hong Kin melompat turun dari kudanya, diturut oleh Hui Lian dan
pemuda itu menjura kepada kakek itu. Memang kakek itu adalah
Sin-houw (Harimau Sakti) Lo Bong yang menjadi kai-pangcu (Ketua
perkumpulan pengemis) dari Shansi Kaipang, yakni perkumpulan
pengemis di Shansi. Ketika Lo Bong memandang kepada pemuda
tampan berbaju hijau yang menegurnya, ia pun lalu membalas
dengan salam.
"Hm, Coa Sicu, apakah Suhumu Cam kauw Sin-kai sehat-sehat
saja? Harap kausampaikan hormatku kepada orang tua gagah
perkasa itu!"
"Terima kasih, Pangcu." Sebelum Hong Kin melanjutkan katakatanya,
terdengar suara Liok Kong Ji nyaring.
"Ah, Sumoiku yang manis. Kau berada di sini? Kebetulan sekali,
sudah lama aku mencari-carimu. Bukankah kau datang dari istana
bersama pemuda she Coa ini dan menerima tugas dari Pangeran
705
Wanyen Ci Lun untuk menghadiri pemilihan Bengcu di Ngo-hengsan?"
Hui Lian terkejut. Juga Hong Ki memandang dengan mata
terbelalak. bagaimana setan ini bisa mengetahui hal itu? Sebelum
Hui Lian menjawab, Kong Ji sudah bicara lagi, kini ditujukan kepada
Hong Kin.
"Jadi kau ini murid Cam kauw Sin-kai? Bagus sekali, tentu kau
lihai seperti Gurumu. Di antara orang sendiri, tak usah kita berlaku
sungkan. Mari kalian berdua bersama dengan kami pergi ke Ngoheng-
san, karena ketahuilah bahwa bengcu atau calon bengcu
terutama sudah terpilih.”
Hui Lian masih benci kepada Kong Ji, maka dengan ketus ia
menjawab. “Aku tidak sudi melakukan perjalanan bersamamu.
Minggir dan jangan ganggu aku!”
Kong Ji tertawa bergelak dan terlihat deretan gigi yang putih.
"Ha, ha, ha, kau masih galak saja, Sumoi. Akan tetapi makin
galak makin manis. Benar benar kau gagah dan berani sekali, berani
bersikap seperti itu di depanku."
"Orang lain boleh takut kepadamu, Akan tetapi aku tidak!" Hui
Lian meraba gagang pedangnya. Kong Ji hanya menggerakgerakkan
kebutan di tangannya sambil tertawa mengejek.
"Jangan kurang ajar'" seorang di antara kakek yang usianya
sudah lanjut melompat dengan gerakan ringan di depan Hui Lian.
Gadis ini melihat gerakan kakek rambut panjang yang wajahnya
menyeramkan sepertI lblis ini maklum bahwa ia menghadapi orang
yang tinggi kepandaiannya. Ia pernah mellhat kakek ini dahulu
ketika mereka bersama mengeroyok dan mengejar-ngejar Wan Sin
Hong.
Memang kakek ini bukan lain adalah Giok Seng Cu. Mendengar
bahwa Hui Lian adalah puttri Go Ciang Le, siang siang Giok Seng Cu
sudah merasa gemas dan kalau mungkin dan diperbolehkan oleh
Kong ji, tentu ia akan mengganggu atau membunuh gadis puteri
musuh besar yang dibencinya itu.
706
"Kau mau apa?" Hui Lian juga menantang dengan sikap tenang
tak kenal takut.
Akan tetapi Hong Kin yang bermata tajam dan tahu bahwa enam
orang lawan ini tak boleh dipandang ringan, berkata,
"Go-siocia, harap bersabar." Kemudian ia bertanya kepada Lo
Bong. "Shansi Kai pangcu, siapakah bengcu yang kau sebutkan
tadi?"
Lo Bong tanpa ragu-ragu menuding ke arah Kong Ji sambil
berkata,
"Dialah bengcu kami, juga calon bengcu besar yang akan dipilih.
Oleh karena itu, daripada ribut mulut tidak karuan, lebih baik kau
dan kawanmu ini menggabungkan diri dengan kami dan kelak
memillh bengcu kami. Merupakan kehormatan besar melakukan
perjalanan dengan bengcu."
Hui Lian mengeluarkan suara mengejek, lalu melompat ke atas
kudanya dan berkata kepada Hong Kin.
"Saudara Coa, untuk apa melayani orang-orang yang miring
otaknya? Mari kita lanjutkan perjalanan!"
"Sumoi, aku melarangmu melakukan perjalanan memisahkan
dengan kami. Kau harus ikut dengan kami'" kata Kong Ji, suaranya
berpengaruh.
"Aku bukan Sumoimu dan kau tidak berhak melarang. Pergilah'"
"Bengcu, tangkap saja dua orang bocah ini!" seru Giok Seng Cu
yang sudah marah sekali, kemudian tanpa banyak cakap lalu
menyerbu dan menubruk Hui Lian. Memang di antara semua orang
yang sudah menjadi kaki tangan Liok Kong Ji, hanya Giok Seng Cu
yang agak berani sikapnya terhadap pemuda luar biasa itu. Hal ini
karena Giok Seng Cu mengingat bahwa anak muda itu pernah
menjadi muridnya.
Hui Lian terkejut sekali melihat tubrukan kakek rambut panjang
yang amat berbahaya. Desir angin serangannya menyatakan betapa
besar tenaga kakek ini, maka Hui Lian tidak berani menangkis
melainkan melompat dari atas kudanya berjungkir balik dan turun
707
dua tombak dari kudanya. Terdengar suara kuda meringkik dan
kuda tunggangan yang tinggalkan Hui Lian itu kena ditampar oleh
Giok Seng Cu terguling roboh!
"Kau kcjam!" seru Hong Kin yang cepat maju menghadang
melihat kakek itu hendak mengejar Hui Lian. Akan tetapi Giok Seng
Cu mengibaskan tangannya ke arah dada Hong Kin sambil
membentak.
"Roboh kau!" Giok Seng Cu sudah memperhitungkan bahwa
kibasan lengan bajunya yang disertai tenaga Tin-san-kang ini tentu
akan dapat merobohkan Hong Kin yang kelihatannya tidak begitu
kuat. Akan tetapi alangkah kagetnya ketika kibasannva yang cepat
sekali itu mengenai angin kosong karena Hong Kin talah mengelak
dan bahkan balas menyerang dengan pukulan yang jitu sekali
mengenai pundak Giok Seng Cu.
"Plak!" Giok Seng Cu terhuyung dua tindak akan tetapi Hong Kin
tiba-tiba merasa tanganya panas, tanda bahwa ia terserang oleh
tenaga pukulannya sendiri yang membalik ketika bertemu dengan
pundak kakek itu. Hal ini menjadi bukti bahwa tenaganya jauh kalah
besar, maka dapat dibayangkan betapa gelisahnya hati Hong Kin.
Seorang kakek ini saja merupakan lawan yang amat berat, apalagi
kalau enam orang itu semua maju.
"Bocah kurang ajar, apakah kau sudah bosan hidup?" Giok Seng
Cu membentak marah kepada Hong Kin. Tadinya ia terkejut sekali
melihat keanehan pukulan pemuda ini yang selain dapat mengelak
dari serangannya, juga secara otomatis dapat membalas kontan dan
memukul pundaknya. Tak disangkanya bahwa Ilmu Silat Cam-kauwkun-
hoat (Ilmu Silat Pemukul Anjing) dari Cam-kauw Sin-kai
sedemikian lihatnya. Akan tetapi setelah merasa betapa pukulan
pemuda ini tidak begitu kuat, hatinya lega dan amarahnya timbul.
Dengan cepat ia lalu mendesak Hong Kin dengan pukulan-pukulan
Tin-san-kang yang dahsyat.
"Giok Sengcu Suhu jangan bunuh utusan Pangeran Wanyen,”
seru Kong Ji.
Seruan ini menolong nyawa Hong Kin karena kalau Giok Seng Cu
tidak ditahan oleh Kong Ji, kiranya Hong Kin takka kuat menerima
708
pukulan-pukulan Tin-san kang yang luar biasa hebatnya itu.
Sebaliknya, ketika mendengar larangan dari Kong Ji, Giok Seng Cu
tidak berani melanggar, ia lalu mengurangi tenaga akan tetapi
memperhebat serangan sehingga beberapa jurus kemudian Hong
Kin roboh terkena totokan yang lihai pada jalan darah Kong-goankiat
membuatnya lemah dan lumpuh.
Sementara itu, ketika Hui Lian mendengar Kong Ji menyebut
nama Giok Seng Cu, gadis ini terkejut sekali. Sebetulnya kakek
berambut panjang yang lihai itu masih terhitung supeknya (uak
gurunya) karena ia mendengar dari ayahnya bahwa kakek ini adalah
murid dari Pak Hong Siansu. Diam-diam gadis ini terheran-heran
bagaimana tokoh besar seperti Giok Seng Cu demikian tunduk
terhadap Liok Kong Ji. Akan tetapi ia tidak sempat memikirkan hal
ini karena ia sudah marah sekali melihat Hong Kin dirobohkan oleh
Giok Seng Cu. Sekali melompat ia telah menghadapi kakek itu
dengan pedang di tangan dan tanpa banyak cakap ia menyerang
dengan tikaman berantai.
Melihat berkelebatnya ujung pedang ke arah tenggorokan, Giok
Seng Cu cepat miringkan kepalanya dan hendak menyampok
pedang dengan ujung lengan bajunya. Akan tetapi pedangnya itu
telah dibalik gerakannya dan kini secara langsung melanjutkan
serangannya dengan bacokan dari atas ke bawah mengarah dada.
Giok Seng Cu kaget sekali melihat kelincahan kecepatan gerakan ini.
Namun ia adalah seorang tokoh persilatan yang sudah kawakan,
tidak mudah gugup oleh desakan lawan. Sambil mengerahkan
tenaga Tin-san-kang, ia menyampok pedang itu dengan lengannya.
Pedang terpental akan tetapi lengan baju kakek itu robek!
Dan hebatnya, biarpun pedangnya sudah terpental karena
ditangkis oleh Giok Seng Cu, masih saja pedang itu menyerang
terus dengan tusukan lain pada lambung. Menghadapi serangan
bertubi-tubi yang kesemuanya merupakan cengkeraman maut ini.
Giok Seng Cu agak gentar dan sambil berseru keras ia melompat ke
belakang.
"Hebat ilmu pedangmu, bocah!" serunya kagum. “Akan tetapi
jangan kau kurang ajar. Bapakmu adalah Suteku (Adik
709
Seperguruan), maka kau sekarang berhadapan dengan Supekmu.
Hayo lekas lepaskan pedang dan berlutut!"
Hui Lian tertawa menyindir dan menudingkan pedangnya kepada
Kong Ji katanya,
"Kau kakek siluman yang terhadap dia itu bersikap seperti anjing
penjilat, mau suruh aku berlutut? Hm, aku tidak pernah mempunyai
Supek macam kau!" kata-kata ini ditutup oleh berkelebatnya tubuh
Hui Lian yang sudah menyerang lagi dengan pedangnya.
Ilmu pedang yang dimainkan oleh Hui Lian adalah ilmu pedang
warisan ayahnya yang menerima dart Pak Kek Siansu, maka Ilmu
Pak-kek-sin kiam-hoat ini bukan main lihainya. Giok Seng Cu sudah
mendapat perintah agar supaya tidak membunuh atau melukai gadis
ini maka kalau ia melawan tanpa kebebasan melukai, kiranya ia
takkan menang. Hal ini diketahui baik-baik. Tanpa mempergunakan
Tin-san-kang, tak mungkin ia dapat menang melawan gadis kosen
ini, sebaliknva kalau ia mempergunakan Tin-sankang, ia takut kalaukalau
ia menjatuhkan tangan maut dan membunuh Hut Lian
sehingga ia akan mendapat marah besar dari Kong ji. Oleh karena
itu, ketika gadis itu menyerangnya, Giok Seng Cu hanya mengelak
ke sana ke mari sambil menyampok pedang mempergunakan
tenaga yang besar. Namun ia kalah gesit oleh Hui Lian sehingga
pada jurus ke sebelas pangkal lengannya tergores pedang dan
mengeluarkan darah.
"Giok Seng Cu Suhu, mundurlah seru Kong Ji dengan suara
berpengaruh ia merasa malu terhadap yang lain kalau ia tidak turun
tangan sendiri memperlihatkan kelihaiannya. Sudah diceritakan tadi
bahwa lima orang kawan Kong Ji adalah orang-orang penting. Selain
Giok Seng Cu dan Sin-houw Lo Bong ketua dari Shan-si Kai-pang,
yang tiga orang lagi adalah ketua darit Bu-cin-pang, Kwan ci pai,
dan Twa-to-bu-pai. Mereka ini inilah yang mengangkat Kong-Ji
sebagai bengcu dan mereka bersama anak buah atau anggauta
partai mereka yang banyak jumlahnya yang akan menyokong Kong
Ji dalam segala usaha dan cita-citanya.
Kini dengan tenang Kong it menghadapi Hui Lian, hudtim atau
kebutan panjang masih terpegang di tangan kanannya.
710
"Sumoi...."
"Aku bukan Sumoimu," bentak Hui Lian, pedangnya sudah
gemetar di tangan, siap untuk menyerang. Ia sekarang benci sekali
kepada pemuda ini dan sudah gatal-gatal tangannya untuk
melakukan pertempuran mati-matian.
"Hui Lian, kau benar tidak adil. Marilah kita bicara baik-baik.
Kalau kau ikut dengan aku dan memberi sokongan suara dan kelak
aku menjadi bengcu untuk seluruh dunia kang-ouw, bukankah
berarti aku menjunjung tinggi nama Suhu? Bukankah kau sebagai
Sumoi juga akan terbawa naik namamu? Pikirlah baik-baik, kau tahu
bahwa aku selalu sayang kepadamu."
"l'utup mulutmu yang palsu dan ingatlah akan kepalsuanmu di
Mongolia dahulu" bentak Hui Lian yang terus saja menyerang
dengan pedangnya.
Kong Ji maklum betapa lihainya gadis ini bermain pedang, maka
ia melompat mundur sambil berkata dengan nada menyesal,
"Terpaksa aku harus menggunakan kekerasan, Sumoi. Kau keras
hati dan kepala batu."
Hudtim pindah ke tangan kiri dan diputar menangkis serangan
pedang dari Hui Lian. Terdengar suara gemerincing dan Hui Lian
merasa telapak tangannya tergetar. Kagetlah hati gadis ini karena ia
tahu bahwa Kong Ji benar-benar telah memperoleh kemajuan yang
hebat. Sudah dapat menyalurkan tenaga sehingga bulu- bulu hudtim
itu menjadi sekeras baja benar-benar membuktikan bahwa pemuda
itu telah mencapai tingkat yang sukar dicari bandingannya. Akan
tetapi Hui Lian tidak pernah mengenal apa artinya takut. Bagaikan
seekor singa betina gadis ini menyerang terus, mengerahkan tenaga
mengandalkan kegesitan tubuhnya dan mengeluarkan jurus-jurus
yang terhebat dari ilmunya.
Kong Ji merasa kewalahan juga. Pemuda ini sesungguhnya jauh
kalau dibandingkan dengan dahulu ketika baru meninggalkan Kim
bun-tho bersama Hui Lian. Sekarang ilmu kepandaiannya sudah
jauh lebih tinggi daripada dahulu dan kalau saja ia bermaksud
membunuh atau melukai Hui Lian, kiranya dengan hudtimnya saja ia
akan dapat merobohkan gadis itu. Akan tetapi ia tidak mau melukai
711
Hui Lian, apalagi membunuhnya, karena ia mempunyai niat dan
cita-cita yang lebih tinggi. Mengalahkan gadis ini tanpa melukainya
memang bukan hal yang mudah dan biarpun seorang lihai seperti
Kong Ji merasa kewalahan juga.
Setelah dua puluh jurus lewat, Kong Ji menggerakkan tangan
kanan dan sinar terang menyilaukan mata Hui Lian.
"Bangsat rendah, kembalikan Pak-kek Sin-kiam!" Hui Lian makin
gemas melihat pedang pusaka sucouwnya kini berada di tangan
kanan pemuda itu. Dengan nekat ia menyerang dan berusaha
merobohkan Kong ji untuk merampas kembali pedang itu.
Akan tetapi, sambil tertawa mengejek Kong Ji menggunakan Pakkek
Sinkiam membabat pedang di tangan Hui Lian sambil
mengerahkan tenaganya.
"Krek!" Pedang di tangan Hui Lian terbabat patah menjadi dua
dengan amat mudah oleh pedang pusaka Pak-kek Sin-kiam. Dan di
lain saat, selagi Hui Lian marah dan kaget, beberapa lembar bulu
hudtim yang sudah mengeras karena tenaga lweekang menyambar
dan menotok beberapa bagian jalan darah. Hui Lian mencoba
mengelak, akan tetapi kekagetannya karena pedang patah tadi
membuatnya kurang cepat dan Thian-hu-hiat tubuhnya terkena
totokan bulu hudtim, gadis ini terhuyung dan roboh tak berdaya
lagi!
Kong Ji tertawa puas dan menyimpan pedang Pak-kek Sin-kiam
di balik jubah luarnya yang lebar dan panjang. Kemudian dengan
hudtimnya ia memberi isyarat kepada dua orang kawannya yang
berusia empat puluh tahun lebih untuk melucuti senjata-senjata
yang masih ada pada pakaian dua orang muda itu, lalu Hong Kin
dan Hui Lian diikat pergelangan tangannya dengan sebuah belenggu
baja yang amat kuat!
"Bawa mereka ini menyingkir dari sini dan jaga baik-baik agar
jangan sampai mereka terlepas. Juga tak boleh apapun juga
mengganggu mereka, perlakukan baik-baik sebagai tamu agung.
Dalam perjalanan ke Ngo-heng san, nona ini dimasukkan saja ke
dalam joli dan diusung agar jangan menimbulkan keheranan di
tengah perjalanan.”
712
Hong Kin dan Hui Lian yang sudah tak berdaya lagi itu dibawa
pergi oleh dua orang itu. Kemudian Kong Ji menyuruh Lo Bong
untuk mengumpulkan dan mempersiapkan barisan dari semua partai
agar berkumpul di situ. Lo Bong berkelebat pergi dengan kecepatan
yang mengagumkan. Kini di tempat itu tinggal Kong Ji, Giok Seng
Cu, dan seorang kakek tua sebaya dengan Giok Seng Cu. Kakek ini
bukan orang biasa. Tubuhnya sudah tua dan bungkuk kurus,
kepalanya besar dan bundar, rambutnya jarang dan sudah banyak
rontok, berwarna putih, kulit mukanya kerut merut seperti jeruk
layu. Gagang pedang tergantung di pundak kanannya dan sebatang
tongkat bambu selalu membantunya berjalan. Biarpun kelihatan
begini lemah dan tua, akan tetapi orang ini adalah jago nomor satu
di seluruh Prowinsi An-hwei, bernama Siangkoan Bu berjuluk Mokiam
(Pedang Iblis). Dia adalah ketua dari perkumpulan Kwan-cinpai
di Provinsi An-hwei, sebuah perkumpulan yang sudah terkenal
dan berpengaruh sekali. Kakek ini pernah didatangi oleh Kong Ji
yang mengajak pibu dan dalam sebuah pertempuran seru hampir
seratus jurus, barulah pedang Pak-kek Sin-kiam dapat
menundukkan pedangnya dan kakek ini menerima kalah, takluk dan
amat kagum kepada Kong Ji. Selanjutnya ia dengan suka-rela
membantu pelaksanaan cita-cita pemuda aneh yang luar biasa ini.
Kong Ji belum mau meninggalkan tempat itu dan ia selalu
memandang ke timur, seakan-akan menanti datangnya sesuatu.
Memang, dia sedang menanti rombongan kedua dari kota raja yang
tahu pasti akan lewat di situ tak lama lagi. Pemuda ini benar-benar
luar biasa dalam waktu pendek sudah dapat mempengaruhi banyak
orang, bahkan ia telah banyak menyebar mata-mata. Di kota raja
sendiri, bahkan sampai di dalam istana, banyak terdapat pembantupembantunya.
Para pembantu ini semua menganggap bahwa Kong
Ji adalah seorang pemuda perkasa ahli waris Pak Kek Siansu,
seorang pemuda yang berjiwa patriotik dan yang hendak
menggulingkan pemerintah Kin yang dianggapnya mencekik rakyat
jelata. Kong Ji pandai sekali bicara dan pandai pula berlagak, maka
semua orang percaya kepadanya. Dua orang busu yang pernah
menolong Hui Lian di istana, yakni busu yang mengaku pejuang
rakyat, bukan lain adalah pembantu-pembantu dan Kong Ji pula!
Oleh karena inilah maka Kong Ji dapat mengetahui segala gerak713
gerak dalam istana, dan tahu pula bahwa Hui Lian dan Hong Kin
akan lewat di tempat itu dalam tugas mereka yang diperintahkan
oleh Wanyen Ci Lun.
Benar saja, tak lama kemudian nampak debu mengepul tinggi
dari arah timur. See-thian Tok-ong, Kwan Ji Nio, Kwan Kok Sun dan
diiringkan oleh delapan orang perwira busu yang mengganti pakaian
seperti ahli-ahli silat biasa, dengan menunggang kuda yang besarbesar.
See-thian Tok-ong menunggang kuda - paling depan dan kakek
gundul ini meram melek di atas kuda, sama sekali tidak memegangi
kendali kuda dan duduknya begitu enak seperti orang duduk di atas
kasur yang empuk saja. Biarpun tidak dipegangnya kendali kuda,
namun sesungguhnya kuda itu sudah dikuasai sepenuhnya. Memang
See than Tok-ong seorang aneh, caranya menunggang kuda pun
aneh!
-oo0mch-dewi0oo-
Jilid XXVI
DARI jauh See-thian Tok-ong sudah melihat adanya tiga orang di
tengaj jalan itu dan ia segera mengenal siapa
adanya mereka ini. Tentu saja ia mengenal Kong Ji, dan juga
tidak lupa kepada Giok Seng Cu, akan tetapi orang-orang ketiga ia
tidak kenal. hanya ia dapat menduga bahwa orang
ke tiga itu tentulah bukan orang sembarangan. Tokoh lain yang
manapun juga kiranya takkan dapat membangkitkan perhatian Seethian
Tok-ong, akan tetapi terhadap Kong Ji, Raja Racun ini
memandang lain lagi. Ia mendapatkan watak yang aneh dan sifat
yang mengagumkan hatinya dalam diri Kong Ji, dan ia maklum
bahwa Kong Ji merupakan seorang saingan berat, seorang lawan
yang tidak saja lihai ilmu silatnya akan tetapi juga amat licin. Orang
macam Kong Ji ini lebih baik dijadikan sekutu daripada dijadikan
lawan.
”Berhenti!” katanya kepada busu yang mengiringnya di belakang.
Di depan ada orang biar aku dan anak isteriku yang bicara dengan
714
mereka. Kalau tidak kuberi tanda, jangan kalian mendekat. Mereka
itu bukan orang-orang biasa.”
Para busu tentu saja tidak berani membantah dan mereka
melompat turun dari kuda dan duduk di atas tanah menanti sambil
berteduh di dalam bayangan kuda. Juga See thian Tok-ong, Kw Ji
Nio, dan Kwan Kok Sun melompat turun dari kuda, memberikan
kuda mereka kepada para busu kemudian mereka berlari
menghampiri Kong Ji dan dua orang kawannya.
Kwan Kok Sun sejak tadi sudah mendongkol sekali melihat Kong
Ji, apalagi melihat Giok Seng Cu berada pula di situ. Tanpa berkata
apa-apa setelah jarak mereka dekat dengan rombongan Kong Ji,
Kok Sun menggerakkan tangannya dan dua buah benda hitam
melayang ke arah Kong Ji dan Giok Seng Cu.
Kong Ji dengan tenang mengangkat kaki kiri, membanting kaki
itu dibarengi dengan bergeraknya tangan kiri ke depan, ke arah
benda hitam yang menyambar ke arahnya. Demikian pula Glok Seng
Cu menggerakkan tangan dan melakukan pukulan Tin-san-kang.
Dua benda yang disambitkan oleh Kok Sun tadi keduanya terpental
kembali seakan-akan tertumbuk dengan benda keras sebelum
menyentuh tangan Kong Ji dan Giok Seng Cu. Setelah dua benda
hitam itu jatuh di atas tanah, baru terlihat bahwa dua buah benda
ini adalah dua ekor binatang kelabang hitam yang berbisa.
Biarpun keduanya mempergunakan Tin-san-kang untuk
menangkis serangan senjata rahasia aneh itu, akan tetapi melihat
betapa kelabang yang ditangkis oleh Giok Seng Cu masih
berkelojotan sedangkan yang oleh Kong Ji mati tak bergerak sama
sekali, dapat diambil kesimpulan bahwa pada dewasa ini Ilmu Tinsan-
kang yang dimiliki bekas murid itu lebih tinggi daripada bekas
gurunya sendiri. Memang Kong Ji sang cerdik sekali telah dapat
mengkombinasikan Tin-san- kang dengan Hek-tok-ciang yang ia
pelajari dari See-thian
Tok-ong, maka kalau dibuat perbandingan, dihadapkan dengan
Tin-san-kang dari Giok Seng Cu ia lebih menang setingkat karena
pukulan Tin-san-kangnya mengandung racun dari pukulan Hek-tokciang
(Tangan Racun Hitam). Sedangkan apabila ia dihadapkan
dengan Hek tok-ciang dari See-thian Tok-ong, ia masth lebih hebat
715
karena pukulannya mengandung tenaga Tin-san-kang (Pukulan
Menggetarkan Gunung) yang maha dahsyat!
“Kok Sun, perlahan dulu. Mengapa kau datang-datang
mengeluarkan senjata berbisa yang jahat?“ kata Kong Ji nienegur
Kok Sun yang memandang dengan mata terbelalak melihat kelihaian
Kong Ji. Ta akui bahwa betapa pun tinggi lweekangnya, belum
sanggup ia kalau harus memukul kelabang itu dari jarak jauh dan
sekaligus memunahkan tenaga sambitannya sambil membunuh
kelabang itu pula. Maka ia diam saja. Kong Ji sebaliknya
menghadapi See-thian Tok ong sambil tersenyum, menggerakgerakkan
hudtimnya dengan penuh gaya, kemudian berkata
nadanya menegur halus.
“See—thian Tok-ong, kau makin tua makin gagah saja.
Terimalah ucapan selamat dariku bahwa kini telah menjadi orang
berpangkat. Bagaimana aku harus menyebutmu? Apakah taijin
(orang besar) ataukah kau sudah mempunyai pangkat tertentu?
Menjadi thai-ciangkun (panglima besar)?“
“Laok Kong Ji jangan kau main-main.” See thian Tok-ong
membentak dan mukanya yang hitam makin menghitam.
“Siapa main-main? Aku bengcu dari seluruh partai persilatan di
selatan dan timur, calon bengcu dari seluruh dunia kang-ouw, tak
perlu mengajak See-thian Tok-ong main-main. Sebaliknya, kaulah
yang sudah main-main dengan kami, kau yang sudah menewaskan
kawan-kawan kami di istana.“
“Hm, sudah kuduga. Kau kiranya orang yang mengirim
pembunuh-pembunuh itu....“ See-thian Tok-ong berkata perlahan
dan kini matanya melirik tajam siap sedia untuk bertempur. Kalau
saja ia tidak tahu betul betapa lihainya bocah setan ini, tentu ia
tidak sudi bercakap-cakap dengan bekas muridnya. Biasanya, kedua
tangan See-thian Tok-ong lebih banyak bergerak daripada bibirnya.
“Benar aku orangnya. Dan mengapa kau mendadak sontak
melindungi kaisar. Mengapa kau seorang yang datang dari See-thian
mencampuri urusan kami? Apakah kau benar-benar hendak
menentang gerakan para pejuang rakyat, See-thian Tok-ong?“
716
“Hm, kau tidak adil. Sudah tahu aku seanak isteri berada di
istana menjadi pengawal, mengapa menyuruh tikus-tikus busuk
membikin kacau? Bukankah itu berarti tidak memandang mata
kepada kami bertiga?“
Tiba-tiba Siangkoan Bu melompat maju dan berkata sengit, “Seethian
Tok ong, sudah lama sekali aku Mo-kiam Siangkoan Bu
mendengar nama besarmu juga kesohoran tentang kekejamanmu.
Kemarin dulu kau menewaskan muridku yang paling baik, sekarang
marilah kita membuat perhitungan!“ Kakek ketua Partai Kwan-cin
pai itu memang sedang berduka karena muridnya yang tersayang
yakni Thian sin Siok Hoat, telah tewas ketika mencoba untuk
membunuh kaisar dengan kawan-kawannya, tewas dalam tangan
See-thian Tok-ong. Maka begitu bertemu dengan pembunuh
muridnya, tak dapat menahan sabar lagi dan segera maju
menantang.
Terdengar suara haha hihi dari samping disusul kata- kata
mengejek.
“Cacing perut tua bangka, kau sudah begini kurus mau mampus
masih berani menantang Ayah. Kau baru patut bertanding melawan
Ayah kalau sanggup meneima dua kepalan tanganku!”
Mo-kiam Siangkoan Bu adalah ketua dari sebuah partai besar,
yaitu Partai Persilatan Kwan-cin-pai. Selama puluhan tahun di Anhwei
belum pernah ada orang berani menghinanya. Sekarang ia
dihina orang secara hebat, cepat ia menengok. Kemarahannya
memuncak ketika ia mendapat kenyataan bahwa yang
mengeluarkan kata-kata penuh hinaan hanya seorang pemuda
gundul yang seperti miring otaknya.
“Bocah edan, jadi kau ini anak See-thian Tok-ong? Pantas,
pantas tidak banyak bedanya. Kau mau coba-coba? Mari, mari, coba
kauperlihatkan betapa empuknya dua pukulan tanganmu. Ha, ha,
ha!“
Kok Sun mengeluarkan suara seperti kuda meringkik, kemudian
ia menerjang maju dan kedua tangannya dipukulkan ke arah dada
kakek tua itu sambil mengerahkan tenaga dan mempergunakmi
Ilmu Pukulan Hek-tok-ciang yang beracun!
717
Mo-kiam Siangkoan Bu belum pernah mendengar akan kelihatan
bocah gundul putera See-thian Tok-ong, maka ia memandang
rendah dan dengan berani ia menyambar kedua tangan itu, dipapak
oleh kedua telapak tangannya sendiri dengan maksud hendak
mempermainkan Kwan Kok Sun.
Begitu dua pasang telapak tangan bertemu, Kok Sun merasa
telapak tangannya dingin dan Iengket dengan telapak tangan lawan
yang ternyata pergunakan tenaga dalam menyedot! Ia kaget sekali
karena kalau tenaganya sampai tersedot dan kalah kuat, ia akan
menderita luka dalam dan untuk melepaskan kedua tangannya,
sudah tak keburu lagi. Terpaksa dengan mati-matian Kok Sun
mengerahkan lweekang dan membawa hawa berbisa dari Hek-tokciang.
Di lain pihak, tadinya Siangkoan merasa girang dan
mengeluarkan suara mengejek ketika dengan mudahnya ia dapat
menempel dua tangan lawannya. Akan tetapi segera wajahnya
berubah cepat ketika ia merasa betapa telapak tangannya gatalgatal
dan sakit serta panas sekali. Maklumlah ia bahwa ia telah
terkena pukulan yang berbisa.
“Celaka'“ serunya perlahan dan cepat- cepat ia menyalurkan
hawa dalam tubuh merubah tenaganya yang tadi “menyedot”
sekarang sebaliknya mendorong untuk mencegah menjalarnya
racun ke dalam lengan dan terus menyerang jantung. Demikianlah,
dua orang itu sekali gebrak saja sudah saling bertempelan dua
telapak tangan tanpa dapat dipisahkan lagi, masing-masing
mempertahankan diri. Biarpun Ilmu Hek-tok-ciang amat lihai, akan
tetapi oleh karena tenaga lweekang dari kakek itu masih menang
setingkat, maka kini kedua pihak terancam bahaya, Siangkoan Bu
terancam racun Hek-tok-ciang, sebaliknya Kwan Kok Sun terancam
bahaya terluka oleh saluran tenaga lweekang yang lebih kuat!
See-thian Tok-ong yang melihat hal ini menjadi tak sabar lagi. Ia
menepuk punggung anaknya sambil mencela.
“Kok Sun, mengapa kau begitu tolol?” Tepukan itu biarpun
hanya perlahan saja dan dilakukan di atas punggung Kok Sun
namun sebetulnya Raja Racun itu mengalirkan hawa pukulan atau
dorongan melalui tubuh dan lengan anaknya sehingga tiba-tiba
718
Siangkoan Bu menjadi terdorong. Mati-matian kakek ini
mempertahankan diri dan kedua kakinya sudah menggigil. Hampir ia
tidak kuat dan hawa beracun Hek-tok-ciang sudah mulai mendesak
sehingga sampai di pergelangan tangannya. Buktinya, kedua
tangannya mulai menjadi hitam, dari telapak tangan sampai mundur
ke pergelangan kedua tangan. Rasa gatal dan panas makin
menusuk.
Tiba-tiba merasa punggungnya di sentuh orang, sentuhan
perlahan akan tetapi kuat bukan main.
“Siangkoan Lo-enghiong, tak perlu mengadu nyawa dengan
orang segolongan sendiri!“ terdengar suara Kong Ji dan tiba-tiba
semacam tenaga yang dahsyat mengalir melalui punggung
Siangkoan Bu terus mendesak ke sepasang lengan dan Siangkoan
Bu melihat tanda hitam pada lengannya mundur terus terdesak
sampai lenyap. Akan tetapi dia mentaati kata-kata Kong Ji dan tidak
mau mempergunakan kesempatan itu menyerang Kok Sun,
sebaliknya ia lalu meluncurkan kedua tangannya yang menempel
tadi ke bawah dan melompat mundur, Kok Sun mandi keringat.
Baiknya Si Tua itu tidak mau membalas serangannya, karena
setelah mendapat bantuan dan Kong Ji, Kok Sun merasa betapa
Hek-tok-ciang memukul secara membalik kepada dirinya sendiri!
“Bagus, kepandaianmu ternyata sudah meningkat luar biasa
sekali!“ See thian Tok-ong memuji dengan kagum. Ta tidak marah
karena melihat bahwa ternyata Kong Ji tidak bermaksud buruk dan
kawan-kawannya juga tidak mau melanjutkan serangan dan
mencelakai Kok Sun yang sudah berada di pihak terancam.
“See-thian Tok-ong, kau lihat bahwa kami bermaksud baik.
Biarpun kau sudah menewaskan kawan-kawan kami, hal itu kami
anggap sebagai sebuah salah paham belaka. Biarlah yang sudah
lewat sudahlah, akan tetapi hendaknya lain kali kita dapat bekerja
sama. Bukankah kalian bertiga hendak naik ke Ngo-heng-san?“
“Benar.“
“Apakah hendak mengajukan seorang calon bengcu?“ tanya pula
Kong Ji.
719
“Habis untuk apa lagi kalau tidak untuk merebut kedudukan
bengcu?“
Kong Ji tersenyum. “See-thian Tok-ong kau sudah mempunyai
kedudukan tinggi dan baik di istana apakah masih belum puas dan
kini hendak merebut kedudukan bengcu? Ketahuilah bahwa
kedudukan itu boleh dibilang sudah berada di tanganku. Bukankah
lebih baik kau membantu suara dan menyokong aku saja agar kelak
kita bisa saling menolong, kau sebagai kepala pengawal istana aku
sebagai bengcu? Bukankah kita akan menjadi sekutu yang baik dan
saling menguntungkan?“
See-thian Tok-ong mengerutkan kening. Memang ia pikir betul
juga kata- kata Kong Ji itu. Akan tetapi sebagai seorang tokoh besar
mana ia mau mengalah begitu saja terhadap seorang muda?
“Bagaimana nanti sajalah, Liok-sicu. Biar kita bertemu lagi di
Puncak Ngo- heng-san dan kelak kita sama lihat saja bagaimana
perkembangannya. Hanya satu hal kujelaskan bahwa aku memang
lebih suka bekerja sama denganmu daripa dengan orang lain.“
Kong Ji tertawa penuh kemenangan, lalu menjura sampai dalam.
“Terima kasih banyak, Lo-enghiong, terima kasih banyak.
Sampai bertemu di puncak Ngo-heng-san dan selamat jalan.”
See-thian Tok-ong melambaikan tangan ke belakang dan para
busu yang sudah siap segera mendatangi dengan kuda ayah, ibu
dan anak itu. Mereka segera melanjutkan perjalanan dengan cepat.
Debu mengepul tinggi dan di antara kepulan debu ini terdengar
suara Kong Ji tertawa, suara ketawa yang amat menyeramkan.
Tak lama kemudian dari timur, selatan dan utara datang
pasukan-pasukan partai-partai yang menyokong Kong Ji, di
antaranya adalah partai lm-yang-bu-pai yang anggautanya tidak
begitu banyak lagi setelah dibasmi oleh See-thian Tok- ong. Partai
Bu-cin-pang, Kwan-cin-pai, Shan-si Kaipang, dan Twa-to Bu-pai.
Setiap partai terdiri kurang lebih seratus orang sehingga di belakang
Kong Ji sudah siap kurang lebih lima ratus orang. Kong Ji memberi
penjelasan dan siasat kepada lima orang kawannya yang masingmasing
segera memberi perintah kepada pembantunya. Tak lama
kemudian semua pasukan itu pergi dari situ mengambil jalan sendiri,
720
akan tetapi semua menuju ke Ngo-heng-san. Adapun Kong ji
bersama lima orang kawannya melanjut perjalanan dengan
menunggang kuda ke Ngo-heng-san.
Ngo-heng-san adalah lima puncak bukit yang berada di
Pegunungan Kin leng-san. Pegunungan ini disebut Ngo-heng san
adalah karena puncak ini mempunyai lima lereng atau daerah yang
berlainan sifatnya dan pula kalau orang berdiri di puncak yang tidak
berapa tinggi ini, orang akan melihat bahwa puncak ini di kelilingi
oleh lima gunung besar yakni Kin-leng-san, Tapa-san, Luliang-san
dan Taihang-san.
Ngo-heng-san tidak terkenal karena tingginya atau besarnya,
melainkan karena indahnya pemandangan alam yang berada di
tempat itu. Apalagi kalau orang memandang tamasya alam dari
puncaknya sekali, benar-benar jarang ada pemandangan alam
seindah kalau dilihat dan situ. Akan tetapi sayangnya, jalan menuju
ke puncak Ngo-heng-san amat sukar dan berbahaya sehingga
pernah kaisar sendiri terpaksa membatalkan keinginannya
menikmati tamasya alam dari puncak Ngo-heng-san. Bagi pelancong
biasa saja jangan harap akan dapat mencapai puncak, dan sudah
ada beberapa orang nekat dan jumawa, akhirnya lenyap tak
meninggalkan bekas ketika mencoba-coba untuk mendaki sampai ke
puncak dengan pertolongan tongkat dan tambang. Oleh karena itu,
biarpun terkenal indah, keadaan puncak Ngo heng-san selalu sunyi.
Akan tetapi, bagi orang yang berkepandaian tinggi, tentu saja
tidak begitu sukar untuk mendaki sampai ke puncak, maka boleh
dibilang bahwa puncak Ngo-heng-san hanya mengenal kaki orangorang
pandai, tak pernah puncak itu diinjak oleh orang-orang biasa.
Ahli-ahli silat tinggi, perantau-perantau di dunia kang-ouw dari
segala jurusan, apabila berada di daerah ini, pasti takkan
melewatkan kesempatan baik itu untuk megunjungi puncak Ngoheng-
san, dengan tiga macam maksud, pertama untuk menikmati
keindahan alam, kedua untuk menjajal kepandaian sendiri apakah
cukup tinggi untuk menempuh perjalanan yang sukar dan
berbahaya itu, ketiga untuk mencari sahabat karena besar
kemungkinan mereka akan bertemu dengan tokoh-tokoh kangouw
ternama di puncak itu.
721
Pada hari itu bahkan semenjak beberapa hari yang lalu, keadaan
di sekitar daerah Pegunungan Ngo-heng-san tidak seperti biasanya.
Tidak sunyi sepi seperti biasa, melainkan penuh dengan orang yang
mendaki ke puncak. Mereka ini terdiri dari bermacam-macam orang
yang mendaki dari kaki bukit sebelah selatan, utara, timur atau dan
barat. Akan tetapi, biarpun mereka terdiri dari orang-orang dengan
pakaian dan gaya bermacam-macam, ternyata mereka semua
adalah orang-orang yang memiliki kepandaian tinggi. Hal ini mudah
saja dilihat dari cara mereka berjalan, dan pula bagaimana orang
dapat mendaki ke puncak kalau tidak berkepandaian tinggi?
Di puncak sudah berkumpul tokoh-tokoh besar yang merupakan
pelopor-pelopor daripada pemilihan bengcu baru. Di puncak bukit itu
terdapat sebuah padang rumput yang luas dan tempat inilah yang
dijadikan tempat pertemuan, tempat pemilihan bengcu. Di situ telah
kelihatan kakek-kakek yang sikapnya alim duduk berunding untuk
merencanakan cara pemilihan yang akan dilakukan.
Di antara mereka terdapat Leng Hoat Taisu ketua Thian- san-pai
yang bertubuh kecil bongkok kepala botak bermuka merah dan licin
tak berkumis. Ketua Thian-san-pai ini datang bersama beberapa
belas orang tokoh Thian-san-pai yang terkemuka, yang pada waktu
itu mengambil tempat duduk di atas rumput tak jauh dari tempat
para pemimpin berkumpul. Juga kelihatan ketua Kun-lun-pai yang
sudah berusia delapan puluh tahun, yakni Tam Wi Siansu yang
tubuhnya tinggi kurus, sikapnya lemah lembut dan rambutnya yang
sudah putih semua itu berkibar terhembus angin gunung yang
sejuk. Orang ke tiga yang menjadi tokoh besar dan ketua partai
adalah Bu Kek Siansu ketua Bu-tong pai juga kakek itu bertubuh
tinggi kurus berpakaian seperti tosu dan berjenggot panjang.
Yang mengherankan tiga orang kakek yang termasuk ciangbunjin
(ketua) dari partai-partai besar ini, juga mengherankan semua
orang yang hadir di situ, adalah utusan-utusan dari Siau-lim-si, Gobi-
pai, Teng-san-pai, Hong-san-pai dan lain-lain partai persilatan
besar bukan terdiri dari ketuanya sendiri atau setidaknya yang
terkemuka, melainkan utusan-utusan ini adalah orang- orang yang
sama sekali tidak terkenal di dunia kang-ouw. Akan tetapi, oleh
karena masing masing membawa surat kuasa yang ditulis oleh
722
ketua masing-masing partai mereka ini diakui sebagai wakil dari
partai-partai besar itu.
“Heran sekali, mengapa Kian Hok Taisu dan Pang Soan Tojin
tidak datang sendiri?“ berkata Tai Wi Siansu Ketua Kun-lun-pai
kepada Bu Kek Siansu Ketua Bu-tong-pai. Bu Kek Siansu mengeluselus
jenggotnya yang panjang, lalu menghela napas.
“Mungkin keadaan yang buruk dari negara pada dewasa ini,
tidak menyalakan semangat dalam dada orang bahkan malah
melemahkan dan membuat mereka itu acuh tak acuh lagi. Untuk
urusan sebesar ini, mereka tidak datang sendiri, juga tidak
mengirimkan orang-orang penting, melainkan mengirim anak murid
yang tidak terkenal. Benar-benar pinto juga tidak mengerti mengapa
orang-orang seperti Kong Hian Hwesio dan Pek Kong Taijin yang
biasanya bersemangat sekarang hanya mengirim anak-anak buah
yang masih muda dan tidak ternama.“
Yang dimaksudkan oleh Bu Kek Siansu, yakni Kong Hian Hwesio
adalah ketua Siauw-lim-si, sedangkan Pek Kong Tojin adalah Ketua
dari Hong-san-pai. Memang tiga tokoh besar yang hadir di puncak
itu sekarang merasa kecewa sekali melihat tidak munculnya
ciangbunjin dari partai partai besar itu. Mereka kecewa, juga tak
enak hati. Pada setiap pertemuan tokoh-tokoh kang-ouw, apalagi
dalam menghadapi pemilihan bengcu yang diperebutkan oleh
banyak orang seringkali terjadi hal-hal yang gawat, pertempuranpertempuran
yang dahsyat. Tanpa adanya banyak kawan dan
tokoh-tokoh besar terkemuka, mereka merasa kurang kuat.
Akan tetapi tiba-tiba wajah tiga orang kakek ini berseru gembira
dan penuh harapan ketika mereka melihat rombongan orang
berjalan mendaki puncak dengan tenang dan tidak tergesa-gesa.
“Hwa l Enghiong datang, bagus sekali!“ kata Leng Hoat Taisu
gembira. “Juga Suheng Cam-kauw Sin-kai“
Memang betul yang datang adalah Go Ciang Le dan isterinya,
dan di samping Ciang Le berjalan Si Pengemis Tua yang lihai, yakni
Cam-kauw Sin-kai dengan tongkatnya yang tak pernah terpisah dari
tangannya. Di sebelah Bi Lan atau isteri Go Ciang Le berjalan seora
nona yang berwajah cantik jelita akan tetapi berpakaian sederhana
723
dan berwajah muram. Dia adalah Gak Soan Li murid Go Ciang Le.
Adapun orang yang terakhir di belakang Ciang Le adalah seorang
tua gagah perkasa yang buntung sebelah tangannya, yakni
pendekar perkasa Lie Bu Tek, tokoh besar Hoa-san-pai. Rombongan
terdiri dari lima orang ini biarpun kelihatan tenang dan berjalan
perlahan, nampak bukan seperti tokoh- tokoh penting, akan tetapi
semua orang menengok ke arah mereka. Terutama sekali nama
besar Hwa I Enghiong adalah cukup terkenal dan otomatis semua
diarahkan kepada punggung Go Ciang Le di mana nampak
tersembul gagang pedang yang beronce kuning. Begitu tiba di
puncak itu, sepasang mata dari Liang Bi Lan yang masih tetap jernih
dan tajam seperti mata burung Hong itu menyapu semua yang
hadir, dan nampak kecewa. Nyonya ini mencari puterinya, Go Hui
Lian yang ternyata tidak hadir di situ, maka ia merasa kecewa dan
gelisah. Kemanakah gerangan perginya bocah nakal itu, pikirnya.
Sementara itu, Ciang Le, Lie Bu Tek dan Cam kauw Sin kai sudah
sibuk membalas penghormatan atas sambutan para tokoh besar
yang didahului oleh Tai Wi Siansu ketua Kun-lun-pai.
“Go-taihiap makin tua makin nampak gagah saja,“ kata ketua
Kun-lun-pai yang mengenal Ciang Le dengan baik.
“Tai Wi Locianpwe apakah baik-baik saja?“ Ciang Le balas
menyalam. “Apakah semua orang gagah sudah berkumpul di sini?“
tanyanya kemudian.
Mereka bercakap-cakap sebentar, kemudian Ciang Le dan
rombongannya mencari tempat duduk di sebelah kiri, Bi Lan dan
Soan Li duduk di atas rumput yang kering dan bersih akan tetapi
Cam-kauw Sin-kai tidak mempedulikan lagi apakah rumput yang
didudukinya kotor atau bersih, basah atau kering. terus saja duduk
dan kepalanya menoleh ke kanan kiri matanya menyapu semua
yang hadir mencari-cari.
Rombongan demi rombongan datang memenuhi tempat itu.
Makin lama, dalam hati Tai Wi Siansu makin tidak enak. Orangorang
yang datang membanjiri tempat itu sebagian besar adalah
orang-orang baru yang tidak dikenalnya. Dan sebagian besar adalah
rombongan orang-orang yang tidak begitu penting dalam pemilihan
itu.
724
Kemudian datang rombongan yang menarik perhatian orang
pula. Mereka itu adalah rombongan See-thian Tok-ong yang datang
bersama Kwan Ji Nio. Kwan Kok Sun, dan delapan orang laki-laki
gagah perkasa yang sikapnya angker sekali. Mereka ini berpakaian
seperti guru-guru silat, akan tetapi sesungguhnya mereka ini adalah
busu-busu pilihan dari istana kaisar!
Kedatangan See-thian Tok-ong ini mendatangkan rasa khawatir
di dalam hati para tokoh besar. Sudah terlalu tersohor nama Seethian
Tok-ong dan sekarang menyaksikan keadaan ayah ibu dan
anak itu, mereka makin cemas. Tak salah lagi, tentu Raja Racun dari
barat ini, datang membawa maksud yang tidak baik, atau
setidaknya tentu akan berusaha merebut kedudukan bengcu.
See-thian Tok-ong sama sekali tidak mengacuhkan para tokoh
besar yang berada di situ, mengambil sikap seolah- olah dia
mempunyai kedudukan lebih tinggi. Akan tetapi ketika ia melihat
Ciang Le dan rombongannya, ia tersenyum menghampiri pendekar
besar itu.
“Aha, Hwa I Enghiong! Sungguh menyenangkan sekali kita dapat
bertemu lagi di tempat ini.” Sambil berkata begini matanya
menyapu untuk menyelidiki siapa saja kawan- kawan Hwa I
Enghiong yang ikut datang. Ketawanya berubah menjadi senyum
sindir ketika melihat pendekar besar ini hanya dikawani oleh Lie Bu
Tek yang buntung tangannya, Liang Bi Lan, Cam-kauw Sin-kai dan
seorang gadis cantik yang berwajah muram.
“See-thian Tok-ong kau dan anak isterimu datang juga, benarbenar
akan ramai keadaan di sini,“ kata Ciang Le sambil tersenyum
tenang, akan tetapi kata katanya ini merupakan teguran setengah
menyindir bahwa kedatangan Raja Racun ini tentu akan
mengakibatkan keributan saja! See-thian Tok-ong hanya tertawa
menyeringai mendengar kata-kata ini, lalu mengundurkan diri ke
dalam rombongannya sendiri. Orang-orang yang duduknya jauh dari
tempat itu hanya memandang dengan hati berdebar- debar kepada
kedua orang tokoh besar itu dan di hati mereka menduga-duga
sipakah yang lebih kuat di antara mereka itu. Keduanya adalah
tokoh kang-ouw yang jarang keluar dan jarang ada orang
menyaksikan kepandaian mereka. Hwa I Enghiong terkenal sebagai
725
seorang gagah perkasa yang mewakili kebajikan dan keadilan,
sebaliknya See-thian Tok ong namanya seperti iblis yang dahsyat
dan jahat.
Tiba-tiba terdengar suara yang amat riuh sehingga hanya
gemanya saja yang terdengar. Semua orang kaget karena maklum
bahwa ini adalah suaranya orang- orang yang memiliki lweekang
tinggi dan yang dapat mengirim suara dari jarak jauh sekali dengan
pengumuman Ilmu Coan-im-jib-bit.
“Tung-nam Thai-beng-cu yang menguasai semua partai orangorang
gagah di dunia selatan dan timur, Liok-bengcu yang gagah
perkasa, calon bengcu besar dalam pemilihan hari ini, datang
berkunjung ... !!“
See-thian Tok-ong mengeluarkan suara ketawa ha-ha-hi-hi
seperti orang menghadapi hal yang amat lucu, sedangkan Hwa I
Enghiong Go Ciang Le mengerutkan alis nampak marah. Melihat
sikap dua orang tokoh ini dan rombongan mereka, dapat diduga
bahwa dua rombongan ini saja sudah mengenal siapa adanya
bengcu itu. Akan tetapi semua orang diam saja, hanya
mengarahkan pandang mata ke arah suara tadi.
Tak lama kemudian, dari bawah puncak merayap naik lima
pasukan yang teratur rapi, dengan bendera besar di bagian depan
pasukan. Membaca tulisan pada bendera- bendera itu, semua orang
dapat mengetahui bahwa rombongan besar itu adalah anggauta dari
partai Im-yang- bu-pai, Bu-cin-pang, Kwa-cin-pai. Shansi Kai-pang
dan Twa to Bu-pai.
“Hm, iblis itu sudah mengumpulkan partai-partai jahat untuk
menjadi sekutunya,“ kata Lie Bu Tek perlahan kepada Ciang Le,
Pendekar besar ini hanya mengerutkan alis dan tidak berkata apaapa.
Setelah lima pasukan yang masing-masing terdiri dari kurang
lebih seratus orang ini tiba di kaki puncak, mereka merupakan
barisan di kanan kiri jalan bersikap hormat. Terdengar terompet
ditiup dan tambur dipukul orang, terdengar amat angker seakan
akan orang menghormat munculnya raja besar.
726
Kemudian kelihatanlah bengcu yang baru diumumkan, berjalan
dengan langkah tegap dan tenang. Pemuda berusia dua puluh
empat atau dua puluh lima tahun, wajahnya tampan dan sepasang
matanya bergerak-gerak tanda otaknya selalu bekerja keras dalam
setiap saat, kelihatan cerdik dan licik, bibirnya tersenyum-senyum
setengah mengejek, jubahnya lebar panjang berwarna kuning
bersulamkan benang emas menyerupai lukisan ular naga yang
melilit tubuhnya dan kepala dua ekor naga itu tiba di bagian dada
yang tengah-tengahnya tergambar mustika bernyala-nyala. Itulah
gambar sepasang naga berebut mustika yang disulam secara indah
sekali pada jubah itu, membuatnya nampak makin gagah.
Pemuda ini adalah Liok Kong Ji yang naik ke puncak sambil
mengangkat dada, penuh kepercayaan akan diri dan sama sekali
tidak gentar biarpun ia sudah tahu bahwa di situ akan berhadapa
dengan tokoh-tokoh dunia! Di sampingnya berjalan Giok Seng Cu,
kakek tua yang rambutnya panjang riap-riapan. Dengan adanya
kakek buruk rupa ini di sampingnya, Liok Kong Ji kelihatan makin
tampan dan gagah saja. Di belakang dua orang ini berjalan Sinhouw
Lo Bong Mo-kiam Siangkoan Bu, dan dua orang gagah lain,
yakni Kwa Seng ketua Kwa to-bu-pai yang berjuluk Twa-to (Si Golok
Besar) dan yang ke dua adalah Siang-pian Giam-ong Ma Ek, ketua
dari Bu-cin-pai di Keng- sin-bun.
Kalau kita ingat bahwa putera dari Siang-pian Giam-ong Ma Ek
yang bernama Ma Hoat telah dibikin gila oleh Kong Ji ketika Kong Ji
melakukan perjalanan dengan Hui Lian (baca jilid terdahulu), maka
dapat dibayangkan betapa lihai dan licinnya Liok Kong Ji sehingga
kini ayah dari Ma Hoat dapat menjadi sekutunya. Memang tak
seorang pun tahu apa yang telah dilakukan oleh Kong Ji pada
malam hari itu di kamar suami isteri Cu terhadap diri Ma Hoat!
Memang harus dipuji ketabahan hati Kong Ji. Kalau lain orang,
melihat Ciang Le berada di situ tentu akan merasa sungkan dan
malu. Akan tetapi tidak demikian dengan pemuda ini. Sambil
tersenyum ramah ia melangkah ke tengah lapangan, menggerakgerakkan
hudtimnya dengan gaya seorang pemimpin besar, lalu
berkata,
727
“Cuwi Locianpwe yang berkumpul di sini terlalu banyak sehingga
sukarlah bagi siauwte untuk memberi hormat satu persatu. Oleh
karena itu, siauwte Liok Kong ji bengcu dari selatan dan timur
menghaturkan hormat dari sini saja kepada semua Locianpwe yang
hadir.” Ta menjura ke empat penjuru, sengaja ditujukan ke arah
rombongan See-thian Tok-ong, Go Ciang Le, Tai Wi Siansu lain lain
tokoh besar.
“Siauwte yang muda dan bodoh telah diangkat menjadi bengcu
di selatan dan timur, dan sekarang mendengar akan diadakannya
pemilihan bengcu baru, para kawan-kawan siauwte mendesak
supaya siauwte datang di sini sebagai calon. Oleh karena itu,
dengan melupakan kebodohan sendiri, siauwte terpaksa menuruti
kehendak kawan-kawan itu.“
Ketika bicara Kong Ji sengaja menghadap ke arah rombongan
Ciang Le berada. Dia melihat Bi Lan berbisik kepada suaminya
seakan-akan menanyakan sesuatu dan dilihatnya Ciang Le
menjawabi isterinya sambil meraba pinggang kiri sendiri. Diam-diam
Kong Ji kagum sekali. Melihat gerakan Ciang Le ini otaknya yang
cerdik dapat menduga bahwa tadi Liang Bi Lan tentu membicarakan
dia dan bertanya kepada suaminya dimana pedang Pak-kek Sinkiam
yang dulu dibawa oleh Kong Ji. Di jawab oleh Ciang Le dengan
rabaan tangan ke pinggang kiri bahwa pedang itu disembunyikan di
balik jubah. Tentu saja Kong Ji amat kagum dan terkejut akan
kelihaian dan ketajaman mata Ciang Le. Memang betul pedang Pakkek
Sin-kiam ia sembunyikan di balik jubahnya tergantung di
pinggang kiri. Bagaimana Ciang Le bisa tahu? Akan tetapi Kong Ji
tidak kehilangan akal. Ta takut kalau-kalau Hwa T Enghiong Go
Ciang Le nanti akan membuka rahasia tentang pedang itu dan akan
menuduhnya menuri pedang, maka ia hendak mendahuluinya.
Sambil terseyum ia melanjutkan kata- katanya.
“Cuwi Locianpwe, sudah kukatakan tadi bahwa siauwte adalah
seorang muda yang bodoh dan tentu saja tidak terkenal seperti
Cuwi Locianpwe yang sudah menduduki tingkat tertinggi di dunia
kang-ouw. Oleh karena itu, bukan melupakan kesombongan apabila
siauwte memperkenalkan diri. Siauwte Liok Kong Jl tidak
mempunyai guru yang sah, akan tetapi siauwte pernah digembleng
oleh tokoh-tokoh seperti Suhu Liang Gi Tojin dari Hoa-san, Suhu
728
Giok Seng Cu, Suhu See-thian Tok-ong, dan Suhu Hwa I Enghiong.
Selain itu siauwte juga beruntung sekali menjadi ahli waris dari Bu
Kek Siansu di puncak Luliang-san. Buktinya inilah!” Kong Ji
menggerakkan tangannya, cepat bukan main seperti orang bermain
sulap saja dan tahu-tahu sebatang pedang yang gemerlapan saking
tajamnya telah berada di tangannya.
”Pedang ini adalah Pak-kek Sin-kiam peninggalan dari Sucouw
Pak Kek Siansu dan siapa yang memiliki pedang berarti akan
menjagoi dunia kang-ou. Pedang ini memang secara kebetulan jatuh
di tanganku, setelah terjadi perebutan yang ramai yang tak perlu
diceritakan di sini. Pokoknya siauwte yang berjodoh memiliki Pedang
Pak-kek sin-kiam dari Pak Kek Siansu.”
Baru saja kalimatnya habis diucapkan, berkelebat bayangan yang
amat cepat dan tahu-tahu seorang nyonya cantik sudah berdiri di
hadapannya. Nyonya ini adalah Liang Bi Lan atau Nyonya Ciang Le
yang dijuluki orang Sian-I Eng-cu (Bayangan Bidadari).
Kepandaiannya yang tinggi sekali dan ginkangnya telah mencapai
tingkat yang jarang ada yang dapat menandinginya, maka
gerakannya tadi pun hanya sekelebatan saja dan hanya mata orangorang
pandai saja dapat mengikuti gerakannya dengan seksama.
”Orang she Liok” katanya dengan suara halus menekan
kemarahan dan kebenciannya, ”semua omonganmu itu tak perlu
bagiku karena aku sudah cukup kenal akan watak palsumu.
Sekarang hayo lekas katakan di mana adanya Hui Lian anakku!”
Ciang Le agak menyesal mengapa isterinya tidak dapat bersabar
menanti, akan tetapi ia pun maklum akan apa yang terasa di hati
isterinya. Hui Lian sudah pergi dari rumah bersama Liok Kong Ji dan
sudah kurang lebih satu tahun setengah puteri mereka pergi tanpa
ada beritanya. Dia sendiri amat khawatir, apalagi setelah kini
melihat Kong Ji muncul tanpa disertai oleh Hui Lian kalau dia saja
sudah amat khawatir, apa lagi isterinya.
Liok Kong Ji yang ditanya oleh subonya dan yang tahu bahwa
subonya amat marah kepadanya, hanya tersenyum. Sikapnya
senang-tenang saja dan tidak mau memberi hormat. Ta adalah
seorang bengcu yang akan dipilih tak perlu merendahkan diri. Ta
729
hanya membungkukkan pinggangnya ke arah Bi Lan sambil
menjawab.
“Toanio, tentang Nona Go Hui Lian siauwte tidak tahu di mana
adanya. Akan tetapi seorang di antara sahabat- sahabat siauwte
yang amat banyak jumlahnya mengetahui. Oleh karena itu, apabila
persoalan memilih bengcu ini sudah beres, siauwte sebagai bengcu
baru menanggung sepenuhnya bahwa Toanio pasti akan dapat
bertemu dengan Nona Hui Lian.“
Bukan main mendongkolnya hati Bi Lan mendengar jawaban ini.
Benar-benar kurang ajar sekali bocah ini pikirnya. Tidak saja
menyebutnya “toanio“ seakan-akan tidak mengakui sebagai subo
(iste guru) lagi, akan tetapi juga sengaja menolak secara halus
untuk memberi tahu di mana adanya Hui Lian dan menuntut
melakukannya pemilihan bengcu lebih dulu. Sebagai seorang yang
sudah banyak melakukan perantauan di waktu mudanya dan tahu
betul akan tipu muslihat para penjahat besar di dunia kang- ouw. Bi
Lan sudah mengerti bahwa keterangan tentang dimana adanya Hui
Lian, akan dijadikan taruhan oleh Kong Ji, akan dijadikan bahan
untuk memeras dan memaksanya memilih pemuda ini sebagai
bengcu! Kalau menurutkan nafsu hatinya, ingin ia menyerang dan
memaksa Kong Ji mengaku sekarang juga di mana adanya Hui Lian.
Akan tetapi sebelum ia lakukan sesuatu, ia mendengar suara
suaminya.
“Mundurlah, isteriku. Biar lihat apa yang ia lakukan selanjutnya.
Mudah menurunkan tangan apabila ternyata dia mengganggu anak
kita.“
Kata Ciang Le ini terdengar seperti bisikan di dekat telinga Bi Lan,
akan tetapi tidak terdengar oleh siapapun juga, karena Ciang Le
telah mempergunakan ilmu mengirim suara dari jauh yang amat
tinggi tingkatnya sehingga suara yang ia kirim itu hanya dapat
“diterima“ oleh telinga orang yang harus menerimanya, Bi Lan
mendengar ini bahwa kelakukannya kurang patut. Saat itu adalah
saat pertemuan orang-orang gagah sedunia dan saat dilakukan
pemilihan bengcu, sebuah hal yang amat pelik dan penting.
Memperlihatkan perhatian sepenuhnya hanya untuk urusan pribadi,
benar-benar bukan pada tempatnya dan tidak pada saatnya yang
730
tepat. Maka sambil menahan amarah ia menggerakkan kaki dan
berkelebatlah bayangannya dengan cepat sehingga di lain saat ia
telah berdiri di sebelah suaminya lagi.
Banyak orang menahan napas menyaksikan kelihaian nyonya ini,
akan tetapi yang paling kaget adalah Kong Ji. Bukan kaget melihat
ginkang luar biasa dari subonya, karena ia memang sudah tahu
akan kehebatan ilmu meringankan tubuh dari Liang Bi Lan. Yang
membuat ia kaget adalah pengiriman suara dari Ciang Le. Karena ia
berdiri di depan Bi Lan dan ia pun sudah memiliki pendengaran yang
lebih tajam daripada ahli-ahli silat lain, ia dapat mendengar bisikan
halus itu dan hatinya terguncang. Dahulu belum pernah gurunya ini
memperlihatkan ilmu lweekang yang demikian tinggi, dan sekarang
ia harus akui bahwa Hwa I Enghiong Go Ciang Le benar-benar
seorang yang kosen dan akan merupakan lawan yang sukar
dikalahkan!
Pada saat itu, tiba tiba-tiba terdengar pekik yang tinggi dan
nyaring. Pekik ini amat nyaring dan menyakitkan anak telinga
hingga banyak orang yang lweekangnya kurang tinggi, segera
mengangkat dua tangan menutupi telinganya. Didengar sepintas
lalu oleh mereka yang tidak kuat mendengar terus, terdengar
seperti suara semacam burung yang aneh yang menyambar dari
atas ke bawah, kadang- kadang terdengar di sebelah selatan, tibatiba
berpindah- pindah ke jurusan lain. Akan tetapi bagi para tokoh
yang bertenaga lweekang cukup kuat untuk menerima serangan
getaran suara tinggi ini, dapat mereka dengar jelas bahwa inilah
pekik seorang wanita yang mempunyai Iweekang dan khikang tinggi
sekali!
Tai Wi Siansu, ciangbunjin dari Kun-lun-pai yang sudah amat tua
itu nampak terkejut dan terheran-heran sampai bangun berdiri dan
berkata,
“Thian Yang Maha Kuasa! Apakah Pat-jiu Nio-nio sudah bangkit
kembali dari kuburnya?“
Tokoh yang sudah tua dan yang hadir di saat itu semua sudah
mengenal atau pernah mendengar nama Pat-jiu Nio- nio seorang
wanita aneh yang mempunyai semacam istana yang indah dan luas
di sebuah puncak Pegunungan Go-bi-san. Di sana Pat-jiu Nio-nio
731
mempunyai semacam perkumpulan yang terdiri dari wanita semua,
dan yang diberi nama Perkumpulan Hui-eng-pai (Perkumpulan Elang
Terbang). Memang pekik mengerikan di adalah tanda dari Pat-jiu
Nio-nio. Akan tetapi nenek tua ini sudah meninggal dunia dan
kabarnya perkumpulannya pun otomatis bubar. Bagaimana
sekarang tiba-tiba saja muncul pekik yang menyeramkan ini? Siapa
lagi kalau bukan Pat-jiu Nio-nio yang dapat mengeluarkan pekik
seperti itu? Tidak ada seorang pun yang berada di situ, juga Liang
Bi Lan tidak ada yang mampu mengeluarkan pekik seperti tadi.
Pekik ini khusus dipelajari dan tanpa latihan, tak mungkin orang
dapat mengeluarkan pekik yang bunyinya seperti teriakan garuda
betina, akan tetapi jauh lebih nyaring dan tinggi ini.
Semua orang menoleh ke arah bawah puncak dan tak lama
kemudian terjawablah semua pertanyaan di dalam hati. Muncullah
wanita yang mengeluarkan pekik tadi dan semua orang menahan
napas. Yang datang adalah serombongan orang wanita-wanita
muda atau gadis-gadis cantik jelita yang pakaiannya semua sama.
Baju putih disulam burung elang di bagian dada, sedangkan pakaian
sebelah bawah berwarna hijau daun. Rombongan ini terdiri dan
empat puluh empat orang, dipimpin oleh seorang gadis berusia
paling banyak dua puluh tahun yang wajahnya cantik seperti
bidadari.
Kalau semua orang memandang dengan kagum dan tertarik,
adalah Kong Ji yang tiba-tiba menjadi pucat. Akan tetapi ia dapat
menekan perasaannya dan dengan tenaga lweekangnya ia
menormalkan kembali jalan darahnya sehingga mukanya kembali
kemerahan, kemudian mengambil sikap seakan-akan ia tidak
perduli.
Akan tetapi, tiba-tiba gadis yang paling depan dan yang
rambutnya terdapat hiasan mutiara dironce berbentuk buru elang,
tanda satu-satunya yang tidak pada rambut lain wanita yang berada
dalam rombongan itu, memandang kepadanya dan berserulah gadis
itu nyaring.
“Jahanam Wan Sin Hong, mampuslah kau sekarang!“ Baru saja
ucapan ini dikeluarkan, tubuh gadis itu sudah melesat di udara dan
turun kembali menyambar ke arah Kong Ji. Sinar hijau berkelebat
732
dan cepat Kong Ji mengelak ketika sebatang pedang yang bersinar
kehijauan menyambar lehernya. Hebat sekali serangan gadis ini,
benar-benar seperti seekor burung elang betina yang marah
menyambar korbannya.
“Eh, nanti dulu, Nona! Aku bukan Wan Sin Hong!“ teriak Kong Ji
sambil melompat jauh ke belakang. Akan tetapi gadis itu tidak mau
mendengar omonganya, dan kembali menyerang dengan gerakan
laksana burung terbang menyambar. Terpaksa Kong Ji mencabut
Pak Kek Sin-kiam yang tadi sudah disimpannya untuk menangkis.
Terdengar suara nyaring dan bunga api berpijar ketika dua batang
pedang bertemu. Bukan main kagumnya Ciang Le dan Bi Lan ketika
melihat bahwa pedang hijau itu tidak apa-apa! Jarang sekali di
dunia ini ada pedang yang dapat menangkis Pak-kek Sin-kiam tanpa
rusak.
“Nona, kau salah lihat! Aku bukan Wan Sin Hong dan sikapmu ini
berarti bahwa kau tidak menaruh hormat kepada semua orang
gagah di dunia yang pada saat ini berkumpul di sini!“ kata pula
Kong Ji dengan bentakan suara keras. Ta sama sekali tidak takut
kepada gadis ini, akan tetapi pada saat itu ia sedang mencari kawan
bukan memandang lawan. Ta mencari kawan untuk merebut
kedudukan bengcu.
Gadis itu nampak ragu-ragu agaknya baru ia memperhatikan
bahwa di situ terdapat banyak sekali orang. menyapu ke kanan kini
dengan matanya yang tajam dan indah, kemudian menatap wajah
Kong Ji lagi.
“Betulkah kau bukan Wan Sin Hong?” bentaknya mengancam.
“Di sini berkumpul banyak Locianpwe dan semua partai. Kalau
kau masih belum percaya, kau boleh tanya kepada mereka.“ jawab
Kong Ji menentang.
Gadis itu menoleh ke belakang, arah kawan-kawannya yang
berjumlah empat puluh orang gadis cantik itu, lalu memanggil.
“Cun Eng, ke sini kau!“
Seorang gadis cantik melompat luar dari dalam barisan itu,
gerakannya juga cekatan dan Tincah sekali tanda bahwa ia pun
733
memiliki kepandaian lumayan! Sayangnya biarpun wajahnya cantik
namun nampak muram dan pucat seperti orang kurang tidur atau
orang yang sedih. Setelah tiba di depan nona nemanggilnya, ia
menjatuhkan berlutut di depan pemimpinnya itu.
“Cun Eng, kaulihat baik-baik. Inikah Si Jahat Wan Sin Hong itu?“
“Bagaimana saya dapat memastikan, Niocu? Ia mengaku
bernama Wan Sin Hong ..“ jawab gadis yang berlutut itu dengan
suara lemah, nampaknya takut-takut.
“Akan tetapi, ini atau bukan orangnya? Jawablah yang tegas,
jawabmu mati hidupnya orang ini!“ kata pula gadis itu.
Gadis yang berlutut mengangkat muka memandang wajah Kong
Ji dengan tajam melalui air matanya yang hendak menitik turun,
dan nampak ragu-ragu melihat Kong Ji berdiri dengan sikap agung
seperti seorang pemimpin besar. Kemudian ia menundukkan
mukanya, menggeleng- geleng kepala, kemudian mengangkat muka
memandang lagi sampai lama. Akhirnya is berkata,
“Niocu, sungguh mata saya tidak dapat memastikan dengan
yakin. Malam itu gelap, saya tak dapat melihat wajahnya. Hanya
saja, kalau melihat bentuk wajahnya yang nampak di dalam gelap,
melihat bentuk tubuh dan mendengar suaranya, mirip benar dengan
dia ini. Akan tetapi kalau namanya bukan Wan Sin Hong... ah,
bagaimana saya dapat memastikan, Niocu? Saya tidak mau
menjatuhkan dosa kepada orang lain.“ Kemudian gadis itu
menangis.
Pemimpinnya nampak marah. “Mundur kau!“ kakinya diangkat
sedikit dan tubuh gadis yang berlutut itu terlempar ke dalam
barisannya dan jatuhnya berdiri tempatnya tadi. Kini ia berdiri tegak
dengan sikap menghormat, biarpun air matanya masih berlinang
dan mengalir turun di sepanjang pipinya yang pucat, namun tak
sedikit pun suara tangisan keluar dari mulutnya.
Gadis yang berpedang hijau itu lalu memandang ke kanan kiri,
akhirnya menjatuhkan pandang matanya kepada Gak Soan Li yang
berdiri tegak di dekat Liang Bi Lan dan semenjak kedatangannya
lebih banyak menundukkan muka daripada ikut bicara atau
734
memandang ke mana-mana. Sekali menggerak kaki, gadis itu telah
berhadapan dengan Soan Li.
“Eh, sahabat yang cantik dan gagah, tolong kau yang beri tahu
kepadaku, siapakah orang yang pedangnya bagus itu? Apakah dia
bukan Wan Sin Hong?'“ tanyanya dan kini air muka yang tadinya
nampak keren dan galak itu sekaligus berubah menjadi ramah
tamah dan manis bukan main.
Mendengar ada orang bicara dengan dia, Gak Soan Li
mengangkat mukanya dan memandang tajam. Gadis berpedang
hijau itu sampai kaget melihat sinar mata Soan Li yang tajam
menyambar begaikan kilat!
“Aku bertanya dan bermaksud
baik, jangan kau marah,“ katanya.
Begitu ditanya oleh gadis
berpedang hijau itu apakah
pemuda yang memegang hudtim
(kebutan pendeta) itu bukan Wan
Sin Hong, Soan Li menjawab.
“Dia bukan Wan Sin Hong.“
Akan tetapi, biarpun mulutnya
berkata demikian, matanya
memandang ke arah Liok Kong Ji
dengan terbelalak lebar dan tibatiba
mukanya menjadi pucat sekali,
hidungnya kembang-kempis
bibirnya bergerak-gerak tanpa
meluarkan suara apa apa.
Sernentara itu, semenjak tadi Liok Kong Ji memandang kepada
gadis berpedang hijau itu dengan sinar mata tertarik kagum sekali.
Tadi ia berdiri dengan wajah tak berubah ketika gadis itu bertanya
kepada Soan Li, hal yang sama sekali tak pernah diduganya atau
diduga oleh orang lain.
Apa yang menyebabkan gadis itu bertatiya kepada Soan Li,
benar-benar merupakan hal yang mengejutkan dan tidak ada yang
735
mengerti. Lebih-lebih Kong Ji, biarpun wajahnya tidak
memperlihatkan perubahan apa-apa, namun isi hatinya hanya dia
sendiri yang tahu!
Setelah mendengar jawaban yang memastikan dari Soan Li
bahwa dia bukan Wan Sin Hong yang dicari-cari oleh gadis
berpedang hijau yang agaknya amat benci dan hendak membunuh
Sin Hong, Kong ji tersenyum. Seperti biasa senyumnya
membayangkan ketinggian hatinya dan mengandung ejekan. Sekali
menggerakkan kedua kakinya, ia telah melompat ke dekat gadis
berpedang hijau yang lihai itu, lalu menjuralah Kong Ji dengan sikap
manis dan menghormat.
“Nona yang gagah perkasa, sudah kukatakan tadi bahwa aku
bukan Wan Sin Hong. Banyak sekali orang mencari Wan Sin Hong,
bahkan aku sendiri kalau bertemu dengan dia, masih ada beberapa
hutangnya yang harus dibayar sehingga sebuah kepalanya masih
belum lunas untuk membayar hutangnya. Jangan kau khawatir,
Nona, kalau aku bertemu dengan bangsat itu, pasti sebelum
memenggal kepalanya dia lebih dulu akan kuseret dan kuhadapkan
kepadamu, asal saja kau sudi memberi tahu ke mana aku dapat
mencarimu. Perkenalkan, Nona, aku adalah Liok Kong Ji, bengcu
baru dari timur dan selatan, dan calon bengcu dalam pemilihan
sekarang ini. Sebaliknya siapakah kau ini, Nona, dan dari partai
apa?“
Gak Soan Li yang berdiri tidak jauh dari situ, mendengar nama
Liok Kong Ji, mukanya menjadi makin pucat dan menatap wajah
pemuda itu bagaikan orang melihat setan. Ia menahan jerit dan
tangan kanannya menekan dan kemudian ia kelihatan terhuyunghuyung
dan pasti roboh kalau saja Liang Bi Lan tidak cepat-cepat
memeluknya. Ketika Bi Lan melihat bahwa muridnya itu ternyata
telah pingsan ia lalu cepat mengangkatnya ke pinggir dan
merebahkannya di atas lantai di bawah pohon.
Cam-kauw Sin-kai cepat menghampiri, berlutut dan memegang
urat nadi Soan Li. Selama ini memang Soan Li dirawat oleh Camkauw
Sin-kai yang ingin sekali memulihkan ingatan gadis itu dan
ingin sekali membongkar rahasia yang membuat gadis yang
bernasib malang ini kehilangan ingatannya. Cam-kauw Sin-kai
736
maklum bahwa gadis ini terkena racun yang hebat sekali dan yang
sebegitu lama belum dapat ia obati. Sampai sebegitu jauh, Soan Li
baru dapat ingat bahwa ia adalah murid Hwa I Enghiong Go Ciang-
Le dan bahwa ia telah dihina oleh seseorang yang bernama Wan Sin
Hong dan ditolong oleh seorang yang ia panggil Gong Lam-ko dan
yang ia cinta sepenuh hati. Akan tetapi ia tidak dapat menceritakan
apa yang telah terjadi dengan dirinya, tidak dapat mengatakan pula
siapakah itu Wan Sin Hong dan yang mana pula yang ia panggil
Gong Lam-ko. Sekarang yang ia kenal hanyalah Cian Le sebagai
suhunya, Bi Lan sebagai subonya, Cam-kauw Sin-kai yang ia panggil
locianpwe dan Lie Bu Tek yang ia sebut lo- enghiong. Yang lain-lain
ia telah lupa semua.
Sekarang ketika melihat betapa Soan Li roboh pingsan, Camkauw
Sin-kai cepat-cepat menolongnya dan setelah gadis itu siuman
kembali, Cam-kauw Sin-kai cepat-cepat berbisik.
