Senin, 20 Agustus 2018

CersilHeboh Sepasang Rajah Naga 4 Tamat

CersilHeboh Sepasang Rajah Naga 4 Tamat======



“Untuk itu, harap Kongcu (Tuan Muda) memperkenalkan nama dan maksud ingin menghadap lebih dulu agar dapat kami laporkan kepada beliau. Setelah beliau menyatakan dapat menerima, baru Kongcu diperkenankan masuk. Akan tetapi bagi Siocia (Nona) ini, harap menunggu di luar saja dan maaf, karena wanita tidak diperbolehkan memasuki Biara.” “Hemm, aku mempunyai keperluan dengan ketua Siauw-Lim-Pai, lalu bagaimana aku dapat bertemu dan bicara kepadanya kalau tidak boleh masuk Biara? Kalian ini Hwesio-Hwesio Siauw-Lim-Pai merupakan laki-laki yang sombong dan tinggi hati! Kalian memandang rendah wanita sehingga tidak membolehkan wanita masuk! Apa kalian kira kalau wanita itu mahluk rendah yang akan mengotori Biara kalian! Tidak ingatkah kalian bahwa Ibu kalian juga
1000
wanita?” Ucapan Ouw Yang Lan yang tajam dan keras itu sungguh mengejutkan empat orang Hwesio itu, akan tetapi juga membuat mereka tertegun dan tidak tahu harus berkata dan berbuat apa. Song Bu merasa tidak enak hati sekali mendengar ucapan Ouw Yang Lan yang di anggapnya terlalu keras dan mungkin akan menyulitkan mereka sendiri. “Lan-moi, para Hwesio ini hanya menaati peraturan yang telah ditentukan di Siauw-Lim-Si,” kata Song Bu. “Kalau begitu si pembuat aturan itu yang tidak tahu diri, mungkin Ibunya bukan seorang wanita!” kata Ouw Yang Lan lagi, semakin marah karena ia menganggap bahwa Song Bu berpihak kepada para pendeta Siauw-Lim. “Ibu, kenapa dua orang itu ribut-ribut? Apakah mereka itu datang untuk membikin kacau di sini?” terdengar suara kanak-kanak. Mendengar itu Ouw Yang Lan dan Song Bu memutar tubuh memandang. “Hussh, Li Hong, jangan mencampuri urusan orang lain!” Seorang wanita cantik berusia empat puluh tahun lebih menegur seorang anak perempuan dengan suara halus. Anak perempuan itu berusia kurang lebih sembilan tahun. Ketika melihat wanita cantik itu, Ouw
1001
Yang Lan dan Song Bu terbelalak. Biarpun kini tampak lebih tua dari pada dahulu, namun mereka masih mengenal baik wanita itu. Ouw Yang Lan berlari menghampiri wanita itu, dikuti oleh Song Bu yang merasa girang bukan main. Diluar dugaan mereka malah bertemu dengan Sim Kui Hwa di sini! “Ibu Sim Kui Hwa...!” “Subo (Ibu Guru)...!” Ouw Yang Lan berlari menghampiri wanita itu diikuti oleh Song Bu yang merasa girang bukan main. Diluar dugaan mereka malah bertemu dengan Sim Kui Hwa di sini.! “Ibu...!! Ouw Yang Lan merangkul wanita itu. Sim Kui Hwa masih tercengang karena ia merasa tidak mengenal dua orang itu. “Ibu... aku Ouw Yang Lan!” “Dan saya Tan Song Bu!” kata Song Bu. “Ahh... Lan-ji... Song Bu...” Sim Kui Hwa balas merangkul Ouw Yang Lan dengan girang sekali. Lalu ia menoleh kepada empat orang Hwesio yang berdiri dan memandang heran. “Beres, mereka ini adalah anak-anakku sendiri!” Mendengar ini, empat orang Hwesio itu mengangguk dan mereka kembali ke pintu
1002
gerbang dan memasukinya, lalu menutupkan daun pintunya yang amat tebal dan kokoh kuat itu. “Mari masuk pondok, kita bicara di dalam!” kata Sim Kui Hwa sambil menggandeng tangan Ouw Yang Lan. Mereka semua masuk dan duduk mengelilingi sebuah meja dalam pondok itu. “Li Hong, ini adalah enci Ouw Yang Lan yang pernah kuceritakan padamu. Dan dia adalah Kakak Tan Song Bu, Suhengnya.” “Jadi enci Lan ini saudaranya enci Hui Ibu?” tanya Li Hong. “Siapakah adik manis ini, Ibu?” tanya Ouw Yang Lan yang merasa heran sekali mendengar anak perempuan itu menyebut Ibu pula kepada Sim Kui Hwa. “Ahh, panjang ceritanya, Lan-ji. Li Hong, engkau pergilah ke dapur dan masak air, buatkan air teh untuk kedua orang kakakmu ini!” perintah Sim Kui Hwa kepada Li Hong. Anak itu mengerutkan alisnya, Sebetulnya ia ingin sekali mendengar percakapan mereka. Li Hong adalah seorang anak yang keras hati dan cerdik. la bahkan berani membantah Ayahnya. Akan tetapi, terhadap Ibunya yang lemah lembut itu, ia taat sekali. Ketaatan yang timbul karena besarhya kasih sayangnya terhadap Ibunya. Maka, mendengar perintah Ibunya, ia turun dari kursinya.
1003
“Baik, Ibu,” katanya patuh dan Li Hong lalu meninggalkan mereka, masuk ke dalam dapur. “Nah, sekarang akan kuceritakan semua agar kalian berdua tidak menjadi heran dan penasaran lagi. Lan-ji, anak itu bernama Li Hong, Gan Li Hong dan ia adalah anakku sendiri.” Song Bu merasa heran, akan tetapi dia diam saja. Ouw Yang Lan terbelalak heran. “Akan tetapi, Ibu...!” “Dengarlah, Lan-ji, dan engkau juga, Song Bu. Ketika aku dan Ibumu dipisahkan oleh para penculik, aku dibawa pergi penjahat Tok-Gan-Houw Lo Cit. Akan tetapi aku lalu dipisahkan lagi dari Ouw Yang Hui yang dibawa pergi anak buahnya Ketika aku dibawa pergi Lo Cit, aku ditolong oleh seorang pendekar Siauw-Lim-Pai bernama Gan Hok San. Dia mengantar aku kembali ke Pulau Naga. Akan tetapi Ayahmu, Ouw Yang Lee, bukan saja tidak mau menerima aku kembali, bahkan dia cemburu dan marah dan dia hendak membunuhku. Aku tentu sudah mati terbunuh olehnya kalau saja aku tidak dibela oleh pendekar itu. Peristiwa ini tentu telah diketahui pula oleh Song Bu.” Sim Kui Hwa memandang kepada pemuda itu. Song Bu mengangguk.
1004
“Saya melihatnya, akan tetapi saya tidak berani mencampuri dan tidak berdaya, Subo.” “Aku tidak menyalahkan engkau, Song Bu. Ketika itu engkau masih kecil, baru berusia kurang lebih sepuluh tahun. Apa yang dapat kau lakukan untuk menolong dan menentang suhumu?” “Ibu, apa yang Ibu ceritakan itu sudah kudengar dari Bu-ko, lalu bagaimana selanjutnya, Ibu?” tanya Ouw Yang Lan tidak sabar. “Sikap Ayahmu itu menghancurkan hatiku, Lan-ji. Rasanya aku ingin mati saja. Aku tidak tahu di mana adanya Hui-ji bagaimana nasibnya. Suamiku menolak bahkan ingin membunuhku. Aku tidak mempunyai siapa-siapa lagi di dunia ini. Akan tetapi, Gan Hok San bersikap amat baik kepadaku. Dia menghiburku, menasihatiku, dan melindungiku mengajak aku tinggal di rumahnya. Karena dia adalah seorang laki-laki yang hidup seorang diri, maka akhirnya aku menerima pinangannya dan menjadi isterinya. Kemudian lahirlah Li Hong.” Nyonya itu berhenti dan menundukkan mukanya, seolah merasa malu kepada Ouw Yang Lan bahwa ia telah menikah lagi dengan pria lain, bahkan sudah mempunyai seorang anak. Ouw Yang Lan yang cerdik itu dapat menduga sikap Ibu tirinya itu maka ia lalu berkata dengan nada suara menghibur.
1005
“Ibu, kalau Ibu menikah dengan penolong Ibu, maka Ibu kandungku sendiri, juga sudah menikah, bahkan menikah dengan penculiknya.” Biarpun berkata demikian, akan tetapi tidak ada nada marah atau mengejek dalam kata-kata gadis itu. Tentu saja Sim Kui Hwa terkejut bukan main mendengar pengakuan Ouw Yang Lan itu. Seketika lenyap rasa rikuh dan malunya ketika mendengar bahwa madunya bahkan telah menikah dengan penculiknya! la mengangkat mukanya memandang wajah Ouw yang Lan dengan sinar mata seolah tidak mau percaya. “Apa yang telah terjadi dengan engkau dan Ibumu, Lan-ji? Cepat ceritakan kepadaku!” “Ketika Ibu kandungku dan aku dipisahkan darimu, kami dibawa pergi oleh Thai-Lek-Kui Ciang Sek. Di tengah perjalanan, kami berusaha untuk melarikan diri darinya. Akan tetapi kami bahkan tertangkap oleh tiga orang jahat yang hendak berbuat keji terhadap Ibu. Untung Ciang Sek datang dan dia membunuh tiga orang penjahat itu. Tentu saja kami berterima kasih kepadanya. Di sepanjang perjalanan dia bersikap sopan dan baik kepada kami. Dia membawa kami ke Pek-In-San. Dia adalah Majikan Bukit Awan Putih itu. Kami tinggal di sana dan Ciang Sek bersikap baik sekali sehingga lambat laun Ibu tidak dapat menolak ketika dia meminang Ibu untuk menjadi isterinya. Akupun diperlakukan dengan baik
1006
seperti anaknya sendiri sehingga timbul pula rasa suka dan bakti dalam hatiku terhadap Ayah tiriku itu. Dia melatih aku dengan ilmu silat juga memberi pendidikan sastra. Setelah aku dewasa, timbul niatku untuk mencari engkau dan Hui-moi, Ibu. Aku bertemu dengan Kakak Song Bu ini dan kami berdua pergi mencari kalian. Aku berhasil nembunuh jahanam Lo Cit dan Bu-ko mendengar bahwa Ibu dan Hui-moi dibawa oleh Pendekar Gan Hok san. Karena kami mendengar bahwa Gan-Taihiap adalah seorang tokoh Siauw-Lim-Pai, maka kami berdua hendak menghadap ketua Siauw-Lim-Pai untuk menanyakan di mana tinggalnya Gan Hok San. Sama sekali kami tidak pernah menduga bahwa kami akan bertemu dengan Ibu di sini.” “Saya juga secara tidak tersangka-sangka pernah bertemu dengan adik Ouw Yang Hui, Ibu. la sehat dan baik-baik saja waktu itu. la tinggal di Nam-Po dan ia... ia...” Song Bu tak dapat melanjutkan ceritanya karena berat hatinya untuk memberi tahu Ibu kandung gadis itu bahwa gadis itu kini menjadi anak angkat seorang mucikari dan tinggal dalam sebuah rumah hiburan. “Aku sudah tahu, Song Bu. Hui-ji sudah pulang kepada kami dan ia telah menceritakan semua pengalamannya itu.”
1007
“Hui-moi sudah pulang?” tanya Ouw Yang Lan sambil melompat berdiri. “Di mana ia sekarang Ibu...? Di mana...? Aku ingin sekali bertemu dengannya, betapa rinduku kepadanya!” Bayangan khawatir dan duka yang tadi menyelubungi wajah cantik itu kini kembali lagi setelah tadi berubah cerah karena pertemuannya dengan Ouw Yang Lan. “Adikmu... ah.! adikmu...!” Tak dapat ditahan lagi, kedua mata wanita itu menjadi basah air mata. Pada saat itu, Li Hong memasuki ruangan membawa poci dan beberapa buah cangkir. la menaruh poci teh dan cangkir-cangkir itu ke atas meja dan ketika ia memandang kepada Ibunya, ia berkata. “Eh... Ibu menangis? Ibu tentu mengkhawatirkan enci Hui lagi. Jangan menangis, Ibu. Enci Hui pasti akan kembali!” “Ibu, apakah yang telah terjadi dengan Hui-moi? Di mana ia sekarang?” tanya Ouw Yang Lan. “Kisahnya begini, Lan-ji. Hui-ji memang sudah kembali kepada kami di dusun Sia-Bun di lereng pegunungan Beng-San. Akan tetapi mendadak muncul Ouw Yang Lee yang hendak merampas Hui-ji. Gan Hok San memang dapat mengusirnya, akan tetapi kami khawatir kalau dia datang lagi bersama teman-temannya yang
1008
lihai. Maka kami lalu datang ke sini dengan maksud minta perlindungan dari para suhu di Kuil Siauw-Lim-Si. Akan tetapi ketika kami bertiga, aku, Hui-ji dan Hong-ji ini sedang, menunggu dalam kereta karena Gan Hok San melihat pertemuan yang terjadi di depan pintu gerbang Kuil, mendadak muncul seorang yang menotok aku dan Hong-ji, lalu membawa lari Hui-ji.” “Ah, siapa orang itu, Ibu? Siapa? Katakan padaku, akan kuhajar orang itu dan kurampas kembali Hui-moi!” seru Ouw Yang Lan sambil mengepal tinju, mukanya merah, matanya berkilat. Sim Kui Hwa menggeleng kepala dengan sedih. “Kami semua tidak tahu dengan pasti, akan tetapi... menurut penyelidikan Gan Hok San, mungkin dia itu seorang yang berjuluk Si Banci Bergigi Emas, dan penculik itupun mengenakan jubah sebagai anggauta Pek-Lian-Kauw.” “Kapan terjadinya hal itu?” Ouw yang Lan mendesak. “Baru tiga hari yang lalu...” “Sudah, Ibu. Aku pamit, aku hendak pergi mengejar penculik itu, mencari Hui-moi sampai ketemu. Mari, Bu-ko. Gadis itu lalu melangkah keluar pondok dengan cepat seolah-olah penculiknya
1009
berada di luar pondok. Song Bu hanya dapat mengikutinya setelah memberi hormat kepada Sim Kui Hwa. “Tunggu, enci Lan! Aku ikut!” Teriakan Li Hong ini membuat Ouw yang Lan menoleh dan berhenti sejenak. Li Hong mengejarnya. “Aku ikut dengan enci Lan. Aku juga hendak mencari enci Hui. Aku berani melawan penculik!” Biarpun ia sedang marah sekali terhadap penculik, namun melihat sikap Li Hong, Ouw Yang Lan tersenyum juga. la senang kepada anak ini, sikapnya demikian gagah, tidak berbeda dengan ia ketika masih kecil. la mengelus rambut di kepala Li Hong. “Belum waktunya, Hong-moi. Engkau berlatihlah silat dengan tekun. Sepuluh tahun lagi baru boleh engkau malang melintang di dunia kang-ouw dan membasmi para penjahat!” Setelah berkata demikian, Ouw Yang Lan meloncat jauh ke depan dan lari cepat sekali, diikuti oleh Song Bu. Li Hong berdiri mengikuti bayangan dua orang itu dan termenung. la merasa kecewa sekali tidak boleh ikut, akan tetapi iapun menyadari kelemahannya. Baru mengejar dua orang itu saja ia tidak mampu, bagaimana ia akan dapat merampas kembali encinya dari tangan penculik yang lihai? Enci Lan benar, keluhnya dalam hati, ia harus belajar lagi sepuluh tahun baru akan mampu menandingi para penjahat besar. Sementara itu,
1010
Ouw Yang Lan dan Song Bu sudah menuruni lereng dengan ilmu berlari cepat mereka. Setelah tiba di kaki bukit, Ouw Yang Lan berhenti dan Song Bu otomatis berhenti pula. “Bu-ko, penjahat yang menculik Hui-moi itu tentu lihai sekali. Buktinya dia berani menculik enci Hui di depan Biara Siauw-Lim yang terkenal kuat dan para pemimpinnya ditakuti orang. Kukira orang yang memiliki kepandaian seperti itu tentu bukan orang yang tidak terkenal. Julukan Banci Bergigi Emas tentu dikenal banyak orang kang-ouw walaupun aku sendiri belum pernah mendengarnya. Apakah engkau pernah mendengar julukan itu, Bu-ko?” Song Bu menggeleng kepalanya. “Aku belum lama meninggalkan Pulau Naga, belum lama berkecimpung di dunia kangaouw, Lan-moi. Akupun belum pernah mendengar julukan itu.” “Sebaiknya kita sekarang membagi tugas, Bu-ko. Engkau carilah orang yang berjuluk Si Banci Bergigi Emas itu. Aku sendiri hendak mencari ke kota raja.” “Kenapa ke kota raja, Lan-moi?” “Hemm, aku masih curiga kalau-kalau Ouw Yang Lee yang berdiri di belakang peristiwa penculikan atas diri Hui-moi itu. Bukankah
1011
engkau mengatakan bahwa ia berusaha keras untuk membunuh Hui moi, kemudian berusaha keras untuk mendapatkan kembali Hui-moi dengan maksud untuk dihadiahkan kepada Sribaginda Kaisar agar dia mendapatkan kedudukan tinggi? Atau mungkin juga Hui-moi akan serahkan kepada orang yang memiliki kekuasaan dan kedudukan tinggi di Istana. Siapa tahu? Orang itu, biarpun Ayah kandungku sendiri, ternyata amat jahat, serakah dan tega mencelakai isteri-isteri dan anak-anak sendiri. Aku harus menyelidiki ke sana, Bu-ko.” “Baiklah, Lan-moi. Akan tetapi berhati hatilah. Suhu Ouw Yang Lee...” “Engkau masih mengakui dia sebagai gurumu?” Song Bu menghela napas panjang. “Biarpun aku sendiri tidak suka melihat sepak terjangnya, tidak suka melihat dia mengabdi kepada Thaikam Liu Cin dan para rekannya adalah datuk-datuk sesat yang jahat, namun bagaimanapun juga dia adalah guruku dan sebagian besar ilmu-ilmu yang kumiliki adalah pemberiannya. Dan sebaiknya engkau bersikap hati-hati sekali. Para datuk sesat yang menjadi rekan-rekannya adalah orang-orang yang benar-benar memiliki ilmu kepandaian tinggi, merupakan lawan yang berat. Apa lagi kalau
1012
engkau berhadapan langsung dengan Thaikam Liu Cin. Dia memiliki kekuasaan besar, yang terbesar di seluruh Istana sesudah Sribaginda Kaisar.” “Baiklah, Bu-ko. Aku akan ingat pesanmu dan akan berlaku hati-hati.” Dua orang itu lalu berpisah mengambil jalan masing-masing dalam usaha mereka mencari Ouw Yang Hui yang dilarikan penculik. “Hayo cepat!” Pangeran Yorgi membentak marah. Dia adalah seorang ahli silat yang terkenal sekali dengan ilmunya meringankan tubuh sehingga dia mampu berlari secepat kuda. Biasanya dia kalau melakukan perjalanan menggunakan ilmunya sehingga perjalanan berlangsung amat cepatnya. Kini, dengan Ouw Yang Hui sebagai seorang tawanannya, dia harus berjalan perlahan-lahan karena gadis itu tidak dapat berjalan cepat. Tentu saja hal ini membuatnya mendongkol dan marah sehingga dia mengomel di sepanjang jalan. Kalau dia mau memondong gadis itu, tentu perjalanan dapat dilakukan lebih cepat. Akan tetapi dia tidak suka melakukan hal itu. Ada kelainan yang aneh dalam diri tokoh yang berdarah mancu ini. Dia tidak suka kepada wanita, makin cantik wanita itu, semakin tidak sukalah dia, behkan condong membencinya. Wanita cantik membuat dia cemburu dan muak.
1013
“Hayo cepat, keparat!” bentaknya lagi sambil mendorong punggung Ouw Yang Hui. gadis itu terhuyung-huyung ke depan. Ouw Yang Hui menderita sekali. la letih luar biasa karena setiap hari dipaksa berjalan. Kaki dalam sepatunya sudah lecet-lecet dan membengkak. Rambutnya yang hitam lebat dan panjang itu awut-awutan, pakaiannya yang kedodoran itu kusut dan kotor. Wajahnya yang cantik jelita itu tampak pucat. la memaksa kedua kakinya untuk melangkah maju, akan tetapi dorongan itu membuat ia terhuyung-huyung dan akhirnya ia tidak kuat mempertahankan lagi dan terpelanting jatuh. Ouw Yang Hui merebahkan tubuhnya di atas tanah, menempelkan pipinya pada tanah dan ia memejamkan matanya. Alangkah nyaman dan nikmatnya rebah setengah menelungkup di atas tanah berumput itu. Bau tanah dan rumput demikian sedapnya. Seluruh tubuhnya yang kelelahan itu berdenyut-denyut nikmat sekali. Mau rasanya ia seterusnya dalam keadaan seperti itu. “Hayo bangun, keparat malas! Hayo bangun dan berjalan lagi. Kapan kita sampai ke tujuan kalau engkau bermalas-malasan seperti ini? Hayo bangun atau akan kuseret rambutmu!” bentak Pangeran Yorgi berang. Perlahan-lahan Ouw Yang Hui membuka kedua matanya, lalu perlahan ia bangkit duduk. Kini ia mengangkat mukanya memandang kepada Pangeran Yorgi, sikapnya tenang
1014
dan berani, pandang matanya menentang mata penculiknya penuh tantangan. “Pangeran Yorgi, dari pada engkau menyiksaku seperti ini, lebih baik bunuh saja aku. Aku sudah tidak kuat berjalan lagi. Kalau engkau hendak membunuhku, lakukanlah dan semoga Thian akan mengampunimu.” “Hemm, kalau saja aku tidak takut pada ia yang menyuruhku, untuk apa aku bersusah payah menjagamu setiap hari? Engkau tentu telah kubunuh di depan Kuil Siauw-Lim itu. Hayo bangun, perutku sudah lapar. Kita makan di dusun depan sana, tak jauh lagi dari sini. Cepat!” Pangeran Yorgi menyentuh pundak Ouw Yang Hui dengan ujung sepatunya. Akan tetapi gadis itu tetap rebah terkułai dan ketika Pangeran Yorgi mengamatinya, dia mendapat kenyataan bahwa gadis itu telah roboh pingsan saking lelah dan kehabisan tenaga karena lapar! “Sialan!” Yorgi memaki dan membuang ludah ke kanan. “la pingsan kelelahan dan kelaparan. Terpaksa harus mencari makanan dan minuman untuknya. Sialan!” Dia lalu menggunakan jari tangannya menotok kedua pundak Ouw Yang Hui yang pingsan itu agar kalau gadis itu siuman dari pingsannya, ia tidak akan dapat bergerak dan
1015
tidak dapat melarikan diri. Setelah memaki beberapa kali lagi, Yorgi melompat dan seperti terbang saja dia sudah meninggalkan tempat itu menuju ke dusun yang sudah tampak genting rumahnya dari situ. Ouw Yang Hui menggeletak lemas. la tidak mampu menggerakkan kaki tangannya. Begitu siuman dari pingsannya, ia membuka matanya dan matanya silau oleh cahaya matahari yang menembus celah-celah daun pohon. Kemudian ia teringat bahwa ia tadi terguling jatuh ke atas tanah, dimarahi dan dibentak Yorgi. la merasa heran. Yorgi tidak ada lagi disitu! la hanya seorang diri! Hal ini mengejutkan, mengherankan akan tetapi juga menggirangkan hatinya. la harus cepat pergi dari tempat itu! la menjadi bersemangat kembali, lupa akan kelelahan dan kelaparan yang menggerogoti perutnya. la berusaha bangkit, akan tetapi tidak mampu menggerakkan seluruh tubuhnya! la hanya menggeletak lemas, sama sekali tidak berdaya. Pergaulannya dengan keluarganya dan dengan Sin Cu membuat ia mengerti bahwa ia tentu telah ditotok oleh Pangeran Yorgi sebelum ditinggalkan. la merasa nelangsa kembali dan teringat kepada Sin Cu. Kalau saja ada kekasih atau tunangannya itu di situ, Pangeran Yorgi tentu akan dihajar dan ia dapat diselamatkan. Hatinya diliputi kedukaan. Baru saja dia terangkat dari keadaannya yang membuat ia selalu gelisah ketika masih berada di rumah Cia-
1016
Ma, bertemu dengan Sin Cu, kemudian bertemu dengan Ibu kandung, bahkan lalu ditunangkan dengan Wong Sin Cu pria yang dikagumi dan dicintanya, baru saja ada cahaya terang bersinar dalam hidupnya, membuatnya bahagia sekali, sekarang secara tiba-tiba kebahagiaan itu direnggut orang dengan paksa! la membayangkan dengan sedih betapa Sin Cu, Ibu kandungnya, Li Hong, dan Gan Hok San tentu menjadi gelisah bukan main kehilangannya. Melihat sikap Pangeran Yorgi yang seperti orang gila dan kejam sekali itu, hampir tidak ada harapan baginya untuk dapat lolos dari tangannya, untuk dapat bertemu dan berkumpul kembali dengan orang-orang yang ia cinta. Hatinya menjadi gelisah sekali. Biarpun ia sudah pasrah kepada Tuhan, namun bayangan-bayangan mengerikan yang mungkin menimpa dirinya membuat gadis itu ketakutan dan tanpa disadarinya, air mata mengalir keluar dari kedua pelupuk matanya. Tiba-tiba ia mendengar langkah kaki dari arah belakang kepalanya. la terkejut dan mengira bahwa Pangeran Yorgi yang datang. Kernudian kedua pundaknya ditotok orang dan iapun dapat menggerakkan tubuhnya kembali. Karena menduga bahwa orang yang membebaskan totokannya tentulah Pangeran Yorgi, maka Ouw yang Hui bangkit duduk dengan malas malasan dan siap
1017
untuk tersiksa lagi harus melakukan perjalanan yang berat dan jauh dengan kedua kaki yang sudah membengkak. “Hui-moi...!” la terkejut, memutar tubuhnya dan matanya terbelalak melihat bahwa orang yang berada di depannya, yang berjongkok sambil tersenyum, sama sekali bukan Pangeran Yorgi, melainkan Tan Song Bu. “Bu-ko... Ah... Bu-ko...” Ouw Yang Hui menjerit dan saking gembiranya, saking lega dan juga terharunya, ia menubruk dan merangkul pemuda itu sambil menangis. Selama hidupnya Song Bu belum pernah bergaul dekat dengan wanita, apa lagi memeluknya. Kini dia terpaksa memeluk karena Ouw Yang Hui merangkulnya dan jantungnya berdegup keras sekali. merasa aneh. Kulit tubuh orang yang dipeluknya itu demikian halus, demikian lembut dan hangat. Timbul rasa sayang yang amat besar dalam hatinya terhadap Ouw Yang Hui. “Hui-moi, kenapa engkau sampai begini...?” Song Bu mengelus rambut yang kusut itu, meraba muka yang basah air mata itu. “Apa yang terjadi denganmu? Mana itu orang yang menculikmu, Hui-moi?” Mendengar pertanyaan itu, Ouw Yang Hui teringat akan
1018
penculiknya dan rasa takutnya timbul kembali. la melepaskan rangkulannya, lalu bangkit berdiri dan memandang ke sekeliling. “Hati-hati, Bu-ko. Dia... dia manusia iblis itu, dia lihai sekali...” Song Bu juga bangkit berdiri dan memandang ke sekeliling. “Di mana dia, Hui-Moi? Di mana penculik itu?” tanyanya dan hatinya sudah menjadi marah sekali. Tiba-tiba terdengar suara tawa nyaring meninggi. “Hi-hi-hi-hik! Bocah tampan dari mana berani mengganggu tawananku?” Song Bu cepat memutar tubuhnya dan dia hanya melihat bayangan berkelebat dan tahu-tahu di depannya telah berdiri seorang laki-laki berusia sekitar empat puluh tahun, bertubuh tinggi kurus, mukanya tampan dan senyumnya genit, matanya juga melirak-lirik genit seperti seorang wanita, Ketika tersenyum, ada kilatan emas pada giginya. Sekali pandang saja yakinlah sudah hati Song Bu bahwa dia berhadapan dengan Orang yang berjuluk Si Banci Bergigi Emas yang menculik Ouw Yang Hui. Mukanya menjadi merah dan hatinya panas sekali karena marah. “Hemm... kiranya engkau ini jahanam yang telah menculik adik Ouw Yang Hui? Sekarang engkau bertemu dengan aku, berarti engkau akan mampus untuk menebus dosamu!” Pangeran Yorgi
1019
sudah melihat ketampanan pemuda itu dan hatinya tertarik sekali. pangeran peranakan Mancu ini memang mempunyai kelainan, yaitu selain membenci wanita diapun suka sekali kepada pria tampan dan muda. Setiap kali melihat seorang pria muda yang tampan, gairah berahinya berkobar. Mendengar ucapan Song Bu yang bernada marah itu Yorgi tersenyum genit. “Aihh, orang muda yang tampan, orang muda yang gagah. Mengapa kita harus saling bermusuhan hanya karena seorang wanita? Orang muda, dari pada kita mesti bermusuhan, lebih baik kalau kita bersahabat, bukan?” “Keparat, engkau tentu yang berjuluk Si Banci Bergigi Emas itu, bukan? Kulihat engkau ini hanya seorang gila yang sudah bosan hidup!” bentak Song Bu. “Heh-heh-heh! Bagus sekali kalau engkau sudah tahu siapa aku! Akan tetapi engkau tentu belum tahu bahwa Si Banci Bergigi Emas adalah seorang pangeran. Aku adalah Pangeran Yorgi. Kalau engkau mau menjadi sahabat baikku, engkau akan hidup mulia dan terhormat. Marilah kita bersahabat orang muda,” “Gila! Siapa sudi bersahabat denganmu? Aku jijik dan muak melihat sikapmu yang seperti orang gila! Aku bahkan ingin
1020
membunuhmu!” bentak Song Bu. Kini Pangeran Yorgi menjadi marah pula. Sepasang alisnya berkerut dan pandang matanya tidak manis lagi, senyumnya menghilang dan kini mulutnya cemberut. “Orang muda, engkau sombong sekali. Baiklah, kalau engkau lebih suka mati, aku akan melempar nyawamu ke neraka. Akan tetapi sebelum mampus, katakan dulu siapa namamu!” “Dengar baik-baik agar engkau jangan mati penasaran tanpa mengetahui siapa yang membunuhmu. Aku adalah Tan Song Bu.” “Tan Song Bu, engkau tidak mau kuajak hidup bersenang-senang di sorga, biarlah kukirim engkau ke neraka!” bentak Pangeran Yorgi dan diapun menerjang dengan serangan yang dahsyat. Tangan kirinya menampar ke arah rmuka Song Bu, dan pada detik berikutnya tangan kanannya mencengkeram ke arah perut pemuda itu. Serangannya ini hebat bukan main. Selain mengandung hawa pukulan yang amat kuat, juga gerakannya cepat sekali. “Wuuuuuttt... plak...!” Song Bu juga bergerak cepat. Tamparan ke arah mukanya dapat dia elakkan dengan miringkan tubuh dan dia melangkah mundur sambil menangkis cengkeraman ke arah
1021
perutnya. Ketika kedua lengan bertemu, keduanya merasa betapa lengan mereka tergetar, tanda bahwa tenaga lawan amat kuatnya. Song Bu tidak memberi kesempatan kepada lawannya untuk menyusupkan serangan ke dua. Dia sudah membalas dengan serangan yang tidak kalah dahsyatnya. Dia mainkan ilmu silat Liong-To-Kun (Silat Sakti Pulau Naga), yaitu silat aliran Pulau Naga yang menjadi silat khas Pulau Naga yang diciptakan Ouw Yang Lee. Dan untuk melengkapi silat ini, dia menyerang dengan pengerahan Ang-Tok-Ciang (Tangan Beracun Merah) yang merupakan ilmu andalan Pulau Naga Kedua tangannya berubah merah sekali kedua tangan ini mengandung hawa beracun yang amat hebat. “Aihh! Ang-Tok-Ciang?” Pangeran Yorgi berseru kaget dan diapun cepat berkelebatan mengelak lalu membalas dengan pukulan dan dibarengi cengkeraman tangan kedua yang menjadi andalannya. Mereka saling serang dan keduanya sama gesitnya. Pangeran Yorgi memiliki ginkang amat hebat, namun Tan Song bu juga terkenal dengan sebutan Bu-Eng-Kui (Setan Tanpa Bayangan) karena dia dapat bergerak cepat sekali sehingga pemuda itu dapat mengimbangi walaupun dia masih kalah cepat. Setelah mereka saling serang selama tiga puluh jurus lebih dan keduanya masih belum ada tanda-tanda siapa yang lebih unggul, Song Bu
1022
mengubah permainan silatnya. Kini dia mainkan Im-Yang Sin-Ciang yang pernah dipelajarinya dari Im Yang Tojin. “Heii! Ini Im-Yang Sin-Ciang!” Pangeran Yorgi kembali berseru heran. Diam-diam Song Bu terkejut juga. Lawannya itu agaknya mengenal semua ilmunya. Karena mengenal Im-Yang Sin-Ciang, maka Pangeran Yorgi tentu saja dapat menyambutnya dengan baik. Kembali perkelahian itu berlangsung ramai dan seimbang. Puluhan jurus berlalu dan keduanya masih berimbang. Ouw Yang Hui menonton dengan jantung berdebar tegang. la tahu betapa lihainya penculiknya dan tentu saja ia amat khawatir kalau-kalau Song Bu akan kalah. Kalau ia mempergunakan kesempatan selagi penculiknya bertanding melawan Song Bu untuk melarikan diri, tentu besar kemungkinan ia akan dapat meloloskan diri. Akan tetapi hatinya tidak mengijinkan ia meninggalkan Song Bu yang sedang mati-matian membelanya itu begitu saja. Song Bu menjadi penasaran sekali. Serangan serangan lawan itu dapat. dia hindarkan dengan tangkisan dan elakan. Dan dalam adu tenaga ketika dia menangkis, mendapat kenyataan bahwa dalam tenaga, dia lebih kuat sedikit. Akan tetapi kelebihannya ini ditutup kekurangannya dalam hal kecepatan gerak. Dalam meringankan tubuh dia harus mengakui bahwa lawannya itu hebat sekali. juga orang banci bergigi emas itu mengerti ilmu-ilmunya. Ketika dia
1023
mencoba untuk mempergunakan Pek-Tok-Ciang dan Hek-Tok-Ciang yang dia pelajari dari Hek Pek Moko, Pangeran Yorgi itu mengenali pula. Ketika Song Bu menyerangnya dengan kedua tangan, yang kiri mengandung Hek-Tok-Ciang dan yang kanan mengandung Pek-Tok-Ciang, Pangeran Yorgi melompat jauh ke belakang. “Heii! Engkau menggunakan Hek-Tok-ciang dan Pek-Tok-Ciang!” katanya memandang tangan kiri Song Bu yang berubah hitam dan tangan kanannya yang berubah putih. “Apa hubunganmu dengan Hek Pek Moko, dengan Im-Yang-Pai, dan dengan Tung-Hai-Tok Ouw Yang Lee?” teriaknya. Song Bu merasa sebal mendengar nama-nama itu. Dia menjadi marah kepada dirinya sendiri karena dia mempelajari semua ilmunya dari mereka itulah! Pada hal dia membenci orang-orang itu. Maka, dia lalu mencabut pedangnya dan membentak. “Pangeran Yorgi, bersiaplah engkau untuk mampus di ujung pedangku!” melihat pemuda yang tangguh itu melolos sebatang pedang yang berkilauan dan berwarna agak kebiruan, tahulah Yorgi bahwa pedang itu mengandung racun yang berbahaya. Diapun cepat mencabut pedang bengkok dari punggungnya dan ketika pedang di tangan Song Bu menyambar menjadi sinar
1024
kebiruan, Yorgi cepat menangkis sambil mengerahkan tenaga, mencoba untuk membabat buntung pedang lawan. “Traaang...!!” Keduanya tergetar, pedang mereka terpental, akan tetapi kedua pedang itu tidak rusak. Yorgi terkejut. Pedangnya terbuat dari logam baja pilihan berwarna hitam yang terkenal kekuatannya, akan tetapi ternyata tidak mampu merusak pedang lawan. Song Bu menyerang dan memainkan Coat-Beng Tok-Kiam (Pedang Beracun Pelenyap Nyawa) dan mendesak terus. Sekali ini, dalam adu silat pedang, Pangeran Yorgi terpaksa harus mengakui keunggulan lawan. Dia mempertahankan diri mati-matian, akan tetapi setelah lewat lima puluh jurus, mulailah dia main mundur dan jarang dapat membalas desakan Song Bu yang menyerang secara bertubi-tubi. Agaknya jalan satu-satunya bagi Pangeran Yorgi untuk menyelamatkan diri hanya kalau ia melompat jauh dan melarikan diri dan ini berarti bahwa dia harus meninggalkan tawanannya. Akan tetapi ketika Song Bu sedang mendesak lawannya, tiba-tiba dia dikejutkan jeritan suara Ouw Yang Hui. “Bu-ko..., tolooonggg...! Song Bu terkejut sekali. Dia melangkah mundur dan menengok. Alangkah kaget dan marahnya melihat Ouw Yang Hui telah dipondong seorang pria muda dan dilarikan
1025
dengan cepat ke dalam hutan sehingga sebentar saja bayangan orang itu lenyap ditelan gerombolan pohon. “Heii...! Berhenti kau!” bentak Song Bu yang hendak mengejar. Akan tetapi pada saat itu, Pangeran Yorgi menyerangnya dengan hebat. Karena serangan pedang bengkok di tangan Pangeran Yorgi itu berbahaya sekali, Song Bu terpaksa melawan dan kembali dua orang ini telah bertanding seru. Namun hati Song Bu gelisah sekali. Tubuhnya berada di situ akan tetapi semangat dan sebagian perhatiannya melayang dan mengejar larinya penjahat yang melarikan Ouw Yang Hui! Karena itu, ia tidak dapat melayani Pangeran Yorgi dengan sepenuhnya sehingga kini keadaannya berbalik. Dialah yang terdesak hebat. “Brettt.... heh-heh-heh!” Robeknya ujung lengan bajunya yang disusul kekeh Pangeran yorgi yang menertawakannya membuat Song Bu sadar. Dia lalu mencurahkan seluruh perhatiannya dalam perkelahiannya dan segera dia dapat mendesak lagi lawannya sehingga Pangeran Yorgi kini hanya bertanding sambil mundur dan tiba-tiba dia melompat jauh ke belakang lalu melarikan diri dengan cepatnya. Song Bu tidak mengejar. Dia tahu bahwa akan sukar menyusul Si Banci Bergigi Emas yang luar biasa sekali ilmu meringankan tubuhnya itu. Pula, dia harus mengejar orang yang tadi melarikan Ouw Yang Hui. Karena itu, dia tidak memperdulikan
1026
lagi Pangeran Yorgi dan cepat berlari mengejar ke arah larinya orang yang menculik Ouw yang Hui. Akan tetapi dia kehilangan jejak orang itu. Dia tidak tahu ke arah mana harus mengejar. Song Bu berdiri dengan bingung, Di lalu teringat Pangeran Yorgi. Tentu ini siasat Si Banci itu. Penculik itu tentu teman Si banci. Akan tetapi diapun tidak dapat mengejarnya karena tidak tahu pula ke arah mana bekas lawannya itu melarikan diri. Song Bu merasa bingung, menyesal dan gelisah sekali. Secara kebetulan dia tadi dapat menemukan Ouw Yang Hui, akan tetapi kini hilang lagi tanpa dia ketahui kemana gadis itu dibawa pergi penculiknya. Terpaksa Song Bu harus mulai mencari dengan langkah baru lagi. Dengan lemas dia lalu meninggalkan hutan itu, akan mencari para penculik itu, mencari jejak mereka dengan jalan bertanya-tanya kepada penduduk dusun yang dijumpainya di sekitar daerah itu. Bukit itu letaknya tersermbunyi di antara puluhan bukit lain, dikelilingi jurang-jurang yang dalam dan dinding yang merupakan tebing yang terjal. Bukit itu sukar didatangi orang yang tidak tahu jalannya. Hanya ada jalan setapak yang tertutup rumput ilalang menuju bukit itu. Inipun melalui semak belukar yang sulit ditempuh perjalanannya. Akan tetapi dipuncak bukit yang tidak berapa besar itu terdapat sekelompok bangunan yang terdiri dari lima rumah
1027
mengelilingi sebuah rumah induk yang besar. Bangunan-bangunan itu masih baru dan cukup kokoh dan indah. Di sekeliling kelompok rumah itu terdapat taman yang indah, penuh dengan tanaman bunga beraneka ragam dan warna. Ada anak sungai buatan yang mempunyai air terjun yang indah di belakang tiga pondok kecil tempat istirahat di taman itu. Pantasnya rumah pejabat tinggi atau hartawan yang kaya raya. Bukit itu terletak di antara perbukitan yang berada di sebelah barat kota raja, dekat perbatasan dan sebelah selatan Tembok Besar. Daerah yang sepi dan jarang terdapat pedusunan karena daerah berbukit-bukit itu bukan merupakan daerah yang subur bagi para petani. Pada suatu pagi, dari bawah bukit tampak seorang penunggang kuda yang memboncengkan seorang wanita mendaki bukit. Di sampingnya berjalan seorang laki-laki. Mereka mendaki bukit sambil bercakap-cakap. Penunggang kuda itu seorang pemuda yang tampan yang pesolek dan berpakaian mewah, berusia kurang lebih dua puluh lima tahun. Matanya bersinar tajam dan tampak cerdik dan licik. Wajahnya tampak menarik karena tampan terutama sekali karena dia selalu tersenyum. Kumis tipis dan dagu yang dicukur bersih membuat wajahnya jantan dan ganteng. Pemuda ini adalah Bhong Lam atau yang di kalangan Pek-Lian-Kauw disebut Bhong Kongcu.
1028
Dia putera tunggal dari Bhong Ki atau Bhong-Pangcu, ketua cabang Pek-Lian-Kauw di sebelah barat kota Pao-ting yang pernah dikunjungi Gan Hok San itu. Bhong Kongcu ini mewarisi ilmu silat dan sihir dari Ayahnya, dan dia terkenal sebagai seorang pemuda yang lihai dan cerdik, juga pandai membawa diri. Adapun gadis yang diboncengkan di atas punggung kuda, duduk di sebelah depannya, bukan lain adalah Ouw Yang Hui yang masih memakai pakaian yang kedodoran pemberian Pangeran Yorgi untuk menutupi pakaiannya sendiri yang robek di bagian pundak dan paha. laki-laki tinggi kurus yang berjalan dengan langkah-langkah ringan di samping kuda itu adalah Pangeran Yorgi. Setelah berhasil mengecoh Song Bu, Pangeran Yorgi melarikan diri dan mengejar Bhong Kongcu yang sudah melarikan Ouw Yang Hui di atas kudanya. “Bhong Kongcu, kita berhenti dulu. Gadis itu tadi roboh pingsan karena kelelahan dan kelaparan. Kupikir ia harus diberi makan dulu agar sehat ketika kita menyerahkan kepada Kim Niocu (Nona Kim), kata Pangeran Yorgi. Mendengar ini, Bhong Kongcu menghentikan kudanya. Mereka tiba di bawah sebatang pohon besar. Pemuda itu lalu berkata kepada Ouw Yang Hui dengan suara lembut dan sikap sopan.
1029
“Nona Ouw Yang Hui...! silakan turun dan kita makan dulu.” Biarpun Song Bu gagal membebaskan dari tangan para penculik, namun ouw yang Hui agak lega karena tidak dikuasai Pangeran Yorgi lagi. Orang banci itu amat kejam dan agaknya membencinya. Sebaliknya, pemuda tampan pesolek dan mewah itu bersikap baik kepadanya. Sikapnya ramah dan terutama sekali yang melegakan hatinya, dia sopan. Ketika mereka berboncengan di atas punggung kudapun pemuda itu tidak pernah melakukan hal yang tidak patut, bahkan selalu merenggangkan tubuhnya. Pula, sekarang ia tidak dipaksa berjalan kaki lagi, melainkan diboncengkan di atas kuda sehingga tidak terlalu menderita. Mendengar ia disuruh, turun dan diajak makan, Ouw Yang Hui membuat gerakan hendak turun dari atas punggung kuda. Akan tetapi karena ia tidak biasa menunggang kuda dan kuda itu tinggi besar, ia merasa sukar. Injakan kaki pada kuda iu terlalu panjang sehingga kakinya tidak dapat mencapainya. Melihat ini, Bhong Kongcu memasang tangannya dekat kaki Ouw Yang Hui dan berkata halus. “Silakan injak tanganku, nona. Aku akan membantumu turun.” Ouw Yang Hui menginjak telapak tangan itu dengan kaki kirinya. Tangan itu mengangkat ke atas dan terasa demikian kuat sehingga dengan mudah Ouw Yang Hui dapat melangkahkan kaki kanannya dari
1030
punggung kuda. Kaki kanannya itu diterima tangan kanan Bhong Kongcu dan kedua tangan itu dengan kuatnya lalu turun ke bawah sehingga gadis itu dengan mudah meloncat ke atas tanah dari tempat yang tidak begitu tinggi. la berterima kasih sekali. Kalau pemuda itu bersikap kurang ajar, tentu akan membantunya turun dari kuda dengan memondongnya. Ketika pemuda itu melarikannya pada saat Song Bu bertanding dengan Pangeran Yorgi, diapun melakukannya dengan cara yang sopan sehingga Ouw Yang Hui tidak merasa rikuh. Mereka bertiga duduk di atas rumput dibawah pohon besar. Pangeran Yorgi menghidangkan makanan yang tadi sempat disambar dan dibawanya ketika dia melarikan diri. Mereka bertiga makan bak-pauw berisi daging dan air teh dari sebuah guci. Biarpun ia makan dengan cara yang sopan dan tidak tergesa-gesa, menggigit bak-pauw sedikit demi sedikit, namun sebetulnya perut Ouw Yang Hui menerima makanan itu dengan lahap sekali. Tubuhnya terasa segar kembali setelah ia menghabiskan tiga buah bak-pauw dan minum dua cangkir air teh. “Bhong-Kongcu, sungguh merupakan hal yang kebetulan dan menguntungkan sekali bahwa engkau datang membantuku pada saat yang sangat kuperlukan. Bagaimana bisa begitu kebetulan engkau lewat di sini, Kongcu?”
1031
“Aku sedang dalam perjalanan menuju ke bukit Siluman ini. Ayah mendengar bahwa Kim Niocu berada di sini dan Ayah mengutus aku untuk menghadap Kim Niocu dan menerima perintah-perintah dari pusat. Kami merasa heran mengapa sekali ini Kim Niocu muncul sendiri. Apakah ada suatu hal yang teramat penting maka harus dilakukan sendiri oleh Kim Niocu?” “Penting sekali! Nona Kim mewakili para pemimpin untuk melakukan pendekatan kepada Thaikam Liu Cin,” jawab Pangeran Yorgi. “Ssstt...” Bhong-Kongcu menekan bibirnya dengan telunjuk memberi isyarat kepada Pangeran Yorgi sambil melirik kearah Ouw Yang Hui yang duduk di atas batu dalam jarak lima meter dari mereka. Setelah makan tadi gadis itu duduk di sana untuk mengaso. Si Banci itu tertawa. “Heh-heh, jangan khawatir, Kongcu. la telah berada dalam kekuasaan kita dan sebentar lagi kuserahkan kepada Niocu.” “Akan tetapi, siapakah gadis ini? siapa pula pemuda yang amat lihai sehingga dia mampu mendesakmu?” Pangeran Yorgi merasa tersinggung dengan pertanyaan itu yang seolah menyatakan
1032
bahwa dia kalah terhadap pemuda yang hendak merampas Ouw Yang Hui… “ Aku belum kalah olehnya. Lain kali kalau kami bertemu lagi aku pasti akan membunuhnya!” “Pangeran, biarpun aku bukan ahli silat, aku melihat bahwa engkau tidak akan menang, melawan Kakak Tan Song Bu, apalagi kalau engkau nanti berhadapan dengan ayahku, Ouw Yang Lee. Engkau pasti akan celakal” kata Ouw Yang Hui. “Dan engkau akan lebih celaka lagi kalau bertemu dengan Ayah tiriku Gan Hok San dan dengan tunanganku yang bernama Wong Sin Cu. Mereka adalah orang-orang yang jauh lebih lihai daripada engkau.” “Nona, jadi engkau adalah puteri Tung-Hai-Tok Ouw Yang Lee, Majikan Pulau Naga?” tanya Bhong-Kongcu, kaget. “Benar. Namaku adalah Ouw Yang Hui,” jawab gadis itu dengan sikap tenang. Bhong Lam menoleh kepada Yorgi dengan pandang mata heran dan alisnya berkerut. “Akan tetapi mengapa engkau disuruh menculik puteri Tung-Hai-Tok, Pangeran? Bukankah hal itu akan menimbulkan permusuhan
1033
dengan Pulau Naga dan amat merugikan kita sendiri?” Pangeran Yorgi tersenyum dan tampak kilatan gigi emasnya. “lihh, Kongcu seperti tidak pernah mendengar saja tentang Kim Niocu. la tidak pernah salah dalam siasatnya dan perintahnya untuk menculik nona Ouw Yang Hui ini sudah tentu masuk dalam perhitungannya yang matang. Aku sendiri tidak tahu, Kongcu, hanya melaksanakan perintah dengan patuh.” Pangeran Yorgi lalu mengambil cawan yang berada di depan Bhong Lam, lalu minum sisa air teh yang berada di dalam cawan itu. “Hee! Itu cawanku, Pangeran!” “Hi-hik!” Pangeran Yorgi tertawa genit. “Aku memang ingin sekali minum air teh sisa cawanmu, Bhong-Kongcu. Engkau ganteng sih!” Bhong Lam mengerutkan alisnya dan bangkit berdiri. Dia merasa muak, akan tetapi maklum akan kelihaian tokoh peranakan Mancu ini maka dia tidak berani menegurnya. “Sudahlah, mari kita berangkat!” katanya ketus dan dia lalu menghampiri batu di mana Ouw Yang Hui duduk. Dia memandang kepada gadis yang berpakaian kumal dan rambutnya kusut itu dengan perasaan kagum dan kasihan. Dia bukanlah seorang pemuda mata keranjang walaupun dia berwatak licik dan kejam
1034
terhadap musuh-musuhnya, akan tetapi dia merasa baru sekarang bertemu dengan gadis yang amat menarik hatinya. Gadis yang pakaiannya lusuh dan kedodoran, rambutnya kusut bahkan awut-awutan, mukanya juga kotor berdebu. Namun semua itu tidak melenyapkan dasar kecantikannya yang luar biasa. Ia dapat menduga bahwa kalau muka itu dibersihkan, rambut itu dirapikan dan pakaian itu diganti dengan yang pantas, dia akan berhadapan dengan seorang gadis yang cantik jelita tiada bandingnya. “Marilah, nona. Kita lanjutkan perjalanan!” katanya lembut. Ouw Yang Hui mengangguk dan ia turun dari atas batu lalu bersama pemuda itu menghampiri kuda seperti tadi, Bhong Lam membantunya naik ke atas punggung kuda dengan mempergunakan kedua tangannya sebagai tempat pijakan kedua kaki Ouw Yang Hui. Kemudian, setelah gadis itu duduk di atas pelana kuda, dia sendiri melompat ke belakang gadis itu, menjaga jarak agar tidak sampai berhimpitan. Diam-diam Bhong-Kongcu harus mengakui bahwa dia telah jatuh cinta kepada gadis ini. Dia lahir dan besar di lingkungan orang-orang yang selalu bertempur dan memusuhi kerajaan. keadaan yang penuh kekerasan dan kekejaman membuat dia menjadi seorang yang keras dan licik, berhati kejam pula. Namun pada dasarnya dia seorang laki-laki yang tidak mata
1035
keranjang dan pendidikan Ibunya membuat dia menghargai kaum wanita. Dalam usianya yang dua puluh lima tahun itu, pernah dua tahun yang lalu Bhong Lam jatuh cinta kepada seorang gadis puteri anggauta pimpinan Pek-Lian-Kauw. Gadis itupun mencintanya, demikian pengakuan gadis itu. Akan tetapi kemudian ternyata bahwa gadis itu telah membagi cinta dan dia sendiri yang menangkap basah ketika gadis kekasih hati dan calon isterinya itu berjina dengan seorang pemuda lain! Dia membunuh kekasihnya dan pemuda itu. Urusan itu tidak berkepanjangan dan Ayah gadis itu mau menerima kenyataan itu dan mengakui bahwa puterinya yang bersalah maka tidak memperpanjang urusan. Akan tetapi sejak itu, hati Bhong Lam menjadi dingin terhadap wanita dan dia tidak ingin tertipu dan kecewa untuk yang kedua kalinya. Akan tetapi, pertemuan yang tidak terduga-duga dengan Ouw Yang Hui mencairkan kebekuan hatinya dan dia benar-benar bertekuk lutut, jatuh cinta kepada gadis yang mukanya kotor, rambutnya kusut dan pakaiannya lusuh kedodoran itu. Gairah berahinya timbul dan berkobar-kobar dan dia mengambil keputusan dalam hatinya bahwa sekali ini dia tidak ingin kehilangan gadis ini dan bahwa dia harus mendapatkan gadis ini, dengan cara apapun juga.
1036
“Kau katakan tadi bahwa engkau sudah bertunangan dengan seorang bernama Wong Sín Cu, nona Ouw Yang? Benarkah itu?” Bhong Lam bertanya lirih. Ouw Yang Hui mengangguk dan menjawab lirih. “Benar, Kongcu.” “Nona, apakah engkau amat mencintainya?” Pertanyaan ini tentu saja membuat Ouw Yang Hui merasa rikuh dan malu, akan tetapi ia menjawab juga dengan anggukan kepalanya. “Nona, apakah engkau demikian mencintanya sehingga engkau sanggup mengorbankan nyawamu untuknya?” pertanyaan ini keluar dari mulut Bhong Lam dengan agak gemetar. “Tentu saja” jawab Ouw Yang Hui dengan sungguh-sungguh. “Aku mau berbuat dan berkorban apa saja untuk tunanganku.” Bhong Lam merasa jantungnya seperti ditusuk tusuk karena dia teringat akan mendiang kekasihnya yang dibunuhnya dulu karena telah berjina dengan laki-laki lain dan dipergokinya sendiri. Dia merasa cemburu kepada pria bernama Wong Sin Cu yang menjadi tunangan gadis yang duduk didepannya ini. Hatinya merasa kesal dan untuk melampiaskan ketidaksenangan hatinya, dia membedal kudanya sehingga kuda itu membalap dan
1037
mendaki lereng bukit. Gerakan kuda yang berlari congklang ini tentu saja membuat tubuh belakang Ouw Yang Hui berhimpitan dengan tubuh depan Bhong Lam. Akan tetapi Bhong Lam tidak perduli lagi dan dia bahkan dapat merasakan betapa lembut tubuh gadis itu berhimpitan dengan tubuhnya sehingga menimbulkan gairah berahi yang berkobar-kobar. Aku harus dapatkan gadis ini, demikian hatinya berbisik, apapun yang akan terjadi! Karena Bhong Lam melarikan kudanya dengan cepat, terpaksa Pangeran Yorgi juga mengerahkan ginkangnya untuk dapat mengimbangi larinya kuda. Orang Mancu ini memang memiliki ilmu meringankan tubuh yang khas. Dia dapat berlari cepat bukan main sehingga tidak pernah tertinggal oleh kuda yang dibalapkan Bhong Lam. Akhirnya mereka tiba di puncak bukit itu. Pada sebuah tanah datar di puncak berdiri kelompok bangunan baru itu, dikitari pagar bambu runcing. Sembilan orang wanita bermunculan di depan pintu gerbang. Mereka terdiri dari wanita berusia antara dua puluh sampai tiga puluh tahun, rata-rata berwajah cantik bertubuh ramping padat dan gerakan mereka gesit sekali. Mereka mengenakan pakaian ringkas berwarna hitam dan di bagian dada yang menonjol itu terdapat gambar bunga teratai putih. Bhong-Kongcu segera menahan dan menghentikan kudanya. Yorgi sudah berdiri pula di samping kuda dan sembilan orang wanita itu dengan
1038
gerakan cepat sudah mengepung tiga orang yang baru datang itu. Melihat mereka, Bhong Lam segera melompat turun dari atas kudanya dan dia membantu Ouw Yang Hui untuk turun pula. Kemudian dia berseru dengan lantang. “Hemm, apakah Hek I Kiam-Tin (Baris Pedang Baju Hitam) tidak mengenalku? Aku adalah Bhong Lam, putera ketua cabang Pek-Lian-Kauw di daerah Poa-Ting!” Dia memperkenalkan diri. “Tentu saja kami mengenal Bhong-Kongcu!” jawab seorang di antara mereka. “Kami mendapat perintah Niocu untuk menyambut kedatangan Pangeran Yorgi dan Bhong-Kongcu!” Mendengar ini Bhong Lam menjadi kagum sekali. Dia tahu bahwa nona Kim Lian atau lebih dikenal dengan sebutan Kim Niocu (Nona Kim) adalah puteri Ketua Umum Pek-Lian-Kauw yang selain cantik jelita seperti dewi juga memiliki ilmu kepandaian silat dan sihir yang membuatnya dikenal sebagai seorang gadis sakti. Juga dia sudah tahu bahwa Kim Niocu itu memiliki tiga regu pasukan inti yang istimewa. Pasukan itu terdiri dari tiga regu. Yang pertama regu Hek I Kiam-Tin terdiri dari sembilan orang wanita berpakaian serba hitam dan mereka ini dapat membentuk
1039
sebuah Kiam-Tin (Barisan Pedang) yang lihai dan tangguh sekali, Regu kedua terdiri dari sembilan orang wanita berpakaian merah yang disebut Ang I Tok-Tin (Barisan Beracun Baju Merah). Kalau Hek I Kiam-Tin amat lihai membentuk barisan pedang dan rata-rata merupakan ahli pedang yang lihai, barisan pakaian merah ini lihai dan berbahaya sekali karena mereka ahli racun yang dapat menyerang musuh dengan senjata-senjata beracun. Regu ke tiga adalah Pek I Hoat-Tin (Barisan Sihir Baju Putih), terdiri dari sembilan orang wanita berpakaian putih yang mengandalkan keahlian mereka menggunakan sihir untuk mengalahkan musuh. Mereka semua, ketiga regu ini, memakai tanda gambar teratai putih di dada mereka. Yang berpakaian putih, tanda gambarnya dilingkari warna biru. “Ah, betapa hebatnya Kim Niocu Pandai sekali, sudah mengetahui kedatanganku, pada hal selamanya aku hanya baru mendengar namanya, belum pernah bertemu muka. Bagaimana mungkin sudah mengetahui akan kedatanganku?” “Tidak ada yang tidak mungkin bagi Niocu kami!” kata pemimpin Hek I Kiam-Tin itu dengan nada suara bangga. “Marilah, Bhong-Kongcu, Pangeran Yorgi dan engkau, nona Ouw Yang Hui, silakan mengikuti kami. Niocu sudah menanti kalian di pondok taman.” Ouw Yang Hui mengerutkan alisnya. diapun ikut merasa heran.
1040
Siapakah Kim Niocu itu dan bagaimana ia dapat mengenal namanya? “Nona kalian juga mengenal aku?” tanyanya heran. Pangeran Yorgi tertawa dan dia mendahului kepala regu Hek I Kiam-Tin menjawab. “Hi-hik, tentu saja Kim Niocu mengenalmu, la yang mengutus aku untuk membawamu kepadanya!” Jawaban ini membuat Ouw Yang Hui ingin sekali bertemu dengan orang yang disebut Kim Niocu itu. la berjalan bersama Bhong Lam dan Yorgi mengikuti tiga orang angauta Hek I Kiam-Tin yang berjalan di depan sedangkan enam orang lagi berjalan di belakang, memasuki pintu gerbang perumahan itu. Pasukan kecil itu membawa mereka ke rumah induk, akan tetapi pintu rumah itu tertutup dan pasukan itu membawa mereka mengambil jalan di samping bangunan yang menembus ke sebuah taman bunga yang terawat dan indah, taman yang menembus sampai ke belakang bangunan. Begitu memasuki taman, mereka disambut oleh sembilan orang wanita yang usianya juga antara dua puluh sampai tiga puluh tahun. Pakaian mereka serba merah, bahkan tangan dan muka mereka yang rata-rata cantik itu berwarna kemerahan yang tidak wajar. Tahulah Bhong Lam bahwa inilah pasukan Ang I Tok-Tin
1041
dan sembilan wanita itu adalah ahli-ahli racun, bahkan tubuh mereka agaknya juga mengandung racun merah. Masing-masing mempunyai sebatang pedang di punggung, dan di antara mereka ada yang membawa kantung senjata rahasia, ada yang membawa gendewa dan anak panah di punggung, dan ada pula yang membawa benda-benda bulat sebesar kepalan tangan, yaitu alat-alat peledak yang mengandung asap beracun! Pasukan ini tampak menyeramkan sekali. Kepala pasukan Hek I Kiam-Tin menyerahkan tiga orang itu kepada kepala pasukan Ang I Tok-Tin. Kepala Ang I Tok-Tin yang berwajah cantik tersenyum dan mengangguk kepada mereka bertiga. Pangeran Yorgi, Bhong-Kongcu dan nona Ouw Yang Hui, silakan!” Seperti tadi, tiga orang nona baju merah berjalan di depan dan enam orang yang lain berjalan di belakang. Pasukan Hek I Kiam-Tin segera kembali keluar setelah menyerahkan tiga orang tamu itu kepada Ang I Tok-Tin. Ketika mereka melewati bagian taman yang ditumbuhi bermacam bunga yang beraneka warna dan macam, tercium bau aneh, ada yang harum sekali, ada yang keras dan ada juga yang bau bangkai. Tanaman bunga-bunga yang aneh bentuk dan baunya ini dilindungi payung-payung lebar. Bhong Lam yang merupakan putera ketua cabang dan dia sendiri sebagai
1042
tokoh Pek-Lian-Kauw juga mempelajari tentang bunga-bunga beracun, berseru kagum. “Taman Seribu Bunga Beracun yang lengkap mengagumkan sekali!” Regu Ang I Tok-Tin itu hanya tersenyum manis mendengar pujian Bhong-Kongcu ini. Pangeran Yorgi yang tidak tahu tentang kembang-kembang beracun, melihat bunga-bunga berwarna ungu yang indah sekali, mengulurkan tangan hendak memetik setangkai. Dia tertarik oleh keindahan bentuk dan warna bunga, juga tertarik karena bunga itu berbau harum. Setiap orang pasti ingin memetik kalau melihat dan menciumnya, “Jangan sentuh, Pangeran!” kata Bhong Lam cepat, “Itu Bunga Perawan Maut! Kelihatan cantik berbau harum akan tetapi sekali sentuh dapat mendatangkan maut!” Mendengar teriakan ini, Pangeran Yorgi menarik kembali tangannya. “Mengerikan!” Dia bergidik. “Pangeran, bukankah Niocu sudah mengatakan agar engkau jangan sembarangan memetik bunga di taman ini?” kata wanita pemimpin Ang I Tok-Tin itu dengan suara mengandung teguran. “Maafkan, aku lupa karena tertarik oleh bunga itu yang seolah menantang untuk dipetik,” kata Pangeran Yorgi.
1043
“Ha-ha-ha, itulah keistimewaan Bunga Perawan Maut itu, Pangeran,” kata Bhong Lam. “Kelihatan cantik menarik dan memikat hati, akan tetapi kalau didekati dapat mematikan!” “Heh-heh, seperti perawan cantik. Semua wanita juga begitu. Kelihatan cantik menarik akan tetapi hatinya beracun. Hih, mengerikan!” kata Pangeran Yorgi dan dia bergidik dengan sikap genit sambil mengerling ke arah Ouw Yang Hui dan para wanita berpakaian merah. Ouw Yang Hui tidak perduli, akan tetapi sembilan orang anggauta Ang I Tok-Tin itu mencebikan bibir dan mengerling marah kepada Si Banci Bergigi Emas itu. Kini rombongan ini tiba di luar sebuah pondok bercat merah muda. Pondok itu berdiri di tengah kolam ikan yang cukup luas dan banyak teratai putih tumbuh dikolam. Ikan-ikan emas beraneka warna berenang dengan indahnya di dalam air yang jernih. Untuk mencapai pondok orang harus menyeberangi sebuah jembatan mungil berukir yang indah sekali. Regu pengawal baju merah itu berhenti di tepi jembatan dan kini muncullah sembilan orang gadis berpakaian putih di depan pondok. Mereka itu terdiri dari sembilan orang gadis yang masih muda, berusia dari tujuh belas sampai dua puluh tahun, berpakaian serba putih. Inilah Pek I Hoat-Tin (Barisan Sihir baju Putih) yang merupakan pengawal pribadi Kim Niocu! Bhong Lam sudah banyak mendengar tentang tiga regu pengikut
1044
kim Niocu itu, namun belum pernah bertemu dengan mereka. Kepala regu Ang I Tok-Tin memberi hormat ke arah pasukan baju putih itu dan berkata, “Kiu-wi Suci (Kesembilan Kakak seperguruan), kami menyerahkan tiga orang tamu untuk Niocu kepada kalian.” Sungguh mengherankan, pikir Bhong Lam. Sembilan orang gadis berpakaian putih yang yang rata-rata cantik itu masih amat muda, lebih muda dari pada sembilan orang gadis berpakaian merah, namun disebut Suci (kakak seperguruan). Hal ini menunjukkan bahwa tentu mereka memiliki ilmu kepandaian yang lebih tinggi. “Tinggalkan mereka, sumoi. Kami akan membawa mereka menghadap Niocu.” jawab pemimpin Pek I Hoat-Tin yang tampak paling cantik di antara mereka. Sembilan orang gadis inipun membawa pedang di punggung mereka, dan tangan kiri mereka memegang sebatang hudtim (kebutan pendeta) yang berbulu merah. Regu berpakaian merah itu membungkuk lalu mereka membalikkan tubuh meninggalkan tiga orang tamu itu. Gadis pemimpin Pek I Hoat-Tin itu tampak mengebutkan kebutan merahnya. Terdengar ledakan kecil dan tampak asap putih mengepul menyelimuti sembilan orang gadis itu. Ketika Ouw Yang Hui memandang penuh perhatian, ia melihat
1045
betapa sembilan orang gadis berpakaian putih itu seolah menunggang asap yang bergerak menyeberangi jembatan sampai mereka berhenti didepannya. Asap lenyap dan sembilan orang itu berjajar dalam barisan yang rapi, semuanya tersenyum dan tampak seperti sembilan orang bidadari turun dari kahyangan! Saking kagumnya Bhong Lam bertepuk tangan memuji. “Hoat-sut (ilmu sihir) yang bagus! Kalian tentu Pek I Hoat-Tin. Hebat sekali!” kata Bhong Lam. Pemimpin regu itu, gadis yang paling cantik, berkata dengan nada menegur. “Bhong-Kongcu, semua pujian hanya pantas diberikan kepada Niocu! Kami bukan apa apa.” “Kalian memang hebat, akan tetapi tentu saja Kim Niocu jauh lebih hebat lagi. ia tiada bandingnya!” kata Bhong Lam yang memang pandai membawa diri. Tiba-tiba terdengar suara yang amat lembut, seperti bisikan, akan tetapi terdengar jelas oleh semua orang seolah olah yang berbisik berada dekat telinga mereka. “Pek-Hwa (Bunga Putih), ajak tiga orang tamu itu menghadapku sekarang juga,” Kepala regu itu menghadap ke pondok dan berkata hormat,
1046
“Baik, Niocu, kami melaksanakan perintah.” Kemudian menoleh kepada tiga orang tamunya. “Silakan, sam-wi (kalian bertiga) mengikuti kami!” Kembali tiga orang gadis berpakaian putih berjalan di depan sedangkan enam orang yang lain berjalan di belakang dan tiga orang itu dikawal menyeberangi jembatan. Setelah mereka tiba di jembatan, ternyata di balik dinding penyekat itu tampak pondok yang tidak berdinding, merupakan tempat berteduh yang berdiri seperti pulau kecil di tengah empang atau kolam itu. Tiba-tiba mereka mendengar suara berkentrang-kentringnya Yangkhim (semacam Siter) yang amat merdu. Di tengah pondok yang agak tinggi duduk seorang wanita yang memakai pakaian berwarna hijau muda, kepalanya tertutup kerudung sutera putih yang berbentuk seperti sekuntum bunga teratai mekar. Rambutnya yang hitam lebat terurai di belakang pundak, dihias tiara permata berlian, putih berkilauan. Telinga dan lehernya juga terhias anting-anting dan kalung berlian dari emas putih. Dari jauh ia bagaikan setangkai bunga teratai putih mekar di atas daun-daun hijau, tampak begitu indah segar dan cantik. Tubuhnya tinggi langsing dan padat, kulitnya yang tampak, yaitu pada muka, leher dan kedua tangannya, putih mulus dan muka yang dipoles bedak dan gincu tipis itu begitu lembut seperti muka
1047
seorang bayi, Rambutnya lebat dan hitam agak berombak, mukanya berbentuk bulat telur dengan dagu meruncing. Sepasang matanya yang agak sipit itu kedua ujungnya agak condong ke atas, pandang matanya lembut akan tetapi sinar matanya tajam menusuk, jeli dan jernih bola mata itu. Alisnya kecil hitam melengkung seperti dilukis, dan bulu matanya lentik dan panjang, menimbulkan bayang-bayang hitam pada bawah matanya. Hidungnya kecil mancung dan mulutnya manis sekali. Bibirnya tipis penuh dan merah membasah. Di tepi mulutnya sebelah kiri terhias setitik tahi lalat hitam yang membuat wajah itu menjadi manis dan memiliki daya tarik yang memikat hati. Bhong Lam yang belum pernah bertemu dengan wanita itu, hanya mendengar namanya saja, menjadi bengong, kemudian dia teringat akan sesuatu dan menoleh kepada Ouw Yang Hui yang juga sedang memandang ke arah wanita yang sedang bermain Yangkhim itu. Bhong Lam tertegun, pandang matanya berpindah-pindah dari wajah Ouw Yang Hui ke wajah Kim Niocu, wanita itu. Betapa miripnya kedua wajah itu! Bagaikan dua orang gadis kembar! Kalau saja wajah Ouw Yang Hui itu dibersihkan dan dirawat, kalau rambut yang kusut itu dicuci, disisiri dan diatur, pasti wajah gadis itu tiada bedanya dengan wajah Kim Niocu. Mungkin bedanya terletak
1048
kepada hiasan alami pada ujung mulut itu. Kalau dikedua ujung mulut Ouw Yang Hui terhias lesung pipit, maka pada ujung mulut Kim Niocu sebelah kiri terdapat setitik tahi lalat. Keduanya sama-sama cantik jelita, sama manis, wajahnya mirip sekali dan bentuk tubuhnya juga sama-sama ramping, lentur dan padat, bagaikan bunga sedang mekar-mekarnya, bagaikan buah sedang ranumnya. “Niocu yang mulia, tiga orang tamu sudah datang menghadap!” kata kepala regu Pek I Hoat-Tin dengan sikap hormat. Sementara itu, tiga orang tamu sudah berdiri di tangga pondok. Gadis di atas panggung di pondok itu tetap memainkan dawai-dawai Yangkhim itu perlahan dengan irama lembut dan lambat. Nada-nada yang terdengar satu-satu itu mendatangkan ketenangan dan kedamaian. Tanpa menghentikan permainannya dan tanpa melirik sedikitpun kepada tiga orang tamunya, gadis itu berkata lembut namun mengandung wibawa kuat kepada Pek I Hoat-Tin. “Kalian mundurlah dan biarkan kami bicara tanpa gangguan” “Baik, Niocu, kami melaksanakan perintah!” kata kepala regu itu dan merekapun mundur dan meninggalkan pondok begitu halusnya seolah-olah mereka tidak melangkah, melainkan terbang melayang pergi. Setelah sembilan orang wanita itu pergi, tiga orang
1049
itu termangu-mangu, merasa ditinggalkan dan tidak diperdulikan, Kim Niocu masih saja bermain Yangkhim, seolah tidak memperdulikan atau tidak tahu bahwa tiga orang tamu itu berdiri menghadapinya dan menanti penyambutannya. Atau mungkin seperti yang diduga Bhong Lam, wanita cantik itu agaknya sengaja hendak memamerkan kepandaiannya bermain Yangkhim agar dikagumi tiga orang pendengarnya itu. Mereka tidak berani mengganggu dan terpaksa mereka bertiga mendengarkan penuh perhatian, Terutama Ouw Yang Hui. Gadis ini sendiri adalah seorang yang suka bermain Yangkhim, mengenal banyak lagu lagu penting dan mendengar permainan Yangkhim itu ia merasa heran, lagu yang dimainkan wanita cantik itu adalah lagu sedih yang berjudul bintang kesepian, Lagu ini amat populer di kota raja, sering dinyanyikan dalam pertunjukan opera yang terkenal. la sendiri hafal akan lagu ini, maka la memperhatikan permainan Yangkhim itu. Akhirnya Kim Niocu mengakhiri permainan Yangkhimnya. la mengangkat muka memandang kepada tiga orang itu. pandang matanya menyinarkan ketajaman dan penuh selidik ke arah Bhong Lam dan Ouw Yang Hui, sedangkan kepada Pangeran Yorgi la hanya memandang sekelebatan saja.
1050
“Bagaimana pendapat kalian tentang permainan Yangkhim-ku tadi?” tanyanya, suaranya lembut dan merdu, namun mengandung desakan menuntut jawaban. “Bagi saya terdengar aneh dan biarpun merdu, saya tidak dapat mengerti, Niocu!” kata Pangeran Yorgi sambil tersenyum genit. Gadis cantik itu menarik napas panjang dan menggerakkan tangan kirinya dengan tak sabar. “Engkau bodoh dan tidak mengerti tentang kesenian, akan tetapi engkau jujur, Pangeran Yorgi.” Kemudian ia memandang kepada Bhong Lam, “Bhong-Kongcu, bagaimana pendapatmu?” tanyanya dan Bhong Lam merasa heran bukan main. Baru sekarang dia bertemu dengan gadis puteri ketua umum Pek-Lian-Kauw yang amat terkenal itu, akan tetapi sikap gadis itu seolah-olah sudah mengenalnya benar. Sebagai seorang yang pandai membawa diri, dia tersenyum dan menjawab dengan lembut dan penuh kagum. “Apa yang dapat saya katakan, Niocu? Hampir saya tidak dapat berkata-kata. Keindahan permainan Yangkhim-mu merampas semua kata-kata pujian dari mulutku. karena sernua kata pujian masih belum dapat menggambarkan kehebatan permainan Yangkhim-mu tadi. Hebat, indah, merdu seolah suara Yangkhim tadi datang dari atas awan di langit, dimainkan oleh para dewi!”
1051
Senyum berkembang di mulut yang manis dan menggairahkan itu. Akan tetapi Ouw Yang Hui melihat bahwa senyum itu mengandung ejekan, bukan senyum karena senang atau bangga. “Tidak jauh dari pada apa yang ku dengar tentang kamu, Bhong-Kongcu. Engkau tidak mengerti kesenian akan tetapi engkau seorang yang pandai bermuka-muka, pandai mengambil hati dengan sanjung dan pujian kosong.” Mendengar ini, wajah Bhong-Kongcu berubah kemerahan, akan tetapi dia tidak berani membantah karena sudah mendengar betapa gadis cantik ini kadang dapat bersikap sekejam iblis betina yang tidak mengenal ampun bagi siapa saja yang menimbulkan kemarahan dan kebencian dalam hatinya, Ketika dia memandang dan bertemu pandang dengan Kim Niocu, dia terkejut. Sepasang mata yang jeli dan indah itu seolah menyorotkan hawa panas sehingga dia cepat menundukkan pandang matanya. “Dan bagaimana dengan engkau, Ouw Yang Hui alias Siang Bi Hwa? Aku mendengar bahwa engkau seorang seniwati yang ahli bermain Yangkhim! Engkau tentu dapat menilai permainan Yangkhim tadi dengan baik, Bagaimana pendapatmu dengan permainanku tadi?”
1052
Kini Kim Niocu memandang kepada Ouw Yang Hui dengan sinar mata tajam penuh selidik. Diam-diam Ouw Yang Hui juga merasa heran bagaimana wanita cantik ini mengetahui keadaan dirinya. Ouw Yang Hui membalas pandang mata itu dengan tabah. Tadinya ia ngeri membayangkan bahwa kedua orang penculiknya akan menyerahkan ia ke tangan seorang laki-laki yang kasar dan kejam, yang akan mendatangkan bahaya yang lebih mengerikan dari pada maut kepadanya. Akan tetapi setelah melihat bahwa ia akan diserahkan kepada seorang wanita cantik yang pandai bermain Yangkhim, kegelisahannya menghilang. Tentu saja ia tidak merasa ngeri atau takut berhadapan dengan seorang gadis yang cantik dan sikapnya lembut, walaupun gadis itu memiliki pandang mata yang tajam dan aneh, juga senyumnya yang manis mengandung penuh rahasia. “Bagaimana engkau dapat mengenal aku?” ia bertanya. Mulut yang bentuknya indah itu tersenyum. Matanya bersinar dan ada kebanggaan terbayang di sana. “Tentu saja aku mengenalmu. Dulu engkau bernama Siang Bi Hwa, menjadi anak angkat Cia-Ma. Sebetulnya namamu Ouw Yang Hui, puteri Tung-Hai-Tok Ouw Yang Lee majikan Pulau Naga, kemudian menjadi anak tiri Gan Hok San.” Senyumnya makin
1053
melebar ketika ia melihat pandang mata Ouw Yang Hui yang keheranan. “Dan kalau engkau belum mengenalku, aku bernama Kim Lian dan engkau boleh menyebut aku Kim Niocu seperti orang-orang lain. Nah, sekarang katakan pendapatmu tentang permainan Yangkhim-ku tadi.” Ouw Yang Hui menjawab dengan suara lembut dan tenang. “Niocu, lagu yang engkau mainkan tadi berjudul Bintang Kesepian. Engkau memainkannya dengan penuh perasaan sehingga mudah diketahui bahwa di dasar lubuk hatimu yang paling dalam, engkau menderita kesepian. Lagu sedih itu kau mainkan dengan irama yang terlalu cepat yang membayangkan bahwa engkau hendak menutupi kesedihanmu karena kesepian itu dengan kekerasan hati. Juga semestinya lagu itu dinyanyikan dengan iringan suara Yangkhim sehingga nada sedihnya akan terasa oleh para pendengarnya.” Wajah yang jelita itu berubah kemerahan. Kim Niocu merupakan tokoh penuh rahasia dan menjadi orang yang ditakuti dikalangan Pek-Lian-Kauw. Karena itu, tidak pernah ia menerima kritik, Sekali ini permainkan Yangkhim-nya yang biasanya dipuji-puji semua orang, mendapat kritik dari seorang gadis lemah. Tentu saja ia merasa tersinggung.
1054
“Ouw Yang Hui, ke sinilah engkau Naikilah tangga itu,” perintahnya. Suaranya yang lembut terdengar kering, tanda bahwa ia sedang marah atau setidaknya sedang tak senang hati. Ouw Yang Hui melangkah maju, mendaki tangga dan tiba di atas panggung, di depan Kim Niocu. “Duduklah di sampingku dan kau mainkan Yangkhim ini. Mainkan lagu Bintang Kesepian tadi dan buktikanlah bahwa penilaianmu tadi benar. Awas, kalau permainanmu tidak lebih baik dari pada permainanku, engkau akan kubunuh!” Mendengar ucapan itu, Ouw Yang Hui memandang wanita itu dengan sinar mata tenang saja. Sama sekali ia tidak merasa takut. Pangeran Yorgi yang mendengar ini menyeringai. Dia tidak perduli, bahkan diam-diam merasa gembira mendengar ancaman terhadap diri Ouw Yang Hui yang menimbulkan rasa iri dan tidak suka dalam hatinya. Akan tetapi mendengar ancaman Kim Niocu, wajah Bhong Lam menjadi pucat sekali. Dia sudah lama mendengar akan kekejaman Kim Niocu yang tidak mengenal ampun dan akan menyiksa dan membunuh siapa saja yang tidak disukainya. Dia merasa khawatir sekali. Pemuda ini tanpa disadarinya sendiri sudah jatuh cinta sedemikian rupa kepada Ouw Yang Hui, maka mendengar ancaman maut terhadap diri gadis itu, tentu saja dia menjadi gelisah bukan main. Dia tidak dapat menahan
1055
kegelisahannya dan dia membungkuk dalam-dalam kepada Kim Niocu lalu berkata dengan suara penuh permohonan. “Kim Niocu yang mulia. Ampunilah nona Ouw Yang Hui atas semua kelancangan ucapannya. Biarlah saya akan melakukan apa saja yang Niocu perintahkan, akan saya lakukan dengan taruhan nyawa untuk menebus kesalahan yang dilakukan nona Ouw Yang Hui.” Mendengar ini, Kim Niocu mengerutkan alisnya, akan tetapi mulutnya tersenyum. “Hei, apa ini? Aku pernah mendengar bahwa Bhong-Kongcu adalah seorang pemuda yang angkuh terhadap wanita! Akan tetapi sekarang engkau siap untuk berkorban nyawa bagi seorang gadis tawanan! Ini kah gerangan yang dinamakan cinta?” Mendengar ucapan yang disambung suara tawa merdu yang mengandung ejekan, Bhong Lam hanya menundukkan kepalanya dan Ouw Yang Hui mengerutkan alisnya. Pembelaan Bhong-Kongcu itu membuat hatinya merasa tidak tenteram. Pangeran Yorgi menyeringai, seperti seorang bocah nakal melihat bocah lain dimarahi Ibunya. “Ouw Yang Hui, duduklah dan cepat mainkan Yangkhim seperti yang kuperintahkan tadi!” kata Kim Niocu. Terpaksa Ouw Yang Hui duduk di sebelah wanita itu. la menerima Yangkhim yang
1056
disodorkan pemiliknya kepadanya. Sebagai seorang berjiwa seni, ia maklum bahwa permainan seni suara harus disesuaikan dengan keadaan hatinya. Kalau bernyanyi atau memainkan musik dengan, lagu gembira, ia harus dapat membawa hatinya ke suasana gembira pula. Sebaliknya kalau harus bernyanyi atau memainkan lagu sedih, perasaan hatinya harus dibawa ke alam suasana yang sedih. Dengan demikian barulah ia dapat menghayati apa yang dinyanyikan atau dimainkan. Karena itu, begitu menerima Yangkhim, ia lalu membayangkan keadaan dirinya, membayangkan sin Cu dan kedukaan besar menyelimuti perasaan hatinya. la merasa kehilangan, rasa kesepian, merasa ditinggalkan dan kesedihan yang mendalam sudah mendorong air matanya sehingga sepasang bola matanya sudah menjadi basah. Jari-jari tangannya yang kecil mungil meruncing itu mulai bergerak menari-nari di antara dawai-dawai kecapi itu. terdengar bunyi kencrang-kencring yang amat lembut. Lagu yang tadi dimainkan Kim Niocu terdengar lagi. Namun alangkah jauh bedanya. Lagu itu kini dimainkan dengan lambat dan lembut, penuh getaran perasaan seolah-olah dalam bunyi denting merdu itu mengandung rintihan jiwa yang merana, dalam melodi dan irama itu terkandung tangis
1057
yang memilukan. Kemudian terdengar suara nyanyian keluar dari mulut yang indah itu, seperti bisik-bisik sayu. “Jutaan rekan bertaburan di angkasa tak dapat mengisi hati yang kosong merana Aku mencari-cari, di mana gerangan Dia? Ratap dan tangis tercurah sia-sia di manakah Engkau, wahai kekasih? Hamba... hamba kesepian, digoda harapan hampa!” Kata-kata dalam lagu itu demikian mendayu penuh sendu, mengandung makna yang amat mendalam. Apakah itu hanya sekedar ratap tangis sebuah bintang yang merindukan bulan, kekasihnya? Ataukah ratap tangis hati seorang gadis yang merindukan munculnya seorang kekasih pembawa bahagia? Ataukah lebih mendalam lagi, ratap tangis manusia yang rindu kepada Kekasih, jiwanya, yaitu Sang Maha Kasih, Maha Pencipta ? Suara nyanyian itu diiringi bunyi kecapi begitu serasi, begitu harmonis, seimbang dan saling mengisi, Memperkuat daya gaib yang membuat tiga orang pendengarnya, tanpa mereka sadari sendiri, termangu dan berlinang air mata! Butir-butir air mata bening menuruni sepasang pipi Kim Niocu. Juga sepasang mata Bhong-Kongcu menjadi basah, hatinya
1058
terasa seperti ditusuk-tusuk dan hanya dengan pengerahan tenaga saja dia mampu mençegah mengalirnya air matanya. Keadaan Pangeran Yorgi bahkan lebih parah lagi. Dia menangis sesenggukan seperti seorang wanita menangis! Sungguh mengherankan daya pengaruh nyanyian Ouw Yang Hui yang diiringi permainan Yangkhim itu. Kalau hanya orang biasa yang mendengarnya lalu menjadi terharu dan menangis sedih, hal itu tidaklah mengherankan. Akan tetapi tiga orang pendengar itu adalah orang-orang yang sudah terbiasa melakukan kekerasan, berwatak keras dan aneh seolah sudah kehilangan kepekaan mereka. Dapat membunuh orang tanpa berkedip. Akan tetapi mendengar nyanyian dan permainan Yangkhim tadi, mereka tetap saja hanyut dan tidak mampu menguasai perasaan hatinya lagi. Hal ini membuktikan bahwa sekejam-kejamnya, sekeras-kerasnya dan sejahat-jahatnya seorang manusia, tetap saja masih ada suatu sudut kecil yang jernih, yang dapat membangkitkan rasa haru dan belas kasih. Manusia terdiri dari kekuatan Im dan Yang, dua unsur saling berlawanan dan menghidupkan dan menggerakkan seluruh alam maya pada dengan semua isinya. Dalam diri manusia terdapat dua unsur yang saling berlawanan, yaitu unsur baik dan buruk atau lebih mudah kalau disebut saja unsur kekuatan Malaikat
1059
dan kekuatan Iblis. Dua kekuatan ini saling desak untuk menguasai batin manusia, akan tetapi tidak pernah ada yang sama sekali meninggalkan manusia. Kalau ditinggalkan salah satu dari keduanya, maka dia bukan manusia lagi namanya. Kalau dia baik seratus prosen, namanya bukan manusia lagi melainkan mungkin akan disebut malaikat. Kalau dia buruk seratus prosen, namanya juga bukan manusia lagi melainkan mungkin disebut setan atau iblis! Selaku terjadi perlumbaan antara keduanya, antara unsur baik dan unsur buruk. Kalau unsur baik berada di atas angin, maka manusianya akan melakukan perbuatan yang baik, sebaliknya kalau unsur buruk yang mendesak, manusianya lalu melakukan perbuatan jahat. Jelasnya, sejahat-jahatnya orang, masih ada satu sisi kebaikannya dan sebaik-baiknya orang, masih ada cacatnya. Pangeran Yorgi yang pertama-tama membuka suara. Dia merasa malu dan juga marah sekali melihat dirinya menangis sedih karena keharuan yang menyerbu hatinya. “Lagu cengeng! Menyebalkan!” katanya sambil berusaha keras untuk menghentikan isaknya dan dengan kasar tangannya mengusap air matanya. Bhong Lam tidak berkata apa-apa, hanya sepasang matanya yang basah itu menatap ke arah Ouw Yang Hui dengan sinar mata terpesona dan penuh kekaguman, Pada saat
1060
itu hatinya membisikkan bahwa dia benar-benar jatuh cinta kepada gadis itu. Kim Niocu mengerutkan alisnya. Diam-diam iapun malu kepada diri sendiri, timbul perasaan iri kepada Ouw Yang Hui yang ternyata mampu memainkan Siter dan bernyanyi sedemikian indahnya. Sampai iapun terseret ke dalam keharuan dan perasaannya terhanyut. Ia pun cepat menghapus air mata yang turun di atas kedua pipinya dengan sehelai saputangan. Kemudian ia menoleh dan memandang kepada Ouw Yang Hui beberapa saat lamanya. Ouw Yang Hui masih duduk bersimpuh dengan Yangkhim di pangkuan dan menundukkan mukanya. la masih merasakan akibat dari penghayatan yang dilakukan atas permainan Yangkhim dan nyanyiannya tadi, yang membuat kedua matanya juga berlinang air mata. Kim Niocu bertepuk tangan tiga kali. Tiba-tiba saja muncul tiga orang gadis, berpakaian putih, kepala regu Pek I Hoat-Tin dan dua orang anggautanya. Mereka bergerak cepat dan tahu-tahu berdiri atas panggung, entah dari mana datang. “Menanti perintah Niocu!” kata gadis kepala regu yang cantik itu. “Bawa nona Ouw Yang Hui ke rumah, biarkan ia berkumpul dengan para gadis lain. Layani ia mandi dan beri ia pakaian yang paling indah dan yang warnanya cocok untuknya, lalu hidangkan
1061
makanan dan minuman. Layani ia baik-baik, akan tetapi jaga jangan sampai ia melarikan diri.” “Baik, siap melaksanakan perintah, Niocu!” kata kepala regu itu. “Ouw Yang Hui, sekarang ikutilah mereka, engkau mengasolah!” kata Kim Niocu kepada Ouw Yang Hui. Ouw Yang Hui mengangguk, meletakkan Yangkhim di atas lantai panggung dan iapun bangkit berdiri dan menuruni panggung diapit oleh tiga orang gadis berpakaian serba putih. la dibawa masuk ke dalam bangunan induk yang ternyata cukup besar. Tiga orang gadis itu melayaninya, menyediakan air dan membiarkannya mandi berendam dan berkeramas sampai bersih. Ouw Yang Hui diberi pakaian baru yang serba indah, pakaian dalam berwarna putih dan pakaian luar dari sutera berwarna merah muda. Kemudian tiga orang gadis Pek I Hoat-Tin itu membantunya bersolek, menata rambutnya dan memberi tusuk sanggul rambut dengan hiasan dari emas permata indah bergambar burung merak. Ouw Yang Hui mendapatkan kembali ketenangannya setelah membersihkan diri dan berganti pakaian bersih. la memoleskan bedak dan gincu tipis pada kulit mukanya. Biarpun ia berdandan secara sederhana sekali, namun setelah ia selesai dan bangkit berdiri, tiga orang anggauta Pek I Hoat-Tin itu saling pandang
1062
dengan mata terbelalak heran dan kepala regu yang tadinya membantu Ouw Yang Hui berhias, berseru kagum dan heran. “Luar biasa sekali! Nona Ouw Yang Hui, engkau seperti saudara kembar Kim Niocu!” Mendengar ini, Ouw Yang Hui memandang ke arah cermin dan melihat bayangannya sendiri berdiri dengan anggunnya. Baru sekarang ia menyadari bahwa memang ia dan gadis aneh yang disebut Kim Niocu tadi mirip sekali! Hanya dandanan rambut mereka saja yang berbeda dan Kim Niocu mempunyai sebuah tahi lalat hitam kecil di samping kiri mulutnya. Usia merekapun sepantar. Mungkin Kim Niocu lebih satu dua tahun akan tetapi karena wanita itu pesolek, maka tampak sebaya dengannya. “Mari, Nona Ouw Yang, kami persilakan nona untuk makan minum di ruangan makan,” kata kepala regu Barisan Sihir Baju Putih yang bernama Pek Hwa (Bunga Putih) itu. Ouw Yang Hui mengangguk dan dalam hatinya merasa lebih tenang. la diperlakukan dengan baik sekali. Bahkan tadi ketika ia selesai berendam dan mandi, Pek Hwa sendiri yang memijati tubuhnya secara ahli sekali, ditekannya otot-otot dan jalan darah di tubuhnya sehingga darahnya berjalan lancar dan rasa lelah yang luar biasa di tubuhnya hampir hilang sama sekali.
1063
Kedua telapak kakinya yang lecet-lecet juga dibubuhi obat yang terasa dingin dan manjur, bahkan kaki yang membengkak diurut-urut sehingga kempis kembali. Tubuhnya terasa nyaman dan kini ia merasa lapar sekali. Masakan yang dihidangkan itu cukup mewah. Ouw Yang Hui dipersilakan makan, dilayani tiga orang gadis berpakaian putih itu dan iapun tidak malu-malu dan makan sampai kenyang. Setelah membersihkan mulut, Ouw Yang Hui diantar memasuki sebuah ruangan, yang luas, sebuah ruangan duduk di depan empat buah kamar yang berjajar menghadap ruangan itu. Tujuh orang gadis yang sedang duduk dan bercakap-cakap di situ bangkit berdiri menyambutnya. Mereka adalah tujuh orang gadis yang berusia antara tujuh belas sampai dua puluh tahun. “Nona Ouw Yang,” kata Pek Hwa. “Mulai sekarang engkau tinggal di sini bersama tujuh orang gadis ini. Engkau tinggal sekamar nona Tio itu.” la menuding seorang gadis berpakaian hijau yang manis, kemudian berkata kepada para gadis itu. “Cuwi Siocia (Nona-nona sekalian), perkenalkan ini adalah nona Ouw Yang Hui yang menjadi rekan kalian. Ingat peraturan di sini, kalian tidak boleh bertengkar dan tidak boleh membikin ribut, apa lagi mencoba melarikan diri. Yang melanggar akan dihukum berat. Nah, silakan kalian saling berkenalan dengan Nona Ouw Yang.”
1064
Setelah berkata demikian Pek Hwa dan dua orang anak buahnya meninggalkan ruangan itu. Gadis bertubuh mungil berwajah manis dengan kulit agak gelap yang disebut Nona Tio oleh Pek Hwa tadi, menghampiri Ouw Yang Hui dan mengamatinya dari kepala sampai ke kaki sambil tersenyum ramah. “Ihh betapa miripnya engkau dengan Kim Niocu! Lihat, teman-teman, bukankah ia mirip sekali? Seperti pinang dibelah dua, seperti saudara kembar.” Ouw Yang Hui memandang mereka. Mereka semua berpakaian sutera halus beraneka warna seperti pakaian yang dipakainya. Mereka semua cantik jelita dan terdiri dari berbagai suku, namun semua dapat berbicara dengan bahasa Han, walaupun logat mereka asing. “Kalian semua ini bagaimana dapat berkumpul dan berada di sini?” tanyanya dengan suara halus. Nona Tio menggandengnya dan menariknya duduk di atas bangku panjang yang banyak terdapat dalam ruangan itu. “Kami semua datang dengan cara yang sama, yaitu dilarikan.” “Dilarikan? Apa maksudmu?” tanya Ouw Yang Hui. “Dipaksa atau diculik. Akan tetapi kami semua diperlakukan dengan baik sehingga kami tidak merasa menderita. Bukankah
1065
engkau sendiri juga datang ke sini bukan secara suka rela?” Ouw Yang Hui mengangguk. “Nasib kita sama dan aku masih belum mengetahui mengapa aku diculik dan dibawa ke sini.” “Kami semua juga belum tahu. Akan tetapi kami hanya dapat menanti keputusan Kim Niocu dan kami tidak berani membangkang. Sudah ada tiga orang gadis disiksa sampai mati karena terus-menerus menangis dan tidak menurut perintah.” “Kalau kita menaati semua perintah Kim Niocu, kita akan diperlakukan dengan baik. Kalau tidak, kita akan disiksa sampai mati,” kata Nona Tio. Terhibur juga rasa hati Ouw Yang Hui bertemu dengan tujuh orang gadis senasib. la lalu berkenalan dengan mereka. Mereka itu ternyata adalah gadis-gadis yang menjadi kembang di tempat tinggal mereka. Ada anak orang kaya, ada pula anak orang miskin. Akan tetapi mereka semua memiliki keistimewaan, yaitu kecantikan yang memikat. Tio Leng, gadis kecil mungil yang menjadi teman sekamar Ouw Yang Hui itu segera mengajaknya masuk kamar dan mereka berdua bercakap dan merasa cocok satu sama lain. Sementara itu, setelah Ouw Yang Hui dibawa pergi
1066
Pek Hwa dan dua orang anak buahnya, Kim Niocu berkata kepada Pangeran Yorgi dan Bhong Lam. “Kalian naik dan duduklah di sini!” Gadís itu menunjuk ke depannya dan dua orang laki-laki itu cepat menaiki tangga dan duduk bersila di atas lantai yang digelari tilam lembut tebal. “Pangeran Yorgi, bagus, engkau telah berhasil membawa Ouw Yang Hui ke sini. engkau telah bekerja dengan baik dan tidak percuma aku menerima kerja sama denganmu ini. Bagaimana dengan tugasmu kedua untuk meneliti bagaimana hasil siasat yang kita rencanakan bersama utusan Thaikam Liu Cin?” “Para Dewa sedang melindungi dan membantu saya, Niocu. Ketika saya bertemu dengan kereta yang membawa Gan Hok San sekeluarga. saya membayangi mereka, ternyata mereka menuju ke Kuil Siauw-Lim di Sung-San dan kereta berhenti agak jauh dari pintu gerbang Kuil. Kebetulan sekali pada waktu itu rombongan Bu-Tong-Pai dan Kong-Thong-Pai berkunjung ke Siauw-Lim-Si dan mengajukan tuntutan mereka karena kematian seorang murid Bu-Tong-Pai dan dua orang murid Kong-Thong-Pai. Terjadi perdebatan di antara mereka.” Kim Niocu tersenyum senang. “Bagus! Agaknya siasat itu telah dijalankan oleh Thaikam Liu Cin dengan baik! Lalu bagaimana?”
1067
“Melihat keributan itu, Gan Hok San dan seorang pemuda yang kemudian saya ketahui sebagai tunangan Nona Ouw Yang, meninggalkan kereta untuk menonton keributan itu. Nah, kesempatan itu saya pergunakan untuk melarikan Nona Ouw Yang Hui. Kebetulan pada waktu itu kedua rombongan yang mengunjungi Siauw-Lim-Si itu mulai meninggalkan tempat itu. Saya berhasil melarikan Nona Ouw Yang. Akan tetapi di tengah perjalanan muncul seorang pemuda yang mencoba untuk merampas gadis itu. Dia memiliki ilmu kepandaian yang cukup lihai. Namanya Tan Song Bu dan dia adalah murid Tung-Hai-Tok Ouw Yang Lee, akan tetapi anehnya, dia dapat menyerang saya dengan ilmu Im-Yang Sin-Ciang, dengan Pek-Tok-Ciang dan Hek-Tok-Ciang!” “Hemm, mengapa heran? Im Yang Tojin dan Hek Pek Moko adalah rekan-rekan Ouw Yang Lee dan mereka sernua berada dikota raja membantu Thaikam Liu Cin. Tentu saja pemuda itu dapat mempelajarinya dari mereka. Yang aneh, mengapa Tan Song Bu itu menyerangmu? Mungkinkah dia tidak tahu akan hubungan kita dengan gurunya? Sudahlah, hal itu dapat kuselidiki nanti. Kemudian bagaimana?” “Pada waktu saya bertanding dengan Tan Song Bu, kebetulan sekali Bhong-Kongcu lewat dan dia membantu saya, melarikan
1068
nona Ouw Yang Hui sehingga kami berhasil mengecoh Tan Song Bu dan melarikan nona Ouw Yang sampai ke sini dengan selamat.” Pangeran Yorgi mengakhiri ceritanya. Kim Niocu memandang kepada Bhong Lam, tersenyum dan mengangguk-angguk. “Bagus sekali, Bhong-Kongcu. Engkau telah membuat jasa dengan bantuanmu itu. Kuharap selanjutnya engkau akan bekerja dengan baik membantu kami.” “Sebagai putera ketua cabang tentu saja saya akan membantu sekuat tenaga, Niocu. Saya siap melaksanakan perintah pusat yang diwakili oleh Niocu.” “Bagus! Kita semua memang harus bekerja sama untuk menghasilkan rencana besar kita. Kalau siasat kita ini dilaksanakan dengan baik tentu tidak akan sukar bagi kita untuk menggulingkan kekuasaan Kerajaan Beng. Kalian telah bekerja dengan baik dan sebelum aku membagi tugas untuk kalian, aku ingin menjamu kalian untuk menyatakan kepuasan hatiku.” Kim Niocu bertepuk tangan lima kali dan masuklah lima orang gadis anggauta Pek I Hoat-Tin membawa beberapa macam buah buahan yang mahal dan mereka menuangkan anggur ke dalam
1069
cawan untuk Pangeran Yorgi dan Bhong-Kongcu, juga untuk Kim Niocu. Dengan ramah dan manisnya kim Niocu mempersilakan kedua orang itu untuk menikmati makan buah-buahan segar dan minum anggur manis. Sambil menikmati makanan buah dan minuman anggur, Kim Niocu memberi tugas kepada dua orang pembantunya. Pangeran Yorgi sudah tiga tahun menjadi pembantu utamanya yang setia dan patuh, juga yang dapat diandalkan. Sedangkan Bhong Lam biarpun baru sekarang bertemu dengannya, namun pemuda ini adalah putera Ketua Cabang Pek-Lian-Kauw sedangkan ia adalah puteri Ketua umum Pek-Lian-Kauw sehingga dapat dianggap bahwa pemuda itu adalah seorang bawahan atau anak buahnya juga. “Pangeran Yorgi, kalau menurut ceritamu tadi, agaknya siasat untuk membuat Siauw-Lim-Pai bermusuhan dengan Bu-Tong-Pai dan Kong-Thong-Pai, belum mencapai sasaran. Buktinya mereka tidak saling bentrokan. Karena itu, kita harus membantu agar api permusuhan itu dapat berkobar. Coba, aku ingin tahu apa yang akan kau lakukan untuk memenuhi tugas itu!” Pangeran Yorgi mengambil sebutir anggur dan memakannya, alisnya berkerut dan dia berpikir sejenak.
