Senin, 20 Agustus 2018

CeritaSilatLengkap Si Rajawali Sakti 2 Tamat

CeritaSilatLengkap Si Rajawali Sakti 2 Tamat
======

Pertandingan itu berlangsung seru dan bukan hanya Kian K i yang kagum, melainkan
juga Jenderal Chou dan Hongsan Siansu merasa kagum karena mereka dapat melihat
bahwa Ang Hwa Niocu benar-benar tangguh sekali. Bahkan para jagoan pembantu
Jenderal Chou seperti Kwan In Su yang berjuluk Kanglam Sin-kiam atau Im Yang Tosu
sekalipun kiranya tidak akan mampu mengalahkan gadis itu. Barangkali hanya
Hongsan Siansu yang mampu mengimbangi dan tentu saja hanya Chou Kian Ki yang
mampu mengalahkannya! Juga Liu Cin yang menonton pertandingan itu, diam-diam
merasa kagum dan terkejut. Baru sekarang dia melihat bahwa ilmu silat yang
dimainkan Lai Cu Yin amat hebat. Gerakannya aneh, perubahannya tak terduga dan
kecepatannya luar biasa. Dia dapat mengira bahwa dia sendiri tentu akan repot
untuk dapat mengalahkan gadis itu. Akan tetapi pemuda putera jenderal bekas
pangeran itu pun dahsyat sekali sehingga semua serangan Cu Yin yang demikian
cepat dan bertubi-tubi selalu dapat dihindarkan. Bahkan setiap kali pemuda itu
menangkis dia dapat melihat betapa tubuh gadis itu terpental ke belakang. Hal ini
membuktikan bahwa pemuda itu memiliki tenaga sakti yang lebih kuat daripada
lawannya.
Pertandingan itu berlangsung sampai lebih dari tiga puluh jurus dan karena gerakan
mereka cepat sekali maka tampaknya seru dan seimbang. Akan tetapi kedua orang
yang bertanding itu tahu benar bahwa Kian Ki sengaja mengalah dan agaknya tidak
ingin mengalahkan dan membuat malu gadis yang dikaguminya itu. Dia hanya sedikit
demi sedikit menambah tenaganya setiap kali menangkis sehingga makin lama Cu
Yin merasa betapa setiap kali lengan mereka bertemu, ia terpental semakin kuat dan
tubuhnya terguncang hebat. Hal ini membuat gadis itu merasa kagum dan semakin
besar keinginannya untuk menjadikan pemuda bangsawan ini sebagai kekasih
barunya. Kini perasaan sukanya kepada Liu Cin menipis. Murid Siauwlim-pai itu
selalu menghindarkan diri dan tidak mau melayani keinginannya. Setelah kini
bertemu dengan seorang pemuda yang lebih hebat, rasa sukanya kepada Liu Cin
segera berubah dan dasar kebenciannya terhadap laki-laki muncul. Kini ia berubah
benci kepada pemuda Siauwlimpai itu!
Untuk terakhir kali Cu Yin ingin menguji tenaga sakti Kian Ki. Ketika kembali ia
terdorong mundur, ia cepat menekuk kedua lututnya sehingga tubuhnya setengah
berjongkok lalu ia mendorongkan kedua tangan dengan telapak tangan terbuka
menghadap lawan sambil mengerahkan seluruh tenaga sakti yang dimilikinya. Angin
yang Kuat menyambar ke arah Kian Ki. Pemuda ini maklum akan datangnya
serangan pukulan jarak jauh itu, maka dia pun menyambut dengan dorongan tangan
kirinya.
"Wuuuttttt ............. desssss!!" Tubuh Cu Yin terhuyung ke belakang dan agaknya
akan jatuh terjengkang kalau saja Liu Cin tidak cepat melompat dan menah
punggungnya dengan tangan. Akan tetapi gadis itu tidak terluka sama sekali karena
lawannya tadi menggunakan tenaga lemas yang amat kuat sehingga ia rasa seperti
terdorong sesuatu yang mantul kuat sehingga ia terpental. Sambil tersenyum Cu Yin
lalu melompat kedepan lagi menghadapi Kian Ki, mengangkat kedua tangan depan
dada sambil membungkuk hormat.
"Aih, baru sekarang saya bertemu dengan seorang lawan yang amat kua dan lihai!
Saya mengaku kalahdan merasa kagum sekali, Chou Kongcu!"
"Wah, Nona Lai Cu Yin terlalu memuji. Engkau sendiri juga seorang gadis yang amat
lihai!" Dia lalu memandang ayahnya. "Ayah, Nona Lai ini akan me jadi pembantu kita
yang amat boleh andalkan!"
"Ih, Chou Kongcu jangan memujik membikin malu saja. Saya bahkan ingin sekali
mendapat bimbingan darimu dalam hal ilmu silat, Kongcu!" kata Cu Yin sambil
tersenyum dan mengerling tajam. Melihat sikap Cu Yin yang sejak tadi
memperlihatkan kegenitan terhadap Chou Kian Ki, diam-diam Liu Cin merasa heran
sekali. Bagaimana Cu Yin dapat bersikap seperti itu? Mengapa tiba-tiba sikapnya
berubah demikian genitnya dan secara terang-terangan memperlihatkan sikap
memikat hati pemuda bangsawan itu melalui gerak-geriknya, ucapannya, senyum
dan lirikan matanya? Padahal biasanya kelihatan demikian sopan! Apakah
kesopanan yang lalu itu hanya pura-pura. Lalu dia teringat betapa pada malam hari
dahulu itu, Cu Yin merayunya dan dia menolaknya. Apakah karena itu kini gadis itu
lalu berpaling kepada Chou Kian Ki? Dia sama sekali tidak merasa cemburu,
melainkan heran dan mulailah dia merasa curiga akan sikap gadis itu yang demikian
cepat berubah. Dia hanya pernah merasa kagum dan suka kepada gadis yang
tadinya tampak bersikap seperti seorang pendekar wanita. Akan tetapi kini begitu
genit dan tidak wajar!
Terdengar "Jenderal Chou bertepuk tangan gembira. "Bagus, kami sungguh
beruntung mendapatkan bantuan seorang gadis gagah perkasa seperti Nona Lai Cu
Yin! Sekarang giliran pendekar Siau limpai Liu Cin, harap suka memperlihatkan
kelihaianmu!"
Liu Cin bangkit dan menjura kepad tuan rumah. "Maafkan, Chou Taijin, karena saya
belum mengambil keputusan apakah saya akan menerima penawaran Taijin, maka
saya tidak ingin diuji. Kita tunggu sampai saya mengambil keputusan, barulah sudah
selayaknya kalau saya diuji. Untuk sementara ini, saya hendak berpikir-pikir dulu dan
melihat perkembangannya."
Hong-san Siansu hendak menegur atau membantah, akan tetapi Jenderal Chou
mengangkat tangan menahannya, lalu berkata dengan ramah kepada Liu Cin.
"Baiklah, Liu Enghiong ............"
"Goanswe, mengapa Goanswe masih bersikap sungkan dan menyebut Cin-ko
dengan sebutan Enghiong? Dari pada menggunakan sebutan Enghiong yang kaku,
bukanlah lebih baik kalau Goanswe 'menyebut Cin-ko dengan namanya saja?
ftagaimana pendapatmu, Cin-ko?"
Tentu saja Liu Cin tidak dapat membantah. "Kukira sebaiknya begitu." katanya lirih.
"Ha-ha-ha! Baiklah, Cu Yin. Mulai sekarang aku akan menyebut dia Liu Cin. Akan
tetapi sebaliknya, aku merasa tidak enak kalau kalian juga menggunakan sebutan
Taijin (Pembesar) kepadaku, mengapa tidak menyebut Paman saja?" kata Jenderal
Chou sambil tertawa gembira. Dia merasa senang sekali bisa mendapatkan dua
orang tenaga bantuan yang dapat diandalkan, terutama karena Ang Hwa Niocu Lai
Cu Yin yang ternyata umat lihai itu sudah menyatakan suka dan siap untuk
membantu.
"Terima kasih, Paman!" kata Cu Yin gembira sekali.
"Terima kasih," kata pula Liu Cin, tanpa menyebut paman.
"Mari kita perkenalkan dengan rekan-rekan kalian!" Jenderal Chou yang sedang
bergembira itu berkata dan memanggil pengawal dan diperintahkan, mengundang
Kang-lam Sin-kiam Kwan In Su, Im Yang Tosu, dan tidak ketinggal Ong Hui Lan untuk
datang ke ruanga itu.
Setelah mereka bertiga memasuki ruangan. Jenderal Chou lalu memperkenalkan
mereka satu kepada yang lain. Begitu memasuki ruangan itu, Hui lan melihat betapa
seorang gadis yang rambuatnya dihias tiga tangkai bunga merah duduk dekat Chou
Kian Ki. Memang tadi sengaja Cu Yin memilih tempat duduk dekat pemuda itu dan
mereka bicara bisik-bisik dengan sikap akrab. Diam-diam Hui Lan merasa sebal
sekali. Tidak ia tidak merasa cemburu karena sesungguhnya, belum tumbuh
perasaan cinta dalam hatinya terhadap Chou Kian Ki, baru perasaan kagum saja. Ia
belum mengenal betul watak pemuda itu. Akan tetapi, atas kehendak orang tuanya,
ia telah menjadi calon isteri atau tunangan Chou Kian Ki dan sekarang ia me lihat
calon suaminya itu bergaul demikian akrab dengan seorang gadis asing, apalagi yang
baru saja dikenalnya karena Jenderal Chou memperkenalkannya sebagai seorang
pembantu yang baru datang. Ia melihat bahwa gadis itu sikapnya amat genit,
matanya tajam mengerling penuh daya pikat kepada Kian Ki dan senyumnya yang
manis itu jelas dibuat-buat! Ketika ia diperkenalkan kepada Liu Cin yang disebut
sebagai Siuwlim Enghiong oleh Jenderal Chou dan dikatakan sebagai sahabat baik Cu
Yin, in pun menganggap pemuda yang kelihatan pendiam ini tentu juga bukan orang
baik-baik karena dia adalah sahabat baik gadis yang genit itu. Maka, setelah
diperkenalkan, Hui Lan pamit kepada Jenderal Chou dan kembali memasuki bagian
dalam gedung, kembali ke kamarnya. Jenderal Chou yang diam-diam masih merasa
dongkol dan tidak senang terhadap sikap Hui Lan yang terang-terangan dengan
tegas menolak untuk membantu pelaksanaan rencananya, tidak mencegahnya. Dia
dan Chou Kian Ki sedang menanti siasat yang sedang dipikirkan Hongsan Siansu
untuk menalukkan gadis yang telah dipilih menjadi calon mantunya itu.
Sementara itu, ketika Jenderal Chou memperkenalkan Ong Hui Lan sebagai calon
mantunya, calon isteri Chou Kian Ki, diam-diam ia semakin dirangsang untuk
mengambil Kian Ki sebagai kekasihnya. Pemuda itu harus menjadi miliknya lebih
dulu untuk sementara, sebelum menikah dengan Hui Lan. la sendiri sama sekali tidak
ingin menjadi isteri Kian Ki. Ia sudah mengambil keputusan untuk tidak menikah
dengan laki-laki manapun karena ia masih mempunyai keyakinan bahwa tidak ada
lak laki yang setia dan baik di dunia ini. harus membantu dan mendukung
pelaksanaan dendam sakit hati mendiang ibunya terhadap kaum pria! Kalau ia selalu
ingin memikat laki-laki, hal itu buka berarti ia suka kepada mereka. Tidak
kebenciannya tetap ada di dasar hatinya Ia hanya ingin memuaskan rangsanga
nafsunya sendiri dan untuk itu ia membutuhkan laki-laki. Akan tetapi ia tidak ingin
terikat oleh seorang laki-laki saja!
Demikianlah, mulai hari itu, Liu Cu Yin menjadi tamu di gedung Jenderal Chou.
Mereka masing-masing mendapatkan sebuah kamar tamu yang cukup mewah.
ooOOoo
.
Sejak pertama bertemu Jenderal Chou dan para pembantunya, Liu Cin sudah melihat
tanda-tanda bahwa Cu Yin agaknya tergila-gila kepada Chou Kian Ki. Hal ini
dikuatkan pula pada malam harinya. Ketika tanpa sengaja malam itu dia keluar dari
kamar dan melewati kamar Cu Yin, dia melihat bayangan seorang laki-laki
menyelinap masuk ke dalam kamar itu! Dia cepat bersembunyi di balik pintu
ruangan, kwawatir kalau-kalau bayangan itu seorang penjahat. Akan tetapi dia
mendengar suara percakapan lirih di kamar Cu Yin dan tak lama kemudian, pintu
kamar itu terbuka dan Cu Yin keluar dari kamar itu bersama Chou Kian Ki dengan
bergandengan tangan begitu mesra. Mereka berdua lalu pergi ke bagian dalam
gedung, entah kemana!
Jantung dalam dada Liu Cin berdebaar tegang. Biarpun dia seorang pemuda yang
lugu dan belum berpengalaman, namun melihat keadaan mereka berdua tadi, dia
dapat memastikan bahwa tentu Cu Yun bermain cinta dengan Chou Kian Ki. Dia
merasa heran. Memang tidak aneh kalau seorang pemuda bertemu seorang gadis
lalu mereka saling jatuh cinta. Akari tetapi masa baru saja bertemu lalu bermesraan
seperti itu? Padahal biasanya Cu Yin kelihatan begitu sopan! Teringatilah dia akan
sikap Cu Yin pada malam tempo hari itu, di mana Cu Yin mendekatinya dan begitu
bernafsu sengaja dia bermesraan, namun dia tolak. Mulailah Liu Cin melihat
keaselian watak Ang Hwa Niocu Lai Cu Yin! Dan teringatlah dia kembali betapa pada
keesokan harinya setelah dia menolak Cu Yin yang merangkulnya dan menyatakan
cinta, ketika mereka berada di rumah makan, mereka mendengar orang-orang
bercerita bahwa semalam ada dua orang pemuda yang mereka sebut Ang Kongcu
dari Si Ahok mati dibunuh siluman rase yang kabarnya berujud seorang wanita
cantik! Kini dia baru teringat betapa Cu Yin yang semalam murung karena dia tolak
ajakannya bermesraan pada pagi harinya tampak cerah dan gembira, tidak murung
lagi.
"Aihhh..........," Dia berkata dalam hatinya. "Jangan-jangan............ ah, apakah Lai Cu
Yin itu yang dikabarkan menjadi siluman rase dan membunuh dua orang pemuda
itu...........?" Dia bergidik. Pada jaman itu hampir semua orang percaya akan cerita
tentang siluman-siluman berubah menjadi manusia dan mencari korban antara
manusia. Dia pun percaya dan ia merasa ngeri! Dia sama sekali tidak merasa
cemburu melihat Cu Yin bermesraan dengan Chou Kian Ki, bahkan dia merasa muak
dan lenyaplah semua perasaan kagum dan sukanya terhadap gadis itu. Bahkan dia
pun mulai merasa tidak cocok untuk bekerja membantu Jenderal Chou yang katanya
akan menentang para pejabat tinggi yang korup dan lalim. Bagaimana mungkin dia
cocok bekerja sama dengan jenderal itu, melihat puteranya saja berwatak mata
keranjang seperti itu? Mana ada orang baik-baik mengajak seorang tamu wanita
yang baru saja dikenalnya untuk bermain gila? Dia merasa muak dan segera
melangkah menuju ke taman bunga yang berada di belakang gedung.
Liu Cin melihat sebuah bangunan kecil, sebuah beranda beratap tak berdinding, di
tengah taman. Beranda itu mungil dan dicat merah, terdapat beberapa buah bangku
panjang di situ. Agaknya menjadi tempat peristirahatan setelah orang lelah berjalanjalan
di taman, yang luas itu. Di depan bangunan itu terdapat sebuah kolam yang
cukup besar, di mana terdapat teratai yang berkembang merah dan putih, dan
banyak ikan emas berenang di antara bunga-bunga itu. Tempat itu diterangi dua
lampu gantung berwarna sehingga tempat itu tmpak indah dan nyeni (artistik). Akan
tetapi Liu Cin tidak ingin dilihat orang, lalu dia memilih duduk di atas sebuah batu di
belakang bangunan itu, terhalang semak-semak berbunga. Dia duduk melamun,
memikirkan dan mengenangkan semua yang dia alami sejak meninggalkan Gurunya,
bertemu dengan Cu Yin dan melakukan perjalanan bersama sampai di tempat itu.
Kurang lebih sejam lamanya dia duduk termenung di tempat itu. Tiba-tiba dia
mendengar suara isak tertahan. Tangis seorang wanita! Dia tertarik sekali dan
karena suara tangis tertahan itu datangnya dari arah bangunan kecil, dia mengintai
dari balik semak-semak. Dilihatnya seorang wanita memasuki beranda itu lalu
menjatuhkan diri duduk di atas bangku sambil menangis. Jelas bahwa gadis itu
menahan tangisnya, menutupi mukanya dengan tangan yang memegang
saputangan untuk menahan isak yang keluar dari mulutnya.
Liu Cin mengenal gadis itu sebagai Ong Hui Lan yang siang tadi diperkenalkan
kepadanya sebagai calon isteri atau tunangan Chou Kian Ki. Apa yang terjadi?
Mengapa gadis itu menangis? Tentu saja Liu Cin tidak berani bertanya. Mendekat
pun dia tidak berani karena hal itu akan dianggap sebagai tindakan yang kurang ajar.
Dia hanya seorang tamu tentu tidak pantas menemui gadis anggauta keluarga
seorang diri di dalam taman, pada waktu malam pula! Bahkan dia tidak berani
muncul dari tempat dia duduk dan tersembunyi, khawatir kalau gerakannya
ketahuan oleh gadis itu. Di membayangkan gadis itu yang siang tadi pernah
dijumpainya. Namanya Ong Hu Lan, gadis berusia sekitar sembilan belas tahun.
Orangnya pendiam dan tampak, lembut. Mukanya bulat, matanya tajam namun
lembut sinarnya, tubuhnya ramping dan pakaiannya sederhana dibandingkan
pakaian Lai Cu Yin. Seorang gadis yang cantik dan anggun, sikapnya berwibawa.
Akan tetapi gadis itu kini kehilangan sifatnya yang gagah ketika duduk menangis lirih
seorang diri di atas bangku itu.
Tiba-tiba Liu Cin yang sedang memandang gadis itu terkejut. Dia melihat sinar kecil
hitam meluncur ke arah gadis Itu. Tanpa disadarinya dia berseru.
"Awas, Nona...........!"
Ong Hui Lan terkejut, mengangkat mukanya dan melihat sinar hitam meluncur itu
sudah dekat sekali di depan tenggorokannya. Ia cepat membuang diri ke kiri.
"Ceppp! Ahhh.......!" Gadis itu mengeluh karena biarpuh ia sudah mengelak sehingga
tenggorokannya terhindar dari sambaran maut itu, pundak kanannya yang terkena
benda itu. Akan tetapi ternyata benda itu hanya sebuah ranting kayu sebesar
telunjuk, biarpun menancap di pundak, tidak mendatangkan luka yang berbahaya.
Hui Lan cepat mencabutnya. Darah mengucur dan terasa perih. Akan tetapi pada
saat itu, beberapa sinar datang menyerangnya dengan gencar. Hui Lan sudah siap
dan ia mengelak sambil menggerakkan kedua tangan memukul ke arah senjatasenjata
gelap itu.
Liu Cin menjadi marah sekali melihat gadis itu diserang orang secara menggelap. Dia
mengambil dua buah batu dan ia me lompat keluar semak-semak lalu melontar kan
dua buah batu sebesar kepalan tangannya itu arah semak-semak dari mana senjatasenjata
gelap itu datang. Tampak sesosok bayangan orang berkelebat dan lari dari
belakang semak itu. Liu Cin tidak dapat melihat dengan jelas karena di bagian itu
memang gelap. Dia hendak mengejar akan tetapi tiba-tiba Hui Lan sudah melompat
di dekatnya dan langsung menyerangnya kalang kabut.
Tentu saja Liu Cin menjadi kaget sekali. Dia cepat mengelak dan menangkis karena
Hui Lan menyerangnya bertubi-tubi dengan pukulan dan tendangan kilat.
"Nona, engkau salah paham!" Liu Cin berseru berkali-kali akan tetapi Hui Lan térus
saja menyerang. Terpaksa Liu Cin balas menyerang karena kalau hanya bertahan
saja, dia tentu akan terkena pukulan. Gadis itu ternyata lihai bukan main, memiliki
pukulan yang cepat dan kuat sehingga dia pasti akan kalah kalau dia tidak
membalas. Terjadilah pertandingan yang seru. Melihat gadis itu seperti kesetanan
dan marah sekali. Liu Cin maklum bahwa tentu ada sesuatu yang membuat gadis itu
demikian marah kepadanya. Dia cepat melompat ke belakang.
"Tahan dulu, Nona! Kenapa Nona menyerangku tanpa alasan?" tanyanya tegas.
"Hemmm, manusia tak tahu diri! Engkau bersekongkol hendak membunuhku! dan
masih bertanya mengapa aku menyerangmu?"
"Nanti dulu, Nona Jangan terburu nafsu sehingga engkau nanti akan menyesal
sendiri dengan tindakanmu yang gegabah. Aku bukan musuh. Aku tadi juga sudah
berada di sini ketika engkau datang dan menangis. Karena aku seorang tamu, maka
aku tidak berani muncul keluar, takut kalau disangka yang bukan-bukan. Aku hanya
mencari hawa segar di sini. Kemudian, aku melihat engkau diserang senjata gelap
aku membantumu, melempari penyerangmu itu dengan batu sehingga dia melarikan
diri. Akan tetapi tahu-tahu Nona malah menyerangku. apakah ini adil?"
Mendengar ini, Hui Lan menjadi agak lunak, akan tetapi ia berkata dengan Bicara
yang masih terdengar marah. "Hem, Bngkau adalah sahabat baik perempuan genit
cabul itu, mana mungkin engkau seorang baik-baik?"
Liu Cin merasa panas hatinya, mukanya menjadi merah dan dia pun berkata dengan
tegas.
"Nona, jangan menuduh orang sembarangan saja tanpa mengetahui keadaan
sebenarnya! Aku Liu Cin adalah murid Siauwlimpai dan tidak mungkin aku menjadi
seorang sesat. Lebih baik mati daripada hidup menjadi seorang jahat. Aku bukan
sahabat baik Ang Hwa Niocu Lai Cu Yin! Memang benar aku datang ke sini
bersamanya, akan tetapi hanya kebetulan saja aku melakukan perjalanan
bersamanya ketika kami bertemu di jalan dan menolongnya ketika ia dikeroyok
orang. Aku tidak mengenal betul siapa ia dan orang macam apa. Akan tetapi di
sepanjang jalan ia bersikap baik. Tidak tahunya..........."
Kini Ong Hui Lan memandang dengan sinar mata tajam, mulai menilai pemuda di
depannya itu.
"Tidak tahunya apa........... tanyanya.
"Nona, kalau boleh aku bertanya, apakah Nona juga melihat apa yang terjadi antara
Ang Hwa Niocu itu dengan tunanganmu?"
Hui Lan terkejut. "Ah, engkau melihat mereka?" tanyanya.
Liu Cin mengepal tinju. "Aku melihat dan merasa muak sekali! Dulu memang mereka
yang mengeroyoknya mengatakan bahwa dia adalah seorang wanita sesat akan
tetapi aku tidak percaya bahkan membelanya. Sekarang baru aku tahu bahwa ia
benar-benar seorang wanita sesat yang tidak tahu malu! Mulai detik ini aku tidak
sudi lagi disebut sahabatnya!"
"Liu Cin, kau mencintanya?"
"Tidak, aku tidak pernah mencintanya Ia boleh bermain gila dengan laki-laki
manapun, aku tidak peduli. Akan tetapi kesesatannya itu mencemari pula namaku
karena kebetulan aku datang bersamanya. Buktinya engkau sendiri juga mengira aku
orang yang sesat, Nona." "Sekarang tidak lagi, setelah engkau menceritakan
keadaanmu. Aku percaya padamu."
"Nona, karena itukah engkau tadi menangis? Ah, betapa kejamnya calon suamimu
bermain gila dengan wanita lain di depanmu, di dalam satu rumah! Aku akan
menegur perempuan itu, kalau perlu akan kuhajar ia!"
"Tidak, aku tidak bersedih karena Chou Kian Ki bermain gila dengan perempuan itu.
Aku juga tidak pernah mencintanya!"
"Ah, kalau begitu, maafkan pertanyaanku. Mengapa Nona bisa menjadi
tunangannya?"
Entah mengapa, tiba-tiba saja Hui lan percaya kepada pemuda yang lugu dan
sederhana ini. "Aku dijodohkan oleh ayahku dan sebagai anak yang berbakti, aku
tidak dapat menolak. Karena itulah, melihat dia kini bermain gila dengan Lai Cu Yin
itu, hatiku menjadi sedih sekali, bukan sedih karena cemburu, melainkan sedih
karena aku dijodohkan dengan jahanam macam itu!"
"Calon suamimu memang tidak benar, akan tetapi dia seorang laki-laki. Yang
menyebalkan adalah Ang Hwa Niocu! Aku akan menegurnya besok! Aku malu dfl
anggap sahabat seorang perempuan cabul macam itu!"
"Akan tetapi, bagaimana engkau dapat membuat ribut di sini? Bukankah engkau
telah menjadi pembantu Jendetai Chou Ban Heng?
"Tidak, aku belum menyanggupi! Aku minta waktu untuk mempelajarinya lebih dulu.
Yang sudah menyanggupi adalah! Ang Hwa Niocu. Aku ingin melihat dulu pekerjaan
macam apa yang harus kulakukan di sini."
"Engkau sebagai seorang murid Siauw limpai pasti akan mundur kalau mengetahui
apa yang akan mereka lakukan. Aku sendiri juga menentang mereka dan tidak sudi,
membantu, walaupun atas kehendak orang tua aku dijodohkan dengan putera
Jenderal Chou!"
"Ah, sudah kuduga ada yang tidak beres! Hui Lan......... eh, Nona, apakah
sesungguhnya yang terjadi?"
"Liu Cin, engkau boleh panggil aku Hui Lan saja. Kurasa kita berdua sepaham.
Jenderal Chao Ban Heng merencanakan pemberontakan untuk menjatuhkan
Kerajaan Sung yang baru dan membangun kembali Kerajaan Chou, tentu saja kalau
berhasil, Jenderal Chou yang menjadi kaisarnya. Mereka hendak mengusahakan agar
para pejabat tinggi yang setia kepada Kaisar Sung Thai Cu dienyahkan, dibunuh atau
difitnah agar dipecat dan kedudukannya diganti oleh orang yang mendukung
Jenderal Chou."
"Wah, gawat sekali kalau begitu! Aku pasti tidak sudi membantu pekerjaan yang
jahat itu. Membunuh para pejabat yang setia kepada Pemerintah? Dan pejabat yang
benar-benar setia justeru mereka yang baik dan tidak korup."
"Jenderal Chou tentu akan mencap mereka yang setia itu sebagai pembesarpembesar
korup yang lalim sehingga para pendekar mau membasmi mereka. Aku
tidak setuju dan menentang mereka dan saat ini aku tahu bahwa diam-diam
Jenderal Chou dan puteranya marah kepadaku."
"Hemmm, apakah karena itu maka tadi engkau diserang dan hendak di bunuh?"
"Kukira tidak, Liu Cin. Kalau mereka hendak membunuhku, tentu akan mudah saja
dilakukan Chou Kian Ki. Kau tahu dia itu memiliki ilmu kepandaian yang amat lihai,
jauh lebih lihai dari semua jagoan yang mendukung Jenderal Chou. Pasti bukan dia
yang tadi menyerangku dengan senjata gelap. Entah siapa, namun yang jelas, orang
itu ahli menggunakan senjata gelap yang disambitkan sehingga hanya menggunakan
ranting kecil dia dapat melukai aku dan nyaris membunuhku."
"Ahhh..........! Siapa lagi kalau bukan ia? tiba-tiba Liu Cin berseru.
"Ia-siapa, Liu Cin?"
"Siapa lagi kalau bukan Ang Hwa Niocu! Kau tahu, tiga tangkai bunga merah yang
menghias rambut Lai Cu Yin itu dapat ia pergunakan sebagai senjata rahasia yang
ampuh. Kalau ia mampu menyambitkan setangkai kembang sebagai senjata gelap,
tentu ia pandai menggunakan sepotong ranting kayu sebagai senjata rahasia. Ya,
pasti ia orangnya yang menyerangmu tadi!" kata Liu Cin gemas.
"Akan tetapi kalau benar ia, mengapa ia harus menyerangku? Antara ia dan aku
tidak ada permusuhan apapun, mengenal juga tidak!"
"Hemmm, sekarang aku semakin mengenal siapa perempuan itu. Pasti ia seorang
perempuan sesat yang kejam sekali! Ia menyerangmu tentu dengan niat untuk
merampas calon suamimu. Engkau merupakan penghalang baginya, maka ia
berusaha membunuhmu! Aku akan menegur dan menghajarnya!" Liu Cin kini
menjadi marah sekali. Akan tetapi Hui Lan cepat mencegah.
"Jangan bertindak gegahah, Liu Cin. Engkau akan celaka kalau bermusuhan dengan
mereka. Terima kasih atas pembelaanmu kepadaku, akan tetapi jangan sekali-kali
engkau menuduh perempuan itu. Apa buktinya? Engkau malah dituduh melempar
fitnah dan kalau Chou Kian Ki membelanya, nyawamu terancam bahaya maut. Aku
nasehatkan, sebaiknya engkau besok pagi-pagi mencari alasan untuk pergi dari
tempat ini dan jangan kembali lagi!"
"Dan engkau sendiri, Hui Lan? Eng kau tidak suka membantu mereka, bahkan
menentang. Engkau tidak suka pula menjadi isteri Chou Kian Ki apa lagi melihat
ulahnya bersama Lai Cu Yin walaupun demi baktimu kepada orang tua engkau
terpaksa harus menerimanya. Ah, engkau seolah hidup di dalam gua penuh harimau
yang akan menerkammu. Mengapa engkau tidak pergi saja?"
Dengan wajah sedih Hui Lan meng gelengkan kepalanya. "Bagaimana aku dapat
membantah kehendak ayahku? Selama ini aku belum pernah membalas jasa
kebaikan orang tuaku. Aku tidak ingin menjadi seorang anak ,yang put-hauw
(durhaka, tidak berbakti)." Ia menunduk, menyembunyikan matanya yang panas dan
basah lagi, lalu ia berkata, "Pergilah, Liu Cin, kembalilah ke kamarmu dan besok pagipagi
berpamitlah baik-baik dan tinggalkan tempat ini. Adapun aku........ biarlah aku
menerima nasibku jadi isterinya.......... akan tetapi, aku bersumpah akan tetap
menentang semua petbuatan jahat dari mereka semua............”
Liu Cin merasa iba sekali. Akan tetapi apa yang dapat dia lakukan? Tidak mungkin dia
mencampuri urusan orang lain, apalagi urusan perjodohan. Bagaimanapun juga, Hui
Lan sudah mengambil icputusan menerima nasib menjadi isteri Chou Kian Ki, demi
baktinya kepada orang tuanya! Timbul rasa iba dan di luar kesadarannya, pemuda
itu mengalami cinta pertama yang membuat dia terharu dan juga sedih.
"Kasihan engkau, Hui Lan. Kalau engkau mau pergi dari sini, aku akan membantumu
dan melindungimu dengan taruhan nyawaku sekalipun........ " Dia melangkah pergi
meninggalkan ucapan lirih itu.
Hui Lan tertegun mendengar ucapan itu, dan air matanya menetes turun, pandang
matanya kabur tertutup air mata ketika ia memandang pemuda tinggi tegap berbaju
kuning itu yang berjalan perlahan meninggalkan taman.
ooOOoo
Pada keesokan harinya, Liu Cin tidak mendapatkan halangan ketika dia berpamit
kepada Jenderal Chou dengan alasan bahwa dia ingin berjalan-jalan di sekitar kota
raja dan besok pagi akan kembali ke gedung itu. Dia membawa buntalan
pakaiannya.
Sementara itu, Hongsan Siansu sudah menemukan cara terbaik untuk menundukkan
Ong Hui Lan agar gadis itu membantu rencana mereka. Kalau saja Chou Kian Ki tidak
benar-benar jatuh cinta kepada Hui Lan, tentu Jenderal Chou dapat begitu saja
mengusir gadis meninggalkan rumahnya. Akan tetaj Kian Ki menentang niat ini. Dia
berkeras ingin memperisteri Hui Lan yang dicintanya. Biarpun dia telah mendapat t
Lai Cu Yin yang dapat menjadi kekasih yang mengasyikkan, namun cintanya tetap
ada pada Hui Lan dan dia hanya Ingin menjadikan Cu Yin sebagai hiburan saja,
sedangkan dia ingin membentuk keluarga dengan Hui Lan. Dia ingin Hui lan menjadi
ibu anak-anaknya. Karena itu, maka Hongsan Siansu mencari siasat yang
dianggapnya paling baik. Malam itu, siasat ini dilaksanakan. Dengan tidak adanya Liu
Cin di situ, hal ini bahkan memudahkan terlaksananya siasat itu.
Malam itu, dengan cara yang berani sekali, bahkan terang-terangan, Ang Hwa Niocu
Lai Cu Yin berada dalam kamar Chou Kian Ki. Mereka minum arak sambil makan kue
dan terjadilah percakapan yang tentu akan menarik sekali bagi orang lain kalau
mendengarnya.
"Menurutmu, bagaimana dengan gagasan siasat itu, Yin-moi?" tanya Chou Kian Ki
sambil minum araknya dari cawan perak.
"Menurut aku, siasat itu bagus sekali dan kiranya hanya dengan cara itulah kalian
akan berhasil, Chou Kongcu."
"Engkau tidak cemburu, bukan?" muda itu menggoda sambil mengamati wajah
wanita yang menjadi kekasih barunya itu.
Cu Yin tersenyum. Kemarin malam memang ia merasa tak senang ketika
perkenalkan kepada Hui Lan dan mendengar bahwa gadis itu adalah calon isteri Kian
Ki. Ia menganggap gadis itu akan menjadi penghalang niatnya? Bermain gila dan
bersenang-senang denjan Kian Ki, maka diam-diam ia berusaha membunuhnya.
Akan tetapi usahanya itu gagal karena Liu Cin menyambitkan batu-batu ke arah
tempat ia bersembunyi. Agar jangan ketahuan, ia cepat melarikan diri. Akan tetapi
setelah ia banyak bicara dengan Kian Ki dan mulai mengenal? watak pemuda yang
mata keranjang ini ia tahu bahwa Hui Lan tidak akan me jadi penghalang.
"Aih, Kongcu, mengapa cemburu? Kita sudah sepakat untuk sama-sama mencari
kesenangan dan tidak ada ikatan di antara kita. Engkau bebas bermain cinta dengan
wanita manapun, sebaiiknya aku pun tidak terikat kepadamu dan aku pun
memperoleh kebebasan. Apalagi Hui Lan adalah calon isterimu yang sudah
ditentukan oleh orang tuamu dan orang tua Hui Lan. Tentu saja aku tidak cemburu
bahkan aku akan membantumu." "Membantuku? Membantu bagaimana?"
"Membantu engkau mencapai kehendakmu tanpa harus menggunakan paksaan
secara kasar karena kalau engkau melakukan perkosaan, aku sangsi apakah Hui Lan
akan mau tunduk. Gadis itu memiliki watak yang keras. Aku mempunyai cara yang
jauh lebih baik. Mendekatlah, agar kubisikkan siasatku dan tidak terdengar orang
lain."
Kian Ki mendekatkan telinganya ke mulut wanita itu dan sambil merangkul leher
pemuda itu, Cu Yin berbisik-bisik. Kian Ki tampak senang sekali dan sambil menanti
datangnya tengah malam mereka tenggelam dalam gelombang nafsu mereka
sendiri.
Manusia adalah mahluk yang paling sempurna perlengkapannya dan menjadi
mahluk yang memiliki kepandaian dan kekuasaan karena kita disertai hati atau
pikiran. Akan tetapi justeru pikiran kini yang dapat menyeret kita menjadi mahluk
yang paling rapuh dan kejam. Kita mengadakan hukum-hukum, hukum adat, hukum
agama, hukum pemerintah dan hukum-hukum kesusilaan dan lain-lain. Makin
banyak kita manusia mengadakan hukum, makin banyak pula yang kita langgar
sendiri!
Mahluk selain manusia sejak lahir juga disertai nafsu-nafsu karena tanpa adanya
nafsu yang menyertai hidup, makhluk tidak dapat hidup. Di antaranya selain
mendorong untuk terdapat gairah hidup, nafsu juga memberi kenikmatan
Kenikmatan nafsu dalam makan membuat semua mahluk suka makan sehingga
tinggal hidup tidak mati kelaparan. Nafsu dalam hubungan sex membuat semua
mahluk dapat menikmatinya dan mau melakukannya sehingga semua mahluk dapat
berkembang biak dan tidak musnah. Akan tetapi semua mahluk selain manusia
mempergunakan dan melakukan hasrat nafsunya di bawah pengendalian nalurinya
sehingga semua berlangsung apa adanya dan wajar saja, apalagi karena makhluk
mengadakan hukum apa pun maka tidak terjadi pelanggaran apa pun.
Demikian pula manusia sejak lahir disertai berbagai macam nafsu yang
mendatangkan kenikmatan sehingga menolong manusia mempertahakan hidupnya.
Akan tetapi selain disertai nafsu, manusia juga dikaruniai hati akal pikiran dan
kelebihan ini bahkan seringkah mendorong manusia berbuat menyimpang dari
kewajaran dan batasan hukum-hukum yang mereka adakan sendiri. Pikiran yang
membuat manusia bukan menjadi majikan dari nafsu-nafsunya sendiri, melainkan
menjadi budak yang dikuasai nafsunya sendiri. Pikiran membayangkan kenikmatankenikmatan
itu, ingin mengulang lalu mulailah kita melakukan pengejaran untuk
dapat memperoleh kenikmatan yang ditimbulkan nafsu itu. Dan kalau nafsu sudah
menjadi majikan, kita menjadi budak yang dikuasainya, maka terjadilah perbuatanperbuatan
yang melangga hukum-hukum yang kita adakan sendiri. Kenikmatan
memiliki harta benda yang dapat memenuhi semua kebutuhan hidup seperti
sandang-pangan-papan kita kejar-kejar dan dalam pengejaran ini muncullah segala
macam cara yang melanggar hukum-hukum kita sendiri seperti mencuri. merampok,
menipu, korupsi, manipulasi, dan sebagainya. Kenikmatan dalam hubungan sex yang
sesungguhny amat indah dan suci karena hal itu m rupakan syarat mutlak untuk
perkembangbiakan manusia, juga merupakan pencurahan yang paling inti dari kasih
sa yang antara suami / isteri, oleh pikiran dibayang-bayangkan seolah dikunyahkunyah
sehingga membangkitkan gairah untuk mengejarnya. Pengejaran ini
menimbulkan segala cara yang melanggar hukum-hukum yang diadakan manusi
sendiri dan terjadilah perkosaan, perjinahan, pelacuran dan sebagainya!
Kalau nafsu sudah memperbudak manusia, maka segala pengetahuan tidak ada
artinya. Sejak ribuan tahun yang lalu, Tuhan telah memberi petunjuk melalui
manusia-manusia yang dipilihNya agar menyebarkan pelajaran tentang hal yang baik
sesuai dengan kehendak Tuhan, melaksanakan kebaikan dan mengharamkan serta
menjauhi kejahatan atau perluatan yang melanggar hukum tadi. akan tetapi
kenyataannya, segala pengetahuan yang ditampung dalam pikiran sama sekali tidak
mampu mengendalikan nafsu. Adakah seorang pun pencuri di dunia ini yang tidak
tahu bahwa mencuri itu jahat? Adakah seorang pun koruptor di dunia ini yang tidak
tahu bahwa. korupsi itu jahat? Semua telah tahu! Setiap orang yang melakukan
kejahatan tentu tahu bahwa apa yang dilakukannya ! tidak baik dan tidak boleh!
Akan tapi tetap saja di mana-mana terjadi tindakan yang jahat itu. Pengetahuannya,
hati akal pikirannya, tidak mampu mengekang gairah nafsunya sendiri. Bahkan sang
pikiran yang suka mengaku-aku sebagai Aku itu membela nafsu dan membantah
pengetahuan tentang hukum dan pelanggarannya itu. Misalnya seorang pencuri,
kalau kesadarannya akan kesalahannya itu muncul, hati akal pikirannya segera
berbisik. "Tidak apa, ini kulakukan karena terpaksa untuk mencukupi kebutuhan
hidup keluargaku." Seorang koruptor melawan kesadarannya sendiri dengan bisikan
pikiran "Tidak apa-apa semua pejabat juga melakukan itu dan itu lebih banyak lagi!"
Dan yang paling menyedihkan bahkan sang pikiran berbisik "Jangan khawatir, tidak
ada orang yaitu tahu, tidak ada orang melihatnya." Dengan bisikan ini dia lupa
bahwa dirinnya juga orang, akan tetapi sudah tidak di-orangkan sendiri, dan
memang benar karena padas saat itu, orangnya sudah hampir berubah menjadi
setan!
Demikian pula halnya dengan dua orang anak manusia bernama Chou Kia Ki dan Lai
Cu Yin itu. Mereka berkecimpung dalam lautan berahi yang mengasyikkan dan
memabukkan. Apakah mereka tidak tahu bahwa perbuatan mereka itu melanggar
hukum kesusilaan? Tentu saja mereka tahu, akan tetapi gairah nafsu sudah
membuat mereka menjadi buta. Mereka menjadi hamba-hamba kenikmatann nafsu
dan kesenangan sehingga menghalalkan segala cara demi memperoleh kenikmatan
itu!
Berbahagialah orang yang menyadari akan kelemahannya dan selalu berserah diri,
mohon bimbingan Tuhan karena hanya Kuasa Tuhan yang akan mampu meredakan
dan mengendalikan nafsu sehingga dia akan selalu ingat kepada Tuhan dan waspada
terhadap setiap langkah dan tindakan dalam hidupnya.
Setelah menjelang tengah malam, Kian Ki dan Cu Yin berindap-indap menghampiri
kamar tidur Ong Hui Lan. Sebagai calon mantu Jenderal Chou, tentu Ong Hui Lan
diberi sebuah kamar yang lebih indah, lebih besar dan lebih lengkap dibandingkan
kamar-kamar lainnya. Mereka berdua mendekatkan telinga di jendela dan
pendengaran mereka yang tajam dapat menangkap pernapasan Hui Lan dan tahu
bahwa gadis itu sudah tidur pula. kemudian, dengan tenaganya yang amat kuat, Kian
Ki dapat membuka jendela kamar itu dari luar tanpa menimbulkan suara keras.
Kemudian Cu Yin mengeluarkan belasan batang hio-swa (dupa biting),.
menyalakannya dan menimpukkan dupa-dupa biting ke dalam kamar, denngan
tepat gagang dupa-dupa itu menancap di atas meja. Asap hio yang baunya harum
dan aneh itu segera mememnuhi kamar yang jendelanya sudah ditutup kembali oleh
Kian Ki dari luar kamar.
Mereka berdua menunggu selama kurang lebih satu jam sampai belasan batang hio
yang menancap di atas meja am kamar itu terbakar habis dan asapnya merembes
perlahan-lahan keluar kamar melalui celah-celah atap. Ketika mereka menempelkan
telinga pada jendela dan mendengar betapa pernapasan Hui Lan kini terdengar
berat tanda bahwa ia sudah terpengaruh asap dan berada dalam keadaan tidur yang
amat dalam seperti tiak sadar, Cu Yin sambil tersenyum dan memberi isarat agar dia
memasuki kamar.
Kian Ki juga tersenyum, lalu memasuki kamar melalui jendela itu, dan dia mencabuti
gagang belasan batang hio dan menyerahkan kepada Yu Cin yang berada di luar. Cu
Yin menerimanya lalu meninggalkan tempat itu kembali ke kamarnya sendiri.
Agaknya setan-setan sendiri menggerakkan hati akal pikiran Kian dan Cu Yin yang
malam itu melaku perbuatan terkutuk. Dalam keadaan tidur nyenyak dan tidak
sadar atau kesadaranya hanya layap-layap saja, Ong Hui Lan tidak berdaya akan apa
yang dilakukan Chou Kian Ki terhadap dirinya!