“Soan Li, siapakah laki-laki itu? Ingatkah kau akan dia dan apa
yang telah ia perbuat terhadap dirimu maka kau sampai pingsan
melihat dia?“ Memang semenjak merawat Soan Li pengemis sakti ini
menganggap Soan Li sebagai murid atau orang sendiri sehingga ia
menyebut nama gadis itu demikian saja. Kakek ini memang sudah
dapat menyelami bahwa dalam keadaan Soan Li ini terselip rahasia
yang besar dan hebat, maka setiap gerakan gadis ini tentu amat ia
perhatikan.
Akan tetapi Soan Li yang ditanya hanya menggeleng-geleng
kepalanya dan kini ia telah duduk di atas rumpus, tangan kirinya
mengurut-urut kening seperti orang pusing dan sepasang matanya
yang suram itu ditujukan ke arah Kong ji berdiri.
“Kau kenal dia? Pernah kau melihat dia?“ Cam-kauw Sin-kai
terus berbisik dalam usahanya mengembalikan ingatan gadis itu.
Tentu saja Cam-kauw Sin-kai sudah mendengar dari Ciang Le
tentang sepak terjang Liok Kong Ji yang melarikan diri sambil
membawa pedang Pak-kek Sin-kiam, juga membawa Iari bersama
puteri Hwa I Enghiong, kemudian mengalahkan Soan Li yang
mencoba mengejarnya.
Soan Li mengerutkan kening dan sepasang alisnya bertemu.
737
“Aku pernah melihatnya...“ katanya dalam bisikan pula, matanya
tak pernah berkedip memandang ke arah Kong Ji.
“Kau tadi sudah mendengar namanya Liok Kong Ji. Kenalkah kau
padanya?”
“Aku... aku pernah mendengar nama itu... lupa lagi entah di
mana....“
“Coba kaulihat balk-balk, apakah wajahnya menimbulkan kesan
baik atau buruk padamu?“
“Buruk... dia menimbulkan muak dan aku... entah mengapa aku
benci dan tidak suka kepadanya.“
“Dan nama itu, Liok Kong Ji, bagaimana terdengar olehmu?
Apakah juga mendatangkan perasaan tak enak?“
“Nama itu pun memuakkan, menimbulkan benci...!“ kata
Soan Li dan nampaknya gadis ini bingung sendiri mengapa ia bisa
membenci wajah dan nama orang itu. Cam-kauw Sin- kai tidak mau
mendesak terus karena sebagai seorang tabib ia maklum bahwa
pengembalian ingatan gadis ini harus secara sewajarnya dan
dengan perlahan, kecuali kalau memang ada obat yang tepat untuk
menghantam racun yang sudah mengotori kepala gadis itu.
Sementara itu, gadis berpedang hijau ketika mendengar
omongan Liok Kong Ji sama sekali sikapnya tidak mengacuhkan dan
tidak sudi melayani. Ia hanya menyapu wajah pemuda itu dengan
kerling matanya, kemudian berkata.
“Hemm... di sini orang mau mengadakan pemilihan bengcu?
Menarik sekali! Hendak kulihat, orang macam apa yang nanti terpillh
menjadi bengcu!” Setelah berkata demikian, ia menyapu wajah
semua orang yang hadir di situ dengan wajah penuh perhatian.
Pandang matanya tajam kini dapat melihat bahwa sesungguhnya
tempat itu penuh oleh orang-orang yang kelihatannya pandai, maka
wajahnya menjadi berseri, agaknya tertarik sekali.
Tai Wi Siansu, ketua Kun-lun-pai, adalah seorang yang dahulunya
menjadi sahabat baik dari Pat-jiu Nio-nio, maka kini melihat bahwa
di situ terdapat serombongan orang- orang Hui-eng-pai yang
738
disangkanya sudah bubar semenjak nenek sakti itu meninggal,
menjadi gembira dan tertarik. Dengan lambaian lengannya, iato
melompat menghadapi nona pedang hijau itu dan berkata ramah.
”Nona, kau siapakah? Pinto lihat memimpin pasukan Hui-eng pai.
Apa hubunganmu dengan mendiang Pat-jiu Nio- nio?”
Nona itu menengok dan matanya yang lihai itu mengerling tajam,
bulu matanya yang panjang melengkung itu mencoba untuk
menyembunyikan matanya yang bagus itu. Sikapnya dingin sekali,
seakan-akan ia memandang rendah kepada semua tokoh yang
berada di situ. Sikap ini menunjukkan bahwa ia adalah seorang
nona berilmu tinggi yang tak pernah terjun ke dunia kang-ouw
sehingga tidak mengenal dan dikenal orang, dan bagaikan seekor
anak lembu yang baru pertama kali memasuki rimba raya, tidak
takut bertemu dengan singa, serigala, maupun harimau! Gadis itu
memperhatikan Tai Wi Siansu dan melihat seorang kakek yang
usianya sudah delapan puluh tahun lebih, bertubuh tinggi kurus,
sudah putih rambutnya dan sikapnya amat lemah lembut dan
ramah, ia lalu tersenyum manis. Bukan main manisnya senyum ini
sehingga Tai Wi Siansu sendiri menjadi kagum. Setelah tersenyum,
benar-benar gadis di depannya ini amat cantik jelita. Tadi tidak
begitu kentara kecantikannya oleh karena sikapnya yang dingin dan
mukanya yang keras. Setelah tersenyum dan nampak sifat
kewanitaannya. Dia benar-benar seorang yang manis.
“Orang tua namaku Siok Li Hwa. Kau ini orang tua yang
mengenal nama Nio-nio, siapakah kau?”
Tai Wi Siansu tertawa sambil mengelus-elus jenggotnya. Diamdiam
ia kagum dan juga heran sekali karena gadis ini, terbayanglah
di depan matanya Pat-jiu Nio-nio ketika masih muda. Biarpun tidak
secantik gadis ini, akan tetapi sikap mereka ini benar-benar sama.
Dahulu, Pat jiu Nio-nio juga begini sikapnya, dingin, sederhana,
jujur, tegas, tidak mengenal takut di samping kepandaiannya yang
amat lihai.
”Nona, sayang Pat-jiu Nio-nio sudah tidak ada lagi. Kalau dia
masih ada tentu dia dapat bercerita banyak tentang pinto
kepadamu.” Sejenak kakek berhenti dan matanya memandang ke
739
atas seolah-olah ia hendak membayangkan kembali masa dahulu.
”Pinto adalah Tai Wi Siansu.”
Siok Li Hwa nampak kaget dan cepat gadis ini menoleh ke arah
rombongannya dan kedua tangannya diangkat ke atas dan jari-jari
tangan itu menari-nari. Seorang gadis yang berada di depan
rombongan juga mengangkat tangan ke atas dengan jari-jari yang
mungil dan runcing itu menari-nari seperti ular-ular kecil! Hanya
sebentar pertunjukan aneh itu karena Siok Li Hwa sudah
membalikkan tubuh lagi menghadapi Tai Wi Sian sambil berkata,
“Ah, kiranya Tai WI Siansu dari Kun- lun-pai? Nio-nio dahulu
pernah bilang bahwa Tai Wi Siansu dari Kun-lun pai adalah seorang
gagah. Aku senang sekali bertemu dengan Siansu di sini. Melihat
Siansu berada di sini, tentu kakek- kakek yang lain di sana itu pun
bukan orang-orang sembarangan!“
Tai Wi Siansu tertawa. “Mereka itu bukan orang-orang asing bagi
Pat-jiu Nio-nio. “Lihat, mereka itu adalah Ketua Thian-san-pai yang
bernama Leng Hoat Taisu,” katanya sambil menunjuk kepada
seorang kakek kecil bongkok bermuka merah dengan kepala botak
dan tidak berkumis. Orang itu mengangkat tongkatnya yang hitam
ke arah Siok Li Hwa sambil berkata gembira.
“Nona Garuda, Pat-jiu Nio-nio pernah dua kali bertemu dengan
pinto!“
Siok LI Hwa tertawa dan merasa suka melihat kakek yang lucu
itu.
“Yang itu adalah Bu Kek Siansu, Ketua Bu-tong-pai. Yang di sana
itu, dia adalah Cam-kauw Sin-kai, yang terkenal di dunia kang-ouw.
Adapun yang gagah perkasa itu, dialah Pendekar Budiman yang
terkenal dengan sebutan Hwa l Enghiong bernama Go Ciang Le
bersama isterinya Sian-Li Engcu Liang Bi Lan. Dan itu,” ia menuding
ke arah rombongan See-thian Tok-ong, “dia adalah See-thian Tokong
bersama isterinya dan puteranya. Mereka ini pun merupakan
orang-orang terkemuka dalam dunia silatan. Hanya mereka itulah
yang patut kau kenal di antara semua yang hadir.“
740
“Hanya itu'“ tanya Siok Li Hwa, sinar matanya menyapu orangorang
lain yang banyak hadir di situ. “Mengapa begitu banyak
orang'“
“Yang lain-lain adalah pengikut- pengikut dan orang- orang
biasa,“ kata Ketua Kun-lun-pai. “Kami semua berkumpul di sini
untuk mengadakan pemilihan seorang bengcu baru. Orang-orang
gagah di dunia kang-ouw perlu sekali dengan seorang bengcu baru
yang bijaksana, yang akan memimpin semua partai sehingga tidak
timbul perpecahan.”
”Bagus sekali, alangkah ramainya nanti. Biar aku menonton dan
ingin orang macam apa yang akan terpilih, kata gadis ini dengan
sikap seakan-akan orang menghadapi sebuah permainan anak-anak.
”Nona, kau dari Go-bi-san datang bersama pasukan hui- eng-pai.
Sudah sepatutnya kalau kau pun mengajukan usul ikut pula
memilih.”
Siok Li Hwa menggeleng kepalanya. “Tidak perlu dengan segala
bengcu! Aku datang bukan untuk urusan pemilihan bengcu,
melainkan untuk mencari seorang penjahat bernama Wan Sin
Hong.” Seteiah berkata demikian, gadis ini melompat ke dalam
rombongannya sendiri yang mengambil tempat di bagian terpisah.
Di situ ia dan rombongannya berdiri sebagai penonton, akan tetapi
mereka semua memasang mata tajam untuk mencari-cari orang
yang mereka kejar-kejar sejak beberapa bulan yang lalu.
Mengapa rombongan Hui-eng-pai ini mengejar-ngejar Wan Sin
Hong? Seperti telah dituturkan tadi, Siok Li Hwa menyerang Kong Ji
karena mengira pemuda ini Wan Sin Hong, atau setidaknya seorang
di antara anggauta rombongannya yang mengira demikian. Siok Li
Hwa sendiri belum pernah bertemu dengan penjahat yang bernama
Wan Sin Hong itu. Kurang lebih dua bulan yang lalu, seorang di
antara anak buahnya yang bernama Cun Eng dan yang tadi telah
ditanyainya tentang Kong Ji, pada suatu malam telah disergap dan
diganggu oleh seorang pemuda yang kemudian mengaku bernama
Wan Sin Hong.
Pemuda ini lalu menghilang di dalam gelap malam, Cun Eng
sambil menangis melaporkan hal ini kepada Hui eng Niocu (Nona
741
Garuda Terbang), yakni nama julukan dan Siok Li Hwa. Siok Li Hwa
marah bukan main dan sambil membawa empat puluh orang kawan,
ia memimpin pasukan ini melakukan pengejaran.
-oo0mch-dewi0oo-
Jilid XXVII
PENJAHAT itu hanya merupakan bayangan yang bergerak cepat
sekali dan di dalam gelap, Cun Eng tidak dapat mengenal betul
wajah orang yang menyerang dan mengganggunya, maka amatlah
sukar penjahat itu ditangkap. Yang menjadi pegangan para
pengejarnya hanyalah nama penjahat itu. Dan anehnya, setiap kali
tiba di suatu dusun atau kota, mereka mendengar nama ini yang
seakan-akan sengaja ditinggalkan oleh penjahat itu untuk memberi
tahu mereka akan jejaknya. Demikianlah akhirnya Siok Hwa
mengejar sampai di Ngo-heng-san dan di situ kehilangan jejak
penjahat yang dikejar-kejarnya.
Siapakah sebenarnya Siok Li Hwa? Sepuluh tahun yang lalu,
ketika Pat-Jiu Nio-nio meninggal dunia karena usia tua,
perkumpulannya, yakni Hui-eng pai yang mempunyai seratus orang
lebih anggauta terdiri wanita semua, terpaksa bubar. Tak seorang
pun yang sanggup menggantikan kedudukan Pat-Jiu Nio-nio karena
semua mengerti bahwa untuk memimpin perkumpulan ini, orang itu
harus memiliki kepandaian yang amat tinggi. Sedangkan Pat-Jiu Nio
nio tidak mempunyai murid langsung. Semua anggautanya memang
diberi pelajaran ilmu silat, akan tetapi mereka ini tidak mewarisi
semua ilmunya dan biarpun untuk anggapan umum semua
anggauta Hui-eng pai rata-rata memiliki kepandaian tinggi, kalau
dibandingkan dengan kepandaian Pat-Jiu Nio-nio, masih amat jauh,
belum ada persepuluhnya. Inilah yang membuat semua anggauta
ragu-ragu dan akhirnya perkumpulan itu dibubarkan. Gedung indah
tempat tinggal Pat jiu Nio-nio di puncak tersembunyi di
Gunung Go-bi-san menjadi sunyi dan dijadikan sebagai kuil di
mana tinggal lima orang bekas anggauta Hui-eng pai yang
mengambil keputusan untuk menjadi pertapa atau pendeta wanita
di tempat itu!
742
Yang lain-lain lalu bubaran mengambil jalan hidup masing-masing
setelah menerima bagian dari harta peninggalan ketua mereka.
Di antara para anggauta ini, terdapat seorang gadis cilik berusia
kurang lebih sembilan tahun, Gadis ini adalah Siok Li Hwa, seorang
gadis yatim piatu yang ditolong dari bahaya kelaparan di daerah
selatan yang kering oleh Pat jiu Nio-nio empat tahun yang lalu.
Gadis cilik ini amat cantik manis menimbulkan rasa suka pada Pat
jiu Nio-nio, maka gadis ini dijadikan pelayan pribadinya. Makin lama
Pat-itu Nio-nio makin suka kepada gadis cilik ini, sehigga di waktu
malam Ketua Hui-eng pang yang tidak mempunyai keluarga ini lalu
memberi pelajaran ilmu membaca dan menulis kepada Siok Li Hwa.
Bahkan ia pun mulai memberi pelajaran ilmu silat dasar seperti yang
ia ajarkan pada semua anggauta Hui eng-pang.
Tentu saja ia tidak langsung mengajari sendiri, hanya menyuruh
seorang anggautanya yang sudah pandai. Akan tetapi tentang
pelajaran ilmu surat dia sendiri yang mengajar.
Siok Li Hwa merasa senang sekali tinggal di situ dan gadis ini
ternyata berotak tajam. Tidak saja huruf-huruf yang sukar itu
dilalapnya dengan mudah juga semua pelajaran ilmu silat dapat
dipahami dalam waktu singkat. Melihat kecerdikannya, Pat-jiu Nionio
semakin sayang kepadanya. Mulailah memberi pelajaran ilmu
silat sendiri pada gadis cilik ini, yaitu pelajaran teori ilmu silat yang
mengandung sari pelajaran ilmu silat tinggi. Juga ia menceritakan
tentang tata usaha dan peraturan dari perkumpulan Hui-eng-pai
yang istimewa. karena terdiri dari wanita semua.
“Kaum wanita terlalu dihina dan direndahkan oleh kaum pria, Li
Hwa.“ Pernah Pat-pu Nio-nio berkata, “'lihat betapa banyaknya
wanita dianggap sebagai hewan peliharaan dan dianggap rendah
serta tiada berguna. Orang-orang itu bangga kalau mempunyai anak
laki-laki, sebaliknya kecewa kalau mempunyai anak perempuan.
Banyak sekali suami yang mengambil isteri berikut bini muda pula
sampai beberapa orang jumlahnya. Semua itu karena kaum wanita
lemah. Oleh karena itu, perkumpulan Hui-eng-pai harus menjadi
pelopor, membangkitkan semangat para wanita agar kelak jangan
sampai diinjak-injak dan dijajah oleh kaum pria.“ Seringkali Li Hwa
743
mendengar kalimat-kalimat seperti ini yang membanjir keluar dari
mulut Pat jiu Nio-nio.
Akan tetapi sayang, ketika Li Hwa berusia empat belas tahun,
Pat-jiu Nio-nio meninggal dunia karena usia tua. Orang yang paling
berduka di antara para anggauta perkumpulan itu adalah Siok Li
Hwa yang merasa seperti ditinggal ayah-bundanya sendiri. Beberapa
jam setelah Pat- jiu Nio-nio dianggap meninggal, Li Hwa menjaga
jenazah Pat-jiu Nio-nio seorang diri di dalarn kamar jenazah.
Ia memeluki jenazah itu sambil menangis, dan menolak keras
ketika para saudara tuanya mengajak ia keluar. Menjelang tengah
malam, kurang lebih enam jam setelah Pat-jiu Nio-nio disangka
mati, tiba-tiba ia mendengar suara nenek itu perlahan.
“Siok Li Hwa....“
Li Hwa mengangkat mukanya dan pucatlah ia ketika melihat
betapa nenek itu bergerak-gerak dan membuka mata. Akan tetapi
hanya sebentar saja ia kaget. Di lain saat ia sudah girang bukan
main dan cepat-cepat ia berlutut. Pat jiu Nio-nio tidak bangkit,
hanya rebah saja sambil menggerak-gerakan jari tangannya
membuat tulisan di udara. Sian Li Hwa adalah seorang anak yang
cerdik sekali. Ia memperhatikan gerak jari tangan itu dan tahulah ia
bahwa nenek itu menuliskan huruf-huruf yang berbunyi:
“Ambil peti merah di sudut kamar dan bawa ke sini!“
Li Hwa cepat berdiri dan melakukan perintah itu. Ia tahu bahwa
peti merah itu berisi beberapa jilid kitab kuning karena sudah
seringkali ia melihat nenek itu tekun membaca kitab-kitab itu sampai
jauh malam, bahkan kadang-kadang sampai hampir pagi. Karena
melihat nenek itu sudah lemah sekali, maka Li Hwa menaruh peti itu
di pinggir pembaringan. Ia cemas juga melihat nenek itu kini sudah
rebah telentang dengan kedua mata dipejamkan tak bergerak
seperti tadi ketika belum bergerak dan sudah dianggap mati.
“Nio-mo... ini petinya...“ katanya di dekat telinga nenek itu.
Pat-jiu, Nio-nio membuka matanya yang sudah tak bersinar lagi.
Agaknya suatu yang amat menjadi pikirannya yang membuat nenek
ini seakan akan hidup lagi! Atau memang tadinya ia belum mati
744
betul dan pikiran tentang sesuatu yang ditinggalkan itu agaknya
memberi daya hidup, sungguhpun ia hanya dapat menggerakkan
tangan dan hanya dapat mengeluarkan suara memanggil nama Li
Hwa tadi. Kini ia kembali menggerak-gerakkan telunjuknya di udara
seperti orang menulis huruf. Siok Li Hwa cepat memandang dan
menaruh perhatian sepenuhnya. Sambil memandang, membaca
hurut-huruf yang ditulis di udara itu.
“Kau pelajari kitab-kitabku, cari Cheng-liong-kiam (Pedang Naga
Hijau) tanya pada Hwesio Go-bi, dan pimpin Hui-eng-pai!“
Setelah menuliskan huruf terakhir lengan yang kurus itu hilang
tenaganya jatuh di atas dadanya dan kali ini Pat-jiu Nio-nio benarbenar
kehilangan nyawanya!
Demikianlah, setelah perkumpulan ini bubar sendirinya dan para
anggautanya, kecuali lima orang anggauta tertua mengambil
keputusan menjadi pertapa di gedung seperti istana ini, pergi
meninggalkan puncak sunyi itu, Li Hwa ikut tinggal di situ. Diamdiam
ia mempelajari isi peti dan ternyata di dalamnya terdapat tiga
buah kitab kuno. Sebuah kitab ilmu silat dan ilmu pedang, sebuah
lagi terisi pelajaran tentang lweekang, latihan napas, samadhi dan
ilmu-ilmu tinggi tentang tenaga di dalam tubuh, dan yang ke tiga
adalah sebuah kitab tentang pelajaran ilmu pengobatan dan tentang
peraturan-peraturan Perkumpulan Hui-eng-pai. Dengan amat keras
hati dan tekun, Li Hwa mempelajari semua ini, melatih dengan amat
rajinnya sehingga ia akhirnya berhasil mewarisi ilmu silat yang tinggi
dari mendiang Pat-jiu Nio-nio.
Lima orang pendeta wanita bekas anggauta Hui-eng-pai juga
mengetahui hal ini dan diam-diam mereka makin sayang kepada Li
Hwa yang mereka anggap sebagai orang yang mampu melanjutkan
cita-cita guru besar mereka yang telah meninggal dunia. Oleh
karena itu, mereka inilah yang membantu memberi petunjukpetunjuk,
karena biarpun dalam hal ilmu silat mereka sudah kalah
jauh oleh Li Hwa, namun dalam hal pengalaman mereka menang
banyak. Ketika Li Hwa menuturkan tentang Cheng-liong-kiam dan
hwesio di Gobi-san seperti yang dipesankan oleh Pat-jiu Nio- nio,
lima orang pendeta itu nampak terkejut sekali.
745
“Aduh, mengapa kau diharuskan mencari pedang itu?“ kata
seorang di antara mereka. “Dulu Nio nio sendiri tidak berhasil
mendapatkan pedang itu. Terutama hwesio Gobi yang dimaksudkan,
tentulah ketua dan Go-bi-pai yang berada di puncak ke tujuh dan
deretan puncak- puncak di pegunungan ini. Di sana terdapat sebuah
kelenteng besar dan didiami oleh hwesio-hwesio yang tinggi
silatnya. Kiranya hanya mereka itulah yang dapat menunjukkan
dimana adanya Cheng-liong-kiam, karena kami sendiri pernah
mendengar namun tidak tahu di mana adanya pedang pusaka itu.”
”Kalau begitu, aku harus pergi mencari hwesio itu dan harus
kudapatkan pedang Cheng-liong-kiain sesuai dengan pesan
mendiang Nio-nio!” kata Li Hwa dengan suara menyatakan
kebulatan tekadnya. Gadis berusia belasan tahun dengan semangat
menyala-nyala lalu pergi ke puncak di mana terdapat kelenteng Gobi-
pai yang angker dan besar.
Ia diterima oleh Kian Hok Taisu, ketua dari Go-bi-pai. Hwesio tua
ini terheran-heran melihat seorang gadis cantik jelita yang mengaku
sebagai ahli waris Pat-jiu Nio nio dan mengaku hendak
menyampaikan pesanan mendiang Put-jiu Nio-nio.
”Nona cilik, bagaimana kau bisa mengaku sebagai ahli waris Patjtu
Nio-nio?” tanya ketua Go-bi-pai ini dengan suara sabar.
Siok Li Hwa selamanya tinggal di atas gunung dan tak pernah
bergaul di dunia ramai maka sikapnya kaku, dingin dan polos, tidak
pandai bersopan dan bermanis-manis.
”Tai-suhu,” katanya tanpa memberi hormat dan berdiri dengan
tegak, ”sebelum meninggal dunia. Nio-nio menyerahkan tugas
kepadaku, menurunkan kepandaiannya melalui kitab-kitab pelajaran
kepadaku dan memesan supaya aku pergi menemui hwesio Go-bi
pai dan tanya tentang Pedang Cheng-liong-kiam. Maka harap kau
orang tua suka memenuhi keiginan Nio-nio dan katakan kepadaku
dimana adanya pedang Cheng-liong-kiam itu agar dapat kuambil.”
Sepasang mata Kian Hok Taisu yang besar itu terbelalak heran
dan di sana-sini terdengar suara ketawa ditahan dan beberapa
orang hwesio yang ikut mendengar kata-kata lantang ini.
746
“Kau...? Kau yang diwajibkan oleh mendiang Pat-jiu Nio-nio
untuk mengambil Cheng-liong-kiam? Ah, jangan main-main, Nona.
Pat-jiuw Nio-nio sendiri sudah mencoba mengambilnya sampai lima
kali akan tetapi selalu ia gagal dan akhirnya ia sampai-sampai tidak
mau muncul di dunia kangouw dan menyembunyikan diri. Sekarang
kau yang masih begini muda, kau mau mengambil pusaka itu?
Nona, mata pedang tak dapat melihat orang dan kalau kita tidak
hati- hati mudah sekali kita terluka olehnya. Harap kau batalkan saja
niat ini dan pulang dengan selamat. Nasihat pinceng, ini bukan
main-main dan demi kebaikanmu sendiri.“
“Hwesio tua baru berjumpa satu kali kau sudah memberi nasihat
dan mengkhawatirkan keselamatanku. Sungguh kau baik hati. Akan
tetapi aku tidak perduli akan semua nasihatmu itu. Baiknya kau
lekas beri tahu di mana adanya Cheng-liong-kiam itu agar aku dapat
pergi mengambilnya dan habis perkara. Jangan kau putar-putar
omongan yang tidak ada gunanya bagiku.“ gadis ini tidak marah,
akan tetapi oleh karena ia tidak dapat mengatur kata-katanya, maka
terdengar kasar dan tidak hormat.
Baiknya Kian Hok Taisu adalah seorang pendeta Buddha yang
sudah tinggi ilmunya, maka ia tidak menjadi marah, hanya
tersenyum lebar dan diam-diam bahkan mengagumi semangat gadis
itu. Jarang ia melihat seorang wanita dengan semangat perlawanan
yang menyala-nyala dan keberanian yang begini besar.
“Omitohud!“ Ta memuja nama Buddha sambil merangkapkan
kedua tangan di depan dada. “Begitukah kehendakmu, Nona.
Baiklah, mari kau ikut pinceng, biar kau mencoba merampas pedang
itu.” Setelah berkata demikian, hwesio tua itu bangkit berdiri dan
berjalan menuju ke sebelah dalam kelenteng yang luas itu.
Beberapa orang hwesio lain juga berjalan masuk. Siok Li Hwa
merasa sangat heran. Tak disangkanya tempat itu ternyata dekat
saja, bahkan adanya di sebelah... dalam kelenteng ini! Akan tetapi
tanpa banyak cakap ia pun lalu ber jalan mengikuti Kian Hok Taisu.
Ternyata bahwa Ketua Go-bi-pai membawanya ke sebuah
ruangan amat lebar. Melihat betapa ruangan kosong dan di pojok
terdapat rak tempat senjata, mudah diduga bahwa tentulah Lian-buthia,
tempat belajar silat dari Partai Go-bi- pai. Tempat itu memang
747
luas sekali, kiranya cukup untuk seratus orang berlatih silat dalam
saat yang sama.
Kian Hok Taisu berhenti di tengah- tengah ruangan membalikkan
tubuh menghadapi Li Hwa yang berdiri bengong tak mengerti.
Hwesio-hwesio lain yang kini jumlahnya bertambah, ada dua puluh
orang mengundurkan diri dan duduk di atas lantai dalam keadaan
berkeliling membuat ruangan yang cukup lebar di tengah-tengah
seperti orang hendak nonton demonstrasi silat.
Kemudian seorang hwesio dengan sikap hormat dan langkah
tegap mendatangi dari dalam, kedua tangannya menyangga sebuah
bungkusan panjang. la melangkah terus sampai di depan Kian Hok
Taisu, lalu membungkuk dan menyodorkan bungkusan kain putih
yang tadi dibawanya. Hwesto tua itu menyambut bungkusan kain
putih dan memberikan kain itu kepada pembawa bungkusan tadi.
Dan dalam bungkusan itu dikeluarkannya sebatang pedang yang
bagus sekali, yang ketika dihunus dari sarungnya mengeluarkan
cahaya hijau.
Pembawa bungkusan itu lalu mengundurkan diri dan duduk
bersila di dekat kawan-kawannya yang lain, yang semua sekarang
memandang penuh perhatian ke tengah lapangan di mana guru
besar mereka dengan pedang hijau di tangan berhadapan dengan
Siok Li Hwa.
“Nona, silakanlah,“ kata hwesio tua itu sambil melintangkan
pedang hijau di depan dada, sikap seorang yang menanti datangnya
serangan lawan!
Tentu saja Siok Li Hwa mengelak dan tidak bergerak,
memandang dan terheran-heran, bahkan ia ragu-ragu apakah
hwesio tua ini kurang waras otaknya.
“Silakan bagaimanakah? Kau suruh aku berbuat apa, Tai suhu?“
tanyanya sambil memandang tajam.
“Tentu saja merampas pedang ini dari tangan pinceng kalau kau
dapat, habis apa lagi? Bukankah untuk keperluan kau datang ke
sini?“
748
Biarpun Li Hwa seorang yang cerdik, akan tetapi semua ini
melampaui batas kemampuannya berpikir. Ia menjadi bingung dan
dengan berkerut ia menegur.
“Hwesio tua, harap kau jangan main gila. Aku tidak ada waktu
untuk main- main! Apa sih maksudmu mengajak bertanding?“
Kini giliran Kian Hok Taisu yang terbelalak heran. Kemudian
hwesio ini mengerti dan tertawalah dia, tertawa geli.
“Aha, jadi kau malah belum mengerti akan maksud pesanan
mendiang Pat jiu Nio-nio? Benar-benar lucu. Duduk lah, Nona, biar
pinto menceritakanmu sejelasnya.“ Setelah berkata demikian hwesio
itu lalu duduk bersila di atas lantai, di tempat ia tadi berdiri. Biarpun
dengan sikap kurang sabar, Li Hwa terpasa duduk juga untuk
mendengarkan keterangan hwesio tua itu atas sikapnya tadi yang
benar-benar ia tidak mengerti. Dia datang untuk menanyakan
tempat Ceng-liong-kiam, mengapa datang-datang ditantang
berkelahi? Dan pedang di tangan hwesio tua itu, pedang indah yang
bercahaya hijau, apakah hubungannya dengan Cheng-liong kiam?
Apakah itu yang disebut Cheng-liong-kiam?
“Nona, semua ini dimulai dengan kelakar! Dengan lelucon antara
mendiang Pat-jiu Nio-nio dan Paman Guruku yang sudah meninggal
dunia. Pedang ini yang disebut Cheng-liong-kiam (Pedang Naga
Hijau) dan tadinya adalah pedang Pat-jiu Nio-nio. Ketika itu Pat jiu
Nio-nio masih muda, gagah perkasa dan jenaka. Sayang sekali ia
terlalu mengagulkan kepandaian sendiri sehingga timbul
sombongnya. Di hadapan Paman Guruku. Pat-jiu Nio-nio berani
menyatakan bahwa barang siapa dapat menghadapi pedangnya
dengan tangan kosong dan merampas pedang maka pedang itu
akan diberikan dengan cuma-cuma.“ Kian Hok Taisu menarik napas
panjang, lalu melanjutkan.
“Pada waktu itu, Paman Guruku juga masih muda dan berdarah
panas. Mendengar kesombongan Pat-jiu Nio-nio, ia lalu menggulung
lengan baju dan menantang. Maka mulailah pertempuran.
Pat-jiu Nio-ruo memegang Cheng liong-kiam dan paman guruku
bertangan kosong. Karena tingkat kepandaian Paman Guruku lebih
tinggi, akhirnya pedang itu terampas!
749
Paman Guruku hendak mengembalikannya dan menganggap hal
itu sebagai lelucon, siapa kira bahwa Pat-jiu Nio-nio merasa terhina
dan berkata dengan marah bahwa kelak akan tiba masanya ia
datang mengambil kembali pedangnya itu dengan cara yang sama,
yakni mengalahkan Paman Guruku yang berpedang dengan tangan
kosong! Kemudian wanita yang keras hati itu memperdalam ilmu
silatnya. Akan tetapi, berulang-ulang sampai tiga kali ia datang tetap
saja ia tidak berhasil merampas pedang. Bahkan yang keempat
kalinya ia terluka oleh Paman Guruku.“
Sampai di sini Kian Hok Taisu menahan napas panjang. “Sungguh
menyedihkan sekali, perkara lelucon seperti itu mendatangkan
dendam yang mendalam. Bahkan Paman Guruku yang marah
melihat sikap Pat-jiu Nio-nio juga timbul panas hatinya dan bertekad
tidak mau mengembalikan pedang begitu saja sebelum ia
dikalahkan!
Oleh karena itulah, ketika bahwa pedang ini harus pinceng
simpan baik-baik dan apabila Pat-jiu Nio-nio datang hendak
mengambilnya, pinceng harus pula menghadapinya dengan syarat
yang sama, yakni apabila Pat-jiu Nio-nio dengan tangan kosong
dapat merampasnya, baru pedang itu boleh diberikan, ditambah
pernyataan maaf dari mendiang paman guruku.
Dua tahun kemudian, benar saja Pat-jiu Nio-nio datang dan
terpaksa pinceng melayaninya. Setelah pertandingan yang sangat
melelahkan, barulah pinceng berhasil mengalahkannya dan
membuatnya pergi dengan penasaran.”
Kian Hok Taisu memandang kepada Siok Li Hwa, lalu berkata,
”Ketika mendengar bahwa Pat-jiu Nio-nio sudah meninggal dunia,
yakni lima tahun yang lalu, hati pinceng sudah lega dan melupakan
urusan ini. Pedang ini disimpan di kamar pusaka, dijadikan sebuah
di antara senjata-senjata pusaka Go-bi-pai. Eh, tidak tahunya hari
ini kau datang dan menyatakan sebagai wakil Pat-jiu Nio-nio hendak
mengambil Cheng-liong-kiam. Bukankah hal ini benar-benar tak
dapat disangka sebelumnya? Nah, demiklanlah, Nona. Setelah
mendengar penuturan ini, bagaimana pendapatmu?”
750
”Aku tetap hendak melakukan pesan mendiang Nio-nio tetap
hendak mengambil kembali pedang pusaka itu!” kata Li Hwa dengan
suara tetap.
Hwesio tua itu nampak kecewa dan berduka, ”Nona, kau tahu
bahwa pinceng tak dapat memberikan pedang ini begitu saja tanpa
memenuhi syarat yang sudah pinceng janjikan kepada Paman
Guruku. Hanya kalau dapat merampas kembali, pedang ini dapat
kembali ke dalam tanganmu. Akan tetapi kau masih begini muda,
bagaimana pinceng yang tua bangka ada muka untuk melayanimu
bertempur? Nona, lebih baik diatur begini saja. Kau pulanglah saja
dan kautunggu kalau pinceng sudah mati, pedang ini pasti akan
diantarkan ke tempat tinggalmu. Yang bertanggung jawab terhadap
pedang ini dan sudah berjanji kepada mendiang Paman Guruku
hanya pinceng seorang. Kalau pinceng mati, berarti janji itu pun
telah mati pula dan pinceng akan memesan kepada para anak murid
agar kelak sepeninggal pinceng, pedang ini akan diantarkan kembali
kepadamu. Bagaimana?” Kakek gundul itu memandang kepada Li
Hwa dengan penuh harapan.
Akan tetapi gadis itu tiba-tiba bangkit berdiri dan berkata,
dengan suara nyaring.
”Kian Hok Taisu, kau bicara tentang enaknya jalan pikiranmu
sendiri saja. Sudah jelas bahwa pedang itu dahulunya adalah milik
Nio-nio. Mengapa sekarang kau begitu susah-susah memutar-mutar
omongan? Kalau memang kau tidak menghendaki keributan
serahkan saja pedang itu kepadaku, habis perkara bukan? Kalau kau
menunggu sampai kau mati, baru mengembalikan, aah, tak usah
mencari-cari alasan, bilang saja terus terang bahwa kau suka
memiliki pedang itu tidak ingin mengembalikan!”
Kian Hok Taisu menjadi merah mukanya, akan tetapi ia tetap
sabar. suaranya agak keras ketika ia berkata,
”Nona, kau masih begini muda tetapi kata-katamu keras.
Agaknya seperti kau inilah dahulu Pat-jiu Nio-nio di waktu muda.
Soal mengembalikan pedang adalah soal mudah. Akan tetapi adalah
menyangkut soal nama dan kehormatan. Pat-jiu Nio-nio sampai lima
kali berusaha mengambil pedangnya tanpa hasil. Masa sekarang
begitu kau datang tanpa perlawanan pinceng harus mengembalikan
751
pedang itu begitu saja? Akan kemanakah larinya nama dan
kehormatan pinceng sebagai Ketua Go-bi-pai?”
”Hem, Hwesio Tua. Kau bicara tentang nama dan kehormatan,
apakah aku yang muda juga tidak menjaga nama dan kehormatan?
Aku harus menebus penghinaan yang dirasakan oleh Nio-nio di
samping merampas kembali pokiam itu. Kau telah berjanji akan
memenuhi pesan Paman Gurumu sampai mati apakah kau kira aku
pun tidak berani memenuhi pesan Nio nio dengan taruhan
nyawaku?“
“Jadi kau benar-benar hendak merampas pedang ini?“ Kian Hok
Taisu berkata sambil menggerak-gerakkan pedang Cheng-liong-kiam
sehingga kelihatan sinar kehijauan.
“Tentu saja.”
Kembali terdengar suara ketawa dari beberapa orang hwesio
yang menonton di situ karena kata-kata itu dianggap amat lucu.
Bagaimana seorang gadis cantik jelita dan muda yang nampaknya
begitu halus dan lemah akan merampas pedang di tangan Ketua
Go-bi-pai?
“Nona, kau masih begini muda. Pinceng tak enak hati
menghadapimu dengan pedang di tangan, sedangkan kau sendiri
bertangan kosong. Kaullhat, di pojok sana itu terdapat rak senjata.
Kaupilih senjata yang paling baik untuk menghadapi pinceng dan
apabila pinceng sampai terluka sedikit saja oleh senjatamu, biarlah
pinceng mengaku kalah. Akan tetapi, kalau sampai kau yang
terkalahkan harap kau jangan bantah-bantahan lagi dan menunggu
sampai pinceng menutup mata untuk selamanya baru pedang ini
akan diantarkan kepadamu.“
Li Hwa tidak menjawab, melainkan segera menghampiri rak
senjata dan memilih sebatang pedang yang cukup baik. Kemudian ia
melompat menghadapi Kian Hok Taisu sambil memutar pedang
berkata,
“Hwesio tua, lihat pedang““ Pedangnya digerakkan cepat dan ia
telah menyerang dengan dahsyat.
752
Melihat cara serangan ini, tak terasa lagi Kian Hok Talsu berseru,
“Omitohud, kau benar-benar ahli waris Pat-jiu Nio- nio!“ la pun tidak
tinggal diam dan pedang Cheng-liong-kiam di tangannya diangkat
untuk menangkis serangan nona itu. Akan tetapi Li Hwa tidak
menanti sampai pedangnya tertangkis. Melihat bahwa serangan
pertama ini gagal dan itu akan tertangkis apabila dilanjutkan, ia
telah menarik kembali pedangnya dan langsung ditusukkan,
merupakan serangan kedua yang tak kalah dahsyatnya dan begitu
otomatis seperti serangan berantai. Padahal yang dimainkan itu
adalah jurus ke dua yang berlainan sama sekali. Inilah sifat ilmu
silat yang ia pelajari dari kitab-kitab peninggalan Pat-jiu Nio-nio.
Mengandalkan kepada kecepatan gerakan sehingga mendesak
lawan dan tidak memberi kesempatan untuk lawan balas
menyerang.
Akan tetapi Kian Hok Taisu adalah orang ahli silat kelas tinggi.
Dahulu ketika Pat-jiu Nio-nio sendiri datang hendak merampas
pedang, wanita sakti itu dapat dikalahkannya. Apalagi sekarang
yang datang hanya murid Pat-jiu Nio-nio yang kepandaiannya belum
matang.
Setelah menggagalkan serangan Li Hwa sampai dua belas jurus
akhirnya pedang Cheng-liong-kiam berhasil membabat pedang di
tangan gadis itu. Terdengar suara keras dan pedang di tangan Li
Hwa buntung menjadi dua. Akan tetapi gadis itu tidak menjadi
gentar, sebaliknya ia melompat ke pojok ruangan dan di lain saat ia
telah kembali menghadapi Kian Hok Taisu dan menyerang dengan
sebatang golok yang tadi diambilnya dari rak senjata! Seranganserangannya
kalah hebatnya oleh serangan pertama dengan pedang
yang telah buntung tadi.
Kian Hok Taisu cepat menyambut serangan ini dan sebentar
kemudian dua orang ini sudah lenyap terbungkus gulungan sinar
senjata, bertempur dengan hebatnya di ruangan itu, membuat para
hwesio yang menonton menahan napas. Tak mereka sangka bahwa
gadis muda ini ternyata lihai sekali dan memiliki kecepatan gerakan
yang membuat tubuhnya lenyap terbungkus sinar senjata yang di
mainkan.
753
Kembali belasan jurus lewat dan ditutup oleh suara nyaring
ketika golok di tangan Li Hwa terbabat putus lagi oleh Cheng-liongkiam!
“Cih! Tak malu mengandalkan kemenangan pada pedang
curian!“ Li Hwa menyindir dengan hati mendongkol dan di lain saat
ia telah melompat berjungkir balik dari tengah ruangan ke rak
senjata lalu kembali ke tengah ruangan menghadapi lawannya
dengan sebatang tombak! Dengan tombak ini ia menyerang
bagaikan gelombang menderu dan terpaksa Kian Hok Taisu
melayaninya. Ketua Go-bi-pai ini diam-diam terkejut sekali. Gadis
muda ini ternyata tidak saja mewarisi kepandaian Pat-jiu Nio-nio
akan tetapi juga mewarisi wataknya yang keras dan berani dan
dalam hal ini, kiranya malah lebih keras, lebih berani, dan lebih
nekad daripada Pat-jiu Nio-nio sendiri!
Berkali-kali Li Hwa berganti senjata dan senjata-senjata yang
buntung oleh cheng-liong-kiam dan berserakan di ruangan itu sudah
amat banyak. Pedang, golok, tombak, toya, pian, dan rantai. Kini
gadis itu memegang sebilah tombak cagak dan menyerang makin
lama makin dahsyat. Diam-diam Ketua Go-bi-pai kagum. Gadis
semuda ini sudah miliki gerakan demikian hebat dan bahkan sudah
pandai mainkan delapan belas macam senjata. Benar-benar jarang
ada keduanya. Apalagi kalau disertai keberanian sebesar itu benarbenar
merupakan gadis pilihan yang pasti akan dapat menjunjung
tinggi namanya di dunia kang-ouw kelak. Akan tetapi kalau sampai
tersesat jalan hidupnya, gadis ini akan menjadi penyeleweng yang
tidak kepalang tanggung, dan merupakan ancaman hebat.
Tombak cagak yang dimainkan oleh Li Hwa kali ini adalah sebuah
senjata yang ringan, maka gerakan gadis itu juga cepat bukan main.
Namun, tetap saja setelah dua puluh jurus lewat, tombak itu patah
menjadi dua bertemu dengan Cheng liong-kiam. Kini Kian Hok Taisu
mengharapkan gadis itu mau mengalah dan pergi. Akan tetapi ia
kecele, karena sebaliknya, gadis itu lalu menarik ikat pinggangnya
yang terbuat daripada sutera kuning yang panjang dan mulailah Li
Hwa menyerang dengan senjata istimewa.
Kali ini Kian Hok Taisu terkejut sekali. Semenjak tadi, ia tidak
pernah mau menyerang Li Hwa, hanya menjaga diri dan tiap kali
754
ada kesempatan, mematahkan senjata lawannya mengandalkan
ketajaman pedang Cheng-liong- kiam. Melihat tingkat kepandaian Li
Hwa, hal ini tidak mungkin ia lakukan, yakni hanya menjaga diri
tanpa membalas, apabila tidak memegang pedang pusaka yang
ampuh. Sekarang Li Hwa menyerangnya dengan ikat pinggang
sutera dan dalam tangan seorang ahli lweekang, sabuk sutera ini
dapat menjadi senjata yang amat berbahaya dan tidak dapat
diputus oleh tajamnya pedang.
Di lain pihak, tadi ketika berganti-ganti senjata, diam-diam Li
Hwa mengasah otaknya. Di dalam kitab Pat-jiu Nio-nio ia memang
mendapat beberapa bagian yang menarik, yang menuturkan betapa
Pat-jiu Nio-nio, menggunakan tipu untuk menghadapi lawan
tangguh akan tetapi selalu gagal. Kegagalan ini ditulis terang
terangan di dalam kitab, bahkan digambarkan keadaan
pertempuran, tiap tipu apa yang dipergunakan oleh Pat jiu Nio-nio
dan bagaimana ia mengalami gagalan. Coretan-coretan seperti ini
ada lima macam dan tadinya Li Hwa tidak mengerti maksudnya,
hanya mengira bahwa itu adalah pemberitahuan tentang siasat
pertempuran. Akan tetapi sekarang baru ia mengerti bahwa setiap
kali menyerang ke Go-bi-pai dan dikalahkan, Pat-jiu Nio-nio lalu
menuliskan semua kegagalannya itu di dalam kitab!
Li Hwa semenjak tadi mengerahkan otaknya mengingat-ingat
coretan yang lima macam itu. Teringatlah ia bahwa usaha Pat-jiu
Nio-nio gagal seperti tersebut dalam coretan-coretan itu adalah
karena Pat-jiu Nio-nio selalu mempergunakan kekerasan. Ilmu silat
Go-bi-pai adalah ilmu silat yang banyak mengandalkan tenaga
“yang“ (kekerasan) dan karenanya tokoh-tokohnya tentu saja
memiliki tenaga yang kuat. Kalau diserang dengan tenaga kasar
pula, maka banyak lawan yang harus tunduk dan kalah terhadap
tokoh-tokoh Go-bi-pai. Kemudian Li Hwa teringat bahwa di samping
lima coretan tentang kegagalan Pat-jiu Nio-nio, terdapat coretan lain
di bagian bawah yang menggambarkan seolah-olah Pat jiu Nio-nio
mencari siasat bagaimana cara mengalahkan lawan yang sudah lima
kali tidak dapat dikalahkan itu. Sekarang, setelah mendengar
riwayat Pat jiu Nio-nio dan mendengar semua keterangan Kian Hok
Taisu, barulah Li Hwa menjadi jelas dan semua coretan itu kini
“hidup“ dalam ingatannya. Ia tadi sengaja menukar-nukar senjata
755
untuk memberi kesempatan padanya mengingat semua coretan itu.
Setelah ia paham betul, barulah ia membuang senjata- senjata yang
sudah buntung dan sebagai gantinya ia mengeluarkan ikat
pinggangnya dari sutera!
Baru sekarang Li Hwa benar-benar menyerang dalam arti kata
sedalam-daTamnya. Ia mengerahkan seluruh tenaga lweekang
bagian “Im“, yakni tenaga lemas dan mengeluarkan tipu-tipu atau
jurus-jurus ilmu silat seperti yang digambarkan dalam coretancoretan
ke enam dari Pat-jiu Nio-nio. Bukan tubuh Kian Hok Taisu
yang diserangnya, melain bagian lengan yang memegang pedang
atau gagang pedang.
Kadang-kadang ujung ikat pinggang sutera itu menyambarnyambar
bagai ular, menerjang dengan totokan ke arah pundak
kanan atau sambungan siku pergelangan tangan atau menyerang
jari tangan yang memegang gagang pedang. Semua jalan darah di
bagian lengan tak luput dan sasaran sehingga boleh dibilang sabuk
sutera itu hidup mengikuti jalannya pedang yang mengeluarkan
sinar kehijauan.
Ke manapun juga tangan kanan Kian Hok Taisu dengan pedang
hijau itu bergerak, selalu sabuk sutera mengikuti dan menyerang
dengan totokan-totokan dan kepretan- kepretan lihai. Pertempuran
kali ini amat indah dipandang. Kian Hok Taisu yang tidak membiarka
lengannya tertotok, menggerakkan Cheng liong-kiam dengan cepat
sehingga merupakan gulungan sinar hijau. Kini sinar hijau itu ke
manapun juga diikuti oleh segunduk sinar kuning yang seakan-akan
membayangi sinar hijau. Sinar ini adalah sinar dari sabuk sutera
kuning yang digerakkan secara cepat oleh Li Hwa.
Kian Hok Taisu mulai sibuk. Beberapa kali pedang Cheng-liongkiam
ia sabetkan ke arah sabuk sutera akan tetapi karena sabuk itu
lemas dan kuat, serta dimainkan oleh Li Hwa dengan pengerahan
tenaga “im“ hasilnya sia sia saja, sabuk itu tidak mau putus. Kini
terpaksa Kian Hok Taisu melakukan serangan balasan, karena hanya
dengan serangan balasan saja ia dapat menahan desakan Li Hwa.
Baru sekarang pertempuran itu benar-benar merupakan
pertempuran, saling serang dan saling mempertahankan dan baru
sekarang Li Hwa mendapat kenyataan bahwa hwesio tua itu benar756
benar lihai. Pedang yang dimainkan itu berubah menjadi gulungan
sinar hijau yang amat kuat, mengurung dan menindihnya sehingga
sebentar saja Li Hwa terkurung dan terdesak hebat. Keadaan jadi
sebaliknya. Kalau tadinya Li Hwa selalu menjadi penyerang dan
hwesio itu yang mempertahankan, adalah sekarang gadis itu yang
diserang dan terdesak hebat oleh Kian Hok Taisu dengan pedangnya
yang ampuh.
Li Hwa mulai putus asa. Gadis maklum bahwa andalkata hwesio
itu tidak memegang pusaka yang ampuh belum tentu ia dapat
menang. Apalagi sekarang hwesio itu mainkan Cheng liong-kiam
yang amat tajam sedangkan senjatanya sendiri hanya sehelai sabuk
sutera! Bagaimanapun juga, tak mungkin ia menang, tak mungkin ia
dapat merampas pedang.
Apakah riwayat Pat-jiu Nio-nio akan terulang lagi? Apakah
nasibnya akan seperti Pat-jiu Nio-nio, setiap kali berusaha
merampas pedang dan gagal? Tidak pikir Li Hwa dengan hati dan
kepala panas, aku tidak mau seperti itu. Sekarang juga aku harus
dapat merampas pedang atau biar aku mati di bawah pukulan
pedang itu!
Pikiran ini membuat Li Hwa menjadi nekat. Kini ia menyerang
dengan tangan kirinya. Sabuk sutera dan tangan kiri dengan
gerakan-gerakan nekad dan cepat menyerang ke arah lengan yang
memegang pedang.
Kian Hok Taisu mengeluarkan suara terkejut. Hampir saja pedang
Cheng-liong-kiam mampir di leher nona itu kalau ia tak cepat-cepat
menahan tenaganya dan menarik kembali pedangnya. Nona itu
sekarang menyerangnya dengan hebat dan nekad, sama sekali tidak
memperdulikan ancaman pedang lagi, merangsek hebat ke arah
lengan kanan yang memegang pedang dengan tekad bulat untuk
merampasnya!
Kian Hok Taisu mengeluh di dalam hatinya. Tak mungkin ia
melukai nona ini. Hatinya tidak tega melukai seorang gadis muda.
Bukan hanya tidak tega, juga ia merasa malu kalau harus
mengundurkan gadis ini dengan melukainya, apalagi membunuhnya.
Terpaksa ia menghentikan semua serangannya karena gadis itu
tidak mau menjaga diri lagi dan kini terpaksa ia mengerahkan
757
kepandaiannya untuk menjaga agar pedang jangan sampai
terampas.
Akan tetapi usahanya ini jauh lebih berat daripada tadi. Kalau
tadi Li Hwa masih memperhatikan penjagaan diri sehingga
serangan-serangan tidak sepenuhnya, adalah sekarang gadis yang
nekad itu sama sekali tidak perhatikan tentang penjagaan diri dan
mengerahkan seluruh tenaga dan kepandaian untuk merampas
pedang, bahkan kini bukan hanya dengan tangan kanan yang
memegang sabuk sutera, melainkan dibantu pula oleh tangan
kirinya yang mainkan ilmu silat semacam ilmu mencengkeram.
Gerakannya cepat dan dahsyat dan diam-diam Kia Hok Taisu
kagum, kakek gundul ini tahu bahwa ilmu Silat Eng-jiauw-kang
(Cengkeraman Kuku Garuda) yang aseli, ciptaan dari Pat-jiu Nio-nio
dan yang diajarkan kepada seluruh anggauta Hui-eng-pai.
Kian Hok Taisu hanya dapat mempertahankan pedangnya selama
empat puluh jurus. Dengan keadaan yang amat terdesak, akhirnya
ujung sabuk sutera itu berhasil menotok jalan darah di pundaknya.
Biarpun ia sudah mengerahkan tenaga menolak hawa totokan,
namun karena jalan darahnya terkena tepat sekali, jalan darah itu
masih kena digetarkan yang membuat lengannya kesemutan dan
gerakannya menjadi lambat. Kesempatan tidak disia-siakan oleh Li
Hwa. Gadis itu menggerakkan tangan kanan dengan cepat dan di
lain saat pedang itu sudah pindah ke dalam tangannya!
Kian Hok Taisu menghentikan gerakannya, menarik napas dan
berkata,
“Pinceng terima kalah. Kau patut sekali mewarisi pokiam
(pedang pusaka) itu, Nona. Harap saja pedang itu di tanganmu
akan mendatangkan kebaikan untuk dunia dan jangan sampai
digunakan untuk melakukan kejahatan- kejahatan.“
Li Hwa bukan seorang yang bodoh dan buta. Ia tahu bahwa
dalam hal perebutan pedang tadi, ia berhasil hanya karena hwesio
tua ini mengalah. Kalau hwesio itu menghendaki, sudah sejak tadi ia
roboh terluka oleh pedang. Maka ia lalu menjura dan berkata,
“Taisu, terima kasih bahwa kau sudah mengembalikan pedang
sehingga aku dapat memenuhi pesanan Nio-nio. Pedang ini asalnya
758
milik Nio-nio dan karena Nio-nio bukan orang jahat, bagaimanapun
pedang ini akan dapat dilakukan untuk perbuatan jahat? Nah,
selamat tinggal sampai berjumpa kembali, Tai-suhu.” Setelah
berkata demikian, nona itu berkelebat, kelihatan sinar kehijauan dari
pedang
Cheng-liong-kiam yang berada di tangannya dan sebentar saja Li
Hwa lenyap dari depan Kian Hok Taisu.
Kakek gundul itu menarik napas panjang dan berkata kepada
muridnya “Omitohud... lihai sekali bocah itu. Setelah pedang itu
berada di tangannya, biarpun pinceng sendiri belum tentu aku dapat
menundukkannya....“
Demikianlah setelah dapat merampas kembali pedang Chengliong-
kiam, Li Hwa lalu menjalankan pesan yang ketiga dari
mendiang Pat-jiu Nio-nio, yakni membangun kembali perkumpulan
Hui-eng-pai. Untuk ini ia dapat banyak bantuan dari lima pendeta
perempuan bekas anggauta terpenting dari Hui-eng-pai dahulu.
Untuk memenuhi kehendaknya Li Hwa tidak ragu-ragu untuk
menculik gadis-gadis kampung dan gunung untuk dijadikan
anggauta perkumpulannya! Dalam hal ini ia selalu memilih gadis
yang cantik dan bersih. Tak lama kemudian, ia telah dapat
mengumpulkan seratus orang anggauta perkumpulan Hui-eng-pai,
seratus orang gadis yang rata-rata memiliki kecantikan
mengagumkan. Mulailah ia mengatur anggautanya, melatih ilmu
silat dan melakukan pekerjaan untuk kepentingan mereka semua di
puncak tersembunyi dari Go-bi-pai itu.
Sementara itu, setelah mendapatkan Cheng-liong-kiam, Li Hwa
tidak membuang waktu dengan sia-sia belaka. Ia memperdalam
ilmu silatnya dan di dalam kitab memang terdapat ilmu pedang yang
disebut Cheng-liong-kiam-sut, yakni Ilmu Pedang Naga Hijau yang
tentu saja amat cocok dan tepat kalau untuk mainkan ilmu pedang
ini digunakan pedang Cheng-liong-kiam sendiri! Ilmu silatnya maju
pesat dan demikian hebat kemajuan yang diperoleh Li Hwa
sehingga kepandaiannya sudah menyusul tingkat mendiang Pat-jiu
Nio-nio. Bahkan ia kini sudah dapat meniru pekik burung elang yang
dahulu hanya dapat dilakukan oleh Pat- jiu Nio-nio, pekik yang
menjadi tanda dari perserikatan itu. Anggauta-anggauta lain dapat
759
juga mengeluarkan pekik itu akan tetapi harus dibantu dengan alat
tiup terbuat daripada daun bambu muda. Hanya Li Hwa seoranglah
yang dapat mengeluarkan pekik ini tanpa bantuan alat, melainkan
dengan pengerahan tenaga lweekang yang tinggi. Oleh karena ini,
pekiknya adalah pekik yang lebih aseli dan yang berbeda daripada
pekik para anggautanya, sehingga dapat dibedakan siapa kepalanya
siapa anak buahnya.
Kurang lebih tiga bulan sebelum pertemuan di puncak Ngo-hengsan
itu, terjadilah hal yang menggegerkan penghidupan para
anggauta Hui-eng-pai di puncak Go-bi-san. Penstrwa ini terjadi pada
suatu malam, yang menimpa seorang di antara para anggauta yang
bernama Cun Eng, seorang gadis yang manis dan menarik, memiliki
potongan tubuh yang menggairahkan. Selagi gadis ini seorang diri
meronda sebagaimana tiap malam dilakukan secara bergiliran untuk
menjaga keamanan gedung seperti istana itu, tiba-tiba ia melihat
bayangan hitam berkelebat.
Sebelum Cun Eng dapat melihat siapa bayangan itu, tahu-tahu ia
telah diserang, tertotok roboh. Bayangan itu ternyata ialah seorang
laki-laki yang berkepandaian tinggi dan yang kemudian membawa
Cun Eng pergi dan situ.
Gadis ini tidak berdaya lagi dan tak kuasa mempertahankan diri
dari gangguan laki-laki yang tidak dikenalnya itu. Ta hanya dapat
melihat bentuk badan orang itu, dan mendengar suaranya ketika
laki-laki itu hendak meninggalkannya berkata.
“Manis, kalau kelak kau merasa rindu kepadaku dan hendak
mencariku, carilah di dunia kang-ouw. Namaku Wan Sin Hong sudah
cukup terkenal.“
Cun Eng sambil menangis lalu melaporkan penghlnaan ini kepada
Li Hwa yang membuat sepasang alis Li Hwa berdiri saking
marahnya.
“Keparat jahanam Wan Sin Hong, kalau belum memenggal
lehermu aku tak mau pulang!“ serunya marah. Cepat
mengumpulkan para anggauta yang sudah agak pandai sebanyak
empat puluh orang kemudian ia melakukan pengejaran yang tiada
henti-hentinya. Di mana saja ia mendengar jejak Wan Sin Hong
760
tentu akan disusulnya sampai akhirnya tiba di Puncak Ngo-hengsan!
Demikianlah sebabnya mengapa begitu melihat Liok Kong Ji, Li
Hwa terus saja menerjang. Hal ini adalah karena Cun Eng yang
memberi tahu kepadanya bahwa pemuda yang memegang hudtim
itu seperti orang yang telah melakukan perbuatan keji kepadanya.
Tni pula sebabnya mengapa Li Hwa menjadi marah dan menendang
Cun Eng karena itu tidak berani mengambil keputusan apakah Li
Kong Ji itu orang yang mereka kejar-kejar atau bukan.
Kecewa karena tidak bisa menentukan penjahat yang dikejarkejarnya
sampai berbulan-bulan, Li Hwa lalu menghibur dirinya
dengan menonton pemilihan bengcu yang tanpa disengaja ia
kunjungi.
Setelah melihat bahwa tempat itu sudah penuh dengan orangorang
gagah dari seluruh penjuru dan tidak ada tamu baru yang
datang lagi, tiga ciangbunjin dari Thian san pai, Kum-lun-pai dan
Bu-tong-pai yang dianggap sebagai pemimpin pertemuan, saling
memberi tanda bahwa urusan segera dapat dimulai dan pertemuan
dibuka.
Tai Wi Siansu, Ketua Kun-lun-pai yang usianya sudah delapan
puluh tahun lebih dan dianggap yang paling tua, segera berdiri dan
diapit oleh Leng Hwat Taisu Ketua Thian- san-pai dan Bu Kek Siansu
Ketua Bu-tong-pai, ia bicara dengan suaranya yang tenang, halus
dan penuh kesabaran, akan tetapi karena diucapkan dengan tenaga
lweekang, maka dapat didengar oleh semua orang yang berkumpul
di situ, bahkan orang-orang yang berdiri paling pinggir dapat juga
mendengar dengan jelas.
“Cuwi sekalian tentu sudah mengerti apa maksud kita bersama
mengadakan pertemuan di tempat yang bebas ini.” Ia membuka
kata-katanya dengan tenang. “Yang dimaksudkan bebas adalah
karena Ngo-heng-san memang tidak ada partai persilatan sehingga
pertemuan diadakan di tempat ini merupakan pertemuan bebas, jadi
bukan merupakan undangan dari partai atau pihak tertentu. Dengan
demikian, maka tidak adalah tuan rumah atau tamu.”
761
“Sekarang setelah kita semua berkumpul dan kelihatannya di sini
sudah penuh dengan wakil-wakil dari semua golongan, marilah kita
masing masing mengajukan calon bengcu agar pemilihan dapat
segera dilakukan.“ Demikian Tai Wi Siansu mengakhiri kata-katanya
yang singkat.
Ramai suara hadirin yang hendak mengajukan calon masingmasing.
Akan tetapi tiba-tiba terdengar suara keras, ternyata yang
bicara adalah Liok Kong Ji. Pemuda ini mengerahkan suaranya
sehingga mengatasi suara orang- orang bicara.
“Nanti dulu, Tai Wi Siansu! Aku mau tahu dengan cara
bagaimanakah calon-calon itu akan dipilih? Bagaimana cara untuk
menetapkan bengcu yang dipilih?“
Wi Siansu memandang dengan sinar mata dingin ke arah
pemuda itu. Kakek ini yang dahulu pernah bertemu dengan Kong Ji
ketika ia ikut mengejar dan mengepung penjahat Wan Sin Hong,
memang kurang suka melihat pemuda ini yang biarpun
berkepandaian tinggi, namun sikapnya amat tidak menyenangkan
dan agak sombong.
“Tentu saja akan dipergunakan aturan lama yang sudah dipakai
oleh nenek moyang kita. Di antara para calon bengcu harus kita
pilih bersama dan masing-masing boleh menyatakan pendapatnya
mengapa memilih bengcu itu, kemudian pertentangan pendapat
diselesaikan dengan melihat keadaan calon bengcu maing-masmg.
Kalau perlu boleh diukur tentang pribadi, kepandaian, keturunan
dan lain-lain.“
Liok Kong Ji mengeluarkan suara dingin. “Aturan lama yang
sudah usang!“ Ia lalu menghadapi semua orang dan berkata
nyaring. “Aturan lama yang sudah usang itu hanya akan memancing
keributan di antara kita sendiri. Menurut pendapatku, lebih baik
kalau diadakan pemilihan di antara calon bengcu berdasar suara
terbanyak! Yang paling banyak dapat sokongan suara dialah yang
menang,“
Kembali terdengar suara gaduh ribut menyambut usul ini.
Seorang tosu tinggi kurus berjenggot putih, yakni Yang Seng Cu,
murid tertua dari Tai Siansu, berdiri dan berkata keras.
762
“Aturan itu tidak boleh dipakai sama sekali! Kita tidak bisa
meninggalkan aturan lama yang sudah disaring orang- orang gagah
jaman dahulu. Memilih berdasarkan suara terbanyak amat
berbahaya. Tentu saja yang menang adalah mereka yang membawa
banyak konco dan kaki tangan, sedangkan mereka yang dengan
jujur datang hanya membawa sedikit kawan akan kalah suara.
Paling perlu dilihat buktinya apakah emas yang dipilih itu tulen atau
palsu. Memilih bengcu sama dengan memilih barang berharga,
harus diteliti benar-benar. Kalau sampai kita salah pilih dan
mendapatkan seorang yang berwatak bejat menjadi bengcu,
bukankah kita bersama diseret ke lembah kehinaan? Paling baik
para calon bengcu itu memperlihatkan kepandaian masing-masing
agar kita semua dapat membuka mata dan menilai.”
“Akur! ini akur sekali!“ terdengar banyak suara menyambut.
“Tidak cocok! Lebih baik menurut usul Tung-nam Tai-bengcu'“
terdengar suara di sana-sini dan jumlah suara ini banyak sekali.
Diam-diam Tai Wi Siansu terkejut dan berdebar hatinya. Mengapa di
antara orang-orang yang menyatakan setuju akan usul Liok Kong Ji
itu terdapat orang-orang dari rombongan Siauwlim dan partai-partai
lain?
Benar-benar aneh sekali.
Kong Ji tersenyum. “Sudahlah, hal ini tak perlu diributkan. Kita
lihat saja macam apa calon-calon bengcu yang dimajukan. Tentang
mengukur kepandaian boleh saja, bahkan tentu para pemilih juga
menjagoi dan membela calon masing-masing.” Kata kata ini
merupakan sindiran bahwa tentu akan terjadi keributan dan
pertentangan mengadu kepandaian dalam pemilihan ini dan
menyatakan tidak takut sama sekali. Hal ini memang tidak aneh.
Setiap kali orang- orang kangouw yang rata-rata mengandalkan
kekerasan dan kepandaian ini melakukan pemilihan sesuatu, pasti
akan terjadi bentrok dan pertempuran akan tetapi akhirnya hal itu
akan beres yang dipilih didapatkan dengan tepat dan cocok,
sedangkan pertempuran itu bahkan ada baiknya karena biasanya
lalu siapa atau pihak mana yang betul dan pihak mana yang
menyeleweng. Oleh karena itu, semua orang gagah tidak takut
menghadapi bentrok dalam pemilihan ini.
763
Karena mengira bahwa calon-calon bengcu yang diajukan tentu
banyak sekali, Tai Wi Siansu segera minta nama-nama calon bengcu
itu disebutkan. Akan tetapi alangkah herannya ketika ia hanya
mendapatkan lima orang calon saja! Pertama-tama adalah Liok
Kong Ji yang disebut Tung-nam Tai-bengcu, kedua adalah dia
sendiri, orang ketiga adalah Go Ciang Le yang dipilih oleh tokohtokoh
partai lain terutama sekali oleh Tai Wi Siansu sendiri. Ke
empat adalah See-thian Tok-ong yang didukung oleh anak isterinya
dan delapan orang pengiringnya, juga oleh beberapa orang kangouw
yang sudah mendengar nama besar Raja Racun dari Barat ini.
Adapun orang kelima adalah Cam-kauw Sin-kai yang ditunjuk dan
diusulkan oleh Ciang Le dan isterinya serta oleh Lie Bu Tek
pendekar buntung.
”Hanya lima orang saja calon bengcu?” tanya Tai Wi Siansu
dengan wajah terheran-heran. ”Pada pemilihan bengcu dahulu,
calonnya saja mendekati lima puluh orang!”
Tiba-tiba berkelebat bayangan putih dan tahu-tahu seorang
anggauta Hui-eng-pai telah berdiri di depan Tai Wi Siansu. Dengan
hormat dia menjura dan bertanya.
“Totiang, saya disuruh oleh Niocu untuk bertanya apakah para
calon bengcu ini nanti mengukur kepandaian masing-masing?“
Tai WI Siansu mengangguk-angguk “Memang seharusnya
demikianlah.“
Gadis yang manis dan bertahi lalat pada telinga kirinya ini berseri
wajahnya dan berkata cepat. “Kalau begitu harap catat ketua kami
sebagai calon ke enam!“
Tat WI Siansu mengerutkan keningnya dan mengerling ke arah
rombongan Hui-eng-pai di mana ia melihat Li Hwa duduk sambil
tersenyum manis dan sepasang matanya bersinar-sinar. Ia hanya
bisa mengangguk menyatakan setuju dan gadis suruhan itu
melompat kembali ke tempatnya di mana dia dan kawan-kawannya
berbistk dan nampaknya bergembira.
“Calon ke enam telah dipilih, yakni Hui-eng Niocu Siok Li Hwa
Ketua Hui eng-pai!“ kata Tat Wi Siansu memperkenalkan kepada
orang banyak. Terdengar orang bertepuk tangan menyambut
764
pemberitahuan ini. Dapat dimengerti bahwa yang bersorak ini
sebagian besar adalah orang-orang muda yang mengagumi
kecantikan Li Hwa. Pula di situ hanya ada seorang saja wanita yang
berani terjun menjadi calon bengcu, siapakah yang tidak menjadi
kagum? Akan tetapi diam-diam. banyak yang tertawa geli kalau
memikirkan alangkah janggalnya kalau dunia kang-ouw dikepalai
oleh seorang bengcu wanita!
Hal ini memang disengaja oleh Li Hwa. Tidak saja ia teringat
akan pesan mendiang Pat-jiu Nio-nio bahwa ia harus dapat
mengangkat derajat wanita dan ini memperlihatkan bahwa wanita
pun tak kalah oleh pria, juga sebagai seorang muda yang berdarah
panas ia sudah gatal- gatal tangan untuk menguji kepandaiannya
dengan para calon bengcu! Jarang ia bertemu dengan lawan yang
tangguh dan sekaranglah saatnya baginya untuk menguji
kepandaian yang sekian lamanya ia pelajari dengan rajin sekali.
Kemudian Kong Ji meloncat ke depan, mengibas-ngibaskan
hudtimnya dengan lagak sombong sekali.
“Biarpun pemilihan calon bengcu itu tidak didasarkan suara
terbanyak, akan tetapi setidaknya harus diumumkan dan didengar
oleh semua orang siapa-siapakah yang memilih calon-calon bengcu
yang sekarang ini agar tidak main gila dalam pemilihan ini dan agar
diketahui oleh semua orang bahwa calon yang diajukan benar-benar
dikehendaki orang banyak di dunia kang-ouw!“
Wajah Tai Wi Siansu menjadi merah. Kata-kata ini mengandung
sindiran dan pernyataan tidak percaya kepada para pemimpin
pertemuan seakan-akan para pemimpin pertemuan akan berlaku
curang dalam pemillhan ini!
“Sudah tentu!“ kata Tai Wi Siansu kasar, karena memang
betapapun juga permintaan ini cukup pantas dan tak dapat ditolak
lagi. Tai Wi Siansu lalu berkata kepada orang banyak.
“Cuwi-enghiong yang berada di sini harap suka mengangkat
tangan apabila nama calon bengcu pilihan pinto sebut. Kemudian
setelah memandang ke empat penjuru ia berkata dengan suaranya
yang ringan tapi halus.
765
“Calon pertama, Tung-nam Tai-bengcu Liok Kong Ji!“ Terdengar
suara gemuruh orang-orang menyambut dengan sorakan dan
banyak sekali lengan tangan kanan diangkat tinggi-tinggi di atas
kepala. Melihat banyaknya pendukung, Tai Wi Siansu tidak merasa
aneh. Akan tetapi ketika ia dengan perhatian ke arah para
penyokong calon ia menjadi kaget sengah mati. Demikian pun Leng
Hoat Taisu
Ketua Thian-san-pai dan Bu Kek Siansu Ketua Bu-tong-pai semua
menahan napas agar tidak mengeluarkan seruan kaget. Mereka
hanya dapat saling pandang, penuh rahasia dan perasaan terkejut
dan terheran-heran. Kini dengan jelas terlihat oleh mereka bahwa
semua wakil yang terdiri dari rombongan-rombongan kecil wakilwakil
dari partai-partai besar di dunia, Kiang san-pai ikut
mengangkat lengan menyokong nama Liok Kong Ji Juga semua
pemimpin dari partai-partai kecil lainnya seperti partai-partai Imyang-
bu- pai, Bu-cin-pang, Kwan-cin-pai, Shansi Kai-pang. Twa-to
Bu- pai dan lain-lain juga menyokong Liok Kong Ji. Kalau partaipartai
ini menyokong pemuda itu, masih tidak aneh karena
bukankah pemuda itu juga sudah diangkat sebagai bengcu dari
timur dan selatan oleh mereka ini? Akan tetapi, kalau partai-partai
Siauw-lim-pai, Go-bi-pai lain-lain ikut memilihnya, inilah hebat.
Juga tokoh-tokoh lain yang tidak ikut memilih Liok Kong Ji, saling
pandang dengan hati kecut. Dilihat begitu saja malah yang memilih
Liok Kong Ji lebih dari setengah orang yang hadir di situ dan kalau
sampai terjadi keributan akibat rebutan kursi bengcu, pemuda itu
bersama pendukungnya yang amat banyak tentu merupakan lawan
yang amat berat. Apalagi ketika di antara para pendukung itu
terdapat tokoh besar seperti Gi Seng Cu, para ketua partai dan
wakil-wakil partai besar yang amat banyak pula anak buahnya.
Akan tetapi kini sudah terdengar lagi. suara Tat Wi Siansu yang
mengumumkan nama calon ke dua.
“Calon ke dua, Hwa I Enghiong Go Ciang Le!“
Nama besar Go Ciang Le murid Pak Kek Siansu, siapakah yang
belum pernah mendengar? Semua orang memandang kepada
pendekar besar itu, kagum dan segan. Akan tetapi yang mendukung
pendekar besar ini tidak berapa banyak. Hal ini disebabkan oleh
766
karena bukan saja mereka yang hadir itu sebagian besar adalah kaki
tangan Liok Kong Ji, akan tetapi juga karena selama ini Go Ciang Le
menyembunyikan diri saja tidak terjun di dunia kang-ouw sehingga
orang-orang hanya mengenaI nama besarnya saja akan tetapi tidak
pernah menyaksikan sepak-terjangnya. Tentu saja orang-orang
masih ragu-ragu untuk memilihnya sebagai bengcu. Akan tetapi
sebaliknya, tokoh-tokoh besar seperti Tat Wi Siansu tidak ragu-ragu
lagi untuk memilih Go Ciang Le sebagai bengcu.
“Calon ke tiga, Cam-kauw Sin-kai!“
Pendukung kakek pengemis sakti ini banyak juga, karena selain
Ciang Le, isterinya, Lie Bu Tek dan beberapa orang tokoh
perkumpulan-perkumpulan pengemis yang sudah mengenal kakek
ini, juga ada orang-orang kang-ouw yang sudah lama mengagumi
Cam-kauw Sin-kai memberikan suaranya dan mengangkat tangan
tanda mendukung. Cam- kauw Sin-kai sendiri hanya tertawa tawa
berkata perlahan. “Tua bangka macam aku mana pantas menjadi
bengcu?“
Tai Wi Siansu sudah mengumumkan lagi.
“Calon ke empat, See-thian Tok-ong suaranya terdengar nyaring
dan nama menimbulkan gelisah dan rasa ngeri dalam hati para
pendengarnya. Nama Racun dari Barat ini sudah terkenal bagai
tokoh berwatak iblis yang menakutkan, apalagi sekarang
menyaksikan orangnya yang memang menyeramkan. Kecut-kecut
hati semua orang yang memilih calon lain, karena di samping Liok
Kong Ji yang banyak pengikutnya, See-thian Tok-ong inilah yang
merupakan lawan berat dan juga merupakan orang yang tak disuka.
“Calon ke lima, yang sesungguhnya tak perlu diadakan, adalah
pinto sendiri,“ kata Tat Wi Siansu. Kata kata ini disambut oleh suara
ketawa banyak orang yang menganggap kakek itu berkelakar.
Memang lumayan juga kelakar ini, untuk selingan dan menghibur
hati yang berdebar tegang menghadapi pemilihan bengcu dan
mendengar nama See thian Tok-ong tadi.
Tiba-tiba terjadi keributan kecil di rombongan Teng-san-pai..
Semua orang memandang dan ternyata yang membikin ribut adalah
Cam-kauw Sin-kai. Kakak pengemis sakti ini entah kapan, tahu-tahu
767
telah berada di situ dan menyerang seorang di antara rombongan
Teng-san-pai itu sambil berseru,
“Kau tukang colong ayam!“
Seruan ini dibarengi oleh serangannya memukul ke dada dengan
tangan kanan dan mencengkeram pusar dengan tangan kiri.
Serangan yang hebat, cepat dan kuat sekali! Semua orang terkejut
melihat ini, terutama orang yang diserangnya itu. Orang itu adalah
seorang yang berpakaian seperti
tosu dan dia adalah seorang di
antara para wakil Teng-san-pai,
muka dan lagaknya menunjukkan
bahwa dia adalah seorang ahli silat
pandai. Menghadapi serangan
yang demikian dahsyat dari Camkauw
Sin-kai tosu ini cepat
membanting tubuh ke belakang
sambil berpoksai dengan cara
berjungkir balik. Akan tetapi
terdengar suara ketawa bergelak
dan kaki Cam-kauw Sin-kay
menyentuh pantatnya sehingga
tosu itu terpental dan jatuh
bergulingan seperti sebuah bal
karet ditendang. Cam-kauw Sin-kay mengeluarkan suara ketawa
bergelak-gelak, suara ketawanya aneh sekali dan pengemis ini lalu
melompat kembali ke dekat Gak Soan Li. Memang sejak tadi,
pengemis ini nampak bicara perlahan- lahan dengan nona yang
siuman dari pingsan ini.
Ciang Le, isterinya, dan Lie Bu Tek memandang kepada
pengemis tua itu dengan heran. Mereka tidak melihat sesuatu
alasan mengapa Cam-kauw Sin- kai melakukan penghinaan kepada
wakil Teng-san-pai itu. Akan tetapi Cam-kauw Sin-kai yang melihat
pandang mata reka hanya tersenyum-senyum, wajahnya berseri-seri
aneh. Kemudian ia berdiri dan mengangkat tangannya tinggi-tinggi
sambil berkata kepada Tai Wi Siansu,
768
“Masih ada lagi calon ke tujuh, akulah orangnya yang
memilihnya dan harap diumumkan!“ Semua orang mendengar
ucapan yang dilakukan dengan pengerahan lweekang yang tinggi
ini.
Tai Wi Siansu sudah mengenal siapa adanya Cam-kauw Sin-kai
dan melihat kelakuan pengemis tua ini, Ketua Kun- lun-pai
tersenyum dan menjawab sabar.
“Cam-kauw Sin-kai, kauumumkan sendiri agar kita semua
mendengar, Siapakah adanya calon pilihanmu yang terhormat itu?“
Cam-kauw Sin-kai memandang ke empat penjuru memutarmutar
tubuhnya lalu berkata dengan keras sekali setelah
mengumpulkan tenaga dan napasnya.