1070
“Kim Niocu, saya akan pergi berkunjung ke Siauw-Lim-Pai dan Niocu akan mendengar bahwa ada murid Siauw-Lim-Pai yang akan terbunuh oleh orang Bu-Tong-Pai dan Kong-Thong-Pai. Sudah benarkah itu?” “Bagus! Tepat sekali. Akan tetapi, apa yang akan membuktikan bahwa pembunuhan itu dilakukan orang Bu-Tong-Pai dan Kong-Thong-Pai?” tanya Kim Niocu. “Untuk itu saya sudah mengadakan persiapan, Niocu. Kong-Thong-Pai terkenal dengan senjata rahasia Hui-To (Pisau Terbang) mereka. Bentuk Hui-To mereka juga khas, dengan dipasangi sirip. Nah, saya sudah mempersiapkannya, bahkan sudah mempelajari bagaimana untuk mempergunakannya seperti ilmu menyambit dari Kong-Thong-Pai. Seperti ini!” Tiba-tiba tangan kanan Pangeran Yorgi meraba pinggangnya dan tangan itu bergerak cepat menyambit ke arah sebatang pohon kecil yang tumbuh dalam pot besar di belakang pondok itu. Tiga kali tangannya bergerak dan tiga sinar menyambar ke arah batang pohon bagaikan kilat. Tiga batang pisau yang memiliki sirip itu menancap pada batang pohon sebesar lengan, berjajar rapi. “Bagus! Bukti Hui-To Kong-Thong-Pai itu cukup meyakinkan. Akan tetapi bagaimana dengan Bu-Tong-Pai?” tanya Kim Niocu.
1071
Pangeran Yorgi bangkit dan menghampiri pohon kembang, mencabut tiga batang pisau terbangnya, menyimpan lagi diikat pinggangnya, kemudian dia duduk lagi di depan Kim Niocu. “Bu-Tong-Pai adalah sebuah partai besar. Saya berhasil mempelajari banyak ilmu silat partai besar lainnya, akan tetapi sampai sekarang saya belum dapat menemukan dan mempelajari ilmu dari Bu-Tong-Pai, Niocu.” “Ada ilmu totok yang mematikan dari Bu-Tong-Pai, apakah engkau pernah mendengar tentang ilmu itu?” tanya Kim Niocu. “Maksud Niocu ilmu Tiam-Hiat-Hoat (ilmu menotok jalan darah) yang lihai itu? Saya pernah mendengarnya, akan tetapi tidak pernah melihatnya.” “Sebelum engkau berangkat, engkau akan kuajari ilmu Tiam-Hiat-Hoat dari Bu-Tong-Pai itu. Melihat tingkat kepandaianmu, dalam waktu lima hari saja engkau pasti sudah akan dapat menguasainya.” “Terima kasik, Niocu!” kata Pangeran Yorgi dengan girang. “Sekarang kuberi pembagian tugas kepadamu, Bhong-Kongcu,” kata Kim Niocu sambil memandang kepada pemuda itu.
1072
“Saya siap melaksanakan tugas, Niocu, Memang Ayah mengutus saya untuk menghadap Niocu di sini untuk menerima pembagian tugas karena Ayah sendiri menghadapi kesibukan urusan di cabang.” “Baik sekali, Bhong-Kongcu. Dan kebetulan sekali engkau yang mewakili Ayah mu karena tugas ini memang lebih tepat kalau engkau yang melaksanakan.” “Saya akan merasa senang sekali melakukan tugas penting untuk Pek-Lian-Kauw, Niocu. Katakanlah, apa yang harus saya lakukan?” “Kami mempunyai delapan orang gadis tawanan yang akan kami kirimkan ke kota raja. Engkau harus mengawal mereka, menjaga agar mereka tidak sampai melarikan diri atau dirampas orang. Sesampainya di kota raja dengan selamat, bawalah mereka kepada Su Kian, pembantu kami yang menjadi mata-mata di kota raja. Dia membuka toko rempah-rempah di sebelah timur Jembatan Rembulan dan terkenal sebagai Su Wangwe (Hartawan Su). Dia akan menyambutmu dengan baik kalau engkau perlihatkan suratku untuknya. Kemudian engkau boleh mengatur bersama Su Kian untuk menyerahkan para gadis kepada para
1073
pejabat di kota raja. Daftar dan suratnya sudah kubuat. Inilah daftarnya.” Kim Niocu menyerahkan sehelai kertas di mana tertulis dengan jelas nama para gadis itu yang harus diserahkan kepada pejabat-pejabat tertentu. Pandang mata Bhong Lam melayang ke atas daftar itu dia tidak memperhatikan nama lain kecuali nama Ouw Yang Hui. Di situ tertulis bahwa Ouw Yang Hui harus diserahkan kepada Ouw Yang Lee yang menjadi pembantu Thaikam Liu Cin. Tentu saja dia merasa heran sekali. Mereka telah menculik Ouw Yang Hui, kenapa harus dikembalikan kepada Ayah kandung gadis itu? “Niocu, maafkan pertanyaan saya. tetapi tidak kelirukah catatan dalam daftar ini bahwa Nona Ouw Yang Hui diserahkan kepada Ouw Yang Lee? Bukankah dia itu Ayah kandungnya?” Kim Niocu tersenyum. “Engkau tidak tahu, Bhong-Kongcu, akan tetapi aku mengetahui segala mengenai Ouw Yang Hui. Ouw Yang Lee pernah hendak membunuh puterinya sendiri itu, akan tetapi kemudian dia menyatakan kepada kami bahwa dia menginginkan puterinya itu kembali kepadanya. Dia bercita-cita besar untuk mengangkat derajatnya dengan menghadiahkan puterinya yang cantik jelita
1074
kepada Kaisar. Hal ini sungguh sejalan dengan siasat kita. Kita dapat mempergunakan keluarga Ouw Yang itu untuk menguasai dan melemahkan Kaisar.” Bhong Lam mengangguk-angguk, akan tetapi dalam hatinya dia merasa tidak setuju sama sekali. Dia sendiri jatuh cinta pada Ouw Yang Hui dan dia tidak menghendaki gadis itu terjatuh ke dalam pelukan pria lain. Akan tetapi tentu saja dia tidak berani menyatakan ini di depan Kim Niocu. “Baiklah, saya akan melaksanakan perintah ini sebaik-baiknya. Kapan saya harus berangkat mengawal mereka, Niocu?” “Besok pagi kita berangkat. Aku hendak membuat persiapan dulu. Perjalanan ini cukup jauh dan aku ikut mengawal sampai kita tiba di puncak Bukit Cemara dimana kami mempunyai benteng kecil kuat, Dari sana ke kota raja sudah tidak begitu jauh lagi.” “Kami akan akan berdiam untuk sementara waktu di bukit cemara dan dari sana engkau boleh mengawal mereka ke kota raja.” “Baik, Niocu. Saya akan melaksanakan tugas itu,” jawab Bhong-Kongcu dengan patuh. “Bagaimana dengan saya, Niocu? Kapan saya harus melaksanakan tugas saya ke Kuil Siauw-Lim-Si di Sung-San?” tanya Pangeran Yorgi.
1075
“Engkau boleh berangkat setelah engkau menguasai ilmu Tiam-Hiat-Hoat, Pangeran Yorgi. Mari sekarang juga akan kuajarkan kepadamu sampai engkau hafal benar, kemudian kalau aku besok berangkat ke Bukit Cemara engkau boleh berlatih di sini selama beberapa hari. Setelah engkau dapat menguasai benar ilmu itu, berangkatlah dan laksanakan tugasmu dengan baik.” “Baik, Niocu,” kata Pangeran Yorgi. Kim Niocu lalu bertepuk tangan dan muncullah Pek Hwa. “Pek Hwa, kau antar Bhong-Kongcu ke ruangan tamu. Berikan sebuah kamar tamu untuk dia bermalam semalam. Kemudian engkau persiapkan ke tiga barisan untuk ikut aku pergi ke Bukit Cemara besok pagi. Nah, Bhong-Kongcu, engkau ikut Pek Hwa ke kamarmu dan mengasolah.” Bhong-Kongcu mengangguk, lalu mengikuti Pek Hwa meninggalkan taman itu menuju ke bangunan induk di mana terdapat bagian untuk tempat bermalam para tamu. Adapun Pangeran Yorgi tinggal di pondok taman dan Kim Niocu mengajarinya memainkan ilmu totok istimewa dari Bu-Tong-Pai, yaitu Tiam-Hiat-Hoat. Pangeran ini merasa kagum sekali karena gadis cantik jelita itu sedemikian lihainya sehingga hampir tidak ada ilmu silat dari partai-partai persilatan besar yang tidak dikenal dan dikuasainya.
1076
Pangeran Yorgi sendiri adalah seorang ahli silat yang pandai, maka dia tidak memerlukan waktu terlalu lama untuk dapat hafal dan memahami semua rahasia ilmu totok itu. Beberapa jam kemudian dia sudah dapat menguasainya, tinggal mematangkan dengan latihan. Justeru melatih sampai mahir benar inilah yang membutuhkan waktu berhari-hari. Pada malam itu, Kim Niocu menjamu mereka semua dengan makan malam yang mewah. Mereka semua berkumpul, maka di satu meja panjang yang dapat menampung mereka semua. Delapan orang gadis tawanan Kim Niocu, Bhong-Kongcu, dan Pangeran Yorgi. Bhong Lam melihat betapa delapan orang gadis tawanan itu kesemuanya cantik jelita dan manis. Akan tetapi Ia bukan seorang pemuda mata keranjang, Ia sama sekali dia tidak tertarik dengan gadis lain kecuali Ouw Yang Hui. Hatinya terpikat hanya oleh Ouw Yang Hui seorang. Sebetulnya dia suka sekali dan kagum kepada Kim Niocu, akan tetapi mengingat akan kedudukan mereka, dia segera mengenyahkan perasaan tertarik dan hanya mencurahkan seluruh perhatiannya kepada Ouw Yang Hui. Dia tertarik kepada Kim Niocu juga karena puteri ketua umum Pek-Lian-Kauw itu memiliki bentuk tubuh dan wajah mirip Ouw Yang Hui. Para gadis itu, kecuali Ouw Yang Hui bersikap gembira. Rasa cemas di Hati mereka hilang karena mereka diperlakukan dengan ramah dan baik. Melihat sikap
1077
Kim Niocu yang lembut dan ramah, mereka lupa bahwa belum lama mereka melihat tiga orang gadis disiksa sampai mati oleh Kim Niocu. Ouw Yang Hui bersikap diam dan tenang walaupun ia merasa tidak enak dalam hatinya ketika ia bertemu pandang mata dengan Bhong Lam. Ada sesuatu dalam pandang mata pemuda itu kepadanya yang membuat Ouw Yang Hui merasa tidak tenang. Pandang mata pemuda itu mengingatkan ia akan pandang mata Sin Cu kekasih dan tunangannya, jika memandang kepadanya. Malam itu, dalam kamar tamu yang menjadi tempat dia bermalam, Bhong Lam gelisah di atas pembaringannya. Dia tidak dapat segera tidur nyenyak. Bayangan Ouw Yang Hui selalu terbayang di pelupuk matanya. Dia memeras otaknya bagaimana dia harus mencegah agar gadis yang dicintanya itu tidak sampai diserahkan kepada Ouw Yang Lee, melainkan dapat menjadi teman hidup selamanya dengan menjadi isterinya. Pada keesokan harinya, pagi-pagi sekali tiga barisan pengawal Kim Niocu, yaitu Hek-I Kiam-Tin, Ang I Tok-Tin, dan Pek I Hoat-Tin, sudah sibuk mempersiapkan keberangkatan delapan orang gadis tawanan yang akan dikawal oleh Bhong-Kongcu. Juga kim Niocu sendiri bersama tiga barisan akan ikut mengawal sampai ke Bukit Cemara. Sebuah kereta besar dipersiapkan untuk ditumpangi delapan orang gadis tawanan ditarik dua ekor kuda dan
1078
dikusiri oleh Ang Hwa (Bunga Merah), yaitu kepala regu Ang I Tok-Tin. Sebuah kereta lain yang kecil hanya ditarik seekor kuda dan dikusiri oleh Pek Hwa, dipersiapkan untuk Kim Niocu. Bhong-Kongcu mengawal kereta besar dengan berjalan kaki. Juga tiga barisan pengawal wanita itu berjalan kaki dalam barisan masing-masing. Setelah semua siap, berangkatlah rombongan itu. Kereta kecil yang ditumpangi Kim Niocu berjalan di depan, dikawal oleh pasukan baju putih. Kereta besar yang ditumpangi delapan orang gadis tawanan. itu berjalan di belakang, diapit oleh pasukan baju merah dan baju hitam. Bhong-Kongcu sendiri tampak duduk di bangku depan kereta, di samping Ang Hwa yang menjadi kusir kereta. Rombongan berangkat meninggalkan beberapa orang pelayan pembantu yang bertugas menjaga dan mengurus kompleks perumahan Pek-Lian-Kauw yang ditinggalkan itu. Pangeran Yorgi juga akan tinggal selama beberapa hari di situ untuk melatih ilmu Kiam-Hiat-Hoat yang baru saja dia pelajari dari Kim Niocu. Biarpun tiga barisan wanita itu berjalan kaki, namun karena mereka rata-rata memiliki ginkang yang sudah tinggi tingkatnya, maka kedua buah kereta dapat dilarikan agak cepat dan tiga barisan itu tidak pernah ketinggalan. Mereka berlari-lari dengan ringan mengawal kedua kereta, melalui daerah pegunungan yang sunyi. Setelah matahari
1079
condong ke barat, tengah hari telah lewat, mereka sudah tiba jauh sekali. Tiba-tiba Kim Niocu berseru merdu dan nyaring. “Berhenti,kita mengaso disini sambil makan siang!” Rombongan itu berhenti dan tiga regu pasukan pengawal itu sibuk mengerjakan tugas masing-masing. Ada yang menggelar tikar-tikar di bawah pohon yang rindang. Membersihkan tempat untuk beristirahat nona mereka. Ada yang mempersiapkan makan siang yang memang sudah mereka bawa sebagai bekal. Mereka itu bekerja dengan cekatan sekali dan mereka memang sudah terlatih. Delapan orang gadis tawanan dipersilakan turun. Mereka duduk di atas tikar yang digelar di bawah pohon. Tempat itu teduh dan nyaman. Ouw Yang Hui duduk di dekat Tio Leng, gadis kecil mungil berwajah manis yang semalam menjadi temannya sekamar. Mereka telah akrab sekali dan sikap Ouw Yang Hui yang selalu tenang itu menjadi semacam sandaran yang menghibur dan menenangkan hati Tio Leng. Delapan orang gadis itu lalu diajak makan bersama Kim Niocu dan Bhong-Kongcu. Tiga regu pasukan pengawal itu juga makan di tempat yang terpisah. Diam-diam Ouw Yang Hui kagum. Dalam perjalanan yang panjang dan jauh itu, mereka masih sempat menghidangkan makanan yang hangat dan mewah!
1080
la harus mengakui bahwa Pek-Lian-Kauw memiliki pimpinan yang hebat seperti Kim Niocu yang memimpin tiga regu wanita yang cekatan dan trampil itu. Agaknya akan semakin jauhlah harapannya untuk dapat terbebas dari tangan mereka ini, pikirnya. Betapapun juga, Ouw Yang Hui tidak mau putus asa. la masih selalu waspada mencari kesempatan untuk dapat meloloskan diri dari tangan para penculiknya. Setelah mereka selesai makan, para gadis tawanan itu diperbolehkan duduk mengaso kembali di atas tikar terlindung pohon yang rindang dan sejuk. Kim Niocu menghampiri kelompok tiga regu pengawalnya untuk memperbincangkan sesuatu dengan mereka, memperingatkan mereka agar berhati-hati karena mereka berada di tempat yang tidak jauh letaknya dari daerah perkampungan suku bangsa Hui. Bhong Lam duduk tak jauh dari para gadis tawanan karena dia yang bertugas menjaga para tawanan itu. Dia duduk di atas akar pohon yang menonjol keluar dari permukaan tanah, tampaknya duduk diam tidak acuh akan tetapi sebetulnya pandang matanya tidak pernah meninggalkan gerak-gerik Ouw Yang Hui. Makin lama hatinya semakin tertarik dan mabok kepayang terhadap gadis itu. Sejak semula dia telah jatuh hati kepada gadis itu pada pandangan pertama, Kemudian hatinya betul-betul terpikat ketika Ouw Yang Hui bermain yang-kim sambil bernyanyi di depan Kim Niocu. Kini,
1081
melihat Ouw Yang Hui duduk di antara para gadis tawanan yang kesemuanya cantik jelita itu, tahulah Bhong Lam bahwa dia telah jatuh cinta kepada Ouw Yang Hui. kecantikan tujuh orang gadis lain itu sama sekali tidak menarik hatinya. Mereka itu berdekatan dengan Ouw Yang Hui seperti tujuh buah bintang yang kehilangan cahayanya berdekatan dengan bulan purnama. Tiba-tiba, sayup-sayup terdengar suara sangkakala yang asing bunyinya. Akan tetapi Ouw Yang Hui yang tidak mengetahui apa artinya bunyi-bunyian itu melihat betapa tiga regu pasukan pengawal wanita itu serentak bangkit berdiri dan terdengar bentakan Kim Niocu memerintahkan mereka agar siap siaga. Tiga regu pasukan itu sudah bergerak cepat dan mengambil sisi mengelilingi dan melindungi kereta dan para tawanan yang masih duduk di atas tikar. Bhong-Kongcu sendiri sudah bangkit berdiri dan menoleh ke arah datangnya suara sangkakala itu. Tiba-tiba seorang di antara delapan gadis tawanan itu bangkit berdiri dan mengeluarkan pekik melengking yang nyaring sekali, lalu ia menangis tersedu-sedu, diselingi pekik melengking-lengking. “Siapa ia dan kenapa ia begitu?” tanya Ouw Yang Hui lirih kepada Tio Leng. Yang ditanya menjawab dengan bisikan pula.
1082
“la adalah Yulani, gadis suku bangsa Hui yang diculik seperti kita. Kebetulan tempat ini berdekatan dengan perkampungannya dan kurasa bunyi terompet itu adalah tanda bahwa orang-orang suku Hui sedang menuju ke sini dan Yulani memekik untuk menarik perhatian mereka.” Keterangan Tio Leng ini segera terbukti kebenarannya. Terdengar bunyi derap kaki banyak kuda dan tampak debu mengepul. Pasukan berkuda itu kini sudah datang dekat. Jumlah mereka lebih dari lima puluh orang, dikepalai seorang laki-laki tinggi besar berjenggot panjang yang berusia kurang lebih empat puluh lima tahun. Mereka adalah orang-orang bersuku bangsa Hui. Ketika melihat Kim Niocu berdiri tegak memimpin tiga regu pasukan pengawalnya, pemimpin rombongan berkuda itu mengangkat tangan ke atas dan menghentikan kudanya. Pasukan berkuda yang berada di belakangnya juga menahan kuda mereka. Semua kuda berhenti dan debu mengepul tebal. “Ayahhh...!” Yulani, gadis Hui itu, berteriak, akan tetapi ia tidak dapat lari menghampiri rombongan itu karena Bhong-Kongcu menghadangnya. Pemimpin orang-orang Hui itu melompat turun dari atas punggung kudanya, diturut oleh para anak buahnya. Dia melangkah lebar menghampiri Kim Niocu yang dari sikapnya jelas menunjukkan sebagai pemimpin. Akan tetapi ketika Bhong Lam
1083
datang dari belakang gadis itu dan berdiri di sampingnya, perhatiannya lalu beralih kepada Bhong-Kongcu karena pemuda inilah satu-satunya pria di antara rombongan wanita itu. Biarpun kepala suku Hui ini marah sekali karena anak gadisnya diculik orang, akan tetapi melihat rombongan wanita itu dia menjadi ragu. Maka, begitu melihat pemuda tampan berpakaian mewah ini, dia lalu membentak dengan suara nyaring. “Engkaukah kepala rombongan ini?” Sebelum Bhong-Kongcu menjawab, Kim Niocu yang berada di samping pemuda itu mendahului dengan tegas namun lembut halus. “Akulah pemimpin rombongan ini.” Kepala suku Hui itu terbelalak heran mendengar pengakuan gadis muda yang cantik jelita itu sebagai pemimpin rombongan yang terdiri dari para wanita cantik itu. Akan tetapi melihat puterinya berdiri sambil menangis, kemarahannya berkobar lagi. “Keparat! Engkau telah menculik anakku! Kembalikan Yulani kepadaku!” Kim Niocu tersenyum sinis. “Memang aku yang menculiknya dan tidak akan kukembalikan, engkau mau apa?”
1084
“Keparat! Buka matamu baik-baik, Kami berjumiah lebih dari lima puluh orang, Karena melihat kalian adalah wanita wanita, maka kami masih bersikap sabar. Hayo cepat kembalikan Yulani kepadaku atau aku akan membasmi dan membunuh kalian semua!” Bhong Lam melangkah maju menghadapi kepala suku Hui itu, “Jahanam, tahan mulutmu yang kotor dan jangan menghina Kim Niocu. Apakah engkau sudah bosan hidup?” “Keparat! Bagus kalau engkau seorang laki-laki yang maju. Siapa engkau?” “Aku bernama Bhong Lam dan aku seorang di antara para pembantu Niocu. Kim Niocu sudah bilang tidak akan mengembalikan anakmu, maka pergilah dan jangan banyak bicara lagi kalau engkau tidak ingin mampus bersama semua anak buahmu.” “Keparat! Kalau Yulani tidak dikembalikan, engkau yang lebih dulu mampus, baru wanita ini” kata kepala suku Hui itu dan tiba-tiba dia sudah menyerang dengan dahsyat kepada Bhong-Kongcu, Kedua tangannya membentuk cakar garuda. dengan cepat dan kuat sekali kedua tangan itu menyerang dengan cengkeraman
1085
cengkeraman, didahului angin yang menyambar. Bhong Lam adalah seorang pemuda yang sejak kecil digembleng silat oleh ayahnya yang menjadi ketua cobang Pek-Lian-Kauw sehingga dia memiliki ilmu silat tinggi dan lihai sekali. Akan tetapi menghadapi serangan kepala suku bangsa Hui ini dia terkejut. Dari sambaran angin serangan itu tahulah dia bahwa lawahnya adalah seorang yang memiliki tenaga dalam yang amat kuat, juga gerakan serangannya aneh sekali, mirip ilmu silat garuda, akan tetapi gerakannya liar dan buas. Dia cepat mengelak ke belakang, akan tetapi setelah serangan kedua tangan itu dapat dielakkan, kepala suku Hui itu menerjang dengan tendangan kedua kakinya secara bergantian dan gerakan tendangan inipun seperti cakaran kaki garuda. Sementara itu, melihat pimpinan mereka sudah bertanding melawan pemuda itu, orang-orang Hui seperti mendapat aba aba untuk bergerak dan sambil berteriak teriak mereka menyerbu dengan maksud untuk membebaskan Yulani. Akan tetapi tiga regu pengawal Kim Niocu segera bergerak menyambut mereka dan terjadilah pertempuran yang hebat dan seru. Akan tetapi, orang-orang Hui itu hanya mengandalkan keberanian dan kekuatan saja. Mereka tidak memiliki ilmu silat yang baik. Padahal tiga regu Hek I Kiam-Tin, Ang I Tok-Tin, dan Pek I Hoat-
1086
Tin terdiri dari masing-masing sembilan orang gadis yang rata-rata memiliki ilmu silat yang cukup tinggi dan terutama sekali memiliki keahlian yang khas. Hek I Kiam-Tin merupakan barisan pedang yang dapat bekerja sama amat rapi dan kuat, Ang I Tok-Tin lihai sekali mempergunakan racun, sedangkan Pek I Hoat-Tin merupakan ahli-ahli sihir. Begitu tiga regu ini bergerak menyambut, biarpun jumlah penyerbu dua kali lebih banyak, segera tampak bahwa orang-orang Hui itu bukan merupakan lawan yang seimbang. Barisan baju hitam bergerak dan pedang di tangan mereka berkelebatan disusul teriakan-teriakan orang Hui yang roboh berpelantingan. Barisan baju merah juga tidak kalah ganasnya. Begitu tangan mereka bergerak, sinar hitam meluncur dan jarum-jarum beracun merobohkan beberapa orang Hui. Barisan baju putih juga mempergunakan keahlian mereka untuk merobohkan para penyerbu itu. Mereka itu seolah berubah menjadi asap, tak tampak oleh lawan dan tahu-tahu mereka memukul dari samping atau dari belakang merobohkan banyak orang. Tentu saja orang-orang Hui menjadi kacau dan panik menghadapi tiga regu istimewa ini. Pertandingan antara Bhong-Kongcu melawan kepala suku Hui masih berlangsung seru. Akan tetapi, biarpun Bhong Lam yang merasa penasaran itu sudah mengeluarkan semua ilmunya dan
1087
mengerahkan semua tenaganya, bahkan juga mempergunakan kekuatan sihirnya, semua itu tidak dapat membuat dia menang. Bahkan kekuatan sihirnya dapat ditolak kepala suku Hui itu. “Heeeeillighhh!” Dia berteriak melengking dan teriakan seperti itu mengandung kekuatan sihir yang biasanya dapat membuat lawannya terguncang semangatnya dan akan roboh tanpa dipukul. Akan tetapi, kepala suku Hui itu mengeluarkan suara menggereng seperti harimau dan sama sekali tidak terpengaruh oleh lengkingannya. Bhong Lam memukul dengan tangan kanannya ke arah dada kepala suku Hui itu. Akan tetapi lawannya itu agaknya sekali ini tidak mengelak atau menangkis bahkan membarengi serangan itu dengan sebuah tendangan kaki kanannya. Pukulan Bhong Lam dan tendangan kepala suku Hui itu datang pada saat yang bersamaan. Orang Hui itu menerima pukulan pada dadanya, sedangkan Bhong Lam terkena tendangan pada perutnya. “Bukkkk! Desss!!...!” Kepala suku Hui itu sengaja menerima pukulan sambil mengerahkan kekebalannya dan dia hanya terhuyung sedikit, akan tetapi walaupun Bhong Lam sudah melindungi perutnya dengan hawa sinkang (tenaga sakti) namun tendangan itu demikian kuatnya sehingga tubuhnya terjengkang dan terbanting keras! Biarpun ia tidak terluka, namun karena dia roboh, maka dapat dibilang Bhong Lam telah kalah dalam
1088
pertandingan itu. Sebelum dia bangkit dan melanjutkan perkelahian, Kim Niocu sudah melompat ke depan. “Robohlah” bentak gadis baju hijau ini sambil menggeralkkan kedua tangannya didorongkan ke depan. Serangkum hawa yang amat kuat menyambar ke depan, Kepala suku Hui itu terkejut sekali. Dia tidak sempat mengelak, lalu menggerakkan kedua tangan menyambut sambil mengerahkan tenaga. Akan tetapi bentakan Kim Niocu tadi mengandung kekuatan sihir yang luar biasa dan kepala suku Hui itu merasa betapa tubuhnya terguncang sehingga pengerahan tenaganya ketika menyambut serangan itu tidak dapat sepenuhnya. “Blarrrr...!” Dua tenaga sakti bertemu dan akibatnya, kepala suku Hui itu terlempar dan terbanting roboh. Dia tidak dapat berkutik lagi dan dari mulutnya mengalir darah. “Ayahh..” Yulani yang sejak tadi menonton ayahnya berkelahi dengan penuh kekhawatiran, melihat ayahnya roboh. la melompat dan lari ke depan, menghampiri Kim Niocu. “Kau..., kau telah membunuh ayahku! Engkau siluman kejam..!” Yulani lalu menyerang Kim Niocu. Kedua tangannya mencakar-cakar seperti seekor burung elang. Akan tetapi serangan Yulani itu
1089
tidak ada artinya bagi Kim Niocu yang amat lihai. Sekali tangan kirinya bergerak menampar, telapak tangan itu mengenai pelipis kepala Yulani. “Krakk...!” Gadis Hui itu terpelanting roboh dan tidak bergerak lagi, tewas seketika! Sisa orang-orang Hui tinggal belasan orang. Melihat banyak sekali kawan kawannya roboh dan tewas dalam keadaan mengerikan, bahkan pemimpin mereka dan puterinya juga tewas, belasan orang Hui itu menjadi ketakutan dan mereka melarikan diri, meninggalkan puluhan mayat teman mereka, bahkan tidak sempat lagi menunggang kuda mereka. Kim Niocu segera memberi perintah kepada ketiga regunya. “Kumpulkan kuda-kuda itu. Kalian semua menunggang kuda, engkau juga, Bhong-Kongcu dan kita melanjutkan perjalanan sekarang juga!” Tiga regu pengawal yang terdiri dari dua puluh tujuh orang itu cepat mengumpulkan kuda-kuda yang ditinggalkan orang orang Hui, kemudian dua buah kereta dijalankan lagi. Bhong-Kongcu dan tiga regu pasukan itu kini menunggang kuda mengawal dua kereta meninggalkan mayat mayat yang berserakan itu. Ouw Yang Hui menyaksikan semua itu dengan hati merasa ngeri. Kembali ia menyaksikan keganasan dan kekejaman orang-orang di dunia persilatan. Tadi ketika terjadi keributan, ia sudah mempunyai pikiran untuk melarikan diri. Bahkan ia
1090
mengajak Tio Leng untuk bersama-sama melarikan diri, menggunakan kesempatan selagi orang-orang Pek-Lian-Kauw bertempur. Akan tetapi Tio Leng mencegahnya. “Jangan, enci Hui! Kalau kita melarikan diri, Kim Niocu pasti akan dapat menangkap kita kembali dan kita jangan harap dapat hidup lagi kalau tertangkap. Tentu ia akan menyiksa kita sampai mati!” Setelah melihat orang-orang Hui berjatuhan, bahkan Yulani dan ayahnya tewas, barulah Ouw Yang Hui tahu bahwa apa yang dikatakan Tio Leng tadi bukan sekedar karena takut belaka, melainkan dapat benar-benar terjadi apa bila ia melarikan diri. Setelah rombongan diberangkatkan lagi, sekali ini perjalanan dilakukan lebih cepat, ia termenung dalam kereta Apakah tidak ada harapan lagi baginya untuk lolos dari cengkeraman orang-orang ini.? Rombongan bergerak cepat dan akhirnya sampai di sebuah bukit yang penuh di tumbuhi pohon cemara berbagai jenis dan macam. Bukit ini tampak indah, tenang dan aman penuh damai. Akan tetapi sesungguhnya tidak ada seorangpun dari para penduduk dusun di sekitar bukit itu yang berani mendaki bukit itu. Bahkan mendekati kaki bukit saja mereka tidak berani. Di antara para penduduk dusun-dusun di sekitar situ, Bukit Cemara ini disebut juga Bukit Siluman. Hal ini terjadi karena entah sudah
1091
berapa banyak orang ditemukan tewas tanpa sebab, tanpa luka, di kaki bukit itu. Yang terakhir kali ada tiga orang penduduk dusun timur yang terkenal sebagai jagoan menyatakan bahwa mereka tidak takut akan siluman yang berada di Bukit Cemara. Tanpa menghiraukan peringatan para penduduk, mereka bertiga sengaja mendatangi bukit itu, mengandalkan kekuatan dan ilmu silat yang mereka kuasai sehingga mereka dikenal sebagai jagoan. Akan tetapi apa akibatnya? Mereka bertigapun kedapatan telah tewas tanpa terluka dan tanpa sebab di kaki bukit itu. Semenjak peristiwa itu, Bukit Cemara benar-benar menjadi Bukit Siluman dan jangankan mendekati bukit itu, baru membicarakannya saja sudah dilakukan dengan bisik-bisik dan perasaan takut dan ngeri. Di puncak Bukit Cemara yang dikenal pula sebagai Bukit Siluman itu terdapat sebuah bangunan yang cukup besar. Tampaknya bangunan dan daerah Bukit Cemara itu sunyi seperti tidak ada penghuninya, dan demikian tenang dan damai. Akan tetapi sesungguhnya tidaklah demikian keadaannya. Bangunan yang menjadi sebuah di antara tempat-tempat tinggal atau peristirahatan Kim Niocu, selalu terjaga oleh belasan orang anggauta Pek-Lian-Kauw. Dan bangunan gedung itu sendiri dikelilingi alat-alat jebakan yang amat berbahaya, mulai dari kaki bukit sampai keatas. Maka, akan amat berbahayalah bagi orang luar yang berani mencoba
1092
untuk mendaki bukit mengunjungi bangunan itu. Andaikata ada orang yang cukup lihai untuk dapat melalui jebakan-jebakan itu, Dia akan masih harus berhadapan dengan belasan orang anggauta Pek-Lian-Kauw yang rata-rata memiliki ilmu silat yang lihai dan juga pandai mempergunakan senjata racun yang berbahaya. Contohnya, mereka yang berani berkunjung ke bukit itu dan tewas tanpa luka dan seolah tanpa sebab, adalah korban dari kelihaian dan keganasan para penjaga ini. Kedatangan rombongan yang dipimpin sendiri oleh Kim Niocu itu segera disambut oleh belasan orang penjaga sejak dari kaki bukit. Mereka mendaki bukit melalui jalan yang aman, yang hanya diketahui oleh para penjaga, juga oleh tiga regu pengawal dan tentu saja oleh Kim Niocu sendiri karena wanita inilah yang membuat rencana bangunan berikut semua alat rahasia jebakan di Bukit Cemara itu. Setelah memasuki bangunan yang cukup luas dan mewah itu, Kim Niocu berkata kepada Bhong Lam. “Bhong-Kongcu, engkau dan tujuh orang gadis itu mengaso dulu di sini selama dua malam. Pada hari ke tiga, engkau harus mengantar mereka ke kota raja dan sejak saat itu, engkaulah yang bertanggung jawab atas keselamatan mereka dan menjaga agar mereka jangan sampai meloloskan diri, Engkau hacus mengawal
1093
mereka sampai ke kota raja dan menyerahkan mereka kepada Su Kian yang dikenal di kota raja sebagai Su Wangwe.” “Baik, Niocu!” kata Bhong-Kongcu. “Harap jangan khawatir, akan saya laksanakan semua perintah Niocu dengan baik.” Pemuda itu kini merasa semakin tunduk dan patuh kepada gadis puteri ketua umum itu setelah dia melihat sendiri betapa lihainya gadis itu ketika merobohkan kepala suku bangsa Hui. Para gadis tawanan yang kini tinggal tujuh orang itu dikumpulkan dalam sebuah kamar yang besar. Bhong Lam yang mengatur ini. Dia tidak ingin para gadis itu dipisahkan dalam beberapa buah kamar agar lebih mudah dia menjaga dan mengawasi mereka. Dia sendiri menggunakan sebuah kamar yang tepat berada di depan kamar besar itu. Akan tetapi malam itu Bhong Lam gelisah di dalam kamarnya. Bayangan wajah dan tubuh Ouw Yang Hui selalu terbayang dan dia merasa rindu bukan main. Dia benar-benar, telah jatuh cinta kepada gadis itu dan tentu saja dia merasa gelisah karena Kim Niocu menghendaki agar dia menyerahkan Ouw Yang Hui kepada Su Kian untuk diberikan kepada Ouw Yang Lee! Dia tidak menghendaki Ouw Yang Hui terjatuh ke tangan orang lain, dia tidak mau kehilangan gadis itu.
1094
Keputusannya telah membulatkan tekad bahwa dia harus mendapatkan gadis itu sebagai isterinya, dengan cara apapun juga. Akan tetapi dia benar-benar mencinta Ouw Yang Hui. Dia tidak ingin menggunakan paksaan, dia tidak mau memperkosa gadis itu. Dia ingin gadis itu menyerah kepadanya dengan suka rela. Kalau dia mau, tentu saja dia dapat mempergunakan racun perangsang agar Ouw Yang Hui menyerahkan diri kepadanya. Akan tetapi dia tidak mau melakukan ini, karena kalau hal itu dia lakukan, akhirnya gadis itu tentu akan membencinya. Dia mau gadis itu menyerahkan diri kepadanya dalam keadaan sadar. Inilah sebabnya mengapa dia tidak mau mempergunakan racun perangsang atau kekuatan sihir yang dikuasainya. Dan ini pula yang membuat Bhong Lam gelisah di dalam kamarnya malam itu. Dia sudah berusaha untuk bersikap ramah dan manis terhadap Ouw Yang Hui dan gadis itu juga bersikap lembut kepadanya, akan tetapi hal itu tidak menjamin bahwa Ouw Yang Hui akan suka menerima cintanya. Bhong Lam keluar dari kamarnya dan dia merasa heran dan juga girang sekali melihat gadis yang menjadi pengganggu ketenangan batinnya itu tampak duduk seorang diri di luar pintu karmar besar itu. Ouw Yang Hui duduk di atas sebuah bangku yang terdapat di depan kamar itu. Gadis ini juga gelisah
1095
dan melihat enam orang gadis yang lain bercakap-cakap bahkan bercanda, Dia tidak dapat menahan kesedihannya dan keluar dari dalam kamar, duduk termenung di atas bangku itu. la tahu bahwa melarikan diri dari tempat itu tidak mungkin karena rumah itu tentu telah dijaga ketat, Dan ia sendiri tadi telah melihat betapa lihainya Kim Niocu dan ketiga regunya ketika mereka membantai orang-orang Hui. Melihat pula betapa kejamnya Kim Niocu membunuh orang. la tahu bahwa ayah tirinya, Gan Hok San pendekar Siau-Lim-Pai itu, dan juga tunangannya, Wong Sin Cu, pasti tidak tinggal diam dan tentu mereka sedang mencarinya. Akan tetapi hal ini bahkan menambah kegelisahan hatinya. Andaikata mereka itu dapat menyusul dan menemukannya di sini apakah tidak amat berbahaya bagi keselamatan mereka? Apakah mereka berdua itu akan mampu menandingi Kim Niocu dan tiga regunya yang amat lihai itu? “Nona Ouw Yang Hui...!” terdengar suara lembut memanggil dari sebelah kirinya. Ouw Yang Hui kaget dan cepat mengangkat muka memandang. “Bhong-Kongcu, selamat malam,” kata gadis itu sambil bangkit berdiri. Karena semenjak melarikannya, pemuda yang tampan dan
1096
pesolek ini selalu bersikap sopan dan ramah kepadanya, maka Ouw Yang Hui tidak membencinya dan tidak takut kepadanya, juga bersikap lembut. “Duduklah saja, Nona Ouw Yang Hui, Kebetulan sekali engkau berada seorang diri di sini karena aku ingin sekali dapat bicara berdua saja denganmu.” Akan tetapi Ouw Yang Hui tidak mau duduk kembali dan tetap berdiri. “Bhong-Kongcu, dengan berdiripun kita dapat berbicara. Akan tetapi apakah yang hendak kau bicarakan dengan seorang tawanan seperti aku?” “Nona, sungguh mati aku menyesal sekali melihat engkau menjadi tawanan. Aku terpaksa tidak dapat mencegah karena engkau melihat sendiri betapa lihainya Pangeran Yorgi dan Kim Niocu. Akan tetapi, aku bersumpah untuk menolongmu, membebaskan engkau dari tangan mereka.” Ouw Yang Hui memandang wajah pemuda itu dengan sinar mata berseri penuh harapan. “Benarkah itu, Bhong-Kongcu? Ah, terima kasih atas kebaikannu, Kongcu!”
1097
“Tentu saja benar. Aku akan mencari jalan dan berusaha sekuat kemampuanku untuk membebaskanmu dari tangan Kim Niocu. Akan tetapi hanya dengan satu syarat.” “Syarat?” Ouw Yang Hui menatap wajah tampan itu dengan penuh selidik. “Syarat apa, Bhong-Kongcu?” “Terus terang saja, nona, sejak pertama kali melihatmu, aku telah jatuh cinta kepadamu. Aku cinta kepadamu, nona Ouw Yang Hui, dan aku mau menolongmu, membebaskanmu dari tangan Kim Niocu dengan taruhan nyawaku, dengan satu syarat bahwa engkau suka menjadi isteriku.” Ouw Yang Hui mengerutkan alisnya. Kembali ia menemukan sebuah cinta yang selalu dimiliki manusia pada umumnya. Cinta yang mengandung pamrih. Cinta yang berisi keinginan untuk menyenangkan diri sendiri. Cinta yang mengandung Cinta duniawi. Cinta materi dan cinta kedagingan. Cinta yang hanya dapat bertahan selama dirinya disenangkan. Cinta yang mengharapkan balas jasa, mengharapkan imbalan. Cinta yang tujuannya hanya untuk mencari kesenangan.
1098
“Menyesal sekali, Bhong-Kongcu. Terpaksa saya tidak dapat memenuhi syarat yang kau ajukan itu,” katanya tenang namun dengan nada lembut. “Akan tetapi mengapa engkau menolakku, nona? Aku cinta kamu dengan sepenuh jiwa ragaku dan apakah engkau tidak ingin bebas dari tangan Kim Niocu? Ingat mengerikan sekali kalau engkau tidak dapat meloloskan diri, nasibmu akan buruk dan Engkau akan celaka, terhina, tersiksa...! “Menyesal sekali, Kongcu. Aku tentu saja ingin bebas. Akan tetapi syaratmu itu tidak mungkin kupenuhi.” “Kenapa? Apakah aku tidak berharga menjadi suamimu? Atau... apakah engkau membenciku?” Ouw Yang Hui menggelengkan kepalanya. “Aku menghargaimu, Kongcu, karena engkau selalu bersikap sopan dan baik kepadaku. Akan tetapi untuk menjadi isterimu atau isteri siapapun juga, aku tidak mungkin dapat melakukannya karena aku sudah mempunyai seorang calon suami, seorang tunangan. Bahkan aku percaya bahwa dia pasti akan datang untuk menolong dan membebaskan aku.” Wajah Bhong-Kongcu menjadi kemerahan hatinya panas oleh cemburu.
1099
“Hemm, apakah dia akan mampu?” suaranya bernada mengejek. “Aku tahu dia akan mampu membebaskanku Kongcu, karena tunanganku itu seorang pemuda yang memiliki ilmu kepandaian tinggi.” Tiba-tiba Bhong Lam teringat akan sesuatu. “Ah, maksudmu pemuda yang tempo hari berkelahi melawan Pangeran Yorgi itukah tunanganmu?” Ouw Yang Hui menggeleng kepalanya. “Bukan, Kongcu. Dia itu adalah kakak Tan Song Bu, seorang Suhengku. Akan tetapi tunanganku bernama Wong Sin Cu.” Setelah berkata demikian, barulah Ouw Yang Hui menyadari bahwa ia telah kelepasan bicara. Kenapa ia harus memperkenalkan nama Suhengnya dan nama tunangannya? Tiba-tiba pada saat itu terdengar sempritan di sana sini. Bhong Lam terkejut karena maklum bahwa itu merupakan tanda akan adanya bahaya dan semua orang harus bersiap-siap. “Nona, cepat engkau masuk ke dalam kamar. Cepat ada bahaya!” Pemuda itu membuka pintu kamar, membiarkan Ouw Yang Hui masuk kamar besar lalu dia menutupkan pintu kamar itu dan duduk di atas bangku depan kamar untuk melakukan penjagaan karena dialah yang bertanggung jawab atas tujuh orang gadis tawanan itu.
1100
Dia melihat beberapa orang anggauta dari tiga regu pasukan pengawal berlari-larian, juga belasan orang anggauta Pek-Lian-Kauw yang bertugas menjaga tempat itu berlalu lalang dan tampaknya panik. “Hei, apa yang terjadi?” tanya Bhong lam kepada seorang di antara mereka. “Kongcu, kita diserbu musuh lihai dan Kim Niocu berpesan agar Kongcu berhati-hati menjaga para gadis tawanan itu,” kata anggauta Pek-Lian-Kauw itu. Biarpun dia seorang pemuda yang cukup lihai, namun melihat sikap para anggauta Pek-Lian-Kauw itu, Bhong Lam merasa gentar juga dan diapun mencabut pedangnya dan dengan pedang telanjang di pangkuannya, dia duduk kembali dan memasang mata dan telinga dengan waspada. Apakah yang sedang terjadi? Ternyata ada seorang asing yang mampu melewati semua alat rahasia jebakan dari kaki sampai ke puncak bukit itu dan dia sudah tiba di pintu pagar pekarangan rumah gedung itu! Dia seorang pemuda yang berpakaian sederhana, berwajah, tampan dan biarpun bentuk tubuhnya sedang saja namun gerak geriknya tangkas dan gagah perkasa. Pemuda ini bukan lain adalah Wong Sin Cu!
1101
Seperti telah diceritakan di bagian depan, dalam usaha mencari Ouw Yang Hui, Sin Cu berpencar dengan Gan Hok San. Kita telah mengikuti perjalanan Gan Hok San yang berkunjung ke cabang Pek-Lian-Kauw yang diketuai oleh Bhong Khi, akan tetapi di tempat itu dia tidak dapat berhasil mendapatkan keterangan tentang Ouw Yang Hui karena pihak Pek-Lian-Kauw menyangkal melakukan penculikan itu. Adapun Sin Cu bermaksud pergi ke kota raja untuk menyelidiki Ouw Yang Lee dan kawan-kawannya, terutama Hek Pek Moko yang dia duga merupakan pembunuh-pembunuh yang mengaku sebagai orang Siauw-Lim-Pai untuk mengadu domba antara Siauw-Lim-Pai dan partai-partai Bu-Tong-Pai dan Kong-Thong-Pai. Juga dia ingin menyelidiki Ouw Yang Lee karena mendengar bahwa datuk majikan Pulau Naga ini pernah berusaha untuk membunuh tunangannya, yaitu Ouw Yang Hui, Kebetulan sekali ketika dia berada dikaki Bukit Cemara, dia melihat rombongan banyak wanita berkuda. Pakaian para wanita itu sungguh menyolok dan menarik. Ada seregu wanita berpakaian hitam, ada yang berpakaian merah dan ada pula yang berpakaian putih. Mereka itu mengawal dua buah kereta yang tidak tampak penumpangnya karena tertutup dan ada pula seorang pemuda tampan gagah menunggang kuda di belakang kereta besar. Rombongan itu menunggang kuda dan mendaki bukit itu. Hati Sin
1102
Cu tertarik karena mudah diduga bahwa rombongan itu jelas bukan rombongan biasa. Dia lalu mencari keterangan di dusun yang berada tak jauh dari kaki bukit. Ketika penduduk dusun ditanyai Sin Cu tentang bukit itu, dia menjadi pucat dan berbisik. “Orang muda, jangan banyak bicara tentang bukit itu.” Tentu saja Sin Cu semakin tertarik. Penduduk dusun itu tampak ketakutan. “Akan tetapi mengapa, paman? Aku hanya ingin mengetahui apa namanya bukit itu dan siapa yang mendiaminya. Kulihat tadi banyak wanita menunggang kuda mendaki bukit.” “Ssttt... jangan bicara keras. Itu Bukit Siluman...” “Eh? Bukit Siluman? Akan tetapi tadi aku melihat banyak sekali wanita berpakaian aneh, ada yang serba hitam, ada yang serba merah dan serba putih, menunggang kuda bersama seorang pemuda mengawal dua buah kereta...” “Hushhh...! Pakaiannya aneh-aneh? itu bukan manusia, itu siluman!” kata orang itu lalu dia membalikkan tubuh meninggalkan Sin Cu dengan cepat. “Tunggu, paman...” Sin Cu berseru. Akan tetapi mendengar seruan Sin Cu orang itu malah berlari ketakutan. Sin Cu menjadi tertarik
1103
sekali. Tentu ini patut diselidiki, pikirnya. Siapa tahu menjadi sarang penjahat yang meresahkan kehidupan penduduk dusun di sekitarnya. Demikianlah, pada sore hari itu juga Sin Cu mendaki bukit yang disebut Bukit Siluman oleh penduduk dusun tadi. Ketika Sin Cu memasuki hutan cemara pertama di lereng bawah, tiba-tiba terdengar suara berciutan dan lima batang anak panah menyambar ke arahnya dari berbagai jurusan! Sin Cu terkejut akan tetapi tetap tenang. Dia mengelak dengan berlompatan dan menyambar sebatang anak panah yang ditangkap gagangnya. Dia memeriksa mata anak panah yang berwarna kehitaman. Beracun! Dia membuang anak panah itu dan dengan sikap waspada dia meneliti keadaan. Namun sunyi saja di situ, tidak ada gerakan orang. Diapun menduga bahwa anak panah yang lima batang tadi tentu bukan dilepas oleh tangan manusia, karena kalau ada orang-orang menyerangnya dengan panah gelap, tentu dia dapat mendengar gerakan mereka. Dia lalu memeriksa ke bawah. Mungkin kakinya tadi melanggar sesuatu yang membuat alat rahasia menggerakkan busur melepaskan anak panah tadi. Benar saja dugaannya. Kakinya terlibat benang hijau yang sukar dilihat di antara rumput. Benang itu tadi tersangkut kakinya dan putus sehingga menggerakkan alat
1104
rahasia yang menggerakkan lima batang busur yang dipasang di pohon-pohon sekelilingnya sehingga lima batang anak panah meluncur menyerangnya. Sin Cu mengangguk-angguk. Tahulah dia mengapa bukit itu disebut Bukit Siluman dan ditakuti penduduk dusun. Ternyata bukit itu memang berbahaya sekali agaknya penuh dengan alat-alat jebakan yang berbahaya. Dia melangkah maju dengan hati-hati sekali agar kakinya jangan melanggar batu atau benang yang dapat menggerakkan alat-alat rahasia. Tiga kali dia melihat benang melintang di depan kakinya dan dia melangkahinya. Akan tetapi ketika dia tiba di jalan yang mendaki, ada ranting pohon menghalang di depannya.Ia menyingkap dan mendorong ranting itu ke samping. Tiba-tiba terdengar suara keras dan dari bagian atas jalan itu menggelinding sebongkah batu sebesar kerbau ke aralnya dengan cepat sekali! Karena batu itu tadinya sudah ada di sebelah atas, dekat sekali dengan tempat Sin Cu berdiri. kini agaknya alat pengganjalnya terlepas oleh alat rahasia yang bergantung diranting tadi, maka batu itu menimpa Sin Cu dengan cepat dan Sin Cu tidak mempunyai waktu untuk mengelak lagi. lagi pula tempat itu sempit, di sebelah kiri jurang menganga dan di sebelah kanan tebing gunung. Terpaksa Sin Cu mengerakkan tenaga sakti Thai-Yang Sin-Ciang, kedua tangannya terbuka didorongkan menyambut batu sebesar kerbau itu.
1105
“Wuuttt... daarrrrr...!” Batu itu meledak dan pecah berhamburan, berjatuhan ke dalam jurang dan Sin Cu terhindar dari ancaman maut. Sin Cu menghela napas panjang. Berbahaya sekali keadaan tadi. Dia melangkah lagi dan berhadapan dengan jurang. Dia maklum bahwa dia telah salah jalan, maka terpaksa dia kembali lagi turun dari lereng itu. Tiba-tiba matanya melihat jejak tapak kaki banyak kuda. Dia girang sekali. Tentu ini tapak kaki kuda yang ditunggangi rombongan tadi, pikirnya. Dia mencari dan setelah yakin bahwa itu tapak kaki banyak kuda, dia lalu mengikuti jejak itu. Biarpun dia hampir yakin bahwa jalan yang ditempuh rombongan berkuda itu tentu jalan yang aman, namun dia tetap berhati hati dan sengaja berjalan di atas tapak roda kereta yang memanjang. Akhirnya tibalah dia di depan pekarangan yang dilingkari pagar besi. Sementara itu, malam telah tiba. Sin Cu merasa beruntung sekali karena kalau melakukan pendakian di waktu malam gelap, tentu berbahaya sekali dan tidak berani dia melakukannya. Juga beruntung dia menemukan jejak dua buah kereta dan rombongan berkuda tadi sehingga dia kini dapat tiba di depan pekarangan luas sebuah gedung besar. Pekarangan itu tampak sunyi saja. Sebuah gardu penjagaan di dekat pintu pekarangan itu juga sepi, tidak tampak ada orang yang berjaga di situ.
1106
Sebuah lampu gantung menerangi depan gardu, dan di serambi rumah besar itu, juga terdapat empat buah lampu gantung besar yang menerangi pekarangan dan serambi itu. Sin Cu menghampiri pintu pekarangan yang, terbuat dari besi dan setinggi dadanya, lalu mendorongnya perlahan. Begitu dia mendorong pintu besi itu, terdengar bunyi gemerincing nyaring. Sin Cu terkejut, akan tetapi dia sudah memasuki pekarangan itu. Ternyata pada pintu pekarangan itupun dipasangi alat rahasia sehingga begitu pintu dibuka tangan Orang yang tidak mengetahui akan rahasianya, akan terdengar bunyi nyaring itu yang merupakan tanda bahaya. Mendadak pekarangan yang sunyi itu tiba-tiba penuh dengan orang. Belasan orang anggauta Pek-Lian-Kauw yang bertugas menjaga gedung itu sudah bermunculan dan cepat sekali mereka mengepung Sin Cu. “Tangkap orang ini!” bentak komandan regu penjaga yang berjumlah belasan orang itu. Mereka serentak menerjang maju dari segala jurusan, berusaha membekuk dan menangkap Sin Cu. Akan tetapi Sin Cu cepat menggerakkan kaki tangannya dan para pengeroyok itu roboh berpelantingan disambar tamparan tangan dan tendangan kakinya. Orang-orang itu terkejut sekali. Tahulah mereka bahwa pemuda asing itu adalah seorang yang lihai sekali.
1107
“Bunuh pengacau ini!” Bentak pemimpin regu itu. Mereka semua lalu mencabut sebatang golok dan segera mengepung dan menerjang Sin Cu dengan serangan golok mereka. Menghadapi serangan belasan batang golok yang cukup berbahaya itu, Sin Cu lalu mempergunakan Chit-Seng Sin-Po (Langkah Sakti Tujuh Bintang). Kedua kakihya melangkah dengan aneh dan cepat dan tubuhnya sudah dapat menghindar dari semua bacokan dan tusukan golok. Kedua tangannya bergerak cepat dibantu kakinya yang kadang menendang. Terdengar teriakan-teriakan dan tubuh para pengeroyok berpelantingan, golok mereka beterbangan. “Semua mundur! Nyalakan obor!” terdengar bentakan suara wanita dan munculah Hek Hwa, gadis berpakaian hitam yang memimpin regu Hek I Kiam-Tin (Pasukan Pedang Baju Hitam) yang terdiri dari sembilan orang gadis berpakaian serba hitam itu. Belasan orang penjaga yang tadi berpelantingan itu cepat mundur dan mereka mengambil dan menyalakan obor sehingga pekarangan itu menjadi terang sekali. Kini sembilan orang gadis baju hitam, dipimpin oleh Hek Hwa, sudah berhadapan dengan Sin Cu. Mereka semua telah memegang sebatang pedang. Hek Hwa maklum bahwa pemuda itu memiliki ilmu silat yang amat tangguh. la tadi sudah melihat sepak terjang pemuda itu ketika merobohkan belasan orang anggauta Pek-Lian-Kauw. Karena maklum bahwa
1108
lawan ini berbahaya sekali, maka ia memberi isyarat dengan pedangnyą. la sendiri sudah cepat menyerang sambil mengeluarkan bentakan nyaring. Pedangnya meluncur dan menusuk ke arah dada Sin Cu. Melihat gerakan pedang ini, Sin Cu maklum bahwa lawannya ini cukup ahli memainkan pedang. la mengelak dengan langkah ajaibnya, lalu melangkah mundur. Delapan orang gadis baju hitam lainnya sudah bergerak cepat mengepungnya dan menyerang dengan pedang mereka. Serangan mereka begitu rapi dan saling menunjang. Melihat ini, Sin Cu terkejut. Kiranya dia menghadapi barisan pedang yang dapat bekerja sama dengan hebat. Dia segera meraba punggungnya dan tampak sinar putih berkeredepan tertimpa cahaya lampu dan obor. Pedang Pek-Liong-Kiam telah berada di tangannya dan ketika dia menggerakkan pedang itu dengan ilmu pedang Pek-Liong Kiam-Sut yang dirangkai oleh Bu Beng Siauwjin. Sinar putih bergulung-gulung dan tampak indah sekali di bawah sinar obor, bagaikan seekor naga putih beterbangan di antara awan mendung yang dibentuk oleh asap obor. “Trang... trang... trang...!” Terdengar bunyi suara nyaring ketika pedang-pedang di tangan para anggauta Hek I Kiam-Tin bertemu dengan sinar pedang Pek-Liong-Kiam dan tampak bunga api
1109
berpijar-pijar. Akan tetapi segera terdengar seruan-seruan kaget para wanita baju hitam itu karena pedang mereka patah patah bertemu dengan sinar putih itu. Sembilan orang Hek I Kiam-Tin terdesak mundur. Terdengar teriakan nyaring dan Hek I Kiam-Tin mundur lalu diganti kedudukan mereka oleh Ang I Tok-Tin! Sembilan orang gadis baju merah ini sudah menyerang dengan jarum-jarum beracun mereka. Akan tetapi semua jarum beracun itu rontok ketika bertemu sinar putih dari Pedang Pek-Liong-Kiam. Sembilan orang gadis baju merah itu menerjang dan mengepung, menggunakan senjata bermacam-macam yang semuanya mengandung racun. Ada pula yang melemparkan tepung beracun kepada Sin Cu. Namun Sin Cu mempercepat gerak pedangnya dan semua serangan itu dapat dihalau oleh sinar putih. Tepung merah beracun yang dilemparkan ke arah pemuda itupun buyar dan membalik ketika bertemu dengan sinar putih yang membawa angin kuat! Tubuh Sin Cu sudah tidak tampak lagi. Yang tampak hanyałah sinar putih bergulung-gulung, mendatangkan angin dahsyat dan mengeluarkan bunyi gaung yang menggetarkan! Ketika para gadis baju merah itu dengan nekat menyerang dengan senjata mereka, kembali terdengar bunyi nyaring dan senjata mereka patah-patah. Ang I Tok-Tin yang sebetulnya tingkatnya masih lebih tinggi dari
1110
Hek I Kiam-Tin, terkejut dan mereka semua berlompatan ke belakang. “Biarkan kami yang maju terdengar” bentakan nyaring dan Pek Hwa telah melompat ke depan diikuti delapan orang rekannya. Tanpa banyak cakap lagi sembilan orang gadis berpakaian putih ini berdiri berjajar di depan Sin Cu, berkemak-kemik kemudian atas isarat Pek Hwa, sembilan mulut mungil itu mengeluarkan bentakan berbareng, “Berlututlah engkau!” Sin Cu terkejut ketika merasa betapa kedua kakinya seperti lemas dan ada kekuatan luar biasa yang menekannya agar dia menjatuhkan diri berlutut di depan sembilan orang gadis berpakaian putih itu. Akan tetapi Sin Cu menyadari bahwa dirinya dipengaruhi ilmu sihir, maka dia cepat mengerahkan kekuatan batinnya dan berkata dengan suara tenang namun berwibawa. “Tidak, aku tidak akan berlutut terhadap siapapun!” Ucapannya itu membuyarkan kekuatan sihir Pek I Hoat-Tin. Pek Hwa menjadi marah dan ia memberi isarat. Mereka lalu bergabung menjadi satu. Pek Hwa membanting sesuatu. Terdengar ledakan dan nampak asap hitam tebal mengepul. Sembilan orang gadis pakaian putih itu lalu mendorongkan kedua tangan mereka ke depan dan... asap
1111
hitam yang bergulung-gulung itu bergerak dan membentuk mahluk yang menyeramkan. Seekor naga raksasa yang mukanya menyeramkan sekali, dengan mata mencorong seperti mengeluarkan api, juga. mulut yang merah itu terpentang lebar dan kedua kaki depan nya siap untuk mencengkeram ke arah Sin Cu. Sin Cu segera maklum bahwa dia berhadapan dengan barisan yang mengandalkan kekuatan sihir. Dia lalu mengerahkan tenaga, menekuk kaki kirinya sehingga lutut, tangan kiri menyentuh tanah, tangan kanan lurus ke atas. Inilah pembukaan ilmu silat Im-Yang Sin-Ciang yang seolah menghimpun kekuatan dari langit dan bumi, kemudian dia berdiri dengan kedua kaki ditekuk dan sambil mengerahkan tenaga inti Matahari, dia mendorong ke depan. Dari kedua tangannya meluncur hawa yang berlawanan, mengandung tenaga dingin di telapak tangan kiri dan panas di telapak tangan kanan. “Wuuutttt... blarrrr...!” Asap, hitam yang membentuk naga itu disambar hawa pukulan ini dan seketika buyar. Lenyaplah bentuk naga dan asap itupun membuyar lenyap. Sembilan orang gadis berpakaian putih itu terdorong ke belakang dan terhuyung-huyung. “Kalian semua mundur!” terdengar bentakan merdu dan muncullah Kim Niocu. Tiga regu pengawal itupun mundur dan mengepung
1112
pekarangan itu. Sin Cu mengangkat muka memandang. Dia terbelalak kaget dan hampir saja dia memanggil karena mengira bahwa Ouw Yang Hui yang muncul dı depannya. Wajah dan bentuk tubuh gadis yang kini berdiri di depannya itu mirip benar dengan Ouw Yang Hui. Akan tetapi melihat sinar matanya dan pakaiannya, Sin Cu pun sadar bahwa gadis ini bukan Ouw Yang Hui. Sinar matanya yang mencorong itu jauh berbeda dengan sinar mata kekasih atau tunangannya yang lembut. Di bawah sinar banyak obor yang kemerahan namun cukup terang, gadis itu tampak luar biasa cantik jelitanya. Gerak-gerik dan sikapnya juga halus lembut seperti sikap Ouw Yang Hui, hanya matanya yang bersinar tajam dan membayangkan kekerasan yang luar biasa. Sebintik tahi lalat kecil di ujung mulut sebelah kiri meyakinkan Sin Cu bahwa gadis itu bukan Ouw Yang Hui, biarpun sama cantik menariknya. Pakaiannya serba hijau dengan rambut ditutup kain kepala sutera putih, Gadis itu memandang kepadanya dengan mata penuh selidik dan mulutnya yang manis menggairahkan itu mengembangkan senyum kagum. Memang pada saat itu, Kim Niocu merasa kagum sekali kepada Sin Cu, bukan hanya kagum oleh ketampanannya, melainkan terutama sekali oleh kegagahan Sin Cu yang dilihatnya tadi mampu mengalahkan tiga regu pengawalnya.
1113
“Sobat, siapakah engkau?” tanya Kim Niocu dengan suara ramah dan lembut, tidak mengacuhkan kemunculan Bhong Lam yang berdiri di belakangnya. Wong Sin Cu merasa bahwa dia telah menyebabkan keributan di tempat tinggal orang. Dia tadi terpaksa membela diri karena diserang dan tidak sempat bicara dengan para penyerangnya. Sekarang, setelah ditanya, dia merasa rikuh sekali karena dia merupakan tamu tak diundang yang membuat atau mendatangkan kekacauan. Melihat sikap gadis jelita ini, dia dapat menduga bahwa ia tentu pemimpin, atau setidaknya orang penting di tempat ini, maka diapun cepat mengangkat kedua tangan di depan dada sebagai penghormatan. “Namaku adalah Wong Sin Cu, nona.” Orang-orang Pek-Lian-Kauw itu tidak pernah mendengar nama ini maka pengakuan nama Sin Cu tidak mendatangkan kesan apa-apa. Akan tetapi mendengar disebutnya nama Wong Sin Cu, Bhong Lam menjadi terkejut bukan main! Inilah tunangan Ouw Yang Hui yang tadi didengarnya diceritakan oleh gadis tawanan itu! Menurut Ouw Yang Hui, tunangannya pasti akan dapat menemukan dan membebaskannya dan melihat betapa pemuda itu telah dengan mudahnya mengalahkan tiga regu pengawal wanita, hatinya menjadi khawatir sekali. Dia lalu mundur dan menjauh.
1114
“Wong Sin Cu, sepanjang ingatanku, aku dan anak buahku di sini tidak pernah bermusuhan denganmu. Apa maksudrnu datang malam-malam ke tempat kami dan menyerang anak buahku?” “Maafkan aku, nona...” “Panggil aku aku Niocu, namaku Kim Lian dan biasa disebut orang Kim Niocu, engkaupun boleh memanggilku demikian.” “Maafkan aku, Niocu. Aku sama sekali bukan menyerang siapapun, melainkan aku hanya membela diri karena diserang. Mereka ini langsung menyerangku tanpa memberi kesempatan kepadaku untuk bicara.” “Baiklah, mereka menyerangmu lebih dulu dan mereka melakukan itu karena engkau telah melanggar wilayah kami, telah berani datang malam-malam ke sini tanpa ijin. Sekarang katakan, mengapa engkau datang ke tempat ini? Apa kehendakmu?” Pandang mata Kim Niocu tajam seperti hendak menembus dada menjenguk isi hati Sin Cu. Akan tetapi karena dia tidak berbohong, Sin Cu menjawab dengan tenang saja. “Ketika berada di kaki bukit, aku mendengar cerita penduduk dusun bahwa bukit ini disebut Bukit Siluman dan di puncak bukit ini terdapat banyak siluman yang menakutkan. Aku menjadi tertarik
1115
dan ingin melihat puncak bukit ini. Maka aku lalu mendaki dan melihat adanya banyak jebakan berbahaya, aku tahu bahwa bukan siluman yang tinggal di sini melainkan manusia. Aku sampai di sini dan tiba-tiba saja dikeroyok mereka ini.” Kim Niocu tersenyum. “Wong Sin Cu, apakah engkau tidak takut siluman?” “Aku tidak mempunyai niat jahat, maka tidak pernah takut kepada siapapun dan apapun.” Kim Niocu tersenyum. “Dan setelah engkau kau tiba di sini, apakah engkau bertemu dengan siluman? Apakah engkau menganggap aku ini ratu siluman?” Sin Cu memandang ke sekelilingnya. Wanita semua, hanya pemuda tadi yang kini tidak tampak lagi bayangannya. Belasan orang laki-laki yang menyambut dan menyerangnya pertama tadipun tidak tampak lagi. Yang mengepungnya hanya tiga regu wanita berpakaian hitam, merah dan putih tadi dan wanita cantik jelita di depannya yang memandangnya dengan senyum simpul. “Aku tidak melihat siluman, yang kutemukan adalah regu-regu wanita yang lihai dan engkau adalah seorang gadis yang amat cantik, bukan ratu siluman.” Pada saat itu terdengar jeritan melengking dari dalam.
1116
“Cu Koko...!” tetapi suara itu terhenti seolah mulut yang menjerit itu didekap, Dan memang yang menjerit itu adalah Ouw Yang Hui. Ketikai Bhong Lam meninggalkan kamar untuk melihat apa yang terjadi di luar, Ouw Yang Hui yang mendengar suara ribut dan beradunya senjata, segera dia menyelinap keluar. la melihat bahwa perkelahian telah terhenti dan seorang pemuda dikepung dan berhadapan dengan Kim Niocu, Ketika mengenal bahwa pemuda itu adalah tunangannya, iapun menjerit untuk memperingatkan Sin Cu bahwa tempat itu amat berbahaya. Akan tetapi baru saja ia menjerit memanggil nama Sin Cu, tangan Bhong Lam telah mendekap mulutnya dari belakang, lalu ia ditotok sehingga tidak mampu bergerak atau berteriak lagi. Bhong Lam memondongnya dan membawanya kembali ke dalam kamar besar. Sementara itu, begitu mendengar jeritan itu, Sin Cu terbelalak dan tentu saja dia mengenal suara kekasihnya. Tak salah lagi, tentu Ouw Yang Hui yang menjerit tadi. Dia mengangkat muka memandang ke arah dalam, akan tetapi tidak dapat melihat tunangannya itu. “Hui-moi...!” Sin Cu hendak berlari masuk, akan tetapi Kim Niocu sudah menghadangnya.
1117
“Perlahan dulu, Wong Sin Cu, tidak boleh engkau memasuki rumahku begitu saja.” kata wanita itu sambil menghadang mengembangkan lengannya dan tangan kirinya sudah memegang sebatang hudtim (kebutan pertapa) berbulu merah dan gagangnya terbuat dari pada gading terukit indah. “Kim Niocu, itu suara Ouw Yang Hui, tunanganku! Engkau menculiknya?” bentak Sin Cu marah. “Minggirlah aku harus menemuinya!” “Engkau tidak boleh masuk, robohkan dulu aku kalau engkau mau masuk ke dalam rumahku!” Kim Niocu juga membentak dan tiba-tiba tangannya bergerak. Hudtim berubah menjadi sinar merah yang menyambar ke arah muka Sin Cu. Sin Cu tadi sudah menyarungkan pedangnya dan kini karena Kim Niocu maju menyerangnya seorang diri, dia merasa tidak enak kalau harus menghadapi lawan seorang gadis saja harus menggunakan pedang. Dia lalu mengelak ke belakang dan tangannya menyambar ke depan, untuk menangkap dan merampas kebutan itu. Akan tetapi gerakan Kim Nio lincah sekali. Kebutannva sudah meluncur ke samping dan membalik, ujungnya berubah keras seperti sepotong baja dan menotok ke arah
1118
lambung Sin Cu. Pemuda ini terkejut sekali. Terpaksa dia mengelak dan pada saat itu tangan kanannya sudah meluncur ke depan dan mencengkeram kerah leher Sin Cu! Sin Cu tak mungkin dapat mengelak lagi karena cengkeraman tangan itu menyambar dengan kecepatan kilat. Maka diapun menggerakkan tangan kirinya menangkis. “Dukk... !” Dua lengan bertemu, dua lengan yang mengandung kekuatan dahsyat. Sin Cu merasa betapa lengannya tergetar, tanda bahwa gadis itu memiliki tenaga sinkang yang amat kuat. Dia terkejut dan tahulah dia bahwa dia tadi telah memandang rendah gadis itu yang ternyata memiliki ilmu silat yang tinggi. Di lain pihak, Kim Niocu menjadi semakin kagum karena tangkisan itu membuat dia terdorong ke belakang dan terasa olehnya betapa kuatnya lengan yang menangkisnya tadi. Timbul kekaguman dan kegembiraan dalam hatinya. Kalau selama ini Kim Niocu terkenal sebagai seorang wanita yang angkuh dan tidak pernah tampak akrab dengan pria seolah-olah ia tidak suka kepada pria, hal itu adalah karena selama ini, la belum pernah bertemu dengan pria yang mampu menandinginya. Sebetulnya ia tertarik dan suka sekali kalau melihat pria tampan, bahkan diam-diam ia juga tertarik melihat Bhong Lam yang tampan. Akan tetapi, rasa tertarik itu hilang, terganti perasaan
1119
memandang rendah karena pria itu tidak mampu menandingi ilmu kepandaiannya. Oleh karena itu, begitu bertemu dengan Sin Cu yang selain tampan juga ternyata lihai sekali, seketika hatinya tertarik sekali dan ia merasa gembira mendapat kesempatan untuk bertanding menguji kepandaian pemuda itu. la mengeluarkan semua ilmunya dan mengerahkan tenaga untuk mengalahkan Sin Cu. Tiba-tiba Kim Niocu mengubah permainan silatnya dan ia berkata lirih, “Wong Sin Cu, kita adalah sahabat baik, mari menari bersamaku!” Gerakan silatnya berubah aneh, indah dan gemulai, berlenggang lenggok dengan gerakan-gerakan lembut. la menari, bukan bersilat lagi, akan tetapi tarian ini mengandung serangan yang tampaknya saja perlahan namun amat berbahaya. Sin Cu melihat betapa wajah itu menjadi semakin cantik menarik, penuh senyum manis, bibir itu bergerak-gerak menggairahkan, sepasang mata itu memandang dan dengan jelas sinar matanya mengandung pernyataan cinta. Ketika mendengar ucapan itu dan kaki tangannya bergerak di luar kehendaknya seperti hendak mengikuti gerakan gadis itu, tahulah Sin Cu bahwa Kim Niocu mempergunakan kekuatan sihir yang hebat. “Engkau, bukan sahabatku, bebaskan Ouw Yang Hui baru aku akan menganggapmu seorang sahabat!” kata Sin Cu sambil
1120
mengerahkan kekuatan batinnya seperti yang dia pelajari dari Bu Beng Siauwjin, Seketika keinginan yang mendorongnya untuk menari tadi lenyap dan pada saat itu, ujung kebutan merah itu meluncur dan menotok pundaknya. Biarpun gerakan Kim Niocu seperti menari, akan tetapi totokan itu cepat dan kuat sekali. Bukan totokan mematikan, melainkan untuk membuat tubuh lemas dan lumpuh. Sin Cu cepat memutar tubuhnya, akan tetapi kini ujung kebutan itu seperti hidup, mengejar ke mana saja tubuhnya bergerak. Sin Cu terkejut. Wanita ini memang lihai bukan main dan kalau dia hanya mengandalkan elakan dan tangkisan saja, akhirnya dia sendiri akan terancam bahaya. Dia melompat ke belakang dan tangannya meraba belakang punggung. “Singgg...! Sinar putih tampak dan ketika sinar merah kebutan itu mencoba mendesaknya, Sin Cu menggerakkan pedangnya. Sinar putih menyambut kebutan itu dan terjadilah pertandingan yang amat seru. Kini Sin Cu tidak mau mengalah lagi karena wanita itu memang lihai bukan main. Tiga puluh jurus lewat dan keduanya masih saling serang dengan serunya. Tiba-tiba mulut Kim Niocu membentak dan tangan kanannya bergerak ke depan. Dari telapak tangannya menyambar debu merah yang berbau harum sekali. Sin Cu yang selalu waspada dapat menduga bahwa debu merah itu pasti debu beracun yang amat berbahaya. Maka, dia menahan
1121
napas, melompat menghindar dan meniup ke arah debu merah dengan pengerahan tenaga. Debu itu tertiup membuyar dan membalik mengenai muka Kim Niocu sendiri. Akan tetapi karena Kim Niocu sudah memakan obat penawar, ia tidak takut bahkan mukanya menjadi kemerahan terkena debu halus dan menjadi semakin cantik menarik. Akan tetapi kegagalannya mempergunakan sihir dan racun pembius itu membuat wanita ini penasaran sekali, walaupun dalam hatinya ia merasa kagum bukan main. Pada saat itu, Sin Cu balas menyerang. Pedangnya menjadi sinar putih menyambar ke arah pundak kiri Kim Niocu. Maksudnya untuk memaksa wanita itu melepaskan senjata kebutannya. Akan tetapi Kim Niocu menggerakkan tangan kiri sedemikian rupa sehingga kebutannya membuat gerakan berputar dan tali-tali kebutan itu sudah membelit pedang dengan kuatnya! Serangan pedang Sin Cu tertahan di udara oleh belitan kebutan. Pada detik itu juga, tangan kanan Kim Niocu sudah menyerang dengan dorongan telapak tangan ke arah dada Sin Cu. Akan tetapi Sin Cu juga mendorongkan telapak tangan kirinya. “Plakk!” Kedua telapak tangan itu bertemu dan melekat! Wajah Kim Niocu berubah kemerahan, jantungnya berdebar karena ketika telapak tangannya bertemu dan melekat pada telapak tangan Sin
1122
Cu, merasakan kehangatan dan kemesraan yang luar biasa dan yang belum pernah ia rasakan sebelumnya. Keadaan yang membuatnya tegang dan salah tingkah ini melemahkan pemusatan tenaganya karena perhatiannya kacau dan pada saat itu Sin Cu mengerahkan tenaga dan menarik pedangnya dengan sentakan kuat. “Brettt...!” Bulu-bulu kebutan itu rontok karena putus oleh pedang yang ditarik Sin Cu. Sin Cu membarengi dengan dorongan tangan kirinya dan tubuh Kim Niocu terpental dan terhuyung ke belakang. Ada rasa panas dan nyeri dalam dadanya menandakan bahwa ia terpukul oleh tenaganya sendiri yang membalik sehingga mengalami luka. Kim Niocu memberi isarat kepada anak buahnya dan ia sendiri melompat cepat masuk ke dalam rumah. Tiga regu pengawal wanita yang sudah diberi isarat juga berlompatan dan lenyap. Mereka maklum bahwa pemimpin mereka tidak mampu menandingi pemuda yang amat lihai itu dan isarat tadi berarti bahwa mereka harus menyembunyikan diri karena Kim Niocu hendak mempergunakan alat rahasia untuk menjebak lawan yang tangguh itu. Sementara itu, Kim Niocu yang melarikan diri ke dalam rumah sudah disambut oleh Bhong Lam. “Wong Sin Cu itu luar biasa lihainya.”
1123
“Kita harus mempergunakan jebakan untuk menangkapnya!” kata Kim Niocu. Bhong-Kongcu menggelengkan kepalanya. “Niocu, tidak akan mudah menjebaknya. Buktinya dia dapat mendaki sampai kesini dan melewati semua alat jebakan dengan selamat. Aku ada akal, Niocu. Kita harus rmenggunakan umpan. Dengan umpan yang saya pergunakan, saya tanggung bahwa kita akan dapat menangkap dia.” “Umpan apakah itu? Bagaimana akalmu?” “Niocu, dia adalah tunangan Ouw Yang Hui!” “Ya, tadi dia telah mengakui hal itu. Cepat jelaskan!” “Nah, setelah dia melihat Ouw Yang Hui berada di sini, pasti dia akan masuk dan mencari untuk membebaskannya. Dia lihai dan berhati-hati, maka kita harus menggunakan akal. Kita pasang Ouw Yang Hui sebagai umpan di kamar yang memakai jebakan di lantainya itu. Kalau sudah terjebak, mudah saja kita membunuhnya!” Kim Niocu mengerutkan alisnya. “Bagus, laksanakan itu. Akan tetapi ingat, tak seorangpun boleh mengganggunya, apa lagi membunuhnya karena aku sendiri yang akan menanganinya!”
1124
“Baik, Niocu!” Pada saat itu terdengar suara hiruk pikuk di ruangan depan, tanda bahwa Sin Cu sudah mulai masuk sampai ke ruang depan, berarti dia sudah berhasil melewati alat-alat rahasia jebakan yang dipasang di serambi gedung. Memang Sin Cu yang tadi mendengar jerit suara Ouw Yang Hui nekat masuk untuk menemukan tunangannya. Akan tetapi diapun dapat menduga bahwa gedung ini tentu penuh dengan alat jebakan yang berbahaya, maka dia mulai memasuki serambi gedung dengan hati-hati sekali.Di depan gardu penjagaan tadi dia melihat sebatang tombak dan diambilnya tombak itu. Pedangnya dia sarungkan di belakang punggung lagi. Karena sudah menduga bahwa setiap bagian gedung itu tentu dipasangi alat jebakan, Sin Cu memasuki serambi yang tidak ada orangnya itu dengan hati-hati sekali. Dia mempergunakan tombak tadi sebagai pengganti kakinya, menyentuh dan menekan lantai yang akan diinjak di depannya. Demikianlah, dia maju selangkah demi selangkah menginjak tempat yang telah disentuh tombaknya. Ketika dia tiba di tengah ruangan tombaknya masih memukul ke lantai di depannya dan tiba-tiba terdengar suara keras dan dari atap meluncur tiga batang anak panah. Kalau saja dia berdiri di tempat yang disentuh tombaknya, tentu tiga batang anak panah itu akan meluncur ke
1125
arah tubuhnya dan ini berbahaya sekali mengingat bahwa anak panah itu datang dari jarak dekat di atas tempat itu. Dengan desing nyaring tiga batang anak panah itu meluncur dan menancap di atas lantai dan asap mengepul dari lantai yang tertusuk tiga batang panah itu. “Beracun!” Sin Cu melangkah maju lagi, didahului tombaknya yang menjadi penangkal jebakan. Dengan cara demikian, dia dapat memasuki ruangan depan. Tiba-tiba dari empat penjuru muncul banyak wanita berpakaian hitam merah dan putih, juga regu penjaga gedung yang terdiri dari anggauta Pek-Lian-Kauw. Kini Sin Cu sudah tahu bahwa mereka adalah orang-orang Pek-Lian-Kauw karena dia melihat tanda gambar bunga teratai di baju mereka bagian dada. Diapun teringat bahwa Kim Niocu yang cantik itu sepintas lalu melihat bunga mirip setangkai bunga teratai putih di atas daun hijau karena pakaian dan kain anak penutup kepalanya. Karena sudah maklum akan kelihaian pasukan-pasukan itu, Sin Cu terpaksa membuang tombaknya dan dia mencabut Pek-Liong-Kiam dari punggungnya. Para pengeroyok itu serentak mengepung dan menyerang Sin Cu. Pemuda ini memutar pedangnya yang berubah menjadi sinar putih bergulung-gulung. Tentu saja ruangan itu tidak cukup luas bagi kurang lebih empat puluh orang pengeroyok itu sehingga mereka tidak dapat
1126
mengeroyok dengan leluasa. Barisan tiga regu pengawal yang biasanya teratur rapi itu kini menjadi kacau karena sempitnya tempat. Hal ini menguntungkan Sin Cu dan dengan gerakannya yang cepat, dia mulai dapat merobohkan banyak pengeroyok dengan tendangan-tendangan dan tamparan tangan kiri. Bagaimanapun juga, Sin Cu tidak pernah dapat melupakan ajaran Bu Beng Siauwjin yang sudah mendarah daging dan melekat pada wataknya, yaitu di antaranya dia tidak mau sembarangan saja membunuh orang. Biarpun hatinya panas dan marah sekali melihat kenyataan bahwa tunangannya ditawan orang-orang ini, tetap saja dia tidak mau menjatuhkan tangan maut. Dia maklum bahwa mereka ini hanya anak buah yang sangat menaati semua perintah pimpinan mereka. Setelah banyak di antara para pengeroyok itu berpelantingan, tiba-tiba mereka berloncatan dan menghilang, sama seperti kemunculan mereka tadi. Sin Cu memandang ke sekeliling. Tombaknya sudah hilang. Akan tetapi dia masih dapat menggunakan pukulan jarak jauh dengan tangan kirinya untuk menyelidiki keadaan di depan, Kini dia memukul dengan tangan kirinya ke atas lantai di depannya. Hawa pukulan yang kuat menghantam lantai itu dan kalau lantai itu mengandung alat
1127
rahasia, maka tenaga pukulan itu tentu akan menggerakkan alat itu. Dengan demikian, kembali Sin Cu melangkah maju dan dia keluar dari ruangan itu melalui sebuah pintu besar dan tibalah dia di ruangan yang lebih dalam. Dari ruangan itu dia dapat melihat bahwa ada dua pintu vang menembus kebagian lain. Yang kiri menembus ke sebuah ruangan lain dan yang kanan menambus ke ruangan terbuka. Selagi dia merasa ragu ke arah mana dia harus mencari Ouw Yang Hui, tiba-tiba terdengar lagi teriakan tunangannya itu. “Cu Koko...” Jelas teriakan itu terdengar dari kanan. Dia lalu menggunakan cara seperti tadi, memukul dengan dorongan hawa pukulan ke arah lantai dan pintu untuk menguji keadaan. Ternyata tidak terjadi sesuatu dan dia segera keluar dari ruangan itu. Dia tiba di tempat terbuka dan di sebelah depan berderet kamar-kamar yang daun pintunya tertutup. Dan di tempat inipun keadaannya sepi, tidak tampak ada orangnya. Namun dia tahu bahwa tentu banyak orang sedang mengamatinya sambil bersembunyi, maka dia tetap berhati-hati. “Hui Moi...!” Dia memanggil sambil mengerahkan khikang dari perut sehingga bergema di seluruh gedung itu.
1128
“Cu Ko...!” Sin Cu cepat memutar tubuhnya ke kiri. Di sebelah kiri itu terdapat sebuah kamar yang daun pintunya tertutup dan dia merasa yakin bahwa suara Ouw Yang Hui keluar dari kamar itu. Cepat namun tetap berhati-hati sekali dia menghampiri kamar itu. Setelah tiba di depan pintu, Sin Cu menggunakan dua telapak tangannya, mengerahkan tenaga dan sekali memukul dengan kedua telapak tangannya, terdengar suara keras dan daun pintu itupun jebol! Setelah daun pintu terbuka, tampak olehnya Ouw Yang Hui berada di sudut kamar, berdiri dengan kedua tangan terpentang dan terikat pada tembok. Dia merasa lega melihat tunangannya itu dalam keadaan selamat dan sehat. “Cu-Ko..., ah, Cu-Ko, harap engkau berhati-hati...” Kata Ouw Yang Hui dengan hati ditekan kekhawatiran akan keselamatan orang yang dicintanya itu. “Jangan khawatir, Hui-moi. Aku akan segera membebaskanmu.” “Awas, Cu-Ko, mereka itu amat lihai dan Jahat...!” Perasaan bahagia menyelinap dalam sanubari Sin Cu. Sikap dan ucapan Ouw Yang Hui itu sungguh merupakan bukti nyata betapa besar cinta kasih dalam hati gadis itu kepadanya. Dalam keadaan tak berdaya seperti itu, menjadi tawanan dan terbelenggu,
1129
terancam maut, Ouw Yang Hui bahkan mengkhawatirkan dirinya! Dia merasa terharu dan juga marah kepada mereka yang telah menawan kekasihnya itu. Dengan cepat dia memukul-mukulkan kedua tangannya ke arah permukaan lantai kamar itu, dan dari pintu sampai ke seluruh bagian dalam kamar. Akan tetapi tidak terjadi sesuatu. Dia merasa yakin bahwa tidak ada alat rahasia jebakan di lantai kamar itu, maka dengan tabah dan tenang dia melangkah masuk ke dalam kamar. Ouw Yang Hui memandang dengan hati tegang, penuh kekhawatiran dan harapan. Akan tetapi tidak terjadi sesuatu seperti yang telah diduga oleh Sin Cu. Karena itu, dengan girang Sin Cu menghampiri Ouw Yang Hui, mencabut pedangnya dan dengan mudah dia membabat putus belenggu yang mengikat kedua tangan gadis itu. sambil terisak. Sin Cu cepat merangkulnya dan Ouw Yang Hui menangis di dadanya. Keadaan ini membuat Sin Cu menjadi lengah sesaat. Kelegaan, kegembiraan dan keharuan memenuhi batinnya di saat itu sehingga dia menjadi kurang waspada. Tiba-tiba terdengar suara keras dan lantai kamar itupun bergerak ke bawah! Sin Cu terkejut dan tidak sempat berbuat sesuatu. Apalagi dia harus melindungi Ouw Yang Hui dari kejatuhan ketika lantai meluncur kebawah dengan mendekap tunangannya itu erat-
1130
erat. Ketika lantai berhenti, mereka berdua terkurung dalam sebuah kamar dengan dinding baja. Tiba-tiba dari sebuah lubang keluar asap putih tebal yang segera memenuhi ruangan itu, Kiranya jebakan dalam kamar di atas tadi digerakkan dari luar. Hal ini memang disengaja, sudah diatur oleh Bhong Lam dan Kim Niocu. Selagi Sin Cu terlena karena mendekap kekasihnya, alat jebakan digerakkan dari luar dan lantai kamar itu meluncurkan turun cepat sekali. Setelah lantai berhenti meluncur dan dua orang itu terkurung dalam sebuah kamar baja, asap yang mengandung racun pembius itu disemprotkan! “Hui-moi, tahan napas...!” kata Sin Cu sambil merangkul kekasihnya. Akan tetapi, jangankan Ouw Yang Hui yang tidak terlatih, bahkan Sin Cu sendiri yang sudah pernah belajar ilmu menyimpan dan menahan napas sampai lama ketika dia belajar bermain dalam air dari ahli renang Can Kui, tetap saja merasa tersiksa. Sebentar saja Ouw Yang Hui sudah tak tahan dan sekali ia menarik napas, langsung ia roboh pingsan terkena, asap racun pembius. Sin Cu melepaskan dan merebahkan Ouw Yang Hui di atas lantai, kemudian mengerahkan tenaga sinkang sekuatnya dan mendorong ke arah pintu baja. “Wuuuuttt... darrrrr...!!” Pintu baja itu tak dapat bertahan terhadap pukulan dahsyat ini dan terdengar suara keras pintupun jebol. Akan
1131
tetapi pada saat itu, sebatang jarum meluncur dan menancap di pundak kiri Sin Cu. Pemuda ini, betapa lihainyapun tidak dapat menghindar karena asap tebal membuat dia tidak dapat melihat datangnya jarum yang meluncur, juga hiruk-pikuknya pintu yang jebol membuat dia tidak dapat mendengar suara luncuran jarum. Sengatan racun yang terdapat di jarum itu mendatangkan rasa nyeri dan panas sekali sehingga Sin Cu lupa keadaan dan menarik napas. Asap beracun tersedot masuk dan diapun terkulai roboh dan pingsan di dekat Ouw Yang Hui! Sin Cu membuka matanya. Ingatannya segera bekerja dan yang pertama kali teringat olehnya adalah Ouw Yang Hui. Dia dan Ouw Yang Hui terjebak dan diserang asap beracun! Ouw Yang Hui roboh pingsan. Teringat akan ini seketika dia berusaha bangun dan mencari kekasihnya itu. Akan tetapi dia tidak mampu menggerakkan kaki tangannya. Kaki tangannya lumpuh. Tahulah dia bahwa dia telah tertotok. Dia mencoba untuk mengerahkan sinkang úntuk membebaskan jalan darahnya dari totokan. Akan tetapi dia tidak mampu melakukan ini. Totokan itu aneh dan kuat sekali. Akan tetapi Sin Cu tidak menjadi panik. Tenang pikirnya. Dia pasti telah terjatuh ke tangan orang-orang Pek-Lian-Kauw. Akan tetapi mengapa dia tidak dIbunuh? Hal ini memberikan harapan padanya. Berarti dia masih ada kesempatan
1132
untuk melepaskan diri dan hidup. Mereka tidak membunuhnya tentu ada maksud mereka. Mulailah dia menggerakkan bola matanya ke kanan kiri karena kepalanya juga tidak dapat digerakkan. Dia berada dalam sebuah kamar yang luas dan indah sekali. Prabot-prabot kamar itu serba mahal dan terukir indah. Juga kamar itu berbau harum semerbak wangi. Dinding kamar itu bercat warna merah muda, langit-langitnya berwarna putih. Ada seperangkat meja kursi di sana, ada pula almari dan cermin yang besar. Lukisan-lukisan dan tulisan-tulisan indah menghias dinding dan ada pot kembang besar di sudut. Lantainya tertutup permadani hijau. Dia sendiri sedang rebah telentang di atas sebuah dipan yang lebarnya cukup ditiduri empat lima orang. Kasurnya tebal lunak ditilami kain sutera berwarna merah. Bantal-bantalnya diberi sarung bersulam. Bau semerbak harum mewangi itu agaknya keluar dari pembaringan itu. Sin Cu memperhatikan dirinya. Pakaiannya masih biasa, tidak ada luka di tubuhnya, jarum yang tadi mengenai dirinya agaknya sudah dicabut dan ada rasa sejuk nyaman di pundak yang terluka jarum itu. Pada hal dia dapat menduga bahwa jarum itu tentu beracun. Agaknya pundaknya yang terluka jarum beracun itu telah diobati orang pula. Dia diperlakukan dengan baik! Walaupun dia ditotok, tentu dengan
1133
maksud agar dia tidak dapat melarikan diri. Akan tetapi dia tidak dilukai, bahkan bekas terkena jarum beracun diobati. Apa artinya ini? “Heii! Apakah ada orang di sini? Kenapa aku ditahan di sini?” Dia berteriak, biarpun suaranya lemah karena dia tidak mampu mengerahkan tenaga, namun dia masih dapat bicara. Terdengar langkah sandal yang ringan dari arah belakangnya. Biarpun tidak dapat melihatnya, Sin Cu dapat menduga bahwa itu tentu langkah kaki seorang wanita. Benar saja dugaannya, tak lama kemudian Kim Niocu sudah berdiri di depan pembaringan. Gadis itu tampak cantik jelita dengan pakaian baru yang indah dari sutera tipis berwarna hijau. Begitu tipisnya pakaian itu sehingga bentuk tubuhnya yang ramping padat dengan kulit putih halus itu terbayang sehingga memiliki daya tarik yang luar biasa. Wajahnya cerah dan penuh senyum manis, sepasang matanya menatap tajam wajah Sin Cu. Kemudian dengan gerakan lembut dan luwes ia duduk di tepi pembaringan. Karena tubuh Sin Cu rebah agak di pinggir, maka pemuda itu dapat merasakan kelembutan dan kehangatan paha dan pinggul yang merapat pada lengan kirinya. Dia merasa rikuh sekali, akan tetapi apa dayanya? Dia tidak dapat beringsut menjauh ke tengah, juga
1134
tidak dapat memindahkan lengan kirinya yang nyaris terhimpit paha itu. “Kim Niocu, apa maksudmu menahan aku di sini? Harap engkau suka membebaskan Ouw Yang Hui dan aku, Kami berdua tidak pernah ada permusuhan dengan Pek-Lian-Kauw, kenapa engkau menawan kami?” Wanita itu tersenyum lebar sehingga tampak deretan giginya yang rapi dan putih mengkilap. “Memang di antara kita tidak ada permusuhan, Wong Sin Cu dan akupun sama sekali tidak ingin bermusuhan denganmu. Juga dengan senang hati aku akan membebaskan Ouw Yang Hui sekarang juga, akan tetapi hanya dengan satu syarat darimu.” “Hemm, apakah syarat itu, Niocu?” tanya Sin Cu dan sepasang matanya menatap wajah gadis itu dengan tajam penuh selidik. Kim Niocu adalah seorang gadis yang sejak kecil terpengaruh lingkungan yang serba keras dan kejam. Namun ia berpendidikan sehingga ia pandai bersikap lembut dan halus seperti orang terpelajar, dan juga karena ia seorang gadis yang biasanya tidak mengacuhkan pria dan belum pernah berhubungan akrab dengan pria, maka perasaan malu, rikuh dan salah tingkah untuk menjawab pertanyaan Sin Cu itu membuat kedua pipinya berubah
1135
kemerahan, mulutnya mengembangkan senyum ditahan dan matanya tersipu. “Syaratnya adalah..., ketahuilah lebih dulu, Wong Sin Cu, bahwa aku pernah bersumpah tidak akan menikah kalau tidak dengan seorang pemuda yang dapat mengalahkan aku dalam ilmu silat dan sihir. Selama ini tidak pernah aku bertemu dengan seorangpun pria yang dapat menarik hatiku. Akan tetapi aku bertemu denganmu, bahkan telah bertanding denganmu, aku merasa yakin bahwa hanya engkaulah pria yang pantas menjadi sisihanku, menjadi teman hidupku dan suamiku. Karena itu, syaratnya untuk membebaskan Ouw Yang Hui, yaitu engkau harus menjadi suamiku.” Kim Niocu menundukkan mukanya yang menjadi semakin merah setelah ia mengeluarkan kata-kata itu. Sin Cu mengerutkan alisnya mendengar ucapan itu. “Kim Niocu, syarat seperti itu tidak mungkin kulakukan. Engkau sudah kuberitahu bahwa aku adalah calon suami Ouw Yang Hui, kami sudah bertunangan secara resmi.” Salah satu pantangan bagi Kim Niocu adalah kalau kehendaknya dibantah orang. Mendengar penolakan tegas Sin Cu itu, matanya segera mengeluarkan sinar marah, ia bangkit berdiri memandang wajah Sin Cu dengan alis berkerut dan senyumnya yang manis tadipun menghilang.
1136
“Batalkan pertunangan itu dan engkau menikah dengan aku!” katanya tegas. “Tidak bisa, Niocu. Selain aku tidak ingin membatalkan pęrjodohanku dengan Ouw Yang Hui, juga aku tidak ingin menikah denganmu. Perjodohan tidak bisa dipaksakan sepihak.” Tiba-tiba sikap Kim Niocu berubah lembut kembali. la teringat bahwa kalau pemuda ini terus menolak, akan gagallah keinginan hatinya mempersuamikan pemuda gagah perkasa yang amat dikaguminya ini. “Wong Sin Cu, apakah engkau tidak kasihan kepadaku? Apakah engkau tidak dapat mencintaku? Pandanglah aku baik-baik apakah aku masih kurang cantik untukmu? bahkan orang-orang bilang bahwa wajah dan bentuk tubuhku mirip dengan Ouw Yang-Hui! Kalau engkau menjadi suamiku, kita dapat hidup bersama dengan penuh kebahagiaan. Kita berdua sama-sama memiliki ilmu silat yang tinggi, kita dapat menjagoi di seluruh dunia persilatan dan akupun kaya raya, apapun yang kita kehendaki pasti akan dapat terpenuhi. Kita berdua akan hidup berbahagia. Aku akan membuatmu berenang dalam kemuliaan dan kebahagiaan, Sin Cu!” Sin Cu tidak dapat menggelengkan kepalanya, namun pandang matanya jelas membayangkan penolakan dengan tegas.
1137
“Percuma saja engkau membujukku, Niocu. Semua janji kesenangan itu tidak akan dapat menggoyahkan keputusan hatiku. Aku hanya mau menikah dengan Ouw Yang Hui dan tidak dengan wanita lain.” Rasa penasaran di dalam hati Kim Niocu kini makin berkobar menjadi kemarahan. la ditolak oleh seorang pemuda! Bisikan ini membuat hatinya panas sekali, membuat ia merasa terhina dan amat direndahkan. Tangan kirinya mengeluarkan sebuah bungkusan kecil. Sambil membuka bungkusan kecil itu dengan jari-jari tangannya yang mungil, ia bergumam seperti berkata kepada diri sendiri. “Hendak kulihat bagaimana sikap dan kata-katamu nanti.” Kemudian dengan gerakan perlahan dan tenang saja, ia menggunakan tangan kanannya menangkap geraham Sin Cu dan dengan menekannya ia memaksa mulut pemuda itu terbuka dan tangan kirinya menuangkan isi bungkusan kecil ke dalam mulut itu. Sin Cu tidak berdaya menolak dan bubuk merah itu memasuki mulutnya. Kim Niocu mengambil sebuah guci arak dari atas meja dan kembali ia memaksa mulut Sin Cu terbuka dan menuangkan arak dari guci ke dalam mulut pemuda itu. Sin Cu tidak dapat mencegah masuknya arak yang membawa obat bubuk merah itu ke dalam perutnya. Begitu arak dan bubuk merah itu memasuki perutnya, Sin Cu merasa ada hawa yang panas menjalar seluruh
1138
tubuhnya, bahkan terus mengalir ke dalam kepalanya Dia memejamkan kedua matanya dan mengerutkan alisnya. Kim Niocu melihat keadaan pemuda itu tersenyum dan ia lalu duduk di tepi pembaringan lagi sambil memandang wajah pemuda yang telah membangkitkan cinta berahinya itu. Kerut di antara kening Sin Cu semakin mendalam. Hawa panas itu kini menjadi hangat dan nyaman, akan tetapi timbul rangsangan yang amat kuat dalam dirinya. Nafsu berahinya berkobar membakar dirinya. Ada rangsangan yang kuat sekali menguasai seluruh anggauta tubuhnya membuat dia ingin sekali untuk mendekat, membelai dan bermesraan dengan seorang wanita! Akan tetapi sanubarinya menyadari bahwa semua ini adalah pengaruh bubuk merah yang dipaksa memasuki perutnya. Dia telah dipengaruhi racun perangsang yang dipergunakan Kim Niocu untuk menundukkan dan memaksanya. Dasar watak yang memang bersih, kewaspadaan dan kesadaran yang sudah mendarah daging dan tidak dIbuat-buat atau dipaksakan lagi dan ajaran-ajaran Bu Beng Siauwjin yang selalu terngiang-ngiang dalam telinga batinnya membuat Sin Cu merasa bahwa menuruti daya rangsangan yang menguasai badannya itu akan membuat dirinya celaka.