Chou Kian Ki sesungguhnya mencintai Ong Hui Lan. Dia tidak ingin menyakiti gadis
yang menjadi calon istcrinya itu dan memang dia melakukan perbuatan terkutuk itu
dengan hati-hati dan penuh kasih sayang. Sebetulnya dia terpaksa melakukan ini
karena niatnya itu bukan terdorong nafsu berahi, melainkan untuk mematahkan
perlawanan Hui Lan yang menentang rencana ayahnya. Siap untuk menggauli Hui
Lan secara ini memang sudah direncanakan oleh Hongs Siansu dan juga disetujui
ayahnya. Kalau Hui Lan sudah digaulinya biarpun dengan setengah memperkosanya
karena gadis itu berada dalam keadaan hampir tidak sadar oleh pengaruh dupa
pembius, tentu tida ada alasan lagi bagi Hui Lan untuk mengulang rencana Jenderal
Chou. la sudah menjadi isteri Kian Ki, sudah menjadi putusan Jenderal Chou, maka
tidak ada jalan lain kecuali mendukung rencana oleh mertuanya! Keyakinan inilah
yang mendorong Kian Ki tega menggauli tunangannya sendiri yang berada dalam
keadaan hampir tidak sadar. Bagi Hui Lan, peristiwa yang dialaminya itu tentu saja
membuatnya terkejut dan menolak. Akan tetapi karena ia sudah terbius, maka
peristiwa itu hanya lapat-lapat saja, seperti orang bermimpi. Ketika keesokan
harinya pagi-pagi sekali, pembius itu sudah melepaskan cengkeramannya dari
kesadaran Hui Lan dan gadis itu terbangun dari tidur dan, dapat dibayangkan betapa
kagetnya ketika ia mendapatkan dirinya berada dalam rangkulan dan pelukan Kian
Ki. Matanya terbelalak, jeritnya tertahan ketika ia melihat betapa mereka berdua
dalam keadaan telanjang!
"Ihhh !" Hui Lan bangkit dan suaranya membuat Kian Ki terbangun. Pemuda ini juga
bangkit dan dia merangkul Hui Lan.
"Lan-moi ............!"
"Apa ........ apa yang terjadi ...........?
yang kau lakukan ini........?" Hui Lan kata tergagap dan ia menarik seprei untuk
menutupi badannya, mukanya pucat sekali dan matanya terbelalak memandang
wajah Kian Ki. Kamar itu hanya diterangi sebuah lampu yang tidak begitu terang......!
"Lan-moi, maafkan aku............!”
Hui Lan melihat pakaiannya bertumpuk di sudut pembaringan. Cepat disambarnya
pakaiannya dan sambil berkerudung selimut ia melompat turun dari pembaringan,
bersicepat mengenakan pakaiannya di balik almari dan biarpun karena tergesa-gesa
pakaiannya masih belum beres benar, ia sudah menghampiri pembaringan lagi. la
melihat Kian Ki juga sudah mengenakan pakaiannya dan pemuda itu duduk di tepi
pembaring dengan wajah khawatir.
"Ki-ko, katakan, apa yang telah tejadi? Kenapa engkau berada di atas pebaringanku
dan ......... dan........ apa yang ka Apa ........... apa yang terjadi.........? Apa yang mau
lakukan ini..........?" Hui Lan berkata tergagap dan ia menarik selimut untuk menutupi
badannya, mukanya pucat sekali dan matanya terbelalak memandang wajah Kian Ki
Lakukan?” la Terbelalak memandang kearah pembaringan di mana terdapat tandatanda
bahwa ia telah ternoda! la telah dinodai Chou Kian Ki! "Kau..... kau. la
menudingkan telunjuk kirinya ke arah muka pemuda itu. "Engkau telah mengauliku,
menodaiku.......Keparat........!"
"Tenang dan sabarlah, Lan-moi. jangan ribut-ribut, apakah kau ingin seorang
mendengar dan tahu akan keadaan ini?" Mendengar itu, tiba-tiba Hui Lan menangis.
Ia menangis sesenggukan, la terisak-isak, akan tetapi ia mengguna kedua tangan
menutupi mukanya menahan agar isak tangisnya tidak sampai terdengar kuat. la
menyadari bahwa kalau ada orang mendengar bahwa telah ternoda, hilang
kegadisannya, itu akan merupakan aib yang tak tertanggungkan perasaannya.
Kian Ki menghibur dengan kata-kata lembut, akan tetapi dia tidak berani mendekat
apalagi menyentuh tunangann itu. "Lan-moi, engkau tahu aku amat mencintamu.
Malam tadi, karena kebanyakan minum arak, aku tidak kuat lagi menanggung rindu
hatiku kepadamu.
Aku ingin dekat denganmu, maka aku........ aku memasuki kamarmu dan aku..........
ahhh, Lan-moi. Hal itu telah terjadi. Engkau tunanganku, bukan? Calon isteriku. Kita
saling mencinta dan apa salahnya kalau malam tadi kita sudah menjadi suami isteri?
Besok aku akan minta kepada ayah agar kita segera melangsungkan pernikahan,
menjadi suami isteri yang sah. Aku cinta kamu, Lan-moi, aku bersumpah, aku cinta
kamu dan engkau akan menjadi isteriku, ibu anak-anakku................"
"Tidak! Engkau jahanam keparat yang terkutuk. Setelah apa yang kau lakukan
terhadap diriku ini, aku tidak sudi menjadi isterimu, tidak sudi menjadi sahabatmu
sekalipun. Engkau menjadi musuhku, musuh yang harus kubunuh!" Setelah berkata
demikian, tiba-tiba Hui Lan melompat ke depan dan menyerang dengan pukulan ke
arah dada Kian Ki. Pemuda yang memang amat sayang kepada Hui Lan itu tidak
melawan.
"Wuuuttttt....... bukkk!" Pukulan tangan kanan Hui Lan itu tepat mengenai dada Kian
Ki dan tubuh pemuda itu terjengkang di atas pembaringan. Pada saat terdengar
suara orang-orang di luar kamar. Mendengar ini, Hui Lan yang kwatir kalau mereka
mengetahui apa yang terjadi, segera menyambar pedang Ceng hwa-kiam miliknya
dari dinding dia pun membuka daun pintu kamar pergi cepat keluar gedung. Para
pada yang melihat gadis itu tergesa-gesa pergi hanya memandang heran akan tetapi
tidak berani bertanya.
Kian Ki yang tidak terluka parah oleh pukulan itu karena tadi dia telah melindungi
dirinya dengan tenaga sakti segera melaporkan kepada ayahnya akan peristiwa itu.
Dia menceritakan bahw dia telah berhasil melaksanakan siasat yang diajukan
Hongsan Siansu, akan tetapi setelah sadar Hui Lan lalu pergi meninggalkan gedung.
“Hemmm, gadis itu sungguh keras kepala dan keras hati? Yang menodainya adalah
calon suaminya sendiri, mengatakan tidak mau menerima keadaan menghilangkan
aib dengan cepat-cepat menikah denganmu? Mengapa ia malah pergi dan
membawa aib yang akan menyiksa perasaan hatinya? Ah, agaknya gadis itu
sesungguhnya tidak cinta padamu, Kian Ki”
"Ayah, akan tetapi aku mencintainya! Aku harus mendapatkannya, aku akan
mengejarnya, Ayah!"
Setelah berkata demikian, Kian Ki cepat merapikan pakaian dan membawa
pedangnya lalu keluar dari gedung untuk melakukan pengejaran terhadap Hui Lan
yang melarikan diri. Tiba di pekarangan depan, Lai Cu Yin menyusulnya.
"Chou Kongcu, sepagi ini engkau hendak ke mana?"
Kian Ki berhenti melangkah dan setelah berhadapan dengan Cu Yin, dia menghela
napas dan berkata, 'Yin-moi, aku harus mengejar dan mencari Lan-moi!"
Cu Yin tersenyum dan berkata. "Aku tadi sudah mendengar bahwa Hui Lan
melarikan diri. Akan tetapi, engkau sudah berhasil, bukan?"
"Sudah, akan tetapi ia keras kepala.
Setelah terbangun pagi tadi, ia mar marah, memukulku, lalu melarikan di Aku harus
mendapatkannya kembali, Yin moi, aku tidak mau kehilangan Lan-moi isteriku!"
Cu Yin tersenyum mengejek. "Hem, engkau amat mencintanya. Kalau engkau dapat
menyusulnya akan tetapi ia kukuh tidak mau kembali apa yang akan lakukan?"
"Aku akan minta maaf kepadanya aku akan membujuknya."
"Kalau ia tetap menolak?"
"Ah, aku tidak tahu harus berbua apa..........."
"Aku dapat menolongmu, Kongcu."
"Bagus! Engkau memang cerdik. Kalau ia tetap menolak untuk kembali, padahal aku
tidak mau kehilangan isteriku, lalu bagaimana, Yin-moi?"
"Kita tangkap dan bawa ia kembali dengan paksa."
"Akan tetapi ia akan bertambah benci padaku!"
"Tidak, Kongcu. Kebenciannya hanya sebentar. Ingat, Hui Lan seorang perawan
ketika kau gauli, tentu saja dara itu menjadi kaget, marah, dan bingung. Kalau kita
tangkap dan bawa pulang, lalu kau bujuk perlahan-lahan, tentu ia akan menurut.
Tidak mungkin ia membiarkan dirinya ternoda dan membawa aib kemana-mana.
Kalau menjadi isterimu berarti ia tidak terkena aib dan hidup terhormat."
"Ah, engkau kekasihku yang pandai!" Kian Ki menjadi girang dan merangkul Cu Yin.
"Ih, nanti dilihat orang. Mari kita lipat kejar dan susul Hui Lan, Kongcu."
Mereka berdua lalu keluar dari pekarangan dan mulai mencari jejak dan mengejar
Hui Lan.
ooOOoo
Hui Lan berlari keluar dari kota raja sambil menangis. Air matanya bercucuran dan
hatinya menjerit-jerit, la telah dinodai, ia telah diperkosa si jahanam Chou Kiah Ki,
demikian hatinya jerit. Apa gunanya hidup lagi? la masuki hutan di tepi jalan umum
dan tampak lagi dari jalan. Ia menyelinap antara pohon-pohon, kini melangkah
perlahan tanpa arah tertentu. Kedua kaki melangkah sendiri tanpa digerakkan pik
annya yang melayang-layang di antara kegelapan yang mengerikan. Pikiran yang
keruh menimbang-nimbang, mencari jalan keluar terbaik, namun selalu nemukan
jalan buntu.
Kembali ke gedung Jenderal Chou menurut, menjadi isteri Chou Kian Tidak sudi,
bantah hatinya. Dua hal yang membuat ia bagaimanapun juga tidak akan sudi
menjadi isteri Chou Kian Pertama, karena keluara itu merencanakan pemberontakan
dengan cara yang licik dan curang, berlawanan dengan nuraninya yang selalu
menjunjung tinggi kebenaran dan keadilan. Kedua, kalau tadinya ada sedikit rasa
kagum dan suka bukan cinta, terhadap diri Chou Kian Ki kini semua itu sirna dan
berubah menjadi dendam dan benci! Laki-laki itu secara muram, tak mungkin ia
dapat mencinta apalagi menjadi isterinya. Tidak, sampai mati pun ia tidak sudi
kembali ke gedung Jenderal Chou, tidak sudi tunduk menjadi isteri jahanam Chou
Kian Ki.
Lalu bagaimana? Melarikan diri dan membawa aib yang akan bertahan selama
hidupnya? Membiarkan kemungkinan keluarga Chou, kalau tidak berhasil
membujuknya kembali, menyiarkan berita bahwa ia bukan perawan lagi dan
mungkin menyebar fitnah bahwa ia yang bertindak menyeleweng dan membiarkan
kegadisannya direnggut orang? Ah, betapa semua orang akan membicarakannya,
mencibir, mengejek dan menghinanya! Dan ayah ibunya! Ayah ibunya bisa mati
karena malu mendengar akan aib yang menimpa dirinya ini!
Hui Lan berhenti dan menjatuhkan diri terduduk dan bersandar pada batang pohon
besar dengan bingung. Dunia ini seolah gelap baginya. Kembali kepada Keluarga
Chou ia tidak sudi, sebaliknya kalau tidak kembali ia menghadapi bencana yang lebih
menyeramkan lagi, yang namanya dan nama ayah ibunya akan tercoreng kotoran
yang tidak dapat dihapus sampai mati! Maju salah mundur tak benar! Lalu apa yang
harus ta lakukan?
"Ayah ............! Ibu ............!" Gadis itu menangis menggerung-gerung. Kini, di dalam
hutan ia tidak menahan-nahan lagi suara tangisnya dan ia menjerit-jerit menyebut
ayah ibunya dengan air mata oercucur Ia bersimpuh di bawah pohon itu, tubuhnya
membungkuk-bungkuk sampai dahinya menyentuh tanah.
"Suhuuuuu ........!!" Kini ia menyebut suhunya karena hanya tiga orang itulah
ayahnya, ibunya, dan gurunya yang disambatinya.
Akan tetapi tangis menggerung-gerung menyebut nama mereka bukan menghibur,
bahkan semakin, menyayat meremas hatinya sehingga pandang matanya menjadi
gelap dan membuat ia hampir jatuh pingsan. Akan tetapi ia menguatkan dirinya.
Mati! Itulah jalan satu-satunya untuk membebaskan diri dari kedua pilihan yang
sama-sama mengerikan dan amat dibencinya itu. Kembali ke Keluarga Chou tidak
sudi, melanjutkan hidup menderita aib juga ia tidak sudi karena mengerikan, maka
matilah yang akan membebaskannya dari kedua pilihan itu. Mati, bebas dari semua
kesengsaraan dan penderitaan. Ia mengangkat kepala, memandang kepada dahan
yang melintang di atasnya. Dahan yang cukup kuat, sebesar pahanya. Perlahanlahan
dengan kedua tangan gemetar akan tetapi tanpa ragu sedikitpun, Hui Lan
menanggalkan pedang dari punggungnya, lalu meloloskan ikat pinggangnya yang
panjang berwarna merah.
Ia mengikatkan sabuknya di dahan pohon itu, lalu melompat ke atas dahan
pohon,diikatkannya ujung sabuk ke lehernya.
"Ayah, Ibu, Suhu, maafkan aku terpaksa meninggalkan kalian bertiga. Maafkan aku
dan selamat tinggal........!" la lalu melompat turun dan tubuhnya tertahan dan
tergantung ketika tali itu menjerat lehernya. Semua lalu gelap gulita.
Hui Lan membuka matanya dan medapatkan dirinya rebah telentang di bawah
pohon besar itu. Dengan heran melihat wajah seorang laki-laki duduk di atas batu, di
dekatnya.
"........... di mana aku............? Sorga atau Neraka..........?" la menggumam dan
suaranya serak, lehernya terasa agak nyeri.
"Nona, engkau masih berada di dunia di dalang hutan............." kata Liu Cin dengan
terharu. Dia merasa iba sekali melihat gadis ini, yang meraba-raba lehernya mecoba
untuk bangkit duduk akan tetapi rebah kembali.
Hui Lan yang mulai sadar itu memandang ke arah dahan pohon dan ia teringat
semua. "Akan tetapi......... aku ............. aku mati, seharusnya aku mati ............."
Liul Cin memperlihatkan gulungan sabuk merah di tangannya dan berka "Nona,!
engkau tidak mati, nyaris mati memang...............”
"Kenapa? Ah, kenapa engkau mengagalkan aku mati? Kenapa?" Ia kini memaksa diri
bangkit duduk dan memandang dengan mata melotot penasaran kepada pemuda
itu. Kini baru ia menyadari bahwa ketika ia menggantung diri, pemuda ini tentu telah
menyelamatkannya.
"Nona, bunuh diri bukan perbuatan gagah. Bunuh diri itu dosa besar dan hanya
dilakukan seorang pengecut, padahal aku tahu bahwa engkau bukanlah seorang
pengecut, engkau seorang gadis gagah perkasa."
'
"Siapa engkau ........... ??" Hui Lan dengan marah menatap wajah pemuda itu.
"Nona Ong Hui Lan, lupakah engkau kepadaku? Aku Liu Cin."
"Liu Cin? Ah, Liu Cin ............, mengapa tidak kau biarkan aku mati saja.......?" Gadis
itu menangis sesenggukan.
Liu Cin merasa kasihan sekali. Dia menyentuh kedua pundak gadis itu dan berkata
dengan suara gemetar penuh perasaan. "Nona, apa yang terjadi denganmu? Siapa
yang mengganggumu? Aku tersumpah untuk menghajar orang yang berani
membuat engkau berduka seperti ini."
Liu Cin ...........!!" Hui Lan mengeluh danterkulai kedepan, cepat dirangkul Liu Cin dan
dalam keadaan setengah pingsan itu Hui Lan merangkul dan membenamkan
mukanya di dada pemuda itu sambil menangis tersedu sedan.
Liu Cin membiarkan gadis itu menangis sepuasnya di dadanya. Gadis itu kini seolah
menemukan tempat untuk menumpahkan semua kesedihannya, setelah
menumpahkan semua kehancuran hatinya melalui air mata yang membanjir keluar
dan membasahi baju Liu Cin perlahan lahan Hui Lan menjadi tenang dan setelah ia
merasa betapa ia menangis di dada Liu Cin dan membasahi baju pemuda itu, ia
cepat menarik mundur tubuhnya dari pangkuan Liu Cin
.
"Liu Cin, ........... maafkan aku ........ tidak semestinya aku menangis begini .........."
"Tidak mengapa, Nona. Bukankah kita telah berkenalan dan menjadi sahabat?"
"Tapi, aku tidak dapat berterima kasih karena engkau selamatkan dari maut. Engkau
bagiku malah menggagalkan kebebasanku."
"Maafkan kalau aku membuat engkau merasa kecewa dan penasaran, Nona Ong.
Akan tetapi sekali lagi kutekankan bahwa perbuatan bunuh diri adalah perbuatan
para pengecut yang tidak berani menghadapi kenyataan dan hendak melarikan diri.
Akan tetapi melarikan diri dengan cara bunuh diri bahkan membuat kita lebih
menderita lagi. Apa engkau tahu bahwa bunuh diri membuat kita penjadi arwah
penasaran? Coba Nona ingat-ingat lagi semua yang diajarkan oleh gurumu.
Bukankah beliau juga mengeluarkan hal yang sama dengan apa yang katakan tadi?"
Hui Lan menghela napas panjang.Sejak pertemuannya pertama dengan pemuda ini
di taman bunga belakang gedung Jenderal Chou, ia entah bagaimana sudah
mempunyai perasaan percaya kepada pemuda murid Siauwlimpai ini. Tadinya ia
memandang Liu Cin dengan curiga karena pemuda itu datang bersama Lai Cu Yin
yang genit, akan tetapi setelah mereka bercakap-cakap di taman, pandangannya
terhadap pemuda ini menjadi lain. Dan kini, ucapan pemuda yang tampak lugu dan
jujur ini begitu mengena dalam hatinya. Ia teringat akan nasehat-nasehat gurunya
dan terbuka kesadarannya bahwa hampir saja ia melakukan hal yang amat bodoh
dan pasti ditentang oleh gurunya.
"Terima kasih, Liu Cin," Ia kini rasa heran sendiri mengapa ia menyebut nama
pemuda itu begitu saja seolah mereka telah menjadi sahabat baik lama sekali.
"Nona.............."
"Nanti dulu, Liu Cin. Sejak semula aku telah menyebut namamu begitu saja maka
tidak enaklah kalau engkau menyebutku Nona. Engkau tahu bahwa namaku Hui
Lan."
Liu Cin tersenyum. Sebetulnya di merasa rikuh (canggung) untuk menyebut gadis itu
namanya saja karena bagai manapun juga dia telah mendengar bahwa gadis ini
masih keturunan bangsawan, selain puteri seorang bangsawan Kerajaan Chou yang
pejabat tinggi, juga calon mantu seorang jenderal yang dahulunya seorang
pangeran. Akan tetapi mendengar ucapan Hui Lan, dia merasa senang juga.
"Baiklah, Hui Lan. Nah, sekarang engkau telah menyadari bahwa tindakanmu tadi itu
sama sekali salah sehingga aku tidak khawatir engkau akan kedakukannya lagi.
Ceritakanlah mengapa engkau begini berduka seperti orang putus asa? Apa yang
telah terjadi? Padahal waktu kemarin dulu engkau masih hidup baik-baik di rumah
calon mertuamu?"
Hui Lan menghela napas panjang berulang kali. Bagaimana mungkin ia menceritakan
apa yang telah terjadi, malapetaka yang menimpa dirinya, kepada Liu Cin yang
sebetulnya merupakan orang asing baginya? Menceritakan aib yang menimpa
dirinya? Ah, tidak mungkin. Akan tetapi ia tidak dapat mencari alasan lain, tidak
biasa berbohong, maka ia berkata lirih.
"Maafkan aku, Liu Cin. Aku tidak dapat menceritakan apa yang terjadi, hanya dapat
kuceritakan bahwa aku telah melarikan diri meninggalkan Keluarga Chou. Tadinya
aku memang merasa tidak mungkin dapat hidup terus dan mau membunuh diri,
akan tetapi sekarang menyadari kekeliruanku. Aku tidak akan membunuh diri, Liu
Cin dan terima kasih atas semua peringatan dan nasehatmu.
Liu Cin mengangguk. Dia tidak dapat apa yang telah terjadi, akan tetapi yakin bahwa
tentu terjadi bentrok antara Hui Lan dengan Keluarga Chou.
"Apa engkau tidak akan kembali rumah Keluarga Chou? Ingat, engkau adalah calon
mantunya, calon isteri Chou Kian Ki."
"Aku tidak sudi! Aku bukan calon mantu Keluarga Chou lagi. Aku tidak sudi kembali
ke sana, tidak sudi membantu rencana busuk mereka, tidak sudi menikah dengan
jahanam itu!"
Liu Cin merasa heran sekali dan yakin bahwa tentu telah terjadi sesuat yang hebat.
"Akan tetapi kenapa........?
Dia teringat bahwa gadis itu tidak mau menceritakan apa yang terjadi, maka tidak
baik kalau ia memaksa terus hendak mengetahui urusan orang lain. "Maaf Hui Lan,
aku lupa bahwa engkau tidak dapat menceritakan apa yang telah terjadi. Akan tetapi
kalau engkau tidak mau kembali ke sana, apakah engkau kini akan pulang ke rumah
orang tuamu?"
Gadis itu menggelengkan kepalanya. '"Tidak juga, Liu Cin. Ayah ibuku yang tinggal di
Nan-king tentu akan menjadi marah dan berduka melihat aku yang mereka
jodohkan dengan Chou Kian Ki itu kini tidak mau membantu Jenderal Chou bahkan
lari meninggalkan rumah mereka. Aku tidak tega melihat mereka berduka." ,
"Kalau begitu, engkau hendak pergi ke tempat seorang dari para sanak keluargamu?
Di mana?"
Kembali Hui Lan menggelengkan kepala. "Tidak, aku tidak mempunyai sanak
keluarga yang dapat kudatangi dan menampungku."
"Eh? Kalau begitu, engkau hendak pergi ke mana, Hui Lan?" tanya Liu Cin bingung,
kasihan dan khawatir.
"Entahlah, Liu Cin. Yang jelas, aku harus pergi dari semua ini, aku...... aku...... akan
merantau dan aku akan mencari guruku, atau mencari guru lain untuk
memperdalam ilmu silatku" Ia berteriak bahwa ia bersumpah dalam ha untuk
membunuh Chou Kian Ki. Itu kini satu-satunya tujuan hidupnya, bahkan yang
mendorongnya untuk tetap hidup. Membalas dendam!
"Memperdalam ilmu silatmu? Akan tetapi, engkau sudah cukup lihai dan tangguh,
Hui Lan."
"Tidak, sama sekali belum cukup, Li Cin." Tentu saja masih jauh dari cuku karena
Kian Ki merupakan lawan yan amat berat.
"Kalau begitu, mari kita cari guru bersama, Hui Lan. Aku juga seorang yang hidup
sebatangkara, tiada sanak saudara, dan aku pun ingin memperdalam ilmu silatku.
Akan tetapi......., tentu saja kalau engkau mau melakukan perjalanan bersamaku."
"Akan tetapi, kenapa engkau dapat tiba-tiba berada di sini, Liu Cin? Bukankah
engkau menjadi tamu di rumah Keluarga Chou, bersama wanita genit itu dan
menjadi pembantu apa yang dipetakan sebagai perjuangan Jenderal Chou?" tanya
Hui Lan yang memang maklum tahu bahwa Liu Cin telah pergi sendiri sana.
"Tidak, Hui Lan. Sejak pagi kemarin ku sudah pergi dari sana dan sudah Mengambil
keputusan untuk tidak kembali l.igi ke sana."
"Akan tetapi bagaimana dengan saha-Kit baikmu, Lai Cu Yin itu? Apakah ngkau
tinggalkan ia begitu saja?"
"Ang Hwa Niocu Lai Cu Yin bukan abat baikku, Hui Lan. Sejak awal telah kukatakan
bahwa kami hanya kebetulan saja bertemu di perjalanan dan berkenalan. Aku mau
melakukan perjalanan bersamanya karena tadinya ia bersikap baik sebagai seorang
gadis pendekar yang sopan dan baik budi. Akan tetapi setelah melihat ulahnya di
gedung lenderal Chou, baru aku tahu orang macam apa adanya gadis itu. Nah,
maukah engkau kutemani mencari seorang guru uk memperdalam ilmu silat kita?"
Hui Lan mengangguk. Dalam hatinya ia merasa girang dan berterima kasl sekali
kepada pemuda sederhana ini. Tentu saja, dengan adanya teman seperjalanan
seorang pemuda yang gagali sopan, dan jujur seperti Liu Cin, ia akal lebih
bersemangat dan tabah. Ia sendiri belum pernah melakukan perjalanan jau| seorang
diri, apalagi perjalanan yai tidak tentu arah tujuannya.
Hui Lan lalu menanggalkan semui perhiasannya, anting, kalung, hiasan rami but,
gelang yang kesemuanya terbuai dari emas permata, dan menyerahkannj kepada Liu
Cin.
"Simpanlah semua ini, Liu Cin, untuk keperluan dan bekal perjalanan kita. Aki pun
memerlukan beberapa setel pakaiai pengganti karena semua pakaianku tidak
kubawa serta ketika aku melarikan diri.* Liu Cin tidak membantah, menerim*
perhiasan itu dan memasukkannya ke dalam buntalan pakaiannya. "Mari kit;
tinggalkan hutan ini dan mulai dengar perjalanan kita, Hui Lan." "Ke mana?"
"Ke mana saja hati kita membawa Hui Lan." Mereka lalu melangkah keluar dari tan
dan setelah tiba di jalan umum, reka menuju ke selatan karena ke ra berarti kembali
ke kota raja dan t u saja mereka tidak menghendaki mbali ke sana.
Matahari telah naik tinggi ketika Hta-reka tiba di daerah terbuka. Tidak Brfa pohon
di daerah yang cukup luas itu Ha:i melihat banyak pangkal pohon di Tatrah itu,
mudah diketahui bahwa agaknya pohon-pohon di situ telah ditebangi iang. Mungkin
tadinya merupakan se-«i mpulan pohon pilihan yang baik untuk n cmbangun
rumah, dan kini sudah habis ti tebangi orang. Yang tampak hanya pangkal-pangkal
pohon mencuat dari talilah dan kini tempat itu menjadi lapang-in rumput yang
lengang.
Tiba-tiba mereka melihat dua bayang nu orang berlari cepat dari depan. Mereka itu
bukan lain adalah Cnou Kian Ki dan Lai Cu Yin yang pagi tadi melakukan pengejaran
terhadap Hui Lan. Mereka mengejar mengikuti jalan umum ke selatan dan karena
mereka tidak me bahwa Hui Lan meninggalkan jalan l memasuki hutan, maka
mereka mei tempat itu sampai jauh. Setelah m beberapa dusun dan tidak ada yang
lihat Hui Lan dalam dusun-dusun Kian Ki dan. Cu Yin lalu kembali, lum bahwa
agaknya Hui Lan tidak mp ambil jalan menuju ke selatan itu. K ka mereka berlari ken
bah ke utara lah mereka bertemu dengan Hui Lan Liu Cin yang sedang melakukan
perjal an ke selatan setelah keluar dari da hutan.
Ketika dua bayangan itu sudah de dan mengenal bahwa mereka adalah K' Ki dan Cu
Yin, Hui Lan menjadi mar sekali. Ia sama sekali tidak gentar wal pun ia maklum
bahwa ia tidak a' mampu mengalahkan Kian Ki. Maka, sudah cepat mencabut Cenghwa-
ki dan siap. menyerang.
Kian Ki mengerutkan alisnya keti melihat Hui Lan bersama Liu Cin. "L moi, bagaimana
engkau bisa bersama o ngan Liu Cin di sini?" tegurnya dengan dipenuhi cemburu.
"Huh, aku berada di manapun bersama siapapun, apa pedulimu?"
"Lan-moi, mari kita pulang. Aku se.....a datang menjemputmu." "Tidak sudi! Aku
tidak sudi kembali rumahmu yang terkutuk!"
"Aih, Lan-moi-, engkau adalah isteriku, ingat?"
"Jahanam, siapa isterimu? Aku bukan Isterimu dan aku tidak sudi menjadi isterimu
jahanam macammu!" bentak Hui Lan dan tangannya yang memegang pedang
kmetar karena rasanya sudah tidak salur lagi untuk menyerang pemuda itu.
"Kongcu, gadis begini galak dan jahat, W ngapa kaupilih menjadi isterimu? Mali)
banyak gadis yang jauh lebih cantik !»n lebih ramah daripada ini." kata Lai U Yin.
Akan tetapi Kian Ki tidak mempe-lulikan ucapan Cu Yin. Dia tetap me-ndang Hui Lan
dan merasa betapa tanya masih besar terhadap gadis ini. "Lan-moi, kau tahu aku
amat men-mtaimu. Marilah pulang bersamaku, sayang."
"Tidak sudi!!"
"Lan-moi, mau tidak mau e harus bersamaku karena engkau a isteriku.
Terpaksa aku akan menggu kekerasan dan membawamu pulang."
"Nanti dulu!!" Tiba-tiba Liu Cin langkah maju.
"Hemmm, engkau mau apa?" ben Kian Ki semakin marah kepada Liu karena
memang dia merasa cem' melihat pemuda itu bersama tunangan
"Chou Kian Ki, engkau tidak memaksanya."
"Peduli apa kamu! Jangan menca puri urusan rumah tangga orang. Hui adalah
isteriku, apa sangkutannya nganmu?" bentak Kian Ki.
"Cin-ko, jangan ikut campur. Ini kan urusanmu." kata Ang Hwa Niocu Cu Yin sambil
tersenyum mengejek.
"Di mana saja, kapan saja, terj kejahatan, penindasan, dan kesewena wenangan, itu
adalah urusanku! Ti peduli siapapun pelaku kejahatan i pasti kutentang!"
"Keparat kurang ajar! Liu Cin, wanita adalah isteriku, apakah engkau hendak i
^halangi aku membawa pulang isteri-Pendekar macam apa engkau ini itg hendak
mencampuri pertikaian an-i suami isteri?"
"Chou Kian Ki, biarpun engkau meng-<ni Hui Lan sebagai isterimu, akan tapi
buktinya Hui Lan tidak mengakui-Ia tidak sudi menjadi isterimu, tidak di menuruti
kehendakmu, tidak sudi nibali ke rumahmu. Kalau engkau hen-k memaksa, berarti
engkau melakukan aan dan penindasan. Aku terpaksa n menentangmu!"
"Keparat busuk! Yin-moi, kau hajar bocah kurang ajar ini, biar aku tangkap Hulu
isteriku!" kata Kian Ki dan cepat Bla menubruk ke arah Hui Lan dengan » rangan
totokan untuk merobohkan dan 'menangkap gadis itu. Namun Hui Lan iM-pat
melompat ke kiri dan mengamuk '<l«-ngan pedangnya yang dipergunakan untuk
menyerang Kian Ki secara bertubi-tubi. Bagaimanapun juga, Hui Lan bukan «orang
gadis lemah. Ia telah digembleng dengan ilmu silat tinggi oleh Tiong <M Cihjin, maka
ilmu pedangnya uga dajfl syat sekali. Pedangnya lenyap berubdfl menjadi gulungan
sinar hijau yang mJ nyambar-nyambar. Biarpun Kian Ki jaufl lebih lihai, akan tetapi
karena dia tidal ingin melukai gadis yang dicintanya ipM maka tidak mudah baginya
untuk dapafl menangkap Hui Lan yang mengamuB dengan marah itu.
Sementara itu, sambil tersenyum mal nis Lai Cu Yin menghampiri Liu Cinl "Cin-ko,
kita adalah sahabat baik. Untufcl apa kita bermusuhan? Lebih baik cepafl pergi dari
sini dan jangan mencampur» I urusan Kongcu Chou Kian K i."
"Henimm, Lai Cu Yin. Sekarang aktm mengerti bahwa engkau adalah seekoJ srigala
berbulu ayam' Sekarang aku ter-| ingat akan cerita orang-orang dusun ten-l tang
siluman rase itu. Sudah pasti eng-l kaulah siluman rase itu!"
Mendengar ini, marahlah Ang Hwa| Niocu Lai Cu Yin. Biarpun ia tidak mencinta Liu
Cin, tidak mungkin gadis yang membenci laki-laki ini dapat jatuh cinta, k<imun
tadinya ia tertarik kepada Liu n yang sederhana dan lugu namun ga-Hnh dan
tampan. Kini, rahasianya di-tahui Liu Cin maka sambil mengeluarkan jerit
melengking ia sudah mencabut Ipfdang merahnya dan menyerang dengan (t rpat
dan kuat.
"Trang.,...!" Liu Cin sudah siap siaga, tua tadi sudah mengeluarkan sepasang
tongkatnya yang terselip di buntalan I akaian lalu menangkis pedang Cu Yin n
sekaligus balas menyerang dengan tongkat ke dua.
"Cring-tranggg !" Kembali pedang bertemu tongkat ketika Cu Yin menangkis. Mereka
segera bertanding dengan hebat.
Sementara itu, Hui Lan masih terus mengamuk dan menyerang Kian Ki de-rgan
penuh kebencian. Pedangnya ber-ibah menjadi sinar kehijauan, akan tetapi kini Kian
Ki juga mengeluarkan pedangnya yang bersinar hitam. Pedangnya adalah sebatang
pedang mustika yang bernama Hek-kang-kiam (Pedang Baja Hitam) yang amat kuat.
Akan tetapi, dia menggunakan pedangnya hanya untuk r lindungi dirinya, untuk
menangkisi pe " Hui Lan. Dia sendiri membalas den totokan-totokan tangan kirinya
un merobohkan Hui Lan.
Akan tetapi karena sinkang (ten^ sakti) yang dikuasai Kian Ki jauh lel kuat daripada
Hui Lan, ketika pedi hitam itu menangkis pedang hijau, set' kali kedua pedang
bertemu Hui Lan r rasa betapa lengannya tergetar hebat d lama kelamaan lengan
kanannya semak lemah kehilangan tenaga. Lewat seki tiga puluh jurus, akhirnya jari
tangan k' Kian Ki berhasil menotok jalan darah pundak Hui Lan dan gadis itu terkul
roboh akan tetapi pedang Ceng-hwa-kia masih tetap dipegangnya. Ia tidak marr
bangkit kembali karena tubuhnya menja lemas dan seperti lumpuh!
Yakin bahwa Hui Lan tidak mungki dapat melarikan diri, .Kian Ki melompa dan
membantu Cu Yin yang masih ber tanding seru melawan Liu Cin.
Menghadapi Cu Yin saja Liu Cin s dah merasa repot untuk dapat mengala nnya,
apalagi kini Kian Ki maju mem- tu gadis itu. Liu Cin melawan mati-tian, akan tetapi
tiba-tiba sebuah iur merah kecil menyambar dan me-ruai pundak kanannya.
Seketika pundak i lengan kanannya lumpuh, pegangan la tongkat kanannya terlepas
dan se-i ih tendangan yang menyusul dari kaki i.m Ki mengenai pahanya. Liu Cin ter-i
par dan roboh.
"Bunuh keparat itu, Yin-moi!" kata n Ki yang hendak menghampiri Hui iin
sedangkan Cu Yin menghampiri Liu . Akan tetapi pada saat itu, tiba-Iba terdengar
bunyi lengking nyaring iri dari atas menyambar seekor burung ijawali besar. Dengan
kecepatan kilat ll-urung rajawali itu menyambar ke arah I pala Cu Yin yang menjadi
terkejut dan < pat melempar diri ke bawah lalu ber-I lingan agar terlepas dari
ancaman ktdua cakar burung. Burung rajawali itu kini menyambar ke arah Kian Ki,
namun Kian Ki sudah melompat mundur dan mbaran itu luput. Burung rajawali terus
iaja mengamuk, menyerang dua orang itu bergantian.
Sementara itu, seorang pemuda pakaian serba putih sederhana, pem yang bukan
lain adalah Sin-*iauw hiong (Pendekar Rajawali Sakti) Si Lin, muncul dan cepat dia
mengham Hui Lan dan sekali tangannya berge ke arah punggung dan pundak gadis I
Hui Lan terbebas dari totokan. Gadis memandang dan ia teringat akan pem aneh
pemilik rajawali yang dulu per menolongnya dan menyelamatkannya %
pengeroyokan orang-orang jahat. A tetapi Han Lin hanya tersenyum kepa nya lalu
cepat Han Lin melompat arah Liu Cin. la memeriksa keadaan Cin yang terkena
senjata rahasia A hwa-piauw (Piauw Bunga Merah) ya tadi dilepas Cu Yin. Han Lin
meno" dan mengurut pundak kanan Liu C membubuhkan obat gosok pada luka k di
pundak setelah mencabut Piauw Bun Merah yang menancap di situ. Seketi Liu Cin
dapat bergerak kembali kar pundak dan lengan kanannya tidak lumpuh.
"Terima kasih, sobat!" kata Liu Cin «i cepat dia melompat untuk menyam-f tongkat
kanannya yang tadi terlepas i tangannya.
"Wuuuttttt desss !" Pukulan jarak jauh tangan kiri Kian Ki menyepi pet tubuh
rajawali akan tetapi cukup lut untuk membuat rajawali terpental beberapa puluh
helai bulunya rontok, lihat ini, Han Lin berseru kepada Itrung rajawali.
"Tiauw-ko, mundur!" Burung itu mengeluarkan bunyi dan segera terbang fli
njauhkan diri. Kini Kian Ki menjadi rah sekali kepada Han Lin yang sudah i'
cnggagalkan dia membunuh Liu Cin dan (t«'i!tu saja akan menghalangi kehendak-ya.
Dan bocah berpakaian putih yang memiliki burung rajawali itu masih tampak begitu
muda!
"Bocah lancang, mampuslah!!" Kian Ki Jierseru nyaring, melompat ke depan dan
etelah berhadapan dalam jarak satu t mbak dari Han Lin, dia merendahkan diri,
menyimpan pedangnya lalu mendorong dengan kedua tangan terbuka kearah Han
Lin sambil mengerahkan selu tenaga saktinya. Tenaga sakti Kian kuat luar biasa
setelah dia dibanjiri naga sakti dari mendiang Thian Siansu, juga menyedot sebagian
te sakti dari Hongsan Siansu, Im-yang T dan Kwan In Su. Maka begitu dia m
dorongkan kedua tangannya, hawa pur an seperti angin badai melanda Han L
Pemuda ini. sudah menduga akan ked syatan tenaga lawan, maka dia pun r
nyambutnya dengan tenaga ler as unt melindungi dirinya.
"Wuuuttitt desssss !" Bagaik
sehelai daun kering tertiup angin kc cang, tubuh Han Lin terlempar jauh | belakang.
Akan tetapi tubuh itu tid terbanting jatuh, melainkan melayang d membuat putaran
melangkah kembali tempat tadi, di depan Kian Ki dan berdiri sambil tersenyum, jelas
sam sekali tidak menderita 'apalagi terluk Kian K i memandang dengan mata ter
belalak. Tidak mungkin ini, pikirny Tadi dia memukul dahsyat sekali, me ngerahkan
seluruh sinkangnya. Akan tetapi bocah itu hanya terlempar dan m layang kembali,
bahkan sedikit pun ti terlukai
"Siapa kau bocah lancang berani m campuri urusan orang lain!" bentakny karena di
samping kemarahannya, d' juga heran dan ingin sekali mengetah siapa gerangan
pemuda yang kelihata masih remaja ini.
Si Kan Lin tersenyum dan dia pu mengamati pemuda gagah berpakaia mewah ini.
"Wah, sobat, puku anmu tadi hebat sekali, sayang dipergunakan dengan kejam
untuk membunuh orang. Kau ingin tahu namaku? Aku Si Han Lin, dan engkau siapa
sih, begini galak hendak membunuhi orang?"
"Aku Chou Kian Ki, putera Jenderal Chou, Penasehat Angkatan Perang Kerajaan!
Gadis itu adalah isteriku yang minggat bersama laki-laki itu, maka aku hendak
mengambil isteriku kembali dan membunuh laki-laki jahanam itu!" Dia menuding ke
arah Hui Lan dan Liu Cin yang kini sudah mengeroyok Ang Hwa Niocu Lai Cu Yin yang
tampak kerepot-
*n menghadapi pengeroyokan dua orang ku. Mendengar keterangan Chou Kian Ki
ni, Han Lin terkejut. Bukan terkejut mendengar pemuda gagah itu putera \eorang
jenderal yang berpangkat tinggi, i elainkan terkejut mendengar bahwa Ong Hui Lan
yang pernah dikenalnya itu ternyata isteri Chou Kian Ki yang mingat
dan melarikan diri bersama pemuda yang terluka pundaknya tadi. Dia tidak
boleh gegabah, harus mengetahui benar duduknya perkara jangan sampai dia malah
membela orang-orang yang jahat dan bersalah. Maka dia lalu melompat- ke tengah
antara tiga orang yang sedang berkelahi itu sambil berseru,
'Tahan dulu !"
Melihat, pemuda yang tadi menolong mereka, Liu Cin dan Hui Lan biarpun sudah
mendesak Lai Cu Yin, segera melompat ke belakang n ei tunda serangan mereka.
Sebaliknya, Cu Yin yang tadi melihat betapa Han Lin menolong Hui Lan dan Liu Cin,
cepat menyerang pemuda itu dengan sambitan dua Ang-hwa-piauw ke arah
sepasang mata Han Lin.
Sambitan itu dilakukan dari jarak dek hanya sekitar tiga tombak! Dua si merah itu
meluncur cepat sekali karena yang diserang itu mata, bag1 tubuh paling lemah,
maka tentu saja i merupakan serangan yang amat berbahay Tentu saja Hui Lan dan
Liu Cin menja terkejut sekali dan marah melihat C Yin menyerang orang yang hanya
melee mereka dengan cara demikian curangnya Akan tetapi dengan tenang saja H
Lin menggerakkan tangan kirinya.
"Ceppp! Ceppp!" Dua buah senja rahasia itu menancap di celah-celah jar tangannya!
Kemudian dia menggerakk tangan kiri itu ke arah Cu Yin. D sinar merah itu meluncur
sedemikia cepatnya sehingga Cu Yin tidak sempa mengelak lagi. Tahu-tahu dua
batah piauw bunga merah penghias rambut i sudah bersarang kembali di rambutnya
akan tetapi ujung tangkai 'penghias ram but yang dijadikan senjata rahasia iti
melukai kulit kepalanya.
"Aduhhh !" Tak tertahankan lagi
Lai Cu Yin berteriak dan cepat meng-J
Bibi I dua tangkai bunga itu lalu meng Biuk-garuk kepalanya yang terluka. Ada B h
menodai jari tangannya yang meng- k.
B "Wah, maafkan aku, Nona. Kusangka Blit kepalamu sudah cukup keras ter-B tuh
tangkai bunga merah yang indah Bj1" kata Han Lin sambil tersenyum B> nggoda. Cu
Yin marah sekali akan B tapi ia pun bukan orang bodoh dan I» kat. la dapat menduga
bahwa pemuda Irrpakaian putih sederhana itu memiliki l>*pandaian yang amat
tinggi, maka sambit merengut ia pun mundur mendekati hou Kian Ki. Kini Han Lin
menghadapi Liu Cin dan g Hui Lan. Dia tersenyum kepada Hui an dan bertanya.
