Minggu, 03 Juni 2018

Cersil Mandarin Hebring Pedang Sinar Emas 3

========

baca juga
Akan tetapi Sian Hwa sudah begitu marah, sehingga tak
dapat mengendalikan nafsunya lagi. Sambil membentak
marah, ia menyerang dengan pukulan maut ke arah dada
Bucuci. Panglima Mongol ini bukanlah orang sembarangan
dan ia telah memiliki kepandaian yang tinggi. Semenjak
tadi ia telah mempersiapkan segenggam senjata rahasianya
yang hebat, yakni kerincingan baja itu. Begitu melihat Sian
Hwa menyerang, tangan kanannya bergerak dan tujuh butir
kerincingan telah menyambar ke arah tubuh Sian Hwa.
Gadis ini melihat datangnya senjata senjata rahasia, cepat
melempar diri ke bawah sambil mengebutkan lengan baju
ke atas sehingga semua senjata rahasia lewat di atas
kepalanya. Akan tetapi pada saat itu, Bucuci telah
melompat keluar dari kamar. Sian Hwa hendak mengejar,
akan tetapi Kui Eng mencegah dengan suara memilukan.
“Jangan.... Sian Hwa, jangan kau membunuh dia.
Betapapun juga… dia telah berlaku baik kepadaku dan
kepadamu selama belasan tahun ini.”
“Ibu....” sebutan ini terdengar kaku dari mulut Sian
Hwa. “Aku tak dapat lebih lama tinggal di sini Selamat
tinggal!”
“Nanti dulu, Sian Hwa… kalau kau hendak
meninggalkanku, cabutlah pedangmu dan bunuhlah aku
lebih dulu. Tanpa kau untuk apakah aku hidup lebih lama
lagi? Dulupun kalau tidak ada kau... tentu aku sudah
menyusul suamiku....”
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
Sian Hwa berpikir sejenak, ia memang mencintai ibunya
atau lebih tepat mencintai wanita ini yang sudah
dianggapnya sebagai ibunya sendiri, ia juga tidak tega
meninggalkan Kui Eng di rumah Bucuci yang dalam
marahnya telah melukainya sedemikian hebat.
“Marilah kau ikut aku pergi, ibu” katanya, akan tetapi
Kui Eng tak dapat menjawab, karena sambil mengeluarkan
keluhan panjang, nyonya yang tidak beruntung ini telah
jatuh pingsan. Sian Hwa tidak banyak membuang waktu
lagi segera di pondongnya tubuh ibunya dan ia melompat
keluar dan gedung ayah angkatnya.
Beberapa orang penjaga, pembantu ayahnya,
menghadang di depan gedung Sian Hwa memondong
ibunya dengan tangan kiri dan tangan kanannya mencabut
pedang Oei giok kiam yang digerak gerakkan dengan sikap
mengancam.
“Siapa sudah bosan hidup, boleh menghalangi
perjalananku!” bentaknya dengan garang. Para penjaga itu
memang mendapat tugas dari Bucuci untuk menghalangi
Sian Hwa pergi dari situ. Sementara panglima ini berlari
cepat melaporkan kepada Pat jiu Giam ong. Akan tetapi
karena semua penjaga sudah tahu belaka akan kelihaian
ilmu silat Sian Hwa yang bahkan melebihi kepandaian
Bucuci sendiri, tak seorangpun diantara mereka yang berani
menyerang setelah diancam oleh gadis perkasa ini. Dengan
leluasa Sian Hwa lalu melompat dan berlari sambil
menggendong ibunya yang masih pingsan.
Ia berlari cepat, keluar dari kota raja melalui pintu
sebelah barat. Senja telah berganti malam dan keadaan yang
gelap itu tidak diperdulikan oleh Sian Hwa yang berlari
terus menuju ke barat. Tiba tiba ia mendengar suara kaki
kuda yang banyak sekali menyusulnya, didahului oleh suara
keras bergemuruh yang sudah amat dikenalnya, yakni suara
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
Pat jiu Giam ong, gurunya! Pat jiu Giam ong mengeluarkan
kepandaiannya, yakni Ilmu Coan im jip bit (Mengirim
Suara Dari Jauh), sehingga biarpun ia masih jauh, suaranya
itu bergema sampai beberapa li jauhnya dan terdengar pula
oleh Sian Hwa.
“Sian Hwa, kuperintahkan .kepadamu supnya berhenti
dan menyerah!” demikian teriak Pat jiu Giam ong yang
diulang beberapa kali.
Akan tetapi Sian Hwa tidak mau berhenti bahkan
mempercepat larinya, sehingga ia memasuki sebuah hutan
yang gelap sekali.
“Sian Hwu.... percuma.... kau takkan dapat terlepas dari
tangan....Pat jiu Giam ong....” terdengar Kui Eng berkata.
Ternyata nyonya ini telah siuman kembali dan dapat
mendengar suara Pat jiu Giam ong yang keras itu.
“Tidak, ibu. Aku takkan menyerah. Biar aku akan
membelamu dengan nyawaku yang tak berharga.”
“Ohhh....” Kui Eng mengeluh. Tiba tiba nyonya ini
teringat akan sesuatu dan berkata. “Sian Hwa, masih ada
harapan. Lekas kau pergi ke dusun Kin an mui dan masuk
ke dalam kuil Sun pok thian, Pek Lian Suthai tentu akan
menolong kita....”
Sian Hwa pernah diajak oleh ibunya ke kuil ini, maka
karena dusun Kin an mui memang berada di luar hutan itu,
ia cepat melanjutkan larinya menuju ke dusun ini ia tidak
tahu bagaimana Pek Lian Suthai yang suci dan lemah itu
akan dapat menolong mereka, akan tetapi pada saat seperti
itu, tidak ada waktu lagi untuk banyak bertanya.
Kuil Sun pok thian adalah sebuah kuil di dusun Kin an
mui, sebuah kuil wanita di mana terdapat beberapa belas
pendeta wanita yang hidup sebagai orang orang suci dan
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
beribadat. Patung terbesar yang dipuja di kuil ini adalah
Dewi Kwan Im dan kemajuan kuil ini amat terkenal sampai
di kota raja. Oleh karena banyak sekali nyonya bangsawan
datang bersembahyang di kuil ini, maka kuil ini dihormati
dan dipandang tinggi oleh para bangsawan dan mendapat
tunjangan uang yang cukup banyak, sehingga kuil ini dapat
diperbaiki dan menjadi sebuah kuil yang cukup luas dan
bersih, sesuai dengan namanya, yakni kuil Sun pok thian
(Dunia Luas Dan Bersih). Ketuanya adalah seorang nikouw
berkepala gundul seperti semua nikouw yang berada di situ,
yang bernama pek Lian Suthai, seorang ahli dalam
kebatinan dan agama. Pek Lian Suthai ini amat dipandang
tinggi oleh semua orang, baik golongan rendah maupun
bangsawan tinggi, karena selain ramah tamah dan hidup
suci, nikouw tua inipun suka sekali menolong orang, baik
dengan obat obatan maupun dengan nasehat nasehat
berharga suka pula menghibur orang orang yang menderita
kesusahan.
Sian Hwa yang menggendong Kui Eng berlari lari
sampai semalam suntuk, terus dikejar kejar oleh suara Pat
jiu Giam ong yang makin lama makin dekat. Pat jiu Giam
ong memang luar biasa lihainya dan kalau saja gadis itu
tidak tertolong oleh malam yang amat gelap, tentu sebentar
saja ia telah tersusul oleh rombongan Pat jiu Giam ong.
Menjelang fajar, sampailah Sian Hwa di depan kuil itu.
Dengan napas terengah engah karena ia memang lelah
sekali, ia mengetuk pintu. Dari luar telah terdengar suara
alat tetabuhan dari kayu yang dipukul berirama untuk
menimbulkan irama di waktu para pendeta wanita itu
berliamkeng (membaca doa).
Seorang nikouw setengah tua membuka pintu. Ketika
melihat Sian Hwa menggendong seorang nyonya yang
nampaknya sakit keras, ia cepat membuka lebar pintunya,
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
mempersilahkun Sian Hwa masuk, kemudian menutupkan
pintunya kembali. Tak lama kemudian Pek Lian Suthai
sendiri menyambut kedatangan mereka. Nikouw ini cepat
menolong Kui Eng tanpa banyak bertanya dan setelah
memeriksa dan mendapat kenyataan bahwa Kui Eng
menderita luka dalam yang hebat sekali, ia menggeleng
gelengkan kepala dan baru bertanya dengan suaranya yang
tenang kepada Sian Hwa.
“Siocia, apakah yang telah terjadi sehingga ibumu
terluka hebat dan pada saat seperti ini kau berlari lari
menggendong ibumu datang ke sini?”
Sian Hwa dengan suara berduka menuturkan
pengalamannya. Betapa ia hendak dipaksa menikah dan
setelah menolak, ayah angkatnya lalu menyerangnya dan
melukai ibunya.
“Omitohud!” Nikouw tua itu menyebut nama Buddha
sambil merangkapkan kedua tangannya. Bagaimana ada
kejadian seperti ini dalam rumah tangga seorang
bangsawan?” Sambil berkata demikian ia lalu
mengeluarkan obat dan memberi minum obat kepada Kui
Eng yang tak lama kemudian tersadar dari pingsannya.
“Suthai....” kata kata pertama yang keluar dari mulutnya
setelah ia siuman adalah permohonan dengan suara
memilukan. “Tolonglah kami.... ah, tidak, tolonglah
anakku ini… hanya kepadamu aku dapat mengharapkan
pertolongannya Pek Liam Suthai demi Sang Buddha yang
mulia, tolonglah anakku SianHwa ini....”
Pek Lian Suthai menyandang kepada Sian Hwa, lalu
meraba jidat Kui Eng yang terasa panas. “Tenanglah, hujin,
ada kesukaran apakah kiranya?”
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
“Kami dikejar kejar oleh Liem goanswe dari kota raja!
Ah... kalau ia sampai datang ke sini akan celaka anakku bila
kau tidak menolongnya,”
“Liem goanswe? Kau maksudkan Pat jiu Giam ong?”
tanya Pek Lian Suthai sambil mengerutkan keningnya.
Nyata bahwa ia terkejut juga mendengar nama ini disebut
sebut.
“Betul, Pat jiu Giam ong, guru dari anakku ini tentu
akan memaksa Sin Hwa kembali, untuk menjadi
menantunya. Tolonglah, suthai....”
“Omitobud!” Kembali nikouw tua itu menyebut nama
Buddha.
“Jadi dialah yang hendak mengambil menantu puterimu?
Ah, hujin, para orang gagah di empat penjuru lautan tidak
ada yang berani menentang Pat jiu Giam ong apalagi
seorang pertapa wanita seperti pin ni (aku) yang tua dan
lemah ini, dapat berbuat apakah terhadap Pat jiu Giam
ong?”
“Ada jalan, suthai.... asal saja anakku kau terima
menjadi seorang nikouw, biarpun kaisar sendiri tidak
berhak untuk mengganggumu atau memaksanya menikah.
Ambillah anakku sebagai muridmu, gunduli rambutnya
menjadi nikouw....”
“Ibu....!” Sian Hwa setengah menjerit mendengar bahwa
ia hendak dijadikan nikouw gundul.
“Diam, Sian Hwa! Jauh lebih baik menjadi nikouw dan
hidup beribadat dan pada membunuh diri, atau melarikan
diri dikejar kejar oleh Pat jiu Giam ong yang akhirnya tentu
akan dapat menangkapmu.” Kui Eng berkata dengan suara
tetap. “Pula, kau meniadi nikouw hanya untuk
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
membebaskan diri dari cengkeraman mereka, setelah aman
kau boleh menjadi orang biasa kembali....”
“Tak mungkin, hujin,” kata Pek Lian Suthai. “Pin ni
tidak boleh membohong kepada Thian, tidak boleh
menerima hanya untuk main main saja. Sekali puterimu
sudah menjadi nikouw dan telah di lakukan upacara potong
rambut di depan Kwan Im Pouwsat, ia selamanya akan
menjadi seorang nikouw yang suci dan setia. Pin ni
menolak untuk berlaku pura pura, dan....”
Tiba tiba terdengar suara teriakan teriakan di luar kuil.
“Pek Lian Suthai, bukalah pintu untuk kami.” Terdengar
suara yang parau berseru sambil menggedor pintu.
“Jenderal besar Liem berada di sini hendak berjumpa
dengan suthai.”
“Celaka, suthai, mereka telah tiba....” Kui Eng berkata
pucat dan cepat mencegah puterinya ketika ia melihat Sian
Hwa mencabut pedangnya. “Jangan, Sian Hwa, jangan
melawan. Bagaimana kau bisa melawan gurumu sendiri?”
Sian Hwa menjadi ragu ragu dan lenyap keberaniannya
ketika diingatkan bahwa di luar terdapat suhunya .Memang
bagaimanapun juga, ia tidak berani melawan Pat jiu Giam
ong.
“Suthai, tolonglah anakku....!” kembali Kui Eng
memohon kepada pendeta wanita itu.
“Pin ni bisa mengaku bahkan puterimu pin ni terima
menjadi murid, akan tetapi kalau sudah di lakukan upacara
potong rambut, tak mungkin puterimu menjadi seorang
gadis lagi....”
“Pek Lian Suthai, dengar baik baik! Aku Pat jiu Gian
ong berada di luar kuil. Lekas buka pintu, aku hendak
bertemu dengan nyonya Bucuci dan puterinya,” tiba tiba
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
terdengar suara Pat jiu Giam ong yaug amat keras itu,
sehingga Pek Lian Suthai tak berani berlaku ayal lagi.
Nikouw tua ini lalu bergegas menuju ke pintu depan dan
dengan kedua tangannya sendiri ia membuka tapal pintu.
Di dalam kuil yang amat dihormati ini, para pengikut
Pat jiu Giam ong tidak berani berlaku kurang ajar. Mereka
hanya menanti di halaman depan dan yang masuk hanyalah
Pat jiu Giam ong Liem Po Coan, Liem Swee puteranya,
dan akhirnya Bucuci.
“Di mana mereka??” Bucuci bertanya kepada Pek Lian
Suthai setelah mereka memberi hormat kepada nikouw itu.
Sikap Bucuci amat galak, akan tetapi Pat jiu Giam ong dan
puteranya berlaku tenang.
Biarpun menghadapi Bucuci yang nampak marah, Pat jiu
Giam ong yang nampak amat berpengaruh dan Liem Swee
yang tampan dan gagah dengan pakaiannya yang indah,
namun Pek Lian Suthai ketua kuil Sun pok thian itu tidak
gentar sedikit juga. Ternyata bahwa wanita tua yang
semenjak puluhan tahun telah melakukan samadhi dan
menuntut penghidupan suci dan bersih ini, telah memiliki
kekuatan batin yang luar biasa dan yang membuatnya
menjadi tenang.
“Ah, kiranya sam wi (tuan bertiga) yang datang
berkunjung dari kota raja. Sungguh merupakan kehormatan
besar terhadap pin ni. Silahkan duduk di ruang tamu, sam
wi dan minum teh.”
“Pek Lian Suthai, kami datang berkunjung tidak untuk
minum teh atau bersembahyang !” Bucuci berkata tak sabar.
“Kami datang untuk menyusul anak durhaka itu. Di mana
mereka anak dan isteriku? Tadi mereka masuk di kuil ini
dan harap kau orang tua jangan mencampuri urusan ini.”
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
“Oh, jadi ciangkun mencari hujin dan siocia? Hujin
memang ada di dalam, sedang sakit karena menderita luka
hebat di bagian dadanya. Pin ni sedang berusaha
mengobatinya. Adapun siocia, dia datang untuk menjadi
murid pin ni dan sekarang dia telah menjadi murid Kwan
Im Pouwsat!”
“Apa? Suruh mereka keluar! Kalau tidak, aku terpaksa
akan menerjang masuk!” Bucuci berkata lagi dengan marah.
“Hujin sedang sakit, ciangkun,” jawab Pek Lian Suthai
dengan tenang.”Dan pin ni percaya bahwa ciangkun
memiliki kebijaksanaan dan kesopanan cukup besar untuk
tidak melanggar pantangan dan memasuki ruang dalam
tempat tinggal pinni dan murid rnurid pinni.”
Merahlah muka Bucuci karena biarpun omongan ini
amat merendah, namun sebenarnya merupakan tamparan
baginya dan mengingatkan dia bahwa di dalam ruang kuil
itu hanyalah terdapat orang orang wanita belaka!
“Pek Lian Suthai, benarkah Sian Hwa telah mengambil
keputusa masuk menjadi pendeta wanita?” tanya Pat jiu
Giam ong dan matanya yang tajam menatap wajah Pek
Lian Suthai.
“Demikianlah kehendak ibunya, Liem goan swe,” jawab
Pek Lian Suthai.
“Suruh dia keluar, kalau ibunya sakit, biarlah anak itu
sendiri yang keluar. Aku gurunya hendak bicara dengan
dia!” Berbeda dengan Bucuci, Pat jiu Giam ong bicara
dengan pasti dan berpengaruh, sama sekali tidak
mempergunakan ancaman atau gertakan. Dan untuk suara
seperti ini, Pek Lian Suthai maklum bahwa tidak ada
gunanya membantah lagi. Ia lalu masuk ke ruang dalam di
mana Kui Eng dan Sian Hwa telah menantinya. Kui Eng
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
dengan wajah pucat dan air mata mengalir di pipi, tetapi
Sian Hwa menggigit bibir dan tidak takut sedikit pun juga.
“Siocia, kau dipanggil oleh suhumu, Pat jiu Giam ong,”
kata Pek Lian Suthai kepada Sian Hwa. Gadis ini
memandang kepada ibunya, lalu berkata perlahan. “Ibu
harap kau tenang tenang saja, jangan khawatir, aku dapat
menjaga diri sendui.”
“Sian Hwa, demi Pouwsat, jalan satu satunya untuk
meloloskan diri hanya... mengaku menjadi murid Pek Lian
Suthai....”
Sian Hwa meninggalkan kamar itu setelah menyatakan
setuju dengan nasehat ibunya, diikuti oleh Pek Lian Suthai.
Melihat dara yang cantik jelita itu dengan wajah agak
pucat, tetapi sikap amat tenang keluar menemui mereka
dengan pandangan mata sedikit pun tidak nampak gemar,
Pat jiu Giam ong diam diam merasa kagum kepada
muridnya ini. Jenderal ini memang sesungguhnya amat
sayang kepada muridnya ini dan tadinya ia mengharapkan
Sian Hwa lah yang akan dapat menjunjung tinggi namanya
dalam kalangan dunia persilatan, ia maklum bahwa gadis
ini memiliki bakat yang lebih baik daripada Liem Swee
puteranya dan kalau gadis ini dapat menjadi isteri Liem
Swee dan mereka itu bersatu, maka mereka merupakan
kekuatan yang akan cukup tangguh untuk menghadapi
lawan lawan yang datang mengganggu maupun kawan
yang datang untuk menguji ilmu kepandaian mereka.
Adapun Bucuci memandang kepada Sian Hwa dengan
mata marah. Bucucipun sebetulnya telah merasa sayang
kepada Sian Hwa yang dianggapnya sebagai puteri sendiri.
Panglima ini memang tidak mempunyai keturunan dari
Sian Hwa memang semenjak kecilnya telah mendatangkan
banyak kesenangan dalam hatinya. Kini melihat gadis ini
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
yang mendatangkan banyak kepusingan, ia benar benar
merasa kecewa dan rasa sayangnya itu berobah menjadi
kebencian besar. Tak pernah disangkanya bahwa gadis yang
semenjak kecilnya ditimang timang dan dimanjakan itu kini
berbalik merupakan seorang musuh dan lawan yang amat
berbahaya.
Sementara itu, Liem Swee memandang kepada San Hwa
dengan hati kecewa bukan main. Melihat gadis itu kini
keluar dari dalam kuil dengan pakaian sederhana dan
rambut kusut, makin tertariklah hatinya.Memang semenjak
mereka telah dewasa, kesayangannya terhadap Sian Hwa
makin menjadi. Kalau dulu ketika mereka masih kecil ia
sayang kepada Sian Hwa sebagai seorang kawan bermain
atau sebagai seorang saudara karena memang ia tidak
mempunyai saudara kandung, setelah mereka menjadi
remaja, mulailah ia memperhatikan dan melihat betapa
cantik wajah Sian Hwa dan betapa indah dan elok potongan
tubuh sumoinya itu. Kini ia diam diam mengakui bahwa
sumoinya memang elok dan cantik sekali, maka alangkah
pahit rasa hatinya kalau ia mengingat bahwa sumoi yang
telah menjadi tunangannya itu kini menyatakan tidak setia
dan menolak serta memutuskan perjodohannya dengannya.
Kegetiran hatinya ini tentu saja membuatnya merasa sakit
hati juga dan diam diam ia merasa tersinggung
keangkuhannya dan merasa terhina oleh penolakan Sian
Hwa. Dia, putera Pat jiu Giam ong, sampai ditolak oleh
Sian Hwa, murid dari ayahnya sendiri. Sungguh terlalu.
Wajahnya berobah keras dan mulutnya tersenyum
mengejek kalau teringat akan hal ini.
Demikianlah, tiga orang itu memandang ke pada Sian
Hwa dengan perasaan berbeda beda.
“Sian Hwa,” Pat jiu Giam ong berkata setelah Sian Hwa
membungkuk kepadanya selaku penghormatan, karena
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
hanya kepada suhunya saja Sian Hwa memberi hormat
ayahnya dan Liem Swee tidak diacuhkannya sama sekali,
bahkan dilirik sajapun tidak. Perbuatan sesat apalagi yang
telah kaulakukan. Kau telah melukai ayahmu dan
membawa lari ibumu di malam buta, sungguh amat hebat
perbuatanmu ini.”
“Terserah kepada pertimbangan suhu saja, karena teecu
melukai dia hanya untuk membela ibu.” jawab Sin Hwa
sambil tunduk dan biarpun ia bersikap merendah terhadap
suhunya, namun ia sama sekali tidak kelihatan takut.
“Sian Hwa, tak kusangka bahwa benar benar kau sampai
hati dan berani melemparkan penghinaan besar kepadaku,
kepada gurumu sendiri. Kau tetap membangkang dan tidak
mau melanjutkan perjodohanmu dengan anakku?”
“Teecu tidak akan menikah dengan siapapun juga, suhu.
Penolakan teecu ini bukan sekali kali karena teecu
membenci suheng, sama sekali tidak ....”
“Ya, ya, aku sudah tahu, karena kau tergila gila kepada
murid Kim Kong Taisu yang keparat itu, bukan?” Bucuci
memotong gemas.
“Aku tidak bicara dengan kau!” Sian Hwa mendelik
kepada ayah angkatnya dan membentak. Melihat sinar
mata Sian Hwa yang berapi api itu, diam diam Bucuci
terkejut dan tak berani membuka mulut lagi.
“Sian Hwa, jangin kau main main dengan aku! Aku
takkan memaksa kau menjadi isteri Swee ji akan tetapi tidak
boleh kau merusak kehormatan nama keluargaku begitu
saja. Kau harus melanjutkan pernikahan ini hanya untuk
menjaga kebaikan nama keluargaku. Setelah diadakan
upacara pernikahan, boleh saja kau pergi meninggalkan
suamimu, kami takkan menghalangi kehendakmu!” kata
Pat jiu Giam ong pula kepada muridnya yang bandel ini.
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
Diam diam Pek Lian Suthai terkejut sekali. Kalau hal ini
dilakukan, tentu saja semua nama busuk tertanggung oleh
Sian Hwa, karena dengan demikian persoalannya menjadi
lain, yakni sebagai seorang isteri yang melarikan diri dari
suaminya adalah perbuatan yang amat memalukan dan
hina! Sian Hwa yang masih belum berpengalaman itu
sebetulnya tidak tahu tentang hal ini, tetapi ia tetap
menolak, bukan karena takut seperti apa yang ditakutkan
oleh Pek Lian Suthai, melainkan memang ia tidak mau
menikah. Kecuali dengan Bun Sam, bisik hatinya!
“Tidak, suhu. Teecu tetap tidak mau menikah.”
“Kalau aku memaksamu?” tanya Pat jiu Giam ong
dengan geram.
“Lebih baik teecu binasa,” tantang Sian Hwa dengan
beraninya.
“Ayah!!” tiba tiba Liem Swee berseru keras, hingga
mengejutkan semua orang. “Sudah demikian rendahkah
aku, sehingga ayah terpaksa harus membujuk bujuk dan
memaksa maksa seorang gadis untuk menjadi isteriku?
Apakah benar benar aku sebagai seorang pemuda takkan
laku lagi dan tidak bisa mendapatkan gadis lain yang lebih
cantik, lebih manis lebih gagah dan lebih mulia hatinya
daripada Sian Hwa?” Liem Swee benar benar tersinggung
kejantanannya mendengar ayahnya membujuk bujuk
seorang gadis untuk menjadi isterinya.
“Liem kongcu bicara betul,” kata Pek Lian Suthai.
“Mohon maaf sebesarnya, Liem goanswe. Bukan sekali kali
pinni bermaksud mencampuri urusan yang sesungguhnya
merupakan urusan rumah tangga, namun pinni khawatir
kalau kalau terjadi perkara jiwa dalam kuil ini. Memang
amat tidak bijaksana kalau memaksa siocia ini menjadi
isteri Liem kongcu sebagaimana dikatakannya tadi, kedua
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
kali nya, karena siocia telah menjadi muridku, menjadi
seorang pendeta wanita di kuil ini Liem goanswe tentu
sudah maklum bahwa seorang calon pendeta wanita tidak
boleh menikah dan pula seorang pendeta wanita tidak boleh
diganggu, karena pendeta wanita berada di bawah
perlindungan Kwan ini Pouwsat dan dilindungi oleh
undang undang kaisar.”
Pat jiu Giam ong memandang kepada Sian Hwa dengan
tajam, penuh selidik. Ia tahu akan peraturan itu dan
maklum pula bahwa dengan menjadi seorang nikouw,
berarti bahwa gadis itu telah menutup kesempatan untuk
menjadi orang biasa dan menutup pintu hati bagi segala
keramaian duniawi.
“Sian Hwa, benarkah engkau hendak menjadi pendeta
wanita?” tanyanya.
“Benar, suhu,” jawab Sian Hwa sambil menundukkan
mukanya.
Tiba tiba Liem Swee tertawa gelak gelak dengan lagak
amat mengejek ia telah dibikin kecewa dan juga dibikin
malu, maka kini ia hendak membalas penghinaan Sian Hwa
dengan jalan mengejek dan memperolok olokkannya.
“Suthai, bukankah seorang pendeta wanita itu harus
dicukur rambut kepalanya?”
“Memang betul demikian, Liem kongcu.”
“Dan benarkah bahwa pencukuran itu kecuali dilakukan
oleh ketua kuil, juga boleh dilakukan oleh orang tua atau
wali dari yang hendak menjadi nikouw?”
Pek Lian Suthai berpikir sejenak, sambil menatap wajah
pemuda itu penuh selidik. Dia adalah seorang nenek yang
sudah banyak makan asam garam dunia, maka ia dapat
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
menebak apa yang hendak dilakukan oleh pemuda yang
sakit hati ini.
“Memang demikian, kongcu,” jawabnya kemudian.
Sesungguhnya tidak ada aturan seperti ini, tetapi karena
Pek Lian Suthai mempunyai maksud tertentu, ia
membenarkan kata kata LiemSwee itu.
“Bagus!” seru Liem Swee dan tiba tiba ia mencabut
pedangnya..”Kalau demikian, biarlah aku mewakili
ayahnya untuk membabat dan mencukur rambutnya. Kami
sekalian hendak menyaksikan apakah benar benar sumoiku
yang baik dan mulia ini hendak masuk menjadi pendeta
wanita.”
Bukan main marahnya hati Sian Hwa mendengar
ucapan suhengnya ini. Ia telah mengangkat muka dan
memandang dengan mata bersinar marah kepada Liem
Swee Akan tetapi ketika ia bertemu pandang dengan
suhunya, ia melihat betapa suhunya memandangnya
dengan dingin dan agaknya membenarkan dan menyetujui
usul puteranya itu. Dan ketika Sian Hwa bertemu pandang
dengan Pek Lian Suthai, ia menjadi terkejut dan heran
karena nikouw tua ini mengejapkan matanya memberi
tanda agar ia menurut saja. Dalam keadaan terjepit seperti
itu, menghadapi ayahnya yang marah, Liem Swee yang
sakit hati dan suhunya yang amat berpengaruh, Sian Hwa
tidak berdaya dan hanya mengandalkan pertolongan Pek
Lian Suthai. Ia menggantungkan nasibnya pada keputusan
nikouw tua itu maka sambil menundukkan kepalanya, ia
memejamkan matanya menanti apa yang akan menimpa
dirinya.
“Baiklah, Liem kongeu. Kau lakukan apa yang kau
kehendaki itu, asal saja kau berhati hati jangan sampai
melukai kulit kepala siocia,” kata Pek Lian Suthai
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
tersenyum, lalu disambungnya lagi. “Siapa pun yang
mencukur rambutnya, apa bedanya.”
Liem Swee yang menjadi kejam bukan hanya karena
sakit hatinya, akan tetapi karena memang ia mempunyai
dasar watak kejam seperti ayahnya, segera melangkah maju
menghampiri Sian Hwa. Pek Lian Suthai menyuruh Sian
Hwa berlutut, menyelimuti tubuh gadis itu dengan jubah
pendeta berwarna putih. Disaksikan oleh semua nikouw
yang berada di situ dan juga oleh Bucuci dan Pat jiu Giam
ong, Liem Swee lalu memegang rambut kepala Sian Hwa.
Ketika jari tangannya merasa menyentuh rambut yang
hitam gemuk, halus dan berbau harum itu, hatinya
melemah juga. Akan tetapi timbul kembali kekerasan
hatinya ketika ia mengingat akan penolakan Sian Hwa
kepadanya, maka sambil menggigit bibir Liem Swee lalu
mengerjakan pedangnya yang tajam. Sekali babat saja
putuslah rambut yang indah itu. Naik sedu sedan dari dada
San Hwa ke lehernya, akan tetapi gadis ini sambil
memicingkan matanya lalu mengatur napasnya dan berlutut
diam tak bergerak seperti orang bersamadhi. Sekali Liem
Swee sudah memotong rambut itu, ia menjadi gembira lagi
dan dengan sikap mengejek ia lalu mencukur kepala Sian
Hwa dengan gerakan cepat dan sebentar saja lenyaplah
semua rambut darri kepala Sian Hwa. Kini kepala gadis
yang cantik itu menjadi gundul kelimis dan kelihatan kulit
kepalanya yang putih bersih!
Liem Swee menyimpan pedangnya dan tertawa gelak
gelak sementara itu, diam diam Bucuci menjadi terharu
juga melihat keadaan Sian Hwa. Biarpun matanya meram
dan kepalanya tunduk dari kedua mata gadis itu mengalir
air mata yang membasahi kedua pipinya yang pucat. Gadis
itu telah menderita pukulan batin yang hebat dan hanya
kekerasan hatinya saja yang membuat ia tidak menangis
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
tersedu sedu! Pat jiu Giam ong yang tadinya marah, melihat
betapa bekas muridnya ini benar benar rela menjadi nikouw
daripada menikah menghela napas penuh kekecewaan dan
penyesalan.
“Suthai, siapakah nama nikouw muda baru ini?” Liem
Swee bertanya dengan suara jenaka, penuh olok olok.
Melihat betapa bekas tunangannya itu kini berkepala
gundul, lenyap pula rasa cintanya karena memang pada
dasarnya pemuda ini hanya mencintai kecantikan wajah
Sian Hwa belaka.
“Namanya? Pinni rasa, nama Sian Hwa cukup baik,
maka sekarang pinni menyebutnya SianHwa Nikouw.”
Liem Swee lalu menjura kepada Sian Hwa yang masih
berlutut sambil berkata mengejek. “Sian Hwa Nikouw,
selamat datang di kuil Sun pok thian! Harap kau suka
menolongku, berdoa memohon kepada Pouwsat yang baik
agar aku lekas lekas mendapat jodoh!”
Sian Hwa menggigit bibirnya dan menahan air matanya
yang hendak mengucur keluar. Pat jiu Giam ong segera
berkata kepada puteranya. “Sudahlah, mari kita pergi. Sian
Hwa telah memilih jalan hidupnya sendiri.” Setelah berkata
demikian, Pat jiu Giam ong lalu melangkah keluar, diikuti
oeh Liem Swee yang masih tertawa tawa.
“Kau dan Kui Eng jangan harap akan dapat memasuki
rumahku lagi!” Bucuci berkata keras lalu pergi pula dari
tempat itu.
Setelah semua orang pergi, Sian Hwa menubruk kaki Pek
Lian Suthai sambil menangis tersedu sedu. Ia meraba raba
kepalanya dan tangisnya makin menjadi. Wanita manakah
yang takkan hancur luluh rasa hatinya kalau kehilangan
rambut yang menjadi mahkota kecantikannya?
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
Akan tetapi Pek Lian Suthai memeluknya dan
menghibur sambil tertawa senang.
“Selamat. selamat! Pinni mengucapkan selamat
untukmu, siocia.”
Dengan kedua tangan menutupi mulutnya untuk
menahan tangisnya. Sian Hwa mengangkat muka
memandang kepada nikouw tua itu melalui air matanya.
Gilakah nikouw tua ini? Ia dipaksa menjadi nikouw di luar
kehendaknya dan digunduli kepalanya dan nikouw tua ini
bahkan memberi selamat kepadanya.
“Semenjak tadi pinni sudah maklum bahwa kau tidak
mempunyai bakat untuk menjadi seorang nikouw, siocia.
Kau lebih bertulang ibu yang mulia dan isteri yang
bijaksana. Oleh karena itulah maka pinni menyetujui usul
Liem kongcu untuk mencukur rambutmu! Kau menjadi
nikouw di luar pengesahan dari Pouwsat, tanpa upacara,
sehingga kau menjadi nikouw tidak sah. Kau belum boleh
dianggap menjadi seorang nikouw, siocia dan kau masih
seorang gadis biasa.”
Melihat pandangan mata gadis itu tidak mengerti dan
penuh mengandung pertanyaan, Pek Lian Suthai lalu
menjelaskan. “Ada dua macam syarat yang menetapkan
sah atau tidaknya seseorang menjadi nikouw. Pertama
tama, pemotongan rambut itu tidak boleh dilakukan di luar
kehendak yang bersangkutan, oleh karena itu, mereka yang
hendak menjadi nikouw, selalu menjadi murid yang
memelihara rambut lebih dulu sampai beberapa bulan
lamanya. Setelah mereka dengan suka rela suka memotong
rambutnya, barulah rambutnya itu dipotong dan
pencukuran itu sah namanya. Ke dua, pencukuran rambut
tidak boleh dilakukanbegitusaja harus di depan meja
sembahyang, disaksikan oleh Pouwsat dan dilakukan
sembahyangan khusus untuk pencukuran rambut. Mana
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
bisa rambutmu dicukur begitu saja dan kau lantas dianggap
sebagai seorang nikouw? Tidak, tidak, siocia, kau masih
belum menjadi nikouw. Di dunia ini tidak ada nikouw yang
menjadi pendeta karena dipaksa, semua atas kehendak hati
dan kesadaran pikiran sendiri.”
Tentu saja Sian Hwa menjadi girang sekali mendengar
pernyataan ini, tetapi ketika ia meraba kepalanya, kembali
air matanya bercucuran keluar.
“Suthai....” katanya megap megap. “Akan tetapi....
rambutku....rambutku telah lenyap....bagaimana aku dapat
menjumpai orang dalam keadaan.... begini....??” ia
menangis lagi.
Pek Lian Suthai menepuk nepuk pundak gadis itu dan
tertawa geli.
“Anak bodoh! Mengapa rambut saja kau tangisi? Siapa
orangnya yang dapat memotong lenyap rambut dan kuku?
Seribu kali dipotong, seribu kali akan keluar dan tumbuh
lagi! Tunggu saja paling lama satu tahun, rambutmu akan
tumbuh lagi dan bahkan akan lebih bagus dan indah
daripada yang telah dicukur ini. Mengapa berduka tentang
rambut? Kau bahkan harus berterima kasih kepada
rambutmu siocia, karena sesungguhnya hanya rambutmu
inilah yang telah dapat menolongmu dan membebaskanmu
daripada perkara yang amat sulit dan berbahaya. Sekarang
kau telah bebas, mereka takkan mengganggumu lagi dan
semua ini berkat pertolongan rambutmu! Pula, kalau kau
merasa malu keluar dalam keadaan gundul, kau
bersembunyi sajalah di belakang. Hitung hitung menanti
sampai timbul suasana tenang. Kalau mereka sudah tidak
meinperdulikan lagi padamu, kau bebas dan merdeka untuk
pergi ke mana saja yang kau kehendaki.”
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
Mendengar ucapan ini. Sian Hwa terhibur juga dan
hatinya merasa senang. Ia bahkan lalu minta se stel pakaian
pendeta warna putih dan mengganti pakaiannya.
Rambutnya yang terletak di atas tanah itu ia kumpulkan
dan ia dengan senyum manisnya timbul kembali
menyatakan kepada Pek Lian Suthai bahwa rambutnya itu
hendak dibuat menjadi sebuah cemara rambut!
Akan tetapi hanya sebentar saja hati Sian Hwa terhibur
dari kedukaan Ternyata bahwa luka di dalam dada Kui Eng
amat berat, di tambah lagi dengan pukulan batin yang ia
derita akibat peristiwa rumah tangganya ini, sebulan
kemudian Pek Lian Suthai menyatakan bahwa keadaan
nyonya yang bernasib malang ini takkan tertolong lagi!
Sebelum menghembuskan nafas terakhir. Kui Eng
berceritera kepada Sian Hwa yang siang malam
menjaganya. Nyonya ini menceritakan riwayatnya, betapa
suaminya dan anak perempuannya telah dibunuh oleh
barisan Ang bi tin dan betapa kemudian ia dirampas oleh
Bucuci. Ia tadinya tidak mau menuruti kehendak Bucuci itu
sampai akhirnya Bucuci datang membawa Sian Hwa yang
masih kecil. Semenjak Sian Hwa menjadi anaknya maka
timbul kembali kegembiraan hidupnya, Sian Hwa
mendengarkan penuturan ini dengan hati amat terharu dan
ketika Kui Eng menghembuskan nafas terakhir, Sian Hwa
menangis sedih sampai jatuh pingsan. Jenazah Kui Eng
dimakamkan di pekarangan belakang dari kuil itu dan
semenjak hari itu Sian Hwa hidup menyepi di dalam kuil
itu. Ia menerima pelajaran tentang kebatinan dari Pek Lian
Suthai dan di waktu senggang. Sian Hwa tak pernah lupa
untuk melatih ilmu silatnya. Bahkan dari nikouw tua ini ia
dapat memperdalam ilmu suratnya karena ternyata bahwa
Pek Lian Suthai juga ahli dalam ilmu kesusasteraan kuno.
Tak lupa pula sewaktu waktu Sian Hwa pergi ke Tong seng
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
kwan mengunjungi makam ayahnya, yakni Can kauwsu. Ia
sekarang tidak ragu ragu lagi bahwa memang benar Can
Goan atau Can kauwsu adalah ayahnya yang tulen, karena
dari seorang anggauta Ang bi tin yang kini menjadi seorang
penjaga di kantor tihu, ia mendengar pula bahwa ayahnya
itu dibunuh oleh Ngo jiauw eng dan ia sendiri dibawa pergi
oleh Bucuci. Tetapi tak seorangpun mengetahui siapa
adanya ibunya yang sebenarnya. Tak seorangpun pernah
melihat isteri dari Can Goan yatig terbunuh itu.
Apabila ia pergi ke makam ayahnya, Sian Hwa selalu
dikawani oleh seorang dua orang nikouw. Dia sendiri
berpakaian sebagai seorang nikouw, dengan jubah
pertapaan yang lebar berwarna putih. Akan tetapi ia selalu
menutupi kepala nya yang gundul, juga mukanya dengan
saputangannya, selalu menyembunyikan wajahnya
sehingga tidak menarik perhatian orang.
Benar sebagaimana yang dikatakan oleh Pek Lian
Suthai, setahun kemudian rambutnya telah tumbuh kembali
dengan suburnya, sehingga hati Sian Hwa mulai menjadi
girang. Ia kini telah melepaskan jubah pertapaannya, tetapi
pakaiannya tetap sederhana berwarna putih. Rambutnya
digelung dan disembunyikan dalam kain pengikat kepala.
Setiap kali teringat kepada Bun Sam, gadis ini menghela
napas dan termenung. Dapatkah ia bertemu kembali
dengan pemuda itu? Dan andaikata bertemu apakah yang
hendak dilakukan atau dikatakannya? Bagaimanapun juga,
ia masih tetap tidak aman. Biarpun kini tidak ada gangguan
sesuatu dari Pat jiu Giam ong atau Liem Swee tetapi ia tahu
bahwa selamanya ia takkan dapat menikah. Kalau ia
sempat menikah dengan siapapun juga, lalu terdengar oleh
Pat jiu Giam ong tentu bekas suhunya itu takkan dapat
mengampuninya. Hal ini ia tahu pasti karena iapun
mengenal watak suhunya. Oleh karena itu, Sian Hwa
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
menjadi dingin hatinya terhadap pernikahan dan ditambah
pula dengan pelajaran kebatinan dari Pek Lian Suthai ia
menjadi betah tinggal di kuil itu, hidup dalam keadaan
tenang dan tenteram.
Setahun pula lewat dengan cepatnya, sehingga tanpa
terasa pula Sian Hwa telah tinggal dua tahun di dalam kuil
itu. Dua bulan yang lalu Pek Lian Suthai meninggal dunia,
membuat Sian Hwa menjadi amat berduka. Banyak sekali
orang orang bangsawan yang datang memberi hormat
kepada jenazah Pek Lian Suthai dan diantara mereka itu
nampak Bucuci! Akan tetapi Sian Hwa yang mengetahui
bahwa banyak tamu datang di kuil itu, sengaja tidak mau
keluar dan bersembunyi saja di ruang belakang. Juga dari
gedung Pat jiu Giam ong datang banyak sekali barang
sumbangan dan Liem Swee sendiri datang mewakili
ayahnya. Akan tetapi, juga Liem Swee tidak terkabul
harapannya untuk bertemu dengan Sian Hwa. Ketika Liem
Swee minta kepada nikouw nikouw lain supnya
mempersilahkan Sian Hwa nikouw keluar, ia mendapat
jawaban bahwa yang dicari itu sedang berduka dan tidak
dapat menjumpai siapapun juga!
Dari para penyelidiknya, Liem Swee mendapat tahu
bahwa kini Sian Hwa telah memelihara rambut pula, hanya
pakaiannya saja amat sederhana, terbuat dan bahan kain
berwarna putih. Pada suatu hari ketika Sian Hwa keluar
dan kuil hendak menengok makam ayahnya di Tong seng
kwan, tiba tiba di jalan ia berhadapan dengan Liem Swee.
Bekas suheng itu berpakaian mewah dan indah seperti
biasa, dan selama dua tahun tidak berjumpa, Sian Hwa
diam diam harus mengakui bahwa bekas suhengnya itu kim
nampak lebih gagah dan tampan, sungguhpun pada wajah
yang tampan itu kini membayang kekejaman dan
penderitaan hidup ia merasa heran mengapa Liem Swee
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
nampaknya tidak bahagia dan pemuda yang tinggi besar ini
sekarang nampak hampir serupa dengan ayahnya.
“Sumoi, alangkah kejamnya hatimu terhadap aku. Kau
membiarkan aku merana dan merindu....” demikianlah
ucapan pertama yang keluar dan mulut Liem Swee dalam
perjumpaan itu, perjumpaan yang memang disengaja oleh
Liem Swee. Pemuda ini mendengar dari seorang nikouw
yang diperalatnya bahwa pada pagi hari itu Sian Hwa
hendak mengunjungi makam ayahnya di Tong seng kwan,
maka ia sengaja menghadang di jalan.
Ucapan ini mengejutkan hati Sian Hwa, juga
menimbulkan perasaan tidak senang. Tadinya, dalam
pandangan pertama, timbul rasa kasihan pada suhengnya,
akan tetapi kata kata yang menyatakan perasaan hati
pemuda ini benar benar tak pernah disangkanya.
“Aku bukan sumoimu, bukankah ayahmu telah
menyatakan bahwa aku tidak berhak menyebut dia sebagai
suhu lagi?”
“Sumoi. jangan kau berkata demikian. Betapapun
marahnya ayah kepadamu, betapapun besar kau
mendatangkan kedukaan padaku, aku tetap... mencintaimu,
sumoi,”
Sian Hwa hampir saja mendampratnya, mengingatkan
pemuda itu akan penghinaan besar ketika pemuda itu
menggunduli kepalanya. Ah, selam hidup ia takkan dapat
melupakan penghinaan yang menyakitkan hatinya itu.
“Sudahlah, jangan menggangguku lagi, Liem kongcu.
Aku tidak kenal lagi kepadamu. Minggirlah dan jangan
menggangguku.”
.”Sumoi, sekeras itukah hatimu? Tidak kasihankah kau
kepadaku? Selama ini, setiap malam aku memimpikan kau
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
dan hidupku takkan dapat berbahagia tanpa engkau di
sampingku.”
“Liem kongcu, tutup mulutmu! Lupakah kau bahwa aku
adalah seorang penghuni kuil yang suci. Minggir, kalau
tidak aku akan berteriak menyatakan bahwa kau sebagai
putera jenderal mengganggu seorang penghuni kuil.”
Sambil berkata demikian, Sian Hwa melanjutkan
perjalanannya dengan sangat cepatnya.
Liem Swee tidak berani mengejar karena memang amat
berbahaya kalau penduduk dusun itu mengetahui bahwa dia
hendak mengganggu seorang nikouw kuil Sun pok thian.
Tentu ia akan malu sekali dan ayahnya akan marah bukan
kepalang kepadanya. Ia tahu bahwa ayahnya amat menjaga
nama keluarganya.
Selama dua tahun ini, Liem Swee mendapat kenyataan
bahwa sebetulnya ia tak dapat melupakan Sian Hwa,
sumoinya itu. Setahun setelah peristiwa di kuil Sun pok
thian itu, ia dijodohkan dengan seorang gadis cantik di kota
raja, puteri seorang berpangkat. Gadis itu selain pandai
ilmu sastera dan terpelajar, juga amat cantik, sehingga
disebut sebagai bunga kota raja. Tadinya memang Liem
Swee amat puas dengan isterinya ini, tetapi beberapa bulan
kemudian setelah menikah, ia mulai merasa bosan dan
memperlakukan i terinya dengan kasar serta acuh tak acuh.
