Selasa, 05 Juni 2018

Pedang Sinar Emas 5

========

Bukan main marahnya Siang Cu. Ia tidak hanya marah,
akan tetapi juga malu dan kecewa. Tanpa banyak cakap ia
lalu berenang ke pinggir, karena memang tepi pulau sudah
dekat. Setelah mendarat ia cepat berlari menuju ke pondok
suhunya, meninggalkan dua orang itu. Tentu saja Siang Cu
tidak tahu bahwa dalam hal kepandaian di air, Eng Kiat
tidak kalah olehnya. Dia adalah putera dari kakek yang
berjuluk Dewa Laut Timur, tentu saja ia pandai ilmu di
dalam air.
Sesungguhnya di daratan Tiongkok, nama Tung hai Sian
jin tidak begitu dikenal orang. Bahkan orang orang kang
ouw yang mengenal nama ini hanyalah tokoh tokoh besar
seperti Lam hai Lo mo, Kim Kong Taisu, Mo bin Sin kun.
dan lain lain. Hal ini adalah karena semenjak mudanya,
Tung hai Sian jin telah meninggalkan daratan Tiongkok
dan merantau ke lain negeri, ia menikah dengan puteri di
Jepang dan setelah mempunyai seorang putera dan isterinya
yang tercinta itu meninggal, ia menjadi begitu sedih
sehingga pikirannya seperti terpengaruh hebat dan menjadi
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
luar biasa dan kadang kadang amat jahat. Dengan
membawa puteranya yang masih kecil, Tung hai Sian jin
meninggalkan negeri isterinya dan merantaulah ia bersama
puteranya itu sampai di tempat tempat yang jauh. Ilmu
kepandaiannya yang amat tinggi ia turunkan kepada putera
tunggalnya yang diberi nama Bong Eng Kiat. Ia sendiri
dahulu bernama Bong Liang, akan tetapi nama ini sudah
lama tidak pernah dipakai dan orang hanya mengenalnya
sebagai Tung hai Sian jin atau Dewa Laut Timur.
Karena hanya mendapat pendidikan dari ayahnya yang
berwatak ganjil dan tidak normal, apalagi selalu dibawa
merantau tak tentu tempat tinggalnya, jiwa Eng Kiat
tumbuh dengan watak yang aneh dan ganjil pula. Satu sifat
amat menyolok pada diri anak muda ini adalah sifat gila
wanita! Dan celakanya, ayahnya tak pernah menegur sifat
ini, bahkan hanya mentertawakan dan menganggap hal ini
lucu dan menyenangkan!
Kadang kadang Tung hai Sian jin membawa puteranya
mendarat di Tiongkok dan merantau sampai jauh. Namun
karena mereka jarang sekali melakukan hal yang
menggemparkan dan jarang pula mengganggu orang kang
ouw, maka nama Tung hai Sian jin tetap terasing dan tak
terkenal. Kemudian secara kebetulan sekali, ketika berlayar
di dekat Kepulauan Seribu, Tung hai Sian jin dan puteranya
diganggu oleh bajak bajak yang merajalela di sekitar tempat
itu. Tentu saja para bajak yang kasar ini bukan lawan Tung
hai Sian jin.Mereka ditundukkan bahkau mengangkat Tung
hai Sian jin dan puteranya sebagai raja besar atau guru
besar, dan memberikan sebuah pulau kecil yang indah,
lengkap dengan rumah dan segala macam alat keperluan
yang serba mahal dan indah. Mereka berjanji akan
melayani segala keperluan dua orang ini asalkan Tung hai
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
Sian jin dan puteranya tidak mengganggu pekerjaan mereka
sebagai bajak laut.
Demikianlah, Tung Hai Sian jin dan Bong Eng Kiat
hidup dengan mewah dan serba cukup, dan penghidupan
yang enak ini membuat mereka malas. Pakaian mereka kini
bagus bagus dan terutama sekali Eng Kiat dihinggapi
penyakit pesolek! Ketika mendengar tentang bajak yang
dihajar oleh kakek buntung di Pulau Sam liong to, Tung hai
Sian jin mendengarkan penuturan mereka dengan penuh
perhatian, ia mengenal tokoh tokoh besar di dunia kang
ouw di daratan Tiongkok dan menurut penuturan para
bajak, agaknya hanya Lam hai Lo mo yang memiliki
kepandaian tinggi seperti itu. Adapun tentang keadaan
badan Lam hai Lo mo yang sudah rusak itu, iapun dapat
menduga, karena Lam hai Lo mo sudah dikhabarkan mati,
kalau sekarang hidup kembali, tentu saja tubuhnya sudah
berobah.
Biarpun ia menduga bahwa kakek buntung yang tinggal
di Pulau Tiga Naga itu Lam hai Lo mo, namun ia tidak
mau mengganggu dan merasa malas untuk mencoba
membuktikan sendiri. Hidup di pulau dan dilayani oleh
para bajak benar benar membuat ia malas sekali. Tung hai
Sian jin memang sudah merasa kapok untuk berurusan
dengan tokoh tokoh besar dunia kang ouw, yakni semenjak
dua tahun yang lalu ia bertemu dengan Thian te Kiam ong
dan hampir saja mendapat malu besar. Hal ini akan
dituturkan di lain bagian, dan sekarang baiklah kita
melanjutkan perjalanan Tung hai Sian jin dan Bong Eng
Kiat yang ditinggalkan oleh Siang Cu.
Melihat Siang Cu si nona baju merah yang cantik jelita
itu melarikan diri naik ke bukit di atas pulau, Eng Kiat
hendak mengejar sambil tertawa tawa girang. Akan tetapi
ayahnya mencegahnya,
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
“Jangan, Eng Kiat Tak boleh main gila dan sembrono di
pulau ini! Kita harus menanti sampai kakek buntung itu
muncul, baru kita akan mengambil tindakan kalau perlu.
Main sembrono saja di tempat ini hanya akan
mendatangkan bencana belaka.”
Eng Kiat biarpun amat dimanja semenjak kecil, namun
ia paling takut kepada ayahnya, karena kalau ayahnya ini
sudah marah, bukan main ganasnya. Pernah dahulu ketika
ia masih kecil, ia dilempar ke dalam laut dan baru diangkat
kembali oleh ayahnya setelah pingsan dan hampir
tenggelam.
Sementara itu, Siang Cu berlari cepat ke bukit melihat
gurunya duduk di depan pondok sambil bernyanyi nyanyi
dan mengetuk ngetukkan tongkat bambunya di atas tanah.
“Ketika terlahir, manusia lunak dan lemah,
Di waktu mati, ia keras dan kaku.
Benda benda yang hidup lunak dan halus,
Pabila mati berobah kasar dan kering
Demikianlah,
kekerasan dan kekasaran sahabat kematian
kelemahan dan kehalusan sahabat kehidupan,
Aku bercacad, tubuhku lemah.
Biarlah!Mereka yang kuat
pasti akan binasa olehku!
Sudah sering kali Siang Cu mendengar nyanyian ini.
Sejak pertama ia kenal sebagai pelajaran dalam To tek
kheng atau kiab pelajaran tentang To dari Pujangga Lo cu,
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
akan tetapi lanjutannya adalah buatan suhunya sendiri.
Gadis yang cerdik ini tentu saja mengerti bahwa nyanyian
itu timbul dari rasa dendam kepada musuh musuh besar
yang membuat suhunya menjadi bercacad seperti itu. Ia
merasa kasihan sekali dan kalau suhunya bernyanyi seperti
itu, ia tidak berani mengganggunya.
Setelah berhenti bernyanyi, Lam hai Lo mo mengangkat
kepalanya dan ia terheran melihat Siang Cu berdiri dengan
rambut basah dan pakaian juga basah.
“Eh, Siang Cu, apakah kau mandi di laut?”
“Tidak, suhu. Teecu baru saja menghajar para bajak laut
yang telah membajak dan membakar sebuah perahu.
Kemudian teecu bertemu dengan dua orang yang kini ikut
dengan teecu di dalam perahu. Kata mereka hendak
bertemu dengan suhu.”
Berkerut kening kakek ini. Ia selalu merasa curiga kepada
orang lain dan kembali ia bertanya dengan pandang mata
tajam penuh selidik, “Mengapa pakaian mu basah?”
Siang Cu lalu duduk di depan suhunya, memeras meras
rambutnya yang basah.
“Karena perahunya teecu gulingkan.”
“He? Perahu kaugulingkan?Dan orang orang itu?
Siang Cu lalu menuturkan sejelasnya perihal Tung hai
Sian jin dan Bong Eng Kiat, tidak menyembunyikan
sesuatu, bahkan ia mengatakan kepada gurunya betapa
mata Eng Kiat amat kurang ajar dan bahwa dia tidak suka
kepada pemuda itu.
Lam hai Lo mo Seng Jin Siansu mengangguk angguk.
“Aku kenal dia …. aku kenal dia….. Dia bisa tahu aku
berada di pulau ini, sungguh cerdik.”
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
Setelah berkata demikian, Lam hai Lo mo Seng Jin
Siansu lalu berdiri di atas sebelah kakinya, dibantu oleh
tongkatnya. Kemudian ia mengerahkan khikangnya dan
berseru ke arah pantai “Tung hai Sian jin, kau dan anakmu
pergilah! Aku si kaki buntung tidak bisa menyambut!”
Suara Lam hai Lo mo biarpun tidak diucapkan keras,
namun berkat tenaga khikang, suara ini terkumpul dan
dapat dikirim gema suaranya ke pantai sehingga terdengar
dengan baik oleh orang yang berada di pantai. Ilmu seperti
ini disebut Coan im jip bit (Mengirim Suara Dari Jauh)
yang tentu saja dapat dilakukan oleh ahli ahli silat tinggi,
hanya sempurna atau tidaknya tergantung tinggi rendahnya
tenaga khikang masing niasing.
Tak lama kemudian, dari arah tepi laut, terdengar suara
orang menjawab, suara ini panjang dan kecil, akan tetapi
jelas sekali, tanda bahwa orangnya telah memiliki tingkat
kepandaian yang tinggi.
“Lam hai Lo mo. Orang orangmu telah datang
menyambut, bagaimana kau bisa bilang tidak menyambut?”
Mendengar ini, Lam hai Lo mo terheran, akan tetapi
Siang Cu berkata cepat,
“Teecu Ouw bin cu dan Siauw giam ong.” Setelah
berkata demikian, Siang Cu lalu berlari menuju ke pantai.
Biarpun Lam hai Lo mo hanya berkaki satu, namun ketika
ia menggerakkan tubuhnya, ia telah bergerak cepat sekali
dan dapat menyusul SiangCu. Keduanya lalu berlari seperti
terbang ke arah pantai di mana tadi Siang Cu meninggalkan
dua orang tamu yang tak diundang itu.
Memang tepat dugaan Siang Cu. Ketika Tung hai Sian
jin dan puteranya mendarat di Pulau Sam liong to sambil
membawa perahu Siang Cu ke darat, mereka disambut oleh
dua orang tosu yang bukan lain adalah Ouw bin cu dan
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
Siauw giam ong. Dua orang tosu ini ketika melihat seorang
kakek dan seorang pemuda datang sambil tertawa tawa,
tentu saja menjadi terkejut sekali. Mereka telah mendapat
perintah dan Lam hai Lo mo bahwa siapapun juga tidak
boleh mendarat di Pulau sam long to.
Ouw bin cu yang berwatak keras segera hendak turun
tangan, akan tetapi Siauw giam ong mencegahnya karena
melihat bahwa yang datang adalah seorang tosu juga
bersama seorang pemuda.
“Sahabat, harap kau suka cepat cepat tinggalkan pulau
ini, karena tak boleh seorangpun mendarat di sini,” kata
Siauw giam ong.
Ucapan ini diterima oleh Tung hai Sian jin dengan
tersenyum senyumsaja, lalu tanyanya,
“Apakah kalian ini orang orang Lam hai Lo mo?”
“Benar sekali dugaanmu, toheng.Maka lebih baik kalian
lekas pergi sebelum terjadi sesuatu yang amat tdak baik
bagimu dan pemuda ini.”
Kalau Tung hai Sian jin masih bersabar dan Suka
melayani dua orang tosu yang menyambutnya itu, adalah
Eng Kiat yang sudah tak sabar lagi. Ia melangkah maju dan
membentak.
“Jangan banyak cerewet! Kami datang bersama murid
Lam hai Lo mo dan lebih baik kalian cepat melaporkan
kedatangan kami kepada kakek buntung itu.”
“Eh, kau bocah ini ternyata lancang mulut dan kurang
ajar!” kara Ouw bin cu dan ia mengulur tangannya hendak
mendorong pergi Eng Kiat.
Namun, bukan pemuda itu yang terdorong pergi, bahkan
secepat kilat Eng Kiat menggerakkan tangannya dan
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
sebelum Ouw bin cu sempat mengelak pundaknya telah
kena ditotok dan seketika itu juga tubuh Ouw bin cu
menjadi kaku dan berdiri seperti patung! Bukan main
kagetnya Siauw giam ong ketika melihat hal ini. Apakah
pemuda itu menggunakan ilmu sihir? Ia tahu bahwa
kawannya itu memiliki kepandaian yang cukup tinggi, dan
memiliki latihan yang matang, akan tetapi mengapa
berhadapan dengan pemuda ini, segebrakkan saja sudah
tertotok? Benar benar ia tidak mengerti. Seakan akan Ouw
bin cu berobah menjadi seorang anak kecil yang tidak tahu
akan ilmu sialt sama sekali ketika berhadapan dengan
pemuda ini. Karena penasaran, ia lalu melompat maju.
“Orang muda, kau benar benar hebat, akan tetapi kau
telah berani turun tangan terhadap suhengku. Awas
pukulan!”
Siauw giam ong mengeluarkan ilmu silat Go bi pai yang
tinggi. Dengan jari tangan ditekuk setengahnya ia
memainkan ilmu pukulan Hun kai ciang (llmu Pukulan
Memecah dan Membuka), ia mengerahkan kepandaian dan
menggunakan semua tenaganya. Namun, ia kecele. Seperti
juga Ouw bin cu, ketika ia menyerang, pemuda itu sambil
tersenyum menggerakkan tangan kiri menangkis dan aneh
sekali. Tangan Siauw giam ong yang menempel pada
lengan pemuda pesolek ini seakan akan terpegang erat erat
dan tak dapat dilepaskan lagi dan tahu tahu tangan pemuda
itu memasuki lambungnya dan tanpa dapat bersuara lagi
Siauw giam ong juga menjadi kaku tubuhnya.
Demikianlah ketika Lam hai Lo mo dan Siang Cu tiba di
tempat itu, mendaratkan dua orang pembantu atau pelayan
itu berdiri kaku seperti patung.
“Orang orangmu lucu dan kurang dapat menghormat
tamu, Lam hai Lo mo!” kata Tung hai Sian jin sambil
menjura kepadi Lam hai Lo Mo.
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
Si kakek buntung lunya menggerakkan tangan sebagai
pembalasan hormat, kemudian berkata dengan suara yang
parau,
“Mereka ini setia akan tetapi tolol” Dengan tongkatnya
ia menotok punggung Ouw bin cu dan Siauw giam ong
yang segera terbebas dari totokan.
“Pergilah, dan sediakan hidangan bagi tamu tamu kita,”
kata Lam hai Lo mo kepada dua orang tosu ini yang segera
pergi tanpa berani berkata sesuatu. Di arts Pulau Sam liong
to ini, Ouw bin cu dan Siauw giam ong yang di daratan
Tiongkok amat ditakuti orang, kini ternyata tak berdaya
sesuatu dan merasa dirinya amat bodoh dan berkepandaian
amat rendah.
Sementara itu dua orang kakek yang sakti ini saling
berhadapan dan untuk beberapa lama tidak mengeluarkan
kata kata. Hanya sinar mata mereka saja saling menatap
seakan akan sedang bertempur atau sedang menyelidiki isi
hati masing masing. Kemudian Tung hai Sian jin
mendahului berkata.
“Lam hai Lo mo, agaknya kau mempunyai nyawa
cadangan! Kalau tidak demikian halnya, bagaimana aku
hari ini bisa bertemu dengan kau yang sudah dikhabarkan
tewas di sungai Hoang ho? Atau barangkali pukulan Thian
te Kiam ong kurang keras dan tendangan Mo bin Sin kun
kurang kuat? Haa, ha, ha!”
“Tung hai Sian jin, sebelum aku melayanimu sebagai
tuan rumah, lebih dulu katakan apakah kau berfihak kepada
Kim Kong Taisu, Mo bin Sin kun dan Thian te Kiam ong?
Ketahuilah bahwa aku menganggap musuh semua kawan
kawan Thian te Kiam ong, dan menganggap saudara
kepada semua musuh musuhnya. Nah, kaujawablah
sebelum percakapan kita dilanjutkan.”
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
“Kalau aku bersahabat dengan Thian te Kiam ong, apa
kau kira aku sudi datang ke sini? Thian te Kiam ong
terhitung musuhku karena ia telah berani menghinaku,”
jawab Tung hai Siao jin dan teringat akan pengalamannya
dengan Thian te Kiam ong, merahlah mukanya saking
marahnya.
“Bagus!” kata Lam hai Lo mo, “kalau begitu kau
termasuk sahabat baikku. Akan tetapi, mengapa kau
bermusuhan dengan Thian te Kiam ong?”
“Aku dan puteraku datang ke Tit le dan kebetulan sekali
puteraku melihat anak perempuan Thian te Kiam ong. Ia
merasa suka sekali dan kami mengajukan lamaran. Akan
tetapi apa jawaban Than te Kiam ong? Ia mengeluarkan
kata kata menghina, mencela puteraku sehingga akhirnya
aku bertempur dengan dia dan puteraku bertempur dengan
puterinya,”
“Lalu bagaimana? Menangkah? Atau kalah? Bagaimana
kepandaiannya?” tanya Lam hai Lo mo penuh gairah.
“Ah, kepandaiannya sih tidak seberapa hebat,” Tung hai
Sian jin membohong, “hanya kami sengaja mengalah.”
Siang cu menutup mulutnya agar tidak ke lihatan
ketawa.
“Bocah setan, mengapa kau tertawa?” Tung hai Sian jin
membentak dara itu.
“Orang tua, selama hidupku belum pernah aku
mendengar orang bertempur lalu mengalah. Kalau kalah itu
berarti memang kepandaiannya kurang tinggi, kalau tidak
demikian, mengapa mengalah?”
“Siang Cu, jangan memutuskan penuturan Tung hai Sian
jin. Sahabat, kau teruskanlah, dan terangkan mengapa
mengalah.”
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
“Kami datang ke sana sebagai pelamar. Kalau sampai
terjadi pertempuran, tentu orang orang kang ouw mengira
kami sengaja memaksa orang untuk dijadikan isteri. Hal itu
tentu memalukan sekali dan merendahkan nama kami.
Oleh karena itu kami sengaja tidak mau melanjutkan
pertempuran dan pergi meninggalkan mereka,”
“Aku juga tidak jadi suka kepada puteri Thian te Kiam
ong,” kata Eng Kiai bersungut sungut. “Gadis itu terlalu
galak, kakaknya terlalu sombong, dan ayahnya terlalu jahat!
Di dunia masih banyak terdapat gadis gadis cantik dan
gagah perkasa, di antaranya terutama sekali yang tinggal di
Pulau Sam liong to. Ha. ha, ha!”
“Apakah ini juga lamaran?” Lam hai Lo mo bertanya
dan sinar matanya berkilat.
Melihat ini, Tung hai Sian jin merasa tidak enak, cepat ia
mencela puteranya, “Eng Kiat, jangan sembrono. Lam hai
Lo mo, puteraku memang suka berkelakar, maafkan dia.
Tentu saja kau katanya tadi bukan bermaksud meminang
muridmu, akan tetapi alangkah baiknya kalau hubungan
kita ini diikat oleh perjodohan orang orang muda.”
“Oh, siapa sudi menerima?” kata Siang Cu yang cepat
membalikkan tubuh dan berlari pergi dan situ, kembali ke
pondok.
Adapun Lam hai Lo mo yang melihat sikap muridnya
itu, berkata kepada tamu tamunya, “Muridku masih muda
dan paling benci kalau orang membicarakan tentang
perjodohan. Pula, aku tidak hendak bicarakan perjodohan
sebelum musuh musuh besarku terbasmi habis. Tung hai
Sian jin, kau mengaku sahabatku, apakah kau dapat
memberi keterangan tentang Mo bin Sin kun, Kim Kong
Taisu, dan Thian te Kiam ong?”
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
“Tentu saja dapat, belum lama aku kembali dari
pedalaman Tiongkok “
“Kalau begitu, silahkan datang ke pondokku. Kita
bercakap cakap sambil menghadapi hidangan sekedarnya.”
Tung hai Sian jin dan Bong Eng Kiat lalu mengikuti Lam
hai Lo mo menuju ke pondok, di mana telah menanti Ouw
bin cu dan Siauw giam ong yang sudah menyiapkan
hidangan. Sambil makan minum, mereka bercakap cakap.
Dan penuturan Tung hai Sian jin. Lam hai Lo mo
mendengar berita bahwa Mo bin Sin kun telah lama tidak
muncul dan wanita sakti itu entah menyembunyikan atau
mengasingkan diri di mana. Adapun Kim Kong Taisu atau
juga disebut Kim Kong Sian jin telah meninggal dunia
karena memang sudah tua sekali.
“Thian te Kiam ong Song Bun Sam tinggal di Tit le,
bersama isteri dan dua orang anaknya. Ia telah menurunkan
semua kepandaiannya kepada putera dan puterinya karena
itu mereka sekeluarga merupakan lawan yang tangguh,
Tung hai Sin jin berkata terus terang.
Selanjutnya Tung hai Sian jin menuturkan tentang
perkembangan di daratan Tiongkok, tentang tokoh tokoh
kang ouw yang baru muncul dan tentang pembentukan
partai partai persilatan baru. Eng Kiat jemu mendengar
percakapan ini maka ia berpamitan untuk melihat lihat
keadaan Pulau Sam liong to, lalu keluar dari pondokan itu.
Sebetulnya, pemuda ini ingin sekali bertemu dengan Siang
Cu, karena semenjak tadi gadis itu tidak muncul lagi. Ia
melihat Ouw bin cu dan Siauw giam ong bercakap cakap
perlahan di sebelah luar pondok dan kedua orang tosu ini
menghentikan percakapan mereka ketika melihat pemuda
ini. Akan tetapi, Eng Kiat tidak memperdulikan mereka,
bahkan pura pura tidak melihat mereka, lalu melanjutkan
perjalanan mencari Siang Cu.
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
Eng Kiat mendapatkan Siang Cu tengah duduk di pinggir
pantai, memancing ikan di tempat yang dalam dari batu
karang yang curam.
Melihat pemuda itu sambil tersenyum senyum datang
menghampirinya lalu duduk tak jauh di sebelah kirinya,
gadis itu berkata merengut, “Mau apa kau datang ke sini?
Bukankah kau dan ayahmu datang untuk bertemu dengan
suhu?”
“Suhumu sudah ada ayah yang mengajaknya mengobrol.
Kau seorang diri saja, maka aku datang untuk bercakap
cakap. Biar yang tua sama tua yang muda sama muda,
bukankah itu sudah cocok sekali?”
“Adik yang baik. Dari suhumu aku mendengar bahwa
namamu Ong Siang Cu, sungguh indah nama itu, cocok
dengan orangnya. Akan tetapi harap kau tidak terlalu galak.
Aku datang sebagai sahabat baik.”
“Cih, siapa sudi mempunyai sahabat baik dan siapa ingin
bercakap cakap denganmu? Pergilah dan jangan
mengganggu aku!”
Akan tetapi Eng Kiat hanya tertawa tawa saja dan tidak
berkisar dari tempat duduknya. Sebaliknya ia lalu membaca
ujar ujar dari Nabi kiong Cu,
“Membalas kejahatan dengan kebaikan menandakan
watak yang budiman, membalas kebaikan dengan kejahatan
menunjukkan watak penjahat. Eh, adik Siang Cu, aku
berlaku baik kepadamu, apakah kau hendak membalasnya
dengan kejahatan? Menemukan seorang dara seperti engkau
ini di atas pulau kosong, benar benar merupakan keganjilan
alam. Siapa yang takkan gembira dan tertarik? Adikku,
marilah kita bersahabat dan bercakap cakap dengan manis.
Kau mau bicara tentang apa? Tentang ilmu silat? Tentang
kesusasteraan? Agaknya di dunia ini kau takkan dapat
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
menemukan orang yang lebih pandai daripada aku Bong
Eng Kiat.”
Mendengar ini, sambil tersenyum mengejek Siang Cu
menjawab dengan ujar ujar dan Khong Cu juga, “Biarpun
orang memiliki kebajikan seperti Pangeran Cou, apabila dia
sombong, dia tak patut dilihatnya! Siapa sih yang tertarik
kepadamu? Bagiku, kau hanya sebagai kain rombeng
disulam benang emas! Pergilah!”
Namun sambil cengar cengir. Eng Kiat memandang
wajah dara itu dengan penuh kekaguman.
“Kalau benar benar seperti bidadari, nona. Terutama
sekali tanda hitam di dekat bibir itu, hmm, belum pernah
aku melihat seorang dara semanis engkau. Biar kau
memburukkan aku sesuka hatimu, asal kau suka menjadi
sahabatku, aku rela menerima semua hinaan,”
“Orang ceriwis! Pergilah kau!” Siang Cu membentak
marah. “Kau tidak melihat bahwa kau membikin takut ikan
ikan sehingga mereka tidak mau mendekati umpan
pancingku?”
“Ikan ikan itu bukannya takut, adik Sian Cu. Mereka itu
tahu diri dan sengaja menjauhkan diri agar jangan
mengganggu percakapan dua orang muda di pinggir laut.”
Kemarahan Sing Cu tak dapat ditahan lagi, ia
membanting pancingnya dan melompat berdiri.
Matanya bersinar sinar dan ia mengigit gigit bibirnya.
“Kalau bukan tamu dari suhu, sudah kulemparkan kau
ke laut! Sudah dua kali kau kusuruh pergi, sekarang
kuulangi lagi, pergi kau dari sini! Kalau tidak, jangan
dianggap aku yang keterlaluan kalau pedangku bicara!”
Sambil berkata demikian. Siang Cu mencabut pedangnya
dan berkelebatlah sinar kehijauan dari pedang ini.
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
Bong Eng Kiat wataknya sombong sekali, ia memang
selalu memandang rendah kepada siapa saja, juga ia
memandang rendah kepada Siang Cu. Melihat gadis ini
mencabut pedang, ia juga bangun berdiri akan tetapi masih
tersenyum senyum.
“Sudah cantik, lagi perkasa. Benar benar kau lebih
menang daripada puteri Thian te Kiam ong,”
“Keparat busuk! Kau tidak mau pergi berarti kau
mencari mampus!” Sambil berkata demikian Siang Cu lalu
menyerang dengan pedangnya menusuk secepat kilat.
Tadinya Eng Kiat mengira bahwa gadis ini hanya
menggertak saja, karena masakan sebagai nona rumah
hendak membunuh seorang tamunya? Akan tetap, alangkah
kagetnya ketika ia melihat betapa serangan ini benar benar
dapat membuat dadanya tertembus pedang! ia cepat
mengelak dan masih memandang rendah. Ia melompat
lomoat ke sana ke mari sambil tersenyum senyum,
memamerkan ginkangnya yang tinggi.
Siang Cu merasa penasaran sekali. Belum pernah ada
orang berani mempermainkannya seperti pemuda ini, maka
ia lalu mempercepat gerakan pedangnya sehingga yang
nampak hanya sinar hijau bergulung gulung bagaikan
seekor naga hijau mencari korban.
Baru sekurang Eng Kiat terkejut sekali. Tak mungkin lagi
baginya untuk menghadapi pedang nona ini dengan hanya
mengelak dan mengandalkan ginkangnya. Terpaksa ia lalu
mencabut siang kiamnya (sepasang pedang) dan menangkis
sambil berseru,
“Sudah, sudah, adik yang manis…. baiklah aku pergi,
jangan serang lagi !”
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
Akan tetapi, omongan ini terutama sekali sebutan adik
yang manis, membuat Siang Cu makin marah dan ia
menyerang lebih ganas lagi! Sibuk juga Eng Kiat
menggerakkan sepasang pedangnya untuk menangkis.
Biarpun ia amat terdesak, namun ia sama sekali tidak mau
balas menyerang.
Sementara itu, selagi dua orang kakek sakti bercakap
cakap di dalam pondok dan dua orang muda itu mengadu
pedang, dua bayangan orang bekerja dengan cepat sekali,
mengangkut banyak emas dari peti di dalam gua, kemudian
diam diam mereka lalu membawa emas itu ke dalam
perahu dan berlayar meninggalkan Pulau Sam liong to!
Mereka ini bukan lain adalah Ouw bin cu dan Siauw giam
ong. Memang sudah lama mereka bersepakat untuk
melarikan diri dari situ membawa pergi emas sebanyak
banyaknya, akan tetapi, mereka sama sekali tak pernah
berani mencobanya karena kalau hal ini diketahui oleh
Siang Cu atau Lam hai Lo mo, hal ini berarti nyawa
mereka akan melayang.
Akan tetapi, mereka tiada jemunya mencari kesempatan
baik dan akhirnya kesempatan itu tiba. Melihat betapa dua
orang kakek itu amat asyik bercakap cakap dan kini Siang
Cu yang marah marah menyerang pemuda itu, Ouw bin cu
dan Siauw giam ong lalu cepat mengerjakan rencana
mereka yang sudah diatur.
Adapun Lam hai Lo mo dan Tung hai Sian jin, sebagai
tokoh tokoh kang ouw yang bertemu di tempat itu, banyak
hal yang mereka bicarakan sehingga mereka tidak
memperhatikan lain hal yang mungkin terjadi di luar
pondok. Akan tetapi pendengaran mereka luar biasa
tajamnya. Biarpun tempat di mana Siang Cu dan Eng Kiat
bertanding agak jauh dari situ, namun suara beradunya
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
pedang selalu merupakan suara yang menarik perhatian ahli
ahli silat tinggi.
“Ada yang bertempur,” kata Lam hai Lo mo.
“Kau betul, akupun mendengar suara pedang beradu.”
Tanpa banyak cakap lagi, seperti sudah berjanji, keduanya
lalu melompat ke luar pondok dan ketika mereka
mengeluarkan kepandaian ternyata mereka dapat bergerak
maju berbareng dengan cepat sekali.
Pada saat itu, Siang Cu sudah mendesak Eng Kiat
dengan hebat sekali dan ketika ia menggerakkan pedangnya
dengan gerakan memutar, menyerang bertubi tubi dan kaki
terus naik sedikit sedikit, Eng Kiat benar benar sibuk sekali.
Serangan sedikit demi sedikit naik ini adalah ilmu pedang
yang disebut Pedang Angin Puyuh yang mula mula
menyerang kaki lawan, kemudian dilanjutkan bertubi tubi
ke atas. Beberapa kali ujung pedang bersinar hijau itu
melukai Eng Kiat namun pemuda ini dengan susah payah
masih dapat menangkis. Ketika serangan pedang itu sudah
tiba di lehernya, ia tak tahan lagi dan karena kurang cepat
mengelak maka pundaknya terbabat pedang. Baiknya Siang
Cu masih ingat bahwa selama pertempuran pemuda itu tak
pernah membalas, maka ia sengaja menyelewengkan
pedangnya sehingga pundak pemuda itu tidak terbabat
semua, hanya baju di bagian pundak dan sedikit kulit
pundak saja yang terkupas dan mengeluarkan darah.
“Siang Cui Mana kesopananmu?” Lam hai Lo mo
membentak marah dan ia malu sekali terhadap Tung hai
Sian jin.
“Kau melukai seorang tamu kita? Benar benar kurang
ajar.”
Eng Kiat buru buru melompat menghampiri Lam hai Lo
mo dan berkata, “Locianpwe, harap jangan marah kepada
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
adik Siang Cu. Dia tidak bersalah. Kami berdua tadi
memang sengaja mencoba kepandaian masing masing
untuk menambah pengetahuan dan teecu berlaku kurang
hati hati sehingga terbabat pedang. Apakah artinya luka dan
sedikit mengalirkan darah bagi seorang gagah? Harap
Locianpwe tidak marah.”
Mendengar ini, Siang Cu merasa heran. Ah, benar benar
aneh pemuda itu, telah dilukainya masih saja membelanya
dan kemarahan suhunya.
Lam hai Lo mo bukanlah searang bodoh. Dari jauh ia
tadi melihat betapa pemuda tamunya itu sama sekali tidak
membalas serangan muridnya, maka ia berkata, “Bong
hiante kalau betul muridku berlaku kurang ajar, kau berhak
memberi pengajaran ke padanya.”
“Ah, tidak, tidak, locianpwe. Muridmu amat baik
kepadaku, dan kami tadi bermain main di tepi laut. Karena
kegembiran itulah maka kami main main dengan pedang
untuk mempererat perkenalan.”
Sambil berkata demikian, Eng Kiat mengerling penuh
arti kepada Siang Cu. Bukan main mendongkolnya hati
gadis ini dan tanpa berkata sesuatu ia lalu lari pergi dari
situ.
Lam hai Lo mo tertawa bergelak. Lalu menoleh kepada
Tung hai Sian jin “Puteramu patut dipuji, sahabatku.
Sayang sekali muridku itu keras kepala dan sukar diurus.”
“Tidak apa,” kata Tung hai Sian jin tertawa. “aku masih
mengharapkan mereka kelak menjadi suami isteri.”
Bukan main girangnya hati Eng Kiat mendengar kata
kata kedua orang kakek ini. Memang, terhadap Siang Cu ia
jatuh hati betul betul. Kepada gadis gadis lain, biasanya ia
menyatakan cinta kasihnya dengan kasar dan tak segan
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
mempergunakan kekerasan, namun terhadap Siang Cu, ia
lemah dan bahkan sampai dilukai pundaknyapun ia tidak
merasa sakit hati sama sekali. Agaknya tai lalat kecil di
pinggir mulut Siang Cu telah menawan hatinya.
Tadi di dalam pondok, dua orang kakek itu telah
bersepakat untuk bersama sama menjatuhkan Thian te
Kiam ong sekeluarga. Bukan itu saja, bahkan mereka
mempunyai cita cita untuk menggerakkan bajak bajak laut
dan menyerang Kerajaan Goan tiuw. Bukan sekali kali
dengan maksud membela rakyat yang tertindas melainkan
untuk memenuhi cita cita mereka, yakni menguasai
kerajaan.
Selagi dua orang kakek itu membicarakan tentang
kemungkinan perjodohan antara Siang Cu dan Eng Kiat
tiba tiba gadis itu datang berian lari dan pada mukanya
terbayang bahwa telah terjadi sesuatu yang hebat.
“Suhu, dua orang tosu itu telah pergi, mencuri perahu
dan membawa serta isi peti di dalam gua.”
“Apa???” Lam hai Lo mo marah sekali. Dengan
tongkatnya ia hajar pohon yang tumbuh di dekatnya.
Terdengar suara keras dan pohon itu tumbang! Kakek
buntung itu masih belum puas, sambil memaki maki dan
berteriak teriak ia menggunakan tongkatnya mengamuk dan
banyak pohon ditumbangkan seperti seekor gajah
mengamuk saja! Tung hai Sian jin memandang dengan
kagum, adapun Eng Kiat memandang dengan muka pucat.
Alangkah hebatnya kakek ini kalau sudah mengamuk,
pikirnya dan ada perasaan takut dalam hatinya terhadap
kakek buntung ini.
“Tangkap mereka! Kejar mereka! Akan kuhancurkan
benak mereka!” teriaknya berulang ulang.
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
“Suhu, mereka sudah tidak kelihatan bayangannya lagi
dan kita tidak tahu ke jurusan mana ia pergi. Bagaimana
bisa mengejar?”
“Tidak berduli! Biar ke dalam neraka sekalipun, aku
akan mendapatkan meraka, anjing anjing terkutuk itu!
“Lam hai Lo mo marah benar benar. Tadi i menjanjikan
kepada Tung hai Sian jin bahwa untuk membiayai
pengumpulan pasukan bajak laut, ia telah bersedia banyak
sekali emas, akan tetapi sekarang emas itu telah dicuri dua
orang pelayannya sendiri!
Sementara itu, ketika Tung hai Sian jin mendengar ini, ia
tertawa bergelak mentertawakan Lam hai Lo mo.
“Ha, ha, ha! Iblis Tua Laut Selatan kena ditipu mentah
metah oleh dua ekor kacoa yang berbau busuk. Sungguh
lucu sekali. Lam hai Lo mo, setelah emas itu lenyap, tak
perlu lagi kita bicara tentang pasukan yang banyak makan
biaya. Nah sampai jumpa kembali.”
“Nanti dulu, Tung hai Sian jin!” Tubuh kakek kaki
buntung ini berkelebat dan ia sudah menghadang di depan
Tung hai Sian jin, sikapnya mengancam, cambang bauknya
berdiri kaku.
“Kau mau apa, Lam hai Lo mo?” Dewa Laut Timur ini
melintangkan tongkat kepala naganya di depan dada.
“Katakan bahwa kau takkan membatalkan kerja sama
kita!” Lam hai Lo mo menuntut.
“Ha, ha, ha! Anjing tak dapat disebut anjing lagi kalau
kepalanya sudah tidak ada? Eh, Lam hai Lo mo, bagaimana
lagi janji kerja sama kita? Sahamku berupa usaha
mengumpulkan tenaga bantuan, dan sahammu berupa emas
untuk membiayai mereka itu. Sekarang emasmu dicuri
orang, bagaimana mungkin kau mau bekerja sama tanpa
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
saham? Lebih baik kau lekas mencari emasmu yang hilang,
baru kelak kita bicara lagi tentang kerja sama.”
Untuk beberapa lama, kedua orang kakek itu berhadapan
dengan sikap seperti siap untuk saling menghantam. Akan
tetapi, tiba tiba Lam hai Lo mo tertawa bergelak gelak dan
berkata, “Pergilah, pergilah, siapa butuh pertolongan
seorang seperti kamu? Ha, ha, ha, di dunia ini memang
tidak ada orang baik. Di mana ada kesetiaan? Pelayan pergi
mencuri emas, sahabat baru datang karena melihat emas.
Ha, ha, ha!”
Tung hai Sian jin juga tertawa bergelak.
“Eng Kiat, mari kita pergi. Untuk apa melayani kaki
buntung yang miskin ini.Mari pulang!” Pemuda itu melihat
bahwa antara ayahnya dan si kakek buntung terjadi
pertentangan hebat pada saat itu, maka ia tidak berani
bercakap lagi dan segera mengikuti ayahnya pergi ke pantai,
lalu menggunakan sebuah perahu, berlayar kembali ke
pulaunya sendiri.
Sepeninggal mereka, Lam hai Lo mo tertawa lalu
menangis.
“Dunia ini palsu, manusia manusia juga palsu! Semua
kotor, semua buruk! Yang bersih dan bagus itu hanya palsu
belaka hanya kulit, isinya busuk!” Berkali kali kakek
buntung ini mengeluh dan menangis. Siang Cu yang sudah
mengenal akan watak suhunya yang kukoai (ganjil),
mendiamkan saja, menanti sampai orang tua itu menjadi
tenang kembali.
Setelah agak tenang, ia mendekati suhunya dan bertanya
dengan suara mengandung iba, “Suhu, ke mana kita harus
menyusul anjing anjing busuk Ouw bin cu dan Siauw giam
ong itu?”
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
Untuk beberapa lama suhunya tidak menjawab,
kemudian ia berkata sambil tertawa, “Aha, mengapa bodoh
amat kita ini? Tentu saja ke Go bi san! Siauw giam ong
adalah murid Go bi pai dan kalau kita menyerbu ke sana
dan memaksa supaya mereka mencari Siauw giam ong,
bukankah keduanya akan dapat ditangkap!”
“Dan kita sekalian pergi ke Tit le untuk mencari Thian te
Kiam ong!” kata Siang Cu girang.
Ketika melihat gurunya ragu ragu. Siang Cu berkata
gagah,
“Tanpa bantuan manusia seperti Tung hai Sian jin dan
puteranya yang ceriwis, teecu sanggup menghadapi Thian
te Kiam ong, suhu. Mengapa kita berkecil hati sebelum
berhadapan dengan lawan?”
Terbangun semangat Lam hai Lo mo mendengar ucapan
muridnya ini. “Ha, ha, ha, kau benar! Kita berdua sanggup
menghancurkan keluarga Song Bun Sam! Kecil hati? Aku
Lam hai Lo mo! Ha, ha, ha, kuhancurkan mereka semua.
Kuhancurkan!” Sambil terpincang pincang, kembali Lam
hai Lo mo menghajar pohon pohon yang berdekatan
dengannya sehingga kembali banyak pohon tumbang.
Sementara itu, Siang Cu lalu berkemas untuk melakukan
perjalanan jauh, ke daratan Tiongkok, melalui gunung
gunung, sungai sungai, dan kota kota. Tempat yang sudah
amat lama dirindukannya, dijadikan bahan mimpi setiap
malam.Memang sesungguhnya dara yang sudah dewasa ini
mulai merasa amat bosan untuk tinggal saja di pulau
kosong, berdua dengan suhunya yang kadang kadang
kumat gilanya.
Kerajaan Goan adalah kerajaan penjajah yang datangnya
dari Mongol. Kaisar pertama yang mula mula menyerang
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
Tiongkok dan menghancurkan Kerajaan Cin di Tiongkok
Utara, adalah Jenghis Khan yang namanya amat
termashur, tidak saja di Tiongkok, bahkan terkenal sampai
ke dunia barat.
Setelah Kaisar Jenghis Khan meninggal dunia,
kedudukannya digantikan oleh puteranya yang ke tiga,
yakni Kaisar Ogudai, yang seperti juga ayahnya, amat
gemar akan perang dan meluaskan daerahnya dengan
menyerbu negara negara tetangga. Setelah Ogudai
meninggal dunia dengan tiba tiba, dan tahta kerajaan
terjatuh ke dalam tangan Kaisar Mongka, cucu Jenghis
Khan, barulah tentara Mongol yang luar biasa kuatnya itu
menyerbu ke selatan, di bawah pimpinan Kubilai, saudara
Kaisar Mongka, dan menundukkan Kerajaan Sung Selatan,
bahkan terus menyerang sampai di Indo cina dan
merampok Hanoi habis habisan!
Hanya sembilan tahun Mongka menjadi kaisar karena
iapun meninggal dunia dan kini pemerintahan terjatuh ke
dalam tangan Kublai Khan. Dalam jaman inilah cerita Sam
liong to ini terjadi.
Kublai Khan yang mendirikan Wangsa Goan tiauw dan
ia bahkan memindahkan ibu kotanya ke Peking. Kublai
Kban tidak mau berhenti sampai di sini saja ia belum
merasa puas kalau seluruh wilayah Tiongkok belum
terjatuh ke dalam tangannya, maka terus terusan ia
mengirim pasukan untuk menyerang daerah Sung selatan
yang amat luas.
Namun, sungguhpun keadaan tentara Kerajaan Sung
selatan pada waktu itu amat lemah berhubung dengan
kelaliman kaisarnya, perebutan daerah selatan ini tidak
berlangsung dengan mudah. Pasukan pasukan berkuda
Bangsa Mongol yang dapat bergerak secepat kilat dalam
menggempur musuh di daerah utara, agaknya di daerah
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
pertanian di sebelah selatan Sungai Yang ce, tidak dapat
bergerak dengan cepat lagi. Perlawanan terjadi di mana
mana, bahkan enam belas tahun kemudian ketika Kaisar
Kerajaan Sung selatan tertawan dan ibu kotanya,
Hangkouw direbut, masih saja para jenderal dan panglima
melakukan perlawanan sampai bertahun tahun.
Baru setelah sembilanbelas tahun kemudian semenjak
Kublai Khan menjadi kaisar, seluruh wilayah Sung selatan
dapat direbut dan mulailah dalam tahun 1279 ini berdirinya
sejarahWangsa Goan.
Kublai Khan tidak saja seorang kaisar yang gemar akan
peperangan namun ia juga amat memperhatikan
pembangunan demi kepentingannya sendiri. Di Kota Raja
Peking, ia mendirikan istana yang luar biasa indahnya, juga
istana istana peristirahatan yang mewah.
Kublai Khan juga memerintahkan agar supaya terusan
air yang telah digali pada jaman Sui dan Sung yakni terusan
antara Sungai Yang ce dan Huang ho, kini digali terus
sampai ke Peking. Hal ini dilakukan untuk memudahkan
hubungan antara Yang ce dan Peking, karena perlu untuk
mengangkut beras yang terbanyak terdapat di lembah
Sungai Yang ce.
Untuk pekerjaan ini, puluhan ribu tenaga kaum tani
dipaksa dengan secara kejam, diharuskan bekerja melebihi
binatang, sehingga banyak yang meninggal dalam kerja
paksa ini. Kekacauan dan penindasan merajalela. Yang
celaka tak lain hanyalah rakyat kecil atau kaum tani.
Mereka dipaksa bekerja menggali terusan, dan apabila
mereka meninggal dalam pekerjaan ini, maka tanah sawah
mereka jatuh ke dalam tangan tuan tanah yang jahatnya
melebihi lintah darat.
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
Pada jaman itu, kekayaan bertimbun timbun di tangan
tuan tuan tanah yang hidupnya seperti raja kecil di dusun
dusun. Bagi orang orang kaya ini, pemerintahan Bangsa
Mongol tidak merugikan, bahkan menguntungkan, karena
dengan jalan menyuap dan menyogok para pembesar
Mongol, mereka ini seakan akan dilindungi dan dapat
melakukan pemerasan dan penghisapan seenaknya
terhadap kaum tani yang lemah.
Di kalangan rakyat jelata, mulailah timbul api
pemberontakan yang menyala nyala di dalam dada. Tentu
saja mereka ini tidak berdaya dan tidak berani
memberontak secara berterang, karena memang kedudukan
tentara Mongol luar biasa kuat nya. Apa lagi kini dibantu
oleh orang orang Han (Tiongkok aseli) sendiri yang
berwatak menjilat. Rakyat amat benci kepada penjajah
Mongol akan tetapi lebih benci kepada tuan tuan tanah
yang mengambil muka kepada musuh dan tidak segan
segan menginjak injak bangsa sendiri. Gerombolan
perampok timbul di mana mana mengganggu keamanan.
Kublai Khan bukan tidak tahu akan perasaan anti di
kalangan rakyat, maka ia memerintahkan untuk membasmi
orang orang yang memihak rakyat, ia tahu bahwa rakyat
kecil takkan dapat berbuat sesuatu tanpa ada pemimpinnya,
dan pemimpin rakyat tentulah orang orang pandai.
Mengawasi rakyat kecil yang banyak jumlahnya tidak
mudah, akan tetapi mengawasi orang orang pandai yang
hanya dapat dihitung banyaknya, amat mudah, ia lalu
menyebar barisan penyelidik untuk mengawasi orang orang
terpelajar terpelajar, para sasterawan, orang orang gagah
yang terkenal di dunia Kang ouw, dan orang orang
berpengaruh yang kiranya patut menjadi pemimpin rakyat.
Orang orang yang diselidiki ini, apabila ternyata tidak anti
kepada pemerintah Goan tiauw, bahkan ditarik dan diberi
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
kedudukan, diberi kehidupan mewah. Sebaliknya apabila
nampak gejala gejala anti pemerintah Goan, orang ini tentu
terus saja ditangkap dengan tuduhan memberontak!
Liem Kwan Ti, seorang siucai yang tinggal di kota raja,
tak terkecuali terkena aksi pembersihan dari kaisar ini. Ia
tinggal di kota raja dalam keadaan cukup karena
peninggalan dari ayahnya cukup banyak untuk dapat
dimakan sekeluarganya, yakni seorang isteri dan seorang
anak perempuan yang sudah berusia limabelas tahun.
Semenjak dahulu, keluarga Liem ini adalah keturunan
orang terpelajar yang berjiwa besar dan cinta kepada
bangsa. Akan tetapi, Liem Kwan Ti bukan seorang kasar
dan bodoh yang tidak melihat keadaan, ia tinggal diam saja
dan biarpun hatinya sering kali terbakar melihat betapa
pemerintah penjajah memeras rakyat, namun ia maklum
bahwa ia tak berdaya dan bahwa sedikit saja ia membuka
mulut berarti bencana menimpa keluarganya.
Akan tetapi, nasib baik atau buruk tak dapat ditolak. Ada
ada saja kalau orang sudah dinasibkan mengalami bencana.
Di dalam kota raja tinggal seorang komandan Busu
(pengawal istana) yang mempunyai seorang putera bernama
Souw Sit. Biarpun seorang Han namun karena memiliki
kepandaian tinggi dan pandai menjilat, ayah Souw Sit
menerima pangkat sebagai komandan pengawal dan
hidupnya mewah. Souw Sit sendiri sebagai pemuda,
terkenal sebagai seorang pemogoran dan mata keranjang.
Banyak sudah anak bini orang menjadi korban
gangguannya.
Pada suatu hari, dalam sebuah kelenteng ketika orang
orang datang bersembahyang, Souw Sit yang memang
seperti burung alap alap mengintai korban, dapat melihat
puteri dari Liem Kwan Ti yang cantik. Gadis ini bernama
Liem Kwei dan memang ia cantik manis dna baru berusia
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
limabelas tahun. Biarpun hanya melihat sekelebatan saja,
wajah Liem Kwei cukup membuat Souw Sit menjadi jatuh
bangun hatinya dan rindu, ia tidak berani berlaku
sembarangan terhadap gadis seorang siucai (sasterawan),
tidak seperti kalau ia menghendaki gadis puteri petani.
Maka gelisahlah hatinya.
Akhirnya ia menyuruh orang mengajukan pinangan
kepada Liem Kwan Ti. Sasterawan ini sudah cukup kenal
dan tahu macam apa pemuda itu, maka dengan halus ia
menolak pinangan tersebut. Hal iai menyakitkan hati Souw
Sit yang segera mengada kepada ayahnya bahwa ia dihina
oleh keluarga Liem.
Inilah bibit bencana yang menimpa keluarga Liem.
Ketika diadakan pembersihan, Souw Busu sendiri, yakni
ayah Souw Sit, mengepalai pemeriksaan di rumah Liem
Kwan Ti dan akhirnya di temukan buku terisi sajak sajak
yang menyerang dan mencela pemerintah Goan tiauw.
Tanpa banyak cakap lagi Liem Kwan Ti dan anak isterinya
lalu ditangkap!
Di depan pengadilan, Liem Kwan Ti bersumpah bahwa
ia tidak pernah menyimpan buku seperti itu, namun bukti
sudah cukup jelas dan pengadilan tentu saja tidak menerima
alasan ini, sama sekali tidak mau menyelidiki dari mana
datangnya buku itu ke kamar Liem Kwan Ti. Putusan mati
dijatuhkan!
Sebetulnya, seperti sudah dapat diduga, buku yang
sifatnya memberontak itu memang sengaja dibawa oleh
Siauw Busu dan ketika mengadakan pemeriksaan,
dikeluarkan dan dikatakan bahwa buku itu didapatkan dari
kamar sasterawan Liem!
Sebelum hukuman mati dijatuhkan, Souw Sit
mendatangi Liem Kwan Ti di tahanan dan dibujuknya
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
bahwa apabila sasterawan itu mau memberikan puterinya ia
tanggung akan dapat menolong para tawanan ini
sekeluarga. Tentu saja Liem Kwan Ti menjawab dengan
makian sehingga pemuda itu menjadi marah sekali.
Malamnya dengan kekerasan Liem Kwei dibawa pergi,
dipisahkan dari ayah bundanya. Dan pada keesokan
harinya, Liem Kwan Ti hanya mendengar bahwa puterinya
itu telah membunuh diri dengan jalan membenturkan
kepala sampai pecah pada dinding kamar tahanan!