“Aku mengajukan calon bengcu kiranya paling tepat pada waktu
ini menjadi pemimpin kita, dia itu bernama Wan Sin Hong!“
Untuk sedetik terdengar suara seruan kaget, lalu disusul suasana
sunyi senyap. orang-orang memandang kepada
Cam-kauw Sin-kai seolah-olah pengemis itu telah berubah
ingatannya. Bahkan orang-orang yang berpihak kepadanya juga
memandang dengan heran. Ciang Le sendiri memandang dengan
muka tercengang, sedangkan Lie Bu Tek memandang kepada Camkauw
Sin-kai dengan mata menjadi basah air mata!
Ketika Cam-kauw. Sin-kai menyebut nama bengcu yang
dipilihnya, nama “Wan Sin Hong“ la sebutkan dengan pengerahan
tenaga sekuatnya sehingga lama setelah ia menutup mulut gema
suaranya masih terdengar dari sekeliling puncak itu. Tiba-tiba dari
jauh sekali, terdengar suara ketawa yang aneh gemanya
bergemuruh seperti suara geluduk dari jauh. Semua orang terkejut
sekali, bahkan
Ciang Le dan tokoh-tokoh besar yang berada di situ juga kaget
karena hanya orang yang memiliki khikang tinggi bukan main yang
dapat mengeluarkan suara seperti itu gemanya! Akan tetapi suara
itu hanya timbul sebentar saja karena lalu lenyap tak disusul oleh
suara apapun juga.
769
Kemudien terdengar pekik lain yang nyaring sekali, disusul oleh
pekikan semacam itu yang kurang nyaring, kemudian nampak
bayangan-bayangan putih berkelebatan, bayangan-bayangan putih
yang cepat sekali gerakannya laksana kelompok burung garuda
menyambar. adalah pekik yang dikeluarkan oleh Siok Li Hwa,
disambut oleh pekik dari para anggautanya. Pekik ini merupakan
pekik aba-aba dan sebentar saja Li Hwa dan para anggautanya
sudah mengurung tempat di mana berdiri Cam-kauw Sin-kai dan
rombongan Go Ciang Le! Li Hwa sendiri lalu melangkah maju,
pedang hijau berkilauan di tangannya. Ia menghadapi Cam-kauw
Sin-kai dengan wajah keren dan mata berapi-api.
-oo0mch-dewi0oo-
Jilid XXVIII
MELIHAT ini, Bi Lan sudah naik darah dan kalau tidak dikedipi
suaminya, tentu nyonya ini sudah menerjang maju mengusir Li Hwa
yang bersikap demikian kurang ajar dan galak. Akan tetapi Camkauw
Sin-kai yang di hadapi oleh Li Hwa, tersenyum-senyum saja,
bahkan lalu menjura dan berkata,
“Bukankah nona calon ke enam yang tadi disebut bernama Siok
Li Hwa, berjuluk Hut-eng Niocu dan menjadi ketua dari Hui-eng-pai?
Apakah maksudmu terbang ke suni dan kelihatan marah kepada
lohu?“
“Pengemis bangkotan tak perlu memutar omongan lagi! Kau tadi
menyebut-nyebut nama penjahat besar Wan Sin Hong yang kaupilih
menjadi bengcu. Bagus sekali! Hayo lekas kaukeluarkan jahanam
busuk itu agar dapat kubawa kepalanya ke tempatku untuk ditaruh
di meja sembahyang sehingga noda yang mencemarkan pada nama
baik perkumpulan kami dapat dicuci bersih!“
“Dia tidak ada di sini pada saat ini. Entah nanti!“ jawab Cam
kauw Sin-kai dan suaranya terdengar bersungguh- sungguh.
“Jangan kau membohong!“
“Eh, eh, kau ini masih muda akan tetapi sikapmu agak galak
sekali. Kalau kau tidak percaya carilah sendiri kalau becus. Aku
770
boleh memilih calon bengcu siapa saja, adapun dia itu hadir atau
tidak, bagaimana aku bisa memaksa?“
“Pengemis tua, kau sengaja hendak menyembunyikannya! Kalau
begitu, kaulah yang harus kutahan untuk memancing penjahat Wan
Sin Hong datang Sambil berkata demikian Li Hwa menyerang
dengan pedangnya untuk membikin putus urat sambungan siku
kakek itu!
“Ganas kau!“ Cam-kauw Sin-kai mernbentak marah karena
serangan gadis itu benar-benar dahsyat dan cepat. Kalau sampai
mengenai sasaran maka akan menjadi orang yang cacad! Cepat ia
menggerakkan tongkatnya, dengan gerakan istimewa dari ilmu
tongkat Carn-kauw-tunghwat ciptaannya yakni bagian gerakan
menggait“ dan “membetot“. Terdengar bunyi keras dan tongkatnya
berhasil menempel pedang nona itu, akan tetapi sebelum
membetot, secara aneh sekali pedang itu telah terlepas kembali,
dan ia ternyata nona itu telah dapat membebaskan pedang dengan
amat mudahnya dan tenaga tempelan yang luar biasa itu. Di lain
saat pedang itu telah menjadi sinar hijau dan kini menyerang ke
arah pundak untuk membikin putus tulang pundak! Ternyata dari
serangan serangannya ini bahwa nona itu tidak bermaksud
mengambil nyawa, hanya untuk merobohkan dan menawan Camkauw
Sin-kai. Tentu saja pengemis sakti ini tidak mandah begitu
saja dan cepat memutar tongkat melakukan perlawanan.
Tiba-tiba terdengar bentakan nyaring.
“Siluman betina jangan banyak tingkah!“ Yang membentak ini
adalah Liang Bi Lan isteri Hwa l Enghiong Go Ciang Le. Melihat sikap
Siok Li Hwa, Bi Lan yang berwatak keras tak dapat menahan sabar
lagi.
Sekali kakinya menotol tanah, tubuhnya melayang dan
menerjang Li Hwa yang sedang menyerang Cam-kauw Sin- kai.
Melihat gerakan yang luar biasa cepatinya ini, dua orang anggauta
Hui-eng-pai menyambut dengan pedang dilintangkan di depan dada,
mencegah nyonya ini mengganggu ketua mereka yang sedang
menyerang Cam- kauw Sin-kai.
771
Akan tetapi, sekali mengulur kedua tangan, Bi Lan telah berhasil
merampas pedang di tangan dua orang nona ini dan tendangan
berantai yang ia lancarkan membuat dua orang lawannya ini cepatcepat
lari meninggalkannya! Liang Bi Lan lalu melontarkan dua
pedang rampasan itu ke arah Li Hwa yang sedang menyerang Camkauw
Sin-kai.
Li Hwa sejak tadi melihat gerak, Bi Lan ini bukan main
terkejutnya melihat nyonya cantik yang begitu lihai. Segera ia
menangkis dengan Cheng-liong-kiam di tangannya dan dua batang
pedang dilontarkan itu dengan mudah terbabat putus. Dengan
adanya campur tangan dari Bi Lan ini, Cam- kauw Sin-kai bebas dari
desakan dan kini Li Hwa menghadapi Bi Lan.
“Bocah siluman, kaukira dirimu ini apakah mau menjual lagak di
sini?“
Li Hwa memandang kepada Bi Lan dengan matanya yang bening
dan bersih. Dua orang wanita, sama cantiknya, yang seorang gadis
remaja, yang kedua telah setengah tua, berdiri berhadapan saling
pandang. Bi Lan dengan sinar mata marah, sebaliknya Li Hwa
memandang kagum, karena baru kali ini ia bertemu dengan seorang
wanita yang memiliki kepandaian tinggi.
“Toanio mengapa marah-marah kepadaku? Aku berurusan
dengan pengemis tua ini yang menyebut-nyebut nama penjahat
yang kucari, apa sangkutannya dengan toanio?“ akhirnya Li Hwa
mengeluarkan suara bertanya, sikapnya sungguh-sungguh dan tidak
mengandung suara bermusuhan.
Liang Bi Lan terkenal sebagai seorang wanita yang mudah
gembira dan mudah marah. Di waktu mudanya ia jenaka dan
gembira, akan tetap, memiliki keberanian yang luar biasa dan kalau
ia marah maka tentu akan timbul geger. Sebetulnya dalam dadanya
terdapat hati yang penuh welas asih, hati yang suka mengalah
sabar, hanya wataknya yang membuat ia kadang-kadang mudah
sekali tersinggung. Kalau saja kata-katanya tadi dijawab kata kata
keras pula oleh Li Hwa pasti ia akan menyerang gadis itu tak banyak
cakap lagi. Akan tetapi, mendengar ucapan Li Hwa yang lemahlembut
dan hormat, seketika itu juga api yang membakar hatinya
772
padam. Namun ia tak mau melayani kelemahlembutan itu, maka
jawabnya mengandung teguran,
“Bocah, bagaimana aku tidak akan mencampuri? Urusanmu
dengan Wan Sin Hong atau dengan siapapun juga memang tiada
sangkut pautnya dengan kami dan aku Sian-li Eng-cu Liang Bi Lan
sekali-kali bukan orang usilan yang suka mencampuri urusan orang
lain. Akan tetapi Cam- kauw Sin-kai adalah seorang di antara
rombonganku, bahkan dia juga merupakan calon bengcu yang kami
pilih. Adapun dia memillh seorang bernama Wan Sin Hong menjadi
calon, itu sih haknya karena semua orang merdeka untuk memillh
calon masing-masing, megapa kau begitu tak tahu aturan
mengandalkan kegalakanmu? Apa kaukira di dunia ini tidak ada
orang lain berani menentangmu? Kau mengganggu seorang
anggauta rombongan kami, berarti kau menghina aku. Hayo,
sekarang kau mundur atau hendak mengadu kepandaian dengan
aku?“
Li Hwa tersenyum, matanya memandang kagum akan tetapi
wajahnya berubah agak pucat. Ia marah sekali. Kalau saja orang
lain yang bicara seperti itu, sudah dapat dipastikan pedang hijaunya
akan menyerang. Akan tetapi sikap Bi Lan amat mengesankan
hatinya, membuat ia kagum dan tertarik. Tidak tegalah hatinya
untuk bermusuh dengan nyonya yang gagah ini. Bukan sekali-kali ia
tidak berani, hanya ia merasa lebih suka bersahabat daripada
bermusuh dengan wanita gagah itu.
“Toanio, aku tidak ingin bermusuh denganmu. Tidak ada sebabsebabnya
harus melawanmu, sungguhpun aku sekali tidak takut.
Mungkin tadi aku terlalu terburu nafsu. Asal saja kau suka memberi
tahu apakah di rombonganmu ada penjahat Wan Sin Hong atau
tidak aku suka mengundurkan diri dan menghabiskan urusan ini.“
“Kau kira kami menyembunyikan penjahat? Setan alas! Baik
yang bernama Wan Sin Hong atau siapapun juga, rombongan kami
tidak ada penjahatnya.
Li Hwa tersenyum dan mengerling ke arah Cam-kauw Sin-kai.
“Cam-kauw Sin-kai, maaf kalau tadi aku terburu nafsu. Akan
tetapi kau telah seorang jahat yang menjadi musuhku, berarti kau
773
pun bukan orang baik. Tunggu saja, bukankah kita berdua samasama
calon bengcu? Tunggu sampai kita bertemu di gelanggang
adu kepandaian!“ Setelah berkata demikian, Li Hwa lalu melompat
kembali ke tempat yang tadi, diikuti oleh semua rombongannya.
Keadaan tenang kembali.
Akan tetap, baru saja Li Hwa mengundurkan diri, Liok Kong Ji
sudah melompat maju. Kebutan di tangannya digoyang-goyangkan
dengan lagak agung serperti seorang pangeran saja. Bibirnya
tersenyum, penuh keyakinan akan ketampanan wajahnya, dadanya
diangkatnya dan hanya memandang liar ke kanan kiri. Pemuda ini
sejak tadi telah mempertimbangkan siapa-siapa calon yang menjadi
lawan berat. Baginya adanya See-thian Tok-ong menjadi calon,
tidak begitu dipikirkan oleh karena ia percaya bahwa orang ini dapat
ia tarik menjadi kawan.
Juga ia tidak memandang sebelah mata kepada Tat Wi Siansu
Ketua Kunlun-pai dan kepada Cam-kauw Sin-kai. Kini tinggal tiga
orang yang menjadi buah pikiran, yakni Go Ciang Le. Siok Li Hwa,
dan akhirnya yang amat mengejutkan hatinya adalah Wan Sin Hong
yang dipilih sebagai bengcu ke tujuh oleh Cam-kauw Sin-kai. Maka
ia lalu maju ke depan dan sebelum perang adu kepandaian dimulai,
ia hendak mempergunakan siasat perang lidah.
“Cuwi-enghiong yang hadir di sini sudah mendengar jelas siapasiapa
adanya tujuh orang bengcu.“ Ia mulai bicara dengan layak
seorang pemimpin ulung! “Pilihan calon ketua bagi yang lain-lain
aku sudah setuju sekali karena memang mereka itu adalah
locianpwe-locianpwe yang patut menjadi pemimpin serta
berkepandaian tinggi. Akan tetapi aku merasa amat keberatan
mendengar nama tiga orang yang dicalonkan, karena aku
menganggap mereka itu tidak layak menjadi calon bengcu yang
terhormat!“
Semua orang yang mendengar kata-kata ini menjadi tertarik.
Benar-benar seorang pemuda yang berani mati. Tiga orang calon
bengcu yang manakah ia berani mencela-celanya? Semua orang
mendengarkan dengan penuh perhatian dan tak seorang pun mau
memotong ucapannya.
774
Setelah memandang ke kanan kiri dan merasa puas melihat
wajah orang-orang itu memperhatikan kata-katanya, Kong Ji
melanjutkan.
“Pertama tama, aku ingin bicara tentang calon bengcu yang ke
enam, yaitu nona Siok Li Hwa ketua dari Hui-eng-pai. Bukan sekalikali
aku kurang menghargainya, bahkan aku merasa kagum sekali,
akan kemajuan yang dicapa, oleh Nona Siok, biarpun wanita dan
masih muda sudah menjadi Ketua Hui-eng-pai. Akan tetapi sudah
berani maju sebagai calon bengcu. Akan tetapi, bengcu yang akan
dipilih ini adalah ketua dari semua orang gagah di kolong langit,
apakah patut kalau bengcu seorang wanita?”
Dari rombongan Hui-eng-pai terdengar suara nyaring seorang
gadis anggauta rombongan itu. ”Orang she Liok, jangan kau
sombong! Biarpun seorang wanita, hanya Niocu kami tidak akan
kalah olehmu. Lihat saja nanti”
Kong Ji, tersenyum dan mengangkat pundak. ”Demi kesopanan
dan kepantasan aku sudah bicara, kalau Nona Siok bertekad
mendapatkan kedudukan bengcu, terserah. Sekarang orang ke dua.
Dia ini benar benar tidak layak menjadi bengcu, lebih tidak patut
lagi direndengkan para orang gagah yang terpilih hadir di sini. Dia
itu adalah penjahat besar Wan Sin Hong yang tadi dipilih oleh Camkauw
Sin-kai. Pantas saja Nona Siok marah terhadap Cam- kauw
Sin-kai, karena memang perbuatannya itu amat lancang. Bagaimana
seorang manusia sudah tersohor akan kejahatannya itu dijadikan
calon bengcu? Apakah Cam-kai Sin-kai menghendaki kita semua
dipimpin oleh seorang penjahat ? Sungguh lucu!”
”Semua orang menuduh Wan Sin Hong seorang penjahat besar.
Mana buktinya?” Suara Cam-kauw Sin-kai berkumandang ketika ia
mengatakan ucapan ini.
Liok Kong Ji tertawa terbahak-bahak ”Ha-ha, omongan Camkauw
Sin-kai seperti omongan anak kecil saja! Yang tidak dapat
melihat bahwa Wan Sin Hong seorang penjahat besar, dia itu
seorang buta! Yang tidak mendengar akan kenyataan itu, dia itu
seorang tuli! Siapakah yang belum mendengar tentang kejahatan
Wan Sin Hong? Mau bukti? Terlalu banyak! Bukankah baru saja
sudah dibukan dengan kemarahan Nona Siok Li Hwa yang mencari
775
penjahat besar Wan Sin Hong sampai berbulan-bulan lamanya?
Apakah masih belum puas lagi? Tanya saja Nona Cun Eng, apa yang
telah diperbuat oleh Wan Sin Hong kepadanya!”
Terdengar pekik mengerikan dan terjalilah ribut ribut di
rombongan Hui-eng-pai. Ternyata bahwa Cun Eng telah
menggunakan pedang menusuk dadanya sendiri ketika mendengar
kata-kata Kong Ji itu. Aib yang menimpa dirinya dibuka begitu saja
oleh Kong Ji di depan umum, maka gadis itu tidak melihat jalan lain
kecuali membunuh diri!
Siok Li Hwa dengan muka merah lalu memerintahkan anak
buahnya untuk mengurus jenazah Cun Eng, kemudian ia berkata
dengan suara nyaring.
“Untuk ini Wan Sin Hong akan membayar dengan nyawanya!“
Terdengar Liok Kong Ji tertawa bergelak, lalu memandang
kepada Cam-kauw Sin-kai dengan penuh ejekan.
“Cam-kauw Sin-kai, masih kauragukan lagi dan masih hendak
melihat bukti lagi? Lihat, Nona yang sekarang sudah menjadi mayat
itu telah menjadi korban kejahatan Wan Sin Hong.”
“Sayang, sayang kehilangan lagi orang saksi utama! Liok Kong
Ji, mengapa kau begitu girang melihat kematian Nona Cun Eng?“
Tiba-tiba saja kalimat terakhir ini diucapkan oleh Cam-kauw Sin-kai
sambil menatap wajah pemuda itu dengan tajam.
Akan tetapi wajah Kong Ji tidak berubah, hanya senyumnya agak
berbeda dengan tadi. Kini timbul kebengisan pada wajahnya yang
tampan.
“Cam-kauw jangan kau mencoba mengacau-balau untuk
menyembunyikan ketololanmu. Kau sudah memilih seorang
penjahat menjadi calon bengcu dan aku hanya mengemukakan
alasa-alasan disertai saksi-saksi hidup, Kau masih mau saksi lagi?
Kau lihat dia itu,“ Kini telunjuk tangan kanan Kong Ji menuding ke
arah Gak Soan Li!
Wajah Soan Li berubah dan matanya memandang kepada Kong ji
dengan terbuka lebar-lebar. Kasihan sekali nasib gadis yang malang
ini. Biarpun dengan penuh perhatian dan mengerahkan seluruh
776
kepandaiannya Cam-kauw Sin-kai telah mengobatinya, namun tetap
saja tidak dapat mengembalikan ingatannya. Sampai sekarang ia
masih belum dapat ingat apa yang telah terjadi dengan dirinya,
siapa orang yang telah berlaku keji kepadanya. ia hanya ingat
bahwa orang ini jahat dan mengganggunya bernama Wan Sin Hong
sedangkan penolongnya ialah Gong Lam! Kini melihat wajah Kong Ji
dan mendengar nama ini hanya merasa muak dan benci.
Hal ini tidak mengherankan oleh karena semenjak dahulu,
semenjak Kong Ji masih menjadi murid Ciang Le dan masih belajar
ilmu silat bersama-sama di dalam hati Soan Li sudah merasa tidak
suka kepada pemuda ini. Maka sekarang biarpun ia tidak ingat lagi
siapa adanya Kong Ji ia tetap merasa tidak suka dan benci.
Sekarang, melihat Kong Ji menunjuk kepadanya untuk di jadikan
saksi dan bukti kejahatan Wan Sin Hong, tahulah Soan Li apa yang
hendak dimaksudkan oleh pemuda itu. Seperti pula Cun Eng tadi, ia
pun hendak dijadikan sasaran penghinaan. Maka ia memandang
dengan mata terbelalak dan muka pucat.
Juga Cam kauw Sin-kai menjadi pucat, demikian pula Ciang Le
dan istri nya. Tidak mereka sangka bahwa Kong Ji akan begitu
kejam mencemarkan nama baik saudara seperguruannya sendiri,
bahkan nama baik gurunya sendiri! Lie Bu Tek memandang kepada
Kong Ji dengan mata mengeluarkan sinar berapi.
Teringat ia betapa Kong Ji telah membuntungi lengannya dan
betapa Kong Ji telah berlaku kejam sekali terhadap Wan Sin Hong.
Sekarang ini, biarpun Wan Sin Hong disohorkan orang menjadi
penjahat, akan tetapi Kong Ji pulalah yang agaknya memburukburukkan
nama Wan Sin Hong! Kong Ji memandang kepada para
hadirin dengan sinar mata penuh kesombongan dan kemenangan.
“Cuwi-enghiong, para orang yang berkumpul di sini. Perlu aku
memperkenalkan Nona yang menjadi saksi dan bukti ke dua atas
kejahatan Wan Sin Hong. Nona itu adalah Nona Gak Soan Li murid
pertama dari Hwa I Enghiong Ciang Le.“
Semua mata memandang dan di antaranya banyak yang kagum
melihat Soan Li yang cantik dan agung, akan tetapi pucat wajahnya
dan sinar matanya seperti bingung dan muram, bahkan ada tandatanda
air mata mengembeng di pelupuk matanya.
777
“Tanyalah kepada Nona Gak Soan Li itu apa yang telah
diperbuat oleh jahanam Wan Sin Hong kepadanya seperti yang telah
diperbuat oleh penjahat itu kepada mendiang Nona Cun Eng tadi!
Kalau ia tidak mau bicara dan kalau Cu- wi betul-betul ingin
mengetahui, aku dapat memberi keterangan karena kebetulan sekali
aku sendirilah orangnya yang telah menolongnya dari cengkeraman
siluman Wan Sin Hong! Eh, Cam-kauw Sinkai,....... kau masih mau
bukti-bukti lagi?”
Terdengar teriakan menyayat hati dan tubuh Soan Li berkelebat
ketika gadis itu dengan cepat sekali pergi dari situ turun dari puncak
Ngo-heng-san dengan kecepatan seperti terbang sambil
mengeluarkan rintihan sepanjang jalan!
“Liok Kong Ji, tutup mulut! Apakah kau bermaksud menghinaku?
Kalau kau bermaksud menghina, katakan terus terang agar aku
dapat memutuskan untuk mengadu nyawa denganmu di sini dan
sekarang juga!“ kata-kata ini keluar dari mulut Go Ciang Le yang
sudah melompat ke depan Kong Ji dengan sikap menantang, berdin
tegak dengan gagahnya dan menatap wajah bekas muridnya itu
dengan sinar mata berapi-api. Gentar juga Kong Ji melihat sikap
bekas gurunya ini, akan tetapi sambil tersenyum menjura dan
berkata,
“Hwa I Enghiong, seorang gagah yang sudah disebut pendekar
besar, bahkan yang sudah terpilih menjadi calon bengcu, apakah
demikian mudah saja mencari permusuhan? Kau tahu bahwa aku
tidak bermaksud menghina, melainkan mengemukakan kejahatan
Wan Sin Hong yang agaknya dibela mati-matian oleh Cam-kauw
Sin-kai. Sekarang Nona Gak sudah melarikan diri berarti bahwa
kata-kataku semua berbukti, Cuwi-enghiong yang hadir di sini
menjadi saksi.” Karena jawaban ini menyangkal bahwa Kong Ji
menghina Ciang Le tidak bisa apa-apa.
la tadinya sudah marah sekali, akan tetapi bagi seorang pendekar
ia tidak berani berlaku sewenang-wenang, maka sengaja
memancing bekas muridnya itu. Kalau sengaja Kong Ji berani
menghinanya, ia mempunyai cukup alasan untuk menyerang
pemuda itu. Akan tetapi ternyata dengan cerdik dan Licin sekali
778
Kong Ji mengelak sehingga terpaksa Ciang Le menahan sabar dan
kembali ke tempatnya.
”Cam-kauw Sin-kai sudah banyak buktinya bahwa Wan Sin Hong
seorang penjahat keji dan tidak patut dijadikan calom bengcu. Kalau
kau belum puas dapat juga aku menyebutkan kejahatannya satu
demi satu, misalnya pembunuhan terhadap murid Kun-tun-pai Tim
Beng dan isterinya, lalu perampokan, pembunuhan-pembunuhan
dan gangguan-ganguan terhadap wanita-wanita yang banyak
disaksikan oleh orang-orang gagah sedunia. Tanya saja kepada para
pemimpin partai-partai besar seperti Siauw lim-pai, Teng-san-pai,
Go-bi-pai dan lain lain yang kini hadir, apakah mereka itu belum
pula mengenal kejahatan Wan Sin Hong. Cam-kauw Sin-kai, jangan
kau berpura-pura, ataukah kau betul-betul buta dan tuli maka kau
memilih Sin Hong?”
Banyak tokoh yang berada di sini, biarpun mereka ini tidak
memihak dalam percekcokan itu, namun mereka ini rata-rata sudah
mendengar tentang kejahatan Wan Sin Hong, maka pemilihan nama
ini sebagai calon bengcu tentu saja tak dapat mereka setujui.
Mendengar uraian Kong ji serentak mereka menyataka setuju.
”Penjahat Wan Sin Hong jangan dijadikan calon...!” pekik ini
terdengar simpang-siur dan akhirnya merupakan sorak riuh
rendah.Ternyata bahwa tidak saja kaki tangan atau pendukung Liok
Kong Ji yang ikut bersorak-sorak, bahkan para undangan lain juga
terpengaruh oleh kata-kata Kong Ji.
Melihat ini Ciang Le tak dapat menahan sabarnya lagi. ia segera
mengerahkan tenaga dan berseru keras sekali,
“Diam semua...!!“
Suara ini menggeledek dan menggelarkan jantung sehingga
beberapa orang yang kurang kuat terpelanting jatuh! Yang lain-lain
menjadi pucat dan suara riuh tadi berhenti seperti seekor orongorong
terpijak. Keadaan menjadi sunyi ketika Ciang Le dengan
langkah tenang dan lebar menghampiri Kong Ji yang sudah siap
sedia menghadapi segala kemungkinan.
“Liok Kong Ji, lebih baik tutup mulutmu yang kotor berbisa itu.”
Suara Ciang Le amat keras sehingga mudah terdengar oleh semua
779
orang yang hadir di situ. “Semua ucapanmu hanya untuk
menjelekkan orang lain, tidak ingat bahwa kau sendiri seorang
manusia busuk dan kotor! Kau telah melarikan diri dari pulau,
meninggalkan perguruan dan membawa minggat pedang pusakaku
yang kau curi. Kedosaan di dunia kang-ouw memang banyak sekali,
akan tetapi mencuri pedang guru sendiri kemudian membelakangi
guru dan bersikap seolah-olah lupa kepada semua pelajaran yang
pernah terima dari gurunya, itu termasuk dua macam kedosaan
besar tak berampuni. Kau sudah menipu orang-orang kang-ouw,
mengadukan ke sana ke mari!“ Kemudian Ciang Le menengok
kepada Tai Wi Siansu dan berkata.
“Tai Wi Siansu, daripada mendengarkan obrolan kosong dari
bocah ini, bukankah lebih baik melanjutkan saja pemilihan calon
bengcu?“
Setelah berkata demikian, Ciang Le kembali ke dalam
rombongannya.
Akan tetapi dengan muka merah Kong Ji melanjutkan katakatanya,
“Hwa I Enghiong telah bicara, akan tetapi memutarbalikkan
kenyataan“ Kata-katanya juga nyaring dan dapat terdengar oleh
semua orang. Para pendengar menjadi gembira oleh karena mereka
memang sudah mengerti bahwa dalam pertemuan ini tentu akan
terjadi pertentangan-pertentangan.
“Memang aku pernah menjadi muridnya, akan tetapi kalau aku
merasa dibeda-bedakan sehingga tidak senang dan rminggalkan
perguruan, apakah salahnya? Bukan dia seorang saja guruku!
tentang pedang pusaka Pak-Lek Sin-kiam, siapakah yang tidak tahu
bahwa pedang ini diperebutkan oleh seluruh orang di dunia kangouw?
Hwa I Enghiong merebutnya dan orang lain, jadi siapa yang
kuat dialah yang memiliki pedang. Aku yang telah mendapatkan
tempat sembunyi Pak Kek Siansu di mana beliau menyimpan kitab
kitabnya, akulah yang berhak memiliki pedang itu dan siapa yang
kuat boleh coba-coba, merampasnya dari tanganku!“
Bi Lan yang lebih mudah naik darah daripada suaminya,
mendengar omongan ini lalu menjawab. “Bocah she Liok, kau
780
benar-benar tak tahu malu dan manusia durhaka! Kecil kecil kau
sudah membuntungi lengan Bu Tek Suheng yang semenjak kau
masih kecil menjadi suhengmu dan momeliharamu! Kemudian kau
menipu sana-sini dan akhirnya menipu kami sehingga dapat mencuri
ilmu silat dan pedang pusaka. Dan perbuatanmu benar-benar sudah
menjadi alasan cukup kuat untuk kami bertindak memberi
hukuman.”
Kong Ji pura-pura tidak mendengar bahkan lalu menghadapi
orang banyak. dan berkata,
“Cuwi-enghiong, tadi belum saya lanjutkan alasan-alasan yang
kukemukaka mengapa tiga orang calon bengcu tidak pantas menjadi
calon! Pertama-tama Ketua Hut-eng pai karena dia seorang wanita,
ke dua Wan Sin Hong, karena di penjahat besar, dan ke tiga adalah
Hwa I Enghiong. Dia ini biarpun menyebut diri pendekar besar, akan
tetapi sudah berapa belas tahunkah dia menyembunyikan diri saja
dan tidak mempedulikan urusan kang-ouw. Kalau dia pendekar
besar, bagaimana sampai ada penjahat-penjahat seperti Wan Sin
Hong itu berani muncul? Bahkan yang celaka sekali, murid
perempuannya yang bernama Gak Soan Li tadi menjadi korban Wan
Sin Hong pula tanpa Hwa I Enghiong berani berbuat apa-apa. Ha,
ha, ha, coba Cuwi-enghiong bertanya, Nona Gak Soan Li melahirkan
anak siapakah? Kecemaran yang luar biasa besarnya ini ditimbulkan
oleh penjahat Wan Sin Hong dan Hwa I Enghiong tidak berani
berbuat apa-apa. Patutkah orang seperti dia menjadi calon bengcu?”
Inilah hinaan yang hebat. Serentak Ciang Le dan Bi Lan
melompat maju menerjang Liok Kong ji dengan pedang masingmasing!
Akan tetapi dari belakang Kong Ji melompat keluar Giok
Seng Cu yang menggunakan pukulan Tin-san-kang menangkis
serangan Bi Lan sedangkan serangan pedang Ciang Le yang amat
hebat itu ditangkis oleh Kong Ji.
Ciang Le diam-diam kaget juga karena tak disangkanya sama
sekali sejurus serangan dari ilmu pedangnya Pak-kek-kiam-hwat
dapat ditangkis dengan mudahnya oleh Kong Ji, bahkan kalau ia
tidak berlaku hati-hati dan cepat menarik kembali pedangnya, ada
bahaya pedangnya akan terbabat putus oleh Pak kek Sin kiam!
781
”Hwa I Erighiong, apakah kau benar- benar tidak punya malu?
Mengapa kau datang datang menyerangku? Lebih baik kau
menjawab tidak betulkah tuduhanku, semua tadi? Kalau kau dapat
membuktikan bahwa aku tadi hanya memfitnah belaka dan
keteranganku tidak betul, biarlah semua enghiong yang berada di
sini menghukumku sebagai penipu dan pembohong! Akan tetapi
kalau memang betul, mengapa kau tidak tahu malu bahkan
menyerangku? Dimana keadilan mu?” teriak Kong Ji sambil
melintangkan pedangnya.
Merah muka Ciang Le. Memang, kalau ia melanjutkan
penyerangannya, tentu semua orang lalu menganggap dia
keterlaluan. Memang dalam pemilihan bengcu, calon-calon bengcu
boleh saja menyerang lawannya dengan tuduhan- tuduhan yang
berbukti untuk melemahkan kedudukan lawan, hal ini sudah lazim.
Dan betapapun juga kurang ajarnya Kong Ji dalam kata- katanya
tadi, memang berbukti. Memang Soan Li, menurut pengakuan gadis
yang telah hilang ingatannya itu telah menjadi korban Wan Sin
Hong, bahkan belum lama ini, Soan Li telah... melahirkan seorang
putera! Hal itu benar-benar merupakan alb yang memalukan.
Merupakan noda yang mencemarkan nama baiknya. Kalau saja
Soan Li melakukan hal yang tidak patut itu dalam keadaan sadar,
tentu ia akan turun tangan dan mungkin ia akan menewaskan
muridnya itu. Akan tetapi, Soan Li merupakan korban perbuatan
orang jahat, dan melihat keadaan gadis yang hilang ingatannya itu,
Ciang Le, Bi Lan dan yang lain-lain merasa amat kasihan.
Bersama-sama Cam kauw Sin-kai, memang berusaha
menyembuhkan Soan Li, bahkan sedikit demi sedikit mereka
mendapat kesimpulan bahwa di balik segala peristiwa hebat yang
menimpa diri Soan Li tersembunyi rahasia besar yang aneh dan
yang sukar sekali dipecahkan. Misaknya tentang diri Wan Sin Hong.
Soan Li menyatakan dalam keadaan lupa ingatan itu bahwa dia
menjadi korban keganasan Wan Sin Hong, akan tetapi ketika ia
melihat Wan Sin Hong dalam keadaan yang sudah agak baik, dia
menganggap Wan Sin Hong itu seorang ”kekasihnya” bernama Gong
Lam! Sedangkan Wan Sin Hong sendiri bersumpah tidak pernah
mengganggu Soan Li.
782
Bukankah hal itu amat aneh membingungkan? Rahasia besar ini
mereka pegang teguh, akan tetapi siapa kira, di tengah-tengah
orang banyak yang datang dari segala jurusan ini, Kong Ji membuka
begitu saja rahasia itu yang mendatangkan cemar pada nama Hwa I
Enghiong! Selagi Ciang Le dan Bi Lan ragu dan tidak tahu apa yang
harus dilakukan. tiba-tiba terdengar suara orang berseru.
“Liok Kong Ji manusia sombong! Siapa bilang Nona Gak Soan Li
murid Hwa I Enghiong tidak punya suami dan melahirkan anak yang
tak berayah? Akulah suaminya dan akulah ayah anak itu!“
Kaget semua orang dan cepat-cepat mereka menengok ke arah
orang yang bicara itu. Orang ini baru muncul dari tengah-tengah
rombongan para pengikut Liok Kong Ji sendiri, muncul bersama dua
orang lain, yang seorang adalah gadis cantik dan gagah, yang ke
dua adalah seorang pemuda tampan.
“Hui Lian...!“ Bi Lan berseru keras ketika melihat gadis itu.
“Hong Kin...'“ Seru Cam-kauw Sin-kai girang dan terheran-heran
melihat pemuda baju hijau yang mengaku menjadi suami Gak Soan
Li tadi.
“Wan Sin Hong...!“ seruan terakhir ini keluar dari banyak mulut
ketika melihat pemuda ke tiga yang datang bersama Hui Lian di
belakang Coa Hong Kin.
Seruan nama terakhir ini disambut oleh berkelebatnya banyak
orang, yakni pertama-tama Siok Li Hwa dengan empat puluh orang
pengikutnya, Liok Kong Ji, Giok Seng Cu, Tai Wi Siansu, Leng Hoat
Taisu, Bu Kek Siansu, dan banyak sekali tokoh-tokoh partai besar
lain! Akan tetapi yang terdahulu adalah Siok Li Hwa disusul di
belakangnya oleh Liok Kong Ji, lalu tokoh-tokoh besar yang lain.
“Wan Sin Hong manusia jahanam mampuslah teriakan-teriakan
ini terdengar simpang siur dan beberapa buah senjata rahasia
menyambar. Siok Li Hwa mengeluarkan Cheng-sin-ciam (Jarum
Sakti Hijau), Liok Kong Ji menyambitkan Hek lok-ciam (Jarum Racun
Hitam) semua senjata rahasia ini menyambar ke arah Wan Sin Hong
yang berdiri tertegun dan kesima melihat begitu banyak orang
menyerangnya.
783
Kemudian melihat berkelebatnya sinar hijau dari Cheng-sin-ciam
dan sinar hitam dan Hek-tok ciam ditambah susulan lain senjata
rahasia, Wan Sin Hong terkejut sekali, mencabut pedang dan
memutar pedang menangkis.
Senjata-senjata rahasia itu runtuh akan tetap tidak semua.
Beberapa buah Hek tok-ciam dan Cheng-sin-ciam menyambar dan
mengenai tubuh pemuda itu yang mengeluarkan pekik kesakitan,
pedangnya terlepas lalu ia terhuyung-huyung hendak roboh.
Melihat betapa Wan Sin Hong roboh oleh jarum-jarum terbang
itu, Siok Li Hwa mengeluarkan suara ejekan dan Liok Kong Ji
mengeluarkan seruan heran. Keduanya mengejar dengan pedang di
tangan, siap membacok tubuh Wan Sin Hong yang sudah roboh di
atas tanah Itu. Tiba tiba dari rombongan para pengikut Kong Ji yang
ribuan banyaknya itu, dan mana tiga orang muda tadi muncul,
berkelebat bayangan orang yang luar biasa cepatnya.
Sekali tangannya menyambar, di lain saat tubuh Wan Sin Hong
sudah dikempit oleh lengan kanannya. Pada saat itu, Li Hwa dan
Kong Ji menyerang dengan pedang mereka. Li Hwa dengan pedang
hijaunya sedangkan Kong Ji dengan pedang emasnya. Dua barang
pedang pusaka menyambar cepat ke arah Wan Sin Hong yang
sudah dipondong. Orang itu mengeluarkan seruan aneh, tangan
kirinya yang masih bebas itu digerakkan dengan jari-jari tangan
terbuka ke arah dua batang pedang yang menyambar sambil
melompat ke kanan.
Siok Li Hwa dan Liok Kong Ji berteriak kaget dan mereka
terhuyung ke belakang. Ternyata bahwa pedang mereka tadi kena
ditolak oleh hawa pukulan yang luar biasa kuatnya sehingga kalau
saja mereka sendiri tidak memiliki tenaga lweekang tinggi, pasti
pedang itu terlepas dari pegangan. Tidak urung mereka masih
terhuyung-huyung ke belakang, dan ketika mereka memandang,
ternyata orang itu telah lenyap di antara orang banyak sambil
membawa pergi tubuh Wan Sin Hong yang terluka oleh senjatasenjata
rahasia!
Semua orang terheran-heran. Orang yang dapat menangkis
serangan Siok Li Hwa dan Liok Kong Ji sekaligus hanya dengan
tolakan tenaga lweekang, dapat dibayangkan betapa hebat dan
784
tinggi kepandaiannya! Orang itu masih muda, pakaiannya sederhana
saja, akan tetapi mempunyai muka yang aneh sekali, karena
mukanya seluruhnya dan leher sampai ke telinga berwarna merah
yang bukan sewajarnya.
Banyak orang yang bermuka merah akan tetapi orang itu
mukanya seperti dilumuri darah saja saking merahnya. Tak seorang
pun di antara tokoh-tokoh di sini mengenalnya apa lagi orang itu
hanya sebentar saja sehingga tidak sempat ditanya namanya dan
asal-usulnya.
Sementara itu Hui Lian berlari-lari dan memeluk ibunya,
sedangkan Coa Hong Kin berlari dan berlutut di depan suhunya,
Cam-kauw Sin-kai. Dua orang ini tadinya terkejut melihat Sin Hong
roboh oleh senjata rahasia tanpa mereka sempat menolong.
Bagaimana Hui Lian dan Hong Kin dapat muncul di saat itu? Dan
yang lebih aneh lagi. bagaimana Wan Sin Hong dapat pula muncul
bersama mereka? Kita mengetahui bahwa Hui Lian dan Hong in
telah tertawan oleh Liok Kong Ji dan ikut dalam rombongan sebagai
orang-orang tawanan yang tidak berdaya. Ada-pun Wan Sin Hong,
telah lama pemuda ini tertutup dalam dasar jurang puncak Luliangsan
tak dapat keluar lagi karena jalan keluar satu-satunya telah
ditutup mati oleh Liok Kong Ji!
Untuk mengetahui hal ini dengan jelas, mari kita mundur dan
mengikuti pengalaman Wan Sin Hong yang terkurung dan
terpendam di dalam dasar jurang.
-oo0mch-dewi0oo-
Sin Hong mengamuk ketika melihat Ba Mau Hoatsu dan Giok
Seng Cu. Dengan ilmu kepandaiannya yang tinggi lweekangnya
yang sudah mencapai tingkat tak terukur lagi tingginya, ia telah
menewaskan Ba Mau Hoatsu, pembunuh ayah-bundanya. Sin Hong
sudah banyak mendapat petuah- petuah berharga dari ayah
angkatnya, Lie Bu Tek, juga. mendapat banyak sekali nasihatnasihat
dari gurunya yang pertama, Liang Gi Tojin. Oleh karena itu,
andaikata ia mendapatkan Ba Mau Hoatsu pembunuh ayah
bundanya itu sebagai seorang yang sudah melakukan perbuatan785
perbuatan baik, sebagai seorang baik-baik yang sudah merubah
hidupnya yang sesat kiranya ia tidak akan membunuhnya.
Akan tetapi melihat betapa Ba Mau Hoatsu makin jahat saja, ia
lalu menewaskan pendeta Tibet itu, bukan semata- mata untuk
membalas dendam ayah bundanya, juga untuk melenyapkan
seorang manusia berbahaya bagi keselamatan umum dari muka
bumi. Juga Giok Seng Cu telah ia robohkan dan terluka ketika dua
orang pendeta ini menyusul Kong Ji dan Nalumei ke dalam
terowongan rahasia.
Seperti telah diceritakan di bagian depan, dengan marah Sin
Hong mengejar Kong ji, Nalumei, dan Giok Seng Cu yang melarikan
diri melalui terowongan, akan tetapi terpaksa Sin Hong
menghentikan usahanya ini dan kembali ke dalam dasar jurang
karena musuh musuhnya telah menghujani batu-baru dari
terowongan, membuat ia tak mungkin melakukan pengejaran lebih
lanjut. Ta tahu akan kelicikan Kong Ji dan tahu pula akan kelihaian
pemuda iblis itu, maka lebih baik ia mengalah dan mundur untuk
perlahan lahan mencari akal keluar dari tempat itu.
Setelah tidak terdengar suara tiga orang itu lagi, Sin Hong lalu
berjalan melalui terowongan untuk keluar. Akan tetapi, seperti yang
ia telah diduga dan dikhawatirkah, pintu keluar yang dahulu menjadi
kamar Pak Kek Siansu di puncak Luliang-san, telah tertutup dan di
timbuni batu-batu karang yang besar dan berat.
Sin Hong mencoba untuk mendorong batu-batu karang itu, akan
tetapi sia-sia. Kong Ji tidak berlaku kepalang tanggung. Timbunan
batu karang itu banyak sekali sehingga menutup seluruh goa dan
berat tekanan gunung batu kara itu puluhan ribu kati. Mana tenaga
manusia dapat mendorongnya atau membongkarnya? Sin Hong
akhirnva maklum bahwa tak mungkin ia dapat keluar melalu jalan
ini, maka ia lalu kembali ke dasar jurang.
Sampai beberapa hari Wan Sin Hong tidak dapat mencari akal
untuk keluar dari tempat itu. Untuk melalui jalan seperti ketika ia
pernah turun ke dalam jurang, tidak mungkin. Jalan itu dapat
ditempuh dari atas ke bawah dengan bantuan akar-akar yang
dilepas dari atas, akan tetapi dari bawah ke atas benar-benar tak
mungkin. Kalau hal itu dikerjakan berarti hanya akan membuang
786
nyawa secara sia-sia belaka. Akhirnya Sin Hong mengambil
keputusan untuk mengambil jalan yang semenjak dahulu sudah
sering kali ia pikirkan.
Dahulu, ketika ia berada seorang diri di tempat itu, terkurung
hidup-hidup dan mempelajari ilmu silat dari kitab peninggalan Pak
Kek Siansu, seringkali ia sebagai anak-anak ingin sekali keluar dari
tempat kurungan itu, akan tetapi sebelum ia mencapai tingkat tinggi
dengan kepandaian silatnya, keinginan itu hanya diakhiri dengan
tangisan belaka.
Seringkali ia menjelajah tempat itu dan di bagian kiri di mana
terdapat jurang yang amat mengerikan dalamnya, karena
sebetulnya itu bukan jurang, melainkan lereng bukit yang diliputi
oleh awan. Kalau melihat tempat ini, ingin sekali Sin Hong menuruni
lereng itu dan memeriksa keadaan di sebelah sana.
Akan tetapi tempat itu demikian sukar dilewati, selain gelap
tertutup halimun, juga lereng itu menurun amat terjalnya dan
tanahnya terdiri dari batu karang yang tajam runcing, dan selalu
basah oleh halimun sehingga berlumut dan licinnya tak perlu
dtbicarakan lagi. Oleh karena itu, biarpun dahulu ia telah
memperoleh kepandaian tinggi sebelum mengambil keputusan
menuruni jalan ini, ia berusaha lebih dulu mencari jalan lain
sehingga akhirnya menemukan terowongan yang membawanya ke
gua tempat istirahat atau bertapa mendiang Pak Kek Siansu.
Kalau jalan itu tidak terdapat olehnya, tentu ia akan mengambil
jalan menuruni lereng yang terjal ini, yang baginya merupakan jalan
terakhir. Memang, mengambil jalan ini berarti mempertaruhkan
nyawa untuk mendapat jalan keluar dari tempat kurungan itu.
Sekarang karena terowongan sudah tertutup dan untuk naik ke
puncak melalui jurang tak mungkin dilakukan, terpaksa ia harus
mempertaruhkan nyawa, mengmbil jalan itu. Kalau saja di dunia
ramai tidak banyak yang harus dikerjakan, kiranya Sin Hong akan
lebih suka tinggal di tempat itu, bertapa dan menyucikan batin
sampai tiba saatnya ia menyusul gurunya, Pak Kek Siansu. Akan
tetapi hal itu tak dapat dilakukan sekarang.
787
Masih terlalu banyak urusan yang harus diselesaikan di dunia
ramai. Di sana ada urusan pengrusakan namanya, ada urusan Gak
Soan Li yang membuat ia dihajar oleh Go Ciang Le, hal yang
membuat ia merasa kasihan kepada Soan Li dan juga penasaran
dan perih hati dan di sana masih banyak orang-orang jahat -yang
harus ia hadapi.
Demikianlah, setelah membawa banyak buah-buahan yang
dahulu menjadi makanan utamanya setiap hari untuk bekal di
perjalanan, Sin Hong memulai perjalananiya yang amat sukar dan
berbahaya. Beberapa hari yang lalu, pemuda ini mengubur jenazah
Ba Mau Hoatsu. Biarpun kakek jahat ini musuh besarnya dan tewas
di dalam tangannya, akan tetapi setelah melihat mayat itu
menggeletak tak terurus, ia menjadi tidak tega juga dan digalinya
sebuah kuburan untuk mayat bekas musuh besarnya.
Ia mendapatkan kesukaran dalam menggali tanah berbatu tanpa
alat, kemudian ia melihat sepasang senjata Ba Mau Hoatsu, yakni
sepasang roda yang entah sudah mengambil nyawa berapa ratus
orang!
Dengan senjata ini Sin Hong menggali dan mendapat kenyataan
bahwa roda itu terbuat daripada baja yang luar biasa kerasnya.
Maka sekarang, ketika menuruni lereng terjal itu, ia pun membawa
sepasang roda itu untuk dipergunakan sebagai pembantu menuruni
lereng.
Dengan roda ini ia dapat mengalungi setiap batu karang bawah
kakinya dan dengan bantuan roda ia mengayun tubuh ke bawah,
bergantung kepada roda yang dikalungkan pada batu karang
kemudian menggantungkan roda ke dua pada batu karang di bawah
kakinya. Demikianlah dengan amat perlahan dan hati-hati, Sin Hong
mulai perjalanannya yang penuh bahaya.
Sekali saja ia terpeleset dan terlepas — ke bawah, batu karangbatu
karang yang tajam seperti golok dan runcing seperti pedang
akan menyambut tubuhnya! Yang membikin perjalanan amat
berbahaya adalah halimun atau embun gunung yang menyelimuti
sepanjang lereng sehingga tidak saja di situ amat gelap, akan tetapi
yang paling berbahaya adalah hawa dingin yang menggerogoti kulit
dan meresap ke dalam tulang.
788
Makin jauh Sin Hong menuruni lereng itu, makin tebal embun
yang menyelimutinya dan hawa dingin menyerang hebat sehingga ia
sampai menggigil. Terpaksa Sin Hong menunda perjalanannya,
kedua kakinya menginjak ujung batu karang dan kedua tangannya
memegang roda yang tergantung pada batu karang di atasnya. Di
sini ia mengerahkan sin-kangnya sehingga tubuhnya tiba-tiba
menjadi hangat sekali seakan-akan ia bukan sedang berdiri di dalam
selimutan embun, melainkan diselimuti oleh cahaya terik matahari!
Memang lweekang dari pemuda ini sudah hebat sekali. Tak lama
kemudian, dari atas kepalanya menguap asap putih dan tubuhnya
mulai berpeluh.
Setelah mengusir hawa dingin yang membuat tulang-tulangnya
kaku, ia lalu melanjutkan perjalanannya. Perjalanan ini
membutuhkan tenaga lweekang untuk menjaga agar ia jangan
sampai jatuh, maka tadi ketika mengerahkan tenaga memanaskan
tubuh, terpaksa ia berhenti.
Akhirnya, setelah mengalami serangan embun berkali-kali dan ia
sudah berhenti sampai lima kali untuk mengusir dingin, kemudian ia
telah keluar dari daerah embun dan berada di tempat yang terang.
Pemandangan dari situ amat indah, juga menakutkan sekali. Kalau
tadi ia melihat ke bawah, ia hanya melihat halimun yang gelap putih
demikian pula melihat ke atas. Akan tetapi sekarang kalau ia
menundukkan kepalanya, ia melihat alam yang amat luas di bawah
kakinya. Lereng gunung itu masih amat curam, akan tetapi jauh di
bawah sudah melihat tanah datar, kurang lebih seratus kaki di
bawahnya. Di depannya nampak pohon-pohon yang kelihatan dan
situ amat pendek dan kecil, akan tetapi indah sekali.
Kalau ia memandang ke atas, nampak warna-warni indah dari
pelangi karena sinar matahari mencoba menembus embun dan
mendatangkan warna yang inilah menakjubkan.
Sin Hong kini terus menurun dengan lebih cepat dari tadi.
Sekarang ia tidak menghadapi serangan embun, juga dapat melihat
dengan jelas sehingga kedua kakinya mudah saja mencari tempat
berpijak, tidak seperti tadi meraba-raba untuk mendapat keyakinan
bahwa batu karang berikutnya yang hendak digantungi roda benarbenar
cukup kuat.
789
Tanpa terasa olehnya, Sin Hong telah melakukan perjalanan yang
amat berbahaya ini selama setengah hari! Akhirnya ia dapat
menginjakkan kedua kakinya di atas tanah datar dan ketika ia
mendongak ke atas, terlihatlah olehnya bahwa yang dituruninya tadi
adalah dinding gunung yang tinggi menjulang ke atas dan
puncaknya lenyap ke dalam awan.
Akan tetap, daerah yang didatangi ini aneh dan asing baginya. Di
depannya terdapat gunung-gunung kecil di ujung sekali menjulang
tinggi sebuah gunung yang seakan- akan hendak menyaingi Luliangsan
yang besar. Sin Hong tidak tahu bahwa itulah puncak gunung
Teng-san, yang masih termasuk daerah pegunungan Luliang-san
juga. Karena hendak segera menjumpai manusia agar ia tahu di
mana ia berada dan dapat menanyakan jalan yang harus ditujunya.
Sin Hong tidak membuang waktu lagi dan cepat melanjutkan
perjalanan.
Akan tetapi semua jurusan nampak liar dan tak pernah didatangi
manusia. Jalan satu-satunya yang kelihatan hidup hanyalah lorong
menuju ke puncak gunung di ujung itu. Maka ia terus berlari cepat
dan akhirnya menjelang senja tibalah ia di lereng Teng-san.
Ketika ia sedang berlari cepat mencari-cari dengan pandang
matanya kalau-kalau di dekat situ terdapat perkampungan, tiba-tiba
ia melihat tubuh dua orang manusia menggeletak dt pinggir jalan!
Sin Hong cepat lari menghampiri dan ketika ia memandang,
ternyata bahwa yang menggeletak itu adalah dua orang pendeta
yang sudah tak bernyawa lagi! Dua orang tosu itu terang telah
terbunuh orang karena pada tubuh mereka terdapat bekas-bekas
bacokan senjata tajam. Juga, melihat tanda-tanda darah di situ,
ternyata bahwa pembunuhan ini terjadinya belum lama, belum
lewat semalam. Melihat ini, Sin Hong mengerutkan alisnya.
Bagaimana di tempat sesunyi ini terdapat manusia yang dibunuh?
Siapakah mereka ini dan siapa pula pembunuhnya?
Melihat dua orang tosu yang terbunuh, Sin Hong tidak ragu-ragu
lagi bahwa di puncak gunung itu tentu terdapat pertapaan. Maka ia
lalu mendaki gunung dengan cepatnya.
Tepat seperti yang ia duga, di puncak gunung terdapat sebuah
kuil yang cukup besar, sebuah kuil kuno yang biarpun tembok790
temboknya sudah kelihatan tua dan buruk, namun masih tetap
kokoh kuat saking tebalnya, tanda bahwa bangunan kuil itu adalah
bangunan kuno yang lebih mementingkan kekuatan dari pada
keindahan.
Seorang totong (kacung pertapa) menyambutnya dan
membawanya ke dalam ruangan tamu. Ruangan tamu ini lebar dan
di situ terdapat jendelanya yang besar. Sambil menanti datangnva
ketua kuil, Sin Hong melihat-lihat keluar jendela yang terbuka.
Pemandangan di luar jendela amat indah, dengan gunung-gunung
tinggi dihias pohon-pohon
rindang.
Ta mendengar tindakan
kaki perlahan, cepat ia
memutar tubuh dan
memandang. Alangkah heran
dan kagetnya ketika melihat
seorang tosu ini bersama
dengan ketua-ketua partai
besar yang lain hendak
menangkapnya. Tosu tua itu
bukan lain adalah Pang Soan
To-jin, ketua dari Teng-sanpai!
Di lain pihak, Pang Soan
To-jin juga terkejut karena
tosu ini juga mengenal Wan
Sin Hong. “Hemm, kau...?“
katanya dan di lain saat ketua Teng-san-pai sudah mengeluarkan
senjatanya, yakni pian baja dan bersiap menyerang. Sin Hong
menarik napas panjang dan tersenyum pahit, lalu berkata sambil
memandang ke atas, ke arah langit-langit ruangan itu.
“Ayaa... agaknya yang jutsi (menjelma) menjadi aku sekarang ini,
dahulunya adalah seorang penjahat besar yang tak pernah
tertangkap, maka sekaranglah aku harus menebus dosa-dosa
dahulu.“
Tosu itu nampak tercengang. “Apa maksudmu?“
791
“Totiang, sesungguhnya selama hidup aku belum pernah
bertemu dengan To-tiang juga dengan para locianpwe lain yang
selalu mengejar-ngejarku, belum pernah aku bertemu. Akan tetapi
mengapa setiap kali bertemu, Totiang mengarnbil sikap bermusuh?“
“Karena kau seorang penjahat keji! Sudah menjadi kewajiban
kami sebagai penegak keadilan dan pelindung rakyat tertindas, kami
harus membasmi orang- orang jahat seperti kau ini.“ kata pula Pang
Soan Tojin.
“Itulah yang kumaksudkan. Agaknya dahulu aku seorang
penjahat besar yang belum menebus dosa, maka sekaranglah
hukumannya. Sekarang ini, sebaliknya dari dahulu, aku yang tidak
pernah melakukan kejahatan apa- apa di sana-sini dianggap orang
jahat dan dimusuhi oleh orang-orang di dunia kang-ouw. Memang
sudah nasibku..”. Suara Sin Hong terdengar begitu sungguhsungguh
sehingga ketua Teng-san-pai menjadi makin tertarik.
“Orang muda, memang sikapmu bukan seperti penjahat, akan
tetapi banyak orang-orang jahat sikapnya kelihatan seperti orang
baik-baik. Tentang kejahatanmu, siapakah yang tidak tahu? Sudah
terlalu banyak saksi dan bukti-buktinya.“
“Masa bodoh dan terserah kepada orang sajalah,“ Sin Hong
menjadi mendongkol sekali. “Akan tetapi setidaknya, kedatanganku
ini bukan untuk bersoal jawab tentang itu. Totiang menganggap aku
seorang penjahat keji, terserah hanya Thian yang mengetahui!“
“Wan Sin Hong, kata-katamu membikin pinto bingung dan raguragu.
Apa sih maksudmu datang di tempat pertapaan pinto ini?“
“Kedatanganku di bukit ini tidak sengaja, Totiang. Juga secara
kebetulan sekali aku di lereng gunung ini dan melihat dua orang
tosu yang sudah menjadi mayat di lereng....“
“Apa... Di mana...?“ Pang Soan Tojin terkejut sekali.
“Mari ikut bersamaku. Totiang, kuperlihatkan tempatnva,“ kata
Sin Hong dan di lain saat dua orang itu telah berlari-lari turun
gunung dengan cepatnya.
Pang Soan Tojin sengaja mengerahkan ilmu lari cepatnya, akan
tetap alangkah heran dan kagumnya ketika melihat pemuda itu
792
tanpa banyak kesukaran dapat selalu mengimbangi kecepatan
larinya! Akhirnya mereka tiba di tempat di mana Sin Hong melihat
dua mayat tosu tadi.
“Ah, benar-benar mereka telah terbunuh...“ Pang Soan Tojin
berkata perlahan lalu cepat memeriksa isi saku baju mereka.
Wajahnya berubah dan ia berkata seperti kepada diri-sendiri “Surat
kuasa diambil orang... apa maksudnya...?“
“Totiang, bolehkah aku mengetahui, surat-surat apakah yang
diambil orang?“
Pang Soan Tojin yang tadinya memeriksa mayat dua orang anak
muridnya yang terbunuh di lereng Teng-san, kini berdiri dan
memandang kepada Sin Hong, bimbang dan ragu mendengar
pertanyaan pemuda itu.
“Apa huhungannya hal ini semua dengan engkau? Biarpun pinto
belum pernah menyaksikan sendiri tentang kejahatanmu, akan
tetapi semua ciangbunjin sudah menyatakan bahwa kau seorang
penjahat keji. Sekarang kau datang-datang pada saat terjadi
pembunuhan atas dua orang murid pinto, hemm... pinto harus
selidiki betul-betul siapa pembunuh mereka ini dan mengapa dua
orang muridku dibunuh.“
Sin Hong mengangkat kedua lengannya ke atas dan
menggerakkan pundaknya tanda putus asa.
“Ampun, Totiang...! Apakah kau juga menuduh aku melakukan
pembunuhan terhadap mereka ini? Aduh, alangkah buruk nasibku.
Aku yang mendapatkan mereka dan sengaja naik untuk melaporkan,
bahkan dituduh. Eh, Totiang yang baik, kalau memang aku yang
membunuh mereka dan telah merampas barang-barat mereka,
untuk apa aku harus memberi tahu kepadamu dan masih bertanyatanya
lagi barang apa yang dirampas dari tubuh mereka? Hanya
seorang gila yang akan berbuat seperti itu dan kiranya Totiang tidak
akan menyangka aku pula. Betapapun jahat aku, kiranya belum
miring otakku'“
Pang Soan Tojin menganggap alasan ini memang kuat. Kalau
pemuda ini yang membunuh dua orang anak muridnya, mengapa
pemuda ini bersikap seperti itu. Dan pula, makin lama ia bercakap793
cakap dengan pemuda ini dan memandang wajahnya, makin tipis
keyakinannya bahwa pemuda ini seorang penjahat. Sebagai seorang
tokoh besar di dunia kang-ouw, ia sudah ribuan kali melihat wajah
penjahat dan selama hidupnya belum pernah ia bertemu dengan
“penjahat keji“ yang bersikap dan berbicara seperti pemuda ini!
Akan tetapi untuk percaya begitu saja, ia pun masih ragu-ragu.
“Orang muda, kalau betul-betul bukan kau yang membunuh
mereka, apa maksudmu bertanya tentang surat yang dirampas
orang dari tubuh mereka ini?“
“Totiang maklum bahwa di mana-mana aku dituduh penjahat,
dan aku sedang berdaya upaya nienangkap pemalsu namaku. Kalau
Totiang memberi tahu kepadaku, kiranya aku akan dapat mencari
jejak pembunuhnya. Percayalah, Totiang. Wan Sin Hong akan
mencekik batang leher penjahat yang membunuh dua orang tosu
ini.“
“Surat itu adalah surat kuasa. Sebetulnya pinto sendiri harus
datang ke Ngo-heng san untuk melakukan pemilihan bengcu baru,
akan tetapi pinto sedang kurang sehat dan karenanya pinto
menyuruh dua orang anak murid pinto ini dengan membawa surat
kuasa. Sekarang mereka terbunuh dan surat kuasa dirampas orang,
sungguh tak tahu apa artinya itu?“
Otak Sin Hong memang luar biasa cerdasnya. Mendengar ini,
sebentar saja ia sudah dapat menerka apa yang kiranya mungkin
dilakukan orang dengan perampasan surat kuasa.
“Terima kasih, Totiang, aku akan menyusul ke Ngo-heng san
dan menangkap pembunuhnya!“ Setelah berkata demikian sekali
berkelebat pemuda itu lenyap dari depan Pang Soan Tojin,
membuat Ketua Teng-san-pai itu menjadi bengong, menghela napas
dan mengurut urut Jenggotnya yang pendek.
“Hayaaa... luar biasa sekali pemuda itu. Kalau dia memang jahat
dan bermaksud membunuhku, bagaimana dapat melayaninya?
Ilmunya benar-benar tinggi... sungguh banyak terjadi hal-hal aneh
di dunia ini, banyak rahasia yang membingungkan...“ Tosu itu lalu
kembali ke kuil dan menyuruh anak-anak murid yang lain untuk
mengurus jenazah kedua orang anak muridnya yang tewas itu.
794
Adapun Sin Hong dengan kecepatan luar biasa lalu berlari
menuju Ngo-heng-san. Ia teringat akan pemilihan bengcu di puncak
Ngo-heng-san. Teringat pula betapa Cam-kauw Sin-kai pernah
menyatakan hendak memilihnya sebagai calon bengcu. Teringat
akan ini, terbayang pula segala kejadian di Pulau Kim-ke-tho,
tentang Gak Soan Li yang bernasib malang sekali, tentang Hwa I
Enghiong yang telah menghajarnya, tentang ayah angkatnya, Lie Bu
Tek dan Hui Lian puteri Hwa I Enghiong yang juga membencinya
dan menganggapnya penjahat. Semua kenangan ini membuat Sin
Hong menjadi berduka sekali akan tetapi membuat makin marah
dan gemas terhadap penjahat yang merusak namanya. Ia
memperepat larinya sehingga seolah- olah terbang di atas ujung
rumput hijau.
Demikianlah secara singkat kita telah mengikuti pengalaman Sin
Hong sejak terkurung di jurang sampai ia dapat mencari jalan keluar
kemudian pergi ke Ngo-heng-san. Sekarang marilah kita menengok
pengalaman Hui Lian dan Coa Hong Kin yang muncul bersama Sin
Hong di Puncak Ngo-heng-san itu.
Telah kita ketahui bahwa dalam perjalanan mereka bersama dari
kota raja menuju ke Ngo-heng-san untuk memenuhi permintaan
Pangeran Wanyen Ci Lun, Hui Lian dan Hong Kin dihadang oleh Liok
Kong Ji dan kawan- kawannya bahkan kemudian setelah bertempur
seru lalu roboh dan tertawan oleh Kong Ji yang lihai.
Baiknya Kong Ji masih membutuhkan dua orang muda ini, kalau
tidak tentu nasib mereka tidak akan demikian baik. Kong Ji
membutuhkan Hui Lian untuk dipergunakan sebagai pemaksa Ciang
Le apabila ternyata menghalangi kehendaknya menjadi Bengcu dan
di samping memang ia sayang kepada bekas sumoinya yang cantik
ini. Dan dia membutuhkan Hong Kin karena ia bercita-cita untuk
masuk ke dalam lingkungan istana mencari kedudukan, maka tidak
baiklah kalau ia menanam permusuhan denga Pangeran Wanyen Ci
Lun yang amat berpengaruh di dalam kota raja, sedangkan Hong
Kin adalah orang kepercayaan dan kesayangan Pangeran Wanyen Ci
Lun. Oleh karena ini maka Hui Lian dan Hong Kin selamat dan
diperlakukan baik sungguhpun mereka selalu dikurung di tengahtengah
dan kedua tangan mereka dibelenggu.
795
Ketika pasukan yang membawa mereka sudah tiba di puncak
Ngo-heng san, Hui Lian dan Hong Kin diturunkan dari kuda dan
selanjutnya dua orang muda ini dipaksa berjalan kaki di tengahtengah
pasukan yang juga berjalan kaki. Pasukan ini adalah
pasukan dari Partai Kwan-cin-pai, yang terdiri dari anggautaangauta
yang pakaiannya campur aduk tidak seragam. Memang
Kwan-cin-pai berbeda dengan partai partai lain dan tidak pernah
mengenakan pakaian seragam.
Agaknya ini memang sifat sembarangan dan jorok dari ketuanya,
yakin Mo-kiam Siangkoan Bu sehingga pasukannya juga tidak
teratur. Akan tetapi, sungguhpun demikian pasukan ini terdiri dari
orang-orang yang pandai ilmu silat dan pula amat setia kepada
ketua dan perkumpulan. Justru karena pakaian para anggauta
pasukan ini tidak seragam, maka Kong Ji menyuruh pasukan ini
yang menjaga Hui Lian dan Hong Kin sehingga dari luar barisan
tidak akan kentara bahwa di tengah-tengah barisan terdapat dua
orang tawanan. Dilihat sepintas lalu saja, tentu orang akan mengira
bahwa dua orang itu pun termasuk anggauta pasukan.
Mereka berdua diperlakukan baik dan tidak diganggu, bahkan
tidak dipisahkan melainkan diperbolehkun berjalan berdampingan di
dalam barisan. Dengan kedua tangan dibelenggu ke belakang. Hui
Lian berjalan di dekat Hong Kin.
“Apa maksud anjing Liok itu membawa kita naik ke Ngo- hengsan?“
tanya Hui Lian perlahan.
Hong Kin juga tidak mengerti. “Kalau dia masih takut
mengganggumu, masih tidak aneh. Akan tetapi mengapa aku masih
dibiarkan hidup? Ini benar benar aneh.“
“Kita harus berusaha membebaskan diri. Liok Kong Ji itu jahat
dan berbahaya sekali. Dia membawa kita pasti ada maksudnya yang
keji.“ Diam-diam ia mengerahkan tenaga untuk melepaskan
belenggunya, akan tetapi sia-sia belaka. Pengikat pergelangan
tangannya terbuat daripada sutera ulat hijau yang amat kuat dan
ulet. Juga Hong Kin beberapakali mengerahkan tenaga, namun siasia.
Mereka menjadi penasaran sekali dan diam-diam mencari jalan.
796
“Bagiku sendiri, aku tidak khawatir biarpun menghadapi bahaya
maut, Nona. Akan tetapi kau... ah, hatiku perih kalau mengingat
akan nasibmu.“
Wajah Hui Lian menjadi merah dan ia mengerling ke arah
pemuda itu dengan lirikan tajam. “Mengapa kau mengucapkan katakata
seperti itu, Saudara Coa? Kita adalah kawan seperjalanan,
kawan yang memikul tugas yang sama. Sudah seharusnya senasib
sependeritaan. Kalau aku dapat bebas, kau tentu akan bebas pula.
Demikian sebaliknya, kita akan menghadapi bahaya maut bersama.“
“Tidak, Go-lihiap. Malapetaka boleh menimpa padaku, seorang
yang malang dan tak seorang pun akan kehilangan kalau aku
terkena malapetaka. Akan tetapi kau... ah, aku akan
mempergunakan kesempatan dan kemungkinan untuk
membantumu terbebas daripada tangan iblis Liok Kong Ji itu.“
Hui Lian merasa terharu dan memberikan hadiah senyuman
manis. “Saudara Coa kau benar-benar seorang yang berhati mulia.
Berkali kali telah mengeluarkan tenaga dan berkorban untuk
menolongku. Kebaikanmu sudah cukup banyak dan aku orang she
Go amat berterima kali kepadamu. Akan tetapi jangan kaukira aku
hendak selamat sendiri saja, hendak enak sendiri saja. Percayalah,
sekali aku dapat bebas, kau tentu akan bebas pula. Aku bukan
seorang pengecut yang suka meninggalkan kawan senasib begitu
saja. Kita berangkat bersama dan memikul tugas bersama, tak
mungkin aku dapat meninggalkan engkau hanya untuk mencari
keselamatan sendiri.”
Mendengar ucapan ini, wajah Coa Hong Kin menjadi berseri dan
agaknya kata-kata itu amat menyenangkan hatinya. Kebaikan hati
gadis ini terhadapnya sedikit menjadi hiburan bahwa ia mencinta
seorang gadis yang patut dicinta dan setidaknya, cinta kasihnya
sudah terbalas oleh sikap manis dari gadis itu.
Kemudian rombongan itu tiba di lapangan di mana para tokoh
kang-ouw sudah berkumpul. Dari tempatnya, Hui Lian dapat melihat
tokoh-tokoh besar yang dikenalnya baik-baik, bahkan ia melihat pula
ayah bundanya. Bukan main girang hatinya, akan tetapi tiba-tiba ia
merasa angin menyambar lehernya dari belakang. Sebelum gadis im
sempat mengelak, ia merasa leher belakangnya sakit dan ternyata
797
jalan darah Tiong-cu-hiat dan selanjutnya jalan darah bagian urat
gagu telah kena ditotok.
Ternyata bahwa yang menotoknya adalah Giok Seng Cu. Tosu
yang cerdik ini tahu bahwa kalau melihat ayahbundanya mungkin
sekali gadis ini berteriak, maka untuk menjaga agar jangan sampai
terjadi hal ini, ia telah menotok jalan darah yang membuat gadis itu
lemas dan gagu. Juga Hong Kin mengalami nasib yang sama, maka
biarpun dua orang muda ini dapat mendengar dan melihat segala
sesuatu yang terjadi di lapangan itu, mereka sama sekali tidak
berdaya!
Keributan di antara para tokoh besar yang makin memuncak
apalagi ketika Liok Kong Ji maju menyerang kanan kiri dengan katakatanya
yang tajam, menimbulkan ketegangan besar sehingga para
anggauta pasukan tak seorang pun tidak menonton. Oleh karena ini
perhatian kepada Hui Lian dan Hong Kin berkurang bahkan dua
orang ini tidak diperhatikan lagi. Apa gunanya? Dua orang muda itu
sudah terbelenggu dan tertotok, tak mungkin dapat melarikan diri
dari tempat itu dan tak mungkin dapat menimbulkan kesulitan bagi
mereka.
-oo0mch-dewi0oo-
Jilid XXIX
AKAN tetapi tiba-tiba seorang di antara para anggauta Kwan-cinpai
itu, seorang pemuda yang pakaiannya sederhana, diam-diam
mendekati Hui Lian dan Hong Kin. Ketika dua orang muda itu
memandang, mereka merasa terkejut, heran, dan juga girang.
Pemuda itu segera diam- diam lalu menggunakan sebatang pisau
pendek yang amat tajam untuk membabat putus tali pengikat
pergelangan, tangan mereka dan dalam sekejap mata bebaslah Hui
Lian dan Hong Kin.
Dua orang muda yang berkepandaian tinggi ini lalu mengerahkan
lweekang dan dengan jari tangan sendiri dapat membebskan
totokan. Pada saat itu, Kong Ji tengah melancarkan seranganserangan
yang amat menghina kepada Ciang Le dan menghina
nama baik Gak Soan Li semau-maunya.
798
Mendengar dan melihat ini Hui Lian berbisik. “Celaka, nama Ayah
akan tercemar....“
“Biar aku menolongnya....“ kata Hong Kin cepat-cepat. Mereka
bertiga lalu menggunakan kesempatan selagi semua orang
menonton perang kata-kata yang menegangkan menerobos keluar
dari barisan dan Hong Kin lalu mengeluarkan kata-kata pengakuan
bahwa dialah suami Soan Li!
Seperti telah diceritakan di bagian depan, munculnya Hui Lian,
Hong Kin dan pemuda yang menolong mereka yang kemudian
ternyata Wan Sin Hong menimbulkan kegemparan. Seperti telah kita
ketahui semua, Wan Sin Hong terkena serangan jarum-jarum
rahasia dari Siok Li Hwa dan Liok Kong Ji sehingga roboh akan
tetapi muncul manusia aneh bermuka merah darah yang
menyambar tubuh wan Sin Hong dan lenyap dari situ!
-oo0mch-dewi0oo-
Setelah berhasil melukai Wan Sin Hong dengan jarum- jarumnya,
Kong Ji dan Siok Li Hwa merasa heran dan penasaran sekali. Orang
aneh muka merah tadi telah menolak serangan pedang mereka
hanya dengan hawa pukulan dan kini orang aneh itu telah
membawa lari tubuh Wan Sin Hong. Kong Ji yang melihat jarum
beracun Hek-tok- ciam telah mengenai tepat tubuh Wan Sin Hong
dan merobohkan pemuda yang paling ditakutinya itu, menjadi lega.
Dia tadinya kaget setengah mati melihat munculnya Wan Sin
Hong. Bagaimana pemuda itu dapat muncul? Demikian ia bertanyatanya
dengan hati ngeri karena ia maklum bahwa kepandaian Wan
Sin Hong amat tinggi. Maka melihat betapa semua orang memusuhi
Sin Hong bahkan betapa Sin Hong telah roboh oleh jarum-jarumnya
dan jarum-jarum yang dilepas oleh Siok Li Hwa, ia menjadi lega dan
tidak mau mengejar. Apalagi karena ia menyaksikan betapa orang
aneh bermuka merah yang ia belum tahu siapa adanya itu benarbenar
tangguh dan lihai, maka ia menyerahkan pengejaran kepada
Siok Li Hwa.
Memang Ketua Hui-eng-pai ini merasa penasaran sekali melihat
Wan Si Hong musuh besarnya dilarikan orang aneh bermuka merah.
799
Kalau belum membunuh Wan Sin Hong dan membawa kepalanya,
hati Siok Li Hwa belum puas. Nama baik Hui-eng-pai telah
dicemarkan hal ini baru satu kali terjadi selama ia hidup, maka Wan
Sin Hong harus dibunuhnya!
Sambil membentak keras Siok Li Hwa mengejar orang aneh
bermuka merah yang lenyap ke jurusan barat puncak. Para anak
buahnya cepat-cepat mengejar sehingga mereka itu kelihatan
seperti sekelompok garuda putih beterbangan turun gunung!
Sementara itu Hui Lian yang memeluk ibunya, secara singkat lalu
menceritakan semua pengalamannya yang terakhir. Karena tidak
ada kesempatan dan waktu, Hui Lian hanya menceritakan yang
paling penting saja, terutama yang berhubungan dengan keadaan di
situ.
“Ibu dan Ayah, Saudara Coa Hong Kin tadi sengaja mengaku
sebagai suami Suci, untuk membersihkan muka kita....“
Ciang Le menjadi girang sekali dan memandang ke arah Hong
Kin yang bercakap-cakap perlahan dengan gurunya, memandang
dengan penuh terima kasih. Sementara itu atas perintah Cam-kauw
sin-kai, Hong Kin lalu memberi hormat kepada Ciang Le dan Bi Lan,
juga kepala Lie Bu Tek. Adapun Cam-kauw Sin-kai sendiri dengan
suara lantang tertawa dan berkata.
“Cuwi Enghiong yang hadir di sini semua menjadi saksi betapa
besar kebohongan manusia she Liok! Dia tadi membuka mulut
kotornya memburuk-burukkan dan menghina nama baik Hwa I
Enghiong dan muridnya. Sekarang ternyata kata-katanya itu bohong
belaka. Nona Gak Soan Li ada suaminya!“
Tai Wi Siansu cepat mencegah dilanjutkannya percekcokan
karena sebagai pemimpin permilihan bengcu. ia berkewajiban untuk
segera menyelesaikan tugasnya yang banyak terhalang oleh
percekcokkan tadi.
“Saudara sekalian harap suka bersabar dan harap menghentikan
segala caci maki satu kepada yang lain. Sekarang kita lanjutkan
tentang pemillhan bengcu, diambil dan tujuh orang calon-calon tadi.
Seperti sudah lajim dalam pemilihan bengcu, harap para calon
sekarang membuktikan bahwa dia memang patut menjadi bengcu
800
karena kepandaian silatnya. Dan oleh karena itu pinto sendiri di luar
kehendak pinto telah dipilih menjadi calon bengcu, maka terpaksa
pimpinan pinto serahkan kepada wakil pinto, yakni Bu Kek Siansu
ciangbunjin dari Butong pai! Dan untuk mempersingkat waktu, pinto
sendiri mempelopori para calon bengcu, dan pinto bersiap sedia
mencoba kepandaian seorang di antara para calon.“ Setelah berkata
demikian, Tai Wi Siansu yang sudah tua itu lalu melompat ke tengah
lapangan dan menanti datangnya seorang di antara calon bengcu
yang hendak memperlihatkan kepandaian. Sebetulnya, Ketua Kunlun-
pai yang sudah lanjut usianya ini tentu saja tidak mempunyai
nafsu untuk menjadi bengcu.
Akan tetapi, untuk memperkuat pihak yang disukainya, dan pula
melihat bahwa di antara para calon terdapat orang- orang seperti
Liok Kong Ji dan See-thian Tok-ong, ia tentu saja tidak rela kalau
sampai kedudukan bengcu dipegang oleh seorang di antara mereka
ini dan daripada kedudukan bengcu dipegang oleh See-thian Tokong,
lebih baik dia pegang sendiri! Ta tahu pula bahwa dalam
pemilihan bengcu, pasti akan terjadi adu tenaga, dengan masuknya
menjadi calon bengcu, berarti ia memperkuat tenaga pihak yang
disukainya.