Mereka mulai bercekcok karena sebagai puteri bangsawan
yang terpelajar, isterinya itu tidak mandah saja
diperlakukan sewenang wenang, Pat jiu Giam ong turun
tangan dan tentu saja jenderal ini membela puteranya dan
memaki maki kepada menantunya itu. Hal ini membuat
isteri Liem Swee menjadi sakit hati dan malam harinya ia
lalu membunuh diri dengan minum racun.
Tak seorangpun tahu kecuali Liem Swee dan seisi rumah
keluarga Liem bahwa nyonya muda yang baru menikah
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
lima bulan itu menamatkan hidupnya dengan minum
racun, karena Pat jiu Giam ong mengancam keras kepada
semua orang tidak boleh menyiarkan berita ini. Kematian
nyonya itu dinyatakan sebagai mati karena sakit mendadak
dan tak seorangpun yang berani mencurigainya.
Demikianlah, Liem Swee menjadi duda muda dari setiap
hari ia merindukan sumoinya yang masih berada di kuil
Sun pok thian. Ketika mendengar dari para penyelidiknya
bahwa sumoinya itu kini telah memelihara rambut, timbul
harapan baru dan cintanya bernyala kembali, Sian Hwa
dengan muka merah melanjutkan perjalanannya ke Tong
seng kwan di mana ia mengunjungi makam ayahnya yang
kini sudah diperbaiki. Sian Hwa mendapat bantuan dan Pek
Lian Suthai untuk menyuruh orang memperbaiki makam
ini yang sekarang sudah dipasangi batu nisan yang berukir
nama ayahnya.
Ketika ia bersembahyang di depan kuburan ayahnya,
timbul pula kesedihan hati Sian Hwa. Kesedihan ini timbul
karena kecemasannya waktu bertemu dengan Liem Swee
dan mendengar ucapan pemuda itu, ia menjadi cemas. Ia
maklum bahwa bekas suhengnya itu tentu takkan mau
melepaskannya dan kalau sampai suhunya ikut campur,
akan celakalah dia. Oleh karena itu, sambil bersembahyang,
Sian Hwa berpamit kepada arwah ayahnya, karena ia telah
mengambil keputusan untuk melarikan diri dan minggat
dan kota ini. Ia hendak merantau dan menjauhkan diri dari
Liem Swee.
Setelah cukup lama bersembahyang di depan makam
ayahnya Sian Hwa lalu pergi dan situ dan tergesa gesa
kembali ke kuil. Ia telah mengambil keputusan tetap untuk
berpamitan dari semua nikouw dan pergi meninggalkan
tempat itu. Akan tetapi baru saja ia keluar dari kota Tong
seng kwan dan tiba di hutan dekat dusun di mana kuil Sun
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
pok thian berada, tiba tiba dari balik sebatang pohon
melompat keluar seorang laki laki dan ternyata orang itu
adalah.... Liem Swee!
Bukan main mendongkolnya hati Sian Hwa melihatnya.
“Mau apa kau menghadang perjalananku?” tanyanya
ketus.
“Sian Hwa, jangan salah sangka. Aku tidak berniat
buruk. Kau tahu bahwa aku takkan pernah mau
mengganggu sedikitpun juga padamu. Harap kau menaruh
hati kasihan kepadaku, sumoi. Marilah kita menghadap
ayah. Aku yang menanggung bahwa ia tentu akan
memaafkan kau dan....dan.... tolonglah aku, mari kita
menyambung kembali tali perjodohan kita yang terputus
itu, sumoi.”
Ketika Sian Hwa mendelik dan hendak marah, Liem
Swee menyambung cepat cepat, tidak memberi ketika
kepada dara itu untuk berbicara. “Sumoi, kau masih muda,
mengapa kau hendak menghabiskan waktumu dengan
berduka dan berkabung? Marilah kita mulai penghidupan
baru, mari kita mencari kebahagiaan bersama. Kita sudah
saling mengenal semenjak kecil, sudah tahu watak masing
masing Sumoi, marilah....”
“Aku tidak perduli semua itu bukan urusanku! Jangan
kau menggangguku lagi selama hidupmu!” bentak Sian
Hwa dengan marah. Dalam pandangan Liem Swee, setelah
berpisah dua tahun kini Sian Hwa menjadi makin cantik
dan manis. Gadis itu sekarang lebih manis daripada dahulu
dan lebih matang dan sikapnya tidak kekanak kanakan lagi.
Oleh karena itu, ia telah menjadi tergila betul dan ketika
Sian Hwa pergi ke Tong seng kwan, ia sengaja menanti di
dalam hutan itu agar pembicaraan mereka tidak terdengar
oleh orang lain.
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
Jilid X
“SUMOI, jangan kau berkeras hati. Tak percaya aku
bahwa kau yang secantik ini akan berlaku kejam.”
“Tutup mulutmu yang palsu itu!” Sian Hwa berkata
marah. “Agaknya kau tidak ingat lagi betapa kau
menggunduli rambutku, ya?”
Mendengar ini, Liem Swee menjadi pucat. “Kau masih
marah, sumoi? Bukankah kau sendiri yang menghendaki
untuk menjadi nikouw? Kau anggap aku bersalah dalam hal
itu? Baiklah, aku minta ampun kepadamu.” Setelah berkata
demikian, pemuda yang sudah tergila gila itu lalu
menjatuhkan diri berilutut di depan SianHwa!
Tetapi Sian Hwa mempergunakan kesempatan itu untuk
melompat dan berlari pergi dari situ. Dahulu ilmu lari
cepatnya lebih tinggi dari pemuda itu, maka kini ia hendak
mempergunakan ilmunya untuk melarikan diri dari Liem
Swee. Akan tetapi alangkah terkejutnya ketika sebentar saja
Liem Swee telah dapat menyusulnya dan menghadang di
depannya lagi. Ternyata bahwa selama dua tahun ini,
kepandaiaan Liem Swee telah maju pesat sekali dan
melampauinya.
“Sumoi, kasihanilah aku....”
Kini Sian Hwa betul betul marah. “Orang tak tahu diri!
Ketahuilah, bahwa selama ini aku melatih ilmu silatku dan
kalau perlu, aku akan dapat menghadapimu dengan pedang
terhunus! Apakah kau menghendaki pertempuran untuk
menentukan siapa yang akan menggeletak tak bernyawa di
sini? Dulu aku tidak berani melawan karena kau adalah
suhengku, akan tetapi sekarang, biarpun ayahmu sendiri
datang, aku tidak akan mundur setapak dan akan
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
kupertaruhkan nyawaku!” Mata gadis ini berapi api saking
marahnya, sehingga Liem Swee menjadi ragu ragu.
“Sumoi, jangan begitu. Kalau kita bertempur, kau takkan
menang akan tetapi, aku bersumpah takkan mau
mempergunakan kekerasan terhadapmu. Sumoi, demi
kebahagiaanmu, demi kebahagiaan kita, kasihanilah aku
dan kasihanilah hidupmu sendiri. Apakah kau selamanya
akan begini saja?Mari kita menghadap ayah dan...”
“Aha, di mana mana saja kujumpai laki laki hidung
belang macam ini! Sungguh menjemukan sekali.” Tiba tiba
terdengar suara yang nyaring dan keluarlah orangnya dari
balik serumpun pohon kembang. Orangnya sesuai benar
dengan suaranya yang nyaring dan jenaka, karena ia adalah
seorang pemuda yang. berpakaian warna biru muda,
berwajah tampan luar biasa bertubuh kecil berisi. Pemuda
yang baru datang ini nampaknya jenaka dan periang sekali,
terutama sepasang matanya yang bersinar sinar dan
mulutnya yang tersenyum manis.
“Enci yang manis, apakah anak manja dari Jenderal ini
mengganggumu?” pemuda tampan ini bertanya, sambil
memandang kepada SianHwa. Dara ini sedang marah, kini
melihat lagak pemuda yang agaknya bahkan lebih kurang
ajar dan pandangan matanya terlalu berani ini, maka ia
menjadi marah. Ia hendak memaki akan tetapi didahului
oleh Liem Swee yang berobah air mukanya melihat
datangnya pemuda ini.
“Kau...„„? Gadis liar, agaknya kau sudah bosan hidup
maka berani mencampuri urusanku!”
“Aha, benar benar galak putera Pat jiu Giam ong.
Agaknya kepandaianmu sudah banyak maju maka kau
berani berlagak di hadapanku.”
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
Kini terbukalah mata Sian Hwa dan gadis ini
memandang kepada “pemuda” itu dengan mata terbelalak.
Tak pernah disangkanya bahwa “pemuda” ini sebetulnya
seorang gadis. Kini teringatlah Sian Hwa siapa adanya
gadis itu, ingatannya ini diyakinkan pula oleh seruan Liem
Swee yang telah mencabut pedangnya.
“Sumoi, hayo kau bantu aku menangkap gadis liar ini.
Dia adalah pembunuh dari Ngo jiauw eng Dia inilah gadis
liar yang dahulu mengacau di atas rumah ayahmu!”
“Aku bukan sumoimu dan aku tidak perduli urusanmu!”
jawab Sian Hwa dengan suara dingin. “Kalau berani,
lawanlah sendiri!”
Gadis jenaka yang berpakaian seperti pemuda itu tentu
saja pembaca sudah menerka siapa orang nya.Memang, dia
adalah Yap Lan Giok, puteri dan Yap Bouw atau murid
dari Mo bin Sin kun. Kini mendengar jawaban Sian Hwa,
Lan Giok bertepuk tangan sambil tertawa geli.
“Hi, hi, hi, tepat sekali, enci, tepat sekali! He, orang
tinggi besar, apakah kau masih ingin menangkap aku?”
Liem Swee merasa mendongkol sekali. Ia merasa ragu
ragu untuk melawan Lan Giok seorang diri saja. Kalau
sumoinya ikut mengeroyok, tentu ia akan dapat menang,
seperti juga dahulu gadis liar ini pernah ia keroyok dengan
Sian Hwa dan mereka hampir menang kalau tidak datang
murid Lam hai Lo mo yang membantu Lan Giok.
Sekarang, disuruh menghadapi gadis murid Mo bin Sin kun
ini seorang diri, ia merasa bimbang. Ia memang tidak
mempunyai hubungan dengan Ngo jiauw eng dan kematian
orang itu tidak ada sangkut pautnya dengan dia, pula
ayahnya selama ini melarang ia membuat permusuhan
dengan murid murid tokoh tokoh besar seperti Mo bin Sin
kun, Kim Kong Taisu dan yang lain lain.
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
“Aku seorang laki laki gagah tidak sudi menyerang
seorang perempuan liar!” kata Lian Swee dan cepat ia
melompat dan pergi meninggalkan tempat itu.
Lan Giok tertawa terkekeh kekeh sambil menudingkan
jari telunjuknya ke arah Liem Swee yang melarikan diri.
Melihat kejenakaan gadis ini, mau tidak mau Sian Hwa
tersenyum kagum. Mengapa aku tidak bisa gembira seperti
gadis ini? Alangkah senangnya menjadi orang yang
demikian bebas dan gembira.
“Adik yang baik, kau benar benar berani sekali. Tidak
tahukah kau bahwa dia adalah putera dari Pat jiu Giam ong
dan bahwa aku sendiripun bekas murid Pat jiu Giam ong
dan terhitung sumoinya? Apakah kau sudah lupa betapa
dahulu di dalam hutan, kau hampir saja roboh karena
keroyokan kami berdua?”
Lan Giok mengangguk angguk lalu menghampiri Sian
Hwa dan memegang tangannya dengan ramah. “Enci, tak
perlu kau ceritakan hal itu kepadaku. Ingatanku tajam
sekali dan aku masih ingat akan wajahmu yang cantik
seperti bidadari ini. Tak heran si katak buduk itu tergila gila
kepadamu. Enci, bukankah kau bernama Sian Hwa dan
puteri dari Panglima Bucuci? Bukankah kau telah melarikan
diri dari rumah bersama ibumu dan tinggal di dalam kuil
Sun pok thian sampai bertahun tahun?”
Sian Hwa tersenyum dan memandang tajam. Sikap gadis
jenaka ini membuatnya bergembira. Ia merasa seakan akan
gadis ini telah menjadi kenalan lama, padahal dua kali ia
bertemu dengan gadis itu sebagai lawan bertempur, pertama
kali, ketika ia mengeroyoknya dengan Liem Swee di dalam
hutan dan kedua kalinya ketika gadis ini datang di rumah
ayah angkatnya membunuh Ngo jiauw eng. Akan tetapi,
sekarang berhadapan dengan Lan Giok, ia sama sekali tidak
merasa seperti berhadapan dengan seorang bekas lawan
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
atau musuh, bahkan merasa seperti berhadapan dengan
seorang kawan baik atau adik sendiri. Kejenakaan Lan
Giok agaknya merangsang dan menular kepadanya.
“Adik yang nakal, kau agaknya telah menjadi seorang
mata mata atau penyelidik yang berhidung tajam. Entah
sampai berapa jauh kau mengetahui segala macam
rahasiaku?”
Lan Giok sengaja memasang muka yang lucu seperti
seorang ahli nujum atau gwamia. Ia memandang muka
Sian Hwa sambil meruncingkan bibirnya yang manis,
kemudian berkata penuh aksi. “Hem, aku dapat membaca
pikiran dan isi hatimu, enci Sian Hwa. Aku melihat semua
rahasiamu. Kau dipaksa menikah dengan katak buduk tadi,
dipaksa oleh ayah angkat dan gurumu, Kau memberontak
dan menolak, sehingga terjadi ribut ribut di dalam
rumahmu. Kau lalu melarikan diri bersama ibumu dan
menumpang di kuil Sun pok thian Dan agaknya.... ayah
dan gurumu tidak mau mengakuimu lagi, kecuali Liem
Swee si katak buduk tadi yang tergila gila betul kepadamu.”
“Aduh, pandai betul kau. Adik yang baik, aku hanya
mengetahui bahwa kau adalah murid kesayangan dari Mo
bin Sin kun, akan tetapi aku tidak tahu siapakah sebetulnya
namamu?”
“Namaku Lan Giok, enci, she Yap.”
“Tentang she mu aku tahu, adik Lan Giok bahkan aku
pernah bertemu dengan ayahmu, bekas Jenderal Yap itu.”
Wajah Lan Giok bersari. “Ayahku telah menceritakan
kepadaku tentang kebaikan hatimu, enci.”
“Hm, siapa bilang aku baik? Orang baik baik tidak akan
mengalami nasib seperti aku. Eh, adik Lan Giok, coba
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
kauceritakan, rahasia apalagi selanjutnya yang telah kau
ketahui?”
Kembali Lan Giok berlagak, lalu berkata. “Hem, hem,
aku tahu bahwa kau telah menyerahkan hatimu kepada
seorang pemuda.”
Kali ini benar benar Sian Hwa terkejut betul. Mukanya
berobah pucat, sehingga Lan Giok buru buru berkata
dengan suara sungguh sungguh. “Maaf, enci, aku tidak
bermaksud menyinggung perasaan hatimu. Aku hanya
main main saja.”
Sian Hwa dapat menetapkan hatinya. “Benarkah kau
hanya main main saja, adik Giok?”
“Bersumpah disaksikan bumi dan langit kalau aku tadi
bicara betul betul. Mana aku tahu rahasia hatimu? Aku
hanya menduga duga saja. Kau menolak untuk dijodohkan
dengan putera Pat jiu Gijam Ong. Padahal kau adalah
murid dari ayah pemuda itu dan sepanjang penglihatanku,
pemuda she Liem itu tidak buruk rupa.Maka....”
“Nanti dulu, kau menyebut katak buduk, bagaimana
sekarang kau bilang tidak buruk rupa?”
“Tidak semua katak buduk buruk rupa, enci,” jawab Lan
Giok sambil tertawa geli dan Sian Hwa terpaksa tertawa
juga sambil memeluk pundak Lan Giok. Timbul rasa
sukanya kepada gadis yang jenaka ini.
“Oleh karena itulah, enci, maka satu satunya alasan
mengapa kau menolak untuk menjadi menantu Pat jiu
Giam ong, tentu saja..... hatimu telah dicuri oleh sepasang
alis yang berbentuk golok!”
Sian Hwa melengak dan kembali hatinya berdebar aneh.
Terbayang wajah Bun Sam dan terutama sekali sepasang
alis pemuda itu terbayang jelas karena memang alis pemuda
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
ini bentuknya seperti golok yang membuat wajahnya
tampak gagah dan sangat tampan.
“Apa pula ini?” tanyanya dengar heran. “Alis berbentuk
golok?”
Melihat keheranan pada wajah Sian Hwa, Lan Gok
tertawa makin menjadi, lalu katanya gembira. “Enci Sian
Hwa, siapa lagi kalau bukan seorang pemuda yang gagah
dap tampan yang mempunyai alis seperti golok bentuknya?
Pernahkah kau mendengar seorang wanita yang
mempunyai alis berbentuk golok? Tentu seorang pemuda,
bukan? Dan tak mungkin hatimu dicuri oleh seorang gadis,
bukan?”
Mau tak mau Sian Hwa tertawa juga terpingkal pingkal
sambil mencubit lengan Lan Giok. Ini adalah, kegembiraan
pertama kali yang dirasai nya selama tiga tahun akhir akhir
ini. Hidup di dalam kuil dengan para nikouw itu sama saja
dengan hidup menyepi di tempat sunyi, karena para nikouw
itu tak pernah bergurau, tak pernah bergembira dan mereka
menuntut penghidupan dengan saleh dan beribadat, seakan
akan hidup ini hanya berisi kemuraman dan upacara.
Sungguh Sian Hwa yang memang berwatak gembira amat
tersiksa oleh hidup seperti itu dan seringkali ia mengakui
kebenaran ucapan Pek Lian Suthai bahwa ia tidak berbakat
untuk menjadi pendeta!
“Adik Lan Giok, kau benar benar nakal, akan tetapi aku
suka berada di sampingmu. Adik yang baik, sebenarnya
kau datang dari mana dan hendak kemanakah?”
“Terlalu panjang untuk dituturkan dan berbahaya kalau
sampai terdengar oleh orang orang lain,” jawab Lan Giok
dan kini mukanya bersungguh sungguh yang membuat dia
nampak lebih lucu lagi, karena sesungguhnya wajah Lan
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
Giok yang manis dan kekanak kanakan itu tidak pantas
kalau keningnya dikerutkan.
“Kalau begitu, marilah kita pergi ke kuil, di sana kita
boleh bicara dengan leluasa dan aman. Akupun mempunyai
sebuah permintaan yang hendak kusampaikan kepadamu,”
kata Sian Hwa, Lan Giok menyatakan setuju dan
berangkatlah dua orang nona pendekar ini ke kuil Sun pok
thian. Tentu saja para nikouw memandang aneh dan
memperlihatkan sikap menentang ketika Sian Hwa datang
bersama dengan seorang pemuda yang tampan itu. Mereka
melarang “pemuda” itu memasuki ruang di ruang dalam,
akan tetapi sambil tertawa tawa Lan Giok membuka kain
pembungkus kepalanya dan semua nikouw melongo ketika
melihat kepala dan wajah seorang gadis yang cantik dan
berambut halus panjang dan hitam sekali itu.
“Lihatlah, aku hanyalah seorang laki laki palsu! Apakah
sekarang aku boleh memasuki kamar enci Sian Hwa?”
tanya Lan Giok dengan lagaknya yang jenaka. Para nikouw
itu terpaksa tersenyum geli, suatu hal yang jarang mereka
alami. Benar benar Lan Giok mendatangkan kegembiraan
di dalam kuil yang biasanya berada dalam suasana sunyi,
tenang dan berkabung itu.
“Enci Sian Hwa,” Lan Giok mulai menuturkan
pengalamannya yang sekaligus membuka hal hal yang sama
sekali tak pernah diketahui oleh Sian Hwa setelah mereka
duduk di dalam kamar. “Agaknya kau tidak mengetahui hal
hal yang terjadi di luar kuil. Sebaliknya, persoalanmu
dengan gurumu dan peristiwa yang terjadi di keluargamu,
kami semua telah mengetahuinya. Gurukulah yang tahu
akan keadaanmu, maka akupun mengetahuinya pula. Oleh
karena kau telah bentrok dengan Pat jiu Giam ong dan
telah mengasingkan diri di sini sampai dua tahun, maka
kami tidak menganggap kau sebagai lawan lagi.”
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
“Heran sekali mengapa Pat jiu Giam ong menyiarkan hal
yang menyangkut perjodohanku yang putus dengan
puteranya,” kata Sian Hwa dengan heran, karena ia
menduga bahwa tentu Pat jiu Giam ong akan merahasiakan
hal itu sekerasnya demi menjaga nama baiknya.
Lan Giok tertawa. “Memang dirahasiakan olehnya, akan
tetapi siapa dapat merahasiakan sesuatu dari guruku? Dan
pula, hal hal yang menyangkut keadaan Pat jiu Giam ong,
siapa yang tidak akan memperhatikannya? Sekarang
dengarkan penuturanku, enci, banyak sekali hal hal hebat
terjadi selama kau bertapa di tempat ini. Maka berceritalah
Lan Giok dan untuk mengetahui cerita ini sebaiknya,
marilah kita mengikuti dari permulaan, karena memang
banyak sekali peristiwa terjadi selama tiga tahun ini, yakni
semenjak Lan Giok dan Thian Giok dirampas dari
penangkapan Pat jiu Giam ong oleh guru mereka, Mo bin
Sin kun sebagaimana telah dituturkan di bagian depan.
Sebagaimana telah dituturkan di bagian depan, ketika
Lan Giok dan Thian Giok terancam bahaya hendak
ditawan oleh pat jiu Giam ong dan dibela dengan mati
matian, tetapi sia sia oleh karena Bun Sam yang
kepandaiannya kalah jauh dari Pat jiu Giam ong, datanglah
Mo bin Sin kun yang di saat yang tepat itu telah dapat
menolong dan membawa kedua muridnya itu pergi, ia
menantang Pat jiu Giam ong yang dijawab oleh Liem
goanswee bahwa tiga tahun lagi Pat jiu Giam ong hendak
mengadakan perhitungan.
Dengan cepat Mo bin Sin kun membawa dua orang
muridnya ke puncak Sian hwa san di mana ibu kedua orang
anak ini hidup sebagai seorang pertapa. Setelah tiba di
puncak Sian hwa san, di mana terdapat sebuah kuil yang
indah, Mo bin Sin kun meraba mukanya dan sebentar saja
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
wajahnya yang menyeramkan itu berubah menjadi seorang
wanita berusia kurang lebih empat puluh lima tahun dan
yang ternyata amat cantiknya! Inilah keanehan Mo bin Sin
kun karena setiap kali ia melakukan pergerakan, ia selalu
memakai sebuah kedok yang membuat mukanya menjadi
buruk dan membuat ia dijuluki Si muka iblis ! Juga tak
seorangpun mengetahui kecuali tokoh tokoh yang
tergabung dalam Lima Besar, bahwa Mo bin Sin kun
sesungguhnya adalah seorang wanita!
Ibu sepasang anak kembar itu menjadi terhibur dan
girang melihat dua orang anaknya kembali dalam keadaan
selamat. Semenjak ia dan kedua orang anaknya dibawa oleh
Mo bin Sin kun, ia hidup melakukan tapabrata dan
melakukan ibadat sebagai seorang pertapa, juga ia
membantu mengurus kuil tempat kediaman Mo bin Sin
kun. Namun tiap kali Thjan Giok atau Lan Giok turun
gunung untuk ikut guru mereka atau juga untuk melakukan
tugas yang diperintahkan oleh Mo bin Sin kun, hati ibu itu
selalu merasa gelisah.
Kali ini, kedatangan mereka membawa berita yang amat
mengejutkan, tetapi menggirangkan hati nya, ia mendapat
warta bahwa suaminya, Jenderal Yap Bouw, masih hidup!
Hampir saja ia tidak dapat percaya, karena bukankah telah
tersiar luas beril bahwa suaminya, jenderal besar itu telah
tewas di dalam medan perang? Ketika mendengar dari
kedua orang anaknya bahwa, kini Yap Bouw telah menjadi
seorang gagu dan rusak mukanya, nyonya ini menangis
dengan hati pilu. Benar benar ia tidak beruntung. Ketika
suaminya pergi, Lan Giok belum lahir, karena suaminya
terikat oleh tugasnya.
Setelah mengalami peristiwa di kota raja, Lan Giok dan
Thian Gok merasa betapa kepandaian mereka sebenarnya
masih jauh untuk dapat diandalkan. Menghadapi Pat jiu
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
Giam ong, mereka sama sekali tidak berdaya. Juga mereka
kini tahu bahwa Pat jiu Gian ong mempunyai dua orang
murid yang berkepandaian tinggi, juga Lan Giok sudah
menyaksikan kehebatan kepandaian murid dari Lam hai Lo
mo. Maka mereka lalu melatih diri dengan amat tekunnya.
Mo bin Sin kun juga mencurahkan segala perhatiannya
untuk menggembleng kedua orang murid ini, apalagi karena
Pat jiu Giam ong telah berjanji hendak membalas dendam
tiga tahun kemudian.
Beberapa bulan kemudian selagi Thian Giok dan Lan
Giok berlatih silat di bawah pengawasan Mo bin Sin kun,
tiba tiba wanita sakti itu lalu berkata. “Ada orang datang!”
Dalam sekejap mata saja ia telah mengenakan kedoknya
yang hitam dan yang demikian cepat menutup mukanya,
sehingga tak seorangpun akan menduga bahwa mukanya
memakai kedok.
Benar saja, dari lereng Bukit Sian hwa san nampak
bayangan seorang laki laki yang mendaki bukit itu dengan
ilmu lari cepat yang tinggi.
“Ayah.....!” Thian Giok dan Lan Giok berseru hampir
serentak. Lalu mereka serentak berlari lari menyambut
kedatangan Yap Bouw. Setelah berhadapan, kedua anak ini
lalu menubruk ayah mereka dan ketiganya berpelukan
dengan penuh rasa terharu. Yap Bouw menggerak gerakkan
jari tangannya yang maksudnya bertanya di mana ibu
kedua orang anak itu, akan tetapi karena Thian Giok dan
Lan Giok tak pernah mempelajari bahasa gerak jari tangan
ini mereka tidak mengerti. Hanya saja Lan Giok memang
lebih cepat jalan pikirannya, maka anak ini dapat menduga
maksud ayahnya.
“Aah, mari ke kuil menjumpai ibu,” katanya dan ia
mendahului mereka untuk menyampaikan khabar gembira
ini kepada ibunya.
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
Yap Bouw menjura dengan penuh hormat kepada Mo
bin Sin kun, yang membalas dengan penghormatan pula.
Dengan kagum dan heran Thian Giok melihat betapa
gurunya mengerti akan bahasa gerak tangan ini dan sambil
mengangguk angguk Mo bin Sin kun berkata seperti orang
menjawab. “Memang seharusnya kau tinggal bersama isteri
dan anak anakmu, Yap sicu.Mereka amat merindukan kau.
Tentu saja aku tidak keberatan kalau kau tinggal di sini,
bahkan kebetulan sekali karena aku sendiri sering kali turun
gunung, sehingga dengan adanya kau di sini, hatiku lebih
merasa tenteram meninggalkan mereka.”
Sambil menggerak gerakkan tangannya, Yap Bouw lalu
menjatuhkan diri berlutut di depan Mo bin Sin kun,
menyatakan terima kasihnya yang tak terhingga bahwa
tokoh besar ini telah menolong nyawa isteri dan anak
anaknya, bahkan telah mengangkat kedua anaknya menjadi
murid. Mo bin Sin kun cepat membungkuk dan minta Yap
Bouw berdiri kembali sambil mengucapkan kata kata
merendah.
Pada saat itu, Lan Giok datang berlari lari lalu memeluk
ayahnya. Kedua mata anak ini basah oleh air mata,
agaknya ia dan ibunya telah bertangis tangisan saking
bahagianya.
“Ayah, lekas, ibu menanti kedatanganmu,” katanya
sambil membetot betot tangan ayahnya. Melihat anak
anaknya, berserilah wajah Yap Bouw. Dunia ini seakan
akan berobah dalam pandangan matanya. Kalau tadinya ia
merasa bosan hidup, sekarang ia dapat menikmati
kebahagiaan melihat putera puterinya yang demikian elok
dan gagahnya. Dengan kedua tangan digandeng oleh Thian
Giok dan Lan Giok. Yap Bouw menuju ke kuil.
Di ruang depan dari kuil yang bersih itu, Yap Bouw
melihat isterinya berdiri. Hatinya terharu sekali dan tak
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
terasa pula air matanya turun membasahi kedua pipinya.
Isterinya mengenakan baju warna putih seperti lazimnya
dipakai oleh para pendeta. Wajah isterinya masih tetap
cantik seperti dulu, hanya kini nampak muram dan lemah,
seperti seorang yang sudah banyak menderita pahit getir
penghidupan.
“Ibu, ini ayah datang....!” Lan Giok yang jenaka
berteriak teriak.
Pertemuan antara kedua suami isteri itu sungguh
sungguh mengharukan hati. Dengan isak tertahan isteri Yap
Bouw berlari maju dan menubruk kedua kaki suaminya,
merangkul kaki itu dan menangis tersedu sedu. Tak
sebuahpun kata kata keluar dari mulutnya, karena ia tidak
kuasa mengeluarkan suara. Dada dan kerongkongannya
penuh sesak oleh sedu sedan.
Yap Bouw berdiri bagaikan patung, menundukkan
mukanya, menggigit bibir dan air matanya turun bagaikah
hujan. Kedua tangannya mengelus elus rambut kepala
isterinya dan matanya dimeramkan, nyata sekali ia
menahan rasa sakit pada jantungnya yang seperti diiris iris.
Melihat keadaan mereka, Thian Giok dan Lan Giok lalu
menubruk ibu mereka dan menangis pula.
Karena tak dapat berkata kata, Yap Bouw yang telah
dapat menenangkan hatinya lebih dulu lalu menarik
isterinya berdiri dan sambil menunjuk ke arah mukanya
sendiri, ia lalu menggerak gerakkan tangannya dengan
maksud bertanya apakah isteri dan anaknya tidak malu
melihat ia telah berobah menjadi seperti itu. Sesungguhnya
isterinya dan kedua anaknya tidak mengerti bahasa ini,
akan tetapi perasaan Yap Bouw agaknya membisikkan
sesuatu kepadanya, sehingga ia dapat juga menangkap
maksudnya. Sambil menangi dan memeluk pundak
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
suaminya, ia berkata. “Suamiku, betapapun juga, kau tetap
suamiku, kau tetap ayah dari Thian Giok dan Lan Giok !”
Suasana terharu itu kemudian berobah menjadi girang
ketika Lan Giok yang cerdik itu cepat berlari mengambil
kertas dan alat tulis dan kini “percakapan” dilanjutkan lebih
lancar setelah Yap Bouw dapat menuliskan segala
pertanyaan dan jawaban di atas kertas itu.
Demikianlah, keluarga jenderal besar itu akhirnya dapat
berkumpul kembali, hidup dengan aman dan tenteram di
dalam kuil di atas Bukit Sian hwa san, isteri Yap Bouw
melanjutkan hidupnya sebagai seorang pendeta wanita,
bahkan Yap Bouw tertarik pula dan kini kakek gagu inipun
menukar pakaiannya sebagai pertapa dan ikut pula
bersamadhi dan memperdalam ilmu batinnya sambil
membantu pekerjaan menjaga kuil.
Ia merasa kagum sekali melihat kemajuan ilmu silat
kedua anaknya yang kini tingkat kepandaiannya sudah
lebih tinggi daripada kepandaiannya sendiri. Diam diam ia
teringat kepada Bun Sam dan mengandung maksud hendak
menjodohkan Lan Giok dengan pemuda itu. Isterinya
menyatakan persetujuannya, karena ia percaya penuh
bahwa suaminya tentu takkan salah pilih. Akan tetapi
mereka tidak tergesa gesa menyampaikan usul ini kepada
Lan Giok atau Mo bin Sin kun, karena gadis itu sedang giat
berlatih silat setiap hari.
Waktu berjalan pesat sekali dan dua tahun telah lewat
semenjak Yap Bouw berada di puncak Sian hwa san. Tidak
terjadi peristiwa penting selama itu, sampai pada waktu
pagi hari di musim dingin itu.
Pagi pagi benar Lan Giok dan Thian Giok melatih ilmu
silat mereka, karena guru mereka baru kemarin datang dari
perantauannya selama tiga bulan. Mo bin Sin kun
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
membawa banyak kabar dari kota raja. Menurut guru
mereka ini Lam hai Lo mo Seng Jin Siansu telah bersekutu
dengan sutenya, yakni Pat jiu. Giam ong untuk membentuk
sebuah perkumpulan orang gagah yang disebut Hiat jiu pai
(Perkumpulan Tangan Berdarah). Perkumpulan itu
memakai nama yang serem ini karena setiap orang yang
hendak masuk menjadi anggauta, diambil sumpahnya
dengan mencuci kedua tangan dengan darah harimau.
Untuk keperluan ini, tentu saja setiap orang yang hendak
menjadi anggauta, harus dapat menangkap seekor harimau
hidup hidup dan inipun merupakan ujian karena kalau tidak
berkepandaian tinggi, mana dapat menangkap harimau atau
singa? Dan maksud kedua orang tokoh besar itu mendirikan
perkumpulan ini, selain hendak mengumpulkan orang
orang gagah untuk memperkuat kedudukan mereka, juga
mereka ingin menjagoi dunia persilatan. Lam hai Lo mo
menjadi ketua pertama dan Pat jiu Giam ong menjadi ketua
ke dua.
Selain berita ini, juga dari Mo bin Sin kun, kedua orang
muda itu mendengar tentang keadaan rumah tangga Bucuci
dan itulah sebabnya maka Lan Giok tahu akan keadaan
Sian Hwa. Diam diam mereka semua bersimpati dengan
Sian Hwa, lebih lebih Lan Giok, karena gadis itu pernah
bertemu dengan Sian Hwa dan mengagumi kecantikan dan
kepandaian gadis baju merah itu.
“Karena itu, kalian berdua harus lebih giat lagi berlatih,
karena sangat besar kemungkinan kalian menjadi dua
diantara orang orang yang berkewajiban menghadapi
perkumpulan berbahaya itu,” kata Mo bin Sin kun menutup
penuturannya dan pada pagi hari itu, Lan Giok dan
kakaknya berlatih ilmu Silat yang paling tinggi dan sukar
yang sebelum turun gunung telah diajarkan oleh guru
mereka.
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
Tiba tiba Mo bin Sin kun dan dua orang muridnya itu
berhenti berlatih dan memandang ke tengah udara. Entah
dari mana datangnya, tahu tahu di atas mereka melayang
layang sebuah benda yang kecil berwarna hitam dan dengan
cara aneh sekali, benda itu melayang turun dan tiba
menancap di tas tanah, di depan Mo bin Sin kun dan
ternyata bahwa benda itu adalah sebatang tongkat hitam
berbentuk ular yang panjangnya kira kira empat kaki.
Melihat sebatang tongkat dapat terbang melayang bagaikan
seekor ular bersayap dan kemudian menancap di depan
mereka, sungguh sukar untuk dipercaya karena tongkat itu
seakan akan hidup.
Kalau Thian Giok dan Lan Giok berdiri bengong
terheran keran, adalah Mo bin Sin kun yang bersikap
tenang, sungguhpun di balik kedoknya wajahnya berobah
ketika ia melihat tongkat ini.
“Waspadalah, Lam hai Lo mo agaknya datang
mengunjungi kita!” katanya dan diam diam wanita sakti ini
meraba ke dalam saku bajunya untuk melihat apakah
senjatanya yang paling diandalkan berada di saku itu.
Senjata ini sederhana saja bentuknya, yakni sehelai sabuk
sutera berwarna hitam yang kedua ujungnya dipasang
bintang perak yang berujung lima dan runcing sekali,
sebesar kepalan tangan. Kalau tidak dipakai, senjata ini
dapat dilipat dan dimasukkan ke dalam saku baju.
Tiba tiba terdengar suara ketawa yang menyeramkan
sekali seperti suara kuda meringkik, disusul oleh suara ke
tawa yang nyaring, akan tetapi juga amat menyeramkan.
Bagaikan dua sosok bayangan setan, berkelebatlah
bayangan dua orang laki laki dan sebentar saja dua
bayangan itu telah berdiri di depan mereka. Benar saja,
yang berdiri di depan mereka adalah Lam hai Lo mo Seng
Jin Siansu, orang diantara Lima Besar yang paling kejam,
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
ganas, aneh dan juga berilmu tinggi. Dan orang ke dua yang
berdiri di sebelah kanannya adalah seorang pemuda yang
cukup tampan dan ganteng, akan tetapi sepasang matanya
begitu sipit, sehingga hanya merupakan dua garis kecil saja.
Kulit mukanya halus dan putih seperti kulit muka seorang
wanita dan mulutnya yang berbentuk manis itu selalu
membayangkan senyum mengejek seperti terdapat pada
mulut seorang yang berwatak sombong dan memandang
rendah kepada semua orang dan menganggap dirinya
sendiri yang paling pintar.
Lam hai Lo mo gelak tertawa sambil mendongak ke atas
dan tangan kirinya mencabut tongkat yang menancap di
depan Mo bin Sin kun, kemudian ia lalu menjura kepada
Mo bin Sin kun sambil membungkuk, dituruti pula oleh
pemuda itu yang tentu pembaca sudah dapat menduga
siapa orangnya. Dia ini memang murid tunggal dan Lam
hai Lo mo, yaitu Gan Kui To.
“Ada gara gara apakah di dunia, maka Lam hai Lo mo,
yang bernama besar sampai tersasar ke tempat ini?” tanya
Mo bin Sin kun dengan suara dingin dan sikap angkuh.
Lain orang boleh menghormat berlebih lebihan kepada Lam
hai Lo mo, akan tetapi dia merasa setingkat dengan kakek
ini, maka tak perlu ia merendahkan diri. “Tidak tahu
apakah kau datang dengan maksud baik atau buruk, dengan
kepala dingin atau panas?”
Kembali Lam hai Lo mo tertawa seperti bunyi ringkik
kuda, lalu berkata. “Mo bin Sin kun, di tempat yang
demikian indah dengan hawa udara demikian sejuk dan
dingin, siapakah yang bisa menjadi panas kepala? Aku
datang dengan maksud baik. Bukankah kita kawan kawan
lama? Ha, ha, ha.”
“Lam hai Lo mo, dengan orang seperti engkau ini, siapa
yang dapat membedakan kawan atau lawan? Lebih baik kau
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
katakan apa yang menjadi maksud kedatanganmu ini. Kau
tahu bahwa aku tengah melatih murid muridku kami
sedang sibuk dan tidak mempunyai banyak waktu untuk
mengobrol.”
“Ha, ha, kau bersiap siap untuk tahun depan? Aku sudah
mendengar bahwa kau dan Pat jiu Giam ong hendak
menjadi anak anak kecil lagi yang mau cakar cakaran dan
main main. Ha, jenderal itu sedang sibuk pula, terkurung
oleh tugasnya. Mo bin Sin kun, sebetulnya kedatanganku
ini membawa maksud yang suci dari mulia.” Ia
memandang kepada Lan Giok, lalu menudingkan
tongkatnya kepada dara ini. “Muridmu yang manis inilah
yang menarik kami datang ke sini.”
Mo bin Sin kun mengerutkan keningnya, adapun Lan
Giok dengan hati berdebar memandang dengan penuh
perhatian. Juga Thian Giok memandang dengan sinar mata
tajam.
“Mo bin Sin kun, kita adalah kawan kawan lama,
dengan melupakan sedikit perbedaan faham kita, marilah
kita mempererat tali perhubungan kita. Aku dalang hendak
melamar muridmu ini untuk menjadi jodoh muridku yang
tampan dan gagah ini !” Ia menuding ke arah Kui To yang
tersenyum senyum sambil memandang ke arah Lan Giok
dengan wajah berseri.
“Sauw nio (burung kecil), kau tentu belum lupa padaku,
bukan? Sudah dua kali kita berjumpa dan aku telah
membantumu mengusir orang jahat!” kata Kui To dengan
sikap manis kepada Lan Giok. Gadis itu memalingkan
muka dengan sebal, karena ketika mendengar lamaran itu ia
sudah merasa jengah dan juga marah. Akan tetapi karena di
situ terdapat gurunya, ia tidak berani sembarangan
memperlihatkan kemarahannya.
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
Adapun Mo bin Sin kun yang mendengar pinangan Lam
hai Lo mo ini, untuk beberapa lama tak dapat menjawab.
Pinangan ini benar benar mengejutkannya dan ia menjadi
serba salah. Memang seorang pemuda murid Lam hai Lo
mo bukanlah seorang pemuda sembarangan dan tentu telah
memiliki kepandaian tinggi, sehingga patut menjadi suami
muridnya. Kalau sampai pinangan ini ditolak, berarti ia
memperhebat permusuhan dengan Lam hai Lo mo dan hal
ini tidak boleh dibuat main main.
Sebetulnya pinangan ini diajukan oleh Lam hai Lo mo
terdorong oleh dua hal. Pertama tama karena memang Kui
To telah tergila gila kepada Lan Giok yang disebutnya
Burung Kecil dan sering kali pemuda ini seperti orang gila
menyebut nyebut nama gadis itu dan merengek rengek
kepada suhunya minta dilamarkan gadis itu! Kedua kalinya,
ada maksud tersembunyi dalam kepala Lam hai Lo mo
yang cerdik, ia dan sutenya maklum bahwa menghadapi
Kim Kong Taisu saja sudah merupakan hal yang amat
berat, apalagi kalau Mo bin Sin kun berdiri di fihak kakek
dari Oei san itu. Maka apabila ikatan jodoh ini dapat
diadakan, berarti bahwa Mo bin Sin kun mau tidak mau
tentu akan membantu mereka demi kepentingan muridnya
sendiri. Dengan masuknya Mo bin Sin kun difihak mereka,
maka itu berarti akan memperkuat kedudukan Hiat jiu pai!
“Bagaimana, Mo bin Sin kun?” tanya Lam hai Lo mo
ketika melihat si muka iblis itu masih juga belum
menjawab. “Apakah aku harus menanti jawaban dalam
beberapa hari karena kau hendak pikir pikir dulu?”
“Aku takkan merasa ragu ragu untuk menjawab sekarang
juga, Lam hai Lo mo, akan tetapi sayang aku tidak berhak
mengambil keputusan dalam hal ini. Tunggulah sebentar.
Thian Giok, coba kau panggil ayah bundamu ke sini !”
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
Thian Giok cepat berlari ke kuil dan tak lama kemudian
ia kembali diikuti oleh Yap Bouw dan isterinya. Melihat
Yap Bouw yang kini berpakaian serba putih seperti seorang
pendeta itu, Lam hai Lo mo benar benar tercengang dan
merasa tidak enak hatinya. Biarpun ia telah pernah
menolong nyawa Yap Bouw ketika jenderal ini terjatuh ke
dalam tangan orang orang Mongol, namun sebaliknya yang
membuat jenderal itu sampai kalah dan tertangkap sehingga
menerima penyiksaan hingga mukanya hancur dan rusak,
adalah Lam hai Lo mo sendiri.
Akan tetapi, dua tahun hidup mensucikan diri di puncak
Sian hwa san, tidak sia sia bagi Yap Bouw. Kalau dulu
Sebelum ia bertapa di gunung ini, tiap kali berjumpa dengan
Lam hai Lo mo, sudah boleh dipastikan ia akan menjadi
marah dan menyerang orang yang membuatnya kalah
dalam perang melawan tentara Mongol itu, akan tetapi
sekarang ia bersikap tenang dan dingin saja, hanya
memandang Lam hai Lo mo dengan sinar mata tajam
menusuk hati.
“Aha, kiranya Jenderal Yap Bouw pun berada di sini!
Mo bin Sin kun, mengapa kau mendatangkan Jenderal Yap
dan wanita ini?”
“Lam hai Lo mo, ketahuilah bahwa mereka ini yang
berhak menjawab pinanganmu karena mereka adalah ayah
bunda dari Lan Giok muridku!” jawabMo bin Sin kun.
“Ha, ha, ha, bagus sekali. Aku adalah kenalan lama dari
Jenderal Yap, dan terus terang saja, aku pernah
menyelamatkan nyawanya dari bala tentara Mongol.”
Kemudian ia menghadapi Yap Bouw dan berkata. “Yap
goan swe, kuulangi lagi pinanganku yang tadi sudah
kusampaikan kepada guru puteri mu. Kedatanganku ini
bermaksud meminang puterimu itu untuk menjadi jodoh
muridku yang gagah ini.”
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
Sebelum datang ke tempat itu, Thian Giok sudah
menyampaikan berita ini kepada kedua orang tuanya dan
Yap Bouw telah berunding dengan isterinya, maka kini
isterinya yang maju bersama dia. Yap Bouw melangkah dua
tindak ke depan lalu menggerak gerakkan jari tangannya.
Melihat betapa suhunya memperhatikan gerakan gerakan
jari tangan itu, Gan Kui To tak dapat menahan geli hatinya
dan tertawa lalu berkata. “Suhu, apa apaankah ini? Apakah
empek ini sedang menari kegirangan karena puterinya
dilamar oleh kita?”
Akan tetapi, pada saat itu Lam hai Lo mo tidak dapat
mengawani kejenakaan muridnya karena ia memandang
dengan wajah muram dan kening berkerut ketika melihat
gerakan jari tangan itu. Dari gerakan itu ia diberi tahu oleh
Yap Bouw bahwa terpaksa Yap Bouw menolak pinangan
itu karena puterinya telah ditunangkan dengan orang lain!
“Apa..?? Jadi puterimu ini sudah bertunangan?”
tanyanya dengan suara parau dan barulah Kui To berhenti
tersenyum mendengar ucapan suhunya ini.
“Siapakah tunangannya?” Di dalam pertanyaan ini
terkandung ancaman.
Adapun Mo bin Sin kun yang juga melihat keterangan
melalui gerakan jari tangan Yap Bouw, diam diam merasa
heran dan terkejut sekali. Mengapa Yap Bouw tidak
memberi tahukannya bahwa Lan Giok telah ditunangkan
dengan orang lain? Apakah hal ini benar ataukah hanya
alasan dari Yap Bouwuntuk menolak pinangan Lamhai Lo
mo? Kalau hanya alasan, ia akan mencegah Yap Bouw
membohong, karena Mo bin Sin kun tidak sudi untuk
mencari alasan kosong hanya karena hendak menolak
pinangan Lam hai Lo mo. Hal Ini sama artinya dengan
merasa takut terhadap kakek aneh itu. Kalau memang tidak
setuju, tolak saja mentah mentah dan habis parkara.
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
Siapakah yang takut? Demikian jalan pikiran Mo bin Sin
kun.
Kini nyonya Yap yang maju menghadapi Lam hai Lo
mo. Dengan sikap tenang, sopan dan ramah tamah, nyonya
ini berkata. “Lo sicu, kami telah merencanakan untuk
menjodohkan puteri kami Lan Giok dengan seorang
pemuda bernama Song Bun Sam, murid dari Kim Kong
Taisu. Oleh karena itu harap lo sicu sudi memberi maaf.