Bukan main hancurnya hati ayah dan ibu ini Liem Kwan
Ti berteriak teriak, memaki maki pemerintah Goan,
memaki maki orang orang Han yang menjadi penjilat
bangsa penjajah seperti Souw Busu dan Souw Sit. Sampai
datang saat hukuman mati dijatuhkan, Liem Kwan Ti dan
isterinya tetap memaki maki dan sedikit pun tidak takut
menghadapi golok algojo yang memancung kepada mereka!
Peristiwa seperti ini sudah terlalu sering terjadi sehingga
pada masa itu, kejadian seperti ini dianggap biasa saja. Apa
komentar orang yang lemah semangat?
“Salah Liem Kwan Ti sendiri, mengapa ia sampai
memancing permusuhan dengan orang berkuasa seperti
Souw Sit dan ayahnya ia bodoh dan kebodohannya yang
membawa keluarganya binasa.”
Adapun orang orang yang bersemangat dan cinta bangsa,
hanya mengucurkan air mata dengan diam diam, menyesali
nasib bangganya yang celaka. Apakah daya mereka? Tanpa
kekuatan balatentara yang besar tak mungkin bangsanya
dapat bangkit melawan penjajah. Sedangkan kaum penjajah
sudah mencengkeram semua orang sampai ke dusun dusun.
Tak seorangpun dapat bergerak bebas.
Kurang lebih sebulan kemudian semenjak terjadi
peristiwa itu, seorang pemuda yang berpakaian seperti
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
seorang pelajar, berusia belum dua puluh tahun, berwajah
tampan dan bersikap halus, datang di kota raja dan
langsung menuju ke rumah Liem Kwan Ti.
Orang orang di sekitar rumah itu sudah hampir
melupakan peristiwa itu, dan kini mereka semua terheran
melihat datangnya pemuda ini. Rumah itu masih ditutup
dan dinyatakan menjadi hak milik pemerintah. Ketika
pemuda ini melihat rumah tertutup ia lalu bertanya kepada
sebelah tetangga, seorang pemilik toko obat.
“Maaf, lopek. Bolehkah saya bertanya, kemana gerangan
perginya pamanku Liem Kwan Ti dan keluarganya
sehingga rumahnya ditutup?”
Pemilik toko obat itu juga seorang Han, she Kwa. Ia lalu
mengajak pemuda itu masuk dan setelah duduk ia bertanya
perlahan, “Kau siapakah, hiante?”
“Saya bernama Liem Pun Hui dari Propinsi Cekiang.
Jauh jauh saya datang ke sini untuk mengunjungi pamanku
Liem Kwan Ti, tidak tahu dia berada di manakah? Menurut
keterangan yang saya dapat, tempat tinggalnya adalah di
sini.”
“Memang betul, dia dahulu tinggal di sini. Sayang kau
terlambat kurang lebih satu bulan Ah…. bukan, bukan
sayang, kumaksudkan, kau beruntung sekali terlambat.
Karena kalau kau datang sebulan di muka, kiranya kaupun
takkan selamat.”
“Eh, apakah yang terjadi, lopek?” Liem Pun Hui
bertanya terkejut.
Orang tua pemilik toko obat itu memandang kekanan
kiri, lalu memegang tangan pemuda itu, diajaknya masuk
ke dalam kamarnya. Sebelum bicara, ia menutupkan pintu
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
kamar itu rapat rapat, dilihat dengan mata terheran heran
dan dada berdebar oleh PunHui.
“Orang muda, kau beruntung sekali bahwa yang
kautanyai tentang pamanmu itu adalah aku sendiri. Kalau
orang lain yang menerimamu, ah.... aku tidak tahu apa
yang akan terjadi denganmu, ah.... aku tidak tahu apa yang
akan terjadi dengan mu, karena siapa dapat menyelami hati
orang pada dewasa ini? Pamanmu Liem Kwan Ti itu,
sebulan yang lalu telah tewas bersama isteri dan puterinya.”
“Tewas ? Mengapa, lopek?” Pun Hui menjadi pucat.
“Mereka ditangkap dan dituduh memberontak.”
Kemudian pemilik toko obat itu menuturkan sejelasnya
tentang peristiwa itu. Sebagai seorang tetangga yang
mempunyai hubungan baik dengan Liem Kwan Ti, orang
she Kwa ini tahu sampai jelas apa yang menjadi sebab
sebab maka bencana itu menimpa keluarga sasterawan
Liem.
Wajah Pun Hui sebentar pucat sebentar merah
mendengar penuturan ini, ia merasa marah, sakit hati, dan
sedih.
“Paman, bibi.... dan anak mereka menjadi korban
keganasan seorang pengkhianat bangsa, sekarang penjilat
she Souw itu.... Jahanam benar mereka !” katanya
sambil mengusap air mata yang jatuh berlinang di atas
kedua pipinya.
“Hush.... Liem hiante, kau tenanglah. Apa daya kita
terhadap keadaan seperti ini? Kau jangan khawatir, kau
tinggallah di sini bersamaku. Akupun tidak mempunyai
anak dan kau...... kulihat kau baik sekali untuk
membantuku di sini, asal saja kau mengganti she mu
menjadi Kwa, orang orang takkan ada yang tahu bahwa
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
kau masih ada hubungan keluarga dengan Liem Kwan Ti
yang dianggap pemberontak.
Akan tetapi, tiba tiba sikap yang lemah lembut dari
pemuda itu berubah, ia menggigit bibir dan mengepalkan
kedua tinjunya, lalu berkata keras keras.
“Tidak, tidak! Biar orang akan membunuhku, aku harus
mengutuk pengkhianat bangsa she Souw itu!” Setelah
berkata demikian, ia berlari keluar.
Orang she Kwa itu hendak mencegah, akan tetapi karena
pemuda itu sudah berian keluar dan kalau ia memaksa takut
kalau kalau pemuda itu berteriak teriak di depan tokonya
dan membuat ia sendiri rembet rembet, maka ia hanya
memandang pemuda itu pergi dan menggoyang goyang
kepala nya.
“Negeriku mempunyai banyak orang bersemangat gagah
seperti pemuda itu, akan tetapi apa daya seorang anak
lemah seperti dia terhadap orang orang seperti Souw Busu?
Sayang , sayang.... pemuda yang baik seperti dia
takkan lama lagi hidupnya.... “
Memang Liem Pun Hui bersemangat gagah biarpun ia
dilahirkan sebagai seorang siucai yang bertubuh lemah.
Para pembaca sudah mengenal anak muda ini ketika ia
ditawan oleh bajak laut dan kemudian ditolong oleh Ong
Siang Cu sehingga ia dibebaskan, bahkan diantar oleh para
bajak mendarat kembali di tepi pantai Tiongkok.
Dengan hati penuh dendam dan marah meluap luap,
Pun Hui lalu bertanya tanya di mana adanya tempat tinggal
Souw busu. Setelah mendapat tahu, ia lalu menggunakan
sisa uangnya untuk membeli alat tulis dan tintanya,
kemudian dengan langkah lebar ia menuju ke rumah
gedung yang besar dan megah dari Souw Busu.
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
Pemuda ini sudah mengambil keputusan nekat ia rela
dihukum mati asal saja sudah dapat melampiaskan dendam
dan marahnya kepada Souw busu dengan jalan memaki
makinya dengan tulisan di muka umum untuk
menelanjangi pengkhianatan dan kejahatannya yang oleh
orang lain, seperti halnya pemilik toko obat itu, disembunyi
sembunyikan dan tidak berani dibicarakan.
Memang tidak mengherankan apabila Liem Pun Hui
hendak berlaku nekat. Orang tuanya adalah petani petani
miskin di Propinsi Cekiang dan ayahnya terkena pula kerja
paksa sehingga meninggal di tempat kerja. Ketika itu ia
tidak berada di dusun, sedang menuntut pelajaran di kota.
Ketika ia pulang, ia mendapatkan ayahnya sudah tidak ada,
tanahnya dirampas oleh tuan tanah dan ibunya menderita
sakit payah. Akhirnya ibunya meninggal dunia pula oleh
sakit itu, maka hati pemuda ini remuk redam dan penuh
dendam kepada pemerintah Goan. Kemudian harapan satu
satunya hanya pamannya sasterawan Liem yang tinggal di
kota raja itu. Dengan harapan besar ia berangkat ke kota
raja, dan apa yang didapatkannya? Pamannya juga
mengalami bencana akibat fitnah dari orang jahat, maka ia
kini mengambil keputusan berlaku nekat. Hatinya penuh
dendam dan putus asa.
Dengan langkah tetap ia lalu menghampiri pagar tembok
yang putih dari gedung Souw busu, kemudian
dikeluarkannya pit dan tinta dan setelah berpikir sejenak, ia
lalu menuliskan huruf huruf besar pada tembok putih itu.
Orang orang yang lewat di situ, tentu saja menjadi tertarik
sekali melihat seorang pemuda berpakaian sasterawan
menuliskan huruf huruf besar di tembok Souw busu, maka
sebentar saja orang makin banyak berdiri di belakang
sasterawan muda ini hendak membaca apa yang akan
ditulisnya.
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
Syarat hidup sebuah pemerintahan.
Terutama rakyat harus percaya kepadanya.
Ke dua, rakyat harus mendapat cukup sandang pangan.
Ke tiga baru memiliki angkatan perang yang kuat!
Namun pemerintah sekarang tak dipercaya rakyat,
Membiarkan rakyat menderita dan kelaparan.
Memelihara pembesar pembesar busuk seperti Souw,
Penjilat yang lebih rendah daripada anjing.
Pemakan dan penindas bangsa sendiri,
Bagaimana pemerintah dapat bertahan?
Setelah membaca tulisan ini, orang orang yang berada di
situ menjadi gempar. Ada yang menjadi pucat dan cepat
cepat pergi dari situ, ada pula yang marah marah, akan
tetapi sebagian besar diam diam membenarkan ketepatan
tulisan ini. Orang orang yang pernah mempelajari
kesusasteraan tahu bahwa empat baris pertama adalah ujar
ujar dari Khong Hu Cu dan baris baris selanjutnya
merupakan caci maki terhadap pemerintah Goan tiauw.
Alangkah beraninya pemuda ini!
Sebentar saja beberapa belas orang serdadu penjaga yang
mendengar tentang ini, tergesa gesa menyerbu ke situ.
Setelah membaca tulisan ini mereka berseru, “Pemberontak
yang harus mampus!”
Beberapa kali pukulan membuat muka Pun Hui berdarah
dan tubuh pemuda itu terguling lalu diborgol kedua
lengannya, para penjaga tidak segera membunuhnya,
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
karena hendak menyeretnya ke depan Souw busu menanti
perintah selanjutnya.
Pada saat itu. di antara penonton terdengar suara orang
berkata nyaring, “Benar benar pemuda bersemangat dan
mengagumkan !”
Ketika semua orang menengok dengan heran untuk
melihat orang yang begitu lancang berani memuji pemuda
pemberontak itu, mereka melihat seorang laki laki setengah
tua yang berwajah gagah, berpakaian ringkas dan di
pinggangnya tergantung joan pian, senjata ruyung lemas
terbuat dari batu kumala putih. Dengan tenang namun
cepat sekali, laki laki ini melangkah maju dan sekali dorong
saja, tiga orang serdadu yang memegangi Pun Hui kena
dibikin terpental. Kemudian, sekali tangan kirinya meraba
belenggu, ikatan tangan pemuda itu mengeluarkan bunyi
keras dan patah patahlah belenggu besi tadi.
Para serdadu marah sekali. Dengan ruyung dan golok di
tangan mereka menyerbu laki laki gagah ini. Namun,
dengan menggerakkan tangan kiri dan kaki kanan, beberapa
orang serdadu yang paling depan terpental jauh, terkena
pukulan dan tendangan yang demikian hebat sehingga
mereka tak dapat bangun kembali.
“Gentong gentong macam kalian ini mau berlagak galak?
Pergi semua!” bentak laki laki itu yang cepat menyambar
tubuh Pun Hui dan di kempitnya dengan ringan sekali.
Akan tetapi, sebelum ia membawa pergi Pun Hui dan
tempat itu dari dalam gedung busu keluarlah tiga orang
tinggi besar dan gagah. Mereka ini adalah Souw busu
sendiri dan dua orang suwi (pengawal kaisar) yang
berkepandaian tinggi. Mereka telah menerima laporan
tentang pemuda sasterawan yang menulis sajak memaki
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
maki Souw busu dan kaisar, maka cepat mereka menuju ke
tempat itu.
Ketika Souw busu melihat laki laki setengah tua itu
mengempit tubuh Pun Hui dan dibawa pergi, ia tertegun.
“Bukankah kau ini Yap taihiap yang kemarin hendak
bertemu dengan mendiang Pangeran Kian Tiong?”
Orang itu mengangguk tenang dan menjawab.
“Benar, dan dari luaran aku tahu bahwa kau ini Souw
busu telah banyak membikin celaka bangsa sendiri.
Sungguh tak bermalu!”
“Orang she Yap! Kau menghina orang. Lepaskan
pemberontak itu, apakah kau hendak membela seorang
yang telah berani menulis sajak seperti ini? Apakah kau
hendak membela pemberontak?”
Orang gagah itu tertawa bergelak, lalu berkata dengan
suara menyindir,
“Pemuda ini jauh lebih bersih, bersemangat dan gagah
daripada kau! Bagiku dia bukan pemberontak, bahkan
berjasa terhadap kaisar yang telah salah menggunakan
orang orang seperti kau ini. Kalau kaisar memperhatikan
dan mau menurut tulisannya itu, menggantikan pembesar
pembesar macam kau dengan orang lain yang lebih baik,
tentu pemerintah Goan akan panjang usia.”
“Bangsat bermulut lancang!” Souw busu tak dapat
menahan marahnya lagi dan cepat menyerang dengan golok
besarnya, membacok ke arah kepala orang gagah itu
Namun, orang ini yang bukan lain adalah seorang pendekar
besar bernama Yap Thian Giok, mencabut senjatanya yang
tergantung di pinggang, yakni senjata ruyung lemas yang di
sebut Pek giok joan pian, dan sekali ia mengayun
senjatanya itu, bagian tengahnya menangkis golok yang
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
menyerangnya, sedangkan bagian ujungnya terus
menyambar ke arah kepala lawan! Souw busu
berkepandaian tinggi, namun dia terkejut bukan main ketika
tiba tiba senjata lawan yang menangkis itu berbareng bisa
mengirim serangan balasan yang amat berbahaya, ia cepat
menarik kembali goloknya dan melompat mundur.
Melihat dua orang kawannya telah pula maju menyerang
dengan pedang, Souw busu besar hati dan kembali
goloknya diayun cepat melakukan serangan hebat ke arah
orang gagah yang tangan kirinya masih memondong tubuh
Pun Hui itu.
Namun Yap Thian Giok tidak mau membuang banyak
waktu lagi. Bagaikan kilat menyambar, Pek giok joan pian
di tangannya bergerak dan terdengar suara “trang! trang!
trang!” tiga kali dan disusul oleh teriakan terkejut dan Souw
busu dan kawan kawannya karena pedang dan golok
mereka telah terpukul patah!
“Aku tidak ada waktu untuk melayani kutu kutu macam
kalian!” seru Yap Thian Giok dan sekali berkelebat, ia telah
melompat jauh dan sebentar saja menghilang di antara
orang orang banyak!
Souw busu menyumpah nyumpah dan cepat
mengumpulkan anak buahnya untuk mengejar, akan tetapi
orang gagah itu tidak kelihatan bayangannya lagi.
Siapakah orang gagah ini? Dan bagaimana ia bisa
muncul di kota raja? Yap Thian Giok adalah putera dari
bekas Jenderal Yap Bouw dari Kerajaan Cin yang sudah
hancur lebih dulu oleh tentara Jengis Khan. Yap Bouw
mempunyai dua orang anak, yakni sepasang anak kembar.
Yang laki laki adalah Yap Thian Giok sedangkan yang
perempuan adalah Yap Lan Giok yang tewas oleh Pat jiu
Giam ong Liem Po Coan, sute dari Lam hai Lo mo Seng
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
Jin Siansu. Kemudian, Yap Thian Giok ikut dengan
gurunya, yakni si wanita Sakti Mo bin Sin kun yang juga
pernah menjadi guru dari Thian te Kiam ong Song Bun
Sam, untuk memperdalam ilmu silatnya di puncak Bukit
Sian hoa san.
Setelah menamatkan pelajarannya dan dapat mewarisi
seluruh ilmu silat dari Mo bin Sin kun yang lihai, Mo bin
Sin kun lalu menyuruh muridnya turun gunung dan
merantau memenuhi tugas sebagai seorang pendekar silat.
Adapun Mo bin Sin kun sendiri menyatakan kepada
muridnya bahwa ia hendak bertapa dan mengasingkan diri
dari dunia ramai, tidak mau memberitahukan ke mana
perginya.
“Thian Giok, pinni (aku) sudah jemu akan keramaian
dunia dan akan kepalsuan kehidupan di dunia. Oleh karena
itu, semua tugas kebajikan kuserahkan kepadamu.
Hubungilah orang orang gagah di dunia dan pergunakan
semua ilmu yang kau pelajari dariku untuk menolong
sesama manusia yang membutuhkan pertolongan.
Usahakanlah agar setiap perbuatanmu sesuai dengan
tuntutan kebajikan. Hasil atau tidaknya usahamu bukan
menjadi soal, yang penting adalah bahwa kau selalu
bertindak di atas jalan kebenaran. Kalau sudah demikian,
maka tidak percumalah kau menjadi muridku, tidak
percuma kau menjadi putera mendiang ayah bundamu, dan
tidak percuma kau dilahirkan di dunia ini.”
Demikianlah, semenjak perpisahan ini, Thian Giok tak
pernah lagi bertemu dengan gurunya yang tidak diketahui
ke mana perginya, karena memang Mo bin Sin kun tidak
mau mengabarkan tentang dirinya lagi. Thian Giok
merantau sampai jauh. Sudah dijelajahinya seluruh negeri,
dan banyak sudah ia melakukan hal hal yang amat gagah
perkasa dan baik. Karena senjatanya Pek giok joan pian
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
amat terkenal dan amat lihai, maka di dunia kang ouw ia
dijuluki Sin pian (Ruyung Sakti). Beberapa kali ia
mengunjungi Thian te Kiam ong Song Bun Sam yang
menjadi sahabat baiknya semenjak muda, dan tiap kali
mereka bertemu, dua orang sahabat ini dengan ditemani
oleh anak isteri Song Bun Sam, bercakap cakap dengan
sangat akrab dan asyik. Kedua orang putera puteri Thian te
Kiam ong juga amat sayang kepada paman Giok ini.
Yang amat mengherankan adalah keputusan yang
diambil oleh Thian Gok bahwa ia tidak mau menikah
selama hidupnya, Hanya kepada Song Bun Sam yang
membujuknya agar ia suka menikah, ia berterus terang
bahwa ia tidak dapat melakukan pernikahan karena ia
selalu teringat kepada adik kembarnya, Lan Giok yang
sudah tewas terlebih dulu. Memang, hubungan antara
saudara kembar lebih mendalam. Ada sesuatu dalam batin
dan jiwa mereka yang mempunyai hubungan dekat sekali
sehingga boleh dibilang sukar terpisahkan legi. Kalau Thian
Giok bukan seorang laki laki gagah perkasa yang selain ahli
dalam ilmu silat juga sudah banyak mempelajari kebatinan
sehingga memiliki jiwa yang kuat, mungkin ia takkan dapat
lama tahan hidup di dunia ini jauh daripada adik kembar
nya, ia dapat bertahan untuk hidup terus tanpa adiknya di
dunia, namun untuk kawin…. ia tidak sampai hati kepada
adik kembarnya yang sudah meninggal dunia.
Demikianlah, sampai berusia empatpuluh tahun, ia
masih tetap membujang dan tidak menikah.
Ketika ia dalam perantauannya melalui Peking, ia
teringat akan Pangeran Kian Tiong dan puteri Luilee yang
baik hati, orang orang besar yang berjiwa besar pula, kawan
kawan baik dari Song Bun Sam. Tertariklah hatinya untuk
mengunjungi mereka ini karena pernah ia diperkenalkan
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
kepada mereka ini oleh Song Bun Sun ketika sahabatnya ini
datang ke kota raja.
Akan tetapi, alangkah terkejutnya ketika ia mendengar
berita bahwa Pangeran Kian Tiong dan isterinya telah
terbunuh oleh seorang penjahat yang menculik puteri
mereka. Keluarga istana menceritakan hal ini dan ketika
mereka mengetahui bahwa orang gagah ini adalah sahabat
baik dari Thian to Kiam ong Song Bun Sam, mereka lalu
menyerahkan surat peninggalan Pangeran Kian Tiong
untuk Song Bun Sam, yang sudah mereka simpan sampai
sepuluh tahun lebih karena pendekar pedang itu tak pernah
datang ke kota raja, sedangkan menurut pesan Pangeran
Kian Tiong, surat itu hanya disuruh memberikan kepada
pendekar itu apabila ia datang ke kota raja.
Demikianlah maka Souw busu mengenal Yap Thian
Giok yang datang mencari Pangeran Kian Tiong.
Kebetulan sekali ketika Sin pian Yap Thian Giok keluar
dari istana hendak melanjutkan perjalanannya ke tempat
tinggal Thian te Kiam ong untuk menyerahkan surat
peninggalan Pangeran Kian Tiog itu kepada sahabatnya, ia
melihat pemuda Liem Pun Hui yang berani menulis sajak di
tembok memaki maki Souw busu. Hatinya amat tertarik
dan kagum, maka tanpa ragu ragu lagi ia lalu menolong
pemuda itu.
Setelah berhasil mematahkan senjata dari Souw busu dan
dua orang kawannya, Yap Thian Giok lalu memondong
tubuh Pun Hui dan dibawanya lari cepat sekali keluar dan
Kota raja.
Liem Pun Hui menjadi bengong ketika ia merasa betapa
tubuhnya dibawa lari secepat terbang oleh orang tua yang
luar biasa itu. Ia hanya pernah membaca cerita tentang
orang orang gagah, tentang hiapkek hiapkek (Pendekar
pendekar) yang hidupnya merantau sebagai seorang
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
petualang, tak berkeluarga tak berumah, yang tujuan
hidupnya hanya mencari pengalaman dan membela orang
orang lemah tertindas. Sering kali ia tertarik dan ingin sekali
bertemu dengan seorang pendekar, karena ia sendiri
mendapat semangat dari membaca watak dan kehidupan
seorang pendekar dalam cerita. Cerita cerita inilah yang
memberi semangat dan kegagahan kepada pemuda ini,
sungguhpun ia sendiri semenjak kecilnya hanya
mempelajari kesusasteraan belaka. Orang inikah yang
disebut pendekar?
Setelah tiba di luar kota raja, Yap Thian Giok
menurunkan Pun Hai dari pondongannya. Pemuda itu terus
saja menjatuhkan diri berlutut di depan orang gagah itu
sambil berkata.
“Menyaksikan sepak terjang dan kegagahan lo taihiap
(pendekar tua), hatiku penuh kekaguman. Saya yang bodoh
Liem Pun Hui merasa berbahagia sekali dapat bertemu
dengan taihiap. Mohon tanya siapakah nama taihiap yang
mulia.”
Yap Thian Giok mengerutkan bening. Tak sepatahpun
kata kata dari pemuda ini menyatakan terima kasih dan
kegirangan hati telah ia tolong dari bahaya maut!
“Anak muda, tidakkah kau tahu berterima kasih?
Apakah kau tidak berterima kasih telah ku tolong dan
bahaya?” Pertanyaan ini bukan karena Yap Thian Giok
seorang yang mengharap terima kasih orang, melainkan
timbul karena herannya terhadap pemuda ini.
“Sesungguhnya, tidak ada sebab yang mengharapkan
saya berterima kasih kepadamu, lo taihiap. Karena saya
tidak mengharapkan pertolongan.”
“Hem, jadi kau tidak girang karena aku telah
menolongmu?”
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
“Tidak, terus terang saja, saya tidak bergiring karena
tidak tertangkap atau terbunuh.”
“Eh, pemuda aneh.Mengapa demikian?”
“Saya telah mengambil keputusan tetap untuk mencela
pembesar jahat itu dan mengorbankan nyawa. Untuk
apakah hidup bagi saya yang tidak berdaya melihat keadaan
yang amat tidak adil dan sewenang wenang? Lebih baik
mati sebagai seorang yang berani menentang ketidakadilan
itu!”
“Hm, kau nampaknya bodoh tapi pintar. Kata katamu
berisi akan tetapi sesungguhnya amat bodoh! Eh, anak
muda yang sudah putus asa, mengapa kau berlaku nekad?”
Sambil menahan turunnya air matanya, Liem Pun Hui
lalu menceritakan keadaannya, betapa orang tuanya dan
pamannya sekeluarga tewas karena keganasan pemerintah
Goan tiauw lebih tepat lagi karena keganasan kaki tangan
pemerintah yang bertindak sewenang wenang.
Jilid XIX
YAP THIAN GIOK mengangguk anggutkan kepalanya.
“Tindakan nekad dan putus asa hanya dilakukan oleh
orang orang yang bodoh dan tak berakal. Apakah
untungnya kalau kau mengorbankan nyawa secara sia sia?
Apakah dengan perbuatanmu itu, keadaan akan berobah
dan keadaan rakyat akan menjadi baik? Apa kaukira
dengan perbuatanmu itu kau akan dapat merobah
pemerintah menjadi baik? Daripada melakukan usaha
karena dorongan putus asa, lebih baik kau berusaha untuk
dapat meringankan beban rakyat dan menolong mereka
yang tertindas.”
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
“Apakah daya seorang bodoh dan lemah seperti saya ini,
taihiap?”
“Itulah, karena kau kurang ilmu. Setelah bertemu dengan
aku, apa sukarnya kalau kau memang betul betul mau
mencari kemajuan dan mau belajar ilmu?”
Tiba tiba wajah Pun Hui berseru gembira.
“Betul betulkah taihiap mau menerima teecu (saya)
sebagai murid ?”
Yap Thian Giok tertawa. “Mau atau tidak, setelah
melihat keadaanmu ini, aku terpaksa menerimamu. Kau
sebatang kara seperti aku pula, semangatmu besar seperti
seorang pendekar dan mengenai kegigihan seperti seorang
pahlawan, sudah sepatutnya menjadi muridku.”
Pun Hui lalu mengangguk anggukkan dan memberi
hormat sambil berlutut.
“Suhu, teecu berterima kasih sekali Semoga teecu dapat
menjadi murid yang baik.”
“Pun Pui, ketahuilah. Yang kauangkat menjadi guru ini
adalah Yap Thian Giok murid Sian hou san, yang di
kalangan kang ouw dijuluki Sin pian. Selamanya aku
melakukan perbuatan gagah sesuai dengan petunjuk dan
pesan guruku. Oleh karena itu aku tidak ingin melihat kau
kelak merusak namaku dan nama guruku, yakniMo bin Sin
kun. Nah, kau bersumpahlah bahwa kelak kau hanya akan
mempergunakan ilmu kepanduan yang kaupelajari dariku
demi kebaikan.”
“Di depan suhu Yap Thian Giok, disaksikan oleh bumi
dan langit, teeeu Liem Pun Hui bersumpah bahwa segala
macam ilmu yang akan teecu pelajari, segala macam
petunjuk yang akan teecu dengar dari suhu, akan teecu
pergunakan untuk melakukan kebajikan dan kebaikan,
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
membela yang lemah tertindas dan memberantas yang jahat
dan tidak adil. Kalau teecu melanggar sumpah ini biarlah
teecu tewas di ujung senjata orang gagah lain!”
Yap Thian Giok menjadi girang dan puas. Ia lalu
membawa muridnya itu ke dalam sebuah hutan yang liar di
sebelah barai kanal (terusan) yang menuju ke Peking, di
sebelah selatan dari kota raja.
Setelah tiba di tengah tengah hutan itu, Thian Giok
berkata.
“Pun Hui, aku hendak pergi ke Tit le untuk sebuah
urusan penting. Kau tinggallah seorang diri di tengah hutan
ini sambil melatih siulian (samadhi) dan mengatur
pernapasan agar memperkuat dasar mu untuk kelak
menerima latihan silat. Tentang makan dan minum, kau
usahalah sendiri di dalam hutan ini. Sengaja aku tinggalkan
kau untuk kira kira satu bulan sebagai ujian bagimu. Berani
dan sanggupkah kau?”
Dengan wajah berseri Pun Hui menjawab,
“Suhu, teecu sudah bersumpah untuk mentaati segala
macam petunjuk dari suhu. Menghadapi kematian teecu
tidak takut, apalagi hanya untuk tinggal seorang diri di
dalam hutan yang liar ini. Apa yang teecu takutkan?”
“Bagus! Itulah jawaban yang kuharapkan. Kalau datang
binatang buas, kau naiklah ke pohon dan selanjutnya kau
harus dapat menjaga diri sendiri.”
“Jangan khawatir, suhu. Pergilah suhu dengan hati
aman. Teecu sanggup menjaga diri sendiri.”
Yap Thian Giok lalu memberi petunjuk petunjuk dan
pelajaran tentang cara bersemadhi dan mengatur napas,
kemudian ia tinggalkan muridnya itu, berlari cepat menuju
ke Tit le untuk mencari Thian te Kiam ong Song Bun Sam,
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
menyerahkan surat peninggalan dari mendiang Pangeran
Kian Tiong.
Thian te Kiam ong dan isteri nya di rumahnya sedang
gelisah. Berhari hari kedua suami isteri ini duduk
termenung dan di rumah yang biasanya penuh dengan
kegembiraan dan kebahagiaan itu kini nampak sunyi.
Bahkan jarang sepasang suami sedikit isteri ini bercakap
cakap, masing masing merenungi jalan pikirannya sendiri.
Apa yang terjadi ? Yang membikin mereka binging dan
gelisah adalah karena mereka memikrkan kepergian kedua
orang anak mereka. Mula mula kurang lebih dua bulan
yang lalu, semenjak peristiwa penyerahan peta palsu oleh
Coa Kui, kemudian peta itu diberikan kepada Ouw bin cu
Tong Kwat, pada keesokan harinya pagi pagi sekali Siauw
Yang telah pergi meninggalkan rumah dengan
meninggalkan sepotong surat dikamarnya menyatakan
bahwa anak ini hendak menyusul Ouw bin cu ke pulau Sam
liong to. Dalam suratnya Siauw Yang menyatakan bahwa
gadis itu merasa m erasa curiga akan pemberian peta
palsu itu, menyangka bahwa tentu ada tersembunyi maksud
tertentu maka orang memberikan peta palsu kepada
ayahnya, seakan akan memancing ayahnya untuk pergi ke
pulau itu. Dan dia menyatakan hendak mewakili ayahnya
menghadapi pancingan itu.
Thian te Kiam ong Song Bun Sam terkejut dan
menggeleng geleng kepalanya, ia sudah kenal baik akan
walak putrinya yang keras dan sukar mengalah.
Sungguhpun ia percaya penuh bahwa kepandaian puterinya
sudah cukup tinggi hingga dapat menjaga diri dengan baik,
namun kekhawatiran hati seorang ayah membuatnya
menyuruh Tek Hong puteranya untuk segera menyusul
adiknya itu.
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
Namun, sudah dua bulan dua orang anak itu pergi,
belum juga mereka kembali, bahkan sedikit berita pun tidak
kunjung datang. Berkali kali Sia Hwa isteri Thian te Kiam
ong menyatakan kegelisahan hatinya dan mengajak
suaminya untuk menyusul dua orang anak muda itu, akan
tetapi Bun Sam selalu menghiburnya.
“Untuk apa disusul! Mereka sudah besar dan dapat
menjaga diri. Aku tidak mengkhawatirkan keadaan mereka,
hanya ingin tahu mengapa mereka begitu lama pergi. Kalau
kita susul, bagaimana kalau kita berselisih jalan dengan
mereka? Bukankah kita semua bahkan saling mencari tidak
karuan? Biarlah kita menanti di rumah dengan sabar, dan
biar mereka itu mendapat pengalaman dalam hidup di
dunia kang ouw. Hanya kuharap saja Tek Hong dapat
bertemu dengan adiknya. Berdua mereka akan lebih kuat,
karena berbeda dengan Tek Hong yang baik hati dan
tenang. Siauw Yang terlalu manja dan terlalu sembrono.”
“Akan tetapi dia lebih cerdik dari kakaknya, aku lebih
percaya kepadanya,” membantah isterinya.
Pada suatu hari, selagi sepasang suami isteri ini duduk di
ruang depan menanti kedatangan anak anak mereka,
datanglah seorang laki laki gagah memasuki halaman
depan. Mereka mengangkat kepala memandang dan
berserilah wajah Thian te Kiam ong ketika ia mengenal laki
laki ini.
“Ah, kau.... Thian Giok,” katanya sambil melompat
berdiri dan menyambut tamu itu.
Sin pian Yap Thian Giok juga gembira sekali dan mereka
saling berpelukan.
“Thian Giok, apakah sampai sekarang kau belum juga
dapat memperkenalkan isierimu kepadaku?” tanya Bun
Sam berkelakar. Memang dua orang sahabat baik ini setiap
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
kali bertemu masih seperti anak anak muda dan bergembira
sambil berkelakar.
“Bun Sam, kau baik baik saja? Ah, sudah tetua aku ini
siapa orangnya sudi menjadi isteriku? Aku sudah terlambat
untuk itu dan takkan menikkah, Bun Sam. Bagaimana
isierimu, baik baik sajakah?”
Sian Hwa juga menyambut dengan gembira. Thian Giok
memberi hormat.
“So so (kakak ipar), harap kau baik baik saja selama ini.
Mana keponakan keponakanku Tek Hong dan Siauw Yang
yang nakal?”
“Itulah yeng membuat kami kehilangan kegembiraan
untuk beberapa pekan.” kata Bun Sam menarik napas
panjang. “Telah, dua bulan mereka pergi merantau.”
“Apa salahnya? Merantau baik sekali sewaktu waktu
dilakukan oleh orang orang muda, menambah
pengalaman,” kata Thian Giok menghibur sahabatnya. ,
Bun Sam mempersilahkan tamunya duduk dan pelayan lalu
dipanggil untuk menghidangkan minuman.
“Kalau hanya merantau biasa saja, kami takkan ribut
ribut,” kata Song Bun Sam. “akan tetapi ada persoalannya.”
ia lalu menceritakan pada Thian Giok tentang pemberian
peta palsu itu.
Mendengar semu penuturan itu, Thian Giok
mengerutkan kening mengangguk angguk.
“Puterimu cerdas sekali, Bun Sam, Memang hal itu
mencurigakan sekali. Sudahkah kau menyelidiki keadaan
Coa Kui yang memberi peta itu?”
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
“Sudah, dan dia sudah pergi, kata tetangganya ia pindah
dengan tergesa gesa, tak seorangpun tahu di mana
pindahnya.”
“Nah, benar dugaan puterimu. Tentu ada udang di balik
batu dengan pemberian peta palsu itu. Baiklah nanti aku
membantumu menyelidiki keadaan dua orang putera
puterimu itu. Kalau mereka berpesiar, tak bisa lain tentu di
tempat indah seperti di telaga Barat atau di kota kota besar
seperti di kota raja.”
“Terima kasih, Thian Giok. Memang kami pun sudah
mengambil keputusan untuk pergi menyelidiki dan mencari
mereka sendiri kalau hari ini mereka tidak pulang.”
Mereka lalu bercakap cakap. Juga Sian Hwa tidak
ketinggalan, ikut menanyakan tentang pengalaman
pengalaman Thian Giok selama ini, karena sudah lama
mereka tidak saling bertemu dan terhadap Thian Giok, Sian
Hwa tidak malu malu lagi dan sudah biasa, bahkan
menganggap orang gagah ini sebagai saudara sendiri.
Kemudian Thian Giok menceritakan pengalamannya,
juga pengalamannya di kota raja dan menceritakan tentang
nasib Pangeran Kian Tiong dan isterinya yang terbunuh
oleh seorang penjahat.
Mendengar ini, Bun Sam terkejut sekali dan Sian Hwa
tak tertahan lagi menumpahkan air mata saking terharu dan
kasihan.
“Aduh, jahanam benar! Siapakah orang yang berani
sekali membunuh Pangeran Kian Tiong yang bijaksana dan
berhati mulia? Kalau hendak membunuh, mengapa tidak
membunuh kaisar atau pembesar yang jahat, sebaliknya
membunuh orang baik baik?” kata Bun Sam marah sekali.
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
“Bukan itu saja, Bun Sam. Bahkan penjahat itu telah
menculik anak perempuannya yang baru berusia lima tahun
dan sampai sebarang tidak ada kabar lagi bagaimana nasib
anak itu.”
Bun Sam menggigit bibirnya. “Keparat, kalau aku tahu
siapa orangnya, tentu takkan kuberi ampun. Siapa dia
pembunuhnya?”
“Itulah sukarnya. Tak seorangpun mengetahui, hanya
ada kabar bahwa pembunuhnya adalah seorang kakek
berkaki satu yang wajahnya seperti iblis. Dan sebelum
menghembuskan nafas terakhir. Pangeran Kian Tiong
meninggalkan surat untukmu.”
“Kau bilang hal itu terjadi sepuluh tahun lebih yang lalu,
mengapa suratnya tidak juga sampai ke tanganku?
“Memang begitulah. Pangeran Kian Tiong barpesan
kepada keluarganya bahwa surat itu hanya boleh
diserahkan kepadamu apabila kau datang mengunjunginya
di istana. Karena itu surat disimpan saja oleh keluarganya.
Baru setelah aku datang dengan maksud hendak
mengunjungi Pangeran Kian Tiong, orang memberikan
surat ini kepadaku untuk disampaikan kepadamu.” Sambil
berkata demikian, Thian Giok mengeluarkan dan
memberikan surat itu kapada Bun Sam.
Ketika menerima surat itu, Bun Sam tak segera
membukanya. Terbayang di depan matanya
pengalamannya ketika masih muda, penemuannya di dalam
taman istana dengan Pangeran Kian Tiong dan Puteri
Luilee. Juga Sian Hwa terkenang akan kebaikan sepasang
bangsawan muda itu. Bun Sam merasa matanya panas dan
sedapt mungkin ia menahan jatuhnya air matanya.
“Kasihan sekali Puteri Luilee yang baik hati….” kata
Sian Hwa sambil mengeringkan air mata dengan
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
saputangannya. “Suamiku, kita harus membalaskan
dendamnya ini, kalau tidak selama hidupku aku akan selalu
merasa penasaran.”
“Tentu saja! Aku takkan tinggal enak saja sebelum aku
menghancurkan dada Jahanam kejam itu,” kata Bun Sam
yang segera membuka surat itu. Berdua dengan isterinya, ia
membaca surat itu.
“Song taihiap, sahabat baik,
Kalau surat ini kau terima, aku sudah tak berada di dunia
lagi, menyusul isteriku yang tercinta. Kami berdua menjadi
korban keganasan seorang kakek kaki satu yang luar biasa dan
lihat sekali. Soal matiku, tidak membuat aku penasaran karena
aku pergi menyusul isteriku yang tercinta.
Hanya tentang anakku…. kau harus tolong kami, taihiap.
Cari dan tolonglah puteri kami Kian Gwat Eng, kasihan dia
berada dalam tangan seorang iblis gila yang jahat.
Ada tanda pengenal yang takkan hilang sampai ia dewasa
pada anak kami itu, yakni tai lalat merah di betis kaki kirinya.
Carilah, doaku bersama kau dan isteri serta anak anakmu.
Carilah sampai bertemu anak kami itu, sahabatku yang baik.
Selamat tinggal.
Kian Tiong
Basah juga mata Bun Sam setelah ia membaca habis
surat itu ia memberikan surat itu kepada Thian Giok,
sambil berkata,
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
“Kau bacalah Thian Giok, agar kaupun bisa membantu
mencari jejak penjahat ini. Kasihan kalau anak Gwat Eng
itu tidak dapat dicari.”
Tanpa berkata apa apa, Thian Giok lalu membaca surat
itu dan iapun merasa amat terharu.
“Aku akan membantu mencarinya. Akan tetapi karena
hal ini sudah terjadi sepuluh tahun lebih yang lalu, amat
meragukan apakah anak itu masih hidup dan apakah
penculik yang sudah tua itu masih hidup pula. Kalau anak
itu misih hidup tentulah ia telah menjadi seorang gadis
dewasa.”
Sampai lama tiga orang gagah ini membicarakan tentang
hal ini dan masing masing berjanji untuk menyelidiki
sedapat mungkin.
“Akan kutanya tanyakan kepada orang orang kang ouw
di seluruh penjuru, siapa tahu kalau kalau di antara mereka
ada yang mengenal seorang kakek buntung yang lihai.
Selamanya aku belum pernah mendengar adanya seorang
kang ouw yang buntung kakinya,” kata Thian Giok.
“Siapa tahu, di dunia ini memang banyak sekali orang
orang pandai bersembunyi, baik yang berwatak budiman
maupun yang berwatak rendah,” kata Sian Hwa dan
suaminya serta Thian Giok membenarkan kata kata tadi.
Pada keesokan harinya, setelah bermalam di rumah
sahabatnya, Thian Giok berpamitan karena ia hendak
medatangi muridnya yang ditinggal di dalam hutan, ia
sekali lagi berjanji bahwa ia akan menyelidiki halnya Kian
Goat Eng dan akan memberi kabar cepat cepat apabila ia
mendengar sesuatu tentang kakek kaki buntung itu.
Sepeninggal Thian Giok, Song Bun Sam dan isterinya
juga meninggalkan rumah, berangkat merantau untuk
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
mencari dua orang anak mereka dan sekalian melakukan
penyelidikan hal penculik puteri sahabat mereka, Pangeran
Kian Tiong dan Puteri Luilee.
Kita ikuti perjalanan Song Siauw Yang, gadis lincah
jenaka yang berkepandaian tinggi itu. Malam hari itu
semenjak ia bertemu dengan Coa Kiu dan Ouw bin cu, ia
tak dapat tidur. Pikirannya bekerja keras, ia merasa curiga
sekali dengan adanya peristiwa peta palsu itu. Tidak saja ia
hendak menyelidiki ke pulau Sam liong to, akan tetapi juga
gadis ini sudah lama ingin pergi merantau seorang diri
untuk menambah pengalaman. Kalau ia mengemukakan
kehendaknya, selalu ia mendapat tentangan dari orang
tuanya, terutama ibunya yang selalu melarangnya.
“Tidak patut seorang gadis melakukan perjalanan
seorang diri. Di dunia ramai banyak sekali orang orang
jahat dan kurang ajar, kau hanya akan menghadapi godaan
dan gangguan belaka, anakku. Kalau kau hendak
melakukan perjalanan boleh asalkan bersama ayah ibumu
atau dengan kakakmu,” demikian ibunya selalu memberi
nasihat. Akan tetapi Siauw Yang tidak puas dengan
cegahan ibunya ini. Karena ia merata kurang tenang kalau
harus pergi dengan kakaknya, apalagi dengan ayah
bundanya. Pergi dengan mereka hanya, akan menghadapi
larangan dan celaan belaka.
Sekarang ada alasan baginya. Peristiwa peta palsu itu
amat kebetulan. Dengan adanya peristiwa itu ia dapat
mengadakan alasan untuk menyelidiki hal itu sekalian
untuk merantau di dunia bebas, bebas seperti burung
terbang di udara. Kapan lagi kalau tidak sekarang
melakukan perjalanan jauh seorang diri, pikirnya. Kalau
aku sudah menikah…. sampai di sini merahlah mukanya,
aku takkan bebas lagi dan tak mungkin sebagai seorang
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
isteri aku pergi seorang diri untuk melakukan perjatlanan ke
luar rumah!
Oleh karena itu, setelah membolak balik pikirannya
sampai setengah malam ia lalu berkemas, mempersiapkan
pakaian pakaiannya yang paling baik dan ringkas
dibungkus merupakan buntalan besar, membawa serta
pedang ayahnya, yakni pedang Kim kong kiam yang
tergantung di kamar senjata dan yang diam diam ia ambil di
luar tahu ayahnya, lalu ia meninggalkan sepucuk surat dan
setelah menanti sampai menjelang pagi di mana ia tahu
seluruh isi rumah sedang tidur pulas, gadis yang tabah ini
lalu pergi meninggalkan rumahnya. Tidak lupa ia
membawa bekal uang dan barang perhiasan untuk menjaga
kalau kalau ia kehabisan bekal di tengah perjalanan.
Ketika matahari mulai bersinar, ia telah pergi jauh sekali
dari rumah dan dusunnya. Memang semenjak subuh ia
melakukan perjalanan cepat sekali, mengerahkan seluruh
kepandaiannya berlari cepat sehingga sebentar saja ia telah
melakukan perjalanan puluhan li jauhnya. Sikapnya yang
gagah dan pedangnya yang tergantung di pinggang
membuat Siauw Yang tak pernah mendapat gangguan.
Sekelebatan saja orang orang di kalangan kang ouw yang
ulung sudah dapat menduga bahwa dara ini adalah seorang
yang memiliki kepandaian tinggi. Ditambah pula oleh sikap
Siauw Yang yang ramah tamah dan manis budi maka
begitu jauh ia belum pernah mengalami hal hal yang tidak
enak baginya.
Cocok seperti dugaan Thian Giok ketika bercakap cakap
dengan Bun Sam tentang kepergian anak anak Thian te
Kiam ong Siauw Yang pertama tama hendak pergi ke kota
raja. Sudah lama sekali ia amat rindu menyaksikan kota
yang disohorkan amat indah ini, yang penuh dengan istana
istana indah bangunan baru dan kaisar, ia merencanakan
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
untuk mengunjungi kota raja lebih dulu sebelum
melanjutkan perjalanan menyeberang laut mencari Pulau
Sam liong to. Gadis ini sengaja melakukan perjalanan di
sepanjang saluran air yang menuju ke Peking, saluran yang
telah digali oleh tenaga rakyat dan yang telah banyak
mengorbankan jiwa rakyat jelata. Pemandangan di sekitar
saluran ini memang indah. Banyak perahu perahu pedagang
dan perahu perahu nelayan hilir mudik di sepanjang saluran
itu dan pedagang nampak ramai sekali.
Pada suatu hari, tibalah gadis ini di sebuah hutan yang
luas di selatan kota raja, ia mempercepat larinya dan
mengambil keputusan untuk melakukan perjalanan
secepatnya agar sore hari itu dapat tiba di kota raja.
Ketika ia tengah berlari cepat, tiba tiba di tengah hutan
itu ia mendengar suara ribut tibut. Cepat ia menuju ke
tempat suara itu dan ia melihat puluhan orang pengemis
tengah mengurung seorang pemuda dengan sikap
mengancam. Yang mengherankan hati Siauw Yang, para
pengemis ini semuanya memegang sebatang tongkat merah,
maka tahulah gadis yang sudah banyak mendengar
penuturan ayah bundanya tentang keadaan di dunia kang
ouw bahwa pengemis pengemis ini bukanlah pengemis
pengemis biasa, melainkan anggota anggota sebuah
perkumpulan pengemis yang bertanda tongkat merah.
“Kalau dia menolak, pukul saja dengan tongkat wasiat
kita sampai nyawanya meninggalkan badan!” terdengar
beberapa orang pengemis berseru marah. Mereka sudah
mengangkat tongkat tongkat merah mereka tinggi tinggi,
siap untuk menjatuhkan pukulan kepada pemuda yang
mereka kurung itu.
Karena para pengemis itu menghalangi penglihatannya
sehingga ia tidak dapat melihatnya pemuda yang dikurung
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
maka Siauw Yang lalu melompat ke atas sebatang pohon
dan melihat ke tengah.
Ternyata bahwa pemuda yang dikurung oleh para
pengemis itu adalah seorang pemuda berpakaian seperti
pelajar yang sederhana, seorang pemuda yang berwajah
halus dan tampan, bersikap ramah akan tetapi sedikitpun
tidak kelihatan takut menghadap ancaman para pengemis
yang marah itu. Dengan sikap tenang dan suara yang tabah
serta manis, pemuda itu mengangkat kedua tangannya dan
berkata kepada para pengepungnya,
“Cu wi sekalian harap suka berlaku sabar dan tenang.
Orang orang pandai berkata bahwa mengurus sesuatu
perkara, harus dilakukan dengan hati panas dan kepala
dingin, baru dapat selesai dengan baik. Cu wi harus pikir
masak masak sebelum mengambil sesuatu keputusan,
apalagi keputusan untuk mengangkat seorang pangcu
(ketua perhimpunan). Siuwte ini orang apakah? Lemah dan
bodoh, lagi masih muda kalau dibandingkan dengan cu wi
(saudara saudara sekalian), bagaimana mungkin siauwte
dapat menjadi seorang pemimpin?”
Para pengemis itu nampaknya masih tidak puas dengan
jawaban ini dan melihat sikap mereka, jelas bahwa mereka
hendak memaksa pemuda itu.
Siapakah adanya pemuda ini dan mengapa ia dikurung
oleh para pengemis tongkat merah itu? Pembaca tentu
sudah dapat menduga bahwa pemuda ini bukan lain adalah
Liem Pun Hui. pemuda yang diterima menjadi murid oleh
Sin pian Yap Thian Giok dan yang kemudian ditinggalkan
di dalam hutan itu sebagai ujian selagi Thian Giok pergi
mengujungi sahabatnya, yakni Thian te Kiam ong Song
Bun Samdi Tit le.
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
Beberapa hari kemudian setelah suhunya pergi, selagi
melatih siulian dan mengatur pernapasan. Pun Hui melihat
beberapa orang pengemis berjalan lewat di situ. Mereka
berjalan tanpa bicara dan bahkan sama sekali tidak
memperdulikan keadaan pemuda yang duduk bersila di
bawah pohon itu. Tadinya Pun Hui merasa kasihan melihat
mereka ini, pengemis pengemis yang memakai baju butut
dan bertambal tambal, ia menarik napas panjang dan diam
diam ia mengutuk pemerintah asing yang ia anggap
menjadi biang keladi sehingga di Tiongkok banyak terdapat
orang orang gelandangan dan pengemis yang hidup amat
sengsara, dan yang menurut anggapan merupakan noda
yang memalukan bagi bangsa.
Akan tetapi segera timbul rasa herannya ketika tak lama
kemudian, datang lagi serombongan pengemis dan baru
sekarang kelihatan oleh pemuda ini bahwa setiap orang
pengemis itu membawa sebatang tongkat yang sama
bentuknya dan sama pula warnanya, yakni berwarna
merah. Dan juga bahwa semua pengemis itu tidak ada yang
kelihatan seperti orang kelaparan atau sengsara. Mereka itu
melangkahkan kaki dengan tegap dan tubuh mereka
nampak kuat. Tak mungkin persamaan tongkat itu hanya
kebetulan saja.
Pun Hui menjadi tertarik dan setelah beberapa kali ia
melihat beberapa orang pengemis lagi lalu di hadapannya
menuju ke tengah hutan, ia tertarik sekali dan tak dapat lagi
ia bersiulian karena pikirannya tak dapat dikumpulkan.
“Siapakah orang orang ini dan mereka hendak
melakukan pekerjaan apakah? Tak mungkin sekali para
pengemis hendak minta minta di dalam hutan, karena
tempat ini sunyi tidak ada orang.” Dengan pikiran ini,
pemuda itu lalu berdiri dan diam diam ia mengikuti ke arah
pengemis tadi pergi.
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
Pun Hui bersembunyi di balik batang pohon dan
mengintai. Para pengemis itu nampak duduk merupakan
lingkaran di tempat terbuka di tengah hutan itu, duduk di
atas rumput dan keadaan sunyi sekali karena mereka sama
sekati tidak bergerak dan tidak bicara. Di tengah tengah
lingkaran itu nampak sebuah meja besar di atas mana
mengebul asap hio yang tertancap di sebuah hiolouw
(tempat hio) besar berwarna kuning berkilauan, tanda
bahwa hiolouw itu terbuat daripada emas. Meja itu sendiri
memakai hiasan kain bersulam indah sekali dan semua
pengemis memandang atau menghadap kepada meja ini
penuh khidmat.