Kalau saja ia melihat bahwa para calon itu semua memenuhi
syarat dan mencocoki hatinya, tidak nanti ia mau dipilih sebagai
calon! Melihat majunya Tai Wi Siansu, tentu saja para calon seperti
Cam-kauw Sin-kai dan Hwa I Enghiong Go Ciang Le tidak mau maju
untuk melayani kakek itu mengukur kepandaian.
Bagi Cam-kauw Sin-kai dan Go Ciang Le, kalau kedudukan
bengcu itu diserahkan kepada Tai Wi Siansu, mereka tidak akan
membantah seperti halnya Tai Wi Siansu sendiri tentu tidak akan
membantah kalau yang dipilih sebagai bengcu itu Cam-kauw Sin-kai
atau Go Ciang Le. Dua orang calon yang tadi disebut Siok Li Hwa
dan Wan Sin Hong tidak berada di situ dan kini tmggal dua orang
calon yang lain, yakni Liok Kong Ji dan See Thian Tok-ong.
See-Thian Tok-ong hendak melompat maju menghadapi Ketua
Kun-lun-pai akan tetapi Kong Ji sambil tertawa mencegahnya.
“See-thian Tok-ong, mengapa terburu-buru? Tidakkah kau dapat
melihat bahwa mereka itu semua bersekongkol? Lihat, aku berani
801
bertaruh bahwa Hwa I Enghiong dan Cam- kauw Sin-kai tidak nanti
mau maju menghadapi Tai Wi Siansu. Kau lihat sajalah dan jangan
terburu-buru maju.“
See-thian Tok-ong memang orang yang kurang pedulian, maka ia
tadi tidak mempedulikan keadaan, sehingga ia tidak memikirkan
sejauh itu. Sekarang mendengar kata-kata Kong Ji, ia menunda
niatnya dan benar-benar ia menanti.
Memang apa yang dikatakan oleh Kong Ji ini benar belaka.
Betapapun juga, tak nanti Ciang Le dan Cam-kauw Sin-kai mau
maju menghadapi Tat Wi Siansu untuk bertanding ilmu.
Melihat ini See-thian Tok-ong sudah hilang sabar dan hendak
maju pula. Akan tetapi Kong Ji sudah mendahuluinya, menyuruh
seorang pembantunya untuk maju. Orang ini adalah seorang kakek
tua yang bongkok kurus, kepalanya besar, rambutnya jarang dan
putih sedang kulit mukanya kerut-merut jelek sekali. Ia memegang
sebatang tongkat bambu dan dari belakang pundaknya tersembul
gagang pedang yang ujungnya berukirkan kepala setan yang
menakutkan dan ronce-roncenya berwarna hitam. Dengan langkah
sembarangan orang ini telah menghadapi Tai Wi Siansu,
menyeringai sambil berkata dengan suaranya yang parau seperti
suara burung gagak.
“Tai Wi Siansu, sudah lama sekali aku mendengar akan nama
besar Ketua Kun-lun-pai yang katanya memiliki ilmu pedang yang
tinggi sekali. Kebetulan hari ini aku mendapat kehormatan bertemu
muka dan siapa kira kau yang sudah begini tua masih menginginkan
kedudukan bengcu. Akan tetapi malah kebetulan, karena dengan
demikian aku mendapat kesempatan untuk merasai kehebatan ilmu
pedangmu. Bukankah setiap orang yang hadir berhak menguji
kepandalan calon bengcu?“ Setelah berkata demikian, ia tertawa
terbahak-bahak.
Mehhat kakek ini, Tat Wi Siansu dapat menduga bahwa dia tentu
seorang yang pandai, akan tetapi karena belum mengenalnya, Tat
Wi Siansu lalu memberi hormat dengan mengangkat kedua tangan
dan bertanya.
802
“Sahabat siapakah? Dari golongan mana dan siapa nama
sahabat yang terhormat?“ Sebagai seorang ciangbunjin (ketua)
partai besar. Tai Wi Siansu tentu saja tidak mau mengadu
kepandaian dengan seorang lawan yang tidak ternama. tentu Tai Wi
Siansu akan mundur dun menyuruh murid saja untuk melawannya.
Kakek yang buruk rupa itu mengeluarkan suara menyindir.
“Hemm, tentu saja Ketua Kun-lun-pal yang bernama besar tidak
mengenal kepada seorang rendah seperti aku. Aku adalah Ketua
Kwan-cin-pai dan tinggal di An-hwei.“
Tat Wi Siansu terkejut. “Aha, kiranya pinto berhadapan dengan
Mo-kiam Siang koan Bu, jago nomor satu dan Propinsi An-hwei! Kau
mau bermain-main dengan pinto? Marilah!“
Kakek buruk rupa itu memang Mokiam siangkoan Bu Ketua
Kwan-cin-pai yang sudah menjadi pengikut Kong Ji. Pemuda ini
belum tahu sampai di mana tingkat kepandaian Tai Wi Siansu, maka
ia tidak mau maju sendiri. Sebagai seorang calon bengcu atau
bahkan seorang bengcu dari timur dan selatan, ia harus memegang
harga diri.
Maka ia memberi tanda kepada Mokiam Siangkoan Bu untuk
mencoba kepandaian kakek Kun-lun-pai itu sebelum ia sendiri turun
tangan. Memang Kong Ji adalah seorang sang amat licik dan ia telah
mengatur siasat rendah. Kawan-kawannya yang memiliki
kepandaian tinggi cukup banyak, di antaranya adalah Siangkoan Bu
sendiri, lalu ada di situ
Siang-pian Giam-ong Ma Ek Ketua Bu cin-pai, Sin houw Lo Bong
Ketua Shan si-kai-pang, Twa-to Kwa Seng Ketu Twa-to Bu pai, ada
pula Giok Seng Cu tangan kanannya, dan masih ada beberapa orang
gagah dan Siauw-lim-pai. Go bi-pai, Heng-san-pai dan Hoa-san-pai.
Ta hendak menggunakan tenaga orang-orang ini untuk menghadapi
para calon bengcu yang lain.
Kalau sampai mereka semua ini kalah dan ia sendiri kiranya
takkan dapat kemenangan, masih ada jalan lain, yakni melakukan
pengeroyokan! Untuk keperluan ini di belakangnya sudah ada seribu
lebih orang dari partai pendukungnya yang pada saat itu sudah
803
berkumpul di sekitar puncak Ngo-heng-san! Bahkan masih
mengharapkan munculnya Nalumei bersama pasukannya.
Mo-kiam Siangkoan Bu yang melihat bahwa Tai Wi Siansu sudah
bersikap sedia dengan sebatang pedang tipis ditangan, lalu
mengeluarkan suara meringkik seperti kuda dan cepat melakukan
serangan pertama dengan tongkat bambunya. Tongkat ini
ditusukkan ke arah mata Tai Wi Siansu dengan gerakan cepat.
Ketua Kun-lun-pai diam-diam marah dan mendongkol. Kalau ia
diserang dengan pedang, itu adalah hal yang wajar. Akan tetapi
diserang dengan sebatang bambu, inilah penghinaan namanya!
Pedang tipis di tangannya bergerak sedikit dan bambu di tangan
Siangkoan Bu putus ujungya begitu bertemu dengan pedang, sedikit
pun tidak mengeluarkan suara.
Akan tetapi, ternyata kemudian bahwa memang inilah semacam
gerak tipu dari Siangkoan Bu karena begitu bambu terbabat, bambu
ini terus saja langsung melakukan serangan menusuk ulu hati! Tadi
memang sengaja ia “menyerahkan“ bambunya untuk dibabat, hanya
ketika pedang lawan membabat ia miringkan bambu sehingga
bambu itu kini menjadi runcing sekali dan tahu-tahu ia pergunakan
untuk menusuk dada. Senjata bambu ini tak boleh dipandang
ringan, karena batang bambu yang kosong ini kalau terisi oleh hawa
lweekang dari pemegangnya, bambu ini berubah menjadi senjata
yang ampuh dan kuat, dan dalam penggunaan dalam serangan
menusuk ini tidak kalah berbahayanya oleh senjata tajam dan
runcing lain dari baja. Hebatnya, selagi bambu ini masih menusuk,
tangan kiri Siangkoan Bu sudah bergerak ke pundak dan di lain saat,
sebatang pedang dengan sinar kebiruan telah meluncur cepat
menyusul serangan bambu, melakukan serangan ke dua dan
menusuk lambung!
“Bagus!“ Tat Wi Siansu sendiri yang juga seorang ahli pedang
dan Kun lunpai, memuji gerakan lawan ini yang memang benarbenar
amat cepat indah dan berbahaya. Ketua Kun-lun-pai ini
setelah menangkis bambu, cepat miringkan tubuh sehingga dua
serangan sekaligus itu dapat dihindarkan. Kemudian tanpa memberi
kesempatan kepada lawan, ia lalu membalas dengan penyerangan
membabat dari kiri ke kanan dengan pedangnya.
804
Siangkoan Bu menangkis, dua pedang bertemu dan bunga api
berpijar. Keduanya melompat mundur untuk melihat pedang
masing-masing. Mereka merasa lega melihat pedang masing-masing
tidak rusak oleh pertemuan yang keras tadi tanda bahwa pedang
mereka berimbang dalam
kekuatannya.
Pedang di tangan Tai
Siansu adalah sebatang
pedang pusaka Kun-lun-pai
biarpun amat tipis namun
terbuat dari pada baja putih
yang kuat sekali. Besi biasa
saja dapat terputus dengan
mudah oleh pedangnya. Di
lain pihak, pedang di tangan
Siangkoan Bu diberi nama
Mo-bin-kiam (Pedang Muka
Iblis), terbuat dari logam
berwarna kebiruan yang amat
keras dan juga pedang ini
tajam sekali, cukup kuat
untuk membuat putus logamlogam
lain.
Dalam detik-detik selanjutnya dua orang kakek kosen ini sudah
bertempur sengit. Sepasang pedang itu bergulung- gulung
merupakan sinar berwarna putih dan biru, amat indah dipandang
dan mendebarkan hati karena tegangnya. Semua orang tahu bahwa
dalam permainan yang indah kelihatannya ini bersembunyi tangantangan
maut yang setiap waktu dapat mencabut nyawa seorang di
antara kedua pemainnya.
Kepandaian Siangkoan Bu memang tinggi. Tidak saja ia memiliki
tenaga lweekang yang sudah tinggi sekali, juga ilmu pedangnya
amat aneh, cepat dan ganas. Pantas saja ia diberi julukan Mo ,-kiam
(Si Pedang Iblis) karena memang ia memiliki ilmu pedang yang kuat
dan dahsyat.
805
Di lain pihak, siapakah yang tidak mendengar kelihaian Ilmu
Pedang Kun-lun Kiam-hoat? Ilmu pedang partai besar Kun-lun-pai
sudah tersohor di kolong langit. Gerakannya indah dan cepat
mengandung kekuatan menyerang yang sukar dilawan, sebaliknya
dalam bertahan amat kuatnya, merupakan benteng sinar pedang
yang sukar ditembusi. Maka dapat dibayangkan betapa ramainya
pertandingan ini, makim lama gerakan mereka makin cepat
sehingga setelah lewat lima puluh jurus, keduanya lenyap
terbungkus gulungan sinar pedang mereka.
Bagi para penonton yang kurang tinggi ilmu silatnya, sukar dapat
mengatakan siapakah di antara dua ahli pedang itu yang unggul dan
siapa yang terdesak. Tentu saja dalam pandangan mata para ahli
yang berada di situ, di antaranya Kong Ji dan Ciang Le, mudah saja
terlihat bahwa lambat laun akan tetapi tentu, Ketua Kun-lun-pai
yang sudah tua itu mendesak Mo-kiam Siangkoan Bu!
Akhirnya pada jurus ke delapan puluh, terdengar Tai Wi Siansu
membentak keras, diikuti suara nyaring. Bambu di tangan
Siangkoan Bu tadi putus menjadi dua sedangkan pedang birunya
terlempar jauh ke belakang. Dia sendiri terhuyung-huyung dan
cepat melompat berjungkir balik ke belakang, lalu berdiri dengan
muka pucat. Darah mengucur keluar dari luka di kedua lengannya
dekat siku. Ia menjura dan berkata,
“Terima kasih, Tai Wi Siansu. Memang ilmu pedang Kun- lun-pai
hebat, bukan among kosong. Aku menerima kalah.“ Inilah katakata
jujur yang mau tidak mau harus diucapkan oleh seorang
jagoan kang-ouw yang telah kalah dalam sebuah pibu (adu
kepandaian). Mo-kiam Siangkoan Bu terpaksa harus mengaku ini,
karena ia sudah berhutang nyawa kepada kakek Kun lun-pai itu.
Kalau dalam gebrakan tadi Tai Wi Siansu mau berlaku kejam,
kiranya bukan hanya luka kecil pada kedua lengan saja yang
dideritanya, melainkan jauh lebih hebat. Kemudian ia mengambil
pedangnya dan berdiri di dekat pasukannya dengan muka muram.
Ta telah menderita kekalahan dan karenanya merasa malu dan
penasaran.
Di lain pihak, dengan napas agak memburu, Tai Wi Siansu berdiri
tegak dengan pedang dilintangkan di depan dada. Kakek berusia
806
delapan puluh tahun ini kelihatan gagah sekali dan sikapnya lemah
lembut. Jenggotnya yang putih semua dan panjang itu berkibarkibar
tertiup angin dan sinar matanya penuh semangat, berapi-api.
Akan tetapi bagi siapa yang memillki pandang mata awas, dapat
dilihat bahwa kakek tua renta ini sudah lelah sekali dan hanya
tenaga lweekangnya yang tinggi saja yang dapat mengatur
pernapasannya sehingga tidak terengah-engah, sungguhpun jalan
darahnya sudah amat cepat membuat seluruh tubuh panas dan
keringat keluar dari lengan dan jidat.
Tentu saja Kong Ji melihat pula dan maklum akan hal ini. Cepat
pemuda ini melompat keluar dan tahu-tahu pedang Pak-kek Sinkiam
yang bercahaya keemasan telah berada di tangannya.
“Tai Wi Siansu, kita sama-sama calon bengcu, mari kita menguji
kepandaian masing-masing!“ Tanpa menanti jawaban, pemuda itu
sudah menusuk dengan pedangnya ke arah tenggorokan kakek itu.
“Tidak adil...!“ Seru Leng Hoat Taisu Ketua Thian-san-pai dan
sudah melompat dengan tongkat hitamnya untuk menggantikan Tai
Wi Siansu.
Akan tetapi, sebagai ciangbunjin dari Kun-lun-pai, juga sebagai
calon bengcu, Tai Wi Siansu merasa malu kalau harus mengaku
kalah sebelum bertanding. Ta mengelak cepat dari serangan Kong Ji
dan melihat majunya Leng Hoat Taisu yang bukan seorang calon
bengcu ia berseru,
“Leng Hoat Toyu, kau mundurlah. Biar aku menghadapi bocah
she Liok ini. Dia benar, kami sama-sama calon harus mengukur
kepandaian dan tidak mengandalkan bantuan kawan.”
“Akan tetapi tadi ia juga mengajukan wakil.“ Leng Hoat Taisu
mencoba membantah. Sementara itu, Kong Ji hanya tersenyum dan
sebelum Tai Wi Siansu yang ragu-ragu itu mendapat kesempatan
menjawab, pemuda ini sudah memberi api.
“Benar, Tai Wi Siansu, kau sudah tua tentu pertempuran tadi
membuat kau lelah. Kalau mau mengaso dan mengatur napas dulu,
silakan, aku yang muda akan melayani Leng Hoat Taisu, kemudian
baru kita main-main. Tidak apa aku mengalah menghadapi dua
807
orang beruntun, sudah sepatutnya yang muda mengalah!“
Senyumnya demikian penuh ejekan sehingga Tai Wi Siansu tidak
ada muka lagi untuk mundur. Dengan muka merah saking
marahnya. Tai Wi Siansu menggerakkan pedangnya membentak.
“Bocah she Liok. Alangkah sombongmu! Kaukira pinto takut
kepadamu? Majulah!“
Melihat kenekatan Tai Wi Siansu terpaksa Leng Hoat Taisu
mengundurkan diri dan ia memandang kepada Bu Kek Siansu
dengan kepala digeleng-gelengkan dan mukanya memperlihatkan
kekhawatiran.
Kekalahan atau kemenangan dalam pibu bukanlah hal yang aneh.
bahkan kematian dalam pibu tidak pernah dibuat penasaran oleh
orang-orang gagah di dunia kang- ouw.
Akan tetapi kettdak-adilan membuat semua orang gagah
penasaran dan pertandingan pibu antara Liok Kong Ji dan Tai Wi
Siansu dianggap tidak adil. Akan tetapi oleh karena Tai Wi Siansu
sendiri yang tidak kuat menghadapi ejekan Liok Kong Ji sudah
menyatakan setuju. Tak seorang pun berhak mencampuri
pertandingan ini. Mereka yang berpihak pada Tai Wi Siansu kini
menonton dengan hati berdebar dan perasaan tegang.
Dengan mulut masih tersenyum Kong Ji memasang kuda-kuda,
tubuhnya merendah hampir berjongkok, pedangnya disembunyikan
di bawah lengan kiri, sedangkan lengan kirinya bergerak-gerak
lambat ke depan dan belakang. Kuda-kuda macam ini tidak dikenal
oleh Tai Wi Siansu sungguhpun kakek ini seorang jago pedang yang
kenamaan. Hal ini tidak mengherankan oleh karena Kong Ji,
pemuda yang penuh akal dan amat cerdik ini ternyata telah dapat
menciptakan kuda-kuda ini menurut Ilmu Pukulan Tin-san-kang
dicampur dengan ilmu pedang berdasarkan Pak-kek Sin-ciang yang
ia “curi” pelajari melalui Hui Lian! Maka yang mengenal kuda kuda
ini hanya dua orang. Ini pun hanya setengah-setengah.
Ciang Le mengenal kuda-kuda ini dengan melihat pedang
disembunyikan di bawah lengan kiri sebagai jurus yang hampir
sama atau pada dasarnya sama dengan jurus Hok-te-ciong-kiam
(Mendekam di Tanah Menyembunyikan Pedang) dari Ilmu Pedang
808
Pak-kek-sin-kiam. Hanya tangan kiri yang jari-jari tangannya dibuka
dan digerak-gerakkan lambat-lambat ke depan dan ke belakang itu
tidak ada dalam gerakan Hok-te-ciong-kiam, maka Ciang Le menjadi
terheran-heran.
Sebaliknya Giok Seng Cu mengenal baik gerakan tangan kiri itu,
yang bukan lain adalah gerakan Tin-san-kang, gerakan
mengumpulkan tenaga. Sebaliknya gerakan Hok-te- ciong-kiam tadi
tidak dikenal oleh Giok Seng Cu. Memang ilmu pedang Pak-kek-sinkiam-
sut biarpun sumbernya sama dengan ilmu silat yang dipelajari
oleh Giok Seng Cu dari mendiang Pak Hong Siansu, namun ilmu
pedang ini jarang ada yang mengerti sedangkan Ciang Le sendiri
pun hanya mempelajari sebagian saja.
Adapun Tai Wi Siansu yang sudah marah, menghadapi pasangan
kuda-kuda pemuda itu dan melihat mulut yang tersenyum-senyum
mengejek, tak dapat menahan sabar lagi. Kakek ini adalah Ketua
Kun-lun-pai, ilmu pedangnya sudah mencapai tingkat tinggi sekali,
maka tentu saja ia tidak gentar menghadapi segala macam kudakuda
yang aneh sekalipun. Ta mengandalkan kekuatan pedangnya
dan sambil berseru, “Lihat pedang““ ia menyerang Kong Ji yang
kuda-kudanya rendah itu dengan sabetan pada kepala.
Kong Ji memang sudah menanti datangnya serangan ini. Ta
mengumpulkan tenaganya menanti datangnya pedang lawan
sampai dekat, kemudian sekaligus ia melompat dengan dua macam
gerakan. Pedangnya membabat pedang lawan dengan pengerahan
tenaga lweekang sedangkan tangan kirinya mendorong ke arah
dada dengan tenaga Tin- san-kang sepenuhnya.
“Traanggg...!” Pedang tipis di tangan Tai Wi Siansu menjadi
buntung ujungnya ketika bertemu dengan Pak-kek Sin-kiam, dan
dalam kagetnya Tat Wi Siansu sampai kurang memperhatikan
datangnya hawa pukulan dari tangan kiri Kong Ji. Tiba-tiba kakek itu
berteriak dan terhuyung-huyung mundur sampai enam tindak,
terkena pukulan Tin-san-kang pada dadanya!
Wajah Tat Wi Siansu menjadi pucat sekali. Tidak hanya karena
pedangnya menjadi buntung, akan tetapi terutama sekali karena
hebatnya pukulan Tin san kang yang hawa pukulannya mengenai
dadanya. Baiknya ia adalah seorang ahli yang sudah memiliki hawa
809
sinkang di tubuhnya sehingga hawa ini secara otomatis telah dapat
menolak pukulan Tin-san kang. Namun karena pukulan ini memang
lihai bukan main, tenaga sinkang itu masih kalah kuat, membuat Tai
Wi Siansu terhuyung-huyung dan menderita luka di dalam dadanya.
Ta merasa dadanya sakit dan napasnya sesak, akan tetapi dengan
pengerahan lweekang ia dapat mempertahankan lukanya, kemudian
dengan marah ia menyerbu lagi!
Para tokoh yang memihak Tai Wi Siansu menjadi pucat. Sudah
jelas bahwa kakek ini terluka dan kalau melanjutkan pertempuran,
akan terancam bahaya. Akan tetapi mereka juga maklum bahwa
tentu saja Tai Wi Siansu tidak sudi mengalah begitu saja.
Dikalahkan oleh seorang begitu muda hanya dalam satu jurus,
benar-benar merupakan hal yang sangat memalukan dan lebih baik
putus nyawa daripada menyerah dalam sejurus! Pedang buntung di
tangan Tai Wi Siansu masih amat lihai bergerak-gerak dan
menyambar- nyambar laksana naga mengamuk. Biarpun buntung
ujungnya, namun masih tajam dan masih dapat membabat leher
atau pinggang lawan!
Akan tetapi, oleh luka-luka di dada itu, tenaga kakek ini makin
berkurang dan Liok Kong Ji tanpa mengenal kasihan terus
mendesaknya dengan pukulan-pukulan Tin-san-kang dan pedang
Pak-kek Sin-kiam selalu menyambar ke arah pedang tipis buntung
itu dengan maksud merusak pedang ini sampai tak dapat
dipergunakan lagi.
Tentu saja amat kewalahan kakek itu mempertahankan diri.
Tidak saja ia harus mempertahankan diri dengan tangkisantangkisan
terhadap serangan pukulan Tin-san- kang yang dahsyat
juga ia harus berhati-hati agar pedangnya jangan bertemu lagi
dengan pedang lawan. Hal ini tentu saja membuat permainan
pedangnya canggung karena setiap kali harus ditarik mundur dan
tidak dilanjutkan dalam serangannya takut kalau terbabat oleh Pakkek
Sin-kiam, maka makin lama makin terdesaklah Ketua Kun-lun
pai itu.
Betapapun juga, Tai Wi Siansu patut dikagumi. Ta masih berhasil
mempertahankan diri sampai lima puluh jurus Kong Ji menjadi
marah dan penasaran kalau tadi hanya berusaha membabat putus
810
pedang kakek ini dan hendak mengalahkan kakek ini tanpa
membunuhnya adalah sekarang pedangnya berkelebatan mengarah
tempat-tempat berbahava dan pukulan Tin-san-kang dilakukan oleh
tangan kirinya mengarah tempat-tempat seperti lambung, ulu hati
dan pusar!
Menghadapi gelombang serangan dahsyat ini Tai Wi Siansu yang
napasnya sudah empas empis hanya kuat bertahan selama sepuluh
jurus. Tiba-tiba pedangnya kena dibabat putus pada tengah
tengahnya dan dalam elakannya terhadap pukulan Tin-san kang di
dada, ia kurang cepat sehingga pundak kanannya terkena darongan
tangan kiri Kong Ji. Kakek itu terpental seperti dilemparkan akan
tetapi dapat jatuh dengan kedua kaki di atas tanah dan dalam
keadaan berdiri.
Kelihatannya tidak apa-apa, hanya mukanya pucat dan pedang
tinggal sepotong masih di tangannya. Tiba-tiba menyambitkan sisa
pedang itu ke arah Kong Ji. Pemuda itu memukul pedang lengan
tangan kiri sehingga pedang sepotong itu amblas ke dalam tanah
tidak kelihatan lagi! Melihat ini, Tai Wi Siansu tiba-tiba muntahkan
darah merah dan tubuhnya sempoyongan. Baiknya Leng Hoat Taisu
sudah melompat dan memondong tubuhnya mundur.
Kekalahan Tai Wi Siansu sudah sah. Dengan kekalahan ini,
berarti ketua Kunlun-pai itu tidak dianggap sebagai calon bengcu
lagi, sudah “gugur“ dan harus diganti calon lain.
Cam-kauw Sin-kai mendahului Ciang Le. Kakek pengemis ini
melompat ke tengah lapangan. Lengan bajunya yang lebar berkibar
dan ia sudah berdiri menghadapi Kong Ji. Sebelum pengemis sakti
ini membuka mulut, Kong Ji sudah menoleh ke arah See-thian Tokong
dan berkata,
“See thian Tok-ong, inginkah kau main-main dengan pengemis
ini ataukah kau lebih suka nanti menghadapi Hwa I Enghiong?“
Memang Kong Ji pintar bukan main. Ia tahu bahwa Cam-kauw
Sinkai seorang yang pandai dan merupakan lawan berat. Bukan ia
gentar menghadapinya, akan tetapi baru saja ia merobohkan Tai Wi
Siansu.
811
Kalau sekarang ia menghadapi kakek pengemis ini, biarpun ia
dapat menang, akan tetapi ia harus menyerahkan tenaga seperti
yang tadi lakukan dalam menghadapi Tam Wi
Siansu. Dan ini merugikan plhaknya. Kalau ia sudah lelah betul
baru menghadapi Ciang Le nanti, berbahayalah kedudukannya. Oleh
karena itu, ia hendak mengajukan See- thian Tok-ong dan dengan
kata-katanya tadi berhasil memancing keluar See-thian Tok ong.
See-thian Tok-ong sudah pernah merasai kelihaian Ciang Le,
maka sekarang mendengar kata-kata Kong Ji tentu saja ia lebih
suka menghadapi Cam-kauw Sin-kai dan “menyerahkan“ Go Ciang
Le kepada bocah she Liok bekas muridnya yang sekarang sudah
menjadi seorang pemuda lihai bukan main itu.
Atas pertanyaan Kong Ji tadi, See-thian Tok-ong bertukar
pandang dengan puteranya dan di lain saat, Kwan Kok Sun telah
bertindak menghampiri Cam-kauw Sin-kai. Melihat ini, Liok Kong Ji
seperti seorang penjual obat berkata keras kepada para hadirin,
“Inilah dia Ban-beng Sin-tong Kwan Kok Sun, putera tunggal dari
See-thian Tok-ong! Dia tentu saja berhak maju mewakili ayahnya.
Eh, pengemis bangkotan, kau berhati- hatilah menghadapi Saudara
Kwan Kok Sun ini!“
Sambil tertawa, Kong Ji lalu melompat mundur ke dalam
rombongannya sendiri di mana diam-diam ia mengumpulkan tenaga
dan mengatur napas agar kelelahannya dalam bertanding tadi dapat
diusir dan tenaganya menjadi segar kembali dalam persiapan
menghadapi lawan yang lebih berat lagi.
Sementara itu, ketika Cam-kauw Sin-kai melihat bahwa lawan
yang menghdapinya adalah bocah gundul putera See- thian Tok-ong
yang terkenal jahat, segera maju membentak.
“Bocah setan, keluarkan senjatamu! sambil berkata demikian,
Cam-kauw Sin kai menggoyang-goyang tongkatnya dengan sikap
seperti orang hendak menggebuk anjing. Ini bukan gerakan biasa
karena ini merupakan kuda- kuda dari Ilmu Tongkat Cam-kauwtung-
hwat yang terkenal di seluruh dunia kang-ouw, terkenal
sebagai Ilmu Tongkat Pembunuh Anjing yang sukar dikalahkan.
812
Kwan Kok Sun menggerakkan hidungnya. “Jembel tua, untuk
melawan orang macam engkau saja mengapa mesti mengeluarkan
senjata? Kedua tanganku masih kuat untuk merobohkanmu.
Majulah'“
Bukan main marahnya Cam-kauw Sin-kai mendengar ejekan ini.
Ia tadinya sudah segan-segan untuk melawan bocah ini, karena
biarpun sudah dewasa, aneh sekali, pemuda gundul ini masih
kelihatan seperti seorang anak- anak dari sepuluh tahun. Hanya
tubuhnya saja yang besar akan tetapi kedua tangannya kecil, juga
mukanya seperti muka anak-anak. Ia segan karena menghadapi
Kwan Kok sun, ia seperti hendak bertanding melawan ejekan itu, ia
menancapkan tongkatnya ke dalam tanah, lalu melangkah maju
membentak.
“Bocah setan, sombong amat kau. Majulah kalau mukamu sudah
gatal-gatal ingin ditampar!“
Kwan Kok Sun menyerang dengan kedua kepalan tangannya
yang kecil!. Gerakannya kuat dan cepat, mendatangkan desir angin
dan tiba-tiba Cam-kauw Sin-kai mencium bau yang amis
memuakkan. Ia terkejut sekali dan tahu bahwa sebagai putera Seethian
Tok-ong Si Raja Racun, sudah tentu sekali bocah ini pun
seorang ahli racun. Hawa pukulan kedua tangannva saja sudah
membawa bau racun yang kuat dan berbahaya.
Cepat pengemis sakti ini menyembunyikan tangannya ke dalam
lengan baju dan dengan ujung lengan bajunya ia mengebut dan
menangkis pukulan pukulan Kwan Kok Sun. Ilmu Silat Cam kauw
Kun-hwat memang aneh. Ilmu silat ini diciptakan untuk menghajar
orang-orang seperti menghajar anjing, maka gerakan-gerakannya
aneh dan anjing yang bagaimana pun galaknya, tentu akan terpukul
tunggang langgang dengan ilmu silat ini.
Demikian pula kalau menghadapi lawan manusia, ilmu silat ini
amat aneh dan sukar diduga gerakan-gerakannya Giok Seng Cu
sendiri ketika menghadapi murid Cam-kauw Sin-kai yakni pemuda
Coa Hong Kin, dalam segebrakan saja terkena tamparan di
pundaknya oleh pemuda itu yang mempergunakan ilmu Silat Camkauw
Kun-hoat.
813
Baru saja bertempur belasan jurus sudah dua kali Kwan Kok Sun
kena disentil telinganya oleh Cam kauw Sin-kai dengan ujung lengan
baju dan ditampar pundaknya yang membuat pemuda gundul itu
terhuyung huyung dan merasa sakit bukan main. Telmganya
mengeluarkan darah dan pundaknya serasa retak tulangnya. Ia
mengamuk dan tiba- tiba dari jari-jari tangan kiri yang dibuka
menyambar sinar hijau. Inilah bubuk racun yang disebarkan ke arah
muka Cam-kauw Sin-kai.
Kakek pengemis itu adalah seorang tokoh kang-ouw
penggembara yang sudah kenyang makan garam, di samping
pengalamannya banyak sekali tentu saja siang siang ia telah
mengenal senjata racun ini. Dengan ujung lengan baju dilebarkan ia
menggerak-gerakkan kedua tangannya sehingga serangan-serangan
racun itu dapat disampok pergi, kemudian sambil berseru keras ia
menerjang dengan tendangan berantai.
Inilah tendangan That-kauw-soan-hong-twi (Menendang Angin
Dengan Tendangan Berputar-putar), sebuah tipu gerakan dalam
ilmu Silat Cam-kauw-kunhoat. Kwan Kok Sun terkejut sekali dan
biarpun ia juga memiliki gerakan yang gesit, akan tetapi ia hanya
dapat mengelak sampai lima kali tendangan saja.
Tendangan ke enam dan ke tujuh dengan tepat mengenai
pahanya, membuat tubuhnya terlempar ke belakang dan ke dua
kakinya menjadi lumpuh, karena biarpun tulang-tulang pahanya
tidak sampai patah, akan tetapi daging puhanya menjadi hitam biru
dan jalan darahnya tertahan.
Akan tetapi Kwan Kok Sun benar-benar lihai. Setelah terpental, ia
dapat mengatur keseimbangan tubuhnya, sehingga jatuhnva di atas
tanah dalam keadaan duduk. Ketika Cam-kauw Sin-kai mengejar, ia
cepat mengangkat kedua tangannya, digerak-gerakkan bergantian
ke depan.
Dilihat begitu saja, seakan-akan Kwan Kok Sun merasa takut dan
hendak mencegah Cam-kauw Sin-kai turun tangan lebih lanjut atau
maksudnva sudah menerima kalah. Demikian pula tadinya disangka
oleh Cam-kauw Sin-kai sehingga pengemis sakti ini tidak membuat
penjagaan, bahkan hendak maju menghampiri dan menolong bocah
itu berdiri.
814
Akan tetapi alangkah kagetnya ketika ia merasa ada angin
menyambar dari depan menyerang dadanya dengan hebat. Itulah
pukulan Hek- tok ciang yang dilancarkan dan jauh dengan
mengandalkan lenaga hoat-sut (sihir) dari barat! Cam-kauw Sin-kai
tidak sempat mengelak, maka ia cepat mengerahkan tenaga ke
dada menolak. Ia berhasil menolak pukulan itu dan cepat melompat
ke samping, akan tetapi pakaiannya di bagian dada menjadi hangus
dan kulit dadanya terasa gatal-gatal!
“Kurang ajar!“ serunya dan ia telah mengepal tinju hendak
memberi hajaran kepada Kwan Kok Sun, akan tetapi tiba-tiba
pemuda gundul itu telah lenyap. Ternyata ibunya, Kwan Ji Nio, telah
turun tangan menyambar tubuh puteranya. Tentu saja dengan
adanya kejadian ini Kwan Kok Sun dianggap kalah.
Cam-kauw Sin-kai cepat mengeluarkan sebutir pel merah dari
saku bajunya dan ditelannya. Ini hanya untuk penjagaan kalaukalau
pukulan Hek-tok-ciang tadi mengakibatkan luka di dalam
dada. Kemudian ia mcncabut tongkatnya, karena melihat See thian
Tok-ong sudah melompat maju untuk menggantikan puteranya yang
kalah.
“Cam-kauw Sin-kai, jangan kau sombong karena dapat
mengalahkan anak kecil. Inilah lawanmu!“ Sambil berkata demikian,
See-thian Tok-ong mengeluarkan senjatanya yang dahsyat, yaitu
sepasar Ngo-tok Mo-jiauw (Cakar Setan Lima Racun) yang amat
mengerikan.
Akan tetapi Cam-kauw Sin-kai sudah maklum bahwa menjadi
calon bengcu berarti menghadapi lawan-lawan berat, maka ia sudah
siap menghadapi segala resikonya.
Setelah berhadapan, dua orang kakek yang berilmu tinggi ini
mulai saling menyerang dengan seru. Pertempuran kali ini lebih
sengit daripada tadi. Gerakan See-thian Tok-ong benar- benar luar
biasa sekali. Sepasang cakar setan itu bergerak- gerak aneh, seperti
menycrang dengan cara membabi buta, akan tetapi sebetulnya
gerakan-gerakan ini menurutkan sistim silat yang aneh dan jarang
terdapat di pedalaman Tiongkok. Yang amat berbahaya adalah
hawa beracun yang keluar dari sepuluh kuku-kuku panjang dan
cakar itu.
815
Setiap cakar mempunyai lima kuku panjang dan lima warna yang
mengeluarkan bau keras dan tidak enak lima macam, yang satu
lebih hebat dari yang lain. Sekali gurat saja dengan kuku cakar
setan ini akan mendatangkan maut!
Baiknya Cam-kauw Sin-kai memiliki Ilmu Silat Cam- kauw-tunghwat
yang juga amat aneh gerakan-gerakannya dan sukar diduga
perubahan gerakannya. Juga tongkatnya ternyata amat berbahaya
karena setiap serangan merupakan totokan atau tusukan maut.
Oleh karena itu, tidak mudah bagi See-thian Tok-ong untuk
mengalahkan lawannya dalam waktu singkat. Pertahanan Cam-kauw
Sin-kai benar-benar kokoh kuat dan tongkatnya kini meupakan
lingkaran yang sukar sekali diterobos.
Pertempuran kali ini berjalan sampai seratus jurus lebih, masingmasing
mengerahkan seluruh tenaga dan kepandaian, maklum
bahwa lawan amat berat dan sekali terkena serangan berarti
menghadapi bahaya maut. Akan tetapi tak lama pengemis sakti itu
makin terdesak. Yang membuat ia tidak kuat adalah bau dari hawa
beracun yang keluar dari Ngo tok Ma-Jiauw itu. Biarpun ia sudah
menahan napas dan menarik napas amat hati-hati, tidak urung ia
terpengaruh juga oleh hawa beracun itu, yang membuat kepalanya
pening dan pandangan matanya berkunang.
Cam-kauw Sin-kai maklum kalau tidak cepat-cepat dapat
merobohkan lawannya, ia akan kalah. Sambil berseru keras ia lalu
mainkan jurus-jurus terakhir yang paling hebat dari ilmu silatnya.
Tongkatnya melayang-layang turun naik dengan gerakan cepat dan
aneh. Biarpun See-thian Tok-ong lihai bukan main, ia menjadi
terkejut dan bingung. Tak dapat ia menghindarkan diri ketika
tongkat itu menusuk dengan cara tusukan bertubi-tubi yang dimulai
dari atas ke bawah. Sebuah tusukan mengenai pangkal lengan
kirinya dan untuk sedetik lengan kiri itu menjadi lumpuh sehingga
sebuah senjatanya terlepas dari pegangan.
Akan tetapi pada saat yang hampir bersamaan, hanya dua tiga
detik lebih lambat. Ngo-tok Ngo-jiauw di tangan kanan See-thian
Tok-ong berhasil menggurat pundak Cam- kauw Sin-kai! Kakek
pengemis ini merasa pundaknya gatal panas dan seperti ditusuktusuk
jarum. Cepat ia melompat jauh ke belakang dan begitu ia
816
turun ke tanah, ia lalu mengambil segenggam pil penawar racun
yang terus ditelannya! Namun tetap saja ia menjadi limbung dan
terpaksa ia duduk di atas tanah, bersila sambil mengerahkan tenaga
lweekang untuk mengusir pengaruh racun yang hebat itu.
See-thian Tok-ong mengeluarkan suara ketawa aneh. Tangan
kirinya sudah pulih kembali dan kini sepasang Ngo- tok Mo-jiauw
sudah dipegangnya dengan sikap menantang. Ta maklum bahwa
kakek pengemis itu pasti akan tewas, paling lama dalam waktu dua
puluh empat jam lagi.
“Tblis dari barat rasakan pembalasanku!“ Tiba-tiba Coa Hong Kin
membentak marah dan pemuda ini mencahut pedang, hendak
melompat ke tengah lapangan untuk menuntut balas atas kekalahan
suhunya. Akan tetapi sebuah tangan yang amat kuat memegang
pundaknya, mencegahnya dan terdengar suara Ciang Le yang
tenang dan berpengaruh.
“Dia bukan lawanmu. Biar aku menghadapinya. Tangan kuat
yang menahan pundaknya itu terlepas dan tahu-tahu tubuh Ciang
Le sudah berada di tengah lapangan menghadapi See-thian Tokong.
Hong Kin lalu menghampiri suhunya dan dengan bantuan
muridnya. kakek pengemis ini berjalan kembali ke dalam
rombongannya di mana ia lalu direbahkan d atas rumput dan
dirawat oleh Hong Kin dibantu oleh Lie Bu Tek, Hui Lian dan Bi Lan.
Sementara itu, See-thian Tok-ong melihat Ciang Le datang, tanpa
banyak cakap lagi segera menyerang dengan Ngo tok Mo-jiauw,
menyerang bertubi-tubi dengan sepasang senjata itu. Ciang Le tidak
mau berlaku lambat, ia melompat jauh ke kanan untuk
menghindarkan diri dan untuk mencabut pedangnya. See-thian Tokong
sudah pernah merasai kelihatan tangan Ciang Le, maka ia
berlaku hati- hati sekali dan dengan penuh perhatian serta
pengerahan tenaga dan kepandaian, Raja Racun dari barat ini mulai
mendesak Hwa I Enghiong.
Akan tetapi sebentar saja See thian Tok-ong mengeluh di dalam
hati. Ilmu pedang dari Hwa I Enghiong benar-benar hebat dan kuat
luar biasa. Juga pedang yang digunakan oleh Hwa I Enghiong
adalah Kim-kong kiam, pedang yang mengeluarkan sinar emas
seperti pedang Pak kek Sin-kiam, akan tetapi sinar pedang Pak-kek
817
Sin-kiam lebih putih dan lebih gemilang. Biarpun demikian pedang
Kim kong-kiam termasuk pedang pusaka yang ampuh dan kuat.
Dahulu ketika untuk pertama kali bertemu dengan Ciang Le, biarpun
See-thian Tok-ong memegang Pak-kek Sin-kiam, masih saja ia tidak
dapat merobohkan Ciang Le, yang bertangan kosong, maka tentu
saja ia sudah cukup maklum akan kelihaian ilmu silat dari Hwa I
Enghiong. Akan tetapi sekarang lain lagi keadaannya, See-thtan
Tok-ong memegang sepasang senjatanya yang diandalkan, yaitu
Ngo-tok Mo- jiauw dan dalam hal ilmu silat dengan Ngo-tok Mojiauw
sesungguhnya Raja Racun ini jauh lebih lihai daripada kalau ia
menggunakan senjata lain. Ia telah mencipta ilmu silat yang khusus
untuk mainkan sepasang senjata yang mengerikan itu. Dan di
samping ini, betapapun lihai Hwa I Enghiong Go Ciang Le, seperti
Cam-kau Sin-kai tadi ia pun mulai terkena pengaruh bau senjata
aneh Ngo-tok Mo-jiau tadi.
“Celaka,“ pikir Ciang Le sambil memutar pedang Kim- kong-kiam
lebih hebat lagi. “aku harus cepat-cepat merobohkanya!“ Setelah
mengambil keputusan ini dan melihat kesempatan, Ciang Le lalu
menyerang dengan Ilmu Pedang Pak-kek Kiam-hoat bagian yang
paling lihai.
Pedangnya berkelebat mengancam dari atas seperti burung elang
menyambar- nyambar kepala mengeluarkan angin dan suara
mendesing-desing mengerikan. See thian Tok-ong terkejut sekali,
tahu bahwa serangan ini merupakan ancaman maut yang dapat
memenggal leher atau memecahkan kepalanya, maka ia lalu
mengerahkan dan menggunakan sepasang Ngo-tok Mo-jiauw untuk
melindungi kepala dengan memutarnya seperti kitiran cepatnya.
Akan tetapi tiba-tiba Ciang Le berseru.
“Pergilah!“
Tubuh See-thian Tok ong yang besar itu terlempar seperti batang
pohon dilontarkan angin kuat. Inilah kehebatan jurus Ilmu pedang
yang dimainkan oleh Ciang Le tadi. Nampaknya hebat dan dahsyat
menyerang kepala, tidak tahunya kelihaiannya terletak pada
serangan lanjutan yang dilakukan oleh kaki! Ternyata bahwa
pedang yang menyambar-nyambar tadi hanya pancingan belaka
agar lawan yang bagaimana kuat pun akan melindungi kepalanya
818
dan kurang memperhatikan tubuh bagian bawah. Oleh karena itu,
dengan mudah Ciang Le dapat menendang perut See-thian Tok-ong
sehingga tubuh Raja Racun itu terlempar jauh!
Akan tetapi Ciang Le juga terkena pengaruh hawa beracun
sehingga mukanya agak pucat. Baiknya tendangannya tadi kuat
sekali sehingga betapapun kuat tubuh See-thian Tok-ong,
tendangan itu telah mendatangkan luka di dalam perutnya dan tidak
memungkinkan Raja Racun ini bertempur terus. Maka tentu saja
dianggap kalah dan gagal dalam pemilihan bengcu. Orang-orang
yang berpihak kepada Hwa I Enghiong bersorak menyambut
kemenangan ini. See-thian Tok-ong dirawat oleh delapan orang
kawannya, para busu yang menyamar.
“Hwa l Enghiong jangan tiba-tiba berkelebat bayangan yang
cepat luar biasa dan tahu-tahu Kwan Ji Nio sudah menyerangnya
dengan ranting bambu, menotok matanya.
Ciang Le melompat jauh ke belakang ia ragu-ragu, karena selain
kepalanya masih pening akibat pengaruh hawa beracun dari Ngotok
Mo-jiauw, juga ia merasa segan-segan untuk melayani seorang
wanita.
“Mengasolah!“ tiba-tiba ia mendengar suara bisikan isterinya
yang tahu-tahu telah berada di dekatnya. Ciang Le mundur, dan kini
Bi Lan menghadapi Kwan Ji Nio. Dua orang tokoh wanita yang
berilmu tinggi saling berhadapan, bagaikan dua ekor singa betina
hendak saling terkam’
“Kwan Ji Nio, benar-benar girang sekali hatiku dapat bertemu
dengan engkau di sini. Akan puas hatiku dapat melanjutkan
pertandingan yang dahulu.“ Memang kurang lebih sembilan tahun
yang lalu, dalam perebutan Pak-kek Sin-kiam, pernah Kwan ji Nio
bertempur melawan Liang Bi Lan dan See-thian Tok-ong bertanding
melawan Go Ciang Le, sedangkan Kok Sun bertempur menghadapi
Go Hui Lian yang ketika itu, sebagaimana dapat diikuti dalam cerita
bagian depan, tidak dilanjutkan karena Ciang Le, menawan Kok Sun
dan memaksa suami isteri dari barat itu mengembalikan pedang
unuk ditukar dengan Kok Sun.
819
Sekarang dua orang wanita kosen itu berhadapan lagi. Keduanya
sama usianya, kurang lebih empat puluh tahun, sama cantiknya dan
sama ramping tubuhnya. Akan tetapi sikap Bi Lan nampak jauh lebih
gagah.
“Kau menggantikan suamimu untuk menjenguk neraka! Baik,
bersiaplah untuk mampus!“ bentak Kwan Ji Nio yang serentak
mengirim serangan bertubi-tubi dengan rantingnya. Gerakannya
cepat ! bukan main karena nyonya ini adalah ahli ilmu meringankan
tubuh yang disebut Te in-hang (Lompatan Tangga Awan) sehingga
ketika ia bergerak dalam serangan-serangannya, tiada ubahnya
seperti seekor burung walet menyambar-nyambar. Kedua kakinya
seperti tak pernah menyentuh tanah.
Bi Lan mengeluarkan suara ketawa mengejek dan di lain saat
nyonya ini pun lenyap dari pandangan mata. Hanya sinar pedangnya
saja yang nampak, menjadi gulungan sinar yang bundar, dan kedua
kaki yang kadang-kadang kelihatan menyentuh bumi menyatakan
bahwa nyonya ini masih ada di dalam bungkusan gulungan sinar
pedang itu! Kali ini Kwan Ji Nio menemui batu keras! Kali ini ia
menjumpai tandingan yang juga seorang ahli ginkang luar biasa.
Bi Lan telah mendapat latihan ginkang dari orang aneh, sepasang
tosu kembar bernama Thian-te Siang-mo yang memiliki ginkang luar
biasa (baca Pendekar Budiman). Dahulu ketika masih muda, Bi Lan
telah dijuluki orang Sian- li Eng-cu (Bayangan Bidadari) karena
memang gerakannya amat cepat sehingga kalau ia bergerak, yang
kelihatan hanya bayangannya saja.
Kali ini pertempuran benar-benar hebat, mengalahkan kehebatan
pertempuran yang lalu. Hal ini memang tidak aneh, karena
keduanya adalah ahli-ahli gin-kang yang kepandaiannya sudah
memuncak, maka dalam pertempuran ini, orang-orang hanya
melihat gulungan sinar pedang dan gulungan sinar ranting yang
saling belit dan saling tindih menjadi satu sukar diketahui mana
yang lebih kuat.
Delapan puluh jurus telah lewat dan pertempuran makin
memuncak saking ramainya. Hui Lian berdiri menonton sambil
meremas-remas tangannya. Ta merasa meyesal mengapa tidak dia
saja yang tadi menggantikan ayahnya. Ta khawatir kalau-kalau
820
ibunya akan kalah, sungguhpun ia dapat melihat betapa ibunya kini
medesak hebat kepada Tawannya. Kalau dia yang maju, Hui Lian
merasa pasti dapat merobohkan Kwan Ji Nio, paling lama dalam
pertandingan lima puluh jurus. Biarpun masih kalah hebat dalam
ginkang oleh ibunya akan tetapi dalam ilmu pedang, kiranya ia
masih lebih mahir daripada ibunya. Tni adalah karena dia telah
mempelajari Pak-kek Kiam-sut sedangkan ibunya tidak.
Akan tetapi ketika memperhatikan lagi, Hui Lian menarik napas
lega. Tbunya pasti menang, dan benar saja, terdengar jerit
kesakitan, ranting terlempar jatuh dan tubuh Kwan Ji Nio melompat
ke ke belakang. Ta jatuh dengan kedua kaki di atas tanah,
terhuyung huyung dan darah mengucur dari pahanya. Cepat Kong Ji
menyuruh ahli-ahli pengobatan rombongannya merawat. Sejak tadi
pun ia sudah menyuruh kawan-kawannya merawat See-thian Tokong
dan Kwan Ji Nio dan Kwan Kok Sun. See-thian Tok-ong yang
melihat pihaknya kalah semua, tentu saja menerima baik bantuan
pemuda ini karena setelah dia dan anak isterinya kalah, paling baik
sekarang menjagoi Kong Ji dan membantunya! Demikianlah sifat
orang jahat. Mudah berubah, penjilat, dan pengecut. Selalu memilih
tempat untuk keuntungannya sendiri tanpa memperdulikan
kegagahan, keadilan, dan kejujuran.
Kini dari pihak Liok Kong ji muncul Giok Seng Cu. ”Aku mewakili
Tung-nam Tui-bengcu,” katanya dengan suara kasar, “sekarang
calon yang masih ada hanyalah Tai bengcu dan Go Ciang Le.
Semenjak dahulu, Hwa I Enghiong hanya nienyembunyikan diri saja,
mengapa sekarang tiba-tiba muncul hendak menduduki kursi
bengcu? Apakah dia benar-benar begitu ingin menjadi bengcu?”
Ucapan Giok Seng Cu ini penuh sindiran, membuat Bi Lan marah
sekali.
“Giok Seng Cu, suamiku mengingini kedudukan bengcu masih
tidak begitu memalukan, tidak seperti engkau yang begitu
merendahkan diri menjadi kaki tangan seorang penjahat muda yang
pernah menjadi muridmu. Di manakah kulit mukamu? Ketahuilah,
suamiku tidak begitu ingin menjadi bengcu, hanya karena pilihan
orang lain maka terpaksa ikut dalam lomba ini. Akan tetapi bukan
semata- mata untuk meramaikan pemilihan, melainkan semata-mata
821
untuk menghadapi manusia-manusia jahat yang hendak
mempergunakan kepandaian menduduki kursi bengcu!“
Giok Seng Cu tersenyum mengejek “Bi Lan, kau masih saja
bermulut besar seperti dulu. Pergilah dan biarkan suamimu yang
maju!“ Giok Seng Cu melakukan tantangan ini karena ia melihat
Hwa I Enghiong Go Ciang Le masih bersila sambil meramkan mata
mengira bahwa CiangLe masih terluka dan karenanya iato bera ni
menantang.
“Untuk melayani manusia rendah macam engkau saja, cukup
dengan pedangku. Majulah!“ kata Bi Lan sambil menyerang. Terjadi
pertempuran hebat yang ke lihatannya berat sebelah karena Giok
Seng Cu hamya bertangan kosong. Akan tetapi pada hakekatnya,
kakek rambut pandang inilah yang mendesak Bi Lan dengan
pukulan- pukulan Tin-san-kang. Sedangan pedang Bi Lan cukup ia
layani dengan kibasan kedua lengan bajunya saja, sedangkan
pukulan-pukulan Tin-san-kang dari jarak jauh membuat Bi Lan
kewalahan. Nyonya ini baiknya memiliki kegesitan luar biasa
sehingga dapat mengelak ke sana ke mari, hanya hawa pukulan
saja yang menyerempet dan membuat pakaiannya berkibar-kibar.
Akhirnya Bi Lan tak kuat menghadapi lawannya lebih lama lagi, ia
bertempur sambil mundur.
“Ibu, kau sudah lelah. Biar aku menggantikanmu!” tiba- tiba
terdengar bentakan nyaring dan Hui Lian sudah menyerang Seng Cu
dengan pedangnya, sedangkan Bi Lan lalu melompat mundur untuk
beristirahat karena ia betul betul lelah menghadapi Giok Seng Cu
yang lihai.
Sebelum tertangkap oleh Kong Ji, Hui Lian sudah bertempur
melawan Giok Seng Cu dan telah melukai kulit lengannya dengan
ujung pedangnya. Oleh karena inilah gadis itu menjadi berani dan
besar hati menghadapi Giok Seng Cu yang dianggapnya bertenaga
besar akan tetapi tidak memiliki kepandaian tinggi.
la tidak tahu bahwa ketika melawannya sampai tergores pedang
kulit lengannya, Giok Seng Cu tidak melawannya dengan sungguhsungguh.
Kakek ini tidak berani melukainya seperti yang dipesan
oleh Kong Ji dan dalam pertempuran seperti itu, Giok Seng Cu
hanya mengelak dan tak pernah menyerangnya. Serangan satu822
satunya yang diajukan selalu hanyalah usaha untuk menangkapnya
hidup-hidup tanpa melukai dirinya. Tentu saja dalam pertempuran
seperti itu, Giok Seng Cu tidak dapat mengeluarkan semua
kepandaiannya dan karena itulah ia sampai terluka oleh goresan
pedang Hui Lian.
Akan tetapi sekarang lain lagi. Mereka berada di gelanggang
pertempuran yang sungguh-sungguh dan tak terdengar perintah
sesuatu dari Kong Ji. Oleh karena inilah Giok Seng Cu lalu
menyerang dengan sepenuh tenaga dan mengeluarkan semua
kepandaiannya. Hui Lian terkejut dan cepat-cepat melakukan
perlawanan sengit.
Kong Ji berdiri tegak dengan hati tak enak. Tadi ia sudah terkejut
sekali melihat munculnya Hui Lian dan Coa Hong Kin yang ternyata
telah ditolong oleh Wan Sin Hong.
Gagallah rencananya unmemaksa Ciang Le dengan mengancam
Hui Lian yang sudah tertawan. Sekarang ia melihat gadis itu
melakukan perlawanan sengit terhadap Giok Seng Cu, benar-benar
hatinya tidak enak sekali. la dapat meramalkan bahwa nona itu
pasti akan kalah oleh Giok Seng Cu.
Hal ini memang tidak apa-apa baginya, akan tetapi ia tahu betul
akan silat kepandaian Giok Seng Cu. Kakek ini mengandalkan
kelihaiannya semata-mata atas kemahiran ilmu silat dan senjatanya
yang ampuh adalah Pukulan Tin- san-kang. OLeh karena setiap
orang lawan dari kakek ini kalau kalah tentu akan roboh terkena
pukulan Tin-san-kang dan ini berarti lima bagian tewas, tiga bagian
terluka berat di dalam tubuh dan hanya dua bagian masih ada
harapan hidup!
Bagi Kong Ji, kalau sampai Hui Lian tewas memang tidak apaapa.
Akan tetapi di dalam hati kecilnya ada rasa sayang kepada
bekas sumoinva ini dan ia tidak tega kalau melihat Hui Lian tewas.
Apalagi ia tahu bahwa kalau hal ini terjadi, permusuhan dengan
pihak Hwa I Enghiong akan menjadi makan besar dan selamanya ia
takkan merasa aman lagi. Dengan orang seperti Go Ciang Le itu
lebih aman bersahabat daripada bermusuh, lebih baik menjadi
kawan daripada menjadi lawan. Setidaknya jangan menanam rasa
823
permusuhan besar dan dendam yang melahirkan pembalasanpembalasan.
Diam-diam Kong it mengeluarkan suatu dari saku bajunya dan
memandang ke arah pertempuran dengan penuh perhatian. Saat
yang dikhawattrkan tiba. Ketika nona itu menyerang dengan
pedangnya secara cepat sekali. Giok Seng Cu membuang diri ke kiri,
terus bergulingan di atas tanah. Ini merupakan pancingan yang
hanya dimengerti oleh Kong ji. Akan tetapi Hui Lian mengira bahwa
ia telah dapat mendesak, maka dengan hati besar ia mengejar.
Tiba-tiba Giok Seng Cu membalikkan tubuh dan selagi tubuhrnya
masih mendekam, ia mengirim pukulan Tin-san kang ke arah Hui
Lian! Inilah hebatnya pancingan itu. Pukulan Tin-san-kang memang
dilakukan dengan tubuh merendah, makin rendah makin kuatlah
pukulan itu, maka dalam bergulingan Giok Seng Cu selain
memancing lawan datang mengejar, juga dapat mengatur
kedudukan yang amat baik untuk melakukan pukulan tiba-tiba.
Hui Lian melihat ini dan mengerti namun terlambat. Ketika ia
mengelak angin pukulan Tin san-kang sudah menghantamnya
biarpun ia sudah mengelak, pundaknya masih terdorong, membuat
ia terguling! Giok Seng Cu mengeluarkan seruan girang, melompat
dan mengejar, bermaksud mengirim pukulan ke dua yang tentu
akan mematikan gadis itu. Terdengar Bi Lan menjerit dan Ciang Le
menahan napas. Tentu saja kalau mereka mau, mereka dapat
menyerang Giok Seng Cu, akan tetapi ini bukanlah laku orang
gagah. Mereka ini lebih baik kehilangan puteri daripada harus
melanggar peraturan kang-ouw.
Pada saat Giok Seng Cu memukul, kakek ani berteriak kesakitan
mengurungkan pukulannya, bahkan ia sendiri terhuyung-huyung
lalu berlari mendekati Kong Ji. Di pundaknya telah menancap tiga
batang Hek-tok-ciam (Jarum racun Hitam) yang dilepas oleh Kong Ji
dalam usahanya menolong Hui Lian.
Dengan muka sebentar pucat sebentar merah Hui Lian kembali
ke rombongannya. Kong Ji setelah mengobati pundak Giok Seng Cu,
lalu melompat ke tengah lapangan. Ciang Le juga melompat
menghadapinya dengan Hwa I Enghlong berkata singkat.
824
“Kami telah berhutang nyawa anak kami kepadamu.“ Kong Ji
menjura dengan hormat. “Harap maafkan Giok Seng Cu Suhu yang
lancang tangan. Memang tidak sedikit pun aku mempunyai maksud
bermusuhan denganmu. Kalau saja kau suka mengalah dan
membiarkan aku menduduki kursi bengcu, bukankah ini berarti
saling menolong dan menghindarkan pertandingan pertandingan
yang membahayakan nyawa?”
Ciang Le tak dapat menjawab. ia bingung sekali. Ia memang
harus membela kedudukan bengcu agar jangan terjatuh dalam
tangan orang seperti Kong Ji. Akan tetapapi di lain pihak, sebagai
seorang gagah ia harus ingat budi. Betapapun jahatnya Kong Ji,
baru saja tak dapat disangkal bahwa tanpa pertolongan Kong Ji
yang mengorbankan pembantunya sendiri sampai dilukainya, sudah
dapat ditentukan nyawa Hui Lian melayang di tangan Giok Seng Cu.
Budi menolong nyawa
adalah budi besar, hanya
dapat dilunasi dengan
menolong nyawa pula. Ciang
Le berdiri bengong, kagum
dan juga ngeri menyaksikan
kelicikan dan kepintaran Liok
Kong Ji. Bocah ini benarbenar
seorang iblis yang
kelak akan membahayakan
dunia.
Pada saat itu, terdengar
suara orang-orang yang
hadir di situ dan semua mata
memandang ke satu jurusan.
Tentu saja Kong Ji dan Ciang
Le juga tertarik dan mereka
ikut menoleh. Kong Ji
mengeluarkan seruan marah dan kaget sedangkan Ciang Le
terheran-heran ketika melihat siapa yang datang itu.
Dengan sikap gagah dan senyum yang menambah cantiknya.
Siok Li Hwa berjalan diikuti oleh pasukannya dan di sampingnya
825
berjalan seorang pemuda membikin kaget, marah, dan heran semua
orang. Pemuda itu yang berjalan dengan sikap tenang dan
sederhana, sepeti juga sederhananya pakaiannya, bukan lain adalah
Wan Sin Hong.
Kong Ji kaget setengah mati hampir ia tak dapat mempercayai
kedua matanya sendiri. Wan Sin Hong sudah menjadi korban jarum
Hek-tok-ciam dan jarum hijau dari Li Hwa, bagaimana sekarang
datang lagi dalam keadaan segar dan sehat? Dan mengapa
sekarang berjalan dalam suasana persahabatan dengan Li Hwa?
Hatinya berdebar tidak karuan dan ia merasa tidak enak.
Sebaliknya, Ciang Le tidak heran melihat Wan Sin Hong dalam
keadaan masih hidup dan sehat karena ia sudah mendengar dari
Hui Lian tadi siapa adanya orang yang terkena jarum-jarum yang
dilepas oleh Kong Ji dan ketua Hui-eng-pai. Ia hanya heran melihat
Wan Sin Hong berani muncul di tempat itu.
Bagaimanakah Wan Sin Hong yang tadinya sudah roboh oleh
jarum rahasia dan dibawa pergi tubuhnya oleh seorang aneh yang
bermuka merah dan dikejar oleh Li Hwa, kini datang dalam keadaan
sehat bersama Siok Li Hwa? Mengapa mereka tidak kelihatan
bermusuhan dan kemanakah perginya Si Muka Merah yang aneh
tadi? Baiklah kita mengikuti pengalaman Hui-eng Niocu Siok Li Hwa
ketika melakukan pengejaran kepada Wan Sin Hong yang
dipondong pergi oleh manusia muka merah yang aneh.
-oo0mch-dewi0oo-
Jilid XXX
SEPERTI telah dituturkan di bagian depan, Hui-eng Niocu Siok Li
Hwa yang merasa penasaran karena belum dapat membunuh Wan
Sin Hong yang mencemarkan nama baik perkumpulannya, ketika
melihat tubuh Sin Hong dibawa lari oleh orang yang bermuka
merah, lalu mengejar terus bersama rombongannya.
Belum lama ia mengejar dan tiba di sebuah hutan di lereng Bukit
Ngo-heng-san itu, ia melihat orang yang dikejarnya tadi sedang
berlutut. Wan Sin Hong direbahkan di atas tanah dan orang itu
kelihatan sedang merawat luka-luka yang diakibatkan oleh jarum826
jarum rahasia. Orang itu sedang asyik menusuk-nusuk bagian
terluka tadi dengan jarum-jarum emas dan perak, sedangkan jarum
Hek-tok-ciam dan jarum hijau yang tadi melukai Wan Sin Hong telah
dicabuti dan kini diletakkan di atas sehelai kain putih.
Orang demikian asyiknya mengobati luka-luka dan duduknya
membelakangi Li Hwa sehingga tidak mendengar atau melihat
datangan Siok Li Hwa dan anak buahnya.
Siok Li Hwa ragu-ragu. Pedangnya sudah siap di tangan, akan
tetapi ia termangu-mangu ketika menyaksikan betapa orang yang
menolong Wan Sin Hong itu tengah mengobati luka-luka yang
ditimbulkan antara lain oleh jarum-jarum hijaunya.
“Serahkan penjahat Wan Sin Hong kepadaku!“ akhirnya ia
membentak dengan suara keras.
Orang yang disangkanya orang aneh bermuka merah itu menoleh
dan melihat wajah orang ini, Li liwa mengeluarkan jerit ngeri dan
takut demikian pula para anak buahnya mengeluarkan jerit kaget
dan muka mereka pucat. Pandang mata mereka sebentar ditujukan
kepada Wan Sin Hong yang menggeletak di atas bumi, kemudian
dialihkan kepada orang yang berlutut dan yang tadinya disangka
orang bermuka merah. Memang aneh sekali dan bagi para gadis ini
tentu saja merupakan hal yang aneh dan mengerikan karena baik
bentuk badan maupun wajah kedua orang pemuda itu, baik yang
berbaring maupun yang berlutut merawat, bagaikan tangan kanan
dan tangan kiri. Serupa benar!
Saking bingung dan gugupnya, Li Hwa lalu melontarkan sebatung
jarum hijau kepada pemuda yang sedang berlutut dan sedang
mengobati luka-luka di tubuh pemuda yang rebah itu. Pemuda yang
berlutut itu tengah memegangi jarum emas dan perak yang
dipergunakan untuk menusuk-nusuk bagian yang terkena jarum
beracun, maka ia tidak keburu nienangkis atau mengelak. Dengan
tenang ia lalu melembungkan kedua pipinya dan... sekali meniup
jarum hijau itu runtuh ke tanah!
Mata Li Hwa yang tajam dan bening itu terbelalak kaget. Mana
mungkin orang meniup runtuh jarum hijaunya? Memang benar
827
jaram itu kecil dan ringan saja akan tetapi telah disambitkan dengan
penggunaan tenaga lweekang istimewa.
Seorang dengan tenaga lweekang biasa saja jangan harap akan
dapat melontarkan jarum itu demikian cepat dan kuatnya. Akan
tetapi bagaimanakah tenaga yang mendorong jarum itu menjadi
punah begitu terkena angin tiupan pemuda itu? Setankah dia?
“Nona, tenanglah dan jangan galak-galak dulu. Tidakkah kau
melihat betapa hebat luka saudara ini? Biarkan aku mengobatinya
lebih dulu baru kita bicara. Pengaruh jarum hijaumu tidak berbahaya
akan tetapi Hek-tok-ciam benar-benar merupakan senjata rahasia
beracun keji sekali!“ Kembali pemuda itu tekun merawat yang luka
dan sama sekali tidak mempedulikan Li Hwa.
Ketua Hui-eng-pai ini berdiri bengong dan merasa malu kepada
diri sendiri. tidak ada muka untuk menyerang lagi dan akhirnya ia
malah melangkah mendekati dan dengan para anak buahnya berdiri
di belakangnya, dia menonton cara pengobatan itu. Kagum ia
melihat betapa cekatan jari-jari tangan pemuda yang mengobati.
Setelah menusuk-nusuk dengan enam jarum emas dan perak, lalu
menggunakan pisau tajam untuk melakukan operasi dan
mengeluarkan darah yang hitam dan kehijauan dari luka-luka akibat
jarum rahasia tadi. Setelah membersihkan luka-luka, ia lalu
menempelkan obat di atas bekas luka, dan dengan secawan arak ia
memberi minum obat kepada Si sakit mg masih pingsan. Akhirnya ia
membereskan baju si sakit yang tadi dibukanya dan sambil
tersenyum ia memandang kepada Li Hwa.
“Sudah beres, nyawanya tertolong, biarpun ia harus beristirahat
sedikitnya seratus hari.“
Siok Li Hwa memandang tajam dan ia merasa bulu tengkuknya
berdiri melihat persamaan yang luar biasa antara dua orang pemuda
itu.
“Siapa kau?“ tanyanya, mengharap akan mendapat jawaban
bahwa pemuda ini adalah saudara kembar dari Wan Sin Hong yang
menggeletak pingsan di atas tanah. Akan tetapi jawaban pemuda
yang tersenyum-senyum tenang ini membuat bulu-bulu tengkuknya
berdin lagi, juga para pengikutnya mengeluarkan seruan tertahan
828
sambil menutup mulut yang berbibir merah dengan jari-jari tangan
ketika pemuda itu menjawab.
“Namaku Wan Sin Hong.“
“Kau... Wan Sin Hong...? Kalau begitu... siapa... siapakah
orang........ itu...?“ Li Hwa menunjuk ke arah pemuda yang terluka
tadi.
Sin Hong tersenyum duka. “Dia ini siapa aku sendiri pun belum
tahu, akan tetapi biarpun ia agaknya serupa benar dengan aku, aku
berani pastikan bahwa dia bukan Wan Sin Hong.“
“Kalau begitu kaulah orangnya yang berbuat jahat kepada Cun
Eng. Jahanam, bersiaplah kau untuk mampus!“ Li Hwa lalu bersikap
hendak menyerang dengan pedangnya, juga tiga puluh sembilan
orang gadis rombongannya mencabut pedang masing-masing
sehingga terdengar suara “Sraatt!“ yang nyaring.
Sin Hong menggeleng-gelengkan kepalanya, kecewa dan
berduka.
“Nasibku yang buruk. Nona, sebelum kau membunuhku, maukah
kau memberi tahu kepadaku apa sebabnya kau dan kawankawanmu
ini begitu membenci Wan Sin Hong?“
“Bangsat besar jangan coba berpura-pura! Kau telah
mengganggu Cun Eng dan …..“
“Nanti dulu...! Siapa itu Cun Eng...?”
Siok Li Hwa marah bukan main, pedang hijaunya berkelebat
menyerang. Sin Hong tidak bergerak hanya berkata. “Kau ini
seorang nona cantik jelita yang lancang dan ceroboh!“ Pedang hijau
itu terhenti di tengah udara tidak jadi menusuk dada.
“Kau….. kau setan... kau berani bilang aku lancang dan
ceroboh?“ bentak Hui eng Nio-cu Siok Li Hwa saking marahnya
mendengar makian ini, sampai tadi ia menunda gerakan pedangnya
dan lupa untuk menyerang lagi.
Sin Hong mengangguk. “Memang kau lancang dan ceroboh, dia
inilah buktinya! Kalau kau tidak lancang dan ceroboh dan kau mau
mempergunakan sedikit pertimbangan dan akal budi, masa kau
829
sampai salah tangan melukai orang yang tidak berdosa? Sekarang
tanpa penyelidikan lagi, kau sudah memastikan harus membunuhku,
yakin betulkah kau bahwa aku benar-benar orang berdosa terhadap
orang yang kau namakan Cun Eng? Bagaimana kalau sampai kau
salah tangan lagi?“
Li Hwa nampak ragu-ragu. “Habis kau... kau bernama Wan Sin
Hong, dan kami memang mencari penjahat Wan Sin Hong'“
Kini Sin Hong menarik napas panjang “Sudah terlampau banyak
perbuatan-perbuatan keji dan jahat dilakukan oleh seorang bernama
Wan Sin Hong. Aku yang bernama Wan Sin Hong sama sekali tidak
tahu-menahu tentang kejahatan-kejahatan itu. Hal ini mempunyai
dua kemungkinan. Pertama, ada seorang penjahat yang namanya
betul-betul sama dengan namaku dan kemungkinan kedua, ada
seorang jahat yang sengaja memakai namaku dengan maksud
memburukkan namaku. Kemungkinan kedua inilah yang kurasa
tepat dan sekarang sedang kuselidiki. Sekarang, melihat wajah
orang ini yang serupa betul dengan aku, dan yang juga diserang
orang karena disangka Wan Sin Hong, aku sengaja merampasnya
dan mengobatinya karena siapa tahu kalau-kalau benar orang ini
yang selama ini memakai nama Wan Sin Hong dan membikin cemar
namaku. Kalau betul demikian, dia harus hidup dulu untuk
membuka semua rahasia dan untuk mengaku mengapa ia begitu
benci kepadaku dan melakukan segala macam kejahatan atas
namaku. Akan tetapi, aku masih ragu-ragu. Orang dengan wajah
seperti ini tak mungkin jadi penjahat !“
Tiba tiba muka Sin Hong menjadi merah, ketika ia melihat
pandang mata Li Hwa. Gadis ini memandang kepadanya dengan
mata berseri dan mulut tersenyum.
Semua ucapan Sin Hong termakan betul oleh hatinya dan
dianggap penuh cengli. Akan tetapi kata-kata terakhir tadi
mendatangkan geli pada hatinya, tak tertahan lagi gadis ini tertawa.
Karena semenjak kecil ia hidup di tempat terasing, ketawanya tidak
seperti gadis-gadis lain yang selalu malu-malu dan bersopan-sopan
dengan menutupi mulut dengan tangan. Gadis ini tertawa dengan
bebas, memperlihatkan gigi yang putih dan berbaris rapi.
“Kenapa kau mentertawaiku?“ Sin Hong mengerutkan alisnya.
830
“Kau manusia sombong, memuji-muji diri sendiri. Kiranya di
dunia ini tidak pernah ada orang memujimu, maka memuji diri
sendiri“
“Aku? Memuji diri sendiri? Bagaimana maksudmu?“
“Bukankah kau tadi bilang bahwa orang dengan wajah seperti dia
itu tidak mungkin jadi penjahat?“
Tiba-tiba Sin Hong tertawa. Kini mengertilah dia. Memang,
dengan mengatakan demikian, karena wajah orang itu serupa benar
dengan wajahnya, sama artinya dengan menyatakan bahwa orang
dengan wajah seperti wajahnya sendiri, tak mungkin jadi penjahat!
“Nona, ketahuilah. Di dunia ini terdapat seorang iblis jahat yang
sepak terjangnya selain keji sekali, juga ia licin dan berbahaya.
Salah satu di antara kecurangannya adalah penggunaan namaku
untuk perbuatan-perbuatan jahatnya. Aku sedang mengumpulkan
keterangan dan bukti-bukti dan sekarang tiba saatnya aku membuka
kedoknya. Nona siapakah dan coba kauceritakan perbuatan apakah
yang dilakukan oleh penjahat yang mempergunakan namaku itu?“
Sekarang Siok Li Hwa mulai percaya kepada pemuda ini. Memang
ia pikir tidak mungkin pemuda yang bersikap seperti ini seorang
penjahat keji. Ia menceritakan peristiwa yang terjadi atas diri Cun
Eng itu dan memperkenalkan diri.
Sin Hong mengerutkan alisnya. “Hemm, keparat jahanam betul
iblis itu. Di mana sekarang Nona Cun Eng?“
“Dia sudah meninggal dunia, membunuh diri.“ Li Hwa lalu
menuturkan bagai-mana Cun Eng telah membunuh diri di puncak
Ngo-heng-san.
“Apakah dia tidak mengenal muka penjahat itu?“
“Tidak, karena di dalam gelap, hanya penjahat itu mengaku
bernama Wan Sin Hong.“
“Hemmm, seperti yang sudah-sudah juga begitu. Dan di antara
kalian adakah yang sudah pernah melihat si penjahat itu?“
Li Hwa menggelengkan kepala.
831
“Kalau begitu lebih-lebih lagi kau tidak boleh sembarangan
menyerangku, Nona. Masih baik kalau benar-benar dugaanmu
bahwa akulah orang jahat itu. Akan tetapi kalau keliru, bagaimana?
Seorang gagah tidak berlaku sewenang-wenang, apalagi merupakan
pantangan besar bagi seorang gagah untuk mencelakai orang yang
tidak berdosa.“
“Wan Sin Hong, kalau benar kau bernama Wan Sin Hong dan
tidak merasa berdosa, kau sendiri yang harus dapat mencuci
namamu yang sudah dikotori orang. Kalau memang kau tidak
melakukan perbuatan-perbuatan jahat, kau harus dapat menangkap
orang yang memalsukan namamu. Setelah penjahatnya tertangkap
baru aku dapat percaya bahwa kau tidak berdosa. Kalau tidak ada
bukti itu, bagaimana aku bisa percaya?“
“Kau kira aku enak-enak saja? Berbulan-bulan aku sudah
menyelidiki dan mengikuti jejak penjahat itu dan kiranya sekarang
sudah dekat. Aku minta pertolongan beberapa orang anak buahmu
untuk menjaga saudara ini di sini dan marilah kita naik ke puncak.
Kiranya, kalau tidak meleset perhitunganku, di puncak itulah akan
dapat kubongkar semua rahasia ini.“
Demikianlah Sin Hong dan Li Hwa lari menuju ke Puncak Ngoheng-
san pada saat Liok Kong Ji sedang berhadapan dengan Go
Ciang Le dan pemuda itu telah mendesak Ciang Le dengan katakata..
Di sepanjang jalan menuju ke puncak, Sin Hong minta
keterangan dan Li Hwa tentang keadaan dipuncak. Gadis itu yang
makin lama makin tertarik dan suka kepada Sin Hong, menceritakan
semua dengan jelas, betapa Cam-kauw Sin-kai terluka hebat dan
lain lain.
“Kau pun dipilih oleh Cam-kauw Sin-kai menjadi seorang calon
bengcu.“ katanya sebagai penutup penuturannya, “dan aku pun
masuk mencalonkan diri!“ Kata-kata ini diiringi suara ketawanya
yang merdu.
Sin Hong memandang kepadanya sambil tersenyum. ’Gadis ini
luar biasa dan amat menarik hati’, pikir Sin Hong. Akan tetapi ia
merasa khawatir mendengar betapa Cum-kauw Sin-kai terluka oleh
832
Ngo-tok Mo-jiauw, juga mendengar pengemis tua itu memilihnya
sebagai calon bengcu. ’Agaknya di antara semua tokoh itu, hanya
kakek pengemis ini yang masih menaruh kepercayaan padaku’, pikir
Sin Hong. Ia lalu mengajak Li Hwa mempercepat perjalanan ke
puncak.
Setelah tiba di puncak, tanpa memperdulikan semua orang yang
memandang kepadanya, ada yang terheran heran, yang kaget, dan
ada yang marah-marah. Ia langsung berlari mendekati Cam-kau
Sinkai yang masih rebah dan dirawat oleh Hui Lian, Bi Lan dan Hong
Kin. Bi Lan melompat dan memandang kepada Sin Hong dengan
mata penuh selidik. Hui Lian mukanya berubah sebentar pucat
sebentar merah ketika melihat pemuda, sedangkan Hong Kin
menjadi bengong dan mukanya pucat sekali. Mimpikah dia Pemuda
yang baru datang yang dipanggil Wan Sin Hong ini, mengapa begitu
serupa dengan Pangeran Wanyen Ci Lun?
Hong Kin amat setia dan mencinta Pangeran Wanyen Ci Lun,
maka begitu melihat Wan Sin Hong ia bertanya,
“Di mana Wanyen Siauw-ongya?“
Sin Hong menoleh kepadanya, tak mengerti apa yang
dimaksudkan.