Kami terpaksa tidak dapat menerima budi kebaikan dan
kehormatan yang lo sicu berikan kepada kami.”
Mendengar ini, tidak saja Mo bin Sin kun yang
tercengang dan heran, tetapi juga Thian Giok memandang
kepada ibunya dengan mata penuh pertanyaan. Adapun
Lan Giok yang mendengar ini, seketika itu juga mukanya
berobah merah, ia pernah bertemu dengan Bun Sam dan
memang diam diam ia merasa tertarik kepada murid Kim
Kong Taisu yang dengan gagah beraninya pernah membela
dia dan Thian Giok di depan Pat jiu Giam ong, bahkan
yang berani melawan Pat jiu Giam ong.
Sebaliknya, Lam hai Lo mo dan muridnya menjadi
kecewa dan marah, tiba tiba Lam hai Lo mo tertawa dan
sambil menudingkan jari telunjuknya ke arah muridnya, ia
berkata kepada nyonya Yap. “Yap hujin, lihatlah muridku
ini!” Karena tidak tahu akan maksud kakek itu, nyonya Yap
memalingkan muka dan memandang kepada Kui To.
“Lihat baik baik, bukankah muridku ini tampan dan gagah
sekali?” Diam diam kakek ini mengerahkan tenaga batinnya
dan menggunakan ilmu hoatsut (sihir) kepada nyonya itu.
Entah bagaimana, nyonya Yap tiba tiba melihat Kui To
sebagai seorang pemuda yang amat tampan, gagah dan
simpatik. Hatinya tertarik sekali dan tanpa disadarinya,
bagaikan terkena pesona, ia berkata. “Memang muridmu
itu tampan dan gagah.”
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
“Bukankah dia lebih tampan dan lebih gagah daripada
Bun Sam?”
Sebetulnya nyonya Yap, kalau berada dalam keadaan
sadar, tak mungkin dapat menjawab bertanyaan ini karena
selama hidupnya ia sendiri belum pernah melihat
bagaimana rupa Song Bun Sam, pemuda yang dipilih oleh
suaminya untuk menjadi jodoh Lan Giok. Akan tetapi, ia
telah terpengaruh oleh ilmu sihir dari Lam hai Lo mo, maka
ia mengangguk membenarkan dan berkata. “Dia lebih
tampan dan lebih gagah daripada Bun Sam.”
“Muridku ini lebih pantas menjadi menantumu daripada
Bun Sam, bukan?”
Kembali nyonya Yap membenarkan. Semua orang
menjadi demikian tertegun dan heran sehingga tak dapat
mengeluarkan kata kata.
“Nah, kalau begitu, sudah sewajarnya kau menerima Kui
To sebagai menantumu. Sekali lagi kuulangi pinanganku.
Yap hujin, sukakah kau menerima Kui To sebagai
menantumu?” sambil berkata demikian sepasang mata
kakek aneh ini mengeluarkan sinar yang berapi api dan
amat berpengaruh, yang ditujukan kepada wajah nyonya
Yap.
“Aku setuju dan suka....” jawab nyonya itu, seakan akan
sudah tidak kuasa lagi mengendalikan pikiran dan
mulutnya.
Tiba tiba Lan Giok melompat maju. “Tidak tidak! Aku
tidak sudi!”
“Siauw Niauw, jangan begitu, ibumu sudah setuju!” Kui
To melompat maju sambil mengulur tangan hendak
memegang tangan gadis yang dirindukaanya itu. “Biarlah
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
kelak aku menghadiahkan kepala Song Bun Sam di bawah
kakimu.”
“Keparat, jangan kurang ajar!” teriak Thian Giok yang
cepat maju menyampok tangan Kui To yang diulurkan.
Dua buah lengan beradu dan Thian Giok terkejut sekali
ketika merasa betapa lengannya menjadi panas dan sakit, ia
melompat mundur dengan muka terkejut sekali.
“Ha, ha, ha, kau kakak iparku, sungguh gagah!” Kui To
tertawa.
“Bangsat bermulut lancang, kuhancurkan mulutmu!”
Lan Giok dengan marah melompat maju dan menyerang
dengan pukulan Soan hong pek lek jiu ke arah dada Kui To.
Murid Lam hai Lo mo ini merasa sambaran angin dahsyat
dan karena, ia maklum akan kelihaian pukulan ini, cepat ia
melompat ke samping untuk mengelak. Lan Giok
mendesak terus, akan tetapi tiba tiba Lam hai Lo mo
mengebutkan lengan bajunya dan tertolaklah gadis ini ke
belakang oleh angin pukulan yang jauh lebih bebat daripada
pukulannya sendiri.
“Lam hai Lo mo, mau apakah kau?” tiba tiba Mo bin Sin
kun bergerak dan tahu tahu ia telah berdiri menghadapi
Lam hai Lo rno. Gerakannya ini luar biasa cepatnya,
sehingga Lam hai Lo mo sendiri menjadi amat kagum.
“Apakah kau hendak mencontoh perbuatan sutemu yang
Amat tidak patut, hendak memaksa seorang gadis menjadi
jodoh muridmu?”
Untuk sesaat Lam hai Lo mo berdiri tertegun dan ragu
ragu.Melihat sinar mata Mo bin Sin kun yang berapi penuh
tantangan itu, ia tahu bahwa wanita sakti ini benar benar
marah sekali dan kalau ia layani tentu akan terjadi
pertempuran mengadu nyawa di situ. Biarpun Lam hai Lo
mo tidak takut dan merasa akan dapat mengalahkan Mo bin
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
Sin kun, namun hal ini tidak semudah kalau ia menghadapi
tokoh lain, karena ia tahu betul bahwa Mo bin Sin kun
memiliki kepandaian yang setingkat dengan
kepandaiannya. Maka ia lalu tertawa dengan nyaring
meringkik ringkik seperti kuda marah, lalu berkata. “Ha,
ha, ha Mo bin Sin kun, alangkah inginku melihat mukamu
pada saat ini! Tentu kulit mukamu yang putih halus itu
menjadi kemerahan sesuai dengan sepasang matamu yang
indah berapi.”
“Lam hai Lo mo, jangan banyak membuka mulut tak
karuan. Pendeknya kami menolak pinanganmu dan kau
man apa? Kau tahu bahwa aku selalu bersedia melayanimu
tanpa rasa takut sedikit jugapun!”
“Ha, ha, ha, masih galak seperti dulu! Tidak,Mo bin Sin
kun, aku tidak ada nafsu untuk bermain main dan mengadu
kepalan denganmu. Biarlah lain kali kita bertemu pula,
mungkin tahun depan.” Ia memberi tanda dengan
tangannya kepada Kui To, mengajak muridnya pergi. Kui
To menjadi menyesal dan kecewa sekali. Sambil
memandang dengan mata lebar ke arah Lan Giok, ia
berkata. “Kalau betul betul kau sampai menikah dengan
Bun Sam, aku akan mengirim sumbangan berupa kepala
dari Song Bun Sam!” Ia lalu melompat mengejar suhunya
sambil tertawa nyaring mengejek.
Mo bin Sin kun menarik napas panjang dan diam diam
ia merasa lega bahwa kakek setan itu tidak menghendaki
pertempuran. Kemudian ia berpaling kepada Yap Bouw
dan isterinya. “Sesungguhnyakah tentang perjodohan Lan
Giok yang kudengar tadi?”
Nyonya Yap lalu minta maaf dan kemudian ia
menceriterakan kehendak suaminya untuk menjodohkan
Lan Giok dengan Bun Sam. Mo bin Sin kun mengangguk
anggukkan kepalanya.
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
“Memang tepat sekali pilihan itu. Aku sendiri suka
kepada Bun Sam dan pula boleh dibilang dia juga muridku
sendiri. Anak itu jauh lebih baik daripada Kui To,
bukankah demikian pendapatmu?” Sambil berkata
demikian, Mo bin Sin kun memandang tajam kepada Yap
Hujin yang cepat membenarkan kata kata ini.
“Biarpun aku sendiri belum pernah melihat Bun Sam,
akan tetapi tentu saja aku percaya penuh atas pilihan
suamiku. Sekarang injin (penolong) menyatakah demikian,
tentu saja hatiku menjadi lebih tetap pula.”
“Ibu, mengapa tadi ibu menyatakan kepada Lam hai Lo
mo bahwa Kui To jauh lebih baik daripada Bun Sam?”
tanya Thian Giok yang tidak mengerti akan sikap ibunya
ini.
Nyonya Yap memandang kepada puteranya dengan
heran. “Siapa yang menyatakan demikian”? Sebelum Thian
Giok yang menjadi bingung ia bertanya lagi, Mo bin Sin
kun lalu berkata.
“Memang itulah kepandaian yang hebat dari Lam hai Lo
mo. Tadi ia telah mempergunakan ilmu sihir untuk
mempengaruhi ibumu, Thian Giok. Oleh karena itu, kau
dapat mengarti betapa besarnya bahaya yang sekarang kita
hadapi. Kau dan Lan Giok harus berlatih baik baik dan
hanya dengan memperdalam tenaga batin, maka kalian
kelak akan sanggup menghadapi hoatsut dari Lam hai Lo
mo atau muridnya. Adapun tentang pertunangan yang
dikehendaki oleh orang tuamu ini Lan Giok, bagaimana
pendapatmu?”
Ditanya demikian Lan Giok hanya menundukkan
mukanya yang telah menjadi merah jambu air. Terbayang
wajah Bun Sam dan terutama sekali alisnya yang berbentuk
golok itu. Ia pernah berpibu melawan Bun Sam dan
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
memang biarpun tak pernah ia memikirkan, kalau teringat
kepada pemuda itu, hatinya berdebar aneh. Pemuda itu
amat gagah perkasa, juga berbudi mulia, apalagi boleh
dibilang masih suhengnya sendiri, maka tentu saja di dalam
hatinya ia telah menyetujui sepenuhnya dan sebulat
hatinya. Akan tetapi bagaimana ia dapat menjawab
pertanyaan gurunya ini? Akhirnya karena semua
pandangan mata d tujukan kepadanya yang membuat gadis
ini merasa seperti seorang duduk di atas besi panas, maka
sambil menutup mukanya dengan saputangan suteranya, ia
lalu berlari dari situ menuju ke kuil dan bersembunyi di
dalam kamarnya.
Melihat ini, Mo biu Sin kun, Yap Bouw dan isterinya,
tertawa geli, bahkan Thian Giok sendiri pun tersenyum geli
menyaksikan kelakuan adiknya. Pemuda ini diam diam
merasa senang sekali mendengar tentang pertunangan
adiknya, karena iapun suka dan kagum kepada Bun Sam.
“Hal ini harus disampaikan kepada Kim Kong Taisu
sebagai guru dari pemuda itu.” kata Mo bin Sin kun
Tunggulah, sampai Thian Giok dan Lan Giok
menyempurnakan ilmu silat mereka, aku sendiri yang akan
merundingkan hal ini dengan Kim Korig Taisu !”
Demikianlah, untuk kurang lebih setahun lamanya,
Thian Giok dan Lan Giok melatih diri dengan amat
tekunnya, sehingga kepandaian mereka maju amat
pesatnya. Selama itu, tidak ada gerakan dari Lam hai Lo
mo, sehingga diam diam mereka semua merasa lega.
Kemudian, Mo bin Sin kun lalu menyuruh kedua orang
muridnya untuk menyelidiki keadaan Hiat jiu pai di kota
raja, sedangkan ia sendiri lalu menuju ke Oei san untuk
menjumpai Kim Kong Taisu, selain untuk merundingkan
tentang murid mereka, juga untuk membicarakan tentang
gerakan Hiat jiu pai.
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
Agar lebih leluasa dalam perjalanan, Lan Giok
meminjam pakaian kakaknya dan ia berpakaian seperti
seorang pemuda. Akan tetapi dengan pakaiannya ini ia
bahkan menimbulkan banyak sekali perhatian orang,
karena baik dilihat dari depan belakang atau kanan kiri, ia
sekarang menjadi Thian Giok ke dua! Tak mungkin orang
dapat membedakan antara dua saudara kembar ini. Thian
Giok sering marah marah karena perhatian orang orang
yang melihat mereka ini, sebaliknya Lan Giok bahkan
tertawa tawa geli karena menganggapnya amat lucu.
Sering kali ia sengaja mengenakan pakaian yang
warnanya sama dan ketika dalam sebuah kota memasuki
restoran, ia mempermainkan pelayan. Kalau Thian Giok
memesan semacam masakan, ia memesan yang lain dan
ketika pelayan datang mengantarkan masakan masakan itu,
ia menyuruh pelayan sendiri menerka siapa yang memesan
masakan ini dan siapa pula yang memesan itu. Tentu saja
pelnyan menjadi bingung, memandang dari Lan Giok ke
Thian Giok dan akhirnya menyerah kalah, menaruh
masakan masakan itu di atas meja dan minta maaf karena
memang tak dapat membedakan dan mengingat lagi!
Setelah tiba di kota raja, kakak beradik ini berpisah
dengan sengaja. Pertama tama untuk menghindarkan
perhatian orang, kedua kalinya agar penyelidikan mereka
lebih luas dan berhasil. Mereka hanya berjanji untuk
bertemu pada malam hari di dekat pintu gerbang sebelah
selatan, atau kalau ada terjadi sesuatu, mengirim tanda
bahaya seperti biasa. Oleh guru mereka, kedua kakak
beradik ini telah mempelajari cara melepas panah api di
waktu malam untuk memberi tanda bahaya kepada kawan
dari tempat jauh. Juga mereka mempunyai semacam tanda
pekik seperti pekik ayam hutan yang nyaring sekali untuk
saling memberi tanda di waktu perlu.
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
Dan dalam penyelidikannya ini, akhirnya Lan Giok
berjalan jalan sampai keluar kota raja dan tiba di hutan
dekat Tong seng kwan di mana ia bertemu dengan Sian
Hwa! Sebagaimana telah dituturkan di bagian depan, ia lalu
ikut dengan Sian Hwa ke kuil dan menceritakan
pengalamanku. Tentu saja ia tidak menyebut nyebut nama
Bun Sam, dan hanya memberitahukan bahwa untuk
mengusir Lam hai Lo mo, ayah bundanya menyatakan
bahwa ia telah ditunangkan dengan orang lain!
“Dan bagaimana dengan hasil penyelidikanmu, adik Lan
Giok?” tanya Sian Hwa yang mendengarkan dengan hati
tertarik. “Sudah bertahun tahun aku tidak mengetahui sama
sekali tentang keadaan di luar kuil, maka tentang Hiat jiu
pat ini aku sama sekali tidak tahu.”
Lan Giok menarik napas panjang. “Hebat! Hiat jiu pai
benar benar amat kuat dan mempunyai anggauta anggauta
yang berkepandaian tinggi. Apalagi para pemimpinnya,
benar benar sukar dilawan. Ketuanya tentu saja Lam hai Lo
mo si setan tua itu, bersama Pat jiu Giam ong bekas
gurumu itu. Ditambah dengan Gan Kui To dan suhengmu
yang manis itu, maka mereka merupakan empat orang yang
cukup tangguh, apalagi masih ada beberapa orang tokoh
dariMongol ada pula seorang tokoh hwesio dari Tibet yang
berkepandaian tinggi dan juga sedikitnya ada tujuh orang
dari kang ouw yang dapat terpikat oleh mereka. Semua ini
merupakan tokoh tokoh terbesar dari Hiat jiu pai.”
“Heran sekali, apakah maksud mereka mengadakan
perkumpulan seperti itu?” tanya Sian Hwa pula.
“Tentu saja untuk memperkuat kedudukan mereka. Dan,
sepanjang penyelidikan yang didapatkan oleh engko Giok,
mereka itu bahkan bermaksud untuk membasmi orang
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
orang kang ouw yang tidak mau bersekutu dengan mereka.
Kini tersiar kabar bahwa Lam hai Lo mo dan muridnya,
juga hwesio Tibet itu, telah berada di kota raja pula. Oleh
karena itu, aku harus buru buru mengajak engko Giok
kembali kepada guru kami untuk memberi laporan.”
“Adikku yang baik, bawalah aku bersamamu!”
“Apa....??”
Sian Hwa merangkulnya dan tiba tiba teringat akan nasib
dirinya, ia mengeluarkan air mata.
“Adik Lan Giok, kau tahu bahwa kini aku tidak
mempunyai siapa siapa lagi yang dapat kupandang,
aku....... aku seorang diri, sebatangkara......”
“Mengapa kau bilang demikian? Bukankah masih ada
ayahmu Panglima Bucuci?”
“Orang jahat itu?? Dia bukan ayahku, ayahku telah
terkubur di kota Tong seng kwan dan baru saja aku kembali
dari kuburan ayahku.” Lalu dengan singkat Sian Hwa
menceritakan riwayatnya, membuka pula rahasianya bahwa
Bucuci dan Kui Eng bukanlah orang tuanya dan bahwa
ayahnya telah dibunuh mati oleh pasukan Ang bi tin dan
ibunya entah di mana, tak seorangpun mengetahuinya.
“Oleh karena itu adik Lan Giok. Aku hendak ikut kau
merantau dan kalau kau tidak sudi membawaku, biarlah
aku yang bernasib malang ini pergi seorang diri, ke mana
saja kedua kakiku membawaku.”
Tiba tiba Lan Giok tersenyum manis..”Mengapa tidak
boleh? Aku akan suka sekali mempunyai kawan
seperjalanan seperti engkau, enci Sian Hwa! Kalau begitu
lekaslah engkau berkemas, sekarang juga kau ikut dengan
aku ke kota raja dan bersama engko Thian Giok kita malam
ini juga dapat melanjutkan perjalanan.”
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
Bukan main girangnya hati Sian Hwa. Ia merangkul dan
mencium pipi Lan Giok saking girang dan terharunya.
“Kau baik sekali, adikku,” Lalu ia berlari menjumpai para
nikouw untuk berpamit.
Para nikouw mengantarkan mereka sampai di depan
pintu kuil dan hampir semua nikouw mengucurkan air mata
melihat Sian Hwa pergi meninggalkan mereka. Mereka
semua amat suka kepada dara yang manis budi itu dan
bahkan telah menganggap Sian Hwa sebagai mustika dari
kuil Sun pok thian. Sekarang gadis itu pergi meninggalkan
kuil dan mereka seakan akan merasa telah kehilangan
sesuatu yang membuat wajah mereka muram dan hati
mereka sunyi.
Hari telah menjadi gelap ketika Lan Giok dan Sian Hwa
jalan berendeng menuju ke kotaraja. Mereka kelihatan
sebagai sepasang muda mudi yang amat elok dan cocok
sekali. Di sepanjang perjalanan, mereka bercakap cakap
dengan gembira, seakan akan takkan ada habisnya yang
mereka persoalkan.
“Lan Giok, jadi kau sudah bertunangan?” tanya Sian
Hwa sambil tersenyum menggoda. Memang sebetulnya
Sian Hwa mempunyai watak yang gembira pula, hanya
karena penderitaan batin saja yang membuat ia selama ini
takkan pernah bergembira.
Lan Giok mencubit lengan kawannya. “Kau mulai
menggodaku?”
“Tidak, adikku. Sebagai seorang sahabat baik. Bukankah
sudah selayaknya kalau aku mengetahui calon suamimu?
Siapakah dia, ataukah.... kau hendak merahasiakannya dari
aku?”
“Mengapa merahasiakan? Aku tidak takut kau akan
merebutnya!” Lan Giok balas menggoda.
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
“Hush, anak nakal. Kau kira aku orang macam apa? Ah,
tunanganmu itu tentu seorang yang tampan dan gagah, ini
sudah pasti!”
“Coba kau terka, enci, siapa tunanganku itu?”
Sian Hwa yang sudah menjadi gembira betul setelah
berada di dekat Lan Giok, mengerutkan kening dan berpikir
pikir.
“Hm, nanti dulu.... tentu dia seorang pemuda ahli silat!
Ah, tentu putera seorang guru silat yang kenamaan!”
Lan Giok tersenyum. “Guru silat? Ah, aku tidak suka
akan guru guru silat yang makan bayaran, enci. Bukan,
bukan seorang putera guru silat.”
“Kalau begitu, tentu putera seorang panglima besar!”
“Panglima seperti Pat jiu Giam ong? Ha, ha, sedangkan
kau sendiri tidak sudi dipungut menantu oleh seorang
panglima besar dan panglima besar manakah yang lebih
tinggi kedudukannya daripada Pat jiu Giam ong! Bukan,
bukan!”
“Tentu putera Seorang tokoh kang ouw yang tinggi ilmu
kepandaiannya! Mungkin anak murid Kun lun pai atau Bu
tong pai!”
“Bukan, bukan! Dia bukan anak murid dari partai
persilatan manapun juga.”
“Hm, kalau begitu sukar aku menebaknya. Kecuali kalau
tunanganmu itu seorang ahli sastera, seorang pelajar yang
pandai membuat sajak dari menulis huruf kembang!” Diam
diam Sia Hwa teringat akan Bun Sam yang pada pertemuan
pertama kalinya dengan dia, telah membuat sajak perang
yang menyeramkan! Memikirkan kelucuan pertemuan
pertama kali itu, ia tertawa sendiri.
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
“Kau takkan berhasil menebaknya, enci. Akan tetapi
pertanyaanmu yang terakhir ini ada betulnya.”
“Jadi dia seorang ahli sastera yang lemah lembut?”
“Bukan!”
“Ah, sudahlah, aku tak sanggup menerkanya, adik Lan
Giok. Sekarang katakan saja, di mana dia? Apakah dia
berada di tempat jauh?”
“Mau dikatakan jauh, ia jauh sekali. Disebut dekat.... ia
memang dekat karena ia boleh di bilang suhengku sendiri.”
“Ah......... dia suhengmu sendiri? Murid Mo bin Sin
kun?”
“Bukan pula,” Lan Giok menggeleng kepala dan
menarik napas panjang. “Enci, kepada orang lain, biar mati
aku takkan mau mengatakan hal ini. Akan tetapi entah
mengapa, kepadamu aku takkan menyimpan rahasia.
Orang yang disebut tunanganku itu sebenarnya memang
sukar sekali kuanggap tunanganku. Ketahuilah bahwa
biarpun dia itu sudah direncanakan untuk berjodoh
denganku, akan tetapi dia sendiri belum tahu akan hal ini
dan...... dan telah bertahun tahun dia menghilang tidak ada
yang mengetahui ke mana perginya. Bahkan sampai
sekarangpun, aku tidak tahu dia berada di mana. Oleh
karena dia sendiri belum tahu tentang rencana perjodohan
ini, mana bisa dia disebut tunanganku?”
Melihat wajah dara yang biasanya jenaka itu menjadi
muram, Sian Hwa lalu memeluknya dan menghiburnya.
“Lan Giok, biarpun ia belum tahu, akan tetapi aku merasa
yakin bahwa kalau ia sudah diberi tahu, ia tentu akan
menyatakan setuju. Pemuda manakah yang akan dapat
menolak seorang calon isteri seperti engkau?”
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
Timbul pula kegembiraan Lan Giok dan kembali ia
mencubit lengan Sian Hwa ketika mendengar godaan ini.
“Ah kau bisa saja, enci. Akan tetapi, terus terang saja,
agaknya sukar bagiku untuk menemukan seorang pemuda
yang melebihi dia!”
“Kan cinta sekali kepadanya, bukan?”
Merahlah wajah Lan Giok, akan tetapi terhadap Sian
Hwa, ia tidak begitu malu malu dan sungkan untuk
mengaku. Ia menganggukkan kepala nya, lalu tertawa dan
berlari lagi melanjutkan perjalanannya. Diam diam Sian
Hwa ikut berbahagia melihat kegembiraan gadis ini. Ah, dia
beruntung sekali, pikirnya. Memang berbahagia sekali
ditunangkan dengan seorang pemuda yang menjadi pilihan
hati. Tidak seperti dia, ditunangkan dengan paksa kepada
seorang pemuda yang tidak dicintainya!
“Eh, mengapa kau belum memberitahukan mana
tunanganmu itu kepadaku, adik Lan Giok? Siapa tahu
kalau kalau aku sudah kenal dengan dia dan dapat
memberitahukan kepadamu di mana dia berada pada waktu
ini?” tanya Sian Hwa sambil berlari di samping Lan Giok.
Murid Mo bin Sin kun ini sengaja memperlambat larinya,
karena ilmu lari cepatnya memang sudah lebih tinggi
daripada kepandaian Sian Hwa yang tidak melanjutkan
pelajaran silatnya pada Pat jiu Giam ong.
“Namanya? Namanya Bun Sam, dia adalah murid dari
Kim Kong Taisu.” jawab Lan Giok.
Sian Hwa merasa seakan akan kepalanya disambar petir.
Pandangan matanya berkunang kunang dan ia terhuyung
huyung ke depan, tak dapat menguasai kedua kaki lagi.
Baiknya Lan Giok berlaku cepat dan bermata awas.
Dengan cepat sekali dara ini lalu menyambar tangan Sian
Hwa, sehingga dapat mencegah kawannya itu roboh.
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
“Enci Sian Hwa, kenapakah kau?” tanyanya penuh
kekhawatiran. Karena betotan tangan Lan Giok dan seruan
gadis init Sian Hwa dapat sadar kembali dan cepat ia
menekan gelora yang membadai di dalam dadanya, ia
menggigit bibir untuk mencegah runtuhnya air matanya.
“Aku....aku.... kurang hati hati, tergelincir batu licin, Lan
Giok. Lepaskanlah, sebentar saja aku akan dapat menguasai
kepeninganku kembali. Kau tahu….. semenjak kutinggal di
kuil, kadang kadang datang kepeningan seperti ini…..” Ia
lalu pergi duduk di bawah sebatang pohon, menyandarkan
punggungnya pada batang itu dan memeramkan matanya,
Lan Giok cepat menghampirinya dan jari jari tangan yang
haluskan dara ini mengurut urut leher Sian Hwa dengan
hati kasihan. Baiknya udara telah menjadi gelap, kalau
tidak tentu Lan Giok akan melihat betapa pucatnya wajah
Sian Hwa dan betapa dengan hati hati sekali Sian Hwa
menggunakan ujung lengan bajunya untuk menyapu bersih
dua titik air mata dari pipinya.
Tiba tiba Sian Hwa tersenyum dan memeluk Lan Giok.
“Maafkan aku adik Lan Giok. Aku mengagetkan kau saja
Mari kita lanjutkan perjalanan kita.”
“Kau benar benar tidak apa apa, enci Sian Hwa ? Tidak
sakitkah badanmu? Kalau kau masih pusing, biar kita
menunda saja perjalanan kita.”
Sian Hwa memaksa dirinya tertawa. “Tidak, adikku
yang baik. Aku tidak apa apa. Sudah ku katakan bahwa
kadang kadang memang datang serangan kepala pening
seperti ini. Mari kita melanjutkan perjalanan kita.” Setelah
mendapat kenyataan bahwa Sian Hwa benar benar tidak
apa apa Lan Giok menjadi lega dan mereka lalu
melanjutkan perjalanan mereka.
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
Karena merasa tidak enak kalau diam saja, sehingga
mungkin mendatangkan kecurigaan pada Lan Giok, Sian
Hwa lalu berkata sambil tersenyum. “Eh, adik Lan Giok,
tadi aku sampai tidak mendengar keteranganmu. Bukankah
aku tadi bertanya siapa nama tunanganmu dan aku tidak
keburu mendengar jawabanmu karena aku keburu diserang
kepeningan kepalaku.”
Tadinya memang Lan Giok sedang berpikir pikir dengan
hati curiga dan tidak enak. Tadi ia memberitahukan nama
tunangannya dan tiba tiba Sian Hwa terhuyung huyung.
Apakah hubungannya nama tunangannya dengan
kepeningan kepala Sian Hwa? Akan tetapi, kecerdikan Sian
Hwa yang mengajukan pertanyaan itu sekaligus mengusir
kecurigaannya dan iapun tersenyum ketika menjawab.
“Tadi aku sudah menjawab, enci Sian Hwa, akan tetapi
agaknya kau tidak mendengarnya. Namanya Bun Sam
murid Kim Kong Taisu dan kau juga pernah melihatnya
ketika ia dahulu menghadapi bekas gurumu.”
“Oh, dia....?” Sian Hwa mengangguk angguk..”Ya, aku
sudah melihatnya. Menurut pendapatku, memang dia
cocok sekali menjadi jodohmu.”
Demikianlah, dengan amat pandainya, Sian Hwa
membersihkan diri daripada kecurigaan Lan Giok dan
perjalanan dilanjutkan dengan cepat.
Baiknya pintu gerbang kota raja sebelah barat masih
terbuka dan nampak sunyi saja Akan tetapi alangkah kaget
mereka ketika baru saja mereka masuk, dua sosok bayangan
orang melompat dari balik pintu gerbang dan serta merta
menubruk mereka! Tubrukan ini hebat sekali. Lan Giok
yang lebih lihat cepat menggerakkan kedua tangannya
menyampok bayangan itu dari kiri ke kanan, kedua
lengannya beradu dengan lengan yang amat kuat, sehingga
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
ia terhuyung dua tindak ke belakang. Akan tetapi bayangan
yang menubruknya juga gagal dalam usahanya hendak
menangkap gadis ini. Adapun Sian Hwa yang juga bermata
jeli, tidak melihat lain jalan menghadapi tubrukan bayangan
ke dua. Cepat gadis ini lalu menggunakan gerakan
Trenggiling Turun Dari Gunung, menjatuhkan diri ke
belakang lalu menggulingkan dirinya sampai dua tombak
jauhnya. Biarpun rambutnya menjadi awut awutan dan
pakaiannya menjadi kotor, namun Sian Hwa dapat
menghindarkan diri dari orang itu.
Ketika kedua orang dara perkasa ini memandang, bukan
main marah hati mereka karena ternyata bahwa yang
berdiri di hadapan mereka adalah Gan Kui To dan Liem
Swee! Tadi Kui To yang menyerang Lan Giok dan Liem
Swee menubruk Sian Hwa.
“Kau....orang ahe Liem, tidak malukah kau melakukan
hal serendah ini?” Sian Hwa membentak marah.
“Anjing sipit pemakan ular!” Lan Giok memaki sambil
menudingkan jari telunjuknya ke arah hidung Kui To. “Apa
kau sudai bosan hidup?”
Liem Swee dan Kui To saling pandang sambil tertawa
menyeringai, kemudian tanpa menjawab sesuatu mereka
berdua lalu menubruk lagi. Kui To menyerang Lan Giok,
sedangkan Liem Swee mendesak bekas sumoi dan
tunangannya itu. Sian Hwa dan Lan Giok tentu saja
menjadi makin marah dan mereka melawan mati matian.
Pertempuran yang terjadi antara Lan Giok dan Kui To
benar benar seru dan hebat sekali. Kepandaian mereka
setingkat dan biarpun Kui To telah mempunyai banyak
sekali akal akal keji dan tipu tipu yang aneh di dalam
pertempuran, namun karena Lan Giok memiliki ginkang
yang luar biasa, sehingga tubuhnya demikian ringan seakan
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
akan seekor burung walet yang terbang menyambar
nyambar luar biasa gesitnya, maka sukarlah bagi Kui To
untuk mengalahkan gadis ini. Apalagi ia telah tergila gila
kepada Lan Giok, maka ia tidak tega untuk
mempergunakan tipu keji yang kiranya berbahaya bagi
nyawa gadis yang dirindukaanya itu. Sebaliknya,
menghadapi Kui To, Lan Giok mendapatkan lawan yang
setimpal. Gadis ini mengerahkan tenaga dan mengeluarkan
segala kepandaiannya dan karena nafsunya yang
membuatnya nekat dan mati matian inilah yang membuat
Kui To mulai terdesak mundur! Hal ini tidak aneh, Kui To
menyerang dengan maksud menangkap Lan Giok dan
mengalahkannya tanpa melukai berat gadis itu, sebaliknya
Lan Giok menyerang dengan maksud membunuh pemuda
yang dibencinya ini. Tentu saja keadaan yang berat sebelah
ini menguntungkan Lan Giok.
Tidak demikian dengan keadaan Sian Hwa yang
bertempur melawan Liem Swee. Dulu sebelum ia
meninggalkan rumahnya dan masih belajar ilmu Silat
bersama Liem Swee di bawah asuhan Pat jiu Giam ong
memang terlihat kepandaiannya, yakni karena ia lebih
menang dalam hal ginkang, boleh dikata lebih tinggi dan
lebih lihai daripada Liem Swee. Akan tetapi, selama tiga
tahun ia tidak mendapat tambahan pelajaran, sedangkan
Liem Swee bahkan digembleng dengan sungguh sungguh
oleh ayahnya, maka kini kepandaian Liem Swee tentu saja
lebih tinggi. Sian Hwa mempergunakan pedangnya dan
menyerang dengan sepenuh tenaga, mengeluarkan tipu tipu
serangan pedang yang paling lihai. Akan tetapi, tentu saja
semua setangannya ini dikenal dengan baik oleh Liem Swee
yang melayaninya dengan kim siang to (Sepasang golok
emas) senjata yang amat diandalkannya. Juga seperti Kui
To, Liem Swee tidak mau melukai Sian Hwa yang hendak
ditangkapnya hidup hidup. Kalau ia bermaksud
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
membunuh, kiranya belum sampai limapuluh jurus saja
tentu Sian Hwa sudah roboh binasa. Apalagi Liem Swee
selalu menyindir nyindirnya dan memperingatkannya
tentang pedang yang dipegang oleh gadis itu.
“Sian Hwa, kekasihku yang manis, ternyata kau masih
menaruh perhatian kepadaku. Kau masih belum lupa
kepadaku, buktinya pedang Oei giok kiam tanda
pertunangan kita masih kau simpan baik baik. Ah,
tunanganku, mengapa kau tidak mau menurut saja?
Marilah kita menghadap ayah ibuku....”
Sian Hwa menjadi sebal dan mendongkol sekali ia
menyimpan pedang Oei giok kiam bukan sekali kali karena
masih mengingat pertalian jodoh itu, hanya karena pedang
itu adalah sebuah pedang mustika yang baik sekali dan ia
memang membutuhkan senjata untuk menjaga diri, maka ia
masih menyimpannya. Kini diejek dan disindir sindir oleh
bekas suhengnya, ia menggigit bibirnya dan menyerang
lebih hebat lagi.
Adapun pertempuran antara Lan Giok dan Kui To
masih berjalan dengan bebatnya. Sekarang bahkan lebih
ramai lagi karena masing masing telah mengeluarkan
senjata. Tadinya kedua fihak mengandalkan kaki tangan
saja karena memang keduanya ahli ilmu silat tangan
kosong. Tetapi ketika Lan Giok yang menjadi marah dan
gemas karena belum juga dapat merobohkan lawan segera
mengeluarkan ilmu pukulan Soan hong pek lek jiu hwat
yang bukan main hebatnya, Kui To menjadi sibuk juga.
Harus diketahui bahwa ilmu pukulan Soan hong pek lek jiu
hwat ini adalah semacam ilmu pukulan yang Istimewa dan
Lan Giok sekarang telah melatihnya dengan sempurna,
maka pukulannya mendatangkan angin yang berputar
putar, sehingga amat sukar diduga dari mana kepalan
tangan dara perkasa itu akan menyerang. Pukulan biasa
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
biarpun dihadapi oleh ahli silat tinggi dengan kedua mata
ditutup, akan dapat dielak atau ditangkis hanya dengan
mendengar dan merasakan datangnya angin pukulannya
terlebih dulu. Akan tetapi tidak demikian dengan Soan
hong pek lek jiu hwat. Ilmu pukulan ini mendatangkan
angin yang berputar dan kepalan tangannya sendiri
mendatangi dengan tiba tiba dan cepat bagaikan halilintar
menyambar dan ditujukan di tempat yang sama sekali tak
disangka sangka oleh lawannya.
Menghadapi ilmu pukulan yang terlihai dari Mo bin Sin
kun yang kini dimainkan oleh Lan Giok, Kui To benar
benar terdesak hebat dan terpaksa ia memainkan ilmu silat
Tee coa kun (Ilmu Silat Ular) Ilmu silat ini oleh golongan
ahli silat tinggi dipandang rendah dan tak seorangpun bu
hiap (pendekar silat) sudi mempelajarinya karena sifat
sifatnya yang amat rendah, ilmu silat ini sebagaimana dapat
diduga dari namanya, dimainkan dengan tubuh menempel
di atas tanah, seperti seekor ular dan kadang kadang
merangkak rangkak seperti binatang kaki empat. Akan
tetapi di dalam setiap gerakan ini, tersembunyi serangan
serangan yang sifatnya amat curang. Memang untuk
menghadapi Soan hong pek lek jiu hwat, ilmu Silat Tee coa
kun ini tepat sekali. Tubuh Kui To seakan akan bertiarap
dan pukulan yang dilancarkan oleh Lan Giok tidak tepat
lagi. Angin pukulan yang tadinya berputar putar, kini
menghadapi tubuh lawan di bawah, maka selalu terpental
kembali kalau mengenai tanah, sehingga debu
berhamburan.
Sebaliknya Kui To melakukan cengkeraman dan
tangkapan dari bawah yang ditujukan kepada kedua kaki
Lan Giok, sehingga gadis ini merasa jijik dan ngeri sekali.
Kalau kakinya sampai terpegang, alangkah malu dan
jijiknya, pikirnya. Oleh karena itu maka Lan Giok tiba tiba
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
mengeluarkan senjatanya yang disebut Gin sam Kim ciam
yakni sepasang senjata yang amat berlainan macamnya. Di
tangan kirinya memegang sebatang kipas lebar yang
gagangnya terbuat daripada perak dan ujung gagang itu
runcing. Tangan kanannya memegang sebatang jarum
panjang kira kira dua dim dan besarnya sebesar jari tangan.
Ketika Mo bin Sin kun memperlihatkan berbagai senjata
aneh untuk dipelajari, Lan Giok sengaja memilih senjata
senjata ini, karena selain mudah disimpan, juga
dianggapnya praktis!
Kini Lan Giok mengebaskan kipasnya ke bawah. Debu
mengebut bagaikan ditiup dan mengebutnya bukan
sembarangan saja, melainkan tepat meniup ke arah muka
Kui To. Pemuda ini terkejut sekali dan cepat melompat
berdiri, akan tetapi Kim ciam atau jarum emas yang berada
di tangan kanan Lan Giok menyambutnya dengan sebuah
totokan kuat ke arah jalan darah di lehernya. Kembali Kui
To terpaksa merebahkan diri dan sekali lagi disusul oleh
kebutan kipas. Inilah ilmu serangan yang disebut Hok thian
hok tee (Membalikkan Bumi dan Langit). Gan Kui To
benar benar sibuk sekali sehingga serangan bertubi tubi
yang susul menyusul dari atas dan bawah itu membuat ia
berjungkir balik dan berputar putaran. Akhirnya Kui To tak
dapat menahan, sambil mengeluarkan suara seperti seekor
binatang buas terluka ia lalu mencabut senjatanya, yakni
sebatang tongkat kecil berwarna hitam yang tadinya
diselipkan di belakang baju bagian punggungnya.
Kiai pertempuran menjadi lebih sengit lagi dan tongkat
kecil di tangan Kui To itu sungguh hebat, gerakan
gerakannya seperti ekor ular hidup yang sukar sekali
diduga. Biarpun kipas dan jarum Lan Giok cukup lihai,
namun ternyata kedua senjata ini tidak dapat menembus
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
cahaya kehitaman dari tongkat itu, sebaliknya tongkat Kui
To mendesak dengan hebat.
Betapapun juga, Lan Giok benar benar boleh dipuji
karena dara ini sama sekali tak gentar menghadapi
lawannya dan sekiranya tidak terjadi sesuatu, dalam dua
ratus jurus saja belum tentu Kui To akan dapat
mengalahkannya. Sudah dua kali Kui To menggertak
disertai tenaga batin yang bedasarkan hoatsut (ilmu sihir),
akan tetapi Mo bin Sin kun yang sudah menjaga akan hal
ini, telah memberi latihan lweekang dan ilmu batin yang
cukup kuat kepada Lan Giok, sehingga hal itu tidak
berpengaruh sesuatu terhadap dara ini.
Akan tetapi, tiba tiba tedengar Sian Hwa menjerit marah
ketika pedang gadis ini terpukul jatuh oleh golok Liem
Swee dan diikuti oleh suara ketawa pemuda she Liem ini,
Sian Hwa dapat di ringkus dan di totok jalan darah nya
yang membuat gadis ini menjadi lemas tak berdaya lagi.
Mendengar jeritan Sian Hwa, Lan Giok menengok dan
gadis ini menjadi marah, terkejut dan juga khawatir sekali.
Liem Swee telah meninggalkan Sian Hwa yang rebah tak
bergerak di atas tanah, kemudian putera Pat jiu Giam ong
ini membantu Kui To mengeroyok Lan Giok. Ilmu
kepandaian Liem Swee hanya kalah sedikit saja oleh Kui
To dan boleh dibilang berimbang dengan kepandaian Lan
Giok, maka tentu saja kini Lan Giok menjadi sibuk sekali.
Ia melawan mati matian, akan tetapi tetap saja ia terkurung
oleh sepasang golak Liem Swee dan terancam oleh tongkat
di tangan Kui To. Baiknya kedua orang pemuda itu tidak
ingin membunuhnya, maka ia masih dapat bertahan.
Namun percuma saja Lan Giok melawan mati matian.
Akhirnya, sepasang golok Liem Swee menahan kipas dan
jarumnya dan pada saat ia mengadu tenaga dengan putera
Pat jiu Giam ong itu, tanpa dapat ia elakkan lagi ujung
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
tongkat Kui To telah berhasil menotok jalan darah di
punggung nya. Terlepaslah kedua senjata itu dari tangan
Lan Giok dan gadis ini terhuyung huyung, ia cepat
mengerahkan lweekangnya untuk membebaskan diri nya
dari pengaruh totokan, namun Kui To telah mengejarnya
dengan lain totokon yang lebih lihai.
Baiknya Lan Giok teringat akan kakaknya, maka
sebelum ia roboh oleh totokan kedua, ia masih sempat
mengeluarkan jeritan yang nyaring sekali seperti suara
ayam hutan, yakni tanda bahaya bagi Thian Giok.
Liem Swee dan Kui To girang bukan main setelah
berhasil merobohkan dua orang dara perkasa yang cantik
jelita dan yang mereka rindukan itu.
“Kita harus ikat mereka, kalau tidak totokan itu takkan
dapat bertahan lama bagi mereka yang telah memiliki
lweekang tinggi,” kata Kui To. Maka kedua gadis itu lalu
diikat erat erat dengan tali sutera hitam yang dikeluarkan
oleh Kui To dari saku bajunya. Kemudian sambil tertawa
tawa kedua pemuda itu memondong tubuh gadis pujaan
masing masing dan pergi dari situ setelah memesan kepada
para penjaga pintu gerbang supaya berjaga dengan hati hati.
Para penjaga itu tentu saja kenal baik kepada kedua pemuda
ini, maka mereka hanya tersenyum simpul dan saling
betkejap dengan sinar mata penuh arti.
Thian Giok sedang memikirkan ke mana perginya Lan
Giok sehingga tidak terlihat di dekat pintu gerbang sebelah
selatan sebagaimana yang mereka janjikan, ia merasa amat
cemas dan menanati di tempat gelap. Tiba tiba ia
mendengar pekik ayam hutan itu dan terkejutlah pemuda
ini. Cepat ia menghampiri arah suara itu terdengar dan
sambil bersembunyi sembunyi di dalam gelap, ia melihat
dua sosok bayangan orang yang memanggul tumbuh
seorang wanita dan seorang pemuda yang sebagai adiknya,
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
Lan Giok yang berpakaian laki laki, maka bukan main
cemasnya. Apalagi ketika ia mengenal dua orang laki laki
yang memanggul dua orang gadis itu.
Thian Giok adalah seorang pemuda yang cerdik, ia tidak
mau main serampangan saja. Ia maklum bahwa kalau ia
menggunakan kekerasan, belum tentu ia akan dapat
menang menghadapi dua orang pemuda murid Lam hai Lo
mo dan Pat jiu Giam ong, sedangkan untuk menghadapi
satu lawan saja belum tentu ia dapat menang. Maka diam
diam ia mengikuti dua orang yang membawa lari adiknya
dan seorang gadis yang sampai saat itu belum dikenalnya
siapa adanya itu, oleh karena malam gelap dan Liem Swee
serta Kui To berjalan cepat sekali.
Ternyata bahwa Kui To dan Liem Swee membawa dua
orang gadis tawanan mereka itu ke sebuah rumah kecil
mungil yang berada di jalan yang sunyi, yakni rumah
pribadi dari Liem Swee yang dijadikan tempat ia bersenang
senang di luar gedung ayahnya. Rumah ini hanya terjaga
oleh seorang kepercayaannya dan ketika kedua orang
pemuda ini masuk membawa dua orang nona itu, penjaga
yang sudah tua ini tersenyum menyeringai. Hal seperti ini
tidak aneh baginya, karena memang ia mengenal Liem
Swee sebagai seorang pemuda hidung belang, akan tetapi
yang royal sekali dalam membagi hadiah hadiah, juga
kepadanya.
Dengan ginkangnya yang sudah tinggi, Thian Giok
dapat meialui penjaga tua itu dan mengintai dari atas
genteng, ia hendak mencari kesempatan baik untuk
menolong adiknya dan nona berbaju putih itu.
Dilihatnya Liem Swee dan Kui To duduk menghadapi
meja sambil minum arak, memberi selamat kepada mereka
sendiri yang sudah berhasil menawan nona nona yang
mereka rindukan itu.
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
“Ha, ha sekarang kau dapat minta kepada ayahmu untuk
merayakan pernikahanmu dengan kekasihmu, Liem sute!”
kata Kui To. Liem Swee adalah putera dan dari murid Pat
jiu Giam ong yang menjadi susioknya (paman gurunya)
karena Pat jiu Giam ong adalah sute (adik seperguruan) dari
suhunya, yakni Lam hai Lo mo, oleh karena itu Liem Swee
masih terhitung adik seperguruannya.
Akan tetapi Liem Swee menggeleng gelengkan
kepalanya. “Tidak mungkin, suheng. Kau tentu saja akan
mendapat perkenan suhumu untuk segera merayakan
pernikahanmu dengan nona murid Mo bin Sin kun itu,
akan tetapi bagiku tak mungkin. Ayahku telah melarangku
untuk melakukan sesuatu yang sifatnya bermusuhan atau
mengganggu murid murid Mo bin Sin kun sebelum
pertandingan pibu dilakukan. Ayah sangat keras dan
menjaga nama, maka tentu saja ayah tidak akan suka
memberi izin kepadaku untuk melakukan kekerasan.
