Rabu, 06 Juni 2018

Pendekar Sinar Emas 6

===
baca juga
Menghadapi Tung hai Sian jin seorang saja keadaannya
sudah seimbang, apalagi sekarang Eng Kiat maju
mengeroyok. Agaknya Siauw Yang masih akan dapat
melakukan perlawanan mati matian dan nekad kalau saja ia
tidak melihat keadaan Pun Hui yang membuat kedua
kakinya gemetar saking kasihan dan terharunya. Ia
mendengar betapa Pun Hui tadi memaki Eng Kiat dan
hendak membelanya, dan sekarang pemuda yang lemah
namun gagah perkasa itu dicambuki sampai pingsan tanpa
mengaduh sedikitpun juga. Melihat betapa Pun Hui sudah
telentang tak bergerak dengan muka pucat dan pakaian
penuh darah, lemaslah Siauw Yang. Kesempatan ini
dipergunakan oleh Tung hai Siang jin untuk mengirimkan
tusukan dengan gagang tongkatnya yang tepat mengenai
jalan darah di pangkal lengan gadis itu. Siauw Yang
mengeluh, pedangnya terlepas dan pegangan lalu ia roboh
lemas tak berdaya lagi.
Tung hai Sian jin menyuruh anak buahnya cepat cepat
meninggalkan pulau itu dan ia tertawa berkelak ketika
melihat puteranya dengan wajah girang memondong tubuh
Siauw Yang dibawa ke perahu bajak. Sambil tertawa tawa
kakek ini memungut pedang Kim kong kiam yang tadi
terlepas dan tangan Siauw Yang, lalu mengikuti puteranya
menuju ke perahu. Sebentar saja, perahu perahu bajak itu
sudah berlayar pergi, meninggalkan Pulau Sam liong to
yang kosong dan meninggalkan tubuh Pun Hui yang
menggeletak di atas tanah dalam keadaan setengah mati.
Seorang pemuda yang gagah mendayung perahunya
dengan cepat sekali. Ia memandang ke kanan kiri dengan
heran. Banyak sekali ikan hiu di laut itu, yang
mengherankan adalah beberapa ikan hiu yang mati dan
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
mengambang di atas laut, menjadi keroyokan ikan ikan
lain.
“Aneh,” pikirnya. “Ikan ikan ini tidak bisa mati begitu
saja, agaknya ada orang telah turun tangan ketika dikeroyok
oleh ikan ikan ini.”
Pemuda gagah ini bukaa lain adalah Song Tek Hong,
putera dari Thian te Kiam ong Song Bun Sam.
Sebagaimana telah dituturkan di bagian depan, pemuda ini
meninggalkan Tit le atas perintah ayah bundanya untuk
menyusul adiknya, Siauw Yang. Ia merasa gemas dan
mendongkol sekali kepada Siauw Yang, adiknya yang
terkenal keras kepala itu. Gadis itu pergi tanpa
meninggalkan jejak, hanya memberi tahu hendak pergi ke
Sam liong to, ke mana ia harus mencari? Ayahnya menduga
bahwa Siauw Yang tentu akan merantau dan sangat boleh
jadi Siauw Yang pergi ke kota raja yang sudah lama ingin
dilihatnya.
Tek Hong menyusul ke kota raja, akan tetapi tetap saja ia
tidak dapat menemukan jejak adiknya. Hatinya menjadi
mendongkol akan tetapi tercampur rasa gelisah. Bagaimana
kalau terjadi sesuatu kepada adiknya yang amat dikasihinya
itu? Semenjak kecil Tek Hong amat sayang kepada Siauw
Yang, dan sungguhpun berkali kali Siauw Yang amat nakal
dan mengganggunya, namun ia tetap sabar dan mencinta.
“Bocah bengal, sekali aku bertemu denganmu, akan
kujewer telingamu sampai merah!” Tek Hong mengomel
panjang pendek sambil melanjutkan perjalanannya keluar
dari kota raja. Ia melakukan perjalanan sambil berhenti di
setiap kota untuk melakukan penyelidikan, kalau kalau
adiknya pernah lewat di situ. Oleh karena inilah maka
biarpun Siauw Yang melakukan perjalanan lebih dulu, dara
ini lebih cepat tiba di Sam liong to. Akhirnya Tek Hong tiba
di pantai timur dan dengan sebuah perahu ia mencari Pulau
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
Sam liong to di antara Kepulauan Couwsan. Ia telah
memeriksa dan memnaca peta palsu yang dibawa oleh Coa
Kiu, maka ia segera mencari Pulau Kura kura dan mencari
pulau ke tujuh dari pulau ini.
Ketika melihat bangkai bangkai ikan yang terapung dan
dijadikan mangsa oleh ikan ikan lain, pemuda yang cerdik
ini telah dapat menduga bahwa tentu ikan ikan itu
sebetulnya dibunuh oleh adiknya sendiri. Tidak tahu pula
bahwa di saat ia mendayung perahu menuju ke Sam liong
to, adiknya telah bertempur mati matian melawan
keroyokan Tung hai Sian jin dan Bong Eng Kiat sehingga
kemudian tertawan.
Ia sedang mengira ngira di mana letaknya Pulau Sam
liong to, ketika tiba tiba ia melihat beberapa buah perahu
layar hitam muncul dari pantai sebuah pulau yang penuh
dengan pohon. Perahu perahu ini bergerak dengan cepat
sekali. Tek Hong mendayung perahunya hendak mengejar,
akan tetapi sebentar saja perahu perahu itu telah
meninggalkannya sehingga pemuda itu membatalkan
niatnya, sebaliknya lalu memutar perahu menuju ke pulau
yang baru saja ditinggalkan oleh perahu perahu itu.
Tek Hong menaksir bahwa perahu perahu itu tentulah
bukan perahu orang baik baik, dan tentu perahu perahu
bajak laut karena cat dan layarnya hitam serta bentuknya
tidak seperti perahu nelayan atau perahu pedagang.
Pemuda ini mendayung perahunya ke pantai pulau dan
setelah menarik perahu ke darat, ia melihat tubuh seorang
pemuda menggeletak di atas tanah seperti mayat. Pakaian
pemuda ini robek semua, mukanya pucat dan badannya
penuh darah.
“Terkutuk bajak bajak itu,” seru Tek Hong marah,
“orang ini tentu telah menjadi korban mereka.”
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
Segera ia menghampiri dan berlutut di dekat tubuh
pemuda yang bukan lain adalah Pun Hui yang masih
pingsan. Ketika mendapat kenyataan bahwa pemuda itu
masih hidup, Tek Hong cepat mengeluarkan seguci arak
dari buntalan pakaiannya da n memberi minum sedikit
arak. Pun Hui mengeluh dan siuman kembali. Dengan lega
Tek Hong mendapat kenyataan, setelah memeriksa tubuh
korban ini, bahwa tidak terdapat luka yang berat melainkan
luka luka di kulit yang pecah pecah akibat cambukan yang
kejam.
Pun Hui membuka matanya. Melihat seorang pemuda
tampan dan gagah berlutut di dekatnya sambil memegang
guci arak, ia segera bangun, tahu bahwa orang ini telah
menolongnya.
“Saudara, kau siapakah dan mengapa kau rebah terluka
di tempat ini?” tanya Tek Hong.
Pun Hui mengeluh. Tubuhnya terasa sakit sakit dan
perih sekali. Kalau tadi ketika dicambuki ia tidak mau
mengeluh, hanyalah karena selain ia tidak sudi
memperlihatkan kelemahan di hadapan para bajak, juga ia
tidak ingin membuat Siauw Yang menjadi gelisah. Kini
karena di situ hanya ada pemuda yang asing baginya ini, ia
mengeluh,
“Aduh… mereka bekerja kepalang tanggung. Mengapa
tidak dihabiskan saja nyawaku?”
“Selama orang masih hidup, ia tidak boleh
mengharapkan kematian,” kata Tek Hong, dan pemuda ini
mengeluarkan seperangkat pakaian dari buntalannya.
“Kaupakailah pakaian ini untuk mengganti pakaianmu
yang robek robek!”
Pun Hui memandang dan ia merasa suka melihat wajah
penolongnya yang gagah itu.
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
“Heran sekali,” katanya, “di tempat seperti ini aku masih
dapat bertemu dengan seorang manusia yang berbudi
mulia. Saudara yang budiman, siauwte adalah Liem Pun
Hui, seorang kutu buku yang lemah dan bodoh, yang
membiarkan dirinya dicambuki bajak tanpa dapat
membalas, lebih lebih lagi yang membiarkan sumoinya
tertawan oleh bajak laut. Kasihan sumoi... Siauw Yang,
bagaimana nasibmu…?” Ucapan ini dikeluarkan oleh Pun
Hui dengan suara berduka sekali.
Terkejut hati Tek Hong mendengar pemuda ini
menyebut nama adiknya. Akan tetapi ia pikir bahwa tentu
yang dimaksudkan itu adalah seorang gadis lain, karena
mana mungkin adiknya menjadi sumoi dari orang ini.
“Sumoi mu itu, mengapakah dia?” tanyanya.
“Aku mengantar sumoi ke pulau ini dan bertemu dengan
bajak laut yang dipimpin oleh Tung hai Sian Jin dan
puteranya. Dengan gagah perkasa sumoi melawan mereka
dan aku….. aku yang lemah dan bodoh tak berdaya
menolong, bahkan aku lalu dicambuki oleh bajak dan
sumoi…. sumoi tentu tertawan oleh mereka karena
sekarang aku tidak melihat dia dan para bajak itu.”
Jilid XXIII
KEMBALI Tek Hong terkejut. Nama Tung hai Sian jin
telah didengar sebagai nama tokoh besar yang lihai sekali.
Dan sumoi dari orang ini berani melawannya.
“Sumoimu yang gagah perkasa itu, siapakah dia? Siapa
nama keturunannya dan dia murid siapa sehingga berani
melawan seorang lihai seperu Tung hai Sian jin?” tanyanya
dengan hati berdebar.
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
Sumoi adalah seorang gadis yang paling gagah di dunia
ini, tiada duanya. Dia she Song dan dia adalah puteri dari
Thian te Kiam ong yang terkenal “
Sampai di sini, Tek Hong tak dapat menahan hatinya
lagi. Ia melompat berdiri dan memandang dengan mata
tajam serta sikap mengancam.
“Kau....penipu bohong!”
Pun Hui juga terkejut. Mengapa pemuda tampan dan
gagah ini tiba tiba marah kepadanya?
“Saudara, aku selama hidup tak pernah berbohong.
Memang Siauw Yang adalah sumoiku. Kau siapakah berani
menuduh aku sebagai penipu?”
“Kepada orang lain kau boleh membohong sesuksmu,
akan tetapi kepadaku tak mungkin,” jawab Tek Hong.
“Karena Song Siauw Yang adalah adik kandungku sendiri
dan dia tidak punya suheng. Kau ini seorang lemah
bagaimana berani mati mengaku padaku sebagai
sumoimu?”
Tertegun PunHui mendengar ini.
“Jadi. ... jadi kau adalah Song Tek Hong? Sumoi
seringkah bicara tentang kau. Kalau begitu kau adalah
suteku sendiri.”
Pun Hui lalu menceritakan kepada Tek Hong yang
terheran heran itu tentang segala pengalamannya,
bagaimana ia diambil murid oleh Sin pian Yap Thian Giok
dan bagaimana ia telah tertolong oleh Siauw Yang dan
melakukan perjalanan bersama ke Pulau Sam liong to,
kemudian bertemu dengan Tung hai Sian jin.
Baru mengertilah Tek Hong setelah mendengar
penuturan ini dan ia menjadi amat gelisah mendengar
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
betapa adiknya tertawan oleh Tung hai Sian jin yang lihai,
“Aku harus tolong adikku! Ke manakah mereka
membawanya? Aku tadi melihat beberapa perahu hitam
berlayar pergi dari sini, apakah mereka itu rombongan bajak
laut yang dipimpin oleh Tung hai Sian jin?
“Memang itulah mereka. Aku tahu di mana letak pulau
yang dijadikan sarang oleh bajak laut akan tetapi aku tidak
tahu apakah sumoi dibawa ke sana.”
“Liem suheng, apakah kau cukup kuat untuk
mengantarkan aku ke sana?”
“Aku tidak apa apa, sute. Hanya kulit saja yang luka dan
perih, akan tetapi luka lukaku terlalu kecil tak berarti kalau
dibandingkan dengan bahaya yang mengancam sumoi.
Mari kuantar kau ke sana!”
Tek Hong lalu mendesak kepada Pun Hui supaya
berganti pakaian pemberiannya dan kedua orang pemuda
ini lalu naik perahu yang di dayung oleh Tek Hong, menuju
kepulau bajak di mana dahulu Pun Hui tertawan dan
hampir dibunuh kalau tidak tertolong oleh Siang Cu murid
La m hai Lo mo. Dalam pelayaran ini, Pun Hui
menceritakan semua pengalamannya itu dan Tek Hong
mendengar dengan penuh keheranan bahwa Lam hai Lo
mo musuh besar ayahnya itu benar benar masih hidup,
bahkan mempunyai seorang murid perempuan yang lihai.
Akan tetapi pikirannya segera melupakan hal ini. karena ia
lebih mencurahkan seluruh perhatian dan pikiran kepada
Tungkai Sian jin dan Bong Eng Kiat yang kini menawan
adiknya, ia tahu bahwa keadaan adiknya amat berbahaya.
Bukankah dahulu Eng Kiat tergila gila kepada adiknya dan
mengajukan lamaran yang ditolak oleh ayahnya? Mungkin
mereka akan membatas dendam dan ia merasa ngeri kalau
mengingat akan hal ini. Diam diam ia juga kagum atas
kecerdikan adiknya yang menduga tepat sekali bahwa peta
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
palsu yang dibawa oleh Coa Kiu itu adalah sebuah
pancingan dari searang musuh besar ayahnya, dan dalam
hal ini tak salah lagi tentulah Lam hai Lo mo yang
memancing ayahnya datang ke tempat itu untuk membalas
dendamnya yang dahulu.
Karena Tek Hong amat bernafsu untuk segera tiba di
pulau bajak, maka didayungnya perahunya dengan sekuat
tenaga sehingga tak lama kemudian sampailah mereka di
pulau itu. Hari telah menjadi senja dan keadaan mulai
gelap. Namun dengan nekat kedua orang muda itu men
darat di pulau itu Akan tetapi, alangkah kecewa hati Tek
Hong karena pulau itu ternyata kosong, hanya kelihatan
bekas bekas pondok para bajak laut yang telah ditinggalkan.
Bahkan di sekeliling pulau itupun tidak kelihatan ada
sebuahpun perahu bajak. Agaknya para bajak telah
meninggalkan pulau ini dan telah pergi ke mana.
Malam itu mereka bermalam di pulau bajak yang
kosong. Tek Hong merasa gelisah sekali, bahkan pemuda
sasterawan ini nampak amat berduka.
Diam diam Tek Hong menduga bahwa pemuda ini tentu
jatuh hati kepada adiknya. Pemuda manakah yang takkan
jatuh hati melihat Siauw Yang, adiknya yang mania itu?
Tek Hong merasa bangga dan iapun suka melihat Pun Hui,
hanya kecewa melihat pemuda ini amat lemah. Dalam
percakapan, ia mendapat kenyataan bahwa dalam ilmu
kesusasteraan, Pun Hui jauh lebih tinggi kepandaiannya
daripadanya. Akan tetapi, ia anggap bahwa pemuda ini
tidak patut menjadi jodoh adiknya yang gagah perkasa.
Heran ia mengapa supeknya. Sin pian Yap Thian Giek,
mau mengambil murid seorang pemuda sasterawan yang
begini lemah.
Ketika Tek Hong mengeluarkan bungkusan dan mengisi
perut dengan bekal makanan kering. Pun Hui yang
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
ditawannya tidak mau makan. Tek Hong tidak memaksa
dan malam itu mereka duduk di dekat api unggun yang
mereka buat di dalam sebuah pondok bekas tempat tinggal
bajak laut.
Menjelang tengah malam, terdengarlah suara sayup
sayup dari luar pondok.
“Song Tek Hong, katakan kepada ayahmu bahwa
adikmu akan mendapat kehormatan menjadi mantu Tung
hai Sian jin. Permusuhan antara kita lelah lenyap oleh
hubungan kekeluargaan ini.”
Mendengar suara ini, Tek Hong melompat ke luar
pondok dengan pedang di tangan.
“Tung hai Sian jin tua bangka siluman. Mari kita
bertempur seribu jurus untuk menentukan siapa yang lebih
unggul!” serunya sambil mengejar ke pantai dari mana
suara tadi datang.
Ia melihat bayangan dalam malam yang suram diterangi
bintang. Bayangan ini berlari ke arah sebuah perahu dan
dan bentuk tubuh bayangan itu, tahulah ia bahwa yang
dalang bukanlah Tung hai Sian jin, melainkan Bong Eng
Kiat, Bayangan itu tertawa bergelak.
“Iparku yang baik, kau bersikap tidak patut sekali
terhadap moi hu (adik ipar)!” kata bayangan itu sambil
tertawa tawa.
“Eng Kiat, jahanam pangecut! Jangan lari kalau kau
memang laki laki,” kata Tek Hong yang mengejar terus.
Akan tetapi yang dikejarnya telah melompat ke dalam
perahu dan sebentar saja perahu itu lenyap di ualani gelap.
Tek Hong yang hendak mengejar dengan perahunya, tahu
bahwa usahanya akan sia sia belaka, maka ia berdiri di
pantai sambil membanting banting kakinya.
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
“Bangsat Bong Eng Kiat, kalau kau mengganggu adikku,
aku bersumpah takkan mau berhenti sebelum aku dapat
menghancurkan kepalamu! Teriaknya berulang ulang Akan
tetapi yang menjawabnya hanyalah suara air laut yang
memukul batu karang di pantai. Dengan leuas dan kecewa
Tek Hong kembali ke dalam pondok. Ia bertemu dengan
Pun Hui yang sudah keluar dari pondok pula
“Siapa yang datang?” tanya PunHui.
“Bangsat Eng Kiat itu yang datang. Sayang aku tak dapat
mencekik batang lehernya kata,” Tek Hong.
Pada keesokan harinya, Tek Hong dan Pun Hui naik
perahu dan mencari cari di seluruh Kepulauan Couwsan.
Namun tidak ada jejak dari bajak laut yang agaknya sudah
pergi jauh dari tempat itu.
Tek Hong menjadi bingung sekali. Ia tidak berdaya dan
memikirkan n asi D adiknya, ia menjadi gelisah dan
khawatir.
“Aku harus pulang untuk melaporkan hal ini kepada
orang tuaku,” Katanya kepada Pun Hui. “Kami sekeluarga
takkan berhenti mencari sebelum kami dapat menolong
Siauw Yang dan tangan mereka. Apakah Liem suheng mau
turut?”
Pun Hui menggeleng kepalanya dengan lemas. “Tidak,
sute. Kalau tidak dapat sertaimu kembali dengan Song
sumoi dan melihatnya, aku bersumpah takkan mau pergi
dan kepulauan ini!”
Kata kata ini keluar dengan suara tegas dan
membayangkan cinta kasih dan kesetiaan yang amal besar
sehingga Tok Hong menjadi terbaru juga. Ia tahu kalau
pemuda ini amat lemah, namun bersemangat gagah. Kalau
sampai para bajak itu datang, tentu pemuda ini akan celaka.
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
Akan tetapi ia tidak dapat memaksa Pun Hui untuk ikut
pergi. Lagi pula, kalau Pun Hui ikut, ia takkan dapat
melakukan perjalanan dengan cepat, padahal ia ingin sekali
segera bertemu dengan orang tua nya untuk melaporkan
tentang keadaan Siauw Yang yang terjatuh ke dalam tangan
Tung hai Siap jin dan Bong Eng Kiat.
Setelah meninggalkan pesan agar berhati hati menjaga
diri di tempat berbahaya itu, Tek Hong lalu berlayar pergi
dan situ Pun Hui berdiri di pantai memandang sampai
perahu itu lenyap dari pandangan mata, kemudian Pun Hui
lalu menyeret perahu yang dulu dipakai oleh Siauw Yang,
menurunkannya ke dalam air dan mendayungnya. Ia
mengambil keputusan untuk mencari Siauw Yang seorang
diri Ia hendak mengunjungi semua pulau pulau kosong itu
sekali lagi, dan biarpun tadi sudah ternyata bahwa tidak
terlibat bayangan siapapun juga di dalam pulau pulau itu,
namun ia tidak putus asa. Ia ingin mencari terus sampai ia
bisa mendapatkan Siauw Yang atau sampai ia tewas di
tempat itu. Setelah menghadapi gadis itu dalam ancaman
bahaya, baru ia insaf betul betul bahwa ia mencintai Siauw
Yang, mencintai dengan sepenuh hati dan jiwanya.
“Siauw Yang !” teriaknya berkali kali sambil mendayung
perahunya,
Tek Hong melakukan perjalanan secepat mungkin
menuju ke Tit Ie. Ia hendak segera bertemu dengan aahnya
dan kemudian bersama ayah bundanya akan pergi mencari
Siauw Yang untuk melanjutkan usahanya mencari seorang
diri, ia merasa kurang kuat. Untuk menghadapi Tung hai
Sian jin, tidak ada lain orang yang lebih tepat selain
ayahnya sendiri. Musuh terlampau kuat, dan di samping
Tung hai Sian jin dan Bong Eng Kiat yang lihai, di sana
masih ada Lam hai Lo mo. Kalau Lam hai Lo mo masih
hidup, maka hal ini bukan main main lagi. Ayahnya sudah
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
menyatakan kepandaian Lam hai Lo mo amat mengerikan
dan hebat Ayahnya harus turun tangan sendiri.
Akan tetapi, biarpun Tek Horg melakukan perjalanan
yang amat cepat, ia ternyata telah terlambat. Ketika tiba di
Tit le, ia mendapatkan rumah orang tuanya telah menjadi
tumpukan puing terbakar habis sama sekali, rata dengan
bumi, tiga orang pelayan orang tuanya telah tewas dalam
keadaan mengerikan, yakni lehernya putus dan mayatnya
terbakar hangus.
Para penduduk Tit Ie tak seorangpun yang tahu mengapa
rumah itu terbakar dan siapa yang membunuh para pelayan
itu.
Apakah yang terjadi tiga hari sebelum Tek Hong tiba di
Tit le? Mari kita mengikuti peristiwa aneh itu yang tak
terlibat oleh seorangpun.
Pada malam hari, tiga hari yang lalu, dua sosok
bayangan yang gesit sekali berlompatan di atas genteng
rumah rumah di Tit le. Yang seorang tinggi bongkok
dengan kaki hanya sebelah, dan orang ke dua bertubuh kecl
langsing dengan gerakan seperti seekor burung saja
gesitnya.Mereka ini adalah Lam hai Lo mo Seng Jin Siang
su dan muridnya yakni Ong Siang Cu, Seperti telah
dituturkan di bagian depan, guru dan murid ini
meninggalkan Sam Iiong to untuk mengejar dua orang tosu
yang minggat dan membawa lari banyak emas dari Pulau
Tiga Naga itu. La m hai Lo mo marah sekali dan karena
toso kedua yang membawa lari hartanya, yakni Siauw giam
ong Lie Chit adalah anak murid Go bi pai, maka ia
langsung mengajak muridnya menyusul ke Go bi san.
Perjalanan ke Pegunungan Go bi san bukanlah
perjalanan yang mudah Go bi san merupakan daerah
pegunungan yang penuh dengan tanah tandus dan padang
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
pasir. Akan tetapi, bagi Lam hai Lo mo dan Siang Cu yang
memiliki kepandaian tinggi, perjalanan itu tidak terasa
sukar dan dapat dilakukan dengan amat cepat.
Pada waktu itu, Go bi pai merupakan sebuah partai
persilatan yang terkenal dan besar, mempunyai murid yang
banyak sekait jumlahnya. Karena selain ilmu silat, di pusat
partai persilatan Go bi pai ini juga diajarkan ilmu batin
menurut ajaran Nabi Buddha, maka sebagian besar anak
murid Go bi pai adalah orang orang gagah yang
menjunjung tinggi peri kebajikan. Tentu saja bukan
merupakan jaminan bahwa semua murid Go bi pai tentu
baik. Ada juga beberapa orang anak murid yang
menyeleweng, silau oleh godaaa duniawi dan buta karena
bujukan nafsu ibls. Bahkan banyak pula yang mengganti
agama seperti halnya Siauw g ia m ong Lio Chit yang
tadinya berkepala gundul lalu merobah diri menjadi
penganut Agama To dan memelihara rambut, ia melakukan
hal ini terutama sekali agar jangan sampai guru guru besar
Go bi pai tahu bahwa dia adalah anak murid Go bi pai.
Go bi pai diketuai oleh tiga orang hwesio tua yang
disebut Go bi Sam thaisu (Tiga orang guru besar Go bi pai).
Mereka ini adalah tiga orang hwesio seperguruan yang
berusia kurang lebih enam puluh tahun dan hidup sebagai
orang suci dan pertapa pertapa yang saleh, di samping
bekerja sebagai ketua partai persilatan dan memberi
pelajaran kepada murid murid di Pegunungan Go bi san.
Hwesio pertama bernama Thian Seng Hwesio, terkenal
dengan senjata toyanya yang bernama Ouw liat pian
(Tongkat Besi Hitam). Hwesio ke dua bernama Thian Beng
Hwesio, lihai sekali dengan senjata kipasnya yang terbuat
dan pada daun daun alang alang dan yang disebut kipas
Ngo heng san (Kipas Lima Zat). Hwesio ke tiga bernama
Thian Lok Hwesio dan senjatanya yang hebat adalah seikat
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
tasbeh dari perak yang selalu dipegangnya dan
dipergunakannya di waktu ia berdoa.
Tiga orang ketua Go bi pai ini jarang sekali
memperlihatkan ilmu kepandaian sitat mereka dan dalam
memberi pelajaran ilmu silat kepada para anak murid,
mereka menyerahkan pekerjaan ini kepada murid murid
kepala yang jumlahnya ada tujuh orang hwesio yang sudan
tinggi ilmu silatnya. Para murid dari tujuh orang murid
kepala ini sebaliknya mengajar pula kepada murid murid
yang lebih rendah tingkatnya. Dengan demikian maka tiga
orang ketua Go bi pai ini hanya menjadi pengawas saja dan
kalau merasa turun tangan sendiri, hanyalah di waktu
memberi wejangan ilmu batin kepada para anak murid,
terutama sekali mengenai pelajaran Agama Buddha.
Selain mengurus partai Go bi pai yang lebih bersifat
perkumpulan Agama Buddha daripada partai persilatan,
juga tiga orang Go bi Sam Thaisu ini sering kali turun
gunung untuk memperluas dan memperkembangkan Agan
a Buddha yang mereka bertiga pelajar! dari seorang pendeta
Buddha dari India. Apabila mereka turun gunung maka
segala sesuatu diserahkan kepada tujuh orang murid kepala
itu, yang diketuai oleh Giok Seng Hosiang hwesio berusia
limapuluh tahun yang mempunyai kesabaran besar dan juga
mempunyai ilmu silat tinggi. Dalam keadaan demikian,
enam orang sutenya yang semuanya juga hwesio, menjadi
pembantu pembantunya.
Pada waktu itu, perkembangan Agama Buddha
mendapat tentangan banyak dari agama agama lain,
terutama sekali di bagian Go bi san mendapat tentangan
dari sebuah perkumpulan agama yang disebut Pek in kauw
(Perkumpulan Agama Mca Putih), Perkumpulan ini
sebetulnya adalah pemecahan atau boleh disebut juga
penyelewengan daripada Agama To yang timbul dori
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
pelajaran Nabi Lo Cu. Intisari pelajaran agama Pek in kauw
irn, para anak muridnya diusahakan untuk dapat hidup
aman dan tenteram penuh damai seakan akan keadaan
mega mega putih di angkasa. Selain ilmu batin, juga Pek in
kauw merupakan agama yang kuat sekali karena dipimpin
oleh orang orang yang memiliki kepandaian tinggi.
Tidak jarang terjadi bentrokan antara Go bi pai dan Pek
in kauw, dan semenjak itu, maka Gi bi pai selalu menjaga
diri kuat kuat. Apalagi kulan Go bi Sam Thaisu sedang
turun gunung, maka murid kepala di bawah pimpinan Giok
Sang Hosiang lalu mengadakan penjagaan yang kuai.
Puncak Go bi san di mana terdapat sebuah kelenteng besar
tempat bertapa ketua Go bi pai, dijaga dan bawah dengan
lapisan lapisan penjaga yang k lini sekali.
Pada suatu hari, ketika Go bi Sam 1 hai ju sedang tuiun
gunung, datanglah Lam hai Lo mo Seng Jin siansu dan Ong
Siang Cu di lereng gunung iiu. Mereka hendak mencari
Siauw giam oug Lie Chit dan hendak menuntut para
pengurus Go bi pai untuk mempertanggung jawabkan
perbuatan anak murid Go bi pai itu.
Tentu saja mereka bertemu dengan penjaga lapisan
pertama yang terdiri dari duapuluh orang anak murid Go bi
pai.
“Ji wi siapakah dan ada keperluan apakah hendak naik
ke puncak?” tanya seorang diantara penjaga itu dengan
normal sebagai lajim nya sikap seorang alim.
Lambai Lo mo hanya tertawa terkekeh kekeh, daa Siang
Cu yaag menjawab dengan suara dingin, “Kami berdua
datang untuk mencari bangsal kecil yang bernama Siauw
giam ong Lie Chit, anak murid Go bi pai yang jahat. Lekas
kalian panggil dia keluar untuk menerima hukuman!”
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
Mendengar ucapan ini, para penjaga itu menjadi tidak
ienaug karena merasa bahwa Go bi pai dihina.
“Ji wi siapakah?”
“Tidak perlu tahu kami siapa. Yang penting lekas panggil
keluar Lie Chit.”
Melihat sikap Siang Cu yang galak, seorang penjaga
menjawab dengan suara dingin pula, “Kahan tentulah dan
Pek in kauw yang sengaja hendak mencari kekacauan. Di
kuil ini tidak ada seorang bernama Lie Chit.”
Siang Cu memang berwatak keras, ia sudah sering kali
mendengar dari suhunya bahwa pendeta pendeta adalah
orang orang yang paling pabu di dunia ini. Kepeudetaannya
hanya merupakan kedok untuk menyembunyikan watak
yang sebenarnya jahat. Lebih baik berhadapan dengan
seorang penjahat kasar daripada seorang penjahat yang
bersembunyi di balik kependetaan, begitu nasihat Lam hai
Lo mo. Hal ini telah terbukti pula dengan adanya
kecurangan dan Siauw giam oug Lie Chit dan Ouw bin cu
Tt.ng Kwat. Bukankuh Gua orang ini juga pendeta pendeta
yang ternyata berwatak curang?
“Jangan bohong! Siauw giam ong Lie Chit adalah anak
murid Go bi pai, tak mungkin ia tidak berada di sini. Ia
telah mencuri emas kami dan karenanya kami hendak
menangkapnya!”
Memang sebenarnya para penjaga itu tidak kenal akan
nama Siauw giam ong Lie Chit, karena semua anak murid
Go bi pai yang berada di situ mendapat nama sebagai
seorang hwesio. Demikian pula Lie Chit yang dahulu
mendapat nama hwesio, hanya setelah u menyeleweng,
maka ia raengguua kan nama lain,
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
“Nona, harap kau jangan menghina kami. Pembohongan
merupakan pantangan besar bagi kami. Memang benar
benar di sini tidak ada orang bernama Lie Chit atau Siauw
giam ong. Harap kau pergi dan mencarinya di lain tempat.
“Kami hendak mencari dan memeriksa ke atas,” kata
Siang Cu.
“Nona, kau tidak boleh mengotorkan kelenteng kami“
kata para penjaga sambil maju menghadang.
“Kalau begitu, kalian mencari penyakit sendiri,”
Ketika beberapa orang penjaga bergerak maju Siang Cu
meaggerakkan kaki dan tangannya dan empat orang
penjaga terjungkal. Gadis ini hanya menjatuhkan mereka
saja, akan tetapi ia tidak tega untuk melukai mereka.
Beberapa om n g maju pula namun mereka ini juga
terjungkal roboh oleh kaki dan tangan Siang Cu yang amat
cekatan.
Tiba tiba terdengar suara terkekeh kekeh yang mencela
gadis itu, “Siang Cu, kau terlalu membuang buang waktu!”
kata kata ini disusul oleh pekik mengerikan dan lima orang
hwesio penjaga telah roboh tewas dengan kepala pecah.
Ternyata bahwa Lam hai Lo mo telah turun tangan yang
mendatangkan akibat amat mengerikan. Para penjaga lain
melihat bal ini mundur dengan ketakutan.
“Suhu, mengapa harus membunuh....?” kata Siang Cu,
akan tetapi suhunya sudah menyeret tangannya diajak terus
naik melalui para penjaga yang berdiri menjauh dengan
muka pucat.
Pada lapisan penjaga ke dua. kembali Lam hai Lo mo
Seng Jin Siansu yang buntung kakinya itu menggerakkan
tongkatnya dan membunuh beberapa orang penjaga dengan
amat mudah, semudah orang mencabut rumput kering saja.
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
Tentu saja keadaan menjadi geger.Makin tinggi Lambai Lo
mo dan muridnya naik, makin gemparlah keadaan. Penjaga
di bukit itu diatur sedemikian rupa sehingga makin tinggi,
para penjaga terdiri dan orang orang yang lebih tinggi ilmu
silatnya. Namun, sampai di tempat penjagaan ke lima,
sekali saja mengerakkan tongkat, selalu beberapa orang
penjaga roboh tak bernyawa pula dalam keadaan
mengerikan kalau tidak kepalanya pecah tentu lehernya
putus tulangnya!
Akhirnya Lam hai Lo mo dan Siang Cu berhadapan
dengan tujuh orang murid kepala dari Go bl pai yang turun
tangan sendiri dan menjaga di depan gerbang pintu masuk
yang menuju ke kelenteng!
Melihat tujuh orang hwesio yang sikapnya seperti orang
orang berkepandaian, Siang Cu yang sejak tadi merasa
gelisah dan menyesal sekali melihat keganasan suhunya,
segera mendahului suhu nya dan bertanya,
“Cu wi suhn harap jangan menghadang dijalan dan lekas
beritahukan di mana adanya bangsat besar Siauw giam ong
Lie Chit. Kami datang hanya hendak menghukumnya,
kalau tidak dihalangi kami takkan mengganggu lain orang.”
Akan tetapi, tujuh orang murid kepala yang sudah
mendengar betapa kakek buntung dan muridnya ini telah
menewaskan banyak sekali anak urind Go bi pai, sudah
menjadi marah sekali. Giok Seng Hosiang menggerakkan
toyanya dan berkata keras,
“Siluman buntung dan siluman rase datang datang
mengacau dan membunuh orang orang tak berdosa, karang
kau menghendaki supaya kami mengalah saja? Sudah
berkali kali diberitahukan bahwa di sini tidak ada orang
bernama Siauw giam Lie Chit, akan tetapi kalian tidak
percaya dan memaksa naik mengotori tempat kami yang
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
suci. Demi nama Buddha yang penuh welas asih, kami
selalu akan menolong orang orang baik dan memelihara
nyawa binatang binatang yang tak berdosa. Namun siluman
siluman seperti kalian ini yang selalu merusak dan
membunuh, harus kami basmi!”
Siang Cu memang berwatak keras. Tadinya ia merasa
kasihan melihat tujuh orang hwesio tua ini dan berusaha
untuk mendahului suhunya, menyelamatkan mereka dari
keganasan tongkat suhunya yang lihai. Akan t tapi ketika ia
mendengar ucapan ini, mendengar betapa suhunya dimaki
siluman buntung dan dia sendiri dimaki siluman rase yang
dalam dongeng suka menjelma menjadi wanita cantik, ia
menjadi marah bukan main.
“Bangsat tua bangka! Kepala gundulmu dan jubahmu
hanya untuk kedok saja, ternyata kalian memang orang
orang busuk yang sudah bosan hidup. Kalau ingin mampus,
majulah!”
Giok Seng Hosiang dan enam orang adik
seperguruannya lalu menggerakkan senjata masing masing,
menyerbu dengan marah sekali ke arah Siang Cu. Melihat
gerakan mereka, gadis ini terkejut juga. Angin keras
menyambar dari senjata toya yang dipegang oleh Giok Seng
Hosiang dan lain lain hweso yang memegang pedang, golok
dan tongkat, juga memiliki kepandaian yang Cukup tinggi.
Siang Cu di samping kekejamannya, juga timbul
kegembiraannya karena sebagai murid seorang pandai yang
telah memiliki ilmu silat tinggi tidak ada kegembiraan yang
lebih besar daripada menghadapi lawan yang tangguk!
Maka segera ia menggerakkan pedangnya, melayang layang
di antara sambaran senjata senjata dari tujuh orang hwesio
itu.
Silau mata Giok Seng Hosiang dan adik adik
seperguruannya melihat cahaya pedang yang berkelebat
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
dari gadis itu.Mereka maklum bahwa gadis itu benar benar
h hai sekali, namun mereka adalah murid murid dari Gobi
Sam thaisu, tokoh tokoh Go bi pai yang memiliki kesaktian,
maka sambil berseru nyaring mereka menggerakkan senjata
mengepung ramai ramai dan berusaha mendesak gadis itu.
Adapun Lam hai Lo mo Seng Jin Siansu ketika melihat
muridnya dikeroyok, ia memandang dengan penuh
perhatian dengan sepasang matanya yang seperti mata
burung setan itu, iapun melihat bahwa tujuh orang hwesio
ini tingkat kepandaian nya jauh berbeda dengan hwesio
hwesio yang tadi menjaga dijalan bukit. Diam diam ia
bergembira dan membiarkan saja muridnya dikeroyok,
karena ia hendak memberi kesempatan kepada muridnya
untuk berlatih. Beberapa kali ia tertawa tawa terkekeh
kekeh dengan suara amat menyeramkan kalau melihat
betapa sinar pedang Siang Cu mendesak lawannya.
Biarpun Siang Cu memiliki watak yang keras dan kadang
kadang kelihatan seperti ganas, namun sebenarnya, watak
yang baik dari ayah bundanya masih mengalir di dalam
darah di tubuhnya, ia tidak suka sembarangan membunuh
orang, apalagi orang orang yang dianggapnya tidak
berdosa, ia baru mau membunuh orang yang dianggapnya
memang jahat dan patut disingkirkan karena
membahayakan keselamatan umum. Kini menghadapi
tujuh orang hwesio tua ini, iapun tidak tega untuk
membunuh mereka. Maksudnya hanya hendak
mengalahkan mereka dan kalau mungkin merobohkan
dengan luka yang tidak membahayakan nyawa.
Akan tetapi hal ini amat sukar baginya. Tujuh orang
lawannya bukanlah orang lemah dan karena sikapnya yang
tidak keras ini membuat ia sukar mendesak lawan
lawannya.
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
Kalau sekiranya Siang Cu berhati kejam dan mau
menurunkan tangan besi. agaknya ia akan dapat
menewaskan tujuh orang lawannya itu seorang demi
seorang. Ilmu pedangnya memang amat ganas dan lihat,
yang khusus diciptakan oleh Lam hai Lo mo untuk
muridnya ini.
Adapun Lam hai Lo mo ketika melihat kelemahan hati
muridnya dan maklum bahwa muridnya sengaja berlaku
mengalah dan tidak menyerang sungguh sungguh, menjadi
penasaran sekali. Kalau saja muridnya menjatuhkan tangan
ir.aut dan membunuh tujuh orang lawannya, tentu ia akan
menjadi girang dan bangga sekali. Akan tetapi kini Siang
Cu tidak mau membunuh lawannya sehingga nampaknya
terdesak oleh tujuh orang pengeroyoknya.
“Siang Cu, kau memalukan gurumu!” Sambil berkata
demikian, tubuh kakek buntung ini bergerak cepat sekali
dan tongkatnya bergerak menyambut bagaikan halilintar
mencari korban. Terdengar teriakan ngeri dan seorang di
antara tujuh murid kepala Go bi pai itu terlempar jauh
dengan tulang iga patah patah karena pukulan tongkatnya
yang lihai.
“Suhu, jangan membunuh....!” seru Siang Cu dengan
muka berobah. Makin lama, keganasan suhunya makin
mengerikan hatinya. Ketika ia tinggal berdua dengan
suhunya di pulau kolong, ia tidak pernah melihat watak
sesungguhnya dari Lam hai Lo mo. Sekarang setelah ia
masuk ke dunia ramai bersama kakek itu menyaksikan
keganasan gurunya yang luar biasa dan amat mengerikan,
ia menjadi terkejut sekali. Tak pernah disangkanya watak
yang demikian kejam, yang membunuh manusia begitu
mudah seperu orang membunuh nyamuk saja.
Akan tetapi, seruannya itu tidak dapat mencegah
suhunya, bahkan Lam hai Lo mo berkata sambil tertawa
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
bekakakan, “Siang Cu, kau lihat. Begitulah caranya
memberi hukuman kepada setan setan gundul ini. Ha, ha,
ha!” kembali tongkatnya berkelebat. Enam orang hwesio itu
menahan dengan senjata mereka namun seorang di
antaranya tidak dapat menahan. Pedangnya terpukul
membalik dan menancap ai dadanya sendiri sampai tembus
ke punggungnya. Melihat ini. Giok Seng Hosiang berseru
marah, “Siluman buntung yang jahat, siapakah kau dan
mengapa kau merusak keamanan Go bi pai? Permusuhan
apakah yang membuat kau mengamuk seperti ini?”
Lam hai Lo mo tertawa mengejek, “Mana Go bi Sam
thaisu? Suruh mereka keluar, mereka akan mengenalku!”
“Sam wi suhu kami sedang turun gunung.” kata Giok
SengHosiang.
“Hm, kalau begitu siapa wakilnya yang memimpin Go bi
pai pada saat ini?”
“Pmceng (aku) yang menjadi murid kepala tertua,”
jawab Giok SengHosiang.
Batu saja ia menutup mulutnya, Lam hai Lo mo sudah
melompat ke dekatnya dan sekali mengulurkan tangan kiri,
kakek ini telah menangkap belakang leber Giok Sang
Hosiang dan mengancam, “Bagus! Kalau begitu, kaulah
yang bertanggung jawab. Lekas kausuruh keluar bangsat
Lie Chit itu. Kalau tidak, batok kepalamu yang licin akan
kuhancurkan!” Lalu Lam hai Lo mo menambahkan dengan
suaranya yang menyeramkan. “Kau mau tahu siapa aku?
Semua dewa dan iblis dari Laut Selatan adalah hamba
sahayaku, tahu?”
Mendengar ini, seperti terbang semangat Giok Seng
Hosiang meninggalkan raganya.
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
“Locianpwe.... apakah Lam hai Lo mo Seng Jin Siansi?”
tanyanya. Karena siapa lagi orangnya yang mengaku
menjadi raja dari selatan selainnya Lam hai Lo mo (Iblis
Tua dari Laut Selatan)?”
“Ha, ha, ha, pendengaranmu baik juga. Nah, sekarang
kau lekas suruh bangsal Lie Chit keluar.”
“Maaf, locianpwe, di sini sesungguhnya tidak ada murid
bernama Lie Chit.”
“Kau juga keras kepala dan harus mampus!1 Sambil
berkata demikian, Lam hai Lo mo melemparkan tubuh
Giok Seng Hosiaug demikian kerasnya sehingga tubuh
hwesio itu tertumbuk pada dinding kelenteng dan roboh
dengan kepala pecah dan tidak bernyawa lagi.
“Suhu....!” kembali Siang Cu berteriak ngeri.
Akan tetapi, Lam hai Lo mo sudah timbul marahnya
karena merasa amat kecewa tidak dapat bertemu dengan
Siauw giam ong Lie Chit yang telah mencuri emasnya.
Tongkatnya digerak gerakkan dengan amat hebatnya sambil
memaki maki dan menggereng seperti seekor harimau buas.
Adapun lima orang murid kepala yang lain, kini dibantu
oleh hwesio hwesio yang berada di situ, juga menjadi
marah sekali sungguhpun mereka merasa gentar. Sambil
berteriak teriak mereka maju mengurung. Kasihan sekali
para hwesio ini, karena mana mereka dapat melawan Lam
hai Lo mo yang lihai? Mereka itu bagaikan nyamuk
nyamuk kecil yang melawan nyala api, begitu datang dekat
tentu roboh binasa menjadi korban tongkat di tangan Lam
hai Lo mo yang lihai. Mayat mayat bergelimpangan di
depan kelenteng. Melihat ini, Siang Cu berteriak teriak
sambil menangis. Hatinya tidak karuan rasanya. Tak
pernah dibayangkannya sedikit pun juga semenjak ia
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
menjadi murid gurunya bahwa suhunya adalah seorang iblis
yang demikian kejamnya!
“Suhu....! Suhu....! Cukup, suhu, jangan membunuh
begitu kejam.. ! Teecu tak kuat melihatnya....”
Namun Lam hai Lo mo menjadi makin marah
mendengar ini. Ia merasa seakan akan muridnya itu
menentangnya dan baru kini ia insyaf bahwa watak
muridnya itu sama sekali tidak cocok dengan wataknya
sendiri, ia tega untuk membunuh semua orang yang
dianggap menghalang halanginya. Biarpun ia harus
membunuh seribu orang sekalipun,
“Tutup mulut! Lebih baik kau bantu aku members! kan
tikus tikus ini!” katanya dan tongkatnya mengamuk makin
hebat.
Siang Cu tidak dapat menahan kengerian harinya
melihat begitu banyak orang menjadi korban keganasan
gurunya, ia melompat di depan Lam hai Lo mo dan
menggerakkan pedangnya menangkis tongkat gurunya.
“Suhu, tahan....!”
Lam bai Lo mo tertegun. Muridnya telah berani
menangkis tongkatnya!
“Anak gila! Apa maksudmu menahanku?
Siang Cu menjatuhkan diri berlutut sambil bercucuran
air mata.
“Suhu.... ampunkan teecu.... sesungguhnya teceu tidak
berani menahan suhu dan tentu teecu akan membantu
sekuat tenaga karau sekiranya suhu menghadapi musuh
musuh besar yang tangguh. Akan tetapi.... mereka ini…
mereka adalah pendeta pendeta yang lak berdosa....
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
mungkin sekali Lie Chit memang tidak berada di sini. Suhu,
untuk apa suhu membunuh sekian banyaknya orang.... !”
Makin berkobar api kemarahan dalam dada Lam hai Lo
mo. Ia menghantamkan tongkatnya pada sebuah patung
singa di depan kelenteng, Terdengar suara keras dan patung
singa itu hancur lebur, ia marah sekali dan kalau
menurutkan keparahannya, sebetulnya hantaman tadi
ditujukan kepada kepala Siang Cu. Namun, di dalam
hatinya ada sesuatu yang aneh, rasa kasih sayang yang luar
biasa terhadap muridnya mencegahnya membunuh gadis
ini dan sebaliknya ia menghancurkan patung singa, ia telah
lama memelihara dan mendidik gadis ini dan telah tumbuh
cinta kasih seorang ayah terhadap anak sendiri di dalam
hati nya terhadap murid ini. Dan sekarang murid ini, yang
disayangnya lebih dari nyawanya sendiri, telah berani
menentangnya.
“Anak gila, kau tahu apa tentang keadaan manusia?
Pendeta pendeta inipun setan setan berwujud manusia,
harus dibasmi.” Sambil berkata demikian, kemarahannya
memuncak, kini ditujukan kepada semua hwesio Go bi pai
karena hwesio hwesio ini dalam anggapannya dibela oleh
Sang Cu. Di dalam hati yang memang kotor ini timbul
anggapan bahwa Siang Cu lebih sayang kepada fawcsio
hwesio ini daripada kepadanya. Memang demikianlah hati
orang yang sudah tua oleh nafsu iblis dan kebencian. Orang
yang membenci orang lain, siapapun juga yang mencoba
untuk mendamaikannya, tentu dia akan menganggap
bahwa pendamai itu lebih membela orang yang dibencinya.
Inilah kelihaian siasat iblis yang sudah menguasai hati
orang yang digoda nya.
Demikian pula Lam hai Lo mo. Dia sedang marah dan
membenci pendeta pendeta Go bi pai bermaksud
membasmi mereka Sekarang Siang Cu berani
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
mencegahnya, mana dia bisa sadar bahwa perbuatan
muridnya itu semata mata karena sayang kepadanya dan
hendak mencegah suhunya melakukan dosa besar.
Sebaliknya, dia malah mengira bahwa Siang Cu lebih
sayang kepada para pendeta itu daripada kepadanya sendiri.
Ia makin marah kepada para pendeta itu dan sekali
melompat sambil mengayun tongkat kembali dua orang
hwesio roboh dan tewas.
“Suhu, jangan....!” seru Siang Cu sambil melompat dan
menghadang suhunya. Ayunan tongkat suhunya
ditangkisnya dan sebentar saja terpaksa Lam hai Lo mo
harus menyerang muridnya sendiri untuk dapat mengejar
hwesio hwesio itu. Siang Cu mengerahkan kepandaian dan
tenaganya untuk menghalangi suhunya sehingga timbul
pertempuran hebat antara guru dan murid ini, sungguhpun
bukan dengan maksud saling merobohkan, hanya untuk
saling menghindarkan saja.
“Lekas kalian lari, bodoh!” seru SiangCu berulang ulang
kepada para hwesio yang maiib ingin mengeroyok Lam hai
Lo mo. “Apakah kalian sudah bosan hidup? Lekas kalian
lari pergi turun gunung !”
Sementara itu, Lam hai Lo mo berteriak teriak “Akan
kubunuh kalian semua!”
Namun pedang di tangan Siang Cu bergerak cepat sekali
dan selalu menghadang ke mana juga pun kakek ini
bergerak. Para hwesio kini menjadi jerih sekali dan mereka
berlari cerai berai meninggalkan tempat itu sehingga
keadaan menjadi sunyi. Namun Siang Cu tetap saja
menahan suhunya, karena maklum bahwa kalau ia
melepaskan suhu nya, kakek sakti ini tentu akan dapat
mengejar dan banyak orang akan tewas pula.
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
“Siang Cu bocah gila, kau minggirlah!” berkali kali Lam
hai Lo mo berteriak, akan tetapi Siang Cu
mempertahankan.
“Kau murid murtad!” Lam hai Lo mo berseru marah.
“Lebih baik suhu membunuh teecu daripada membunuh
semua orang tak berdosa itu” jawab Siang Cu.
Kau mau mati?” bentak La m hai Lvmo dan kini
tongkatnya diputar luar biasa hebatnya sehingga
menimbulkan angin puyuh, Siang Cu terkejut sekait karena
sekarang suhunya benar benar menyarangnya dengan
kehebatan yang luar biasa.
Sementara itu Lam hai Lo mo berteriak teriak “Akan
kubunuh kalian semua ! Kubasmi kalian semua!”
Tongkat itu seakan akan berobah menjadi puluhan
batang banyaknya dan menyerang ke arah jalan darah dan
bagian bagian tubuh yang bercahaya.
Terpaksa Siang Cu lalu memutar pedangnya Cheng hong
kiam sehingga pedang itu berobah menjadi segulung sinar
hijau yang menyambar ke sana ke mari, menangkis setiap
serangan tongkat. Namun sai sia, karena dalam
kemarahannya, Lam hai Lo mo mengeluarkan seluruh
kepandaiannya dan mana Siang Cu dapat bertahan?
Beberapa puluh jurus kemudian, pedangnya terlempar dari
tangannya dan sebuah sambaran toya ke arah kakinya
membuat gadis itu terjungkal.
Namun ternyata kasih sayangnya yang amat besar
terhadap Siang Cu telah menolong gadis itu. Lam hai Lo
mo tidak tega untuk membunuh muridnya yang terkasih,
maka ia hanya membikin muridnya terjungkal saja. Siang
Cu kini merasa bahwa para hwesio sudah pergi jauh, maka
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
ia lalu berlutut dan berkata menangis, “Suhu, kalau suhu
hendak membunuh teecu, silahkan.”
Sebaliknya, Lam hai Lo mo lalu menancapkan
tongkatnya di atas tanah untuk menghilangkan
kemendongkolan hatinya.
“Sudahlah, sudahlah! Kita telah melakukan sesuatu yang
amat memalukaji. Ambil pedangmu dan mari kita pergi dari
sini!”
“Terima kasih, suhu kata Siang Cu sambil irengambil
peaangnya. Sebelum gadis ini menyarungkan pedangnya,
gurunya berkata, “Lain kali jangan kau membangkitkan
marahku, Siang Cu. Aku bisa lupa dan kau akan celaka
oleh tongkatku.”
Siang Cu memandang ke arah pedangnya yang belum
dimasukkan ke dalam sarung pedang lalu menjawab, “Asal
saja suhu tidak berlaku sekejam tadi, selamanya texu mana
berani menghalangi kehendak suhu?
“Kalau aku berbuat seperti tadi lagi, bagaimana?”
“Kalau begitu.... entah, teecu tidak berani berjanji karena
teecupun bertindak atas dorongan sikap kasihan. Harap saja
suhu tidak mengulangi lagi.”
“Hm, hm.... akupun tidak bisa berjanji padamu.
Bagaimana nanti sajalah!” kata Lam hai Lo mo sambil
mencabut tongkatnya dan segera berlari pergi dari situ
dengan hati mendongkol. Siang Cu cepat menyusul
suhunya dan dua orang ini meninggalkan Go bi san.
Beberapa pekan kemudian, mereka tiba di Tit le. Siang
Cu makin merasa tidak puas melihat sikap suhunya.
Beberapa hari yang lalu, kembali gurunya berlaku sewenang
wenang, membunuh seorang pemuda hanya karena
pemuda itu menyatakan kagum akan kecantikan Siang Cu
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
dalam ucapan yang agak kurang ajar. Kemudian dalam
sebuah rumah makan, ketika pelayan tidak percaya
kepadanya dan minta diperlihatkan uang lebih dulu untuk
membayar pesanan masakan yang mahal mahal dan kakek
itu, kembali Lam hai Lo mo menjatuhkan tangan maut,
membunuh pelayan itu, lalu memaksa pemilik rumah
makan mengeluarkan semua makanan yang sudah dipesan,
makan dengan enak dan pergi tanpa membayar.
Beberapa kali Siang Cu menyatakan ketidak puasannya,
akan tetapi gurunya hanya menjawab,
“Siang Cu, kau tahu apa tentang kehidupan di dunia
kang ouw ? Sebagai muridku, kau harus tunduk dan taat,
habis perkara. Kau mau pura pura berlaku baik? Ha, ha,
kau belum tahu akan watak manusia, yang dilakukan baik
baik namun membalas dengan kejahatan. Kalau kau sudah
banyak dikecewakan, kelak kau akan menganggap orang
orang yang berlaku baik itu sebagai erang se bodoh bodoh
nya.”
Malam hari itu, bagaikan dua sosok bayangan setan,
Lam hai Lo mo dan Siang Cu berlompatan di atas genteng
rumah rumah orang tidak langsung menuju ke rumah Thian
te Kiam ong Song Bun Sam.Mudah saja bagi mereka untuk
mendapatkan keterangan di mana rumah pendekar besar
itu. Siang Cu berdebar hatinya. Tidak hanya dia bahkan
Lam hai Lo mo sendiripun merasa hati nya tidak tenteram,
ia tengah menuju ke rumah seorang yang memiliki
kepandaian tinggi sekali. Boleh dibilang lawan yang akan
dihadapi ini ada lah orang yang paling tinggi
kepandaiannya yang pernah dilawannya, maka setidaknya
ia menjadi gelisah.
“Hati hatilah, Siang Cu. Pekerjaan ini bukan main main.
Selain usahaku ini untuk membalas dendam kepada Thian
te Kiam ong yang sudah membuat aku menjadi seorang
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
bercacad seperti ini, juga kepandaiannya amat tinggi. Kau
harus berhati hati sekali. Menghadapi isterinya. tak usah
khawatir, Kau saja dapat membereskannya. Akan tetapi
kalau nanti aku bertempur melawan Thian te Kiam ong
sendiri, kau harus membantuku, persiapkan jarum jarum
hitammu, karena dilawan dengan berbarang saja belum
tentu kita akan menang “
Tentu saja Siang Cu menjadi tegang hatinya. Belum
pernah ia melihat suhunya begitu gelisah dan takut
menghadapi lawan. Kalau ia melihat keadaan suhunya
yang rusak tubuhnya itu, timbul kebencian besar di dalam
hatinya terhadap Thian te Kiam ong Kali ini ia anggap
usaha suhunya auciv maka ia bertekad hendak membantu
sekuat tenaga, kalan perlu ia bersedia jiwa untuk membalas
budi suhunya.
Karena mereka mempergunakan ilmu lari cepat, sebentar
saja mereKa noa di atas genteng rumah besar dari Thian te
Kiam ong. Rumah itu besar dan sunyi. Biarpun waktu itu
belum malam benar, akan terapi keadaan sudah agak gelap,
lampu lampu yang dipasang di dalam rumah itu telati
dikecilkan. Bihkan di bagian dalam tidak di pasangi lampu
hanya di bagian depan dan belakang saja.
Lam hai Lo mo tidak berani buru buru turun dari
genteng, hanya mendekam sambil ihendengar kan dengan
penuh perhatian Lapat lapat ia mendengar suara orang
bicara di bagian belakang rumah, akan tetapi di bagian
dalam sunyi saja. Siang Cu mendekam di belakang
suhunya, tangan kanan memegang pedang, tangan kiri
menggenggam jarum jarum hitamnya.
Setelah mempelajari keadaan di bawah selama beberapa
menit, L&m hai Lo mo lalu memberi tanda dengan
tangannya kepada Siang Cu untuk melompat turun.Mereka
melakukan ini dengan hati hati sekali, memilih kebun
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
belakang untuk turun dengan gerakan amat ringan.
Kemudian, berindap indap mereka memasuki rumah itu
dari pintu samping setelah tanpa mengeluarkan bunyi
sediktpun Lam hai Lo mo menggunakan tenaga
lweekangnya untuk mematahkan engsel pintu yang tertutup
itu.
Baru saja mereka memasuki ruang belakang, tiba tiba
terdengar orang bertanya, “Siapa kau?”
Cepat bagaikan kilat menyambar, tongkat Lam hai Lo
mo bergerak, terdengar suara “prak!” dan orang yang
menegur mereka itu roboh tanpa dapat membuka suara
pula. Ketika memandang dengan teliti, ternyata bahwa
erang nu adalah seorang pelayan. Lam hai Lo mo tidak
merasa puas melihat orang itu liati, tongkatnya bergerak
lagi ke arah leher orang itu dan remuklah tulang leher
nenkut daging dan kulitnya. Leher orang itu putus sama
sekali seperti dibabat oleh golok tajam!
Ngeri juga hati Siang Cu melihat ini. Kembali gurunya
telah kambuh gilanya, pikirnya. Kalau gurunya bermusuh
dengan Thian te Kiam ong, mengapa berlaku sekejam itu
kepada seorang pelayan yang tidak berdosa? Akan tetapi
dalam keadaan seperti itu, ia tidak mau membuka mulut.
Lam hai Lo mo terus menuju ke ruang tengah dan
mencari kamar besar. Ia berhasil memasuki kamar yang
tinggal gelap. Sebelum masuk ke dalam kamar itu, beberapa
kali tangan kirinya b rgerak dan puluhan butir jarum hitam
menyambar ke seluruh penjuru kamar itu, menyebar maut.
Akan tetapi tidak ada suara apa apa yang terdengar Sebagai
akibat sambaran jarum jarumnya itu. Lam hai Lo mo tidak
puas dan menerjang masuk sambil memutar tongkatnya
seperti orang gila. Terdengar suara hiruk pikuk dan meja
kursi serta pembaringan di dalam kamar itu patah patah dan
hancur terkena amukan tongkat kakek buntung ini. Setelah
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
mendanai kenyataan bahwa kamar itu benar benar kosong,
Lam hai Lo mo melompat keluar.
Di dalam rumah itu terdapat tiga buah kamar, yakni
kamar Soug Bun Sam bersama isterinya, kamar Tek Hong,
dan kamar Siauw Yang. Tiga kamar ini semua menjadi
korban dari amukan tongkat Lam hai Lo mo diobrak abrik
dan dihancurkan. Kemudian, dengan penasaran sekali
karena tidak melihat orang di situ. Lam hai Lo mo lalu
mengajak muridnya menuju ke belakang.
Suara gaduh tadi menarik perhatian dua orang nelayan
dari rumah itu yang tadi bercakap cakap di ruang belakang,
di kamar pelayan. Mereka berdua lalu pergi ke dalam
rumah hendak memeriksa apakah yang menimbulkan
gaduh itu. Baru saja mereka, tiba di ambang pintu
tembusan, tiba tiba Lam hai Lo mo dan Siang Cu bergerak
Lam hai Lo mo menggerakkan tongkatnya dan seorang
pelayan roboh dengan kepala terpisah dari tubuh. Ternyata
dengan seksh sabet saja, leher orang itu telah putus. Siang
Cu yang kini sudah tahu akan keganasan suhunya,
mendahului suhunya itu, cepat melompat dan menangkap
pelayan ke dua.
“Lekas katakan, di mana adanya Thian te Kiam ong
Song Bun Sam?” bentaknya perlahan.
Pelayan itu gemetar seluruh tubuhnya sehingga untuk
beberapa lamanya ia tidak dapat menjawab, ia menjatuhkan
diri berlutut dan berkata, “Song taihiap sedang pergi keluar
kota, entah ke mana.”
Siang Cu menjadi kecewa mendengar ini, akan tetapi
Lani Lo mo menjadi marah Tanpa dapat dicegah oleh
Siang Cu, tongkatnya bergerak dan pelayan inipun roboh
dengan tulang leher putus seperti dua orang kawannya!
Kemudian Lam hai Lo mo mengamuk, semua anjing,
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
kucing dan ayam peliharaan Song Bun Sam dibunuh, lau
untuk melampiaskan kemarahannya, ia membakar rumah
itu menjadi abu!
“Suhu, kau terlalu!” Siang Cu berkata marah sekali, ia
menganggap perbuatan suhunya di luar batas kesopanan.
Biarpun terhadap musuh besar, tidak semestinya suhunya
membunuh para pelayan yang tidak berdosa, bahkan
membakar rumah sampai habis. Ini bukanlah perbuatan
gagah, lebih patut disebut perbuatan pengecut, membunuh
pelayan dan membakar rumah di waktu musuh besar itu
tidak ada di rumah!
Lam hai Lo mo marah sekali. “Apa kau bilang? Terlalu?
Eh, Siang Cu, bukankah kau muridku? Apakah sekarang
kau juga hendak membela Tfaian ts Kiam ong si jahanam?”
“Bukan begitu, suhu. Teecu hanya bersedih melihat
sepak terjang suhu yang terlalu kejam. Apakah dosanya
para pelayan itu? Apa dosanya binatang binatang
peliharaan tadi? Dan mengapa pula membakar rumah
sedangkan tuan rumah tidak ada?
“Kau perduli apa? Apakah kau lebih sayang kepada
pelayan pelayan tadi daripada kepadaku? Apakah kau lebih
sayang kepada anjing dan ayam daripada kepada gurumu?
Kau muridku, kudidik semenjak kecil Kau harus tunduk
dan taat kepadaku, segala sepak terjangku bahkan harus kau
contoh. Nah, lihat ini!” Lam hai lo mo menggunakan
kakinya untuk menendang mayat seorang di antara pelayan
pelayan tadi sehingga mayat itu terlempar ke dalam api
yang bernyala nyala. “Hayo kau turut perbuatanku dan
lemparkanlah dua orang pelayan yang lain ke dalam api
pula!”
Siang Cu menjadi mendongkol bukan main. Ia tidak
mentaati perintah suhunya, bahkan lalu membalikkan
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
tubuh keluar dari pekarangan rumah itu, Lam hai Lo mo
marah sekali. Dua kali tendangan membuat dua mayat
yang lain melayang ke dalam api, kemudian ia mengejar
muridnya “Siang Cu, kalau aku tidak sayang kepadaku,
sekarang juga kuhancurkan kepalamu. Kau harus tunduk
dan taat kepadaku, biar andaikata kau kujodohkan dengan
putera Tung hai Sian jin itu atau bahkan kaupun harus
tunduk andaikata kau kuambil menjadi isteriku sendiri. Kau
adalah anak yatim piatu, aku yang membesarkanmu, aku
yang memeliharamu dan aku yang mendidikmu.
Mengerti?”
Akan tetapi, ucapan yang keluar dari otak Lam hai Lo
mo yang sudah setengah gila itu membuat gadis ini merasa
muak sekali, ia tidak berani menyatakan kemarahannya,
sungguhpun mendengar ucapan itu ingin sekali ia mencabut
pedang dan menyerang suhunya, ia hanya menghapus air
matanya sambil berjalan terus kemudian dapat juga ia
berkata, “Masa bodoh, terserahlah. kepada suhu saja, mau
bunuh boleh bunuh. Pendek kata, mulai sekarang teeeu
tidak mau mengikuti suhu, karena segala perbuatan yang
suhu lakukan bertentangan dengan hati teecu.”
“Siang Cu, kembalilah!”
“Tidak, suhu, teecu akan merantau seorang diri.”
“Kubunuh kau kalau tidak segera datang ke sini!”
“Terserah kepada suhu. Bukankah teceu anak yang suhu
pelihara dan didik sampai besar? Sekarang mau bunuh
terserah, teecu takkan melawan.”
“Kau murid murtad! Begitukah sikap seorang murid
terhadap suhunya? Apakah kau mau bersekongkol dengan
Thian te Kiam ong untuk memusuhi ku? Kau tidak kasihan
melihat suhumu menjadi rusak karena Thian te Kiam ong?”
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
Mendengar ucapan ini, Siang Cu menghentikan tindakan
kakinya dan menengok. Wajahnya pucat dan air matanya
mengalir di sepanjang pipinya, bibirnya gemetar. Baru kali
ini ia merasa betapa buruk nasibnya.Menjadi seorang yatim
piatu, tidak tahu siapa orang tuanya dan dibesarkan oleh
seorang guru yang biarpun amat sakti, namun ternyata
bukan orang baik baik, batikan boleh ditang manusia
berwatak iblis!
“Suhu tahu bahwa teecu kasihan kepada suhu. Akan
tetapi perbuatan perbuatan yang suhu lakukan itu
menghapus rasa kasihan itu membuat teecu menjadi sedih
dan kecewa. Teecu bukan seorang murtad, bukan
mengkhianati suhu. Bahkan teecu berjanji hendak mencari
sendiri musun besar suhu itu dan akan teecu balaskan sakit
hati suhu. Biarpun untuk itu teecu harus berkorban nyawa
untuk membalas budi suhu selama mendidik teecu!”
Lam hai Lo mo tertegun. “Kau hendak mencari Thian te
Kiam ong? Bagus, bagus! Baiklah, mari kita berlomba, siapa
yang akan dapat membunuhnya lebih dulu, ha, ha, ha!”
Selelah berkata demikian, kakek ini lalu berkelebat pergi. Ia
meninggalkan kata kata dari jauh, “Betapapun juga, kau
muridku dan akan datang saatnya kau harus ikut lagi
padaku.”
Lam hai Lo mo memang seorang kakek yang sudah gila
dan rusak jiwanya, akan tetapi otaknya cerdik. Ia masih
meragukan apikah akan dapat menangkan Thian te Kiam
ong. Maka sekarang ia heudak mewakilkan pembalasan
dendam itu kepada Siang Cu. Sementara itu, ia bisa
mencari kawan dan membantu untuk melanjutkan
usahanya membalas dendam ini!
Sementara itu, Siang Cu lalu melanjutkan perjalanannya
bertekad untuk mencari Thian te Kiam ong dan mengadu
nyawa untuk membayar hutang yang ia dapat dari suhunya.
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
Setelah itu kalau ia tidak mati dalam usahanya ini ia akan
menjauhkan diri dari suhunya, dari dunia ramai karena
hidupnya kini kosong, tidak bercita cita, tiada tujuan,
adanya hanya kekecewaan dan kedukaan. Perasaan ini
membuat Siang Cu yang pendiam dan keras bati menjadi
makin pendiam.
Demikianlah maka ketika Tek Hong tiba di Tit le,
pemuda ini melihat rumahnya telah menjadi tumpukan
puing dan tiga orang pelayan orang tuanya telah tewas
dalam keadaan amat mengerikan. Tak seorangpun dapat
menceriterakan siapa erangnya yang melakukan bal ini.
Akan tetapi diam diam Tek Hong sudah dapat menduga
bahwa yang melakukan tentulah Lam hai Lo mo, musuh
besar ayahnya yang amat jahat dan yang ia dengar masih
hidup menjadi penghuni dari Pulau Sam liong to itu.
Hatinya menjadi berduka dan gelisah sekali. Siauw Yang
tertawan oleh orang jahat, kini rumahnya dibakar musuh
dan orang tuanya entah berada di mana.