“Siapa?“
“Pangeran Wanyen Ci Lun, yang tadi dibawa pergi oleh orang
muka merah, dia… serupa benar dengan engkau...“
“Ah... jadi dia itu pangeran?“ Hanya ini saja yang diucapkan oleh
Sin Hong dan dadanya berdebar, apalagi ia mendengar bahwa
pangeran itu mempunyai nama keturunan Wanyen, yakni nama
keturunan ayahnya, ’Wanyen Kan! Dia masih saudaraku’ pikirnya.
Akan tetapi pada saat itu seluruh perhatiannya dicurahkan kepada
Cam- kauw Sin-kai dan tanpa mempedulian yang lain-lain, ia cepat
berlutut dan memeriksa keadaan Cam-kauw Sin-kai.
“Kau...?“ Kakek itu berkata lemah. Napasnya sudah empasempis
dan mukanya tidak karuan, ada tanda tanda warna hitam,
merah. hijau dan warna lain lagi. Inilah kehebatan racun dari Ngotok
Mo-jiauw’
833
“Locianpwe, aku tidak berani mendahului kehendak Thian. Akan
tetapi menurut pendapatku yang bodoh, lukamu tak dapat
disembuhkan lagi. Racun yang mengandung hawa Im dan racun lain
yang mengandung hawa Yang sudah memasuki darah. Kalau tidak
kuobati, dalam waktu sehari semalam kau akan tewas. Dengan
pengobatanku juga hanya dapat memperpanjang waktu sampai tiga
hari tiga malam. Bagaimana? Apakah aku harus mengobatimu?“
Kakek pengemis itu menggeleng kepalanya. “Tak usah... sehari
semalam sudah cukup lama... kau bereskan saja urusan ini…. jaga
baik-baik jangan sampai orang lain menjadi bengcu... Wan-sicu
maukah kau bersumpah bahwa penjahat Wan Sin Hong itu bukan
kau orangnya?“
Sin Hong cepat mengeluarkan pisau perak kecil dan mulai
memotong urat-urat yang akan menghambat perjalanan racun ke
jantung. Juga ia menotok sana sini sehingga akhirnya kakek itu
tidak merasa sakit sama sekali. Kemudian baru ia menjawab. “Tak
perlu bersumpah, Locianpwe. Apa artinya sumpah kalau tidak ada
bukti-bukti? Tetap saja tidak dicaya orang. Biarlah, sekarang juga
aku hendak membongkar bukti-buktinya!“ Sambil berkata begitu ia
masih asyik menotok dan memijit tubuh kakek pengemis itu.
“Wan Sin Hong penjahat terkutuk. Menyerahlah untuk
kubelenggu, jangan menanti aku menurunkan tenaga besi!“
Bentakan ini diucapkan oleh Bu Kek Siansu ketua Bu-tong-pai
yang sudah berada di situ bersama Leng Hoat Taisu. Akan tetapi
Wan Sin Hong yang asyik merawat Cam-kauw Sin-kai itu tidak
peduli sekali atas bentakan Bu Kek Siansu, melirik pun tidak.
Bu Kek Siansu melangkah maju dan menggunakan dua jarinya
menotok pundak Sin Hong, dengan maksud membuat pemuda itu
tidak berdaya. Juga Sin Hong tidak peduli, melirik pun tidak.
Pundaknya terkena totokan jago tua dari Bu tong-pai itu.
“Duk!“
“Ayaaa...!“ Bukan Sin Hong yang terguling, melainkan tosu
berjenggot panjang yang bertubuh tinggi kurus itu yang melompat
ke belakang dan cepat ia mengurut-urut dua batang jari tangannya
yang tadi dipakai menotok karena dua jari tangan itu telah menjadi
834
salah urat. Bagaimana bisa begini? Tak lain karena Bu Kek Siansu
berlaku ceroboh dan tadi melihat pemuda itu tidak melakukan
perlawanan, lalu berlaku sembarangan karena ia pun tidak mau
melukai pemuda yang tidak melawan. Maksudnya hanya akan
membikin pemuda itu tak berdaya. Akan tetapi siapa kira setelah
dua batang jari tangannya menyentuh kulit pundak, pundak ini dari
sebelah dalam mengeluarkan hawa panas dan agak di goyang
sedikit sehingga jari tangan kakek itu terserang tenaga yang luar
biasa membuat tenaga totokan membalik dan membuat urat-urat
dalam jari tangan itu terpukul sendiri! Inilah kelihaian hawa sinkang
yang sudah tinggi sekali.
Tadinya Bu Kek Siansu dan Leng Hoat Taisu yang duduknya di
bagian lain, melihat munculnya Wan Sin Hong, menjadi marah
karena mengira bahwa penjahat muda yang lihai ini tentu akan
membikin onar. Maka tanpa berpikir panjang mereka lalu
mendatangi tempat itu dan Bu Kek Siansu lalu menyerangnya. Akan
tetapi ketika Leng Hoat Taisu melihat bahwa pemuda yang berlutut
itu sebetulnya sedang mengobati suhengnya, Cam-kauw Sin-kai,
menjadi tercengang dan tidak bergerak, terpaku di situ saking
herannya.
Sebaliknya Bu Kek Siansu yang merasa ia dibikin malu, tidak
melihat hal ini saking malu dan marahnya. Tangan kirinya sudah
memegang pedang dan sambil membentak, “Penjahat keji lihat
pedangku!“ ia lalu menyerang
“Trangg...!“ Pedangnya tertangkis oleh sinar hijau yang ternyata
adalah pedang hijau yang dipegang oleh Siok Li Hwa. Gadis ini tadi
melihat segala yang terjadi dan merasa penasaran menyaksikan
kakek Ketua Bu-tong pai yang bertindak sembrono saja itu.
“Kau membela penjahat ini?“ bentak Bu Kek Siansu marah, juga
kaget dan heran karena tadi ia saksikan sendiri betapa Ketua Huieng-
pai ini amat benci kepada Wan Sin Hong dan mencarinya untuk
dibunuh.
“Sabarlah kakek tua. Kalau kau tidak sabaran dan mudah marahmarah
usia tak dapat panjang!“ jawab Li Hwa. “Memang betul dia
ini Wan Sin Hong, akan tetapi tunggu sampai dia membuktikan
bahwa dia tidak berdosa dan bahwa namanya dipergunakan oleh
835
orang lain. Aku sendiri pun sedang menunggu pembuktian ini. Selain
itu, tidakkah kaulihat, bahwa dia tengah mengobati Cam-kau Sin-kai
yang terluka berat’“
Sementara itu, Cam-kauw Sin-kai yang sudah tidak merasa sakit
lagi, cepat bangkit dan duduk bersila, lalu berkata kepada Sin Hong.
“Wan-sicu, lekas kau bereskan semua ini!“
Sin Hong kini membungkus alat-alat pengobatannya, kemudian
perlahan bangkit berdiri. Matanya menyapu orang-orang yang
berada di situ dan melihat Lie Bu Tek berdiri di dekat Ciang Le, ia
lalu menghampiri pendekar buntung itu dan menjatuhkan diri
berlutut di depan Lie Bu Tek.
“Gihu, harap selama ini kau dalam sehat saja,“ kata-katanya
amat mengharukan hati Lie Bu Tek. Ingin sekali pendekar buntung
ini memeluk anak angkatnya yang amat dikasihinya akan tetapi ia
menahan perasaan hatinya dan hanya kedua matanya dikejapkejapkan
menahan runtuhnya air mata. Akhirnya ia dapat juga
mengeluarkan kata-kata yang terdengar berat dan serak.
“Buktikan dulu kebersihanmu, baru kau datang kepadaku.“
Wan Sin Hong memberi hormat lalu berdiri, untuk sejenak
berpandangan dengan ayah angkatnya, dua pasang mata
memandang penuh rindu dan akhirnya Sin Hong memeluk ayah
angkatnya.
“Mohon berkahmu, Gihu....“ ia melepaskan pelukannya dan
berjalan dengan langkah tenang dan lambat ke tengah lapangan.
matanya selalu ditujukan kepada Kong Ji. Lie Bu Tek mengikuti
putera angkatnya dengan mata digenangi butir air mata,
mengikutinya dengan pandang mata penuh kasih sayang.
“Benar-benarkah dia tidak berdosa?” kata-kata ini terlepas dan
mulut Ciang Le yang terharu juga menyaksikan sikap Sin Hong
terhadap Lie Bu Tek.
Lie Bu Tek menggerakkan pundaknya. “Kita sama-sama lihat
saja!“
836
Juga Bi Lan berbisik di dekat puterinya. “Pemuda itu aneh sekali.
Benar-benarkah dia seorang penjahat besar dan keji?“
Tak terasa Hui Lian mengepal tangannya dan berkata, “Entahlah,
Ibu, akan tetapi aku pernah melihat dia mengejar dan mencoba
menculik seorang gadis cantik.“ Terdengar suara menggetar penuh
kekecewaan dan kegetiran dalam suara ini dan terbayanglah semua
pengalamannya dengan Wan Sin Hong.
Sementara itu, Cam-kauw Sin-kai memanggil Go Ciang Le dan
isterinya.
Tentu saja Ciang Le merasa heran dan cepat-cepat bersama Bi
Lan ia mendekati kakek yang bersila itu, lalu berlutut dan duduk
bersila pula.
“Go-taihiap dan Lihiap, tak lama lagi aku mati. Sebelum itu, aku
hanya ingin bicara sedikit untuk penghabisan kali karena kalau
pembicaraan ini selesai, aku hendak menghabiskan sisa hidupku
menikmati cara bagaimana pemuda she Wan itu menyelesaikan
semua perkara ini. Go-taihiap, kau dan isterimu sudah melihat
muridku, Coa Hong Kin. Dia seorang yang baik dan melihat
hubungannya dengan puterimu, biarpun sekarang bukan saat yang
tepat dan bukan di tempat sang patut, mengingat usiaku tak
panjang lagi, aku mengajukan lamaran kepada putrimu agar
menjadi calon jodoh murindku Hong Kin.“
Ciang Le dan istennya saling pandang, sukar untuk memutuskan
perkara yang muncul tiba-tiba ini. Sebagai suami isteri yang saling
mencinta, kedua orang ini saling dapat mengerti perasaan hati
masing-masing hanya dengan saling pandang saja, tadi mereka
sudah menyaksikan ketulusan dan kebaikan hati Hong Kin yang
tidak segan-segan mengakui Soan Li sebagai isterinya hanya untuk
memberikan muka keluarga Go Ciang Le, maka di dalam hati kedua
suami iste ri ini memang sudah ada perasaan suka kepada Hong
Kin. Apalagi Hong Kin adalah murid terkasih dari Cam kauw Sin-kai
dan pemuda itu selain memiliki pribadi baik juga wajahnya tampan
dan kepandaian silatnya lumayan. Apalagi yang menjadi halangan?
Ciang Le dan Bi Lan saling memberi tanda dengan mata. Mereka
harus memberi keputusan sekarang karena usia kakek pengemis itu
takkan lama lagi.
837
Ciang Le menoleh kepada Cam kau Sin-kai dan berkata,
“Pinanganmu kami terima, Lo-enghiong. Semoga muridmu dapat
membahagiakan hidup puteri kami.“
Cam-kauw Sin-kai berseri wajahnya dan dengan tangannya ia
melambai kepada Hong Kin, pemuda ini cepat menghampiri suhunya
dan alangkah kagetnya ketika suhunya berkata,
“Lekas kau memberi hormat kepada calon gakhu (ayah mertua)
dan gakbo-mu mertua)!“ Karena suhunya menudingkan jari kepada
Ciang Le dan Bi Lan, maka dengan hati berdebar girang Hong Kin
lalu menjatuhkan diri berlutut memberi hormat kepada Ciang Le dan
Bi Lan sebagai calon- calon ayah dan ibu mertuanya!
Saking girangnya dan ingin menikmati saat yang terakhir, Camkauw
Sin-kai timbul kegembiraannya dan dipanggilnya Hui Lian.
“Nona mantuku, lekas kau mendekat. Aku ingin memberi berkah
kepadamu dalam saat terakhir ini!“
Tentu saja Hui Lian yang sejak tadi miemperhatikan Wan Sin
Hong, tidak mengerti maksudnya dan mengira kakek yang
menderita luka berat ini sudah berubah ingatannya. Akan tetapi Bi
Lan membantunya dan berkata. “Mendekatlah, Lian-ji, dan lakukan
permintaan Cam-kauw Lo-enghiong. Ketahuilah, bahwa telah diikat
tali perjodohan antara kau dan Coa Hong Kin.“
Merah sekali wajah Hut Lian mendegar ini dan ia memandang
kepada Hong Kin dengan lirikan matanya, kemudian pandang
matanya menyapu wajah ayah bundanya dan Cam-kauw Sin-kai.
Dan dibayangkan betapa hati dan perasaan gadis ini tergoncang
hebat dan pikirannya menjadi bingung. Seperti kilat cepatnya
pikirannya melayang dan terbayanglah wajah Sin Hong wajah
Pangeran Wanyen Ci Lun dan wajah Hong Ki Kemudian teringat pula
akan semua kebaikan yang telah dilakukan oleh Hong Kin. Ketika
matanya melirik kepada wajah ayah bundanya, ia dapat
membayangkan kepastian yang tak dapat dibantah lagi.
Tak terasa lagi dua butir air mata menggenangi sepasang mata
yang jeli itu dan dengan kedua kaki gemetar Hui Lian lalu berlutut di
depan Cam-kauw Sin kai. Kakek pengemis ini lalu meletakkan ke
838
dua tangan ke atas kepala Hui Lian, mulutnya berkemak kemik
membaca doa.
Sementara itu, di lereng Bukit Ngo heng-san terjadi hal lain yang
hebat juga.
Orang muda yang terluka oleh jarum-jarum beracun, dan yang
menggeletak di dalam hutan dan ditolong orang bermuka merah,
sebetulnya adalah Pangeran Wanyen Ci Lun. Seperti telah
diceritakan di bagian depan, Pangeran Wan-yen Ci Lun berpamit
kepada kaisar untuk pergi sendiri menyelidiki keadaan pemilihan
bengcu di puncak Ngo-heng- san. Dengan menyamar sebagai orang
biasa, Pangeran Wanyen Ci Lun pergi ke Ngo heng-san. Pangeran
ini sebetulnya juga bukan seorang yang lemah. Sejak kecil, di
samping pelajaran ilmu sastera yang tinggi, dia juga mempelajari
ilmu silat dari para busu yang tinggi kepandaiannya sehingga
pangeran ini memiliki ilmu yang lumayan juga.
Karena ia melakukan perjalanan cepat ia dapat selalu mengamatamati
perajalanan See-thian Tok-ong dan juga dapat mengawasi Hui
Lian dan Hong Kin. Alangkah terkejutnya ketika ia melihat betapa
Hui Lian dan Hong Kin tertawan oleh Kong Ji dan kawan-kawannya.
Dengan amat cerdik, Wanyen Ci Lun dapat menyelundup ke
dalam rombongan orang-orang Kwan-cin -pai yang pakaiannya
macam-macam itu setelah mereka tiba di puncak Ngo-heng san.
Dengan hati-hati ia lalu berusaha untuk menolong dan
membebaskan Hui Lian dan Hong Kin dan seperti telah dituturkan di
bagian depan, usaha ini berhasil setelah diam-diam mendapat
bantuan orang yang tidak memperlihatkan diri.
Scbetulnya, seperti pembaca telah dapat menduga, penolong
tersembunyi itu adalah Wan Sin Hong sendiri. Kemudian setelah
Wanyen Ci Lun keluar dari rombongan orang-orang Kwan-cin pai
bersama Hui Lian dan Hong Kin, dan terkena jarum beracun,
muncullah orang tersembunyi atau Wan Sin Hong itu yang ternyata
telah mengenakan obat pengganti warna muka sehingga mukanya
menjadi merah sekali. Wan Sin Hong menolong Wanyen Ci Lun dan
membawanya lari sampai kemudian meninggalkan pangeran itu
setelah mengobatinya, di bawah penjagaan sepuluh orang anggauta
Hui eng-pai.
839
Pangeran Wanyen Ci Lun tidak begitu sembrono dan bodoh
untuk melakukan perjalanan yang berbahaya dan jauh itu seorang
diri saja tanpa kawan. Sebetulnya, diam- diam ia pun telah
mengerahkan pasukan kepercayaannya yang terdiri dari tiga puluh
orang, untuk menyusul perjalanannya dan menjaga di lereng Ngoheng-
san, menjaga kalau-kalau ada terjadi sesuatu yang
memerlukan bantuan mereka. Sungguh tidak tersangka sama sekali
bahwa ia baru menyelundup ke dalam pasukan Kwan-cin-pai dan
akhirnya terluka, maka hal ini tidak ketahuan oleh pasukan
pengawalnya yang datang belakangan.
Demikianlah, setelah ia diobati oleh Wan Sin Hong dan
ditinggalkan di dalam hutan, akhirnya ia siuman dan alangkah
herannya ketika ia mendapatkan dirinya berbaring di atas rumput
dan dijaga oleh sepuluh orang gadis yang cantik-cantik dan
kelihatan gagah-gagah.
“Mimpikah aku...?“ bisiknya, kemudian ia teringat bahwa ia telah
terluka dan pundaknya terasa sakit bukan main.
“Ah... tentu aku sudah mati dan kalian ini bidadari-bidadari
sorga....“
Karena Pangeran Wanyen Ci lun memang tampan wajahnya,
mendengar kata-kata ini para gadis penjaga itu saling pandang dan
tertawa cekikikan.
“Nona-nona manis, jangan ganggu aku. Ceritakanlah di mana
aku berada. Benar-benar matikah aku?“
Seorang di antara para gadis itu menjawab. “Belum, kau belum
mati, baru hampir. Apakah namamu Wan Si Hong?“
“Bukan, namaku Wanyen Ci Lun.“ meraba pundaknya yang sakit
dan melihat obat yang tertempel di situ ia segera bertanya.
“Siapakah yang menolongku? Apakah kalian yang mengobati lukalukaku
ini?“
Gadis-gadis itu menggeleng kepala mereka yang cantik. “Kau
ditolong oleh seorang bernama Wan Sin Hong, dan yang mukanya
sama benar denganmu....
“Ke mana dia sekarang“
840
“Ke puncak sana bersama Niocu.“
“Siapakah itu Niocu?“
“Ketua kami, sudahlah, kau harus istirahat di sini dan kami
ditugaskan menjagamu.“
Karena memang tubuhnya masih lemas dan pundaknya masih
amat sakit rasanya, Wanyen Ci Lun tidak banyak membantah. Tibatiba
terdengar bentakan-bentakan nyaring.
“Lepaskan Siauw-ongya...!“
Muncullah tiga puluh orang pengawal yang baru sekarang tiba di
situ dan melihat pangeran itu dijaga oleh sepuluh orang gadis,
mengira bahwa majikan mereka ditawan. Sebaliknya sepuluh orang
gadis itu tentu saja tidak membiarkan orang mendekati pemuda
yang diserahkan penjagaan mereka. Cepat mereka mencabut
pedang dan segera meyerang! Memang gadis-gadis ini boleh
dibilang setengah liar, hidup di dalam hutan di puncak gunung, tak
pernah bergaul dengan dunia ramai, maka watak mereka keras
sekali.
Sebaliknya, para pengawal yang menduga bahwa gadis- gadis ini
tentulah sebangsa penjahat wanita, lalu melakukan perlawanan,
maka terjadilah pertempuran hebat. Para pengawal adalah orangorang
pilihan yang berkepandaian tinggi akan tetapi di lain pihak
para gadis pun merupakan orang-orang kepercayaan Siok Li Hwa,
merupakan anggauta anggauta Hui-eng-pai yang sudah tinggi
ilmunya, maka pertempuran itu bukan main serunya.
Tiba-tiba di antara gerombolan pohon berkelebat bayangan
orang dan tahu-tahu seorang gadis cantik yang berwajah pucat
menerobos masuk memandang wajah Pangeran Wanyen Ci Lun
yang menggeletak di atas tanah, kemudian secepat kilat ia
menyambar tubuh itu dipondongnya dan dibawa lari!
“Lepaskan Siauw-ongya...!“ lima orang pemimpin pasukan
pengawal itu membentak dan cepat mengejar, sedangkan
pengawal-pengawal yang lain masih ramai bertempur melawan
gadis Hui-eng-pai.
841
Akan tetapi gadis bermuka pucat yang membawa lari tubuh
Wanyen Ci Lun itu memiliki ginkang yang luar biasa. Biarpun ia
memondong tubuh seorang muda, akan tetapi para pengejarnya ia
dapat menyusulnya. Makin lama makin jauh dan akhirnya lenyap
dari pandangan mata para pengejarnya!
Demikianlah peristiwa yang terjadi di lereng gunung dan biarlah
kita meningalkan pertempuran antara gadis-gadis Hui-eng-pai
melawan para pengawal pribadi Pangeran itu, dan mari kita
menengok lagi ke atas, ke puncak Gunung Ngo-heng-san di mana
terjadi peristiwa yang lebih hebat.
Di puncak bukit, Wan Sin Hong berjalan perlahan ke tengah
lapangan. Semua mata memandang ke arahnya. Tiba-tiba didahului
oleh Liok Kong Ji, orang-orang di situ berseru. “Tangkap penjahat
Wan Sin Hong! Bunuh penjahat Wan Sin Hong!“
“Bu Kek Siansu, kau sebagai pemimpin pertemuan ini, apakah
tidak bisa menenteramkan mereka? Wan Sin Hong seorang calon,
dia berhak bicara!“ kata Cam-kauw Sin-kai.
Terpaksa Bu Kek Siansu berlari ke tengah lapangan dan dengan
kedua tangan diangkat ke atas ia berseru mengerahkan
lweekangnya.
“Cuwa-enghiong, bukan begitu caranya membereskan perkara.
Andaikata benar Wan Sin Hong seorang penjahat keji yang harus
dibasmi, akan tetapi pada saat ini dia adalah calon bengcu yang di
pilih oleh Cam-kauw Sin-kai. Oleh karena itu, dia berhak bicara
sebagai calon bengcu untuk membela diri“
Keadaan menjadi reda dan Wan Sin Hong menjura kepada Bu
Kek Siansu selaku ucapan terima kasih. Akan tetapi Bu Kek Siansu
tidak mempedulikan, bahkan lalu meninggalkan tempat itu. Wan Sin
Hong tidak merasa sakit hati karena maklum bahwa kakek Ketua
Bu-tong- pai itu tentu masih menganggap ia seorang penjahat
besar. Ta tersenyum pahit, kemudian ia memandang kepada Liok
Kong Ji dengan sinar mata menyala nyala. Lalu disapunya semua
hadirin dengan pandang matanya sebelum ia bicara. Suaranya
tenang dan lantang.
842
“Cuwi-enghiong yang mulia. Memang benar bahwa aku adalah
Wan Sin Hong dan aku mengaku pula bahwa selama beberapa
bulan ini, di dunia muncul seorang penjahat yang melakukan segala
macam perbuatan kotor dan keji dan penjahat itu mengaku
bernama Wan Sin Hong!”
“Sudah terang dosa-dosamu, penjahat besar, masih banyak
omong lagi?“ Kong Ji berteriak. “Manusia macam kau harus
dibunuh!”
Teriakan ini disambut oleh anak buahnya, “Bunuh...! Bikin
mampus penjahat Wan Sin Hong!“
Sin Hong tersenyum dan mengangkat kedua tangannya.
“Pernahkah di antara para hadirin melihat sendiri penjahat ini?
Bukankah aneh sekali bahwa setiap kali penjahat itu melakukan
kejahatannya ia sengaja meninggalkan nama Wan Sin Hong tanpa
berani memperlihatkan mukanya? Di antara yang hadir, tadinya ada
dua saksi yang pernah bertemu muka dengan penjahat itu, yang
pertama adalah Nona Cun Eng anggauta Hui-eng- pai. Sayang dia
sudah membunuh diri karena tidak tidak tahan mendengar
penghinaan yang diucapkan oleh seorang yang hadir di sini“ Setelah
berkata demikian Sin Hong menatap wajah Kong Ji dengan tajam.
Akan tetapi Kong Ji hanya menyeringai dan membalas
pandangan dengan penuh ejekan. “Orang ke dua adalah Nona Gak
Soan Li murid dari pendekar besar Hwa I Enghiong. Akan tetapi
sayang Nona Gak Soan Li juga sudah turun gunung, sama saja
halnya, tidak tahan mendengar kata-kata yang keluar dari mulut
busuk seorang yang hadir di sini!“
“Bohong...! Penjahat Wan Sin Hong mencari alasan kosong
untuk membersihkan diri. Serbu dan bunuh saja!“ Kong Ji berteriak.
Sin Hong mengangkat tangan. “Tahan...!“ Orang-orang yang
tadinya sudah siap menyerbu, tertegun karena suara itu
mengandung pengaruh yang luar biasa sehingga Ciang Le sendiri
diam-diam terkejut sekali. “Semua keributan dipelopori oleh Liok
Kong Ji. Eh, Kong Ji, apakah kau sekarang sudah menjadi seorang
pengecut besar? Kalau kau memang berani, tunggulah, nanti akan
tiba saatnya kita berhadapan satu sama lain tanpa tangan kaki843
tanganmu! Cuwi enghiong, aku adalah seorang calon bengcu, aku
berhak memberi keterangan sejelasnya!” Keadaan menjadi tenang
kembali dan pada wajah Kong Ji terbayang kecemasan.
”Aku ulangi lagi, kalau saja Nona Gak Soan Li tidak terpengaruh
oleh racun berbahaya, tentu dia akan menjadi saksi utama akan
kebinatangan seorang yang selalu menggunakan nama Wan Sin
Hong untuk mengelabuhi mata orang lain dan sekalian untuk
merusak namaku. Kalau saja Nona Soan Li berada di sini, kiranya
aku akan dapat mencoba menyembuhkannya agar ia dapat
membuat pengakuan sejujurnya. Kalau sudah terjadi demikian,
dunia akan terbuka matanya dan akan mengalihkan pandangan
menuntut dari aku kepada orang itu!” Dengan telunjuknya Sin Hong
menuding ke arah Liok Kong Ji yang menjadi pucat sekali.
”Bohong! Omong kosong!” katanya gagap.
Giok Seng Cu tampil ke depan. ”Wan Sin Hong, bisa saja kau
mempengaruhi orang-orang di sini dengan lidahmu yang berbisa.
Aku sendiri menjadi saksi dan mau bersumpah bahwa aku pernah
melihatmu bersama Nona Gak Soan Li. Kau hendak menggunakan
Nona itu sebagai saksi? Ha, ha, ha, tentu saja akan membelamu.
Pernah aku melihatmu betapa engkau memijat-mijat kedua
pahanya. Ha, ha, ha, aku masih merasa muak dan malu sekali kalau
teringat akan pemandangan itu!”
Hui Lian dan Bi Lan mengeluarkan suara tertahan. Sebagai
wanita-wanita sopan mereka merasa tertusuk sekali mendengar
kata-kata ini. Sebaliknya, Li Hwa hanya memandang kepada Wan
Sin Hong saja, penuh perhatian karena hendak melihat bagaimana
pemuda itu membela diri terhadap tuduhan yang amat memalukan
ini.
Akan tetapi Wan Sin Hong hanya tersenyum, tetap tenang.
Hanya suaranya saja terdengar menggeledek ketika menjawab.
“Giok Seng Cu, setelah menjadi anjing dari Liok Kong Ji, kau
ternyata pandai sekali bicara. Di waktu aku masih kecil kau mencoba
membunuhku di puncak Luliang-san. Kemudian ketika kau bertemu
dengan Nona Gak Soan Li kau telah memukul kedua pahanya
dengan pukulan Tin-san-kang sehingga dua paha nona itu remuk
844
tulang-tulangnya. Baiknya aku keburu datang dan menolong
mengobati kedua pahanya yang kau katakan memijit-mijit itu.
Hemm, semua orang yang mengerti ilmu pengobatan tentu akan
tahu bahwa menyambung tuang patah masih mudah, akan tetapi
membenarkan tulang-tulang yang remuk akibat pukulanmu tidaklah
mudah. Aku memijit-mijit pahanya untuk mengobati, apakah
salahnya? Kemudian kau pula menculiknya dan tentu kau telah
bersekongkol dengan Liok Kong Ji. Kau ini orang tua yang sudah
bejat batinmu, sungguh memalukan sekali kalau mendiang Pak
Hong Siansu mendengar tentang sifat pengecut dari muridnya.“
Belum habis Sin Hong bicara, Giok Seng Cu sudah mengeluarkan
suara geraman seperti singa dan tiba-tiba ia menerkam dengan
pukulan Tin-san-kang kearah dada Sin Hong. Pemuda ini tidak
berkisar dari tempatnya melainkan menggerakkan kedua tangan
yang kiri dari atas yang kanan dari bawah.
Aneh sekali, hawa pukulan Tin-san-kang yang biasanya
membunuh orang dari jauh tanpa tangan yang memukul menyentuh
kulit, kini musnah kekuatannya bahkan nampak kakek itu seperti
dibetot ke depan dan tahu-tahu lehernya telah dicekal oleh tangan
kiri Sin Hong dan tangan kanan pemuda itu sudah memegang ikat
pinggangnya. Kemudian dengan gerakan yang luar biasa cepatnya,
tanpa menggerakkan kedua kaki, tubuh kakek itu sudah diangkat ke
atas dibanting ke bawah.
“Brukkk...!“ Saking kerasnya bantingan dan saking kuatnya
tubuh Giok Seng Cu, tubuh bagian bawah dari kaki sampai ke paha
amblas ke dalam tanah!
Wan Sin Hong tersenyum. “Itu tadi adalah pukulan Tin-san-kang
yang sudah mematahkan kedua paha Nona Gak Soan Li. Dan
beginilah nasib orang jahat, Giok Seng Cu, aku masih belum begitu
tega untuk menewaskanmu, mengingat bahwa kau masih terhitung
murid keponakan dari Suhu Pak Kek Siansu. Pergilah!”
Kembali tangan kiri pemuda itu bergerak dan tahu-tahu tubuh
Giok Seng Cu telah “tercabut“ dari tanah dan kini dilemparkan ke
arah Liok Kong Ji. Kong Ji menerima tubuh Giok Seng Cu yang
pingsan dan sekali melihat ia tahu bahwa kakek itu telah patah
845
kedua tulang kakinya! Wan Sin Hong kembali bicara kepada orang
banyak seakan-akan tak pernah terjadi sesuatu.
’’Setelah berbulan-bulan melakukan penyelidikan dengan susah
payah, bahkan telah mengalami usaha-usaha membunuhku yang
dilakukan oleh penjahat yang merusak namaku, di antaranya aku
dicoba untuk dikubur hidup- hidup di lereng gunung Luliang-san,
akhirnya berhasil jugalah usahaku dan ternyata bahwa iblis jahat
yang selama ini merusak namaku bukan lain adalah Liok Kong Ji!“
“Jahanam bermulut jahat!“ Kong Ji membentak dan di lain saat
pedang Pak kek Sin-kiam sudah berada di tangannya. Akan tetapi ia
didahului oleh Bu Kek Siansu yang diiringi oleh Leng Hoat Taisu
ketua Thian-san-pai dan Tai Wi Siansu ketua Kun-lun-pai yang kini
sudah dapat memulihkan kekuatannya. Tadi Tai Wi Siansu telah
terluka hebat oleh Kong Ji, akan tetapi berkat obat dari Kun-lun-pai
dan tenaga lweekangnya yang tinggi, biarpun lukanya belum
sembuh betul, akan tetapi tenaganya sudah pulih. Kini mendengar
ucapan Wan Sin Hong, tiga orang tua tokoh besar kang-ouw ini
cepat datang karena menganggap keterangan itu amat penting dan
perlu dibuktikan kebenarannya.
“Wan Sin Hong bukti-bukti bahwa kau tidak berdosa belum ada,
mengapa kau bahkan menimpakan semua kesalahan kepada Liok
Kong Ji. Apakah bukti dari tuduhanmu ini,” tanya Tai Wi Siansu.
Pertanyaan ini kalau didengar begitu saja seakan-akan Tai Wi
Siansu membela Liok Kong Ji. Akan tetupi sebetulnya dia dan dua
orang kawannya cepat bertindak untuk mencegah Kong Ji
menyerang Wan Sin Hong sebelum rahasia dibuka, dan untuk
memberi kesempatan kepada Sin Hong menjelaskan tuduhannya.
“Sam-wi Locianpwe, apakah Samwi masih belum tahu bahwa di
dalam permilihan bengcu ini pun, jahanam Kong Ji telah
mempergunakan siasat busuk? Apakah di sini terdapat tokoh-tokoh
semua partai? Apakah semua ketua partai belum hadir di samping
Sam wi Locianpwe?“
“Semua hadir, biarpun bukan ketuanya, akan tetapi partai-partai
lain mengirimkan wakil masing-masing.“
“Betulkah itu? Adakah wakil dari partai Teng-san-pai di sini?“
846
Kong Ji yang tidak mengira bahwa Sin Hong sudah tahu akan
pemalsuan wakil ini, berkata keras, “Tentu saja ada! Mereka inilah
wakilnya dengan membawa surat kuasa. Partai-partai besar,
termasuk Teng-san-pai telah memilihku!“ Kong Ji berkata demikian
untuk menjatuhkan Sin Hong atau untuk membuat pemuda itu
kecele.
Akan tetapi, Sin Hong bergerak cepat dan sekali berkelebat ia
telah dapat menangkap seorang di antara wakil-wakil Teng-san-pai
itu. Ta mengangkat orang itu tinggi-tinggi dan biarpun orang itu
hendak memukul, namun ia tidak bergeming di dalam cengkeraman
tangan kiri Sin Hong yang amat kuat.
“Samwi Locianpwe, lihatlah baik-baik. Dia ini bukan wakil dari
Teng-san-pai Wakil dari Teng-san-pai telah dibunuh di tengah
perjalanan, surat kuasanya dirampas dan diganti oleh anjing-anjing
ini. Semua ini tentu pekerjaan orang she Liok si iblis jahat!“
Mendengar ini, Kong Ji menjadi makin pucat dan diam-diam ia
telah memberi isyarat kepada anak buahnya untuk bersiap sedia
menyerbu. Adapun Tai Siansu dan kawan-kawannya menjadi kaget
setengah mati. Bu Kek Siansu merampas orang itu dari tangan Sin
Hong, membantingnya ke bawah lalu mengancamnya.
“Betulkah itu? Hayo kau mengaku terus terang sebelum
kuhancurkan kepalamu!“
Tiba-tiba orang itu menjerit dan roboh terguling dalam keadaan
tidak bernyawa lagi. Dia telah terkena pukulan Tin-san-kang dari
jauh yang dilakukan oleh Kong Ji.
Sin Hong tertawa. “Tentu orang lain tidak tahu bahwa kau yang
membunuhnya, akan tetapi aku tahu bahwa orang itu terbunuh oleh
pukulan Tin-san-kang, pukulan yang telah meremukkan tulang paha
Nona Soan Li, yang sudah melukai Tai Wi Siansu Locianpwe!“
Tai Wi Siansu kaget sekali akan ketajaman mata Sin Hong yang
sekali pandang saja sudah tahu bahwa ia terluka oleh Pukulan Tinsan-
kang. “Sam-wi sekarang tentu tahu dan dapat menduga bahwa
partai-partai lain yang menyokong Kong Ji, bukanlah wakil-wakil
yang sesungguhnya, melainkan orang-orang palsu yang merampas
surat kuasa!“
847
Semua orang kini memandang kepada Kong Ji. Pemuda ini
membusungkan dada dan berkata lantang, “Kalian orang-orang
bodoh, mudah saja ditipu oleh penjahat besar Wan Sin Hong. Mana
buktinya semua tuduhannya kepadaku itu. Kalau aku yang menjadi
penjahatnya, apa buktinya dan siapa saksinya? Kalau dia sudah
banyak bukti perbuatannya yang terkutuk. Apakah kalian buta dan
tidak dapat melihat bahwa hal itu menipu?”
Tai Wi Siansu, Bu Kek Siansu, Leng Hoat Taisu adalah tokohtokoh
besar yang tidak mau bertindak sembarangan dan tidak mau
mereka begitu saja percaya kepada Sin Hong. Teringat akan
pertemuan mereka dahulu dengan Sin Hong, Tai Wi Siansu berkata
pada pemuda ini.
“Wan Sin Hong, tentang keadaan Liok Kong Ji bisa kami selidiki
nanti, akan tetapi tentang kau sendiri yang hendak membebaskan
diri dari tuduhan. Apa jawabanmu tentang gadis yang mengaku
telah kau ganggu dan yang dahulu membunuh diri dengan
melempar diri ke dalam jurang?“
Sin Hong tersenyum. “Bagus, Tai Wi Siansu, memang segala apa
harus secara terang-terangan, adil dan tidak berat sebelah. Tentang
itu tentu saja aku sudah menyelidiki dan ketahuilah bahwa aku
dapat membongkar rahasia ini, sebagian adalah karena gadis itu.
Aku sudah bertemu dengan dia dan sebentar Samwi ini semua
Enghiong yang berada di sini akan mendengar sendiri keterangan
dari mulutnya.“
Kong Ji terkejut bukan main dan pada saat itu terdengar pekik
yang nyaring pekik yang sudah didengar oleh semua orang yang
berada di situ, yakni pekik seperti suara burung garuda, tanda dari
Hui-eng-pai. Mendengar pekik ini dari lereng gunung, Siok Li Hwa
lalu membalas dengan pekiknya yang lebih nyaring dan gadis ini lalu
berlari cepat sekali. Sin Hong mengerutkan kening dan setelah
berpikir sejenak ia berkata,
“Sam-wi Locianpwe, aku harus pergi sebentar!“ Baru saja katakatanya
habis diucapkan, tubuhnya sudah berkelebat lenyap
menyusul Li Hwa.
848
Ternyata bahwa yang mengeluarkan pekik tadi adalah para
anggauta Hui-eng-pai yang sedang bertanding melawan para
pengawal pribadi Pangeran Wanyen Ci Lun. Melihat betapa seorang
gadis pucat yang cantik dan cepat gerakannya, telah memondong
dan melarikan Wanyen Ci Lun dan mereka sendiri tidak berdaya,
mengejar, para gadis Hui-eng-pai ini lalu memberi tanda kepada
ketua mereka.
Sebaliknya, para pengawal pangeran itu mengira bahwa gadis
cantik yang melarikan Pangeran Wanyen Ci Lun adalah kawan dari
para gadis yang bertempur dengan mereka maka mereka terus
mendesak dan menyerang dengan hebat. Para gadis Hui eng-pai itu
benar-benar lihai karena sebentar saja sudah ada beberapa orang
lawan yang roboh terkena pedang. Akan tetapi mereka terdesak dan
terkurung karena kalah banyak.
Ketika Li Hwa tiba di situ, ia masih marah sekali melihat anak
buahnya dikeroyok. Sekali pedang hijau berkelebat, robohlah dua
orang pengawal. Li Hwa hendak mengamuk terus, tiba-tiba lengan
kanannya ada yang memegang dan terdengar suara Sin Hong,
“Nona, perlahan dulu. Lebih baik kita kita selidiki siapa mereka
ini.“
Li Hwa mencoba untuk mengerahkan tenaga, meronta dan
melepaskan lengannya, akan tetapi sia-sia saja sehingga diam-diam
ia kagum bukan main akan kelihaian pemuda ini. Adapun Sin Hong
setelah melepaskan lengan Li Hwa, lalu menghadapi orang-orang itu
yang kini berdiri bengong dan memandangnya seperti orang melihat
setan. Bagaimana mereka tidak terheran-heran kalau kini tiba-tiba
saja melihat Pangeran Wanyen Ci Lun yang tadi terluka dan dibawa
lari gadis pucat itu kini tiba-tiba sudah berdiri di hadapan mereka
dengan pakaian berbeda? Melihat betapa pangeran ini mempunyai
hubungan baik dengan para gadis cantik, para pengawal menjadi
ketakutan, takut kalau dimarahi karena penyerangan mereka tadi.
Maka cepat-cepat mereka lalu menjatuhkan diri berlutut dan
seorang di antara mereka berkata,
“Siauw-ong-ya mohon ampun atas kelancangan hamba sekallan
karena sesungguhnya hamba tadi melihat Siauw-ongya terluka...
hamba kira Siauw-ong-ya perlu bantuan....“
849
Sin Hong bertukar pandang dengar Li Hwa dan pemuda itu
menarik napas, “Sudah nasibku selalu ditukar dengan lain orang...“
Kemudian dengan gemas membentak orang-orang itu.
“Cukup ini semua! Aku bukan Pangeran Wanyen Ci Lun!“ Para
pengawal terkejut dan seorang demi seorang berdiri. Setelah
memandang tegas, baru mereka melihat perbedaan antara majikan
mereka dengan pemuda ini.
“Kau... kau siapa?“ tanya seorang pemimpin mereka.
“Aku siapa bukan soal,“ jawab Sin Hong, “yang penting sekali,
Pangeran Wanyen Ci Lun tadi terluka dan dijaga oleh Nona-nona ini.
Mengapa kalian datang menyerbu? Kalian ini siapa?“
“Kami adalah pengawal-pengawal pribadi Pangeran Wanyen,
dan kami kira bahwa dia tadi....“
“Celaka, kalian ceroboh sekali! Dimana Pangeran Wanyen Ci Lun
sekarang?“
Dengan suara riuh para gadis dan para pengawal itu menuturkan
bagaimana seorang gadis cantik yang berwajah pucat membawa lari
pangeran itu. Seorang di antara gadis Hui-eng-pai berkata kepada
ketuanya.
“Kami sedang sibuk mengalami pengeoyokan orang-orang tolol
ini, maka tidak sempat memperhatikan dan tidak sempat melihat
siapa adanya gadis yang membawa lari pangeran itu.“
“Sudahlah, kita selidiki hal itu nanti,“ kata Sin Hong, “Kalian para
pengawal boleh mencoba untuk mengejar dan mencari majikan
kalian di sekitar gunung ini. Kami hendak kembali ke puncak.“
Setelah berkata demikian, Sin Hong meagajak Li Hwa dan anak
buahnya kembali ke puncak di mana orang-orang sedang
menantinya.
Orang-orang yang berada di puncak Gunung Ngo-heng- san
sudah ramai membicarakan tentang munculnya Wan Sin Hong.
Keadaan sekarang jauh berbeda dengan tadi, kini penuh
ketegangan. Tanpa diketahui oleh orang-orang lain, secara diamdiam
Liok Kong Ji sudah berunding dengan kawan-kawannya dan
mengatur siasat. Gentar juga hati pemuda yang biasanya tabah dan
850
penuh akal ini, terutama sekali karena melihat pembantunya yang
paling boleh diandalkan, yakni Giok Seng Cu, sudah tak berdaya
sama sekali. Juga See-thian Tok-ong yang tadinya diharapkan untuk
menjadi kawan dan pembantu, kini sudah bersila dalam keadaan
terluka oleh tendangan Hwa T Enghiong Go Ciang Le tadi.
Akan tetapi Kong Ji berbesar hati. Pembantu-pembantunya
banyak sekali jumlahnya, merupakan pasukan-pasukan besar yang
akan membelanya dengan setia. Apalagi semua tuduhan Wan Sin
Hong tadi tak dapat dibuktikan sama sekali. Ia takut apakah? Katakata
Sin Hong tadi seakan-akan membayangkan bahwa Sin Hong
sudah bertemu dengan Nalumei. Tak mungkin, pikirnya. Bukankah
Nalumei sedang ke utara dan mungkin waktu ini sudah berada di
sekitar Ngo-heng-san bersama pasukannya?
Dia dahulu menyuruh Nalumei kembali ke utara dengan alasan
mengumpulkan pasukan untuk membantunya, sebetulnya hanya
mengandung maksud untuk menyingkirkan Nalumei saja.
Nalumei sudah cukup membantunya, bahkan Nalumei sekarang
merupakan bahaya karena pernah menjadi saksi atas semua
perbuatannya, di samping ini, sekarang Nalumei mulai rewel dan
sering cemburu. Lebih-lebih lagi, karena ia memang sudah bosan
dan jemu dekat dengan wanita suku bangsa Naiman itu. Ia
mengirim Nalumei ke utara seperti menyuruh kelinci memasuki
hutan sarang harimau karena ia maklum bahwa di utara, pengaruh
dan kekuasaan Temu Cin sudah demikian meluas sehingga tak
mungkin lagi Nalumei dapat mencari sisa suku bangsanya yang
tidak takluk kepada Temu Cin. Andaikata benar Sin Hong telah
bertemu dengan wanita itu, tak mungkin Nalumei mau
mengkhianatinya, demikian pikir Kong Ji.
Akan tetapi, semangatnya sudah terbang rasanya ketika ia
melihat Sin Hong muncul lagi bersama Li Hwa dan anak buah Huieng-
pai dan di sebelah kiri Sin Hong berjalan seorang perempuan
cantik yang pakalannya menunjukkan bahwa dia itu bukanlah
seorang wanita Han.
“Nalumei...!“ Kong Ji berseru perlahan demi melihat wanita ini
dan wajahnya berubah pucat.
851
Sin Hong tersenyum dan menghadap Tai Wi Siansu dan tokoh
lain.
“Tai Wi Siansu, kenalkah Locianpwe kepada wanita ini?“ Tentu
saja tokoh-tokoh besar yang berada di situ mengenalnya, yakni
mereka yang dahulu mendengar pengakuan nona ini dan kemudian
melihat sendiri betapa gadis itu membuang diri ke dalam jurang.
Akan tetapt bagaimana gadis ini masih hidup dan berpakaian seperti
orang asing?
“Bukankah dia ini nona yang dulu menuduhmu, kemudian
membuang diri ke dalam jurang?“ kata Tat Wi Siansu.
Hui Lian yang melihat gadis itu pun berbisik kepada ibunya.
“Ibu gadis itulah yang dulu kulihat diserang dan dikejar oleh
Wan Sin Hong dan aku bersama Tang Hwesio membantunya
sehingga ia dapat melarikan diri“ Gadis ini benar-benar merasa
heran dan ingin sekali melihat apa yang akan terjadi selanjutnya.
“Benar, Loctanpwe, dia inilah nona yang dulu membuang diri
dan nona ini pula yang bernama Nona Nalumei, puteri kepala suku
bangsa Naiman di utara yang telah menjadi korban Liok Kong Ji,
kemudian bahkan dipergunakan untuk membantunya dalam siasat
memburukkan namaku.“
Kong Ji melangkah maju, memandang kepada Nalumei dengan
mata tajam lalu berkata, “Nalumei apakah yang telah dilakukan oleh
penjahat Wan Sin Hong ini kepadamu?“
Kong Ji sama sekali tidak tahu bahwa telah terjadi perubahan
hebat dalam pikiran Nalumei. Seperti telah diceritakan di bagian
depan, nona ini menuju ke utara untuk mengumpulkan pasukan
seperti yang diminta oleh Kong Ji. Akan tetapi setelah tiba di utara,
ia melihat bahwa semua suku bangsanya telah menjadi pembantu
setia dari Temu Cin. Bahkan Nalumei bertemu dengan pamanpamannya,
dan dengan seorang pemuda Naiman bekas kekasihnya
sebelum menjadi kekasih paksaan dari Kong Ji, dan oleh mereka
inilah Nalumei dicuci otaknya. Baru ia merasa betapa ia selama ini
menjadi permainan Kong Ji, bahwa sebetulnya Kong Ji adalah
seorang manusia berhati iblis yang amat keji.
852
Mendengar penuturan Nalumei tentu semua pengalamannya
dengan terus terang, paman paman dan bekas kekasih Nalumei,
juga suku bangsanya, menjadi kecewa dan memandang rendah
bekas puteri kepala ini. Bahkan paman-paman Nalumei mengusir
gadis yang mereka anggap telah mengotori nama baik bangsa
Naiman sebagai bangsa yang gagah berani.
Dengan hati hancur Nalumei kembali ke selatan tanpa membawa
seorang pun kawan. Timbul marah dan sakit hatinya, kepada Kong
Ji, apalagi kalau ia teringat akan kebiadaban Kong Ji terhadap gadisgadis
lain seperti Gak Soan Li dan banyak lagi gadis muda yang
menjadi korbannya. Ia akan ke Ngo-heng-san sesuai dengan
kehendak dan pesan Kong Ji, akan tetapi sama sekali bukan untuk
membantunya, melainkan untuk membalas dendam untuk
membunuhnya!
Kebetulan sekali, ketika ia tiba dekat Gunung Ngo-heng san, ia
bertemu dengan Wan Sin Hong. Pemuda ini cepat memegang
pergelangan lengannya, dan berbeda dengan dahulu, Nalumei tidak
melawan, tidak memberontak, bahkan tersenyum duka sambil
berkata,
”Wan Sin Hong, aku memang sudah berdosa terhadapmu. Akan
tetapi kau dan aku ini hanya menjadi korban orang lain. Kau lihai,
kalau kau sakit hati terhadap aku bunuhlah, aku tidak penasaran.
Hanya aku tidak akan mati meram sebelum dapat membelek dada
iblis Liok Kong Ji” Setelah berkata demikian Nalumei menangis
terisak-isak. Sin Hong melepaskan pegangannya dan dari gadis ini ia
mendengar semua rahasia tentang cara-cara Kong Ji merusak
namanya.
Gadis itu mengaku pula betapa atas perintah Kong Ji, ia pernah
mengadakan pengakuan palsu di hadapan para tokoh kang-ouw
bahwa ia telah menjadi korban kekejian penjahat Wan Sin Hong.
Kemudian, atas siasat yang diatur oleh Kong Ji pula, ia melompat
dan melempar diri dari atas jurang. Tentu saja ia tidak menghadapi
bahaya karena di bawah telah menanti Kong Ji yang siap
membantunya. Inilah sebabnya maka Sin Hong tidak dapat
menemukan gadis itu di bawah jurang.
853
Sin Hong berterima kasih sekali dan berjanji akan membawa
Nalumei ke atas puncak setelah selesai urusannya dengan Kong Ji.
Ketika ia kembali ke puncak bersama Li Hwa, ia sengaja menjemput
Nalumei yang dibuat tak berdaya oleh sikap lemah lembut pemuda
ini, dan bersama gadis Naiman itu ia kembali ke puncak seperti
telah dituturkan di bagian depan.
Nalumei mengangkat muka memandang kepada Kong Ji dengan
mata penuh kebencian, kemudian ia mengangkat dada
mengumpulkan keberanian dan menghadapi Tat Wi Siansu dan
yang lain-lain sambil berkata nyaring.
‘Tidak salah apa yang dikatakan oleh Wan Sin Hong. Semua
perbuatan keji yang selama ini dilakukan atas nama Wan Sin Hong,
sebetulnya adalah perbuatan jahanam Liok Kong Ji yang
mengunakan nama Wan Sin Hong!”
“Bohong’ Nalumei, kau sudah gila....“ Kong Ji berseru marah dan
heran sambil melangkah maju.
“Memang aku telah gila semenjak aku percaya omonganmu. Aku
lebih dari gila, mempercayai seorang iblis seperti engkau dan
meninggalkan suku bangsaku. Kau keji dan buas menyuruh aku
pura-pura membuat pengakuan telah diperkosa oleh Wan Sin Hong,
padahal kau sendiri yang merusak hidupku! Biarpun aku tidak
menyaksikan sendiri apa yang kau perbuat terhadap diri Gak Soan Li
dan banyak pula gadis lain, aku dapat menduganya kau... kau...
jahanam....“ Setelah berkata demikian tiba-tiba Nalumei melompat
dan menerkam Kong Ji dalam usahanya menyerang hebat.
Sin Hong kaget sekali, namun ia terlambat. Ia sama sekali tidak
mengira bahwa Nalumei akan melakukan serangan nekad. Sejak
tadi hanya memperhatikan Kong Ji, sehingga kalau andaikata Kong
Ji menyerang Nalumei biar secara menggelap sekalipun, pasti Sin
Hong akan melihatnya dan dapat melindungi Nalumei. Akan tetapi
sekarang terjadi sebaliknya daripada yang ia khawatirkan, bukan
Kong Ji menyerang Nalumei, bahkan gadis bangsa Naiman itu yang
menyerang Kong Ji. Ia menjadi tertegun sejenak, dan waktu yang
amat singkat ini sudah cukup bagi Kong Ji untuk bertindak. Pedang
Pak-kek Sin-kiam berkelebat dan Nalumei menjerit roboh dengan
854
mandi darah yang mengucur keluar dari dadanya yang tadi
ditembus pedang Pak kek Sin-kiam’
Tai Wi Siansu dan tokoh-tokoh lain menjadi marah sekali. Mereka
sudah siap menyerbu pemuda iblis itu, akan tetapi Sin Hong
mendahului mereka sambil berseru.“Cuwi Locianpwe, serahkan saja
jahanam ini kepadaku!“ Dengan gerakan lincah Sin Hong sudah
melompat dan menghadapi Kong Ji dengan pedang di tangan. Dua
orang pemuda ini, sekarang berhadapan satu lawan satu. Kong Ji
memandang penuh kebencian kepada Sin Hong, sebaliknya Sin
Hong hanya tersenyum mengejek. Kong Ji marah bukan main,
sepasang matanya mengeluarkan cahaya berapi-api, giginya
berkerot-kerot. Dalam diri Kong Ji ia melihat seorang musuh besar
yang menjadi penghalang cita-citanya, maka kini nafsu membunuh
memenuhi dadanya.
“Sin Hong....“ dengusnya dengan suara mendesis melalui celah
bibirnya, “Alangkah bencinya melihatmu... lihat, sebentar lagi akan
kupenggal lehermu, kuminum darahmu, kucincang hancur
tubuhmu!“
“Kong Ji semenjak kecil kau sudah jahat, sekarang kau menjadi
iblis. Sudah menjadi tugasku membasmi seorang iblis jahat.”
Dengan mata marah Kong Ji menyapu para tokoh kang- ouw
yang kiranya tidak akan membantunya, lalu berkata suaranya
menyeramkan.
“Aku Tung-nam Tai bengcu Liok Kong Ji, sekarang sebagai calon
bengcu besar hendak mengadu kepandaian dengan seorang calon
lain, siapakah ada maksud hendak mengeroyokku? Awas, kalau ada
yang membantu lawanku secara sembunyi aku pun mempunyai
banyak sekali kawan berkumpul di sini yang akan sanggup
membasmi kalian!“
-oo0mch-dewi0oo-
Jilid XXXI
KINI semua orang tersenyum mengejek mendengar kata-kata ini
bahkan Hui-eng Niocu Siok Li Hwa berkata setelah tertawa nyaring.
855
”Wan Sin Hong, jangan bunuh dia dulu, biarkan aku yang
membunuhnya! Atau, kalau kau bunuh juga, jangan diganggu
lehernya ingin aku memenggal batang lehernya dan mengambil
kepalanya untuk menyembahyangi roh dari Cun Eng!”
Sin Hong tersenyum, lalu menantang. “Kong Ji, sudah cukupkah
kau mengobrol ?”
Kong Ji tidak menanti sampai Sin Hong menghabiskan kata
katanya. Cepat sekali dia menyerang dengan Pak-kek Sin-kiam yang
diputar cepat dan beberapa serangan secara bertubi-tubi telah
menyambar ke arah bagian-bagian tubuh yang berbahaya dari Sin
Hong. Sin Hong maklum bahwa ilmu silat dari Kong Ji memang amat
lihai ditambah lagi dengan Pak-kek Sin-kiam di tangan, pemuda itu
merupakan lawan yang amat berbahaya. Cepat ia mengelak dan di
lain saat dua orang pemuda itu sudah bertempur hebat. Kong Ji
berlaku nekad, mendesak terus sambil mengeluarkan segala
kepandaiannya. Tidak hanya pedang pusaka Pak-kek Sin-kiam yang
menyambar-nyambar sebagai tangan maut, juga tangan kirinya
tiada hentinya mengirim pukulan Tin-san-kang sehingga debu
berhamburan terkena sambaran hawa pukulan yang dahsyat ini.
Di lain pihak, Sin Hong dapat mengimbangi kecepatan Kong Ji
dan tidak terdesak oleh lawannya. Akan tetapi tidak berani mengadu
pedang, karena maklum bahwa betapapun baik pedangnya takkan
kuat bertahan menghadapi ketajaman dan keampuhan Pak-kek Sin
kiam. Ia selalu mempergunakan kehebatan ilmu pedangnya untuk
menghindarkan bertemunya kedua pedang, dan berusaha untuk
merobohkan Kong Ji dengan serangan balasan. Namun ternyata
bahwa Kong Ji juga bertempur amat hati-hati. Pemuda ini maklum
akan kehebatan yang biarpun hanya memegang pedang biasa,
namun sekali terkena serangan Sin Hong berarti ia akan kalah.
Oleh karena itu, ia tidak berani memandang rendah dan berkelahi
penuh perhatian dan amat teliti menjaga diri sehingga tiap kali
pedang Sin Hong berkelebat membalas serangannya, ia sudah siap
untuk membabat pedang lawan itu. Tentu saja setiap kali Sin Hong
menarik kembali serangannya, karena kalau dilanjutkan ada bahaya
pedangnya terbabat putus.
856
Seratus kurus lebih telah lewat dan pertempuran ini menjadi
makin seru. Semua orang dari kedua pihak menonton dengan hati
berdebar. Beberapa kali terdengar Hui-eng Niocu Siok Li Hwa
mencela Sin Hong sebagai seorang “terlalu sabar”, terlalu mengalah
dan sebagainya.
Tentu saja nona ini berpendapat demikian karena dia sendiri
memiliki pedang pusaka Cheng-liong kiam yang tidak takut
menghadapi Pak-kek Sin-kiam. Akan tetapi Ciang Le berpendapat
lain. Pendekar besar ini maklum mengapa Sin Hong seakan-akan
mengalah dalam pertempuran itu, akan tetapi diam-diam ia harus
mengakui bahwa Kong Ji lihai bukan main dan merupakan lawan
yang sulit dikalahkan.
Tiba-tiba terdengar suara keras disusul oleh suara ketawa
menyeramkan dari Liok Kong Ji. Gerakan dua orang muda itu terlalu
cepat hingga amat sukar diikuti oleh pandangan mata. Ketika semua
orang memperhatikan, ternyata bahwa pedang di tangan Sin Hong
tinggal gagangnya saja, pedang itu sendiri sudah terbabat putus
oleh Pak kek Sin-kiam yang ampuh dan tajam!
“Ha, ha, ha, Wan Sin Hong! Bersiaplah kau untuk menjadi setan
neraka. Ha, ha, ha!“ Kong Ji tertawa bergelak dan pedangnya kini
makin cepat menyambar dengan serangan bertubi-tubi sehingga Sin
Hong terpaksa harus melompat ke sana ke mari untuk
menghindarkan diri dari pedang yang tajam itu.
Sementara itu, Siok Li Hwa Ketua Hui-eng pai membantingbanting
kakinya, mencabut Cheng-liong-kiam, menggerak-gerakkan
pedangnya itu sambil berseru. “Wan Sin Hong! Kalau kau tidak bisa
bertempur, mundurlah, biar aku menghadapi Siauw-koai (Setan
Cilik) itu!“
Sin Hong kelihatannya gugup dan bingung menghadapi desakan
pedang Pak kek Sin-kiam, gerakannya kacau balau dan ia melompat
ke sana ke mari tanpa berdaya membalas. Selalu terancam oleh
sinar pedang. Akan tetapi ia masih sempat menjawab. “Biarlah Huieng
Niocu, aku masih penasaran!“
Kong Ji tertawa lagi, pedangnya digerak-gerakkan seperti
seorang dewasa mengancam dan menakut-nakuti seorang anak
857
kecil, sikapnya memandang rendah sekali. Kemudian ia menoleh ke
arah Siok Li Hwa.
“Hui-eng Niocu, Nona manis. Kau bersabarlah. Biar aku
menyembelih anjing kurus ini dulu, nanti kita bermain-main
sepuasnya ha, ha, ha!“
Li Hwa mendongkol dun gemas seperti cacing terkena abu panas.
Ta membanting-banting kaki, menyabet-nyabetkan pedang di
tengah udara sambil memaki-maki Sin Hong sebagai seorang tolol,
bodoh dan tidak tahu bagaimana harus berkelahi. Sebaliknya
memaki-maki Kong Ji sebagai seorang sombong, kepala batu,
menjemukan dan lain-lain. tentu saja dua orang muda yang sedang
bertempur mati-matian itu tidak
menghiraukannya.
Tidak seorang pun tahu, juga
Kong Ji sendiri tidak, bahwa Sin
Hong telah mengatur siasat. Ta
maklum bahwa kepandaian Kong
Ji benar-benar lihai sekali,
ditambah dengan pedang Pakkek
Sin-kiam, kiranya tidak
mudah baginya untuk
merobohkannya. Apalagi kalau
Kong Ji bertempur demikian hatihati
menjaga dirinya dengan
pedang pusaka itu. Maka Sin
Hong lalu mencari akal. Ta harus
membikin besar hati Kong Ji,
menimbulkan kesombongan
lawan ini sehingga memandang rendah kepadanya. Hanya kalau dia
berhasil dalam hal ini baru Kong Ji akan kurang waspada, akan
kurang kuat penjagaannya dan hanya akan mengerahkan tenaga
dan perhatian dalam serangan-serangannya. Oleh karena itu,
dengan gerakan indah tidak kentara seakan-akan ia terdesak dan
tidak ada jalan lain untuk menghindarkan sebuah sabetan pedang
Kong Ji kecuali menangkis, ia lalu menangkis yang mengakibatkan
pedangnya terbabat putus. Gerakan ini sewajarnya, membuat Kong
Ji tertawa bergelak saking girangnya, dan membuat Ciang Le
858
mengerutkan keningnya. Biarpun pendekar ahli pedang ini sendiri
pun tidak tahu akan siasat Sin Hong dan mengira bahwa Sin Hong
memang kalah karena Kong Ji berpedang pusaka.
Memang siasat Sin Hong berhasil baik. Apalagi ketika ia
mengambil sikap bingung dan sengaja mengacaukan gerakannya
ketika ia mengelak dan berloncat-loncatan menghindarkan serangan
Kong Ji seakan-akan ia sudah terdesak betul-betul. Kong Ji makin
memandang rendah kepadanya. Kong Ji terlalu menyombongkan
kepandaian sendiri dan ia memastikan bahwa kali ini Sin Hong akan
mati di tangannya, maka ia memperhebat serangannya dan tak
lama kemudian ia telah mengeluarkan seluruh kepandaian
mengerahkan seluruh tenaga dan perhatian dalam menyerang Sin
Hong.
Inilah saat yang dinanti-nanti oleh Sin Hong setelah bertempur
selama seratus tiga puluh jurus lebih. Setelah yakin Bahwa seluruh
perhatian Kong Ji mulai ditujukan untuk menyerang, ia memanaskan
hati lawannya dengan cara berloncatan ke kanan kiri membuat
pedang lawan hanya menyerempet sedikit saja ujung bajunya. Kong
Ji gemas, berseru keras dan tiba-tiba sinar hitam meluncur ke arah
leher Sin Hong, disusul oleh pukulan Tin-san-kang dan dibarengi
dengan sebuah tusukan pedang ke arah lambung. Inilah serangan
tiga jurusan yang hebat bukan main. Sinar hitam itu adalah jarumjarum
Hek-tok-ciam yang dilepas oleh Kong Ji dalam saat Sin Hong
sudah amat terdesak.
Jarum-jarum Hek-tok-ciam itu sudah lihai, akan tetapi pukulan
tangan kirinya ke arah dada lebih berbahaya, karena pukulan Tinsan-
kang ini dapat menghancurkan isi dada Sin Hong. Akan tetapi
yang paling hebat adalah tusukan pedang itu, sebuah gerak tipu
dari Ilmu Pedang Pak-kek-sin-kiam-sut yang dicuri oleh Kong Ji dari
Ciang Le melalui tipuannya kepada Hui Lian.
Semua orang terkejut, juga Cia Le berdebar karena ia sendiri tak
dapat melihat jalan keluar dari tiga serangan sekaligus ini.
Akan tetapi Sin Hong tenang-tenang saja. Ia hendak mencari
keuntungan dari keadaan bahaya ini. Tanpa melepaskan
perhatiannya kepada kedua tangan lawan, ia hanya miringkan
kepala dan leher sedikit saja agar jalan darah di lehernya jangan
859
sampai terkena Hek-tok ciam. Akan tetapi tetap saja pundak dan
kulit lehernya tergores dua batang Hek tok-ciam yang amat berbisa
itu. Memang Sin Hong sengaja membiarkan dirinya terserang Hektok-
ciam agar tidak membuang waktu.
Pada saat yang sama, dua tangannya bergerak cepat, yang
kanan menyambut pukulan Tin-san-kang, yang kiri mencengkeram
pergelangan tangan kanan lawan yang memegang pedang. Gerakan
Sin Hong ini cepat bukan main dan dilakukan dengan pengorbanan
pundak dan leher jadi sasaran Hek-tok-ciam sehingga Kong Ji
menjadi lalai karena tidak menduga sebelumnya. Di lain saat, dua
pasang tangan telah bertemu.
Kong Ji kaget sekali dan ia mengerahkan seluruh tenaga sinkang
yang disalurkan pada dua lengannya untuk melukai lawan dan
terutama sekali untuk merampas kembali pedangnya. Namun,
alangkah kagetnya ketika ia merasa kedua pergelangan tangannya
seperti patah-patah, sakitnya terasa sampai di ulu hatinya. Akan
tetapi Kong Ji tetap berkeras, tidak mau melepaskan Pak-kek Sinkiam,
bahkan sekali lagi ia mengerahkan tenaga berbisa, yakni Hektok-
ciang.
Ia melihat wajah Sin Hong menjadi pucat dan lehernya
kehitaman akibat serangan jarum berbisa tadi, akan tetapi tenaga
yang keluar dari sepasang tangan Sin Hong makin besar saja. lnilah
kehebatan sinkang dalam tubuh Sin Hong yang dapat menampung
tenaga lawan dan mengembalikannya sebagai senjata makan tuan.
Adu tenaga ini memakan waktu lama sampai keduanya kelihatan
menggigil seluruh tubuhnya dan akhirnya Kong Ji tidak dapat
menahan lagi dan harus mengaku bahwa Sin Hong lebih unggul dari
padanya. Sambil mengeluarkan pekik mengerikan Kong Ji terlempar
tiga tombak ke belakang, jatuh berguling dan pedang Pak-kek Sinkiam
kini telah berada tangan Sin Hong!
Akan tetapi Sin Hong sendiri juga payah keadaannya karena
dalam pengerahan tenaga tadi, racun Hek-tok-ciam dari lehernya
menjalar ke bagian lain. Ta tidak mengejar Kong Ji, melainkan
cepat-cepat mengambil obat dari sakunya dan menelan beberapa
butir pel biru, kemudian dengan jarum perak ia menusuk beberapa
bagian jalan darah di leher dan pundaknya.
860
Barulah keadaannya tidak mengkhawatirkan dan ia memandang
ke arah Kong Ji yang sementara itu sudah bangun kembali.
Kong ji menyeringai, rambutnya awut-awutan, mukanya sebentar
pucat sebentar merah, matanya merah dan melotot akan tetapi
agak basah. Seperti anak kecil yang kehilangan barang
kesayangannya, ia hampir menangis dan marah- marah, kemudian
ia melompat lagi menghadapi Sin Hong, mengirim pukulan Tin-sankang
dengan tangan kanan dan pukulan Hek-tok-Ciang dengan
tangan kiri.
Akan tetapi dengan kebutan ujung lengan baju, kedua pukulan
ini dapat dipunahkan oleh Sin Hong dan sekali kaki Sin Hong
bergerak kembali tubuh Kong Ji melayang sampai empat tombak
jauhnya.
“Binasakan saja iblis itu'“ terdengar teriakan-teriakan dari pihak
yang pernah dirugikan oleh Kong Ji dengan menggunakan nama
Wan Sin Hong.
“Kong Ji, bersiaplah untuk mati oleh Pak-kek-sin-kiam!“ Sin Hong
berseru dan kini dia yang mengejar.
“Wan Sin Hong, biar aku yang menamatkan riwayatnya!“ dari
lain jurusan datang Li Hwa mengejar dengan pedang pusaka Cheng
liong-kiam di tangannya.
Dengan demikian dua orang mengejar dan seakan-akan
berlumba untuk membunuh Kong Ji.
Liok Kong Ji melihat datangnya dua orang yang sama-sama
lihainya itu dari kanan kiri dengan pedang-pedang pusaka di tangan,
timbul takutnya. Ia lalu melompat bangun dan berlari cepat
menghampiri Ciang Le yang berdiri, didampingi oleh Bi Lan, Hui
Lian, Lie Bu Tek, Coa Hong Kin dan Cam-kauw Sin-kai yang masih
bersila di atas tanah.
“Suhu... mohon pertolongan Suhu.. tolonglah nyawa teecu!“ ia
meratap dengan wajah pucat, takut setengah mati. Ciang Le merasa
muak perutnya menyaksikan sikap pengecut pemuda ini “Aku tidak
mempunyai murid macam kau!“ bentaknya marah.
861
“Suhu, lupakah kau bahwa tadi aku telah menyelamatkan nyawa
Sumoi Go Hui Lian?“ Suara Kong Ji makin ketakutan karena Sin
Hong dan Li Hwa sudah mengejar dekat.
“Apa kau bilang...?“ Ciang Le membentak lagi sambil
mengerutkan kening mukanya berubah marah.
“Suhu dan Subo, apakah kalian begitu tak kenal budi? Tidak mau
membayar kembali hutang nyawa anakmu?“ Kong Ji mendesak.
Ciang Le bergerak maju dan berhasil menangkis pedang di
tangan Sin Hong yang menyerang Kong Ji dari belakang. Di saat
berikutnya, Bi Lan juga memutar pedangnya menangkis serangan
pedang Li Hwa yang kalah dulu oleh Sin Hong.
“Kami membayar hutang nyawa. La rilah, lain kali kami akan
bantu membinasakan kau!“ Cing Le membentak kepada Kong Ji
yang sudah bersembunyi di belakangnya. Pemuda ini melihat
siasatnya berhasil, tidak mau menyia- nyiakan kesempatan itu terus
melarikan diri turun gunung dengan cepat sekali. Ta tidak takut
dikejar orang. Terhadap orang lain ia tidak usah takut, sedangkan
orang yang ia takuti, yakni Sin Hong dan Li Hwa, sudah dihadang
oleh Ciang Le dan Bi Lan.
Sin Hong marah sekali, demikian pula Li Hwa. “Kong Ji jangan
lari“ seru Sin Hong.
“Bangsat, kau hendak lari ke mana?” seru Li Hwa. Dua orang
muda ini hendak mengejar, akan tetapi Ciang Le da Bi Lan dengan
pedang di tangan menghadang mereka.
“Apa artinya ini? Apakah Suheng hendak melindungi iblis jahat
itu?“ tanya Sin Hong, sepasang matanya memandang tajam kepada
Ciang Le. Ciang Le tidak dapat menahan pandang mata pemuda ini,
teringat betapa ia dahulu pernah menghajar pemuda yang ternyata
tidak berdosa dan kini bahkan ia sendiri melindungi bekas muridnya
yang jahat dari kejaran Sin Hong.
“Untuk saat ini dia berada dalam perlindungan kami.“ jawab
Ciang Le tenang, “setelah ia pergi dari gunung ini, terserah kau mau
kejar dan bunuh dia.“
862
“Dia muridnya, tentu saja dilindungi!“ kata Li Hwa mengejek dan
gadis ini mempedulikan hadangan Bi Lan, sudah hendak lari
melanjutkan pengejaran. Juga Sin Hong mendengar ini hendak
melanjutkan pengejaran. Melihat ini Ciang Le menjadi bingung.
Apakah dan isterinya harus menyerang dua orang muda itu? Kalau
sampai terjadi demikian, dia akan ditertawai oleh seluruh orang
gagah di dunia ini. Sebaliknya kalau sampai dua orang muda ini
dibiarkan saja mengejar Kong Ji sampai tersusul lalu terbunuh di
daerah Ngo-heng-san berarti ia tidak dapat memegang janjinya
untuk membayar hutang nyawa kepada Kong Ji.
“Nanti dulu!” serunya dan tubuhnya sudah bergerak dan
menghadang. “Kalian berdua adalah calon-calon bengcu, demikian
pula aku. Karena sekarang calon-calon bengcu hanya tinggal kita
bertiga, aku tantang kalian untuk mengadu ilmu dan menentukan
siapa yang berhak menjadi bengcu “
Sin Hong yang cerdik maklum bahwa ini hanya alasan untuk
memberi waktu dan kesempatan kepada Kong Ji agar dapat
melarikan diri.
“Aku tidak ingin menjadi bengcu, kalau Suheng mau, silakan
menjadi bengcu, tak usah berpibu dengan aku.“ Kembali ia hendak
lari, akan tetapi tiba-tiba Ciang Le menyerangnya dan berkata. “Apa
kau menjadi takut karena harus melawanku? Pengecut, lihat
pedang!“
Bagi orang gagah, biar bagaimana sabar dan mengalah
sekalipun, sebutai “takut“ adalah pantangan besar dan merupakan
penghinaan, maka Sin Hong tanpa banyak bicara lalu menyambut
serangan itu dan di lain saat Sin Hong sudah bertempur hebat
melawan Ciang Le. Li Hwa yang hendak melanjutkan pengejarannya
kepada Kong Ji juga disambut oleh Bi Lan yang berkata.
“Biar aku mewakili suamiku mencoba kepandaianmu, Hui-eng
Niocu!“
Li Hwa mengeluarkan suara ketawa mengejek dan di lain saat
dua orang wanita itu pun bertempur hebat.
Pertempuran kali ini benar-benar hebat, sama seru dan
tegangnya dengan pertempuran antara Sin Hong dan Kong Ji tadi.
863
Ciang Le yang menghadapi Sin Hong mengeluarkan pedangnya Pakkek
Sin-kiam-hwat yang luar biasa lihainya. Tidak saja ia harus
melindungi Kong Ji seperti yang sudah ia janjikan, akan tetapi juga
ia harus melindungi nama besarnya. Soal pemilihan bengcu baginya
bukan soal besar, karena Ciang Le juga tidak ingin menjadi bengcu,
akan tetapi sebagai seorang pendekar pedang yang sudah terkenal
di seluruh dunia kangouw, tentu saja ia tidak mau menyerah kalah
menghadapi bocah yang masih terhitung sutenya sendiri ini.
Pedang di tangan Ciang Le biarpun bukan pedang pusaka, akan
tetapi cukup kuat dan kalau tidak terkena secara tertindih, belum
tentu dapat terbabat putus oleh Pak-kek Sin-kiam. Apalagi karena ia
mengerahkan tenaga lweekangnya. tersalurkan pada, pedang
sehingga tiap serangan maupun tangkisan mengandung tenaga
yang dahsyat sekali. Akan tetapi. segera jago pedang ini terheranheran
dan kagum bukan main.
Biarpun di tangannya terdapat pedang Pak-kek Sin-kiam
sehingga kalau diumpamakan scekor harimau ia telah mendapat
sepasang sayap, namun Sin Hong terang-terangan tidak mau
mempergunakan keuntungan ini untuk merusak pedang Iawannya.
Semua serangan jurus Ilmu Pedang Pak-kek Sin-kiam hwat
disambutnya dengan baik sekali membuat Ciang Le kadang-kadang
terbelalak heran, apalagi ketika pemuda itupun menghadapinya
dengan ilmu pedang yang sama, namun yang lebih Iengkap.
Percayalah Ciang Le bahwa pemuda ini tentulah ahli waris dari
suhunya, Pak Kek Siansu dan diam-diam ia merasa makin kagum.
Setelah beberapa kali mengukur tenaga dan ilmu pedang, Ciang
Le tahu bahwa kalau Sin Hong menghendaki, pemuda itu akan
dapat merobohkannya tanpa banyak kesulitan.
Akan tetapi pemuda ini tidak mau melakukan hal ini, dan
membuktikan bahwa pemuda ini menjaga nama baik suhengnya.
Teringat akan ini Ciang Le menjadi makin terharu dan suka kepada
Sin Hong.
Di lain pihak, pertandingan antara Li Hwa dan Bi Lan juga hebat
sekali. Bahkan pertandingan antara wanita ini jauh lebih indah
ditonton. Orang-orang kagum bukan main melihat gerakan-gerakan
Sian-li Eng-cu Liang Bi Lan, yang masih tangkas dan lincah sekali
864
tiada bedanya dengan ketika ia masih muda. Gerakan-gerakannya
cepat dan ilmu pedangnya mempunyai banyak perubahan dan
banyak perkembangan sehingga kadang-kadang Li Hwa menjadi
agak bingung karenanya.
Akan tetapi ternyata bahwa Li Hwa juga memiliki ilmu pedang
yang lihai, sifatnya garang dan ganas, apalagi ilmu pedang ini
dimainkan dengan pedang Cheng-liong-kiam, dahsyatnya bukan
main, dan setelah lima puluh jurus telah lewat, Bi Lan mulai
terdesak.
Sementara itu Cam-kauw Sin-kai sudah membuka matanya dan
sambil bersila ia menonton pertempuran itu. Matanya berseri
gembira dan berkali-kali ia ber kata,
“Hebat! Sebelum mati menyaksikan Pak-kek Kiam-hoat
dimainkan sedemikian rupa, benar-benar mati pun tidak penasaran!“
Kemudian melihat betapa Ciang Le terdesak, Lie Bu Tek lalu
melompat maju dan membentak Sin Hong.
“Bocah lancang! Apakah kau tidak lekas menghentikan
kekurangajaranmu terhadap Go-taihiap ?“
Mendengar ini, Sin Hong melompat mundur dan Ciang Le sambil
tersenyum memperlihatkan bagian bajunya di dekat dada yang
bolong sambil berkata kepada Lie Bu Tek.
“Aku mengaku kalah. Kalau menghendaki apa sukarnya
membunuhku?“
Sementara itu melihat suaminya berhenti bertempur. Bi Lan yang
sudah terdesak pun tidak malu mengaku kalah. Ia melompat
mundur dan memuji. “Hui -eng Niocu, kepandaianmu tinggi sekali.
Aku tidak kuat melawanmu!“
Melihat betapa Ciang Le dan Bi Lan mengaku kalah, Lie Bu Tek
menjadi makin marah kepada Sin Hong.