Baiknya diam diam kita sembunyikan saja kekasih kita itu
di sini dan penawanan ini sama sekali jangan sampai
diketahui oleh ayah atau oleh suhumu sekalipun. Aku tahu
watak supek, ia takkan dapat menyimpan rahasia dan
akhirnya tentu akan terdengar oleh ayah pula.”
Kui To mengangguk angguk. “Baik, baik, sute. Aku
mengerti. Lebih baik lagi kita bersenang senang di sini diam
diam saja, itu lebih menggembirakan. Ha, ha, ha! Terdengar
tertawanya yang nyaring dan menyeramkan.
Mendengar percakapan ini, Thian Giok cepat melompat
pergi dari atas genteng.
“Liem sute seperti ada orang di atas!” teriak Kui Te dan
tubuhnya cepat melayang keluar melalui jendela, disusul
oleh Liem Swee. Adapun Lan Giok dan Sian Hwa yang
rebah di atas dipan dapat mendengar semua percakapan ini.
Mereka berdua tadi telah mengerahkan ilmu lweekang
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
mereka dan berhasil membebaskan diri daripada pengaruh
totokan akan tetapi betapapun mereka berdaya melepaskan
ikatan kaki tangan mereka, sia sia saja. Ikatan itu erat sekali
dan tali pengikatnya terbuat daripada sutera yang terpilih
dan memang khusus disediakan oleh Kui To. Mereka tak
berdaya sama sekali dan hanya diam diam mengambil
keputusan untuk melawan mati matian kalau mereka
dipermainkan.
Jilid XI
SETELAH tiba di atas genteng, Liem Swee dan Kui To
memandang ke sana ke mari akan tetapi tidak terlihat
seorangpun di atas genteng. Mereka melompat ke bawah
dan mengadakan pemeriksaan disekitar rumah itu, akan
tetapi tetap saja tidak dapat menemukan sesuatu yang
mencurigakan.
“Aneh, apakah pendengaranku sudah rusak?” Kui To
bersungut sungut.
“Mungkin yang kau dengar tadi seekor kucing, Gan
suheng,” kata LiemSwee.
“Biarpun seekor kucing, ke mana ia dapat menghilang?”
Kui To masih saja merasa tidak puas. Akhirnya mereka
kembali pulang ke rumah itu melalui pintu depan.
“Celaka, benar benar ada orang jahat masuk!” tiba tiba
Liem Swee berseru keras dan wajahnya berobah. Kui To
cepat menengok dan melihat penjaga rumah yang tua tadi
kini telah meringkuk di pinggir pintu dalam keadaan kaku
tertotok! Kedua orang pemuda ini tidak memperdulikan
penjaga itu, langsung menyerbu ke dalam rumah. Ketika
mereka melompat masuk ke dalam kamar di mana mereka
tadi menahan Lan Giok dan Sian Hwa, ternyata bahwa
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
kedua orang tawanan itu telah lenyap tak meninggalkan
bekas! Bahkan tali sutera pengikat kaki tangan kedua orang
dara itupun lenyap bersama orang orangnya. Terang buhwa
penolong yang datang itu tentu membawa dua orang nona
itu dalam keadaan masih terikat kaki tangannya!
Liem Swee, mengeluarkan suara makian kotor
sedangkan Kui To lalu melompat keluar kamar kembali ia
mengejar ke sana ke mari, akan tetapi tetap saja tidak
terlihat sesuatu. Ketika ia kembali ke rumah itu, Liem Swee
sedang berusaha membebaskan penjaga rumah dari
totokan, namun tidak berhasil. Kui To menghampiri kakek
itu dan setelah memeriksa, ia lalu mengangkat tubuh kakek
yang kaku itu ke atas dan melemparkannya ke atas sampai
tinggi. Ketika tubuh itu melayang turun, ia lalu
mengulurkan jari tangannya menotok ke arah punggung
penjaga rumah itu yang segera menjerit dan mengaduh
aduh, akan tetapi ia telah terlepas dari pengaruh totokan
yang lihai.
“Hm, penyerangnya seorang yang ahli dalam ilmu Ki
keng pat meh (Ilmu Membuka Pembuluh Darah), sehingga
ia dapat menotok di balik jalan darah. Benar benar lihai!”
katanya. Ucapan ini belum seluruhnya menyatakan
keheranan dan kekagumannya dan di dalam hatinya murid
Lam hai Lo mo ini benar benar merasa kaget bukan main
karena biarpun suhunya sendiri Ilmu Ki keng pat meh ini
baru saja dipelajari dan belum sempurna sama sekali!
Apalagi dia! Akan tetapi, orang yang menolong dan orang
tawanan itu ternyata pandai mempergunakan totokan yang
berdasarkan Ki keng pat meh, sungguh merupakan lawan
yang bukan main tangguhnya!
Akan tetapi Liem Swee yang biarpun sudah mendengar
tentang ilmu itu namun belum pernah dapat mempelajari,
kurang memperhatikan ucapan Kui To dan cepat
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
mengajukan pertanyaan kepada penjaga rumah itu
mengapa dia telah meringkuk di atas tanah dalam keadaan
tertotok.
“Ampun, siauw ya (tuan muda). Entah apa yang terjadi
dengan diri hamba. Agaknya kurasa hamba lupa membakar
hio, setan penjaga bumi telah marah kepada hamba dan
menjatuhkan hukumannya !” kata kakek itu dengan tubuh
menggigil dan muka pucat, nyata sekali ia tampak takut
bukan main.
“Jangan mengoceh!” Liem Swee membentak. “Lekas
ceritakan siapa orangnya yang menyerang mu!”
“Ampun, siauw ya. Hamba sungguh sungguh tidak tahu.
Tiba tiba saja ketika hamba berdiri di sini sambil ikut
bergembira memikirkan kesenangan jiwi (tuan berdua),
tahu tahu tubuh hamba terasa kaku dan panas dingin,
pendangan mata berkunang kunang dan selanjutnya hamba
tidak tahu apa apa lagi.”
Liem Swee mendongkol sekali, aku tetapi Kui To segera
menariknya ke dalam rumah.
“Tak perlu marah, Liem sute. Masih baik orang itu tidak
mengganggu kita.”
“Kalau dia muncul, akan kuhancurkan kepala nya!”
Liem Swee berkata marah sambil mengepal tinjunya yang
besar dan kuat.
Kui To tersenyum. Tak perlu baginya untuk
memamerkan dan memuji muji kepandaian lawan, maka ia
berkata, “Sudahlah, lebih baik kita mengaso dan besok pagi
pagi kita mencari dua ekor burung elok yang terbang itu.
Mengapa ribut ribut ?” Seteluh berkata demikian, Kui To
lalu menjatuhkan diri di atas pembaringan dan sebentar saja
terdengar dengkurnya yang keras! Memang murid Lam hai
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
Lo mo ini seorang yang berhati keras seperti baja dan tidak
mudah menjadi gelisah, duka atau gembira, ia sama
anehnya dengan suhunya yang di anggapnya sebagai orang
paling aneh di antara Lima Besar !
Liem Swee duduk termenung, tak dapat tidur dan
menjadi berduka sekali, ia telah tergila gila kepada Sian
Hwa dan pertemuan yang terakhir dengan gadis itu
memperdalam cinta kasihnya. Di dalam pandangannya,
tidak ada gadis yang lebih molek, lebih manis dan lebih
menggiurkan hatinya daripada sumoinya itu!
Tak lama kemudian, tiba tiba pintu kamar diketok orang
dan ketika ia membuka pintu itu, nampak penjaga rumah
berdiri dengan tubuh menggigil ketakutan. Kiu To yang
tadinya tidur mendengkur, mendengar ketokan itu, seketika
melompat bangun dan bersiap sedia kalau kalau ada
bahaya. Liem Swee yang melihat penjaga tua itu menggigil
dan berwajah pucat, mengira bahwa tentu penjahat tadi
datang lagi.
“Di mana dia?” tanyanya sambil menyambar kim siang
to (sepasang golok emas) yang tadi ia letakkan di atas meja.
“Dia siapa, siauw ya?”
”Eh, goblok! Penjahat itu, maling itu! Di mana dia?”
“Bukan maling yang datang, siauw ya melainkan Liem
goanswe dan delapan orang lain. Goan swe ya minta
supaya hamba cepat memanggil ji wi keluar.”
Bukan main kagetnya hati Liem Swee mendengar ini.
Belum pernah ayahnya mengunjungi rumah pribadinya ini,
sungguhpun ayahnya tahu akan hal itu. Peristiwa hebat
apakah yang terjadi, sehingga ayahnya pada saat seperti itu
datang mengunjunginya?
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
Akan tetapi Kui To yang tabah dan tidak memperdulikan
itu segera mengajaknya keluar dan di ruang depan telah
menanti Liem goanswe dan delapan orang lain. Tujuh
orang kakek yang berdiri di situ dikenal baik oleh Kui To
dan Liem Swee, karena mereka ini adalah tamu tamu Liem
goanswe yang sudah sepekan datang di kota raja, yakni
yang disebut Koai kauw jit him atau Tujuh Beruang Kaitan
Aneh. Mereka ini adalah jago jago Mongol yang
berkepandaian tinggi dan mereka terkenal karena senjata
mereka yang berupa kaitan kaitan, akan tetapi kaitan
mereka ini benar benar aneh bentuknya.
Ketika Kui To dan Liem Swee melihat orang terakhir
dalam rombongan ini hampir saja mereka mengeluarkan
seruan kaget. Dalam pandangan pertama, mereka mengenal
“pemuda” yang baru datang ini sebagai Lan Giok yang tadi
terlepas dari tawanan. Akan tetapi ketika mereka
memandang lebih teliti, tahulah mereka bahwa pemuda ini
adalah kakak dari gadis yang tetak berhasil melarikan diri
itu. Teringatlah kedua orang muda ini bahwa yang datang
bersama Pat jiu Giam ong adalah kakak kembar dari Lan
Giok yang dulu pernah pula mengacau kota raja ketika
pemuda itu membunuh Toa to Hek mo. Akan tetapi, tetap
saja Liem Swee dan Kui To terheran dan terkejut melihat
Thian Giok dapat datang bersama Pat jiu Giam ong!
Bagaimana Thian Giok bis datang bersama Pat jiu Giam
ong dan Koai kauw jit him? Pemuda yang cerdik ini
sebagaimana telah dituturkan di bagian depan, mendengar
percakapan antara Liem Swee dan Kui To. Ketika ia
mendengar bahwa Pat jiu Giam ong melarang puteranya
mengganggu murid murid Mo bin Sin kun daa Kim Kong
Taisu, ia dengan berani sekali lalu berlari cepat menuju ke
gedung Pat jiu Giam ong. Tentu saja Liem goanswe
terheran heran melihat kedatangan pemuda murid Mo bin
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
Sin kun ini malam malam di rumahnya, akan tetapi setelah
mendengar dari Thian Giok bahwa puteranya dan Kui To
menawan Sian Hwa dan Lan Giok jenderal ini marah
sekali, lalu bersama Thian Giok menuju menuju ke rumah
itu. Koai kauw jit him yang pada malam hari itu sedang
minum arak dengan dia, ikut pula bersama karena orang
aneh inipun merasa tertarik untuk melihat murid murid dari
tokoh tokoh besar itu.
Kini Pat jiu Giam ong berdiri dengan tegak, sepasang
matanya memandang kepada puteranya dengan marah.
Memang jenderal ini bertabuh tinggi besar dan
menakutkan, sehingga puteranya sendiri merasa gelisah
melihat kemarahan ayahnya.
“Swee ji! Benarkah kau telah menawan Sian Hwa dan
seorang murid dari Mo bin Sin kun ? Di mana mereka!!
Ayoh ceritakan apa yang telah terjadi!”
Saking takutnya, Liem Swee tak dapat menjawab dan
beberapa kali lidahnya menjilat bibit yang terasa kering.
Akan tetapi tidak demikian dengan Kui To. Pemuda aneh
ini memiliki ketabahan luar biasa dan sia sia saja ia menjadi
murid Lam hai Lo mo kalau ia tidak memiliki kecerdikan
yang luar biasa. Ia dapat menetapkan hatinya dan tiba tiba
ia tertawa.
“Sungguh lucu, sungguh lucu! Susiok kena dibohongi
oleh seorang murid dari Mo bin Sin kun, sehingga kini
menuduh putera sendiri. Benar benar lemas sekali lidah
murid Mo bin Sin kun. Ha, ha, ha!”
Pat jiu Giam ong mengerutkan keningnya. “Kui To, aku
tidak main main! Pemuda ini datang kepadaku melaporkan
bahwa kau dan Swee ji telah menawan kedua orang gadis
itu dan hendak mempermainkannya. Kalau betul betul
terjadi hal seperti itu, aku tidak suka membiarkannya saja!”
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
“Susiok, sebelum menjatuhkan kemarahan kepada teecu
berdua mengapa tidak memeriksa lebih dulu apakah kata
kata yang keluar dari mulut pemuda ini benar benar
terjadi?” kata Kui To pula sambil melirik ke arah Thian
Giok.
“Ular kecil! Kaukira aku hanya membohong saja? Aku
tadi telah menyaksikan sendiri ketika aku mengintai dari
atas genteng dan kalian berdua minum arak di dalam
kamar. Ayoh kau bebaskan adikku dan nona itu!”
“Pengecut tukang mengintai rumah orang!” Kui To balas
memaki. “Tak perlu banyak mulut, lebih baik kau buktikan
saja omonganmu tadi!”
Pat jiu Giam ong menjadi ragu ragu. Dan kini ia
memandang kepada Thian Giok. “Orang muda, kau boleh
memeriksa dalam rumah ini dan coba kaubuktikan
laporanmu tadi!”
Thian Giok menjadi berdebar hatinya. Ia lalu
mengangguk dan memasuki rumah itu. Akan tetapi
sedikitpun tidak ada tanda tanda bahwa kedua orang gadis
itu disembunyikan di dalam rumah ini. Ia keluar lagi dan
mukanya menjadi merah karena marah dan juga malu.
“Tentu mereka telah disembunyikan di lain tempat,”
katanya.
Kui To tertawa sinis, “Nah susiok, apa kataku? Pemuda
ini adalah seorang pengecut besar yang membohong
kepadamu.”
“Kaulah yang pengecut!” Thian Giok balas memaki.
“Aku pengecut? Hah, rasakan pukulan ini!” Kui To cepat
menyerang. Thian Giok mengelak cepat sambil
mengeluarkan senjatanya yang istimewa yakni sebatang
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
cambuk atau joan pian (ruyuag lemas) yang terbuat
daripada batu putih dan disebut Pek giok joan pian.
Pat jiu Giam ong melangkah maju. “Tidak boleh
bertempur sekarang. Akan datang saatnya kita mengadu
tenaga dalam sebuah pibu yang adil.”
“Susiok, lepaskan saja, aku tidak takut. Anak bermulut
lancang ini pasti akan remuk kepalanya di bawah gebukan
tongkatku,” kata Kui To.
“Akupun tidak takut. Boleh kau maju bersama kawan
kawanmu !” kata Thian Giok gagah.
“Jangan Kui To. Tahan senjatamu. Aku percaya kau
akan menang, akan tetapi kalau orang lain mengetahui,
bukankah kematian murid Mo bin Sin kun di tempat ini
akan disiarkan bahwa dia kami keroyok? Tidak, tidak boleh!
Kau pergilah, orang muda. Dan aku tidak mengerti
mengapa kau membohong. Akan tetapi, tunggu saja,
gurumu tentu kelak akan mendengar tentang
kebohonganmu ini.”
“Nanti dulu, Liem goanswe!” tiba tiba orang termuda
dari Koai kauw jit him yang bernama Biauw Kai,
melangkah maju. “Pemuda ini adalah murid dari Mo bin
Sin kun yang terkenal dan senjata yang dipergunakan
adalah sebuah joan pian yang bagus. Tentu kepandaiannya
sudah baik juga. Dia telah membohong dan mengganggu
kita minum arak, maka tidak baik dibiarkan begitu saja.
Biarlah aku bermain main sebentar dengan dia untuk
mencoba kepandaian murid Mo bin Sin kun dan juga untuk
memberi hajaran karena kelancangan mulutnya!”
Pat jiu Giam ong berpikir bahwa kalau seorang dari Koai
kauw jit him yang maju boleh saja asal pemuda ini jangan
dibunuh. Ia memandang kepada Biauw Kai yang agaknya
dapat menduga maksudnya, maka orang termuda dari Koai
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
kauw jit him yang usianya sudah empatpuluh lima tahun itu
berkata, “Jangan khawatir, Liem goanswe, aku takkan
mengganggu kulit dagingnya! Asalkan ia mau
meninggalkan joan piannya itu sebagai tanda kalah
terhadap aku, aku akan merasa puas!” ejek Biauw Kai yang
memang sombong wataknya itu.
Sementara itu, dengan hati mendongkol sekali Thian
Giok menanti dengan senjata di tangan. Ia merasa serba
salah, ia berada di lingkungan fihak lawan dan karena
laporannya tadi benar benar tidak ada buktinya maka ia
merasa dipermainkan dan dihina. Kini ia melihat ada orang
hendak mempermainkannya dan memandang rendah tentu
saja ia bersedia untuk berkelahi mati matian!
Setelah mendapat persetujuan Pat jiu Giam ong, Biauw
Kai lalu mengeluarkan senjatanya yakni sepasang kaitan
berbentuk cakar dan yang disebut Him jiauw kauw ( Kaitan
Cakar Beruang). Dengan sikapnya yang angkuh, ia lalu
bertindak maju menghadapi Thian Giok yang telah
mempersiapkan Pek giok joan pian di tangannya.
Sementara itu, fajar telah mulai menyingsing dan cuaca
tidak begitu gelap lagi.
“Orang muda,” kata Biauw Kai dengan senyum
menyeringai pada wajahnya yang sudah keriput dan berkuit
hitam, “agar kau tidak menjadi penasaran oleh siapa kau
dikalahkan, baik kuterangkan bahwa kau berhadapan
dengan orang ke tujuh gari Koai kauw jit him Nah, kau
bersiaplah orang muda.”
Setelah berkata, Biauw Kai lalu menyerang dengan siang
kauw (sepasang kaitan) di tangannya itu. Gerakannya cepat
dan mantap dan serangan sepasang Him jiauw kauw itu
merupakan serangan menggunting dari kanan kiri, Thian
Giok memang sudah bersiap dan melihat cara serangan ini,
ia maklum bahwa lawannya memiliki kepandaian yang
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
tinggi, maka ia berlaku hati hati dan cepat Pek giok joan
pian di tangannya digerakkan bagaikan ulat menyambar ke
kanan kiri dan terdengar bunyi keras ketika joan pian nya
berhasil menangkis sepasang kaitan lawan. Dalam benturan
senjata ini, baik Thian Giok yang muda maupun Bauw Kai
yang tua maklum bahwa tenaga lawan masing masing
benar benar besar dan berimbang dengan tenaga sendiri.
Hal ini mengejutkan Biauw Kai karena sama sekali tak
pernah disangkanya bahwa seorang yang masih demikian
muda telah memiliki tenaga lweekang yang hebat.
Sebaliknya, diam diam Thian Giok mengeluh karena buru
orang ke tujuh dan Koai kauw jit him yang terkenal itu
sudah begini tangguh, apalagi orang ke enam. Sungguh
fihak lawan telah mengumpulkan orang orang yang
tangguh.
Biauw Kai melanjut kau serangannya dan kini sepasang
kaitannya tidak digerakkan dengan maksud beraksi lagi,
melainkan menyerangnya dengan sungguh sungguh.
Namun benar benar kecele kalau tadinya hendak
menyombongkan kepandaiannya. Tadi ia telah bersumbar
untuk merampas joan pian pemuda ini yang terbuat
daripada batu giok disambung sambung dengan kawat baja
seperti rantai. Kini ternyata bahwa jangankan merampas
joan pian itu, bahkan mendesak sajapun ia tak dapat! Thian
Giok bertempur dengan mati matian karena pemuda ini
maklum bahwa apabila ia kalah dalam pertempuran ini
pasti ia akan menjadi bahan ejekan dan hinaan.
Pada saat itu, menyambar angin besar dari selatan dan
terdengar suara gelak tertawa. Karena angin itu menyambar
ke arah mereka yang sedang bertempur dan suara ketawa
itu menyakitkan telinga tanpa terasa lagi Thian Giok dan
Biauw Kai melompat mundur, menahan senjata masing
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
masing dan memandang ke selatan. Begitu pun semua
orang yang berada di situ, kecuali Pat jiu Giam ong.
Tiba tiba muncullah seorang hwesio tinggi gemuk dan
berkulit hitam, lengan dan dadanya yang terbuka itu penuh
bulu, ia benar benar merupakan seorang manusia raksasa
yang menakutkan. Kepalanya yang gundul ditutup dengan
sebuah topi segi empat berwarna hitam, jubahnya yang
lebar itupun berwarna hitam sama sekali kecuali pinggirnya
yang direnda dengan benang emas. Tangan kirinya
memegang sebuah hudtim (kebutan) dan tangan kanannya
menegang sebatang tongkat yang sama tingginya dengan
dia sendiri, sebatang tongkat yang berwarna kuning seperti
emas dan kepalanya diukir seperti kepala naga. Inilah dia
tokoh besar yang menggemparkan di daerah Tibet yang
berjuluk Sam thouw hud atau Sang Buddha Kepala Tiga!
Kebutan di tangan kirinya itu bukan sembarang kebutan,
melainkan sebuah senjata yang amat lihai. Sedangkan
tongkat di tangan kanannya disebut Kim liong pang
(Tongkat Naga Emas), sesungguhnya terbuat daripada baja
yang berat sekati dan berlapiskan emas di luarnya.
Sam thouw hud ini asalnya adalah seorang pedalaman
Tiongkok yang semenjak muda pergi ke Tibet karena di
negaranya sendiri ia telah mempunyai banyak sekali musuh
karena kejahatannya. Kemudian karena kepandaiannya
yang tinggi, ia membuat nama besar di Tibet dan seperti
juga di pedalaman, di Tibet orang ini membuat gara gara
pula. Ia ingin berkuasa, akan tetapi para pendeta di Tibet
yang pandai melihat orang tidak sudi menariknya. Oleh
karena ini, ia menjadi sakit hati dan ia lalu membentuk
sebuah aliran Agama Buddha sendiri, yakni Aliran Jubah
Hitam! Memang amat berani Sam thouw hud ini. Tidak
saja ia mengadakan aliran atau perkumpulan agama yang
baru dan berjubah hitam, juga ia sendiri lalu mengepalai
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
aliran ini dan memakai gelaran Sam thouw hud, semacam
gelar yang benar benar kurang ajar! Akan tetapi oleh karena
ilmu kepandaiannya yang tinggi, tak seorangpun berani
menghalanginya. Anak anak buahnya adalah pendeta
pendeta yang sudah diasingkan karena melakukan
pelanggaran agama. Yang lebih hebat lagi, di dalam
perantauannya di Tibet, Sam thouw hud ini menemukan
sebuah kitab pelajaran silat kuno dan setelah ia mempelajari
kitab ini dengan seksama dan tekun, ilmu kepandaiannya
meningkat amat luar biasa dan beberapa belas tahun
kemudian ia telah menjagoi di seluruh Tibet dan
kekuasaannya serta pengaruhnya menjadi makin besar!
Hidupnya sebagai raja saja, dikelilingi oleh puluhan orang
selirnya, yakni gadis gadis Tibet yang dimintanya begitu
saja dari orang orang tua mereka dan juga beberapa orang
gadis Han yang diculik oleh anak buahnya! Dan sini saja
dapat dinilai macam apakah orang yang bergelar Sam
thouw hud ini.
Kini Sam thouw hud berdiri sambil menyeringai,
memandang kepada Biauw kai yang memegang sepasang
kaitannya dan memandang tajam kepada hwesio aneh ini,
karena sesungguhnya Koat kauw jit him belum pernah
melihat hwesio tinggi besar seperti raksasa ini.
“Ha, ha, ha, kalian yang aneh. Bukankah kau seorang di
antara Koai kauw jit him dari Mongol ? Akan tetapi
mengapa tak dapat mengalahkan seorang muda yang halus
dan cakap ini ? Ha, ha, ha ! Nama besar Koai kauw jit him
ternyata hanya kosong belaka. Sepantasnya julukan biruang
itu di ganti kambing saja.”
Bukan main marahnya Biauw Kai mendengar ejekan ini.
Juga enam orang saudaranya menjadi marah. Mereka maju
dan sebentar saja Sam thouw hud terkurung, di tengah
tengah. Hwesio ini masih saja tersenyum dan kini melihat
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
dirinya dikurung oleh tujuh orang yang mengambil
kedudukan seperti tujuh bintang, ia tertawa lagi dengan
nyaringnya.
“Hwesio, kau siapakah berani menghina Koai kauw jit
him?” bentak Biauw Ta, orang yang tertua di antara tujuh
biruang itu.
“Sungguh lucu, orang orang macam inikah yang
dipanggil oleh Lo mo untuk membantunya? Melihat aku
saja tidak kenal !” Kemudian ia menengok kepada Pat jiu
Giam ong yang juga tinggi besar seperti dia dan yang
semenjak tadi memandang kepadanya dengan mata
bersinar garang.
“Eh, Giam ong, apa kau juga tidak dapat menduga siapa
aku?”
“Sam thouw hud, matamu awas sekali. Biarpun kita
belum pernah bertemu muka, sekali pandang saja kau sudah
mengenalku. Akan tetapi sebaliknya, jangan dikira bahwa
aku pasti tidak dapat menduga apa adanya kau!” Pat jiu
Giam ong kini tertawa girang sekali hatinya melihat
kedatngan hwesio raksasa yang tadiny disusul dan dipanggil
oleh Lamhai Lo mo ini. “Di mana perginya suheng?”
“Setan tua itu mengambil lain jalan karena ia mencela
padaku dan tidak mau jalan bersama, katanya bau
keringatku memabukkan! Setan tua itu, tidak ingat bahwa
sesungguhnya badan dan keringatnya sendiri yang berbau
tengik. Ha, ha, ha!” Sam thouw hud lalu kembali
menghadapi tujuh orang yang masih mengurungnya. “Nah,
tujuh ekor kambing ini sekarang apakah masih belum
mengenalku?”
Betapapun juga, Koai kauw jit him adalah tokoh tokoh
kang ouw yang ternama dan menduduki tempat tinggi. Kini
demikian dipandang rendah dan tidak dihargai tentu saja
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
mereka merasa tidak puas dan marah sekali. Mereka sudah
pernah mendengar nama Sam thouw hud sebagai tokoh
terbesar di Tibet akan tetapi jangankan baru Sam thouw
hud, biarpun Pat jiu Giam ong dan Lam hai Lo mo sendiri
tidak berani memandang rendah kepada mereka seperti
yang dilakukan oleh Sam thouw hud ini. Biauw Ta
mengerti bahwa mereka tidak boleh memperlihatkan sikap
permusuhan dengan hwesio tinggi besar ini, akan tetapi
setidaknya ia ingin sekali mencoba sampai di mana
kepandaian Sam thouw hud, maka berani berlagak seperti
itu dihadapan dia dan saudara saudaranya, ia lalu menjura
kepada hwesio itu dan berkata mengejek.
“Ah, tidak tahunya Sam thouw hud yang bernama besar
dan berkedudukan tinggi. Sudah lama sekali kami
mendengar nama besar darimu. Memang betul, nama besar
kami Koai kauw jit him adalah nama kosong belaka. Hanya
kami bertujuh benar benar ingin sekali menyaksikan apakah
nama besar Samtaouw hud betul betul berisi.”
Diam diam Thian Giok yang masih berdiri di sita
memandang dengan hati berdebar girang, ia ingin sekali
melihat sampai di mana kehebatan kepandaian Koai kauw
jit him yang terkenal itu. Ia tadi sudah merasakan kelihaian
orang termuda dari tujuh biruang ini dan kalau kini ketujuh
orang itu maju bersama, tentu akan hebat sekali. Akan
tetapi, hwesio raksasa inipun agaknya tidak lemah. Kalau
mereka bertempur, sedikitnya ia akan dapat menceritakan
keadaan dan kekuatan lawan kepada suhunya kelak.
Sementara itu, ketika Sam thouw hud mendengar ucapan
Biauw Ta, lenyaplah senyumnya, ia sudah biasa disanjung
sanjung dan dihormati. Kalau yang bicara kasar kepadanya
Lam hai Lo mo atau Pat jiu Giam ong yang ia anggap
mempunyai tingkat kepandaianyang sejajar dengan dia, itu
masih tidak apa. Akan tetapi tujuh ekor “cacing cauk” yang
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
masih plonco ini? Ia melirik kepada Pat jiu Giam ong yang
mengerti suara hati pendata jubah hitam ini, maka Pat jiu
giam ong berkata singkat, “Mereka belum mengenalmu,
Sam Thouw hud !” Ucapan ini merupakan pernyataan maaf
dari Pat jiu Giam ong untuk tujuh orang itu, maka Sam
thouw hud tersenyum lagi. Ia bertanya kepda Biauw Ta.
“Apakah kau berhak mewakili semua orang ini?”
“Aku bernama Siauw Ta dan menjadi saudara tertua dari
Koai kauw jit him, tentu saja aku berhak,” kata Biauw Ta.
“Hem, kalau begitu kalian bertujuh cobalah
kepandaianku. Majulah berbareng dan seranglah aku
dengan kaitan kaitan yang bengkok itu!”
Biauw Ta tidak bermaksud buruk dan memang hanya
ingin mencoba kepandaian hwesio yang terkenal ini, maka
ia lalu berseru keras memberi tanda kepada adik adiknya,
lalu tujuh orang itu dengan berbareng melayangkan siang
kauw (kaitan berpasang) menyerang hwesio itu.
Sam thouw hud membentak nyaring dan tiba tiba
tongkat naganya berkelebat merupakan sinar keemasan
yang bundar dan lebar sekali, yang berputar di sekelilingnya
bagaikan halilintar menyambar. Terdengar suara nyaring
sekali berkali kali ketika tongkat ini dengan tenaga yang
amat luar biasa menangkis semua kaitan yang jumlahnya
empat belas batang itu. Suara nyaring ini disusul oleh
seruan seruan terkejut dari Koai kaow jit him yang cepat
melompat mundur sambil memeriksa senjata masing
masing. Tenyata bahwa sekali tangkis saja, senjata mereka
telah rusak. Ada yang bengkok, ada pula yang ujungnya
patah dan mereka semua tadi merasa betapa telapak tangan
mereka sakti, pedas dan panas. Bahkan telapak tangan kiri
Biauw Kai berdarah karena kulitnya lecet lecet.
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
Bukan main kagetnya tujuh orang itu. Mereka maklum
bahwa hwesio itu benar benar luar biasa lihainya, maka
Biauw Ta lalu menjura dengan hormat, “ Ah, tidak tahunya
kepandaian Sam thouw hud jauh lebih tinggi dan tenaganya
lebih besar daripada namanya. Kami menyatakan hormat
dan takluk. Benar benar menggembirakan dapat bekerja
sama dengan seorang yang lihai seperti kau.”
Sam thouw hud tertawa girang. Pujian dan sanjungan
merupakan “makanan” bagi Sam thouw hud, maka
mendengar ucapan Biauw Ta ini,ifa menjadi puas dan
berbalik hendak memperlihatkan jasa dan pembelaannya.
“Mana pemuda yang tidak dapat dikalahkan oleh
adikmu tadi?” ia menengok kepada Thian Giok, kemudian
dengan langkah lebar ia menghampiri pemuda itu. “Biar
aku menangkapnya untukmu.”
Thian Giok terkejut sekali. Kepandaian hwesio raksasa
ini benar benar hebat, tujuh orang Koai kauw jit him saja
dengan sekali tangkis dapat dikalahkan, apalagi dia. Akan
tetapi pemuda ini tidak menjadi gentar, bahkan lalu bersiap
dengan pek giok joan pian di tangannya, bersedia untuk
bertempur mati matian.
“Sam thouw hud, jangan mengganggu dia. Dia adalah
murid Mo bin Sin kun!” Pat jiu Giam ong mencegah.
Sam thouw hud menahan langkahnya dan ia berpaling
memandang kepada Pat jiu Giam ong dengan mata heran.
“Murid Mo bin Sin kun? Mengapa ia datang ke sini?”
“Ia melaporkan kepadaku bahwa murid suheng ini dan
puteraku telah menawan murid perempuan dariMo bin Sin
kun dan… bekas murid perempuanku sendiri yang murtad.
Akan tetapi ketika kami datang ke sini, kedua orang gadis
itu telah lenyap.”
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
“Ha, ha, ha!” sepasang mata Sam thouw hud bersinar
gembira. “Kalian menangkap dua orang gadis cantik?
Apakah mereka cantik jelita dan di manakah mereka?”
Menyaksikan kehebatan kepandaiaa hwesio ini dan
mendengar ucapannya, timbul watak yang aneh dari Kui
To, maka tanpa disadarinya ia menjawab gembira, “Mereka
cantik cantik sekali. Akan retapj sayang telah terlepas lagi.
Burung burung itu telah terbang entah kemana!” Baru saja
ia mengucapkan kata kata ini, berobahlah wajah Kui To
karena ia teringat bahwa ia telah membuka rahasia yang
tadi disangkalnya.
“Kui To!” Pat jiu Giam ong membentak. “Jadi betul
betul kalian telah menawan mereka? Kau jangan main
main! Di mana mereka sekarang?”
Terpaksa Kui To tak dapat menyangkal lagi.
Dengan muka merah ia lalu berkata, “Sesungguhnya,
susiok. Aku dan Liem sute tadi bertemu dengan dua orang
gadis itu dan bertempur. Kami menang dan berhasil
menawan mereka yang kami bawa ke sini....sama sekali
bukan dengan maksud buruk. Akan tetapi, baru saja, entah
bagaimana, mereka telah lenyap tak berbekas.”
“Awas kalian! Lain kali jangan bertindak sembarangan!
Tidak boleh kalian mengganggu mereka karena itu hanya
merendahkan nama kita saja.” Kemudian Jenderal ini
berpaling kepada Thian Giok dan berkata kaku, “Pergilah
kau!”
Akan tetapi tentu saja Thian Giok merasa kurang puas.
“Benarkah mereka telah melarikan diri dan tidak
disembunyikan oleh setan cilik ini?”
“Bangsat, jangan kau sembarangan memaki orang!”
bentak Kui To marah. “Aku tidak biasa membohong.”
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
“Hm, bagus. Tidak biasa membohong, ya? Siapa yang
baru saja menyangkal tidak menawan adikku dan nona
itu?” Thian Giok menyindir, sehingga muka Kui To
berobah merah.
Pat jiu Giam ong merasa ikut malu. “Sudahlah, kau
pergi saja. Aku yang menanggung bahwa dua orang gadis
itu tidak akan mendapat gangguan dari kami!”
Thian Giok merasa puas. Di antara semua orang ini,
hanya kepada Pat jiu Giam ong saja ia menaruh
kepercayaan. Dari sikap jenderal ini ia tahu bahwa Pat jiu
Giam ong adalah seorang yang angkuh dan menjaga tinggi
nama besarnya. Maka ia lalu melompat dan hendak pergi
dari situ.
“Aduh, sayang.” Sam thouw hud berkata menyesal.
“Sayang kedatanganku terlambat, sehingga ada dua ekor
burung indah terlepas begitu saja. Aku juga heran sekali
mengapa Pat jiu Giam ong agaknya segan untuk
mengganggu murid Mo bin Sin kun!”
Merahlah wajah Pat jiu Giam ong mendengar sindiran
ini.
“Siapa yang segan? Aku hanya tidak ingin melihat
namaku dirusak oleh anak anak ini dan aku tidak mau
menyerang seorang tamu di rumah sendiri.”
“Bagus, Liem goantwe benar benar bisa menjaga nama!
Akan tetapi dia bukan tamuku. Hai anak muda murid Mo
bin Sin kun! Kau bawalah ini kepada gurumu sebagai tanda
penantang dari Sam thouw hud!” Sambil berkata demikian,
hwesio raksasa itu meacabut sehelai bulu kebutannya dan
melontarkannya ke arah Thian Giok yang sudah pergi.
Perlu diketahui bahwa bulu kebutan itu bukanlah bulu
biasa, melainkan bulu benang tembaga. Dengan sambitan
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
yang dilakukan dengan tenaga lweekang yang sudah amat
tinggi tingkatnya ini, bulu yang panjangnya satu kaki ini
meluncur bagaikan anak panah ke arah leher Thian Giok.
Senjata rahasia macam ini luar biasa berbahayanya, karena
tidak menerbitkan suara sedikitpun.
Thian Giok telah berjalan agak jauh, akan tetapi
mendengar kata kata ini, ia maklum bahwa dirinya tentu
diserang. Ketika ia membalikkan tubuhnya, ia hanya
melihat sinar kemerahan berkelebat ke arahnya. Ia terkejut
sekali dan berusaha mengelak, akan tetapi kurang cepat,
sehingga tiba tiba ia merasa pundaknya sakit dan karena
yang terkena tusukan itu adalah jalan darahnya, maka ia
terhuyung huyung dan tak ingat diri! Pada saat itu,
berkelebat bayangan yang cepat sampai tak terlihat oleh
pandangan mata. Bayangan ini menyambar tubuh Thian
Giok dan dibawa pergi bagaikan terbang cepatnya.
Liem goanswe dan Sam thouw hud saja yang dapat
melihat bayangan itu dan kedua orang ini saling pandang
dengan penuh keheranan. Gerakan bayangan itu begitu
cepat, sehingga biarpun mereka memiliki pandangan mata
yang luar biasa, tetap saja mereka tidak dapat melihat wajah
dan potongan badan orang itu dengan tegas, Adapun Kui
To, Liem Swee dan tujuh Koai kauw jit him sama sekali
tidak melihatnya dan hanya mengira bahwa sambitan itu
tidak mengenai sasaran dan pemuda yang lari itu dapat
melanjutkan larinya. Maka Kui To mengeluarkan suara di
hidung untuk mengejek Sam thouw hud.
“Swee ji dan kau Kui To. Mulai sekarang sebelum
datang saatnya mengadu kepandaian dengan fihak mereka,
aku melarang kalian mencari gara gara lagi.”
Setelah berkata demikian, mereka semua lalu kembali ke
rumah gedung Liem goanswe dan di situ mereka melihat
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
Lam hai Lo mo Seng jin Siansu tengah makan minum di
ruang depan ditemani oleh Bucuci.
Mari kita melihat dulu keadaan Sian Hwa dan Lan Giok
yang telah lenyap dan kamar tahanan di rumah Liem Swee,
Sebetulnya apakah yang telah terjadi atas diri kedua orang
nona cantik ini? Ketika Liem Swee dan Kui To sedang
memburu keluar dari rumah dan mengejar serta mencari
orang yang berani mengintai dari atas genteng, yakni Thian
Giok yang sudah melarikan diri menuju ke rumah pat jiu
Giam ong, pada saat kedua orang pemuda itu keluar, dari
belakang rumah itu melompat bayangan yang amat gesit.
Bagaikan sebuah bayangan setan saja tahu tahu ia telah
berhadapan dengan kakek penjaga rumah dan sekali ia
mengulurkan tangan, kakek itu tertotok roboh dan pingsan.
Bayangan itu lalu memasuki kamar. Karena ia tahu
bahwa dua orang pemuda itu takkan pergi lama, maka
cepat ia masuk ke dalam kamar setelah lebih dulu meniup
padam api lilin dalam kamar itu dari luar pintu. Di dalam
gelap, Sian Hwa dan Lan Giok hanya merasa betapa tubuh
mereka diangkat orang dan dibawa keluar. Kedua orang
gadis ini merasa terkejut sekali karena mengira bahwa
mereka tentu dibawa oleh Liem Swee dan Kui To yang
hendak berbuat tak senonoh, maka diam diam mereka
mengerahkan tenaga untuk memberontak dan menyerang
pada saat yang memungkinkan mereka begerak. Akan
tetapi, di dalam kempitan ini, mereka tidak berdaya sama
sekali. Alangkah heran mereka ketika berada di luar rumah,
melihat bahwa mereka dibawa dalam kempitan lengan
kanan kiri dari seorang saja. Mereka tidak sempat melihat
wajah orang ini, karena mereka merasa dibawa melompat
ke atas dan dibawa berlari cepat sekali bagaikan terbang.
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
Sian Hwa dan Lan Giok tidak tahu siapakah orangnya
yang telah membawa lari mereka dari dalam rumah itu.
“Siapakah kau? Lepaskan aku dan buka ikatanku kalau
tidak, awas kau!” berkali kali Lan Giok membentaknya,
tetapi orang yang mengempitnya itu hanya mengeluarkan
suara ketawa ditahan seakan akan merasa geli melihat dan
mendengar lagak nona galak ini.
“Inkong (tuau penolong), lebih baik kau lepaskan kami,
sehingga kami dapat berlari sendiri tidak menyusahkan pula
kepadamu!” kata Sian Hwa dengan suara halus.Mendengar
suara gadis ini, berdebarlah hati orang itu. Hal ini dapat
terasa oleh Sian Hwa karena kebetulan sekali gadis ini
dikempit di lengan kiri, sehingga dada gadis ini merapat
dengan dada sebelah, kiri dari orang itu. Sian Hwa merasa
betapa dada orang itu berdenyut denyut keras dan tiba tiba
ia merasa jari jari tangan yang berada di dekat dengan
lehernya itu membelai belai rambutnya. Akan tetapi orang
itu berlari terus tanpa menjawab, ia terus melarikan diri
keluar dari kota raja dan tembok kota raja yang demikian
tingginya itu dilompatinya begitu saja.
Hal ini diam diam mengejutkan hati Sian Hwa dan Lan
Giok. Melompati dinding tembok kota raja sambil
mengempit dua orang, bukanlah pekerjaan yang mudah.
Hanya orang yang sudah sempurna ginkangnya saja yang
akan dapat melakukan hal ini.
Orang itu berlari terus dan setelah masuk ke dalam
sebuah hutan yang amat gelap, sehingga mereka tak dapat
saling memandang muka, orang itu lalu menurunkan Sian
Hwa dan Lan Giok. Sekali saja ia merenggutkan kedua
tanganya, ikatan tangan Sian Hwa dan Lan Giok putus
terlepas. Ke dua orang gadis itu cepat cepat menggunakan
kedua tangan untuk melepaskan ikatan kaki mereka. Akan
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
tetapi ketika mereka memandang ke depan, ternyata
penolong mereka itu telah lenyap.
“Aneh sekali, siapakah dia itu, enci Sian Hwa? Manusia
atau setankah?”
“Sst, adik Lan Giok, bagaimanakah kau ini? Ditolong
orang, tidak berterima kasih malahan memakinya setan!”
“Habis, bagaimana aku harus berterima kasih
kepadanya? Dia sudah menghilang seperti se..„” ia
menahan kata kata makian ini lagi dan kedua orang gadis
itu sampai lama membicarakan keadaan penolong mereka
yang aneh itu.
“Dia kuat sekali, enci Sian Hwa. Tahukah kau bahwa di
jalan tadi, kebetulan jari tanganku berada di dekat
lambungnya? Karena ia tidak mau melepaskan aku, maka
aku tadi lalu menggunakan gerakan pergelangan tangan dan
menotok lambungnya agar ia mau melepaskan aku.”
Sian Hwa terkejut sekali. “Ah, kau terlalu betul, adik
Lan Giok. Bagaimana kau bisa menyerang orang yang
menolong kita?” kata SianHwa dengan suara marah.
“Habis dia mengempitku dengan mukaku di bawah.
Dengan kepala tergantung macam itu aku menjadi pening,
Ketika aku menggerak gerakkan kepala dan hendak
memakinya, ia telah menekan mukaku pada dadanya,
sehingga aku sukar bernapas.”
Mau tidak mau Sian Hwa tertawa juga dengan hati geli
mendengar keterangan Lan Giok. “Setelah kau totok, lalu
dia bagaimana?” tanyanya ingin tahu.
“Itulah, dia agaknya ahli dalam ilmu menutup jalan
darah, ia tidak apa apa, hanya kelihatan geli saja dan
tertawa tawa ditahan. Sungguh kurang ajar!”
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
“Eh, eh, kau marah lagi! Bagaimanakah kau ini?”
“Biarpun dia sudah menolong kita, akan tetapi dia
berlaku seperti orang setan penuh rahasia. Enci Sian Hwa,
terus terang saja aku tidak puas dan penasaran sekail. Ingin
aku melihat wajahnya dan ingin aku mengetahui siapakah
sebetulnya orang itu.”
“Sudahlah, dia sudah pergi, mengapa ribut ribut?
Kepandaiannya amat tinggi dari kalau dia sengaja tidak
mau memperlihatkan muka kepada kita, apakah daya kita?
Betapapun juga, hatiku selamanya takkan dapat melupakan
orang ini, karena kalau tidak ada dia, ah.... bagaimanakah
jadinya dengan nasib kita?”
Diingatkan akan bahaya itu, Lan Giok bergidik dengan
hati ngeri. “Sekarang bagaimana baiknya, enci Sian Hwa?
Aku belum bertemu dengan engko Thian Giok dan tak
mungkin aku meninggalkan dia seorang diri di kota raja.”
“Adikku yang baik. Kurasa tidak sembarangan saja
penolong kita itu melepaskan kita di tempat ini. Lebih baik
kita menunggu saja di sini siapa tahu kalau kalau ia akan
kembali. Dan selain itu, akan berbahayalah kalau kita
keluar dari hutan ini, karena tentu dua orang penjahat itu
takkan tinggal diam saja dan akan mencari cari kita.”
“Aku tidak takut!” Kata Lan Giok gemas. “Kalau
mereka mengejar, akun kuhajar mereka dan kubalas sakit
hati ini!” Dengan mata bernyala dan gemas sekali Lan Giok
mengepal ngepal tinjunya.
“Sabar, Lan Giok. Kita harus berlaku cerdik dan jangan
menurutkan nafsu hati marah saja. Memang tidak ada
alasan bagimu untuk takut menghadapi mereka, karena
kepandaianmu setingkat dengan kepandaian mereka. Akan
tetapi tidak demikian dengan aku. Aku sendiri juga tidak
takut karena apakah arti mati bagi seorang bodoh dan sial
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
seperti aku? Hanya kalau saja kita harus melawan meraka
lagi, belum apa apa aku tentu sudah kalah dan kemudian
kau dikeroyok lagi yang amat kurang menguntungkan
bagimu. Pula, senjata kita sudah tidak ada di tangan.
Baiklah kita bersabar dan menanti di sini sampai keadaan
menjadi aman, adikku.”
Diam diam Lan Giok merasa terharu mendengar ucapan
Sian Hwa yang merendahkan diri ini dan juga ia harus
membenarkan pendapatnya, ia merangkul Sian Hwa dan
berkata. “Sebetulnya kau jangan merendahkan diri seperti
itu, enci. Kepandaianmu sudah cukup tinggi. Kalau kau
kalah menghadapi bekas suhengmu, bukanlah hal yang
aneh dan bukan pula salahmu. Karena tiga tahun kau tidak
melanjutkan palajaranmu, sedangkan bekas suhengmu itu
terus menerus digembleng oleh ayahnya. Baiklah, kita
menanti di sini, sambil beristirahat.”