1139
Seperti orang yang berhadapan dengan jurang menganga di depannya, menyadari sepenuhnya bahwa sedikit saja melangkah maju, tentu akan terjerumus ke dalam jurang. Biarpun dia tidak berdaya, tidak mampu mengerahkan tenaga dalamnya untuk melawan dan menolak dorongan rangsangan itu, namun kesadaran ini membuat dia tidak bergeming, tidak terseret oleh pengaruh racun perangsang itu. Kim Niocu masih duduk di tepi pembaringan dan menatap wajah pemuda itu. Melihat wajah Sin Cu menjadi semakin merah, tetapi kedua mata dan kanan kiri mulutnya tergetar, ia tersenyum, ia lalu menelungkup di atas tubuh Sin Cu dan mendekatkan mukanya sampai hidung dan mulutnya menyentuh muka pemuda itu. “Sin Cu, aku cinta padamu... Sin Cu, engkau juga cinta padaku, bukan? Kita akan hidup sebagai suami istri kekasihku...!” Hidung dan mulutnya membelai muka itu dan ia yakin bahwa pemuda itu tentu akan menyambutnya dengan mesra. Akan tetapi, pemuda itu diam saja, bahkan mengatupkan mulutnya dan memejamkan kedua matanya. “Sin Cu, katakanlah bahwa engkau cinta kepadaku..., Bicaralah kekasihku...” Pemuda itu membuka matanya. Mata itu kemerahan seperti mukanya. Akan tetapi yang keluar dari mulutnya bukan
1140
kata-kata cumbuan mesra, melainkan ucapan yang tegas penuh kemarahan. “Kim Niocu engkau perempuan hina, tak tahu malu, jangan coba-coba menggunakan tipu muslihat kepadaku. Engkau tidak akan berhasil. Aku tidak sudi menjadi suamimu.” Kim Niocu tersentak kaget dan bangkit duduk. Mukanya merah sekali, sepasang matanya mengeluarkan sinar berapi-api. la merasa terhina sekali dan tangan kirinya menyambar ke depan. “Plak-plak-plakk!” Tiga kali tangan kecil mungil itu menampar pipi kanan Sin Cu. Ujung bibir kanan pemuda itu pecah berdarah dan pipinya membiru. Dia tidak mampu mengerahkan tenaga untuk melindungi pipinya dan tamparan itu amat kuatnya. “Jahanam keparat! Engkau berani menghinaku? Apakah engkau sudah bosan hidup?” Sin Cu memandang dengan sinar mata mengejek. “Aku tidak takut mati, Niocu. Lebih baik mati daripada merendahkan diri menuruti keinginan busuk dan kotor darimu.” “Plak-plak-plakkk!” Kembali tangan Kim Niocu menyambar, kini yang kanan menampar pipi kiri pemuda itu. Darah mengucur dari
1141
ujung bibir kiri yang pecah berdarah dan pipi itupun biru membengkak. “Baik! Engkau memilih mati, ya? Aku akan membunuhmu, akan tetapi lebih dulu akan menyiksamu!” la melompat turun dari atas pembaringan, bertepuk tangan tiga kali. Daun pintu terbuka dari luar dan tiga orang gadis berpakaian putih, Pek Hwa dan dua orang kawannya, memasuki kamar tidur itu dan berdiri di depan Kim Niocu menanti perintah. “Bawa keparat ini ke kamar siksa, belenggu kaki tangannya kuat-kuat” bentak Kim Niocu sambil menudingkan telunjuk kirinya ke arah Sin Cu yang masih rebah telentang dalam keadaan tertotok dan tidak mampu bergerak. Pek Hwa dan dua orang rekannya lalu menggotong pemuda itu, membawanya keluar dari kamar dan Kim Niocu membanting tubuhnya di atas pembaringan dan menangis tanpa suara. la marah akan tetapi juga kecewa sekali. Tadinya ia telah membayangkan kebahagiaan hidup bermesraan dengan pemuda yang dikaguminya itu, sebagai suami isteri. Akan tetapi pemuda itu bukan saja tidak membalas cintanya, bahkan merendahkan dan menghinanya. Kecewa dan marah membuat ia sakit hati dan kini tidak ada lain keinginan lagi dalam hatinya kecuali untuk menyiksa
1142
pemuda yang telah mengecewakan hatinya itu. Makin dikenang dan diingat-ingat, semakin panaslah hatinya. la menggertakkan giginya kuat-kuat, mengepal kedua tangannya, lalu serentak ia bangkit berdiri lalu melangkah keluar dari kamarnya dengan cepat. la menuju ke bagian belakang gedung itu, menuruni sebuah anak tangga dan tiba di ruangan bawah tanah yang dijadikan tempat tahanan. la menghampiri sebuah pintu ruangan berpagar besi, membuka pintunya dan tidak mempedulikan para anak buah Pek-Lian-Kauw yang berjaga di situ dan bangkit berdiri memberi hormat kepadanya. Bahkan dengan lambaian tangannya ia memerintahkan mereka itu pergi meninggalkannýa. Dalam sebuah ruangan berjeruji besi itu, tampak Sin Cu berdiri di sudut, kedua lengannya terpentang seperti disalib, kedua pergelangan tangannya terbelenggu pada kaitan besi yang tertanam pada dinding, kedua kakinya juga terpentang dan pergelangan kedua kaki itupun terbelenggu kuat-kuat. Keadaan pemuda itu sama sekali tidak berdaya. Tubuhnya lemas, terkulai seperti tergantung kepada belenggu kaki tangannya. Dia masih dalam keadaan tertotok. Kedua pipinya biru membengkak bekas tamparan tangan Kim Niocu. Biarpun demikian, namun sepasang matanya masih bersinar penuh ketabahan dan ketenangan, bahkan sepasang
1143
mata dan mulutnya mengejek ketika Kim Niocu memasuki ruangan itu. Ruangan ini adalah ruangan siksaan. Ada berbagai macam alat penyiksa di sudut yang lain dalam ruangan, itu. Ada cambuk baja, ada pisau-pisau tajam, ada gergaji, bahkan ada tombak pendek yang ujungnya dibakar dalam bara api. Ada pula sebatang cambuk dari kulit berwarna hitam yang panjangnya ada dua meter. Kim Niocu menghampiri tempat menyimpan alat penyiksa ini dan mengambil sebatang cambuk dari kulit itu. Sambil tersenyum ia menimang-nimang cambuk itu dan melangkah perlahan menghampiri Sin Cu yang memandangnya dengan sepasang mata penuh ejekan. “Wong Sin Cu, apakah engkau masih keras kepala dan tidak mau memenuhi permintaanku?” tanya wanita itu lirih, namun suaranya mengandung ancaman. “Kim Niocu, biar engkau siksa aku sampai matipun aku tidak akan memenuhi keinginanmu. Kalau engkau menyiksa dan membunuhku, hal iu hanya akan membuktikan bahwa engkau seorang pengecut yang menggunakan cara curang untuk menjebakku. Bunuhlah, hendak kulihat bagaimana seorang pengecut licik membunuh seorang gagah yang tidak takut mati!” Ucapan Sin Cu ini bagaikan minyak disiramkan kepada api kemarahan Kim Niocu sehingga semakin berkobar. Wajah gadis
1144
itu menjadi pucat lalu menjadi merah kembali, tubuhnya gemetar dan dengan gerakan cepat ia sudah menggerakkan cambuk kulit itu ke atas, Cambuk menyambar ke bawah dengan ledakan keras. “Darrr brett...!” Baju bagian dada yang dilecut cambuk itu robek dan kulit yang tidak dilindungi sinkang itupun pecah mengeluarkan darah. Sin Cu merasakan sengatan cambuk itu yang mendatangkan rasa pedih dan panas, nyerinya sampai menusuk jantung. Akan tetapi dia menggerakkan giginya dan membiarkan perasaannya lebur menjadi satu dengan rasa sakit itu. Inilah yang diajarkan Bu Beng Siauwjin kepadanya. Dia harus pandai melebur seluruh hati akal pikirannya dengan apa saja yang menimpa dirinya. Dengan demikian, Dia sama sekali tidak melakukan perlawanan atau penolakan, tidak terjadi pertentangan, bagaikan permukaan air yang dalam dan tenang. Air yang tenang dan dalam akan menerima apa saja yang menimpanya, menenggelamkan segala sesuatu dan yang berakibat hanyalah permukaannya yang sedikit bergerak membuat lingkaran yang makin lama semakin menipis lalu lenyap tanpa bekas. Dengan demikian, perasaan jasmaninya tidaklah terlalu menderita karena penderitaan itu timbul kalau terjadi penolakan atau perlawanan terhadap apa yang menimpa raga. Kim Niocu menjadi semakin penasaran. Pecut kulit itu
1145
meledak-ledak, menari-nari dan mencambuki tubuh Sin Cu sehingga pakaian pemuda itu terobek-robek berikut kulitnya yang sudah penuh dengan bilur merah berdarah, demikian pula mukanya yang terkena lecutan. Akan tetapi sedikitpun tidak pernah terdengar rintihan dari mulut pemuda itu, dan pandang matanya tetap tenang mengejeknya. Sementara itu, tak jauh dari situ, Bhong Lam dan Ouw Yang Hui berjongkok dan bersembunyi, mengintai semua kejadian dalam ruangan siksaan itu dari lubang-lubang jeruji besi ruangan itu. Ouw Yang Hui melihat semua yang terjadi dan wajahnya menjadi pucat sekali, tubuhnya gemetar dan air mata bercucuran dari sepasang matanya, mengalir di atas sepasang pipinya yang pucat. Bibirnya bergerak-gerak dan seperti orang menjerit setiap kali cambuk meledak dan merobek baju dan kulit tubuh Sin Cu. Akan tetapi tidak ada suara keluar dari mulutnya karena ia telah tertotok oleh Bhong Lam, totokan pada urat gagunya yang membuat ia tidak mampu nengeluarkan suara. la menangis tanpa suara melihat kekasih atau tunangannya itu disiksa seperti itu! Biarpun ia menangis tanpa suara, namun dari guncangan-guncangan pada kedua pundaknya menunjukkan bahwa gadis ini merintih-rintih dan menangis mengguguk! Setiap kali cambuk itu meledak dan melecut tubuh Sin Cu, Ouw Yang Hui merasa seolah
1146
kulit tubuhnya yang terkoyak dan ia yang merasa pedih, panas dan nyeri. Karena dibakar emosi dan juga mengerahkan banyak tenaga kasar, Kim Niocu terengah-engah dan menghentikan cambukannya. la mengamati tubuh Sin Cu yang telah bermandi darah itu. Akan tetapi sepasang mata itu masih memandang kepadanya dengan sinar mata mengejek dan merendahkan. Tadinya, melihat tubuh itu mandi darah, timbul rasa iba dan sayang yang membuat perasaan hati Kim Niocu menjadi lemas. Akan tetapi ketika bertemu dengan pandang mata itu, ia menjadi marah lagi dan ia teringat akan sesuatu, “Keparat bandel! Aku akan membunuh Ouw Yang Hui, tunanganmu itu kalau engkau tetap keras kepala dan tidak menurut!” Dengan ucapan ini Kim Niocu sebetulnya membuka rahasia hatinya bahwa ia masih merasa sayang untuk membunuh pemuda itu dan masih mengharapkan pemuda itu mau menjadi suaminya. Sejenak Sin Cu tertegun. Seperti kilat terbayang dalam benaknya betapa wanita yang dikasihinya, calon isterinya, Ouw Yang Hui akan dIbunuh, mungkin disiksa lebih dulu, oleh wanita yang telah menjadi iblis betina ini. Rasa iba, ngeri, khawatir memenuhi perasaan hatinya. Akan tetapi lalu muncul bayangan lain. Dia menjadi suami Kim Niocu yang kejam ini, dan hampir dapat dipastikan bahwa Ouw Yang Hui biarpun tidak dIbunuh, tentu
1147
tidak akan bernasib baik dalam tangan orang orang Pek-Lian-Kauw. “Sęsukamu, Kim Niocu. Kalau Ouw Yang Hui tewas karena aku, maka aku akan semakin menghargai dan mencintanya dan kami kelak akan bersatu di alam baka. Akan tetapi sebaliknya kalau engkau membunuhnya, aku akan menjadi semakin benci kepadamu dan mengutukmu sebagai iblis betina yang kelak tentu akan menerima hukuman yang lebih mengerikan daripada kematian kami berdua. Nah, bunuhlah aku dan Hui-moi, aku tetap tidak sudi menuruti keinginanmu!” Hampir saja Kim Niocu menjerit-jerit saking marahnya. la sampai tidak dapat mengeluarkan suara untuk menyalurkan nafsu kemarahannya. la lari ke sudut, menyambar tombak pendek yang ujungnya sudah membara kemerahan dan ia menghampiri Sin Cu, menjulurkan tombak membara ke arah muka Sin Cu! “Akan kubakar sampai buta kedua matamu!” la sudah mendekatkan ujung tombak membara itu ke mata Sin Cu Melihat ini, Ouw Yang Hui hampir tidak kuat menahan kengerian hatinya. la menjatuhkan dirinya menelungkup sambil meraung-raung tanpa suara! Akan tetapi Bhong Kongcu yang memang sengaja ingin agar gadis itu menyaksikan semua penyiksaan atas diri Sin Cu, mengangkat dan menarik pundaknya sehingga Ouw Yang Hui
1148
terpaksa melihat lagi. Tiba-tiba Kim Niocu menarik kembali tombak membara itu. “Tidak! Terlalu enak bagimu kalau kulakukan sekarang karena matamu tidak akan melihat lagi kalau aku menyiksa Ouw Yang Hui. Besok siang engkau harus memberi keputusan terakhir. kalau engkau masih juga menolak, aku akan menyuruh orang-orangku untuk memperkosa tunanganmu itu di depan matamu. Ada belasan orang laki-laki di sini dan mereka semua akan kebagian! Baru setelah itu, aku akan membutakan kedua matamu, membunuh tunanganmu lalu membunuhmu!” Setelah berkata demikian, Kim Niocu melemparkan tombak itu ke atas lantai lalu dengan gerakan marah ia meninggalkan ruangan itu dan pergi. Kini muncul lagi anak buah Pek-Lian-Kauw yang bertugas menjaga kamar tahanan merangkap kamar penyiksaan itu. Mereka berjumlah lima orang dan mereka segera menutupkan kembali pintu ruangan itu dan menguncinya dari luar. Ouw Yang Hui masih terisak-isak ketika dia digandeng pergi oleh Bhong Lam yang membawanya ke ruangan, di luar kamar besar yang ditempati Ouw Yang Hui bersama enam orang gadis tawanan yang lain. Karena memang Bhong Lam yang diserahi tugas mengawasi para gadis tawanan ini, maka dia dapat dengan leluasa membawa Ouw Yang Hui keluar untuk mengintai dan menyaksikan
1149
penyiksaan atas diri Sin Cu tadi. Setelah tiba di situ, Bhong Lam membebaskan totokan atas diri Ouw Yang Hui. Tadi dia terpaksa menotoknya agar gadis itu tidak mengeluarkan suara karena mungkin saja Kim Niocu akan marah kalau melihat dia membawa Ouw Yang Hui mengintai dan menyaksikan penyiksaan itu. Setelah terbebas dari totokan, Ouw Yang Hui menangis dan suara sesenggukan terdengar memelas. la mengeluh dan merintih, menyebut nama kekasihnya lirih. “Cu Koko... Cu Koko...!” “Engkau sudah melihat sendiri, nona. Wong Sin Cu disiksa dan besok pasti dia akan disuruh melihat engkau diperkosa banyak orang dan kemudian sepasang matanya akan dibakar...!” “Tidak... Ah, jangan Bhong Kongcu, aku mohon kepadamu, demi Tuhan demi perikemanusiaan tolonglah... Kongcu, tolong bebaskan Cu-Koko... huuu... huu... huu...” “Nona Ouw Yang Hui, engkau amat mencinta Wong Sin Cu?” Dengan sepasang mata basah gadis itu memandang wajah Bhong Lam dan ia mengangguk-angguk. “Dan engkau siap mengorbankan apa saja, melakukan apa saja asal dia dapat dibebaskan?”
1150
“Ya ya aku mau melakukan apa saja, bahkan aku siap mengorbankan nyawaku untuk Cu-Koko…! Tolonglah, bebaskan dia, Kongcu. Aku mohon padamu, aku menyembahmu...” “Akan tetapi engkau sendiri terancam bahaya mengerikan dari pada maut. Bagaimana kalau engkau saja yang kuselamatkan dan kuajak pergi dari sini agar engkau terhindar dari bahaya yang lebih mengerikan seperti yang diancamkan Kim Niocu tadı?” Ouw Yang Hui menggeleng kepalanya. “Apa artinya aku bebas dan hidup kalau Cu-Ko mati? Kongcu, dia segala-galanya bagiku. Aku bahkan rela mati asal dia dapat tertolong...” “Nona, pekerjaan ini memang amat berbahaya, salah-salah nyawaku sendiri terancam bahaya maut. Akan tetapi aku rela mengorbankan nyawaku untuk menolongmu, aku... aku sungguh mencintamu nona...” “Tidak, Kongcu. Kumohon kepadamu tolong bebaskan Cu-Koko dan selama hidupku aku tidak akan melupakan pertolonganmu ini, aku akan berterima kasih sekali kepadamu.” Ouw Yang Hui memohon, hatinya tidak kuat lagi membayangkan keadaan kekasihnya yang tersiksa dan terancam maut yang mengerikan itu.
1151
“Nona, kalau aku menolong Sin Cu berarti aku mempertaruhkan nyawaku karena kalau Kim Niocu mengetahui, pasti ia tidak akan mengampuni aku. Aku mau melakukan itu dengan taruhan nyawa, akan tetapi aku minta imbalan.” Ouw Yang Hui memandangnya dengan mata penuh harapan. “Imbalan? Apa... apa yang kau maksudkan, Kongcu? Aku mau memberikan apa saja yang kumiliki asal engkau dapat membebaskan Cu-Koko...” “Aku mau menolong kalian, membebaskan Sin Cu dan juga engkau, akan tetapi engkau harus mau membalas cintaku, mau melayaniku dan menjadi isteriku.” “Ahh...!” Mata Ouw Yang Hui terbelalak, mata yang merah itu masih basah air mata. “Adik Ouw Yang Hui, pekerjaan ini taruhannya nyawaku. Bagiku ada dua kemungkinan, kalau gagal aku mati, kalau berhasil aku hidup berbahagia di sampingmu. Aku mau mempertaruhkan nyawaku untuk dapat hidup sebagai suami-isteri denganmu.” “Tapi.. tapi...” Hati Ouw Yang Hui menjadi kacau dan bingung tidak menentu.
1152
“Hui-moi (adik Hui), sekarang tinggal terserah kepadamu. Engkau tinggal memilih. Melihat Sin Cu disiksa sampai mati dan engkau sendiri diperkosa banyak laki-laki buas kemudian dIbunuh, atau melihat Sin Cu selamat dan engkau menjadi isteriku dan kita hidup berbahagia.” “Aku... aku... aku tidak perduli akan keadaan diriku sendiri... yang terpenting bagiku, Cu Koko harus dapat diselamatkan” “Jadi, engkau mau menjadi isteriku kalau aku menyelamatkan dan membebaskan Sin Cu?” tanya Bhong Lam dengan girang sekali dan dia merangkul gadis itu. Akan tetapi Ouw Yang Hui mengelak dengan langkah ajaibnya dan berkata, “Bhong-Kongcu, selamatkan Cu-Koko dulu baru aku akan memenuhi semua kehendakmu.” Bhong Lam menatap tajam wajah gadis itu. “Hui-moi, bersumpahlah dulu bahwa engkau mau melayaniku dan menjadi isteriku kalau aku sudah menyelamatkan Sin Cu.” Ouw Yang Hui menelan ludah menenteramkan hatinya yang terguncang dan tertekan. “Aku bersumpah, kalau engkau dapat menolong dan menyelamatkan Sin Cu, aku akan menuruti semua kehendakmu.”
1153
“Bagus, demi cintaku kepadamu, Hui moi, aku akan mempertaruhkan nyawaku untuk membebaskan Sin Cu. Mari ikut denganku dan taati semua petunjukku.” “Malam ini juga kita harus dapat melaksanakan rencana kita, karena besok sudah akan terlambat. Mari...” Ouw Yang Hui menurut saja ketika ia digandeng Bhong Lam menyelinap dan memasuki taman yang berada di belakang bangunan itu. Bhong Lam memasuki lorong yang menuju ke ruang tahanan bawah tanah. Dia membawa pedang terhunus di tangan kanannya dan sikapnya seperti orang tegang. Lima orang anggauta Pek-Lian-Kauw yang berjaga di depan kamar tahanan itu segera berdiri menyambut dengan sikap hormat karena pemuda itu adalah putera ketua cabang yang berarti memiliki kedudukan yang cukup tinggi. “Kalian berlima harus siap. Kim Niocu mengutus aku untuk menggantikan kalian menjaga tawanan yang sudah hampir mampus itu. Kalian harus memperkuat penjagaan di luar gedung karena dikhawatirkan ada teman-teman tawanan itu menyerbu untuk membebaskan tawanan. Aku sudah menerima tugas untuk membunuh saja tawanan itu kalau ada teman-temannya yang datang menyerbu. Cepat kalian keluar dan tinggalkan kunci pintu kamar tahanan ini kepadaku!” Lima orang anggauta Pek-Lian-
1154
Kauw itu tentu saja percaya sepenuhnya kepada Bhong Lam yang merupakan orang penting dalam perkumpulan mereka. Apa lagi mereka juga melihat bahwa pemuda itu datang bersama Kim Niocu dan mendapat kepercayaan penuh oleh puteri ketua umum itu untuk bertanggung jawab atas para tahanan wanita. Pemegang kunci ruangan tahanan segera menyerahkan kunci itu kepadanya dan mereka bergegas keluar dari situ. Setelah memeriksa keadaan dan melihat bahwa di situ tidak terdapat orang lain, Bhong Lam lalu membuka pintu kamar tahanan. Sin Cu yang masih terpentang dan seluruh tubuhnya penuh bilur berdarah itu memandang. Dia merasakan sekujur badannya pedih, akan tetapi hal ini tidak membuat dia pingsan karena semua itu hanyalah luka luar dan luka kulit saja. iapun bersikap tenang walaupun hatinya merasa heran sekali karena pemuda tampan berpakaian mewah itu menghampirinya dan menotok kedua pundaknya untuk membebaskan totokan istimewa yang merupakan ilmu totok yang khas dari Pek-Lian-Kauw. tubuhnya dapat bergerak kembali dan ketika pemuda itu membuka belenggu pada kaki tangannya, Sin Cu telah bebas! “Sobat, terima kasih atas pertolonganmu. Akan tetapi siapakah engkau dan mengapa engkau membebaskan aku?” tanya sin Cu.
1155
“Husshhh..., jangan banyak bicara lagi. aku membebaskanmu dengan taruhan nyawa. Mari cepat ikut aku keluar melalui belakang rumah, lalu pergilah dari sini secepatnya karena kalau engkau tertawan lagi, aku tidak akan dapat menolongmu. Hayo ikut aku!” Bhong Lam berbisik. Sin Cu mengikutinya. Dengan berindap-indap mereka keluar dari bangunan itu menuju ke taman di belakang gedung. Bhong Lam yang sudah mengenal keadaan tempat itu lalu membawa Sin Cu ke sudut di belakang di mana terdapat sebuah pintu kecil yang tersembunyi di balik semak-semak. “Nah, keluarlah dari sini dan tinggalkan bukit ini,” kata Bhong Lam. Akan tetapi Sin Cu tidak pergi dan memandang ragu. Malam itu bulan menyinarkan cahaya remang-remang. “Akan tetapi, aku harus membebaskan Ouw Yang-Hui...” “la sudah lebih dulu kubebaskan. la sudah jauh meninggalkan bukit ini. Cepatlah engkau pergi, mungkin engkau akan dapat menyusulnya. Cepat, kalau ketahuan, kita berdua akan celaka!” kata Bhong Lam yang mengerling ke arah kiri, di mana terdapat sebuah pondok kecil. Dia sudah mengatur sebelumnya sehingga pada saat Ouw Yang Hui berada di dalam pondok dan dapat melihat betapa dia telah membebaskan Sin Cu. Sin Cu mengangguk.
1156
“Ah, besar sekali budimu kepadaku, sobat. Engkau telah membebaskan Ouw Yang Hui! Aku tidak akan melupakan budi ini. Beritahukanlah kepadaku siapa namamu yang mulia.” “Sudahlah, aku tidak mengharapkan imbalan darimu, aku tidak ingin kau kenal. Pergilah!” kata Bhong Lam dengan ketus. Sin Cu memandang heran. Orang ini telah menolongnya, bahkan telah membebaskan Ouw Yang Hui pula, akan tetapi sikapnya sungguh ketus dan kasar kepadanya. Akan tetapi dia ingat bahwa banyak pendekar kang-Ouw Yang berwatak aneh, maka dia hanya dapat mengangkat pundak dan segera menyelinap keluar dari taman itu dan menghilang di antara pohon-pohon. Dia ingin cepat turun dari bukit itu dan mengejar larinya Ouw Yang Hui. Akan tetapi dia harus berhati-hati jangan sampai terperangkap ke dalam jebakan. Dengan mengikuti jalan ketika mendaki bukit ini, dia dapat menuruni bukit dengan selamat, walaupun tidak dapat dia lakukan dengan cepat. Setelah Sin Cu pergi, Bhong Lam cepat menghampiri dan memasuki pondok kecil dan dia mendapatkan Ouw Yang Hui duduk di atas bangku sambil menutupi muka dengan kedua tangan dan menangis tanpa mengeluarkan suara. Bhong Lam menghampiri dan meletakkan tangan kirinya di atas pundak gadis itu, dengan sentuhan lembut.
1157
“Hui-moi, tentu engkau sudah melihat dia keluar dari taman dalam keadaan bebas, bukan?” tanya pemuda itu. Ouw Yang Hui masih menangis, akan tetapi ia menggerakkan kepalanya menganguk membenarkan. Memang tadi ia disuruh menunggu dan melihat dari pondok itu oleh Bhong Kongcu dan ia melihat Sin Cu keluar dari pintu di balik semak-semak itu. Jari-jari tangan di pundak gadis itu menekan perlahan. “Dan engkau masih ingat akan janji dan sumpahmu kepadaku?” Ouw Yang Hui menghapus air matanya dan menguatkan hatinya yang terasa hancur. la telah kehilangan Sin Cu untuk selamanya karena terpaksa ia harus menyerahkan diri dan menjadi isteri Bhong Lam. Akan tetapi kehancuran hati itu terhIbur oleh keyakinan bahwa ia melakukan ini demi keselamatan pria yang dikasihinya itu. la mengorbankan dirinya demi keselamatan Wong Sin Cu. Dan ia rela. Ia menjadi tenang kembali dan dengan sikap dan suara tenang namun dingin Ia berkata lirih, “Aku takkan mengingkari sumpahku, Kongcu dan sekarang terserah kepadamu.” “Kita harus pergi dari sini sekarang juga. Kalau perbuatanku ini diketahui oieh Kim Niocu, kita berdua akan celaka dan aku tidak
1158
akan dapat hidup lebih lama lagi. Mari, Hui-moi, kita pergi dari sini. Cepat” Ia menggandeng tangan Ouw Yang Hui. mereka berlari keluar dari pondok itu, terus keluar dari taman melalui pintu yang tadi dilewati Sin Cu. Bhong Lam mengambil jalan yang dilalui rombongan ketika mendaki bukit itu sehingga ia dapat menuruni bukit dengan aman. Ketika melihat betapa Ouw Yang hui kelelahan, dia lalu memondong tubuh gadis itu dan mempergunakan ilmu meringankan tubuh untuk berlari cepat menuruni bukit. Ouw Yang Hui hanya menurut saja. la sudah pasrah karena ia telah berjanji akan menuruti semua kehendak pemuda itu apabila Bhong Kongcu dapat membebaskan Sin Cu. Pada keesokan harinya, setelah fajar menyingsing, Bhong Lam yang memondong Ouw Yang Hui telah berada jauh dari bukit itu. Dia membawa Ouw Yang Hui memasuki sebuah hutan lebat. Dia sengaja mengambil jalan yang tidak melałui dusun sehingga jejaknya takkan dapat diikuti orang. Karena merasa lelah juga, setelah tiba di sebuah padang rumput di tepi hutan, dia berhenti. mereka duduk di atas rumput tebal. Bhong Lam memandang kepada Ouw Yang Hui yang menundukkan mukanya. gadis itu tampak cantik jelita sekali walaupun rambutnya awut-awutan dan pakaiannya lusuh. Timbul kekhawatiran dalam hati Bhong Lam.
1159
Dia khawatir kalau-kalau gadis yang amat dicintanya itu akan terlepas darinya, kalau-kalau dia akan kehilangan Ouw Yang Hui. Karena itu, timbul keputusan dalam hatinya. Dia harus dapat memiliki gadis ini sekarang juga! Kalau ia sudah menjadi miliknya, maka ia tidak akan dapat terlepas lagi. Biarpun sudah siap untuk menghadapi segala yang akan terjadi dengan dirinya, tubuh Ouw Yang Hui menggigil ketika kedua lengan pemuda itu merangkulnya. Perasaan hatinya memberontak, namun tubuhnya tidak melakukan perlawanan. la sudah bersumpah. Jantungnya berdebar keras, tubuhnya terasa panas dingin ketika Bhong Lam merangkulnya, merebahkannya di atas rumput tebal dan membelainya, membisikkan rayuan, la hanya memejamkan matanya dan membayangkan bahwa Wong Sin Cu yang sedang membelainya penuh kemesraan itu. la hanya merintih dan menangis dalam hati, namun badannya menyerah pasrah. Semua ini demi kekasihnya, demi Wong Sin Cu. la seperti terseret oleh gelombang ditelan badai, penuh kengerian, namun ia membayangkan betapa Wong Sin Cu masih hidup, lepas dari siksaan dan kini bebas lepas dan selamat. Bayangan ini menghIburnya, memberinya kekuatan menghadapi kenyataan yang bagaimanapun juga.
1160
“Hui-moi, kekasihku. isteriku...” Bhong Lam mendekapnya dan Ouw Yang Hui memejamkan mata, kesadarannya menipis, ia dalam keadaan setengah pingsan atau seperti sedang mimpi. Sin Cu berjalan agak terhuyung. Dia telah melakukan perjalanan secepatnya, mungkin menuruni Bukit Cemara yang oleh penduduk pedusunan dekat bukit itu disebut bukit Siluman. Dia melakukan perjalanan secepatnya untuk mengejar Ouw Yang Hui yang menurut pemuda penolongnya tadi sudah lebih dulu diselamatkan dan melarikan diri turun bukit. Akan tetapi, sampai matahari muncul dan dia sudah jauh meninggalkan bukit itu, belum juga ia dapat menemukan Ouw Yang Hui. Timbul kekhawatirannya bahwa gadis itu mengambil jalan yang berlainan arahnya dengan yang dia ambil. Setelah tiba di kaki bukit, bebas dari ancaman alat-alat jebakan, dia mengerahkan tenaga dan berlari cepat. Akhirnya, dia terhuyung-huyung kelelahan. Dia terlalu banyak mengeluarkan tenaga, padahal tubuhnya penuh luka dan terlalu banyak darah keluar. Dia kehilangan banyak darah dan setelah mengerahkan tenaga semalam, kini dia lelah sekali, hampir tidak kuat melangkah lagi dan kepalanya pening, pandang matanya berkunang. Dia masih berusaha menguatkan diri, akan tetapi akhirnya Sin Cu terguling, roboh dipinggir hutan, telentang dan pingsan.
1161
Tiba-tiba tampak bayangan merah muda berkelebat dan munculah seorang gadis muda cantik jelita berpakaian merah. Dengan sebatang pedang beronce kuning tergantung di punggungnya, gadis cantik itu tampak gagah. la adalah Ouw Yang Lan. Seperti telah diceritakan di bagian depan, Ouw Yang Lan yang ditemani Tan Song Bu telah bertemu dengan Sim Kui Hwa di gardu penjagaan depan Kuil Siauw-Lim-Si dan oleh Ibu tirinya ini Ouw Yang Lan mendengar bahwa Ouw Yang Hui diculik orang. la dan Song Bu segera melakukan pengejaran dan pencarian, kemudian ia dan Song Bu berpencar untuk mencari Ouw Yang Hui. Ouw Yang Lan menuju ke kota raja karena menduga bahwa Ayah kandungnya yang kini menjadi musuhnya itu tentu ada hubungannya dengan penculikan itu. Dalam perjalananan menuju kota raja itulah ia lewat di tepi hutan itu dan melihat Sin Cu menggeletak pingsan. Sebetulnya Ouw Yang Lan adalah seorang gadis yang tidak mau mencampuri urusan orang lain. Akan tetapi melihat pemuda itu rebah telentang dengan pakaian koyak dan mandi darah, la tertarik. Wajah pemuda itu demikian memelas dan entah mengapa, melihat wajah yang bentuknya tampan itu penuh percikan darah dan juga bengkak-bengkak membiru, timbul perasaan iba di hatinya. la tahu bahwa pemuda itu masih hidup, pernapasannya
1162
masih normal, akan tetapi seperti orang tidur pulas. Tentu dia pingsan, pikir Ouw Yang Lan dan iapun menghampiri lalu herjongkok di dekat tubuh yang telentang tak bergerak itu. la mengurut tengkuk pemuda yang pingsan itu sambil mengerahkan tenaga sinkang. Sin Cu mengeluh dan membuka matanya. Begitu dia melihat wanita cantik berjongkok di dekatnya, segera dia berkata, “Tidak, aku tidak sudi menuruti kehendakmu yang kotor!” Dan Sin Cu cepat melompat bangkit. Dia merasa heran dan girang. Ketika siuman tadi, dia mengira bahwa yang berjongkok itu Kim Niocu dan dirinya masih tertotok. Akan tetapi ternyata dia mampu bergerak dan dia sudah siap untuk menyerang. “Heii! Apa-apaan engkau ini? Kehendak siapa yang kotor!” Ouw Yang Lan membentak marah sambil menudingkan telunjuknya kearah muka Sin Cu. Pemuda itu terbelalak. Setelah mendengar suara gadis itu, barulah dia menyadari sepenuhnya bahwa gadis itu sama sekali bukan Kim Niocu. Wajahnya berbeda, pakaiannya berbeda, biarpun sikap gadis ini bahkan lebih galak daripada Kim Niocu. “Ah, maafkan aku nona...! aku kira tadi...”
1163
“Jangan kira sembarang kira, ya? Aku membantumu agar siuman, engkau malah mengira aku mempunyai kehendak yang kotor! Huh, kurang ajar benar engkau ini!” “Maaf, maaf...! Aku baru saja terlepas dari tangan seorang iblis betina yang kejam, nona. Ketika aku sadar, aku masih pening dan aku salah melihat... kukira engkau gadis itu... maafkan aku...” Sin Cu terhuyung dan hampir jatuh. Akan tetapi Ouw Yang Lan cepat menangkap lengan kanannya sehingga dia tidak jadi jatuh. Kemarahan gadis itu lenyap karena ia yakin ucapan pemuda itu tadi bukan ditujukan kepadanya dan rasa ibanya muncul kembali. “Engkau luka-luka, perlu istirahat karena engkau lemah, mungkin terlalu banyak mengeluarkan darah,” katanya sambil menuntun Sin Cu ke bawah sebatang pohon besar. “Nah, duduklah di sini. Aku mempunyai obat luka dan obat penguat tubuh.” Setelah Sin Cu duduk bersila di atas rumput, Ouw Yang Lan menurunkan buntalan pakaiannya, membukanya dan mengeluarkan sebungkus obat bubuk putih. Dengan jari-jari tangannya yang mungil dan cekatan, ia menaruh obat bubuk putih itu pada luka-luka di seluruh tubuh Sin Cu. Terasa sejuk dan nyaman oleh Sin Cu. Dia dapat menduga bahwa gadis ini tentulah seorang gadis kang-ouw, terbukti dari pedang yang tergantung di
1164
punggung dan dari bekalnya obat luka yang manjur. Setelah menaburkan bubuk putih pada luka-luka yang agak dalam, Ouw Yang Lan lalu menuangkan semacam anggur dari sebuah guci ke dalam sebuah cawan dan menyerahkannya kepada Sin Cu. “Minumlah anggur penguat badan ini agar engkau merasa segar kembali.” Sin Cu menerima cawan itu dan tanpa curiga sedikitpun dia minum anggur itu. Terasa hangat di perut dan harus diakui bahwa obat kuat inipun amat manjur. Rasa hangat menjalar ke seluruh tubuhnya, terasa nyaman dan mengusir kelemahan. Dia sudah duduk bersila dan memejamkan kedua matanya, mengatur pernapasan dan menghimpun tenaga murni. Beberapa saat lamanya dia duduk diam dan melihat ulah pemuda itu, Ouw Yang Lan dapat menduga bahwa pemuda itu tentu seorang yang paham ilmu silat dan pandai pula memperkuat tubuhnya dengan menghirup hawa udara yang murni untuk memulihkan tenaga. Maka iapun mendiamkannya saja. Tak lama kemudian, Sin Cu yang merasa tidak enak karena mendiamkan saja gadis yang telah menolongnya itu, menghentikan samadhinya lalu membuka mata. Gadis itu masih berada di situ, duduk di atas sebuah batu tak jauh di depan Sin Cu. Dia memandang gadis itu, kemudian bangkit berdiri dan merangkap kedua tangan depan dada sambil menjura untuk memberi hormat.
1165
“Lihiap (pendekar wanita) telah menolong saya, terimalah hormat dan rasa terima kasih saya yang mendalam.” Ouw Yang Lan tertawa, tawanya bebas seperti biasa. la memang seorang gadis yang bebas, tidak seperti para gadis lain, tidak ingin terlalu dikekang dan dibatasi gerakannya sehingga ia berani tertawa bebas tanpa menutupi mulut dengan tangan. “Hi-hi-hik, engkau ini orang lucu. Bagaimana engkau tahu bahwa aku seorang pendekar wanita maka engkau menyebut lihiap kepadaku?” Melihat sikap orang yang cerah gembira, Sin Cu juga tersenyum. Rasa nyeri di sekujur tubuhnya sudah mereda. “Tentu saja engkau seorang pendekar, nona. Engkau membawa pedang di punggungmu, dan engkau membawa obat-obat untuk luka, hal ini menjadi kebiasaan seorang pendekar kalau sedang merantau.” “Hemm, melihat caramu menghimpun hawa murni untuk memulihkan tenaga, aku tahu bahwa engkau juga seorang pendekar silat. Akan tetapi mana senjatamu dan mengapa pula engkau berada di sini dalam keadaan pingsan dan badanmu penuh luka bekas cambukan bukan?” Sin Cu menghela napas panjang dan teringatlah dia akan segala peristiwa yang dialaminya di puncak Bukit Cemara atau Bukit Siluman. Teringat dia bahwa
1166
tunangannya, Ouw Yang Hui, juga sudah dibebaskan oleh pemuda yang menolongnya tadi, akan tetapi yang tidak dapat dikejar dan ditemukan. “Panjang ceritanya, nona,” kata Sin Cu sambil duduk kembali, di atas sebuah batu berhadapan dengan gadis itu. Akan tetapi sebelum dia melanjutkan kata-katanya, Ouw Yang Lan memotong. “Nanti dulu. Kalau kita bercakap-cakap dan aku mendengarkan ceritamu, berarti kita sudah saling mengenal. Pada hal aku belum mengenalmu, bahkan namamu pun aku belum tahu.” Sin Cu tertegun, akan tetapi segera dapat menangkap maksud ucapan itu. “Perkenalkan, nona. Aku bernama Wong Sin Cu, seorang yang kebetulan lewat di daerah ini dan mendengar bahwa di bukit itu terdapat banyak siluman dan penduduk di sekitar sini menyebutnya Bukit Siluman.” Sin Cu menuding ke arah Bukit Cemara. Ouw Yang Lan menoleh ke arah bukit itu dan ia tersenyum mengejek. “Huh, tahyul orang-orang bodoh!” “Akupun tidak percaya, nona. Akan tetapi aku tertarik ketika mendengar keterangan mereka bahwa sudah banyak orang tewas
1167
ketika mencoba untuk mendaki bukit itu. Maka aku lalu mendaki pada sore hari kemarin untuk menyelidiki.” “Hemm, pemberani juga engkau, Wong Sin Cu! Agaknya engkau memiliki ilmu kepandaian yang boleh kau andalkan maka hatimu menjadi tabah.” “Ah, ilmu silatku tidak terlalu tinggi, nona, akan tetapi aku tidak pernah undur kalau menghadapi orang jahat.” “Bagus, engkau ternyata berwatak pendekar. Dan engkau tidak memiliki ilmu silat yang terlalu tinggi itupun aku tahu, buktinya engkau dicambuki orang sampai seperti ini. Lalu bagaimana?” “Ternyata bukit itu dipasangi banyak sekali alat rahasia jebakan, nona. Aku sudah berhasil naik ke puncak melewati alat-alat jebakan dan ketika tiba di sana, kiranya mereka itu adalah orang-orang Pek-Lian-Kauw yang dipimpin oleh seorang wanita yang seperti iblis betina bernama Kim Lian, panggilannya Kim Niocu. Aku dikeroyok dan aku melawan mati-matian. kan tetapi akhirnya aku terjebak dan roboh pingsan karena mereka mempergunakan asap beracun.” “Hemm, Pek-Lian-Kauw, ya? Memang mereka orang-orang jahat yang kejam dan curang!” Ouw Yang Lan teringat akan cerita Ibu
1168
tirinya, Sim Kui Hwa tentang perbuatan orang berjubah Pek-Lian-Kauw yang menculik Ouw Yang Hui. “Kemudian bagaimana?” “Aku pingsan dan ketika siuman, aku mendapatkan diriku sudah berada dalam sebuah ruangan besi dalam keadaan tertotok dan terbelenggu kaki tanganku. aku lalu disiksa dan dicambuki oleh Kim Niocu dan katanya aku akan dIbunuh pada keesokan harinya, kemudian ia meninggalkan aku dalam keadaan luka-luka cambukan. Akan tetapi tengah malam tadi, muncul seorang pemuda yang menolongku dan membebaskan aku keluar dari tempat tahanan di bawah tanah itu. Aku lalu melarikan diri turun bukit dan ketika tiba di sini, aku tidak kuat lagi lalu tidak ingat apa-apa.” Sin Cu merasa tidak perlu bercerita tentang Ouw Yang Hui, karena kalau dia sebut nama tunangannya itu, tentu dia harus berpanjang cerita tentang hubungannya dengan Ouw Yang Hui dan lain-lain. Ouw Yang Lan mengerutkan alisnya. “Kau belum menceritakan mengapa ketika engkau siuman dari pingsan tadi engkau mengatakan tidak sudi menuruti kehendakku yang kotor. Hayo ceritakan sebabnya atau aku akan menganggap engkau telah menghinaku!” “Maafkan aku, nona. Sungguh aku telah salah kira. Dalam keadaan masih pening aku mengira engkau adalah Kim Niocu.”
1169
“Apa yang ia lakukan padamu?” Ouw Yang Lan mendesak. “la hendak memaksa aku agar menjadi suaminya dan aku menolaknya.” Kata Sin Cu terus terang. “Hemm, dan karena penolakanmu itu maka ia menyiksamu dengan cambukan?” “Begitulah. la memberi waktu semalaman kepadaku untuk menjawab dan kalau aku tetap menolak, pada keesokan harinya ia akan membakar kedua mataku lalu membunuhku” “Hemm, perempuan rendah, hendak memaksa orang menjadi suaminya. Aku harus membunuh perempuan itu! Hayo, Wong Sin Cu, tunjukkan aku tempat tinggal perempuan itu, aku akan membunuhnya!” Sin Cu merasa betapa tubuhnya sudah sehat kembali. Obat bubuk dan obat minum yang diberikan gadis itu ternyata manjur sekali. Dia memang harus kembali ke puncak Bukit Cemara. Pertama, dia harus mengambil kembali Pek-Liong-Kiam, pedangnya yang agaknya dirampas oleh Kim Niocu. Kedua, dia perlu menghajar Kim Niocu, iblis betina yang kejam itu, dan ketiga, ini yang penting sekali baginya, dia harus melihat apakah benar Ouw Yang Hui sudah lolos dari sana. Dia tidak mengenal pemuda yang
1170
membebaskannya, maka dia tidak tahu apakah pemuda itu bicara benar atau bohong bahwa Ouw Yang Hui telah ditolongnya meloloskan diri dari tempat tahanan. Akan tetapi, tempat itu berbahaya sekali, terutama berbahaya bagi gadis yang telah menolongnya ini. “Nona, tempat itu amat berbahaya, Selain Kim Niocu itu memiliki ilmu silat dan ilmu sihir, juga pandai menggunakan racun sehingga ia merupakan lawan yang lihai dan berbahaya, juga ia masih dibantu tiga regu pasukan istimewa yang amat lihai. Aku memang harus ke sana untuk merampas kembali pedangku dan memberi hajaran kepada mereka, akan tetapi engkau lebih baik jangan mendekati tempat berbahaya itu, nona.” Mendengar ini, Ouw Yang Lan meloncat berdiri di depan Sin Cu, bertolak pinggang, matanya terbelalak marah dan ia membanting-banting kaki kanan, kebiasaan yang menunjukkan bahwa la marah sekali. Suaranya lantang ketika ia berkata sambil menudingkan telunjuknya ke arah muka Sin Cu yang menengadah dan memandangnya. “Apa kau kata? Engkau berani bilang bahwa aku takut menghadapi mereka, takut melawan mereka? Engkau berani memandang rehdah kepadaku, ya?” Tak disangka sangka gadis itu demikian galaknya. Sin Cu terkejut sekali.
1171
“Maaf, nona. Bukan begitu maksudku, Aku hanya hanya mengkhawatirkan keselamatanmu...” “Itu namanya memandang rendah padaku, tahu? Kau kira aku tidak akan mampu membasmi mereka? Lihat ini” Gadis itu menggerakkan tangan kanan ke punggung. “Singggg...” Tampak sinar menyilaukan mata dan ia sudah mencabut sebatang pedang beronce merah yang berkilauan, kemudian tubuhnya bergerak seperti menari pedang, gerakannya makin lama semakin cepat sehingga tubuhnya tidak tampak lagi, berubah bayangan yang terselimuti gulungan sinar putih yang menyambar-nyambar ke arah sebatang pohon tak jauh dari situ. Sin Cu memandang kagum. Memang hebat ilmu pedang gadis itu. Ujung-ujung ranting dan daun-daun pohon itu jatuh berhamburan disambar sinar pedang sehingga pohon itu menjadi gundul, seperti sebuah kepala yang rambutnya dibabat habis! Begitu sinar pedang lenyap, tahu-tahu Ouw Yang Lan sudah berdiri lagi di depannya dan pedang beronce merah sudah disarungkan kembali. Gadis itu tersenyum manis sambil memandang kepada sin Cu. “Bagus sekali! Kiam-Hoat (ilmu pedang) yang hebat!” Sin Cu memuji dengan kagum, walaupun hatinya masih meragukan apakah gadis ini akan mampu menandingi kelihaian Kim Niocu.
1172
Senang hati Ouw Yang Lan mendapat pujian Sin Cu. la menganggap pemuda itu memiliki ilmu kepandaian silat biasa saja maka sampai dapat tertawan musuh dan ia ingin agar penmuda itu percaya kepadanya dan merasa yakin ia akan mampu membasmi orang-orang Pek-Lian-Kauw. “Engkau percaya kepadaku sekarang Untuk meyakinkan hatimu, lihatlah ini” Gadis itu lalu mengerahkan tenaga sinkangnya ke dalam kedua tangannya, lalu menghampiri batang pohon yang tadi digunduli, dalam jarak yang satu meter lebih ia lalu memukulkan kedua telapak tangannya dengan dorongan kuat. Sin Cu melihat ada uap putih keluar dari kedua telapak tangan itu. “Braakk...!” Batang pohon sebesar pinggang Ouw Yang Lan itu tumbang dan roboh! Hebat, pikir Sin Cu, gadis itupun memiliki pukulan yang mengandung tenaga yang cukup kuat. Biarpun belum tentu dapat menandingi Kim Niocu, akan tetapi sinkangnya sudah cukup hebat dan akan merupakan teman yang boleh diandalkan. “Bagaimana, apakah engkau masih menganggap terlalu berbahaya bagi keselamatanku kalau aku ikut engkau mendaki bukit itu? Pula, apa yang engkau andalkan untuk dapat merampas kembali pedangmu dan memberi hajaran kepada mereka? Akan
1173
tetapi kalau aku menyertaimu, aku tanggung pedangmu akan dapat kurampas kembali dan mereka itu akan kuberi hajaran, terutama sekali perempuan rendah itu pasti akan dapat kubunuh!” Sin Cu mengangguk-angguk. Gadis yang hebat. Ilmu silatnya tinggi, dan pemberani. Seorang pendekar wanita yang gagah. “Terima kasih, nona, engkau telah menolongku tadi dan sekarang akan menolongku lagi, budimu amat besar...” “Sudahlah, jangan bicara tentang budi. sebentar lagi engkaupun akan melupakan aku sama sekali!” “Ah, tidak mungkin aku dapat melupakan budi pertolonganmu, nona.” “Hemm, namakupun tidak pernah kau tanyakan, bagaimana engkau akan dapat mengingat aku sedangkan namakupun belum kau ketahui?” kata Ouw Yang Lan sambil tersenyum mengejek. Sin Cu tertegun dan kulit mukanya tentu akan tampak merah sekali kalau saja muka itu tidak terhias bilur-bilur dan bengkak-bengkak membiru. “Ah, maafkan aku, nona. Aku tadi tidak berani lancang menanyakan, akan tetapi bolehkan aku mengetahui namamu yang mulia dan terhormat?” Ouw Yang Lan cemberut.
1174
“Mulia dan terhormat apanya?” la teringat akan namanya. la bermarga Ouw Yang, sama dengan marga Ayahnya yang ia benci. Tidak, ia malu menggunakan nama Ouw Yang, lebih baik menggunakan nama marga Ayah tirinya. “Namaku Ciang Lan, Ayahku adalah Thai-Lek-Kui Ciang Sek, majikan Bukit Awan Putih di pegunungan Thai-san!” Mendengar julukan Thai-Lek-Kui (lblis bertenaga Besar), biarpun dia sendiri belum pernah mendengar apa lagi bertemu orangnya, Sin Cu dapat menduga bahwa Ayah gadis ini tentu seorang tokoh kang-Ouw Yang amat terkenal, “Ah, kiranya engkau puteri seorang datuk persilatan yang terkenal, nona Ciang Lan.” “Wong Sin Cu, berapa sih usiamu?” “Dua puluh satu tahun lebih, nona.” “Aku baru sembilan belas tahun. Karena kita akan bekerja sama menyerbu sarang Pek-Lian-Kauw, sudah sepatutnya kalau engkau menyebut aku adik dan aku menyebutmu kakak.” Sin Cu menjadi girang sekali. Ternyata gadis ini hanya sikapnya saja yang kasar dan bahkan galak, akan tetapi sebetulnya ramah dan mudah akrab, tidak sombong, dan wataknya jujur dan terbuka.
1175
“Terima kasih, tentu saja aku senang sekali kalau bisa mempunyai seorang adik seperti engkau, Lan-moi (adik Lan).” “Sudahlah, Cu-Ko (kakak Cu), jangan memuji terus atau aku akan menyangka engkau seorang penjilat yang menjemukan.” “Maafkan aku, Lan-moi.” “Sudahlah, sudahlah! Engkau ini terlalu sopan. Mari kita berangkat, engkau menjadi penunjuk jalan!” Mereka lalu berangkat mendaki Bukit Cemara. Sin Cu menjadi penunjuk jalan dan dia mengambil jalan yang dilewatinya kemarin sore ketika mendaki dan malam tadi ketika turun bukit. Biarpun dia sudah tahu di mana dipasangnya alat-alat perangkap, tetap saja dia bergerak hati-hati. Apalagi dia kini mendaki bersama gadis itu. Dia harus menjaga benar agar gadis itu tidak sampai tertimpa bencana. “Hemm, apakah engkau tidak dapat bergerak lebih cepat lagi? Kalau kita merayap seperti ini, kapan sampainya di puncak?” Ouw Yang Lan mengomel dan menganggap bahwa pemuda itu memang tidak pandai melakukan perjalanan cepat mempergunakan ginkang (ilmu meringankan tubuh). Sin Cu tidak menjawab melainkan menunjuk ke arah puncak.
1176
“Kita sudah tiba dekat bangunan tempat tinggal mereka.” Kata Sin Cu setełah mereka menaiki lereng terakhir. Ouw Yang Lan memandang dan ia sudah melihat genteng bangunan itu. “Biar aku sekarang yang berjalan di depan, Cu-Ko, agar aku yang menghadapi kalau ada bahaya mengancam. Jangan khawatir, aku akan melindungimu!” kata Ouw Yang Lan dengan sikap gagah dan iapun melangkah cepat mendahului Sin Cu. Karena dari tempat itu sampai ke pintu pagar perumahan Pek-Lian-Kauw itu tidak ada alat jebakannya, maka Sin Cu mengangguk menyetujui walaupun dia tetap waspada karena maklum bahwa Kim Niocu dan anak buahnya tidak boleh dipandang ringan. Mereka merupakan lawan tangguh yang amat berbahaya. Kini mereka tiba di depan pintu pagar. Sin Cu melihat betapa keadaan di situ sunyi saja. Akan tetapi dia tetap waspada, maklum bahwa orang-orang Pek-Lian-Kauw itu licik dan suka mengatur siasat yang berbahaya bagi mereka. “Hemm, aku tidak melihat ada orang!” kata Ouw Yang Lan sambil nencabut pedangnya. “Mungkin melihat aku datang mereka takut keluar!”
1177
“Heii, perempuan yang bernama Kim Lian dan antek-anteknya! Kalau kalian memang berani, hayo keluar menandingi aku!” Sin Cu terkejut. Menyesal juga hatinya mengajak gadis ini. Begitu sembrono dan terlalu berani, menantang-nantang secara terbuka seperti itu! Pada hal kalau dia bertindak sendiri, dia tentu akan menyusup secara diam-diam untuk menyelidiki apakah benar Ouw Yang Hui sudah lolos dari tempat itu. Sekarang, setelah Ciang Lan berteriak-teriak seperti itu, tidak mungkin lagi menyusup diam-diam dan harus menghadapi mereka secara teraกg-terangan. Akan tetapi karena sudah terlanjur diapun tidak dapat berbuat apa-apa kecuali menunggu dan melihat perkembangan keadaan. Sejenak hening saja. Suara Ouw Yang Lan yang dikeluarkan dengan pengerahan khikang kuat itu bergema diseluruh penjuru. Tiba-tiba terdengar bunyi suitan dan dari arah bangunan di balik pagar itu menyambar belasan batang anak panah ke arah Ouw Yang Lan yang berdiri di depan Sin Cu. Gadis perkasa itu memutar pedangnya dan semua anak panah runtuh tertangkis gulungan sinar pedang. Diam-diam Sin Cu merasa kagum. Kiranya gadis ini tidak hanya suaranya yang besar, melainkan memiliki ilmu kepandaian yang mengagumkan di samping keberanian yang luar biasa.
1178
“Huh, begini sajakah kemampuan orang-orang Pek-Lian-Kauw yang sombong? Hanya menyerang orang secara menggelap... Pengecut-pengecut besar” teriak Ouw Yang Lan. Tiba-tiba terdengar bentakan-bentakan nyaring dan dari dalam rumah itu berserabutan keluar belasan orang laki-laki para anggauta Pek-Lian-Kauw yang bertugas menjaga rumah itu. Mereka berlarian menghampiri Ouw Yang Lan dengan golok di tangan. Sambil berteriak-teriak marah mereka menyerbu dan menyerang, mengeroyok gadis itu. “Cu-Ko, mundurlah, biar aku menghajar anjing-anjing busuk ini!” kata Ouw Yang Lan dan iapun memutar pedangnya menjadi sinar bergulung-gulung menyambut belasan orang pengeroyoknya. Hebat memang permainan pedang dengan ilmu pedang Lo-Thian Kiam-Hoat (Ilmu Pedang Pengacau Langit) ini. Ilmu pedang ini pernah membuat nama Thai-Lek-Kui Ciang Sek menjadi terkenal di seluruh dunia kang-ouw. Belasan orang pengeroyok itu terkejut bukan main, Silau pandang mata mereka oleh berkelebatnya sinar pedang. Setelah golok mereka bertemu dengan sinar pedang, terdengar suara berkerontangan dan empat batang golok patah menjadi dua. Mereka yang patah goloknya itu membuang golok buntung itu dan mencabut sepasang pisau belati, menggunakan sepasang senjata
1179
pendek ini untuk mengeroyok lagi. Belasan batang golok dan pisau belati menyambar-nyambar ganas. Akan tetapi Ouw Yang Lan sama sekalí tidak menjadi gugup. Dengan ilmu meringankan tubuh yang dapat membuat tubuhnya ringan ia bergerak cepat mengelak. Tubuhnya berkelebatan di antara sinar golok dan terkadang pedangnya membabat buntung golok para pengeroyok. Gadis ini lalu mempergunakan ilmu tendangan Soan-Hong-Tui (Tendangan Angin Puyuh). Kedua kakinya bergantian mencuat dengan kecepatan kilat dan terdengarlah teriakan-teriakan kesakitan ketika kedua kaki itu menemukan sasaran. Dalam waktu beberapa menit saja empat orang terpelanting oleh tendangan kaki dara perkasa itu. Dan empat orang lain roboh terkena sambaran sinar pedang dan terluka oleh ujung pedang Lo-Thian-Kiam. Mereka yang roboh itu masih dapat bangkit dan karena mereka sudah tidak mampu berkelahi, delapan orang itu mengundurkan diri dan pergi entah ke mana. Sisanya, sembilan orang lagi masih melawan mati-matian, akan tetapi mereka terdesak oleh sinar pedang yang dimainkan Ouw Yang Lan. Akhirnya seorang di antara mereka yang menjadi pimpinan memberi isarat dan cepat mereka mundur ketika pimpinan mereka membanting alat peledak. Terdengar ledakan keras dan asap hitam tebal memenuhi tempat itu.
1180
“Lan-moi, mundur...” Sin Cu berseru, Ouw Yang Lan sudah tahu akan bahaya dan iapun sudah melompat jauh meninggalkan tempat itu. Untung ia bergerak cepat sekali karena asap hitam itu memang mengandung racun yang berbahaya. Setelah asap membuyar dan perlahan-lahan tertiup angin dan pergi, Ouw Yang Lan dan Sin Cu sudah tidak melihat lagi para pengeroyoknya tadi. Sin Cu cepat mengajak Ouw Yang Lan memasuki bangunan. Akan tetapi ternyata bangunan itu telah kosong! Kim Niocu dan anak buahnya, juga para tawanan wanita sudah pergi dari situ. Bahkan belasan orang pengeroyok tadipun tidak dapat ditemukan. Sin Cu mengerutkan alisnya. Dia masih belum tahu bagaimana dengan nasib Ouw Yang Hui. Apakah Ouw Yang Hui benar benar telah ditolong pemuda penolongnya semalam dan telah lolos dari tangan Kim Niocu? Ataukah tunangannya itu sebetulnya ditawan oleh Kim Niocu dan sekarang ikut dibawa pergi meninggalkan tempat itu? ia tidak tahu pasti. Akan tetapi kalau benar masih berada di tangan Kim Niocu, lalu untuk apa pemuda itu membohonginya dan menolongnya? Rasanya tidak mungkin! betapapun juga, hatinya masih belum puas dan masih penasaran sebelum dia dapat menemukan Ouw Yang Hui. “Mari kita geledah tempat ini dengan teliti. Engkau menggeledah bagian kiri dan aku bagian kanan,” kata Ouw Yang Lan.
1181
“Baik, Lan-moi, akan tetapi engkau berhati-hatilah.” Kata Sin Cu. “Hemm, Cu-Ko, sebaiknya nasihatmu itu kau tujukan kepada dirimu sendiri. Engkau yang harus berhati-hati dan kalau terjadi apa-apa, cepat berteriak memanggilku agar aku dapat menolongmu.” Sin Cu mengangguk dan mereka lalu berpisah. Sin Cu memeriksa seluruh ruangan dan kamar di sebelah kiri dan Ouw Yang Lan memeriksa sebelah kanan. Akan tetapi ternyata semua ruangan dan kamar benar-benar telah kosong. Ketika mereka bertemu di ruangan belakang, Ouw Yang Lan menyerahkan sebuah buntalan kain kuning kepada Sin Cu. “Nih, Cu-Ko, untukmu,” katanya sambil menyerahkan buntalan itu. Sin Cu menerimanya dan memandang heran. “Apakah ini, Lan-moi?” Ouw Yang Lan tersenyum dan memandang pakaian Sin Cu yang compang-camping. “Apa lagi kalau bukan pengganti pakaianmu? Aku menemukan banyak pakaian pria yang indah-indah dalam almari di sebuah kamar. Aku mengambil beberapa stel pakaian dan kubungkus dengan kain kuning. Nah, sekarang engkau dapat berganti pakaian dan mempunyai bekal pakaian. Sekarang, engkau bersihkan
1182
badanmu dan berganti pakaian dulu, setelah itu kita makan lalu aku akan membakar bangunan ini.” Sin Cu memandang heran. “Makan? Bakar rumah?” “Tentu saja. Bukankah perutmu juga sudah lapar? Engkau kehilangan banyak darah dan kelelahan, perlu makan yang banyak. Dan tentang membakar rumah ini,pertama, rumah gerombolan penjahat ini memang perlu dibasmi dan kedua, kalau-kalau ada penjahat yang bersembunyi dalam ruangan rahasia, tentu dia akan terbakar atau terpaksa keluar.” Sin Cu menghela napas panjang. “Sayang sekali aku tidak dapat menemukan kembali pedangku. Tentu dibawa oleh wanita iblis itu” “Jangan khawatir, Cu-Ko. Aku akan membantumu mencari perempuan hina itu dan merampas kernbali pedangmu. Apakah pedangmu itu sebuah pedang pusaka?” “Pedangku itu pedang yang baik sekali, Lan-moi, dahulu milik seorang pahlawan gagah perkasa. Pedang pusaka itu bernama Pek-Liong-Kiam.”
1183
“Hemm, tentu pedang yang baik sekali dan sayang kalau terjatuh ke tangan seorang penjahat. Sudahlah, nanti saja kita bicara lagi. Sekarang, mandilah dulu. Aku tadi melihat sebuah kamar rnandi, di sana tersedia banyak air jernih.” Ouw Yang Lan menunjuk ke sebuah pintu. Sin Cu tidak membantah lagi. Memang tubuhnya kotor oleh bekas darah dan bajunya juga compang camping. Dia melangkah ke kamar mandi membawa buntalan pakaian itu. Tubuhnya terasa segar dan bersih setelah dia mandi dan berganti pakaian. Pakaian itu ternyata indah-indah, terbuat dari sutera halus sehingga terasa lembut di kulit. Selama hidupnya belum pernah Sin Cu memakai pakaian seindah itu sehingga dia merasa agak rikuh dan canggung, Akan tetapi ketika keluar dari kamar mandi, dia tidak melihat Ouw Yang Lan. Hatinya merasa khawatir sekali. Biarpun mereka tadi sudah menggeledah dan tidak menemukan seorangpun di rumah itu, namun dia masih curiga karena maklum betapa lihai, kejam dan curang orang-orang Pek-Lian-Kauw itu. Dia khawatir kalau-kalau terjadi sesuatu dengan gadis lincah galak yang menolongnya. Sin Cu menoleh ke sekeliling dan setelah melihat bahwa gadis itu tidak berada di situ, tidak tampak bayangannya dia lalu berteriak memanggil. “Adik Ciang Lan...! Lan-moi..., di mana engkau??” Tiba-tiba terdengar jawaban merdu,
1184
“Cu-Ko, aku berada di dapur! Kesinilah!” Lega rasa hati Sin Cu mendengar jawaban itu dan dia segera menghampiri dapur di bagian belakang rumah itu. Ketika memasuki dapur sambil membawa buntalan pakaiannya, dia melihat gadis itu sedang sIbuk menghangatkan beberapa macam masakan yang telah diatur di atas meja dalam dapur itu. Masakan itu masih mengepul dan Sin Cu mencium bau sedap yang membuat perutnya tiba-tiba terasa lapar sekali. Kini Ouw Yang Lan yang berdiri terbelalak menatap wajah Sin Cu. Biarpun kedua pipi pemuda itu masih sedikit biru, namun tampak olehnya bahwa pemuda itu tampan sekali, memiliki daya tarik yang luar biasa bagi Ouw Yang Lan. Hatinya terguncang dan ia merasa bahwa selama hidupnya belum pernah ia melihat wajah seorang pria yang demikian menarik seperti wajah Sin Cu. Tanpa diketahuinya, itulah tanda-tanda bahwa gadis itu telah jatuh cinta! Sin Cu tidak menyadari bahwa gadis itu terpesona dan kagum melihat dia yang kini telah berubah sama sekali setelah mukanya dibersihkan dan tubuhnya mengenakan pakaian yang membuatnya tampak seperti seorang Kongcu (Tuan Muda) atau seorang Siucai (Sastrawan) bangsawan. “Aduh... sedapnya bau masakan itu, Lan-moi, Perutku mendadak menjadi lapar sekali!”
1185
“Aih, Cu-Ko, aku hampir tidak mengenalmu! Engkau kelihatan seperti seorang Kongcu tulen!” Kata Ouw Yang Lan sambil tertawa. Ucapan ini membuat Sin Cu teringat akan penolongnya malam tadi. Pemuda itupun berpakaian indah seperti seorang Kongcu. Apakah pakaian yang ditemukan Ciang Lan itu pakaian pemuda penolongnya? Tanpa dia ketahui, memang dugaannya benar. Pakaian itu adalah pakaian milik Bhong Lam yang pergi bersama Ouw Yang Hui tanpa sempat membawa pakaiannya yang tertinggal dalam almari di kamarnya. “Ah, bisa saja engkau ini, Lan-moi. Akan tetapi masakan itu... dari mana engkau dapat?” “Masakan-masakan ini sudah berada di meja dapur ini, Cu-Ko, agaknya karena tergesa-gesa hendak pergi, pemiliknya tidak sempat makan. Aku hanya tinggal memanaskannya saja lagi. Dan di sini ada anggur pula, Cu-Ko. Kita dapat makan besar seperti pesta!” Kata Ouw Yang Lan gembira. “Hati-hati, Lan-moi. Masakan dan anggur itu tentu ditinggalkan oleh mereka. Orang-orang Pek-Lian-Kauw itu berbahaya sekali, jangan-jangan makanan dan minuman itu telah diberi racun!” Ouw Yang Lan tersenyum manis sekali. Kini pandang matanya yang ditujukan kepada wajah Sin Cu tampak bersinar-sinar.
1186
“Aih, Cu-Ko, apakah engkau masih juga belum percaya sepenuhnya kepadaku.? Perempuan hina itu tidak mungkin dapat menipuku semudah itu!” “Apa maksudmu, Lan-moi?” Sin Cu menghampiri. “Lihat itu, koko.” Gadis itu menuding ke bawah. Sin Cu memandang dan dia melihat seekor kucing gemuk sedang makan semua masakan itu, diambil sedikit-sedikit dan dicampur menjadi satu. “Kucing itu telah mencicipi semua masakan, bahkan aku tuangkan anggur sehingga ia mencicipi anggur pula. Kalau ada racunnya, tentu sejak tadi ia sudah mati! Aku yakin masakan dan anggur ini memang untuk makan mereka, akan tetapi agaknya mereka tergesa-gesa pergi tanpa memakannya. Masakan itu sudah dingin, mungkin dimasak pagi tadi.” Sin Cu mengangguk-angguk, semakin kagum. Gadis itu masih muda akan tetapi cerdik dan berhati-hati sekali. Dengan kepandaian silat, kecerdikan dan sikap berhati-hati seperti itu, tidak heran kalau ia berani merantau. di dunia kang-ouw dan dapat menjaga diri sendiri. “Hebat sekali engkau ini, Lan-moi. Masih begini muda sikapmu seperti seorang pendekar wanita yang penuh pengalaman saja.”
1187
“Hemm, aku tidak banyak pengalaman akan tetapi banyak belajar tentang dunia kang-ouw dari Ayahku.” Kata gadis itu sambil melanjutkan pekerjaannya memanaskan beberapa macam masakan lagi. “Lan-moi, masakan ini sudah terlalu banyak. Lihat, sudah ada lima macam, sudah lebih daripada cukup, kiranya yang lain itu tidak perlu dipanaskan lagi. Ini saja sudah cukup.” “Eh, sudah lapar benarkah engkau, Cu-Ko?” Sin Cu tersenyum dan mengangguk. Tidak perlu berpura-pura lagi, dia memang lapar sekali. Ouw Yang Lan mengalah. la menurunkan kembali masakan yang sedang dipanaskan, meninggalkan perapian dan duduk bersama Sin Cu menghadapi meja makan. diraihnya dua buah mangkok, dua pasang sumpit dan dua buah cawan kosong. Akan tetapi sebelum ia menuangkan anggur kedalam cawan dan mengisikan nasi ke dalam mangkok, Sin Cu menahannya. “Nanti dulu, Lan-moi. Orang-orang Pek-Lian-Kauw itu terkenal keji sekali, maka kita harus sangat hati-hati sekali dan mencurigai segalanya. Masakan dan anggur ini sudah kau uji kebersihannya, akan tetapi mangkok, cawan dan juga sumpit itu perlu juga diteliti.” Ouw Yang Lan mengangguk-angguk dan tersenyum.
1188
“Hebat, engkau ternyata lebih teliti daripada aku, Cu-Ko. Terima kasih telah kau ingatkan. Aku mempunyai sepotong perak murni pemberian Ayahku dan aku selalu menguji ada tidaknya racun dengan itu. Kalau tadi aku tidak menggunakan perakku adalah karena aku melihat ada kucing dan aku ingin engkau yakin.” Sambil tersenyum gadis itu mengambil sepotong perak sebesar Ibu jari tangan dari buntalan pakaiannya. la menggosok-gosokkan perak itu pada permukaan dua mangkok dan dua cawan itu, juga dua pasang sumpit ia gosok-gosok dengan perak. “Kalau ada racunnya, racun macam apa saja, potongan perak ini akan bernoda warna hitam,” katanya. Ternyata semua peralatan makan itu bersih. Mereka lalu makan minum dengan tenang dan aman. Benar seperti ucapan Ouw Yang Lan tadi, Sin Cu makan banyak sekali dan ini amat baik bagi kesehatannya setelah dia kehilangan banyak darah tadi. Setelah selesai makan, Ouw Yang Lan mengajak Sin Cu keluar dari rumah dan mereka berdua lalu membakar bangunan itu. Tak lama kemudian, muncul dua orang dari dalam rumah, melarikan diri terhuyung huyung meninggalkan rumah yang mulai terbakar itu. Ouw Yang Lan cepat melompat dan dua kali tangan kirinya bergerak, dua orang itu telah ditamparnya roboh.
1189
“Hayo katakan, di mana perempuan hina bernama Kim Niocu itu dan di mana teman-teman kalian yang lain?” bentak dara perkasa itu. “Mereka semua sudah pergi pagi-pagi tadi dan kawan-kawan kami para penjaga yang lain juga melarikan diri setelah kami tidak kuat melawan nona. Kami berdua terpaksa tinggal di sini karena kami terluka parah dan tidak dapat ikut melarikan diri.” “Apakah ada tawanan yang dibawa pergi Kim Niocu?” tanya Sin Cu. Dua orang itu memandang Sin Cu dan agaknya baru sekarang mereka mengenal bekas tawanan ini. Seorang dari mereka menjawab, “Semua tawanan dibawa pergi Nioocu,” Sin Cu mengerutkan alisnya. Ternyata kekhawatirannya terjadi. Ouw Yang Hui ternyata masih di tangan Kim Niocu dan dibawa pergi. Entah pemuda penolongnya itu berbohong dan Ouw Yang Hui tidak pernah lolos, atau gadis itu memang pernah lolos akan tetapi tertawan kembali. “Ke mana perginya Kim Niocu? Hayo katakan atau kalian berdua akan kubuntungi kedua kaki tanganmu, daun telingamu, hidungmu, kemudian lehermu!” bentak Ouw Yang Lan dengan galak. Dua
1190
orang yang sudah biasa melakukan kekerasan atau pembunuhan itu kini menggigil ketakutan. “Niocu dan rombongannya pergi ke kota raja, nona. Harap ampuni kami... kami hanya anak buah...” “Kalian orang-orang jahat yang harus dibasmi!” Setelah berkata demikian, Ouw Yang Lan mengelebatkan pedangnya. Akan tetapi Sin Cu menangkap lengan gadis itu. “Lan-moi, jangan bunuh mereka. Mereka hanyalah anak buah yang menjalankan perintah.” Ouw Yang Lan memandang heran dan menyimpan kembali pedangnya, lebih heran lagi ia kepada dirinya sendiri mengapa ia begitu penurut terhadap ucapan pemuda ini. “Aih..., engkau ini sungguh aneh, Cu-Ko. Engkau sendiri telah disiksa sampai hampir tewas, tubuhmu penuh luka. Akan tetapi engkau malah mencegah aku membunuh mereka?” “Mereka memang bukan orang-orang baik, akan tetapi mereka hanyalah anak buah yang melakukan apa saja yang diperintahkan pimpinan mereka. Kim Niocu itulah yang harus kita cari dan kita tentang. Dua orang ini sudah terluka olehmu, biarlah itu menjadi pelajaran bagi mereka, Lan-moi.”
1191
“Hemm, sudahlah kalau begitu. Kalian berdua, anjing busuk, pergilah!” Dengan gemas ia menendang dua kali dan tubuh dua orang anggauta Pek-Lian-Kauw itu terlempar dan jatuh terbanting sampai bergulingan. Mereka menjadi ketakutan akan tetapi juga girang sekali bahwa mereka tidak dIbunuh dan sambil terhuyung-huyung mereka melarikan diri sekuat tenaga. Setelah menanti sampai atap bangunan itu terbakar dan runtuh dan tidak melihat ada orang lain lagi yang muncul, Sin Cu dan Ouw Yang Lan meninggalkan puncak dan menuruni bukit yang penuh pohon cemara itu. Mereka berhenti melangkah ketika tiba di kaki bukit. Mereka menengok dan memandang ke arah puncak bukit. Masih tampak asap mengepul. “Mudah-mudahan bukit ini tidak lagi disebut Bukit Siluman” kata Sin Cu. “Cu-Ko, siapakah yang kau maksudkan dengan tawanan Kim Niocu itu?” Sin Cu meragu. Dia tidak ingin bercerita tentang tunangannya, maka dia menjawab sambil lalu saja. “Seorang sahabat di tawan mereka. Aku harus menolong membebaskannya.”
1192
“Ah, kalau begitu, untuk menolong sahabatmu dan merampas kembali pedangmu, kita harus cepat melakukan pengejaran terhadap mereka, Cu-Ko!” “Memang aku harus mengejar mereka Lan-moi.” “Aku akan membantumu, Cu-Ko.” “Lan-moi, aku tidak ingin menyusahkanmu. Engkau tentu mempunyai banyak urusanmu sendiri yang harus kau selesaikan.” “Menyusahkan apanya? Kalau menyusahkan, tentu aku tidak mau! Aku memang sedang menuju ke kota raja. Apakah engkau tidak senang kalau aku membantumu, Cu-Ko?” “Ah, tentu saja senang sekali, Lan-moi. Aku hanya tidak ingin kalau engkau bersusah pAyah dan waktumu terganggu hanya karena urusanku.” “Hemm, menentang orang jahat adalah urusanku juga, Cu-Ko. Pula, apa yang kau andalkan untuk dapat menolong sahabatmu dan merampas kembali pedangmu? Tanpa bantuanku, engkau akan terancam bahaya, mungkin tertawan lagi dan nyawamu sendiri bahkan terancam maut.” Melihat kenekatan Ciang Lan, Sin Cu tidak berani melarang lagi, takut kalau-kalau akan
1193
menyinggung perasaan gadis yang cantik, lihai dan keras wataknya ini. “Kalau begitu, mari kita berangkat, Lan-moi. Siapa tahu dengan perjalanan cepat kita akan dapat menyusul mereka sebelum mereka tiba di kota raja.” Berangkatlah kedua orang muda itu meninggalkan Bukit Cemara menuju ke kota raja. Sebetulnya tujuan utama dari Sin Cu adalah untuk segera dapat menemukan dan menolong Ouw Yang Hui yang dia belum tahu dengan pasti apakah tunangannya itu masih menjadi tawanan Kim Niocu ataukah memang sudah berhasil melarikan diri. Adapun Ouw Yang Lan menduga bahwa yang disebut sahabat yang tertawan oleh Sin Cu adalah seorang pria. Apa yang terjadi malam itu di bangunan puncak Bukit Cemara, tidak diketahui Kim Niocu dan anak buahnya. Lima orang yang tadinya berjaga di ruangan tahanan bawah tanah, percaya kepada Bhong Lam dan mereka lalu melakukan penjagaan di luar gedung seperti yang dikatakan Bhong Kongcu. Kim Niocu dan tiga pengawalnya tidak pernah menyangka buruk kepada Bhong Lam sehingga pemuda itu dapat dengan leluasa membebaskan Sin Cu dan mengajak Ouw Yang Hui melarikan diri dari bukit itu. Baru pada keesokan harinya, pagi pagi sekali, para anak buah Pek-Lian-Kauw menjadi gempar ketika melihat betapa
1194
Sin Cu tidak ada lagi dalam kamar tahanan. Tawanan itu telah lolos! Mereka segera mencari-cari dan suasana menjadi gempar ketika mereka mendapat kenyataan bahwa Bhong Lam juga menghilang bersama Ouw Yang Hui, seorang di antara para tahanan wanita. Kim Niocu terbangun oleh rIbut-rIbut itu dan ketika ia mendapat kenyataan apa yang telah terjadi, ia menjadi marah sekali! Sin Cu telah melarikan diri, lolos dari ruangan tahanan. Bhong Lam telah melarikan diri dan Ouw Yang Hui juga menghilang! Karena Ia tahu benar bahwa Sin Cu adalah seorang yang amat lihai, sekilas timbul dugaannya bahwa pemuda perkasa itu mampu membebaskan diri dan telah dapat melarikan Ouw Yang Hui. Akan tetapi kalau benar demikian keadaannya, mengapa pula Bhong lam menghilang? la mendengar pula betapa Bong Lam menggantikan lima orang anak buah menjaga Sin Cu dan minta kunci ruangan tahanan. Apa artinya ini? Andaikata benar Sin Cu berhasil melepaskan diri menolong Ouw Yang Hui lalu ketahuan Bhong Lam sehingga terjadi perkelahian, tentu Sin Cu merobohkan atau bahkan membunuh Bhong Lam. Akan tetapi Bhong Lam menghilang begitu saja, bahkan meninggalkan semua pakaiannya. Ini berarti bahwa Bhong Lam pergi dengan tergesa-gesa,
1195
melarikan diri. Teringatlah ia akan sikap pemuda putera ketua cabang Pek-Lian-Kauw itu terhadap Ouw Yang Hui! “Keparat! Agaknya dia membebaskan Sin Cu untuk memaksa Ouw Yang Hui agar suka ikut bersamanya,” pikir Kim Niocu yang cerdik. la lalu memanggil semua pembantunya. Tiga regu pengawal dan belasan orang anak buah Pek-Lian-Kauw segera berkumpul menghadap Kim Niocu yang sedang marah itu. “Pek Hwa, engkau dan regumu ikut aku ke kota raja, mengawal enam orang gadis tawanan itu.” “Kami siap melaksanakan perintah, Niocu,” kata Pek Hwa. “Ang Hwa dan Hek Hwa, kalian berdua bersama regu kalian cepat lakukan pengejaran dan pencarian terhadap Bhong Lam dan Ouw Yang Hui. Tangkap Ouw Yang Hui dan bunuh Bhong Lam kalau dia tidak mau menyerah!” “Kami siap, Niocu!” kata gadis baju merah dan gadis baju hitam itu serempak. “O ya, kalau kalian bertemu dengan Wong Sin Cu, tahanan yang lepas itu, usahakan sedapatnya untuk menangkap dia! Kalau kalian tidak berhasil menangkap dia, katakan kepadanya bahwa
1196
kalau dia menghendaki pedangnya kembali, suruh dia menemui aku.” “Baik, Niocu.” “Berangkatlah sekarang juga.” Setelah tiga orang gadis kepala tiga regu pengawal itu mundur untuk membuat persiapan. Kim Niocu lalu memerintahkan belasan orang laki-laki anggauta Pek-Lian-Kauw untuk menjaga gedung. Setelah persiapan selesai, berangkatlah mereka semua. Pagi-pagi sekali mereka menuruni bukit, dua regu Ang Hwa Tok-Tin dan Hek I Kiam-Tin berpencar untuk mencari jejak para pelarian, sedangkan Pek I Hoat-Tin mengawal Kim Niocu dan enam orang tawanan wanita menuju ke kota raja. Kereta itu memasuki pintu gerbang kota raja. Kim Niocu duduk di depan sebagai kusir dan enam orang gadis tawanan itu duduk dalam kereta. Kim Niocu sudah mengatur sedemikian rupa agar ia dan rombongannya tidak menarik perhatian dan kecurigaan. la menyuruh sembilan orang anggauta regu Pek I Hoat-Tin untuk berpencar dan memasuki kota raja tidak secara bersamaan dan juga menutup pakaian putih mereka dengan pakaian biasa. la sendiri mengusiri kereta yang ditumpangi enam orang gadis tawanannya. Ketika beberapa orang perajurit yang bertugas jaga
1197
menghampiri kereta, Kim Niocu cepat menyerahkan sebuah kantung kain kecil kepada kepala regu penjaga dan berkata, “Anak-anak manis ini pesanan beberapa orang pembesar kota raja, harap jangan diganggu dan ini sekedar hadiah dari kami.” Kepala jaga itu menerima dan membuka kantung, melihat gemerlapnya potongan emas dan perak dia tersenyum girang. Apalagi ketika menguak tabir kereta melihat enam orang gadis cantik yang dipesan oleh para pembesar, tentu saja dia tidak berani mengganggu. Dia menutupkan lagi tirai kereta dan mengangguk dengan hormat kepada Kim Niocu, mempersilakan nona cantik itu melanjutkan perjalanan memasuki kota raja. Kereta itu memasuki kota raja dan akhirnya berhenti dan memasuki pekarangan yang luas dari sebuah rumah besar, di sebelah timur Jembatan Rembulan. Rumah ini mempunyaí sebuah toko di samping depan, sebuah toko rempah-rempah yang besar dan lengkap. Itulah rumah Su Kian, atau yang terkenal sebagai Su Wangwe (Hartawan Su), seorang hartawan yang dikenal sebagai seorang dermawan di kota raja, juga seorang yang memiliki hubungan dekat dengan para pembesar, terutama dengan Thaikam Liu Cin. Kim Niocu mengajak enam orang gadis tawanannya memasuki rumah, disambut para pelayan gedung itu dengan ramah dan hormat. Agaknya semua
1198
pelayan mengenal baik gadis ini. Su Kian tidak tampak menyambut di luar rumah. Akan tetapi setelah Kim Niocu berada di dalam, ia disambut dengan sangat hormat oleh Su Kian. Orang yang dikenal sebagai hartawan di kota raja memberi hormat kepada gadis itu seperti menghormati seorang yang berkeduduk tinggi sekali. “Selamat datang, Niocu! Maafkan kalau kami tidak dapat menyambut kedatangan Niocu lebih awal,” kata Su Kian sambil menjura dengan hormat sekali. Dia seorang laki-laki berusia empat puluh lima tahun bertubuh gemuk pendek dan wajahnya ramah dan tampak sebagai seorang yang baik hati dan pandai merendahkan diri seperti biasa seorang penjilat. Akan tetapi sepasang matanya bergerak cerdik sekali. Inilah mata-mata yang amat diandalkan oleh Pek-Lian-Kauw, yang bergerak di kota raja dan mengepalai semua jaringan mata-mata di kota raja dan daerahnya. Tak ada seorangpun yang menyangka bahwa dia adalah mata-mata Pek-Lian-Kauw, karena dalam kehidupannya sehari-hari ia merupakan seorang pedagang yang berhasil dan seorang hartawan yang dermawan, mempunyai hubungan baik dengan Para pembesar. Bahkan di antara para pembesar, hanya Thaikam Liu Cin dan para pembantunya sajalah yang mengetahui bahwa Su Kian sesungguhnya adalah seorang mata-mata Pek-
1199
Lian-Kauw, seorang tokoh Pek-Lian-Kauw yang penting dan juga yang memiliki ilmu silat yang tinggi. “Su Wangwe,” kata Kim Niocu dengan sikap resmi karena di depan enam orang gadis itu, “Harap suruh orang membawa para gadis ini ke dalam dan layani mereka dengan baik.” Su Kian maklum akan maksud Kim Niocu. Dia memanggil pelayan dan enam orang gadis tawanan itu lalu dibawa masuk ke dalarn kamar besar yang berada di sebelah belakang. Setelah itu, barulah Kim Niocu dan Su Kian bicara berdua saja dalam sebuah ruangan tertutup dan Su Kian melaporkan tentang perkembangan di kota raja dan tentang hubungan yang dijalinnya dengan Thaikam Liu Cin. Dia melaporkan pula kepada pembesar-pembesar mana enam orang gadis itu akan diserahkan sebagai “Hadiah” agar dia lebih dapat mempengaruhi mereka. Diam-diam Su Kian mengirim orang kepercayaannya untuk memberi tahu kepada Thaikam Liu Cin tentang kedatangan Kim Niocu dan mengundang pembesar itu untuk mengadakan pertemuan dan perundingan. Thaikam Liu Cin yang tentu saja sangat berhati-hati menjaga diri agar hubungannya dengan Pek-Lian-Kauw tidak ketahuan orang, mengutus Ouw Yang Le dan Giam Tit, kepala pengawal pribadinya
1200
untuk mewakilinya mengadakan perundingan dengan puteri Ketua Umum Pek-Lian-Kauw itu. Agar tidak menarik perhatian orang dan menimbulkan kecurigaan, kedua orang tokoh pembantu Thaikam Liu Cin inipun mengunjungi rumah Su Kian dengan menyamar dan datang di waktu malam gelap. Mereka berdua diterima di rumah hartawan itu dan tak lama kemudian terjadilah perundingan rahasia dalam sebuah ruangan tertutup antara Ouw Yang Lee, Giam Tit dan Kim Niocu, dihadiri pula oleh Su Kian. Setelah menyampaikan salam dari Thaikam Liu Cin kepada Kim Niocu, Ouw Yang Lee lalu berkata, “Kim Niocu, pihak kami telah melaksanakan rencana yang telah kita atur bersama. Dengan menyamar sebagai Hwesio Siauw-Lim-Pai, rekan kami Hek Pek Moko telah berhasil menyerang dan membunuh murid Bu-Tong-Pai dan Kong-Thong-Pai,” Kim Niocu tersenyum mengejek. “Dan engkau mengira bahwa semua itu berhasil mengadu domba mereka? Sama sekali tidak, Paman Ouw Yang Lee. Tidak sampai terjadi bentrokan antara Siauw-Lim-Pai dan Bu-Tong-Pai atau Kong-Thong-Pai. Bahkan mereka bertiga sepakat untuk mencari pembunuh itu. Karena itu, kami telah mengutus orang kami untuk menggunakan ilmu-ilmu Bu-Tong-Pai dan Kong-Thong-Pai untuk membunuh beberapa orang murid Siauw-Lim-Pai. Tentu
1201
permusuhan antara mereka akan meledak dan berkobar.” Ouw Yang Lee dan Giam-Ciangkun (Panglima Giam) mengangguk-angguk dan Ouw Yang Lee bertanya kepada Kim Niocu, “Dan bagaimana dengan puteriku, Niocu? apakah engkau sudah dapat menemukan dan menangkapnya untukku seperti yang kau janjikan?” Mendengar pertanyaan itu yang nadanya menuntut, Kim Niocu mengerutkan alisnya dan sepasang matanya menyinarkan api kemarahan kepada Ouw Yang Lee. “Justeru inilah yang ingin kupertanyakan kepadamu, Paman Ouw Yang Lee. Engkau ini sebetulnya seorang pembantu dan kepercayaan Liu Taijin ataukah seorang pengkhianat yang hendak menentang kami?” Ouw Yang Lee adalah seorang datuk besar, majikan Pulau Naga yang biasa hidup sebagai raja kecil di Pulau yang dikuasainya, maka tentu saja dia memiliki keangkuhan. Kini dia dituduh sebagai seorang pengkhianat, maka tentu saja dia menjadi marah sekali. Wajahnya berubah merah dan dia segera bangkit berdiri dan matanya melotot ketika dia memandang kepada gadis cantik itu. “Kim Niocu! Mentang-mentang engkau puteri Ketua Umum Pek-Lian-Kauw, kau kira boleh menghinaku begitu saja? Apa kau kira
1202
aku takut padamu?” Kim Niocu juga marah dan iapun bangkit berdiri. “Ouw Yang Lee, biarpun engkau berjuluk Tung-Hai-Tok dan menjadi majikan Pulau Naga, akupun sama sekali tidak takut padamu! Kalau kulaporkań kepada Liu Taijin, engkau tentu akan dipecat sebagai seorang pengkhianat dan menerima hukuman,” “Fitnah keji, keparat!” Ouw Yang Lee marah sekali dan diapun sudah menyerang dengan pukulan jarak jauh, menggunakan kedua telapak tangannya mendorong kearah gadis itu dan kedua telapak tangannya berubah merah. Itulah ilmu pukulan Ang-Tok-Ciang (Tangan Racun Merah) yang amat berbahaya dan merupakan serangan maut. Akan tetapi Kim Niocu yang juga sudah marah sekali tidak menjadi gentar, bahkan menyambut pukulan itu dengan kedua tangannya yang didorongkan pula ke depan. “Wuuuuttt dess...!!” Dua tenaga sakti bertemu di udara dan akibatnya, tubuh Kim Niocu bergoyang-goyang akan tetapi tubuh Ouw Yang Lee terdorong sampai empat langkah ke belakang. Dari kenyataan ini saja terbukti bahwa tenaga sakti Kim Niocu masih lebih kuat! Pada saat itu, Giam-Ciangkun dan juga Su-Wangwe sudah melangkah maju melerai.
1203
“Ouw Yang Sicu, harap sabar dulu, Diantara sahabat sendiri tidak perlu berkelahi, kalau ada urusan dirundingkan bersama,” kata Giam Tit, Panglima kepala pengawal pribadi Thaikam Liu Cin, sambil memegang lengan Ouw Yang Lee. Sementara itu, Su Kian juga memberi hormat kepada Kim Niocu dan berkata, “Harap Niocu suka bersabar dan ceritakan dulu apa yang telah terjadi agar Ouw Yang Sicu mengetahui akan kesalahan yang Niocu tuduhkan kepadanya.” Setelah dIbujuk oleh dua orang itu, Ouw Yang Lee dan Kim Niocu lalu duduk kembali. “Paman Ouw Yang Lee, maafkan sikapku tadi. Akan tetapi siapa tidak akan marah kalau dicurangi sekutu sendiri?” kata Kim Niocu. “Ceritakanlah yang jelas mengapa engkau menuduhku seperti itu, Niocu. Aku sama sekali tidak mengerti apa yang kau maksudkan. Aku merasa tidak pernah menentang atau mencurangimu,” kata Ouw Yang Lee yang juga merasa telah terburu nafsu dan membahayakan hubungan rahasia antara Thaikam Liu Cin dan Pek-Lian-Kauw. “Katakan dulu, Paman Ouw Yang Lee Apakah engkau mempunyai seorang murid bernama Tan Song Bu?” tanya Kim Niocu sambil memandang tajam penuh selidik.
1204
“Benar, bahkan dia juga menjadi anak angkatku dan pembantu Liu Taijin. Kenapa dengan dia?” “Seperti direncanakan dahulu, aku mengutus Pangeran Yorgi dan dia berhasil menculik Ouw Yang Hui dari depan Kuil Siauw-Lim-Si. Akan tetapi di tengah perjalanan, Pangeran Yorgi dihadang oleh Tan Song Bu yang membebaskan Ouw Yang Hui. Terjadi perkelahian dan Tan Song Bu nekat menentang Pangeran Yorgi, walaupun tahu bahwa Pangeran Yorgi adalah utusan Pek-Lian-Kauw. Bukankah itu berarti bahwa Tan Song Bu menentang dan mengkhianati persekutuan kita? Dan karena dia itu muridmu, bahkan anak angkatmu, maka anehkah kalau aku kemudian menuduhmu?” Ouw Yang Lee mengerutkan alisnya mukanya menjadi merah sekali. mengepal tinju kanannya dan berkata dengan gemas. “Keparat Song Bu! Kenapa dia melakukan hal itu? Akan tetapi, Niocu, memang dia kusuruh mencari Ouw Yang Hui dan membawanya kępadaku. Mungkin dia tidak percaya kepada Pangeran Yorgi. Akan tetapi, bagaimana selanjutnya? Kalau día berhasil merampas Ouw Yang Hui, seharusnya dia sudah datang ke sini menyerahkan anak itu kepadaku.” Kim Niocu menggeleng kepalanya.
1205
“Walaupun dia mampu menandingi Pangeran Yorgi, akan tetapi dia tidak mampu melawan kecerdikan kami. Ouw Yang Hui tetap dapat kami bawa bersama para gadis lain.” Ouw Yang Lee memandang Kim Niocu dan wajahnya tampak berseri. “Ah, kalau begitu sekarang ia berada di sini bersamamu, Niocu?” Kim Niocu menghela napas panjang. “Sayang sekali, di Bukit Cemara Ouw Yang Hui lolos lagi...!” “Ah, ia lolos lagi? Apakah Song Bu yang murtad itu yang melarikannya?” tanya Ouw Yang Lee tak sabar. “Bukan. Ketika itu, seorang pemuda datang mencoba untuk membebaskannya dan kami berhasil menawan pemuda itu, namanya Wong Sin Cu.” “Ah, Wong Sin Cu? Pemuda itu lihai sekali” kata Ouw Yang Lee, mengenal pemuda yang pernah merampas Ouw Yang Hui dari tangannya dan mengalahkan dia. “Malam itu, pemuda itu dapat meloloskan diri dan bersama dia lolos pula Ouw Yang Hui. Kami sedang berusaha untuk mencari dan mengejarnya.”
1206
“Akan tetapi apa yang terjadi? Ke mana Ouw Yang Hui pergi dan siapa yang meloloskannya?” “Kami belum tahu benar, akan tetapi jangan khawatir, kami paşti akan dapat menemukannya.” Mereka lalu merundingkan kepada siapa saja enam orang gadis tawanan itu diserahkan., Para pejabat yang kebagian hadiah gadis cantik ini adalah mereka yang berkedudukan tinggi dan tentu saja mereka yang tidak menentang kekuasaan Thaikam Liu Cin. Di antara mereka yang menerima seorang gadis cantik adalah Liu Wang, adik dari Thaikam Liu Cin yang menjadi jaksa tinggi di kota raja dan Liu Kui, adik ke dua yang menjadi Panglima pasukan pengawal istana. Setelah kembali ke istana Thaikam Liu Cin, Ouw Yang Lee dan Giam-Ciangkun melaporkan kepada Thaikam itu apa yang mereka telah bicarakan dengan Kim Niocu. Ouw Yang Lee yang ingin sekali mendapatkan kembali Ouw Yang Hui yang ia anggap dan dapat dia manfaatkan dengan baik untuk mencari kedudukan, mengusulkan pada Thaikam Liu Cin bahwa pemuda bernama Wong Sin Cu itu akan menjadi lawan yang berbahaya sekali dan bahwa dia harus menemukan kembali puterinya yang agaknya dilarikan pemuda itu. Maka dia minta ijin kepada Thaikam Liu Cin untuk mencari puterinya dan Wong Sin Cu, dan untuk ini dia minta dibantu oleh Im Yang Tojin. Dia sendiri merasa tidak sanggup
1207
untuk menandingi pemuda itu. Berdua dengan Im Yang Tojin. Ouw Yang Lee lalu mulai mencari puterinya disekitar Bukit Cemara. Ketika dia mendapat keterangan dari penduduk dusun sekitar sungai yang mengalir ke kota raja bahwa ada seorang pemuda dan seorang gadis cantik berperahu ke hilir, ke arah kota raja, Ouw Yang Lee cepat menghubungi segerombolan bajak sungai yang berkuasa di daerah itu. Sebagai seorang datuk para bajak, tentu saja Ouw Yang Lee sangat terkenal diantara para gerombolan penjahat itu. Dengan mudah dia bertemu dengan Ho-Coa-Ong (Raja Ular Sungai) Ci Song, seorang kepala bajak sungai yang lihai dan berkuasa di sepanjang sungai itu. Ketika Ouw Yang Lee minta bantuannya, dengan girang Ci Song lalu mengerahkan belasan orang anak buahnya dan cepat mereka menggunakan lima buah perahu untuk melakukan pengejaran terhadap dua orang muda-mudi itu. Dugaan Ouw Yang Lee yang sudah berpengalaman itu memang tidak terlalu jauh dari kenyataannya. Sepasang orang muda yang dia duga adalah Wong Sin Cu dan Ouw Yang Hui itu sesungguhnya adalah Wong Sin Cu dan Ouw Yang Lan. Seperti kita ketahui, Sin Cu dan Ouw Yang Lan yang mengaku kepada Sin Cu bernama Ciang Lan, meninggalkan Bukit Cemara dan pergi menuju kota raja untuk merampas kembali pedang Pek-Liong-Kiam yang dirampas Kim Niocu dan untuk
1208
mencari Ouw Yang Hui. Biarpun Ciang Lan sama sekali tidak pernah mimpi bahwa sahabat” yang ditawan orang-orang Pek-Lian-Kauw itu adalah wanita, bahkan adik tirinya sendiri, yaitu Ouw Yang Hui, namun ia bertekad membantu Sin Cu untuk merampas kembali pedangnya dan menolong “Sahabatnya” itu. Kesehatan Sin Cu sudah pulih kembali berkat obat-obat yang diberikan Ouw Yang Lan kepadanya. Karena gadis itu mengaku bernama Ciang Lan kepada Sin Cu, maka sebaiknya dalam perjalanan ini kita menyebutnya dengan nama itu. Ketika mereka berdua tiba di lembah sungai, tiba-tiba tampak bayangan banyak orang berkelebatan. Bayangan-bayangan merah dan hitam bermunculan dengan gerakan cepat dan sembilan orang gadis berpakalan merah dan sembilan gadis berpakaian hitam telah mengepung Sin Cu dan Ciang Lan. Mereka itu bukan lain adalah Ang Hwa dan Hek Hwa bersama kedua pasukan mereka, yaitu Ang I Tok-Tin dan Hek I Kiam-Tin. Dua orang pimpinan pasukan pengawal Kim Niocu ini tadinya ketika melihat dari jauh, mengira bahwa pemuda dan gadis itu adalah Wong Sin Cu dan Ouw Yang Hui. Akan tetapi setelah mengepung, mereka melihat bahwa gadis itu bukan Ouw Yang Hui, walaupun ada persamaan pada wajahnya. Dan gadis ini sama sekali bukan
1209
gadis lemah seperti Ouw Yang Hui, melainkan seorang gadis yang galak sekali. “Cu-Ko, jangan khawatir, aku akan melindungimu,” kata Ciang Lan dan ia menghadapi Ang Hwa dan Hek Hwa yang berdiri di depan pasukan masing-masing. Sambil bertolak pinggang dan sikapnya menantang sekali, sama sekali tidak kelihatan gentar walaupun ia dan Sin Cu sudah dikepung delapan belas orang gadis pengawal itu, Ciang Lan menudingkan telunjuk kirinya ke arah muka dua orang pimpinan pasukan itu dan membentak dengan suara nyaring. “Heii! Kalian ini anjing-anjing betina dari mana dan mau apa mengepung kami? Apa kalian sudah bosan hidup dan minta mampus?” Ang Hwa dan Hek Hwa menjadi merah mukanya karena ucapan Ciang Lan itu amat menghina mereka. Akan tetapi Ang Hwa tidak memperdulikannya dan ia berkata kepada Sin Cu yang berdiri di belakang Ciang Lan karena gadis itu tadi sengaja melangkah di depannya untuk melindungi. “Wong Sin Cu, mari ikut dengan kami. Niocu memanggilmu!” Sebelum Sin Cu menjawab, Ciang Lan sudah mendahului dan gadis ini menjadi marah bukan main.