“Bocah tak tahu diri! Kau begitu sombong menjatuhkan nama
Go-taihiap. Kalau begitu coba kau melawanku!“
Pendekar bertangan buntung ini dengan tangan kirinya lalu
mencabut pedang menghadapi Sin Hong.
865
Sin Hong kaget melihat sikap gihunya, tidak hanya kaget akan
tetapi juga girang sekali karena dengan sikapnya ini berarti bahwa
Lie Bu Tek sudah mau mengaku ia sebagai anak lagi!! Ia lalu
menjatuhkan diri berlutut di depan Li Bu Tek dan berkata,
“Gihu, anak mengaku salah dan menanti hukuman.“
Ciang Le dengan muka merah lalu memegang lengan kiri Lie Bu
Tek dan berkata.
“Lie-twako, sudahlah,
jangan kau terlalu menekan
Sin Hong.“
“Sin Hong, hayo kau cepat
mohon ampun kepada mereka“
Lie Bu Tek berkata lagi kepada
Sin Hong sambil menunjuk ke
arah Ciang Le dan Bi Lan. Sin
Hong hendak berlutut kepada
dua orang ini, akan tetapi
Ciang Le cepat mencegahnya
dan berkata.
“Lie-twako, jangan begitu,
bukan dia yang harus mohon
ampun, sebaliknya akulah
yang harus minta maaf karena
pernah memukulnva tanpa
dosa. Aku merasa menyesal
sekali... lebih-lebih karena muridku pernah ditolongnya....“
Setelah pendekar besar itu mengakui kesalahannya, baru legalah
hati Lie Bu Tek. Memang tadi ia berpura-pura marah kepada Sin
Hong dan memperlihatkan sikap kasar menyuruh pemuda itu minta
ampun kepada Ciang Le adalah suatu sikap yang mengandung
sindirin kepada Hwa I Enghiong berhubung dengan perbuatannya
dahulu terhadap anak angkatnya itu. Sekarang Bu Tek menyimpan
pedangnya memandang kepada putera angkatnya dengan mata
basah, penuh perasaan girang, bangga, dan terlaru.
866
Sin Hong adalah seorang yang sangat cerdik sekali, maka yang
mengerti akan maksud sikap Lie Bu Tek tadi selain Ciang Le dan Bi
Lan, juga pemuda ini mengerti baik. Maka lalu memeluk ayah
angkatnya dan kedua orang ini saling peluk, penuh perasaan girang
dan terharu.
“Bagus, Sin Hong, kau telah membersihkan namamu, juga
sekaligus menghidupkan api hidupku, terima kasih anakku ....“ bisik
Lie Bu dekat telinga anak angkatnya yang hanya terdengar oleh Sin
Hong sendiri.
Pada saat itu terdengar suara ribut ribut ternyata bahwa pasukan
Kong Ji telah bergerak dengan tiba-tiba menyerang rombongan
yang memusuhi Kong Ji.
Seperti diketahui, rombongan yang mendukung Kong Ji amat
banyak jumlahnya. Mereka ini adalah pasukan- pasukan dan
perkumpulan-perkumpulan lm-yang bu-pai, Bu-cin-pang, Kwan-cinpai,
Shan Si Kai-pang, Twa-to Bu-pai dan lain-lain. Melihat ini, Sin
Hong melompat ke depan dan dengan suara yang amat nyaring
berpengaruh ia membentak.
“Kalian ini orang-orang gagah di dunia kang-ouw mengapa
berlaku demikian memalukan? Apa artinya semua keroyokan ini?
Tahan senjata dan biar para ketua rombongan bicara dengan aku!“
Sambil berkata demikian, beberapa kali Sin Hong mendorong
dengan kedua tangan ke arah gelombang manusia itu dan bagaikan
terbawa angin, belasan orang yang menyerang di depan telah
terlempar ke belakang menimpa kawan-kawan sendiri. Kehebatan
gerakan pemuda ini menggentarkan hati para penyerbu dan ia
memperkuat teriakannya sehingga ribut-ribut itu berhenti.
Berlompatan keluarlah tokoh-tokoh kang-ouw yang menjadi
ketua perkumpulan-perkumpulan itu, mereka yang mendukung
Kong Ji, antaranya Giam-ong Ma Ek ketua Bu- cin-pang, seorang
kakek tinggi kurus yang terkenal lihai karena siang-pian, yakni
senjata berupa sepasang ruyung sehingga ia dijuluki Siang-plan
Giam-ong (Raja Maut Bersenjata Sepasang Ruyung). Orang kedua
yang termasuk orang lihai adalah ketua Kwan-cin-pai, yakni Mokiam
Siangkoan Bu, akan tetapi kakek ahli pedang ini, sudah terluka
oleh Tai Wi Siansu sehingga ia tidak begitu menakutkan lagi ketiga
867
adalah Sin-houw Lo Bong ketua dari perkumpulan pengemis di
Shansi, yakni Shansi Kai-pang. Lo Bong amat lihai dengan ilmu
silatnya Hauw-jiauwkun-hwat (Ilmu Silat Cakar Harimau) merupakan
orang terkuat di Shansi, bahkan nama besarnya setingkat dengan
pengemis sakti Cam-kauw Sin-kai. Orang keempat adalah Twa-to
Kwa Seng (Si Golok Besar Kwa Seng) ketua dari Twa-to Bu-pai,
yakni Perkumpulan Golok Besar yang amat ditakuti karena pasukan
ini memang selain amat kuat juga pengaruhnya besar sekali.
Sin-houw Lo Bong mewakili kawan-kawannya menghadapi Sin
Hong dan berkata.
“Sudah kami lihat tadi bahwa Hwa I Enghiong juga sudah kalah
sehingga kini tinggal dua orang lagi calon bengcu.
Kami hendak mempergunakan hak sebagai orang kang-ouw
untuk menguji sampai di mana kepandaian bengcu yang terpilih. Di
antara kau dan Hui eng Niocu, siapah yang terpilih?“
Nama Sin-houw Lo Bong bukan tidak terkenal. Dia seorang
ciangbunjin partai persilatan besar, sungguhpun perkumpulannya itu
hanya perkumpulan pengemis, maka Sin Hong tidak mau
memandang rendah, lalu menjura ia dan berkata.
“Tentu saja semua orang berhak menguji, akan tetapi tidak
secara keroyokan seperti tadi! Semua pibu yang diadakan bersifat
mencoba kepandaian, bukan bermusuhan. Tentang siapa yang
menjadi bengcu, hal itu aku sendiri tidak tahu-menahu dan boleh
ditanyakan kepada yang bertanggung jawab dalam hal ini.“
Tai WI Siansu melangkah maju. “Seperti sudah diketahui oleh
semua orang, calon bengcu yang masih saling mengadu kepandaian
adalah Wan Sin Hong Sicu, Lihiap Hui-eng Niocu dan ke tiga Hwa I
Enghiong Go Ciang Le. Pertempuran yang tadi terjadi, sama sekali
tidak ada hubungannya dengan pibu pemilihan beng-cu....“
Tiba-tiba Ciang Le berkata nyaring.
“Tidak demikian! Biarpun tadinya pertempuran itu tidak
bermaksud untuk memilih calon bengcu, akan tetapi tetap saja
berlaku, Aku sudah gugur sebagai calon bengcu, dan kedudukan ini
kuserahkan kepada orang yang muda-muda. Selain itu, harap Cuwi
868
Enghiong suka maafkan, aku tidak mempunyai waktu untuk
menghadiri pertemuan ini lebih lama lagi. Hanya diminta
menggunakan kesempatan selagi Cuwi berkumpul, kami
mengundang kepada Cuwi untuk menghadiri perayaan pernikahan
puteri kami dengan Coa Hong Kin yang perjodohannya ditentukan di
tempat ini oleh kami dan Cam kauw Sin-kai. Kami menanti
kedatanga Cuwi di Pulau Kim-bun-tho pada hari kelima belas bulan
depan.“
Setelah berkata demikian, Ciang Le menjura ke empat penjuru,
lalu meninggalkan Puncak Ngo-heng-san, diikuti oleh Liang Bi Lan
dan Go Hui Lian dan serta mengajak Lie Bu Tek. Lie Bu Tek nampak
ragu-ragu dan memandang kepada Sin Hong, akan tetapi tahu
bahwa putera angkatnya itu masih menghadapi banyak urusan, ia
lalu berkata Iirih.
“Sin Hong, aku menanti kau di Kim-bu-tho. Harap tak lama lagi
kita dapat bertemu di sana.“
Sin Hong mengangguk seperti orang kehilangan semangat.
Kemudian ia menghampiri Cam-kauw Sin-kai yang sudah dipondong
oleh muridnya, Coa Hong Kin, menyerahkan sebungkus obat sambil
berkata,
“Cam-kauw Sin-kai Locianpwe, harap kau sudi menggunakan
obat ini untuk menahan sakit.“
Pengemis tua itu tersenyum dan menerima bungkusan itu. “Wansicu,
biarpun aku sebentar lagi akan mampus, akan tetapi aku
merasa puas dan girang bahwa hanya aku seorang yang
mengangkatmu menjadi calon bengcu. Demi keselamatan
persaudaraan kang-ouw, harap kau terima kedudukan itu. Sicu.
Terima kasih atas usahamu menyelamatkan nyawaku, akan tetapi,
andaikata kau dewa sekalipun, siapa dapat membantah kehendak
Thian?“ Kakek itu lalu tertawa bergelak dan memberi isyarat kepada
Hong Kin untuk berangkat menyusul rombongan Ciang Le. Suara
ketawanya masih bergema dari lereng bukit setelah rombongan itu
lenyap. Semua orang kagum melihat kakek gagah yang menghadapi
maut dengan ketawa-ketawa gembira.
869
Ciang Le sebetulnya merasa malu sekali sehingga ia mengambil
keputusan untuk segera pergi saja. Ia malu dan merasa tidak enak
hati terhadap Sin Hong. Kekalahannya terhadap Sin Hong tidak
begitu hebat baginya, sudah jamak dalam dunia persilatan orang
suka kalah atau menang, juga tidak aneh karena setelah bertempur
melawan pemuda itu, ia tahu bahwa Sin Hong telah mewarisi
seluruh ilmu silat peninggalan Pak Kek Siansu.
Yang membuat ia merasa tidak enak hati adalah karena dahulu ia
telah menuduh Sin Hong berbuat yang tidak patut, bahkan ia telah
menurunkan tangan maut, menghajar Sin Hong. Kalau pemuda itu
tidak memiliki kepandaian tinggi, hajaran-hajarannya dahulu itu
tentu sudah merenggut nyawa pemuda itu. Kalau sampai terjadi
demikian, berarti membunuh orang yang bukan saja tidak berdosa,
bahkan yang telah berjasa dengan menolong Soan Li. Inilah yang
membuat Ciang Le merasa amat tidak enak hati dan begitu
mendapat kesempatan, ia lalu meninggalkan tempat itu.
Adapun Sin Hong, ketika mendengar bahwa Hui Lian telah
ditunangkan dengan Coa Hong Kin dan akan menikah sebulan lagi,
tiba-tiba menjadi pucat mukanya dan bibirnya tersenyum pahit.
Akan tetapi ia dapat menekan perasaannya dan memindahkan
perhatiannya kepada Cam-kauw Sin-kai yang masih terdengar suara
ketawanya.
“Kasihan orang tua itu, nyawanya hanya dapat ditolong dengan
sehelai daun dewata berwarna merah. Akan tetapi di dunia ini,
siapakah yang memiliki daun itu?“ kata-kata Sin Hong ini diucapkan
sebagai keluhan sebagian untuk memberi kesempatan kepada
dirinya untuk mengeIuh akibat penyesalan mendengar tentang
pernikahan Hum Lian, kedua kalinya untuk maksud tertentu, karena
sambil berkata demikian ia memandang tajam kepada See-thian
Tok-ong yang masih berada di situ pula.
See-thian Tok-ong yang sudah terluka karena tendangan Ciang
Le, masih asyik duduk bersila mengobati diri sendiri
Ia tertawa tanpa mengeluarkan suara karena tidak mau
membuang-buang tenaga dalamnya ketika ia mendengar keluhan
Sin Hong ini.
870
“Wan Sin Hong, kalau hatimu demikian penuh welas asih,
bagaimana kalau kau menukar sehelai daun yang kaumaksudkan itu
dengan kedudukan bengcu kepadaku.”
Sin Hong tersenyum biarpun hatinya mendongkol sekali. ia
mengerti baik akan maksud kakek gundul ini, akan tetapi ia purapura
bertanya.
“See Chian Tok-ong, apakah kata katamu tadi?“
“Yang menjadi calon bengcu tinggal kau dan ketua Hui-eng-pai.
Kalau kau mengalahkan dia, berarti kau yang menang. Aku sanggup
memberi sehelai daun yang kau butuhkan tadi kalau kau mau
menyerahkan kedudukan bengcu kepadaku.”
”Itu tidak mungkin!” Tai Wi Siansu membentak.
”Kedudukan bengcu tak mungkin diberikan seperti hadiah! Tak
mungkin pula bengcu ditukar-tukar seperti orang menukar baju!
Kalau Wan sicu yang menang, harus dia yang menjadi bengcu,
bagaimana bisa diganti oleh orang lain?”
See-thian Tok-ong tersenyum mengejek. ”Tat-wi Siansu, kalau
Wan Sin Hong sudah memberikan kedudukan itu kepadaku, yang
penasaran boleh maju dan kalau aku kalah tentu saja aku dengan
sendirinya akan mengundurkan diri'”
Kata-kata ini beralasan juga, karena kalau Wan Sin Hong, Siok Li
Hwa, Liok Kong Ji dan Go Ciang Le tidak menjadi bengcu, kiranya
yang paling kuat diantara lain-lain calon hanyalah See-thian lok-ong
seorang!
Tiba-tiba terdengar suara ketawa nyaring dan merdu. Siok Li Hwa
yang tertawa ini, tertawa dengan bebasnya memperlihatkan deretan
gigi yang putih berkilau seperti mutiara. Semua orang memandang
dan melihat gadis ini mengeluarkan tiga helai daun merah dari saku
bajunya, memberIkan itu kepada seorang gadis anggauta
perkumpulannya dan memberI perintah. Gadis itu menganguk
angguk dan di lain saat gadis itu sudah berkelebat dan cepat sekali
mengejar rombongan Cam-kau Sin-kai!
Kembali Li Hwa tersenyum mengejek kepada See-thian Tok-ong.
871
”Setan gundul, kau kira hanya kau saja yang memiliki daun
dewa? Tangan sudah melukai orang dan kau memiliki alat
penawarnya, akan tetapi tidak mau menolong. Sungguh kau kejam
sekali dan lebih kejam dari serigala-serigala yang berkeliaran di
gunungku. Ingin aku diberi kesempatan membuntungi dua
tanganmu dengan pedangku!” Sambil berkata demikian Li Hwa
mencabut pedang hijaunya dan berdiri dengan sikap menantang
sekali.
Kalau saja See-thian Tok-ong dan anak isterinya belum terluka
dan belum kalah di tempat itu, tentu akan bangkit dan menyambut
tantangan gadis itu. Kini ia hanya mengeluarkan suara menggereng
seperti harimau kejepit, merasa kecewa dan malu dan di lain saat ia
telah berlalu pergi diikuti oleh Kwan Ji Nio dan Kwan Kok Sun. Para
pengikutrya menjadi bingung karena tidak mungkin mereka dapat
menyusul tiga orang yang berlari seperti terbang menuruni puncak
itu. Terpaksa mereka lalu turun gunung pula untuk kembali ke kota
raja dan membuat laporan.
Sin Hong dan Li Hwa saling pandang. tinggal mereka berdua saja
calon bengcu.
“Hui-eng Niocu, banyak terima kasih. Kau benar-benar seorang
yang berhati mulia. Mudah-mudahan lain kali aku akan membalas
budimu tadi.“
Hui-eng Niocu Siok Li Hwa memandang kepada Sin Hong dengan
senyum lucu dan sepasang matanya yang tajam bersen. “Wan Sin
Hong, kau memang orang aneh. Aku memberi daun kepada Cam
kauw Sin-kai, mengapa kau yang berterima kasih? Laginya, daun itu
bukan aku yang menanam, hanya tumbuh sendiri di hutan dan aku
cuma memetiknya maka jangan bicara tentang budi.“
Dari gerak-gerik dan kata-kata Siok Li Hwa, Sin Hong mengerti
bahwa gadis ini amat terbuka hatinya dan jujur serta masih bersih
daripada adat istiadat sehingga nampaknya agak kasar, seakanakan
sebuah bunga mawar tumbuh di hutan, bebas dan belum
tersentuh oleh siapapun juga.
Sementara itu, Sin-houw Lo Bong menjadi tidak sabar. “Wan Sin
Hong den Hui-eng Niocu. Kalian ini anak kecil, tak tahu aturan hayo
872
sambut tantangan kami. Tai Wi Siansu, kau ini yang menjadi
pemimpin pertemuan ini bagaimana?”
Tai Wi Siansu menjawabnya karena baik Sin Hong maupun Li
Hwa kelihatan tidak mau mempedulikan ketua Shansi Kai-pang itu.
”Shansi Kai-pangcu, memang menurut aturan sekarang yang
menjadi calon bengcu tinggal dua orang, yakni Wan sicu dan Siok-
Lihiap. Untuk menentukan siapa bengcu yang menang, keduanya
tentu akan menguji kepandaian. Adapun kau dan kawan-kawanmu
kalau masih penasaran, tentu saja kalian boleh menguji mereka,
pilih saja yang mana!”
Tai Wi Siatisu memang maklum dan percaya penuh akan
kepandaian Sin Hong dan Li Hwa, maka ia tidak khawatir akan
ancaman orang-orang bekas pendukung Kong Ji ini. Yang ia
khawatirkan hanya mengenai diri Hui-eng Niocu Siok-Li Hwa. Sudah
tentu saja Tai Wi Siansu, juga tokoh- tokoh lain, mengharapkan Sin
Hong yang menjadi bengcu, karena sudah terbukti bahwa pemuda
ini selain kepandaian yang tinggi, juga berhati bersih dan
membuktikan kecerdikannya dalam hal membongkar rahasia Kong
Ji.
Akan tetapi, Li Hwa seorang gadis yang kelihatan berilmu tinggi
juga, apalagi kalau diingat bahwa gadis ini murid tunggal mendiang
Pat-jiu Nio-nio yang dahulu terkenal ganas dan galak. Bagaimana
kalau Sin Hong kalah oleh Nona ini?
Sementaia itu Sin-houw Lo Beng yang datang ke puncak itu
selaln mendukung Kong Ji, juga hendak menguji kepandaian sendiri
di gelanggang pertemuan orang-orang gagah. Tadi memang ia
gentar menghadapi tokoh-tokoh besar perti Hwa l Enghiong, Camkauw
Sin kai dan See- thian Tok-ong dan mereka ragu-ragu untuk
mengajukan diri mencoba kepandaian. Akan tetapi sekarang,
melihat bahwa sisa bengcu hanya tinggal dua orang muda itu,
biarpun ia tahu bahwa mereka berdua adalah orang-orang muda
dengan kepandaian tinggi, namun ia merasa penasaran dan di
dalam hatinya sanggup menangkan mereka. Mustahil dia yang
sudah mempunyai pengalaman puluhan tahun, akan kalah oleh
bocah yang baru muncul?
873
“Wan Sin Hong, mari kita main-main sebentar!“ Tantangnya
sambil menghadapi pemuda itu.
Tadinya Sin Hong sama sekali tidak mempunyai keinginan untuk
menjadi bengcu. Akan tetapi setelah melihat semua orang gagah
mengundurkan diri dan melihat suasana di dunia kangouw,
terutama sekali setelah ia mendengar pesan terakhir dari Cam-kauw
Sin-kai, pikirannya berubah. Ia melihat perlunya ia membela
kedudukan bengcu agar jangan terjatuh ke dalam tangan orangorang
jahat. Kalau ia masih berpendirian seperti tadi, yaknt tidak
mau menerima pengangkatan bengcu, tentu ia pun tidak sudi
melayani tantangan orang-orang seperti Lo Bong dan yang lain-lain.
Sekarang, ia maklum bahwa ia harus menyingkirkan orang-orang
bekas pendukung Kong Ji ini, sekalian memperkenalkan diri melalui
ilmu silatnya agar lain kali jangan ada orang jahat berani berbuat
sewenang- wenang. Maka dengan senang ia lalu melangkah maju
menghadapi Sin-houw Lo Bong, berkata perlahan,
“Lo-enghiong ini siapakah, harap memperkenalkan diri agar aku
yang muda bertambah pengetahuan.“
Melihat sikap Sin Hong yang ramah dan sopan Lo Bong
mengurangi kekakuan sikapnya. “Aku adalah Shansi Kai- pangcu,
Sin-houw Lo Bong dari Shansi.“
“Ah kiranya ketua Shansi Kai-pangcu yang terkenal. Silahkan,
Pangcu aku sudah siap menerima pelajaran.“
“Lihat serangan!“ Lo Bong berseru sambil membuka serangan
pertama yang dahsyat. Kedua lengannya ditekuk, jari-jari tangan
dipentang seperti kuku harimau, kemudian lengan itu bergerak
cepat pergi datang, melakukan serangan bertubi-tubi dan
bergantian, mencakar dada, perut, leher, dan muka.
Sin Hong cepat melangkah mundur. Serangan itu hebat sekali.
Dari kedua tangan itu menyambar angin pukulan yang cukup kuat,
menandakan bahwa serangan-serangan itu dilakukan dengan
tenaga lweekang yang tinggi. Biarpun Sin Hong berkepandaian
tinggi, akan tetapi ia kurang pengalaman dan belum pernah melihat
ilmu silat macam ini. Memang ia pernah mendengar dari gihunya
bahwa di dunia ini terdapat ilmu bertempur yang tak dapat dihitung
874
banyak macamnya, dan terhadap seorang lawan yang
mempergunakan Ilmu bertempur yang belum dikenalnya, ia harus
berlaku hati-hati sekali. Ia belum tahu bagaimana perubahan
serangan ini dan di mana letak kelihaiannya, maka biarpun didesak
terus, ia main mundur dan mengelak saja.
Dua puluh jurus terlewat dan Lo Bong menjadi marah. ia merasa
dipermainkan oleh pemuda itu yang selalu mengelak, bahkan
menangkis satu kali pun belum pernah. Padahal ia amat
mengharapkan tangkisan pemuda itu agar dapat mempergunakan
ilmunya, mencengkeram lengan pemuda itu! Inilah sebuah di antara
keistimewaan ilmu silatnya.
Begitu dua lengan bertemu dalam tangkisan, dengan gerakan
dan kecepatan yang tak dapat diduga lawan, ia dapat membalikkan
lengan dan menggunakan cengkeramannya menangkap lengan
lawan dan cclakalah lawan yang dapat ia tangkap lengannya!
Karena Sin Hong tidak mau menangkis dan gerakan pemuda itu
memang gesit sekali sehingga amat melelahkan bagi Lo Bong yang
sudah tua, tiba-tiba kakek ini mengeluarkan suara gerengan
harimau dan tubuhnya lalu mencelat naik, menubruk ke arah Sin
Hong seperti seekor harimau tulen! Ini merupakan keistimewaan
kedua dari ilmu silatnya Houw jiauw-kun ini. Tubrukannya demikian
cepat, kedua lengan dan kaki dipentang, bahkan kini kedua kakinya
juga bergerak seperti mencakar sehingga dalam sedetik Sin Hong
diancam oleh empat cakar yang berbahaya!
“Lihai sekali...!“ Sin Hong berseru kaget. Tentu saja ia dapat
menghantam lawannya ini selagi ia masih di udara menggunakan
tenaga lweekang. Akan tetapi Sin Hong tidak sekejam itu. bahkan
menggulingkan tubuhnya untuk menghindarkan diri dari terkaman
lawan.
Tak disangkanya bahwa gerakan Lo Bong memang luar biasa.
tubuh yang tinggi besar dan yang sedang melompat di tengah udara
itu tiba-tiba bergerak dan berganti haluan, kini menyambar ke arah
Sin Hong dengan dua tangan mencengkeram pundak dan leher.
875
Cepat sekali serangan ini sehingga bagi Sin Hong tidak terdapat
kesempatan untuk mengelak lagi. Terpaksa pemuda ini menangkis
dengan kedua tangannya.
“Plat’ Plak!“ Sin hong mengalami hal aneh. Biarpun ia menangkis
dengan teori ilmu silat, yakni dengan gerakan dikepretkan atau
dikipatkan, tetap saja kedua lengannya dapat ditangkap oleh dua
telapak tangan kakek itu, lekat tak dapat terlepas lagi seakan-akan
pada telapak tangan itu perekat yang amat kuat!
“Wan Sin Hong, lebih baik mengundurkan diri dari kedudukan
bengcu, kalau tidak kedua lenganmu akan patah-patah,” kata Lo
Bong sambil tertawa. ia merasa yakin bahwa pemuda itu akan
mengaku kalah, karena siapakah dapat membebaskan diri dari
kedua cengkeramannya?
Akan tetapi baru saja kata-katanya habis, ia meringis kesakitan
dan terpaksa mengendurkan cengkeramannya karena kedua telapak
tangan yang mencengkeram lengan tangan pemuda itu merasa
panas sekali dan sakit seperti ditusuk jarum. Di lain saat, lengan
yang tadinya mengeras dan panas sekali dan bulu-bulu lengan
berdiri dan keras bagaikan jarum-jarum baja yang menusuk telapak
tangannya tiba-tiba menjadi lemas dan licin bagaikan tubuh seekor
belut dan sekali tarik dua lengan pemuda itu telah terlepas!
Lo Bong sampai berdiri melongo. Tak disangkanya bahwa
pemuda ini memiliki lweekang yang sedemikian hebatnya.
Mengerahkan tenaga sehingga lengan menjadi panas seperti api dan
bulu-bulu lengan menjadi berdiri tegak dan mengeras seperti jarum,
adalah ilmu lweekang yang hanya pernah didengarnya saja akan
tetapi belum pernah disaksikannya. Tadinya Lo Bong mengira
bahwa di dunia tak mungkin ada orang yang lweekangnya setinggi
itu, kecuali mungkin Pak Kek Siansu yang sudah lama meninggalkan
dunia. Tak disangkanya sekarang ini bertemu dengan orangnya.
seorang yang masih begini muda.
Tiba-tiba Lo Bong mengeluarkan seruan kaget karena tanpa
sebab kedua tangannya terasa sakit sekali, tulang tulang jari
tangannya mengeluarkan suara kerotokan dan di lain saat Lo Bong
mengeluh dengan muka pucat dan keringat mengucur, memijit-mijit
pergelangan tangan berganti-ganti. Inilah akibat pukulan membalik
876
dari tenaga cengkeramannya yang dihantam oleh sinkang yang
disalurkan melalui lengan Sin Hong yang ditangkapnya tadi.
Melihat Lo Bong tak berdaya dan seperti cacing terkena abu
memijit-mijit kedua tangannya, Siang-plan Giam-ong Ma Ek Ketua
Bu-cin-pang melompat maju dan memutar sepasang ruyungnya.
“Wan Sin Hong, lihat senjata!“ Ucapannya ini belum habis,
ruyungnya sudah menyambar-nyambar seperti dua ekor burung
garuda yang mengamuk. Melihat gerakan ini, tahulah Sin Hong
bahwa kepandaian ketua dari Bu-cin-pai ini tidak berapa hebat,
hanya mengandalkan tenaga besar saja. Ia sendiri belum mengenal
siapa kakek ini, karena tidak sampai sempat bertanya nama, maka
mengira bahwa yang menyerangnya bukan seorang penting. Sin
Hong cepat menggerakkan kedua tangan dan di lain saat sepasang
ruyung telah dapat dirampasnya dan Ma Ek terjungkal karena
lututnya kena disentuh oleh ujung kaki Sin Hong.
Dalam satu gebrakan saja Siang-pian Giam-ong Ma Ek sudah
roboh, hal ini benar-benar merupakan suatu kejadian yang
mengherankan dan tak dapat dimengerti oleh para tokoh di situ.
Tak seorang pun mengenal gerakan Sin Hong tadi, semacam
gerakan yang nampaknya mudah dan sederhana akan tetapi yang
hasilnya demikian luar biasa. Tidak mengherankan kalau tidak ada
yang mengenalnya karena gerakan tadi adalah gerakan dari jurus
llmu Silat Pak-kek sin-Ciang-hoat yang belum pernah dimainkan di
muka dunia ini oleh siapapun juga. Pak Kek Siansu yang mencipta
ilmu silat ini belum pernah mempergunakan di depan umum dan
selain Sin Hon belum pernah ada yang, menerima pelajaran ilmu
silat ini.
Biarpun sudah terbukti kelihaian pemuda ini setelah mengalahkan
dua orang tokoh besar, namun Twa-to Kwa Serg tidak menjadi
gentar. Sebagai seorang tokoh besar yang sudah amat terkenal
namanya, ia tidak mundur sebelum merasai sendiri keunggulan
lawan. Sambil memutar-mutar golok di atas kepala ia berkata.
“Wan Sin Hong, kaucobalah kalahkan golok dari Twa-to Kwa
Seng!“
Wan Sin Hong memandang tajam, lalu berkata tenang. “Majulah”
877
Akan tetapi sebelum Twa-to Kwa-Seng mulai dengan
serangannya, Li Hwa melompat ke hadapannya dan berkata kepada
Sin Hong.
“lni tidak adil! Wan Sin Hong, apakah kau ingin borong semua
agar kelihatan paling pandai dan dipilih menjadi bengcu? Sekarang
giliranku.” Setelah berkata demikian, dengan pedang hijau di
tangannya ia menantang Twa-to Kwa Seng dengan senyum sindir
dan pandang matanya yang penuh ejekan.
Sin Hong tersenyum lalu mundur. Adapun Kwa Seng melihat
lagak Li Hwa menjadi marah. Baginya memang sama saja, melawan
Sin Hong atau gadis ini, karena kedua-duanya adalah calon bengcu.
“Bocah sombong, jaga dirimu baik baik,” serunya dan goloknya
menyambar mengeluarkan angin bagaikan sampokan sayap burung
garuda besar.
“Tua bangka pemotong babi! Kaulah yang harus menjaga diri
baik-baik agar pisau pemotong babimu itu tidak melukai tubuhmu
sendiri!“ kata Li Hwa sambil mengelak ke samping dan membalas
serangan lawan dengan pedangnya.
Cepat sekali gerakan Li Hwa sehingga Kwa Seng terkejut tidak
sempat membalas ejekan nona itu. Goloknya di ayun dan dengan
tenaganya yang besar mengandalkan goloknya yang tebal dan berat
ia hendak menangkis pedang agar terlepas dari pegangan gadis itu.
Akan tetapi Li Hwa terlalu lincah, namun membiarkan pedangnya
yang tipis itu di hantam oleh golok besar. Juga gadis ini tidak mau
mengandalkan ketajaman pedangnya untuk membabat golok.
karena golok setebal dan seberat itu, biarpun andalkata dapat
dibabat putus tenta akan merusak pedangnya, atau ada bahayanya
kalau ia kalah tenaga, pedangnya akan terlepas dari pegangan.
Dengan gerakan cepat dan lincah sekali Li Hwa mulai
nempermainkan lawannya.
Payah juga Kwa Seng mengikuti gadis itu yang bagaikan seekor
burung walet menyerang seekor gajah yang berat tubuhnya. Gadis
itu berlompatan ke sana ke mari, kadang kadang tahu-tahu berada
di belakang Kwa Seng, atau ada kalanya melompat tinggi di atas
kepala dan menyerang dari atas. Semua ini dilakukan sambil
878
tertawa-tawa mengejek sehingga Kwa Seng merasa kepalanya
pening sekali.
Akhirnya dengan gerakan indah sekali, Li Hwa berhasil
menggores lengan tangan Kwa Seng dan cepat mengirim tendangan
ke arah jari-jari tangan yang memegang golok. Karena sakit
lengannya tergores pedang. pegangan pada gagang goloknya yang
amat tidak begitu kuat tapi maka ketika jari-jari tangannya terkena
tendangan, golok itu terlempar membalik dan melukai pahanya
sendiri.
Darah mengucur dari paha dan Kwa Seng berlompat- lompatan
ke belakang menahan sakit.
Li Hwa tertawa nyaring. “Apa kata ku tadi? Tua bangka
pemotong babi mulai memotong kakinya sendiri, dikira kaki babi...“
Akan tetapi kata-kata ini terputus oleh sorak-sorai dan ketika Li
Hwa dan Sin Hong serta yang lain lain menengok mereka terkejut
sekali karena puncak itu telah terkurung oleh pasukan yang ribuan
orang banyaknya! Inilah pasukan- pasukan dari Perkumpulan Imyang-
bu pai, Bu-cin-pang, Kwa-cin-pai, Shan-si Kaipang, Twa-to Bupai,
dan lain-lain yang telah dikerahkan oleh Kong Ji. Mereka itu
kesemuanya telah memegang senjata lengkap dan mengurung
tempat itu dengan sikap mengancam! Ketua-ketua perkumpulan
yang tadi sudah kalah cepat-cepat lari masuk ke dalam barisan
masing-masing.
Di ujung barisan itu tiba-tiba muncul seorang yang tertawa
bergelak, suara ketawanya menyeramkan. Semua orang yang
terkurung memandangnya dengan penuh kebencian karena orang
ini ternyata bukan lain adalah Liok Kong ji! Pemuda yang amat licik
ini diam-diam telah mengatur semua pasukan pendukungnya untuk
mempergunakan kesempatan selagi semua orang lengah dan
memperhatikan pertempuan antara ketua-ketua pasukannya dengan
calon-calon bengcu, mengatur pengepungan itu. Kini ia berdiri
sambil tertawa di dekat barisan lm-yang-bu-pai, lalu suaranya
terdengar lantang.
“Wan Sin Hong manusia sombong, lihatlah baik-baik di
sekelilingmu! Kau mau tahu berapa banyaknya? Lima ribu orang,
879
sobat! Apakah kau masih mau menyombongkan kepandaianmu dan
sanggupkah kau membobolkan kepungan kami?“ kata-kata ini
disusul suara ketawa bergelak, sama sekali pemuda itu tidak
kelihatan malu karena kekalahannya tadi.
Di puncak gunung itu masih terdapat banyak orang. Di samping
Sin Hong dan Siok Li Hwa, di situ masih terdapat ciangbunjin dari
tiga partai besar yakni Tai Wi Siansu ketua dari Kunlun-pai Leng
Hoat Taisu ketua Thian-san-pai, Bu kek Siansu ketua Bu-tong-pai,
dan beberapa belas orang tokoh kang-ouw yang tidak ikut
mendukung Kong Ji. Para wakil palsu dari Siauw-lim-pai, Go-bi-pai,
Teng-san-pai, Hong-san-pai dan lain lain yang sesungguhnya masih
kaki tangan Kong Ji juga, sejak tadi sudah mengundurkan diri dan
menggabungkan diri dengan para ketua pasukan pendukung Kong
Ji. Selain ketua-ketua partai besar dan tokoh-tokoh kang-ouw,
masih ada anak murid Kun-lun-pai, Bu-tong-pai dan Hui-eng-pai
yang masing-masing berjumlah kurang lebih dua puluh orang
sehingga jumlah semua orang yang terkepung itu hanya ada seratus
orang lebih. Akan tetapi, begitu muncul di situ, Liok Kong Ji hanya
menyebut nama Wan Sin Hong, maka dapat diduga bahwa ia
memang melakukan pengepungan itu untuk mengancam Sin Hong.
“Kong Ji manusia berhati iblis, tak perlu kau memutar-mutar
omongan, kata-kan saja apa maksudmu dengan perbuatan curang
dan tak tahu malu ini?“ kata Sin Hong, sedikit pun tidak takut,
bahkan memperlihatkan senyum mengejek.
“Monyet rawa, kau yang sudah kalah bertanding dan dipukul Iari
seperti anjing apakah sekarang hendak mengandalkan orang banyak
untuk merebut kedudukan bengcu? Sungguh tak tahu malu sekali!“
Siok Li Hwa memaki Kong Ji, karena gadis ini sekarang dapat
menduga dan hampir yakin bahwa yang menyebabkan matinya Cun
Eng tentulah Liok Kong Ji.
Kong Ji tidak marah dimaki oleh LI Hwa, hanya tersenyum manis
dan menjawab dengan suara halus, jawaban yang sekaligus
menjawab pertanyaan Sin Hong dan Li Hwa.
“Sin Hong, kalau aku mau, sekarang juga aku dapat menumpas
kau dan semua orang di puncak ini. Akan tetapi hatiku tidak
sekejam itu. Aku menghargai persahabatan di dunia kang-ouw. Ada
880
peribahasa bilang bahwa siapa kuat dia menjadi raja. Sekarang aku
menawarkan pembebasanmu dan semua orang di puncak ini
dengan hanya ditukar dua macam barang, yakni kitab warisan Pak-
Kek Siansu dan pedangku Pak-kek Sin kiam kau kembalikan!“
Sin Hong maklum bahwa ancaman pemuda itu bukan main-main.
Ketika menyapu orang-orang yang mengurung tempat itu dengan
kerling matanya, ia mendapat kenyataan bahwa ancaman itu bukan
ancaman kosong belaka. Kalau terjadi pertempuran, kiranya seratus
orang betapapun lihainya takkan mungkin dapat mengundurkan
lima ribu orang!
“Kalau aku menolak“ tanyanya memancing.
Kong Ji tertawa mengejek mendengar pertanyaan ini. “Ha, ha,
ha, manusia bodoh. Kalau kau menolak, kau menderita rugi besar
karena kau dan semua orang yang berada di puncak ini akan
kubinasakan semua. Sebaliknya, aku untung besar karena selain
kitab dan pedang pusaka tetap menjadi milikku setelah kau
mampus, juga para anggauta Hut-eng-pai itu... hemmmm, mereka
cantik-cantik! Tentu mereka tidak termasuk orang-orang yang harus
dibinasakan, bahkan sebaliknya!“ Kembali pemuda ini tertawa
terbahak-bahak.
“Jahanam Liok Kong Ji, manusia tak tahu malu! Kalau kau
memang laki-laki, mari kita bertempur seribu jurus sampai semua
orang di antara kita menggeletak tak bernyawa di situ!“ Li Hwa
melompat dengan pedang di tangan. Pasukannya juga bergerak dan
semua gadis anak buahnya yang rata-rata menjadi merah mukanya
dan marah sekali mendengar kata-kata Kong Ji tadi, telah mencabut
pedang, siap sedia menanti perintah ketua mereka untuk menyerbu.
“Nona, aku tidak hendak bermusuhan dengan kau dan anak
buahmu, bahkan aku ingin menjadi sahabatmu, sahabat yang baik
sekali....“ kata Kong Ji sambil memandang dengan mata penuh arti,
pandang mata yang kurang ajar sekali.
“Keparat, jadilah setan tak berkepala!“ Li Hwa berseru dan
tubuhnya melayang, pedangnya menyambar ke arah leher Kong Ji.
Akan tetapi, dengan mudah Kong Ji mengelak dan di lain saat ia
telah lenyap ke dalam barisannya dan Li Hwa berhadapan dengan
881
barisan golok yang terdiri dari ratusan orang. Barisan ini teratur
rapat sekali, merupakan barisan terlatth baik. Inilah barisan dari
Twa-to Bu-pai yang disebut Twa-to-tin (Barisan Golok Besar).
Barisan itu sudah mulai bergerak-gerak, dan semua barisan yang
mengepung puncak itu pun sudah bergerak, di antaranya terdapat
barisan anak panah yang sudah siap menarik tali busur!
“Hui-eng Niocu, tahan!“ seru Sin Hong sambil melompat ke
dekat nona itu. “Kong Ji, aku terima syaratmu!“
Hui-eng Niocu Siok Li Hwa mengerling kepada Sin Hong. “Apakah
kau takut mati? Takut menghadapi ribuan ekor monyet rawa itu?“
Sin Hong tersenyum dan memandang kepada nona yang gagah
“Orang-orang seperti kau dan aku tidak kenal takut untuk
menghadapi bahava biarpun terkurung oleh mereka, akan tatapi
apakah kau tidak ingat dan sayang kepada nyawa orang-orang lain
yang berada di sini? Apakah kau rela mengorbankan anak buahmu
itu hanya untuk menuruti perasaan marah dan hati panas?“
Li Hwa membanting-banting kakinya, “Anjing she Liok itu, kelak
akan tiba satnya aku membelah dadanya!“
Sementara itu, tahu-tahu Kong Ji sudah muncul lagi di ujung lain
sambil tersenyum-senyum. Entah dari mana datangnya, ia kini telah
memegang sebuah hudtim lagi dan lagaknya dibuat-buat seperti
seorang pembesar tinggi.
“Bagus, Sin Hong. Lekas kauserahkan kitab dan pedang itu!“
katanya penuh kegembiraan.
“Sabar dulu, Kong Ji. Jangan kauharap aku dapat mempercayai
omongan seorang seperti engkau. Lebih dulu buka jalan agar para
enghiong dan locianpwe yang berada di sini turun gunung, baru aku
mau memberikan benda-benda itu.“
Kong Ji marah, akan tetapi ia tertawa mengejek. “Kau tidak
percaya kepadaku, apakah aku juga dapat percaya kepadamu?
Kalau kalian sudah turun semua, ke mana aku harus mencarimu?
Ha, ha, ha, jangan kau bicara seperti anak kecil, Sin Hong.“
882
“Kong Ji aku hanya ingin kau membuka jalan memberi
kesempatan kepada para locianpwe dan juga kepada Hui- eng-pai
turun gunung. Aku sendiri takkan turun gunung sebelum
memberikan semua benda yang ada padaku. Aku bersumpah demi
kegagahan, setelah semua orang kecuali aku turun gunung tanpa
mendapat gangguanmu, aku akan memberikan semua benda yang
ada padaku!“
Liok Kong Ji agaknya puas mendengar ini. “Hem, kalau begitu
sesukamulah, aku akan memberi jalan keluar. Akan tetapi awas,
jangan kau ikut bergerak dari tempatmu!“ Ia lalu memberi aba aba
dan pasukan pengurung itu melebar, lalu di tempat yang jauh dan
situ dibukalah jalan keluar yang terjaga kuat oleh barisan anak
panah! Serombongan lain yang merupakan barisan panah
mengancam Sin Hong menjaga kalau-kalau pemuda itu
mengeluarkan gerakan mencurigakan tentu akan dahujani panah’
Tai Wi Siansu menghadapi Sin Hong. “Wan-sicu mengapa begini?
Kau tahu bahwa pinto dan yang lain-lain bukan pegecut dan tidak
takut mati. tak perlu kau mengorbankan diri dan kehormatan untuk
menyelamatkan kami!”
”Betul, Wan-sicu, aku pun ingin berkenalan dengan kepandaian
iblis itu.”
”Pinto juga tidak gentar menghadapi segala gentong nasi ini,
Wan-taihiap,” kata Bu Kek Siansu ketua Bu-tong-pai.
Sin Hong tersenyum. ”Tentu saja saya yakin akan keberanian dan
kelihaian Sam-wi Locianpwe, juga tidak menghina Sam-wi. Sam-wi
sebagai ciangbunjin-ciangbunjin partai besar untuk apa harus
mengotorkan mulut dan tangan berurusan dengan orang macam
dia? Apalagi, saya mengerti bagaimana harus menghadapi orang
macam dia. Harap Sam-wi suka mengalah dan silakan turun gunung
lebih dulu. Lain kali kita saling bertemu pula.”
Terpaksa para ketua partai besar tanpa menoleh kepada Kong Ji,
dengan tindakan gagah memimpin anak-anak muridnya
meninggalkan tempat itu. Setelah semua orang gagah itu turun
gunung barulah Li Hwa menghampiri Sin Hong. Gadis ini paling
sukar disuruh pergi.
883
”Di sini tempat bebas, aku berada di sini, siapa yang berani mati
mengusirku?” katanya dengan mata berapi-api di tujukan kepada
Sin Hong.
-oo0mch-dewi0oo-
Jilid XXXII
NIOCU, jangan begitu. Kau tahu bahwa aku tidak mengusirmu,
hanya minta dengan hormat supaya kau turun gunung lebih dulu
agar urusan ini dapat diselesaikan dengan damai.“
“Aku tidak mau pergi, kau mau apa?“ tantang Li Hwa. Sin Hong
menjadi serba susah.
“Niocu, kalau kau nekad dan terjadi pertempuran, sudah pasti
pasukanmu yang kecil jumlahnya akan binasa....“
“Tak peduli! Aku tak dapat meninggalkan kau seorang diri begitu
saja, aku bukan pengecut!“ Kata-kata yang diucapkan secara kasar
dan terus terang ini membuat hati Sin Hong berguncang.
“Niocu... apakah kau... rela mengorbankan nyawa semua anak
buahmu hanya untuk... melindungi keselamatanku...?“ tanyanya
lirih, matanya tajam. Li Hwa menjadi merah mukanya dan gadis ini
menggigit bibir dengan gemas. Ia nampak marah sekali.
“Kau bicara apa...??“ Tangan kirinya menampar dan “plok!“ pipi
kanan Sin Hong menjadi marah dan di situ nampak jalur jalur lima
jari yang kecil meruncing.
Terdengar Liok Kong Ji tertawa bergelak. Jarak antara dia dan
dua orang yang bertengkar itu terlampau jauh sehingga ia tidak
dapat mendengar suara mereka. “Eh, Sin Hong, apa kau gila?
Mengapa di tempat ini kau berani mampus hendak mengganggu
wanita?“ katanya penuh ejekan.
Sementara itu, Li Hwa sudah berjalan pergi diikuti oleh anak
buahnya di kanan kiri. Akan tetapi baru berjalan seratus tindak
lebih, ia berhenti dan memutar tubuhnya memandang Sin Hong
yang masih bengong berdiri di situ. Tiba-tiba Li Hwa mengayun
tangan kanannya dan sinar hijau melayang ke arah dada Sin Hong!
884
Pemuda ini cepat mengulurkan tangan dan menangkap gagang
pedang Cheng- liong-kiam yang disambitkan Li Hwa.
Kelihatannya gadis itu menyerang dengan sambitan pedang,
akan tetapi Sin Hong tahu bahwa gadis itu sengaja memberikan
pedangnya, sungguhpun kalau orang biasa saja tentu dadanya akan
tertembus pedang. “Aku titipkan dulu pedangku!“ kata Li Hwa dan
di lain saat ia telah berlari-lari meninggalkan tempat itu, diikuti oleh
anak buahnya.
Diam-diam Sin Hong berterima kasih sekali. Sekarang ia tahu
bahwa Li Hwa yang jujur itu tetap merasa curiga kepada Kong Ji
dan menyangka bahwa kalau Sin Hong sudah berada di situ seorang
diri pasti pemuda ini akan dikeroyok. Begitu pedang dan kitab
diserahkan dan pemuda ini bertangan kosong apakah dayanya kalau
dikeroyok? Maka dari itu ia tadi merasa tidak tega meninggalkan Sin
Hong seorang diri di tengah-tengah para srigala bermuka manusia
itu dan akhirnya ia sengaja meminjamkan pedangnya karena hanya
Cheng-liong-kiam yang dapat menghadapi Pak-kek Sin-kiam.
Kini Sin Hong berada seorang diri di tempat itu, dikepung oleh
lima ribu orang anak buah Kong Ji yang siap bergerak kalau
diperintah oleh pemuda iblis itu. Sikap Sin Hong tenang-tenang saja
dan ia menanti sampai semua orang yang turun gunung tadi sudah
berada di tempat aman. Baru ia menghadapi Kong Ji dan berkata,
“Ternyata kau maslh kenal artinya memenuhi janji. Nah,
sekarang tiba giliranku. Ambillah semua barang milikku yang berada
padaku. Kau mau Pak-kek Sin-kiam? lni, terimalah!“ Sin Hong
mengambil pedang pusaka itu dan melemparkannya ke depan Kong
Ji. Pedang itu menancap di atas tanah di depan Kong Ji, gagangnya
bergoyang goyang.
“Apa lagi yang kaukehendaki? Yang ada padaku hanya sedikit
pakaian, obat-obat dan beberapa puluh tael perak. Yang mana kau
mau ambil?“
“Sin Hong, jangan kau pura-pura bodoh dan pelupa. Aku
menghendaki Pak-Kek Sin-kiam dan kitab peninggalan Pak Kek
Siansu. Berikan kitab itu!“
885
Sin Hong tersenyum. “Bagaimana mungkin? Kitab itu sudah lama
kubakar di dasar jurang Gunung Luliang-san.“
“Sin Hong, tidak malukah kau untuk melanggar janjimu tad!?
Bukankah kau sudah bersumpah hendak memberikan semua itu
kepadaku setelah aku melepaskan semua orang turun gunung?“
“Kong Ji, peraslah otakmu dan ingat baik-baik bagaimana bunyi
sumpahku tadi. Aku tadi bersumpah akan memberikan segala benda
milikku yang berada padaku, bukan? Nah. sekarang yang berada
padaku hanya pedang pusaka dan lain-lain barang yang telah
kasebutkan tadi. Dan aku pun sama sekali tidak membohong
dengan keteranganku bahwa kitab suci itu sudah kubakar. Kau tidak
percaya? Boleh kauperiksa pakaianku kalau-kalau kusembunyikan
kitab itu.“ Sambil berkata demikian, Sin Hong memegang pedang
Cheng-liong- kiam tinggi-tinggi dengan tangan kanannya dan
mengangkat dua lengan dua lengan itu ke atas.
Kong Ji mencahut pedang Pak-kek Sin-kiam dari atas tanah, lalu
meyuruh seorang pembantunya untuk memeriksa tubuh Sin Hong.
Di luar tahu Sin Hong ia membisikkan sesuatu kepada pembantu ini,
seorang yang pendek gemuk dan kelihatan bertenaga besar dan
berkepandaian tinggi. Orang ini lalu berjalan dengan tegapnya
menghampiri Sin Hong.
“Aku diberi tugas memeriksamu,“ katanya singkat.
“Silakan,““ jawab Sin Hong tersenyum.
Si Pendek Gemuk itu lalu menggunakan dua tangannya untuk
menggeratak, meraba raba dan memeriksa seluruh kantong dan
lipatan pakaian Sin Hong dan sepuluh buah jari tangannya seperti
sepuluh ekor cecak merayap-rayap. Satu demi satu bawaan Sin
Hong dikeluarkan, dan bungkusan-bungkusan obat, jarum-jarum
pengobatan, uang bekal, sampai buntalan pakaian. Akan tetapi
tetap tidak terlihat sebuah pun kitab.
Tadinya jari-jari tangan itu meraba-raba dan merayap-rayap
sehingga Sin Hong terpaksa harus mengerahkan tenaga menahan
kegelian. Akan tetapi tiba-tiba jari-jari tangan itu menegang dan
bagaikan kilat cepatnya orang itu menggunakan sebuah pisau tajam
menusuk lambung Sin Hong! Inilah perintah rahasia yang dibisikkan
886
oleh Kong Ji tadi, yaitu apabila kitab tak dapat ditemukan, selagi
memeriksa dan Sin Hong lengah orang ini supaya membunuh Sin
Hong dengan tusukan mendadak.
Dapat dibayangkan betapa sukarnya menghindarkan diri dari
serangan yang begini tiba-tiba dan dekat apa lagi dalam keadaan
tidak menyangka dan kedua tangan diangkat ke atas seperti
keadaan Sin Hong. Sin Hong yang merasa terkejut juga tidak
mempunyai kesempatan lagi untuk mengelak, maka ia lalu
mengerahkan sinkangnya ke dada, merendahkan diri dan memutar
tubuh sehingga pisau nu tidak mengenai lambungnya melainkan
mengenai dadanya, kemudian hampir pada saat yang sama, tangan
kirinya sudah menempeleng kepala orang itu.
Baju Sin Hong di bagian dada robek, kulit dadanya hanya
tergurat sedikit karena orang itu menusuk dengan sepenuh tenaga
lweekangnya. Akan tetapi orang gemuk yang kena ditempeleng
kepalanya itu, berputar-putar seperti sebuah gasing lalu terhuyunghuyung
dengan mata mendelik dan di lain saat ia roboh mencium
tanah tak bergerak lagi!
Sin Hong cepat mengambil barang barangnya yang tadi
dikeluarkan dan di lempar di atas tanah, kemudian ia memandang
kepada Kong Ji dengan mata berapi.
“Hemm, kau benar-benar seorang iblis yang palsu dan pengecut,
Kong Ji. Kau-lihat sendiri bahwa kitab itu tidak ada padaku. Aku
tidak biasa membohong atau menipu, sebaliknya kau benar-benar
tak tahu malu menyuruh babi itu melakukan serangan menggelap.
Apa sih kehendak mu?“
Kong Ji tidak merasa malu, hanya kecewa karena orangnya gagal
membunuh Sin Hong. Kalau ia sendiri yang tadi melakukan
pemeriksaan dan penyerangan menggelap itu. sudah dapat
dipastikan Sin Hong akan tewas. ia tertawa menyeringai ketika
menjawab,
“Sin Hong, dia itu menyerang karena mendongkol tidak dapat
menemukan kitab. Biarlah sekarang kauganti kitab itu dengan
pedang hijau itu, baru kau boleh pergi tanpa gangguan kami lagi.“
887
Sin Hong tersenyum mengejek. Ia tahu bahwa kata-kata ini pun
palsu belaka. Kalau ia memberikan pedang Cheng-liong-kiam itu,
atau bahkan andalkata ia mempunyai kitab itu dan memberikannya
kepada Kong Ji sekalipun, tetap saja ia takkan dibiarkan turun
gunung begitu saja. Ia sudah tahu betul akan dasar watak Kong Ji.
“Kong Ji, kau tahu bahwa pedang ini adalah pedang pusaka milik
Hui-eng Nio-cu yang dititipkan kepadaku, bagaimana kau
menghendakinya? Lebih baik aku kehilangan nyawa daripada
kehilangan barang pusaka yang dititipkan dan dipercayakan
kepadaku!“
“Ha, ha, ha, bodoh mata keranjang! Kau cinta pada gadis garuda
itu, bukan?“
“Kong Ji tutup mulutmu yang kotor!“ Sin Hong membentak
marah, akan tetapi jawaban Kong Ji merupakan aba-aba kepada
pasukannya dan serentak lima ribu orang anak buahnya bergerak,
pengurungan makin kuat!
Sin Hong mengerti bahwa ia seorang diri tak mungkin dapat
membobolkan kepungan lima ribu orang lawan, maka sambil
menggerak-gerakkan Pedang Cheng-liong-kiam ia berseru keras,
“Kong Ji, ingat bahwa biarpun kau berhasil membunuhku,
banyak sekali anak buahmu akan tewas lebih dulu oleh tanganku.
Bahkan kau sendiri takkan terlepas dari pedangku!“
“Ha, ha, ha, Sin Hong, kata-katamu seperti suara katak dalam
sumur.. Bersiaplah untuk mampus!“ kembali Kong Ji memberi abaaba
dan ratusan batang anak panah menyambar ke arah Sin Hong!
Pemuda itu memutar pedangnya yang segera berubah menenjadi
segulungan sinar hijau yang menyelimuti tubuhnya. Anak-anak
panah itu runtuh semua dan patah- patah. Kemudian pasukan golok
besar menyerbu Sin Hong. Anak buah pasukan itu rata-rata pandai
Ilmu Silat Golok karena memang mereka ini terlatih baik oleh
ketuanya, yakni Twa-to Kwa Seng. Golok mereka besar dan berat,
gerakan mereka cepat dan serangan, serangan mereka teratur
sekali seperti sebuah barisan golok.
888
Akan tetapi sekarang mereka menghadapi Sin Hong yang
memegang pedang pusaka ampuh. Tentu saja mereka merupakan
makanan empuk bagi Sin Hong. Serapat- rapatnya pengurungan,
untuk mengeroyok seorang lawan saja tak mungkin dapat maju
bersama lebih dari dua puluh orang. Yang aktip menyergap Sin
Hong paling banyak dua puluh dari segala jurusan, sedangkan yang
lain-lain hanya bersorak-sorak sambil mengamang-amangkan golok
besarnya saja.
Begitu Sin Hong menggerakkan tubuh dan pedang, bagaikan
batang-batang pohon ditebang para pengeroyok itu roboh. Darah
membanjir, pekik kesakitan saling susul dan tubuh bergelimpangan
tumpang tindih. Masih untung bagi mereka bahwa Sin Hong
memang seorang pemuda yang memiliki hati penuh welas asih,
sehingga pemuda ini tidak tega untuk menjatuhkan tangan maut.
Yang roboh itu semua hanya menderita luka-luka di kulit dan
daging saja tidak sampai mati akan tetapi juga tidak mampu bangun
karena di luar tahunya Sin Hong, pedang pusaka Cheng liong-kiam
mengandung semacam bisa yang membuat luka terasa perih seperti
dituangi cuka campur garam! Tidak mengherankan apabila orangorang
yang terluka itu menjerit-jerit dan memekik, meraung-raung
seperti babi-babi disembelih saking perih dan saking luka di tubuh
mereka akibat sabetan pedang hijau itu.
Akan tetapi musuh terlampau banyak. roboh sepuluh maju
penggantinya sehingga Sin Hong terus-menerus dikeroyok oleh dua
puluh orang, tak peduli setiap kali diganti mereka itu roboh. Juga
tempat menjadi penuh orang luka yang tentu saja menghalangi
gerakan Sin Hong, memaksa pemuda itu setiap kali berganti
gelanggang. ia maklum bahwa kalau diteruskan, ia akan terpaksa
merobohkan banyak sekali orang, mungkin sampai ratusan dan
akhirnya dia sendiri akan kehabisan tenaga dan menyerah.
Hatinya menjadi gemas sekali terhadap Kong Ji yang dapat
menggerakkan begini banyak orang sedangkan dia sendiri
bersembunyi. Maka sambil bertempur Sin Hong mencari-cari Kong Ji
dengan sudut matanya. Akhirnya ia melihat pemuda itu memberi
aba-aba dan mengatur di barisan tengah. Cepat bagaikan kilat Sin
Hong menerjang para pengepung sebelah kiri. Ia harus
889
membobolkan kepungan ini untuk dapat menyerang Kong Ji. Akan
tetapi sia-sia. Kong Ji yang melihat usahanya ini segera memberi
aba-aba dan selain bagian itu diperkuat, juga Kong Ji sendiri lenyap
dari tempat tadi, pindah ke lain tempat yang tidak terlihat oleh Sin
Hong.
Tiba tibu terdengar suara Kong Ji memberi aba-aba. “Mundur
semua, hujani anak panah!“
Inilah yang dikhawatirkan oleh Sin Hong. Selama ia dikepung
oleh pasukan bersenjata, ia masih aman karena tentu saja ia tidak
takut menghadapi serangan-serangan dari dekat dan dapat
merobohkan para lawannya. Akan tetapi kalau diserang dengan
anak panah, ia tak dapat berbuat lain kecuali melindungi dirinya,
tanpa dapat membalas.
Pasukan-pasukan itu sudah terlatih sekali dan mendengar abaaba
ini, mereka serentak mundur, membiarkan Sin Hong berada di
tengah-tengah. Kemudian dari seluruh jurusan hujan anak panah
menycrbu Sin Hong. Tadi Kong Ji telah mengatur sehingga barisan
panah dipencar mengelilingi tempat itu sehingga kini penyerangan
anak panah dapat dilakukan dari empat jurusan. Bukan saja anak
pariah yang menyambar, juga ada pisau, piauw, dan lain-lain
senjata rahasia seperti jarum dan paku atau pelor besi. Di antara
semua senjata rahasia yang datang seperti ini, terdapat juga Hektok-
ciam, yakni jarum-jarum berbisa dari Kong Ji sendiri.
Sin Hong terpaksa memutar lagi pedangnya seperti tadi dan
semua senjata rahasia runtuh. Akan tetapi Kong Ji sangat cerdik. ia
tidak melakukan serangan sekaligus, melainkan berantai, kalau
rombongan pertama selesai melepaskan anak panah, rombongan ke
dua menyusul, lalu rombongan selanjutnya sampai rombongan
pertama siap lagi. Dengan demikian, senjata rahasia yang
menghujani Sin Hong tidak pernah berhenti!
Sin Hong mendongkol bukan main. Sambil memutar terus
pedangnya sehingga tubuhnya tidak kelihatan, terbungkus oleh
sinar hijau, ia berseru,
890
“Kong Ji manusia jahanam, mengapa kau begini curang dan
pengecut? Hayo kita bertempur seribu jurus kalau kau memang
jantan!“
Akan tetapi jawabannya hanya ketawa mengejek dan tiba-tiba
dari kanan kiri datang balok-balok bergulingan ke arah Sin Hong. Sin
Hong terkejut sekali. Memang tempat ia dikeroyok ini agak rendah
sehingga kalau ada balok dilempar dari kanan kiri, akan bergulingan
ke tengah dan akan menyerang kakinya!
Balok itu datang dengan cepat dan menakutkan karena biarpun
Sin Hong amat kuat, apabila terdorong oleh balok balok itu, sukar ia
dapat mempertahankan. Cepat ia melompat dan sambil terus
melindungi tubuh bagian atas dengan gulungan sinar pedang, ia kini
harus berlompat- lompatan ke atas untuk menghindarkan diri dan
gilasan balok-balok itu. Tak lama kemudian tempat itu sudah penuh
dengan balok-balok yang ternyata adalah batang-batang pohon
yang ditebang oleh pasukan-pasukan itu untuk dipergunakan
sebagai senjata. Sekarang bukan hanya balok- balok yang datang
bergulingan, bahkan ada batu-batu besar yang mulai dipergunakan!
Sin Hong melompat dari balok ke balok, dari batu ke batu, dan
kadang-kadang batu yang jatuh menimpa batu lain mendatangkan
goncangan hebat sehingga gerakannya menjadi kacau dan terdapat
lubang pada pertahanan pedangnya. Tiga buah anak panah sudah
menancap di pundak dan punggungnya!
Sin Hong menggigit bibirnya, menahan rasa sakit dan tetap
mempertahankan diri. Sampai saat terakhir ia tidak sudi mengalah
atau menyerah.
Diam-diam Kong Ji kagum bukan main. Balok dan batu sudah
penuh, sampia rata dengan tebing kanan kiri dan tak dapat orang
menggulingkan sesuatu namun tetap saja Sin Hong belum mau
menyerah. Sudah tiga jam lebih pemuda itu dikeroyok, sudah
seratus orang lebih yang terluka dan kini dirawat di bagian belakang
karena tadi sebelum orang- orang menghujankan balok dan batu,
para korban yang terluka oleh pedang Sin Hong itu disereti ke
dalam pasukan.
891
Kalau tidak demikian, tentu mereka ini akan gepeng- gepeng
tergilas dan tertindih batu-batu dan balok-balok itu. Akan tetapi
tetap pemuda perkasa itu tidak mau menyerah. Padahal tiga batang
anak panah masih menancap di tubuhnya. Benar-benar gagah
perkasa!
“Sin Hong...! Lekas lempar Cheng-liong-klam dan berlutut minta
ampun kepadaku kalau kau ingin selamat!“ Kong Ji mencoba lagi
membujuk karena ia merasa ngeri menyaksikan kehebatan sepak
terjang Sin Hong dan khawatir kalau-kalau Sin Hong dapat
melepaskan diri dari kepungan itu.
Akan tetapi jawabannya hebat. Bukan dengan kata-kata
melainkan tiba-tiba gulungan sinar pedang hijau itu meninggalkan
tempat tadi dan kini sambil terus sinar pedang bergulung-gulung
melindungi tubuhnya. Sin Hong mendesak ke arah tempat Kong Ji
berdiri. Beberapa orang anak buah Kong Ji menyambutnya dengan
tombak di tangan, akan tetapi begitu terdengar suara keras,
tombak- tombak itu patah dan tujuh orang sekaligus roboh dengan
pinggang terbabat pedang!
Kong Ji menjadi penasaran dan marah. Ternyata kini Sin Hong
tidak berlaku kasihan lagi dan mulai membunuh anak buahnya.
Dengan gemas Kong Ji memerintahkan para pembantunya yang
kepandaiannya agak tinggi untuk membantunya dan ia sendiri
mencabut Pak-kek Sin-kiam lalu menyerang dengan bengisnya.
Diam diam Sin Hong terheran dan juga kagum. Baru saja dalam
pertempuran tadi di puncak ini, Kong Ji sudah terluka olehnya, akan
tetapi mengapa dalam waktu singkat Kong Ji sudah pulih lagi
tenaganya?
Benar-benar Kong Ji sudah memiliki kepandaian yang tinggi
tingkatnya. Sayang sekali ia tersesat dan menyeleweng. Dengan
penuh semangat Sin Hong menyambut serangan Kong Ji dengan
pedang pinjamannya dan di lain saat dikeroyok hebat oleh Kong Ji
dan tiga orang ketua pasukan yakni Siang-pian Giam-ong Ma Ek,
Sin-houw Lo Bong dan Twa-to Kwa Seng.
Memang betul bahwa dalam pibu tadi, tiga orang ketua ini telah
terlukakan tetapi luka-luka mereka ringan saja dan kini mereka
sudah dapat bertempur lagi membantu Kong Ji. Selain empat orang
892
gagah ini, masih ada belasan orang anggauta pasukan yang paling
tinggi ilmu silatnya yang mengeroyok Sin Hong.
Pada saat itu, Sin Hong sudah lelah sekali, juga darah yang
mengucur keluar dari tiga tempat yang terluka oleh anak panah,
membuat tubuhnya lemas dan tangan yang terluka kaku-kaku.
Baiknya tiga anak panah itu masih menancap sehingga darah yang
keluar dapat tertahan dan tidak begitu banyak. Kalau tidak demikian
tentu dalam pergerakan ilmu silat, otot-otot yang bergerak dan
mengejang membuat darah keluar banyak sekali!
Sin Hong mengerahkan seluruh tenaga, keuletan dan kepandaian
untuk melindungi diri, juga untuk membalas serangan lawan. Sudah
beberapa orang robohkan dan pada saat-saat terakhir ini dengan
serangan kilat ia telah berturut turut merobohkan Ma Ek dan Kwa
Sen sehingga dua orang ini binasa dengan leher terbabat putus.
Akan tetapi di lain pihak, Kong Ji juga berhasil melukai pangkal
lengan kirinya sehingga kulit dan daging pangkal lengan itu terobek
sampai kelihatan tulangnya. Bukan main sakitnya dan Sin Hong
merasa lengan kirinya lumpuh saking nyerinya.
Keadaannya sudah amat berbahaya karena Kong Ji tiba-tiba
melenyapkan diri dan memberi aba-aba untuk menghujani anak
panah lagi. Akan tetapi, pada saat itu, terdengar sorak sorai yang
riuh dan barisan belakang dari para pengepung itu mengalami
keributan hebat. Kong Ji kaget sekali dan cepat ia lari ke barisan
belakang.
Ternyata bahwa yang datang adalah pasukan yang sebagian
besar terdiri dari pendeta-pendeta hwesto gundul dan tosu yang
mengamuk bagaikan naga terluka. Sambil mengamuk mereka
berteriak -teriak. “Di mana adanya, jahanam Liok Kong Ji, biar kami
cincang hancur!“
Melihat bahwa yang datang itu adalah pendeta-pendeta dari
partai-partai besar, yakni hwesio-hwesio dari Siauw-lim-pai, tosutosu
dan pendeta-pendeta dari Teng-san-pai, Hong- san-pai dan
lain-lain yang dipimpin sendiri oleh ketua-ketua mereka, bahkan ada
pula di situ pasukan Hui-eng Nio-cu, diikuti pula oleh Tai Wi Siansu,
Leng Hoat Taisu, Bu Kek Siansu dan lain-lain orang yang tadi hadir
dan turun dari puncak. Kong Ji merasa semangatnya terbang
893
melayang meninggalkan raganya! Tanpa pamit ia kepada anak
buahnya, pemuda licik ini lalu diam-diam mengangkat kaki seribu
dan lari minggat dari tempat itu.
Memang yang datang itu adalah rombongan-rombongan pendeta
tersebut yang telah mendengar tentang wakil-wakil mereka yang
terbunuh oleh orang-orang Liok Kong Ji. Sebagaimana telah
dituturkan di bagian depan, ketua Teng- san-pai Pang Soan Tojin,
sudah bertemu dengan Sin Hong dan mendengar tentang
terbunuhnya para utusannya. Demikian pula partai-partai lain telah
melihat utusan- utusan mereka terbunuh di kaki gunung, maka
ketua dari masing- masing partai membawa barisan anak muridnya
mendatangi Ngo-heng-san dengan cepat.
Di lereng bukit ini mereka bertemu dengan rombongan
Tai Wi Siansu yang turun gunung dan mendengar semua hal ini
secara singkat. Marahlah mereka ini dan beramai ramai mereka lalu
menyerbu ke puncak. Barisan anak buah Liok Kong Ji kocar-kacir,
apalagi karena mereka sudah tidak mempunyai pemimpin pula.
Sin houw Lo Bong juga sudah roboh oleh Sin Hong dan dalam
keadaan kacau balau pasukan-pasukan itu mencari Kong ji untuk
minta petunjuk. Akan tetapi yang dicari sudah tidak kelihatan lagi
mata hidungnya!
Karena keributan ini, tertolonglah nyawa Sin Hong. Ta
ditinggalkan para pengeroyoknya dan kini pemuda ini melompat ke
atas tumpukan batu balok, melihat penyembelihan besar-besaran
yang dilakukan oleh para hwesio Siauw-limpai dan tosu Go-bi-pai,
juga oleh gadis Hui- eng-pai dan anak-anak murid partai besar lain.
Hatinya tidak tega. Ta mengerahkan tenaga khikangnya, lalu
berseru keras, “Semua Enghiong yang bertempur, tahan
senjata...!!'“
Suara ini menggeledek di angkasa, bergema diempat penjuru dan
selain menusuk anak telinga juga menggetarkan hati sehingga
semua orang yang sedang ribut bertempur itu otomatis
menghentikan gerakan mereka dan berpaling ke arah orang yang
bicara ini.
894
Mereka melihat Si Hong berdiri dengan muka pucat, nampak
gagah menyeramkan, berdiri di atas tumpukan balok dan batu,
pakaiannya compang camping, bajunya bernoda darah, di pundak
kiri dan di punggung kelihatan tiga batang anak panah menancap,
pangkal lengan kirinya terluka hebat dan dari situ mengahr darah.
Dalam keadaan terluka sehebat itu masih dapat mengeluarkan suara
demikian dahsyat. benar-benar luar biasa sekali pemuda itu.
“Para Enghiong dari timur dan selatan, dengarlah kata- kataku!
Kalian secara membuta telah ditipu oleh manusia sesat Liok Kong Ji.
Kalian telah mengangkat seorang Tung- nam Tai-bengcu yang
jahat! Buktinya kalian sudah melihat dan mendengar sendiri
bagaimana sikapnya yang jahat tadi. Dan sekarang, setelah datang
serangan dari para orang gagah yang marah kepadanya, di manakah
adanya Liok Kong Ji? Dia telah lari! Dan secara pengecut sekali
meninggalkan kalian. Oleh karena itu, mengapa kalian begitu bodoh
untuk membela orang dan mempertaruhkan nyawa secara sia-sia
belaka? Kematian kalian bukan kematian orang gagah, melainkan
kematian orang-orang bodoh yang membela Kong Ji orang yang
jahat!
Para pengikut Liok Kong Ji saling pandang, mereka mulai
mencari-cari apakah pemuda yang mereka puja itu telah pergi tanpa
pamit.
“Cuwi-locianpwe dari partai-partai besar, harap suka maafkan
mereka ini yang karena kebodohan telah ditipu oleh Kong Ji. Yang
berdosa adalah Liok Kong Ji, bukan mereka ini. Aku minta dengan
sangat supaya pertempuran ini dihentikun saja!“
Karena tidak melihat adanya Liok Kong Ji yang membantah
omongan ini, para anak buah Bu-cin-pai, Tm- yang-bupai, Twa-tobu-
pai, Kwan-cin-pai, Shansi Kai-pang dan lain-lain mulai kendur
semangatnya dan mereka benar-benar tidak mau bertempur Mereka
mulai mengumpulkan kawan-kawan sendiri yang terluka dan binasa
dan sedikit demi sedikit mereka mulai mengundurkan diri.
Adapun rombongan yang baru datang, mulai bergerak naik dan
memenuhi tempat pertemuan di puncak. Nampak bayangan yang
gesit berkelebat dan di lain saat Siok Li Hwa telah melompat keatas
895
tumpukan balok dan batu, berdiri di depan Sin Hong dengan mata
terpentang lebar.
“Wan Sin Hong, kau... terluka hebat...!“ Sin Hong tersenyum,
pandang matanya kepada gadis ini penuh terima kasih.
“Aku masih hidup, berkat pokiam (pedang pusaka) yang kau
pinjamkan kepadaku dan berkat kembalimu ke sini, Niocu. terima
kasih banyak dan selamanya Wan Sin Hong takkan melupakan budi
kebaikan Siok Li Hwa,” Sin Hong mengangsurkan pedang hijau yang
berlumuran darah.
Ketika Li Hwa melihat betapa tangan yang memegang pedang itu
mulai menggigil, ia menjadi kasihan dan terharu sekali.
Ia sendiri merasa heran sekali karena selama hidupnya baru kali
ini ia mengalami perasaan seperti ini dan lebih aneh lagi, tiba-tiba
saja perasaannya naik membuat air matanya bertitik turun ketika ia
menerima pedangnya itu kembali. Akan tetapi ia segera bergerak
maju dan menyambar tubuh Sin Hong karena pemuda ini sudah
limbung dan tentu akan roboh terguling dari tumpukan batu dan
balok kalau saja Li Hwa tidak cepat-cepat menyambarnya. Sin Hong
telah jatuh pingsan dalam pelukan Li Hwa!
Ketika Sin Hong siuman kembali, ia telah dibaringkan di atas
rumput dan kelihatan muka-muka yang ramah dan terkenal. Mereka
ini adalah ketua-ketua partai yang tadi datang menolongnya. Para
tokoh besar ini duduk mengelilinginya dalam jarak dua tombak dan
Tai Wi Siansu sendiri yang merawatnya. Tiga batang anak panah
sudah dicabut dan luka-lukanya sudah ditempeli obat oleh ketua
Kun-lun-pai itu, rasanya nyaman dan dingin. Ketika Sin Hong
menggerakkan matanya, terlihat olehnya wajah Siok Li Hwa
memandang mesra kepadanya dengan mata masih basah, lalu
wajah Leng Hoat Taisu ketua Thian-san-pai, wajah Bu Kek Siansu
ketua Bu-tong-pai, wajah hwesio gundul Kian Hok Taisu ketua Gobi-
pai, Pang Soan Lojin ketua Teng-san pal, Kong Hian ketua Siawlim-
pai, Pek Kong Lojin ketua Hong-san-pai dan banyak lagi tokohtokoh
besar dunia persilatan pada waktu itu.
896
Melihat dirinya dikelilingi oleh tokoh-tokoh terbesar dari seluruh
dunia kangouw, Sin Hong cepat bangkit duduk. hendak memberi
hormat akan tetapi Tai Wi Siansu berkata dengan suara hormat,
“Harap bengcu jangan banyak bergerak dulu karena masih
lemah. Dengan duduk saja kami sudah cukup puas mendengar katakata
bengcu.“
Kata-kata ini membuat Sin Hong kaget setengah mati. “Eh,
Locianpwe... apa artinya ini..?“
“Ketika Bengcu sedang pingsan, sambil menanti Bengcu siuman
kembali, kami telah berunding dan mengambil keputusan
mengangkat Bengcu sebagai bengcu baru.“
“Eh, mana ada aturan ini? Di samping aku sendiri yang bodoh
masih ada Hui-eng Niocu yang gagah perkasa.“ Ia memandang
kepada Li Hwa yang duduknya tepat di depannya.
Li Hwa berkata dengan suara halus, “Aku suka mengalah, biar
kau saja yang menjadi bengcu. Kau seorang laki-laki sedangkan aku
hanya seorang wanita, sepantasnya kau yang menjadi bengcu.“
Mendengar kata-kata ini Sin Hong memandang tajam dan bukan
main anehnya, setelah berkata demikian Li Hwa menundukkan
mukanya yang menjadi kemerah-merahan, nampaknya malu-malu!
Setelah menarik napas, Sin Hong berkata kepada para
ciangbunjin yang berada di situ.
“Apa boleh buat, tadinya aku hanya menjaga jangan sampai
kedudukan bengcu jatuh ke dalam tangan orang jahat. Tidak
tahunya aku sendiri sekarang terpilih. Aku harus bertanggung jawab
dan tak dapat aku menolak begitu saja. Terima kasih atas
kepercayaan para ciangbunjin yang berada di sini. Akan tetapi oleh
karena aku yang muda memang tidak tahu apa apa dan kurang
pengalaman. aku mengandalkan bantuan dan bimbingan Cuwi
Locianpwe dalam kedudukan ini. Segala kesalahan sepak terjangku
harap ditegur dan apa yang aku tidak mengerti harap dijelaskan.“
“Sudah tentu demikian, harap Bengcu tak usah khawattr.
Kedudukan Bengcu hanya untuk menjadi pegangan bagi kita semua
bahwa dunia kang-ouw ada seorang yang dipandang, seorang yang
897
akan memutuskan apabila terjadi kesalahpahaman di antara kawan
sendiri. Seorang yang akan memutuskan dan membimbing kita
sekalian apabila ada peristiwa penting di dunia. Dengan adanya
seorang bengcu baru di dunia kang-ouw, kiranya antara kita akan
ada persatuan yang lebih erat, memandang muka Bengcu yang
bijaksana dan mulia,“ kata Tai Wi Siansu.
“Tepat sekali kata-kata Tai Wi Siansu tadi,“ kata Kong Hian
Hwesio ketua Siauw-lim-pai. “Dewasa ini muncul banyak orang jahat
yang lihai dan ingin menduduki kedudukan bengcu agar dapat
mempengaruhi dunia orang gagah. Baiknya sekarang kita telah
memilih seorang yang biarpun masih muda namun dapat kita
percaya kekuatan lahir batinnya. Memang amat perlu kita
memperkuat persatuan karena pinceng mendengar bahwa banyak
sekali orang-orang sakti dari utara dan barat hendak datang
menjajah negara yang dianggap sedang berada dalam keadaan
lemah. Kita harus menghadapi mereka dan kalau mereka datang,
kita harus mengusir mereka agar pengaruh mereka tidak merusak
kebudayaan kita. Semua ini dapat dilakukan dengan baik dan
teratur kalau kita semua taat dan mendengar komando dari bengcu.