Menjelang pagi, Lan Giok yang gembira wataknya itu
telah dapat menangkap seekor kelinci. Mereka lalu makan
daging kelinci panggang yang terasa amat sedap, hanya
sayang kurang asin karena di situ tidak ada garam. Mereka
menanti terus sampai matahari naik dan sinarnya
menembusi daun daun pohon. Tiba tiba terdengar kokok
ayam hutan yang nyaring sekali.
“Itu suara engko Thian Giok!” Tiba tiba Lan Giok
berkata girang. Gadis inipun lalu mengeluarkan suara ayam
jantan untuk menjawab suara tadi, lalu mengajak Sian Hwa
menuju ke arah suara itu. Tak lama kemudian, benar saja
mereka bertemu dengan Thian Giok di tengah hutan. Tentu
saja Lan Giok dan Thian Giok menjadi girang. Ketika
Thian Giok melihat Sian Hwa, pemuda ini agak terheran
mengapa gadis ini kini dapat bersama dan nampaknya
menjadi sahabat baik adiknya. Akan tetapi ia hanya
memberi hormat kepada Sian Hwa dan tak berani bertanya.
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
“Engko Thian Giok, bagaimana kau bisa tahu bahwa kami
berada di sini? Ah, kau tidak tahu betapa aku hampir saja
mengalami bencana hebat dalam tangan setan kecil murid
Lam hai Lo mo itu.”
Thian Giok tersenyum, “Lan moi, kaukira aku tidak
tahu? Aku tahu bahwa kau telah tertawan bersama nona ini
dan bahwa kalian dimasukkan dalam kamar rumah Liem
Swee.”
Terbelalak mata Lan Giok yang bagus itu memandang
kakaknya, lalu ia menarik kakaknya itu duduk di atas batu
di bawah sebatang pohon.
“Ayoh kau lekas ceritakan”! Ia menuntut.
Thian Giok lalu menceritakan pengalamannya dengan
singkat sebagaimana telah kita ketahui semua. Kemudian ia
menceritakan bahwa ketika ia roboh pingsan dan tidak tahu
apa yang terjadi selanjutnya, tahu tahu ketika ia siuman, ia
telah berada di tengah hutan ini. Luka pada pundaknya
karena serangan bulu tembaga itu telah diobati orang dan
penolong itu menghilang tanpa memberi kesempatan
padanya untuk mengetahui siapa orang nya. Ketika ia
siuman, ia telah terbaring di bawah pohon dan di dekatnya
terdapat bulu yang melukainya itu, juga corat coret pada
tanah yang menyatakan bahwa Lan Giok juga berada di
hutan ini. Oleh karena itu, maka ia lalu memberi tanda
pekik ayam hutan yang dijawab oleh Lan Giok.
Lan Giok dan Sian Hwa saling memandang. “Ah, tentu
dia yang telah menolongmu!” kata Lan Giok. “Tak salah
lagi, setan siluman itulah yang telah menolong kita semua!”
“Lan Giok, apa maksudmu? Setan siluman yang mana?”
tanya Thian Giok heran. Sedangkan Sian Hwa kembali
memandang penuh teguran kepada Lan Giok yang
menyebut tuan penolong itu setan siluman!
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
“Enci Sian Hwa agaknya telah jatuh hati kepada
penolong kita!” kata Thian Giok menggoda.
“Hush, kau ini ada ada saja, Lan Giok. Jangan kau
mempermainkan orang yang telah besusah payah menolong
kita. Kau benar benar tak tahu terima kasih!” tegur Sian
Hwa.
Kembali Lan Giok tertawa. “Hati hati enci, jangan kau
terlalu mudah jatuh hati, kita semua, juga engko Thian
Giok belum melihat mukanya. Siapa tahu kalau dia seorang
kakek kakek tua Bangka.”
“Biarpun seorang kakek kakek, tetap saja dia penolong
kita yang harus kita hormati !” jawab Sian Hwa.
“Benar kata nona Sian Hwa,” Thian Giok berkata. “Kau
memang nakal dan lancang Lan moi.”
“Nah, nah, nah! Sekarang engko Thian Giok membela
enci Sian Hwa lagi.Wah, jangan jangan aku dikeroyok tiga
dengan penolong aneh itu nanti!”
“Sudahlah, kau lekas ceritakan pengalamanmu,”
engkonya menuntut. Lan Giok lalu menceritakan
pengalamannya yang didengarkan oleh Thian Giok dengan
hati tertarik.
“Benar benar lihai orang itu,” akhirnya ia berkata setelah
adiknya selesai bercerita. “Baiknya Pat jiu Giam ong masih
mempinyai sifat jantan, sehingga ia melarang putera dan
keponakannya untuk mengganggu kita lagi. Kita sekarang
boleh keluar dari hutan dan marilah kita kembali kepada
guru kita untuk memberi laporan. Fihak lawan benar benar
memiliki banyak sekali orang pandai. Apalagi Sam thouw
hud itu benar benar merupakan, lawan berat.”
Mendengar penuturan Thian Giok bahwa Pat jiu Giam
ong tidak membolehkan puteranya untuk mengganggunya,
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
diam diam Sian Hwa menjadi lega. Ia tidak dapat ikut
dengan Lan Giok kini. Setelah diketahuinya bahwa Lan
Giok telah bertunangan dengan Bun Sam, ia tidak boleh
bersama sama gadis ini. Bagaimana kalau Lan Giok
bertamu dengan Bun Sam? Ah, aku tidak boleh bertemu
dengan pemuda itu, selama hidupku tidak boleh aku
bertemu muka dengan Bun Sam! Demikian pikirnya dengan
hati hancur. Kalau bukan Lan Giok yang menjadi tunangan
Bun Sam, tetapi ia akan membenci Lan Giok dan tidak mau
mengalah. Akan tetapi terhadap gadis ini ia harus
mengalah. Lan Giok lebih pantas menjadi isteri Bun Sam.
“Enci Sian Hwa, marilah kau ikut dengan kami. Kita
berangkat sekarang juga,” ajak Lan Giok.
“Tidak, adikku yang manis. Kau dan kakakmu
pulanglah, aku telah mengambil keputusan untuk tidak
meninggalkan kuil San pok thian!”
“Eh, eh, apa apaan lagi ini? Tadinya kau minta kepadaku
supaya mengajakmu bersama. Sekarang tiba tiba kau tidak
jadi ikut. Apakah kau malu malu karena ada engko Thian
Giok bersama kita?” Lan Giok memandang dengan mata
terbelalak.
“Tidak, tidak!” Sian Hwa cepat menjawab “Sama sekali
tidak begitu. Mengapa aku harus malu malu? Bukan
demikian, hanya aku merasa berat untuk meninggalkan kuil
di mana telah dua tahun aku bertempat tinggal di situ,
mungkin....”
Sampai di lini ia menghela napas panjang, “mungkin
sekali aku akan masuk menjadi nikouw tulen.”
“Kau....? Menjadi nikouw........?” Lan Giok terharu
karena ia maklum bahwa hati dara yang cantik ini temu
terganggu hebat oleh penderitaan hidup, sehingga ia
memutuskan untuk menjadi nikouw.
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
Setelah dibujuk bujuk tetap tidak mau, terpaksa Lan
Giok dan kakaknya pergi, setelah Lan Giok memeluk Sian
Hwa dengan mesra.
“Enci, kau baik sekali. Aku senang sekali menjadi
sahabatmu,” kata Lan Giok.
Basah mata Sian Hwa menghadapi perpisahan ini.
Bagaimana. ia boleh bersaing dengan gadis yang baik hati
ini dalam menghadapi Bun Sam?
“Adik Lan Giok, kita bukan sebagai sahabat, melainkan
sebagai saudara! Kau adalah adikku yang berhati mulia.
Semoga berbahagia hidupmu.” katanya setengah berdoa.
Maka berpisahlah mereka di tempat itu. Lan Giok bersama
kakaknya kembali menuju ke Sian hwa san dan Sian Hwa
kembali ke kuilnya di mana ia disambut oleh para nikouw
dengan gembira sekali setelah mendengar bahwa gadis itu
menunda kepergiannya. Sian Hwa langsung memasuki
kamarnya lalu membanting tubuhnya di atas pembaringan
dan tak dapat ditahan lagi ia lalu menangis tersedu sedu.
Alangkah buruk nasibnya. Setelah dipaksa paksa menikah
dengan Liem Swee, sehingga ia mengalami penderitaan di
dalam kuil ini, setelah ia terpaksa berpisah dari Bun Sam
pemuda yang dicintainya karena memang tiada harapan
baginya untuk berdekatan dengan pemuda itu, kemudian
setelah ia bebas daripada ikatan jodohnya dengan Liem
Swee timbul kembali pengharapannya untuk bertemu
dengan Bun Sam, kini ia mendengar bahwa Bun Sam telah
bertunangan dengan Lan Giok.
Ia hidup sebatangkara, sengsara pula, kepada siapakah ia
dapat menangis dan minta hiburan? Tidak ada lain jalan
yang lebih baik baginya selalu masuk menjadi seorang
nikouw! Masuk menjadi seorang pendeta wanita yang
selama hidupnya tidak menikah, yang mematikan semua
hubungan batin dengan dunia luar, yang mengorbankan
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
seluruh kehidupannya semata mata untuk membersihkan
batin dan memuja kebesaran Thian.
“Ayah....” teringat akan ayahnya, ia menjadi terharu dan
timbul keinginan hatinya untuk mengunjungi makam
ayahnya. Ia hendak bersembahyang dan mohon berkah
serta pangestu ayahnya, minta agar roh ayahnya
memperkuat batinnya.
Siapa lagi selain gundukan tanah makam ayahnya yang
dapat disambati yang dapat diratapi? Ia segera berpamitan
lagi kepada para nikouw untuk mengunjungi makam
ayahnya. Sebelum pergi, ia menghadap nikouw kepala
yakni pendeta wanita tertua yang diangkat menjadi kepala
dalam kuil itu setelah nikouw kepala yang dulu meninggal
dunia.
“Sian Hwa, mengapa kau nampak berduka saja? Apakah
yang mengganggu hatimu?” tanya nikouw tua ini yang
sudah menganggap SianHwa sebagai murid sendiri.
“Suthai, aku....... aku ingin masuk menjadi nikouw,”
kata Sian Hwa sambil menahan mengalirnya air matanya.
Nikouw tua itu nampak tertegun. “Sian Hwa, mengapa
begitu? Sudah bulatkah hatimu untuk menjadi nikouw?
Ataukah hanya karena kau putus asa belaka?”
“Sudah bulat, suthai. Aku melihat semua jalan hidupku
tertutup dan jalan satu satunya yang terbuka lebar hanyalah
menjadi seorang nikouw.”
Nikouw itu tersenyum. “Mudah saja kau memilih jalan.
Ingat, Sian Hwa.Menjadi seorang nikouw harus timbul dari
kesadaran jiwa, timbul dari keyakinan bahwa itulah tugas
hidupnya. Hanya kalau kau sudah menganggap bahwa
menjadi seorang pertapa itulah kewajiban hidupmu, maka
kau dapat menjadi seorang nikouw yang baik. Kalau kau
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
masuk dengan terpaksa, hanya terdorong oleh patah hati
ataupun kedukaan maka akhirnya kau akan menyesal.
Tidak ada kesenangan kekal. Semua itu hanya perasaan
yang bergelombang di dalam hati manusia, seperti
gelombang air di samudera, sebentar datang, sebentar pergi.
Pinni hanya setuju kalau masuk menjadi nikouw karena
kesadaran dan keyakinan yang bulat.”
“Teecu sudah yakin, suthai. Sudah yakin betul betul.
Baik teecu buktikan!” Setelah berkata demikian, Stan Hwa
lalu mengambil sebatang pedang dan dengan pedang itu
dipotongnya rambutnya yang panjang dan hitam itu. Kini
rambutnya itu hanya sampai sebatas lehernya saja.
Kalau saja nikouw tua itu belum memiliki ketenangan
jiwa dan kekuatan batin, tentu ia akan menjerit saking
merasa sayang dan terkejut, ia hanya menggeleng gelengkan
kepala saja.
“Sian Hwa, kau telah melakukan sesuatu yang bodoh.
Rambutmu yang indah itu kaupotong dan kau harus
bersabar menanti berbulan bulan sebelum rambutmu
menjadi panjang dan bagus kembali. Apa kau kira seorang
pertapa suci itu dapat diukur dari kepalanya yang
digunduli? Tidak, Sian Hwa. Jubah pendeta dan kepala
gundul bukanlah ukuran bagi seorang pertapa. Itu hanya
merupakan upacara belaka, merupakan tanda bagi mata
lahir, tetapi yang penting adalah apa yang nampak di dalam
hatinya. Menurut penglihatan pin ni, kalau tidak salah, kau
menderita batin karena seorang pemuda. Bukankah
demikian?” Sepasang mata nikouw tua itu bagaikan sinar
gaib menembus mata Sian Hwa dan terus membaca isi hati
gadis itu.
Terhadap nikouw ini Sian Hwa merasa tak perlu
menyembunyikan sesuatu, bahkan dengan mengadakan
pengakuan ia akan merasa mendapat seorang yang ikut
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
membantu memikirkan keadaannya dan menghiburnya.
Sambil menundukkan mukanya, ia berkata,
“Terima kasih atas segala nasehat tadi, suthai.
Sesungguhnya tepat dugaan suthai, apa yang harus teecu
sembunyikan? Memang sesungguhnya hati teecu yang
lemah dan pikiran teecu yang bodoh ini tergoda dan tertarik
oleh seorang pemuda. Teecu... jatuh cinta kepada seorang
pemuda. Ah, Suthai.... mohon doamu agar supaya Thian
mengampuni dosa teecu dan memperkuat batin teecu yang
lemah.”
Nikouw itu tersenyum, “Sian Hwa, jatuh cinta bukan
merupakan sebuah dosa bagi seorang gadis seperti engkau.
Kalau mencintai seorang pemuda, mengapa kau menjadi
putus asa dan mengambil keputusan untuk menjadi
nikouw?”
Merah seluruh wajah Sian Hwa, akan tetapi biarpun ia
merasa amat jengah dan malu ia menjawab juga.
“Karena.... karena teecu baru saja mendengar bahwa
bahwa dia telah bertunangan dengan seorang gadis
yang amat teecu sukai dan sayangi !”
Nikouw tua itu mengangguk angguk. “Hm, kiranya gadis
gagah yang kemarin ini datang ke sini bersamamu?”
Sian Hwa tertegun. Alangkah cerdiknya pendeta wanita
ini, pikirnya, ia mengangguk. “Betul, suthai. Dia tidak tahu
tentang perasaanku terhadap.... pemuda itu dan tanpa
disengaja ia menceritakan bahwa ia telah bertunangan
dengan pemuda itu. Teecu tidak dapat mencari jalan lain.
Pemuda itu memang lebih pantas menjadi suaminya dan....
teecu yang sebatangkara, bodoh ini teecu hanya memuji
semoga mereka berbahagia ....” Biarpun berkata demikian,
tak dapat ditahan pula air mata Sian Hwa berlinang.
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
Nikouw itu menarik napas panjang. “Pinni harus
membenarkan jalan pemikiranmu ini. Cinta yang suci tidak
bersifat mementingkan diri sendiri. Memang perasaan
cintamu yang tadinya hanya ditujukan kepada seorang
pemuda itu, lambat laun dapat berobah sifatnya apabila kau
sudah menjadi seorang pertapa. Perasaan cinta yang
tadinya hanya tertuju kepada seseorang tertentu itu, apabila
sudah sadar dan kuat batinmu, dapat diperhalus dan
disempurnakan, sehingga berobat menjadi cinta suci yang
seharusnya ada dalam batin seorang manusia, tarhadap
sesama yang hidup. Cinta itu kelak akan menjadi luas dan
agung akan merata terhadap semua orang, tidak hanya
terhadap pemuda itu, akan tetapi terhadap apa saja yang
kau jumpai di dunia ini. Kalau kau sudah mencapai tingkat
seperti itu, kau akan menemui bahagia sejati. Akan tetapi....
tetap saja pinni tidak berani memastikan apakah kau akan
kuat menjalaninya, karena jalan ke arah kesempurnaan itu
benar benar berat dan tidak mudah.”
“Akan teecu coba, suthai.”
Nikouw itu menggeleng gelengkan kepalanya dan
menghela napas. “Baiklah, kau memang berhati teguh dan
keras. Akan tetapi biarlah aku memberimu waktu setahun
lamanya sebagai masa percobaan. Sebelum lewat satu
tahun, pinni takkan menerimamu sebagai nikouw.”
Setelah menerima nasehat nasehat ini, Sian Hwa lalu
berangkat menuju ke Tong seng kwan, hendak
mengunjungi makam ayahnya, ia telah mengganti
pakaiannya menjadi pakaian pendeta kembali, yakni
pakaian warna putih yang sederhana, kasar dan
berpotongan lebar. Rambutnya yang pendek itu ditutup
dengan sehelai pengikat kepala yang berwarna putih pula.
Ia berangkat pada sore hari itu juga karena ia bermaksud
untuk bermalam di makam ayahnya. Biarpun nikouw tua
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
itu mencegahnya, namun ia telah berhati tetap dan
berangkat juga membuat nikouw itu menggeleng gelengkan
kepala dengan hati penuh rasa iba.
Baru saja fajar menyingsing yang disambut dengan
penuh kegembiraan oleh burung burung pagi dan ayam
jantan yang berkokok nyaring pada saat semua orang yang
kaya masih meringkuk di dalam, sedang para petani miskin
yang rajin mulai berangkat ke tempat pekerjaannya masing
masing, di suatu tanah kuburan yang sunyi dan miskin di
sebelah selatan kota Tong seng kwan itu, nampak seorang
berpakaian putih telah bersila, di depan sebuah makam,
duduk diam tak bergerak dalam keadaan bersamadhi.
Kalau pada saat sunyi dan masih remang remang itu ada
orang melihat bayangan putih di depan makam ini mungkin
ia akan menyangka bayangan itu hantu. Memang tak
pernah terjadi ada orang mengunjungi makam pada saat
sepagi itu.
Akan tetapi Sian Hwa, bayangan putih ini, semenjak
malam tadi telah berada di situ, meratap dan menangis di
depan kuburan ayahnya menceritakan semua kesengsaraan
hatinya dan mohon doa dan berkah dari arwah ayahnya
yang tak diingat lagi bagaimana wajahnya itu. Di depannya
mengebul hio (dupa) yang dibawanya dari kuil sehingga
tercium bau harum di sekitar tempat itu.
Hari itu bukanlah hari berziarah, maka tempat itu sunyi
saja. Tidak ada orang mengunjungi makam nenek moyang
atau keluarganya pada hari itu dan keadaannya benar benar
sunyi, setelah bersamadhi semalam lamanya di depan
makam ayahnya. Sian Hwa mendapat ketenangan batin
dan kesunyian itu makin menenangkan hati dan pikirannya.
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
Akan tetapi, keliru kalau dikatakan bahwa hari itu sama
sekali tidak ada orang mengunjungi makam, karena setelah
sinar matahari mulai mengusir embun pagi, nampak
sesosok bayangan manusia berjalan perlahan memasuki
tanah kuburan itu dan langsung menuju ke makam yang
berada di sebelah makam ayah Sian Hwa. Orang ini
membawa bungkusan berisi alat alat sembahyang. Melihat
seorang wanita berpakaian pendeta sedang berlutut di
depan makam di sebelahnya, ia hanya melirik sebentar dan
tidak berani mengganggu, bahkan ia berlaku hati hati sekali
agar jangan menimbulkan suara berisik yang akan
mengganggu nikouw itu. Ia menaruh bungkusan kain di
depan makam, membukanya dan mulai mengeluarkan isi
nva di depan makam yang hendak disembahyanginya.
Setelah semua alat sembahyang diatur beres, orang itu
lalu mengeluarkan alat pembuat api, akan tetapi alangkah
kecewanya ketika ia tidak berhasil mencetuskan api untuk
membakar dupa karena bahan bakarnya telah basah,
mungkin terkena embun di waktu pagi. Ia menjadi bingung
dan melihat nikouw itu telah bergerak tanda bahwa pendeta
wanita itu telah selesai bersamadhi, ia lalu menghampiri
nikouw itu sambil menjura penuh hormat.
“Suthai, mohon maaf sebanyak banyaknya kalau teecu
mengganggumu. Teecu hendak membakar dupa dan
mohon diberi api sedikit.”
Terdengar pekik tertahan dari nikouw itu ketika ia
mendengar suara ini. Orang itu mengangkat muka
memandang, demikianpun Sian Hwa cepat memutar tubuh
memandang. Mereka kini saling pandang, berdiri saling
berhadapan, dua pasang mata terbelalak dan tak terasa pula
bungkusan hio yang dibawa oleh orang itu terlepas dari
pegangannya.
“Bun Sam….!”
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
“Sian Hwa….! Kaukah ini….?”
Panggilan ini diucapkan dengan berbisik tetapi penuh
perasaan dan setelah mengeluarkan ucapan ini, keduanya
tetap saja tak bergerak untuk beberapa lama, akan tetapi
sepasang mata Sian Hwa segera menjadi basah dan butiran
butiran air mata mengalir turun di sepanjang kedua pipinya.
Sebaliknya Bun Sam seakan akan tidak percaya bahwa
“nikouw” yang berdiri di depannya ini benar benar Sian
Hwa. Ia merasa seperti dalam mimpi.
“Sian Hwa….!” Ia melangkah maju dan memegang
kedua tangan gadis itu sebelum Sian Hwa dapat mengelak,
menggenggam jari jari tangan Sian Hwa dengan mesra dan
erat. “Sian Hwa....apakah yang terjadi...? Mengapa kau
tiba tiba memakai pakaian pendeta seperti ini
....?? Dan.... mengapa pula kau berada di Sini?
Bersembahyang di depan kuburan ini? Sian Hwa,
kekasihku, orang yang selama ini tak pernah meninggalkan
lubuk hatiku, kenapakah kau? Kenapakah kau? Mengapa
mukamu pucat, mengapa kau menangis, mengapa kau
berpakaian seperti ini dan mengapa kau berada di sini? Sian
Hwa, bagaimana keadaanmu? Ceritakanlah, ceritakanlah!”
Pertemuannya dengan Bun Sam di kuburan ayahnya,
benar benar membuat Sian Hwa merasa terkejut, bingung
dan terharu sekali. Apalagi ketika Bun Sam memeluknya
erat erat dan menghujaninya dengan pertanyaan pertanyaan
yang diucapkan dengan suara menggetar penuh perhatian,
penuh kasih sayang dan penuh iba hati, gadis ini tak dapat
menahan mengucurnya air mata lagi. Ia memeramkan
matanya, sepenuh hatinya berhasrat ingin membalas
pelukan pemuda itu, ingin menyatakan kegembiraannya,
kegirangan hatinya dan cinta kasihnya, tetapi ia menggigit
bibir dan menggeleng geleng. Dengan air mata menderas
menuruni kedua pipinya ia hanya dapat berbisik perlahan,
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
“Bun Sam… tidak… Bun Sam, jangan…” biarpun
mulutnya berkata demikian, namun ia menjatuhkan
kepalanya di atas dada pemuda itu dan untuk beberapa
lama ia hanya menangis sedih dibelai belai rambutnya oleh
Bun Sam dengan penuh kasih sayang. Kesadarannya
membisikkan agar supaya ia menjauhkan diri, agar ia
memberontak, karena hal itu benar benar tidak boleh, akan
tetapi dalam saat itu, Sian Hwa tak dapat menurutkan kata
hatinya ini. Ia telah menjadi lemah dan kalau tidak
bersandar kepada Bun Sam mungkin ia telah jatuh pingsan !
“Sian Hwa, kekasihku, marilah kita berbicara dengan
tenang. Kita sudah bertemu kembali, hal ini bukankah
menggembirakan sekali?” Bun Sam yang sudah dapat
menekan keharuan hatinya itu kini berbicara dengan suara
gembira sambil menepuk nepuk bahu nona itu.
Tetapi Sian Hwa yang sementara itu juga telah dapat
menenteramkan hatinya, tiba tiba merenggutkan tubuhnya
dan melepaskan dirinya dari pelukan Bun Sam. Ia harus
pandai bermain sandiwara pikirnya. Pemuda ini sendiri
belum tahu bahwa dia telah bertunangan dengan Lan Giok,
demikian ia mendengar dari Lan Giok. Oleh karena itulah
maka Bun Sam masih bersikap manis kepadanya, masih
berani menyatakan cintanya.
Ah, tadinya ia sudah bosan hidup dan ia hanya masih
ingin hidup karena adanya pemuda ini di dunia. Tetapi
sekarang, ia rela menjadi nikouw agar ia jangan sampai
menghalangi perjodohan Bun Sam dengan Lan Giok. Ia
harus berpura pura tidak menaruh hati lagi kepada pemuda
ini.
Dengan menekan gelora batin sendiri, Sian Hwa lalu
mengusap air matanya dengan ujung penutup kepalanya
yang terbuat daripada kain kasar berwarna putih itu, lalu
memaksa tersenyum sambil memandang kepada Bun Sam.
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
“Song taihiap,” katanya dengan suara masih agak
gemetar, “aku senang sekali bertemu dengan kau setelah
berpisah beberapa tahun ini. Aku.... aku, kau lihat sendiri,
taihiap, aku telah menjadi seorang nikouw. Harap kau suka
mengingat kedudukanku sebagai seorang pendeta dan
janganlah kau membicarakan urusan lama.” Ia tersenyum
lagi. Setelah berbicara, ternyata mendengar kata katanya
sendiri ini, hatinya dapat tenteram dan tetap. Ia melihat
betapa pemuda itu menatap wajahnya seakan akan tidak
percaya akan pendengarannya sendiri.
“Taihiap, kau tadi bertanya mengapa aku berada di sini?
Aku bersembahyang, menyembahyangi makam Ayahku,”
ia menuding ke arah kuburan Ayahnya. “Dan kau.......
apakah yang kau lakukan di tempat ini?”
Akan tapi, mendengar ucapan ini, Bun Sam makin
terbelalak kedua matanya dan pemuda ini seakan akan
melihat setan di tengah hari. Beberapa kali bibirnya
bergerak tanpa mengeluarkan suara sedikitpun, mukanya
menjadi pucat dan alangkah heran hati Sian Hwa ketika
melihat mata pemuda itu mulai menitikkan butiran butiran
air mata yang mengalir turun di sepanjang kedua pipinya.
“Sian Hwa….” akhirnya pemuda itu bisa juga
mengeluarkan kata kata, akan tetapi ia menelan ludah dan
tak dapat melanjutkan kata katanya.
“Taihiap, kau…. kenapakah kau? tanya Sian Hwa
dengan hati berdebar.
“Sian Hwa, jadi kaukah …..? Kau puteri dari Can kauw
itu? Kaukah Can Sian Hwa,...? Ya Thian yang Maha Adil!
Jadi kaukah anak itu....?” Tiba tiba Bun Sam menjatuhkan
diri berlutut di depan makam ayah Sian Hwa dan berkata,
“Can pek pek, ampunkan mataku yang sudah menjadi
buta. Puterimukah gerangan dia ini.....?”
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
“Taihiap, apakah artinya semua ini ?” Sian Hwa ikut
berlutut dan memandang kepada pemuda itu dengan
bingung dan khawatir kalau kalau pertemuan ini telah
membuat pemuda itu menjadi berobah pikirannya dan
menjadi gila.
Bun Sam menoleh kepadanya, lalu bagaikan seorang
gila, pemuda itu menubruk dan memeluknya.
“Sian Hwa....Sian Hwa....pantas saja aku merasa seperti
pernah mendengar nama ini….! Ah, kekasihku,
bidadariku....”
Sian Hwa benar benar menjadi bingung sekali. Dipeluk
pundaknya oleh sepasang lengan yang kuat dan yang sering
kali diimpikan itu mendatangkan rasa bahagia yang luar
biasa, tetapi ia melawan perasaan ini. Ia mencoba untuk
melepaskan diri, tetapi ia tidak kuasa melawan tenaga Bun
Sam yang amat kuat.
“Taihiap, lepaskan aku .... !” Apakah artinya semua
ini? Kenalkah kau dengan mendiang ayahku?”
“Kenal? Ah, Sian Hwa. Kenal, katamu?”
Ayahmu justeru tewas karena menolongku ketika aku
masih kecil. Tanpa pertolongan ayahmu, tidak akan ada
Bun Sam yang hari ini berhadapan muka dengan kau!
Akupun baru saja mendapat keterangan bahwa di sinilah
letaknya kuburan ayah ibuku dan juga kuburan Can pek pek
penolongku!”
Bukan main kaget dan terharunya hati Sian Hwa. “Kau
harus menjawab dulu apa artinya semua ini, Mengapa kau
berpakaian seperti ini dan apakah yang sebetulnya telah
terjadi denganmu. Bagaimanakah dengan..... dengan
perjodohanmu yang dulu itu? Apakah kau… disia
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
siakan oleh Liem Swee ?” Kata kata ini terdengar penuh
kegemasan.
Kembali Sian Hwa teringat akan keadaannya, teringat
bahwa biarpun kini tiada halangan baginya untuk berjodoh
dengan pemuda pujaan hatinya ini, namun hal itu tidak
mungkin. Di sana ada Lan Ciok yang telah ditunangkan
dengan Bun Sam.Maka teringat akan semua ini, ia meronta
dan melepaskan diri dari pelukan Bun Sam, lalu bangkit
berdiri dan mundur tiga langkah.
“Taihiap, jangan kau bersikap seperti itu, ingat, aku telah
menjadi seorang nikouw. Aku bukanlah Sian Hwa yang
dulu lagi !” Suaranya menjadi dingin kembali, sungguhpun
wajahnya amat muram dan tanpa disadarinya meleleh dua
titik air mata kembali membasahi pipinya.
“Sian Hwa, tak perlu kau berpura pura. Kemarin dulu
kau masih seorang gadis biasa, mengapa sekarang berpura
pura berpakaian seperti ini ?” Sebelum Sian Hwa dapat
mencegahnya, pemuda itu telah menggerakkan tangan dan
terbukalah penutup rambut gadis itu. Sian Hwa kaget sekali
dan buru buru hendak menutup kepalanya lagi. Juga Bun
Sam, kaget melihat rambut gadis itu telah dipotong hingga
leher.
“Sian Hwa, mengapa kau melakukan hal yang gila ini?
Mengapa kau memotong rambutmu ? Kemarin malam
rambutmu masih panjang dan pakaianmu masih biasa saja.
Katakan, mengapa?”
Sian Hwa memandang tajam. “Bagaimana kau bisa
tahu? Kita telah berpisah tiga tahun lamanya.”
Bun Sam tersenyum dan kembali tangannya menyambar
dan kini tangan gadis itu telah digenggamnya.
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
“Betapapun juga, aku tahu bahwa kemarin dulu
keadaanmu masih biasa, tidak seperti sekarang. Aku
melihatmu bersama Lan Giok gadis centil itu !”
Terbelalak Sian Hwa memandang kepada pemuda ini.
“Jadi... kaukah gerangan orang itu? Kaukah yang telah
menolong kami dan menolong Thian Giok?”
Bun Sam mengangguk dan hanya tersenyum.
“Nah, sekarang katakanlah, mengapa kau tiba tiba saja
berobah menjadi seperti ini.”
Sian Hwa menjadi makin bingung. Pemuda ini sekarang
ternyata telah menjadi seorang yang lihai sekali dan tinggi
ilmu kepandaiannya, ia merasa girang memikirkan ini.
Akan tetapi tak mungkin ia mengaku terus terang.
Sebaliknya, melihat pemuda ini amat bernafsu untuk
mengetahui jelas segala hal, agaknya sukar pula baginya
untuk menutup mulut, ia harus diberi waktu untuk berpikir.
“Kau berceritalah dulu tentang keadaan ayah, tentang
pertemuanmu dengan ayah, tentang semua pengalamamu,
tentang.... pendeknya tentang dirimu, taihiap.”
Bu Sam tersenyum lagi. “Aku takkan mau bercerita
kalau kau menyebut taihiap kepadaku.” Senyum dan
pandangan mata pemuda itu membuat Sian Hwa menjadi
makin bingung lagi.
“Habis, harus panggil apa?”
“Dahulu kau selalu menyebut namaku saja, mengapa
sekarang kau tambah tambahi dengan sebutan taihiap
segala. Ditambah koko misalnya masih baik, akan tetapi
taihiap? Tidak, aku tidak mau kau menyebutku seperti kita
ini tak saling kenal saja.”
“Akan tetapi... ingat, pinni adalah seorang nikouw…..”
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
Bun Sam tak dapat menahan gelaknya, ia merasa geli
dan lucu sekali mendengar Sian Hwa menyebut “pinni”
kepada dirinya sendiri, sebutan yang sering kali diucapkan
oleh para nikouw untuk memanggil diri sendiri. Melihat
pemuda itu tertawa geli makin bingunglah Sian Hwa.
“Adikku yang baik, kau hanya berpura pura menjadi
nikouw. Apakah kaukira aku tak tahu? Kemarin kau masih
seorang gadis biasa, sama sekali bukan nikouw. Tak dapat
kau membohongi aku.”
“Taihiap....” Sian Hwa menahan kata katanya melihat
pandangan mata Bun Sam. “Aku tidak bohong kepadamu,
aku memang sungguh sungguh berniat masuk menjadi
nikouw. Kau boleh tanya kepada nikouw kepala di
kelenteng Sun pok thian. Akan tetapi, soal sebutan
itu....biarlah kalau kau tidak suka, aku tetap menyebut
namamu saja. Sekarang kau berceritalah.”
Dua orang muda itu lalu duduk di depan makam saling
berhadapan dan berceritalah Bun Sam tentang Can Goan
atau Can kauwsu, ayah Sian Hwa, ia menuturkan betapa
kedua orang tuanya tewas di tangan pasukan Ang bi tin dan
betapa kemudian ia dikejar kejar dan hampir saja tewas
pula dalam tangan gerombolan kejam itu kalau saja tidak
ada Can kauwsu yang menolongnya.
“Ketika aku disuruh lari ayahmu, dia berpesan agar
supaya aku suka membawa puterinya yang bernama Sian
Hwa. Akan tetapi aku sendiri tidak berdaya karena akupun
hampir saja mati dalam tangan Ang bi tin.” Ia lalu
menuturkan lebih lanjut betapa kemudian ia terluka dan
akhirnya tertolong oleh Yap Bouw si gagu, Sian Hwa
mendengarkan dengan penuh perhatian dan ketika ia
mendengar tentang ayahnya yang tewas ketika menolong
Bun Sam, tak terasa lagi ia menangis terisak isak.
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
“Dan ibu…. bagaimana dengan ibuku.......?” Akhirnya ia
bertanya penuh harapan.
“Ibumu? Setahu dan seingatku, ayahmu hanya tinggal
dengan kau berdua saja dalam rumahnya. Ayahmu menjadi
guru silat dan bersahabat baik dengan ayahku maka aku
tahu keadaaaaya. Ayahmu telah.menjadi duda ketika tewas
oleh barisan Ang bi tin dan kalau aku tidak salah. Ingat,
dulu pernah ayahmu bercerita kepada ayah bundaku bahwa
ibumu memang telah meninggal dunia semenjak kau masih
kecil sekali.”
Sian Hwa kecewa, akan tetapi ia menarik napas lega.
Baiknya ibunya tidak menjadi korban barisan Ang bi tin
yang kejam.
Sayang aku sendiri tidak melihat siapa orangnya yang
telah menewaskan ayahmu, karena pada waktu itu ayahmu
menghadapi keroyokan banyak orang, yakni gerombolan
Ang bi tin itu.
“Aku tahu!” kata Sian Hwa perlahan, “dan dia sudah
tewas. Dia adalah Ngo jiauw eug Lui Hai Siong yang
mengakui perbuatannya sebelum mati.”
Kemudian, atas permintaan Sian Hwa, Ban Sam
melanjutkan penuturannya tentang dirinya sendiri dan
akhirnya menuturkan semua riwayatnya, kemudian sambil
memandang mesra, ia berkata.
“Sian Hwa, sekarang tibalah giliranmu untuk
menuturkan keadaanmu, terutama sekali mengenai halmu
dengan Liem Swee dan mengenai kelakuanmu yang aneh
ini, yang tiba tiba ingin menjadi nikouw.”
Sian Hwa memandang ke atas. Matahari telah naik
tinggi dan alangkah cepatnya waktu berjalan selama ia
duduk berhadapan dengan Bun Sam mendengarkan
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
penuturan pemuda pujaan hatinya itu. Betapapun juga, ia
harus menuturkan keadaan nya selama ini kepada Bun
Sam.
“Apakah yang harus kuceritakan kepadamu? Tidak ada
apa apa yang menarik, semua kejadian yang menimpa
padaku serba menyebalkan dan membosankan.” Ia
menghela napas panjang.
“Kasihan kau Sian Hwa. Semuda dan secantik ini harus
mengalami segala macam kepahitan hidup. Ah, ingin sekali
aku dapat membela dan melindungimu selamanya, makin
cepat makin baik.”
Merahlah wajah Sian Hwa mendengar ucapan yang
mengandung penuh arti ini. Ia tidak berani langsung
menatap pandangan mata pemuda itu karena betapapun ia
berpura pura, sinar matanya takkan dapat
menyembunyikan perasaan hatinya. Ia lalu cepat cepat
menuturkan pengalamannya.
“Tidak ada yang menarik,” katanya sekali lagi,
“Semenjak kecil aku dipelihara oleh Bucuci dan
dianggapnya sebagai anaknya sendiri. Aku dimanja, diberi
apa saja yang kukehendaki, pendeknya, aku menerima
banyak sekali dari ayah bunda angkatku itu. Akan tetapi
setelah dewasa, aku membalas budi mereka itu dengan
pendurhakaan. Aku berkeras tidak mau dijodohkan dengan
Liem Swee bekas suhengku, sehingga terjadi ribut ribut di
dalam rumah ayah angkatku. Kemudian aku meninggalkan
rumah dan tinggal di dalam kuil Sun pok thian, bersama ibu
angkatku sampai dia meninggal dunia. Nah, hanya itulah.
Karena aku takut kalau kalau selalu diancam oleh bekas
guru dan suhengku, aku mengambil keputusan masuk
menjadi nikouw!”
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
“Kasihan kau, Sian Hwa. Kalau begitu, marilah kau
pergi saja dengan aku. Mari kita bersama menjelajah dunia
ini, suka sama dirasa, duka sama diterima. Aku akan
melindungimu dengan seluruh jiwa ragaku. Kau tahu aku
cinta kepadamu, Sian Hwa dan di samping itu ada pula
dorongan kuat dari keinginanku hendak memenuhi pesan
mendiang ayahmu, hendak kubalas budi pertolongannya itu
melalui kau. Marilah dan di sampingku, kau tak usah takut
kepada si apapun juga. Kalau perlu, ayah angkatmu dan Pat
jiu Giam ong akan ku tentang!”
Sian Hwa terpaksa memeramkan matanya dan menggigit
bibirnya. Alangkah indahnya kata kata itu, alangkah mesra
dan merdunya. Telah ribuan kali ia mengimpikan kata kata
seperti ini akan keluar dari bibir Bun Sam. Ah, kalau saja di
sana tidak ada Lan Giok yang sudah menjadi tunangan Bun
Sam, kalau saja tunangannya itu bukan Lan Giok yang
disayangnya, kalau....kalau ! Sian Hwa menguatkan
hatinya dan melempar jauh jauh lamunan lamunan kosong
ini.
“Tidak, Bun Sam. Tidak bisa, tidak mungkin!” Ia berkata
sambil menggelengg gelengkan kepalanya dengan wajah
sedih.
“Apakah kau takut kepada bekas garumu?”
“Bukan, bukan itu.”
“Apakah karena kau masih ada ikatan pertunangan
dengan Liem Swee?”
Bernyala sinar mata gadis itu. “Tidak ada ikatan apa apa
lagi. Aku dengan dia sudah putus!”
“Kalau begitu, mengapa kau bilang tidak bisa dan tidak
mugkin? Sian Hwa, katakan saja terus terang, mengapa kau
tidak mau pergi bersamaku menempuh hidup baru?”Wajah
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
pemuda yang tadinya berseri itu kini mulai nampak muram
dan berduka. Perih rasa hati Sian Hwa. Ia tahu betapa besar
cinta kasih pemuda ini kepadanya dan ia merasa amat
terharu. Akan tetapi, tidak bisa ia merampas pemuda ini
dari Lan Giok. Gadis itu demikian gagah dan demikian
mulia dan berbudi. Ia merasa malu dan rendah kalau harus
merampas tunangan orang, apalagi tunangan Lan Giok,
sungguhpun ia merasa yakin bahwa sekali ia mengulurkan
tangan, tentu pemuda itn akan memilihnya.
“Tidak apa apa, Bun Sam. Tidak apa apa, hanya tak
mungkin. Sudahlah, aku hendak kembali. Selamat tinggal.”
Gadis ini lalu melangkah pergi meninggalkan Bun Sam.
Pemuda itu tertegun dan untuk sesaat tak dapat berkata
sesuatu.Wajahnya pucat sekali.Melihat betapa tubuh gadis
itu pergi dengan tindakan terhuyung huyung, ia melompat
dan sekali saja ia tergerak melompat, ia telah berada di
depan Sian Hwa. Ia melihat betapa gadis itu pergi dengan
air mata mengucur deras. Serta merta di pegangnya kedua
tangan gadis itu dengan erat dan Sian Hwa menundukkan
mukanya, tidak berani menentang pandangan matanya.
“Jangan menahan aku, Bun Sam. Lepaskan aku pergi
….” bisiknya.
“Tidak, tidak! Demi Tuhan, kau takkan kulepaskan lagi
sebelum kau mengaku mengapa kau berlaku segila ini! Sian
Hwa, aku tahu kau suka kepadaku bahwa hatimu
mengatakan kau akan suka ikut bersamaku. Akan tetapi kau
memaksa menyangkal suara hatimu sendiri. Kau memaksa
diri meninggalkan aku.Mengapa?”
Sian Hwa hanya menggeleng gelengkan kepalanya dan
air matanya makin menderas. Bagaimana ia harus
mengaku?
“Sian Hwa, apakah... apakah kau tidak suka kepadaku?”
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
Dengan cepat Sian Hwa mengangkat mukanya dan sinar
matanya yang tajam menatap wajah pemuda itu merupakan
jawaban yang jelas. Tetapi mulut gadis ini tidak dapat
mengatakan sesuatu. Bagaimana ia dapat mengatakan cinta
kalau hatinya sudah bulat hendak melepaskan pemuda ini,
pemuda yang sudah menjadi tunangan Lan Giok?
“Bun Sam aku, aku sudah menjadi nikouw jangat kau
bicarakan urusan itu....” Jawabannya menyimpang
daripada pertanyaan pemuda itu.
“Itu bukan alasan ! Kalau belum menjudi nikouw kau
hanya berpura pura untuk menyingkirkan diri dari ku Sian
Hwa, aku bersumpah takkan melepaskanmu lagi. Kalau
perlu aku akan menggunakan kekerasan untuk
membawamu pergi bersamaku. Aku takkan membiarkan
kau hidup mendirita sengsara lagi. Kau berhak hidup
bahagia bersamatku!” Akan tetapi….” sampai di sini suara
Bun Sam merendah, “tentu saju aku takkan berani
mengganggumu kalau... kalau kau mengaku bahwa kau
tidak cinta kepadaku. Aku takkan mengganggu padamu
lagi. Nah, katakanlah satu antara dua, kau cinta kepadaku
atau tidak? Kalau kau mencintaiku, apapun yang menjadi
penghalang akan kuhancurkan dan kau harus pergi
bersamaku, mencari bahagia. Sebaliknya kalau tidak
mencintaiku…. aku akan pergi, Sian Hwa.”
Bukan main bingungnya hati gadis ini. Ia telah
berkorban rela melepaskan pemuda ini kepada Lan Giok,
rela pula selama hidupnya menjadi seorang pendeta wanita.
Akan tetapi.... alangkah beratnya kalau ia harus mengaku
bahwa ia tidak mencintai pemuda ini ! Karena cintanya
kepada Bun Sam ia sampai menolak kehendak ayah angkat
nya, menolak dijodohkan dengan Liem Swee. Karena
cintanya kepada Bun Sam, ia sampai rela meninggalkan
kehidupan mewah dan dimanja di rumah Bucuci, rela hidup
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
sengsara sampai tiga tahun lamanya di dalam kuil. Dan
sekarang... ia harus mengaku bahwa ia tidak mencintai
pemuda itu. Bagaimana bibirnya dapat mengucapkan kata
kata yang jauh berlawanan dengan suara hati dan jiwa nya
ini? Biar ia dipaksa paksa dan dipukul sampa mati, bibirnya
takkan kuasa mengucapkan kata kata ini.
Jilid XII
SAMBIL terisak gadis ini lalu melangkah ke depan
menghindari tubuh Bun Sam yang menghadang di
depannya dan iapun lalu berlari lari sambil menangis.
Tetapi Bun Sam yang merasa penasaran, kecewa dan
berduka itu sekali melompat saja kembali sudah
menghadang di depannya dan kini pemuda itu memegang
kedua pundak Sian Hwa. Ia memaksa gadis itu
memandangnya dan dengan sinar mata tajam penuh selidik
ia menatap wajah SianHwa.
“Katakanlah Sian Hwa. Tak usah panjang panjang, kau
singkat saja. Kau mencintai padaku, ya atau tidak Kalau
berat lidahmu bicara, kau menjawab dengan geleng atau
angguk saja. Satu kali anggukan sudah cukup bagiku. Sian
Hwa kasihanilah aku, tak tahukah kau betapa hatiku perih
sekali menanti keputusan jawabanmu ini?”
Sian Hwa menggigit bibirnya yang menggigil seperti
orang kedinginan. Ia menelan ludah beberapa kali
sementara otaknya berpikir cepat. Kemudian ia berkata
perlahan.
“Bun Sam, aku minta waktu. Tidak dapat ku jawab
sekarang, Bun Sam. Kau…. kau berilah waktu sehari
kepadaku. Besok pagi datanglah di kuil Sun pok thian dan
di sana aku akan memberi jawabanku. Harap kau suka
bersabar dan tidak memaksaku, Bun Sam....”
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
Pemuda ini nampak puas. la tidak ragu ragu lagi bahwa
Sian Hwa pasti akan memberi jawaban yang sudah lama
diidam idamkannya, yakni bahwa gadis itu mencintainya
dan bersedia pergi bersamanya! Ia tahu betul bahwa gadis
ini masih mencintainya dan tentu saja sebagai seorang
gadis, malulah Sian Hwa untuk mengaku cinta di tengah
jalan! Biarpun di situ tidak ada orang lain.