"Nona, apakah engkau masih mengenalku?"
"Tentu saja, Han Lin. Engkau dan ra-walimu pernah menolongku." jawab Hui Lan.
"Nah, sekarang aku hendak bertanya kepadamu, Hui Lan. Menurut keterangan fhou
Kian Ki putera jenderal ini, engkau adalah isterinya yang minggat dari mahnya.
Benarkah itu?"
"Bohong! Aku bukan isterinya,. mang tadinya aku ditunangkan kepa oleh orang tua
kami, akan tetapi membatalkan ikatan perjodohan itu. bukan isterinya dan aku tidak
sudi jadi isterinya. Aku benci Keluarga C dan aku memang melarikan diri me galkan
mereka karena aku tidak tinggal di sana, tidak sudi menjadi Jenderal Chou! Jahanam
busuk ini hong, aku bukan isterinya, aku bah bukan tunangan, bukan apa-apanya lagi
Chou Kian Ki hendak membant akan tetapi Si Han Lin mengangkat ngan
mencegahnya bicara. "Biar aku tanya kepada sobat ini." Dia menghad Liu Cin. "Siapa
namamu, Sobat?" "Aku she Liu, bernama Cin." "Sobat Liu Cin, aku mendengar
terangan dari Chou Kian Ki ini ba engkau mengajak lari Ong Hui Lan, narkah?"
"Bohong dan fitnah! Sama sekali t' dak!"
"Kalau begitu, mengapa engkau ber-m Hui Lan? Bagaimana ceritanya?" v a pula Han
Lin.
[ 'Aku pergi dari rumah Jenderal Chou }rna aku tidak suka diajak bekerja >a olehnya.
Kebetulan tadi pagi aku temu dengan Nona Ong ini. Aku me-i ia hendak bunuh diri
dengan meng-:ung diri. Aku mencegahnya dan aku «dengar bahwa ia juga melarikan
diri Keluarga Chou karena tidak suka i berada di sana. Lalu kami ber-ma-sama
melakukan perjalanan. Sama Kali tidak ada hubungan apa pun antara mi, hanya
merasa senasib dan aku :in menolongnya." Liu Cin lalu meman-ng kepada Chou Kian
Ki. "Kemudian iagi kami berjalan, muncul Chou Kian 1 dan wanita itu. Chou Kian Ki
hendak emaksa membawa Ong Hui Lan pergi, arena gadis itu tidak mau dan hendak
ipaksa, aku membelanya dan kami ber-jrlahi melawan mereka!"
Kini Si Han Lin memutar tubuhnya ncnghadapi Kian Ki dan Cu Yin.
"Nah, sekarang aku sudah mendengar pengakuan mereka dan ternyata, se
dugaanku, mereka berdua ini bersih dak bersalah apa pun dan kalau mer tidak
bersalah, maka jelas kalian ber lah yang bersalah, hendak mera kemerdekaan orang
dan bahkan he~ membunuh. Terpaksa aku harus m halangi niat jahat itu, Chou Kian
Ki!"
Chou Kian Ki marah sekali. Dia " rasa ditantang oleh pemuda berpaka putih yang
masih amat muda itu. T ketika dia menyerang dengan puku jarak jauh, pemuda itu
terlempar j akan tetapi dapat melayang kembali sama sekali tidak terluka. Biarpun
hal merupakan keanehan dan membuat menduga bahwa pemuda itu meru kan
lawan yang tangguh, namun Kian tidak merasa gentar. Pemuda ini mem menjadi
sombong bukan main, mengan gap diri sendiri tanpa tanding. Tak orang pun dapat
mengalahkannya.
"Keparat, kalau begitu engkau sud bosan hidup!" Teriaknya dan dia mene jang
dengan dahsyat, menggunakan ngan kosong yang dipenuhi penyalur
Kinng untuk menyerang Han Lin. Akan tetapi dengan tubuh ringan se-i Han Lin
menghindarkan diri dengan »ij;kah Ajaib Jiauw-pouw-poan-sin. Ke-kakinya
melangkah ke sana sini de-Jn aneh, akan tetapi hebatnya, semua Imlan dan
tendangan Kian Ki yang i't dahsyat itu tidak ada yang mampu pnyentuh tubuhnya!
Sementara itu, Hui Lan sudah me-nng Lai Cu Yin lagi, dibantu oleh U Cin. Mereka
berdua menyerang gadis tnit yang mereka tahu kini menjadi f f k Chou Ban Heng itu
dan mulai i desaknya lagi karena betapapun lihai-i, menghadapi dua orang itu Cu Yin
rasa kewalahan juga. Kian Ki menjadi penasaran bukan Min setelah belasan jurus dia
menyerang f ara bertubi-tubi, tak sebuah pun se-i pannya berhasil mengenai tubuh
lajunya. Gerakan kedua kaki Han Lin i-mikian aneh akan tetapi langkah-lang-ih itu
selalu seolah dapat mendahului inya serangannya sehingga pada saat ringan dia
lakukan, lawannya telah bergerak menjauh sehingga selalu luput pukulan atau
tendangannya.
"Hyaaaaattttt !!" Tiba-tiba Kian
memekik dan mengubah serangan. Tubuhnya berputar dan kedua lengan membuat
gerakan pukulan aneh dari nan kiri dan angin pukulan yang b£ sing seperti angin
puyuh menyambar ngan dahsyatnya.
"Aih !" Han Lin mengeluarkan
ruan karena kaget dan heran. Tentu dia mengenal baik serangan p ikulan ai puyuh
itu karena itu adalah sebuah j dari ilmu silat Keluarga Kok yang j' dia pelajari dari
gurunya. Thai Kek Si sktl Bagaimana mungkin Kian Ki da melakukan pukulan rahasia
ini den demikian baiknya, padahal ilmu keturu Keluarga Kok ini dirahasiakan dan tid
boleh diajarkan kepada seorang mur' Gurunya sendiri hampir dibunuh Th; Beng
Siansu, susiok*couwnya (kakek ; man gurunya) karena menurunkan il .sirat Keluarga
Kok kepadanya!
Keheranan menjadi-jadi ketika *. berhasil menghindarkan diri dari pukul
, Kian K i mendesak dan menyerangnya ..ra bertubi-tubi dan kini bersilat de |n ilmu
silat Keluarga Kok itu!
"Wirrr duk-duk-takkk !!" Han Lin
paksa mengerahkan tenaga sinkangnya c menangkis karena mengandalkan u
langkah ajaib tidak menjamin diri— V.< dapat terhindar dari pukulan-pukulan ku t
ilmu silat Keluarga Kok itu.
Kini Kian Ki yang merasa heran. La-»nnya yang masih muda itu menangkis bngan
gerakan ilmu silat yang sama »ogan yang dia mainkan dan ternyata \an Lin memiliki
tenaga "Jemas" yang ' guh hebat. Pukulannya yang kuat itu lah benda keras
dipukulkan kepada kr, amblas tanpa meninggalkan bekas a yang dipukul! Pada saat
itu, Ang Hwa Niocu Lai. Yin juga terdesak hebat sekali oleh u Cin dan Hui Lan yang
mengeroyok-ya. Tadinya ia masih mengharapkan lan Ki yang amat lihai akan dapat *
galahkan lawannya dengan cepat hingga dapat membantunya menghadapi ia orang
pengeroyoknya, maka ia masih bertahan dengan mati-matian. Akan tapi setelah
lewat beberapa lama dan sudah mulai terdesak dengan hebat ketika ia melirik ia
melihat betapa Ki sama sekali tidak mampu mend lawannya, bahkan lawan pemuda
putih yang muda itu agaknya ma> mengimbanginya, Cu Yin menjadi gen dan panik.
Tak mungkin ia dapat tahan lebih lama lagi karena pang lengan kirinya sudah
disentuh ujung dang Hui Lan sehingga baju berikut dikit kulitnya robek dan
berdarah, harus menyelamatkan diri! Tiba-tiba melompat jauh ke belakang,
mengger kan tangan kirinya dan dua sinar me meluncur ke arah Hui Lan dan Liu C
Itulah dua batang kembang merah pe hias rambut yang tadi disambitkan ke bal i
oleh Han Lin. Hui Lan dan Liu terkejut, maklum akan bahayanya senja rahasia itu.
Mereka cepat memutar se jata untuk menangkis.
Hui Lan yang membenci Kian rl melihat betapa Kian Ki masih bertandir melawan -
Han Lin, cepat melompat
Irndak mengeroyok, diikuti Liu Cin. kkan tetapi Han Lin cepat berseru. 'Jangan
mengeroyok!" Kian Ki kini sudah mencabut pedang-rya, akan tetapi tidak segera
menyerang elainkan berseru lantang. "Majulah, alian pengecut-pengecut tak tahu
malu. Aku tidak takut dikeroyok. Majulah!"
Liu Cin memegang lengan Hui Lan dan menggelengkan kepala, tanda mencegah
gadis itu untuk mengeroyok. Se-I agai seorang pendekar yang berwatak I agah,
mendengar tantangan Kian Ki itu i a merasa malu dan tidak mau maju i elakukan
pengeroyokan. Akan tetapi Hui Lan menudingkan pedangnya ke muka Kian Ki.
"Engkau sendiri yang pengecut tak tahu malu. Engkau tidak mampu mengalahkan
Han Lin dengan tangan kosong, sekarang hendak r-.cry*i«»ng dia yang bertangan
kosong dengan pedangmu!"
Kian Ki tampak ragu-ragu dan dia memandang kepada Han Lin dengan sinar mata
penuh permohonan. "Lan-moi, engkau isteriku, marilah kita pulang dan di rumah
nanti aku akan berlutut m ampun kepadamu. Marilah, Sayang Dia membujuk
dengan suara bersunggi sungguh.
"Tidak sudi! Lebih baik aku ma daripada harus menjadi isteri seora jahanam busuk
sepertimu!" kata Hui Lj dengan marah.
Kian Ki menghela napas panjang menyarungkan kembali pedangnya, mandang
kepada Han Lin dan berka "Si Han Lin, temanku sudah pergi. A seorang diri dan
engkau bertiga, ma tidak adil kalau kita melanjutkan per tandingan di sini! Kelak
akan tiba saat nya aku menantangmu bertanding sat lawan satu sampai seorang di
antara kit kalah dan tewas!"
Han Lin tersenyum. "Chou Kian Ki, aku tidak mempunyai permusuhan denganmu,
akan tetapi aku akan selalu menentang semua perbuatanmu yang tidak adil dan
tidak benar."
Kian Ki tidak menjawab, melainkan berkelebat pergi dengan gerakan yang cepat
sekali. Han Lin memandang kagum
berkata lirih, seperti kepada diri ftttdiri.
"Dia hebat ilmu silatnya lihai
kkali, dan dia itu sungguh amat menir
tamu, Hui Lan "
"Han Lm, engkau tidak tahu! Jahanam i merayuku hanya dengan maksud untuk
birnarikku agar aku mau mendukung ren-t.ina jahat ayahnya!" kata Hui Lan, ten-p<i
saja tidak mengatakan keadaan yang -benarnya yang telah terjadi dengannya.
"Benar, Sobat" kata Liu Cin. "Aku »endiri tadinya juga bermaksud untuk bekerja
kepada mereka, akan tetapi setelah mengetahui rencana jahat mereka, aku
melarikan diri keluar dari gedung mereka."
"Hui Lan, semua ini membingungkan. Dia mengaku bahwa engkau isterinya dan dari
sikap dan suaranya, aku percaya bahwa dia sungguh mencintaimu. Benarkah engkau
isterinya dan apa yang telah terjadi sehingga engkau meninggalkan-ya?"
"Aku bukan isterinya. Memang kami telah ditunangkan oleh orang tua kami.
Aku tidak dapat menolak kehendak ora tuaku dan tadinya aku mengira dia or baikbaik
maka aku menerima menja tunangannya. Akan tetapi kemudian a" mengetahui
rahasia busuk mereka. 3e derai Chou hendak memberontak d' mendirikan atau
membangun kemba Kerajaan Chou dengan dia yang kcl menjadi kaisarnya. Dia
berusaha mengu pulkan orang-orang yang memiliki ilmi silat tinggi untuk
melaksanakan lencana nya yang jahat, yaitu menyingkirkan ar kalau perlu
membunuh para pejabat ting gi yang setia kepada Kaisar Sung Tha Cu agar Kerajaan
Sung menjadi lemah Setelah itu baru dia akan mengerahka para sekutunya untuk
memberontak da merampas tahta kerajaan. Aku menentangnya dan mereka semua
mulai curiga dan membenciku, maka aku lalu melarikan diri dari sana."
Han Lin mengangguk-anggukkan kepalanya lalu memandang Liu Cin.
"Dan bagaimana dengan engkau, Liu Cin?"
"Dalam perantauanku, aku bertem ngan Ang Hwa Niocu Lai Cu Yin yang rsikap
gagah, sopan dan baik. Aku per t ya dan aku tidak menolak ketika selang panglima
mendatangi kami di ru-vih penginapan, mengatakan bahwa kami («indang Jenderal
Chou. Setelah kami 'tang, kami pun dibujuk untuk mem-«iitu Jenderal Chou yang
katanya ber-ang menentang para pembesar yang >rup dan sewenang-wenang. Aku
akan piempertimbangkan dulu, dan Lai Cu Yin l'u langsung menerimanya, kemudian
aku l<iru mengetahui bahwa ia bukan wanita iiik-baik. Aku curigai ia sebagai gadis j
bunuh para pemuda secara keji dan g disangka siluman srigala oleh para 'penduduk
dusun. Ketika aku bertemu Hui 1 an di gedung itu dan mendengar keterangannya,
aku lalu pamit dan pergi «lari sana. Kemudian, di dalam hutan aku melihat Hui Lan
menggantung diri, maka pat aku menggagalkan bunuh diri itu tl.m menasehatinya.
Akhirnya kami melakukan perjalanan bersama dan tiba-tiba muncul Chou Kian K i
dan Lai Cu N m yang hendak menangkap Hui Lan dan membunuhku."
Han Lin mengerutkan alisnya djfl memandang kepada gadis itu dengfl pandang
menyelidik. "Hui Lan, sulij dipercaya bahwa seorang gadis gagj perkasa seperti
engkau hendak bunuh dii Benarkah itu dan kalau benar mengapa?
Dengan muka tunduk lesu Hui Lt menjawab. "Aku bingung, malu dan khi watir, Han
Lin. Aku malu karena tela menjadi tunangan jahanam itu dan mer jadi calon mantu
seorang jemberonu yang jahat karena hendak membunula orang-orang yang setia
dan tidak beri dosa. Aku khawatir karena kalau oranri tuaku mendengar bahwa aku
melariki diri dari rumah Jenderal Chou, merek pasti akan merasa kecewa dan
berduka Maka aku menjadi bingung sekali sehingga aku mengambil keputusan
pendeS untuk menghabisi saja hidupku."
Han Lin menggeleng-gelengkan kepalanya dan menghela napas panjang. D, dalam
hatinya dia tidak dapat percaya begitu saja pengakuan gadis itu. Biarpun baru
mengenal sepintas, dia tahu bahwa
«n Lan memiliki watak yang gagah i-rani. Tak mungkin kalau hanya karena rgitu saja
ia hendak bunuh diri! Akan tapi tentu saja dia tidak mau mensak.
"Dan sekarang, engkau hendak ke una, Hui Lan? Apakah ingin kembali ke mah orang
tuamu?" "Tidak, Han Lin. Aku tahu, mereka itu pasti mengabarkan hal-hal bohong 'l
engenai diriku. Orang tuaku tentu akan [marah sekali karena aku memutuskan tali
[iM-rjodohan yang dibuat orang tuaku dan Jenderal Chou. Orang tuaku tentu akan
berduka sekali, maka aku tidak berani I lang karena tidak berani menghadapi [orang
tuaku yang berduka karena aku."
"Lalu ke mana engkau hendak pergi, kalau aku boleh tahu?"
Tiba-tiba Hui Lan teringat akan sesuatu, la ingin rnempercVlc-n ilmu silatnya agar
kelak dapat membalas dendamnya, dapat membunuh Chou Kian Ki yang telah
menodai dirinya. Dan ia ingin mencari guru. Pemuda di depannya ini tadi mampu
menandingi Chou Kian Ki! Tibatiba gadis itu berlutut di depan Han sehingga Han Lin
menjadi heran dan ngung. Dia cepat menyentuh kedua dak Hui Lan.
"Eeuit, apa-apaan ini, Hui Lan7 Affl yang kau lakukan ini?"
"Han Lin, aku mohon kepadamu, suit; lah engkau menerima aku sebagai murf Aku
hendak pergi mencari guru unri memperdalam ilmuku, dan melihat betafl engkau
tadi mampu menandingi ChijJ Kian K i, maka aku ingin berguru kcpa mu. Tolonglah
aku, Han Lin, terima aku menjadi muridmu!"
"Bangkitlah dulu, Hui Lan dan kita bicarakan hal ini dengan sebaikn Mungkin aku
akan dapat membantu dengan cara lain." Tiba-tiba Hui L merasa betapa kedua
telapak tang pemuda itu yang menyentuh pundakn seolah memiliki daya yang amat
kua menariknya bangkit. Ia mencoba unt mempertahankan dengan mengerahk
sinkang, namun tetap saja tubuhnya per lahan-lahan bangkit berdiri tanpa dapa ia
pertahankan lagi.
I "Nah, sekarang katakanlah, mengapa Igkau ingin memperdalam ilmu silatmu? I'i
lhat engkau sebagai seorang gadis m-tah memiliki ilmu bela diri yang cukup TiKguh."
"Aku ingin menentang Keluarga|k>u yang jahat, terutama Chou Kian K i Lig berhasil
mengikat tali perjodohan 3nganku hanya untuk menarik aku men-ptli sekutu
pemberontakan ayahnya! Kain a aku tahu bahwa Kian Ki lihai se-Icii, maka aku ingin
belajar ilmu silat lu>Kgi darimu, Han Lin!"
Hemmui, itukah tujuan perjalananmu lu r sama Liu Cin tadi?"
"Aku hanya kasihan kepadanya dan tn^in menemani dan membantunya mentari
guru yang pandai. Akan tetapi melihat kelihaianmu, aku dapat mengerti n engapa ia
hendak berguru padamu."
Diam-diam Han Lir. dapat menjenguk Im hati pemuda yang dari gerakan silatnya tadi
dia dapat menduga bahwa Liu f n tentu murid Siauwlimpai. Pemuda lugu sederhana
itu mencinta Hui Lan, (ukirnya. Karena cinta itulah maka baru saja berkenalan, Liu
Cin sudah be banyak membela gadis itu!
"Hui Lan, bukan aku tidak mau m bantumu, akan tetapi tidak mungkin menjadi
gurumu. Aku sendiri sedang lakukan perjalanan merantau meme perintah guruku."
"Kalau begitu, bawa aku mengh gurumu, Han Lin. Aku akan sujud depan kakinya dan
mohon agar gur sudi menerimaku sebagai murid."
Han Lin menggelengkan kepalan "Hal itu tidak mungkin, Hui Lan. S tidak akan mau
menerima murid siapa juga. Hal ini aku tahu dengan pasi Akan sia-sia belaka kalau
engkau mer hadap guruku mohon menjadi muridny bahkan Suhu melarang aku
menceritak siapa beliau. Akan tetapi, aku terin akan cerita guruku. Beliau mempuny
seorang sahabat yang sakti, pewarist il silat sakti yang berinti kekuatan Ini d Yang.
Nah, kalau engkau dan Liu Ci pergi mencarinya, siapa tahu, kalau<Thi mengijinkan,
kalian akan diterima tme jadi muridnya."
I 'Siapakah dia, Han Lin? Katakan, >-.i a dia dan di mana tempat tinggal v i " kata Hui
Lan dengan penuh selu ngat.
"Suhu hanya mengatakan bahwa namakan orang sakti itu adalah Thian Te .nkouw
(Nona Dewi Langit Bumi) dan k puluhan tahun bertapa di Puncak ikit Tengkorak yang
berada di tepi Su-, u Luan. Bukit Tengkorak itu berada di i>elah utara, di luar Tembok
Besar, dak sangat jauh dari kota raja dan h'kat Tembok Besar, sebelah selatan lota
Yehol (Cengkeh). Nah, carilah ke Lina. Perjalanannya tentu saja amat iikar, melewati
Tembok Besar dan aku iga tidak berani memastikan bahwa ia Itusih hidup atau
masih tinggal di sana."
"Baiklah, terima kasih, Han Lin. Aku n/kan mencarinya ke sana."
"Aku akan menemanimu sampai engkau menemukan guru sakti itu, Hui Lan."
kata Liu Cin.
"Aih, Liu Cin, aku menjadi tidak i ak. Tidak perlu engkau bersusah payah n
mengorbankan waktumu yang berharga untuk aku."
"Sama sekali tidak susah payah 1 mengorbankan waktu, Hui Lan. Ena tahu bahwa
aku juga seorang perant dan aku senang bertualang ke ter yang belum pernah
kukunjungi. Apa] bertemu dengan seorang sakti!"
"Hui Lan, niat baik seorang sahabat jangan ditolak. Aku tahu bahwa Liu Cin berkata
dan bertindak jujur menurutkan kata hatinya. Nah, sekarang aku harus pergi!" Han
Lin mengeluarkan suara melengking dan dari atas terdengar jawaban lengkingan,
lalu tampaklah rajawali itu melayang turun. Sebelum rajawali itu hinggap di atas
tanah, tubuh Han Lin Ludah melompat ke punggungnya dan burung itu pun terbang
pergi dengan kepakan sayapnya yang besar dan kuat sehingga sebentar saja burung
itu telah melayang tinggi dan hanya tampak sebagai sebuah titik hitam yang semakin
jauh dan akhirnya tidak tampak lagi.
Hui Lan dan Liu Cin memandang dengan kagum. Mereka lalu melanjutkan
perjalanan, kini tidak jadi ke selatan, melainkan ke barat karena mereka tidak ingin
melalui kota raja yang mengandung bahaya bagi mereka. Mereka mengambil jalan
memutar untuk kemudian ke utara melintasi Tembok Besar. Dalam perjalanan ini
Hui Lan bercerita kepada Liu Cin akan pertemuannya yang pertama dengan Han Lin
sehingga pemuda murid Siau-limpai itu menjadi semakin kagum pada Si Pendekar
Rajawali Sakti.
ooOOoo
Gadis berpakaian serba hitam itu memang cantik jelita dan manis sekali. Usianya
masih muda, sekitar delapan belas tahun lebih sedikit. Rambutnya panjang di kuncir
tebal bergantungan di belakang sampai ke pinggul, sebagian yang berada di atas
berjuntai dan membentuk lingkaran anak rambut halus di dahi dan pelipisnya!
wajahnya berbentuk bulat telur, dagunya meruncing, sepasapg matanya jeli dan
bersinar-sinar penuh gairah hidup seperti sepasang bintang, mulutnya yang manis
dengan bibir berbentuk indah kemerahan itu selalu tersungging senyum setengah
mengejek nakal. Tubuhnya sintal, pinggang kecil akan tetapi padat dengan lekuk
lengkung yang memiliki daya tarik amat kuat, terutama terhadap kaum pria.
Pakaiannya dari sutera hitam, bentuknya sederhana, la Memakai sabuk merah.
Sepatunya juga hitam. Karena pakaiannya serba hitam maka kulit tubuhnya yang
tampak, yaitu muka, leher dan sebagian lengannya kelihatan putih mulus
kemerahan.
Gadis ini adalah Song Kui Lin yang pernah bertemu dengan Si Han Lin ketika ia ikut
berlagak di Puncak Pegunungan Thaisan di mana menjadi arena perebutan
kejuaraan silat untuk memperebutkan julukan Jago Nomor Satu Di Dunia! Dari sepak
terjangnya ketika ia membikin ribut di Puncak Thaisan karena menentang tindakan
sewenang-wenang dari murid Tung Hai-tok yang bernama Boan Su Kok, dapat
diketahui bahwa Song Kui Lin adalah seorang gadis yang memiliki ilmu silat yang
cukup tinggi, pemberani, nakal, lincah Jenaka, dan agak liar walaupun ia memiliki
watak gagah perkasa penentang kejahatan. Song Kui Lin adalah anak yang pilih oleh
Louw Keng Tojin untuk i jadi muridnya. Seperti kita ketahui, Loi Keng Tojin adalah
tosu (Pendeta yang berdebat dengan Thong Leng L pendeta Buddha Lama dan Tiong
Gi jin pendeta Agama Khong-cu, tenta agama. Perdebatan itu berakhir keti muncul
Thai Kek Siansu yang meter dan menjelaskan bahwa tugas sen» agama itu sama,
yaitu menjadikan man sia insan-insan yang baik dan penuh kasi terhadap
sesamanya. Kemudian, mere" saling berpisah dan berjanji bahwa m reka masingmasing
akan mencontoh Th Kek Siansu, mengambil seorang mun Louw Keng Tojin
bertemu dengan Son Kui Lin yang ketika itu berusia tuju tahun. Akan tetapi dalam
usia tuj tahun Song Kui Lin sudah menguas dasar-dasar ilmu silat yang baik karei
sejak kecil sekali ia dilatih ayahnya sen diri. Ayahnya adalah seorang pendeka silat
yang terkenal bernama Song Kak yang tewas setelah menderita luka dalam
pertempuran melawan segerombolan peimpok yang mengganas di dusun te-»ngga.
Dia terluka namun berhasil mengiur para perampok dan membunuh bayak anak
buah perampok dan beberapa Sang pemimpin mereka. Luka ini mem-wanya kepada
maut, meninggalkan lerinya yang baru berusia dua puluh am tahun dan anak
tunggalnya, Song Uh Lin yang berusia enam tahun. Ketika ouw Keng Tojin bertemu
dengan Kui i pada saat dia hendak mengunjungi long Kak yang menjadi sahabatnya,
Song Cak telah tewas setahun yang lalu. Me-li >at gadis cilik ini, Louw Keng Tojin
memilihnya sebagai murid dan Nyonya 'v>ng juga menyetujuinya. Demikianlah, Kui
Li dilatih oleh gurunya di rumah ibunya yang menjanda, selama sepuluh tahun lebih,
la berusia sekitar delapan k>las tahun kurang ketika Louw Keng Tojin meninggalkan
rumah Janda Song.
urunya berpesan kepadanya agar ia meluaskan pengalaman dengan terjun ke dunia
kangouw dan menganjurkan murid-i ya itu untuk menonton pertandingan silat
memperebutkan juara dengan sebutan Jago Nomor Satu.
Seperti kita ketahui, di Puncak Th«| san itu Kui Lin menentang Boan Su K yang
sombong dan ia bertemu dengan Han Lin, akan tetapi ia meninggalk pemuda itu
dengan marah karena ia buat jatuh ketika memaksa burung ra wali untuk
menerbangkannya.
Pada pagi hari itu, Song Kui h melakukan perjalanan menuju pulang || kota Cin-an di
mana ibunya tinggal. Ibt nya, Nyonya Janda Song, telah mempj lajari soal
pengobatan dari mcndian suaminya dan sekarang membuka sehufl toko obat yang
penghasilannya lebih dai cukup untuk membiayai kebutuhan hidu mereka berdua
dan dua orang pembant» seorang laki-laki dan seorang perempuai keduanya sudah
berusia lima puluh tahu lebih.
Setelah turun dari Pegunungan Thal san, Kui Lin merantau dan melakukai perjalanan
seenaknya. Sudah beberapj kali ia menentang kejahatan, membeli yang benar
dengan cara yang adil dai keras, sesuai dengan wataknya yang ga»
«k. Karena tindakannya sebagai seorang »ndekar wanita yang gagah perkasa dan i
jarang memperkenalkan namanya, ma-.» orang-orang menyebutnya Hek I Li-lap
(Pendekar Wanita Baju Hitam).
Song Kui Lin adalah seorang gadis < riang. Biarpun pada saat itu ia berian seorang
diri di jalan umum yang . apit banyak pepohonan karena jalan itu i emang memasuki
hutan, ia tidak me-isa kesepian. Dengan gembira ia mendengarkan burung-burung
berkicau, me-hat kupu-kupu beterbangan dan sinar i atdhari pagi yang hangat
menembus celah-celah pohon, "menimbulkan garis->aris cahaya yang tampak
terang di antara halimun yang masih mengepul dari tanah ke atas. Seperti biasa,
kalau hatinya sedang riang, gadis manis itu ber-enandung ria. Suaranya memang
cukup merdu dan mendengarkan lika-liku suaranya ketika bertembang, dapat
diketahui bahwa Song Kui Lin memang memiliki bakat baik dalam seni suara.
Tiba-tiba suara nyanyiannya terhenti, la siap siaga karena pendengarannya yang
tajam menangkap suara-suara yang tid wajar Kui Lin berhenti melangkah, pc
dengarannya yang tajam terlatih mena kap suara gerakan-gerakan yang ti wajar. Tak
lama kemudian bermuncu banyak orang yang berloncatan kelu. dari balik pohon dan
semak-semak. Mer ka berjumlah sekitar dua puluh lirr orang, terdiri dari laki-laki
yang ra rata bertubuh kekar dan berwa'ah beng" menyeramkan, pakaian mereka
kasar da sembarangan. Dari wajah, sikaK dan pc nampilan mereka saja Kui Lin dapa
menduga bahwa ia berhadapan denga segerombolan orang yang biasa melakukan
kejahatan. Gerombolan itu dipimpi oleh tiga orang kepala perampok yan sudah kita
kenal, ialah Tiat-pi Sam-wa (Tiga Lutung Tangan Besi) kakak beradi seperguruan yang
sudah belasan tahu menjadi kepala perampok. Seperti kita telah ketahui, Tiat-pi *
Sam-wan inilah yang 'dahulu membunuh Si Tiong An dan Isterinya, yaitu ayah ibu Si
Han Lin. » Orang pertama dari Tiat-pi Sam-wan adalah Yong Ti yang bertubuh tinggi
m ar muka hitam, berusia sekitar lima Miluh tahun dan dia memegang sebatang
mbak baja. Orang ke dua adalah Oh (un, berusia empat puluh tujuh tahun, -rtubuh
tinggi tegap dan mukanya penuh «ewok dan dia memegang senjata siang-o
(sepasang galok). Adapun orang ke iga bernama Joa Gu, berusia empat tiluh lima
tahun, tubuhnya gendut pen-lek dan mukanya kekanak-kanakan. Kena tangannya
memegang sepasang kapak. Tiga orang kakak beradik seperguruan ini sejak belasan
tahun malang melintang bersama puluhan anak buah-ya. Pekerjaan mereka hanya
merampok, nenyiksa sampai membunuh orang yang berani melawan, memperkosa
wanita, dan menghamburkan uang hasil rampokan sampai habis lalu merampok lagi!
Kini, anak buah mereka tinggal sekitar dua puluh orang yang rata-rata pemberani
dan pandai oerkeiahi, kejam dan ganas. Mereka tidak mengira akan melihat seorang
gadis sendirian berani melakukan perjalanan dalam hutan itu. Semula mereka tentu
saja hanya ingin merampok, akan tetapi begitu meli bahwa orang yang mereka
hadang seorang gadis yang demikian muda maja, cantik mungil menggairahkan, t tu
saja tiga orang kepala perampok merasa girang bukan main. Bukan ha barang yang
hendak mereka ramp melainkan semuanya, berikut orangnya!
Dua puluh lima orang anak buah rampok yang sudah mengepung Kui L menyeringai
dan tertawa-tawa.
"Hah-ha-ha! Kionghi (Selamat), Sa wi Twa-ko (Kakak Bertiga)!" Sekali i Twako
menemukan seorang calon iste yang hebat sekali!" Demikian koment mereka,
memberi selamat kepada ti orang pemimpin mereka.
"Bagus, tangkap gadis ini. Akan teta awas, jangan lukai calon isteri kam kalau sampai
ada yang melukai, tent akan kami hukum!" kata Yong Ti, kepal rampok tertua.-Tiga
orang kakak beradik seperguruan yang berjuluk Tiga Lutung Tangan Besi ini memang
rukun sekali. Mereka tidak pernah menikah dan kalau mendapatkan seorang wanita
yang mere-
<> suka, mereka lalu menjadikannya isteri t u lebih tepat kekasih mereka bertiga
nnpa ada rasa cemburu. Mereka saling
mbela dan saling setia.
Dikepung . demikian banyaknya lakii
berwajah bengis kejam, Kui Lin i.ima sekali tidak merasa takut. Ia ber-11 r i tegak
menghadapi tiga orang kepala tmpok itu dan membentak.
"Kalian ini orang-orang liar dari mana an berani mati menghadang perjalanan-
9..
Joa Gu yang gendut pendek berwajah kekanak-kanakan itu memang yang 'paling
pandai bicara di antara mereka ber-t ga. Sebagai saudara termuda dia sering
menjadi juru bicara dan biarpun mukanya eperti kanak-kanak, namun wataknya ang
periang itu hanya merupakan kedok nenyembunyikan hatinya yang paling kejam dan
sadis di antara mereka.
"Ha-ha-ha, Nona m^nis! engkau hari ni sungguh beruntung sekali bertemu dengan
kami. Ketahuilah, kami adalah Tiat-pi Sam-wan yang sudah terkenal sebagai \
jagoan-jagoan gagah berani tak terkalahkan selama puluhan tahun!"
"Aku tidak peduli kalian ini Tiga I tung, Tiga Anjing, atau Tiga Babi y busuk. Hayo
minggir dan janpan ga aku kalau kalian masih ingin hidup!" Lin sudah melolos
sabuknya dan t nyata yang dipakai sebagai ikat pmgga itu adalah sebatang pedang
yang air tipis dan berkilauan tertimpa caha matahari.
Tiga orang kepala perampok itu t belalak dan mata mereka mencoro marah. Kalau
yang memaki mereka s perti itu seorang laki-laki atau seora wanita yang tidak cantik,
pasti mer sudah langsung menerjang dan membunu nya! Akan tetapi karena mereka
sud tergila-gila oleh kecantikan Kui Li yang ketika bicara tampak bibirnya s olah-olah
hidup, mereka hanya tersenyu masam.
"Suheng (Kakak seperguruan), ku betina yang liar ini akan mengasyikka . sekali kalau
dijinakkan, ha-ha-ha!" kat 3da Gu.
"Hayaaattttt !!" Kui Lin bertena
Melengking dan begitu ia bergerak, pelangnya berubah sinar kilat meluncur ke rah
perut gendut 3oa Gu. Orang ini jrrkejut setengah mati. Maklum betapa Sibatnya
serangan itu dan agaknya dia t- k sempat lagi untuk menangkis, dia r.elempar
tubuhnya ke belakang, ter-Y ngkang dan bergulingan menjauh. Kui |.in mengejar
dan menusukkan pedangnya ke arah dada Joa Gu.
"Cringgg.....!" Bunga api berpijar ketika pedangnya ditangkis sepasang golok yang
dipegang Oh Kun. Orang ke dua ini sudah cepat maju melindungi sutenya yang
terancam maut. Kini Kui Lin dikeroyok bertiga, akan tetapi ia mengamuk dan
melawan dengan gigih dan mati-matian.
Sebetulnya, biarpun tingkat ilmu silat Kui Lin masih lebih tinggi dibandingkan
masing-masing lawannya, akan tetapi karena mereka maju bertiga mengeroyok ya,
tentu saja Kui Lin lebih banyak bertahan melindungi dirinya daripada menyerang.
Akan tetapi karena ketiga Tiat-pi Sam-wan itu tidak berniat melukainya. pnya ingin
menangkapnya dalam keadaan ►tuh, maka tentu saja tidak mudah bagi uereka
untuk menangkap Kui i-in. Gadis lu bagaikan seekor harimau betina ma-th, tidak
mudah ditangkap tanpa membahayakan diri. Tiga orang kepala pe-mpok itu juga
hanya menggunakan enjata mereka untuk menangkis sambaran pedang Kui Lin yang
lihai dan mereka mencoba untuk menangkap atau merobohkan gadis itu tanpa
melukainya.
Karena penasaran dan kecewa setelah sebegitu lamanya tidak mampu menangkap
gadis itu, Joa Gu meneriaki anak buah mereka untuk maju mengeroyok. Akan tetapi
anak buah perampok yang maju itu mencari penyakit. Mereka hanya mengandalkan
keberanian yang nekat tanpa perhitungan, mengandalkan tenaga tanpa
menggunakan akal. Baru segebrak-an saja, empat orang anak buah perampok telah
roboh terluka, terkena sambaran sinar pedang Kui Lin!
"Pergunakan tali dan jala!" Yong Ti berteriak, memerintah anak buahnya, seperti
baru teringat. Para perampok itu selain pekerjaannya merampok, terkad kalau
kehabisan bahan makan mer juga suka memburu dan menangkap bi tang hutan.
Maka mereka pandai men gunakan tali dan jala untuk menangi binatang buas.
Tak lama kemudian, Kui Lin menj
kerepotan menghadapi serangan tali-ta
dan jala yang dilemparkan kepadanya. 1
mengamuk, berloncatan ke sana sini sam
bil membabat dengan pedangnya. Aka
tetapi karena dara itu terkepung ketat!
akhirnya ia tertutup sehelai jala da
sebelum ia dapat membabat putus jal
itu, jala-jala lain sudah menyelimutin
dan tali-tali telah dilibatkan ke tubuhny
sehingga ia tidak mampu berkutik d
hanya memaki-maki. \
"Kalian jahanam-jahanam, kepar busuk, pengecut hina dina, beraninya mengeroyok
seorang perempuan! Hayo bebaskan aku dan ,kita bertanding sampai selaksa jurus!"
Ia meronta-ronta dan menjerit-jerit dengan makiannya, namun percuma. Tubuhnya
sudah terbelit-beli tali dan jala sehingga ia tidak mampu l«-rkutik. 3oa Gu lalu
merampas pedang ya dari balik jala. Maki makian Kui Lin [tidak dapat terdengar
karena tertutup v>rak sorai para anak buah perampok yang bergembira ria karena
gadis liar itu dapat tertangkap. Mereka merasa seperti kalau mereka berhasil
menangkap seekor binatang liar yang berbahaya dan sukar ditundukkan.
Oh Kun yang mukanya penuh brewok memelintir kumisnya. "Ambil kereta dorong,
kita bawa calon isteri kita ini ke sarang kita!"
Anak buah perampok membawa sebuah kereta dorong. Beramai-ramai mereka
mengangkat tawanan dalam selimut-n jala itu dan menaikkannya ke atas kereta
dorong. Lalu dengan gembira mereka mendorong kereta menuju ke dalam hutan
yang lebih dalam di mana terdapat sarang mereka berupa pondok-pondok darurat
karena kawanan penjahat ini sering berpindah-pindah tempat.
Agaknya jeritan-jeritan Kui Lin yang memaki-maki dan sorak sorai anak buah
perampok yang riuh rendah itu menarik perhatian rajawali yang sedang terbi di atas
hutan itu. Burung raksasa menukik ke bawah dan setelah meli* betapa sekawanan
laki-laki kasar nr dorong sebuah kereta di mana terdaf seorang gadis yang tertawan
dalam ja Han Lin yang duduk di atas punggi rajawali lalu membisikkan kata-kata ,
rintah kepada burung rajawali. Rajaw itu melayang turun dan Han Lin ui lompat ke
atas sebatang pohon bes Setelah memberi kesempatan Han L mendarat di pohon,
burung rajawali it sesuai dengan perintah Han Lin, I menukik ke bawah dan
menyambal nyambar dahsyat, menyerang para rampok itu dengan ganasnya! Mere
yang terkena patukan, cakaran dan kiba an sepasang sayapnya yang kuat, jat
berpelantingan dan keadaan menjadi k cau balau. Akan tetapi liat-pi Sam-w lalu
memimpin anak buahnya untuk m lawan dan mengeroyok burung rajawal yang
mengamuk itu. Karena mereka ma sekali tidak menghubungkan peng amukan
rajawali itu dengan penangkapa
las diri Kui Lin, maka perhatian mere-a hanya ditujukan kepada burung yang i*
nyambar—nyambar itu. Sementara itu, tanpa ada yang me-atnya, Han Lin sudah
melompat turun hri atas pohon, menghampiri kereta 11 rong dan dia membebaskan
Kui Lin i' iri selimutan dan libatan jala-jala dan lali temali itu. Sejak rajawali itu mengmnuk,
Kui Lin yang dapat melihat dari < elah-celah tali jala, melihat rajawali d n
segera mengenalnya. Maka ketika Han Lin melepaskannya, ia segera - mengenal
pemuda itu. Begitu terbebas, ia
tersenyum.
"Kau lagi yang menolongku!" katanya, akan tetapi tanpa bilang terima kasih ia lalu
melompat dan sambil melepas sabuk merah yang mengikat pinggangnya ia langsung
saja menyerang 3oa Gu yang tadi merampas pedangnya dar. kini menggantungkan
pedang tipis itu di pinggangnya. Melihat sinar panjang merah menyambar, Joa Gu
cepat menggerakkan sepasang kapaknya untuk menangkis dan balas menyerang.
Segera terjadi perjaia dan tali temali itu. nian antara Si Gendut Pendek itu m Kui Lin.
Biarpun gadis itu hanya senjatakan sehelai sabuk sutera, na iun karena tingkat
kepandaiannya jauh bih tinggi daripada Joa Gu, gadis itu iendesaknya dengan hebat.
Melihat ini, Yong Ti dan Oh Kun ang sedang sibuk membantu anak buah mereka
mengeroyok burung rajawali, - f-pat menghampiri untuk membantu sute i ereka.
Akan tetapi, segulung sinar putih menghadang dan ternyata Han Lin udah berada di
situ menghadang mereka yang hendak membantu Joa Gu. Melihat veorang pemuda
berpakaian putih sederhana, memegang sebatang pedang putih, ua orang itu
menjadi marah dan mereka lalu menerjang dan mengeroyoknya.
"Wirrrrr !" Sabuk sutera merah di
tangan Kui Lin meluncur dan menotok ke arah mata Joa Gu. Karena datangnya ijung
sabuk merah itu cepat sekali, Joa Gu terkejut juga dan cepat dia menggerakkan
kapak kirinya untuk menangkis.
"Prattt!" Ujung sabuk itu melibat gagang kapak dan sekali renggut, gagang kapak itu
terlepas dari tangan Doa Gu! Lin menangkap kapak itu dengan tangan rinya dan kini
ujung sabuk merahnya k bali meluncur dan menyerang ke tenggorokan lawan. Joa
Gu yang terke melihat kapak kirinya terampas, menge' Akan tetapi Kui Lin sudah
mengguni kesempatan itu untuk menyambitkan ka rampasannya ke arah lawan
sambil men rahkan seluruh tenaganya.
"Wuttt... cappp...!!" Kapak itt mena di perut Joa Gu yang gendut d< n orang tiga dari
Tiat-pi Sam-wan itu roboh tewas! Kui Lin melompat dan cep mengambil pedangnya
dari pinggang may Joa Gu. Kemudian ia mengamuk, mened jang para anggauta
perampok yang dang sibuk mengeroyok rajawali.
Ketika Yong Ti dan Oh Kun melihat su mereka roboh dan tewas, mereka marah se
kali. Akan tetapi mereka bukan orang orang bodoh. Mereka tahu benar betapa
hainya gadis yang tadi mereka tawan, k mudian muncul burung rajawali ya ganas
dan pemuda berpakaian putih ya amat lihai, yang sama sekali tidak ter
sak oleh pengeroyokan mereka. Maka, i elihat keadaan yang tidak menguntungkan
ini, sute mereka mati dan di antara para anak buahnya, -banyak yang sudah roboh,
mereka berdua lalu melompat dan elankan diri. Anak buah mereka juga ikut
melarikan diri tunggang langgang meninggalkan kawan-kawan yang terluka dan
tewas.
Kui Lin yang masih merasa marah dan penasaran, hendak mengejar, akan tetapi Han
Lin cepat memegang lengan kirinya menahan. "Musuh yang sudah melarikan diri,
tidak baik untuk dikejar. Engkau dapat terjebak mereka."
Kui Lin berhenti dan membalikkan tubuhnya, berdiri berhadapan dengan Si Han Lin.