Karena bingung dan tidak tahu harus menyusul orang
tuanya di mana, Tek Hong lalu mengambil keputusan
untuk berangkat saja ko Sian hoa san untuk minta tolong
kepada supeknya, Yap Thian Giok atau kalau mungkin
minta pertolongan nenek gurunya, Mo bin Sm kunl Pada
suatu hari ia tiba di perbatasan Propinsi Shan si sebelah
barat, di mana mengalir Sungai Kuning (Hoang ho) yang
lebar dan penuh airnya. Tek Hong berjalan cepat di
sepanjang lembab sungai yang mengalir melalui sela sela
lereng Bukit Lu liang san. Sian hoa san tidak jauh lagi,
puncaknya sudah nampak menjulang tinggi di depan.
Ketika ia sedang berjalan cepat dengan hati penuh
gundah dan geli bab, tiba tiba ia mendengar tiara senjata
beradu menerbitkan suara nyaring sekali. Pendengaran Tek
Hong amat tajam dan terlatih. Dari mara nyaring itu ia
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
dapat menduga bahwa yang beradu adulah senjata duri
pada logam yang amat baik. Suara beradunya besi itu atau
baja biasa saja tidak mengeluarkan bunyi seperti itu. Dan
biasanya, di mana ada senjata mustika, tentu ada orang
orang gagah yang berkepandaian tinggi. Tek Hong
mempercepat larinya, menuju ke arah datangnya suara
gaduh itu. Suara itu datang dari lereng bukit yang kering
dan ketika ia tiba di situ, ia melihat seorang gadis muda
berpakaian serba merah sedang dikeroyok hebat sekali oleh
ketiga orang hwesio gundul yang sudah berusia tua. Gadis
baju merah itu memainkan sebatang pedang dengan
gerakan bebat sekali. Tubuhnya bergerak ke sana kemari
seperti seekor burung merah, demikian lincah dan
ringannya. Pedang yang dimainkannya mengeluarkan
cahaya gemilang berwarna hijau dan permainan pedangnya
demikian lihai sehingga pedang itu beruban menjadi
segulung sinar hijau yang menyambar uyambar seperti
seekor naga mengamuk! Tek Hong kagum sekali dan kalau
tidak melihat pakaian dan pedangnya, tentu ia akan
mengira bahwa gadis itu adalah Siauw Yang adiknya.
Apa karena gerakan gadis itu demikian gesit seperti
gerakan Siauw Yang. Ia lalu memperhatikan tiga orang
kakek hwesio yang mengeroyok gadis itu. Biarpun gadis itu
gagah perkasa dan ilmu pedang nya tinggi, namun
keroyokan tiga hwesio itu membuatnya terdesak juga. Hal
ini membukukan bahwa tingkat kepandaian tiga orang
hwesio itupun sudah mencapai tingkat yang amat tinggi.
Melihat pakaian gadis itu, pembaca tentu dapat menduga
siapa adanya dara perkasa itu. Memang dia bukan lain
adalah Ong Siang Cu, murid dari Lam Hai Lo mo Seng Jin
Siansu, dara perkasa yang memisahkan diri dari suhunya
karena ia tidak suka melihat sepak terjang suhunya yang
ganas dan kejam.
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
Seperti telah diceritakan di bagian depan, dara ini
melarikan diri dari Lam hai Lo mo dan merantau seorang
diri dengan satu cita cita, yakni mencari Thian te Kiam ong
Song Bun Sam untuk mencoba membalaskan sakit hati
suhunya yang telah dirusak badannya secara keji dan
mengerikan oleh Raja Pedang itu. Akan tetapi, ketika ia tiba
di lereng Bukit Lu liang san, di tengah jalan ia bertemu
dengan tiga orang hwesio tua yang agaknya memang
mengejarnya, karena begitu bertemu, tiga orang hwesio itu
serentak menyerangnya! Siang Cu adalah seorang dara yang
tak kenal takut. Melihat serangan hebat tiga orang hwesio
tua yang tak dikenalnya, yang menyerang dengan tangan
kosong namun dengan gerakan luar biasa lihainya, ia cepat
mengelak dan mencabut pedangnya. Melihat sinar hijau
dari pedang di tangan gadis itu, tiga orang kakek gundul ini
nampaknya menjadi makin marah.
“Tak salah lagi inilah siluman wanita itu!” teriak seorang
di antara mereka yang cepat mencabut sebatang toya hitam.
“Benar, maii kita lenyapkan siluman ini dulu, baru kelak
mencari siluman tua, kata hwesio kedua yang
mengeluarkan sebuah kipas besar dengan lima batang yang
ujungnya runcing dan layar kipasnya terdiri dari lima
warna.
“Siluman rase, kau menyerahlah!” teriak hwesio ke tiga
yang mengeluarkan senjata berupa segulung tasbeh perak.
Siang Cu marah bukan main mendengar betapa tiga
orang kakek ini datang datang tidak hanya menyerangnya,
malahan memaki makinya sebagai siluman. Namun,
biarpun ia memiliki kekerasan hati, ia tidak segila gurunya,
ia masih dapat menahan gelora cairnya yang marah, dan
sambil pentangkan pedang Cheng hong kiam di depan
dadanya, ia membentak murah.
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
“Tertahan dulu! Kalian ini orang orang tua yang
berpakaian seperti pendeta, mengapa tidak mencari jalan
terang? Apakah memang begitu sifatnya pendeta pendeta,
datang datang memaki orang dan mencari permusuhan?
Aku Ong Siang Cu tidak takut seujung rambutpun kepada
kalian, akan tetapi aku harus tahu lebih dulu, apakah kalian
ini udik salah mengenai orang? Aku selama hidupku belum
pernah bertemu dengan kalian, apakah mendadak kalian
telah menjadi gila?”
Tiga orang kakek gundul itu sebetulnya adalah tokoh
tokoh besar dari Go bi san, ketua ketua Go bi pai yang
disebut Go bi Sam thaisu. Hwe So yang berserjata toya
hitam adalah Thian Seng Hwesio dan senjatanya itu disebut
Ouw tiat pang (Toya Besi Hitami. Hwesio ke dua yang
bersenjata kipas adalah Thian Beng Hwesio dengan
senjatanya kipas Ngo heng sam (Kipas Lima Zat). Hwesio
ke tiga adalah Thian Lok Hwesio dengan senjatanya tasbeh
perak yang tidak kalah lihainya oleh senjata senjata ke dua
orang suhengnya.
“Siluman betina, kau belum mengenal pinceng bertiga
ataukah hanya pura pura tidak kenal? Pinceng adalah Thian
Ssng Hwesio dari Go bi pai, ke dua orang suteku ini adalah
Thian Beng Hwesio dan Thian Lok Hwesio. Kau sudah
mengetahui akan dosamu yang besar, sekarang tidak lekas
menyerah mau tunggu pinceng turun tangan dan
menggunakan kekerasan?” kata ketua pertama dari Go bi
pai itu.
Mengertilah kini dara itu mengapa tiga orang kakek
gundul ini datang datang begitu marah kepadanya.
“Ah, jadi sam wi losuhu ini adalah Go bi Sam thaisu?
Dengar sam wi (kalian bertiga), saya akan memberi
penjelasan mengenai peristiwa yang baru terjadi di puncak
Go bi san.” Sesungguhnya, memang di dalam hati Siang Cu
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
merasa malu dan tidak enak terhadap tiga orang kakek ini
karena perbuatan suhunya Akan tetapi, sebagai ssorang
murid, tidak akan ia menimpakan kesalahan kepada
suhunya, bahkan ia harus membela nama baik suhunya.
“Mau bicara apa lagi?” seru Thian Beng Hwesio yang
sudah marah sekali sambil mengebutkan kipas Ngo heng
san di tangannya ke arah gadis itu. Kipas ini hebat sekali
dan selain tiap ujung batangnya dapat dipergunakan sebagai
sen jata runcing yang menembus kulit daging dan tulang
serta dapat pula dipergunakan untuk menotok jalan darah
dengan cara yang berbahaya sekali bagi fihak lawan, juga
dengan tenaga lweekang, kipas ini dapat dikebutkan
sedemikian rupa sehingga menimbulkan angin p u k u Ion
yang dapat merobohkan seorang lawan yang tidak begitu
kuat
Akan tetapi, kini ia menghadapi Ong Siang Cu, dara
perkasa yang semenjak kecil digembleng hebat oleh Lam
hai Lo mo, seorang tokoh besar di dunia persilatan yang
sakti. Ketika merasakan sambaran angin yang hebat
memukul ke arah dadanya. Siang Cu menggerakkan tangan
kirinya, melakukan gerakan menyampok di depan dada dan
angin pukulan yang keluar dari sambaran kipas itu dapat
dibuyarkan seketika itu juga.
Thian Beng Hwesio menggereng marah melihat
pukulannya dipunahkan dengan demikian mudahnya. Ia
hendak melompat maju dan melakukan serangan, akan
tetapi Thian Seng Hwesio mengangkat tangan
mencegahnya, “Nanti dulu, ji sute ( adik seperguruan ke
dua ). Biarkan dia bicara sebentar. Masih belum terlambat
untuk memberi hukuman padanya.”
Kemudian ia berkota kepada Siang Cu, “Kau bicaralah
sesukamu, kami akan mendengarkanmu, biarpun kami tak
dapat berjanji akan mempercayai semupa kata katamu.”
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
Siang Cu marah dan mendongkol sekali, akan tetapi ia
dapat menahan kesabaran hatinya, lalu berkata dengan
merengut.
“Kau mendengar atau tidak, terserah kepada sam wi.
Mau percaya atau tidak, juga aku tidak ambil pusing.
Pokoknya aku harus menerangkan kepada sam wi mengapa
kami sampai turun tangan memberi hajaran kepada orang
orang Go bi pai, Nah, dengarlah baik baik. Aku dan suhu
tadinya bertempat tinggal di atas Pulau Sam liong to, jauh
dari dunia ramai, selama hidup kami lak pernah
mencampuri urusan orang lain apalagi berurusan dengan
orang orang Go bi pai sehingga tidak ada alasan bagi kami
untuk memusuhi Go bi pai. Akan tetapi belum lama ini,
kami didatangi oleh seoreng anak murid Go bi pai yang
bernama Siauw giam ong Lie Chit dan jahanam itu telah
minggat dari pulau kami sambil membawa harta simpanan
suhu. Nah, bukankah itu sudah sepantasnya kalau suhu dan
aku marah dan mencarinya untuk memberi hukuman yang
setimpal? Kami tidak tahu ke mana harus mencarinya, akan
tetapi oleh karena dia anak murid Go bi pai, kami lalu
mencari ke Go bi san. Murid murid sam wi di Go bi san
tidak membantu kami dan tidak mau menyerahkan
jahanam Lie Chit, sebaliknya malahan memaki dan
menyerang kami. Itulah sebabnya mengapa suhu menjadi
marah dan menghajar mereka.”
“Enak saja kau bicara.” Thian Serg Hwesio membentak
marah. “Kami tidak mempunyai murid bernama Siauw
giam ong Lie Chit. Hal ini sudah berkali kali dikatakan oleh
murid murid kami Akan tetapi kau dan gurumu tidak
percaya dan menjatuhkan tangan maut, mengandalkan
kepandaian sendiri. Kelakuanmu dan suhumu seperti
kelakuan iblis saja. Oleh karena itu, menyerahlah agar kami
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
tak usah menggunakan kekerasan. Katakan di mana
sekarang adanya gurumu, siluman buntung itu.”
“Orang tua, jangan sembarangan mengeluarkan
makian,” kata Siang Cu mendongkol. “Suhu adalah Lam
hai Lo Mo Sian jin Siansu, tiga orang seperti kalian ini
mana dapat mengeluarkan kesombongan di depannya, lebih
baik sam wi melupakan saja kesalahfahaman itu, yang
sudah biarlah lalu dan selanjutnya harap sam wi lebih keras
mendidik murid agar dapat menyambut datangnya tamu
dengan lebih hormat.”
“Siluman wanita, kau sombong!” seru Thian Beng
Hwesio yang sudah tak dapat menahan kesabaran hatinya
lagi. Kipas Ngo heng Sian di tangannya bergerak cepat,
ujungnya menotok ke arah iga kiri Siang Cu dan kaiti kipas
yang berwarna lima itu tertutup. Gerakan serangan Sian jit
Kiu cu (Dewa menyambut Mutiara) ini lihai sekati, dan
Siang Cu maklum akan hal ini, maka ia lalu berseru nyaring
dan pedangnya berkelebat menangkis. Thian Lok Hwesio
tidak mau tinggal diam karena ia tahu bahwa gadis ini
memiliki kepandaian tinggi Segera ia berseru keras dan
tasbeh peraknya menyambar pula melakukan serangan yang
tak kalah lihainya. Tasbeh ini terbuat daripada perak, setiap
butir biji tasbeh dapat mendatangkan luka maut pada
lawannya. Juga thian Seng Hwesio melihat gerakan Siang
Cu yang amat gesit, tidak mau membiarkan dua orang
sutenya bersusah payah Sendiri, cepat menggerakkan
toyanya dan toya itu menyambar teras, mendatangkan
angin pukulan yang mengejutkan hati Siang Cu.
Berbahaya Sekali tiga orang lawan ini, pikirnya,
terutama sekali toya di tangan Thian Sheng Hwesio.
Maklum bahwa ia menghadapi tiga urang lawan yang benar
benar tangguh, Siang Cu tidak mau banyak cakap lagi,
melainkan ia mengerahkan seluruh perhatian, tenaga dan
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
kepandaian untuk menjaga diri dan balas menyerang.
Pedangnya berobah menjadi gulungan sinar hijau, menjadi
satu dengan tubuhnya yang terbungkus pakaian merah
sehingga ketika ia mainkan pedangnya dengan cepat, yang
kelihatan hanya gulungan besar sinar hijau melingkungi
bayangan merah, seperti setangkai bunga mawar merah di
antara daun daun hijau.
Siang Cu berusaha keras untuk merobohkan lawan tanpa
membunuh mereka, ia tidak tega kalau harus membunuh
tiga orang kakek yang dianggap oleh hatinya sama sekali
tidak berdosa ini. Bahkan ia merasa bahwa ia dan suhunya
yang bersalah dalam dalam hal ini, sungguhpun untuk
menerima salah dan menyerah menerima hukuman, ia
tidak mau.
Namun, jangankan hendak mengalahkan Go bi Sam
Thaisu tanpa membunuh mereka. Andaikata ia bermaksud
membunuh merekapun, belum tentu ia bisa. Tingkat ilmu
kepandaian tiga orang kakek ini jauh melebihi dia, hanya
karena ilmu pedangnya yang aneh, ganas dan cepat sajalah
yang membuat sampai begitu lama Siang Cu belum kalah!
Senjata tiga orang kakek ini selain aneh, juga merupakan
senjata senjata yang terbuat daripada logam yang keras dan
kuat sekait, sehingga dapat menandingi Ctieng hong kiam
di tangannya.
Setelah bertempur hampir seratus jurus, Siang Cu mulai
terdesak hebat! Tiga orang tokoh Go bi pai itu bertempur
dengan maksud membunuh, dan hal ini dapat dimaklumi
karena tentu saja mereka merasa sakit hati sekali melihat
kelenteng mereka dibakar musnah dan banyak murid murid
mereka binasa.
Siang Cu benar benar dapat dipuji. Tiga orang lawannya
ini bukanlah orang orang se m barangan. Jangankan menua
maju bersama, sedangkan untuk melawan seorang di antara
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
mereka saja, orang harus memiliki ilmu silat tinggi. Namun
ketiga Go bi Sam Thaisu sudah amat terkenal sebagai tokoh
tokoh yang berkepandaian tinggi dan dunia kang ouw
memandang mereka dengan segan dan hormat. Entah
sudah berapa banyak lawan jahat dan lihai tunduk dan
roboh dalam tangan tiga orang kakek ini. Akan tetapi
sekarang, menghadapi seorang gadis muda, biarpun mereka
telah mengeroyoknya, dalam seratus jurus masih juga
mereka belum dapat mengalahkannya! Ini merupakan hal
yang amat memalukan dan merendahkan nama baik
mereka dan diam diam mereka harus akui bahwa selama
hidup belum pernah mereka temui seorang gadis semuda ini
dengan kepandaian sehebat itu. Apalagi karena dalam
keadaan terdesak. Siang Cu masih dapat kadang kadang
melakukan serangan balasan yang amat berbahaya.
“Siluman jahat yang berbahaya!” Thian Lok Hwesio
memaki sambil mengerahkan tenaga, mengerang dengan
tasbehnya yang menyambar ke arah kepala Siang Cu. Pada
saat hu juga, Thian Beng hwesio menyerang dengan
kipasnya ke arah ulu hati gadis itu sedangkan hampir
berbareng Thian Seng Hweiio nenyerampangkan toyanya
ke urat! Serangan ini hebatnya bukan main dan agaknya
Siang Cu yang sudah berada dalam keadaan amat teratsak
iu takkan dapat menghindarkan cirinya itgi. Akan tetapi,
ketabahan, keirnangan, dan kegesitan gadis ini
menolongnya. Dengan amat cekatan. Siang Cu melakukan
gerakan berbareng dengan sepasang tangannya. Tangan
kanan yang memegang pedang itu menangkis sambaran
tasbeh di kepala, dan lengan kirinya melakukan gerakan o
samping menyompok kipas yang menusuk ulu hatinya.
Terdengar suara keras dan bunga api berpijar ketika pedang
bertemu dengan tasbeh, sedangkan tangan kirinya yang
menyampok kipas lalu bergerak dan mengembangkan lima
jari tangan yang kecil halus, mencengkeram ke arah kain
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
kipas itu, namun Siang Cu merasa pinggir telapak
tangannya perih dan ternyata kulit telapak tangannya
berdarah, terluka oleh kipas itu. Pada saat itu, datanglah
toya atau tongkat Ouw t;ar pang dari Thian Seng Hwesio
yang menyerampang kakinya dari kanan! Tidak ada waktu
lagi untuk melompat atau mengelak, juga kedua tangannya
yang baru saja menghindarkan dua serangan tak mungkin
menolong kakinya. Siang Cu amat tabah dan besar hati.
Melihat datangnya toya yang akan dapat mematahkan
tulang tulang kakinya dengan mudah, ia lalu cepat
menggerakkan kaki kanan, diangkat sedikit dan ia
menerima datangnya sambaran tongkat itu dengan ujung
atau telapak kakinya!
Ketika toya itu sudah mengenai telapak kaki nya, Sian
Cu mengerahkan lweekang untuk menolak hawa pukulan
lawan sambil mempergunakan ginkang, mengenjot kakinya
sehingga tiba tiba tubuhnya terlempar ke atas terdorong
oleh desakan pukulan toya itu. Tubuh yang ringan ini
melayang ke atas dan Siang Cu cepat mempergunakan
gerakan Sin liong hoan sin (Naga Sakti Membalikkan
Badan) lalu berpoksai (membuat salto) tiga kali sehingga
tubuhnya berputar makin tinggi, kemudian ia melayang
turun dengan kepala di bawah dan kaki di atas, sedangkan
pedangnya diputar sedemikian rupa di bawah kepalanya
sehingga tidak memberi kemungkinan kepada lawan untuk
mendesaknya.
Akan tetapi, gerakan Siang Cu ini demikian indah dan
lihat, sehingga tiga orang kakek gundul itu lupa untuk
mendesaknya, berdiri sambil memandang gadis itu dengan
kagum sekali.
“Bagus sekali!” Thian Seng Hwesio tidak terasa berseru
memuji.
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
Akan tetapi ia segera mendesak lagi, bahkan kini Thian
Beng Hwesio yang melihat kipasnya robek sedikit, menjadi
marah sekali dan menyerang lebih hebat daripada tadi.
Pada saat Siang Cu sudah merasa lelah dan sudah mulai
terdesak hebat itu, muncullah Sang Tek Hong. Pemuda ini
merasa tidak senang melihat cara pertempuran itu. Seorang
gadis muda dikeroyok oleh tiga orang hwesio tua yang
memiliki kepandaian tinggi, ketika ia melihat bahwa gadis
itu banyak persamaannya dengan Siauw Yang, ia lebih
menaruh hati kasihan kepada gadis yang dikeroyok itu. Ia
memang sedang gelisah hatinya. Kini melihat gadis iiu
dikeroyok dan amat terdesak, ia membayangkan betapa
akan bingungnya hati Siauw Yang kalau sekiranya adiknya
itu yang mengalami keroyokan. Siapa tahu kalau kalau
Siauw Yangpun mengalami nasib seperti gadis yang
agaknyapun berada seorang diri ini.
“Sam wi losuhu, tahan dulu!” serunya sambil melompat
maju mendekat. Mengeroyok seorang lawan yang begitu
muda, sungguh tidak boleh dibilang gagah.
Go bi Sam thaisu sedang marah dan penasaran sekali
karena sampai begitu lama mereka belum juga bisa
mengalahkan Siang Cu, maka teguran pemuda yang baru
datang ini membuat muka mereka menjadi merah saking
merasa malu dan juga marah. Apalagi Thian Beng Hwesio
yang kipasnya kena dibikin robek oleh Siang Cu. Hwesio ini
mengira bahwa pemuda yang datang tentu kawan dari
Sivng Cu, atau setidaknya kedatangannya merupakan
bantuan bagi gadis itu, maka ia melompat, menyerang
dengan kipasnya ke arah kepala Tek Hong sambil
membentak,
“Jangan mencampuri urusan kami!”
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
Serangan ini dilakukan dengan hebat, akan tetapi
sesungguhnya Thian Beng Hesio hanya hendak menggertak
saja. Ia memandang rendah kepada pemuda yang baru tiba,
dan iapun tidak mau membunuh orang maka ia hanya
hendak menakut nakuti TekHong saja.
Akan tetapi, sikapnya ini menimbulkan kesan buruk
dalam hati Tek Hong. Dengan adanya sikap kasar dari
Thian Beng Hwesio yang sedang marah, Tek Hong makin
merasa yakin bahwa tentu tiga orang hwesio ini adalah
orang orang jahat yang mengganggu gadis itu. Kini
menghadapi serangan dengan senjata kipas yang dahsyat ia
cepat menggerakkan tangan kanan menyampok dan
mengerahkan tenaga. Tangannya bergerak memutar dan
dengan indahnya ia melakukan gerakan pukulan yang
disebut Tui san ciang (Pukulan Mendorong Bukit)
Tangannya beradu dengan kipas dan “krak!” sebatang
daripada lima batang tulang kipas itu patah dan kain kipas
robek lagi ujungnya.
Sesungguhnya, biarpun kepandaian Tek Hong sudah
sangat tinggi, namun tidak mungkin dalam segebrakan saja
ia berhasil mematahkan batang kipas Thian Beng Hwesio,
kalau saja Thian Beng l:wesio berlaku hati hati. Hwesio itu
memandang rendah pemuda ini, sama sekali tidak pernah
mengira bahwa ia berhadapan dengan putera dari Thian to
Kiam ong Song Bun Sam. Maka melihat kipasnya patah, ia
menjadi pucat dan marah sekali.
“Manusia jahat, ternyata kau kawan dari siluman rase
ini!” bentaknya sambil menyerang terus dengan kipasnya
yang kini kainnya telah robek dan baungnya tinggal empat
buah lagi. Akan tetapi kini ia menyerang lebih hebat dan
hati hati dan biarpun kipas itu telah rusak, namun masih
merupakan sebuah senjata yang amat lihai.
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
“Sabar, losuhu, aku tidak ingin bertempur, hanya kurasa
tidak adil mengeroyok nona ini,” kata Tek Hong yng cept
mengelak. Akan tetapi thian Beng Hwesio mendesak terus
sehingga terpaksa Tek Hong mencabut pedangnya untuk
mempertahankan diri.
“Losuhu, sekali lagi kuulangi, aku tidak mencari
permusuhan, hanya menuntut keadilan melihat nona ini
dikeroyok tiga oleh orang orang berkepandaian tinggi
seperti kalian,” kata Tek Hong dengan suara sabar. Akan
tetapi Thian Beng Hwesio yang galak dan sudah marah
sekali tidak mau mendengar kata katanya dan menyerang
terus dengan hebatnya.
Ilmu pedang Tek Hong adalah ilmu pedang yang pada
masa itu merupakan ilmu pedang tiada taranya sehingga
ayahnya mendapat julukan Raja Gedang, dan pemuda ini
memang memiliki tenaga Iweekang yang besar serta
ketenangan gerakan yang membuat ilmu pedangnya
menjadi makin masak dan kuat. Sedangkan Thian Beng
Hwesio yang sucah amat lelah ketika mengeroyok Siang Cu
tadi, kini ditambah pula dengan rasa penasaran dan marah
maka gerakannya mengawur dan nekat, hanya memusatkan
gerakan pada serangan dalam nafsunya hendak segera
merobohkan lawan. Maka ketika ia menyerang dengan
hebat dengan kipasnya Tek Hong menggerakkan pedang
secara luar biasa dan hebat sekali, pedangnya menyambar
dan begitu dapat menangkis kipas, lalu digerakkan
memutar. Bukan main hebatnya gerakan yang mengandung
tenaga menempel ini karena tanpa dapat ditahan pula,
Thian Beng Hwesio terpaksa harus mengikuti putaran
pedang ini dan kipasnya ikut pula berputaran dengan
pedang!
“Lepas senjata!” terdengar Tek Hong berseru sambil
mengerahkan tenaga dan.... benar saja kipas itu terlepas dari
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
tangan Thian Beng Hwesio dan mencelat ke atas, disambar
oleh tangan kiri Tek Hong sehingga kipas itu kini berada di
tangan pemuda ini.
“Harap losuhu berlaku sabar dan marilah kita bicara
secara baik baik,” kata Tek Hong sambil menyerahkan
kembali kipas itu.
Akan tetapi, Thian Beng Hwesio sudah menjadi malu
sekali karena kekalahannya yang tak tersangka sangka ini.
Ia menerima kipasnya, menggunakan kedua tangan untuk
mematahkannya be berapa kali sambil berkata,
“Sudahlah.... sudahlah pinceng memang harus belajar
lagi sepuluh tahun!”
Adapun dua orang hwesio lainnya yang masih
mengeroyok Siang Cu, ketika melihat betapa saudara
mereka kena dikalahkan oleh pemuda yang tara tiba.
menjadi kaget dan marah sekali, juga mereka menjadi
gelisah. Baru menghadapi dara muda murid Lam hai Lo
mo itu saja mereka bertiga sudah tak berdaya, apalagi kalau
sekarang datang lawan barn yang agaknya tidak kalah
lihainya seperti gadis itu Tanpa banyak cakap lagi. Thian
Seng Hwesio dan Thian Lok Hwesio cepat mengalihkan
serangannya, kini mereka maju menyerang Tek Hong yang
tidak menyangka nyangka sama sekali.
Jilid XXIV
MELIHAT betapa sebatang toya hitam yang berat sekali
menyambar ke arah pinggangnya sedangkan seuntai tasbeh
putih menyambar ke arah kepalanya, Tek Hong cepat
menggerakkan pedang diputar sedemikian rupa sehingga
sekaligus ia dapat menangkis dua serangan yang menuju ke
pinggang dan kepala ini. Kemudian ia cepat melompat ke
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
kanan untuk menjauhi dua orang penyerangnya sambil
berkata,
“Eh, eh, ji wi suhu ini benar benar aneh. Aku datang
hanya untuk mencegah pertempuran yang berat sebelah
dilanjutkan. Tidak kusangka sama sekali, bahkan sam wi
memusuhiku dan menyerang hebat. Aku datang bukan
bermaksud buruk,” biasanya Tek Hong tidak bisa bicara
panjang, sekarang ia bicara hanya karena ia merasa amat
penasaran melihat sikap tiga orang hwesio yang ia lihat
berkepandaian tinggi itu.
Adapun Siang Cu yang kini sudah ditinggalkan oleh dua
orang pengeroyoknya, mendapat kesempatan untuk
memandang dan melihat pemuda itu dengan baik baik. Ia
melihat seorang pemuda yang berwajah tampan dan gagah
sekali, dengan sepasang alis seperti golok dan sepasang
mata tajam berpengaruh. Tak terasa lagi ia menjadi tertarik,
apa lagi setelah ia mengetahui bahwa pemuda itu telah
mengalahkan Thian Beng Hwesio dalam waktu begitu
cepat. Kemudian ia mendengar bahwa kedatangan pemuda
ini hanya untuk menolong dia yang tadi dikeroyok, maka
merahlah wajah Siang Cu. Ia melompat maju dan
menggerak gerakkan pedangnya sambil berkata keras dan
sinar matanya ditujukan ke arah Tek Hong dengan tajam,
“Eh, orang lancang! Apa kaukira aku takut menghadapi
dua lutung tua ini? Bukan kau seorang saja yang memiliki
kepandaian.” Setelah melontarkan kata kata keras kepada
Tek Hong, Siang Cu lalu menghadapi Thian Seng Hwesio
dan Thian Lok Hwesio sambil berkata,
“Kalian ini orang orang tua yang mau memperlihatkan
kepandaian mengeroyokku, apakah kalian masih hendak
melanjutkan pertempuran? Kalau demikian, majulah, biar
kita bertempur lagi sampai seribu jurus!” Kata kata ini
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
ditutup dengan pedang digerakkan cepat di depan dada,
merupakan sinar kehijauan yang menyilaukan mata.
“Iblis wanita, kalau tidak dapat mengalahkan kau,
pinceng bertiga tidak mau disebut lagi Go bi Sam thaisu!”
bentak Thian Lok Hwesio sambil menggerakkan tasbehnya
menyerang Siang Cu. Juga Thian Seng Hwesio
menggerakkan Ouwtiat pang di tangannya, menghantam
kepala gadis itu sekuat tenaga.
Kembali terjadi pertempuran hebat. Melihat dua orang
saudaranya sudah maju kembali mengeroyok Siang Cu,
Thian Beng Hwesio yang senjatanya sudah ia patahkan tadi
ketika ia dikalahkan oleh Tek Hong, menjadi tidak enak
kalau tidak membantu, ia merasa kalah dan malu terhadap
Tek Hong, akan tetapi terhadap Siang Cu ia belum kalah
dan cepat ia lalu mengeluarkan senjata senjata rahasianya
berupa touw kut cui (bor penembus tulang). Senjata rahasia
ini bentuknya seperti piauw, akan tetapi ujungnya
merupakan bor dan kalau dilepas, jalannya memutar
sehingga jangankan tulang manusia, bahkan besipun dapat
ditembusnya.
“Rebahlah kau!” bentaknya dan sebatang touw kut cui
menyambar ke arah dada Siang Cu. Gadis ini terkejut
sekali. Menghadapi keroyokan tiga orang tadi, ia masih
dapat mempertahankan diri. Akan tetapi setelah Thian
Beng Hwesio mempergunakan senjata rahasia, bahayanya
menjadi lebih besar karena ia tidak dapat menghadapi
lawan ke tiga ini secara langsung,
“Tua bangka curang!” serunya sambil mengelak cepat,
akan tetapi gerakan ini mendatangkan kesempatan bagi
Thian Seng Hwesio dan Thian Lok Hwesio yang cepat
mendesak dengan senjata senjata mereka yang lihai. Kini
kedua orang hwesio ini sengaja mengeroyok dari kiri kanan
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
agar memberi kesempatan bagi Thian Beng Hwjaio untuk
mempergunakan senjata rahasianya.
Berkali kali Thian Beng Hwesio melepaskan am gi
(senjata gelap) sedangkan kedua orang bwesio lain
menyerang dengan desakan hebat dari kiri kanan. Kembali
Siang Cu terdesak hebat dan biarpun gadis ini memutar
pedangnya sambil memaki maki tiga orang kakek itu, tetap
saja ia berada dalam kedudukan amat berbahaya.
Karena sudah lima kali ia melepas touw kut cui tanpa
hasil, Thian Beng Hwesio menjadi penasaran sekali. Kini ia
tidak mau menyambitkan senjata gelapnya begitu saja
melainkan menanti kesempatan baik. Ia mencari ketika dan
pada saat Siang Cu sudah terdesak hebat dan berada dalam
keadaan yang lemah, ia cepat melemparkan dua batang
touw kut cui, satu ke arah leher dan yang ke dua ke arah
lambung gadis itu!
Siang Cu terkejut dan tanpa terasa ia berseru!
“Celaka….!” Pedangnya sedang dipergunakan untuk
menangkis toya yang menyambar ke atas kepala, sedangkan
tangan kirinya dipergunakan untuk menyampok datangnya
serangan tasbeh.
Untuk senjata rahasia yang menyambar leher, ia dapat
menggerakkan kepalanya mengelak, akan tetapi senjata
rahasia ke dua agaknya akan menembusi lambungnya.
Pada saat yang amat berbahaya itu, terdengar suara
nyaring den senjata rahasia yang mengancam lambung
Siang Cu tiba tiba tertahan lajunya dan runtuh di atas
tanah. Sepotong batu hitam melayang dari tempat Tek
Hong berdiri dan dengan tepatnya menolong nyawa Siang
Cu.
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
Tadinya Tek Hong tertegun ketika mendengar
pengakuan Thian Lok Hwesio bahwa tiga orang hwesio tua
itu adalah Go bi Sam thaisu. Ia belmu pernah bertemu
muka dengan tiga orang hwesio ini sebelumnya, akan tetapi
nama mereka telah sering kali disebut sebut oleh ayahnya
sebagai tokoh tokoh besar, ketua ketua dari Go bi pai yang
besar dan ternama. Oleh karena inilah maka ia merasa ragu
ragu antuk menolong gadis gagah itu dan timbul
keheranannya mengapa tokoh tokoh besar seperti Go bi
Sam thaisu mengeroyok seorang gadis muda yang memiliki
ilmu pedang begitu luar biasa.
Akan tetapi ketika ia melihat betapa Thian Beng Hwesio
mempergunakan senjata rahasia sehingga keselamatan
Siang Cu terancam, ia tidak dapat bertahan diri untuk
berpeluk tangan saja. Semenjak tadipun ia telah mengambil
tiga potong batu karang hitam yang berada di dekatnya dan
dengan batu batu ini ia bersiap sedia membantu. Batu
pertama dilepasnya untuk menyelamatkan nyawa Siang Cu
ia tidak tinggal diam sampai di situ saja, melainkan
mengayun tangan dua kali. Batu ke dua menghantam toya
Ouw tiat pang di tangan Thian Seng Hwesio sedangkan
batu ke tiga membentur tasbeh di tangan Thian Lok
Hwesio.
Tiga orang ketua Go bi pai itu terkejut bukan main. Tadi
Thian Beng Hwesio sudah merasai sendiri betapa tingginya
kepandaian pemuda asing itu, kemudian ia melihat betapa
touw kut cui yang dilepaskan untuk menyerang gadis itu
lelah terbentur dan runtuh oleh sepotong batu yang
dilemparkan oleh Tek Hong. Hal ini saja sudah membuat ia
kagum dan jerih. Kemudian, ketika Thian Seng Hwesio dan
Thian Lok Hwesio tiba tiba merasa senjata di tangan
mereka tergetar dan telapak tangan mereka terasa perih
ketika terpukul oleh batu baiu kecil itu, keduanya melompat
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
mundur dan memandang kepada Tek Hong dengan alis
berkerut.
“Barangkali memang kami sudah terlalu tua dan harus
mengundurkan diri. Biarlah, kami mengaku kalah dan
hanya kepada iblis tua Lam hai Lo mo kami hendak
mengadu nyawa,” kata Thian Seng Hwesio dan ketiga
orang hwesio tua itu lalu pergi dan situ dengan wajah
muram.
Tek Hong menjadi makin kaget mendengar disebutnya
nama Lam hai Lo mo, musuh besarnya yang agaknya juga
menjadi musuh besar tiga orang tokoh Go bi san ini Akan
tetapi, apakah hubungannya Lam hai Lo mo dengan
pertempuran yang sekarang ini? Ia hendak mengejar dan
bertanya kepada tiga orang hwesio itu, akan tetapi mereka
sudah jauh dan pula ia merasa malu mengingat betapa tadi
ia telah mengalahkan dan membikin malu kepada mereka.
Kini ternyata bahwa mereka juga memusuhi Lam hai Lo
mo! Ah, ayahnya tentu akan menegurnya dan marah kalau
mendengar akan hal ini.
“Kau manusia lancang!”
Teguran dengan suara nyaring dan halus ini membuat
Tek Hong teringat kembali akan gadis yang cantik jelita dan
berkepandaian tinggi itu. Ia menoleh dan menjadi
penasaran.
“Sudah dua kali kau mengatakan aku lancang. Itukah
terima kasihmu kepadaku?” katanya gemas.
“Siapa mau berterima kasih? Aku tak pernah
mengharapkan pertolonganmu, tak pernah membuka mulut
minta tolong kepadamu. Campur tanganmu tadi bahkan
menjengkelkan aku dan merugikan namaku sebagai orang
gagah. Dan kau mengharap aku berterima kasih?” kata
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
Siang Cu dengan sikap menantang, dada dibusungkan dan
kepala dikedikkan.
Selama hidupnya Tek Hong belum pernah bertemu
dengan seorang gadis segalak ini. Biasanya gadis gadis
selalu bersikap malu malu dan ramah kepadanya, kecuali
adiknya sendiri, Siauw Yang tentunya. Adiknya hampir
sama dengan gadis ini, galak dan aneh, akan tetapi tetap
saja gadis ini lebih galak dan lebih aneh, juga lebih cantik
menarik!
“Gadis sombong,” katanya gemas, “aku tidak mengemis
terima kasih darimu, akan tetapi setidaknya kau harus
bersukur karena terlepas daripada maut yang tadi
mengancammu” Tek Hong marah dan mendongkol dan
dalam pandangan Siang Cu, bulu bulu alis yang berbentuk
golok itu seakan akan berdiri.
Gadis itu tersenyum mengejek, menjebikan bibirnya,
akan tetapi dalam pandangan pemuda itu wajah dara ini
menjadi makin ayu saja!
“Siapa takut mati? Aku sudah berani hidup, sudah berani
menderita, mengapa takut mati? Pula, mereka itu tidak
bersalah. Akulah yang bersalah dalam pertempuran tadi,
maka bantuanmu tadi tidak tepat sama sekali, kau lancang
turun tangan membantu orang bersalah. Sungguh bodoh
dan gegabah!” Sambil berkata demikian, Siang Cu lalu
membalikkan tubuhnya dan pergi berlari dengan cepat
sekali.
Tek Hong terpaku dan tidak bergerak sampai beberapa
lama. Sikap gadis itu benar benar menakjubkan hatinya.
Mana ada orang mengaku bahwa diri sendiri bersalah?
Mana ada orang, apalagi seorang dara muda, yang jujur
dan berani?
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
“Eh, nona, tunggu dulu!” teriaknya. Hatinya tertarik
sekali dan ingin ia mengenal gadis itu lebih baik lagi. Ingin
ia tahu apa sebabnya gadis itu bertempur melawan tiga
orang tokoh besar Go bi pai itu. Biarpun gadis itu sendiri
sudah mengakui kesalahannya, namun Tek Hong tidak
mau percaya.
Seorang gadis demikian aneh dan luar biasa, yang mau
mengakui bahwa ia bersalah, tak mungkin seorang
berwatak jahat. Sinar matanya demikian jujur, demikian
gagah berani, wajahnya demikian cantik menarik….!
“Nona, tunggu dulu, aku ingin bicara denganmu,”
katanya sambil melompat mengejar.
Akan tetapi Siang Cu tidak memperdulikan nya, bahkan
mempercepat larinya.
“Nona, mengakulah. Kau siapakah dan apa
hubunganmu dengan Lam hai Lo mo?” tanya Tek Hong
sambil mengerahkan khikangnya sehingga suaranya dapat
mengejar nona yang sudah berlari jauh itu.
Sambil berlari terus. Siang Cu menjawab tanpa menoleh,
hanya mengerahkan khikang mempergunakan Ilmu Coan
im jib bit (Mengirim Suara Dari Jauh).
“Kita tidak ada hubungan dan tak perlu saling mengenal
nama. Selamat tinggal!”
Tek Hong terpaksa menahan kakinya karena sudah
terang gadis itu tidak mau mengenalnya. Selain gadis itu
dapat berlari cepat sekali sehingga belum tentu a akan dapat
menyusulnya, juga amat tidak baik kalau ia terlalu
mendesak. Jangan jangan ia akan dianggap seorang
pemuda ceriwis tak kenal malu.
Sambil menghela napas berulang ulang saking
kecewanya, ia lalu melanjutkan perjalanannya menuju ke
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
Sian hoa san untuk mencari supek nya, yakni Sin pian Yap
Thian Giok kalau kalau mungkin minta pertolongan nenek
gurunya, wanita saktiMo bin Sin kun.
Kalau ia teringat kembali akan keadaan adiknya, Siauw
Yang, yang tertawan oleh Tung Hai Sian jin dan Bong Eng
Kiat, teringat pula akan rumahnya di Tit le yang sudah
menjadi abu dan pelayan pelayan terbunuh oleh Lam hai
Lo mo, kemudian tidak tahu pula di mana adanya kedua
orang tuanya, ia menjadi amat gelisah. Terutama sekali
mengingat akan nasib Siauw Yang. Kegelisahannya
membuat ia berlari cepat sekali menuju ke Sian hoa san
yang tidak jauh lagi dari situ. Namun, betapapun cepatnya
ia berlari dan betapapun gelisah hatinya memikirkan
adiknya, bayangan gadis galak yang baru saja
meninggalkannya tak pernah meninggalkan ruang hatinya.
Pada saat Tek Hong berlari lari menuju ke Bukit Sian
hoa san yang sudah nampak menjulang tinggi dan jauh, di
puncak Sian hoa san sendiri terjadi hal yang hebat. Lima
orang hwesio berkepala gundul, berjubah serba hitam dan
bertubuh tinggi besar, dengan sikap yang menyeramkan
berlari lari cepat sekali di puncak itu, menuju ke sebuah
pondok bambu yang berada di puncak bukit. Pondok ini
dahulu menjadi tempat bertapa wanita sakti Mo bin Sin
kun, akan tetapi akhir akhir ini dijadikan tempat tinggal
muridnya, yakni Sin pian Yap Thian Giok.
Ketika itu, Thian Giok sedang berada di dalam
pondoknya. Orang tua gagah ini merasa agak kecewa
karena ketika ia mencari muridnya, yakni Liem Pun Hui di
tengah hutan di mana ia tinggalkan, pemuda itu tidak
kelihatan lagi dan tidak ada tanda tanda ke mana perginya.
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
“Dasar kutu buku yang tidak suka akan kekerasan,” Sin
pian Yap Thian Giok menghela napas, lalu ia pulang ke
Sian hoa san. Ia merasa berduka sekali karena setelah Pun
Hui tidak menjadi muridnya, ia merasa betapa sunyi
hidupnya, ia tidak beristeri, berketurunan, tidak mempunyai
murid dan Mo bin Sin kun yang dianggap sebagai ibu
sendiri telah pergi meninggalkannya, ia mengambil
keputusan untuk pergi merantau sekali lagi barangkali saja
ada seorang murid yang berjodoh dengannya. Kalau
akhirnya tidak juga ia memjumpai murid, ia akan bertapa di
Sian hoa san dan tidak akan memcampuri urusan dunia
lagi. Di samping merantau mencari murid, juga ia hendak
membantu Song Bun Sam dan isterinya mencari anak anak
mereka, Tek Hong dan Siauw Yang.
Tiba tiba telinganya yang berpendengaran amat tajam itu
mendengar suara tindakan kaki di luar pondok. Ia tahu
bahwa ada lima orang berkepandaian tinggi datang dan
berada di luar pondok, ia menduga duga siapa gerangan
hina orang tamu yang datang, karena puncak Sian hoa san
jarang sekali kedatangan tamu. Akan tetapi oleh karena ia
mempunyai amat banyak kawan di dunia kang ouw ia tidak
dapat menduga siapa lima orang tamu ini.
“Selamat datang di puncak Sian hoa san!” kata Sin pian
Yap Thian Giok dan ia melompat keluar dari pintu
pondoknya.
Akan tetapi, ia terheran heran karena melihat lima orang
hwesio tinggi besar berdiri di depan pondok dan ia sama
sekali tidak pernah melihat mereka ini dan tidak tahu
dengan siapa ia berhadapan. Akan tetapi Sin pian Yap
Thian Giok adalah seorang terpelajar yang menghargai
kesopanan. Sebagai seorang tuan rumah yang peramah, ia
cepat menjura dengan penuh hormat sambil berkata.
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
“Selamat datang, ngo wi su bu (lima bapak pendeta)
yang terhormat, selamat datang di Sian hoa san. Silahkan
masuk di pondokku yang buruk.”
Akan tetapi, lima orang Hwesio yang berkulit agak
kehitaman dan bertubuh tinggi besar itu tidak menjawab,
hanya memandang kepada Thian Giok dengan mata
mereka yang lebar. Dua orang di antara mereka sudah
berusia tua sekali akan tetapi masih kelihatan kuat. Adapun
tiga orang yang lain adalah hwesio hwesio berusia
empatpuluh tahunan. Pakaian mereka semua sama, yakni
berwarna hitam. Hanya badanya, dua orang hwesio tua itu
tidak membawa bungkusan bungkusan besar di
punggungnya dan pedang tergantung di belakang
punggung.
“Di mana Mo bin Sin kun?” terdengar seorang di antara
hwesio tua yang pipinya codet bertanya, tanpa
memperdulikan keramahan Thian Giok. Adapun hwesio ke
dua yang usianya paling tua, memandang ke dada Thian
Giok dengan penuh perhatian. Hwesio tua ini bertubuh
gemuk sekali dan kepada hwesio yang tidak bicara inilah
sekarang Thian Giok memandang, ia merasa kenal hwesio
tua ini, akan tetapi sudah lupa lagi entah di mana.
“Guruku tidak berada di sini, sedang turun gunung dan
entah kapan aku dapat bertemu dengan dia lagi. Ada
keperluan apakah ngo wi mencarinva? Kalau perlu, boleh
diberitahukan kepadaku agar sedatangnya, dapat
kusampaikan.”
Tiba tiba kakek ke dua yang sejak tadi memandang
kepada Thian Giok, kakek yang bertubuh gemuk sekali itu
melangkah maju dan bertanya dengan suara keras,
“Bukankah kau yang bernama Thian Giok, murid Mo
bin Sin kun?”
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
Mendengar suara ini, teringatlah Sin pian Yap Thian
Gok siapa adanya kakek gemuk ini. Hal ini menimbulkan
rasa tidak enak di dalam hatinya karena hwesio tua ini
bukan lain adalah Sam thouw hud (Buddha Berkepala
Tiga). Seorang tokoh Tibet yang lihai sekali dan yang dulu
pernah membantu Lam hai Lo mo dan Pat jiu giam ong
memusuhiMo bin Sin kun, Kim Kong taisu dan dikalahkan
oleh Song Bun Sam.Melihat akan hal ini, dengan hati tidak
enak ia dapat menduga bahwa musuh besar gurunya ini
tentu datang membawa maksud yang tidak baik.
“Benar dugaanmu, losuhu. Dan sekerang aku pun
teringat bahwa losuhu tentulah Sam Thouw hud dari Tibet,
bukan?”
Akan tetapi agaknya Sam thouw hud tidak
memperhatikan ucapan Thian Giok ini. Hal ini tidak aneh
kalau orang mengetahui bahwa Sam thouw hud telah
menjadi tuli saking tuanya, ia tidak dapat mendengar sama
sekali, maka biarpun ia yang tertua, ia tidak menimpin
pembicaraan dan tugas ini ia serahkan kepada kakek ke dua
yang sebetulnya masih sutenya (adik seperguruannya)
sendiri yang berjuluk Ang tung hud (Buddha Bertongkat
Merah). Tiga orang hwesio lainnya adalah murid muridnya
yang sudah memiliki kepandaian tinggi pula.
Tiba tiba Sam thouw hud berkata kepada kawan
kawannya, atau juga kepada Thian Giok karena biarpun ia
memandang kepada kawan kawannya, akan tetapi ia
berkata dalam Bahasa Tionghoa,
“Murid jahat guru bertanggung jawab, guru jahat murid
ikut menanggung dosanya. Gurunya tidak ada, muridnya
lebih dulu menerima hukuman.”
Mendengar ucapan ini, tiga orang hwesio yang lebih
muda segera mencabut pedang yang berada di punggung,
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
lalu serentak maju mengeroyok Thian Gok dengan gerakan
pedang mereka yang cepat dan kuat.
“Sudah kuduga bahwa kalian dalang membawa maksud
buruk!” seru Thian Giok yang cepat meloloskan senjatanya
Pek giok joan pian (cambuk dari batu kemala putih) yang
selalu dilibatkan di pinggangnya. Senjatanya inilah yang
membuat Thian Giok dijuluki Sin pian (Pian Sakti) karena
dengan senjata ini ia telah merobohkan banyak sekali
penjahat di dunia kang ouw. Kini, menghadapi keroyokan
tiga orang murid Sam thouw hud, ia memutar pian nya
dengan hebat karena maklum bahwa lawan lawannya
bukanlah orang lemah.
Thian Giok sekarang bukanlah Thian Giok ketka masih
muda. Ia telah mendapat tambahan ilmu silat dari Mo bin
Sin kun dan ditambah oleh pengalamannya yang luas, ilmu
silatnya amat lihai, jasa tenaganya amat besar. Setelah
pertempuran berjalan duapuluh jurus lebih, ternyatalah
bahwa kepandaian tiga orang murid Sam thouw hud itu,
biarpun cukup lihai, namun tidak berdaya menghadapi pek
giok joan pian di tangan Thian Giok yang menyambar
nyambar laksana seekor naga putih yang sakti.
Melihat ini, Ang tung hud menjadi tidak sabar. Tadinya
memang suhengnya dan dia ingin mengukur sampai di
mana tingginya murid Mo bin Sin Kun, karena ia dan
suhengnya merasa terlalu rendah untuk menghadapi
“orang biasa” saja. Akan tetapi, melihat gerakan Pek giok
joan pian itu, ia maklum bahwa kalau dilanjutkan, tiga
orang murid keponakannya takkan menang dan kalau
sampat mereka roboh, hal itu berarti akan membuat mereka
kehilangan muka.
Tadi Thian Giok hanya mempergunakan pian nya untuk
mempertahankan diri dan betapapun juga, ia tidak ingin
menjatuhkan tangan maut kepada lawannya. Kini, melihat
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
gerakan hwesio tua yang memegang tongkat merah ini,
tahulah ia bahwa kalau tidak ingin roboh, ia harus
mengerahkan seluruh kepandaian dan tenaganya, yang
berarti bahwa iapun harus mengeluarkan serangan serangan
maut yang mungkin merenggut nyawa lawannya yang
sudah tua ini. Ia merasa tidak tega untuk melakukan hal ini,
karena sesungguhnya yang menjadi musuh besar gurunya
hanyalah Sam thouw hud saja. Oleh karena itu ia
membentak,
“Tahan dulu! Siapakah losuhu ini dan ada hubungan
apakah dengan Sam thouw hud?”
“Pinceng adalah Ang tung hud, sute dari Sam thouw
hud. Kami sengaja datang untuk membalaskan malu yang
diderita oleh suheng paluhan tahun yang lalu. Karena
gurumu merupakan salah seorang di antara musuh
musuhnya, maka kau sekarang harus membayar untuk
gurumu itu. Nah, bersiaplah untuk binasa!”
“Kalian ini benar benar tidak tahu diri! Sam thouw hud
dahulu berurusan dengan guruku dan kawan kawannya
hanya karena ia terbawa bawa oleh kejahatan Lam hai Lo
mo dan Pat jiu Giam ong, dan dia kena dikalahkan.
Mengapa sekarang kalian datang dari tempat jauh hanya
untuk mencari permusuhan dan melakuan pengacauan?
Apakah kau benar benar mengambil keputusan untuk
membunuh aku?”
“Tak usah banyak cerewet. Kau murid Mo bin Sin kun
harus mati lebih dulu!”
“Bagus! Kaukira aku takut kepadamu? Majulah!” Thian
Giok marah sekali dan sebagal murid terkasih dari Mo bin
Sin kun, tentu saja ia tidak takut menghadapi musuh musuh
ini.
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
Ang tung hud menggerakkan tongkatnya dan benar saja.
Gerakannya hebat sekali dan mendatangkan angin dingin
yang menyambar sebelum tongkat itu datang. Thian Giok
tidak gentar dan cepat mengelak sambil membalas serangan
itu dengan sambaran piannya.
Ang tung hud menangkis dan cepat menyusul dengan
pukulan tongkatnya ke arah kepala Thian Giok. Namun
jago dari Sian hoa san ini tidak mengelak, melainkan
menggerakkan tangan kirinya menyampok ke arah tongkat
itu. Sebelum tangannya mengenai tongkat, angin
pukulannya telah membuat tongkat itu terpental ke
belakang!
“Hebat!” seru Ang tung hud kaget sekali dan ia cepat
melompat ke belakang dan melakukan serangan lagi, kini
amat hati hati karena maklum bahwa lawannya yang jauh
lebih muda ini memiliki ilmu pukulan yang dahsyat sekali.
“Hati hati, sute. Pukulannya itu adalah Soan hong pek
lek jiu, harus kaulawan dengan Hek mo kang!” kata Sam
thouw hud yang mengenal pukulan tangan kiri itu sebagai
salah satu ilmu pukulan yang lihai dariMo bin Sin kun.
Ang tung hud memiliki kepandaian yang hanya sedikit di
bawah tingkat kepandaian Sam thouw hud, maka iapun
lihai sekali. Kini, setiap kali Thian Giok melancarkan
pukulan tangan kirinya, yakni pukulan Soan hong pek lek
jiu, lawannya bergerak merendahkan tubuh dan
mencerahkan pukulan tangan kiri atau kanan dari bawah
yang mendatangkan angin pukulan panas dan hebat pula.
Tubuh Thian Giok sering kali terpental ke belakang apabila
dua macam ilmu pukulan ini bertemu, tanda bahwa
pukulannya masih kalah ampuh dan lweekangnya kalah
kuat!
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
Setelah bertempur selama tigapuluh jurus, tahulah Thian
Giok bahwa keadaannya berbahaya sekali. Hwesio tinggi
besar dan kurus ini memiliki ilmu tongkat yang hebat, ilmu
pukulan yang dahsyat dan pengalaman bertempur yang
luas. Untuk menghadapi lawan ini saja sukar sekali baginya
untuk mencapai kemenangan, apalagi kalau Sam thauw
hud sendiri yang turun tangan, belum diperhitungkan
bantuan tiga orang hwesio tadi yang kepandaiannya juga
sudah amat tinggi. Benar benar ia menghadapi lawan lawan
tangguh dan bahaya besar karena mereka ini bertekad untuk
membunuhnya! Akan tetapi, Thian Giok bukanlah seorang
pengecut yang merasa gentar menghadapi bahaya maut. Ia
bahkan lebih bersemangat lagi dan Pek giok joan pian di
tangannya bergerak cepat, lenyap berobah menjadi segulung
sinar putih yang berkelebatan membungkus tubuhnya
sehingga setiap desakan tongkat merah itu dapat ditolak ke
belakang. Namun amukannya ini bukan berarti bahwa ia
telah dapat mengatasi kepandaian Ang tung hud, karena ia
selalu masih berada di fihak yang terdesak oleh tongkat
merah yang benar benar lihai itu.
Tiba tiba terdengar bentakan nyaring dan bayangan
tubuh yang gesit berkelebat memasuki gelanggang
pertempuran.
“Siluman busuk dari mana berani mengganggu Sian hoa
san?”
Ang tung hud melihat sinar putih berkelebat dan
tangannya yang memegang tongkat menjadi tergetar ketika
sebatang pedang menangkis tongkat itu dengan gerakan
digetarkan dan dengan luncuran yang amat aneh. Ia
melompat mundur dan melihat bahwa yang membantu Sin
pian Yap Thian Gok adalah seorang pemuda tampan yang
gagah sekali kelihatannya, walaupun pakaiannya
menunjukan bahwa pemuda ini adalah seorang ahli surat.
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
“Tek Hong, kebetulan sekali kedatanganmu?” Seru Yap
Thian Giok girang. “Mari bantu aku mengusir lima siluman
jahat ini. Yang tua dan gemuk itu adalah Sam thouw hud,
tentu kau pernah mendengar namanya.”
Tek Hong terkejut dan memandang ke arah kakek
hwesio yang seorang lagi, yang memegang tongkat kepala
naga di tangan kanan dan sebuah kebutan hitam di tangan
kiri. Ia teringat akan cerita ayahnya bahwa di antara
anggauta anggauta Hiat jiu pai (Perkumpulan Tangan
Berdarah) yang dibentuk di kota raja dibawah pimpinan Pat
jiu Giam ong dan Lam hai Lo mo belasan tahun yang lalu,
terdapat seorang tokoh Tibet yang berjuluk Sam thouw hud
dan yang memiliki kepandaian lihai sekali. Jadi orang
inikah yang sekarang datang mengganggu Sian hoa san?
“Mereka ini mau apa, supek?” tanyanya.
Sebelumnya Thian Giok menjawab, tiga orang hwesio
murid Sam thouw hud sudah bergerak maju. Mereka ini
memang merasa gentar menghadapi Yap Thian Giok yang
berkepandaian tinggi maka mereka tadi diam saja,
menyerahkan tugas menghadapi pendekar Sian hoa san itu
kepada susioknya yang jauh lebih lihai daripada mereka.
Akan tetapi ketika mereka melihat kedatangan Tek Hong
dan mendengar dari percakapan antara Tek Hong dan
Thian Giok bahwa pemuda ini hanya murid keponakan
dari Yap Thian Giok, mereka memandang rendah dan
serentak maju mengeroyok TekHong!
Tingkat kepandaian Tek Hong, biarpun ia jauh lebih
muda, kalau dibandingkan sudah banyak melebihi tingkat
kepandaian Thian Giok! Hal ini adalah karena kalau Yap
Thian Giok hanya menghisap sari pelajaian ilmu silat tinggi
dari seorang guru saja yakni Mo bin Sin kun, adalah Tek
Hong mempelajari ilmu silat tinggi dari ayahnya dan
karenanya ia menghisap sari pelajaran ilmu silat yang
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
diturunkan kepada ayahnya oleh Mo bin Sin kun, Kim
Kong Taisu, dan Bu tek Kiam ong! Oleh karena ini pula
maka Tek Hong sudah mempelajari bersama Siauw Yang,
dengan amat baik ilmu ilmu silat seperti Thai lek Kim kong
jiu dari Kim Kong Taisu, Soan hong pek lek jiu dan Mo bin
Sin kun, Kim kong Kiam hwat dari Kim Kong Taisu pula,
dan akhirnya ilmu pedang yang merajai pada waktu itu,
yakni Tee coan liok kiam sut dari Bu Tek Kiam ong Si Raja
Pedang. Semua kepandaian ini ia terima dari ayahnya,
bersama sama Siauw Yang adiknya yang lincah. Dalam hal
ilmu pedang, adiknya yang lebih lincah dan gesit lebih
unggul daripadanya, akan tetapi dalam hal ilmu pukulan,
Tek Hong menang jauh apalagi tenaga lweekang pemuda
ini memang sudah tinggi sekali, berkat dari bakatnya sendiri
dan dari gemblengan ayahnya yang tak kenal lelah.
Kini menghadapi serangan tiga orang hwesio gundul
yang memegang pedang itu, Tek Hong berlaku amat
tenang. Serangan hwesio pertama ditangkis dengan
pedangnya sambil mengerahkan tenaganya. Terdengar
suara keras dan pedang di tangan hwesio itu patah,
sedangkan si hwesio sendiri menjerit kesaktian, karena
ketika menangkis, pedang di tangan Tek Hong meluncur
terus melalui gagang pedang tawan melukai jari tangan
yang memegang pedang. Hwesio itu melepas gagang
pedangnya dan mengaduh aduh sambil memegangi
tangannya yang berdarah.
Serangan hwesio ke dua merupakan tusukan pedang
dengan gerak tipu yang hampir sama dengan gerakan
pedang Sian jin tit louw (Dewa Menunjukkan Jalan). Tek
Hong yang sudah dapat mengukur sampai di mana tingkat
kepandaian lawan, tidak menangkis lagi ataupun mengelak,
melainkan ia menggerakkan tangan kirinya memukul ke
depan dan aneh sekali. Sebelum ujung pedang mengenai
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
dada Tek Hong, lebih dulu hwesio itu memekik dan
tubuhnya terpental ke belakang seperti terdorong oleh
tenaga raksasa, ia mencoba untuk mempertahankan dirinya,
akan tetapi tetap saja terguling roboh sambil memegangi
dadanya yang terasa sakit dan sukar bernapas. Itulah Ilmu
Pukulan Soan hong pek lek jiu yang dilakukan dengan baik
sekali.
“Bagus !” Thian Giok memuji kagum.
Melihat betapa ilmu pukulan dari suhunya dilakukan
demikian baik oleh Tek Hong, ia makin kagum kepada
Song Bun Sam Si Raja Pedang. Bun Sam hanya menerima
latihan sebentar saja oleh Mo bin Sin kun akan tetapi
sekarang dapat menurunkan ilmu pukulan itu kepada
puteranya yang dapat melakukan dengan baiknya, seolah
olah pemuda ini mendapat bimbingan langsung dariMo bin
Sin kun sendiri! Thian Giok tentu saja sebagai murid Mo
bin Sin kun dapat melakukan ilmu pukulan itu lebih baik
dari Tek Hong, akan tetapi ia tidak sembarang
mengeluarkan ilmu pukulan ini kalau tidak menghadapi
lawan tangguh. Dan tadi, ketika ia mempergunakan Soan
hong pek lek jiu terhadap Ang tung hud ia mendapat lawan
Ilmu Pukulan Hek mo kang yang luar biasa dari hwesio tua
itu.
Hwesio ke tiga murid Sam thouw hud juga sudah tiba
dengan serangan pedangnya. Kini Tek Hong berlaku amat
tenang, bahkan pemuda ini menyarungkan pedangnya
dengan sikap seakan akan tidak melihat datangnya serangan
pedang hwesio itu yang membabat lehernya dengan gerak
tipu yang hampir sama dengan Han ya pok cui (Burung
Goak Menyambar Air). Akan tetapi, setelah pedang itu
sudah hampir menempel kulit lehernya, Tek Hong
menundukkan kepalanya dan cepat sekali tangan kirinya
meluncur ke atas memegang pergelangan tangan hwesio itu.
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
Gerakan ini disusul oleh tangan kanannya yang menyerbu
ke arah perut dan dalam lain saat tubuh hwesio itu
terangkat tinggi tinggi oleh Tek Hong dan sekali di
lemparkan, tubuh hwesio itu melayang dan jatuh berdebuk
di dekat kawan kawannya bagaikan sebatang pohon
tumbang. Kali ini Tek Hong mempergunakan ilmu silat
tangan kosong warisan Kim Kong Taisu.
Melihat ini Sam thouw hud dan Ang tung hud marah
sekali. Lebih lebih Sam thouw hud yang melihat betapa tiga
orang muridnya telah dikalahkan dalam sejurus saja dengan
cara yang demikian memalukan, ia mengeluarkan seruan
seperti seekor binatang buas, dan tubuhnya bergerak dengan
cepat sekali. Amat mengherankan kalau dilihat betapa
tubuh yang gemuk sekali itu ditambah pula usia yang sudah
amat tua sehingga kalau berdiri kelihatan sebagai orang tua
yang sudah amat lemah dan hanya dapat bergerak lambat
sekali, akan tetapi begitu ia bergerak menyerang Tek Hong,
serbuannya tidak kalah cepat dan kuatnya daripada serbuan
seekor harimau jantan yang sedang marah. Tongkat Kim
liong pang di tangan kanannya bergerak terputar putar di
atas kepala, lalu meluncur ke arah kepala Tek Hong
bagaikan seekor naga menyambar. Adapun kebutan di
tangan kirinya meluncur pula, menotok ke arah ulu hati
pemuda itu. Dua serangan yang dilakukan berbareng ini
merupakan sepasang tangan maut yang menjangkau nyawa!
Menghadapi serangan ini, Tek Hong Cepat mencabut
pedangnya dan memutar pedang itu sedemikian rupa di atas
kepalanya untuk menangkis sambaran tongkat. Adapun
totokan ujung kebutan yang mengarah dadanya itu, ia
elakkan dengan miringkan tubuh ke kiri sambil menyampok
dengan tangan kirinya, mempergunakan tenaga dari
pukulan That lek kim kong jiu. Pedang dan tongkat beradu,
membuat Tek Hong merasa telapak tangannya tergetar,
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
sedangkan tangan kirinya yang menyampok ujung kebutan
juga terasa pedas dan panas! Tahulah pemuda ini bahwa ia
menghadapi lawan yang amat tangguh dan ia dapat
menduga pula bahwa Sam thouw hud tentu telah
memperdalam ilmu silatnya semenjak dahulu dikalahkan
oleh ayahnya sebagaimana ia mendengar dari penuturan
ayahnya, ia berlaku hati hati sekali dan cepat ia mainkan
Ilmu Pedang Tee coan liok kiam sut, sedangkan tangan
kirinya digerakkan menurut Ilmu Pukulan Thai tek kim
kong jiu.
Memang betul bahwa Sam thouw hud telah
memperdalam ilmu silatnya dan jika dibandingkan dengan
belasan tahun yang lalu, ia kini jauh lebih tangguh ia
bersilat sambil mengerahkan tenaga Hek mo kang yang
hebat, dengan amat bernafsu ia mendesak Tek Hong dan
mengirim serangan serangan maut.
Di lain fihak, Ang tung hud juga cepat menyerbu dan
menyerang lagi Yap Thian Giok yang terpaksa
menghadapinya dengan mati matian. Pertempuran terbagi
menjadi dua dan berjalan dengan serunya sehingga empat
orang yang bertempur itu lenyap dari pandangan mata
tertutup oleh gulungan sinar senjata yang di gerakkan cepat
sekali.
Biarpun Tek Hong mengaku bahwa ia masih kalah
tingkatnya oleh lawannya, namun kehebatan Ilmu Pedang
Tee coan liok kiam sut masih dapat memungkinkan ia
melakukan perlawanan hebat dan tidak begitu terdesak
seperti halnya Yap Thian Giok. Sin pian Yap Thian Giok
jago dari Sian hoa san ini benar benar terdesak hebat oleh
Ang tung hud dan dalam pertempuran mati matian, ia
hanya dapat mempertahankan diri saja. Beberapa kali ia
bebas dari bahaya maut ketika tongkat merah menyambar,
dan hanya mendapat pukulan dua kali di bagian tubuh yang
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
tidak berbahaya sehingga ia masih dapat melakukan
perlawanan. Namun harus diakui bahwa keadaannya amat
berbahaya dan agaknya tak lama lagi ia terpaksa harus
menyerah kalah.
Tek Hong yang bertempur melawan Sam thouw hud,
tahu akan keadaan supeknya ini, maka ia menjadi amat
gelisah. Pemuda yang cerdik ini diam diam mengatur
langkahnya sehingga ia berada dekat dengan supeknya dan
dapat bersikap membela supeknya kalau nyawa supeknya
terancam oleh lawannya.
Baiknya ia melakukan hal ini karena benar saja, pada
suatu saat ia mendengar supeknya berteriak dan satu
benturan hebat antara tongkat merah dan Pek giok juan
pian membuat pian dari supeknya itu putus! Selagi Thian
Giok terhuyung huyung ke belakang, Ang tung hud tertawa
sambil menubruk dan melakukan serangan hebat dengan
serudukan kepalanya ke arah perut Yap Thian Giok!
Sin pian Yap Thian Giok tak kuasa mengelak dari
serangan dahsyat ini dan tiba tiba Tek Hong yang melihat
datangnya bahaya ini, melompat dan menghadapi Ang tung
hud!
Serangan kepala Ang tung hud sudah dekat dan Thian
Giok yang melihat murid keponakannya mewakili dirinya
menerima serangan itu berseru,
“Awas, Tek Hong!”
Akan tetapi pemuda itu telah memalang kedua tangan di
depan dada dan pedangnya menusuk ke depan. Akan tetapi,
kedua tangan Ang tung hud menggerakkan tongkat
menangkis pedang sedangkan kepalanya terus menyeruduk
ke arah perut Tek Hong. Pemuda ini hanya menggunakan
tangan kiri saja yang menjaga perutnya dan ketika kepala
itu tiba, ia merasa betapa tangannya sakit sekali dan
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
tubuhnya terlempar ke belakang seakan akan terdorong oleh
tenaga yang luar biasa besarnya.
Tek Hong terlempar lebih dua tombak dan jatuh di atas
tanah dalam keadaan duduk. Pergelangan tangan kirinya
patah dan dadanya terasa panas. Ia maklum bahwa ia telah
menderita luka di dalam tubuh maka ia cepat mengatur
pernapasannya. Adapun Ang tung hud juga merasa betapa
kepalanya kesemutan, maka ia terkejut sekali, ia mencoba
untuk mengatur jalan darah di kepalanya, namun ternyata
bahwa tangan kiri Tek Hong yang mengandung tenaga Thai
lek kim kong jiu tadi telah mendatangkan luka di
kepalanya. Setelah terhuyung huyung, Ang tung hud
menjerit dan roboh pingsan.
Bukan main marahnya Sam thouw hud melihat ini.