Setiap orang di setiap daerah masing-masing bekerja dan semua
hasil pengawasan dilaporkan kepada bengcu. Juga setiap ada
peristiwa penting harus dilaporkan kepada bengcu. Akhirnya bengcu
yang mengatur dan menentukan langkah selanjutnya.“
“Hal ini mana dapat kulaksanakan tanpa bantuan Cuwi
locianpwe?“ kata Sin Hong yang diam-diam merasa betapa berat
dan besar tanggung jawabnya sebagai bengcu.
“Bengcu jangan khawatir, sudah tentu dalam menentukan
sesuatu, Bengcu merundingkan hal itu dengan para ketua yang
Bengcu tunjuk dan angkat sebagai pembantu,” kata Bu Kek Siansu.
”Nah, kalau begitu barulah aku yang muda dan bodoh berani
menghadapi tanggung jawab yang maha besar ini. Apabila Cuwilocianpwe
tidak keberatan aku menetapkan Samwi-locianpwe, tiga
ketua dari Kun-lun-pai, dan Thian-san-pai dan Bu-tong-pai sebagai
pembantu-pembantu atau wakil-wakilku, karena Samwi-locianpwe
ini yang telah menjadi saksi tadi tentang keadaanku dan tentang
pemilihan bengcu. Apakah Cuwi semua setuju?”
898
”Kami setuju dan taat akan perintah Bengcu,” kata Pek Kong
Lojin ketua Hong-san-pai sehingga diam-diam Sin Hong terkejut
bukan main. Ah, kata katanya agaknya merupakan perintah dan
selalu akan ditaati oleh para tokoh besar dunia persilatan ini. Inilah
kekuasaan yang amat hebat! Pantas saja kedudukan ini begitu
dikehendaki oleh Kong Ji, kiranya untuk mendapat kekuasaan yang
maha besar ini. Kalau kedudukan bengcu jatuh di tangan seorang
jahat seperti Kong Ji, alangkah akan kacaunya dunia!
“Mohon tanya di manakah tempat kedudukan Bengcu agar
mudah bagi kami untuk menyampaIkan sesuatu?” Pertanyaan ini
diajukan olah Pang Soan Tojin. Untuk pertanyaan ini Sin Hong
sudah mempunyai jawaban. Dengan sungguh-sungguh ia
menjawab.
”Untuk sementara ini oleh karena aku hendak mencari dan
menangkap Liok Kong Ji, maka segala sesuatu harap ditempatkan
kepada Tai Wi Siansu di Kun-lun pai. Kelak apabila semua urusan
sudah beres aku akan menetap di Luliang-san yakni di puncuk Jengin-
thia.”
Setelah tanya jawab selesai, di puncak Ngo-heng-san ini lalu
disediakan meja sembahyang dan diatur oleh Tai Wi Siansu dan
tokoh-tokoh lain yang sudah tua dan tahu akan peraturan
pengangkatan atau pengesahan bengcu. Setelah persiapan selesai,
Sin Hong diminta untuk bersembahyang, bersumpah kepada Langit
dan Bumi bahwa ia akan menjabat kedudukan bengcu dengan hati
ikhlas dan tulus, akan memimpin dunia kang-ouw ke arah jalan
kebenaran dan memberantas kejahatan tanpa pamrih untuk
menguntungkan diri sendiri.
Setelah Sin Hong selesai sembahyang lalu semua orang
bersembahyang dari tokoh-tokoh besar, ketua-ketua partai besar
bersumpah pula bahwa mereka akan setia dan taat kepada bengcu
yang mereka angkat sendiri dan takkan mempunyai hati bercabang
serta akan membantu semua usaha bengcu!
Sin Hong terharu sekalt mendengar sumpah mereka itu. Hanya Li
Hwa seorang yang tidak bersumpah, akan tetapi tidak ada yang
mendesak gadis ini oleh karena mereka menganggap bahwa
899
seorang gadis muda seperti Li Hwa tidak perlu harus ikut dalam
upacara ini.
Setelah upacara selesai, beramai-ramai para ketua itu memberi
hadiah kepada Sin Hong. Pemuda ini terharu, terkejut, dan girang
sekali melihat hadiah-hadiah itu, karena tak disangkanya sama
sekali bahwa para ketua partai itu memberi hadiah dengan barangbarang
pusaka dari partai masing-masing! Kong Hian Hwesio ketua
Siauw-lim-pai memberi sebuah Kim-si-joan-pian, sebuah senjata
pecut lemas yang gagangnya terbuat dari emas dan pecut itu sendiri
terbuat daripada logam yang lebih lemas dan kuat daripada baja.
Pek Kong Lojin ketua Hong-san-pai memberi Pek kim-i sebuah
kutang terbuat dari pada emas putih yang sudah diolah sedemiklan
rupa sehingga kalau kutang ini dipakai maka tubuh bagian atas
sebata pinggang sampai ke leher akan terlindung dan takkan terluka
oleh bacokan senjata tajam! Tat Wi Siansu sendiri memberikan
pedang Bok-shin-kiam, sebatang pedang yang mengandung khasiat
untuk mengusir hawa jahat dari siluman dan dapat dtpergunakan
pula untuk menyembuhkan luka bekas gigitan binatang berbisa,
pendeknya sebuah pedang kayu yang amat tinggi nilainya, bukan
pedang untuk bertarung.
Leng Hoat Taisu ketua Thian-san-pai memberi hadiah tongkat
pendek berkepala burung hong yang terbuat daripada jantung batu
hitam dan kerasnya melebihi baja. Pendeknya, masih terlalu banyak
barang-barang indah pusaka ampuh diberikan oleh para ketua itu
sebagai hadiah kepada Sin Hong. Li Hwa tidak mau ketinggalan.
Dengan gerakan lemah gemulal gadis ini memberikan pedangnya
yang bersinar hijau, yakni pedang Chen liong-kiam kepada Sin
Hong, katanya,
“Kau kehilangan Pak-kek Sin-kiam, biarlah pedang ini menjadi
penggantinya'“
Tai Wi Siansu dan yang tersenyum maklum bahwa gadis ini telah
jatuh hati kepada bengcu mereka. Akan tetapi Kian Hok Taisu ketua
Gobi-pai berkata kaget,
900
“Hui-eng Niocu, pokiam (pedang pusaka) itu adalah warisan Patjiu
Nio-nio dan dahulu disayang melebihi nyawa sendiri. Sebaliknya
kau memberi barang lain kepada Bengcu, jangan pedang itu!“
Siok Li jiwa memandang tak senang kepada pendeta itu. “Kian
Hok Taisu, kau orang tua peduli apakah dengan urusanku sendiri?
Bukan hanya mendiang Nio-nio, aku pun sayang akan pedang itu,
melebihi nyawaku sendiri'“
“Kalau begitu mengapa diberikan kepada Bengcu?“
Ditanya begin!, muka Li Hwa menjadi merah sekali dan ia tahu
bahwa tadi telah kesalahan bicara.
“Aku berikan kepada siapapun juga, mau peduli apakah?“
tanyanya marah dan sepasang mata yang indah itu memandang
kepada Kian Hok Taisu.
Pendeta ini tersenyum sabar. “Memang tidak ada sangkutannya
dengan pinceng, hanya pinceng hendak mengingatkan bahwa kalau
Pat-jiu Nio-nio masih hidup dia akan menganggap pemberian
pedang ini sebagai tanda ikatan jodoh.“
Mendengar kata-kata mi, muka Li Hwa menjadi pucat. Ia
otomatis berpaling kepada Sin Hong yang mengangsurkan pedang
Cheng liong-kiam kepadanya, mukanya menjadi merah sekali.
“Kau menolak pemberianku?“ tanyanya dengan suara gemetar.
“Pedang pusaka adalah pelindung diri tak baik berpisah
denganmu, Niocu,” kata Sin Hong tersenyum.
Dengan muka sebentar pucat sebentar marah dan tubuh
sebentar panas sebentar dingin, Li Hwa menyambar pedang Chengliong-
kiam dari tangan Sin Hong, lalu melompat bangun dan berlari
cepat meninggalkan puncak itu. Anak buahnya melihat ini lalu cepat
mengikuti ketua mereka.
“Ah, dia marah....“ kata Sin Hong suaranya menyesal sekali.
“Harap Bengcu suka memaafkan kelancangan pinceng.
Pernyataan pinceng tadi memang bukan buatan pinceng sendiri
melainkan dahulu memang Pat jiu Nio-nio menyatakan demikian. Di
samping ini, juga pinceng kurang suka kalau sampai benar-benar
901
pedang itu dijadikan ikatan jodoh antara Bengcu dan dia. Hui-eng
Nio-cu terlalu banyak mewarisi watak Pat-jiu Nio-nio“
“Tidak apa. Locianpwe. Memang kalau pemberian pedang itu
berarti ikatan jodoh, tak boleh dilakukan secara sembrono dan tentu
saja aku pun tak dapat menerima begitu saja.“
Setelah beramah-tamah dan semua tokoh menyatakan gembira
melihat betapa bengcu baru ini dengan cepat pulih kembali
kesehatannya setelah Sin Hong mempergunakan obat-obatnya
sendiri, mereka lalu berpamit dan turun gunung kembali ke tempat
masing-masing. Semua jenazah yang bertumpuk di tempat itu tadi
telah dikubur atas perintah Sin Hong, dan untuk pekerjaan ini
dikerahkan tenaga anak murid partai besar yang bekerja secara
bergotong-royong sehingga sebentar saja penguburan selesai dan
keadaan menjadi bersih kembali.
Setelah semua orang turun gunung, Sin Hong lalu turun gunung
pula. Barang-barang hadiah yang diterima tadi semua dititipkan
kepada Tai Wi Siansu, kecuali Kim-si-joan-pian pemberian Kong
thian Hwesio dari Siauw-lim-si, pecut ini dibawa untuk senjata,
karena selain pecut ini merupakan senjata ampuh. juga amat
mudah dibawa, dapat digulung dan dimasukkan saku atau dililitkan
di pinggang. Biarpun tubuhnya masih terasa lemas namun
kesehatannya sudah pulih kembali.
“Aku harus mendapatkan Kong Ji dan membunuhnya. Dia
terlampau berbahaya dan akan banyak terjadi kejahatan kalau dia
masih hidup,“ pikir Sin Hong sambil menuruni Gunung Ngo-hengsan.
Ketika ia tiba di sebuah lereng, mendengar suara orang memakimaki.
Sin Hong melihat dari jauh di bawah, di atas batu-batu karang
dan terpisah jauh dari tempatnya, ia melihat bayangan dua orang
sedang bergerak gerak seperti bertempur. Yang seorang memegang
pedang dan orang ke dua yang diserang dan didesak adalah
seorang tua tinggi bertangan kosong. Dalam beberapa gebrakan
saja, orang bertangan kosong itu tertusuk pedang yang menembus
dadanya. Jeritnya mengerikan ketika pemegang pedang mencabut
pedangnya dan menendang mayat musuhnya ke dalam jurang yang
amat dalam. Sebentar saja orang berpedang itu menghilang lagi.
902
Sin Hong tak berdaya menolong. Jangankan menolong,
mendekat saja tak mungkin. Jarak antara tempat dia berdiri dan
tempat dua orang bertempur tadi amat jauhnya, selain ini, untuk
berlari cepat menuju ke tempat itu harus mengambil jalan memutar,
sedangkan tenaganya masih lemah.
Biarpun hanya melihat bayangannya saja dan tidak mengenal
dua orang itu, tetapi sinar pedang itu tidak diragukannya pula.
Itulah sinar pedang Pak kek Sin-kiam dan orang yang melakukan
pembunuhan itu bukan lain tentulah Liok Kong Ji orangnya! Dengan
demikian, dapat diambil kesimpulan bahwa tadi sebenarnya Liok
Kong Ji belum turun gunung, melainkan bersembunyi di dekat situ
dan bukan tidak mungkin kalau Kong Ji mendengarkan dan melihat
semua peristiwa yang terjadi di puncak Ngo-heng- san. Diam-diam
Sin Hong bergidik. Tak disangkanya bahwa Kong Ji telah berubah
menjadi seorang iblis jahat! Seorang iblis yang berkepandaian
tinggi, berotak cerdik penuh siasat dan muslihat, seorang yang amat
berbahaya di dunia ini.
Ia berjalan terus. Ketika hampir tiba di kaki gunung, mendengar
seruan orang. “Wan Sin Hong...!“ Sin Hong berhenti dan tak lama
kemudian Siok Li Hwa sudah berdiri di hadapann)a. Gadis ini
nampak cantik sekali, sepasang pipinya kemerahan, matanya
memandang mesra dan bibirnya tersenyum-senyun malu.
“Sin Hong, aku menyesal sekali tadi telah bersikap kasar. Harap
kau maafkan...“ suaranya merdu dan halus.
“Ah, tidak Niocu. Eh, mana pasukanmu dan kau mengapa masih
berada di sini?“ tanya Sin Hong untuk menyimpangkan pembicaraan
tentang hal yang amat tidak enak baginya itu. Akan tetapi usahanya
sia-sia karena ternyata kemudian gadis ini memang agaknya hendak
membicarakan hal itu!
“Anak buahku kusuruh berangkat lebih dulu dan aku memang
sengaja menanti kau di sini. Baiknya aku melihat kau lewat di sini,
karena aku menanti di sebelah sana,“ jari telunjuk yang mungil itu
menuding ke arah kiri, dari mana tadi ia datang berlari-lari.
“Kau menanti aku? Ada apakah?“ Hati Sin Hong berdebar.
Li Hwa bicara menundukkan mukanya.
903
“Aku... aku sengaja menanti, pertama-tama untuk minta maaf
kepadamu tentang sikapku tadi. Sungguh mati aku tidak tahu akan
maksud pemberian pedang seperti yang dikatakan oleh tua bangka
Kian Hok Taisu tadi. Misalnya benar-benar artinya seperti itu pun,
bagiku... eh, aku tidak menaruh keberatan.“ Tiba-tiba ia
mengangkat mukanya memandang dan kini Sin Hong yang harus
menundukkan muka untuk menyembunyikan wajahnya yang
menjadi pucat.
Akan tetapi Li Hwa masih dapat melihat betapa wajah Sin Hong
amat pucat. Ia mengira bahwa Sin Hong masih menderita karena
sakit dan lukanya, maka ia berkata cepat-cepat.
“Eh, maafkan, Sin Hong. Tidak seharusnya kita bicarakan soal
itu, kau masih menderita karena luka-lukamu. Sebetulnya, aku
menantimu terutama sekali untuk mengajakmu ke Go-bi-san,
marilah kau tinggal untuk beberapa lama di tempatku agar aku
dapat merawatmu sampai kau sembuh betul, Sin Hong.“
Sin Hong masih berdebar dan kata- kata ini membuat ia terpaksa
menjawab, “Terima kasih, Niocu. Tak usah kau repot-repot, aku
tidak perlu dirawat, lukaku hanya luka di luar saja, tak lama lagi
juga akan sembuh.“
“Kau masih begitu pucat, Sin Hong. Marilah, biar kau...
kugendong dan nanti kalau sudah dapat menyusul anak buah ku,
kau dapat kusuruh carikan kuda. Aku hendak menolongmu dengan
hati tulus Sin Hong, Jangan kau salah mengerti.“
Bukan main terharunya hati Sin Hong, juga ia bingung sekali
karena ia tahu bahwa penolakan berarti akan melukai gadis yang
mudah marah dan mudah ter singgung
“Sekali lagi terima kasih atas segala budimu, Niocu. Sudah
terlampau banyak aku berhutang budi kepadamu, harap jangan
kautumpuki lagi agar tidak terlalu sukar bagiku untuk membalasmu
kelak. Bukan sekali-kali aku tidak suka terima tawaranmu untuk
tinggal di tempatmu yang tentu nyaman dan meyenangkan. Akan
tetapi, kau tahu bahwa Liok Kong Ji masih hidup dan berkeliaran di
muka bumi. Aku akan mencarinya, aku harus dapat melenyapkan
manusia iblis itu dari muka bumi baru dapat bernapas lega. Oleh
904
karena itu bukan aku menolak ajakanmu, hanya aku tidak mungkin
dapat menunda usahaku mengejar dan mencari Liok Kong Ji. Biarlah
lain kali kalau sudah selesai tugasku ini, aku pasti akan mencari dan
mengunjungimu di Go-bi-san.
Li Hwa menundukkan mukanya, nampaknya kecewa dan berduka
sekali.
“Betulkah kau akan ke sana, Sin Hong?“
“Pasti aku akan ke sana kelak, Niocu.“
“Kau tidak bohong?“
Sin Hong ketawa. Percakapan itu seperti percakapan anak kecil.
“Mana aku berani membohong?“
“Aku... aku akan selalu menanti kedatanganmu. Sin Hong.“
Kata-kata yang diucapkan dengan jujur sekali ini membuat Sin
Hong terharu dan makin perih rasa hatinya.
“Jangan khawatir, Niocu. Kalau nyawa masih berada di badanku,
kelak aku pasti akan datang mengunjungimu.“
Mendengar kata-kata ini, tiba tiba Li Hwa mengucurkan air mata.
“Eh, eh, kau kenapa. Niocu…..?“
“Sin Hong jangan hilang tentang mati. Baru-baru ini hampir saja
kau tewas. Kalau... kalau kau tewas... hidup tidak ada artinya lagi
bagiku....“
“Niocu...!“ Sin Hong benar-benar terkejut karena tak
disangkanya gadis itu akan sedemikian berterus terang.
“Benar, Sin Hong! Selama ini hidupku kosong, tidak ada artinya.
Aku merasa bosan hidup di puncak dan pada waktu itu, aku akan
menghadapi kematian sewaktu-waktu dengan hati terbuka. Akan
tetapi... semenjak pertemuan di puncak Ngo-heng-san... perasaan
hatiku lain se kali. Lebih terasa ketika tadi aku meninggalkanmu...
aku takkan dapat hidup seorang diri lagi. Sin Hong, aku takkan
dapat hidup kalau... kalau kau jauh dariku. Karena itu, kau tahu
bahwa aku akan menanti kedatanganmu di tempatku, kalau kau
membohong, aku akan mencarimu, Sin Hong.“ Setelah berkata
905
demikian, ia mengangsurkan pedang Cheng-liong-kiam sambil
berkata, “Terimalah pedangku ini!“
Sin Hong merasa bingung, kemudian dengan suara sedih ia
menjawab,
“Aku tak dapat menerimanya, Niocu.“
Pucat wajah gadis itu. “Kau menolak ikatan jodoh denganku?
Jangan khawatir, pemberianku ini sekedar supaya kau mempunyai
senjata pelindung diri. Kelak kalau berkunjung kepadaku, dapat
kaubawa kembali.“
Kembali Sin Hong menolak.
“Bukan demikian, Niocu....“
“Namaku Li Hwa, Siok Li
Hwa, kau tak perlu menyebut
Niocu!“
“Baiklah. Kuulangi, bukan
demikian maksudku tadi, Li
Hwa. Aku tidak memerlukan
pedang, apalagi pedang yang
kau pakai sebagai senjata
pelindung dirimu sendiri. Aku
sudah mempunyai ini!“ Ia
mengeluarkan pecutnya kepada
gadis itu.
Li Hwa menarik napas
panjang. “Sudahlah, aku tak
dapat memaksa. Asal saja kelak
kau tidak melanggar janjimu.
Aku selalu menantimu sampai setahun, Sin Hong. Lewat setahun,
kalau kau belum juga datang menjengukku, aku akan turun gunung
niencarimu!“ Setelah berkata demikian, sekali lagi Li Hwa menatap
wajah pemuda itu dengan pandang mata mesra sekali, kemudian ia
membalikkan tubuh dan berlari bagaikan terbang cepatnya,
menyusul rombongan anak buahnya.
906
Sin Hong berdiri bagaikan patung. Celaka, pikirnya, gadis itu
benar benar telah jatuh cinta kepadanya dan cinta seorang gadis
seperti Li Hwa amat berhahaya. Gadis itu semenjak kecil hidup
menyendiri hatinya keras dan sekali mempunyai kehendak, akan
dibelanya pelaksanaannya dengan nyawa. Ia maklum bahwa kelak
ia akan mengalami banyak susah dari gadis ini. Akan tetapi, apa
dayanya? ia tidak mencinta Li Hwa. Hanya satu kali ia mencinta
orang, ialah Go Hui Lian, atau boleh jadi juga Gak Soan Li. Ia sendiri
tidak begitu yakin akan hal ini.
Sin Hong melanjutkan perjalanannya sambil melamun.
-oo0mch-dewi0oo-
Kaisar duduk di atas singgasana di balai pertemuan, dihadap oleh
para panglima dan menterinya. Di antara panglima, tampak juga
See-thian Tok-ong yang sekarang telah kembali ke istana. Kepada
Kaisar, See-thian Tok-ong menceritakan tentang pertemuan orang
orang gagah di Puncak Ngo-heng-san, menceritakan bahwa di sana
terjadi pertempuran besar dan delapan orang busu pengikutnya
gugur dalam pertempuran itu! Diceritakannya pula bahwa terjadi
perubahan kedudukan bengcu, dan akhirnya karena pihak sana
lebih kuat, kedudukan bengcu tak dapat ia rebut dan jatuh ke dalam
tangan seorang penjahat dan orang yang anti kaisar bernama Wan
Sin Hong! Ta menceritakan pula bahwa Go Ciang Le berdiri di pihak
penjahat Wan Sin Hong itu dan bahwa Go Hui Lian ternyata telah
lari tidak kembali ke kota raja, melainkan ikut ayahnya.
Semua ini tentu hisapan jempol belaka dan See-thian Tok-ong
yang diam-diam telah mengadakan persekutuan dengan Liok Kong
ji. Delapan orang busu yang ikut dengan dia telah dibunuh di tengah
perjalanan pulang!
Tentu saja Kaisar amat marah mendengar ini. “Kami akan
mengirim pasukan untuk menangkap pemberontak Go Ciang Le dan
mencari penjahat Wan Sin Hong!“ kata Kaisar.
“Hal Ttu tidak demikian mudah dilakukan, Sri Baginda,“ kata
See-thian Tok-ong. “Wan Sin Hong dan Go Ciang Le selain memiliki
kepandaian tinggi, juga banyak sekali pengikutnya. Apalagi
907
sekarang penjahat dan pemberontak Wan Sin Hong telah menjadi
bengcu, pengaruhnya amat besar. Dia sedang mengumpulkan
tenaga untuk memberontak dan menyerbu kota raja. Partai-partai
besar kaum persilatan berdiri di belakangnya.
“Koksu, bagaimana baiknya?“ tanya kaisar kepada Sce- thian
Tok-ong dengan. nada khawatir.
“Menurut pendapat hamba, untuk menghadapi mereka harus
menyusun kekuatan yang terdiri dari orang-orang gagah di dunia
persilatan pula. Hamba akan mengumpulkan kawan-kawan di rimba
persilatan, dan di antara mereka, bahkan kemarin hamba bertemu
dengan seorang tokoh besar yang biarpun masih muda, namun
telah diangkat menjadi bengcu dari kaum persilatan selatan dan
timur. Dia telah berjanji hendak mengerahkan kawan-kawannya
membantu apabila Paduka sudi menerima dan memberi kedudukan
kepadanya.“
Kaisar menjadi girang, apalagi ketika mendengar obrolan Seethian
Tok-ong bahwa pemuda bernama Liok Kong Ji itu memiliki
kepandaian yang setingkat dengan kepandaian See- thian Tok-ong.
“Panggil dia ke sini! Kalau dia mencocoki hati, kami akan
memberi pangkat sebagai wakilmu!“
Demikianlah, pada hari itu, Liok Kong Ji dibawa masuk ke dalam
istana kaisar dihadapkan kepada Kaisar. Melihat kedatangan
pemuda ini, dan mendengar dari See-thian tok- ong bahwa
sekarang ini harus berlaku hati-hati dan perundingan
menghancurkan Wan Sin Hong dan Go Ciang Le tidak baik kalau
terdengar semua punggawa, Kaisar lalu membubarkan pertemuan
itu. dua belas pengawal pnbadinya yang masih berada di situ,
menjaga kalau-kalau ada bahaya dari luar pada waktu berunding
dengan ‘See- thian Tok-ong, Kwan Ji Nio, Kwan Kok Sun, dan Liok
Kong Ji.
Melihat seorang pemuda tampan dan lemah lembut serta sopan
santun, Kaisar gembira sekali. ia merasa kagum melihat seorang
masih demikian muda akan tetapi sudah dipuji setinggi langit oleh
See-thian Tok-ong. Apalagi setelah mereka bercakap-cakap, Kong Ji
menyatakan dengan berani bahwa telah bertemu Temu Cin dan
908
menjawab pertanyaan Kaisar ia menyatakan bahwa Temu Cin
adalah seorang pemuda hutan liar yang sombong, padahal
kekuatannya tidak berapa hebat, Kaisar merasa terhibur dan makin
suka kepada Kong Ji.
Pada saat itu, penjaga pintu melaporkan kedatangan seorang
tamu.
“Wanyen Siauw ongya mohon menghadap!“ Kaisar memandang
keluar dengan muka berseri. “Ah, dia juga baru datang? Suruh dia
masuk“‘
Dari luar muncul seorang pemuda yang membuat wajah Liok
Kong Ji menjadi pucat seketika akan tetapi ia teringat akan cerita
See-thian Tok-ong bahwa di istana terdapat seorang pangeran
bernama Wanyen Ci Lun yang wajahnya sama benar dengan wajah
Wan Sin Hong, yaitu pangeran yang pernah datang di Puncak Ngoheng
san dan telah terluka oleh Hek-tok-ciam dari tangan Kong Ji.
Untuk menghadapi pertemuan ini Kong Ji telah berjaga-jaga dan
telah diatur siasat untuk membela diri.
Bagaimana Pangeran Wanyen Ci Lun tiba-tiba bisa muncul di
istana? Bukankah dalam keadaan terluka ia dibawa lari oleh seorang
gadis cantik bermuka pucat?
Di bagian depan telah diceritakan bahwa Wanyen Ci Lun ketika
sedang dijaga oleh para gadis anak buah Hui-Eng-pai yang
bertempur melawan para perajurit pangeran itu, telah dibawa lari
oleh seorang gadis cantik yang bermuka pucat. Siapakah gadis ini?
Kiranya tidak hegitu sukar untuk diduga. Gadis itu bukan lain
adalah Gak Soan Li, gadis bernasib malang yang patut dikasihani
itu. Ketika Liok Kong Ji dengan keji dan kejamnya membeber
rahasia Gak Soan Li menceritakan di depan umum bahwa gadis itu
telah menjafli korban gangguan Wan Sin Hong, Soan Li tak dapat
menahan malu dan hancur perasaannya, dan gadis ini sambil
mengeluarkan teriakan menyayat hati lalu berlari turun gunung.
Setelah ia berjalan terus sampai napasnya hampir-hampir putus, ia
menjatuhkan diri di bawah sebatang pohon, bergulingan di atas
rumput sambil menangis.
909
Semua pemandangan di atas Puncak Ngo-heng-san, ditambah
lagi oleh kata kata Liok Kong Ji tadi, sedikit membuka tabir yang
menutupi ingatan Gak Soan Li. Tadi Kong Ji membuka di de pan
umum bahwa dia telah menjadi korban penjahat Wan Sin Hong dan
ditolong oleh Liok Kong Ji. Melihat muka Kong Ji, ingatlah Soan Li
sekarang dan kenyataan yang amat pahit mengiris jantungnya.
Saking terlalu menahan perasaan, setelah bergulingan sambil
menangis, Soan Li muntahkan darah segar dari mulutnya dan jatuh
pingsan.
Halimun gunung membasahi muka Soan Li yang pucat seperti
mayat dan membuatnya siuman kembali dari pingsannya yang lama
juga. ia menarik napas panjang, mengeluh dan membersihkan
darah yang masih berada di dagu. Pikirannya bekerja kembali dan
sekarang di dalam ingatannya terbayang wajah dua orang dan di
dalam hatinya tercatat tiga nama orang. Wajah itu adalah wajah
Liok Kong Ji dan wajah Gong Lam. Adapun tiga nama itu adalah
Gong Lam, Liok Kong Ji dan Wan Sin Hong. Kesimpulan dari
ingatannya yang masih belum terang betul itu adalah bahwa ia
tercemarkan oleh Wan Sin Hong yang tak pernah ia lihat mukanya,
kemudian ditolong oleh Liok Kong Ji yang mengaku sebagai Gong
Lam dan kemudian memperlakukannya sebagai isteri. Adapun wajah
Gong Lam memang tak pernah ia kupakan, yaitu pemuda yang
pernah menolongnya, pemuda tolol yang pernah merebut hatinya,
merebut cinta pertamanya.
“Aku harus membunuh Wan Sin Hong, dan aku harus bunuh Liok
Kong Ji,“ bisiknya perlahan, karena ia sekarang merasa yakin bahwa
dua orang inilah yang telah merusak hidupnya. Wan Sin Hong telah
mencemarkannya dengan cara menggelap dan mempergunakan
kepandaian, adapun Liok Kong Ji telah mencemarkannya dengan
cara mengaku sebagai Gong Lam. Dan ia telah maklum sekarang
bahwa anak yang telah dilahirkannya, yang sekarang dirawat di
Pulau Kim-bun-to, anak laki-laki yang dipelihara oleh inang
pengasuh, dia itu adalah anak keturunan Liok Kong Ji.
“Aku harus bunuh dia lebih dulu... !‘ pikir Soan Li dan sakit hati
yang menjadi dendam ini memulihkan tubuhnya. Ia berdiri,
termenung sebentar, menghapus darah di mulut dan air mata di
depan pipinya, lalu naik lagi ke Gunung Ngo heng-san.
910
Ketika ia tiba di lereng, dari jauh ia sudah mendengar suara
orang-orang bertempur. Soan Li menyelinap di antara batangbatang
pohon dan ia melihat serombongan gadis cantik yang
dikenalnya sebagai anggauta-anggauta Hui-eng pai tengah
bertempur melawan serombongan orang yang baru muncul.
Akan tetapi pertempuran ini tidak menarik hati Soan Li. Dia
sedang bengong memandang kepada tubuh seorang laki- laki yang
menggeletak di bawah pohon, tubuh orang yang dikenalnya bukan
lain adalah Gong Lam, kekasih hatinya! Sebagaimana diketahui, lakilaki
yang terluka itu bukan lain adalah Wanyen Ci lun dan karena
muka pangeran ini sama benar dengan Wan Sin Hong sedangkan
Gong Lam itu bukan lain adalah Wan Sin Hong sendiri, maka tidak
mengherankan apabila Soan Li mengira pangeran itu Gong Lam.
Karena girang dapat bertemu dengan Gong Lam, dan merasa
bahwa kekasihnya ini berada dalam bahaya, Soan Li melompat
keluar, menyambar tubuh Gong Lam dan membawanya lari cepat
sekali. Ketika ias melihat ada orang mengejarnya, ia berlari lebih
cepat lagi sehingga dapat membebaskan diri dari para pengejarnya.
Soan Li sudah amat lelah, akan tetapi sambil memondong tubuh
Wanyen Ci Lun ia berlari terus, takut kalau terkejar orang, sampai
akhirnya ia jatuh terguling di sebuah hutan, jauh di kaki Gunung
Ngo heng--san, kakinya terpeleset di atas rumput yang licin. Baiknya
mereka jatuh di tempat rata, dan di atas rumput sehingga tidak
terluka parah. Wanyen Ci Lun yang semenjak tadi sudah terheranheran,
kini mengaduh.
“Aduh, aduh... hati-hati, Nona! Baiknya kita tidak terguling ke
dalam jurang. Kau tergesa-gesa amat, hendak membawaku ke
manakah?“ Karena pangeran ini memang benar-benar amat heran
melihat tingkah laku gadis cantik yang membawanya lari lintangpukang
sampai jatuh bangun, juga karena amat kagum memandang
wajah gadis cantik yang memondongnya sekian jauh dan lamanya,
wajah pangeran ini menjadi bengong dan nampak bodoh.
Melihat wajah yang bengong dan bodoh ini, Soan Li tertawa geli
kemudian menubruk dan memeluk pundak Wanyen Ci Lun sambil
menangis terisak-isak. Timbul perasaan kasihan dalam hati
911
pangeran ini, karena ia dapat menduga bahwa tentu ada apa-apa
yang tidak beres dalam ingatan gadis ini.
“Gong Lam-ko... akhirnya kita dapat bertemu kembali....“
berkali-kali Soan Li berbisik, nampaknya amat terharu dan juga
girang.
Mendengar ini, makin tebal dugaan pangeran Wanyen Ci Lun
bahwa gadis cantik ini memang betul betul agak miring otaknya.
Bagaimana ia dipanggil Gong Lam (Pemuda Tolol)?
“Lam-ko, jangan tinggalkan aku lagi seorang diri.
Bawalah aku ke mana juga pergi, Lam-ko. Aku selama hidup
tidak mau berpisah darimu lagi. Aku selalu mengalami malapetaka
kalau terpisah darimu.“
“Nona, malapetaka apakah yang telah menimpa dirimu?“ tanya
Wanyen Ci Lun dengan suara halus. Saking merasa kasihan, tanpa
disengaja tangannya lalu mengusap-usap rambut yang hitam halus
dan awut-awutan menutupi sebagian muka yang pucat itu.
“Lam-ko, maukah kau... kaumaafkan aku akan segala yang telah
menimpa diriku? Apakah nanti kau tidak membenciku?“
“Tidak, Nona. Bagaimana orang bisa membenci seorang gadis
seperti engkau’’ aku takkan membencimu.“
“Berjanjilah dulu bahwa kau takkan menjauhkan diri lagi, bahwa
kau akan menerimaku ikut denganmu selama hidupku, ke manapun
kau pergi aku boleh ikut.“
Pangeran Wanyen Ci Lun terharu. Ia tak dapat menyangkal
bahwa begitu melihat nona yang menarik ini, dan biarpun ia sudah
mempunyai beberapa orang selir, ditambah seorang seperti ini, tak
kan berarti apa apa, bahkan siapa tahu kalau perempuan inilah yang
akan mendatangkan bahagia dalam hidupnya. Berpikir demikian
tanpa ragu ragu lagi pangeran ini menjawab,
-oo0mch-dewi0oo912
Jilid XXXIII
“AKU berjanji takkan menjauhkan diri lagi dan menerimamu ikut
dengan aku selamanya.”
Dengan girang dan lega Soan Li lalu merebahkan diri saking
lelahnya, rebah di atas rumput berbantal paha pemuda itu, lalu
sambil menengadah memandang awan- awan putih di angkasa
dengan termenung, berceritalah ia.
”Lam-ko, sejak pertemuan kita yang pertama kali, tahulah aku
bahwa kau telah menempati hatiku. Biarpun kau nampak bodoh dan
canggung, kaulah laki-laki yang paling baik, jujur dan boleh
dipercaya. Selain itu, aku pun curiga dan ragu-ragu bahwa kau
betul-betul seorang pemuda bodoh. Aku bahkan menduga kau
mengerti ilmu silat. Bukankah kau pandai ilmu silat, Lam-ko?”
Wanyen Ci Lun kini tidak ragu-ragu lagi bahwa gadis cantik yang
setelah bicara nampak makin manis menarik ini benar-benar
seorang yang tidak normal ingatannya. Ia menjadi makin kasihan
dan untuk menghibur hati gadis yang agaknya telah mengalami
pukulan batin hebat sekali ini, ia menerima saja sangkaan orang dan
bahkan “mengasuh“ pikiran yang tidak karuan itu. Maka ia
mengangguk-angguk dan berkata sambil tersenyum.
“Tak salah dugaanmu, Nona. Memang biarpun hanya sejurus
dua jurus, aku mengerti sedikit ilmu silat. Dan tentang kebodohan,
memang aku bodoh dan pelupa. Buktinya, namamu saja aku sudah
lupa lagi. Aku benar- benar bodoh, patut bernama Gong Lam!“
Soan Li tertawa geli, lalu tersenyum manis sekali. Hidup kembali
kegembiraan dan semangatnya setelah ia bertemu dengan
kekasihnya. Dengan penuh kasih sayang sehingga amat
mengharukan hati Wanyen Ci Lun, gadis itu memegang dan
membelai-belai tangan Wanyen Ci Lun.
“Kau tidak bodoh, Lam-ko. Aku sama sekali tidak menganggap
kau bodoh, biarpun namamu Gong Lam. Mungkin kau sudah lupa
akan namaku, mungkin juga memang kau belum pernah
mendengarnya. Namaku Gak Soan Li, murid Hwa I Enghiong Go
Ciang Le. Akan tetapi, mulai sekarang jangan kita sebut-sebut nama
Suhu, agar tidak ikut terseret ke kurang kehinaan yang sudah
913
dilontarkan orang-orang jahat kepadaku.“ Kembali Soan Li mulai
menangis.
Wanyen Ci Lun kaget bukan main mendengar bahwa gadis yang
agak “miring“ ini ternyata adalah murid pendekar besar itu. Hatinya
berdebar dan ia makin tertarik, ingin sekali mengetahui nasib apa
yang telah menimpa diri gadis yang malang dan perkasa ini.
“Gak-siocia....“
“Lam-ko, jangan kau sebut aku dengan siocia segala macam,
bukankah aku ini milikmu, jiwa ragaku telah kuserahkan kepadamu
selama aku hidup, Lamko. Sebut saja namaku....“
Wanyen Ci Lun menarik napas panjang. ia bukan seorang yang
berperangai rendah, bukan orang yang suka menghina dan
mempermainkan wanita. Sikap Soan Li benar-benar membuat ia
bingung sekali. Ia tertarik kepada gadis ini, tertarik, kasihan dan ada
rasa cinta kasih dalam hatinya. Akan tetapi sikap Soan Li benarbenar
membuatnya jengah bingung.
“Baiklah Soan Li. Sekarang lanjutkanlah ceritamu. Siapakah yang
telah mengganggu dan menghinamu?’ Mendengar pertanyaan ini,
tangis Soan Li makin menjadi-jadi. Akkhirnya sambil terisak-isak ia
melanjutkan ceritanya.
“Aku tidak ingat semua, Lam-ko. Hanya yang kuketahui,
semenjak aku kautinggalkan, aku terjatuh ke dalam tangan orang
jahat yang amat tinggi kepandaiannya akan tetapi yang tak pernah
kulihat mukanya. Malam hari itu adalah malam kiamat bagiku, aku
tak melihat dia, malam gelap... dan aku lalu pingsan... dia itu hanya
meninggalkan nama yang selalu berdengung di telingaku, namanya
Wan Sin Hong!”
Wanyen Ci Lun mengerutkan keningnya, “Aku mendengar nama
itu diucapkan orang di mana-mana sebagai seorang penjahat keji
yang baru muncul di dunia.” Diam-diam ia makin kasihan kepa,la
gadis ini. “Lanjutkan ceritamu, Li-moi.“
Mendengar Gong Lam menyebutnya Li-moi, berseri wajah Soan
Li. “Jadi kau tidak benci kepadaku, Lam-ko? Tidak benci kepadaku
setelah peristiwa itu?”
914
Wanyen Ci Lun menggeleng kepalanya. “Kau tidak bersalah, Limoi.
Bagaimana orang dapat membenci kau yang bahkan harus
dikasihani?“
“Terima kasih, Lam-ko. Aku tahu bahwa kau orang yang berhati
mulia. Seluruh dunia boleh membenci dan menghinaku, asal kau
tidak, aku cukup bahagia. Baik kuteruskan ceritaku, tapi yang masih
teringat saja olehku. Setelah aku siuman dari pingsanku, aku
melihat seorang yang tadinya kusangka kau, Lam-ko. Orang itu
mengaku bernama Gong Lam dan entah mengapa, waktu itu aku
tidak ingat lagi, aku percaya dan benar-benar menganggap dia itu
kali! Dia bilang bahwa dia menolongku, bahwa telah mengusir
penjahat busuk Wan Sin Hong. Aku merasa pikiranku kabur, tak
dapat membedakan orang dan aku percaya, aku anggap dia kau,
kuserahkan nasibku, jiwa ragaku kepadanya....“
Sampai di sini Soan Li nampak gemas sekali, wajahnya yang
pucat menjadi merah, matanya berapi. Kemudian perlahan-lahan ia
nampak sedih, bahk air matanya mulai berlinang-linang kembali.
“Lam-ko di luar kesadaranku, dia itu …. jahanam besar yang
kusangka kau itu, telah mengambil aku sebagai isterinya atau lebih
tepat lagi, sebagai kekasihnya karena dia tidak menikah dengan aku
secara sah. Aku tetap mengangap dia itu kau. Aku bahkan....“ Soan
Li terisak-isak, “... telah melahirkan seorang anak, keturunan dari
orang itu....“
Wanyen Ci Lun menjadi marah sekali. “Keparat keji! Siapa iblis
itu, Lan-moi?“
“Dia itu... dia adalah Liok Kong ji! Baru tadi di Puncak Ngo-hengsan
aku bertemu dengan dia, dan baru tadi aku teringat akan semua
itu bahkan dialah yang dahulu mengaku sebagai kau! Dan aku
teringat sekarang bahwa dia itu bukan lain adalah suteku sendiri!
Ah, Lamko, bagaimana dahulu aku tidak mengetahui semua itu...?
Lam-ko, katakanlah, apakah aku Gak Soan Li sudah gila?“ Tangis
Soan Li makin keras .
Wanyen Ci Lun memeluknya dan mendekap kepala gadis itu ke
dadanya.“Tidak, tidak, kau tidak gila, kau hanya seorang gadis yang
bernasib buruk sekali, Li-moi. Agaknya kau dilahirkan hanya untuk
915
mengalami penderitaan belaka. Biarlah selanjutn)a aku yang akan
mengusir semua kesengsaraanmu dan aku akan berusaha
menghidupkan kebahagiaanmu.“
“Lam-ko, kalau aku tidak gila, mengapa timbul segala macam
perkara gila? Aku kadang-kadang menjadi bingung dan tidak
mengerti. Setelah aku ikut dengan jahanam Liok Kong Ji yang
kuanggap kau, pada suatu hari muncul seorang yang tinggi ilmu
silatnya, yang kusangka engkau pula, bahkan yang pertama kali
menyadarkan aku bahwa Kong Ji bukanah Gong Lam karena orang
yang muncul itu memiliki wajah Gong Lam yang sesungguhnya.
Orang ini merampasku dari tangan Kong Ji membawa aku pulang ke
Pulau Kim-bun-to tempat tinggal Suhuku, dan anehnya, kemudian
orang itu, yang tak salah lagi tentu kau adanya mengaku bernama
Wan Sin Hong! Lan ko, mengapa kau bersikap seperti itu di Kim -buto?“
Kini Wanyen Ci Lun benar-benar bingung. Kasihan, pikirnya.
Gadis ini benar-benar telah kehilangan ingatannya dan ceritanya ini
ngacau tidak karuan. Bagaimana ia harus menjawab? ia tidak dapat
membohong terus-terusan.
“Li-mom, percayalah bahwa yang mengaku Wan Sin Hong itu
bukan aku. Aku mau bersumpah bahwa baru ini aku bertemu
dengan engkau.“
Wanyen Ci Lun tentu saja bermaksud bahwa selama hidupnya
baru kali ini ia bertemu dengan Soan Li. Akan tetapi menurut
anggapan Soan Li, pemuda itu bersumpah bahwa selama berpisah,
baru sekarang bertemu!
“Aku percaya kepadamu, Lam-ko. Aku percaya penuh
kepadamu. Karena itulah maka aku merasa bahwa aku telah gila.
Aku mudah saja ditipu jahanam Liok Kong Ji yang mengaku sebagai
engkau kemudian orang yang mengaku Wan Sin Hong itu... betul
diakah malam-malam itu muncul dan merusak hidupku? Akan tetapi
sikapnya bukan seperti penjahat. Ahhh... aku bingung, Lam-ko...“
Gadis yang malang ini memijat mijat kepalanya.
916
“Sudah, Li-moi. Yang sudah lewat biarkanlah dahulu, tak perlu
kau bersusah- payah mengingatnya. Kelak perlahan- lahan aku akan
membantumu memecahkan persoalan ini.
Kau kelihatan seperti terganggu kesehatanmu, wajahmu pucat,
nampaknya lesu. Sedangkan aku kaulihat bahwa aku baru saja
terluka hebat oleh senjata berbisa dan entah siapa yang telah
menolongku ini. Kita berdua perlu beristirahat, kemudian baru
melanjutkan perjalanan. Sebetulnya, bagaimanakah kau tadi
membawaku ke sini. Aku sendiri pingsan tidak tahu apa yang telah
terjadi.”
”Aku melihatmu rebah di hutan, dibuat rebutan oleh
serombongan gadis cantik dan serombongan orang laki-laki. Mereka
bertempur hebat memperebutkan engkau, maka diam-diam aku lalu
merampasmu dan membawamu lari sampai di sini.”
Wanyen Ci Lun menggeleng-geleng kepalanya, sama sekali tidak
mengerti apa yang sesungguhnya telah terjadi karena ia masih ingat
semua. Ta mendapatkan dirinya rebah di dalam hutan, terluka dan
dikelilingi oleh serombongan ”bidadari”, Menurut cerita gadis-gadis
itu ia ditolong oleh seorang bernama Wan Sin Hong yang mukanya
sama benar dengan dia. Hal ini sudah berkali-kali ia alami. Dahulu
Nona Go Hui Lian juga mengira dia Wan Sin Hong! Sekarang dari
mulut Gak Soan Li, kembali ia mendengar dongeng banyak- banyak
tentang orang bernama Wan Sin Hong yang katanya serupa benar
dengan dia. Ta tahu bahwa rombongan bidadari itu bertempur
melawan orang-orangnya sendiri. ”Lam-ko, bagaimana kau sampai
bisa terluka? Dan siapa orangnya yang melukaimu?”
Kini giliran Wanyen Ci Lun yang -menggeleng-geleng kepalanya,
bingung harus bercerita bagaimana. Dia sendiri kurang tahu
siapakah yang telah melukainya, karena begitu muncul, orang-orang
di Puncak Ngo-heng-san lalu memaki- makinya sebagai Wan Sin
Hong, tahu-tahu banyak sinar senjata melayang dan menyerangnya!
”Entahlah, Li-moi. Aku datang di Puncak Ngo-heng-san. Orangorang
menyerangku dan aku roboh, kemudian dibawa lari seorang
aneh bermuka merah yang amat pandai ilmu silatnya. Aku
selanjutnya pingsan tidak tahu apa-apa lagi, tahu-tahu aku bangun
sudah berada di hutan itu, di jaga oleh gadis-gadis itu. Lalu datang
917
rombongan orang laki-laki itu yang menyerang sehingga terjadi
pertempuran, kemudman kau muncul.”
”Sekarang, ke mana kau hendak membawaku pergi, Lam- ko?
Aku ikut denganmu, ke mana pun juga kau pergi.”
”Jangan khawatir, Li-moi. Mari ikut aku pulang.”
”Pulang?”
”Tentu saja pulang, bukankah kembali ke rumah berarti pulang?”
”Rumah? Lam-ko apakah kau punya rumah?”
Wanyen .Cl Lun tertawa geli. ”Tentu saja aku mempunyai rumah,
Li-moi, kau akan terkejut kalau melihat rumah. rumahku. Apakah
kau sendiri tidak punya rumah, tidak punya keluarga?”
Wajah yang, manis itu menjadi muram, ia hanya menggelengkan
kepala tanpa menjawab. Memang dia yatim piatu, tiada handai
taulan, yang ada hanya keluarga suhunya. Akan tetapi sekarang ia
kehilangan keluarga Go itu bukan karena keluarga itu mengusirnya,
sebaliknya ia tidak berani kembali ke Kim-bu-to, karena ia tidak mau
menyeret nama keluarga yang ia muliakan itu ke dalam lembah
kehinaan yang sudah ia derita.
”Marilah, Li-moi, mari kita pulang ke rumah kita.”
“Di mana?”
“Di kota raja.”
Untuk ke sekian kalinya Soan Li tercengang dan memandang
kepada kekasihnya dengan heran dan kagum. Terlalu banyak hal-hal
aneh ia alami di dunia ini, maka sekarang ia pun tidak banyak
bertanya. Hanya ia tahu bahwa kekasihnya bernama Gong Lam ini
tentulah bukan orang sembarangan, dan sejak dahulu ia tahu
bahwa nama Gong Lam itu nama palsu.
Berangkatlah dua orang muda itu dengan seenaknya dan lambatlambat
ke kota raja. Setelah tiba di sebuah kota, Wanyen Ci Lun lalu
membeli obat, kemudian membeli kuda sehingga perjalanan
selanjutnya dilakukan berkuda dan tidak begitu melelahkan.
918
Demikianlah, singkatnya Wanyen Ci Lun dan Soan Li telah tiba di
kota raja dan dengan diam-diam pangeran membawa Soan Li ke
istananya, memberi tahu kepada semua selir dan pelayan bahwa
gadis ini adalah selirnya yang baru dan minta kepada semua orang
untuk melayani Soan Li sebaik mungkin. Tentu saja Soan Li sendiri
bengong dan melongo melihat rumah kekasihnya
“Lam-ko, sebenarnya kau ini siapakah?“
“Li-mom, jangan kaget. Aku sebenarnya bernama Wanyen Ci
Lun, pangeran muda yang bodoh.“
Mendengar jawaban ini, Soan Li menangis tersedu-sedu, tangis
karena haru dan gembira. Akhirnya ia bertemu dengan kekasihnya
yang ternyata bukan saja tidak menyalahkannya dalam peristiwa
memalukan yang ia alami, bahkan kelihatan mencinta kepadanya
dan membawanya ke istana. Yang amat menggembirakan hatinya
adalah kenyataan bahwa kekasihnya itu ternyata seorang pangeran
yang tentu akan mengangkat dirinya dan di dalam kebahagiaan ini
akan mencoba melupakan segala penghinaan yang pernah
dideritanya.
“Li-moi apakah kau menghendaki agar puteramu yang kau
tinggalkan di Kim bun-to itu dibawa ke sini?“
Wajah yang berseri itu menjadi pucat lagi. “Tidak! Tidak! Aku
akan bunuh anak itu kalau aku melihatnya!“ Kemudian ia menangis
tersedu-sedu.
Wanyen Ci Lun menghiburnya. “Sudahlah, kalau kau tidak mau,
tidak apa.“ Kemudian pangeran yang baik hati itu menyuruh orang
mempersiapkan kamar yang indah, mewah dan menyenangkan bagi
Soan Li. Sikapnya terhadap wanita ini tetap menjaga diri dan
berlaku sopan, tidak berani ia melakukan perbuatan yang melanggar
susila. Hal ini bukan karena ia terlalu alim, bukan. Melainkan oleh
karena
Wanyen Ci Lun tidak berani berlaku sembrono. Ia tahu bahwa ia
menghadapi seorang gadis yang biarpun bernasib malang dan
ingatannya terganggu, namun tetap seorang gadis berilmu tinggi,
seorang wanita pilihan yang tak dapat disamakan dengan selirselirnya,
murid seorang pendekar besar. Ta melakukan semua hal
919
terhadap Soan Li itu atas dasar hendak menolong di samping rasa
tertarik dan kasih sayang yang timbul terhadap gadis itu.
Setelah luka-lukanya sembuh, Wanyen Ci Lun mendengar berita
tentang datangnya See-thian Tok-ong, tentang apa yang dicentakan
oleh See-thian Tok-ong kepada Kaisar. Kemudian yang membuat
terkejut sekali adalah ketika mendengar betapa See-thian Tok-ong
memperkenalkan Liok Kong Ji kepada Kaisar. Ta cepat berdandan
dan sebagaimana telah diceritakan di bagian depan, pada saat Liok
Kong Ji dan See-thian Tok-ong menghadap kaisar. Wanyen Ci Lun
datang ke istana mengunjungi Kaisar!
Seperti pernah dituturkan, Wanyen Ci Lun adalah seorang
pangeran yang amat berpengaruh di istana. dan seorang yang amat
dipercaya oleh Kaisar, maka para penjaga tentu saja tidak berani
melarangnya, bahkan melaporkan kepada Kaisar tentang
kedatangan pangeran ini. Kaisar girang sekali mendengar akan
kedatangan Wanyen Ci Lun, maka tanpa ragu-ragu lagi Kaisar lalu
mempersilakan Wanyen Ci Lun masuk ke ruangan pertemuan itu.
Setelah Pangeran itu memberi hormat kepada Kaisar dan
dipersilakan duduk Kaisar serta merta menegurnya.
“Ternyata perhitunganmu kali ini meleset, Ci Lun. Orang- orang
yang kaupercaya itu, yakni Go Hui Lian dan Coa Hong Kin, ternyata
melanggar kepercayaan kita dan lari pergi bersama pemberontak Go
Ciang Le. Oleh karena itu, kami telah mengambil keputusan untuk
mengirim pasukan dan menghukum mereka, terutama sekali
menghukum penjahat besar Wan Sin Hong yang telah merampas
kedudukan bengcu dan berniat untuk mengerahkan orang-orang
jahat memberontak terhadap kami!“
Mendengar kata--kata Kaisar ini, Wanyen Ci Lun melirik ke arah
Liok Kong Ji lalu jawabnya kepada Kaisar.
“Sesungguhnya hamba tidak tahu akan semua hal itu, karena
biarpun hamba juga datang di Puncak Ngo-heng-san, sungguh tidak
nyana sekali datang-datang hamba diserang orang jahat, menderita
luka-luka karena jarum jarum hitam sehingga hamba terus pingsan
tak tahu apa-apa. Kalau saja tidak ada orang aneh menolong,
920
kiranya hamba sudah menjadi mayat dan tidak mendapatkan
sempatan menghadap Paduka lagi.“
Kaisar terkejut mendengar ini. “Begitukah? Apakah para
pemberontak keji itu yang hendak membunuhmu? Benar-benar
mereka jahat dan harus dibasmi!’
Liok Kong Ji berkata cepat-cepat, “Mohon beribu ampun,
sesungguhnya hambalah yang melukai Siauw-ongya dengan jarumjarum
Hek-tok-ciam!“
Kaisar dan Wanyen Ci Lun kaget. Kaisar terkejut karena hal ini
memang tak disangka-sangkanya, sedangkan Wanyen Ci Lun kaget
dan heran mendengar pengakuan Liok Kong Ji. Begitu mendengar
bahwa Liok Kong Ji, orang yang dibenci oleh Soan Li dibawa oleh
See thian Tok-ong menghadap Kaisar, ia sudah menaruh kecurigaan
besar dan ingin sekali dia melihat sendiri orang macam apa adanya
Liok Kong Ji yang menurut Soan Li telah mempergunakan nama
Gong Lam untuk mempermainkan Soa Li. Sekarang melihat pemuda
yang berlutut di dekat See-thian Tok-ong ini teringatlah bahwa
pemuda ini yang menyerangnya dahulu di puncak Ngo-heng-san.
Oleh karena itu, alangkah herannya mendengar pemuda itu
mengaku terus terang di depan Kaisar. Alangkah beraninya.
“Hamba mohon Siauw-ongya sudi memberi ampun atas
kedosaan hamba yang dilakukan bukan dengan sengaja. Ketika
Siauw-ongya muncul di puncak Ngo-heng-san, semua orang yang
berada di situ mengira bahwa Siauw ongya adalah Wan Sin Hong,
karena memang sesungguhnya antara Siauw-ongya dan Wan Sin
Hong ada persamaan wajah yang luar biasa, serupa benar seperti
saudara kembar. Oleh karena hamba juga mengira bahwa Siauwongya
adalah penjahat besar Wan Sin Hong yang memang dikejarkejar
oleh seluruh orang gagah di dunia kang-ouw, maka hamba
lalu turun tangan menyerang dengan senjata jarum Hek-tok- ciam
hamba.“
Kaisar terheran mendengar penuturan ini.
“Koksu, benarkah bahwa penjahat dan pemberontak Wan Sin
Hong itu memiliki persamaan wajah dengan Wanyen Ci Lun?“ tanya
Kaisar kepada See thian Tok-ong.
921
“Memang tidak salah, Sri Baginda. Persamaan itu sedemikian
luar biasa sehingga hamba sendiri juga tak mungkin dapat
membedakan satu dengan yang lain.“
Mendengar ini kaisar menjadi lega dan hilang kecurigaannya
terhadap Kong Ji. Adapun Wanyen Ci Lun juga tak dapat berkata
apa-apa. Di dalam hatinya pangeran ini mengaku bahwa pemuda
yang bernama Liok Kong Ji ini kelihatannya amat cerdik, maka ia
harus berlaku hati-hati. Kalau betul bahwa Liok Kong Ji ini telah
merusak kehidupan Soan Li sebagaimana telah ia dengar dari gadis
yang dicintanya itu, ia harus membalaskan sakit hati Soan Li. Akan
tetapi ia harus berlaku hati-hati sekali, karena melihat betapa
pemuda ini dengan jarum jarum hitamnya telah dapat melukai
bahkan hampir membunuhnya, dapat ia ketahui bahwa Liok Kong Ji
selain cerdik, juga memiliki ilmu kepandaian tinggi.
Sementara itu, kaisar sudah teguh pendiriannya. Tanpa minta
pertimbangan lagi, ia memberi perintah kepada See- thian Tok-ong
agar supaya membawa pasukan pilihan, dibantu oleh Liok Kong Ji
yang oleh kaisar diangkat menjadi pembantu utama dari See-thian
Tok-ong, Kemudian berangkat ke Kim-bun-to untuk menangkap
keluarga Go yang memberontak dan untuk mencari dan menangkap
pemberontak Wan Sin Hong. Untuk tugas ini, kaisar memberi
sebuah leng-ki yakni bendera tanda bahwa si pembawa adalah
utusan kaisar dan karenanya semua pembesar setempat harus
melayaninya baik-baik dan segala kehendaknya diturut!
“Maafkan hamba, Sri Baginda. Apakah titah ini tidak terlalu
tergesa-gesa? Menurut pendapat hamba yang bodoh, tentang
perbuatan memberontak dari Wan Sin Hong dan keluarga Go di
Kim-bun-to itu, masih belum ada buktinya. Bagimana kalau ternyata
bahwa mereka itu bukan pemberontak? Mereka itu adalah orangorang
gagah di dunia kang-ouw, bahkan hamba mendengar bahwa
Wan Sin Hong telah diangkat menjadi bengcu. Kalau Paduka
memberi lengcu dan keputusan bahwa dia harus ditangkap atau
dibunuh sebagai hukuman atas pemberontakannya, kemudian
ternyata bahwa dia sama sekali bukan pemberontak, bukankah
negara akan menghadapi tantangan dari orang orang gagah
sedunia? Kalau Paduka mengijinkan, biarlah hamba melakukan
922
penyelidikan lebih dahulu sebelum diambil tindakan terhadap
mereka itu,“ Kaisar mengerutkan keningnya.
“Sayang kau terluka dan tidak tahu apa yang telah terjadi, Ci
Lun. Sayang sekali, kali ini penyelidikanmu ke Ngo heng-san itu
tidak berhasil apa-apa. Baiknya kami menyuruh koksu, kalau tidak
tentu bahaya besar dan pemberontak-pemberontak itu mengancam
negara tanpa kita ketahui. Ketahuilah bahwa para pengtkut koksu,
di tengah jalan telah terbunuh mati semua oleh pemberontak Wan
Sin Hong dan Go Ciang Le!”
Wanyen Ci Lun terkejut. ia tahu bahwa delapan orang yang
menjadi pengikut See-thian Tok-ong ke Ngo-heng-san itu adalah
delapan orang pengawal kaisar yang sudah dipercaya betul.
Sekarang mereka terbunuh. ini hebat. Akan tetapi, apakah betul
mereka itu dibunuh oleh Wan Sin Hong dan Go Ciang Le?
”Bagaimana mereka dapat terbunuh oleh Wan Sin Hong dan Go
Ciang Le?” tanya Wanyen Ci Lun sambil menoleh ° ke arah Seethian
Tok-ong.
”Dalam perebutan kedudukan bengcu ada pertempuran. Penjahat
besar Wan Sin Hong dan pemberontak Go Ciang Le ternyata tahu
bahwa para pengikut hamba itu adalah busu- busu dari istana, maka
dalam pertempuran itu para pemberontak sengaja menewaskan
mereka untuk menyatakan kebenciannya terhadap kaisar,” jawab
See-thian Tok-ong dengan berani sekali karena ia melihat sendiri
bahwa ketika terjadi pemilihan bengcu di puncak Ngo-heng- san,
Pangeran Wan-yen Ci Lun tidak sempat menyaksikan. Padahal, para
bulu itu dibunuh oleh dia sendiri, takut kalau para busu ini akan
membuka rahasianya kepada kaisar’
Karena merasa bahwa ia memang kalah kuat dalam pendiriannya
mengenai maksud kaisar membasmi Wan Sin Hong dan keluarga Go
Ciang Le, Wanyen Ci Lun akhirnya diam saja, hanya mendengarkan
rencana dan penggerakan dari See-thian Tok-ong untuk mulai
dengan tugasnya. Ta mendengar bahwa See-thian Tok-ong dan Liok
Kong Ji hendak membawa pasukan itu tepat pada saat Kim-bun-to
mengadakan pesta pernikahan antara Go Hui Lian dengan Coa Hong
Kin.
923
”Tni perlu sekali dilakukan untuk memancing dan mengetahui,
siapa di antara orang-orang kang-ouw yang akan membela kaisar
dan siapa pula yang mempunyai niat memberontak. Sudah tentu di
dalam pesta pernikahan keluarga Go itu akan dihadiri oleh semua
tokoh kang-ou dan ini merupakan ujian bagi mereka. Demikian Liok
Kong Ji berkata. Pendapatnya ini amat dihargai oleh kaisar yang
memujinya memiliki pemandangan luas dan rencana yang bagus.
Pertemuan itu dibubarkan dan Wanyen Ci Lun kembali ke
istananya sendiri dengan hati gelisah, ia tahu bahwa yang
dimaksudkan dengan Wan Sin Hong tentulah pemuda yang telah
menolongnya yang tadinya bermuka merah seperti setan akan
tetapi kemudian dikatakan oleh anggauta Hui eng-pai sebagai
seorang pemuda yang mempunyai wajah sama benar dengan dia.
Tokoh Wan Sin Hong ini baginya masih merupakan teka-teki
demikian pula tokoh Gong Lam. Betulkah Wan Sin Hong telah
mencemarkan Soan Li dengan kekerasan? Agaknya betul karena
Wan Sin Hong terkenal sebagai seorang penjahat muda yang baru
nuncul.
Akan tetapi mengapa Wan Sin Hong menolongnya di puncak
Ngo-heng-san? Dan siapa pula Gong Lam yang oleh Soan Li
dianggap sebagai dia sendiri? Tentu wajah Gong Lam ini serupa
pula dengan wajah Wan Sin. Hong. Liok Kong Ji adalah seorang
pemuda palsu, yang menipu Soan Li dengan berpura-pura menjadi
Gong Lam. Kalau Kong Ji dapat berlaku sekeji ini bukan tidak
mungkin kalau dia pula yang mempergunakan nama Wan Sin Hong
ketika malam hari menggunakan kekerasan dan mencemarkan Soan
Li.
Diam-diam Wanyen Ci Lun memutar otaknya dan ia merasa
menghadapi sebuah teka-teki ruwet. Keputusan kaisar untuk
menghukum Wan Sin Hong dan keluarga Go Ciang Le membuat
hatinya tidak enak dan tak senang. Memang betul batwa dia tidak
mempunyai hubungan sesuatu dengan Wan Sin Hong biarpun
katanya memiliki persamaan wajah dengannya, juga dia tidak
mempunyai hubungan sesuatu dengan keluarga Go Ciang Le.
Cintanya kepada Hui Lian tidak terbalas dan setelah sekarang ia
mendengar bahwa sebulan lagi Hui Lian akan menikah dengan
924
orang kepercayaannya sendiri Coa Hong Kin, hatinya menjadi dingin
terhadap Hui Lian.
Akan tetapi, sebagai seorang pangeran yang amat
memperhatikan keadaa negara, ia tahu bahwa kedudukan Kerajaan
Kin pada waktu itu tidak sekokoh dahulu. Keputusan kaisar
menghukum orang-orang penting di dunia kang-ouw, tanpa dasar
kesalahan yang benar-benar patut dihukum, adalah hal yang
berbahaya dan merugikan.
Dunia kang-ouw akan mendengar tentang hal ini dan
kepercayaan para orang gagah terhadap pemerintah akan makin
menipis, akhirnya akan timbul kebencian terhadap kerajaan.
Memang tidak dikhawatirkan kalau orang-orang kangouw akan
memberontak, akan tetapi apabila tercetus pemberontakan atau
kalau ada musuh dari luar datang menyerbu, orang-orang kang-ouw
ini sudah pasti akan membantu musuh atau sedikitnya pasti tidak
akan mau membantu pemerintah mengusir musuh.
Dengan hati kesal Wanyen Ci Lun tidak pulang ke istana,
melainkan keluar dari lingkungan istana dan berjalan-jalan ke kota
raja. Karena memang sudah biasa pangeran ini suka berjalan-jalan
seorang diri dalam keadaan sederhana,. tanpa pengiring dan tidak
menunggang kuda maupun kereta, maka hal ini tidak menarik
perhatian orang bahkan ada di antara penduduk yang tidak
mengenalnya. Tentu saja mereka yang mengenal cepat-cepat
memberi penghormatan dengan membungkuk dalam-dalam yang
dibalas oleh Wanyen Ci Lun dengan senyum dan anggukan.
Akhirnya Wanyen Ci Lun keluar dari pintu gerbang kota raja
sebelah selatan. Ia teringat kepada sahabatnya, yaitu Hoan Ki
Hosiang, hwesio yang mengurus Kuan te-bio di luar tembok kota
sebelah selatan. Pangeran Wanyen Ci Lun amat suka kepada hwesio
tua dan semenjak ia masih kecil dahulu, kelenteng Kwan-te-bio
sudah menjadi tempat ia bermain-main dan terhadap hwesio tua
Hoan Ki Hosiang, ia seakan-akan menganggap hwesio ini sebagai
gurunya. Memang anggapan ini tidak salah karena semenjak kecil,
Wanyen Ci Lun sering kali menerima pelajaran tentang kebatinan
dan kebajikan.
925
Dari hwesio inilah Wanyen Ci Lun tergugah semangat
kegagahannya, dan dari hwesio ini ia mengenal sejarah dan riwayat
orang-orang besar jaman dahulu. Oleh karena pergaulannya dengan
Hoan Ki Hosiang ini maka watak Wanyen Ci Lun berbeda jauh
dengan para pembesar dan bangsawan bangsa Kin. la lelah merasai
keagungan kebudayaan llan dan mengaguminya, kemudian
menggunakannya dalam jalan hidupnya.
Selain semua ini, dari Hoan Ki Hoiang pula ia menerima pelajaran
ilmu silat dasar yang kemudian ia latih terus secara diam-diam di
bawah asuhan beberapa orang busu istana yang tua dan biarpun
tidak secara resmi ia mengangkat guru kepada Hoan Ki Hosiang,
akan tetapi ia menyebut hwesio itu “suhu“ dan boleh dibilang segala
keperluan kelenteng Kwan-te-bio yang kecil itu dijamin oleh Wanyen
Ci Lun.
Melihat kedatangan pangeran ini, dua orang hwesio cilik yang
bekerja sebagai pelayan kelenteng Kwan-te-bio, tergopoh-gopoh
menyambut, memberi hormat, lalu melaporkan kepada Hoan Ki
Hosiang. Akan tetapi, belum juga mereka masuk ke dalam, hwesio
tua ini sudah bertindak dengan muka berseri.
“Siauw-ongya, kebetulan sekali kau datang! Ada sesuatu yang
amat penting hendak pinceng bicarakan dengan Siauw ongya,“ kata
Hoan Ki Hosiang sambil membalas pemberian hormat pangeran itu.
“Ada kepentingan apakah, Suhu? harap lekas beritahukan, aku
ingin sekali mendengar.“
“Hal ini aneh sekali, Siauw-ongya dan hampir menimbulkan
salah paham. Hari kemarin pinceng kedatangan seorang tamu yang
minta supaya pinceng terima bermalam di sini untuk beberapa
malam, seorang yang aneh sekali.”
Wanyen Ci Lun tersenyum. Sudah terlalu banyak hal aneh ia
alami akhir-akhir ini sehingga berita ini diterimanya dengan senyum
dingin saja.
”Siapa dia, dari mana orangnya, Suhu?” tanyanya.
”Dia pergi keluar tadi pagi, katanya hendak mengurus sesuatu
dalam beberapa hari di kota raja. Kalau malam hari ia kembali dan
926
minta supaya diperbolehkan menginap di sini. Siauw-ongya, pinceng
bukan main-main, keadaan orang ini aneh sekali. Pada pertama kali
ia datang pinceng sendiri sampai salah menegur dan mengira bahwa
dia adalah Siauw-ongya sendiri yang berlaku pura-pura dan ingin
main- main dengan pinceng. Akan tetapi ternyata dia bukan Siauwongya
sungguftpun wajah dan bentuk badan serupa benar dengan
Siauw-ongya....”
”Apakah dia Wan Sin Hong...?” Wan-yen Ci Lun memotong cepat.
Hoan Ki Hosiang nampak tercengang, ”Betul, Siauw-ongya.
Bagaimana kau bisa tahu...?? Dia betul bernama Wan Sin Hong dan
kepandaiannya luar biasa sekali. Karena tadinya, pinceng telah
mencoba dan menekan pundaknya. Akan tetapi pinceng merasa
seakan-akan menekan tumpukan kapas saja, sampai tenaga sendiri
amblas dan lenyap. Kemudian, pundak itu berubah menjadi seperti
baja panas, benar-benar lweekang seperti itu jangankan
menyaksikan, mendengarpun belum pernah.”
Tiba-tiba dari belakang kelenteng terdengar suara halus.
”Hoan Ki Lo-suhu, jangan kau terlalu memuji orang setinggi
langit. Wanyen Siauw-ongya, aku girang dapat bertemu dengan kau
di sini!”
Hwesio tua itu dan Pangeran Wanyen Ci Lun cepat menengok ke
belakang dan tahu-tahu dari dalam telah keluar seorang pemuda
yang serupa benar dengan Wanyen Ci Lun, hanya pakaiannya saja
berbeda karena amat sederhana. Dia ini bukan lain adalah Wan Sin
Hong yang, mengejar Liok Kong Ji dan mendapat kenyataan bahwa
larinya pemuda itu adalah ke kota raja.
Dua orang pemuda yang sama rupa dan bentuk badannya saling
berhadapan menyelidiki watak masing-masing dengan pandang
mata yang tajam menembus jantung. Akhirnya keduanya merasa
puas dan Wan Sin Hong menjura lebih dulu memberi hormat sambil
berkata,
“Pangeran Wanyen CI Lun, aku girang melihat kau ternyata
dalam keadaan sehat.“
927
Ucapan Sin Hong ini tidak kasar, juga tidak terlalu menghormat
seperti layaknya seorang biasa bicara terhadap seorang bangsawan
agung. Akan tetapi kesederhanaan sikap Sin Hong ini tidak
menyakitkan hati Wanyen Ci Lun.
“Apakah aku berhadapan dengan Wan Sin Hong yang
disohorkan sebagai penjahat muda yang baru muncul di dunia?“
Sin Hong tersenyum pahit. ‘Benar, aku Wan Sin Hong dan
memang seorang yang bernama Liok Kong Ji telah berusaha matimatian
untuk merusak namaku.”
Wanyen Ci Lun memberi hormat sebagai balasan hormat Sin
Hong tadi, ia lalu berkata,
“Kalau begitu aku mengucapkan terima kasih atas
pertolonganmu di Ngo-heng-san dahulu, sayang kau terus
meninggalkan aku di bawah penjagaan bebeapa orang bidadari
sehingga kita tak sempat bertemu muka dan bicara. Mari kita masuk
ke dalam dan kita bicara dari hati ke hati.“ Sin Hong menurut saja
dan mengikuti pangeran itu masuk ke dalam kamar, diikuti pula oleh
Hoan Ki Hosiang. Akan tetapi setelah tiba di dalam kamar, hwesio
tua au tidak ikut masuk, melainkan menjaga di luar pintu agar
percakapan antara dua orang muda itu tidak terganggu.
”Wan Sin Hong, kau sebenarnya siapakah dan sampai di mana
kebenaran tentang berita bahwa kau penjahat besar?”
Wan Sin Hong begitu bertemu dengan pangeran ini, telah timbul
perasaan suka dan percaya, maka ia pun lalu berkata terus terang!
”Pangeran Wanyen Ci Lun, sesungguhnya antara kita masih ada
hubungan keluarga, karena ketahuilah bahwa mendiang Ayahku
adalah Wan Kan atau Wanyen Kan, seorang pangeran pula.”
”Dia itu Pamanku! Kita ini masih saudara seketurunan!” kata
Wanyen Ci Lun dengan girang. ”Jadi namamu sebenarnya Wanyen
Sin Hong?” ,Sin Hong hanya tersenyum, akan tetapi ia mengangguk.
Pangeran Wanyen Ci Lun, memegang kedua lengan saudaranya
ini dan dua pasang mata saling pandang, terharu dan gembira.
928
‘Betapapun juga, aku sekarang adalah Wan Sin Hong, seorang
pemuda bukan keturunan keluarga istana. Harus kauketahui baikbaik
akan hal ini, Pangeran Wanyen Ci Lun.” Suara Sin Hong
terdengar penuh keyakinan dan tahulah Wanyen Ci Lun yang sudah
mengerti akan riwayat ayah pemuda itu, bawa di dalam hatinya, Sin
Hong masih menaruh dendam terhadap istana dan tidak akan suka
mengaku keluarga istana.
”Sin Hong, aku girang sekali mendapat kenyataan bahwa kau
masih ada hubungan darah dengan aku. Aku bangga sekali apalagi
setelah mendengar bahwa kau sekarang telah menjadi bengcu. Ah,
alangkah girang hatiku mempunyai saudara yang memiliki
kepandaian setinggi kepandaianmu, aku kagum padamu, Saudara.
Hanya sedikit yang menjadi ganjalan hatiku, benar benarkah semua
berita kejahatan yang kaulakukan itu bohong belaka?”
Sin Hong menarik napas panjang. “Memang sukar melenyapkan
keraguan ini, karena Kong Ji pandai sekali mengatur semua
kejahatan sehingga seaka-akan aku yang melakukannya. Akan
tetapi percayalah, bahwa semua perbuatan keji itu biar sampai mati
pun takkan dapat aku melakukannya. Sudahlah tentang hal ini, yang
penting sekarang, aku hendak bertanya kepadamu, Pangeran,
dimanakah adanya Nona Gak Soan Li. Aku mendengar bahwa kau
dilarikan oleh seorang gadis cantik berwajah pucat yang tinggi ilmu
larinya. Dia itu tentu Soan Li. Benarkah dugaanku? Dan di mana dia
sekarang?”
Wanyen Ci Lun tiba-tiba menjadi muram mukanya, karena ia
teringat akan cerita Soan Li bahwa gadis itu pernah, dicemarkan
oleh Wan Sin Hong.
“Nanti dulu, Sin Hong. Sebelum aku menjawab pertanyaanmu
itu, coba kau bersumpah lebih dulu, benar- benarkah kau tidak
pernah melakukan kejahatan terhadap wanita yang manapun juga?“
Sambal berkata demikian, Wanyen Ci Lun memandang tajam.
Mendengar ini, Sin Hong tiba-tiba memegang kedua lengan
pangeran itu yang merasa betapa kedua lengannya seakan-akan
dicengkeram oleh jepitan yang kuat sekali.
929
“Kalau begitu Soan Li berada denganmu. Tentu dia yang
bercerita tentang dirinya dicemarkan oleh Wan Sin Hong.
Dengarlah, Pangeran. Tak perlu aku berpanjang cerita. Gadis itu
telah menjadi korban Liok Kong ji, bahkan telah diberi makan racun
yang merusak ingatannya. Aku ahli pengobatan, kau sudah tahu ini
karena kau pun pernah menjadi korban racun Hek-tok-ciam dari
Liok Kong Ji dan aku yang menolongnya. Mari bawa aku kepadanya,
aku akan mencoba untuk mengobatinya untuk memulihkan
ingatannya. Di samping itu, aku mohon bantuanmu untuk
menyelidiki, apakah yang hendak dilakukan oleh iblis Liok Kong Ji di
istana ini.“
Melihat sikap Sin Hong, sekaligus keraguan hati Wanyen Ci Lun
lenyap. “Kalau begitu jangan menunggu lagi, mari ikut ke istanaku,
Sin Hong.”
Maka setelah memesan kepada Hoan Ki Hosiang agar jangan
menceritakan kepada siapapun juga akan pertemuan dua orang
muda itu. Pangeran Wanyen Ci Lun lalu mengajak Sin Hong ke
istananya, sekali ini ia mempergunakan kendaraan keretanya yang
ia suruh orangnya menjemputnya di kelenteng itu. Di dalam kereta,
Wanyen Ci Lun dengan singkat menceritakan pertemuannya dengan
Soan Li, dan bercerita pula tentang sikap Soan Li yang amat
mengharukan hatinya dan juga menggemaskan hatinya kepada
orang yang telah merusak hidup gadis itu.
Tanpa diketahui oleh siapapun juga karena pandainya Pangeran
Wanyen Lun mengaturnya, Sin Hong dapat masuk ke dalam istana
pangeran itu dan ia dijumpakan dengan Soan Li. Wanyen Ci Lun
sengaja tidak ikut menemui Soan Li karena Pangeran ini hendak
menyaksikan bagaimana sikap Soan Li kalau bertemu dengan Sin
Hong.
“Lam-ko, kau baru datang....“ Soan Li menyambut dengan
senyum manis ketika melihat Sin Hong masuk ke dalam kamar.
“Lam-ko, mengapa kau selalu agaknya menjauhkan diri dariku?’
Apakah kau kecewa karena aku ikut dengan kau? Apakah kiranya
keadaanku yang hina ini merendahkan kedudukanmu sebagai
seorang pangeran besar? Lam-ko, bagiku, biarpun kau seorang
930
pangeran atau bahkan seorang kaisar sekalipun, bagiku kau tetap
Gong Lam, bukan Pangeran Wanyen Ci Lun atau siapapun juga.“
Melihat keadaan dan mendengar kata-kata ini, hati Sin Hong
seperti diremas-reemas. Terbuka kedua matanya dan tahulah ia
bahwa sebenarnya yang dicinta oleh Soan Li adalah dia sendiri!