Pun Hui menjadi bengong karena upacara apakah itu?
Meja itu meja sembahyang, hal ini sudah pasti, akan tetapi
siapa yang di sembahyangi di situ dan mengapa para
pengemis yang kelihatannya jembel dan miskin ini bisa
mempunyai hiolouw yang terbuat daripada emas dan begitu
besar? Kalau hiolouw itu dijual, agaknya uangnya dapat
dipergunakan untuk membeli lima stel pakaian untuk setiap
orang pengemis.
Kemudian terdengar seorang pengemis tua berkata,
“Sam lojin (Tiga Orang Tua) sudah hampir datang, lilin
dapat dinyalakan sekarang!” Suaranya tidak keras, akan
tetapi oleh karena keadaan di situ amat sunyi, maka
terdengar berpengaruh dan penuh upacara.
Dua orang pengemis yang juga sudah berusia lanjut, lalu
melangkah maju. Mereka mengeluarkan lilin lilin putih
yang besar dari buntalan yang menggemblok di punggung,
lalu memasang sembilan batang lilin itu di atas meja,
didirikan dengan jajaran tiga kali tiga. Kemudian
dinyalakan sembilan lilin itu yang segera bernyala dengan
anteng karena memang pada saat itu tidak ada angin
meniup sedikitpun juga.
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
Kemudian suasana sunyi dan semua orang masih tetap
duduk mengitari meja sembahyang itu. Tak seorang pun
bercakap cakap, semua seakan akan dalam sikap menanti.
Pun Hui menjadi makin terheran heran dan ia pun menanti
dengan dada berdebar, ingin sekali tahu apa yang akan
terjadi selanjutnya.
Tak lama kemudian, kembali orang tua yang tadi bicara,
satu satunya orang yang semenjak tadi pernah membuka
mulut berkata,
“Sam lojin datang semua memberi hormat!”
Pun Hui benar benar merasa heran. Siapakah Sam lojin
atau Tiga Orang Tua yang dikatakan datang itu? Ia tidak
melihat seorangpun atau juga tidak mendengar suara orang
datang. Akan tatapi orang tua yang agaknya memimpin
para pengemis itu menyatakan bahwa ada Sam lojin yang
dikatakan datang.
Pun Hui makin lama makin terheran heran, dan lebih
heran dan terkejutnya ketika tiba tiba api lilin yang menyala
di atas meja sembahyang itu bergoyang goyang seperti
tertiup angin besar. Padahal pada saat itu tidak bertiup
angin sama sekali. Dan keheranannya bertambah lagi ketika
tiba tiba ia melihat bayangan tiga orang memasuki
lingkaran itu dan tahu tahu di depan meja sembahyang
telah berdiri tiga oranng! Karena kebetulan sekali tempat di
mana Pun Hui bersembunyi berada di belakang meja
sembahyang, maka ia dapat melihat wajah tiga orang yang
datang datang seperti siluman dengan jelas.
Kembali terjadi keanehan dan Pun Hui menjadi bengong
terlongong memandang kepada tiga orang yang disebut
Sam lojin atau Tiga Orang Tua itu dengan mata terbelalak.
Orang pertama dari tiga orang pendatang itu adalah seorang
kakek yang usianya sudah limapuluh tahun lebih, bertubuh
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
jangkung kurus dengan jenggot seperti kambing bandot dan
mata juling dengan kedua manik mata mendekati hidung, ia
mengenakan pakaian seperti pengemis pula, tambal
tambalan dan kotor. Di tangan kanannya terlihat tongkat
merah seperti yang dipegang oleh para pengemis itu. Orang
ke dua juga sudah tua, agak lebih muda daripada orang
pertama, akan tetapi sudah termasuk tua, dengan tubuhnya
yang agak gemuk dan perutnya gendut, tertutup oleh kain
kepala hitam dan seluruh wajah orang ini selalu nampak
berseri dan tertawa, dari matanya yang bersinar sinar jenaka
sampai mulutnya yang tersenyum senyum selalu.
Pakaiannya tambal tambalan pula bahkan di bagian perut
berlubang sehingga nampak perutnya yang tergantung ke
depan. Ia juga memegang tongkat merah yang nampaknya
berat di tangan kanannya.
Dua orang ini memang patut disebut Lojin (orang tua)
karena usia mereka sudah kurang lebih limapuluh tahun,
biarpun orang ke dua yang gendut itu mukanya kelimis
tidak terhi sehelai rambutpun.
Akan tetapi yang membuat Pun Hui terlongong
keheranan adalah keadaan orang ketiga. Orang ke tiga
adalah seorang wanita, seorang dara malah, usianya paling
banyak sembilanbelas tahun, wajahnya bundar dan manis,
matanya jeli bersinar tajam dan bibirnya yang merah dan
manis itu selalu nampak bersungut sungut, mendekati sifat
galak. Rambutnya panjang, digelung ke atas dan diikat
dengan saputangan sutera hijau. Pendeknya, seorang gadis
yang manis dan cantik, lagi gagah. Tubuhnya juga baik dan
padat langsing, cukup menarik. Hanya pakaiannya yang
lucu karena biarpun terbuat dari kain yang bersih dan
mahal, namun tambal tambalan pula! Dara inipun
memegang sebatang tongkat merah yang kecil dan
ujungnya meruncing.
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
Hampir saja Pun Hui tak dapat menahan gelak tawanya.
Bagaimana seorang gadis muda cantik jelita seperti ini,
betapapun gagah kelihatannya, disebut Lojin atau Orang
Tua?? Gadis ini sama sekali belum tua, bahkan masih lebih
muda dari dia sendiri! ia mencoba untuk mencari cari
dengan pandangan matanya kalau kalau masih ada orang
tua ke tiga yang belum datang akan tetapi jelas tidak ada
lain orang lagi, jadi sudah terang bahwa yang disebut Sam
lojin (Tiga Orang Tua) itu tentulah tiga orang kakek dan
gadis muda ini!
Tentu saja Pun Hui tidak tahu bahwa gadis ini termasuk
salah seorang Tiga Orang Tua bukan karena usianya,
melainkan karena kepandaian dan kedudukannya!
Tingkatnya dalam perkumpulan pengemis yang disebut
Ang kai tung (Tongkat Pengemis Merah) ini sama dengan
dua orang yang kini berdiri di dekatnya dan mereka bertiga
ini hanya lebih rendah setingkat daripada ketua
perkumpulan itu sendiri yang disebut Lo pangcu. Gadis itu
adalah puteri dari ketua perkumpulan pengemis yang
namanya pada waktu itu menggemparkan kalangan kang
ouw, sebagai seorang diantara para tokoh yang
menggantikan kedudukan Lima Tokoh Besar yang sudah
mengundurkan diri. (Lima Tokoh Besar itu, yakni Pat jiu
Giam ong Liem Po Cuan yang tewas oleh Thian te Kian
ong Song Bun Sam, ke dua Mo bin Sin kun atau guru dan
Yap Thian Giok, ke tiga Kim Kong Taisu tokoh Oei san
yang sudah meninggal dunia karena usia tua, ke empat Lam
hai Lo mo Seng jin Siansu dan ke lima Bu tek Kiam ong
guru dari Song Bun Sam yang sudah meninggal dunia lebih
dahulu).
Ketua Ang kai tung ini bernama Thio Houw dan
berjuluk Sin tung lokoai (Manusia Aneh Tongkat Sakti) ia
hanya hidup berdua dengan puterinya yang bernama Thio
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
Leng Li, yang telah mewarisi kepandaiannya dan amat lihai
di samping kecantikannya yang menggiurkan. Beberapa
tahun yang lalu, Sin tung lokoai ini menundukkan sebuah
perkumpulan pengemis yang yang dikepalai oleh dua orang
pengemis tua yang cukup lihai yakni yang bertubuh
jangkung bernama Bu beng Sin kai (Pengemis Sakti Tiada
Nama), dan seorang adik seperguruannya. yakni pengemis
tua yang gendut itu yang berjuluk Sam thouw liok ciang kai
(Pengemis Tiga Kepala Enam Tangan).
Melihat bahwa perkumpulan ini memiliki banyak sekali
anggauta dan kedudukannya kuat sekali, maka Thio Houw
lalu membentuknya menjadi sebuah perkumpulan Ang kai
tung Kai pang (Perkumpulan Pengemis Tongkat Merah)
dan ia menjadi ketuanya. Sebagai pembantunya, ia
mengangkat Bu beng Sin kai, Sam thouw liok ciang kai, dan
puterinva sendiri, yakni Thio Leng Li yang seperti ayahnva,
diberi julukan Sin tung (Tongkat Sakti), akan tetapi kalau
ayahnya d juluki Manusia Aneh Tongkat Sakti, maka dia
dijuluki Bi sin tung atau Tongkat Sakti yang Cantik!
Demikianlah penjelasannya dan di samping kedua orang
kawannya yang boleh dibilang menjadi pembantu atau
wakil dari ayahnya, Thio Leng Li juga termasuk Orang
Tua, sebutan yang lajim dipergunakan dalam perkumpulan
pengemis itu dengan maksud menghormat orang yang lebih
tinggi kedudukannya atau orang yang menjadi pemimpin
dan yang memiliki kepandaian lebih tinggi daripada
mereka!
Mengapa mereka berkumpul di situ? Dan apa artinya
meja sembahyang itu? Baiklah kita melanjutkan cerita iini
dan melihat sendiri apa yang akan terjadi di situ, seperti
yang disaksikan oleh Pun Hui.
Ketika tiga orang Sam lojin ini sudah datang dengan cara
yang luar biasa sekali, yakni dengan mempergunakan
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
kepandaian ginkang mereka yang tinggi sehingga tahu tahu
telah berdiri di hadapan meja sembahyang dan orang orang
yang duduk di sekitarnya telah memberi hormat dengan
mengangkat tongkat tinggi tinggi di atas kepala. Thio Leng
Li lalu mengangkat tangan, memutar tubuh dan
menghadapi semua anggauta perkumpulan.
“Seperti sudah dikabarkan kepada saudara saudara
sekalian, kedatangan kita kali ini untuk berkumpul di sini,
ialah pertama untuk menyembahyangi arwah dari ayahku
yang tercinta dan bersumpah menuntut balas atas kematian
orang tua itu,” sampai di sini merahlah mata gadis itu yang
dengan gagah berusaha sedapat mungkin menahan
jatuhnya air matanya, kemudian dengan suara yang
lantang, nyaring dan bening, ia melanjutkan, “dan kedua
kalinya untuk mengadakan pemilihan ketua baru sesuai
dengan peraturan dalam perkumpulan kita. Akan tetapi,
lebih dulu kita harus mengundang datang orang yang
dengan lancang berani mengintai pertemuan ini!”
Semua anggauta pengemis yang duduk di sekitar meja itu
terkejut dan saling pandang, tidak tahu siapa yang
dimaksudkan oleh gadis itu sebagai tamu yang tak
diundang. Akan tetapi, Bu beng Sin kai si jangkung kurus
dan Sam thouw liok ciang kai si gendut, cepat menengok ke
arah pohon, di belakang mana, Pun Hui semenjak tadi
bersembunyi!
Bukan main kagetnya Pun Hui mendengar ini. Ternyata
bahwa gadis muda itu benar benar lihai sekali sehingga
kehadirannya yang semenjak tadi tidak terlihat oleh
seorangpun anggauta perkumpulan pengemis, kini sekaligus
terlihat oleh gadis itu!
Dengan malu malu dan muka merah, Pun Hui
mendahului mereka melangkah ke luar dari balik pohon
dan menjuri ke arah mereka sambil berkata,
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
“Mohon maaf sebanyaknya apabila siauwte mengganggu
pertemuan cu wi sekalian. Sesungguhnya bukan maksud
siauwte untuk berlaku kurang patut dan mengintai, hanya
karena tadi siauwie tertarik sekali oleh kedatangan cu wi di
tempat ini, maka siauwte datang ke sini dan setelah tiba di
sini, siauwte takut kalau kalau mengganggu, maka aiauwte
bersembunyi. Sekali lagi maaf dan kalau kehadiran siauwte
tidak dikehendaki, ijinkan siauwte pergi lagi.” Ia menjura
sekali lagi dangau sikap hormat.
Para pengemis memandang dengan bengong, kemudian
meledaklah suara ketawa mereka saking geli hati. Belum
pernah mereka sebagai pengemis pengemis yang biasanya
dianggap hina diperlakukan dengan kasar dan rendah oleh
orang orang lain, kini mendapat perlakuan demikian penuh
hormat oleh seorang pemuda yang bicaranya amat sopan
santun dan teratur, tanda seorang pemuda terpelajar.
Adapun Leng Li juga tertegun ketika melihat siapa
orangnya yang mengintai di balik pohon, ia tadi hanya tahu
bahwa ada orang mengintai di balik pohon, akan tetapi
sama sekali tidak pernah menyangkanya bahwa yang
mengintai adalah seorang pemuda terpelajar yang demikian
sopan santun dan tampan. Maka untuk beberapa lama ia
tidak dapat mengeluarkan suara apa apa.
Si pengemis gendut tertawa senang. “Di jaman dahulu,
para sasterawan dan seniman hidup tiada bedanya dengan
pengemis, maka aku tidak keberatan kalau kau ikut hadir
sebagai tamu dan saksi.”
Namun Leng Li tidak berani mengambil keputusan
sebelum mendengar pendapat Bu beng Sin kai sebagai
orang tertua di situ. Maka ia menengok dan memandang
kepada si jangkung kurus ini dengan mata mengandung
penuh pertanyaan.
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
“Dia sopan dan tahu diri, tiada jeleknya hadir.
Bagaimana pendapat nona?”
Dengan suara tantang Leng Li berkata,
“Dia sudah melihat keadaan kita semua, asalkan dia
sanggup menutup mulut boleh saja dia melanjutkan
pendengaran dan penglihatannya di sini.” Kemudian nona
ini menoleh kepada PunHui dan berkata,
“Sahabat, silahkan kau duduk di tempat kami yang
sederhana ini.”
Dengan girang sekali Pun Hai lalu melangkah maju dan
tanpa ragu ragu lagi lalu mengambil tempat duduk di atas
rumput, di antara para pengemis yang pakaiannya berbau
apek. Tentu saja hal ini menggirangkan hati para pengemis,
karena biasanya orang kota yang pakaiannya bersih selalu
merasa jijik kalau berdekatan dengan mereka, apa lagi
duduk berdampingan. Pemuda ini benar benar menarik
perhatian mereka dan membuat mereka merasa senang.
Setelah semua orang tenang kembali, Leng Li lalu
mengeluarkan bungkusan kain putih dan ketika dibuka,
ternyata bungkusan itu adalah sebatang tongkat merah yang
bentuknya seperti seekor ular, Melihat itu, terdengar suara
keluh kesah di antara semua pengemis seperti orang
berduka. Pun Hui yang tidak mengerti apa artinya tongkat
itu hanya memandang dengan hati penuh pertanyaan,
apakah tongkat itu bukan seekor ular yang sudah kering.
Leng Li lalu menaruh tongkat itu di atas meja
sembahyang, kemudian ia menyalakan tiga batang hio,
demikian pula kedua orang Lojin yang berdiri di
sampingnya dan mereka mulai bersembahyang. Setelah
selesai bersembahyang, tiga orang itu lalu berlutut di depan
meja sembahyang dan menangis. Tangis mereka
mendatangkan suasana mengharukan dan juga menggelikan
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
karena suara si jangkuug kurus itu kecil sekali seperti tangis
seorang anak kecil, sedangkan si gendut suaranya besar
seperti kerbau menguak. Di antara dua suara tangis yang
berlainan, terdengar isak tangis Leng Li. Suara tangis yang
wajar dari seorang wanita, amat menyedihkan sehingga
diam diam Pun Hui merasa amat kasihan kepada gadis
muda itu. Ia belum tahu siapa adanya gadis ini dan setelah
gadis itu berkata kata dengan suara nyaring dalam
tangisnya, tahulah ia bahwa yang ditangisi itu adalah
kematian ayah gadis itu sendiri.
“Ayah, kami seluruh anggauta Ang kai tung Kai pang
menyatakan duka atas kematianmu dan percayalah bahwa
anakmu, didukung oleh semua kawan yang berada di sini,
bersumpah hendak membalas dendammu kepada kakek
buntung itu. Demi tongkat keramatmu yang berada di sini,
kami bersumpah takkan berhenti berusaha sebelum dapat
membunuh musuh besarmu, ayah!”
Setelah berkata demikian, kembali gadis itu menangis,
kini diturut oleh semua pengemis yang hadir di situ
sehingga keadaan menjadi riuh rendah. Hanya Pun Hui
seorang yang berdiri menengok ke kanan kiri, merasa asing.
Kemudian Leng Li dan dua orang kawannya bangun
berdiri dan gadis ini berkata kepada semua orang yang
berada di situ,
“Kawan kawan sekalian. Mungkin di antara kalian ada
yang belum jelas persoalan kematian ayahku atau juga
ketua kalian. Dengarlah baik baik, Ji suheng (kakak ke dua)
Sam thouw liok ciang kai baru saja datang membawa
tongkat keramat dari ayah. Dia melihat sendiri betapa ayah
telah bertempur melawan seorang kakek buntung kakinya
yang amat lihai dan ayah telah kena dikalahkan sehingga
tubuhnya terlempar ke dalam Sungai Huang ho dan
tongkatnya terbawa air, Ji suheng mencoba untuk mencari
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
jenazah ayah, namun sia sia dan ia hanya dapat
menemukan tongkat keramat ini, lalu cepat membawanya
ke sini dan mengabarkan kepadaku. Maka ingatlah baik
baik, apabila ada yang melihat seorang kakek bermuka iblis
dengan kaki kanan buntung dan bersenjata tongkat bambu,
lekas beri tahu kepadaku atau cobalah untuk mengeroyok
dan membunuhnya. Dialah yang telah menewaskan ayah.”
Semua pengemis menjawab dengan suara menyatakan
marah kepada musuh besar ini. Kemudian Leng Li
melanjutkan kata katanya,
“Sekarang, sesuai dengan peraturan dan pesan ayah,
perkumpulan kita tidak boleh dibiarkan kosong tak
berketua. Oleh karena itu, kini setelah ayah meninggalkan
kita, kita harus mengadakan pemilihan ketua baru sebagai
pengganti ayah dan yang bertugas untuk memegang pucuk
pimpinan. Tanpa kepala, apapun di dunia ini takkan dapat
bergerak maju. Oleh karena itu, terserah kepada kawan
kawan sekalian untuk memilih seorang ketua baru.”
Leng Li tidak dapat menahan kesedihan hatinya lagi,
maka ia lalu menghentikan kata katanya dan sambil
menangis ia lalu memeluk tongkat merah yang tadi
diletakkan di atas meja, kemudian duduk bersimpuh di
depan meja sembahyang sambil memeluki tongkat itu.
Bu beng Sin kai lalu menghadapi para anggauta dan
berkata dengan suaranya yang kecil tinggi seperti tubuhnya,
“Kawan kawan sekalian, untuk menjadi ketua
menggantikan kedudukan mendiang pangcu kita, tidak ada
orang yang lebih tepat melainkan nona Leng Li sendiri,
mengingat bahwa biarpun masih muda namun ia telah
dapat mowarisi kepandaian pangcu kita dan di antara kita
memiliki tingkat kepandaian yang paling tinggi!”
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
Sorak sorai menyatakan tanda setuju menyambut ucapan
ini. Leng Li berdiri dan air matanya mengucur deras.
Dengan suara terputus putus ia berkata,
“Saudara saudaraku sekalian yang tercinta. Terima kasih
banyak atas penghargaan kalian terhadap diriku yang
muda, bodoh, dan yatim piatu.” ia berhenti sebentar untuk
menyusut air matanya, kemudian ia dapat mengerahkan
hatinya yang berguncang. “Kepandatanku tidak jauh
selisihnya dengan kepandaian ji wi suheng. Dan kalau
dibandingkan tentang pengalaman, aku jauh kalah oleh ji
suheng yang sudah amat terkenal di kalangan kang ouw.
Untuk memimpin perkumpulan kita ini amat diperlukan
pengalaman dan hubungan yang luas dengan dunia kang
ouw, dan kiranya ji suheng Sam thouw liok ciang kai paling
tepat untuk menjadi ketua kita karena dia sudah amat luas
hubungannya.”
Si gendut itu cepat cepat menggerak gerakkan kedua
tangannya mencegah si nona bicara lebih lanjut. Kedua
tangannya yang bundar itu berputar putar dan senyumnya
makin lebar sehingga hampir mewek.
“Tidak bisa, tidak bisa! Mana ada aturan seperti itu? Di
atasku masih ada suheng Bu beng Sin kai, bagaimana
meminta aku yang bodoh dan tidak tahu apa apa ? Tdak,
tidak, untuk menjadi ketua orang harus memiliki
kebijaksanaan, kesabaran dan pemandangan yang luas.
Tidak ada orang lain yang lebih cakap kecuali suheng Bu
beng Sin kai. Aku sama sekali tidak bijaksana, tidak sabar
dan pemandanganku cupat. Apa artinya hubungan dan
pengalaman luas?”
Akan tetapi sebaliknya, Bu heng Sin kai berkukuh
memilih Leng Li dan Leng Li memilih si gendut yang
sebaliknya juga tidak mau mengalah dan memilih Bu beng
Sin kai! Tiga orang ini saling tunjuk dan saling tidak mau
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
mengalah sehingga suasana menjadi tegang di depan meja
sembahyang. Para anggota perkumpulan pengemis itu tidak
ada yang berani campur bicara, hanya saling pandang
dengan menggerakkan pundak dan menggeleng kepala.
Leng Li lalu menghadapi para anggauta dan berseru
keras,
“Mengapa kalian diam saja? Sebagai anggauta anggauta
perkumpulan kita, kalian berhak untuk menjatuhkan
pilihan!”
Akan tetapi oleh karena tiga orang Lojin yang dianggap
mewakili pimpinan itu sudah ribut ribut dan tidak mau
mengalah, para anggauta tidak ada yang berani mengangkat
tangan menunjuk! Leng Li menjadi gemas sekali dan
membanting banting kaki.
“Twa suheng tidak mau menerima, ji suheng juga
menolak, apakah kalian ini hendak memaksa aku memikul
tugas dan tanggung jawab seberat ini? Apakah ji wi suheng
tidak ingat bahwa aku hanya aeorang gadis berusia
delapanbelas tahun yang sudah tak berayah ibu, yang hidup
sebatangkara dan tidak dapat dibayangkan betapa akan jadi
nya dengan nasib hidupku selanjutnya? Apakah ji wj suheng
hendak mengikat aku dan menanam aku di sini sehingga
selama hidupku sampai menjadi nenek nenek aku akan
terus menjadi seorang ketua perkumpulan kita? Tidak
kasihankah ji wi kepadaku?” kembali air mata mengalir
deras ke luar dan kedua mata nona itu.
Dua orang pengemis tua itu menjadi terharu, akan tetapi
betapapun juga. karena menganggap bahwa kepandaian
gadis itu masih lebih tinggi dari pada kepandaian mereka,
keduanya masih ragu ragu dan tidak berani menerima
jabatan ketua. Keadaan menjadi kalut dan tiba tiba
terdengar suara nyaring dan Pun Hui pemuda sasterawan
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
yang untuk sementara waktu itu dilupakan orang, telah
berdiri tegak dan bicara dengan lantang,
“Cu wi sekalian. Maafkan kalau siauwte berani bersikap
lancang, karena siauwte memang tahu bahwa seharusnya
siauwte tidak berhak untuk bicara di sini sebagai seorang
luar yang tidak tahu persoalannya. Akan tetapi mendengar
pembicaraan sam wi bertiga, dan melihat keadaan tak
menjadi baik dan kalut, perkenankan siauwte menyumbang
sedikit pendapat siauwte.”
Tiga orang Lojin itu memandang kepadanya tanpa
berkata kata, dan ini dianggap sebagai tanda oleh Pun Hui
bahwa ia boleh bicara terus,
“Biarpun siauwte seorang bodoh yang tak pernah
mencampuri urusan perkumpulan, namun dari kitab kitab,
siauwie pernah membaca banyak tentang perkumpulan dan
tahu sedikit akan pera turan dan syarat syaratnya. Pendapat
sam wi bertiga tadi memang tepat sekali. Menjadi ketua
harus memiliki kebijaksanaan dan ini dimiliki oleh Twa lo
eng hiong (Orang tua gagah pertama). Juga harus memiliki
pengalaman dan pergaulan yang luas dalam dunia, dan hal
ini dimiliki oleh Ji lo eng hiong. Syarat ke tiga memang
seorang ketua harus memiliki kepandaian yang sesuai
dengan sifat perkumpulan dan dalam perkumpulan ini,
ialah kepandaian bu (silat) dan menurut pendengaran
siauwte tadi, hal ini dimiliki oleh siocia (nona). Maka apa
sukarnya untuk mengaturnya? Daripada bertengkar dan
saling tunjuk tidak mau mengalah, bukankah lebih baik
kalau sekarang dibentuk ketua gabungan yang terdiri dan
tiga orang? Sam wi bertiga dapat memegang jabatan sebagai
ketua gabungan ini, selain lebih kuat, juga
memperlambangkan kesatuan dan kerja sama yang baik
dalam perkumpulan, memberi tauladan kepada semua
anggota. Bagaimana pikiran sam wi dan cu wi sekalian?
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
Maaf kalau sekiranya kata kata siauwte ini tidak berharga
dan ngawur.”
Semua orang saling pandang, mengangguk angguk dan
kemudian meledaklah sorak sorai dari para anggauta,
“Akur! Akur! Inilah jalan yang terbaik Hidup Sam wi
pangcu (Tiga Ketua)!” Otomatis sebutan Sam lojin (Tiga
Orang Tua) berobah menjadi Sam pangcu (Tiga Ketua).
Leng Li dan kedua orang tua itupun saling pandang dan
wajah mereka berobah lega. Memang inilah jalan terbaik
bagi mereka bertiga. Dengan penuh rata terima kasih
mereka memandang ke arah pemuda sasterawan itu dan
tiba tiba Bu beng Sin kai mengangkat kedua tangannya ke
atas sehingga semua sorak sorai itu tiba tiba berhenti.
“Kongcu,” kata Bu beng Sin kai sambil menjura ke arah
Pun Hui, “pendapat kongcu tadi benar dan dapat kami
terima dengan baik. Banyak terima kasih atas nasihat dari
kongcu yang amat berharga.Mendengar kongcu bicara dan
sekaligus dapat menguasai pikiran dan kecocokan hati kami
membuat kami teringat akan mendiang pangcu kami. Oleh
karena itu, sekarang kami bertiga mohon bertanya siapakah
nama kongcu dan dimana tempat tinggalnya!”
Pun Hui merasa jengah dan malu sekali menerima
penghormatan besar ini. Ia cepat membalas penghormatan
itu dan menjawab sederhana, “Ah, lo enghiong.
Pendapatku tadi hanya kebetulan saja cocok dengan
pendapat cu wi sekalian, apa sih anehnya dan kiranya
belum patut mendapat penghargaan. Siauwte bernama
Liem Pun Hui, seorang yatim piatu yang hidup
sebatangkara, tiada tempat tinggal, tegasnya seorang
perantau yang hidup dari belas kasih para sahabat.”
“Bagus, bagus! Tepat sekali kalau begitu!” kata Bu beng
Sin kai. “Kalau begitu, kami bertiga mengangkat kongcu
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
sebagai ketua perkumpulan kami menggantikan pangcu
kami yang telah tewas, sedangkan kami bertiga tetap
membantu di belakang.”
Kalau ada kilat menyambar kepalanya, agaknya Pun Hui
takkan begitu terkejut seperti ketika ia mendengar ucapan
ini.Matanya terbelalak dan ia cepat cepat menjawab,
“Eh, eh, mana bisa begini? Siauwte ini orang macam
apakah maka lo enghiong berkata seperti itu? Harap saja
sudi menghentikan lelucon yang ditujukan kepada diri
siauwte.”
“Kami bersungguh sungguh kongcu. Seperti kongcu lihat
sendiri tadi, untuk membereskan persoalan kecil saja kami
bertiga tidak becus dan bahkan saling menunjuk. Oleh
karena itu, kami memerlukan seorang pemimpin yang
cerdik dan berpemandangan luas untuk memberi petunjuk
dan keputusan terakhir. Dan kongculah orangnya yang
tepat. Bukankah begitu saudara saudara?”
“Betul, cocok sekali!” terdengar teriakan para pengemis
yang memang suka kepada pemuda ini. Tidak saja suka
akan kesopanannya, juga suka bahwa pemuda ini tidak
memandang rendah kepada para pengemis dan terutama
sekali karena tadi pemuda itu telah memberi jalan yang
amat baik dalam pemilihan ketua.
“Celaka tigabelas,” pikir Pun Hui yang menjadi merah
dan sebentar pucat mukanya. Ia cepat menjura ke sekeliling
dan berkata,
“Cu wi, harap sudi maafkan siauwte! Bagaimanakah
siauwte dapat menjadi ketua? Siauwte amat lemah, tidak
bisa ilmu silat sehingga untuk menepuk lalatpun takkan
kena. Bagaimana kalau datang bahaya dan bencana?
Siauwte tidak mengerti sama sekali tentang perkumpulan,
bagaimana kalau timbul kesulitan? Dan siauwte orang yang
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
asing, sama sekali tidak mengenal dunia kang ouw, tidak
tahu siapa adanya orang orang gagah di dunia kang ouw
dan siapa pula perkumpulan perkumpulan ternama. Ah,
siauwie benar benar tidak tepat kalau menjadi ketua, harap
dipikir masak masak jangan nengambil keputusan
serampangan belaka sehingga kelak akan menyesal.”
“Kalau datang bahaya, ada aku dan tongkatku yang
menghadapinya,” kata Leng Li dengan gagah dan sepasang
matanya yang jeli dan bening itu menatap wajah Pun Hui
dangan tajam,
“Kalau datang kesulitan dalam perkumpulan, ada aku
yang akan membereskan,” kata pula Bu beng Sin kai cepat
cepat,
“Ha, ha, dan kalau ada bubungan dengan orang orang
kang ouw akupun orangnya yang akan maju ke depan.”
Pun Hui merasa terdesak dan tak dapat bergerak lagi. Ia
menjadi bingung sekali dan hanya menoleh ke sana ke mari
seakan akan minta bantuan orang lain. Akan tetapi setiap
wajah yang berada di situ memandangnya dengan
menyatakan kebulatan tekad mengangkat dia sebagai ketua.
Tiba tiba tubuh Bu beng Sin kai dan Sam Thouw liok
ciang kai bergerak dan tahu tahu mereka telah berada di
depan Pun Hui. Seorang memegang lengan pemuda itu dan
sekali melompat mereka telah membawa Pun Hui ke depan
meja sembahyang.
“Kongcu kau lihat sendiri bahwa kami semualah yang
kali ini betul dan tidak salah pilih. Maka harap kau jangan
menolak lagi, karena penolakan terhadap para anggauta
kami berarti penghinaan dan kau akan berada dalam
keadaan berbahaya. Harap kau suka berlutut dan
bersumpah di depan meja sembahyang mendiang Lo
pangcu.”
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
Pun Hui masih ragu ragu dan bingung, akan tetapi sekali
saja menekan pundaknya, Bu beng Sin kai telah dapat
membuat tubuhnya menjadi lemas dan tak teras pula ia
berlutut. Bu bong Sin kai memang sengaja memaksa
pemuda ini menerima jabatan itu dan berada di tengah
tengah mereka karena diam diam orang tua ini mempunyai
maksud tertentu, ia suka kepada pemuda ini dan bermaksud
menjodohkan pemuda ini dengan puteri mendiang
ketuanya, yakni Leng Li.
Leng Li segera menyalakan tiga batang hio dan
memberikan kepada pemuda itu sambil tersenyum manis.
Pun Hui hendak menolak, akan tetapi melihat pandang
mata semua pengemis yang kini tertuju kepadanya, ia
menjadi ngeri dan terpaksa ia bersembahyang.
“Hidup ketua! Hidup Sam lojin !” teriak para anggauta
setelah Pun Hui selesai bersembahyang, setelah kini
mempunyai ketua baru, kembali tiga orang gagah itu
mereka sebut Sam lojin lagi.
“Ah, bagaimana ini? Siauwte benar benar tak dapat
menerima pengangkatan yang berat ini.” kata Pun Hui yang
hampir menangis karena tidak tahu harus berbuat apa. Baru
kali ini selama hidupnya ia benar benar merasa gelisah dan
gugup, bukan takut .Akan tetapi penolakannya ini
tenggelam dalam sorak sorai para anggauta pengemis.
Kemudian Bu beng Sin kai berkata kepada orang banyak,
“Kami bertiga hendak berusaha mencari musuh besar
mendiang lo pangcu. Oleh karena itu harap kalian suka
memberi petunjuk dan keterangan kepada pangcu kita yang
baru ini dan jagalah dia baik baik!”
Setelah berkata demikian, sekali berkelebat dari situ, Bu
beng Sin kai, Sam thouw liok ciang kai dan Leng Li lenyap
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
dari situ, meninggalkan Pun Hui di tengah tengah para
pengemis.
“Pangcu, tongkat keramat di atas meja itu harus dibawa
selalu oleh pangcu ke mana juga pangcu pergi. Pangcu tidak
boleh terpisah dari tongkat itu, karena itulah tanda
kedudukan pangcu,” kata seorang pengemis.
Pun Hui menandang ke arah tongkat merah yang setelah
didekatinya ternyata adalah seekor ular merah yang kering.
Tentu saja ia menjadi mengkirik dan tidak berani
menjamahnya. Akan tetapi melihat pandang mata para
pengemis, ia melihat sesuatu yang jauh lebih mengerikan
lagi. Maka dipaksanya mengambil tongkat itu dan di
pegangnya di tangannya. Ternyata ular kering itu telah
mengeras dan dingin sekali. Para pengemis bersorak.
“Nanti dulu, sahabat sahabat sekalian. Sesungguhnya,
Sam lojin tadi terlalu sembrono dan gegabah memilih
siauwte sebagai ketua. Siauwte tidak mengerti apa apa dan
kalian hanya akan menemukan kekecewaan belaka kalau
memilih siauwte sebagai pangcu. Oleh karena itu, harap
kalian sudi menerima kembali tongkat keramat ini dan
biarkan siauwte pergi.”
Akan tetapi, alangkah kaget hati pemuda itu ketika
melihat akibat dari ucapannya ini. Semua mata
memandangnya dengan marah sekali.
“Dia menghina tongkat keramat kita.”
“Apakah maksud cu wi? Siauwte sama sekali tidak
menghina tongkat ini!”
“Tidak menghina? Kau sudah menerima pengangkatan
pangcu, sudah sembahyang di depan arwah mendiang
pangcu kami, sekarang setelah tongkat keramat berada di
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
tanganmu, kau hendak memberikan itu kepada kami? Itu
penghinaan namanya!” kata seorang pengemis tua.
“Kalau dia kukuh menolak, pukul saja dia sampai tewas
dengan tongkat keramat kita!” teriak pengemis pengemis
muda dan melangkah maju dengan sikap mengancam.
Sebagaimana telah dituturkan di bagian depan, pada saat
Lim Pun Hui terancam bahaya dan ia menghadapi dengan
sabar dan tenang, datanglah Siauw Yang di hutan itu.
Siauw Yang benar benar merasa kagum melihat Pun
Hui. Jelaslah bahwa pemuda itu adalah seorang yang tidak
mengerti ilmu silat, namun pemuda itu menghadapi para
pengemis yang hendak mengeroyok dan membunuhnya
dengan bibir tersenyum tenang dan sepasang mata tak
pernah berkedip sama sekali tidak kelihatan takut takut.
“Cu wi sekalian benar benar tidak adil dan tidak mau
berpikir secara luas. Kalian memaksa orang menjadi
pangcu, aturan manakah ini? Kalau siauwte menerima dan
memaksa diri manjadi pangcu, kebaikan apakah yang dapat
siauwte lakukan? Tentu hanya akan membikin kacau
keadaan dan perkumpulan cu wi takkan dapat maju. Oleh
karena itu, kalau cu wi memaksa dan hendak membunuh,
nah, ini tongkat keramatnya, bunuhlah. Matinya seorang
seperti siauwte takkan berarti apa apa bagi dunia.”
Seorang pengemis muda mengulur tangan hendak
merampas tongkat itu dari tangan Pun Hui, akan tetapi tiba
tiba orang ini memekik dan roboh pinggan di depan
pemuda itu! Hal ini membuat semua orang terkejut sekali.
Mereka mengira bahwa pemuda sasterawan ini tentu lihai
sekali. Untuk beberapa lama mereka tertegun dan tak berani
bergerak. Akan tetapi, melihat Pun Hui masih berdiri tegak
dan pemuda inipun terheran melihat betapa pengemis muda
yang tadi hendak merampas tongkat merah di tangannya
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
tahu tahu terguling, tiga orang pengemis lain, kini yang tua
tua dan yang memiliki kepandaian silat lumayan, menubruk
maju hendak menangkapnya dan merampas tongkat
merahnya. Mereka menggerakkan tongkat di tangan dan
siap menyerang pemuda yang disangkanya memiliki
kepandaian tinggi itu.
Pada saat itu, dari atas pohon, melayang turun tubuh
Siauw Yang. Dengan gerakan indah dan cepat yang disebut
Burung Walet Menyambar Air, tubuhnya melayang dan
benar benar seperti seekor burung walet cepatnya, ia
menyambar ke arah tiga orang pengemis yang menyerang
Pun Hui. Terdengar teriakan kesakitan dibarengi seruan
seruan kaget ketika tiga batang tongkat merah yang dipakai
menyerang Pun Hui itu melayang terlepas dari pegangan
dan tubuh tiga orang kekek pengemis itu terlempar dan
bergulingan pula.
Kini Siauw Yang telah berdiri bertolak pinggang di
depan para pengemis, membelakangi pemuda itu seakan
akan menjadi pelidungnya.
“Mengandalkan banyak orang mengeroyok seorang
sasterawan yang lemah. Hmm, aturan manakah ini?”
bentak Siauw Yang sambil tersenyum mengejek
Di antara para pengemis itu terdapat seorang pengemis
bartubuh tinggi besar bermuka hitam, usianya kurang lebih
tiga puluh lima tahun. Dia ini terkenal dengan sebutan Hek
bin kai (Pengemis Muka Hitam), bukan terkenal karena
mukanya yang hitam, akan tetapi lebih terkenal karena ia
memiliki ilmu silat tinggi. Hek bin kai ini adalah murid dari
Sam thouw liok ciang kai, yakni pemimpin pengemis yang
bertubuh gendut. Boleh dibilang di antara para anggauta
Ang sin tung Kai pang di bawah tiga Sam lojin yang
menjadi wakil ketua, kepandaian Hek bin kai ini yang
paling tinggi. Selain ilmu silatnya memang sudah cukup
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
tinggi dengan latihan belasan tahun lamanya, juga Hek bin
kai memiliki tenaga besar. Pernah ia menimbulkan
kegemparan di kota Kui cu ketika di sana terdapat seorang
hartawan yang terkenal jahat, pelit, dan suka mengganggu
anak bini orang mengandalkan kekayaannya dan
pengaruhnya karena ia selalu dekat dengan para pembesar
tinggi.
Ketika Hek bin kai mendengar tentang hartawan ini, ia
lalu datang ke tempat itu, membawa sebuah arca singa yang
tadinya berada di depan pintu gerbang rumah gedung
hartawan itu, dan meletakkan patung yang beratnya ada
seribu kati itu di ambang pintu hartawan tadi. Ia menuntut
uang sedekah sebanyak atau seberat patung itu. Tentu saja
hartawan itu tidak mau memberinya sehingga Hek bin kai
lalu mengamuk, merobohkan tiang tiang ruangan dan
menghajar para pelayan hartawan itu yang mencoba untuk
menyeretnya keluar. Akhirnya hartawan itu terpaksa
membayar delapan ribu tail uang perak kepada Hek bin kai
yang lalu menyebar nyebarkan uang itu di sepanjang jalan
sehingga para petani dan rakyat miskin menjadi girang
bukan main.
Inilah Hek bin kai, pengemis muka hitam yang selain
berkepandaian tinggi dan bertenaga besar seperti gajah, juga
memiliki watak yang jujur, kasar, terus terang bicaranya
tanpa tedeng aling aling lagi, akan tatapi juga keras kepala
dan tidak mau mengaku kalah.
Ketika tadi ia melihat Pun Hui akan dikeroyok ia diam
saja karena mana mau ia turun tangan terhadap seorang
sasterawan lemah? Ia tidak begitu perduli tentang peraturan
perkumpulannya dan membiarkan saja kawan kawannya
yang mengatur urusan dengan pemuda lemah itu. Akan
tetapi ketika melihat kawan kawannya roboh dan melihat di
sana tiba tiba muncul seorang gadis cantik dan gagah sekali,
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
tergeraklah hatinya dan perutnya mulai terasa panas.
Kawan kawannya roboh oleh seorang wanita muda yang
melindungi sasterawan muda yang hendak menghina
perkumpulannya, bagaimana ia tinggal diam saja
sedangkan hal itu terjadi di depan hidungnya?
Hek bin kai menggunakan kedua lengannya mendorong
kawan kawannya ke kanan kiri sambil berkata,
“Biarkan aku menghadapi mereka!” Biarpun ia hanya
bermaksud mendorong ke kanan kiri para kawannya itu
agar mereka minggir dan tidak menghalanginya memasuki
lingkaran itu, namun beberapa orang kawannya yang
terdorong itu terlempar ke kanan kiri seperti batang padi
tertiup angin keras.
“Perempuan liar dari mana dan siapakah kau begitu
berani menghina kami anggauta anggauta Ang sin tung
kai?” Suara Hek bin kai memang keras dan parau
menyakitkan telinga, apalagi dipergunakan untuk
mengeluarkan kata kata yang kasar.
Merahlah wajah Siauw Yang. Namun gadis ini tidak
puas kalau tidak membalas ucapan yang menghina dan
memandang rendah ini, maka sambil tersenyum senyum
mengejek ia berkata,
“Hek gu (Kerbau hitam), apakah kau yang menjadi
kepala dari segerombolan anjing kelaparan ini? Kau bilang
aku berani menghina kawan kawanmu, sebalik nya kau
diam saja tidak menyatakan sesuatu ketika kawan
kawanmu menghina dan mengeroyok seorang siucai seperti
dia ini !” Ia menunjuk ke arah pemuda itu sambil memutar
tubuh nya, dan pada saat itu, barulah Siauw Yang dapat
melihat pemuda itu dengan jelas. Juga Pun Hui baru
sekarang setelah Siauw Yang memutar tubuhnya, dapat
melihat wajah gadis gagah yang menolongnya ini. Seakan
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
akan ada sesuatu yang pecah di dalam jatung masing
masing, yang membuat pipi mereka menjadi merah dan
yang membuat mereka tak sanggup melanjutkan bertemu
pandang! Siauw Yang cepat cepat memutar tubuhnya lagi
menghadapi si muka hitam.
“Bocah ingusan! Urusan sasterawan muda ini dengan
perkumpulanku, bukanlah urusanmu, mengapa kau turut
campur? Apakah dia itu saudaramu, ataukah barangkali
tunanganmu, tentu kau jatuh cinta kepadanya maka kau
datang datang campur tangan dan menghina kawan
kawanku tanpa bertanya dulu sebab sebab keributan ini
terjadi!”
Kalau saja Hek bin kai memakinya dan mengeluarkan
kata kata kasar yang lain, agaknya Siauw Yang takkan
begitu marah karena sekali pandang saja Siauw Yang sudah
tahu bahwa dia berhadapan dengan seorang berangasan,
kasar dan jujur. Akan tetapi karena orang kasar ini
menuduhnya melindungi pemuda itu karena ia
mencintanya, tersinggunglah perasaan halus kewanitaan
dari gadis ini. Hampir saja ia kehilangan ketenangannya
dan akan marah sekali. Baiknya ia teringat akan nasehat
ayah bundanya yang sering kali menekankan kepadanya
bahwa dalam menghadapi seorang lawan, pantangan
pertama yang terpenting adalah nafsu amarah.
“Kemarahan adalah musuh terbesar dari kewaspadaan
dan ketenangan,” kata ayahnya berkali kali, “oleh karena
itu hati hatilah, jangan mudah dibakar oleh lawan, kerena
orang orang kang ouw yang berpengalaman akan selalu
berusaha membangkitkan kemarahan lawannya sebelum
bertempur.”
Teringat akan nasehat ini, Siauw Yang lalu menekan
kemarahannya, lalu tersenyum senyum kepada si muka
hitam itu.
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
“Muka hitam yang buruk rupa. Kita kesampingkan dulu
urusan dengan anjing anjing kelaparan ini. Kau merasa
bahwa aku menghina dan sebaliknya kata katamu yang
kotor telah amat menghinaku. Hal ini hanya dapat
diselesaikan dengan adu kepandaian. Apakah kau yang
kasar ini masih memiliki keberanian untuk melawanku?
Ataukah kata katamu yang kasar itu hanya gertak sambal
belaka, akan tetapi sebetulnya hatimu bersifat pengecut
besar?”
“Bocah lancang, kau mencari penyakit sendiri. Kau
belum mengenal kelihaianHek bin kai, majulah!”
“Hek bin gu (Kerbau Muka hitam), perlihatkan
kepandaianmu!” kata Siauw Yang sambil tertawa
mengejek.
Sementara itu, para pengemis lalu sengaja mundur untuk
memberi lapangan kepada dua orang yang hendak mengadu
kepandaian ini. Mereka tadi telah menyaksikan kelihaian
Siauw Yang sehingga banyak diantara mereka menjadi
jerih. Akan tetapi mereka lebih percaya akan kelihaian Hek
bin kai yang akan membalaskan hinaan yang dilakukan
oleh dara cantik itu.
Adapun Pun Hui ketika melihat betapa gadis muda itu
hendak bertanding melawan Hek bin kai yang kelihatannya
begitu kuat dan ganas, menjadi khawatir sekali.
“Lihiap (nona pendekar), harap kau jangan layani
mereka itu, hanya untuk membelaku. Pergilah jangan
mencampuri urusan ini sebelum terlambat,” katanya.
Mendengar ini, Siauw Yang makin merah mukanya.
“Siapa membelamu? Aku hanya tidak suka melihat
anjing anjing ini main jago jagoan dan hendak merajalela,
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
seakan akan tak ada orang lain berani menentang mereka.
Hayo, muka hitam pengecut kau majulah!”
“Awas pukulan!” seru Hek bin kai dan ia menubruk
maju sambil mengayun pukulan tangan kanannya ke arah
muka nona itu yang berdiri sembarangan saja.
Melihat gerak pukulan tangan kanan sambil
memperhatikan kedudukan kaki dan tangan kiri lawan,
tahulah Siauw Yang bahwa pukulan tangan kanan itu
hanya pancingan belaka, ia pura pura mengelak, akan tetapi
sebetulnya ia memperhatikan serangan susulan yang pasti
akan tiba. Benar saja dugaannya, karena Hek bin kai cepat
sekali menarik kembali tangan kanannya yang memukul
tadi, dan kini secepat kilat ia majukan sebelah kaki dan
tangan kirinya terulur maju, memukul ke arah lambung
lawannya. Inilah serangan yang disebut Pai in jut sui
(Dorong Awan Keluar Puncak) yang dilakukan dengan
tenaga sepenuhnya.
Siauw Yang melihat gerakan lawan dan merasai
sambaran angin pukulan, maklum bahwa lawannya ini
hanya memiliki tenaga besar dan kecepatan yang
dipaksakan, maka ia memandang ringan. Sebetulnya
pukulan Pai in jut sui itu dilakunkan dengan pukulan ke
arah dada. Kini dengan sengaja si muka hitam memukul
agak ke bawah dan mengarah lambungnya menandakan
bahwa si kasar ini masih mempunyai kesopanan dan
merasa malu untuk memukul dada lawannya, karena
lawannya seorang wanita. Mengingat ini, diam diam Siauw
Yang merasa kasihan kepada si muka hitam dan gelora
hatinya yang tadi agak mereda, ia tidak jadi berniat
membunuh lawannya, hanya ingin mempermainkannya
belaka.
Dengan gerakan kaki Tut po lian hoan (Menggerakkan
Kaki Melangkah Mundur Secara Berantai) Siauw Yang
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
dapat mengelakkan diri dengan mudah sekali dari setiap
pukulan yang menyambar ke arahnya.
Hek hin kai penasaran sekali melihat betapa lawannya
yang masih muda itu mengelak dengan gerakan seperti
orang menari saja. Demikian lemas, lincah dan mudah
gadis itu membuat setiap serangannya mengenai angin.
Semua pengemis, terutama sekali yang ilmu silatnya sudah
lumayan, mengeluarkan seruan memuji ketika menyaksikan
betapa gadis itu gesit sekali gerakannya. Adapun Pun Hui
juga memuji gadis itu karena ia melihat gadis itu seperti
sedang menari nari dengan gerakan amat Indah. Diam
diam ia memperhatikan gadis ini dan ia harus akui bahwa
gadis itu selain gagah, juga cantik jelita sekali, ia teringat
akan Siang Cu, gadis gagah yang dulu menolongnya dari
korban bajak laut dan diam diam ia membandingkan
kegagahan kedua orang gadis ini. Siang Cu gagah dan
berani, juga cantik sekali Demikian pula gadis ini, bahkan
dalam pandangannya, masih lebih cantik menarik daripada
Siang Cu. Tentang kepandaian silatnya, ia tidak dapat
mengetahui siapa yang lebih tinggi, hanya agaknya
perbedaan yang menyolok sekali adalah dalam watak
mereka. Biarpun baru bertemu satu kali, Pun Hui dapat
melihat betapa Siang Cu berwatak keras dan galak,
sedangkan gadis pembelanya ini adalah seorang dengan
watak lincah dan lucu.
Siauw Yang memang sengaja mempermainkan dan
hendak menguji sampai di mana tingginya kepandaian
lawannya si muka hitam itu. Oleh karena itu, gadis itu tidak
mengeluarkan ilmu silatnya yang paling lihai, sebaliknya
melayani lawannya dengan Ilmu Silat Thai lek kim kong jiu
pada bagian Bian kua (Ilmu Silat Tangan Kapas). Dengan
ilmu silat ini, setiap kali ia mendorong dan menyampok
pukulan lawannya, Hek bin kai hanya merasa betapa
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
pukulannya itu tergeser dan menyeleweng dan ia merasa
tangannya bertemu dengan sesuatu yang empuk seperti
kapas, namun yang mengandung tenaga aneh. Makin lama
ia menjadi makin marah dan penasaran. Apalagi ketika
Siauw Yang mulai membalas serangannya, bukan dengan
memukul atau menendangnya roboh, melainkan hanya
menowel dan menampar bagian bagian sambungan pundak,
sambungan siku, atau pergelangan tangannya yang
mendatangkan rasa sakit seperti ditusuk tusuk jarum.
“Kerbau muka hitam, apakah kau belum mengaku
kalah??” seru Siauw Yang. Gadis ini yang hendak mentaati
pesan ayahnya bahwa ia tidak boleh menanam bibit
permusuhan dengan orang orang kang ouw terutama sekali
dengan golongan pengemis, tidak mau menjatuhkan tangan
kejam.
“Bocah sombong! Hek bin kai hanya mengaku kalah
kalau ia sudah roboh tak dapat bangun kembali !” seru si
muka hitam yang memang wataknya tidak mau kalah,
apalagi terhadap seorang gadis muda seperti ini, ia merasa
amat malu kalau harus mengaku kalah. Padahal ia sudah
tahu bahwa gadis ini memiliki kepandaian yang luar biasa
lihainya.