Sambil memekik keras tongkatnya menyambar hendak
memukul Tek Hong yang masih bersila di atas tanah sambil
meramkan matanya
“Jangan bunuh dia secara curang!” Yap Thian Giok
melompat dan menggunakan dua tangan yang diisi dengan
tenaga Soan hong pek lek jiu itu ia menangkis sambaran
tongkat Kim hong pang. Akan tetapi, ia kalah tenaga dan
tangkisannya membuat ia terpental ke belakang dan di
lengan kanannya nampak tanda membiru karena benturan
dengan tongkat. Baiknya tulangnya tidak patah, dan
tangkisan itu pun membuat Sam thouw hud terhuyung ke
belakang. Kini Sam thouw hud menyerang lagi, melompat
dan tongkatnya menyambar kepala Tek Hong. Thian Giok
yang terlempar dan tidak berdaya menolong, hanya
meramkan matanya agar jangan melihat kengerian itu.
Agaknya kepala pemuda itu akan pecah terpukul tongkat
yang demikian beratnya.
“Siancai, siluman tua bangka sungguh kejam,” terdengar
suara halus dan sehelai sinar merah menyambar ke arah
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
tongkat yang memukul kepala Tek Hong. Sam thouw hud
terkejut sekali ketika merasa tongkatnya direnggut oleh
tenaga yang kuat sekali, ia mengerahkan tenaga membetot,
namun tongkatnya tidak terlepas dan libatan benda merah
itu. Tiba tiba benda merah itu melepaskan libatannya dan
meluncur menyerang pundak Sam thouw hud. Dilepaskan
tiba tiba saja, Sam thouw hud sudah terhuyung ke belakang,
ditambah lagi oleh serangan hebat ini, membuat dia tidak
tertahan lagi terjengkang ke belakang. Baiknya ia gesit dan
cepat berpoksai (membuat salto) sehingga terhindar dan
jatuh ia mengenal selendang merah itu dan wajahnya
berobah pucat.
Benar dugaannya, ketika ia memandang, ia melihat Mo
bin Sin kun berdiri di situ dengan selendang merah di
tangan kanan. Wanita ini tidak berobah, masih nampak
gagah dan cantik biarpun usianya tua sekali, tidak kurang
dari tujuhpuluh tahun.
“Sam thouw hud, kau datang mau apakah?” bentakMo
bin Sin kun dengan suara keren.
Sam thouw hud kehilangan semangat dan
keberaniannya. Dahulu ia telah merasai kelihaian wanita
sakti ini, dan tadi serangan selendang merah itu
membuktikan bahwa kepandaian dan tenaga Mo bin Sin
kun ternyata tidak berkurang, bahkan makin hebat.
Sekarang, empat orang kawannya telah terluka semua
dan kalau dia sendiri harus menghadapi Mo bin Sin kun
tanpa kawan, ia merasa amat jerih. Lagi pula di sana masih
ada Thian Giok yang kepandaiannya tidak rendah, dan
pemuda itu pula yang agaknya kini sudah dapat mengatasi
lukanya.
“Sam thouw hud, mengapa kau diam saja?” kembaliMo
bin Sin kun bertanya, akan tetapi oleh karena Sam thouw
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
hud memang sudah tuli, mana ia bisa mendengar
pertanyaan ini.
“Suthai, agaknya siluman tua ini memang tidak dapat
mendengar lagi. Dia datang untuk mencari suthai dan
hendak membalas dendam. Ia telah membawa empat orang
kawannya yang kesemuanya telah dikalahkan oleh Tek
Hong, akan tetapi sebaliknya Tek Hong juga menderita
luka,” kata Thian Giok kepada gurunya.
Sementara itu, Sdm thouw hud lalu menghampiri
sutenya mengangkat tubuh yang pingsan itu dan
dipanggulnya, kemudian ia berkata kepada Mo bin Sin kun,
“Kawan kawanku telah terluka. Biarlah kali ini aku
mengalah, akan tetapi lain kali aku pasti akan datang lagi!”
Setelah berkata demikian, ia lalu mengajak tiga orang
muridnya untuk pergi dari situ. Sambil terpincang pincang
dan meringis kesakitan, tiga orang hwesio murid Sam
thouw hud itu mengikuti suhu mereka.
Mo bin Sin kun sekarang jauh berbeda dengan Mo bin
Sin kun belasan tahun yang lalu. Dahulu ia terkenal
memiliki watak keras sekali akan tetapi kini ia menjadi jauh
lebih sabar setelah bertapa dan mengasingkan diri dan
dunia ramai beberapa tahun lamanya. Ia tidak mau
mengejar Sam thouw hud melainkan menghampiri Tek
Hong. Sudah lama ia tidak bertemu dengan pemuda ini,
semenjak pemuda ini masih kecil, ia kagum melihat
pemuda ini yang parasnya, mirip dengan ibunya, akan
tetapi pada saat itu, TekHong nampak pucat sekali.
Sebaliknya, Tek Hong sudah dapat mengatasi lukanya
dan kini dadanya tidak begitu sakit lagi rasanya. Melihat
Mo bin Sin kun, ia cepat berlutut memberi hormat kepada
nenek gurunya itu.
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
Mo bin Sin kun mengangkat bangun Tek Hong dan
ketika ia menyentuh kedua pundak pemuda itu, ia berkata,
“Kau menderita luka di dalam dada. Baiknya tubuhmu
telah kuat berkat latihan yang baik sehingga tidak
membahayakan nyawa.” Nenek tua yang sakti ini lalu
menotok dua kali ke arah punggung Tek Hong, kemudian
mengeluarkan bungkusan obat dan memberi tiga butir pel
merah kepadanya.
“Telanlah tiga butir ini dan kau akan sembuh kembali
dalam beberapa hari saja,” katanya. Sambil menghaturkan
terima kasih, Tek Hong menelan pel itu lalu ia mengikuti
Mo bin Sin kun dan Yap Thian Giok yang mengajaknya
masuk ke dalam pondok untuk bercakap cakap.
Setelah Yap Thian Giok menuturkan tentang kedatangan
Sam thouw hud, Ang tung hud dan tiga orang muridnya
kepada Mo bin Sin kun, Tek Hong dengan muka sedih lalu
menuturkan pula segala pengalamannya, ia menceritakan
betapa adiknya tertawan oleh Tung hai Sian jin,
menuturkan pula tentang Liem Pun Hui yang masih berada
di pulau itu menanti dengan setia sampai Siauw Yang
tertolong. Juga ia menuturkan perihal Lam hai Lo mo yang
hidup kembali dan bagaimana kakek sakti yang jahat dan
kini buntung kakinya itu membakar rumah orang tuanya di
Tit le.
“Hm, tidak tahunya Pun Hui telah pergi bersama Siauw
Yang. Bagus, anak itu memang baik dan boleh dipercaya,”
kata Yap Thian Giok mendengar tentang muridnya.
Adapun Mo bin Sin kun mengerutkan keningnya dan
berkali kali menghela napas panjang.
“Gagallah maksudku mencuci tangan dari urusan dunia
satelah sekarang mengetahui bahwa si jahat Lam hai Lo mo
masih hidup. Setelah dia turun gunung, dan Tung hai Sian
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
jin serta orang orang jahat seperti Sam thouw hud juga
datang mengacau, mana bisa aku enak enak di atas gunung?
Terpaksa akupun harus turun tangan. Thian Giok, besok
kau ikut aku pergi ke Sam liong to!” Tentu saja Thian Giok
setuju dan menyatakan kesediaannya.
Tek Hong girang sekali. Setelah supeknya dan nenek
gurunya mau turun tangan, harapannya timbul kembali
untuk dapat menolong adiknya, “Terima kasih atas
pertolongan supek dan sucouw, akan tetapi teecu akan
pulang dulu ke Tit le. Di sana tidak ada apa apa dan kalau
sewaktu waktu ayah bunda teecu pulang, mereka tentu akan
bingung sekali. Teecu hendak meninggalkan surat di sana
baru teecu akan menyusul ke Sam liong to.” Setelah berkata
demikian, Tek Hong lalu memberi penjelasan kepada Thian
Giok dan Mo bin Sin kun tentang letak Pulau Sam liong to
itu.
Kemudian ia berpamit untuk kembali ke Tit le, setelah
mendapat nasehat nasehat dari dua orang tua itu dan
menerima lagi tiga butir pel merah dariMo bin Sin kun.
“Sebaiknya, dalam dua pekan ini, hindarkan segala
pertempuran karena luka di dalam dadamu belum pulih
kembali,” kata Mo bin Sin kun dan Tek Hong menyanggupi
untuk mentaati pesan ini. Maka berangkatlah pemuda ini
turun dari Sian hoa san dengan dada lapang, karena kini ia
mendapat bantuan orang orang sakti yang membikin
fihaknya kuat.
“Siauw Yang…! Siauw Yang….!”
Panggilan ini di teriakkan berkali kali dan suara
panggilan itu bergema di permukaan air laut. Suara ini
keluar dari sebuah perahu kecil yang terapung apung di atas
air laut, dan di dalam perahu kelihatan seorang pemuda
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
berpakaian sasterawan memegang dayung dan mendayung
perahu itu hilir mudik mengelilingi sekumpulan pulau yang
berada di situ.
Pemuda ini nampak kurus sekali dan wajahnya pucat ia
kelihatan sedih dan suaranya yang tak pernah mendapat
jawaban itu membuat suasana di sekelilingnya menjadi
makin sunyi.
Telah sepekan lebih pemuda itu yakni bukan lain Liem
Pun Hui, setiap hari dari pagi sampai petang, menaiki
perahu itu dan mendayungkannya perahunya ke semua
pulau yang berada di situ untuk mencari Sauw Yang, gadis
perkasa yang sudah menawan hatinya.
Kasihan sekali keadaan pemuda ini. Ia lupa makan, lupa
tidur dan sama sekali tidak memelihara kesehatannya lagi
sehingga ia menjadi kurus kering dan pucat, ia amat gelisah,
bahkan gelisah kalau kalau tidak akan bertemu dengan dara
yang dicintainya itu, melainkan gelisah memikirkan
keadaan Siauw Yang ia tahu akan kejahatan manusia
seperti Bong Eng Kiat dan ayahnya, dan tahu betul bahaya
besar apa yang mengancam diri gadis itu.
Sepekan lebih ia tidak pernah makan hanya minum saja
dan jarang sekali ia tidur, maka tubuhnya terpaksa lemas
dan lemah. Pada saat itu ia memanggil manggil sampai
suaranya menjadi parau dan perahunya mendekati sebuah
pulau yang sudah ada tiga kali ia darati, tiba tiba ia melihat
seorang wanita di pantai pulau itu melambaikan saputangan
kepadanya. Pun Hui menggosok gosok matanya, khawatir
kalau kalau pikirannya sudah terganggu atau matanya
sudah tidak sempurna lagi. Sudah tiga kali ia mendarat di
pulau ini. Seperti juga di pulau pulau yang lain, akan tetapi
selalu tidak bertemu dengan seorangpun manusia. Sekarang
ada wanita itu, dan manakah datangnya? Apakah dia Siauw
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
Yang.... ? Berpikir demikian, hatinya berdebar keras dan ia
mendayung perahunya ke pantai itu.
“Siauw Yang….!” Suara yang diteriakkan ini tidak
keluar, tersumbat di kerongkongannya karena ia merasa
amat terharu, juga khawatir kalau kalau yang ia hadapi itu
hanya lamunan atau impian belaka. Kini perahunya telah
menempel di darat dan wanita itu telah berdiri tak jauh dari
perahunya. Tak salah lagi, itulah Siauw Yang, gadis yang
selama ini dicari carinya, ditunggu tunggunya, yang kini
berdiri dengan mata bersinar sinar dan bibir tersenyum.
“Siauw Yang….!” Pun Hui melompat keluar dari
perahunya ke atas pantai berpasir, terhuyung huyung
menghampiri gadis itu dan setelah mendapat kenyataan
bahwa ia benar benar tidak mimpi dan gadis itu benar benar
Siauw Yang, ia hanya dapat mengeluh penuh kebahagiaan.
“Siauw Yaaang …..” lalu roboh di depan kaki gadis
itu, tak sadarkan diri!
Ketika ia siuman kembali, ia melihat Siauw Yang sedang
memijit mijit leher, pundak, dan punggungnya sambil
memanggil manggil namanya.
“Liem suheng, kau kenapakah ?”
Liem Pun Hui bergerak dan bangku, lalu duduk di atas
pasir, di dekat Siauw Yang yang sedang berlutut
“Aku tidak apa apa, aku amat girang melihat kau masih
selamat dan hidup, sumoi,” jawabnya sambil mencoba
untuk bersembunyi dan melupakan keletihan dan kelaparan
yang membuatnya lemas sekali.
“Akan tetapi kau pucat sekali, dan kurus! Padahal baru
sepekan kita berpisah. Kau kenapakah, suheng? Sakitkah
kau?” Siauw Yang mendesak sambil memandang tajam ke
arah wajah pemuda itu.
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
“Tidak, tidak sakit. O, ya, tahukah kau aumoi bahwa
belum lama ini aku telah bertemu dengan kakakmu Song
Tek Hong di pulau kecil itu! Tapi sekarang ia telah pergi
lagi untuk mencari bantuan.”
Pun Hui sengaja mengubah arah percakapan agar tak usah
menjawab pertanyaan gadis itu tentang keadaannya.
“Betulkah?” Siauw Yang benar saja amat tertarik
hatinya mendengar itu. Pun Hui lalu menceritakan
pengalamannya dengan Song Tek Hong yang di dengarkan
oleh Siauw Yang penuh perhatian.
“Jadi setelah putus asa mencariku, ia lalu kembali untuk
memberi laporan tentang keadaanku yang tertawan kepada
ayah bundaku? Akan tetapi mengapa kau mendiri masih
ada di sini, Liem suheng? Mengapa kau tidak ikut dengan
twako untuk kembali ke daratan?”
“Aku… aku tinggal di pulau itu untuk.... menanti kalau
kalau kau akan datang .”
Mendengar jawaban yang gagap ini, Siauw Yang
memandang tajam. Gadis ini otaknya cerdik luar biasa
maka melihat keadaan pemuda itu, mendengar suara
panggilan tadi, dan kini mendengar penuturannya, ia dapat
menduga. Tak terasa pula wajahnya menjadi merah dan
matanya berlinang air mata.
“Liem suheng, kau tinggal di pulau dan kau setiap hari
berperahu mencari cariku selami ini?”
“Habis…. tidak ada sesuatu yang dapat ku kerjakan…..”
“Dan kau selalu memanggil manggilku, menjelajah
sekumpulan pulau pulau ini tanpa kenal lelah.”
“Itu kewajibanku, sumoi....”
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
“Dan dalam melakukan hal ini, kau sampai tidak pernah
makan, mungkin tak pernah tidur! Kau menyiksa dirimu
sendiri hanya untuk mencari aku, suheng....”
“Habis bagaimana aku bisa makan dan tidur,
bagaimana aku bisa hidup kalau kalau….” Sampai di
sini Pun Hui tertegun dan tak dapat melanjutkan kata
katanya. Tadinya ia hanya akan menyangkal seberapa
dapat agar kelihatannya ia jangan terlalu memikirkan gadis
ini, akan tetapi dalam kata katanya, ia telah terpeleset
sehingga bukan menyembunyikan, bahkan ia membuka
perasaan hatinya secara terang terangan!
“Liem suheng…. kau baik sekali....” kata Siauw Yang
dengan terharu dan juga jengah, ia memang sudah
menduga bahwa pemuda sasterawan ini “ada hati”
terhadapnya, akan tetapi tak disangkanya sampai demikian
mendalam!
Adapun Pun Hui setelah tanpa di sengaja telah
membuka sendiri rahasia hatinya, buru buru
menyimpangkan pembicaraan itu dengan pertanyaan,
“Dan kau bagaimana bisa tiba tiba muncul di pulau ini,
sumoi? Terus terang saja, sudah tiga kali aku mendarat di
sini, akan tetapi tidak pernah aku melihatmu atau orang
lain di pulau ini.”
Siauw Yang tersenyum, “Baru saja aku tiba di sini dan
sebelum aku bercerita, kaumakanlah dulu, suheng. Aku tadi
telah makan buah buah yang enak sekali yang terdapat di
pulau ini. Kau makanlah.” Siauw Yang mengeluarkan
beberapa buah yang berwarna kekuningan dan memberikan
itu kepada Pun Hui.Melihat buah ini dan mencium baunya
yang harum, perut Pun Hui yang kosong itu mulai
berkeruyuk dan mulutnya membasah. Ia cepat menerima
dan makan buah itu, enak harum rasanya.
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
“Terima kasih buah ini enak sekali, sumoi.” Sambil
memandang pemuda itu makan buah Siauw Yang
tersenyum lagi. Lucu rasanya dan senang hatinya melihat
pemuda itu makan dengan lahapnya.
“Bukan rasa buah itu yang luar biasa, melainkan
seleramu dan rasa lapar yang membikin segala apa menjadi
enak dimakan,” katanya.
Satelah Pun Hui selesai makan dan rasa lapar mereda,
Siauw Yang lalu menceritakan pengalamannya.
Sebagaimana telah dituturkan di bagian depan, dalam
pertempuran melawan Tung hai Sian jin dan puteranya,
yakni Bong Eng Kiat, Siauw Yang tertawan dan dipondong
pergi oleh Bong Eng Kiat, sedangkan pedangnya Kim kong
kiam dirampas oleh Tung hai Sian jin yang memimpin para
bajak laut meninggalkan pulau kosong di mana Pun Hui
menggeletak dalam keadaan pingsan.
Tung hai Sian jin dan Bong Eng Kiai membawa gadis itu
ke sebuah perahu dan mereka mendayung perahu itu cepat
cepat ke tengah laut, lalu mengembangkan layar sehingga
perahu itu cepat berlayar ke tengah samudera, diikuti oleh
perahu perahu layar dari para bajak laut.
“Ayah, aku minta agar dikawinkan dengan gadis jelita
ini!” beberapa kali Bong Eng Kiat merengek rengek sambil
memandang ke arah tubuh Siauw Yang yang menggeletak
di dalam perahu dalam keadaan tak sadar. Tubuh itu amat
menggairahkan dalam pandangan matanya dan menurut
keinginan hatinya, ia ingin segera mendapatkan gadis ini
sebagai isterinya.
Ayahnya tertawa tawa saja sambil menghiburnya,
“Sabar, Eng Kiat. Aku maklum bahwa kau tentu tergila gila
kepada gadis ini yang memang patut menjadi jodohmu.
Akan tetapi ketahuilah, bahwa kau adalah anak tunggalku
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
putera dari Tung hai Sian jin. Tidak mungkin puteraku akan
melakukan pernikahan begitu saja seperti orang liar! Harus
diadakan upacara yang sah, dihadiri oleh semua orang di
dunia kang ouw. Kalau kau menikah, kau harus menikah
secara terhormat. Berbeda lagi kalau kau hanya ingin main
main saja dengan wanita ini.”
“Tidak, ayah. Aku cinta kepadanya, aku tidak mungkin
memperlakukan dia sebagai wanita biasa yang hanya ingin
kupermainkan lalu kubuang lagi. Aku ingin ia menjadi
isteriku yang sah, menjadi ibu dari anak anakku! Aku cinta
dan kasihan melihat wajahnya yang ayu.” Sambil berkata
demikian, Eng Kiat mendekati Siauw Yang dan mengelus
elus kepala dan rambut gadis itu yang halus dan panjang
menghitam. Nyata sekali bahwa ia menaruh hati sayang
kepada Siauw Yang, bukan semata terdorong oleh nafsu.
Betapapun jahat seseorang, pada suatu waktu ia tentu akan
bertemu dengan seorang wanita yang menjatuhkan hatinya
dan membuat ia ingin menjadi seorang suami dan ayah
yang baik, seorang wanita yang dapat merobah watak yang
jahat menjadi baik, merobah watak yang kejam itu menjadi
penuh belas kasihan!
“Bagus!” jawab Tung Hai Sian jin dengan wajah berseri.
“Memang akupun seorang manusia biasa yang ingin sekali
melihat kau berbahagia, hidup tenteram bersama seorang
isteri yang cocok, ingin menimang seorang cucu. Ha, ha,
ha! Kalau begitu, kau harus bersabar, anakku. Kita harus
mencari kesempatan untuk melangsungkan pernikahanmu
dengan gadis ini secara baik baik!”
Bong Eng Kiat berseri wajahnya, akan tetapi hanya
sebentar saja. Tiba tiba ia mengerutkan keningnya dan
wajahnya nampak berduka.
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
“Akan tetapi, ayah. Dahulu ia pernah menolak
lamaranku, dan orang tuanya tentu tidak setuju. Bagaimana
dia mau menjadi isteriku?”
“Itulah sebabnya maka kita harus mencari jalan yang
baik. Dia sudah berada di kekuasaan kita, hal ini
merupakan senjata yang amat ampuh bagi kita. Biarlah
untuk sementara kita mendarat di pulau kosong dan
membujuk sambil mencari kesempatan dan akal.”
Akan tetapi, agaknya para dewa yang berkuasa di lautan
merasa muak menyaksikan kejahatan Tung hai Sian jin,
puteranya dan anak buah mereka yakni bajak bajak laut
yang sudah terlalu sering melakukan kejahatan dan
kekejaman itu. Tiba tiba saja, benar benar di luar dugaan
dan perhitungan para bajak laut yang sudah tahu akan
keadaan lautan entah mengapa sebabnya, timbul taufan
yang hebat. Perahu bajak yang kecil itu tertiup taufan dan
tentu akan tenggelam kalau mereka tidak lekas lekas
menurunkan layar. Tung hai Sian jin terkejut sekali dan
agar lebih memudahkan menurunkan layar, ia
menggunakan tangannya menghajar pangkal tiang layar.
“Kraakk!” Tiang layar sebesar paha manusia itu
tumbang dan patah setelah sekali saja terkena babatan
tangan Tung hai Sian jin yang dimiringkan.
Namun taufan masih mengamuk hebat dan gelombang
sebesar gunung pergi datang mengombang ambingkan
perahu perahu itu. Para bajak berteriak teriak ketakutan,
disusul oleh pekik dan jerit kematian ketika beberapa buah
perahu mulai terbalik membawa para penumpangnya
keluar dan terjungkal ke dalam air. Lengan lengan tangan
dengan jari jari terbuka, jerit jerit mengerikan, bercampur
aduk dengan suara angin berderu. Jari jari tangan itu diulur
hendak mencari pegangan, namun apa daya mereka
terhadap kekuatan ombak yang besar? Mereka diangkat ke
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
atas, dihempaskan lagi ke dalam air sampai habis tenaga
dan napas mereka dan tenggelamlah tubuh para bajak laut
itu menjadi santapan ikan ikan besar.
Di antara perahu perahu kecil itu, hanya perahu yang
ditunggangi oleh Tung hai Sian jin dan Bong Eng Kiat saja
yang dapat menahan serangan ombak dan taufan. Tung hai
Sian jin cepat berseru kepada puteranya untuk memegangi
pinggiran perahu dan menggunakan tenaga menekan
dorongan ombak sehingga prrahu itu tidak terbalik. Mereka
berdua harus bekerja mati matian dan sepenuh tenaga.
Melihat tubuh Siauw Yang terguling ke kanan kiri di dalam
perahu dan kepala gadis itu terbentur pinggiran perahu, Eng
Kiat lalu menarik tubuh Siauw Yang dan dipangkunya,
dipeluknya erat erat agar tubuh gadis itu tidak terlempar ke
luar. Tangan kirinya memeluk Siauw Yang sedangkan
tangan kanannya memegangi pinggiran perahu dengan
pengerahan tenaga lweekang.
Sementara itu, dengan sebelah tangan memegang
pinggiran perahu, Tung hai Sian jin mempergunakan
dayung dengan tangan kirinya, mendayung sedapatnya agar
perahunya dapat keluar dan gelanggang maut itu. Akhirnya
ia berhasil, perahu kecil itu meluncur keluar dari permainan
ombak, akan tetapi ternyata bahwa perahu mereka telah
tiba di bagian samudera yang amat jauh dan kelompok
pulau pulau kecil tempat mereka. Ternyata bahwa taufan
telah membawa perahu mereka jauh ke timur!
Ketika mereka melihat ke sekeliling mereka, tak sebuah
pun perahu anak buah mereka nampak. Agaknya mereka
semua telah menjadi korban taufan dan tenggelam di laut.
“Benar benar Thian masih melindungi kita,” kata Tung
hai Sian jin sambil menarik napas panjang dengan hati
merasa ngeri, “di antara sekian banyak orang, hanya kita
berdua yang selamat.”
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
“Bertiga, ayah, bukan berdua. Bahkan orang ke tiga, adik
Siauw Yang ini yang agaknya membawa nasib baik. Orang
secantik dia, mana ada iblis bertega hati untuk
membunuhnya? Oleh karena itu, hatiku lebih tetap lagi
untuk mengambilnya sebagai isteriku yang tercinta!”
Tung hai Sian jin mengangguk angguk. “Mungkin kau
benar.Mari kita mencari tempat mendarat.”
Tak lama kemudian, mereka melihat sebuah pulau yang
berada di tengah laut, jauh terpencil dan bukan merupakan
sebuah di antara pulau pulau yang pernah mereka tinggali.
Mereka mendarat, dan Eng Kiat memondong tubuh Siauw
Yang ke darat. Dengan girang mereka mendapat kenyataan
bahwa pulau itu amat subur, mempunyai pohon pohon
yang berbuah dan terdapat pula binatang bnaiang hutan
yang dapat dijadikan penolak kelaparan.
Pada saat itu, Siauw Yang siuman dari pingsannya oleh
pengaruh totokan yang lihai. Selelah pikirannya jernih
kembali dan melihat betapa ia di pondong oleh Bong Eng
Kiat, ia menjadi gemas sekali, ia mengangkat tangan dan
mengirim pukulan ke arah lambung pemuda itu, Bong Eng
Kiat telah mempelajari ilmu silat dari ayahnya dan
kepandaiannya telah mencapai tingkat yang tinggi, maka ia
dapat merasa gerakan gadis ini. Ia terkejut sekali dan cepat
menggunakan tangan menangkis pukulan itu, akan tetapi ia
terpaksa melepaskan Siauw Yang.
“Eh, eh, adik Yang, mengapa kau memukulku? Aku
tidak melakukan sesuatu yang buruk terhadapmu.” Eng
Kiat menegur sambil tersenyum dan memandang kepada
gadis itu dengan penuh cinta kasih dan berahi
Siauw Yang cemberut. Sekejap mata saja ia dapat
melihat betapa keadaannya tidak berdaya sama sekali.
Pedangnya telah terampas oleh Tung hai Sian jin. Dengan
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
pedang di tangan saja, ia masih sukar untuk mengalahkan
Bong Eng Kiat, apa lagi Tung hai Sian jin. Sekarang ia
tidak berpedang, tentu saja sia sia kalau ia melakukan
perlawanan, ia bukan seorang gadis bodoh dan mata gelap
yang tidak tahu bahaya dan yang melakukan sesuatu atas
dorongan nafsu marah belaka. Otaknya bekerja dan ia
mengambil keputusan untuk berlaku sabar dan menahan
kemendongkolannya, menanti datangnya kesempatan baik.
“Kau menggendongku, masih bilang tidak melakukan
sesuatu yang buruk? Siapa sudi kau gendong seperti anak
kecil?”
Bong Eng Kiat tertawa bergelak. Hatinya girang sekali
melihat gadis itu tidak terus menyerang dan mengamuk, hal
yang tadinya diduga duganya dan yang akan menyakitkan
hatinya.
“Adik Yang, apa salahnya kau kugendong? Kalau tidak
kugendong, bagaimana kau bisa terhindar dari bahaya maut
ketika taufan menyerang hebat perahu kita? Kau masih
belum sadar kembali, tentu saja harus kupondong.”
“Aku tidak sudi. Tidak sudi aku bersentuhan kulit
denganmu, tahu?”
Tung hai Sian jin tertawa masam dan berkata, “Eng
Kiat, gadis yang kaucinta ini galak bukan main, apakah kau
tetap tergila gila kepadanya?”
“Biar galak, akan tetapi ia baik, ayah. Galak nya itu
bukan menjadi watak dasarnya. Coba ayah lihat, biarpun ia
bicara marah marah, bukankah wajahnya masih terang dan
manis seperti bulan purnama? Adik Yang, kau jangan
marah marah. Bagiku, kalau kau marah wajahmu menjadi
makin menarik, akan tetapi hal itu amat tidak baik untukmu
sendiri. Orang yang suka marah marah apalagi seorang dara
muda, dapat menjadi lekas tua!”
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
Eng Kiat dan Tung Hai Sian jin tertawa, akan tetapi
Siauw Yang tetap cemberut.
“Aku tidak akan marah asal saja kau tidak
menggangguku. Aku tahu bahwa kini aku tidak berdaya
dan percuma saja andaikata aku melawan.”
“Lihat dan dengar ayah, bukankah dia seorang dara yang
selain gagah perkasa dan cantik jelita juga amat cerdik dan
pandai mempergunakan otaknya? Di dunia ini mana ada
seorang gadis seperti dia?” berkata Eng Kiat sambil
tersenyum senyum gembira.
“Akan tetapi,” kata Siauw Yang tanpa memperdulikan
pujian orang, “sekali saja kau berlaku kurang ajar
Kepadaku, biarpun aku harus mati, aku akan menyerangmu
dengan nekat,”
“Adik Yang. Bagaimana aku dapat mengganggumu?
Aku cinta sepenuh jiwaku kepadamu, aku kasihan
kepadamu. Aku bersumpah takkan mengganggumu.”
Mendengar kata kata puteranya ini, Tung hai Sian jin
menjadi geli hatinya dan tersenyum pahit.
“Sudahlah, kalian orang orang muda boleh ribut mulut
dan bertengkar membangun cinta kasih akan tetapi aku
orang tua tidak sabar lagi mendengarnya. Aku hendak
menyelidiki keadaan pulau ini. Eng Kiat, hati hatilah. Dia
ini bukan gadis sembarangan, jangan sampai kau kena
diakali olehnya di waktu berada berdua dengan dia. Kalau
dia menyerang, pergunakan senjatamu, dengan tangan
kosong saja tak mungkin dia akan mengalahkanmu. Pula,
jangan lupa segera memanggilku kalau dia berlaku jahat.”
Setelah berkata demikian, Tung hai Sian jin
meninggalkan dua orang muda itu di pantai dan sekali
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
melompai kakek sakti ini telah lenyap di balik pohon pohon
yang memenuhi pulau itu.
Siauw Yang mendongkol sekali, juga amat khawatir,
tidak disangkanya bahwa Tung hai Sianjin begitu cerdik
dan dapat menduga akan isi hatinya, ia maklum bahwa
pemuda ini benar benar cinta kepadanya dan sudah tergila
gila, dan agaknya bolah dipercaya bahwa untuk sementara
waktu ini, pemuda itu takkan mengganggunya dan takkan
menggunakan kekerasan. Akan tetapi, berapa lamakah akan
dapat dipertahankan hal ini? Pemuda macam Eng Kiat
kalau sudah dikuasai deh nafsu, tentu takkan mundur untuk
melakukan sesuatu yang melanggar norma kesusilaan dan
perikemanusiaan. Berpikir sampai di sini, diam diam Siauw
Yang bergidik. Namun ia bersyukur bahwa selama ia
pingsan, pemuda itu tidak melakukan sesuatu. Kalau terjadi
demikian, aku akan mengadu nyawa dengan mereka,
pikirnya gemas.
Benar saja seperti dugaannya, Eng Kiat biarpun selalu
bicara manis kepadanya dan barsikap halus, tidak pernah
memperlihatkan tanda tanda hendak mengganggunya atau
berlaku kurang ajar. Bahkan di waktu malam hari, ketika
Siauw Yang tidak dapat pulas dan berpura pura tidur, Eng
Kiat menghampirinya, bukan untuk mengganggu,
melainkan untuk duduk dekat nona itu dan menggunakan
baju luarnya mengusir nyamuk yang berani datang
menggigit kulit tubuh yang putih halus dari nona pujaan
hatinya! Diam diam Siauw Yang yang tidak tidur itu
merasa terharu akan tetapi juga gemas sekali. Cinta kasih
yang diperlihatkan oleh Eng Kiat kepadanya hanya
mendatangkan rasa jemu di dalam hatinya, ia teringat akan
Pun Hui. Pemuda itu lain lagi. Memang halus dan sopan
lahir batin, bukan berpura pura. Dan di dalam hatinya, ia
selalu merasa kasihan kepada Pun Hui, sungguhpun ia
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
sendiri tidak tahu apakah itu tanda hati cinta atau bukan.
Akan tetapi kalau ia teringat akan Pun Hui yang
menggeletak pingsan seorang diri di atas pulau itu, hatinya
gelisah sekali.
Tung hai Sian jin juga tidak perduli kepadanya dan tidak
pernah bicara dengan dia, bahkan memandangnya jarang.
Kakek ini dengan cepatnya telah dapat menemukan sebuah
gua besar dan gua ini mereka jadikan tempat tinggal untuk
sementara waktu.
Pernah terjadi pada suatu senja, Bong Eng Kiat pergi dari
pulau itu. Siauw Yang tidak tahu ke mana perginya pemuda
ini, sama sekali tidak menduga bahwa Eng Kiat telah
berperahu, pergi ke pulau di mana ia dan ayahnya
menawan Siauw Yang. Pemuda ini teringat akan Pun Hui
yang belum tewas dan ia pergi ke sana dengan maksud
membunuh pemuda itu. Hal ini terjadi karena di dalam
hatinya timbul perasaan cemburu yang besar terhadap Pun
Hui dan ia takkan merasa puas sebelum membunuh
pemuda sasterawan itu.
Sebagaimana telah dituturkan di bagian depan, ia
bertemu dengan Tek Hong dan cepat cepat melarikan diri di
dalam perahunya. Akan tetapi tentu saja ia tidak berani
menuturkan peristiwa itu kepada Siauw Yang bahkan diam
diam ia memberi tahu kepada ayahnya tentang
pertempuran ini.
“Ayah, kalau tidak lekas lekas adik Yang menjadi
isteriku, aku khawatir kalau kalau Thian te Kiam ong Song
Bun Samdan puteranya akan menyusul ke mari.”
Ayahnya tersenyum. “Kau boleh memperisteri dia di sini
juga siapa yang akan melarangmu?”
“Mana dia mau, ayah?”
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
“Anak bodoh. Biarpun di dalam hati ia mau atau tidak,
seorang gadis tidak nanti mengangguk angguk menyatakan
mau apabila hendak diperisteri orang. Penolakannya hanya
untuk kepantasan saja. Sekali ia telah menjadi isterimu,
tentu ia takkan banyak rewel lagi.”
“Mempergunakan kekerasan, ayah?”
Tung hai Sian jin mengangguk angguk dan dari sikap ini
saja sudah dapat diukur betapa buruknya watak Tung hai
Sian jin yang di waktu mudanya juga merupakan seorang
pemuda yang kurang baik.
“Menggunakan kekerasan tentu. Kemudian, setelah ia
dapat ditundukkan dan tidak banyak rewel lagi, barulah aku
akan menemui Thian te Kiam ong dan minta dengan resmi
lalu diada kau upacara resmi yang disaksikan oleh semua
orang kang ouw.”
“Tidak! Tidak bisa, ayah! Aku tidak tega melakukan hal
itu kepada adik Yang. Kalau lain gadis mungkin aku mau
melakukan hal itu kepadanya, akan tetapi adik Yang
aku ingin dia menjadi isteriku dengan rela. Aku
ingin iapun mencinta aku sebagai suaminya, ayah!”
“Bocah totol! Habis apa yang dapat kaulakukan?”
“Ayah, pergilah menemui Thian te Kiam ong, nyatakan
bahwa puterinya telah berada di dalam tawanan kita.
Dengan sedikit ancaman ayah dapat memaksanya untuk
menyerahkan puterinya kepada kita. Tentu ia tidak tega
melihat puterinya berada dalam bahaya dan lebih suka
melihat puterinya hidup sebagai isteriku yang tercinta
daripada binasa. Ayah, kau bukanlah seorang sembarangan
dan agaknya Thian te Kiam ong akan berpikir panjang,
akan merasa bahwa menjadi besanmu bukanlah hal yang
memalukan atau rendah. Ayah, tolonglah anakmu kali ini,
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
dan bujuk atau ancamlah orang tua itu supaya dia tunduk
dan suka menerima pinangan kita.”
Menghadapi anaknya yang merengek rengek ini,
akhirnya Tung hai Sianjin kalah. Barkali kali ia menarik
napas panjang.
“Perempuan…. perempuan…. kau selalu mengacaukan
keadaan! Baiklah, Eng Kiat, aku akan pergi menemui Thian
te Kiam ong. Seandainya dia marah, ia kau kuhadapi ia
dengan nekat, belum tentu akan kalah. Memang kata
katamu betul juga, dengan adanya Siauw Yang bersama
kita, Thian te Kiam ong tentu tak berani menggangguku.
Akan tetapi, kau haru berhati hati benar. Kalau
kutinggalkan berdua dengan gadis itu, keadaanmu amat
berbahaya. Sekali saja ia dapat memegang senjata pedang,
kau akan celaka, Eng Kiat! Kita harus akui bahwa
kepandaiannya lihai sekali dan agaknya kau takkan dapat
menang kalau bertanding pedang dengan dia.”
Eng Kiat mengangguk angguk. “Aku mengerti, ayah.
Kalau tidak selihai itu dia, agaknya cintaku juga akan
berkurang. Justru karena dia dapat menangkan
kepandaianku maka aku makin kagum kepadanya. Aku
sudah cukup berhati hati, ayah, dan pedang Kim kong kiam
itu kau bawa sajalah, sekalian untuk diperlihatkan kepada
Thian te Kiam ong sebagai bukti bahwa memang betul
puterinya telah kita tawan. Dengan pedangku di tangan dan
dia bertangan kosong, tak mungkin dia bisa memberontak.”
Maka berangkatlah Tung hai Sian jin untuk mencari
Thian te Kiam ong Song Bun Sam, meninggalkan Siauw
Yang dan Bong Eng Kiat berdua saja di atas pulau itu.
Biarpun tidak diberi tahu perihal perginya Tung hai Sian
jin, namun hati Siauw Yang menduga bahwa tentu kakek
itu akan melakukan sesuatu yang menimbulkan tidak rasa
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
enak di dalam hatinya. Apalagi ketika melihat betapa
perahu itu dibawa pergi oleh Tung hai Sian jin, ia menjadi
makin gelisah. Memang betul bahwa dengan perginya
kakek itu, lebih besar harapannya untuk melepaskan diri
dari Eng Kiat, akan tetapi andaikata ia dapat merobohkan
pemuda ini, bagaimana ia dapat keluar dari pulau itu?
Akhirnya Tung hai Sian jin akan datang kembali dan kalau
melihat ia merobohkan puteranya, tentu kakek itu akan
membalas dendam dan ia akan kalah! Gadis ini bingung
sekali. Ke mana saja ia pergi, pemuda itu tidak mau
berpisah dari sampingnya, dan untuk mencari siaaat dan
kesempatan, terpaksa Siauw Yang berlaku kurang galak
bahkan agak manis sehingga pemuda itu merasa terapung
apung di sorga ke tujuh.
Pada keesokan harinya, Eng Kiat mengajak Siauw Yang
memancing ikan di tepi pantai. Udara jernih sekali dan
andaikata yang di dekatnya itu bukan Eng Kiat, tentu
Siauw Yang akan merasa gembira, karena ia memang
seorang dara yang berwatak periang.
“Eng Kiat, ke manakah perginya ayahmu?” tanyanya.
Sebutan ini beberapa kali membuat Eng Kiat tidak puas.
Berkali kali ia membujuk Siauw Yang supaya suka
menyebut koko (Kanda) kepadanya akan tetapi gadis itu
tidak sudi menurut, bahkan menjebikan bibir mengejek.
Oleh karena itu, akhirnya ia menerima juga sebutan yang
sederhana itu, yakni memanggil namanya langsung begitu
saja.
“Adik Yang, ayah pergi untuk menemui ayahmu.”
Siauw Yang terkejut, kemudian tersenyum. “Sama
halnya dengan seekor kelinci menemui harimau. Ayahmu
takkan kembali dengan kepala masih menempel di
lehernya.”
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
Eng Kiat tersenyum sabar. “Mungkin demikian kalau
ayah pergi menemuinya dengan maksud buruk. Akan tetapi
kali ini ayah pergi menemui ayahmu untuk merundingkan
urusan antara kita.”
“Ada urusan apa antara kita selain bahwa kau dan
ayahmu telah menggunakan kekerasan menawanku?
Ayahku akan marah sekali dan….”
“Bukan demikian, adikku yang manis. Ayahku akan
mengajukan usul agar supaya kita menjadi jodoh yang
cocok dan saling mencinta. Aku amat mencintaimu, adik
Yang, dan dunia agaknya akan menjadi neraka kalau aku
harus berpisah dari sampingmu!”
“Cih! Tak tahu malu! Aku tidak sudi!”
“Tak mungkin menolak kalau ayahmu sudah setuju,
adikku sayang. Kita akan menjadi suami isteri yang hidup
rukun sampai di hari tua, mempunyai anak anak dan
menimang nimang cucu kita.”
“Cukup!” Tangan Siauw Yang menampar dan biarpun
Eng Kiat mengelak, masih saja jari jari tangan Siauw Yang
mengenai pipinya, menimbulkan suara “plak” dan pipi
pemuda itu menjadi merah.
“Aduh, panas panas enak bekas tanganmu!” kata Eng
Kiat sambil mengelus elus pipinya dengan senyum di
mulut.Melihat sikap Eng Kiat, tidak karuan rasa hati Siauw
Yang. Ingin ia menangis keras untuk menyatakan
kemendongkolan hatinya. Ia tidak bodoh untuk menyerang
terus, karena kalau pemuda itu mencabut pedang, tentu ia
takkan dapat melawannya, ia merasa terharu, geli, gemas,
dan juga gelisah menghadapi pemuda yang nyata telah
tergila gila kepadanya itu.
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
“Eng Kiat, apakah betul betul kau mencintaiku?”
tanyanya.
“Aku bersumpah, disaksikan langit, bumi, dan laut
bahwa aku mencintaimu setulus ikhlas hatiku, adik Yang.”
“Aku tidak butuh sumpahmu!” jawab Siauw Yang ketus,
kemudian disambungnnya lagi dengan suara halus,
“Dan apakah kau kasihan kepadaku?”
Dengan suara sungguh, Eng Kiat m menjawab, “Kalau
aku tidak berbelaskasihan kepadamu, apakah kaukira kau
masih akan hidup sampai saat ini dan apakah kaukira aku
akan dapat menahan nahan berahiku melihatmu yang
cantik molek ini? Tidak, adikku sayang, aku tidak mau
menyakitimu, tidak mau menyakiti hati ataupun tubuhmu.”
“Kalau kau berbelaskasihan, mengapa kau tidak
membiarkan aku pergi? Eng Kiat, di sini aku merasa seperti
seekor burung dalam sangkar. Bebaskanlah aku dan
selamanya aku akan berterima kasih kepadamu.”
Mendengar kata kata ini, tiba tiba pemuda itu menangis.
Siauw Yang menjadi terheran heran dan mengira bahwa
pemuda ini memang tidak normal otaknya.
“Siauw Yang….” ucapanmu ini lebih menyakitkan dari
pada tusukan ujung pedang beracun. “Kau tahu aku cinta
kepadamu, tergila gila kepada mu, ingin selama hidupku
tak pernah berpisah lagi denganmu, bagaimana kau minta
aku membebaskanmu? Adikku sayang, kaulah yang harus
kasihan kepadaku….”
“Cih, sebal aku mendengarmu!” setelah berkata
demikian, Siauw Yang lalu berlari pergi meninggalkan Eng
Kiat. Pemuda itu mengejarnya dan tidak mau terpisah jauh
darinya.
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
Siauw Yang memutar otaknya, memeras seluruh
kecerdikannya. Bagaimana ia harus bersikap? Bagaimana ia
dapat melepaskan diri dari pemuda itu? Ia tahu bahwa Tung
hai Sian jin hendak memaksa ayahnya menyetujui
perjodohan itu, tentu dengan mengancam akan
membunuhnya kalau ayahnya tidak menyetujui atau kalau
ayahnya membunuh Tung hai Sian jin, tentu Eng Kiat yang
tak dapat menahan nafsu berahinya akan melakukan
paksaan kepadanya. Bagaimana baiknya? Menitik air mata
di pipi gadis ini, makin dipikir sedihlah dia sehingga
akhirnya ia menjatuhkan diri, duduk di atas rumput sambil
menangis.
“Adikku sayang, mengapa kau berduka? Jangan
menangis, adik Yang, kau membikin hatiku perih,”
terdengar suara Eng Kiat di belakangnya. Menurutkan
suara hatinya, ingin sekali Siauw Yang berdiri dan
memukul pecah kepala pemuda ini. Akan tetapi ia tidak
mau melakukan hal ini. Ia adalah seorang gadis yang tabah
dan tenang, yang memiliki kecerdikan dan yang selain
mempertimbangkan apa yang hendak dilakukannya, tidak
semata mata terdorong oleh nafsu marah.
Cepat ia menghapus air matanya dan berkata dengan
suara pilu, “Eng Kiat, cintamu kepadaku palsu! Rasa belas
kasihanmu juga pura pura saja. Kau amat kejam,
membiarkan aku di pulau ini, jauh keramaian, jauh dari
manusia manusia lain. Aku bisa menjadi gila kalau harus
tinggal terus di sini tanpa hiburan.”
“Kau ingin hiburan? Maukah kau kalau aku bernyanyi
untukmu? Adik Yang, aku banyak mempelajari nyanyian
indah. Dengarlah aku bernyanyi untukmu!” Setelah berkata
demikian, Eng Kiat mencabut pedangnya dan
mempergunakan pedang itu diketok ketokkan pada sebuah
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
batu karang untuk menimbulkan irama lagu, kemudian ia
bernyanyi.
Jilid XXV
PEMUDA ini memang sudah mempelajari kesusasteraan
dan ia suka bernyanyi. Suaranya memang empuk dan
merdu dan ia pandai sekali menyanyikan lagu lagu
percintaan kuno,
“Bulan purnama tersenyum cantik nian!
Kepada siapakah kau tersenyum, Bulan?
Tentu kepada Sang Matahari Pujaan dan kekasih hati
Yang tak kunjung menampakkan diri.
Ah mengapa kau bermuram durja Bulan?
Gelap menyelubungi wajah indah rupawan
Mengapa gerangan?
Karena matahari tak kunjung datang Tiada nampak di
malam petang.
Dengar Dewi Bidan tersedu sedan
Wahai kekasih di mana engkau gerangan?
Suara Eng Kiat begitu merdu, penuh perasaan sehingga
terdengar memilukan. Tak terasa pula Siauw Yang
menengadah ke atas, memandangi mega mega yang
bergerak perlahan terbayanglah wajah Pun Hui di antara
mega mega. Suara itu menyayat hatinya dan tak terasa pula
kembali air matanya bertitik.
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
“Kau menangis, adikku sayang? Kau lebih indah
rupawan daripada bulan....” terdengar suara Eng Kiat yang
menyadarkan gadis itu. Cepat cepat ia menghapuskan air
matanya dan berkata,
“Eng Kiat, kalau kau memang kasihan kepadaku, besok
pagi bikinkanlah sebuah perahu agar kita dapat berperahu
dan melupakan kesunyian di pulau ini. Aku ingin sekali
berperahu, menangkap ikan di laut.”
“Tentu, adikku manis. Malam ini juga aku akan
membuat perahu untukmu,” kata Eng Kiat. Siauw Yang
memandang tajam, khawatir kalau kalau pemuda itu akan
dapat membaca pikirannya, akan tetapi pemuda itu
tersenyum senyum saja dan agaknya tidak menyangka
sesuatu. Legalah hati Siauw Yang.
“Kau memang baik hati,” katanya singkat. “Aku hendak
tidur, kaubikinlah perahu itu.”
Padahal semalam itu Siauw Yang tak dapat tidur sama
sekali. Pikirannya bekerja keras. Kalau sudah ada perahu,
berarti ia menambahkan sebuah kemungkinan untuk
melarikan diri, pikirnya. Andaikata aku tidak dapat
merobohkannya dengan kekerasan, dan dia selalu
menjagaku, kalau sewaktu waktu dia tertidur atau alpa, aku
dapat melarikan diri dengan perahu itu, pikirnya.
Eng Kiat ternyata memenuhi janjinya. Semalam suntuk
ia bekerja dan pada keesokan harinya, setelah matahari naik
tinggi, ia telah menyelesaikan perkerjaannva. Berkat tenaga
lweekangnya yang tinggi dan pedangnya yang tajam, ia
dapat membuat sebuah perahu kecil dari sebatang pohon!
“Mana layarnya?” tanya Siauw Yang yang menjenguk
dan melihat hasil pekerjaan itu dengan wajah riang.
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
“Di mana bisa mendapatkan layar di tempat ini?” tanya
Eng Kiat menggaruk garuk kepala lalu menghapus peluh di
dahinya.
“Kau punya baju luar yang lebar dan tebal? Beri aku
barang empat buah, akan kubuatkan layar untuk perahu
ini!” kata Siauw Yang.
Pemuda itu berlari ke dalam gua dan mengambil empat
buat baju luarnya yang tebal dan terbuat daripada kain
mahal, ia menyerahkan baju itu kepada Siauw Yang sambil
tersenyum. Siauw Yang tidak berlaku bodoh untuk
melarikan diri pada saat Eng Kiat mengambil baju, karena
dengan dayung saja ia tak mungkin dapat mencapai tempat
jauh, apalagi karena ia tidak tahu ke jurusan mara ia harus
berperahu. Setelah menerima baju baju luar itu, ia lalu
menyambung nyambungnya dan menjahitnya dengan
pertolongan tusuk konde dan untuk benangnya ia
mengambil dari pinggiran baju luar.
Eng Kiat memandang kelakuan gadis itu sambil
tersenyum senyum.
“Sayang kau membuatkan layar, alangkah senangnya
kalau kau dan aku berada di rumah dan melihat kau
menjahit baju untukku.”
“Cih, tak tahu malu. Pergilah dan jangan mengganggu
pekerjaanku!” kata Siauw Yang.
Eng Kiat lalu menjauhi gadis itu, duduk bersandar pada
sebatang pohon.
“Aku lelah dan ingin tidur, adik Yang. Aku percaya
bahwa kau takkan sampai hati membunuhku di waktu aku
tertidur,” katanya sambil tersenyum.
Siauw Yang mendongkol sekali dau ketika ia menengok
pemuda itu telah mendengkur. Hati Siauw Yang berdebar.
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
Bagaimana kalau ia mengambil sebuah batu karang besar
dan melemparkan batu itu ke arah kepala Eng Kiat? Ia
bergidik. Tidak. Ia takkan berlaku pengecut. Bagi seorang
gagah, lebih baik binasa daripada melakukan hal seperti itu.
Ia akan mempercepat pembuatan layarnya agar dapat
melarikan diri sewaktu pemuda itu tertidur, pikirnya.
Akan tetapi pekerjaan membuat layar itu tidak mudah.
Sampai petang barulah ia selesai dan ketika ia pergi ke
perahu itu, Eng Ktat bangun dan melompat berdiri.
Ternyata bahwa mungkin sekali pemuda itu tadi hanya
berpura pura tidur saja.
“Tidak baik malam malam berlayar, adik Yang. Kalau
kau kehendaki, besok pagi pagi kita b6leh berlayar mencari
ikan.”
Sambil berkata demikian, ia membantu Siauw Yang
memasang tiang layar pada perahu kecil itu dan ketika
dipasang layar buatan Siauw Yang, Eng Kiat tertawa geli.
“Alangkah lucunya layar ini, seperti beberapa orang
berdiri di dalam perahu.”
Mau tidak mau Siauw Yang tersenyum geli juga.
Memang, baju baju yang disambung sambung itu kini
kelihatan seperti empat orang laki laki berdiri bertolak
pinggang di atas perahu, Siauw Yang kembali ke gua dan
malam itu ia tidur dengan nyenyak karena hatinya sudah
lega melihat keadaan perahu dan layar yang
memungkinkan dia untuk melarikan diri.
Pada keesokan harinya, ketika ia bangun, ternyata Eng
Kiat tidak kelihatan di luar gua seperti biasanya, ia cepat
menuju ke sebuah sumber air untuk membersihkan diri, dan
ia merasa segar dan sehat, ia telah siap untuk melakukan
usaha melarikan diri. Setelah ia menyusul ke pantai,
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
ternyata Eng Kiat tidur mendengkur di dalam perahu itu.
Siauw Yang menggigit bibirnya.
“Hem, jadi bedebah ini sudah mengetahui isi hatiku dan
tentu sepanjang malam ia tidur di sini menjaga aku jangan
mencari perahu,” pikirnya gemas. Baru saja ia datang, Eng
Kiat terbangun dan melompat sambil tersenyum.
“Selamat pagi, adik Yang. Apakah sepagi ini kau ingin
berlayar?”
“Aku ingin mencoba perahu kita,” kata Siauw Yang
sambil mencoba untuk menyembunyikan kekecewaan dan
kegemasan hatinya.
“Baik, baik! Mari kita berlayar.” Kedua orang muda itu
lalu membawa perahu ke air dan Eng Kiat memegang
dayung di tangan kanan dan pedang di tangan kiri. Pemuda
ini selalu siap sedia menghadapi segala kemungkinan,
sehingga Siauw Yang menjadi makin mendongkol.
“Aku harus berlaku manis agar ia lalai,” pikir Siauw
Yang. Gadis ini lalu menggunakan dayung yang
dipegangnya untuk memukul ke air setiap kali ada ikan
timbul di permukaan laut. Pukulannya selalu tepat sehingga
Eng Kiat memuji Siauw Yang berlaku riang gembira dan
lambat laun pemuda itu tertarik dan tertawa gembira juga.
Eng Kiat mulai memukul mukul ke dalam air pula, bahkan
ia mengajak Siauw Yang berlomba mencari ikan dengan
jalan memukul ikan yang mengapung.
Siauw Yang memperhatikan segala gerakan Eng Kiat
dan mencari kesempatan baik. Akan berhasilkah dia?
Hatinya berdebar penuh ketegangan dan harapan melihat
pemuda itu makin gembira dan tertawa tawa.
Di dalam perahu kecil buatan Bong Eng Kiat, Siauw
Yang sedang memcari kesempatan untuk membebaskan diri
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
dari pemuda itu. Gadis ini melihat kalau ada ikan yang
berani timbul di permukaan air dan sikapnya yang pang
gembira sambil tertawa tawa itu membikin Eng Kiat
gembira juga sehingga pemuda in;pun memukuli ikan
dengan dayungnya.
Saking gembiranya, Eng Kiat bermain main sambil
bernyanyi,
“Minumlah arakmu selagi cawanmu
penuh, kawan!
Tangkaplah kebahagiaan selagi kau
muda rupawan!
Petiklah mawar selagi ia segar ayu
Jangan tunggu sampai ia tua dan layu
Musim chun (semi) datang menjalang
Bulan bersinar itulah cemerlang
Apa guna keluh kesah dan rawan?
Berilah aku cawan!
Penuhi cawan arakku, kawan.
Aku mau minum sepuasku
Aku mau minum sepuasku!”
Melihat kegembiraan pemuda itu, Siauw Yang makin
girang karena hanya orang bergembira dan berduka saja
yang kehilangan kewaspadaan. Ia berpura pura gembira
pula dan memuji nyanyian tadi.
“Eng Kiat, nyanyian mu tadi bagus sekali.”
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
“Kau senang dan ikut gembira, adikku sayang?”
“Tentu saja, akan tetapi kegembiraanku tidak sempurna
kalau kau tidak menyatakan nyanyianmu tadi dalam
perbuatan. Cawan sudah penuh sekali mengapa kau tidak
minum sepuasnya?”
Kata kata ini diucapkan oleh Siauw Yang tanpa
mengandung maksud lain, akau tetapi Eng Kiat
mengartikan salah dan kini pemuda itu memandangnya
dengan mata penuh gairah.
“Benar benarkah apa yang kau katakan, adik Yang?”
tanyanya sambil menggeser duduknya lebih dekat dan
tangannya hendak memegang lengan Siauw Yang.
Melihat sikap ini, terkejutlah Siauw Yang dan gadis yang
cerdik ini maklum bahwa tadi tanpa disadarinya, ia telah
mengucapkan kata kata yang seakan akan mengandung
sindiran bahwa dia lelah siap melayani cinta kasih pemuda
itu. Maka ia cepat cepat menyampok tangan pemuda itu
sambil berkala tertawa, “Eng Kiat jangan kau kurang ajar!
Aku sudah mulai gembira dan kurang kebencianku
kepadamu, akan tetapi kalau kau berani menyentuhku aku
akan benci setengah mati kepadamu!”
Kata kata ini manjur sekali karena Eng Kiat, segera
mundur kembali sambil menghela napas kecewa. “Tidak,
adikku, aku terlalu sayang kepadamu, jangan kau benci
padaku.”
“Kalau kau sayang padaku, mengapa tidak memenuhi
permintaanku? Padahal aku hanya minta supaya kau
minum sampai puas seperti yang kau nyanyikan tadi.”
Eng Kiat memandang kepadanya dengan mata penuh
tanda tanya. “Kau ini aneh sekali, tidak ada cawan dan
arak di sini, bagaimana kau menyuruh aku minum?”
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
“Mengapa kau begitu bedoh dan kekurangan akal untuk
menambah kegembiraan? Yang diminum orang adalah
benda cair, biarpun di sini tidak ada cawan dan arak,
apakah kekurangan benda cair?” kata Siauw Yang tertawa
sambil menunjuk ke air di kanan kiri perahu.
Eng Kiat memandang kepada Siauw Yang dengan mata
terbelalak, kemudian ia tertawa bergelak gelak.
“Ha, ha, ha! Benar kata kata ayah bahwa wanita adalah
mahluk yang paling menyenangkan, paling manis, akau
tetapi juga paling aneh dan lucu! Aku pernah membaca Tat
Ki (siluman rase menjelma wanita cantik) pernah menyuruh
Tiu Ong (raja yang tergila gila padanya) untuk melakukan
segala hal yang aneh aneh dan bahwa Yo Kwi Hui (ratu
cantik dan genit) pernah menyuruh para pengagumnya
untuk merangkak rangkak meniru seekor anjing. Sekarang
kau menyuruh aku minum air laut sebagai pengganti arak!
Akan tetapi biarlah, menuruti kehendak wanita yang aneh
aneh adalah jalan untuk mendapatkan cinta kasihnya. Biar
aku memelihara kegembiraanmu, adik Yang!” Setelah
berkata demikian, dengan tangan kanannya Eng Kiat
menyenduk air laut di pinggir perahu dan minum air itu!
Siauw Yang tak dapat menahan gelak tawanya melihat
betapa muka pemuda itu meringis selelah ia merasai air laut
yang asin dan amis.
“Mukamu seperti monyet kelaparan!” kata gadis itu
sambil tertawa tawa.
Eng Kiat meringis. “Asin sekali, membuat perut muak!”
Siauw Yang makin geli tertawa. “Minum lagi, Eng Kiat,
minumlah lagi.”
Untuk kedua kalinya Eng Kiat menyenduk air dengan
tangannya dan kesempatan ini dipergunakan oleh Siauw
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
Yang dengan baiknya. Cepat tangannya menyambar
pedang yang tadi dipegang oleh Eng Kiat dan yang
sekarang diletakkan di dekatnya karena tangan kanannya ia
pergunakan untuk menyendok air.
Biarpun pedang pemuda itu ada dua buah karena Eng
Kiat memang bersenjata siang kiam (sepasang pedang),
namun karena tangan kirinya selalu memegang dayung, ia
hanya menurunkan sebatang pedang saja. Kini pedang itu
telah berada di tangan Siauw Yang. Nanum sesungguhnya
gadis ini tidak bermaksud untuk membunuhnya, karena ia
tidak tega membunuh seorang yang telah berlaku begitu
baik kepadanya. Ia hanya ingin mempergunakan pedang itu
untuk memaksa pemuda itu membebaskannya.
“Loncatlah ke dalam air!” Siauw Yang mengancam
sambil menodongkan pedang ke dada Eng Kiat.
Pemuda ini tiba tiba menjadi pucat sekali. Seri wajahnya
lenyap seketika dan kini berobah menjadi wajah seorang
yang bermata tajamdan meryeringai jahat.
“Kau curang....” katanya.
“Pergi cepat!” Siauw Yang membentak.
Eng Kiat tertawa bergolak, tubuhnya terguling ke dalam
air, akan tetapi kedua tangannya memegang pinggiran
perahu dan sekali ia mengerahkan tenaga, perahu itu
terbalik membawa tubuh Siauw Yang ke dalam air pula.
Siauw Yang marah sekali dan dengan secara membabi
buta ia membacokkan pedangnya ke kanan kiri, namun
sebentar saja tubuhnya yang tenggelam dan air yang
memasuki hidung dan mulutnya membuatnya kelabakan!
Dia tidak sangat pandai bermain di air dan gerakannya
yang menyerang ke sana ke mari itu membuat ia minum
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
banyak air laut dan akhirnya ia menjadi lemas dan
pedangnya tahu tahu lelah terampas kembali oleh Eng Kiat.
Sebagaimana diketahui, Eng Kiat adalah seorang
pemuda ahli berenang dan ahli dalam air, karena ia adalah
putera dari Tung hai Sian jin yang pandai sekali bergerak di
dalam air. Sengaja pemuda ini membiarkan Siauw Yang
minum air laut dan menjadi lemas, kemudian ia merampas
pedang sambil memeluk tubuh gadis itu yang tidak berdaya
lagi, lalu membawanya berenang kembali ke perahu. Ia
melemparkan tubuhnya ke atas perahu sambil masih
memeluk Siauw Yang yang sudah menjadi lemas dan
merasa kembung perutnya.
“Kau anak nakal,” berkali kali Eng Kiat berkata, akan
tetapi ia tidak marah, bahkan tertawa tawa geli melihat
Siauw Yang menjadi basah kuyup. Kemudian ia
mendekatkan mukanya dan mencium pipi gadis itu.
“Jahanam.... kubunuh kau.... !” desis Siauw Yang dan
gadis ini memberontak sekuatnya sehingga terlepas dari
pelukan Eng Kiat. Kemudian ia menghantam dengan
tangannya yang dapat dielakkan oleh Eng Kiat. Pergerakan
ini membuat perahu menjadi miring.
“Hati hati adik Yang! Perahu bisa terguling lagi!” seru
Eng Kiat menakut nakuti.
Tentu saja Siauw Yang bukan seorang bodoh, ia tahu
bahwa kalau sampai ia terguling ke dalam air lagi, tentu ia
akan dipeluk lagi oleh Eng Kiat yang menolongnya. Maka
ia menarik kembali tangannya dan membatalkan
serangannya.
“Jahanam keparat! Kau benar benar kurang ajar sekali
Awas, kalau aku ada kesempatan, akan kupecahkan
kepalamu!” seru Siauw Yang dengan jengkel sekali, ia
merasa betapa pipinya yang tercium tadi serasa terbakar
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
api, digosok gosoknya dengan telapak tangannya untuk
mencuci bersih bekas ciuman yang dianggapnya sebagai
noda besar. Hampir saja ia menangis kalau saja ia tidak
dapat menetapkan guncangan hatinya.
“Adik Yang, maafkan aku....” terdengar Eng Kiat
berkata lirih.
“Persetan! Kau telah membikin sakit hatiku. Kau telah
menghinaku, telah merendahkan diriku. Akan kubunuh
kau!” tak tertahan pula dua titik air mala melompat keluar
dari sepasang mata yang bening itu.
“Adik Yang, kau benar benar tidak adil sekali!” Eng Kiat
berkata dengan suara terdengar sedih. “Kau telah berusaha
hendak membunuhku akan tetapi aku tidak marah dan
tidak menyesal, bahkan menolongmu dari air. Adapun
ciuman itu, boleh kau anggap sebagai sedikit hukuman atas
kenakalanmu, akan letapt bagiku, itu tanda cinta kasihku
yang murni. Kalau sekali lagi Kau mencoba untuk menipu
dan mengakali aku, hukuman nya lain lagi....”
“Apa yang akan kaulakukan terhadapku manusia
jahanam?”
“Aku.... aku akan memaksa kau menjadi isteriku! Adik
Yang, aku tak mungkin marah kepadamu, tak mungkin
membencimu, karena aku cinta padamu.”
Betapapun pemuda itu merayu dan bicara dengan halus,
namun seujung rambutpun Siauw Yang tidak terpikat.
Gadis ini tahu benar bahwa kehalusan sikap pemuda itu
kepadanya hanya karena pemuda itu tergila gila kepadanya.
Namun, ia maklum bahwa pemuda seperti ini takkan segan
segan untuk melakukan ancamannya, untuk melakukan
kekejian dan kekerasan. Aku harus berusaha melepaskan
diri, pikirnya. Lebih lekas lebih baik karena siapa tahu
berapa lama lagi pemuda ini dapat berlaku sopan dan lemah
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
lembut. Aku akan melarikan diri, dan kalau tidak berhasil,
biar aku berlaku nekat dan mati daripada terjatuh ke dalam
tangannya.
Eng Kiat tidak dapat menduga apa yang sedang
dipikirkan oleh gadis yang kelihatannya diam seperti patung
itu dan hal ini membikin hatinya tidak enak.
“Mari kita mendarat, adikku. Pakaianmu basah semua,
kau bisa masuk angin.”
Siauw Yang tidak menjawab dan diam saja ketika Eng
Kiat mendayung perahunya kembali ke pulau.
Ketika memasuki gua, Siauw Yang nampak menggigil
kedinginan. Giginya beradu dan tubuhnya menggigil, kedua
tandannya memeluk dada.
Melihat ini Eng Kiat terkejut sekali.
“Sakitkah kau, adik Yang?” tanyanya dengan khawatir
dan otomatis tangannya diulur untuk meraba jidat gadis itu
seperti laku seorang kakak yang menyayang adiknya. Siauw
Yang diam saja dan tidak menjawab, juga tidak membantah
ketika pemuda itu meraba jidatnya. Eng Kiat kaget sekali
ketika meraba jidat Siauw Yang, karena jidat itu panas
sekali, “Celaka! Kau terserang demam!” katanya. “Apa
kataku tadi, kau masuk angin.”
“Biarlah, mati juga tidak apa,” kata Siauw Yang tak
acuh, padahal dalam hatinva ia merasa geli sekali. Gadis ini
sedang menjalankan siasatnya, sengaja ia menggigil dan
ketika Eng Kiat tadi meraba jidatnya ia menahan napas dan
mengerahkan tenaga dalam, melakukan Ilmu Pan khi jit
hiat (Pindahkan Hawa Panas ke Jalan Darah). Ilmu ini ia
pelajari dari ayahnya dan ilmu ini bukan sembarangan ilmu
yang dapat dipelajari oleh orang kang ouw. Kegunaannya
besar sekali karena di waktu musim dingin, ia dapat
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
membikin tubuhnya panas, sebaliknya di waktu musim
panas, ia dapat menyesuaikan diri dengan segala macam
keadaan dan menolak serangan hawa dingin maupun
panas.
Dalam kegugupannya mengira gadis yang dicintanya itu
sakit, Eng Kiat kena dibohongi dan pemuda ini bingung
sekali.
“Adik Yang, kau sakit, jangan bilang tentang mati. Ah,
bagaimana baiknya? Lekas lekas kau menukar pakaianmu
dengan yang kering. Aku akan pergi mencari daun obat
untuk menolak bahaya demam.” Setelah berkata demikian,
ia keluar dari gua.
“Tak usah, Eng Kiat. Kalau kau memang sayang
kepadaku, lebih baik kau buatkan sebuah pondok bambu
Aku sudah tak kuat tinggal di gua yang dingin ini. Hawa
dalam gua inilah yang mendatangkan penyakit.”
“Ah, begitukah? Baik, sayang, baik. Sekarang juga aku
akan membikinkan pondok untukmu.”
Eng Kiat lalu pergi dan cepat menebang pohon dan
bambu untuk membuatkan pondok bagi kekasih hatinya itu.
Namun ia berlaku cerdik dan sering kali datang ke gua
menengok Siauw Yang. Ia tetap saja menaruh hati curiga
dan tidak mau lengah, karena ia sudah kapok tidak mau
tertipu lagi oleh gadis yang selain cantik jelita dan pandai
ilmu silat, akan tetapi juga cerdik sekali.
Sampai tiga hari Siauw Yang berpura pura sakit, tinggal
saja di dalam gua dan segala keperluannya dilayani oleh
Eng Kiat dengan setianya.. Sementara itu, pondok bambu
yang cukup kuat dan hangat telah jadi, bahkan pemuda ini
membuat sebuah dipan kayu untuk tempat gadis itu tidur.
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
“Nah, pondokmu sudah jadi, adik Yang. Sekarang mari
kita pindah ke sana “ ajaknya sambil memasuki gua.
“Sebetulnya, apa gunanya pondok itu? Aku merasa
tubuhku makin tidak enak, dadaku sesak dan agaknya aku
takkan lama lagi hidup di dunia ini. Semua ini karena
engkau, manusia kejam. Kalau kau membebaskan aku,
kiranya aku takkan menderita sakit ini.”