Sejenak mereka hanya saling pandang, dan gadis itu memandang dengan sinar mata
penuh keheranan dan juga kekaguman. Memang sejak pertama kali bertemu, ia
merasa kagum melihat 'penampilan dan pemunculan Han Lin yang menunggang
rajawali! Apalagi setelah ia menyaksikan sendiri -betapa pemuda itu juga memiliki
iJ,mu- silat yang amat lihai.
Kini Han Lin dapat melihat denga jelas wajah Kui Lin yang selain cantT juga demikian
cerah penuh senyum ngan pandang matanya yang bersinar sinar penuh semangat
hidup. Dia menjM kagum. Tadi, dia mendengar gadis iu meronta dan memaki-maki
ketika mer jadi tawanan seperti seekor binata-buas dalam libatan jala dan tali temali
Sama sekali tidak kelihatan takut, apalag menangis seperti kebiasaan wanita kala
berada dalam bahaya. Seorang gadis yan masih muda namun dengan keberania
yang luar biasa!
"Hemmm, engkau yang sudah m nolongku, kenapa sekarang malah meng halangi
aku melakukan pengejaran untu" membasmi semua tikus busuk itu?" kata Kui Lin
dengan suara mengandung teguran marah. "Apa tiba-tiba engkau merasa kasihan
dan membela mereka?"
"Bukan begitu, Adik manis "
"Jangan mencoba merayuku!"
"Lho! Siapa yang merayu?"
"Itu, kau sebut aku adik manis, ber
«»rti memuji-muji aku, dan biasanya, laki-I ki kalau memuji wanita tentu ada mauya!
Kau kira aku kesenangan ya, kau puji manis segala!"
Han Lin tersenyum. "Wah, engkau ini j'adis galak yang mudah menyangka buruk.
Aku sebut kau Adik karena memang ngkau jauh lebih muda daripada aku, fan aku
sebut engkau Manis karena mukamu memang manis? Apakah engkau lebih senang
kusebut Bibi Jelek?"
Muka itu cemberut, alisnya berkerut. 'Coba kalau berani. Kutampar kau!"
Han Lin tertawa. "Heh-heh, nah, lebih enak kalau kusebut Adik manis, bukan? Atau,
agar kau tidak marah, kusebut Moi-moi (Adik) saja. Sekarang kujawab
pertanyaanmu tadi, Moi-moi. Aku bukan merasa kasihan atau membela mereka, aku
tahu mereka itu orang-orang sesat, akan tetapi aku mencegahmu mengejar mereka
justeru karena aku khawatir ka lau engkau terjebak dan celaka. Pula, lebih baik
memaafkan orang daripada mengandung dendam kebencian."
"Enak saja kau bicara! Memaafkan mereka? Huh, engkau yang tidak m alami apa-apa
tentu mudah memaafk akan tetapi aku yang mereka keroy lalu secara curang
mereka .awan, «-mengalami penghinaan, bagaimana mu km aku bisa memaafkan
mereka? Kalai tidak kau cegah, aku tentu sudah merw bunuh mereka semua!"
"Adikku yang baik, penderitaanmu karena kejahatan mereka itu belum sej berapa
dibandingkan dengan apa yar#J kualami. Ketahuilah, sepuluh tahun yanjj lalu, tiga
orang itu dengan para anal buah mereka, merampok di dusun tempa! tinggal orang
tuaku. Dan mereka bertigj itulah yang telah membunuh ayah dai ibuku."
Kui Lin terkejut sekali sampai U melompat ke belakang seperti dipagu ular. 'Astaga!
Ayah ibumu dibunuh oranj dan engkau tidak ingin membalas derv3 dam? Engkau ini
manusia apakah? Padahal, kalau engkau mau, tentu tidak sukar bagimu untuk
membalas dendam dani membunuh mereka! Engkau memiliki kepandaian yang
amat tinggi dan mem-j
Lnyai pula burung rajawali yang hebat, enapa engkau begini lemah? Kenapa
irmangatmu begini melen.ipem? Atau
p, a engkau takut dan ngeri melihat pem-fcunuhan, walaupun yanjg terbunuh itu lang
jahat?"
Han Lin menghela ria pas panjang dan knemandang ke arah mayat Joa Gu yang I*
enggeletak telentang dan lima orang |v ng terluka parah oieh pedang Kui Lin ingga
tidak mampui bangkit. "Memang benar, aku merasa ngeri melihat pembunuhan
antara manusia, membunuh terdorong nafsu dendam kebencian. Aku muak melihat
manusia sa-I ng bermusuhan, saling membenci, saling membunuh, lebih buas
daripada binatang yang liar dan buas!"
"Ih, manusia aneh! Bagaimana engkau mengatakan manusia lebih buas daripada
matang? Binatang buk?« hanya membunuh, akan tetapi juga makan daging yang
dibunuhnya! Ih, mengerikan!"
"Adikku,, yang._jnanis, apa__kau_ kira manusia tidak makan -daging yang
dibunuhnya? Berapa banyaknya daging binatang setiap hari dimakan manusia setel
dibunuh? Ketahuilah, binatang liar \ J .e"ibufu} karena n ercka hirus rnel bunuh
untuk bertahan hidup. Makani pnereka memang daging para korbannj Akan tetapi
manusia saling bunuh <| ngan sesama manusia karena kebencjal karena
permusuhan. Manusia membunjj pintang juga dimakan dagingnya, aki JLel^iL bukan
karera kelaparan, melainkfl .untuk menikmati kelezatannya, Dan mj nusia menyadari
akan kekejamannya m namun tetap saja mereka melakukannya Aku tidak mau
diracuni dendam kebenci ,an. Biarlah Tuhan vang menilai, karen semua berkat dan
hukuman hanya merj jadi hak Tuhan untuk melakukannya."
"Wah-wah, engkau ini seorang pert dekar atau seorang pendeta, berkotbah d sini.
Melihat kepandaianmu yang tinggi engkau pasti telah mempelajari ilmu sila sejak
kecil dan sudah bertahun-tahun."
"Memang, sedikitnya sepuluh tahui aku mempelajari ilmu dengan tekun dai dengan
sungguh-sungguh."
"Nah, kalau pendirianmu seperti se>
ang ini, lalu apa artinya engkau be-i ar silat sampai mencapai tingkat ting-
"Aduh, agaknya engkau telah keliru - sar menilai artinya orang belajar silat,
Adik aih, tidak enak rasanya kita
\ dah berbincang-bincang begini panjang n jauh, akan tetapi belum saling melenai
nama sehingga sulit menyebut, lari kita berkenalan dulu. Namaku Si Han Lin, yatim
piatu, sebatang kara, se-ik kecil ikut guru di Puncak Bukit Cemara, Pegunungan Cinlin-
san, umurku i ua puluh satu tahun!" Han Lin memper-enalkan diri dengan kocak,
menyebutkan mur segala.
"Sebatang kara? Tidak mempunyai sanak saudara sama sekali?" tanya Kui Lin.
"Wah, kalau sanak saudara sih, banyak sekali, tidak terhitung jumlahnya!" kata Han
Lin.
"Eh? Masa ada orang mempunyai saudara vang tak terhitung jumlahnya saking
banyaknya?"
"Benar,-_£ngkaij_ ini termasuk salah satu _di /5rvtara_saudiira-5dudaraku. Sena
Ofang di dunia irri adalah saudaraku."
Kui Lin cemberut. "Ngawur! &ajf begitu, semua penjahat, bahkan TjM pi San>-wan
dan anak buahnya tadi, n J reka se mua itu juga saudaramu?"
"Ya..» J<areiia_riiejr:ekaJyga_sama denga &kut (lUabirkari_di dunia ini, mereka M
JT'u_?i adalah saudara-saudara senasib J penderitaan dilempar ke dal?m duni
b. /»rsama dengan aku. Sudahlah, Adik yarJ naik, aku sudah memperkena kan diri
sekarang aku ingin mendengar siapa n* mamu dan di mana tempat tinggalmu." j
"Namaku Song Kui Lin, ayahku sudai meninggal dunia dan ibuku berdagang obat,
tinggal di Cin-an. Han Lin, engkau ini manusia aneh. Belum pernah selama hidupku
aku bertemu dengan seorang manusia aneh seperti engkau ini!"
"Aku aneh? Lho, apa anehnya? Apai kah aku mempunyai buntut? Aku samaf dengan
semua pria lainnya, Kui Lin. KeT napa engkau mengatakan aku aneh?" Hati Lin
tersenyum.
Kui Lin cemberut. "Engkau memilik) inu silat yang tinggi, dan engkau sudah a kali
menolongku, berarti engkau suka cnentang kejahatan dan menolong orang perti
sikap seorang pendekar. Akan «tapi, sungguh membuat orang mati » nasaran....."
"Eitti! Jangan mati penasaran, Kui in! Sayang ah, engkau masih begini . i uda....."
"Aku tidak akan mati, engkau yang hbih dulu mati L" bentak Kui Lin. "Maksudku,
engkau seorang pendekar, akan ?ttapi engkau juga seorang yang put-Ivauw!"
Han Lin tertegun. Kata-kata put-hauw {tidak berbakti) adalah sebuah kata yang mat
tidak disukai orang karena dalam i ata itu bukan hanya sekadar berarti ndak
berbakti, melainkan lebih daripada itu. Put-hauw dapat berarti anak yang lurhaka,
anak yang terkutuk! Semua rang di Cina merasa ngeri dan tidak a yang mau
menerima kalau disebut nak put-hauw'
Han Lin mengerutkan alisnya. "Engkau selalu salah menilai, Kui Lin." katanya kini
tanpa senyum. "Tadi engkau sa menilai arti orang belajar silat, sekara engkau keliru
pula menilai aku anak pu hauw."
"Kalau aku keliru seperti yang katakan, hayo katakan di mana kel' nyai" gadis itu
menantang.
"Apa kau kira belajar silat itu han untuk menjadi tukang pukul, tukang !x kelahi,
untuk melukai atau membui orang, untuk menang-menangan menjadi jagoan?
Pendapat demikian it salah sama sekali, bahkan mengotori ar dari ilmu silat itu
sendiri. Di jarrr dahulu, ilmu silat muncul dalam kehidu an manusia, bukan diadakan
oleh orang orang yang kuat dan suka menindas ya lemah. Ilmu silat lahir justeru kare
adanya penindasan dari yang kuat ter hadap yang lemah. Si,-lemah yang kala kuat
itulah yang kemudian mencari akal, bagaimana caranya bagi si lemah untuk
melawan si kuat, bukan untuk menyerang mencari musuh, melainkan untuk
membela dirinya dari tindasan si kuat yang sewenang-wenang. Ilmu silat
mempunyai
tiga unsur pokok. Pertama, yaitu tadi, untuk membela diri dari si kuat yang
sewenang-wenang menindasnya, ke dua, ilmu silat daiah ilmu gerak tari yang
memperlihatkan keindahan gerakan tubuh manu-ia, dan ke tiga yang lebih penting
lagi, i mu silat adalah gerak atau olah raga yang sejalan dengan olah jiwa, sehingga
yang sehat kuat bukan hanya raganya, melainkan terutama sekali jiwanya. Raga
yang kuat namun jiwa yang lemah akan membuat orangnya mempergunakan
kekuatan raganya untuk memuaskan nafsu-nafsunya, bertindak sewenang-wenang
yang menjurus kepada kejahatan. Oleh karena itu, setiap orang guru silat haruslah
mengutamakan latihan untuk membangun akhlak dan menguatkan jiwa terlebih
dulu sebelum menguatkan raganya. Itulah ilmu silat, Kui Lin."
"Wah, panjang lebar bertele-tele, Han Lin. Semua yang kau ucb«rkan itu sudah
semestinya. Guruku adalah Louw Keng Tojin yang berjuluk Lam-liong (Naga Selatan),
seorang tosu (pendeta To), tentu saja selain ilmu. silat juga mengajarkan tentang
kebajikan, maka aku se menentang kejahatan dan membela benaran dan keadilan!
Akan tetapi e kau bukan saja bersikap lunaf' terha para penjahat, bahkan engkau
tidak in membalas dendam terhadap para penj&hfl keji yang telah membunuh ayah
ibumi! Apakah itu bukan put-hauw namanya?" j
"Hauw (bakti) bukan sekadar mejJ balas dendam. Kui Lin. Orang yang ben bakti
kepada orang tuanya, yang tem penting adalah menjadi orang yang berB kelakuan
baik dan bertindak benar, karfj na hai ini berarti akan mengharumkaj pama orang
tua, 'walaupun orang "tUM sudah tidak ada di dunia. Seorang anail yang hprhuflf
haik akan mengangkat dengan tajam dan nama orang tuanya karena!
Orang-orang _ akan bertanya-tanya siapal orang tua anak vang baik budi itu. SeJ
baliknya anak yang .berbudi jahat akan I menyeret nama orang tuanya ke dalami
lumpur. Memang kuakui, Tiat-pi Sam-| wan itu amat jahat telah membunuhi orang
tuaku. Akan tetapi kalau aku diracuni dendam kebencian terhadap mereka lalu
membalas, membunuh mereka it'-ngan kejam, lalu apa bedanya antara u dan
mereka? Apakah nama orang > aku yang sudah meninggal dunia akan terangkat
kalau aku membunuh Tiat-pi Sam-wan karena dendam kebencian?"
"Uhhh, engkau memang manusia aneh! i alu, apa yang akan kau lakukan ter-adap
orang-orang yang telah membunuh
orang tuamu?"
"Aku menentang kejahatan tanpa melihat orangnya, tanpa melihat apakah mereka
itu membunuh orang tuaku atau tidak. Kalau mereka yang membunuh rang tuaku
itu ternyata bukan orang yang melakukan kejahatan, sudah pasti aku tidak akan
menentangnya. Kalau mereka jahat, aku akan menentangnya, menentang
kejahatannya."
"Hemmm, menentang mereka akan tetapi tidak mau membunuh, lalu apa yang akan
kau lakukan terhadap mereka?"
"Terhadap semua pelaku kejahatan, tanpa pilih bulu, aku pasti akan menentangnya,
bukan dengan cara membunuh mereka, melainkan kalau mungkin aku akan
menyadarkan mereka agar mer kembali ke jalan benar. Kalau perJu, akan
menggunakan kepandaian silat r menundukkan mereka agar mereka rasa jera dan
bertaubat. Akan membunuh, tidak.. Yang berhak ir., bunuh atau menghidupkan
hanya Tuhan.
"Engkau aneh. Mengapa sih en takut membunuh orang jahat?"
"Bukan takut, Kui Lin, akan teta aku tidak mau menjadikan perbuata~ sebagai mata
rantai Karma senin terus berputar dan bersambung ti putusnya."
"Hemmm, maksudmu?" "Begini, Kui Lin. Tiat-pi Sam-membunuh ayah ibuku,
peristiwa itu j dah pasti ada hubungannya dengan kar orang tuaku. Kalau aku
membunuh m reka, apakah kau kira urusannya akai habis sampai di situ saja? Setiap
poho ada buahnya, setiap'perbuatan pasti a* akibat kelanjutannya. Sudah pasti di pi
hak Tiat-pi Sam-wan akan ada yang jug timbul dendam kebencian seperti aku dc
akan berusaha membalas dendam deng
Membunuhku. Lalu, dari pihakku ada pufa Ung mendendam dan berusaha
membalas mbunuhku. Dendam mendendam, benci lembenci, bunuh membunuh.
Itulah ran
Karma yar,g tiada putusnya. Mata tai yang menyambungnya adalah per-tan kita.
Nah, kalau aku tidak men dam dan tidak melakukan balas dendam, berarti aku tidak
menjadi mata lantai yang menyambung sehingga rantai karma yang bunuh
membunuh itu pun terputus dan berakhir, terganti karma lain yang lebih baik.
Mengertikah kau, Kui Lin?"
"Ah, rumit benar! Aku tidak mengerti. Pokoknya, aku akan bertindak sesuka hatiku,
menentang para penjahat, kalau perlu membunuh mereka agar mereka tidak
mendatangkan kesengsaraan kepada rakyat dan membela mereka yang benar dan
tertindas. Pendeknya, aku akan menegakkan kebenaran dan keadilan, membela
yang lemah tertindas dan menentang yang kuat sewenang-wenang. Kalau seorang
pendekar tidak mau membunuh penjahat, dia itu seorang pengecut!"
Han Lin mengerutkan alisnya. Gadfl ini sungguh liar dan ganas, pikirnya dai tidak ada
gunanya berbantahan dengar™ nya.
"Terserah kepadamu, Kui Lin. Akal tetapi sekali-kali kau ingat dan kenang! kan
kembali percakapan kita ini." Kail Lin berseru memanggil rajawalinya. Bui rung itu
melayang turun dan Han Lift! segera melompat ke punggurgnya dari rajawali
terbang membubung ke angkasa. I Setelah Han Lin pergi, bo ulah Kui Lin merasa
kehilangan. Ia tentu saja! dapat mengerti maksud semua ucaparl Han Lin tadi.
Gurunya juga mengajarkan* hal yang hampir sama. Akan tetapi ke-I kerasan hatinya
membuat ia enggan un-l tuk mengaku salah. Setelah Han Lini pergi, baru ia merasa
betapa hatinya I merasa amat kagum kepada pemuda itu, I hanya ia menyayangkah
bahwa pemuda! itu baginya terlalu lemah!
Kui Lin tidak mempedulikan lagi ma-l yat j*oa Gu dan lima orang anak buah!
perampok yang terluka. la lalu berlari I cepat meninggalkan tempat itu. Setelah |
I mpir celaka di tangan para perampok an ditolong Han Lin lalu percekcokan-i ya
dengan pemuda itu, Kui Lin ingin j ulang. Ia lalu melakukan perjalanan repat pula ke
r-mah ibunya di Cin-an.
Nyonya Song Kak, janda yang membuka toko obat di Cin-an itu berusia sekitar
empat puluh tahun, masih tampak antik dan sehat. Toko obatnya cukup laris karena
Nyonya Song memiliki keahlian memeriksa orang sakit dan memberi obatnya yang
tepat. Ia mempelajari soal pengobatan ini dari mendiang suaminya.
Ketika Kui Lin muncul di pintu ru-nahnya, Nyonya Song berteriak girang, menyambut
puteri yang menjadi anak tunggalnya itu dengan rangkulan dan iuman. Segera ia
menyuruh dua orang pembantunya menjaga toko dan ia menggandeng Kui Lin
memasuki rumah. Di dalam rumah, ributlah Kui Lin menceritakan semua
pengalamannya kepada ibunya yang terkadang menggelengkan kepalanya
mendengar semua cerita anaknya. Terutama sekali ia merasa khawatir mendengar
akan pengalaman Kui yang baru saja terjadi ketika ia terta para perampok.
"Jangan khawatir, Ibu. Aku su hajar mereka, bahkan seorang di.ant tiga pemimpin
mereka telah berha kutewaskan. Mereka pasti jera dan tid akan berani melakukan
perampokan lagi Kui Lin menghibur ibunya.
"O ya, sebulan yang lalu guru Louw Keng Tojin, datang berkunjung sini, Kui Lin."
"Ah, Suhu datang ke sini, Ibu? A keperluan apakah beliau berkunjung sini?"
"Tadinya dia datang untuk bertem denganmu, Kui Lin. Setelah kuberitah bahwa .
engkau belum pulang, dia lal pergi lagi dan meninggalkan surat untuk mu. Nyonya
Song lalu mengambil se pucuk surat dari almari dan menyerahkannya kepada
puterinya.
Kui Lin segera membacanya. Dalam surat itu, Louw Keng Tojin menyuruh ia pergi ke
kota raja untuk membantu gurunya dan para tokoh dunia kangouw da-
Um usaha mereka mencegah terjadinya l-'-rang saudara yang hanya akan
menyenggarakan rakyat jelata. Kita akan bertemu kelak di sana, demikian Louw
Keng Tojin menutup suratnya.
Ketika Nyonya Song membaca surat itu, ia berkata, "Kui Lin, aku tidak dapat
melarangmu memenuhi permintaan gurumu, karena kurasa mendiang ayahmu
uga akan menyetujui. Aku tahu bagaimana tugas seorang pendekar. Akan tetapi
engkau baru saja datang, maka jagan
engkau buru-buru pergi lagi, anakku. Berdiamlah di rumah bersama ibumu,
setelah reda rasa kangenku, baru engkau boleh pergi lagi."
Kui Lin tidak membantah dan demikianlah, ia tinggal di rumah bersama ibunya dan
setiap hari membantu ibunya melayani pembeli obat di toko mereka.
r'.'';r' a 'l
Beberapa hari kemudian. Malam itu sunyi sekali. Langit gelap oleh mendu tebal.
Hawa udara dingin dan kare semua orang mengetahui bahwa ada a caman hujan
lebat yang setiap «aat ak turun, maka mereka lebih suka berdiad di dalam rumah.
Sejak sore tadi toko obat Nyonyi Song sudah ditutup. Hal ini bukan hanyj karena
mendung mengancam akan me> nurunkan hujan lebat, melainkan karenjl sebuah
peristiwa yang membuat Nyonyi Song ketakutan. Tadi, ketika Nyonya Song masih
duduk di toko dibantu dua orang pelayannya dan Kui Lin sedana pergi ke belakang
untuk mandi, tiba tiba mereka mendengar suara di pint toko. Ketika mereka bertiga
melihat ternyata suara itu ditimbulkan sebatan pisau yang menancap di pintu toko it
dan di gagang pisau terdapat sehelai kertas yang ada tulisannya.
Ketika Nyonya Song' membaca tulisan itu, wajahnya berubah pucat sekali da cepat ia
memerintahkan dua orang pe layannya untuk menutup toko. la sendir lalu masuk
dan menemui puterinya.
Kui Lin yang telah selesai mandi dan
tukar pakaian, heran melihat ibunya
pak pucat dan gelisah.
"Ibu, ada apakah? Engkau kelihatan
lisah "
Nyonya Song tidak menjawab, melain-n menyerahkan surat dan pisau itu ke-ida
puterinya. Kui Lin menerimanya n menjadi semakin heran, akan tetapi bacanya surat
itu. Isinya hanya singkat aja.
"Malam ini, semua mahluk yang bernyawa di rumah ini akan matil"
Surat itu tidak ditandatangani. "Dari lana datangnya surat itu, Ibu?" tanya ui Lin
dengan alis berkerut karena ia arah sekali.
"Tadi ada yang menyambitkan pisau e pintu toko dan surat itu diikat pada agang
pisau. Aku su&oh menyuruh Pa-nan dan Bibi Kwa menutupkan semua intu dan
jendela."
Melihat ibunya tampak khawatir, Kui -in menghibur. "Ibu, jangan khawatir. Inipasti
ulah penjahat-penjahat licik y pengecut. Hanya gertakan saja! Biar aku akan menjaga
semalam suntuk kalau betul ada yang berani datang ngacau pasti akan kupengga!
leher dengan pedangku!"
Biarpun sudah dibujuk dan dihi puterinya, tetap saja Nyonya Song r rasa khawatir
sekali. Ia maklum bah dahulu, suaminya yang pendekar terk memiliki banyak musuh
dari golong sesat, bahkan suaminya tewas dikero banyak tokoh sesat. Sekarang
ditam lagi dengan puterinya yang juga te menanam banyak bibit permusuhan ngan
golongan sesat. Ia sendiri, biarp tidak selihai mendiang suaminya at puterinya,
bukan seorang wanita lema Ia sudah menerima latihan dari suamin sehingga
memiliki kepandaian ilmu s lat yang lumayan yntuk menjaga d membela dirinya
sendiri. Akan te pi sekali, ini ia merasa khawatir ak datangnya ancaman itu. Ia seolah
dapa merasakan bahwa ancaman itu bukanla hanya gertakan saja seperti yang
dikata tn puterinya. Apalagi setelah Kui Lin rcerita tentang pengalamannya berkahi
dengan serombongan penjahat yang i pimpin Tiat-pi Sam-wan dan betapa orang di
antaia tiga kepala perampok Itu telah dibunuh oleh Kui Lin. Sebagai r. teri seorang
pendekar, ia banyak mendengar tentang kekejaman para golongan vesat di dunia
kangouw.
Seperti telah disangka dan ditunggu banyak orang, malam itu mulai turun hujan.
Hujan dan angin menderu-deru. Hujan turun seperti air ditumpahkan dari atas.
Banyak rumah kebocoran dan penghuninya sibuk menampung air bocor atau i
encoba untuk membetulkan genteng rumah mereka. Akan tetapi ternyata bahwa
hujan deras itu tidak terjadi lama, eolah-olah semua air yang terkandung dalam
awan gelap itu telah ditumpahkan emua ke seluruh kota Cin-an. Sesungguhnya tidak
demikian. Akan tetapi angin kuatlah yang membebaskan kota Cin-an dari kebanjiran.
Angin itu bertiup keras dan mendorong awan, sebagian besar dari awan, menuju ke
barat sehingga awan yang berada di atas an segera habis menjadi hujan dan rah lain
di sebelah barat yang kini guyur hujan lebat.
Setelah hujan berhenti, suasana kota Cin-an menjadi semakin sunyi dingin. Hampir
tidak ada orang kel dari rumah pada malam yang dingin kali itu. Sebagian besar
sudah pergi dur karena dalam hawa ud* ra sedin itu memang paling nyaman idalah
ti di bawah selimut tebal dan hangat.
Akan tetapi di rumah Nyonya 5o penghuninya tidak dapat tidur seje pun. Mereka
semua dalam keadaan i gang dan khawatir, yaitu Nyonya So kakek dan nenek
pelayan, ada pun K Lin duduk di ruangan tengah de sikap tenang. Ia menyuruh dua c
pelayan itu tinggal di dalam kamar reka dan tidak boleh keluar. Ibunya , dianjurkan
untuk tinggal di'dalam kam dan siap dengan pedangnya untuk mer jaga diri.
Berulang-ulang Kui Lin m nenangkan hati mereka dengan mengata kan bahwa ia
telah siap untuk meng
ar siapa saja yang berani mengganggu. Tiba-tiba dalam kesunyian malam itu, dengar
suara anjing menjerit-jerit. "Kainggg! Kainggggg! Lalu suara itu < henti.
Nyonya Song keluar dari kamarnya, h-r Jari menghampiri puterinya. "Kau
i' ngar itu, Kui Lin? Itu suara Si Pulih ! Ia menjerit-jerit lalu berhenti
jangan—jangan............"
"Tenanglah, Ibu. Mungkin ia tidak
a-apa, kalau Ibu merasa sangsi, mari kita lihat bersama!" Dengan tabah Kui I tn lalu
keluar, diikuti oleh ibunya, menuju ke pekarangan belakang dari mana '.uara anjing
tadi terdengar. Ia membawa
buah teng lampu gantung. Setelah tiba di pekarangan belakang, tiba-tiba mereka
mendengar suara ayam-yam berteriak, berkokoh riuh lalu ber-l»enti dan sepi
kembali. Cepat mereka menuju ke kandang dan penerangan lampu teng di tangan
Kui Lin membuat mereka dapat melihat Si Putih, anjing mereka, sudah menggeletak
berlumuran darah yang keluar dari lehernya yang terluka lebar, juga tujuh ekor
ayam liharaan mereka mati semua dengan her hampir putus.
Jahanam ?" Kui Lin memaki ram. Ibunya memegang lengan puteriny dengan jari
tangan gemetar, lalu m nuding ke dalam kandang. Ketika Kui Li melihatnya, ternyata
dua ekor kuci kesayangan ibunya juga menggeletak mati dengan leher terluka.
Agaknya ancamar; itu bukan gertakan kosong belaka! Kin semua binatang peliharaan
mereka tela tewas seperti bunyi ancaman dalam sura itu!
"Kui Lin, mari kita masuk....." Ny nya Sang berbisik dengan suara gemetar Kui Lin
mengangguk dan gadis ini me nahan kemarahannya. Kalau tidak ber sama ibunya,
ingin rasanya ia 'memaki maki dan menantang musuh-musuh yan membunuhi ayam,
anjing dan kucing it agar keluar dan melawannya! Akan tetap' ia tidak ingin ibunya
menjadi semaki khawatir, maka ia menuntun ibunya kem bah ke pintu belakang
rumah mereka. Baru saja mereka melangkah pintu belakang, tiba-tiba terdengar
jeritan-jeritan dari dalam rumah.
"Celaka! Pembantu-pembantu kita.......!"
Nyonya Song tiba-tiba mendapatkan keberaniannya dan ia melompat ke dalam
rumah dan lari ke arah kamar dua orang pelayan mereka, bersama Kui Lin. Ketika
mereka membuka daun pintu kamar itu, mereka melihat dua orang pembantu
mereka, laki-laki dan wanita berusia sekitar lima puluh tahun itu, telah menggeletak
di lantai kamar dengan leher terkoyak dan sudah tewas. Nyonya Song menjerit,-
menubruk dan menangis. Akan tetapi dengan sigap Kui Lin memegang lengan ibunya
dan ditariknya ibunya ke dalam kamar ibunya.
"Tenang, Ibu. Ibu di sini saja, aku akan mencari dan membasmi mereka!" Setelah
berkata demikian, ia meninggalkan kamar ibunya dan melompat keluar. Setibanya di
depan rumah yang mendapat penerangan lampu dari serambi, ia berteriak «sambil
mengerahkan tenaga saktinya sehingga suaranya melengking nyaring.
"Jahanam keparat busuk tak ta malu! Jangan bertindak curang! Ka memang kalian
ada keberanian, mari ki bertempur di sini sampai seribu jurus!"
Kini tampak tiga sosok bayang berkelebat dan tiga orang berdiri depannya. Kui Lrn
mengenal dua di al tara mereka, yang bukan lain adah Yong Ti dan Oh Kun, dua
orang da Tiat-pi Sam-wan, sedangkan yang seorai lagi ia tidak kenal. Dia ini seorang
kj kek bertubuh tinggi besar, mukanya tej dapat codet (bekas luka) melintang dm
pipi ke pipi sehingga wajahnya tampa menyeramkan sekali. Di punggungny
tergantung sebatang pedang. Selain tig orang itu, kini muncul pula belasan oran
anak buah mereka mengepung pekaranga itu. Melihat mereka, Kui Lin menja marah
sekali dan ia menudingkan pedan nya ke arah tiga orang itu.
"Huh, kiranya jahanam-jahanam bu Tiat-pi Sam-wan, monyet-monyet cura tak tahu
malu. Kalian berdua data untuk menyusul saudara kalian ya mampus di tanganku?
Baik, aku aku. mengirim kalian ke neraka untuk menemani adik kalian!"
"He-he-heh! Yong Ti dan Oh Kun, nikah gadis yang telah membunuh Joa u? Wah,
cantik manis!" Tiba-tiba saja Kui Lin yang tak dapat menahan kemarahannya sudah
menerjang ke arah kakek itu sambil membentak.
"Kakek mesum mau mampus!" Pedangnya menyambar seperti kilat. Gerakannya
amat cepat sehingga kakek yang tadinya memandang rendah itu terkejut uga. Kakek
itu adalah guru dari Tiat-pi Sam-wan yang marah ketika dilapori dua orang muridnya
bahwa muridnya yang termuda, Joa Gu, tewas di tangan seorang wanita. Maka dia
lalu ikut dua orang muridnya untuk membalas dendam. Melihat musuhnya hanya
seorang gadis muda remaja, dia memandang rendah. Akan tetapi serangan gadis itu
benar-benar mengejutkannya. Dia melompat jauh ke belakang lalu tiba-tiba dia
mencabut pedang dari punggungnya dan melontarkannya ke atas. Ternyata itu
adalah sebatang hui-kiam (pedang terbang)!
Pedang itu meluncur seperti sinar keblr an ke arah Kui Lin. Gadis perkasa menangkis
dengan pedang tipisnya.
"Tranggggg !" Pedang terbang terpental dan membalik' ke arah pemil nya yang
menerimanya dengan tan kanan. Kui Lin sudah menerjang lagi d kini ia disambut
bukan hanya oleh ka itu, akan tetapi juga oleh Yong Ti d Oh Kun yang bertekad untuk
memba kematian sute mereka. Segera setel bertanding melawan tiga orang itu, K
Lin merasa kerepotan dan terdesak. K lau hanya melawan pengeroyokan Ya; Ti dan
Oh Kun berdua, kiranya ia mas sanggup untuk menandingi mereka. Aka tetapi kakek
tinggi besar bermuka b. peng itu ternyata lihai sekali denga permainan pedangnya.
Dia berjuluk Cui beng Lo-kui (Setan Tua Pengejar Arwah guru dari Tiat-pi Sam-wan.
Tentu sa' ilmu kepandaiannya 'tinggi. Melawan k kek itu seorang saja akan sukar
bagi Ku Lin untuk dapat menang. Apalagi ki dikeroyok tiga. Ia segera terdesak heba
Akan tetapi dara yang gagah perkasa itu sama sekali tidak menjadi gentar. Yang
embuat ia gelisah adalah karena ia teringat ibunya yang berada seorang diri Idam
kamarnya. Akan tetapi kalau hanyaa para anak buah penjahat saja yang
nengganggu, ia yakin ibunya dapat melindungi diri sendiri dengan baik. Ia me-ii ang
terdesak hebat, terutama oleh rmainan pedang kakek bermuka codet itu. Akan
tetapi ia tidak mengkhawatirkan dirinya sendiri, melainkan mengkhawatirkan
ibunya.
Tiba-tiba ia mendengar suara burung rajawali di atas. Mendengar ini, jantung Kui Lin
berdebar karena girang. "Si Han Lin, tolong kami.....!!" Sesosok bayangan putih
berkelebat dan tahu-tahu Han Lin telah berada di situ. Dengan Pek-sim-kiam di
tangan dia cepat mengelebatkan pedangnya yang berubah menjadi sinar putih
memanjang yang menangkis senjata-senjata di tangan tiga orang pengeroyok Kui
Lin.
"Trang-trang-cringgg !" Berturut-turut tombak baja di tangan Yong Ti,
ang-to di tangan Oh Kun, dan pedang di tangan Cui-beng Lo-kui, terpental ohi
tangkisan Pek-sim-kiam itu. Pek-sinl kiam (Pedang Hati Putih) milik Han Lu adalah
sebatang pedang pusaka yanl memiliki daya amat kuat untuk melawan atau
menangkis senjata, lawan. Namanya juga Pedang Hati Putih. Pedang itu dW berikan
Thai Kek Siansu kepada Han LiJ dengan pesan bahwa Pek-sim-kiam buka* pedang
untuk membunuh orang, melain kan hanya untuk melindungi diri dan menangkis
senjata lawan yang menyerang Kini belasan orang anak buah penjahat itu sudah
maju pula mengeroyol dengan golok mereka setelah meliha pemuda itu membantu
Kui Lin.
"Han Lin, ibuku berada sendirian di dalam " kata Kui Lin dan mendengar'
ini, Han Lin cepat mendesak maju. Dengan dua kali serangan, tangan kiri menampar
dan kaki menendang, dia dapat membuat Yong Ti dan Oh Kun terpelanting roboh
dan tak dapat segera bangkit kembali. Melihat ini, Cui-beng Lo-kui marah sekali dan
sambil mengeluarkan gerengan seperti «»eekor harimau marah, fia menyimpan
pedangnya, merendahkan i buh hampir berjongkok dan mendorong-n kedua
tangannya ke arah Kui Lin. dingin pukulan yang dahsyat menyambar.
"Kui Lin, n.inggir!" Han Lin mencorong gadis itu ke samping lalu cepat t a
menyambut serangan pukulan jarak auh yang dahsyat itu.
"Wuuuuuuttttt bresssssl!" Tubuh
akek itu terpental dan jatuh bergulingan seolah dia tadi memukul sebuah benda
lunak yang kenyal seperti karet sehingga kulannya membalik dan membuat dia
terpental. Dia maklum bahwa dia menghadapi seorang lawan tangguh, maka setelah
bergulingan dia lalu bangkit dan elompat ke atas genteng, lenyap dalam kegelapan
malam.
"Han Lin, tolong ibu dalam kamarnya!" kata Kui Lin. Mendengar ini, Han Lin cepat
berkelebat memasuki rumah tu di mana dia melihat seorang wanita etengah tua
dengan pedang di tangan menghadapi pengeroyokan tiga orang .nak buah penjahat.
Han Lin merobohkan iga orang itu dengan tendangan sehingga
Nyonya Song terbebas.
Sementara itu, begitu melihat Lin berkelebat memasuki rumah, Kui L' yang tidak lagi
mengkhawatirkan ibun cepat menerjang ke arah Yong Ti Oh Kun yang baru saja
merangkak dak bangkit berdiri. Sia-sia saja orang itu hendak menghindar kar
demikian cepatnya pedang tipis di tan Kui Lin berkelebat dan dua orang i pun roboh
dengan leher tersayat sehin tewas seketika! Kui Lin ialu menga dan tiga belas orang
yang berusaha m ngeroyoknya, satu demi satu dibabatn roboh! Mengerikan sekali
melihat gadi ini mengamuk. Banjir darah terjadi pekarangan itu dan tidak ada seor
pun anak buah gerombolan itu dapa menyelamatkan diri. Hanya Cui-beng Lc kui
seorang diri saja yang dapat lol dari maut!
"Kui Lin J" Nyonya Song berse
dan ngeri melihat puterinya berdiri de ngan pedang di tangan sedangkan di s
kelilingnya, belasan mayat berseraka mandi darah!
Han Lin menggeleng-gelengkan kepalanya melihat keganasan gadis itu. Kini nnyak
orang datang memasuki pekarangan sambil membawa obor. Mereka adalah para
tetangga yang berdatangan karena tertarik oleh keributan di pekarangan rumah
Nyonya Song. Semua orang merasa ngeri melihat mayat-mayat berserakan perti itu.
Nyonya Song lalu minta tolong para tetangga untuk melaporkan kepada komandan
pasukan keamanan di Cin-an tentang serbuan gerombolan penjahat yang telah
dibasmi puterinya.
Tak lama kemudian pasukan keamanan datang dan sang komandan yang sudah
mengenal baik Nyonya Song, segera mendengar laporan Nyonya Song. Dia lalu
memerintahkan para perajurit anak buah pasukannya untuk menyingkirkan semua
mayat para penjahat. Banyak pula tetangga yang ikut membersihkan pekarangan
itu. Mereka jug» membantu menyediakan dua buah peti mati untuk dua orang
pembantu Nyonya Song. Tiga orang anak buah gerombolan yang dirobohkan Han Lin
menjadi tawanan pasukan keamanan. Nasib mereka masih' lebih daripada temanteman.
mereka yang tewas di tangan Kui Lin.
Sementara itu, Nyonya Song. Kui dan Han Lin berada di ruangan dai rumah itu.
Ketika Nyonya Song me dengar pengakuan Kui Lin bahwa ket ia bertemu dengan
Tiat-pi Sam-wan ia ditawan, ia juga ditolong oleh pem yang malam ini menolong
mereka. N nya Song mengucapkan terima kasih d mengundang Han Lin masuk ke
rum Han Lin dan Kui Lin duduk di ruanga dalam sedangkan Nyonya Song sibuk c
bantu para tetangga mengurus jenaz dua orang pembantunya yang setia. ! orang
pembantu itu sudah dianggapn sebagai keluarga sendiri. Merekalah ya
menemaninya sejak suaminya meningg dan ketika Kui Lin merantau menjngga kan
rumah, mereka pula yang meneman nya. Maka, tentu saja Nyonya S; merasa
bersedih sekali dan ia mengur jenazah mereka seperti keluarga sendiri.
Ketika berada berdua saja itulah, H Lin tak dapat menahan diri lagi, m r gur Kui Lin. i
"Kui Lin, kembali engkau melakukan kekejaman dengan membunuh lawan yang dah
roboh. Mengapa sih hatimu dapat sekejam itu?"
"Apa? Kau bilang kejam? Kau kira mereka yang datang menyerbu kami itu orangorang
baik dan tidak kejam? Mereka mengirim surat ancaman untuk membunuh
semua mahluk bernyawa yang berada di rumah ini! Kemudian mereka membunuh
semua anjing, kucing dan ayam peliharaan ibu, bahkan membunuh pula dua orang
pembantu ibu yang setial Dan kalau engkau tidak datang membantu, sudah pasti ibu
dan aku juga mereka bunuh! Aku membela diri melawan kemudian membunuh,
membasmi mereka iblis-iblis berupa manusia itu dan kau bilang aku kejam?"
"Akan tetapi, Kui Lin. Kalau engkau pun melakukan pembunyian dan pembantaian
dengan kejam, lalu apa bedanya antara engkau dan Tiat-pi Sam-wan? Mereka jelas
orang jahat dan kejam, lalu apakah engkau ingin menyamai mereka dan disebut
kejam pula?"
"Delas berbeda antara aku dan me ka, Han Lin! Merekalah yang melaku perbuatan
jahat, mula-mula mengganggi dan menangkap aku, kemudian malam iri mereka
menyerbu hendak memburu.) kami semua. Akan tetapi aku tidak per nah
mengganggu mereka, aku hanyi membela diri dan kalau aku membunur mereka, aku
melakukannya seperti aki membunuh sekumpulan ular berbisa ya hanya
membahayakan penghidupan orai' lain. Aku bukan penjahat seperti merek, dan aku
tidak pernah mengganggu orane, lain!" bantah Kui Lin dengan marah dar penasaran.
Han Lin juga merasa penasaran mt-i nahan diri dan tersenyum. "Aku tahu J Kui Lin.
Aku tidak pernah bilang engkau! jahat, namun hanya menegur karena engJ kau
membunuh lawan yang sudah roboh1 tidak berdaya."
"Habis, aku harus bagaimana? Membiarkan mereka hidup agar mereka dapat terus
melakukan kejahatan mereka mengganggu orang, merampok, dan menculik,
melukai dan membunuh orang-orang tidak berdosa seperti dua orang pembantu
kami? Begitu?"
"Kui Lin, tenanglah dan dengarkan kata-kataku. Kalau engkau terancam bahaya
maut, engkau berhak membela diri dan seandainya dalam berkelahi membela diri
itu engkau tidak dapat berbuat lain kecuali merobohkan penye-rangmu sehingga dia
tewas, hal itu masih wajar. Akan tetapi engkau membunuhi orang-orang yang sudah
tidak berdaya, inilah yang kuceia dan tidak semestinya dilakukan oleh seorang
pendekar wanita."
"Hemm, habis apa yang harus kulakukan? Memaafkan kesalahan mereka, menolong
dan mengobati mereka?" Gadis itu bertanya dengan suara mengejek, bibirnya yang
mungil merah itu cemberut dan matanya yang indah itu mengerling tajam. Ia
merasa penasaran sekali. Akan tetapi dalam keadaan marah dan cemberut itu ia
tampak semakin manis.
"Memang sebaiknya begitu, Kui Lin. Memaafkan dan menolong mereka merupakan
pekerjaan dan sikap terpuji."
"Aku tidak ingin dipuji! Apakah mar sia-manusia iblis macam mereka itu t j dak
sepatutnya dihukum?"
"Memang sepatutnya mereka dihukumi "Nah, kau juga bilang mereka sepatut* nya
dihukum, dan aku sudah menghukumnya! Apalagi yang salah?" Gadis itu mandang
dengan penuh kemenangan menantang. "Lalu menurutmu, apa yar harus kulakukan
lagi?"
Engkau bukan pelaksana hukum, Kui Lin. Setelah engkau membela diri dan
merobohkan mereka, seharusnya kau serahkan kepada yang berwenang dan
berwajib. Pemerintah yang berhak menghukum orang. Ada pengadilan sebagai alat
negara yang akan mengadili, bukan engkau!"
"Si-taihiap (Pendekar besar Si) berkata benar, Kui Lin!" tiba-tiba Nyonya Song
memasuki ruangan itu. Tadi ia mendengar ucapan terakhir Han Lin dan segera
membenarkannya. Ia sendiri memang tahu bahwa puterinya memiliki watak yang
galak, keras dan ganas dan hal ini merupakan warisan watak ayahnya. Song Kak
dahulu juga merupakan seorang pendekar yang amat galak dan ganas terhadap para
penjahat. Setiap bertemu penjahat dia tidak pernah mengenaal ampun dan tentu
penjahat itu bunuhnya, sehingga selain namanya ar terkenal, juga dia amat dibenci
p. tokoh sesat dan akhirnya dia sendiri nu terbunuh dikeroyok banyak tokoh sesat.
"Ain, Ibu ...........! Kenapa malah Ibu berpihak kepada Han Lin?"
"Tentu saja karena Si Taihiap ........."
"Maaf, Bibi, harap jangan menyebi saya dengan Taihiap." kata Han Lin san bil
tersenyum ramah.