Menghadapi kebandelan Hek bin kai, Siauw Yang
menjadi gemas juga. Ketika si muka hitam itu menubruk
maju, Siauw Yang lalu mulai mengeluarkan kepandaiannya
dan tiba tiba saja ia lenyap dari depan Hek bin kai. Si muka
hitam terkejut sekali, karena ia hanya melihat bayangan
berkelebat di pinggirnya. Ia memutar tubuh sambil
mengayun kaki dan menendang. Benar saja dugaannya,
dengan gerakan ginkang yang luar biasa Siauw Yang tadi
bukannya menghilang, melainkan melompat dan berada di
belakang lawannya. Kini menghadapi tendangan Hek bin
kai yang memutar tubuhnya, jadi tendangan ngawur saja
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
tanpa mengetahui di mana kedudukan lawan, Siauw Yang
mengulur tandannya dan secepat kilat dengan gerakan
Ciang to thian bun (Telapak Tangan Menyangga Pintu
Langit), ia menangkap pergelangan kaki dari bawah dan
sambil meminjam tenaga tendangan yang keras sekali itu, ia
mengerahkan tenaga lweekang mendorong ke atas dan….
tubuh Hek bin kai mencelat ke atas, tinggi sekali dan jatuh
di tengah tengah pohon besar yang tumbuh tak jauh dari
tempat pertandingan itu. Hanya terdengar suara Hek bin kai
berteriak saking kagetnya dan tahu tahu daun daun pohon
bergoyang ketika tubuh itu menyangsang di antara ranting
ranting dan daun daun.
Di dekat puncak pohon yang tinggi itu, Hek bin kai
dengan kedua tangannya memegangi cabang dan tubuhnya
bergoyang goyang karena cabang itu terlalu kecil untuk
dapat menahan tubuhnya. Celakanya, biarpun ia telah
mempunyai kepandaian tinggi, namun Hek bin kai paling
anti tempat tinggi. Hatinya berdebar ketakutan dan
semangatnya melayang ketika ia memandang ke bawah,
tubuhnya gemetar.
“Kawan kawan, tolonglah aku turun….” katanya tanpa
malu malu lagi. Kemudian ia teringat betapa keadaannya
itu benar benar amat memalukan dan merendahkan
namanya maka ia lalu berseru kepada Siauw Yang yang
masih berdiri di bawah pohon sambil bertolak pinggang.
“Bocah curang, tunggulah sampai aku turun. Tongkatku
pasti akan dapat membikin benjut kepalamu dan kau akan
minta minta ampun kepadaku.”
Siauw Yang tertawa geli dan berkata, “Eh, kerbau hitam
kau sekarang lebih cocok kalau disebut lutung hitam.”
Sekalian pengemis, ketika melihat betapa Hek bin kai tak
dapat turun, lalu sibuk mencoba untuk menolongnya.
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
Beberapa orang telah mulai memanjat pohon itu, akan
tetapi setelah dua orang tiba di dekat cabang di mana Hek
bin kai bergantungan, cabang itu menjadi makin bergoyang
goyang keras dan hampir patah.
“Berhenti! Berhenti… kalau tidak patahlah cabang ini!”
teriak Hek bin kai ketakutan.
Melihat ini, Pun Hui tak dapat menahan gali hatinya,
namun ia merasa khawatir kalau kalau si muka hitam itu
jatuh ke bawah dan mati. Maka ia lalu berkata kepada
Siauw Yang dengan penuh kepercayaan akan kepandaian
gadis itu yang sudah disaksikannya sendiri.
“Lihiap, kau dapat melontarkannya ke atas, tentu dapat
menurunkannya kembali. Tolonglah dia sebelum cabang itu
patah. Kalau ia mati karenanya, akulah yang merasa
berdosa karena itu tolonglah, lihiap !”
Siauw Yang tertegun. Tak disangkanya bahwa pemuda
ini demikian luhur budinya, memohon pertolongan untuk
pengemis yang tadinya hendak membunuhnya. Ia
memandang dan dalam pandangan sekilas ini, keduanya
dapat melihat kekaguman terbayang dalam pandang mata
masing masing.
Siauw Yang tidak menjawab permohonan ini, akan
tetapi ia lalu berdongak keatas dan berkata,
“Eh, lutung hitam. Kau mau turun? Nah, turunlah !”
Tiba tiba tubuh gadis ini berkelebat dan melayang ke atas
dengan pedangnya tercabut di tangan kanan. Sekali ia
mengayun pedang ke arah cabang pohon yang digantungi
tubuh Hek bin kai, terdengar suara hiruk pikuk. suara ini
adalah suara patahnya cabang pohon, gemerisiknya daun
daun terlanggar oleh cabang dan tubuh Kek bin kai dan
seruan kaget dari para pengemis. Juga Pun Hui berseru,
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
“Celaka…!”
Akan tetapi, sebelum tubuh tinggi besar itu jatuh
berdebuk di atas tanah dengan bahaya kepala pecah, tiba
tiba ia merasa lehernya tercekik dan kedua kakinya
menyentuh tanah dengan lambat dan ringan. Ia selamat dan
ternyata bahwa leher bajunya telah disambar oleh Siauw
Yang sehingga leher bajunya itu mencekik lehernya namun
ia terbebas duri cengkeraman maut.
“Hebat!” seru para pengemis melihat betapa tadi setelah
membabat cabang pohon, gadis itu melayang turun
menyusul cabang yang membawa tubuh Hek bin kai,
kemudian bagaikan seekor garuda menyambar kelinci, ia
telah dapat menangkap leher baju si muka hitam itu.
Muka Hek bin kai yang sudah hitam itu, kini menjadi
makin hitam karena darah mengalir naik ke arah mukanya,
ia merasa malu, marah dan mendongkol sekali. Saking
marahnya dan malunya, ia tidak dapat berkata kata lagi,
hanya serentak ia mengambil tongkat merahnya dari atas
tanah dan berseru keras kepada Siauw Yang.
“Bocah sombong, cabut pedangmu dan mari kita
bertempur mengadu kepandaian. Jangan takut, aku takkan
membinasakanmu, hanya ingin memperkenalkan ilmu
tongkat kami !”
Tentu saja kata kata ini hanya terdorong oleh kekerasan
kepala dan sifat yang tidak mau kalah. Bagaimana ia bicara
besar kalau tadi sudah terang terangan ia tak dapat
melawan gadis lihai itu?
“Orang tak tahu diri, kau masih belum kapok? Baiklah,
sekali ini nonamu akan memberimu tahu rasa. Majulah,
jangan kira aku takut menghadapi tongkatmu itu. Karena
aku masih kasihan melihat kedogolanmu, maka tak perlu
pedangku ikut bekerja.”
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
“Kau mau menghadapiku dengan tangan kosong?” Hek
bin kai melebarkan matanya dan mengangkat alisnya, benar
benar ia merasa heran atas keberanian gadis ini. Jarang
sekali ada orang kang ouw yang berani menghadapinya
kalau ia sudah memegang tongkatnya, apalagi dengan
tangan kosong seperti yang sekarang dilakukan oleh gadis
muda itu.
Siauw Yang menjadi habis sabar. “Monyet hitam,
sudahlah jangan banyak cakap. Kalau dalam sepuluh jurus
aku tidak mampu merampas tongkatmu, aku terima kalah!”
“Betul betulkah?” Hek bin kai marah bukan main dan
perutnya terasa panas. “Nah, awaslah!” Ia mulai
menyerang dengan tongkatnya, ditusukkan ke arah leher
Siauw Yang dengan gerak tipu Ang hong kan cu (Naga
Merah MengejarMustika). Gerak tipu ini selain amat cepat
dan lihai, juga berbahaya sekali karena dilanjutkan dengan
serangan ujung tongkat yang membayangi tubuh lawan dan
selalu mengarah jalan darah.
Akan tetapi, dasar ginkang dari si muka hitam kalah jauh
oleh Siauw Yang dan dasar ilmu silatnya memang kalah
tinggi tingkatnya, maka sekali saja miringkan tubuh dan
menggerakkan kedua tangan, Siauw Yang telah dapat
mengelak dan berbareng tangan kirinya menotok ulu hati
dan tangan kanannya merampas tongkat.
-oo0dw0ooo-
Jilid 20
HEK BIN KAI terkejut sekati karena tiba-tiba saja
dengan gerakan yang tak dapat ia ikuti dengan pandangan
mata, ulu hatinya hampir "termakan" tusukan jari tangan
lawan. Cepat ia menangkis, akan tetapi sebelum ia
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
mengerahui dengan jelas bagaimana terjadinya, tahu-tahu
tongkatnya telah terlepas dan pegangan dan berada di
tangan Siauw Yang yang berdiri sambil memandangnya
tertawa-tawa.
Siauw Yang merasa cukup memperlihatkan
kepandaiannya dan kini ia merasa yakin bahwa tentu si
muka hitam sudah percaya akan kelihaiannya dan sudah
mau tunduk, maka tanpa banyak cakap, ia mengembalikan
tongkat itu kepada pemiliknya.
Hek-bin-kai menerima kembali tongkatnya, akan tetapi
di luar dugaan Siauw Yang, karena tiba-tiba Hek-bin-kai
setelah menarik kembali tongkatnya, tiada terduga-duga
melakukan serangan yang hebat sekali kepada Siauw Yang.
Kali ini ia menyerang dengan gerak tipu yang disebut Lut
kong poa-thian-te (Malaikat Geledek Menyambar Langit-
Bumi) Tongkat merahnya menyambar gesit dari kanan dan
kiri ke arah kepala Siauw Yang dan kemudian diteruskan
dengan sambaran dari kiri ke kanan ke arah kedua kaki
nona itu. Serangan ini, biarpun sambaran pertama dapat,
dielakkan, belum tentu lawan akan dapat menghindarkan
diri dari gambaran ke dua yang datangnya tak terduga-duga
Namun Siauw Yang adalah puteri terkasih dari Thian-te
Klam-ong yang berkepandaian tinggi bahkan ibunya juga
seorang ahli silat murid orang sakti, maka tentu saja ia tahu
akan sifat serangan lawannya ini. Ketika sambaran pertama
tiba, ia sengaja rrengelak untuk memberi kesempatan
kepada lawannya melanjutkan sambaran ka dua, yakni ke
arah kakinya, akan tetapi ia mendahului tongkat itu dan
sebelum tongkat bergerak menyambar kaki, ia telah
mengangkat kakinya dan dengan gerakan luar biasa
cepatnya, ia telah menginjak tongkat itu ke atas tanah!
Hek-bin-kai amat terkejut dan sekuat tenaga ia membetot
tongkatnya dengan maksud melepaskan senjatanya itu dari
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
injakan Siauw Yang. Akan tetapi nona Itu telah
mempergunakan tenaga Iwee-kang dan tongkat itu seakan
akan berakar di tanah tak mungkin tercabut kembali.
Sebelum Hek-bin-kai dapat mengelak. Jari tangan aona
Itu cepat sekali mengirim pukulan dengan ilmu liam hwat,
Terkena totokan jalan darahnya bagian seng sin hiat, tiba
tiba tubuh Hek bin kai menjadi kaku seperti patung batu la
masih memegangi tongkatnya dengan kedua tangan dalam
sikap membetot, sehingga dilihat oleh orang lain, ia seperti
sebuah patung de batu wi yang lucu sekali Mulutnya masih
terbuka ketika tadi melepaskan napas saking lelahnya dan
kini mulut itupun masib tetap terbuka.
Siauw Yang melompat mundur sambil tertawa
"Nah, demikianlah hukuman seorang lancang mulut.
Masih adakah di antara kalian yang mau kurang ajar dan
musih ada pulakah niat kalian untuk membunuh siucai
(pelajar) ini?”
Kini semua pengemis maklum bahwa mereka
berhadapan dengan seorang gadis pendekar yang tinggi
kepandaianpya, maka tak seorangpun berani bergerak
Bahkan beberapa orang, pengemis tua yang juga memiliki
kepandaian lumayan dan maklum bahwa Hek-bin-kai telah
kena ditotok, segera melangkah maju dan seorang di
antaranya berkata,
"Mohon lihiap sudi memaafkan kami dan terutama
sekali memaafkan kelancangan Hek-bin-kal, saudara kami
itu. Harap lihiap suka membebaskannya dari keadaannya
itu. Kelak kalau Sam lojin datang, kami akan membuat
laporan selengkapnya dan tentu Sum lojin akan
menghaturkan terima kasih kepada lihiap”
Melihat sikap para pengemis ini, Siau Yang tidak mau
bersikap keras lagi. Akan tetapi ia masih mendongkol kalau
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
teringat betapa berkait-kali Hek-bin-kai membandel, bahkan
menyerangnya secara kasar dan tiba-tiba.
"Aku juga bukan datang untuk mencari permusuhan
dengan kalian, karenanya akupun tidak mau menumpahkan
darah. Akan tetapi kawanmu si muka hitam ini benar-benar
jahat dan kurung ajar. Terhadapku saja ia berani bersikap
seperti tadi, apalagi terhadap orang orang yang lebih lemah
Karenanya ia perlu diberi pelajaran." Sambil berkata
demikian, cepat kedua tangan gadis itu bergerak ke arah
tubuhHek bin-kai yang masih berdiri seperti patung.
Jari tangan kirinya membebaskan totokan seng-sin-hiat
tadi, akan tetapi jari tangan kanannya menyusul cepat,
menotok ke arah jalan darah siauw-jauw-hiat. Dan
akibatnya membuat semua pengemis terlongong longong
karena tiba-tiba saja tubuh yang tinggi besar dari Hek-binkai
itu dapat bergerak, akan tetapi gerakan pertama adalah
menekan perut dan kemudian terdengar suaranya ketawa
terbahak-bahak.
Suara ketawa amat mempengaruhi orang lain dan boleh
dibilang menyerupai penyakit menular yang keras sekali.
Mendengar suara ketawa yang demikian wajar dan keras
seakan-akan Hek-bin kai tiba tiba menjadi kegirangan atau
amal geli memikirkan sesuatu yang lucu, beberapa orang
pengemis ikut pula tertawa bergelak. Bahkan Pun Hui
sendiri ketika mendengar Hek-bin kai tertawa terbahakbahak
dan diikuti pula oleh beberapa orang pengemis
sehingga suasana seakan akan berada dalam pesta yang
menggembirakan iapun ikut tertawa.
Hanya orang orang tua yang tadi mintakan ampun,
mengerti bahwa suara ketawa dari Hek bin kai itu bukanlah
ketawa sewajarnya, melainkan ketawa terpaksa karena jalan
darahnya terpengaruh oleh totokan yang luar biasa lihainya.
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
Mereka cepat-cepat menjatuhkan diri berlutut menghadapi
Siauw Yang dan berkata dengan suara memohon,
“Harap lihiap sudi mengampuni Hek-bin-kai. Kami akan
menjaga agar lain kali Hek-bin-kai tidak akan berlaku kasar
dan kurang ajar kepada lain orang lagi."
"Dia tidak pernah tertawa secara terbuka, selalu
ketawanya mentertawakan orang dan menyombongkan
kepandaian, maka biarkan ia tertawa sepuasnya dan belajar
tertawa dengan gembira."
Mendengar percakapan ini barulah semua pengemis
yang tadi ikut tertawa, menghentikan suara ketawa mereka,
demikian pula Pun Hui. Semua orang memandang kepada
Hek bin-kai yang masih tertawa terpingkal pingkal sambil
memegangi perutnya dengan hati masih merasa geli melihat
hal yang lucu ini, akan tetapi dengan pandang mata
kasihan.Mereka beramai-ramai lalu berlutut,
"Ampun, lihiap, ampun........." meteka ikut memohon.
Tiba tiba Pun Hui berlari menghadapi Siauw Yang dan
dengan muka merah ia berkata,
"Lihiap, kau masih begini muda dan lihai, akan tetapi
kau kejam dan suka main-main seperti anak kecil saja.
Hayo lekat sembuhkan dia”
Mendengar Ini, Siauw Yang mengaggukkan kepalanya
dan mukanya lebih merah daripada muka Pun Hui,
"Kau Ini pemuda lemah, masih hendak memberi teguran
kepadaku? Kalau aku tidak keburu datang, agaknya kau
akan tinggal nama saja."
"Lebih baik meninggalkan nama bersih daripada hidup
dengan nama kotor," jawab Pun Hui angkuh. “Lagi pula
nama Liem Pun Hui tidak ada artinya, siapa perduli, baik
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
aku mau atau hidup? Akan tetapi melihat kau menyiksa
orang hanya karena urusanku benar benar membikin aku
mati penasaran."
Biasanya, Siauw Yang mempunyai watak yang sukar
ditundukkan, baik oleh ayah bundanya maupun oleh
kakaknya sendiri. Akan tetapi, kini mendengar teguran
seorang pemuda sasterawan yang remah, entah bagaimana,
ia merasa malu kepada diri sendiri dan tak terasa pula
matanya membasah, ia merasa jengkel terhadap pemuda
ini, namun diam-diam ta harus mengakui kebenaran katakatanya.
Tanpa banyak cakap lagi, ia lalu menghampiri
Hek-bin kai
Akan tetapi pada saat itu, berkelebat tiga bayangan orang
dan seorang di antara tiga. orang yang datang itu,
melompat ke dekat Hek - binkau yang masih tertawa-tawa
dan dengan sekali tendang, tubuh si muka hitam itu
terlempar dan roboh, akan tetapi ia tidak tertawa lagi,
hanya memandang ke arah Siauw Yang densan mata
terbuka tebar dan memandang mata penuh kekaguman dan
menyerah.
Yang menolongnya adalah Bi-si-tung Thio Leng Li,
sedangkan yang dua orang lagi adalah dua orang
kawannya. Ketiga Sam lojin dan Ang-sin tung Kai-pang
telah datang kembali Mereka kini memandang kepada
Siauw Yang dengan mata bersinar marah.
Bagaimanakah tiga orang yang tadinya sudah pergi
hendak mencari musuh besar, yakni kakek berkaki buntung,
kini tiba-tiba bisa muncul di situ? Mengapa mereka kembali
ke tempat ini?
Seperti diketahui, Sam-lojin (Tiga Orang Tua) ini
melakukan perjalanan cepat keluar dari hutan itu. Akan
tetapi baru saja mereka tiba di luar hutan, tiba-tiba
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
terdengar suara keras dan nyaring yang datangnya dari
tempat jauh,
"Kalian bertiga mengapa meninggalkan perkumpulan?”
Mendengar suara ini, Bu-beng Sin-kai si pengemis tinggi
kurus dan Sam-thouw-liok-ciang kai si pengemis gendut,
cepat menjatuhkan diri dengan muka pucat sekali.
"Lo-pangcu.......* kata mereka setengah berbisik,
"Ayah... “ Thio Leng Li juga berkata dan gadis ini berdiri
seperti patung, kedua matanva segera mengucurkan air
mata. Hampir saja ia tidak percaya kepada kedua
telinganya sendiri. Apakah ayahnya yang sudah meninggal
dunia itu mengirim suaranya dari alam baka? Tak mungkin!
Tak salah lagi, pasti ayahnya masih hidup.
"Ayah.......” teriaknya sambil mengerahkan tenaga
khikang, karena ia maklum bahwa pada saat itu, kalau
benar masih hidup, ayahnya berada di tempat jauh dan tadi
mengirim suaranya dengan pengerahan tenaga khikang
yakni dengan penggunaan Ilmu Coan-im-jip-bit. "Kau
orang tua benar-benarkah masih hidup? Anakmu
mendengar bahwa ayah telah tewas! Ayah di manakah kau,
ayah?"
Hening sesaat, kemudian terdengar suara ketawa yang
tinggal dari jauh. Yakin lah kim Leng 1i bahwa memang
yang tertawa itu adalah ayah-nya, maka berserilah
wajahnya yang semenjak tadi muram dan berduka.
Ayahnya masih hidup
“Ha. ha, ha, Leng Li Agaknya kau telah menemukan
tongkatku yang hanyut di sungai. Kumpulkan kawankawan,
bersiaplah karena tak lama lagi ayahmu akan
datang”
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
"Baik ayah!" jawab Leng U dengan suara girang sekali
dan dengan bergembira ria, tiga orang tokoh perkumpulan
pengemis ini lalu cepat cepat berlari kembali ke dalam
hutan untuk menyampaikan warta menggembirakan ini
kepada para anggauta. Demikianlah, maka mereka tiba di
saat yang tepat sekali, yakni ketika Siauw Yang tengah
memberi hajaran kepada Hek-bin-kai. Tentu saja, biarpun
belum mengetahui persoalannya, tiga orang ini merasa
penasaran dan tidak tenang sekali melihat seorang nona
muda mempermainkanHek bin-kai.
"Sam-lojin datang.......” para pengemis itu Serentak
berseru dan memberi hormat.
Sementara itu, mendengar seruan ini, Siauw Yang
memandang dengan penuh perhatian. Melihat cara nona
yang datang itu membebaakan Hek-bin-kai dari totokan,
kaget jugalah dia dan maklum babwa nona itu tentu
memiliki kepandaian tinggi, demikian pula dua orang kakek
pengemis yang datang dengan gerakan demikian gesitnya.
Gerakan menendang dari nona tadi membuktikan bahwa
nona ini telah mahir mempergunakan Iimu Tendangan
Liong cu twi-hwat yang amat sukar. Tendangan ini adalah
tendangan khusus yang ditujukan kepada jalan darah di
anggota tubuh lawan dan untuk memiliki kepandaian ini,
orang harus memiliki kepandaian yang sudah tinggi
tingkatnya.
Kemudian, melihat pandang mata tiga orang itu
kepadanva, Siauw Yang dapat menduga bahwa ia telah
menimbulkan marah kepada mereka bertiga. Ia tidak
menghendaki permusuhan dengan perkumpulan yang
ternyata dipimpin oleh orang orang pandai ini, namun
sebagai orang muda yang bersemangat gagah Siauw Yang
sama sekali tidak takut.
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
“Sam-wi tentu menganggap bahwa aku datang sebagai
seorang pengacau,” ia mendahului mereka sambil menjura,
"akan tetapi sesungguhnya, anak buahmulah yang berlaku
tidak benar setelah sam wi tidak berada di sini."
"Benar atau salah dapat diputuskan setelah kami
mendengar duduknya perkara,” kata Bu-beng Sin kai
singkat, kemudian kakek pengemis jangkung kurus ini
bertanya kepada Hek-bin-kai. "Hek-bin-kai (si Muka
Hitam), mengapa kau sampai terlibat dalam pertempuran
dengan nona ini? Apakah lagi lagi kau telah mengumbar
nafsu dan kekasaranmu ?”
Menghadapi suhunya, Hek-bin kai hilang keberaniannya,
ia lalu berlutut dan berkata,
"Suhu, mohon ampun kalau tecu telah melakukan
pelanggaran. Sesungguhnya, tadi kawan-kawan sudah siap
menghajar ketua baru karena ketua baru itu hendak
mengembalikan tongkat keramat yang berarti penghinaan
bagi perkumpulan kita. Akan tetapi sebelum kami turun
tangan, datanglah nona ini yang mengandalkan
kepandaiannya mencampuri urusan kita dan merobohkan
beberapa orang kawan. Teecu tentu saja tak tinggal diam
dan mengajaknya mengadu kepandaian, akan tetapi......
tecu terlau bodoh sehingga dapat dikalahkan”
Bu-beng Sin-kai menghadapi Siauw Yang. Sikapnya
halus, akan tetapi pandang matanya menyatakan
ketidaksenangan hatinya.
“Nona muridku yang bodoh telah memberi keterangan
tantang keributan-d ini. Namun kami masih menanti
keterangan dari fihakmu karena kami tidak biaaa berlaku
berat sebelah”
Sebetulnya Siauw Yang meraba mendongkol sekali.
Harus ia akui bahwa-e keterangan dari Hek-bin-kai itu
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
memang tidak dusta. Yang membuat ia mendongkol adalah
sikap tiga orang yang disebut Sam lojin ini, karena seakanakan
memandang-w rendah kepadanya dan menganggap
dia sebagai seorang terdakwa di depan pengadilan.
Timbul keangkuhannya dan-i timbul pula keinginannya
untuk mencoba kepandaian tiga orang ini, terutama sekali
kepandaian nona itu yang nampaknya pendiam dan kini
memandangnya dengan sikap kereng.
Ia menaksir usia nona itu sebaya dengannya, dan
kecantikan nona itu harus ia akui terutama
kesederhanaannya yang membuat kecantikannya nampak
lebih wajar lagi..
Yang paling menarik hati Siauw Yang adalah cara nona
itu menggelung rambutnya yang hitam panjang. Itulah
gelung model utara dan ia ingin sekali mempelajari cara
menggelung rambut seperti itu.
"Orang tua” katanya kepada Bu beng Sin kai sambil
tersenyum manis. “jadi kau hendak mendengar keterangan
dariku? Aku merasa seakan akan menjadi seorang terdakwa
di depan hakim. Baiklah, namun sebelum aku mengakui
dosa-dosa ku, aku harus tahu lebih dulu siapa-siapakah
sebenarnya tiga orang hakim yang hendak memberi
pengadilan kepadaku.?”
Mendengar kelancaran bicara nona muda yang cantik
ini, Bu-beng Sin kai dapat menduga bahwa nona ini
tentulah seorang kang-ouw, murid orang pandai. Maka
iapun tidak mau berlaku sembrono sebelum mendengar
keterangannya, maka ia menjawab sabar,
"Aku disebut Bu beng Sin-kai, ini suteku disebut Sam
thouw- hok ciang kai, dan nona itu adalah Bi-sin-tung Thio
Leng Li, puteri dari pangcu (ketua) kami. Kami bertiga
mewakili pangcu mengurus perkumpulan kami dan
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
karenanya kami bertiga disebut Sam lojin oleh para
anggauta perkumpulan kami. Nah. aku sudah
memperkenakan keadaan kami, sekarang giliranmu untuk
bicara sejujurnya, karena kamipun bukan orang orang yang
suka berlaku sewenang wenang.”
Mendengar nama-nama itu, Siauw Yang sama sekali
tidak mengacuhkan, akan tetapi ketika ia mendengar bahwa
nona itupun termasuk dalam sebutan Sam-lojin, diam-diam
ia menjadi geli dan juga kaget. Kalau demikian, pikirnya,
tentu kepandaian nona itu setingkai dengan yang dua ini.
“Namaku Siauw Yang,” katanya sederhana tanpa
memperkenalkan she nya (nama keturunannya) "Memang
apa yang dikatakan oleh si muka hitam itu tidak salah. Kau
tadi menghendaki jawaban jujur maka aku mengaku bahwa
memang aku sengaja mencampuri urusan anak buahmu,
dan tentu saja aku mengandalkan kepandaianku. kalau
tidak, bagaimana aku bisa mencampurinya? Memang aku
telah merobohkan beberapa orang anggautamu ketika
mereka hendak memukul siucai itu, dan kemudian aku
mengalahkan muridmu sii muka hitam ini dalam
pertandingan yang jujur”
Mendengar jawaban ini, ketiga orang yakni Sam-lojin
menjadi merah mukanya. Sungguhpun mereka bertiga
maklum bahwa sebagai seorang kangouw, memang besar
kemungkinan gadis itu tak dapat tinggal diam saja melihat
seorang siucai dihajar oleh anggauta perkumpulan mereka.
Akan tetapi cara Siauw Yang menyatakan pengakuannya
ini sungguh memandang rendah sekali kepada mereka dan
terang-terangan gadis cantik itu tidak menyatakan
penyesalan maupun maaf.
"Nona, agaknya memang ada kesalahpanaman di antara
orang-orang kami dan kau, akan tetapi yang terang adalah
fihakmu yang salah karena kau mencampuri urusan lain.
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
Akan tetapi, mengingat bahwa kau masih muda sekali,
pelanggaran itu tidak terlalu berat. Asalkan kau suka
menyatakan penyesalanmu dan minta maaf kepada kami,
akan kami habisi saja urusan ini."
Siauw Yang senang mendengar dan melihat sikap tiga
Sam-lojin ini yang dianggapnya cukup cengli ( menurut
aturan ), akan tetapi dasar dara ini paling suka mengadu
kepandaian silatnya, mana ia mau menghabisi sampai di
situ saja? Siauw Yang ingin sekali mencoba kepandaian
Sam-lojin yang nama julukannya serem-serem itu. Sambil
tersenyum ia menjawab.
"Bagiku mudah saja minta maaf kalau aku merasa
bersalah Akan tetapi bukan main sukarnya kalau aku
merasa tidak bersalah. Sayangnya, Sam-lojin, pada saat ini
aku tidak merasa bersalah! Melihat seorang pemuda lemah
dikeroyok oleh orang banyak lalu menolong, bagaimana
bisa disebut salah?"
Pada saat itu, Pun Hui yang merasa amat khawatir
melihat percekeokan itu, segara berlari maju dan berkata,
"Cu-wi sekalian harap sudi saling mengalah. Sebenarnya,
siauwtelah yang bersalah dalam hal ini. Harap saja cu-wi
sekalian tidak bertempur lagi hanya karena kesalahan
siauwte Kalau mau menghukumsiauwte, hukum lah”
Melihat pemuda itu masih saja membawa tongkat
keramat ayahnya, Leng Li maju hendak merampasnya.
Akan tetapi, Siauw Yang semenjak tadi memang sudah
berlaku hati hati dan waspada sekali, maka setiap gerakan
fihak lawan telah dilihat dan diawasinya baik-baik. Kini
menyaksikan Leng Li bergerak cepat sambil mengulur
tangan hendak merampas tongkat merah yang berada di
tangan pemuda itu, ia cepat melompat dan sekali gerakan
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
saja sudah cukup membuat tubuhnya berdiri menghadang
di depan-Pun Hui
“Kau mau apa?” bentak Leng Li sambil memandang
tajam.
"Kau sendiri mau apa?" Siauw Yang balas membentak
sambil tersenyum.
"Tongkat yang dibawanya itu adalah tongkat milik
ayahku yang harus dipegang oleh setiap orang pangcu dari
perkumpulan kami. Sekarang ayah ternyata masih hidup,
maka dia harus mengembalikan tongkat itu kepadaku."
"Bagus!" Pun Hui berkata dengan suara seperti bersorak
girang. Wajahnya yang tampan berseri-seri, matanya
bersinar-sinar gembira. "Nona, aku menghaturkan selamat
bahwa ternyata arahmu masih hidup. Benar-benar ini
merupakan warta yang amat menggirangkan. Nah, dengan
senang aku mengembalikan tongkat keramat ini kepadamu
dan semenjak saat ini aku bukan pangcu dari Ang-sin-tung
Kai-pang lagi!"
Leng Li melihat pemuda itu menjura kepada-nya sebagai
penghormatan dan pernyataan selamat, cepat membalas
penghormatan dengan menjura pula dan berkata dengan
muka merab,
"Terima kasih dan harap kongcu sudi memaafkan kami
yang telah banyak membikin capai dan kaget kepada
kongcu."
Pun Hui telah mengulur tangannya yang memegang
tongkat dan pada saat Leng Li hendak menerimanya tibatiba
dari samping menyambar tangan lain dan tahu-tahu
tongkat itu telah terampas dari tangan Pun Hui dan telah
berada di tangan Siauw Yang! Gadis puteri Thian-te Kiamong
ini ketika melibat betapa pemuda sasterawan itu dan Bi
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
sin-tung Thio Leng Li bicara manis dan tak
memperdulikannya, menjadi amat mendongkol.
Dia merasa disampingkan dan tidak dipandang sebelah
mata. Maka dalam kemendongkolannya ia sengaja
merampas tongkat itu mendahului Leng Li
"Nanti dulu," katanya dengan gaya angkuh dan
mengedikkan kepala membusungkan dada. "Baik sekait ada
tongkat merah yang bagus ini, memang aku sedang mencari
sebuah barang yang patut dipertaruhkan. Pihak kalian
menganggap aku bersalah karena mencampuri urusan
kalian, sedangkan aku sendiri menganggap kalian bersalah
karena tidak becus mendidik anak buahmu sehingga mereka
berlaku sewenang-wenang. Nah, tongkat ini....."
Sambil berkata demikian, ia menggerak-gerakkan tongkat
itu dan ketika terdengar sambaran angin Siauw Yang
terkejut sekali dan tanpa disengaja ia berseru
"Aduh, bagus sekali tongkat ini! Senjata yang hebat!"
"Itu adalah tongkat keramat ayah, jangan kau mainmain!"
Leng Li membentak sambit menggerakkan tangan
hendak merampasnya dari Siauw Yang, Namun dengan
lincah sekali Siauw Yang melompat mundur dan
melanjutkan kata-katanya, "Siapa mau merampas tongkat?
Aku hanya hendak menggunakan benda ini sebagai sakti”.
la lalu menancapkan tongkat itu pada sebuah batu besar dan
tongkat itu amblas ke dalam batu sampai setengahnya.
Semua orang menguji kehebatan tenaga itu dan sebaliknya
Siauw Yang memuji kekuatan tongkat keramat itu.
“Aku menantang kepada Sam lojin untuk mengukur
kepandaian dan andaikata aku kalah aku bersedia minta
maaf atas kelancanganku mencampuri urusan kalian. Akan
tetapi sebaliknya, apabila kalian yang kalah, kalian harus
minta maaf kepadaku dan kepada siucai itu atas
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
kekurangajaran anak buah kalian Bukankah ini adil sekali?
Senjata tongkat ini menjadi saksi!"
"Kau sombong sekali!" seru Sam-thouw-liok-ciang-kai
yang segera melompat ke hadapan Siauw Yang. "Cabutlah
pedangmu itu, hendak kulihat sampai di mana kepandaian
mu maka kau menjadi sesompong ini."
Siauw Yang tersenyum girang. Tercapai juga
keinginannya untuk menguji kepandaian sendiri terhadap
orang-orang yang agaknya memiliki kepandaian tinggi ini.
“Orang tua, kau yang tadi berjuluk Sam-thouw hok-ciang
kai (Pengemis Berkepala Tiga Bertangan Enam)? Hebat
sekali! Belum pernah selama hidupku aku menghadap
seorang lawan dengan tiga kepala dan enam tangan.
Majulah, jangan khawatir tentang pedangku, dia itu takkan
mau keluar sebelum anu terdesak betul-betul. Pergunakan
tongkatmu dan tak perlu sungkan-sungkan, orang tua”
Sam thouw-hok ciang-kai sudah dapat menduga bahwa
gadis ini tentu murid seorang pandai, maka tanpa sungkansungkan
lagi ia lalu menggerakkan tongkat merahnya,
diputar-putarnya di atas kepalanya dan setelah berseru
"Awas serangan'" la menyerang dengan sambaran tongkat
pada kepala Siauw Yang.
Berbeda dengan ketika menghadapi Hek-bin-kai tadi,
kini Siauw Yang tidak berani main-main. la tahu bahwa
kepandaian lawannya tak boleh dipandang ringan, maka
cepat ia mempergunakan ginkangnya dan mengelak
bagaikan seekor burung saja ringan dan cepat. Kakek
pengemis gendut itu merasa penasaran dan sekejap mata
kemudian tongkatnya telah berputar dan menyambar secara
hebat sekali. Memang si gendut ini hendak lekas-lekas
mendesak lawannya agar gadis yang menjadi lawannya ini
terpaksa mempergunakan pedang la merasa malu dilawan
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
oleh seorang gadis muda bertangan kosong. Oleh karena
itu, ia mengeluarkan ilmu tongkat ajaran dari ketua
perkumpulannya dan mengurung tubuh lawannya dengan
gulungan sinar merah dari tongkatnya.
Siauw Yang diam-diam memuji. Ia melihat permainan
tongkat lawannya ini seperti permainan toya dan pengemis
gendut itu memegang tongkat dengan kedua tangan.
Gerakannya selain cepat juga amal bertenaga Namun ai
tidak mau kalah dan segera memperlihatkan kepandaiannya
yang benar-benar hebat.
Mula-mula ia memperlihatkan ginkangnya yang masih
jauh lebih tinggi daripada lawannya. Ketika tongkat
menyambar kepalanya, ia miringkan kepala iu dan tongkat
melayang lewat di atas kepalanya. Akan tetapi segera
disusul oleh tusukan ujung tongkat di tangan kiri lawan
menyerang ke arah pusar. Siauw Yang mempergunakan
ilmu gerakan kaki yang disebut Jiau-pouw-soan, yakni
dengan tindakan kaki berputaran dan selalu ia dapat
mengelak dari setiap serangan tawan. Dengan sedikit
miringkan tubuhnya saja, ia dapat mengelak dari setiap
tusukan, sedikit merendahkan tubuh dapat mengelak dari
sambaran tongkat pada kepala dan kedua kakinya yang
amat ringan itu mudah saja melompat untuk
menghindarkan sabetan atau serampangan ujung tongkat.
Setelah belasan jurus ia memperlihatkan kemahirannya
dalam hal ginkang atau ilmu meringankan tubuh, lalu ia
merubah gerakannya dan kini gadis itu memperlihatkan
tenaga dan kejelian matanya.
Kini ia menghadapi semua serangan tongkat lawan itu
dengan Ilmu Silat Kwan Im Sin-pek-to (Kwan lm
Menyambut Ratusan Golok), sedangkan kedua kakinya
melakukan loncatan loncatan yang sesuai dengan Toa-su
siang-hong wi (Kedudukan Empat Penjuru Angin). Dengan
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
enaknya, gadis itu sambil tersenyum-senyum menghadapi
setiap pukulan, tusukan, atau sambaran tongkat lawannya
dengan telapak tangan dari telapak kaki saja. Setiap kali
tongkat menyambar, ia mempergunakan telapak tangannya
untuk menyambut, dipergunakan sebagai perisai yang lunak
dan lemas namun kuatnya luar biasa.
Bukan main terkejutnya hati kakek pengemis gendut itu
karena setiap kali tongkatnya bertemu dengan telapak
tangan atau kaki gadis lawannya itu, tongkat itu terpental
seakan-akan bertemu dengan baja yang keras, padahal
terasa oleh tangannya betapa telapak tangan lawannya itu
empuk dan lunak sekali. Hatinya menjadi jerih karena ia
maklum bahwa tenaga Iweekang dari nona muda ini tidak
kalah oleh suhengnya ataupun oleh nona Leng Li sendiri! la
putar tongkatnya lebih cepat lagi dan kini ia benar-benar
berusaha merobah diri menjadi berkepala tiga dan
bertangan enam seperti julukannya. Gerakannya demikian
cepat sehingga bagi penglihatan orang yang tidak mengerti
ilmu silat, boleh jadi ia akan terlihat berkepala tiga dan
berlengan tangan enam pada saat itu.
Dengan mengerahkan seluruh tenaga, kegesitan dan
kepandaiannya ini, Sam-thouw-hok-ciang kai
mengharapkan untuk mendesak dan membingungkan
lawannya. Akan terapi alangkah terkejutnya ketika tiba-tiba
terdengar suara gadis itu tertawa perlahan dan tahu-tahu
tubuh lawannya itu lenyap berubah menjadi bayangan yang
menyambar nyambar di sekeliling dirinya! Kakek gendut itu
terkejut dan bingung, tongkatnya dipergunakan untuk
menghantam bayangan itu, akan tetapi ia seperti seorang
yang berlawan dengan bayangan sendiri saja. Kemanapun
tongkatnya menyambar, selalu mengenai angin kosong
belaka dan hal ini melelahkannya. Apalagi Siauw Yang
sengaja bergerak mengelilinginya sehingga ia sendiripun
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
harus berputaran yang membuat kepalanya menjadi pening
sekali.
"Aku mengaku kalah...... kau lihai sekali.....I"
Akhirnya kakek pengemis yang gendut itu melompat
keluar lapangan dengan napas terengah-engah. Ketika ia
memandang ke arah tongkatnya, karena ketika hendak
melompat tadi ia merasa tongkatnya tergetar hebat, ia
menjadi pucat melibat ujung tongkatoya itu telah remuk
"Hebat......hebat” Ia menggeleng-gelengkan kepalanya
sambil memandang kepada Siauw Yang yang berdiri sambil
tersenyum saja dengan pandang mata kagumsekali.
Bu-beng Sin kai melangkah maju menghadapi Siauw
Yang dan menjura
"Melihat cara nona ita menghadapi suteku, sudah dapat
kami ukur betapa tinggi dan lihai kepandaianmu, nona.
Akan tetapi karena kau sudah datang ke tempat kami yang
buruk dan sudah berkenan memberi pelajaran dan
membuka mata kami, maka marilah kita main-main
sebentar agar aku yang tua ini tidak terlallu melamun
menyombongkan kelandaian sendiri” Kata-kata ini saja
sudah cukup memberi kesan betapa hebat pengaruh ilmu
kepandaian yang tadi diperlihatkan oleh Siauw Yang.
"Orang tua, aku sebagai tamu tentu saja menurut segala
kehendak tuan rumah. Kita bukan musuh dan tidak sedang
berhadapan sebagai musuh, hanya sekadar meluaskan
pengalaman sambi! memperebutkan kepantasan dan
keadilan.Marilah!”
Karena menghadapi lawan tangguh, Bu-beng Sin kai
tidak berlaku sheji (sungkan-sungkan) lagi. Tidak perduli
apakah lawannya bersenjata ataupun bertangan kosong
Segera ta memasang kuda-kuda daa berseru,
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
"Awas senjataku nona”
Ketika kakek jangkung kurus itu menyerang, Siauw
Yang melihat bahwa cara kakek ini mainkan tongkatnya,
berbeda lagi dengan permainan pengemis gendut tadi.
Kalau Sam thouw-liok-ciangkai memainkan tongkatnya
seperti orang bermain senjata toya, adalah kakek tinggi
kurus ini memegang tongkatnya yang panjang seperti orang
memegang tombak! Serangannya lebih banyak menusuk
dengan ujung tongkat depan lalu disusul oleh kemplangan
ujung tongkot kedua seperti kalau orang mempergunakan
tombak dan gagangnya. Namun ternyata bahwa gerakan
kakek jangkung ini
lebih kuat dan lebih
cepat daripada si
gendut tadi.
Siauw Yang kaget
juga ketika melihat
betapa tiap kali kakek
lawannya itu
menusukkan ujung
tongkat. maka ujung
itu menggetar sampai
kelihatannya menjadi
tujuh ujung, dan suara
getarannya nyaring
menyakitkan telinga
kemudian, sambil mengerahkan ginkangnya untuk
menghadapi ancaman tongkat, Siauw Yang memperhatikan
jalannya ilmu tombak lawannya.
"Sin chio-hwat (Ilmu Tombak Sakti) yang lihai,” gadis
itu memuji.
Adapun Bu-beng Sin kai ketika mendengar pujian ini,
menjadi makin kagum. Bukan sembarang orang dapat
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
mengenal ilmu tombaknya setelah melihat beberapa belas
jurus saja, apalagi kalau ilmu tombak itu dimainkan
demgan senjata tongkat.
Dan kini rona itu dapat menghadapi semua serangannya
hanya dengan tangan kosong saja. Ia maklum bahwa dilihat
dari sudut ini saja sudah dapat diketahui bahwa tingkat
kepandaian nona ini masih lebih tinggi daripada tingkat
kepandaiannya sendiri. Namun, Bu-beng Sin kai adakah
seorang kangouw yang sudah berpengalaman dan sudah
melakukan perantauan selama berpuluh tahun, la sudah
banyak mendengar nama-nama tokoh kang-ouw yang
berilmu tinggi dan andaikata ia bertemu oengan orang yang
kepandaiannya lebih tinggi daripada kepandaiannya sendiri,
ia takkan merasa penasaran karena tahu bahwa di dunia ini
banyak terdapat orang pandai dan bahwa kepandaian itu
tidak ada batasnya.
Akan tetapi, menghadapi seorang gadis yang baru
belasan tahun usianya dan yang hanya menghadapinya
dengan tangan kosong saja, sungguh-sungguh membuat ia
hampir tak dapat percaya! Melihat tingkat kepandaian Leng
Li saja, ia sudah merasa amat kagum dan menyangka
bahwa di dunia ini jarang ada gadis semuda Leng Li dengan
kepandaian menyamai tingkat kepandaian gadia itu yang
lebih lihai daripadanya, akan tetapi biarpun Leng i.i sendiri
tak mungkin dapat menghadapi tongkatnya dengan tangan
kosong seperti yang dilakukan oleh gadis aneh ini! Maka ia
merasa penasaran dan mengambil keputusan untuk
menyerang sehebat-hebatnya sampai tigapuluh jurus. Kalau
selama tigapuluh jurus ia tidak dapat menjatuhkan
lawannya, ia akan mengaku kalah.
Biarpun Siauw Yang sudah mengenal Ilmu tombak Sinchio-
hwat karena pernah ia diberi tahu oleh ayahnya dewi,
namun menghadapi desakan kakek jangkung yang benarTiraikasihWebsite
http://kangzusi.com/
benar lihai itu, ia menjadi sibuk juga. Terpaksa gadis ini lalu
mainkan ilmu silatnya Soan hong-pek-lek jiu, yakni kepan
daian yang diturunkan oleh Mo-bin Sin-kun kepada
ayahnya! Kedua tangannya bergerak-gerak bagaikan
halilintar menyambar dan mendatangkan angin-angin
berputar-putar seperti angin puyuh, dan semua serangan
tongkat lawannya dapat terpukul mundur! Tigapuluh jurus
lewat dan Bu-beng Sin-kai melompat mundur sambil
menyimpan tongkatnya.
"Nona benar-benar hebat, aku mengaku kalah!”
Merahlah muka Leng Li ketika menyaksikan betapa dua
orang kawannya beruntun dikalahkan oleh Siauw Yang
dengan tangan kosong saja! Ia merasa malu, marah, dan
penasaran. Cepat ia melompat dengan tongkatnya yang
pendek di tangan.
"Biarpun kedua orang suhengku telah kalah, akan tetapi
masih ada aku. Coba kau merobohkan aku, baru kami akan
mengakui keunggulanmu .” kata Leng Li sambil
melintangkan tongkatnya di depan dada. Melihat cara
gadis manis ini memegang tongkatnya, kembali Siauw
Yang tertegun. Gadis ini lain lagi, memegang tongkatnya
bukan seperti yang dilakukan oleh dua orang kakek
pengemis, melainkan seperti orang memegang golok atau
pedang.
"Dua orang tua tadi telah berlaku mengalah terhadap
aku, sekarang karena kau sebaya dengan aku, tentu kau
tidak akan mau mengalah seperti mereka.Majulah, sahabat,
mari kita main main sebentar” kata Siauw Yang yang
menghadapi lawan yang marah itu dengan senyum manis.
Leng Li segera memutar tongkatnya, dan kini Siauw
Yang melihat jelas betapa gadis lawannya itu menggunakan
pergelangan tangan untuk memutar tongkat. Inilah gerakan
ilmu pedang, pikirnya dengan hati tertarik dan gembira
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
sekali. Sebagai puteri seorang yang mendapat julukan
Kiam-ong (Raja Pedang), tentu saja ia paling suka melihat
orang mainkan ilmu silat pedang.
"Lihat senjata!” Leng Li berseru nyaring dan gadis ini
lalu menyerang dengan cepat bagaikan kilat menyambar.
Kini kegembiraan Siauw Yang bertambah, tercampur
oleh kekagetan karena gaya penyerangan Leng Li benarbenar
hebat sekali. Sambaran tongkat yang dimainkan
seperti pedang itu mendatangkan angin yang bergelombang
dan tongkat itu sendiri bergerak - gerak ujungnya dengan
getaran yang aneh dan sukar sekali diduga ke mana arah
serangan ujung tongkat itu. Inilah ilmu pedang bukan
sembarangah, pikir Siauw Yang kagum sekali. Ia masih
mencoba untuk bertahan dengan tangan kosong,
menggunakan Soan hong pek-lek-jiu dan Tai-lek-kim kongjiu
yang diturunkan oleh Kim Kong taisu kepada ayahnya.
Namun biarpun pukulan-pukulan tangannya dapat
mengusir bahaya ujung tongkat lawan, tetap saja tongkat di
tangan Leng li terus mengikutinya dengan ancaman
ancaman yang amat berbahaya, Ia tidak dapat
mengandalkan kelincahannya karena ternyata bahwa
ginkang dari Leng Li tidak kalah jauh olehnya.
Setelah mempertahankan diri dengan tangan kosong
selama duapuluh jurus, akhirnya Siauw Yang berseru,
"Ilmu pedangmu hebat sekali, sobat. Aku tidak kuat
menghadapinya bertangan kosong, terpaksa pedangku
membantuku!”
Sehabis ucapan ini, tiba-tiba nampak cahaya kuning
emas menyilaukan mata dan pedang Kim-kong kiam telah
berada di tangannya. ketika tongkat Leng Li datang
menusuk tenggorokannya, Siauw Yang dengan gembira
menangkis dan terdengar suara nyaring diikuti oleh
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
berpijarnya bunga api. Ternyata bahwa tongkat pendek di
tangan Leng Li itu terbuat daripada logam yang keras Akan
tetapi dalam tangkisan ini maklumlah Leng Li bahwa
lawannya benar benar lihai. Telapak tangannya tergetar
oleh tangkisan itu dan ia bersilat dengan hati hati sekali
Akan tetapi, begitu Siauw Yang mainkan Te-coan-hok
kiam-sut, Ilmu pedang yang diturunkan oleh Bu tek Kiam
ong (Raja Pedang Tanpa Tandingan) kepada ayahnya, Leng
Li merasa terkejut sekali dan matanya menjadi silau.
Pedang di tangan lawannya berobah menjadi sinar kuning
emas yang luar biasa sekali, yang mematahkan seluruh
permainan pedang dengan tongkatnya.
Beberapa-jurus kemudian, terdengar suara keras ketika
ujung pedang Siauw Yang berhasil membabat ujung tongkat
lawan sehingga putus. Kalau lain orang yang mengalami
nasib seperti ini tentu akan menjadi gugup dan bingung atau
menyerah kalah, Leng Li adalah seorang gadis yang tabah
dan ilmu silatnya memang tinggi. Kalau tadi ia
mempergunakan tongkatnya dengan permainan seperti
mainkan pedang panjang, kini begitu melihat tongkatnya
putus ujungnva, hanya tingal dua pertiga lagi. ia tidak
menjadi gentar, bahkan melanjutkan serangannya,
mempergunakan sisa tongkat itu sebagai pedang pendek.
Serangan dengan sisa tongkat Ini tidak kalah hebatnya oleh
serangan-aerangannya tadi sebelum tongkatnya putus
ujungnya.
"Bagus, lihai sekali." Siauw Yang memuji dengan kagum
melihat kesigapannya merobah kerugian menjadi
keuntungan. Ia cepat mengelak lalu mengirim serangan
balasan yang dapat ditangkis dengan baiknya oleh Leng Li.
Sampai belasan jurus ini saling serang dengan cepat dan
tangkasnya, Akan tetapi duapuluh jurus kemudian, kembali
pedang Kim kong kiam yang ampuh itu telah berhasil
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
membabat putus sisa tongkat di tangan Leng 1i sehingga
tinggal setengahnya.