Biarpun ia berkata demikian, namun Siauw Yang tidak
membantah ketika diajak pindah ke dalam pondok, ia
masih memperlihatkan tanda tanda kelemahan, berjalan
dengan sempoyongan, wajahnya pucat, rambutnya kusut
dan tiap kali pemuda itu meraba jidatnya, jidat itu makin
panas saja.
“Adik Yang, kau terlalu banyak berduka. Itulah yang
menyebabkan menyakitmu. Bersabarlah dan tunggu sampai
ayah pulang, tentu kau akan mendapat kesempatan
berkumpul kembali dengan ayah bundamu dan..... dan
hidup kita akan berbahagia, sebagai suami isteri yang
rukun....”
“Tutup mulutmu dan pergi!” Siauw Yang membentak,
menangis dan menjatuhkan diri ke atas dipan, “Aku mau
mati saja, aku mau mati ..... !” Kemudian, tiba tiba gadis itu
menggigil dan mengaduh aduh. “Aduh dingin.... dingin
sekali....!”
Tentu saja Eng Kiat menjadi sibuk. Pemuda ini berlari
keluar dan tak lama kemudian ia masuk kembali, membawa
sehelai selimutnya yang tebal dan semangkuk obat yang
disediakan sejak tadi.
“Adik Yang, peliharalah dirimu. Minum obat ini lalu
tidurlah, tutup tubuhmu dengan selimut tebal ini. Kalau kau
sudah berkeringat, tentu demam itu akan lenyap,” katanya.
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
Dengan tangan gemetar, Siauw Yang menerima
pemberian selimut dan obat itu
“Keluarlah, biarkan aku seorang diri. Obat akan
kuminum di akhirat setelah aku mati, sebagai tanda terima
kasihku “
“Eh, apa maksudmu?”
“Pergi, biarkan aku mati !” Setelah berkata demikian.
Siauw Yang melemparkan mangkok obat itu ke atas lantai
sehingga obatnya tumpah, lalu ia menggunakan selimut
tebal tadi untuk menyelimuti tubuhnya dari kepala sampai
ke kaki.
Eng Kiat tercengang, akan tetapi melihat gadis itu mau
berselimut, hatinya terhibur juga dan ia pergi meninggalkan
Siauw Yang.
Sehari itu, Siauw Yang tidak mau makan, tidak mau
bicara, bahkan tidak pernah keluar dan dalam selimut.
Beberapa kali Eng Kiat datang menengok dan mengajaknya
bicara, akan tetapi melihat gadis itu tidur di dalam selimut
dan bagian dada turun naik dengan tenang, ia menjadi lega
dan mengira bahwa gadis itu tentu tertidur dan sudah
sembuh kembali. Setelah malam tiba dan melihat Siauw
Yang masih tertidur berkerudung selimut, hatinya lega
sekali. Dipasangnya lampu minyak lemak ikan, ditaruhnya
lampu kecil itu di atas meja yang dibuatnya secara kasar,
kemudian lu meninggalkan kamar pondok setelah
menutupkan pintunya. Betapapun juga, ia tidak kehilangan
kehati hatiannya dan segera menuju ke tempat ia bermalam
semenjak ia dan Siauw Yang berada di situ, yakni di dalam
perahu dekat pantai. Jalan satu satunya bagi Siauw Yang
untuk melarikan diri hanya perahu itu, dan kalau ia tidur di
dalam perahu, tak mungkin gadis itu dapat melarikan diri,
pikirnya.
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
Sementara itu, di dalam pondok Siauw Yang memutar
otaknya yang cerdik. Memang ada keharuan di dalam
dadanya melihat betapa betul betul pemuda itu
mencintanya, akan tetapi karena ia sudah melihat dasar
watak pemuda itu, sedikiipun ia tidak menaruh belas
kasihan kepadanya. Rencananya berhasil baik sejauh itu
dan ia hanya menanti waktu baik saja.
Menjelang tengah malam, ketika untuk kesekian kalinya
Eng Kiat datang menjenguknya, Siauw Yang dari dalam
selimunya berkata kata seperti orang mengigau.
“Tidak ada kematian lebih enak daripada menjadikan
mangsa api. Menjadi abu, beterbangan bebas, nyaman
sekali ....”
Eng Kiat membelalakkan mata, dan melihat gadis itu di
dalam selimut bergerak gerak seperti menggeliat, lalu
menarik napas panjang dan napas nya tenang kembali. Ia
tersenyum. Ia mengigau, pikirnya dan setelah menanti
sampai beberapa lama mendapat kenyataan bahwa gadis itu
benar benar telah pulas dengan enaknya, Eng Kiat menjadi
lega dan kembali ke perahunya. Ia sama sekali tidak tahu
bahwa bayangan Siauw Yang mengikutinya dengan diam
diam. Gadis yang tinggi ilmu ginkangnya ini melompat
keluar dari pondok dan mengintai ke arah pemuda itu.
Selelah mendapat kenyataan bahwa benar benar Eng Kiat
sudah masuk kembali ke dalam perahu yang berada di
pantai dan merebahkan diri di dalam perahu untuk tidur
Siauw Yang cepat cepat kembali ke pondok. Ia segera
mencari sebatang balok pohon yang masih banyak terdapat
di depan pondok, sisa dari bahan bangunan pondok yang
ditebang oleh Eng Kiat. Ia mencari balok yang sebesar
tubuh manusia demikian pula panjangnya. Dengan hati hati
ia meletakkan balok itu di atas dipan, lalu menyelimutinya.
Ditanggalkannya baju yang dipakainya, dan ditutupkan
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
pada balok di bawah selimut, dan sengaja mengeluarkan
sedikit ujung baju itu di luar selimut. Dilihat begitu saja,
memang kelihatan seperti dia sendiri yang masih tidur di
bawah selimut itu. Cepat ia memakai pakaian yang diambil
dari buntalannya, keluar sebentar untuk mencari beberapa
buah batu karang kecil untuk senjata rahasia kemudian ia
mempergunakan api lampu kecil di atas meja untuk
membakar pondok dari belakang! Setelah itu, cepat sekali ia
berlari dan melompat ke dalam gelap, terus menuju ke
pantai di mana Eng Kiat masih tidur di dalam perahu nya.
Ia bersembunyi di belakang pohon tak jauh dan pantai
sambil memandang ke arah perahu dengan hati berdebar
tegang. Berhasilkah nanti rencana dan siasatnya yang sudah
diatur sebaik baiknya itu?
Suara bambu terbakar meledak dan tiba tiba Eng Kiat
melompat bangun dari dalam perahu. Ia memandang ke
sekeliling dan terlihatlah asap mengebul di antara cahaya
merah dari arah pondok.
“Siauw Yang.... ! Kebakaran..... !” Semangat pemuda ini
seakan akan terbang meninggalkan raganya karena ia
teringat akan suara Siauw Yang ketika mengigau tadi.
Bukankah dalam igauannya gadis itu menyatakan bahwa
mati menjadi mangsa api amat senang?
“Celaka, jangan jangan dia bunuh diri dengan membakar
pondok!” pikirnya dan tanpa banyak pikir lagi, Eng Kiat
lalu melompat dan berlari cepat sekali menuju ke pondok
yang terbakar.
Hampir berbareng, Siauw Yang pun melompat keluar
dari tempat sembunyinya dan cepat ia merenggut putus tali
perahu yang diikatkan pada batu karang. Ia tidak mau
membuang waktu lagi, cepat diambilnya dayung yang
terletak di dalam perahu dan didayungnya perahu itu ke
tengah laut. Setelah berada di air yang dalam dan merasai
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
sambaran angin malam, ia lalu memasang layar dan
meluncurlah perahu kecil itu melawan ombak, ia bebas!
Sementara itu, Eng Kiat telah tiba depan pondok.
Pondok itu telah mulai terbakar di bagian belakangnya dan
kini telah merembet ke tengah, Eng Kiat membuka pintu
depan dan dilihatnya Siauw Yang masih tidur dalam
selimut, seakan akan tidak tahu dan tidak merasa bahwa
pondok sudah terbakar sebagian.
“Siauw Yang.... !” teriak Eng Kiat dengan lega karena
ternyata bahwa gadis itu belum terbakar. Ia melompat dan
cepat menyambar “tubuh” di dalam selimut itu, dipondong
bersama selimutnya. Akan tetapi alangkah kadetnya ketika
ia merasa bahwa yang dipondongnya itu adalah benda
keras yang membujur kaku. Cepat disingkapkan selimutnya
dan ternyata bahwa di bawah selimut itu bukanlah tubuh
Siauw Yang, melainkan sebatang kayu balok.
“Tertipu aku kali ini,” serunya mendongkol sambil
melemparkan balok itu ke dalam api yang menyala. Dengan
cepat ia berlompat lompatan dan mengerahkan seluruh
kepandaiannya untuk lari ke pantai. Benar saja seperti yang
dikhawatirkan, perahunya telah lenyap.
“Siauw Yang.... ! Jangan kau lari.... !” teriaknya ketika
melihat bayangan perahu di bawah sinar bulan suram telah
meluncur jauh di tengah samudera. Tanpa banyak ragu lagi
ia lalu melompat ke dalam air dan berenang secepatnya.
Akan tetapi, Siauw Yang ketika melihat betapa pemuda itu
hendak mengejarnya, segera menggerakkan kedua
tangannya dan banyak sekali benda benda hitam
menyambar ke arah tubuh Eng Kiat.
Pemuda itu terkejut sekali ketika tiba tiba hidungnya
terasa sakit sekali. Ia meraba dan hidungnya telah pecah
tertimpuk batu karang, ia memiliki pendengaran terlatih
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
dan tajam, akan tetapi oleh karena ia sedang berenang maka
suara air terpukul kaki tangannya membuat ia tidak dapat
mendengar datangnya senjata rahasia itu. Ia mengutuk dan
cepat menyelam akan tetapi ketika ia timbul kembali,
perahu itu telah memasang layar dan terdorong oleh angin
sehingga meluncur amat cepatnya. Tak mungkin lagi
baginya untuk mengejar.
Sambil menyumpah nyumpah diri sendiri karena
kebodohannya Eng Kiat berenang ke tepi laut dan
mengobati hidungnya yang pecah kutilnya.
“Awas kau, siluman rase. Kalau kau sampai tertawan
lagi olehku, akan kubalas dendam ini!” Pada saat itu,
lenyaplah kasih sayangnya kepada Siauw Yang, terganti
oleh dendam yang hebat. Ia membayangkan pembalasan
dendam yang sengeri ngerinya yang dapat diderita oleh
gadis itu.
Dua hari Siauw Yang berlayar terus tanpa berani
berhenti karena khawatir kalau kalau Eng Kiat
mengejarnya. Ia masih belum memegang senjata, maka hal
itu berarti bahwa ia belum dapat membela diri dengan baik
apabila ia bertemu dengan pemuda itu, apalagi bertemu
dengan tung hai Sian jin.
Setelah perutnya terasa lapar sekali, barulah ia terpaksa
mendarat ke sebuah pulau kecil dan tak lama kemudian ia
melihat Pun Hui yang berperahu sambil memanggil
manggil namanya. Hal ini telah dituturkan di bagian depan.
Demikianlah, ia menuturkan semua pengalamannya itu
kepada Pun Hui, juga tentang Eng Kiat yang tergila gila
kepadanya, tidak ada yang disembunyikannya. Hanya satu
hal tidak ia ceritakan, yakni bahwa Eng Kiat pernah
menciumnya ketika ia mencoba untuk mengakalinya.
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
Sampai saat ini kalau ia teringat akan perbuatan Eng Kiat
itu, wajahnya menjadi merah dan otomatis telapak
tangannya mengusap usap pipinya dengan keras, seakan
akan hendak membersihkan noda yang mengotori pipinya.
“Kasihan sekali Bong Eng Kiat....” kata Pun Hui setelah
mendengar penuturan itu. Siauw Yang memandang heran.
“Eh, Liem suheng. Kau masih bisa menaruh hati kasihan
kepada seorang jahanamseperti dia?”
“Memang dia jahat, sumoi, dan kejahatannya itu pada
suatu saat tentu akan membawanya ke jurang malapetaka.
Akan tetapi aku kasihan sekali mendengar dia begitu mati
matian mencintaimu. Tidak ada derita yang lebih hebat
daripada cinta kasih tak terbalas.”
Siauw Yang tersenyum dan wajahnya memerah ketika ia
memandang tajam kepada pemuda sastrawan ini.
“Eh, eh, Liem suheng. Kau bicara seperti seorang kakek
yang sudah banyak pengalaman saja.”
“Memang aku sudah mempunyai banyak pengalaman
dalam hidup, baik yang kualami sendiri maupun yang
kubaca di dalam buku.”
“Hemmm, kalau begitu, tidak aneh namanya kau bisa
menyatakan hal seperti kaukatakan mengenai diri Eng Kiat
tadi. Tentu kau sudah pernah mengalaminya sendiri, bukan
begitu, suheng?”
“Mengalami apa, sumoi?”
“Bahwa.... bahwa kau pernah mengalami cinta kasih
yang tak terbalas....”
Berobah wajah Pun Hui, ketika ia memandang kepada
gadis itu, akan tetapi ketika ia bertemu pandang dengar
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
Siauw Yang tiba tiba wajahnya menjadi merah sampai ke
telinganya.
“Dalam hal ini... . aku.... aku belum mengalami
sendiri....” Ia berhenti sebentar lalu memandang tajam
kepada Siauw Yang dan melanjutkan, “bukan tak pernah
aku mencinta orang, akan tetapi.... aku tidak tahu apakah
cinta kasihku terbalas atau tidak....”
Siauw Yang adalah seorang gadis yang cerdik sekali, ia
telah dapat menduga bahwa pemuda inipun, seperti Eng
Kiat, tergila gila kepadanya. Akan tetapi ia tahu pula bahwa
dibandingkan dengan Eng Kiat, pemuda ini lain lagi.
Perbedaan antara Eng Kiat dan Pun Hui laksana bumi dan
langit. Kalau Eng Kiat berkepandaian silat tinggi dan
merupakan seorang pemuda kasar liar seperti seekor
harimau ganas, adalah Pun Hui seorang pemuda halus
sopan santun seperti seekor domba jinak. Eng Kiat
menyatakan cintanya dengan begitu saja, tanpa tedeng aling
aling, secara kasar, bahkan tidak ragu ragu untuk
menonjolkan gairah dan berahinya. Sebaliknya, biarpun
sudah menjadi kenyataan bahwa dalam memikirkan
dirinya, Pun Hui sampai lupa makan lupa tidur dan berani
mati merantau seorang diri di tengah laut di antara pulau
pulau kosong, namun untuk menyatakan cinta kasihnya.
Pun Hui masih ragu ragu, terhalang oleh kesusilaan dan
sopan santun.
Kini setelah percakapan mereka mendekati persoalan
hati dan perasaan, Siauw Yang merasa tidak enak sendiri.
Entah bagaimana, terhadap Pun Hui yang bersikap sopan
santun, halus dan lemah lembut, ia tidak percaya akan
kekuatan hati sendiri. Maka cepat cepat ia mengalihkan
percakapan kepada persoalan lain, “Liem suheng, biarpun
kau masih lemah dan belum kembali tenagamu, terpaksa
kita harus segera berangkat. Aku percaya bahwa Eng Kiat
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
takkan tinggal diam saja dan kalau dia dapat mengejar kita,
sukarlah untuk melawannya tanpa pedang di tanganku”
“Baiklah, sumoi. Memang untuk apa sih lama lama
tinggal di tempat ini? Mari kita kembali ke barat, ke daratan
yang aman menyusul kakakmu yang sudah mendarat lebih
dulu. Memang saudaramu itu tentu akan kembali ke sini
lagi mungkin bersama orang tuamu. Akan tetapi, menanti
mereka amatlah berbahaya dan siapa tahu kalau kalau kita
akan bertemu dengan mereka di tengah perjalanan,” jawab
Pun Hui.
Dua orang muda itu lalu berlayar pergi, kini
mempergunakan perahu yang ditumpangi oleh Pun Hui,
karena perahu ini jauh lebih baik daripada perahu buatan
Eng Kiat yang kasar dan sederhana. Sebentar saja mereka
telah meninggalkan pulau kosong itu tanpa mampir di Sam
liong to, karena untuk apakah mampir di pulau yang telah
ditinggalkan oleh penghuninya itu?
Pun Hui nampak gembira sekali setelah kini ia dapat
melihat Siauw Yang berada dalam keadaan selamat.
Kesehatannya pulih kembali, karena sebenarnyapun ia tidak
sakit apa apa, hanya kurang makan dan kurang tidur
belaka.
Sekarang kita mengikuti perjalanan Song Tek Hong,
pemuda gagah perkasa yang turun dari Sian hoa san untuk
kembali ke Tit le, ke rumah orang tuanya yang telah dibakar
habis oleh Lam hai Lo mo. Agak lega hatinya karena
supeknya, yakni Sin pian Yap Thian Giok bersama nenek
gurunya, Mo bin Sin kun telah berangkat menuju ke Pulau
Sam liong to. Ia percaya bahwa dengan bantuan dua orang
tua yang sakti ini tentu Siauw Yang akan tertolong. Ia perlu
kembali lebih dulu ke Tit le, kerena ia masih belum tahu ke
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
mana perginya ayah bundanya. Siapa tahu kalau kalau
telah pula pulang ke Tit le atau setidaknya, kalau mereka
belum pulang, ia dapat meninggalkan pesanan kepada
tetangga atau meninggalkan surat untuk ayah bundanya,
menceritakan segala peristiwa yang terjadi.
Tiga hari kemudian ia tiba di sebuah padang rumput
yang sunyi. Ia melakukan perjalanan amat cepat karena
hendak segera tiba di kampungnya. Setelah padang rumput
terlewat, ia mulai menyeberangi daerah yang berbukit dan
berbatu. Perjalanan melalui daerah ini amat sukar dan sulit,
karena tidak ada jalan raya dan ia harus melakukan
perjalanan melalui jalan liar yang berbatu batu dan
berlubang lubang. Kalau tidak hati hati, orang yang melalui
jalan ini bisa tergelincir dan tersandung batu atau terjeblos
ke dalam lubang yang tertutup oleh bulu bulu kecil. Juga
keadaan di sini amat sunyi dan panas, tak kelihatan seorang
pun manusia lewat.
Belum lama Tek Hong melewati daerah ini, ttba tiba dari
depan berkelebat bayangan orang dan tahu tahu seorang tua
bertubuh tinggi kurus yang memegang sebatang tongkat
panjang kepala naga (liong touw tung) telah berdiri di
hadapannya.
Tek Hong terkejut sekali ketika melihat bahwa orang ini
bukan lain adalah Tung hai Sian jin! Ia sudah tahu bahwa
kakek ini adalah orang yang memusuhi ayahnya, maka
bertemu di tempat sunyi seperti ini dengan tokoh laut timur
ini, sungguh bukan hal yang menyenangkan.
Namun Tek Hong tidak menjadi gentar hanya menegur
dengan suara tenang, “Tung hai Sian jin, setelah kau
menawan adikku Siauw Yang, sekarang kau menghadang
perjalananku, ada keperluan apakah?”
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
Tung hai Sian jin tertawa bergelak, menggerak gerakkan
tongkatnya dan tahu tahu tongkat itu menghantam sebuah
batu karang besar di sampingnya. Terdengar suara keras
dan batu karang itu terbelah dua! Diam diam Tek Hong
kagum menyaksikan demonstrasi tenaga yang luar biasa ini
dan mengeluh bahwa ia tak mungkin dapat menangkan
kakek sakti ini.
“Ha, ha, ha! Dasar keturunan Thian te Kiam ong, yang
perempuan tinggi hati dan tabah, yang laki laki sombong
dan berani! Anak muda, kalau aku mau menyerangmu, apa
kaukira akan dapat melawanku? Ha, ha, ha!”
“Menang kalah bukannya soal, orang tua. Yang penting
siapa berpegang kepada kebenaran dialah yang menang!”
jawab Tek Hong.
Kembali Tung bai Siang jin tertawa besar.”Ha, ha, ha!
Kau benar sekali. Oleh karena itu akupun sekarang hendak
berpegang kepada kebenaran dan aku bertemu dengan kau
ini bukan kusengaja. Akan tetapi bukannya tidak kebetulan,
karena memang aku sedang mencari cari ayah bundamu.
Karena mereka tidak ada di Tit le, kau sebagai kakak dari
adikmu perempuan dapat juga menjadi wakil orang
tuamu.”
Berdebar hati Tek Hong. Apakah kehendak kakek ini
hendak menemui ayah bundanya? Kalau hendak mengadu
kepandaian, terang tidak mungkin karena kakek ini sudah
pernah kalah oleh ayalnya dan ia percaya bahwa kalau
bertempur lagi, kakek ini tetap saja takkan dapat
menangkan ayahnya.
“Apa kehendakmu hendak bertemu dengan ayah?”
tanyanya.
“Dengarlah kau, orang muda yang mewakili ayah
bundamu. Adik perempuanmu telah berada bersama kami,
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
dan kebetulan sekali puteraku cinta kepadanya. Memang
aku lihat mereka berdua pantas sekali menjadi suami isteri,
maka aku sekarang datang dengan maksud baik, yakni
hendak meminangnya dan minta persetujuan kedua orang
tuamu agar adik perempuanmu itu menjadi isteri Eng Kiat
puteraku.”
“Tung hai Sian jin, tak ada aturan seperti ini! Bukankah
dahulu kau pernah mengajukan pinangan dan ditolak oleh
adikku dan orang tuaku? Bagaimana kau sekerang ada
muka untuk mengajukan pinangan lagi?”
Merah wajah Tung hai Sian jin. “Sombong! Apa kaukira
darah keluargamu lebih bersih dari pada darah kami? Soal
pinangan dulu dan sekarang lain lagi. Adikmu sudah suka
dengan anakku dan sekarang adikmu bersama kami.”
“Hm, kau mau melakukan paksaan dan berani menawan
adikku?” TekHong menuduh dengan berani dan marah.
“Aku hanya minta perkenan dan persetujuanmu sebagai
wakil orang tuamu, bukan hendak berbantah dan banyak
mengobrol, orang muda. Pilih saja, kau akan melihat
adikmu mati penasaran tanpa ada orang yang tahu ataukah
melihat adikmu hidup berbahagia sebagai mantuku?”
Biarpun dadanya merasa meledak saking marahnya,
namun Tek Hong bukanlah seorang bodoh, ia mengerti
betul bahwa kakek ini hendak mempergunakan paksaan
terhadap adiknya dan ia tidak tahu bagaimana nasib Siauw
Yang. Tentu saja ia tidak sudi untuk menerima pinangan itu
tanpa menanya isi hati Siauw Yang dan tanpa minta
persetujuan orang tuanya, akan tetapi menolak begitu
sajapun tidak baik karena mungkin sekali akan
membahayakan nyawa adiknya.
“Tung hai Sian jin, biarpun aku adalah kakak dari Siauw
Yang, namun dalam hal perjodohannya aku tidak berhak
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
memutuskan. Ayah bundaku masih hidup dan aku harus
minta persetujuan mereka lebih dulu. Lebih baik kau
mencari mereka, dan mendengar keputusan mereka.”
“Di mana mereka?”
“Aku sendiri pun sedang mencari mereka, karena rumah
kami telah dibakar oleh iblis tua Lam hai Lo mo.”
Tung hai Sian jin tertawa bergelak gelak. “Ha, ha, ha!
Lam hai Lo mo memang iblis tua, aku setuju kau
menyebutnya demikian. Orang tuamu tentu mencarinya
dan aku tidak perduli akan semua itu, bukan urusanku!
Lebih baik kau sekarang ikut adikmu dengan puteraku.
Setelah itu, bukankah aku menjadi besanmu? Dengan
ikatan keluarga, berarti aku adalah orang tuamu sendiri,
dan setelah anakku kawin dengan adikmu, jangan kau
khawatir, urusan Lam hai Lo mo si iblis tua, serahkan saja
kepadaku! Aku yang akan bikin buntung sebelah kakinya
lagi.”
Tek Hong mengerutkan keningnya. Soal membalas
dendam kepada Lam hai Lo mo adalah urusan yang kecil
tak berarti apabila dibandingkan dengan urusan perjodohan
Siauw Yang karena hal ini adalah penentuan nasib dari
adiknya.
“Tidak mungkin, lo cianpwe. Aku tidak berani menjadi
wakil orang tuaku dalam hal ini. Lebih baik kau mencari
ayah bundaku untuk urusan itu.”
Melototlah mata Tung hai Sian jin.
“Apa? Kau berani membantah kehendakku? Apa kau
ingin melihat tongkatku mengamuk? Apa kau berani
melawanku?”
“Tung hai Sian jin, mungkin sekali kepandaianmu jauh
lebih lihai daripada kebisaanka yang sedikit, akan tetapi
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
demi mempertahankan kehormatan adikku, aku bersedia
mengorbankan nyawa!” kata Tek Hong dengan sikap
gagah.
“Kalau begitu, biarlah aku membawa kepalamu sebagai
saksi perkawinan adikmu!” bentak kakek itu yang cepat
menyerang dengan tongkatnya, biarpun ia belum mencabut
pedangnya, namun Tek Hong sudah waspada dan siap
sedia, ia telah menduga akan datangnya serangan yang luar
biasa hebatnya, maka cepat ia melompat ke belakang
menghindarkan diri dari serangan maut itu, sambil
mencabut pedangnya, ia juga marah dan sakit hati sekali,
apalagi ketika ia melihat pedang adiknya, yakni pedang
Kim kong kiam yang sebetulnya adalah pedang ayahnya,
kini nampak tergantung di pinggang orang tua itu.
“Aku bersedia mengadu nyawa denganmu!” katanya
gagah dan ketika tongkat kepala naga itu menyambar lagi,
ia cepat mengelak sambil mengirim serangan balasan.
Tek Hong maklum bahwa ia menghadapi lawan yang
tangguh dan lihai, maka serentak ia mainkan Ilmu Pedang
Tee coan Liok kiam sut dari ayahnya. Pedangnya berobah
menjadi segulung sinar keputihan yang amat menyilaukan
mata, bergulung gulung dan bergerak gerak cepat sekali,
merupakan sebuah benteng yang amat kuat, juga kadang
kadang pedang itu menyambar dan mengirim serangan
balasan yang tidak kalah hebatnya.
Diam diam Tung hai Sian jin harus mengagumi
kegagahan pemuda ini biarpun gerakan pemuda ini tidak
selincah adiknya dan ilmu pedangnya juga tidak selihai
Siauw Yang, namun pemuda ini lebih menang dalam
tenaga lweekang dan juga lebih tenang permainan silatnya
sehingga ia mempunyai pertahanan yang amat tangguh, ia
mengerahkan tenaga dan mainkan tongkatnya demikian
cepat dan kuatnya sehingga tongkat yang gagangnya
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
merupakan kepala naga itu benar benar seperti berubah
menjadi seekor naga mengamuk. Batu batu kecil dan pasir
berhamburan dan bunga api berpijar tiap kali ujung
tongkatnya beradu dengan pedang atau menghantam batu
batu karang di sekitar tempat itu. Angin pukulan
tongkatnya mendatangkan hawa dingin yang membuat Tek
Hong terdesak mundur terus.
Pemuda ini kalah kuat dan juga kalah pengalaman,
sehingga dalam pertempuran ini, akhirnya ia hanya dapat
mempertahankan diri saja, tanpa diberi kesempatan untuk
membalas karena selalu dihalangi oleh tongkat yang lebih
panjang daripada pedangnya.
Tung hai Sian jin tertawa berkakakan. Sambil mendesak
hebat, berkali kali ia bertanya,
“Tidak mau menyerahkah, kau? Apa sukarnya menjadi
wakil orang tua untuk menyaksikan pernikahan adikmu?
Kau akan dihormati dan mendapat suguhan arak paling
istimewa!”
Namun sebagai jawaban, Tek Hong hanya mainkan
pedangnya makin gencar dan membalas serangan sedapat
mungkin dengan hati gemas.
Akhirnya Tung hai Sian jin maklum pemuda ini tidak
mengenal kompromi dalam urusan itu. Adiknya keras hati,
kakaknya keras kepala, apalagi orang tuanya! Ia tidak
mempunyai harapan besar untuk mendapat persetujuan
keluarga dari Siauw Yang tentang perjodohan itu dan tentu
akan terjadi permusuhan dan kekerasan. Kalau sampai
terjadi demikian, ada baiknya membinasakan pemuda ini
sehingga berkuranglah tenaga yang berbahaya di fihak
musuh.
“Baiklah kalau kau memang lebih luka mati!” bentaknya
dan kini tongkatnya mendesak makin hebat sehingga Tek
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
Hong dipaksa mundur jauh. Malang baginya, di
belakangnya terdapat tumpukan batu batu kecil yang ketika
diinjaknya, ternyata bahwa batu batu itu menutupi sebuah
lubang di tanah. Tak dapat dicegah lagi karena
perhatiannya ditujukan kepada tongkat lawan yang selalu
mengancam, tubuh pemuda itu terjeblos ke dalam lubang
yang dalamnya sampai ke pinggangnya.
“Ha, ha, ha! Kau seperti tikus dalam jebakan!” Tung hai
Sian jin memburu sambil mengayun tongkatnya ke arah
kepala pemuda itu.
Tek Hong cepat menundukkan kepalanya dan
merendahkan diri ke dalam lubang. Tongkat itu lewat
menyambar di atas kepalanya, memukul batu batu di pingir
lubang itu. Kembali Tung hai Stan jin menyerang, sama
sekali tidak memberi kesempatan kepada Tek Hong untuk
keluar dari lubang itu. Namun pemuda ini memang patut
diuji keuletannya. Kedudukannya sudah amat payah dan
terancam, ia tidak mendapat kesempatan keluar dari lubang
sehingga ia hanya dapat menangkis datangnya sambaran
tongkat atau mengelak dengan cara merendahkan tubuh
dan bersembunyi di dalam lobang itu.
Tung hai Sian jin tertawa bergelak, namun diam diam ia
menjadi gemas sekali. Tiap kali ia menyerang, kakinya
menendang batu batu kecil yang berhamburan memasuki
lubang itu, makin lama makin banyak sehingga batu batu
kecil itu menutupi kedua kaki Tek Hong. Pemuda ini tak
dapat menggerakkan kedua kakinya, akan tetapi tetap saja
pedangnya merupakan perisai yang amat kuat.
“Trang! Trang! Trang! Pedangnya selalu dapat
menangkis tiap kali tongkat kepala naga itu menyambar ke
arah kepalanya yang pasti akan dapat menghancurkan
kepalanya dengan sekali pukul saja.
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
Tung hai Sian jin ketika melihat betapa kedua kaki
pemuda itu tak dapat bergerak lagi, menjadi makin gembira
dan memertawakan sebagai orang gila. Ia menendangi batu
batu dan pasir makin banyak lagi sehingga kini tubuh
bagian bawah dari Tek Hong telah terpendam. Kalau saja
lubang itu lebih dalam lagi, tentu ia akan terkubur hidup
hidup. Kinipun ia terkubur hidup hidup setengah badannya,
dari kaki sampai ke punggungnya.
Tung hai Sian jin melompat ke belakang, menghapus
peluhnya yang membasahi leher dan jidatnya. Ia merasa
lelah sekali karena pukulannya selalu kena ditangkis, ia
heran sekali atas kekuatan dan keuletan Tek Hong, karena
untuk menangkis tongkatnya dibutuhkan tenaga ratusan
kati besarnya. Bukan main kuatnya putera Thian te Kiam
ong ini dan ia tahu bahwa Eng Kiat puteranya takkan dapat
menangkan pemuda ini dalam pertempuran.
“Apakah kau masih belum mau menerima
permintaanku?” tanyanya.
Tek Hong hanya menggelengkan kepala sambil
memandang dengan mata terbelalak marah. Untuk
mempertahankan nama baik orang tuanya dan kehormatan
adiknya, ia tidak takut menghadapi maut. Sebetulnya
telapak tangan kanan Tek Hong sudah matang biru panas
dan perih sekali. Tangkisan tangkisannya terhadap pukulan
tongkat amat berat dan membuat tangannya sakit, akan
tetapi ia tidak mau tunduk biarpun andaikata tangannya
akan hancur lebur.
“Aku lelah dan ingin mengaso. Sekarang aku tidak akan
menyerangmu dengan tongkat lagi, melainkan
mempergunakan dada dan kepalamu sebagai sasaran
latihan melempar batu,” kata Tung hai Sian jin gemas, ia
benar saja duduk mengaso di bawah sebuah batu karang
tinggi, kemudian ia mengambil batu batu karang sebesar
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
kepala manusia dan melemparkan batu batu itu ke arah Tek
Hong. Pemuda ini menangkis dengan pedangnya dan
merasa betapa tangan sampai ke pundaknya tergetar dan
sakit sekali. Ia maklum bahwa tenaga lemparan memang
lebih berbahaya dan lebih kuat daripada tenaga pukulan,
dan tahu bahwa kakek itu hendak menyiksanya, melempari
batu sampai ia tidak kuat dan kepalanya akan pecah
terpukul batu. Namun tidak sepatahpun keluhan keluar dari
mulutnya. Tetap ia mempergunakan pedangnya menangkis
datangnya setiap batu yang menyambarnya dengan kuat
dan cepat.
Tangannya sudah mulai gemetar dan ia dapat menangkis
bahwa paling banyak ia hanya akan kuat menangkis belasan
kali lemparan batu legi.
Benar saja, setelah ia menangkis untuk ketigabelas
kalinya, tangannya menjadi kaku dan pedangnya ketika
beradu dengan batu itu, terlepas dari pegangannya dan
terlempar ke samping bersama batu itu yang terkena
tangkisan.
“Ha, ha, ha, kini aku hendak melihat apakah kau masih
dapat menggunakan tanganmu untuk menangkis.” kata
Tung hai Sian jin tertawa bergelak gelak. Agaknya kakek ini
gembira dan senang sekali melihat permainannya. Pemuda
ini terpaksa mempergunakan tangan kirinya menyampok
dan ia masih dapat membuat batu itu menggelinding jauh
tanpa terluka. Ia dapat mempergunakan tangan kirinya
menjadi perisai. Namun, baru lima kali ia menangkis, kulit
lengan kirinya sudah mulai berdarah karena lecet oleh batu
itu ketika ia menangkis.
Keadaannya sudah berbahaya sekali dan ajaknya dua
tiga kali lemparan lagi, ia takkan kuat menahan. Akan
tetapi, ketika batu yang besar kembali melayang, tiba tiba
batu itu terhenti di tengah jalan, jatuh terpental setelah
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
bertumbuk dengan lain batu dan mengeluarkan bunga api.
Ada orang lain yang melempar batu menangkis serangan
itu.
“Tua bangka kejami Kau benar benar iblis berwajah
manusia,” terdengar bentakan halus dan nyaring menyusul
lemparan batu yang menangkis batu Tung hai Sian jin.
Sesosok bayangan merah berkelebat dan seorang gadis
cantik berpakaian merah yang memegang sebatang pedang
berkilau tajam berdiri di situ, menghadapi Tung hai Sian jin
yang sudah bangkit berdiri dengan marah.
Ketika melihat gadis ini, Tung hai Sian jin marah sekali,
sebaliknya Tek hong memandang girang. Gadis baju merah
itu bukan lain adalah gadis jelita yang galak, gadis yang
dulu dikeroyok oleh tiga orang tokoh Go bi pai.
“Kau lagi?” bentak Tung hai Sian jin sambil tersenyum
mengejek, akan tetapi sepasang matanya bersinar marah
sekali. “Gadis liar, kau selalu mencampuri urusanku. Pergi
sebelum aku lupa bahwa kau adalah murid sahabatku dan
tongkatku akan menamatkan riwayatmu di sini!”
“Pergi dan membiarkan kau melakukan perbuatan keji
terhadap orang lain? Enak saja kau bicara orang tua
siluman,” jawab gadis itu yang bukan lain adalah Siang Cu.
Berkata demikian, ia lalu menghampiri Tek Hong yang
masih setengah terpendam batu batu dan pasir. Tanpa
berkata sesuatu dan dengan pandangan mata tak acuh,
gadis ini mengulur tangan hendak menangkap tangan Tek
Hong untuk ditariknya keluar.
Akan tetapi, Tung hai Sian jin sudah melompat dan
mengayun tongkat kepala naganya menyerang. “Biarlah
kalian berdua mampus di sini !” serunya.
Serangan itu hebat sekali dan karena Siang Cu sudah
maklum akan kelihaian kakek ini, ia terpaksa membatalkan
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
niatnya menarik keluar tubuh Tek Hong dan sambil
menggerakkan pedang ia membalikkan tubuhnya,
menangkis pukulan dahsyat itu.
”Traang!” Bunga api berpijar ketika dua senjata itu
bertemu. Belum lenyap gema suara senjata beradu ini,
secepat kilat Siang Cu sudah membalas dengan sebuah
tusukan ke arah dada lawannya. Gerakannya ganas dan
cepat sekali sehingga Tung hai Sian jm terpaksa cepat
melompat mundur karena untuk menangkis tusukan ini
sudah tidak ada waktu lagi.
Hebat, pikir Tung hai Sian jin, murid Lam hai Lo mo ini
benar benar ganas sekali ilmu pedangnya. Karena itu, ia
berlaku hati hati sekali untuk menghadapi gadis ini.
Adapun Siang Cu tidak mau berlaku lambat. Melihat
lawannya melompat mundur, iapun segera mendesak dan
mengirim serangan dengan amat gencar dan serunya.
Pedangnya berkelebat kelebat merupakan gulungan sinar
hijau. Cheng hong kiam merupakan pedang pusaka
simpanan istana kaisar, maka tajam dan kuat sekali. Dalam
beberapa belas jurus saja, ketika ujung tongkat bertemu
dengan pedang dalam benturan keras, Tung hai Sian jin
merasakan getaran pada tangannya dan ketika ia melihat,
ternyata bahwa lidah kepala naga dari gagang tongkatnya
yang tadi dipakai untuk memukul dan ditangkis oleh Siang
Cu, telah putus.
“Gadis liar, kau berani merusak lidah nagaku? Tunggu
akan kuhancurkan kepalamu yang keras!” bentak Tung hai
Sian jin marah sekali dan tongkatnya diputar sedemikian
rupa sehingga Siang Cu seakan akan terkurung dari empat
jurusan.
“Sebentar lagi kepalamu yang putus, bukan lidah tongkat
kepala nagamu,” kata Siang Cu dengan nada menyindir,
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
iapun memutar pedangnya lebih cepat lagi, namun sebentar
saja ia harus akui kelihaian kakek itu karena betapapun
cepatnya ia menggerakkan pedangnya, tetap saja sinar
pedangnya tertindih dan ia terkurung dan terdesak hebat
oleh tongkat itu.
Sementara itu, Tek Hong yang melihat betapa gadis baju
merah itu bertempur mati matian melawan Tung hai Sian
jin yang lihai, menjadi amal khawatir akan keselamatan
gadis itu. Ia menahan napas, mengumpulkan tenaga lalu
berusaha keluar dan pendaman batu itu. Baiknya ia tidak
terluka, hanya kulit lengannya saja yang lecet dan perih,
maka selelah ia mengerahkan tenaga, ia berhasil juga keluar
dari tumpukan batu dan pasir di dalam lubang itu. Ia segera
mengambil pedangnya yang tadi terlempar oleh tumpukan
batu, lalu mangatur napasnya untuk memulihkan tenaga.
“Tung hai Sian jin, kau hanya berani menghina orang
orang muda. Rasakan pembalasanku!” seru Tek Hong yang
cepat melompat dan menyerbu kakek itu, mengeroyoknya
bersama gadis baju merah. Siang Cu melihat bantuan ini
tanpa mengeluarkan kata kata, juga tidak kelihatan
perubahan pada mata dan mukanya. Padahal tentu saja ia
merasa lega bahwa pemuda itu pada saat yang tepat datang
membantunya.
Sebaliknya, Tung hai Sian jin menjadi makin marah dan
penasaran sekali. Setelah kini Tek Hong turun tangan, ia
mendapat lawan yang amat berat.Menghadapi seorang saja
di antara dua orang muda itu, ia yakin pasti akan menang.
Akan tetapi kalau dua orang muda ini bergabung menjadi
satu, benar benar ia menghadapi lawan yang tangguh sekali.
Ilmu pedang Tek Hong sudah bukan rahasia lagi
merupakan ilmu pedang yang disebut raja ilmu pedang
pada waktu itu, lihainya bukan main dan kuat sekali
pertahanannya. Adapun ilmu pedang Siang Cu adalah ilmu
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
pedang yang diajarkan oleh Lam hai Lo mo si iblis tua,
ganas dan cepatnya mengerikan sekali. Lebih lebih lagi
karena dua orang muda itu amat cerdik, tahu akan sifat dari
permainan pedang masing masing sehingga dalam
pengeroyokan ini, Tek Hong lebih banyak menggunakan
pedangnya menahan serangan Tung hai Sian jin, sebaliknya
Siang Cu lebih banyak menggunakan pedangnya untuk
menyerang dengan gerak tipu gerak tipu yang dahsyat dan
berbahaya bagi keselamatan lawan.
Pedang Cheng hong kiam di tangan Siang Cu
merupakan pedang yang amat berbahaya sehingga Tung hai
Sian jin jarang berani menangkis dengan tongkatnya kalau
tidak terpaksa sekali. Hal ini membuat ia harus bergerak
lebih cepat lagi dan amat melelahkan tubuhnya yang sudah
tua.
Puluhan jurus tewat dan akhirnya Tung hai Sian jin
terdesak hebat. Sebuah tusukan yang cepat sekali dan Siang
Cu hampir saja menembus dadanya. Biarpun kakek ini
sudah cepat miringkan tubuh, tetap saja ujung pedang
melanggar bajunya dan terdengar suara kain terobek ketika
pedang itu melubangi bajunya. Tung hai Sian jin melompat
ke belakang sambil memutar tongkat di depan tubuhnya, ia
mengeluarkan keringat dingin dan merasa tidak sanggup
bertempur lebih lama lagi. Maka tanpa mengeluarkan
sepatah katapun, ia lalu melompat ke belakang dan
melarikan diri.
“Tua bangka pengecut, kau hendak lari ke mana?” teriak
Siang Cu hendak mengejar.
“Tak perlu dikejar, nona,” kata Tek Hong dan biarpun
pemuda ini membujuk dengan singkat, aneh sekali, Siang
Cu seakan akan seekor kuda yang ditarik kendalinya dan
kedua kakinya berhenti berlari.
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
Adapun Tung hai Sian jin berlari cepat sambil berseru
menjawab ejekan Siang Cu, “Kalian ini orang orang muda
yang curang, mengeroyok seorang tua. Pinto (aku) tidak
ada banyak waktu untuk melayani kalian.”
Tek Hong dan Siang Cu tidak memperhatikan kata kata
yang terdengar dari tempat jauh itu, melainkan saling
pandang tanpa berkata kata. Siang Cu memiliki pandangan
mata yang tajam dan tabah, sama sekali tidak sungkan
sungkan dan malu malu, sebaliknya Tek Hong yang tidak
kuat beradu mata terlalu lama dengan gadis ini, dan yang
mengalihkan pandangan ke bawah lebih dulu. Kemudian
Tek Hong menjura sambil berkata, “Nona, kau telah
menyelamatkan nyawaku. Bagaimana aku dapat
menyatakan terima kasihku?”
“Tidak ada yang menyelamatkan nyawa dan tidak ada
yang diselamatkan. Tidak ada pula yang harus berterima
kasih,” jawab Siang Cu singkat sehingga Tek Hong menjadi
makin gagap.
“Nona, kau.... kau keras. Sedikitnya harap kau suka
memberitahukan namamu agar nama itu dapat kuingat
selama hidupku sebagai nama seorang gadis gagah perkasa
yang telah menolongku.”
“Sobat, apa sih perlunya segala perkenalan ini? Kau dan
aku adalah orang orang lain, diantara kita tidak ada
hubungan sesuatu. Pertemuan kita hanya secara kebetulan
saja. Sudahlah, baik sekali kau dan bisa selamat dan
terlepas dari ancaman kakek yang lihai itu. Perkenankan
aku pergi.”
“Nanti dulu, nona. Kata katamu tadi tak dapat
kubenarkan. Sudah dua kali kita bertemu dalam keadaan
yang amat ganjil. Pertama kali aku membantumu ketika
kau dikeroyok oleh Go bi Sam thaisu, sekarang pada
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
pertemuan kedua kalinya, kau yang membantu aku dari
ancaman Tung hai Sian jin. Bukankah ini mempunyai arti
bahwa kita memang sudah ditakdirkan untuk menjadi
sahabat sahabat baik? Perkenalkanlah aku, nona, aku....”
“Cukup.” Siang Cu membentak dengan suara keras.
“Aku.... aku tidak butuh dengan namamu. Kita tak usah
saling memperkenalkan nama dan keadaan masing masing,
cukup asal kita saling mengenal sebagai sahabat. Bukan
begitu maksudmu? Nah, kalau kau benar benar
menghendaki aku sebagai sahabat, aku suka menerimanya
asal saja kau menerima syaratku, yakni kita tak usah saling
memperkenalkan nama dan menuturkan riwayat.”
Tek Hong tertegun dan merasa heran sekali. Siapakah
dara perkasa yang penuh rahasia ini dan mengapa tidak
mau memperkenalkan nama? Akan tetapi melihat wajah
yang bersungguh sungguh itu, ia maklum bahwa gadis ini
amat keras hati dan kalau ia berkeberatan, tiada harapan
baginya untuk berkenalan.
“Baiklah,” ia mengangguk angguk, “tentu saja aku suka
menurut kehendakmu yang aneh itu. Kita tak usah
mengenal nama dan keadaan masing masing. Akan tetapi,
kiranya boleh aku mengetahui ke mana nona hendak
pergi?”
“Ke mana saja hati dan kaki membawaku.”
“Sama sekali tidak ada tujuan?” tanya Tek Hong, “Tidak
ada, hanya mengandalkan nasib mempertemukan aku
dengan musuh besarku
“Nona mempunyai musuh besar? Boleh aku tahu siapa
dia itu?”
Siang Cu tersenyum pahit sambil menggelengkan kepala.
“Dia seorang tokh besar yang kenamaan dan tersohor
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
sebagai seorang pendekar berbudi mulia. Akan tetapi kau
tak perlu tahu siapa dia.” Memang, di sepanjang
perjalanannya, Siang Cu menyelidiki keadaan musuh
besarnya, sehingga ia mendengar dari setiap orang, baik
orang orang kang ouw maupun Liok lim, bahwa Thian te
Kiain ong Song Bun Sam adalah seorang taihiap (pendekar
besar) yang budiman. Berita ini membuat hatinya makin
sengsara dan kecewa akan keadaan suhunya, namun ia
telah bersumpah untuk membalaskan dendam gurunya
terhadap Thian te Kiam ong Song Bun Sam dan sekali kali
ia tidak akan menarik kembali sumpahnya ini, ia telah
merasa amat tertarik sehingga malu untuk mengaku sebagai
murid Lam hai Lo mo, dan malu pula untuk mengaku siapa
dia sebenarnya. Oleh karena itu, iapun merasa malu kalau
harus mengaku bahwa dia memusuhi seorang pendekar
besar yang mulia seperti yang dikabarkan orang atas diri
Thian te Kiam ong.
Mendengar ucapan gadis baju merah itu, Tek Hong
menjadi makin tertarik dan terharu. Tentu ada rahasia yang
amat hebat pada sadis ini dan ia menjadi ingin sekali
mengetahui rahasianya apa gerangan yang membuat gadis
jelita itu menyembunyikan diri dan berlaku begitu aneh.
Mana ada orang yang memuji muji musuh besarnya sebagai
seorang berbudi mulia dan merendahkan diri sendiri sebagai
seorang yang berada di fihak salah? Seorang gadis yang
berani, berkepandaian tinggi, dan amat jujur sehingga
terhadap seorang asing ia berani mengaku dan memuji muji
kebaikan musuh besarnya, akan tetapi di lain fihak begitu
kukuh menyembunyikan keadaan diri sendiri dengan terang
terangan pula.
“Nona, benar benar kau seorang yang aneh sekali.
Dahulu ketika kau bertempur menghadapi Go bi Sam
thaisu, kau menyatakan kepadaku bahwa kau berada di
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
fihak yang salah. Sekarang, kau mempunyai seorang musuh
besar dan kau berkata pula bahwa dia seorang pendekar
besar yang budiman. Nona, agaknya kau selalu berada di
fihak yang salah dengan kau sengaja. Belum pernah selama
hidupku aku mendengar tentang seorang yang sengaja
menempatkan diri di fihak yang salah.”
Mendengar ini Siang Cu tersenyum penuh kedukaan,
dan diam diam dia memuji kecerdikan pemuda ini yang
dapat merangkan rangkaikan persoalan sehingga agaknya
dengan mudah rahasianya akan terbuka olehnya. Ia
menarik napas panjang dan berkata,
“Memang demikianlah, sahabatku. Semenjak kecil aku
berada di tempat yang keliru. Terdidik di tempat yang keliru
dan selalu menghadapi perkara yang salah. Sampai kini, tak
berayah tak beribu, tak berhandai taulan, tiada rumah tiada
cita cita yang ada hanya permusuhan dengan orang gagah
yang budiman!” Ia menghela napas lagi. “Apa hendak di
kata? Sudah begitulah nasibku dan aku tidak peduli lagi.
Tek Hong ikut merasa berduka mendengar ucapan gadis
ini, sungguhpun ucapan itu dikeluarkan dengan suara yang
gagah dan sedikitpun tidak mengandung nada duka.
Pemuda ini benar benar tertarik hatinya melihat Siang Cu,
karena harus ia akui bahwa selamanya ia belum pernah
melihat gadis seperti ini.
“Nona, nasibmu benar benar mengharukan hatiku.
Setelah kita menjadi sahabat, biarpun tanpa mengenal nama
dan keadaan masing masing, bolehkah aku menyertaimu
dalam perjalanan merantau di dunia kang ouw?”
Siang Cu memandang tajam, dan ia mulai marah, ia
mengira bahwa pemuda ini sudah tergila gila kepadanya
dan mempunyai maksud yang tidak sopan. Akan tetapi
ketika ia melihat sinar mata pemuda itu yang
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
membayangkan kejujuran dan kesungguhan hati, sama
sekali tidak nampak tanda tanda lain memandangnya, ia
tidak jadi marah. Namun karena Siang Cu sudah biasa
menyatakan perasaan, pikiran, dan suara hatinya melalui
bibrnya, ia secara langsung bertanya,
“Sahabat, agaknya kau mencintaiku, betulkah?”
Wajah Tek Hong menjadi pucat pada saat mendengar
pertanyaan ini, lalu berubah merah sekali ia memandang
kepada Siang Cu dengan mata terbelalak dan mulut
melongo. Bukan main gadis ini! Pertanyaan itu merupakan
penyerangan yang langsung menyerbu hati, lebih ganas dan
lihai daripada serangan ujung pedang yang tajam.
“Nah.... aku.... eh, bagaimana tiba tiba saja kau
menyerangku dengan pertanyaan itu?” akhirnya Tek Hong
dapat berkata dan alisnya yang tebal berkerut. Penasaran
dan tak sedap juga hati nya, karena ia dapat menduga
bahwa gadis ini tentu menganggap ia sebagai pemuda gila
wanita yang ugal ugalan. Kehormatannya tersinggung oleh
pertanyaan itu.
Akan tetapi Siang Cu seakan akan tidak mengacuhkan
sikapnya, bahkan menarik napas panjang sambil berkata,
“Sudah terlalu sering dan terlalu biasa bagiku melihat
laki laki jatuh cinta melihatku. Aku bosan melihat sinar
mata laki laki memandang mesra, penuh bujukan, namun
penuh kepalsuan.”
“Aduh, hebat sekali gadis ini,” pikir Tek Hong dan
perutnya mulai terasa panas.
“Nona, kau terlalu sekali1 Kaukira aku ini orang macam
apakah? Aku lebih baik mati daripada berlaku kurang ajar
terhadap wanita, aku terang sopan, seorang terdidik baik
oleh orang tuaku.” Sampai di sini, Tek Hong melihat wajah
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
gadis itu seakan akan menahan tikaman di hatinya.
Teringatlah ia bahwa gadis ini tiada ayah ibu, dan sudah
mengaku pula bahwa ia dididik salah dan berada di dunia
yang agaknya tidak baik semenjak kecilnya, maka timbul
kasihan di dalam hatinya dan suaranya menjadi halus.
“Nona, betapapun juga, laki laki tinggal laki laki dan
kuharap kau jangan terlalu salahkan mereka kalau mereka
tergila gila dan cinta kepadamu. Hal itu sebenarnya adalah
salahmu sendiri.”
“Salahku?” Siang Cu bertanya dan merasa geli. Baru
sekarang ada orang berani menyalahkannya karena banyak
laki laki tergila gila kepadanya. “Bagaimana aku salah
dalam hal itu?”
“Kau salah karena mengapa wajahmu cantik? Mengapa
sikapmu menarik dan kepandaianmu tinggi? Kalau kau
tidak cantik tidak menarik dan tidak lihai, kukira kau akan
terhindar dari pada pandangan mata mesra daripada laki
laki di manapun juga,” kata TekHong.
Siang Cu membelalakkan matanya yang bagus dan ia
lalu tertawa geli. Diam diam Tek Hong memandang
kagum. Pantas saja banyak orang lelaki tergila gila. Kalau
tertawa, gadis ini begitu manis!
“Tidak ada yang lebih manis merayu daripada ucapan
laki laki,” kata Siang Cu. Jangankan memuji, menyalahkan
juga tetap merayu! Sudahlah, sobat, akupun tidak perduli
lagi tentang pandangan mata laki laki. Kau boleh
memandang kepadaku sesuka caramu sendiri asalkan
jangan bersikap kurang ajar seperti laki laki lain.”
Kembali kehormatan Tek Hong tersinggung dan timbul
keangkuhannya. “Aku tidak mudah jatuh cinta!” katanya
singkat, akan tetapi ketika ia memandang kepada wajah
Siang Cu, kembali timbul rasa kasihan di dalam hatinya
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
dan ia cepat menyambung kata katanya lebih halus karena
ia merasa khawatir kalau kalau ucapannya itu akan
menyakiti hati, “Eh, tentu sudah banyak sekali yang
menyatakan cinta kepadamu, bukan?”
“Menyatakan sih tidak berani karena pedangku mereka
anggap ganas. Di antara mereka, hanya seorang saja yang
kuanggap kurang ajar dan pasti menjadi korban pedangku
apabila aku bertemu lagi dengan dia. Dia adalah Bong Eng
Kiat putera dari Tung hai Sian jin tadi.”
Tek Hong terkejut. Adiknyapun ditawan oleh pemuda
kurang ajar itu. Jadi agaknya gadis inipun pernah bentrok
dengan Eng Kiat? Simpatinya terhadap gadis ini makin
membesar dan ia mengambil keputusan untuk mengawani
gadis ini menghadapi musuh musuhnya.
Sebelum ia membuka mulut, Siang Cu sudah
memandangnya dan bertanya tiba tiba.
“Kau sendiri hendak pergi ke manakah? “Akupun sedang
merantau hendak mencari orang tuaku yang pergi dari
rumah tanpa kuketahui ke mana perginya. Aku tadinya
hendak pergi ke Tit le, kemudian aku akan ke kota raja lalu
terus merantau ke pantai sebelah timur.”
Gadis itu nampak tertegun. “Ke Tit le? Kemudian ke
pantai timur? Kaumaksudkan bahwa kau hendak pergi ke
pantai Laut Po hai?”
Sekarang Tek Hong yang terkejut, “Demikianlah niatku.
Akan tetapi kalau kau menghendaki pergi ke lain tempat,
aku bersedia mengawanimu.”
Setelah berpikir sejenak, Siang Cu tersenyum dan
berkata, “Sudah kukatan bahwa aku tidak mempunyai
tujuan, hanya mengandalkan hati dan kaki. Sekarang ada
kau sebagai sahabatku, biarkan aku menurut saja ke mana
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
kau hendak pergi. Siapa tahu kalau kalau kau yang
membawa aku bertemu dengan musuh besarku itu.”
“Nona, alangkah janggalnya kalau kita tidak saling
mengenal nama dan keadaan. Mengapa mesti ada segala
rahasia ini?”
Baru saja ia berkata demikian. Siang Cu menjadi marah.
“Baik, kita berpisah di sini saja karena kau tidak mau
memenuhi syaratku tadi!” Setelah berkata demikian, ia
melompat jauh dan melarikan diri.
Tek Hong cepat mengejar dan menyusul gadis itu.
“Nona, maafkan aku banyak banyak. Aku tadi kelepasan
bicara, tak dapatkah kau memaafkan seorang sahabat
baru?”
Lemah pula hati Siang Cu dan ia memandang tajam.
“Sekali kali jangan kauulangi pertanyaanmu tadi. Aku
sudah mengambil keputusan tidak akan menceritakan
kepada siapa pun juga tentang keadaan diriku yang tidak
baik. Nah, cukup sekian saja.Mari kita berangkut!”
Dengan hati terheran heran, Tek Hong tidak berani
banyak cakap lagi dan berjalanlah kedua orang muda ini
menuju ke Tit le.
Setelah melakukan perjalanan bersama, dengan girang
Tek Hong mendapat kenyataan bahwa watak dasar dari
gadis itu sebetulnya baik sekali. Bicara ramah dan periang
pula. Akan tetapi aneh sekali, kadang kadang dengan tiba
tiba sikap itu berobah menjadi ganas, kaku dan selalu
cemberut, sungguh pun dalam pandangan Tek Hong, selagi
marahpun gadis ini wajahnya menjadi makin menarik dan
manis.
Tentu saja ia tidak tahu bahwa gadis ini semenjak kecil
memang mengalami nasib yang sengsara sekali, ia di culik
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
oleh Lam hai lo mo, semenjak kecil dididik oleh guru
setengah gila dan jahat itu sehingga ia memiliki watak yang
aneh. Sering kali di dalam dadanya ketika ia masih kecil,
terasa kedukaan besar sekali dan kerinduan yang
menyesakkan napas, orang tuanya yang tak pernah
dikenalnya karena ia tidak teringat lagi akan wajah mereka.
Rasa sayangnya hanya tercurah kepada gurunya, maka
dapat dibayangkan betapa duka dan patah hatinya ketika ia
melihat kekejian gurunya yang ternyata memiliki tabiat
yang jauh sekali berbeda dengan dia. Kalau mengingat akan
perbuatan perbuatan suhunya, ia amat benci kepada
suhunya, benci setengah mati dan agaknya mau ia
membunuh suhunya itu! Akan tetapi kalau ia teringat
kepada wajah yang menyeramkan itu, teringat akan
keadaan tubuhnya yang rusak, teringat pula betapa dengan
penuh kasih sayang suhunya mendidik dan merawatnya
semenjak kecil, timbul hati tayang dan kasihan.
Pertentangan di dalam hatinya ini membuat Siang Cu
menjadi putus harapan dan sering kali membuat ia bingung
dan berubah ubah sikapnya. Ia gembira dan jenaka serta
peramah apabila ia tidak teringat akan gurunya, dan lupa
akan orang tuanya. Akan tetapi sekali ia teringat akan nasib
dirinya, ia menjadi pemarah dan tukar diajak bicara.
Sebetulnya, ketika Tek Hong menyatakan hendak pergi
ke Tit le, telah timbul dugaan di dalam hati Siang Cu yang
membuat dada berdebar tidak enak. Pemula ini demikian
perkasa, ilmu pedangnya amat mengagumkan, dan kini
hendak pergi ke Tit le. Tak dapat salah lagi tentu ada
hubungan sesuatu antara pemuda ini dengan Thian te Kiam
ong, pendekar musuh besar gurunya yang rumahnya juga di
Tit le dan yang sudah dibakar habis habis oleh suhunya itu!
Ketika mereka tiba di pintu gerbang Tit le, dengan hati
berdebar tak enak, SiangCu bertanya,
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
“Kau hendak mengunjungi siapakah di kota ini?”
“Tidak mengunjungi siapa siapa, melainkan hendak
pulang karena memang rumahku di sini. Akan kulihat
sebentar, apakah orang tuaku telah kembali.”
“Di mana rumahmu?”
Ditanya demikian, Tek Hong menjadi bingung.
“Rumah....? Ah, memang tadinya kami punya rumah,
akan tetapi.... orang jahat seperti iblis telah membakar
rumah kami sampai habis. Mereka adalah Lam hai Lo mo
dan muridnya. Oleh karena itulah ayah bundaku harus
kuberi tahu karena mereka sedang keluar kota. Kalau
mereka sudah kembali, sukurlah, kalau belum aku harus
meninggalkan surat pemberitahuan kepada tetangga.
Marilah, kalau mereka sudah kembali, akan kuperkenalkan
kau kepada orang tuaku.”
Akan tetapi, wajah Siang Cu telah berubah pucat sekali
dan untuk menyembunyikan ini dari Tek Hong, ia berpura
pura mengusap peluh dari wajahnya dengan sehelai
saputangan.
“Tidak, aku tidak mau ikut kau ke sana. Aku hendak
mencari rumah penginapan dan ingin beristirahat sambil
menunggu kau kembali,” katanya.
Tek Hong tidak membantah. “Kalau begitu, biarlah aku
yang mencarikan rumah penginapan terbaik untukmu.
Pemiliknya aku sudah kenal baik.”
Siang Cu tidak menjawab, hanya mengangguk saja. Ia
merasa tubuhnya lemas sekali. Setelah Tek Hong
mendapatkan sebuah kamar dalam rumah penginapan itu,
ia segera masuk ke dalam kamar dan dari dalam kamar
berkata kepada Tek Hong yang masih berdiri di luar karena
pemuda ini ketika melihat sikap gadis itu yang selalu
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
mengerutkan kening, mengira bahwa sudah datang lagi
kemarahan dari gadis aneh itu.
“Kau pergilah dan bereskan urusanmu, jangan
memikirkan aku di sini.”
Tek Hong menghela napas. “Baiklah. Aku pergi dulu
dan setelah beres urusanku, kita akan melanjutkan
perjalanan ke timur.”
Pemuda ini segera menuju ke rumahnya yang kini hanya
tinggal bekasnya saja. Ia mendapat kenyataan dan tetangga
tetangganya bahwa ayah bundanya belum pulang, demikian
pula Siauw Yang tidak ada kabarnya. Maka ia lalu cepat
cepat membuat surat untuk ayah bundanya, menceritakan
segala peristiwa yang terjadi dan menyerahkan surat itu
kepada seorang tetangganya she Lie dan agar surat itu
diberikan kepada ayah bundanya apabila mereka pulang.
Jilid XXVI
BIARPUN menurutkan kata hatinya, ia ingin sekali ke
rumah penginapan di mana gadis baju merah itu menanti
nantikan, namun demi kesopanan kepada tetangga yang
dimintai tolong itu, Tek Hong terpaksa bercakap cakap
lebih dulu dengan mereka sampai hari menjadi malam.
Kemudian ia berpamit dan dengan cepat ia kembali ke
rumah penginapan.
Ketika ia tiba di situ, ia melihat pemilik rumah
penginapan, seorang setengah tua yang gemuk, tengah
berdiri di depan rumah itu sambil menggeleng geleng kepala
dan mulutnya terdengar bicara seorang diri,
“Sungguh aneh.... aneh sekali…!”
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
“Eh, Tung twako, mengapa kau berdiri di sini seorang
diri?” Tek Hong menegurnya.
Pemilik rumah penginapan itu terkejut karena ia tidak
mendengar kedatangan pemuda itu.
“Kau Song kongcu? Ah, kau terlambat, baru saja
kawanmu pergi dari sini!”
“Pergi? Ke mana?” tanya Tek Hong kaget. “Tidak tahu!
Aku tahu akan keanehan watak orang orang kang ouw dan
tentu saja aku tidak berani banyak bertanya. Hanya dia
bilang bahwa dia tidak jadi bermalam di sini.”
“Dia tidak meninggalkan pesan apa apa untukku?”
Pemilik rumah penginapan itu menggeleng kepala.
“Tidak sama sekali. Dia kelihatan marah marah dan jengkel
sehingga aku tidak berani banyak bertanya. Aku tahu
bahwa orang kang ouw seperti gadis itu kalau sudah marah,
sekali menggaplok akan sanggup merenggut nyawaku,”
katanya sambil mengangguk anggukkan kepalanya, tanda
bahwa dia sudah tahu betul akan watak orang orang kang
ouw karena dia sudah banyak bertemu dengan orang orang
kang ouw yang bermalam di rumah penginapannya.
“Kau tidak tahu ke mana perginya?” tanya Tek Hong
dengan bingung.
“Kaukira aku begitu bodoh, Song kongcu? Tidak
percuma kau mengenal aku. Tadi ketika ia pergi, aku segera
keluar dan aku melihat bayangannya cepat sekali berkelebat
menuju ke timur.”
Baru saja pemilik rumah makan menutup mulutnya, ia
melihat bayangan di depannya berkelebat ke timur dan tahu
tahu pemuda itu sudah lenyap dari depannya, ia
menjulurkan lidahnya dan menggeleng gelengkan
kepalanya.
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
“Aneh, seperti iblis iblis saja orang orang kang ouw itu,”
katanya berkali kali kepada diri sendiri.
Tek Hong cepat sekali berlari ke timur, mempergunakan
kepandaiannya dan mengerahkan seluruh ginkangnya.
Matanya dipasang tajam tajam untuk mencari di mana
adanya gadis baju merah yang secara rahasia telah
meninggalkannya itu. Mengapa ia marah dan pergi,
pikirnya bingung. Ah, kalau saja ia tadi tidak lama bercakap
cakap dengan para tetangganya tentu ia masih dapat
bertemu dengan gadis itu dan mungkin dapat menahan
kepergiannya atau setidaknya dapat pergi bersama.
Ketika ia tiba di luar kota, ia melihat bayangan hitam
berlari lari cepat keluar dari kota itu. Hatinya berdebar
girang dan ia mempercepat larinya sambil berseru,
“Nona, tunggulah sebentar!”
Bayangan itu memang benar Siang Cu adanya. Tadi
ketika Tek Hong pergi meninggalkannya di rumah
penginapan, ia segera menyelidiki keadaan pemuda itu.
Tanpa diketahui oleh siapapun juga, ia melompat ke luar
dan jendelanya dan menyusul ke tempat tinggal Thian te
Kiam ong yang dulu sudah dibakar oleh suhunya. Di rumah
tetangga Thian te Kiam ong, gadis ini melihat Tek Hong
bercakap cakap dan ia segera mengintai dari atas genteng.
Mendengar percakapan mereka, tahulah dia bahwa
memang benar pemuda ini adalah Song Tek Hong putera
dari Thian te Kiam ong musuh besarnya.
Dengan tubuh lemas dan tindakan limbung Siang Cu
segera berlari kembali ke hotelnya. Di di dalam kamar, tak
terasa pula ia menangis tersedu sedu, ia tertarik kepada
pemuda itu, bukan rahasia lagi baginya bahwa ia suka
kepadanya. Pemuda itulah satu satunya orang, di samping
Liem Pun Hui pemuda sasterawan yang juga menarik
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
perhatiannya, yang menimbulkan harapannya untuk hidup
terus, untuk hidup bahagia. Dan kini, ternyata bahwa
pemuda yang dipujanya di dalam hati itu bukan lain adalah
putera dari Thian te Kiam ong, musuh besarnya yang
hendak dibalasnya. Ia sudah bersumpah untuk membalas
dendam suhunya yang sudah dirusak oleh Thian te Kiam
ong.
“Tek Hong....” keluhnya di dalam hati, “tak mungkin
kita menjadi.... sahabat, tak mungkin...” Segera ia
mengambil buntalan pakaiannya dan keluar dari kamarnya.
Pemilik hotel yang melihat gadis itu seperti hendak pergi,
segera menjura sambil bertanya,
“Lihiap hendak pergi ke manakah?”
Siang Cu yang masih merah mata dan pipinya
memandang marah dan hampir saja ia menendang orang
itu.
“Aku pergi ke mana kau perduli apakah? Ini uang
kamarnya, biar aku tak jadi bermalam, kubayar juga!” Ia
melemparkan sepotong perak ke arah meja dan uang itu
menancap pada papan meja. Kemudian tanpa banyak cakap
ia lalu melangkah ke luar.
Hatinya diliputi kesedihan besar. Tidak bisa ia menanti
Tek Hong untuk mengajak putera musuh besarnya itu
bertempur karena ia tahu bahwa hatinya tidak mengijinkan
ia untuk melukai pemuda itu. Ia akan cepat cepat mencari
Thian te Kiam ong, memenuhi tugasnya, dan habis perkara.
Itulah tujuan satu satunya dalam hidupnya kini. Habislah
semua harapan dan impian manis.
Ketika ia tiba di luar pintu gerbang kota, tiba tiba ia
mendengar panggilan Tek Hong dan dengan wajah berobah
merah ia menahan tindakan kakinya dan membalikkan
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
tubuh. Di dalam keadaan yang suram muram karena cuaca
hanya diterangi oleh bintang bintang di angkasa, ia melihat
tubuh pemuda itu, merupakan bayangan hitam yang amat
cepat lari mendekat.