1210
“Kiranya kalian ini anjing-anjing peliharaan perempuan hina, iblis betina tak tahu malu Kim Niocu itu? Hendak memaksa orang menjadi suaminya! Cih, tak tahu malu. Suruh Kim Niocu ke sini, akan kubuntungi kedua tangannya kemudian kupenggal lehernya!” Ang Hwa dan Hek Hwa adalah pembantu-pembantu yang setia dan juga mencinta nona majikannya. Kini mendengar Kim Niocu dimaki habis-habisan, tentu saja mereka menjadi marah. Terutama sekali Hek Hwa yang berwatak keras. la sudah mencabut pedangnya dan membentak. “Perempuan sombong, berani engkau menghina Niocu kami!” Setelah berkata demikian, ia sudah menyerang dengan pedangnya, menusuk ke arah dada Ciang Lan. Akan tetapi dengan mudah Ciang Lan mengelak ke belakang dan begitu tangan kanannya bergerak ia telah mencabut Lo-Thian-Kiam yang beronce merah dari punggungnya. Hek Hwa yang menjadi penasaran karena serangannya pertama kali tadi gagal, sudah menyerang lagi dengan bacokan pedangnya ke arah leher Ciang Lan. Dara perkasa ini menggerakkan pedangnya menangkis. “Tranggg...!!” Hek Hwa juga memiliki sebatang pedang yang baik, maka pedangnya tidak sampai patah, akan tetapi pedang itu tergetar hebat sehingga tangannya yang memegang gagang pedang terasa pedih dan panas. Hek Hwa terhuyung ke belakang.
1211
Melihat kawannya terhuyung, Ang Hwa cepat menerjang maju dan ia menggunakan sehelai saputangan biru dikebutkan ke arah muka Ciang Lan dengan tangan kiri sedangkan tangan kanannya menyusulkan pukulan. Pukulan tangan kanan ini berbahaya sekali karena tangan itu berubah menghitam, tanda bahwa pukulan itu mengandung hawa beracun. Memang inilah keistimewaan Ang Hwa, yaitu menggunakan racun sesuai dengan regu yang dipimpinnya. Yaitu Ang I Tok-Tin (Pasukan Racun Baju Merah)! Akan tetapi, Ciang Lan bersikap waspada karena iapun tahu akan kelihaian orang-orang Pek-Lian-Kauw. Melihat lawan berbaju merah ini mengebutkan sehelai saputangan ke arah mukanya, ia cepat menahan napas dan mengelak ke kiri. Ketika tangan yang berwarna hitam itu menyambar ke arah dadanya, Ciang Lan menggerakkan tangan kiri untuk menangkis sambil mengerahkan sinkang untuk menolak hawa beracun pukulan itu dan pedangnya berkelebat menusuk ke arah leher lawan! “Dukk!” Tangkisan itu membuat tubuh Ang Hwa terdorong ke belakang dan saat itu, sinar pedang Lo-Thian-Kiam menyambar leher. Ang Hwa mengeluarkan teriakan kaget dan cepat melempar tubuh ke belakang. Saat itu, Hek Hwa datang membantu dan ia
1212
menggerakkan pedangnya menangkis pedang Ciang Lan untuk membela rekannya. “Cringggg...!” Bunga api berpijar dan kembali Hek Hwa merasa betapa tangannya tergetar hebat. Ang Hwa juga terkejut sekali karena ia yang tadinya menyerang berbalik menjadi terdesak. la lalu menerjang lagi, kini menggunakan dua batang pisau beracun, mengeroyok Ciang Lan bersama Hek Hwa. Dikeroyok dua, Ciang Lan memperlihatkan kelihaiannya memainkan Lo-Thian Kiam-Sut (Ilmu Pedang Pengacau Langit) sambil diselingi pukulan tangan kiri yang mengeluarkan uap putih karena tangan kirinya itu memainkan Pek-In Ciang-Hoat (Ilmu Silat Awan Putih), kakinya juga kadang menyambar dengan ilmu tendangan Soan-Hong-Tui (Tendanga Angin Badai)! Hebat bukan main sepak terjang gadis ini sehingga kedua orang pengeroyoknya itu menjadi kewalahan. Dua orang itu diam-diam memberi isarat kepada pasukan masing-masing untuk turun tangan melakukan pengeroyokan. Akan tetapi dua regu pasukan yang terdiri dari masing-masing delapan orang itu tidak segera turun tangan membantu pimpinan mereka, bahkan terjadi kekacauan di antara mereka. Apa yang terjadi? Banyak di antara para anak buah dua regu pasukan pengawal berjatuhan.
1213
Ada kerikil-kerikil beterbangan menyambar ke arah mereka dan batu kecil ini tepat mengenai jalan darah sehingga mereka seperti tertotok dan roboh. Hal ini dilakukan oleh Sin Cu. ia ingin membantu Ciang Lan dengan diam-diam, maka melihat betapa Ciang Lan sudah dikeroyok dua dan gadis itu ternyata memang lihai dan mampu menandingi bahkan mendesak dua orang pengeroyoknya yang ahli pedang dan ahli racun. Akan tetapi kalau enam belas orang anak buah dua regu itu ikut mengeroyok, Sin Cu khawatir kalau-kalau Ciang Lan akan celaka. Karena itu, diam-diam dia membantu dan ternyata serangannya dengan kerikil itu membuat dua regu anak buah itu menjadi kacau balau. Mereka menolong kawan yang roboh, akan tetapi kawan lain berjatuhan sehingga mereka tidak sempat membantu Ang Hwa dan Hek Hwa. Ciang Lan tidak melihat bantuan Sin Cu itu. Semua perhatiannya dicurahkan untuk melawan dua orang pengeroyoknya yang cukup lihai. Pedang di tangan gadis ini berkelebatan, sinarnya bergulung-gulung dan dua orang lawannya terus didesak mundur. Ang Hwa dan Hek Hwa berulang kali menengok memandang ke arah regunya yang belum juga bergerak membantu mereka dan akhirnya mereka tahu bahwa anak buah mereka juga sedang kacau dan banyak yang berjatuhan. Melihat ini, kedua orang gadis pimpinan regu itu yang
1214
sudah maklum akan kelihaian Sin Cu menjadi jerih. Mereka dapat menduga bahwa kacaunya anak buah mereka itu tentu karena ulah Sin Cu. Mereka menjadi khawatir. Kalau pemuda itu turun tangan, bukan tidak mungkin mereka semua akan roboh dan mungkin mereka semua akan dIbunuh gadis yang galak dan ganas ini. Ang Hwa bersuit nyaring dan ia membanting sesuatu ke atas tanah, “Darrr...” terdengar ledakan dan asap hitam tebal memenuhi tempat itu. “Lan-moi, cepat mundur...!” Sin Cu berseru, khawatir kalau-kalau asap hitam beracun. Tanpa diperingatkan pun Ciang Lan sudah menduga demikian dan ia melompat jauh ke belakang menghindarkan diri dari asap hitam. Sin Cu juga melompat dekat Ciang Lan dan pada saat itu, dari dalam asap tebal terdengar suara Ang Hwa. “Wong Sin Cu, kalau engkau ingin mendapatkan kembali pedangmu, temuilah Niocu kami!” “la berada di mana?” teriak Sin Cu, akan tapi tidak ada jawaban. “Heii..., katakan di mana adanya pelacur Kim Niocu itu!” bentak Ciang Lan. Akan tetapi tetap saja sunyi. Sin Cu dan Ciang lan lalu menggunakan hawa pukulan mereka yang menyambar-nyambar
1215
ke depan, membuyarkan asap hitam tebal itu. Akan tetapi setelah asap itu membubung dan menghilang, tidak tampak seorangpun anak buah regu berpakaian merah dan hitam itu. Ouw Yang Lan atau Ciang Lan membanting-banting kaki kanannya dengan gemas. “Sialan” gerutunya. “Sayang mereka semua lolos! Kalau saja aku tadi dapat menangkap seorang di antara mereka, tentu akan dapat kupaksa ia mengaku di mana adanya perempuan cabul itu!” “Sudahlah, Lan-moi. Masih untung bahwa kita dapat lolos dari bahaya. Mereka itu memang lihai dan berbahąya sekali.” “Huh, lihai apanya? Aku akan mampu merobohkan mereka semua. Kalau saja mereka tidak curang mempergunakan alat peledak tadi, mereka semua tentu sudah kubunuh. Jangan khawatir, Cu-Ko, aku akan melindungimu!” kata Ciang Lan dengan sungguh-sungguh dan sikapnya gagah sekali. Sin Cu merasa kagum, berterima kasih dan juga diam-diam hatinya merasa khawatir. Gadis ini baru saja bertemu dan berkenalan dengan dia akan tetapi telah menolongnya, mengobatinya dan sekarang demikian sungguh-sungguh hendak membelanya! Hal ini hanya satu jawabannya, yakni cinta. Gadis ini jatuh cinta
1216
kepadaku, maka siap untuk membelanya mati-matian. Keadaan inilah yang dikhawatirkan Sin Cu. Dia tidak menghendaki wanita manapun mencintanya, kecuali Ouw Yang Hui, kekasih dan tunangannya. Dan rasanya juga tidak mungkin bagi dia untuk jatuh cinta kepada wanita lain seperti cintanya kepada Ouw Yang Hui. “Lan-moi, walaupun kita tidak mendapat keterangan di mana adanya Kim Niocu, aku mempunyai dugaan bahwa wanita itu tentu pergi ke kota raja. Aku akan mencarinya ke sana.” Dalam hatinya, Sin Cu memang menduga demikian. Melihat tanda-tandanya, Kim Niocu itu tokoh Pek-Lian-Kauw tentu memiliki hubungan dengan Ouw Yang Lee dan kawan-kawannya, termasuk Hek Pek Moko yang dia sangka menyamar orang-orang Siauw-Lim-Pai melakukan pembunuhan terhadap murid Bu-Tong-Pai dan Kong-Thong-Pai. Karena itu, besar kemungkinan Kim Niocu memiliki hubungan dengan para datuk sesat itu yang berada di kota raja dan kemungkinan besar mereka itu yang membuat pergolakan di kota raja. Bukankah Pangeran Ceng Sin nyaris dIbunuh Im Yang Tojin dan kawan-kawannya dan mereka itu besar kemungkinan disuruh oleh Thaikam Liu Cin? Kemudian Panglima Kwee Liang sekeluarga juga dIbunuh oleh Hek Pek Moko dan melihat surat yang ditemukan bersama pedang Pek-Liong-Kiam, jelas bahwa
1217
Pek Moko tentu menjadi kaki tangan Thaikam Liu Cin pula. Kemudian Ouw Yang Lee dan Cui-Beng Kui-Bo berusaha membunuh Gan Hok San dan merampas Ouw Yang Hui. Maka diculiknya Ouwyang Hui oleh Kim Niocu jelas ada hubunganya pula dengan Thaikan Liu Cin. Ini yang membuat Sin Cu mengambil keputusan untuk melakukan pengejaran terhadap Kim Niocu ke kota raja. “Lihat, Cu-Ko. Ada orang mengantar perahu untuk kita!” Tiba-tiba Ciang Lan berseru. Sin Cu menoleh ke arah yang ditunjuk gadis itu dan dia melihat seorang laki-laki berusia enam puluhan tahun sedang mendayung sebatang perahu kecil. Melihat di perahu itu terdapat jala ikan, Ia menduga bahwa kakek itu tentu seorang nelayan. “Perahu? Diantar untuk kita bagaimana maksudmu? Kita tidak membutuhkan atau memesan perahu,” kata Sin Cu heran. Akan tetapi Ciang Lan sudah menggapai dan berseru kepada nelayan itu, “Paman, ke sinilah. Aku ada keperluan penting, hendak kubicarakan dengan Paman!” Biarpun merasa heran, akan tetapi karena yang memanggil seorang gadis cantik, nelayan itu tidak takut atau curiga. Dia mendayung perahunya ke pinggir, lalu naik
1218
ke darat sambil membawa tali yang diikatkan pada perahu. Dia mengikatkan ujung tali pada batang pohon yang tumbuh di tepi sungai, lalu menghadapi Ciang Lan. “Nona menanggil saya? Ada keperluan apakah, nona?” tanya nelayan bertubuh kurus berkulit kehitaman terbakar panasnya matahari setiap hari. “Paman, kami memerlukan perahumu. Serahkan perahumu kepada kami!” kata Ciang Lan, suaranya menekan dan memerintah. “Lan-moi, jangan...!” Sin Cu berkata, nadanya mencela. Ciang Lan menoleh, memandang Sin Cu dan bibirnya yang manis mencibir, “Cu-Ko, jangan ikut-ikut, ini urusanku!” Kemudian ia memandang lagi kepada nelayan itu yang kelihatan kaget dan bingung. “Bagaimana, Paman? Boleh atau tidak perahumu ini kuminta?” Nelayan itu mengangkat kedua tangan dan menggeleng kepalanya. “Akan tetapi nona, Perahu ini merupakan alat mencari nafkah sehari-hari untuk menghidupi keluargaku!”
1219
“Hemm, kami memerlukannya. Boleh atau tidak, engkau harus menyerahkannya kepadaku!” “Lan-moi” Sin Cu menegur. “Diamlah, Cu-Ko, kau dengar dan lihat saja!” Ciang Lan balas menegur, kemudian menghadapi nelayan dan bertanya, “Bagaimana, Paman?” “Maaf... nona...” “Katakan, berapa banyak engkau harus mengeluarkan uang untuk membeli atau membuat sebuah perahu buruk seperti ini?” “Kurang lebih sepuluh tail perak, nona!” Ciang Lan merogoh buntalannya dan mengeluarkan empat potong perak. “Nih, dua puluh tail untukmu. Bolehkah sekarang aku mengambil perahumu?” Mata nelayan itu terbelalak memandang empat potong perak yang berkilauan di kedua telapak tangannya, dan dia tertegun seolah tidak percaya akan apa yang dilihatnya. Dia seperti lupa kepada gadis yang berdiri di depannya sambil tersenyum. “Eh, bagaimana, Paman? Engkau mau menyerahkan perahumu kepadaku atau tidak?” Ciang Lan mendesak.
1220
“Eh..., ohh... mau... mau boleh sekali, nona. Boleh kau ambil perahu itu dan eh... terima kasih banyak, nona.” Ciang Lan menoleh kepada Sin Cu sambil tersenyum. “Nah, mari, Cu-Ko, kita naik perahu kita.” Gadis itu memegang tangan Sin Cu dan ditariknya untuk naik perahu. Sin Cu yang masih tercengang menurut saja, menuruni lereng tepian sungai dan melangkah ke dalam perahu, Ciang Lan melepaskan tali perahu dari batang pohon, lalu diapun turun dan melangkah ke dalam perahu kecil. Diambilnya jala ikan dari dalam perahu dan dilemparkannya ke arah nelayan itu. “Nih, terimalah jalamu, Paman!” kata Ciang Lan. Nelayan itu tersenyum girang. Dia mengira bahwa uang itu untuk membeli perahu berikut jalanya. Ternyata jalanya dikembalikan kepadanya. “Ah, terima kasih, nona, terima kasih!” katanya gembira. Dia merasa mendapatkan untung dua kali, Ciang Lan memegang dayung perahu itu untuk mengemudikan perahu yang meluncur terbawa arus air. “Lan-moi, berikan dayung itu kepadaku, biar aku yang mengendalikan perahu,” kata Sin Cu, dan tanpa berkata sesuatu Ciang Lan menyerahkan dayungnya kepada Sin Cu yang tentu
1221
saja lebih pandai mengemudikan perahu karena dia memang mahir dengan segala macam permainan di air. “Lan-moi, kenapa engkau melakukan ini?” “Melakukan apa?” “Membeli perahu ini.” “Bukankah kita hendak pergi ke kota raja, Cu-Ko? Aku tahu bahwa sungai ini mengalir ke kota raja, maka aku membeli perahu ini.” “Kita dapat berjalan kaki, Lan-moi.” “Berjalan kaki? Cu-Ko, bukankah engkau bilang hendak melakukan pengejaran kepada perempuan hina Kim Niocu itu.? Kalau berjalan kaki, mana mungkin bisa menyusulnya? Dengan perahu tentu akan lebih cepat, apa lagi ke hilir.” “Akan tetapi engkau mengeluarkan banyak uang, Lan-moi. Pada hal ini untuk keperluanku.” “Kalau tidak mengeluarkan uang untuk membelinya, habis apakah aku harus merampoknya seperti yang kau sangka tadi?” “Lan-moi...”
1222
“Sudahlah, Cu-Ko. Apa engkau kira aku tidak tahu bahwa tadi engkau mengira aku hendak merampas perahu nelayan itu? Apa kau kira aku ini orang jahat yang suka merampok orang? Hendak kau samakan aku dengan para wanita Pek-Lian-Kauw itu?” “Ah, tidak, Lan-moi. Hanya aku heran karena melihat sikapmu yang keras tadi.” Sin Cu merasa tidak enak untuk melanjutkan kata-katanya. Bagaimanapun juga, dugaan gadis itu memang benar. Tadi memang dia mengira bahwa Ciang Lan hendak merampas perahu itu dengan kekerasan. Dia lalu mencurahkan perhatiannya kepada dayungnya, untuk mengendalikan perahu dan juga untuk membantu kecepatan luncurnya perahu yang terbawa arus air sungai. “Cu Ko...” “Hemm? Ada apakah, Lan-moi?” Sin Cu menoleh. Melihat pandang mata gadis itu yang menatapnya penuh selidik, dia memandang ke air kembali, ke depan perahu menjaga agar perahu itu jangan sampai menabrak batu yang menonjol di permukaan air atau kayu besar yang hanyut di situ. “Cu-Ko, engkau tentu menganggap aku seorang gadis yang kasar, bukan? Engkau lebih senang dengan gadis yang lebih lembut
1223
sikapnya?” Pertanyaan itu begitu jujur, dan memang pada saat itu Sin Cu sedang teringat kepada Ouw Yang Hui yang watak dan sikapnya halus lembut. “Ah, tidak, Lan-moi. Aku bagiku sama saja. Engkau tidak kasar, melainkan jujur dan terbuka.” Wajah yang cantik itu berseri dan sepasang mata itu bersinar-sinar, bibirnya tersenyum lebar dan jelas tampak bahw ia girang sekali mendengar ucapan Sin Cu itu. “Benarkah itu, Cu-Ko? Engkau... engkau suka padaku?” Wajah Sin Cu menjadi kemerahan. Dia menjadi serba salah. Tentu saja dia kagum kepada dara perkasa yang pemberani, berwatak gagah dan jujur ini. Akan tetapi mengatakan suka dapat diartikan bahwa dia mencintanya, Pada hal dia dapat menduga bahwa gadis ini mencinta dia. “Aku kagum kepadamu, Lan-moi, engkau seorang gadis yang baik budi, gagah perkasa dan jujur.” “Dan engkau sederhana, lembut dan aku suka padamu, Cu-Ko,” kata gadis itu dengan terang-terangan. Tiba-tiba Sin Cu berbisik, “Sssst, ada lima buah perahu di sana. Agaknya mereka mengejar kita.” Ciang Lan menoleh ke belakang dan ia melihat lima buah perahu bercat hitam mengejar dari belakang. Di setiap perahu
1224
terdapat empat orang sehingga jumlah mereka ada dua puluh orang. Tiap perahu didayung dua orang dan mereka agaknya berusaha untuk mengejar perahunya yang dikemudikan oleh Sin Cu. Agaknya mereka orang-orang Pek-Lian-Kauw yang mengejar kita,” kata Sin Cu. “Hentikan perahunya, Cu-Ko, Jangan takut, aku akan membunuh mereka semua!” seru Ciang Lan sambil mencabut pedangnya dan berdiri di belakang perahu dengan sikap gagah. Sin Cu hendak mempercepat lajunya perahu, akan tetapi perahu itu kecil dan ringan, kalau terlalu banyak menggunakan tenaga, perahu itu dapat oleng dan ada bahayanya terbalik. Maka, tak lama kemudian, lima buah perahu itu sudah dapat menyusul. Dua buah perahu di samping kiri dan tiga buah perahu di samping kanan. Setelah perahu-perahu itu dekat, Ciang Lan atau Ouw Yang Lan melihat bahwa Ayah kandungnya, Ouw Yang Lee, juga berada di atas sebuah di antara lima buah perahu itu. la marah sekali. “Manusia berhati iblis!” bentaknya marah. Akan tetapi dari kanan kiri, beberapa orang anak buah bajak sungai sudah menggerakkan perahu mendekat dan banyak tangan dijulurkan dan mereka yang telah mendapat perintah untuk menangkap Ouw Yang Lan hidup-hidup sudah berlumba untuk menangkapnya. Ouw Yang Lan yang sudah marah sekali mengelebatkan pedangnya sambil memutar
1225
tubuhnya. Terdengar jerit-jerit kesakitan dan darah keluar dari luka di tangan beberapa orang anak buah bajak. Lima buah perahu itu rnakin mendekat dan terdengar seruan Ouw Yang Lee. “Tangkap gadis itu hidup-hidup!” Datuk itu memang ingin menangkap puterinya yang kini telah menjadi seorang gadis cantik jelita yang memiliki ilmu kepandaian tinggi. Dia tentu akan dapat memanfaatkan anaknya itu. Kini semakin banyak bajak yang berlumba untuk dapat menerkam dan membekuk gadis cantik itu. Akan tetapi, pedang di tangan Ouw Yang Lan bergerak cepat, berubah menjadi gulungan sinar menyambar-nyambar dan semakin banyak anak buah bajak yang terluka lengan atau pundaknya. “Mundur...,!” Tiba tiba Hek Coa Ong kepala gerombolan bajak itu memberi aba aba dan para anak buahnya segera mendayung perahu mereka menjauhi perahu Ouw Yang Lan. Setelah agak jauh dari perahu Ouw Yang Lan, kepala bajak itu memberi aba aba lagi dan dia sendiri meloncat ke dalam air. Tujuh orang anak buah bajak juga berlompatan masuk ke dalam air. Delapan orang itu menyelam dan berenang ke arah perahu yang ditumpangi Ouw Yang Lan dan Sin Cu. Tiba-tiba perahu kecil itu bergoyang keras karena ditarik dan digoyang dari bawah oleh
1226
delapan orang bajak itu! Ouw Yang Lan mempertahankan diri, siap menyerang dengan pedangnya kalau ada bajak muncul di permukaan air dekat perahu. la tidak dapat melompat ke perahu lain yang sudah menjauhkan diri. Melompat ke daratan pun tak mungkin karena jaraknya terlampau jauh. la mencoba untuk menebas-nebaskan pedangnya di pinggir perahu, akan tetapi tidak dapat mengenai para bajak yang menyelam di bawah perahu. Tiba-tiba perahu itu terguling dan membalik! “Byuurrrr...!” Tak dapat dihindarkan lagi tubuh Ouw Yang Lan dan Sin Cu terjatuh ke dalam air. Sejak ia kecil sampai berusia delapan tahun Ouw Yang Lan tinggal di Pulau Naga yang dikelilingi air laut. Tentu saja ia sudah terbiasa bermain di air dan pandai berenang. Pedangnya masih berada di tangannya. la mencari-cari dengan pandang matanya dan merasa khawatir sekali karena tidak melihat Sin Cu! Pada hal ia melihat tadi betapa Sin Cu juga terlempar ke dalam air. la melihat dua orang bajak berenang dengan cepat ke arahnya. Setelah dekat, dua orang itu hendak meraih dan menangkapnya. Ouw Yang Lan memutar tubuh, menggerakkan pedangnya dan seorang dari mereka menjerit, darah mengucur dari luka di pundaknya. Yang seorang lenyap. Tiba-tiba Ouw Yang Lan terkejut sekali karena ada tangan menangkap kaki kirinya dan menarik
1227
tubuhnya ke bawah! Kiranya bajak kedua tadi menyelam dan menyerangnya dari bawah. la meronta dan menarik kakinya, akan tetapi ia hanya pandai berenang, tidak pandai bermain dalam air. Ouw Yang Lan meronta-ronta, sudah ada air memasuki perutnya. Tiba-tiba tangan yang memegang kakinya terlepas dan ada tangan lain memegang lengannya menariknya ke atas. Setelah muncul di permukaan air dengan terengah-engah dia terbatuk-batuk, baru Ouw Yang lan melihat bahwa yang menariknya ke atas itu adalah Sin Cu! Pada saat itu, lima orang anak buah bajak berenang cepat sekali ke arah mereka. Para bajak sungai itu tentu saja mahir berenang. Melihat ini, Sin Cu mendorong pundak Ouw Yang Lan sehingga tubuh gadis itu meluncur ke samping. “Lan-moi, cepat berenang ke tepi!” kata Sin Cu dan dia sendiri lalu berenang menyambut lima orang bajak itu. Ouw Yang Lan terkejut dan kagum. Kiranya Sin Cu pandai sekali bermain di air, dapat berenang seperti ikan cepatnya. la maklum bahwa di dalam air, ia tidak berdaya melawan para bajak, maka ia menurut desakan Sin Cu tadi, berenang secepatnya ke arah tepi sungai. Setelah ia melompat ke darat, ia cepat memandang ke tengah sungai. Dan ia menjadi semakin kagum. Sin Cu menerjang lima orang bajak itu bagaikan seekor ikan hiu menyergap sekelompok ikan yang
1228
menjadi mangsanya. Lima orang bajak itu berusaha untuk menyerang Sin Cu, akan tetapi Sin Cu dapat bergerak dengan tangkas dan cepat sekali. Tubuhnya menyelam dengan cepat lalu muncul dipermukaan sebelah belakang lima orang itu. Ketika bajak-bajak itu membalikan tubuh, Sin Cu membagi-bagi tamparan. Para bajak itu mengaduh-aduh dan berenang menjauh, takut melawan karena tamparan satu kali itu saja sudah cukup membuat mereka hampir pingsan, Mendadak ada serangan yang amat dahsyat dari arah kanan Sin Cu. Sin Cu yang pernah digembleng oleh Can Kui dalam ilmu bermain dalan air, tahu bahwa serangan yang hebat mengancamnya dari arah kanan bawah permukaan air. Cepat ia berusaha untuk membuang tubuhnya ke kiri dan berjungir balik menyelam, Sebatang tombak muncul keluar dari permukaan air setelah luput mengenai tubuh Sin Cu. Penyerang itu bukan lain adalah Ho-Coa-Ong Ci Song (Raja Ular Sungai)! Tentu saja sebagai kepala bajak sungai dan sesuai dengan julukannya “Raja Ular Sungai” Ci Song adalah seorang ahli bermain dalam air. Dia bersenjata tombak pula. Dengan tombaknya itu, Ci Song dapat menangkap ikan dalam air. Akan tetapi kini dia bertemu tanding yang berat. Gerakan Sin Cu demikian lincah dan cepat sehingga serangan tusukan tombaknya yang bertubi-tubi itu tak pernah
1229
mampu menyentuh tubuh Sin Cu. Pemuda itu bergerak cepat bukan main, Tiada ubahnya seperti seekor ikan hiu! Ouw Yang Lan berdiri di tepi sungai dan menonton dengan mata terbelalak, kagum dan juga khawatir. Dia melihat betapa Sin Cu dihujani serangan oleh kepala bajak sungai yang berkepala botak itu. Tubuh si botak yang tinggi kurus itu bergerak lincah seperti seekor ular sungai, kadang menyelam, kadang meluncur di permukaan air. Akan tetapi Ouw Yang Lan melihat betapa gerakan Sin Cu lebih hebat lagi. Pemuda itu kadang menghilang dan tahu-tahu muncul di belakang lawan. “Mampus kau...!” Ci Song yang sudah menjadi penasaran dan marah sekali membalikkan tubuh menusuk dengan tombaknya ke arah dada Sin Cu yang muncul di permukaan air. Sin Cu sekali ini tidak mengelak jauh atau menyelam. Ketika tombak mendekati dadanya, dia hanya miringkan tubuh dan membuka lengan kanannya. Tombak meluncur dekat dengan dada kanan dan lengan kanan Sin Cu turun menjepit tombak itu dengan dadanya. Ci Song terkejut, berusaha menarik tombanya, akan tetapi tombak tidak dapat terlepas dari jepitan lengan Sin Cu. Selagi mereka bersitegang, tiba-tiba kaki kiri Sin Cu mencuat dan menendang perut lawan. Tubuh Ho-Coa-Ong Ci Song terpental dan tombaknya
1230
terlepas dari jepitan dan dia terengah-engah, agaknya kesakitan oleh tendangan yang mengenai perutnya tadi. Sin Cu juga melihat dan mengenal Ouw Yang Lee dan Im Yang Tojin yang berada diatas sebuah perahu. Dia mengkhawatirkan keselamatan Ciang Lan karena maklum betapa lihainya Ouw Yang Lee dan Im Yan Tojin. Maka dia tidak memperdulikan lagi kepada Ci Song yang marah sekali dan yang mulai berenang mengejarnya. Namun, dalam lumba renang menuju tepi sungai inipun Ci Song masih kalah jauh dan Sin Cu lebih dulu tiba di darat. Pemuda ini kagum melihat Ciang Lan berdiri di tepi sungai dengan pedang di tangan, siap menghadapi lawan. Rambutnya basah, pakaiannya basah kuyup, sehingga pakaian itu menempel ketat di tubuhnya, membuat lekuk lengkung tubuh itu tampak menonjol jelas. Gadis itu memandang kepadanya dengan kagum. “Ilmu renangmu hebat sekali, Cu-Ko!” katanya dan ketika melihat kepala bajak yang membawa tombak itupun sudah mendekati tepi sungai, ia berkata lagi. “Jangan khawatir, Cu-Ko. Kalau di darat, akulah yang akan menghajar mereka. Biar aku hadapi anjing ini!” Ho-Coa-Ong Ci Song sudah melompat ke darat. Dia seorang yang bertubuh tinggi kurus, berwajah tikus dengan kepala botak, kesannya tidak
1231
menyeramkan sebagai kepala bajak, melainkan lucu sehingga tidak aneh kalau Ouw Yang Lan yang berwatak lincah gembira itu tertawa geli melihatnya. “Hi-hi-hik, lucunya! Cu-Ko, kau lihat, dia ini seperti seekor tikus botak tercebur minyak. Bawa-bawa tombak lagi, hi... hik, lucu sekali!” kata Ouw Yang Lan sambil terkekeh geli. Sin Cu mau tidak mau tersenyum. Gadis ini sungguh tabah luar biasa, padahal ada bahaya besar mengancamnya. Ci Song menjadi marah bukan main. Dia meloncat-loncat dan mencak-mencak. “Keparat! Aku adalah Ho-Coa-Ong Ci Song yang merajai daerah sungai ini dan kalian berani menghinaku? Nyawa kalian telah berada di ujung tombakku! Hayo kalian berlutut dan menyerah sebelum aku menjadi marah dan mata gelap lalu membunuhmu!” “Hi-hik, tikus comberan! Engkaulah yang akan mampus, karena engkau. menjemukan!” kata Ouw Yang Lan dan ia sudah menerjang ke depan, mengelebatkan pedangnya sambil membentak, “Lihat pedangku!” Ci Song melihat teman-temannya juga sudah, mulai mendarat dan dia hendak berlagak gagah. Dia melompat ke
1232
belakang menghindarkan diri dari serangan pedang Ouw Yang Lan. Lalu berkata dengan sikap dan suara dibikin gagah. “Nona, aku Ho-Coa-Ong Ci Song adalah seorang laki-laki sejati, seorang jantan yang gagah perkasa dan tidak ingin menghina seorang wanita muda! Aku ingin bertanding dengan pemuda itu yang sudah berani menghinaku!” Dia menudingkan tombaknya ke arah Sin Cu. Biarpun dia harus mengakui bahwa tadi ketika bertanding di air dia tidak mampu mengalahkan pemuda itu, namun dia yakin bahwa hal itu karena pemuda itu lihai bukan main ilmunya dalam air. Akan tetapi dia memiliki ilmu tombak yang lihai, dan kalau bertanding di darat dia yakin akan mampu mengalahkan pemuda itu. Akan tetapi Ouw Yang Lan menudingkan pedangnya ke arah hidung orang itu. “Jangan banyak alasan kosong Kalau engkau tidak berani melawan aku, hayo berlutut delapan kali minta ampun dan benturkan kepala botakmu ke atas tanah sampai berdarah, baru aku mau mengampunimu!” Sepasang mata yang sipit itu dibelalakkan, muka yang tadinya agak pucat itu menjadi merah sekali. Kemarahan sudah menjalar naik ke kepala Ho-Coa-Ong Ci Song dan sambil berteriak nyaring dia sudah berlari maju sambil menggerakkan tombaknya, langsung saja menyerang Ouw Yang Lan dengan. tusukan kuat ke arah dadanya.
1233
“Haaiiiittt...!” Tombak meluncur dengan cepat sekali dan Ouw Yang Lan dapat melihat bahwa gerakan orang itu cukup gesit dan ujung tombak yang bergetar itu menunjukkan bahwa tenaga si botak itupun cukup kuat. “Eiittt...” Ouw Yang Lan mengelak dan tombak itu meluncur di samping tubuhnya. Akan tetapi dengan cepat sekali Ci Song sudah memutar tombaknya dan kini tombak itu menghantam ke arah kepala gadis itu. Ouw Yang Lan menggerakkan pedangnya menangkis. “Tranggg...!” Bunga api berpijar ketika mata tombak bertemu pedang dan keduanya terdorong ke belakang. Ouw Yang Lan mundur dua langkah dan Ci Song mundur tiga langkah, membuktikan bahwa bagaimanapun juga, Ouw Yang Lan masih menang kuat. Akan tetapi gadis ini berhati-hati karena harus diakui bahwa kepala bajak ini memiliki ilmu silat yang cukup lihai. Tentu saja Ci Song merasa malu kalau sampai kalah oleh seorang gadis muda, lagi di depan banyak orang, di depan anak buahnya dan terutama sekali di depan Tung-Hai-Tok Ouw Yang Lee dan Im Yang Tojin. Maka dia segera memutar tombaknya dan menyerang dengan dahsyat, mengeluarkan semua ilmu tombaknya yang paling lihai dan
1234
mengerahkan seluruh tenaganya. Akan tetapi yang dihadapinya bukan gadis sembarangan. Sejak kecil Ouw Yang Lan telah digembleng ilmu silat oleh datuk-datuk yang lihai. Pertama, sebagai dasar, dara ini dilatih oleh Ouw Yang Lee, kemudian sejak berusia delapan tahun sampai dewasa ia digembleng oleh Ayah tirinya, Thai-Lek-Kui Ciang Sek yang menyayangnya. Maka ia telah menguasai ilmu silat yang tinggi dan memiliki tenaga sinkang yang amat kuat. Kini ia memainkan pedangnya dengan ilmu pedang Lo-Thian Kiam-Sut yang merupakan ilmu pedang andalan Ayah tirinya. Pedangnya lenyap bentuknya, berubah menjadi sinar bergulung-gulung sehingga Ci Song merasa terkejut sekali. Dia berusaha mempertahankan diri sekuat tenaga, akan tetapi lewat tiga puluh jurus, pandang matanya mulai bekunang-kunang. Gerakan pedang itu sedemikian cepatnya sehingga Ci Song kini hanya mampu melindungi dirinya saja dengan cara memutar tombaknya, hanya dapat menangkis tanpa dapat membalas serangan Ouw Yang Lan. Akan tetapi pertahanannya masih cukup kuat dan rapat sehingga pedang dara perkasa itu belum dapat melukainya. Ouw Yang Lan menjadi penasaran sekali. “Hyaaaaaattt...!” Pedangnya meluncur, menusuk ke arah leher lawan. Ci Song menggerakkan tombaknya menangkis.
1235
“Takkk...!” Ouw Yang Lan menggunakan sinkang sehingga timbul tenaga yang menempel melalui pedangnya. Tombak itu melekat pada pedang dan selagi Ci Song yang terkejut itu berusaha untuk melepaskan tombaknya dari lekatan pedang, kaki Ouw Yang Lan sudah mencuat dengan kecepatan kilat. Itulah satu jurus dari ilmu tendangan Soan-Hong-Twi. Kaki kiri yang yang kecil itu mencuat ke atas. “Bukkk...!” Dada Ci Song disambar kaki dengan kuat sekali. Tubuh si botak tinggi kurus itu terpental sampai tiga meter dan jatuh terbanting dengan keras. Karena jatuhnya menelungkup, maka muka dan perutnya menimpa tanah dengan keras dan dia tak mampu bangkit lagi, setengah pingsan dan harus ditolong bangkit dan dipapah anak buahnya. Kini Ouw Yang Lee dan Im Yang Tojin yang tadi hanya menonton saja pertandingan antara Ouw Yang Lan dan Ho-coa ong Ci Song itu melangkah maju mengdapi Ouw Yang Lan. “Lan-ji (Anak Lan), sudahlah jangan menentang kami. Mengingat bahwa bagaimanapun engkau adalah anak kandungku, biarlah kumaafkan engkau dan mulai sekarang engkau berdiri dipihakku, membantu Ayahmu sebagai seorang anak yang berbakti dan baik.” Ucapan Ouw Yang lee ini tentu saja amat mengejutkan hati Sin Cu. Gadis yang bernama Ciang Lan itu anak kandung Ouw Yang Lee?
1236
Jadi kalau begitu ia saudara Ouw Yang Hui? Pantas saja ada kemiripan dengan tunangannya itu. Akan tetapi Ouw Yang Lan menghadapi Ayah kandungnya dengan tangan kiri bertolak pinggang, pedang di depan dada dan matanya mencorong penuh kemarahan. “Ouw Yang Lee! Jangan sebut aku anak Lan. Aku bukan anakmu lagi dan engkau bukan Ayahku!” kata Ouw Yang Lan galak. “Hemm, namamu Ouw Yang Lan. Siapa lagi Ayah kandungmu kalau bukan aku Ouw Yang Lee? Engkau hendak menyangkal Ayah kandungmu sendiri?” kata Ouw Yang Lee marah. Ouw Yang Lan menudingkan pedangnya ke arah muka Ayah kandungnya itu. “Tidak sudi aku mempunyai seorang Ayah yang amat jahat! Engkau hendak membunuh isteri-isterimu sendiri, hendak membunuh anak-anakmu! Engkau hendak membunuh Ayah Ciang Sek yang begitu baik telah menolong aku dan Ibu. Engkau bahkan merendahkan diri menjadi antek Thaikam Liu Cin yang jahat. Aku akan membunuhmu!” “Siancai... Ouw Yang Sicu, kenapa anak begini dikasih hati? Anak yang durhaka kepada Ayahnya lebih jahat daripada seorang
1237
musuh yang kejam!” kata Im Yang To-jin. “Biar pinto yang menghajarnya untukmu !” “Totiang, jangan ikut campur! Kalau dia harus mati, biar aku sendiri yang akan membunuhnya!” bentak Ouw Yang Lee yang sudah menjadi marah sekali mendengar ucapan anaknya yang amat menghinanya tadi. “Bagus! Engkau atau aku yang akan mati! Lebih baik mati daripada menjadi anak manusia iblis seperti engkau dan nama ikut tercemar menjadi busuk!” “Anak durhaka!” Ouw Yang Lee marah sekali. Semenjak mengabdikan diri kepada Thaikam Liu Cin di kota raja, datuk ini tidak pernah lagi menbawa senjatanya yang terkenal, yaitu sebatang dayung baja. Kini dia mencabut pedangnya karena dia sudah tahu bahwa puterinya ini telah digembleng oleh Thai-Lek-Kui Ciang Sek yang menjadi Ayah tiri anak itu dan telah menjadi seorang gadis yang lihai. Bahkan dia pernah bertanding melawan Ouw Yang Lan, akan tetapi ketika itu gadis ini dibantu oleh Gu Tian, sute dari Ciang Sek, sehingga dia kalah dan terpaksa melarikan diri. Kini gadis itu maju seorang diri melawannya dan dia merasa yakin akan dapat
1238
membunuh anak ini. Akan tetapi Ouw Yang Lan juga sudah marah sekali. la membenci Ayah kandung ini setelah mendengar dari Song Bu tentang Ayahnya itu. Ayahnya itu jahat sekali, berusaha membunuh Ouw Yang Hui kemudian berusaha pula membunuh Ibu Sim Kui Hwa dan juga hendak membunuh Ibunya dan Ayah tirinya yang baik. Dan Ayahnya juga menjadi kaki tangan Thaikam Liu Cin untuk membunuh orang-orang yang tidak berdosa di kota raja. Kini, tanpa banyak cakap lagi ia mendahului, menerjang Ayahnya dan mengirim serangan maut dengan pedangnya. “Singgg... tranggg...!” Ouw Yang Lee menangkis dan dua batang pedang bertemu mengakibatkan gadis itu terhuyung ke belakang, akan tetapi Ouw Yang Lee juga merasa lengannya tergetar dan dia mundur dua langkah. Namun Ouw Yang Lan tidak menjadi jerih bahkan dengan semangat berkobar ia menerjang lagi dan mengirim serangan bertubi-tubi. Serangan gadis itu cukup berbahaya, maka Ouw Yang Lee lalu menggerakkan pedangnya, menangkis dan balas menyerang. Terjadilah perkelahian yang sengit dan mati-matian antara Ayah dan anak kandung itu. Im Yang Tojin tidak mau mencampuri perkelahian antara Ayah dan anak itu karena sudah dilarang Ouw Yang Lee. Melihat orang pemuda yang tadi menyelamatkan gadis itu dari air dan pemuda itu kini berdiri diam
1239
saja, dia lalu menghampiri. Im Yang Tojin pernah bertemu dan bertanding melawan Sin Cu, bahkan pernah dikalahkan pemuda itu ketika dia berusaha membunuh Pangeran Ceng Sin sekeluarga akan tetapi Sin Cu muncul dan melindungi keluarga itu. Akan tetapi sekarang dia tidak mengenal Sin Cu Juga tadi Ouw Yang Lee tidak mengenalnya. Padahal datuk inipun pernah dikalahkan Sin Cu ketika pemuda itu membela Ouw Yang Hui yang hendak dibunuh olehnya. Hal ini adalah karena tadi ketika masih berada di perahu dengan Ouw Yang Lan, jarak antara mereka masih cukup jauh, dan sekarang keadaan Sin Cu memang membuat dia sukar dikenali. Pakaiannya basah kuyup, rambutnya juga basah dan awut-awutan, sebagian rambut basah itu menutupi mukanya. Karena melihat betapa pemuda itu tadi dalam air sanggup mengalahkan Ho-Coa-Ong Ci Song, Im Yang Tojin dapat menduga bahwa pemuda ini tentu memiliki ilmu kepandaian yang lumayan dan sebagai kawan Ouw Yang Lan tentu harus ditangkap pula. Im Yang Tojin memang rnemiliki watak tinggi hati dan mengagulkan kepandaian sendiri. Dia memandang rendah kepada Sin Cu. Setelah berhadapan dia berkata,
1240
“Orang muda, berlututlah sebagai tanda menyerah agar pinto tidak perlu harus menggunakan kekerasan merobohkanmu.” Sin Cu menatap wajah Tosu itu dan berkata, “Im Yang Tojin, sungguh menyedihkan sekali melihat seorang murid Im-Yang-Kauw merendahkan diri menjadi antek Thaikam Liu Cin dan melakukan perbuatan-perbuatan jahat. Engkau mencemarkan nama besar Im-Yang-Kauw dengan semua sepak terjangrnu ini!” Im Yang Tojin terkejut dan merasa heran, akan tetapi perasaan marahnya lebih besar. “Keparat! Berani engkau bicara seperti itu kepada pinto? Engkau bosan hidup!” Setelah berkata demikian, Im Yang Tojin menekuk lutut kirinya, tangan kiri menyentuh tanah dan tangan kanan menuding ke atas. Inilah pembukaan Im-Yang Sin-Ciang (Tangan Sakti Im Yang) yaitu ilmu yang amat dahsyat dan terkenal dari Im-Yang-Kauw. Sin Cu sebagai murid Bu Beng Siauwjin, seorang datuk besar Im-Yang-Kauw, tentu saja mengenal pembukaan Im-Yang Sin-Ciang ini. Dia siap dengan waspada. Ketika Im Yang Tojin melakukan serangan, meloncat dan kedua tangannya menyerang ke arah kepala dan perut, Sin Cu menggerakkan tubuhnya dengan Chit-Seng Sin-Po sehingga serangan pertama Tosu itu luput. Im Yang
1241
Tojin menjadi penasaran dan menyusulkan serangan bertubi-tubi. Akan tetapi karena Sin Cu sudah hafal akan jurus-jurus Im-Yang Sin-Ciang, dan dia mempergunakan langkah-langkah ajaib Chit-Seng Sin-Po, maka dengan mudah dia dapat menghindarkan diri dari semua serangan itu. Bahkan dia sempat pula memecah perhatiannya dan melihat ke arah perkelahian antara Ouw Yang Lan dan Ouw Yang Lee. Dia melihat betapa Ayah itu berkelahi dengan sungguh-sungguh dan mendesak puterinya dengan serangan-serangan maut yang amat membahayakan sehingga gadis itu mulai terdesak. Biarpun Ouw Yang Lan telah mewarisi ilmu-ilmu yang tangguh dari Ciang Sek, namun menghadapi Ouw Yang Lee ia masih kalah pengalaman dan kalah matang. Tingkat ilmu silat mereka memang seimbang, akan tetapi karena kalah pengalaman dan juga sedikit kalah kuat dalam tenaga sakti, Ouw Yang Lan mulai terdesak. Melihat ini, Sin Cu merasa khawatir. Dia lalu mengubah gerakannya, tubuhnya bergerak cepat sekali karena dia mengerahkan ginkang sehingga tubuhnya tak tampak, yang tampak hanya bayangan yang berkelebatan. Im Yang Tojin terkejut bukan main melihat bayangan yang berkelebatan di sekeliling dirinya itu. Dia menyerang dengan ngawur, memukul atau menendang kearah bayangan yang
1242
berkelebatan, akan tetapi semua serangannya gagal. Sin Cu membalas serangannya dengan It-Yang-Ci. Saking cepatnya dia bergerak, lawannya tidak dapat menghindar lagi dan sebuah totokan mengenai dada kanan Im Yang Tojin, Dia mengeluh dan rubuh terguling. Biarpun dia tidak sampai menjadi lumpuh, namun seluru tubuh terasa lemah dan panas dingin. Jalan darahnya menjadi kacau dan Im Yang Tojin cepat menggulingkan tubuhnya menjauh, kemudian dia duduk bersila dan mengatur pernapasan untuk memulihkan keadaan dirinya. Pada saat itu, Ouw Yang Lee yang sudah berbalik menjadi marah sekali kepada Ouw Yang Lan sehingga timbul kekejamannya dan dia seperti lupa bahwa yang diserang adalah anak kandungnya sendiri, sudah memainkan pedang sampai ke puncaknya. Pedangnya menyambar-nyambar dengan ganas dan kuat sekali. Ouw Yang Lan berusaha melindungi dirinya dengan putaran pedangnya, namun setiap kali kedua pedang bertemu dia terhuyung dan Ayah kandungnya mulai mendesaknya dengan hebat, mengirim serangan-serangan maut tanpa mengenal ampun lagi. Ketika Ouw Yang Lan terdesak sampai terhuyung ke belakang, Ouw Yang Lee mengirim tusukan maut ke arah dada anaknya. Dalam keadaan gawat itu Ouw Yang Lan yang terhuyung
1243
tidak mungkin dapat menghindarkan diri dengan elakan, maka diapun cepat menangkis dengan pedangnya. “Criing...!” Pedang Ouw Yang Lee yang ditangkis meleset dan masih mengenai pundak kiri gadis itu. Ujung pedang itu merobek baju bagian pundak itu dan merobek pula kulit pundaknya. Ouw Yang Lan melompat ke belakang, pundak kirinya berdarah. Sesosok bayangan berkelebat dan sudah berdiri di depannya, menghadapi Ouw Yang Lee yang hendak menyusulkan serangan berikutnya. Ouw Yang Lan melihat bahwa orang itu adalah Sin Cu! la merasa heran dan menengok ke belakang, mencari-cari dengan pandang matanya karena tadi ia melihat Sin Cu bertanding melawan seorang Tosu. Ternyata Tosu itu kini duduk bersila sambil mengatur pernapasan, tanda bahwa Tosu itu terluka dan sedang menghimpun hawa murni untuk memulihkan kesehatannya. Hal ini hanya berarti bahwa Sin Cu telah mengalahkan Tosu itu. la menjadi heran dan juga kagum. Cepat ia memandang ke arah pemuda itu yang kini menghadapi Ayahnya dengan tangan kosong saja. Ouw Yang Lee marah sekali melihat pemuda yang tadi seperahu dengan puterinya itu tiba-tiba menghadapinya. Saking marahnya, dia lupa akan harga dirinya sebagai seorang datuk persilatan dan tanpa mengeluarkan kata apapun dia langsung menerjang dan menyerang pemuda yang
1244
sama sekali tidak membawa membawa senjata itu! Perbuatan seperti ini sebetulnya melanggar kesopanan orang-orang yang menganggap dirinya gagah perkasa, apalagi bagi seorang datuk besar seperti Ouw Yang Lee. Akan tetapi agaknya rasa penasaran karena tidak mampu merobohkan puterinya sendiri, kemarahan yang menyesak dada karena puterinya itu menentang bahkan menghinanya, membuat dia mata gelap dan tidak menghiraukan lagi segala macam aturan. Pedangnya menyambar ganas, membacok kearah leher Sin Cu dengan kuat sekali sehingga berdesing nyaring. Melihat itu, Ouw Yang Lan terbelalak, jantungnya seperti berhenti berdetak karena ia khawatir sekali akan keselamatan Sin Cu. Akan tetapi ia terpukau kagum ketika melihat pemuda itu melangkah secara aneh dan pedang itupun luput. Bahkan ketika dengan amat cepatnya Ouw Yang Lee menyusulkan bacokan dan tusukan secara bertubi-tubi, pedang Ayahnya itu sama sekali tidak mampu menyentuh tubuh Sin Cu yang menghindarkan diri hanya dengan langkah-langkah yang aneh, Sin Cu memang mempergunakan Chit-Seng Sin-Po (Langkah Sakti Tujuh Bintang) untuk menghindarkan diri dari semua serangan Ouw Yang Lee, Ketika langkahnya mundur, membuat dia mendekati Ouw Yang Lan, gadis itu berseru,
1245
“Cu-Ko, pakai pedangku!” Sin Cu menoleh dan menyambut pedang yang dilemparkan ke arahnya. Ouw Yang Lee semakin marah melihat puterinya menyerahkan pedangnya kepada pemuda itu, Tadinya dia mengira bahwa pemuda itu tentu gentar padanya maka hanya mengelak saja. Dia masih belum mengenali pemuda itu dan kini dia menyerang lagi, mengerahkan tenaga dan membacokkan pedangnya dari atas, mengarah kepala pemuda itu, Sin Cu menangkis dan mengerahkan tenaga sakti pada tangan kanan yang memegang pedang. “Haiiiitttt... tranggg...!” Hebat sekali pertemuan kedua pedang itu, sampai bunga api berpijar. Ouw Yang Lan sampai kagum melihat betapa pertemuan pedang itu membuat Ouw Yang Lee terhuyung-huyung ke belakang sedangkan Sin Cu tetap berdiri tegak, Ini membuktikan bahwa pemuda itu memiliki tenaga sinkang yang jauh lebih kuat dibandingkan Ayahnya. Dan selama ini ia telah memandang rendah pemuda itu. la selalu bersikap dan bertindak melindungi! Padahal, Sin Cu ternyata seorang pemuda yang teramat lihai, baik di air maupun di darat. Bahkan tadi telah menyelamatkannya di air, dan kini membelanya di darat. Pemuda itu jauh lebih lihai daripada dia sendiri. Teringat akan sikapnya yang selalu melindungi pemuda itu, wajah Ouw Yang Lan berubah
1246
merah sekali. la merasa amat malu kepada diri sendiri, kepada Sin Cu. Dan hatinya yang memang sudah amat tertarik kepada Sin Cu sejak pertemuan pertama, kini ditambah kekaguman yang mendalam sehingga perasaan kagum dan cinta dalam hatinya semakin berkembang. Akan tetapi pada saat itu, Ho-Coa-Ong Ci Song memerintahkan anak buahnya untuk maju mengeroyok Ouw Yang Lan. Masih ada sepuluh orang anak buahnya yang belum terluka dan mereka ini, dengan golok di tangan, seperti berlumba, lari menghampiri Ouw Yang Lan dan menyerangnya. Gadis itu mengerahkan ginkangnya. Akan tetapi begitu ia bergerak menghindarkan diri dari serbuan mereka dengan berloncatan, terasa olehnya betapa pundak kirinya perih dan panas. Baru ia teringat bahwa pundaknya telah terluka oleh ujung pedang Ayahnya dan baru ia teringat bahwa pedang Ayahnya itu tentu mengandung racun. Akan tetapi terlambat karena sepuluh orang anak buah bajak itu telah mengeroyok dan mendesaknya. Ouw Yang Lan menjadi marah sekali. Kaki kanannya mencuat, tepat mengenai pergelangan tangan kanan seorang bajak. Golok orang yang tertendang pergelangan tangannya itu terlepas dan terlempar ke atas. Ouw Yang Lan cepat melompat dan menyambar golok itu. Setelah mendapatkan
1247
sebatang golok di tangan, gadis itu mengamuk! la tidak memperdulikan lagi luka di pundaknya, tidak perduli apakah luka itu berbahaya atau tidak. la memutar goloknya dengan cepat dan kuat. Terdengar teriakan-teriakan kesakitan. Empat orang anak buah bajak terpelanting roboh dan terluka parah. Ketika yang enam orang lagi masih nekat menyerbu, mereka disambut gulungan sinar golok dan dua orang lagi roboh terluka, sedang yang seorang terlempar oleh tendangan kaki gadis perkasa itu. Sisanya, tiga orang lagi, tentu saja menjadi jerih dan tanpa dikomando lagi, mereka melarikan diri. Mereka yang lukapun merangkak-rangkak melarikan diri ketakutan. Bahkan Ho-Coa-Ong Ci Song sendiri juga melompat ke sebuah perahu dan melarikan diri. Dengan golok yang berlumuran darah di tangan, Ouw Yang Lan memutar tubuhnya memandang ke arah Sin Cu yang sedang tanding melawan Ouw Yang Lee. Sin Cu kini sudah mendesak lawannya dengan permainan pedangnya yang bagi Ouw Yang Lee amat aneh dan tangguh. Ilmu pedang Pek-Liong Kiam-Sut (IImu Pedang Naga Putih) memang secara khusus dirangkai oleh Bu Beng Siauwjin. Sebetulnya kalau Sin Cu memainkan ilmu pedang itu dengan menggunakan pedang Pek-Liong-Kiam, tentu akan lebih hebat lagi. Akan tetapi kini menggunakan pedang lainpun cukup kuat bagi Ouw Yang Lee
1248
yang kini hanya mampu bertahan sambil terdesak mundur. Tiba-tiba Sin Cu yang sudah mendesak itu menggetarkan pedangnya. Ujung tergetar, tampak menjadi banyak dan dia membentak, “Kena...!!!” Ouw Yang Lee masih berusaha untuk menangkis, akan tetapi dia bingung melihat ujung pedang di tangan sin cu berubah menjadi banyak. Tiba-tiba dia berseru kesakitan, pedang di tangannya terlepas dan dia terhuyung ke belakang, memegangi tangan kanan dengan tangan kiri. Tangan kanan itu terluka dan mengeluarkan banyak darah. Melihat kadaan Ouw Yang Lee yang sudah terluka dan terhuyung ke belakang, Ouw Yang Lan cepat melompat dan membacokkan golok rampasannya ke arah kepala Ayah kandungnya itu, mengerahkan seluruh tenaganya. “Singggg... trakkk...!!!” Ouw Yang Lan terkejut sekali. Tangannya tergetar dan golok rampasannya patah menjadi dua potong. la memandang kepada Sin Cu dengan mata terbelalak karena ternyata pemuda itulah yang tadi menangkis goloknya sehingga ga goloknya patah. “Cu-Ko... kenapa engkau melindungi dia...?
1249
“Lan-moi, aku tidak melindungi dia, melainkan melindungimu agar engkau tidak melakukan perbuatan yang amat keji dan jahat, yaitu membunuh Ayah kandung sendri.” “Tapi... tapi dia... oouuughh...!” Gadis itu terkulai dan Sin Cu cepat merangkulnya sehingga Ouw Yang Lan tidak sampai terjatuh. Sin Cu melihat betapa Ouw Yang Lee dan Im Yang Tojin meninggalkan tempat itu. Juga para bajak laut sudah pergi semua. Dia tidak perduli lagi akan mereka. Dia memondong tubuh Ouw Yang Lan dibawanya ke bawah sebatang pohon yang rindang dan merebahkan tubuh gadis itu diatas rumput. Kemudian dia memeriksanya. Gadis itu pingsan dan dia melihat pundak kirinya berdarah. “Biarkan dia pingsan agar aku dapat memeriksanya dan mengobatinya dengan leluasa,” pikirnya. Dengan hati-hati dirobeknya sedikit kain bagian pundak yang sudah berlubang itu dan dia melihat bahwa pundak itu terluka, kulitnya pecah dan luka itu mengeluarkan darah. Akan tetapi dia mengerutkan alisnya melihat betapa kulit yang putih kuning di sekitar luka itu berwarna hitam. “Luka beracun! Kejam sekali Ayah itu,” gumamnya dan dia cepat menotok sekitar luka yang belum menghitam untuk mencegah
1250
racun tersebar makin luas. Setelah itu, dia menempelkan mulutnya pada luka di pundak dan mengerahkan tenaga mengecup untuk menyedot darah yang keracunan keluar dari luka. Dia muntahkan darah berwarna hitam yang tersedot olehnya, kemudian mengecup lagi, dimuntahkan lagi. Pekerjaan ini diulang-ulangnya sampai perlahan-lahan warna menghitam di sekitar luka menghilang. Ketika Sin Cu mengecup lagi untuk yang terakhir kalinya, Ouw Yang Lan siuman dan mengeluh. la terkejut melihat muka Sin Cu begitu dekat dengan dadanya dan merasa betapa mulut yang panas itu mengecup pundaknya, Hampir saja ia memukul, akan tetapi segera ia teringat bahwa pundaknya terluka keracunan dan tahulah ia bahwa pemuda itu sedang menyedot racun dari lukanya dengan mulut. Rasa haru, terima kasih, dan gembira memenuhi hatinya dan tanpa di sadarinya lagi kedua lengannya merangkul leher pemuda itu dan mulutnya mendesah lirih “Cu-Ko...!” Sin Cu terkejut. Sama sekali tidak mengira bahwa gadis itu akan siuman dari pingsannya sebelum dia selesai menyedot darah beracun. Akan tetapi racun itu telah bersih. Dia cepat melepaskan kecupannya, meludahkan darah terakhir yang sudah tidak berwarna hitam lagi. Kemudian dengan lengan bajunya yang masih setengah basah dia membersihkan biblrnya.
1251
“Luka di pundakmu sudah bersih dari racun, Lan-moi,” katanya. Ouw Yang Lan bangkit duduk dan menatap wajah pemuda itu dengan mata bersinar- sinar, kedua pipinya kemerahan teringat betapa tadi tanpa disadarinya, terdorong oleh perasaan hatinya, ia telah merangkul leher pemuda itu dengan kedua lengannya. “Cu ko... terima kasih...” “Tidak perlu berterima kasih, Lan-moi. lni pedangmu.” Dia menyerahkan pedang gadis itu. Setelah pedang diterima, Sin Cu mengumpulkan kayu dan daun kering untuk membuat api unggun. “Untuk apa... siang-siang membuat api unggun Cu-Ko?” “Pakaianmu basah kuyup. biar cepat kering, agar engkau tidak masuk angin. Mataharinya kurang panas siang ini, tertutup banyak awan tipis. Duduklah dekat api unggun Lan-moi, biar cepat kering pakaianmu.” Ouw Yang Lan bangkit dan menghampiri lalu duduk dekat api unggun. Mereka duduk berdekatan dekat api unggun. Ouw Yang Lan menoleh ke arah sungai dan menghela napas panjang. “Sayang buntalan pakanan kita hilang sehingga kita tidak dapat berganti pakaian.”
1252
“Lebih sayang lagi bekal obat luka yang berada dalam buntalanmu itu. Tentu akan banyak menolong untuk mengobati luka & pundakmu, Lan-moi.” Ouw Yang Lan meraba pundak kirinya dan menutupkan kain baju yang robek. “Tidak apa, sekarang tidak terasa nyeri lagi, tinggal perih sedikit. Nanti juga mengering dan sembuh. “ Lalu matanya menatap wajah pemuda itu. “Cu-Ko. kalau tidak ada engkau yang menolongku, tentu aku akan tertangkap atau mati di tangan mereka. Aku berhutang nyawa kepadamu, Cu-Ko. Entah bagamana aku dapat membalas budimu.” Sin Cu tersenyum. “Aih, kenapa kau sebut-sebut soal pertolongan, Lan-moi? Kalau mau bicara tentang balas budi, akulah yang harus membalas budimu. engkaulah yang pertama-tama menolongku. Apa akan jadinya dengan diriku kalau engkau tidak menolongku ketika aku menggeletak hampir mati dalam hutan itu? Sudah menjadi kewajiban kita untuk saling bantu, bukankah begitu?” Ouw Yang Lan juga tersenyum dan mengangguk. “Baiklah, kita sudah impas sekarang, kita sama-sama”
1253
“Sama-sama kehabisan segalanya. Sama sama bangkrut, bahkan sepotong bajupun tidak punya lagi,” kata Sin Cu. Ouw Yang Lan meraba anting-anting di telinganya dan kalung di lehernya. “Tidak bangkrut, Cu-Ko. Aku masih mempunyai kalung dan anting-anting. Ini cukup mahal, kita tukarkan beberapa potong pakaian dan uang untuk bekal di perjalanan.” Hening sejenak. Keduanya menundukkan muka seperti tenggelam dalam lamunan masing-masing, saling memikirkan keadaan masing-masing karena mereka menemukan kenyataan baru dalam diri sahabat baru itu. “Lan-moi...” akhirnya suara Sin Cu memecah kesunyian. Ouw Yang Lan mengangkat mukanya memandang. “Ya, ada apa, Cu-Ko?” “Ternyata engkau ini puteri kandung Tung-Hai-Tok Ouw Yang Lee, majikan Pulau Naga” Ouw Yang Lan mengangguk dengan alis berkerut. “Itu dulu dan namaku dulu Ouw Yang Lan. Akan tetapi jangan sebut lagi soal tu. Aku sekarang bernama Ciang Lan dan Ayahku adalah Thai-Lek-Kui Ciang Sek majikan Bukit Awan Putih di Thai-San.”
1254
Sin Cu kini yakin bahwa Ouw Yang Lan adalah Kakak Ouw Yang Hui. Ia Pernah mendengar Cerita tunangannya itu tentang keadaan keluarganya. Betapa ketika Ouw Yang Hui masih kecil berusia tujuh tahun, Pulau Naga diserbu musuh yang akhirnya dapat menculik dan melarikan Ouw Yang Hui dan Ibunya, juga Ouw Yang Lan dan Ibunya. Akhirnya kedua orang wanita dan masing-masing puterinya itu dipisahkan oleh para penculik mereka. la sudah mendengar dari tunangannya tentang apa yang terjadi dengan Ouw Yang Hui semenjak diculik dari Pulau Naga. Akan tetapi dia belum tahu apa yang terjadi dengan Ouw Yang Lan dan Ibunya karena tunangannya itupun tidak mengetahui apa yang terjadi dengan Ibu tiri dan Kakak tirinya. Dia tertarik sekali dan dapat membayangkan betapa akan bahagianya hati Ouw Yang Hui kalau ia dapat bertemu dengan Kakak tirinya ini. “Lan-moi, aku tertarik sekali untuk mendengar riwayatmu yang aneh. Bagaimana engkau sampai bermusuhan dengan Ayah kandungmu sendiri? Maukah engkau menceritakan kepadaku, Lan-moi?” “Nanti dulu, Cu-Ko. Engkaulah yang harus lebih dulu menceritakan riwayatmu sampai aku menemukan engkau menggeletak di hutan itu. Engkau harus menceritakannya dulu kepadaku sebagai hukuman karena engkau telah mempermainkan aku sesuka
1255
hatimu sehingga aku menanggung rasa malu” Sin Cu menatap wajah gadis itu dengan pandang mata heran. “Mempermainkan? Aku? Mempermainkanmu? Apa maksudmu, Lan-moi?” “Engkau telah berpura-pura, berlagak bodoh dan lemah sehingga aku selalu ingin menjaga dan melindungimu dari bahaya...!” “Engkau memang baik budi, Lan-moi!” “Bukan itu! Akan tetapi sesungguhnya engkau amat lihai, jauh lebih lihai daripada aku! Kenapa engkau tidak mengaku terus terang sehingga aku tidak bersikap seperti itu? Aku jadi malu sekali, aku tentu kelihatan seperti orang sombong dan tolol!” “Maafkan aku, Lan-moi. Bukan maksudku memperolokmu. Ketika itu aku memang lemah sekali dan membutuhkan pertolonganmu. Dan engkau sama sekalı tidak sombong apalagi tolol. Engkau seorang dara yang gagah perkasa dan berbudi baik, seorang Lihiap (Pendekar Wanita) sejati.” “Benarkah kata-kata dan pendapatmu itu? Berani sumpah engkau tidak membohongiku?” Sin Cu tersenyum mengangguk.
1256
“Aku bersumpah tidak bohong.” Wajah gadis itu menjadi cerah kembali penuh senyum yang manis sekali. la lalu membantu Sin Cu menambah kayu pada api Unggun dan tubuhnya terasa hangat. Pakaian yang melekat di tubuhnya mulai agak kering. “Baiklah, aku percaya padamu, Cu-Ko Sekarang ceritakan riwayatmu lebih dulu, baru nanti aku akan menceritakan riwayatku.” Sin Cu mengangguk. “Biarpun riwayatnya biasa dan bahkan menyedihkan, akan tetapi aku ada membawa berita yang tentu akan mengagetkan dan juga menyenangkan hatimu Lan-moi. Aku adalah seorang yang hidup sebatangkara di dunia ini. Sejak berusia tiga tahun, aku sudah kehilangan Ayah Bundaku.” “Ah, kasihan sekali engkau, Cu-Ko? Apakah mereka meninggal dunia.” Sin Cu geleng kepalanya. “itulah yang sampai sekarang amat mengganggu hatiku. Ayah Ibuku lenyap dan aku tidak tahu mereka berada, tidak tahu apakah mereka masih hidup atau sudah mati.” “Aduh kasihan! Aku akan membantumu mencari Ayah Ibumu, Cu-Ko. Sekarang lanjutkan ceritamu.”
1257
“Sejak berpisah dari Ayah Ibuku, dalam usia tiga tahun, aku diambil murid oleh Suhu Bu Beng Siauwjin...” “Ah! Aku pernah mendengar nama Bu Beng Siauwjin disebut Ayah tiriku. Katanya dia itu adalah seorang manusia dewa yang sakti sekali!” Sin Cu tersenyum, “Dia itu biasa saja Lan-moi. Setelah dewasa, Suhu menyuruh aku turun gunung untuk mencari kedua orang tuaku dan juga untuk mengabdi kepada kemanusiaan, membela mereka yang lemah dan menentang mereka yang jahat dan sewenang-wenang. Banyak sudah pengalaman yang ku jumpai dalam waktu dua tahun ini, dan akhir-akhir ini aku bertemu dengan seorang yang engkau tentu tidak akan dapat menduganya siapa, akan tetapi engkau tentu gembira sekali mendengarnya.” “Siapa Cu-Ko? Katakan jangan bikin teka-teki dan membuat aku penasaran!” desak Ouw Yang Lan, atau sebaiknya kita menyebutnya Ciang Lan saja seperti yang dikehendakinya karena ia tidak suka dengan marga Ayah kandungnya. “Aku bertemu dengan adik Ouw Yang Hui dan Bibi Sim Kui Hwa atau Nyonya Gan Hok San.” Ouw Yang Lan terkejut dan terbelalak memandang pemuda itu.
1258
“Ehh... Benarkah..? Di mana dan bagaimana? Ceritakanlah Cu-Ko. Mereka itulah Ibu tiri dan adik tiriku!” “Aku tahu setelah aku mendengar bahwa engkau puteri kandung Ouw Yang Lee, Mula-mula aku bertemu Hui-moi ketika ia hendak dibunuh Ouw Yang Lee. Aku menyelamatkannya dan berhasil mengusir Ouw Yang Lee. Kemudian aku mengantarkan Hui-moi mencari Ibunya dan kami menemukan Ibunya yang telah menjadi istri Pendekar Gan Hok San.” Sin Cu berhenti dan meragu. Dia merasa tidak enak untuk berterus terang menceritakan bahwa dia dan Ouw Yang Hui telah bertunangan. Perasaan tidak enak ini timbul karena melihat sikap Ciang Lan kepadanya yang jelas membayangkan kasih sayang. “Aku sudah mendengar akan hal itu dari Ibunya Hui-moi, tetapi aku sama sekali tidak pernah mengira bahwa engkaulah penolongnya itu. Lalu bagaimana Cu-Ko?” Tanya Ciang Lan dengan nada gembira. “Ketika itu, keluarga Hu-moi diserbu oleh Ouw Yang Lee dan seorang datuk wanita berjuluk Cui-Beng Kui-Bo, Ouw Yang Lee bermaksud membunuh Paman Gan Hok San dan Bibi Sim Kui Hwa, dan membawa pergi Hui-moi. Paman Gan Hok San dan aku menghadapi mereka dan mereka dapat kami usir. Setelah terjadi
1259
peristiwa itu, Keluarga Paman Gan Hok San mengambil keputusan untuk pindah ke dekat Siauw-Lim-Si agar dapat hidup aman dari gangguan Ouw Yang Lee. Akan tetapi ketika kami tiba di depan Kuil, aku juga mengantar perpindahan mereka, terjadilah malapetaka.” “Aku sudah tahu, Cu-Ko. Hui-Moi diculik orang, bukan?” “Benar, Hui-moi diculik orang. Kami menduga dia tentu orang Pek-Lian-Kauw dan tentu penculikan itu ada hubungannya dengan Ouw Yang Lee yang bermaksud merampas Hui-moi. Karena itu, Paman Gan Hok San dan aku lalu pergi mencari Hui-moi dan Kami berpencar, Paman Gan Hok San hendak mencari ke Pek-Lian-Kauw dan aku sendiri hendak mencari ke kota raja. karena aku menduga bahwa Hui- moi tentu diculik oleh kaki tangan Ouw Yang Lee. Dan engkau, bagaimana engkau mengetahui bahwa Hui moi diculik orang, Lan-moi?” “Panjang ceritanya, akan tetapi sebaiknya kusingkat saja riwayatku, Cu-Ko Biarpun aku masih lebih beruntung dari pada engkau yang kehilangan Ayah Ibu, dan aku masih dapat berkumpul dengan Ibuku, namun hidupku juga penuh dengan pengalaman pahit. Engkau tentu sudah mendengar dari Hui-moi bahwa kami diculik orang dari Pulau Naga. Ketika itu aku berusia delapan
1260
tahun. Yang membawa pergi Ibuku dan aku adalah Thai-Lek-Kui Ciang Sek yang membantu Tok-Gan-Houw Lo Cit menyerbu Pulau Naga karena Lo Cit bermusuhan dengan Ouw Yang Lee. Thai-Lek-Kui Ciang Sek bersikap baik sekali kepada Ibu dan aku, bahkan melindungi kami ketika kami hendak diganggu orang-orang jahat. Karena sikapnya yang baik sekali itulah akhirnya Ibuku menjadi isterinya. Dia menganggap aku seperti anak kandung sendiri dan dia menurunkan semua ilmu kepandaiannya kepadaku. Setelah dewasa aku lalu pergi untuk berkunjung ke Pulau Naga. Di sana aku tidak dapat bertemu dengan Ouw Yang Lee yang telah pergi ke kota raja dan aku lalu mencari Tok-Gan-Houw Lo Cit yang dulu menculik Ibu Sim Kui Hwa dan adik Ouw Yang Hui. Dalam perkelahian, aku berhasil membunuh Lo Cit. Karena tidak berhasil menemukan Ibu Sim Kui Hwa dan Hui-moi, aku pulang dan mendapatkan Ayah tiriku Ciang Sek terluka karena diserang oleh Ouw Yang Lee. Ayah kandung jahat itu hendak membunuh Ibuku maka bertanding melawan Ayah tiriku dan Ayah tiriku terluka. Mulai saat itulah aku membenci Ouw Yang Lee dan menganggapnya sebagai musuh karena hendak membunuh Ibuku dan Ayah tiriku.” Sin Cu mendengarkan dengan penuh perhatian. Diam-diam dia membandingkan Ouw Yang Lan ini dengan Ouw Yang Hui. Dua orang anak perempuan yang diculik dan kemudian terpisah itu kini
1261
telah menjadi dua orang gadis yang sama sekali berbeda keadaan dan wataknya. Ouw Yang Hui menjadi seorang gadis yang halus dan lemah lembut, seorang seniwati yang lembut, penuh kewanitaan dan keibuan. Sebaliknya, Ouw Yang Lan yang kini bernama Ciang Lan ini menjadi seorang gadis yang lincah, lihai ilmu silatnya, pemberani dan berwatak keras. Keduaya mempunyai sifat-sifat yang berlainan, bahkan bertentangan, akan tetapi keduanya membuat dia kagum. “Ceritamu menarik sekali, Lan-moi. Lalu bagaimana selanjutnya?” “Ouw Yang Lee tidak dapat membunuh Ayah tiriku karena di sana ada Susiok (Paman Guru) Gu Tian yang membantu Ayah Ciang Sek. Akan tetapi Ouw Yang Lee mengancam akan datang lagi. Pada waktu itu muncul Bu-Suheng yang memang mencari Ibu dan aku...” “BU-Suheng?” tanya Sin Cu. “Murid Ayah tirimu?” “Bukan. Dia murid Ouw Yang Lee. Dia berada di Pulau Naga ketika kami diculik. Setelah dewasa dia mencari kami dan pada hari itu dia muncul di Pek-In-San. Akan tetapi biarpun dia tadinya ikut Ouw Yang Lee ke kota raja, Suhengku itu tidak senang dan tidak setuju melihat Ouw Yang Lee mengabdi kepada Thaikam Liu Cin yang
1262
menyuruh mereka untuk melakukan pembunuhan terhadap orang-orang yang dimusuhinya. Maka dia meningnggalkan Ouw Yang Lee dan ketika dia mendengar bahwa Ouw Yang Lee hendak membunuh Ibu dan Ayah tiriku, dia membantu kami. Kemudian Ouw Yang Lee yang jahat itu datang juga bersama seorang kawannya berjuluk Tho-Te-Kong yang sangat lihai. Terjadi perkelahian. Aku dan Gu Tian Susiok mengeroyok Ouw Yang Lee, sedangkan Tho-Te-Kong yang amat lihai itu dihadapi Bu-Suheng dan Ayah tiriku Ciang sek. Akhirnya kami dapat mengusir dan mengalahkan dua orang jahat itu. setelah itu, aku dan Bu-Suheng pergi untuk mencari lbu Sim Kui Hwa dan adik Ouw Yang Hui. Kami hanya tahu bahwa Ibu Sim Kui Hwa ditolong oleh seorang pendekar Siauw-Lim-Pai bernama Gan Hok San. Maka kami berdua lalu hendak mencari keterangan ke Siauw-Lim-Si dan di depan Kuil itu kami bertemu dengan Ibu Sim Kui Hwa. Nah, darinyalah aku mendengar tentang Hui-moi yang diculik orang. Aku dan Bu-Ko lalu pergi mencari dan kami berpencar. Bu-Ko hendak mencari si penculik yang bergigi emas dan aku sendiri Juga hendak mencari ke kota raja seperti juga engkau, aku menduga bahwa semua ini tentu ada hubungannya dengan Ouw Yang Lee. Kemudian aku melihat engkau pingsan di hutan itu, Cu-Ko.”
1263
“Dan engkau menolongku, Lan-moi. Sungguh kebetulan sekali. Agaknya Tuhan telah menghendaki pertemuan kita ini...” “Memang, agaknya kita memang berjodoh. hemmn maksudku... telah dipertemukan untuk bersama-sama mencari adik Ouw Yang Hui. Sekarang kita sudah tahu bahwa Hui-moi terjatuh ke tangan iblis betina Kim Niocu itu. Mari kita lanjutkan perjalanan kita ke kota raja, Cu-Ko. Pakaian kita sudah kering sekarang.” “Sayang semua bekal pakaian kita lenyap, Lan-moi.” “Jangan khawatir. Mari kita mencari dusun atau kota di mana aku dapat menukarkan perhiasanku ini dengan uang dan pakaian untuk bekal kita. Juga sebaiknya kita membeli lagi sebuah perahu karena perahu kita sudah hanyut dan hilang. Dengan perahu kita akan lebih cepat tıba di kota raja.” Sin Cu menurut saja dan mereka lalu meninggaikan tempat itu, berjalan menyusuri tepi sungai ke arah hilir. Akan tetapi kata-kata Ciang Lan tentang jodoh tadi tetap bergema di telinganya dan hatinya merasa tidak enak. Sebetulnya dia ingin mengaku terus terang kepada gadis ini bahwa dia sudah bertunangan dengan Ouw Yang Hui, akan tetapi entah mengapa, dia merasa tidak tega dan juga tidak ingin melihat sikap Ciang Lan berubah terhadap dirinya.
1264
Bhong Ki atau Bhong-Pangcu (Ketua Bhong), ketua cabang Pek-Lian-Kauw yang berusia lima puluh tahun itu, memandang kepada Bhong Lam dan Ouw Yang Hui dengan alis berkerut dan mata mencorong marah. Pemuda itu mengajak Ouw Yang Hui yang telah menjadi isterinya menghadap Ayahnya. Mereka diterima dalam ruangan tertutup itu dan ketika Bhong Lam atau Bhong-Kongcu menceritakan kepada Ayahnya bahwa dia telah memperistri Ouw Yang Hui dan melarikan gadis itu dari tangan Kim Niocu, ketua cabang Pek-Lian-Kauw ini marah sekali. “Apa...? Engkau melarikan gadis yang menjadi tawanan Kim Niocu dan membebaskan seorang tawanannya?” Bentaknya sambil memandang pemuda dan gadis yang duduk di atas kursi itu sambil menundukkan kepala mereka. “Dengan begitu sebagai seorang anggauta Pek-Lian-Kauw engkau telah berkhianat! Bukan itu saja, engkau juga telah menyeret aku sebagai seorang Pek-Lian-Kauw yang tidak setia! Lupakah engkau bahwa aku adalah seorang ketua cabang Pek-Lian-Kauw? Perbuatanmu ini menempatkan aku menjadi seorang pengkhianat yang memusuhi puteri ketua umum! Sekarang, enyah kau dari sini! Pergi bersama perempuan ini” “Ayah...” Bhong-Kongcu memohon.
1265
“Aku bukan Ayahmu dan engkau bukan anakku lagi! Pergi sekarang juga sebelum aku berubah pikiran dan membunuh kalian berdua!” bentak Bhong Khi dengan muka merah dan mata melotot. “Akan tetapi Ayah...” “Cukup!” Tangan ketua cabang Pek-Lian-Kauw itu bergerak. Tampak sinar berkelebat dan sebatang pedang telah menancap di depan Bhong Lam, menancap di lantai dan gagangnya bergoyang-goyang. Wajah Bhong Lam menjadi pucat. Lemparan pedang itu membuktikan bahwa Ayahnya sudah marah sekali dan tidak mau memberi hati sedikitpun. Dia lalu menggandeng tangan Ouw Yang Hui, bagkit dan setelah sekali lagi memandang wajah Ayahnya, Bong Lam menarik Ouw Yang Hui pergi meninggalkan ruangan dan rumah itu, lalu keluar dari perkampungan Pek-Lian-Kauw. Ouw Yang Hui berjalan di samping Bhong Lam yang telah menjadi suaminya selama kurang lebih satu bulan. la melangkah dengan kepala ditundukkan. Gadis ini merasa betapa jantungnya seperti diremas-remas. Harus diakuinya bahwa Bhong Lam bersikap baik sekali kepadanya, penuh kasih sayang, juga amat lembut dan menghormatinya. la merasakan benar bahwa pemuda ini memang sungguh mencintanya. Akan tetapi, kalau ia teringat kepada Wong
1266
Sin Cu, hatinya menjerit. Cintanya hanya untuk Sin Cu. Tak mungkin ia mencinta pria lain. Terhadap Bhong Lam yang amat mencintanya pun, ia tidak mempunyai perasaan cinta, ia terpaksa menyerahkan dirinya kepada Bhong Lam. Tidak, Bhong Lam sama sekali tidak memperkosanya, tidak menggunakan kekerasan untuk memilikinya. Akan tetapi ia terpaksa harus menyerahkan diri dengan rela untuk memenuhi janjinya. Bhong Lam telah membebaskan Sin Cu, telah menyelamatkan Sin Cu dari ancaman maut dan rela mengorbankan dirinya untuk menyelamatkan pria yang dikasihinya itu. la rela berkorban nyawa sekalipun demi cintanya terhadap Sin Cu. Akan tetapi, biarpun ia rela menyerahkan diri kepada Bhong Lam, namun pemuda Pek-Lian-Kauw itu benar-benar amat mencintanya, namun setiap kali ia teringat kepada Sin Cu, jantungnya terasa seperti ditusuk-tusuk. Ia telah menjadi isteri Bhong Lam, biarpun tidak sah karena Ibu kandungnya tidak pernah merestuinya bahkan tidak tahu akan pernikahan terpaksa itu, Ibu kandungnya yang hanya tahu bahwa ia adalah tunangan atau calon isteri Wong Sin Cu dan pertunangan itu bahkan telah diresmikan dan disaksikan oleh para tetangga bahkan orang tua Bhong Lam sendiri juga tidak memberi restu, bahkan
1267
menentangnya. Betapa hatinya tidak akan hancur menghadapi nasibnya ini. Tiba-tiba terdengar seruan nyaring sekali, “Bhong Lam, berhenti kau...!” Bhong Lam dan Ouw Yang Hui terkejut, menghentikan langkah mereka dan membalikkan tubuh. Sesosok bayangan berlari cepat sekali ke arah mereka. Bhong Lam yang lebih dulu mengenal bayangan itu. “Ayah datang! Hui-moi, berlindunglah di belakangku.” Ouw Yang Hui mengerutkan alisnya. Mau apa orang tua yang sudah tidak merestui perjodohan mereka itu kini datang. la pun melangkah dan berdiri di belakang Bhong Lam yang menanti Ayahnya dengan alis berkerut. Cepat sekali Bhong Khi atau atau Bhong Pangcu, ketua cabang Pek-Lian-Kauw itu berlari dan sebentar saja dia sudah berdiri di depan Bhong Lam. Wajah ketua cabang Pek-Lian-Kauw itu merah sekali dan matanya bersinar mencorong. Dia baru saja menerima utusan Kim Niocu yang menyampaikan perintah puteri ketua umum Pek-Lian-Kauw itu agar dia segera menangkap Bhong Lam dan Ouw Yang Hui hidup atau mati. Hidup atau mati Ini berarti bahwa dia harus memaksa puteranya dan gadis yang dipilihnya sebagai isteri itu untuk menyerahkan diri dan kalau puteranya membangkang, dia harus membunuh mereka. dan kalau dia tidak melaksanakan perintah ini, pasti dia akan
1268
dianggap memberontak dan akan dijatuhi hukuman mati. Kini Ayah dan anak itu saling berhadapan. Bhong Lam berdiri dengan sikap melindungi Ouw Yang Hui. Dan memang pemuda ini bertekad untuk melindungi wanita yang dicintanya dan yang sudah menjadi isterinya itu dari ancaman siapapun juga Bahkan Ayah kandungnya sendiri akan ditentangnya kalau hendak mengganggu Ouw Yang Hui. “Bhong Lam, berlututlah engkau dan dengarkan perintah dari Kim Niocu!” Dalam suara Bhong Khi itu terkandung wibawa yang amat kuat karena dia mengerahkan kekuatan sihirnya. Kalau Bhong Lam menghendaki, tentu dia dapat melawan perintah ini karena diapun sudah mempelajari ilmu sihir. Akan tetapi dia tidak berani dan dia lalu menjatuhkan diri berlutut di depan Ayahnya. Perintah Kim Niocu sebagai puteri ketua Umum Pek-Lian-Kauw memang perlu disambut dengan segala kehormatan. karena gadis itu adalah orang kedua setelah Ayahnya. Melihat Bhong Lam menjatuhkan diri berlutut, Ouw Yang Hui juga berlutut di belakang pemuda itu sambil menundukkan mukanya, mendengarkan. “Bhong Lam, atas perintah dari Kim Niocu, cepat kau bunuh perempuan itu kemudian ikut aku menghadap Kim Niocu. Mungkin dengan begitu engkau akan dapat diampuni !” kata ketua cabang Pek-Lian-Kauw itu. Mendengar ucapan Ayahnya ini, Bhong Lam
1269
terkejut dan diapun melompat berdiri, lalu berkata kepada Ouw Yang Hui yang masih berlutut, “Hui-Moi, menjauhlah ke sana!” Ouw Yang Hui menurut. la bangkit berdiri lalu mundur sampai agak jauh. Setelah itu Bhong Lam menghadapi Ayahnya dan berkata, “Ayah, aku akan melaksanakan dan menurut semua perintah Ayah kecuali yang Ayah katakan tadi. Ouw Yang Hui adalah isteriku yang kucinta dengan segenap jiwa ragaku dan akan kubela dengan taruhan nyawaku. Karena itulah maka aku tidak akan menghadap Kim Niocu yang berniat buruk terhadap kami,” Kalau tadi ketika mendengar perintah Ayahnya, muka Bhong Lam berubah pucat sekali, kini muka itu menjadi merah kembali, bahkan sangat merah karena hatinya dibakar kemarahan. “Bhong Lam, engkau tahu apa hukumannya seorang anggauta Pek-Lian-Kauw kalau menentang perintah pimpinan?” bentak Bhong Khi. “Aku tahu, Ayah. Hukumannya adalah mati, akan tetapi aku rela mati untuk melindungi dan membela Ouw Yang Hui.” kata Bhong Lam dengan sikap gagah dan mendengar ini, Ouw Yang Hui merasa terharu juga. walaupun tidak ada rasa cinta dalam hatinya
1270
terhadap pemuda itu. Dengan sikap menentang Ayah kandungnya dan juga perkumpulannya itu, Bhong Lam membuktikan Cinta kasihnya kepadanya. Pemuda itu siap mengorbankan nyawanya untuk melindungi dan membelanya, seperti juga cintanya terhadap Sin Cu membuat ia dengan rela mengorbankan segalanya. Cinta kasih memang baru terbukti mutunya dengan mengorbankan diri. “Kalau engkau tidak mau membunuhnya, akulah yang akan membunuhnya karena ia yang menjadi biang keladi sehingga keluarga kita akan dianggap mengkhianati Pek-Lian-Kauw” kata Bhong Khi dan ketua cabang Pek-Lian-Kauw ini sudah mencabut pedangnya, sebatang pedang panjang yang berkilauan saking tajamnya. “Singgg...” Bhong Lam juga sudah mencabut pedangnya dan menghadang di depan Ayahnya dengan pedang di tangan kanan bersilang di depan dada. Melihat puteranya berdiri menghadang dengan pedang terhunus di tangan, Bhong Khi memandang dengan mata terbelalak. “Apa...?!? Engkau... engkau berani melawanku...!” dia membentak penasaran. Pemuda itu putera kandungnya, juga muridnya, berdiri dengan pedang telanjang menghadapi dan menentangnya. Dengan sikap serius dan tegas Bhong Lam berkata,
1271
“Ayah, aku akan melawan siapa saja yang akan mengganggu Hui-moi.” “Keparat...! Anak durhaka...! Kalau begitu engkau juga akan kubunuh dan kepalarmu akan kuperlihatkan kepada pimpinan tertinggi Pek-Lian-Kauw sebagai bukti kesetiaanku!” Setelah berkata demikian, Bhong Khi menggerakkan pedangnya menyerang dengan dahsyat. Bhong Lam juga menggerakkan tubuh dan pedangnya. Mula-mula dia mengelak, akan tetapi pedang Bhong Khi terus mengejar dan menyambar dengan serangan bertubi-tubi yang ganas. Setelah mengelak dan melompat ke sana sini untuk menghindarkan diri dari serangan yang menggunakan jurus-jurus yang telah dikenalnya, akhirnya Bhong Lam terpaksa menangkis sambil mengerahkan tenaganya. “Singgg... tranggggg...!” Dua batang pedang bertemu dan Bhong Lam terhuyung ke belakang. Bagaimanapun juga, tenaga sinkangnya masih kalah kuat dibandingkan Ayahnya. Akan tetapi Bhong Lam sudah nekad. Dia akan melawan terus untuk melindungi isterinya, kalau perlu dia akan melawan Ayahnya sampai titik darah terakhir. Siapa saja baru boleh mengganggu Ouw Yang Hui setelah melangkahi mayatnya.! Dia mengeluarkan seluruh tenaga dan kemampuannya untuk melawan Ayahnya.
1272
Perkelahian antara Ayah dan anak itu terjadi amat serunya karena keduanya maklum bahwa masing-masing tidak akan mau mengalah. Bhong Lam juga tidak sungkan-sungkan untuk membalas dengan serangan-serangan maut karena pada saat itu dia sudah tidak melihat Ayahnya sebagai Ayah, melainkan sebagai musuh yang harus dibunuh karena hendak mengganggu Ouw Yang Hui Namun, setelah dapat bertahan sampai lima puluh jurus, akhirnya Bhong Lam terdesak juga. Dia kalah matang dalam latihan dan juga kalah kuat tenaganya. Dia mulai terdesak dan Bhong Khi tidak mau mengalah sedikitpun juga, bahkan mendesak untuk membunuh! Ketika Bhong Lam terhuyung, sebuah sapuan kakinya membuat pemuda itu terpelanting. Bhong Khi menyusulkan bacokan dengan pedangnya ke arah leher Bhong Lam yang sudah roboh. “Singgg... tranggg...!” Bhong Ki terkejut dan melompat ke belakang. Ternyata yang menangkis bacokan tadi adalah seorang wanita berusia empat lima puluh tahun, masih tampak cantik, berpakaian mewah dan ia memegang sebatang pedang di tangannya, pedang yang tadi dipergunakan menangkis bacokan Bhong Khi ke arah leher puteranya. Bukan main marahnya hati Bhong Khi ketika mengenal wanita itu yang bukan lain adalah
1273
isterinya sendiri! Bhong Khi menudingkan telunjuk kirinya ke arah muka isterinya dan berkata lantang, “Mau apa engkau kesini dan mengapa engkau mencegah aku membunuh anak durhaka yang telah mengkhianati Pek-Lian-Kauw ini?” Dengan alis berkerut Nyonya Bhong Khi menjawab dan suaranya juga penuh kemarahan. “Apakah engkau sudah menjadi gila? Seekor harimaupun tidak akan membunuh anaknya sendiri.” “Kau tahu apa? Dia sudah mengkhianati Pek-Lian-Kauw, menentang Kim Niocu. Kalau sekarang aku tidak membunuhnya, kita sekeluarga tentu akan dihukum mati oleh Pimpinan tertinggi!” bantah Bhong Khi. “Lebih baik aku dihukum mati daripada harus membunuh anakku” teriak Nyonya Bhong Khi marah, “Tidak, tidak ada yang boleh membunuh Bhong Lam! Aku yang akan menghalangi !” “Lam-ji (anak Lam), cepat pergi engkau menyelamatkan diri, biar aku yang akan mencegah Ayahmu yang telah menjadi gila ini mengejarmu!” Bhong Lam tahu bahwa Ayahnya amat mencinta Ibunya, akan tetapi diapun maklum bahwa imu silat Ibunya tidak akan mampu menandingi ilmu kepandaian Ayahnya, bahkan
1274
tingkat kepandaian Ibunya itu masih berada di bawah tingkatnya sendiri. Dia tahu bahwa bahaya yang mengancam keselamatan Ouw Yang Hui masih ada, maka tanpa berkata apapun dia lalu menghampiri Ouw Yang Hui dan mengajak gadis itu berlari meninggalkan tempat itu. Bahkan dia lalu memondong tubuh isterinya itu dan membawa berlari cepat memasuki sebuah hutan lebat. Melihat ini, Bhong Khi menjadi semakin marah. “Perempuan bodoh! Apa engkau ingin melihat kita sekeluarga dihukum mati semua, Minggir kau! Aku harus dapat menangkap mereka!” “Tidak, selama masih ada aku di sini, engkau tidak boleh membunuh Lam-ji!” teriak isterinya sambil melintangkan pedangnya menghadang. “Keparat! Daripada kita semua yang binasa, lebih baik engkau sendiri mampus!” bentak Bhong Ki dan diapun sudah menyerang dengan tusukan pedang ke arah dada isterinya sendiri. Nyonya Bhong Khi cepat mengelak dan membalas. Terjadilah perkelahian dengan pedang antara suami isteri ini. Perkelahian sungguh-sungguh, setiap serangan merupakan cengkeraman maut. Mereka bersungguh untuk saling membunuh.! Biarpun tingkat kepandaiannya sebenarnyä kalah jauh, akan tetapi wanita yang
1275
sudah nekat untuk melindungi puteranya itu mengamuk dengar hebat sehingga Bhong Khi agak kewalahan juga untuk menundukannya. Akan tetapi setelah ketua cabang Pek-Lian-Kauw ini mencurahkan perhatiannya, dia mulai dapat mendesak dan dengan gerakan yang amat cepat sambil membentak keras pedangnya berhasil menembus dada Isterinya, Wanita itu roboh mandi darah dan tewas seketika. Bhong Khi tidak memperdulikan lagi isterinya dan cepat melakukan pengejaran. Akan tetapi Bhong Lam sudah lenyap ke dalam hutan dan Bhong Khi tidak tahu ke arah mana puteranya itu melarikan diri. Sementara itu bermunculan Para anggauta Pek-Lian-Kauw. Beberapa orang wanita pembantu Nyonya Bhong Khi menangisi mayat majikan mereka. Ketika Bhong Khi kembali ke tempat tadi, dia menegur mereka yang menangisi mayat isterinya. “Sudah, kalian jangan menangis. la mati karena membela seorang pengkhianat. Sekarang angkut jenazah itu pulang!” Biarpun dalam hatinya Bhong Khi berduka dan menyesal sekali telah membunuh isterinya sendiri yang sesungguhnya dia cinta, namun diapun merasa lega karena kematian isterinya di tangannya itu dapat di jadikan bukti bahwa dia setia kepada Pek-Lian-Kauw sehingga menegakan putera dan isteri sendiri. Bukti kesetiaannya ini tentu
1276
akan dapat membebaskan dia dari hukuman yang biasa dijatuhkan terhadap anggauta yang berkhianat atau memberontak. Mereka berhenti di lereng sebuah bukit. Bhong Lam menyeka keringatnya yang membasahi muka dan lehernya. Dia telah berlari jauh sambil memondong Ouw Yang Hui sehingga merasa kelelahan dan juga berkeringat. Setelah tiba di lereng bukit itu, yang sudah jauh sekali dari tempat Ayahnya, dia berhenti. Mereka duduk di bawah pohon besar dan Ouw Yang Hui menangis tanpa suara, hanya mengusap air matanya yang menetes-netes di atas kedua pipinya. Bhong Lam duduk di dekatnya dan dengan lembut dan penuh kasih sayang menyentuh pundaknya. “Hui-moi sayang, kenapa engkau menangis? Bahaya sudah lewat, engkau tidak perlu takut dan khawatir, Hui-moi,” katanya dengan halus. Ouw Yang Hui menahan isaknya dan mengusap kering air matanya, kemudian sambil menundukkan mukanya ia berkata. “Bhong-Kongcu...” “Aih, Hui-moi, kenapa engkau masih saja menyebut aku Kongcu (Tuan Muda)? Bukankah engkau ini isteriku” Bhong Lam menegur lembut.
1277
“Maafkan aku, Kongcu. Aku masih belum dapat mengubah sebutan itu.” “Sudahlah, akan tetapi kenapa engkau menangis? Sudah kukatakan bahwa engkau tidak perlu khawatir karena aku akan melindungi dan membelamu dengan taruhan nyawaku.” Ouw Yang Hui menghela napas panjang, “Aku tidak khawatirkan diriku sendiri. Aku menangis karena merasa sedih Kongcu, Kenyataannya bahwa diriku hanya mendatangkan malapetaka bagi orang lain, Aku telah membuat tunanganku terjebak dan nyaris tewas, semua itu terjadi hanya karena dia hendak membelaku Sekarang engkaupun sampai dimusuhi bahkan hampir dibunuh oleh Ayah kandungmu sendiri karena aku pula. Ah sungguh buruk sekali nasibku, hanya membikin celaka orang lain.” “Ah... engkau mengkhawatirkan aku, Hui-moi? Benarkah... benarkah engkau mengkhawatirkan diriku?” Ouw Yang Hui memandang wajah itu Memang tidak ada perasaan cinta di hatinya terhadap pria ini, akan tetapi bagaimanapun juga, harus ia akui bahwa Bhong Lam amat menyayangnya, bahkan rela mengorbankan nyawa untuk melindunginya. telah berkorban
1278
membiarkan dirinya dimusuhi bahkan akan dibunuh Ayahnya, juga perkumpulannya sendiri. Bagaimanapun juga, pengorbanan Bhong Lam besar sekali demi cintanya kepadanya. “Tentu saja aku mengkhatirkan dirimu, Kongcu demi akulah maka engkau mengalami malapetaka ini” “Ah. terima kasih, Hui-moi terima kasih! Pengorbanan ini tidak ada artinya bagiku! Aku cinta padamu, Hui-moi dan Untuk belamu, aku siap untuk mati seribu kali” Ouw Yang Hui merasa tidak enak sekali. pemuda itu mencinta dengan mati-matian, padahal ia sendiri sama sekali tidak mempunyai perasaan cinta kasih kepadanya. Segera ia mengalihkan percakapan dan perhatian Bhong-Kongcu, “Sekarang kita akan pergi ke mana?” Bhong Lam bangkit berdiri dan memandang ke bawah lereng bukit itu. “Lihatlah Hui-moi, di lereng paling bawah itu terdapat sebuah rumah terpencil. Kalau aku tidak salah ingat, rumah itu milik seorang kaya dari kota yang menjadikannya sebagai tempat peristirahatan di bukit ini. Kita dapat tinggal di sana untuk sementara waktu, Mari kita ke sana, Hui-moi!”
1279
Ouw Yang Hui tidak membantah atau bertanya lagi, lalu keduanya berjalan menuruni lereng menuju ke rumah yang dari atas tampak gentengnya yang kemerahan itu. Setelah mereka tiba di depan rumah itu, hari telah sore. Matahari sudah turun ke barat dan cahayanya sudah lemah kemerahan. Bhong Lam dan Ouw Yang Hui memasuki halaman rumah itu. Rumah itu temboknya putih dan tampaknya terawat dengan baik. Bermacam tanaman bunga tumbuh subur di pekakarangan depan, menjadi Semacam taman kecil. Beberapa batang pohon jeruk penuh dengan jeruk-jeruk yang sudah mennguning. Seorang laki-laki berusia lima puluhan tahun yang sedang bekerja di pekarangan itu, menyirami bunga, melihat mereka, ia segera maju menghampiri. Dia seorang dusun yang bekerja sebagai tukang kebun rumah itu. “Selamat sore, Kongcu (Tuan Muda) dan Siocia (Nona), apakah yang dapat saya bantu untük ji-wi (anda berdua)?” tegur tukang kebun itu yang agaknya sudah terbiasa bersikap sopan terhadap orang-orang yang pakaiannya bukan seperti orang dusun. Dengan sikap halus seperti biasa, Bhong Lam mengangguk kepada orang itu dan bertanya, “Paman yang baik, bukankah ini rumah peristirahatan seorang hartawan dari kota See-kang?”