Akan tetapi benar-benar Leng Li bersemangat baja dan
gagah sekali. Biarpun tongkatnya tinggal dua jengkal lagi
panjangnya, ia tetap tak mau mengalah dan kini ia mainkan
sisa tongkat itu sebagai sebatang pisau belati. Dan jangan
dikira bahwa perlawanan kali ini hanya terdorong oleh hati
nekad belaka. Sekali-kali tidak, karena biarpun hanya
dengan sisa tongkat sepanjang pisau, nona Leng Li masih
dapat melakukan perlawanannya yang baik bahkan dapat
membalas serangan Siauw Yang dengan serangan
berbahaya sekali,
"Kau benar-benar patut dipuji'" kata Siauw Yang dengan
hati gembira sekali. Kini kemendongkolannya terhadap
Leng Li lenyap, terganti oleh rasa kagum dan ingin
bersahabat. Tidak ada yang lebih menarik hati puteri Thiante
Kiam ong ini melebihi sikap yang gagah perkasa, seperti
yang diperlihatkan oleh Pun Hui ketika hendak dikeroyok
dan yang kini diperlihatkan oleh Leng Li dengan
perlawanannya yang gigih dan pantang mundur. Akan
tetapi berbareng ia merasa penasaran juga melibat betapa ia
masih belum dapat mengalahkan lawannya ini setelah
bertempur empat-puluh jurus, maka kini ia mengeluarkan
ilmu pedangnya yang paling tinggi dan benar saja, ketika
Kim-kong-kiam lenyap merupakan gulungan sinar
bercahaya dan menggulung diri Leng Li, puteri ketua Angsin-
tung Kai-pang ini menjadi bingung sekali dan merasa
betapa seluruh tubuhnya menjadi dingin terkena dan
terkurung oleh hawa pedang lawannya yang hebat ini,
"Kau masih belum mengaku kalah, sahabat yang gagah?"
terdengar Siauw Yang bertanya dan suara gadis ini bagi
Leng Li terdengar berpindah-pindah dari kanan kiri dan
depan belakang.
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
"Nona, mengakulah kalah. Lawan kita ini benar-benar
sakti” kata Bu-beng Sin-kai yang merasa kagum bukan
main.
Akan tetapi sebelum Leng Li menjawab tiba-tiba
berkelebat bayangan putih dan tahu-tahu tubuh Leng Li
terpental keluar kalangan pertempuran karena lengannya
kena dibetot orang sebagai penggantinya, kini seorang
kakek yang sudah tua, berambut putih dan berpakaian
tambal- tambalan akan tetapi berwarna putih semua, berdiri
menghadapi Siauw Yang.
Kakek ini melihat tongkat merah yang tertancap di atas
batu. Tongkat itu terbentuk ular dan menancap di atas batu
pada ekornya. Sekali saja ia mencabut perlahan, tongkat itu
berada di tangannya dan sambil mengeluarkan bunyi keras
batu itu terbelah dua. Beginilah hebatnya tenaga Iweekang
dari kakek ini sehingga Siauw Yang memandang kagum,
Gadis ini dapat menduga bahwa tentu inilah ketua dan
perkumpulan pengemis atau ayah dari nona yang gagah dan
yang menjadi lawannya tadi.
Dugaannya memang tepat. Yang datang ini adalah Sintung
Lo-kai Thio Houw, ketua lari Ang sin-tung Kai-pang.
Kini ia memandang kepada Siauw Yang dengan penuh
perhatian. Rambut kakek pengemis ini panjang berwarna
putih dan riap-riapan di atas pundaknya, mukanya putih
halus dan sepasang matanya peramah sekali, demikian pun
mulutnya yang selalu tersenyum.
"Nona muda, pedangmu adalah Kimkong-kiam pedang
pusaka milik mendiang Kim Kong Taisu akan tetapi ilmu
pedangmu aneh dan hebat sekali. Pernah apakah kau
dengan Kim Kong Taisu?”
Mendengar bicara kakek ini, tahulah Siauw Yang bahwa
ia berhadapan dengan seorang tokoh besar di dunia kangTiraikasihWebsite
http://kangzusi.com/
ouw yang ia belum kenal, akan tetapi yang mungkin pernah
ia dengar namanya dari ayahnya, la mulai mengingat-ingat
siapa-siapakah tokoh besar dunia kang-ouw yang hidup
sebagai pengemis, Ayahrya pernah memberi tahu bahwa
banyak sekali tokoh kang-ouw yang berkepandaian tinggi
namun selalu menyembunyikan diri sehingga namanya
tidak terkenal, akan tetapi di antara para tokoh kangouw
yang hidup seperti pengemis dan telah dikenal oleh ayahnya
adalah Pek-bi Kai-ong (Raja Pengemis Alis Putih), Sin tung
Lo-kai (Pengemis Tua Tongkat Sakti), dan yang paling
jahat adalah Gin-kiam Tok-kai (Pengemis berbisa
Berpedang Perak ). Siauw Yang adalah seorang gadis yang
cerdik, maka setelah ia mengingat - ingat, ia merasa yakin
bahwa di antara tiga tokoh pengemis yang dikenal ayah-nya
itu, tentulah yang berhadapan dengan dia ini adalah Sintung
Lo-kai, karena pengemis ini memegang tongkat dan
patut menjadi ahli tongkat yang bergelar Sin tung (Tongkat
Sakti), la menjura dengan hormat setelah menyimpan
pedangnya, lalu berkata,
"Kalau aku yang muda dan bodoh tidak salah lihat. yang
di depan adalah orang tua gagah perkasa Sin tung Lo-kai,
betulkah? Kalau betul, harap kau orang tua suka menerima
hormatku"
Sin-tung Lo-kai Thio Houw tertawa ter-bahak bahak
mendengar ini. “Tak salah dugaanku bahwa kau temu
murid seorang pandai. Memang betul, akulah yang disebut
Sin tung Lo-kai. Kau siapakah dan siapa gurumu?"
"Menjawab pertanyaan Lo-enghtong tadi, memang
pedang ini adalah Kim kong-kiam, akan tetapi pedang ini
bukan pedangku sendiri melainkan dapat kupinjam dari
ayahku. Adapun guruku bukan lain adalah ayahku sendiri
juga. Namaku Sung Siauw Yang dan ayahku.,,....."
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
"Ha, ha, ha! Tidak tahunya kau adalah puteri dari Thiante
Kiam-ong Song Bun Sam........”
Kakak itu memotong kata-kata Siauw Yang. Dari She
(nama keturunan) gadis itu, ia dapat menduga tepat bahwa
ayah gadis itu tentulah Thian-te Kiam-ong. Hal ini tidaklah
sukar untuk menduganya. Pertama - tama siapa lagi yang
memiliki pedang Kim kong-kiam kalau bukan murid dari
kakek itu? Pun melihat ilmu pedang gadis itu yang mengaku
belajar dan ayahnya sendiri, mudahlah untuk menarik
kesimpulan selanjutnya.
Para pengemis, juga ketiga "Sam lojin” ter-kejut bukan
main bahwa nona ini adalah puteri dari pendekar besar
yang sudah sering kali mereka dengar namanya itu,
“Mengapa kalian begitu sembrono dan tidak mengenal
Gunung Thaisan menjulang tinggi di depan mata? Kalian
berani sekali bertempur melawan puteri Thian-te Kiam-ong
Si Raja Pedang! Bagaimana kalian bisa menang sedangkan
aku sendiripun tak mungkin dapat mengalahkannya? Hafii,
hai" Kakek pengemis itu menegur anaknya dan para anak
buahnya.
Mendengar teguran kakek itu kepada anaknya dan anak
buahnya Siauw Yang merasa tidak enak sekali ia cukup
tahu bahwa kakek ini amat merendahkan diri ketika
mengatakan bahwa kakek itu sendiri tak mungkin
mengalahkannya, karena menurut ayahnya, kepandaian Sin
tung Lo-kai Thio Houw ini amat tinggi dan belum tentu ia
akan dapat menandingi kelihaian kakek Ini.
"Lo enghiong. harap tidak mengulangi hal-hal yang
sudah lewat, tak perlu kiranya dibicarakan. Ternyata kita
adalah orang-orang sendiri, karena ayah seringkali bicara
tentang lo-enghiong sebagai seorang tokoh yang gagah
perkasa dan budiman. Kalau tidak bertempur, tidak saling
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
mengenal, bukankah begitu? Maka aku yang muda mohon
maaf sebanyaknya bahwa aku sudah melakukan
kelancangan di sini.”
Kakek itu memandang kepada Siauw Yang sambil
mengelus-elus jenggot putihnya yang panjang dan
tersenyum kagum.
"Kau hebat sekali, nona cilik. Tidak mengecewakan kau
menjadi puteri Thian te Kiam-ong!” Kemudian kakek ini
menoleh kepada puterinya sendiri dan bertanya,
"Leng Li, apakah sebabnya maka kau dan kawan
kawanmu sampai bisa bertanding melawan nona ini?”
Dengan muka merah, Leng Li lalu menceritakan
keadaan di situ. semenjak mereka mendengar tentang
kematian orang tua itu sehingga mereka memilih Pun Hui
yang dan bersemangat untuk menjadi ketua dan kemudian
menceritakan pula betapa Pun Ilui yang setelah ditinggal
oleh Sam-lojin barulah hendak mengembalikan tongkat
sehingga menimbulkan marah para anggauta sampai
hampir dihajar. Dan betapa Siauw Yang datang membela
pemuda itu.
Mendengar penuturan ini, sebentar-sebentar Sin Tung
Lo-kat tertawa bergelak sampai keluar air matanya saking
merasa geli
"Kalian salah, kalian salah!” katanya berkali-kali sambil
menggeleng-gelengkan kepalanya yang berambut putih.
"Biarpun maksudmu baik, akan tetapi salah jalan.
Kesalahan pertama, menyangka aku mampus sebelum
melihat bukti, baru melihat tongkat saja. Karena itu kalian
harus minta maaf kepadaku, karena siapa mau disangka
mati padahal masih hidup? Ha, ha, biarpun sudah tua
bangka, aku belum ingin mampus. Kesalahan ke dua, kalian
memaksa anak muda ini menjadi ketua. Ha, ha, sungguh
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
lucu. Biarpun pandang matanya penuh semangat baja dan
dia ini bukan anak sembarangan, namun bagaimana
seorang siucai dapat menjadi ketua perkumpulan
pengemis? Untuk ini kalian harus minta maaf kepada
Liem-kongcu. Kesalahan ke tiga, kalian tidak dapat
menghargai usaha nona Song ini yang tentu saja sesuai
dengan tindakan seorang pendekar, yakni menolong si
lemah yang tertindas oleh si kuat yang keliru.”
Dikepalai oleh Bu-beng Sm-kar, semua pengernis,
termasuk juga Leng Li, lalu berlutut di depan Sin-tung Lokai
minta maaf, kemudian menjura kepada Pun Hui
menyatakan maaf. Pemuda ini cepat-cepat membalas
penghormatan itu dan berkata kepada Sin-tung Lo-kai
dengan suara lantang,
"Lo-enghiong, siauwte tidak berani menerima
penghormatan seperti ini, karena sesungguhnya, menurut
pendapat siauwte, semua yang terjadi itu tentu ada sebabsebabnya,
dan kalau diusut lebih lanjut, kesalahan itu
terletak pada sebab-sebab itulah. Seperti halnya siauwte
sampai diangkat menjadi ketua dari perkumpulan cu-wi
yang terhormat adalah karena siauwte yang lebih dulu
berlaku lancang berani bicara di dalam rapat perkumpulan,
padahal siauwte adalah orang luar yang tidak tahu apa apa.
Oleh karena itulah maka siauwte sampai terbawa -bawa dan
diangkat menjadi ketua. Maka, bukan cu-wi sekalian yang
harus minta maaf, sebaliknya siauwte yang merasa bersalah
dan mohon maaf sebanyaknya."
Setelah berkata demikian, pemuda itu lalu menjura ke
empat penjuru sebagai pernyataan maaf. Sin-tung Lo-kat
memandang dengan muka berseri penuh kekaguman.
"Pantas saja kau diangkat oleh anak buah ku. Liemsucia.
Sesungguhnya memang kau dapat menjadi seorang
pemimpin dengan pertimbangan dan pendapatmu yang luas
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
dan bijaksana. Sudahlah ini nyata bahwa kita semua adalah
orang-orang sendiri, orang-orang sehaluan yang
menjunjung tinggi kegagahan dan pula kebajikan serta
keadilan. Tak perlu bersungkan-sungkan lagi."
Setelah membubarkan anak buahnya, Sin tung Lo-kai
lalu mengajak Siauw Yang dan juga Pun Hui untuk mampir
di rumahnya, yang berada di kota Paoting. Karena tak
dapat dan tidak enak hati menolak undangan kakek ini,
terpaksa Siauw Yang dan juga Pun Hui meluluskan
permintaan ini.
"Sebetulnya siauwte harus menanti kedatangan guruku
di hutan ini, karena guruku sudah berjanji akan datang
dalam waktu satu bulan,” kata Pun Hui kepada Sin-tung
Lo-kai kemudian ia menceritakan betapa seorang gagah
telah menolongnya dan mengangkatnya sebagai murid.
Mendengar ini, Sin-tuog Lokai tertawa bergelak.
"Liem-siucai, memang kau cukup bersemangat ini
mempunyai bakat baik. Soal belajar ilmu silat, biarlah kau
dekat dengan aku dan juga telah kenal dengan nona Song
ini, apakah sukarnya? Pula, rumahku tidak jauh dari sini
dan kalau gurumu itu datang, masih belum terlambat untuk
bertemu dengannya di sini.”
Setelah dipaksa-paksa, akhirnya Liem Pun Hui tidak
membantah pula. Sesungguhnya, bukan karena paksaan
inilah maka ia ikut, terutama sekali karena ada Siauw Yang
di situ. Pemuda ini amat tertarik kepada Siauw Yang dan
diam-diam ia harus mengakui bahwa ada pertumbuhan
sesuatu yang ia tidak mengerti di dalam hatinya semenjak ia
bertemu dengan nona ini.
Rumah tempat tinggal Sin-tung Lo-kai Thio Bouw
adalah sebuah bangunan besar yang kuno dan terawat baik.
Di sini kakek sakti itu hanya tinggal berdua dengan
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
puterinya, dibantu oleh beberapa orang pelayan. 1sterinya
telah lama meninggal dunia ketika Leng Li masih kecil.
Siauw Yang dan Pun Hui dijamu sebagai tamu tamu
terhormat oleh Sin tung Lo-kai san puterinya, ditemani pula
oleh Bu-beng Sin kat dan Sam-thouw-liok-ciang-kai.
Suasana amat gembira dan mereka merasa seperti berada di
dalam lingkungan sahabat sahabat sendiri. Apalagi setelah
Sin tung Lo-kai minum arak dan mukanya menjadi merah,
orang tua ini bercakap cakap dengan hati terbuka dan
kagumlah Siauw Yang dan Pun Hui karena ternyata bahwa
pengemiskz tua ini benar-benar ahli salam hal ilmu silat dan
juga ilmu sastera. la mencenterakan pertemuannya dengan
kakek buntung yang telah mengalahkannya,
"Dia itu hebat sekali. Akan tetapi terus terang saja, aku
tidak akan kalah demikian mudahnya kalau dia tidak
dibantu oleh muridnya yang benar-benar luar biasa sekali,
Melihat ilmu silat murid perempuannya itu, agaknya hanya
nona ini saja yang dapat mengimbanginya. Setelah
mengintipi keroyokan mereka masih untung bahwa aku
hanya terlempar ke dalam sungai dan masih dapat hidup
sampai sekarang. Kakek buntung itu benar benar kejam dan
ganas sekali, jauh melebihi keganasannya dahulu sebelum
ia buntung”
"Siapakah sebenarnya kakek buntung yang lihai itu. Loenghiong?*
"Kau belum dapat menduganya? Kau akan kagett
mendengar namanya, nona. Karena kiranya ayahmu
sendiripun takkan menduga bahwa dia masih hidup Dia
adalah musuh lama ayahmu."
Siauw Yang mengerutkan keningnya. Siapakah musuh
ayahnya yang berkaki buntung? Sepanjang
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
pengetahuannya, tidak ada musuh ayahnya yang berkaki
buntung
'Siapakah dia, lo-enghiong?" tanya gadis yang tidak sabar
ini.
Sin tung Lo-kai tertawa. "Sebelum kau ter-lahir, bahkan
ketika ayahmu masih kanak-kanak, dia sudah merupakan
tokoh besar dunia kang ouw yang amat ditakuti orang “
“Kau maksudkan Lam-hai Lo-mo Seng Jin Siansu?"
Siauw Yang memotong pembicaraan kakek itu sambil
memandang tajam dan terbayang keraguan dan
ketidakpercayaan pada wajahnya yang cantik.
Sin-tung Lo-kai tersenyum kagum. "Kau patut sekali
menjadi puteri Thian-te Kiam-ong. Tidak saja
kepandaianmu amat lihai, bahkan kau memiliki ketajaman
otak luar biasa. Memang, kakek buntung itu bukan lain
adalah Lamhai Lo-mo si iblis tua.”
Siauw Yang melompat bangun dari bangkunya.
"Tak mungkin. Kau tentu salah lihat, Lo-enghiong”
katanya.
"Ha, ha, ha! Memang tadinya bertemu dengan dia, aku
sendiripun meragukan pandang mataku, Akupun sudah
mendengar bahwa dia telah tewas dan terjungkal ke dalam
Sungai Huang-ho setelah menderita kekalahan dari
ayahmu. Akan tetapi pernahkah orang melihat mayatnya?
Tadinya aku ragu-ragu karena wajah dan tubuhnya sudah
jauh berbeda dengan dahulu. Sekarang ia berwajah seperti
iblis benar-benar, mukanya menakutkan dan kakinya
sebelah. Akan tetapi ilmu silatnya.........." Sin-tung Lo kai
menggeleng-geleng kepalanya, "Aku yakin dia bahkan jauh
lebih lihai daripada dahulu. Apalagi ada muridnya, seorang
gadis berpakaian merah yang Lihai sekali.,...,.,*'
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
"Apakah dia seorang nona yang cantik berpakaian merah
berpedang hijau dan galak sekali?” tiba-tiba Liem Pun Hui
bertanya memotong kata-kata kakek itu,
Shi tung Lo kai terheran dan memandang kepada
pemuda sasterawan itu dengan mata terbelak. Akan tetapi
Pun Hui tidak memperdulikan pandangan ini dan
melanjutkan pertanyaannya
"Apakah dia seorang nona yang tinggal di antara pulaupulau
kecil di Kepulauan Cauwsan?*
Kembali Sin-tung Lo-kai tertegun dan mengangguk
anggukkan kepalanya.
"Memang dia itulah murid Lam-hai Lo-mo, seorang
gadis yang tidak saja cantik jelita dan berkepandaian tinggi,
namun ganas dan jahat seperti gurunya pula” katanya
Akan tetapi Liem Pun Hui mengangguk-anggukkan
kepalanya.
'Boleh jadi dia galak dan ganas, akan tetapi ia berhati
mulia dan gagah perkasa, lo-enghiong. siauwte sendiri
pernah mendapat pertolongan dari dia, dan kalau tidak ada
nona itu. tentu siauwte telah tewas. Ketika siauwte bertemu
dengan dia, siauwte mendengar pula percakapannya dengan
kepala bajak laut dan mendengar bahwa dia bernama Ong
Siang Cu, murid dan Lam hai Lo-mo yang tinggal di Pulau
Sam-liong-to."
Sampai disini, semua orang terkejut karena Siauw Yang
memukul meja dengan telepak tangannya yang halus.
Namun, biarpun ia hanya memukul perlahan saja, keempat
kaki meja itu amblas ke lantai, masuk kira-kira satu dini
lebih. Ini masih belum hebat, yang amat mengagumkan
adalah karena semua mangkok di atas meja, sama sekali
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
tidak bergerak, bahkan arak di cawan tidak setetespun
tumpah.
Sin-tung Lo-kai dan puterinya saling pandang penuh
kekaguman, demikian pula kedua orang pengemis tua,
yakni Bu-beng Sin-kai dan Sam-thouw hok ciang kai,
menjadi pucat menyaksikan demonstrasi tenaga Iweekang
yang tiada bandingnya bagi mereka ini.
"Kau bilang tadi Pulau San liong to, Liem-kongcu? Dan
yang tinggal diatas pulau itu Lamhai Lo-mo si keparat tua?
Bagus sekali, sudah kuduga bahwa semua musuh ayah yang
tiuggal di pulau itu!”
Semua mata kini memandang kepada Siauw Yang, akan
tetapi nona ini tidak melanjutkan kata-katanya, sebaliknya
minta kepada Pun Hui untuk menceritakan pengalaman
dan perjumpaannya dengan nona baju merah itu.
Mendengar ini, Sin-tung Lo-kai juga membujuk agar Pun
Hui suka mencentakan pengalamannya di atas pulau bajak
itu.
Maka berceritalah Pun Hui, Ia menceritakan betapa
kapal yang membawanya dan juga para penumpang lain
telah dirampok oleh bajak laut-bajak laut yang bertubuh
kate, kemudian betapa dia dan wanita wanita yang diculik
dibawa ke atas sebuah pulau kosong Terutama sekali ia
menceritakan kaadaan Ong Siang Cu, yang amat dipujipujinya
sebagai seorang dara yang gagah perkasa,
berkepandaian tinggi dan berbudi mulia, lagi cantik pula.
Entah mengapa, terjadi hal yang amat aneh pada diri
Siauw Yang. Mendengar betapa pemuda sasterawan itu
memuji-muji nona baju merah yang bernama Ong Siang
Cu, ia merasa perutnya panas dan hatinya amat iri.
“Aku akan cari iblis tua dan kuntilanak itu, dan aku
kubasmi mereka “
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
“Lihiap (nona pendekar), boleh jadi kakek yang disebut
Lam-hai Lomo itu iblis tua, akan tetapi nona Siang Cu
sekali-kali bukan kuntianak!" Pun Hui membela Siang Cu,
karena dalam ingatannya, nona baju merah itu amat cantik
jelita dan yang telah membuat hatinya tertarik.
Makin panas perut Siauw Yang mendengar
"Bukan kuntianak katamu? Gurunya iblis tua muridnya
apalagi kalau bukan kuntianak?" Sambil berkata demikian,
lenyaplah wajah yang berseri, terganti oleh wajah seorang
gadis yang sedang mendongkol, gemas, dan marah-marah.
Sin-tung Lo-kai sendiri merasa heran mengapa Siauw
Yang begitu marah-marah dan agaknya amat membenci
gadis baju merah itu. Kalau Siauw Yang membenci Lamhai
Lo-mo, hal ini ia dapat mengerti karena memang Lamhai
Lo-mo adalah dwmusuh besar dari Thian-te Kiam-ong
Song Bun Sam, ayah nona ini. Akan tetapi nona baju merah
murid Lam hai Lo-mo itu baru saja muncul dan agaknya
tidak ada alasan bagi Siauw Yang untuk marah-marah dan
benci kepadanya.
"Aku sendiri tidak berani memastikan apakah murid
Lam hai Lo-mo itu juga jahat seperti gurunya, akan tetapi ia
memang lihat sekali, bahkan ilmu pedangnya kulihat tidak
kalah lihainya dengan ilmu pedangmu, nona Song. Aku
hanya melihat dia seorang gadis pendiam dan juga keras
hati, ternyata dari gerakan pedangnya yang amat ganas dan
tidak mengenal kasihan.”
"Akan kucoba kepandaiannya itu sampai di mana
tingginya. Akan kucari mereka di Sam-liong-to!" kata Siauw
Yang dengan gemas.Makin tinggi orang.memuji-muji nona
baju merah itu, makinkz panaslah hatinya.
Melihat suasana menjadi panas, Sin-tung Lo kai lalu
menuang arak lagi ke dalam cawan dan mempersilahkan
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
semua orang minum arak. Kemudian ia tersenyum dan
berkata.
“Minum arak di antara orang-orang segolonga, benar
benar mendatangkan rasa bahagia dan gembira, Nona
Song, biarpun kau hanya seorang gadis muda, namun
menghadapi kau minum tuak, aku merasa seakan-akan
berhadapan dengan Thian-te kiam-ong sendiri, maka tidak
salahnya kau kujadikan saksi atas keinginan hatiku yang
hendak ku utarakan sekarang juga."
“Keinginan hati yang manakah, lo-enghiong?" tanya
Siauw Yang.
Sin tung Lo kai tidak segera menjawab, hanya tersenyum
dan kini berkata kepada kedua orang pembantunya. yakni
Bu-beng Sin kai dan Sam-thouw-liok ciang-kai.
“Kalian berdua juga dengarkan baik-baik, karena di
samping nona Song yang menjadi saksi terhormat, kalian
juga harus menjadt saksi pula atas pertanyaanku yang akan
kuutarakan ini.”
"Baik, suhu, teecu bersedia.” jawab Bu-beng Sinn kai dan
Sam-thouw-liok-ciang kai hampir berbareng,
Kini Sin-tung Lo kai memandang kepada Pun Hui, lalu
kepada puterinya sendiri, yakni Thio Leng Li yang duduk
memandang kepada ayahnya dengan mata bertanya.
Setelah itu, kembali kakek ini memandang kepada Pun Hui,
sinar matanya langsung mcnembus sampai ke dalam dada
pemuda ini,
"Liem siucai, aku sudah mendengar penuturan tadi
bahwa kau adalah seorang siucai pengembara yang sudah
tidak mempunyai keluarga lagi. Terus terang saja, dahulu
aku paling tidak suka kepada orang-orang terpelajar karena
sebagian orang-orang terpelajar terlalu tebal berbedak,
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
terlalu tebal menutup keburukan dengan keindahan dan
bersopan-sopan, terlalu memandang rendah kepada kaum
bodoh seolah-olah mereka itu merupakan manusia manusia
agung yang mempunyai kelompok tersendiri. Akan tetapi
melihat kau sekaligus lenyaplah anggapan itu dan sekarang
ternyata bahwa manusia tak dapat dipersamakan dengan
benda lain, dan bahwa di antara yang tidak baik terdapat
pula yang benar. Juga tidak kurang orang-orang bu ( ahli
silat ) yang berwatak jahat sekali, di samping sebagian besar
yang menjadi pendekar gagah dan budiman. Melihat kau,
aku suka sekali dan karenanya aku mengambil kepututan
untuk memberikan puteriku Leng Li kepadamu “
Setelah kakek mi bicara, hening sekali keadaan di situ.
Sungguh menarik kalau orang memperhatikan dan
mempelajari wajah orang-orang yang mendengar omongan
Sio lung Lo-kai di waktu itu. Bu-beng Sin kai menganggukanggukkan
kepalanya dengan wajah bersungguh-sungguh,
Sam-thouw liok ciang kai tersenyum-senyum lebar dan
sepasang matanya melirik-lirik ke arah Leng Li dan Pun
Hui. Leng li sendiri menundukkan mukanya yang tiba tiba
menjadi merah sekali sampai ke telinganya, dan gadis ini
lama sekali tidak berani bergerak jari-jari tangannya saja
yang utak-utik menggurat gurat ujung meja. Pun Hui
memandang kepada Sin tung Lo-kai dengan mata terbelalak
dan wajahnya sebentar pucat sebenrar merah, Yang paling
aneh adalah sikap Siauw Yang karena gadis ini entah
mengapa tiba-tiba mukanya menjadi pucat dan matanya
memandang kepada Sin-tung Lo kai dengan tajam sekali.
“Lo-enghiong... apa...... apakah yang kau maksudkan?"
tanya PunHui bingung sekali, tidak tahu harus berkata apa.
Sin tung Lo-kai tertawa bergelak. "Artinya? Aku hendak
menjodohkan anakku ini kepadamu, Liem-siucai. Jelaskah
itu?” belum Liem Pun Hui menjawab, tiba-tiba Siauw
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
Yang berdiri dari bangkunya dan berkata dengan suara
kering
"Maaf, aku tidak bisa menjadi saksi dalam hal Ini karena
selamanya aku tidak pernah dan tidak mau menjadi.......
.comblang.” Setelah berkata demikian, sekali melompat
gadis ini telah keluar dari rumah itu.
Semua orang memandang heran ke arah pintu depan
dari mana Siauw Yang melompat keluar. Leng Li nampak
marah sekali dan sepasang matanya yang jeli menatap ke
arah pintu dan ketika tubuhnya bergerak seakan akan ia
hendak mengejar dan memberi hajaran kepada nona yang
dianggap telah menghinanya itu. ayahnya mengangkat
tangan memberi tanda supaya, ia duduk diam saja.
"Biarlah kalau nona
Song tidak mau menjadi
saksi, itupun tidak apa."
la lalu berkata lagi
kepada Pun Hui. "Liemsucai,
kau tidak usah
khawatir. Kami yang
akan menanggung
semua keperluan
pernikahan. Dan
menurut pendapat dan
rencanaku, libih baik
pernikahan dilakukan
secepat mungkin kalau
dapat dalam pekan ini
juga. Setelah selesai pernikahan barulah hatiku yang tua ini
akan merasa puas."
Bukan main bingungnya hati Pun Hui.
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
"Lo-enghiong...... siauwte,.. . siauwte bersedia untuk
menolong kalian ini dengan apapun juga, akan tetapi...
kawin......? Siauwte..... siauwte tidak berani menerimanya.
lo-enghiong."
Tiba tiba sepasang alis Sin tung Lo-kai berdiri dan inilah
tanda bahwa dia marah sekali. Leng Li menjadi pucat
mukanya dan dua orang kakek pengemis menjadi gelisah.
“Liem siucail Apa maksud kata-katamu itu ? Kau berani
menghina kami? Berani menghina aku, Sin-tung lo-kai?”
“Tidak, lo-enghiong, sekali-kali siauwte tidak berani
menghina dan tidak bermaksud menghina. Hanya tentang
perjodohan ini...... siuwte benar-benar tak dapat
menerimanya......”
"Jadi, pendek kata kau menolak?”
Pun Hui adalah seorang pemuda yang berhati tabah
sekali. Kalau tadi ia bicara dengan gagap, adalah karena ia
merasa bingung dan tidak enak sekali, khawatir
menyinggung perasaan kakek itu. Kini ia berpendapat
bahwa dalam hal ini tidak perlu lagi ada perasaan sungkansungkan,
karena kalau tidak bisa menimbulkan salah
pengertian, lebih baik berterus terang saja. Oleh pikiran ini,
dengan suara tetap ia memandang tajam!-
"Demikian kiranya, lo-enghiong. Siauwte tidak berani
menerima dan karenanya siauwte menolak usul dan
penghormatan yang bodoh dan rendah ini."
Sin-tung Lo-kai tiba-tiba bergerak cepat, berdiri dan
duduknya dan ia sekali ayun tangan, ujung meja itu pecah
dan mengeluarkan suara keras seperti di bacak oleh kapak
yang tajam.
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
"tidak tahukah kau bahwa menolak berarti penghinaan
besar bagi Sin-tung Lo-kai? “ Suaranya menggigil, alisnya
berdiri dan mukanya menjadi merah sekali.
Sementara itu, terdengar isak tertahan dan Leng Li lalu
bangkit dari duduknya, berlari sambil menutupi kedua
matanya, masuk ke dalam kamar di sebelah dalam rumah
itu.
“Ah, Liem-siucai, kau mencari penyakit sendiri ....."
kata Bu-beng Sin-kai menggeleng-geleng kepalanya dengan
muka penuh kekhawatiran.
“Liem-siucai, jangan begitu kukuh. Kau masih belum
beristeri, kau sebatangkara dan ketahuilah, banyak sekali
pemuda terpelajar dan gagah perkasa yang ingin sekali
menjadi mantu dari suhu......." kata Sam-thouw-liok-ciangkai
membujuk
Makin bernyala api yang membakar dada Sin tung Lokai.
Memang banyak sekali pemuda-pemuda yang gagah
perkasa dan terpelajar tinggi mengharapkan menjadi suami
Leng Li, banyak yang sudah menyindirnya dan
mengharapkan uluran tangannya. Akan tetapi ia masih
belum rela melepaskan puterinya, karena belum melihat
canon mantu yang mencocoki hatinya. Dan sekarang,
pemuda lemah ini, pemuda sebatangkara yang miskin ini,
hanya karena ia tertarik akan semangat dan kecerdikan
pemuda ini, maka mau mengambil mantu, pemuda ini
bahkan menolaknya mentah-mentah.
“Liem-siucai, tahukah kau bahwa siapa berani menghina
Sin-tung Lo kai berarti dia harus mati?”
Sesungguhnya, Liem Pun Hui bukanlah pemuda yang
takut akan gertakan.Makin ia ditekan, makin beranilah dia.
tidak percuma bahwa dia menjadi cucu dari Liem Hoat,
panglima perang yang amat terkenal akan kegagahannya.
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
Hanya karena oleh ayahnya ia dididik kesusasteraan maka
ia menjadi seorang pemuda yang bertubuh lemah lembut,
namun semangatnya tetap bergelora dan ketabahannya
amat mengagumkan. Ayahnya dan sekeluarganya telah
habis menjadi korban perang ketika tentara Goan
menyerang dan menduduki Tiongkok.
Kini, menghadapi tekanan dari Sin-tung Lo-kai,
bangkitlah keangkuhannya dan lapun berdiri dari
bangkunya.
"Lo-enghiong, andaikata memang sudah menjadi watak
dan aturan lo-enghiong untuk membunuh orang demikian
mudah, silahkan. Siauwte tidak merasa bersalah Siauwte
datang sebagai tamu dan tentang perjodohan bukanlah
urusan yang dapat dipaksa-paksa begitu saja. Menolak usul
perjodohan bukan termasuk penghinaan, karena penolakan
siauwte tadi, siauwte lakukan dengan sopan. Bagaimana
siauwte dapat dianggap menghina?"
"Setan muda! Kau bahkan berani menentang. Sin-tung
Lo-kai biasa mengorbankan nyawa untuk menolong orang.
Akan tetapi kalau ia dibina, biar giamlo-ong (malaikat
maut) sendiri yang datang menghina, akan kuhancurkan
kepalanya."
"Siauwte tidak merasa menghina dan sekarang... siauwte
mohon diri. Tak berani siauwte mengganggu lo-enghiong
lebih lama lagi. Terima kasih atas segala penyambutan yang
ramah tamah dan percayalah, siauwte akan selalu
mengingat lo-enghiong sebagai seorang gagah yang
budiman."
Setelah berkata demikian. Pun Hui menjura kepada tiga
orang kakek pengemis itu, lalu berjalan keluar dengan sikap
tenang, sama sekali tidak kelihatan takut.
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
"Tidak ada orang yang menghina Sin-tung Lo-kai dapat
pergi begitu saja sebelum meninggalkan nyawanya!" bentak
Sin-tung Lo-kai dan tubuhnya berkelebat keluar mengejar
Pun Hui,
Setibanya di luar rumah, Pun Hui mendengar bentakan
ini dan dia segera membalikkan tubuh menghadapi Sin-tung
Lo-kai yang sudah berdiri di hadapannya dengan muka
menyeramkan.
"Lo-enghiong memaksa hendak membunuh siauwte?
Nah, silahkan karena sieawte tentu saja tidak sanggup
melawan," kata Pun Hui
"Orang muda, sekali lagi, mau tidak kau menerima
usulku tadi?" tanya pula Sin-tung Lo-kai yang pada saat itu
masih saja kagum sekali menyaksikan ketabahan pemuda
mi. Di antara seribu orang muda, belum tentu ia akan
bertemu dengan seorang seperti Pun Hui
Pun Hui menggeleng kepalanya. "Siauwte belum ada
niat untuk menikah dan siauwte tidak mau dipaksa dalam
hal ini.”
"Kalau begitu matilah!” Sambil berkata demikian, Sintung
Lo kai menggerakkan tongkat merahnya yang
berbentuk ular itu ke arah kepala Pun Hui yang meramkan
mata menanti datangnya tangan maut yang menjangkau
nyawanya.
"Trang.....” Sin-tung Lo-kai berseru kaget dan melompat
mundur. Ketika tadi tongkatnya berkelebat ke arah kepala
Pun Hui, tiba riba nampak sinar kuning emas menyambar
dan menangkis tongkatnya.
Ternyata Siauw Yang sudah berdiri dihadapannya
dengan pedang Kim-kong-kiam (Pedang Sinar Kuning
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
Emas) di tangannya. Gadis ini berdiri dengan Sikap gagah
dan tersenyum sindir.
“Benar kata ayah bahwa tokoh-tokoh kang-ouw yang
aneh, di samping sifatnya yang baik dan wataknya sebagai
pendekar besar, mempunyai sifat khusus yang aneh dan
kadang-kadang jahat. Agaknya Sin tung Lo-kai mempunyai
sifat khusus ini. yaitu suka memaksakan kehendak sendiri
kepada lain orang dan tidak menghargai perasaan dan
pikiran orang lain."
"Puteri Thian-te Kiam-ong, kau mau apa?” Sin-tung Lo
kai membentuk makin marah.
"Sin-tung Lo-kai, sebelum aku menjawab, akupun
mempunyai pertanyaan yang sama, yakni kau mau apakah
bermain-main dengan tongkatmu di atas kepala Liem-siucai
ini?" Siauw Yang masih tersenyum simpul manis sekali,
akan tetapi siapa saja yang sudah mengenal baik watak
gadis ini, senyum yang semanis-manisnya dan gadis ini
membayangkan bahaya besar, karena setiap saat Siauw
Yang marah dan bersiap untuk bertempur, keluarlah
senyumnya yang paling manis.
"Bocah lancang. Kau sudah pergi tanpa pamit, berarti
kau sudah menjadi orang luar. Mengapa kau hendak
mencampuri urusan pribadiku dengan tamuku ini?"
"Kalau Liem siucai masih duduk di dalam rumahmu,
berarti dia tamumu. Akan tetapi dia sudah keluar dari
rumahmu dan dia seperti aku pula, telah menjadi orang luar
atau orang di jalan. Aku seujung rambutpun tidak perduli
akan urusan pribadimu, tidak perduli kepada siapa kau
hendak memberikan puterimu itu. Akan tetapi, melihat
orang tak berdosa hendak dibunuh begitu saja, ah, aku
terpaksa harus mentaati pelajaran ayahku, bahwa kalau aku
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
melihat seorang lemah tak berdosa ditindas oleh yang kuat
dan jahat. aku harus turun tangan membelanya.”
"Bagus, puteri Tian-te Kiam-ong kurang ajar dan tak
tahu malu. Jadi kau tidak setuju kalau pemuda ini menjadi
mantuku, bahkan hendak mencegahnya menjadi suami
Leng Li dan hendak membela dan melindunginya?.
agaknya kau lebih suka kalau ayahmu yang mengambilnya
sebagai mantu, bukan??”
Hinaan yang keluar dari hati yang sedang panas ini
membuat sepasang mata Siauw Yang yang indah itu
berkilat-kilat seakan-akan mengeluarkan bunga api. Tangan
kiri gadis ini bertolak pinggang dan tangan kanannya
menudingkan pedang ke arah hidung Sin-tung Lo kai, dan
suaranya nyaring sekali,
"Setan tua Sin-tung Lo kai. Jagalah lidahmu yang kotor
itu! Pemuda ini akan menjadi mantu siapapun juga bukan
urusanku dan kau akan menjodohkan puterimu dengan
siapapun juga aku tidak ambil pusing. Pendeknya kau tidak
boleh membunuh siapapun juga tanpa bersalah. Tak
mungkin kau dapat berlaku sewenang-wenang pada saat
aku berada di hadapanmu. Kau mau melepaskan Liem
siucai dengan aman baik, aku takkan ambil perduli
selanjutnya. Akan tetapi kalau kau tetap mau
membunuhnya, juga baik, pedangku sudah siap menanti
tongkatmu."
Inilah tantangan secara berdepan Sin-tung Lo-kai
memang berwatak berangasan dan biarpun ia amat kagum
den segan kepada Thian-te Kiam ong, namun ditantang
oleh seorang gadis muda seperti Siauw Yang. tentu saja ia
menjadi mata gelap.
"Bocah masih bau pupuk, kau kurang ajar sekali, harus
diberi hajaran keras!" Sambil berkata demikian, tongkatnya
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
menyambar cepat sekali dan tongkat ular itu seperti hidup
menusuk ke arah leher Siauw Yang.
"Lihiap, hati-hati.........." tak terasa pula Pun Hui yang
berdiri menjauhi gelanggang pertempuran itu berseru, la
amat gelisah, takut kalau kalau gadis yang gagah dan jelita
itu akan menjadi korban hanya karena membelanya, la
benar-benar merasa serba susah. Dalam keadaan seperti ini.
teringatlah ia kepada gurunya dan ingin sekali ia memiliki
ilmu silat tinggi agar ia dapat berjuang sendiri
mempertahankan hidupnya, tidak mengandalkan dan
membahayakan keselamatan lain orang, apalagi orang
seperti nona ini yang amat menarik hatinya.
Namun, walaupun baru hanya menguasai dua pertiga
saja dari ilmu pedang ini, kepaudaian Siauw Yang sudah
demikian hebat sehingga agaknya dengan mudah ia akan
dapat menjagoi dunia kang-ouw di antara orang-orang
muda sebaya dengan dia. Hal ini harus diakui pula oleh Sintung
Lo-kai, jago tua yang sudah banyak sekali menghadapi
pertempuran pertempuran besar.
Dengan tongkat ular merahnya, Sin-tung Lo-kat sudah
puluhan tahun malang-melintang di dunia kang-ouw dan
jarang sekali menemui tandingan kecuali tokoh-tokoh besar
yang merupakan sederetan orang-orang berilmu tinggi dan
sakti serta menduduki tingkat tertinggi seperti Mo-bin Sinkun,
Lam hay Lo-mo dan akhir-akhir ini Thian-te Kiamong
dan lain-lain. Dengan mereka ini, biarpun ia masih
kalah tinggi kepandaiannya, namun boleh dibilang sudah
sama tingkatnya. Akan tetapi, setelah kini ia menghadapi
permainan pedang dari Siauw Yang, terpaksa ia harus
mengakui bahwa ilmu pedang yang diturunkan oleh
mendiang Bu-tek Kiam-ong Si Raja Pedang tanpa
tandingan, benar-benar semacam ilmu pedang yang aneh
dan sukar sekali dilawan. Kemana saja tongkatnya
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
menyambar, selalu bertumbuk pada sinar pedang yang
kuatnya seperti dinding baja dan amatlah sukar
membobolkan benteng pertahanan sinar pedang kuning
emas itu.
Sebaliknya, baru sekarang Siauw Yang mengalami
pertandingan yang hebat. Belum pernah ia bertemu dengan
lawan yang sekuat Sin-tung Lokai. Ilmu tongkat lawannya
ini biarpun amat lihai, namun ia tidak jerih
menghadapinya. Yang membuatnya sukar mendapat
kemenangan adalah kenyataan bahwa selain dalam hal
tenaga Iweekang dia kalah jauh sekali, juga ia kalah matang
dalam gerakan-gerakannya, serta tidak memiliki kembangan
gerakan sebanyak yang dimiliki kakek pengemis ini.
Dengan kekalahan pengalaman serta kematangan ilmu silat,
berarti bahwa untuk dua jurus gerakan lawan, ia harus
mengimbanginya dengan tiga jurus. Hal ini tentu saja
makan banyak tenaga. Dia kalah tenang dan kalah ulet.
Baiknya kekalahannya ini ditutup oleh kemenangannya
dalam hal ilmu pedang karena memang ilmu pedangnya
benar-benar dapat menguasai dan menindih ilmu tongkat
dari Sin-tung Lo-kai yang sebetulnya juga merupakan ilmu
pedang yang dirobah gerakannya, disesuaikan dengan
tongkat yang berbentuk ular itu.
Serang-menyerang terjadi amat sengitnya. Pun Hui
sudah merasa pening kepalanya dan pandang matanya silau
karena kini dia tidak dapat melihat lagi mana. Siauw Yang
dan mana Sin-tung Lo kai. Yang terlihat olehnya hanya dua
gundukan sinar merah dan kuning emas, yang kadangkadang
panjang seperti ular terbang dan kadang-kadang
pendek ganas seperti harimau mengamuk.
Tidak terdengar sedikit pun suara dalam pertandingan ini
melainkan suara nyaring dari beradunya kedua senjata
dibarengi dengan muncratnya bunga bunga api.
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
-ooodwooo-
Jilid XXI
JANGANKAN Pun Hui yang tidak mempunyai
kepandaian silat, sedangkan dua orang kakek pengemis, Bu
beng Sin kai dan Sam thouw liok ciang kai yang sudah
memiliki kepandaian tinggi, juga merasa silau menyaksikan
pertandingan ini. Mereka berdua maklum bahwa tingkat
kepandaian puteri Thian te Kiam ong ini benar benar tinggi
sekali dan andaikata mereka berdua diharuskan membantu
suhu mereka, agaknya mereka tidak tahu harus bergerak
bagaimana.Melihat betapa sinar kuning emas itu amat kuat
gerakannya, Bu beng Sin kai mulai merasa khawatir. Hanya
Leng Li yang tingkat kepandaiannya dalam ilmu pedang
sudah cukup tinggi dan agaknya hanya puteri suhunya
itulah yang akan dapat membantu. Teringat akan hal ini,
Bu beng Sin kai diam diam lalu berlari memasuki rumah
untuk memberi tahu kepada Leng Li yang sampai demikian
jauh belum juga muncul.
Akan tetapi, tidak lama kemudian Bu beng Sin kai berlari
keluar kembali dengan wajah berubah seperti orang gelisah.
“Suhu, celaka...... nona Leng Li telah lari pergi.... !”
Pada saat itu, Sin tung Lo kai tengah menyerang Siauw
Yang dengan bernafsu, dan gerakan tongkatnya makin lama
makin nekad. Agaknya orang tua ini merasa malu dan
penasaran sekali karena sudah hampir seratus jurus, belum
juga ia dapat mendesak nona muda ini, apalagi
mengalahkannya! Akan tetapi, ketika ia mendengar ucapan
muridnya itu, tiba tiba ia melompat mundur dan
menancapkan tongkatnya di atas tanah. Tongkat itu amblas
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
sehingga tongkat ular itu kini hanya kelihatan kepalanya
saja, seperti seekor ular yang bersembunyi di dalam tanah
dan menjenguk keluar dari dalam lubangnya.
Siauw Yang juga tidak mau menyerang, dan menarik
kembali pedangnya. Napas nona ini agak terengah engah
dan wajahnya yang merah itu basah oleh peluh.
Pertempuran tadi benar benar melelahkan dan baginya
merupakan pengalaman dan latihan yang amat berguna.
Kini ia memandang kepada Sin tung Lo kai yang mukanya
berobah menjadi pucat sekali.
“Apa yang dibawanya?” tanyanya dengan suara parau
tanpa menoleh kepada Bu beng Sin kai.
“Semua pakaian dan tongkatnya,” jawab murid ini
dengan perlahan, dan ia agak jerih menyaksikan suhunya
demikian pucat.
“Dan apa yang ditinggalkannya?”
“Hanya sepotong surat ini, suhu,” jawab Bu beng kai
sambil mengeluarkan sehelai kertas dari saku bajunya.
“Baca!”
Bu beng Sin kai merasa ragu ragu dan memandang
kepada Pun Hui dan Siauw Yang. Di depan orang orang
luar bagaimana ia harus membaca surat itu?
Menyaksikan keraguan muridnya, Sin tung Lo kai yang
sekarang menoleh kepadanya menjadi marah.
“Baca, kataku. Yang keras!”
Terpaksa Bu beng Sin kai membaca surat itu.
Ayah yang tercinta,
Anak terpaksa pergi karena tidak kuat menanggung rasa
malu yang diakibatkan oleh tindakan ayah sendiri. Liem
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
kongcu tidak bersalah, dia berhak menentukan jodohnya
sendiri. Akan tetapi ayah telah menawarkan diriku terlalu
murah dengan jalan memaksa maksa orang menjadi suamiku.
Selamat tinggal, ayah, jaga dirimu baik baik.
Anakmu yang puthauw
(tidak berbakti),
Thio Leng Li.
Setelah Bu beng Sio kai berhenti membaca, Sin tung Lo
kai lalu menjatuhkan dirinya duduk di atas tanah, memukul
kepala sendiri sambil berkata berkali kali.
“Ya, ya.... aku yang salah! Aku yang salah...!”
Kemudian ia menjambak jambak rambutnya dan
menangis sambil menutupi muka dengan kedua tangannya!
Pun Hui memang memiliki semangat besar dan
ketabahan yang mengagumkan, akan tetapi sebagai seorang
sasterawan, ia memiliki perasaan yang amat halus dan
mudah tersinggung. Melihat keadaan kakek itu, ia menjadi
terharu sekali dan ia lalu menghampiri Siu tung Lo kai dan
berlutut di dekatnya.
“Lo enghiong, maafkan siauwte.... sesungguhnya
siauwtelah yang bersalah sehingga menimbulkan peristiwa
ini.”
Tiba tiba kakek itu melepaskan kedua tangan nya dari
depan mukanya dan berkata keras sekali,
“Pergi kau! Pergi.... !”
Pun Hui terkejut sekali dan segera bangkit berdiri, lalu
menjura dan berjalan pergi. Sin tung Lo kai memandang ke
arah Siauw Yang yang masih berdiri dan berkata.
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
“Puteri Thian the Kiam ong, aku tadi dikuasai nafsu,
maafkanlah. Kau terlalu lihai untukku.”
Lenyap kemarahan Siauw Yang setelah melihat keadaan
kakek ini dan kini mendengar pula kata kata merendah ini.
Memang Siauw Yang jarang sekali marah dan kalau sekali
ia marahpun mudah saja kemarahannya itu lenyap, ia
memiliki watak gembira dan jenaka.
“Tidak apa, lo enghiong. Dan tentang kepandaian, kau
menang beberapa kali lipat dari padaku. Terima kasih atas
pelajaran tadi dan selamat tinggal!” Gadis inipun pergi dan
berlari cepat menyusul PunHui!
“Liem siucai, perlahan dulu......!”
Mendengar suara panggilan yang nyaring ini, tiba tiba
Liem Pun Hui menahan tindakan kakinya. Tidak hanya
kakinya yang tertahan untuk beberapa detik, ia mengenal
baik suara itu, suara yang baru saja dikenalnya beberapa
jam, akan tetapi yang selalu bergema di dalam telinganya
seperti suara orang yang sudah amat lama dikenalnya.
Itulah suara Siauw Yang Puteri Thian te Kiam ong yang
secara mati matian telah melindunginya dari kemarahan
Sin tung Lo kai!
Dugaannya memang tidak salah. Ketika ia membalikkan
tubuhnya, gadis itu telah berdiri di depannya, cantik dan
gagah dengan wajah riang dan senyum manis yang
membuat segala sesuatu campak berseri.
“Nona Song,” katanya sambil menjuri dengan
hormatnya, alangkah senangnya hatiku melihat kau selamat
dan terbebas dari orang tua yang galak itu.
Siauw Yang tersenyum. “Sin tung Lo kai galak luar saja,
padahal di dalam hatinya dia seorang berbudi tinggi. Setiap
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
orang mempunyai kelemahannya sendiri dan bagi Sin tung
Lo kai, kelemahannya adalah sikapnya terhadap pulennya.
Eh, Liem siucai, kulihat nona Leng Li itu gagah perkasa
dan cantik jelita, mengapa kau.... menolak dia?”
Wajah PunHui menjadi merah dan untuk beberapa lama
ia tidak tahu bagaimana harus menjawab pertanyaan ini.
Akan tetapi pandang mata dara itu menghendaki jawaban
dan gadis dengan mata seperti ini tak mungkin
pertanyaannya tidak terjawab.
“Sebab sebabnya banyak, nona. Pertama karena aku
belum ada keinginan untuk berumah tangga, ke dua, karena
aku tidak mau dipaksa begitu saja, dan ke tiga, karena....
agaknya karena aku tidak merasa cocok dengan nona Leng
Li.”
“Kau tinggi hati!”
“Bukan begitu, Song siocia (nona Song),” jawab Pun Hui
sungguh sungguh.”Aku adalah seorang yang hidup miskin,
sebatang kara dan hanya merupakan sisa dari keluargaku
yang terbasmi habis oleh kekejaman orang orang jahat.
Kalau aku menerima saja orang memaksaku untuk menikah
dengan siapa saja yang dikehendaki oleh orang lain, aku
akan menjadi seorang yang tidak ada artinya sama sekali,
yang tidak berhak hidup pula. seperti sebuah boneka saja.
Manusia harus bercita cita, nona.”
Senyum Siauw Yang melebar. Memang pemuda ini
pandai sekali bicara dan pandai menyusun kata kata yang
indah indah.