“Song Tek Hong, kau mengejarku ada apakah?”
tanyanya menahan gelora hatinya agar suaranya tidak
terdengar gemetar.
Tek Hong yang sudah berdiri di depan Siang Cu,
menjadi tertegun.
“Nona…., kau Sudah tahu namaku? Bagus sekali, aku
girang bahwa akhirnya kau mengenalku pula. Akan tetapi,
mengapa kau meninggalkan aku, nona? Bukankah kita
sudah berjanji hendak bersama mencari musuh besarmu?”
“Tak perlu lagi,” kata Siang Cu menahan gejolak hatinya
yang menyesakkan dada, “aku sudah menemukan musuh
besarku!”
“Siapa dia? Di mana?”
“Kaulah orangnya! Kau dan orang tuamu! Ketahuilah,
Song Tek Hong, aku adalah Ong Siang Cu, murid dari Lam
hai Lo mo! Suhu dan aku yang membakar rumahmu, dan
kami sedang mencari cari ayahmu untuk membalas dendam
hati suhu! Seharusnya kau pun menjadi musuh besarku,
harus kuserang kalau mungkin kubunuh! Akan tetapi ah.....
aku yang bodoh dan lemah, aku suka kepadamu. Tak kuasa
tanganku menghunus pedang untuk menyerangmu. Sekali
lagi aku suka kepadamu, nah dengarkah kau? Karena aku
tak dapat memusuhimu, akan tetapi ayahmu, tentu akan
kucari dan kutantang mengadu nyawa!”
Tek Hong merasa seakan akan kepalanya disambal petir
pada saat itu, ia limbung dan hampir saja roboh karena
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
kedua kakinya terasa lemas. Ia menghampiri Siang Cu
sambil berkata lemah,
“Nona….”
“Berhenti! Jangan mendekati aku! Aku musuhmu, aku
orang jahat sejahat jahatnya. Akulah iblis yang membakar
rumahmu. Suhu dan aku sudah mengacau di Go bi pai
sehingga kami dimusuhi oleh orang orang Go bi pai. Suhu
dan aku sudah membakar rumah Thian te Kiam ong
ayahmu dan karenanya kau tentu akan membalas dendam.
Kau mau membalas dan hendak menyerangku? Silahkan,
aku tidak takut! Dengarlah, wahai Song Tek Hong, bahwa
aku Ong Siang Cu karena begitu pandir dan lemah
mencintaimu, tidak akan kuasa untuk menyerangmu! Akan
tetapi perhatikanlah, hanya untuk saat ini saja. Sewaktu
waktu kalau kita bertemu akan kututup mataku dan akan
kuserang kau sebagai musuh besarku. Dan sebaliknya kalau
kau menyerangku, akan kulawan mati matian! Nah,
selamat tinggal dan jangan mencoba untuk mendekati atau
bertemu denganku!”
“Siang Cu….!” Tek Hong melompat mengejar gadis itu
yang sudah berlari pergi. Dengan cepat pemuda itu lalu
menangkap ujung baju Siang Cu yang berkibar di
belakangnya sehingga gadis itu terpaksa berhenti.
“Bodoh, tolol! Pergi!” Bentaknya dan tangan kanannya
bergerak menampar pipi Tek Hong. Sebagai seorang ahli
silat, Siang Cu mengerti bahwa pemuda itu dengan mudah
akan dapat mengelak dan melepaskan pegangan pada ujung
bajunya, akan tetapi ternyata pemuda itu sama sekali tidak
mengelak.
“Plakk!” tamparan itu keras sekali. Tek Hong merasa
betapa pipinya pedas dan kepalanya pening sehingga ia
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
jatuh berlutut di depan gadis itu, akan tetapi tangannya
masih memegangi ujung baju dengan erat erat.
“Siang Cu, pukullah aku, bunuhlah! Aku takkan
melawan. Kau jangan pergi dulu sebelum mendengar
omonganku. Aku kasihan padamu, aku cinta padamu, hal
ini kau sudah tahu kiraku. Entah bagaimana iblis membuat
kau menjadi murid Lam hai Lo mo. Kau hendak mencari
ayah dan membalas dendam gurumu, akan tetapi
sebaliknya sumpahku. Akupun hendak mencari gurumu,
hendak kubinasakan dia, iblis tua yang jahat itu, bukan
hanya itu, bukan hanya karena ia memusuhi ayah, terutama
sekali karena dia telah menjerumuskan kau ke lembah
kejahatan. Akan tetapi padamu, aku takkan melawan. Siang
Cu, aku cinta kepadamu.....”
Mendengar ucapan ini, bercucuran air mata dari mata
gadis ini, mengalir di sepanjang pipinya dan berjatuhan ke
atas wajah Tek Hong yang berlutut sambil mengangkat
muka memandang. Gadis itu tidak dapat menjawab,
tubuhnya gemetar, kedua kakinya menggigil dan yang
terdengar hanya isak tangisnya. Baru kali ini selama hidup
nya ia merasai keharuan, kedukaan, dan berbareng
kebahagiaan yang luar biasa mendengar ucapan pemuda
ini.
“Tek Hong....” hanya ini yang dapat di bisikkan oleh
bibirnya yang gemetar.
“Siang cu, kau.... kau menangis.....?” Tek Hong bangkit
berdiri dan kepalanya masih pening, ia merasa tubuhnya
seperti terputar putar, namun wajah gadis itu masih selalu
berada di depan matanya. “Siang Cu, mengapa kau
memaksa diri melawan suara hati nuranimu sendiri?
Mengapa kau tidak mau membantah saja kehendak jahat
dari gurumu?”
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
“Tek Hong, tiada gunanya lagi...” Siang Cu makin
tersedu sedu. “Aku sudah terseret ke dalam lumpur
kejahatan oleh suhu….”
“Tidak, Siang Cu! Kau bersih laksana bunga teratai yang
biarpun terseret ke dalam lumpur, masih bersih dan murni.”
“Tek Hong....” Siang Cu berbisik sayu dan kaget melihat
pemuda itu terhuyung hendak roboh. Ia tahu bahwa
pemuda ini menderita bukan hanya karena tamparannya
yang keras tadi, juga oleh tekanan batin yang berat, maka
melihat pemuda itu hendak roboh, ia cepat memeluknya.
“Siang Cu, Thian telah mempertemukan kita...... jangan
kau tinggalkan aku....” kata Tek Hong yang tiba tiba merasa
tubuhnya kuat kembali. Siang Cu tak dapat berkata apa apa
hanya menyerah saja ketika Tek Hong memeluknya. Untuk
beberapa lama ia menyandarkan kepalanya di dada pemuda
itu yang mendekapnya erat erat seakan akan takut kalau
kalau gadis itu akan pergi lagi.
Untuk beberapa lama keduanya tenggelam dalam
suasana yang mesra ini. Terutama sekali Tek Hong yang
masih pening sekali kepalanya, ia tak dapat
mempergunakan pikiran dengan baik lagi, ia merasa
terayun ayun seperti berada di tengah samudera luas. Yang
ada dalam hatinya hanya cinta kasih yang dibarengi rasa
kasihan yang amat besar dan mendalam. Ia setengah dapat
menduga bahwa gadis ini terpaksa menjadi jahat karena
pengaruh suhunya, Lam hai Lo mo si iblis tua itu,
karenanya ia hendak melawan iblis itu, bukan hanya untuk
membela ayahnya, terutama sekali untuk merenggut gadis
ini keluar dari cengkeraman pengaruh jahat itu.
Tiba tiba Siang Cu melepaskan diri dari pelukan Tek
Hong.
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
“Tidak, Tek Hong, tidak mungkin! Aku sudah
bersumpah kepada suhu bahwa aku harus membalaskan
dendamnya terhadap Thian te Kiam ong. Dan aku bukan
pengecut. Aku haru memenuhi sumpah itu, akan kucari
ayah bundamu, akan kutandingi adik perempuanmu yang
kudengar amat lihai. Hanya kepadamu saja aku takkan
mencabut pedang. Selamat tinggal, Tek Hong, kekasihku.
Percayalah bahwa apapun juga yang terjadi, aku tetap
mengenangmu sebagai seorang termulia di dunia ini tempat
aku menaruh harapan dalam hidup selanjutnya.”
Siang Cu mengeluh dan melompat pergi, menghilang di
dalam gelap, ia tidak memperdulikan ratapan dan panggilan
pemuda itu yang terdengar menyayat nyayat hatinya,
bahkan ia lalu mempergunakan jari jari tangannya untuk
menutupi kedua telinganya sambil berlari keras, agar ia
tidak dapat mendengar lagi suara panggilan itu. Ia tidak
tahu bahwa pada saat itu, Tek Hong terhuyung huyung lalu
roboh di bawah pohon dalam keadaan pingsan.
Sebetulnya Tek Hong adalah seorang pemuda pendiam
dan keras hati. Namun, adakah kekerasan hati yang cukup
keras dalam menghadapi asmara? Hati sekeras bajapun
akan hancur luluh!
Tek Hong telah menderita pukulan batin yang hebat
sekali, ditambah pula oleh tamparan Siang Cu yang
dilakukan dengan tenaga lweekang, maka ia tak dapat
menahan dan roboh pingsan. Memang, tak dapat
disalahkan hati pemuda ini, atau tidak boleh mengira
bahwa dia terlalu lemah iman atau tidak kuat menahan
godaan wanita. Oleh karena, sukarlah bertemu dengan
seorang gadis seperti Siang Cu. Dia adalah seorang gadis
setengah liar yang semenjak kecil terasing dari dunia ramai
dan hanya dididik oleh seorang manusia iblis seperti Lam
hai Lo mo. Biarpun Siang Cu bersikap seperti orang liar
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
yang tidak tahu akan sopan santun sehingga sebagai
seorang gadis berani dengan demikian terang terangan
menyatakan cinta kasihnya terhadap seorang pemuda,
namun semua kejanggalan ini ia lakukan dengan wajar
sekali, ia lakukan dengan penuh kejujuran dan
kesederhanaan, sama sekali tidak mengandung kegenitan
atau pura pura. Tek Hong dapat merasai dan memaklumi
sepenuhnya akan hal ini maka ia tertarik sekali dan cinta
kasihnya bercampur dengan rasa belas kasihan yang amat
besar.
Belum lama setelah Siauw Yang bersama Liem Pun Hui
berhasil melarikan diri dan Kepulauan Couwsan dan
mendarat di pantai Tiongkok, datanglah Tung hai Sian jin
di pulau yang ditinggalkannya, ia tidak berhasil mencari
Thian te Kiam ong Song Bun Sam, bahkan hampir saja ia
celaka oleh keroyokan Song Tek Hong putera Thian te
Kiam ong dan Ong Siang Cu murid Lam hai Lo mo. Oleh
karena itu, dengan hati murung ia ke pulau itu dan hendak
menyuruh puteranya mengawini puteri Thian te Kiam ong
dengan jalan kekerasan dan paksaan saja.
Alangkah marah, kecewa dan menyesalnya ketika ia
mendapatkan puteranya telah memaki maki dan marah
marah karena telah diakali oleh Siauw Yang sehingga gadis
itu dapat melarikan diri.
“Dasar kau yang goblok, mudah saja ditipu oleh gadis
liar itu.” ayahnya mengomel.
“Aku sudah cukup berhati hati, tetapi dia memang cerdik
sekali. Kalau ia terjatuh ke dalam tanganku, aku takkan
memberi kesempatan padanya untuk terlepas dari
pelukanku. Lebih baik kuhancurkan kepalanya daripada
membikin dia terlepas. Hatiku sakit sekali, ayah!”
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
Tung hai Sian jin tersenyum pahit. “Apakah kau
sekarang masih menghendaki dia sebagai isteri mu?”
Eng Kiat mengerutkan kening. “Dia jahat! Lebih baik
aku menikah dengan murid Lam hai Lo mo.”
“Hem, mudah berobah pendirian orang muda, akan
tetapi pilihanmu selalu jatuh di tempat yang salah. Murid
Lam hai Lo mo juga bukan orang baik, dia telah berani
bersekongkol dengan putera Thian te kiam ong, sungguh
hal yang aneh sekali. Aku akan menegur Lam hai Lo mo
kalau bertemu dengan dia,”
Pada saat itu, terdengar suara keras sekali akan tetapi
terdengar dari tempat jauh, tanda bahwa orang yang
mengeluarkan suara itu memiliki ilmu mengirim suara dan
jauh dengan hebatnya!
“Tung hai Sian jin iblis tua bangka dari Timur! Di mana
Kau? Mengapa pula pulau ini kosong belaka?”
Berobah muka Tung bai Sian jin. Kalau orang
membicarakan setan, tahu tahu ia datang, katanya. Lalu ia
mengerahkan tenaga dan menjawab dengan suara nyaring
tinggi melengking,
“Lam hai Lo mo iblis tua! Apakah telingamu sudah agak
tuli dan matamu sudah agak lamur maka kau tidak bisa lagi
mencari aku?”
Sebagai jawaban terdengar suara ketawa bergelak dan
terkekeh kekeh amat menyerahkan karena yang tertawa
tidak kelihatan orangnya, seakan akan iblis sendiri yang
tertawa.
“Bagus kalau kau dan puteramu masih hidup iblis timur!
Kami menantimu di Sam liong to, datanglah dan aku akan
gembira bertemu dengan kawan kawan sehaluan.”
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
Mendengar ini, Tung hai Sian jin lalu berlari ke pantai
diikuti oleh Eng Kiat. Ketika mereka melihat sebuah perahu
kecil panjang di tumpangi oleh delapan orang kakek, mata
Tung hai Sian jin yang masih tajam penglihatannya itu
mengenal Lam hai Lo mo di kepala perahu akan tetapi
orang orang yang lainnya ia tidak kenal. Hanya dilihatnya
dua orang hwesio gundul dan lima orang tosu yang
semuanya sudah tua tua.
“Siapakah gerangan mereka itu? Dan apa maksud Lem
hai Lo mo mengundang kita ke pulaunya?” Tung hai Sian
jin berkata kepada puteranya.
“Tentu ada keperluan amat penting, ayah. Dia lihai
sekali dan kalau kawan kawannya itupun orang orang lihai,
lebih baik kalau kita datang ke sana memperkenalkan diri.
Siapa tahu kalau kalau mereka itu kelak akan dapat
membantu kita.”
Tung hai Sian jin hanya mengangguk dan bersama
puteranya ia memasuki perahu dan mendayungnya cepat
cepat untuk menyusul perahu kecil panjang itu. Akan tetapi,
biarpun Tung hai Sian jin terkenal sebagai seorang ahli di
atas dan di dalam air, dan ia terkenal sebagai seorang
nelayan pandai, namun perahunya tidak dapat mengejar
dan menyusul perahu di depan. Ia melihat betapa delapan
orang di dalam perahu itu sama sekali tidak
mempergunakan dayung, hanya mempergunakan tangan
saja untuk didorongkan ke air. Bahkan ada di antaranya
yang mempergunakan kaki untuk menendang nendang air
di belakang perahu. Namun perahu mereka itu meluncur
dengan amat cepatnya seakan akan telah didorong oleh
tenaga yang luar basa.
Melihat ini, diam diam Tung hai Sian jin memuji dan
menjadi girang karena hal itu menyatakan bahwa
penumpang penumpang perahu itu benar benar memiliki
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
kepandaian yang amat tinggi. Sebagai seorang tokoh kang
ouw kawakan tentu saja ia senang mendapat kesempatan
bertemu dengan tokoh tokoh lain, baik lawan maupun
kawan.
Sementara itu, Lam hai Lo mo dengan kawan kawannya
telah mendarat di Sam liong to, Sambil tertawa bergelak
Lam hai Lo mo berkata,
“Sahabat sahabat, mari mendarat. Selamat datang di
Pulau Sam liong to, pulau yang akan menjadi pusat
perhimpunan kita. Ha, ha, ha!” ia menggerakkan
tongkatnya dan tahu tahu tubuhnya melompat ke darat
dengan gerakan berjungkir balik seperti seorang anak kecil
yang bergirang hati. Namun dalam lompatan ini saja sudah
dapat dilihat kehebatan ilmu gin kang dari kakek buntung
ini.
Tujuh orang kakek yang seperahu dengan Lam hai Lo
mo, juga bergerak dan masing masing memperlihatkan
kepandaian melompat yang kesemuanya amat
mengagumkan. Biarpun berturut turut mereka melompat
dan dalam perahu, namun perahu itu sedikit pun tidak
bergoyang, tanda bahwa ginkang mereka memang sudah
mencapai tingkat tinggi sekali.
Siapakah tujuh orang itu? Yang dua adalah hwesio
hwesio gundul dan mereka ini bukanlah orang orang baru,
karena mereka adalah Sam thouw hud dan Ang tung hud,
kakak beradik seperguruan dari Tibet yang lihai ilmu
silatnya dan yang belum lama ini telah kena dihajar oleh
Tek Hong dan Mo bin Sin kun di puncak Sian ho san. Sam
thonw hud dan Ang tung hud meraka amat sakit hati
terhadap Mo bin Sin kun. Tidak saja usaha membalas
dendam mereka tak berhasil, bahkan mereka untuk kedua
kalinya telah kena dibikin malu dan dikalahkan. Maka,
ketika mereka bertemu dengan Lam hai Lo mo, tentu saja
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
mereka dengan penuh gairah menerima ajakan Lam hai Lo
mo untuk mengadakan persekutuan agar kedudukan
mereka menjadi lebih kuat.
Adapun lima orang tosu yang ikut pula di dalam perahu
itu juga bukan orang orang sembarangan saja. Mereka ini
adalah tokoh tokoh dari Tibet yang setingkat kedudukannya
dengan Sam thouw hud, hanya saja mereka adalah
pemimpin dari golongan lain, karena mereka bukanlah
penganut dan Agama Budha, melainkan lima orang tosu
yang terkenal dengan aliran Cheng i pai (Aliran Jubah
Hjau). Mereka ini memiliki kepandaian tinggi dan terkenal
dengan sebutan See san Ngo sian (Lima Dewa dari Tibet).
Sebetulnya ilmu silat mereka juga berasal dan Tiongkok
tengah, bukan dari barat, karena mereka telah mencipta
ilmu silat istimewa sendiri yang berdasarkan Ilmu Silat Ngo
heng kun yang mereka pelajari dari seorang tokoh persilatan
di gunung Thai san.
Akan tetapi sayang sekali, lima orang tosu ini memang
dahulunya bukan orang baik baik.Mereka fanatik memeluk
agama dalam cara yang keliru, sehingga mereka bahkan
menyimpang daripada garis garis pelajaran Agama To yang
sebenarnya dan bahkan mendekati pelajaran ilmu hitam
dan ilmu ilmu gaib yang mengherankan orang. Mereka
telah mengenal Lam hai Lo mo sebagai seorang ahli hoat
sut (ilmu sihir), maka dengan iblis dari Laut Selatan ini
mereka telah menjadi sahabat baik. Ketika mereka bertemu
dengan Lam hai Lo mo dan dimintai tolong untuk
membantunya mendirikan perhimpunan orang orang gagah
sehaluan, mereka segera menerimanya dengan gembira dan
ikut dengan Lamhai Lo mo ke Pulau Sam liong to.
Tung hai Sian jin dan Bong Eng Kiat mendayung perahu
mereka cepat cepat untuk mendarat di Pulau Sam liong to.
Di situ mereka disambut oleh Lam hai Lo mo sendiri yang
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
tertawa bergelak dan setelah Tung hai Sian jin mendarat,
kakek buntung itu lalu menggandeng tangannya dan diajak
menuju ke tengah pulau di mana orang orang lain telah
menanti di situ.
“Girang sekali hatiku kau suka datang, iblis Timur!” kata
Lam hai Lo mo tanpa memperdulikan Eng Kiat yang
menjura sebagai penghormatan kepadanya. “Kau menjadi
orang penting dalam perkumpulan kita yang baru.”
“Perkumpulan apakah yang kau maksudkan, Iblis
Selatan? Aneh aneh saja kau ini, seperti orang muda, pakai
mendirikan perkumpulan segala!” mencela Tung hai Sian
jin.
“Ha, ha, ha, ha! Kau dengarlah saja nanti, sobat,” jawab
Lam hai Lo mo.
Setelah mereka tiba di tempat terbuka yang berada di
depan gua tempat bertapa Lam hai Lo mo, Tung hai Sian
jin menjadi terheran heran. Tempat itu kini indah sekali,
entah kapan dibangunnya pendapa yang luas dengan
genteng genteng baru dan lantainya dari batu putih. Di situ
terdapat meja dan banyak bangku yang terukir indah sekali.
“Eh, eh, mimpikah aku?” Tung hai Sian jin berseru dan
Eng Kiat juga memandang dengan bengong. Belum lama
ini tempat itu masih kosong melompong, mengapa sekarang
telah didirikan pendapa yang indah?
“Iblis Selatan, bagaimana kau bisa menyulap pendapa ini
di tempat seperti ini? Siapa yang mengerjakannya dan sejak
kapan kau berobah menjadi seorang yang royal dan
mewah?”
Kembali Lam hai Lo mo tertawa bergelak tanpa
menjawab pertanyaan ini, sebaliknya ia lalu
memperkenalkan Tung hai Sian jin dan Bong Eng Kiat
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
kepada tujuh orang pendeta yang telah duduk di atas
bangku bangku di pendapa itu.
“Cui wi Bengyu (Sahabat sahabat sekalian)”, kata Lam
hai Lo mo kepada lima orang tosu dan dua orang hwesio
itu, “Sahabat kita ini adalah Tung hai Sian jin, tokoh besar
pantai laut timur dan puteranya, Bong Eng Kiat.”
Hanya Sam thouw hud seorang di antara tujuh kakek
pendeta itu yang tidak dapat mendengar ucapan Lam hai
Lo mo, akan tetapi ia dapat mengira ngira dan melihat yang
lain lain berdiri menjura kepada Tung hai Sian jin, iapun
berdiri dan memberi hormat.
Tung hai Sian jin yang dapat menduga bahwa kakek
kakek itu tentulah tokoh tokoh ternama, cepat membalas
penghormatan mereka sambil bertanya kepada Lam bai Lo
mo,
“Iblis Selatan, siapakah sahabat sahabat di dalam itu?”
“Pantas saja kau belum mengenal mereka, Iblis Timur.
Mereka adalah tokoh tokoh yang selalu menyembunyikan
diri di Tibet. Dua orang hwesio itu adalah Sam thouw hud
(Budha Berkepala Tiga) dan Ang tung hud (Budha
Bertongkat Merah) dua orang pemimpin Aliran Jubah
Hitam di Tibet. Adapun lima orang tosu itu adalah See san
Ngo sian tokoh tokoh dan Cheng i pai yang berjuluk Pat jiu
sian (Dewa Tangan Delapan), Toat beng sian (Dewa
Pencabut Nyawa), Sin kun sian (Dewa Tangan Sakti).
Mereka ini adalah sahabat sahabat kita yang sudah
sehaluan.”
Mendengar julukan julukan yang hebat hebat itu, diam
diam Tung hai Sian jin menjadi geli dan penasaran. Sampai
di manakah tingginya kepandaian mereka sehingga mereka
berani mempergunakan julukan julukan yang demikian
hebat? Tanpa banyak cakap ia lalu duduk di atas bangku di
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
dekat mereka, mengelilingi sebuah meja berukir indah yang
besar sekali.
Tiba tiba terdengar suara bersuit keras dari arah pantai
dan Lam hai Lo mo tertawa.
“Benar benar gesit sekali murid keponakanku yang baik
itu. Ha, ha, ha! Tentu orang orangnya telah datang.”
Semua orang menengok dan terlihatlah belasan orang
turun dari sebuah perahu besar, membawa dan memikul
barang barang yang amat mahal dan arak arak wangi yang
ditaruh di dalam guci guci besar. Seorang laki laki bertubuh
pendek kecil yang gesit sekali gerakannya dan yang agaknya
mengepalai rombongan ini, segera menghadap Lam hai Lo
mo dan berlutut sambil berkata,
“Locianpwe, teecu Thio Kim menerima perintah Ciong
Siauw ong ya menyampaikan hormat kepada locianpwe
dan mengharapkan maaf karena siauw ong ya tidak dapat
datang sendiri berhubung ada urusan amat penting. Oleh
karena itu, hanya dapat mengirimkan hidangan untuk para
locianpwe dan beberapa orang pembantu untuk melayani
perjamuan ini. Adapun teecu diutus untuk mewakilinya
mendengarkan apa yang perlu didengar dan apa yang
penting dalam pertemuan yang locianpwe adakan.”
Lam hai Lo mo mengerutkan kening. “Ah, bagaimana
Ciong Pak Sui berani mengabaikan undanganku? Urusan
apakah yang begitu penting sehingga lebih ia utamakan
daripada datang di sini?”
“Teecu tidak dapat memberi penjelasan yang
memastikan, locianpwe, hanya kalau tidak salah, urusan
perjodohannya.”
Mendengar ini, Lam hai Lo mo tertawa bergelak. “Ha,
ha, ha! Akhirnya ia mendapatkan jodoh juga, si mata
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
keranjang itu. Baiklah kalau begitu, hayo kau duduk di sana
Thio Kim dan dengarkan semua percakapan agar kau dapat
melapor kepada Siauwong ya kelak.”
Thio Kim lalu memberi perintah kepada semua
pengiringnya untuk mempersiapkan hidangan setelah
dihangatkan lebih dulu. Mereka juga membawa alat alat
untuk masak dan ada pula dua orang tukang masaknya,
pendeknya lengkap sekali untuk keperluan pesta.
Setelah semua hidangan dipanaskan dan di keluarkan di
atas meja, para pelayan disuruh keluar. Tak seorang pun di
antara mereka boleh tinggal di dalam, kecuali Thio Kim
yang mewakili Ciong Pak Sui atau Ciong Siauw ong ya,
yakni murid Pat jiu Gam ong yang pernah kita kenal ketika
ia berebut kuda dengan Siauw Yang. Rapat pertemuan itu
kemudian dibuka oleh Lam hai Lo mo.
”Saudara saudara tentu telah mendengar betapa keadaan
pemerintah Goan tiauw makin terdesak mundur, agaknya
tidak mampu membasmi para pemberontak yang merajalela
di mana mana. Kaisar Kublai Khan kurang pandai dan
lemah. Hal ini diketahui baik baik oleh Ciong Pak Sui yang
juga seorang pangeran keturunan dari Jengis Khan yang
besar.Maka daripada kita membantu Kublai Khan yang tak
dapat menghargai tenaga dan jasa kita, marilah kita
membantu Ciong Siauw ong ya yang mempunyai harapan
besar.”
“Apakah yang boleh kita andalkan atas diri Ciong Siauw
ong ya selain kuda kuda yang baik?” mencela Tung hai Sian
jin tak puas.
Lam hai Lo mo tertawa bergelak “Kau tidak tahu, Iblis
Timur, Pangeran Ciong telah mendapatkan peti
peninggalan Jengis Khan, peti rampasan dari tanah barat
yang berisi harta benda tak ternilai harganya. Dengan
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
hartanya, Pangeran Ciong tentu kuat membentuk sebuah
negara yang besar dan kuat, dapat pula menggulingkan
kekuasaan Kublai Khan, asalkan kita mau membantunya.
Di samping cita cita kenegaraan itu, kitapun harus akui
bahwa musuh musuh besar kita seperti Thian te Kiam ong
dan anak anak mereka, Sin pian Yap Thian Giok putera
dari mendiang Jenderal Yap Bouw. dan gurunya, Mo bin
Sin kun, merupakan lawan lawan yang tangguh. Oleh
karena itu, untuk menghadapi mereka ini, kita harus bersatu
dalam sebuah perhimpunan yang kokoh kuat.”
“Bagaimana rencanamu selanjutnya, Iblis Selatan?”
tanya Tung hai Sian jin.
“Kita membentuk sebuah perkumpulan yang kuberi
nama Sam hiat ci pai (Perkumpulan Tiga Buah Jari
Berdarah), dan untuk menjadi anggauta perkumpulan ini,
kepanduan kalian telah cukup tinggi. Hanya saja, harus
lebih dulu meyakinkan dan mempelajari ilmu pukulan tiga
jari yang selama ini kulatih dan kuciptakan, agar
perkumpulan kita menjadi lebih berpengaruh dan ternama.”
“Apa itu yang kaunamakan Sam hiat ci hoat (Ilmu
Pukulan Tiga Jari Berdarah)?” tanya pula Tung hai Sian jin
ingin tahu sekali.
Lam hai Lo mo tertawa bergelak lalu bertanya kepada
Thio Kim yang semenjak tadi hanya mendengarkan saja,
“Thio ciangkun (Panglima Thio), bolehkah aku
mempergunakan seorang di antara pengikutmu untuk ujian
Sam hiat ci hoat?”
Thio Kim memang seorang panglima yang dipercaya
penuh oleh Pangeran Ciong. Ia telah menyaksikan
kehebatan ilmu pukulan tiga jari dari kakek ini, maka ia
berkata,
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
“Mereka itu adalah orang orang kepercayaan Ciong
Siauw ong ya, asal saja locianpwe tidak menewaskan
mereka, tentu saja teecu tidak keberatan.”
Seorang pelayan dipanggil, dan masuklah seorang
pelayan bertubuh tinggi besar dan kelihatannya kuat sekali.
“Eh, sahabat, apakah kau pernah mempelajari ilmu silat
tinggi?” tanya Lam hai Lo mo kepada pelayan itu. Pelayan
ini membusungkan dada dan menjawab,
“Betapapun tinggi ilmu silat yang hamba pelajari, tentu
bagi locianpwe tidak ada artinya apa apa. Akan tetapi,
hamba pernah mempelajari ilmu silat dari Thio ciangkun
sendiri dan di kota kami, hamba disebut Ngo jiauw houw
(Harimau Lima Cakar).”
Lam hai Lo mo tertawa bergelak lalu berkata,
“Ngo jiauw houw, awas aku akan menyerangmu.”
Setelah berkata demikian, kakek buntung ini tiba tiba
tubuhnya berkelebat maju dan ia memukul ke arah kepala
pelayan itu dengan menggunakan tiga buah jari tangan
kirinya, yakni telunjuk, jari tengah dan jari manis. Pukulan
itu demikian lambat dan perlahan sehingga Ngo jiauw
houw tidak menjadi gentar. Pelayan yang bertubuh tinggi
besar ini mengangkat tangan kanan menangkis pukulan
Lam hai Lo mo. Tiga buah jari tangan bertemu dengan
lengan tangan yang besar dan berotot, akan tetapi akibat
nya hebat sekali. Pelayan itu terpelanting, mengeluarkan
pekik kesakitan dan ia roboh telentang berkelojotan dan
pingsan dengan muka membiru.
“Saudara saudara, lihatlah kehebatan Sam hiat ci hoat.
Baiknya hanya lengannya yang terkena sehingga aku masih
dapat mengobati dan menolong nyawanya, kalau bagian
tubuh yang berbahaya yang terkena pukulan tadi, tentu ia
akan binasa pada saat itu juga.”
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
Semua orang mendekati dan melihat bahwa pada lengan
tangan yang tadi menangkis pukulan tiga jari, terlihat tanda
tiga jari tangan yang merah sekali, merah seperti darah atau
seperti lukisan tiga jari dari cat merah.
“Hm, apa anehnya pukulan yang mengandung tenaga
lweekang disertai Ilmu Totok Ci meh hoat itu. Hanya benar
benar aku tidak mengerti mengapa ada tanda merah pada
bekas jari tangan,” kata Tung hai Sian jin yang memang
seorang ahli dalam ilmu kiam hoat.
Lam hai Lo mo tertawa. “Biarlah aku hidupkan dulu dia,
agar Pangeran Ciong jangan kehilangan seorang tenaga
pembantu,” ia menghampiri orang yang telah menjadi kaku
dan beku itu, menotok iga dan pangkal lengan, lalu
mengurut lehernya. Orang itu mengeluh dan dapat bergerak
lagi.
“Kau telanlah tiga butir obat penolak racun ini !” kata
Lam hai Lo mo yang segera menyuruh pelayan itu pergi ke
luar.
Semua orang kembali duduk mengelilingi meja.
“Memang betul seperti dikatakan oleh Iblis Timur tadi,
ilmu pukulan yang barusan kuperlihatkan memang tidak
aneh bagi seorang ahli. Akan tetapi kalau Cat meh ci hoat
biasa saja hanya melumpuhkan tubuh orang atau membikin
kaku tidak bisa mendatangkan tanda merah dan terutama
sekali tidak bisa mendatangkan hawa beracun ke dalam
tubuh orang. Pukulan ini lihai sekali dan kalau kita sudah
bersumpah menjadi anggauta Sam hiat ci pai, dalam tiga
hari akan dapat mempelajari dari aku. Tentu saja hanya
orang orang dengan kepandaian tinggi saja yang dapat
mempelajarinya. Dengan ilmu pukulan ini patutlah
seseorang menjadi anggauta Sam hiat ci pai.”
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
Mereka lalu makan minum dan ramai membicarakan
pembentukan perkumpulan baru itu. Lam hai Lo mo
menceriterakan bahwa perkumpulan ini adalah sebagai
pengganti Perkumpulan Hiat jiu pai (Perkumpulan Tangan
Merah) yang dulu didirikannya juga dan diantara anggota
anggotanya, terdapat pula Sam thouw hud dan Pat jiu
Giam ong. Mereka ramai membicarakan perkembangan
perkembangan yang mungkin dialami oleh perkumpulan
mereka, dan menyebut nama nama para tokoh kang ouw
yang kiranya dapat mereka tarik untuk menjadi anggauta
perkumpulan mereka.
Setelah makan minum selesai dan perut mereka sudah
penuh, Lam hai Lo mo berkata,
“Saudara saudara sekalian jangan khawatir. Pangeran
dong berdiri di belakang kita dan sebagai langkah pertama
karena Pulau Sam liong to dijadikan pusat perkumpulan,
maka mulai sekarang akan dibangun sebuah rumah
perkumpulan yang besar sekali, yang dapat menampung
sedikitnya duaratus orang anggauta yang akan bermalam di
sini. Semua atas biaya Pangeran Ciong.”
Mendengar ini, semua orang menjadi gembira sekali.
“Oleh karena itu, marilah sekarang kita resmikan
berdirinya Sam hiat ci pai. Kita bersembilan, yakni aku
sendiri, See san Ngo sian, Sam thouw hud dan sutenya, dan
Tung hai Sian jin, merupakan sembilan pendiri yang
selanjutnya boleh menyebut dia menjadi tokoh tokoh
pertama dari Sam hiat ci pai. Oleh karena itu, marilah kita
sembilan orang bersembahyang untuk melakukan sumpah
menjadi dewan pengurus Sam hiat ci pai.”
Lam hai Lo mo lalu membagi bagi hio dari sebuah
tempat hio dan di situ memang sudah disediakan meja
sembahyang yang diatur oleh Thio Kim menurut petunjuk
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
petunjuk dari Ang tung hud yang ahli dalam hal
persembahyangan.
Setiap orang dari sembilan kakek itu mendapat tiga
batang hio.
Lilin di atas meja sembahyang telah dipasang dan ketika
Lam hai Lo mo hendak memimpin sembahyang itu, tiba
tiba Tung hai Sian jin berkata,
“Nanti dulu!” Ia menyalakan tiga batang hio yang
dipegangnya, lalu berkata kembali kepada semua orang,
“tiga batang hio ini dipergunakan untuk bersembahyang
kepada Tuhan, Langit dan Bumi. Karena kita akan
sembahyang sebagai sumpah, cukup disaksikan oleh Langit
dan Bumi, pusat tenaga Im dan Yang. Adapun untuk
Tuhan, cukup untuk memohon berkah. Karena itu, harus
ditaruh di tempat yang setinggi tingginya. Aku memberi
contoh lebih dulu dan siapa yang tidak dapat menancapkan
hio pertama di tempat itu, tidak cukup berharga untuk
menjadi anggauta dewan pengurus Sam hiat cit pai!” Tanpa
menanti jawaban, Tung hai Sian jin lalu melompat ke luar
dan cepat sekali tubuhnya melayang ke atas,
mempergunakan ilmu lompat dengan gerakan It ho ciong
thian (Burung Hong Terjang Langit), melayang ke arah
puncak pendapa itu. Pendapa itu adalah buatan secara
darurat, dan di bagian atasnya merupakan tenda kain yang
disangga oleh bambu di tengahnya, tinggi sekali dan sukar
didatangi orang. Tidak saja amat tinggi, akan tetapi juga
tidak ada tempat untuk berpijak. Kain tenda itu mana kuat
menahan berat tubuh seorang manusia? Oleh karena itu,
semua orang memandang dengan penuh perhatian ketika
Tung hai Sian jin melompat ke atas.
Tung hai Sian jin mendemonstrasikan ginkangnya yang
indah amat tinggi. Setelah tiba di dekat bambu penahan
tenda di puncak pendapa itu, ia merobah gerakan It ho tung
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
thian itu dengan gerakan Koai hong hoan sin (Naga
Siluman Membalikkan Badan), tiba tiba tubuhnya terputar
terjungkir balik. Tangan kirinya menyambar bambu dan
dalam keadaan miring itu, ia dapat mempergunakan tangan
kiri menahan badannya yang menjadi kaku seperti bambu
lain disambung pada bambu penahan tenda itu. Kemudian
ia menancapkan sebatang hio di atas bambu penahan tenda
dan semua gerakan ini sama sekali tidak membuat tenda
maupun bambunya bergerak sedikitpun. Setelah sebatang
hionya tertancap pada puncak bambu, ia lalu melepaskan
pegangan tangan kirinya dan berjumpalitan ke bawah, lalu
bergerak indah sekali dengan gerak tipu Sin eng kai ci
(Garuda Sakti Membuka Sayap). Kedua lengannya
dikembangkan dan kedua kakinya menyentuh tanah tanpa
menimbulkan bunyi sesuatu.
Melihat ini, semua orang memuji. Ang tung hud lalu
berseru keras dan tubuhnyapun melayang naik, mencontoh
perbuatan Tung hai Sian jin tadi. Biarpun ia tidak selihai
Tung hai Sian jin, namun ia berhasil juga menancapkan
hionya di atas puncak bambu itu dan hanya sedikit saja
bambu itu bergoyang goyang.
Sam thouw hud yang mengerti akan maksud Tung hai
Sian jin, tertawa terkekeh kekeh, kemudian tubuhnya
berkelebat cepat sekali dan tahu tahu iapun telah benda di
puncak pendapa. Kakek ini memang kepandaiannya sudah
lebih tinggi daripada sutenya dan agaknya tidak di sebelah
bawah kepandaian Tung hai Sian jin melompat sampai ke
puncak bambu lalu mempergunakan dua kaki nya menjepit
bambu itu bagaikan seekor capung saja sehingga dengan
enaknya ia menancapkan hionya di puncak bambu. Semua
ini ia lakukan tanpa menggetarkan bambu dan tenda!
Lima tosu jubah hijau dari Tibet melihat semua
pertunjukan ini dengan senyum dikulum. Seorang demi
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
seorang lalu melompat dan dengan gayanya masing masing
dan tersendiri, mereka berhasil menancapkan hionya ke
puncak bambu. Akan tetapi yang paling hebat adalah Pat
jiu sian Si Dewa Bertangan Delapan, orang tertua dari See
san Ngo sian. Tidak seperti orang orang lain yang
melakukan gerakan melompat memperlihatkan gin kang
yang tinggi, ia dengan enaknya berjalan terus, melalui tanah
dan kemudian melalui tambang yang mengikat tenda, terus
merayap ke atas melewati tenda tenda dan sampai di
puncak. Cara ia merayap itu seperu seekor cecak saja.
Sungguh sukar untuk dapat dipercaya kalau tidak melihat
sendiri betapa hebat dan mahirnya tosu dari Tibet ini
mendemonstrasikan ilmu yang disebut Pek houw ju chong
(Cicak Merayap di Tembok). Tidak sembarang orang dapat
melakukan hal ini karena membutuhkan ginkang dan
khikang yang tinggi sekali. Di samping ginkang dan
khikang yang tinggi, juga disertai tenaga hoat sut (ilmu
sihir) yang aneh.
Melihat betapa semua orang dapat menancapkan hio di
atas puncak bambu, Lam hai Lo mo tertawa geli,
“Heh, heh, heh, heh! Iblis Timur memang seperti anak
kecil, bisa saja menguji kepandaian orang sudah puaskah
kau sekarang melihat punsu (kepandaian) dari sahabat
sahabatku? Akupun hendak menyumbang pertunjukan ini!”
Setelah ia berkata demikian, Lam hai Lo mo mencabut
sebatang di antara tiga hionya, lalu mulutnya berkemak
kemik membaca mantera. Setelah ia memandang ke arah
puncak tenda, ia lalu melemparkan hio itu seperti seekor
kunang kunang yang terbang melayang, terus meluncur ke
atas dan mencari jalannya sendiri ke puncak bambu, dan
tahu tahu telah tertancap di atas bambu seakan akan
ditancapkan oleh sebuah tangan yang tidak kelihatan.
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
Tung hai Sian jin dan semua orang kakek yang berada di
situ tersenyum. Mereda maklum bahwa itulah kepandaian
hoat sut (ilmu sihir) yang tinggi dan yang hanya dapat
dilakukan seorang pertapa yang khusus mempelajari ilmu
sihir atau yang boleh disebut juga ilmu hitam. Adapun para
pelayan atau pesuruh Ciong siauw ong ya yang kini dapat
melihat semua pertunjukan itu, sama sama memandang
dengan melongo.
Satelah semua orang dapat melakukan usulnya, Tung hai
Sian jin dan para tokoh besar itu kembali memasuki
pendapa dan mulailah mereka bersembahyang, bersumpah
akan setia kepada perkumpulan Sam hiat ci pai yang
mereka dirikan.
“Sekarang cu wi sekalian harap bermalam di sini selama
tiga hari untuk membelajari ilmu pukulan Sam hiat ci hoat
yang lihai,” kata Lam hai Lo mo.
Pada saat itu, terdengar para pelayan yang menanti di
luar berteriak teriak seakan akan melihat sesuatu yang aneh
dan menakutkan. Kemudian disusul oleh suara “kraak!”, di
atas pendapa.
Lam hai Lo mo, Tung hai Sian jin dan yang lain lain
cepat melompat ke luar. Mereka memandang ke atas dan
.... di sana, di puncak tiang bambu penyangga tenda,
dengan sebelah kaki berdiri tegak di atas bambu itu dan kaki
yang lain diluruskan ke depan dan hio hio menyala di
tangannya, tampak seorang nenek tua tegak tak bergerak
bagaikan patung batu.
“Mo bin Sin kun...!” Lam hai Lo mo, Sam thouw hud
dan Ang tung hud berseru perlahan dengan wajah berobah.
Tubuh nenek yang tadinya diam seperti patung itu mulai
bergerak.
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
“Pinni (aku) datang untuk berurusan dengan Tung hai
Sian Jin. Yang lain lain boleh pergi !” Suara ini terdengar
tajam mengiris jantung dan menyakitkan anak telinga
karena Mo bin Sin kun mengerahkan khikangnya dan suara
yang datang dari atas itu lebih nyaring terdengarnya.
Wajah Tung hai Sian jin menjadi pucat. Ia maklum apa
sebabnya nenek sakti itu mencarinya, tentu ada
hubungannya dengan penahanannya terhadap Siauw Yang,
puteri Thian te Kiam ong itu. Sebelum ia menjawab, Lam
hai Lo mo menolongnya dengan suara ketawanya yang
mengerikan, yakni seperti ringkik kuda.
“Hi, hi, hi, hi, Mo bin Sin kun, kau masih sombong dan
tinggi hati, tidak melihat orang lain. Ketahuilah bahwa kau
sekarang berhadapan dengan sembilan orang dewan
pengurus Sam hiat ci pai, dan oleh karena Tung hai Sian jin
juga seorang di antara dewan pengurus, segala urusanmu
dengan dia otomatis menjadi urusan kami sembilan orang
pula!”
Bergerak sepasang alis Mo bin Sin kun yang sudah
berwarna putih, matanya mengeluarkan cahaya
menakutkan, tanda bahwa ia marah sekali.
“Bagus, Lam hai Lo mo, kau memang selalu curang dan
pengecut! Kalau begitu, sembilan orang dewan pengurus
Sam hiat ci pai boleh berhadapan dengan aku! Terimalah
kembali hio kalian yang berbau busuk!” Sambil berkata
demikian tangan nenek itu bergerak dan menyambarlah
sembilan titik api ke bawah bagaikan sembilan buah bintang
melayang jatuh, menyambar ke arah sembilan orang tokoh
besar itu!
Biarpun yang disabitkan oleh Mo bin Sin kun itu
hanyalah hio hio kecil yang terbuat daripada biting bambu,
namun karena dilakukan dengan tenaga lweekang yang
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
lihai, maka bukan tidak berbahaya dan kalau mengenai
tubuh seorang biasa saja tentu akan menancap masuk
seperti sebatang pedang ditusukkan. Akan tetapi, sembilan
orang itu bukanlah orang sembarangan. Sekali
menggerakkan tangan atau menggerakkan tubuh sambaran
hio itu dapat disampok runtuh atau dielakkan dengan amat
mudahnya.
Mo bin Sin kun mempergunakan kesempatan itu untuk
melayang turun dengan gerakan yang amat ringan sehingga
Lam hai Lo mo sendiri merasa terkejut sekali. Dahulu ia
telah berkali kali mengukur tenaga dengan Mo bin Sin kun
dan dapat mengetahui sampai di mana kepandaian wanita
sakti itu yang membuat ia agak jerih. Sekarang tahulah dia
bahwa kepandaian wanita ini, makin tua bukan makin
lemah, bahkan menjadi makin hebat!
“Tung hai Sian jin, siluman jahat, kauapakan Siauw
Yang cucu muridku? Hayo lekas bilang dan kalau kau
mengganggunya seujung rambutnya saja, ini hari kepalamu
pasti akan kuhancurkan!!” bentak Mo bin Sin kun marah
sambil mencabut keluar sepasang senjatanya yang amat
ditakuti oleh banyak penjahat untuk puluhan tahun
lamanya, yakni sehelai sabuk merah yang panjang dan
sehelai cermin perak yang berkilauan. Melihat senjata
senjata ini, diam diam berdiri bulu tengkuk Sam thouw hud
dan Lam hai Lo mo, akan tetapi oleh karena mereka
sekarang bersembilan, sebentar saja rasa takut dan ngeri
dalam hati mereka lenyap kembali.
Sembilan orang kakek itu lalu mengurung Mo bin Sin
kun sambil mencabut senjata masing masing dengan sikap
mengancam. Pada saat itu terdengar ribut ribut dan ketika
semua orang menengok, ternyata bahwa seorang kakek
gagah tengah dikeroyok hebat oleh Thio Kim yang berjuluk
Si Tangan Seribu dan anak buahnya.
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
Ternyata bahwa kakek itu adalah Sin pian Yap Thian
Giok, murid Mo bin Sin kun yang datang bersama gurunya.
Melihat muridnya sudah turun tangan, Mo bin Sin kun
mengeluarkan bentakan nyaring dan sabuk merahnya
bergerak menyambar ke arah Tung hai Sian jin dengan
totokan maut ke arah leher. Tung hai Sian jin tidak berani
berlaku lambat, cepat melompat mundur sambil
menggerakkan Liong thouw tung (Tongkat Kepala Naga) di
tangannya sambil berkata,
“Mo bin Sin kun, siapa mengganggu cucu muridmu? Dia
kalah bertempur dan kini telah kulepaskan lagi.”
“Bohong! Siapa percaya omongan busukmu?” kata Mo
bin Sin kun yang terus menyerang dengan hebatnya.
Serangan kali ini bukan hanya dilakukan dengan sabuk
merahnya, juga disusul oleh serangan cermin perak yang
selain membuat mata Tung hai Sian jin silau, juga amat
berbahaya karena bingkainya yang terbuat daripada perak
itu menghantam ke arah batok kepalanya.
“Celaka!” seru Tung hai Sian jin sambil berusaha sedapat
mungkin untuk mengelak dan menangkis. Namun ia pasti
dapat menghindarkan diri dan bahaya maut ini apabila
yang lain lain tidak segera turun tangan.
“Ganas, siluman wanita ganas!” seru Sin lo sian Si Dewa
Golok Sakti, orang termuda dari See san Ngo sian sambil
menggerakkan golok menyerang Mo bin Sin kun dari
belakang. Juga yang lain lain segera menggerakkan senjata
mereka mengeroyok Mo bin Sin kun yang terpaksa
membatalkan serangan mautnya terhadap Tung hai Sian jin
untuk menghadapi yang lain lain. Pertempuran pecah
dengan hebatnya Mo bin Sin kun mengamuk seperti
puluhan tahun yang lalu apabila ia menghadapi orang
orang jahat.
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
Akan tetapi selama hidupnya, biarpun ia seringkali
menghadapi lawan lawan tangguh dan berbahaya, baru kali
inilah ia bertempur melawan keroyokan sembilan orang
yang rata rata sudah memiliki kepandaian yang luar biasa
tingginya. Andaikata sembilan orang ini maju seorang demi
seorang, tak dapat diragukan lagi bahwa tentu Mo bin Sin
kun akan dapat merobohkan mereka satu demi satu,
sungguhpun tingkat kepandaian mereka itu hanya sedikit
lebih rendah daripada tingkat kepandaian Mo bin Sin kun.
Akan tetapi sekarang sembilan orang itu maju berbareng
dan terutama sekali ilmu kepandaian Lam hai Lo mo dan
Sam thouw hud telah meningkat jauh daripada dahulu.
Akhirnya Mo bin Sin kun tak tahan menghadapi gempuran
sembilan orang yang berkepandaian tinggi ini dan terdesak
hebat sekali.
Bagi seorang ahli silat setinggi Mo bin Sin kun
tingkatnya, apabila menghadapi keroyokan ahli ahli silat
yang tidak begitu lihai, makin banyak pengeroyok makin
tenang dan untung, karena keroyokan yang dilakukan oleh
orang orang yang tidak mengerti ilmu silat tinggi, bahkan
mengacaukan jalannya pertempuran dan mengurangi
kelihaian masing masing pengeroyok. Namun sembilan
orang yang mengeroyok Mo bin Sin kun ini adalah tokoh
tokah besar, pentolan pentolan aliran agama dan jago jago
silat yang telah memiliki pengalaman berpuluh tahun.
Biarpun mereka mengeroyok seorang lawan, namun
gerakan mereka tidak kaku dan terhalang, bahkan mereka
otomatis dapat mengatur pengepungan sedemikian rupa
seakan akan lebih dulu mereka telah melatih diri untuk
maju bersembilan menghadapi seorang lawan!
Berbeda dengan keadaan Mo bin Sin kun yang payah
didesak hebat, Thian Giok lebih berhasil. Biarpun ia juga
dikeroyok dan kepandaiannya kalah jauh kalau
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
dibandingkan dengan kepandaian gurunya, namun para
pengeroyoknya hanya pelayan pelayan yang memiliki
tenaga besar dan ilmu silat kasar belaka. Yang boleh di
pandang hanya Thio Kim seorang, yang memiliki gerakan
cukup cepat karena sesuai dengan julukannya, Si Tangan
Seribu, ia adalah seorang tukang copet yang mahir. Namun,
bagi Thian Giok tentu saja ia tidak ada artinya dan jago dari
Sian hoa san inipun maklum bahwa di antara semua
pengeroyoknya, hanya Thio Kim yang pandai. Oleh karena
itu, ia sengaja mendesak dan mengerahkan kepandaiannya
untuk menyerang Thio Kim sehingga dalam beberapa jurus
kemudian, Thio Kim menjerit dan roboh dengan tulang
pundak patah tersambar Pek giok joan pian senjata cambuk
di tangan Thian Giok yang lihai.
Para pelayan lain menjadi marah dan memperhebat
keroyokan, namun seorang demi seorang dapat dirobohkan
oleh jago Sian hoa san yang lihai itu. Senjata rantai atau
cambuk Pek giok joan pian telah menjadi merah karena
darah lawan yang roboh tewas atau terluka parah.
Kemudian dengan pandangan mata beringas, Thian Giok
melihat betapa gurunya terdesak hebat sekali oleh sembilan
orang kakek yang amat lihai. Tanpa memoerdulikan
tentang keselamatan diri sendiri, Thian Gok berseru keras
dan tubuhnya menerjang ke arah kepungan itu!
“Thian Giok, jangan maju. Pergi dan larilah dari pulau
ini!” seru Mo bin Sin kun, karena wanita sakti ini maklum
bahwa bantuan Thian Giok pun takkan dapat
memungkinkan kemenangan bagi fihaknya. Ia mendapat
kenyataan bahwa sembilan orang pengeroyoknya itu benar
benar merupakan lawan lawan yang tangguh dan lihai
sekali.
Akan tetapi, mana Thian Giok mau mendengar perintah
gurunya ini? Ia selamanya taat kepada gurunya, yang
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
dianggap sebagai penolong besar dan pengganti orang tua
sendiri. Kini, melihat gurunya yang tua itu berada dalam
keadaan amat berbahaya, berada di tepi jurang maut,
bagaimana ia bisa meninggalkannya dan melarikan diri
untuk mencari selamat? Tentu saja ia tidak mau dan ia
bahkan memutar Pek giok joan pian dengan sengitnya,
memecahkan kepungan gurunya itu.
Akan tetapi, Sam thouw hud dan sutenya yakni Ang
tung hud segera menyambut kedatangannya dengan
serangan hebat. Mana Thian Giok sanggup menghadapi
dua orang tokoh besar dari Tibet, kepala dari aliran Jubah
Hitam ini? Melawan seorang di antara mereka saja ia
takkan menang, apalagi sekarang keduanya maju bersama.
Setelah memutar Pek giok joan pian sehingga senjata ini
putus dan batu batu kemalanya berhamburan, ia tidak dapat
mengelak lagi ketika hud tim (kebutan) di tangan kiri Sam
thouw hud menotok iganya yang membuat tubuhnya
menjadi lemas, disusul pula oleh tongkat merah di tangan
Ang tung hud yang menotok lambungnya. Thian Giok
roboh tanpa dapat mengeluarkan suara lagi, pingsan dan
berada dalam keadaan hampir mati!
Melihat ini, Mo bin Sin kun yang amat terdesak itu,
menjadi marah sekali. Terbangun semangatnya dan dengan
kecepatan luar biasa, tanpa menghiraukan ancaman senjata
senjata lawan, ia melompat dan menyerang Sam thouw hud
dan Ang tung hud. Serangannya luar biasa sekali, cermin
peraknya menghantam kepala Sam thouw hud sedangkan
sabuk merahnya meluncur menotok jalan darah kematian di
ulu hati Ang tung hud. Ketika itu dengan terkejut dua orang
kakek ini mengelak, dua senjata di tangan Mo bin Sin kun
tetap mengejar dan menyerang terus! Pada saat itu,
beberapa pukulan telah mengenai tubuh Mo bin Sin kun.
Pedang di tangan Koai kiam sian telah melukai pundaknya,
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
golok di tangan Sin to sian juga telah melukai betisnya,
sedangkan pukulan tangan Sin kun sian telah menghantam
punggungnya. Akan tetapi semua itu seperti tidak dirasakan
oleh Mo bin Sin kun yang terus menyerang kedua orang
tokoh Jubah Hitam yang telah merobohkan muridnya itu.
Dari samping, tongkat ular di tangan Lam hai Lo mo
menyambar, terdengar suara keras, tongkat patah dan
cermin perak juga pecah! Hampir berbareng, tongkat kepala
naga dari Tung hai Sian jin menyambar, terlibat oleh sabuk
merah, saling tarik akhirnya sabuk putus menjadi dua akan
tetapi tongkat Tung hai Sian jin juga terlepas dari pegangan!
Namun, Mo bin Sin kun yang sudah kehilangan kedua
senjatanya itu masih saja dengan nekad mengejar Sam
thouw hud dan Ang tung hud, kini mainkan ilmu pukulan
Soan hong pek lek jiu yang hebat. Ketika tubuhnya
berkelebat dan kedua tangannya menyambar mengeluarkan
hawa pukulan yang dahsyat, Sam thouw hud dan Ang tung
hud terhuyung sambil menyeringai kesakitan. Mereka telah
terkena pukulan itu dan menderita luka di dalam tubuh.
Akan tetapi, karena Mo bin Sin kun mencurahkan
perhatian sepenuhnya kepada dua orang tokok Jubah
Hitam dari Tibet itu, maka ia kurang memperkuat
penjagaan diri dan memberi kesempatan kepada Lam hai
Lo mo dan Tung hai Sian jin untuk melancarkan pukulan
tangan yang luar biasa hebatnya. Tung hai Sian jin
mengerahkan tenaga lweekang pada kedua tangannya yang
memukul ke arah dada, sedangkan Lam hai Lo mo juga
memukul dengan hebat ke arah lambung nenek sakti itu.
Mo bin Sin kun mengeluarkan keluhan panjang dan ia
terhuyung huyung lalu roboh pingsan.
Lam hai Lo mo dan yang lain lain lebih dulu
menghampiri Sam thouw hud dan Ang tung hud yang
duduk bersila mengatur napas, ikan tetapi satelah
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
memeriksa bahwa luka mereka tidak membahayakan Lam
hai Lo mo lalu tertawa bergelak dan mengeluarkan tiga
butir pel putih, diberikan kepada Sam thouw hud dua butir
dan kepada Ang tung hud sebutir untuk ditelan. Memang
luka yang diderita oleh Sam thouw hud lebih berat. Kedua
orang hwesio itu sebentar kemudian sadar kembali dan
nampak sehat.
Dengan marah Sam thouw hud dan Ang tung hud
hendak membunuh Mo bin Sin kun, akan tetapi Lam hai
Lo mo mencegahnya.
“Saudara saudara, lihatlah betapa pentingnya persatuan
yang kita adakan. Baru saja Sam hiat ci pai dibuka, kita
telah dapat mengalahkan dan merobohkan Mo bin Sio kun,
orang yang amat berbahaya yang memusuhi kita. Dengan
adanya Sam hiat ci pai, kita tidak takut menghadapi siapa
pun juga. Biar Thian te Kiam ong sendiri maju, akan kita
hancurkan dia seperti Mo bin Sin kun dan muridnya ini.
Dan untuk lebih mendatangkan pengaruh, lihatlah
kelihaian Sam hiat ci hoat yang akan kujatuhkan kepada
dua orang musuh besar dan pengacau ini.” Setelah berkata
demikian, Lam hai Lo mo mengerahkan tenaga,
menghampiri tubuh Mo bin Sin kun yang masih
menggeletak pingsan di atas tanah, lalu menggunakan tiga
jari tangannya memukul jidat nenek sakti itu.
Mo bin Sin kun yang masih pingsan tidak merasa
sesuatu, akan tetapi pada saat itu juga nyawanya
meninggalkan raganya. Wajah menjadi biru, demikian pula
seluruh tubuhnya, dan pada jidatnya nampak gambar tiga
buah jari tangan yang merah sekali. Biarpun ia telah tewas
dan tubuhnya sudah menjadi mayat, namun warna merah
pada gambar itu masih nampak nyata. Lam hai Lo mo
tertawa bergelak dan kini ia menghampiri Thian Giok. Jago
Sian hoa san ini telah siuman dari pinggannya. Ia melihat
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
Lam hai Lo mo menghampirinya, mencoba untuk
menggerakkan tubuh. Akan tetapi ketika Lam hai Lo mo
menyerangnya dengan Sam hiat ci hiat, ia tidak kuasa
menangkis dan seperti gurunya, iapun tewas setelah
berkelojotan sebentar. Keadaannya serupa dengan gurunya,
tubuh dan wajahnya membiru sedangkan pada jidatnya
terdapat bekas tiga jari yang merah.
Lam hai Lo mo dan kawan kawannya memeriksa
keadaan para pelayan yang diamuk oleh Thian Giok.
Empat orang tewas dan yang lain lain luka berat, termasuk
Thio Kim
“Hebat sekali,” kata Pat jin san, orang pertama dari
selatan sambil menggeleng geleng kepala.
“Memang mereka itu ganas sekali,” kata Lam hai Lo
mo, “oleh karena itu, perkumpulan kita harus diperbesar
dan diperkuat. Sekarang kita mengurus para jenazah dan
mengobati kawan kawan yang terluka. Adapun mayat
kedua orang musuh besar ini jangan dikubur, biar kita
gunakan untuk memancing datang Thian te Kiam ong dan
kawan kawannya. Ha, ha, ha! Akan ramailah Sam liong to
dan pulau inilah yang akan merupakan tempat kehancuran
musuh musuh besarku yang telah membuat aku menderita
dan menjadi orang cacad.”
Lam hai Lo mo dan kawan kawanya lalu berunding dan
sibuk mengatur segala rencana mereka. Mayat Mo bin Sin
kun dan Thian Giok tidak dikubur, melainkan digeletakkan
saja di dalam gua kosong.Mayat para pelayan dimakamkan
dan yang terluka dirawat dan diobati. Pesuruh diutus pergi
ke kota Tiong te untuk memberitahu kepada Ciong Pak Sui
atau Sui Ciong Siauw ong ya agar pangeran ini tahu akan
peristiwa hebat itu dan tahu pula bahwa orang
kepercayaannya, yakni Thio Kim masih dirawat di Pulau
Sam liong to. Juga diminta kepada pangeran itu agar
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
mempercepat pembangunan di Pulau Sam liong to, karena
perkumpulan San hiat ci pai perlu cepat cepat diperkuat.
Adapun delapan orang tokoh atau anggota dewan
pengurus Sam hiat ci pai, lalu selama tiga hari mempelajari
Ilmu Pukulan Sam hiat ci hoat yang amat lihai dan sudah
mereka saksikan sendiri buktinya itu. Lam hai Lo mo
mengajar mereka, dan memberi tahu pula akan penggunaan
racun ular merah yang harus dipergunakan di jari jari
mereka untuk melakukan pukulan Sam hiat ci hoat yang
amat dahsyat itu.
Bong Eng Kiat tidak mempelajari ilmu pukulan ini oleh
karena ia tidak termasuk sebagai anggauta dewan pengurus
perkumpulan itu. Memang tadi ayahnya, Tung hai Sian jin
sengaja mengajukan syarat agar calon dewan pengurus
dapat menancapkan hio di atas tiang bambu penahan tenda.
Hal ini ia ajukan dengan dua macam maksud. Pertama
tama agar ia yakin betul bahwa kawan kawan yang bekerja
sama dengan dia, betul betul memiliki kepandaian yang
tinggi. Kedua kalinya, ia memang hendak mencegah
puteranya menjadi anggauta dewan pengurus yang berarti
menjadi penanggung jawab pula. Ia maklum akan
bahayanya setelah menggabungkan diri pada perkumpulan
ini, biarpun bahaya itu dapat dihadapi bersama dengan
banyak kawan pandai. Akan tetapi ia ingin agar supaya
puteranya tinggal bersih di luar pekumpulan dan tidak
terseret seret oleh arus permusuhan dengan tokoh tokoh
sakti.
Dua orang penunggang kuda keluar dari kota Cin an,
menuju ke utara. Kuda mereka berjalan cepat di sepanjang
jalan besar yang menuju ke kota raja. Mereka adalah
seorang laki laki dan seorang wanita, berusia kurang lebih
empatpuluh tahun, berpakaian rapi dan bersikap gagah.
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
Apalagi kuda yang ditunggangi oleh laki laki itu, amat
bagus dan kuatnya, berbulu putih dan larinya seperti tidak
menginjak bumi agaknya. Gagang pedang yang kelihatan di
belakang punggung masing masing, menunjukkan bahwa
mereka adalah dua orang kang ouw yang biasa merantau
dikawani pedang. Siapakah dua orang setengah tua yang
gagah dan nampak tampan dan cantik pula ini?
Mereka itu bukan lain adalah Thian te Kiam ong Song
Bun Sam dan isterinya yang bernama Can Sian Hwa.
Sebagaimana telah dituturkan di bagian depan dari cerita
ini, setelah kedatangan Yap Thian Giok yang membawa
surat peninggalan Pangeran Kian Tion gdan puteri Luilee
tentang anak mereka yang diculik oleh seorang kakek
berkaki satu, sepasang suami isteri peadekar ini lalu
melakukan perantauan, meninggalkan rumah mereka di Tit
le.
Maksud perantauan mereka ini selain hendak
menyelidiki keadaan kakek yang menculik anak sahabat
sahabat mereka dan bahkan telah membunuh sahabat
sahabat baik itu, juga mereka hendak mencari kedua orang
putera puteri mereka yang telah lama meninggalkan rumah,
yakni Song Tek Hong dan Song Siauw Yang. Oleh karena
mereka pergi, maka mereka tidak tahu betapa rumah
mereka di Tit le telah dibakar musnah oleh musuh besar
mereka, Lam hai Lo mo, bahkan pelayan pelayan mereka
telah ditewaskan pula. Memang ganjil sekali keadaan
mereka itu. Mereka meninggalkan rumah untuk mencari
kakek berkaki satu yang bukan lain adalah Lam hai Lo mo
sendiri. Sedangkan rumah mereka didatangi dan dibakar
oleh musuh besar ini!
Kuda Pek hong ma (Kuda Angin Putih) yang
ditunggangi oleh Song Bun Sam, meringkik ringkik dan
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
melompat lompat tinggi sehingga pendekar pedang itu
harus menahannya dengan tarikan pada kendali.
“Eh, kudamu mengapa begitu gembira? Agaknya ada
sesuatu yang menarik perhatiannya,” kata Stin Hwa kepada
suaminya.
“Tidak terjadi sesuatu. Dia hanya gembira karena telah
keluar dari kota yang berdebu dan sempit. Agaknya dia
ingin dibawa membalap,” jawab Bun Sam sambil
tersenyum dan menepuk nepuk leher kudanya.
“Hem, kuda liar itu selalu saja hendak main balap!” Sian
Hwa mengomel, akan tetapi biarpun mulutnya mengomel,
nyonya cantik ini lalu menepuk kudanya sendiri dan
membalapkan kuda itu, semata mata untuk memberi
kesempatan kepada pek hong ma kuda kesayangan
suaminya itu agar dapat mengejar dan membalap
memenuhi seleranya!
“Kau baik sekali, isteriku yang manis!” Bun Sam tertawa
dan berkata kepada kudanya, “Pek hong ma, sekarang kau
boleh lari sesukamu!”
Pek hong ma meringkik dan tiba tiba tubuhnya meluncur
cepat sekali, sebentar saja sudah dapat menyusul kuda yang
ditunggangi oleh Sian Hwa. Terpaksa Bun Sam menahan
sedikit larinya Pek hong ma, karena ia tidak mau
meninggalkan isterinya. Demikianlah, suami isteri pendekar
itu membalapkan kuda sehingga sebentar saja mereka telah
tiba di puncak sebuah bukit kecil.
“Lihat suamiku, alangkah indahnya pemandangan dari
sini!” Tiba tiba Sian Hwa menghentikan kudanya dan
menunjuk ke timur. Bun Sam juga menghentikan Pek hong
ma dan memandang ke jurusan itu. Memang indah luar
biasa pemandangan alam dari tempat itu.
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
“Bukit ini termasuk kaki Pegunungan Tai hang di
perbatasan Propinsi Hopei dan Santung,” kata Bun Sam.
“Mari kita mengaso dulu sambil menikmati keindahan
alam.”
Mereka berdua turun dan atas kuda yang di biarkan
begitu saja. Dua ekor kuda yang sudah jinak itu lalu makan
rumput yang hijau dan gemuk, sedangkan sepasang suami
isteri itu lalu duduk di atas batu. Angin bukit bersilir
mendatangkan hawa sejuk menimbulkan nafsu makan. Sian
Hwa lalu mengambil bekal makanan roti kering dan arak
dari sela kuda dan mereka lalu makan minum sambil
mengobrol gembira seperti pengantin baru sedang
bertamasya.
“Lihat, puncak menjulang tinggi di sebelah barat itulah
puncak Pegunungan Tai hang,” kata Bun Sam sambil
menunjuk ke arah barat.
“Hebat ….” kata Sian Hwa sambil memandang ke arah
puncak yang dihias mega mega putih. “Di tempat sunyi dan
penuh dengan tamasya alam ini, kita merasa begini kecil
dan tidak berarti.”
Tanpa berpaling kepada isterinya dan dengan pandangan
termenung ke arah pemandangan alam yang indah permai
itu, Bun Sam mengangguk angguk lalu berkata,
“Kau benar, isteriku. Alangkah indahnya alam semesta,
alangkah besarnya kekuasaan Thian Yang Maha Tunggal
dan alangkah sucinya cinta kasih Thian kepada kita
manusia hingga seluruh yang ada di permukaan bumi ini,
berguna belaka bagi manusia. Bahkan siliran angin pun
mendatangkan kesejukan yang begini nyaman....”
Sian Hwa mengangkat kedua alisnya, memandang
kepada suaminya lalu tersenyum dan menggoda, “Eh,
ucapanmu seperti syair saja!”
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
Bun Sam sadar dari lamunannya, tersenyum dan
memandang kepada isterinya dengan muka merah.
“Tentu saja aku tidak becus sama sekali dalam hal
membuat syair kalau dibandingkan dengan kau, isteriku
yang pandai.”