1280
“Benar sekali, Kongcu. Lai-Wangwe (Hartawan Lai) dari kota See-kang yang memiliki rumah peristirahatan ini dan kebetulan sekali, pada saat ini Lai-Wangwe sedang berada di sini sejak kemarin, bersama seorang isterinya. Mereka datang dengan kereta kemarin pagi.” Tukang kebun itu agaknya bangga akan majikannya dan suka bercerita. “Apakah hanya mereka berdua dan Paman saja yang berada di rumah ini?” tanya Bhong Lam. “Benar, Kongcu. Lai-Wangwe tidak mau diganggu kalau berada di sini. Kusir dan keretanya sudah disuruh pulang dan minta dijemput besok pagi. Saya memang selalu berada disini untuk mengurus dan menjaga rumah kalau sedang kosong. Pada saat itu, dua orang muncul di pintu depan yang terbuka. seorang laki-laki berusia sekitar enam puluh tahun berpakaian mewah dan seorang wanita berusia sekitar empat puluh tahun yang juga berpakaian mewah dan masih tampak cantik. “A-sam, siapakah yang datang?” tanya laki-laki itu kepada tukang kebun. Melihat dua orang itu, Bhong Lam lalu menggandeng tangan Ouw Yang Hui, diajak menghampiri dua orang yang muncul di pintu depan rumah itu. Setelah berhadapan dengan mereka,
1281
Bhong Lam menjura dengan sikap hormat dan Ouw Yang Hui hanya meniru yang dilakukan pemuda itu. “Harap Paman dan Bibi sudi memaafkan kami berdua. Saya bernama Bhong Lam dan ini adalah isteri saya. Kami berdua melakukan perjalanan dan sampai di sini hari telah senja. Kami khawatir kemalaman di tengah perjalanan, maka kalau sekiranya Paman dan Bibi tidak berkeberatan kami mohon diperkenankan melewatkan malam di sini.” Sikap Bhong Lam demikian lembut dan kata-katanya juga menunjukan bahwa dia seorang terpelajar, wajahnya tampan dan pakaiannya mewah. Jelas bahwa dia seorang pemuda terpelajar dan hartawan, bahkan pantas menjadi seorang bangsawan, maka tentu saja amat menarik hati Lai-Wangwe dan isterinya. Apa lagi Ouw Yang Hui juga amat menarik hati. Seorang gadis yang amat cantik. “Ah boleh sekali. Kami tidak keberatan dan memiliki beberapa buah kamar yang malam ini kosong tidak dipakai. Silakan masuk, orang-orang muda, Kalian masih begini muda, tentu kalian pengantin baru, bukan?” kata Lai-Wangwe sambil mempersilakan kedua orang pendatang itu masuk. “Benar sekali, Paman. Kami memang belum lama menikah,” kata Bhong Lam.
1282
“Mari, silakan duduk!” kata Lai-Wangwe setelah mereka tiba di ruangan dalam. “kalian tentu belum makan malam! Kebetulan kami juga sedang hendak makan malam, kami bersedia banyak makanan dan baru saja tadi A-Sam membantu isterinya memanaskan masakan.” Hartawan itu beserta isterinya lalu mengajak dua orang tamunya memasuki ruangan makan di bagian belakang rumah. Sebuah meja penuh hidangan yang masih mengepulkan uap telah tersedia di atas meja. Bhong Lam dan Ouw Yang Hui tentu saja merasa sungkan akan tetapi diam-diam mereka juga girang sekali karena perut mereka terasa lapar sekali dan tubuh lelah. Empat orang itu lalu makan minum dan dengan ramahnya Lai-Wangwe menjamu mereka. “Rumah Paman begini indah dan banyak kamarnya, kenapa hanya Paman dan Bibi berdua saja yang tinggal di sini?” Bhong Lam bertanya sedangkan Ouw Yang Hui sejak tadi tidak ikut bicara, hanya tersenyum ramah kalau suami isteri tuan rumah itu kebetulan memandang kepadanya. “Ah, rumah ini memang merupakan rumah peristirahatan keluarga kami Bhong-hiante. Aku bernama Lai Sin dan tinggal di kota See-kang, berdagang di kota itu. Kalau ingin mengaso, kami sekeluarga
1283
tinggal di tempat sunyi dan sejuk ini untuk beberapa hari lamanya dan kebetulan kali ini hanya aku dan Sam-hujin (Nyonya ketiga) berdua saja yang ingin beristirahat di sini selama dua malam, dan besok kami akan di jemput kereta kami dan kembali ke See-Kang. “Akan tetapi tadi kami bertemu dengan orang diluar.” kata Bhong Lam. “Oh... itu A-Sam tukang kebun dan penjaga rumah kami ini. Hanya dialah yang menemani kami berdua di sini dan dia yang kami suruh kalau kami membutuhkan apa-apa.” Setelah selesai makan, Bhong Lam berkata, “Banyak terina kasih atas keramahan dan kebaikan hati Paman dan Bibi yang sudah menerima dan menjamu kami. Sekarang kami mohon maaf, Paman dan bibi. Kami telah melakukan perjalanan jauh dan kami merasa lelah sekali. Kami ingin membersihkan diri lalu mengaso. Besok pagi saja kita dapat bicara lebih lama.” “Tentu saja. Silakan, di sana ada kamar mandi dan kalian boleh bermalam di kamar yang berada di sudut itu,” kata Lai-Wangwe dengan ramah. Bhong Lam dan Ouw Yang Hui mengucapkan terima kasih, Mereka lalu membersihkan badan di kamar mandi, kemudian memasuki kamar yang diperuntukkan untuk mereka.
1284
Kamar itu cukup bersih dan indah. Saking lelahnya, begitu tubuhnya rebah dia atas pembaringan, Ouw Yang Hui langsung pulas. Bhong Lam duduk di tepi pembaringan,memandang wajah isterinya sambil tersenyum. Hatinya terasa berbahagia sekali memandang wajah wanita yang amat disayangnya itu. Sinar lampu gantung yang redup membuat wajah itu tampak semakin jelita. Dia membungkuk dan mencium dahi Ouw Yang Hui dengan hati-hati dan penuh rasa kasih sayang. Dia tidak mau mengganggunya, akan tetapi dia juga belum ingin tidur. Masih ada pekerjaan penting yang harus diselesaikannya. Dia duduk bersila diatas pembaringan untuk memulihkan tenaganya karena diapun merasa lelah sekali setelah tadi bertanding melawan Ayahnya sendiri kemudian harus melarikan diri sambil memondong tubuh Ouw Yang Hui sampai setengah hari lamanya. Malam itu hawa udara amat dingin. setelah keadaan sunyi dan pernapasan Ouw Yang Hui menunjukkan bahwa gadis itu sudah pulas sekali, Bhong Lam lalu turun dari atas pembaringan, Ia membetulkan letak selimut yang menutupi tubuh wanita yang dicintanya itu, kemudian berindap-indap dia meninggalkan kamar, membuka pintu lalu menutupkan lagi daun pintu kamar dari luar. Tak lama kemudian tubuhnya berkelebat dan dia sudah berada di
1285
luar kamar hartawan Lai dan isterinya. Dia menempelkan daun telinganya pada jendela tidur kamar itu. Pada saat itu, sinar lampu gantung diluar kamar menyoroti mukanya dan wajah pemuda itu sungguh berbeda jauh dari biasanya. Garis-garis yang menunjukkan kelembutan pada wajah itu lenyap terganti garis-garis yang keras dan mulutnya tampak membayangkan kekejaman, sepasang matanya mencorong seperti mata sepasang binatang buas. Pada saat seperti itu, seluruh pikiran dalam benaknya hanya tertuju sepenuhnya kepada kepentingan diri sendiri, keuntungan diri sendiri. Setiap apa saja yang dianggapnya sebagai penghalang pemenuhan keinginannya, harus disingkirkan dengan cara apapun juga. Dia melihat rumah itu sebagai tempat tinggal sementara yang amat baik bagi dia dan Ouw Yang Hui. Cukup tersembunyi, terpencil, juga cukup menyenangkan. Dia harus memilikinya, untuk menjadi tempat tinggal mereka berdua. Setidaknya untuk sementara. Dan semua penghalang harus disingkirkan! Pendengarannya yang tajam dapat menangkap suara dengkur Hartawan Lai. Jelas, suami isteri itu sudah tidur nyenyak, pikirnya. Dia lalu menggunakan tenaganya untuk mendorong daun jendela sehingga terbuka dengan paksa. Dengan ringan dia melompat ke dalam kamar yang remang-remang karena hanya diterangi sebuah lampu meja yang
1286
kecil. Dalam keremangan, dia melihat tubuh dua orang suami isteri itu menggeletak di atas pembaringan. Karena cuaca remang-remang, ketika tangannya menyentuh meja, tanpa sengaja dia menggulingkan sebuah cawan. Cawan itu terguling dan jatuh dari atas meja tanpa dapat dicegah Bhong Lam karena tidak kelihatan. Terdengar bunyi berkerontangan dan suara ini cukup nyaring sehingga membangunkan Hartawan Lai dan isterinya. “Eh, apa itu...” tanya Hartawan Lai sambil menyingkap selimutnya. Isterinya sudah bangkit duduk dan melihat bayangan Bhong Lam di dekat pembaringan. “Heii, siapa engkau..?” jeritnya. Tubuh Bhong Lam. bergerak cepat sekali ke arah pembaringan, dua kali tangan kanannya bergerak ke depan dan suami lsteri itu roboh kembali dan tidak mampu bergerak kembali karena Pemuda itu dengan kejam sekali telah menurunkan tangan maut, Dia sengaja mempergunakan Tok-Ci (Jari Beracun), menotok dada suami isteri itu. Hawa beracun yang terkandung dalam jari telunjuknya menyerang jantung dan orang yang ditotoknya langsung tewas seketika. Tanpa melihat lagi Bhong Lam sudah yakin bahwa dua orang itu tentu telah tewas. Dengan tenang sekali dia membuka Palang daun pintu dan keluar dari dalam kamar itu, menutup kembali daun pintu dan daun jendela kamar, kemudian pergi ke bagian belakang rumah itu.
1287
Mudah saja dia mendapatkan kamar A-sam di bagian belakang. Dia mengetuk daun pintu kamar itu. “Tuk-tuk-tuk!” A-sam terbangun. “Siapa itu?” terdengar suaranya. “Aku, Paman A-sam, bukalah pintunya Aku mau bicara, penting sekali!” kata Bhong Lam. Tadinya A-sam merasa heran dan bingung karena suara itu suara seorang laki-laki akan tetapi bukan majikannya. Akan tetapi dia segera teringat bahwa majikannya menerima dua orang tamu pria dan wanita. Dia segera turun dari pembaringan dan membuka daun pintu. Di bawah sinar lampu gantung di luar kamarnya dia mengenal pemuda yang menjadi tamu itu. “Ah, Kongcu. Ada apakah, Kongcu?” “Tidak usah banyak tanya, A-sam, cepat arnbil cangkul dan lakukan perintahku!” kata Bhong Lam, suaranya berubah menjadi dingin penuh ancaman. A-Sam mengerutkan aiisnya. “Ada apa ini? Malam-malam disuruh mencangkul? Mencangkul apa?.” “Sudahlah, cepat bawa cangkul dan lakukan apa saja yang kuperintahkan.” A-sam mengerutkan alisnya.
1288
“Kongcu bersikap tidak pantas Kongcu hanya seorang tamu dan aku tidak mau melakukan perintahmu. Aku hanya menaati perintah majikanku” katanya dengan nada penasaran. Bhong Lam menggerakkan tangannya, tampaknya hanya menyentuh pundak tukang kebun itu, akan tetapi A-sam mengeluh dan dia terkulai roboh. A-sam adalah seorang yang biasa bekerja kasar, tubuhnya kuat dan tentu saja menjadi marah. Ditahannya rasa nyeri di pundak kirinya dan dia lalu menyerang Bhong Lam dengan tangan kanannya. Akan tetapi sekali lagi pemuda itu menggerakan lagi tangannya dan sekali kini pundak kanan A-san yang, disentuhnya dan untuk kedua kalinya tubuh A-sam terkulai roboh dan karena mengaduh-aduh, kedua pundaknya terasa nyeri bukan main. “Nah, apakah engkau membantah? Ataukah harus kupukul Sampai mati...?!?” bentak Bhong Lam. Kini mengertilah A-sam bahwa ia berhadapan dengan orang yang amat lihai. “Aku... aku menurut.” katanya sambil mengaduh. Bhong Lam menggerakkan tangannya, dua kali ia menepuk kedua pundak A-sam dan orang ini merasa betapa pundaknya tidak nyeri lagi. Makin yakinlah dia bahwa pemuda itu benar-benar memiliki ilmu kepandaian tinggi, maka diapun segera mengambil sebuah cangkul dari sudut kamarnya. Bhong Lam mengambil lampu yang tergantung di situ, lalu mengajak A- Sam menuju ke kebun
1289
belakang. Setelah tiba di tempat terbuka dalam kebun itu, dia menuding ke arah sepetak rumput dan berkata kepada A-sam. “Cepat gali lubang yang besar, Cepat kataku!” A-sam tidak berani membantah atau bertanya walaupun dia merasa bingung dan heran sekali, mengira bahwa pemuda itu tentu gila. Akan tetapi karena ketakutan, diapun menggali dengan cepat mengerahkan seluruh tenaganya. “Kurang panjang, dua kali itu panjangnya” perintah Bhong Lam. A-sam menggali terus, keringat mulai membasahi tubuhnya, dia merasa semakin heran. Untuk apa menggali lubang sepanjang itu! “Kurang dalam!” kata Bhong Lam. “Sepinggang lebih dalamnya dan lebarnya juga dua kali itu!” Diam-diam A-sam mengutuk. Orang ini tentu gila, pikirnya. Kalau menggali tanah saja untuk menanam pohon, untuk apa demkian panjang, demikian lebar dan dalam. Akan tetapi dia tidak berani bertanya dan menggali terus. Mencangkul adalah pekerjaannya sejak muda, maka dia dapat mengali dengan cepat dan kuat. Malam telah larut, mendekati fajar ketika galian lubang sudah di anggap cukup Sudah lebar dan dalam oieh Bhong Lam.
1290
“Cukup, hentikan penggalian itu,” kata Bhong Lam. A-sam menghentikan galiannya, membawa cangkulnya merangkak keluar dari lubang. Dia memberanikan dirinya bertanya lirih, “Kongcu, untuk apakah lubang ini? “Untuk menguburmu!” kata Bhong Lam. Dan sekali tangannya bergerak menyambar ke arah pelipis A-sam tukang Kebun itu terpelanting roboh masuk lubang galian dan tidak mampu bergerak lagi, karena pukulan itu telah menewaskannya seketika! Setelah menjenguk ke dalam lubang dan melihat A-sam menelungkup di dalamnya. Bhong Lam lalu, berlari menuju rumah dan masuk dari pintu belakang yang sudah terbuka ketika dia keluar ke kebun bersama A-sam tadi. Dia langsung berlari ke kamar Hartawan Lai, sama sekali tidak pernah menduga bahwa Ouw Yang Hui sudah terbangun dari tidurnya. Ketika gadis itu terbangun ia merasa heran karena tidak melihat Bhong Lam di dalam kamar. la lalu turun dari pembaringan dan menghampiri jendela, menguak tirai dan melihat bahwa di luar masih gelap. Akan tetapi mendengar suara ayam jantan berkeruyuk dari arah belakang rumah, Agaknya A-Sam memelihara ayan jantan, pikirnya dan keruyuk ayam jantan itu menandakan bahwa saat itu malam telah beralih dan fajar mulai menyingsing.
1291
Tiba-tiba ia terkejut melihat bayangan Bhong Lam yang bergerak cepat menuju kamar induk. Kamar tuan rumah. Jantungnya berdebar karena heran dan ia tertegun, hanya berdiri di belakang jendela kamarnya. lampu diatas meja dalam kamarnya sudah padam sehingga dalam kamar itu gelap sekali. la dapat melihat keluar jendela melalui kaca jendela, akan tetapi ia tidak tampak dari luar. Tak lama kemudian ia melihat Bhong Lam datang dari kamar induk dan ia terbelalak karena pria yang telah menjadi suaminya itu memanggul dua tubuh manusia di kedua pundaknya. Bhong Lam berjalan cepat sekali, setengah berlari mamanggul dua tubuh manusia itu ke arah kebun belakang. Jantung Ouw Yang Hui berdebar keras, wajahnya pucat sekali. Ia masih dapat mengenal bentuk tubuh dan pakaian kedua orang yang dipanggul Bhong Lam itu. Mereka adalah Hartawan Lai dan isterinya yang tadi menjamu mereka! “Ya Tuhan! Mereka kenapa? Dan apa yang dilakukan oleh Bhong Lam itu!” tanyanya dalam hati dan ia merasa khawatir bukan main, rasa khawatir yang bercampur dengan perasaan ngeri. la mengingat-ingat Pemuda itu adalah putera ketua bahkan cabang Pek-Lian-Kauw yang kejam bahkan yang hendak membunuh anak sendiri. Bhong Lam juga sudah memaksa ia menjadi isterinya dengan cara memaksanya berjanji dengan imbalan memberi
1292
pertolongannya membebaskankan Sin Cu. Bhong Lam sudah mengkhianati perkumpulannya sendiri. Orang seperti itu biasanya tentu akan dapat melakukan apa saja, demi kepentingan dirinya! “Jangan-jangan...!” Ouw Yang Hu bergidik. Bukankah tadi Bhong Lam mengatakan bahwa tempat itu amat indah menyenangkan? apa mungkin dia ingin miliki tempat itu dan... kedua orang pemiliki rumah itu telah mati? Dibunuhnya? Ouw Yang Hui bergidik dan kedua kakinya menjadi lemas. la terhuyung dan menghempaskan tubuhnya ke pembaringan tak dapat menahan tangisnya. Kalau benar dugaannya bahwa Bhong Lam membunuh suami isteri itu, ia menjadi muak dan benci sekali. Ingin rasanya la mengakhiri hidupnya daripada menjadi istri seorang manusia iblis seperti itu. Ia tidak mungkin dapat melakukan bunuh diri sekarang, tidak mungkin hal itu ia lakukan. la berani membunuh diri sendiri, akan tetapi ia tidak tega untuk membunuh anak yang berada dalam kandungannya! la telah menjadi isteri Bhong Lam sudah hampir dua bulan dan ia tahu benar bahwa ia telah mengandung walaupun hal itu belum ia beritahukan kepada Bhong Lam. Demi anak itulah ia harus bertahan untuk hidup, betapapun sengsara lahir batinnya. Matahari sudah mulai menerangi bumi, sinarnya sudah mencapai jendela kamar itu. Ouw Yang Hui sejak tadi sudah duduk di atas kursi
1293
dalam kamarnya, ia menanti dengan hati gelisah. Akan tetapi Bhong Lam tidak pernah muncul dan suasana yang sunyi sekali di rumah itu membuatnya bergidik ngeri. Tidak ada suara orang, dan suara di bagian belakang. Di mana adanya A-sam? Ouw Yang Hui lalu keluar dari kamarnya lalu pergi ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Kemudian ia memasuki rumah, mencari-cari. Akan tetapi ia tidak menemukan siapapun. Hartawan Lai dan isterinya tidak tampak demikian pula A-Sam tidak tampak batang hidungnya. Ia sudah mencari sampai pekarangan depan, namun tidak ada seorangpun di sana. Sunyi sekali di situ, kesunyian yang mengerikan hatinya Karena ia teringat akan apa yang dililihatnya pagi-pagi sekali tadi. Apakah yang di pondong di atas kedua pundak Bhong Lam adalah mayat-mayat Hartawan Lai dan isterinya? Ia bergidik. la membayangkan lagi apa yang dilihatnya melalui jendela pagi tadi. Bhong Lam memanggul tubuh Lai-Wangwe dan isterinya, dan membawanya ke kebun belakang! Teringat akan ini, Ouw Yang Hui keluar dari pintu belakang dan pergi ke kebun yang cukup luas itu. Kebun yang penuh dengan pohon-pohon buah. Di sinipun sunyi, tak tampak seorang pun manusia. Ia melangkah perlahan-lahan matanya meneliti dan mencari-cari. Tiba-tiba ia memandang ke kiri. sebatang cangkul
1294
berdiri dengan gagangnya yang membungkuk. Cangkul itu seperti menceritakan sesuatu. Ouw Yang Hui tertarik dan segera menghampir. la berdiri terbelalak dan mukanya menjadi pucat sekali, kedua kakinya gemetar, jantungnya berdebar, matanya yang terbelalak memandang ke bawah, ke arah tanah urukan di depannya. Jelas sekali tampak tanah yang baru dicangkul. Tentu ada sesuatu yang berada di bawah tanah itu. Tiba-tiba Ouw Yang Hui merasa mual dan tak dapat ditahannya lagi ia muntah-muntah. “Hui-moi!” tiba-tiba terdengar panggilan dan Bhong Lam sudah berada di dekat Ouw Yang Hui, memegang kedua pundak dan merangkulnya. Ada apakah denganmu Hui-moi? Engkau sakit...?” pemuda tu bertanya dengan khawatir. Ouw Yang Hui mengusap bibirnya, berdiri tegak kembali sambil menatap wajah Bhong Lam, kemudian terdengar suaranya bertanya, gemetar. “Bhong-Kongcu, dimanakah Lai-Wangwe, isterinya, dan A-sam? Aku mencari mereka di mana, akan tetapi tidak dapat menemukan mereka.” Bhong Lam tersenyum. Hatinya tenang saja menghadapi pertanyaan Ouw Yang Hui itu. Baginya, apa yang dilakukannya semalam merupakan peristiwa biasa saja. Akan tetapi dia ingin menyembunyikannya dari Ouw Yang Hui agar isterinya yang tidak biasa dengan hal-hal seperti itu tidak akan menjadi kaget.
1295
“Ah, pagi-pagi sekali tadi mereka telah pergi dari sini dijemput dengan kereta. Mereka tidak sempat pamit padamu, akan tetapi mereka meninggalkan pesan padaku agar kita mendiami rumah ini sementara waktu.” Sepasang mata yang jeli itu menatap tajam penuh selidik. Perlahan-lahan wajah yang tadinya pucat itu berubah menjadi merah ketika api kemarahan mulai berkobar dalam hati Ouw Yang Hui. Ia mengambil cangkul dan menyerahkannya kepada Bhong Lam. “Engkau bohong! Hayo gali timbunan tanah ini, galii...!” Bhong Lam menerima cangkul itu akan tetapi tentu saja dia tidak menggalinya melainkan melempar cangkul itu ke samping, “Hui-moi, tenanglah. Engkau kenapakah...?” Bhong Lam hendak memeluk, akan tetapi Ouw Yang Hui mendorongnya dengan tangannya. “Engkau membunuh mereka! Aku tahu, aku lihat engkau memanggul mayat mereka. Engkau membunuh suami isteri itu, juga A-sam! Engkau kejam, jahat... engkau manusia iblis” Ouw Yang Hui terkulai lemas dan ia tentu akan roboh kalau Bhong Lam tidak dengan cepat merangkulnya. Wanita itu pingsan karena guncangan hebat pada batinnya. Bhong Lam lalu memondongnya dan membawanya masuk ke dalam rumah. Ketika siuman dari
1296
pingsannya dan mendapatkan dirinya rebah diatas pembaringan Bong Lam duduk di tepi pembaringan, Ouw Yang Hui segera bangkit duduk, “engkau... engkau... iblis terkutuk... aku benci kamu... benci kamu ah, terkutuk kamu” “Hui-moi, ah, Hui-moi, semua ini kulakukan untuk menyenangkan hatimu Hui-moi, aku terusir dari rumah, Kita tidak punya rumah, tidak punya pakaian, tidak punya apa apa maka kuambil rumah ini untukmu, Hui-moi, karena aku cinta padamu, aku ingin menyenangkan hatimu Hui-moi” “Tidak! Tidak sudi aku. aku benci kamu. Engkau manusia berwatak iblis! Engkau membunuh orang-orang yang baik kepada kita, engkau terkutuk, aku benci kamu...!” Ouw Yang Hui menutupi mukanya dan menangis. “Ampunkan aku Hui-moi... maafkan aku..., akan tetapi jangan benci aku, Hui-moi, jangan benci aku” Bhong Lam menelungkup dan membenamkan mukanya di atas pangkuan Ouw Yang Hui dan diapun menangis! Dia takut sekali kehilangan wanita yang dicintanya ini. Memang aneh sekali melihat seorang yang dengan darah dingin membunuh tiga orang tanpa berkedip itu sekarang
1297
menangis seperti anak kecil diatas pangkuan Ouw Yang Hui! Ouw Yang Hui menggunakan kedua tangannya mendorong kepala Bhong Lam dari atas pangkuarnya dan iapun turun dari pembaringan, menghapus air matanya menggigıt bibirnya menahan tangis. “Aku tidak sudi lagi ikut denganmu biar engkau membunuhku, aku tidak mau dekat denganmu. Aku akan pergi!” katanya. “Hui-moi...!” Bhong Lam rnenghadang di depannya kemudian menjatuhkan diri berlutut di depan kaki Ouw Yang Hui, kedua tangannya merangkul kaki wanita itu. “Jangan... Hui-moi, ahh... Jangan tinggalkan aku... aku lebih baik mati dari pada hidup tanpa engkau, jangan pergi,” Pada saat itu terdengar suara wanita berteriak dari luar rumah itu. “Pengkhianat Bhong Lam. Keluar dan menyerahlah!” Bhong Lam terkejut dan bangkit berdiri. ia amat mengenal suara itu, Itu Suara Ang Hwa, pemimpin pasukan Hek I Kiam-Tin. Tahulah ia bahwa pasukan pengawal Kim Niocu telah berhasil menemukannya. “Mari kita pergi.” katanya dan dia sudah memondong tubuh Ouw Yang Hui. lalu melompat dengan cepatnya, berlari ke pintu dengan maksud untuk melarikan diri dari belakang karena suara tadi
1298
terdengar dari depan rumah. Dia membuka Pintu belakang melompat ke dalam kebun dan... Sembilan bayangan hitam berkelebatan dan paşukan Hek I Kiam-Tin telah mengepungnya. Sembilan orang gadis berpakaian serba hitan dengan pedang di tangan telah mengepung dan siap menerjang, Tahulah Bhong Lam bahwa dia tidak dapat meloloskan diri lagi. Kiranya dia sudah dikepung. Hek I Kiam-Tin menjaga di belakang dan Ang I Tok-Tin berada di pekarangan depan. Tidak ada jalan lain. Dia harus melawan mati-matian Dia menurunkan Ouw Yang Hui dan mencabut pedangnya. “Pengkhianat Bhong Lam! Menyerahlah kalian berdua untuk kami hadapkan kepada Niocu!” Hek Hwa berseru sambil menudingkan pedangnya ke arah Bhong Lam. “Hek Hwa, aku bersedia untuk menyerahkan diri dan menerima hukuman apapun yang akan dijatuhkan kepada diriku, akan tetapi hanya dengan satu syarat, yaitu bebaskan isteriku Ouw Yang Hui ini dan biarkan ia pergi tanpa diganggu!” Terharu juga hati Ouw Yang Hui mendengar ucapan ini. Berkali-kali pria ini membuktikan cinta kasihnya yang amat besar kepadanya, rela berkorban apapun juga, bahkan nyawanya, untuk menyelamatkannya. la amat membenci Bhong karena kekejamannya, menbunuh orang-
1299
orang yang tidak berdosa seperti membunuh semut saja, akan tetapi iapun terharu melihat bukti kasih sayang pria itu kepadanya. “Tidak bisa, Bhong Lam! Menurut perintah Kim Niocu, kalian harus menyerah dan kami bawa menghadap Niocu, kalau engkau melawan, terpaksa kami akan membunuhmu” kata Ang Hwa Ternyata pasukan baju merah yang dipimpin Ang Hwa sudah tiba di situ. tadi mereka menjaga di bagian depan. Setelah mendengar bahwa Bhong Lam keluar dari rumah melalui pintu belakang, merekapun cepat menuju ke belakang bergabung dengan pasukan baju hitam. “Kalau begitu, terpaksa aku akan melawan kalian! Hui-moi, cepat lari!” Bhong Lam maklum bahwa sekali terjatuh ketangan Kim Niocu, tentu Ouw Yang Hui akan dipaksa menyerahkan diri kepada seorang pejabat menurut pilihan Kim Niocu. Dia tidak rela wanita yang dikasihinya itu dipaksa melayani laki-laki lain. Kalau mereka berdua menyerahkan diri, dia pasti tidak akan mampu melindungi Ouw Yang Hui karena sedikit sekali harapan dia akan mendapat pengampunan dari kim Niocu. Maka dia nekat hendak melawan sampai mati asalkan Ouw Yang Hui dapat terbebas dari tangan mereka. Akan tetapi lalu bagaimana Ouw Yang Hui akan dapat
1300
melarikan diri? la pun di kepung. dengan marah sekali Bhong Lam lalu mengamuk, menyerang mereka yang mengepung Ouw Yang Hui untuk memberi kesempatan kepada isterinya itu untuk melarikan diri. Akan tetapi diapun Segera dikeroyok belasan orang anggauta Ang I Tok-Tin dan Hek I Kiam-Tin yang lihai itu. Ouw Yang Hui yang tidak mungkin dapat melarikan diri itu hanya berdiri menonton perkelahian itu dengan jantung berdebar penuh ketegangan dan kekhawatiran. Tentu saja mengkhawatirkan Bhong Lam karena bagaimanapun juga, laki-laki itu kini bertanding mati-matian untuk membelanya! Biarpun, bukan ahli silat yang pandai, namun Ouw Yang Hiu dapat melihat bahwa betapapun lihainya Bhong Lam, tetap saja dia kewalahan menghadapi pengeroyokan regu yang dapat bekerja sama dengan amat baiknya itu. Masih untung baginya bahwa dalam pengeroyokan seperti itu, regu Ang I Tok-Tin tidak dapat mempergunakan bubuk atau asap beracun karena khawatir mengenai rekan-rekan sendiri, yaitu regu Hek I Kiam-Tin. Maka regu berpakaian merah itu hanya mempergunakan masing-masing sepasang pisau belati berwarna hitam kehijauan yang menganndung racun berbahaya sekali. Bhong Lam mengeluarkan seluruh kemampuannya dan mengerahkan seluruh tenaganya karena dia bertekad untuk dapat membebaskan Ouw Yang Hui. Akan tetapi dipihak lawan terlalu
1301
banyak. Dia memutar pedangnya dan menyerang dengan amat nekat sehingga akhirnya dia dapat melukai dua orang pengeroyok yaitu anggauta Hek I Kiam-Tin dan anggauta Ang I Tok-Tin Akan tetapi dia sendiri terkena sabetan pedang di Pundak kirinya sehingga bajunya di bagian Pundak terobek berikut kulit dan daging pangkal lengan kirinya. Darah membasahi baju bagian dadanya, Akan tetapi Bhong Lam seperti Tidak menperdulikan dan merasakan luka ini Pedangnya berkelebat dan kembali dia melukai dan merobohkan Seorang pengeroyok. Pada saat pedangnya menangkis tiga batang pedang sekaligus, tiba-tiba saja kaki Ang Hwa mencuat dan tepat mengenai perutnya. “Dessss...!” Tubuh Bhong Lam terjengkang dan dia roboh bergulingan dan agaknya dia sengaja bergulingan ke dekat Ouw Yang Hui. Gadis ini memandang dengan wajah pucat dan membayangkan kengerian. Bhong Lam telah merangkul kedua kakinya dan mengangkat muka yang terkena percikan darah itu memandang kepadanya. “Hui-moi..., ampunkan aku, Hui-moi...!” katanya. Sepasang mata itu meneteskan air mata, “Mintalah ampun kepada Tuhan, Kongcu!” katanya lirih, Pada saat itu, beberapa batang pedang menyambar ke arah tubuh Bhong
1302
Lam. Dia memutar tubuh dan bergulingan sambil menggerakkan pedangnya dengan dahsyat. Para penyerangnya mundur dan diapun melompat bangkit lalu mengamuk lagi. Dia tau bahwa dirinya tidak akan lolos dari kepungan, bahwa dia menghadapi ancaman maut. Akan tetapi hal ini tidaklah menggetarkan hatinya. Yang amat memedihkan hatinya adalah bahwa Ouw Yang Hui tidak mau mengampuninya, bahkan nyuruh dia minta ampun kepada Tuhan, Hal ini membuat dia penasaran dan sakit sekali hatinya. Dia tidak akan dapat mati dengan mata terpejam sebelum Ouw Yang Hui dapat memaafkannya, matinya akan penasaran kalau isterinya membencinya! Hati yang sakit ini menambah kekuatan ketika dia menghadapi pengeroyokan. Dia mengamuk dan kembali pedangnya dapat merobohkan dua orang pengeroyoknya. Akan tetapi sebatang pisau beracun di tangan kanan Ang Hwa menyambar paha kirinya. Bhong Lam terhuyung, merasa kiki kirinya seperti terbakar. Pada saat dia terhuyung, ujung pedang di tangan Hek Hwa menyerempet dadanya, Baju dan kulit dadanya robek dan darah bercucuran. Bhong Lam terhuyung dan roboh di kaki Ouw Yang Hui. “Hui-moi... kau maafkan aku... jangan membenciku, Hui-moi...” pemuda itu mengeluh. Air mata bercucuran dari sepasang mata
1303
Ouw Yang Hui, melihat keadaan laki-laki itu. Kini pakaiannya penuh darah, juga mukanya berlepotan darah. Bhong Lam kelihatan mengerikan sekali. “Aku maafkan engkau... Bhong-Ko (Kakak Bhong)... aku tidak membencimu...” kata Ouw Yang Hui terisak. Bhong Lam meloncat bangkit dan membalikkan tubuhnya, menyambut serangan para pengeroyoknya. Wajahnya berseri, matanya bersinar-Sinar. Ucapan Ouw Yang Hui itu seolah memberi semangat baru kepadanya, membuatnya kuat dan tidak lagi merasakan kepedihan luka-lukanya, walaupun kaki kirinya seperti kaku dan terbakar karena keracunan. Kembali amukannya merobohkan dua orang pengeroyok. Akan tetapi pada saat yang sama, tusukan pedang Hek Hwa memasuki lambungnya. Ketika pedang tercabut dia roboh bergulingan kembali ke kaki Ouw Yang Hui. Dia merangkul kaki isterinya itu. Melihat keadaan Bhong Lam yang mandi darahnya sendiri Ouw Yang Hui tidak dapat menahan keharuan hatinya dan iapun menekuk kedua lututnya dan duduk bersimpuh. Dengan air mata berucuran ia mengangkat kepala Bhong Lam dan memangku kepala itu. Bhong Lam memandangnya dengan sinar mata yang penuh kasih sayang dan mulut yang berdarah itu tersenyum!
1304
“Hui-moi... katakan... engkau cinta padaku...?” katanya berbisik. Ouw Yang Hui menangis, mulutnya ingin membuat pengakuan itu akan tetapi hatinya menyangkal. tidak, ia tidak mau membohongi orang yang sudah sekarat menghadapi maut. “Bhong-Ko... aku tidak bisa mencintamu, akan tetapi, Koko... aku... aku telah mengandung anakmu.” la lalu menangis tersedu-sedu. Mendengar ini, seperti ada kekuatan baru memasuki tubuh Bhong Lam. Dia bangkit duduk, matanya terbelalak “Kau mengandung anakku...?” Terima kasih, Tuhan...! Hui-moi, isteriku sayang... didiklah baik baik anak kita... jangan menjadi seorang jahat seperti Ayahnya...” Bhong Lam melompat berdiri, la tertawa seperti setan tertawa, muka dan pakaiannya penuh darah, Dia mengangkat pedang tinggi-tinggi dan sambil tertawa gembira, dia menyerbu para pengeroyoknya. Banyak pedang dan pisau beracun menyambutnya. Tubuhnya menerima banyak tusukan dan ketika pedang dan pisau itu dicabut, darah bercucuran dari tubuhnya melalui banyak lubang. Tubuh itu terhuyung. “Hui-moi... jaga Eng-ji (Anak Eng) baik-baik!” Tubuh yang bermandi darah itu setelah meninggalkan pesan dengan teriakan nyaring itu, roboh dan tewas seketika. Ouw Yang Hui yang masih duduk bersimpuh tidak tahan melihatnya. Ia menutupi mukanya dengan
1305
kedua tangannya yang juga berlepotan darah, darah Bhong Lam ketika ia memangku kepalanya tadi dan menangis tersedu-sedu. Ang Hwa lalu menghampirinya dan memegang lengannya, menariknya bangun. “Nona, engkau ikut dengan kami menghadap Kim Niocu!” katanya. Ouw Yang Hui menyerah saja, akan tetapi ia tidak berani memandang ke arah Bhong Lam yang telah menjadi mayat yang bersimbah darah. Ang Hwa yang kedudukannya sebagai orang ke dua sesudah Pek Hwa dalam deretan pembantu Kim Niocu, lalu berkata kepada Hek Hwa. “Hek Hwa, kau rawat teman-teman yang terluka dan bawa jenazah Bhong-Kongcu itu, serahkan kepada Bhong-pangcu dan buat laporan. Aku bersama sisa anak buahku akan mengantarkan Nona Ouw Yang Hui menyusul Niocu.” “Baiklah, enci Ang Hwa,” kata Hek Hwa. Empat orang anak buah Hek I Kiam-Tin dan tiga orang anak buah Ang I Tok-Tin roboh oleh pedang Bhong Lam tadi. Hek Hwa lalu mengerahkan anak buahnya untuk mengobati teman-teman yang terluka kemudian mereka membawa jenazah Bhong Lam Untuk dikembalikan kepada Ayahnya. Sedangkan Ang Hwa yang kehilangan tiga orang anak buah, bersama sisa anak buahnya yang tinggal lima orang mengawal Ouw Yang Hui meninggalkan tempat itu menuju ke kota raja. Di sepanjang perjalanan, Ouw Yang Hui seperti patung.
1306
Pikirannya masih penuh oleh kenangan yang mengerikan tentang kematian Bhong Lam. Hatinya terasa kosong. Kematian Bhong Lam yang amat mengerikan itu amat memberatkan hatinya. Merasa telah menanggung banyak sekali dosa. Pertama-tama, ia yang membuat tunangan atau kekasihnya, Wong Sin Cu tertawan dan disiksa, nyaris dibunuh. Kalau tidak ada dia, kiranya Sin Cu tidak akan mengalami semua itu. la dapat membayangkan bahwa keputusannya untuk menebus nyawa Sin Cu dengan dirinya, dengan cara menyerahkan dirinya menjadi isteri Bhong Lam, tentu akan mendatangkan kehancuran bagi hati Sin Cu. Akan tetapi tidak ada waktu, baginya tidak ada pilihan lain atau kalau ia tidak mau menyerahkan diri kepada Bhong Lam, tentu Sin Cu akan dibunuh setelah disiksa hebat, setelah kedua matanya dibutakan. la rela berkorban apa saja demi keselamatan Sin Cu. la merasa berdosa kepada pria yang dikasihinya. Kemudia sekarang, kembali ia menjadi sebab kematian Bhong Lam secara demikian mengerikan! la tahu dan merasa benar betapa pemuda Pek-Lian-Kauw itu amat mencintanya, bukan sekedar cinta nafsu. Dan kini terbukti murninya cinta kasih Bhong Lam kepadanya. Kalau Bhong Lam mau menyerahkannya kepada Kim Niocu, besar kemungkinan dia akan dimaafkan. Akan tetapi tidak. Bhong Lam tidak mau menyerahkannya dan membelanya sampai titik darah
1307
terakhir. Pemuda itu mengorbankan nyawa untuknya! Bagaimanapun juga Bhong Lam adalah Ayah dari anak yang ia kandung. Walaupun ia tidak pernah dapat mencinta pria itu, namun pria itu telah mati untuknya, Ia merasa berdosa kepada Bhong Lam. Dosanya yang kedua kalinya. la merasa nelangsa sekali Ingin rasanya ia mengakhiri hidupnya. Akan tetapi tidak mau membunuh anak dalam kandungannya. Anak itu tidak berdosa dan Tuhan telah memberikan anak itu kepadanya. Tidak... ia tidak akan mengakhiri hidupnya. la akan melahirkan dan merawat anak itu, seperti yang telah dipesankan Ayah kandungnya itu. Akan merawat dan mendidik Eng-Ji (Anak Eng) baik-baik. Bhong Lam telah memberi nama kepada anaknya, nama yang dapat dipergunakan untuk anak laki-laki maupun perempuan. la akan mendidik agar anak itu tidak menjadi sekejam dan sejahat Ayah kandungnya, demikian pesan terakhir Bhong Lam. Ang Hwa dan lima orang anak buahnya menungang kuda. Ang Hwa berboncengan dengan Ouw Yang Hui. Wanita ini menurut saja dibawa pergi karena ia menang tidak berdaya, maklum bahwa tidak mungkin dapat melepaskan diri dari enam orang wanita itu. la berserah diri kepada Tuhan, menyerahkan diri kepada nasib karena memang, sudah tidak berdaya Sama sekalí. Hidupnya kini hanya untuk anak yang dikandungnya, la tidak memperdulikan lagi
1308
apa yang akan terjadi dengan dirinya. Ia sudah pasrah. la tidak khawatir lagi, tidak menangis lagi. Semua perasaan duka telah habis tercurahkan keluar melalui ratap tangis hatinya, melalui air mata semenjak ia harus mengikuti Bhong Lam, sejak harus berpisah dari Wong Sin Cu. Ang Hwa meninggalkan tiga orang anak buahnya yang terluka oleh amukan Bhong Lam. Mereka membutuhkan rawatan dan tidak mungkin ikut melakukan perjalanan bersamanya. Akan tetapi dengan adanya lima orang anak buahnya, mereka berenam masih cukup tangguh untuk mengajak Ouw Yang Hui ke kota raja, menyusul Kim Niocu. Setelah melakukan perjalanan cepat dengan berkuda selama beberapa hari, pada suatu pagi mereka tiba di sebuah padang rumput. Kota raja sudah tidak begitu jauh lagi. Sore nantipun mereka sudah akan tiba di kota raja. Ang Hwa merasa Senang sekali. Sampai hari itu, tidak pernah rombongannya mengalami gangguan. Setiap kali ada gerombolan orang yang mencurigakan dan agaknya mau mengganggu, ia cukup mengeluarkan sebuah bendera kecil bergambar bunga teratai putih di atas dasar biru gerombolan itu melarikan diri dengan ketakutan. Tidak ada gerombolan penjahat yang berani dengan rombongan Pek-Lian-Kauw! Selagi Ang Hwa melamun dengan hati senang, tiba-tiba ia
1309
yang melarikan kudanya paling depan melihat seorang pemuda berdiri di tengah jalan. Ang Hwa cepat memberi isyarat kepada lima orang anak buah yang menunggang kuda di belakangnya. Lima Orang itu lalu melajukan kuda mereka melampaui Ang Hwa sehingga kini Ang Hwa yang memboncengkan Ouw Yang Hui berada di belakang. Lima orang anak buahnya berada di depan dan dari jauh mereka berseru kepada pemuda yang berdiri menghadang di tengat jalan itu. “Hei kau yang berada di sana, minggirlah kalau tidak mau tertabrak!” Ouw Yang Hui tadi sudah melihat pemuda itu dan ia merasa girang sekali ketika mengenal pemuda itu. “Kakak Song Bu...” la berseru nyaring. Pemuda itu memang Tan Song Bu. Seperti kita ketahui, Song Bu berpencar dari Ouw Yang Lan dan kekebetulan dia bertemu dengan Ouw Yang Hui yang dilarikan Pangeran Yorgi. Dia bertanding dengan Pangeran Yorgi, mampu mendesaknya sehingga Pangeran Yorgi melarikan diri, akan tetap selagi dia bertanding dengan penculik itu, Ouw Yang Hui dilarikan orang lain. Song Bu menjadi penasaran sekali karena kehilangan jejak penculik baru itu. Dia lalu mencari terus. Dia merasa telah jatuh hati kepada Ouw Yang Hui yang lembut dan cantik jelita. Maka dia berjanji dalam hatinya bahwa dia tidak akan
1310
berhenti mencari sebelum dia bisa menemukan kembali Ouw Yang Hui yang diculik. Dia harus menyelamatkan gadis yang dulu menjadi sumoinya (adik seperguruannya) dan yang sekarang telah menjatuhkan hatinya itu. Secara kebetulan ketika dia sudah tiba di tempat yang tidak begitu jauh lagi dari kota raja, dia melihat rombongan wanita berpakaian merah yang menunggang kuda itu. Dia menjadi Curiga dan sengaja menghadang di tengah jalan untuk meneliti siapa adanya rombongan itu. Ketika para anak buah Ang I Tok-Tin itu berseru agar dia minggir agar tidak tertabrak, Song Bu sudah bergerak ke pinggir, akan tetapi pada saat itu dia mendengar seruan, Ouw Yang Hui yang memanggil namanya. Ia mengenal suara itu dan dia melihat bahwa Ouw Yang hui berada di atas kuda yang terakhir diboncengkan seorang wanita. Dia menjadi marah dan menduga bahwa enam orang wanita berpakaian merah ini tentu penculik gadis itu. Maka sambil bergerak ke pinggir, kedua tangannya didorongkan ke arah dua orang penunggang kuda terdepan. Dua orang wanita baju merah terkejut dan berseru sambil melompat dan berjungkir balik dari atas kuda. Kalau mereka tidak melakukan gerakan ini tentu mereka akan terjungkal dari atas kuda karena dorongan tangan itu mengandung hawa pukulan yang amat kuat! Melihat ini,
1311
Ang Hwa terkejut sekali. Apa lagi ia melihat pemuda itu mencabut sebatang pedang yang mengeluarkan sinar biru. Ang Hwa menghentikan kudanya, demikian pula tiga orang anak buahnya yang masih menunggang kuda. Seperti biasa, Ang Hwa hendak menggunakan nama Pek-Lian-Kauw untuk menghindari dari perkelahian. la mengeluarkan bendera kecil bergambar teratai putih itu dan memperlihatkan kepada Song Bu. “Sobat, kami tidak mencari permusuhan, Harap minggir dan biarkan kami lewat!” katanya. Biasanya, orang yang berniat buruk setelah melihat bendera itu tentu akan mundur karena jerih untuk bermusuhan dengan Pek-Lian-Kauw. Akan tetapi, begitu melihat bendera itu makin yakinlah hati Song Bu bahwa orang-orang ini memang telah menculik Ouw Yang Hui. Bukankah menurut cerita Ibu Ouw Yang Hui bahwa yang menculik gadis itu mengenakan baju yang ada tanda gambar teratai putih? “Bagus! Kalian orang-orang Pek-Lian-Kauw telah menculik orang! Hayo bebaskan adikku Ouw Yang Hui itu atau terpaksa aku tidak akan bersikap sungkan lagi terhadap wanita-wanita jahat macam kalian!” bentak Song Bu sambil mengelebatkan pedangnya. Mendengar ini, Ang Hwa terkejut dan maklum bahwa perkelahian melawan orang itu tidak akan dapat dihindarkan lagi. Maka ia lalu menotok pundak Ouw Yang Hui sehingga tubuh wanita itu menjadi
1312
lemas tidak mampu bergerak. Setelah menurunkan Ouw Yang Hui dan membiarkan tubuhnya terkulai roboh, ia lalu memberi isarat kepada lima orang anak buahnya dan mereka semua berloncatan dan mengepung Song Bu dengan sepasang pisau belati beracun di tangan masing-masing. “Agaknya engkau sudah bosan hidup” kata Ang Hwa yang memindahkan pisau di tangan kirinya ke tangan kanan sehingga tangan kanan itu memegang dua batang pisau sedangkan tangan kirinya mengambil sesuatu dari kantung di pinggangnya. “Hemm, kalau kalian tidak mau membebaskan gadis itu, kalianlah yang bosan hidup” “Katakan siapan namamu agar jangan mati tanpa nama dan kami dapat melaporkan ke atasan kami!” kata pula Ang Hwa, tangan kirinya telah membawa segenggam paku kecil beracun. “Memang sebaliknya kalian ketahui siapa yang telah mengalahkan dan membunuh kalian, Namaku Tan Song Bu dan orang-orang menyebut aku Hek-Liong Tahiap (Pendekar Besar Naga Hitam)!” Baru saja Song Bu berhenti bicara, Ang Hwa sudah menggerakkan tangan kirinya dan serangkum sinar hitam menyambar kearah tubuhnya. Paku-paku kecil beracun itu menyambar ke arah muka,
1313
leher dada dan perut! Sungguh berbahaya sekali serangan ini. Paku-paku meluncur cepat sekali karena digerakkan tenaga Sinkang yang kuat dan sebatang paku saja sudah cukup untuk mencabut nyawa karena mengandung racun yang amat berbahaya! Akan tetapi sejak Ang Hwa mengambil senggaman paku dalam tangan dari dalam saku kirinya tadi, Song Bu telah mengetahuinya dan dia telah waspada. Maka ketika Ang Hwa menggerakkan tangan dan Sinar sinar hitam menyambar, tubuhnya telah meloncat ke atas, melalui atas kepala para pengepungnya dan dia turun di dekat Ouw Yang Hui. Cepat dia membebaskan totokan gadis itu hingga dapat bergerak lagi. “Bu-Ko, hati-hatilah.” Ouw Yang Hui memperingatkan. “Mereka berbahaya sekali.” “Tenangkan hatimu, Hui-moi, berdirilah didekat batang pohon besar itu. Aku akan melindungimu dan akan kubasmi perempuan perempuan iblis ini.” kata Song Bu sambil mendorong pundak Ouw Yang Hui dengan lembut ke arah sebatang pohon besar yang tumbuh di tepi jalan. Gadis itupun segera berlindung di bawah pohon. Song Bu memutar tubuhnya menghadapi enam orang anak buah Ang I Tok-Tin dengan pedang di tangan.
1314
“Serbuuu...!” Ang Hwa memberi aba-aba dan enam orang gadis berpakaian merah itu menggerakkan tangan kiri mereka. Banyak sinar hitam lembut menyambar kearah Song Bu. itu adalah senjata rahasia berupa jarum dan paku yang kesemuanya mengandung racun. Akan tetapi dengan tenang Song Bu memutar pedangnya, Pedang itu lenyap bentuknya dan berubah menjadi gulungan sinar yang menjadi perisai, menjadi benteng sinar yang melindungi tubuhnya. Semua senjata rahasia itu terpental dan runtuh ketika bertemu dengan gulungan sinar itu. melihat betapa serangan mereka gagal, Ang Hwa lalu memberi isarat dan enam orang itu serentak menyerang dengan sepasang pisau belati mereka. Gerakan enam orang itu, terutama sekali Ang Hwa, amat cekatan dan setiap serangan pisau mereka didorong oieh tenaga yang cukup kuat. Akan tetapi, keistimewaan dan andalan regu pengawal Kim Niocu itu adalah penggunaan racun, maka mereka disebut Ang I Tok-Tin (Barisan Racun Berbaju Merah). IImu silat mereka tidak sehebat Hek I Kiam-Tin (Barisan Pedang Berbaju Hitam) yang memang memiliki keistimewaan bermain silat pedang. Maka, pengeroyokan mereka itu tidak ada artinya bagi Song Bu. Ilmu pedang Coat-Beng Tok-Kiam (ilmu Pedang Racun Pencabut Nyawa) yang dimainkan amat hebat, pula ujung pedangnya juga
1315
mengandung racun yang ampuh. Gerakan pedang di tangan kanannya sudah lihai sekali, apa lagi dia masih menyelingi dengan pukulan tangan kirinya yang menggunakan Ang-Tok-Ciang (Tangan Racun Merah). Ang Hwa terkejut bukan main ketika mengenal pukulan ampuh dari telapak tangan yang berubah merah itu. Maklumlah ia bahwa keadaan mereka terancam maut. Kalau masih lengkap sembilan orang sekalipun, rasanya tidak akan mungkin menandingi pemuda lihai ini. la teringat akan Wong Sin Cu, pemuda yang juga amat lihai itu. Pemuda yang dikeroyok bersama lima orang kawannya inipun tidak kalah tangguhnya. “Wirrrr... singggg...” Angin menyambar-nyambar ketika gulungan sinar pedang Song Bu bergerak semakin cepat, dan seorang pengeroyok menjerit karena pahanya tergores ujung pedang. Dari luka paha itu menjalar rasa gatal dan ngilu ke tubuh dan anggauta Ang I Tok-Tin itu terjungkal roboh! Melihat ini, Ang Hwa cepat membanting sesuatu ke atas tanah, Terdengar suara ledakan keras dan asap hitam tebal mengepul. Song Bu cepat melompat ke dekat pohon, menarik tangan Ouw Yang Hui dan mengajaknya menjauhi asap tebal karena dia khawatir kalau asap itu mengandung racun. Terdengar derap kaki kuda dan enam orang anggauta Ang I Tok-Tin itu sudah melarikan diri dengan menunggang kuda mereka, tersembunyi oleh asap hitam tebal.
1316
“Bu Ko...!” Ouw Yang Hui terisak. Song Bu cepat memeluknya. Ouw Yang Hui menangis sambil bersandar di dada yang bidang itu dan Song Bu merasa berbahagia sekali. Dia membiarkan gadis itu menangis di atas dadanya. Air mata yang hangat itu menembus baju dan membasahi dadanya. Terasa olehnya seolah air mata itu meresap ke dalam dada membasahi dan menghangatkan jantungnya. Tanpa disadarinya, dia menggunakan lengannya untuk mendekap kepala gadis itu dengan perasaan kasih sayang yang berkembang. “Hui-moi! Jangan menangis lagi, jangan takut, bahaya telah lewat dan aku akan melindungimu.” Ouw Yang Hui menahan tangisnya dan ia merasa betapa kuat dan mesranya rangkulan Song Bu kepadanya, betapa lembut dan hangatnya kata-kata yang keluar dari mulut pemuda itu. Perlahan-lahan ia melepaskan diri dari rangkulan Song Bu. Mereka berdiri berhadapan, saling pandang. “Bu-Ko, aku bersukur sekali dapat bertemu denganmu di sini sehingga engkau dapat membebaskan aku dari tangan orang-orang Pek-Lian-Kauw. Akan tetapi bagaimana engkau dapat begini kebetulan muncul di sini?” “Bukan kebetulan, Hui-moi. Setelah kau diculik orang ketika aku bertanding melawan orang bergigi emas itu, aku terus mencarimu.
1317
Hampir aku putus asa karena hampir dua bulan sudah aku mencari-cari tanpa hasil. Sukur saat ini aku dapat menolongmu dan engkau berada dalam keadaan sehat.” Ouw Yang Hui merasa hatinya perih. Rasanya baru kemarin ketika Song Bu menolongnya dari tangan Pangeran Yorgi dan pada waktu itu ia masih seorang gadis yang belum ternoda. Akan tetapi sekarang, Ia telah diperisteri Bhong Lam, bahkan ia telah mengandung anak keturunan Bhong Lam yang kini telah tewas secara mengerikan. la menuding ke arah batu-batu yang berada di bawah pohon itu. “Mari kita duduk dan bicara, Bu-Ko, Kita belum sempat bicara ketika engkau menemukan aku lalu bertanding melawan penculikku dulu. Ceritakanlah semua pengalamanmu, Bu-Ko. Aku ingin sekali mendengarnya.” “Baik, akan kuceritakan. Akan tetapi setelah aku bercerita, engkaupun harus menceritakan pengalamanmu, Hui-moi.” Setelah gadis itu mengangguk, Song Bu melanjutkan. “Aku merasa menyesal sekali bahwa setelah pertemuan antara kita di Nam-Po dahulu, aku memberitahu kepada Suhu tentang dirimu sehingga Suhu bertindak kejam, membunuh Cia-Ma dan berusaha keras untuk membunuhmu pula. Setelah aku mendengar bahwa Suhu membunuh Cia-Ma dan mencari hendak membunuhmu, aku
1318
bercerita tentang dirimu dan tentang kebaikan Cia-Ma yang telah membesarkanmu, menyayangmu, sebagai anak sendiri. Suhu menyadari kesalahakan dan kekeliruannya, lalu menyuruh aku untuk pergi mencarimu sampai dapat dan membawamu ke kota raja.” “Aku tidak mau ikut Ayah. Dia seorang yang berhati kejam, hendak membunuh Ibu ketika dulu Ibu kembali ke Pulau Naga diantar oleh pendekar Gan Hok San yang kini menjadi Ayah tiriku. Pada hal Ibu tidak bersalah apa-apa.” “Aku tidak akan membawamu kepada Suhu, Hui-moi.” “Terima kasih, Bu-Ko. Sekarang lanjutkan ceritamu.” “Ketika aku menerima perintah Suhu itu, aku merasa girang sekali. Hal itu amat kebetulan bagiku karena aku merasa tidak suka akan sikap Suhu terhadap dirimu. Juga aku tidak suka melihat kenyataan bahwa dia membawa aku mengabdi kepada Thaikam Liu Cin yang jahat. Aku tidak suka pula melihat rekan-rekan sekerja yang terdiri dari orang-orang kang-ouw golongan sesat walaupun dari mereka aku banyak menerima petunjuk tambahan ilmu. Maka, aku lalu cepat berangkat meninggalkan mereka untuk memenuhi
1319
perintah Suhu. Akan tetapi sampai lama aku mencari, tak juga aku menemukanmu, bahkan bertemu dengan adik Ouw Yang Lan.” “Ahh, enci Lan...!” Ouw Yang Hui berseru girang. “Bagaimana dengan ia, Bu-Ko?” “Nasibnya tidaklah seburuk nasibmu Hui-moi. Lan-moi dan Ibunya, Bibi Lai Kim, dibawa penculiknya, yaitu Thai-Lek-Kui Ciang Sek. Akhirnya, Bibi Lai Kim menjadi isteri Ciang Sek yang duda dan yang bersikap baik sekali terhadap Ibu dan anak itu. Lan-moi dilatih ilmu silat sehingga kini ia menjadi seorang gadis yang lihai sekali.” “Sukurlah kalau begitu. Biarlah aku saja yang menderita kesengsaraan ini,” kata Ouw Yang Hui. “Lalu bagaimana, Bu-Ko?” “Lan-moi dan aku membantu Ciang Sek ketika Suhu Ouw Yang Lee dan kawannya yang sakti bernama Tho-Te-Kong hendak membunuh Paman Ciang Sek dan Bibi Lai Kim. Setelah berhasil mengusir mereka, aku dan Lan-moi lalu pergi untuk mencari engkau dan Ibumu. Kami berhasil mengetahui bahwa Ibumu ditolong oleh Pendekar Siauw-Lim-Pai bernama Gan Hok San, maka kami lalu pergi ke Siauw-Lim-Si untuk mencari keterangan di mana tempat tinggal pendekar itu. Dan ketika kami tiba di sana, kami bertemu dengan bibi Sim Kui Hwa”
1320
“Memang benar, aku telah bertemu dengan Ibuku dan Ayah tiriku, dan karena terancam oleh Ayah yang hendak membunuh mereka, kami melakukan perjalanan ke Siauw-Lim-Si dan Ayah Ibu bermaksud pindah ke dekat Siauw-Lim-Si agar terlindung. Akan tetapi baru saja kami tiba di depan Kuil, aku sudah diculik orang.” “Aku mendengar dari Ibumu akan hal itu. Maka, aku dan Lan-moi lalu melakukan pengejaran dan pencarian dengan berpencar. Akhirnya aku dapat bertemu dengan engkau yang diculik si gigi emas itu. Akan tetapi ketika kami sedang bertanding engkau lenyap dilarikan orang lain. Aku berhasil mengusir si gigi emas dan mencarimu tanpa hasil. Akhirnya aku dapat bertemu dengan engkau di sini dan berhasil membebaskanmu dari tangan wanita-wanita Pek-Lian-Kauw itu. Aku merasa beruntung sekali Hui-moi. Nah... sekarang giliranmu untuk bercerita tentang apa yang kau alami.” Mendengar pertanyaan Song Bu, Ouw Yang Hui terkenang akan pengalamannya yang telah menghancurkan kebahagiaannya dan tak dapat ditahan lagi ia menangis tersedu-sedu. la berusaha untuk menahan tangis dan menutupi mukanya dengan kedua tangan, akan tetapi air matanya membanjir keluar melalui celah-celah jari tangannya. Pundaknya bergoyang-goyang dan tangis yang ditahan-tahannya itu mengguguk. Song Bu terkejut sekali dan dia
1321
mengerutkan alisnya. Timbul perasaan iba besar terhadap gadis itu dan saat itu juga Ia merasa bahwa dia telah jatuh cinta kepada Ouw Yang Hui. Sebetulnya perasaan ini telah dirasakannya ketika untuk pertama kali dia bertemu dengan Ouw Yang Hui di Nam-Po, di rumah Cia-Ma. Akan tetapi pada saat ini perasaan cinta itu terasa benar olehnya. Melihat gadis yang ketika kecil dianggapnya seperti seorang adiknya itu menangis sesenggukan, begitu menyedihkan, Song Bu tidak dapat menahan keharuan hatinya dan diapun merangkul gadis itu. Ouw Yang Hui yang sedang hancur hatinya itu, ketika dirangkul, tangisnya semakin sedih dan sejenak ia menyandarkan mukanya di dada Song Bu seolah menemukan sandaran dan perlindungan. Beberapa saat lamanya mereka berada dalam keadaan seperti itu. Ouw Yang Hui berada dalam pelukan Song Bu dan menangis terisak-isak. Setelah membiarkan gadis itu menangis dan tangisnya agak mereda, Song Bu menggunakan tangan kirinya mengelus rambut kepala Ouw Yang Hui penuh kasih sayang dan berkata dengan lembut, suaranya menggetar penuh perasaan. “Hui-moi..., sudahlah, jangan menangis. Semua itu sudah lewat, kini tidak ada bahaya lagi yang mengancammu. Ada aku di sini, Hui-moi dan aku akan melindungimu, akan membelamu dengan
1322
taruhan nyawaku. Aku mencintamu Hui-moi, aku ingin engkau menjadi isteriku agar selamanya aku dapat melindungi dan membelamu...” Mendengar ucapan yang penuh getaran kasih sayang ini, Ouw Yang Hui terkejut. Dengan lembut ia melepaskan dirinya dari pelukan Song Bu, mundur dua langkah dan tangisnya mendadak berhenti karena pernyataan cinta pemuda itu benar-benar mengejutkan hatinya. Setelah melepaskan diri dari pelukan dan melangkah mundur, Ouw Yang Hui memandang wajah Song Bu dengan wajah pucat dan kedua pipi masih basah air mata, akan tetapi ia tidak terisak lagi. la menggeleng kepala. “Tidak... tidak, jangan... jangan mencinta aku, Bu-Ko. Jangan mencintai diriku...!” Song Bu memandang heran dan perasaannya terpukul. “Akan tetapi, kenapa, Hui-moi? Kenapa engkau melarang aku mencintamu? Aku sungguh cinta padamu, Hui-moi!” “Tidak! Jangan, Bu-Ko. Maafkan, aku tidak dapat menerima cintamu.” Ouw Yang Hui menundukkan mukanya dan dia menjadi sedih sekali. “Akan tetapi kenapa, Hui-moi? Apakah engkau... hendak mengatakan bahwa engkau tidak cinta padaku?”
1323
“Bukan begitu, Bu-Ko, akan tetapi ketahuilah bahwa aku... aku sudah bertunangan dengan Koko Sin Cu...” Song Bu merasa seolah dadanya terpukul. Wajahnya berubah pucat dan suaranya terdengar lirih tak bersemangat, “Sin Cu... Siapa dia?” “Cu-Ko adalah seorang pemuda yang telah menolongku ketika aku hendak dibunuh Ayah Ouw Yang Lee dahulu setelah ia membunuh Cia-Ma, Bu-Ko. Koko Sin Cu pula yang mengantarkan aku mencari Ibuku dan akhirnya aku dapat bertemu dengan Ibu dan Ayah tiriku Gan Hok San. Dia juga membantu kami ketika Ayah Ouw Yang Lee bersama seorang wanita jahat bernama Cui-Beng Kui-Bo datang menyerang kami. karena merasa terancam, Ayah tiriku lalu mengajak kami pindah ke dekat Kuil Siauw-Lim-Si. Cu-Ko juga ikut mengantar setelah kami merayakan pertunangan kami, akan tetapi di depan Kuil itu, aku diculik orang bergigi emas itu.” Hati Song Bu merasa terpukul dan kecewa sekali mendengar gadis yang cintanya ini ternyata telah bertunangan dengan laki-laki lain. Akan tetapi dia menekan perasaan kecewanya. Dia harus dapat melihat kenyataan itu, kenyataan yang tidak mungkin diubah pula.
1324
“Engkau bertunangan dengan Sin Cu itu karena suka rela dan tidak dipaksa, Hui-moi?” Ouw Yang Hui mengangguk, maklum akan kekecewaan hati bekas suhengnya itu. “Dan engkau dengan dia? engkau saling mencinta?” Kembali Ouw Yang Hui mengangguk. “Hemm, kalau begitu aku hanya mendoakan semoga engkau hidup berbahagia dengan tunanganmu itu kelak, Hui-moi. Selanjutnya bagaimana ceritamu? Ketika aku berkelahi dengan si gigi emas, engkau dilarikan orang lain dan bagaimana akhirnya dapat terjatuh ketangan enam orang wanita itu?” Mendengar ucapan Song Bu itu, Ouw Yang Hui teringat akan semua pengalamannya selama ia menjadi tawanan Kim Niocu sehingga ia menjadi seorang gadis yang ternoda dan kini bahkan mengandung, maka tak dapat ia menahan kesedihannya dan ia menangis lagi dengan hati terasa diremas-remas. Song Bu memandang dengan iba dan haru, akan tetapi kini dia tidak berani menyentuh Ouw Yang Hi setelah ia mendengar bahwa Ouw Yang Hui mencinta pria yang bernama Sin Cu, bahkan menjadi tunangannya, calon isterinya. Dia hanya dapat menghibur dengan kata-kata.
1325
“Sudahlah, Hui-moi tenangkan hatimu. Semua itu telah berlalu, dan kalau ada yang merisaukan hatimu dan membuatmu penasaran, aku yang akan membantumu mengatasi persoalan yang kau hadapi.” Ouw Yang Hui berusaha sekuatnya untuk menahan tangisnya. “Bu-Ko, aku... aku... orang yang paling sengsara di dunia ini. aku mengalami hal yang telah menghancurkan kebahagiaanku.” Song Bu mengerutkan alisnya. “Apa yang telah terjadi, Hui-moi? Ceritakanlah! Aku orangnya yang akan membelamu kalau ada hal penasaran menimpa dirimu. Aku yang akan membalas dendam kalau ada orang yang membuatmu sengsara!” Setelah menenteramkan hatinya yang penuh kesedihan, Ouw Yang Hui dapat melanjutkan ceritanya. “Yang melarikan aku ketika engkau bertanding dengan Pangeran Yorgi itu adalah seorang pemuda bernama Bhong Lam atau panggilannya Bhong-Kongcu. Dia adalah putera Bhong Pangcu, ketua cabang Pek-Lian-Kauw. Oleh Bhong Lam itu aku diserahkan kepada Kim Niocu, puteri Ketua Umum Pek-Lian-Kauw yang mempunyai kekuasaan besar. Juga Pangeran Yorgi itu ternyata bersekutu pula dengan Pek-Lian-Kauw, Kim Niocu itu mewakili Pek-Lian-Kauw mengadakan hubungan dengan Thaikam Liu Cin
1326
di kota raja. la hendak membawa aku dan beberapa orang gadis tawanan lain ke kota raja, dengan maksud menyerahkan kami kepada Thaikam Liu Cin untuk dibagi-bagikan kepada para pembesar yang menjadi sekutunya. Aku sendiri tentu saja akan diserahkan kepada Ayah Ouw Yang Lee. Kemudian muncullah Cu-Ko! Aku tahu bahwa sejak aku diculik oleh Pangeran Yorgi yang bergigi emas itu, tentu Ayah tiriku Gan Hok San dan Koko Wong Sin Cu akan berusaha untuk mencariku. Akan tetapi dia dijebak dan tertawan pula...” Song Bu tertarik sekali. “Lalu, apa yang terjadi dengan tunanganmu itu, Hui-Moi. Ouw Yang Hui menghela napas dan memejamkan matanya seolah ingin menghapus pemandangan yang selalu mengganggunya kalau diingatnya tentang Sin Cu. “Dia disiksa, disiksa dengan kejam sekali oleh Kim Niocu dan aku dibawa Bhong-Kongcu untuk menyaksikannya dengan bersembunyi. Dapat kau bayangkan betapa hancur dan sakitnya rasa hatiku menyaksikan Cu-Ko disiksa seperti itu. Aku tidak tahan lagi untuk melihatnya. Pada saat itulah Bhong-Kongcu berjanji kepadaku untuk menolong dan membebaskan Cu-Ko dengan syarat bahwa aku harus mnau menjadi isterinya...
1327
“Si keparat!” Song Bu mengepal tinju dan mukanya berubah merah karena marah. “Pada saat itu aku hanya memikirkan keselamatan Cu-Ko. Aku yakin bahwa tanpa pertolongan Bhong-Kongcu, Cu-Ko tentu akan disiksa sampai mati oleh Kim Niocu. Aku bersedia berkorban apa saja, bahkan kalau perlu nyawaku, untuk menolong Cu-Ko!” “Hemm, Sin Cu itu beruntung sekali mendapatkan cintamu, Hui-moi. Kemudian, apa yang terjadi?” “Malam itu, Bhong-Kongcu benar-benar berhasil membebaskan Cu-Ko dengan berkorban menjadi musuh Kim Niocu. Aku melihat Cu-Ko dibebaskan, maka akupun tidak dapat menolak ketika Bhong-Kongcu mengajak aku minggat dari tempat tinggal Kim Niocu karena kalau puteri Pek-Lian-Kauw itu mengetahui bahwa Cu-Ko telah dibebaskan Bhong-Kongcu, pemuda itu tentu akan dibunuh. Kami berdua melarikan diri dan dan ketika dia menagih janji, aku... aku... tak dapat berbuat lain kecuali menyerahkan diri sebagai pengorbananku untuk keselamatan Koko Sin Cu...” Sampai di sini kembali Ouw Yang Hui menangis. Song Bu membelalakkan matanya dan melihat pohon di dekatnya seolah merupakan laki-laki yang telah memaksa Ouw Yang Hui menyerahkan diri.
1328
“Jahanam kamu! Mampus kamu!” Bentaknya dan sekali dia mengayun tangan kanannya ke arah pohon itu, terdengar bunyi keras dan pohon itupun tumbang. “Hui-moi, katakan, di mana jahanam she Bhong itu sekarang! Aku akan menghancurkan kepalanya! Akan kupecahkan dadanya!” teriak Song Bu marah. “Bu-Ko, dia dia telah tewas...” “Apa? Dia telah mati?” “Kami berdua dapat ditemukan para anak buah Kim Niocu. Bhong-Kongcu dikeroyok dan tewas. Aku lalu dibawa para wanita anak buah Kim Niocu itu sampai bertemu denganmu.” Song Bu mengerutkan alisnya, hatinya kecewa karena dia ingin sekali membunuh pria yang telah menodai Ouw Yang Hui itu dengan kedua tangannya sendiri.Akan tetapi dia lalu teringat akan tunangan Ouw Yang Hui yang bernama Wong Sin Cu itu. Ouw Yang Hui celaka dan ternoda karena melindungi Sin Cu! Pemuda tunangannya itulah yang sesungguhnya menjadi penyebab terjadinya malapetaka yang menimpa diri Ouw Yang Hui! “Kalau begitu, mari kubantu engkau mencari Wong Sin Cu! Dia harus bertanggung jawab karena engkau sampai ternoda gara-gara dia! Kalau dia tidak tertawan dan engkau tidak mengorbankan
1329
diri untuknya, tentu engkau tidak akan ternoda. Maka, sekarang dia harus secepatnya menikahimu!” Ouw Yang Hui yang teringat bahwa ia tidak hanya sudah ternoda, bahkan ia telah mengandung anak dari mendiang Bhong Lam! “Aku tidak berharga lagi, Bu-Ko, Aku tidak dapat menjadi isterinya, bahkan aku tidak mau lagi bertemu dengan dia!” Gadis yang malang itu menangis lagi. Song Bu mengerutkan alisnya. “Akan tetapi, dia harus bertanggung jawab, Hui-moi! Engkau menjadi begini karena dia! Dia harus bertanggung jawab dan aku yang akan memaksanya untuk menikahimu dan kalau dia menolak aku akan membunuhnya!” Sambil menangis Ouw Yang Hui berlutut di depan kaki Song Bu. “Tidak...! Bu-Ko... demi Tuhan, jangan lakukan itu...! Aku tidak mau bertemu lagi dengan Wong Sin Cu! Bu-Ko, kasihanilah aku jangan ganggu dia, dia sama sekali tidak bersalah. Jangan pertemukan aku lagi dengan dia...!” “Akan tetapi, mengapa, Hui-moi? Sudah sepatutnya kalau dia bertanggung jawab bahkan berterima kasih kepadamu. Engkau yang menyelamatkan nyawanya dengan mengorbankan dirimu!”
1330
“Bu-Ko... kalau engkau kasihan kepadaku.., bawalah aku pergi ke mana saja, asal jangan pertemukan aku dengan Cu-Ko. Kalau engkau tidak mau, biarlah aku pergi dan kita berpisah di sini saja...!” Sambil menangis Ouw Yang Hui lalu bangkit berdiri dan melangkah pergi. Song Bu menggeleng-geleng kepalanya. Lalu sekali melompat dia sudah berada di depan gadis itu menghadang. “Baiklah, Hui-moi, baiklah. Aku tidak akan memaksamu bertemu dengan Sin Cu. Akan tetapi, engkau selalu akan terancam oleh Ouw Yang Lee dan kawan-kawannya. Apa lagi Sekarang sudah terbukti bahwa Thaikam Liu Cin dan para jagoannya itu bersekutu dengan Pek-Lian-Kauw. Engkau membutuhkan tempat yang aman agar terlindung dan hanyá ada satu tempat di mana engkau akan terlindung dan terlepas dari ancaman mereka. Aku akan membawamu ke sana.” Lega rasa hati Ouw Yang Hui. la tidak ingin Song Bu memusuhi Sin Cu yang tidak bersalah apa-apa. la sendiri tidak berani bertemu lagi dengan tunangannya itu. la bukan hanya telah ternoda, bahkan sudah mengandung. Bagaimana ia dapat bertemu muka dengan pemuda itù? Apa lagi minta dinikahi? Sungguh tidak mungkin dan hanya akan mendatangkan aib dan malu saja. Bahkan kepada Song Bu saja ia merasa malu untuk mengaku bahwa ia telah
1331
mengandung. Kini mendengar Song Bu menawarkan kemungkinan lain, ia merasa lega dan tertarik. “Di manakah tempat itu, Bu-Ko?” “Di istana, Hui-moi. Engkau masih ingat kepada Sribaginda Kaisar yang dulu pernah datang berkunjung dan menonton engkau bermain musik? Nah, engkau akan kuajak menghadap Sribaginda Kaisar dan tentu beliau akan suka menerimamu tinggal untuk sementara di istana agar terlindung dari pengejaran Ouw Yang Lee dan kawan-kawannya.” “Istana Kaisar?” Ouw Yang Hui lupa Akan tangisnya dan memandang pemuda itu dengan mata terbelalak, mata yang masih basah air mata dan agak merah karena tangis. la terkejut mendengar usul Song Bu tadi. “Akan tetapi, bagaimana mungkin Sribaginda Kaisar sudi menerimaku dalam istana?” “Aku yakin beliau akan menerima dengan senang hati, Hui-moi. Pertama, aku pernah beliau anggap sebagai seorang pengawal pribadi ketika aku masih berada di kota raja. Beliau percaya sepenuhnya kepadaku. Dan kedua, beliau juga kagum kepadamu, Hui-moi. Apalagi kalau nanti aku menghadap dan
1332
memperkenalkan engkau sebagai adik seperguruanku, tentu beliau akan menerimamu dengan senang hati.” “Akan tetapi, Bu-Ko. Aku khawatir Sekali. Sudah banyak aku mendengar tentang kehidupan para wanita dalam istana, mereka hanya menjadi permainan para Pangeran dan pembesar yang berkuasa di istana. Aku takut mendapat gangguan di sana...” “Jangan takut! Kalau mereka mengetahui bahwa engkau adalah adik seperguruanku dan dilindungi oleh Sribaginda Kaisar, siapa yang akan berani mengganggumu? Orang yang berani mengganggu selembar rambutmu akan berhadapan dengan aku!” Song Bu mengepal tinju. Pada saat itu hati Ouw Yang Hui merasa perih dan terasa sekali olehnya betapa pemuda bekas kakak seperguruannya ini amat mencintanya. Wong Sin Cu sudah menjadi korban karena mencintanya, demikian pula Bhong Lam dan kini agaknya Tan Song Bu akan menjadi korban ke tiga karena mencintanya. Pada hal ia sudah tidak berharga lagi, baik bagi Sin Cu maupun bagi Song Bu. Akan tetapi ia tidak melihat jalan lain. Bahkan untuk kembali kepada Ibunya dan Ayah tirinya di Siauw-Lim-Si pun ia tidak berani dan malu. la sudah ternoda, bahkan mengandung. la tidak ingin Ibunya ikut terpercik noda, ikut
1333
mendapat aib dan malu. Agaknya Song Bu dapat melihat keraguannya. “Atau engkau lebih senang untuk pulang saja ke Siauw-Lim-Si, ke tempat Ibumu?” Dia memandang penuh selidik dan menyambung, “Aku akan mengantarmu ke sana kalau engkau menghendaki begitu.” Ouw Yang Hui menggeleng kepalanya dengan sedih. “Tidak, Bu-Ko, aku tidak mau pulang kepada Ibuku. Aku malu dan aku tidak ingin membuat Ibu ikut menderita malu. Baiklah, aku ikut denganmu ke kota raja kalau engkau memang hendak ke sana.” “Aku harus ke kota raja, Hui-moi. Aku sudah muak melihat sepak terjang Suhu Ouw Yang Lee yang membantu Thaikam Liu Cin menguasai istana dan mempengaruhi Sribaginda Kaisar. Padahal Thaikam Liu Cin itu mempunyai niat yang jahat, tega membunuhi para pejabat dan bangsawan yang menentangnya dan yang hendak menyadarkan Sribaginda Kaisar. Bahkan sekarang lebih gila lagi, Thaikam Liu Cin berani bersekongkol dengan pihak Pek-Lian-Kauw yang jelas memusuhi Kerajaan. Aku harus membongkar persekutuan itu dan mengingatkan Sribaginda Kaisar akan bahaya besar yang mengancam Kerajaan ini.”
1334
“Baıklah, kalau begitu aku ikut denganmu, Bu-Ko.” Sepasang orang muda itu lalu berjalan menuju kota raja yang sudah tidak jauh lagi dari situ. Sepasang orang muda itu berjalan mendaki bukit itu, mereka merupakan pasangan yang serasi. Si pemuda yang berusia sekitar dua puluh satu tahun itu bertubuh sedang, mukanya bulat telur, rambutnya hitam, alisnya berbentuk golok, matanya mencorong namun lembut, hidungnya mancung dan mulutnya yang agak kecil itu terhias senyum, kulitnya putih. Sedangkan gadis itu cantik jelita. Mukanya bulat seperti bulan purnama, kulitnya putih kemerahan, matanya lebar dan jeli mengandung sinar yang tajam, hidungnya kecil mancung, mulutnya manis menggairahkan dan ada tahi lalat kecil di dagunya menambah manis. Tubuhnya agak montok. Gadis berusia sekitar sembilan belas tahun itu memang cantik menarik dan juga sikapnya tampak gagah perkasa. ia adalah Ouw Yang Lan atau kini berganti nama marga menjadi Ciang Lan menurut marga Ayah tirinya seperti yang diceritakan di bagian depan. Maka, selanjutnya lebih baik kita menyebutnya Ciang Lan seperti yang dikehendakinya sendiri. Adapun pemuda itu adalah Wong Sin Cu. Seperti kita ketahui, sepasang orang muda ini saling bertemu dan berkenalan. Sin Cu akhirnya mengetahui bahwa gadis yang telah menolongnya ketika
1335
dia terluka parah akibat penyiksaan Kim Niocu ini adalah puteri Ouw Yang Lee dan kakak tiri Ouw Yang Hui. Akan tetapi dia tidak menceritakan bahwa Ouw Yang Hui adalah tunangannya. Sebaliknya Ciang Lan mengetahui bahwa Sin Cu adalah seorang pemuda yang telah membantu Ouw Yang Hui dan Ibu serta Ayah tirinya ketika diserang oleh Ouw Yang Lee dan kawan-kawannya. Mereka berdua melakukan perjalanan bersama menuju ke kota raja dalam usaha mereka mencari Ouw Yang Hui. Dan selama dalam perjalanan ini, sikap yang lembut dan sopan dari Sin Cu semakin menarik hati Ciang Lan yang memang sudah jatuh hati ke pada pemuda ini. Mereka berjalan menyusuri sungai menuju ke hilir dan pada saat itu mereka mendaki bukit yang berada di tepi sungai. Dari atas bukit itu mereka memandang ke bawah. “Lihat di sana ada dusun yang cukup besar, Cu-Ko” kata Ciang Lan sambil menunjuk ke bawah. Sin Cu memandang dan benar saja. Di kaki bukit sebelah depan tampak banyak rumah orang. Dusun itu agaknya cukup besar melihat banyaknya rumah dan di sungai dekat dusun itu tampak banyak perahu. “Bagus! Kita dapat membeli perahu di sana, Lan-moi,” kata Sin Cu girang.
1336
“Ya, aku akan menjual perhiasanku dan Kita dapat membeli bekal pakaian dan juga sebuah perahu. Dengan perahu kita akan dapat lebih cepat tiba di kota raja.” Mereka cepat menuruni bukit itu menuju ke dusun yang sudah kelihatan dari situ dan harus berlumba dengan matahari. Mereka harus dapat lebih dulu tiba di dusun itu sebelum matahari yang sudah condong ke barat itu menghilang di kaki langit. Karena keduanya merupakan orang-orang muda yang berkepandaian tinggi, maka dengan menggunakan ilmu berlari cepat mereka meluncur menuruni bukit dan tak lama kemudian mereka sudah masuk ke dalam sebuah dusun di tepi sungai yang cukup ramai itu. Ciang Lan menjual perhiasannya, dan dari pedagang yang banyak terdapat di dusun yang merupakan pasar bagi dusun-dusun di sekitarnya, ia dan Sin Cu dapat membeli beberapa potong pakaian baru. Juga mereka membeli sebuah perahu nelayan, sebuah perahu yang kecil saja namun cukup kokoh. Mereka juga melewatkan malam itu di rumah suami isteri nelayan tua yang menjual perahunya kepada mereka. Ciang Lan membeli makanan, nasi dan masakan, dan makan malam bersama suami isteri nelayan. Pada keesokan harinya, pagi-pagi sekali mereka berdua sudah meninggalkan rumah nelayan dan melanjutkan perjalanan mereka dengan perahu kecil. Karena mereka menuju
1337
ke hilir, maka perahu yang terbawa arus air ditambah gerakan dayung yang kuat dari Sin Cu, perahu meluncur cepat. Ciang Lan merasa gembira, Mereka dapat melakukan perjalanan cepat tanpa terlalu lelah, dan pemandangan di sepanjang perjalanan itu indah sekali. Mereka berdua sama sekali tidak pernah mengira bahwa orang yang mereka sedang cari, yaitu Ouw Yang Hui, pada saat yang sama juga sedang melakukan perjalanan ke kota raja melalui darat, bersama Tan Song Bu. Para bajak sungai yang biasanya merajalela di daerah itu telah mendapatkan pelajaran dari dua orang muda ini. Karena itu, ketua mereka, Ho-Coa-Ong Ci Song tidak berani lagi mengganggu. Perjalanan Sin Cu dan Ciang Lan lancar dan tidak menemukan halangan sehingga mereka tiba di luar kota raja yang tinggal kurang lebih tiga puluh mil lagi jauhnya. Pagi itu perahu mereka meluncur tenang, setelah malam tadi terpaksa melewatkan malam di tepi sungai karena tidak melewati dusun. Mereka membuat api unggun, makan bekal makanan yang mereka bawa dan melakukan penjagaan secara bergantian. Sin Cu tidur lebih dulu dan setelah tengah malam, dia bangun dan berganti jaga, sedangkan Ciang Lan tidur sampai pagi. Setelah membersihkan badan, mereka melanjutkan perjalanan dan perahu mereka meluncur tenang di tengah sungai. Tiba-tiba terdengar bentakan dari arah belakang.
1338
“Minggir! Perahu kecil yang di depan minggir!” Sin Cu dan Ciang Lan cepat menengok dan mereka melihat sebuah perahu besar meluncur dari belakang. Orang-orang yang mengemudikan perahu besar itu berteriak memperingatkan agar tidak sampai menabrak perahu kecil. Sin Cu cepat mendayung perahunya minggir. Baginya kejadian itu biasa saja dan dia tidak mengatakan apa-apa, akan tetapi tidak demikian dengan Ciang Lan. Gadis ini mengerutkan alisnya dan menjadi marah. Apa lagi ketika perahu besar itu meluncur lewat dan ia melihat belasan orang yang berpakaian seperti kaum bangsawan berada di atas perahu itu. la berdiri di atas perahunya dan mengamang-amangkan tinju ke arah orang-orang yang berada di atas perahu besar itu. “Heii..., orang-orang sombong! Mentang-mentang kalian bangsawan dan kaya raya, kalian sewenang-wenang hendak menabrak perahu kami!” Di pinggir perahu besar itu muncul dua orang laki-laki yang usianya sekitar lima puluh tahun. Melihat sikap Ciang Lan yang marah-marah, dua orang itu tersenyum. Mereka mengeluarkan masing-masing segulung tali yang ujungnya ada kaitannya seperti mata kail yang besar. Tanpa berkata apapun dua orang itu menggerakkan tangan mereka. Dua gulung tali itu menyambar dan tahu-tahu dua buah mata kail menancap di bagian depan dan
1339
belakang perahu kecil Yang ditumpangi Sin Cu dan Ciang Lan dan sebelum dua orang muda itu berbuat Sesuatu, tiba-tiba perahu mereka terangkat ke atas! Kiranya dua onang laki-laki yang melepas mata kail itu mengangkat perahu itu seolah mereka mendapatkan seekor ikan besar pada mata kail mereka! Dan melihat cara mereka menarik tali itu sehingga perahu terangkat ke atas, menunjukkan bahwa dua orang itu memiliki tenaga yang kuat sekali! Perahu kecil itu terangkat dan jatuh ke atas dek perahu besar. Sin Cu dan Ciang Lan cepat melompat keluar dari perahu kecil dan berdiri di atas dek perahu besar, berhadapan dengan dua orang laki-laki setengah tua yang tadi menarik perahu mereka ke atas perahu besar. Setelah berhadapan, Sin Cu dan Ciang Lan melihat bahwa dua orang laki-laki itu bertubuh tinggi besar dan Kokoh kuat, pakaian mereka menunjukkan bahwa mereka adalah dua orang perwira pasukan Kerajaan. Kalau Sin Cu masih bersikap tenang dan sabar karena belum tahu apa maksud kedua orang itu menarik perahunya ke atas perahu besar, Ciang Lan sebaliknya menjadi marah sekali dan ia melangkah maju sampai dekat menghadapi dua orang perwira itu. Tangan kirinya bertolak pinggang dan telunjuk kanannya menuding ke arah muka kedua orang perwira yang tinggi besar itu sambil membentak marah.
1340
“Hei, kalian ini dua ekor monyet besar bercelana! Mau apa kalian menarik perahu kami ke atas perahu ini?” Dua orang perwira tinggi besar itu saling pandang. Seorang diantara mereka, yang matanya lebar, tersenyum berkata kepada orang kedua yang jenggotnya tebal. “Gak-Ciangkun, benar-benar galak sekali wanita ini!” Si Jenggot tebal juga tersenyum dan berkata, “Wanita seperti ini tentu anggauta gerombolan bajak sungai!” Sepasang mata yang indah itu terbelalak. Kulit pipi yang putih kemerahan itu kini menjadi merah sekali karena marahnya. la dikatakan wanita galak dan anggauta bajak sungai! Ciang Lan tidak dapat menahan kemarahannya lagi. “Kalau aku bajak sungai, engkau buayanya!” bentaknya dan ia langsung saja menerjang dengan pukulan tangan kirinya, menampar ke arah muka si jenggot tebal. Karena Ciang Lan sudah marah dan ia mengerahkan tenaga, maka tamparan itu datangnya cepat dan kuat sekali sehingga angin pukulannya saja menyambar dahsyat. Si jenggot tebal terkejut bukan main. Sebagai seorang ahli silat yang pandai dan berpengalaman, dia mengenal pukulan yang mengandung tenaga sakti itu. Cepat dia mengangkat tangan kanan untuk menangkis sambil mengerahkan tenaganya pula.
1341
“Wuuuuuttt... dukkkk!!” Dua lengan bertemu, sebatang lengan kecil mungil berkulit lembut dan sebatang lengan yang besar berotot, Akan tetapi akibatnya, perwira berjenggot tebal itu terdorong mundur tiga langkah. Dia terbelalak heran dan penasaran. Bagaimana mungkin seorang gadis muda seperti itu mampu membuat dia terdorong ke belakang seperti itu? “Bagus! Engkau hendak berkelahi melawan aku? Nah, sambutlah!” Perwira itu lalu menyerang dengan dahsyat sekali. Pukulannya cepat dan kuat, namun tiga kali pukulannya beruntun dapat dielakkan dengan mudah oleh Ciang Lan, bahkan gadis itu tidak mau bertahan saja, melainkan segera membalas dengan serangan yang tidak kalah dahsyatnya. Kedua orang ini segera terlibat dalam pertandingan silat yang seru dan menegangkan. Belasan orang yang tadinya duduk mengitari meja besar dan yang berpakaian seperti pejabat atau bangsawan, tertarik dan semua berdiri menonton. Para anak buah perahu yang berpakaian seperti perajurit-perajurit masih tetap di tempat masing masing. Mereka tidak berani mencampuri karena yang bertanding adalah perwira yang menjadi komandan mereka. Tanpa diperintah, mereka tidak berani mencampuri. Perwira ke dua yang bermata lebar berberdiri sambil bertolak pinggang dan menonton perkelahian itu dengan mulut tersenyum karena dia yakin bahwa rekannya pasti akan
1342
mampu menundukkan wanita yang dianggap liar itu. Sementara itu, Sin Cu jugą hanya berdiri menonton, tidak mau turun tangan karena sejak awal pertandingan, dia sudah dapat mengetahui bahwa Ciang Lan tidak membutuhkan bantuan dan gadis itu akan mampu keluar sebagai pemenang. Demikianlah, pertandingan antara perwira jenggot tebal melawan gadis cantik itu menjadi semacam tontonan yang menarik di atas perahu besar itu. Ternyata perwira itu lihai juga. Dia memiliki ilmu silat yang bersumber dari ilmu silat Siauw-Lim-Pai. Gerakannya mantap dan teguh, pertahanannya rapat dan kokoh sehingga sampai hampir tiga puluh jurus dia masih mampu bertahan terhadap serangan serangan Ciang Lan. Hal ini adalah karena Ciang Lan mendengar bisikan Sin Cu yang dilakukan pemuda itu dengan pengerahan tenaga khikang sehingga bisikan itu hanya terdengar oleh Ciang Lan seorang. Bisikan yang menyuruh ia agar jangan bertindak kejam terhadap lawannya itu. Hal ini membuat Ciang Lan membatasi tenaganya sehingga lawannya mampu menangkis semua serangannya. Akan tetapi perwira itu diam-diam mengakui bahwa gadis muda yang menjadi lawannya itu bukan main lihainya dan dia selalu terdesak hebat. Akan tetapi, biarpun ia mematuhi nasihat Sin Cu agar tidak berbuat kejam terhadap lawannya, berarti ia tidak boleh
1343
membunuh atau membuat lawan terluka berat, Ciang Lan merasa jengkel juga karena sampai hampir tiga puluh jurus lamanya ia belum juga mampu mengalahkan lawannya. Karena itu, tiba-tiba ia mengubah gerakannya dan kini ia menyerang dengan kedua kakinya. Kedua kaki itu secara bergantian dan bertubi mencuat dengan tendangan Soan-Hong-Tui yang cepat sekali. Menghadapi serangkaian tendangan itu, si perwira menjadi kewalahan dan bingung sehingga akhirnya sebuah tendangan kaki kanan Ciang Lan mengenai dadanya dan dia terjengkang dan terbanting roboh. Masih untung baginya bahwa Ciang Lan membatasi tenaganya sehingga dia hanya terbanting keras saja, tidak sampai patah-patah tulang iganya! Perwira itu mengeluh dan merangkak bangun. Perwira kedua yang matanya lebar melompat ke depan Ciang Lan dan sekali tangan kanannya bergerak dia telah mencabut sebatang pedang yang berkilauan saking tajamnya. Dari cara dia mencabut pedang saja tahulah Sin Cu bahwa perwira ini agaknya lebih lihai daripada perwira yang dikalahkan Ciang Lan tadi. Akan tetapi pada saat itu, terdengar tepuk tangan dan ketika dia memandang, kiranya yang bertepuk tangan adalah belasan orang yang berpakaian seperti bangsawan itu. Agaknya mereka gembira menyaksikan pertandingan tadi dan kini mereka bertepuk tangan
1344
memuji gadis cantik yang dapat merobohkan perwira tinggi besar dan kuat itu. “Nona, kiranya engkau seorang yang memiliki ilmu kepandaian silat yang tangguh! Karena itu, aku menantangmu untuk bertanding ilmu silat dengan mempergunakan pedang. Kulihat engkau memiliki pedang pula. Nah, perlihatkanlah ilmu pedangmu!” Sebelum Ciang Lan menjawab, Sin Cu sudah lebih dulu berseru, “Lan-moi, mundur dan mengasolah. Biarkan aku yang menghadapinya!” Mendengar ucapan Sin Cu, Ciang Lan terpaksa mundur, walaupun hatinya belum merasa puas. Sin Cu tidak khawatir kalau gadis itu akan kalah, melainkarn khawatir kalau-kalau gadis yang dia tahu berwatak, keras itu akan melukai atau bahkan membunuh orang dengan pedangnya. Setelah Ciang Lan mundur, Sin Cu berhadapan dengan perwira bermata lebar itu dan dia mengangkat kedua tangan ke depan dada sebagai penghormatan lalu berkata dengan tenang dan lembut. “Ciangkun, di antara kita tidak pernah ada permusuhan, Karena itu kami harap Ciangkun suka mengembalikan perahu kami dan membiarkan kami melanjutkan perjalan kami tanpa diganggu!”
1345
“Hemm, temanmu telah mengalahkan rekanku. Karena itu, mari layani aku bermain pedang sebentar untuk melihat apakah benar-benar kalian ini orang-orang muda yang lihai,” kata perwira bermata lebar itu dengan penasaran. Sin Cu melirik ke arah belasan orang bangsawan itu. Mereka itu menonton dengan wajah berseri, mulut tersenyum dan mata bersinar gembira, agaknya mereka ingin sekali menonton bertandingan selanjutnya. Sin Cu dapat menilai dari sikap mereka bahwa mereka itu bukanlah orang-orang jahat. Juga perwira di depannya bukan macam orang yang biasa mengandalkan kepandaian untuk menekan orang lain. Mungkin mereka hanya ingin menguji saja, pikirnya. “Baiklah, Ciangkun. Kalau begitu, biarkan aku yang akan melayanimu bermain-main sebentar,” kata Sin Cu. “Bagus, cabut pedangmu orang muda,” perwira itu menantang. “Sudah kukatakan bahwa di antara kita tidak ada permusuhan. Karena itu aku akan menghadapi pedangmu dengan tangan kosong. Kalau keselamatanku terancam, baru aku akan mempergunakan pedang, Ciangkun.” Ucapan Sin Cu ini bernada lembut dan tidak mendatangkan kesan sombong atau memandang ringan. Akan tetapi tetap saja membuat perwira itu mengerutkan alisnya.
1346
“Orang muda, pedang tidak mempunyai mata. Kalau sampai engkau terluka oleh pedangku, jangan salahkan aku!” katanya. “Terluka atau mati sekalipun dalam pertandingan adalah hal biasa, Ciangkun. Tidak ada yang akan dipersalahkan. Mulailah, aku telah siap!” “Baik kalau begitu. Lihat pedangku!” Perwira itu menggerakkan pedangnya membacok ke arah leher Sin Cu. Akan tetapi dengan sedikit menundukkan kepala dan merendahkan tubuh, pedang yang menyambar itu lewat di atas kepalanya. Secepat kilat tangan kiri Sin Cu bergerak menotok dengan It-Yang-Ci ke arah siku kanan lawan dan tangan kanannya menyambar ke arah tangan yang memegang pedang. Perwira itu mengeluarkan seruan kaget. Tangan kanannya lumpuh sehingga pedangnya mudah sekali dirampas. Di lain saat pedangnya telah berada dalam tangan Sin Cu! “Ohhhh...!” belasan bangsawan itu mengeluarkan seruan kagum dan heran. Bagaimana mungkin dalam segebrakan saja, perwira bermata lebar yang mereka tahu seorang yang lihai sekali, kini telah kehilangan pedangnya yang berpindah ke tangan pemuda yang diserangnya.