"Baiklah, Si Han Lin. Kui Lin, seper kukatakan tadi, aku tidak berpihak ke-pada Han
Lin, melainkan karena Han Lin memang benar. Engkau bukan algojo, Kuj Lin. Lain
kali, jangan menuruti kekerasan hati dan kebencianmu. Kalau engkau dapat
mengalahkan penjahat, robohkan saja dan jangan bunuh, melainkan serahkan
kepada yang berwajib, yang akan mengadili dan menghukumnya. Mengerti?']
Dengan alis berkerut, Song Kui LiC mengangguk. Gadis ini, betapapun liar dan
galaknya, tetap saja ia amat berbakti dan taat kepada ibunya yang amat
disayangnya.
Setelah dua jenazah pembantu itu makamka , Nyonya Song menerima kun-ungan
Perwira Kwa Siong. Perwira Kwa ong ini adalah komandan pasukan keamanan kota
Cin-an dan dia seorang uda karena isterinya telah meninggal dunia ketika di kota itu
terjangkit wabah penyakit yang berbahaya. Perwira Kwa Siong mengenal baik
Nyonya Janda Song yang tadinya menjadi sahabat baik isterinya. Setelah isterinya
meninggal, Perwira Kwa banyak memberi bantuan kepada Nyonya Janda Song dan
antara kedua orang ini terjalin persahabatan yang akrab. Sebetulnya, sudah
beberapa kali Perwira Kwa melamar Nyonya Song untuk menjadi isterinya, namun
janda itu masih selalu minta waktu untuk mempertimbangkan, walaupun
sesungguhnya ia juga suka kepada perwira yang gagah dan baik budi itu. Yang
membuat hati Nyonya Song merasa ragu adalah puterinya. Ia tidak ingin Kui Lin
menjadi bersedih kalau ia menjadi isteri Perwira Kwa dan untuk mengatakannya
kepada puterinya, ia merasa malui.
Mereka duduk menghadapi meja kan, berempat. Nyonya Song, Perw Kwa, Kui Lin,
dan Han Lin. Setel makan, mereka membicara! :an tenta penyerbuan para penjahat
malam kemari Kui Lin tidak asing dengan Perwira K yang telah dikenalnya sejak ia
kecil.
"Terima kasih, Paman Kwa. Eng telah mengurus semua mayat penja itu, dan tidak
menyalahkan aku ya telah membunuh mereka. Engkau tah Paman, Ibuku dan Si Han
Lin ini m nyalahkan aku karena aku membun merekal" kata Kui Lin seolah minta ke
pada perwira itu untuk mendukung da memihak padanya.
Perwira Kwa tersenyum. Tentu saj dia mengenal watak gadis itu dan Ny nya Song
seringkah mengeluh kepadany tentang kekerasan watak puterinya itu.
"Kui Lin, aku ti'dak merasa heran akan kebencian dan keganasanmu terhadap para
penjahat. Memang sudah menjadi kewajiban seorang pendekar untuk menentang
kejahatan, membela kebenaran dan keadilan. ~ Akan tetapi, Kui Lin, i embunuhi
mereka bukanlah menjadi gas kewajibanmu. Mereka itu penjahat n sudah
sepantasnya dihukum, akan tetapi pemerintah telah mengadakan peraturan untuk
menghukum para penjahat. Mereka harus diadili lebih dulu, baru ! engadilan yang
memutuskan hukuman -pa yang pantas untuknya."
"Nah, betul kan omonganku? Engkau ukan algojo, Kui Lin!"
"Wah, Ibu dan Paman Kwa Siong selalu saling bantu. Sekarang juga berseutu
untuk melawanku!" Tiba-tiba, melihat wajah ibunya berubah kemerahan,
Kui Lrn menyadari kesalahan ucapannya, menjadi gugup dan menyambung.
"Maaf, Ibu, maksudku, Paman Kwa selalu menyetujui pendapat Ibu dan sebaliknya
Ibu juga mendukung pendapat Paman Kwa.
Kalian berdua tampaknya begitu begitu sepaham dan cocok eh, maaf "
Kui Lin menjadi bingung sendiri karena tambahan kata-katanya itu bahkan membuat
Ibunya tampak canggung dan menundukkan mukanya.
Akan tetapi Perwira Kwa melihat kesempatan baik dalam suasana itu, m ka dia cepat
berkata. "Begitukah pe dapatmu, Kui Lin? Aku dan ibumu ta pak cocok? Sekarang
aku hendak membicarakan hal yang serius denganmu "
"Ciangkun (Perwira) !" Nyonya mencela.
"Tidak mengapa, Song Hujin (Nyony Song), seyogianya kalau urusan ini d' bicarakan
sekarang sehingga terdap-kepastian. Begini, Kui Lin, setelah ki dua orang pembantu
ibumu tewas berart ibumu hanya tinggal berdua denganm< dan kalau engkau pergi,
ibumu han tinggal seorang diri. Sebetulnya, yang hendak kukatakan kepadamu in
sudah terpendam selama dua tiga tahun.
"Maaf, Paman dan Bibi, sebaikny saya keluar dulu agar percakapan keluar ga ini
dapat dilakukan dengan lelua Saya tidak mau mengganggu "
"Tidak Han Lin. Doduk sajalah, bah kan aku memerlukan seorang teman Anggap saja
aku ini pamanmu dan" eng kau menemani aku yang akan bicar seju;urnya kepada
Kui Lin dan ibunya.' kyta Perwira Kwa yang sudah diperkenalkan dan tahu siapa
adanya pemuda ber-; akaian putih ini yang mendatangkan i ekaguman dalam
hatinya. Han Lin ter-ksa duduk kembali walaupun dengan > ati yang merasa
canggung karena dia sudah dapat menduga apa yang akan dipercakapkan oleh
perwira yang gagah
tu.
"Nah, katakanlah, Paman Kwa Siong," ata Kui Lin dan gadis ini pun bukan eorang
bodoh. Ia sudah tahu sejak lama bahwa terdapat hubungan yang lebih daripada
hubungan biasa antara ibunya dan perwira ini, walaupun pada lahirnya mereka
tampak hanya sebagai sahabat baik saja, tidak lebih.
"Begini, Kui Lin. Aku ini seorang duda yang kehilangan isteri yang me-inggal dunia
tanpa mempunyai anak. Sedangkan ibumu juga sudah menjadi anda sejak muda
sekali, mempunyai engkau sebagai anak tunggal dan engkau tentu mengetahui dan
merasakan bahwa aku pun suka sekali padamu sejak kecil, sudah kuanggap sebagai
anakku sendiri.
Nah,' selama beberapa tahun ini sud seringkah aku mengajukan lamaran kepada
ibumu agar ia suka hidup bersam ku, sebagai isteriku dan engkau menja anakku.
Akan tetapi ibumu selalu mi waktu untuk mempertimbangkan lamaran ku itu. Aku
tahu bahwa ia sulit meneri manya karena merasa tidak enak kepada mu, Kui Lin.
Maka sekarang, aku mengambil keputusan untuk membicarakan hal ini denganmu.
Apakah engkau keberatan dan menolak kalau ibumu menikah dengan aku dan
engkau menjadi anakku?"
Kui Lin yang sudah menduga pertanyaan ini tidak menjadi terkejut, bahkan sambil
cengar-cengir ia memandang ibunya Nyonya Song tentu saja menjadi malu dan salah
tingkah, apalagi melihat pu-terinya cengar-cengir seperti menggodanya!
"Hush!" Akhirnya Nyonya Song membentak dengan muka berubah seperti udang
direbus'dan matanya melotot kepada puterinya. "Kenapa cengar-cengir seperti
monyet? Kalau engkau tidak setuju, katakan saja jangan cengar-cengir seperti itu!"
Kini Kui Lin memandang ibunya, lalu memandang perwira itu, mukanya berseri dan
ia berkata, "Paman Kwa dan Ibu, irusan perjodohan adalah urusan antara dua orang
saja, orang lain tidak berhak mencampuri. Tentu saja keputusannya terserah kepada
Ibu. Kalau Ibu suka untuk menjadi Nyonya Kwa dan menerima amaran Paman Kwa,
tentu saja aku tidak akan menghalanginya. Bahkan kalau ada yang akan
menghalanginya, orang itu akan kuhajar!"
"Akan tetapi, bukan itulah yang merisaukan hatiku, anakku, yang penting bagiku
adalah kebahagiaanmu. Maka jawablah, apa engkau suka dan rela ibumu ini
menikah lagi?"
"Ya, Kui Lin, katakanlah apakah engkau suka menjadi anakku?"
"Ibu, kalau yang menjadi suamimu dan ayahku Paman Kwa, ak^ s'-ka sekali. Aku juga
ingin melihat engkau berbahagia, Ibu, dan aku tahu Paman Kwa seorang yang
bijaksana. Aku senang dapat menjadi anaknya."
Mendengar ini, saking lega dan bahagia rasa hatinya, Nyonya Song menu mukanya
dengan kedua tangan dan nangis.
Ibu !" Ia merangkul ibunya. "Kenapa mmenangis?" Suaranya mengandung k
khawatiran.
"Biarkan ibumu menangis, Kui Lin. j menangis karena bahagia." kata Perwi Kwa Siong
dengan wajah berseri gembir Kui Lin yang merangkul ibunya ikut pul menangis. Dua
orang wanita itu sali berangkulan sambil menangis, akan teta tangis bahagia.
"Si Han Lin, aku minta dengan hor mat dan sangat agar engkau suka me jadi saksi
pernikahan kami yang ak kami laksanakan secepatnya. Untuk s mentara tinggallah di
rumahku samp pernikahan dilangsungkan." Perwira K minta kepada pemuda itu
dengan sika sungguh-sungguh sehingga sukar bagi Ha Lin untuk menolaknya. Apalagi
hal i menyangkut diri «Kui Lin, maka melihu gadis itu dia pun tentu saja tidak dapat
menolak lagi. Apalagi menurut rencana mereka, pernikahan akan dilangsungkan
secara sederhana minggu depan.
Permintaan Perwira Kwa agar Lin menjadi saksinya itu selain dia naruh kepercayaan
besar kepada pem itu. juga untuk mengimbangi kead calon isterinya. Nyonya Song
mempun seorang anak perempuan, maka dia me aku Han Lin sebagai keponakan yai
dianggap sebagai anak sendiri, sehing^ dengan demikian keadaan mereka be
imbang! Ketika hai ini dibicarakan ole Perwira Kwa, Han Lin memandang K Lin dan
berkata.
"Wah, kalau begitu aku mcmpuny seorang adik perempuan! Mulai sekara aku akan
menyebutmu Lin-moi (Adik Li dan karena nama akhir kita sama, en kau menyebut
aku Lin-ko (Kakak Lin)!"
"Ah, mana perlu harus begitu?" ban tah Kui Lin.
"Eh, Kui Lin, ucapan Han Lin benar kata Perwira Kwa. '"
"Ya, Kui Lin, engkau harus menyebu Han Lin sebagai kakakmu!" kata pul ibunya.
"Nah, benar, bukan? Hayo, Adikku
kita latihan. Sebut aku Lin-ko. Hayolah, kalau tidak latihan dan kemudian ada Tang
lain mendengar engkau menyebut namaku begitu saja, engkau akan dikatakan adik
yang kurang ajar!" Han Lin i lenggoda.
Dengan mulut masih cemberut, Kui I i n terpa~ksa berkata. "Lin-ko....."
"Nah, sedap didengar, bukan Lin-moi?"
Mereka semua membuat persiapan perayaan pernikahan itu dengan gembira.
Memang tidak besar-besaran, hanya mengundang sanak keluarga Perwira Kwa Siong
dan beberapa orang teman pejabat di Cin-an saja. Semua orang memuji Perwira Kwa
yang pandai memilih isteri baru, karena Nyonya Song memang terkenal ebagai
seorang janda yang selain cantik dan lembut, juga terhormat dan Baik budi, suka
menolong orang dengan pengobatan tanpa memungut bayaran tinggi, bahkan bagi
yang tidak mampu, ia menolong dengan gratis.
Tiga hari setelah pernikahan dan Kui Lin bersama ibunya sudah pindah ke rumah
Perwira Kwa, mengosongkan rul mah lama, Kui Lin mengatakan kepadl ibunya
bahwa ia ingin memenuhi pesan dalam surat gurunya. Mereka lalu berunfl ding,
dihadiri pula oleh Han Lin yanal seolah-olah kini benar-benar sudah dm anggap
keluarga sendiri, sebagai kakakl dari Kui Lini
"Kui Lin, mengapa engkau tergesaJ gesa hendak pergi lagi?" kata ibunyaJ kini
sebutannya bukan lagi Nyonya SongJ melainkan Nyonya Kwa.
"Ibu, aku harus menaati perintah Suhu J pula memang aku harus memanfaatkan!
semua ilmu yang dengan susah payahi sudah kupelajari dan kulatih bertahun-"
tahun. Apalagi sekarang hatiku dapat tenang meninggalkanmu karena di sini ada
Paman..... eh, maaf, keliru lagi, adai Ayah yang melindungimu. Dengan adanya Ayah
dan ratusan orang perajurit dalam pasukannya, tidak ada orang akan berani
mengganggumu."
"Anakku, bukan diriku yang Ibu khawatirkan, akah tetapi keselamatanmu! Siapa tahu
apa yang akan terjadi di kota
raja!" kata Nyonya Kwa.
"Saya kira Paman Kwa tentu lebih mengetahui akan keadaan di kota raja. Lebih baik
kalau Lin-moi mengetahui lebih banyak akan keadaan di kota raja sebelum pergi ke
sana."
"Ayah, ceritakanlah apa yang terjadi di sana? Kalau Suhu menyuruh aku ke sana
untuk mencegah terjadinya perang saudara, tentu sedang terjadi sesuatu di sana."
Perwira Kwa Siong mengangguk-angguk. "Sesungguhnya, dilihat dari luar, tidak
terjadi apa-apa di kota raja. Sri-baginda Kaisar memerintah dengan adil dan
bijaksana. Akan tetapi sebenarnya, di sebelah dalam memang terdapat hal -ha!
-yang mengkhawatirkan. Seperti diketahui, setelah menggantikan Dinasti Chou
menjadi Dinasti Sung, Kaisar Sung Thai Cu dengan bijaksana menerima bar nyak
pejabat tinggi dan bangsawan bekas Kerajaan Chou menjadi pejabat. Kebijaksanaan
ini mempunyai segi buruknya, yaitu memberi kesempatan kepada bekas kelompok
Kerajaan Chou untuk bersatu dan membuat persekongkolan. Bukan tida mungkin di
antara mereka itu banyak yang mempunyai ambisi untuk membangun kembali
Kerajaan Chou dan menumbangkan Kerajaan Sung. Nah, agaknya keadaan ini yan
membuat gurumu merasa khawatir dan mengutus engkau ke kota raja untuk
membantu usaha para pendekar memadamkar kerusuhan atau pemberontakan
sehingga tidak terjadi perang saudara."
"Akan tetapi bagaimana mungkin orang yang sudah diberi kedudukan masih ingin
memberontak?" tanya Kui Lin penasaran.
"Hal itu tidak mengherankan, Kui Lin." kata Han Lin. "Demikianlah watak manusia
yang lemah dan tidak dapat menguasai nafsu-nafsunya sendiri. Mereka itu selalu
membayangkan dan menginginkan yang lebih daripada apa yang dimilikinya. Ini
yang membuat mereka selalu tidak puas dan ambisi mereka untuk memperoleh
yang lebih tidak pernah padam, dan keinginan memperoleh apa yang mereka
dambakan itu seringkah menimbulkan cara-icara yang' tidak baik."
"Pendapat Han Lin ada benarnya," kata Perwira Kwa. "Akan tetapi ada pula orang
yang masih setia kepada Kerajaan Chou, yang diam-diam mendendam kepada Kaisar
Sung Thai Cu sebagai pendiri Dinasti Sung dan mereka setelah mendapatkan
kedudukan tinggi, ingin sekali membangun kembali Kerajaan Chou. Mereka tentu
terdiri dari para keluarga Kaisar Kerajaan Chou yang telah jatuh."
Si Han Lin menjadi tertarik sekali. "Paman, kalau menurut pendapat Paman,
siapakah yang sekiranya mempunyai ambisi untuk membangun kembali Kerajaan
Chou itu?"
Perwira Kwa menghela napas panjang. "Banyak sekali bekas orang Kerajaan Chou
yang kini diberi kedudukan oleh Sribaginda Kaisar Sung Thai Cu. Hal ini' mungkin
sekali karena Sribaginda mengingat bahwa beliau juga m?«ih seketurunan dengan
keluarga Kerajaan Chou dan beliau dahulu bernama Chou Kuang Yin dan menjadi
seorang panglima besar di Kerajaan Chou. Akan tetapi yang kini memiliki kedudukan
paling tinggi dan juga merupakan kerabat terdekat dari mendiang Kai sar Chou Ong
adalah Pangeran Chou Ba Heng yang dulu adalah keponakan men diang Kaisar Chou
Ong dan kini diber kedudukan Penasehat Angkatan Peran oleh Sribaginda Kaisar.
Dialah yang ka barnya selain seorang ahli perang da ahli silat pandai, juga memiliki
hubunga luas dengan para tokoh dunia kang-ouw. Maka, sudah sepatutnya kalau
Chou Ban Heng yang kini berpangkat Jenderal itu diawasi gerak-geriknya.
Han Lin menjadi semakin tertarik. "Ah, kalau begitu mungkin sekali akan timbul
pemberontakan dan perang saudara seperti yang dikhawatirkan gurumu, Lin-moi.
Aku menjadi tertarik untuk melihat keadaan di sana."
"Bagus sekali!" Kui Lin bangkit berdiri dan melonjak kegirangan. "Mari kau temani
aku, Han Lin! Kita pergi bersama!"
"Hushhh, Kui Lin. Kau menyebut apa kepada kakakmu?" bentak ibunya.
"Oh, ya!" Kui Lin tertawa. "Maaf, Lin-ko, aku lupa."
"Han Lin, kami girang sekali menngar
engkau juga hendak pergi ke kota a. Kami titip anak kami, tolong jaga n
lindungi ia yang belum banyak pe-alamannya dan terlalu keras kepala." ata Nyonya
Kwa.
"Ahhh, ibu!" Kui Lin merajuk manja. "Han Lin, kalau ia menjadi liar dan idak menurut
kata-katamu, kau boleh ewakili aku untuk menjewer telinga-ya!" kata pula Nyonya
Kwa.
Mereka lalu berkemas dan Perwira Kwa menitipkan sepucuk surat kepada Han Lin
untuk diserahkan kepada Pange-ian Sung Thai Cung, yaitu adik kandung Kaisar Sung
Thai Cu. Pangeran Sung Thai Cung ini dahulunya bernama Chou Kuang Tian dan kini
dia dipercaya kakaknya nenjadi panglima besar angkatan perang Kerajaan Sung.
Usianya empat puluh lima tahun dan dia dahulu menjadi sahabat baik Perwira Kwa.
Surat perkenalan itu akan membuat Han La. dan Kui Lin dapat diterima sebagai
orang yang boleh
dipercaya.
Setelah berkemas, pemuda dan gadis itu pun meninggalkan kota Cin-an. Setibanya
di luar kota, Han Lin bersui nyaring memanggil rajawali. Terdenga jawaban dari
dalam hutan tak jauh dar situ dan tak lama kemudian rajawali it terbang datang.
"Ain, senang sekali mempunyai rajawali seperti itu' Akan tetapi mengar. engkau
tidak membiarkan dia berada gedung ayah bersama kita, Lin-ko?"
"Dia tidak akan betah tinggal di sana! Lin-moi, tidak suka menjadi tontonan. Dia
mempunyai dunianya sendiri, yaitu di antara pohon-pohon besar dalam hutan."
Rajawali itu kini meluncur turun dan hinggap di atas tanah dekat Han Lin. |
Kui Lin memandang dengan kagum. Tinggi burung itu hampir sama dengan tinggi
badannya sendiri, sepasang sayap dan sepasang kakinya tampak demikian kokoh
kuat.
;
"Lin-ko, aku ingin sekali menungganginya. Mari kita berdua menungganginya dan
suruh dia membawa kita terbang ke kota raja!"
"Tidak bisa, Lin-moi. Selain kita berdua terlalu berat baginya, juga dia akan
I kusuruh pulang membawa suratku kepada I Suhu agar Suhu mengetahui ke mana
[aku pergi dan apa yang akan kulakukan di kota raja."
"Aih, Lin-ko. Masa engkau begini peiit terhadap adik sendiri? Aku hanya ingin
menungganginya, sebentar saja! Akan tetapi kalau sendirian, aku takut seperti dulu
lagi. Dia pernah melemparkan aku dari atas. Bisa remuk badanku kalau dia lakukan
itu lagi."
Han Lin tersenyum. "Salahmu sendiri, Lin-moi. Tiauw-ko (Kakak Rajawali) ini
mempunyai perasaan peka. Kalau orang bersikap hormat dan manis kepadanya, dia
pun akan bersikap manis pula. Kalau engkau bersikap keras, seperti dulu engkau
memaksanya terbang dan mencabut sehelai bulunya, tentu saja dia marah."
"Lalu bagaimana kalau aku ingin menungganginya, Lin-ko? Suruh dia menerbangkan
aku, sebentar saja, aku ingin merasakan menunggang seekor rajawali terbang."
"Aku tidak bisa menyuruh dia menerbangkan orang lain, Lin-moi. Akan tetapi kalau
engkau sendiri yang meminta, ngan sik,ap dan ucapan yang manis, kira dia tidak
begitu pelit untuk nolak. Mintalah kepada Tiauw-ko, kal dia setuju, dia akan
mendekam sehingjjV engkau dapat naik ke punggungnya. KaUg| dia tidak mau
mendekam, itu tandanjj dia tidak mau."
Kui Lin lalu menghampiri burung dan berdiri di depannya. Kemudian menjura,
mengepalkan kedua tangan pan dada dan memberi hormat samt berkata dengan
suara merdu dan mar penuh rayuan.
"Tiauw-ko yang baik, Tiauw-ko yar gagah perkasa, maafkan aku atas k< salahanku
dahulu. Sekarang aku mol kepadamu, sukalah engkau membawa ah terbang
sebentar saja. Maukah engkai Tiauw-ko? Mau, ya. Kakak Rajawali yar baik?" Han Lin
diam-diam merasa gel melihat ulah gadis itu yang bersikap bicara sambil- merayurayu.
Kalau sudar bersikap seperti itu, Kui Lin benar-benar memiliki daya tarik yang
luar biasa, tiap orang pria agaknya pasti jatuh bertekuk lutut menghadapi
rayuannya. Entah kalau rajawali itu.
Akan tetapi, dengan girang dia m lihat betapa kepala rajawali itu men anggukangguk,
lalu kedua kakinya ber jongkok, tubuhnya merendah! Kui L' bersorak
gembira.
"Terima kasih, Tiauw-ko yang baik! Nah, aku akan meloncat ke atas punggungmu,
bawa aku terbang ke langit, ya? Aku ingin melancong ke bulan dan bintang-bintang!"
kata Kui Lin dan ia pu~ lalu melompat dengan hati-hati sehingga dapat duduk di atas
punggung rajawali itu dengan lunak.
Rajawali itu memandang kepada Han Lin dan pemuda ini pun mengangguk. "Bawa ia
terbang sebentar, Tiauw-ko. Ia adalah Lin Lin, adikku." Dia memperkenalkan dan
menyebut Kui Lin dengan sebutan Lin Lin yang dianggapnya lebih manis dan
menyenangkan Rajawali mengeluarkan bunyi melengking, kemudian
mengembangkan sayapnya, mengenjotkan kakinya sehingga tubuhnya meloncat ke
atas lalu sayapnya mulai bergerak dengan kuatnya. Tubuhnya melayang dengan
cepatnya ke atas. Lin Lin bersorak gembira sehingga Han Lin ikut pula merasa
senang. Gadis itu benar-benar seperti seorang anak kecil saja. Akan tetapi kalau
teringat akan keganasannya membunuhi penjahat, dia bergidik. Justeru karena
itulah maka dia ingin menemani Kui Lin ke kota raja. Selain dia memang ingin
melihat keadaan di kota raja, dia juga ingin membimbing Kui Lin ke arah jalan yang
benar. Dia merasa sayang kalau gadis itu kelak menjadi seorang yang kejam dan
sadis tak mengenal kasihan.
Sekitar seperempat jam rajawali terbang tinggi kemudian menukik turun dan
hinggap di atas tanah dekat Han Lin.
"Wah, kenapa turun? Tiauw-ko yang baik, aku masih belum puas. Aku ingin terbang
lebih lama Jas»' Aku tidak mau turun!" Ia menendang-nendangkan kakinya seperti
anak kecil mengambek (merajuk).
"Turunlah, Lin Lin! Nanti Tiauw-ko marah dan melemparkan kau dari punggungnya!"
kata Han Lin. Mendengar ini, Kui Lin cepat melompat turun denga takut.
"Lin-ko, kau panggil namaku apa t di?"
"Lin Lin."
"Wah, aku ingat dulu guruku jug suka memanggil aku Lin Lin!"
"Kau suka kupanggil Lin Lin?"
Gadis itu mengangguk. "Kalau ka yang panggil, boleh."
Han Lin lalu mengambil sesampu surat yang memang telah dipersiapkan
sebelumnya, menghampiri rajawali dan berkata, "Tiauw-ko, engkau pulanglah ke
Puncak Yangliu (Cemara) di Cinlingsa dan berikan surat ini kepada Suhu. Ak akan
melakukan perjalanan bersama Lin Lin." Setelah berkata demikian, Han Lin
mengikatkan sampul surat itu kepada bulu di bawah sayap rajawali. Rajawali
mengangguk, mengeluarkan pekik lalu melayang dengan cepatnya ke udara.
"Lin-ko, apakah engkau yakin dia akan dapat sampai ke tempat gurumu dan
memberikan surat itu kepadanya?" "Aku merasa yakin, Lin-moi. Tiauwko adalah
seekor burung yang sudah terlatih dengan baik. Suhu yang memeliha-anya sejak
kecil, sejak baru menetas, nenyelamatkannya dari serangan ular dan erawatnya
sehingga besar. Dia dapat mengerti ucapan yang sederhana, bahkan dapat
merasakan getaran perasaan orang, dan lebih lagi, dia pun menguasai gerakan silat
sehingga dia dapat menjadi lawan yang cukup tangguh."
Kui Lin menjadi kagum bukan main. Mereka lalu melanjutkan perjalanan menuju ke
kota raja di Utara.
ooOOoo
Sepekan kemudian, Han Lin dan Kui Lin memasuki kota Kan-peng yang tidak begitu
besar namun c.'kup ramai da/i mereka menyewa dua buah kamar di sebuah rumah
penginapan. Karena mereka telah melakukan perjalanan selama dua hari dua malam
melalui jalan yang sukar dan sunyi tanpa pernah melewati dusun atau pun kota
sehingga terpa bermalam di hutan dan makan seadany seperti buah-buahan yang
mereka dapat kan di hutan atau daging binatang hutan maka keduanya merasa
amat lelah. S' telah mandi dan makan dari rumah m kan yang menjadi bagian
penginapan itu keduanya lalu memasuki kamar masing masing dan tidur. Kui Lin
segera menja pulas, dan Han Lin biarpun tidur nyenya pula, namun tetap saja dia
memilik kepekaan yang luar biasa.
Sedikit suara di atas genteng suda cukup untuk membangunkannya dari tidur. Cepat
dia melompat turun, mengenaka sepatunya dan keluar dari kamarnya me nuju ke
kamar Kui Lin. Ketika itu tela tengah malam dan penginapan itu sudah sepi, semua
tamu sudah tidur pulas. Han Lin cepat menangkap bayangan hitam di jendela kamar
Kui LinC Daun jendela itu telah terbuka, maka cepat dia menegur. "Heiii! Siapa itu?"
Bayangan hitam itu terkejut. Tiba-tiba tangannya bergerak dan ada benda hitam .
panjang meluncur bagaikan anak panah menuju ke arah dada Han Lin. Karena
khawatir kalau-kalau senjata yang lisambitkan itu beracun, Han Lin tidak
menangkapnya melainkan memukulnya dari samping dengan hawa pukulan yang
amat kuat. Senjata itu terdorong angin pukulan, membelok dan menancap pada
daun pintu kamar Kui Lin.
"Capp " Dari suaranya dapat diketahui bahwa itu adalah sebuah senjata runcing
yang menancap dalam sekali pada daun pintu, tanda bahwa pelontarnya
menggunakan tenaga sakti yang amat kuat. Han Lin cepat melompat ke arah
jendela, akan tetapi bayangan hitam itu sudah melompat jauh ke atas genteng dan
lenyap dalam kegelapan malam. Han Lin masih dapat melihat bahwa bayangan
hitam itu adalah Cui-beng Lokui, guru dari Tiat-pi Sam-wan. Agaknya kakek itu
merasa sakit hati karena ketiga orang muridnya semua tewas di tangan Kui Lin maka
dia datang untuk membalas dendam. Agaknya sejak Kui Lin meninggalkan Cin-an,
kakek itu diam-diam telah membayanginya, akan tetapi karena Han
Lin berada di dekatnya, maka dia tidak berani turun tangan. Baru malam hari ini dia
berusaha untuk membunuh Kui Lin yang tidur seorang diri dalam kamarnya.!
Han Lin tidak mengejar kakek itu karena dia amat mengkhawatirkan kol selamatan
Kui Lin. Daun jendela itu telah terbuka, siapa tahu apa yang telan dilakukan kakek itu
terhadap Kui Lin yang agaknya saking lelahnya tidur bel gitu pulasnya sehingga tidak
dapat men dengar ketika daun jendelanya dibuk orang. Tanpa pikir panjang lagi
karen khawatir akan keselamatan gadis itu Han Lin melompat masuk.
Kamar itu gelap. Agaknya lampi meja telah dipadamkan. Dengan jantun berdebar
tegang Han Lin meraba-rab; dan dapat meraba pembaringan. Cepa dia
menyingkapkan kelambunya dan kedua tangannya meraba-raba. Kebetulan jari-jari
tangannya meraba betis kaki Kui Lir yang tersembul keluar dari selimut. Har Lin yang
tidak dapat melihat, ketiks merasa bahwa kedua tangannya memegang bagian
tubuh yang panjang, berkulit halus, lunak dan hangat, mengira bahw dia memegang
lengan Kui Lin. Maka dipegangnya erat-erat betis itu dan diguncangnya.
"Lin Lin! Lin Lin. I"
Kui Lin terbangun dan ketika merasa ada yang bergerak-gerak di sekitar betisnya, ia
meloncat turun sambil menjerit geli dan ngeri.
"Ular , ular ! Ada ular !"
“Hush, Lin-moi. Ini aku, Han Lin!"
"Lin-ko? Aeh, apa-apaan engkau berada di kamarku?" Cepat gadis itu menyalakan
lampu dan setelah kamar itu menjadi terang, ia cepat menyambar selimut untuk
menutupi tubuhnya yang hanya mengenakan pakaian dalam yang tipis dan tembus
pandang. Matanya bersinar marah sekali, apalagi melihat jendela kamarnya terbuka.
Jelas pemuda ini memasuki kamarnya dari jendela dan meraba-raba kakinya!
"Kurang ajar! Beginikah watakmu, Han Lin? Ternyata engkau seorang laki-laki kurang
ajar, tidak sopan! Laki-laki cabuli"
"Lin-moi, tenanglah "
"Jaihwacat (Pemetik Bunga, Penjahat
Pemerkosa Wanita)! Kau kau pergi
dari sini atau kubunuh kau!"
"Lin-moi!" Han Lin membentak, juga marah karena dia dimaki-maki dan dituduh
yang bukan-bukan. "Cui-beng Lokuj tadi sudah membuka daun jendelamu! untung
aku keburu datang dan mengusiri nya. Lihat saja apa yang menancap di daun pintu
kamarmu!" Setelah berkata demikian, sekali bergerak Han Lin sudan meloncat
keluar dari kamar melalui jen-1 dela . dan kembali ke kamarnya sendiriJ - Dia duduk
bersila dan menenangkan hati! nya yang terguncang nafsu amarah ka-| rena tadi
disangka yang bukan-bukan dani dimaki-maki gadis itu.
Setelah Han Lin pergi, cepat Kui Lin menutupkan daun jendela dan ia pun segera
mengenakan pakaian luarnya, memakai sepatunya dan membuka daun pintu. Ketika
ia tiba di luar dan meman dang, ia menjadi terkejut dan bengong melihat sebatang
pedang menancap di daun pintu kamarnya, menancap sampa
etengahnya dan menembus papan daun pintu ke dalam. Inilah semacam hui-kiam
'dang terbang), yaitu pedang yang dapat disambitkan sebagai senjata rahasia 1an ia
teringat bahwa yang menggunakan
ui-kiam adalah Cui-beng Lokui, guru lari Tiat-pi Sam-wan yang telah dibunuhya
semua! Ia menoleh ke arah kamar Han Lin yang tertutup daun pintu dan
endelanya. Teringat ia betapa tadi ia memaki-maki dan menuduh Han Lin kuang
ajar, bahkan memakinya sebagai lai-hwa-cat (penjahat pemetik bunga) yang
pekerjaannya memperkosa wanita! Wajahnya terasa panas dan jantungnya
berdebar, tubuhnya terasa lemas penuh penyesalan.
Dengan tangan gemetar, ia mengetuk daun pintu kamar Han Lin.
"Tok-tok-tok "
Tidak ada jawaban.
Diketuknya lebih gencar dan lebih kuat lagi.
"Tok-tok-tok-tok-tok !!"
Tetap tidak ada jawaban dari dalam kamar.
"Lin-ko! Lin-ko, bukalah !"
Masih saja tidak ada jawaban. Kui Lin termenung. Apakah Han Lin tidak berada
dalam kamarnya? Atau memang marah dan tidak membuka pintunya, tidak mau
menemuinya?
"Lin-ko, bukalah, Lin-ko, ini aku! Bukalah pintunya, Lin-ko!" ia berkata dengan suara
memohon dan agak parau karena ia sudah hampir menangis.
Karena tetap tidak ada jawaban, Kui Lin lalu menghampiri daun jendela dan' dengan
tenagandalamnya ia mendorong! daun pintu sehingga terbuka. Di dalam kamar itu
ia melihat Han Lin duduk bersila di atas pembaringan dan lampu meja masih
bernyala terang, la segera melompat masuk dengan ringannya dan menghampiri
Han Lin.
"Lin-ko, aku datang untuk minta maaf
kepadamu " katanya hrih membujuk.
Tanpa membuka kedua matanya Han Lin berkata. "Jangan dekati aku, aku < laki-laki
kurang ajar, tidak sopan, cabul, aku seorang Jaihwacat. Pergilah, jangan dekati aku!"
Mendengar ini, Kui Lin lalu menjatuhkan dirinya berlutut menghadap pemuda
tu.
"Lin-ko, aku mohon ampunkan aku........ aku bersalah padamu............ Lin-ko, jangan
membenciku...." Gadis itu mena-gis sesenggukan.
"Hemmm, engkau masih menganggap aku laki-laki serendah itu?"
"Tidak, tidak ! Maafkan aku, Lin-ko. Aku bodoh sekali. Engkau kembali
menyelamatkan nyawaku yang terancam oleh Cui-beng Lokui dan aku malah
memaki-makimu! Maafkan, aku tidak sengaja, habis aku kaget, aku terbangun, gelap
dan.... ada ular-ular merayap di betisku " Gadis itu bergidik ngeri.
Mau tidak mau Han Lin tertawa. Ha-ha-ha, aku tidak menyalahkan kalau engkau
terkejut. Akan tetapi lain kali jangan memaki aku seperti itu! Masa ada adik memakimaki
kakaknya begitu rendah? Yang merayap di betismu itu bukan ular, bodoh, tapi
jari-jari tanganku. Maafkan aku, habis gelap dan aku ingin melihat apakah engkau
tidak celaka oleh kakek itu. Sudahlah, kembali ke kamarmu, tidak enak kalau ada
orang mendengarkan kita. Besok saja kita bicaraka hal ini. Selamat tidur, Lin Lin."
Kui Lin tidak menangis lagi, kini malah tertawa. "Selamat tidur, Lin-ko, dan terima
kasih." Ia melompat keluar dari jendela, menutupkan daun jendelanya dan kembali
ke dalam kamarnya. Ia kini menyiapkan pedangnya di bawah bantal.
"Datanglah lagi kau, kakek jahanam Cui-beng Lokui, akan kucincang tubuhmu yang
tua itu?" katanya gemas sebelum ia jatuh pulas lagi.
Pada keesokan harinya, mereka melanjutkan perjalanan. Han Lin menasehat-kan Kui
Lin agar mulai sekarang berhati-hati karena sudah jelas bahwa Cui-beng Lokui
mendendam kepadanya karena ia telah membunuh tiga orang muridnya. "Engkau
hadapi ini, Lin-moi. Inilah yang kumaksudkan dengan f rantai karma. Semua
perbuatan kita pasti mendatangkan akibat. Akibat buruk menyusul perbuatan buruk
dan akibat baik menyusul perbuatan baik, cepat atau pun lambat. Karena itu kita
harus selalu waspada akan perbuatan kita sendiri dan berusaha agar perbuatan kita
selalu baik, menjauhi perbuatan buruk."
Kini Kui Lin sudah mendapat pelajaran pahit semalam dan ia mulai berhati-hati
dengan sikap, ucapan, atau perbuatannya. Ia mulai melihat kebenaran yang
terkandung dalam ucapan Han Lin.
"Kalau begitu, perbuatanku membunuh orang-orang jahat itu buruk?"
"Lihat saja sendiri, Lin-moi. Baru membunuh Tiat-pi Sam-wan saja, kini akibatnya
engkau dikejar-kejar guru mereka yang mendendam dan hendak membunuhmu.
Kalau kau lanjutkan keganasan-mu suka membunuh orang-orang, bayangkan saja
bagaimana nanti hidupmu? Ratusan, bahkan ribuan orang akan selalu mengejarmu
dan berniat untuk membalas dendam dan membunuhmu!"
Kui Lin terdiam, agaknya merasa menyesal juga. Melihat wajah manis yang biasa
cerah, liar dan gembira itu kini memanjang karena menyesal dan risau, Han Lin
merasa tidak tega.
'Tenangkan hatimu, Lin Lin. Yang sudah lalu, biarkan berlalu. Hanya saja, mulai
sekarang seyogianya engkau mengubah watakmu, jangan terlalu menuruti gelora
perasaan emosimu. Memang sudah menjadi kewajiban kita untuk menegakkan
kebenaran dan keadilan, akan tetapi bukan berarti kita lalu menjadi hakimi hakim
yang menjatuhkan keputusan hukuman sendiri, tidak boleh kita lalu men-P jadi
Giam-lo-ong (Raja Maut). Kita tentang perbuatan jahat akan tetapi tanpa membenci
manusianya. Kita tentang yang jahat, kalau dapat kita sadarkan mereka, kalau
mereka tidak tunduk, terpaksa kita pergunakan kekuatan untuk mengalahkan]
mereka dan membiarkan mereka dihukumi oleh yang berwajib, yaitu alat
pemerintah yang berwenang untuk mengadili mereka.J Hukuman itu pun suatu
usaha untuk me-l nyadarkan mereka. Ingat, Lin Lin, tidak I ada manusia yang
sempurna di dunia ini. Orang yang melakukan kejahatan berarti] dia sedang sakit,
bukan badannya yang] sakit, melainkan jiwanya. Nasehat atau] hukuman dapat saja
mengobatinya sampai] sembuh. Kalau jiwanya sudah sembuh j
tidak sakit lagi, tentu wataknya berubah menjadi baik. Sebaliknya, jiwa yang tadinya
sehat, bisa saja sewaktu-waktu menjadi sakit karena manusia itu lemah dan nafsunafsunya
yang amat kuat setiap saat siap untuk menggoda dan menyeretnya
melakukan perbuatan sesat demi mencapai keinginan yang didorong oleh nafsunya.
Maka, tidaklah bijaksana bagi seorang yang sedang baik wataknya memandang
rendah orang lain yang sedang tersesat, seperti tidak bijaksananya seorang yang
sedang sehat memandang rendah seorang yang sedang sakit. Harus selaiu diingat
bahwa yang sakit dapat sembuh, sebaliknya yang sehat dapat juga sakit. Membunuh
mereka yang jahat jelas bukan cara terbaik, seperti menanam bibit pohon buah yang
tidak baik."
"Lin-ko, aku akan selalu ingat nase-hatmu ini akan tetapi bimbinglah aku karena
terkadang kalau sedang marah menyaksikan kejahatan dilakukan orang, aku menjadi
lupa segala dan ingin membasmi si jahat itu."
Demikianlah, mereka berdua melanjutkan perjalanan ke kota raja dan di panjang
perjalanan Kui Lin menerima banyak petunjuk dan nasehat dari Han Lin yang ia
anggap sebagai kakaknya sendiri atau juga gurunya.
w
Bukit Tengkorak itu sebetulnya tidaklah berapa besar, tingginya juga hanya sekitar
lima ratus meter. Mengapa disebut Bukit Tengkorak, mudah diketahui karena bukit
kapur itu dari jauh memang sudah tampak mirip tengkorak manusia. Tidak ada
orang mau tinggal di bukit karena bukit kapur itu tanahnya sama sekali tidak subur.
Orang-orang lebih suka tinggal di bawah bukit yang berada di lembah Sungai Luan di
mana tentu saja tanahnya lebih subur.
Semua orang mengetahui bahwa sudah bertahun-tahun di puncak Bukit Tengkorak
itu tinggal seorang pertapa wanita dalam sebuah gua besar. Semua orang di dusundusun
sekitar Bukit Tengkorak mengenal pertapa yang bernama Thian Te Siankouw
itu karena setiap ada yang menderita sakit berat mereka membawanya naik dan
menghadap Thian Te Siankouw yang selalu mengobati si sakit dengan suka-rela.
Banyak sudah orang yang dapat sembuh setelah diobati Thian Te Siankouw. Maka,
para penduduk dusun-dusun yang merasa hutang bud,i kepada pertapa itu,
membalasnya dengan menyediakan semua keperluan hidupnya yang tidak banyak.
Hanya sekedar untuk makan sewaktu lapar dan beberapa helai pakaian pengganti.
Beberapa orang tokoh kang-ouw yang kebetulan lewat di daerah itu dan tertarik lalu
mengunjungi Thian Te Siankouw mendapat kenyataan bahwa pertapa wanita itu
memiliki ilmu kepandaian silat tinggi. Akan tetapi a irir»ya, tidak pernah ia mau
menerima murid walaupun banyak orang-orang muda bersujut kepadanya dan
mohon menjadi muridnya. Hal ini terkadang membuat orang-orang kangouw itu
menjadi marah dan sengaja menguji kepandaian Thian Te Siankouw, namun tak
seorang pun mampu membuat per-tapa itu bangkit dari duduknya. Hanya dengan
duduk bersila saja n mampu mengalahkan dan mengusir semua pengganggunya.
Pada suatu pagi, seorang pemuda berpakaian serba kuning yang gagah dan seorang
gadis muda yang cantik, lembut namun tampak gagah pula, tiba di dusun yang
berada di kaki Bukit Tengkorak. Mereka adalah Liu Cin dan Ong Hui Lan. Seperti kita
ketahui, sepasang orang muda ini mendapat petunjuk dari Si Han Lin bahwa kalau
mereka, atau lebih tepat Hui Lan, ingin memperdalam ilmu dan mencari guru, dia
mendengar dari gurunya bahwa di Puncak Bukit Tengkorak di tepi Sungai Luan itu
terdapat seorang pertapa wanita bernama Thian Te Siankouw yang sakti. Maka Hui
Lan lalu mencarinya, ditemani oleh Liu Cin yang diam-diam mencinta gadis itu.
Para penduduk dusun itu tentu saja memandang sepasang orang muda itu dengan
heran. Maklum daerah itu jarang
-kali menerima kunjungan orang luar. alau ada yang kebetulan datang juga ereka
adalah orang-orang kangouw yang asar. Ketika Liu Cin bertanya kepada tereka
tentang Bukit Tengkorak dan Thian Te Siankouw, para penduduk dusun itu dengan
gembira menunjuk ke arah Nukit Tengkorak yang tampak dari situ.
"Kongcu (Tuan Muda) dan Kouwnio Nona) tentu hendak minta obat dari Siankouw,
bukan? Karena kalau Ji-wi Kalian berdua) minta hal lain, pasti , kan ditolaknya.