Ah, mengapa aku begini terburu nafsu dan bodoh sekali?
Kembali timbul senyuman manis di bibir pemuda itu ketika
ia melangkah ke samping, memberi jalan kepada Sian Hwa.
“Sian Hwa, pergilah. Aku takkan mengganggu mu,
biarlah besok pagi aku datang mengunjungimu di kuil Sian
Hwa menatap wajah pemuda itu sampai lama. Ia tahu
bahwa inilah pertemuan terakhir dan untuk akhir kalinya ia
berkesempatan memandang wajah pemuda yang dicintanya
itu. Tak terasa pula ia memegang kedua tangan Bun Sam,
bibirnya bergerak gerak tanpa mengeluarkan suara,
kemudian ia melepaskan pegangannya dan berlari cepat
menuju ke kuil!
Pada keesokan harinya, pagi pagi sekali Bun Sam berada
di depan kuil. Ia mengenakan pakaian yang bersih dan
merasa seakan akan seorang pemuda hendak mengajukan
pinangan pada seorang gadis. Hatinya berdebar debar dan
mukanya merah. Jengah dan malu juga ia, bukan terhadap
Sian Hwa, melainkan terhadap para nikouw di dalam kuil
itu!
Ia tidak mau masuk, karena tidak ingin membuat Sian
Hwa merasa sungkan dan malu. Ia hendak menunggu saja
di depan kuil, menanti gadis itu keluar. Tak ada kesabaran
di dunia ini yang melebihi kesabaran hati seorang pemuda
menanti kekasihnya. Akan tetapi, setelah berjam jam ia
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
menanti dan matahari telah naik tinggi, belum juga
nampak gadis idamannya itu keluar. Ia mulai merasa tak
enak. Dilihatnya beberapa orang nikouw membersihkan
halaman depan den asap hio mulai mengepul di meja
sembahyang di ruang depan.
Akhirnya Bun Sam melangkah masuk ke ruang depan
itu. Ia disambut oleh beberapa orang nikouw yang
memandangnya dengan heran. Pemuda ini nampaknya
tidak seperti orang hendak bersembahyang.
“Maafkan teecu kalau teecu mengganggu,” kata pemuda
itu setelah menjura dengan hormatnya. “Teecu mohon
bertemu dengan nona Can Sian Hwa.”
Nikouw nikouw itu memandang penuh perhatian.
“Apakah sicu bernama Song Bun Sam?” tanya seorang di
antara mereka, Bun Sam mengangguk membenarkan dan
wajahnya berseri. Agaknya kekasihnya telah berpesan
kepada para nikouw ini, pikirnya.
“Ketua kami telah berpesan agar supaya kalau sicu
datang sicu suka menghadap dia di ruang tamu. Mari ikut
dengan pinni.”
Dengan hati dak dik duk Bun Sam mengikuti nikouw itu
ke ruang tamu. Mengapa ia dipanggil oleh ketua kuil?
Hatinya mulai tidak enak. Jangan jangan Sian Hwa
mengambil keputusan untuk terus menjadi nikouw dan kini
ketua itu hendak menasihatinya agar ia jangan mengganggu
gadis itu lagi.
Ketua kuil yang menerimanya adalah seorang nikouw
tua yang berwajah putih, kelihatan tenang dan sabar sekali.
Setelah Bun Sam memberi hormat, nikouw itu
mempersilahkannya duduk di atas bangku dan memberi
isyarat agar nikouw yang mengantar Bun Sam maiuk tadi
meninggalkan mereka.
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
“Sicu, kau datang tentu hendak mencari Sian Hwa,
bukan?”
Bun Sam mengangguk.
“Pinni tidak dapat memberi tahu sesuatu kepadamu,
sicu, karena agaknya segala hal telah tertulis di dalam
suratnya. Inilah surat itu, ia minta kepada pinni untuk
menyampaikan sendiri kepadamu.”
Setelah berkata demikian nikouw itu mengeluarkan
sesampul surat dan memberikannya kepada Bun Sam
dengan tangan tenang, Bun Sam sebaliknya menerima
dengan tangan gemetar. Tak sabar lagi hati pemuda ini
maka segera dibukanya surat itu. Ternyata isinya hanya
empat baris sajak pendek saja yang ditulis oleh tangan yang
gemetar, namun bentuk tulisan itu halus dan indah sekali.
Bun Sam tak dapat mengerti dengan sekali baca saja dan
setelah membaca tiga kali ia lalu berkata kepada nikouw tua
yang memandangnya dengan mata mengandung iba hati.
“Suthai, di mana dia?”
“Dia sudah pergi, sicu.”
“Ke mana?”
“Siapa dapat mengetahui ke mana seekor Bi hong
(burung hong yang cantik) terbang pergi?”
Bun Sam menundukkan mukanya dan menjadi makin
bingung. Kata kata nikouw ini yang menyebut Bi hong
kepada Sian Hwa, benar benar secara kebetulan cocok
dengan bunyi sajak itu. Ia lalu menjura dan berkata, “Sekali
lagi teecu mengganggu. Bilakah dia pergi?”
“Malam tadi.”
“Malam tadi turun hujan....”
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
Nikouw itu mengangguk. “Di dalam hujan ia terbang
pergi.”
Bun Sam mengeluh. “Ah, Sian Hwa….. “ Kemudian ia
menjura lagi sambil mengucapkan terima kasih, lalu pergi
keluar dari kuil itu.
Bun Sara berlari cepat, tak tentu arah dau tujuan. Setelah
jauh dari kuil, ia duduk di bawah sebatang pohon dan
mengeluarkan surat dari Sian Hwa tadi. Ia membukanya
dan membaca berkali kali:
“Han ya (burung goak) merindukan
Sin liong (Naga sakti) di angkasa raya,
Terbang di samping Bi hong (Burung
Hong cantik) dengan megahnya.
Mana bisa Han ia berjodoh dengan
Sin liong perkasa?
Hanya Bi hong jelita itulah
patut jadi jodohnya !”
Berkali kali Bun Sam membaca sajak ini, tetapi tetap saja
artinya masih gelap baginya. Biarpun nikouw tua tadi
mungkin secara tidak disengaja menyamai sebutan dalam
ajak, telah menyebut Sian Hwa sebagai seekor burung hong
cantik (bi hong), tetapi melihat bunyi sajak ini, sudah terang
bahwa Sian Hwa menganggap dirinya sendiri sebagai
seekor burung goak. Burung goak menjadi sindiran bagi
seorang yang buruk rupa dan tidak disukai orang, sebagai
burung yang dianggap paling rendah. Terang gadis itu
merendahkan diri sekali. Dengan kata kata Sin liong atau
Naga sakti mungkin sekali dimaksudkan dia. Di sini
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
ternyata bahwa gadis itu benar benar mencintainya, karena
disebutkan bahwa Sian Hwa sebagai Goak merindukan dia
sebagai Sin liong!
Akan tetapi baris baris selanjutnya benar benar ia tidak
mengerti maksudnya. “Terbang di samping Bi hong dengan
megahnya. Siapakah Bi hong? Siapakah Burung Hong
cantik yang dimaksudkan oleh Sian Hwa itu? Tentu seorang
wanita, tetapi siapakah? Kemudian, baris ke tiga dan ke
empat menyatakan bahwa Sian Hwa menganggap dirinya
sendiri tidak berharga untuk menjadi jodoh Bun Sam dan
menyatakan bahwa Bi hong itulah yang patut menjadi
jodohnya!
Buu Sam menggaruk garuk kepalanya. Sian Hwa merasa
cemburu! Sungguh heran sekali. Siapakah wanita yang
dimaksudkan oleh Sian Hwa? Terang bahwa gadis itu
hendak mengalah terhadap wanita yang diumpamakannya
sebagai Burung Hong.
“Ah, Sian Hwa, mengapa kau tidak mau berterang
terang saja?” kata Bun Sam sambil menyimpan surat itu.
“Mengapa kau meninggalkan aku?”
Ia bangkit berdiri lalu berlari lari dengan niat mencari
Sian Hwa sampai dapat. Betapapun juga, Sian Hwa telah
menyatakan cintanya dalam surat itu dan ini sudah cukup
baginya untuk mencari gadis itu sampai dapat, kemudian
minta ia mengaku sejujurnya!
“Sian Hwa, kekasihku....” beberapa kali Bun Sam
mengeluh sambil mempercepat larinya.
Tiba tiba ia teringat akan sesuatu dan menahan kakinya.
Ah, mengapa dia begitu bodoh? Tanpa disadarinya lagi Bun
Sam menempeleng kepalanya sendiri. Ketika ia menolong
Sian Hwa dari tawanan Liem Swee dua hari yang lalu, Sian
Hwa berada bersama Lan Giok. Mengapa ia tidak akan
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
mengorek rahasia ini dari Lan Giok? Biasanya, antara
wanita tidak ada rahasia. Mungkin sekali Lan Giok
mengerti tentang keadaan Sian Hwa yang aneh itu. Ketika
menolong Lan Giok, Sian Hwa dan juga Thian Giok,
memang ia sengaja tidak memperlihatkan diri. Ia tidak mau
orang orang mengetahui kepandaiannya yang kini telah
maju pesat sekali semenjak ia menerima latihan dari Bu tek
Kiam ong.
Setelah berpikir demikian, Bun Sam lalu berlari cepat
dan kini ia mengarahkan perjalanannya ke Sian hwa san.
Selain hendak bertemu dengan Lan Giok, iapun ingin
mengunjungi suhengnya, Yap Bouw yang ia pikir tentu
telah berada di gunung itu pula, menyusul isterinya.
Lan Giok dan Thian Giok melakukan perjalanan cepat
menuju ke Sian hwa san untuk membuat laporan kepada
guru mereka. Di dalam perjalanan, selain membicarakan
tentang kedudukan fihak Hiat jiu pai yang benar benar
memiliki banyak orang pandai itu, juga mereka berdua
membicarakan tentang penolong aneh yang luar biasa.
“Sayang sekali dia tidak mau memperlihatkan dan
memperkenalkau diri,” kata Lian Giok. “Kalau kita
mengetahui siapa dia tentu lebih baik lagi. Menghadapi
Hiat jiu pai yang kuat, kita amat membutuhkan bantuan
orang orang pandai.”
“Kurasa dia tentulah seorang pertapa tua yang
menyembunyikan diri dan tidak mau dikenal. Aku pernah
mendengar tentang orang orang sakti yang selalu bekerja
secara diam diam dan rahasia seperti itu.” Thian Giok
mengutarakan pendapatnya.
Mereka telah melakukan perjalanan selama tiga hari dan
pada siang hari itu mereka tiba di dalam sebuah tanah
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
pegunungan yang gundul tak berpohon, tetapi penuh
dengan rawa dan padang rumput. Akan tetapi, jalan di
daerah ini cukup baik lebar dan biarpun berbatu batu, tetapi
rata. Jalan ini dibuat oleh rakyat atas paksaan pemerintah
Mongol yang banyak mengangkut harta benda dari Tiong
goan (pedalaman Tiongkok) untuk dibawa ke Mongol!
Jalan ini sunyi sekali, karena selain hutan hutan di balik
gunung, di pegunungan ini sendiri tanahnya buruk,
sehingga tidak ada orang yang mau membuka dusun di
daerah tandus ini.
“Thian ko, aku lapar dan haus,” tiba tiba Lan Giok
mengeluh.
“Ah, kau ini ada ada saja. Di tempat seperti ini
bagaimana kita bisa mendapatkan makan dan minum?
Bukankah tadi pagi kau telah menghabiskan dua piring
bakpauw dan beberapa guci air?”
Adiknya cemberut dan melototkan matanya yang jeli.
Melihat ini, Thian Giok makin bernafsu untuk
menggodanya, “Lan moi, agaknya perutmu tidak berdasar,
apa saja yang masuk lenyap dalam sekejap mata!”
“Enak saja kau mengobrol! Kaukira aku segembul itu?
Kalau di sini ada orang lain yang mendengar, tentu aku
akau memukulmu untuk hinaan yang memalukan ini ! Kau
hendak merusak namaku, ya? Bakpauw dua piring hampir
kau habiskan sendiri, aku hanya makan beberapa buah saja.
Dan tentang air itu apa kaukira aku sudah lupa betapa kau
minum seperti kuda?”
Thian Giok tertawa melihat adiknya marah marah ini.
“Kalau didengar orang lain apakah salahnya? Asal saja
jangan Bun Sam yang mendengar.”
Merah muka Lan Giok dan gadis ini lalu mengangkat
tangan hendak memukul. Kakaknya cepat melompat dan
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
sambil tertawa tawa menggoda ia berlari cepat ke depan.
Lan Giok mengejar sambil mengancam.
“Lan moi, kalau Bun Sam melihat kau segalak ini,
apakah dia tidak akan kuncup hatinya? Tak enak punya
isteri galak!” Thian Giok sambil berlari cepat terus
menggoda.
“Kupukul mulutmu yang jahil !” Lan Giok mempercepat
kejarannya, tetapi sekarang ia juga mengejar sambil tertawa
tawa. Memang sepasang anak kembar ini amat rukun dan
sering kali bermain main semenjak masih kanak kanak.
Mereka saling menyayang, lebih daripada saudara kandung
biasa. Kalau yang seorang berduka, yang lain ikut merasa
berduka seperti dirinya sendiri yang menghadapi
kekecewaan. Yang seorang ketawa yang lain tentu
bergirang.
Ketika Thian Giok tiba di satu tikungan, tiba tiba ia
berhenti Lan Giok telah dapat menyusul kakaknya dan
ketika tiba di tikungan itu iapun berhenti di sebelah Thian
Giok. Keduanya memandang ke depan dengan heran. Lucu
benar melihat sepasang anak kembar ini, karena Lan Giok
yang pada saat itu mengenakan pakaian yang sama, yakni
pakaian seorang pemuda, kelihatan serupa benar dengan
Thian Giok.
Dari depan kelihatan datang sebuah kendaraan mewah
yang ditarik oleh empat ekor kuda kuda besar. Yang
mengherankan dua orang muda itu ialah bahwa kendaraan
ini tidak dikawal oleh seorang piauwsupun. Melihat
kendaraan yang dicat indah dan kudanya yang besar besar
itu, mudah diduga bahwa tentu kendaraan itu milik seorang
kaya raya atau bangsawan tinggi. Dan biasanya, kalau
mereka ini melakukan perjalanan, tentu kalau tidak dikawal
oleh sepasukan tentara, akan dikawal oleh pasukan
piauwsu. Akan tetapi, kendaraan yang datang dari depan
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
dan yang menimbulkan debu mengebul tinggi itu, tidak
dikawal oleh seorang pun, kecuali hanya kusirnya yang
bertubuh tinggi besar dan bercambang bauk.
“Nah, Lan moi, jangan merajuk dan marah lagi. Itu
makanan dan minumanmu datang!” kata Thian Giok
kepada adiknya.
“Eh, eh, apakah kau Hendak menjadi perampok?”
adiknya menggoda. “Kurang serem tampangmu kalau kau
menjadi perampok, siapa yang akan takut padamu?”
“Bukan merampok, adikku yang manis. Aku akan
mintakan makanan dan minuman dari mereka itu. Sebagai
orang orang kaya raya yang memiliki kendaraan seindah
itu, mereka tentu membawa bekal makanan dan minuman
yang lezat!”
“Hm, celaka. Kakakku hendak menjadi pengemis pula?
Lebih buruk daripada menjadi perampok!” Lan Giok
mencela.
“Bukan mengemis. Sudah sewajarnya perantau perantau
yang bertemu di jalan saling minta tolong karena bekal
makanannya habis.”
“Kalau mereka tidak memberi?”
“Boleh tidak boleh kita minta!”
“Kau bilang itu bukan perampok?”
“Bukan, karena kita minta!”
“Hm, lidahmu memang tidak bertulang,” kata Lan Giok
cemberut.
“Hm, kalau lidahmu bertulang, ya? Pantas saja begitu
galak!” Thian Giok menggoda.
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
“Jangan main main, Thian ko. Bagaimana kalau yang
berada di dalam kereta itu pembesarMongol?”
“Lebih baik lagi, kita seret dia turun dan makan
perbekalan mereka tanpa banyak cingcong lagi.”
Sementara itu, kendaraan itu idah tiba di depan mereka
dan ketika kusir itu melihat Thian Giok dan Lan Giok
mengangkat tangan dan berdiri di tengah jalan, ia lalu
menarik kendali kuda kudanya dan kuda kuda itu berhenti.
Debu mengebut tinggi, membuat Lan Giok cepat cepat
menggunakan saputangan untuk menutupi hidungnya.
Kusir kereta itu memandang dengan mata terbelalak
heran kepada dua orang muda yang berdiri di depan
keretanya, dua orang muda yang begitu serupa bentuk dan
wajahnya seperti pinang dibelah dua.
“Siapakah kalian dan mengapa menyuruh kami
berhenti?” tanyanya.
Melihat orang tinggi besar bercambang bauk ini dan
mendengar kata katanya yang kasar, hati Lan Giok sudah
tidak senang.
“Beritahukan majikanmu yang berada di dalam kereta
bahwa kami ingin bicara!” jawabnya mendahului Thian
Giok.
Pada saat itu, pintu kereta dibuka dan berturut turut lima
orang melompat keluar dari dalam kendaraan itu. Thian
Giok dan Lan Giok cepat memandang dan mereka terkejut
bukan main ketika melihat siapa adanya lima orang yang
tadi menumpang kendaraan ini. Mereka itu bukan lain
adalah Bouw Ek Tosu, pendeta yang berjuluk Hwa I sianjin
(Manusia Dewa Berbaju Kembang), Lam Hai Siang mo si
hwesio kembar, Kui Hok Si Pacul Kilat dan Coa Hwa Hwa
atau Hwa Hwa Niocu. Pendeknya, Sin beng Ngo hiap lima
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
pendekar itu lengkap berdiri di situ, memandang ke arah
Thian Giok dan Lan Giok dengan mata menyatakan
kekagetan pula.
“Ha, ha, ha, kukira siapa yang hendak beraksi menjadi
perampok ! Kukira tikus tikus hutan yang tak tahu diri,
tidak tahunya murid murid Mo bin Sin kun! Ha ha, bagus
benar, ternyata Mo bin Sin kun hanya guru dan para
perampok perampok kecil yang tak tahu malu !”
Mendengar kata kata yang diucapkan oleh Hwa Hwa
Niocu, Thian Giok menjadi marah sekali dan hendak
memaki, tetapi ia dahului oleh Lan Giok. Adiknya ini
memang lebih pintar bicara dan dalam hal percekcokan
mulut, tentu saja ia tidak mau kalah. Menghadapi sindiran
Hwa Hwa Niocu, ia lalu bertolak pinggang dan sambil
tersenyum manis ia berkata,
“Betul, betul sekali. Memang kami adalah kepala kepala
perampok! Hai, kalian ini maling maling kecil, agaknya
kalian sudah berhasil mengait uang dari Jenderal Yap
Bouw, maka sekarang kelihatan begini mentereng, ya?
Bagus, sekarang tak usah banyak mulut, kalian ini maling
maling kecil yang hina dina dan yang beraninya hanya
mengambil barang orang dengan diam diam, ayoh lekas
berikan semua hasil curianmu itu kepada kami perampok
perampok gagah perkasa!”
Memang di dalam kalangan liok lim, derajat maling
dipandang rendah oleh perampok. Bagi seorang perampok
yang menghadang orang dan minta barang barangnya
dengan mengandalkan kepandaian dan kegagahannya,
maling dianggapnya sebagai seorang yang amat pengecut
dan licik. Seorang perampok hanya menghadapi dua hal.
Menghadang, bertempur kalah atau menang. Kalau
menang mendapat barang, kalau kalah tertawan atau mati!
Berbeda dengan pancuri yang melakukan pekerjaannya
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
dengan diam diam menunggu sampai pemilik barang pergi
atau tidur dan begitu ketahuan lain lari pontang panting !
Hwa Hwa Niocu mengerti akan sindiran dan hinaan ini,
yang dikatakan oleh Lan Giok untuk membandingkan
bahwa lima orang itu disamakan dengan pencuri pencuri
yang hina dina. Tentu saja wanita ini menjadi marah sekali.
“Setan kecil bermulut lancang! Kan berani menghina
nyonya besarmu?”
“Setan tua bermulut bau! Kau tidak lekas lekas
mengembalikan semua harta puaaka milik ayahku yang
kalian curi?” Lan Giok balas membentak Hwa Hwa Niocu.
“Apakah dahulu kalian ini lima ekor monyet tna bangka
yang berbau busuk masih belum kapok !” Sengaja Lan Giok
menyebut nyebut peristiwa tiga tahun yang lalu ketika ia
dikeroyok oleh lima orang ini dan dalam keadaan terdesak
ia mendapat pertolongan dari Gan Kui To murid Lam hai
Lo mo.
Bouw Ek Tosu marah sekali, sehingga jenggotnya
sampai bergetar.
“Anak setan yang mau mampus! Kau sudah berani
membinasakan muridku Ngo jiauw eng. Sekarang masih
hendak banyak lagak? Bersiaplah untuk mampus!” Sambil
berkata demikian, tosu ini lalu menggerakkan kebutannya
yang panjang itu. Kebutan ini menyambar bagaikan kilat ke
arah leher Lan Giok.
“Ayaaa! Kukira empek empek tua ini sudah mampus,
ternyata masih belum. Kau tidak tahu bahwa muridmu
Burung Goak Cakar Buntung itu menanti nantimu di dasar
neraka?” Gadis yang nakal ini sengaja mengubah julukan
murid Bouw Ek Tosu. yang sesungguhnya berjuluk Ngo
jiauw eng atau Burung Garuda Cakar Lima, kini ia robah
menjadi Burung Garuda Cakar Buntung. Tentu saja Bouw
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
Ek Tosu menjadi makin marah seperti orang kebakaran
jenggot.
Sambaran hudtimnya (kebutannya) tadi dengan mudah
saja dielakkan oleh Lan Giok dan kini ia menyerang lagi
dengan lebih hebat. Empat orang adiknya tidak mau tinggal
diam saja dan berbareng maju mengeroyok.
“Engko Thian Giok, awas jangan kau menggangguku
dalam main main ini ! Lima ekor tikus ini sudah menjadi
bagianku, jangan kau ikut ikut! Lebih baik kau
mengumpulkan sisa sisa harta pusaka kita yang dicuri oleh
tikus tikus ini!” kata Lan Giok kepada kakaknya ketika
melihat Thian Giok mencabut Pek giok joan pian, senjata
pecut mutiara putih itu.
Tentu saja Thian Giok tidak mau menurut dan tetap saja
hendak membantu adiknya, akan tetapi begitu senjatanya
menyambar, tiba tiba terdengar suara keras dan senjatanya
itu ditangkis oleh sebatang jarumemas di tangan Lan Giok.
“Jangan bantu aku!” gadis ini kembali berseru. Sungguh
patut dipuji gadis ini. Biarpun sudah di keroyok lima orang
yang cukup tangguh, ia masih sempat menangkis senjata
kakaknya sendiri yang hendak membantunya.
Thian Giok tertawa, ia maklum bahwa adiknya ini
hendak menguji kepandaiannya sendiri terhadap lima orang
lawannya, maka iapun tidak mau memaksa. Pemuda ini
lalu melihat jalannya pertempuran sebentar dan setelah
mendapat kenyataan bahwa adiknya memang tak perlu
dibantu, ia lalu menghampiri kereta itu. Kusirnya yang
bertubuh tinggi besar itu hendak menyerangnya, tetapi
dengan sekali tendang saja tubuh yang tinggi besar itu
terlempar jauh dan jatuh berdebuk bagaikan pohon
tumbang!
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
Thian Giok dan adiknya sudah mendengar penuturan
ayah mereka, bekas Jenderal Yap Bouw, tentang harta
pusaka yang disimpan di dalam kebun di belakang bekas
gedungnya yang kini ditempati oleh Panglima Bucuci dan
betapa harta pusaka itu telah didahului oleh Sin beng Ngo
hiap yang entah bagaimana mengetahui simpanan rahasia
ini dan mencurinya. Ayah mereka memang sudah mengejar
tetapi tidak berhasil menangkap Sin beng Ngo hiap yang
telah menggondol harta karun itu.
Oleh karena itu, sekarang tidak disangka sangka bertemu
dengan serombongan orang yang telah mencuri harta itu,
tentu saja Thian Giok dan Lan Giok merasa girang benar.
Thian Giok lalu memasuki kereta. Benar benar sebuah
kendaraan yang amat mewah. Selain keadaan kereta yang
mewah dan kuda kudanya yang berjumlah empat ekor itu
pun besar dan baik, ia juga mendapatkan bekal makanan
dan minuman yang mahal. Juga di situ ia mendapatkan
uang emas dan perak, serta sutera sutera halus yang mahal.
Melihat makanan ini, timbul juga rasa lapar dalam perut
Thian Giok dan ia teringat kepada adiknya yang sudah
mengeluh kelaparan. Ia ingin menggantikan Lan Giok
menghadapi musuh musuhnya agar adiknya itu bisa makan
dulu, tetapi tiba tiba ia tersenyum.
“Anak nakal itu tidak mau kubantu. Biar lebih baik aku
mengenyangkan perutku dulu, baru menggantikan dia.”
Setelah berkata demikian, Thian Giok membawa seguci
arak dan serantang makanan ke dekat tempat adiknya
bertempur, lalu duduk bersila dan makan dengan enaknya.
Lan Giok pernah bertempur dikeroyok lima oleh Sin
beng Ngo hiap. Tiga tahun yang lalu kepandaiannya tidak
setinggi sekarang dan biarpun pada waktu tiga tahun yang
lalu itu ia terdesak dan kalau dilanjutkan tentu kalah,
namun harus diakui bahwa lima orang pengeroyoknya pada
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
waktu itu sukar sekali untuk dapat merobohkan gadis yang
memiliki gerakan luar biasa lincahnya itu. Apalagi
sekarang. Selama tiga tahun, Sin beng Ngo hiap yang suka
melewatkan hidup dengan bersenang senang saja, mana ada
ketika untuk memperdalam ilmu silat mereka? Sebaliknya,
selama tiga tahun itu, Lan Giok bersama kakaknya telah
digembleng dengan hebat oleh Mo bin Sin kun, sehingga
kepandaian Lan Giok sekarang sudah hebat sekali.
Hal ini dirasai benar benar oleh Sin beng Ngo hiap yang
mengeroyoknya. Gadis ini tiada hentinya mengejek dan
mempermainkan mereka. Senjata senjata yang sederhana
dan aneh dari Lan Giok, yakni Gin sam kim ciam atau
Kipas Perak dan Jarum Emas, benar benar membikin
mereka kewalahan. Kebutan kipas dari gadis itu saja cukup
untuk menangkis semua senjata yang datang menyambar,
karena kipas ini digerakkan sedemikian rupa, hingga
menimbulkan angin memutar yang sanggup menangkis
serangan senjata lawan. Adapun jarum emasnya tak kurang
kurang lihainya. Kalau lima orang pengeroyok itu tidak
berlaku hati hati dan saling membantu, tentu mereka telah
dijadikan karung pecah yang dijahit oleh jarum ini.
Datangnya serangan balasan jarum ini sungguh tak
tersangka sangka, tahu tahu di depan mata mereka telah
berkelebat sinar keemasan dan ujung jarum sudah
mengancam jalan darah.
“Lan moi, sudah kenyangkah kau mempermainkan tikus
tikus itu?” Thian Giok bertanya, “Perutku sudah kenyang.”
Lan Giok melirik dan ketika ia melihat kakaknya makan
minum seorang diri dengan enaknya, ia menjadi iri hati dan
timbul seleranya. Setelah menelan ludah beberapa kali, ia
berkata,
“Thian ko, mempunyai kakak seperti engkau ini tiada
gunanya. Hatimu kejam melebihi lima ekor tikus ini. Kau
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
tega makan minum sendiri sambil melihat aku bertempur?”
Sambil berkata demikian, Lan Giok menggerakkan
jarumnya dengan amat hebatnya. Sekaligus jarum ini
menyerang dan menyambar ke arah lima orang itu dengan
gerak tipu Angin Puyuh Mengacau Hutan. Karena
serangannya ini mengancam semua orang, kelima Sin beng
Ngo hiap itu tidak dapat saling membantu dan terpaksa
menjaga diri masing masing. Celakanya, seorang di antara
Lam san Siang mo, hwesio kembar yang gemuk gemuk
seperti babi dikebiri itu, kurang cepat mengelak dan karena
sudah buntu jalan, ia bahkan mengangkat kaki kanannya
menendang ke arah pergelangan tangan Lan Giok yang
memegang jarum, dengan maksud untuk membikin senjata
lawan yang lihai ini terpental. Tidak tahunya, gadis ini
memiliki kelincahan dan kegesitan kaki dan tangan yang
luar biasa. Ditendang demikian hebatnya, ia hanya
menggerakkan pergelangan tangannya dan tahu tahu jarum
itu telah menukik ke bawah dan tanpa dapat dicegah pula,
otot besar pada mata kaki hwesio gemuk itu telah tertusuk
oleh kim ciam.
Bukan main sakitnya otot besar di kaki ditusuk jarum,
apa lagi karena jarum yang runcing itu telah menembus otot
dan menyentuh tulang muda, aduh, sakitnya sampai
menembus ke ulu hati. Hwesio itu tak dapat menahan sakit
lagi sambil mengaduh aduh ia mengangkat kaki kanannya
ke belakang, dipegangi oleh kedua tangan dan berloncat
loncatan dengan tubuh berputar putar seperti seorang anak
kecil berjingkrak kegirangan dalam bermain main!
Memang lucu sekali melihat hwesio yang tubuhnya bulat
itu berloncat loncatan seperti itu dan tiba tiba terdengar
Thian Giok batuk batuk. Ketika Lan Giok mengerling, ia
melihat kakaknya itu tersedak dan terbatuk batuk karena
ketika hwesio itu berloncat loncatan, pemudi ini tengah
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
minum arak dan tertawa, sehingga tersedak ketika melihat
pemandangan yang lucu ini.
“Nah, puas kau!” Lan Giok menyoraki. “Begitulah kalau
orang mau enaknya sendiri, makan tidak menawarkan
kepada orang lain.”
Kepandaian Lan Giok sudah meningkat demikian hebat,
sehingga kalau gadis ini mau, ia dapat menewaskan lima
orang lawannya ini seorang demi seorang! Akan tetapi, ia
tidak mau melakukan pembunuhan. Gurunya, Mo bin Sin
kun, sudah tahu akan watak Lan Giok yang mudah
tersinggung, mudah marah dan mudah gembira, maka telah
memberi peringatan keras kepada Lan Giok dan gadis ini
dilarang membunuh orang kalau tidak sudah jelas bahwa
orang itu telah melakukan kejahatan kejahatan besar.
Setahu Lan Giok, Sin beng Ngo hiap tidak melakukan
kejahatan besar, yang membuat mereka layak dibunuh,
karena kesalahan mereka hanyalah mencuri harta pusaka
ayahnya Maka ia melayani mereka sambil main main dan
hanya ingin merobohkan mereka tanpa melukai berat yang
akan membahayakan jiwa mereka.
Karena sikap Lan Giok inilah, maka agak sukar pula
baginya untuk cepat cepat dapat merobohkan mereka. Lima
orang itu rata rata telah memiliki kepandaian yang tinggi
juga. Tenaga lweekang mereka sudah kuat betul dan
ginkaug mereka juga sudah tinggi. Ahli ahli silat biasa saja
mana bisa melawan seorang di antara mereka? Oleh karena
ini, maka nama Sin beng Ngo hiap amat terkenal di dunia
kang ouw. Kini menghadapi Lan Giok, mereka bertempur
mati matian, mengerahkan seluruh tenaga dan kepandaian.
Mereka telah tahu akan kelihaian gadis ini dan sama sekali
tidak berani memandang ringan kepada murid Mo bin Sin
kun, seorang di antara Lima Besar !
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
Ketika mendapat kesempatan baik, tiba tiba ujung kipas
di tangan kiri Lan Giok berhasil mengelak kepala hwesio ke
dua dari Lam Hai Siang mo, yang seperti saudara
kembarnya, juga gemuk sekali dan kepalanya gundul licin
seperti bola karet. Karena kepala ini tidak ada rambutnya
yang menjadi pelindung, ketika diketuk oleh Lan Giok,
terdengar suara seperti periuk kena pukul. “Tak!” dan tubuh
hwesio itu berputar putar seperti sebuah gasing berpusing!
Ini terjadi karena hwesio itu merasa matanya berkunang
kunang dan kepalanya berputar putar rasanya, maka ia
tidak dapat menguasai kedua kakinya lagi. Akhirnya,
setelah ia dapat melihat hwesio kakak kembarnya masih
duduk di pinggir sambil mengurut urut kakinya yang
terluka, ia lalu menubruk ke situ dan berguling di dekat
kakaknya! Kakaknya yang menyayangi adiknya ini lain
mengelus elus kepala yang telah benjol karena diketok
ujung gagang kipas tadi. Sebalik nya adik inipun lalu
mengurut kaki hwesio pertama!
“Lan Giok, aku tidak memborong habis makanan ini,
kaupun jangan memborong habis tikus tikus itu. Mari
kugantikan engkau menyapu sisa bekal masakan ini!” kata
Thian Giok yang telah mencabut senjatanya dan menyerbu.
Lan Giok yang kini merasa makin lapar setelah
pertempuran itu, tidak membantah lagi dan meninggalkan
lawan lawannya. Gadis ini lalu menggeratak ke dalam
kereta dan mengeluarkan semua bekal makanan dan
minuman. Juga ia meloloskan sarung sarung bantal yang
dipakai untuk membawa semua uang dan barang berharga
yang didapatnya di kereta itu. Kemudian ia makan dengan
tahap dan enaknya.
Sementara itu, Bouw Ek Tosu, Kui Hok dan Coa Hwa
Hwa, menjadi marah sekali melihat betapa Lam san Siang
mo telah dikalahkan. Apalagi mendengar percakapan kakak
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
beradik yang masih muda itu dan melihat betapa Lan Giok
mengambil barang barang mereka, kemarahan mereka
memuncak. Akan tetapi, kini mereka menghadapi Thian
Giok yang masih segar dan bertenaga baru dan karena
kepandaian Thian Giok setingkat dengan adiknya, maka
tentu saja tiga orang pengeroyok yang sudah mulai lelah ini
menjadi makin sibuk.
Oleh karena mereka sudah lelah, ditambah pula karena
dua orang di antara mereka telah roboh dan semangat
mereka telah berkurang, maka dalam pandangan tiga orang
ini, senjata Pek giok joan pian di tangan Thian Giok ini
malah masih lebih lihai dan berbahaya lagi daripada
sepasang senjata Gin san kim ciam dari Lan Giok!
Bouw Ek Tosu melancarkan serangan nekat.
Kebutannya digerakkan dengan cepat sekali menotok ke
arah leher Thian Giok dan tangan kirinya pun meluncur
dan menghantam lambung pemuda itu dengan tangan
dimiringkan. Pada saat itu juga, pedang Hwa Hwa Niocu
juga sudah menusuk ke arah dadanya dari sebelah kiri,
sedangkan pacul kilat di tangan Kui Hok bergerak dari
belakang untuk memenggal lehernya dengan sekali pancung
!
Menghadapi keroyokan yang nekat ini, Thian Giok
berlaku tenang, tetapi cepat sekali. Ia merendahkan diri,
sehingga sekaligus serangan kebutan ke arah leher dan
pacul kilat ke arah kepalanya itu dapat dielakkan. Pek giok
joan pian di tangannya tidak tinggal diam dan bergerak ke
depan menangkis pedang Coa Hwa Hwa, sebelah
tangannya lagi memainkan ilmu pukulan Soan hong pek lek
jiu mendorong ke arah tangan Bouw Ek Tosu yang datang
memukul!
Bukan main hebat akibatnya Soan hong pek lek jiu ini.
Kedua tangan beradu dan Bouw Ek Tosu berteriak keras.
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
Tubuhnya terlempar sampai tiga tombak lebih dan kakek ini
roboh tak sadarkan diri lagi! Biarpun Thian Giok, hanya
mempergunakan tenaga mendorong tanpa bermaksud
melukai dalam tubuh lawan, namun tenaga dorongannya
tadi demikian kuat, sehingga tenaga pukulan yang
dilancarkan oleh Bouw Ek Tosu membalik dan memukul
dirinya sendiri, oleh karena itu, tosu ini terluka di sebelah
dalam dadanya oleh tenaga pukulannya sendiri.
Hwa Hwa Niocu terkejut sekali demikian pula Kui Hok.
Suheng mereka yang paling lihai kepandaiannya telah dapat
dirobohkan maka tentu saja mereka menjadi gentar juga.
Hwa Hwa Niocu menyerang kalang kabut, tetapi ketika
Thian Giok mengerahkan tenaga dan menggerakkan joan
pian nya, terdengar suara keras dan pedang di tangan Hwa
Hwa Niocu ini patah menjadi dua. Sebelum nyonya ini
dapat melompat pergi, sebuah tendangan telah membuat ia
terlempar dan secara kebetulan sekali ia jatuh menimpa
Lam san Siang mo, dua hwesio gemuk yang terluka itu!
Ketiganya jatuh tunggang langgang dan terdengar keluhan
dua orang hwesio gemuk dan makian Hwa Hwa Niocu
yang merata malu sekali.
Kini tinggal Kui Hok seorang. Si Pacul Kilat ini lebih
cerdik daripada saudara saudaranya, maka ia lalu
melepaskan paculnya dan menjura kepada Thian Giok
“Anak muda, kau sungguh lihai, pantas menjadi murid Mo
bin Sin kun. Setelah kau dan adikmu megalahkan kami,
apakah kehendakmu?”
Pada saat itu, Lan Giok telah selesai makan dan telah
kenyang sekali. Gadis ini merasa puas bahwa kakaknya
telah dapat merobohkan dua orang lawan. Ia puas melihat
hasil pelajarannya. Kalau dulu ia menghadapi keroyokan
Sin beng Ngo hiap masih terdesak dan sibuk sekali,
sekarang ia dapat mempermainkan mereka.
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
“Engko Thian Giok, yang empat mencium tanah dengan
tubuhnya !” serunya jenaka.
Tetapi Thian Giok tentu saja tidak suka menyerang
lawan yang sudah menyerah kalah.
“Tidak, Lan moi. Kalau semua dirobohkan, siapa yang
akan merawat mereka? Biarlah yang seorang ini kita
maafkan saja agar ia dapat merawat saudara saudaranya.”
“Terlalu enak baginya!” kata Lan Giok yang segera
berkata kepada Kui Hok, “He, lekas kau beri makan empat
ekor kuda itu sampai kenyang betul, kemudian lepaskan
dari kereta!”
Merah muka Kui Hok. Inilah penghinaan besar sekali. Ia
diperlakukan orang seperti seorang tukang kuda. Padahal
biasanya Si Pacul Kilat Kui Hok di dewa dewakan orang,
dianggap sebagai seorang sakti. Tetapi apa dayanya? Kalau
ia melawan ia tentu akan roboh juga. Bukan ia takut
terluka, melainkan kalau sampai ia sendiri roboh terluka,
bagaimana mereka berlima dapat melanjutkan perjalanan
dan keluar dari hutan ini? Kusir itu telah melarikan diri
entah ke mana. Terpaksa, dengan muka sebentar pucat
sebentar merah, Kui Hok melakukan perintah Lan Giok ini.
Baiknya kusir kereta itu telah membawa bekal rumput di
belakang kereta, sehingga ia tidak usah mencari rumput
lagi. Ia memberi makan empat ekor kuda itu dan setelah
mereka kenyang lalu ia melepaskan mereka dari kereta
kemudian mengikatkan kendali kuda satu kepada yang lain
agar mereka tidak lari ke mana mana.
Sementara itu, Lan Giok dan Thian Giok telah
mengumpulkan semua barang berharga di dalam karung
bantalan kereta. Tadinya Thian Giok tidak setuju dengan
perlakuan adiknya terhadap Si Pacul Kilat, tetapi sambil
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
berbisik nona itu memberitahukan kehendaknya yang
segera disetujui oleh kakaknya.
Setelah semua beres kedua kakak beradik kembar ini lalu
memuatkan barang barang itu di atas punggung dua ekor
kuda dan mereka lalu mencemplak yang dua ekor lagi.
“Sin beng Ngo koai,” Lan Giok kembali mengejek
dengan mengganti sebutan Ngo hiap (Lima Pendekar)
menjadi Ngo koai (Lima Setan), terima kasih atas kebaikan
kalian yang telah mengembalikan barang barang yang
kalian curi dari ayah kami.” Kemudian gadis ini sambil
tertawa tawa mengajak kakaknya pergi dari situ naik kuda
sambil menuntun kuda yang memuat barang berharga itu !
Lima orang gagah itu menyumpah nyumpah. Selama
mereka hidup dan selama mereka merantau di dunia kang
ouw, baru kali inilah mereka mengalami kekalahan dan
hinaan yang luar biasa sekali. Hwa Hwa Niocu tak dapat
menahan marah dan mendongkolnya, lalu menangis terisak
isak.
“Sudahlah, sumoi, untuk apa menangis dalam keadaan
seperti ini? Lain kali masih banyak kesempatan untuk
membalas penghinaan murid murid Mo bin Sin kun ini.”
Kwi Hok menghibur.
“Akan kuhancurkan kepala mereka.” kata Hwa Hwa
Niocu dan mendengar ini, diam diam Kui Hok menghela
napas dan menyangsikan apakah kehebatan ilmu mereka
sanggup menandingi kehebatan kepandaian murid murid
Mo bin Sin kun itu.
Kemudian, karena kusir kereta sudah pergi dan kereta itu
tidak ada kudanya, lima orang Sin beng Ngo hiap ini
terpaksa lalu bersusah payah mendoroag kereta! Lumayan
juga, karena selain kereta ini mahal dan kini menjadi barang
satu satunya yang mereka miliki, juga lebih enak
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
mendorong kawan kawan yang terluka di dalam kereta itu
dari pada menggendong mereka. Demikianlah, yang terluka
parah, yakni hwesio pertama dari Lam san Siang mo dan
Bouw Ek Tosu, duduk di dalam kereta sedangkan Hwa
Hwa Niocu, Kui Hek dan hwesio ke dua mendorong kereta.
Di sepanjang jalan meraka tidak pernah mengeluarkan kata
kata, wajah mereka muram seperti mendung di langit.
Dalam keadaan lucu dan sengsara ini, mereka bertemu
dengan serombongan orang berkuda yang melarikan kuda
cepat sekali. Ternyata bahwa mereka ini adalah Bucuci dan
Koai kauw jit him, tujuh biruang kaitan aneh, tokoh tokoh
Mongol yang tinggi kepandaiannya itu!
Bouw Ek Tosu girang sekali dan berkata tanpa menanti
mereka bertanya, “Celaka ciangkun! Murid murid Mo bin
Sin kun membuat kami seperti mi. Tolonglah balaskan
penghinaan ini!”
Bucuci mendengar ini nampak girang dan bernafsu
sekali.
“Di mana mereka?”
“Belum lama ini mereka melanjutkan perjalanan
berkuda.Mereka tentu belum jauh dari sini.”
Mendengar kata kata ini, Bucuci lalu membedalkan
kudanya, sehingga tujuh orang kawannya itupun terpaksa
mengikutinya. Panglima Mongol ini tidak sabar lagi,
sehingga ia tidak bertanya lebih jauh. Padahal kalau ia
mendengar bahwa orang orang yang dikejarnya itu hanya
Thian Giok dan Lan Giok, tentu ia tidak akan tergesa gesa
seperti itu.
Panglima Bucuci setelah mendengar penuturan Liem
Swee dan Kui To bahwa kini Sian Hwa tidak menjadi
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
nikouw lagi dan bahwa gadis itu pergi bersama murid
murid Mo bin Sin kun, menjadi marah sekali.
“Tidak, kalau dia tidak menjadi nikouw, dia tidak boleh
dilepaskan begitu saja. Dia harus berada di rumahku dan
harus menurut kehendakku sebagai ayah angkatnya yang
telah memeliharanya semenjak kecil,” katanya marah.
Kemudian ia minta pertolongan Koai kauw jit him, tujuh
orang tokoh Mongol itu membantunya melakukan
pengejaran. Sebagai orang sebangsa tentu saja Koai kauw jit
him tidak keberatan, apalagi karena memang diingat,
Bucuci masih ada hubungan seperguruan dengan mereka.
Cuma saja, tingkat mereka masih lebih tinggi daripada
tingkat kepandaian Bucuci.
Lan Giok dan kakaknya menjalankan kuda mereka
dengan perlahan saja. Mereka tidak tergesa gesa dan pula
memang setelah melewati daerah pegunungan yang tandus
itu, kini memasuki daerah yang subur dan indah
pemandangannya. Di sepanjang jalan, kedua kakak beradik
kembar ini berbicara tentang pengalaman yang baru saja
mereka alami, yang membuat mereka merasa puas dan
gembira. Betapa tidak? Mereka telah dapat merampas
kembali, biarpun hanya sedikit, harta lima orang yang telah
mencuri harta pusaka ayah mereka dan lebih dari itu,
mereka mendapat kenyataan bahwa kepandaian mereka
benar benar telah mendapat kemajuan yang memuaskan
hati.
“Aku kasihan sekali melihat enci Sian Hwa,” tiba tiba
Lan Giok berkata, “aku suka kepadanya dan aku akan
setuju seribu kali kalau dia bisa menjadi so soku (kakak
iparku)!”
Merah wajah Thian Giok mendengar ini. “Lan Giok,
mulutmu terlalu jahat dan lancang! Sungguh anak
perempuan tak tahu malu !”
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
Dengan mata berseri Lan Giok menoleh kepada
kakaknya. “Siapa tak tahu malu? Aku berbicara dengan
sejujurnya, mulutku berkata cocok dengan apa yang
kupikirkan di dalam hati, tidak seperti kau mulutnya bilang
merah hatinya berkata hijau !”
“Apa maksudmu?” Thian Giok memandang marah.
“Kau berpura pura marah kujodohkan dengan enci Sian
Hwa, padahal hatimu berdebar girang. Bukankah kau yang
tidak tahu malu?”
“Anak gendeng, kujewer mulutmu sampai panjang
seperti mulut burung, kalau kau tidak mau diam !”
“Engko Thian Giok, jangan kau begitu galak nanti tak
seorangpun siocia (nona) mau menjadi isteri mu. Aku
bukan main main. Kau sendiri tahu bahwa aku…. telah
ditunangkan, maka kau sebagai kakakku, seharusnya sudah
bertunangan pula...”
Tiba tiba Thian Giok tertawa tergelak gelak sambil
menudingkan telunjuknya ke arah hidung adiknya itu. “Ha,
aku tahu!” katanya sambil menahan gelak tertawanya.