1347
“Maafkan aku, Ciangkun!” kata Sin Cu sambil mengembalikan pedang itu, dipegang pada ujungnya dan menyodorkan gagang pedang kepada pemiliknya. Perwira itu menerima pedangnya dan sejenak mengamati pedangnya seolah tidak dapat percaya akan apa yang baru saja terjadi. “Engkau menggunakan ilmu siluman, orang muda! Aku masih belum puas. Lawanlah dengan ilmu silat!” katanya. “Ciangkun, aku sama sekali tidak paham ilmu siluman. Tadi aku menggunakan ilmu totok It-Yang-Ci untuk merampas pedangmu.” “Hemm, aku masih belum puas karena aku hampir tidak merasakan akibat totokan itu. Mari kau sambut lagi serangan pedangku, orang muda!” “Baiklah, Ciangkun. Akan kuperlihatkan kepadamu. Seranglah” kata Sin Cu sambil berdiri santai saja, tidak memasang kuda-kuda. “Lihat pedang!” bentak perwira itu dan kini dia menusukkan pedangnya, akan tetapi waspada menjaga agar lengannya tidak sampai tertotok dan siap membalikkan pedangnya kalau pemuda itu hendak menotoknya. Pedang meluncur ke arah dada Sin Cu. Pemuda itu cepat menggunakan ilmu langkah Chit-Seng Sin-Po. Tubuhnya melangkah ke sana sini dengan aneh, akan tetapi
1348
hebatnya, diserang dari manapun, dengan tusukan atau bacokan pedang, selalu luput. Gerakan langkah itu seolah mendahului gerakan pedang sehingga pada saat pedang menyambar, tubuh pemuda itu telah lebih dulu mengelak! Perwira itu penasaran sekali dan dia mengamuk dengan pedangnya. Setelah lewat belasan jurus, Sin Cu merasa sudah cukup. “Ciangkun, sambutlah serangan It-Yang-Ci ini!” Secepat kilat tubuhnya bergerak sehingga bagi lawannya, dia seperti berubah menjadi bayangan yang sukar sekali diikuti oleh pandang mata. Karena itu, perwira itu tidak dapat menjaga diri karena tidak tahu dari arah mana Sin Cu melakukan penyerangan. Tahu-tahu ia merasa kedua pundak dan dadanya tertotok dan seketika dia tidak mampu bergerak. Dia berdiri dengan sikap hendak menyerang, pedangnya diangkat ke atas, seperti sebuah patung yang indah sekali ukirannya Sin Cu mengambil pedang dari tangan kanan perwira itu, kemudian dia membebaskan totokan sambil berkata, “Maafkan aku, Ciangkun!” Perwira itu dapat bergerak kembali dan Sin Cu, seperti tadi, mengembalikan pedangnya. Perwira itu kini menjura kepada Sin Cu dan berkata kagum,
1349
“Orang muda,aku kagum dan mengaku kalah!” Kembali terdengar tepuk tangan dari belasan orang bangsawan itu dan pada saat itu terdengar seruan nyaring, “Hai...! Bukankah engkau ini Taihiap (Pendekar Besar) Wong Sin Cu yang pernah menyelamatkan keluarga kami?” Sin Cu terkejut dan memandang ke arah rombongan orang bangsawan itu. Dia melihat seorang laki-laki berpakaian bangsawan, wajahnya tampan perawakannya sedang dan sikapnya lemah lembut, usianya sekitar tiga puluh lima tahun atau tiga puluh enam tahun. Sin Cu tidak mengenalnya walaupun wajah itu serasa tidak asing baginya. Gurunya seringkali menasihatinya bahwa dia harus melupakan atau tidak mengingat-ingat lagi apa yang telah dia lakukan untuk membantu orang lain. Karena itu, biarpun laki-laki itu mengatakan bahwa dia pernah menyelamatkan keluarganya, dia tidak mengenalnya karena sudah lupa. “Maaf, saya lupa lagi, rasanya saya tidak mengenal Taijin (Pembesar),” kata Sin Cu sambil memberi hormat. “Ah, apakah engkau sudah lupa akan peristiwa Bukit Teratai? Lupakah engkau kepada anak kami Ceng Loan Cin? la sangat kagum kepadamu dan seringkali menanyakanmu.” Sin Cu segera teringat. Dia kagum dan suka sekali kepada gadis kecil Ceng Loan
1350
Cin yang berwatak pemberani dan gagah itu. Tentu saja dia ingat kepada Loan Cin yang kini menjadi murid Thian Li Nikouw kepala Kuil Kwan-Im-Bio di Bukit Teratai dekat dusun Kui-Chung itu. Dan sekarang diapun teringat kepada pria yang berdiri di depannya. Ayah gadis itu. Pangeran Ceng Sin, Kakak dari Sribaginda Kaisar Ceng Tek yang dimusuhi Thaikam Liu Cin, bahkan hampir saja dibunuh oleh kaki tangan pembesar lalim itu yang dipimpin oleh Im Yang Tojin. “Ah, Paduka tentu Pangeran Ceng Sin!” kata Sin Cu dan Pangeran itu tersenyum girang. Dia merasa girang bukan main setelah mengenal Sin Cu karena dia tahu bahwa Sin Cu tentu akan berdiri di pihaknya. “Sungguh, Thian (Tuhan) agaknya telah mempertemukan kita di sini sehingga akan tercapailah rencana Yang kita cita-citakan untuk menyelamatkan Kerajaan! tetapi sebelum kita bicara, perkenalkan kami dengan nona yang lihai sekali ini, Wong-Taihiap!” Sin Cu menoleh kepada Ciang Lan. “Pangeran, nona ini adalah seorang pendekar wanita, sahabat saya yang bernama Ciang Lan. Lan-moi, aku pernah bercerita kepadamu tentang Pangeran Ceng Sin dan keluarganya yang dimusuhi Thaikam Liu Cin. Inilah dia Pangeran Ceng Sin!” Sin Cu
1351
memperkenalkan. Ciang Lan memberi hormat kepada Pangeran Ceng Sin. “Terimalah hormat saya, Pangeran,” kata gadis itu dengan sikap biasa karena ia memang tidak mau merendahkan diri terhadap siapapun juga. “Ciang-Lihiap, kami merasa beruntung sekali dapat berkenalan dengan Lihiap yang gagah perkasa. Mari, Wong-Taihiap dan Ciang-Lihiap, mari silakan duduk dan kami perkenalkan dengan para sahabat dan rekan ini.” Sin Cu dan Ciang Lan lalu duduk di atas kursi menghadapi meja yang besar itu. Para bangsawan itu duduk mengelilingi meja dan jumlah mereka termasuk Pangeran Ceng Sin adalah empat belas orang. Pangeran Ceng Sin memperkenalkan mereka seorang-seorang. Ternyata mereka merupakan orang-orang yang berkedudukan tinggi. Selain Pangeran Ceng Sin, terdapat pula dua orang Pangeran lain yang menjadi Kakak-Kakaknya. Ada pula tiga orang Pangeran tua, yaitu Paman-Paman dari Kaisar Ceng Tek. Selebihnya adalah pejabat-pejabat tinggi, ada dua orang Panglima dan enam orang pejabat sipil yang berkedudukan tinggi setingkat Menteri dan kepala bagian. Setelah saling diperkenalkan, Ciang Lan berkata dengan suara tegas.
1352
“Pangeran, sebelum kita bicara, biarpun Cu-Ko telah lama mengenal Paduka, akan tetapi saya ingin sekali mendapat penjelasan lebih dahulu mengapa kami berdua dipaksa naik ke perahu ini seperti yang dilakukan dua orang Perwira tadi. Kalau rnemang berniat baik, mengapa kami diperlakukan seperti itu?” Sin Cu terkejut mendengar ucapan yang berani dan lancang itu, akan tetapi ucapan itu sudah dikeluarkan, maka dia tidak dapat mencegahnya dan pada saat itu diapun ingin sekali tau bagaimana jawaban Pangeran Ceng Sin. karena sebenarnya diapun merasa heran mengapa tadi perahunya ditarik secara paksa oleh dua orang perwira tinggi besar itu. Mendengar pertanyaan Ciang Lan ini Pangeran Ceng Sin tersenyum dan dia menggapai tangan memberi isarat kepada dua orang perwira yang telah dikalahkan Ciang Lan dan Sin Cu tadi untuk datang mendekat. Dua orang perwira itu melangkah maju menghadap sang Pangeran. “Wong-Taihiap dan Ciang-Lihiap, perkenalkan. Mereka berdua ini adalah pimpinan pengawal yang mengawal kami di perahu ini. Yang seorang ini adalah Gak-Ciangkun (Perwira Gak) dan yang itu adalah Su-Ciangkun. Nah, kalian sekarang boleh minta maaf dan jelaskan kepada dua orang pendekar muda ini mengapa tadi kalian menarik perahu mereka ke atas perahu dan menantang mereka untuk mengadu kepandaian.” Su-Ciangkun dan bermata lebar
1353
mewakili temannya dan dia menjura kepada dua orang muda itu, diikuti oleh Gak-Ciangkun yang berjenggot tebal. “Taihiap dan Lihiap, kami berdua mohon maaf yang sebesarnya. Perbuatan kami tadi adalah karena salah sangka. Ketahuilah bahwa kami bertugas menjaga keselamatan para Taijin di perahu ini dan sungai ini terkenal sering diganggu bajak sungai yang membajak para penumpang perahu. Karena itu, ketika perahu kami hendak menabrak perahu kecil ji-wi (anda berdua), kemudian kami mendengar kemarahan, Ciang-Lihiap, kami mengira bahwa ji-wi adalah golongan mereka. Karena itulah kami berdua berani lancang tangan menarik perahu ji-wi naik ke atas perahu ini dan kami sengaja menantang ji-wi. Sekali lagi kami mohon maaf. Andaikata kami mengetahui bahwa ji-wi mengenal Yang Mulia Pangeran Ceng Sin, sampai matipun kami tidak akan berani bersikap seperti itu.” “Wah! Kalian mengira aku ini seorang bajak sungai? Sialan!” Ciang Lan membentak dan melotot, matanya galak memandang kepada dua orang perwira itu sehingga mereka menundukkan muka mereka yang berubah kemerahan. “Sudahlah, semua ini hanya merupakan kesalah pahaman saja. Kami berdua sudah melupakan peristiwa tadi,” kata Sin Cu.
1354
“Biarlah kami yang memintakan maaf untuk mereka berdua, Ciang-Lihiap,” kata Pangeran Ceng Sin. “Kalau saja tadi aku segera mengenal Wong-Taihiap, tentu tidak akan terjadi kesalah-pahaman itu.” Pangeran itu memandang kepada dua orang perwira dan memberi isarat dengan tangannya membolehkan mereka mengundurkan diri. Dua orang perwira itu mundur dengan hati lega karena mereka merasa rikuh sekali harus berhadapan dengan dua orang muda itu. “Nah, sekarang kita membicarakan masalah yang kita hadapi. Akan tetapi sebelum kami memberi penjelasan, kami ingin mengetahui lebih dahulu apakah Taihiap dan Lihiap bersedia untuk membantu apa yang sedang kami perjuangkan ini?” Kembali Ciang Lan yang mendahului Sin Cu bertanya, “Pangeran, bagaimana kami dapat menjawab sebelum kami mengetahu dalam urusan apakah kami harus membantu Paduka?” Pangeran Ceng Sin tersenyum dan mengangguk. “Kami tidak heran kalau engkau bertanya begitu, Ciang-Lihiap Kalau Wong-Taihiap kami kira sudah dapat menduganya. Begini, Lihiap. Kami sekumpulan orang ini adalah orang-orang yang setia kepada Kerajaan dan kami melihat betapa Kerajaan terancam
1355
bahaya dalam tangan Thaikam Liu Cin yang jahat dan yang telah mempengaruhi Sribaginda Kaisar sedemikian rupa. Kami sedang berusaha untuk membebaskan Sribaginda dari kekuasaan orang jahat itu. Kami sekarang ingin mendapat kepastian dari ji-wi, apakah jiwi suka membantu kami menentang Thaikam Liu Cin dan membela Sribaginda Kaisar?” Sin Cu menoleh kepada Ciang Lan dan dia melihat gadis itu tersenyum dan mengangguk kepadanya. Tahulah pemuda itu bahwa kini hati Ciang Lan tidak ragu lagi, maka diapun menjawab pertanyaan Pangeran itu dengan tegas. “Tentu saja kami berdua siap untuk membantu, Pangeran. Kami berdua memang sedang menuju ke kota raja untuk menentang Thaikam Liu Chіп dan kaki tangannya karena kami mempunyai permusuhan pribadi dengan kaki tangan dan sekutu Thaikam Liu Cin bahkan kami mengetahui banyak tentang rahasia persekutuan antara Thaikam Liu Cin dan orang-orang Pek-Lian-Kauw.” Empat belas orang bangsawan itu terkejut dan girang sekali. “Ah, sungguh kebetulan sekali. Wong-Taihiap, rahasia persekutuan itu benarkah dan bagaimana kalian berdua dapat mengetahuinya? Kami juga sudah curiga akan hal itu, akan tetapi kami belum mendapat bukti sehingga kami tidak dapat melapor kepada Sribaginda Kaisar. Kalau ada buktinya dan Sribaginda
1356
Kaisar mengetahui, maka akan lebih mudah lagi menyingkirkan Thaikam Liu Cin yang jahat itu!” kata Pangeran Ceng Sin. “Bahkan kami kira bukan hanya dengan Pek-Lian-Kauw saja Thaikam Liu Cin bersekutu, melainkan juga mungkin ada persekongkolan antara dia dan orang Mancu.” “Ahh! Penting sekali kabar ini! Coba ceritakan, Wong-Taihiap, apa yang ji-wi (kalian berdua) ketahui tentang semua persekutuan itu?” tanya Pangeran Ceng Sin. Sin Cu, dibantu kadang-kadang oleh Ciang Lan, lalu menceritakan semua kejadian yang dialami dan diketahuinya. Tentang penyerangan dan pembunuhan yang sifatnya mengadu domba antara Siauw-Lim-Pai dan dua partai persilatan besar, yaitu Bu-Tong-Pai dan Kong-Thong-Pai yang diduga dilakukan oleh orang-orang Pek-Lian-Kauw. Juga tentang penculikan atas diri Ouw Yang Hui yang dilakukan tokoh Mancu, Pangeran Yorgi yang bekerja sama dengan Pek-Lian-Kauw. Kemudian diceritakan pula bahwa puteri Ketua Pek-Lian-Kauw, Kim Niocu, menawan gadis-gadis cantik untuk dibawa ke kota raja dan diserahkan kepada para pembesar yang menjadi antek Thaikam Liu Cin. “Kami sedang melakukan pengejaran dan mencari adik Ouw Yang Hui yang dilarikan Kim Niocu dan mungkin sekali dibawa ke kota
1357
raja. Kalau kami dapat membebaskan adik Ouw Yang Hui, tentu ia dapat menjadi saksi dan dapat bercerita lebih jelas dan banyak tentang persengkokolan antara Thaikam Liu Cin dan Pek-Lian-Kauw itu.” Sin Cu mengakhiri ceritanya. Para bangsawan itu mengangguk-angguk. “Hemm, sekarang makin jelaslah bahwa Thaikam Liu Cin mempunyai niat buruk sekali. Bersekutu dengan pemberontak Pek-Lian-Kauw, bahkan mengadakan hubungan dengan orang Mancu. Kalau tidak cepat diberantas, dapat membahayakan Kerajaan,” kata Pangeran Ceng Sin. “Benar, jahanam itu berbahaya sekali, agaknya dia hendak menjual negara kepada bangsa Mancu!” kata seorang di antara dua orang Panglima tua yang hadir. Pangeran Ceng Sin memandang kepada Sin Cu dan Ciang Lan. “Terima kasih, Wong-Taihiap dan Ciang-Lihiap. Keteranganmu ini sungguh amat berharga sekali, dan kesanggupan ji-wi untuk membantu kami lebih kami hargai lagi. Mari kita bersama berusaha untuk menghancurkan kekuatan jahat yang merongrong kewibawaan pemerintah. Sekarang ketahuilah apa yang menjadi rencana kami,” kata Pangeran Ceng Sin yang lalu menceritakan rencana mereka yang hendak menggulingkan Thaikam Liu Cin.
1358
Kiranya setelah berhasil meloloskan diri dari kejaran kaki tangan Thaikam Liu Cin yang hendak membunuhnya, pertama kali ditolong oleh Tan Song Bu, kemudian yang kedua kalinya diselamatkan oleh Wong Sin Cu, Pangeran Ceng Sin tinggal di Lian-San (Bukit Teratai) dekat Kuil Kwan-Im-Bio dan terlindung karena dekat dengan Thian Li Nikouw ketua Kuil itu. Setelah keluarganya selamat, Pangeran Ceng Sin merasa prihatin melihat kekuasaan Thaikam Liu Cin yang membahayakan Kerajaan yang dipimpin Kaisar Ceng Tek, adik tirinya. Maka diapun mengambil keputusan untuk berusaha menentang dan menjatuhkan Thaikam Liu Cin. Diam-diam Pangeran Ceng Sin mengadakan hubungan dengan para pejabat lain yang sehaluan dengan dia dan menyusun kekuatan. Ada empat belas orang bangsawan yang berkedudukan tinggi termasuk dia, yang akhirnya bersatu dalam usaha mereka menyelamatkan Kaisar. Dua orang Panglima yang bergabung telah mempersiapkan pasukan kalau-kalau pertentangan itu akan menimbulkan pertempuran dengan pasukan yang mendukung Thaikam Liu Cin. Mereka juga telah mengadakan kontak dengan semua pejabat yang setia kepada Kaisar dan yang diam-diam tidak suka kepada Thaikam Liu Cin, akan tetapi tidak berani terang-terang menentangnya. “Tindakan apakah yang akan Paduka lakukan?” tanya Sin Cu.
1359
“Kami telah merencanakan semuanya. Pada kesempatan pertama, kami bersama para pembesar yang mendukung gerakan kami, beramai-ramai akan menghadap Sribaginda Kaisar. Kami akan menceritakan semua kejahatan yang dilakukan Thaikam Liu Cin, pembunuhan-pembunuhan yang dilakukan terhadap para bangsawan yang setia, termasuk usaha pembunuhan terhadap aku sekeluarga. Dan sekarang ditambah lagi dengan ceritamu tentang persekutuannya dengan Pek-Lian-Kauw dan orang-orang Mancu akan menguatkan laporan kami. Dan kami juga sudah siap menghadapi akibat dari laporan kami kepada Sribaginda Kaisar itu. Kalau Thaikam Liu Cin mengadakan gerakan, kami sudah mempersiapkan pasukan untuk menentangnya. Selain dukungan para anteknya, Liu Cin mempunyai pendukung yang kuat dan harus kami lumpuhkan lebih dulu, yaitu pertama Panglima Liu Kui yang menjadi Panglima pasukan pengawal Istana. Kedua adalah Jaksa Agung Liu Wang. Mereka adalah adik-adik dari Thaikam Liu Cin sendiri. Akan tetapi yang terpenting adalah sikap Sribaginda Kaisar. Kalau beliau dapat menerima laporan kami, menyadari akan kejahatan Liu Cin dan memerintahkan penangkapan, maka pengkhianat itu pasti tidak akan mampu mengadakan perlawanan. Bagaimanapun juga, sebagian besar Panglima berikut pasukan mereka masih setia kepada Sribaginda Kaisar.”
1360
“Lalu apa yang dapat kami lakukan untuk membantu Paduka, Pangeran?” Ciang Lan bertanya. Semua bangsawan memandang kepada gadis itu dan mereka semua merasa kagum. Gadis yang cantik jelita dan gagah perkasa ini, selain tadi dapat mengalahkan perwira kepala pengawal dengan mudah, juga gadis muda ini bersikap pemberani, tidak malu-malu seperti gadis lain. Sikap seorang pendekar wanita sejati. “Ciang-Lihiap, ji-wi dapat membantu banyak sekali kepada kami. Ji-wi akan dapat menjadi saksi untuk memperkuat laporan kami kepada Sribaginda Kaisar, kalau hal itu diperlukan. Selain itu, kalau sampai terjadi bentrokan, dengan kepandaian jiwi, maka jiwi dapat membantu kami. Terutama sekali untuk melawan para jagoan anak buah Thaikam Liu Cin. Ji-wi sendiri sudah mengetahui bahwa dia mempunyai banyak jagoan yang tangguh dan berbahaya.” “Kami siap membantu Paduka, Pangeran Ceng Sin. Akan tetapi, kami ingin mencari adik Ouw Yang Hui yang ditawan Kim Niocu dan mungkin dibawa ke kota raja dan sudah diserahkan kepada seorang diantara para jagoan antek Thaikam Liu Cin,” kata Sin Cu yang mengkhawatirkan nasib tunangannya. “Benar, Pangeran. Kami harus lebih dulu menyelamatkan adik saya, barulah kami akan membantu Paduka,” kata Ciang Lan,
1361
“Tentu saja,” kata Pangeran Ceng Sin, “Menolong adikmu itu berarti juga menentang Thaikam Liu Cin, karena bukankah menurut cerita kalian tadi, adikmu akan diserahkan kepada jagoan antek Liu Cin? Akan tetapi sebaiknya kalau kita dapat saling berhubungan di kota raja. Kami dapat saling bantu. Maka, akan lebih baik sekali kalau di kota raja kalian menghubungi kami. Wong-Taihiap, simpanlah kartu ini. Dengan kartu ini kalian dapat memasuki rumah yang menjadi pusat pertemuan kami itu dengan mudah dan kalian dapat tinggal di sana untuk sementara.” Sin Cu menerima sebuah kartu yang diberikan Pangeran Ceng Sin kepadanya. “Kami akan mengingat pesan Paduka itu Pangeran,” Katanya sambil menyimpan kartu itu. “Wong-Taihiap, kami akan memasuki kota raja dengan berpencar agar jangan sampai menarik perhatian dan ketahuan anak buah Liu Cin. Untuk itu, sudah ada hubungan kami dengan para perwira penjaga pintu gerbang kota raja. Sebaiknya kalau jiwi juga berpisah dari kami di sini sehingga tidak ada yang tahu bahwa ji-wi mempunyai hubungan dengan kami.” Sin Cu dan Ciang Lan mengangguk dan mereka berdua lalu bangkit berdiri. Pangeran Ceng Sin memberi isarat kepada anak buah perahu untuk menghentikan perahu dan menurunkan perahu kecil milik Sin Cu
1362
dan Ciang Lan. Pada saat itu, Sin Cu yang baru saja menggendong buntalan pakaiannya, teringat akan pedangnya dan teringat pula akan Kwee Liang, Panglima yang pedangnya terjatuh ke tangannya akan tetapi yang kini terampas oleh Kim Niocu itu. Mungkin para bangsawan yang menentang Thaikam Liu Cin ini mengenalnya, pikirnya. “Pangeran, apakah Paduka mengenal seorang Panglima yang bernama Kwee Liang?” Mendengar pertanyaan ini, seorang Panglima tua yang usianya sudah enam puluh tahun lebih, cepat bertanya, “Wong-Taihiap, bagaimana Taihiap dapat mengenal rekan baikku Kwee-Ciangkun itu?” Para bangsawan lain juga memandang Sin Cu dengan sinar mata bertanya. “Kurang lebih empat tahun yang lalu, Panglima Kwee Liang dan seluruh keluarganya yang melarikan diri dengan perahu dilaut timur, dibunuh oleh jagoan kaki tangan Liu Cin bernama Hek Moko dan Pek Moko, Perahu mereka ditenggelamkan dan pedang miliknya yang disebut Pek-Liong Po-Kiam ikut tenggelam. Guruku ke dua, Suhu Can Kui yang ahli penyelam mengambil pedang itu dan memberikannya kepada saya. Pada pedang itu dahulu terdapat kotak berisi surat peninggalan Kwee-Ciangkun yang
1363
menyatakan bahwa dia mohon ampun kepada Kaisar Tua karena tidak dapat menyadarkan Kaisar Muda dari pengaruh Thaikam Liu Cin, dan memesan agar pewaris pedang itu dapat mempergunakannya untuk menentang kekuasaan Liu Cin.” “Aahhh...! Kwee-Ciangkun adalah rekan terbaik dariku, Kasihan sekali dia juga menjadi korban kejahatan Liu Cin, terbasmi bersama keluarganya. Di mana pedang itu sekarang, Taihiap?” Kata Kui-Ciangkun. “Pedang itu dirampas Kim Niocu ketika saya tertawan. Akan tetapi, saya akan mengejarnya ke kota raja dan saya pasti akan dapat merebutnya kembali,” kata Sin Cu. “Itu harus kau lakukan, Taihiap! Pedang pusaka itu pemberian Kaisar, harus diselamatkan dari tangan tokoh Pek-Lian-Kauw itu!” Kata Kui-Ciangkun penuh semangat. “Wong-Taihiap, sungguh kebetulan sekali pedang itu terjatuh ke tanganmu. Dengan dernikian, sudah cocok sekali kalau Taihiap bekerja sama dengan kami untuk menentang Liu Cin dan menyelamatkan negara dan bangsa dari kehancuran!” kata Pangeran Ceng Sin dengan gembira.
1364
Sementara itu, para anak buah perahu telah selesai menurunkan perahu kecil dan Sin Cu bersama Ciang Lan lalu berpamit dan keduanya meloncat keluar dari perahu besar ke atas perahu kecil yang telah berada di atas air dan talinya dipegang oleh dua orang perwira Gak dan Su yang tadi menarik perahu kecil itu naik ke atas perahu besar. Sin Cu lalu mendayung perahu itu, melambaikan tangan kepada empat belas orang bangsawan yang berdiri di atas perahu besar. Sin Cu mendayung perahunya dengan cepat meninggalkan perahu besar. “Lan-moi, kita mendarat di sini saja. Kalau terlalu dekat dengan kota raja, aku khawatir kałau menimbulkan kecurigaan,” kata Sin Cu setelah mereka tiba di tempat yang ramai dengan banyaknya perahu nelayan. Tempat itu tidak terlalu jauh dengan kota raja lagi. “Baiklah, Cu-Ko. Engkau lebih berpengalaman karena engkau pernah ke kota raja.” “Aku juga belum pernah masuk kota raja, hanya sampai di kota Nam-Po saja.” “Perahu ini sebaiknya kita jual saja. Itu ada dusun di depan. Tampaknya cukup ramai di sini, dan banyak nelayan. Tentu ada yang mau membeli perahu ini.”
1365
“Ah, perahu kecil dan butut ini siapa mau membelinya, Cu-Ko? Kalaupun ada yang mau beli, harganya tentu murah sekali. Lebih baik diberikan saja kepada seorang nelayan miskin yang tidak mempunyai perahu agar dapat dia pergunakan untuk mencari nafkah.” “Akan tetapi bagaimana kita dapat mengetahui mana nelayan yang miskin dan yang membutuhkan perahu dan mana yang tidak?” tanya Sin Cu, girang hatinya melihat sikap dermawan dari gadis itu. “Aih, mudah saja, Cu-Ko, Yang mencari ikan dengan perahu, jelas nelayan yang mempunyai perahu. Kalau kita bertemu dengan seorang nelayan yang mencari ikan di tepi sungai dengan memancing, tentu dia nelayan miskin, karena tidak mempunya perahu dan tidak mempunyai jaring untuk menjala ikan.” Tiba-tiba Sin Cu melihat seorang Kakek tua duduk di tepi sungai itu sambil memancing. “Itu ada orang yang kau maksudkan, Lan-moi,” katanya. Ciang Lan memandang dan ia tersenyum. “Hemm, dia sudah tua dan mencari ikan dengan memancing dari tepi sungai. Pasti dia nelayan miskin yang kumaksudkan. Mari kita ke tepi, Cu-Ko dan kita menggembirakan hatinya dengan kejutan,
1366
memberikan perahu ini kepadanya.” Sin Cu mendayung perahu itu ke tepi dan mendarat dekat Kakek itu yang duduk memancing ikan. Tentu saja kedatangan perahu itu mengganggu orang yang sedang memancing ikan, karena gerakan perahu itu tentu menakutkan ikan-ikan yang berkeliaran di dekat tempat itu. Memang Sin Cu sengaja mendaratkan perahunya dekat Kakek itu untuk melihat bagaimana sikap Kakek yang hendak diberi perahu itu kalau terganggu. Mungkin kalau Kakek itu marah-marah dan bersikap kasar, hal itu akan mengubah niat Ciang Lan memberikan perahu kepadanya dan akan mencari orang lain. Maka begitu mendarat dan mengikatkan tali perahu pada sebatang pohon, Sin Cu memandang kepada Kakek itu. Dia seorang Kakek yang sudah tua, tentu sudah hampir tujuh puluh tahun usianya, tubuhnya kurus jangkung, muka dan leher serta kedua tangannya tampak coklat kehitaman karena terbakar sinar matahari. Muka yang kurus itu berkeriput, namun tubuhnya masih tegak dan tampak cukup kokoh. Kakek itu memandang kepada mereka dan dia tersenyum. Sama sekali tidak menjadi marah. “Aih, kalian ini orang-orang muda! Kenapa menepi di sini? Ikan-ikan itu akan berenang menjauh dan umpan pancingku akan menganggur!” Ucapannya itupun tidak bernada teguran, bahkan seperti hendak melucu.
1367
“Kek, sudah mendapatkan ikan banyak hari ini?” tanya Ciang Lan sambil menghampiri Kakek itu. “Ah, dalam bulan ini agaknya ikan-ikan itu berpuasa, nona. Setiap hari aku hanya mendapatkan beberapa ekor saja. Lihat ini, sejak pagi aku baru memperoleh empat ekor,” katanya memperlihatkan kepis tempat ikan. “Kenapa engkau tidak menggunakan jaring saja untuk menjala ikan, Kek? Kalau engkau menggunakan perahu dan jaring, tentu akan memperoleh banyak ikan!” kata Sin Cu. Kakek itu memandang kepada Sin Cu dan kembali Sin Cu merasa betapa sepasang mata Kakek itu mengamatinya penuh perhatian, seolah mata itu pernah mengenalnya. Sampai lama Kakek itu hanya mengamati wajah Sin Cu dan tidak menjawab pertanyaan itu. “Kenapa, Kek?” Sin Cu mengulang. “Eh..., maaf aku melamun. Apa katamu tadi? Menggunakan perahu dan jaring? Hemm, aku seorang miskin yang tidak mampu membeli perahu dan jaring. Pula, untuk apa aku murka? Aku hidup seorang diri, hanya melayani satu mulut dan perut saja, mengapa harus bersusah payah? Dengan setangkai pancing inipun aku sudah
1368
dapat hidup,” kata Kakek itu akan tetapi matanya masih terus mengamati wajah Sin Cu. “Kek, mulai sekarang kau pakailah perahu ini untuk mencari ikan agar penghasilanmu lebih banyak,” kata Ciang Lan, nadanya gembira karena seperti yang biasanya dirasakan oleh setiap orang yang menolong orang lain, Ciang Lan juga merasakan hatinya gembira sekali pada saat itu. Kakek itu menoleh kepadanya dengan mata terbelalak heran, lalu memandang lagi kepada Sin Cu. “Ehh? Apa maksudmu, nona? Apa artinya ini?” Sin Cu tersenyum kepadanya. Diapun merasakan kegembiraan itu. “Begini, kek. Kami tidak membutuhkan lagi perahu ini, maka melihat engkau membutuhkannya, kami memberikan perahu ini kepadamu. Ambil dan pakailah, Kek. Kami mermberikannya dengan rela kepadamu.” “Ahh! Akan tetapi, kalian tidak kenal denganku...” kata Kakek itu terheran-heran. “Kek, apakah kalau orang hendak menolong orang lain, dia harus lebih dulu mengenal orang itu? Engkau membutuhkan perahu ini dan kami tidak, maka kami memberikannya kepadamu.” Kakek itu
1369
menaruh tangkai pancingnya ke atas tanah dan dia menghampiri Sin Cu, matanya terus mengamati penuh perhatian. “Engkau tidak mengenal aku, orang muda, akan tetapi rasanya aku mengenalmu. Wajahmu, suaramu, aku mengenalnya dengan baik. Orang muda, maukah engkau mengatakan kepadaku, siapa namamu?” Tentu saja melihat sikap Kakek itu, Sin Cu merasa heran. Dia sama sekali tidak pernah mengenal Kakek ini! Sambil tersenyum sabar terhadap Kakek yang dianggapnya sudah pikun itu dia berkata, “Tentu saja, Kek. Namaku Wong Sin Cu.” Kakek itu terbelalak, mulutnya terbuka dan dia tertawa, tampaknya girang sekali “Ha-ha-ha, benar sekali! Engkau putera Jaksa Wong Cin itu! Tak salah lagi, engkaulah anak itu!” Ciang Lan dan Sin Cu merasa heran sekali. “Kek, apa maksudmu? Apakah engkau... mengenal Ayahku Wong Cin?” “Jangan bicara dulu! Bukalah bajumu, perlihatkan dadamu agar aku yakin!” kata Kakek itu dengan suara bernada memerintah. Sin Cu mengerutkan alisnya.
1370
“Kek, apa maksudmu? Ada apakah dengan dadaku?” tanyanya untuk menguji apakah Kakek ini benar-benar tahu akan tanda pada dadanya. “Orang muda, aku baru akan yakin bahwa engkau Wong Sin Cu putera Wong Cin kalau pada dadamu terdapat rajah lukisan seekor naga putih. Bukalah bajumu dan perlihatkan dadamu!” Berdebar keras jantung Sin Cu mendengar ucapan itu. Kini diapun yakin bahwa Kakek itu benar maka tanpa ragu lagi dia membuka kancing bajunya dan memperlihatkan dadanya. Dada yang berkulit putih dan bidang itu terbuka dan tampaklah rajah naga putih itu melingkar-lingkar, seolah dapat bergerak dan hidup ketika dada itu kembang kempis bernapas. Terdengar jerit tertahan keluar dari mulut Ciang Lan dan gadis itu berdiri terbelalak memandang ke arah dada Sin Cu. Sementara itu Kakek tadi maju dan merangkul Sin Cu, tertawa gembira. “Ha-ha-ha, terima kasih kepada Tuhan Ternyata engkau masih hidup dan sudah menjadi seorang pemuda dewasa, Wong Sin Cu!” Dia melepaskan rangkulannya, memegang kedua pundak Sin Cu dan memandang wajah pemuda itu dengan wajah berseri dan sepasang mata tuanya bersinar-sinar. Akan tetapi Sin Cu menoleh ke kiri, memandang Ciang Lan yang masih terbelalak karena dia tadi terkejut mendengar jerit tertahan dari gadis itu.
1371
“Ada apakah, Lan-moi?” tanyanya khawatir. Ciang Lan menudingkan telunjuknya ke arah dada Sin Cu yang telanjang. “Itu... dadamu itu... gambarnya persis sama!” Katanya, wajahnya membayangkan kekagetan dan keheranan. “Sama? Sama dengan apa, Lan-moi?” “Sama dengan gambar naga yang berada di dada Bu-Ko! Hanya bedanya, naga di dadamu itu putih, kalau yang berada di dada Bu-Ko hitam. Akan tetapi sama benar!” Kakek itu melangkah maju menghampiri Ciang Lan. “Nanti dulu, nona. Siapakah yang kau sebut Bu-Ko itu? Apakah dia itu seorang pemuda bernama Tan Song Bu dan di dadanya ada rajah gambar naga hitam yang sama dengan gambar rajah di dada Wong Sin Cu ini?” Ciang Lan menatap wajah Kakek itu dengan heran. “Benar sekali, Kek. Bagaimana engkau dapat mengetahuinya?” “Aku mengetahuinya? Kakek itu tertawa bergelak, tampaknya girang sekali. Ha-ha-ha-ha! Akulah yang membuat rajah itu di dada mereka! Terima kasih, Tuhan. Aku bersukur bahwa kedua orang anak itu ternyata masih hidup!” Mendengar pengakuan Kakek itu
1372
bahwa dia yang membuat rajah di dadanya, Sin Cu merasa seperti berada dalam mimpi. Mimpi yang seringkali dialaminya dahulu, tentang pengalaman dahsyat ketika dia masih kecil sekali. Teringat dia tentang dia dan seorang anak laki-laki lain yang dia tidak ingat lagi siapa namanya, tentang mereka berdua yang dirajah di dada mereka dengan gambar naga oleh tukang perahu. Tentang perahu mereka yang diserang badai, tentang orang-orang jahat yang menyerang mereka, tentang burung raksasa yang membawanya terbang. Dia memandang wajah Kakek itu seperti dalam mimpi. “Kakek yang baik..., jadi... jadi engkaukah tukang perahu yang dulu merajah dadaku...? Kalau begitu... engkau tentu tahu bagaimana keadaan Ayah Ibuku, di mana mereka kini berada...” “Wong Sin Cu, pertemuan ini merupakan peristiwa yang luar biasa dan agaknya sudah diatur oleh Tuhan. Mari, mari kita duduk dan bicara. Banyak yang perlu kita bicarakan.” Mereka bertiga lalu duduk di atas batu-batu di tepi sungai dan Kakek itu mengamati Sin Cu yang mengancingkan kembali bajunya, lalu berkata, “Baik sekali kalau engkau masih ingat, orang muda. Memang aku adalah tukang perahu yang dulu merajah dadamu dan dada anak yang bernama Tan Song Bu itu. Ketika itu orang tua kalian mengenalku sebagai Aming. Akan tetapi, sebaiknya engkau lebih
1373
dulu menceritakan apa yang terjadi dengan dirimu yang kutinggalkan di perahu bersama Tan Song Bu. Aku terkena anak panah di pundakku dan jatuh ke laut, sedangkan engkau bersama Tan Song Bu hanyut dalam perahu kecil. Lalu bagaimana kalian dapat selamat? Ketika itu, usia kalian baru tiga tahun lebih.” Sin Cu menghela napas panjang. Dia sudah tak dapat mengingat secara rinci peristiwa itu, hanya ingat sedikit-sedikit seperti bayangan sebuah mimpi saja. “Semua itu terjadi seperti dalam mimpi. Aku tidak ingat lagi bagaimana terjadinya, akan tetapi aku masih ingat bahwa aku digondol seekor burung rajawali besar dibawa terbang tinggi ke sarangnya. Tentu aku akan menjadi makanan anak-anaknya kalau saja tidak datang Suhu yang menyelamatkan aku. Aku lalu menjadi murid Suhu.” “Siapakah Suhumu yang menyelamatkanmu itu, Sin Cu?” tanya Kakek itu dan mendengar dia begitu ringan menyebut nama Sin Cu, menunjukkan bahwa agaknya selama ini dia tidak pernah melupakan dua orang anak yang telah dirajah dadanya itu. Sin Cu juga dapat merasakan betapa dekat hatinya dengan Kakek yang sudah dia lupakan namanya itu.
1374
“Suhu tak mempunyai nama dan hanya disebut Bu Beng Siauwjin.” Kakek itu mengangguk-angguk. “Bu Beng Siauwjin (Manusia Rendah Tanpa Nama). Hemm, orang yang merasa dirinya rendah sesungguhnya adalah manusia yang luhur, dan orang yang merasa tidak mempunyai nama bahkan menjadi manusia yang terkenal. Aku percaya Suhumu pasti seorang tokoh sakti yang bijaksana. Dan bagaimana dengan anak yang seorang lagi, yang bernama Tan Song Bu. Bagaimana dia dapat diselamatkan?” Sin Cu menggeleng kepala. “Aku tidak tahu apa yang terjadi dengan dia. Aku bahkan sudah lupa kepadanya, akan tetapi tadi Lan-moi menyebutkan namanya...” Dia menoleh kepada Ciang Lan. Kakek itupun memandang gadis itu. “Nona, apakah engkau mengenal Tan Song Bu yang pada dadanya ada rajah naga hitam?” tanyanya sambil menatap wajah gadis itu. “Aku mengenalnya dengan baik, bahkan aku berangkat besar bersamanya sejak saat berusia setahun dan dia tiga tahun, Menurut apa yang kudengar, ketika ia terombang-ambing di atas perahu kecil seorang diri di lautan, dia ditolong oleh Ouw Yang Lee
1375
dan dibawa ke Pulau Naga. Kemudian dia menjadi murid Ouw Yang Lee di Pula Naga.” Jawab Ciang Lan dengan singkat karena ia agak merasa enggan untuk bercerita tentang Ouw Yang Lee yang sudah tidak diakuinya lagi sebagai Ayahnya. “Sukurlah! Ternyata dua orang anak kecil yang tidak berdosa itu mendapatkan pertolongan dari Tuhan dan dapat di selamatkan. Selama ini kalian berdua tak pernah lepas dari ingatanku dan aku selalu dikejar bayangan yang mengerikan tentang kalian berdua yang berada di dalam perahu kecil di atas lautan bebas yang ganas itu.” “Kakek yang baik, sekarang kuharap engkau suka menceritakan kepadaku siapakah sebetulnya orang tuaku dan di mana dia sekarang?” Sin Cu bertanya dengan hati ingin tahu sekali. Dia hanya ingat bahwa Ayahnya bernama Wong Cin, akan tetapi selanjutnya dia tidak tahu apa-apa tentang orang tuanya. “Ketika itu, aku adalah seorang guru silat yang menjadi pelarian karena aku telah membunuh seorang pejabat yang sewenang-wenang, seorang pejabat yang menjadi antek para Thaikam yang menguasai Kaisar. Aku bernama Siauw Ming dan dalam pelarian itu aku bekerja sebagai tukang perahu di Laut Timur. Kebetulan bertemu dengan dua orang pejabat dari Kotaraja yang juga
1376
melarikan diri karena bentrok dengan Thaikam Liu Cin. Mereka seorang perwira tinggi di Kotaraja bernama Tan Hok yang dikuti seorang istrinya dan seorang anak laki-laki bernama Tan Song Bu. Adapun yang kedua seorang jaksa di Kotaraja bernama Wong Cin yang diikuti isterinya dan anak laki-laki bernama Wong Sin Cu.” “Dia Ayahku.” Kata Sin Cu terharu. “Benar, Sin Cu. Wong-Taijin (Pembesar Wong) itu adalah Ayahmu. Karena kami sama-sama orang pelarian yang diburu kaki tangan Thaikam Liu Cin, maka hubungan kami menjadi akrab. Dalam pelayaran itu aku yang memang ahli merajah kulit diminta merajah gambar naga pada dada Wong Sin Cu dan Tan Song Bu. Aku merajah naga putih di dada Wong Sin Cu dan naga hitam di dada Tan Song Bu. Kemudian, tiba-tiba kami diserang badai angin taufan...!” Sin Cu memejamkan matanya dan samar-samar teringatlah dia akan peristiwa itu. Dengan kedua mata masih terpejam, dia berkata, “Aku dan Ibuku... anak yang lain itu dan Ibunya kami berempat diikat pada tihang layar agar tidak terlempar ke laut yang amat ganas...”
1377
“Benar,” kata Kakek itu, “Perahu dipermainkan gelombang besar tanpa kami ketahui dibawa ke mana. Tiba-tiba perahu dihantamkan batu karang dan pecah berantakan! Aku terlempar ke laut dan tidak tahu lagi apa yang terjadi dengan sepasang suami isteri dan anak mereka itu. Aku berhasil meraih sepotong kayu pecahan perahu dan terombang-ambing dalam kegelapan, Semalam suntuk aku dipermainkan air tanpa daya... tak tahu apa yang terjadi dengan mereka.” Sin Cu masih memejamkan matanya, “Kami berdua bersama Ibu-ibu kami terdampar di atas batu-batu karang itu, lalu... dua orang laki-laki jahat itu mereka hendak membunuh kami lalu... Ayah dan temannya itu mereka berdua berkelahi dengan dua orang penjahat, berhasil mengusir mereka...” “Bagus, Sin Cu, bagus kalau engkau masih dapat mengingat semua itu. lalu bagaimana?” tanya Kakek Siauw Ming, Sin Cu masih memejamkan mata, alisnya berkerut dan dia mengerahkan seluruh tenaga pikirannya untuk mengingat-ingat, lalu berkata lirih, “Kami bersembunyi dalam guha dan tidur di guha ketika kami keluar ke pantai muncul banyak orang dan Ayah bersama paman itu berkelelahi lagi, selanjutnya ah,... aku tidak ingat apa-apa lagi.
1378
oh ya, aku bertemu denganmu lagi, Kakek yang baik.” Kakek itu mengangguk-angguk. “Benar sekali, Sin Cu. Ketika terjadi pengeroyokan itu, aku baru saja mendarat di Pulau Ular itu. Setelah semalam terombang-ambing dilautan, akhirnya aku terdampar dan mendarat. Aku mencari kalian dan melihat dua pasang suami isteri itu dikeroyok. Aku menyelamatkan engkau dan Song Bu ke dalam perahu. Aku berhasil mengusir kedua orang kepala bajak yang dikenal dengan julukan Hai-Coa-Ong (Raja Ular Lautan) itu dan tiga orang anak buahnya. Aku lalu membawa kalian dua orang anak berlayar akan tetapi bertemu dengan para bajak laut itu yang rupanya hendak membalas kekalahan mereka. Perahuku terbakar. Aku memasukkan kalian berdua ke dalam sebuah perahu kecil, aku sendiri terkena anak panah dan terjungkal ke laut. Akhirnya aku dapat menyelamatkan diri akan tetapi aku kehilangan kalian berdua. Kukira kalian mati, akan tetapi sukur kepada Tuhan, kalian berdua selamat dan kini telah menjadi pemuda-pemuda dewasa!” “Akan tetapi, Kek. Apa yang terjadi dengan Ayah Ibuku? Bagaimana keadaan mereka dan di mana mereka sekarang berada?” tanya Sin Cu dengan alis berkerut dan suaranya mengandung kecemasan.
1379
“Bersiaplah engkau untuk menerima pukulan gelombang kenyataan hidup, Sin Cu. Ayah Ibumu, juga Ayah Ibu Tan Song Bu, mereka berempat telah menjadi korban keganasan para bajak laut, mereka berempat telah tewas dan akulah yang menguburkan jenazah mereka di pantai Pulau Ular itu.” Wajah Sin Cu menjadi pucat dan jantungnya serasa ditusuk pedang. “Ohhh...!” Dia menutupi mukanya dengan kedua tangan. Tidak, dia tidak menangis walaupun isi dadanya terguncang dan tertekan perasaan duka. Selama ini dia memang tidak merasa dekat dengan Ayah Ibunya. Dia masih terlalu kecil ketika terpisah dari mereka. Bahkan wajah merekapun dia sudah tidak dapat ingat lagi. Akan tetapi ada rasa sakit dalam hatinya mendengar Ayah Bundanya dibunuh orang-orang jahat yang kejam. Ciang Lan memandang Sin Cu dengan terharu. Ketika ia bergerak hendak menghampiri, Kakek Siauw Ming memberi isarat mencegah dengan goyangan tangannya. Ciang Lan menahan diri dan setelah agak lama, barulah ia menghampiri dan menaruh tangannya di pundak pemuda itu. “Cu-Ko, kuatkan hatimu, Cu-Ko. Peristiwa itu telah terjadi belasan tahun yang lalu,” kata Ciang Lan dengan nada menghibur. Sin Cu menurunkan kedua tangannya, Kedua pipinya basah, akan tetapi sinar matanya tampak tenang.
1380
“Terima kasih, Lan-moi. Aku hanya terkejut karena tidak pernah mengira bahwa Ayah Ibuku telah tiada. Kakek Siauw Ming, aku ingin pergi ke Pulau Ular untuk menyembahyangi kuburan orang tuaku dan mencari Hai-Coa-Ong untuk membalas kematian Ayah Ibu!” “Kelak aku akan mengantarmu ke sana Sin Cu. Akan tetapi semua ini adalah akibat dari kelaliman Thaikam Liu Cin. Dialah yang bertanggung jawab dan dia yang memaksa orang tuamu melarikan diri. Dialah orang pertama yang harus kita tentang.” “Memang benar, Kek!” kata Ciang Lan. “Ketahuilah bahwa kami berdua juga sedang menuju ke Kotaraja untuk membantu para bangsawan yang hendak menyadarkan Kaisar dan menggulingkan kekuasaan Thaikam Liu Cin.” “Ah, benarkah itu? Ada bangsawan yang demikian beraninya?” tanya Kakek Siauw Ming heran dan juga gembira. “Benar, Kek. Para bangsawan itu dipimpin oleh Pangeran Ceng Sin, sekarang mereka sedang hendak pergi menghadap Sribaginda Kaisar, menyadarkan Kaisar akan kejahatan Thaikam Liu Cin. Kami berdua sudah bersepakat untuk membantu gerakan mereka menentang Thaikam Liu Cin.” Sin Cu lalu menceritakan
1381
semua pengalamannya, tentang persekutuan yang dia ketahui antara Pek-Lian-Kauw, orang Mancu, dan Thaikam Liu Cin. Juga tentang pertemuannya dengan para bangsawan yang dipimpin oleh Pangeran Ceng Sin, dan betapa dia dan Ciang Lan mencari Ouw Yang Hui yang diculik oleh Kim Niocu, puteri Ketua Umum Pek-Lian-Kauw. “Pedang pusakaku peninggalan Kwee-Ciangkun juga dirampas oleh Kim Niocu. Maka kami hendak mencarinya di Kotaraja, menyelamatkan Hui-moi dan merampas kembali pedang pusakaku, juga membantu menghadapi Thaikam Liu Cin yang mempunyai banyak jagoan tangguh, membantu usaha para bangsawan yang hendak menggulingkannya.” Sin Cu mengakhiri ceritanya. Kakek Siauw Ming mengangguk-angguk dan tampak gembira sekali. “Ah, betapa bertahun-tahun aku seperti ini! Aku menanti kesempatan seperti ini sambil memancing, memancing kesempatan baik ini! Akhirnya kesempatan untuk membasmi Thaikam Liu Cin tiba. Terima kasih kepada Tuhan yang telah mempertemukan aku dengan kalian! Nah kalau begitu mari sekarang kita ke Kotaraja. Kita bantu Pangeran Ceng Sin dan aku tidak akan dikenal anak buah Thaikam Liu Cin. Akan tetapi aku mempunyai banyak bekas murid di Kotaraja, mereka tentu akan
1382
membantu kita. Setelah tugas mulia menyelamatkan negara dan bangsa ini selesai, baru aku akan mengantarmu mengunjungi kuburan orang tuamu, Sin Cu,” kata Kakek itu. “Akan tetapi, bagaimana dengan perahu ini, kek?” tanya Ciang Lan. “Aku tidak membutuhkan perahu, kita ke Kotaraja melalui jalan darat saja tunggu sebentar, perahu ini akan kuberikan kepada seorang nelayan muda yang juga miskin dan dia harus merawat Ibunya yang sudah tua dan sakit-sakitan. Kalian tunggu sebentar di sini.” Setelah berkata demikian, Kakek Siauw Ming lalu pergi ke arah pantai yang ramai dengan para nelayan yang sibuk bekerja. Tak lama kemudian dia datang lagi bersama seorang pemuda nelayan. Nelayan muda itu gembira bukan main ketika dia diberi sebuah perahu. Berulang-ulang dia membungkuk dan mengangkat kedua tangan mengucapkan terima kasihnya kepada Kakek Siauw Ming, Sin Cu dan Ciang Lan atas pemberian perahu yang akan menolongnya meningkatkan hasil pendapatannya itu. Berangkatlah tiga orang itu menuju ke Kotaraja dan di sepanjang perjalanan Kakek Siauw Ming banyak bertanya kepada Sin Cu dan Ciang Lan tentang keadaan Sin Cu dan Song Bu lebih rinci lagi. Dia sungguh merasa berbahagia sekali mendengar bahwa dua
1383
orang anak yang selama bertahun-tahun ini menjadi bahan kenangan dan pemikiran yang mengganggu hatinya, ternyata kini masih hidup dan menjadi pemuda-pemuda yang lihai. Terutama sekali mendengar bahwa dua orang pemuda itu tumbuh menjadi pendekar-pendekar yang menentang Thaikam Liu Cin. Tanpa disadari kedua orang anak kecil yang dirajah dadanya itu kini berusaha untuk membalaskan dendam sakit hati orang tua mereka terhadap Thaikam Liu Cin. Untuk menghadap Kaisar Ceng Tek pada waktu itu, adalah hal yang amat sulit sekali. Kekuasaan Thaikam Liu Cin amat besarnya, dan pengaruhnya hampir menyelubungi seluruh Istana. Hampir semua kesibukan dalam Istana berada di bawah pengawasannya, oleh karena itu, amat sukarlah untuk dapat menghadap Kaisar tanpa persetujuan dari Thaikam Liu Cin, Bahkan pasukan pengawal Istana kini berada di bawah pimpinan Panglima Liu Kui, adik dari Thaikam Liu Cin. Dahulu, Song Bu dapat dekat dengan Kaisar Ceng Tek, bahkan oleh Kaisar kadang dijadikan pengawal pribadi kalau Kaisar itu keluar dari Istana dengan menyamar. Hal itu mungkin terjadi karena ketika itu Song Bu merupakan pembantu Thaikam Liu Cin, dia dapat leluasa memasuki Istana, tidak dilarang oleh pasukan pengawal yang mengenalnya. Akan tetapi sekarang, jangan harap
1384
dia akan dapat memasuki Istana. Apa lagi karena dia sudah dianggap musuh semenjak dia membantu Ciang Sek melawan Ouw Yang Lee dan Tho-Te-Kong. Ouw Yang Lee menceritakan tentang pengkhianatan Song Bu itu kepada Thaikam Liu Cin dan semenjak itu Song Bu dianggap sebagai musuh. Hal ini dapat diduga oleh Tan Song Bu yang pada malam hari itu memasuki pintu gerbang Kotaraja, bersama Ouw Yang Hui. Karena itu, dia memasuki pintu gerbang bersama Ouw Yang Hui dengan menyamar sebagai sepasang suami isteri petani berpakaian kotor dan kulit juga kotor berdebu. Dia memikul dua keranjang sayur dan Ouw Yang Hui menjinjing keranjang pula. Mereka seperti petani-petani yang hendak menjual sayur hasil ladangnya ke Kotaraja sehingga tidak menarik perhatian para perajurit penjaga pintu gerbang. Apalagi malam hampir gelap sehingga wajah mereka tidak tampak jelas. Akan tetapi Song Bu lengah atau memandang rendah Kim Niocu yang amat cerdik. Ketika Ang Hwa dan lima orang anak buahnya dikalahkan Song Bu, Ang Hwa dan anak buahnya dapat meloloskan diri dengan melemparkan senjata peledak dan mereka kabur dengan kuda mereka. Ang Hwa cepat pergi ke Kotaraja, menyusul Kim Niocu di rumah Su Kian atau Hartawan Su yang menjadi mata-mata Pek-Lian-
1385
Kauw di Kotaraja. Mendengar laporan Ang Hwa bahwa Ouw Yang Hui dirampas oleh Tan Song Bu, Kim Niocu marah sekali dan cepat mengutus Ang Hwa untuk mencari Song Bu dan Ouw yang Hui dan membayangi mereka. Setelah Ang Hwa pergi, Kim Niocu menghubungi Ouw Yang Lee dan menceritakan tentang Ouw Yang Hui yang kini dibawa oleh Song Bu agar datuk Pulau Naga ini mempersiapkan diri untuk dapat merampas kembali puterinya. Demikianlah, di luar dugaannya sama sekali, Song Bu dan Ouw Yang Hui selalu dibayangi oleh Ang Hwa dari jauh sehingga pemimpin pasukan Ang-Hwa Tok-Tin ini ikut pula memasuki Kotaraja ketika dua orang muda itu masuk melalui pintu gerbang Kotaraja. “Hui-moi, kita terpaksa harus melewatkan malam ini dan bersembunyi. Besok baru kita dapat mencoba untuk menghadap Sribaginda Kaisar. Aku tahu sebuah rumah penginapan yang kecil sederhana. Biasanya hanya pendatang dari dusun dan pedagang kecil yang bermalam di sana. Mari!” kata Song Bu. Mereka berdua lalu memasuki sebuah lorong kecil dan akhirnya memasuki sebuah rumah penginapan kecil sederhana. Seorang pelayan tua menyambut mereka dan pelayan yang sudah biasa menerima tamu-tamu yang terdiri dari orang-orang dusun miskin itu menyambut dengan sikap dingin. Kamar rumah penginapan ini
1386
murah dan sederhana sekali, maka yang menginap di situ hanyalah para pendatang yang kantongnya tipis. “Kalian mencari kamar? Kebetulan tinggal sebuah kamar yang kosong di bagian belakang,” kata pelayan tua itu. Song Bu berkedip memberi isarat kepada Ouw Yang Hui. “Baiklah, kami sewa kamar itu untuk semalam ini.” Pelayan itu menyerahkan anak kunci kamar dan mengantar mereka sampai ke kamar di bagian paling belakang. Song Bu dan Ouw Yang Hui memasuki kamar setelah Song Bu membayar sewa kamar karena pelayan itu tidak pernah percaya kepada para tamunya dan diharuskan membayar lebih dulu. Setelah pelayan pergi, Ouw Yang Hui yang memasuki kamar bersama Song Bu mengerutkan alisnya dan mengernyitkan hidung. Kamar itu berbau apak dan keadaanya sama sekali tidak bersih. Hanya ada dua buah bangku butut dan sebuah tempat tidur yang kasur dan bantalnya tampak kotor dan kusut, Jelas bahwa tempat tidur itu sering ditiduri orang dan alasnya tidak pernah diganti! Melihat di situ hanya terdapat sebuah tempat tidur, Ouw Yang Hui merasa tidak enak dan iapun duduk di atas sebuah bangku dengan lemas.
1387
“Hui-moi, maafkan aku. Terpaksa kita harus menggunakan sebuah kamar saja. Selain di sini hanya tinggal sebuah kamar, juga aku tidak ingin berpisah darimu, takut kalau kalau ada bahaya mengancam dirimu. Di Kotaraja ini kita harus berhati-hati sekali. Ku harap engkau tidak salah sangka terhadap aku, Hui-moi.” “Aku dapat mengerti, Bu-Ko, dan aku tidak menyalahkanmu. Hanya tempat ini begini kotor.” “Terpaksa, Hui-moi. Justeru tempat ini tersembunyi dan paling aman untuk kita. Pula, kita hanya menginap satu malam saja, besok tempat ini sudah kita tinggalkan.” Song Bu lalu membuka buntalan pakaiannya dan menggunakan kain buntalan yang cukup lebar untuk menutupi kasur yang tampak kotor itu. “Engkau tidurlah di atas pembaringan ini, Hui-moi. Aku dapat menyambung dua buah bangku ini dan tidur di atas bangku. Yang penting kita dapat melewatkan malam ini dengan selamat.” “Baiklah, Bu-Ko, Sungguh tidak enak sekali, aku telah banyak menyusahkanmu.” “Ahh, kenapa engkau berkata begitu, Hui-moi? Engkau tentu tahu bahwa aku siap melakukan apa saja untuk membela dan melindungimu, kalau perlu aku akan mempertaruhkan nyawaku.”
1388
Ucapan yang penuh semangat ini jelas menunjukkan betapa pemuda itu amat mencintanya. Ouw Yang Hui merasa hatinya sedih sekali, teringat akan keadaan dirinya. Tak terasa lagi kedua matanya menjadi basah. “Terima kasih Bu-Ko, engkau... baik sekali, dan aku sama sekali tidak pantas menerimanya... aku... tidak berharga.” Melihat gadis itu tenggelam ke dalam kesedihan lagi, Song Bu cepat mengalihkan percakapan. “Hui-moi, kita makan malam dulu, ya? Biar kupanggil pelayan tadi dan ku suruh membeli makanan.” Ouw Yang Hui menyusut air matanya. merasa lega karena pemuda itu mengalikan perhatian dari percakapan yang membuatnya sedih tadi. Cepat ia mencegah. “Tidak usah, Bu-Ko. Aku tidak lapar dan sama sekali tidak ada nafsu makan malam ini. Kalau engkau lapar, engkau makanlah, Bu-Ko. Aku ingin mengaso.” Ouw Yang Hui menghampiri pembaringan dan duduk di tepi pembaringan. Song Bu menghela napas. Dia sendiri juga tidak merasa lapar. Kalau tadi dia mengusulkan membeli makanan adalah demi gadis itu. “Akupun tidak lapar, Hui-moi. Mengasolah, aku akan menjaga di sini,” katanya dan dia duduk di atas bangku membelakangi
1389
pembaringan. Melihat pemuda itu duduk di atas bangku membelakanginya, Ouw Yang Hui memandang dengan terharu. Bekas Suhengnya ini amat baik kepadanya, amat mencintanya. la membandingkan kebaikan Song Bu dengan tunangannya. Banyak kemiripan antara kedua orang pemuda itu. Keduanya gagah perkasa, berilmu tinggi. Hanya bedanya, kalau Sin Cu tunangannya itu bersıkap lemah lembut dan tenang, maka Song Bu ini wataknya keras. Akan tetapi ia teringat akan keadaan dirinya. la tidak berharga lagi, baik bagi Song Bu dan terutama sekali bagi Sin Cu. Bukan saja ia telah ternoda, bahkan ia telah mengandung anak keturunan laki-laki lain! Ouw Yang Hui merebahkan dirinya di atas pembaringan tanpa kelambu itu. la telentang. Kedua matanya terbuka, berlinang air mata dan ia menatap langit-langit kamar itu yang ternoda bercak-bercak hitam. Agaknya banyak genteng rumah itu yang bocor. Akhirnya Ouw Yang Hui dapat pulas juga. Sejak tadi Song Bu duduk di atas bangku. Dia memejamkan kedua matanya, akan tetapi tidak tidur, melainkan dalam keadaan bersamadhi. Dia mendengar pernapasan yang lembut dan panjang dari Ouw Yang Hui, tahu bahwa gadis itu telah tidur pulas. Dia merasa iba sekali kepada gadis yang dicintanya itu. Dia akan membelanya, dia harus dapat
1390
membuat gadis itu hidup berbahagia. Dia harus membuat gadis itu mendapatkan kembali kebahagiaannya, memulihkan lagi kehormatannya yang ternoda dengan menjadikan ia isteri laki-laki tunangannya itu. la harus menjadi isteri yang sah dan terhormat dari laki-laki bernama Wong Sin Cu itu. Kalau pemuda itu menolak, akan dipaksanya. Kalau tetap menolak akan dibunuhnya karena bagaimanapun juga, Ouw Yang Hui menderita kehilangan kehormatannya karena membela dan menyelamatkan pemuda itu! Song Bu bangkit perlahan-lahan lalu menghampiri pembaringan itu. Dilihatnya wajah yang masih tampak cantik jelita walaupun wajah itu dilumuri tanah dan arang dalam penyamaran tadi dan rambutnya kusut. Sepasang mata itu terpejam dan di bawah mata itu terdapat air mata. Hati Song Bu merasa terharu sekali. Ingin sekali hatinya untuk menyentuh wajah itu, membelai dan menghiburnya. Akan tetapi dia menahan hatinya dan melepaskan baju luarnya lalu menyelimutkan baju itu ke atas tubuh Ouw Yang Hui. Kemudian dia kembali ke tengah kamar menjajarkan kedua buah bangku dan merebahkan tubuhnya di atas kedua bangku itu. Biarpun dalam keadaan tidur, namun seluruh anggauta tubuh Song Bu berada dalam keadaan waspada dan peka. Tubuh yang terlatih
1391
itu dalam keadaan berjaga-jaga sehingga ketika ada sedikit angin bersilir memasuki kamar, Song Bu segera terbangun dari tidurnya. Begitu dia membuka kedua matanya, dia melihat ketidak wajaran itu. Lilin yang bernyala di atas meja itu bergoyang-goyang menimbulkan bayang-bayang yang menari-nari di atas dinding kamar. Dia juga merasakan hembusan angin dari arah jendela. Ketika dia cepat menengok dan memandang ke arah jendela, dia melihat betapa daun jendela telah terbuka sedikit. Dari situlah angin dari luar berhembus masuk kamar. Dia segera menyadari bahwa hal ini tidak wajar karena tadi dia sendiri yang menutupkan daun jendela. Dia menoleh ke arah pembaringan dan melihat betapa Ouw Yang Hui masih tidur pulas, akan tetapi sekarang tubuh gadis itu menghadap ketembok, membelakanginya. Melihat gadis itu masih berada di atas pembaringan, hatinya menjadi lega. Dia maklum bahwa tentu ada orang yang membuka daun jendela itu dari luar. Cepat dia menyambar Coat-Beng Tok-Kiam (Pedang Beracun Pencabut Nyawa) yang tadi dia letakkan di atas meja, mencabut dari sarungnya dan sekali meloncat dia sudah berada di dekat jendela. Jendela itu cukup besar dan dia segera mendorong daun jendela sehingga terbuka sama sekali. Dia melihat dua sosok bayangan orang di luar jendela. Dari tempat dia berdiri, Song Bu
1392
mengebutkan tangan kirinya dan angin menyambar ke arah meja. Lilin yang bernyala itu tertiup padam sehingga kamar menjadi gelap. Bagaikan seekor burung tubuh Song Bu melompat keluar melalui jendela dan kini dia tiba di luar kamar yang merupakan tempat terbuka dengan taman yang tidak terpelihara. Dua buah lampu gantung menerangi tempat itu. Dua sosok bayangan itu berloncatan memasuki taman yang berada di belakang rumah. “Keparat, hendak lari ke mana kalian?” Song Bu membentak lalu dia melompat untuk melakukan pengejaran. Dua sosok bayangan itu berhenti, membalik dan tangan mereka bergerak. Di bawah sinar bulan dan bintang, Song Bu, melihat sinar lembut meluncur dari tangan kedua orang itu. Dia maklum bahwa dua orang itu menyerangnya dengan senjata rahasia yang kecil, mungkin jarum atau paku. Cepat dia memutar pedangnya dan tidak berhenti mengejar. Terdengar suara berkentingan dan belasan jarum lembut itu terpukul runtuh. Dua orang itu lari lagi dan Song Bu yang merasa penasaran cepat mengejar. Setelah tiba di tengah taman, tiba-tiba muncul tiga sosok bayangan lain dan lima orang itu lalu mengepung dan mengeroyoknya. Mereka mempergunakan sepasang belati yang berwarna hitam dan berbau amis, menunjukkan bahwa pisau mereka itu mengandung racun yang
1393
berbahaya. Begitu lima orang yang mengenakan pakaian serba hitam dan mukanya ditutupi kain hitam itu bergerak menyerang, Song Bu segera mengenal gerakan mereka! Mereka itu bukan lain adalah wanita-wanita Pek-Lian-Kauw yang dulu menawan Ouw Yang Hui dan yang telah dia kalahkan ketika dia membebaskan gadis itu! Bukan main marahnya hati Song Bu. “Kalian iblis-iblis betina Pek-Lian-Kauw!” bentaknya dan diapun mengamuk dengan pedangnya. Pedangnya adalah sebatang pedang pemberian Ouw Yang Lee, merupakan sebatang pedang yang ampuh dan mengandung racun dahsyat sekali. Karena marah, Song Bu bukan hanya menyerang dengan pedangnya, melainkan juga tangan kirinya melakukan serangan selingan dengan pukulan Ang-Tok-Ciang (Tangan Racun Merah) yang amat dahsyat. Lima orang pengeroyoknya segera terdesak hebat. Mereka berusaha untuk menggunakan jarum-jarum beracun, akan tetapi semua serangan jarun itu dapat diruntuhkan pedang di tangan Song Bu. Bahkan pedang Song Bu yang berubah menjadi sinar bergulung-gulung itu mendesak para pengeroyok. “Heiiiiittt...!” tiba tiba Song Bu membentak dan dua kali tangan kirinya menyambar. Dua orang pengeroyok menjerit, jerit wanita, dan roboh terkena pukulan Ang-Tok-Ciang! Tiga orang pengeroyok lain segera membanting sesuatu. Terdengar ledakan dan asap
1394
hitam mengepul tebal. Song Bu melompat ke belakang. Ketika asap membumbung dan lenyap tiga orang itu tidak tampak lagi, bahkan dua orang yang roboh oleh pukulannya tadipun lenyap. Agaknya sempat dibawa pergi kawan-kawan mereka. Tiba-tiba Song Bu teringat. Dia berseru khawatir dan wajahnya berubah pucat. Cepat sekali dia membalikkan tubuh dan berlari seperti terbang, kembali ke kamar penginapan yang berada di ujung belakang itu. Bagaikan seorang maling dia memasuki kamar itu melalui jendela yang terbuka. Keadaan dalam kamar remang-remang karena hanya mendapatkan sedikit sinar lampu yang tergantung di depan kamar dan di lorong yang menyambung ke taman itu. Dia cepat menghampiri pembaringan dan berdiri di depan pembaringan, tertegun. Seperti yang dikhawatirkan tadi, Ouw Yang Hui tidak berada di kamar itu! Seolah tidak percaya kepada pandang matanya di dalam kamar yang remang-remang itu, kedua tangannya meraba-raba, mencari-cari di atas pembaringan. Maka, yakinlah dia bahwa gadis itu benar-benar telah lenyap dari kamar! Dia lari menuju pintu kamar dan mendapat kenyataan bahwa daun pintu kamar itu sudah tidak terkunci lagi. Ada orang yang telah membuka daun pintu dan membawa Ouw Yang Hui pergi. Ataukah,
1395
gadis itu sendiri yang membuka pintu dan pergi tanpa pamit kepadanya. “Ah, tidak mungkin!” Dia membantah dugaannya tadi. Tidak mungkin Ouw Yang Hui pergi begitu saja meninggalkannya tanpa pamit. Tidak ada alasan bagi gadis itu untuk melarikan diri darinya. la tentu mengerti bahwa pergi begitu saja di Kotaraja akan membahayakan dirinya dan memungkinkan dirinya akan tertangkap oleh Ouw Yang lee? Atau oleh Kim Niocu? “Kim Niocu!” Dia mengepal tinjunya. Tak salah lagi. Ouw Yang Hui pasti ditangkap oleh iblis betina dari Pek-Lian-Kauw itu! Wanita-wanita bertopeng yang tadi menyerangnya, tak salah lagi tentu orang-orang Pek-Lian-Kauw. Tadi mereka sengaja memancingnya keluar dari kamar sehingga Ouw Yang Hui berada dalam kamar seorang diri! Dan ketika dia bertanding dengan para wanita itu di taman, Ouw Yang Hui lalu diculik! Dia teringat bahwa ketika para wanita itu dulu membawa Ouw Yang Hui dan berkelahi dengannya, mereka berjumlah enam orang. Akan tetapi yang mengeroyoknya tadi hanya lima orang. Tentu yang seorang bertugas menculik Ouw Yang Hui yang sedang tidur.! Song Bu cepat melompat keluar dan dia mencoba untuk melakukan pengejaran dan pencarian sampai di luar rumah penginapan. Akan
1396
tetapi dia tidak menemukan jejak dan karena dia tidak tahu harus mengejar ke arah mana, maka dengan lemas dan gelisah dia kembali ke kamarnya. Dia menyalakan kembali lilin di atas meja, menutupkan daun pintu dan jendela. Dengan perasaan menyesal mengapa begitu mudah dia dipancing dengan tipu daya “Memancing harimau meninggalkan sarang” dia menoleh ke arah pembaringan. Dan di lantai dekat pembaringan itu dia menemukan baju luarnya yang tadi dia pergunakan untuk menyelimuti tubuh Ouw Yang Hui. Dia menghampiri dan memungut baju itu dan... seperti dengan sendirinya, dia mendekap baju itu di dadanya dan membenamkan mukanya di baju yang tadi menyelimuti tubuh Ouw yang Hui! Hatinya penuh kemarahan, penyesalan, dan kerinduan. Kemudian ia memakai baju itu, menggendong buntalan pakaiannya, menyembunyikan pedang dalam buntalan seperti ketika dia memasuki Kotaraja semalam. Dia menoleh lagi ke arah pembaringan dan berbisik, “Hui-moi, aku bersumpah untuk menemukan dan menyelamatkanmu dan akan kubunuh orang yang mengganggumu!” Setelah berbisik demikian, dia keluar dari kamar memasuki taman dan meninggalkan tempat itu.
1397
Sebagai seorang yang pernah dekat dengan Kaisar dan sudah sering memasuki Istana dengan bebas sebagai pengawal pribadi Kaisar jika melakukan perjalanan rahasia, Song Bu mengenal keadaan Istana dan tahu pula akan kebiasaan Kaisar. Dia tahu bahwa penjagaan di Istana oleh pasukan pengawal Istana amat ketat, terutama di siang hari. Kalau malam hari, ada bagian-bagian yang dia tahu dapat diterobos. Akan tetapi karena sekarang dia sudah dianggap musuh oleh Thaikam Liu Cin dan pasukan pengawal Istana itu sebagian besar adalah anak buah Panglima Liu Kui adik Thaikam Liu Cin, maka tidak mungkin baginya memasuki Istana begitu saja. Dia harus dapat menyelinap masuk tanpa diketahui orang dan hal ini baru mungkin dia lakukan di waktu malam. Hal inipun harus dia lakukan dengan hati-hati sekali karena kalau sampai ketahuan, dia pasti akan dibunuh oleh kaki tangan Thaikam Liu Cin sebelum dike tahui Kaisar. Dalam kompleks Istana itu, yang berada paling belakang dekat dinding tinggi yang mengelilingi Istana seperti benteng adalah bangunan tempat menyimpan kereta dan istal kuda. Song Bu sudah sering memasuki bagian ini untuk mengambil kuda seperti diperintahkan Kaisar. Dia tahu benar bahwa dinding di belakang bangunan istal kuda ini yang tidak terjaga perajurit
1398
pengawal. Bagian dinding ini hanya kadang-kadang saja dilewati perajurit yang meronda. Selain dindingnya cukup tinggi dan di luar dinding terdapat sungai buatan, juga bagian ini dihuni oleh para petugas, pemelihara kuda dan perawat kereta-kereta dan perlengkapannya. Song Bu tahu benar akan hal ini. Lewat tengah malam. Keadaan dibangunan tempat kereta dan kuda itu sunyi sekali. Semua orang sudah tidur. Lima orang perajurit dengan tombak di tangan kanan dan lentera di tangan kiri melakukan perondaan. Malam itu bulan cukup terang, akan tetapi terkadang ada awan tebal lewat dan menutupi sinarnya. Sesosok bayangan mempergunakan tali bergantungan pada dinding dan cepat sekali merayap naik. Bayangan itu adalah Song Bu. Tidak mungkin melompati tembok itu begitu saja. Selain terlalu tinggi, juga di luar tembok itu terdapat sungai buatan, dan di atas tembok berjajar ujung tombak yang runcing. Karena itu, dia menyeberangi sungai buatan itu dengan berenang sambil membawa segulung tali yang ujungnya dipasangi besi kaitan, Pedangnya dia ikatkan di punggung. Setelah berhasil menyeberangi sungai buatan, dia lalu menggunakan tali panjang dengan ujung besi kaitan untuk memanjat tembok. Bagaikan seekor kera dia memanjat tembok. Ketika tiba di atas tembok dia mendekam dan memperhatikan sebelah dalam tembok. Seperti
1399
telah diketahuinya, tidak tampak penjaga. Dia tidak berani melompat turun karena cuaca tidak cukup terang. Dia lalu menarik tali yang tadi dipakai untuk memanjat lalu menurunkan tali ke sebelah dalam tembok Istana. Kemudian, kembali dia bergantungan pada tali dan merayap turun. Dia kini telah berada di dalam kompleks Istana dengan selamat. Tak lama kemudian, dengan jalan menyusup dan menyelinap, Song Bu berhasil memasuki taman Istana. Dia tahu bahwa sudah menjadi kebiasaan Kaisar, untuk makan pagi di dalam taman ini, dilayani para dayang Istana. Dan dia juga amat mengenal taman ini, tahu di mana tempat persembunyian yang baik. Dia lalu bersembunyi di dalam rumpun bambu hias yang rimbun, duduk bersila dan tertutup sama sekali oleh rumpun bambu itu. Di situ dia menanti. Tepat seperti yang diduganya, setelah malam terganti pagi dan matahari mulai cerah, sinarnya sudah dapat menembus celah-celah daun bambu, dari tempat bersembunyi dia melihat rombongan Kaisar memasuki taman menuju ke sebuah bangunan tanpa dinding yang berdiri dikolam ikan emas. Seperti biasa, Kaisar dikawal oleh lima orang Thaikam (sida-sida) pengawal yang berpakaian gemerlapan dan yang menggantungkan pedang di pinggang, tampak gagah akan tetapi lucu karena gerakan mereka kewanıtaan.
1400
Selain lima orang pengawal yang bertugas mengiringkan Kaisar, terdapat juga tujuh orang dayang muda remaja dan rata-rata berwajah cantik dan bertubuh menggairahkan. Tujuh orang gadis yang menjadi dayang ini membawa hidangan makan pagi untuk Kaisar yang masih mengepul panas. Song Bu menahan diri untuk bersabar. Dia tidak ingin mengejutkan Kaisar sebelum Kaisar sarapan, karena hal itu mungkin saja akan mengganggu kenyamanan Kaisar makan pagi. Dia hanya mengintai dari tempat persembunyiannya. Karena semalam dia tidak makan, maka pagi ini melihat Kaisar sarapan dengan makanan yang mengepul dan dari tempat persembunyiannya saja sudah dapat tertangkap oleh hidungnya aroma yang amat sedap, dia sampai menelan ludah. Seorang dayang memainkan yang-kim (semacam gitar) mengiringi seorang dayang lain yang bernyanyi dengan suaranya yang merdu. Dia pernah diajak Kaisar menemaninya sarapan pagi masakan lezat dan diiringi nyanyian seperti itu dan terkenanglah dia akan kelezatannya, membuatnya merasa semakin lapar lagi. Akhirnya, yang dinanti-nantikan selesai juga. Kaisar selesai sarapan dan sedang menikmati hidangan buah dan minun anggur sambil mendengarkan nyanyian dan suara yang-kim. Saat itulah yang dinanti-nantikan oleh Song Bu. Dia keluar dari tempat sembunyinya, dengan cepat lari menuju ke bangunan itu. Ketika
1401
para pengawal, para dayang dan Kaisar sendiri melihat kemunculannya yang tiba-tiba dengan kaget, Song Bu segera menjatuhkan diri berlutut di bawah anak tangga bangunan pondok itu. “Sribaginda Kaisar Yang Mulia, hamba Tan Song Bu mohon ampun kalau hamba mengganggu dan mengejutkan Paduka” kata Song Bu dengan suara lantang agar dikenali Kaisar. Lima orang pengawal itu sudah berloncatan ke depan sambil mencabut pedang mereka dan mereka sudah mengepung Song Bu yang berlutut. Mereka menodongkan pedang ke arah tubuh pemuda itu. Kaisar Ceng Tek segera mengenal pemuda itu. “Hei, bukankah engkau Song Bu? Bagaimana engkau dapat muncul disini?” “Yang Mulia, hamba Tan Song Bu. Mohon ampun kalau hamba menghadap Paduka tanpa diperintahkan seperti ini. hamba mempunyai urusan yang teramat penting yang harus hamba haturkan kepada Paduka,” kata Song Bu yang masih berlutut. “Yang Mulia, orang ini mencurigakan dan mungkin berbahaya bagi Paduka. perkenankan hamba berlima menangkap dan menghukum dia!” kata kepala pengawal sambil menempelkan
1402
pedangnya di leher Song Bu. Pemuda itu maklum akan bahaya karena dia tahu bahwa lima orang pengawal itu tentu merupakan anak buah Thaikam Liu Cin. Dia sudah waspada dan siap. Akan tetapi Kaisar Ceng Tek menggerakkan tangan dengan tidak sabar. “Kalian berlima kuperkenankan mundur. Mundurlah dan kalian berjaga saja di luar pondok!” Mendengar ini, lima orang pengawal itu saling pandang, akan tetapi mereka tidak berani membantah perintah Kaisar dan mereka segera keluar dari bangunan itu, lalu berdiri di luar. Agaknya Kaisar merasa yakin akan kesetiaan Song Bu yang pernah mengawalnya berdua saja ketika dia keluar dengan menyamar. “Cepat bersihkan meja dan kalian juga segera meninggalkan tempat ini!” kata Kaisar kepada tujuh orang gadis dayang. Para gadis itu bekerja dengan cepat, membersihkan meja lalu mereka pun keluar meninggalkan tempat itu sehingga kini Kaisar Ceng Tek tinggal berdua saja dengan Song Bu. “Ha, Song Bu, dari mana saja engkau, Sudah lama kami tidak melihatmu dan menurut Liu Thaikam, engkau melaksanakan tugas. Dan bagaimana sekarang engkau tiba-tiba muncul di sini dan eh, kenapa pakaianmu seperti itu? Pakaian jelek, kotor dan basah semua? Apa yang terjadi?”
1403
“Ampun, Yang Mulia. Terpaksa hamba masuk melewati dinding belakang Istana dan menyeberangi sungai buatan karena hanya secara inilah hamba dapat menghadap Paduka. Tidak mungkin bagi hamba untuk menghadap Paduka secara berterang seperti biasa.” “Ehh? Kenapa begitu? Mari, ke sini dan duduklah di atas kursi itu agar lebih enak kita bicara,” kata Kaisar sambil menunju sebuah kursi yang berada tak jauh didepannya. “Terima kasih, Yang Mulia.” Song Bu memberi hormat, lalu bangkit dan menghampiri kursi, duduk berhadapan dengan Kaisar Ceng Tek. “Nah, sekarang ceritakanlah, kenapa engkau bersikap begini aneh dan penuh rahasia! Apakah yang telah terjadi, Song Bu?” tanya Kaisar sambil memandang pemuda itu dengan heran. “Yang Mulia, banyak hal yang amat penting terjadi di luar Istana. Hal-hal itu sudah semestinya. Paduka ketahui karena menyangkut keselamatan Paduka, Kerajaan, dan rakyat.” Mendengar ucapan ini dan melihat sikap Song Bu yang demikian serius, Kaisar Ceng Tek tertarik sekali.
1404
“Hemm, ada kejadian apakah, Song Bu? Cepat ceritakan kepada kami.” “Ampunkan hamba, Yang Mulia. Sebelum hamba melaporkan, hamba mohon lebih dulu agar Paduka percaya kepada hamba, karena hamba kira sudah banyak pejabat setia yang pernah melapor kepada Paduka namun Paduka tidak mempercayai mereka.” “Hemm, ceritakan saja, Song Bu. Soal percaya atau tidak kepadamu akan kami pertimbangkan nanti kalau sudah mendengar ceritamu. Apakah yang telah terjadi?” “Paduka Yang Mulia mungkin masih ingat kepada Siang Bi Hwa, gadis di Nam-Po yang pandai bernyanyi dan main musik itu?” Kaisar Ceng Tek mengangguk-angguk, “Haya, kami masih ingat. Gadis yang pandai dan cantik. Ada apakah dengan gadis itu?” “Gadis itulah yang menjadi saksi hidup tentang kebenaran laporan hamba ini, akan tetapi sungguh sayang, gadis yang hendak hamba hadapkan Paduka sebagai saksi itu semalam telah diculik orang-orang yang menjadi musuh besar Kerajaan Paduka.”
1405
“Eh? Siapakah mereka?” “Mereka yang menculik Siang Bi Hwa itu adalah orang-orang Pek-Lian-Kauw, Yang Mulia.” Kaisar Ceng Tek terbelalak dan dia terkejut sekali mendengar disebutnya nama perkumpulan rahasia yang terkenal sebagai pemberontak itu. “Ahh! Bagaimana mungkin orang-orang Pek-Lian-Kauw dapat berada di Kotaraja?” dia berseru ragu, belum percaya. “Tentu saja tidak akan mungkin kalau tidak ada orang yang memegang kekuasaan di Kotaraja dan yang bersekongkol dengan orang Pek-Lian-Kauw, Yang Mulia. Hamba mohon Paduka menyadari keadaan yang amat berbahaya, Yang Mulia. Saat ini ada seorang pejabat tinggi yang bersekongkol dengan Pek-Lian-Kauw, bahkan dengan orang Mancu, dan saat ini bahkan ada orang penting Pek-Lian-Kauw menjadi tamunya dan mereka tentu merencanakan siasat yang amat berbahaya terhadap Paduka. karena ingin menyelamatkan Paduka maka hamba nekat menempuh jalan seperti sekarang ini untuk menghadap Paduka dan memberi laporan.” “Song Bu! Katakan, siapa pejabat tinggi yang kau maksudkan telah berkomplot dengan Pek-Lian-Kauw dan orang Mancu Itu?”
1406
“Yang Mulia, Kam-Sin (Menteri pengkhianat) itu bukan lain adalah Thaikam Liu Cin!” Kaisar Ceng Tek bangkit dari kursinya, alisnya berkerut dan pandang matanya kepada Song Bu penuh kemarahan. “Song Bu! Engkau juga hendak menjatuhkan fitnah kepada Paman Liu Cin yang amat setia itu? Aneh sekali! Begitu tidak tahu budikah engkau? Bukankah selama ini engkau diterima oleh Paman Liu Cin sebagai seorang kepercayaannya, bahkan dia mempercayai engkau untuk menjadi pengawal pribadiku? Bagaimana sekarang engkau membalas budi kebaikannya kepadamu itu dengan fitnah keji seperti ini?” “Ampun, Yang Mulia. Hamba sama sekali tidak melakukan fitnah. Hamba bersedia dihukum seberat-beratnya kalau hamba melakukan fitnah. Apa yang hamba ceritakan ini adalah hal yang sesungguhnya,” kata Song Bu yang tidak merasa heran akan sikap Kaisar. Dia sudah siap akan sikap Kaisar ini yang dia tahu memang sudah dipengaruhi oleh Thaikam Liu Cin dan sudah percaya sepenuhnya kepada perdana menteri yang pandai menjilat itu. “Justeru karena hamba pernah mergabdi kepadanya, maka mengetahui semua rahasianya dan hamba meninggalkannya karena hamba tidak setuju dengan semua perbuatannya
1407
membunuhi para bangsawan yang setia kepada Paduka dan yang menentangnya.” “Song Bu, apa yang kau katakan kepada kami ini adalah urusan yang gawat sekali dan engkau tidak bisa mengharapkan kami mempercayaimu begitu saja. Akan tetap karena kita berdua sedang bicara empat mata, boleh kau memberi keterangan sejelasnya, akan tetapi ingat, kalau ceritamu ini fitnah, terpaksa kami akan melupakan semua jasamu dan akan menjatuhkan hukuman berat kepadamu!” “Paduka menjatuhkan hukuman mati sekalipun hamba siap kalau ternyata hamba melakukan fitnah, Yang Mulia.” “Nah, sekarang ceritakan!” “Ketika kurang lebih setahun yang lalu hamba diajak guru hamba bekerja mengabdi kepada Thaikam Liu Cin, hamba masih belum mengetahui keadaannya. Akan tetapi setelah dia percaya kepada hamba, hamba mendapat tugas yang mengejutkan hamba, dan sekaligus membuat hamba merasa tidak suka kepadanya karena hamba tahu orang macam apa adanya pembesar itu.” “Hemm, engkau disuruh apakah?”
1408
“Hamba dan semua orang ahli silat yang menjadi pembantunya disuruh membunuh orang-orang yang sama sekali tidak berdosa. Hamba disuruh membunuh Pangeran Ceng Sin yang hamba tahu tidak berdosa.” “Hemm, Pangeran Ceng Sin adalah seorang pengkhianat yang diam-diam mencanakan pemberontakan. Paman Liu Cin yang mengetahui niat busuknya dan hendak menangkapnya, akan tetapi sayang, Pangeran pengkhianat itu keburu meloloskan diri dari Kotaraja,” kata Kaisar. “Memang begitulah pekerjaan Thaikam Liu Cin, Yang Mulia. Pangeran Ceng Sin adalah seorang yang sama sekali tidak berdosa, akan tetapi beliau menentang Thaikam Liu Cin yang menguasai Istana dan yang telah membunuh banyak pejabat setia yang menentangnya, Melihat kenyataan ini, hamba tidak membunuh Pangeran Ceng Sin, bahkan membantu beliau sekeluarga menyelamatkan diri dari pengejaran orang-orangnya Thaikam Liu Cin. Yang Mulia, banyak sudah para pejabat tinggi dan bangsawan yang menjadi korban kejahatan Thaikam Liu Cin. Karena mereka itu menentangnya, maka dia melaporkan berkhianat, pada hal sesungguhnya dia sendiri yang jahat dan berkhianat.” Kaisar Ceng Tek duduk kembali di atas kursinya,
1409
memandang kepada Song Bu dengan sinar mata penuh selidik dan alisnya berkerut. “Song Bu, kalau bukan engkau yang berani bicara memburukan Paman Liu Cin di depanku, tentu engkau sudah kusuruh tangkap dan hukum berat! Paman Liu Cin adalah seorang pembantu kami yang tua, jujur dan setia, dan sudah banyak sekali jasanya terhadap Kerajaan. Ceritamu tentang Pangeran Ceng Sin itu berlawanan dengan cerita Paman Liu Cin. Bagaimana kami bisa yakin bahwa ceritamu yang benar?” “Memang hal itu perlu dibuktikan, Yang Mulia. Akan tetapi masih banyak hal lain yang perlu hamba laporkan kepada Paduka mengapa hamba meninggalkan Thaikam Liu cin. Selain urusan mengenai keluarga Pangeran Ceng Sin, juga hamba melihat bahwa dia mengumpulkan para datuk jahat untuk membantunya. Di antara mereka adalah Tho-Te-Kong, Cui-Beng Kui-Bo yang kejam dan Im Yang Tojin yang menyeleweng dan mengkhianati Im-Yang-Pai. Mereka bertiga itu adalah orang-orang jahat. Juga Ouw Yang Lee, Suhu yang membawa hamba mengabdi kepada Thaikam Liu Cin, telah melakukan kejahatan dan kekejaman.”
1410
“Hemm, Paman Liu Cin tentu saja boleh menggunakan tenaga orang-orang pandai yang manapun. Hal itu belum membuktikan bahwa dia seorang pejabat yang khianat!” “Bukan hanya itu, Yang Mulia. Thaikam Liu Cin bersekutu dengan pihak Pek-Lian-Kauw, bahkan sekarang puteri Ketua umum Pek-Lian-Kauw yang disebut Kim Niocu membawa beberapa orang gadis tawanan untuk dipersembahkan kepada para pembesar yang menjadi kaki tangan dan sekutunya.” “Song Bu, semua ucapanmu tadi belum bisa kupercaya. Mana bukti dan saksinya? “Seperti sudah hamba beritahukan tadi Yang Mulia. Ada seorang saksi, yaitu Siang Bi Hwa yang nama sesungguhnya adalah Ouw Yang Hui. la ditawan oleh puteri ketua Pek-Lian-Kauw dan ia yang menjadi saksi bahwa Pek-Lian-Kauw bersekutu dengan Thaikam Liu Cin. Akan tetapi semalam ia diculik oleh orang-orang Pek-Lian-Kauw.” Song Bu lalu menceritakan semua yang diketahuinya tentang pembunuhan-pembunuhan yang dilakukan para datuk atas perintah Thaikam Liu Cin terhadap para bangsawan yang menentang Thaikam itu. Juga dia bercerita tentang pengadu dombaan antara partai-partai, persilatan besar yang dilakukan
1411
orang-orang Pek-Lian-Kauw untuk melemahkan partai-partai itu yang menentang kekuasaan Thaikam Liu Cin pula. “Demikianlah, Yang Mulia. Maka hamba memberanikan diri menyusup ke Istana untuk menghadap Paduka, karena tidak mungkin menghadap Paduka secara berterang setelah hamba dimusuhi Thaikam Liu Cin. Hamba melapor agar Paduka waspada terhadap bahaya ini dan menangkap Thaikam Liu Cin yang berkhianat itu sebelum dia melakukan hal-hal yang lebih merusak lagi.” Kaisar Ceng Tek bangkit lagi dari tempat duduknya. Alisnya berkerut. Laporan Song Bu itu benar-benar mengacaukan pikirannya dan mengganggu ketenangan hatinya. “Song Bu, laporanmu ini gawat sekali. Kalau tidak benar, berarti engkau menyebar fitnah dan dosamu besar sekali. Karena itu, engkau kusuruh tahan dulu sampai kami selesai menyelidiki kebenaran laporanmu. Kalau ternyata bohong, engkau akan kami jatuhi hukuman berat!” “Silakan, Yang Mulia. Hamba rela dan siap menerima hukuman apapun kalau keterangan hamba itu tidak benar. Hamba hanya mohon agar Paduka dapat menggulung komplotan itu dan dapat menyelamatkan Siang Bi Hwa atau Ouw Yang Hui dari tangan orang-orang Pek-Lian-Kauw yang sekarang berada di Kotaraja.”
1412
Kaisar Ceng Tek bertepuk tangan dan lima orang pengawal itu berlompatan masuk. “Kalian bawa Tan Song Bu ini dan masukkan dalam tahanan. Akan tetapi jangan ganggu atau siksa dia. Tunggu keputusan kami!” Lima orang pengawal itu memberi hormat kepada Kaisar lalu mereka menggiring Song Bu keluar dari bangunan. Begitu keluar, kepala pengawal itu dengan kasar mengambil pedang dari punggung Song Bu, Pemuda ini terkejut, mengelak dan menangkap tangan pengawal itu. “Kalau engkau melawan akan kupukul” hardik kepala pengawal. Pada saat itu, Kaisar Ceng Tek sudah berdiri di atas anak tangga dan dia membentak, “Pengawal, jangan bertindak kasar!” Kepala pengawal itu terkejut, cepat memberi hormat. “Ampunkan hamba, Yang Mulia.” “Lupakah kamu? Tadi sudah kupesan jangan ganggu apa lagi siksa Song Bu! Kalau sekali lagi kamu melanggar, akan kujatuhi hukuman mati kamu!” Tubuh pengawal itu menggigil. “Ampunkan hamba...!”
1413
“Song Bu, lepaskan pedangmu itu berikan kepada kami. Untuk sementara pedang itu kami simpan,” kata Kaisar Ceng Tek. “Baik, Yang Mulia.” Song Bu melepaskan tali yang menggantung pedang di punggungnya, lalu menyerahkannya kepada Kaisar dengan sikap hormat. Kaisar menerima pedang itu lalu berkata kepada para pengawal. “Antar dia ke kamar tahanan dan jaga baik-baik, jangan sampai ada yang mengganggunya! Awas, keselamatannya berada di tangan kalian yang harus bertanggung jawab!” Dengan takut lima orang pengawal itu lalu mengantar Song Bu ke tempat tahanan yang memang terdapat di kompleks Istana itu. Pada saat itu, seorang pengawal lain datang tergopoh-gopoh dan berlutut di depan Kaisar. “Sribaginda Yang Mulia, hamba melapor bahwa di ruangan persidangan telah berkumpul dua puluh orang pejabat tinggi, setingkat menteri dan Pangeran, mohon perkenan Paduka untuk menghadap.” Kaisar Ceng Tek mengerutkan alisnya. “Kami tidak mengadakan persidangan hari ini dan tidak memanggil, mengapa mereka datang menghadap? Apakah Thaikam Liu Cin yang memimpin para pejabat itu. Biasanya, hanya
1414
Thaikam Liu Cin yang suka mohon menghadap dengan tiba-tiba untuk melaporkan sesuatu yang penting.” “Bukan, Yang Mulia. Liu-Taijin tidak di antara mereka dan hamba melihat bahwa yang memimpin mereka adalah Pangeran Ceng Sin!” “Pangeran Ceng Sin..?” Kaisar terbelalak. “Dan siapa saja para pejabat yang datang menghadap?” Pengawal itu menyebutkan nama nama mereka yang datang bersama Pangeran Ceng Sin, yaitu para menteri dan Panglima tua yang terkenal setia sejak Kaisar Hung Chi yang berkuasa sebelum Kaisar Ceng Tek. Mendengar disebutnya nama-nama ini, sederetan nama menteri dan Panglima tua yang tidak diragukan kesetiannya, Kaisar Ceng Tek tidak merasa curiga lagi dan diapun memasuki Istana berganti pakaian kebesaran lalu keluar ke ruangan persidangan. Melihat Kaisar muncul diringi para pelayan dan pengawal pribadi, dua puluh pejabat tinggi dan bangsawan itu segera menjatuhkan diri berlutut Sambil berseru serempak, “Ban-Swe, Ban-Ban Swe... (Panjang Usia...).” Kaisar memberi isarat dengan tangannya menerima penghormatan itu dan memperbolehkan mereka bangkit berdiri sambil menduduki kursi kebesarannya. Kaisar memandang kepada Pangeran Ceng Sin.
1415
Pangeran ini adalah kakak tirinya sendiri, se Ayah berlainan Ibu. Kalau Kaisar Ceng Tek beribu Permaisuri, Pangeran Ceng sin beribu seorang selir. Hubungan keduanya semula akrab sampai datang fitnah dari Thaikam Liu Cin yang memberi tahukan Kaisar bahwa Pangeran Ceng Sin berniat memberontak dan melarikan diri ketika hendak ditangkap. Kaisar teringat akan cerita Song Bu tentang kakak tirinya ini, akan tetapi dia masih belum yakin akan kebenaran cerita itu. Setelah memandang Pangeran itu, Kaisar berkata lantang. “Bukankah engkau Kakanda Pangeran Ceng Sin? Engkau telah berkhianat dan berniat memberontak, kemudian melarikan diri ketika hendak ditangkap. Apakah engkau sekarang datang untuk menyerahkan diri dan menerima hukuman?” Pangeran Ceng Sin melangkah maju dan menjatuhkan diri berlutut lalu berkata, “Adinda Kaisar Yang Mulia, hamba siap menerima hukuman apa saja yang Paduka jatuhkan kepada hamba kalau memang hamba melakukan kesalahan. Akan tetapi sebelum Paduka menjatuhkan keputusan hukuman, hamba mohon agar Paduka lebih dulu sudi mendengarkan laporan hamba tentang keadaan yang sesungguhnya dan tentang bahaya besar yang mengancam Kerajaan, tentang seorang pengkhianat yang sesungguhnya, yaitu Thaikam Liu Cin.”
1416
“Hemm, mendengarkan laporan apa lagi? Engkau sekeluarga telah melarikan diri dari Kotaraja. Hal ini saja sudah merupakan bukti bahwa engkau mempunyai kesalahan dan melarikan diri karena takut setelah ketahuan. Engkau harus diberi hukuman berat untuk menjadi contoh bagi semua pejabat!” Kaisar sudah menggerakan tangan hendak memerintahkan perajurit pengawal untuk menangkap Pangeran Ceng Sin, akan tetapi pada saat itu, sembilan belas orang pejabat tua yang berada di situ serentak menjatuhkan diri berlutut. “Hamba sekalian merasa penasaran mohon kebijaksanaan Yang Mulia seadil-adilnya!” Kaisar Ceng Tek mengerutkan alisnya. “Kalian ini mau apa? Kami hendak menjatuhkan hukuman kepada orang yang bersalah, kenapa kalian merasa penasaran? Apakah kalian juga hendak menentang kami?” Kui-Ciangkun, Panglima tertua di antara mereka, mewakili rekan-rekannya berkata lantang. “Hamba sekalian sama sekali tidak hendak menentang Paduka Yang Mulia, bahkan hendak menyelamatkan Kerajaan. Hamba semua hanya mohon agar Paduka sudi mendengarkan laporan hamba sebelum menjatuhkan keputusan hukuman. Kalau Paduka tidak sudi mendengarkan laporan hamba sekalian dan hendak menjatuhkan hukuman kepada Pangeran Ceng Sin, biarlah hamba
1417
semua juga Paduka jatuhi hukuman mati!” Diam-diam Kaisar Ceng Tek terkejut juga menyaksikan sikap mereka semua. Tidak mungkin dia menghukum mereka semua tanpa alasan! Mereka adalah pejabat-pejabat penting. Tentu akan terjadi kekacauan hebat kalau mereka dihukum tanpa kesalahan yang pasti. “Baiklah, sampaikan laporan kalian untuk kami pertimbangkan!” katanya. Dua puluh orang pejabat dan bangsawan itu menjadi gembira sekali mendengar ucapan Kaisar yang mengijinkan mereka menyampaikan laporan mereka. Dengan penuh semangat mereka lalu membuat laporan panjang. Pertama-tama Pangeran Ceng Sin yang melaporkan tentang dirinya yang hendak dibunuh oleh Thaikam Liu Cin karena dia berani menentang kekuasaannya. Apa yang diceritakan Pangeran ini sama benar dengan cerita yang didengar Kaisar dari mulut Song Bu. Setelah Pangeran itu selesai melapor, para menteri dan Panglima lalu membuat laporan masing-masing, semua laporan mengenai tindakan sewenang-wenang yang dilakukan Thaikam Liu Cin. Panglima Kui menyampaikan daftar sederetan bangsawan yang telah menjadi korban, terbunuh oleh kaki tangan Thaikam Liu Cin. Deretan panjang dari nama para pejabat tinggi yang tadinya terkenal setia, baik kepada Kaisar Tua maupun Kaisar yang sekarang berkuasa. Ada pula pejabat yang melaporkan tentang
1418
tindakan sewenang-wenang dari Jaksa Agung Liu Wang dan Panglima Liu Kui, dua orang adik Thaikam Liu Cin yang diangkat oleh Thaikam itu. Ada juga yang melaporkan tentang korupsi yang dilakukan Thaikam Liu Cin, yang melalui para pejabat yang menjadi kaki tangannya, memungut pajak paksa dan memeras para pedagang. Setelah semua orang menyampaikan laporannya, Kaisar Ceng Tek menjadi terkejut bukan main. Kiranya tidak mungkin kalau dua puluh orang pejabat tua yang, setia ini semua berbohong dan melakukan fitnah terhadap Thaikam Liu Cin! Mulailah dia merasa curiga terhadap Thaikam Liu Cin. Selama bertahun-tahun ini sikap Thaikam itu selalu manis, menjilat-jilat dan semua laporannya menyenangkan hati, tampaknya dia seorang yang amat setia lahir batin. Akan tetapi siapa tahu, dia memang terkecoh oleh semua sikap manis menjilat itu, dan di balik semua itu tersembunyi hal-hal yang berlawanan. “Mohon ampun, Adinda Kaisar Yang Mulia. Semua laporan hamba sekalian ini benar belaka dan hamba semua sanggup mempertanggung-jawabkannya. Bahkan, kalau Paduka menghendaki hamba dapat menghadirkan seorang pendekar sebagai saksi. Dia pernah ditawan oleh Kim Niocu, puteri Ketua Umum Pek-Lian-Kauw dan pendekar itu mengetahui bahwa Pek-
1419
Lian-Kauw berhubungan erat dengan Thaikam Liu Cin,” kata Pangeran Ceng Sin. Kaisar Ceng Tek mengerutkan alisnya Tuduhan bahwa Thaikam Liu Cin bersekongkol dengan Pek-Lian-Kauw itu cocok dengan yang diceritakan Song Bu. Dan hal ini yang amat menggelisahkan hatinya. Kalau tuduhan itu benar, sungguh berbahaya sekali. Dia teringat akan cerita Song Bu tadi bahwa pemuda itu tadinya diutus Thaikam Liu Cin untuk membunuh Pangeran Ceng Sin dan kemudian pemuda itu tidak membunuhnya bahkan menolongnya lolos dari Kotaraja. Dia ingin mempertemukan antara mereka untuk melihat kebenaran cerita Song Bu tadi. Digapainya seorang pengawal dan diperintahkannya untuk menjemput tawanan itu dari kamar tahanan dan membawanya ke ruangan itu. Pengawal memberi hormat lalu pergi. Tak lama kemudian dia kembali bersama Song Bu. Pemuda itu sudah berganti pakaian, diberi oleh pengawal yang ingin memperlakukan Song Bu dengan baik sesuai dengan perintah Kaisar. Pengawal itu memberi makan malam kepada Song Bu dan melihat pakaian pemuda itu basah dan kotor, dia lalu memberinya pengganti pakaian yang bersih dan pantas. Setelah tiba di ruangan itu, Song Bu lalu menjatuhkan diri berlutut menghadap Kaisar.