"Ya benar, kami mau minta obat," awab Hui Lan yang tidak ingin men-apat banyak
pertanyaan kalau ia bilang ngin mencari guru.
"Kami mendengar bahwa selain ilmu pengobatan, Thian Te Siankouw juga
nerupakan seorang sakti. Benarkah itu?" tanya Liu Cin.
"Thian Te Siankouw adalah seorang ewi, bukan manusia biasa, tentu saja beliau
sangat sakti! Karena itu, harap Ji-wi tidak main-main kalau berada di sana
menghadap beliau." kata seorang kakek
dengan suara sungguh-sungguh.
"Apakah beliau mempunyai mur i tanya Hui Lan.
"Murid? Siankouw tidak pernah ma menerima murid, hanya mau mengobai orang
sakit. Itu saja!"
Mendengar ini, tentu saja hati Hu Lan menjadi gelisah. Jangan-jangan se telah
melakukan perjalanan yang ama sukar, mendaki pegunungan menur u jurang-jurang
dan tebing terjal, setela bertemu dengan orang yang dicarinya, i akan ditolak
menjadi murid! Ia tida boleh ragu. Segala harus dicoba dulu!
"Mari, Liu Cin, kita pergi menghadap Siankouw!" katanya dan mereka mengucapkan
terima kasih kepada para penduduk dusun lalu berangkat mendaki bukit kapur itu.
Di lereng bukit itu mereka bertemu dengan beberapa orang dusun yang pulang
setelah mengantarkan orang yang sedang menderita sakit dan minta obat, ada pula
yang pulang dari mengirim bahan-bahan makanan kepada Siankouw. Dari mereka
inilah Liu Cin dan Hui Lan mendapat
>etunjuk di mana adanya gua besar tempat tinggal pertapa wanita itu.
Akhirnya mereka berdiri di depan gua tu. Karena gua itu menghadap ke timur dan
saat itu matahari masih berada con-ong di timur walaupun sudah agak tinggi, maka
sinar matahari memenuhi gua. Mereka melihat seorang wanita duduk bersila di atas
sebuah batu besar di depan gua, sikapnya seperti seorang dewi dan memang pantas
kalau ia disebut dewi. Wanita itu usianya sekitar lima puluh lima tahun, namun
masih tampak cantik, rambutnya yang panjang masih hitam dan wajahnya yang
lembut itu masih cerah dan halus tanpa keriput. Di dalam gua, di belakang wanita itu
terdapat buah-buah dan bahan-bahan makanan yang agaknya baru saja dikirimkan
ke situ oleh para penduduk dusun.
Hui Lan dan Liu Cin tertegun. Inikah calon guru yang mereka cari, guru yang ditunjuk
oleh Si Han Lin? Wanita itu mengenakan pakaian kuning dan putih dari kain yang
kasar, namun bersih dengan potongan sederhana, mungkin buatan para wanita
dusun. Dua orang muda 1 saling pandang, lalu Hui Lan mengangg dan mereka
berdua maju lalu menjatul kan diri berlutut di depan batu besar it "Siankouw,
mohon maaf kalau k datangan kami mengganggu ketenanga Siankouw yang
terhormat." kata Hui L karena Liu Cin tidak tahu harus berka apa. Yang memiliki
kepentingan adai Hui Lan, dan dia hanya mengantarkann saja.
Thian Te Siankouw membuka ked matanya dan memandang kepada d orang muda
itu bergantian, lalu terd ngar ia berkata, suaranya lembut.
"Kulihat kalian sehat saja, kenap kalian datang ke sini? Apa yang kalia kehendaki?"
Biarpun suara itu lembut, namun d dalamnya mengandung getaran yang pe nuh
wibawa sehingga Hui Lan meras betapa jantungnya berdebar tegang. Ia pikir, kalau
ia langsung minta agar di terima menjadi murid, ia khwatir kalau kalau nenek itu
menolak, maka sambi memberi hormat ia berkata.
"Siankouw yang mulia, saya mohon belas kasihan Siankouw agar sudi meolong
saya "
"Hemmm, kulihat engkau sehat, tidak
akit "
"Badan saya memang tidak sakit, Siankouw, akan tetapi batin saya sakit, sakit parah
sekali, rasanya ingin mati aja."
Thian Te Siankouw mengerutkan alisnya dan menatap wajah Hui Lan penuh
perhatian. Sinar matanya yang tajam itu seolah akan menembus dan menjenguk ke
dalam hati gadis itu. Agaknya ia tertarik
dan berkata.
"Engkau menderita sakit hati? Sakit hati apakah yang membuatmu ingin mati saja?"
Tentu saja Hui Lan tidak ingin menceritakan bahwa dirinya telah diperkosa oleh
Chou Kian Ti, apalagi di depan Liu Cin. Malapetaka itu akan ia rahasiakan untuk
dirinya sendiri, tidak akan diceritakannya kepada siapapun juga, kecuali mungkin,
kalau terpaksa, kepada ayah ibunya.
"Siankouw, saya merasa sakit hati sekali karena telah ditipu. Ayah ibu saya telah
menerima lamaran Jenderal Chou yang hendak menjodohkan saya dengan
puteranya. Saya menerimanya karena saya harus berbakti kepada orang tua saya.
Akan tetapi ternyata Jenderal Chou itu melamar saya untuk puteranya I bukan
karena puteranya ingin menikah dengan saya, melainkan karena keluarga Chou itu
hendak memanfaatkan tenaga saya untuk membantu rencana pemberontakan
mereka. Saya menolak dan mereka menghina dan memaki saya. Saya melawan akan
tetapi kalah, maka saya mohon Siankouw sudi mengajarkan ilmu silat tinggi kepada
saya agar saya dapat membalas perlakuan mereka dan terutama sekali agar saya
mampu menantang mereka yang hendak memberontak kepada Sribaginda Kaisar."
Thian Te Siankouw menggelengkan kepalanya. "Aku tidak bisa mengajarkan ilmu
silat, kalau engkau mau belajar ilmu pengobatan, boleh saja."
"Tolong, Siankouw. Saya melakukan itu bukan sekadar membalas dendam,
melainkan terutama sekali untuk menentang dan menghalangi niat mereka untuk
membunuhi para pejabat tinggi yang setia kepada Sribaginda Kaisar."
Kembali Thian Te Siankouw menggelengkan kepalanya. "Aku tidak mempunyai
urusan dengan dendam atau pun pemberontakan. Biar mereka yang berkepentingan
saja yang mengurusnya."
"Siankouw yang mulia, tolonglah saya saya tidak akan bangkit berdiri
lagi sebelum Siankouw mengabulkan permohonan saya dan menerima saya
sebagai murid
" Hui Lan tidak dapat menahan kesedihan hatinya dan mulailah ia menangis teringat
akan dendamnya kepada Kian Ki yang tidak mungkin dapat terbalas kalau ia tidak
memperoleh bimbingan seorang g.ru yang sakti.
Mendengar ini, nenek itu mengerutkan alisnya lagi, akan tetapi ia tetap menggelenggelengkan
kepalanya, bahkan ia lalu memejamkan kedua matanya lagi, tidak
mempedulikan dua orang mu yang berlutut di depannya itu.
Liu Cin merasa iba sekali kepada Hu Lan. Dia dapat merasakan b tapa besa
kekecewaan hati gadis itu yang ditola mentah-mentah oleh Thian Te Siankouw.
Apalagi kini melihat gadis yang dicinta nya itu menangis sedih sedangkan nenc" yang
dimintai tolong sama sekali tida mempedulikan malah memejamkan mata nya
kembali. Perutnya terasa panas!
"Sudahlah, Hui Lan!" katanya denga nyaring. "Tidak ada gunanya lagi minta minta
kepadanya. Seorang yang telah menggunakan julukan Siankouw biasanya berhati
penuh belas kasihan kepada orang, akan tetapi mungkin yang satu ini merupakan
kekecualian. Lebih baik engkau menghadap gurumu, Locianpwe Tiong Gi Cinjin, dan
minta betiau melatihmu lagi untuk memperdalam ilmu silatmu."
"Siapa ??" Pertanyaan yang merupakan teriakan ini mengejutkan Liu Cin dan Hui
Lan. Mereka memandang dan melihat nenek itu sudah membuka matanya dan kini
memandang tajam kepada Hui Lan. "Siapa nama gurumu, Nona?"
"Suhu bernama Tiong Gi Cinjin," kata Hui Lan sambil mengusap air matanya dan
berhenti menangis.
"Dia mempunyai tahi lalat di dagu kanannya dan tubuhnya agak pendek?" Nenek itu
bertanya cepat.
"Benar, Siankouw, Suhu Tiong Gi Cinjin mempunyai tahi lalat di dagu kanannya dan
beliau agak pendek dan gemuk."
"Ahhh, dulu dia tidak gemuk " Nenek itu berdiam diri, memandang ke atas seperti
orang melamun.
"Siankouw mengenal Suhu?" tanya Hui Lan, harapannya timbul kembali.
"Hemmm berapa lamanya engkau
belajar silat dari Tiong Gi Cinjin?" "Sekitar sepuluh tahun, Siankouw." "Hemmm,
sepuluh tahun? Kalau begitu, tingkat kepandaianrnu sudah cukup kuat. Apalagi yang
d<»pat kuajarkan kalau Tiong Gi Cinjin sudah melatihmu selama sepuluh tahun? Dan
engkau, orang muda, apakah engkau juga ingin belajar silat?"
Sebetulnya, Liu Cin hanya ingin mengantar dan menemani Hui Lan sa akan tetapi
untuk mendukung gadis it dia pun berkata dengan tegas. 'Benar Siankouw, saya
ingin memperdalam aj yang pernah saya pelajari."
"Siapa gurumu? Apakah Tiong Gi Cin-jin juga?"
"Bukan, guru saya adalah Ceng Iri Hosiang dari Siauwlimpai."
"Hemmm, murid Siauwlimpai? Mengapa masih harus memperdalam ilmu silat!
mu?"
"Agar saya memiliki kemampuan yanl lebih besar untuk menentang kejahatan, dan
menegakkan kebenaran dan keadilan] Siankouw."
Kembali Thian Te Siankouw mengamati wajah kedua orang muda itu beri gantian.
Kemudian ia menghela napas panjang dan bertanya;
"Siapa nama kalian?"
"Saya bernama Ong Hui Lan, Sianl kouw."
"Saya bernama Liu Cin."
"Liu Cin, engkau mencinta Hui Lan, bukan?" tiba-tiba nenek itu bertanya dari
pertanyaan tiba-tiba ini tentu saja membuat Liu Cin terkejut dan dia menjawab
Kagap.
"Apa maksud Siankouw? Ini..... hal ini saya "
"Seorang gagah harus berani berkata sejujurnya. Jawabanmu penting sekali bagiku
untuk memutuskan apakah aku dapat mengajarkan sesuatu kepada kalian ataukah
tidak. Hayo jawab sejujurnya, apakah engkau mencinta Hui Lan?"
Pada dasarnya memang Liu Cin memiliki watak yang terbuka dan jujur, maka dia
menjawab dengan tegas. "Benar, Siankouw, saya mencinta Hui Lan!"
"Dan engkau, Hui Lan, apakah engkau mencinta Liu Cin?" kini nenek itu bertanya
kepada Hui Lan.
Gadis itu menundukkan mukanya yang berubah merah sekali. Bukan hanya merah
karena merasa malu, akan tetapi juga karena diam-diam tanpa suara ia menangis
karena terharu. Mendengar Liu Cin mengatakan bahwa dia cinta padanya dengan
begitu tegas, ia merasa terharu sekali. Memang ia dapat melihat dari sinar mata,
gerak-gerik, suara dan jug sikap Liu Cin yang selama ini serial membelanya, bahwa
pemuda itu mencintanya. Akan tetapi mendengar Liu Cin demikian tegas
menyatakan cintanya, i"* merasa terharu. Liu Cin terlalu baik baginya, sedangkan ia
sendiri, ia sama sekali tidak berharga untuk menerima cinta kasih Liu Cin. Ia seorang
gadis yang telah ternoda!
"Hayo, Hui Lan, engkau harus menjawab agar aku dapat menentukan apakah aku
dapat membantu kalian mempelajari sesuatu ataukah tidak!" kata Thian Te
Siankouw mendesak.
Hui Lan tidak berani berbohong. Dalam keadaan menderita kepedihan batin seperti
ini, bagaimana mungkin ia memikirkan tentang cinta? Akan tetapi tentu saja ia
kagum,.dan suka kepada Liu Cin.
"Siankouw, saya merasa suka dan
kagum kepada Liu Cin." akhirnya ia menjawab.
"Bagus! Itu sudah cukup sebagai awal cinta! Untuk mempelajari ilmu ini terapat
tiga syarat yang harus dipenuhi. Pertama mempelajari ilmu ini harus di-atih
oleh sepasang pria dan wanita. Kedua, mereka haruslah pria dan wanita yang saling
mencinta. Dan ke tiga, me-eka harus memiliki tenaga sakti yang ukup kuat untuk
dapat mempelajari ilmu mi. Nah, syarat pertama dan ke dua telah kalian miliki, yaitu
kalian adalah sepasang pemuda dan gadis yang saling mencinta, sekarang syarat ke
tiga dan al ini haruslah aku yang mengujinya. Kalian bangkitlah dan saling mengunci
ari-jari sebelah tangan satu kepada yang lain dan berdiri di hadapanku lalu
memasang kuda-kuda sambil mengerahkan seluruh tenaga sinkang kalian. Aku akan
mendorong kalian dengan kedua tanganku, kalian sambut dengan sebelah tangan
kalian dan pertahankan dirimu, jangan sampai kalian terdorong jatuh. Kalau kalian
sampai terjatuh, berarti tenaga sinkang masih kurang kuat untuk mempelajari ilmu
itu. Akan tetapi kalau dapat bertahan sehingga tidak sampai jatuh, berarti kalian
boleh mempelajarinya. Nah, bersiaplah!"
Karena ingin sekali mempelajari ilmu silat tinggi, Hui Lan dengan penuh semangat
sudah berdiri di sebelah kanan Liu Cin. la dan pemuda itu menyatukan jari-jari
sebelah tangan mereka, lalu dengan tubuh sedikit merendah mereka memasang
kuda-kuda dan menyatukan tenaga sinkang mereka kemudian Hui Lan menjulurkan
tangan kanannya ke depan sedangkan Liu Cin menjulurkan tangan kirinya ke depan,
siap menyambut serangan dorongan nenek yang hendak menguji mereka itu.
Dengan masih duduk bersila di atas batu, Thian Te Siankouw berkata, "Majulah lagi
agar tangan kalian dapat bertemu kedua tanganku."
Dua orang itu melangkah dekat dan kini berdiri dekat sehingga kedua telapak tangan
Thian Te Siankouw yang dijulurkan ke depan itu dapat bertemu dengan dua telapak
tangan mereka.
"Kalian sudah siap?"
Dua orang muda itu mengangguk. Tiba-tiba mereka merasa betapa dari te^ lapak
tangan nenek itu ada hawa yang panas dan kuat sekali mendorong mereka. Mereka
segera mengerahkan dan menyatukan tenaga melalui kedua tangan mereka
menahan dorongan itu sekuatnya. Tak lama kemudian, kedua tangan nenek yang
amat panas itu seketika berubah dingin seperti es! Dua orang muda itu terkejut,
akan tetapi dengan penuh semangat mereka tetap bertahan walaupun perubahan
hawa dari amat panas menjadi amat dingin itu menyusup ke dalam tubuh dan
membuat tubuh mereka terasa ngilu. Mereka tetap bertahan walaupun Thian Te
Siankouw mengubah-ubah hawa sin-kangnya.
"Pertahankan ini!" Nenek itu membentak dan tiba-tiba ia mendorongkan-kedua
telapak tangannya itu sepenuh tenaganya. Bagaikan disambar badai, sepasang muda
mudi i»u terdorong mundur, akan tetapi kaki mereka tetap menginjak tanah, tak
pernah diangkat walaupun mereka terdorong mundur sampai hampir dua tombak
jauhnya! Dan mereka tidak sampai roboh!
Thian Te Siankouw bangkit berdi I lu melompat turun dari atas batu. T buhnya
ternyata tampak ramping ketik ia turun dan berdiri. Wajahnya berse memandang
dua orang muda itu.
"Bagus, kalian berdua memenuhi tig syarat, agaknya kalian memang berjodo dengan
Ilmu Thian-te Im-yang Sin-ku yang luar biasa itu."
Hui Lan melangkah maju dan berlutu di depan kaki nenek itu, diikuti oleh Li Cin.
"Subo (Ibu guru) !" mereka berdu
memberi hormat.
"Eiiittt eittttt ! Jangan, a'
bukan gurumu, bangkitlah, aku bukan! gurun u dan jangan sekali-kali menyebut
Subo kepadaku. Duduklah di atas batu-batu di luar itu dan tunggu aku sebentar."
Liu Cm dan Hui Lan saling pandang, akan tetapi biarpun, jmerasa heran mereka tidak
berani membantah. Mereka bangkit dan menghampiri batu-batu di luar gua dan
duduk di situ. Sementara itu, Thian Te Siankouw memasuki gua besar itu dan tak
lama kemudian ia sudah keluar lagi membawa sebuah buntalan kain kuning. Ia lalu
duduk bersila di atas batu yang berhadapan dengan dua orang muda itu dan setelah
menatap wajah mereka berdua, ia menghela napas panjang lalu berkata.
"Ketika muda, aku bertemu dengan seorang nenek tua renta yang sudah mendekati
ajalnya. Ia meninggalkan sebuah kitab kepadaku, yaitu kitab pelajaran ilmu silat yang
disebut Thian-te Im-yang Sin-kun dengan pesan bahwa isi kitab itu harus dipelajari
sepasang pria dan wanita yang saling mencinta dan yang sudah memiliki dasar
tenaga dalam yang kuat. la mengatakan pula bahwa kalau dipelajari seorang saja,
baik pria maupun wanita, dapat membahayakan orang itu sendiri. Pada waktu itu
aku mempunyai seorang sahabat baik, yaitu Lo Tiong Gi yang kini menjadi Tiong Gi
Cinjin gurumu itu, Hui Lan. Aku r..cnawarkan untuk mempelajari dan melatih ilmu
dalam
kitab itu bersama, akan tetapi dia
menolak menganggap aku sebagai
sahabat baik, tidak lebih! Kami saling berpisah dengan perasaan tidak en Aku sendiri
tersiksa dan memilih hid sebagai pertapa. Aku sudah menco untuk memperdalam
ilmuku dan suda pernah aku memberanikan diri beriati seorang diri menurut isi kitab
ini. Aka tetapi hampir saja aku menjadi gila at mungkin mati tersiksa sebagai
akibatny Untung aku tidak terlambat menghen kannya. Nah, sekarang, mendengar
bah engkau murid Lu Tiong Gi dan engk ingin sekali mempelajari ilmu silat ya tinggi,
aku berikan kitab ini kepada dan engkau dapat mempelajari dan r latihnya bersama
Liu Cin. Akan tetap aku tidak mau kalian anggap sebao guru karena gurumu adalah
penulis kita ini yang tidak kuketahui siapa orangny Bahkan nenek yang dulu
memberik kitab ini kepadaku juga tidak semp. kukenal namanya."
Dengan girang Hui Lan menerima k' tab itu. Sambil berlutut ia mengucapk terima
kasih, diturut oleh Liu Cin.
"Banyak terima kasih kami ucapk" Siankouw. Biarpun kami tidak boleh m
yebutmu sebagai guru, namun di dalam hati kami akan selalu menganggapmu
sebagai guru."
"Hemmm, sekarang kuanjurkan kalian ergi ke sebelah selatan bukit ini. Di ana ada
sebuah bukit yang oleh para ^nduduk vdusun disebut Bukit Siluman. Terdapat
sebuah gua besar di puncaknya dan tak seorang pun penduduk berani mendaki
puncak itu karena mereka beranggapan bahwa di sana merupakan tempat tinggal'
siluman. Kalian dapat melatih diri dengan *tenang. Inti pelajaran kitab ini ditekankan
kepada latihan ilmu sinkang. Gerakan silatnya hanya ada tujuh jurus, maka kalau
memang kalian tekun dan berbakat, dalamvwaktu sebulan saja kalian sudah dapat
merampungkan latihan kalian. Nah, pergi dan carilah Bukit Siluman itu."
Hui Lan dan Liu Cin kembali mengucapkan terima kasih, lalu mereka pergi mencari
bukit itu. Setelah menemukannya dan memasuki gua besar di puncaknya, mereka
berdua mulai mempelajari isi kitab Thian-te Im-yang Sin-kun. Ternyata benar seperti
yang dikatakan Thian T Siankouw, inti pelajarannya adalah ber-samadhi, mengatur
pernapasan dan menghimpun tenaga sakti yang dilakukan berdua! Mereka harus
duduk bersila berhadapan, terkadang mempertemukan kedua telapak tangan
mereka satu sama lain dan mempersatukan tenaga sakti lalu mengendalikan tenaga
itu bersama-sama.
Ada kalanya mereka melatih gerakan silat yang hanya tujuh jurus itu. Namun tujuh
jurus yang luar biasa dan dilakukan secara berpasangan pula! Setelah kurang lebih
satu bulan, mereka berdua dapat menguasai ilmu Thian-te Im-yang Sin-kun dan
mendapat kenyataan bahwa biarpun masing-masing memperoleh kemajuan besar
sehingga tenaga sakti mereka bertambah kuat sekali, namun kepandaian dan
kekuatan yang mereka dapatkan itu haru mencapai puncak kehebatannya kalau
mereka melakukan berdua untuk menghadapi lawan yang tangguh Ilmu itu adalah
ilmu berpasangan antara unsur Im (positive) dan Yang (negative) Kedua unsur yang
saling berlawanan ini, seperti tenaga Bulan dan Matahari, atau Wanita dan Pria,
kalau dipersatukan memang akan menghasilkan kekuatan yang amat dahsyat.
Setelah merasa telah menamatkan pelajaran ituf Hui Lan dan Liu Cm kai luar dari
gua di puncak Bukit Silumai dan hendak menuruti Bukit Siluman. Tiba-tiba terdengar
suara gemuruh dan adi angin yang kuat sekali mengguncang pohon-pohon di depan
mereka. Mereka ter kejut dan cepat memandang ke depai dan siap siaga. Tak lama
kemudian muncullah makhluk yang menyeramkan. Sepasang orang muda itu
maklum bahwa mereka berhadapan dengan seorang maenjadi manusia, namun
keadaan manusia itu sungguh menyeramkan. Tubuhnya tinggi besai sekitar tujuh
kaki sehingga tinggi Liu Cin hanya sampai pundak raksasa ituj Tubuh dengan pakaian
pertapa yang sudah banyak robek itu juga amal kekar, dengan otot-otot seperti
kawat besar melibat-libat lengan, dan dadanya, tonjolan-tonjolan otot yang
membayangkan tenaga yang mengerikan. Mukanya seperti muka singa, penuh
fercwok, sepasang matanya yang lebar itu mencorong.
Liu Cin dan Hui Lan saling pandang Baiknya inilah yang membuat buku itu disebut
Bukit Siluman. Tentu mahluk ini yang dianggap siluman oleh penduduk, wkar
menaksir usianya, akan tetapi tentu sudah setengah abad lebih. Liu Cin yang berhatihati
segera maju dan mengikat kedua tangan depan dada sebagai i-nghormatan dan
dia berkata.
"Maaf, Sobat. Kami hanya ingin lewat mu menuruni bukit ini, harap engkau ifduk
menghalangi kami."
Akan tetapi orang atau makhluk itu ihinya menggereng-gereng seperti orang sambil
menuding-nuding ke arah yang berlawanan, seolah mengusir mereka iigcir kembali
dan mengambil jalan lain.
"Kami tidak mencari permusuhan, rtkan tetapi minggirlah dan biarkan kami Irwat!"
bentak Liu Cin dan dia lalu mendorongkan tangannya untuk membuat makhluk itu
minggir. Akan tetapi orang 11.1 r itu dapa t mengelak c epa t dan lengannya yang
besar bergerak, idiigunnya menampar ke arah pundak Liu Cin! Me-betapa tamparan
Itu mendatangkan «gin pukulan yang amat dahsyat, Liu C i n menge i ak dan dia ba 1
a s memukul* Lawannya memapak i dengan telapak t a* ngan.
"Desssss.-...!!" Demikian kuatnya tenaga dorongan makhluk itu sehingga tu buh Liu
Cin terjengkang dan dia tenti akan roboh kalau saja tidak cepat membuat poksai
(salto) ke belakang sampai tiga kali sehingga terhindar- dari bantingan. .
Hui Lan marah melihat Liu Cin terdorong mundur.
"Hainttttt.....r" ia maju menyerang dan memukul ke arah dada raksasa itu. Kembali
makhluk itu menyambut dengan telapak tangannya yang lebar.
"Desssss I11 Tubuh Hui Lan juga
terlempar ke belakang. Seperti yang dilakukan Liu Cm ia pun berjungkir balik
beberapa kali sehingga tidak sampai ter-bant ing roboh. Se te iah la ti han se lama
satu bulan menurut petunjuk kitab Thian-te Im yang Sin-kun, bukan hanya tenaga
sinkangnya saja yang maju, melainkan juga gin-kangnya* (ilmu meringankan
tubuhnya) mendapat kemajuan pesat. Hany.i
W angnya, sin-kangnya yang dimilikinya 11 baru dapat sepenuhnya dikerahkan [kilau
ia menggabungkan tenaganya de-Ingan tenaga Liu Cin yang menjadi pa-Humgannya
berlatih.
Kini makhluk yang memiliki tenaga at besar itu sudah lari lagi mendekati eka. Hui
Lan dan Liu Cin tahu apa yang harus mereka lakukan.
"im-yang Sin-kang." keduanya berseru dan tangan kanan Liu Cin kini bersatu dengan
tangan kiri Hui Lan. Ketika makhluk itu menyerang dengan kedua tela-k tangan yang
dipukulkan ke depan, reka menyambut dengan kedua tangan e reka.
"Blarrr »" Tubuh makhluk liar Itu
terlempar dan roboh. Akan tetapi dia memang tangguh sekali. Begitu terbanting
jatuh, dia bergulingan lalu melompat gun dan melarikan diri sambil menge-uarkan
teriakan-teriakan liar, agaknya ari ketakutan'
Hui Lan dan Liu Cin merasa girang kaii. Mereka kini dapat memperoleh ukli
kehebatan ilmu yang mereka latih a sebulan di gua puncaV Bukit Sirna n itu.
Mereka kini mendaki Bukit Tengkorak. Dalam perjalanan menuruni Bukit Siluman
lalu mendaki Bukit Tengkorak ini pun ereka merasa betapa mereka dapat berlari
lebih cepat daripada sebelum melatih ilmu dari kitab pemberian Thian T* Siankouw.
Thian Te Siankouw duduk di atas batu depan guanya seperti biasa ketika dua orang
muda itu datang menghadapnya, Hul Lan dan Liu Cin segera menjatuhkan diri
berlutut di depan pertapa wanita itu karena hati mereka merasa girang dan
berterima kasih sekali kepadanya. Mereka melaporkan bahwa mereka telah melatih
diri menurut kitab itu dan memperoleh kemajuan yang nyata. Hui Lan juga
mengembalikan kitab Thion-te Im-yang Si kun itu kepada Thian Te Siankouw sambil
mengucapkan terima kasih. Kemudian ia menceritakan tentang makhluk liar yang
menghadang mereka dan yang dapat mereka kalahkan.
"Siancal..,..! Dia bertemu dengan kaIian dan dengan Thian-te I m-yang Si kun kaitan
dapat mengaJ abkan n ya? Kala begitu kailan benar-benar telah berhasil!
"Akan tetapi siapakah makhluk iia itu, Siankouw? Dia itu manusia atauka siluman?"
tanya Liu Cin.
Thian Te Siankouw menghela napa panjang. "Kasihan sekail dia» Liu Cl" Dia itu
seorang manusia yang lihai fk dahulu dia seorang Saikong (s* bang pendeta To).
Agaknya dia mer seorang yang menjadi korban cinta tidak mendapat sambutan
sehingga wataknya menjadi aneh. Dia bertapa dan tidak pernah meninggalkan Bukit
Siluman» makan dari tumbuh-tumbuhan dan binatang hutan di bukit itu. Dan
semenjak dia tinggal di situ, maka bukit itu disebut Bukit Siluman oleh penduduk
dusun. Saikong itulah yang dianggap silumannya. Akan tetapi dia tidak pernah
mengganggu orang, aaa! dia tidak diganggu. Tadi kukira dia mengira bahwa kalian
akan mengganggunya, maka dia menjadi marah."
Hul Lan merasa terpukul perasaannya mendengar ucapan per tapa itu. "Siankouw,
apakah selalu cinta itu mendatangkan deri t a bat i n kepada manusia?" Ia la r ngat
akan keadaannya sendiri.
Thian Te Siankouw tersenyum. "Ada dua macam cinta, Hui Lan, Cinta yang ucl murni
tidak mementingkan diri sendiri dan cinta ini mendatangkan kobaha-K an Yang
seringkah mendatangkan derita adalah cinta nafsu yang selalu 'taus akan
kesenangan bagi dirinya sendiri i lingga seringkah menimbulkan kekecewaan dan
duka."
Setelah menerima nasehat dari Thian Te Siankouw agar mereka berdua tetap
menegakkan kebenaran dan keadilan, menentang kejahatan dan membela orangorang
lemah yang tertindas, Hui Lan dan u Cin lalu turun dari Bukit Tengkorak dan
melanjutkan perjalanan mereka menuju ke kota raja! Perjalanan ke kota raja sekali
Ini bagi Hui Lan bukan sekadar ingin membalas dendamnya kepada hou Klan KI, akan
tetapi terutama sekail karena la ingin membela Kaisar *vng Thai Cu dan menentang
Keluarga Jenderal Chou yang merencanakan pei berentakan dengan membunuhi
para p jabat tinggi yang setia kepada Kaisar!
Di antara anggauta keluarga KaiU Sung Thai Cu yang dulunya berna Chou Kuang Yin,
yang paling dekat ngan Sr baginda Kaisar adalah Chou Ki T n, adik Chou Kuang Yin
yang . setelah kakaknya menjadi kaisar lal memperoleh sebutan Sung Thai Cung.
Pangeran Sung Thai Cung ini berusia kitar empat puluh lima tahun. S mudanya dulu,
seperti juga kakaknya, -menjadi tentara dan sudah memperoleh kedudukan cukup
tinggi dalam angkatan] perang sebagai seorang perwira tinggi Setelah kakaknya
menjadi kaisar, Kuang Tian atau Pangeran Sung Cung tidak memegang jabatan
tertentu akan tetapi dia dekat dengan kakak nyi yang menjadi kaisar dan terkadang
ber
4*k sebagai pena senat kaisar dan me-H»Mb«n pengawasan terhadap para pe bal t
nggi kota raja.
[ Pangeran Chou Kuang Tian atau Sung Pwi Cung bertubuh tinggi tegap dan kfrft* .
Sebagai bekas perwira tinggi yang Knih berpengalaman tentu saja dia sepi tl juga
kakaknya, ahli dalam ilmu prang dan memiliki iimu silat yang Jpjup tangguh. Dia
seorang ahli panah pandai dan ilmu tombaknya juga t. Selain gagah, pangeran ini
juga at setia dan patuh kepada kakaknya g kini menjadi Kaisar Sung Thai Cuv tar
pertama pendiri Kerajaan Sung. Selain menjadi pena sehat kakaknya tinggal pula di
dalam istana, di bahagian timur bersama keluarga-Pangeran Sung Thai Cung ini pun r
tugas untuk mendidik dan melin-igi keponakannya» yaitu Pangeran Thian i, putera
Kaisar Sung Thai Cu yang ka itu berusia lima tahun. Biarpun *agai putera Kaisar yang
dapat juga sebut Putera Mahkota karena Pangeran ilan Cu merupakan putera
ftrmaisuri, Pangeran Thian Cu memiliki pasu pengawai khusus yang menjaganya, na
tetap saja Kaisar minta bantuan adi untuk mengamati dan menjaga kese matan
puteranya. Juga biarpun di i*" terdapat banyak ahli sastra dan ah tatanegara yang
dapat rnencOdlk Pange ra Thai Cu, Tetap saja Kaisar SunjJ tha C minta kepada Chou
K uang Tfah, abikny itu, untuk mendidik puteranya soal W
i teran dan mengawasi penoifJiVan sa> tra dan tatanegara yang diberikan o* guruguru
yang pandai. Oleh karena i Pangeran Thian Cu yang masih kecil i lebih banyak
tinggal di bagian ista sebelah Timur yang menjadi tempat tin gal Pangeran Chou K
uang Tan.
Pada suatu sore. Pangeran Tryan Ci bermain-main di taman bunga yang berada di
samping bangunan tempat tinggi Pangeran Chou K uang Tian, bersama d» orang
putera Pangeran Chou Kuang T m yang usianya tujuh dan sembilan tahun.
Yang mengawasi dan menjaga Pan ran Thian Cu saat itu adalah tiga or pengawal dari
pasukan pengawal kh
d perbantukan kepada Chou Kuang n untuk menjaga keselamatan Pange-Mahkota
Thian Cu. Mereka bertiga wk dengan santai di atas bangku sam-menonton tiga orang
anak bangsawan bermain-main. _ Tiba-tiba datang dua orang berpakai-m* perajurit
pengawal memasuki taman Hk Tiga orang perajurit yang menjaga fcarlamatan
PanjreraW Mahkota Thian Cu iMmantlang dengan heran. Mereka tidak ftatigenai
dua orang perajurit pengawal m i padahal tentu saja mereka mengenai fcmua
(perajurit yang bertugas di situ. -m* orang pengawal itu menjadi curiga )mrt cepat
mereka berlari, mengejar arena dua orang perajurit yang tidak p»reka kenal itu
mendekati anak-anak bang sedang bermain-main.
f" *Heir kailan berdua, berhentilah!" Bfttak mereka,.
Tiba-tiba dua pera)urit tak dikenai itu pwtcabut pedang. Setelah t iga orang iHoS8 'tu
dekat, langsung saja mereka Krrfua menyerang dengan pedang mereka, orang
perajurit sudah mencabut
golok dan melawan.
Seorang di antara dua perajurit pai itu berkata kepada kawannya. "Cep* laksanakan
tugas, biar aku yang menahi tiga ekor anjing ini!"
Pangeran Mahkota Thlan Cu dan du orang saudara sepupunya melihat per kelahian
itu dan melihat pula betapa M orang di antara dua orang perajurit menj hampir i
mereka dengan pedang di tangaf Pangeran Thian Cu yang baru berusi lima tahun itu
sama sekali tidak metal takut, bahkan dia berdiri tegak, bertoli pinggang dan
membentak perajurit paM yang menghampirinya dengan sikap meng ancam.
"Siapa engkau dan mau apa engkau?*1 Pembunuh yang menyamar sebaga perajurit
itu tiba-tiba tersentak dan ter> cengang karena dalam bentakan anal kecil itu
terkandung wibawa yang a besar. Sejenak dia berdiri diam seperi patung dan hal ini
menyelamatkan nyawa; pangeran kecil itu karena pada saat itu muncul Pangeran
Chou Kuang Tian Dh melihat perajurit itu menggerakkan pe-l
g ya akan menyerang Pangeran Thian
11- u*
"Jahanam!" Chou 'Kuang Tian me-Mmpat dan kakinya menendang. Pem I .nun itu
terpaksa mengelak dan tidak ttadi membacok Pangeran Thian Cu. * hot/ Kuang Tian
sudah menerjangnya lengan pedang 4an mereka berdua segera berkelahi dengan
seru. Akan tetapi, pembunuh itu tidak mampu menandingi kelihaian Chou Kuang
Tian dan setelah ewat belasan jurus, pedang di tangan Chou Kuang Tian atau
Pangeran bung Thai Cung itu telah menembus dadanya dan dia pun terkulai roboh
dan tewas.
Sementara itu, pembunuh ke dua masih dikeroyok tiga orang perajurit pengawal
dan dia bahkan telah merobohkan seorang perajurit dan perajurit yang dua orang
lagi sudah terdesak, tidak mampu mengimbangi kelihaian penjahat itu* Me-ihat ini,
Chou Kuang Tian meiompat dan menyerang dengan pedangnya. Pembunuh itu
hanya mampu bertahan sepuluh jurus. Tiba-tiba lengan kirinya terbabat pedang dan
putus sebatas pergelangan tangannya.
Pedangnya terlepas dan sebelum dia dapat melarikan diri, kaki Chou KuaraJ Tian
menendang lututnya dan dia pul roboh.
Chou K uang Tian menodongkan pedangnya ke leher orang itu dan menghardik»
"Hayo cepat katakan siapa yan^ mengutusmu membunuh Pangeran Mahkota Kaiau
tidak mau mengaku, akan kupotong potong sedikit demi sedikit bagian tubuhmu "
Pembunuh itu agaknya hendak bunuh diri dengan menelan sesuatu karena tangan
kirinya mengeluarkan sebuah pil dari saku bajunya.
"Crakkk1" Putuslah tangan ku inya terbabat pedang Chou Kuang Tian*
"Cepat katakan atau aku mulai memotong telinga dan hidungmu!"
Diancam demikian, pembunuh itu ketakutan. Kalau dibunuh mati dia tidak takut,
akan tetapi disiksat dipotong sedikit-sedikit, sungguh amat nyeri dan tersiksa
setengah mati.
"..... ampunkah hamba...» yang mengutus..... ada tiga orang..... mereka meti di luar
tembok gerbang sebelah rtan....."
Gedang di tangan Chou Kuang Tian ktrtoctebat dan pembunuh itu pun tewas,
ipabrrapa orang pera juri t pengawal ber l«i i lari ke dalam taman.
"Lindungi Pangeran dan bawa ke da m gedung. Urus mayat-mayat ini!" katanya dan
cepat Pangeran Sung Thai f ung lari ke istal lalu tak lama kemudian kudanya sudah
membalap keluar dan kta raja melalui pintu gerbang selatan.
Setelah tiba di luar tembok kota raja, di jalan umum yang sudah sepi di tepi
Larsawahan, dia melihat tiga orang ber iflri di tepi jalan. Dia segera menahan
kudanya dan setelah kuda Itu berhenti tak jauh dan mereka, Chou Kuang Tian dapat
melihat mereka dengan jelas. Saat Itu sudah menjelang senja, namun sinar matahari
sore masih cukup terang. Dia mel Ihat seorang kakek berusia sekitar enam puluh
tahun, bertubuh tinggi kurus berpakaian seperti tosu akan tetapi pakaiannya dari
sutera halus dan mewah, berpedang di punggungnya, dan orang ke dua Juga
seorang laki-laki berusia seki enam puluh tabun, tinggi besar berkuli kehitaman
wajahnya brewok menyerar kan dan pinggangnya digantungi sebala golok besar dan
di punggungnya tampa sebatang gendewa dan tempat anak pa nah. Orang in] dari
pakaiannya dapa diketahui bahwa <tia bpkan Pribumi Ha melainkan dari Suku
Khitan, suku ya: terkenal £agan berani, pandai menung gang kwb o$n panoat pula
memptrguna kan anak panah.
Orang ke tiga membuat Chou Kuang Tian merasa heran karena ia adalah seorang
gadis muda, paling banyak dua puluh lima tahun usianya. Gadis itu cantik manis,
senyum dan gerakan matanya mengandung daya tart)c yang amat kuat. Pakaiannya
Indah dan di rambutnya terdapat tiga batang bunga merah. Di punggungnya
tergantung sebatang pedang. Pinggangnya ramping -sekail dan biarpun la berdiri,
tubuhnya bergoyang-goyang lembut seperti pohon yang-liu tertiup angin sepoisepoi.
Chou Kian Tian merasa sangsi. Inikah
p-orang yang mengirim dua orang mjahat untuk membunuh Pangeran Mah Ha tadi?
Akan tetapi siapa mereka dan tigapa mereka menyuruh orang mem-üuh Pangeran
Mahkota? Satu-satunya Ing mungkin melakukannya adalah orang mt pakaian Khitan
itu. Tidak terlalu «gherankan kalau bangsa Khitan hen-K membunuh Pangcra
Mahkota karena reka memang selalu merupakan pihak ng ingin menguasai Cina.
Tiba-tiba -m Kuang Tian teringat. Kakek tinggi rus itul Dia cepat melompat turun dan
(as punggung kudanya, lalu menghampiri *a orang yang memandangnya dengan
map tak acuh.
Chou Kuang Tian langsung saja mengidapi kakek tinggi kurus berpakaian l»rrt tosu
itu. "Maaf, kalau tidak saiah »ng (Bapak pendeta) adalah pembantu ri Jenderal Chou
Ban Heng, dan ber-k Hong-san Siansu, benarkah7*1 Kakek itu memang Hongsan
Siansu wee Cln Lok adanya, dua orang témanla adalah Kailon tokoh Khitan dan
Ang-»a Niocu Lai Cu Yin yang menjadi
pembantu-pembantu atau sekutu-sek erxte a Chou Ban Heng. Jenderal C Ban Heng
memang cerdik. Dia mu dengan rencananya,- yaitu antara membunuh Putera
Mahkota Thian akan tetapi dia tidak begitu bodoh _ turun tangan sendiri menyurdh
perrrtw melakukan pembunuhan itu. Maka mengutus tiga orang tokoh sakti itu tuk
melaksanakan pembunuhan ti Putera Mahkota Thian Cu di tfopga-I Pangeran Chou K
uang Tlan kompleks istana. Hong San Siaftso mengutus dua orang anggaota Hong
pang yang sudah memiliki tingkat silat cukup tinggi untuk melakukan r bunuhan itu
dengan menyamar seba pera juri t sehingga dengan mudah r masuki kompleks
istana. Hong San S a memesan kepada mereka berdua bah kalau tugas mereka
berhasil, mere akan memperoleh hadiah besar. Kal gagal agar mereka membunuh
diri den pil yang diberikan kepada mereka. A tetapi kalau mereka terpaksa menga
agar membuat pengakuan bahwa ya
ruh adalah tiga orang yang me-»1 di luar kota raja. Hal ini dilakukan luk memancing
Chou Kuan Tlan yang m jjga, keamanan keponakannya itu agar mmw dari kota raja*
Kini, melihat Chou Kuang Tian beril di depan mereka seorang diri, Hong a Soansu
tertawa dan seperti sudah Mur sebelumnya, yang menjawab perayaan Chou Kuang
Ttan adalah Kailon, mh Khitan yang t nggl besar dan bre-»i itu.
"Huh, engkau Chou Kuang Tian, pang u Kerajaan Chou yang berkhianat, m berontak
dan kini menjadi adik Kai-
Supg, bukan? Kebetulan, kita adalah nuti lama. Ingat aku. Kation panglima
gsa Khitan? Terimalah kematianmu!!" ilon segera menerjang maju dan merang
dengan goloknya. Chou Kuang m cepat mengelak ke kiri dan balas
y erang dengan tombaknya, menusuk
arah lambung kanan lawan.
"Singgg..... tranggg,....l|w Tombak Pa-rran Chou Kuang Tlan bertemu perisai *g
berada di tangan kiri Kailon. Mereka
*^«5£™ trangK W Tombak
ch~ku*ns Tian bertemu perisai berada di tangan kiri Kailon.
k segera berkelahi mati-matian. Setela pwat belasan jurus. Hong San Siansu nun
tangan membantu Ka ton yang j»* terdesak walaupun belum tentu piKiu Kuang Tian
akan dapat menga a nnya karena tingkat kepandaian mereka mbang. Begitu Hong
San Siansu yang t lihai itu ma mengeroyok, tentu a Pangeran Chou Kuang Tian
menjadi rpot dan terdesak hebat. Melawan Hong *Wi Siansu saja dia tidak mungkin
dapat iacnang» apalagi dikeroyok dua!
Sementara itu, Ang-bwa Niocu Lai Cu Yin yang juga berada di situ, hanya berdiri dan
menonton saja. Ia tidak membantu dua orang rekannya dan yang menjadi
penyebabnya mudah diduga* Gadis ini sudah tertarik sekali dan timbul gairahnya
melihat Pangeran Chou Kuang Tian yang gagah perkasa itu* Belum pernah ia
bercinta dengan seorang pangeran tulen, maka kini pandang matanya terhadap
Chou 'Kuang Tian seperti mata seekor kucing melihat ikan! Akan tetapi, baga anapun
juga tentu saja ia tidak be a untuk membela pangeran itu dan menentang dua orang
rekannya yang lihai.