Mengerilah ia bahwa dahulu, dalam pertemuan pertama ketika ia
masih menggunakan nama Gong Lam, ternyata Gak Soan Li telah
jatuh cinta kepadanya dan cinta kasihnya itu sedemikian besarnya
sehingga biarpun ingatan gadis itu sudah tidak normal lagi, tetap
saja gadis itu masih mencinta Gong Lam sepenuh hatinya. Hal ini
benar-benar mengharukan hati Sin Hong dan membuat ia berpikir
keras. Dengan kepandaiannya, kiranya ia akan dapat
menyembuhkan Soan Li, atau setidaknya mengembalikan
ingatannya.
Kalau Soan Li teringat akan semtua hal dan akhirnya mendapat
kenyataan bahwa Gong Lam yang sesungguhnya tidak membalas
cinta kasihnya, bukankalk gadis itu akan menjadi makin rusak
hidupnya? Sebaliknya, dalam keadaan seperti sekarang ini, Soan Li
tidak dapat membedakan antara Gong Lam aseli dan Gong Lam
yang sekarang menjadi nama julukan Wanyen Ci Lun dan gadis itu
dapat hidup di dalam istana Wanyen Ci Lun bersama pangeran itu.
Menurut penglihatannya, Pangeran Wanyen Ci Lun juga mencinta
Soan Li. Oleh karena itu, ia lalu menjawab,
“Sama sekali aku tidak menyesal, bahkan aku girang sekali kau
sudah merasa betah tinggal di sini. Percayalah bahwa kau akan
berbahagia di sini Sayang aku tidak dapat terlalu lama di seni,
karena banyak sekali keperluan penting yang harus kuselesaikan.
Baik-baiklah kau di sini, Soan Li.“ Setelah berkata demikian, Sin
Hong lalu berjalan keluar dengan cepat, lalu menemui Pangeran
Wanyen Ci Lun yang telah menantinya di luar.
“Bagaimana, Sin Hong, apakah dia tidak ada harapan
disembuhkan sehingga ia teringat akan semua hal yang lalu?“
Sin Hong menggelengkan kepalanya. “Tak mungkin. Penghidupan
lama telah mati baginya dan sekarang ia berada dalam hidup baru.
Kuharap saja ia akan berbahagia dalam hidupnya yang baru ini.”
931
Sinar mata yang berseri dari Pangeran Wanyen Ci Lun membuat
Sin Hong makin yakin bahwa memang sebaiknya bagi Soan Li
sendiri dan semua pihak kalau Soan Li berada seperti sekarang ini,
jangan teringat lagi akan segala apa yang sudah lalu.
“Kuharap demikian pula, akan tetapi di dalam hidupnya yang
baru ini terdapat dendam dan kebencian terhadap dua orang, yakni
terhadap Wan Sin Hong dan Liok Kong Ji. Yang pertama karena
dianggap orang yang mencemarkannya yang ke dua karena telah
menipunya selagi pikirannya masih belum sadar, menggunakan
nama Gong Lam dan mempermainkannya. Bahkan putera yang ia
dapatkan dari Gong Lam palsu ini dibencinya setengah mati“
Sin Hong menarik napas panjang. Tadi ia sudah mendengar
semua penuturan pangeran itu dan diam-diam ia memang kasihan
sekali kepada Soan Li.
“Kalau kau membantuku, Pangeran sedikit demi sedikit sadarkan
dia bahwa yang mencemarkan dia dahulu sesungguhnya juga iblis
Liok Kong Ji itu yang menggunakan nama Wan Sin Hong. Dan
katakan kepadanya bahwa pada suatu hari ia tentu akan kuberi
kesempatan melakukan balas dendam terhadap iblis Liok Kong Ji
itu!“
Kemudian Sin Hong mendengar berita mengejutkan dari
Pangeran Wanyen Ci Lun. Tadinya pangeran ini belum mau
bercerita sesuatu tentang keputusan kaisar menghukum Wan Sin
Hong dan Go Ciang Le, karena ia hendak melihat dan meyakinkan
bahwa Wan Sin Hong benar-benar bukan seorang jahat. Kalau saja
ia melihat bahwa pemuda itu benar-benar pernah menghina Soan
Li, kiranya ia takkan bersikap semanis ini terhadap Sin Hong, dan
besar kemungkinan ia akan mengerahkan orang-orangnya sendiri
untuk menangkapnya!
Berita bahwa kaisar menyuruh See-thian Tok-ong dan Kong Ji
untuk menangkap atau membunuhnya, tidak mengagetkan hati Sin
Hong. Akan tetapi mendengar bahwa See thian Tok-ong
sekeluarganya dan Liok Kong Ji, disertai pasukan yang kuat menuju
ke Kim-bun-to untuk melakukan penangkapan terhadap keluarga
yang sedang merayakan pernikahan Go Hui Lian dan Coa Hong Kin,
benar-benar amat terkejutlah hati Sin Hong.
932
”Keparat jahanami” makinya marah. “Iblis itu meminjam tangan
Kaisar untuk membalas musuh-musuhnya. Benar- benar licin dan
keji sekali!”
Cepat Sin Hong bermohon diri dari Pangeran Wanyen Ci Lun
untuk cepat pergi ke Kim-bun-to dan membantu kaluarga Go
menghadapi serbuan ini, atau lebih tepat memperingatkan mereka
agar cepat melarikan diri sebelum pasukan kaisar tiba di Kim bun-to.
Wanyen Ci Lun tidak menahannya, hanya berpesan bahwa kalau
urusan itu sudah selesai supaya Sin Hong suka datang ke istananya
dan tinggal di situ beberapa lamanya ia dapat puas bercakap-cakap
dengan saudara misannya ini.
Sin Hong menyanggupi, kemudian berangkat dengan diam-diam
dari kota raja. Setibanya di luar tembok kota, sudah ada seorang
suruhan dan kepercayaan Pangeran Wanyen Ci Lun menantinya
dengan seekor kuda yang besar dan baik untuknya. Sin Hong
merasa berterima kasih sekali, lalu melanjutkan perjalanannya
dengan cepat karena khawatir kalau kalau datangnya terlambat.
-oo0mch-dewi0oo-
Pulau Kim-bun-to berada dalam suasana pesta gembira.
Semenjak pagi, banyak tamu dari daratan menggunakan petahu
menyeberang ke pulau itu. Mereka semua datang untuk menghadiri
pesta pernikahan dari puteri Hwa I Enghiong, Go Hui Lian yang
pada hari itu diresmikan perjodohannya dengan murid Camkauw
Sin-kai yang bernama Coa Hong Kin.
Biarpun masih belum sembuh benar dari luka-lukanya, namun
berkat obat dewa pemberian Hui-eng Nio-cu Siok Li Hwa, nyawa
Cam-kauw Sin-kai tertolong dan pada hari itu ia sudah kuat untuk
ikut menyambut para tamu. Kakek pengemis sakti ini selain menjadi
guru dari Coa Hong Kin, juga menjadi walinya. Bersama Go Ciang Le
ia menghadang di pintu depan untuk menyambut para sahabat yang
membanjiri pulau itu untuk menyaksikan upacara pernikahan.
Sebagai seorang tokoh besar kang-ouw, tentu saja tamu-tamu dari
Ciang Le sebagian besar juga orang- orang kang-ouw. Bahkan
933
partai-partai besar mengirim pula wakil-wakilnya untuk mengirim
barang sumbangan.
Akan tetapi biarpun suasana amat gembira, kalau orang
memperhatikan wajah dua orang gagah yang menjaga pintu, wajah
Go Ciang Le dan Cam kauw Sin-kai orang akan melihat kemuraman
dan kegelisahan membayangi hati mereka. Hal ini adalah karena
dua hari yang lalu, di pulau itu datang Wan Sin Hong yang
menyampaikan semua yang didengarnya dari Pangeran Wanyen Ci
Lun tentang keputusan Kaisar.
Sin Hong membujuk agar keluarga Go meninggalkan pulau itu.
Akan tetapi dengan tegas Ciang Le menjawab,
“Kami tidak takut! Kami bukan pemberontak dan kalau Kaisar
demikian bodoh sehingga percaya akan hasutan See- thian Tok-ong
dan Liok Kong Ji sehingga ia mengirim pasukan ke sini, biarlah kita
akan melawan mati-matian.“
Mendengar ini, diam-diam Sin Hong memuji suhengnya ini, yang
benar-benar gagah berani sungguhpun di dalam hatinya mencela
karena sikap suhengnya terlampau keras kepala dan kurang
bijaksana. Dalam hal ini, yang bersalah besar bukanlah Kaisar,
melainkan See thian Tok-ong dan Liok Kong Ji. Mengapa harus
melakukan perlawanan terhadap pasukan Kaisar? Hal ini hanya akan
memberi kesan kepada Kaisar bahwa fitnahan yang dilontarkan oleh
See-thian Tok-ong dan Liok Kong Ji kepada Hwa I Enghiong,
terbukti!
Akan tetapi Sin Hong tahu orang macam apa adanya suhengnya
itu, yakni orang yang memiliki kekerasan hati dan keangkuhan,
orang yang akan rela mengorbankan keselamatan serumah tangga
untuk menjaga namanya. Suhengnya menghadapi pesta pernikahan
dan tamu-tamu dari tempat jauh sudah mulai berdatangan, tak
mungkin pesta itu dibatalkan atau diundurkan hanya karena takut
akan serbuan pasukan dari kota raja. Diam-diam Sin Hong lalu
meninggalkan pulau itu dengan cepat untuk mengatur siasat.
Sebagai seorang bengcu, di mana-mana ia diterima dengan
hormat oleh para orang gagah dan sebentar saja Sin Hong sudah
berhasil mengumpulkan banyak orang gagah dari pelbagai
934
perkumpulan, dibantu oleh gihunya, yakin Lie Bu Tek. Hanya kepada
Lie Bu Tek, Sin Hong bebas mengutarakan semua isi hatinya dan
dengan gihunya ini ia berunding untuk mengatur siasat menghadap
ancaman itu.
Akan tetapi, setelah Sin Hong dan Lie Bu Tek berhasil
mengumpulkan tiga ratus lebih kawan-kawan yang siap sedia
melakukan barisan pendam di tepi pantai untuk mencegah pasukan
See-thian Tok-ong menyeberang dan mengganggu keluarga Go,
mereka menanti sampai tengah hari belum juga terjadi sesuatu, Sin
Hong dan Lie Bu Tek sudah merasa kecele sekali dan di antara para
kawan yang berada di situ sudah menganggap, kekhawatiran Sin
Hong tidak akan terjadi, karena siapakah yang berani mengganggu
Hwa l Enghiong?
“Heran sekali, mengapa mereka tidak juga muncul?“ Lie Bu Tek
bertanya kepada anak angkatnya.
Sin Hong mengerutkan kening. “Inilah yang menggelisahkan hati,
Gahu. Kalau mereka segera muncul, mudah bagi kita untuk
menahan mereka. Akan tetapi sekarang mereka tidak muncul, ini
berbahaya sekali. See- thian Tok-ong bukan orang biasa dan sepak
terjangnya selalu diliputi keanehan. Apalagi dia dibantu oleh Kong Ji
manusia iblis yang mempunyai banyak tipu muslihat licik.
Menghadapi musuh yang bergerak dan kelihatan tidaklah berat,
akan tetapi menghadapi musuh yang diam saja dan tidak kelihatan,
ini menggelisahkan.”
Sementara itu, di Pulau Kim-bun-to upacara pernikahan sudah
dilangsungkan dengan meriah. Sepasang pengantin bersembahyang
dan menerima ucapan selamat dan para tamu. Pengantin pria
tersenyum, mukanya berseri gembira. Pengantin wanita tadinya
menitikkan air mata, akan tetapi kemudian dapat tersenyum pula.
Para tamu makan minum sambil tertawa-tawa, semua bergembira
tidak tahu akan datangnya awan hitam mengancam. hanya Ciang
Le, Bi Lan, Cam-kauw Sin-kai, dan kedua pengaintin saja yang diamdiam
merasa heran mengapa Wan Sin Hong dan Lie Bu Tek tidak
muncul dalam upacara pernikahan itu.
Orang-orang yang berpesta di Pulau Kim-bun-to itu sama sekali
tidak tahu bahwa di pantai daratan seberang pulau terjadi
935
pertempuran hebat. Setelah menanti-nantikan, muncullah
serombongan pasukan kaisar yang dipimpin oleh Li Kong Ji sendiri!
Pasukan ini jumlahn tidak kurang dari lima ratus orang bersenjata
lengkap dan berbaris rapi. Wan Sin Hong cepat maju menghadang
bersama kawan- kawannya.
”Liok Kong Ji manusia busuk, Kau datang membawa pasukan
pemerintah mempunyai maksud apakah?”
Liok Kong Jl tertawa dan berkata nyaring, ”Wan Sin Hong
pemberontak hina dina! Aku datang membawa surat kuasa Kaisar
untuk menangkap kau dan semua kawanmu yang ikut
memberontak. Hayo lekas berlutut terhadap firman Kaisar!”
”Kong Ji, mengapa kau begitu pengecut dan tidak tahu malu?
Kalau kau memang laki-laki dan kalau kau memang berani, mari kita
tinggalkan semua ini dan kita mencari tempat sunyi, bertempur
sampai seorang di antara kita menggeletak tak bernyawa. Mengapa
dalam pertentangan kita kau membawa-bawa Kaisar dan bala
tentaranya?”
Akan tetapi Liok Kong Ji tidak memperduhkannya dan cepat
memberi ababa. “Serbu dan tangkap dia, mati atau hidup ... !!“
Wan Sin Hong melompat sigap dan melakukan serangan kepada
Kong Ji. Akan tetapi alangkah herannya ketika ia melihat Kong Ji
menyelinap dan melenyapkan diri di dalam pasukannya. Sejak tadi
Sin Hong sudah merasa heran. tidak hanya suara Kong Ji agak
berbeda, akan tetapi juga mengapa Kong Ji sekarang menjadi
demikian penakut?
Biarun Kong Ji takkan dapat menang terhadap dia akan tetapi
kalau hanya beberapa puluh jurus saja belum tentu akan dapat
merobohkan Liok Kong Ji, kenapa sekarang belum diserang sudah
lari?
Akan tetapi Sin Hong tidak mendapat kesempatan berpikir
tentang itu karena barisan istana itu telah menyerbu dan terjadilah
pertempuran hebat antara barisan kota raja melawan kawan-kawan
yang membela Sin Hong. Juga Lie Bu Tek dengan tangan kirinya
mengamuk dengan pedangnya sehingga gentarlah para perajurit
Kaisar melihat pendekar, buntung ini.
936
Adapun Sin Hong sendiri, ia tidak mau merobotikan para perajurit
Kaisar itu, sebaliknya ia mencari Kong Ji. Akan tetapi heran sekali, ia
tidak dapati melihat Kong Ji yang agaknya sudah lenyap ditelan
bumi. Pertempuran berjalan makin sengit dan kedua pihak sudah
banyak yang roboh. Akan tetapi tentu saja pihak perajurit Kaisar
yang lebih banyak menjadi korban, karena kawan-kawan Sin Hong
adalah anggauta-anggauta partai yang pandai ilmu silat. Sin Hong
lalu berlari ke arah sebuah perahu nelayan yang mempunyai tiang
layar tinggi. Ta melompat dan dengan cepat sekali melalui talitemali
layar ia dapat, mencapai puncak dan berdiri dengan sebelah
kaki di situ. Dan tempat tinggi ini dapat melihat sampai jauh, dan
dari situ dicarinya di mana gerangan adanya Liok Kong Ji dan di
mana pula adanya See-thian Tok-ong seanak isteri yang sejak tadi
tidak dilihatnya.
Akan tetapi tetap saja ia tidak dapat melihat bayangan mereka.
Tanpa disengaja Sin Hong menoleh ke belakang. Padahal tidak
semestinya kalau ia mencari musuh- musuhnya itu di belakang,
karena di belakangnya adalah lautan. Begitu ia menoleh, ia
mengeluarkan seruan kaget. Dan situ kelihatan asap bengulunggulung
naik di Pulau Kim-bun-to! Tanda bahwa di sana terjadi
kebakaran hebat dan ketika ia memandang lebih lama lagi,
kelihatanlah layar perahu-perahu besar di pantai pulau itu sebelah
kanan’
Cepat Sin Hong melompat turun dan berlari menghampiri Lie Bu
Tek yang masih mengamuk. “Gihu, celaka, agaknya Kim-bun-to
diserbu dari lain jurusan!“
Sementara itu, para perajurit sudah terdesak hebat dan akhirnya
mereka melarikan diri tunggang langgang, meninggalkan lebih dan
lima puluh orang yang terluka atau tewas.
“Jangan mengejar...! Sin Hong berseru keras melihat beberapa
orang kawannya yang masih penasaran hendak melakukan
pengejaran, “Tinggalkan lima puluh orang di sini untuk merawat
kawan kawan yang terluka dan mengurus mayat-mayat ini, yang
lain ikut kami ke Kim-bun-to!“
Serentak mereka lalu menggerakkan perahu-perahu mereka dan
meminjam perahu-perahu nelayan dan tak lama kemudian dua
937
puluh lebih perahu-perahu besar kecil meluncur ke Pulau Kim-bunto.
Apakah yang telah terjadi di Kim-bun-to? Memang tidak salah
dugaan Sin Hong. Pulau itu telah diserang dari dua jurusan, oleh
pasukan-pasukan yang datang menggunakan perahu-perahu besar.
Perahu-perahu itu datang dari jurusan utara dan timur dan lebih
dari seribu orang perajurit menyerbu ke jurusan rumah Hwa I
Enghiong Go Ciang Le yang masih ramai berpesta.
Mula mula yang datang hanya beberapa orang yang disambut
oleh para pelayan karena Ciang Le, Cam-kauw Sin-kai dan yang
lain-lain sedang sibuk melayani tamu di sebelah dalam karena pesta
sudah berjalan setengah jalan, mereka mengira takkan ada tamu
lagi dan menyerahkan penyambutan di luar kepada para pelayan.
Beberapa orang tamu yang datang itu menyerahkan sebuah
bungkusan besar kepada pelayan penyambut dengan pesan supaya
diberikan kepada tuan rumah. Tentu saja para pelayan itu lalu
membawa bungkusan sumbangan ini kepada Ciang Le yang
menerima dan membawa tulisan di luar bungkusan. Bukan main
herannya ketika melihat tulisan di luar bungkusan itu hanya
menyebut nama “Keluarga Go“ saja tanpa menulis nama
pengirimnya, hanya situ terdapat tulisan merah dengan huruf-huruf
besar . HARAP DIBUKA SEKARANG JUGA’
Ciang Le bukan seorang penakut. Dengan mendongkol dan
marah ia menggunakan tenaganya dan terdengar suara keras.
Tahu-tahu bungkusan itu telah hancur dan isinya berada di
tangannya. Yang melihat benda itu mengeluarkan suara tertahan.
Akan tetapi Bi Lan, Hui Lian, Coa Hong Kin dan Cam-kauw Sin-kai
menjadi marah sekali. Kebetulan mereka sedang berkumpul di
kamar pengantin.
“Jahanam, siapa berani menghina kita?“ Bi Lan sudah merah
telinganya dan hendak berlari keluar. Akan tetapi Ciang Le
memegang lengannya dan menarik kembali isterinya itu, minta
supaya bersabar. Kemudian Ciang Le memandang kepada benda itu
dengan kening berkerut. Orang telah menyumbang sepasang
belenggu! Ini berarti bahwa orang atau orang-orang yang
menyumbang itu bermaksud menjadikan mereka sebagai tawanan.
938
“Biar aku sendiri menghadapi mereka,“ katanya perlahan, dan
hatinya mulai tidak enak karena teringat akan penuturan Wan Sin
Hong tentang keputusan Kaisar hendak menangkap dan
menghukum mereka.
Dengan langkah lobar Ciang Le lalu keluar untuk melihat
siapakah mereka yang mengantar sumbangan sepasang belemggu
tadi. Tak lupa ia menyambar pedangnya dan digantungkan di
punggungnya.
Setelah ia tiba di pintu luar tepat seperti yang ia duga di dalam
hatinya, berhadapan dengan Liok Kong Ji, See-thian Tok-ong, Kwan
Ji Nio, Kwan Kok Sun! Ketika empat orang ini melihat munculnya Go
Ciang Le, mereka terseyum mengejek dan See-thian Tok-ong
mengeluarkan suara keras sebagai tanda untuk pasukannya.
Bagaikan gelombang laut pasang, terdengar derap kaki bergemuruh
dan seribu orang pasukan dengan gagah berbaris dari beberapa
jurusan rumah itu!
Tentu saja para tamu menjadi panik melihat hal ini. See- thian
Tok-ong mengeluarkan leng-ki (bendera utusan kaisar) dan
mengangkatnya tinggi ke atas.
“Kami adalah utusan-utusan Kaisar, semua harus berlutut
terhadap lengki Kaiser!“ seru See-thian Tok-ong dengan suara
nyaring.
Bendera lengki dari Kaisar memang merupakan tanda kekuasaan
yang tinggi dan hal ini semua orang tahu. Oleh karena itu, sebagian
besar para tamu lalu menjatuhkan berlutut menghadapi bendera.
“Para hohan, dengarlah baik-baik!“ tiba-tiba Liok Kong Ji berseru
nyaring., “Kami berdua, yakni See-thian Tok-ong Locianpwe ini dan
aku Tung-nam Thaibengcu Liok Kong Ji, mendapat kepercayaan dari
Hongsiang (Kaisar) dan menjadi utusan untuk menangkap keluarga
Go Ciang Le karena dianggap memberontak terhadap kekuasaan
Hongsiang yang mulia. Cuwi (Tuan-tuan Sekalian) harap tenang saja
karena hanya untuk menangkap dia sekeluarga dan kaki tangannya,
orang- orang lain takkan diganggu kecuali kalau
939
mereka membela kaum pemberontak. Go Ciang Le, kedosaanmu
telah nyata, hayo lekas berlutut untuk kami belenggu dan kami
bawa ke kota raja dalam keadaan hidup- hidup sekeluargamu!“
Bukan main marahnya Ciang Le mendengar ucapan ini.
“Manusla berhati iblis Liok Kong Ji, hari ini kalau bukan kau tentu
aku yang putus nyawa!“ bentaknya sambil menyerang dengan
pedangnya. Kong Ji melompat ke belakang dan See-thian Tok-ong
memberi aba-aba.
“Hayo serbu! Yang melawan bunuh saja, bakar rumah ini!”
Kong Ji kini mencabut Pak-kek Sin-kiam dan membalas serangan
Ciang Le sehingga di lain saat mereka telah bertcmpur sengit. Dari
dalam menyerbu keluar Liang Bi Lan dan Cam-kauw Sin-kai yang
disambut oleh See-thia n Tok- ong, Kwan Ji Nio dan Kwan Kok Sun.
juga Hui Lian sudah melepaskan pakaian pengantin dan bersama
suaminya menyerbu keluar dengan senjata di tangan.
“Jangan bunuh calon pengantinku ini!“ Kwan Kok Sun berseru
sambil menghadapi Hui Lian.
Di antara para tamu, banyak juga utusan dan partai partai
persilatan besar dan banyak pula di antaranya adalah orang-orang
kang-ouw yang bersemangat dan berjiwa gagah. Melihat keadaan
ini mereka lalu mencabut senjata dan mereka membela tuan rumah,
tidak peduli akan ancaman Liok Kong Ji tadi. Yang bergerak ini tidak
kurang dari lima puluh orang banyaknya, sedangkan yang lain diamdiam
sudah lari pergi menjauhkan diri dari situ.
Sebentar saja rumah yang tadinya penuh kegembiraan itu
menjadi medan pertempuran yang hebat. Mangkok piring
beterbangan, meja meja terbalik dan suara senjata memekakkan
telinga. Tak lama kemudian darah mulai mengalir dan nyawa
melayang. Pertempuran menjadi kacau balau karena ruangan itu
terlalu sempit untuk tempat pertempuran orang banyak itu. Maka
sebagian pula sudah keluar dari rumah dan melanjutkan
pertempuran di halaman depan.
Tiba- tiba nampak api berkobar di kanan kiri dan belakang rumah
diberengi pekik sorak para perajurit yang membakar rumah itu. Para
940
pelayan menjerit jerit, keadaan makin panik dan ribut. Para
penduduk Kim-bun-to menjadi geger. Toko-toko ditutup, pintu-pintu
ditutup, dan mereka yang mempunyai perahu sendiri cepat-cepat
membawa anak isterinya pergi dari pulau itu melarikan diri ke
daratan. Akan tetapi, banyak di antara mereka yang menjadi korban
periampokan. Saking banyaknya pasukan yang dibawa oleh Seethian
Tok-ong, sebagian besar dari mereka ini tentu saja tidak dapat
ikut bertempur dan mereka itu mencari musuh para penduduk Kimbun-
to, tentu saja dengan maksud hanya untuk merampas,
mengganggu, dan membunuh dengan dalih membasmi kaum
pemberontak, Memang di seluruh dunia beginilah macamnya
serdadu penjajah.
Pertempuran antara Ciang Le dan Kong Ji hebat bukan main.
Mereka ternyata memiliki kepandaian yang seimbang. Ilmu pedang
dari Hwa I Enghiong Go Ciang Le memang hebat sekali, yakni
sebagian dari Pak-kek-kiam-sut. Akan tetapi Kong Ji yang pernah
mencuri ilmu ini dari Hui Lian, dasar otaknya cerdas, sudah dapat
menangkap intinya dengan ditambah pula dengan ilmunya sendiri
yang tinggi, ia bahkan dapat mendesak Ciang Le dengan seranganserangan
pedang dan dibarengi pukulan-pukulan Tin san- kang yang
diganti-ganti dengan Pukulan Hek-tok-ciang’ Kalau saja ia tidak
memegang Pak-kek-sin-kiam, kiranya belum tentu ia dapat
mendesak Hwa I Enghiong.
-oo0mch-dewi0oo-
Jilid XXXIV
PEDANG pusaka ini memegang bagian penting dari
kemenangannya karena Ciang Le yang maklum akan keampuhan
pedang pusaka itu, tidak berani mengadu pedangnya secara
langsung. Akan tetapi dengan ilmu pedangnya yang tinggi, ia dapat
membuat pertahanan yang kuat sekali sehingga semua desakan
Kong Ji tidak mendatangkan hasil dan selalu dapat ditolaknya.
Karena dua orang ini kepandaiannya sudah tinggi sekali sehingga
gerakan-gerakan ilmu silat mereka sukar diikuti dan diduga, maka
orang-orang lain, baik pihak Kong Ji maupun pihak Ciang Le, tidak
ada yang berani turun tangan membantu.
941
Bi Lan mendapat lawan See-thian Tok-ong. Sebentar saja Bi Lan
merasa betapa berat dan tangguhnya lawan ini. Akan tetapi
semenjak masih gadis dahulu, Liang Bi Lan adalah seorang yang
tidak pernah mengenal takut. ia kini menghadapi seorang yang ilmu
silatnya seperti iblis dahsyat dan jahatnya, akan tetapi nyonya ini
pun pernah menjadi murid seorang yang seperti iblis, maka biarpun
amat terdesak, ia tidak merasa gentar dan melakukan perlawanan
mati-matian dengan pedangnya. Juga dalam pertandingan ini, tak
ada yang berani membantu.
Hui Lian dan Hong Kin bertempur melawan Kwan Ji Nio dan
Kwan Kok Sun, dan segera terdesak hebat. Cam-kauw Sin-kai
membantu Hui Lian, akan tetapi oleh karena kakek ini masih belum
sembuh benar dari luka-lukanya yang hebat, gerakannya lemah
sekali dan bantuannya tidak berarti banyak. Bahkan dua puluh jurus
kemudian, Cam- kauw Sin-kai roboh terkena totokan ranting di
tangan Kwan Ji Nio.
Kakek itu tanpa mengeluarkan suara sedikit pun roboh tak
bernapas lagi. Totokan ranting di tangan Kwan Ji Nio bukan
sembarangan totokan. Setiap serangan ranting selalu mengancam
jalan darah kematian. Hui Lian dan Hong Kin, sepasang pengantin
baru ini menjadi marah dan nekad. Bersama-sama mereka lalu
mendcsak dan mengeluarkan seluruh kepandaian untuk membalas
serangan-serangan lawan.
Sementara itu, puluhan orang yang membantu tuan rumah, tidak
kuat mengadapi desakan ratusan orang yang menyerbu dengan
ganasnya. Biarpun pihak pasukan Kaisar juga banyak yang roboh
binasa, namun seorang demi seorang, para enghiong yang membela
tuan rumah ini mulai roboh.
Melihat ini, Ciang Le mulai gelisah. ia tidak khawatir akan nasib
diri sendiri, yang membikin ia gelisah adalah keadaan Hui Lian yang
juga amat terdeak. Anaknya itu baru saja merayakan hari
pernikahannya dan sekarang sudah terancam bahaya maut..
“Hui Lian, Hong Kin, larilah!“
Juga Bi Lan yang amat terdesak oleh See-thian Tok-ong, tidak
mempedulikan keselamatan diri sendiri. Dilihatnya beberapa orang
942
yang tadinya menjadi tamu, sudah roboh menggeletak mandi darah
di kanan kirinya. Tiba-tiba See-thian Tok-ong mengeluarkan seruan
keras sekali sambil menubruknya dengan Pukulan Hek-tok-ciang
yang dahsyat. Bi Lan tahu akan kehebatan pukulan ini, cepat
mempergunakan ginkang mengelak. Seorang tamu yang berada di
belakang Bi Lan bertempur melawan para perajurit, menjadi sasaran
hawa Pukulan Hek tok-ciang, menjerit ngeri dan roboh, dihujani
pukulan senjata oleh para perajurit.
Bi Lan menoleh dan melihat Hong Kin terdesak hebat oleh Kwan
Ji Nio. Lebih hebat lagi, Kok Sun sudah mengeluarkan ularnya, dan
kini Kok Sun mendesak Hui Lian dengan ularnya itu. Hui Lian
kelihatan pucat sekali, biarpun gadis ini pemberani seperti ibunya,
namun ia ngeri dan geli menghadapi serangan ular di tangan Kok
Sun. Baiknya
Kwan Kok Sun tidak bermaksud membunuh atau melukainya,
melainkan hendak menangkapnya hidup-hidup. Kalau Kok Sun mau,
kiranya ular sudah dapat melukai atau menggigit Hui Lian.
Adapun Hong Kin yang bertempur dengan Kwan Ji Nio, tentu saja
ia bukan lawan nyonya lihai. Napas Hong Kin sudah terengah-engah
karena ia dikocok oleh Kwan Ji Nio yang amat cepat gerakannya dan
amat cepat pula rantingnya menyambar-nyambar. Baiknya Hong Kin
memiliki Ilmu Tongkat Cam-kau-tung-hwat sehingga dengan
tongkatnya itu ia dapat melindungi dirinya sehingga beberapa
totokan ranting yang mengenai tubuhnya melesat dan hanya
merobek baju dan kulit saja.
Keadaan keluarga Go benar-benar telah terancam hebat. “Hui
Lian, ajaklah suamimu lari!“ Bi Lan menjerit pada saat nyonya yang
gagah ini dapat menghindarkan diri lagi dari serangan See thian
Tok-ong. Pukulan Hek-tok-ciang dan senjata kuku setan Ngo-tokmo-
jiauw sudah mengurungnya sedemikian hebat sehingga terpaksa
Bi Lan menggulingkan diri membiarkan pundaknya kena hajaran
Hek-tok-ciang dan ia terus menggelundung sampai di dekat tempat
Hong Kin terdesak oleh Kwan Ji Nio.
See-thian Tok-ong mengejar terus dan kembali, pukulan jarak
jauh Hek-tok ciang mengenai pinggang Bi Lan. Nyonya ini menjerit
dan tiba-tiba tubuhnya melayang ke depan dan di lain saat
943
pedangnya telah menembus lambung Kwan Ji Nio. Akan tetapi,
berbareng dengan robohnya Kwan Ji Nio, Bi Lan juga roboh tak
berkutik lagi.
“Ha, ha, ha, ha!“ Melihat isterinya dan Bi Lan roboh, See-thian
Tok-ong yang berwatak luar biasa itu tertawa bergelak. Akan tetapi
pada saat itu menyambar sinar pedang yang cepat bagaikan kilat.
See thian Tok-ong menyampok dengan kedua Ngo-tok-mo-jiauw,
akan tetapi dua cakar setan itu terbabat putus dan masih terus
membabat, tepat mengenai perutnya dan merobek bagian tubuh ini
sehingga isi perutnya berantakan keluar! Sambil mengeluarkan
suara ketawa yang menyeramkan sekali, See-thian Tok-ong.
terhuyung-huyung roboh.
“Hui Lian dan Hong Kin, larilah biar aku yang menahan mereka!“
teriak Ciang Le sambil memutar pedangnya karena I.iok Kong Ji
sudah menyerangnya dengan hebat. Kong Ji marah sekali melihat
See-thian Tok-ong dan Kwan Ji Nio tewas, maka serangannya
penuh dengan kemarahan dan dahsyat. Ciang Le terpaksa
menangkis dan terdengar suara nyaring ketika pedang di tangan
Ciang Le tinggal sepotong, buntung terbabat Pak-kek-sin-kiam!
Akan tetapi Hwa I Enghiong yang gagah perkasa tidak menjadi
gentar. Dengan pedang sepotong ia masih lihai sekali dan Kong Ji
tetap, tak dapat merobohkannya, hanya mampu mendesak makin
hebat.
“Hui Lian, larilah...!“ kembali Ciang Le berseru. Dalam keadaan
seperti itu, ia hanya ingat keselamatan anaknya.
Akan tetapi, mana Hui Lian mau melarikan diri? ia marah sekali
melihat Ibunya tewas, maka dengan penuh kegemasan ia
menerjang Kwan Kok Sun, tidak peduli lagi akan bahaya ular di
tangan pemuda gundul itu. Hong Kin membantunya dan kini Kwan
Kok Sun dikeroyok dua. Akan tetapi, beberapa orang perwira busu
segera maju membantu Kwan Kok Sun sehingga lagi-lagi pihak Hui
Lian yang terkurung dan terdesak hebat.
Gelombang serbuan dari pasukan Kaisar yang demikian
banyaknya tak tertahankan lagi. Para tamu yang membantu Ciang
Le kini tinggal dua puluh lebih, yang lain sudah tewas. Banjir darah
di rumah Hwa l Enghtong. Ciang Le sendiri makin lama makin
944
terdesak oleh Kong Ji yang benar-benar amat lihai itu, apa lagi
sekarang pedang di tangan Ciang Le tinggal sepotong.
Tiba-tiba barisan Kaisar menjadi kacau balau. Terjadi
pertempuran hebat di luar gedung. Ternyata bala bantuan datang,
yakni Wan Sin Hong dan dua ratus orang kawannya. Wan Sin Hong
sendiri menggunakan kepandaiannya menerobos ke dalam.
“Suheng, jangan khawatir, siauwte datang membantu!“ seru Sin
Hong.
Melthat kedatangan pemuda ani, Ciang Le, Hui Lian dan Hong
Kin besar semangatnya dan melakukan perlawanan lebih hebat lagi.
Akan tetapi Ciang Le berpikir lain. Kalau perlawanan dilanjutkan
tetap saja pihaknya akan kalah biarpun mendapat bantuan Sin
Hong, karena kalah banyak jumlah orangnya.
“Sin Hong, tolonglah... bawa lari Hui Lian dan Hong Kin...
selamatkan mereka....“
Kata-kata ini disambung dengan keluhan. Ketika bicara,
perhattan Ciang Le agak terpecah dan pedang Pak-kek- sinkiam
menembus dadanya, tusukan itu dilakukan oleh Kong Ji dengan
kecepatan yang tak dapat dielakkan lagi.
“Jahanam keji...!“ Sin Hong menubruk dan mengirim pukulan
dahsyat. Kong Ji cepat mengelak dan membabat dengan
pedangnya. Sin Hong tidak menghentikan pukulannya dan tangan
kiranya dikibaskan ke arah pedang Pak-kek-sin-kiam. Pedang itu
terkena hawa pukulan tangan kiri ini, menyeleweng ke samping.
Bukan main kagetnya hati Kong Ji. Cepat ia menangkis karena
pukulan tangan kanan Sin Hong masih mengancamnya. “Dukk....“
Kong Ji menjerit dan tubuhnya terlempar sampai tiga tombak
lebih. ia jatuh tunggang langgang di tengah-tengah kawankawannya.
Sin Hong mengejar dengan melompati kepala orang
orang yang menghadang di jalan. Akan tetapi Kong Ji sudah lenyap
dari situ dan telah menyelinap di antara pasukannya yang ratusan
orang itu. Sukar mencari orang dalam keadaan seperti itu.
Sin Hong mendongkol bukan main. Kemudian ia teringat akan
keadaan Hui Lian dan Hong Kin, dan teringat akan permintaan Ciang
945
Le tadi. Cepat ia melompat ke arah dua orang muda yang masih
sibuk menghadapi desakan-desakan Kwan Kok Sun dan beberapa
orang busu istana. Sepasang pengantin baru ini tubuhnya sudah
penuh luka ringan yang mengucurkan darah.
Sambil mengeluarkan suara keras Sin Hong menyerbu. Kaki
tangannya bergerak cepat dan enam orang busu terpelanting tak
dapat bangun lagi. Me!ihat munculnya pemuda ini, Kok Sun cepat
menyelinap dan melenyapkan diri di antara para perajurit. Sin Hong
mengamuk terus. Kembali enam orang pengeroyok roboh tak
berdaya.
“Hui Lian, Hong Kin, mari kita lari!“ seru Sin Hong, karena pihak
lawan yang ratusan orang jumlahnya itu benar-benar sukar dilawan.
“Tidak! Biar aku mati bersama Ayah Ibu di sini, harus kubasmi
semua jahanam. Mana keparat Kong Ji...!“ Hui Lian mengamuk
terus, tidak menghiraukan bujukan Sin Hong.
Melihat ini, Sin Hong menggerakkan tangan kanannya dan Hui
Lian roboh lemas, tertotok jalan darahnya.
“Hong Kin, bawa isterimu ini. Mari kita lari dari selatan! Biar aku
membuka jalan’“
Sin Hong menyerbu ke depan dilkuti oleh Hong Kin yang sudah
memondong tubuh isterinya. Semua orang gentar menghadapi Sin
Hong, karena siapa saja yang berani mencoba menghalangi
majunya, pasti roboh atau terlempar jauh’
Setelah merobohkan puluhan orang perajurit, akhirnya Sin Hong
berhasil mencapai pantai selatan Pulau Kim-bun- to.
“Sin Hong, kesini….!” terdengar seruan orang dalam gelap.
Penyerbuan pasukan Kaisar itu terjadi pada sore hari dan
pertempuran hebat itu terjadi sampai hari menjadi malam!
Sin Hong mengenal suara gihunya. Memang tadi, ketika ia
menyerbu dengan dua ratus orang kawan-kawannya, Bu Tek sudah
berjanji untuk menyiapkan perahu-perahu di sebelah selatan pulau.
ia segera mengeluarkan pekik nyaring dan tinggi yang mengatasi
semua suara ribut-ribut. Inilah pekik yang menjadi tanda bagi
kawan-kawannya untuk mengundurkan diri. ia engulangi pekik ini
946
berkali-kali sambil menyuruh Hong Kin dan Hui Lian memasuki
perahu dan kepada Hong Kin ia berkata.
“Hong Kin, berangkatlah kau dengan isterimu. Untuk sementara
waktu kau harus pandai menyembunyikan diri, mengganti nama.
Ini, bawalah untuk bekal. Selamat jalan!“ Sin Hong melemparkan
sekantung uang emas kepada Hong Kin yang menerima ini dengan
air mata berlinang. Dapat dibayangkan betapa duka hati pengantin
pria ini karena pesta pernikahannya ternyata berubah menjadi pesta
maut yang mengorbakan nyawa kedua mertuanya, juga nyawa
gurunya, dan banyak lagi orang-orang gagah lain yang membantu
keluarga isterinya.
Akan tetapi ia maklum bahwa saat itu bukan waktunya untuk
banyak ragu-ragu. Cepat ia mendayung perahunya yang menghilang
ditelan gelap malam di atas air laut.
Hanya seratus lebih kawan-kawan Sin Hong yang masih dapat
melarikan diri bersama Sin Hong dan Lie Bu Tek, yang lain-lain
tewas. Pasukan Kaisar itu mengamuk terus, kini bahkan membunuhi
penduduk pulau itu dan membakar semua rumah. Pulau Kim-bun-to
menjadi lautan api berkobar-kobar!
Dari atas perahunya, Sin Hong berdiri tegak memandang pulau
yang telah menjadi lautan api itu. ia mengerutkan gigi dan
mengepal tinjunya.
“Liok Kong Ji kau yang menjadi gara-gara ini. Awas, akan tiba
saatnya kau terjatuh ke dalam tanganku.“
Kali ini, akibat perbuatan Kong Ji beratus orang memenuhi
kematiannya dalam sebuah pulau yang tadinya makmur berubah
menjadi lautan api.
Di dekat Sin Hong, Lie Bu Tek duduk di dalam perahu sambil
menutupi muka dengan tangan kirinya. Kakek buntung ini tak dapat
menahan kedukaan hatinya menyaksikan kehancuran sahabat
karibnya Go Ciang Le dan ia telah menangis tersedu-sedu.
“Harap Gihu jangan terlampau berduka,“ Sin Hong
menghiburnya, “Suheng dan keluarganya tewas sebagai ksatriaksatria
gagah perkasa. Dan Hui Lian bersama suaminva telah dapat
947
meloloskan diri, setidaknya keturunan Suheng masih ada yang
selamat. Di samping itu, kita pun berhasil menewaskan See-thian
Tok-ong dan isterinya dan banyak pula serdadu Kaisar yang lain,
Kaisar yang begitu mudah ditipu oleh manusia macam Liok Kong Ji!“
Kaisar merasa girang sekali mendengar laporan Liok Kong Ji
tentang berhasilnya penyerangan ke Kim-bun-to. Saking girangnya
Kaisar lalu menaikkan pangkat Liok Kong Ji. Juga Kaisar menyatakan
kecewa dan menyesalnya bahwa
See-thian Tok-ong dan isterinya tewas dalam menjalankan tugas
itu. Padahal diam-diam Kaisar merasa gembira sekali. Karena Kaisar
pada hakekatnya tidak suka melihat See- thian Tok-ong. Di
belakang See-thian Tok-ong, Kaisar mengatur siasat dengan kepala
busu yang semenjak dahulu menjadi orang kepercayaannya, yaknt
Liok to Mo-ong Wie It. Memang menjadi rencana Wie It dan Kaisar
untuk mengadu domba semua orang-orang gagah bangsa Han agar
kedudukan kaisar tidak terancam. Memang sebaiknya kalau dapat
mempergunakan tenaga orang-orang gagah ini untuk menghalau
musuh yang datang menyerang, akan tetapi kalau sekiranya mereka
ini tak dapat dipergunakan tenaganya, lebih baik mereka ini dibasmi
agar tidak merupakan ancaman. Memang harus diakui bahwa
orang- orang gagah di dunia kang-ouw ini selalu berbahaya sekali
dan tidak mudah diduga dan diketahui sepak terjangnya. Cara
terbaik untuk membasmi mereka hanyalah cara mengadu domba
antara mereka sendiri. Cara, ini selain praktis, juga murah!
“Sayang sekali bahwa hamba tidak berhasil menawan atau
membunuh pemberontak besar Wan Sin Hong, karena ia keburu
melarikan diri, harap Hong-siang sudi mengumumkan kepada semua
pembesar supaya mengejar penjahat-penjahat itu, yakni terutama
sekali Wan Sin Hong, kedua Coa Hong Kin, dan ketiga Go Hui Lan.“
Kaisar merasa suka kepada Kong Ji mendengar usul yang
dianggapnya tepat ini, maka ia lalu memerintahkan seorang
punggawa untuk mengerjakan usul itu, yakni mengirim berita
kepada seluruh pembesar di daerah-daerah untuk mengumumkan
pengejaran terhadap pemberontak- pemberontak itu.
948
Dengan hati puas Kong Ji lalu kembali ke tempat tinggalnya,
yakni bangunan indah di kompleks bangunan sebelah kiri, dekat
tempat tinggal Liok to Mo-ong Wie It.
Gedung ini adalah hadiah dari Kaisar, sebuah gedung indah
berikut perabot rumah lengkap dan pelayan-pelayan cantik!
Akan tetapi, Kong Ji adalah seorang yang selalu tidak pernah
merasa puas akan keadaan dirinya. Sesungguhnya, kedudukan yang
sekarang ia peroleh adalah kedudukan yang tinggi, namun baginya
tidak ada artinya sama sekali, bahkan menambah nafsunya untuk
mencapai kedudukan yang paling tinggi. Oleh karena itu, diam-diam
ia telah mengadakan hubungan dengan orang orang yang menjadi
mata-mata dari Temu Cin yang banyak berkeliaran di dalam kota
raja. Kong Ji memiliki kecerdikan luar biasa, dan ia mempunyai
banyak sekali kaki tangan maka mudah baginya untuk menghubungi
orang-orang kepercayaan temu Cin ini.
Ketika ia tiba di gedungnya, pelayan-pelayan menyambutnya dan
seorang di antaranya melaporkan bahwa semenjak tadi ada seorang
tamu telah menunggunya.
“Siapa dia?“ tanya Kong Ji.
“Menurut pengakuannya, dia saudagar kuda dan Pak-couw yang
akan menawarkan kuda yang baik, Tai- ciangkun,“ kata pelayan itu
yang menyebut Tai-ciangkun (Panglima Besar) kepada Kong Ji.
Mendengar ini, Kong Ji cepat menuju ke kamar tamu. Seorang
laki laki pendek gemuk, berpakaian mentereng, usianya setengah
tua, telah menantinya di situ. Laki-laki ini segera bangkit berdiri dan
memberi hormat kepadanya. Untuk sejenak Kong Ji mernandang
tajam, mengingat-ingat di mana kiranya ia pernah melihat muka ini.
Akhirnya ia teringat bahwa orang ini adalah seorang di antara
panglima Temu Cin yang dahulu pernah dijumpainya.
“Hm, kau saudagar kuda yang hendak menawarkan kuda
kepadaku? Bagus, kalau kudamu memang baik, kau akan kuberi
hadiah. sebaliknya kalau kudamu jelek, kau mengganggu waktuku
dan akan kuberi hukuman!“
Orang itu tersenyum. “Kuda baik sekali, Tai-ciangkun!“
949
Kong Ji lalu membawanya ke dalam ruangan sebelah dalam
untuk bercakap-cakap. Setelah mereka berada berdua saja, sikap
Kong Ji berubah. Sekali bergerak ia sudah menangkap pundak orang
itu dan kata-katanya mendesis dari bibirnya.
“Apa niatmu datang di sini? Sekali saja kau membuka mulut
busuk, nyawamu akan rnelayang!“ Orang itu nampak ketakutan.
“Tidak, Talhiap. Hamba datang membawa surat dari pemimpin
hamba, Khan Muda yang besar!“
Kong Ji melepaskan pegangannya. “Apa maksudmu? Temu Cin
mengutusmu?“
Orang itu meringis-ringis dan memijit-mijit pundaknya yang sakit.
“Bukankah Taihiap yang mengadakan hubungan dengan mata-mata
kami? Nah, pemimpin kami telah menerima laporan tentang
kedudukan Taihiap di sini, oleh karena itu Khan Muda yang besar
telah mengutus hamba menyerahkan tanda persahabatan ini berikut
surat pengantarnya.“
Orang itu mengeluarkan dari sakunya sebuah bungkusan kuning
dan dengan jari tangan penuh gairah dibukanya bungkusan ini,
isinya ternyata sebuah patung kuda terbuat dari batu giok yang
luarbiasa indahnya. Tubuh patung itu terbuat dari batu giok putih
dan kebiru-biruan, di bagian ekor dan kepalanya, sedangkan
sepasang mata patung itu terbuat dari batu giok merah. Indah
bukan main.
Kong ji memandang kagum dan matanya yang tajam dapat
menaksir harga puluhan ribu tail untuk benda ini. Kemudian ia
membawa suratnya. Suratnya itu panjang lebar dan isinya mengajak
ia bersekutu dan mengharapkan bantuannya dari dalam apabila
Temu Cin bergerak menyerang Kerajaan Kin. Tentu saja di situ
dijanjikan pangkat yang tinggi bahkan Temu Cin tanpa ragu-ragu
hendak mengangkat Kong Ji menjadi raja muda!
Dengan surat ini Kong Ji melihat anak tangga yang akan
membawa naik dalam kedudukan yang akan mendekatkan ia pada
cita-citanya yakni menduduki pangkat yang paling tinggi. Dengan
wajah berseri ia lalu masuk ke dalam, lalu memasuki sebuah kamar
di mana terdapat seorang laki-laki muda yang sedang melatih diri
950
bersilat dengan cepat. Kong Ji memandang sebentar menganggukangguk.
“Bagus, kau sudah ada kemajuan, lanjutkan sebaik- baiknya,“
katanya. Laki-laki itu terus saja bersilat, nampaknya girang
mendengar pujian ini. Selanjutnya Kong Ji tidak mempedulikannya
dan mencari alat tulis, menulis surat balasan untuk Temu Cin yang
maksudnya menerima baik persekutuan minta Temu Cin bersabar
dan menanti saat yang baik. Kelak Kong Ji akan memberi kabar
kalau saat baik itu sudah tiba.
Tak lama kemudian Kong Ji keluar kembali dan menutupkan
pintu kamar di mana orang laki-laki itu masih terus berlatih
menemui kembali tamunya dan menyerahkan surat balasan
kepadanya.
“Sampaikan terima kasihku kepada Temu Cin Taijin,“ katanya,
kemudian disambungnya cepat-cepat. “Dan hati- hatilah jangan
sampai ada yang melihat surat ini.“ Orang nu mengangguk-angguk
dan tersenyum, kemudian keluar diantar oleh Kong Ji sampai di
ruangan depan.
“Tai-ciangkun, terima kasih atas penerimaan yang baik ini. Akan
hamba carikan pesanan Ciangkun,“ kata utusan Mongol itu,
kemudian sambil membongkok-bongkok ia keluar dari situ. Para
pelayan yang melihatnya pasti akan mengira bahwa benar-benar ia
seorang saudagar kuda karena memang mereka semua tahu bahwa
panglima muda yang baru ini sedang mencari kuda yang baik dan
kuda yang sudah tersedia di situ semua dicela dan dinyatakan
kurang baik.
Adapun Kong Ji setelah melihat mata-mata Mongol itu pergi,
rnerasa tidak enak hati. Orang itu membawa suratnya kepada Temu
Cin. Kalau ada orang melihat surat itu... celakalah dia, semua citacitanya
akan hancur. Padahal ia sedang mendapat berita dari kaki
tangannya yang ia angkat menjadi pembantu-pembantunya di
lingkungan istana, bahwa Gak Soan Li berada di istana Pangeran
Wanyen Ci Lun.
Ia makin tidak senang kepada pangeran itu dan menganggap
pangeran itu sebagai sebuah penghalang yang berbahaya dan yang
951
harus cepat-cepat disingkirkan. Sekarang, selagi ia belum sempat
menjalankan siasatnya menyingkirkan Pangeran Wanyen Ci Lun, ia
harus hati-hati, harus dapat mengambil hati Kaisar dan sedapat
mungkin mencari kesalahan Pangeran Wanyen Ci Lun. Akan tetapi
tiba-tiba muncul mata-mata itu dan kalau sampai Pangeran Wanyen
Ci Lun mengetahui tentang suratnya kepada Temu Cin.!
Makin tidak enak hati Kong Ji, maka ia pun lalu keluar dari
gedungnya. Maksudnya ia hendak menyusul dan mengawani matamata
itu sampai keluar dari kota raja dengan aman. Akan tetapi hati
Kong Ji berdebar cemas ketika melihat ke depan, mata-mata itu
tengah bicara dengan Pangeran Wanyen Ci Lun!
Entah bagaimana pangeran itu tiba-tiba saja muncul di satu
tikungan dan menegur mata-mata itu.
“Siapakah kau? Aku belum pernah melihatmu!“
Mata-mata itu bukan seorang bodoh ia dapat melihat bahwa
yang menegurnya tentu seorang bangsawan tinggi, maka cepat ia
memberi hormat dan berkata,
“Hamba Tan Sam pedagang kuda, baru saja hamba mendapat
pesanan kuda tunggangan dari utara yang berbulu putih dipesan
olah Tai-ciangkun yang muda....“ ia menoleh dan menuding ke arah
gedung Kong Ji, kemudian ia melihat Kong Ji, maka disambungnya
kata-katanya. “Ah, kebetulan sekali. Tai-ciangkun keluar menuju ke
sini. Beliau yang memesan kuda.”
Pangeran Wanyen Ci Lun tersenyum ketika Kong Ji sudah tiba di
situ, kata nya,
”Liok Kong Ji Sicu memesan kuda tunggangan yang baik,
kebetulan sekali aku pun membutuhkan seekor. Tan Sam,” mari kau
ikut aku ke gedungku, kaulihat-lihat semua kudaku di situ dan
bicara tentang pesanan kuda. Aku ingin mendapatkan kuda utara
yang baik, akan tetapi yang lebih baik daripada semua kudaku yang
berada di sini.”
Mata-mata itu ragu-ragu. Kong Ji berubah air mukanya.
”Siauw-ongya, aku masih belum percaya bentul kepadanya.
Kebanyakan tukang kuda suka membohong. Biar dia buktikan dulu
952
kuda yang kupesan, kalau baik, biarlah aku mengalah dan
memberikan kuda itu kepada Siauwongya!” kata Kong Ji.
”Liok sicu, mengapa begitu? Tak usah repot-repot, biar aku
memesan sendiri kepadanya. Tan Sam, mari ikut aku. Eh, mengapa
kau ragu-ragu? Bukankah kau tukang kuda dan akan melayani
pesanan siapapun juga’? Aku berani membayar mahal daripada janji
Liok-sicu ini kepadamu!”
”Ampunkan hamba, Siauw-ongya. Biarlah lain kali hamba akan
menghadap dan membawa beberapa ekor kuda terbaik. Sekarang
hamba tidak ada waktu lagi, dan harus pergi cepat untuk
mencarikan kuda pesanan Liok-ciangkun.”
”Kau tukang kuda berani
membantah perintahku?”
Wanyen Ci Lun membentak
dan mengulur tangan
kanannya untuk menangkap
pundak Tan Sam. Akan tetapi
Tan Sam sudah lebih dulu,
menjatuhkan diri dengan
gerakan yang gesit sekali
selanjutnya Tan Sam hendak
melarikan diri.
”Berhenti kau!” Wanyen Ci
Lun melangkah maju dan
menyerang dengan tangan
mencengkeram.
“Siauw-ongya, untuk apa
bertengkar dengan tukang
kuda yang hina!“ kata Kong
Ji dan pemuda ini diam-di am mengerahkan tenaga Tin-san-kang,
memukul ke arah lengan tangan Wanyen Ci Lun yang
mencengkeram pundak Tan Sam.
Akan tetapi alangkah heran hati Kong Ji ketika melihat pangeran
itu masih melanjutkan cengkeramannya dan di lain saat Tan Sam
sudah kena dicengkeram pundaknya sehingga mata-mata itu
953
mengeluh kesakitan dengan muka pucat, sedangkan Pangeran
Wanyen Ci Lun seakan-akan tidak merasa apa-apa dan seolah-olah
Pukulan Tin-san-kang dari Kong Ji tadi sama sekali tidak pernah ada’
Wanyen Ci Lun menyeret Tan Sam menuju ke gedungnya, dan
Kong Ji berdiri dengan muka pucat sekali. Bagaimana Wanyen Ci
Lun dapat menahan Pukulan Tin- san-kangnya tanpa merasa
sedikitpun juga? Kong Ji mengayun tangannya itu ke bawah dengan
tenaga Tin-san-kang dan... “Brakk!“ sebuah batu hancur terkena
Pukulan Tin-san- kang!
“Apakah aku sedang mimpi...?“ ia berbisik kepada diri sendiri
lalu cepat-cepat ia berlari ke gedungnya.
Betulkah Kong Ji sedang mimpi? sama sekali tidak. Kejadian tadi
sama sekali tidak ada keanehannya, karena Pangeran Wanyen Ci
Lun yang tadi kuat menerima pukulan Tin-san-kang sebetulnya
adalah pangeran palsu. yakni Wan Sin Hong sendiri’ Dalam
pengejarannya terhadap Kong Ji, Sin Hong telah menyelundup
kedalam kota raja dan bersembunyi di gedung Wanyen Ci Lun.
Biarpun di mana- mana telah diumumkan pengejaran dan
penangkapan baginya, namun di istana ini ia malah aman! Dengan
pakaian yang sama dengan pakaian Pageran Wanyen Ci Lun, ia
bebas pula mengawasi gerak-gerik Liok Kong Ji.
Di dalam sebuah kamar besar, di mana berkumpul Pangeran
Wanyen Ci Lun, Lie Bu Tek, Go Hui Lan dan Coa Hong Kin yang juga
telah menyelundup mencari perlindungan dan keamanan di gedung
Pangeran Wanyen Ci Lun, Sin Hong melempar tubuh pendek gemuk
dari Tan Sam.
Tan Sam berlutut dan tidak berani berkutik lagi. Sin Hong
memperlihatkan surat yang sudah dirampasnya dari saku baju Tan
Sam, yakni surat dari Liok Kong Ji kepada Temu Cin. Membaca surat
ini, muka Wanyen Ci Lun menjadi merah padam.
“Keparat besar Liok Kong Ji itu. Biar kubawa surat ini kepada
Kaisar agar ia ditangkap dan dihukum!“
Akan tetapi Sin Hong mencegahnya. “Nanti dulu Siauw- ongya.
Tak perlu tergesa-gesa, karena hal itu akan percuma saja. Sebelum
Siauw-ongya menyerahkan surat kepada Hongsiang tentu penjahat
954
itu akan turun tangan lebih dulu. Apa lagi ia mengira hamba tadi
sebagai Siauw-ongya, maka dengan pancingan mata-mata hina ini,
dia pasti akan datang untuk merampas kembali suratnya. Nah,
biarlah kita pancing dia datang dan kalau dia muncul, biar hamba
yang akan menangkapnya. Dengan demikian, tidak saja akan aman
bagi Siauw-ongya, juga mudah bagi kita untuk mendakwanya di
depan Kaisar. Harus diingat bahwa mungkin sekali di dalam istana
ini, kaki tangan Kong Ji sudah banyak sekali. Kita harus berlaku
rahasia dan berhati-hati.”
Wanyen Ci Lun menyetujui usul ini, maka mata-mata itu setelah
ditotok lalu dilempar ke dalam kamar tahanan dan sambil duduk di
atas kursi, Sin Hong dengan pakaian seperti Wanyen Ci Lun
menjaganya. Sengaja tidak dilakukan penjagaan di luar kamar itu,
dan tubuh Tan Sam diikat pada tiang.
Malam itu sunyi, Para pengawal istana yang melakukan
perondaan, selalu yang dijaga hanya sekeliling tembok istana saja,
karena siapakah yang akan meronda ke dalam lingkungan istana?
Yang tinggal di situ hanya para pangeran dan pembesar yang
dipercaya penuh. Akan tetapi pada malam hari itu, beberapa belas
bayangan hitam bergerak- gerak cepat sekali dan ringan laksana
Iblis-Iblis malam gentayangan di atas genteng-genteng rumah yang
tinggi- tinggi dan besar. Mereka mi adalah Liok Kong Ji dan sebelas
orang kawan-kawannya yang menjadi kaki tangannya yang pada
siang hannya bekerja sebagai pelayan-pelayannya, bahkan ada yang
menyelundup menjadi busu! Tentu saja mereka ini dapat bekerja di
sini atas petunjuk Liok Kong Ji yang sudah mendapat kedudukan
dan kepercayaan dari Kaisar.
Sebelum berangkat, Kong Ji sudah mengatur siasat sehingga kini
tanpa banyak suara lagi dua belas orang ini berpencar, Kong Ji
bersama dua orang menuju ke istana Wanyen Ci Lun melalui
belakang, delapan orang lain dipecah dua, empat orang masingmasing
dari kanan kiri dan seorang yang gerakannya gesit, masih
muda dan pakaiannya sama dengan Kong Ji bergerak seorang diri
menyelinap di antara pohon-pohon menghampiri rumah gedung itu
dari bawah.
955
Di dalam kamar tahanan, Tan Sam masih diikat pada tiang di
pojok kamar itu. Wan Sin Hong masih duduk di kursi, menyamar
sebagai Pangeran Wanyen Ci Lun. Biarpun gerakan Kong Ji dan dua
orang kawannya amat hati-hati dan perlahan, namun mereka tidak
terlepas dari pendengaran Sin Hong yang amat tajam.
“Tan Sam, kau masih juga tidak mau mengaku?“ Sin Hong tibatiba
membentak Tan Sam sambil bangkit dari kursinya menghampiri
tawanan itu. “Ceritakan, rencana apalagi yang diatur oleh Liok Kong
Ji!“
Akan tetapi, Tan Sam telah ditotok urat gagunya, mana dapat
menjawab? Memang maksud Sin Hong bukan minta jawaban, hanya
untuk menipu Kong Ji agar ia benar-benar disangka Wanyen Ci Lun.
Tiba-tiba dari atas genteng terdengar sedikit suara, disusul
menyambarnya sinar hitam yang membuat pelita di kamar itu
bergoyang-goyang apinya dan di lain saat, leher Tan Sam menjadi
lemas karena beberapa batang jarum hitam telah menembusi leher
dan dadanya, membuat ia tewas seketika itu juga!
Sin Hong pura-pura kaget dan melangkah mundur sampai tiga
tindak dan matanya terbelalak memandang tiga bayangan orang
yang melayang turun dengan gerakan seringan burung-burung
walet. Kong Ji yang paling dulu turun sudah mencabut Pak-kek-sinkiam
dan dengan pedang ini ia menodong dada Sin Hong.
“Pangeran Wanyen Ci Lun, kembalikan suratku yang
kautemukan di dalam saku Tan Sam!“: ancamnya dengan suara
perlahan, ujung pedang Pak-kek-sin-kiam sudah menyentuh kulit
dada Sin Hong.
Perbuatan ini saja sudah menjadi bukti bahwa Kong Ji sama
sekali tidak tahu bahwa yang dihadapinya bukan Wanyen Ci Lun,
melainkan Wan Sin Hong. Kalau ia tahu bahwa yang dthadapinya itu
Sin Hong, belum tentu ia berani turun tangan. Atau kalaupun ia
berani turun, sudah pasti sekali ia tidak berani menodong Sin Hong
dengan Pak-kek-sin-kiam seperti itu. Perbuatan ini berbahaya sekali
dan bukan merupakan pasangan ilmu silat yang baik.
Sin Hong melihat kesempatan amat baik ini, mana mau menyianyiakannya?
Dengan gerakan yang cepat sekali, tubuhnya miring
956
sehingga ujung pedang meleset dari dadanya, tangan kiri memukul
pangkal lengan kanan Kong Ji, tangan kanan merampas pedang dan
kaki menendang lutut!
Kong Ji kaget setengah mati. Gerakan yang dilakukan oleh Sin
Hong adalah gerakan ilmu silat yang tinggi dan tidak disangkanya
sama sekali pangeran yang ditodongnya itu dapat melakukan hal ini.
Ta masih belum menyangka jelek, maka sambil tersenyum
mengejek ia hanya mengelak dari tendangan lawan dan pukulan
tangan kiri pada pangkal lengannya di biarkan saja. Akibatnya hebat
sekali, terdengar bunyi “krak!“ dan tulang lengannya telah patahpatah
dan di lain saat Pak-kek-sin-kiam sudah berpindah tangan!
“Celaka...!“ Kong Ji melompat ke belakang sambil meringis
karena lengan kanannya sakit tak dapat digerakkan lagi. Otomatis
tangan kirinya menyambit dengan beberapa Hek-tok-ciam seperti
yang tadi telah ia lakukan untuk membunuh Tan Sam. Akan tetapi,
sambil tersenyum mengejek Sin Hong menyampok jarum-jarum itu
hanya dengan kebutan lengan baju tangan kiranya.
“Kong Ji apakah kau sudah buta tidak mengenal lagi padaku?“
katanya mengejek.
“Kau... kau Sin Hong....“ kata-kata Kong Ji ini menyatakan putus
asa. Pada saat itu, dua orang kawannya yang melihat Kong Ji
dilukai, dengan berbareng lalu menerjang maju dengan golok
mereka.
Sin Hong tidak mau membuang waktu melayani segala macam
kaki tangan Kong Ji. Yang ia butuhkan adalah Kong Ji, mati atau
hidup. Maka ia cepat memutar Pak-kek-sin- kiam dan golok itu
menjadi putus kedua-duanya! Akan tetapi dua orang itu bukanlah
orang-orang biasa saja, melainkan anggauta-anggauta Twa-to Bupai
yang sudah tinggi ilmu silatnya.
Mereka cepat menggulingkan diri dan sambil bergulingan mereka
menyerang Sin Hong dengan golok buntung mereka! Seranganserangan
ini berbahaya juga, terpaksa Sin Hong melayani mereka
dalam lima jurus barulah ia berhasil menusuk paha mereka,
membuat mereka lumpuh tak berdaya. Akan tetapi ketika ia
mengangkat muka, ternyata Liok Kong Ji sudah lenyap dari situ!
957
Sin Hong melompat keluar dari kamar tahanan itu, akan tetapi
keadaan amat gelap. Kong Ji ternyata telah memadamkan semua
penerangan di luar gedung dan penjahat itu tidak kelihatan lagi
bayangannya. Tiba-tiba Sin Hong tertarik oleh suara orang-orang
bertempur di ruangan tengah. Cepat ia menyerbu kesitu dan melihat
Lie Bu Tek, Hui Lian dan Hong Kin tengah bertepur dikeroyok oleh
delapan orang yang kepandaiannya tinggi. Sin Hong menyerbu
dengan pedangnya dan sebentar saja dua orang pengeroyok telah
roboh.
Pada saat itu, terdengar bentakan nyaring dari suara wanita di
sebelah dalam gedung.
“Gihu, Hui Lian dan Hong Kin, bantu sebelah dalam, biar aku
menundukkan anjing-anjing ini!“ Sin Hong berseru sambil memutar
pedangnya yang segera mengurung enam orang pengeroyok itu dan
tidak memberi kesempatan kepada mereka untuk balas menyerang
atau melarikan. Seorang demi seorang roboh bagaikan rumput
dibabat. Setiap kali senjata mereka bertemu dengan Pak-keksinkiam,
tentu patah-patah dan tubuh mereka menyusul terluka oleh
pedang pusaka itu.
Sementara itu, Hui Lian dan Hong Kin, dan Lie Bu Tek cepat
berlari ke dalam. Hui Lian tadi mengenal suara Soan Li yang
memaki-maki, maka cepat ia lari ke kamar Soan Li yang sudah
diketahui di mana letaknya. Benar saja, dari kamar itu terdengar
suara pedang berkali-kali, tanda bahwa di dalam kamar itu terdapat
orang yang sedang bertempur.
“Jahanam Liok Kong Ji, mampuslah kau!“ terdengar suara Soan
Li memaki marah. Tiga orang ini kaget sekali mendengar suara Soan
Li cepat mereka menerjang pintu dan melompat masuk. Apa yang
mereka lihat? Pemandangan yang mengherankan juga
menggembirakan mereka.
Menyusul bentakannya tadi, ternyata Soan Li yang sedang
bertempur melawan Liok Kong Ji, telah berhasil menusuk
tenggorokan musuh besar itu sehingga pedangnya menembusi leher
Liok Kong Ji yang menggeletak mandi darah dan tewas di saat itu
juga. Yang mengherankan tiga orang ini adalah bagaimana Soan Li
mengalahkan Kong Ji yang terkenal pandai itu, akan tetapi yang
958
menggembirakan adalah karena Kong Ji manusia iblis itu telah
tewas.
Soan Li membanting pedangnya, menutupi mukanya dan
menangis terisak-isak. “Aku sudah dapat membunuhnya... aku
sudah berhasil membunuh si jahanam... tinggal anaknya, anak
durhaka itu harus kubunuh pula...!“
Hui Lian segera memeluk sucinya itu yang kemudian roboh
pingsan. Agaknya pertempuran tadi terjadi lama juga karena tubuh
sucinya penuh peluh dan nampaknya lelah sekali. Selain kelelahan
tubuh, juga rupanya Soan Li menerima pukulan batin yang hebat,
maka ia roboh pingsan.
Pada saat itu. Sin Hong dan Wanyen Ci Lun muncul. Pangeran ini
memang oleh Sin Hong diminta jangan keluar sebelum orang-orang
jahat itu pergi, agar kehadirannya di rumah pangeran itu tidak
ketahuan orang. Yang paling heran melihat Kong Ji menggeletak
tidak bernyawa di kamar Soan Li adalah Sin Hong. Ta melongo
beberapa lama, kemudian ia menghampiri mayat Kong Ji,
membungkuk dan meraba lengan kanan mayat itu. ia berdiri lagi,
menarik napas panjang dan sambil menelan ludah tiga kali ia
berkata perlahan.
“Liok Kong Ji manusia jahanair telah mampus!“
Padahal di dalam hatinya, Sin Hong tahu betul, bahwa orang
yang menggeletak ini, biarpun air muka dan bentuk tubuhnya sama
benar dengan Kong Ji, sebetulnya bukanlah Liok Kong Ji yang
sesungguhnya karena Kong Ji yang aseli telah patah tulang lengan
kanannya, dan Kong Ji yang aseli biarpun telah patah lengannya,
kiranya tak mungkin akan dapat dikalahkan oleh Gak Soan Li. Akan
tetapi Sin Hong maklum bahwa dengan kematian Kong Ji, Soan Li
akan dapat “hidup“ kembali, akan merasa puas dan selanjutnya
dapat hidup bahagia bersarna Wanyen Ci Lun yang mencintanya.
Akan tetapi tadi ia mendengar seruan Soan Li tentang anak yang
hendak dibunuhnya, maka ia mendekati Hui Lian dan bertanya.
“Bagarmanakah dengan anak itu?“
“Anak itu selamat, berhasil dibawa lari oleh inang pengasuhnya
dalam sebuah perahu dan sekarang berada di tempat aman. Anak
959
itu akan kami asuh, kami anggap sebagai anak kami sendiri,“ kata
Hui Lian dengan terharu.
“Bagus,“ kata Wanyen Ci Lun setelah menyuruh pelayan
membawa Soan Li ke dalam kamar lain yang bersih. “Terima kasih
atas kebaikan hatimu itu, Go-lihiap. Tentang Soan Li, jangan
khawatir, selama ia suka tinggal di sini, aku akan melindunginya dan
aku akan mendatangkan bahagia dalam hidupnya. Adapun tentang
kalian bertiga dengan Wan- taihiap, aku akan menghadap Kaisar
dan mintakan supaya ancaman terhadap kalian dihapuskan
mengingat bahwa kalian yang telah berhasil membasmi pengkhlanat
Liok Kong Ji yang mempunyai mat bersekutu dengan musuh
menggulingkan kerajaan.“
Demikianlah sambil memperhatikan surat bukti tulisan Liok Kong
Ji kepada Temu Cin, Pangeran Wanyen Ci Lun berhasil meyakinkan
kebersihan hati Wan Sin Hong. Coa Hui Lian clan Coa Hong Kin dan
membebaskannya, bahkan mengirim sejumlah uang untuk
membangun kembali Pulau Kim-bun-to yang telah rusak. Hui Lian
dan suaminya kembali ke pulau itu untuk membangun kembali
tempat tinggal mereka dan membawa anak laki-laki dari Soan Li
yang mereka anggap sebagai anak sendiri.
Adapun Sin Hong tahu bahwa sesungguhnya Liok Kong Ji masih
belum meninggal, diam-diam meninggalkan kota raja, dan biarpun
ia tidak secara terang-terangan mencari Kong Ji yang ia sendiri
sudah mengabarkan tewas namun diam-diam ia selalu memasang
telinga untuk melihat kalau- kalau manusia iblis itu muncul kembali.
Di samping itu, Sin Hong mulai aktip dengan tugas yang ia pimpin,
yakni menjadi bengcu dan semua orang kung-ouw, meliputi seluruh
partai di dunia persilatan. Pemuda ini pergi ke Luliang-san dan
bertempat tinggal di sana sambil memperdalam ilmu pedangnya.
Setelah Pak-kek-sin-kiam terjatuh kedalam tangannya, kini ia
dapat memperdalam ilmu pedangnya, karena memang ilmu pedang
yang ia warisi dari mendiang Pak Kek Siansu, hanya dapat sempuma
kalau dimainkan dengan pedang Pak kek-sin-kiam.
-oo0mch-dewi0oo960
Sementara itu, di daerah utara, nampak seorang pemuda
berjalan di jalan raya yang sunyi, menuju ke utara. Pemuda ini
tinggi kurus bermuka pucat dan mukanya yang agak muram itu
mencerminkan kekesalan hati. Kadang-kadang ia mengerutkan
giginya dan berbisiklah ia,
“Awas kau Sin Hong! Awas kau Kerajaan Cin! Akan datang
masanya Liok Kong Ji kemball membalas dendam!“
Memang, pemuda nu bukan lain adalah Liok Kong Ji yang
sebenarnya memang tidak mati. Orang yang mati terbunuh oleh
Soan Li adalah Kwee Tiong Sek seorang penjahat muda yang
mempunyai muka dan bentuk tubuh sama dengan Kong Ji.
Sebenarnya bukan sama betul, hanya karena pandainya Kong Ji
mencari ahli untuk merubah sedikit bentuk muka dan rambut Kwee
Tiong Sek, maka memang sepintas lalu saja orang takkan dapat
membedakan. Kong Ji memang sengaja menggunakan Kwee Tiong
Sek untuk menjaga-jaga kalau ia gagal dalam siasat dan
rencananya, ia dapat menghilang dan meninggalkan Kwee Tiong
Sek sebagai gantinya. Memang siasatnya ini juga berhasil, karena
sekarang di dunia ini, kecuali Sin Hong, tidak ada yang tahu bahwa
Liok Kong Ji sebenarnya masih hidup dan sekarang sedang menuju
ke utara dengan niat hendak mencari dan mengadakan hubungan
dengan Temu Cin!
Dan sampai di sini tamatlah cerita PEDANG PENAKLUK IBLIS (Sin
Kiam Hok Mo) ini, dan pengalaman selanjutnya dari tokoh di dalam
cerita ini akan dapat dijumpai kembali dalam ceritera yang lebih
hebat daripada Sin Kiam Hok Mo, ceritera yang sengaja dikarang
oleh Asmaraman S. Kho Ping Hoo sebagai lanjutan daripada Sin
Kiam Hok Mo, yaitu ceritera serem indah memikat “SI TANGAN
GELEDEK“.
TAMAT
Tag:cersil
cersil indo
cersil mandarin full
cerita silat mandarin online
cersil langka
cersil mandarin lepas
cerita silat pendekar matahari
kumpulan cerita silat jawa
cersil mandarin beruang salju.
cerita silat pendekar mataharicerita silat indonesia
cerita silat kho ping hoo
cerita silat mandarin online
cerita silat mandarin full
cerita silat jawa
kumpulan cerita silat
cerita silat jawa pdf cerita silat indonesia gratis
cerita silat jadul indonesia
cerita silat indonesia pendekar rajawali sakti
cersil indonesia pendekar mabuk
cersil langka
cersil dewa arak
cerita silat jaman dulu
cersil jawa download cerita silat mandarin full
cerita silat mandarin online
cersil mandarin lepas
cerita silat mandarin pendekar matahari
cerita silat jawa pdf
cersil indonesia pdf
cersil mandarin beruang salju
kumpulan cerita silat pdf
- Cersil Ke 8 Kembalinya Pendekar Rajawali Sakti Cer...
- Cersil Ke Tujuh Kembalinya Pendekar Rajawali Sakti...
- Cersil ke 6 Kembalinya Pendekar Rajawali Sakti
- Cersil Ke 5 Yoko Bibi Lung
- Cerita Silat Ke 4 Pendekar Yoko
- Cersil Yoko 3 Condor Heroes
- Cersil Yoko Seri Ke 2
- Cerita Silat Cersil Ke 1 Kembalinya Pendekar Rajaw...
- Cerita Silat Cersil Pendekar Pemanah Rajawali Komp...
- Cersil Ke 25 Tamat Kwee Ceng Bersambung Ke Pendeka...
- Cerita Silat ke 24 Kwee Ceng Pendekar Jujur
- Cersil Ke 23 Kwee Ceng Pendekar Lugu
- Cerita Silat Ke 22 Kwee Ceng
- Cersil Ke 21 Kwee Ceng
- Cerita Silat Ke 20 Cersil Kwee Ceng Rajawali Sakti...
- Cerita Silat Ke 19 Kwee Ceng Jagoan Sakti
- Cersil Ke 18 Kwee Ceng
- Cersil Ke 17 Kwee Ceng Cerita Silat Pendekar Rajaw...
- Cersil Pendekar Pemanah Rajawali Ke 16 Pendekar Kw...
- Cersil Ke 15 Pendekar Kwee Ceng
- Cersil Hebat Kweeceng Seri 14
- Cersil Cerita Silat Kwee Ceng 13
- Cersil Pendekar Ajaib : Kwee Ceng 12
- Kumpulan Cerita Silat Jawa : Kwee Ceng 11
- Cerita Silat Pendekar Matahari : Kwee Ceng 10
- Cersil Mandarin Lepas :Kwee Ceng 9
- Cersil Langka Kwee Ceng 8
- Cerita Silat Mandarin Online : Kwee Ceng 7
- Cersil Indo Kwee Ceng 6
- Cerita Silat Cersil Kwee Ceng 5
- Cersil Kwee Ceng 4
- Cersil Pendekar Kwee Ceng 3
- Cersil Pendekar Kwee Ceng 2
- Cersil Pendekar Kwee Ceng ( Pendekar Pemananah Raj...
- Cersil Seruling Sakti dan Rajawali Terbang
- Kumpulan Cersil Terbaik
- Cersil Jin Sin Tayhiap
- Cersil Raisa eh Ching Ching
- Cersil Lembah Merpati
- Cerita Silat Karya stefanus
- Cersil Pedang Angin Berbisik
- Cersil Sian Li Engcu
- Cersil Si KAki Sakti
- Cersil Bendera Maut
- Cersil Pahlawan Gurun
- Cersil Pedang Pusaka Buntung
- Cersil Terbaik Pendekar Kunang Kunang
- Cersil Mandarin Imam Tanpa Byangan