1420
“Kakanda Pangeran, lihatlah, apakah engkau mengenal pemuda ini?” tanya Kaisar kepada Pangeran Ceng Sin. Pangeran itu memandang kepada Song Bu dan wajahnya menjadi berseri gembira. Dia tampak kaget dan heran namun girang lalu berseru menegur. “Pendekar Tan Song Bu! Engkau berada di sini?” Song Bu mengangkat muka memandang. “Yang Mulia Pangeran Ceng Sin, selamat berjumpa!” katanya, juga merasa heran karena tidak mengira bahwa Pangeran yang sudah melarikan diri dari Kotaraja tahu-tahu kini berada di Istana, di depan Kaisar. “Kakanda Pangeran, bagaimana engkau mengenal Tan Song Bu ini? Apa hubunganmu dengan dia?” tanya Kaisar. “Yang Mulia, hamba mengenal baik pemuda ini karena pendekar inilah yang telah menyelamatkan hamba sekeluarga. Dia inilah yang tadinya diutus Thaikam Liu Cin untuk membunuh hamba, akan tetapi dia tidak melakukan pembunuhan itu, bahkan membantu hamba sekeluarga lolos dari kekejaman Thaikam Liu Cin dan melarikan diri keluar Kotaraja. Seandainya bukan Tan-Taihiap ini yang diutus Thaikam Liu Cin untuk membunuh hamba,
1421
tentu sekarang hamba sekeluarga telah tewas seperti halnya demikian banyaknya pejabat tinggi dan anggauta keluarga Kerajaan. Kaisar Ceng Tek memandang kepada Song Bu dan mengangguk-angguk. “Tan Song Bu, sekarang kami mulai percaya akan keteranganmu. Akan tetapi mengenai pengkhianatan Thaikam Liu Cin, kami harus mendapatkan buktinya lebih dulu!” Dia lalu memberi isarat kepada seorang pengawal yang membawa pedang milik Song Bu dan menyerahkan pedang itu kepada Song Bu. “Kami kembalikan pedangmu.” Song Bu menerima pedangnya kembali dari tangan pengawal itu dan berkata dengan hormat kepada Kaisar. “Banyak terima kasih atas kepercayaan Paduka Yang Mulia.” Pada saat itu, tampak lima orang perajurit penjaga keamanan Istana memasuki ruangan dan mereka tampak bingung dan gugup sekali. Mereka segera menjatuhkan diri berlutut ke arah Kaisar yang menjadi marah dan menegur mereka. “Apa artinya kelancangan kalian ini? tidak tahukah kalian bahwa kalian melakukan kesalahan besar dan mengganggu persidangan ini?”
1422
“Mohon beribu ampun, Paduka... Paduka Yang mulia. Hamba hendak melaporkan bahwa Istana telah dikepung pasukan yang dipimpin oleh Panglima Liu Kui!” Tentu saja Kaisar terkejut bukan main dan juga merasa heran. Panglima Liu Kui justeru merupakan Panglima komandan pasukan pengawal Istana. bagaimana sekarang dikatakan mengepung Istana. “Hei, apa maksud kalian? Apa artinya semua ini?” Kaisar membentak. “Hamba dipaksa untuk melapor kepada Paduka bahwa Istana telah dikepung dan Panglima Liu Kui minta agar dua puluh orang pejabat tinggi yang dipimpin Pangeran Ceng Sin menyerahkan diri dengan baik-baik karena mereka dianggap memberontak,” kata pula kepala pengawal itu dengan takut-takut. “Harap paduka jangan khawatir!” tiba-tiba Kui-Ciangkun yang tua itu berkata. “Ini hanya membuktikan bahwa Thaikum Liu Cin telah mengetahui akan laporan hamba sekalian kepada paduka dan dia lalu mengerahkan pasukan yang dipimpin oleh Panglima Liu Kui untuk mengepung Istana, hendak menangkap hamba sekalian dan mengancam paduka. Perbuatan ini sudah jelas membuktikan bahwa semua laporan hamba sekalian mengenai pengkhianatan Thaikam Liu Cin memang benar adanya.”
1423
“Ah, lalu bagaimana baiknya? Apakah ini berarti bahwa dia hendak memberontak?” tanya Kaisar dengan wajah berubah. “Hamba kira begitu, Yang Mulia. Akan tetapi hamba kira paduka tidak perlu khawatir karena hamba sekalian sudah menduga akan hal ini dan sudah membuat persiapan sebelum hamba menghadap paduka. Bahkan para pengawal Istanapun saat ini sudah hamba ganti dengan pasukan pengawal dari pasukan hamba yang dapat di percaya sepenuhnya.” Kaisar Ceng Tek memandang ke kanan-kiri dan baru sekarang menyadari bahwa para perajurit pengawal memang berbeda dari biasanya. Para perajurit pengawal yang biasa adalah anak buah Panglima Liu Kui dan sudah dilucuti oleh pasukan pengawal yang baru. Hal inilah yang kemudian disusul menghadapnya dua puluh orang pejabat tinggi itu kepada Kaisar yang membuat Liu Cin curiga dan mengetahui bahwa ada kelompok pejabat yang menentangnya dan melapor kepada Kaisar. Oleh karena itu dia lalu menghubungi adiknya Panglima Liu Kui, dan mengerahkan pasukan untuk mengepung Istana. “Adinda Kaisar Yang Mulia, tentang pasukan pimpinan Liu Kui yang mengepung Istana, harap paduka tidak khawatir. Para Panglima yang setia kepada paduka sudah menduga dan memperhitungkan
1424
hal itu dan kini mereka sudah siap untuk mengepung pasukan itu dan melucuti mereka.” Pada saat itu, tampak seorang laki-laki tua yang berpakaian mewah dan gemerlapan memasuki ruangan itu dengan tergopoh-gopoh, dikawal selusin orang perajurit. Semua orang menoleh dan melihat bahwa orang itu bukan lain adalah Thaikam Liu Cin sendiri! Dia memasuki ruangan, berhenti di depan Kaisar dan berkata lantang sambil menuding ke arah dua puluh orang pejabat tinggi itu. “Yang Mulia, berhati-hatilah. Mereka ini adalah pengkhianat-penghianat yang amat jahat dan merencanakan pemberontakan! Jangan paduka khawatir, hamba datang untuk menyelamatkan paduka dan menangkap para pemberontak ini!” Setelah berkata demikian, Thaikam Liu Cin memerintahkan selusin orang pengawalnya sambil menudingkan telunjuknya ke arah dua puluh orang pejabat tinggi yang duduk menghadap Kaisar. “Tangkap mereka itu, kalau melawan bunuh saja pengkhianat pemberontak laknat itu!” Selusin perajurit pengawal itu adalah orang-orang kepercayaan Thaikam Liu Cin. Mendengar peritah itu, serentak mereka mencabut pedang hendak melaksanakan perintah itu, Akan tetapi, belasan orang perajurit pengawal Istana berlompatan ke depan melindungi para pejabat itu dan mencabut
1425
pedung mereka. Melihat para pengawal Istana itu hendak menentangnya, Thaikam Liu Cin terkejut, heran dan marah sekali. “Heiii...! Apakah kalian sudah buta dan tidak melihat siapa aku? Berani kalian hendak menentang perintahku? Adikku, Panglima Lau Kui akan menghukun berat kalian! Hayo mundur!” Tiba-tiba Kui-Ciangkun, Panglima tua itu tertawa, “Ha-ha-ha. Liu Cin, percuma saja engkau menjadi maling berteriak maling. Engkau sendiri yang hendak menjadi pengkhianat. Kedokmu sudah terbuka dan engkau masih berani hendak mengelabuhi Yang Mulia Kaisar? Pandanglah baik-baik. Para perajurit pengawal itu bukan lagi anak buah Panglima Liu Kui yang sudah disingkirkan. Mereka ini adalah anak buah pasukanku yang setia pada Sribaginda dan Kerajaan!” Liu Cin terkejut bukan main dan tahulah dia bahwa pihak musuhnya telah mempersiapkan segalanya, bukan hanya mempengaruhi Kaisar dan membeberkan semua rahasianya, bahkan telah menggantikan pasukan pengawal Istana. Akan tetapi, Kakek yang berjenggot pendek itu menyeringai. “Panglima Kui, kau kira engkau akan menang dengan tipu muslihat mu ini? Menyerah sajalah karena Istana ini telah dikepung pasukan
1426
besar yang mendukung aku!” Liu Cin lalu tertawa bergelak, yakin akan kemenangannya. “Jangan tertawa dulu, Liu Cin! Kita lihat saja nanti siapa yang benar dan siapa yang akan menerima hukuman berat” kata Panglima Kui yang sudah bekerja sama dengan para Panglima setia lainnya dan dia tahu bahwa saat itu, pasukan besar gabungan dari para Panglima itu tentu sudah bergerak mengepung pasukan pendukung Liu Cin yang mengepung Istana itu. Liu Cin menjadi senakin marah. “Bunuh mereka?” perintahnya kepada selusin orang pengawalnya. Akan tetapi belasan orang pengawal Istana anak buah Kui-Ciangkun juga bergerak maju. Tiba-tiba dari pasukan pengawal Liu Cin itu melompat scorang perajurit dan dengan gerakan yang amat cepat menerjang ke arah pengawal Istana yang menghadang di depan. Para pengawal Istana itu cepat menggerakkan pedang mereka menyambut. Akan tetapi perajurit itu bergerak dengan kecepatan luar biasa dan empat orang pengawal Istana roboh terkena sambaran sinar pedang yang bergulung-gulung. Melihat ini, Song Bu cepat melompat dari lantai di mana tadi dia berlutut sambil mencabut Coat-Beng Tok-Kiam yang baru saja dia terima kembali dari Kaisar.
1427
Dia segera mengenal siapa yang menyamar sebagai perajurit pengawal Liu Cin itu. Perajurit itu masih menggerakkan pedangnya hendak menerjang lagi. Pedangnya berkelebat dan berubah menjadi sinar bergulung-gulung. Song Bu cepat menyambutnya sebelum ada korban jatuh lagi di antara para perajurit pengawal Istana. “Singg... tranggg...!” Bunga api berpijar dan dua batang pedang yang bertemu di udara Itu tergetar. Perajurit yang amat lihai pengawal Liu Cin itu memandang dengan kaget. Akan tetapi diapun segera mengenal Song Bu. Perajurit ini adalah seorang laki-laki berusia lima puluh tahun dan dia menatap wajah Song dengan alis berkerut. “Song Bu, pengkhianat yang tidak mengenal budi! Lupakah engkau bahwa engkau pernah diterima menjadi pembantu Liu-Taijin dan pernah belajar silat dariku? Sekarang engkau bahkan berani menentang kami?” bentak perajurit itu sambil menudingkan pedangnya yang masih berlumur darah. Song Bu tersenyum, sikapnya tenang. “Memang dulu aku bekerja pada Thaikam Liu Cin karena aku tidak tahu orang macam apa adanya dia. Setelah aku tahu bahwa dia jahat dan para pembantunya juga bukan orang baik-baik, termasuk
1428
engkau Tosu Im-Yang-Kauw yang mengkhianati perkumpulanmu sendiri, Im Yang Tojin.” “Totiang, cepat bunuh pengkhianat itu!” Liu Cin berseru marah. Im Yang Tojin cepat menggerakkan pedangnya menyerang. Song Bu menyambut dengan pedangnya dan mereka sudah saling serang dengan seru. Sebelas orang pengawal Liu Cin juga sudah bertanding dengan pengawal Istana sehingga ruangan persidangan Istana itu menjadi medan pertempuran. Pangeran Ceng Sin dan para pejabat segera mengamankan Kaisar Ceng Tek meninggalkan ruangan itu memasuki ruangan lain. Liu Cin yang yakin bahwa pasukan pendukungnya yang telah mengepung Istana sebentar lagi tentu akan menyerbu masuk berdiri dengan sikap angkuh. Pertandingan antara Song Bu melawan Im Yang Tojin berlangsung seru. Akan tetapi tak lama kemudian Im Yang Tojin mulai terdesak hebat. Tokoh Im-Yang-Kauw ini tidak dapat mengandalkan pukulan tangan kirinya dengan ilmu Im-Yang Sin-Ciang karena Song Bu sudah mempelajari ilmu itu darinya dan sudah mengenal dengan baik sehingga mudah menandinginya. Sebaliknya, ilmu pedang pemuda itu didukung ginkang (ilmu meringankan tubuh) yang hebat sehingga gerakan Song Bu cepat bukan main. Tubuhnya tiada ubahnya sebuah bayangan yang berkelebatan dan
1429
pedang Coat-Beng Tok-Kiam menjadi gulungan sinar biru yang menyambar-nyambar dengan dahsyatnya. Im Yang Tojin mahir memainkan ilmu pedang Im-Yang Kiam-Sut karena dia juga anggauta Im-Yang Ngo-Kiam-Tin (Barisan Lima Pedang Im Yang). Akan tetapi ilmu ini baru ampuh sekali kalau dipergunakan dalam barisan lima orang. Biarpun ilmu pedang perorangan dari Tosu Im-Yang-Kauw itu juga kuat, apalagi ditambah dengan tenaga saktinya yang sudah mencapai tingkat tinggi, namun berhadapan dengan Song Bu dia masih kalah jauh. Pemuda ini selain telah mewarisi ilmu-ilmu dari Tung-Hai-Tok Ouw Yang Lee datuk yang menjadi majikan Pulau Naga, juga menerima pelajaran ilmu-ilmu andalan dari Hek Moko, Pek Moko, bahkan dari Im Yang Tojin sendiri! Sebelas orang perajurit lain yang mengawal Thaikam Liu Cin sudah bertempur seru melawan para perajurit pengawal Istana. Karena jumlah para pengawal Istana jauh lebih banyak dan disitu terdapat pula beberapa orang Panglima tua yang lihai dan yang membantu para pengawal Istana, Maka sebelas orang pengawal Thaikam Liu Cin itu satu demi satu roboh mandi darah. Im Yang Tosu mengamuk karena dia melihat para pengawal roboh dan belum juga muncul pasukan yang menurut Thaikam Liu Cin sudah mengepung Istana dan akan menyerbu masuk. Hatinya mulai khawatir, akan tetapi dia tidak
1430
melihat jalan untuk melarikan diri. Maka, diapun mengamuk dan mati-matian menyerang Song Bu yang sejak tadi sudah mendesaknya. Song Bu mempercepat gerakan tubuhnya, dia memang memiliki keistimewaan dalam hal ginkang (ilmu meringankan tubuh) sehingga pernah di juluki Bu-Eng-Kui (Setan Tanpa Bayangan). Tubuhnya berkelebatan terbungkus gulungan sinar pedangnya yang berwarna biru. Im Yang Tojin mengerahkan segala kemampuannya. “Cringgg...!!” Dua pedang bertemu dan karena Song Bu tadi mengerahkan seluruh tenaga dalamnya, maka tangan Im Yang Tojin yang memegang pedang tergetar hebat dan pedangnya terlepas dari tangannya. “Haiiit...! Cappp...!” Song Bu membentak dan pedangnya memasuki dada Im Yang Tojin. Tokoh Im-Yang-Kauw yang menyeleweng ini mengeluarkan teriakan dan roboh mandi darah, tewas seketika karena selain luka di dadanya amat parah, juga pedang di tangan Song Bu itu adalah Coat-Beng Tok-Kiam (Pedang Racun Pencabut Nyawa). Ketika melihat para pengawalnya roboh, Thaikam Liu Cin terbelalak dan berkali-kali dia menoleh ke arah pintu depan. Akan tetapi belum juga pasukan yang mendukungnya menyerbu ke dalam dan melihat Im Yang Tojin roboh, dia segera menggerakkan kedua kakinya dan
1431
melarikan diri dari ruangan itu. Akan tetapi Kui-Ciangkun yang sejak tadi mengamati gerak-gerik Thaikam Liu Cin, sudah menghadang di depannya. “Liu Cin, pengkhianat hina, engkau hendak lari ke mana?” bentaknya sambil mencabut pedang. Melihat ini, Thaikaim Liu Cin yang sudah tersudut itu menjadi nekat. Diapun mencabut pedangnya, sebatang pedang yang gagangnya terbuat daripada emas bertabur intan, sebatang pedang yang indah dan mewah sekali, dan tanpa mengeluarkan kata-kata diapun menyerang Kui-Ciangkun (Panglima Kui) dengan tusukan pedang mewah itu. Kui-Ciangkun menangkis dengan pedangnya dan balas menyerang. Serang menyerang terjadi, akan tetapi biarpun Liu Cin pernah belajar silat, namun selama ini dia hanya hidup bersenang-senang, tak pernah berlatih olah raga, maka dalam beberapa jurus saja napasnya sudah terengah-engah. Ketika kaki kiri Kui-Ciangkun menendang dan mengenai tangan kanannya, pedang yang dipegangnya terpental dan terlepas dari tangannya. Kui-Ciangkun menodongkan pedangnya pada leher Thaikam itu dan Thaikam Liu Cin tak berdaya. Dia hanya menunduk pasrah ketika Panglima Kui menelikung dan mengikat kedua lengannya ke belakang tubuhnya. Sementara itu, di luar Istana juga terjadi pertempuran kecil. Pasukan yang mengepung Istana dipimpin oleh
1432
Panglima Kui, disergap oleh pasukan yang jauh lebih besar jumlahnya, yang dipimpin oleh para Panglima yang mendukung para bangsawan yang menentang Liu Cin. Karena kekuatan mereka tidak seimbang, pasukan Liu Kui itu menyerah ketika dilucuti. Liu Kui yang menjadi Panglima dan Liu Wan yang menjadi jaksa, ditangkap. Demikian pula banyak pembesar yang dikenal sebagai sekutu atau anak buah Thaikam Liu Cin. Pembersihan besar-besaran dilakukan di Kotaraja. Jatuhnya Thaikam Liu Cin ini terjadi dalam tahun 1510. Sementara itu, beberapa pekan yang lalu, terjadi keributan di Kuil Siauw-Lim-Si. Peristiwa itu terjadi di suatu malam terang bulan. Kuil Siauw-Lim sudah sepi, yang terdengar hanya suara yang tenang dan merdu membaca kitab suci, yang ber Liam-Keng (membaca kitab suci) ini adalah Cu Sian Hwesio, wakil ketua Siauw-Lim-Pai. Dia memang dikenal sebagai seorang Hwesio yang pandai membaca kitab suci dan dia memiliki suara yang merdu. Suaranya yang diiringi bunyi tok-tok-tok kentungan kayu yang dipukul berirama itu menembus kesunyian malam, mendatangkan suasana damai dan hening. Tiba-tiba tampak sesosok bayangan orang berkelebat di atas atap Kuil itu. Bayangan yang bergerak ringan dan cepat. Kedua kakinya tidak bersuara seperti kaki kucing
1433
ketika bayangan itu berkelebatan di atas atap Kuil yang bergenteng tebal itu. Orang ini memakai pakaian ringkas serba hitam dan mukanya juga ditutup dari hidung ke bawah dengan kain hitam. Kepalanya juga dibungkus kain hitam sehingga yang tampak hanya sepasang matanya yang mencorong seperti mata kucing. Akhirnya bayangan itu tiba di atas atap ruangan di mana Cu Sian Hwesio membaca Liam-Keng. Tingkat kepandaian Cu Sian Hwesio ini sudah tinggi sehingga kalau saja dia tidak sedang ber Liam-Keng yang diiringi suara tok-tok-tok itu, mungkin dia dapat mengetahui bahwa di atas atap ada orang mengintai. Akan tetapi dia sedang asyik ber Liam-Keng sehingga dia tidak mendengar apa-apa. Akan tetapi tiba-tiba pada saat itu sesosok bayangan lain melompat naik atap ruangan lain. Bayangan ini adalah seorang Hwesio yang bertugas sebagai kepala jaga di malam hari itu. Agaknya dia hendak mengadakan pemeriksaan dari atap untuk mengetahui apakah keadaan aman saja. Tanpa disengaja, dia melihat bayangan yang berkelebat itu. Gerakan bayangan yang amat cepat itu mengejutkannya dan sekaligus membuat dia maklum bahwa bayangan itu adalah seorang yang memiliki ilmu kepandaian tinggi. Maka, diapun melayang turun dan tiba di luar ruangan di mana Cu Sian Hwesio ber Liam-Keng.
1434
Maksud hendak melapor kepada wakil ketua yang belum tidur bahwa ada bayangan mencurigakan yang berada di atas atas dan gerakannya menunjukkan bahwa orang itu memiliki ilmu kepandaian tinggi. Akan tetapi baru saja dia menghampiri pintu dan hendak mengetuknya, tiba-tiba bayangan yang berkelebatan dan sekarang sudah melompat turun sekitar lima meter di belakangnya itu menggerakkan tangan. Tiga sinar meluncur ke arah punggung Hwesio itu. Dia mendengar suara angin senjata rahasia ini dan berusaha mengelak, akan tetapi tiga batang senjata rahasia itu terbang dengan amat cepatnya dan tahu-tahu sudah menancap di punggungnya. Hwesio itu mengaduh dan roboh terjungkal, menelungkup dan tidak bergerak lagi. Suara Liam-Keng itu tiba-tiba berhenti. Cu Sian Hwesio mendengar suara gedebukan jatuh di luar ruangan. “Siapa di luar?” tanyanya. Akan tetapi tidak ada jawaban. Dia lalu melangkah dan membuka daun pintu, lalu keluar dan melihat Hwesio yang rebah menelungkup di atas lantai. Tempat itu cukup terang, mendapat penerangan lampu gantung ditambah lagi sinar bulan purnama. Cu Sian Hwesio cepat menghampiri, berlutut dan alangkah kagetnya ketika dia mendapat kenyataan bahwa orang itu adalah seorang murid tingkat pertama dan dia sudah tewas
1435
dengan tiga batang pisau terbang menancap di punggungnya Melihat senjata rahasia itu, dia berseru lirih. “Omitohud... Khong-Thong-Pai...!” Dia segera mengenal senjata rahasia dari aliran Khong-Thong-Pai yang terkenal ampuh itu. Pada saat itu, dia mendengar suara angin dan ada hawa pukulan dahsyat menyambar ke arah tengkuknya. Cu Sian Hwesio adalah wakil ketua Siauw-Lim-Pai, tentu saja ilmu kepandaiannya sudah tinggi. Cepat dia menggulingkan tubuhnya ke atas lantai dan bergulingan sampai beberapa meter jauhnya lalu melompat berdiri dan memutar tubuhnya. Ternyata di depannya telah berdiri seorang yang memakai pakaian serba hitam, kepala dan mukanya juga ditutupi kain hitam. “Omitohud! Siapakah engkau dan mengapa engkau membunuh seorang murid kami?” Cu Sian Hwesio bertanya sambil melangkah menghampiri orang itu. Akan tetapi orang itu tidak menjawab melainkan menggerakkan tubuhnya dan menyerang dengan dahsyat sekali. Dia menyerang dengan gerakan lincah dan mempergunakan jari-jari tangan untuk menotok ke arah jalan-jalan darah mematikan. Dan Cu Sian Hwesio yang mengenal ilmu totokan seperti ini, terkejut bukan main. Dia mengerahkan seluruh tenaga dan kecepatan tubuhnya untuk mengelak dan menangkis.
1436
“Engkau... engkau orang Bu-Tong-Pai?” dia bertanya heran. Akan tetapi penyerangnya tidak menjawab bahkan menyerang semakin gencar. Cu Sian Hwesio terdesak dan diapun cepat membalas sehingga kedua orang itu bertanding dengan seru. agaknya penyerang itu terkejut juga, tidak menyangka bahwa yang diserangnya sekali ini adalah seorang Hwesio yang demikian lihainya. Dia tidak mengira bahwa dia berhadapan dengan wakil ketua Siauw-Lim-Pai sendiri! Tadinya dia menyangka bahwa Hwesio inipun seorang murid biasa seperti yang telah dia robohkan dengan senjata rahasia tadi. Penyerang itu menjadi panik ketika mendapat kenyataan betapa lihai lawannya. Akan tetapi dia tidak mendapat kesempatan untuk melarikan diri karena Cu Sian Hwesio yang agaknya mengerti bahwa penjahat itu hendak kabur, sudah mengurungnya dengan serangan-serangannya. Tiba-tiba muncul Hui Sian Hwesio! Pendeta berusia tujuh puluh tahun lebih yang gemuk tinggi itu merasa tidak enak hatinya dan dia keluar dari kamarnya. hal ini adalah karena dia mendengar suara Liam-Keng dari Cu Sian Hwesio terhenti secara mendadak. Setelah tiba di luar dia melihat Sutenya itu sedang bertanding seru melawan seorang berpakaian hitam dan mukanya ditutup topeng hitam pula. Dan diapun terheran-heran melihat gerakan dari topeng hitam itu yang mempergunakan ilmu serangan totokan
1437
Tiam-Hiat-Hoat dari Bu-Tong-Pai! Melihat Sutenya bertanding seimbang, dia khawatir kalau Sutenya mempergunakan jurus maut dan menewaskan orang itu. Orang bertopeng hitam itu harus ditangkap hidup-hidup karena dia masih ragu-ragu dan curiga apakah benar orang itu tokoh Bu-Tong-Pai yang hendak membunuh Sutenya. “Omitohud, jangan bunuh, Sute, biarkan Pinceng (aku) menangkapnya!” kata Hui Sian Hwesio dan Hwesio tua ini segera bergerak ke depan dan menyerang orang bertopeng itu dengan ilmu totok It-Yang-Ci (Totok Satu jari). Orang bertopeng itu berseru kaget bukan main. Ketika itu kedua tangannya bertemu dengan tangan Cu Sian Hwesio, maka mana mungkin dia menghindarkan diri dari totokan dahsyat itu? Bahkan andaikata kedua tangannya bebas sekalipun belum tentu dia mampu menghindarkan diri. “Tukk...!” Tubuh orang bertopeng itu menjadi lemas dan diapun terkulai roboh dan tidak mampu bergerak lagi. “Omitohud…! Pinceng melihat orang ini mempergunakan ilmu totok Tiam-Hiat-Hoat dari Bu-Tong-Pai, Sute!” kata Hui Sian Hwesio.
1438
“Bukan itu saja, Suheng, akan tetapi dia telah menmbunuh murid Kim Ceng dengan pisau-pisau terbang dari Kong-Thong-Pai. Lihatlah itu!” Cu Sian Hwesio menunjuk ke arah mayat Hwesio yang rebah menelungkup. Hui Sian Hwesio menghampiri mayat itu dan memeriksa tiga pisau yang masih menancap di punggung mayat itu. “Omitohud... Benar-benar pisau terbang Kong-Thong-Pai! Sute, coba ambil Lampu itu dan dekatkan di sini. Pinceng hendak melihat siapa orang ini” kata Hui Sian Hwesio dan. Pada saat itu, beberapa orang Hwesio berdatangan. Mereka terkejut oleh suara perkelahian tadi dan mendatängi, ada yang membawa lampu Teng. Dengan lampu itu mereka menerangi orang bertopeng yang rebah telentang tak mampu bergerak. Cu Sian Hwesio merenggut topeng itu dan semua orang tertegun karena mereka tidak mengenal orang itu. Sama sekali bukan seorang di antara tokoh-tokoh besar Kong-Thong-Pai atau Bu-Tong-Pai. Pada hal kalau melihat tingkat kepandaiannya yang mampu menandingi seimbang dengan Cu Sian Hwesio, dia tentu seorang tokoh yang cukup terkenal baik di Kong-Thong-Pai maupun Bu-Tong-Pai. Akan tetapi kenyataannya, tidak seorangpun Hwesio Siauw-Lim-Pai mengenalnya. Kini semua penghuni Kuil Siau-Lim-Si sudah berkumpul di tempat itu. Ruangan
1439
depan kamar untuk Liam-Keng menjadi terang oleh banyak lampu yang dibawa para murid. “Bawa dia ke dalam ruangan sidang. Cu Sian Sute (adik seperguruan Cu Sian), mari kita berdua memeriksa dan menanyainya.” Orang itu diseret ke dalam ruangan sidang dan para murid di suruh keluar. Hanya Hui Sian Hwesio dan Cu Sian Hwesio berdua yang akan memeriksa pembunuh itu. Orang itu direbahkan di atas lantai. Wajahnya diterangi lampu besar yang tergantung di ruangan itu. Dua orang pimpinan Siauw-Lim-Pai mengamati wajah itu dengan penuh perhatian. Orang itu laki-laki berusia empat puluh tahun lebih, bertubuh tinggi kurus, wajahnya tampan. Akan tetapi dua orang pimpinan Siauw-Lim-Pai itu tidak mengenainya. “Katakan, siapa engkau dan kenapa engkau membunuh dan mengacau Siauw-Lim-Si?” tanya Cu Sian Hwesio dengan garang. Orang itu tertotok lemas akan tetapi tidak menghilangkan kemampuannya berbicara. Orang itu tersenyum, Senyumnya mengejek. “Tidak perduli siapa aku. Aku adalah utusan Kong-Thong-Pai dan Bu-Tong-Pai dan kalian tentu tahu mengapa aku membunuh orang Siauw-Lim-Pai dan mengacau di sini!” Dua orang Hwesio itu saling
1440
pandang dengan alis berkerut. Ketika bicara, orang itu tersenyum-senyum aneh dan suaranya kecil tinggi seperti suara wanita. Senyum dan pandang matanya genit. “Katakan yang sebenarnya, jangan membohong!” Cu Sian Hwesio menghardik “Kami tidak percaya omonganmu tadi!” “Hi-hi-hik!” Orang itu tertawa. “Apa kalian sudah buta dan tidak melihat bahwa aku menggunakan ilmu Kong-Thong-Pai dan Bu-Tong-Pai? Kedua partai persilatan itu yang mengutus aku untuk membalas kematian rnurid-murid mereka yang kalian bunuh. Sekarang aku telah tertangkap, Kalau kalian hendak membunuhku, lakukanlah dan jangan banyak bicara lagi!” Cu Sian Hwesio yang mewakili Siauw-Lim-Pai untuk urusan luar mempunyai banyak pengalaman dan lebih mengenal tokoh-tokoh dunia persilatan dibandingkan Suhengnya, tiba-tiba berseru heran, “Ah... engkau bergigi emas! Engkau tentu yang berjuluk Si Banci Bergigi Emas, Pangeran Yorgi dari Mancu. Pinceng pernah mendengar namamu” Laki-laki itu memang Pangeran Yorgi. Seperti kita ketahui, dia mendapat tugas dari Kim Niocu untuk mengacau Siauw-Lim-Si dan membunuh orang Siauw-Lim-Pai
1441
mempergunakan senjata rahasia Kong-Thong-Pai dan, ilmu totok Bu-Tong-Pai yang diajarkan oleh Kim Niocu kepadanya. Tentu saja ini dalam rangka siasat Pek-Lian-Kauw untuk mengadu domba antar partai persilatan besar itu. Sebagai seorang tokoh mancu yang mewakili bangsanya untuk bergabung dengan Pek-Lian-Kauw dan memusuhi Kerajaan Beng, Pangeran Yorgi siap untuk mati demi negaranya. Dia tidak takut mati, “Hi-hi-hik! Sudah kukatakan, siapa adanya aku bukan soal dan aku tidak perduli. Aku adalah utusan Kong-Thong-Pai dan Bu-Tong-Pai!” “Jangan melakukan fitnah! Mengaku sajalah, atau kami akan menggunakan kekerasan!” bentak pula Cu Sian Hwesio. Mendengarkan ucapan Sutenya ini, Hui Sian Hwe-sio mengerutkan alisnya yang putih. Dia seorang pendeta yang alim, tentu saja tidak enak perasaannya mendengar ucapan Sutenya yang hendak menggunakan kekerasan. “Menggunakan kekerasan? Ha-ha-hi-hik..., apa kau kira aku takut mati? Sudahlah biar engkau akan mencincang tubuhku sampai mati, aku tidak akan sudi bicara lagi!” kata Pangeran Yorgi dengan sikap angkuh. Cu Sian Hwesio tersenyum.
1442
“Banyak orang tidak takut mati, akan tetapi Pinceng ingin melihat apakah engkau juga tidak takut sakit!” Setelah berkata demikian, cepat jari telunjuk kanannya bergerak menotok tiga kali ke arah kedua pundak dan dada Pangeran Yorgi. “Sute...! Omitohud... apa yang kau lakukan itu?” seru Hui Sian Hwesio kaget. “Dia harus mengaku agar persoalannya menjadi terang, Suheng. Kalau tidak, kita akan terus dipermainkannyal” jawab Cu Sian Hwesio dengan sikap tenang. Mula-mula Pangeran Yorgi masih tersenyum mengejek, seolah menertawakan ancaman kematian baginya. Akan tetapi perlahan-lahan senyumnya berubah menjadi seringai, wajahnya menjadi kerut merut, giginya menggigit bibir dan matanya terpejam. Dia menderita rasa nyeri yang teramat hebat! Seperti ada ujung pedang yang menusuk-nusuk isi dadanya dan rasa gatal, panas dan perih menjalar ke sekujur tubuhnya seolah-olah ada ribuan semut merubung dan menggigitnya. Dia tidak mampu menggerakkan kaki tangannya dan rasa nyeri itu menggigit, menghentak, menusuk-nusuk, kiut-miut rasanya sampai menembus ke tulang sumsum. Rasa nyeri menjalar ke otak kepalanya berdenyut-denyut seperti akan pecah! Rasa nyeri yang
1443
membuatnya ingin cepat mati saja, akan tetapi rasa nyeri yang menyiksa itu tidak sampai membuat dia pingsan. Dia mulai merintih, mengaduh, mengerang, dan air matanya mulai menetes-netes membasahi mukanya. Dia berusaha untuk bertahan dan mengatupkan mulutnva erat-erat agar jangan meluarkan kata-kata. Akan tetapi setelah kurang lebih lima menit, dia tidak tahan lagi. Dengan mulut megap-megap seperti ikan dilempar ke daratan, dia berkata. “Aduh... aduh... hentikan... hentikan!” Dia meratap. Hui Sian Hwesio sudah duduk bersila dan memejamkan kedua matanya. Dia tidak ingin melihat lebih lama lagi penderitaan orang di depannya. “Katakan dulu, benarkah engkau Pangeran Yorgi, Si Banci Bergigi Emas?” “Benar... benar... ahhh!!” “Katakan, siapa yang menyuruh engkau melakukan pembunuhan dan mengacau Siauw-Lim-Pai?” “Yang me... menyuruh... Kim Niocu, dia puteri ketua umum Pek-Lian-Kauw...! Ah... hentikan ini...!”
1444
“Katakan di mana Kim Niocu sekarang dan mengapa ia melakukan ini! Cepat katakan!” Cu Sian Hwesio menghardik. “Ia... bersekutu dengan Thaikam Liu Cin... ia sekarang berada di Kotaraja... mereka... ingin mengadu domba antara Siauw-Lim-Pai dan Bu-Tong-Pai! Aduh... bebaskan aku...!” “Sekali lagi! Katakan, siapa yang membunuhi orang-orang Kong-Thong-Pai dan Bu-Tong-Pai?” “Bukan aku...! Orang orangnya Thaikam Liu cin... Hek Pek Moko... ahhh!” Tiba-tiba Hui Sian Hwesio yang tadinya bersila dan memejamkan matanya, mengerakkan tangannya. Cepat sekali jari-jari tangannya menotok dan Pangeran yorgi tidak mengeluh lagi. Rasa nyeri yang amat hebat itu sudah meninggalkan badannya yang masih belum mampu menggerakkan kaki tangannya. Keringatnya membasahi seluruh tubuhnya. “Cu Sian Sute, maafkan dan bebaskan dia...” kata Hui Sian Hwesio dengan suara lemah. Luluh hati yang penuh belas kasihan itu mendengar penderitaan tadi, “Tidak Suheng. Ini menyangkut nama dan kehormatan Siauw-Lim-Pai. Orang ini harus kita jadikan saksi dan bukti agar pihak Bu-Tong-Pai dan Kong-Thong-Pai mendengar dan menyaksikan
1445
sendiri. Dengan demikian nama kita dapat dibersihkan. Tentang orang ini, kita serahkan saja kepada pihak Bu-Tong-Pai dan Kong-Thong-Pai.” Tanpa menanti jawaban, Cu Sian Hwesio lalu mengempit tubuh yang masih lunglai itu dan membawanya ke bagian belakang Kuil. Dia memasukkan Pangeran Yorgi ke dalam sebuah kamar, membelenggu kaki tangannya dengan tali sutera yang amat kuat, lalu menyuruh belasan orang murid untuk menjaga orang itu jangan sampai lolos dari kamar. Kemudian dia mengutus dua orang murid kepala agar besok pagi-pagi berangkat meninggalkan Siauw-Lim-Si untuk memberi kabar dan mengundang pimpinan Bu-Tong-Pai dan Kong-Thong-Pai untuk berkunjung ke Siauw-Lim-Si. Akan tetapi, sungguh suatu kebetulan, pada keesokan harinya ketika dua orang murid Siauw-Lim-Pai itu berangkat, di depan Kuil mereka melihat rombongan Bu-Tong-Pai dan Kong-Thong-Pai sedang bercakap cakap dengan Gan Hok San, pendekar murid Siauw-Lim-Pai yang banyak dikenal itu! Seperti kita ketahui, Gan Hok San mengunjungi cabang Pek-Lian-Kauw dalam usahanya mencari Ouw Yang Hui dan menyelidiki tentang pembunuhan terhadap para murid Kong-Thong-Pai dan Bu-Tong-Pai, akan tetapi dia tidak berhasil menemukan sesuatu. Karena dia mengkhawatirkan keadaan
1446
isterinya yang ditinggalkan di depan Kuil Siauw lim-pai, dia mengambil keputusan untuk kembali saja ke depan Kuil itu. Pagi itu, ketika Gan Hok San hendak menghadap para pimpinan Siauw-Lim-Pai, dia melihat rombongan pimpinan Bu-Tong-Pai dan Kong-Thong-Pai yang dipimpin sendiri oleh Cang Su Cinjin sebagai Ketua Bu-Tong-Pai dan Lui Kai It sebagai Wakil Ketua Kong-Thong-Pai. Karena sudah mengenal mereka, Gan Hok San menyambut mereka dan mereka bercakap-cakap di depan Kuil. Dua orang murid Siauw-Lim-Pai itu girang melihat mereka dan menyampaikan undangan Ketua Siauw-Lim-Pai. Sungguh kebetulan sekali karena dua orang pimpinan Bu-Tong-Pai dan Kong-Thong-Pai itupun hendak bertemu dengan pimpinan Siauw-Lim-Pai untuk menanyakan tentang hasil penyelidikan mengenai pembunuhan terhadap murid-murid mereka. Ketika diadakan pertemuan dan perundingan, yang dipersilakan masuk hanya Cang Su Cinjin Ketua Bu-Tong-Pai dan Lui Kai It Wakil Ketua Kong-Thong-Pai saja sedangkan anggauta rombongan lain dipersilakan menanti di ruangan depan. “Omitohud, sungguh kebetulan sekali kedatangan ji-wi (kalian berdua) berkunjung ke Kuil kami,” kata Hui San Hwesio. “Sesungguhnya kamipun bermaksud untuk mengundang ji-wi ke sini. Ketahuilah, secara tak terduga-duga kami telah mendapat
1447
keterangan tentang pembunuhan-pembunuhan yang terjadi pada murid-murid perguruan Ji-wi. Bahkan semalam seorang murid kami juga terbunuh. Akan tetapi kami berhasil menangkap pembunuhnya dan terbongkarlah semua rahasia pembunuhan itu.” “Siapa pembunuhnya, Lo-Suhu?” tanya Cang Su Cinjin. “Ya, siapa pembunuh keparat itu?” tanya Lui Kai It galak. “Kami harus menghukumnya!” Hui Sian Hwesio yang menyambut dua orang tamunya itu bersama Cu Sian Hwe sio, menoleh kepada Sutenya dan berkata. “Sute, ceritakanlah sejelasnya kepada mereka.” “Cang Su Totiang dan Lui Kai It Taihiap, semalam terjadi hal yang sama sekali di luar persangkaan kami. Seorang murid kami terbunuh dan Lui-Taihiap, coba lihat ini, alat yang dipergunakan pembunuh untuk membunuh murid kami itu.” Cu Sian Hwesio membuka buntalan kain kuning dan mengeluarkan tiga batang pisau yang semalam dipergunakan untuk membunuh murid Siauw-Lim-Pai itu, diperlihatkan kepada Wakil Ketua Kong-Thong-Pai itu. Lui Kai It terbelalak lalu mengerutkan alisnya. “Apa artinya ini? Ini merupakan senjata rahasia partai kami!”
1448
“Itulah, Lui-Taihiap! Dan Totiang, tahukah Totiang apa yang terjadi selanjutnya?” “Pinceng (aku) keluar dari ruangan Liam-Keng dan berhadapan dengan pembunuh yang bertopeng itu. Dia lalu menyerang Pinceng, menggunakan ilmu totok Tiam-Hiat-Hoat dari Bu-Tong-Pai!” “Siancaai... tidak mungkin murid kami.” Seru Cang Su Cinjin terkejut dan heran, Juga penasaran. “Tenanglah, Toyu dan Taihiap. Pinceng semula juga merasa heran. Akan tetapi untung bahwa kami telah dapat menangkap pembunuh itu. Dia itu bukan lain adalah Pangeran Yorgi dari Mancu yang berjuluk Si Banci Bergigi Emas,” “Siancai! Aneh sekali, mengapa orang Mancu membunuh murid kami?” kata Cang Su Cinjin. Apa artinya ini? Dan bagaimana jahanam itu bisa mempergunakan pisau terbang kami?” Lui Kai It juga berkata penasaran. “Dia sudah membuat pengakuan dan ternyata tidak ada keanehan dalam rahasia ini. Dia menjadi utusan dari Pek-Lian-Kauw yang dipimpin oleh Kim Niocu, puteri Ketua Umum Pek-Lian-Kauw untuk membunuh murid-murid kami dengan mempergunakan ilmu-ilmu
1449
Kong-Thong-Pai dan Bu-Tong-Pai yang sudah dipelajarinya. Adapun yang membunuh murid-murid Kong-Thong-Pai dan Bu-Tong-Pai adalah Hek Pek Moko yang menjadi orang-orangnya Thaikam Liu Cin. Ternyata Thaikam Liu Cin dan Pek-Lian-Kauw mengadakan persekutuan dan semua pembunuhan itu dimaksudkan untuk mengadu domba antara kita yang tidak suka dan menentang Thaikam Liu Cin. Pangeran Yorgi telah mengakui semua ini. Untung kami dapat menangkapnya sehingga kita semua mengetahui akan rencana jahat mereka untuk mengadu domba di antara kita.” “Di mana Pangeran Yorgi itu sekarang? Ingin aku melihat mukanya!” teriak Lui Kai It marah. “Pinto (aku) juga ingin mendengar pengakuannya sendiri,” kata Cang Su Cinjin. “Harap ji-wi tunggu sebentar. Pinceng akan membawanya ke sini,” kata Cu kian Hwesio dan dia lalu meninggalkan ruangan itu. Dia menotok tubuh Pangeran yorgi sehingga tidak mampu menggerakkan kaki tangan, lalu melepaskan ikatannya dan mengempitnya, membawanya keluar ke dalam ruangan di mana dua orang pimpinan dua parti persilatan besar itu sudah menunggu. Cu Sian Hwesio melepaskan tubuh Pangeran Yorgi ke
1450
atas lantai di mana orang Mancu itu rebah telentang. Dua orang pimpinan partai itupun belum pernah bertemu dengan Pangeran Yorgi, akan tetapi mereka berdua sudah pernah mendengar nama Si Banci Bergigi Emas. Cang Su Cinjin memandang wajah orang Mancu itu lalu bertanya, “Benarkah engkau mengaku bahwa semua pembunuhan itu direncanakan oleh persekutuan antara Pek-Lian-Kauw dan Thaikam Liu Cin?” Pangeran Yorgi tertawa mengejek dan menjawab, “Semua itu betul dan kalian mau apa? Kalian ini pemimpin-pemimpin partai persilatan besar hanyalah orang-orang penakut besar. Memeriksa orang dan menanyainya dalam keadaan tertotok seperti ini. apakah kalian berempat ini takut kalau aku dalam keadaan bebas lalu akan membunuh kalian? Ha-ha-hi-hi-hik!” Kemudian, disambungnya dengan kata-kata yang nadanya mengejek, “Lihat, kalian bermuka merah karena marah. Hayo bunuh saja aku, karena kalau tidak, aku yang nanti akan membunuh kalian!” Lui Kai It, Wakil Ketua Kong-thong paí itu adalah seorang yang berwatak keras dan galak, amat memegang teguh kegagahan dan
1451
kehormatan. Dihina seperti itu, dia membentak kepada Cu Sian Hwesio, “Cu Sian Lo-Suhu, engkau yang menotoknya, maka harap engkau pula yang membebaskannya. Hendak kulihat jahanam keparat ini dapat berbuat apa ? Hendak kulihat apakah dia akan mampu melarikan diri dari hadapanku!” “Siancai, Pinto juga ingin melihat dia dibebaskan dari totokan. Memang tidak enak memeriksa orang dalam keadaan seperti ini. Pinto tanggung bahwa dia tidak akan mampu lari dari Pinto.” Kata Cang Su Cinjin yang juga merasa tersindir dan malu. “Sute, bebaskan dia!” kata Hui Sian Hwesio kepada Sutenya. Cu Sian Hiwesio lalu menghampiri Pangeran Yorgi yang rebah telentang di atas lantai. Tangannya bergerak cepat dan dengan ilmu It-Yang-Ci, dia menotok tiga kali dan Pangeran Yorgi mengeluh lalu dapat menggerakkan kaki tangannya. Dia bangkit, duduk bersila dan mengatur pernapasan, menghimpun tenaga, duduk diam beberapa saat lamanya. Empat orang itu menandang dengan penuh perhatian dan waspada. Setelah Pangeran Yorgi menggerakan tubuh dan membuka matanya yang tadinya terpejam, Lui Kai It lalu berkata,
1452
“Orang Mancu, kami sudah mendengar akan semua pengakuanmu kepada para pemimpin Siauw-Lim-Pai, akan tetapi kami dari Kong-Thong-Pai ingin mendengar keterangan ini dari mulutmu sendiri. Hayo Ceritakan kepada kami tentang pembunuhan atas murid kami!” Perlahan-lahan Pangeran Yorgi bangkit berdiri, menggerak-gerakkan kaki tangannya yang tadinya terasa kaku sehingga menjadi lemas kembali. Empat orang pemimpin itu memandangnya dengan penuh kewaspadaan, maklum bahwa orang ini berbahaya dan cukup lihai. Tiba-tiba Pangeran Yorgi tertawa bergelak. “Ha-ha-hi-hi-bik! Setelah aku bebas, jangan harap kalian akan dapat mendengar keterangan dariku sepatah katapun. Mampuslah kau!” Dia bergerak ke kiri lalu menyerang ke arah Lui Kai dengan cepat dan tiba-tiba. Dia menyerang dengan ilmu totok Tiam-Hiat-Hoat dari Bu-Tong-Pai yang sudah dipelajarinya dari Kim Niocu! “Heiiitt...!” Lui Kai It yang sejak tadi selalu waspada, tentu saja tidak terkejut oleh serangan tiba-tiba ini. Dia cepat mengelak ke belakang dan membalas dengan pukulan tangan dengan ilmu Pek-Lui-Ciang (Tangan Geledek). Pangeran Yorgi dapat, menangkis dengan baik dan kembali menyerang dengan totokan Tian-Hiat-Hoat. Sekali ini Lui Kai It tidak mengelak, melainkan menangkis sambil mengerahkan tenaga.
1453
“Dukkk...!” Tubuh Pangeran Yorgi terhuyung ke belakang dan dia melompat ke kanan untuk melarikan diri. Akan tetapi di sebelah kanan Cang Su Cinjin menyambutnya dengan totokan Tiam-Hiat-Hoat. Karena yang melakukan totokan ini ketua Bu-Tong-Pai, maka tentu saja hebat sekali. Pangeran Yorgi terkejut dan mencoba untuk menangkis. “Dess...!” Pertemuan kedua tangan membuat Pangeran Yorgi yang belum pulih seluruh tenaganya itu, terhuyung-huyung. Akan tetapi melihat dirinya terkepung, dia menjadi nekat dan kembali dia menyerang Lui Kai It, kini menggunakan kedua tangan yang membentuk cakar untuk mencengkeram. Dia mempergunakan ilmu gulat dari Mancu yang tentu asing bagi orang yang diserang. Namun yang diserangnya adalah Wakil Ketua Kong-Thong-Pai yang sudah memiliki tingkat kepandaian silat tinggi dan mempunyai banyak pengalaman pula. Maka Lui Kai It bahkan membiarkan pundaknya di cengkeram tangan Pangeran Yorgi dan pada saat yang sama tangan kanannya yang terbuka menghantam ke dada lawan. “Hyaatttt...! Dukkk...!” Tubuh Pangeran Yorgi terpental lalu roboh terjengkang dan dia tewas seketika.
1454
“Omitohud...!” Hui Sian Hwesio berseru. “Kiranya dia sengaja mengejek kita agar dibebaskan sehingga dia dapat bertindak nekat dengan dua pilihan, berhasil lolos atau menemui kematiannya. Cu Sian Hwesio memanggil dua orang murid dan memerintahkan agar dua orang murid itu membawa jenazah Pangeran Yorgi keluar ruangan dan mengurusnya sebagaimana mestinya. Setelah jenazah dibawa pergi, Cu Sian Hwesio berkata kepada Cang Su Cinjin dan Lui Kai It. “Dari Pangeran Yorgi kami mendapat keterangan bahwa Kim Niocu sekarang berada di Kotaraja. Kami khawatir mendengar akan persekutuan antara Pek-Lian-Kauw dan Thaikam Liu Cin. Karena itu, kiranya sudah menjadi ke wajiban kita untuk membongkar rahasia kepada Kaisar, agar Kaisar mengetahui akan pengkhianatan Thaikam Liu Cin dan dapat cepat bertindak sebelum terjadi malapetaka dı Istana.” “Tepat sekali!” kata Lui Kai It. “Kita harus pergi ke sana sekarang juga dan membantu Kaisar untuk menangkap Kim Niocu, juga Hek Pek Moko yang telah membunuh murid-murid kita.” “Omitohud... Memang sudah menjadi kewajiban kita untuk mengingatkan dan menyadarkan Kaisar. Akan tetapi tidak perlu
1455
terlalu banyak orang menghadap ke Istana, cukup kalau setiap partai persilatan diwakili seorang saja,” kata Hui San Hwesio. “Pendapat Hui Sian Lo-Suhu benar dan Pinto setuju. Biarlah Pinto sendiri yang mewakili Bu-Tong-Pai,” kata Cang Su Cinjin. “Dan aku mewakili Kong-Thong-Pai karena ketua kami sedang tidak sehat badannya,” kata Lui Kai It. “Pinto harap agar Hui Sian Lo-Suhu sendiri yang mewakili Siauw-Lim-Pai dan meminpin rombongan yang pergi ke Kotaraja, karena bagaimanapun juga, Kaisar akan lebih memperhatikan kalau Lo-Suhu memimpin rombongan menghadap beliau.” “Benar sekali apa yang dikatakan Cang Su Cinjin!” kata Lui Kai It. “Demi keselamatan Kerajaan dan demi membasmi komplotan jahat yang hendak mengadu domba kita, akupun mengharap agar Hui Sian Lo-Suhu suka pergi sendiri bersama kami ke Kotaraja!” Kata-kata kedua orang pimpinan Bu-Tong-Pai dan Kong-Thong-Pai ini diterima Hui Sian Hwesio dengan senyum dan dia menghela napas panjang. “Omitohud...! Agaknya Pinceng akan pergi bersama ji-wi ke Kotaraja.” Hui Sian Hwesio lalu memanggil Gan Hok San yang tinggal di luar Kuil bersama isterinya. Setelah pendekar ini
1456
menghadap, Hui Sian Hwesio minta agar Gan Hok San membantu Cu Sian Hwesio menjaga Kuil Siauw-Lim-Si kalau-kalau akan ada kawan-kawan Pangeran Yorgi yang datang menyerbu. Gan Hok San menyanggupi. Walaupun hati pendekar ini juga ingin sekali pergi ke Kotaraja untuk mencari Ouw Yang Hui, akan tetapi dia harus menjaga keselamatan isterinya. Apalagi kini mendapat tugas untuk ikut menjaga keselamatan Kuil Siauw-Lim-Si, maka dia terpaksa menaati perintah Ketua Siauw-Lim-Pai itu. Demikianlah, tiga orang tokoh besar tiga partai persilatan itu, Hui Sian Hwesio, Cang Su Cinjin, dan Lui Kai It pada hari itu juga berangkat menuju Kotaraja. Para anggauta rombongan Bu-Tong-Pai dan Kong-Thong-Pai mereka perintahkan untuk pulang lebih dulu. Ketika pada suatu pagi tiga orang tokoh besar ini memasuki Kotaraja, mereka sama sekali tidak tahu bahwa saat itu terjadi keributan dalam Istana, yaitu rombongan para bangsawan yang dipimpin oleh pangeran Ceng Sin menghadap Kaisar Ceng Tek dan berakhir dengan tertawannya Thaikam Liu Cin. Juga bahwa pasukan yang dipimpin oleh adik Thaikam Liu Cin, yaitu Panglima Liu Kui, telah dilucuti oleh pasukan besar yang dipimpin para Panglima yang menentang kekuasaan Thaikam Liu Cin.
1457
Sementara itu, Sin Cu dan Ciang Lan (Ouw Yang Lan) ditemani Siauw Ming memasuki Kotaraja. Mereka mencari rumah Kui-Ciangkun dan di rumah besar ini bertemu dengan para bangsawan yang dipimpin oleh Pangeran Ceng Sin. Mereka lalu mengadakan perundingan. “Besok kami akan pergi menghadap Kaisar,” kata Pangeran Ceng Sin kepada Sin Cu dan Ciang Lan. “Untuk itu kami telah mempersiapkan dukungan. Para pengawal Istana telah kami ganti dan pasukan para Panglima akan menghadapi pasukan pimpinan Panglima Liu Kui yang mendukung Liu Cin. Kelak kalau diperlukan sebagai saksi, Wong-Taihiap dan Ciang-Lihiap akan kami hadapkan Kaisar. Akan tetapi sekarang lebih baik kita membagi tugas. Ada tugas yang lebih penting bagi ji-wi, yaitu menyerbu ke sarang mata-mata Pek-Lian-Kauw, yaitu rumah hartawan Su Kian. Dia membuka toko rempa-rempa di sebelah timur Jembatan Rembulan. Besok pagi-pagi kita bergerak, kami ke Istana dan ji-wi, diantar oleh beberapa orang perajurit menyerbu rumah mata-mata Su Kian itu. Menurut laporan yang telah kami terima, wanita yang namanya Kim Niocu, puteri Ketua Umum Pek-Lian-Kauw yang memimpin persekutuan dengan Thaikam Liu Cin berada pula di sana. Siapa tahu, mungkin Nona Ouw Yang Hui yang ji-wi cari itu dibawa pula ke sana.”
1458
“Baik, Pangeran. Kami berdua akan menyerbu ke sana!” Kata Sin Cu dan Ciang Lan juga mengangguk. Hati gadis ini panas dan marah sekali kepada wanita yang namanya Kim Lian atau yang disebut Kim Niocu itu. Bukan saja karena wanita Pek-Lian-Kauw itu menculik adiknya, Ouw Yang Hui, akan tetapi terutama sekali setelah mendengar cerita Sin Cu betapa wanita itu hendak memaksa Sin Cu menjadi kekasihnya! la telah jatuh cinta kepada Sin Cu dan membayangkan perlakuan Kim Niocu kepada Sin Cu, hatinya panas oleh cemburu. Demikianlah, pada keesokan harinya, pagi-pagi sekali mereka semua berangkat melaksanakan tugas masing-masing. Sin Cu dan Ciang Lan, diiringkan selusin perajurit, berangkat ke rumah Su Kian yang di Kotaraja dikenal dengan sebutan Su Wangwe (Hartawan Su). Ketika Sin Cu mengetuk daun pintu gapura rumah besar yang masih tertutup itu, terdengar langkah orang dan pintu gapura terbuka dari dalam. Sin Cu dan Ciang Lan, diikuti selusin perajurit masuk halaman depan rumah yang luas itu. Lima orang laki-laki yang tampak galak segera menghadang di depan mereka. “Siapa kalian dan mau apa...?” Ciang Lan sudah melompat ke depan dan membentak,
1459
“Di mana orang yang namanya Su Kian? Kami mau bertemu dengan dia!” Lima orang itu mengerutkan alisnya. Mereka adalah jagoan-jagoan tukang pukul yang bertugas menjaga keamanan di situ. Tentu saja mereka marah dan munculnya selusin perajurit itupun tidak membuat mereka takut. Mereka maklum bahwa majikan mereka, Su Wangwe adalah seorang hartawan yang mempunyai hubungan baik sekali dengan para pembesar tinggi di Kotaraja. Bahkan menjadi sahabat dari Thaikam Liu Cin! Siapa berani mengganggunya? “Hei! Jangan kurang ajar kalian! Kalau ada kepentingan, tunggu di luar pintu gerbang, sebutkan nama dan keperluan, baru akan kami laporkan kepada Su Wangwe apakah beliau mau menerima kalian ataukah tidak. Hayo keluar! Keluar!” Kepala penjaga itu hendak mendorong kearah dada Ciang Lan secara kurang ajar sekali. Akan tetapi, Ciang Lan mengelak ke kiri lalu kaki kanannya mencuat ke depan dengan cepat sekali. “Bukk!!” Orang itu mengaduh, tubuhnya terpental dan terbanting ke belakang Empat orang temannya marah sekali. Mereka bergerak maju untuk menyerang. Akan tetapi Sin Cu dan Ciang Lan bergerak cepat, dengan beberapa tamparan dan tendangan saja empat orang tukang pukul itupun roboh dan tidak mampu bangkit lagi!
1460
Sin Cu dan Ciang Lan tidak memperdulikan mereka. Diikuti oleh selusin orang perajurit itu, mereka memasuki beranda rumah besar. Toko di sebelah rumah itu belum buka. Ketika mereka tiba di ruangan depan, daun pintu depan rumah itu terbuka lebar dan belasan orang berserabutan keluar, membawa golok atau pedang. Agaknya mereka telah melihat betapa lima orang penjaga di depan telah dirobohkan para pendatang itu, maka tanpa banyak cakap lagi mereka sudah menerjang dan menyerang Sin Cu, Ciang Lan dan seregu perajurit itu. Pertempuran terjadi di ruangan depan yang luas itu. Akan tetapi, kembali Sin Cu dan terutama Ciang Lan, mengamuk dan bagaikan dua ekor naga mereka menerjang dan belasan orang lawan itu menjadi kocar-kacir. Para perajurit juga menyerang dan dengan cepat perlawanan para anak buah Su Kian itu dapat dilumpuhkan. “Di mana Su Kian!” bentak Ciang Lan kepada seorang yang dirobohkannya. Ia mencengkeram lengan orang itu yang menyeringai kesakitan karena tangan yang berkulit lembut hangat itu seolah telah berubah menjadi jepitan baja. “Di... di ruangan sebelah kanan itu...” dia menuding. Ciang Lan menamparnya dan dia roboh pingsan. Gadis itu lalu meloncat ke arah ruangan yang ditunjuk tadi. Sin Cu juga menangkap seorang penjaga.
1461
“Hayo katakan di mana Kim Niocu?” Rumah itu terlalu besar sehingga kalau harus mencari sendiri, selain sukar juga memberi kesempatan kepada musuh untuk melarikan diri. Orang itupun tidak berani membantah. “Kim Niocu berada di ruangan belakang..., ampunkan saya...!” Sin Cu melompat dan meninggalkan orang itu setelah berkata kepada pimpinan regu agar menangkapi orang-orang itu. Dia berlari cepat memasuki rumah itu dan langsung menuju ke ruangan belakang. Begitu dia memasuki sebuah ruangan di belakang, tampak sinar Putih menyambar dan sebatang pedang sudah menusuknya dengan luncuran kilat dari kanan. Kiranya yang menyerangnya adalah Kim Niocu dan wanita itu menyerang dengan Pek-Liong-Kiam, pedangnya yang dirampas wanita itu ketika dia ditawan. Biarpun Sin Cu telah dapat menyingkirkan dendam kebencian dari lubuk hatinya sesuai dengan apa yang diajarkan gurunya, namun melihat Kim Nocu dia menjadi marah juga. Wanita yang kejam dan jahat sekali ini bukan hanya membuat dia marah benar. Akan tetapi terutama sekali karena Kim Niocu telah menculik Ouw Yang Hui, kekasih dan tunangannya. Menghadapi serangan yang dilakukan secara curang dan tiba-tiba itu, Sin Cu cepat mengelak dengan loncatan ke samping memasuki ruangan yang luas itu.
1462
“Kim Niocu, di mana Ouw Yang Hui? Cepat kau bebaskan ia!” bentak Sin Cu sambil memandang kepada wanita itu dengan sinar mata mencorong. “Heh-heh-hi-hik! Kau mencari gadis itu? la sudah mampus! Ya, ia sudah mampus. Akan tetapi di sini ada aku yang menggantikannya. Marilah engkau ikut dengan aku dan hidup bersenang-senang...!” Dengan marah Sin Cu lalu menerjang dan menyerang wanita itu dengan It-Yang-Ci! Kedua jari telunjuknya menotok-notok dan gerakan kedua jari tangan itu mengeluarkan bunyi mencicit mengerikan karena Sin Cu mengerahkan tenaga saktinya. Kim Niocu terkejut, la maklum akan kelihaian pemuda itu, maka cepat ia menghindar dan membalas dengan serangan pedangnya secara bertubi-tubi. Akan tetapi dengan langkah-langkah ajaib Chit-Seng Sin-Po tubuh Sin Cu bergerak ke sana-sini dan semua serangan pedang itu tak pernah dapat menyentuhnya, Karena sudah marah sekali, tiba tiba Sin Cu berlutut dengan kaki kirinya, tangan kiri menyentuh tanah, tangan kanan diangkat lurus ke atas dan tiba-tiba kedua tangan itu bergerak dari atas dan bawah mendorong dengan telapak tangan ke depan. Angin pukulan yang dahsyat sekali menyambar. Itulah ilmu Im-Yang Sin-Ciang yang sudah mencapai puncaknya. Tubuh Kim Niocu terdorong ke belakang dan ia terhuyung. Akan tetapi
1463
wanita ini memang lihai sekali. Biarpun ia merasa dadanya sesak dan terhuyung, ia masih dapat melontarkan pedang itu dengan sekuat tenaga ke arah Sin Cu. Pedang berubah menjadi sinar putih yang meluncur dengan cepatnya ke depan. Sin Cu mengelak dan pedang itu terus meluncur. “Cappp...!” Pedang itu menancap di dinding. Gagangnya bergoyang-goyang saking kuatnya senjata itu menancap sampai setengahnya di dinding. Sin Cu cepat melompat mendekati dinding dan menggunakan tangan kanan mencabut pedangnya. Pada saat dia sudah berhasil mencabut pedang, terdengar ledakan keras dan ruangan itu penuh asap hitam. Sin Cu cepat melompat keluar dari ruangan melalui pintu karena khawatir kalau-kalau asap itu beracun. Akan tetapi dia tidak melihat lagi bayangan Kim Niocu. Dia tidak perduli. Yang penting sekarang mencari Ouw Yang Hui. Sin Cu memasuki lorong dan ruangan dalam rumah itu. Di sebuah ruangan Sin Cu melihat Ciang Lan memimpin dua belas orang perajurit pengikut mereka sedang menangkapi orang-orang dan menggiring mereka setelah membelenggu mereka. “Engkau berhasil?” tanya Ciang Lan melihat Sin Cu memegang sebatang pedang berbentuk naga putih.
1464
“lblis betina itu dapat melarikan diri. Engkau melihat Ouw Yang Hui?” balas tanya Sin Cu. Ciang Lan menggeleng kepala “Akan tetapi día ini tentu dapat memberi keterangan!” la menuding kepada seorang tawanan, seorang yang bertubuh kurus dan bermulut lebar. “Siapa dia” tanya Sin Cu. “Dia inilah yang bernama Su Kian atau Su Wangwe, mata-mata Pek-Lian-Kauw itu.” Kata Ciang Lan dan gadis ini tiba tiba mencabut pedangnya dan menodongkan pedangnya ke leher Su Kian. Ujung pedang menempel pada kulit leher sehingga terasa pedih. “Hayo katakan di mana adanya Ouw Yang Hui ?” bentak Ciang Lan. Su Kian Ketakutan. Tadi dia sudah merasakan kelihaian gadis cantik itu yang mengamuk dan merobohkan dia dan para pembantunya. Dia sendiri sudah dihajar babak belur oleh gadis itu dan dia tahu bahwa gadis itu bukan sekedar membentak ketika pedangnya itu menodong lehernya. “Saya... saya tidak mengenal nama itu...!” katanya. Sin Cu menghardiknya.
1465
“Katakan, dimana para gadis yang ditawan Kim Niocu itu ?” “Mereka... mereka telah dibawa ke gedung Thaikam Liu Cin.” Ciang Lan menekan pedangnya. “Engkau tidak bohong?” “Tidak, tidak! Saya tidak berani bohong. Begitu tiba di sini, gadis-gadis itu dibawa kepada Thaikam Liu Cin untuk dibagi-bagikan kepada para pembesar.” Sin Cu lalu berkata kepada pemimpin regu. “Bawa semua tangkapan ini dan serahkan kepada Kui-Ciangkun. Kami berdua akan pergi! Hayo, Lan-moi, kita cari Hui-moi!” Sin Cu mengajak Ciang Lan berlari keluar untuk pergi ke gedung Thaikam Liu Cin karena dia yakin bahwa Ouw Yang Hui tentu berada di sana. Ketika dua orang muda itu berlari-lari mereka melihat bahwa agaknya telah terjadi sesuatu yang menggemparkan. Mereka melihat penduduk bergegas pula dan tampak tegang dan ketakutan. Sin Cu dapat menduga bahwa hal ini tentu ada hubungannya, dengan gerakan para bangsawan yang dipimpin oleh Pangeran Ceng Sin. Dia tidak memperdulikan dan mengajak Ciang Lan untuk berlari cepat menuju gedung Thaikam Liu Cin.
1466
Setelah dekat dengan gedung itu, tiba-tiba Sin Cu melihat tiga orang yang segera dikenalnya dengan baik karena mereka itu bukan lain adalah Hui Sian Hwesio ketua Siauw-Lim-Pai, Ceng Su Cinjin ketua Bu-Tong-Pai dan Lui Kai It wakil ketua Kong-Thong-Pai! Sin Cu berhenti, menghadapi mereka dan segera memberi hormat, diturut oleh Ciang Lan. “Sam-wi Lo-Cianpwe (tiga orang tua perkasa) berada di sini?” “Omitohud...! Kiranya engkau, Wong Sin Cu! Kami bertiga sudah berhasil menangkap orang yang melakukan pembunuhan-pembunuhan itu. Dia anak buah Pek-Lian-Kauw yang bersekutu dengan Thaikam Liu Cin. Kami akan melaporkannya kepada Kaisar!” kata hui Sian Hwesio. “Benar dugaanmu dulu, Wong Sin Cu. Yang membunuh murid Bu-Tong-Pai dan Kong-Thong-Pai adalah Hek Pek Moko! Kami akan mencarinya!” kata Cang Su Cinjin. “Benar! Kami harus membunuh Hek Pek Moko, iblis jahat itu” kata Lui Kai dengan marah. “Kalau begitu kebetulan sekali, sam-wi Lo-Cianpwe! Saya kira mereka itu berada di gedung Thaikam Liu Cin. Kami berdua
1467
sedang hendak pergi ke sana. Semua kaki tangan Liu Cin berada di sana!” “Omitohud..., kalau begitu kita kesana!” kata Hui Sian Hwesio. Bergegaslah lima orang itu menuju ke rumah gedung Thaikam Liu Cin. Ketika mereka tiba di depan gedung, ternyata Kui-Ciangkun telah mengatur gerakan yang cepat. Sudah ada pasukan yang menyerbu gedung dan sedang bertempur, melawan para pengawal penjaga gedung. “Kita menyerbu ke dalam!” kata Sin Cu dan lima orang itu segera menerjang masuk, merobohkan para pengawal yang berani menghadang. Setelah tiba di ruangan dalam, bertemulah mereka dengan para jagoan kaki tangan Thaikam Liu Cin. Mereka agaknya sudah siap untuk melarikan diri. Tentu saja mereka terkejut bukan main ketika tiba-tiba pintu depan ditendang jebol dan masuklah lima orang yang tidak mereka sangka-sangka itu. Mereka saling pandang dan kebetulan sekali jumlah para datuk yang menjadi jagoan Liu Cin juga berjumlah lima orang. Mereka adalah Tho-Te-Kong, Cu-Beng Kui-Bo, Hek Moko, Pek Moko, dan Ouw Yang Lee. Ouw Yang Lee marah sekali melihat Ciang Lan yang memegang pedang Lo-Thian-Kam.
1468
“Ouw Yang Lan! Apakah engkau hendak menjadi anak durhaka yang melawan Ayah kandung sendiri?” bentaknya. Ouw Yang Lan memandang dengan mata mencorong. “Ouw Yang Lee, aku adalah Ciang Lan dan aku tidak sudi mempunyai Ayah kandung seorang iblis keji macam engkau!” “Anak setan!” Ouw Yang Lee membentak dan dia sudah menyambar sebatang tongkat baja yang sudah dipersiapkan sebelumnya sebagai pengganti dayung baja yang biasa menjadi senjatanya yang ampuh. Dengan tongkat baja yang berat itu dia menyerang dengan pukulan maut ke arah kepala puteri Kandungnya. Ouw Yang Lan atau Ciang Lan sudah siap siaga. Dengan sigap ia mengelak dan membalas dengan serangan yang tidak kalah hebatnya. Ayah dan anak ini sudah saling serang mati-matian. Lui Kai It wakil ketua Kong-Thong-Pai ketika melihat Hek Moko yang mukanya hitam, bangkit kemarahannya karena dia tahu bahwa murid Kong-Thong-Pai terbunuh oleh telapak tangan hitam. “Kamu tentu iblis Hek Moko yang telah membunuh murid Kong-Thong-Pai!” bentaknya sambil menggerakkan pedangnya, langsung menyerang Hek Moko yang sudah menyambut dengan pedangnya.
1469
“Siancai! Engkau tentu Pek Moko yang telah membunuh murid Bu-Tong-Pai!” kata pula Cang Su Cinjin yang juga sudah mencabut pedangnya. “Engkaupun datang mengantar nyawa!” bentak Pek Moko yang sudah menyerang pula dengan pedangnya. Dua orang inipun sudah bertanding dengan seru. Sin Cu menghadapi Tho-Te-Kong. “Tho-Te-Kong, engkau orang tua renta yang tidak mencari jalan terang! Engkau bahkan membantu pembesar lalim untuk mengacaukan negara. Akulah lawanmu!” Kakek tinggi kurus yang rambut, kumis dan jenggotnya sudah putih semua itu tertawa. Sambil mengamangkan tongkat bambu kuning di tangan kanannya, dia berkata, “Orang muda, sekali ini aku tidak akan memberi ampun padamu!” Kakek yang sudah tua ini agaknya salah mengenal orang. Dia mengira bahwa Sin Cu adalah Tan Song Bu yang pernah melawannya ketika pemuda itu bersama Ouw Yang Lan, Ciang Sek dan Gu Tian melawan dia dan Ouw Yang Lee sehingga terpaksa dia dan Ouw Yang Lee melarikan diri. Dia dikalahkan karena dikeroyok. Sekarang berhadapan satu lawan satu, dia merasa yakin bahwa dia akan dapat mengalahkan dan
1470
merobohkan pemuda itu, Sama sekali dia tidak tahu bahwa yang dihadapinya adalah seorang pemuda lain. Sin Cu sendiri belum pernah bertemu dengan Tho-Te-Kong, akan tetapi dia sudah mendengar akan nama dan kelihaian Kakek ini. Maka tadi sengaja dia memilih Tho-Te-Kong untuk melawannya. Dia juga heran mendengar ucapan Kakek itu seolah Kakek itu pernah bertemu dengannya. Dia tidak memperdulikan ucapan itu lalu mencabut Pek-Liong-Kiam dan menghadapinya. “Haiiiitt...!” Tho-Te-Kong sudah membuka serangan. Tongkat Bambu Kuning yang tampaknya biasa saja dan tidak berbahaya itu merupakan senjata yang teramat ampuh di tangan Kakek ini. Ketika tongkat itu menyerang, terdengar suara bercuitan dan sinar kuning menyambar ke arah tubuh Sin Cu dan ujung tongkat itu seperti berubah menjadi tujuh dan menyerang ke arah tujuh jalan darah yang berbahaya dari tubuh depan pemuda itu! Sin Cu cepat memutar Pek-Liong-Kiam sehingga tampak sinar putih bergulung-gulung membentuk perisai yang menangkis atau menghalau tusukan bertubi-tubi itu. Segera mereka saling serang dengan seru. “Omitohud, bukankah yang berhadapan dengan Pinceng ini datuk wanita yang disebut Cui-Beng Kui-Bo? Kui-bo, sungguh memalukan kalau orang-orang tua seperti kita masih harus
1471
bertanding. Mengapa engkau tidak menyadari akan kesalahanmu, lalu bertaubat dan berjanji tidak akan mengulang kesalahanmu membantu pembesar lalim mengacau negara? Kalau engkau mau berjanji dan bertaubat, Pinceng tentu mau melepas engkau pergi.” Cui-Beng Kui-Bo tersenyum genit seperti kebiasaannya. “Hui Sian Hwesio, aku tahu siapa engkau dan aku tahu pula akan kesaktianmu. Aku mengerti bahwa aku tidak akan mampu mengalahkanmu. Akan tetapi untuk mengaku kalah sebelum bertanding, pantang bagiku. Kalau engkau mampu mengalahkan Siang-Kiam (Sepasang Pedang) ini, baru aku mengaku kalah dan akan bertaubat!” Wanita berusia enam puluh lima tahun yang masih cantik dan genit itu mencabut sepasang pedang dari punggungnya, memasang kuda-kuda dan menyilangkan pedangnya. “Omitohud, setua ini engkau masih menjaga keangkuhanmu, Kui-Bo!” “Sambutlah!” Cui-Beng Kui-Bo berseru dan ia sudah menerjang ke depan, menggerakkan sepasang pedangnya dan menyerang dengan dahsyat.
1472
Hui Sian Hwesio menggerakkan kedua lengannya dan ujung lengan bajunya yang panjang menyambar-nyambar, menjadi dua gulung sinar kuning dan membawa angin bersiutan kuat sekali. Hui Sian Hwesio ingin cepat-cepat menundukkan datuk wanita itu, sebaliknya Cui-Beng Kui-Bo yang maklum bahwa ia bukanlah lawan ketua Siauw-Lim-Pai, agaknya juga tidak ingin berlama-lama melakukan perlawanan. Maka, baru kurang lebih sepuluh jurus, sepasang pedangnya sudah terbelit kedua ujung lengan baju Hui Sian Hwesio dan begitu Kakek itu mengerahkan tenaga dalam untuk menarik dengan sentakan, sepasang pedang itu terlepas dari kedua tangan Cui-Beng Kui-Bo.! Hui Sian Hwesio mengambil sepasang pedang itu dan menyerahkannya kepada pemiliknya. “Omitohud, Kui-Bo. Engkau telah banyak mengalah!” Cui-Beng Kui-Bo menerima sepasang pedang itu, akan tetapi bukan disimpan melainkan dipatahkannya dengan kedua tangan, kemudian dibuangnya sepasang pedang yang telah patah itu. “Aku mengaku kalah dan akan meninggalkan dunia kang-ouw, Hui Sian Hwesio.” Setelah berkata demikian, nenek itu lalu melompat dan pergi dari gedung itu. Dengan mudah ia menerobos keluar, merobohkan siapa saja yang berani menghadangnya dan tak lama kemudian dia sudah jauh meninggalkan Kotaraja!
1473
“Omitohud, mudah-mudahan ia dapat menjadi orang yang kembali ke jalan benar dan berguna bagi manusia dan dunia,” kata Hui Sian Hwesio. Kakek ini lalu berdiri menonton mereka yang sedang bertanding. Biarpun dia tidak berusaha membantu namun dia waspada dan siap untuk melindungi pihaknya kalau sampai terancam bahaya. Ouw Yang Lee merasa penasaran dan marah sekali melihat kenyataan bahwa dia tidak mampu mendesak Ciang Lan. Ternyata tingkat kepandaian silat puterinya ini mampu menandinginya, bahkan kini gulungan sinar pedang gadis itu makin menekan dan mendesaknya sehingga dialah yang kini terancam. Ouw Yang Lee menjadi panik. Bukan saja dia tidak akan menang melawan puterinya sendiri, akan tetapi dia melihat betapa Cui-Beng Kui-Bo sudah melarikan diri dan kini Hui Sian Hwesio yang sakti itu berdiri menganggur. Kalau ketua Siauw-Lim-Pai itu turun tangan membantu Ouw Yang Lan, akan celakalah dia. Jalan satu-satunya untuk menyelamatkan diri hanyalah lari. Akan tetapi belum tentu dia akan dapat meloloskan diri. Dia teringat akan Ouw Yang Hui yang oleh Kim Niocu telah diserahkan kepadanya dan kini puterinya itu dia tahan dalam sebuah kamar. Dia mendapat akal. “Hyaaatttt...!” Dia melakukan Serangan yang dahsyat, pedangnya menyambar disusul pukulan tangan yang berubah merah karena
1474
dia telah mengerahkan ilmu Ang-Tok-Ciang (Tangan Beracun Merah). Maklum akan hebatnya serangan itu, Ciang Lan melompat mundur dan kesempatan itu di pergunakan oleh Ouw Yang Lee untuk lari ke sebelah dalam. “Keparat, hendak lari ke mana kau” bentak Ciang Lan dan diapun mengejar ke dalam. Akan tetapi Ouw Yang Lee tak tampak lagi. Selagi gadis itu mencari-cari, muncullah Ouw Yang Lee dari dalam sebuah kamar. Akan tetapi Ciang Lan tidak dapat menyerang dan ia berdiri tertegun melihat betapa Kakek itu dengan tangan kiri memegang lengan Ouw Yang Hui dan pedangnya menempel di leher adik tirinya itu. “Hui-moi...” Ciang Lan berseru, merasa tidak berdaya. la mengangkat pedangnya akan tetapi tidak berani mendekat. “Jangan bergerak atau aku akan menggorok lehernya lebih dulu!” bentak Ouw Yang Lee. “Manusia biadab! Iblis kejam” Ciang Lan memaki akan tetapi tidak berani bergerak. “Enci Lan, jangan begitu. Bagaimanapun juga, dia adalah Ayah kandung kita.” Kata Ouw Yang Hui dan ia menurut saja ketika didorong Ayahnya keluar dari ruangan itu dan meninggalkan
1475
gedung lewat lorong rahasia di belakang gedung. Ciang Lan hanya membanting-banting kaki, tidak berani bergerak mengejar karena ia tahu benar bahwa Ayahnya yang kejam seperti iblis itu bukan hanya menggertak kosong belaka. Mungkin saja iblis itu membunuh Ouw Yang Hui kalau ia mengejarnya, membunuh anak kandung sendiri. Sementara itu, pertempuran antara pasukan yang dikirim Kui-Ciangkun melawan para perajurit pengawal gedung sudah berhenti. Semua perajurit pengawal Liu Cin telah dikalahkan dan sisanya menyerah. Atas perintah Kui-Ciangkun. semua anggauta keluarga Thaikam Liu Cin juga ditawan. Pertandingan di ruangan dalam yang luas antara para pimpinan partai besar dan Sin Cu melawan para datuk masih berlangsung dengan seru. Hui Sian Hwesio yang sudah ditinggal lari lawannya, hanya menonton dan tidak membantu karena semua kawannya tidak tampak terdesak. Cang Su Cinjin ketua Bu-Tong-Pai yang bertanding dengan Pek Moko bahkan telah mendesak hebat lawannya. Ilmu pedang Bu-Tong-Pai memang indah dan tangguh sekali. Dalam hal permainan pedang, Pek Moko masih kalah jauh. Pek Moko berusaha untuk mengimbangi kekalahan ilmu pedang dengan pukulan maut Pek-Tong-Ciang. Tangan kirinya berubah putih seperti kapur ketika dia menggunakan ilmu pukulan maut itu.
1476
Akan tetapi, Ketua Bu-Tong-Pai itu menyambutnya dengan ilmu totok Tiam-Hiat-Hoat yang berbahaya sekali. Pek Moko mulai menjadi panik dan mulai melihat ke kanan-kiri untuk mencari jalan keluar melarikan diri. Namun tempat itu telah terkepung perajurit sehingga dia tidak melihat jalan keluar lagi. Apa pula lawannya yang lihai itu sudah mendesaknya terus, tidak memberi kesempatan kepadanya untuk meloloskan diri. Dalam keadaan terhimpit itu Pek Moko menjadi nekat. Pada saat pedangnya bertemu pedang lawan, dia mengerahkan seluruh tenaganya melalui pedang itü. Cang Su Cinjin merasakan adanya saluran tenaga dahsyat lawan. Maklumlah dia bahwa lawan hendak mengadu tenaga, maka diapun mengerahkan tenaga sinkang. Dua tenaga yang amat kuat bertemu melalui pedang sehingga kedua pedang itu seperti melekat. Pada saat itu, Pek Moko menggerakkan tangan kirinya yang berubah putih itu dari dekat pinggang, dengan tangan terbuka menghantam ke arah perut lawan. Akan tetapi Ketua Bu-Tong-Pai itu sudah siap siaga. Melihat gerakan tangan kiri lawan, cepat dia menotok dengan ilmu totok Tiam-Hiat-Hoat. Cepat sekali jari tangannya menotok siku kiri lawan sehingga lengan Pek Moko seketika lumpuh. Secepat kilat jari tangan kiri Cang Su Cinjin menotok lagi mengenai ulu hati dan Pek Moko mengeluarkan
1477
seruan lirih dan tubuhnya roboh terjengkang. Datuk ini tewas seketika! “Siancai...! Engkau mencari kematianmu sendiri, Pek Moko!” kata Ketua Bu-Tong-Pai itu. Cang Su Cinjin lalu mundur dan berdiri di sebelah Hui Sian Hwesio menonton perkelahian yang masih berlangsung antara Sin Cu melawan Tho-Te-Kong dan Lui Kai It melawan Hek Moko. Pertandingan antara Hek Moko melawan Wakil Ketua Kong-Thong-Pai itu berjalan seimbang. Seperti yang lain, Hek Moko juga mengeluarkan seluruh kemampuannya dan mengerahkan seluruh tenaganya, karena dia melihat bahwa tidak ada jalan keluar untuk melarikan diri baginya. Apa lagi dia melihat Pek Moko sudah tewas. Ouw Yang Lee dan Cui-Beng Kui-Bo juga tidak tampak berada di mana. Mungkin sekali kedua orang itu telah tertawan, pikirnya. Karena itu, Hek Moko mengamuk. Akan tetapi, lawannya amat lihai sehingga semua usahanya untuk menyerang seperti bertemu dinding baja yang kuat. Berulang kali pedang mereka bertemu dan masing-masing merasa betapa tangan yang memegang pedang tergetar hebat. Pada saat itu, Ciang Lan kembali ke ruangan itu. Hatinya masih dipenuhi kemarahan dan penyesalan melihat Ouw Yang Lee telah menawan Ouw Yang Hui dan menyanderanya sehingga dia dapat melarikan diri tanpa ia dapat berbuat apa-apa.
1478
Karena kemarahan ini, melihat Lui Kai It masih bertanding melawan Hek Moko dan berada dekat dengannya ketika ia memasuki ruangan itu, Ciang Lan segera menggerakkan pedangnya menyerang si muka hitam itu. “Haaaiiittt...!!” la membentak dan pedang Lo-Thian-Kam menyambar dahsyat ke arah leher Hek Moko. Hek Moko terkejut bukan main. Serangan itu benar-benar cepat dan berbahaya sekali. Dia menggerakkan pedangnya menangkis. “Tranggg...!” Bunga api berpijar dan Hek Moko terhuyung, dan pada saat itu, pedang Lui Kai It sudah menusuk lambungnya dari kanan. Hek Moko berteriak dan roboh terguling, lambungnya ditembusi pedang dan dia tewas seketika. Pertandingan antara Sin Cu yang melawan Tho-Te-Kong berlangsung seru dan sengit. Sejak tadi Hui Sian Hwesio dan Cang Su Cinjin menonton pertandingan antara pemuda dan datuk besar itu dan mereka berdua saling membicarakan dengan penuh rasa kagum. Diam-diam Hui Sian Hwesio sendiri harus mengakui dalam hati bahwa datuk besar itu berbahaya sekali. Dia sendiripun belum tentu dapat mengalahkan Tho-Te-Kong dengan mudah. Akan tetapl pemuda itu, mampu menandinginya dalam pertandingan yang ramai dan seimbang.
1479
“Hebat sekali pemuda itu,” kata Cang Su Cinjin. “Murid siapakah dia?” tanya Hui Sian Hwesio kepada Ketua Bu-Tong-Pai itu. “Omitohud, apakah engkau tidak dapat mengenal dasar ilmu pedangnya, Toyu?” Cang Su Cinjin mengamati penuh perhatian. Dia adalah seorang yang berpengetahuan luas. Sebentar saja dia sudah melihat dasar-dasar ilmu pedang Pek-Liong Kiam-Sut yang dimainkan Sin Cu. “Hemm, dasar-dasar gerakan kaki dan pedang itu mirip ilmu pedang Im-Yang Kiam-Sut dari partai Im-Yang-Pai. Akan tetapi tangan kirinya yang menyelingi serangan pedang dengan totokan-totokan jari telunjuk itu, bukankah itu It-Yang-Ci dari Siauw-Lim-Pai? Bagaimana mungkin kedua ilmu itu digabung menjadi satu. Apakah dia murid Im-Yang-Pai? Ataukah murid Siauw-Lim-Pai?” “Omitohud! Penglihatanmu tajam sekali dan pengetahuanmu tentang ilmu silat luas Cang Su Cinjin. Dugaanmu tadi memang tepat dan pinceng tahu, hanya ada satu orang saja di dunia ini yang ahli dalam dua macam ilmu itu dan hanya dia yang dapat menggabungkannya menjadi ilmu pedang yang lihai itu.” “Siapa dia, Lo-Suhu?”
1480
“Seorang sahabat pinceng. yang sudah hampir dua puluh tahun tidak pernah pinceng jumpai dan dia tidak ingat akan namanya sendiri dan kalau ditanya mengaku bernama Bu Beng Siauwjin!” “Siancai Bu Beng Siauwjin (Manusia Rendah Tak Bernama)? Benar-benar adakah tokoh aneh itu? Dan pemuda itu muridnya?” kata Ketua Bu-Tong-Pai dengan heran dan kagum, Perkelahian antara Tho-Tek-Kong melawan Wong Sin Cu memang hebat sekali. Pedang Pek-Liong-Kiam di tangan sin Cu berubah menjadi sinar putih bergulung gulung bagaikan seekor naga putih mengamuk di angkasa. Adapun tongkat bambu kuning di tangan Tho-Te-Kong juga berubah menjadi gulungan sinar kuning yang menyambar-nyambar. Kadang-kadang kedua gulungan sinar itu saling dorong, saling tekan, dan ada kalanya saling belit. Hanya tinggal dua orang ini yang bertanding karena semua pertandingan sudah selesai. Para perajurit juga ikut tertarik dan menonton pertandingan yang seru dan dahsyat ini. Pimpinan ketiga partai persilatan hanya menonton dan tidak membantu Sin Cu. Hal ini pertama adalah karena mereka melihat Sin Cu tidak dalam keadaan terdesak dan kedua karena bagi seorang gagah merupakan hal yang memalukan, untuk melakukan pengeroyokan, apa lagi dalam keadaan tidak terancam bahaya. Akan tetapi Ciang Lan tidak perduli akan semua aturan dan sopan
1481
santun ini. Hal itu sudah dibuktikannya tadi ketika ia begitu saja membantu Wakil Ketua Kong-Thong-Pai sehingga Hek Moko dapat dirobohkan dengan mudah. Kini, melihat betapa Sin Cu belum juga dapat mengalahkan laawannya, Ciang Lan tidak perduli biarpun ia maklum betapa lihainya Kakek yang bertanding melawan Sin Cu itu. Ia pernah melihat Kakek itu ketika Tho-Tek-Kong bersama Ouw Yang Lee menyerang Pek-In-San. “Cu-Ko, mari kita bunuh tua bangka keparat ini!” bentak Ciang Lan dan ia lalu menyerang dengan pedang Lo-Thian-Kam secara ganas sekali. Biarpun dibandingkan Tho-Te-Kong, tingkat kepandaian Ciang Lan masih kalah jauh, namun ilmu pedang Lo-Thian Kiam-Sut (Ilmu Pedang Pengacau Langit) yang dimainkan gadis itu merupakakan Kiam-Sut yang hebat. Tho-Te-Kong yang belum juga mampu mendesak Sin Cu dan keadaan keduanya masih seimbang, ketika mendapat penyerangan Ciang Lan, menjadi terkejut bukan main. Serangan gadis itu cukup. hebat dan mengubah keseimbangan itu. Dia mulai terdesak hebat ketika mengelak dari serangan pedang Ciang Lan. Dia berusaha untuk merobohkan gadis itu lebih dulu, hal yang dianggapnya tidak sukar mengingat bahwa tingkat kepandaian gadis itu belum cukup tinggi untuk mengimbanginya. Akan tetapi, agaknya pemuda itu mengerahkan seluruh kemampuannya untuk
1482
mencegah dia mencelakai gadis itu, begitu dia hendak mengirim serangan maut kepada Ciang Lan, Sin Cu sudah mendesaknya dengan serangan berbahaya sehingga terpaksa Tho-Te-Kong membatalkan serangan kepada Ciang Lan. Dengan demikian, terpaksa Tho-Te-Kong harus menghadapi semua serangan Ciang Lan tanpa dapat membalas. Sin Cu sama sekali tidak memberi kesempatan kepadanya untuk menyerang gadis itu. Seluruh perhatiannya harus dia curahkan untuk melayani semua desakan Sin Cu. Celakanya, penyerangan gadis itu makin lama semakin dahsyat dan berbahaya! Sin Cu sebagai seorang yang mengutamakan kegagahan, tentu saja tidak ingin dibantu dalam menandingi Tho-Te-Kong, akan tetapi dia mengenal siapa Ciang Lan dan bagaimana watak gadis yang keras hati itu. Kalau bantuan Ciang Lan ini dia tolak, hal itu tentu akan membuat gadis itu marah dan sama sekali tidak alasan menghalangi bantuannya, bahkan akan menjadi semakin nekat. Karena itu, Sin Cu diam saja dan dia malah memperhebat serangannya untuk menghalangi Kakek itu agar tidak dapat balas menyerang Ciang Lan. Tho-Te-Kong mulai bingung dan panik. Menghadapi ancaman maut yang membayang di depan matanya, Kakek yang usianya sudah tujuh puluh tahun lebih itu menjadi takut! Segala
1483
perbuatannya yang lalu, semua kejahatannya, membunuhi orang, memaksakan kehendaknya kepada orang lain, semua itu terbayang bagaikan kilat dan mendatangkan perasaan ngeri kepadanya. Biasanya, dia amat mengandalkan kekuatannya. Akan tetapi membayangkan betapa semua kekuatan sudah meninggalkannya, betapa dia tidak berdaya, tidak tahu apa yang akan menimpanya dan bayangan-bayangan mengerikan mengancamnya, Kakek itu menjadi panik dan takut. Perasaan takut ini tentu saja mempengaruhi perhatian dan kewaspadaanya, membuatnya lemah dan gerakannya menjadi ragu-ragu dan lambat. “Hyaattt...!” Pedang di tangan Ciang Lan menusuk. Kakek itu miringkan tubuh, akan tetapi pedang yang menusuk dada itu masih menyerempet pangkal lengan kanannya. Lengan baju dan kulit pangkal lengan itu robek. Rasa perih membuat Kakek itu terhuyung dan tendangan kaki kiri Sin Cu tepat menghantam lambungnya. Tubuh tinggi kurus itu terpelanting dan sebelum dia sempat menguasai dirinya, pedang di tangan Ciang Lan sudah menusuk dadanya. Tho-Te-Kong mengeluarkan teriakan dan dia tidak dapat bangkit lagi, tewas dan mandi darahnya sendiri. “Cu-Ko, Hui-moi dilarikan dan disandera Ouw Yang Lee, dilarikan keluar gedung!” kata Ciang Lan kepada Sin Cu. Pada saat itu,
1484
seorang laki-laki tua berusia hampir tujuh puluh tahun, bertubuh kurus jangkung dengan muka keriputan berlari masuk. Melihat Sin Cu dan Ciang Lan, dia berkata, “Aku melihat gadis yang disandera dan dilarikan itu keluar pintu gerbang selatan Kotaraja!” Orang itu bukan lain adalah Siauw Ming yang ditinggalkan di rumah Kui-Ciangkun. Karena Sin Cu menganggap Siauw Ming sudah tua dan dia bersama Ciang Lan akan menghadapi datuk-datuk yang sakti, maka dia minta agar Siauw Ming tinggal saja di gedung Kui-Ciangkun. Siauw Ming yang melihat semua orang pergi melaksanakan tugas, merasa tidak enak harus berdiam diri. Walaupun sudah tua, namun dia merasa dirinya masih kuat. Maka akhirnya dia tidak dapat bertahan duduk diam di rumah dan segera keluar. Dia melihat betapa penduduk Kotaraja panik dan banyak yang berlarian mengungsi. Dia mendengar tentang keributan di luar Istana dan tahu bahwa Pangeran Ceng Sin, Kui-Ciangkun dan para bangsawan itu sudah mulai bergerak. Ketika dia sedang berjalan-jalan melihat keadaan dan tiba di dekat pintu gerbang selatan, tiba-tiba dia melihat seorang Kakek tinggi besar gagah perkasa berusia hampir enam puluh tahun sedang mendorong dan memegangi lengan seorang gadis cantik. Kakek itu memegang sebatang pedang telanjang dan dari sikapnya jelas
1485
bahwa dia mengancam untuk membunuh gadis itu. Siauw Ming adalah seorang yang sejak menjadi buron dari Kotaraja, telah banyak berkelana dan biarpun dia belum pernah bertemu dengan Ouw Yang Lee, ketika melihat laki-laki tinggi besar itu dia teringat akan cerita Sin Cu dan Ciang Lan. Gadis itukah yang dicari kedua orang muda itu? Dan apakah Kakek gagah perkasa itu yang bernama Tung-Hai-Tok (Racun Laut Timur) Ouw Yang Lee, majikan Pulau Naga? Karena ingin tahu, dia lalu mengejar dan setelah dekat bertanya. “Nona, apakah engkau yang bernama Ouw Yang Hui?” Gadis itu memang Ouw Yang Hui. Ketika Ayahnya sendiri menjadikannya sebagai sandera, ia tidak melawan. la sudah pasrah dan ia tidak perduli lagi apa yang akan terjadi dengan dirinya. Ketika Ouw Yang Lee dengan menggunakan ia sebagai sandera membawanya lari keluar dari gedung Thaikam Liu Cin, ia menurut saja, bahkan ia sempat menegur Ouw Yang Lan, la hanya bertanya kepada Ayah kandungnya itu kemana ia akan dibawa dan Ouw Yang Lee mengatakan bahwa mereka akan kembali ke Pulau Naga. kini, tiba-tiba ada seorang laki-laki tua yang menegurnya. la menoleh dan melihat laki-laki itu, ia teringat kepada mereka yang dekat dengannya. Teringat kepada Sin Cu, teringat kepada Song Bu, dan
1486
kepada Ouw Yang Lan juga teringat kepada Ibunya dan Ayah tirinya. la percaya bahwa mungkin orang yang menegurnya ini mempunyai hubungan dengan seorang di antara mereka, maka iapun lalu menjawab, “Benar, paman. Aku Ouw Yang Hui, Sampaikan ucapanku selamat tinggal kepada mereka semua, aku kembali ke Pulau Naga...!” Ouw Yang Lee mengerutkan alisnya dan memutar tubuhnya dengan marah, memandang kepada Siauw Ming dan membentak, “Siapa engkau? Pergi atau kubunuh kau!” Tangan kirinya mendorong dan serangkum angin pukulan menyambar ke arah Siauw Ming. Biarpun jarak di antara mereka tidak kurang dari lima tombak jauhnya, namun angin pukulan itu masih menyambar keras. Siauw Ming maklum betapa hebatnya pukulan jarak jauh itu, maka diapun melempar tubuh ke belakang lalu bergulingan menjauh sehingga terhindar dari hantaman hawa pukulan dahsyat itu. Ketika Siauw Ming bangkit, Ouw Yang Lee dan Ouw Yang Hui telah keluar dari pintu gapura selatan. Siauw Ming tentu saja tidak berani mengejar, maklum bahwa kepandaiannya masih kalah jauh dibandingkan penyerangnya tadi. Maka dia lalu kembali ke tengah kota dan langsung pergi ke gedung Liu Cin karena dia tahu bahwa Sin Cu dan Ciang Lan
1487
menurut rencana akan menyerbu ke sana. Para perwira yang memimpin pasukan mengenalnya sebagai tamu Kui-Ciangkun, maka mereka tidak menghalanginya ketika, Siaw Ming masuk mencari Sin Cu dan Ciang Lan. Kebetulan sekali, ketika Siauw Ming memasuki ruangan dalam, semua pertempuran telah berhenti. Banyak lawan telah tewas, lainnya ditangkap dan pada saat Siauw Ming datang, dia mendengar teriakan Ciang Lan yang berkata kepada Sin Cu bahwa Ouw Yang Hui disandera dan dilarikan Ouw Yang Lee. Maka diapun cepat berkata kepada mereka. “Aku melihat gadis yang disandera dan dilarikan itu keluar pintu gerbang selatan Kotaraja!” Mendengar ucapan Siauw Ming ini, Sin Cu dan Ciang Lan melompat keluar gedung itu dan mempergunakan ilmu berlari cepat seperti terbang, mereka melakukan pengejaran ke pintu gerbang selatan. Siauw Ming juga melakukan pengejaran, akan tetapi ia tertinggal jauh walaupun dia juga mempergunakan ilmu berlari cepat. Setelah tiba di luar pintu gapura sebelah selatan, Sin Cu dan Ciang Lan berhenti berlari, bingung karena tidak tahu ke arah mana perginya orang yang mereka kejar. Terdapat dua jalur jalan raya dari luar pintu gerbang itu, yang satu lurus ke depan, yang lain ke arah kiri.
1488
“Kita berpencar di sini!” kata Sin Cu dan ia lalu mengambil jalan kiri yang Lebih kecil. Ciang Lan maklum apa yang dimaksudkan Sin Cu. Dengan berpencar mereka akan dapat mengejar melalui dua arah dan seorang di antara mereka tentu akan dapat mengejar Ouw Yang Lee. Maka iapun cepat berlari mengambil jalan yang besar lurus. Setelah melindungi Kaisar Ceng Tek dan membantu Pangeran Ceng Sin dan para bangsawan yang menentang Thaikam Liu Cin sehingga akhirnya Liu Cin dapat ditangkap dalam Istana, Song Bu teringat akan Ouw Yang Hui. Dia merasa yakin bahwa gadis itu tentu dibawa oleh Kim Niocu ke Kotaraja dan mungkin telah diserahkan kepada Liu Cin. Kalau demikian halnya, tentu Ouw Yang Hui terjatuh kembali ke dalam tangan Ouw Yang Lee yang jahat. Hatinya menjadi khawatir sekali dan setelah Kaisar berada dalam keadaan aman sedangkan para pengacau telah berhasil dilumpuhkan dan ditangkap, Song Bu mohon diri dari Kaisar untuk mencari dan menyelamatkan Ouw Yang Hui. Setelah mendapat ijin dari Kaisar, Song Bu berlari keluar dari Istana. Bagaikan dikejar setan Song Bu berlari secepatnya menuju gedung Liu Cin. Dia melihat pertempuran di luar Istana akan tetapi tidak memperdulikan, apa lagi melihat betapa pasukan yang pro Liu Cin tampak terdesak dan banyak yang roboh dan menyerah.