Keadaan Pangeran Chou K uang T benar-benar gawat dan dia sudah rrr ke r ingat
karena kini tombaknya yang masih dapat dia pergunakan untuk m hyerang Ka ion»
kini hanya dapat putar menjadi perisai melindung diri dari hujan serangan pedang
dan go kedua orang pengeroyoknya. Dia sekail tidak dapat balas menyerang agaknya
dia tidak akan mampu ber lebih lama lagi.
Tiba-tiba terdengar bentakan nyar "Hanya pengecut yang suka main kero an!M Dan
tampak barangan hitam kelebat. Ternyata y«qg datang ada/ Song Ku* Lini.
Mendengar bentakan ini. Hong Siansu sebagai seorang <btuk besar ten saja merasa
meJu dan-tidak «nak, ma' dia menghentikan serangannya. Kai juga menahan
goloknya karena dia rasa agak jerih kalau maju sendiri, lihat yang datang seorang
gadis rem berusia sekitar delapan belas tahun, ' Hwa Niocu Lai Cu Yin tertarik dan
mandang penuh selidik. Ia melihat i» muda yang cantik jelita, wajahnya lat telur,
sepasang matanya bersinar h dan mulutnya yang kecil mungil .. manis itu dihias
senyum simpul melindung ejekan. Tubuhnya sintal padat hgan pinggang kecil
ramping. Pakaian a serba hitam dengan ikat pinggang _jrah. Ikat pinggang ini
sebenarnya edani sarung pedangnya yang dapat di beli t-pn sebagai ikat pinggang
saking tipis mau lemasnya. Rambutnya panjang dl-*j<*nc r ke belakang.
"Hei, engkau anak kecil jangan men-§*mpurl urusan orang tua. Siapa engkau,
bacang sekali mulutmu. Hayo pergi kaku tidak ingin kuhajar!" bentak Ang Hwa * ocu
galak karena seperti biasa ia me-§a Iri kalau melihat seorang gadis yang rb h muda
dan tampak begitu cantik rllta, membuat ia merasa kalah menarik Kui Lan
memandang Ang Hwa Niocu M Cu Yin dari kaki yang bersepa t u tam sampai ke
rambut kepala yang d -iloi tiga bunga merah Itu, lalu tertawa kal.
"Hl-hik, aku memang anak kecili A tetapi engkau ini nenek-nenek tua ke masih begini
genit, pakai tiga tang bunga merah di rambut segala7 A: sungguh tampak semakin
jelek mengge kan dan engkau tidak malu, nenek tua!1'
Mendengar ucapan Itu, Cu Yin men isi kepalanya seperti dibakar. Sepasa matanya
mendelik seperti mengeluark api dan tangan kanannya bergerak.
"Singgg.....1" la telah mencabut dangnya dan menudingkan telunjuk kir nya ke arah
muka Kui Lin.
"Bocah keparat bosan hidupi Kata dulu siapa namamu agar engkau ti mati tanpa
nama1** bentaknya. "Hari nonamu Ang Hwa Niocu akan membunu mu!"
"Mau tahu aku siapa? Jangan geme ketakutan kalau engkau tahu julukan Aku adalah
Hek L- Lihiap yang su terkenal di seluruh dunia sebagai tuk membunuh nenek-nenek
jelek dan jahat"
"Jahanam busuuuuuukkk!" Ang H Nlocu yang biasanya pandai bicara i sekail ini mati
kutu karena ia s
terbakar isi hati dan kepalanya* ingga tidak mampu membalas ucapan : yang amat
menghina itu. Ia sudah a g dengan pedangnya, menusuk arah dada yang mulai
membusung itu. Tiiitttttl Nenek-nenek ini galak juga!" t» Kul Lin yang diam-diam
terkejut «I melihat serangan yang demikian :» dan cepat, la melompat ke belati/ dan
cepat menghunus pedangnya m\ dipakai sebagai sabuk. Dua orang tt(a yang samasama
cantik ini segera ii g serang dan gerakan mereka yang roh dan ringan membuat
tubuh mereka ubah menjadi bayang-bayang yang »ci muti dua gulungan sinar
pedang h saling menekan dan saling menolak. Melihat Ang Hwa Niocu sudah saling
ang dengan gadis remaja yang datang ^pnaki-maki tadi, Hong San Siansu berjala
kepada Pangeran Chou Kuang Tian. Bnli» sekarang bersiaplah untuk mampus, hto
Kuang Tlanl" Setelah berkata de-flan, Hong San Siansu menyerang lagi, Hbiiti oleh
Kailon sehingga terpaksa ftwii Kuang Tian memutar tombaknya sambil mundur.
Akan tetapi tampak bayangan putih kelebat dan ade angin menyambar syat ke arah
dua orang itu. Hong Siansu terkejut sekali karena samban angin itu membuat dia
tertahan d tidak dapat maju. bahkan Kation samo terhuyung ke belakang! Ternyata
di si telah berdiri seorang pemuda berpeki putih yang bukan lain .adalah Sn Enghiong
Si Han Lin!
Hong San Siansu yang berpengalai tidak memandang rendah pemuda karena dari
dorongannya yangrnendat kan aAgin dahsyat Itu saja membuat menyadari bahwa
pemuda itu Materi orang yang amat tangguh. Dia tidak berpandang kata lagi karena
kalbu gagal membunuh Pangeran Mahkota gagal pula membunuh Pangeran Kuang
Tian, tentu dia akan mei teguran keras dari Pangeran C Heng yang kini berpangkat
Jendei Maka dia segera menyerang Han dengan pedangnya yang dia lontarkan atas
dan menggunakan kekuatan sit
|a» ik mengendalikan pedang rUi. Pedang U terbang dan berubah menjadi sinar Nrg
menyambar ke arah leher Han Ht, Pemuda ini juga ptakium akan da laNun a
serangan seorang lawan berat, «kik cepat bagaikan kilat tangannya BlWt mencabut
Pek-ein-fcfam. Cahaya k.i berkelebat ketika dia menggunakan A-sin-kiam untuk
cnembacok ke arah pn."K terbang itu sambil mengerahkan naga saktinya.
[ "Hyaaattttt.^.!" Dia berseru dan si mt putih padan?»?* menyambar ke arah ^wk
kuning dari cedong terbang lawan.
fTra»dduw.P Pedang t«beng Mu pa-ea* aseajmdi dua dan jatuh ke atas tanah.
pn.niB.Tg rnata Hbb% San Siansu terbela > - Pedangnya patah oleh pedang pemuda
mil Hampir dia tidak dapat percaya dan dia
lihat betapa ^pemuda itu dengan tebangnya rocnyarutia)ian kembali pedang-iya.
Gerakan ini memanaskan perutnya, las bahwa pemuda itu memandang |m dah
dirinya. Setelah pedangnya di-Mn paten, pemuda itu agaknya merasa ♦ lak perlu
menggunakan senjata iagj untuk melawan dia yang senjatanya s patah! Tentu saja
sebagai seorang t besar dunia kangouw yang juga be dudukan sebagai Ketua Hongsa
p Hongsan Siansu Kwee Cin Lok r penasaran dan marah sekali. Masa tidak mampu
menandingi seorang yang usianya baru dua puluh tahun dan yang pantas menjadi
cucunya? A tetapi, dia juga ingin sekali menge siapa adanya pemuda ini.
"Bocah sombong, siapa e gka be melawan-aku Hongsan Siansu ketua san-pang?1
"Hongsan Siansu, namaku SI Han L Pergilah dan jak dua xang temj itu. Tidak pantas
rasanya seorang y berjuluk Siansu sepertlmu menge o dan hendak membunuh
orang!" kata ! Lin dengan tenang. Dia* memang t d tahu mengapa ada perk elahian
di stt akan tetap! melihat ' jrang dlkero tentu saja dia dan Ku Lin turun ta membantu
pihak yang e'lkeroyok kar mereka berdua melihat betapa para ngeroyok itu
berusaha sungguh sungg
k membunuh orang yang dikeroyok. Lin tidak ingin membuat permusuh-ka dia
mengalah dan hanya me-ruh mereka pergi.
Akan tetapi Hongsan Siansu sudah dapat mengendalikan dirinya lagi dikuasai oleh
kemarahan karena asa dipandang remeh oleh pemuda san Itu.
'H iiiittt.MMr Dia berteriak lantang dengan kedua tangannya secara ber t an dia
memukul dengan pukulan jauh Thai-tek-jiu Sebelum memu-lk n kedua telapak
tangannya, dia tadi ggosok-gosok kedua telapak tangannya ifaiitngga tampak asap
pengepul dan ter vMigar suara berkeritikan o susui m |At ya bunga apil Itulah ilmu
pukular t»»-, lek-jiu (Pukulan Halilintar yang mhM ampuh.
| Han Lin memang sudah siap sejak kll. Dia maklum bahwa dia berhadapan K»igun
seorang lawan tangguh, maka dia sikap hati-hati dan waspa a. Begit f\* hat kakek itu
menggosok-gosok kedua [pak tangannya yang engelua kar bara api dan asap, dia
pun mengetah* bahwa Hongsan Siansu memiliki pukulan yang berhawa panas
melebihi dan kalau pukulan Itu mengenai tut yang tidak memiliki kekebalan yang
kuat, kulit tubuh dapat hancur terki seperti terkena air mendidih. Dia cepat
menyambut ttengei» kedua tangi nya didorongkan ke depan sambil hkan sin-kang
yang berhawa dingin, Wuuuttttt.— wessssshhhhb.»..!** itu berkepanjangan seperti
ba/a dlm< kan ke dalam air dan tampak dari kti tangan Hongsan Siansu
mengebulkan nyak asap. Tadinya Hongsan Siansu yar ngm membuat ia wan roboh,
menyerat sambil menerjang maju sehingga k< tangannya bertemu dengan kedua ti
Han Lln. Akan tetapi akibatnya memt dia kaget setengah mati karena hai panas dari
kedua telapak tangannya perti api yang disiram afr. Seluruh t« buhnya menggigil dan
ketika Han i melepaskan tenaganya, barulah Hongsajj Siansu dapat menarik kembali
k< tangannya yang tadi seolah melekat
Ulnpak tangan pemuda Itu. Dia terhu-Bto ke belakang dan segera melompat
Nlindung di balik asap putih tebal.
[ Kini Han Lin yang tidak mempeduJi-mi< lawannya, cepat mengibaskan tangan ffc*
ke arah Ang Hwa Niocu dan Kailon « membuat Kul Lln dan Pangeran ~ i K uang Tian
terdesak. Sambaran u yang keluar dari kibasan tangannya pun terasa berat bagi Ang
Hwa Niocu » Kailon sehingga mereka terdorong ke _ nkang. Mereka terkejut, apalagi
met betapa Hongsan Siansu sudah melari-dlrl. Mereka juga segera berlompatan I
mengejar ketua Hong-san-pang Itu. ngeran Chou Kuang Tian kini ber-Upan dengan
Han Lin dan Kui Lin. memandang kagum sekali dan amat ukur karena dia tahu bahwa
tanpa ya dua orang muda itu dia pasjr : akan mampu meloloskan diri dari man maut
di tangan tiga orapg^yang alan tinggi itu. Majjaf biarpun seorang pangeran adik
Kaisar, namun ran Chou Kuang Tian mendahului beri hormat dengan kedua tangan
dirangkap di depan dada dan menjura*
"Terima kasih atas pertolongan wl (Anda berdua) yang menyelamat) saya dari
tangan orang-orang jahat tad*
"Ah, tidak perlu berterima kasih pada kami, Sobat. Sudah menjadi wajiban kami
untuk membantu oran4 orang yang terancam oleh orang-oraa? lahat. Akan tetapi
mengapa engkau keroyok oleh dua orang sakti itu. 5iai kah engkau?" tanya Han Lin
sambil mer amati wajah yang gagah dan pak yang terbuat dan sutera halus itu.
Tanpa ada nada membanggakan di Pangeran Chou K riang Tian menjawa' "Saya
adalah Pangeran Chou K uang Tian.
Tentu saja Han Lin dan Kui Lin ter kejut bukan main. Bahkan Kui Lin cepat, berlutut di
depan pangeran itu. "Aih, ampunkan saya, Pangeran, saya tidak nengenal Paduka
sehingga bersikap kurang hormat."
"Pangeran? Sungguh» mengejutkan dapat berjumpa dengan Paduka di tempat ini."
kata Han Lin sambil memberi hor mat dan membungkuk.
geran Chou Kuang Tian tertawa. , jangan bersikap berlebihan. Nona. utan seperti ini
kita tidak perlu nakan banyak upacara peradatan.
siapakah kalian dua orang pen-muda yang lihai?"
mgeran, saya bernama Si Han Lm i adalah Song Kui Lin. Kebetulan kami dapat
bertemu dengan Pa-sini karena sesungguhnya kami 'i ia juga sedang dalam
perjalanan jfu ke kota raja dan hendak meng-Paduka."
Ah, benarkah? Kalian berdua hendak
ulku di kota raja?" "Benar, Pangeran. Sebetulnya, Adik ig Kui Lin inilah yang hendak
meng-p Paduka dan saya hanya mengantar-ft-.i la membawa surat dari ayah tirinya
Btuk disampaikan kepada Paduka." i "Ah, benarkah itu, Nona Song? Siapa-ih ayahmu
dan di mana dia tinggal?"
"Ayah tiri saya bernama Kwa Siong w*\ dia menjadi perwira kepala keaman-n kota
Cin-an, Pangeran."
Perwira Kwa Siong, kepala keamanan
01 Cln-an? Ahhh, ya, aku ingat dia engkau ini anaknya, Nona?"
HAnak tirinya. Pangeran. Per* ta K Siong seorang duda, ibuku seorang ja maka.—
mereka..... eh» kini Pe Kwa menjadi ayah tiri saya.-Ini surat untuk Paduka."
Pangeran Chou K uang Tian meneri surat Ttu, membuka dan membaca Dia
mengangguk-angguk dan alisnya kerut. "Hem m m, agaknya Perwira K Siong lebih
tahu akan pengkhlnatan 3e derai Chou Ban Heng* Aku memang s dah curiga ketika
melihat Hongtan Sur tadi karena dia adalah orang kepercayaa Jenderal Chou Ban
Hengl Bagus sekal Ayahku menganjurkan agar engkau me bantu kami memperkuat
Kerajaan *"" dari pemberontakan sisa-sisa orang y berniat mendirikan kembali
Keraja Chou. Mari, engkau ikut denganku k istana, Song Kui Lin. Dan engkau g Si Han
Lin. Aku menyeout nama kai begitu saja karena bagaimanapun jug kalian masih
muda dan pantas menj anak atau keponakanku. Mari kita
l»«kat."
'Silakan Paduka perg*. ke istana ber-M Adik Kui Un, Pangeran. Saya sen-pi siap sedia
membantu, akan tetapi iya ingin bebas dan akan tinggal di V*oh penginapan saja."
[ Pangeran Chou Kuang Tian maklum 14» watak para pendekar kangouw yarig mk
suka terikat, maka ja menawarkan tatanya untuk ditunggangi Kui Lin. Dia »*tirl
berjalan kaki ditemani Han Lin. ap ini saja membuat Han Lin dan M Ljn kagum sekali.
Pangeran adik * wr ini benar-benar seorang yang bii 0isana dan sama teka)! tidak
sombong, au mengalah kepada seorang wanita, enyuruh Kui Lin menunggangi
kudanys sungkan dia sendiri malah berjalan akil
e&deral Chou Ban Heng tentu saja era mendengar betapa usahanya menyuruh
bunuh Pangeran Mahkota meh] tiga orang sekutunya telah gagal, bahl| dua orang
anggauta Hong-san-pang yi melaksanakan tugas pembunuhan itu «al tewas di
tangan Pangeran Chou Ku* Tlaru Diam-diam dia telah mendenj berita ini dari
gurunya, yaitu Hong* Siansu yang menceritakan betapa Hoi^ san Siansu, Kailon, dan
Ang Hwa Ni < juga gagal membunuh Pangeran Cmt Kuang Tian karena munculnya Si
Han LJ dan seorang gadis berjuluk Hek I Lihiej Peristiwa ini dengan sendirinya mau
buat Jenderal Chou Ban Heng berhati hati dan dia memesan agar Horur»« Siansu
jangan kembali ke kota raja ms lainkan siap di luar kota raya menur» gu perintah
darinya. Demikian pul dengan Kailon dan Ang Hwa Niocu kai rena mereka telah
dikenal oleh Pangerai Chou Kuang Tian sebagai tiga oran| yang menyuruh bunuh
Pangeran Mahkota Thian Cu.
Akan tetapi kegagalan itu sama sekali tidak membuat Jenderal Chou Ban Heng
gentar atau mundur. Dia tetap bersemai untuk menjatuhkan Kerajaan Sung baru
berdiri selama sebelas tahun dan membangun kembali Kerajaan n yang telah jatuh.
Cita-citanya un-merampas tahta kerajaan ini bukan Ikadar ambisi pribadi, melainkan
terna sekail karena perasaan dendam ' hadap Kaisar Sung Thai Cu, kaisar krtama
Kerajaan Sung. Kaisar Sung Thai K» dahulu adalah bernama Chou Kuang pin, masih
semarga dengannya, karena merupakan keluarga jauh dari Kaisar Chou Ong. Chou
Kuang Yin tadinya rang panglima yang kemudian membe tak, merampas tahta
kerajaan, bahkan nggantl Dinasti Chou menjadi Dinasti fcVng. Padahal dia
merupakan keponakan r marga dengan mendiang Kaisar Chou Ong. Jadi,
sepantasnya dialah yang meng gantikan kaisar itu dan melanjutkan Di nasti Chou,
Dendam inilah yang membuat Jenderal Chou Ban Heng bersemangat dan nekat
untuk menggulingkan Kaisar Sung Thai Cu, bahkan membunuh Putera Mahkota
Thian Cu yang kemudian gagal Itu.
Tentu saja Jenderal Chou Ban Hl-bukan hanya mengandalkan bdnKi Hongsan Siansu,
Kailon, dan Ang H* Niocu untuk mencapai niatnya me* gulingkan Kaisar Sung Thal
Cu. Dia sih mempunyai banyak pembantu pendukung yang lihai, di antaranya Kau
lam Sinklam K wan In Su, !m Yang Tot dan terutama sekali puteranya sendu Chou
Kian Ki yang kini memiliki k saktian melampaui tiga orang guru yaitu Hongsan Siansu,
Kangtam Smkl dan lm Yang Tosu, setelah dia menerl gemblengan dari manusia sakti
roendl Thian Beng Siansu. DI samping dua on. sakti dan terutama puteronya sendiri
V Jenderal Chou Ban Heng masih mei. punya) belasan orang perwira y$rtg dtehuli
merupakan bekas perwira Kerajaan Om dan dapat dibujukny untuk membangul
kembali Kerajaan Chou dan memusu! kerafaan baru Sung Itu.
D) sini terbukti bahwa tidak ada $< suatu yang seluruhnya baik atau selufU nya
buruk. Yang baik mendatangkan ya buruk, sebaliknya yang buruk mendatai
B* V B Mk. Sikap Chou Kuang Yin
.ih rlla menjadi kaisar pertama Di-Sung dengan nama Kaisar Sung Cu» adalah sikap
lunak terhadap \ keluarga dan bangsawan Kerajaan Hal ini mungkin karena dia
sendiri terhitung sanak keluarga Chou. Dia rima mereka yang menaluk, bahkan beri
kedudukan terhormat kepada i pejabat tinggi Kerajaan Chou. n dia mengangkat
Jenderal Chou Heng yang dahulu merupakan keluar dekat kaisar, menjadi Penasehat
stan Perang dari Kerajaan Sung. lu, pada waktu Kerajaan Chou, dia h panglima yang
bertugas di daerah itu mtu saja sikap Kaisar Sung Thai Cu mengandung maksud agar
para bangsawan bekas pejabat tinggi Keraja^r"' Chou itu akan merasa senang
dan/^tia kepada kerajaan baru Sung kareoa^ mereka sama sekali tidak dihukum
atau dikucilkan, bahkan diberi pangkat dan kehormatan. Akan tetapi segi buruknya
era muncul. Karena mereka itu berada di pihak kerayaan yang dikalal dan
dijatuhkan, mereka masih dam kepada kerajaan baru dan seti mereka diberi
kedudukan tinggi» Jusi mereka mendapatkan peluang untuk balas dendam mereka
kepada pemer i an barui Kalau saja Kaisar Sung Thal tidak bersikap demikian,
melainkan ( sikap keras kepada bekas para pe t tinggi Kerajaan Chou, kiranya mereka
tidak mempunyai kesempatan uni menghimpun kekuatan karena gen mereka sedikit
saja akan ketahuan mudah ditumpas!
Biarpun usahanya membunuh Pangei Mahkota gagal dan kini tidak ada sempatan
lagi karena keamanan Pangei Mahkota dijaga kuat oleh Pangeran O K uang Tlan,
namun Pangeran Chou Heng tidak mundur. Dengan kepandaii nya yang tinggi, kini
bahkan Chou K K i sendiri diam-diam mengamuk dalam dua atau tiga hari sekali teni
ada pejabat tinggi pemerintah yang sel kepada Kaisar Sung Thai Cu dibunuhnj Dia
tidak meninggalkan bekas dan sai tinggi terbunuh di dalam kamar tanpa ada yang
melihat siapa pem-hnyal Tentu saja bukan hanya dia k melakukan pembunuhan ini,
melaln-juga Kanglam Sinkiam dan tm Yang let» yang keduanya setia kepada Keraja-
Chou yang sudah jatuh. [ Kota raja menjadi gempar setelah ada kiasan orang pejabat
tinggi tewas ter-II* n h dan tidak ada yang tahu ataumenduga siapa pelaku
pembunuhan m.
Pangeran Chou K uang Tian tentu saja lidah menduga atau setidaknya dia curi-jVi
terhadap Jenderal Chou Ban Heng. Akan tetapi tidak mungkin dia menuduh Ifcegitu
saja tanpa ada buktinya Bahkan usaha Hongsan Siansu untuk membunuhnya Itu pun
tidak dapat dia jadikan sebagal bukti terlibatnya Jenderal Chou I an Heng karena dari
para penyel d knya dia mendengar bahwa kini Hongsan Slan-i tidak lagi berada di
istana Jenderal hou Ban Heng. Pada suatu pagi yang cerah, seorang pemuda
melangkah lebar memasuki pintu
gerbang kota raja bagian selatan, l muda itu berusia sekitar dua pulug tl tahun,
bertubuh tinggi besar, pakaian', sederhana terbuat dari kain kasar kuat. Wajahnya
jantan dan gagah dei sepasang mata yang membayangkan jujuran dan keberanian.
Biarpun usk masih muda, namun pemuda itu ti malu atau ragu untuk berjalan sai
membawa tongkat! Sebetulnya, tentu t dia tidak membutuhton bantuan tongl untuk
berjalan* Langkahnya tegap lebar seperti seekor harimau. Yang bawanya rt* bukan
sembarang tong*-metainfcar» sebatang toya yang men; senjata ajrkfelerfiya.
Tiba-tiba dia melihat orang-ori yang berlalu lalang di jalan raya minggir ke tepi jalan.
Ternyata depan datang serombongan perajurit kuda, dipimpin oleh seorang perwira
g; gah yang rnenunggang kuda paling depan Agaknya sang perwira ml bangga sekal
menunggang kuda yang tinggi dan ' ngan pakaian gemerlapan dia merat seolah
seorang panglima besar. Wajahnj
i senyum bangga melihat di kanan jalan orang-orang berdiri dan mc-\gnya dengan
kagum. Pasukan itu I dari dua losin oran£ perajurit. I ba tiba) seorang gadis remaja
merang jalan sambil membawa sebuah mang berisi telur. Agaknya ia ter hendak
mengantarkan sekeran-telur itu kepada warung langganan-dan karena ada pasukan
hendak le-ii, ia mendahului menyeberang. Karena NHisa-gesa Ini, dua butir telur
meng-Mkng dan jatuh ke atas jalan. Gadis ftja itu terkejut dan otomatis ia berseolah
hendak memungut dua >i lr telur. Tentu saja sia-sia karena Iur Itu telah
pecah. Karena berjongkok Itu maka perwira g menunggang kuda paling depan tahu-
[nhu telah berada di dekatnya. Kuda g ditunggangi perwira itu kaget dan meringkik
sambil mengangkat kedua kaki pan ke atas. Hampir saja perwira itu i uh» akan tetapi
oto segera dapat me-iHuasai dan menenangkan kudanya. Me» ah dia karena kalau
sampai dia tadi
terjatuh, dia tentu akan menjadi tertawaan para penonton.
"Gadis >ahat Apa kau sudah gila Cambuknya melecut ke arah gadis i "Tar-tar.««l"
Gadis remaja Itu menjerit, keran a Itu terlepas dari tangannya yang berdarah dan
tentu saja beberapa pu' butir telur dalam keranjang itu semual
, "Hai, jangan pukul anakku ** terdeng seorang laki-laki setengah tua berlari depan
kuda sang perwira dan menud ~ kan telunjuknya menegur perwira sambil merangkul
putennya.
M ngglr kau. pengemis busuki" Per wira itu kini marah sekail dan kembar cambuknya
meledak-ledak, kini tubuh muka petani Itu yang dijadikan sasar Petani Itu
mengaduh-aduh, akan te*. Sang Perwira melanjutkan lecutan ca buknya.
"Pergi kailan!" bentaknya.
Tiba-tiba cambuknya yang melec Itu tertahan dan ketika dia memanda ternyata
ujung cambuknya itu telah
kap oleh seorang pemuda tinggi be-yang membawa tongkat. Pemuda llah yang
segera menolong ayah dan K Itu dengan menangkap ujung cam-
*
Ba gsat, lepaskan cambukku!" Per a itu menarik-narik dengan sekuat hfwiga. Akan
tetapi cambuknya tetap pt tahan oleh tangan yang kuat dari pmuda tinggi besar itu.
"Paman, bawalah anakmu minggir, ar aku yang menghajar anjing ini!" tanya. Petani
itu merangkul anaknya |V terseok-seok mereka melangkah ke ppl jalan raya.
"Jahanam busuk, berani engkau me-kaki aku anjing? Engkau bosan hidup" t* r w ra
Itu marah sekali dan kini denga pkuat tenaga dia menarik cambuknya. Tiba tiba
pemuda itu melepas ujung cambuk dan mengarahkannya kepada muka I- wira itu.
Syuuut..... p akkk Muka perwira itu hantam cambuknya sendiri sehingga hropak bilur
merah melintang di wajah-po. Orang-orang yang melihat ini rnen jadi geli dan
mereka tertawa, blarj sambil menahan suara tawa mereka sih tampak mulut mereka
terbuka menyeringai!
Perwira Itu bagaikan kesetanan. Sai bil memaki-maki, kembali cambut melecut ke
arah kepala pemuda ' Ketenangan pemuda itu luar biasa seki Dia menanti sampai
ujung cambuk menyambar dekat lalu tangan kiri yJ memegang tongkat dia angkat
seni ujung cambuk perwira Itu mengenai toj dan melibat, kemudian tangan
menjangkau ke depan, menangkap kt perwira itu dan sekali tarik dengan takan kuat
tubuh perwira itu tertai jatuh dari atas kuda dan cambuknya y< melibat toya Juga
telah dapat diramr. lepas dari tangannya* Sebelum tubul perwira Itu dapat bangkit
kembali, muda Itu memegang gagang cambuk ngan tangan kanannya lalu dia mencai
bukl perwira itu sambil 'berseru.
"ku untuk gadis remaja tadi.^. tj tar tam—. IH* Ujung cambuk melui dan merotak
lengan baju berikut ku)
bmi sang perwira.
P'lni untuk ayah gadis tadi..... <ar-pi t rrr.....!!" Kini ujung cambuk me-utl muka dan
dada sehingga perwira berkaok-kaok kesakitan. Dan ini untuk pengganti telur-telur i
% pecah..... tar-tar-tar-tan-r.....!" Baju Iwira itu robek-robek dan melihat v. knya
darah berlepota di bajunya pot diketahui bahwa kulit tubuhnya ^iu pecah-pecah
tersayat cambuki Kejadian itu berlangsung cepat sekali gg para perajurit hanya
bengong, n tetapi kini melihat perwira mereka ' ul gan dan merlntlh-rintlh di atas
>m)i, mereka segera maju menyerbu telah melompat turun oarl kuda mere* . Tanpa
di komando mereka sudah meribut golok dan mengeroyok pemuda itu. Para
penonton kini berlarian menjauhi, y t terlibat. Akan tetapi pemuda itu/ nya
tersenyum dan setelah para p*> erbu dekat, dia mengamuk, menautkan cambuk
perwira tadi m«»bagl-bagK^ i- tan. Ketika pengerowk«*/a semakin yak, dia
melempar ^cambuknya dan memainkan toyanya yang berat itu ngan dahsyat. Ke
manapun ujung t menyambar, tentu ada seorang penge yok terjungkal dengan
tulang patah a muka bengkak matang birui
Tiba-tiba terdengar bentakan nyari "Tahan semua, berhenti jangan berkel
Mendengar bentakan suara mi, perajurit yang belum roboh segera nahan senjata
mereka dan cepat mu sambil membantu para kawan me yang terluka sehingga kini
pemuda berdiri berhadapan dengan orang mengeluarkan bentakan tadi. Dia me
seorang laki-laki tinggi besar gagah usia lima puluh tahun lebih, menge pakaian
panglima yang gemerlapan, ngan kumis dan Jenggot pendek terpe hara rapi, turun
dari atas kereta berada di dekat situ.
"Hemmm, ada apa ribut-ribut 1 Apa yang telah terjadi?" tanya pangli yang bukan
lain adalah Jenderal C San Heng itu kepada seorang pera terdekat* Perajurit itu
memberi hor dan menjawab.
"Lapor, Jenderal! Pemuda ini telah i ikuli Perwira Tong, maka kami lalu
heeroyoknya!"
Jenderal Chou Ban Heng tadi sudah hat kehebatan ilmu silat pemuda itu.
memandang penuh perhatian lalu
tanya.
"Pemuda gagah, siapakah engkau dan ng pa engkau memukuli perwira tadi tt gga
pasukan lalu mengeroyokmu?" Melihat sikap panglima yang gagah -i pemuda itu
bersikap tegak dan hor-t. "Thai-ciangkun (Panglima Besar), n bernama Bu Eng Hoat.
Saya tidak , berani memukul orang kalau tidak alasannya yang kuat. Ketika saya at di
sini, saya melihat perwira ituJ ncambuki seorang gadis remaja yang yeberang dan
telurnya terjatuh pecah gga gadis itu berdarah lengannya semua telur dalam
keranjangnya < ah. Ayah gadis itu hendak melarang, on tetapi dia pun menjadi
korban camkan yang sewenang-wenang dari per-ra itu. Tentu saja saya tidak dapat
embiarkan dia bersikap seperti itu, kejam dan sewenang-wenang menu rakyat kecil,
maka terpaksa saya me ei Akan tetapi dia malah melecut* saj maka saya melawan
dan memberi ha) kepadanya. Akan tetapi anak lalu mengeroyok saya. Demikianlah,
clangkun."
Chou Dan Heng menoleh kepada a] dannya, seorang perwira yang masih da
'Tangkap Perwira- Tong dan anak buahnya, masukan ke sel. harus diberi hukuman
berat telah bertindak sewenang-wenang kepada i ya t!"
"Baik, Jenderall" Perwira Itu membcr hormat dan pergi.
"Bu Eng Hoat, aku merasa kagi kepadamu yang muda dan gagah peri Mari, naiklah
ke dalam keretaku, ingin bicara denganmu."
Bu Eng Hoat mengangguk dan mengikuti jenderal itu memasuki kerei K ita pernah
bertemu dengan Bu Ei Hoat ketika dia menyerang Ang Nlocu Lal Cu Yin akan tetapi
kemudi; Ltu Cin yang belum mengenal orai
am apa adanya Ang Hwa Nlocu mem-m wanita Itu sehingga Bu Eng Hoat raksa
meninggalkan mereka karena k mungkin dapat mengalahkan mereka dua* Pemuda
ini adalah murid Thong png Lesu, pendeta Lama Tibet yang i lu bersama Tiong Gl
Cinjm dan Louw ng Tojin, pernah mengadakan pertemu-di puncak Bukit Naga Kecil
dan di *a mereka bertiga yang memperbin-sn&kan soal agama dan lain-lain ber-Bmu
dengan Thai Kek Siansu. Hal itu i» Jadi kurang lebih sebelas atau dua be-m* tahun
yang lalu. Tiga orang sakti lari tiga agama itu tertarik ketika me-hat Thai Kek Siansu
mempunyai seorang « id. Mereka bertiga lalu masing-masing jin mencari seorang
murid. Thong Leng usu yang mengembara mencari murid bertemu dengan seorang
anak laki-laki im piatu berusia sebelas tahun berita Bu Eng Hoat. Dia mengambil
anak }iu sebagai murid dan setelah dia mengitarkan Umu-ilmunya kepada Bu Eng
[k>at selama kurang lebih sepuluh tahun* lalu menyuruh muridnya itu turur gunung
dan terjun ke dunia ramai, tindak sebagai pendekar. Dia Juga mt berikan sekantung
uang emas simpa nya kepada pemuda itu dan mem agar di manapun dia berada, Bu
Hoat selalu mempertahankan dan me bela kebenaran dan keadilan, menanta
kejahatan. Demikianlah, Bu Eng Hai merantau, membawa toyanya dan di panjang
perjalanannya dia selalu men tang ke ahatan dan membela me yang lemah
tertindas. Dia melihat bet dunia penuh dengan manusia-man sesat yang hanya
mementingkan sendiri, mengumbar hawa nafsu meng kesenangan tanpa pantang
me ak segala cara yang jahat demi mem oleh apa yang mereka inginkan. Ban sudah
gerombolan penjahat yang dia * mi sehingga dalam waktu kurang I setahun saja
namanya terkenal seba seorang pendekar muda yang baru mur di dunia kangouw.
Permainan toyan yang amat kuat disegani banyak ora sehingga dia memperoleh
julukan Si tung Eng-hiong (Pendekar Tongkat Sakti
Setelah duduk di dalam kereta ber a Jenderal Chou Ban Heng, barulah Eng Hoat
mengetahui bahwa dia ber-- n dengan seorang jenderal yang kedudukan tinggi. Dia
merasa kagum Ika panglima itu mengecam para pe t tinggi yang suka bersikap
sewenang
"Mereka Itu menjemukan sekail1" de> ion antara lain Jenderal Chou Ban f*ng
berkata. "Sayang aku tidak mem-i^yal kekuasaan untuk bertindak ter jlep mereka.
Hanya Kaisar yang mam-I menindak mereka akan tetapi mereka pandai bermukamuka
sehingga Kaisar ganggap mereka itu pejabat-pejabat g bijaksana dan baik.
Terutama sekail ang She Liong yang menjadi Menteri budayaan itu, sungguh,
membikin hatiku \*k dan Jengkel sekali kalau mengingat on kelallmannya" Jenderal
Chou Ban ng mengerutkan alisnya yang tebal dan lukanya berubah merah. Bu Eng
Hoat tertarik. "Apa yang d akukan Menteri She Liong itu, l-ciangkun?"
leiumni, biarpun seorang pende1 seperti engkau tidak akan dapat met usiknya,
orang muda' Dia Itu menj; kepercayaan Kaisar, gedungnya ar j ketat. Entah berapa
banyaknya sav ladang milik para petani di luar «i raja yang dia rampas, dan antah
( banyak anak gadis orang yang dia menjadi penghiburnya. Ah\ pe**__ tidak ada
satu pun bentak kefoh&tsi yang tidak pernah dia lakukani Hemrro kalau saja aku
menjadi seorang muda c memiliki kesaktian, tentu sudah lai jahanam itu kubunuhl1'
"Jahanam Itu patut diberi hajat kata Bu Eng Hoat dengan hati panas.
"Hemmrn, jasamu terhadap negara bangsa akan besar sekali kalau engl dapat
memberi hajaran kepada jahai Liong Itu sehingga dia tidak akan mai mengganggu
rakyat lagi" kata 3eftoV.. Chou Ban Heng "Bu Ing Hoat, apakaj engkau belum
mendapatkan tempat inap? Bagaimana kalau engkau sementara tinggal di rumahku?
*1 Bu Eng Hoat belum mengenal kei
al Itu, dan gurunya pernah berian kepadanya agar dia berhati-hati mi berkenalan
dengan para bangsawan wna mereka Itu biasanya suka menaatkan tenaga orang
fcangouw untuk lentingan mereka sendiri. Maka me-att keramahan jenderal Ini yang
meng-Kknya naik keretanya, kemudian me-b^arkan tempat tinggal di rumahnya, Bs
nreholak.
"Terima kasih, Tr^i-ciangkun, saya V*n bermalam di rumah penginapan saja ir leWh
leluasa dan tidak merasa sung
Baiklah, kalau begitu." Jenderal k» Heng lalu memerintahkan kusir tirtanya untuk
menuju ke rumah Fp*pan L ok Koan yang P antara rumah-rumah pengi/upan besar p
mewah di kota raja. Kdmah peng papan Lok Koan Itu memiliki rumah takan di bagian
depan/dan juga memiliki sebuah po*koan (terapat perjudian) di labelah kirinya.
Karena biaya penginapan situ mahal, maka yang menginap ha IValah tamu-tamu
hartawan dari luar
kota, pedagang-pedagang atau pem daerah yang dat ng ke kqta raja.
. "Kita tunggu di kereta sebent kata jenderal itu kepada Bu Eng H lalu kepada
kusirnya dia mengutus $ si kusir memesankan kamar untuk! Eng Hoat.
Kusir Itu pergi dan tak lama ke an dia datang kembali dan melapor ba* kamar untuk
pemuda itu sudah terse yaitu kamar nomor lima di loteng. Eng Hoat mengucapkan
terima kasih turun dari kereta dan menuju ke r penginapan itu karena kereta itu ber
di tepi jalan raya di depan halaman mah penginapan Lok Koan.
Begitu memasuki pendapa yang di samping rumah makan, Bu Eng mulai merasa
ragu. Rumah pengi itu besar dan mewah. Tentu sew mahal sekali, pikirnya. Dia harus
m hemat uang bekal pemberian gur karena kalau sampai kehabisan hal akan
merepotkannya. Akan tetapi sec pelayan tergopoh-gopoh keluar meny but ya.
Melihat pemuda itu berpaka sederhana dan hanya membawa ia g tongkat dan
sebuah buntala Jan dari kain kasar yang gendong , pelayan itu termangu heran, akan
pl memaksa diri tersenyum menyamtelamat
datang, Kongcu. Kami me-erhormat dan senang sekali me-but kedatangan
Kongcu." Bu Eng Hoat tercengang. Dalam per rtnya merantau selama ini, belum Mh
ada ya g menyebutnya Kongcu tn Muda). Ada yang menyebutnya «hons atau Thathiap
(sebutan para dekar) setelah dia melakukan sesuatu »k salatnya menentang
para penjahat menolong orang. Sekarang pelayan ig pakaiannya bahkan lebih bagus
dari-ia pakaiannya sendiri, tentu saja dia njadi sungkan. Dia memandang pelayan
ngah tua itu lalu berkata ragu sam-berhenti melangkah dan memandang arah
pendopo yang mewah, yang me 1 indah dengan adanya lukisan-lukisan ah, tirai-tirai
sutera dan pot-pot bu-i besar terukir indah.
"Ah, Paman, agaknya saya telah masuk. Rumah penginapan bu megah bagi saya.
Saya hendak . kamar "di rumah penginapan yang hana dan murah saja/1 Setelah 1
demikian dia membalikkan tubuhnya dak keluar lagi. Akan tetapi pelayan lari
mendahului dan menghadangnya bil menjura dengan hormat.
"Maaf, Kongeu, kalau pany: kami kurang baik. Saya akan kepada kepala pengurus
rumah an Lofc Koan untuk menyambut ser
*Ah, )engafs Paman! Bukan maksudku, hanyaw. rumeh ini tarbn%pau~~ mahal
Tiba-tiba pelayan itu lertowa. harap Kongeu tidak main-main. K tidak usah
membayar sekeping pun boleh tinggal di rumah penoinapan Koan berapa lama pun,
kami akan layani sebaik mungKIn dan Kongeu dak pesan makan apa persiapkan
dengan baiki"
Bu Bng Hoat memandang . Gilakah pelayan ini? Ataukah dia 1
<g mimpi? "Apa.—» apa maksudmu, «n? Aku tWek menjaprtl "Kongeu, tadi yang
terhormat 3en-I Chou Ban Iseng mengutus kusirnya, tarikan agar kami menyambut i
dengan baik, memberi kbmar *ah dan menyediakan semua keper Kongeu, berapa
lama pun Kong k 1 di smi."
^apU.~, biayanya tentu besar sekali tidak akan terbayar olehku.1* "Ain, Kongeu
main-mainl Kalau Senti Chou yang memerintahkan, siapa « tidak akan menaati? Soal
biaya, Apapun tentu akan dibayar oleh beliau. IC£agcu tidak usah khawatir. Mori, 5
silakan'"
ulah Bu Eng Hoat mengerti dan diam dfo rrierasa seriang. Siapa yang > senang
mendapatkan kamar di ho-mewah berikut makan setiap hari, * waktu yang tidak
terbatas lame-, tanpa membayar sekeping pun? Akan npl cfl samping perasaan
senang Ini, perasaan curiga dan khawatir. Apa r>ya jenderal itu bersikap demikian
baik dan royal terhadap dirinya? maunya? Dia fer Ingat akan pesan nya dan dia
bersikap waspada dan haj hati sekail*
Akan tetapi setelah dua malam t i gal di hotel Lok Koan, tidak terji sesuatu dan
jenderal itu pun tidak ganggu, bahkan tidak pernah bunginya. Pada malam ke tiga,
Hoat duduk termenung di dalam kamj nomor lima yang mewah den letaknya loteng
rumah penginapan Lok Koan
Jendela kamarnya dia buka dan dari dalam kamar dia dapat melihat jajaran gentenggenteng
di rumah di dekat i itu. Teringat dia akan percakapannya , dan Jenderal
Chou Ban Heng dalam kereta. Menteri Kebudayaan Liong! Tiba dia teringat akan
pejabat tinggi she Liong yang amat jahat, tukang peras dan tindas rakyat, suka
mempermainkan gadis orang, kejam dan sewenang yang. Kalau dia sudah
mendengar berita seperti itu tidak turun tangan memberi hajaran kepada pejabat
lalim itu, percuma saja dia belajar ilmu silat bertahun-tahun kepada gurunya.
Gurunya, Thong Leng Losu yang gagah perkasa tentu akan merasa malu dan marah
kepadanya! Kemarin siang dia sudah berjalan-jalan mencari tahu di mana letak
gedung tempat tinggal Menteri Liong. Ternyata gedung besar itu tidak ter ketat,
tidak seperti yang digamb.* Jenderal Chou. Baginya, tidak akan I menyusup masuk
ke dalam gedung dilihatnya hanya dijaga belasan perajurit di gardu penjagaan, di
gerbang halaman gedung itu. Dia teri akan ucapan Jenderal Chou yang gf perkasa
itu. "Kalau saja aku me seorang muda dan memiliki kesak tentu sudah lama jahanam
itu kub Demikian jenderal itu berkata, mana dengan dia? Apakah dia akan diamkan
saja pejabat tinggi yang itu mengganggu rakyat? Bagaimana' di antara pesan
gurunya, Thong Losu, kepadanya ketika dia hendak1 rangkat mengembara?
"Wi bin m kok, hiap ci tai cia juang demi rakyat dan negara, I yang paling utama)!"
Dan sekarang buka kesempatan baginya untuk me' nakan perintah suhunya itu.
Mem Menteri Liong yang lalim berarti telah berjuang demi kepentingan r dan
negara! Setelah berpikir demij
%0 11 g Hoat lalu berkemas, mengenakan Ttalan yang ringkas, kemudian sambil
Kubawa toyanya dia keluar dari jen i kamarnya, menutupkan daun jendela I luar
setelah meniup padam lampu km kamarnya, kemudian dari loteng
i dia melayang ke atas genteng rumah l«lah, kemudian dia mempergunakan t kang
berlompatan dari wuwungan ftrti.ih rumah ke wuwungan rumah di ►.(. Dia
berlompatan dengan cepat F ringan sehingga tidak menimbulkan tftr.i dan berlarilarian
menuju ke rumah
ii i ti r i Liong!