“Hush, tak perlu memuji muji, bukankah pada
pertemuan pertama kali kau juga membuat syair yang
lucu?” Sian Hwa terkenang akan pertemuan pertama antara
dia dan suaminya ini dan tak terasa pula ia tertawa geli.
Memang pertemuan mereka dahulu itu lucu dan
menggelikan.
Bun Sam memandang wajah isterinya yang dalam
pandangannya tetap cantik manis tak berubah itu, lalu
berkata dengan sungguh sungguh, “Memang, isteriku.
Pertemuan kita disaksikan dan diikat oleh syair.”
Keduanya sampai lama tidak mengeluarkan suara,
terbenam dalam lamunan masing masing, lamunan penuh
kebahagiaan.
“Mari kita lanjutkan perjalanan kita,” ajak Bun Sam.
“Nanti dulu, kulihat ada orang datang ke tempat ini,”
kata Sian Hwa.
Benar saja, seorang petani sebaya dengan mereka
usianya, memanggul pacul berjalan terbungkuk bungkuk
pada jalan menanjak itu. Pakaiannya sederhana dan kasar
bajunya sebagian terbuka di dada karena kancingnya hilang,
tubuhnya kurus akan tetapi penuh otot karena biasa bekerja
berat dan mukanya agak hangus terbakar sinar matahari, ia
bertelanjang kaki dan keadaannya miskin sekali, namun
yang menarik perhatian suami isteri pendekar itu, adalah
sinar kebahagiaan yang memancar dari wajah sederhana
itu.
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
“Selamat siang, sahabat !” tegur Bun Sam dengan suara
riang dan ramah.
Petani itu terkejut dan memandang heran serta ragi ragu,
benar benarkah “orang kota” ini mau menegurnya begitu
ramah? Ia tergopoh gopoh memberi hormat dan berkata,
“Selamat siang, harap saja ji wi dapat enak beristirahat di
tempat ini.” Ia membungkuk bungkuk lagi, hendak
melanjutkan perjalanannya,
“Sahabat, duduklah dan mari minum arak dengan
kami!” Sekali lagi mata petani itu terbelalak lebar. Benarkah
pendengarannya? Benarkah nyonya cantik itu menawarkan
duduk dan minum arak kepadanya?
“Ha….? Hamba …. Hamba….” Akan tetapi ia melihat
wajah suami isteri itu tersenyum dan berseri, lalu Bun Sam
berkata ramah,
“Betul, sahabat. Duduklah dan mari minum arak sambil
mengobrol!”
Dengan girang akan tetapi masih terheran heran, petani
itu lalu meletakkan paculnya dan duduk di atas batu di
hadapan suami isteri itu. Ia menerima cawan penuh arak
dari Sian Hwa dan meminumnya dengan lahap.
“Enak dan harum sekali arak ini,” katanya. Sian Hwa
memenuhi lagi cawan itu, diterima dengan penuh rasa
terima kasih oleh si petani yang memegangi cawan itu
sambil memandang kagum.
“Ji wi amat baik, belum pernah selama hidupku aku
bertemu dengan orang kaya yang seramah ji wi. Terima
kasih, terima kasih.”
“Kami bukan orang kaya,” bantah Sian Hwa.
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
Petani itu memandang ke arah pakaian Bun Sam dan
Sian Hwa, lalu pandangannya melayang ke arah kuda.
“Biarpun sederhana, namun ji wi berpakaian seperti
orang kota, setidaknya ji wi adalah orang orang kota yang
berbeda jauh dengan kami di gunung.”
“Di kota atau gunung, tetap saja kita sama sama
manusia, sahabat yang baik. Sebetulnya saja, aku sengaja
mengundangmu untuk menanyakan suatu hal,” kata Bun
Sam.
Dengan sikap siap sedia untuk membantu segala hal
yang dapat ia lakukan, petani itu menjawab cepat, “Apakah
yang dapat kukerjakan untuk ji wi? Apakah ji wi hendak
bertanya tentang jalan? Ataukah mencari rumah untuk
bermalam.”
“Tidak, kami sudah hafal akan jalan di sini dan kami
hendak melanjutkan perjalanan karena masih siang, belum
waktunya bermalam. Yang hendak kutanyakan hanyalah,
bagaimana kau yang kelihatan amat miskin dan serba
kekurangan, bisa kelihatan begitu gembira?”
Petani itu tercengang, lalu tertawa dan giginya sebelah
kiri telah ompong sehingga nampak lucu sekali.
“Mengapa tidak gembira? Apa yang harus disusahkan?”
“Apakah keadaan rumah tanggamu cukup?”
Petani itu menggeleng kepala. “Kami tidak punya tanah,
tidak punya kerbau atau kuda. Aku bekerja dengan kaki
tanganku, dibantu oleh isteriku dan anakku laki laki berusia
empatbelas tahun. Sayang dia sekarang sedang menderita
sakit panas, sudah sebulan lebih.”
Bun Sam merasa makin heran. “Kau miskin dan anakmu
sakit, bagaimana kau masih bisa bergembira?”
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
“Habis, harus bagaimanakah? Penyakit menyerang anak
kami bukanlah salah kami, dan kami sudah berusaha
mengobatinya. Keadaan miskin memang betul, akan tetapi
karena setiap hari aku dan isteriku bekerja, makan cukup
dan udara bagus apa guna keluh kesah?”
“Apakah kau tidak berduka memikirkan anakmu yang
sakit?”
Petani itu mengerutkan kening dan untuk sesaat ia
nampak sedih sekali, akan tetapi disambungnya dengan
senyum lagi.
“Alangkah janggalnya pertanyaanmu ini. Orang tua
manakah yang takkan hancur hatinya melihat anaknya
sakit? Akan tetapi kami telah berikhtiar mengobatinya.
Tentang nyawanya, mati atau hidupnya, terserah ke dalam
tangan Thian. Keluh kesah dan kesedihan hanya akan
menghalang pekerjaanku, membuat aku malas dan
mungkin membuat aku sakit. Kalau aku dan isteriku sakit,
bukankah lebih payah lagi?”
Bun Sam dan Sian Hwa kagum mendengar filsafat yang
amat sederhana ini, namun yang harus mereka akui
kebenarannya.
“Jadi kau berbahagia, sahabat baik?” tanya Bun Sam.
Petani itu termenung. “Bahagia ….? Apakah bahagia
itu?”
“Apakah kau merasa senang hidup di dunia ini?”
“Tentu saja!” jawabnya tegas.
“Kalau begitu kau berbahagia,” kata SianHwa.
“Entahlah, mungkin.... mungkin benar aku bahagia
kalau begitu. Hm, arakmu enak sekali!” Ia menenggak habis
arak ke dua. “Belum pernah aku merasai arak seenak ini
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
Terima kasih, ji wi baik sekali. Wajah ji wi akan selalu
kukenangkan dan adapun tentang pertanyaan mengenai
kebahagiaan itu.... baiklah akan kurenungkan dan kalau
kelak kita bertemu lagi, mungkin aku akan dapat
menjawabnya.”
Petani itu lalu menjura, mengambil paculnya dan
berjalan pergi dengan tindakan ringan.
Bun Sam dan Sian Hwa saling pandang, penuh
pengertian. Kata kata terakhir petani tadi yang menyatakan
betapa enaknya arak yang selamanya belum pernah
dirasakan itu, menyadarkan mereka. Arak itu biarpun enak
bagi mereka, akan tetapi agaknya tidak pernah terasa
senikmat petani tadi merasainya. Dan hal ini adalah karena
petani itu tidak pernah meminum arak seperti ini! Pada saat
itu, terdengar bunyi suling dan dari jauh kelihatan seorang
anak kecil duduk di atas punggung seekor kerbau sambil
meniup sulingnya.
Anak itu pakaiannya tambal tambalan, tidak bersepatu
dan keadaannya lebih miskin daripada petani tadi.
Kerbaunya makan rumput sambil berjalan perlahan dan
tiupan anak itu membayangkan kesenangan dan
ketenteraman hati yang luar biasa, sesuai benar dengan
keadaan yang indah di sekitarnya.
Bun Sam menghela napas panjang dan ketika ia
menengok, ia melihat dua butir air mata bertitik di atas pipi
isterinya. Bun Sam memegang tangan isterinya tanpa bicara
sesuatu, meremas jari jari tangan isterinya dan keduanya
tanpa bicara lalu mengambil sisa makanan, dibawa ke kuda
mereka dan berangkatlah mereka naik kuda perlahan lahan,
turun dari puncak bukit.
“Itulah kebahagiaan,” kata Bun Sam perlahan. “Mereka
yang menerima dengan sabar dan tenang segala sesuatu
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
yang menimpa dirinya, yang menganggap pekerjaan sebagai
tugas kewajiban hidup yang sewajarnya, yang tidak
menginginkan hal hal yang berada di luar jangkauan
tangan, yang merasa senang dan puas akan hasil
pekerjaannya dan dapat menikmati segala sesuatu yang ada
padanya, orang orang seperti itulah yang patut disebut
berbahagia!”
“Kitapun orang orang berbahagia, suamiku.”
“Tentu saja. Aku punya engkau dan engkau punya aku,
kita suami isteri saling mencinta, dan kita mempunyai
seorang putera dan seorang puteri sedangkan anak anak
kita....” sampai di sini berubah wajah Bun Sam dan alisnya
dikerutkan.
“Hm, tak perlu berkeluh kesah, suamiku. Mereka sudah
pergi dan hal ini tak dapat kita robah lagi, kewajiban kita
hanya berikhtiar sedapatnya mencari mereka. Apa guna
keluh kesah yang hanya akan mengganggu tugas kita,
membuat kita malas dan mungkin membuat kita sakit?”
Sian Hwa mengulangi kata kata petani tadi.
Bun Sam memandang isterinya, mereka tersenyum dan
segera membalapkan kuda menuju ke utara, memasuki
Propinsi Hopei. Percakapan dengan petani sederhana tadi
bukan tiada gunanya bagi mereka!
Jilid XXVII
MENJELANG senja, Bun Sam dia Sian Hwa memasuki
pintu gerbang kota Kim ke bun. Pada pintu gerbang itu
terdapat sebuah ayam batu yang dipasang di atas pintu
gerbang, dicat dengan warna kuning emas. Inilah lambang
kota Kim ke bun yang kelihatannya cukup ramai, penuh
dengan bangunan bangunan tembok yang besar.
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
Dengan lambat suami isteri ini menjalankan kuda
memasuki kota, hendak mencari rumah penginapan. Tiba
tiba terdengar orang berseru memanggil dan ketika mereka
menoleh, mereka melihat seorang laki laki tinggi besar
bermuka hitam. Orang ini kelihatan kasar dan di punggung
nya tergantung sebuah pedang, pakaiannya mewah sekali
seperti pakaian seorang kaya raya,
“Song taihiap.... alangkah bahagiaku bertemu dengan
Song taihiap dan lihiap yang mulia….”
Bun Sam dan Sian Hwa saling lirik sambil menahan
senyum. Alangkah mudahnya orang berbahagia
sungguhpun kebahagiaan yang diutarakan oleh orang muka
hitam ini belum tentu aseli. Lagi pula, mereka saling
pandang karena merasa heran. Orang ini belum pernah
mereka kenal, bagaimana mereka dapat bersikap demikian
gembira berjumpa dengan mereka di tempat itu?
Melihat laki laki tinggi besar itu menghampiri mereka
dan menjura dengan penuh sikap hormat, Bun Sam
membalas penghormatannya dengan merangkapkan kedua
tangan di depan dada.
“Song taihiap dan lihiap kedatangan ji wi di kota ini bagi
siauwte seakan akan bintang bintang jatuh dari langit!
Siauwte mengundang dengan penuh hormat, sudilah
kiranya ji wi menghadiri pesta pernikahan siauwte malam
ini di rumah siauwte yang buruk.”
“Nanti dulu, sobat,” Bun Sam tersenyum mendengar
ucapan itu. “Sebelum kita melanjutkan percakapan,
tolonglah kau memperkenalkan diri lebih dulu. Maafkan
kami yang sama sekali tidak ingat lagi siapa adanya kau
ini.”
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
Orang tinggi besar itu mengangkat ke dua alisnya yang
lebat, kemudian tertawa sambil menampar kepalanya
sendiri.
“Aha, memang aku yang bodoh dan tolol! Tentu saja ji
wi tidak kenal lagi kepadaku. Thian te Kiam ong, siauwte
adalah Ouw bin cu Tong Kwat!”
Kembali Bun Sam dan Sian Hwa saling pandang dengan
mulut ternganga. Mereka memang kenal Ouw bin cu Tong
Kwat, akan tetapi orang ini dahulu adalah seorang tosu.
Bagaimana sekarang telah berobah pakaian seperti seorang
hartawan biasa? Kini teringatlah mereka muka orang ini.
Inilah orang yang dulu pernah mampir di Tit le dan yang
kemudian menurut cerita Tek Hong dan Siauw Yang, telah
merebut peta palsu yang dibawa oleh Coa Kim. Orang ini
akan menikah? Hampir Bun Sam tertawa. Usia Ouw bin cu
Tong Kwat ini sedikitnya sudah empatpuluh dua tahun.
“Ah, maafkan kami, Ouw bin cu. Bukankah kau dahulu
seorang tosu?” secara terang Bun Sam bertanya karena ia
memang benar benar heran sekali. Dahulu tosu, sekarang
hartawan dan hendak menikah!
Muka yang hitam itu menjadi lebih hitam lagi, tanda
bahwa warna merah menjalar di mukanya. Ketawanya
masam tanda bahwa dia malu sekali.
“Sudah lama aku membuang jubah pendeta dan menjadi
seorang biasa, taihiap. Sekali lagi kuulangi, mohon ji wi
sudi menjadi tamu kehormatan dalam pesta pernikahanku
malam ini.”
Bun Sam menghela napas ia tidak tertarik sama sekali
untuk menghadiri pesta pernikahan, walaupun pesta
pernikahan seorang bekas tosu yang sesungguhnya amat
menarik hati dan luar biasa.
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
“Maaf, Ouw biu cu. Kami lelah dan hendak beristirahat.
Kami sedang mencari rumah penginapan.”
“Tak usah, taihiap. Tak usah! marilah bermalam di
rumahku saja. Rumahku cukup besar, yang paling besar di
kota ini!”
“Hem, agaknya kau telah menjadi seorang hartawan
besar sekarang, Ouw bin cu. Pantas saja kau tidak mau
menjadi tosu! Sudahlah, biarkan kami mencari hotel saja,
kami tidak mengganggumu, apalagi kau menikah malam
ini,” kata Bun Sam sambil tersenyum.
“Apa boleh buat kalau taihiap berkukuh hendak
bermalam di rumah penginapan. Mari siauwte antarkan.”
Sambil berkata demikian, Ouw bin cu lalu menuntun kuda
Sian Hwa, membawa mereka ke sebuah rumah penginapan
yang cukup baik. Sepasang suami isteri itu melihat betapa
orang orang yang bertemu di jalan, memberi hormat kepada
Ouw bin cu dan mereka itu juga memandang heran melihat
Ouw bin cu menuntun kuda yang ditunggangi oleh Sian
Hwa.
Pemilik rumah penginapan menyambut ke datangan
mereka sambil membungkuk bungkuk penuh hormat,
terutama sekali kepadaOuw bin cu.
“Tong wangwe (hartawan Tong), selamat datang.
Apakah yang dapat kami lakukan untukmu?”
“Beri kamar terbaik untuk dua orang tamuku yang
terhormat ini. Layani mereka dengan baik baik dan penuh
penghormatan.”
“Baik, wangwe, baik!” Para pelayan sibuk menyambut
mereka dan kuda serta barang barang sepasang suami isteri
ini diatur baik baik oleh mereka.
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
“Taihiap, rumah penginapan telah didapatkan. Kuharap
taihiap berdua sudi datang menghampiri malam
pernikahanku sebentar lagi,” kembali Ouw bin cu
mendesak.
Bun Sam mengerutkan kening. Orang ini benar benar
terlalu sekali, mana ada orang mengundang dengan cara
memaksa seperti itu?
“Maaf Ouw bin cu, malam ini kami hendak beristirahat
karena sehari melakukan perjalanan,”
“Taihiap, ini urusan....urusan jiwa....! Siauwte
terancam....”
“Apa katamu?” Bun Sam memandang tajam.
“Perkenankan aku menceritakan hal ini di dalam kamar
agar jangan terdengar oleh lain orang.”
Bun Sam dan Sian Hwa mengangguk dan ketiga orang
ini memasuki kamar. Begitu tiba di dalam kamar, Ouw bin
cu lalu menjatuhkan diri berlutut di depan Bun Sam dan
Sian Hwa!
“Eh, eh, Ouw bin cu, permainan apa yang kaulakukan
ini?” Bun Sam menegur.
“Taihiap, kasihanilah saya dan tolonglah saya daripada
bencana ini. Sudah berpuluh tahun siauwte menderita, dan
sekarang baru saja menikmati hidup sebagai orang biasa
dan mau menikah, tiba tiba datang malapetaka.”
“Bangkit dan duduklah. Coba kauceritakan yang jelas,”
kata Bun Sam.
Ouw bin cu duduk di atas bangku dengan muka sedih,
lalu ia bercerita, ia menimang seorang gadis dusun di luar
kota Kim ke bun, pinangannya diterima dan hari
pernikahan sudah ditetapkan. Akan tetapi, tiga hari yang
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
lalu, ketika ia dan beberapa orang kawannya sedang
bermain catur sambil minum arak, berkelebat bayangan
yang cepat sekali dan tahu tahu dia dan tiga orang
kawannya tertotok kaku. Ketika mereka sadar kembali, di
tembok ruangan itu telah ada tulisan orang yang
mengancam supaya pernikahannya dibatalkan dan supaya
ia memberi uang seribu tail perak kepada calon isterinya.
“Melihat gerakan penjahat itu, terang bahwa dia lihai
sekali, taihiap. Tiga orang kawanku itu pun bukan orang
sembarangan, akan tetapi berempat dengan siauwte, kami
tak sempat bergerak dan tahu tahu telah tertotok. Oleh
karena itu melihat kedatangan ji wi berdua, timbul harapan
di dalam hati siauwte. Tolonglah siauwte dari ancaman
penjahat itu, taihiap.”
Bun Samdan isterinya terheran. Kepandaian Ouw bin cu
ini biarpun bagi mereka tidak ada artinya, namun kalau
dibandingkan dengan penjahat penjahat basa saja, sudah
termasuk tinggi. Bagaimana ada penjahat dapat
menotoknya bersama tiga kawannya dalam waktu secepat
itu? Dan Bun Sam juga merasa ragu ragu, ia maklum bahwa
Ouw bin cu bukanlah orang yang mempunyai nama harum,
dan tentu penjahat itu mempunyai alasan kuat untuk
memaksa dia membatalkan penikahannya.
“Hm, kalau ada persoalan ini, biarlah kami sekarang
juga melihat tulisan d ruang dalam rumahmu itu,” kata Bun
Sam. Ouw bin cu girang sekali dan menjatuhkan diri
berlutut.
“Tentu, tentu, taihiap. Sebentar siauwte hendak
menyuruh orang menjemput ji wi.” Dengan girang ia lalu
pergi meninggalkan suami isteri itu.
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
“Heran sekali,” kata Bun Sam kepada isterinya setelah si
muka hitam itu pergi. “Siapakah penjahat yang begitu
berani?”
“Memang aneh dan amat menarik untuk diselidiki. Baik
bagi kita, karena perjalanan tanpa terjadi sesuatu bisa
membosankan,” jawab isterinya.
Setelah mandi dan tukar pakaian, mereka keluar. Benar
saja, tiga orang pesuruhOuw bin cu datang menjemput dan
sepasang suami isteri pendekar itu lalu diantar ke rumah
Ouw bin cu.
Rumah itu sebuah gedung besar yang mentereng dan
sudah dihias indah. Di ruang depan ada belasan orang tamu
duduk menghadapi arak.Mereka ini adalah tamu tamu atau
sahabat sahabat dari jauh yang datang lebih dulu.
Ouw bin cu sendiri menyambut Bun Sam dan Sian Hwa,
dan semua tamu berdiri sebagai penghormatan karena
mereka sudah mendengar siapa adanya dua orang suami
isteri itu. Mereka menandang kagum dan Bun Sam juga
melihat bahwa semua tamu itu berpakaian sebagai orang
orang kang ouw, maka iapun membalas penghormatan
mereka. Ouw bin cu langsung membawa Bun Sam dan Sian
Hwa ke dalam ruangan di mana penjahat itu datang. Lain
orang tidak diperkenankan ikut Ouw bin cu
memperlihatkan tulisan di tembok dan kagumlah Bun Sam
dan Sian Hwa melihat tulisan yang amat indahnya di
tembok yang penuh itu. Tidak sembarang orang dapat
menulis huruf huruf demikian indahnya, dengan gaya yang
gagah dan halus.
“Bagus sekali tulisan itu!” Sian Hwa memuji.
Mereka lalu membaca tulisan itu, sedangkan Ouw bin cu
berdiri memandang dengan muka cemas.
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
Ouw Bin Cu.
Batalkan niatmu mengawini Siu Hiang, bebaskan dia dan
beri seribu tail perak. Kalau kau membangkang malam hari
perkawinan tiba, aku datang mengambil uang dan kepalamu.
Tidak ada tanda tangan di bawah tulisan itu dan biarpun
isinya mengancam, namun tulisan itu bagus seperti hiasan
tembok dan cara mengatur kata katanya bukan seperti yang
biasa dipergunakan oleh penjahat kasar. Lebih tepat tulisan
seorang terpelajar tinggi.
Bun Sam mengerutkan keningnya, “Ouw bin cu, apakah
kau mengawini Siu Hiang ini dengan cara memaksa?”
“Ah, tidak sama sekali, taihiap. Aku melamarnya dengan
baik baik dan juga orang tuanya sudah menerima
sebagaimana mestinya.”
“Hm, kalau begitu, penjahat ini berlaku sewenang
wenang. Di mana rumah tunanganmu itu?”
“Di dusun Kan si sebelah barat kota ini, hanya tujuh li
jauhnya,” jawab Ouw bin cu.
“Baiklah, aku tidak tinggal terlalu lama di sini, akan
tetapi percayalah bahwa kami akan menyelidiki perkara ini
dan berjanji akan menangkap penulis ini kalau ia datang.
Akupun ingin sekali bertemu dan bicara dengan orangnya.”
Ouw bin cu sudah tahu akan watak pendekar besar ini
yang sekali bicara takkan dapat dibantah lagi, dan iapun
amat percaya bahwa malapetaka ini tentu akan dapat
ditolak oleh Thian te Kiam ong, maka ia menjadi girang
sekali dan mengantar kedua orang suami isteri itu sampai di
luar gedungnya.
Sebetulnya, belasan orang yang berada di ruang depan
itu adalah jago jago silat kawan kawan Ouw bin cu yang ia
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
datangkan dari pelbagai tempat untuk melindunginya.
Namun, melihat kelihaian penjahat yang mengancam, ia
masih merasa gelisah. Sekarang dengan adanya Thian te
Kiam ong dan isterinya, ia menjadi lega dan beranilah ia
minum arak dan bersenda gurau dengan kawan kawannya.
Adapun Bun Sam dan Sian Hwa setelah keluar dari
gedung itu lalu berunding.
“Untuk mencari tahu akan rahasia ini, aku harus
menyelidiki rumah Siu Hiang itu. Kalau memang Ouw bin
cu berlaku sewenang wenang dalam pernikahannya, aku
membenarkan ancaman penjahat itu, sungguhpun aku tidak
setuju kalau ia membunuhOuw bin cu tanpa ada kesalahan
yang amat besar. Isteriku, kau naiklah ke atas genteng
rumah Ouw bin cu dan berjaga sebentar di sana. Aku
takkan pergi lama, hanya akan menyelidiki ke dusun Kan
si.”
“Baik!” Sian Hwa mengangguk dari dengan gerakan
lincah nyonya ini lalu melompat ke atas genteng rumah
terdekat dan meloncat loncat menuju ke rumah Ouw bin cu.
Bun Sam memandang sebentar ke arah bayangan isterinya,
lalu ia berlari cepat sekali ke arah barat.
Kepandaian ilmu lari cepat dari Thian te Kiam ong
sudah mencapai tingkat tinggi sekali maka sebentar saja ia
sudah tiba di dusun Kan si. Mudah saja baginya untuk
mencari rumah dari Siu Hiang, karena di antara rumah
rumah sederhana dan miskin di dusun itu, terdapat sebuah
rumah yang dihias seperti kalau sedang merayakan pesta
pernikahan, ia melihat beberapa orang tetangga rumah itu
berkumpul di ruang depan. Segera Bun Sam melompat ke
atas genteng dan mengadakan penyelidikan ke bagian
belakang.
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
Usahanya berhasil baik sekali karena tiba tiba ia
mendengar suara isak tangis tertahan dari dalam sebuah
kamar ia cepat menghampiri dan mengintai dari atas
genteng. Dilihatnya seorang gadis muda yang memakai
pakaian baru tengah duduk menangis di atas pembaringan,
sedangkan di depan pembaringan duduk sepasang suami
isteri petani di atas bangku. Suami isteri ini sedang memberi
nasehat nasehat kepada puterinya itu.
“Siu Hiang, untuk apa kau menangis? Kami orang
tuamu mengawinkan engkau dengan Tong wangwe demi
kebahagiaanmu dan kebahagiaan kita serumah tangga.
Keadaan begini sukar dan suami mana yang lebih baik
daripada Tong wangwe? Biarpun dia sudah agak lanjut
usianya, namun boleh dibilang masih belum tua. Dia orang
terkaya di kota Kim ke bun, dan kau akan berbahagia
menjadi isterinya. Makan cukup pakaian indah, tinggal di
gedung besar, dilayani oleh banyak pelayan.Mau apa lagi?”
terdengar laki laki tua itu berkata dengan suara setengah
membujuk setengah memaksa.
Gadis itu hanya terisak saja, tak berani menjawab.
“Siu Hiang, anakku yang manis,” wanita tua itu ikut
membujuk, “kalau kau menjadi isteri Tong wangwe, berarti
kau telah menolong orang tuamu yang setiap waktu
terancam bahaya kelaparan. Keadaan begini sukar,
mendapatkan suami seperti dia sama dengan kejatuhan
bulan purnama. Kalau kau menurut dengan baik baik,
berarti kau menjadi seorang anak yang berbakti dan
hidupmu akan berbahagia. Ataukah kau lebih suka menjadi
anak yang tidak berbakti dan akhirnya menikah dengan
seorang pemuda sini yang untuk mencarikan isi perutnya
sendiri saja sudah sukar sekali? Apakah kau lebih suka
melihat orang tuamu mati kelaparan?”
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
Setelah berkata demikian ibu anak itu menangis. Siu
Hiang makin sedih tangisnya dan memeluk ibunya. Dengan
suara terputus putus ia hanya dapat berkata,
“Ibu...... aku tidak ingin menikah......”
“Anak durhaka!” Si ayah marah marah. “Biar kau
berkeras kepala dan aku akan bunuh diri kalau besok kau
banyak rewel!” Selelah berkata demikian, orang tua itu.
Lalu keluar dari kamar, menutup pintu keras keras dan
menuju ke ruang depan untuk melayani para tamunya.
Tinggal si ibu yang membujuk terus dan gadis itu hanya
terisak perlahan, agaknya ia menyerah kepada nasib.
Bun Sam menghela napas panjang. Peristiwa yang ia
lihat di dalam rumah kecil ini bukanlah hal baru dan aneh.
Sudah banyak sekali terjadi hal demikian, yakni gadis
petani petani miskin harus menikah dengan laki laki pilihan
orang tua yang mendasarkan pernikahan itu karena melihat
kekayaan calon mantu. Akan tetapi, di dalam pernikahan,
orang tualah yang berhak menentukan, dia bisa berbuat
apakah? Ia tidak berhak mencampuri urusan mereka. Dan
dalam penyelidikan ini, ia terheran. Terang sekali bahwa
baik orang tua maupun anaknya tidak tahu menahu tentang
sepak terjang penjahat yang mengancam Ouw bin cu Tong
Kwat. Kalau calon pengantin wanita tahu tidak nanti ia
begitu putus asa dan berduka. Dengan demikian ia tidak
dapat menyelidiki penjahat itu di tempat ini. Dan ia
mendapat kenyataan pula bahwa dalam pernikahan ini,
memang benar Ouw bin cu tidak mempergunakan
kekerasan. Pernikahan ini sah dan baik karena orang tua si
gadis telah menyetujui, sungguhpun persetujuan ini
berdasarkan keadaan calon mantu yang hartawan.
“Lebih baik aku kembali ke Kim ke bun, siapa tahu kalau
kalau penjahat itu sudah turun tangan.” pikir Bun Sam yang
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
mengkhawatirkan keadaan isterinya. Ia percaya bahwa
kepandaian isterinya sudah cukup untuk menghadapi setiap
orang penjahat, akan tetapi kasih sayang yang amat besar
terhadap isterinya membuat ia merasa tidak enak kalau
meninggalkan isterinya seorang diri untuk menghadapi
lawan tangguh. Bun Sam cepat sekali berlari kembali ke
kota Kim ke bun.
“Demikian cepat? Bagaimana kabarnya?” tanya Sian
Hwa ketika melihat suaminya sudah kembali lagi demikian
cepatnya.
“Di sana tidak ada apa apa,” jawab Bun Sam.
“Pernikahan biasa saja, hanya si gadis dipaksa oleh orang
tua yang melihat tumpukan harta Ouw bin cu. Apakah
penulis ancaman itu tidak muncul?”
“Belum,” kata Sian Hwa kesal. “Aku menunggu angin
dingin saja di atas sini.”
“Kalau begitu marilah kita turun saja, kita lihat siapa saja
di antara tamu tamu Ouw bin cu itu,” kata Bun Sam yang
merasa kasihan kepada isterinya.
Turunlah mereka dengan gerakan ringan mengejutkan
Ouw bin cu dan kawan kawannya yang tahu tahu melihat
mereka telah berada di ruang tamu. Ouw bin cu segera
menyambut mereka dengan penuh penghormatan dan
mempersilahkan mereka duduk.
“Bagaimana, taihiap? Apakah sudah berhasil?” tanyanya
penuh harapan.
Bun Sam menggeleng kepala. “Biar kami menanti
datangnya pengancammu itu di sini.”
Ouw bin cu girang sekali dan segera berteriak menyuruh
pelayan menghidangkan makanan dan arak. Kemudian ia
memperkenalkan para tamunya kepada Bun Sam dan Sian
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
Hwa. Sebagian besar daripada tamu tamu itu adalah orang
orang kang ouw yang kasar, namun mereka sudah
mengenal baik siapa adanya Thian te Kiam ong, maka
mereka memandang dengan segan tidak berani bersikap
kasar. Di antara mereka, yang menarik perhatian Bun Sam
dan isterinya hanya dua orang yang cukup terkenal yakni
Siauw giam ong Lie Chit yang dulunya seorang tosu,
sekarang berobah menjadi seorang berpakaian mewah
seperu hartawan pula, dan orang ke dua adalah Jeng jiu mo
Thio Kim Si Iblis Tangan Seribu.
Para pembaca tentu masih ingat bahwa Siauw giam ong
Lie Chit adalah kawan dari Ouw bin cu dan mereka
berdualah yang dahulu menuju ke Pulau Sam liong to dan
kemudian tertawan oleh Lam hai Lo mo. Setelah keduanya,
sebagaimana telah dituturkan di depan, berhasil minggat
dari Sam liong to membawa harta dari dalam gua milik
Lam hai Lo mo, keduanya menjadi hartawan hartawan
besar dan melempar jauh jauh jubah tosu untuk kembali
menjadi orang biasa yang kaya raya. Lie Chit juga menjadi
hartawan dan tinggal di sebuah kota tak jauh dari Kim ke
bun dan selalu dua orang ini masih mengadakan hubungan
baik.
Adapun Jeng jiu mo Thio Kim juga pernah pembaca
kenal. Orang ini adalah tangan kanan dari Ciong Pak Sui
atau Ciong Siauw ong ya, murid Pat jiu Giam ong yang
tinggal di kota Ceng te dan yang gemar sekali memelihara
kuda. Kalau kedatangan Siauw giam ong Lie Chit adalah
sewajarnya untuk menghadiri pesta pernikahan sahabat
baiknya, adalah kedatangan Thio Kim ini penuh rahasia.
Dia telah mendengar dari Ciong Pak Sui bahwa dua orang
bekas tosu ini dicari cari oleh Lam hai Lo mo. Thio Kim
amat luas pergaulannya di dunia kang ouw, maka sebentar
saja ia sudah dapat menemukan di mana bersembunyinya
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
dua orang itu. Ia datang dan kebetulan di rumah Ouw bin
cu sedang diadakan pesta pernikahan, maka ia berpura pura
menghaturkan selamat. Padahal diam diam ia menjadi
girang sekali karena selain Ouw bin cu, ia juga melihat Lie
Chit. Inilah hasil yang amat besar baginya karena Ciong
Pak Sui tentu akan girang sekali mendengar akan hal ini
dan akan menyampaikan kepada Lam hai Lo mo yang telah
menjadi sekutu Ciong Pak Sui.
Sekarang, secara tidak terduga duga Thio Kim melihat
pula Bun Sam dan Sian Hwa. Bukan main tegangnya
hatinya. Ia berdebar dan menghaturkan selamat kepada diri
sendiri yang begitu baik nasibnya sehingga tidak saja ia bisa
mendapatkan dua orang yang telah menghianati Lam hai
Lo mo dan mencuri harta benda dari Sam liang to, bahkan
ia kini bertemu pula dengan Thian te Kiam ong dan
isterinya, dua orang yang di benci sekali oleh Lam hai Lo
mo. Thio Kim tahu bahwa kalau dia bisa memancing suami
isteri ini ke Pulau Sam liong to sehingga perkumpulan Sam
hiat ci pai dapat menyerang mereka, jasanya akan besar
sekali. Dia memutar otak dan sambil tersenyum ramah ia
memberi hormat kepada Bun Sam dan Sian Hwa sambil
berkata.
“Siauwte Thio Kim sudah lama sekali mendengar nama
besar Thian te Kiam ong suami isteri dan merasa
berbahagia sekali dapat bertemu di sini. Kebetulan sekali
belum lama ini siauwte juga mendapat penghormatan untuk
bertemu dengan puteri taihiap yang gagah perkasa.”
Wajah Bun Sam dan Sian Hwa berobah, berseri dan
penuh perhatian.
“Saudara Thio yang baik, di manakah kau bertemu
dengan puteri kami?” tanya SianHwa tidak sabar.
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
“Dahulu siauwte bertemu dengan dia di kota Ceng te,
akan tetapi puteri mu itu telah melanjutkan perjalanannya.
Karena Siauwte tidak mendapat kesempatan bercakap
cakap dengan puteri mu, maka tidak tahu ke mana dia
pergi. Hanya Ciong Siauw ong ya yang tahu di mana dia
berada karena Siauw ong ya yang bercakap cakap dengan
nona Bun Sam itu.”
“Siapa itu Ciong Siauw ong ya?” tanya Bun Sam
mengerutkan kening. Bagaimana puterinya dapat bercakap
cakap dengan orang orang seperti Thio Kim ini?
“Ciong Siauw ong ya bernama Ciong Pak Sui, seorang
Pangeran penggemar kuda. Kebetulan sekali sekarang
Ciong Siauw ong ya sedang berada di Ningpo. Kalau ji wi
mau bertemu dengan dia, boleh Siauwte antarkan.”
Bun Sam mengangguk angguk dan bertukar pandang
dengan Sian Hwa. Mereka tahu bahwa kota Ningpo adalah
kota di sebelah timur Propinsi Cekiang, dekat dengan laut
dekat pula dengan kepulauan di mana terdapat Pulau Sam
liong to.
Pada saat itu, Bun Sam mendengar sesuatu, ia memberi
tanda dengan tangannya kepada semua orang agar
menghentikan percakapan mereka. Pada saat itu, malam
telah larut sekali dan tiba tiba Bun Sam berkata kepada Sian
Hwa.
“Isteriku, mari kita melihat ke atas. Saudara saudara
harap jangan bergerak dan tinggal saja di sini. Biar kami
berdua yang menyambut datang nya penjahat!”
Semua orang terkejut, terutama sekali Ouw bin cu
menjadi pucat. Mereka tidak mendengar sesuatu, bahkan
sesungguhnya Sian Hwa sendiri belum mendengar sesuatu.
Akan tetapi pendengaran Bun Sam luar biasa tajamnya dan
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
pendekar ini sudah dapat mendengar tindakan kaki orang di
atas genteng, masih agak jauh.
Dengan tenang Bun Sam mengajak isterinya keluar dari
ruang itu dan sekali melompat mereka telah berada di atas
genteng. Keadaan gelap sekali karena di langit hitam tidak
kelihatan bintang maupun bulan. Hanya sedikit sinar
penerangan lampu yang menerobos dari celah celah genteng
saja yang membuat mereka masih dapat melihat ke depan.
Tiba tiba mereka melihat bayangan berkelebat, pesat
sekali. Di dalam gelap mereka tidak dapat melihat wajah
bayangan itu, yang mereka ketahui hanya bahwa bayangan
itu bertubuh kecil langsing. Bun Sam sebagai seorang
pendekar besar tidak suka bersembunyi, maka ia segera
melompat keluar menghadang kedatangan bayangan itu.
Bayangan tadipun sudah melihatnya, dan tanpa banyak
cakap lagi bayangan itu lalu menubruk maju sambil
melakukan serangan dengan pukulan keras ke arah dada
Bun Sam! Keadaan gelap sekali sehingga Bun Sam tidak
sempat melihat pukulan apakah yang dilakukan oleh lawan
ini, namun dengan sigapnya ia mengelak sambil
membentak,
“Penjahat ganas, siapakah kau begitu tidak tahu aturan?
Sebelum mengadu kepandaian, kau mengaku dulu siapa
kau dan apa maksudmu melakukan pemerasan terhadap
Ouw bin cu!”
Sebelum Bun Sam menghabiskan kata kata nya
bayangan itu sudah tersentak kaget dan melompat jauh
sambil berseru,
“Hayaaa….!” Kemudian tanpa berkata apa apa lagi
bayangan ini lalu melarikan diri. Bun Sam menjadi terheran
dan juga penasaran.
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
“Hayo kita kejar dia!” serunya kepada Sian Hwa yang
juga merasa aneh. Kedua suami isteri ini lalu mengerahkan
tenaga mengejar bayangan itu yang berlompat lompatan
dari genteng rumah ke genteng rumah yang lain. Larinya
begitu gesit dan cepat sehingga di dalam gelap, sukar bagi
Bun Samdan Sian Hwa untuk menyusulnya.
Agak jauh dari rumah Ouw bin cu, bayangan itu
melompat turun ke atas seekor kuda yang sudah
ditunggangi orang, kemudian kuda yang kini dinaiki oleh
dua orang ini membalap luar biasa cepatnya! Hanya
terdengar derap kaki kuda dan sebentar saja kuda itu telah
menghilang ke arah utara dengan kecepatan seperti setan.
Kebetulan sekali larinya kuda melewati rumah penginapan,
maka Bun Sam cepat mengeluarkan kudanya pek hong ma
dan berkata kepada Sian Hwa,
“Isteriku, kau tunggu saja di penginapan, biar aku
menyusul mereka!” Ia lalu membalapkan Pek hong ma dan
sebentar saja ia telah keluar dari kota, melalui pintu gerbang
utara. Jalan ini menuju ke sebuah bukit berhutan lebat, dan
Bun Sam tidak melihat seekor pun kuda atau seorang
manusia di tengah malam buta itu. Akan tetapi ia tetap
penasaran dan melanjutkan pengejarannya.
Setelah tiba di luar hutan, Bun Sam menjadi bingung.
Hutan itu gelap sekali, tak mungkin ia masuk hutan yang
asing baginya ini dengan berkuda. Tiba tiba ia mendengar
suara kuda meringkik tak jauh dan situ, maka ia lalu
melompat turun dari kudanya, menepuk nepuk pundak Pek
hong ma sambil berkata, “Kautunggu di sini, Pek hong ma
dan jangan bersuara!”
Dengan cepat Bun Sam lalu berlari memasuki hutan
menuju ke arah suara kuda meringkik tadi. Tak lama
kemudian ia melihat sebuah kuil tua di dekat pinggir hutan,
dan dari dalam kuil terlihat penerangan. Juga seekor kuda
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
ditambatkan pada pohon oi luar kuil. Kuda itu ternyata
cerdik sekali karena begitu mencium bau orang asing, ia
lalu berbunyi keras sekali.
“Ang ho ma, kau kenapakah?” terdengar suara halus
seorang laki laki yang keluar dan pintu kuil, lalu menepuk
nepuk leher kuda itu. Bun Sam menyelinap dan
bersembunyi di balik pohon. Setelah laki laki itu masuk
kembali ke dalam kuil, ia lalu melompat dan mendekati
kuil, mengintai dan sebuah jendela yang sudah rusak.
Ketika ia mengintai ke dalam, tiba tiba wajah pendekar
besar ini berobah, sebentar pucat sebentar merah, ia melihat
seorang gadis cantik duduk di atas bangku bobrok, dan laki
laki itu adalah seorang pemuda tampan dan halus,
berpakaian seperti seorang sasterawan.
“Yang moi (adik Yang), kau kenapakah berlari lari
seperti dikejar setan tanpa memberi penjelasan? Aku sampai
kaget setengah mampus! Apakah yang terjadi?” terdengar
laki laki itu bertanya.
Gadis yang dikenal oleh Bun Sam sebagai puterinya
sendiri, yakni bukan lain adalah Siauw Yang menjawab,
“Kau tidak tahu aku bertemu dengan....dengan…”
“Dengan siluman?” tanya pemuda itu yang tentu saja
bukan lain adalah Liem Pun Hui!
“Hush, jangan bicara sembarangan, suheng! Aku
bertemu dengan ayah dan ibu!”
“Lho, kalau bertemu dengan mereka, mengapa terkejut?”
Pada saat itu, Bun Sam tak dapat menahan kesabarannya
lagi, sekali tendang saja daun jendela hancur dan ia
melayang masuk.
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
“Ayah !” seru Siauw Yang sambil bangkit berdiri,
sedangkan Pun Hui kaget setengah mati ketika tiba tiba ia
melihat seorang laki laki setengah tua yang berdiri dengan
gagah dan menakutkan di depannya!
“Siauw Yang, apakah kau sudah gila? Apa yang
kaulakukan di sini, mengapa kau hendak merampok orang
dan siapa pula orang muda ini? Jangan kau main gila,
Siauw Yang!”
Untuk beberapa lama Siauw Yang menentang
pandangan mata ayahnya yang marah itu tanpa takut
sedikitpun, kemudian ia tertawa berkikikan dengan geli
sehingga Bun Sam menjadi heran sekali dan Pun Hui
tunduk kemalu maluan, tidak tahu harus berbuat apa.
“Ayah, selama hidup baru sekarang aku melihat ayah
bingung, marah dan cemburu! Tidak terjadi apa apa yang
luar biasa dengan anakmu, ayah. Bahkan ayah yang amat
luar biasa, tidak biasa ayah membantu orang jahat!”
“Apa maksudmu? Katakan lekas, dan siapa orang ini?”
“Jangan salah sangka yang bukan bukan, ayah. Dia ini
adalah Liem suheng, bernama Liem Pun Hui. Dialah murid
dan supek Yap Thian Giok.” Sementara itu. Pun Hui yang
sudah dapat menenangkan pikiran dan tahu dengan siapa ia
berhadapan, segera menjatuhkan diri berlutut dan berkata
lemah lembut,
“Teecu Liem Pun Hui menghaturkan hormat kepada
susiok (paman guru).”
Bun Sam memandang tajam kepada pemuda itu dan
sekilas pandang saja tahulah dia bahwa pemuda itu adalah
seorang terpelajar dan memiliki watak yang baik.
“Bangunlah, biarkan aku mendengarkan penuturan
anakku yang nakal itu.”
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
“Ayah, Ouw bin cu adalah seorang jahat, bagaimana
ayah bisa membantunya?”
“Bagaimana pula kau bisa bilang dia seorang jahat? Di
dalam urusan pernikahannya dengan Siu Hiang, dia tidak
melakukan sesuatu yang jahat,” kata Bun Sam, akan tetapi
ia segera menyambung nya, “Ibumu menanti nanti di
rumah penginapan dengan hati cemas. Lebih baik kita pergi
ke sana dan kau boleh menceriterakan semua
pengalamanmu kepada kami.”
Siauw Yang tertawa tawa lagi dengan gembira.
Pertemuan dengan ayahnya ini benar benar
menggembirakan hatinya.
“Mari, Liem suheng, kau ikut dengan kami.”
Akan terapi biarpun masih muda, Pun Hui memiliki
pikiran luas.
“Tak usah, sumoi. Biarlah aku menanti di sini saja.
Pertemuanmu dengan kedua orang tuamu amat penting dan
kau tentu akan bercakap cakap banyak persoalan dengan
susiok dan susiok bo, tak boleh aku mengganggu.”
Kembali Bun Sam suka mendengar ucapan ini. Namun
Sian Hwa tidak tega meninggalkan Pun Hui seorang diri,
maka desaknya, “Tidak apa, suheng. Marilah kau ikut,
tidak baik seorang diri di tempat sunyi ini.”
“Biarlah, Siauw Yang Kalau perlu, besok pasi kita boleh
mengajaknya pergi dari sini,” kata Bun Sam.
“Nah, sumoi, aku menurut dan setuju sekali dengan usul
susiok.”
Terpaksa Siauw Yang lalu pergi dengan Bun Sam. Ayah
dan anak ini lalu naik kuda berendeng menuju ke kota Kim
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
ke bun. Seperti juga suaminya, Sian Hwa menyambut
Siauw Yang dengan terheran heran.
“Kau…. Siauw Yang?” Kegirangan SianHwa bercampur
kekhawatiran ketika ia memandang kepada suami dan
puterinya.
“Mari kita ke dalam dan mendengarkan penuturan
Siauw Yang,” kata Bun Sam.
Siauw Yang memeluk ibunya dan mengajak ibunya
masuk ke kamar penginapan.
“Ada kesalahan faham antara aku dan ayah, ibu.
Kesalah fahaman dalam urusan Ouw bin cu si Bandot tua.”
Kemudian, setelah mereka berada di dalam kamar, Siauw
Yang menceriterakan semua pengalamannya. Banyak sekali
pengalamannya itu, dan sebagaimana telah dituturkan di
bagian depan, dia menceritakan tentang pertemuannya
dengan Liem Pun Hui, tentang tertawannya oleh Tung hai
Sian jin dan puteranya, dan bagaimana akhirnya ia bisa
meloloskan diri dari ayah dan anak yang jahat itu.
“Bangsat besar Tung hai Sian jin, kalau bertemu tentu
akan kuketok kepalanya. Berani sekali dia menghina
puteriku!” kata Bun Sam marah marah mendengar
penuturan Siauw Yang itu.
Siauw Yang juga menceritakan tentang pertemuannya
dengan Ciong Pak Sui murid Pat jiu Giam ong, tentang
kuda Ang ho ma dan semua hal yang pernah dialaminya.
Kedua orang tuanya mendengarkan dengan hati tertarik.
“Yang hebat sekali, ayah. Ternyata bahwa Lam bai Lo
mo masih hidup, kini makin jahat dan liar. Ia merajalela
bersama seorang murid perempuannya. Kata orang,
biarpun kini Lam hai Lo mo hanya berkaki satu, namun ia
jauh lebih lihai daripada dahulu.”
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
“Berkaki satu?” Bun Sam saling pandang dengan
isterinya. Teringat mereka akan isi surat dari Pangeran Kian
Tiong dan Puteri Luile yang menceritakan bahwa puteri
mereka diculik oleh seorang kakek berkaki satu yang juga
membunuh mereka.
Siauw Yang lalu menceritakan penuturan Pun Hui
tentang murid Lam hai Lo mo yang lihai, kemudian ia juga
menceritakan penuturan Pun Hui bahwa Tek Hong
kakaknya telah pula menyusul ke Sam liong to dan
kemudian pergi untuk pulang ke Tit le minta bala bantuan.
Mendengar semua ini, Bun Sam dan Sian Hwa menjadi
lega karena sedikitnya mereka sudah mendengar bahwa
putera merekapun selamat.
“Dan bagimana tentang urusan Ouw bin cu ini?
Mengapa kau hendak merampoknya dan hendak
menghalangi pernikahannya?” tanya Bun Sam.
Siauw Yang tertawa. “Ayah tentu sudah melihat tulisan
di tembok dalam rumahOuw bin cu itu. Itulah tulisan Liem
suheng, ayah.”
“Hm, coba ceriterakan yang jelas.”
“Aku dan Liem suheng dalam perjalanan hendak ke Tit
le, dan di luar kota Kim ke bun ini, kami melihat seorang
pemuda petani hendak membunuh diri dengan jalan
menggantung diri di pohon pinggir hutan itu. Kami
menolongnya dan setelah bertanya, dia menceriterakan
bahwa kekasihnya, yaitu Siu Hiang, dirampas olehOuw bin
cu si bandot tua.”
“Bukan dirampas, melainkan dilamar dengan baik baik,”
membela Bun Sam.
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
“Tentu saja begitu menurut ceritanya sendiri, ayah.
Mana seorang maling mau mengakui perbuatannya yang
busuk?”
“Tidak demikian, Siauw Yang. Aku sudah menyelidiki
ke dusun Kan si dan mendengar percakapan antara Siu
Hiang dan orang tuanya. Pernikahan itu adalah atas
persetujuan orang tuanya dan kuanggap sudah sepatutnya
kita tidak mencampuri urusan orang lain dalam hal
pernikahannya.”
“Ayah baru mendengar sedikit tidak tahu banyak,”
membantah Siauw Yang “Memang cara Ouw bin cu
bekerja amat licin dan busuk. Ayah tidak tahu rupanya.
Orang tua Siu Hiang bukanlah orang tua sebenarnya,
melainkan orang tua pungut yang memelihara Siu Hian
semenjak kecil karena orang tua Siu Hiang tewas dalam
bencana kelaparan. Mereka itu menjual Siu Hiang untuk
sebidang tanah dan sedikit uang, dan sebetulnya semenjak
kecil Siu Hiang telah ditunangkan dengan petani itu. Apa
yang dilakukan oleh Ouw bin cu? Untuk memutuskan
pertunangan itu, ia telah merampas sawah pemuda itu yang
tak berdaya, kemudian mengusir pemuda itu dari
kampungnya. Siapa berani melawannya? Selain kaya raya,
juga ia berkepandaian tinggi. Dalam pandangan umum,
memang agaknya Ouw bin cu melamar secara baik baik,
namun yang menjadi persoalannya, pernikahan paksa itu
sama dengan pernikahan seekor domba untuk disembelih.
Karena itulah maka aku turun tangan, ayah. Aku bersama
Liem suheng pergi ke rumah Ouw bin cu, aku yang
menotok mereka dan Liem suheng yang menuliskan
ancaman di tembok. Malam ini aku hendak menakut
nakutinya dan hendak merampas uang agar dapat
kuberikan kepada Siu Hiang dan tunanganaya, hendak
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
kusuruh pergi jauh jauh membawa uang itu. Sayang datang
ayah yang membantuOuw bin cu...”
Mendengar ini, Bun Sam dan Sian Hwa mengerutkan
keningnya.
“Hm, kalau begitu, marilah sekarang juga kita pergi
kepada Ouw bin cu, minta supaya ia berlaku bijaksana dan
membatalkan pernikahannya itu,” kata Bun Sam.
Siauw Yang menjadi girang dan mereka bertiga lalu
malam malam pergi ke rumah Oaw bin cu. Waktu itu, fajar
mulai menyingsing akan tetapi keadaan masih amat gelap,
ketika mereka bertiga berlari cepat menuju ke rumah
hartawan itu, tiba tiba dari depan berkelebat bayangan yang
gesit sekali, yang berlari cepat bagaikan terbang.
Bun Sam curiga dan membentak, “Siapa itu?”
Akan tetapi bayangan itu tidak menjawab, melainkan
mengelak ke kiri dan melanjutkan larinya, Bun Sam dan
Sian Hwa tidak mau mengejarnya, hanya Siauw Yang yang
berdarah panas, dan samping mengulurkan tangan hendak
menangkap lengan pelari itu. Namun alangkah kagetnya
ketika orang itu sekali menyampok telah dapat
menangkisnya dan Siauw Yang merasa betapa sampokan
itu kuat bukan main!
“Kurarg ajar, berhenti!” bentak Siauw Yang namun
orang itu tidak melayaninya dan terus lari. Siauw Yang
hendak mengejar akan tetapi ayahnya melarangnya.
“Tak perlu mencari perkara, Siauw Yang. Kita tidak
kenal dia dan tidak tahu apa yang dilakukannya. Jangan
jangan kita mengganggu orang baik baik.”
Dengan gemas dan kecewa Siauw Yang membatalkan
niatnya mengejar dan mengikuti kedua orang tuanya ke
rumah Ouw bin cu. Akan tetapi, dari jauh saja sudah
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
terlihat bahwa tentu terjadi sesuatu yang hebat di rumah itu.
Terdengar orang sibuk ke sana ke mari, teriakan teriakan
orang seperti mencari seorang maling, dan terdengar pula
suara orang menangis.
“Ah, apakah yang terjadi?” kata Bun Sam yang
mempercepat larinya, diikuti oleh Sian Hwa dan Siauw
Yang.
Benar saja, kejadian hebat sekali menimpa rumah Ouw
bin cu, dan terjadi baru saja. Ketika Bun Sam dan anak
isterinya masuk, di ruang tamu menggeletak para tamu
dalam keadaan mengerikan. Ada yang lengannya putus,
ada yang kepalanya pecah dan darah mengalir di mana
mana. Di antara para tamu, kelihatan Siauw giam ong Lie
Chit menggeletak dengan leher putus!
Bun Sam lari masuk dan di tengah ruangan menggeletak
tubuh Ouw bin cu, juga dengan leher putus! Kemudian atas
penuturan orang orang yang masih hidup, Bun Sam
memandang ke arah dinding di mana terdapat tulisan darah
:
OUW BIN CU DAN SIAUW GIAM ONG
PENGKHIANAT DAN PERAMPOK, KARENANYA
HARUSMAMPUS!
Tulisan itu halus seperti tulisan wanita, dan Bun Sam
sedang bingung memikirkan hal ini, ketika muncul Jeng jiu
mo Thio Kim dengan tubuh gemetar.
“Aduh, taihiap, celaka besar. Kalau taihiap berada di sini
tak mungkin terjadi hal sehebat ini....” Kemudian ia melihat
Siauw Yang, wajahnya berobah dan ia berseru, “Ah,
kiranya nona sudah berada di sini pula?”
Siauw Yang mengenal Thio Kim, maka tanyanya,
“Siapakah yang melakukan amukan ini? Hayo ceritakan!”
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
Dengan wajah masih pucat, Thio Kim lalu berceritera.
Ketika Ouw bin cu dan para tamu sedang makan minum
dan bersenda gurau, tiba tiba terdengar bentakan,
“Ouw bin cu manusia keparat, nonamu datang untuk
mengambil nyawamu!” Dan entah dari mana datangnya,
sesosok bayangan berkelebat dan tahu tahu seorang nona
cantik berbaju merah telah berdiri di ruang itu dengan
pedang di tangan.
Ouw bin cu dan Siauw giam ong yang mengenal nona
itu, menjadi pucat.
“Nona Siang Cu....” teriak mereka perlahan.
“Ha, Siauw giam ong, jahanam besar. Kau pun berada di
sini? Kebetulan sekali!” Setelah berkata demikian, nona
yang bukan lain dari Ong Siang Cu murid Lam hai Lo mo,
menyerang dengan pedangnya. Siauw giam ong Lie Chit
mengelak dan serentak Ouw bin cu dan kawan kawannya
lalu maju menyerbu. Mereka mengira bahwa nona inilah
yang telah meninggalkan surat ancaman di tembok. Akan
tetapi orang orang itu mana mampu menandingi Siang Cu.
Dengan cepat sekali pedangnya mengamuk dengan ilmu
pedangnya yang ganas dan liar sehingga tak lama pula
terdengar pekik pekik kesakitan dan robohnya orang orang
yang terluka hebat. Siauw giam ong mempertahankan diri
sedapat mungkin, namun pedang yang berkilauan itu terus
mengejarnya sampai pada suatu saat lehernya terbabat
putus oleh pedang di tangan SiangCu!
Melihat hal ini, Ouw bin cu menjadi ketakutan dan
berlari masuk. Akan tetapi, Siang Cu meninggalkan
pengeroyoknya dan mengejar ke dalam, dan di ruang
tengah ia berhasil memenggal leher Ouw bin cu pula.
Dengan hati puas karena telah berhasil membunuh orang
orang yang telah mengkhianati suhunya, Siang Cu lalu
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
menuliskan kata kata itu di atas tembok, mempergunakan
darah musuhnya sebagai tinta.
“Demikianlah, nona Song dan taihiap berdua, yang
melakukan pengamukan adalah nona Siang Cu murid Lam
hai Lo mo sebagai pembalasan atas sakit hati Lam hai Lo
mo terhadap dua orang itu.”
“Sakit hati yang mana? Bagaimana kau bisa tahu
persoalan mereka?” tanya Bun Sam yang cerdik.
Thio Kim terkejut dan merasa telah kelepasan omong.
Akan tetapi dasar ia cerdik, maka ia berkata tanpa ragu
ragu, “Dahulu kedua orang ini telah menjadi pelayan di
Pulau Sam liong to. Pada suatu hari mereka minggat sambil
membawa harta benda yang besar dari pulau itu. Hal ini
siauwte ketahui karena pernah Lam hai Lo mo mampir di
rumah Ciong siauw ong ya dan menuturkan hal tersebut.”
“Kau tahu di mana adanya Lam hai Lo mo jahanam tua
itu?” tanya pula Bun Sam.
“Siauwtte mana tahu! Akan tetapi kalau sam wi (kalian
bertiga) mau mengunjungi tempat baru siauw ong ya di
kota Ningpo, tentu siauw ong ya akan dapat memberi
keterangan lebih jelas pula. Sam wi dapat datang sebagai
tamu karena kebetulan sekali siauw ong ya sedang
mempersiapkan pesta pernikahannya. Siauwte berlancang
mewakili siauw ong ya untuk mengundang sam wi
menghadiri pesta itu,” kata Si Tangan Seribu dengan cerdik.
Tidak saja ia mempergunakan nama Lam hai Lo mo untuk
menarik perhatian, juga dengan ucapan ini ia memancing
mereka agar datang di dekat pusat perkumpulan Sam hiat
pai agar tiga orang berbahaya ini dapat ditewaskan!
Sudah tentu Bun Sam tak dapat percaya omongan Thio
Kim bahwa murid Pat jiu Giam ong itu mempunyai rasa
persahabatan dengan dia, karena bukankah Pat jiu Giam
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
ong dahulu tewas di dalam tangannya? Akan tetapi
pendekar besar ini tidak merasa takut, karena memang ia
ingin sekali mencari Lam hai Lo mo dan Tung hai Sian jin
untuk membikin perhitungan. Orang semacam Lam hai Lo
mo memang amat berbahaya kalau masih hidup di dunia
ini, sedangkan terhadap Tung hai Sian jin ia hendak
membalas penghinaan yang dilakukan terhadap puteri nya.
Setelah beristirahat karena semalam tidak tidur, pada
siang harinya Bun Sam, Sian Hwa dan Siauw Yang diantar
oleh Thio Kim berangkat menuju ke Ningpo, setelah
menjemput Pun Hui yang masih menanti di dalam kuil di
hutan itu.
Perjalanan dilakukan dengan cepat. Akan tetapi tak
seorangpun di antara mereka tahu bahwa diam diam Thio
Kim telah menyuruh seorang kakitangannya untuk
berangkat lebih dulu tanpa penundaan dan berganti ganti
kuda, untuk menuju ke Ningpo memberitahukan tentang
kedatangan rombongan Thian te Kiam ong ini!
Memang betul seperti pernah dikatakan oleh Lam hai Lo
mo kepada kawan kawannya dalam pembukaan
perkumpulan Sam hiat ci pai di atas Pulau Sam liong to,
bahwa Ciong Pak Sui atau yang biasa disebut Pangeran
Ciong, telah mendapatkan peti rahasia berisi harta benda
peninggalan Kaisar Jengis Khan. Peti ini adalah hasil
rampasan dari dunia barat ketika Kaisar Jengis Khan
menyerang ke barat dan isinya adalah benda benda terbuat
daripada emas permata yang tak ternilai harganya.
Sudah lama murid dari Pat jiu Giam ong ini memang
mengandung cita cita untuk menggulingkan kedudukan
kaisar dan hendak mengangkat diri sendiri menjadi kaisar,
ia merasa telah cukup kuat, karena selain ia sendiri
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
memiliki ilmu silat yang amat tinggi, juga ia mendapat
bantuan orang orang pandai, ditambah pula dengan
penemuan harta benda itu. Untuk memperkuat cita citanya,
ia selain mengadakan hubungan dengan panglima panglima
perang, kepala kepala pasukan yang di sogoknya dan
dijadikan kaki tangannya, juga ia bersekongkol dengan
supeknya Lam hai Lo mo di Pulau Sam liong to. Untuk
maksud ini ia mempergunakan Pulau Sam liong to sebagai
markas besar perkumpulan Sam hiat ci pai yang dibentuk
oleh supeknya. Dan agar memudahkan hubungan pangeran
ini lalu membeli rumah di kota Ning po di pantai utara
sehingga mudah baginya untuk mengadakan kontak dengan
Pulau Sam liong to.
Agar orang tidak menaruh curiga kepadanya, maka
semua pergerakannya ini diselimuti oleh kesukaannya
mengumpulkan kuda kuda yang bagus sehingga
kelihatannya ia pergi ke tempai itu hanya untuk mencari
kuda dan sekalian berpelesir.
Akan tetapi rencana besarnya itu tertunda bahkan ia
tidak dapat datang menghadiri pembukaan perkumpulan
Sam hiat ci pai sebagaimana telah dituturkan di bagian
depan karena dalam perjalanannya menuju ke Ningpo itu,
ia bertemu dengan seorang gadis yang luar biasa, ia
demikian tertarik oleh gadis itu sehingga tiada hentinya ia
berusaha untuk menarik gadis ini sebagai isterinya! Baru
pertama kali ini di dalam hidupnya, pangeran berusia
empatpuluh tahun yang terkenal mata keranjang dan
mempunyai banyak sekali selir selir ini, benar benar jatuh
cinta pada seorang gadis!
Akhirnya jerih payahnya berhasil dan ia dapat menarik
gadis itu menjadi isterinya dan pernikahannya akan
dilangsungkan tak lama lagi. Kota Ningpo menjadi gempar
karena pesta pernikahan yang akan diadakan oleh pangeran
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
ini merupakan pesta yang luar biasa besarnya, melebihi
ramainya pesta menyambut datangya tahun baru! Ciong
Pak Sui tidak sayang membuang uang untuk pesta
pernikahannya ini, sebagai tanda daripada kegirangan
hatinya mendapatkan seorang isteri yang sudah lama
diidam idamkannya.
Tidak saja di ruang depan gedungnya yang amat luas,
juga halaman depan yang lebar sekali itu dipasangi tetarup
dan dihias mentereng sekali. Ratusan orang tamu dari jauh
diundang, bahkan siapa saja yang berada di kota Ningpo
boleh menghadiri pesta ini tanpa undangan! Oleh karena
itu, tidak mengherankan apabila penduduk berjejal jejal
mendatangi Ningpo dan dusun dusun di kitarnya, hanya
untuk menonton dan mendengarkan tetabuhan dan macam
macam permainan yang diadakan untuk meramaikan pesta.
Tiga hari sebelum pesta pernikahan dilangsungkan, siang
malam telah diadakan pesta dan berbagai pertunjukan.
Pangeran Ciong tidak mau menyia nyiakan waktu baik
ini. Di samping mengundang sahabat sahabat jauh untuk
menghadiri pernikahannya, juga ia ingin mengumpulkan
banyak orang gagah untuk diajak bersekutu dalam
melaksanakan cita citanya. Ia tahu bahwa orang orang
gagah sedunia tidak suka dengan pemerintahan Goan tiauw
yang dianggapnya pemerintah asing, dan kalau ia mengajak
mereka untuk menumbangkan pemerintahan ini tanpa
menyatakan akan kehendaknya menjadi kaisar, tentu ia
akan mendapatkan banyak pembantu. Soal pengangkatan
diri sendiri menjadi kaisar, adalah soal mudah setelah
pemerintah dapat ditumbangkan!
Akan tetapi, kebahagiaan yang besar dalam hati Ciong
Pak Sui itu tiba tiba terganggu oleh datangnya pesuruh dari
Thio Kim. Orang kepercayaannya ini sengaja diutus
mewakilinya menghadiri pernikahan Ouw bin cu sekalian
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
untuk mengundang kepada beberapa orang gagah di daerah
itu. Sekarang, Thio Kim belum pulang dan tahu tahu
seorang suruhannya datang membawa warta yang
menggirangkan namun berbareng amat mengagetkan Thian
te Kiam ong dengan isteri dan puterinya akan datang.
Kedatangan mereka bukan hanya untuk menghadiri pesta,
akan tetapi terutama sekali untuk mencari Lam hai Lo mo
dan Tung hai Sian jin!
Dalam kegugupannya, Pangeran Ciong cepat
mendatangkan tokoh tokoh besar dari Pulau Sam liong to
dan mengajak mereka berunding bagaimana baiknya untuk
menghadapi orang orang gagah itu.
“Isteri dan puterinya itu tak perlu dikhawatirkan,” kata
Tung hai Sian jin. Yang penting bagi kita adalah Thian te
Kiam ong sendiri. Ilmu pedangnya bukan main lihainya.”
“Betapapun juga, kalau mereka itu maju bersama dengan
Ilmu Pedang Tee coan Liok kiamsut sukar juga bagi kita
akan dapat mengalahkannya,” kata Lam hai Lo mo sambil
mengerutkan keningnya. Kemudian, kakek yang lihai dan
juga amat cerdik dan curang ini lalu berseri wajahnya yang
buruk dan ia berkata,
“Aku mendapat akal! Harus dilakukan siasat begini....”
Ia lalu bicara kasak kusuk membentangkan siasatnya untuk
memancing Song Bun Sam. Semua orang menyatakan
setuju dan mengangguk angguk. Kemudian tokoh tokoh
besar itu kembali ke Pulau Sam liong to dan pada
pernikahan pangeran itu mereka tidak muncul.
Pada pagi hari sebelum pesta itu dilangsungkan,
datanglah rombongan Thian te Kiam ong. Ciong Pak Sui
sendiri menyambut kedatangan mereka dengan wajah
berseri. Tentu saja ia ber pura pura tidak mengenal Song
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
Bun Sam dan isterinya, melainkan langsung menyambut
Song Siauw Yang.
“Aduh angin manakah yang meniupmu ke sini, nona
Song? Pesta pernikahanku menjadi lebih meriah dan
berbahagia dengan kehadiranmu di sini. Ia menengok
kepada Pun Hui yang berdiri dengan tenang, lalu menjura
dan berkata kepada pemuda itu, “Selamat datang, Liem
taihiap. Aku akan girang sekali kalau dapat melayanimu
bermain catur lagi!”
“Banyak lain hal yang lebih penting daripada bermain
catur, Pangeran Ciong,” jawab Pun Hui tenang. Jawaban
pemuda ini sebenarnya hendak menyatakan bahwa tidak
pantas bermain catur di waktu tuan rumah merayakan hari
pernikahannya, akan tetapi oleh Ciong Pak Sui diterima
keliru. Disangka oleh pangeran ini bahwa Pun Hui
menyindirkan bahwa di sana ada hal hal lebih penting lagi,
seperti misalnya mencari Lam hai Lo mo dan Tung hai Sian
jin. Sampai saat itu, Pangeran Gong masih menganggap
bahwa ilmu silat dari pemuda sasterawan ini tentu jauh
lebih tinggi diri kepandaian nona Siauw Yang yang sudah
begitu lihai.
Sambil memandang kepada Bun Sam dan Sian Hwa,
Ciong Pak Sui pura pura bertanya, “Dan ini siapakah dua
orang sahabat yang gagah perkasa yang datang bersamamu,
nona Song?”
Dengan suara bangga, Siauw Yang memperkenalkan
kedua orang tuanya. “Mereka inilah ayah bundaku,
Pangeran Ciong, harap diperkenalkan!”
Ciong Pak Sui mengangkat kedua tangan dan menepuk
kepalanya. “Ah, sungguh kurang hormat. Gunung Thai san
menjulang tinggi di depan mata, masih tidak mengenalnya.
Thian te Kiam ong dan isterinya yang tersohor di seluruh
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
kolong langit. Maaf, maaf, taihiap berdua.” Kemudian ia
pura pura marah kepada Thio Kim yang berdiri di pinggir.
“Thio Kim, bagaimanakah kau ini? Datang tamu agung
tidak lekas lekas memberitahukan?” Dengan sikap amat
menghormat ia kembali memandang kepada Bun Sam dan
Sian Hwa, lalu berkata dengan senyum membayang di
belakang kumisnya yang gagah.