1489
Akan tetapi setelah dia tiba di situ pertempuran sudah selesai bahkan tiga orang pimpinan partai-partai persilatan besar telah pergi meninggalkan Kotaraja. Dia mendapat keterangan bahwa Hek Moko dan Pek Moko, juga Tho-Te-Kong, telah tewas dalam pertempuran, seluruh anggauta keluarga Liu Cin telah ditangkap. Akan tetapi dia mendengar juga bahwa Cui-Beng Kui-Bo telah melarikan diri, juga Ouw Yang Lee melarikan diri dengan menyandera Ouw Yang Hui! Mendengar keterangan ini, Song Bu tidak memperdulikan yang lain lagi dan cepat dia melakukan pengejaran sambil bertanya-tanya di sepanjang jalan dalam kota. Akhirnya dari keterangan-keterangan orang yang melihat, dia tahu bahwa Ouw Yang Hui dibawa Ayah kandungnya keluar dari Kotaraja melalui pintu gerbang sebelah selatan. Maka diapun cepat melakukan pengejaran keluar dari pintu gerbang itu. Hati Ouw Yang Lee merasa lega ketika dia sudah berhasil membawa Ouw Yang Hui keluar dari Kotaraja dan mereka kini sedang berjalan mendaki sebuah bukit di Sebelah selatan Kotaraja. Kini dia tidak lagi memegang lengan gadis itu dan sudah menyarungkan pedangnya. Sejak tadi Ouw Yang Hui berjalan di samping Ayahnya, tidak banyak bertanya atau bicara. Kedua kakinya terasa lelah sekali, akan tetapi dipaksanya kedua kakinya untuk melangkah. Setelah beberapa lamanya berjalan di jalan
1490
pendakian itu, Ouw Yang Hui merasa tidak kuat lagi menahan rasa lelahnya. Ia berhenti melangkah. “Kenapa berhenti? Hayo jalan terus perjalanan masih jauh” Kata Ouw Yang Lee. “Kakiku lelah sekali, Ayah. Aku tidak kuat lagi, aku harus beristirahat dulu.” Kata Ouw Yang Hui lirih. Ouw Yang Lee mengerutkan alisnya dan menoleh ke kanan-kiri. Di kanan-kiri jalan yang sunyi itu hanya hutan. “Mari jalan sedikit lagi sampai kita keluar dari hutan dan tiba di sebuah dusun. Nanti kucarikan kuda agar kita dapat melanjutkan perjalanan menunggang kuda, Hayo jalan lagi”. Ouw Yang Hui tetap mogok jalan “Ayah, kalau Ayah sudah tidak sayang lagi kepadaku, mengapa Ayah hendak memaksa aku pulang ke Pulau Naga? Aku benar-benar lelah sekali akan tetapi Ayah memaksaku berjalan terus. Itu berarti Ayah tidak sayang lagi kepadaku. Ayah, kalau memang Ayah membenci aku, bunuh saja aku, Ayah. Di sini tidak ada orang lain yang melihatnya atau yang menghalangimu.”
1491
“Jangan banyak cakap! Engkau anakku dan engkau harus menaati semua kehendakku. Hayo jalan!” Pada saat itu terdengar suara lantang. “Seekor binatang buas sekalipun tidak akan menyiksa anaknya sendiri, akan tetapi engkau seorang manusia berhati kejam bahkan ingin membunuh anak sendiri! Engkau benar-benar jahat sekali Ouw Yang Lee!” Ouw Yang Lee terkejut dan cepat memutar tubuhnya sambil mencabut pedangnya. Dia terbelalak dan semakin terkejut melihat orang yang menegurnya itu ternyata adalah Wong Sin Cu, pemuda yang dia tahu amat lihai dan yang pernah mengalahkannya itu. “Bocah lancang...! Aku berurusan dengan anakku sendiri..! Mau apa kau mencampuri? Tidak tahu malu!” bentak Ouw Yang Lee. Sin Cu memandang kepada Ouw Yang Hui yang berdiri di bawah sebatang pohon. Dia merasa heran sekali melihat wajah tunangannya yang lesu dan sedih itu. Aneh sekali. Mengapa Ouw Yang Hui tidak kelihatan girang melihat dia datang hendak menolongnya? Gadis itu bahkan mengerutkan alisnya dan menundukkan muka, sama sekali tidak melihatnya! Akan tetapi dalam keheranannya itu, Sin Cu merasa lega melihat kekasih atau tunangannya itu berada dalam keadaan selamat.
1492
“Ouw Yang Lee, engkau berurusan dengan anakmu sendiri atau dengan orang lain, kalau engkau melakukan kejahatan, terpaksa aku harus mencampuri dan menentangmu! Engkau menghambakan diri kepada pengkhianat Liu Cin, bersekutu dengan Pek-Lian-Kauw dan membunuh orang-orang yang tidak berdosa! Tentu saja aku menentangmu, di mana dan kapan saja!” “Jahanam, mampuslah!” Ouw Yang Lee tidak dapat menahan kemarahannya dan dia sudah menerjang dan menyerangkan pedangnya dengon dahsyat sekali. Akan tetapi Sin Cu sudah waspada sejak tadi, maklum bahwa datuk yang kejam ini juga dapat bertindak licik dan curang. Diserang secara tiba-tiba itu dia tidak menjadi gugup. Dia melompat ke belakang sambil mencabut Pek-Liong-Kiam. Ouw Yang lee menyerang lagi dengan sabetan pedang ke arah leher Sin Cu. Pemuda itu menangkis dari samping. “Cringgg...!” Dua batang pedang bertemu dan benturan tenaga sakti melalui pedang itu membuat Ouw Yang Lee terdorong ke belakang. Baru pertemuan tenaga sakti ini saja sudah menunjukkan bahwa pemuda itu lebih kuat. Akan tetapi kemarahan membuat Ouw Yang Lee menjadi nekat. Dia sudah mengalami pukulan batin dan kekecewaan yang besar sekali. Jatuhnya Thaikam Liu Cin meruntuhkan semua cita-cita dan harapannya.
1493
Keinginannya untuk menjadi seorang bangsawan yang berkedudukan tinggi hancur sudah. Kemudian dia masih mempunyai harapan dengan adanya puterinya, Ouw Yang Hui yang cantik, Bukankah Tan Song Bu pernah bercerita bahwa Kaisar sendiri juga tertarik dan kagum kepada puterinya itu? Siapa tahu, kelak dia akan dapat mengatur agar Ouw Yang Hui dapat ditarik ke dalam Istana. Kalau Kaisar tergila-gila kepada puterinya itu, bukan tidak mungkin impiannya untuk menjadi orang besar terkabul. Maka, dia lalu memaksa Ouw Yang Hui untuk ikut pulang ke Pulau Naga agar dia di sana dapat mengatur rencana dan siasat baru. Akan tetapi, kembali dia dihalangi oleh pemuda yang dibencinya itu! Maka, kekecewaan membuat dia marah sekali dan dia menyerang dengan nekat! Akan tetapi, pada waktu itu, tingkat kepandaian Sin Cu jauh lebih tinggi sehingga semua serangannya dapat dipatahkan dan balasan serangan Sin Cu beberapa kali membuat dia terhuyung ke belakang. “Cu-Ko, jangan bunuh dia..!” terdengar Ouw Yang Hui berseru, suaranya lemah dan mengandung isak. Mendengar ini, luluh hati Sin Cu dan dia sengaja memberi kelonggaran, tidak mendesak lagi dan berkata dengan nyaring.
1494
“Ouw Yang Lee, puterimu yang menyelamatkan nyawamu. Hayo pergi dan tinggalkan kami!” Ouw Yang Lee tentu saja merasa terhina sekali. Akan tetapi diapun bukan seorang bodoh. Kalau Ouw Yang Hui tidak mencegah, besar kemungkinan dia akan roboh dan tewas di tangan pemuda ini. Maka, diapun mengeluarkan teriakan panjang untuk melampiaskan kedongkolan hatinya dan dia melompat dan lenyap ke dalam hutan di sebelah kiri jalan. Sin Cu tidak mengejar lalu melompat menghampiri Ouw Yang Hui yang menangis tersedu-sedu sambil menutupi mukanya dengan kedua tangan. Sin Cu hendak merangkul dan menghibur kekasihnya, akan tetapi baru saja tangannya menyentuh pundak, Ouw Yang Hui sudah mundur melepaskan diri dan berkata sambil menangis, “... Jangan sentuh aku demi Tuhan... jangan... sentuh aku...!” Tentu saja Sin Cu merasa terkejut dan heran sekali. Dia memandang gadis yang masih menangis sambil menutupkan kedua tangan di depan wajahnya, terisak-isak dan pundaknya bergoyang-goyang. “Hui-moi, kenapakah, Hui-moi? Jangan takut dan jangan bersedih lagi. Ouw Yang Lee telah pergi dari sini, bahaya telah lewat, Hui-moi.” Kembali tangannya menyentuh pundak. Akan tetapi sentuhan jari tangan itu seolah-olah api yang membakar bagi Ouw Yang Hui. la mengelak mundur.
1495
“Jangan sentuh aku... ah, jangan sentuh...” “Akan tetapi kenapa, Hui-moi? Aku adalah tunanganmu, calon suamimu!” Mendengar ucapan ini, lemas kedua kaki Ouw Yang Hui dan ia menjatuhkan diri berlutut di atas tanah tanpa melepaskan kedua tangan dari depan mukanya dan tangisnya semakin menguguk. Melihat ini, Sin Cu menjadí semakin khawatir. Jelas bahwa kekasihnya itu berada dalam kedukaan yang hebat. “Hui-moi, katakanlah. Apa yang telah terjadi? Kenapa engkau bersikap seperti ini?” “Cu-Ko... jangan dekati aku... menjauhlah... aku...aku kotor tidak berharga untukmu...” Ouw Yang Hui berkata diantara isak tangisnya. Sin Cu terkejut, akan tetapi menjadi semakin bingung. “Hui-moi, katakanlah dengan sebenarnya, apa yang telah terjadi? Engkau akan tetap berharga untukku, apapun yang telah terjadi! Katakanlah, ada apa, Hui-moi?” Sin Cu hendak merangkul, akan tetapi ditahannya karena tadi Ouw Yang Hui selalu menghindar kalau hendak dirangkulnya. “Ingat, kita adalah calon suami isteri, tidak perlu merahasiakan sesuatu. Engkau adalah tunanganku, calon isteriku tercinta...”
1496
“Tidak...! Aku tidak mungkin dapat menjadi isterimu...” gadis itu tersedu. “Akan tetapi kenapa? Kenapa...?” Sin Cu mendesak. “Aku... aku sudah ternoda... aku... aku... bahkan sudah... hamil... Uu-Hu-Huuuhh...!” Ouw Yang Hui bangkit lalu melarikan diri ke dalam hutan yang berada di sisi jalan. Mendengar itu, Sin Cu terbelalak, wajahnya pucat dan sejenak dia seperti kehilangan semangat, hanya berdiri terbelalak memandang ke arah larinya Ouw Yang Hui, tidak dapat mengeluarkan suara dan tidak tahu harus berbuat apa, Pengakuan Ouw Yang Hui itu bagaikan halilintar menyambarnya, membuatnya terkejut, penasaran, marah, kecewa dan berbagai macam perasaan yang tidak baik lagi. Juga api cemburu mulai membakar hatinya. Setelah bayangan Ouw Yang Hui hilang ditelan pohon-pohon besar barulah Sin Cu bagaikan sadar dari mimpi. “Hui-moi... tunggu..!” Dia melompat dan mengejar. Tiba-tiba sesosok bayangan berkelebat dan tahu-tahu di depannya telah berdiri menghadang seorang pemuda yang bertubuh tinggi kokoh dan sikapnya gagah sekali. Sin Cu tidak mengenal siapa pemuda itu dan pada saat itu hatinya sedang tertekan dan sakit sekali mendengar pengakuan Ouw Yang Hui tadi. Masih terngiang dalam
1497
telinganya bahwa tunangannya, calon isterinya itu, telah ternoda dan bahkan sedang hamil! Bagaimana mungkin ini! Hatinya seperti dibakar dan pada saat itu kemarahan menguasai hatinya. Melihat ada orang menghadang di depannya, Sin Cu membentak. “Keparat! Siapa kau dan mau apa menghadangku? Minggir atau akan kuhajar kau!” Sin Cu yang biasanya berwatak tenang, lembut dan sabar itu kini dalam keadaan hatinya hancur dan sakit menjadi orang yang kasar dan galak! Pemuda gagah itu adalah Tan Song Bu Pemuda yang keras hati ini tadi melihat Ouw Yang Hui yang menangis dan melarikan diri dari pemuda ini. Hatinya sudah merasa curiga dan marah, menyangka bahwa pemuda ini tentu bukan seorang baik-baik sehingga Ouw Yang Hui melarikan diri sambil menangis. Maka dia yang memang sedang melakukan pengejaran dan pencarian terhadap Ouw Yang Hui yang kabarnya dilarikan oleh Ouw Yang Lee, menjadi marah mendengar ucapan Sin Cu yang nadanya keras itu. Karena menduga bahwa pemuda yang tadi mengejar Ouw Yang Hui ini tentu seorang jahat, maka watak Song Bu yang keras timbul dan dia marah sekali. “Engkaulah yang harus dihajar!” Bentaknya dan dia sudah menerjang sambil mengayun tangan kanan memukul ke arah kepala Sin Cu! Pukulannya mendatangkan angin yang kuat sehingga mengejutkan Sin Cu. Dia segera maklum bahwa
1498
lawannya ini ternyata seorang yang lihai, maka cepat Sin Cu mengangkat lengan kiri untuk menangkis. “Dukk...!” Dua lengan bertemu dan keduanya terdorong ke belakang beberapa langkah. Dua-duanya terkejut dan karena maklum bahwa lawan mereka bukan orang lemah, keduanya lalu mengerahkan tenaga dan saling serang dengan seru. Juga kemarahan makin memenuhi hati masing-masing. Beberapa kali lengan mereka beradu dan keduanya terpental. Setelah saling serang selama belasan jurus dan selalu lawannya mampu menggagalkan serangannya, Song Bu menjadi penasaran sekali. “Haiiiiittt...!” Dia berseru keras dan mengerahkan ilmu Ang-Tok-Ciang (Tangan Racun Merah) sehingga kedua telapak tangannya berubah merah dan dia lalu menyerang dengan dahsyat. Sin Cu terkejut dan cepat menggunakan Chit-Seng Sin-Po untuk mengelak. Dia mengenal telapak tangan merah itu. Pernah Ouw Yang Lee mempergunakan ilmu serupa ketika bertanding dengannya. kemarahan Sin Cu memuncak karena dia menganggap bahwa lawannya ini tentu mempunyai hubungan baik dengan Ouw Yang Lee. Atau jangan-jangan orang ini datang untuk membantu Ouw Yang Lee melawannya sehingga datuk itu akan dapat merebut
1499
Ouw Yang Hui kembali. Teringat akan ini Sin Cu menjadi marah sekali, dan khawatir kalau-kalau gadis itu kini terjatuh lagi ke tangan Ouw Yang Lee. Song Bu semakin penasaran ketika beberapa kali pukulan Ang-Tok-Ciang yang dipergunakan menyerang Sin Cu selalu gagal dan luput. Dia mengganti dengan Pek-Tong-Ciang (Tangan Racun Putih) yang ia pelajari dari Pek Moko, kemudian mengganti lagi dengan Hek-Tok-Ciang yang dia pelajari dari Hek Moko. Bagi Sin Cu, melihat perubahan warna pada telapak tangan lawannya itu, menambah keyakinan hatinya bahwa yang dilawannya adalah musuh besar yang ada hubungan dekat dengan Ouw Yang Lee dan Hek Pek Moko! Maka Sin Cu juga segera mengeluarkan ilmu silat tangan kosongnya yang ampuh, yaitu Im-Yang Sin-Ciang. Kini tiba giliran Song Bu yang mengerutkan alisnya dan kemarahannya semakin berkobar, Tentu saja dia mengenal ilmu silat Im-Yang Sin-Ciang yang pernah dia pelajari dari Im Yang Tojin, bahkan baru saja tadi pagi dia telah membunuh Im Yang Tojin di Istana. Walaupun Im-Yang Sin-Ciang yang dimainkan lawannya ini hebat bukan main, jauh lebih hebat daripada kalau dimainkan Im Yang Tojin sendiri, namun hatinya yakin bahwa pemuda ini tentulah orang dari persekutuan para datuk yang mengabdi kepada Liu Cin.
1500
“Bagus..! Kiranya engkau jahanam keparat yang harus dibasmi dari muka bumi ini!” bentak Song Bu setelah dia melompat ke belakang menghindarkan serangan Sin Cu dan dia mencabut Coat-Beng Tok-Kiam yang bersinar biru. Begitu dia menggerakkan pedang, lenyaplah bentuk pedangnya dan berubah menjadi gulungan sinar biru. Melihat ini, Sin Cu maklum bahwa pedang lawannya itu berbahaya sekali. Maka diapun melompat ke belakang dan mencabut Pek-Liong-Kiam. Dia menggerakkan pedangnya dan tampaklah sinar putih bergulung-gulung. Tanpa bicara, kedua orang muda ini sudah saling terjang kembali. Mereka kini saling serang dengan pedang, lebih seru daripada tadi. Akan tetapi Song Bu harus mengakui bahwa dia mulai terdesak oleh ilmu pedang yang luar biasa dari lawannya itu. Pada saat kedua orang muda itu bertanding mati-matian dengan usaha sungguh-sungguh untuk membunuh lawan, tiba muncul Ciang Lan dan Siauw Ming. Dua orang ini sama-sama melakukan pengejaran. Karena tadinya Ciang Lan mengejar melalui jalan yang salah dan setelah mengejar jauh tidak menemukan jejak, lalu ia kembali dan mengambil jalan ke dua yang dipergunakan Sin Cu, maka ia baru tiba di situ. Di tengah jalan ia bertemu dengan Siauw Ming maka dapat melakukan pengejaran bersama. Alangkah girang akan
1501
tetapi juga kaget hati Ciang Lan melihat Sin Cu sedang bertanding pedang mati-matian melawan Song Bu. “Eh, itu Kakak Tan Song Bu!” katanya kepada Siauw Ming dan ia cepat melompat dekat mereka yang sedang bertanding dan berseru dengan suara lantang. “Kak Wong Sin Cu...! Kak Tan Song Bu...! Hentikan perkelahian itu. Kalian berkelahi melawan orang sendiri, Hentikan!” Dengan beraninya Ciang Lan melompat ke tengah di antara mereka sehingga dua orang pemuda itu terkejut dan cepat menarik pedang masing dan melompat ke belakang, takut kalau-kalau sinar pedang mereka melukai gadis itu. Siauw Ming sudah menghampiri Song Bu dan memandang tajam dengan mata terbelalak. “Engkau... engkau tentu putera Panglima Tan Hok itu! Engkau tentu Tan Song Bu, Si Naga Hitam!” Song Bu memandang Kakek itu dan mengerutkan alisnya. Dia merasa heran. Semua terjadi begitu tiba-tiba dan tidak tersangka-sangka. Mengapa Ouw Yang Lan melerai perkelahiannya melawan pemuda itu? Dan sekarang Kakek ini! Apa maksudnya? “Siapa engkau?” tanyanya sambil memandang Kakek itu penuh selidik.
1502
“Tan Song Bu, kuminta kepadamu, bukalah bajumu dan perlihatkan rajah naga di dadamu agar aku menjadi yakin!” kata Siauw Ming dengan hati tegang. Song Bu masih meragu, akan tetapi Ciang Lan berkata kepadanya, “Bu-Ko, penuhilah permintaannya. Nanti engkau akan mengetahui segalanya!” Biarpun merasa heran, Song Bu melepas kancing bajunya dan memperlihatkan dadanya yang bidang. Tampaklah rajah gambar naga hitam di dadanya itu. Sin Cu memandang dengan mata terbelalak. Gambar rajah naga itu sama benar dengan gambar di dadanya, hanya bedanya kalau naga di dadanya berwarna putih, naga di dada pemuda itu berwarna hitam. Dia mengingat-ingat dan samar-samar terbayanglah dia akan peristiwa di atas perahu itu, ketika dia sebagai seorang anak yang masih kecil sekali bersama seorang anak laki-laki lain yang sudah tidak dia ingat lagi namanya, dirajah oleh seorang laki-laki yang menjadi tukang perahu. Jadi pemuda inikah anak laki-laki yang lain itu. “Benar, engkaulah anak itu! Ya Tuhan... terima kasih...! Terima kasih bahwa sebelum mati aku dapat bertemu dengan dua orang anak ini!” kata Siauw Ming sambil memegang tangan Sin Cu dengan tangan kanannya, lalu dibawanya Sin Cu mendekati Song Bu dan dia memegang tangan Song Bu dengan tangan kirinya.
1503
“Tan Song Bu, aku adalah Siauw Ming, tukang perahu yang dulu merajah dadamu,” Song Bu juga samar-samar teringat, lalu memandang Sin Cu. Mereka saling pandang dan Song Bu berkata. “Jadi engkau anak yang seperahu denganku itu? Dan engkau Paman yang dulu membela kami dari serangan orang jahat, kemudian engkau terlempar ke lautan?” “Nanti dulu!” kata Sin Cu. “Kita lanjutkan pembicaraan nanti saja. Yang penting sekarang harus mengejar Hui-moi!” Diingatkan begitu, Song Bu juga terkejut, demikian pula Ciang Lan. “Cu-Ko, apakah engkau sudah menemukannya?” “la tadi di sini!” kata Song Bu. “Mari kita kejar!” Tiga orang muda itu, Sin Cu, Song Bu, dan Ciang Lan seperti berlumba melompat ke dalam hutan melakukan pengejaran. Siauw Ming ikut mengejar, walaupun dia tertinggal jauh. Akan tetapi, biarpun telah mencari di seluruh hutan itu, mereka tidak menemukan Ouw Yang Hui. Bahkan tidak menemukan jejaknya. Sampai menjelang senja, barulah mereka bertiga bertemu di luar hutan dalam keadaan lelah dan gelisah. Siauw Ming juga tampak lelah sekali. Mereka duduk di atas batu-batu di tepi jalan dan mengusap keringat yang membasahi leher dan muka.
1504
“Cu-Ko, sekarang ceritakan bagaimana engkau tadi bertemu dengan Hui-moi,” kata Ciang Lan sambil memandang wajah Sin Cu yang agak pucat dan matanya tampak lesu dan wajah yang muram penuh kedukaan, “Ya, engkau harus menceritakan pula mengapa tadi aku melihat Hui-moi menangis sedih dan melarikan diri darimu, Sin Cu!” kata Song Bu dengan suara yang masih agak kaku karena kecurigaannya terhadap Sin Cu masih belum hilang sama sekali. Setidaknya dia menganggap bahwa agaknya Ouw Yang Hui berduka dan menangis karena ulah Sin Cu. Sin Cu menghela napas panjang. “Maafkan aku, Song Bu. Karena tidak tahu urusannya, mungkin engkau menjadi salah paham. Akupun tadi salah paham kepadamu, apalagi melihat engkau mengeluarkan ilmu-ilmu yang kukenal sebagai ilmu Ouw Yang Lee, Hek Moko dan Pek Moko.” “Aku juga melihat engkau menggunakan ilnu yang sama dengan ilmu Im Yang Tojin yang pagi tadi kutewaskan ketika dia membantu Liu Cin membuat kacau di Istana,” kata Song Bu. Kembali Sin Cu menghela napas panjang.
1505
“Agaknya terpaksa aku harus menceritakan segala yang terjadi dengan sejujurnya untuk menghilangkan kesalah-pahaman ini.” Dia menoleh kepada Siauw Ming dan berkata dengan lembut. “Paman Siauw Ming, kuharap Paman suka memaafkan kami bertiga. Paman yang sudah demikian besar jasanya kepada kami bertiga, terutama kepada Sog Bu dan aku, terpaksa sekarang kuminta dengan hormat untuk menjauh sebentar karena kami akan membicarakan hal yang merupakan rahasia kami bertiga. Sekali lagi maafkan aku, Paman Siauw Ming.” Karena ucapan Sin Cu itu dilakukan dengan nada suara penuh permintaan maaf, maka Siauw Ming tidak merasa tersinggung. Dia adalah seorang tua yang berpengetahuan luas. Dia mengangguk dan berkata, “Aku mengerti, Sin Cu. Semua orang memang mempunyai rahasia pribadi yang tidak ingin didengar orang lain. Bicaralah kalian bertiga, aku akan beristirahat di bawah pohon besar di sana itu.” Dia lalu bangkit dan berjalan pergi ke sebuah pohon besar yang tampak dari situ akan tetapi jaraknya cukup jauh sehingga suara mereka bertiga tidak,akan dapat didengar dari sana. “Cu-Ko, rahasia apakah yang akan kau bicarakan sehingga engkau terpaksa minta agar Paman Siauw Ming pergi?”
1506
“Bukan rahasia kita, Lan-moi, melainkan rahasia Hui-moi. Karena aku tahu bahwa engkau adalah enci dari Hui-moi dan Song Bu ini adalah suhengnya, maka aku akan membuka rahasia ini kepada kalian agar kalian mengetahui duduknya perkara. Ketika tadi engkau dan aku berpencar untuk melakukan pengejaran terhadap Ouw Yang Lee yang menyandera dan melarikan Hui-moi, aku berhasil menyusul mereka dan segera terjadi perkelahian antara aku dan Ouw Yang Lee. Aku berhasil mendesak Ouw Yang Lee akan tetapi Hui-moi berseru kepadaku agar aku tidak membunuh Ouw Yang Lee. Terpaksa aku melepaskannya dan membiarkannya pergi. “Hemm, adik Ouw Yang Hui terlalu baik dan lemah. Tadipun ia menegur aku ketika aku memaki Ouw Yang Lee!” kata Ciang Lan. “Teruskan ceritamu, Sin Cu!” kata Song Bu. “Setelah Ouw Yang Lee melarikan diri, aku menghampiri Hui-moi. Kalian tahu bahwa aku dan Hui-moi, kami telah bertunangan, kami dijodohkan oleh Paman Gan Hok San dan bibi Sim Kui Hwa...” Song Bu diam saja, agak cemberut. Dia sudah tahu akan hal itu. Akan tetapi Ouw Yang Lan baru mendengarnya sekarang dan gadis itu memandang Sin Cu dengan mata terbelalak dan mukanya menjadi agak pucat. Hatinya terpukul dan ia merasa jantungnya
1507
seperti ditusuk. la mati-matian jatuh cinta kepada Sin Cu dan sekarang pemuda itu mengaku telah bertunangan. Tunangannya malah Ouw Yang Hui adiknya sendiri! “Ahh...!” Ia berseru, “Kau... kau... bertunangan dengan adik Ouw Yang Hui...! kenapa... kenapa dulu engkau tidak menceritakan hal ini...?” Sin Cu memandang wajah Ciang Lan dan dia menghela napas panjang. Dia memaklumi perasaan gadis itu. Dia tahu benar bahwa Ciang Lan atau Ouw Yang Lan ini jatuh cinta kepadanya. Karena itulah dia dahulu tidak menceritakan tentang pertunangannya, tidak ingin dia membuat gadis itu kecewa. “Memang aku belum menceritakannya kepadamu, Lan-moi.” “Sin Cu, teruskan ceritamu!” kata pula Song Bu. “Ketika aku menghampiri Hui-moi yang menangis dan hendak menyentuh pundaknya dan menghiburnya, ia menjauhkan diri dan menangis semakin keras. Ketika aku bertanya dan mendesaknya, akhirnya ia mengaku bahwa Ia... ia... telah ternoda dan...!” “Jahanam busuk Iblis laknat! Siapa laki-laki yang telah memperkosa adikku Ouw Yang Hui? Akan aku hancurkan kepalanya akan kurobek dadanya!” Ouw Yang Lan atau Ciang Lan melompat berdiri dan wajahnya menjadi merah, kedua tangannya
1508
dikepal dan ia tampak marah sekali, Sin Cu menundukkan mukanya dengan sedih. “Aku tidak tahu, ia tidak memberitahuku Lan-moi. la hanya bilang bahwa ia tidak mungkin lagi menjadi isteriku karena ia telah ternoda... dan... dan telah hamil...!” “Hamil...!?! Jahanam keparat! Mana laki-laki iblis itu?” Song Bu berkata, suaranya dalam dan keras. “Hui-moi tidak diperkosa, Lan-moi. Yang menodainya adalah Bhong Lam, putera Ketua Cabang Pek-Lian-Kauw. la menceritakannya kepadaku, akan tetapi ia tidak bilang bahwa ia telah hamil. Sekarang, jahanam Bhong Lam itu telah mati terbunuh orang-orang Pek-Lian-Kauw sendiri karena dia telah mengkhianati mereka. Dan sekarang yang bertanggung jawab adalah Wong Sin Cu ini! Wong Sin Cu, engkau harus mengawini Hui-moi, kalau engkau tidak mau bertanggung jawab, demi Tuhan, aku akan menantangmu mengadu nyawa! Aku harus membela Kehormatan Hui-moi!” Sin Cu mengerutkan alisnya dan menentang pandang mata Song Bu. Dua orang pemuda itu saling pandang dengan alis berkerut.
1509
“Tan Song Bu, urusan pernikahanku dengan Hui-moi adalah urusan kami berdua. Engkau tidak ada hak untuk mencampurinya! Bagaimana engkau berani hendak memaksaku dalam hal ini? Dan apa maksudmu bahwa aku harus bertanggung jawab? Engkau sendiri tadi menceritakan bahwa yang menodainya adalah Bhong Lam yang sekarang sudah mati, bagaimana engkau bisa bilang bahwa aku yang harus bertanggang jawab?” Dengan penasaran Sin Cu bangkit berdiri dan Song Bu juga bangkit berdiri. Keduanya sudah berdiri dan bagaikan dua ekor ayam jantan yang siap untuk bertanding. Melihat ini, Ouw Yang Lan juga bangkit berdiri, siap untuk melerai. “Bu-Ko, kurasa engkau kurang adil kalau hendak memaksa Cu-Ko mempertanggungjawabkan perbuatan yang tidak dia lakukan melainkan dilakukan orang lain” Cing Lan berkata. la membela Sin Cu karena demi sebuah keadilan, juga karena muncul harapun dalam hatinya bahwa melihat keadaan Ouw Yang Hui, akhirnya Sin Cu akan berpaling ke padanya. Song Bu memandang kepada Ouw Yang Lan, lalu kepada Sin Cu kembali dan dia berkata, “Aku bukan orang sesat yang suka memaksakan kehendakku sendiri dengan tidak adil. Sikapku ini memiliki dasar dan alasan yang kuat. Agaknya Hui-moi belum menceritakan hal ini kepada Sin Cu. Nah, dengarlah. Hui-moi tidak diperkosa oleh Bhong Lam.
1510
la menyerahkan diri memenuhi janjinya. Ketika itu Hui-moi melihat Wong Sin Cu ini tertawan oleh Kim Niocu dan disiksa. Hui-moi tidak tahan melihat penyiksaan itu dan Bhong Lam mempergunakan kesempatan itu untuk membujuk Hui-moi. Dia mau menolong dan membebaskan Sin Cu kalau Hui-moi berjanji mau menjadi isterinya. Hui-moi tak berdaya dan dia memberikan janjinya. Nah, dia menyerahkan diri kepada Bhong Lam. Ini menghancurkan kebahagiaan hidupnya, Ia mengorbankan kehormatannya untuk membela Sin Cu. Untuk membebaskannya dari siksaan dan kematian. Sekarang katakanlah, apakah aku tidak adil kalau aku memaksa Sin Cu untuk bertanggung jawab untuk mengawini Hui-moi, untuk membersihkan ia daripada aib, malu dan kehinaan?” Sebelum Song Bu mengakhiri ceritanya, Sin Cu sudah tidak kuat menahan air matanya yang bercucuran. Dia menutupi mukanya dengan kedua tangan, menahan sedu sedannya. “...Hui moi... ah Hui moi... aku... aku yang bersalah...!” Song Bu mengerutkan alisnya. “Sudah, tak perlu menangis seperti anak kecil! Yang penting sekarang, maukah engkau bertanggung jawab dan mengawini Hui-moi, atau aku harus memaksamu dan kita mengadu nyawa di sini?” Sin Cu mengusap air matanya dan menekan perasaannya. Dia memandang Song Bu dengan mata merah,
1511
“Song Bu, terima kasih bahwa engkau menceritakan semua ini kepadaku. Aku akan tetap menikah dengan Hu-moi. Tidak perlu engkau menaksaku! Aku pasti akan mengawininya, aku pasti akan bertanggung jawab. Aku akan membela dan melindungi Hui-moi sampai aku mati!” “Ah... kasihan sekali Hui-moi...!” Ciang Lan mengeluh, lalu memandang ke dua pemuda itu dan menegur. “Kalian ini omongannya saja hendak membela Hui-moi sampai mati, akan tetapi yang kalian lakukan hanya omong kosong dan ribut-ribut di sini sedangkan Hui-moi dibawa pergi orang entah ke mana kalian tidak perduli” Dua orang pemuda itu terkejut mendengar teguran Ciang Lan. Gadis itu tidak memperdulikan mereka lagi dan pergi menghampiri Siauw Ming yang masih duduk di bawah pohon, Sin Cu dan Song Bu saling pandang lalu mengikuti gadis itu. Setelah berhadapan dengan Siauw Ming Ciang Lan berkata, “Paman Siauw Ming, adikku dilarikan orang. Dapatkan Paman membantu memikirkan, ke mana kiranya ia dibawa pergi?” “Tadi aku belum sempat memberitahu kalian saking girangnya hatiku bertemu dengan Tan Song Bu,” kata Siauw Ming. “Sebelum
1512
aku bertemu denganmu tadi, nona, aku melihat bayangan orang tinggi besar menyelinap di antara pohon-pohon. Tidak salah lagi, orang itu adalah Tung-Hai-Tok Ouw Yang Lee.” “Ah, kalau begitu tidak salah lagi. Selagi Cu-Ko dan Bu-Ko bertanding dan Hui moi melarikan diri, tentu Ouw Yang Lee telah menemukannya dan membawanya lari, Cu-Ko dan Bu-Ko, ini gara-gara kalian ribut dan berkelahi sendiri sehingga Hui-moi kembali tertawan oleh Ouw Yang Lee. Ke mana sekarang kita harus mencarinya!” Ciang Lan tampak marah dan cemberut memandang kedua orang pemuda itu. “Nona, kalau benar Tung-Hai-Tok yang melarikan gadis itu, kurasa dia akan membawanya ke Pulau Naga. Dia tentu merasa tidak aman lagi berada di daerah ini setelah gagal membantu Thaikam Liu Cin. Tempat yang paling aman baginya adalah Pulau Naga, maka aku berpendapat bahwa dia tentu melarikan diri ke Pulau Naga.” “Tepat sekali!” tiba-tiba Song Bu berseru. “Kita kejar ke Pulau Naga! Akan tetapi... pelayaran kesana sungguh tidak mudah, bahkan sulit sekali untuk dapat menemukan pulau itu!”
1513
“Aku dapat mengantar kalian sampai ke Pulau Naga,” kata Siauw Ming. “Bagus, mari kita cepat mengejar ke sana!” kata Ciang Lan. Empat orang itu segera berangkat melakukan pengejaran. Perahu yang cukup besar itu meluncur dengan cepat di atas air lautan, menerjang ombak. Layar terkembang dan perahu itu di kemudikan oleh tangan trampil Siauw Ming. Cang Lan, Sin Cu, dan Song Bu duduk dekat Kakek itu. Setelah berada di atas lautan yang amat luas, tiga orang ini merasa diri mereka tidak berdaya sama sekali. Mereka merasa kecil dan lemah, dan merasa keselamatan mereka berada di tangan Kakek Siauw Ming! Di darat, mereka dapat mengandalkan kepandaian mereka untuk melindungi diri sendiri, menentang segala bahaya yang mengancam diri mereka. Akan tetapi, terombang-ambing di atas lautan luas itu, mereka merasa seperti anak kecil yang tidak berdaya. Ngeri mereka membayangkan perahu itu tenggelam. Apalagi terkadang mereka melihat ikan-ikan besar meluncur dalam air. Mereka akan menjadi makanan ikan tanpa mampu membela diri. Song Bu sejak tadi diam termenung. Dia teringat akan Ouw Yang Hui gadis yang dicintanya yang ternyata telah bertunangan dengan Sin Cu bahkan kini telah hamil dengan pria lain, Dia merasa nelangsa sekali dan duduk di
1514
atas perahu itu mengingatkan dia akan kenangan masa lalu ketika dia masih kecil dulu. Dia teringat akan Ayah Ibunya yang sudah sukar diingatnya bagaimana wajah mereka. Baru sekarang, dalam keadaan menganggur dan merasa tidak berdaya, dia ingat bahwa ketika itu Siauw Ming berada bersama dia dan orang tuanya. “Paman Siauw Ming...?” Siauw Ming menoleh kepadanya. “Ada apakah, Song Bu?” “Dulu ketika aku masih kecil, aku bersama Ayah dan Ibu, dan Sin Cu ini bersama Ayah Ibunya juga berlayar dan Paman ada bersama kami.” Song Bu memejamkan matanya, membayangkan semua peristiwa yang samar-samar teringat olehnya itu. “...lalu air laut mengamuk, gelombang besar... dan orang-orang jahat menyerang Ayah dan Ibu... ah, apa sebetulnya yang terjadi. Paman Siauw Ming? Ceritakanlah, dan tahukah Paman di mana sekarang Ayah Ibuku itu?” Sin Cu yang duduk dekat Song Bu mengulurkan tangannya dan memegang lengan pemuda itu. Dia merasa terharu mengenangkan peristiwa waktu kanak-kanak itu. Ketika itu, dia dan Song Bu boleh dibilang senasib sependeritaan, sehidup semati.
1515
“Song Bu, aku kasihan kepadamu. Nasib kita berdua sama buruknya, Song Bu.” Mendengar ini, Song Bu mengerutkan alisnya, hatinya merasa tidak enak. Dia memandang kepada Siauw Ming dan bertanya, “Paman Siauw Ming, ceritakanlah tentang orang tuaku, aku mohon padamu.” Siauw Ming menghela napas panjang. “Hemm, aku memang belum menceritakan kepadamu, Song Bu. Kepada Sin Cu aku sudah bercerita. Baiklah, kesempatan ini akan kupergunakan untuk menceritakan semuanya.” “Dahulu aku adaah seorang Guru silat yang tinggal di Kotaraja. Pada suatu hari terpaksa membunuh seorang pembesar yang kejam dan sewenang-wenang sehingga aku menjadi buronan dan melarikan diri. Selama dua tahun aku hidup sebagai tukang perahu di lautan sehingga tidak tertangkap oleh pasukan yang mencariku. Pada suatu hari, perahuku disewa dua pasang suami isteri. Mereka juga merupakan pelarian dari Kotaraja, orang-orang yang dikejar-kejar kaki tangan Thaikam Liu Cin. Mereka itu masing-masing membawa seorang anak laki-laki berusia tiga tahun, yaitu engkau, Song Bu, dan Sin Cu. Ayahmu bernama Tan Hok, seorang bekas perwira dan Ayah Sin Cu bernama Wong Cin, seorang bekas jaksa.
1516
Mereka berdua bentrok dengan Liu Cin dan, dituduh memberontak dan dikejar-kejar.” “Hemm! Lagi-lagi si jahanam Liu Cin! Aku girang sekali telah dapat membantu Kaisar untuk menjatuhkannya!” kata Song Bu. “Karena nasib kami sama, kami menjadi akrab dan dalam kesempatan itu aku merajah gambar naga hitam di dadamu dan naga putih di dada Sin Cu. Kemudian badai datang mengamuk. Perahu kita terobang, ambing dipermainkan gelombang, membentur karang dan pecah. Kukira kalian semua telah tewas. Akan tetapi ketika aku berhasil mendarat di pulau itu, aku melihat kawanan bajak menyerang orang tua kalian. Aku berhasil mengusir gerombolan penjahat, akan tetapi terlambat untuk menyelamatkan orang tua kalian berdua.” Siauw Ming berhenti dan menarik napas panjang. “Mereka... Ayah Ibuku... bagaimana dengan mereka, Paman?” Song Bu mendesak. “Mereka telah tewas, terbunuh dalam perkelahian itu.” Song Bu bangkit berdiri, mukanya pucat matanya mencorong, kedua tangannya dikepal.
1517
“Mati? Mereka, Ayah Ibuku, mati terbunuh bajak?!?” Sin Cu juga bangkit dan memegang kedua tangan Song Bu. “Tenanglah, Song Bu. Nasib kita sama. Ayah Ibuku juga terbunuh oleh para penjahat itu. Duduklah dan tenangkan hatimu. Bagaimanapun juga, orang tua kita mati sebagai orang-orang gagah yang tidak sudi menjadi antek Liu Cin.” Song Bu duduk kernbali, dia menggunakan punggung tangan kanannya yang masih dikepal untuk menghapus matanya yang basah. “Engkau benar, Sin Cu. Akan tetapi aku akan mencari bajak itu, aku akan membasmi mereka!” “Aku tahu siapa mereka. Dua orang pimpinan bajak itu adalah dua bersaudara yang berjuluk Hai-Coa-Ong (Raja Ular Laut), masing-masing disebut Toa Ong dan Siauw Ong. Kelak kalian dapat mencari mereka mungkin di Pantai Laut Timur.” “Lalu bagaimana dengan jenazah orang tuaku, Paman Siauw Ming?” tanya Song Bu yang sudah dapat menenangkan hatinya. “Aku mengubur jenazah dua pasang suami isteri itu di pulau itu. Pulau Ular, tak jauh dari Pulau Naga. Kemudian aku membawa kalian berdua pergi meninggalkan pulau naik perahu. Akan tetapi aku bertemu dengan para bajak. Aku terkena anak panah dan jatuh
1518
ke laut. Aku tidak tahu lagi apa yang terjadi dengan kalian sampai kini aku bertemu dengan kalian yang sudah menjadi pemuda-pemuda dewasa.” Song Bu memejamkan matanya, mengingat-ingat, lalu tiba-tiba dia membuka matanya dan terbelalak memandang kepada Sin Cu. “Sin Cu, engkau dibawa terbang burung besar! Ya, aku ingat sekarang... disambar burung besar dari perahu... digondol pergi!” Sin Cu mengangguk-angguk. “Engkau benar, Song Bu. Aku digondol seekor burung rajawali hitam dan nyaris aku menjadi mangsa burung itu dan anak-anaknya. Untung aku ditolong dan diselamatkan oleh Bu Beng Siauwjin yang kemudian merawat dan mendidikku. Dia nenjadi Guruku. Dan bagaimana dengan engkau, Song Bu?” “Aku terkatung-katung seorang diri di perahu itu, kebingungan, ketakutan dan kelaparan. Aku tidak ingat apa-apa lagi. Ketika sadar aku telah berada di dalam perahu...!” Dia memandang kepada Ciang Lan, lalu melanjutkan, “Dalam perahu Suhu Ouw Yang Lee. Dia menolongku dan mengambil aku sebagai muridnya. Ketika itu, Lan-moi ini baru berusia setahun dan Hui-moi baru beberapa bulan. Aku menjadi muridnya, bahkan diaku sebagai anak angkatnya. Aku dibawa ke Kotaraja, mengabdi kepada Liu
1519
Cin. Setelah melihat betapa jahatnya mereka, dan betapa jahatnya Guruku itu, aku lalu memberontak, bahkan menentangnya.” Song Bu menghela napas panjang. Kembali Ia memandang kepada Ciang Lan atau Ouw Yang Lan dan berkata lirih, nadanya sedih, “Aku memang seorang yang tidak mengenal budi kebaikan Suhu, aku seorang murid yang durhaka...” “Tidak, Bu-Ko, sama sekali tidak! Aku ini bahkan puteri kandungnya, namun aku tetap menentangnya! Dia itu orang jahat dan kejam, Bu-Ko. Dia ingin membunuh isteri-isteri dan anak-anaknya sendiri! Dia hanya mementingkan diri sendiri dan untuk memuaskan hatinya, dia tega untuk membunuh anak isterinya” Keadaan menjadi hening. Percakapan berhenti dan empat orang itu seperti tenggelam ke dalam lamunan masing-masing. Kemudian Sin Cu menghela napas panjang dan berkata, suaranya lembut. “Kalian berdua memang berada dalam keadaan yang sulit, Song Bu dan Lan-moi. Di satu pihak menghadapi Ayah dan Guru sendiri yang patut dihormati, akan tetapi di lain pihak menghadapi seorang jahat yang patut ditentang. Yang penting, kalian harap ingat bahwa kewajiban kita adalah menentang kejahatan, bukan membenci orangnya.”
1520
“Akan tetapi, Cu-Ko. Andaikata engkau menjadi aku, menghadapi Ayah sendiri yang begitu jahat, apa yang akan kau lakukan ? membantunya atau menentangnya?” tanya Ciang Lan. “Ya, apa yang akan kau lakukan seandainya Gurumu sendiri yang sejahat itu?” tanya pula Song Bu. Siauw Ming ikut mendengarkan dengan penuh perhatian. Ingin dia mendengar jawaban murid orang yang sakti dan bijaksana seperti Bu Beng Siauwjin. “Kalau aku yang menghadapi Ayah atau Guru seperti itu, aku akan menentangnya dan juga membantunya,” kata Sin Cu tenang. “Ihh! Jangan plin-plan, Cu-Ko. Pilih saja salah satu, menentang atau membantu...?” seru Ciang Lan memprotes. “Sin Cu, jawabanmu ini membingungkan. Bagaimana mungkin engkau menentang dan sekaligus membantunya?” tanya pula Song penasaran. “Sudah kukatakan tadi, yang harus ditentang adalah kejahatannya. Kalau dia melakukan kejahatan dan kita melihat itu, kita harus menentang dan mencegah dia melakukan kejahatan itu, sementara itu kita harus membantunya dengan jalan berusaha sekuat tenaga kita untuk menyadarkannya dari kesesatannya agar dia kembali ke jalan benar. Kita tidak boleh membencinya, apalagi
1521
kalau dia itu orang tua atau Guru sendiri. Andaikata kita membunuh Ayah kita yang jahat, bukankah kita ini lebih jahat daripada dia? Dia seorang penjahat, benar... akan tetapi kita ini siapa? Kita ini pembunuh sekaligus anak durhaka, jauh lebih jahat daripada dia yang kita bunuh!” Mendengar ucapan itu, Siauw Ming mengangguk-angguk dengan hati kagum. Sementara itu, Song Bu dan Ouw Yang Lan merasa terpukul hati mereka. Mereka menundukkan muka dan mengerutkan alis. Ucapan Sin Cu masih terngiang-ngiang di dalam telinga mereka. Mengenang kejahatan orang terhadap kita melahirkan kebencian dan dendam yang menjadi racun dalam batin kita yang kemudian mendorong ke arah perbuatan kejam. “Mengapa tidak menggunakan pikiran untuk hal yang lebih sehat, misalnya mengenangkan kebaikan orang kepada kita? Mengenang kebaikan seorang Ayah di waktu kita masih kecil, betapa dia memondong, memangku dan menimang-nimang kita dengan pelukan dan ciuman penuh kasih sayang, betapa dia menjaga, membela dan melindungi kita? Mengenang kebaikan seorang Guru yang dengan tekun dan tidak mengenal lelah mengajarkan ilmu-ilmunya kepada kita, agar kita menjadi seorang yang berguna dan menggunakan ilmu-ilmu yang kita pelajari dari
1522
dia untuk kelak melawan bahkan membunuhnya? Cobalah kalian renungkan.” Suasana semakin hening setelah Sin Cu berhenti bicara. Hanya terdengar air yang pecah diterjang ujung perahu dan angin yang mengibarkan layar. Terdengar isak perlahan. Ternyata Ouw Yang Lan yang terisak. la teringat akan semua kebaikan dan kecintaan Ayahnya kepadanya ketika masih kecil. Hatinya yang keras mencair menjadi air mata yang mengalir keluar dari kedua matanya. Song Bu sendiri termenung seperti patung. Dia teringat betapa Ouw Yang Lee telah menyelamatkannya ketika dia menggeletak pingsan terancam maut di atas perahu kecil. Terbayang ketika Ouw Yang Lee menggemblengnya dengan ilmu-ilmu, kemudian mengangkatnya sebagai puteranya. Melihat ini, Siauw Ming menghela napas panjang. Kembali terdengar suara Sin Cu, lirih dan lembut, namun meresap ke dalam hati para pendengarnya, terutama Ciang Lan dan Song Bu. “Kalau kita membenci Ayah dan Guru lalu membunuhnya, kita menjadi orang berdosa besar, menjadi alat setan yang selalu menyebar dosa dalam hati manusia. Sebaliknya, kalau kita berhasil menyadarkan Ayah atau Guru dari kesesatannya sehingga dia bertaubat dan kembali ke jalan benar, kita berjasa besar sekali bagi dia pribadi, bagi manusia, dan terutama bagi
1523
Tuhan karena kita telah menjadi alatNya yang baik dan bermanfaat. Tuhan Maha Pengampun dan Maha Kasih.” Kembali suasana menjadi hening. Song Bu dan Ciang Lan tidak mampu membantah lagi. Tiba-tiba Siauw Ming berseru. “Nah, itu dia Pulau Naga! Sudah tampak dari sini!” Tiga orang muda itu menoleh dan memandang. Benar saja, di sebelah selatan tampak sebuah pulau. Bentuknyą memanjang seperti seekor naga. Ciang Lan dan Song Bu memandang dan merasa terharu, apalagi Song Bu yang tinggal di pulau itu dari kecil sampai dewasa. Melihat pulau itu, bermacam kenangan muncul dalam ingatan kedua orang muda itu. “Nah, di balik sana itu, yang kecil panjang, adalah Pulau Ular,” kata Siauw Ming. “Sin Cu dan Song Bu, setelah urusan kalian di Pulau Naga selesai, aku akan mengantar kalian ke Pulau Ular untuk melihat kuburan orang tua kalian.” Perahu itu meluncur kencang menuju ke Pulau Naga dan setelah dekat, Song Bu memberi petunjuk kepada Siauw Ming di bagian mana harus mendarat. Dia sudah hafal benar akan keadaan pulau ini dan hanya ada satu tepi tempat pendaratan yang aman dari
1524
batu-batu karang dan ikan-ikan hiu. Pantai tempat pendaratan itu landai dan berpasir. Ketika mereka sudah mendarat dan Siauw Ming mengikatkan tali perahu kepada sebuah batu karang besar, terdengar suara gemuruh dan sekitar lima puluh orang laki-laki yang bersenjata golok dan pedang datang berlarian ke pantai itu. Song Bu dan Ciang Lan melompat ke depan, berdiri tegak menghadapi mereka dengan sikap garang. Mereka tertegun karena mereka masih mengenal Song Bu dan juga mengenal Ouw Yang Lan yang pernah datang berkunjung ke Pulau Naga kurang lebih setahun yang lalu. “Kalian tidak mengenal aku? Paman Thio Sam, mau apa kalian?” tegur Ouw Yang Lan. “Nona Ouw Yang Lan” terdengar Thio Sam dan beberapa orang lain berseru. “Dan apakah kalian juga tidak mengenal aku?” tanya pula Song Bu. “Ouw Yang Kongcu (Tuan muda Ouw Yang)!” seru mereka. Mereka menganggap pemuda itu sebagai putera Ouw Yang Lee seperti sudah diumumkan oleh majikan mereka itu. Pada saat itu, datang pula belasan orang, dipimpin oleh dua orang Kakek berusia hampir enam puluh tahun. Yang seorang bertubuh tinggi besar
1525
berkumis panjang dan yang seorang lagi bertubuh juga tinggi besar dengan muka hitam seperti arang. Belasan orang yang berdiri di belakang mereka rata-rata berwajah bengis dan mereka semua memegang sebatang golok. “Mereka berdua itulah Hai-Coa-Ong!” kata Siauw Ming. Mendengar ini, Song Bu melompat dan telah berhadapan dengan dua orang kepala bajak itu. Mereka dan anak buah mereka berada di Pulau Naga atas undangan Ouw Yang Lee yang minta bantuan mereka untuk memperkuat kedudukan di Pulau Naga kalau-kalau ada orang dari kota raja yang mengejarnya. Dengan muka merah dan mata mencorong Song Bu menudingkan telunjuk kirinya ke arah muka dua orang itu. “Kalian yang berjuluk Toa Ong dan Siauw Ong?” Siauw Ong yang bermuka hitam menyeringai. “Engkau sudah mengenal kami. Siapakah engkau?” “Delapan belas tahun yang lalu kalian di Pulau Ular membunuh dua pasang suami isteri yang tidak berdosa! Aku anak sepasang dari mereka. Bersiaplah kalian untuk menghadap arwah Ayah Ibuku dan minta ampun kepada mereka!” Toa Ong dan Siauw Ong saling pandang, kemudian Toa Ong yang berkumis panjang tertawa.
1526
“Ha-ha-ha, kalau begitu mari kuantar engkau menyusul orang tuamu!” Golok besar di tangan dua orang kepala bajak itu sudah menyambar dengan ganas ke arah leher dan pinggang Song Bu. Akan tetapi tingkat kepandaian dua orang kepala bajak itu masih jauh di bawah tingkat kepandaian Song Bu. Pemuda ini menyambut serangan yang baginya lambat dan lemah itu dengan gerakan kedua kakinya. Kedua kaki itu mencuat dengan cepat dan kuatnya, dengan tepat menendang ke arah tangan dua orang yang menyerang dengan golok. Dua orang itu berteriak kaget, golok mereka terlepas dari tangan dan sebelum mereka menyadari apa yang terjadi dua tangan Song Bu sudah mencengkeram punggung baju mereka. Tubuh mereka terangkat dan sekali pemuda itu mengerahkan tenaga kepala dua orang itu telah diadukan dengan amat kerasnya. “Prakk!” Dua tubuh itu terkulai dan Song Bu mendorongnya ke kanan kiri. Dua orang itu roboh dan tewas seketika. Belasan orang anak buah bajak menjadi marah dan menyerbu maju hendak mengeroyok Song Bu. Akan tetapi Ouw Yang Lan dan Sin Cu sudah menerjang ke depan dan membuat mereka kocar kacir dan jatuh bangun dengan tamparan dan tendangan. Belasan orang itu maklum bahwa mereka menghadapi bahaya. Kedua orang pimpinan mereka telah tewas dan agaknya puluhan orang anak
1527
buah Pulau Naga tidak mau membantu mereka. Maka mereka lalu melarikan diri ke perahu-perahu mereka dan meninggalkan Pulau Naga, membawa teman-teman yang terluka. Ouw Yang Lan menoleh kepada dua orang pemuda yang berdiri mendekati dua mayat kepala bajak itu dan memandang dengan muka tunduk. “Aku merasa girang telah dapat membalaskan kematian orang tua kita, Sin Cu,” kata Song Bu lirih. Sin Cu menghela napas panjang. “Yah, agaknya dosa mereka ini sudah melewati ukuran sehingga hari ini mereka harus mati seperti ini di tanganmu, Song Bu.” Ouw Yang Lan kini menghampiri Thio Sam yang masih berdiri dengan sikap menanti, Juga puluhan orang anak buah Pulau Naga yang tadi menonton perkelahian itu tidak ada yang berani bergerak. Sebagian besar dari mereka itu memang merasa takut dan tidak setuju dengan sikap dan tindakan Ouw Yang Lee yang bersikap kejam terhadap anak isteri sendiri, kemudian merendahkan diri mengabdi kepada Thaikam Liu Cin yang terkenal jahat. Maka, biarpun mereka diperintahkan menjaga keamanan dan menghalau setiap orang musuh yang datang mengacau Pulau Naga, mereka tidak mau bergerak ketika mengenal Song Bu dan Ouw Yang Lan.
1528
“Paman Thio Sam, apakah To-Cu (Majikan Pulau) sudah pulang?” tanyanya. Tanpa menyebut namanyapun semua orang sudah tahu bahwa majikan Pulau Naga adalah Ouw Yang Lee. “Sudah, nona.” “Dan apakah nona Ouw Yang Hui juga datang bersamanya?” “Benar, nona.” “Apakah yang dia perintahkan kepada kalian?” “To-Cu menyuruh kami semua melakukan penjagaan di pantai dan agar kami menghalangi kalau ada musuh menyerbu pulau. Akan tetapi ternyata yang muncul adalah Nona Ouw Yang Lan dan Tuan muda Ouw Yang Song Bu.” “Dan kenapa kalian tidak menurut perintahnya dan tidak menyerang kami?” “Mana kami berani, nona! Andaikata To-Cu memerintahkan juga, tetap saja kami tidak akan berani.” Ouw Yang Lan maklum bahwa dalam hati pembantu lama ini sudah mulai tidak suka kepada Ouw Yang Lee setelah Ayahnya itu bersikap kejam terhadap dua orang isterinya dan anak-anaknya.
1529
“Di mana sekarang dia?” “Tadi berada di dalam rumah induk, nona.” “Mari kita ke sana!” kata gadis itu kepada Sin Cu, Song Bu dan Siauw Ming. Mereka lalu berlari menuju ke tengah pulau di mana terdapat perkampungan para penghuni Pulau Naga. Perkampungan itu sunyi. Agaknya para keluarga anak buah Pulau Naga sudah tahu bahwa pulau itu mungkin kedatangan musuh, maka para wanita dan kanak-kanak sudah bersembunyi di dalam rumah masing-masing sehingga perkampungan itu tampak sepi. Rumah induk yang besar itupun kelihatan sunyi tidak ada penjaganya karena semua anak buah dikerahkan ke pantai. Song Bu dan Ouw Yang Lan menjadi penunjuk jalan ketika memasuki rumah induk berupa gedung yang cukup megah dan mewah itu. Gedung itu besar dan kokoh. Sin Cu dan Siauw Ming mengikuti dari belakang. Ketika mereka tiba di ruangan tengah yang luas, ternyata ruangan itupun kosong dan di tengah-tengah ruangan yang luas itu duduk seorang laki-laki tinggi besar dan berwajah gagah perkasa, mukanya kemerahan dan jenggotnya panjang. Laki-laki itu mirip tokoh Kwan Kong dalam cerita dongeng Sam Kok.
1530
Dia bukan lain adalah Ouw Yang Lee yang berjuluk Tung-Hai-Tok (Racun Laut Timur), majikan Pulau Naga! Dia duduk di atas sebuah kursi berukir seperti seorang Raja! Dia memandang dengan mata terbelalak tajam penuh wibawa kepada tiga orang muda yang memasuki ruangan itu. Siauw Ming yang tidak ikut masuk karena Ouw Yang Lan memberi isarat kepadanya agar tinggal di luar pintu ruangan, Setelah tiba di depan Ouw Yang lee dalam jarak dua tombak, Ouw Yang Lan berhenti melangkah, Song Bu dan Sin Cu ikut pula berhenti. Mereka bertiga beradu pandang mata dengan Ouw Yang Lee. Setelah beradu pandang sesaat lamanya dan menjadikan suasana tanpa suara itu terasa amat menegangkan, Ouw Yang lee tiba-tiba membuka mulutnya dan tertawa bergelak, suara tawanya menggetarkan ruangan itu. “Ha-ha-ha-ha! Kalian datang untuk membunuh aku?” Matanya berapi-api penuh kemarahan, namun dalam suaranya itu terkandung kepahitan. Ouw Yang Lan yang masih terkesan oleh teguran dan nasihat Sin Cu yang mengingatkan ia akan kasih sayang yang pernah diterimanya dari Ayah kandungnya ketika ia masih kecil, kini memandang laki-laki itu dan timbul rasa iba dalam hatinya. “Tidak Ayah. Aku datang untuk mengingatkan Ayah akan kesalahan-kesalahan yang telah Ayah lakukan. Aku minta Ayah
1531
membebaskan Hui-moi dan selanjutnya mengubah jalan hidup yang selama ini Ayah tempuh, Pergunakanlah kepandaian Ayah untuk menolong orang dan menentang kejahatan.” “Teecu (murid) juga mengharapkan begitu, Suhu. Sadarlah akan semua kekeliruan yang selama ini Suhu lakukan.” Kata Song Bu, suaranya tegas namun sikapnya menghormat. Alis yang tebal itu berkerut dan Ouw Yang Lee kini memandang kepada Sin Cu. “Orang muda, mau apa engkau datang ke sini?” Sin Cu mengangkat kedua tangan depan dada memberi hormat. Bagaimanapun juga, orang ini adalah Ayah kandung Ouw Yang Hui, berarti dia adalah calon Ayah mertuanya! “Lo-Cianpwe, saya adalah tunangan dan calon suami adik Ouw Yang Hui. Karena itu saya datang untuk mohon kepada Lo-Cianpwe untuk membebaskan adik Ouw Yang Hui.” “Ha-ha-ha-ha!” kembali Ouw Yang Lee tertawa bergelak dan pada saat itu Ouw Yang Hui memasuki ruangan dari pintu sebelah dalam dan berhenti di ambang pintu. “Kalian bertiga berani menasihati aku Ha-ha-ha! Aku akan pertimbangkan nasihat kalian kalau kalian masing-masing mampu
1532
menyambut satu kali seranganku!” Kakek itu lalu turun dari atas kursinya. “Ayah, jangan serang mereka!” tiba-tiba Ouw Yang Hui berseru. “Kalau Ayah hendak melampiaskan kemarahan dan kebencian Ayah, lakukanlah kepadaku. Bunuhlah aku lebih dulu, Ayah!” “Hui-moi.” Tiga suara itu terdengar hampir berbareng, keluar dari mulut Sin Cu, Song Bu, dan Ouw Yang Lan. Akan tetapi Ouw Yang Lee tidak perduli. Dia melangkah maju menghampiri Ouw Yang Lan. Mereka berhadapan dalam jarak tiga meter. “Bagaimana, beranikah engkau menyambut pukulanku?” Ouw Yang Lan mengerutkan alisnya. Hatinya kecewa melihat kekerasan hati orang tua itu yang agaknya tidak mau mendengarkan ucapan mereka. “Silakan!” Katanya tegas. Ouw Yang Lee menggerak-gerakkan kedua tangannya dan perlahan-lahan kedua telapak tangannya berubah menjadi merah, semerah darah. Kemudian dia menekuk kedua lututnya dan berseru nyaring, “Sambutlah...!” Kedua tangan merah itu didorongkan ke depan, ke arah dada Ouw Yang Lan. Itulah pukulan Ang-Tok-Ciang (Tangan
1533
Racun Merah) yang amat ampuh. Ouw Yang Lan sudah siap siaga. la tahu bahwa Ayahnya itu menyerangnya dengan ilmu pukulan andalan Ayahnya dan iapun tahu betapa bahayanya pukulan itu. Maka iapun cepat mengerahkan tenaga sinkang dan mengeluarkan ilmu pukulan andalan dari Ayah tirinya, yaitu Pek-In-Ciang (Tangan Awan Putih). la mendorongkan kedua telapak tangan ke depan untuk menyambut pukulan jarak jauh Ayahnya. Ada uap putih keluar dari kedua telapak tangannya. “Wuuuttt... Desssss...!” Dua tenaga sakti bertemu di udara dan akibatnya Ouw Yang Lee melangkah mundur tiga kali, akan tetapi Ouw Yang Lan juga mundur tiga langkah. Mereka merasa tergetar akan tetapi tidak terluka dan mereka maklum bahwa tenaga sakti mereka berimbang. Ouw Yang Lee mengangguk-angguk. kini dia menghampiri Song Bu, berdiri dalam jarak tiga meter. “Engkau murid murtad, beranikah engkau menerima pukulanku?” Song Bu juga menjawab dengan tegas. “Silakan...” Seperti tadi Ouw Yang Lee mengumpulkan tenaganya dan menyerang dengan pukulan Ang-Tok-Ciang. Tentu saja Song Bu mengenal baik pukulan ini, bahkan diapun sudah menguasainya, bahkan sudah menggabungkannya dengan
1534
pukulan yang dia pelajari dari Hek Moko dan Pek Moko yaitu Hek-Tok-Ciang dan Pek-Tok-Ciang. “Haaiiiittt...!” Ouw Yang Lee memukul dengan dorongan dua telapak tangannya yang berwarna merah darah. Song Bu menyambut dengan tangan kiri yang kini berwarna hitam dan telapak tangan kanan yang berwarna putih. “Wuuuttt... desss...!” Hebat sekali pertemuan kedua pukulan yang mengandung hawa sakti amat kuat itu. Akibatnya, Ouw Yang Lee mundur lima langkah dan Song Bu mundur tiga langkah, Keduanya tergetar hebat akan tetapi sekali ini Ouw Yang Lee merasa agak nyeri di dalam dadanya, membuktikan bahwa dia kalah kuat dan menderita luka dalam karena tenaganya yang membalik. Kini Ouw Yang Lee menghampiri Sin Cu. Pemuda itu melihat betapa langkah kaki Kakek itu sudah tidak tetap, agak goyah dan wajahnya agak pucat, napasnya agak terengah. “Lo-Cianpwe menderita luka, harap mengaso dan menghentikan semua pertentangan ini,” kata Sin Cu. “Ayah, jangan pukul dia, Ayah. Pukullah aku saja...!” terdengar Ouw Yang Hui berkata. Akan tetapi Ouw Yang Lee tidak
1535
memperdulikan semua suara itu. Dia bertanya dengan suara parau, “Orang muda, beranikah engkau menerima pukulanku?” “Lo-Cianpwe sudah terluka, saya harap...” Baru sampai di situ Sin Cu berkata, Kakek itu sudah menyerangnya dengan pukulan Ang-Tok-Ciang, mengerahkan seluruh sisa tenaganya. “Hyaaaaattt...!” Dahsyat sekali pukulan ini karena Ouw Yang Lee mengerahkan semua tenaga yang ada. Dia mengerti bahwa pemuda ini memiliki ilmu kepandaian yang paling tinggi, maka diapun mengerahkan seluruh tenaganya. Sin Cu tidak tega untuk melukai calon mertuanya itu. Dia mengerahkan tenaga Thai-Yang Sinkang (Tenaga Inti Matahari) menjadi tenaga lunak, menyambut kedua telapak tangan merah itu dengan kedua telapak tangannya. “Wuuutt... plakk!” Dua pasang telapak tangan itu bertemu dan melekat! Ouw Yang Lee merasa terkejut sekali ketika kedua telapak tangannya bertemu dengan tangan yang lunak dan hangat lalu melekat. Dia mengerahkan tenaga agar hawa beracun dari kedua tangannya menjalar dan menyerang lawan, akan tetapi dia merasakan tenaganya tenggelam.
1536
“Lo-Cianpwe, silakan duduk mengaso!” kata Sin Cu dan sekali dia menggunakan tenaga mendorong, tubuh Kakek itu melayang dan tepat jatuh terduduk di atas kursinya yang tadi! Dia terhenyak dan tertegun sejenak lalu menyadari bahwa tidak mungkin dia mengalahkan tiga orang muda itu. Tiba-tiba dia tertawa lagi. Tawanya memanjang terbahak, akan tetapi terdengar seperti setengah tangis. “Ha-ha-ha-ha-ha... Dua orang isteri dirampas laki-laki lain, dua orang anak durhaka terhadap Ayah mereka, seorang murid murtad kepada Gurunya. Ditambah lagi semua cita-cita hancur lebur! Haii, Ouw Yang Lee, apa gunanya lagi engkau hidup di dunia ini?” Setelah berkata demikian, tangan kanan kanannya bergerak ke arah ubun-ubun kepala sendiri. “Ayah...!” Ouw Yang Lan berseru. “Suhu...!” Song Bu juga berteriak. Sin Cu juga terkejut, Dia melompat namun terlambat. Tubuh Ouw Yang Lee sudah terkulai tak bernyawa. Pukulan Ang-Tok-Ciang yang dahsyat itu menghancurkan isi kepalanya!
1537
“Ayahhhh...” Ouw Yang Hui menjerit dan ia lari menghampiri Ayahnya, berlutut dan menangis. Ouw Yang Lan juga berlutut di dekat Ouw Yang Hui sambil menangis. Dua orang gadis Kakak beradik ini lalu saling rangkul dan bertangisan. Saat itu mereka berdua merasa betapa dulu Ayah mereka amat menyayang mereka dan betapa kebahagiaan Ayah ini hancur semenjak terjadi penyerbuan dan penculikan atas diri Ibu mereka. Song Bu juga berlutut dan menundukkan muka dengan sedih. Dia merasa menyesal sekali mengapa dia sampai memusuhi Gurunya sendiri yang demikian baik kepadanya dan bahkan mengakuinya sebagai anak sendiri. Akan tetapi dia lebih menyesal mengapa Gurunya itu melakukan hal-hal yang buruk itu, sehingga terpaksa dia memusuhinya. Sin Cu juga berlutut untuk menghormati jenazah laki-laki yang menjadi Ayah mertuanya. Agaknya mendengar keributan dan tangis kedua orang gadis di ruangan itu, bermunculanlah dua orang isteri Ouw Yang Lee dan beberapa orang pelayan keluarga itu. Setelah menyadari bahwa Ouw Yang Lee yang tampak duduk terkulai di atas kursinya itu telah meninggal dunia, pecahlah tangis mereka sehingga ruangan itu menjadi riuh-rendah oleh tangis. Siauw Ming memasuki ruangan itu dan dia berdiri termenung, berulang kali menggeleng kepalanya dan menarik napas panjang.
1538
Dia melihat betapa kesengsaraan melanda manusia yang sesungguhnya disebabkan oleh ulah dan tindakan mereka sendiri yang dikuasai nafsu-nafsu daya rendah pribadi. Seluruh anggauta Pulau Naga dan keluarga mereka berkabung. Upacara pemakaman dilakukan dengan sederhana namun penuh khidmat. Setelah penguburan selesai, Sin Cu mendapat kesempatan untuk bicara berdua saja dengan Ouw Yang Hui di bagian belakang gedung milik keluarga Ouw Yang itu, di mana terdapat sebuah taman. Mereka duduk berdampingan di atas sebuah bangku batu panjang. “Hui-moi, sekarang semuanya telah selesai. Tidak ada lagi bahaya mengancam dirimu. Juga bahaya yang mengancam keselamatan Ibumu dan Paman Gan Hok San telah lenyap. Marilah kita kembali menjemput mereka di Siauw-Lim-Si, mengajak mereka kembali lagi ke dusun Sia-Bun di lereng Beng-San, dan kita merayakan pernikahan kita di sana.” Ouw Yang Hui mengangkat muka, menatap wajah Sin Cu dan memandang dengan mata terbelalak. Matanya yang jeli dan indah seperti mata burung Hong itu sayu dan membayangkan kesedihan yang amat mendalam. “Menikah...? tidak... tidak...! Cu-Ko, bukankah sudah kukatakan bahwa aku sama sekali tidak berharga lagi bagimu? aku telah ternoda dan...”
1539
“Dan hamil, begitukah maksudmu? Aku tahu, Hui-moi, dan aku tahu pula dari Song Bu bahwa engkau tidak ternoda. Engkau mengorbankan dirimu, mengorbankan kehormatanmu dan mengorbankan kebahagiaan hidupmu untuk menyelamatkan aku! Aku tahu semua itu, Hui-moi. Aku telah berhutang nyawa kepadamu dan aku mau bertanggung jawab untuk semua itu. Aku tetap ingin mengawinimu!” Kepala itu menunduk dan bibir itu digigit menahan isak, akan tetapi air matanya tetap jatuh bertitik. la menggeleng kepalanya kuat-kuat dan memaksa diri untuk bicara. “Cu-Ko, jangan memaksa diri karena engkau kasihan kepadaku. Aku tidak mau dinikahi hanya karena iba...!” “Tidak, Hui-moi. Aku bukan hanya kasihan kepadamu. Aku tetap mencintamu, Hui-moi. Tetap mencintamu seperti dulu!” Kata Sin Cu dengan sungguh-sungguh. “Pengakuanmu ini hanya terdorong perasaan ibamu saja, Cu-Ko. Aku bukan lagi gagis Ouw Yang Hui yang kau cinta dulu. Aku bukan gadis lagi, Cu-Ko. Aku seorang janda! Kau dengar? Aku seorang janda yang ditingal mati suamiku yang meninggalkan seorang anak dalam kandunganku! Tidak, aku tidak berharga lagi untuk kau cinta... aku.... aku... telah kotor ternoda !”
1540
“Tidak, Hui-moi! Bagiku engkau tetap bersih dan murni. Aku tetap cinta padamu. Aku ingin membahagiakanmu, membahagiakan anak dalam kandunganmu, aku ingin membela dan melindungi kalian, seumur hidupku...” Air mata semakin deras bercucuran dari kedua mata Ouw Yang Hui. la menggeleng kepala keras-keras seperti hendak membantah suara hati sendiri. “Tidak! Semua ucapanmu itu terdorong oleh kebaikan hatimu, Cu-Ko. Aku tahu engkau seorang yang berhati mulia. Akan tetapi aku tidak ingin melihat kelak engkau akan kecewa dan menyesal, bahkan bukan mustahil kelak engkau akan membenci aku dan anak dalam kandunganku ini. Tidak, Cu-Ko, lebih baik aku mati... ah, lebih baik aku mati daripada menjadi isterimu setelah aku begini...!” Ouw Yang Hui menutupi mukanya dengan kedua tangan dan menahan tangisnya agar tidak bersuara. Hanya pundaknya yang bergoyang-goyang dan dari celah-celah jari tangannya mengalir air mata. Sin Cu memandang dengan wajah pucat. Perlahan-lahan dia bangkit berdiri, bertindak beberapa langkah menjauhi Ouw Yang Hui dan berdiri diam seperti telah berubah menjadi arca. Pandang matanya kosong. Ouw Yang Hui menurunkan kedua tangannya ketika merasa bahwa ia ditinggal seorang diri. la mengusap air matanya sehingga pandangannya tidak kabur dan ketika
1541
mengangkat muka, ia melihat Sin Cu berdiri sekitar lima meter dari situ, membelakanginya. Pemuda itu berdiri diam, sama sekali tidak bergerak seperti sebuah arca. Ada perasaan aneh, khawatir dan ngeri, menyelinap di hati gadis itu. “Cu-Ko...” ia memanggil lirih, biarpun lirih, jarak itu tidak jauh dan pasti terdengar oleh yang dipanggilnya. Akan tetapi pemuda itu tidak bergerak sama sekali. Ouw Yang Hui bangkit perlahan. la merasa kedua kakinya gemetar dan jantungnya berdebar ketika melangkah menghampiri pemuda itu. “Cu-Ko...” ia memanggil lagi setelah berada dekat di belakang pemuda itu. Sin Cu tetap diam saja, sama sekali tidak bergerak untuk menengok dan tidak pula menjawab. Ouw Yang Hui sudah berhenti menangis sama sekali. Hilang sudah semua kesedihan karena pada saat itu ingatan dan pikirannya sama sekali tidak ingat akan keadaan dirinya, melainkan dipenuhi kekhawatiran tentang keadaan Sin Cu yang diam seperti arca dan tidak menjawab setelah dipanggil dua kali. Ouw Yang Hui melangkah ke depan pemuda itu dan memutar tubuhnya, kini berhadapan dengan Sin Cu, berhadapan dekat sekali. la terbelalak melihat pemuda itu benar-benar seperti telah berubah menjadi arca. Mata itu terbuka akan tetapi tidak ada Sinarnya, seperti mata
1542
yang dilihat pada mayat Ayahnya kemarin. Mulut itu setengah terbuka seperti orang hendak bicara akan tetapi tiada suara. Wajah itu pucat dan garis-garisnya menunjukkan seperti orang yang sedang menderita kesakitan hebat. Ouw Yang Hui menatap wajah itu, matanya terbelalak, dan sekali lagi ia memanggil, kini agak kuat. “Kak Sin Cu...!” Namun yang dipanggil tidak menjawab, tidak bergerak, bahkan mata yang kosong menerawang itu sama sekali tidak melirik ke arahnya. Ouw Yang Hui merasa seperti jantungnya ditusuk pedang. Perih dan nyeri sekali, merasa bahwa ialah yang membuat Sin Cu seperti itu. Kedua kakinya menggigil dan ia tidak mampu bertahan untuk berdiri lagi. la menjatuhkan diri berlutut di depan kaki Sin Cu, merangkul kedua kaki itu dan menangis tersedu-sedu. “Cu-Ko... maafkanlah aku...! akulah yang membuat engkau begini... aku berdosa besar... aku telah merusak kebahagiaan hidupmu... menghancurkan hidupmu... uu... hu... huu... Cu Ko, bunuh saja aku...!!” Tangisnya mengguguk membuat ia megap-megap, terengah-engah seolah kerongkongannya tersumbat. Air matanya bercucuran seperti mencuci kaki Sin Cu. Tiba-tiba tubuh Sin Cu
1543
bergerak. Dia seperti tersentak kaget, seperti baru terbangun dari tidur. Kesadarannya kembali. Tadi, kekecewaan dan penyesalan mendatangkan kedukaan hebat yang menghimpit batinnya, membuat dia seperti ditinggalkan sukmanya. Dia menunduk dan melihat Ouw Yang Hui menangis sambil merangkul kedua kakinya, mendengar gadis itu berulang kali mengeluarkan ucapan permintaan maaf dan pengakuan dosa, hatinya menjadi terharu sekali. Dia cepat membungkuk, memegang kedua pundak gadis itu dan mengangkatnya untuk berdiri. “Hui-moi... tidak, Hui-moi. Bukan engkau yang harus minta maaf, melainkan akulah yang minta maaf padamu. Akulah yang menyebabkan semua ini, aku yang menghancurkan kebahagiaanmu. Aku tahu bahwa keadaanmu ini adalah karena engkau berkorban untuk menyelamatkan aku. Aih, Hui-moi, aku ingin menebus dosaku itu, aku ingin membahagiakanmu, aku ingin bertanggung jawab, aku ingin tetap memperisterimu, ingin membela dan melindungimu selama hidupku, kenapa engkau menolak? Berikanlah kesempatan kepadaku yang telah menjadi penyebab kesengsaraanmu untuk menebus semua itu dan membahagiakanmu, Hui-moi.” Ouw Yang Hui menggeleng kepala dan memandang wajah pemuda itu melalui genangan air matanya.
1544
“Maafkan aku, Cu-Ko. Akan tetapi aku tidak mungkin dapat menjadi isterimu. Aku akan lebih tersiksa lagi, aku akan selalu merasa kotor, merasa rendah, merasa mencemarimu dengan noda. Tidak, tidak! Biarlah aku saja yang menderita, aku tidak ingin menyeretmu ke dalam kehinaan ini...” “Hui-moi, kalau begitu kehendakmu, aku hanya dapat menghormati pendirianmu. itu. Akan tetapi setidaknya, berilah kesempatan padaku untuk melindungi engkau dan... Anak dalam kandunganmu itu. Kalau engkau tidak suka menjadi isteriku, apakah engkau juga menolak untuk menjadi adik angkatku? Aku ingin melindungimu, akan tetapi tanpa ada hubungan antara kita, bagaimana mungkin hal itu kulakukan? Akan tetapi kalau engkau menjadi adikku, dan anakmu menjadi keponakanku, tak seorangpun akan mencelamu, karena sebagai Kakakmu aku berhak dan berkewajiban untuk melindungimu. Bagaimana, Hui-moi, maukah engkau menjadi adikku? Adikku tersayang?” Hati Ouw Yang Hui merasa amat terharu. Rasa haru, sedih, juga bahagia bercampur menjadi satu. la menengadah, menatap wajah pemuda itu dan melihat sinar mata penuh kasih dan kejujuran. la mengangguk sambil menangis. “Terima kasih, Cu-Ko... engkau... engkau Kakakku.!”
1545
“Adikku Hui-moi...!” Ouw Yang Hui tenggelam ke dalam pelukan Sin Cu. Sin Cu merangkul, mendekap kepala itu seperti hendak memasukkannya ke dalam dadanya, menyimpannya di dalam agar tidak hilang lagi. Dia mengusap rambut kepala wanita itu dengan jari-jari tangannya yang mengandung getaran Kasih sayang. Akan tetapi anggapan bahwa gadis itu adiknya, anggapan yang langsung keluar dari hati sanubarinya, seketika telah mengubah sifat kasih sayangnya. Sekali ini getaran itu bersih dari getaran cinta berahi, menjadi kasih sayang seorang Kakak kepada adiknya. Cinta merupakan Sesuatu yang amat suci. Hidup tanpa cinta seperti tanah gersang, tidak menumbuhkan apapun. Seperti pohon yang layu, tidak membuahkan apapun. Cinta kasih memperkuat gairah hidup, memberi isi pada kehidupan. Tanpa cinta, kehidupan tidak ada lagi artinya, kosong dan tidak ada gunanya, Kalau ada Cinta-Kasih dalam hati, maka apapun yang kita lakukan pasti baik, pasti benar. Cinta kasih mengalahkan segala macam nafsu godaan setan, menghilangkan kebencian, dengki, iri hati, kemarahan dan dendam. Kalau pohon Cinta-kasih tumbuh dengan suburnya dalam hati sanubari kita, maka buahnya adalah segala kebaikan., Cinta kasih menumbuhkan perasaan iba terhadap sesama manusia, bahkan sesama hidup, menumbuhkan simpati, mehdorong keinginan hati untuk menolong,
1546
membangun,memperbaiki. Menimbulkan keinginan untuk selalu menyenangkan orang lain, siapapun adanya dia. Cinta kasih memperkuat hati untuk memaafkan, kesalahan orang lain kepada kita, karena itu cinta kasih menumbuhkan kesabaran, keikhlasan untuk berkorban. Cinta kasih memperkecil, bahkan akhirnya meniadakan si-aku, tidak mementingkan diri sendiri. Cinta kasih mengusir pengaruh iblis karena Kekuasaan Tuhan akan bekerja dalam diri dan sinarNya adalah Cinta kasih itu sendiri. Sesuai dengan hukum kemanusiaan, cinta kasih memang bermacam-macam, cinta kasih memang berbeda-beda sifat pelaksanaannya. Cinta kasih antara suami isteri mengandung berahi. Cinta kasih orang tua kepada anak mengandung bimbingan dan perlindungan. Cinta kasih anak terhadap orang tuanya mengandung kebaktian dan ketaatan. Namun pada dasarnya Cinta kasih itu selalu didasari perasaan iba dan ingin menolong, ingin menyenangkan. Sin Cu adalah seorang pemuda yang sejak kecil bukan saja digembleng norma-norma kesusilaan dan budi pekerti yang luhur oleh Bu Beng Siauwjin. Dia juga manusia lemah yang mudah diperhamba oleh nalsu-nafsunya sendiri, Cinta kasihnya terhadap Ouw Yang Hui murni. Cinta berahi hanya menjadi bagian saja dari cinta kasihnya, bukan menjadi majikan yang mengendalikan. Karena itu, tidak sukar
1547
baginya mengubah sifat cinta kasihnya itu dari cinta seorang kekasih dan calon suami kepada calon isterinya, menjadi cinta seorang Kakak terhadap adiknya yang bersih dari berahi. Ouw Yang Hui merasa terharu sekali. Terharu dan bahagia. la amat mencinta Sin Cu, ia siap berkorban diri, bahkan berkorban nyawa untuk Sin Cu. Tadinya ia berduka karena keadaan dirinya mengancam ia harus berpisah dari Sin Cu. Akan tetapi kini pemuda itu memberi jalan keluar, mendatangkan harapan baru, memberi kesempatan kepadanya untuk dapat terus berdekatan dengan Sin Cu. Memungkinkan ia untuk terus mencinta dan menyatakan cintanya terhadap pemuda itu. Sebagai adiknya! Sebagai seorang adikpun ia mendapat kesempatan dengan sikap dan perbuatan untuk membahagiakan hati Sin Cu. Ia mencurahkan seluruh perasaannya dan menyalurkannya, melampiaskannya melalu air matanya yang membasahi baju dan dada Sin Cu. Pemuda itu merasakan betapa air mata gadis itu membasahi dadanya, seperti embun yang dingin sejuk menyusup ke dalam dadanya dan mendatangkan kesegaran, membangun semangatnya. Ada rasa bahagia yang sukar dilukiskan berkembang dalam hatinya. Sampai lama mereka berada dalam keadaan seperti itu, Sin Cu merasa
1548
berbahagia, kuat dan bangga mendekap adik yang dikasihinya dan harus dilindunginya, Sebaliknya, Ouw Yang Hui merasa begitu aman sentausa berada dalam pelukan Sin Cu yang menjadi Kakaknya. Hatinya menjadi tenteram dan rasa bahagia mulai berkembang dalam hatinya yang tadinya hampir layu oleh duka. Akhirnya ia merenggangkan mukanya dan berdiri berhadapan dengan Sin Cu. Mereka saling pandang dan Sin Cu merasa betapa hatinya mekar dalam kebahagiaan ketika dia melihat wajah yang jelita itu kini walaupun masih pucat tampak berseri, matanya bersinar-sinar dan terutama sepasang bibir itu mengembangkan senyum manis Sepasang mata yang masıh basah itu memandang kepadanya bagaikan mata anak kelinci yang tadinya ketakutan kini bertemu induknya. Ouw Yang Hui menjulurkan kedua tangannya dan memegang kedua tangan Sin Cu. “Cu-Ko, terima kasih!” Sin Cu menggenggam sepasang tangan yang kecil mungil, halus dan lembut itu dan berkata dengan suara menggetar terharu namun mengandung kebahagiaan. “Aku berterima kasih karena engkau suka menjadi adikku, Hui-moi!”
1549
“Anak dalam kandunganku inipun bernasib baik sekali, Cu-Ko, menemukan seorang Paman yang bijaksana dan berbudi luhur seperti engkau.” “Ah, sudahlah, Hui-moi. Jangan banyak memujiku. Lebih baik sekarang kita masuk ke rumah. Angin di sini agak besar, aku khawatir engkau akan masuk angin. Mulai saat ini engkau harus menaati kata-kataku, engkau harus menjaga kesehatanmu baik-baik,” Sin Cu menggandeng tangan Ouw Yang Hui dan mengajaknya meninggalkan taman itu. Pada saat itu, dari rumah itu muncul dua orang yang bukan lain adalah Song Bu dan Ouw Yang Lan. Mereka berdua melihat betapa Sin Cu dan Ouw Yang Hui bergandeng tangan dan sama sekali tidak rikuh bertemu mereka, gandengan tangan itu tidak dilepaskan. Muka Ouw Yang Lan menjadi agak merah dan ia merasa hatinya tertusuk cemburu. Akan tetapi segera di tekannya dengan kesadaran bahwa adiknya itu telah bertunangan dengan Sin Cu dan ia sama sekali tidak boleh mengganggu hubungan antara mereka. la harus mengalah. Cintanya jatuh kepada pria yang salah. Sin Cu amat mencinta Ouw Yang Hui dan ia tahu akan hal itu. Juga Song Bu merasa tak nyaman hatinya.
1550
la jatuh cinta kepada Ouw Yang Hui akan tetapi kenyataannya, Ouw Yang Hui sudah bertunangan dengan Sin Cu bahkan gadis itu amat mencinta Sin Cu sehingga rela mengorbankan dirinya demi keselamatan Sin Cu. Dia sudah merasa lega dan bersukur kalau Sin Cu mau mengawini gadis itu sehingga Ouw Yang Hui akan terbebas dari aib dan dapat hidup berbahagia di samping pria yang dicintanya. Kini melihat mereka bergandeng tangan, dia ikut merasa gembira. Ouw Yang Hui melepaskan tangan Sin Cu dan menyambut encinya. Mereka saling berangkulan dan Ouw Yang Lan merasa heran akan tetapi senang melihat betapa wajah Ouw Yang Hui tidak tampak sedih lagi, bahkan walaupun masih pucat dan bekas tangis mernbuat sepasang mata itu kemerahan, namun wajah itu berseri dan sepasang mata itu bersinar-sinar, bibir itu penuh senyum. “Enci Lan.!” Ouw Yang Hui menegur. “Adik Hui, ketahuilah bahwa semua anak buah Pulau Naga mendesak dan memohon kepada aku, dan Bu-Ko untuk menggantikan Ayah memimpin mereka membangun Pulau Naga.” “Itu bagus sekali, enci Lan!”
1551
“Aku sudah memutuskan untuk menyerahkan pimpinan itu kepada Kakak Tan Song Bu, Biarlah dia yang menggantikan Ayah memimpin mereka dan mengangkat serta memperbaiki nama Pulau Naga sebagai tempat tinggal orang-orang gagah. Aku sendiri akan pulang kepada Ibuku dan Ayah tiriku.” “Sin Cu, Paman Siauw Ming mengajak kita untuk pergi ke Pulau Ular, mengunjungi kuburan orang tua kita.” “Wah, itu bagus sekali, Song Bu. Aku memang sudah ingin sekali pergi ke sana. Kapan kita berangkat?” kata Sin Cu. Pemuda itu kini juga bersikap riang karena tidak ada lagi sesuatu yang mengganjal hatinya. Ouw Yang Hui sudah mau menjadi adiknya. Hal ini berarti bahwa dia akan selalu berdekatan dan dapat melindungi gadis itu. “Aku ikut, Cu-Ko.” Kata Ouw Yang Hui. “Tentu saja, aku juga ikut.” Kata Ouw Yang Lan. “Mari kita pergi berempat, rnaksudku, berlima dengan Paman Siauw Ming. Perahu dan bekal sudah dipersiapkan dan Paman Siauw Ming sudah menunggu di pantai.” Mereka lalu pergi ke pantai dan tak lama kemudian mereka sudah berlayar mempergunakan dua buah perahu, yaitu bersama Siauw Ming berkunjung ke Pulau Naga, dan sebuah perahu lebih kecil milik
1552
Pulau Naga. Perahu besar itu nanti setelah mereka mengunjungi Pulau Ular, akan dipergunakan oleh Siauw Ming untuk kembali ke daratan bersama Sin Cu, Ouw Yang Hui dan Ouw Yang Lan. Sedangkan perahu kecil akan dibawa Song Bu kembali ke Pulau Naga karena dia sudah ditunjuk oleh Ouw Yang Lan dan para anggauta Pulau Naga untuk menggantikan Ouw Yang Lee memimpin Pulau Naga. Dua perahu itu beriringan menuju ke Pulau Ular yang tidak begitu jauh letaknya dari Pulau Naga. Dengan hati yang amat terharu, Sin Cu berlutut di depan gundukan tanah di mana ada batu nisannya yang terukir kata-kata “Makam Wong Cin dan isteri”. Song Bu juga berlutut di depan gundukan tanah yang batu nisannya tertulis “Makam Tan Hok dan isteri”. Keduanya bersembahyang dan mencoba untuk membayangkan wajah Ayah Ibu mereka. Namun mereka hanya dapat mengingat samar-samar saja. Ouw Yang Hui dan Ouw Yang Lan juga ikut bersembahyang memberi hormat kepada makam dua pasang suami isteri itu. Mereka berempat, dibantu Siauw Ming, lalu membersihkan dua makam sederhana itu. Sampai beberapa lamanya mereka duduk tepekur di depan kedua makam itu. Matahari telah naik tinggi dan akhirnya Siauw Ming bangkit berdiri dan berkata kepada mereka,
1553
“Kukira sudah tiba saatnya bagiku untuk kembali ke daratan. Mari, siapa yang jadi ikut bersamaku ke daratan besar?” Sin Cu bangkit berdiri dan dia tersenyurm kepada Ouw Yang Hui. “Marilah Hui-moi, kita berangkat.” Ouw Yang Hui juga bangkit dan ia menoleh kepada Ouw Yang Lan. “Mari enci Lan. Bukankah engkau juga hendak kembali kepada Ibu Kim dan Ayah tirimu di Pek-In-San?” Ouw Yang Lan dan Song Bu juga bangkit berdiri Ouw Yang Lan menoleh dan memandang kepada Song Bu. “Bu-Ko, aku-pergi. Kuharap engkau akan dapat membimbing para anak buah dengan baik dan dapat membangun Pulau Naga sehingga nama Pulau Naga kita menjadi harum dan terpuji.” “Akan tetapi, sesungguhnya aku amat membutuhkan bantuanmu, Lan-moi. Bantulah aku untuk mulai mempersiapkan bimbingan dan pembangunan itu. Kelak aku akan mengantar engkau ke Pek-In-San,” kata Song Bu dan dalam pandang mata dan suaranya terkandung permohonan dan harapan besar. Ouw Yang Lan tampak meragu dan ia menoleh dan memandang kepada Ouw Yang Hui dan Sin Cu.
1554
“Akan tetapi aku... aku ingin hadir dan ikut dalam kesibukan persiapan pesta perayaan pernikahan adik Ouw Yang Hui dan Kakak Wong Sin Cu.” “Ah, enci Lan. Aku dan Cu-Ko tidak akan menikah!” kata Ouw Yang Hui. Ouw Yang Lan terkejut, demikian pula Song Bu, mendengar ucapan itu. Mereka memandang kepada Ouw Yang Hui dan Sin Cu dan sepasang orang muda itu sama sekali tidak tampak bersedih. Sebaliknya, mereka berdua tersenyum dan wajah mereka berseri. “Ehh? Adik Hui, bukankah kalian saling mencinta? Kalian tampak begitu mesra...” “Tentu saja kami saling mencinta, enci Lan! Akan tetapi kami tidak akan menikah.” “Sin Cu! Bagaimana ini? Apakah engkau hendak mengingkari janjimu?” Song Bu berkata dengan suara keras dan alisnya berkerut, matanya mencorong memandang kepada Sin Cu. “Song Bu, tenanglah. Aku sama sekali tidak hendak mengingkarí janji. Aku tetap akan membela dan melindungi Hui-moi selama hidupku.” Kata Sin Cu sambil menggandeng tangan Ouw Yang Hui.
1555
“Akan tetapi apa artinya ini? Kalian tidak akan menikah dan...” “Maaf, Kak Song Bu. Urusanku dengan Cu-Ko adalah urusan kami berdua pribadi. Engkau sama sekali tidak berhak mencampuri. Marilah, enci Lan. Kita berangkat!” Ouw Yang Hui menarik tangan Sin Cu untuk menyusul Siauw Ming yang sudah masuk ke dalam perahunya. Ouw Yang Lan menggeleng, kepala setelah ia termenung sebentar. “Tidak, Hui-moi. Pergilah engkau dulu bersama Cu-Ko. Aku akan tinggal di sini dulu membantu Bu-Ko membuat persiapan untuk mengatur Pulau Naga.” “Kalau begitu, selamat tinggal dan sampai berjumpa kembali, Lan-Ci dan Bu-Ko” Kata Ouw Yang Hui dan bersama Sin Cu lalu memasuki perahu itu. “Selamat jalan. Hui-moi dan Cu-Ko! Jagalah diri kalian baik-baik!” kata Ouw Yang Lan. Perahu meluncur, layar dikembangkan dan perahu itu makin ke tengah. Sin Cu dan Ouw Yang Hui berdiri melambaikan tangan, dibalas oleh Ouw Yang Lan dan Song Bu yang berdiri memandang mereka sampai perahu itu tampak kecil dan orang-orang yang berada di perahu itu tidak tampak lagi. Mereka berdua masih berdiri memandang ke laut. Perahu yang
1556
membawa pergi Ouw Yang Hui dan Sin Cu itu sudah jauh sekali, hanya merupakan titik hitam. Tak lama kemudian terdengar Song Bu berkata lirih, masih memandang ke laut dan tidak menengok kepada Ouw Yang Lan. “Lan-moi, engkau mencinta Sin Cu ?” Hening sejenak. Ouw Yang Lan tidak menjawab dan ketika Song Bu melirik kepadanya, pemuda itu hanya melihat gadis itu mengangguk perlahan. “Dan engkau tentu mencinta Hui-moi, bukan, Bu-Ko?” balas tanya gadis itu. Juga Song Bu tidak menjawab, akan tetapi ketika Ouw Yang Lan mengerling kepadanya, gadis itu melihat dia mengangguk. “Akan tetapi mereka berdua saling mencinta, kita tidak dapat dan tidak boleh mengganggu mereka,” “Lan-moi. Kini mereka sudah pergi dan yang tinggal di sini hanya kita berdua.” Hening lagi sampai lama. “Ya, engkau benar. Mereka sudah pergi dan yang tinggal di sini hanya kita berdua.” Gadis itu mengulang lirih. “Kalau begitu kita pulang, Lan-moi.” “Pulang?” Ouw Yang Lan mengulang tertegun heran.
1557
“Ya, pulang ke Pulau Naga. Bukankah Pulau Naga sekarang menjadi tinggal kita berdua, untuk sementara atau tempat... mungkin... mudah-mudahan, untuk selamanya?” Sesaat kemudian Ouw Yang Lan menggangguk. “Ya, mudah-mudahan. Mari kita pulang, Bu-Ko.” Keduanya lalu memasuki perahu kecil mereka dan tak lama kemudian mereka berdua mendayung perahu itu menuju ke Pulau Naga. Kegagalan cinta mereka bahkan membuat benih cinta kasih yang memang pernah membuat mereka saling tertarik pada pertemuan pertama, kini mungkin tumbuh subur. Mereka saling merasa iba dan ingin saling menghibur dan saling membahagiakan. Sementara itu, menurut catatan dalam sejarah, Liu Cin yang jatuh dan ditangkap dalam tahun 1510 itu diadili dan dihukum mati dengan tuduhan mengkhianati dan memberontak terhadap Kerajaan. Harta bendanya disita dan setelah harta bendanya dihitung, Kaisar sendiri sampai menggeleng-geleng kepala karena heran melihat betapa Thaikam Liu Cin telah berhasil mengumpulkan kekayaan yang luar biasa besar jumlahnya, Setelah dihitung, ditemukan harta benda Liu Cin sebagai berikut. Uang emas dan perak sebanyak dua ratus lima puluh satu juta tail lebih! Dua belas kilogram batu-batu intan berlian, dua perangkat pakaian dari emas murni, lima ratus piring emas, tiga ribu cincin
1558
dan perhiasan emas, empat ribu enam puluh buah sabuk bertabur batu mulia. Istananya di Peking dikabarkan lebih mewah dari pada Istana Kaisar Ceng Tek sendiri! Yang terakhir ini mungkin agak dilebih-lebihkan. Namun harus diakui bahwa kekayaan yang berhasil dikumpulkan Liu Cin itu luar biasa besarnya. Tidak mengherankan apa bila hampir seluruh manusia di dunia ini, di negara manapun juga, orang-orang saling memperebutkan kekuasaan! Saling memperebutkan kedudukan! Bahkan saling bunuh, perang, semua itu untuk memperebutkan kedudukan! Bukan kedudukan itu sendiri yang diperebutkan, melainkan karena kedudukan mendatangkan kekuasaan dan kekuasaan mendatangkan apa saja yang diinginkannya dengan mudah! Dengan kekuasaan orang dapat mengumpulkan harta kekayaan, mendapatkan apa saja yang diinginkannya, dapat memenuhi dorongan semua nafsunya. Pendeknya, segala macam kesenangan akan dapat diraihnya melalui kekuasaan yang didapatkan dari kedudukannya. Ya, kesenangan itulah yang diperebutkan manusia, dimanapun juga dan jalan paling mudah untuk mendapatkan kesenangan adalah kalau dia memiliki kekuasaan, kedudukan tinggi.! Karena itu, dunia ini akan menjadi suatu tempat yang indah, aman dan sejahtera bagi semua manusia kalau negara-negaranya memiliki pemimpin-
1559
pemimpin yang benar-benar bersih dan jujur, yang sama sekali tidak ingin mempergunakan kekuasaannya untuk mengumpulkan harta kekayaan, tidak ingin mempergunakan kedudukannya untuk mengejar dan mengumbar kesenangan, baik bagi dirinya pribadi maupun bagi sanak keluarganya. Mudah-mudahan kita semua masih akan mengalami keadaan dunia seperti itu. Sampai di sini pengarang mengakhiri kisah ini dengan harapan semoga ada manfaatnya bagi para pembaca. Sampai jumpa di lain kisah. Lereng Lawu, medio Nopember 1989. TAMAT



Tag:cersil cersil indo cersil mandarin full cerita silat mandarin online cersil langka cersil mandarin lepas cerita silat pendekar matahari kumpulan cerita silat jawa cersil mandarin beruang salju. cerita silat pendekar mataharicerita silat indonesia cerita silat kho ping hoo cerita silat mandarin online cerita silat mandarin full cerita silat jawa kumpulan cerita silat cerita silat jawa pdf cerita silat indonesia gratis cerita silat jadul indonesia cerita silat indonesia pendekar rajawali sakti cersil indonesia pendekar mabuk cersil langka cersil dewa arak cerita silat jaman dulu cersil jawa download cerita silat mandarin full cerita silat mandarin online cersil mandarin lepas cerita silat mandarin pendekar matahari cerita silat jawa pdf cersil indonesia pdf cersil mandarin beruang salju kumpulan cerita silat pdf

kumpulan cerita silat cersil online
Share:
cersil...
Comments
0 Comments