“Agaknya kau memiliki cita cita yang tinggi dan hebat,
saudara Liem. Bolehkah aku mengetahuinya?”
Liem Pun Hui mengerutkan keningnya.”Semenjak kecil
aku belajar ilmu bun (kesusasteraan) dengan susah payah.
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
Akan tetapi sekarang teraya ia jelas olehku bahwa dalam
keadaan negara kalut dan dikuasai oleh pemerintah lalim,
ilmu kepandaian bun tidak ada artinya sama sekali. Orang
tua dan keluargaku dibunuh, orang orang jahat merajalela
di dunia, dan apakah yang dapat dilakukan oleh seorang
lemah seperti aku dengan pensilku? Aku harus mencari dari
mempelajari ilmu bu (ilmu silat) sehingga seperti juga kau
nona dan lain lain orang gagah, darat berbuat banyak bagi
orang lain atau bagi rakyat, membela mereka yang
tertindas.”
Makin berseri muka Siauw Yang yang manis. “Jadi kau
ingin belajar silat?”
“Bahkan aku sudah mempunyai seorang guru yang
pandai, akan tetapi sayang sekali sampai sekarang guruku
itu belum juga datang. Suhu berjanji akan datang
menjemputku dalam waktu sebulan di dalam hutan itu,
maka sekarang aku hendak ke dalam hutan menanti
datangnya suhu.”
Siauw Yang tertarik sekali dan diam diam ia memuji
pemuda ini yang berkemauan keras.
“Mempelajari ilmu silat tidak mudah, harus
mendapatkan seorang guru yang benar benar pandai.
Lihaikah ilmu silat gurumu itu, saudara Liem?”
Pun Hui memandang bangga. “Suhu memiliki
kepandaian yang luar biasa lihainya, agaknya tidak akan
Kalah oleh kepandaian Sin tung Lo kai!” katanya gembira.
Siauw Yang tersenyum. Mana bisa pemuda yang belum
mengerti tentang ilmu silat tinggi ini mengadakan
perbandingan? Kepandaian Sin tung Lo kai sudah tinggi
sekali dan jarang ada orang yang dapat disamakan dengan
dia.
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
“Hebat !” katanya dengan senyum.”Siapakah suhumu
yang hebat dan lihai itu?”
“Suhuku dijuluki Sin pian (Ruyung Sakti) dan bernama
Yap Thian Giok tokoh Sian hoa san.”
Kali ini Siauw Yang benar benar heran dan terkejut
sehingga senyumnya lenyap, matanya terbelalak lebar
memandang kepada pemuda itu.
“Apa katamu? Kau diambil murid oleh Sin pian Yap
Thian Giok, tokoh Sian hoa san? Ketahuilah, dia itu adalah
supekku (uwa guru). Yap supek adalah murid Mo bin Sin
kun, dan ayahku pernah pula menjadi murid Mo bin Sin
kun. Selain ada hubungan perguruan ini, juga antara ayah
dan Yap supek terdapat hubungan persahabatan yang
melebihi persaudaraan eratnya!”
Bersinar gembira wajah PunHui mendengar ini.
“Kalau begitu....” katanya.
“Kalau begitu.... ?” Siauw Yang menyambung.
Keduanya saling pandang, dan jelas nampak bahwa
keduanya merasa amat gembira dengan adanya pertalian
hubuugan antara mereka ini.
“Kalau begitu masih ada pertalian dekat antara kita!”
kata Pun Hui.
“Memang betul. Kau murid supek, jadi boleh dibilang
adalah suhengku (kakak seperguruan ku).”
“Dan kau adalah sumoiku (adik seperguruanku)!”
Keduanya tersenyum, lalu tertawa. Pun Hui tertawa
lebar lalu berkata,
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
“Suheng macam apakah aku ini? Kau sebagai sumoinya
memiliki kepandaian begitu tinggi dan lihai sedangkan aku
yang disebut suhengmu, menangkap lalatpun tidak becus!”
“Jangan bilang begitu, suheng. Hal ini tidak aneh karena
kau memang belum mempelajari ilmu silat. Pula,
kepandaian manusia tidak bisa diukur melihat
keistimewaan masing masing saja. Biarpun dalam ilmu silat
mungkin sekali aku jauh lebih pandai dari padamu, akan
tetapi dalam ilmu kesusasteraan, kalau diadakan
perbandingan, kepandaianmu setinggi langit dan
kebisaanku hanya serendah bumi! Sekarang harap kau
ceritakan kepadaku bagaimana kau sampai bertemu dengan
Yap supek dan bagaimana pula sampai bisa diambil sebagai
murid.”
Keduanya lalu duduk di atas batu karang di bawah
pohon dan mulailah Liem Pun Hui mencernakan semua
pengalamanya di kota raja. Betapa semua keluarganya dan
keluarga pamannya habis dibunuh, dan betapa ia dengan
nekad menulis sajak mencela kaisar dan orang orang besar
yang mengandalkan pangkatnya melakukan perbuatan
jahat. Kemudian betapa ia ditolong oleh Yap Thian Giok
dan akhirnya diambil murid.
Siauw Yang terharu sekali mendengar nasib pemuda
yang menarik hatinya ini. Ia makin kagum. Pemuda ini
benar benar memiliki semangat dan keberanian yang besar.
Orang dengan kepandaian silat tinggi belum tentu berani
melakukan penghinaan kepada kaisar di depan umum
seperti yang dilakukan oleh Pun Hui ini.
“Kau patut menjadi murid Yap supek,” katanya.
“Sumoi, aku benar benar girang sekali mendengar bahwa
kau yang kuanggap sebagai seorang pendekar wanita yang
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
sakti, ternyata terhitung sumoiku sendiri. Sekarang kau
hendak ke manakah dan mengapa kau tadi mengejar ku?”
“Terus terang saja, suheng. Tadi sebelum aku tahu
bahwa antara kita masih ada hubungan persaudaraan
seperguruan, aku hendak memaksamu supaya ikut dengan
aku sebagai penunjuk jalan ke Pulau Sam Liong To, karena
kau pernah berada di dekat pulau itu ketika dibawa oleh
bajak laut sebagaimana tadi kauceritakan di rumah Sin tung
Lo kai. Akan tetapi sekarang setelah mengetahui bahwa kau
masih terhitung suheng sendiri, niatku lebih kuat lagi. Aku
minta kau meninggalkan tempat ini dan harap kau suka
membawaku ke Pulau Sam Liong to, suheng.”
Pun Hui tertegun. “Memang aku sudah tahu di mana
adanya pulau bajak itu, sumoi. Akan tetapi sungguhpun di
dekat situ pasti ada Pulau Sam liong to tempat tinggal nona
Siang Cu, bagaimana aku bisa pergi dan sini? Kalau suhu
datang.... dan aku tidak ada di sini....”
“Soal supek, jangan khawatir. Kalau supek tahu bahwa
kau pergi dengan aku, supek takkan marah. Adapun tentang
pelajaran ilmu silat, sebagai dasar dasar pertama, kau dapat
belajar dariku, suheng. Kalau ada kemarahan dari supek,
aku yang bertanggung jawab. Yang terpenting bukanlah ini
saja, akan tetapi andaikata kau tidak pergi dengan aku,
tetap saja kau harus meninggalkan tempat ini. Kau tahu
bahwa tempat ini masih termasuk daerah yang dikuasai
oleh perkumpulan pengemis yang dipimpin oleh Sin tung
Lo kai. Setelah itu apa yang terjadi antara kau dengan
mereka, kurasa tidak baik dan tidak aman bagimu untuk
tinggal di daerah ini.”
Pun Hui mengangguk angguk. Memang kata lata dan
nona ini tepat dan beralasan sekali, bukan ini saja. Yang
terutama sekali karena Pun Hui memang jauh lebih suka
melakukan perjalanan bersama gadis ini daripada
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
menunggu suhunya di dalam hutan. Keberatan satu satunya
bagi dia hanya kalau suhunya marah. Akan tetapi kini
Siauw Yang berani bertanggung jawab, mau apa lagi?
“Baiklah, sumoi. Aku ikut pergi denganmu untuk
menunjukkan di mana adanya pulau bajak laut itu. Akan
tetapi kau harus berhati hati. Di atas pulau bajak laut itu
tinggal dua orang yang lihai sekali, yakni Tung hai Sian jin
dan puteranya. Aku pernah melihat mereka ketika nona
Siang Cu datang menolongku dahulu.”
Siauw Yang tersenyum. “Aku sudah pernah mendengar
namanya dari ayah. Akan tetapi, aku ke sana bukan untuk
berurusan dengan Tung hai Sian jin, melainkan untuk
mencari kakek buntung Lam hai Lo mo, musuh besar
ayahku!”
Demikianlah, dua orang muda ini lalu berangkat
meninggalkan hutan itu, menuju ke utara. Perasaan
keduanya amat gembira, namun hanya dirasa di dalam hati
saja karena tentu saja mereka tidak mengutarakan perasaan
gembira ini di luar. Tanpa disadarinya, Siauw Yang merasa
amat suka dan tertarik kepada pemuda yang tampan dan
halus ini. Sebaliknya, setelah dekat dengan Siauw Yang,
Pun Hui mendanai kenyataan bahwa gadis ini benar benar
mencocoki hatinya, dan ia kagum sekali melihat watak
yang polos, jujur, dan lincah ini. Pun Hui amat
menghormati kegagahan, tidak saja kegagahan jasmani,
terutama sekali kegagahan watak yang tidak berpura pura
dan yang benar benar perkasa lahir batin. Dan gadis ini
memiliki semua syarat bagi seorang gagah perkasa. Namun
Pun Hui tahu diri Dan merasa betapa dia tidak memiliki
kepandaian silat tinggi, dan merasa pula betapa dia adalah
seorang yatim piatu yang miskin. Sedangkan gadis ini, yang
mengaku sebagai sumoi nya, adalah puteri dan Thian te
Kiam ong Song Bun Sam, seorang tokoh besar yang
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
demikian dipuji puji dan disebut sebut oleh orang orang
pandai, bahkan Sin tung Lo kai sendiripun menyebut
nyebut dan memuji mujinya.
Kalau melakukan perjalanan seorang diri, tentu
perjalanan itu akan jauh lebih cepat lagi. Akan tetapi
bersama seorang pemuda lemah seperti Pun Hui,
bagaimana ia bisa melakukan perjalanan cepat?
Oleh karena itu, ketika pada suatu hari mereka tiba di
sebuah kota, di sebelah utara Peking, Siauw Yang membeli
seekor kuda. Semenjak kecilnya, Siauw Yang sudah suka
sekali naik kuda dan ia mempunyai pengertian luas tentang
kuda yang baik. Kalau menurut penglihatannya, di antara
kuda kuda yang diperdagangkan di situ, tiada seekorpun
yang memuaskan hatinya. Akan tetapi ia hendak membeli
kuda bukan untuk dia sendiri, melainkan untuk Pun Hui.
Pertama agar perjalanan dapat dilakukan lebih cepat, ke
dua karena ia merasa kasihan melihat pemuda ini yang
kelihatannya demikian lelah melakukan perjalanan jauh.
Maka ia memilih kuda yang diangapnya paling kuat di
antara semua kuda di situ. sungguhpun masih jauh untuk
dapat memuaskan hatinya.
“Nah, suheng. Ini kudamu, naiklah!”
“Eh, mengapa begitu? Kau yang membelinya dan kau
pula yang pantas menaikinya. Kau naiklah, sumoi, biar aku
yang menuntunnya di depan.” Pun Hui membantah.
Hampir saja Siauw Yang tertawa terpingkal pingkal
mendengar ini, akan tetap ia masih dapat menahannya dan
hanya tertawa lebar dengan muka geli.
“Suheng, kau bagaimana sih? Membeli kuda untuk
ditunggangi agar perjalanan cepat, bukan sekedar
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
ditunggangi agar dapat duduk enak saja. Masa ada orang
naik kuda pakai dituntun segala? Sudah, kau naiklah, di
antara kita masa mesti pakai sheji sheji (sungkan sungkan)
lagi?”
“Mana ada aturan begitu, sumoi? Kau yang membelinya,
ini saja sudah merupakan alasan kuat bahwa kau yang
berhak menungganginya. Kemudian masih ada lagi. Kau
wanita dan aku laki laki, masa aku yang harus menunggang
kuda dan kau yang harus berjalan kaki? Ini terbalik
namanya. Akulah yang harus berjalan kaki dan kau yang
menunggang kuda, ini baru benar!”
“Tidak, suheng. Kau naiklah, biar aku yang berjalan.
Dengan demikian, perjalanan akan lebih cepat daripada
kemarin.”
“Tidak, kau yang menunggang kuda, sumoi”
“Kau saja, suheng.”
“Tidak mau, kau yang menunggang kuda!” kata Pun Hui
berkeras. “Apa kata orang lain nanti kalau melihat aku tak
mengalah?”
Tiba tiba Siauw Yang tertawa geli. Pun Hui yang tidak
mengerti mengapa gadis itu tertawa, ikut pula tersenyum,
akan tetapi senyumnya masam, karena merasa bahwa dia
yang ditertawai.
“Mengapa tertawa, sumoi?” tanyanya ketika gadis itu
masih saja tertawa terus.
“Aku tertawa karena geli teringat akan sebuah cerita
yang lucu. Cerita itu sama benar dengan keadaan kita
sekarang ini.”
“Cerita? Bagaimanakah cerita itu, sumoi?”
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
“Begini, suheng. Di jaman dahulu ada dua orang kakak
beradik. Kakaknya seorang wanita dewasa dan adiknya
seorang laki laki berusia belasan tahun. Mereka melakukan
perjalanan dan hanya mempunyai seekor kuda. Si adik
mendesak kakaknya agar supaya menunggangi kuda itu dan
dia sendiri rela berjalan kaki. Menurutlah si kakak dan ia
menunggang kuda, dituntun oleh si adik. Di tengah jalan,
mereka bertemu dengan orang lain yang mencela si kakak,
mengatakan bahwa sebagai orang yang lebih besar harus
mengalah kepada adiknya. Maka turunlah kakak itu dan si
adik kini menggantikannya.Maka turunlah kakak itu dan si
adik kini menggantikannya naik kuda. Akan tetapi, belum
lama, bertemu pulalah mereka dengan orang lain yang
mencela adik itu, mengapa tidak mau mengalah kepada
kakaknya seorang wanita. Kedua kakak beradik
kebingungan, lalu keduanya menunggangi kuda itu!”
Pun Hui tertawa.”Kalau begitu, kuapun bisa
menunggangi kuda itu berdua.”
Merahlah wajah Siauw Yang mendengar ini. “Cih,
suheng! Apa kau tidak malu bicara begitu?”
Pun Hui teringat bahwa kelakarnya tadi tentu
menimbulkan rasa malu kepada Siauw Yang, maka
katanya, “Maaf sumoi. Kau teruskanlah ceritamu tadi.
Bagaimana selanjutnya? Setelah naik kuda berdua, tentu
tidak ada orang lain yang mencela mereka lagi, bukan?”
“Keliru dugaanmu!” kata Siauw Yang yang kini menjadi
gembira lagi, wajahnya berseri, matanya bersinar sinar dan
mulutnya tersenyum. Pun Hui memandang seperti terkena
pesona. Demikian cantiknya gadis remaja itu ketika
bercerita. Kuda itu kurus kering dan kebetulan sekali kakak
beradik itu orangnya gemuk gemuk dan tubuhnya amat
berat. Oleh karena itu, punggung kuda itu menjadi
melengkung seperti batang pikulan keberatan muatan.
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
Belum lama kuda itu berjalan perlahan, seorang lain yang
bertemu dengan mereka di jalan mencela, menyatakan
bahwa dua orang itu tidak mengenal kasihan, menyiksa
kuda seperti itu.”
“Lalu bagaimana?” tanya Pun Hui tertarik sekali. “Dua
orang kakak beradik itu tentu bingung sekali sekarang.
Tidak ada jalan lain untuk memecahkan persoalan itu.”
“Demikianlah karena kaupun berpendirian sama dengar
kedua orang kakak beradik itu. Seperti mereka, kau terlalu
takut akan celaan dan usul lain orang yang sama sekali
tidak ada sangkut pautnya denganmu. Mendengar celaan
orang ke tiga ini. kakak dan adik itu buru buru turun dari
kuda dan mereka lalu berunding. Tidak ada jalan lain,
mereka lalu mencari bambu, mengikat empat kaki kuda itu
lalu memikulnya bersama.” Setelah menyelesaikan
ceritanya, dara itu tertawa geli.
Pun Hui tak dapat menahan gelak tertawa
membayangkan keadaan kakak beradik itu memikul kuda.
Benar benar lucu sekali.
“Ha, ha, ha! Lucu sekali ceritamu itu, sumoi. Lalu
bagaimana? Setelah mereka memikul kuda itu, jadi
dibalikkan sekarang, kuda menunggangi manusia, apakah
tidak ada celaan lagi?”
“Siapa bilang? Kini bahkan setiap orang yang bertemu
dengan mereka di jalan, baik wanita maupun laki laki, baik
kakek kakek maupun anak anak, mencela mereka dan
menganggap mereka itu gila. Di sepanjang jalan banyak
anak yang mengikuti mereka, mentertawakan. Akan tetapi,
kakak beradik itu sekarang tidak perduli lagi. Mereka sudah
kehabisan akal dan menulikan telinga, membutakan mata
terhadap setiap celaan orang lain. Namun sayang sekali,
sikap mereka yang tepat ini dilakukan setelah terlambat.
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
Kalau tadi mereka tidak memperdulikan ocehan orang lain,
tentu tidak terjadi hal seperti itu, tentu mereka tak usah
memikul kuda. Nah, bukankah cerita ini cocok sekali
dengan keadaan kita, suheng? Kalau kita berebut, tidak mau
mengalah dan saling memaksa untuk menunggang kuda,
akhirnya kita pun bisa seperti mereka itu, yakni memikul
kuda ini.”
Pun Hui tertawa makin geli. Ia dapat membayangkan
betapa lucunya kalau dia dan Siauw Yang memikul kuda
itu di sepanjang jalan, disoraki oleh anak anak dan
dianggap gila oleh orang orang lain Akan tetapi di dalam
kegeliannya ini, ia sadar bahwa cerita lucu itu sebenarnya
mengandung nasehat yang amat baik, yakni bahwa di
dalam melakukan sesuatu usaha, orang tidak usah
mendengarkan terlalu sungguh sungguh akan celaan dan
kritik orang lain yang biasanya hanya suka mencela karena
iri belaka.
“Nah, kalau begitu, untuk apa kita berebut? Kau naiklah,
sumoi dan aku yang berjalan. Kutanggung takkan ada
orang mencela. Andaikata ada, kita akan menulikan telinga
membutakan mata saja.”
Mendengar betapa pemuda yang cerdik ini bahkan
menggunakan cerita itu untuk mencuri kemenangan, yakni
memaksanya menunggang kuda, Siauw Yang menjadi
gemas.
“Suheng, kau terlalu sekali. Mempergunakan senjataku
untuk mengalahkan aku sendiri. Ketahuilah, dalam hal kita
ini lain lagi soalnya. Aku memiliki kepandaian dan
kaularikan kuda itu sekuatmu, aku pasti akan dapat
menyusul dan mendahuluimu. Kalau aku yang
menunggang kuda, tentu kau takkan dapat menyusul dan
perjalanan akan menjadi lebih lambat. Ingat, perjalanan kita
ini jauh sekali, suheng. Akan memakan waktu amat lama.”
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
“Bagiku lebih baik lagi kalau lama, sumoi. Melakukan
perjalanan bersamamu, makin lama makin baik.”
Kembali wajah Siauw Yang merah sekali dan ia melirik
dengan mulut cemberut.
“Suheng, aku tidak main main. Kau naiklah, kalau tidak,
aku bisa marah kepadamu!”
Melihat gadis itu mau marah. Pun Hui tersenyum dan
mengangguk angguk.
“Baiklah, baiklah.... jangan marah, sumoi.”
Ia lalu menunggangi kuda itu lalu berkata, “Betapapun
juga, aku akan merasa lebih senang kalau kau juga naik
kuda lain sehingga kita bisa melakukan perjalanan
berbareng di atas kuda.”
“Tentu, suheng. Akan tetapi aku lebih suka berjalan kaki
daripada naik kuda yang tidak mencocoki hatiku. Kalau
kita bertemu dengan penjual kuda yang mempunyai kuda
baik dan mencocoki hatiku, tentu aku akan membeli seekor
lagi untukku.”
Barulah puas hati Pun Hui, namun ia lalu minta
buntalan pakaian gadis itu agar ditaruh di atas kuda.
“Kau yang berjalan kaki jangan membawa apa apa,
biarlah semua barang barangmu aku yang membawanya.
Ini baru adil namanya.”
Sambil tersenyum manis Siauw Yang memberikan
buntalannya dan diam diam ia makin suka kepada pemuda
yang berwatak baik ini.
Pun Hui mula mula tidak berani melarikan kudanya
cepat cepat, khawatir kalau kalau akan membikin gadis itu
lelah sekali untuk mengejarnya. Hal ini membuat Siauw
Yang tidak sabar lagi.
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
“Suheng, kau berpegang baik baik pada kendali kuda!”
katanya dan ia segera menepuk punggung belakang kuda
itu. Sambil meringkik, kuda itu melompat maju dan berlari
cepat sekali.
“Eh, sumoi. kau akan tertinggal jauh!” Pun Hui berseru
sambil menoleh ke belakang Akan tetapi, segera ia menjadi
terheran heran dan kagum sekali karena terlihat olehnya
tubuh dara itu bagaikan bayangan saja meluncur cepat
sekali dan tahu tahu telah berada di depan kuda, berlari
mendahului kuda.
“Siapa yang ketinggalan?” tanya Siauw Yang sambil
tertawa tawa dan Pun Hui segera membedal kudanya, kini
dialah yang berusaha mengejar gadis luar biasa itu.
Kini perjalanan dapat dilakukan lebih cepat lagi. Namun
masih kurang cepat bagi Siauw Yang, oleh karena setiap
kali Pun Hui memaksa gadis itu untuk beristirahat. Dia
sendiri tidak lelah, akan tetapi pemuda ini khawatir kalau
kalau gadis itu terlalu lelah. Biarpun berkali kali Siauw
Yang menyatakan bahwa dia tidak lelah, namun Pun Hui
tetap saja memaksa agar supaya mereka beristirahat dulu.
Dua hari kemudian mereka tiba di kota Kwan cin di
dekat perbatasan Tiongkok utara. Kota ini kecil saja,
namun di situ banyak terdapat pedagang pedagang dari
selatan, juga banyak orang menjual kuda kuda Mongol.
Kembali Pun Hui memaksa kepada Siauw Yang untuk
memilih seekor kuda yang terbaik dan untuk membelinya.
Akan tetapi alangkah kecewanya ketika gadis itu
menyatakan bahwa di antara semua kuda itu tidak ada yang
mencocoki hatinya.
“Masa kuda ratusan ini tidak ada seekorpun yang baik?”
tanya PunHui kecewa.
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
Siauw Yang tersenyum. “Suheng, kalau kau melihat
kuda ayah di rumah yang bernama Pek hong ma, kau akan
kagum sekali. Kuda itu dapat melakukan perjalanan ratusan
li setiap hari tanpa merasa lelah dan tenaganya kuat sekali.
Aku tidak rewel dan tentu saja tidak ingin mencari kuda
seperti Pek hong ma, asal baik dan kuat saja sudah cukup
bagiku. Kiranya di dunia ini tidak akan ada kuda sebaik Pek
hong ma kepunyaan ayahku....”
Tiba tiba gadis itu menoleh ke arah barat dan memegang
tangan Pun Hui tanpa disadarinya.
“Tunggu dulu.... ! Lihat kuda itu.... mari kita
mengejarnya, suheng!” Sambil berkata demikian, gadis ini
lalu berjalan cepat sekali sehingga Pun Hui terpaksa
membalapkan kudanya untuk mengejar.
Ketika Pun Hui tiba di tempat gadis itu, ia melihat Siauw
Yang tengah bercakap cakap dengan seorang laki laki
pendek kurus yang menuntun seekor kuda. Kuda ini
berbulu kemerah merahan dengan keempat kaki putih di
bagian bawah. Bukan main tingginya kuda ini sehingga
penuntunnya hanya sampai di dadanya, akan tetapi kuda
ini buruk sekali dan kurus bukan main sehingga seperti
kerangka kuda terbungkus kulit saja. Juga baunya apek dan
tidak enak sekali, agaknya sudah berbulan bulan tidak
pernah tersentuh sikat dan air. Pun Hui melompat turun
dari kudanya dan dengan kendali kuda di tangan ia
menghampiri gadis itu. Kuda tunggangan Pun Hui ketika
dekat kuda bulu merah itu, nampak pendek sekali akan
tetapi lebih gemuk, dan juga dalam pandangan pemuda itu,
kudanya jauh lebih baik dan bersih. Apakah benar benar
gadis itu hendak membeli kuda ini? Pun Hui benar benar
tidak mengerti.
“Tak bisa kurang setahilpun lagi, nona!” Pun Hui
mendengar pedagang kuda itu berkata. Pedagang kuda
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
inipun menarik perhatian. Orangnya kurus kecil dan
pendek, akan tetapi sepasang matanya bersinar sinar dan
pakaiannya bukan seperti pedagang kuda, lebih pantas
sebagai seorang guru silat. Bahkan gagang goloknya
kelihatan dari balik punggungnya.
“Aku tidak membawa demikian banyak uang tunai,”
kata Siauw Yang dengan suara menyatakan penyesalannya,
seperti suara orang yang ingin sekali membeli barang
namun terlampau mahal untuknya.
“Berapa sih dia mau menjual kuda buruk ini?” Pun Hui
bertanya dan mendengar orang menyebut kudanya buruk,
orang itu menyandang kepada Pun Hui dengan mata
marah.
“Limaratus tail,” jawab Siauw Yang, “dan uangku bekal
hanya ada tigaratus tail saja.”
Pun Hui membuka lebar matanya dan mulutnya
celangap.
“Limaratus tail perak?? Gila sekali, sumoi, apakah kau
sudah mabok? Kuda yang kutunggangi ini jauh lebih baik,
lebih bersih dan lebih gemuk daripada tengkorak ini dan
dibelinya hanya untuk limapuluh tail perak! Gila betul, hati
hati sumoi, orang ini mau menipumu!”
Orang kecil pendek itu marah sekali. “Kongcu, kaulah
yang harus berhati hati dengan ucapanmu, karena dengan
ucapan ucapan seperti itu kau takkan dapat mencapai
perjalanan jauh! Ketahuilah, kuda ini yang disebut Ang in
ma ( Kuda Awan Merah), termasuk paling baik di antara
kuda kuda pilihan di dunia ini. Di selatan dengan mudah
aku akan menerima seribu tail untuk kuda ini, akan tetapi
karena aku tidak ingin pergi ke Selatan, maka hendak ku
jual untuk limaratus tail tidak boleh kurang setailpun.”
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
“Gila betul....” Pun Hui hendak ribut ribut lagi, akan
tetapi sambil tersenyumSiauw Yang berkat.
“Suheng, mengapa harus ribut ribut? Dalam hal jual beli,
hanya berani atau tidak yang menjadi soal. Pemilik barang
berhak menawarkan milik nya untuk berapa saja, dan si
pembeli hanya tinggal berani atau tidak.”
“Akan tetapi harganya gila gilaan....”
“Namun aku berari membeli limaratus tail perak.” Siauw
Yan memotong kata katanya. “Sayangnya uangku tidak
cukup.” Ia lalu berpaling kepada tukang kuda itu dan
berkata.
“Sahabat, bagaimana kalau kubayar tigaratus lail dan
kutambah dengan perhiasan ini?” Sambil berkata demikian
ia mengeluarkan sebuah tusuk konde emas yang dihias
dengan mata batu batu kumala indah sekali. Tusuk konde
ini dahulu kubeli dengan harga tiga ratu limapuluh tail.”
Setelah menerima dan melihat tusuk konde itu, penjual
kuda berkata sambil mengangguk angguk.
“Tusuk konde tiada artinya bagiku, akan tetapi biarlah.
Aku lebih menghargai pandangan nona yang tajam
sehingga dapat mengenal kuda baik!” Siauw Yang lalu
menyerahkan kantong uangnya yang segera dibuka dan
dihitung baik baik penjual kuda itu, kemudian ia lalu
menyerahkan, kendali kuda kepada Siauw Yang.
“Jual beli sudah jadi,” katanya sederhana.
“Ya, sudah jadi, kuda ini milikku dan uang serta tusuk
konde itu menjadi milikmu,” jawab Siauw Yang sambil
mengelus elus kepala kuda.
Tanpa menghaturkan terima kasih, akan tetapi setelah
satu kali melirik ke arah Pun Hui dengan pandang mata
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
membenci, penjual kuda itu lalu pergi dan situ dengan
tindakan kaki cepat.
“Gila betul! Dia telah menipumu, sumoi. Bagiku, ditukar
saja dengan kuda yang kutunggangi ini, aku tidak sudi!
Untuk apa kuda tinggal kulit dan kerangka itu? Ditunggangi
belum sepuluh li saja, dia akan roboh dan mampus!”
Melihat Pun Hui marah marah itu, Siauw Yang hanya
mentertawakannya.
“Suheng, kau tidah tahu. Kuda ini malahan lebih bagas
daripada kuda Pek hong ma milik ayah! Ah, kalau ayah
melihat kuda ini, tentu ia akan girang sekali. Agaknya kalau
ayah tahu, membeli duaribu tail pun ia akan berani.”
Pun Hui tertegun. Ia makin tidak mengerti kepada gadis
ini dan mengira bahwa Siauw Yang berkelakar. Akan
tetapi, kuda itu kini diperiksa baik baik oleh Siauw Yang.
Dibuka mulutnya seakan akan gadis itu hendak menghitung
giginya diraba raba tulang tulang yang menonjol itu, dan
diperiksa telapak kakinya satu demi satu. Yang aneh, kalau
kuda lain seringkah mengangguk angguk kepala dan
menjulurkan kepalanya ke bawah, adalah kuda buruk itu
selalu mengangkat kepala tinggi tinggi dengan tegaknya.
“Kaulihat, suheng, ia memenuhi semua syarat bagi
seekor kuda yang sempurna. Giginya masih kuat, belum
ada yang rusak. Ujung hidungnya tajam dan tipis,
kepalanya panjang dan agak membentuk segi tiga.Matanya
penuh perasaan dan tidak berair. Lehernya panjang dan
kuat lurus tidak bengkok. Dadanya menggembung, tanda
napasnya kuat sekali. Perutnya kecil dan tubuh belakangnya
tinggi dengan ekor yang kuat dan bulu ekornya tak mudah
dicabut. Pahanya penuh otot dan kakinya mengecil ke
bawah, tidak dibebani daging dan lemak, akan tetapi tulang
tulangnya besar dan sambungan sambungan tulangnya
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
sempurna. Tulang tulangnya berisi, tidak keropos. Inilah
tanda tanda kuda sempurna.”
Pun Hui menggeleng gelengkan kepala. “Aku tidak
mengerti. Yang kulihat hanyalah kuda ini buruk sekali
bulunya kotor dan baunya tidak enak. Terlalu kurus seperti
kurang makan.”
“Memang harus diakui bahwa dia tidak terurus baik,
Suheng, Akan tetapi, kaulihat saja sebentar lagi.” Setelah
berkata demikian. Siauw Yang lalu menuntun kudanya itu,
diikuti oleh Pun Hui. Nona itu memasuki sebuah hutau
kecil di mana terdapat air sungai kecil, di situ Siauw Yang
menggulung lengan bajunya dan mencari batu karang yang
tajam untuk memandikan kudanya. Digosoknya semua
tubuh kuda itu dan pekerjaan ini memakan waktu lama
sehingga Pun Hui yang tidak sabar dan tidak mengerti
mengapa nona cantik itu mau melakukan pekerjaan seperti
itu hanya untuk seekor kuda buruk, lalu duduk di bawah
pohon dan mengantuk.
Tak lama kemudian, ia dikejutkan oleh suara Siauw
Yang yang terdengar bangga dan girang.
“Suheng, jangan tidur, lihat kudaku ini!”
Pun Hui membuka matanya dan menengok. Hampir ia
tidak percaya bahwa kuda yang dituntun oleh Siauw Yang
adalah kuda buruk tadi, kini tubuh kuda itu telah bersih.
Kulit dan bulunya mengkilat, berwarna merah bertotol totol
kuning, amat indahnya. Nampak urat urat menggembung
pada pangkal paha dan leher, nampaknya kuat sekali.
“Sekarang kaulihat larinya, suheng!”
Dengan gerakan yang amat cekatan sehingga membuat
Pun Hui melongo keheranan, gadis itu tahu tahu telah
berada di atas kuda dan sekali ia menggeprak kuda itu,
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
binatang ini meringkik nyaring sehingga mengagetkan kuda
tunggangan Pun Hui yang diikat pada sebatang pohon,
kemudian kuda merah itu melompat jauh ke depan dan
berlari bagaikan angin saja cepatnya! Sebentar saja kuda itu
hanya kelihatan sebagai titik merah yang jauh dan tak lama
kemudian lenyap dari pemandangan mata. Selagi Pun Hui
masih bengong, tiba tiba nampak pula titik merah yang
makin lama makin membesar. Ternyata itu adalah kuda
merah tadi yang ditunggangi oleh Siauw Yang dan yang
kini membalap datang. Setelah dekat nampaklah keindahan
kuda ini. Keempat kakinya seperti tak menginjak tanah, dan
bulu tengkuknya yang panjang itu beriapan ke atas tertiup
angin. Juga ekornya menjulang ke atas seperti tiang dengan
bendera merahnya.
“Hebat!” kata Pun Hui dengan amat kagum.”Dia seperti
nyala api merah yang terbang cepat sekali!”
“Api merah? Bagus, suheng, kau telah memberi nama
yang bagus dan tepat sekali untuk kuda ini. Dia mulai
sekarang bernama Kuda ApiMerah (Ang ho ma).”
Kemudian kedua orang muda ini melanjutkan perjalanan
dan sehari itu mereka mencapai jarak yang jauh. Kini
barulah Pun Hui percaya penuh, karena kalau kudanya
sudah berpeluh dan jalannya tak dapat cepat lagi setelah
menempuh jarak beberapa puluh li, adalah Ang ho ma
nampaknya masih ayem saja dan tidak lelah sama sekali.
Juga kalau ia membedal kudanya cepat cepat, Ang ho ma
dengan gerakan lambat saja sudah dapat menyusulnya.
Benar benar kuda pilihan! Makin kagumlah pemuda ini
terhadap Siauw Yang.
Setelah hari mulai gelap, sampailah mereka di sebuah
dusun dan kebetulan sekali di situ terdapat sebuah
penginapan yang cukup bersih. Di daerah utara ini, karena
banyaknya pedagang pedagang keliling dari selatan,
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
restoran restoran dan hotel hotel hidup subur dan selalu
tidak kekurangan langganan, maka biarpun di dusun yang
tidak berapa besar, selalu ada sebuah dua buah hotel dan
restoran.
Mereka menyewa dua buah kamar dan menyerahkan
kuda mereka kepada pelayan untuk diurus. Akan tetapi
Siauw Yang sengaja memilihkan makanan yang cocok
untuk kudanya, dan sampai lama ia memberi petunjuk
kepada pelayan bagaimana harus memelihara kudanya.
Gadis ini bahkan memberikan sehelai mantelnya kepada
pelayan untuk dipergunakan sebagai selimut kudanya.
Melihat ini. Pun Hui menggeleng geleng kepala! Mana ada
orang memberikan mantelnya yang terbuat dari bulu yang
indah itu untuk dipakai menyelimuti tubuh kuda di waktu
malam? Akan tetapi kini pemuda itu tidak berapa heran,
karena ia sendiri sudah menyaksikan bahwa Ang ho ma
memang benar benar seekor kuda yang luar biasa sekali.
Dalam perjalanan yang baru beberapa hari ini,
perhubungan antara dua orang muda ini sudah erat sekali.
Pun Hui mengajar gadis itu tentang membuat sajak sajak
yang indah, dan juga mengajarnya bermain catur.
Sebaliknya, Siauw Yang mulai membentangkan dan
membuka rahasia dasar dasar ilmu silat yang diperhatikan
dan dipelajari baik baik oleh Pun Hui.
Malam itu, sehabis makan, mereka duduk menghadapi
meja di ruang tengah dan bermain catur. Tentu saja dalam
permainan ini, kalau Pun Hui menghendaki, dalam waktu
singkat ia akan dapat menghabiskan biji catur Siauw Yang
dan dengan mudah akan dapat mengalahkan lawannya.
Akan tetapi, hatinya yang baik tidak mengijinkan hal ini. Ia
sengaja bermain lambat dan banyak melewati kesempatan
untuk memperoleh kemenangan. Bahkan ia sengaja
memberi “makanan” kepada biji biji catur Siauw Yang.
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
Dengan demikian, gadis itu tidak menjadi jemu dan dapat
bermain dengan gembira, sungguhpun gadis yang cerdik ini
bukan tidak tahu bahwa pemuda itu telah banyak
mengalah. Makin lama, Siauw Yang makin tertarik dan
suka kepada pemuda ini, karena dalam pandangannya,
pemuda ini benar benar seorang yang dapat menguasai
keadaan dan dapat menyesuaikan diri sehingga menjadi
kawan yang menyenangkan hati.
“Sayang, ia tidak pandai silat,” diam diam Siauw Yang
berkata kepada hatinya sendiri, “akan tetapi kalau ia sudah
menjadi murid Yap supek, tentu kelak ia akan maju. Kalau
sudah berhasil mendapatkan Sam liong to untuk
memuaskan hatiku, aku akan segera mencari Yap supek
agar dia cepat menerima latihan latihan. Atau dapat juga...
aku melatih dia....” Demikianlah, dalam bermain catur,
Siauw Yang banyak melamun sehingga beberapa kali Pun
Hui harus memberi peringatan karena ia menjalankan biji
catur secara ngawur!
“Eh, sumoi, masa kuda jalannya begitu? Ini kuda biji
catur, bukan Ang ho ma! Bagaimana sih?” Setelah
mendapat teguran barulah Siauw Yang sadar dan dengan
muka merah ia membetulkan gerakan biji caturnya sambil
tersenyum senyum dan mengerling. Pun Hui merasa bahwa
tentu di dalam hati gadis ini “ada apa apa” karena sikapnya
berbeda dari biasanya dan pendiam pula, akan tetapi ia
tidak tahu apakah yang menjadi isi hati Siauw Yang di saat
itu.
Pada malam hari itu, di ruang tengah dari rumah
penginapan. Pun Hui dan Siauw Yang asyik bermain catur.
Siauw Yang yang baru saja bisa bermain catur, amat
tertarik dan ia mencurahkan seluruh perhatiannya pada
papan dan biji biji catur, lupa akan waktu dan segala di
sekitarnya. Adapun Pun Hui, perhatiannya sebagian besar
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
terbang ke arah wajah Siauw Yang. Tiada bosannya ia
memandang kepada wajah itu, yang hanya beberapa dim
jauhnya dari dia sehingga ia dapat melihat nyata rambut
yang menghias jidat yang halus putih itu. Melihat dengan
nyata bulu bulu alis mata yang hitam kecil dan melengkung
rata. Kulit halus di antara mata itu berkerut, tanda bahwa
dara itu tengah memeras otak menjalankan pikiran untuk
mencari gerakan yang baik dan menguntungkan bagi biji
biji caturnya. Sepasang mata yang bentuknya indah itu
jarang berkedip, memandang ke arah papan catur. Kedua
tangannya terletak di atas meja dan Pun Hui tiada habisnya
mengagumi sepasang tangan dengan jari jari tangan yang
berkulit halus dan putih kemerahan ini, yang nampaknya
lemah sekali, mengandung tenaga hebat dan dapat mainkan
pedang secara lihai sekali?
Sinar mata Pun Hui melayang layang dan meraba raba
jidat yang halus, hidung yang mancung, bulu mata yang
lentik dan mulut yang luar biasa manis itu. Tak puas
matanya menjelajah, menikmati kecantikan Siauw Yang
dan di dalam hatinya ia jatuh bertekuk lutut!
Kedua orang muda itu tidak bergerak seperti patung.
Keduanya mengerahkan seluruh perhatian, sungguhpun
berbeda sasaran. Tiba tiba terdengar sesuatu yang memecah
kesunyian malam dan yang menyadarkan keduanya dan
dunia lamunan dan pengerahan tenaga otak. Suara itu keras
sekali, terdengar seperti suara iblis malam sendiri keluar
dari neraka. Begitu menyeramkan sehingga Pun Hui
menjadi pucat.
Akan tetapi, Siauw Yang segera melompat bangun dari
bangkunya.
“Celaka, itu suara Ang ho ma.... !” Setelah berkata
demikian, Siauw Yang lalu melompat keluar dan ia lupa
bahwa tangan kirinya masih memegang tiga buah biji catur,
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
yakni biji catur hitam yang tadi “dimakan” oleh biji
caturnya.
“Suara Ang ho ma.... ?” Pun Hui berkata heran karena
menurut dia, suara tadi bukanlah suara kuda. Akan tetapi
karena Siauw Yang sudah berlari keluar melalui pintu
belakang rumah penginapan itu, iapun lalu mengejar ke
belakang.
Ketika Pun Hui tiba di belakang, ia mendengar derap
kaki kuda menjauh dan disusul oleh suara Siauw Yang.
“Maling kuda, lepaskan kudaku!” Tubuh gadis ini
berkelebat cepat mengejar, namun keempat kaki Ang ho ma
memang betul betul cepat sekali sehingga Siauw Yang yang
telah memiliki ilmu lari cepat itupun tertinggal jauh.
Dengan gemas sekali dara ini lalu mengayun tangan kirinya
yang tadi memegang tiga buah biji catur.
Terdengar jerit kesakitan di sebelah depan akan tetapi
suara kuda makin menjauh lalu lenyap.
“Kurang ajar! Kalau aku dapat memegangmu, akan
kupatahkan batang lehermu!” terdengar Siauw Yang
menyumpah nyumpah.
Sementara itu, Pun Hui melihat tubuh seorang laki laki
menggeletak di depan kandang kuda. Ia mengenal tubuh
orang ini bukan lain adalah pelayan yang sore tadi
berkewajiban mengurus kuda dan melihat ia menggeletak
miring tak bergerak ia segera berseru,
“Sumoi, lihat ada orang mati!”
Siauw Yang melompat menghampiri dan ia pun melihat
bahwa orang itu adalah pelayan yang mengurus kuda.
“Dia tidak mati, hanya berada dalam pengaruh totokan
yang lihai,” katanya setelah memeriksa orang itu.
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
Kemudian dengan dua kali menotok punggung dan pundak
orang itu, pelayan tadi mengeluh dan dapat bergerak lagi.
“Aduh, siauw ong ya (raja muda) benar benar
keterlaluan....” ia mengeluh, akan tetapi begitu melihat Pun
Hui dan Siauw Yang, ia menjadi pucat dan berlutut.
“Kongcu…. nona.... celaka kuda itu dicuri orang,”
katanya gagap.
“Aku sudah tahu.” jawab Siauw Yang. “Hayo lekas
ceriterakan bagaimana terjadinya pencurian itu!”
“Saya sendiri tidak tahu dengan jelas. nona. Ketika saya
sedang menutup pintu kandang hendak beristirahat, tiba
tiba dari atas genteng melayang turun bayangan orang yang
langsung menyerang saya. Saya mencoba melawan, akan
tetapi entah bagaimana, tahu tahu saya merasa pundak saya
sakit lagi dan selanjutnya saya rebah tak dapat bergerak dan
tidak dapat berteriak. Hanya dapat saya melihat penyerang
itu melepaskan ikatan kuda merah dan membawanya
pergi.”
“Bohong!” Pun Hui membentak.”Kau sudah mengenal
pencuri itu. Hayo katakan siapa dia!”
“Tidak, kongcu... saja tidak mengenalnya....”
Siauw Yang yang sependapat dengan Pun Hui bahwa
pelayan ini tentu sudah mengenal pencuri kuda, segera
mengetuk pundak orang itu. Penjaga itu mengeluh
kesakitan dan merasa betapa seluruh tubuhnya sakit sakit.
“Hayo lekas mengaku saja. Siapa pencuri itu dan siapa
pula orangnya yang tadi kau sebut siauw ong ya!” kata
Siauw Yang.
“Sungguh mati, nona. Saja tidak tahu siapa pencuri itu.
Di dalam gelap mana saja dapat mengenalnya? Adapun
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
yang saya sebut siauw ong ya.... dia.... dia itu adalah
pangeran muda yang mempunyai banyak sekali kuda bagus
bagus seperti kuda nona yang hilang itu dan.... dan....”
“Hayo ceritakan yang benar, kalau tidak kupatahkan
batang lehermu!” bentak Siauw Yang yang sudah tak sabar
lagi.
“Biasanya di daerah ini, setiap kali terjadi keributan
tentang kuda, dapat dipastikan bahwa tentu siauw ong ya
campur tangan. Maka ketika terjadi pencurian malam ini,
tanpa saya sadari saya teringat kepada siauw ong ya dan
menyebut namanya.....”
“Di mana tempat tinggal pangeran itu?” tanya Siauw
Yang. Ia percaya akan keterangan ini, karena maklum
bahwa pada waktu itu, pengaruh para bangsawan amat
besar dan bukan tidak mungkin apabila kudanya dicuri oleh
kaki tangan pangeran itu.
“Dia tinggal di kotaCeng te, tak jauh dari sini, nona.”
Pada saat itu, terdengar suara orang tertawa mengejek.
Siauw Yang marah sekali, mencabut pedang dan hendak
melompat mengejar ke arah suara itu. Akan tetapi tiba tiba
sesosok bayangan hitam melayang turun dan
menyambarnya. Siauw Yang menggerakkan pedangnya ke
arah bayangan itu dan “breet!!” pedangnya telah menembus
sehelai kain yang terobek. Ketika ia merenggut kain itu
ternyata bahwa bayangan tadi adalah mantelnya sendiri
yang tadinya dipergunakan untuk menyelimuti kuda Ang
ho ma. Rupanya orang yang memiliki tenaga lweekang
cukup besar telah melontarkan mantel itu kepadanya.
Dengan marah Siauw Yang membentak. “Maling
jahanam, jangan lari!” Tubuhnya melesat ke atas genteng,
akan tetapi setelah ia tiba di atas genteng, keadaan di situ
sunyi saja dan gelap pula. Sukar mengejar atau mencari
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
orang yang melarikan diri di dalam gelap, pikirnya dengan
jengkel sekali maka ia lalu melayang turun lagi.
“Lihat, sumoi!Mantelmu ditulisi orang!”
Siauw Yang segera menghampiri Pun Hu yang
memeriksa mantel itu di bawah sinar lampu di depan
kandang kuda. Benar saja, di atas mantelnya yang berwarna
merah jambu itu, kini terdapat coretan coretan hitam yang
merupakan pesanan atau lebih tepat tantangan.
“Kalau hendak mencari kuda
Besok pagi ditunggu di pintu utara
Ahli catur boleh perlihatkan kepandaian
Kuda merah menjadi taruhan.”
“Kurang ajar! Sekarang juga aku akan menyusulmu ke
sana, bangsat jahanan!” teriak Siauw Yang gemas sekali.
“Nanti dulu, sumoi. Kurang sempurna kalau kau berlaku
secara sembrono” Pun Hui mencegah, kemudian pemuda
ini bertanya kepada pelayan yang masih meringis ringis.
“Sekarang kauceriakan sejelasnya, siapakah sebetulnya
siauw ong ya itu? Ceritakan yang jelas dan kalau memang
kau tidak bersalah, kami tidak akan mengganggumu lebih
lama lagi.”
Mendengar ini, dengan suara gemetar dan kadang
kadang memandang ke kanan kiri seakan akan ia khawatir
kalau kalau ada orang yang mendengar penuturannya,
pelayan itu bercerita.
Di kota Ceng te, termasuk dalam Propinsi Hopei, di
sebelah utara, di lembah sebuah sungai yang lebar, tinggal
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
seorang pangeran dari Kerajaan Goan Tiauw. Pangeran ini
amat berkuasa dan biarpun pada waktu itu ia tidak
menduduki sesuatu pangkat, namun pengaruhnya besar
sekali, tidak saja ia disegani oleh karena kaya raya namun
terutama sekali karena pangeran ini memiliki kepandaian
yang amat tinggi. Dikabarkan orang bahwa pangeran ini
pernah mendapat latihan ilmu silat tinggi dari Pat Jiu Giam
ong Liem Po Coan sendiri, yakni seorang tokoh besar yang
bergelar Pat jiu Giam ong atau Iblis Maut Tangan Delapan
yang masih menjadi sute dan Lam hai Lo mo, Seng Jin
Siansu sendiri.
Di samping kekayaannya yang luar biasa dan
kepandaiannya yang amat tinggi, pangeran ini pun
mempunyai banyak kaki tangan yang rata rata memiliki
kepandaian silat tinggi. Semua orang yang dianggap jagoan
di daerah utara, sebagian besar menjadi kaki tangannya
atau setidaknya amat tunduk kepadanya, karena pangeran
ini amat royal membagi bagi hadiah kepada mereka yang
mau membantunya.
Pangeran ini bernama Ciong Pak Sui, usianya sudah
kurang lebih empatpuluh tahun, namun tubuhnya masih
nampak kuat sekali dan karena selain berpakaian indah dan
kesehatannya terawat, maka ia nampaknya masih muda. Ia
tidak mempunyai isteri akan tetapi di dalam gedungnya
terdapat banyak selir yang muda lagi cantik, yakni gadis
yang didatangkan dari beberapa daerah, terutama dari
selatan, karena wanita Tiongkok di daerah selatan terkenal
lebih cantik daripada wanita daerah utara.
Kegemaran khusus dari Ciong Pak Sui atau lebih
terkenal dengan sebutan Ciong siauw ong (Raja Muda
Ciong) adalah binatang peliharaan kuda yang bagus bagus.
Entah sudah berapa banyak ia mengeluarkan uang untuk
membeli ratusan ekor kuda kuda yang baik di daerah ini.
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
Seringkali Pangeran Ciong mengadakan perlombaan kuda
dan selalu kuda kudanya memperoleh kemenangan.
Namun, dasar ia memiliki watak yang tidak mau kalah
dan selalu keinginan hatinya harus dipenuhi, tiap kali ia
menghendaki seekor kuda siapaun juga yang
mempunyainya, ia harus mendapatkan kuda itu. Baik
dengan jalan membelinya dengan harga amat tinggi
ataupun dengan jalan kekerasan! Siapakah orangnya yang
berani melawan kehendaknya? Kalau kiranya tidak takut
akan pengaruhnya yang besar, tentu segan pula menghadapi
kekerasan kaki tangannya yang amat banyak jumlahnya.
Dan kalaupun orang tidak takut menghadapi kaki
tangannya, tentu takut menghadapi kelihaian pangeran ini
yang memiliki kepandaian tinggi. Sebegitu jauh belum
pernah ada orang yang berani melawannya tanpa menderita
kekalahan hebat. Sekali ada orang melawannya, tentu orang
itu akan kehilangan kuda dan masih untung kalau ia tidak
kehilangan nyawanya.
“Demikianlah, kongcu. Siapa lagi orangnya di daerah ini
yang begitu berani mencuri kuda seorang tamu di
penginapan? Biarpun hanya dugaan saja, namun kiranya
kalau bukan kaki tangannya, tidak akan ada orang yang
begitu berani mati mencuri kuda, karena kejahatan yang
terbesar di daerah ini ialah mencuri kuda. Orang berani
mencuri harta kekayaan orang lain, akan tetapi mencuri
kuda? Akan dianggap kejahatan yang paling hebat dan
orang itu takkan diampuni oleh orang banyak. Akan tetapi
kalau pencurian itu dilakukan atas perintah Ciong siauw
ong ya.... yah siapa berani menghalanginya?”