“Selamat datang Thian te Kiam ong, selamat datang di
rumahku yang buruk. Sudah lama siauwte mengenal nama
taihiap, pendekar terbesar yang telah menjatuhkan banyak
sekali jago jago silat, diantaranya suhuku sendiri sudah
roboh di tanganmu.” Kemudian, melihat pandang mata
Bun Sam menajam, ia cepat cepat mengalihkan pandangan
kepada SianHwa dan menjura.
“Dan inikah pendekar wanita yang sesungguhnya masih
suciku sendiri? Selamat datang, selamat datang, mari
silahkan duduk di kursi kehormatan.” Ia mempersilahkan
mereka duduk di tengah tengah ruangan, di tempat yang
agak tinggi. Memang ia sengaja menyediakan tempat untuk
mereka ini, namun sengaja pula ia membawa Pun Hui dan
Bun Sam di tengah tengah ruang bagian tamu laki laki
sedangkan Siauw Yang dan ibunya duduk di tengah tengah
ruangan bagian tamu wanita. Semua orang memandang
kepada rombongan ini dengan penuh perhatian karena
kawan kawan Ciong Pak Sui yang hadir di situ telah
mendapat bisikan terlebih dahulu dan tuan rumah bahwa
musuh besar akan datang di tempat itu.
Sian Hwa yang memang berhati lemah lembut, merasa
terharu menyaksikan keramahtamahan Ciong Pak Sui dan
diam diam ia memuji tuan rumah ini yang memang benar
masih terhitung sutenya sendiri karena pangeran ini adalah
murid Pat jiu Giam ong. Bagi nyonya ini yang sudah biasa
bergaul dengan golongan bangsawan, tidak kikuk kikuk lagi
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
dan merasa senang. Sebaliknya, Bun Sam merasa tidak
enak hati. Bukankah baru saja tuan rumah
memperkenalkan dia sebagai pembunuh gurunya? Dan tuan
rumah agaknya sama sekali tidak menaruh sakit hati,
bahkan demikian ramahnya.
Ciong Pak Sui sengaja menyuruh selir selirnya untuk
melayani Sian Hwa dan Siauw Yang, adapun dia sendiri
melayani Bun Sam dan Pun Hui. Pernikahan
dilangsungkan beberapa jam lagi, karena waktunya belum
tiba.
“Maaf, Pangeran Gong. Sesungguhnya biarpun kami
amat berterima kasih atas undanganmu yang disampaikan
oleh saudara Thio Kim, akan tetapi kami sebenarnya
mempunyai lain urusan yang lebih penting. Kedatangan
kami ini hendak minta pertolonganmu, yakni menunjukkan
kepada kami di mana adanya Lam hai Lo mo dan Tung hai
Sian jin. Aku ingin sekali bertemu dengan mereka.Menurut
keterangan Thio Kim, kau tahu tempat tinggal mereka.”
Ciong Pak Sui pura pura kaget. “Ah, lancang benar Thio
Kim! Bagaimana aku tahu tempat tinggal mereka? Memang
benar, Lam hai Lo mo adalah supekku dan tak salah kalau
kukatakan bahwa mungkin ia berada di Pulau Sam liong to,
akan tetapi bagaimana aku bisa tahu tempat tinggal Tung
hai Sian jin?”
“Tidak apa, Pangeran Ciong. Kalau kau mengetahui
tempat tinggal Lam hai Lo mo, bagiku sudah cukup.
Benarkah dia berada di Pulau Sam liong to?” tanyanya ragu
ragu karena dari Siauw Yang ia mendapat keterangan
bahwa pulau itu sudah kosong.
“Mungkin sekali, taihiap. Siapa mengetahui tempat
tinggal yang tetap dan supek yang suka berkelana? Akan
tetapi, dia tentu datang di kota ini, karena sudah kuundang.
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
O ya, mengapa sampai sekarang ia belum juga datang? Eh,
Thio Kim!” ia memanggil pembantunya ini. “Tanyakan
kepada penjaga di luar kalau kalau ia telah melihat supek
datang.”
Thio Kim menjawab lalu keluar. Tak lama lagi ia datang
bersama seorang pelayan yang bertugas menjaga pintu
depan. Pelayan itu dengan takut takut memberi hormat dan
berkata, “Siauw ong ya, mohon beribu maaf. Memang ada
datang seorang pesuruh dari Lam hai Lo mo cianpwe
menyerahkan sebuah surat untuk siauw ong ya.”
“Bodoh, mengapa sejak tadi tidak kauberikan
kepadaku?”Ciong Pak Sui membentak.
“Hamba melihat siauw ong ya asyik bercakap cakap
dengan tamu agung, maka hamba tidak herani
mengganggu.”
“Lekas ke sinikan suratnya!”
Setelah memberikan surat itu, pelayan dan Thio Kim lalu
pergi, sesuai dengan rencana mereka. Pangeran itu
membuka surat dan membaca beberapa baris tulisan yang
seperti cakar ayam, dan wajahnya berobah.
“Bagaimana, Pangeran Ciong? Apakah dia akan
datang?” tanya Bun Sam tak sabar melihat perobahan muka
itu.
Ciong Pak Sui menggeleng gelengkan kepala.
“Ah, celaka.... Mari, bacalah sendiri suratnya, taihiap”
Ia memberikan surat itu kepada Bun Sam yang segera
mebacanya.
“LAM HAI LO MO MELIHAT THIAN TE KIAM ONG,
MENANTANG DIA DATANG KE PULAU SAM LIONG
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
TO. KALAU DIA BUKAN SEORANG PENGECUT DIA
AKAN DATANG SENDIRI TIDAK BERKAWAN.”
L
A
M
H
A
I
L
O
M
O
Merah wajah Bun Sam dan sepasang matanya
mengeluarkan sinar marah.
“Iblis tua, kaukira aku takut padamu?” katanya perlahan.
“Taihiap, untuk apa melayani kehendak supek yang
sudah tua dan suka berlaku seperti anak kecil? Harap kau
bersabar dan jangan menurutkan nafsu hati.” Pangeran
Ciong pura pura menghibur dan mencegah kemarahan Bun
Sam.
“Aku harus pergi ke sana sekarang juga. Perkenankan
aku bicara sebentar dengan anak isteriku.”
Ciong Pak Sui lalu mengiringkan Pun Sam menuju ke
dalam dan Sian Hwa dipanggil bersama Siauw Yang,. Pun
Hui dari tempat duduknya memandang dengan penuh
perhatian dan gelisah, tidak tahu apa yang telah terjadi.
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
Bun Sam memberikan surat kepada Sian Hwa dan Siauw
Yang.
“Ayah, mari kita menyerbunya ke sana!” seru Siauw
Yang dengan marah sekali.
“Tidak, Siauw Yang Aku harus pergi sendiri, tidak sudi
aku disangka pengecut!”
“Akan tetapi, orang tua itu penuh akal busuk.
Bagaimana kalau dia menjebakmu?” kata Sian Hwa dengan
hati hati.
Bun Sam tersenyum. “Percayakah kau bahwa iblis tua
itu akan mampu menjebak aku? Tenanglah dan kau
bersama Siauw Yang dan Pun Hui duduklah saja di sini
menghormati pernikahan Pangeran Ciong. Aku takkan
pergi lama asal saja aku bisa mendapatkan perahu yang
baik.”
“Jangan khawatir, taihiap. Tentang perahu biar Thio
Kim yang menyediakan. Sebetulnya kalau bisa, aku sendiri
mengharap agar jangan taihiap melakukan keributan di
sana, akan tetapi aku sebagai orang luar tentu saja tidak
berhak mencampuri urusan ini. Percayalah, isteri dan
puterimu serta muridmu akan aman di sini dan akan
dilayani baik baik sebagaimana mestinya.”
Ciong Pak Sui lalu memanggil Thio Kim dan kepada
orang kepercayaannya ini ia berpesan agar menyediakan
segala keperluan Thian te Kiam ong untuk menyeberang ke
Pulau Sam liong to. Setelah berpamitan kepada anak
isterinya, Bun Sam lalu keluar diantar oleh Thio Kim. Sian
Hwa memandang dengan penuh kecemasan, sedangkan
Siauw Yang memandang dengan penuh kekecewaan karena
tidak boleh ikut.
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
Ketika mereka kembali ke tempat duduk mereka, telah
terjadi hal yang cukup menarik. Pun Hui yang kini duduk
seorang diri di antara semua tamu laki laki, tiba tiba melihat
seorang gadis baju merah memasuki ruang tamu dan
langsung duduk di antara para tamu wanita. Berobah wajah
Pun Hui melihat gadis ini, karena dia mengenal gadis itu
bukan lain adalah Ong Siang Cu, murid Lam hai Lo mo!
Akan tetapi di dalam tempat itu, ia harus berbuat apakah?
Ia ingin memberi ingat kepada Siauw Yang, akan tetapi
tidak pantas sekali kalau ia seorang tamu laki laki pergi
menjumpai seorang tamu wanita di kelompok wanita itu!
Maka ia hanya duduk dengan hati berdebar dan ia
memperhatikan Siang Cu yang duduk hampir tidak
kelihatan di antara tamu tamu wanita.
Mari kita ikuti perjalanan Song Bun Sam, pendekar
perkasa yang gagah berani itu. Benar saja, Thio Kim dapat
mempersiapkan sebuah perahu yang amat baik, yang telah
ada di pinggir laut. Bun Sam lalu mendayung perahunya ia
telah tahu dari Siauw Yang arah dari pulau pulau Chousan
itu dan tahu di mana adanya Pulau Sam liong to.
Cuaca bersih sekali dan ombak tidak ada. Laut tenang
seperti air telaga. Bun Sam mendayung perahunya cepat
cepat dan tidak menghiraukan cahaya matahari yang mulai
naik tinggi. Hatinya penuh gairah, ingin sekali ia lekas lekas
bertemu muka dengan musuh besarnya. Selain hendak
membinasakan manusia berbahaya itu, juga ia hendak
memaksanya mengaku tentang pembunuhan yang
dilakukan oleh kakek itu kepada Pangeran Kian Tiong dan
Puteri Luilee, menculik puteri mereka. Apakah puteri itu
yang kini menjadi muridnya seperti yang diceriakan oleh
Pun Hui?
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
Dengan pukulan dayung yang luar biasa kuatnya,
sebentar saja Bun Sam telah melewati “barisan batu
karang” yang amat berbahaya. Namun bagi Bun Sam,
halangan ini dianggapnya remeh belaka. Setiap kali
perahunya hendak membentur bukit karang, dengan
dayungnya ia dapat menolak karang itu dan membuat
perahunya meluncur terus, berlenggak lenggok melalui batu
batu karang yang berbahaya itu. Kemudian serombongan
ikan hiu menyerangnya. Namun dengan tenang sekali Bun
Sam mencabut pedang dan sekali tubuhnya menyambar,
empat ekor ikan hiu putus kepalanya dan tubuh mereka
mengambang di permukaan laut menjadi keroyokan kawan
kawannya! Bun Sam mendayung terus, kini terlihat olehnya
deretan pulau pulau kecil. Dengan hati mantap ia
mendayung perahunya ke kanan, menurut petunjuk dan
Siauw Yang karena puterinya itu sudah berpengalaman di
atas laut kepulauan ini.
Pulau ke tujuh di sebelah kiri Pulau Kura kura, pikir Bun
Sam. Setelah melihat adanya sebuah pulau berbentuk Kura
kura, ia lalu membelok ke kiri, menuju pulau ke tujuh di
sebelah kiri pulau itu.
Setelah perahunya tiba di dekat Pulau Sam liong to, tiba
tiba Bun Sam melihat dua benda mengambang di
permukaan laut. Tertimpa sinar matahari, dua benda itu
terlihat seperti dua ekor ikan kehitaman dan ketika ia
mendayung perahunya mendekat, tenyata bahwa dua benda
itu adalah dua….. mayat manusia! Ia terkejut sekali dan
cepat mendekatkan perahunya.
Setelah perahunya menyentuh dua mayat itu, hampir
baja Bun Sam menjerit.Mayat mayat itu bukan lain adalan
jenazah jenazah dan Mo bin Sin kun dan Yap Than Giok!
“Suthai ! Thian Giok.... Bagaimana kalian sampai
menjadi seperti ini….?” Dengan air mata bercucuran Bun
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
Sam mengangkat dua jenazah yang sudah hampir rusak
semua pakaiannya itu ke dalam perahunya secepat mungkin
ke pulau itu. Setelah menyeret perahunya ke atas pulau,
Bun Sam lalu memondong dua jenazah itu ke tengah pulau,
tanpa memperdulikan sekelilingnya, ia tidak takut akan
serangan gelap, karena seluruh perhatiannya dicurahkan
kepada dua jenazah itu. Satelah mencari tempat yang baik,
ia lalu menggali tanah untuk mengubur jenazah jenazah itu.
Bun Sam bekerja keras, tidak memperdulikan banyak
pasang mata yang mengintainya dan balik balik batu karang
dan pohon. Bukan dia tidak tahu bahwa ada orang lain
yang mengintai, namun ia hendak menyelesaikan pekerjaan
ini lebih dahulu. Dadanya terasa panas membakar, karena
ia dapat menduga siapakah yang telah membunuh dua
orang yang ia sayang ini.
“Lam hai Lo mo, tunggulah saja kau....” berkali kali
bibirnja bergerak gerak mengancam.
Bun Sam merasa heran ketika hendak mengubur kedua
jenazah itu, ia melihat tanda tapak tiga jari merah di atas
jidat mereka. Tanda apakah itu? Namun dengan hati ngeri
ia dapat mengerti bahwa tanda itu ditimbulkan oleh
pukulan tiga jari tangan yang mempergunakan tenaga
lweekang mujijad dan warna merah itu akibat dari
semacam racun jahat yang dipergunakan pada jari jari yang
memukulnya!
“Jahanam benar, siapa lagi kalau bukan Lam hai Lo mo
yang dapat mempergunakan ilmu sejahat ini?” katanya di
dalam hati, kemudian dengan penuh hormat ia mengubur
dua jenazah itu ke dalam dua lubang yang dibuatnya.
Baru saja ia selesai menimbuni lobang lobang itu dengan
tanah, terdengar suara ketawa seperti ringkik kuda, akan
tetapi Bun Sam tetap tidak gentar dan melanjutkan
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
menimbuni tanah kuburan itu dengan tenang. Tiba tiba
berlompatan beberapa orang dari balik batu karang dan
pohon pohon, dan mereka ini dengan sikap mengancam
lalu mengurung Bun Sam yang masih berlutut di depan
kuburan Mo bin Sin kun sebagai penghormatan terakhir.
“Ha, ha, ha, Song Bun Sam. Jangan menghentikan
pekerjaanmu, kau masih harus menggali dua lobang lagi.
Ha, ha, hi, hi, hi,!” terdengar seorang di antara mereka
ketawa besar. Ia ini adalah Lam hai Lo mo si kakek
buntung yang pada saat itu wajahnya lebih menyeramkan
lagi daripada biasanya sehingga kawan kawannya sendiri
menjadi ngeri melihatnya.
Dengan tenang dan perlahan Song Bun Sam bangkit dan
berlutut. Sepasang matanya melirik ke kanan kiri seperti
seekor harimau terkurung. Sepasang mata yang tajam ini
sekarang seakan akan mengeluarkan cahaya berani
sehingga setiap orang yang dipandangnya menjadi bergidik.
Bun Sam memutar tubuhnya lambat lambat dari kiri ke
kanan sambil menatap wajah orang orang yang
mengurungnya seorang demi seorang, ia pertama tama
melihat wajah Tung hai Sian jin dan Bong Eng Kiat, dan
wajah pendekar besar ini bersinar girang dan juga gemas,
girang karena tak disangkanya ia menemukan dua orang
yang telah menghina puterinya, dan gemas karena ternyata
bahwa Tung hai Sian jin dan puteranya telah bersekutu
dengan Lam hai Lo mo pula. Kemudian ia melihat seorang
musuh besar lain, yakni Sam thouw hud didampingi oleh
seorang hwesio lain yang belum dikenalnya. Hwesio itu
sesungguhnya adalah Ang tung hud, yang memegang
tongkatnya yang lihai, Sam thouw hud telah pula bersiap
dengan sepasang senjatanya, yakni Kim liong pang dan
kebutan, sedangkan Tung hai Sian jin juga sudah
memegang tongkat kepala naganya, Eng Kiat biarpun
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
merasa gemar melihat Thian te Kiam ong, namun pemuda
ini sudah mencabut pedangnya.
Pandangan mata Bun Sam terus memutar ke kanan dan
ia melihat lima orang tua. Ia tidak tahu bahwa lima orang
tua ini bukan lain adalah See San Ngo sian, lima orang
dewa dari Tibet yang semua mengenakan jubah hijau.
Paling akhir pandangan matanya bertemu dengan Lam hai
Lo mo sendiri diam diam Bun Sam bergidik. Tak
disangkanya bahwa Lam hai Lo mo masih hidup dan kini
melihat musuh besar yang seakan akan bangkit kembali dan
kubur itu, ia merasa ngeri juga. Wajah kakek ini sudah
rusak dan sebelah kakinya buntung, namun kakek itu masih
menyeringai menyeramkan dan wajahnya membayangkan
kekejaman yang lebih hebat dari pada dahulu.
Akan tetapi yang membuat wajah Bun Sam seketika
menjadi pucat sekali adalah ketika ia melihat seorang
pemuda terbelenggu dan dipegang lengannya oleh kakek
buntung ini, karena pemuda itu bukan lain adalah
puteranya sendiri, Song Tek Hong! Biarpun keadaannya
tidak berdaya sama sekali namun pemuda ini masih
kelihatan bersemangat dan tidak gentar sedikit pun juga.
“Tek Hong….!” Bun Sam berseru, kemudian ia
memandang kepada kakek buntung itu dengan mata
bernyala.
“Ha, ha, heh, heh, heh! Bukankah tadi kukatakan bahwa
kau harus menggali dua lubang lagi? Untuk puteramu dan
untukmu sendiri, karena kau dan dia pasti akan mampus di
sini kalau kalian tidak mau menurut kepada perintahku!”
Mendengar ucapan ini, Bun Sam yang berotak cerdik
maklum bahwa puteranya itu hendak dijadikan “alat
pemerasan” oleh Lam hai Lo mo. Ia merasa heran
bagaimana puteranya tiba tiba telah terjatuh ke dalam
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
tangan mereka ini, bukankah menurut Pun Hui, puteranya
ini telah pergi meninggalkan Pulau Sam liong to?
Tentu pembaca juga merasa heran mengapa Tek Hong
telah terlawan oleh Lam hai Lo mo dan untuk mengetahui
akan hal ini, baiklah kita mengikuti pengalamaanya.
Sebagaimana telah dituturkan di bagian depan, Tek Hong
merasa hancur hatinya oleh pengakuan gadis yang amat
menarik hatinya, yaitu Siang Cu, bahwa gadis itu murid
terkasih Lam hai Lo mo dan bahwa guru dan murid itulah
yang membakar rumah orang tuanya di Tit le!
Penuh kebencian timbul dalam hati Tek Hong terhadap
Lam hai Lo mo. Pembakaran rumah masih tidak amat
menyakitkan hati karena seperti juga ayah bundanya
pemuda ini tidak begitu terikat oleh harta dunia, dan
musnahnya rumah berikut barang barangnya tidak begitu
disusahkannya. Akan tetapi perbuatan kejam dan Lam hai
hai Lo mo yang telah membunuh para pelayannya
membuatnya marah sekali. Dan terutama sekali kalau ia
mengingat akan keadaan Siang Cu, nona yang dikasihinya
dan yang telah terperosok ke dalam lumpur kejahatan
karena suhunya yang seperti iblis itu, benar benar membuat
hati Tek Hong diliputi penuh kebencian dan dendam.
“Lam hai Lo mo iblis tua, untuk perbuatanmu terhadap
Siang Cu, aku harus membalas dan mengadu nyawa
dengan kau!” berkali kali Tek Hong berkata seorang diri
dengan penuh kegemasan ketika ia telah siuman kembali
dan pingsannya setelah ditinggal pergi oleh Siang Cu seperti
yang telah dituturkan di bagian depan.
Tek Hong sudah tahu bahwa tempat tinggal Lam hai Lo
mo bersama muridnya adalah di atas Pulau Sam liong to
dan pada waktu ia tiba di pulau itu, kakek itu sedang keluar
dari kepulauan itu, demikian pula Siang Cu. Sesudah kakek
itu telah membakar rumah orang tuanya, dan telah berpisah
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
dari Siang Cu, kemana lagi perginya kakek itu kalau tidak
kembali ke pulaunya? Perbuatan kakek itu membakar
rumah orang tuanya sedikitnya menunjukkan bahwa kakek
itu masih gentar menghadapi ayahnya. Kakek itu
membakar rumah, membunuh pelayan pelayan sewaktu
orang tuanya tidak ada di rumah. Setelah melakukan
perbuatan pengecut itu, tentu kakek itu lebih gentar lagi
akan pembalasan ayahnya dan tempat sembunyi terbaik
agaknya hanyalah di Pulau Sam liong to.
Oleh karena berpikir demikian, Tek Hong lalu cepat
menuju ke Sam liong to. Pertama tama, karena adiknya
belum dapat ditemukan dan mungkin sekali masih berada
di sekitar Kepulauan Couwsan. Kedua kalinya, ia hendak
mencari Lam hai Lo mo, untuk mengadu nyawa dengan
kakek itu karena hatinya sakit bukan main kalau teringat
akan keadaan Siang Cu, gadis yang amat dicintanya.
Dalam kemarahannya yang sebagian besar timbul dari
kepatahan hati karena sikap Siang Cu yang biarpun telah
mengaku mencintanya namun tetap hendak memusuhi
keluarga Song. Tek Hong menjadi nekad dan kurang hati
hati. Ia seharusnya maklum bahwa ilmu kepandaian Lam
hai Lo mo terlalu kuat baginya. Namun ia tidak gentar
menghadapi iblis tua itu dan tanpa berpikir panjang lagi ia
lalu mendayung perahu dan menuju ke Pulau Sam liong to.
Akan tetapi apa yang menantinya di pulau itu? Bukan
lain adalah perkumpulan Sam hiat ci pai, lengkap dengan
semua anggauta pengurusnya. Begitu ia mendaratkan
perahunya di pulau itu, ia menghadapi Lam hai Lo mo
yang dikawani oleh Tung hai Sian Jin, Bong Eng Kiat, Sam
thouw hud, Ang tung hud, dan See san Ngo Sian.
“Lam hai Lo mo, iblis tua penghuni neraka jahanam!
Aku datang untuk mengambil kepalamu!” Tek Hong
membentak tanpa memperdulikan yang lain ketika ia
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
melihat seorang kakek berwajah buruk dengan kaki hanya
sebelah.
Lam hai Lo mo belum pernah bertemu dengan Tek
Hong, maka ia lebih merasa terheran heran daripada
marah.
“Eh, eh, orang muda yang sombong, kau siapakah?”
tanyanya sambil memandang dengan bibir tersenyum
menyeringai dan mata membayangkan pandangan rendah.
Akan tetapi Tung hai Sian jin sudah tertawa bergelak lalu
menjawab pertanyaan Lam hai Lo mo ini,
“Putera Thian te Kiam ong sudah datang menyerahkan
nyawa, kau masih tanya lagi dia siapa? Inilah Song Tek
Hong, putera dari Song Bun Sam.”
Lam hai Lo mo tertegun mendengar ini. Diam diam ia
merasa kagum sekali terhadap keberanian pemuda putera
musuh besarnya, akan tetapi berbareng juga heran mengapa
putera musuh benarnya begini bodoh dan sembrono, masih
begitu muda, akan tetapi berani mati mendatangi Pula Sam
liong to! Timbul keinginan tahunya, maka sambil masih
tersenyum senyum kakek ini bertanya,
“Song Tek Hong, kau datang datang menyatakan hendak
mengambil kepalaku yang tua ini dengan alasan apakah?”
“Tua bangka siluman! Pertama tama kau telah
membakar rumah orang tuaku secara pengecut dan
membunuh pelayan pelayan kami. Kedua kalinya karena
kau telah menyeret Siang Cu ke dalam lumpur kejahatan.
Dosamu ke dua ini tak boleh diampuni lagi!” Sambil
berkata demikian TekHong mencabut pedangnya dan cepat
melakukan tusukan maut.
Lam hai Lo mo demikian heran sehingga ia tidak
menangkis, hanya cepat mengelak. Lompatannya dengan
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
satu kaki itu diam diam membuat Tek Hong kagum, karena
kegesitan kakek ini tidak kalah oleh orang yang berkaki
dua.
“Nanti dulu! Kau menyebut nyebut nama muridku, ada
hubungan apakah antara kau dan dia??”
Merah wajah Tek Hong, akan tetapi memang dasar ia
seorang pemuda jujur dan tabah, tanpa ragu ragu ia
menjawab, “Aku cinta kepadanya dan ia suka padaku, akan
tetapi kau siluman tua menjadi penghalang dan perusak
kebahagiaan kami. Kau telah menyeret namanya ke dalam
lumpur kejahatan dan memaksa dia tanpa sebab memusuhi
keluargaku!” Kembali Tek Hong menyerang dengan
pedangnya.
“Anak musuh bssar datang, bunuh dia habis perkara!”
tiba tiba Tung hai Sian jin berseru marah melihat pemuda
yang nekad itu. Ia telah memutar senjatanya hendak
menyerang Tek Hong, akan tetapi Lam hai Lo mo
mencegahnya sambil berseru,
“Jangan turun tangan, biar aku mencoba
kepandaiannya!” Kakek buntung ini lalu menggerakkan
tongkat bambunya menangkis pedang di tangan Tek Hong.
Lam hai Lo mo mempuayai maksud tertentu dalam
pencegahannya kepada kawan kawannya tadi. Ia hendak
mengukur sampai di mana kelihaian Ilmu Pedang Tee coan
Liok kiam sut dan dari pemuda ini hendak mengukur
kehebatan ilmu pedang Thian te Kiam ong. Di samping itu
masih mempunyai pikiran lain karena memang otak dari
kakek ini amat lihai dan licin.
Adapun Tek Hong yang sudah marah dan nekad, terus
mendesak kakek buntung itu dengan penuh nafsu. Ia tidak
memperdulikan keselamatan diri sendiri asal dapat
membunuh kakek ini ia akan merasa puas. Tek Hong bukan
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
tidak tahu bahwa keadaannya amat berbahaya Kehadiran
Tung hai Sian jin, Sam thouw hud dan Ang tung hud di
situ, tiga tokoh yang sudah ia rasai kelihaian mereka, berarti
bahwa ia telah memasuki gua harimau dan sarang naga.
Namun nafsunya untuk mengadu nyawa dengan Lam hai
Lo mo mengalahkan segala kekhawatiran dan ia menyerang
tanpa gentar sedikitpun juga.
Jilid XXVIII
TEE COAN LIOK KIAM SUT atau Enam Ilmu Padang
Lingkaran Bumi adalah ilmu pedang ciptaan mendiang Bu
tek Kiam ong (Raja Pedang Tiada Bandingnya) guru Song
Bun Sam. Ilmu pedang ini ada enam bagian dan setiap
bagian terdiri dari tujuh belas jurus sehingga seluruhnya ada
seratus dua jurus. Akan tetapi setiap jurus dapat dipecah
pecah lagi dan banyak variasinya yang dapat dipergunakan
untuk mengimbangi lawan yang bagaimana lihaipun juga.
Biarpun semenjak kecil Tek Hong dan Siauw Yang telah
mendapat gemblengan dari ayah mereka, namun mereka
tetap saja tidak dapat menguasai seluruh ilmu pedang yang
luar biasa ini. Dibandingkan dengan Siauw Yang, Tek
Hong bahkan masih kalah banyak variasinya, dan kalah
lincah sungguhpun dalam hal mempergunakan tenaga
lweekang dalam ilmu pedang ini, Tek Hong masih menang
dari Siauw Yang.
Kini pemuda itu sedang marah dan dengan penuh
semangat dan nafsu ia menyerang Lam hai Lo mo.
Sebaliknya kakek buntung ini memang hendak mengukur
sampai di mana kehebatan ilmu pedang keluarga musuh
besarnya, maka ia sengaja mundur sambil menangkis atau
mengelak. Akan tetapi, sebentar saja ia menjadi terkejut
sesali karena ia telah terkurung oleh sinar pedang lawannya
dan terdesak hebat sekali!
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
“Lihai benar....!” serunya dan kini kakek buntung ini
tidak berani main main lagi. Ia cepat mengerahkan tenaga
dan membalas dengan serangan serangan dari tongkat
bambunya yang amat ganas.
Memang tidak mengherankan apabila Lam hai Lo mo
dapat mengimbangi ilmu pedang yang dimainkan oleh Tek
Hong, karena selain kakek ini banyak menang dalam hal
pengalaman, juga Lam hai Lo mo memang seorang ahli
silat yang termasuk kawakan dan menduduki tingkat nomor
satu. Kepandaiannya boleh disejajarkan dengan kepandaian
mendiang Kim Kong Taisu, Mo bin Sin kun, Pat jiu Giam
ong, Tung hai Sian jin dan tokoh tokoh besar lain. Bahkan
kepandaiannya boleh dibilang paling ganas dan berbahaya.
Apalagi semenjak ia kalah oleh Bun Sam, kakek yang sudah
buntung itu melatih diri sehingga ia makin lihai saja apalagi
dalam hal tenaga lweekang.
Tek Hong tidak merasa heran melihat perobahan ilmu
tongkat dan lawannya, ia sudah menduga sebelumnya
bahwa Lam hai Lo mo merupakan lawan yang amat
tangguh, bahkan iapun sudah mengira bahwa belum tentu
ia akan dapat menangkan kakek ini. Namun, pemuda ini
seakan akan sudah membuta dalam sakit hatinya teringat
akan keadaan Siang Cu, ia tidak menakuti apapun juga.
Semangat dan keberanian Tek Hong membuat ilmu
pedangnya menjadi jauh lebih kuat daripada biasanya Sinar
pedangnya bergulung gulung dan biarpun ia belum dapat
memainkan pedang selihai ayahnya, namun pedangnya
telah merupakan enam lingkaran yang menyambar dari
segala jurusan dan membuat Lam hai Lo mo tiada habisnya
memuji, ia harus mengerahkan seluruh kepandaiannya
untuk dapat mengimbangi permainan pedang lawannya
yang amat muda ini dan pertempuran itu berjalan hebat
sekali. Berpuluh jurus lewat dan kedua orang jago muda
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
dan tua itu saling desak dan saling serang dengan hebatnya.
Kalau Lam hai Lo mo mengagumi ilmu pedang lawannya
yang benar benar amat luar biasa, adalah di lain fihak Tek
Hong diam diam harus mengakui bahwa kakek buntung itu
merupakan lawan yang paling tangguh yang pernah
dihadapinya. Tongkat di tangan kakek itu biarpun hanya
terbuat dari bambu, namun sotelah dimainkan seakan akan
berobah menjadi benteng baja yang sukar sekali ditembusi
oleh pedangnya.
“Hebat....! Lihai sekali ilmu pedang ini....!” berkali kali
Lam hai Lo mo memuji.
Tung hai Sian jin dan yang lain lain melihat pertempuran
itu, menjadi tidak sabar. Apalagi Tung hai Sian jn yang
sudah tahu benar akan kelihaian Lam hai Lo mo menjadi
heran dan penasaran, ia dapat melihat bahwa kalau kakek
buntung itu mau mengeluarkan ilmu ilmunya yang paling
lihai, pemuda ini biarpun tangguh, tentu akan dapat
dirobohkan. Akan tetapi mengapa agaknya kakek buntung
itu ragu ragu untuk membunuh lawannya? Ia cukup tahu
akan tingkat kepandaian Tek Hong, karena ia pernah
melawan pemuda ini. Maka iapun dapat memastikan
bahwa Lam hai Lo mo pasti akan dapat mengalahkan Tek
Hong kalau saja kakek buntung itu menghendaki. Akan
tetapi mengapa kakek itu mengulur ulurkan pertempuran
dan tidak segera menjatuhkan tangan maut? Tiba tiba Tung
hai Sian jin teringat mengapa kakek buntung ini tidak mau
menggunakan ilmu pukulan Sam hiat ci hoat? Berpikir
sampai di sini, Tung hai Sian jin tiba tiba ingin sekali
mencoba ilmu pukulan yang baru ia pelajari ini. Ia segera
menggerakkan tongkat kepala naganya, menyerampang
kedua kaki TekHong sambil bertera keras,
“Membunuh monyet muda ini, apa sih sukarnya?”
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
Tek Hong cepat melompat ke atas. Keadaannya sudah
terdesak oleh Lam hai Lo mo kini kalau Tung hai Sian jin
turun tangan, benar benar amat berbahaya. Namun ia tidak
gentar bahkan memaki keras.
“Siluman tua yang curang! Majulah kalian semua, aku
Song Tek Hong tidak takut!”
Akan tetapi, kata katanya ini disambut oleh pukulan
hebat dari Tung hai Sian jin yang telah mempergunakan
ilmu pukulan Sam hiat ci hoat yang luar biasa. Tek Hong
terkejut dan Lam hai Lo mo berteriak,
“Jangan bunuh dia!”
Namun terlambat kesemuanya itu, karena biarpun Tek
Hong mencoba untuk mengelak, kedudukannya sudah
terjepit oleh desakan Lam hai Lo mo. Tiga buah jari tangan
Tung hai Sian jin menyerempet jidatnya dan pemuda itu
roboh tanpa dapat mengeluarkan suara lagi. Pedangnya
terlempar dan ia pingsan.
Ketika Tung hai Sian jin melihat pemuda itu belum
binasa, ia melangkah maju dan hendak mengirim pukulan
Sam hiat ci hoat untuk menamatkan riwayat pemuda itu.
Akan tetapi Lam hai Lo mo juga melompat maju dan
mencegahnya.
“Tung hai Sian jin, jangan bunuh dia!”
Tung hai Sian jin membatalkan niatnya dan ia
memandang kepada Lam hai Lo mo sambil menuding ke
arah tubuh pemuda itu lalu bertanya,
“Lam hai Lo mo, kalau tidak dibunuh dia ini habis mau
diapakankah?”
Lam hai Lo mo tersenyum. Tentu saja tidak ada
sedikitpun rasa kasihan dalam hatinya terhadap Tek Hong.
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
Akan tetapi sejak tadipun ia telah mendapatkan pikiran
yang amat baik,
“Sabar, saudaraku yang baik. Kebencianku terhadap
keluarga Song jauh melebihi sakit hatimu kepada mereka.
Akulah orangnya yang akan merasa senang sekali
menyisikan kehancuran mereka. Akan tetapi bukankah ada
ujar ujar kuno yang menyatakan bahwa seorang yang cerdik
dan bijaksana tidak akan hanyut oleh perasaan kebencian
dan nafsu? Aku bukan seorang cerdik, akan tetapi aku
bercita cita dan hendak kupergunakan dia ini untuk menarik
keuntungan sebesarnya.”
“Apa maksudmu?” pertanyaan ini tidak saja diajukan
oleh Tung hai Sian jin, bahkan yang lain lain juga
mendekati kakek buntung itu dan ingin tahu apakah
rencana Lam hai Lo mo selanjutnya.
“Nanti dulu,” jawab Lam hai Lo mo, “sebelum aku
bercerita, lebih baik dia ini dihindarkan lebih dulu dan
ancaman maut.” Baiknya pukulan Tung hai Sian jin dalam
penggunaan Ilmu Sam hiat ci hoat belum sehebat Lam hai
Lo mo dan tadi pukulannya agak meleset sehingga nyawa
Tek Hong masih dapat tertolong. Lam hai Lo mo
memasukkan obat penawar ke dalam mulut Tek Hong,
kemudian ia mengurut urut jidat yang ada tanda tiga jari
merah itu sehingga lambat laun tanda itu lenyap. Nyawa
Tek Hong tertolong. Akan tetapi Lam hai Lo mo segera
menotoknya dan membelenggu kedua tangannya di
belakang tubuh.
“Nah, sekarang dengarlah kalian. Kita bersama sudah
menyaksikan betapa hebat ilmu pedang dari pemuda ini.
Dia yang masih begini muda sudah dapat mengimbangi
kepandaian kita dengan ilmu pedangnya. Apalagi kalau
ilmu pedang itu dimainkan oleh Thian te Kiam ong
ayahnya....“
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
“Aku tidak takut,” seru Tung hai Sian jin marah.
Lam hai Lo mo tersenyum menyeringai “Aku pun tidak
takut. Apa yang perlu kita takuti? Setelah adanya Sam hiat
ci pai, kita tidak mengenal takut. Akan tetapi cita cita kita
bersama adalah cita cita besar yang membutuhkan tenaga
bantuan sekuat kuatnya. Kita boleh pancing datang Song
Bun Sam dan dengan puteranya di tangan kita, dia bisa
berbuat apakah? Apalagi, menurut pengakuan pemuda ini
yang kupercaya kejujurannya, antara dia dan muridku ada
pertalian kasih sayang, inipun merupakan ikatan yang baik
sekali....”
Terdengar Eng Kiat menggumam marah. Tung hai Sian
jin maklum akan kehendak puteranya maka ia berkata,
“Lam hai Lo mo, antara muridmu dan puteraku sudah
ada pertalian jodoh....!”
Lam hai Lo mo kembali tersenyum. “Bukankah dia lebih
suka kepada puteri Thian te Kiam ong? Kalau pemuda ini
sudah berada di tangan kita, apa salahnya memaksa Thian
te Kiam ong menyerahkan puterinya kepada pureramu itu?”
Berseri wajah Eng Kiat mendengar ucapan ini. “Ayah,
kata kata Lam hai locianpwe betul juga.”
Demikianlah, mereka telah bersepakat untuk
mempergunakan Tek Hong sebagai umpan dan
sebagaimana telah dituturkan di bagian depan, Song Bun
Sam telah mendarat di Pulau Sam liong to dan setelah
menguburkan jenazah Mo bin Sin Kun dan Yap Thian
Giok, pendekar besar ini mendamaikan dirinya terkurung
oleh barisan Sam hiat ci pai yang membawa Tek Hong
sebagai tawanan!
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
“Song Bun Sam, apakah kau tuli dan tiba tiba menjadi
gagu? Kau telah terkurung oleh Sam hiat ci pai dan kau
tentu akan mati, akan tetapi terlebih dahulu puteramu ini
yang akan kubikin mampus kalau kau tidak mau menurut
perintahku. Pilihlah, mau mati bersama puteramu atau
hidup dan menuruti perintahku?” demikian Lam hai Lo mo
mengulangi kata katanya ketika Bun Sam seperti tidak
melayaninya dan pendekar ini hanya memandang kepada
puteranya yang ia tahu berada di bawah pengaruh totokan
dan dibelenggu sehingga tak berdaya sama sekali. Otaknya
sedang diputar mencari jalan untuk menolong puteranya
itu.
“Lam hai Lo mo, ternyata bahwa iblis iblis jahat telah
menyelamatkan nyawamu. Setelah dengan keji kau
membunuh guruku Mo bin Sin kun dan saudaraku Yap
Thian Giok, kau masih ada kehendak keji yang mana lagi
yang hendak kau sampaikan padaku?” Suara Thian te Kiam
ong terdengar tenang dan biasa saja, sama sekali tidak
terlihat bahwa ia sedang marah besar. Hal ini menunjukkan
bahwa Bun Sam telah dapat mengatur perasaan dan dapat
menguasai nafsunya sendiri.
Lam hai Lo mo tertawa bergelak. “Kau mau
mendengarkan kata kataku? Baik, baik, bagus! Itu tandanya
bahwa kau masih belum ingin mati dan masih mau melihat
puteramu hidup! Kau menuduh aku keji. padahal
sebaliknya aku bermaksud baik sekali padamu, Thian te
Kiam ong. Dengarlah, diantara putramu ini dan murid
perempuanku terdapat jalinan cinta kasih suci murni,
karena itu kau harus mengijinkan puteramu ini menjadi
suami muridku, Ong Siang Cu Bagaimana keputusanmu?
Kalau kau menolak, berarti kau dan puteramu harus mati di
sini.”
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
“Teruskanlah, Lam hai Lo mo.Masih ada lagikah syarat
syaratmu untuk membebaskan aku dan puteraku?” tanya
Bun Sam dengan senyum di wajahnya yang masih tampan
dan gagah, akan tetapi senyum itu tidak menyedapkan hati
Lam hai Lo mo karena baginya seperti senyum seorang
dewasa mendengarkan obrolan seorang anak kecil.
“Jangan kau memandang ringan, Thian te Kiam ong.
Aku bicara sungguh sungguh. Bukan hanya itu syaratnya,
ada lagi. Yang ke dua, kau harus mengijinkan puterimu
menikah dengan Bong Eng Kiat, putera dari Tung hai Sian
jin. Bukankah itu baik sekali? Anak anakmu menjadi jodoh
murid dan putera orang segolongan, bukan orang
sembarangan. Baik muridku maupun putera Tung hai Sian
jin cukup pantas menjadi mantu mantumu.”
Bukan main mendongkolnya hati Bun Sam, ia tadinya
bermaksud memberi hajaran kepada Tung hai Sian jin dan
puteranya atas penghinaan mereka terhadap Siauw Yang
dan kini hendak dipaksa memberikan Siauw Yang kepada
putera Tung hai Sian jin!
“Hanya itukah? Atau masih ada lagi?” tanyanya
menahan kemendongkolan hati.
“Kaulihat sendiri, sebagai musuh besarmu, seorang yang
telah kausiksa dan kaubikin sengsara sehingga keadaanku
menjadi begini macam, aku masih berlaku amat murah hati
kepadamu! Dua syarat syaratku tadi cukup pantas, dan
syarat ke tiga juga demi kebaikan kita bersama. Setelah kau
menerima syarat perjodohan kedua anak anakmu, sudah
sewajarnya kita sebagai besan besan bekerja sama dan
bersatu padu dalam mewujukan cita cita yang tinggi. Kau
harus menjadi anggauta dari Sam hiat ci pai dan membantu
perjuangan kami.”
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
Kembali Bun Sam merasa hawa panas naik ke dadanya,
akan tetapi dengan kuatnya ia dapat menekan kembali
hawa itu memasuki pusarnya.
Tiba tiba Tek Hong yang semenjak tadi mendengarkan
percakapan itu, berkata keras,
“Ayah! Jangan mendengarkan dan percaya kepada
mereka! Siauw Yang telah ditawan oleh Tung hai Sian jin
dan perkumpulan mereka jahat sekali.”
Akan tetapi dengan penuh ketenangan Bun Sam tidak
memperduliksn seruan puteranya, bahkan bertanya kepada
Lam hai Lo mo,
“Jadi, kau menghendaki aku membantu perjuangan Sam
hiat ci pai? Akan tetapi apakah cita cita perjuangan
perkumpulan aneh itu?”
Lam hai Lo mo tertawa puas. Ia mengira bahwa
pendekar pedang ini tentu masih sayang akan nyawa sendiri
dan nyawa puteranya, maka bertanya demikian penuh
perhatian.
“Song Bun Sam, kau sendiri tahu bahwa Kaisar Gian
tiauw adalah seorang asing. Oleh karena itu, aku yang
bercita cita tinggi lalu membentuk perkumpulan ini untuk
membantu Pangeran Ciong. Tidak berat tugasmu, hanya
bersumpah sebagai anggauta Sam hiat ci pai dan berjanji
setia dan taat kepadaku!”
“Sudah cukup, kau tentu mau menerimanya, bukan?”
tanya Lam hai Lo mo sambil memandang tajam segala
gerak gerik dan sikap Bun Sam.
“Syarat pertama tentang perjodohan puteraku dan
muridmu, belum dapat kujawab sekarang karena aku belum
pernah bertemu dengan muridmu itu. Kalau kelak ternyata
bahwa antara mereka memang ada pertalian cinta kasih
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
seperti yang kau katakan dan aku melihat bahwa muridmu
itu cukup baik. tentu akupun tidak keberatan. Akan tetapi
syarat kedua tentang perjodohan puteriku dengan putera
Tung hai Sian jin, dengan jelas kutolak!Mereka telah berani
mengganggu puteriku yang baiknya dapat membebaskan
diri, dan untuk hal itu saja mereka harus dihukum.
Bagaimana aku sudi menerima puteranya menjadi
menantuku? Demikian pula syarat ke tiga, aku tidak sudi
menjadi anggauta perkumpulanmu dan tidak mau pula
membantu apa yang kausebut cita cita Pangeran Ciong!”
Bun Sam bicara dengan tegas akan tetapi di dalam
hatinya ia merasa khawatir sekali. Kecurigaan dan
ketidakpercayaannya kepada Pangeran Ciong ternyata
terbukti. Tidak saja pangeran itu bersekongkol dengai Lam
hai Lo mo, bahkan agaknya pangeran itu yang menjadi
kepala! Ia tahu bahwa putera dan puterinya yang berada di
tempat pangeran itu tentu tidak aman sebagaimana yang
mereka kira.
Lam hai Lo mo dan Tung hai Sian jin marah sekali
mendengar penolakan penolakan itu, terutama sekali Tung
hai Sian jin yang terang terangan dihina oleh Bun Sam.
“Song Bun Sam, kau tidak melihat bahwa puteramu
telah berada di tanganku dan nyawanya sewaktu waktu
dapat kucabut? Apakah kau tidak melihat bahwa kau telah
terkurung oleh dewan pengurus Sam hiat ci pai? Apakah
kau tidak ingat bahwa sekalipun gurumu Mo bin Sin kun
sendiri, karena hendak membikin kacau di sini telah
menemui maut bersama muridnya? Penolakan
penolakanmu itu berarti keputusan hukum mati bagi kau
dan puteramu!” Lam hai Lo mo mengancam.
“Nyawa berada di tangan Tuhan, Lam hai Lo mo! Iblis
Tua dan Laut Selatan, pernah kau mendengar sajak dari
pujangga Locu yang berbunyi demikian? Langit dan Bumi
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
serta segala isinya berasal dari ADA, adapun ADA berasal
dari TIADA! Kalau orang nengetahui awalnya, ia akan
selamat!Mengapa aku harus takut mati?”
Mendengar ini, Lam hai lo mo dan yang lain lain
menjadi agak bingung.Memang ucapan Thian te kiam ong
ini agak aneh dan seperti tidak keruan susunannya. Akan
tetapi Tek Hong yang mendengarnya, tiba tiba berpikir
keras. Pemuda ini memang semenjak kecil sudah hafal akan
segala ujar ujar kuno dan Locu dan Khong Cu. Tentu saja
ujar ujar Locu yang tani diucapkan oleh ayahnya itu, ia
kenal baik. Mengapa ayahnya hanya mengucapkan ujar
ujar itu bagian belakangnya atau akhirnya saja? Dan
mengapa ayahnya tadi berkata bahwa kalau orang
mengetahui awalnya, ia akan selamat? Bagaimana bunyi
awalan ujar ujar itu?
“Berbalik adalah pergerakan Tao.
Kelemahan adalah kegunaan Tao.
Langit dan Bumi serta segala isinya
Berasal dari ADA.
Adapun ADA berasal dari TIADA!”
Dengan demikian, ayahnya bermaksud bahwa dia harus
tahu tentang “Berbalik dan Kelemahan!” Tentu saja yang
dimaksudkan oleh ayahnya itu adalah dia sendiri, karena
bukankah di samping ayahnya, dia orangnya yang
menghendaki selamat karena nyawanya terancam bahaya?
Otak Thian te Kiam ong memang cerdik, dan
kecerdikannya itu menurun kepada anak anaknya. Tek
Hong memiliki pula kecerdikan luar biasa, maka ujar ujar
Locu yang dipergunakan oleh Bun Sam sebagai sindiran ini,
dapat ditangkap maksudnya, ia maklum bahwa ia berada di
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
bawah pengaruh totokan dari Lam hai Lo mo dan untuk
membebaskan totokan itu, ia harus dibebaskan totokannya
di bagian punggung, yakni di jalan darah Tai hui hiat.
Ayahnya menghendaki agar supaya ia berbalik diri dan
menghadapkan punggungnya ke arah ayahnya!
Akan tetapi, ia berada di bawah pengawasan Lam hai Lo
mo dan lain lain tokoh Sam hiat ci pai yang amat lihai
maka sedikit saja ia membuat pergerakan, tentu mereka
akan menaruh curiga. Oleh karena ini, sebelum tokoh tokoh
Pulau Sam liong to itu menyatakan sesuatu atas ucapan
Bun Samtadi, ia berseru kepada ayahnya,
“Ayah, mengapa masih melayani mereka? Melihat pun
aku sudah merasa muak!” Sambil berkata demikian, dengan
sikap jijik Tek Hong lalu membalikkan tubuhnya,
membelakangi Lam hai Lo mo dan ayahnya!
Tadi ketika ia menggali tanah dan mengubur jenazahMo
bin Sin kun dan Yap Thian Giok pada telapak tangan Bun
Sam masih menempel tanah lempung. Dalam pertemuan
dan percakapannya dengan Lam hai Lo mo, ia diam diam
membersihkan kedua telapak tangannya dari tanah liat itu
akan tetapi ia tidak menbuang tanah liat itu, melainkan
menggulung gulungnya menjadi tiga butir bola tanah kecil
kecil. Hal ini dilakukan hanya untuk mengumpulkan
senjata rahasia guna menghadapi tokoh tokoh lihai itu akan
tetapi kini ia dapat mempergunakannya untuk menolong
anaknya. Girang sekali hatinya melihat kecerdikan Tek
Hong yang kini tanpa menimbulkan kecurigaan telah
membalikkan tubuhnya.
Secepat kilat Bun Sam mengayun tangannya dan sebutir
bola tanah yang menyambar tepat mengenai jalan darah Tai
hui hiat di punggung Tek Hong. Seketika itu juga, bebaslah
Tek Hong dari pengaruh totokan dan ia dapat
menggerakkan tubuhnya lagi. Berkat latihannya yang tekun
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
dan gemblengan ayahnya yang tak kenal lelah, sekaligus ia
dapat memulihkan kembali tenaganya dengan jalan
mengatur napas ia memekik keras dan putuslah tali tali
yang mengikat kedua tangannya!
Sebaliknya, begitu melihat sambitan dari tangan Bun
Sam mengenai punggung Tek Hong, tahulah Lam hai Lo
mo dan yang lain lain akan hal yang terjadi cepat sekali
tadi. Yang berdiri terdekat dengan Tek Hong adalah Lam
hai Lo mo dan Tung hai Sian jin, maka keduanya bergerak
cepat hendak menyerang Tek Hong.
Bun Sam tidak tinggal diam. Begitu sambitan pertama
mengenai sasaran dan puteranya teleh terbebas, ia
mengayun tangannya lagi dan kini dua butir bola tanah
melayang ke arah Lam hai Lo mo dan Tung hai Sian jin.
“Kerahkan tenaga Kim kong!” seru Bun Sam.
Semua terjadi dalam saat yang cepat. Lam hai Lo mo
memukul dengan Ilmu Pukulan Sam hiat ci hoat ke arah
jidat Tek Hong, sedangkan pemuda itu otomatis menurut
petunjuk ayahnya, mengerahkan tenaga Kim kong yang
telah dilatihnya baik baik Sehingga hawa dan dalam
pusarnya naik ke atas melindungi jalan jalan darah di tubuh
bagian atas terutama di kepalanya. Sementara itu, sebutir
bola tanah melayang ke arah pangkal lengan Lam hai lo mo
tepat mengenai jalan darah sehingga kakek ini pukulannya
tidak sehebat yang dikehendakinya. Adapun butiran bola
tanah kedua melayang ke arah Tung hai Sian jin sehingga
kakek ini terkejut sekali dan terpaksa mengelak dan
karenanya serangannya terhadap Tek Hong dibatalkan!
Akan tetapi, karena Lam hai Lo mo memang lihai,
pukulan bola tanah yang mengenai pangkal lengannya tidak
dapat menahan pukulannya dan tiga buah jari tangannya
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
mengenai jidat Tek Hong! Pemuda itu berteriak dan roboh
terguling dalam keadaan pingsan!
Akan tetapi, sebelum Lam hai Lo mo atau yang lain lain
sempat turun tangan menewaskan Tek Hong, Bun Sam
sekali berkelebat telah berada di dekat Tek Hong dan
pedangnya menyambar, merupakan sinar kuning. Pedang
ini adalah Oei giok kiam (Pedang Kemala Kuning) yaitu
pedang isterinya yang dipinjamnya karena pedangnya
sendiri, yakni Kim kong kian telah dibawa pergi oleh Siauw
Yang.
Gerakan pedangnya ini demikian hebatnya sehingga
Lam hai Lo mo dan Tung hai San jin tidak berani
menyambut dan terpaksa melonpat mundur, Bun Sam
menyambar tubuh puteranya dan melompat ke arah pantai,
dikejar oleh Lam hai Lo mo dan kawan kawannya.
Sebenarnya, Bun Sam melarikan diri bukan karena takut,
akan tetapi hendak mencari tempat yang baik. Ia tidak
gentar untuk menghadapi keroyokan mereka, akan tetapi ia
khawatir kalau kalau Tek Hong akan dibunuh selagi ia
masih sibuk menghadapi mereka. Setelah tiba di tepi pantai,
karena para pengajarnya tetap saja tidak dapat
menyusulnya, ia melemparkan tubuh puteranya yang masih
pingsan itu ke pinggir laut dan dengan gagah ia menanti
datangnya para pengejar. Kini ia boleh merasa lega karena
tak mungkin musuh musuhnya itu mengganggu Tek Hong
yang terlindung oleh air laut dari belakang.
“Thian te Kiam ong, kau benar benar bosan hidup!”
teriak Lam hai Lo mo marah sekali. Semua kawannya telah
siap siaga dan dengan sikap mengancam mereka mulai
mendekati Bun Sam.
“Lam hai Lo mo, tak usah banyak cerita lagi. Mari
segera kita mulai membereskan perhitungan antara kita.”
Sambil berkata demikian, mata Bun Sam memandang
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
dengan kecerdikan luar biasa untuk meneliti keadaan tanah
di sekitarnya dan untuk mengukur jarak, dengan girang ia
melihat bahwa tanah di pantai itu cukup keras dan rata
sehingga ia tidak perlu khawatir lagi. Di dalam pertempuran
menghadapi pengeroyokan demikian banyak orang lihai, ia
tentu takkan sempat memperhatikan keadaan tanah yang
diinjaknya dan hal ini amat berbahaya bagi seorang yang
dikeroyok karena sekali kaki salah berpijak, dapat
mendatangkan bahaya.
“Sam hiat ci tin (Barisan Tiga Jari Berdarah), serbu....!”
Lam hai Lo mo memberi komando sambil memutar
tongkatnya. Kakek ini memang masih merasa gentar
menghadapi Bun Sam yang di waktu masih muda sekali
telah mengalahkannya, maka tentu saja ia tidak berani maju
sendiri dan memberi komando itu.
Serentak kawan kawannya memutar senjata dan maju
menyerang Bun Sam. Bong Eng Kiat tidak mau ketinggalan
dan maju dengan siang kiam (sepasang pedang). Akan
tetapi, begitu Bun Sam memutar pedangnya dan tubuh
pendekar ini berkelebatan seperti naga menyambar,
terdengar suara keras dan sebatang pedang di tangan kanan
Eng Kita terbang pergi entah ke mana! Juga Koai kiam
sian, orang ke empat dari See san Ngo sian yang memegang
pedang aneh, merasa telapak tangannya tergetar dan sakit.
Memang, dalam menghadapi senjata senjata lawan yang
langsung menanggung akibat benturan pedang yang luar
biasa gerakannya itu adalah lawan lawan yang memegang
pedang pula Tentu saja hal ini juga terutama bergantung
kepada tingkat kepandaian lawan itu dan diantara mereka
semua, yang boleh dibilang masih kurang kepandaiannya
hanyalah Bong Eng Kiat, maka pedangnya ketika terbentur
lalu terlempar jauh. Sebaliknya, Koai kiam sian sudah
cukup tinggi kepandaiannya sehingga ia tidak sampai harus
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
melepaskan pedangnya. Namun tetap saja telapak
tangannya terasa sakit sehingga ia menjadi terkejut sekali.
Belum pernah ia bertemu dengan lawan setangguh ini, yang
dalam sekali bentur saja sudah dapat menggetarkan
tangannya.
Memang gerakan pedang dari Bun Sam amat luar biasa.
Kalau orang lain, setiap kali pedang terbentur dengari
senjata lawan, tenaga gambarannya berkurang banyak.
Akan tetapi, keistimewaan ilmu pedang Bun Sam adalah
setiap kali pedangnya terbentur dengan senjata lawan, ia
malah dapat “mencuri” tenaga lawannya dan pedangnya
membalik, untuk menghadapi lain pengeroyokan dengan
tenaga lipat ganda!
“Eng Kiat, kau mundur....” seru Tung hai Sian jin
kepada puteranya, karena ayah ini amat sayang kepada
putranya dan ia tahu bahwa menghadapi orang seperti
Thian te Kiam ong bukanlah hal yang boleh dibuat main
main, Lam hai Lo mo dan yang lain lain tidak merasa sakit
hati mendengar Tung hai Sian jin menyuruh puteranya
mundur karena memang Eng Kiat bukan anggauta
pengurus Sam hiat ci pai dan pemuda itu tak dapat banyak
diharapkan dalam pengeroyokan ini.
Lam hai Lo mo merasa yakin bahwa kali ini ia dan
kawan kawannya pasti akan dapat merobohkan Thian te
Kiam ong, karena mustahil mereka sembilan orang yang
berkepandaian tinggi tidak mampu mengalahkan seorang
lawan saja, biar seorang lawan selihai Thian te Kiam ong
sekalipun, maka ia memutar tongkat bambunya dengan
cepat mempergunakan tangan kanan sedangkan tangan
kirinya melancarkan serangan serangan Sam hiat ci hoat
yang merupakan tangan maut menjangkau nyawa!
Bun Sam maklum bahwa ia menghadapi keroyokan
orang orang yang rata rata sudah memiliki kepandaian luar
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
biasa. Gerakan senjata mereka mendatangkan angin keras
dan setiap pukuan lawan merupakan ancaman maut. Akan
tetapi ia tidak menjadi gentar dan segera mengeluarkan
ilmu pedangnya yang selama ini belum pernah menemui
tandingan, yakni Tee coan Liok kiam sut. Pedangnya
seakan akan berobah menjadi enam batang dan gerakannya
menimbulkan enam gulungan sinar pedang yang
menyambar ke sana ke mari, menangkis setiap serangan
lawan dan sebaliknya juga mengirim serangan serangan
pembalasan yang tak kalah hebatnya ia tahu bahwa kali ini
ia harus mengadu nyawa, karena kalaupun ia sempat
melarikan diri, tak mungkin ia dapat membawa tubuh
puteranya yang masih pingsan. Tentu saja ia lebih baik
menghadapi maut daripada meninggalkan puteranya, di
samping ini, keangkuhannya sebagai seorang pendekar
besar tidak mengijinkan ia meninggalkan musuh musuhnya.
Bukan main ramainya pertempuran itu. Hebat dan
dahsyat sekali, dan jarang terjadi pertempuran antara ahli
ahli sekian banyaknya. Di antara para pengeroyok, hanya
dua orang saja yang mempergunakan tangan kosong, yakni
Pat jiu sian dan Sin kun sian, orang pertama dan ke tiga dari
See san Ngo sian. Mereka memiliki ilmu silat tangan
kosong yang istimewa dan dalam menghadapi pedang
Thian te Kiam ong, mereka memperlihatkan kegesitan,
mengganti ganti ilmu silat mereka dan kadang kadang
melancarkan pula pukulan Sam hiat ci hoat yang sudah
mereka pelajari baik baik.
Lima puluh jurus telah lewat dan belum seorangpun di
antara para pengeroyoknya yang berhasil melukai Bun Sam.
Mereka menjadi penasaran sekali, karena kalau mereka
tidak mampu mengalahkan Bun Sam, hal ini merupakan
sesuatu yang amat memalukan.Masa sembilan orang tokoh
besar dari Sam hiat ci pai yang mereka banggakan tidak
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
mampu mengalahkan seorang lawan saja? Mereka segera
mendesak makin rapat dan Bun Sam harus bekerja makin
keras, bergerak makin cepat dan memutar pedang makin
kuat lagi. Pendekar besar ini maklum bahwa kalau
diteruskan begini, akhirnya ia akan kalah juga, karena ia
yang lebih dulu akan kehabisan tenaga. Kecepatan
pedangnya jauh berkurang dalam menghadapi sembilan
orang lawan, karena ia harus membagi bagi gerakannya
dalam menyerang untuk dipergunakan mengelak atau
menangkis datangnya senjata lawan yang seperti hujan itu.
Thian te Kiam ong Song Bun Sam memutar otak
mencari jalan keluar. Apalagi ia masih diganggu oleh rasa
khawatir memikirkan keadaan isterinya dan Siauw Yang
serta Pun Hui yang masih berada di rumah Pangeran Ciong
Pak Sui yang ternyata adalah musuh yang berbahaya pula.
Pemusatan pikiran untuk mencari akal dan
kekhawatirannya membuat gerakannya agak lambat. Hal
ini tidak disia siakan oleh Lam hai Lo mo dan kawan
kawannya yang merangsek makin kuat sehingga sebentar
saja Thian te Kiam ong terdesak hebat. Hampir saja tongkat
bambu di tangan Lam hai Lo mo mengenai sasaran ketika
tongkat ini menusuk dada Bun Sam. Baiknya Bun Sam
masih sempat menggerakkan tubuh dan memutarnya
miring sehingga terdengar kain robek. Ketika ujung bambu
itu menerobos pinggir iga dan merobek bajunya!
“Ha, ha, ha, Thian te Kiam ong, di mana kelihaian ilmu
pedangmu yang diturunkan oleh Bu tek Kiam ong? Ha, ha,
ha, sebentar lagi kau akan mampus, juga puteramu! Dan
kau tahu bahwa isteri dan puterimu juga takkan terluput
daripada kematian? Ha, ha, heh, heh!”
Ucapan terakhir ini benar benar menambah kebingungan
Bun Sam karena persangkaannya ternyata benar, yakni
bahwa isteri dan puterinya terancam bahaya, ia makin kalut
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
dan terdesak hebat dan agaknya benar seperti diramalkan
oleh Lam hai Lo mo, sebentar lagi ia akan roboh. Namun
Ilmu Pedang Tee coan Liok kiam sut memang benar hebat
dan patut disebut raja sekalian ilmu pedang. Ilmu pedang
ini seakan akan sudah mendarah daging dalam tubuh Bun
Sam sehingga biarpun pikirannya kalut, namun gerakannya
seperti otomatis dan ilmu pedang ini amat kuat melindungi
tubuhnya dari semua serangan para pengeroyoknya.
Baik kita tinggalkan sebentar keadaan Bun Sam yang
terancam bahaya maut dalam pengeroyokan sembilan
orang tokoh Sam hiat ci pai di Pulau Sam liong to itu.Mari
kita menengok keadaan Siauw Yang, Sian Hwa dan Pun
Hui yang masih duduk di ruang tamu yang kini penuh
dengan tamu untuk menyaksikan pernikahan Pangeran
Ciong Pak Sui. Betul betulkah keadaan mereka terancam
bahaya seperti yang dikhawatirkan oleh Bun Sam?
Kelihatannya tidak demikian, karena Sian Hwa dan
Siauw Yang masih duduk di ruang bagian wanita. Bercakap
cakap gembira dengan tamu tamu lain sungguhpun di
dalam hatinya, Sian Hwa amat mengkhawatirkan keadaan
suaminya dan Siauw Yang masih kecewa sekali karena
tidak boleh ikut ayahnya. Liem Pun Hui yang tadinya
masih terheran heran mengapa tiba tiba Bun Sam
meninggalkan ruangan dan tidak nampak kembali, kini
sedang memperhatikan seorang gadis baju merah yang
duduk tidak jauh dari temnat Siauw Yang dan ibunya.
Gadis ini adalah Ong Siang Cu, murid Lam hai Lo mo.
Diam diam Pun Hui merasa amat gelisah melihat gadis
yang amat hebat ini.
Biarpun kelihatannya tiga orang ini tidak terancam
bahaya sesuatu, namun sesungguhnya diam diam Pangeran
Ciong sudah mengatur bersama kawan kawannya untuk
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
menyerbu mereka apabila pernikahannya sudah
dilangsungkan. Pangeran ini tidak mau merusak
kebahagiaannya dengan pertempuran dan setelah upacara
pernikahannya selesai, barulah ia akan bertindak. Untuk
keperluan ini, kawan kawannya yang banyak terdapat di
ruang itu sudah siap sedia, diatur oleh Thio Kim Si Tangan
Seribu.
Lucunya, baik Pangeran Ciong Pak Sui maupun Thio
Kim Si Tangan Seribu, memperkuat betul betul persiapan
untuk mengeroyok Pun Hui karena pangeran dan
pembantunya ini masih selalu mengira bahwa pemuda ini
lebih lihai dan berbahaya dan pada Siauw Yang.
Tak lama kemudian, upacara pernikahan itu pun
dilangsungkan. Sepasang pengantin sudah mulai menuju ke
meja sembahyang untuk bersembahyang. Pangeran Ciong
kelihatan tersenyum senyum girang dan semua orang yang
melihat bentuk tubuh pengantin wanita serta melihat wajah
di balik tirai halus yang melindungi mukanya, menjadi
kagum dan memuji bahwa mempelai itu cantik sekali.
“Bi sin tung Thio Leng Li....!” tiba tiba terdengar Pun
Hui berseru heran ketika ia mengenal mempelai wanitanya.
“Dia Leng Li....!” Siauw Yang berseru lebih keras lagi
karena gadis inipun tidak pernah mengira bahwa calon
isteri Pangeran Ciong adalah Thio Leng Li, puteri dari Sin
tung Lo kai Thio Houw, tokoh besar dan ketua dan Ang sin
tung Kai pang di wilayah barat saluran.
Pengantin wanita itu ketika mendengar seruan seruan
ini, nampak terkejut dan otomatis menyingkap tudung
mukanya. Kini, nampak kelihatanlah wajahnya dengan
jelas dan memang dalam hiasan dan pakaian pengantin ia
kelihatan cantik manis. Pertama tama pandang matanya
mencari Pun Hui dan ketika ia melihat pemuda itu berdiri
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
di antara para tamu, berobah wajahnya. Untuk sesaat Leng
Li berdiri memandang ke arah Pun Hui, kemudian seperti
seorang yang malu malu ia membalikkan tubuh dan
memandang ke arah Siauw Yang. Gadis puteri Thian te
Kiam ong ini saking herannya sudah bangkit berdiri.
“Nona Song Siauw Yang....!” Leng Li berseru girang
ketika mengenal gadis perkasa itu.
Akan tetapi, setelah nama ini disebut, sesosok bayangan
merah berkelebat dan ternyata gadis baju merah yang
semenjak tadi telah memperhatikan Siauw Yang dan Sian
Hwa, dengan melompati beberapa orang tamu wanita yang
duduk menghalanginya, kini telah berdiri di depan Siauw
Yang dan memandang dengan mata menyelidik.
“Hm, jadi inikah puteri Thian te Kiam ong yang tersohor
lihai? Kebetulan sekali, telah lama kucari dan engkau dan
sekarang setelah bertemu, biarlah kucoba kelihaian
pedangmu!” kata Siang Cu gadis baju merah itu sambil
mencabut pedangnya yang mengeluarkan cahaya kehijauan,
yakni pedang Cheng hong kiam.
Siauw Yang dan Sian Hwa terkejut sekali ketika tiba tiba
melihat seorang gadis baju merah yang sekali berdiri dan
menantang.
“Eh, eh, siapakah kau? Apakah kau telah terlalu banyak
minum arak dan menjadi sinting?” Siauw Yang menegur
heran dan marah.
Siang Cu tersenyum sindir dan dengan suara marah pula.
Ia menjawab, “Aku Ong Siang Cu murid Lam hai Lo mo.
Sudah lama ingin sekali kubuktikan apakah nama besar
keluarga Song bukankah nama kosong belaka.”
Bukan main terkejut dan marahnya Siauw Yang
mendengar bahwa gadis baju merah yang galak ini adalah
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
murid dari musuh besar ayahnya. Demikian pula Sian Hwa
menjadi kaget sekali, akan tetapi semenjak tadi nyonya ini
hanya duduk di atas bangkunya sambil memandang kepada
Siang Cu dengan mata terbelalak,
“Kau...... kau anak Puteri Luilee.... tak salah lagi....” tiba
tiba Sian Hwa berseru. Bagaimana ia bisa meragukan lagi
bahwa Ong Siang Cu adulah puteri Pangeran Kian Tiong
dan Puteri Luilee? Gadis baju merah ini bentuk mukanya
serupa benar dengan Puteri Luilee, hanya bedanya mata
dari Puteri Luilee berwarna kebiruan, sedangkan mata gadis
ini biasa saja, hitam dan tajam berbentuk indah.