Lan Giok mengangkat kedua alis matanya. “Tahu apa?
Mengapa kau tertawa?” tanyanya cemberut.
“Aku tahu, kau takut kalau kalau aku tidak lekas
mendapat jodoh! Kalau aku belum menikah, tentu kau
tidak akan dapat menikah pula! Ha, kau sudah ingin
kawin!”
Lan Giok dengan gemas mengambil sepotong roti yang
tadi dibawa dari sisa makanan bekal dari Sin beng Ngo hiap
tadi lalu menyambit kakaknya dengan roti itu. Karena
berada di punggung kuda dan sedang memegangi kendali
kuda yang berjalan di belakang pula, Thian Giok tak dapat
mengelak dan potongan roti itu mengenai pundaknya,
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
“Cih, tak tahu malu. Siapa yang ingin kawin?” bentak Lan
Giok dengan muka merah. “Aku sebagai adikmu hendak
mencarikan jodoh yang baik untukmu, ini adalah tanda
sayang dariku kepadamu. Tidak tahunya kau bahkan
menggodaku sesuka hatimu. Memang sejak kecil kau
berperangai jahat.”
Melihat aikap Lan Giok yang tadinya jengah dan malu
kini menjadi bersungguh sungguh dan marah, Thian Giok
berkata, “Eh, Lan moi aku hanya bergurau, apakah kau
marah benar benar?”
Ditanya begini, lunturlah kemarakan Lan Giok.
Memang gadis ini sifatnya seperti angin di gurun pasir,
sebentar marah, sebentar gembira, sebentar dapat menangis
dan sebentar tertawa.
“Bergurau boleh, tetapi jangan kau membikin panas
hatiku, Enci Sian Hwa orangnya benar benar baik, tidak
saja ia cantik jelita, tetapi juga....”
“Sudahlah, Lan moi. Aku tidak mau membicarakan
dia.”
“Akan tetapi aku mau membicarakan dia.” dengan
bandel Lan Giok berteras kepala. Terpaksa Thian Giok
diam saja dan hanya mendengarkan. “Sayang sekali enci
Sian Hwa agaknya jatuh hati kepada seseorang dan
agaknya tidak dibalas, buktinya dia patah hati dan putus
asa, sehingga ia kini menjadi seorang nikouw. Sayang,
sayang, aku benar benar akan suka sekali kalau dia menjadi
so soku.”
“Jangan ulangi lagi! Siapa sudi menikah dengan dia? Dia
puteri Bucuci, putriMongol !”
“Bohong! Dia seorang Han tulen yang semenjak kecilnya
dipungut oleh Bucuci.”
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
“Akan tetapi dia sebagai seorang gadis telah jatuh hati
kepada seorang pemuda, apakah itu namanya sopan? Siapa
sudi menikah dengan dia?” kata Thian Giok marah marah.
Lan Giok tiba tiba menarik napas panjang dan berkata
dengan suara lemah lembut, “Engko Thian Giok, kuminta
kau jangan bicara seperti itu. Apakah salahnya mencinta
seseorang? Apakah seorang gadis tak berhak mencintai
seorang pemuda yang baik dan yang menjadi pilihan
hatinya?Mengapa kau begitu kejam?”
Mendengar suara Lan Giok yang tidak seperti biaranya
ini, Thian Giok memandang dan ia dapat menduga isi hati
adiknya itu.
“Hm, ya sudahlah. Memang kau juga jatuh hati kepada
Bun Sam, itu aku tahu dan tidak menyalahkan kau. Tetapi,
kau sudah bertunangan padanya, sedangkan nona itu….
bukankah ia sudah ditunangkan dengan putera Pat jiu Giam
ong?”
“Itulah soalnya. Ia tidak suka kepada bekas suhengnya
itu dan tidak sudi dipaksa menikah dengan dia.”
Baru sampai di sini percakapan itu, tiba tiba mereka
mendengar suara derap kaki kuda dari belakang. Ketika
keduanya menoleh, mereka melihat dari jauh Bucuci
bersama Koai kauw jit him mendatangi, Lan Giok belum
kenal siapa adanya tujuh orang Mongol yang datang
bersama Bucuci, tetapi Thian Giok terkejut sekali. Ia tahu
betul betapa lihainya tujuh orang Mongol itu, maka ia lalu
berkata, “Cepat, Lan moi. Mari kita lari. Bucuci datang
bersama Koai kauw jit him.Mereka terlalu kuat bagi kita !”
Lan Giok sudah mendengar cerita Thian Giok tentang
kehebatan kepandaian tujuh biruang Mongol ini, maka
tanpa banyak cakap lagi iapun lalu membedal kudanya.
Empat ekor kuda yang di bawa oleh Lan Giok dan Thian
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
Giok itu adalah kuda kuda pilihan yang berharga mahal.
Sin beng Ngo hiap tidak kepalang mendapatkan harta karun
maka mereka pun berlaku royal sekali. Kuda untuk menarik
kereta mewah itu sengaja mereka beli yang paling tinggi
harganya. Oleh karena itu, ketika Lan Giok dan Thian
Giok membalapkan empat ekor kuda itu mereka melompat
cepat sekali dan sebentar saja para pengejar itu dapat
ditinggalkan jauh. Bucuci sudah berteriak teriak, tetapi
teriakannya makin lama makin menjauh. Kuda orang orang
Mongol inipun bukan kuda murah dan buruk namun tetap
saja tak dapat melebihi kuda kuda yang dibawa oleh kedua
orang muda itu. Apalagi, Bucuci dan kawan kawannya
telah melakukan perjalanan demikian jauh sehingga
binatang binatang tunggangan mereka sudah lelah. Berbeda
dengan Lan Giok dan Thian Giok yang menjalankan kuda
lambat lambat dan seenaknya saja.
Ketika Lan Giok dan Thian Giok sudah melarikan kuda
sampai belasan li jauhnya di depan terlihat sebuah dusun
yang cukup ramai. Tiba tiba dari sebelah kiri pada jalan
bersimpang tiga, datang tiga orang menggiring belasan ekor
kuda. Mudah diduga bahwa mereka itu tentulah saudagar
saudagar kuda yang hendak menjual kuda ke kota besar.
“Thian ko, aku ada pikiran baik,” kata Lan Giok.
Thian Giok hendak bertanya, tetapi mereka telah berada
dekat dengan saudagar saudagar kuda itu. Empat ekor kuda
yang dibawa olah muda mudi kembar ini jauh lebih besar
dan bagus dan ketika melihat sekian banyaknya kuda,
empat ekor kuda besar ini meringkik ringkik dan
mengangkat kedua kaki depan mereka.
“Kuda baik!” Ketiga orang pedagang kuda itu memuji.
Sebagai pedagang pedagang kuda yang berpengalaman,
tentu saja mata mereka dapat mengenal kuda yang baik
dengan mudah.
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
“Sahabat sahabat, kalau kuda kuda ini baik, berapakah
kalian mau membelinya?”
Mendengar orang mau menjual kuda kuda baik itu,
saudagar saudagar kuda ini berlaku cerdik. Seorang di
antara mereka yang agaknya menjadi kepala, dengan
matanya yang sipit lalu mendekati Lan Giok dan Thian
Giok.
“Ji wi (tuan berdua) hendak menjual kuda kuda itu?”
Matanya makin sipit menyandang ke arah kuda. “Ah,
sungguhpun kuda kuda ini baik sekali, tetapi jarang ada
orang yang mau membelinya.”
“Mengapa?” tanya Thian Giok penasaran dan diam
diam iapun heran mengapa adiknya hendak menjual kuda
yang dapat dipergunakan untuk melarikan diri dari para
pengejarnya.
“Kuda kuda besar dan liar semacam ini sukar sekali
ditunggangi orang.”
Lan Giok tertawa. “Pintar betul kau membohong,
sahabat. Kau lihat sendiri, kami berdua dapat
menungganginya.”
“Karena ji wi memang pandai berkuda. Orang biasa saja
tentu akan terlempar jatuh kalau kuda itu mengangkat
kedua kaki depannya. Akan tetapi, kami mau membelinya
juga untuk dipergunakan menarik kereta. Bagaimana kalau
seratus tahil untuk empat ekor kuda itu?”
“Seratus tahil?” Thian Giok berseru marah. “Untuk
seekor saja orang lain berani membeli seratus tahil !”
Pedagang itu mengangkat pundak “Sudahlah duaratus
tahil kubayar. Aku tidak berani melebihi satu chi pun juga.”
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
Lan Giok memberi isyarat dengan matanya kepada
kakaknya, lalu dengan tertawa ia berkata “Sahabat, kau
bayar sajalah!”
Bukan main girangnya hati pedagang pedagang itu.
Mereka menganggap bahwa kali ini mereka akan mendapat
keuntungan yang bagus sekali. Segera mereka membayar
dan barang barang yang dimuat di atas kuda itu lalu
diturunkan.
Setelah menerima uang itu, Lan Giok berkata, “Sekarang
aku hendak memberi nasihat kepada kalian, sebaiknya
kalian melanjutkan perjalanan secepatnya dan jangan
bermalam di dusun depan itu.”
“Kenapakah?” saudagar saudagar itu terkejut.
“Karena di belakang tadi ada segerombolan orang jahat
yang mengejar kami, hendak merampas kuda kuda ini!”
Pedagang pedagang itu seketika menjadi pucat. “Jual beli
ini tidak jadi saja!” kata mereka.
“Apa? Tidak bisa, uang sudah kami terima dan kuda
sudah kalian terima pula,” jawab Lan Giok.
“Tuan, betul betulkah ada pencuri pencuri kuda
mengejar?” si mata sipit bertanya sambil memandang
kepada Lan Giok.
“Siapa membohong? Kalau kalian tidak percaya, tunggu
saja sebentar lagi mereka tentu akan menyusul ke sini!”
“Tuan, benar benarkah kuda kuda ini kalian dapatkan
dengan jalan halal?”
Lan Giok melangkah maju dan sekali ayun tangannya,
terdengar suara nyaring dan dua buah gigi orang itu
melompat keluar dan mulutnya berdarah.
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
“Kalian menyangka kami pencuri kuda? Ha, goblok.
Kalau kami pencuri kuda, apakah sukarnya bagi kami
untuk merampas kuda kalian yang demikian banyaknya?
Sudahlah, kalau kau percaya, lekas kaburkan kuda kudamu
itu pergi dari sini, kalau tidak percaya, jangan menyesal
kalau nanti kuda kudamu dirampas oleh mereka !”
Pedagang pedagang kuda itu terkejut sekali melihat
kerasnya tangan “pemuda” ini. Mereka anggap omongan
itu betul juga dan sambil mengeluarkan suara bentakan
bentakan nyaring, mereka lalu melarikan dan menggiring
semua kuda itu dengan cepat sekali, membelok ke kiri dan
pergi dari situ, meninggalkan debu mengebul ke atas.
Lan Giok saling pandang sambil tertawa geli. Thian
Giok memuji kecerdikan adiknya, karena sekarang ia tahu
bahwa para pengejar itu tentu saja akan mengikuti jejak
kaki kuda dan dengan melanjutkan perjalanan dengan
berjalan kaki akan lebih aman.
Memang tepat dan cerdik sekali siasat yang dilakukan
oleh Lan Giok. Ketika rombongan Bucuci tiba di jalan
bersimpang tiga, mereka melihat jejak jejak kaki kuda yang
mereka kejar itu tiba tiba menjadi banyak sekali dan jejak
jejak ini menuju ke kiri, mengejar tiga orang pedagang kuda
itu !
Sementara itu, Lan Giok dan Thian Giok memasuki
dusun di depan tadi. Mereka melihat sebuah kuil di pinggir
dusun. Menurut usul Lan Giok yang cerdik, mereka tidak
bermalam di rumah penginapan, melainkan mohon tempat
berteduh pada ketua kuil, seorang hwesio yang kurus
kering, tetapi peramah sekali.
“Losuhu, kami adalah orang orang perantauan yang
telah kelelahan. Karena barang barang kami berat dan
banyak, kami mohon losuhu sudi menerima barang barang
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
ini sebagai titipan. Harap losuhu simpan baik baik dan
kelak kami akan datang mengambilnya,” kata Lan Giok.
Kakaknya menyetujui tindakan ini, karena melarikan diri
dengan dikejar kejar oleh sekian banyak orang lihai, amat
tidak laluasa kalau harus membawa uang dan barang
seberat itu. Lagi pula, hwesio tua itu sudah terang sekali
seorang suci yang tentu akan menjaga barang titipan itu
baik baik.
Pada keesokan harinya, pagi pagi benar kedua orang
muda ini melanjutkan perjalanannya menuju ke Sian hwa
san. Hati mereka telah lega dan dapat bersenda gurau lagi.
Pada tengah hari, mereka tiba di kota Ciang keng yang
ramai. Dengan hati senang mereka masuk ke dalam
restoran yang besar dan memesan makanan. Ketika hendak
pergi, Lan Giok telah mengambil uang penjualan kuda itu
untuk bekal di jalan, maka kini ia memesan masakan secara
royal sekali. Thian Giok hanya tersenyum saja melihat
tingkah adiknya, karena ia memang maklum bahwa Lan
Giok adalah seorang nona yang paling doyan makanan
enak.
Setelah makan kenyang dan membayar harga makanan,
mereka berdiri dan hendak keluar dari restoran ini untuk
melanjutkan perjalanan. Akan tetapi, alangkah kaget
mereka ketika tiba tiba terdengar langkah kaki orang yang
ramai sekali dan tahu tahu Bucuci bersama tujuh orang
Mongol yang lihai itu telah berdiri di ambang pintu !
Thian Giok hendak berlaku nekat dan ia telah meraba
senjatanya, akan tetapi Lan Giok bersikap tenang, bahkan
gadis ini berkata keras, “Baiknya aku sudah makan
kenyang!” Diam diam Thian Giok mendongkol dan
mengomeli adiknya ini. Bagaimana dalam keadaan
terancam bahaya seperti ini adiknya itu masih sempat
berbicara tentang makan kenyang?
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
Pada saat itu, restoran itu sedang sepi tidak ada tamu
lain yang makan disitu. Bucuci lalu menarik meja yang
ditaruhnya dengan sengaja di tengah pintu jalan masuk,
kemudian ia dan tujuh orang kawannya lalu duduk
mengelilingi meja itu. Terang sekali bahwa Bucuci hendak
menghalangi jalan keluar. Kemudian dengan suara keras ia
memerintah pelayan untuk menyediakan masakan dan arak
yang baik. Mereka berlaku seakan akan di situ tidak ada
Lan Giok dan Thian Giok dan mereka berbicara dalam
BahasaMongol.
Thian Giok menjadi amat mendongkol. Ia tahu bahwa
panglima Mongol itu sengaja berlaku demikian untuk
menyiksa perasaan dia dan adiknya. Untuk menakut nakuti
mereka. Oleh karena tak dapat menahan digoda seperti itu,
Thian Giok sudah menarik senjatanya, tetapi Lan Giok
mencegahnya dengan sentuhan jari tangannya. Gadis ini
memutar otaknya dan dalam menghadapi bahaya seperti
ini, tidak baik berlaku tergesa gesa dan sembrono. Paling
baik menanti dengan sabar sampai fihak lawan bergerak,
baru menggunakan siasat mencari kemenangan. Oleh
karena itu, iapun lalu memesan lagi minuman dan kue kue
kepada pelayan. Menghadapi kue dan arak, lebih enak
sambil menantikan dari pada harus duduk diam saja.
Para pelayan juga melihat cara rombongan delapan
orang itu menempatkan meja, tetapi mereka tidak berani
menegur karena melihat pakaian perang Bucuci yang
menunjukkan bahwa orang Mongol pendek ini adalah
searang perwira Mongol yang berpangkat tinggi.
Bucuci dan kawan kawannya mulai makan minum
sampai kenyang. Setelah selesai makan, Bucuci merasa
heran juga melihat sikap kedua orang muda itu. Ia tadinya
menanti sampai dua orang itu bergerak, menyerang atau
minta ampun. Tetapi melihat betapa kedua orang muda itu
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
bahkan makan minumdengan enaknya dan mendengar Lan
Giok mendongeng ke barat ke timur sambil tertawa tawa,
hatinya menjadi gemas sekali.
Tiba tiba ia menggebrak meja dan cawan arak di
depannya dengan aneh sekali melayang ke arah Lan Giok.
Gadis ini seperti tidak melihat datangnya cawan kosong
yang melayang dari kanannya, tetapi sekali ia
menggerakkan tangan, sepotong kue kering melayang
memapaki cawan itu, masuk ke dalam cawan dan cawan itu
runtuh ke atas lantai dengan kue kering di dalamnya.
Bucuci diam diam terkejut juga melihat kelihaian Lan Giok.
Sepotong kue kering yang dilontarkan dapat menahan
luncuran cawan yang jauh lebih berat, sungguh
membutuhkan lweekang yang melebihi tenaganya sendiri.
Kembali Bucuci menggabrak meja dan kali ini ia
membentak, “Cacing cacing busuk, kalian pembunuh
pembunuh keji, tidak lekas menyerah untuk diikat
tanganmu mau tunggu kami turun tangan ?”
Thian Giok sudah merah mukanya, tetapi ia didahului
oleh Lan Giok yang berkata kepadanya, “Thian ko,
restoran ini sungguh aneh. Dikunjungi oleh dua ekor cacing
saja masih baik, tetapi ada belatung kotoran yang dapat
merayap masuk sungguh mengherankan.”
Bucuci bangkit berdiri dengan marahnya. Ia memaki
cacing, tetapi dengan jitu sekali Lan Giok memakinya
sebagai belatung kotoran yang jauh lebih menjijikkan dan
kotor lagi.
“Murid murid Mo bin Sin kun kau berani bermain gila di
depanku?”
Baru Lan Giok menengok dan memandang kepada
Bucuci. “Kau bicara dengan siapakah?”
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
“Dengan kau, setan perempuan dan kakakmu itu!”
“Bukankah kau ini Panglima Bucuci dari kota raja? Ah,
hampir aku lupa dan pangling.” kata gadis itu sambil
tersenyum manis, sehingga dalam pakaian laki laki, ia benar
benar nampak sebagai seorang pemuda yang amat tampan.
“Kau sudah tua dan pakaianmu terlalu berat, tidak baik
marah marah, buruk sekali untuk kesehatanmu. Kau datang
dan marah marah mau apakah?”
“Aku datang hendak menangkap kalian ! Ayoh lekas
bilang di mana Sian Hwa!”
“Sian Hwa? Siapakah dia?” tanya Lan Giok
mempermainkannya.
“Kurang ajar! Berpura pura tidak tahu lagi. Sian Hwa
puteriku, siapa lagi?” bentak Bucuci ambil mengertakkan
gigi.
“Anakmu? Ah, jadi Panglima Bucuci yang ternama itu
sudah punya anak? Sejak kapankah? Aku memang
mengenal enci Sian Hwa yang telah menjadi nikouw karena
ia dipaksa menikah oleh ayah angkatnya yang kejam, untuk
dijodohkan dengan seorang kaya raya. Ya, ya, sungguh
kasihan sekali enci Sian Hwa. Ayah angkatnya itu benar
benar mata duitan.”
“Keparat ! Jangan kau bermain gila, Sian Hwa tidak
menjadi nikouw dan dia ikut lari bersamamu kaukira aku
tidak tahu? Ayoh katakan di mana dia, jangan membikin
aku hilang sabar.”
“Kalau kau hilang sabar mau apakah?” Lan Giok masih
tersenyum manis dan sikapnya tetap tenang.
Bucuci melemparkan bangkunya ke belakang dengan
sekali sepak. “Akan kuhancurkan kepalamu !”
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
Mendengar ini, Lan Giok lalu bangkit berdiri. Sikapnya
masih tenang, bibirnya yang manis masih tersenyum,
sehingga sepasang lesung pipit menghias di kedua pipinya.
Akan tetapi sepasang mata yang bening itu bersinar sinar
menantang.
“Kau hendak menghancurkan kepalaku ? Alangkah
gagahnya. Hebat sekali kau. Cobalah !”
Ditantang seperti itu, Bucuci tertegun. Memang bukan
maksudnya untuk menghadapi gadis ini seorang diri saja.
Kalau memang ia tidak merasa jerih, untuk apa ia
membawa Koai kau w jit him bersama dia? Ia tahu bahwa
kepandaian murid Mo bin Sin kun ini lihai sekali. Untuk
beberapa lama ia tidak dapat menjawab tantangan itu.
“Ayoh, kau menunggu apalagi? Apakah hendak berdoa
dulu?” Lan Giok mengejek.
“Benar benarkah kau mencari mampus ? Katakan saja di
mana adanya Sian Hwa dan kami hanya akan
membawamu ke kota raja dengan baik baik. Kalau kau
membandel, jangan menyesal kalau kami benar benar akan
menewaskan kalian berdua di tempat ini dan hanya akan
membawa kepala kepalamu ke kota raja!” bentaknya lagi.
“Aha, jadi Panglima Bucuci yang maha mulia dan gagah
perkasa ini demikian gagah berani, sehingga untuk
menghancurkan kepala seorang gadis muda saja
mengandalkan bantuan tujuh orang kawannya?” Kemudian
gadis itu dengan berani sekali menghampiri tujuh orang
Mongol yang mendengarkan percekcokan itu dengan
tertarik dan kagum menyaksikan gadis yang lincah dan
berani serta pandai bicara ini.
Lan Giok menjura kepada mereka dan kemudian
berkata, “Ah, kalau tidak ialah pandangan mataku,
bukankah aku gadis muda yang bodoh ini berhadapan
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
dengan ketujuh Koai kauw jit him locianpwe?” Ia sengaja
menyebut locianpwe untuk menjunjung tinggi nama mereka
itu, adapun nama mereka ia ketahui berkat hasil
penyelidikan Thian Giok di kota raja. “Sudah lama sekali
aku yang muda mendengar nama besar dari jit wi locianpwe
(tujuh orang tua gagah perkasa) yang namanya terkenal
sampai ke ujung langit. Guruku Mo bin Sin kun pernah
menyatakan bahwa Koai kauw jit him adalah tokoh tokoh
dari utara yang gagah perkasa dan berbudi, yang
menjunjung tinggi peraturan kang ouw, oleh karena itu
sekarang dengan tak tersangka sangka aku berhadapan
dengan jit wi, bukankah ini merupakan keuntungan besar
sekali?”
Tujuh orang Mongol itu tentu saja enak sekali hati
mereka dan agaknya perasaan mereka pada saat itu sama
dengan tujuh ekor kucing malas yang dielus elus kepalanya,
sehingga mereka menjadi merem melek keenakan. Di dunia
ini, siapakah orangnya yang tidak suka dipuji? Apalagi
kalau yang memujinya seorang gadis yang demikian
manisnya. Koai kauw jit him kini tahu bahwa Lan Giok
adalah seorang gadis manis yang menyamar laki laki,
karena tadi Bucuci telah memakinya setan perempuan.
Orang tertua dari ketujuh biruang ini, yang disebut
Biruang Besar, segera berdiri, diikuti oleh enam orang adik
seperguruannya untuk membalas penghormatan Lan Giok.
Mereka telah mendengar nama besar dari Mo bin Sin kun,
maka biarpun nona ini asih muda namun sebagai murid Mo
bin Sin kun, sudah patut mendapat balasan penghormatan
mereka.
“Nona yang muda dan gagah, kami juga sudah
mendengar nama gurumu yang perkasa. Sayang sekali
orang seperti nona ini sampai bentrok dengan Panglima
Bucuci. Oleh karena itu, kami bertujuh akan merasa lega
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
dan senang sekali kalau kau suka turut saja ke kota raja
tanpa perlawanan, karena sesungguhnya, kami tidak suka
sekali kalau harus mempergunakan kekerasan terhadap
orang gagah segolongan sendiri.”
Thian Giok diam diam menjadi girang melihat siasat
yang dimainkan oleh Lan Giok, baru sekarang ia tahu
apakah maksud adiknya ini. Lan Giok sudah mengerti
bahwa fihak lawan jauh lebih kuat, maka ia sengaja
bersikap manis dan memuji untuk membikin Tujuh Biruang
Mongol itu menjadi malu hati untuk melakukan
pengeroyokan! Kalau menghadapi mereka seorang lawan
seorang biarpun belum tentu menang namun tidak seberat
kalau dikeroyok tujuh!
Bucuci yang melihat sikap manis dari Koai kauw jit him,
merasa tidak enak hati, maka ia lalu berkata kepada Lan
Giok, “Nah, kaulihat. Ketujuh orang sahabatku ini masih
menaruh hati kasihan kepadamu. Sekarang lekas kau
mengaku saja di mana adanya Sian Hwa dan selain itu,
kalian berdua harus ikut dengan kami ke kota raja.”
“Kalau aku tidak mau turut?”
“Hal pergi ke kota raja adalah soal ke dua. Yang pertama
lekaslah kau mengaku di mana adanya SianHwa?”
“Siapa tahu? Kalau enci Sian Hwa yang kau tanyakan,
tentu saja ia berada di kuil Sun pok thian, di mana lagi?”
“Bohong! Sudah terang dia ikut pergi dengan kau !”
“Lihat saja sendiri, apakah dia berada di sini bersamaku?
Ataukah kau hendak menggeledah? Percayalah, enci Sian
Hwa tidak berada di kantung bajuku!” Lagi lagi Lan Giok
melucu sambil tersenyum senyum, membuat hati Bucuci
menjadi makin mendongkol.
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
“Hm, kau berkepala batu. Hendak kulihat apakah di kota
raja kelak kau dapat merahasiakan di mana adanya puteriku
itu! Sekarang hal yang ke dua, apakah kau juga hendak
berkepala batu dan tidak mau ikut dengan kami?”
Lan Giok menggeleng kapala. “Aku dan kakakku adalah
orang orang bebas, bahkan dahulu Pat jiu Giam ong sendiri
membebaskan kami hendak pergi ke mana kami sukai,
mengapa kau menghalangi? Kami tidak akan ikut
denganmu ke kota raja.”
“Bagus, kalau begitu terpaksa kami akan turun tangan!”
Bucuci lalu menghadapi Koai kauw jit him dan bicara
dalam Bahasa Mongol.
Atas permintaan ini, Biauw Ta dan Biauw Lun, orang
pertama dan ke dua dari Koai kauw jit him, melangkah
maju menghadapi Lan Giok yang sudah didampingi oleh
Thian Giok pula. Seperti juga tadi, Biauw Ta yang
mewakili adik adiknya bicara.
“Sungguh menyesal sekali bahwa kalian ini orang orang
muda amat keras hati. Apakah halangannya menurut saja
atas kehendak Panglima Bucuci dan ikut ke kota raja?”
Lan Giok tersenyum mengejek, “Apakah jit wi yang
ternama hendak mengeroyok kami dua orang muda?”
Biauw Ta menggelengkan kepala. “Kami sudah
menyaksikan kepandaian pemuda ini.” Ia menuding ke
arah Thian Giok. “Dan oleh karenanya, aku dan adikku
Biauw Lun sendiri hendak turun tangan.Menghadapi orang
orang muda, perlu apa main keroyokan?”
Setidak tidaknya Thian Giok dan Lan Giok menjadi lega
juga karena dengan satu lawan satu, biarpun fihak lawan
amat berat namun mereka masih ada harapan untuk
menang!
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
“Locianpwe,” kata Lan Giok, “kalau kami kalah,
sudahlah jangan dibicarakan lagi. Akan tetapi bagaimana
kalau dalam pertandingan jujur satu lawan satu ini kami
yang menang ?”
“Kalau kalian yang menang,” kata Biauw Ta tersenyum,
“kalian bebas dan aku akan belajar sepuluh tahun lagi
sebelum mencari kau dan gurumu.”
Bucuci tidak puas mendengar pertaruhan ini, karena ia
sudah tahu bahwa murid murid Mo bin Sin kun ini lihai
sekali, bagaimanakah Biauw Ta demikian gegabah untuk
mengajak bertaruh? Akan tetapi, biarpun ia mempunyai
kekuasaan pengaruh yang besar, menghadapi Koai kauw jit
him yang tingkat kepandaiannya jauh lebih tinggi
daripadanya, ia tidak berani banyak bicara dan hanya
memandang dari pinggiran dengan penuh perhatian.
Sementara itu, Lan Giok memberi tanda kepada
kakaknya dan kedua orang muda ini segera meloloskan,
senjata. Sebaliknya Biauw Ta dan Biauw Lun sudah
mempergunakan kaki mereka untuk menyepak ke sana sini,
sehingga meja kursi di dalam ruang restoran itu beterbangan
keluar, merobah ruang makan itu menjadi ruang silat yang
cukup luas!
“Nah, orang orang muda yang gagah, silahkan!” Biauw
Ta berkata dan kedua orang Mongol ini sekarang telah
memegang senjata mereka yang membuat nama mereka
terkenal, yakni sepasang senjata kaitan. Tongkat kaitan di
tangan Biauw Ta mempunyai tiga mata kaitan, semacam
jangkar kapal, terbuat daripada logam hijau dan panjangnya
seperti pedang. Adapun tongkat kaitan di tangan Biauw
Lun adalah sepasang kaitan yang hitam, mata kaitannya
hanya satu, tetapi ukuran sepasang kaitan ini tidak sama.
Yang kiri pendek hanya satu setengah kaki, tetapi yang
kanan ada empat kaki panjangnya!
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
“Lan Giok, biarkan aku yang menghadapi locianpwe
ini!” kata Thian Giok. Ia hendak menghadapi Biauw Ta,
karena tentu ketua Koai kauw jit him ini yang terlihai.
Akan tetapi mana Lan Giok mau mengalah? Ia memandang
kakaknya sambil tersenyum, kemudian sambil
menggerakkan jarum emasnya, ia menyerang Biauw Ta
sambil berkata,
“Awaslah, locianpwe, aku mulai menyerang!” Biauw Ta
cepat menyambut serangan ini, dengan secara cepat
mengelak dan menanti serangan lebih jauh. Orang tua ini
suka kepada Lan Giok yang lincah, maka ia hendak
memberi kesempatan kepada Lan Giok untuk menyerang
terus sampai sepuluh jurus, barulah ia akan turun tangan
menangkapnya.
Adapun Thian Giok yang didahului oleh adiknya,
terpaksa lalu maju menyerang Biauw Lun. Berbeda dengan
Biauw Ta, orang ke dua dari Kosi kauw jit him ini segera
mengangkat kaitannya menangkis joan pian dari Thian
Giok. Terdengar suara keras dan bunga api berpijar
menyilaukan. Thian Giok terkejut sekali karena merasa
telapak tangannya panas dan sakit. Diam diam ia
mengeluh. Ternyata kepandaian Biauw Lun ini masih jauh
lebih hebat dari pada kepandaian Biauw Kai, orang ke tujuh
dan Koai kauw jit him Tetapi pemuda ini tidak menjadi
jerih dan ia lalu mendesak maju dan memainkan Pek giok
joan pian di tangannya dengan pengerahan seluruh
kepandaiannya. Biauw Lun kagum sekail melihat betapa
joan pian dari rangkaian batu putih mengkilat itu
dimainkan secara indah dan cepat, sehingga berobah
menjadi segulungan sinar putih yang mendatangkan angin
dingin. Ia merasa gembira harus melayani pemuda yang
gagah ini, maka iapun berseru keras dan memainkan
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
sepasang kaitannya yang mempunyai gerakan aneh seperti
gerakan kaitan Biauw Ta.
Tujuh orang Mongol yang lihai ini disebut tujuh biruang
karena memang mereka ini mempunyai ilmu silat yang
gerakannya seperti gerakan biruang. Kaitan kaitan di kedua
tangan diumpamakan sebagai cakar cakar biruang yang
selain mempunyai gerakan cepat, juga mengandung tenaga
luar biasa besarnya. Guru mereka, seorang Mongol tua
yang mangasingkan diri, adalah seorang penangkap dan
penakluk biruang di dekat kutub utara. Guru mereka ini
dengan tangan kosong dan seorang diri saja dapat
menangkap hidup hidup seekor biruang yang besarnya dua
kali lebih besar dari pada tubuhnya sendiri. Dalam
prakteknya yang berpuluh tahun lamanya ini, akhirnya
orang gagah ini berhasil menciptakan ilmu silat biruang
yang kemudian diturunkannya kepada Koai kauw jit him !
Tingkat kepandaian Biauw Lun kalau dibandingkan
dengan kepandaian Biauw Kai orang yang termuda dari
Koai kauw jit him, masih menang setingkat. Sedangkan
ketika Biauw Kai bertempur dengan Thian Giok di hadapan
Pat jiu Giam ong pemuda ini sudah harus mengakui
kelihaian Biauw Kai dan ia hanya dapat mengimbanginya
saja tanpa ada harapan untuk dapat mengalahkannya.
Maka sudah tentu sekarang ia dan adiknya mendapatkan
lawan yang lebih tinggi tingkatnya dan berat sekali.
Betapapun juga, Lan Giok dan Thian Giok melawan
dengan sekuat tenaga dan sama sekali tidak mau menyerah
mentah mentah. Terutama sekali Lan Giok. Gadis ini
memiliki kelincahan dan keringanan tubuh yang lebih tinggi
daripada kakaknya dan kini mengandalkan ginkangnya, ia
dapat melakukan perlawanan dengan baik sekali sehingga
biarpun boleh dikata setelah lewat tigapuluh jurus ia
menjadi fihak yang terserang dan terdesak, namun ia masih
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
dapat bertahan. Sepasang kaitan dari Biauw Ta benar benar
hebat. Setelah dipergunakan, baru Lan Giok tahu bahwa
senjata ini lebih berbahaya daripada pedang. Senjata pedang
hanya dapat dipergunakan dalam, serangan dengan gerakan
menusuk atau membacok. Akan tetapi kaitan ini dapat
dipakai untuk menusuk atau mendorong, memukul dan
juga mengait ! Baiknya tenaga sampokan dari kipasnya
amat kuat, sehingga beberapa kali selalu kaitan di tangan
Biauw Ta tidak mendapat hasil baik. Diam diam orang
pertama dari Koai kauw jit him ini terkejut juga. Baru
muridnya saja demikian lihai, apalagi gurunya! Oleh karena
itu, la lalu mendesak lebih hebat lagi, sehingga Lan Giok
makin sibuk mempertahankan diri.
Sementara itu, Bucuci yang melihat jalannya
pertandingan, menjadi tidak sabar lagi. Kalau saja Biauw
Ta tidak mempertahankan sikap jumawa dan bersahabat,
tentu dengan keroyokan kedua orang muda itu akan dapat
dirobohkan dengan mudah saja. Karena ia merasa khawatir
kalau kalau guru kedua orang muda itu berada di dekat
tempat iiu seperti juga dahulu ketika dua orang muda itu
telah ditawan oleh Pat jiu Giam ong dan kemudian ditolong
secara tiba tiba oleh Mo bin Sin kun, maka ia lalu
meloloskan sepuluh butir besi kelencingan kecil dari baju
perangnya.
Lan Giok dan Thian Giok sedang terdesak hebat dan
hanya semangat mereka yang bernyala nyala saja yang
membuat mereka masih dapat bertahan. Tiba tiba lima sinar
menyambar ke arah Lan Giok dan Thian Giok. Kedua
orang muda ini terkejut sekali. Mereka cepat mengelak,
akan tetapi sebutir senjata rahasia tetap saja mengenai
pundak Thian Giok dan sebutir pula mengenai lengan
kanan Lan Giok. Kedua orang muda itu mengeluarkan
seruan kaget dan kesakitan, senjata mereka terlepas dan
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
pada saat itu, Bucuci telah melemparkan sehelai tali sutera
yang mengikat kedua kaki mereka dan sekali tarik saja
robohlah Lan Giok dan Thian Giok !
Terdengar suara ketawa Bucuci, disusul oleh makian Lan
Giok, “Bucuci manusia busuk! Kau berlaku curang.”
Akan tetapi dia dan kakaknya tidak berdaya, karena
Bucuci sudah cepat menggerakkan tali sutera itu dan
sebentar saja keduanya telah terikat erat erat.
Biauw Ta dan Biauw Lun dengan muka merah
memandang kepada Bucuci, “Ciangkun, mengapa kau
melakukan hal itu? Sebenarnya tidak perlu, apakah kau
mengira kami tak dapat merobohkan mereka tanpa
bantuanmu?”
“Ji wi tak parlu berlaku sungkan sungkan terhadap dua
orang pembunuh ini,” jawab Bucuci, “mereka ini jahat dan
kalau sampai Mo bin Sin kun keburu datang menolong,
sukarlah untuk menangkap mereka!”
Mendengar ini, ketujuh orang Mongol itu terkejut juga.
Mereka memang merasa jerih terhadap Mo bin Sin kun
yang terkenal ganas dan melihat tingkat kepandaian dua
orang muda ini dapat mereka bayangkan betapa lihainya
Mo bin Sin kun.
Orang orang yang tadinya menonton dari jauh di luar
restoran ketika melihat dua orang muda itu dinaikkan di
atas kuda kemudian delapan orang itu membalapkan kuda
pergi dari situ, tiada hentinya membicarakan peristiwa ini.
Mereka menaruh simpati kepada dua orang muda itu tetapi
siapakah yang berani turun tangan menghalangi mereka?
Tadinya Bucuci dan rombongannya memang telah kena
ditipu oleh Lan Giok dan mereka mengejar rombongan
pedagang kuda, tetapi setelah rombongan itu tersusul,
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
Bucuci mengancam dan mendapat keterangan dari
pedagang kuda tentang dua orang muda yang menjual
empat ekor kuda itu. Maka tanpa membuang waktu lagi,
Bucuci dan kawan kawannya lalu kembali dan mengejar
terus, sehingga akhirnya mereka dapat menyusul juga dan
berhasil menangkap Lan Giok dan kakaknya.
Baiknya luka di lengan Lan Giok dan di pundak Thian
Giok tidak hebat. Tetapi mereka benar benar tidak berdaya
lagi. Lan Giok duduk di depan Biauw Ta sedangkan Thian
Giok di depan Biauw Lun keduanya dalam keadaan terikat
oleh tali sutera yang amat kuat dan tak mungkin
diputuskan. Kuda mereka dilarikan perlahan lahan, karena
selain kuda kuda itu sudah lelah, juga untuk apa tergesa
gesa setelah kini dua orang itu sudah tertangkap?
Malam tiba ketika mereka sampai di dusun di mana
terdapat kelenteng yang menerima titipan barang barang
Lan Giok dan Thian Giok. Bucuci dan kawan kawannya
bermalam di penginapan satu satunya yang ada di dusun
itu.
Bucuci dan kawan kawannya sudah terlalu lelah, maka
mereka segera tertidur. Tetapi panglima ini tidak
mengurangi hati hatinya dan penjagaan terhadap dua orang
tawanan itu dilakukan secara bergilir.Mereka tidur di ruang
besar di mana tempat tempat tidur terletak berjajar. Lan
Giok dan Thian Giok terbaring di tempat tidur yang ditaruh
di tengah tengah, dalam keadaan masih terikat dan orang
yang bergilir melakukan penjagaan duduk di dekat mereka.
Sampai dua kali penjagaan bergilir, dari Biauw Kai,
kakaknya lalu diganti oleh orang lain lagi. Kini yang bergilir
melakukan penjagaan adalah Biauw Hun, orang ke tiga dari
Koai kauw jit him. Berbeda dengan saudara saudaranya,
Biauw Hun ini dahulunya adalah seorang yang terkenal
mata keranjang. Biarpun sekarang usianya sudah lima
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
puluh tahun lebih, namun diam diam ia amat tertarik dan
suka kepada Lan Giok Setelah melihat semua saudara
saudaranya tertidur, Biauw Hun ingin main main dan
mendekati Lan Giok yang tidak dapat memejamkan
matanya. Sebaliknya Thian Giok juga sudah pulas.
Biauw Hun dengan cengar cengir seperti monyet,
mendekati Lan Giok dan telah mengangkat tangan untuk
mencolek pipi gadis itu. Tetapi, tiba tiba dari luar jendela,
berkelebat bayangan yang cepat dan demikian ringannya
seakan akan hanya asap yang melayang masuk itu. Tahu
tahu di depan Biauw Hun telah berdiri seorang pemuda
yang sepasang matanya seperti mengeluarkan cahaya
berkilat.
Biauw Hun menjadi terkejut. Pendengarannya sudah
terlatih baik, bagaimana ia tidak dapat mendengar
kedatangannya ini?
“Bangaat, siapa kau?” teriaknya. Tetapi pemuda itu
dengan gerakan yang luar biasa cepatnya telah meraba tali
pengikat Lan Giok dan Thian Giok. Dalam sekejap mata
saja tali itu putus putus!
“Ayoh, lari!” orang itu berseru.
“Bun Sam….!” Lan Giok berteriak girang, tetapi Bun
Sam tidak memberi ketempatan padanya karena pemuda ini
telah membetot tangannya dan juga tangan Thian Giok
yang baru saja terbangun oleh suara itu.
Biauw Hun cepat menubruk maju hendak menyerang
Bun Sam, tetapi ia tiba tiba merasa dadanya terpukul dari
depan seperti ada tenaga tidak terlihat menahannya. Ia
menjadi amat heran, karena pemuda ini sama sekali tidak
menggerakkan tangan. Selagi ia terheran heran, Bun Sam
yang menggandeng tangan Lan Giok dan Thian Giok, telah
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
membawa mereka melompat keluar jendela dengan
cepatnya !
Seperti telah diketahui, Bun Sam mengejar Lan Giok
untuk menanyakan tentang Sian Hwa. Karena ia
mengambil jalan lain, maka ia tidak bertemu dengan Lan
Giok dan kakaknya. Baiknya ia tiba di kota di mana kedua
orang muda itu tertangkap dan ketika ia makan di restoran
itu, ia mendengar tentang peristiwa penangkapan dua orang
muda oleh serombongan orang Mongol. Mendengar bahwa
dua orang muda itu adalah seorang pemuda dan pemudi
berpakaian pria dan muka mereka serupa benar, Bun Sam
menjadi terkejut. Tak salah lagi, tentu yang tertawan itu
adalah Thian Giok dan Lan Giok. Ia lalu cepat melakukan
pengejaran dan betullah dugaannya ketika ia melihat dua
orang muda itu dalam tawanan Bucuci dan tujuh orang
Mongol yang kelihatannya lihai itu.
Ia menanti saat yang baik dan pada malam hari itu,
ketika Biauw Hun yang ceriwis bergilir menjaga, ia turun
tangan Ia hendak menolong mereka, tetapi tidak ingin
memperlihatkan kepandaiannya. Mengandalkan
ginkangnya yang tinggi, t akhirnya Bun Sam berhasil
menolong Lan Giok dan Thian Giok lalu membawa mereka
melarikan diri.
Tentu saja menjadi gemparlah Koai kauw jit him dan
Bucuci. Delapan orang ini cepat melakukan pengejaran.
Sebetulnya kalau hanya Bun Sam seorang yang dikejar,
mereka takkan mampu menandingi ilmu lari cepat pemuda
ini, tetapi karena Bun Sam berlari dengan Thian Giok dan
Lan Giok, keadaan menjadi berlainan dan kini para
pengejar itu telah dapat menyusul mereka lebih dekat.
“Kita lawan saja mereka!” kata Lan Giok. “Mengapa
harus lari lari seperti orang ketakutan? Dengan Bun Sam di
sini, kita menjadi bertiga dan lebih kuat!”
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
“Bodoh!” menyela Thian Giok. “Seorang lawan seorang
saja kita kalah. Biarpun ada Bun Sam, kita hanya bertiga
dan mereka ada delapan orang!, Ayoh percepat lari kita!”
SSSeeerrriiikkkeee111 PPPeeedddaaannnggg SSSiiinnnaaarrrEmaaasss
PPPeeedddaaannngggSSSiiinnnaaarrrEmaaasss
(Kim Kong Kiam)
Jilid XIII
DIAM DIAM Bun Sam tersenyum geli dan juga ia amat
tertarik. Kalau seorang lawan seorang saja Lan Giok dan
Thian Giok sampai kalah, tentu kepandaian para pengejar
itu benar benar hebat. Ingin sekali ia mencoba mereka,
tetapi jangan sampai terlihat oleh dua orang muda ini.
“Kalian sudah lelah, lebih baik kita berpencar saja,”
katanya. “Lekas kalian berlari menuju ke hutan di depan
itu, aku akan membelok ke kanan dan memancing mereka
supaya mengejarku.”
“Tetapi....kalau kau tertangkap?” Lan Giok membantah.
“Aku tidak bermusuhan dengan mereka. Takut apa
ditangkap?” jawab Bun Sam. Tetapi Lan Giok masih
hendak membantah, sehingga Thian Giok cepat
menyambar tangannya dan ditarik pergi.
“Kata kata Bun Sam tadi benar! Dahulupun ia
dibebaskan oleh Pat jiu Giam ong. Ayoh lari, mereka sudah
dekat!”
Dengan hati tidak rela, Lan Giok hendak membantah
pula.
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
“Lan Giok, jangan khawatir, aku akan menyusul kalian
telah dapat memancing mereka. Tunggu saja di dalam
hutan itu,” kata Bun Sam. Mendengar ucapan ini, barulah
Lan Giok tidak membantah lagi dan kedua orang muda itu
berlari secepatnya menuju ke gundukan hitam di sebelah
kiri.
Biarpun tadi Bun Sam menyatakan hendak memancing
para pengejar, tetapi setelah melihat Lan Giok dan Thian
Giok lari jauh dan hilang ditelan kegelapan malam ia
berdiri tenang tenang saja sambil bertolak pinggang menanti
delapan orang itu.
Setelah Bucuci dan kawan kawannya mengejar sampai di
situ dan melihat pemuda ini berdiri bertolak pinggang
sambil tersenyum senyum, Biauw Hun membentak. “Inilah
bangsat itu!” Ia lalu maju memukul dengan tangan
kanannya. Tetapi ia menjadi terkejut sekali karena pemuda
itu tiba tiba saja lenyap dari depannya dan tahu tahu telah
berada di belakangnya!
“Ah, jadi kaukah ini?” Bucuci membentak marah sambil
memandang kepada Bun Sam. “Mau apa lagi kau berani
menghalangi aku?”
Bun Sam menjura dengan hormat. “Bucuci ciangkun,
aku tidak hendak menghalangi siapa siapa hanya aku tidak
tega melihat kedua orang kawanku itu diikat dan ditawan.”
“Dia ini adalah murid Kim Kong Taisu, seorang yang
amat jahil dan sudah beberapa kali menggangguku.
Sekarang dia tidak memandang kepada cu wi dan berani
mencuri dan melepaskan tawanan, sungguh harus
dibunuhi” kata Bucuci kepada Biauw Ta.
Mendengar bahwa pemuda ini adalah murid Kim Kong
Taisu, juga melihat cara Bun Sam tadi mengelak dari
serangan, Biauw Ta menjadi tertarik. Sudah lama ia
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
mendengar nama Kim Kong Taisu sebagai seorang tokoh
besar di samping nama nama besar dari Mo bin Sin kun,
Lam hai Lo mo, Pat jiu Giam ong dan Bu tek Kiam ong.