Mendengar keterangan ini, merah muka Siauw Yang dan
gadis ini marah bukan main.
“Raja muda bangsat! Kiranya dia berani main gila
kepadaku? Lihat saja, sekarang juga akan kudatangi dia dan
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
kalau dia tidak mengembalikan kudaku dan minta maaf
sambil berlutut, pasti kepalanya akan kubikin bakso!!”
Mendengar ini, pelayan itu menjadi pucat dan berkata
dengan ketakutan.
“Nona.... lihiap.... harap jangan bicara seperti itu
apalagi.... di depanku.... !”
“Pergi kau, pengecut!” bentak Pun Hui dan pelayan itu
seperti mendapat ampun saja, dengan muka girang ia lalu
berlari pergi, terus pulang ke rumahnya dan bersembunyi di
dalam kamarnya. Agaknya sampai tiga empat hari orang ini
takkan berani keluar dari kamarnya!
“Sumoi, kau bersabarlah. Jangan bertindak malam ini.
Bukankah orang itu telah menantangmu untuk bertemu
besok pagi di pintu gerbang sebelah utara? Kalau orang
sudah menantang, kitapun harus menghadapinya dengan
aturan, apa pula, andaikata kau nekat mendalangi gedung
pangeran itu, bagaimana kalau ternyata kemudian bahwa
pencurian ini dilakukan bukan atas perintahnya? Juga
misalnya dia yang mencuri, tentu tempatnya terjaga amat
kuat dan mendatangi tempatnya di malam hari merupakan
tindakan yang amat sembrono dan berbahaya.”
Mendengar ucapan in Siauw Yang tak dapat
membantah. Memang, biarpun dia tidak takut akan
penjagaan yang kuat, akan tetapi, bagaimanakah andaikata
benar benar bukan pangeran itu yang menyuruh mencuri
kudanya? Bukankah berarti bahwa ia telah berlaku lancang
dan mengganggu orang yang tidak berdosa? Bukankah itu
hanya akan menimbulkan permusuhan dan kekacauan
dengan dia berada di fihak salah? Ayahnya tentu akan
marah kalau mendengar betapa dia mengacaukan rumah
seorang pangeran hanya dengan tuduhan mencuri kuda!
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
“Baiklah, suheng. Aku akan menahan sabar dan mari
kita lihat orang macam apa yang akan kita temui besok
pagi,” akhirnya ia berkata.
Pada keesokan harinya, pagi pagi sekali Siauw Yang dan
Pun Hui berjalan menuju ke pintu gerbang bagian utara.
Kuda tunggangan Pun Hui dititipkan kepada pelayan
rumah untuk diurus. Sepasang orang muda ini berjalan
dengan tenang dan Siauw Yang menyembunyikan
pedangnya di bawah baju luarnya. Wajah gadis ini berseri
dan mulutnya tetap tersenyum gembira, namun sepasang
matanya mengeluarkan sinar berapi api, karena
sesungguhnya ia marah sekali dan semenjak malam tadi ia
menahan nahan gelora batinnya hendak cepat cepat
bertemu dengan pencuri kudanya.
Pintu gerbang sebelah utara merupakan jalan besar yang
menuju ke kota lain di sebelah utara, bahkan beberapa
puluh li di sebelah utaranya terdapat tapal batas antara
Tiongkok dengan daerah Mongol. Pada saat kedua orang
muda itu tiba di pintu gerbang, di situ masih sunyi dan tidak
kelihatan orangpun. Pintu gerbang sudah dibuka dan para
penjaga pintu gerbang sedang meronda, agak jauh dari situ.
Pun Hui dan Siauw Yang melewati pintu gerbang, akan
tetapi mereka tidak melihat ada orang lain, Siauw Yang
sudah mulai merasa mendongkol, mengira bahwa pemuda
penulis surat di atas mantelnya itu sengaja
mempermainkannya. Selagi ia hendak membuka mulut
menyatakan k mendongkolannya, tiba tiba dari jurusan
utara terdengar bunyi derap kaki kuda dan debu mengebul.
“Ada penunggang kuda datang,” kata Pun Hui dan
biarpun pemuda ini tabah sekali, namun ia masih berdebar
menghadapi orang yang begitu berani, telah mencuri kuda
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
masih menantang pula. Namun Siauw Yang berdiri dengan
tegak, kedua kakinya berdiri terpentang, kedua tangan
bertolak pinggang dan kepalanya dikedikkan ke belakang.
Sepasang matanya memandang tajam ke depan dan seluruh
urat urat di tubuhnya siap sedia menghadapi pertempuran
besar.
Setelah rombongan itu datang dekat, ternyata bahwa
yang datang adalah dua orang, seorang wanita dan seorang
laki laki. Mereka ini sudah setengah tua agaknya
empatputuh lahun lebih usianya. Masing masing
menunggang kuda sambil menuntun seekor kuda lain di
belakang dan mereka membalapkan kuda dengan cepat
sekali. Ketika mereka tiba di depan Pun Hui dan Siauw
Yang, kedua orang itu menahan kendali kuda dan kuda
kuda yang mereka tunggangi itu tiba tiba berhenti seperti
tertahan oleh tenaga yang kuat.
“Bagus, penunggang penunggang kuda yang pandai dan
kuda kuda yang baik,” kata Siauw Yang memuji. Memang,
tidak mudah untuk menghentikan kuda secara begitu tiba
tiba setelah kuda itu tadinya berlari cepat sekali. Juga kuda
kuda yang ditunggangi oleh dua orang itu, demikian pula
yang dituntun, adalah kuda kuda yang tinggi besar dan
baik, nampaknya kuat dan liar. Terutama sekali dua ekor
kuda yang mereka tuntun, jelas sekali bahwa dua ekor kuda
ini masih amat liar, karena mereka selalu meronta ronta
dan meringkik ringkik, namun ketika berlari tadi, mereka
dapat lari amat cepatnya.
“Bukankah ji wi ini ahli ahli catur yang hendak
memenuhi undangan?” tanya pendatang yang wanita
sambil memandang tajam kepada Siauw Yang.
“Kami datang untuk bertemu dengan pencuri kuda dan
mengambil kuda kami kembali!” jawab Siauw Yang yang
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
sengaja bicara keras, sikapnya galak dan sedikitpun tidak
memperlihatkan rasa takut.
“Jangan sembarang bicara tentang pencuri!” tiba tiba
orang laki laki itu berkata. “Kami diutus untuk datang
mengundang ahli ahli catur.”
Mendengar ini, Siauw Yang marah sekali dan kedua
tangannya sudah gatal gatal hendak menyerang dua orang
ini. Akan tetapi Pun Hui mencegahnya dengan kata kata
yang ditujukan kepada laki laki itu.
“Sahabat yang baik, kau tadi bilang diutus untuk
mengundang kami bermain catur. Memang, biarpun bukan
ahli, kami suka bermain catur. Akan tetapi, siapakah dia
yang mengutusmu?”
“Kami diutus oleh Ciong Siauw ong ya untuk
menjemput ji wi di sini dan kami sudah membawakan dua
ekor kuda yang baik untuk ji wi,” jawab laki laki itu.
“Baik, kami akan pergi,” kata Pun Hui, akan tetapi
Siauw Yang masih penasaran dan bertanya,
“Apakah tuanmu itu mengundang untuk bermain catur
dengan taruhan Ang ho ma?”
“Begitulah kiranya kalau tidak salah,” jawab pesuruh
wanita sambil tersenyum mengejek. “Tugas kami hanya
menjemput dan tentang hal hal lain lebih baik kalian
tanyakan sendiri kepada siauw ong ya nanti.”
“Baiklah kalau begitu, lepaskan kuda itu,” kata Siauw
Yang sambil menghampiri kuda yang dituntun dan yang
kelihatan liar sekali.
“Kuda ini mungkin terlampau jinak untuk kalian, akan
tetapi terus terang saja, bagi kami amat sukar diurusnya,
maka kami tidak berani melepaskannya, takut kalau kalau
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
mereka akan lari minggat,” kata pesuruh wanita itu sambil
memegangi tali kendali kuda itu erat erat di tangannya.
Siauw Yang mengerti bahwa mereka sengaja membawa
kuda liar untuk menguji kepandaiannya. Dia sendiri tidak
takut menghadapi kuda yang bagaimana liarpun, akan
tetapi bagaimana dengan Pun Hui? Dapatkah pemuda
lemah itu bertahan di atas punggung kuda yang liar? Ia
mendapat sebuah pikiran baik lalu cepat sekali ia melompat
dan tahu tahu sudah berada di atas punggung kuda yang
dituntun oleh wanita setengah tua tadi.Melihat gerakan ini,
kedua orang pesuruh itu terbelalak lebar matanya dan
mereka saling pandang dengan penuh arti. Kuda yang
ditunggangi oleh Siauw Yang itu memang kuda liar. Begitu
merasa punggungnya diduduki orang, ia lalu meringkik
keras dan melompat ke atas, berdiri pada dua kaki
belakangnya dan menggoyang goyangkan tubuh, bahkan
berusaha untuk menggigit orang di punggungnya itu dengan
buas sekali.
“Celaka,” pikir Pun Hui sambil memandang dengan
penuh kekhawatiran.
“Celaka,” pikir Siauw Yang, “kalau kuda yang satunya
lagi seliar ini, tentu Pun Hui akan dilemparkan jatuh dalam
waktu pendek.”
Setelah berpikir demikian, gadis ini menggunakan ilmu
dan tenaganya, menepuk nepuk punggung kuda yang
ditungganginya itu, akan tetapi diam diam ia menggunakan
jarinya untuk menotok urat punggung kuda. Siauw Yang
yang semenjak kecil suka sekali menunggang kuda telah
diberi pelajaran khusus oleh ayahnya bagaimana caranya
menjinakkan kuda yang amat liar, yakni dengan jalan
menggunakan ilmu tiam hwat yang istimewa.
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
Seketika itu juga kuda yang ditungganginya itu menjadi
jinak. Tidak meringkik ringkik lagi, dan tidak berloncat
loncatan lagi. Hal ini sebetulnya tidak aneh, karena dengan
urat punggung setengah lumpuh, bagaimana kuda itu bisa
menjadi liar?
Siauw Yang melompat turun lagi dan sambil tersenyum
manis sekali ia berkata kepada Pun Hui,”Suheng, kuda ini
terlalu liar dan buas untukku, harap suheng suka naik kuda
ini saja, biar aku memilih yang satunya itu, tentu tidak
seliar ini.”
Pun Hui memang seorang pemuda berwatak tabah dan
berhati besar. Biarpun ia tidak mengerti akan maksud Siauw
Yang dan juga biarpun ia tadi merasa ngeri melihat
kebuasan dan keliaran kuda yang ditunggangi Siauw Yang
itu namun kini melihat Siauw Yaug melompat turun dan
memilih kuda yang satunya lagi, ia mengangguk.
“Baiklah, sumoi. Kau berhati hatilah naik kuda ke dua
itu, karena kulihat dia juga seperti kuda setan hitam.”
Memang kuda yang ke dua itu adalah seekor kuda hitam
yang kelihatannya bahkan lebih baik daripada kuda
pertama yang tadi dinaiki oleh Siauw Yang dan yang
bulunya berwarna kelabu.
“Kau naiklah dulu, suheng!” kata Siauw Yang dengan
nada suara seakan akan menghormat kepada seorang
saudara seperguruan yang lebih tua. Padahal maksud dara
ini hanya untuk menjaga dan melihat Pun Hui
menunggangi kuda liar itu dengan selamat.
Dengan tabah dan hati hati. Pun Hui lalu naik ke atas
kuda yang telah dibikin tidak berdaya oleh Siauw Yang,
diikuti oleh pandang mata dua orang pesuruh itu. Mereka
ini ingin sekali melihat sampai di mana kelihaian pemuda
ini naik kuda. Tadi mereka telah melihat betapa lincah
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
gerakan Siauw Yang ketika melompat ke atas kuda dan
betapa kuat gadis itu mempertahankan diri ketika kuda liar
itu mengamuk dan mereka menjadi amat kagum. Sekarang
pemuda yang dipanggil “suheng” oleh gadis itu, sudah
dapat diduga tentu memiliki kepandaian yang lebih tinggi
lagi.
Akan tetapi, kedua orang pesuruh itu menjadi amat
heran dan juga geli hati, karena pemuda yang tampan dan
halus itu menaiki kuda dengan cara seperti seorang yang
tidak memiliki kepandaian apa apa. Bukan dengan gerakan
meloncat seperti yang dilakukan oleh gadis tadi atau oleh
semua ahli ahli silat tinggi, melainkan dengan jalan
menaruh kaki kiri pada injakan kaki kemudian naik dengan
gerakan biasa saja. Sungguh mengherankan, pikir mereka.
Mengapa suhengnya bahkan kelihatan begini lemah?
Apakah orang selemah ini akan mampu mempertahankan
diri di atas punggung kuda yang liar itu?
Namun begitu Pan Hui sudah duduk di atas punggung
kuda, dua orang pesuruh itu menjadi bengong terlongong
saking heran dan takjubnya. Kalau kuda kelabu ini tadi
mengamuk hebat begitu merasa punggungnya dinaiki oleh
Siauw Yang, kini sampai Pun Hui menduduki
punggungnya, kuda ini tidak bergerak sedikitpun juga,
bahkan meringkik pun tidak, hanya menggerak gerakkan
kaki depannya seperti kuda yang sudah terlatih baik dan
jinak sekali, sabar dan tidak ingin segera berlari. Hal ini
sebetulnya adalah karena pengaruh totokan dan tepukan
tangan Siauw Yang tadi, akan tetapi kedua orang itu tidak
mengerti dan sambil memandang terheran heran mereka
mengira bahwa pemuda sasterawan itu tentu memiliki
kepandaian yang tak terukur tingginya sehingga dengan
“kepandaiannya” itu ia dapat membuat kuda liar menjadi
jinak dan tak mampu memberontak!
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
Sebaliknya, dasar hatinya tabah, semenjak tadipun Pun
Hui nampak tenang tenang saja. Apalagi setelah sekarang ia
melihat kuda yang tadi nampak liar itu begini jinak, maka ia
menjadi amat lega dan berkata kepada Siauw Yang,
“Sumoi, kuda ini begini jinak dan penurut, mengapa kau
bilang liar?”
Siauw Yang tersenyum, lebih manis dari tadi karena
hatinya juga lega sekali.
“Suheng, bagiku dia liar akan tetapi terhadapmu,
bagaimana ia bisa berdaya??” Kata kata ini dikeluarkan
dengan sengaja oleh Siauw Yang untuk “membanggakan”
kepandaian suhengnya kepada dua orang pesuruh itu.
Entah mengapa, dara ini ingin sekali melihat Pun Hui
dikagumi orang dan ia ikut bangga!
Memang tak salah dugaannya, kata katanya ini membuat
dua orang pesuruh itu menjadi makin kagum dan terheran
heran sampai sampai pesuruh yang wanita berkata,
“Hebat sekali, belum pernah aku menyaksikan orang
dapat menundukkan kuda liar ini sedemikian rupa. Benar
benar membuat aku merasa takluk!”
Siauw Yang lalu melompat naik ke atas punggung kuda
hitam dan seperti tadi, kuda inipun meringkik ringkik dan
meronta ronta, namun begitu Siauw Yang menepuk nepuk
pundaknya, kuda inipun lalu diam dan menjadi tenang
seperti kuda jinak.
“Mari kita berangkat,” kata Siauw Yang kepada dua
orang utusan itu, “akan tetapi, pemandangan di daerah ini
bagus sekali dan kami mau menikmatinya. Maka tak perlu
tergesa gesa.”
“Baiklah, nona,” kata utusan yang laki laki, sama sekali
tidak menduga bahwa gadis ini sengaja menjaga agar
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
supaya perjalanan tidak dilakukan cepat sekali karena ia
teringat akan keadaan Pun Hui yang boleh dibilang belum
begitu mahir untuk berpacu kuda. Dua orang petugas yang
menjemput mereka ini setelah menyaksikan kelihain Siauw
Yang dan terutama sekali Pun Hui yang pendiam dan bagi
mereka seperti seorang pemuda yang “berpura pura” bodoh
itu, menjadi tunduk dan mati kutunya, tidak bersikap keras
dan sombong seperti tadi.
Tak lama kemudian, sampailah mereka di kota Ceng te
dan dua orang utusan itu langsung membawa mereka pada
sebuah bangunan yang amat besar dan mewah. Pada pintu
gerbang kelompok bangunan yang terdiri dan beberapa
buah rumah besar ini, kedua orang utusan itu melompat
turun dan minta kepada dua orang muda itu untuk turun
pula.
Siauw Yang dan Pun Hui juga melompat turun dan
empat ekor kuda yang tadi mereka tunggangi, diurus oleh
para penjaga pintu. Siauw Yang melihat betapa para
penjaga itu berlaku amat hormat kepada dua orang utusan
itu, dan tahulah ia bahwa dua orang utusan itu mempunyai
kedudukan yang paling penting juga agaknya di antara para
kaki tangan Pangeran Ciong Pak Sui.
Di depan pintu gerbang di ruang depan, juga kelihatan
serombongan penjaga berdiri dengan golok telanjang di
tangan, nampaknya angker sekali seperti para penjaga di
depan benteng saja.
“Siauw ong ya menanti di lian bu thia (ruang main silat),
harap langsung datang ke sana,” kata seorang di antara para
penjaga kepada utusan itu.
Utusan wanita tadi mengangguk, lalu berkata kepada
Siauw Yang
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
“Siauw ong ya telah menaati di lian bu thia, mari kita
langsung menghadap ke sana.”
Siauw Yang merasa mendongkol melihat segala aturan
ini, maka ia berkata lantang,
“Siapa mau menghadap dia? Aku datang untuk
mengambil kembali kudaku Ang ho ma, hayo bawa kami ke
kandang kuda agar aku dapat mengambil kuda itu!”
Dua orang utusan itu terkejut, akan tetapi Pun Hui
segera berkata,
“Sumoi, harap kau bersabar. Biarlah kita bertemu
dengan pangeran itu dan mendengar apa yang ia kehendaki.
Kurasa dia tidak begitu kukuh mempertahankan kuda orang
lain, kalau betul kuda itu berada di sini.”
Siauw Yang dengan penasaran dan tidak puas
memandang kepada Pun Hui, akan tetapi melihat sinar
mata pemuda itu begitu halus dan tulus kepadanya, disertai
senyum yang sabar dan tenang tiba tiba ia merasa kalah dan
insyaf bahwa sikapnya tadi tidak benar. Kalau masih ada
jalan lunak jangan sekali kali mempergunakan kekerasan,
pesan ayahnya dahulu berkali kali. Dan sifat pemuda ini
cocok sekali dengan semua nasehat ayahnya. Entah
mengapa menghadapi pemuda ini, Siauw Yang yang tahu
bahwa dia memiliki kepandaian silat yang kalau
dibandingkan dengan pemuda lemah ini sudah amat tinggi,
namun selalu kekerasan hatinya mencair dan ia sama sekali
tidak bisa menganggap bahwa pemuda ini kalah berkuasa
atau kalah kuat olehnya. Bahkan ia mendapatkan sesuatu
yang amat kuat dan berpengaruh dalam sikap yang luaak
dan tenang dari Pun Hui.
“Baiklah, baiklah,” katanya.”Asal saja orang tidak
berlaku curang kepada kita.”
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
Maka pergilah kedua orang muda ini, mengikuti dua
orang utusan yang membawanya melalui beberapa ruang
yang besar dan indah sekali. Siauw Yang dan Pun Hui
sampai kelihatan seperti seorang gunung baru masuki kota
besar. Tiada hentinya mereka mengagumi semua perabot
perabot yang berada di setiap ruangan, dan mereka
memandang ke kanan kiri dengan bengong. Rumah tempat
tinggal Siauw Yang juga bukan kecil dan ayahnya juga
mempunyai banyak perabot perabot rumah yang cukup
baik, akan tetapi kalau dibandingkan dengan keadaan di
gedung ini, rumah ayahnya itu kelihatan seperti rumah
miskin keadaannya. Akan tetapi, segera perhatian mereka
tertarik oleh suara orang orang bercakap cakap diselingi
gelak tertawa yang terdengar dari balik sebuah pintu
gerbang yang tertulis dengan huruf huruf emas. LIAN BU
THIA. Dua orang utusan itu berhenti di depan pintu ini dan
berkata,
“Harap ji wi (tuan berdua) suka menunggu sebentar,
kami hendak melaporkan kedatangan ji wi lebih dulu.”
Mendengar kata kata ini, kembali sepasang alis yang kecil
panjang di wajah Siauw Yang berkerut, ia makin gemas
melihat segala aturan ini, seakan akan orang menghadap
kaisar saja. Akan tetapi kembali Pun Hui berkata,
“Baiklah, kami akan menanti di sini.”
Pintu dibuka dan dua orang itu masuk. Dalam sekejap
ketika daun pintu terbuka tadi, Siauw Yang dapat melihat
sedikitnya tujuh orang duduk di dalam ruang main silat
yang amat lebar di balik pintu itu. Akan tetapi daun pintu
segera ditutup kembali dan terpaksa menanti di luar
bersama Pun Hui. Gadis ini memadi amat tidak sabar dan
ia kelihatan murung.
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
Pun Hui yang lebih tenang, sekelebatan saja tahu akan isi
hati gadis perkasa ini, maka ia berusaha untuk
menghiburnya.
“Sumoi, kaulihat, bukankah lukisan ini indah sekali?”
katanya sambil menudingkan telunjuknya ke arah sebuah di
antara banyak lukisan yang tergantung di dinding tempat
menunggu itu.
Siauw Yang menengok dan ia melihat sebuah lukisan
yang memang indah sekali. Dalam Lukisan itu nampak
seorang kakek yang sedang duduk seorang diri sambil
minum arak dan cawan arak di tangan kanannya, ia
memandang ke arah bulan yang bercahaya teduh di antara
awan. Tumbuh tumbuhan di sekitarnya yang dilukis dengan
tipis dan hampir tidak kelihatan. Namun bayangan hitam
dari kakek itu kelihatan nyata sekali berada di belakangnya.
Inti daripada lukisan itu, yang amat ditonjolkan, hanyalah
si kakek itu sendiri, cawan arak, bulan dan bayangan kakek.
Siauw Yang mengerti tentang keindahan lukisan dan ia
dapat membaca arti sebuah lukisan, karena ayah ibunya
juga penggemar lukisan lukisan. Di rumahnya banyak
tergantung lukisan lukisan kenamaan dan sering kali ia
diberi petunjuk oleh ayah bundanya tentang arti sebuah
lukisan. Maka Siauw Yang dapat menduga perasaan
seorang pelukis dalam lukisannya. Karena biasanya,
perasaan dari pada pelukis dicurahkan ke dalam hasil
karyanya.
Akan tetapi, menghadapi lukisan ini, Siauw Yang kurang
mengerti. Ia tahu bahwa pelukisnya sengaja menonjolkan
tri tunggal, yakni bulan, kakek dan bayangan. Akan tetapi
apakah maksud pelukis dengan penonjolan ini?
“Suheng, lukisan ini memang indah, akan tetapi apakah
maksudnya? Mengapa penonjolan bulan, kakek dan
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
bayangan seakan akan berlomba, memperkuat keadaan
masing masing, dan akhirnya toh cawan arak itu yang
paling menonjol, sungguhpun seakan akan hendak
dikesampingkan oleh yang tiga ini?”
Pun Hui menoleh dan memindang kepada nona itu.
Pandang matanya penuh kekaguman dan kasih sayang.
Dua pasang mata bertemu dan melihat sinar kagum dalam
mata pemuda itu, tiba tiba Siauw Yang merasa wajahnya
panas dan tanpa ia ketahui, mukanya telah menjadi merah.
“Eh, kau tidak menjawab pertanyaanku malah
memandang seakan akan aku ini setan saja,” Siauw Yang
berkelakar melenyapkan perasaan jengah pada hatinya.
“Apakah kau tidak mengerti artinya pula?”
Pun Hui sadar dan juga mukanya terjalar warna merah.
“Sumoi, kau benar benar hebat. Tidak saja ilmu silatmu
lihai, tetapi juga kau pandai sekali membaca lukisan ini.
Dan kau akan mengerti artinya. Ketahuilah, bahwa
pelukisnya melukiskan isi daripada sajak yang ditulis oleh
pujangga Li Po.”
“Bagaimana bunyi sajak itu, suheng?” tanya Siauw Yang
gembira tidak saja karena ia ingin mendengar bunyi sajak
yang dilukis oleh pelukis secara indah ini, akan tetapi
terutama sekali gembira karena kagum bahwa pemuda ini
agaknya mengerti akan segala hal.
“Sajak itu kalau tidak salah demikian bunyinya,” kata
Pan Hui sambil meramkara kedua matanya dan mengingat
ingat akan bunyi sajak kuno tulisan pujangga Li Po itu.
Di antara bunga minum arak tanpak kawan
Ku angkat cawan arak menghadap bulan
“Bulan ciptakantah bayangan
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
Agar kita menjadi tiga sekawan!”
Sayang, bulan tak dapat minum arak
Dan bayangan hanya kosong bergerak gerak
Namun, aku mempunyai kedua kawan ini
Untuk menemaniku menikmati musim semi.
Aku benyanyi, bulan berlenggang di antara mega
Aku menari bayangan berlenggang jenaka.
Kemudian aku mabok dan kamipun berpisah!
Ah, dapatkah kemauan baik bertahan selalu?
Aku memandang seribu bintang yang tetap
membisu.
“Bagus sekali!” Siauw Yang memuji kagum. “Suheng,
setelah mendengar sajak itu, lukisan ini nampak makin
indah. Sekarang kelihatan olehku mengapa cawan arak itu
akhirnya mengusai keadaan, mengapa persatuan bulankakek-
bayangan itu kalah olehnya. Sekarang tampak
olehku. Lihat, bukankah titik yang merupakan bintang di
angkasa itu seakan akan tersenyum dan mentertawakan
ketololan si pemabok yang ditimbulkan oleh
kesunyiannya?”
Jilid XXII
“MEMANG sumoi. Dan yang paling membikin aku
kagum sekali adalah ketajaman perasaanmu, yang dapat
mengupas lukisan itu demikian jelasnya. Kau berbakat seni,
sumoi.”
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
Siauw Yang tertawa, “Ayahku pernah berkata, bahwa
hidup ialah seni abadi. Perwujudan manusia inilah seni
yang paling agung. Bentuk bentuk bunga, daun, batu, mega
dan lain lain itulah seni terindah yang tiada taranya. Seni
buatan manusia hanyalah, jiplakan belaka!”
Pun Hui memandang kepada gadis itu dengan mata
terbelalak.
“Sumoi, kau merendahkan kaumseniman!”
Siauw Yang tersenyum geli. “Eh, eh, suheng jangan
lantas ngamuk! Aku hanya mengulangi ucapan ayah saja.”
“Kalau demikian anggapan ayahmu, tentu kau telah
mendengar pula mengapa ayahmu berpendapat seperti itu.”
“Memang, akupun sudah bertanya penjelasannya dan ia
telah pula menjelaskannya.”
“Bagaimana penjelasannya?”
“Nanti dulu, kau harus berjanji jangan marah marah
seperti itu, karena aku hanya seorang bodoh dan yang akan
kusampaikan ini hanya pandangan ayah. Pula, kau tidak
boleh marah kepada ayahku, karena di dunia ini tidak ada
orang yang lebih baik, lebih sempurna, dan lebih pandai
melebihi ayahku, yakni menurut pendapaku.”
Pun Hui tersenyum kembali dan mengangguk angguk.
“Memang seharusnya demikianlah pikiran seorang anak
yang berbakti. Baiklah, sumoi. aku akan mendengarkan
penjelasanmu dengan tenang. Nah, katakan mengapa
ayahmu menganggap bahwa seni buatan manusia itu hanya
jiplakan belaka?”
“Misalnya lukisan ini. Memang indah sekali lukisan ini,
bukan? Dan tanpa ragu ragu aku sendiri berani menyatakan
bahwa lukisan ini adalah hasil seni manusia yang amat
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
indah dan baik. Akan tetapi, lukisan ini takkan jadi apabila
pujangga Li Po tidak menciptakan sajaknya MINUM
ARAK BERSAMA BULAN DAN BAYANGAN yang kau
bacakan tadi. Si pelukis ini bukan menciptakan lukisan atas
hasil ciptanya sendiri, melainkan ia menjiplak dan isi sajak
pujangga Li Po, Bukankah ini termasuk jiplakan?”
“Hm, aku mengerti maksudmu. Akan tetapi, bukankah
ciptaan Li Po yang merupakan sajak indah itu tidak
menjiplak dari siapapun juga?” bantah Pun Hui.
“Bukan demikian anggapan ayah. Betapapun indahnya
sajak itu, tetap saja ia jiplakan. Keindahannya hanya
sebagai cukilan tak berarti daripada keindahan keadaan
yang sudah ada, daripada keindahan bulan, kakek, dan
bayangan yang sudah ada dan sudah memiliki keindahan
sepenuhnya! Coba kaukatakan, kalau tidak ada bulan, tidak
ada bayangan dan tidak ada kakek itu mungkinkah Li Po
menciptakan sajak tadi? Bukankah ia hanya meminjam saja
daripada keindahan alam dan isinya yang sudah ada? Nah,
itulah maka ayah berani mengatakan bahwa segala hasil
seni manusia hanya jiplakan belaka daripada seni alam
yang diciptakan tanpa contoh dan tanpa meniru oleh Thian
Yang Kuasa!”
Pun Hui tertegun. Di dalam semua kitab yang pernah
dibacanya, ia belum pernah mendengar tentang filsafat
seperti ini. Sampai lama ia termenung lalu menghela napas
dan berkata,
“Sumoi, ayahmu itu orang luar biasa. Aku ingin sekali
bertemu dengan dia!”
Siauw Yang tertawa girang, akan tetapi ketika ia
menoleh ke kiri dan membaca tulisan sajak yang tergantung
di itu, ditulis dengan tulisan yang bergaya indah tiba tiba
wajahnya menjadi muram.
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
Pun Hui menjadi heran dan cepat membaca sajak itu
dengan suara lantang.
Disaksikan barisan gunung biru di utara kota,
Dan di timur nampak memutih air samudera.
Di sini kau harus tinggalkan aku dan
mengalir pergi
Seperti tangkai bunga hanyut di air sungai.
Akan kukenang kau seperti awan
berarak di angkasa
Yang harus berpisah dengan matahari
di barat sana.
Tangan melambai selamat berpisah….
Kudaku meringkik ringkik, merintih sudah…..
Sehabis membaca ini, tiba tiba Pun Hui meraja seakan
akan kerongkongannya tersumbat. Teringatlah ia
bahwasanya iapun akan mengalami perpisahan
menyedihkan ini. Akan tiba saatnya bahwa iapun harus
melepas Siauw Yang pergi meninggalkannya! Dengan
perlahan ia menengok dan alangkah terharunya ketika ia
melihat betapa sepasang mata gadis itu menjadi merah,
kemudian tiba tiba gadis itu membalikkan tubuh
membelakanginya, ia dapat menduga bahwa Siauw Yang
melakukan hal ini untuk menyembunyikan dua butir air
mata yang melompat keluar dari pelupuk matanya.
“Pujangga Li Po memang seorang perengek!” tiba tiba
Pun Hui berkata keras dengan maksud menghibur hati
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
siauw Yang. “Di dalam sajak sajaknya selalu terbayang
kelemahan hatinya, selalu ia merengek dan mengeluh. Apa
gunanya semua keluh kesah itu? Tidak ada persatuan yang
tak pernah berakhir, seperti juga tidak ada perceraian yang
kekal. Ah, jemu aku kepada si perengek itu!”
Pada saat itu, keadaan yang amat berkesan di dalam hati
mereda itu lenyap oleh terbukanya pintu. Baru mereka ingat
bahwa semenjak tadi mereka sedang menunggu di luar
pintu dan baru teringat oleh mereka bahwa kedua orang
pesuruh tadi telah masuk lama sekali. Tentu saja Siauw
Yang tidak tahu bahwa dua orang pesuruh tadi mence
ritakan keadaan mereka, juga kelihaian gadis itu dan
terutama sekali kelihaian pemuda yang dianggap luar biasa,
kepada Siauwong ya Ciong Pak Sui.
“Selamat datang di rumahku yang buruk. Sungguh
menggembirakan sekali bahwa ji wi suka datang memenuhi
undanganku untuk bermain catur. Aku mendengar bahwa ji
wi asyik sekali bermain di rumah penginapan, maka aku
sengaja mengundang kepada ji wi untuk datang main main
di sini dan bermain catur yang juga menjadi
kegembiraanku,” kata seorang laki laki yang membuka
pintu dan yang menjura kepada mereka.
Siauw Yang dan Pun Hui memandang tajam. Orang laki
laki ini berusia kurang lebih empatpuluh tahun, berwajah
gagah dengan cambang melintang dan bertubuh kekar.
Pakaiannya amat mewah, dengan baju sulam benang emas.
Mulutnya selalu tersenyum mengejek dan yang membuat
senyum itu lebih kuat adalah lekuk di tengah tengah
dagunya. Ia melayangkan pandang matanya kepada Siauw
Yang, dengan kagum sekali.
Siauw Yang meniru Pun Hui yang membalas
penghormatan tadi, kemudian gadis ini mendahului Pun
Hui dengan ucapan yang terdengar halus penuh sindiran.
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
“Memang, kami berdua sedang bermain catur dengan
asyik dan sepanjang pengetahuan kami, permainan catur
kami tidak mengusik seorangpun. Akan tetapi sayang,
permainan itu terganggu oleh datangnya pencuri jahanam
yang membawa lari kudaku Ang ho ma, bahkan ia telah
membawa lari pula tiga biji catur sehingga kami tidak dapat
melanjutkan permainan catur kami.”
Mendengar ucapan ini, pangeran muda itu tertawa
gembira dan berkata,
“Ha, ha, ha, kau jenaka sekali, nona. Mari, mari,
silahkan masuk di ruang ini dan kita dapat bicara dengan
enak.” Ia membuka pintu itu lebar lebar dan mempersilakan
dua orang muda itu masuk.
Dengan tenang dan tabah, Pun Hui dan Siauw Yang
memasuki ruang lian bu thia itu. Enam orang laki laki lain
yang rata rata memiliki sifat gagah, berdiri dari tempat
duduk mereka dan memberi hormat yang dibalas dengan
sederhana oleh Siauw Yang dan dengan hormat oleh Pun
Hui. Kemudian dua orang muda ini menduduki bangku
yang disediakan oleh tuan rumah, duduk mereka
menghadapi tujuh orang itu.
Di atas meja yang berada di depan dua orang muda ini,
benar saja sudah tersedia papan catur yang lebar dan indah,
terbuat daripada kain sutera putih yang diberi gambar kotak
kotak untuk bermain catur. Di dekat papan catur ini
terdapat sebuah peti kecil terbuat daripada emas, sudah
terbuka tutupnya dan nampak biji biji catur yang mengkilat
dan indah sekali, terbuat daripada gading! Inilah
seperangkat alat catur yang amat indah dan luar biasa
harganya. Sebagai seorang ahli catur, tentu saja Pun Hui
merasa suka sekali dan tak terasa pula tangannya
menyentuh papan dan biji biji catur sambil memuji,
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
“Benar benar indah sekali!”
Pangeran muda Ciong Pak Sui tertawa, lain ia cepat
cepat berkata,
“Hanya seorang ahli catur yang pandai saja yang dapat
menghargai barang barang ini. Saudara muda, mari kita
bertanding catur. Memang aku mengundang kalian ini
untuk diajak bertanding catur!”
“Apa taruhannya?” Siauw Yang bertanya dengan suara
tegas “Apakah kudaku sendiri yang tercuri akan
dipertaruhkan oleh orang lain?”
“Sabar, nona,” Ciong siauw ong berkata sambi
menggerakkan tangannya, “Kudamu terpelihara baik baik
dan kami hanya ingin membuktikan apakah benar benar
kuda itu tak terkalahkan. Tak tahunya, hanya kuda biasa
saja, siapa yang mau mencurinya? Baiklah sekarang kita
bertaruh. Kalau aku kalah bermain catur dengan suhengmu
ini, aku hendak memberikan seperangkat alat catur ini,
sebaliknya kalau dia kalah, kau harus tinggalkan kuda
merah mu di sini.”
Siauw Yang berdiri dengan marah. Ia menggebrak meja
dan terdengar suara keras. Biarpun papan meja yang amat
tebal itu tidak tergetar sama sekali, namun ketika ia
mengangkat kedua tangannya dari atas meja, nampak dua
lubang bekas tangannya tadi. Ternyata bahwa meja itu di
bagian yang terpukul telapak tangannya, telah berlubang!
“Enak saja orang bicara! Mana ada orang orang gagah
bertaruh dalam bermain catur? Memalukan! Pertaruhan
boleh tetap menggunakan alat catur dan kudaku, karena
suhengku agaknya suka melihat alat catur ini. Akan tetapi
bukan dengan bermain catur, melainkan dengan mengukur
kepandaian silat!”
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
Mendengar ucapan ini dan melihat sikap Siauw Yang,
enam orang kawan pangeran itu bangkit berdiri dan seorang
di antaranya berseru,
“Bagus! Nona muda hendak mengagulkan kepandaian
disini!”Akan terapi, pangeran itu tertawa dan dengan isarat
tangannya, ia menyuruh enam orang kaki tangannya itu
duduk kembali. Lalu ia tertawa tawa mengadapi Siauw
Yang sambil berkata,
“Bun (setera) dan bu (ilmu silat) tak boleh dipisah
pisahkan, suhengmu ini memberi contoh yang baik sekali
nona. Lihat saja, sungguhpun ia lihai, pakaiannya seperti
sasterawan dan ia suka bermain catur. Sungguh cocok
dengan aku sendiri! Tentu saja, dalam penemuan yang
menggembirakan ini, harus tedengar suara pedang beradu
dan bunga api berpijar. Marilah kita atur seadil adilnya.
Suhengmu ini suka bermain catur dan kau agaknya lebih
suka bermain silat. Maka biarlah pertandingan dilakukan
dua babak, sebabak permainan catur dan sebabak lagi
pertandingan silat. Untuk permainan catur suheng itu yang
maju dan untuk pertandingan silat, kau yang maju. Dalam
pertandingan catur, kau tidak boleh membantu suhengmu,
sebaliknya dalam pertandingan silat, suhengmu tak boleh
membantu. Bagaimana, apakah kau setuju, nona?”
Siauw Yang tersenyum, ia dapat melihat isi hati tuan
rumah ini yang hendak berlaku cerdik, ia tahu bahwa
mungkin sekali tuan rumah ini menganggap bahwa
kepandaian silat Pun Hui tentu lebih lihai dari padanya. Hal
ini memang sudah semestinya, karena tentu saja
kepandaian seorang suheng tentu lebih lihai daripada
kepandaian seorang sumoi. Oleh karena itu, pangeran
muda itu hendak berlaku cerdik, yakni mengajak Pun Hui
bermain catur dan mengajak dia bertanding silat.
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
“Baiklah,” kata Siauw Yang cepat cepat ketika melihat
wajah Pun Hui nampak khawatir ketika mendengar ia
ditantang silat. “Akan tetapi, bagaimana kalau terjadi seri?
Kepandaian catur suhengku amat tinggi, aku tidak khawatir
dia akan kalah, akan tetapi ilmu silatku masih rendah
sekali. Bagaimana kalau dalam pertandingan catur suheng
menang dan dalam pertandingan silat aku kalah?”
Ciong Pak Sui tertawa lagi. “Ha, ha, ha, nona, kau benar
benar berpandangan luas dan jauh. Memang betul sekali
apa yang kaukatakan tadi. Ada kemungkinan kita berhasil
seri dalam dua pertandingan. Oleh karena itu, baik diatur
begini saja. Kalau ternyata berhasil seri yakni satu kali kalah
satu kali menang, maka diadakan pertandingan ke tiga
untuk menentukan hasilnya, yakni adu balap.”
“Berpacu kuda maksudmu?” tanya Siauw Yang.
“Benar, berpacu kuda. Kau menaiki kuda merahmu dan
aku akan menaiki kudaku sendiri, bagaimana?”
“Baik, jadilah. Akan tetapi, oleh karena pertandingan
silat merupakan pertandingan yang paling menentukan,
kuminta supaya penandingan catur didahulukan, kemudian
pertandingan pacu kuda. Setelah terjadi seri, barulah
pertandingan silat yang akan menentukan menang
kalahnya.
Ucapan ini diterima salah oleh pangeran muda she
Ciong itu. Ia mengira bahwa gadis ini agak jerih kepadanya,
maka ia tertawa gembira dan menyatakan persetujuannya.
Padahal ucapan Siauw Yang tadi dilakukan dengan
pemikiran yang amat masak. Gadis ini memang cerdik
sekali, ia pikir bahwa permainan catur suhengnya itu
memang benar benar sudah amat lihai dan ketika memberi
pelajaran catur kepadanya, pemuda ini dapat menjelaskan
seluruh gaya permainan berikut tehnik dan taktiknya secara
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
terperinci. Pengetahuannya dalam permainan ini amat
mendalam dan luas. Oleh karena itu, banyak harapan
pertandingan akan dimenangkan oleh Pun Hui. Adapun
tentang pertandingan kedua, yakni berpacu kuda, ia percaya
penuh akan kecepatan Ang ho ma.Menurut ayah nya, kuda
putih milik ayahnya sudah merupakan seekor kuda yang
jarang tandingannya, akan tetapi setelah ia mendapatkan
Ang ho ma ia mendapat kenyataan bahwa kecepatan Ang
ho ma agaknya masih melebihi Pek hong ma, milik
ayahnya. Maka kalau dia yang menunggang Ang ho ma,
agaknya ia takkan mungkin dikalahkan oleh pangeran itu.
Hal ini bukan karena ia meragukan kemenangannya dalam
pertandingan pibu (adu kepandaian silat). Akan tetapi ia
hanya seorang diri, Pun Hui tak dapat diandalkan sama
sekali dalam pertandingan silat. Kalau dalam pertandingan
ke dua itu ia menang, setidaknya lawan sudah dapat
mengukur sampai di mana batas kepandaiannya dan tentu
akan mengatur siasat yang curang. Sebaliknya, kalau
pertandingan pibu dilakukan terakhir, ia akan mengerahkan
seluruh kepandaian dan akan menawan pangeran itu,
sehingga ia dapat memaksanya menyerahkan kuda dan
memberi jalan keluar untuk dia dan suhengnya.
Pertandingan pertama sudah disiapkan. Meja untuk
bermain catur dipasang di tengah ruangan itu, dan meja ini
spesial untuk bermain catur, yakni agak rendah ukurannya.
Dua buah bangku yang memakai kasur rumput di atasnya,
dipasang berhadapan di belakang meja itu. Papan catur
sudah dipasang di atas meja dan peti terisi biji biji catur pun
sudah disediakan.
“Silahkan, saudara muda, mari kita mulai pertandingan
catur!” kata pangeran itu sambil memberi tanda kepada Pun
Hui untuk menduduki bangku sebelah selatan. Sebelum
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
penandingan dimulai, sudah selayaknya kalau aku
mengetahui lebih dulu nama lawanku!”
“Siauwte bernama Liem Pun Hui, dan nama siauw ong
ya sudah siauwte ketahui, yakni Ciong Pak Sui siauw ong.
Betul atau tidaknya, masih mengharapkan penjelasan.”
jawab Pun Hui dengan sikapnya yang hormat sebagai
seorang sasterawan terpelajar.
Ciong Pak Sui tertawa. “Benar benar hebat seekor
harimau berkulit domba. Siapa tahu kalau di balik sikap
dan tutur sapamu yang ramah dan sopan santun itu
bersembunyi kelihaian silat yang luar biasa? Ha, ha, Liem
siucai, dugaan mu itu benar. Aku adalah Pangeran Ciong
Pak Sui.”
Sebelum pertandingan dimulai, pangeran ini menerima
sebatang huncwe panjang dari seorang wanita, lalu ia
mengisi tembakau pada huncwe itu dan menyalakannya.
Asap hitam mengebul keluar dari huncwe itu dan baunya
bukan main kerasnya. Melihat betapa pangeran itu tidak
mengisap asap itu ke dalam dada, hanya dari mulut, Siauw
Yang menjadi terkejut sekali. Ia adalah puteri seorang tokoh
kang ouw dan telah banyak mendengar dari ayahnya betapa
lihai dan jahat serta curangnya orang orang di dunia kang
ouw, maka melihat hal ini ia sudah mendapat dugaan
bahwa dengan asap tembakau yang keras itu, pangeran itu
hendak membikin Pun Hui terpengaruh oleh asap itu dua
menjadi pening kerena baunya. Dan dengan demikian,
tentu pemuda itu akan menjadi kacau pikirannya, dan tak
dapat bermain dengan baik.
Setelah berpikir sebentar, Siauw Yang lalu mengeluarkan
saputangannya yang disimpan di balik baju di bagian dada,
yaitu sehelai saputangan hijau dari sutera. Dengan cepat ia
mencabut saputangan itu dan menyerahkannya kepada Pon
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
Hui sambil berkata, “Suheng, pakailah saputangan ini
untuk menghapus peluh nanti.”
Merah sekali wajah Pun Hui ketika ia menerima
saputangan itu. Ia melihat sendiri betapa saputangan itu
dikeluarkan dari balik pakaian di bagian dada, dan kini
diberikan kepadanya di depan banyak orang.
Pada saat itu, Ciong Pak Sui mengebulkan asap
tembakaunya ke depan dan tentu saja ada sebagian asap
yang mengenai hidung Pun Hui. Hampir saja pemuda ini
terbangkis bangkis ketika ia mencium bau tembakau yang
amat keras itu. Tanpa disadarinya ia lalu membekap
hidangnya dengan tangan yang memegang saputangan
hijau dan alangkah harumnya saputangan itu. Selain
harum, juga mengandung keharuman yang menghilangkan
bau tidak enak dan tembakau tadi. Pikirannya yang cerdik
bekerja cepat dan…. ia memandang kepada Siauw Yang
dengan mata penuh terima kasih dan pengertian, namun
hatinya agak kecewa! Ia berterima kasih karena sekarang ia
tahu akan maksud dara itu memberi saputangan itu
kepadanya, yakni untuk menolak hawa busuk dari
tembakau itu. Dan ia kecewa karena ternyatalah sekarang
olehnya bahwa pemberian saputangan itu bukan sekali kali
sebagai pernyataan suara hati seperti yang tadi disangkanya,
melainkan untuk menolongnya itulah! Jadi bukan sekali
kali untuk menghapus peluh, melainkan untuk ditutupkan
di depan hidung sehingga asap tembakau yang keras itu
takkan mengganggunya dalam permainan catur yang akan
dilangsungkan ini.
Pertandingan segera dimulai. Ciong Pak Sui yana
memandang rendah lawannya, mempersilakan Pun Hui
memilih biji putih dan menyuruhnya bermain lebih dulu.
Pun Hui mulai bermain dengan amat hati hati dan sekejap
kemudian perhatiannya dicurahkan seluruhnya pada biji biji
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
catur dan kotak kotak catur. Ia tahu bahwa pertandingan ini
amat penting, untuk mendapatkan kendali kuda Ang ho ma
yang amat disayang oleh Siauw Yang, sekali kali ia tidak
ingat lagi akan biji biji catur gading yang indah ini. Ia tidak
bermain untuk mencari kemenangan dan merebut
seperangkat alat catur, melainkan untuk mempertahankan
kuda Siauw Yang.
Ketika melihat cara Pun Hui mengajukan bji bij
caturnya, Ciong Pak Sui mulai terkejut sekali. Gerakan
gerakan itu bukanlah sembarangmu gerakan, melainkan
gerakan seorang ahli benar benar. Setiap langkah
diperhitungkannya baik baik, berisi tenaga serangan dahsyat
namun di situ bersembunyi pula daya tahan yang amat
kokoh kuat! Pangeran ini lalu melakukan serangan besar
besaran dalam bentuk serangan cara Mongol. Dan sayap
kanan kiri dan juga dari tengah, barisan caturnya
menyerang dengan bergelombang, mengancam pertahanan
Pun Hui dan selalu mengincar raja catur dari pemuda itu.
Sekali saja Pun Hui salah mengajukan biji catur, tentu
benteng pertahanannya akan bobol dan ia akan kalah!
Sementara itu, huncwe bertembakau hitam itu tiada
hentinya mengebulkan asap hitam dan makin banyak pula
sekarang asap hitam itu menyambar ke arah muka Pun Hui,
seakan akan asap hitam ini ikut pula bertanding dalam
gelanggang pertempuran di papan catur! Memang inilah
siasat eurang daripada pemain catur yang sudah kawakan.
Namun Siauw Yang selalu memandang penuh perhatian
dan dengan cemas. Setelah ia melihat betapa
saputangannya kini selalu dipergunakan untuk menutupi
hidung pemuda itu dan ternyata bahwa minyak wangi sari
kembang culan dan obat pemberian ayahnya penolak racun
yang sudah dipergunakan untuk merendam saputangan itu
ternyata dapat menolak serangan asap hitam, hatinya
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
menjadi lega dan ia terenyum senyum pula. Biarpun belum
lama ia belajar permainan catur, namun kini iapun asik
menonton.
Adapun Pun Hui selelah menghadapi serangan lawannya
yang ganas dan galak, segera dapat menyelami taktik
permainan lawan. Diam diam ia merasa girang karena di
dalam permainan catur, orang yang mainkan serangan
terlampau bernafsu, biasanya pertahanannya sendiri
menjadi lemah. Oleh karena ini, sambil mempertahankan
diri dan membuat benteng yang amat kokoh, diam diam
Pun Hui mengincar dan mencari cari lowongan yang
memungkinkan ia menyerobot dan menyerbu lawan dengan
gerakan mematikan.
Mulailah ia memancing mancing dan sedikit demi sedikit
mengurangi pertahanannya, membiarkan biji biji catur
lawan memasuki daerahnya dan meninggalkan daerah
sendiri sehingga sang kaisar catur tidak terlindung kuat.
Melihat betapa keadaan pemuda itu amat terdesak.
Siauw Yang mulai menjadi cemas sekali. Sebaliknya,
sambil tersenyum senyum Pangeran Ciong Pak Sui
mendesak makin bernafsu, ingin segera mengalahkan lawan
dan membuat kaisar catur putih tak berdaya.
Untuk menjaga rajanya, Pun Hui sengaja memasang
perdana menterinya di belakang kuda, sehingga merupakan
penahanan yang biarpun kuat namun kedudukannya buruk
sekali. Akan tetapi, sebetulnya ini merupakan pancingan
yang lihai. Ketika dengan amat bernafsu pangeran itu
menyerang raja dan tertawa tawa karena tidak lama lagi
lawannya pasti kalah, tiba tiba Pun Hui menggerakkan
kudanya ke belakang melindungi raja dan karenanya
perdana menterinya terbuka dan langsung merupakan
ancaman pada raja hitam yang terbuka kedudukannya.
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
Terkejutlah pangeran itu. Ia cepat menggerakkan biji
catur lainnya mundur untuk melindungi raja. Namun kini
giliran Pun Hui untuk menyerang. Pemuda ini
menggerakkan biji biji caturnya dengan tepat sekali dan
setiap gerakan merupakan ancaman maut bagi kaisar hitam.
Lima kali gerakan pula dan matilah raja hitam, tiada
jalan untuk lari lagi.
“Kau menang, Suheng,” kata Siauw Yang dengan
gembira sekali dan dara ini lalu berlompat lompat seperti
anak kecil dan memegang tangan Pun Hui, ditariknya
keluar dari bangkunya.