Mendengar ucapan nyonya yang kelihatan cantik dan
gagah itu, Siang Cu tertegun dan tidak tahu apa yang
dimaksudkan oleh nyonya Thian te Kiam ong itu. Akan
tetapi pada saat itu, Pangeran Ciong yang terkejut sekali
mendengar betapa rahasia Siang Cu akan terbuka, segera
berseru,
“Nona Siang Cu, kebetulan sekali! Mereka inilah
keluarga yang telah membikin sengsara suhumu?” Diam
diam ia memberi tanda kepada Thio Kim agar
menggerakkan orang orangnya.
Akan tetapi Siang Cu yang merasa bingung tidak
memperdulikan omongan Pangeran Ciong, bahkan
membentak, “Kau tidak ada sangkut paut dengan
urusanku!” Kemudian ia menghadapi Siauw Yang dengan
pedang di tangan, lalu menantangnya.
“Berani tidak kau mengadu ilmu pedang dengan aku?”
Siauw Yang adalah seorang gadis yang lincah gembira,
akan tetapi juga memiliki kekerasan hati dan keangkuhan
tinggi. Menghadapi tantangan ini ia mencabut Kim kong
kiam dan tersenyum mengejek.
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
“Kau perempuan liar memang patut menjadi murid iblis
tua Lam hai Lo mo. Apakah kau tidak tahu malu dan
begitu tidak tahu aturan sehingga mencari keributan di
tempat pesta?”
“Tutup mulut, pendeknya kau berani atau tidak?” bentak
Siang Cu marah.
“Takut kepadamu? Nanti dulu kawan. Aku Song Siauw
Yang tak pernah takut kepada siapa pun juga. Majulah!”
Siauw Yang sudah memasang kuda kuda dan
mempersiapkan pedangnya lalu menendang dua buah
bangku di depannya Orang orang menjadi gempar dan
banyak tamu wanita sejak tadi telah meninggalkan bangku
mereka.
“Sabar, Siauw Yang....” kata Sian Hwa.
Akan tetapi Siang Cu sudah menerjang dan menyerang
Siauw Yang dengan pedangnya, ditangkis oleh gadis ini
sehingga terdengar suara “Trang....!” dan bunga api berpijar
menyilaukan mata. Tak lama kemudian bangku bangku
dikanan kiri mereka terbang ke sana ke mari karena mereka
tendang.
“Nona Siang Cu, kauhajar nona galak puteri Thian te
Kiam ong itu, biar ibunya dan suhengnya kami yang akan
merobohkannya!” teriak pangeran Ciong dengan gembira
sekali karena dengan adanya Siang Cu, maka keraguannya
lenyap dan ia merasa mendapat tenaga bantuan yang luar
biasa tangguhnya. Pangeran ini maklum bahwa ilmu silat
dari murid Lam hai Lo mo itu lebih lihai dan
kepandaiannya sendiri, maka ia tidak khawatir lagi bahwa
rencananya membasmi keluarga Song akan gagal.
Tanpa memperdulikan kepada pengantinnya, ia lalu
menyambar tombaknya dan bersama Thio Kim dan kawan
kawan lain, ia lalu menyerbu! Pangeran ini memang licik
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
sekali, ia merasa takut untuk menghadapi Pun Hui yang
dianggapnya lebih lihai daripada Siauw Yang, maka ia lalu
menyerang Sian Hwa!
“Suci (kakak seperguruan), kau harus tahu bahwa
penghianatanmu terhadap mendiang suhu harus kautebus
dengan hukuman mati!” kata pangeran itu sambil menusuk
dengan tombaknya. Akan tetapi Sian Hwa sudah siap dan
nyonya yang gagah ini cepat menyambar bangku dan
menangkis serangan tombak itu. Sayang sekali bahwa
pedangnya Pek giok kiam dipinjam oleh suaminya, maka ia
kini bertangan kosong dan hanya mempergunakan bangku
untuk menghadapi lawannya. Sebentar saja ia dikeroyok
oleh tujuh orang kawan Ciong Pak Sui sehingga nyonya ini
dikepung dan hanya mengandalkan ginkangnya untuk
menghindarkan diri dari semua serangan. Bangku di
tangannya sudah hancur dan ia menyambar lain bangku
untuk melakukan perlawanan hebat.
Sementara itu, Thio Leng Li menjadi bengong ketika
melihat betapa tiba tiba Siauw Yang dan ibunya dikeroyok
oleh calon suaminya dan banyak tamu membantu pangeran
itu. Timbul tidak senangnya terhadap Pangeran Ciong yang
dikiranya seorang gagah perkasa, kaya raya dan budiman
itu. Lebih lebih lagi kagetnya ketika ia melihat belasan
orang dipimpin oleh Thio Kim Si Tangan Seribu yang
dikenalnya sebagai orang kepercayaan calon suaminya,
mengurung dan menyerbu ke arah Pun Hui dengan tangan
memegang senjata.
Seorang di antara kawan Thio Kim yang maju
mengeroyok Pun Hui, mempergunakan toya nya untuk
mengemplang kepala pemuda itu. Sebagaimana diketahui,
biarpun ia telah diangkat sebagai murid oleh Sin pian Yap
Thian Giok, namun Pun Hui belum pernah mempelajari
ilmu silat dari gurunya itu.Memang benar bahwa semenjak
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
ia melakukan perjalanan bersama Siauw Yang, gadis itu
banyak memberi petunjuk dan melatih ilmu silat padanya.
Akan tetapi oleh karena kurang kesempatan dan pula
memang selamanya belum pernah Pun Hui belajar ilmu
silat ia lebih banyak mengerti teorinya daripada prakteknya.
Namun ia telah mengerti cara bagaimana untuk mengelak
dan serangan toya itu, maka tergopoh gopoh ia melompat
ke kiri. Malang baginya, karena kepandaiannya masih
rendah sekali, lompatannya kaku dan ia menabrak meja
sehingga jatuh terguling! Melihat ini Thio Kim terheran
heran. Benarkah apa yang dilihat? Bagaimana diserang toya
begitu saja pemuda itu dalam mengelak sampai menabrak
meja dan terguling guling, seakan akan pemuda itu sama
sekali tiduk mengerti ilmu silat? Ketika melihat Pun Hui
mengaduh aduh sambil merangkak bangun, tak tertahan
lagi Thio Kim tertawa bergelak dengan hati geli sambil
memegangi perutnya. Tak disangkanya bahwa suheng dari
puteri Thian te Kiam ong yang disegani dan ditakuti, bukan
saja oleh dia sendiri melainkan juga oleh Pangeran Ciong,
ternyata hanyalah seorang lemah yang agaknya hanya kuat
dalam hal bermain catur!
Akan tetapi suara ketawa dari Thio Kim ini tidak lama
karena tiba tiba ia mendengar seorarg di antara kawan
kawannya yang mengeroyok Pun Hui menjerit dan roboh
dengan pundak berdarah! Thio Kim cepat menengok dan
ternyata bahwa kawannya itu roboh oleh tongkat di tangan
Thio Leng Li, nona pengantin!
“Eh, keponakanku, mengapa kau menyerang kawan
sendiri?” tanya Thio Kim Si Tangan Seribi ini memang
mengaku Leng Li sebagai keponakannya karena she (nama
keturunan) mereka sama, yakni she Thio. Hal ini ia lakukan
untuk lebih mendekatkan dirinya dengan majikannya,
pangeran Ciong yang mengambil Leng Li sebagai isteri.
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
“Siapa keponakanmu? Tadinya kalian kukira orang baik
baik, tidak tahunya bangsa rendah dan kaki tangan Lam hai
Lo mo yang jahat. Jangan mengganggu pemuda ini kalau
kalian masih sayang jiwa!”
Thio Kim menjadi bingung. Untuk menyerang nona
pengantin ini tentu saja ia tidak berani karena tentu
majikannya akan marah. Maka ia membentak kawan
kawannya supaya mundur dan hanya memandang dengan
bengong dan bingung ketika ia melihat Leng Li mengempit
tubuh Pun Hui dan dibawa lari cepat dari tempat itu!
“Ciong siauw ong ya! Nona pengantin membawa lari
pemuda she Liem!” teriak Thio Kim yang kebingungan.
Pada saat itu, Ciong Pak Sui tengah mendesak Sian Hwa
dan tombaknya telah melukai lengan kanan nyonya perkasa
itu. Ia merasa yakin bahwa sebentar lagi tentu ia dan kawan
kawannya akan berhasil menewaskan isteri dari Thian te
Kiam ong ini. Akan tetapi ketika ia mendengar seruan ini,
ia menjadi kaget heran dan khawatir.
“Kejar dia, paksa kembali! Bodoh kalian!” Namun ia
tidak mau meninggalkan Sian Hwa yang benar benar sudah
payah dan terdesak hebat.
Mendengar ini, Thio Kim lalu memberi aba aba dan
larilah dia keluar bersama sepuluh orang kawannya, ia
maklum bahwa dengan jalan kekerasan ia dan kawan
kawannya akan sanggup membawa kembali Leng Li dan
pemuda she Liem itu, karena kepandaian nona Leng Li
biarpun cukup tinggi, tak mungkin dapat mengimbangi
keroyokan sebelas orang.
Thio Leng Li membawa lari Pun Hui dengan cepat. Ia
tahu akan kelihaian Pangeran Ciong dan akan pengaruh
besar pangeran itu yang mempunyai banyak sekali kaki
tangan, maka kalau sampai ia tersusul oleh mereka, akan
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
celakalah dia. Baru sekarang terbuka matanya bahwa orang
yang tadinya dianggap sebagai orang gagah itu, bukan lain
adalah seorang kawan Lam hai Lo mo yang memusuhi
Thian te Kiam ong pendekar yang amat dikaguminya. Tak
terasa pula sambil berlari, kedua mata Leng Li menjadi
basah. Alangkah buruk nasibnya. Dahulu, pada waktu ia
amat tertarik oleh Pun Hui, ayahnya berlaku kasar dalam
soal perjodohan sehingga ia merasa terhina dan melarikan
diri dari ayahnya. Di dalam perjalanan, ketika ia diganggu
oleh sekawanan perampok, ia bertemu dengan Pangeran
Ciong yang dengan gagah berani membasmi perampok
perampok itu dan mereka berkenalan. Akhirnya Pangeran
itu meminangnya dan karena Leng Li sudah tidak
mempunyai harapan untuk kembali kepada ayahnya, ia
menerima pinangan itu setengah terpaksa.
Dan sekarang.... Ia kembali bertemu dengan Pun Hui
yang hendak dibinasakan oleh orang orang calon suaminya
itu. Dan tidak membantu usaha calon suaminya, bahkan
menolong Pun Hui dan membawanya lari! Semua ini ia
lakukan sesuai dengan perasaan hatinya, dan baru sekarang
ia tahu bahwa ia sebenarnya tidak menaruh hati suka
kepada Pangeran Ciong. Bahwa ia jauh lebih suka kepada
Pun Hui daripada pangeran itu sehingga kini tanpa ragu
ragu ia melindungi PunHui dengan taruhan nyawa.
Ketika gadis ini berlari terus tanpa memperdulikan protes
dari Pun Hui yang berkali kali menyatakan bahwa ia akan
kembali ke rumah Pangeran Ciong untuk melihat keadaan
Siauw Yang dan ibunya, tiba tiba terdengar bunyi derap
kaki kuda dan ternyata bahwa Thio Kim dan kawan
kawannya telah dapat menyusulnya.
“Kita harus menghadapi mereka mati matian,” kata
Leng Li sambil menurunkan Pun Hui. Pemuda ini biarpun
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
tahu akan datangnya bahaya maut, namun ia masih saja
tenang dan tidak takut apa apa.
“Nona, mengapa kau memaksa diri hendak berkorban
untukku? Kau larilah, biar aku menghadapi mereka,” kata
Pun Hui gagah.
Leng Li tersenyum dan di dalam hatinya ia berkata,
“Inilah agaknya yang merupakan daya penarik kuat sekali
dan sasterawan muda ini. Begitu gagah berani dan tabah
sungguhpun tidak memiliki kepandaian silat.” Akan tetapi
pada mulutnya ia berkata,
“Liem siucai, kita adalah kenalan kenalan dan sahabat
sahabat lama, bagaimana aku dapat meninggalkan kau?
Segala cacing busuk seperti mereka itu saja, apanya yang
kutakutkan?” Sambil berkata demikian, Leng Li mencabut
tongkatnya dan berdiri menghadang di jalan melindungi
Pun Hui yang berdiri di belakangnya.
“Leng Li, apakah kau sudah gila? Bagaimana seorang
pengantin membawa lari seorang laki laki musuh calon
suaminya? Hayo lekas kembali dan serahkan pemuda ini
kepada kami.” Thio Kim melompat turun dari kudanya
sambil membentak marah, diikuti oleh sepuluh orang
kawannya.
Leng Li tersenyum menyindir. “Thio Kim, baru sekarang
terbuka mataku dan tahulah aku orang orang macam apa
adanya kau sekalian dan Pangeran Ciong! Siapa sudi
menjadi isterinya? Kembalilah kalian, aku takkan
mengganggu kalian mengingat perkenalan kita yang lalu.
Akan tetapi, kalau kalian memaksa hendak membunuh
Liem siucai yang tiada dosa, terpaksa aku Bi sin tung Thio
Leng Li akan turun tangan dan melakukan tugas sebagai
seorang yang menjunjung tinggi kegagahan, membela si
lemah dan melawan si penindas.”
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
“Ha, ha, kau sombong sekali. Kawan kawan, tangkap
nona pengantin dan bunuh sasrerawan itu!” bentak Thio
Kim dan sebelas orang itu lalu maju menyerbu. Terdengar
suara keras ketika tongkat di tangan Leng Li bergerak
menangkis sekian banyaknya senjata yang diarahkan
kepada Liem Pun Hui, kemudian terjadilah pertempuran
hebat.
Leng Li benar benar berlaku nekat. Biarpun ia telah
memiliki kepandaian yang cukup tinggi namun para
pengeroyoknya juga bukan orang orang lemah. Apalagi
gadis perkasa ini harus melindungi Pun Hui, maka sebentar
saja ia terdesak hebat sekali. Sebaliknya, Pun Hui tak
berdava sama sekali hanya apabila ada seorang di a mara
para pengeroyok itu dapat memisahkan diri dan
menyerangnya, ia mencoba untuk mengelak.
Leng Li benar benar sibuk dan marah sekali. Ia
mendengar teriakan kesakitan dan melihat Pun Hui dibacok
oleh seorang pengeroyok yang memegang golok. Pemuda
itu sudah mencoba untuk mengelak, akan tetapi tetap saja
ujung golok itu menyerempet pundak sehingga pundak dan
kulit dadanya tergurat golok, pakaiannya robek dan pundak
sampai ke dada berdarah.
“Bangsat rendah!” Leng Li berseru dan sekali ia
menggerakkan tubuhnya, ia telah menyerang pemegang
golok itu. Tongkatnya digerakkan cepat sekali. Pemegang
golok menjerit dan roboh dengan dada tertusuk tongkat dan
nyawanya meninggalkan raganya di saat itu juga!
Melihat seorang kawannya tewas, Thio Kim dan yang
lain lain menjadi marah sekali, kalau tadi mereka hanya
menujukan serangan mereka kepada Pun Hui dan terhadap
Leng Li mereka hanya berusaha merampas tongkatnya, kini
mereka menyerang gadis itu! Leng Li harus bekerja lebih
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
teras lagi karena kini benar benar keadaannya amat
berbahaya.
Akan tetapi, kembali ia merobohkan seorang pengeroyok
yang kurang hati hati sehingga orang ini roboh dengan
kepala retak retak terpukul tongkatnya! Pada saat itu,
seorang pengeroyok lain berhasil menyerempet lengan kiri
Leng Li dengan goloknya sehingga terlukalah lengan itu
dan darah mengalir deras. Namun Leng Li tidak menjadi
gentar, bahkan mengamuk makin hebat sehingga kembali
seorang pengeroyok jatuh tersungkur.
“Jangan bunuh dia, bikin dia tidak berdaya agar dapat
kita!” seru Thio Kim berkali kali memperingatkan kawan
kawannya, karena kalau sampai nona ini tewas, ia ngeri
menghadapi kemarahan Pangeran Ciong. Seruan inilah
yang menyelamatkan nyawa Leng Li karena biarpun ia
terdesak hebat, namun lawan lawannya tidak berani
mempergunakan serangan maut.
Kini semua orang tidak memperdulikan Pun Hui dan
semua senjata dipukulkan keras keras untuk membikin
tongkat di tangan gadis perkasa itu terlepas dari pegangan.
Sudah jelas bagi mereka bahwa Pun Hui bukan apa apa dan
kalau nona ini sudah dapat dibuat tak berdaya, apa
sukarnya membunuh sasterawan itu?
Leng Li berusaha mempertahankan tongkatnya, namun
digunting dari kanan kiri oleh sekian banyaknya senjata
lawan, akhirnya ia tidak kuat bertahan lagi dan tongkatnya
dapat direnggut terlepas dari tangannya! Pada saat itu,
sebuah tendangan dari Thio Kim mengenai belakang
lututnya sehingga Leng Li terguling roboh!
“Ha, ha, ha, ringkus dia dan biarkan aku bunuh kutu
buku yang lemah itu!” seru Thio Kim kepada kawan
kawannya dengan hati girang.
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
Akan tetapi suara ketawanya tiba tiba terhenti dan
terdengar suara keras ketika sinar merah menyambar dan
kepala Thio Kim pecah berantakan! Seorang kakek tua
dengan tongkat merah telah berdiri di situ dan sambil
memaki maki tongkat merahnya bergerak ke sana sini
sehingga empat orang pengeroyok tadi roboh dengan kepala
pecah!
Melihat kehebatan kakek yang baru datang ini, gegerlah
kawan kawan Thio Kim, apalagi ketika melihat betapa
dalam beberapa gebrakan saja Thio Kim dan empat orang
lain telah tewas dalam keadaan mengerikan. Yang dua
orang lain telah tewas di tangan Leng Li dan seorang pula
telah terluka, maka kini hanya tinggal tiga orang lagi.
Mereka menjadi ketakutan dan melarikan diri. Akan tetapi,
kakek bertongkat merah itu sekali melompat telah mengejar
dan menyusul mereka dan berbareng dengan berkelebatnya
tongkat merah di tangannya, dua orang itupun roboh
binasa!
“Ayah....!” seru Leng Li dengan girang dan terbaru
ketika ia melihat kakek bertongkat merah itu.
Sin tung Lo kai Thio Houw, ketua dari Ang sin tung Kai
pang itu tertawa bergelak.
“Ha, ha, ha! Puas hatiku! Lihat, Leng Li, mereka semua
mampus, orang orang yang berani sekali mengganggumu
tadi. Aha, kau hendak pulang membawa calon mantuku?
Bagus, bagus! Mari kita pulang dan segera kita merayakan
pernikahanmu dengan dia ini!”
Mendengar ucapan ayahnya ini, Leng Li hendak
membantah, akan tetapi ia menahan kemarahannya. Leng
Li setelah banyak merantau telah dapat merebah wataknya,
tidak amat berkeras hati dan mudah marah seperti dahulu
lagi. Diam diam ia sering merenungkan keadaan ayahnya
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
dan tahulah ia bahwa ayahnya memang seorang berwatak
aneh, namun semua keanehan itu berdasar cinta kasih yang
amat besar kepadanya.
“Ayah, Liem siucai ini perlu ditolong. Dia terluka dan
kalau tadi anak tidak turun tangan, dia tentu akan dibunuh
oleh anak buah Sam hiat ci pai.”
Benar saja dugaan Leng Li, mendengar nama
perkumpulan ini, sekaligus pengemis sakti itu lupa sama
sekali akan urusan perjodohan dan akan pemuda
sasterawan itu,
“Sam hiat ci pai? Perkumpulan apakah bernama
demikian hebat?”
“Perkumpulan itu berpusat di Sam liong to, dipimpin
oleh orang orang seperti Lam hai Lo mo dan Tung hai Sian
jin. Adapun orang orang ini adalah kaki tangan dari
Pangeran Ciong Pak Sui yang merupakan komplotan dari
Sam hiat ci pai.”
Berita ini benar benar mengejutkan hati Sin tung Lo kai
Thio Houw. Perkumpulan yang dipimpin oleh Lam hai Lo
mo dan Tung hai Sian jin, tentu merupakan perkumpulan
yang hebat dan sekarang ia telah membunuh orang orang
perkumpulan itu. Inilah hebat sekali. Biarpun ia merupakan
seorang tokoh besar yang memiliki kepandaian tinggi,
namun nama dua orang itu cukup mengejutkan hati Sin
tung Lo kai Thio Houw.
“Akan tetapi bagaimana kau sampai bisa terkeroyok oleh
mereka?”
“Karena aku hendak menolong Liem siucai ini, ayah,”
“Aah, lagi lagi pemuda ini menimbulkan kehebohan.
Hayo kita pulang, tak perlu kita mencampuri urusan Sam
hiat ci pai. Anehnya, pemuda lemah ini bagaimana sampai
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
bentrok dengan perkumpulan yang dipimpin oleh dua orang
itu?”
“Nanti saja anak ceritakan, ayah! Sekarang lebih baik
kita lekas pulang. Mari Liem siucai, kita pergi ke tempat
aman!” ajaknya kepada PunHui.
Pemuda yang sedang mengusap usap darah yang
mengucur dari lukanya itu menggelengkan kepalanya.
“Tidak, nona Leng Li, aku harus kembali ke sana. Aku
tidak tega meninggalkan Song sumoi dan ibunya yang
terancam bahaya maut.”
“Kau bisa apakah? Kehadiranmu takkan menolong
mereka, bahkan akan menambah beban mereka untuk
melindungimu. Hayo kita pergi dari sini.” Leng Li
mendesak.
“Tidak, biar aku mati bersama mereka, aku tidak mau
lari seperti seorang pengecut.”
“Kau banyak rewel,” bentak Thio Houw marah. “Sekali
anakku bilang pergi, kau harus ikut pergi!” Tanpa menanti
jawaban Pun Hui, Sin tung Lo kai Thio Houw menyambar
tubuh Pun Hui dan mengempitnya. Dalam kempitan kakek
ini, mana Pun Hui bisa bergerak sedikitpun juga?
“Hayo kita pergi, anakku!” kata Thio Houw. Leng Li
tersenyum melihat keadaan Pun Hui dan ia mengangguk.
Maka pergilah ayah dan anak ini, mempergunakan ilmu lari
cepat. Memang Leng Li menganggap bahwa lebih baik
cepat cepat pergi dari tempat itu, karena kalau sampai
Pangeran Ciong dan kawan kawannya mengejar, biarpun di
situ ada ayahnya yang membantu, keadaan mereka amat
berbahaya. Apalagi di sana terdapat murid Lam hai Lo mo.
Kalau tokoh tokoh Sam hiat ci pai sampai datang
membantu Pangeran Ciong, ayahnya sendiripun takkan
berdaya menghadapi mereka yang terkenal lihai dan kejam.
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
Mari kita menengok keadaan Siauw Yang dan Sian
Hwa. Sebagaimana telah kita ketahui, Siauw Yang
bertempur hebat sekali melawan Siang Cu. Kedua orang
gadis ini sama sama hebat, sama sama lincah dan ilmu
pedang mereka sama sama kuat. Memang dalam hal ilmu
pedang, Siauw Yang masih lebih unggul karena memang
ilmu pedangnya Tee coan Liok kiam sut warisan Bu tek
Kiam ong yang ia pelajari dari ayahnya merupakan ilmu
pedang yang menjadi raja segala ilmu pedang di jaman itu.
Namun ia menghadapi Siang Cu yang mempunyai ilmu
pedang yang amat ganas. Sedangkan dalam hal tenaga dan
keringanan serta kecepatan gerakan tubuh, boleh dibilang
keadaan mereka seimbang.
Kim kong kiam di tangan Siauw Yang berobah menjadi
segulung sinar kuning emas, sedangkan Cheng hong kiam
di tangan Siang Cu menjadi gulungan sinar hijau. Dua sinar
pedang itu bergulung gulung seperti dua ekor naga sakti
saling serang atau tengah bercanda. Kadang kadang
nampak berkelebatannya bayangan merah dari pakaian
Siang Cu atau bayangan biru dari baju Siauw Yang. Akan
tetapi jarang sekali kelihatan bayangan dari dua orang gadis
perkasa ini karena tertutup sama sekali oleh sinar pedang
mereka yang dahsyat.
Sebaliknya, Sian Hwa lebih repot daripada Siauw Yang.
Nyonya yang gagah ini tidak saja menghadapi tombak
Ciong Pak Sui yang lihai sedangkan dia sendiri bertangan
kosong, bahkan masih banyak kawan kawan pangeran itu
mengeroyoknya. Namun dengan gagah Sian Hwa
mengamuk terus, mempergunakan bangku bangku dan
agaknya tidak mudah orang merobohkannya biarpun ia
sendiripun tidak mungkin dapat melepaskan diri dari
kepungan.
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
Siang Cu masih saja mengingat ingat ucapan nyonya
Song itu dan hatinya berdebar. Masih berdengung di
telinganya ketika Sian Hwa menyebut nama Puteri Luilee,
sebuah nama yang biarpun tak pernah didengarnya, namun
kedengarannya begitu manis, begitu terkenal, dan
mendebarkan jantungnya! Isteri dari Thian te Kiam ong
menyatakan bahwa dia adalah anak dan Puteri Luilee?
Apakah artinya ini? Namun serangan yang hebat dan Siauw
Yang membuat ia tak sempat melamun terus.
Kemudian, ketika Siang Cu mengerling ke arah Sian
Hwa, ia melihat betapa nyonya itu dikepung dan didesak
hebat oleh Ciong Pak Sui dan kawan kawannya. Merahlah
telinga Siang Cu melihat betapa seorang wanita tua yang
bertangan kosong dikeroyok oleh sekian banyaknya laki laki
yang gagah gagah dan bersenjata tajam! Apa pula kalau ia
ingat bahwa pangeran itu adalah murid keponakan dan
suhunya, sungguh membuat ia menjadi malu sekali! Juga
diam diam ia mengaguni kehebatan ilmu silat Siauw Yang
dan ibunya. Sayang Thian te Kiam ong tidak berada di
tempat itu. Kalau ada, tentu ia akan dapat menjajal ilmu
pedang dari Raja Padang musuh besar suhunya itu.
Melihat betapa Sian Hwa terdesak hebat, Siang Cu lalu
melompat keluar lapangan pertempuran dan berkata kepada
Siauw Yang, “Kalau memang kau gagah, hayo kita
melanjutkan pertempuran di tempat sunyi, jangan di tempat
yang penuh sesak ini. Dan Lebih baik kau menoloog ibumu
lebih dulu, aku menantimu di….” Akan tetapi pada saat itu.
Siang Cu menghentikan kata katanya dan melompat cepat
sekali, mengembatkan pedangnya menangkis tombak Ciong
Pak Sui yang hampir saja menembus dada SianHwa.
“Sungguh tak tahu malu mengeroyok seorang wanita tak
bersenjata!” seru Siang Cu marah dan Pangeran Ciong
terkejut sekali melihat ujung tombaknya telah terbabat
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
putus oleh pedang Siang Cu! Pada saat Siang Cu bicara
tadi, keadaan Sian Hwa amat terdesak. Sebuah pukulan
ruyung dari pengeroyoknya ditangkis dengan bangku itu,
akan tetapi bangku itu hancur sehingga lengannya ikut
teruka dan pada saat itu, tombak di tangan Pangeran Ciong
sudah meluncur dekat. Baiknya Siang Cu datang
menolongnya dan untuk kedua kalinya, Sian Hwa
memandang gadis ini dengan mata kagum serta penuh
keheranan.
Sebaliknya, Pangeran Ciong menjadi kaget dan marah
sekali.
“Nona Siang Cu, bagaimanakah kau ini? Mereka ini
adalah musuh musuh kita yang harus dibasmi habis. Thian
te Kiam ong sendiri sekarang mungkin sudah mampus di
tangan suhumu di Pulau Sam liong to. Bagaimana kau bisa
menghalangiku membunuh isterinya?”
“Urusanku dengan mereka tak mungkin kau campuri
dan urusanmu dengan merekapun aku tidak sudi
mencampuri. Antara kau dan aku tidak ada sangkut paut
sesuatu! Akan tetapi aku tidak suka melihat sekian
banyaknya laki laki gagah bersenjata mengeroyok seorang
wanita setengah tua yang bertangan kosong. Oh,
memalukan sekali!” Kemudian ia menoleh kepada Siauw
Yang dan berkata dengan cemberut dan lagak menantang.
“Masih beranikah kau melawan aku?”
“Bocah sombong! Mari kita bertempur sampai seribu
jurus. Siapa takut padamu?” jawab Siauw Yang marah
sekali.
“Kalau begitu mari kita lanjutkan di pantai laut, jangan
di sini agar tidak ada orang yang mengganggu pertandingan
kita.”
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
Siang Cu melompat, diikuti oleh Siauw Yang yang
mengajak ibunya dan tiga orang wanita perkasa itu
meninggalkan Pangeran Ciong yang berdiri bengong tanpa
berani mengejar. Setelah Siang Cu berdiri di fihak lawan
dan tidak menghendaki ia mengeroyok Sian Hwa, siapa lagi
yang ia andalkan? Apalagi kalau Siang Cu sampai
mempergunakan larangan dengan pedangnya, tentu akan
berbalik bahaya bagi fihaknya. Akan tetapi, kawan
kawannya banyak sekali dan seandainya Siang Cu tidak
mau membantunya, agaknya tak mungkin nona itu akan
membantu fihak musuh. Tidak, ia tak boleh mendiamkan
saja isteri dan anak Thian te Kiam ong melarikan diri.
Pangeran Ciong sedang marah karena mendengar betapa
calon isterinya membawa lari pemuda pelajar itu yang
menjadi suheng dari Siauw Yang. Maka kebenciannya
terhadap keluarga Song makin menghebat dan kini
mengandalkan bantuan kawan kawannya, ia mengambil
keputusan untuk berlaku nekat.
“Nanti dulu, nona Siang Cu! Ibu dan anaknya itu harus
kami tewaskan!” Ia lalu memberi tanda kepada kawan
kawannya, maka menyerbulah lebih dari duapuluh orang
keluar, mengejar Sian Hwa dan Siauw Yang!
“Ibu, pergunakanlah pedang ini!” kata Siauw Yang
sambil menyerahkan pedang Kim kong kiam kepada
ibunya. Akan tetapi Sian Hwa menggelengkan kepalanya.
“Kau lebih lihai berpedang, Siauw Yang, biarlah aku
akan merampas sebatang pedang mereka.” Ibu dan anak ini
lalu berbalik dan berdiri menanti kedatangan para
pengeroyok itu dengan tenang dan gagah. Adapun Siang Cu
membanting banting kaki melihat hal ini. Ia menjadi gemas
sekali.
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
“Orang orang rendah tak tahu malu, kalian lebih baik
mampus semua!” bentak Siang Cu yang merasa marah
sekali melihat betapa Pangeran Ciong dan kawan kawannya
berlaku nekad dan terus mendesak Siauw Yang dan ibunya.
Siang Cu tidak saja menganggap mereka ini
mengganggunya yang hendak mengadu kepandaian
melawan puteri Thian te Kiam ong, akan tetapi terutama
sekali semangat kegagahannya tersinggung melihat betapa
anak buah murid keponakan suhunya berlaku begitu
pengecut. Setelah mengeluarkan bentakan itu, SiangCu lalu
melompat ke depan, memutar pedangnya dan menyerang
Pangeran Ciong dan kawan kawannya!
“Nona Siang Cu, kau gila! Kalau gurumu tahu akan hal
ini, kau tentu akan ditegur!” kata Pangeran Ciong yang
cepat menangkis serangan pedang Siang Cu.
Akan tetapi jawaban Siang Cu hanya menyerang lebih
hebat lagi sehingga Pangeran Ciong Pak Sui terhuyung
mundur dan cepat memutar tombaknya untuk menangkis
serangan pedang yang datangnya bertubi tubi dan
berbahaya sekali itu.
“Aku tidak butuh bantuanmu!” teriak Siauw Yang
marah melihat Siang Cu membantunya. Sambil berteriak ia
terus menyerang Cong Pak Sui dengan ilmu pedangnya
yang kuat dan cepat. Pangeran Ciong yang sedang
terhuyung huyung menghadapi serangan Siang Cu, kaget
sekali melihat sinar kuning emas menyambar
tenggorokannya, cepat ia menangkis dengan tombaknya,
akan tetapi tangannya tergetar dan ia merasa pundaknya
perih sekali karena masih saja pedang Kim kong kiam
membabat kulit pundaknya.
“Siapa sudi membantumu? Aku benci melihat
kecurangannya!” balas Siang Cu yang juga membentak
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
ketus dan pedangnya secepat kilat menusuk ke arah dada
Pangeran Ciong!
Hebat sekali ilmu pedang kedua orang gadis ini kalau
digabung menjadi satu menyerang seorang lawan.
Menghadapi Siang Cu atau Siauw Yang saja Pangeran
Ciong sudah takkan menang, apalagi sekarang diserang
oleh dua orang gadis yang seakan akan berlomba hendak
merobohkannya dan tidak mau saling mengalah,
bagaimana ia sanggup mempertahankan dirinya? Tusukan
Siang Cu cepat sekali dan biarpun sambil berseru kaget ia
miringkan tubuhnya tetap saja pedang itu menyerempet
iganya dan sambil menjerit kesakitan Pangeran Ciong
terjungkal roboh mandi darah. Siauw Yang penasaran
sekali melihat musuhnya lebih dulu merobohkan lawan ini,
maka ia cepat menyusul dengan sabetan pedang pada leher
Ciong Pak Sui. Darah muncrat dan kepala pangeran yang
bercita cita tinggi itu terpisah dari tubuhnya!
Siauw Yang dan Siang Cu sudah saling berhadapan
untuk meneruskan pertandingan, akan tetapi pada saat itu,
Sian Hwa yang masih mengamuk dikurung rapat rapat oleh
belasan orang. Biarpun nyonya yang gagah ini sudah
merobohkan tiga orang pengeroyok dengan sebatang
pedang rampasan, namun keadaannya terdesak hebat
karena lawan lawannya juga orang orang ahli silat tinggi
dan jumlah mereka banyak sekali. Melihat ini, tanpa janji
lebih dulu, Siauw Yang dan Siang Cu menyerbu dan
mengamuk, membabati tubuh para pengeroyok seperti
seorang petani membabat rumput saja.
Tubuh para pengeroyok bergelimpangan. Jerit susul
menyusul dan darah mengalir membasahi rumput. Sebentar
saja enam orang telah roboh tak bernyawa lagi. Para
pengeroyok menjadi terkejut sekali. Apalagi ketika mereka
melihat bahwa Pangeran Ciong Pak Sui tewas, terbanglah
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
semangat mereka meninggalkan raga. Tanpa diberi aba aba
larilah mereka cerai berai mencari keselamatan masing
masing!
“Apakah kau masih penasaran dan hendak melanjutkan
pertandingan?” tanya Siauw Yang. Betapapun juga, ia
merasa bahwa gadis aneh berbaju merah itu telah menolong
dan membantu dia dan ibunya.
“Tentu saja! Kaukira aku akan melepaskan kau? Hayo
kita pergi ke pantai, di sana kita takkan terganggu orang
lain.” Setelah berkata demikian. Siang Cu terus berlari cepat
meninggalkan Siauw Yang dan Sian Hwa menuju ke pantai
laut.
“Baik, siapa takut padamu?” kata Siauw Yang gemas,
melihat kenekatan gadis aneh itu dan iapun berlari cepat
mengejar ke pantai.
Adapun semua kejadian itu, ditambah lagi oleh lukanya,
membuat Sian Hwa menjadi bingung sehingga ia tak dapat
berkata kata. Kasihan sekali nyonya ini biarpun lukanya
tidak berarti banyak, namun ketegangan ketegangan itu
membuatnya lemah. Pertama tama, tak disangkanya bahwa
Pangeran Ciong Pek Sui yang masih sutenya sendiri itu,
akan berlaku curang sehingga kini mengalami kematian
yang mengerikan. Ke dua, ia masih merasa gelisah
mendengar bahwa di Pulau Sam liong to, berkumpul Lam
hai Lo mo dan kawan kawannya yang tentu akan
mengeroyok suaminya. Ke tiga, perjumpaannya dengan
Siang Cu membuat ia berdebar debar. Nona baju merah ini
serupa benar dengan Puteri Luilee. Dan anehnya, nona ini
menjadi murid Lam hai Lo mo. Kalau sudah diketahui
bahwa kakek buntung yang membunuh Pangeran Kian
Tiong dan Puteri Luilee serta menculik Kian Gwat Eng
puteri dari bangsawan itu adalah Lam hai Lo mo, besar
sekali kemungkinan bahwa murid Lam hai Lo mo yang
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
serupa dengan Luilee itu tentulah anak mereka yang diculik
oleh kakek buntung. Kini melihat Siauw Yang mengejar
Siang Cu hendak mengadu ilmu di pantai, ia menjadi
makin bingung dan berlarilah nyonya ini menyusul
anaknya.
Ketika ia tiba di tepi pantai, Siang Cu dan Siauw Yang
telah mulai bertempur dengan hebat sekali. Pedang di
tangan Siauw Yang berkelebatan dan bergulung gulung
merupakan sinar kuning emas yang teratur baik dan selain
kuat dan cepat, juga indah sekali dipandang. Seakan akan
seperti nyala api yang diputar putar, bercahaya kuning
keemasan dan menyilaukan mata. Sebaliknya pedang dari
Siang Cu merupakan gulungan sinar kehijauan yang tidak
saja cepat, namun gerakannya amat ganas dan lihai. Pedang
ini seperti menyambarnya kilat di waktu hujan. Pertemuan
kedua pedang seringkah menimbulkan cahaya dari bunga
api yang berpijar, dibarengi suara “traang! traang!” nyaring
menyakitkan anak telinga.
Sian Hwa menjadi amat kagum dibuatnya. Belum
pernah ia menyaksikan penandingan pedang sedemikian
ramainya, ia memang sudah maklum akan kepandaian
puterinya dan tahu bahwa biarpun puterinya belum dapat
menandingi ayahnya, namun kepandaian ilmu pedang
Siauw Yang masih mengatasi Tek Hong. Kini anaknya
menemui tandingan yang setimpal, karena biarpun gerakan
Siauw Yang amat indah dan kuat ilmu pedangnya,
menghadapi ilmu pedang yang ganas dan cepat dari Siang
Cu, sukar baginya untuk mendesak lawan.
Di antara kedua dara perkasa yang mengadu ilmu
kepandaian juga terdapat rasa kagum yang besar. Kini
Siang Cu baru saja percaya bahwa ilmu pedang dan musuh
besar suhunya, benar benar hebat dan pantaslah kalau
musuh besar suhunya itu berjuluk Thian te Kiam ong atau
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
Raja Pedang Langit Bumi. Baru anaknya saja ilmu
pedangnya sedemikian hebatnya, apalagi ayahnya!
Sebaliknya, Siauw Yang diam diam terkejut melihat ilmu
pedang lawannya. Tadi ketika bertempur di tengah ruangan
di rumah Pangeran Ciong, ia tidak dapat mencurahkan
semua perhatiannya dan baru sekarang ia betul betul dapat
melihat betapa hebat, lincah dan ganas adanya nona yang
menjadi lawannya ini.
Serang menyerang terjadi dengan serunya, namun
keduanya memang berimbang dalam hal tenaga dan
kelincahan. Siauw Yang menang dalam hal kekuatan ilmu
pedang, akan tetapi Siang Cu menang dalam hal keganasan
dan kecepatan menyerang. Keduanya seanding dan
agaknya pertempuran itu akan berlangsung lama sekali
sungguhpun Sian Hwa dapat mengira bahwa kalau
dilanjutkan terus biarpun ada kemungkinan Siauw Yang
terluka, namun akhirnya anaknya pasti akan menang.
Selelah kedua orang dara itu bertempur sampai seratus
jurus, Sian Hwa menganggap bahwa sudah cukup mereka
main main dan memperlihatkan kepandaian masing
masing, ia masih menduga dengan kuat bahwa Siang Cu
tentulah puteri dari Luilee dan Kian Tiong yang diculik
oleh Lam hai Lo mo dan hal ini harus ia beritahukan
kepada nona itu. Selain ini, ia ingin sekali mengajak Siauw
Yang menyusul ke Pulau Sam liong to, karena hatinya amat
khawatir akan keselamatan suaminya.
“Tahan senjata, aku mau bicara!” Sian Hwa berseru
sambil melompat ke tengah medan pertandingan sambil
memalangkan pedang rampasannya tadi.
“Traang!” pedang di tangan Sian Hwa patah menjadi
tiga ketika bertemu dengan Kim kong kiam dan Cheng
hong kiam!
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
Melihat ini, Siauw Yang melompat mundur demikian
pula Siang Cu karena nona ini biarpun merasa amat
penasaran karena tidak dapat mengalahkan lawannya, tidak
mau melukai nyonya yang maju hanya dengan maksud
menahan pertempuran saja.
“Mengapa pertadingan dihentikan? Aku masih belum
kalah!” tanya Siang Cu marah dan kedua matanya yang
bening seakan akan mengeluarkan cahava berapi ketika ia
memandang kepada Sian Hwa.
“Ya, ibu, mengapa dihentikan? Aku sudah hampir
mengalahkannya!” Siauw Yang juga memprotes.
Akan tetapi Sian Hwa tidak menjawab semua
pertanyaan itu, melainkan berdiri bagaikan tercengang
memandang kepada Siang Cu.
“Tak salah lagi.... mata itu....hanya warnanya saja yang
berbeda akan tetapi bentuknya sama....”
“Eh, apakah yang kaumaksudkan....?” Siang Cu merasa
serem juga ketika ia melihat pandang mata nyonya itu
menatap wajahnya dengan penuh selidik.
“Nona, kau adalah puteri dari Pangeran Kian Tiong dan
Puteri Luille....tak salah lagi....!”
Untuk kedua kalinya berdebar hati Siang Cu dan sampai
lama ia tidak dapat membuka mulut.
Siauw Tang terkejut sekali mendengar ini dan ia
bertanya, “Betulkah, ibu? Akan tetapi bagaimana ia
menjadi begini ganas dan jahat?”
Merah wajah Siang Cu mendengar omongan Siauw
Yang ini dan menjadi marah.
“Memang aku jahat dan ganas, kaucobalah lenyapkan
aku kalau mampu! Aku tidak kenal siapa itu Pangeran Kian
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
Tiong dan Puteri Luilee, aku seorang rendah dan jahat,
mana mungkin menjadi anak bangsawan bangsawan
tinggi?” Biarpun ia berkata demikian, namun alangkah
inginnya ia mendengar lebih banyak tentang pangeran dan
puteri itu, alangkah rindunya ia untuk mendengar tentang
orang orang tuanya yang tak pernah dikenalnya! Adapun
perasaan ini mendatangkan rasa keharuan besar sehingga
basahlah kedua matanya.
Sian Hwa melangkah maju mendekati Siang Cu yang
masih memegang pedang Cheng hong kiam.
“Pedang itu.... bukankah itu Cheng hong kiam dari kota
raja? Dari siapa kau mendapat pedang itu!”
“Dari suhu, aku tidak pernah mencurinya dari kota
raja!” jawab Siang Cu yang sedapat mungkin masih hendak
bersikap galak dan kasar untuk menyembunyikan
kelemahan hatinya.
“Dan mengakulah terus terang, adakah tanda tahi lalat
merah di betis kaki kirimu?” tanya Sian Hwa sambil
menahan napas, kelihatannya tegang dan menahan
perasaannya yang bergoncang.
Makin merah wajah Siang Cu mendengar ini.
Bagaimana nyonya ini bisa tahu bahwa ada tahi lalat merah
di betis kaki kirinya? Kalau saja di situ hadir seorang laki
laki, agaknya gadis yang keras hati ini tidak sudi mengaku,
akan tetapi oleh karena yang ada di situ hanyalah Siauw
Yang dan Sian Hwa dua orang wanita, tanpa ragu ragu ia
menjawab, “Memang betul ada....”
Belum habis ia bicara, Sian Hwa sudah maju menubruk
dan memeluknya sambil bercucuran air mata
“Kau benar Kiang Gwat Eng.... ah, anak ku.... alangkah
buruk nasibmu....!”
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
Siang Cu menjadi terkejut dan bingung. Tanpa terasa lagi
pedang Cheng hong kiam terlepas dari tangannya, jatuh ke
atas pasir pantai,
“Eh, bagaimanakah ini....? Aku tidak mengerti....?”
“Anakku yang baik, kau sebenarnya bernama Kiang
Gwat Eng, anak tunggal dari sahabat baikku Pangeran Kian
Tiong dan Puteri Luilee yang budiman. Ketika kau masih
kecil, kau diculik oleh Lam hai Lo mo yang jahat, dan
rupanya kau dipelihara dan dididik menjadi muridnya
untuk membantu sepak terjangnya yang tidak bersih....”
“Apa buktinya? Bagaimana kau tahu akan hal ini?”
Siang Cu atau Gwat Eng masih ragu ragu, namun
jantungnya bergoncang dan mukanya pucat.
Jilid XXIX
“BUKTINYA?” Sian Hwa melepaskan pelukannya,
memegang kedua pundak gadis itu dan menatap wajahnya
dengan airmata masih berlinangan di atas kedua pipinya.
“Buktinya tanda merah pada betis kakimu, dan persamaan
wajahmu dengan Puteri Luilee, dan pedang ini.... karena
pedang inipun dicuri oleh Lam hai Lo mo pada saat ia
menculikmu.” Sian Hwa berhenti sebentar untuk
mengambil napas, karena ia bicara cepat cepat untuk segera
memberi penjelasan kepada gadis itu. “Dan pula orang
tuamu meninggalkan surat pesanan kepada kami.”
“Mana surat itu?”
“Dibawa oleh suamiku yang kini sedang menuju ke
Pulau Sam liong to, memenuhi tantangan gurumu yang
jahat itu.” Kata kata terakhir dari Sian Hwa ini
mengandung kekhawatiran.
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
“Di mana adanya pangeran dan puteri yang kauanggap
sebagai orang tuaku itu? Aku hendak mencari mereka dan
membuktikan sendiri.”
“Mereka telah tewas terbunuh....”
“Terbunuh...?! Siapa yang membunuh mereka?”
“Siapa lagi yang membunuh kalau bukan Lam hai Lo
mo si jahat itu, Gwat Eng, Lam hai Lo mo membunuh
kedua orang tuamu dan kemudian menculikmu sambil
mencuri pedang. Ayahmu masih sempat menulis surat
peninggalan untuk kami.”
Wajah Siang Cu menjadi pucat dan kedua tangannya
menggigil. Gurunya yang memelihara dan mendidiknya
semenjak kecil, yang kelihatan begitu penuh kasih sayang
terhadapnya, benar benarkah gurunya telah melakukan
perbuatan yang demikian kejinya terhadap orang tuanya?
Akan tetapi keraguan ini dilenyapkan oleh ingatan betapa
gurunya memang amat kejam dalam menghadapi orang
orang Go bi pai dan ketika menyerbu rumah Thian te Kiam
ong di Tit le. Namun, ia masih sangsi.... dan berkatalah ia
tanpa disadari,
“Mungkinkah suhu melakukan hal itu.... ?”
“Kau tanyalah saja kepada si jahat Lam hai Lo mo, pasti
dia lebih tahu akan hal itu,” kata Sian Hwa yang kembali
teringat akan keadaan suaminya. “Siauw Yang, mari kita
segera menyusul ayahmu, siapa tahu kalau kalau Lam hai
Lo mo yang jahat itu telah mengatur perangkap. Aku cukup
kenal kecurangannya.”
“Baik, ibu, memang tadinya akupun hendak ikut!”
“Gwat Eng, marilah kau pergi bersama kami, di Pulau
Sam liong to kau akan dapat mencari bukti dari Lam hai Lo
mo sendiri tentang penuturanku tadi.”
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
Siang Cu memungut pedangnya dan mengangguk ia
hanya dapat mengeluarkan kata kata perlahan yang diulang
ulangnya kembali, “Kalau benar benar dia membunuh
kedua orang tuaku….”
Biarpun kata kata yang diulang ulang ini tidak
dilanjutkan, namun Siauw Yang dan Sian Hwa dapat
menangkap ancaman maut yang terbayang pada mata gadis
baju merah yang gagah itu dan diam diam mereka menaruh
hati kasihan kepada gadis yang bernasib malang itu.
Siauw Yang tadi telah melihat betapa Pun Hui ditolong
oleh Leng Li dan dibawa lari oleh pengantin itu, maka
dapat dibayangkan bahwa ia amat gelisah memikirkan
pemuda itu,
“Ibu, apakah ibu melihat di mana adanya Liem suheng?”
Ia pura pura bertanya kepada ibunya.
Semenjak tadi, Sian Hwa juga memperhatikan Pun Hui
karena ia tahu bahwa pemuda itu tidak pandai silat.
“Tadi kulihat dia dibawa pergi oleh pengantin wanita
yang agaknya menolongnya dari serangan orang orang
Pangeran Ciong. Entah ke mana dibawanya dan akupun
tidak tahu mengapa pengantin wanita itu bahkan
membantu kita.”
“Dia adalah seorang sahabat, ibu. Dia puteri dari Sin
tung Lo kai Thio Houw.”
“Hm, tadi aku melihat pemuda itu dibawa lari dan dibela
mati matian oleh calon isteri Ciong Pak Sui. Tentu ia akan
selamat, tak perlu dikhawatirkan,” kata Siang Cu yang juga
melihat peristiwa itu.
Merah wajah Siauw Yang. Memang dia juga dapat
menduga bahwa Leng Li tentu akan menolong Pun Hui dan
tidak bermaksud buruk. Dia sendiri tak mengerti mengapa
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
tiba tiba Leng Li memberontak dan agaknya tidak suka
menjadi isteri Pangeran Ciong, dan ia cukup tahu akan
kegagahan nona ketua pengemis itu. Akan tetapi kalau ia
teringat betapa dahulu Leng Li oleh ayahnya hendak
dijodohkan dengan Pun Hui dan oleh karena ditolak oleh
Pun Hui lalu menjadi malu dan melarikan diri, hatinya
tidak enak sekali. Tentu akan terjadi sesuatu antara mereka.
Akan tetapi apakah dayanya? Ia harus pergi membantu
ayahnya dan tentang Pun Hui, biarpun ia tak dapat
melenyapkan kekhawatiran, untuk sementara waktu harus
ia lupakan dulu.
Maka berangkatlah tiga orang wanita gagah itu
mendayung sebuah perahu yang mereka sewa dari seorang
nelayan, menuju ke Pulau Sam liong to. Siang Cu
mengetahui jurusan mana yang paling mudah dan dekat
untuk pergi ke Pulau Sam liong to itu, jalan yang jauh lebih
dekat dibandingkan dengan jalan yang biasa diambil oleh
Siauw Yang dahulu.
“Ha, ha, ha, Song Bun Sam. Kali ini kau tentu akan
mampus bersama anakmu. Ha, ha, ha! Dan tak lama lagi
isteri dan puterimu juga akan mampus!” Lam hai Lo mo
berkali kali tertawa sambil menyindir nyindir ketika
keadaan Bun Sam makin terdesak hebat.
Namun Bun Sam tidak patah semangat dan sedikitpun
tidak pernah merasa gentar, ia pikir bahwa kalau ia selalu
menangkis dan mengelak, maka ia kekurangan kesempatan
untuk merobohkan lawannya yang sembilan orang
banyaknya dan rata rata memiliki kepandaian tinggi itu.
Aku harus merobohkan mereka seorang demi seorang,
pikirnya. Dan untuk mencapai maksud ini, tiada lain jalan
kecuali memberi umpan dan membiarkan dirinya terpukul!
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
Ketika ia melihat tongkat merah dari Ang tung hud
menyambar ke arah perutnya, ia miringkan tubuh ke kanan
sambil merendahkan badan, akibatnya tongkat itu
menghantam pangkal lengan kanannya yang memegang
pedang karena serangan Ang tung hud itu datangnya dari
belakang. Sambil mengerahkan lweekang ke arah pangkal
lengan yang menerima pukulan tongkat, Bun Sam
mengayun tangan kiri dengan pukulan Thai lek Kiam kong
jiu dipukulkan ke arah dada Ang tung hud yang sudah
kegirangan melihat serangan tongkatnya akan mengenai
sasaran.
“Buk!” tubuh Bun Sam terpental sampai tiga kaki
jauhnya ketika tongkat itu menghantam pangkal lengannya,
akan tetapi ia dapat mempertahankan kedudukan kakinya
sehingga dapat memutar pedang menangkis datangnya
serangan susulan bertubi tubi dari pengeroyok lain. Akan
tetapi akibat pukulannya Thai lek Kim kong jiu tadi bukan
main hebatnya. Ang tung hud yang terserang pukulan ini
dengan tepat sekali di dadanya, merasa terdorong oleh
tenaga yang hebat dan tubuhnya terjengkang. Darah merah
tersembur keluar dan mulutnya dan kakek hwesio dari Tibet
ini pingsan dengan wajah pucat sekali. Ia roboh pingsan
untuk selamanya karena tak lama kemudian nyawanya
melayang meninggalkan raga yang telah terluka hebat di
bagian dalam itu. Jantungnya pecah dan tulang tulang
iganya patah patah. Demikianlah hebatnya ilmu Pukulan
Thai lek Kim kong jiu peninggalan Kim Kong Taisu yang
sudah dilatih dengan amat hebatnya oleh Bun Samsehingga
telah mencapai tingkat sempurna.
Lam hai Lo mo dan kawan kawannya menjadi marah
sekali.Mereka mengurung makin rapat dan Lam hai Lo mo
berteriak teriak mendesak kawan kawannya untuk segera
merobohkan pendekar pedang itu.
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
Melihat hasil daripada akalnya yang bukan tidak
berbahaya bagi keselamatan diri sendiri, Bun Sam berbesar
hati. Pukulan tongkat tadi dapat ditolak kembali oleh
tenaga lweekangnya dan ia hanya merasa agak panas pada
pangkal lengannya. Akan tetapi hal ini tidak mengurangi
ketangguhan ilmu pedangnya. Untuk kedua kalinya ia
memancing dan ketika ia melihat datangnya pukulan
tangan kosong dan Sin kun sian orang ketiga dan See san
Ngo sian, pukulan yang melayang menuju ke arah dadanya,
ia tidak mengelak mundur, bahkan melangkah maju dan
menerima pukulan itu dengan dadanya! Akan tetapi
berbareng dengan itu, pedangnya melakukan gerakan
menusuk ke depan.
“Blekk!” Dada Bun Sam terpukul oleh kepalan tangan
Sin kun sian. Namanya saja sudah Sin kun sian (Dewa
Kepalan Sakti), maka dapat dibayangkan kehebatan
pukulan orang ke tiga dan See san Ngo sian ini yang
memukul sambil mengerahkan tenaga Houw mo kang
(Tenaga Siluman Harimau). Bun Sam terjengkang dan
harus mempergunakan ilmu Lompat Sin hong noan sin
(Burung Hong Sakti Membalikkan Tubuh) dengan
berpoksai (membuat salto) ke belakang sampai tiga kali
memutar pedang menangkis semua serangan, sehingga ia
tidak sampai jatuh. Akan tetapi, yang hebat adalah keadaan
Sin kun Sian, karena ketika Bun Sam menerima
pukulannya, pendekar pedang ini menusuk ke depan dan
tanpa dapat dielakkan lagi, dada Sin kun sian tertembus
oleh Oei giok kiam sehingga ia roboh dengan dada
mengucurkan darah dan tewas tak lama kemudian!
Bun Sam makin besar hati sungguhpun pukulan dari Sin
kun sian tadi biarpun dapat ditolak oleh tenaga khikangnya
dan tidak mendatangkan luka berat di dalam dada, namun
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
cukup membuat bajunya di bagian dada hancur dan kulit
dadanya menjadi matang biru!
Pada saat itu, Lam hai Lo mo yang menjadi marah sekali
lalu melakukan serangan hebat dengan tongkatnya,
menotok jalan darah maut di ulu hati Bun Sam, Raja
pedang ini cepat menangkis dengan pedangnya dan begitu
pedang itu terbentur dengan tongkat bambu, pedang itu
cepat meluncur ke kanan dengan gerakan yang amat tak
terduga duga dan tahu tahu telah tertancap di perut Sin to
sian orang ke lima dari See san Ngo sian. Orang ini menjerit
dan roboh mandi darah, dan pada saat itu Bun Sam juga
mengeluh dan terhuyung huyung ke belakang. Ternyata
bahwa ketika tadi tongkat bambunya kena ditangkis dan
selagi Bun Sam menyerang Sin to sian, dengan gemas Lam
hai Lo mo melakukan pukulan Sam hiat ci hoat ke arah
jidat Bun Sam dengan tangan kirinya! Mendengar suara
hawa pukulan maut yang amat berbahaya ini dan mencium
bau jari tangan yang sudah direndam dengan racun, Bun
Sam cepat miringkan kepalanya Akan tetapi oleh karena
pedangnya masih menancap di perut Sin to sian sehingga
gerakannya terhalang dan kedudukan tubuhnya tidak
sentausa. Biarpun Bun Sam capai menghindarkan mukanya
dan pada pukulan maut itu, namun ia tidak dapat
mencegah pundaknya terkena pukulan tiga jari berdarah
dan Lam hai Lo mo!
Tubuh Bun Sam terputar putar ketika ia terhuyung
huyung ke belakang. Baiknya ia tadi telah mengerahkan
lweekangnya ke arah pundak yang terpukul sehingga
biarpun ia menderita luka berat, namun ia masih sadar dan
di dalam keadaan terputar putar itu ia masih sempat pula
memutar pedangnya melindungi tubuhnya!
Matinya Ang tung hud, Sin kun sian, dan Sin to sian
secara berturut turut ini membuat Lam hai Lo mo dan yang
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
lain lain marah sekali. Diam diam Lam hai Lo mo harus
mengakui bahwa Bun Sam kini benar benar telah hebat
sekali ilmu pedangnya. Akan tetapi ia juga girang melihat
pukulannya Sam hiat ci hoat berhasil melukai pundak
lawan yang tangguh itu. Ia percaya bahwa biarpun
pukulannya itu tidak menewaskan Thian te Kiam ong,
namun tentu akan banyak mengurangi kelihaian gerakan
pedangnya.
Dugaannya memang tepat sekali. Bun Sam merasa
betapa pundak dan pangkal lengannya sakit bukan main
sehingga gerakan tubuhnya tidak lincah lagi. Ia terdesak
hebat dan agaknya sebentar lagi ia takkan dapat
mempertahankan diri.
“Hayo robohkan dia! Balas sakit bati kawan kawan kita
yang tewas!” Seru Lam hai Lo mo berkali kali untuk
memanaskan hati kawannya. Para pengeroyok tinggal
enam orang lagi, namun keadaan mereka masih amat kuat.
Tiba tiba Eng Kiat yang tidak ikut bertempur dan berdiri
menonton di pinggir, berseru,
“Celaka, Siauw Yang dan Siang Cu datang bersama
nyonya Song!”
Mendengar ini, Bun Sam makin bersemangat, akan
tetapi Lam hai Lo mo menjadi pucat sekali. Juga ia merasa
heran bagaimana muridnya dapat berperahu dengan musuh
musuhnya.
“Tung hai Sian jin, kau dan puteramu halangilah mereka
mendarat. Gulingkan perahu!” seru Lamhai Lo mo.
Memang di antara semua orang yang berada di situ,
agaknya yang dapat melakukan tugas ini hanyalah Tung hai
Sian jin dan puteranya. Mereka berdua memiliki
kepandaian di dalam air yang luar biasa. Tung hai Sian jin
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
memang telah merasa penasaran menghadapi Bun Sam
yang belum juga dapat dirobohkan, kini melihat datangnya
Siauw Yang dan ibunya serta murid Lam hai Lo mo, timbul
kekhawatiran besar. Ia lalu melompat mundur dan
mengajak puteranya, “Hayo, Eng Kiat, kita gulingkan
perahu mereka dan kita main main di air!”
Keduanya lalu berlari cepat ke dalam air, berenang ke
arah perahu kecil yang didayung ke pantai. Bagaikan dua
ekor ikan hiu saja Tung hai Sian jin dan puteranya berenang
ke tengah menyongsong datangnya perahu.
Mereka yang duduk di dalam perahu yang didayung
cepat itu tentu saja melihat apa yang terjadi di pantai. Sian
Hwa dan Siauw Yang berdebar gelisah melihat Bun Sam
dikeroyok oleh enam orang yang amat lihai gerakannya.
Kemudian, mereka melihat dua orang melompat ke dalam
air dan menyongsong kedatangan perahu mereka.
“Ibu, mereka itu adalah Tung hai Sian jin dan Bong Eng
Kiat, dua orang yang ahli benar bermain dalam air. Tentu
mereka berniat menggulungkan perahu kita!”
“Kurang ajar! tiba tiba Siang Cu yang semenjak tadi
tidak berkata sesuatu dan wajahya muram dan keruh,
memaki dua orang yang berenang itu, kemudian ia
mencengkeram gagang dayung yang menjadi patah patah
dan pecah pacah, dengan pecahan pecahan kayu dayung
ini, ia lalu menyambit ke arah dua orang yang sedang
berenang di permukaan air laut.
Biarpun benda yang dijadikan senjata penyambit oleh
Siang Cu ini hanya pecahan kayu, namun karena di
sambitkan dengan tenaga luar biasa, dapat merupakan
senjata yang amat berbahaya. Hal ini diketahui oleh Tung
hai Sian jin dan Eng Kiat dengan baiknya, maka begitu ada
benda benda kecil meluncur cepat ke arah mereka, kedua
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
ayah dan anak ini cepat menyelam di bawah permukaan
air.
Melihat hal ini, Siang Cu dan Siauw Yang menjadi
bingung dan mereka diam diam merasa khawatir sekali.
Kalau sampai dua orang itu dengan menyelam dapat
sampai di bawah perahu mereka dan menggulingkan
perahu di tempat yang masih dalam itu, celakalah mereka.
Akan tetapi, Sian Hwa yang sudah lebih banyak
pengalamannya dan lebih masak jalan pikirannya, lalu
berkata kepada mereka,
“Anak anak, kalian jagalah pinggiran dan bawah perahu
dengan dayung, pukul apabila melihat bayangan di dalam
air, biar aku sendiri yang mendayung perahu ke pinggir.”
Mendengar ini Siauw Yang dan Siang Cu menjadi girang
dan memuji kecerdikan nyonya itu. Siang Cu dari kiri dan
Siauw Yang dari kanan perahu lalu menjenguk ke pinggir
dan menjaga dengan dayung di tangan, siap untuk menusuk
atau memukul apabila dua orang ayah dan anak itu
muncul. Tiba tiba di bawah perahu kelihatan bayang
bayang dua sosok tubuh manusia yang bergerak seperti ikan
di bawah perahu Siauw Yang menusukkan dayungnya dan
Siang Cu mengemplang bayangan kedua.
Alangkah kagetnya Tung hai Sian jin dan Bong Eng Kiat
ketika dua batang dayung menyerang mereka dengan hebat
dari atas permukaan air. Mereka tidak mengira bahwa
orang orang yang berada di atas perahu telah menjaga dan
telah menanti kedatangan mereka. Dengan cepat mereka
menyelam lagi lebih dalam sehingga pukulan pukulan
dayung itu tidak mengenai tubuh mereka. Akan tetapi
perahu meluncur cepat karena terus didayung oleh Sian
Hwa yang mengerahkan seluruh tenaganya. Nyonya ini
tidak memperdulikan luka lukanya setelah kini ia melihat
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
keadaan suaminya, ia ingin cepat cepat mendarat agar
dapat segera menolong dan membantu suaminya itu.
Ketika Tung hai Sian jin dan Bong Eng Kiat melihat
bahwa usaha mereka menggulingkan perahu tidak berhasil
dan melihat perahu itu meluncur ke pulau, mereka menjadi
bingung dan kecewa. Apalagi Eng Kiat karena tadinya
sudah ia bayangkan betapa ia akan dapat memeluk Siauw
Yang dan Siang Cu sekaligus. Di dalam air, ia tidak usah
takut kepada dua orang dara manis yang selalu terbayang di
depan matanya itu. Akan tetapi, ternyata harapannya
meleset. Tidak saja ia dan ayahnya tidak berhasil
menggulingkan perahu, bahkan tiga orang wanita gagah itu
kini sudah melompat ke darat dan kalau mereka kembali ke
pulau mungkin sekali mereka juga takkan dapat
menghadapi Thian te Kiam ong yang kini kedatangan
pembantu pembantu yang amat lihai itu. Tung hai Sian jin
yang cerdik lalu memberi tanda kepada puteranya dan
keduanya tidak kembali lagi ke pulau Sam liong to,
melainkan terus berenang ke arah perahu mereka dan
kabur.
Begitu mendarat dan melompat ke pantai, Sian Hwa dan
Siauw Yang lalu menyerbu para pengeroyok. Bun Sam
girang sekali melihat isteri dan anaknya selamat, sebaliknya
Siauw Yang bukan main marahnya. pedangnya berkelebat
cepat dan dalam beberapa gebrakan saja ia telah berhasil
membabat putus pinggang Pat Jiu Sian, orang pertama dan
See san Ngo sian.
Akan tetapi sebaliknya, begitu tiba di pantai, Siang Cu
melihat tek hong yang masih menggeletak di atas pasir. Ia
kaget bukan main dan melupakan segalanya, menubruk
pemuda itu dan berseru,
“Tek hong.... !”
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
Siauw Yang, Sian Hwa dan Bun Sam menjadi terheran
heran melihat sikap gadis baju merah ini, akan tetapi
mereka tiada banyak kesempatan untuk memperhatikan
Siang Cu karena mereka masih menghadapi keroyokan
lima orang musuh lihai.
Adapun Siang Cu setelah meraba tubuh Tek Hong yang
masih hangat, tahu bahwa pemuda yang dikasihinya itu
belum tewas, maka hatinya sedikit lega. Ia melihat tiga
tapak jari merah di muka pemuda itu, maka tahulah ia
bahwa yang melakukan hal ini adalah suhunya. Biarpun ia
sendiri belun pernah mempelajari ilmu pukulan yang jahat
ini namun ia pernah melihat suhunya melatih diri dengan
ilmu ini dan tahu pula bahwa pukulan ini mengandung
racun yang berbahaya sekali.
Teringatlah ia akan penuturan Sian Hwa dan kini Siang
Cu mulai bangkit perlahan sedangkan kedua matanya
melirik ke arah suhunya bagaikan sepasang mata burung
hong yang sedang marah.
Adapun Lam hai Lo mo ketika melihat muridnya, segera
berseru,
“Siang Cu, muridku yang baik, lekas kau bantu gurumu
membasmi musuh musuh besar yang sudah membikin
sengsara gurumu, Siang Cu!” Lam hai Lo mo tahu bahwa
kepandaian muridnya sudah cukup tinggi dan boleh
diandalkan, maka kalau muridnya mau membantu,
keadaannya tidak amat terdesak.
Benar saja Siang Cu menghunus pedangnya dan
melompat mendekati gurunya. Akan tetapi dara ini tidak
menggerakkan pedangnya untuk membantu suhunya,
melainkan dengan mata berapi, ia bertanya,
“Suhu, tahukah suhu siapa adanya Pangeran Kian Tiong
dan Puteri Luilee?”
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
Mendengar pertanyaan ini, pucatlah muka Lam hai Lo
mo. Akan tetapi bukan saja ia tidak dapat menjawab,
bahkan tidak sempat karena pada saat itu, Siauw Yang telah
mendesak dengan hebat, apa lagi kini Sian Hwa ikut
mengamuk dan juga Bun Sam setelah melihat anak
isterinya selamat, ilmu pedangnya menjadi makin kuat saja,
sungguhpun pendekar ini telah terluka hebat. Sedangkan di
fihak Lam hai Lo mo kini tinggal lima orang lagi, yakni
Lam hai Lo mo sendiri dibantu oleh Sam thouw hud, Toat
beng sian dan Koai kiam sian. Akan tetapi, ternyata Tung
hai Sian jin tidak muncul muncul lagi, maka makin
gelisahlah hati Lam hai Lo mo. Ia mengira bahwa Tung hai
Sian jin dan puteranya telah tewas ketika menyongsong
kedatangan perahu tadi sehingga kini di fihaknya hanya ada
empat orang!
Tag:cersil cersil indo cersil mandarin full cerita silat mandarin online cersil langka cersil mandarin lepas cerita silat pendekar matahari kumpulan cerita silat jawa cersil mandarin beruang salju. cerita silat pendekar mataharicerita silat indonesia cerita silat kho ping hoo cerita silat mandarin online cerita silat mandarin full cerita silat jawa kumpulan cerita silat cerita silat jawa pdf cerita silat indonesia gratis cerita silat jadul indonesia cerita silat indonesia pendekar rajawali sakti cersil indonesia pendekar mabuk cersil langka cersil dewa arak cerita silat jaman dulu cersil jawa download cerita silat mandarin full cerita silat mandarin online cersil mandarin lepas cerita silat mandarin pendekar matahari cerita silat jawa pdf cersil indonesia pdf cersil mandarin beruang salju kumpulan cerita silat pdf
kumpulan cerita silat cersil online
Share:
cersil...
Comments
0 Comments