Tadi ia telah dapat mengalahkan murid Mo bin Sin kun dan
hatinya merasa puas sekali. Urusan penangkapan Lan Giok
dan Thian Giok baginya tidak ada artinya sama sekali, yang
penting adalah kemenangannya dalam pertandingan tadi.
Sekarang ia berhadapan dengan murid dari Kim Kong
Taisu, mengapa tidak dicobanya ?
“Hm, anak muda, jadi kau adalah murid Kim Kong
Taisu? Pantas saja lihai. Kau telah berani menculik tawanan
kami, apakah kau tidak tahu dengan siapa kau berhadapan?
Kami ialah Koai kauw jit him, kenalkah kau kepada kami?”
Memang Bun Sam pernah mendengar nama ini, tetapi ia
sengaja menggelengkan kepalanya. “Tidak, aku tidak kenal
nama itu. Tetapi aku mau bertaruh dengan Koai kauw jit
him.”
“Bertaruh? Apa maksudmu?” tanya Biauw Ta.
“Kita mengadakan pertandingan, kalau kalian kalah, tak
usah mengejar ngejar lagi kepada dua orang kawanku tadi.”
“Dan kalau kau yang kalah?”
“Kalau aku kalah, akan kuberitahukan kepadamu di
mana adanya kedua sahabatku itu. Bukankah ini sudah adil
namanya?”
“Bagus, mari kita main main sebentar, hendak
kusaksikan sendiri sampai di mana hebatnya ilmu silat yang
diajarkan oleh Kim Kong Taisu!” Sambil berkata demikian,
Biauw Ta lalu menerjang ke depan.
Akan tetapi, sekali lagi Bun Sam mengelak dan kini
pemuda itu bahkan melarikan diri, kembali ke jalan tadi.
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
“Eh, mengapa kau lari?” Biauw Ta berseru sambil
mengejar cepat, diikuti oleh kawan kawannya yang tujuh
orang.
“Hendak kulihat betapa cepatnya lari biruang Mongol!”
Bun Sam berkata mengejek. Marahlah Biauw Ta dan ia
bersama saudara saudaranya lalu mengejar dengan cepat,
menggunakan ilmu lari cepat yang mereka namakan Hui
niau coan in (Burung Terbang Menerjang Mega). Memang
hebat ilmu lari cepat mereka, tidak kalah oleh ilmu lari
cepat Chouw sang hui (Terbang di Atas Rumput) yang
dipergunakan oleh murid murid Mo bin Sin kun. Sebentar
saja Bucuci sendiri yang sudah memiliki ginkang tinggi dan
ilmu lari cepat yang lihai, sudah tertinggal jauh!
Akan tetapi anehnya, bayangan pemuda yang mereka
kejar itu seakan akan merupakan bayangan mereka sendiri
ketika tubuh mereka terkena sorot penerangan dari
belakang! Tetap saja pemuda itu berlari mendahului mereka
dengan jarak kira kira lima tombak lebih dan betapapun
juga Koai kauw jit him menancap gas dan menahan napas
mempercepat larinya tetap saja lawan di depan mereka itu
tidak menjadi lebih dekat. Yang amat mengagumkan dan
mengherankan mereka adalah cara pemuda itu berlari. Jelas
kelihatan dari belakang betapa pemuda itu berlari seperti
orang berjalan biasa saja, namun kecepatannya demikian
hebat. Baru berjalan saja pemuda itu tak dapat mereka
susul, apalagi kalau pemuda itu sampai berlari!
Dan benar saja, Bun Sam mempercepat gerak kakinya
dan sebentar saja mereka telah kehilangan bayangan
pemuda ini. Karena Bun Sam mengambil jalan ke arah
rumah penginapan mereka, maka Koai kauw jit him terus
mengejar dan akhirnya menjadi putus asa karena pemuda
itu benar benar tak dapat ditemukan. Mereka menarik
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
napas dengan kecewa sekali. Ingin benar mereka mencoba
kepandaian pemuda ini.
Akan tetapi, ketika Bucuci dengan napas tersengal sengal
sudah dapat mengejar mereka sampat di depan rumah
penginapan dan mereka bersama memasuki rumah itu,
mereka berdiri tertegun dan melongo di pintu ruangan
besar. Ternyata pemuda ini telah berbaring dan seperti
orang tidur kepulasan di atas pembaringan di mana tadi
Lan Giok dan Thian Giok terbaring ! Pemuda itu tidur
dengan muka di sebelah dalam dan punggungnya
membelakangi mereka yang baru tiba. Napasnya berat
seperti napas orang yang sudah pulas benar benar.
Bukan main mendongkolnya Bucuci dan kawan
kawannya ini. Tadi di luar ia sudah memaki maki ketika
mendengar bahwa pemuda itu telah lenyap karena ia
menganggap pemuda itu telah menipu dan
mempermainkannya. Kini melihat pemuda itu lelah tertidur
di situ, amarahnya meluap luap dan sekali renggut saja,
belasan besi kelenengan telah berada di tangannya. Ia lalu
menyambit dengan sekuat tenaga ke arah tubuh pemuda
yang berbaring membelakanginya itu. Biauw Ta hendak
mencegah perbuatan curang ini, tetapi terlambat. Belasan
butir besi kelenengan itu telah menyambar amat cepatnya
ke arah tubuh Bun Sam yang agaknya sudah pulas itu.
Cepat tujuh orang Mongol yang lihai itu memandang
dengan mata terbelalak. Kalau pemuda itu hanya berpura
pura tidur tentu ia akan melompat untuk mengelak dari
serangan berbahaya ini. Akan tetapi anehnya, pemuda itu
tidak bergerak sama sekali.
Delapan orang itu makin melongo dan merasa ngeri.
Tampak jelas betapa belasan butir besi kecil itu mengenai
tubuh pemuda itu dan tidak terpental kembali, seakan akan
semua senjata rahasia kecil itu telah menembus pakaian dan
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
kulit, masuk ke dalam daging. Benar benarkah pemuda itu
tewas oleh sambitan ini?
Koai kauw jit him benar benar merasa amat menyesal.
Bukan maksud mereka mengalahkan pemuda itu dengan
cara yang demikian rendah dan liciknya. Akan tetapi
sebaliknya. Bucuci gelak tertawa dengan bangganya.
Ternyata sambilannya demikian jitu, sehingga sekali serang
saja ia telah dapat menewaskan murid dari Kim Kong
Taisu. Ia benci pemuda ini yang telah beberapa kali
mengganggunya.
Ketika delapan orang itu melangkah, maju menghampiri
tubuh Bun Sam untuk melihat lebih jelas, tiba tiba pemuda
itu menggerakkan tubuhnya dan belasan butir besi itu
melayang kembali ke arah mereka.
Inilah serangan pembalasan yang sama sekali tak pernah
mereka duga duga. Tujuh orang tokoh Mongol itu masih
dapat cepat mengelak, tetapi Bucuci kurang cepat, sehingga
dua butir besi kecil mengenai dadanya. Baiknya baju
perangnya terbuat dari bahan yang tebal dan kuat, terdengar
suara nyaring dan dua kelenengan kecil yang terkena
hajaran dua butir besi itu menjadi pecah. Kulitnya tidak
terluka, namun masih merasa pedas dan panas pada kulit
dadanya.
Bun Sam melompat bangun sambil tertawa tawa dan
ternyata pemuda ini sama sekali tidak terluka. Bagaimana
mungkin? Bucuci terbelalak matanya karena benar benar ia
tidak mengerti mengapa pemuda itu tidak terluka sama
sekali. Apakah pemuda ini sekarang pandai ilmu sihir
seperti Lam hai Lo mo?
Hanya Biauw Ta saja yang mengerti dan dapat menduga
tepat. Ia tahu bahwa seorang ahli silat yang memiliki
lweekang tingkat tinggi dan telah mempelajari dengan
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
sempurna ilmu I kin keng, yakni lweekang tingkat tinggi,
sehingga ia dapat membuat kulit tubuhnya keras seperti baja
dan lemas seperti sutera, memang mungkin menerima
serangan senjata rahasia yang tidak runcing seperti yang
dilakukan oleh pemuda tadi.Memang kalau Biauw Ta yang
melakukan serangan itu, bukan Bucuci yang tenaganya
kalau diukur dengan tenaga tingkat yang dimiliki oleh Koai
kauw jit him masih terhitung lemah, kiranya pemuda itu
takkan berani menggunakan cara itu tadi.
Bun Sam memang tadi sengaja melarikan diri. Pertama
agar mereka ini jauh dari tempat sembunyi Lan Giok dan
Thian Giok, ke dua karena ia memang ingin menguji
kepandaian mereka, hanya ingin menguji saja, sama sekali
tidak ingin bertempur mati matian. Oleh karena itu, tidak
enak untuk menguji kepandaian di tempat yang gelap
seperti di luar itu.
“Koai kauw jit him, apakah kalian kira aku melarikan
diri ? Tidak, sahabat. Sekali aku berjanji, aku takkan
pelanggar janji itu. Marilah kita main main dan mencoba
kepandaian di tempat ini!”
Biauw Ta menjura dan memandang kagum. “Anak
muda, kalau aku tidak menyaksikan sendiri, tak mungkin
aku dapat percaya bahwa seorang semuda engkau sudah
memiliki kepandaian setinggi itu. Kau patut sekali untuk
dilayani bertanding. Marilah!” Setelah bertata demikian,
Biauw Ta mengeluarkan sian kauw (sepasang senjata
kaitan), ia tidak mau membiarkan adik adiknya yang maju,
karena ia maklum bahwa pemuda ini kepandaiannya tak
boleh disamakan dengan kepandaian murid murid Mo bin
Sin kun dan untuk menghadapinya, harus dia sendiri yang
maju.
Bun Sam memang hendak menguji kepandaian tokoh
tokoh Mongol itu, maka ia sengaja tidak mau
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
mengeluarkan pedangnya. Ia berdiri dengan tangan kosong
menghadapi Biauw Ta dengan sikap tenang sekali.
“Orang muda, cabutlah pedangmu itu, mari kita bermain
main sebentar!”
“Aku ingin bertempur dengan tangan kosong dulu,”
jawab Bun Sam. “Sudah lama aku mendengar kehebatan
ilmu berkelahi dengan tangan kosong dari BangsaMongol.”
Karena ucapan ini merupakan tantangan untuk berpibu
dengan tangan kosong, Biauw Ta tentu saja merasa malu
untuk menolak. Sesungguhnya, ia memang seorang jago
gulat yang ahli dalam ilmu gulat Bangsa Mongol, akan
tetapi karena ia merasa lebih pandai dalam permainan
senjata kaitan, ia tadi mengeluarkan senjata ini. Sekarang ia
lalu melemparkan kaitannya kepada adiknya yang segera
menyambutnya dan dengan kedua tangan kosong ia
menghadapi Bun Sam.
Ruangan itu menjadi luas setelah pembaringan
pembaringan digeser ke pinggir. Kedua orang itu
berhadapan seperti dua ekor ayam jago sedang berlaga. Bun
Sam memasang kuda kuda dengan kaki kanan. Kedua
tangan di kanan kiri pinggang ditekuk sedikit dengan jari
jari tangan terbuka dan ibu jari di telapak tangan.
Adapun Biauw Ta segera memperlihatkan pasangan
kuda kuda ilmu gulat Bangsa Mongol. Tubuhnya
membungkuk dengan muka di bawah dan mata mendelik
ke depan, kedua tangan dikembangkan di kanan kiri dengan
jari jari tangan kaku keras dipentang seperti kuku biruang,
kedudukan kaki dalam bentuk Bhe si, yakni terpentang ke
kanan kiri dengan lutut ditekuk.
Melihat pemuda itu membuka kuda kuda dengan Tuli te,
kedudukan yang sekaligus mengandalkan kemahiran
ginkang, Biauw Ta lalu maju menubruk sambil
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
mengeluarkan seruan keras. Tubrukan seperti ini dapat
menangkap dan membikin tidak berdaya seekor harimau.
Bun Sam menurunkan kaki kirinya dan menggunakan
kedua tangan untuk menangkis serangan ini, karena ia
memang hendak menguji tenaga lawan. Dua pasang lengan
beradu dan terkejutlah Biauw Ta. Ia maklum bahwa dalam
hal lweekang, ia kalah jauh, maka cepat jari jari tangannya
mencengkeram dan sebelum dapat dihindarkan, ia telah
dapat memeluk kedua lengan pemuda itu. Ia hendak
menggunakan kecepatan seorang ahli gulat untuk
melemparkan pemuda itu di atas kepalanya. Akan tetapi
ketika ia mengerahkan tenaga, ia merasa seakan akan tubuh
pemuda itu menjadi seribu kati lebih beratnya dan tidak
terangkat olehnya. Ia mengerahkan tenaga gwa kang untuk
melawan keras sama keras. Biarpun dalam hal lweekang,
Bun Sam lebih menang, namun tenaga kasar ia takkan
dapat menyamai orang Mongol yang bertubuh besar dan
bertenaga kuat ini. Kalau ia bersitegang, tentu ada bahaya
ia akan salah urat, maka tiba tiba terdengar pemuda ini
berseru dan tahu tahu pelukan yang kuat dan erat itu telah
terlepas. Bagaikan dua ekor belut saja, kedua lengan
pemuda itu dapat melesat keluar dari rangkulan yang
demikian kuatnya. Inilah Ilmu Jui kut kang (Melemaskan
Diri) yang membuat lengannya seakan akan tidak bertulang
lagi dan amat licin.
Sebelum Biauw Ta dapat menyerang lagi, Bun Sam
sudah mendahuluinya mendorong dengan kedua
tangannya. Biarpun dorongan ini tidak menyentuh
dadanya, namun Biauw Ta tetap saja terhuyung mundur
sampai lima tangkah Ia menjadi penasaran, menubruk lagi,
kini dapat dielakkan oleh Bun Sam dan sebelum ia
membalikkan tubuh, pemuda itu sekali lagi telah
mendorongnya, kini dari samping dan sekali lagi Biauw Ta
terdorong oleh angin yang kuat sekali, sehingga tidak saja
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
terhuyung huyung, bahkan kalau tidak cepat cepat ia
melompat, pasti ia akan roboh. Bukan main herannya
Biauw Ta menghadapi dorongan yang aneh ini. Ia tidak
tahu bahwa ilmu pukulan ini sebetulnya adalah Soan hong
pek lek jiu yang Bun Sam pelajari dari Mo bin Sin kun.
Kedua murid Mo bin Sin kun, yaitu Lan Giok dan Thian
Giok, mahir pula melakukan ilmu pukulan ini, tetapi tidak
sehebat Bun Sam, karena pemuda ini telah memperoleh
kemajuan pesat di bawah pimpinan Bu tek Kiam ong.
Biauw Ta merasa khawatir kalau kalau ia akan roboh di
tangan pemuda ini, maka ia lalu melompat ke pinggir dan
mengambil sepasang kaitannya yang tadi dipegang oleh
adiknya. Dengan muka merah ia menghadapi Bun Sam lalu
berkata, “Orang muda, marilah kau mencoba siang kauw
ini. Cabut pedangmu!”
Akan tetapi Bun Sam hanya tersenyum dan berkata,
“Tak usah berpedang, silahkan kau menyerang dengan
senjatamu!”
Biuw Ta tak terkirakan marahnya. Ia merasa dipandang
rendah, maka tanpa banyak cakap ia lalu menyerang
dengan sepasang kaitannya. Kaitan kiri berak ke atas dan
menyamber ke arah mata Bun Sam dengan gerakan
mencokel mata lawan, sebenarnya gerakan ini hanya untuk
memecah perhatian Bun Sam belaka karena yang lebih
berbahaya adalah kaitan di tangan kanan yang bergerak ke
arah lambung pemuda itu. Gerakan ini disebut Meraba
Bunga Mencuri Buah dan amat berbahaya. Tetapi gerakan
Bun Sam lebih luar biasa lagi dan juga lebih cepat. Pemuda
ini menggerakkan tangan kanannya dan sebelum kaitan
yang menuju ke matanya itu datang dekat, ia lelah
menempel dengan jari tangannya lalu didorong ke bawah
dan tepat menangkis kaitan lawan sebelah kanan.
Terdengar suara keras sekali dan Biauw Ta terkejut bukan
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
main, kedua tangannya tergetar sebagai akibat dari
beradunya sepasang senjatanya sendiri. Dan hebatnya, pada
saat itu, jari tangan Bun Sam sudah meluncur ke arah
lehernya untuk menotok jalan darah.
Biauw Ta cepat melompat ke belakang untuk
menghindarkan bahaya ini, lalu kakinya menendang ke
depan untuk menyambut tubuh lawan yang masih hendak
menerjangnya, dibarengi dengan dua kaitannya yang
menyambar dari kanan dan kiri dengan gerakan
menggunting. Tetapi, tiba tiba tubuh Bun Sam lenyap dari
depannya dan tahu tahu ia merasa ada angin menyambar
dari atas kepalanya. Ia tahu bahwa itulah lawannya yang
tadi dengan kecepatan luar biasa telah melompat ke atas,
maka tanpa melihat lagi ia lalu mengayun sepasang
kaitannya ke atas kepala.
Tidak tahunya, dengan gerakan kedua kakinya di udara,
Bun Sam telah dapat berjungkir balik dan kini berada di
belakang tubuh lawannya. Secepat kilat kedua tangannya
bekerja menotok dua pundak Biauw Ta. Ketua Koai kauw
jit him ini merasa sepasang lengannya menjadi kejang. Ia
mengarahkan tenaga dalam dan memaksakan dirinya,
sehingga jalan darahnya pulih kembali, tetapi ia tidak dapat
menahan ketika cepat sekali Bun Sam merampas sepasang
kaitan itu dari belakang, Biauw Ta cepat membalikkan
tubuh, matanya menjadi merah dan hidungnya berkembang
kempis. Ia merasa telah dipermainkan. Akan tetapi, Bun
San menjura dan mengulurkan tangan yang memegang
siang kauw itu. Ia mengembalikan senjata itu kepada
lawannya sambil berkata,
“Maaf, aku telah berlaku lancang mengambil siang kauw
yang tanpa kau sengaja telah kau lepaskan dari tangan.”
Biauw Ta membetot kembali siang kauwnya dan dengan
geram lalu menyerang lagi.Memang adat orang Mongol ini
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
keras dan tidak mau kalah. Apalagi dia adalah seorang yang
ternama besar di utara, bagaimana ia dapat menyerah kalah
terhadap seorang anak muda yang masih hijau ini? Ia tidak
mau percaya bahwa ia akan kalah dan menganggap bahwa
tadi ia telah berlaku terlalu sembrono.
Bun Sam cepat mengelak dan berkata, “Mengapa Koai
kauw jit him yang jumlahnya tujuh orang itu hanya maju
seorang saja? Aku tadi menantang pibu kepada Koai kauw
jit him, maka silahkan kalian maju bersama. Eh, ya, aku
lupa. Masih ada panglima Bucuci yang sebetulnya tidak
masuk hitungan. Akan tetapi kalau mau boleh juga, tiada
halangan!”
Sambil berseru keras, enam orang Mongol yang lain
serentak maju dan menggerakkan siang kauw mereka yang
bermacam macam bentuknya itu. Tetapi, biarpun mereka
rata rata lihai sekali dan senjata kaitan itu bermacam
macam bentuknya, cara mereka bersilat tidak berbeda
banyak dan pada dasarnya sama, yakni seperti gerakan
beruang yang ganas dan bertenaga besar.
Menghadapi tujuh orang yang lihai dengan kaitan
mereka yang istimewa ini, Bun Sam terkejut dan merasa
bahwa dengan bertangan kosong saja ia tak mungkin dapat
menang. Cepat ia mencabut pedang yang tergantung di
punggungnya. Sinar putih bagaikan kilat menyambar
menyilaukan mata ketika pedang ini tercabut keluar dan
terdengar seruan Bucuci.
“Ah, itu adalah Pek lek kiam yang tercuri dari istana!
Ah, bangsat kecil, maling rendah, jadi kaukah yang
mencurinya?”
Bun Sam tersenyum dan sekali ia menggerak dan Pek lek
kiam, senjata senjata lawannya tertangkis dan terdengar
suara keras sekali, ternyata sekali tangkis saja ada dua
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
kaitan yang ujungnya patah oleh pedang pusaka itu.
Kagetlah tujuh orang Mongol itu dan mereka bersama
melompat mundur.
Kesempatan ini dipergunakan oleh Bun Sam untuk
menjawab kata kata Bucuci “Tenang, Bucici ciangkun,
jangan terburu nafsu. Pedang ini bukan aku yang mencuri,
bahkan aku hendak mengembalikan ke istana !”
Sementara itu, melihat betapa lihainya pedang bersinar
putih itu dan betapa pemuda itu dapat memainkannya
secara luar biasa sekali, Biauw Ta lalu memberi aba aba
dalam Bahasa Mongol dan tujuh orang Mongol itu lalu
mengurung Bun Sam dari jauh, dua tombak dari pemuda
itu. Lalu mereka berjalan perlahan bagaikan beruang
beruang berjalan mengitari pemuda ini, sebentar dari kanan
ke kiri dan baru setengah putaran, tiba tiba berbalik lagi dari
kiri ke kanan. Kadang kadang lambat, seperti setengah
merangkak, kadang kadang cepat setengah berlari.
Inilah siasat yang paling lihai dari Koai kauw jit him.
Dahulu ketika guru mereka sedang berburu biruang, di
dekat kutub utara ia menyaksikan pertarungan yang luar
biasa sekali antara tujuh ekor biruang es mengeroyok seekor
anjing laut yang luar biasa besarnya di atas pulau es. Anjing
laut itu jantan dan selain besarnya luar biasa, juga memiliki
tenaga yang hebat dan kecepatan gerakan yang membuat
tujuh ekor biruang itu tak berdaya. Baru saja dekat, ekor
anjing laut itu telah dapat menyambar dan berkali kali tujuh
ekor biruang itu terkena sabetan ekor ini sampai jatuh
tunggang langgang. Baiknya mereka bertubuh kuat dan
dapat bangun kembali. Setelah pengeroyokan berlangsung
ramai dan lama, tetapi tetap saja tujuh ekor biruang itu tak
dapat mengalahkan lawannya, tiba tiba biruang biruang itu
lalu mengurung anjing laut itu dari jauh dan mulailah
mereka berputar putaran secara teratur sekali. Guru Koai
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
kauw jit him itu memperhatikan dengan seksama dan
akhirnya ia dapat melihat betapa biruang biruang itu
dengan cara ini dapat membunuh anjing laut itu. Semenjak
peristiwa ini, dia lalu menciptakan ilmu silat yang
sesungguhnya lebih tepat disebut ilmu perang dan
dinamainya Jit him tin (Barisan Tujuh Biruang). Oleh
karena ini pula, maka ia sengaja memilih tujuh orang
murid, yakni yang sekarang mendapat julukan Koai kauw
jit him. Kini, menghadapi Bun Sam yang memegang
pedang pusaka, Bauw Ta lalu mengatur barisan Jit him tin
yang luar biasa itu. Ini adalah suatu tindakan yang luar
biasa, karena kalau tidak terpaksa sekali, mereda tidak akan
mengeluarkan ilmu serangan ini.
Bun Sam memandang dengan bingung ketika melihat
gerakan mereka. Ia berlaku hati hati dan tidak mau
menyerang, karena gerakan mereka itu masih merupakan
teka teki baginya. Ia tidak tahu dari mana akan datang
serangan lawan dan bagaimana perkembangannya pula.
Oleh karena itu melihat betapa mereka bertujuh tidak turun
tangan dan hanya berlari larian, terpaksa iapun berdiri
memandang dengan penuh perhatian dan urat uratnya
menegang, siap menanti datangnya gempuran.
Setelah berjalan lama, tujuh orang pengeroyoknya belum
juga menyerang. Bun Sam menjadi makin bingung.Melihat
tujuh orang berlari larian mengelilingi tubuhnya, membuat
matanya menjadi pedas dan kepalanya pening. Ia tahu
bahwa inilah kesalahannya dan ini pula merupakan sebuah
daripada kelihaian siasat mereka itu. Maka iapun lalu
menggerakkan kakinya dan berlari berputar putran dalam
kurungan itu, mengikuti gerakan mereka!
Akan tetapi, sampai lelah ia berlari lari, tetap saja barisan
tujuh biruang ini tidak mau bergerak menyerang, masih saja
berlarian dengan cara bolak balik, sebentar ke kanan
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
sebentar ke kiri. Karena perobahan gerak, mereka ini tiba
tiba, Bun Sam tentu saja harus merobah dengan tiba tiba
pula dan hal ini membuatnya cepat lelah dan seluruh
perhatiannya terpengaruh oleh gerakan tujuh orang itu.
Akhirnya ia sadar dan mengerti bahwa letak kelihaian Jit
him tin ini tentu dalam pertahanan dan tujuh orang
lawannya itu tentu menanti sampai ia turun tangan
menyerang baru mereka akan bergerak, ia maklum bahwa
dalam ilmu silat, menyerang berarti membuka lowongan
bagi lawan yang berarti merugikan diri sendiri, maka ia lalu
mengambil keputusan untuk tidak menyerang lebih dulu.
Tiba tiba tujuh orang Mongol yang juga merasa heran
mengapa pemuda itu tidak mau menyerang menjadi lebih
heran ketika melihat Bun Sam mencabut pula pedang lemas
yang tersembunyi di dalam bajunya dan berkelebatlah sinar
kuning keemasan ketika Kim kong kiam terhunus keluar.
Kemudian pemuda itu duduk di tengah tengah, bersila
meramkan mata, sama sekali tidak memperdulikan tujuh
orang lawannya yang masih berlari larian mengitarinya.
Pedang Kim kong kiam berada di tangan kiri sedangkan
pedang Pek lek kiam berada di tangan kanan.
Bun Sam memicingkan mata untuk mencurahkan
pikirannya. Ia bermaksud memecahkan barisan tujuh
biruang ini dan akhirnya ia mendapat akal. Ia akan menanti
sampai ia diserang, kemudian dengan sebatang pedang
menahan serangan enam lawan, dengan pedang ke dua ia
boleh mendesak yang seorang agar kepungan itu dapat
dibobolkan. Kalau saja ia tidak membiarkan dirinya
terkurung, ia sanggup menghadapi keroyokan tujuh biruang
ini tanpa khawatir akan dikalahkan.
Akan tetapi, Koai kauw jit him ternyata tidak bodoh dan
tidak mau menyerang, biarpun pemuda itu sudah
meramkan matanya. Mereka masih saja mengelilingi
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
pemuda itu, tetapi kini tidak lari lagi, melainkan berjalan
kaki dengan langkah teratur dan selalu dalam keadaan
pemasangan kuda kuda yang kokoh kuat.
Bun Sam meletakkan sepasang pedangnya di depan
kedua kakinya dan kini ia berpangku tangan dalam keadaan
siulian, napasnya teratur dan ia tidak bergerak sedikitpun
juga! Melihat keadaan ini, Biauw Kai yang tiba di belakang
pemuda itu, menganggap bahwa itulah kesempatan terbaik
untuk menyerang pemuda ini. Maka tanpa banyak cakap,
tiba tiba ia lalu menggerakkan sepasang kaitannya
menyerang Bun Sam dari belakang! Biauw Ta berseru,
“Jangan menyerang !” tetapi terlambat, sepasang kaitan
itu telah menyambar, yang kiri ke arah punggung, yang
kanan ke arah kepala. Cepat sekali gerakan serangan ini,
tetapi lebih hebatlah gerakan Bun Sam. Tahu tahu tubuh
pemuda ini telah mencelat ke kiri, pedang Pek lek kiam
menjadi sinar putih yang menangkis kaitan itu adapun
pedang Kim kong kiam menjadi sinar emas yang meluncur
cepat mendesak orang yang berada di depannya, yakni
Biauw Hun atau orang ke tiga dari Koauw kauw jit him!
Terdengar suara keras dan kaitan kiri dari Biauw Kai
terbabat putus oleh Pek lek kiam. Sedangkan Biauw Hun
terkejut sekali atas penyerangan tiba tiba ini. Ia melangkah
maju ke kiri dan belakangnya, yakni Biauw Lun dan Biauw
Siong, menggantikannya menangkis serangan Kim Long
kiam. Memang demikian sifat Jit him tin ini, yang diserang
oleh lawan ditolong oleh saudara di kanan kirinya,
sedangkan yang diserang itu setelah mendapat pertolongan,
lalu membalas serangan lawan. Biauw Hun juga segera
mengarahkan kaitannya ke dada Bun Sam dengan serangan
mautnya.
Pemuda ini telah memikirkan jalan pemecahan, maka
melihat tangkisan Biauw Lun dan Biauw Siong, ia hanya
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
memutar Pek lek kiam untuk menggempur mereka atau
lebih tepat untuk menjaga diri dari serangan dua orang itu,
sedangkan Kim kong kiam di tangannya terus mendesak
Biauw Hun dengan hebatnya. Sebentar saja enam pasang
kaitan menyerang kalang kabut, akan tetapi dengan
permainan Ilmu Pedang Tee coan Liok kiam sut bagian ke
lima, yakni bagian pertahanan, Pek tek kiam di tangannya
berkelebat kian ke mari dan semua kaitan dapat
ditangkisnya dengan tepat sekali. Adapun Kim kong kiam
di tangannya terus mendesak Biauw Hun yang menjadi
repot sekali. Karena penyerangan Bun Sam yang satu
jurusan saja ini, maka pecahlah kepungan itu dan barisan
Jit him tin tidak dapat jalan lagi! Kini Bun Sam berada di
tengah tengah keroyokan biasa yang tidak teratur dan kacau
balau, hanya mengandalkan kekuatan para pengeroyok
masing masing, jauh sekali bedanya dengan penyerangan Jit
him tin yang amat teratur tadi.
Setelah tidak dikurung dengan siasat Jit him tin, dengan
enaknya Bun Sam menghadapi mereka. Ilmu Pedang Tee
coan Liok kiam sut dapat ia mainkan dengan sebaiknya dan
kini baralah terlihat kehebatan ilmu pedang ini. Koai kauw
jit him audah berpuluh tahun menghadapi lawan lawan
yang tangguh dan telah banyak melihat ilmu pedang, akan
tetapi ilmu pedang yang dimainkan oleh Bun Sam ini benar
benar luar biasa sekali. Pemuda itu telah menyimpan
kembali Pek lek kiam, pedang istana yang tadi ia pinjam
untuk melindungi diri dan sekarang ia hanya bersenjatakan
Kim kong kiam saja. Akan tetapi pedang ini telah berubah
menjadi sinar emas yang berkilauan dan yang menyambar
nyambar bagaikan seekor naga sakti.
Bun Sam memang sengaja hendak mencoba kehebatan
ilmu pedangnya yang baru dipelajarinya dari Bu tek Kiam
ong. Kini melihat hasilnya, ia menjadi girang sekali dan
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
dengan penuh semangat ia mainkan jurus ke sepuluh dari
bagian ke dua, yang disebut gerakan Liong ong lo thian
(Raja Naga Mengacau Langit). Gulungan sinar pedang
yang berwarna keemasan itu tiba tiba berobah menjadi sinar
tajam berkelebatan dari atas ke bawah dan terdengar seruan
kaget susul menyusul. Sebentar saja, empatbelas batang
kaitan itu lelah terlempar semua ke kanan kiri.
Bun Sam mengeluarkan suara ketawa puas, kemudian
sekali berkelebat, bayangan pemuda itu lenyap di dalam
gelap, hanya terdengar suaranya, “Koai kauw jit him,
selamat tinggal.”
Tujuh orang tokoh Mongol itu saling pandang dengan
wajah pucat. Belum pernah mereka mengalami kekalahan
yang demikian mutlak dan mengherankan. Akhirnya
dengan menarik napas panjang Biauw Ta berkata kepada
Bucuci yang berdiri dengan bengong “Apakah ciangkun
masih membutuhkan bantuan kami setelah melihat betapa
rendahnya kepandaian kami?”
Bucuci bingung untuk menjawab. Memang hebat
kepandaian pemuda tadi, tetapi ia memang membutuhkan
sebanyak banyaknya bantuan orang pandai, maka buru
buru ia berkata,
“Pemuda tadi agaknya menggunakan ilmu sihir.
Buktinya ia tidak mampus terkena senjata rahasiaku. Harap
jit wi jangan kecil hati. Lain kali kita membuat perhitungan
dengan dia.”
Biauw Ta tersenyum tawar. “Dia tadi memang benar
benar lihai, entah siapa yang mendidiknya sampai begitu
hebat. Kim Kong Taisu sendiri agaknya tidak sehebat itu
ilmu pedangnya. Kalau ciangkun masih mengharapkan
bantuan kami, hanya ada satu syarat yakni harap kau
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
jangan menceritakan kepada, siapapun juga tentang
kekalahan kami yang memalukan ini.”
Bucuci mengangguk, ia mengerti. Memang kalau
terdengar oleh orang lain, nama Koai kauw jit him yang
demikian terkenal akan rusak. Dengan hati kecewa, delapan
orang ini pada keesokan harinya pagi pagi benar
meninggalkan tempat itu pulang ke kota raja.
Bun Sam berlari cepat menuju ke hutan di mana Lan
Giok dan Thian Giok menunggunya. Akan tetapi, di tengah
jalan ia bertemu dengan muda mudi kembar itu yang
agaknya akan menyusulnya.
“Eh, mengapa kalian keluar dari hutan?” tegur Bun Sam.
“Kau seorang diri menghadapi tujuh lawan lihai
ditambah Panglima Bucuci, apakah kau menyuruh kami
enak enak saja menjadi umpan nyamuk di hutan?” Lan
Giok membalas bertanya.
“Adikku ini gelisah terus menerus karena khawatir kalau
kalau kau celaka di tangan Koai kauw jit him,” kata Thian
Giok sambil mengerling kepada adiknya penuh godaan.
“Tak perlu khawatir lagi, mereka telah pergi jauh,
mungkin kembali ke kota raja. Aku telah berhasil
memancing dan menipu mereka,” kata Bun Sam.
Tiba tiba Lan Giok menjadi gembira dan sambil
menghampiri Bun Sam, ia bertanya, “Engko Bun Sam,
bagaimana kau berhasil memancing mereka? Ceritakan
padaku.” Gadis ini tiba tiba menyebut engko dan melihat
sikapnya begitu wajar, Bun Sam tersenyum. Benar benar
seorang gadis yang berwatak gembira, pikirnya.
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
“Aku berlari ke jurusan yang berlawanan dengan tempat
kalian sembunyi,” Bun Sam mengarang cerita bohong,
“akan tetapi tentu saja aku menunggu sampai mereka
melihat aku. Kemudian ia terputar putar dan mengajak
mereka main kucing kucingan di dalam hutan di kaki bukit,
lalu aku berlari kembali ke tempat tadi, terus menuju ke
kota raja. Mereka mengejar terus dan setelah aku
bersembunyi di dalam rumpun alang alang di pinggir jalan,
mereka masih saja terus mengejar ke kota raja, lewat di
dekat tempat sembunyiku sambil menyumpah nyumpah.”
Lan Giok tersenyum geli. “Ah, alangkah senangnya
kalau aku dapat melihat dengan kedua mata sendiri.”
“Kalian ini hendak ke manakah?” Bun Sam pura pura
bertanya sungguhpun ia tahu baik bahwa mereka sedang
menuju pulang ke Sian hwa sian.
“Kami hendak pulang ke Sian hwa san dan kau sendiri,
selama tiga tahun ini menghilang ke mana sajakah?
Beberapa kali ayah mencarimu, bahkan telah menyusul ke
Oei san, tetapi kau tidak berada di sana. Suhumu, Kim
Kong Taisu, menurut ayah juga mencarimu, juga guruku
mencari cari di mana mana. Kini tahu tahu kau muncul di
sini, sebenarnya ke mana saja selama ini, engko Bun Sam?”
tanya LanGiok.
Ketika itu fajar telah menyingsing dan sebelum Bun Sam
menjawab, Thian Giok mendahuluinya berkata, “Perutku
telah lapar sekali. Apakah tidak lebih baik kita mencari
rumah makan di dusun depan itu, baru kemudian kita
makan sambil bercakap cakap?”
Lan Giok mencela kakaknya, “Begitu telingamu
mendengar suara ayam hutan berkokok, perutmu otomatis
berkeruyuk pula. Hem, benar benar menjemukan.”
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
“Pandai kau bicara, hendak kulihat kalau sebentar aku
makan, kau makan atau tidak.” Thian Giok membalas
menggoda.
Bun Sam tersenyum menyaksikan saudara kembar ini
bercekcok. Iapun lalu membetulkan usul Thian Giok.
Kembali Lan Giok diserang oleh kakaknya, “Kau dengar
itu? Bun Sam tentu setuju dengan pendapatku. Pertemuan
ini tentu saja menggirangkan hati, tetapi, menghadapi
makanan dan arak, bukankah lebih menggembirakan lagi?”
“Kamu orang laki laki yang diingat hanya makanan dan
arak selalu,” kata gadis itu cemberut, tetapi ia tidak
mengomel lebih jauh dan mengikuti Thian Giok berlari
menuju ke dusun yang genteng genteng rumahnya sudah
nampak dari tempat itu.
Karena masih pagi benar, mereka hanya bisa
mendapatkan restoran yang menjual roti dan minuman
hangat, akan tetapi itu sudah cukup bagi mereka. Ternyata
betul kata kata Thian Giok, karena begitu menghadapi
makanan, Lan Giok mendahului mereka dan makan
sekenyang kenyangnya. Dua orang muda itu memandang
gadis ini dengan senyum ditahan.
Kemudian dengan gembira mereka lalu bercakap cakap,
saling menuturkan pengalaman mereka. Akan tetapi Bun
Sam tidak menceritakan bahwa ia telah menjadi murid Bu
tek Kiam ong dan bahwa dia telah menolong mereka dari
tangan Kui To dan Liem Swee, melainkan bercerita bahwa
selama ini ia merantau dan mengalami banyak sekali
peristiwa hebat.
Setelah Thian Giok dan adiknya menuturkan
pengalaman dan perjalanan mereka yang amat dipuji oleh
Bun Sam, pemuda ini lalu bertanya, “Tadi kau bilang
bahwa Yap suheng, suhuku dan guru kalian semua
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
mencariku. Ada apakah orang orang tua itu mencari
padaku ?”
Ditanya demikian ini, merahlah wajah Lan Giok dan ia
tidak dapat menjawab. Thian Giok yang menjawab dengan
suara bernada menggoda, “Kau dicari untuk membicarakan
urutan perjodohan Bun Sam”
“Apa…?” mata pemuda ini terbelalak.
“Engko Thian Giok, mulutmu ini benar benar lancang
sekali !” sela Lan Giok, kemudian ia berkata kepada Bun
Sam, “Jangan kaudengar kata katanya yang ngacau itu,
urusan perjodohan, kita orang orang muda mana tahu ?
Mungkin sekali mereka mencarimu karena sudah lama
tidak bertemu. Oleh karena itu, marilah kau ikut dengan
kami ke Sian hwa san untuk bertemu dengan ayah dan
guruku.”
Bun Sam menggelengkan kepalanya. “Kelak aku pasti
akan naik ke gunung itu. Akan tetapi sekarang aku harus
kembali ke kota raja untuk mengembalikan pedang pusaka
milik kaisar ini.”
Tadi ia sudah menceritakan bahwa pedang ini dicuri oleh
orang jahat dan kebetulan sekali dijalan ia dapat
merampasnya kembali. Kemudian Bun Sam bertanya
dengan hati hati agar jangan sampai mereka ketahui bahwa
sebenarnya ia menyusul mereka untuk bertanya tentang
Sian Hwa.
“Lan Giok, tadi aku mendengar Bucuci dan Koai kauw
jit him bicara tentang nona Sian Hwa yang lari ikut dengan
kau? Apakah yang mereka bicarakan itu nona Sian Hwa
puteri Bucuci? Aku dulu pernah bertempur melewati dia
dan nona itu cukup lihai.Mengapa dia sekarang lari dengan
kau? Betulkah itu?”
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
Lan Giok tersenyum, kemudian menghela napas.
“Kasihan enci Sian Hwa. Ia mulai dikejar kejar lagi oleh
ayah angkatnya itu. Memang yang mereka bicarakan itu
adalah enci Sian Hwa puteri angkat Bucuci dan mereka
mengira bahwa enci Sian Hwa ikut dengan aku. Seperti
kuceritakan tadi, memang semula ia hendak ikut dengan
aku, tetapi kami berdua tertangkap dan untungnya tertolong
oleh orang aneh yang merahasiakan diri itu. Kemudian,
entah mengapa, enci Sian Hwa tidak jadi turut bahkan
menyatakan hendak masuk menjadi nikouw di kuil Sun pok
thian. Ah, kasihan gadis yang patah hati itu.”
“Mengapa hendak menjadi nikouw ? Bukankah ia puteri
seorang bangsawan yang kaya raya dan ia murid dari Pat
jtu Giam ong yang lihai ?”
“Hem, mana kau tahu?” Lan Giok memandang kepada
Bun Sam dan mengagumi alis mata pemuda ini yang
bentuknya seperti golok. “Enci Sian Hwa telah minggat dari
rumahnya karena tidak sudi dipaksa menikah dengan Liem
Swee putera Pat jiu Giam ong.”
Semua hal ini Bun Sam sudah mengetahui, tetapi ia
berpura pura heran dan tertarik. Hatinya kecewa karena
dari Lan Giok ia tidak mendengar sesuatu yang aneh yang
dapat membuka rahasia hati kekasihnya itu. Kini
mendengar bahwa Bucuci dan Koai kauw jit him itu
sebetulnya hendak mengejar dan menangkap Sian Hwa,
hatinya menjadi makin gelisah.
“Kalian lanjutkanlah perjalananmu ke Sian hwa san, aku
hendak ke kota raja lebih dulu, baru kemudian aku akan
menyusul ke sana,” katanya sambil bangkit berdiri setelah
Thian Giok membayar harga makanan dan minuman.
Lan Giok kecewa sekali karena Bun Sam tidak mau pergi
bersama mereka. Melihat kemuraman wajah adiknya,
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
Thian Giok merasa kasihan. Setelah mereka berpisah dari
Bun Sam, Thian Giok berkata, “Adikku, kau tunggu
sebentar di sini, aku mau bicara penting dengan dia!” Ia lalu
kembali dan mengejar Bun Sam yang belum pergi jauh.
Mendengar panggilan Thian Giok, Bun Sam berhenti.
“Bun Sam, jangan kau lama lama pergi. Lekaslah
menyusul kami di Sian hwa san. Sebetulnya, ayah hendak
bicara dengan kau mengenai urusan perjodohanmu dengan
adikku Lan Giok.”
“Apa…??” Bun Sam memandangnya dengan mata
terbelalak. Tak terasa ia memandang ke arah Lan Giok
yang berdiri agak jauh dari situ. Gadis ini tidak mendengar
apa yang dibicarakan oleh Thian Giok kepada Bun Sam,
maka ia memandang dengan penuh perhatian. Gadis itu
nampak cantik sekali tertimpa sinar matahari pagi, cantik
dan manis dengan potongan tubuhnya yang ramping.
“Semua sudah setuju dengan perjodohan itu,” kata
Thian Giok pula dengan hati geli ketika ia melihat Bun Sam
memandang ke arah adiknya, “bahkan guruku telah pergi
ke Oei san untuk membicarakan urusan ini dengan Kim
Kong Taisu. Pendeknya, pertunanganmu dengan Lan Giok
telah diresmikan oleh orang orang tua.”
“Apakah dia…. sudah tahu tentang pertunangan ini ?”
tanya Bun Sam bagaikan dalam mimpi.Maksud pemuda ini
ialah apakah Sian Hwa sudah tahu tentang pertunangan itu,
tetapi tentu saja Thian Giok mengira bahwa Bun Sam
maksudkan adalah Lan Giok.
“Tentu saja, adikku merasa beruntung sekali. Tidakkah
kau melihat betapa ia mencintamu?”
Bersinar mata Bun Sam dan Thian Giok mengira bahwa
pemuda ini merasa girang. Sebetulnya Bun Sam hanya
TiraikasihWebsite http://kangzusi.com/
merasa lega karena kini tahulah ia akan rahasia kekasihnya.
Tak salah lagi, Lan Giok tentu sudah memberi tahu kepada
Sian Hwa tentang pertunangan itu, sehingga kekasihnya itu
menjadi putus harapan dan mengalah. Alangkah halus budi
Sian Hwa. Gadis kekasihnya itu mengalah dan rela berpisah
dari dia setelah tahu bahwa Bun Sam telah ditunangkan
dengan Lan Giok.
“Jangan lama lama kau pergi, Bun Sam. Kami menanti
di Sian hwa san,” sekali lagi Thian Giok berkata.
Seperti seorang linglung, Bun Sam hanya mengangguk,
kamudian berkata singkat, “Selamat berpisah.” Lalu ia
melompat dan sekejap mata saja ia sudah lenyap dari depan
Thian Giok, membuat murid Mo bin Sin kun ini merasa
heran dan kagum.
“Kau bilang apa padanya?” tanya Lan Giok.
Thian Giok tertawa. “Tidak apa apa, hanya aku pesan
jangan dia terlalu lama pergi karena tunangannya menanti
nanti dengan hati rindu.”
Merah muka Lan Giok, demikian jengah dia sehingga
untuk sesaat tidak dapat menjawab godaan kakaknya.
“Aku bilang bahwa dia sudah bertunangan denganmu,
bukankah itu baik sekali?”
Tak dapat lagi Lan Giok kali ini bercekcok dengan
kakaknya, maka tanpa bilang sesuatu, ia lalu lari
melanjutkan perjalanannya. Thian Giok mengejar sambil
tersenyum senyum, hatinya penuh kebahagiaan melihat
adiknya berhati girang dan bahagia.
Tag:cersil cersil indo cersil mandarin full cerita silat mandarin online cersil langka cersil mandarin lepas cerita silat pendekar matahari kumpulan cerita silat jawa cersil mandarin beruang salju. cerita silat pendekar mataharicerita silat indonesia cerita silat kho ping hoo cerita silat mandarin online cerita silat mandarin full cerita silat jawa kumpulan cerita silat cerita silat jawa pdf cerita silat indonesia gratis cerita silat jadul indonesia cerita silat indonesia pendekar rajawali sakti cersil indonesia pendekar mabuk cersil langka cersil dewa arak cerita silat jaman dulu cersil jawa download cerita silat mandarin full cerita silat mandarin online cersil mandarin lepas cerita silat mandarin pendekar matahari cerita silat jawa pdf cersil indonesia pdf cersil mandarin beruang salju kumpulan cerita silat pdf
kumpulan cerita silat cersil online
Share:
cersil...
Comments
0 Comments