Bagi orang lain, juga bagi Pun Hui, sikap gadis ini amat
mengherankan. Akan tetapi sesungguhnya amat tepat
karena tanpa diketahui oleh Pun Hui namun sudah diduga
oleh Siauw Yang, ketika melihat kekalahannya, dengan
muka merah pangeran itu lalu mengirim tendangan dan
bawah meja, mengarah anggauta tubuh berbahaya dari
pemuda itu. Kalau saja pun Hui tidak ditarik oleh Siauw
Yang, tentu ia akan menjadi mayat terkena tendangan itu.
Andaikata ia memiliki kepandaian tinggi pun belum tentu ia
akan dapat mengelak dari serangan menggelap yang tiba
tiba ini, apalagi memang ia belum belajar ilmu silat sama
sekali.
Karena dara itu keburu membetot lengan Pun Hui, maka
Pangeran Ciong Pak Sui menarik kembali tendangannya
dan ia bangkit dengan muka merah.
“Hebat sekali kepandaianmu bermain catur,” katanya
sambil menjura kepada Pun Hui. “Aku terima kalah, Liem
siucai.”
“Hal itu hanya mungkin terjadi karena kau memang
sengaja berlaku murah hati dan mengalah. Siauw ong ya,”
kata Pun Hui merendah, akan tetapi ia merasa bangga
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
sekali kepada Siauw Yang, karena bukankah
kemenangannya ini berarti memungkinkan gadis itu
menerima kembali kudanya?
“Sekarang giliranku untuk mencoba kepandaianmu naik
kuda,” kata Siauw Yang kepada pangeran itu dengan sinar
mata mengejek.
“Baik, baik, nona. Jangan kau girang girang dulu, masih
ada satu pertandingan lagi. Akan tetapi aku sudah
mengetahui nama suhengmu, akan tetapi kau sendiri,
siapakah namamu, nona?”
“Namaku Siauw Yang. Sudahlah, soal nama tak perlu
diributkan benar. Lebih baik lekas kau keluarkan Ang ho
ma dan mari kita segera mulai pertandingan ini.”
Pangeran itu tertawa bergelak.
“Ha, ha, ha, jangan khawatir, nona. Kudamu telah
dipersiapkan di tegal sebelah barat kota. Marilah kita ke
sana dan segera kita mulai berlumba.”
Mendengar ini, hati Siauw Yang girang sekali. Tadinya
ia masih merasa khawatir karena kalau sampai terjadi
pertempuran yang ia duga pasti akan terjadi di dalam
bangunan ini, ia merasa kurang leluasa. Pangeran itu tentu
mempunyai banyak anak buah dan kalau sampai terjadi
pengeroyokan, di tempat tertutup itu ia akan merasa rugi,
apalagi kalau harus melindungi Pun Hui. Akan tetapi di
luar, di udara terbuka, ia akan merasa lebih leluasa. Karena
ini ia merasa lega, dan mengambil keputusan apabila ia
sampai kalah dalam pacuan kuda, ia akan mendesak
pangeran itu untuk melanjutkan pibu di tempat pacuan
kuda itu saja.
Ketika mereka tiba di lapangan rumput di sebelah barat
kota, tempat yang amat sunyi, benar saja di situ sudah
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
berkumpul sedikitnya duapuluh orung anak buah pangeran
itu dan dua ekor kuda sudah berada di tempat itu pula.
Enam orang kaki tangan pangeran itu memang semenjak
tadi mengikuti rombongan ini, seakan akan mereka ini tidak
mau terpisah dan Pangeran Ciong Pak Sui. Sebetulnya
enam orang ini adalah pengawal pribadi dari pangeran itu.
Melihat bahwa seekor di antara dua kuda itu adalah Ang
ho ma, Siauw Yang menjadi girang sekali dan ia berlari
cepat menghampiri kudanya, terus memeluk leher dan
menepuk nepuk punggung kuda itu. Memang benar kata
kata pangeran tadi, Ang ho ma kelihatan terawat baik
bulunya bersih mengkilap dan agaknya ia sudah kenyang.
Hanya sedikit yang menarik perhatian Siauw Yang, yakni
kudanya ini kelihatan pendiam dan amat jinak, bahkan
matanya yang biasanya bersinar penuh perasaan, kini
nampak seperti mata yang muram.
Akan tetapi ia tidak diberi kesempatan untuk menyelidiki
keadaan kudanya lebih lama, karena Pangeran Ciong Pak
Sui telah melompat ke atas punggung kudanya, yakni
seekor kuda berwarna coklat yang tinggi besar dan
nampaknya kuat sekali. Kuda ini tingginya melebihi Ang ho
ma dan sekali pandang saja tahulah Siauw Yang bahwa
kuda itupun seekor kuda yang amat baik dan kuat. Namun
ia tidak gentar dan bahkan di dalam hatinya ia merasa
yakin bahwa kuda merahnya pasti akan menang dalam
pacuan ini.
“Mari kita mulai!” kata pangeran itu, “Kau lihat
lapangan rumput ini, nona? Nah, kita berpacu mengelilingi
lapangan rumput ini sejauh lima kali putaran. Kita mulai
dari sini dan berakhir di sini pula.”
Siauw Yang dengan tenang lalu melompat ke atas
punggung Ang ho ma. Gerakannya yang lincah dan riagan
sekali membuat kugum semua orang.
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
“Pangeran, bagaimana kita hendak berpacu? Dengan
cara bebas ataukah dengan syarat syarat tertentu?” tanya
Siauw Yang dengan suara tenang pula.
Mendengar ini Pangeran Ciong tertegun. Tak pernah
disangkanya, bahwa dara ini agaknya seorang ahli berpacu
kuda yang mengerti tentang peraturan berpacu pula. Akan
tetapi ia masih ragu ragu dan hendak mengukur sampai di
mana pengertian gadis itu, maka ia bertanya, pura pura
tidak mengerti.
“Nona, apakah yang kau maksudkan dengan acara
bebas?”
Siauw Yang tersenyun sindir. “Pangeran Ciong, benar
benarkah kau yang terkenal sebagai ahli kuda tidak
mengerti ini? Yang disebut berpacu dengan acara bebas,
orang yang berpacu boleh mempergunakan segala cara dan
daya untuk mencapai kemenangan, ia boleh menghadang
perjalanan kuda lawan, boleh memukul kuda, merampas
kendali bahkan boleh memukul lawan yang duduk di atas
kudanya. Apakah kau menghendaki acara ini? Ataukah kau
hendak memakai lain acara?”
Pangeran Gong merasa heran di dalam hatinya. Ah,
tidak tahunya gadis ini benar benar seorang ahli dalam
pacuan kuda. Akan tetapi di luarnya, ia tertawa.
“Ha, ha, ha, nona Siauw Yang, kaukira aku ini seorang
kasar yang biadab? Tidak, aku ingin berpacu mengadu
kecepatan kuda dan kesigapan penunggangnya. Tidak boleh
menyerang lawan, juga tidak boleh menggunakan akal
busuk lain.”
“Jadilah!” kata Siauw Yang. “Hayo beri tanda mulai!”
Seorang anak buah pangeran itu telah memegangi sehelai
bendera merah dan ia memang sudah siap semenjak tadi.
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
Setelah mendapat isyarat dari pangeran itu, ia mengebutkan
bendera merah itu dan pacuanpun dimulailah. Siauw Yang
memeluk leher kudanya dan menggentak dengan kakinya.
Ang ho ma melompat ke depan bagaikan terdorong oleh
tenaga yang besar sekali dan mulailah dua ekor kuda itu
berlari cepat sekali. Namun baru seputaran saja sudah dapat
dilihat bahwa Ang ho ma benar benar dapat berlari lebih
cepat daripada lawannya. Apalagi kalau Siauw Yang yang
menungangnya, gadis itu seakan akan tidak menginjak
tanah.
“Bagus!” teriak Pun Hui girang melihat nona itu telah
menang beberapa tombak jauhnya, baru dalam satu kali
putaran saja. “Ang ho ma, terbanglah! Terbanglah cepat!”
ia berteriak teriak seperti laku seorang pecandu pacuan kuda
yang menjagoi kudanya dalam taruhan uang besar.
Biarpun ia sudah mencambuki kudanya dan berusaha
sedapat mungkin untuk mengejar, namun Pangeran Ciong
harus mengakui keunggulan kuda merah itu, ia masih saja
kelihatan tertawa tawa, seakan akan tidak khawatir kalah
sama sekali.
Tiga putaran sudah dilalui dan selalu kuda Ang ho ma
mendahului lawannya, kini sampai setengah putaran
jauhnya. Dan kuda coklat masih terus mengejar cepat. Pada
putaran ke empat, tiba tiba Ang ho ma terhuyung huyung
dan kalau Siauw Yang tidak cepat melompat turun dan
memegangi kendali kuda itu, tentu Ang ho ma akan
terjungkal ke depan. Kuda itu terengah engah, meringkik
ringkik, tubuhnya gemetar peluhnya membasahi seluruh
tubuh dan ia tak kuat lari lagi.
Anak buah Pangeran Ciong bersorak sorak melihat
betapa kuda pangeran itu dapat menyusul dan bahkan terus
berlari cepat satu kali lingkaran lagi, berarti sudah lima
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
putaran dan kuda nona itu masih saja berdiri muntah
muntah.
Pun Hui mengerti gelagat dan untuk mencegah jangan
sampai nona itu mendapat malu serta hendak
menghiburnya, ia lalu berlari menghampiri Siauw Yang.
Ternyata gadis itu wajahnya pucat sekali dan melihat Pun
Hui, ia berkata marah, “Akan kuhancurkan kepala
pangeran jahanam itu,” katanya perlahan. “Ia telah
meracun Ang ho ma.”
Mendengar ini Pun Hui menjadi pucat. Ia melihat Siauw
Yang menggerakkan tangan hendak mencabut pedangnya,
maka ia cepat memegang lengan tangan gadis itu.
“Sumoi, jangan berlaku bodoh.”
“Suheng, aku bukan pengecut. Kejahatan harus dibalas
dengan kekerasan yang adil!”
“Nanti dulu, sumoi. Salah sekali pikiranmu itu. Kalau
kau menyerang mereka, kau akan rugi besar. Pertama tama
kau akan menimbulkan keributan dan permusuhan
sehingga Ang ho ma yang terkena racun takkan mendapat
obat. Ke dua, kau berarti akan melanggar peraturan
sehingga kau berada di fihak salah. Ke tiga, kalau kau
menyerang dengan kekerasan, tentu kau akan dikeroyok.
Ke empat, penyeranganmu itu akan berarti bahwa kita
sudah kalah dalam pertandingan dan pertaruhan ini dan
kalau kita memaksa mereka menyerahkan kuda, namamu
akan rusak di dunia kang ouw sebagai seorang gagah yang
tidak memegang janjinya.”
Siauw Yang tertegun. Tak pernah ia berpikir sejauh itu.
Bukan main luasnya pandangan pemuda ini. Ia
mengangguk angguk dan bertanya, “Habis, bagaimana
baiknya, suheng? Mereka telah meracun kudaku, apakah
aku harus diam saja?
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
“Tentu saja tidak,” kata Pun Hui berbisik, “kau pura
pura tidak tahu tentang kuda ini dan mengaku kalah.
Kemudian kau tentu akan menghadapi dalam pertandingan
terakhir, yakni pertandingan silat. Nah, di dalam
pertandingan ini, aku mengharap saja sepenuh hatiku agar
kau dapat mengatasinya, kau mengalahkan dia, akan tetapi
jangan sekali kali membunuhnya, hanya kalau bisa
membikin dia tidak berdaya dan mengancam agar supaya ia
mau mengobati dan mengembalikan kuda serta berjanji
takkan mengganggu kita. Bukankah ini lebih halus dan
lebih baik lagi daripada menghadapi keroyokan mereka?
Bukankah lebih baik menghadapi seorang lawan daripada
kulihat sedikitnya ada duapuluh tujuh orang lawan?”
Mau rasanya Siauw Yang memeluk pemuda itu saking
girang dan kagumnya, juga karena ia berterima kasih sekali.
Memang siasat ini jauh lebih sempurna daripada kalau ia
menurutkan nafsu amarah dan mengamuk seperti seorang
pengacau yang tidak tahu aturan.
Ia lalu menuntun kudanya, menghampiri Pangeran
Ciong yang sudah turun dan kuda dan dengan bangga
menanti kedatangan Siauw Yang dan Pun Hui.
“Nah, kali ini aku lebih beruntung dan menang!”
katanya. “Kita masih seri, dan menurut perjanjian….”
Sampai di sini ia memandang tajam kepada Pun Hui,
“menurut perjanjian, yang akan maju sebagai wakil kalian
untuk menghadap pibu, adalah nona ini, bukan kau, Liem
siucai.”
Pun Hui tersenyum geli, mentertawakan dalam hati atas
ketololan pangeran ini yang mengira ia lebih lihai daripada
Siauw Yang.
“Kami tahu,” katanya, “dan orang gagah takkan
menarik kembali omongannya.”
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
“Memang tadi aku kalah karena sedang sial,” kata Siauw
Yang, menahan amarah sedapat mungkin dan senyumnya
masih manis dan makin lebar saja, akan tetapi matanya
makin bercahaya tajam, “kudaku tiba tiba saja menderita
sakit. Biarlah, untuk penghabisan kali aku mengharapkan
petunjuk dari Pangeran Ciong. Dalam pertandingan
terakhir ini aku minta agar supaya dilakukan di sini saja,
tempatnya lebih luas. Bagaimana yang kau kehendaki,
pangeran?Dengan senjata atau bertangan kosong?”
“Dengan senjata,” kata Pangeran Ciong Pak Sui cepat,
karena ia tidak melihat nona ini membawa senjata maka
segera mencari keuntungan oleh kenyataan ini, “akan tetapi
jangan di sini lebih baik di lian bu thia di rumahku. Di sana
banyak tersedia segala macam senjata dan kau boleh
memilih sebuah di antaranya.”
Siauw Yang menggeleng kepalanya. “Aku menerima
permintaanmu untuk menggunakan senjata dalam pibu ini,
akan tetapi tidak di sana harus di tempat ini juga. Tentang
senjata, terima kasih, aku tidak perlu pinjam senjatamu.”
“Akan tetapi kau tidak bersenjata.”
“Biarlah, aku akan mencari di sini saja.”
“Akan tetapi, tidak boleh kau meninggalkan tempat ini
lebih dulu untuk mencari senjata,” pangeran itu berkata
dengan licin sekali.
“Tak perlu pergi dari sini, pangeran. Kalau kau sudah
siap, lekaslah kau keluarkan senjatamu. Aku akan
menghadapimu sekarang juga!” Senyum gadis ini makin
lebar saja.
“Bagus!” Pangeran itu berkata girang sambil menoleh
kepada para pengawalnya. “Kalian menjadi saksi. Nona ini
hendak menghadapiku di sini tanpa pergi mencari senjata.”
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
Sambil berkata demikian, Ciong Pak Sui menerima
senjatanya yang diberikan kepadanya dari seorang
pengawal yakni senjata tombak dengan ronce ronce merah.
Tombak ini panjang dan besar, kelihatannya berat sekali,
namun di tangan pangeran itu, kelihatan amat ringan.
“Aku siap, nona. Apakah kau hendak menghadapiku
dengan tangan kosong saja?”
“Sabar dulu. Pangeran Ciong, jangan kira bahwa aku
akan menghadapimu dengan tangan kosong. Lihat
pedangku!” Begitu tangan gadis ini menyambar ke bslik
bajunya, berkelebat sinar kuning mas dan tahu tahu Kim
kong kiam telah berada di tangan kanannya.
Ciong Pak Sui terkejut sekali melihat pedang yang
bercahaya itu. Ia maklum bahwa lawannya ini
mempergunakan sebatang po kiam (pedang mustika). Akan
tetapi ia tidak merasa gentar dan segera membentak keras,
“Nona, awas senjata!” Sambil berkata demikian,
tombaknya menyerang dengan ilmu tombak yang disebut
Sauw jeng kun Jio hoat (Ilmu Tombak Untuk
Menyerampang Ribuan Tentara). Gerakan tombaknya
cepat dan kuat sekali, sehingga ketika tombak itu bergerak
gerak, terdengar bunyi mengaung dan ujung tombak
berpecah pecah, seakan akan menjadi beberapa batang
banyaknya.
Siauw Yang cepat menangkis dan mengerahkan Kim
kong kiam untuk merusak tombak itu. Akan tetapi ketika
pedangnya beradu dengan tombak, hanya suara keras
terdengar namun tombak itu tidak rusak sama sekali, tanda
bahwa tombak itupun terbuat daripada bahan logam yang
keras dan baik. Dan hebatnya, setiap kali tombaknya
ditangkis, tombak itu berbalik dan melanjutkan
serangannya dengan gagang yang tidak kurang
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
berbahayanya, karena gagang logam itu dipergunakan
untuk menotok jalan darah.
Baru belasan jurus saja, tahulah keduanya bahwa mereka
berhadapan dengan lawan yang tangguh. Diam diam
pangeran itu merasa menyesal sekali mengapa ia tidak bisa
melihat orang dan berani mencari gara gara kepada nona ini
yang ternyata memiliki kepandaian luar biasa sekali.
Pedang nona ini lenyap berobah menjadi segulung sinar
kuning emas dan kemana saja tombaknya menyambar,
selalu dihalau pergi oleh gulungan sinar itu. Baru nona ini
saja sudah begitu lihai apalagi suhengnya itu kalau turun
tangan!
Sementara itu, Siauw Yang juga mendapat kenyataan
bahwa lawannya ini memang benar benar lihai sekali ilmu
silatnya, ia pernah menghadapi Bu beng Sin kai dan Sam
thouw liok ciang kai dua orang pembantu dari Sin tung Lo
kai si raja pengemis, akan tetapi kalau dibandingkan dengan
mereka berdua ini, kepandaian Pangeran Ciong masih jauh
lebih lihai. Bahkan, harus ia akui bahwa kepandaian
pangeran ini masih lebih tinggi daripada kepandaian Thio
Leng Li, puteri raja pengemis itu! Oleh karena ini, Siauw
Yang berlaku hati hati sekali dan setiap gerakannya ia
lakukan dengan pengerahan tenaga serta kelincahan yang
sudah terlatih hebat, ia kalah tenaga namun menang lincah
serta dalam hal ilmu silat, ilmu pedangnya tak perlu
menyerah kalah terhadap ilmu tombak dari pangeran itu.
Sama sekali Siauw Yang tidak tahu bahwa ilmu tombak
yang dimainkan oleh pangeran itu adalah ilmu tombak
yang dipelajarinya dari Pat jiu Giam ong Liem Po Cuan
yang pernah ia dengar namanya dari ayah bundanya.
Sebaliknya, Pangeran Ciong Pak Sui juga tidak menduga
bahwa ia berhadapan dengan puteri dari Thian te Kiam ong
Song Bun Sam. Biarpun ia belum pernah bertemu dengan
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
pendekar besar ini dan tidak mengenal pedang Kim kong
kiam yang dimainkan oleh Siauw Yang, namun nama besar
Thian te Kiam ong sudah lama ia dengar.
Setelah ia bertempur tigapuluh jurus lebih dan keadaan
mereka masih berimbang, Siauw Yang menjadi penasaran
sekali. Tadinya ia hanya mainkan Kim kong Kiam sut saja,
akan tetapi setelah mendapat kenyataan bahwa lawannya
terlalu tangguh, ia lalu membentak keras dan tiba tiba
Pangeran Ciong Pak Sui menjadi terkejut dan matanya
silau. Pedang di tangan gadis itu kini menyambar nyambar
dengan gerakan yang luar biasa sekali, bukan lagi
merupakan segulung sinar pedang yang masih dapat ia
hadapi dengan tombaknya, melainkan tiba tiba terpecah
menjadi enam gulung sinar pedang yang kecil kecil dari
yang mengurung serta menyerangnya dan enam jurusan,
kanan kiri, depan belakang, bawah dan atas! Inilah Tee
coan Liok kiam sut, raja dari sekalian ilmu pedang!
Pangeran Ciong Pak Sui mengerahkan seluruh tenaga
dan kepandaiannya, lalu memberi tanda dengan suitan
mulutnya agar kawan kawannya maju mengeroyok lawan!
Akan tetapi, Siauw Yang begitu melihat hal ini,
mengkhawatirkan keadaan Pun Hui, maka ia mendapat
akal dan berkata,
“Suheng, kalau tikus tikus itu bergerak maju,
kauwakililah aku menghancurkan kepala pangeran busuk
ini dan biarkan aku yang memberi hajaran kepada para
tikus itu!”
Gertakan ini berhasil. Menghadapi gadis ini saja
Pangeran Ciong sudah sibuk sekali, apalagi kalau harus
menghadapi suhengnya! Ia lalu membentak kepada orang
orangnya supaya mundur kembali dan pada saat itu,
terdengar suara keras dibarengi dengan terpentalnya
tombaknya yang ternyata terbabat putus di bagian leher
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
gagang tombak itn memang terbuat daripada logam yang
berbeda dengan kepala tombak, mana dapat menahan
sabetan Kim kong kiam?
Ciong Pak Sui biarpun merasa kaget dan gentar, namun
tidak mau menyerah kalah begitu saja. Ia masih dapat
mempergunakan gagang tombaknya sebagai toya dan masih
mengamuk hebat. Namun, dengan enaknya, berturut turut
pedang di tangan Siauw Yang membabat putus gagang
tombak itu sehingga akhirnya tinggal pendek saja.
Pangeran Ciong mandi keringat. Permainan silatnya
sudah kacau dan ngawur sehingga sebuah tendangan kilat
melayang ke dadanya tanpa dapat ia elakkan pula.
Tubuhnya terlempar ke atas lalu terbanting jauh. Siauw
Yang tidak mau berhenti sampai di situ saja, karena ia
teringat akan nasehat Pun Hui. Maka cepat ia melompat
dan sedetik kemudian, ujung pedangnya telah ditodongkan
ke arah tenggorokan pangeran itu dan ia berkata dengan
suara dingin.
“Pangeran yang curang! Kalau suhengku tidak
mempunyai hati yang penuh welas asih dan sabar, tentu
pedangku ini sekarang sudah kulanjutkan menusuk lehermu
agar kau mampus!”
“Eh, eh, nona. Bagaimanakah ini? Aku sudah kalah, ini
aku terima dan kau boleh mengambil taruhannya. Bawalah
kudamu dan alat catur itu, akan tetapi mengapa kau masih
menghinaku? Apakah ini laku seorang gagah?” kata
pangeran itu dengan wajah pucat.
Siauw Yang tertawa menyindir. “Bangsat rendah! Kau
masih berpura pura bersikap seakan akan kau seorang tokoh
kang ouw yang terhormat dan gagah. Akan tetapi apa
kaukira aku tidak tahu bahwa kudaku Ang ho ma itu telah
kau beri makanan beracun? Dan apakah kaukira aku tidak
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
tahu bahwa kau memang selain bermaksud merampas
kuda, juga mau menjatuhkan kami berdua dengan jalan
curang?”
“Apa… apa kehendakmu sekarang, nona?”
Pangeran itu memotong bicara Siauw Yang karena
merasa malu, bingung, dan juga takut.
“Kau harus dapat menyembuhkan kudaku, memberikan
alat catur itu kepada kami dan berjanji takkan mengganggu
kami lagi! Kalau kau tidak lekas melakukan semua
permintaan ini, tentu lehermu akan tertembus pedang dan
semua orangmu akan dihancurkan oleh suhengku.”
Pangeran Crong Pak Sui pernah diberi tahu oleh
mendiang suhunya, yakni Pat jiu Giam ong Liem Po Coan,
bahwa ilmu tombak yang telah dipelajarinya itu sudah amat
tinggi. Kecuali murid murid tokoh besar dunia persilatan,
yakni empat yang lain seperti Mo bin Sin kun, Kim Kong
Taisu, Lan hai Lo mo dan Bu tek Kiam ong, agaknya sukar
untuk mengalahkannya. Akan tetapi sekarang ia jatuh oleh
pedang seorang gadis yang baru belasan tahun usianya!
“Nona Siauw Yang, kau benar benar berani sekali
menghina aku, seorang pangeran!” bentaknya marah.
“Dunia orang gagah tidak membedakan pangkat atau
harta! Yang ada hanya dua golongan, yakni yang baik dan
yang jahat harus dibasmi,” kata Siauw Yang dengan suara
lantang.
“Akan tetapi, aku adalah murid dari Pat jin Giam ong!
Apa setelah mendengar nama ini kau tidak memandang
muka mendiang orang tua itu?”
“Kebetulan sekali, gurumu itu memang musuh besar
ayahku, Thian te Kiam ong!” Mendengar nama ini,
pucatlah wajah Pangeran Ciong.
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
“Celaka! Orang orangku bermata buta! Hayo kalian
penuhi semua permintaan lie taihiap (nona pendekar besar)
ini!” serunya kepada semua orangnya.
Kuda Ang ho ma lalu diberi minum obat penawar racun,
kemudian seperangkat alat catur diberikan kepada Pun Hui.
Bahkan setelah dilepaskan oleh Siauw Yang, pangeran itu
memberi hormat dengan sopan dan memberi persembahan
sekantong uang emas sebanyak limapuluh tail lebih.
Siauw Yang tidak sudi menerima persembahan ini, akan
tetapi Ciong Pak Sui berkata,
“Harap lie taihiap sudi menerimanya, biarlah ini sebagai
tanda penghargaan dan pernyataan maaf dariku yang telah
berlaku sembrono.”
Akhirnya diterima jugalah pemberian ini oleh Siauw
Yang dan kedua orang muda itu lalu berpamit pergi.
Mereka menuju ke rumah penginapan, mengambil kuda
tunggangan Pun Hui dan buntalan pakaian mereka, lalu
mereka melanjutkan perjalanan pada hari itu juga.
“Sumoi, kau benar benar amat mengagumkan. Kalau
tidak karena kepandaian mu yang luar biasa itu tentu kita
telah mengalami bencana hebat di tangan pangeran itu,”
kata Pun Hui di tengah perjalanan.
“Suheng, semua berjalan dengan baik berkat adanya
kau.”
“Eh, jangan kau menyindir, sumoi. Aku sudah merasa
malu sekali karena disangka orang memiliki kepandaian
yang lebih tinggi daripadamu.”
“Siapa menyindir, suheng. Memang aku bicara terus
terang, kalau tadi kukatakan bahwa memang kaulah yang
telah menolong kita terbebas daripada bahaya. Kalau saja
aku menurutkan nafsu marah, tidak mentaati nasehatmu,
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
mungkin akan terjadi sebaliknya. Di samping itu
persangkaan mereka bahwa kau memiliki kepandaian tinggi
bukanlah hal yang memalukan, bahkan hal itu patut dibuat
bangga, karena hal itulah yang membuat mereka itu takut
untuk mengangkat tangan.”
“Akan tetapi, kalau kelak mereka bertemu lagi dengan
aku dan melihat bahwa sebetulnya aku tidak bisa apa apa,
bukankah aku yang akan malu sekali?”
“Mengapa kau mengkhawatirkan hal itu? Bukankah kau
adalah murid dari Yap supek dan akan menjadi seorang
gagah kelak?”
Mendengar ini, Pun Hui tersenyum dan berkata, “Aku
mengharapkan pertolonganmu untuk kelak memintakan
ampun kepada suhu dan untuk sedikit mengisi kekosongan
dalam diriku sehingga tidak terlalu memalukan kelak kalau
bertemu lagi dengan mereka.”
Siauw Yang mengangguk angguk.
Pengalaman yang dialami oleh dua orang muda itu
membuat hubungan mereka menjadi makin erat saja dan
biarpun keduanya maklum bahwa kepandaian Pun Hui
masih jauh sekali untuk patut menjadi suheng, namun
Siauw Yang merasa bahwa pemuda itu memang suhengnya
sendiri dan iapun selalu taat akan semua nasihat.
Sebaliknya, Pun Hui menganggap Siauw Yang seperti
sumoinya sendiri dan ia tidak ragu ragu untuk
mengemukakan pandangannya tentang hidup yang tentu
lebih masak karena pemuda ini telah banyak mempelajari
filsafat dari kitab kuno.
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
Perjalanan dilakukan dengan cepat sekali karena kini
kuda Ang ho ma sudah sembuh sama sekali, dan kuda yang
ditunggangi oleh Pun Hui juga bukan kuda lemah.
Siauw Yaug memang sengaja mengambil jalan dari utara
karena gadis ini bermaksud hendak mengunjungi kota raja
lebih dulu sebelum menuju ke Pulau Sam liong to. Ia
mendengar dari penuturan Tek Hong bahwa pulau itu
termasuk dalam Kepulauan Couwsan di sebelah selatan
pelabuhan Sianghai. Keterangan ini cocok dengan petunjuk
yang ia dapat dari Pun Hui, maka kini mereka bermufakat
untuk menuju ke timur dan setelah tiba di pantai laut,
hendak menggunakan perahu berlayar di sepanjang pantai
timur daratan Tiongkok, terus ke selatan menuju ke
Sianghai, sengaja gadis ini mengambil jalan memutar,
bukan tanpa maksud. Telah lama sekali ia ingin
mengembara dan selalu dihalangi dan tidak diperbolehkan
oleh orang tuanya. Sekarang ia mempunyai keinginan
hendak mencari pembuat peta yang dianggapnya sengaja
memancing datang ayahnya, dan dalam kesempatan ini ia
hendak menjelajah semua propinsi lebih dahulu. Iapun
berpikir bahwa banyak kemungkinan ayah bundanya atau
kakaknya akan menyusulnya. Kalau ia langumg menuju ke
Kepulauan Couwsao, tentu ia akan tersusul dan maksudnya
untuk merantau akan gagal.
Demikianlah setelah tiba di pantai, Siauw Yang lalu
dibawa oleh Pun Hui mengunjungi seorang sahabatnya di
Tang Sin yang berada di pantai Laut Po Hai. Sahabatnya
ini seorang she Tan dan pernah menjadi kawan sekolahnya
ketika Pun Hui menempuh ujian di kota raja dahulu. Tan
siucai seorang laki laki setengah tua yang mewarisi sebuah
rumah gedung dan beberapa bidang sawah. Orangnya
peramah sekali dan terpelajar, dan kedatangan Pun Hui
bersama Siauw Yang diterima dengan gembira. Kepada
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
Tan siucai inilah kuda Ang ho ma dan kudanya sendiri
dititipkan dengan pesan agar di rawat baik baik dan kelak
akan diambil kembali.
Setelah menghaturkan terima kasih. Siauw Yang dan
Pun Hui lalu mencari nelayan yang banyak tinggal di tepi
pantai, Dengan beberapa tail emas pemberian dari
Pangeran Muda Ciong, Siauw Yang membeli sebuah
perahu yang kecil namun yang diperlengkapi dengan dua
buuh dayung yang kuat dan seperangkat layar yang msaih
baru. Maka berangkatlah dua orang muda ini berlayar di
sepanjang pantai, terus menuju ke selatan.
Perjalanan hanya ditunda kalau keduanya ingin makan
dan beristirahat. Di waktu matahari amat teriknya,
keduanya lalu mendayung perahu dan mendarat, mencari
tempat yang teduh. Diam diam kesempatan seperti inilah
Pun Hui tidak menyia nyiakan waktunya dan mulai
mempelajari ilmu silat dari Siauw Yang. Sebaliknya gadis
itu banyak mendengar sajak sajak indah dan mempelajari
atau memperdalam pengetahuannya tentang kesusasteraan
dan filsafat.
Sepasang orang muda ini diam diam makin terikat erat
satu kepada yang lain. Sikap keduanya saling sopan dan
sama sekali tidak memperlihatkan tanda saling mengasihi,
namun hubungan mereka benar benar seperti seorang
suheng terhadap sumoinya. Makin sukalah hati Siouw
Yang ketika mendapat kenyataan bahwa memang pemuda
sasterawan itu sopan sekali, tidak pernah berlaku atau
bicara secara kurang ajar. Sebaliknya Pun Hui makin
kagum kepada Siauw Yang yang merupakan seorang gadis
pilihan, seorang gadis yang cerdik sekali, periang dan
memiliki ilmu silat yang tinggi.
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
Perjalanan melalui air lebih cepat dan tidak melelahkan.
Kalau angin baik mereka tidak usah keluar tenaga, dan
mengandalkan lancarnya perantauan itu kepada layar dan
angin. Adapun di waktu angin diam, Siauw Yang
merupakan seorang pendayung yang kuat dan agaknya tak
kenal lelah.
Hubungan antara dua orang muda ini makin akrab, dan
biarpun dari mulut mereka tak pernah terdengar kata kata
yang menyatakan isi hati mereka, namun pandang mata
yang mesra kadang kadang menyatakan seribu satu ucapan
yang membawa suara hati masing masing.
Setelah keluar dan Laut Po Hai dan memasuki Laut
Kuning, perahu bergerak maju cepat sekali. Berpekan pekan
mereka tiba di Laut Tiongkok Timur. Kepulauan Couwsan
sudah nampak berkelompok dan jauh.
“Sumoi, itulah pulau pulau yang menjadi tujuan kita,”
kata Pun Hui sambil menunjuk ke arah pulau pulau kecil di
sebelah timur. Mereka mendarat dan berteduh di bawah
pohon pohon yang tumbuh di tepi pantai, karena hawa
amat panasnya.
Siauw Yang memandang dengan hati tertarik.
“Yang manakah Pulau Sam liong to, suheng?”
“Kita akan selidiki, tentu takkan jauh dari pulau kosong
yang dijadikan sarang bajak bajak laut. Akan tetapi, sumoi,
bajak bajak laut itu ganas dan kejam sekali, bagaimana
kalau kita nanti bertemu dengan mereka?”
Siauw Yang meraba pedangnya sambil tersenyum.
“Apa kau takut?”
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
Pun Hui menggeleng kepala. “Takut sih tidak hanya aku
merasa khawatir apakah kau akan dapat bertahan
menghadapi keroyokan manusia buas itu.”
Siauw Yang menjadi merah mukanya. “Suheng, kau
memang aneh sekali. Kalau andaikata aku tidak dapat
bertahan, apa kau kira kau juga takkan tertimpa bencana?
Kau hanya mengkhawatirkan aku, akan tetapi lupa kepada
dirimu sendiri.”
Pun Hui menghela napas. “Mengapa aku harus
memusingkan soal diriku, sumoi? Bagiku sendiri, aku tidak
khawatir. Nasibku sudah cukup buruk, dan terserahlah apa
yang akan menimpa diriku selanjutnya. Hanya bagimu…..
akan sakit hatiku kalau melihat kau menderita.”
Makin merah muka Siauw Yang. “Sudahlah, kau
memang terlalu baik.Mari kita berangkat, sudah cukup kita
beristirahat.”
Mereka lalu menaikkan guci air yang mereka isi penuh
dan darat, masuk ke dalam perahu dan segera perahu kecil
itu bergerak menuju ke Kepulauan Couwsan. Karena Pun
Hui memberi tahu bahwa laut antara pulau pulau itu
terdapat banyak ikan buas, Siauw Yang tidak lupa untuk
membawa batu batu kecil sebesar ibu jari kaki, yakni batu
batu karang yang putih dan keras.
Baiknya angin tenang tenang saja sehingga perahu
mereka meluncur cepat tanpa gangguan. Setelah perahu
mendekati kelompok pulau, tiba tiba Siauw Yang menunjuk
ke depan dan berkata tenang,
“Agaknya itulah ikan ikan hiu yang kaukatakan tadi,
suheng,”
Pun Hui memandang dan biarpun ia seorang tabah,
namun apa yang dilihatnya membuat ia merasa ngeri juga.
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
Dari depan nampak barisan ikan yang membuat air laut
bergelombang dan barisan ikan ini nampak kehitaman,
kadang kadang timbul di permukaan air dan kelihatan
mulut ikan yang mengerikan. Pernah ia melihat barisan
ikan seperti ini, akan tetapi ia melihat dari sebuah kapal
besar yang aman, tidak dari perahu kecil seperti yang
mereka naiki sekarang ini, perahu yang besarnya mungkin
kalah oleh seekor di antara ikan ikan itu!
“Tenang, suheng!” kata Siauw Yang dan gadis ini
menggerakkan tangan kinnya berulang ulang ke arah
barisan ikan itu. Terdengar air bergelombang dan di antara
barisan ikan itu menjadi kacau. Ternyata bahwa beberapa
butir batu yang disambalkan oleh Siauw Yang mengenai
sasaran. Tiap butir yang mengenai kepala ikan, merupakan
peluru peluru yang menembus tulang kepala dsn cukup
membuat ikan itu bergulingan. Darah yang keluar dari luka
menjadi sasaran ikan ikan lain dan ikan ikan yang luka
segera dikeroyok, dijadikan mangsa.
“Sumoi, celaka, dari kanan itu “ kata Pun Hui.
Siauw Yang menengok, dan betul saja, dari sebelah
kanan datang pula serombongan ikan dengan cepatnya.
“Biar kuberi bagian kepada mereka!” kata Siauw Yang
dan dara perkasa ini segera membagi bagikan batu batunya
dengan kedua tangan. Terjadilah hal yang sama seperti
kelompok ikan di depan tadi. Beberapa ekor ikan yang
terluka oleh “peluru” batu yang disambitkan oleh Siauw
Yang, menjadi korban keroyokan kawan sendiri dan
dijadikan mangsa.
Akan tetapi, tiba tiba Pun Hui berkata.
“Lihat, sumoi, beberapa ekor ikan menuju ke sini!”
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
“Siauw Yang memandang dan benar saja. Beberapa ekor
ikan hiu berenang cepat dan kanan kiri menyerang perahu,
ia berpikir cepat. Kalau ia menyerang dengan batunya dan
membuat ikan ikan itu terluka di dekat perahu, akan
berbahayalah keadaan mereka. Tentu ikan ikan lain akan
datang mengeroyok ikan ikan yang terluka dan kalau hal ini
terjadi di dekat perehu, maka perahu mereka dapat
terguling dan sekali mereka terlempar keluar perahu, tak
dapat diragukan lagi tentu mereka akan menjadi mangsa
ikan ikan liar ini.
“Suheng, kesinikan dayungmu dan kau berpeganglah
kuat kuat pada pinggiran perahu!” seru Siauw Yang. Lalu
dengan kedua dayung di tangan kanan kiri, gadis ini
melompat ke atas dan tahu tahu ia telah menggunakan
kedua kakinya untuk menunggang badan perahu seperti
orang menunggang kuda, kemudian setelah ikan ikan itu
datang dekat, ia menggunakan dua batang dayungnya
menekan kepala ikan di kanan kiri.
Pun Hui hampir berseru kaget ketika tiba tiba perahu
yang mereka tunggangi itu dapat terbang ke atas. Memang
perahu itu telah terbang. Ketika Siauw Yang menekan
kepala kepala ikan dengan sepasang dayungnya, gadis ini
mengerahkan tenaga lweekang. Sambil meminjam kepala
ikan ikan itu, gadis ini menekan tiba tiba dan tubuhnya
dienjot ke atas. Perahu berikut Pun Hui terbawa oleh
kempitan betisnya dan perahu ini meluncur ke atas
permukaan air melewati kepala kepala ikan itu dan turun
lagi di depan. Siauw Yang cepat mendayung perahunya dan
melihat beberapa ekor ikan mengejarnya, ia lalu
menyambit, membunuh empat ekor ikan yang segera
menjadi mangsa yang lain. Namun dengan adanya
halangan ini, perahu mereka dapat meluncur cepat ke arah
kiri tanpa ada gangguan yang menghadangnya.
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
Setelah jauh dari rombongan ikan itu, baru Pun Hui
sempat bernapas lega.
“Sumoi, kalau tidak menyaksikan dengan mata sendiri,
aku takkan percaya. Kau hebat sekali, seakan akan main
sulap saja yang kaulakukan tadi.”
Siauw Yang tersenyum. “Ayah sering kali berkata,
bahwa segala sesuatu memang kelihatan aneh dan
mentakjubkan bagi orang yang belum mengerti dan belum
dapat. Kalau kau sudah mempelajari ilmu. tentu hal tadi
kauanggap biasa saja, suheng. Yang diperlukan hanya
ketabahan, kesigapan dan perhitungan yang tepat.”
“Akan tetapi, tenagamu tadi benar benar luar biasa.
Siapa orangnya yang dapat melompat sambil menjepit
perahu seperti itu?Hampir aku tidak percaya !”
“Bukan tenagaku yang besar sekali, melainkan berat
badan ikan ikan tadilah. Tenaga mereka yang besar,
suheng, karena tadi aku hanya meminjam tenaga mereka
melalui tekanan dayungku.”
Sambil mendayung perahu, Siauw Yang memberi
keterangan tentang penggunaan tenaga lweekang dan
tentang cara meminjam tenaga.
“Demikianlah siasat siasat dalam penggunaan tenaga
bagi seorang ahli silat tinggi, suheng. Tak perlu kita
menghabiskan tenaga sendiri, karena lawan merupakan
sumber tenaga yang kita pinjam dan kita pergunakan untuk
mengalahkannya.”
Pun Hui memang belum pernah melihat Pulau Sam
liong to, hanya dapat menduga bahwa pulau tempat tinggal
nona Siang Cu tentu berada di dekat pulau yang dijadikan
sarang para bajak laut. Melihat deretan pulau pulau itu,
Siauw Yang tertarik kepada sebuah pulau kecil yang
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
nampak dari jauh seperti bukit kecil kehijauan. Ia lalu
mendayung perahu mendekati pulau itu. Bukan main
girangnya ketika ia melihat pulau itu ditumbuhi pohon
pohon yang mengandung buah buah yang enak dimakan di
antara daun daun pohon yang segar kehijauan.
“Kita mendarat di sini saja!” kata Siauw Yang sambil
mendayung perahu ke pinggir. Akan tetapi tiba tiba pun
Hui berseru, “Celaka, sumoi. Itu mereka datang!”
“Siapa?”
“Bajak bajak laut itu!”
Siauw Yang menengok dan benar saja, dari jauh nampak
layar layar hitam mengambang. Beberapa buah perahu
dengan cepat sekali meluncur ke arah mereka.
“Bagus sekali baiknya kita bertemu dengan mereka di
sini. Lebih leluasa bagiku untuk menghadapi mereka di
darat,” kata Siauw Yang. Gadis ini cepat menarik perahu
mereka ke darat, kemudian berkata kepada pemuda itu
untuk duduk saja di dekat perahu.
Rombongaa perahu bajak mendekat dan segera kelihatan
para bajak yang bertubuh pendek pendek itu melompat
turun sambil berteriak teriak dan mengacungkan golok dan
pedang. Semua ada duapuluh orang dan mereka ini
berlompatan mendekat dengan sikap mengancam.
Namun orang orang kate ini tidak menarik perhatian
Siauw Yang. Sebaliknya, ia memandang tajam kepada dua
orang yang turun paling akhir dari perahu, akan terapi yang
cepat mendahului semua bajak dengan jalan mereka yang
amat cepat. Melihat cara mereka berjalan, tahulah Siauw
Yang bahwa dua orang ini memiliki kepandaian tinggi
sekali. Dan orang laki laki ini adalah seorang tua bertubuh
tinggi yang membawa tongkat kepala raga dan seorang
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
pemuda berusia duapuluhan yang amat tampan dan gagah,
juga bertubuh tinggi.Mereka berdua memakai pakaian yang
mewah dan sikap mereka angker sekali.
“Nona Siang Cu, kau pulang dari manakah?” dari jauh
orang muda itu berseru dan mendengar suara yang dikirim
dari jauh ini, Siauw Yang makin heran. Tak salah lagi,
benar benar seorang lawan yang berat.
“Itulah Tung hai Sian jin dan puterenya sumoi,” kata
Pun Hui perlahan dengan suara penuh kekhawatiran.
“Mereka itu lihai sekali. Kau berhati hatilah!”
Siauw Yang berdebar, ia pernah mendengar nama Tung
hai Sian jin dari ayahnya dan tahu bahwa kakek itu lihai
sekali. Akan tetapi ia tidak takut dan dengan cepat
mencabut pedang dan berdiri dengan tenang, menanti
kedatangan mereka.
Sebentar saja Tung hai Sian jin dan Bong Eng Kiat sudah
tiba di hadapannya, sedangkan para anak buah bajak laut
masih berlari lari mendatangi.
Ketika melihat bahwa nona cantik yang berdiri dengan
pedang di tangan ini sama sekali bukan Ong Siang Cu
seperti yang tadi disangkanya, Eng Kiat memandang
dengan terheran heran. Apalagi ketika ia mengenal Siauw
Yang sebagai puteri Thian te Kiam ong yang pernah
dilamar dan dirindukannya, ia berdiri seperti paiurg.
“Kau…? Kau…?” katanya gagap.
Sebaliknya Siauw Yang lalu tersenyum dan berkata
kepada kakek itu “Tung hai Sian in, sungguh tak tersangka
sama sekali kita saling bertemu di tempat ini.”
Seperti juga puteranya, Tung hai Sian jin bengong dan
terheran heran. Teringat olehnya betapa dahulu, dua tahun
yang lalu, puteranya tergila gila kepada gadis ini di Tit le,
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
akan tetapi lamarannya ditolak oleh Thian te Kiam ong
sehingga ia dan puteranya bertempur melawan Raja Pedang
itu dan puterinya ini. Dan ia menderita kekalahan.
Sekarang gadis ini berada di sini, tentu saja timbul
marahnya dan sakit hatinya.
“Bagus! Puteri Thian te Kiam ong sengaja datang di sini,
memudahkan aku untuk membalas dendam,” kata Tung hai
Sian jin sambil menggerakkan tongkatnya.
“Ayah, jangan lukai dia, aku masih cinta kepadanya,”
kata Eng Kiat.
Mendengar seruan puteranya ini Tung hai Sian jin
tertawa.
“Anak manja! Sudah berobah lagi hatimu? Bukankah
kau suka kepada murid Lam hai Lo mo dan ingin
mengambil dia menjadi isitrimu?”
“Tidak, ayah. Aku lebih suka kepada nona ini. Kalau
tidak bisa mendapatkan nona ini sebagai isteri, baru aku
mau mengambil Siang Cu.”
“Jadi, kau suka kepada keduanya?”
“Kalau keduanya mau, lebih baik ayah.”
Tung hai Sian jin tertawa bergelak. Akan tetapi Siauw
Yang sudah tak dapat menahan kemarahannya lagi.
“Bangsat rendah bermulut kotor,” makinya dan sinar
kuning emas melayang menuju ke tenggorokan Eng Kiat.
Pemuda ini sudah maklum akan kelihaian ilmu pedang
gadis ini dan dahulu di Tit le iapun hampir saja tewas di
ujung pedang kalau saja gadis ini tidak dicegah oleh Tian te
Kiam ong. Maka cepat ia mempergunakan siang kiamnya
(sepasang pedangnya) untuk menangkis sambil melompat
mundur. Dalam kemarahannya, Siauw Yang mendesak
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
terus, akan tetapi tiba tiba tongkat kepala naga di tangan
Tung hai Sian jin bergerak menghadangnya sehingga gadis
ini terpaksa melayani kakek yang sakti itu.
Tung hai Sian jin pernah menghadapi Thian te Kiam ong
Song Bun Sam ayah gadis ini dan ia menderita kekalahan
oleh ilmu pedang yang luar biasa dan raja pedang itu. Kini
ia menghadapi puteri nya dan biarpun ilmu pedang yang
dimainkan oleh Siauw Yang sama dengan ilmu pedang
ayah nya dan hanya tingkatnya kalah sedikit namun tenaga
dan pengalaman gadis ini jauh di bawah tingkat ayahnya.
Oleh karena itu, pertempuran berjalan ramai sekali. Tung
hai Sian jin dengan tongkatnya yang berat dan ilmu
tongkatnya yang lihai sekali, mengamuk dan bernafsu sekali
mengalahkan puteri musuhnya ini. Akan tetapi ilmu pedang
dari Siauw Yang benar benar amat mengagumkan.
Pedangnya merupakan gulungan sinar kuning emas yang
menyilaukan mata dan ke manapun juga tongkatnya
menyambar, selalu dapat ditangkis oleh sinar pedang.
Sebaliknya, biarpun dengan kelincahannya dan dengan
ilmu pedangnya, Siauw Yang seakan akan berada di fihak
yang mendekat, namun tiap kali pedangnya beradu dengan
tongkat kakek itu, Siauw Yang merasa telapak tangannya
tergetar, tanda bahwa tenaga kakek ini masih lebih besar
daripada tenaganya sendiri.
Pertempuran ini berjalan seimbang dan sukarlah untuk
diduga lebih dulu siapa yang akan menang. Berpuluh jurus
telah berlalu dan bayangan Tung hai Sian jin dan Siauw
Yang telah lenyap diselimuti gundukan sinar pedang dan
sinar tongkat. Gulungan sinar pedang demikian ringannya
seakan akan sepucuk api beterbangan, sebaliknya gerakan
tongkat mendatangkan angin dan tenaga sehingga debu
mengebul tinggi dan daun daun pohon terkena sambaran
angin bergoyang goyang.
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
Agaknya pertempuran ini akan berjalan lama sekali.
Melihat ini, Eng Kiai menjadi khawatir, ia tahu bahwa kini
tidak mungkin bagi ayahnya untuk mengalahkan gadis itu
tanpa melukainya, maka ia segera menggerakkan sepasang
pedangnya sambil berkata,
“Ayah, mari kita bersama menangkap gadis liar yang
cantik ini. Jangan lukai dia, ayah!” Ia melompat dan mulai
bergeraklah sepasang pedangnya membantu ayahnya. Ilmu
pedang dan Eng Kiat juga sudah tinggi dan kepandaiannya
tidak kalah jauh kalau dibandingkan dengan Siauw Yang,
hanya kekalahannya terletak pada ilmu pedang.
Melihat pemuda itu maju, Pun Hui menjadi marah, ia
bangkit dari tempat duduknya dan berkata keras,
“Sungguh tak tahu malu. Dua orang laki laki
mengeroyok seorang gadis muda. Mana ada aturan seperti
ini?”
Mendengar ini, Eng Kiat membentak keras dan berkata
kepada anak buahnya, “Beri dia limapuluh kali cambukan
biar dia menutup mulutnya!”
Seorang algojo bajak menyeringai dan maju Mengayun
cambuknya ke arah Pun Hui yang segera jatuh.
“Jangan ganggu dia!” Siauw Yang menjerit sambil
melompat hendak menyerang algojo itu, akan tetapi Tung
hai Sian jin dan Eng Kiat mencegahnya turun tangan.
Terpaksa gadis ini dengan marah sekali memutar
pedangnya menghadap keroyokan ayah dan anak ini.
Hatinya serasa disayat sayat ketika ia mendengar bunyi
cambuk berkali kali menimpa tubuh Pun Hui. Biarpun tidak
terdengar satu kalipun keluhan atau ratapan dari mulut Pun
Hui, namun pemuda yang lemah itu mana kuat
menghadapi hukuman cambuk sampai limapuluh kali? Ia
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
telah menjadi pingsan dan selanjutnya tidak merasai lagi
perihnya ujung cambuk memecah kulit.

Tag:cersil cersil indo cersil mandarin full cerita silat mandarin online cersil langka cersil mandarin lepas cerita silat pendekar matahari kumpulan cerita silat jawa cersil mandarin beruang salju. cerita silat pendekar mataharicerita silat indonesia cerita silat kho ping hoo cerita silat mandarin online cerita silat mandarin full cerita silat jawa kumpulan cerita silat cerita silat jawa pdf cerita silat indonesia gratis cerita silat jadul indonesia cerita silat indonesia pendekar rajawali sakti cersil indonesia pendekar mabuk cersil langka cersil dewa arak cerita silat jaman dulu cersil jawa download cerita silat mandarin full cerita silat mandarin online cersil mandarin lepas cerita silat mandarin pendekar matahari cerita silat jawa pdf cersil indonesia pdf cersil mandarin beruang salju kumpulan cerita silat pdf
kumpulan cerita silat cersil online
Share:
cersil...
Comments
0 Comments