Setelah tiba di dekat gedung "yang dike-i gi pagar tembok itu, dia mendekam di
«iipat gelap dan mengamati sekelilinginya. nl.im itu sudah agak larut dan
suasananya ,myi sekali. Seperti dugaannya, penjagaan iiJung itu tidaklah terlalu
ketat. Hanya ada lx rapa orang pera n irit tampak duduk di i «s bangku panjang di
luar gardu dekat itu gerbang, ada pula beberapa orang ig agaknya bermain kartu di
dalam iiilu. Ada pula yang meronda mengeli-r»gi gedung membawa lentera.
Dia menanti sampai bagian di belaka gedung itu dilewati petugas ronda, kemm an
sekali melompat dia telah berada atas pagar tembok. Melihat kc dalam, t nyata di
bagian belakang gedung itu t dapat sebuah taman bunga yang tidak t lalu besar. Dia
cepat melompat turun P sejenak bersembunyi di balik segerombo Kui-hwa (Bunga
mawar). Dari jauh dat dua orang peronda. Mereka meronda deng santai saja.
Agaknya memang mereka sari sekali tidak mencurigai sesuatu dan n rasa aman.
Setelah dua orang pero" itu lewat jauh, mulailah Bu Eng H bergerak mendekati
gedung.
Setelah yakin«keadaannya aman melompat ke atas wuwungan gedun» merangkak
dengan hati-hati, mulai men intai ke bawah mencari di mana adany Menteri Liong1
Setelah agak lama men-l cari dan hanya menemukan kamar-kamar di mana
penghuninya telah tidur, dan dia tidak dapat membedakan mana yang menjadi
kamar Pembesar Liong, akhirnya dia melihat cahaya lampu menyinari lubang jendela
sebuah kamar. Cepat dia
ffigintai dan dia melihat bahwa kamar ndalah sebuah ruangan baca, semacam aan
karena di sana terdapat vak buku di almari, ruangan yang luas ' di tengah ruangan
itu terdapat se y meja yang lebar. Seorang laki-laki ngah tua berusia sekitar lima
puluh m, bertubuh tinggi kurus dengan jeng-1 »n kumis terpelihara rapi, pakaiansantai
sebagaimana biasa pakaian ink tidur, wajahnya membayangkan mbutan^
akan tetapi biarpun wajah-belum keriput, rambutnya sudah 11 ir putih semua. Lakilaki
itu sedang 't baca kitab di bawah penerangan >tpu meja yang cukup besar. Bu
Eng » 11 mendengar laki-laki itu membaca ngan suara yang cukup kuat sehingga >at
terdengar jelas olehnya. Kun-cu souw ki wi ji neng, Put goan houw ki gwe!" Eng Hoat
mengenal bacaan itu se-gai pelajaran dalam kitab Tiong Yong r i Guru Besar Khong
Cu yang berarti: "Seorang Budiman bertindak sesuai dengan kedudukannya, dia
tidak menginginkan apa-apa bukan menjadi bagiannya.
Kemudian laki-laki setengah tua melanjutkan bacaannya.
"Dalam keadaan kaya atau misk senang atau susah, dia selalu dapat u nyesuaikan
diri dengan lingkunganny Karena itu seorang Budiman selalu hid tenteram bahagia
dan dapat menerii apa adanya."
Laki-laki itu berhenti sejenak, ag nya dia ingin mendalami maksud pelajaran itu,
kemudian melanjutkan.
"Berkedudukan tinggi dia tidak mer hina bawahannya. Berkedudukan re dia tidak
menjilat-jilat atasannya, memperbaiki diri sendiri dan tidak me harapkan mendapat
apa-apa dari orai lain. Karena itu, dia tidak pernah me/ benci siapa pun. Ke atas dia
tidak nuntut Tuhan, ke bawah dia tidak nyalahkan orang lain."
Kembali dia merenungkan pelajar itu lalu melanjutkan. "Maka dari i seorang
Budiman senantiasa berada dala keadaan tegak dan tenteram menari
m Beng (Karunia Tuhan). Sebaliknya wig Siauw-jin (Manusia berbudi ren-senantiasa
melakukan perbuatan jahat membahayakan orang lain mendapatkan apa-apa yang
bukan |.*Ji haknya!"
Laki-laki itu kini bersandar di kursi- dan menghela napas panjang, ter-m>-«g seolah
mengenang kembali apa j telah dibacanya, yaitu sebagian dari Kl Tiong Yong f asal U.
Biarpun guru-m seorang Pendeta Lama Tibet, ber-hia Buddha dan dia mendapat
pelajar-[ u-ntang agama itu, namun gurunya L< memberinya kitab-kitab lain untuk I»
ya, di antaranya, kitab Tiong Yong Wk mengandung pelajaran dari Guru Br Khong Cu,
sehingga Bu Eng Hoat Bm mengenal apa yang dibaca oleh laki setengah tua itu. i tlaki
itu menghela napas pan-
. "Hayaaa " Dia mengeluh. "Siapa
vang tidak tahu akan semua pelajaran pekerti dalam segala agama? Siapa-orangnya
yang tidak tahu bahwa KKanggu, menyakiti, merugikan orang
lain adalah perbuatan jahat dan menol menyenangkan, dan menguntungkan ora lain
adalah perbuatan baik? Siapa y tidak tahu bahwa dalam hidupnya setiap orang
manusia harus menghara kan perbuatan jahat dan memperbany perbuatan baik?
Akan tetapi sunggu celaka, di mana-mana orang melakuka perbuatan jahat! Di mana
sih terdaj? manusia yang pantas disebut Kuncu (B diman) sekarang ini? Aku melihat
1 empat penjuru dipenuhi orang-crang ya menjadi hamb nafsunya sendiri dan s gala
tindakannya hanya menyebar jahatan!" Kembali dia menghela napas.'
Eng Hoat merasa heran dan dia diam dia bertanya-tanya siapa gerang orang
setengah tua ini. Mendengar sem ucapannya, tidak mungkin orang seper ini
berwatak jahat! Dia mulai tering akan niatnya mengunjungi tempat i, Dia harus
menemukan Menteri Lt yang kabarnya lalim dan jahat itu.
Tiba-tiba dia mendengar daun pin ruangan itu diketuk dari luar. Laki-' setengah tua
itu menoleh ke arah pin
mi bertanya dengan suara bernada kesal arena keasyikannya terganggu. "Siapa itu?"
"Saya, Loya (Tuan) " jawab suara
hrnnita. "Masuk!"
Daun pintu dibuka dan seorang wanita I- layan memasuki ruangan dengan sikap
i'fmat lalu berjongkok memberi hormat.
"Ada apa?" tanya laki-laki itu, suaranya lembut dan sabar.
"Loya, saya diutus Hujin (Nyonya) mtuk mengingatkan Paduka bahwa ma-nm telah
larut, agar Loya beristirahat
ena kata Hujin besok pagi Loya harus menghadiri persidangan para menteri di htana
Sribaginda Kaisar."
' Hemmm, tidak perlu diingatkan aku tidak akan melupakan kewajiban itu. Sudah,
keluarlah dan katakan kepada Hujin bahwa aku sed-j"* membaca kitab."
"Baik dan ampunkan kalau saya roeng-Kanggu, Loya."
"Sudahlah, engkau tidak bersalah, hanya diutus Hujin. Pergilah."
Pelayan itu memberi hormat lalu keluar dari ruangan dan menutupkan daun pintu.
Diam-diam Bu Eng Hoat terke' Kiranya laki-laki inilah Menteri Lio Tidak salah lagi.
Siapa lagi kalau bu Menteri Liong yang besok pagi har menghadiri persidangan para
menteri istana? Inikah Menteri Liong yang ka nya lalim dan jahat itu? Akan tet
rasanya tidak mungkin! Ucapannya t penuh kebijaksanaan, dan sikapnya te hadap
pelayan wanita tadi juga Jemb dan penuh kesabaran. Orang yang begi rasanya lebih
banyak baiknya daripa buruk budinya.
Tiba-tiba daun pintu ruangan itu ter buka lagi, kini terbuka dengan sentaka dan
sesosok bayangan hitam berkeieba masuk. Eng Hoat melihat seorang yan
berpakaian hitam, mukanya ditutupi kain. hitam pula, memegang sebatang tongkat
baja dan dengan kecepatan luar biasa dia menyerang Menteri Liong!
"Menteri jahanam, mampus kau!" bentak suara laki-laki di balik kain hitam itu dan
tongkat bajanya sudah menyamdahsyat.
Menteri itu mencoba untuk lak, namun kalah cepat.
Wuuuttttt bukkk!!" Dia terpukul
tubuhnya roboh terbanting dengan sekali. Eng Hoat cepat melompat k*<ik melalui
jendela yang terbuka. ["Pembunuh!" bentaknya dan dia cepat ►n erang pembunuh
itu dengan toya-m Akan tetapi, ketika orang itu me-kffkis, Eng Hoat merasa betapa
toya- terpental dan kedua tangannya yang n cgang toya terasa panas. Dukkk!" Pada
saat dia terkejut itu, i arah belakangnya menyambar hawa ulan dahsyat. Eng Hoat
membalik dan igelak, akan tetapi dia melihat perangnya, juga seorang yang
memakai eng kain hitam, menjauh dan pada t itu si pemegang toya yang tadi yerang
Liong Taijin menghantamkan nya demikian 1. iat ke pangkal le-nya sehingga tanpa
dapat dicegahnya i, toya di tangan Bu Eng Hoat ter--as! Eng Hoat cepat melompat
dan lawan dengan tangan kosong. Penye-gnya dari belakang tadi sudah metaat pergi
dan kini dia menghadapi n ibunuh yang memegang toya. Ternyata lawannya itu
bukan hanya miliki tenaga yang amat besar, akan Unpi juga memiliki ilmu silat yang
aneh K tangguh sekali. Bu Eng Hoat harus hi gerahkan seluruh tenaga dan kegesitmya
untuk melawan dengan tangan wong. Dia sama sekali tidak sempat k
mengambil toyanya kembali karena «jata itu terpental dan menggelinding sudut
ruangan.
Agaknya suara gaduh itu menarik rhatian para perajurit yang berjaga talam itu.
Terdengar langkah banyak ki berlarian menuju ke ruangan itu dan rdengar suara
mereka. Daun pintu ru-ngan itu didorong terbuka dari luar dan lasan orang perajurit
menyerbu masuk, elihat ini, pembunuh bertopeng kain liitam itu melompat keluar
dari ruangan enyusul temannnya yang sudah pergi Irbih dulu.
Bu Eng Hoat menjadi bingung. Para ajurit kini menyerbu kepadanya. Dia |Hin
maklum bahwa memberi penjelasan. kepada mereka adalah tidak mungkin dia tidak
dapat menghindarkan lagi ngeroyokan atas dirinya. Maka dia cepat melompat keluar
dari jendela u berlari cepat menghilang dalam kegeU an malam memasuki taman.
Beber* orang perajurit masih mengejarnya, al tetapi setelah dia melompat pagar te»
bok di belakang taman, para pengejar ii terpaksa berhenti karena mereka tidi
mengetahui ke arah Bu Eng Hoat melar kan diri. Dengan jantung berdebv tegari Bu
Eng Hoat kembali ke dalam kam* nomor lima di loteng hotel Lok Koai duduk di atas
pembaringan dan terme nung. Dia merasa bingung dan juga penasaran bercampur
penyesalan. Tentu dia disangka sebagai pembunuh Menteri LiJ ong itu karena dia
terlihat berada di kamar itu. Adapun pembunuhnya malah lari lebih dulu, apalagi dia
mengenakan! topeng kain hitam. Dia merasa menyesaf karena kini dia merasa
sangsi apakah sudah sepatutnya Menteri Liong dibunuh?! Benarkah dia seorang
pembesar lalim1 yang jahat? Tidak ada buktinya untuk. |
, bahkan melihat sikapnya ketika mem i kitab, rasanya sukar membayangkan
menjadi seorang pembesar yang se-nang-wenang dan jahat! Karena malam itu telah
larut, hampir i, dan dia merasa lelah, pangkal le-|/tn kanannya yang tadi terkena
harian toya terasa nyeri, maka Eng Hoat merebahkan diri dan jatuh pulas.
Pada keesokan harinya, pagi-pagi " kali sepasang orang muda memasuki halaman
hotel Lok Koan. Mereka adalah I lu Cin dan Ong Hui Lan. Ketika kembali ke kota raja,
Hui Lan teringat akan nasib buruk yang menimpa dirinya ketika ia tinggal di istana
Jenderal Chou Ban Heng, di mana ia diperkosa oleh Chou Kian Ki setelah terbius.
Kalau menuruti gejolak perasaan dendam kebenciannya, ingin ia segera mendatangi
gedung itu lan membunuh Chou Kian K i untuk membalas dendamnya. Akan tetapi
Hui bukan seorang gadis yang bodoh, la t bahwa Chou Kian K i merupakan seor
lawan yang sakti dan sukar dikalahk Ia sendiri sekarang mendapatkan i baru, akan
tetapi ilmu Thian-te Im-y Sin-kun itu baru akan mencapai punc kehebatannya kalau
dimainkan bersa pasangannya ketika berlatih, yaitu Cin. Untuk dapat mengalahkan C
Kian Ki, ia harus melawan bersama L Cin. Selain itu, juga ia mengetahui wa di gedung
Jenderal Chou Ban H itu terdapat orang-orang yang tin( ilmunya. Ia tidak boleh
gegabah kal tidak ingin gagal. Pula, kalau ia terbu nafsu, tentu akan menimbulkan
kecurig an hati Liu Cin. Pemuda itu belum ta' bahwa kebenciannya kepada Chou K i K
i bukan hanya karena ia tidak s, menjadi stennya, melainkan karena ( muda itu telah
memperkosanya. Ti mungkin ia menceritakan malapeta yang menimpa dirinya itu
kepada or lain, apalagi kepada Liu Cin yang tahu dan merasa bahwa pemuda itu ja
)mta kepadanya dan sebaliknya ia pun I" tarik, kagum dan suka sekali kepada iu Cin.
la bahkan hampir berani menguji bahwa ia juga jatuh cinta kepada muda yang telah
berulang kali me ong dan membelanya itu. Karena ia tidak ingin dikenal orang, mi t
lagi dikenal anak buah Jenderal Chou Vii Heng, maka pagi itu Hui Lan meng-jnk Liu
Cin untuk mencari kamar di lotel Lok Koan. Seorang pelayan se-pngah tua cepat
menyambut mereka, fviayan itu kagum melihat pasangan ini. '"mudanya berusia
sekitar dua puluh dua Ahun, berpakaian serba kuning sederhana i imun bersih dan
rapi, tubuhnya tinggi p dan wajahnya gagah. Dari dua bajang tongkat pendek yang
tergantung di ggungnya, pelayan itu dapat menduga wa pemuda ini tentu seorang
pendekar kangouw. Gadisnya juga mengagum-* m sekali. Wajahnya bui?*, ratanya
lembut namun tajam, tubuhnya ramping terbungkus pakaian yang sederhana pula,
1.1 m pak pendiam, dan di punggungnya pak tergantung sebatang pedang dengan
ronce-ronce berwarna hijau. Sul guh seorang gadis yang cantik dan gag tentu
seorang pendekar wanita.
"Selamat datang dan selamat p Tuan dan Nona!" sambut pelayan itu mah. "Jiwi
(Anda berdua) hendak men wa sebuah kamar?" Jelas bahwa pelay itu menganggap
mereka sepasang sua isteri maka menawarkan sebuah ka untuk mereka berdua.
Dengan wajah berubah kemerahan Lan berkata singkat.
"Kami butuh dua buah kamar!" "Ah, maafkan saya. Baiklah, Tuan Nona, kami masih
ada beberapa b kamar di loteng. Mari, silakan!"
Dua orang muda itu mengikuti pel yan dan mereka mendapatkan dua bi kamar di
atas loteng, di bagian uj dari deretan kamar loteng yang berj lah dua belas buah itu.
Karena mer telah melakukan perjalanan jauh se: malam tadi, keduanya laWu mandi,
sar an pagi dan mengaso dalam kamar r sing-masing. Mereka berjanji akan kelu dari
kamar setelah cukup beristirah
b lepaskan lelah dan kantuk. [ Sementara itu, pagi-pagi sekali para k I bat tinggi
gempar karena berita ten-i terbunuhnya Menteri Kebudayaan Li-tersiar cepat.
Pangeran Chou Kuang Ti-). menjadi marah dan merasa penasaran kali. Banyak
terjadi pembunuhan terhadap a pejabat setia, akan tetapi pembunuhan ' hadap
Menteri Liong ini sungguh mem-|u.it dia terkejut dan marah. Menteri long terkenal,
bukan saja setia terhadap usar, akan tetapi juga sebagai seorang g bijaksana dan
budiman, diakui oleh mua orang. Siapa yang begitu kejam lembunuh seorang yang
baik budi seperti '►enteri Liong?
Seperti kita ketahui, Song Kui Lin mi berada di istana dan membantu Pameran Chou
Kuang Tian menjaga ke-anan istana. Pagi itu, Kui Lin sudah enghadap Pangeran Chou
Kuang TiarT, menuhi panggilannya* Setelah duduk berhadapan dengan I angeran
itu, Kui Lin berkata. "Paduka ntu memanggil saya karena berita tentang
pembunuhan terhadap Menteri Lione
itu, bukan?"
"Hem, engkau juga sudah menden, akan berita itu?"
"Semua orang dalam istana membi r akan berita itu, Pangeran."
"Akan tetapi belum ada yang men tahui soal ini." Pangeran Chou Kua Tian
mengambil sehelai kertas dari * bajunya dan menyerahkannya kepada Ki Lin. "Tadi
aku terbangun oleh suara jendela dan ketika aku membuka ende ada pisau dengan
surat ini tertancap1 daun jendela. Bacalah!"
Kui Lin membaca tulisan di atas k tas itu. Tertulis dengan huruf yang r dan garis serta
lekukannya indah, ta bahwa penulisnya seorang ahli sastr Surat itu pendek saja.
PEMBUNUH MENTERI LIONG T1N GAL DI HOTEL LOK KOAN KAM/f
NOMOR LIMA DI LOTENG
"Pangeran, siapa yang menginmka surat ini?"
Pangeran Chou Kuang Tian men gelengkan kepalanya. "Aku tidak tah
an tetapi pagi tadi perwira penyelidik U sudah melapor bahwa Menteri Liong i
bunuh oleh pukulan benda keras dan di mar itu terdapat sebuah toya, mungili milik
pembunuh yang entah bagai-«na dapat ditinggalkan di sana. Serang, aku
mengutusmu untuk menyeli-bki siapa yang berada di kamar nomor i a di loteng
Hotel Lok Koan itu, Kui m. Tangkap dia dan bawa pasukan pe-fcawal!"
"Pangeran, saya lebih suka bekerja ndiri daripada harus membawa pasukan ngawal
yang hanya membuat saya repot saja."
Pangeran itu menatap wajah Kui Lin. |,)ia sudah mengenal gadis yang berwatak
lincah, keras dan pemberani serta juga memiliki ilmu silat yang tinggi itu.
"Baiklah, pergi tangkap orang itu. Akan tetapi berhati-hatilah, Kui L11T, karena kalau
benar dia pembunuhnya, dia tentu merupakan lawan yang tangguh dan berbahaya."
Kui Lin mengangguk dan cepat ia keluar dari istana. Para pengawal istana sudah
mengenal siapa gadis be serba hitam yang cantik ini. Mereka bahwa Song Kui Lin
adalah seorang dekar wanita yang biarpun masih n namun sangat lihai dan galak
sehi tak seorang pun di antara para peraj istana berani bersikap kurang ajar
padanya. Apalagi mereka semua bahwa gadis itu adalah orang keperca an Pangeran
Chou K uang Tian.
Dengan cepat Kul Lin menuju Hotel Lok Koan. Karena hari itu pagi, maka baru sedikit
di antara tamu yang sudah bangun dan sebag makan di rumah makan bagian drT
hotel. Seorang pelayan setengah tua yr tadi melayani dan menyambut kedatan Liu
Cin dan Ong Hui Lan, berlari menyambut. Dia merasa gembira ba sepagi itu' dia telah
menyambut orang gadis yang cantik jelita.
"Selamat datang dan selamat p Nona!" dia memberi hormat sambil m.-bungkuk.
"Apakah Nona ingin menye sebuah kamar?"
Kui Lin mengerutkan alisnya. G
memang paling tidak suka melihat ng bersikap merendah dan bermanis |»\a buatan.
Ia menilai sikap orang li £ menjilat-jilat itu palsu dan hanya (l- ai sebagai *openg
belaka. Orang seti n itu berbahaya. Gadis itu tidak tahu t wa sikap orang seperti itu
tidak selu palsu, melainkan terdorong oleh saan rendah diri (minder). "Aku memang
mencari kamar, yaitu ar nomor lima di loteng hotel ini!" anya tegas.
Pelayan itu mengerutkan alisnya. >an tetapi, Nona. Kamar nomor lima i sudah ada
yang menyewa!" Lalu di-mbungnya cepat. "Dia malah agaknya lum bangun dari
tidurnya." "Hemmm, siapa dia? Orang macam fa dia?" Kui Lin bertanya tidak sabar.
"Dia seorang pemuda gagah dan tam-
|.. n, Nona "
"Cepat bawa aku ke kamar itul Aku ^iigin bertemu orangnya!"
Pelayan itu meragu. "Akan tetapi ya tidak berani mengganggu tamu yang ang tidur,
Nona. Apakah Nona ini saudaranya, sahabatnya, atau kek.. Pelayan itu tidak
melanjutkan kata I kasihnya" ketika melihat betapa sepa. mata yang indah itu tibatiba
mentor
"Apa katamu? Hayo * lanjutkan!
itu kek kek ?"
"Eh, maksud saya kek apa
Nona keponakannya?"
"Ngawur! Cerewet! Hayo cepat tu jukkan padaku di mana kamar norr lima di loteng
itu!" Kui Lin membenT dan menyambar lengan pelayan itu. i rasa betapa
pergelangan lengannya se ti dijepit besi sehingga tulangnya ter nyeri, pelayan itu
menyeringai.
"Baik baik ampunkan saya...I
dan dia lalu bergegas melangkah ke ar tangga yang menuju ke loteng setel Kui Lin
melepaskan lengannya.
Setelah tiba di depan pintu ka nomor lima, pelayan itu mengetuk dai pintu. Selama
menjadi pelayan belu pernah dia berani mengganggu tamu h tel itu yang berada
dalam kamar. Ak tetapi sekarang karena dia takut kepa Kui Lin yang pegangan jarijari
tanga
yang mungil itu seperti cepitan besi,
« memberanikan diri.
"Tok-tok-tok !"
Pada saat itu, Bu Eng Hoat masih [Kir pulas karena memang baru men-11 g fajar tadi
dia dapat tidur pulas. » n tetapi sebagai seorang ahli silat ing peka, ketukan di pintu
kamarnya 1m cukup untuk membangunkannya. Dia bangkit duduk, seketika sadar
sepenuhnya »ni pertama kali melihat bahwa dia Mur dengaa pakaian lengkap
berikut sedunya dia segera teringat akan peris-wa semalam. Dia menjadi waspada
dan emandang ke arah pintu kamar itu. "Ya, siapa di luar?" tanyanya dengan tenang.
"Saya, Kongcu, pelayan hotel. Ini ada orang nona inRin bertemu dengan Kong-feu!"
Mendengar ini, hati Eng Hoat menjadi lega dan lebih tenang, walaupun tentu »aja
dia merasa heran bagaimana di tempat asing ini ada seorang nona hendak bertemu
dengan dia! Karena baru saja bangun tidur dan yang akan menemuinya adalah
seorang nona, maka otot» tanpa disengaja kedua tangannya mei kan pakaian dan
rambutnya. Setelah rapi dia lalu melangkah ke ointu membukanya.
Bu Eng Hoat tercengang ketika buka pintu dia melihat seorang g cantik manis berdiri
di depannya de pandang mata tajam penuh selidik! tidak mengenal gadis ini dan
saking rannya dia sampai tidak dapat bers Dia mengira bahwa tentu gadis itu alamat
dan mengira dia orang lain.
"Siapa namamu?!" Kui Lin memben dengan galak. Sebetulnya ia sendiri cengang
ketika melihat munculnya orang pemuda tinggi besar berpaka sederhana dan
berwajah ganteng, jan dan bersih. Tadinya ia mengira berhadapan dengan seorang
laki-laki tampang pembunuh yang menyeramk Bentakannya yang galak sebagian unt
menyembunyikan rasa herannya.
Kalau tadinya Eng Hoat merasa gum kepada gadis yang cantik manis i kini dia
mengerutkan alisnya. Ada gadis ini, pikirnya. Belum mengt-«\ t akan tetapi sikapnya
begini galak! " na, mengapa engkau menanyakan i.\ku? Kita tidak saling mengenal
dan engkau yang mengganggu tidurku, turnya kalau engkau yang memper-Mlkan
namamu kepadaku."
"Mengapa? Jangan berpura-pura bodohi kau pembunuh!" [ "Aku tidak membunuh
siapapun juga." f "Bohong! Engkau semalam membunuh f teri Kebudayaan Liong!"
Bu Eng Hoat tertegun. Kiranya urusan i bunuhan atas diri Menteri Liong? Ba-> miana
gadis ini dapat mendakwanya?
ikah gadis ini semalam melihat dia ada di ruangan perpustakan Menteri ng? "Aku
tidak membunuh siapa pun!" Eng it berkeras karena dia memang tidak mbunuh
menteri itu. Pada saat itu tampak belasan orarg n enaiki tangga dan yang paling
depan .1 alah seorang perwira yang segera meng-f mpin Kui Lin dan berkata.
"Lihiap, inilah toya yang ditemukan di
ruangan pembunuhan." Dia adalah j wira dari istana yang disuruh Panjj Chou Kuang
Tian menyusul Kui Lin n ajak sepasukan perajurit dan men» bukti toya yang diterima
oleh pangj itu dari penyelidiknya. Kui Lin mener toya itu, memegangnya di kedua
taiv nya lalu menatap wajah Bu Eng Hoal.
"Engkau jelas berbohong. Hayo kan, toya ini milik siapa?"
Eng Hoat menggangguk mantap, memang milikku!" Dia menjulurkan k tangan untuk
mengambil senjatanya dari tangan Kui Lin. Akan tetapi Kui cepat mengelak dengan
sikap mema kuda-kuda dan siap menyerang.
"Heiittt! Jangan main-main! H jawab, ke mana semalam engkau per Hayo jawab!"
Bu Eng Hoat menggaruk-garuk ke nya. Bukan main gadis ini, bertanya ngan nada
seorang hakim memer terdakwa, atau seorang isteri menur»' suaminya. Dia merasa
geli juga, m bayangkan dirinya menjadi suami gadis ini menjadi isterinya yang me "I
ngkau jelas berbohong. Hayo katakan, toya ini milik siapa?"
riksa Ingin mengetahui ke mana sema suaminya pergi!
"Aku..... aku....." sukar dia menjaw
"Alaaaaa , akui saja sejujurn
Semalam engkau pergi ke gedung Mentf Liong, bukan? Engkau membunuh Ment
Liong dan ini toyamu tertinggal di angan itu. Hayo mengaku saja, bukti sudah jelas!"
Bu Eng Hoat menghela napas panjat
"Tidak akan kusangkal. Aku memang t
malam pergi ke gedung Merteri Lior
akan tetapi aku tidak membunuhnya
"Bohong lagi! Malam-malam ke sa bawa senjata bahkan senjatanya terti gal di sana
dan Menteri Liong tew Kalau engkau tidak membunuhnya, v; kah engkau datang ke
sana mau jala jalan lalu tersesat, begitu? Hayo m nyefah, atau terpaksa aku akan
men gunakan kekerasan menghajarmu ieT dulu!"
Bu Eng Hoat 'mengerutkan allsn yang tebal. Hatinya mulai merasa pan Gadis ini
menuduhnya secara keras tan memberi kesempatan kepadanya unti mberi
keterangan. Watak pemuda ini tiang keras.
"Heh, gadis sombong! Kamu ini siapa i, lagakmu seperti seorang hakim! Ada j apakah
engkau hendak menangkap u?" dia bertanya marah.
Eh-eh, aku ditugaskan oleh Istana 'l ik menjaga keamanan dan menangkap n jahat
dan pembunuh macam kamu!" "Engkau menuduh aku bohong, engkau mdiri yang
bohong! Tidak mungkin Is-Lma mempunyai petugas seorang anak prempuan kecil
macam kamu!"
"Keparat! Aku adalah Hek I Lihiap >ng Kui Lin, kepercayaan Keluarga itana, tahu?
Hayo engkau menyerah, lau harus kuparahkan dulu kedua kakiiu?"
"Siapa takut kepadamu? Mau tangkap *u? Cobalah kalau engkau mampu!" Bu I ng
Hoat tiba-tiba menyerang dengan ksud untuk merampas toya dari tangan |<idis itu.
Gerakannya cepat dan kedua ngannya mendatangkan angin yang cukup kuat.
Namun Kui Lin yang sudah siap cepat mengelak. Kesempatan itu diperguna^ Eng
Hoat untuk melompat dan menur1 loteng itu.
"Bangsat, jangan lari!" Kui Lin j melompat dan melayang turun menge Akan tetapi
setelah tiba di halaman ya luas dari hotel itu, Eng Hoat berhen dan menanti Kui Lin.
"Siapa hendak lari? Aku bukan pen cut. Aku tidak lari melainkan meno tempat yang
luas. Nah, engkau bot maju mengeroyokku. Aku tidak bersa dan aku tidak sudi
menyerah!"
Mendengar ini, Kui Lin menoleh mengangkat tangan kirinya menyet para perajurit
pengawai yang sudah bo lari turun dari loteng.
"Kalian tidak boleh melakukan pen royokan. Biarkan aku sendiri yang nangkap
pembunuh ini!" teriaknya perwira itu lalu memberi isarat ke, anak buahnya untuk
mengepung saja laman itu agar si pembunuh tidak da melarikan diri.
Kini Kui Lin yang berhadapan deng Bu Eng Hoat berkata sambil tersenyu
K' gejek. "Nah, aku tidak akan melaku «i pengeroyokan! Sebaiknya engkau yerah saja
sebelum aku mematahkan dua kakimu!"
"Bocah sombong! Aku tidak bersalah, pu bukan pembunuh, maka aku tidak Ikan
menyerah kepadamu!" Lalu dia me-1« bahkan dengan senyuman mengejek, fcngkau
boleh menggunakan senjataku h u, aku akan melawanmu dengan tangan ipsong!"
Kui Lin semakin marah. "Ini tongkat |" ngemismu, aku tidak butuh!" Lalu se-lr ah
melemparkan tongkat itu yang diterima oleh Bu Eng Hoat, Kui Lin h e loloskan
pedang sabuknya dan tampak rahaya pedang itu berkilauan.
"Hemmm, dengan pedangku ini, mungkin bukan hanya kedua kakimu yang patah,
melainkan lehermu yang akan putus. Maka, sebelum terlanjur mampus, katakan
siapa namamu!"
"Aku tidak pernah menyembunyikan nama. Aku Bu Eng Hoat yang selalu nkan
menentang segala bentuk kejahatan termasuk wanita galak sewenang-wenang
seperti kamu!" Bu Eng Hoat sudah dengan tongkatnya.
"Haaaiiittttt !!" Tiba-tiba Kui
mengeluarkan pekik melengki.ig dan mulai menyerang. Tubuhnya berga cepat, dan
pedangnya sudah meluncuw depan menusuk ke arah dada lawan. 1 dang sabuk milik
Song Kui Lin ini ada pemberian gurunya, Louw Keng T<1 Tampaknya hanya sebatang
pedang tF sekali sehingga dapat dilipat seba sabuk. Pedang itu lemas dan lentur, a'
tetapi setelah dipegang oleh Kui ¿1 pedang itu seolah menyatu dengan ( ngannya
sehingga dengan penyaluran t naga saktinya, ia dapat membuat peda itu menjadi
kaku dan kuat seperti bc tebal yang mampu menembus batu k rang dan
mematahkan besi!
Melihat tusukan yang secepat kil itu, Bu Eng Hoat segera menangkis ngan
tongkatnya.
"Tranggggg !' Pertemuan ant
pedang dan tongkat itu membuat kedu nya tergetar. Diam-diam mereka t kejut
karena dari pertemuan perta
|i 4a mereka itu saja mereka sudah ft tahui bahwa lawan mereka me-ki tenaga
dalam yang amat kuat. Kembali Kui Lin menyerang, kini nya membacok dari atas ke
arah % »la lawan, lalu kaki kirinya menyusul-¡1 tendangan ke arah perut lawan. Seigan
ini amat berbahaya karena lawan i.incing perhatiannya untuk menghadapi i
angan pedangnya yang datang dari i sehingga tendangan susulan itu yang "pakan
serangan inti pada saat lawan dang mencurahkan perhatiannya ke
Akan tetapi dengan tangkas sekali Hg Hoat menggerakkan tongkatnya de-,m jurus
"Menyangga Langit Menekan imi", ujung tongkat kirinya menangkis dang lawan dari
bawah dan ujung tong-.it kanannya menangkis tendangan kaki_ awan dengan cara
m^r^kan.
"Cringgg dukkk'" Kembali serangan
m Lin gagal, bahkan kaki kirinya yang rtemu dengan tongkat terasa agak iyeri. la
marah sekali dan makin mem-rgencar serangannya. Akan tetapi Bu
Eng Hoat tidak tinggal diam. Karen.i maklum bahwa gadis muda itu b benar amat
hebat dan ganas, maka lain mengelak dan menangkis, dia mulai membalas dengan
dahsyat. Ter lah pertarungan yang amat seru hebat, membuat mereka yang meny
kannya menjadi bengong dan kagum, mikian cepatnya gerakan dua orang mj yang
sedang bertanding itu sehingga dan mereka tidak tampak jelas. Y tampak hanya dua
sosok bayangan ] bungkus gulungan sinar pedang dan I tongkat! Bagi mereka yang
ilmu silat belum mencapai tingkat tinggi, t tidak dapat mengikuti jalannya per dingan
dan tidak tahu siapa di an mereka yang menekan atau terta Apalagi mereka yang
tidak paham i! silat bahkan mungkin melihat pertand an itu sebagai sepasang penari
yang dang menari saja!
Akan tetapi Liu Cin yang berada situ pula dengan Hui Lan, terbangun suara gaduh itu
dan ikut menonton, rasa khawatir. Liu Cin maklum bah
I nrang yang bertading itu memiliki I m la t yang tinggi dan keadaan mere- mbang.
Bukan tidak mungkin se-3K di antara mereka akan roboh terberat atau Kahkan
tewas. Tentu saja tidak menghendaki hal ini terjadi. , begitu tiba di pekarangan itu
dia ra mengenal pemuda yang memain-sepasang tongkat itu. Pemuda yang ruh dia
temui ketika pemuda itu me-fr mg Ang Hwa Niocu Lai Cu Yin! Sepit dia bergaul
dengan Ang Hwa Niocu Cu Yin dan mengetahui orang ma-.., apa adanya wanita itu,
baru dia hu bahwa pemuda itu berada di pihak n.ir. Pemuda itu adalah seorang penar
yang mendengar akan kejahatan i Hwa Niocu membunuhi para pemuda ka
berkeras hendak membunuh wanita lis itu.
"Hui Lan, pemuda itu bukan pem-> h. Aku mengenal dia sebagai seorang idekar yang
menentang kejahatan." >vik Liu Cin. "Hemmm, kalau begitu, gadis itu Jiilak boleh
membunuhnya. Kita harus melerai perkelahian itu dan men kesempatan kepada
pemuda itu ui membela diri dan memberi keteranga
Biarpun Liu Cin dan Hui Lin b suami isteri. bahkan bukan sepasang kasih resmi
karena sampai kini Hui masih belum berani mengaku bahwa mencinta Liu Cm,
namun di antara dua orang itu terdapat hubungan b; yang amat erat. Mereka amat
peka sama lain dan hal ini terjadi setC mereka berdua melatih ilmu Tr a -te yang Sinkun
bersama-sama. Maka s kata-kata tadi sudah merupakan ke katan dan keduanya
lalu melompat tengah halaman di mana Bu Eng i dan Song Kui Lin sedang bertanding
se
"Kalian berhentilah berkelahi!" Liu Cin dan Hui Lan hampir berbar Liu Cin
menghadang di depan Bu Hoat sedangkan Hui Lan menghadang Lin. Terpaksa dua
orang yang se bertanding itu menahan senjata masi masing dan berlompatan
mundur.
Melihat dua orang yang tidak dike nya akan tetapi yang memiliki gera'
mi itu melerai. Kui Lin mengira bah mereka tentu merupakan teman-Mu si
pembunuh. Maka ia cepat ber*
langkap mert* a' Mereka tentu ka-k si pembunuh ini!"
.'«rwira tadi cepat mengerahkan para ;urit untuk menyerang Bu Eng Hoat, Cin, dan
Ong Hui Lan sehingga ter-hn tiga orang ini membela diri dan
gkisi senjata para perajurit yang un mengeroyok.
liu Eng Hoat sendiri tidak mengenal Hui Lan, akan tetapi begitu melihat Cin, dia
segera teringat. Inilah pe-n fa yang dulu membela Ang Hwa < u, iblis betina
pembunuh banyak pe-Kla itu ketika dia menyerangnya. Ten-saja dia merasa heran
karena tadinya mengira bahwa tentu Liu Cin me-kan -seorang sesat pula maka
memita iblis betina seperti Ang Hwa Niocu. kan tetapi mengapa sekarang muncul
rrsarha seorang gadis cantik membela-
Karena Liu Cin dan Hui Lan tidak
bermaksud menentang para pera' maka mereka berdua hanya melindi diri saja.
Akan tetapi segera lebih nyak perajurit datang mengepung, menuhi halaman hotel
itu. Mereka tadinya menonton sudah bubar melar dan menjauhkan diri karena
khawatir libat.
Tiba-tiba terdengar suara lem namun berpengaruh karena mengan getaran kuat.
"Tahan semua senjata! Lin-moi, h kan perkelahian!!"
Mendengar suara Han Lin, Kui segera berhenti, memutar badan me dang kepada
kakak angkatnya itu de cemberut.
"Lin-ko, engkau ini bagaimana Mengapa menahan kami menangkap pembunuh ini?
Semestinya engkau m bantu kami menangkap mereka!!"
Sementara itu, melihat Han Lin, Cin dan Ong Hui Lan juga menjadi rang sekali.
"Han Lin !" Mereka berseru den
berbareng. Hui Lan lalu mengham
n Lin dan berkata. "Han Lin, kami i.in pembunuh dan tidak melakukan Lihatan. Kami
berdua hanya ingin me-bi dan mencegah orang ini disakiti m dibunuh karena
menurut keterangan i Cin, orang ini tidak bersalah dan uin pembunuh."
"Bohong! Bu Eng Hoat ini jelas telah mbunuh Menteri Liong dan aku telah erl tugas
oleh Pangeran Chou Kuang n untuk menangkapnya, tapi dihalangi i orang ini! Lin-ko,
engkau harus mem-tuku menangkap mereka bertiga." "Nanti dulu, Lin-moi. Agaknya
ada salah pahaman di sini. Suruh para pe-turit itu mundur dan mari kita semua uk ke
ruangan rumah makan yang song itu untuk membicarakannya. Di na kita lihat, kalau
memang ada yang salah baru ditangkap, dan sebagai ng gagah, yang merasa
bersalah harus rani mempertanggung-ja wabkan per-uatannya!" Ucapan Han Lin
yang lembut un tegas dan sikapnya yang halus itu dak ada yang membantah. Kui Lin
me-yuruh perwira tadi menarik mundur pasukannya dan mereka berlima lalu masuki
ruangan rumah makan yang kosong karena semua tamunya tadi larikan diri. Bahkan
tidak ada sec pun pelayan tampak karena mereka mua juga pergi bersembunyi. M
segera mengambil tempat duduk mei Hngi sebuah meja bundar yang kosong.
"Nah, sekarang mari kita bicara ngan sejujurnya. Lin-moi, engkau bercerita,
mengapa engkau hendak nangkap saudara ini." Han Lin men kepada Bu Eng Hoat.
Song Kui Lin cemberut, akan te ia bercerita juga. "Lin-ko, semua W tahu semalam
telah terjadi peris yang menggemparkan, yaitu Menteri L yang bijaksana terbunuh
dalam kaf gedungnya. Menurut penyelidikan, si p bunuh ketinggalan toyanya di
dalam angan perpustakaan di mana Menteri Li terbunuh. Kemudian Pangeran Chou
Ku Tian menerima surat pemberitahuan wa si pembunuh berada di kamar n lima di
loteng hotel ini. Beliau mengui aku untuk menangkap si pembunuh.
m aku datang si pembunuh Bu Eng bot ini, maka aku hendak menangkap-* akan
tetapi dia melawan, maka kami
i kelahi."
"Hemmm, adikku. Boleh saja engkau ki n urigai orang, akan tetapi sebelum »
nyatakan dia bersalah, engkau harus kin betul dan harus memberi kesem-tan
kepadanya untuk membela diri. karang aku ingin bertanya kepadamu, )<< Eng Hoat,
harap engkau sejujurnya i-nceritakan apakah engkau membunuh rnteri Liong dan
apa alasanmu maka igkau pergi mengunjunginya dan toyamu le r tinggal di ruangan
rumahnya?" katanya »-<nnbil menatap tajam wajah Bu "Eng 'kiat.
Mendengar cerita gadis cantik manis Lmg galak itu, mengertilah Bu Eng Hoat Lihwa
gadis itu memang benar utusan Tungeran Chou Kuang Tian dan memang" tidak
dapat disalahkan kalau gadis itu merasa yakin bahwa dia pembunuhnya k rena
memang toyanya tertinggal di tempat pembunuhan!
"Baik, aku akan bercerita sejujurnya.
Terserah kalian mau percaya ata tidak. Memang dunia ini aneh, terka cerita yang
sesungguhnya tidak diperc orang seperti pernah kualami bebe waktu yang lalu," Bu
Eng Hoat berhj sebentar memandang kepada Liu Cin. Cin tersenyum mengangguk
maklum j rena dulu pun dia lebih percaya cerl Ang-hwa Niocu yang bohong dan jaT
daripada cerita pemuda ini yang seba" nya. Bu Eng Hoat melanjutkan.
"Aku adalah seorang perantau y memenuhi perintah guruku untuk me tang
kejahatan di dunia kangouw. Ket aku memasuki kota raja aku mendei? bahwa
Menteri Kebudayaan Liong ada seorang pejabat tinggi yang lalim, koi^ suka
menindas rakyat mengandalkan" kuasaannya, menumpuk kekayaan, meras rakyat
dan mempermainkan bani anak gadis orang. Nah, mendengar j malam tadi aku
sengaja mengunju gedungnya. Akan tetapi ketika aku mq intai di ruangan
perpustakaan, aku lihat dia membaca kitab-kitab suci melihat kata-katanya sendiri,
aku me l ragu karena ucapannya yang keluar lah ucapan seorang yang bijaksana, ntu
saja aku tidak gegabah menyerang t.<ti membunuhnya sebelum aku tahu ngan jelas
dia itu manusia bagaimana. Jnda saat itu, tiba-tiba seorang yang Iwpakaian hitam
dan mukanya ditutupi bin hitam melompat ke dalam ruangan lu dan dengan toyanya
dia menyerang jn membunuh Menteri Liong. Aku terajut, akan tetapi terlambat
menolongnya. Ketika aku melompat ke dalam dan c nyerang pembunuh itu, dia
menangkis kn dalam perkelahian singkat, aku harus fnengakui bahwa dia memiliki
kepandaian v ng hebat. Tenaganya kuat sekali se-1 £ga dia mampu membuat toyaku
ter-lipas dan terlempar ke sudut ruangan. I'ada saat itu terdengar suara gaduh dan a
perajurit pengawal berdatangan. Melihat pembunuh itu melarikan diri, akil l»un
terpaksa melarikan diri dengan niat n>engejarnya. Namun dia lenyap dan aku pun
terpaksa pulang ke kamar hotel ini dan merasa amat menyesal karena aku tidak
mampu menyelamatkan Menteri
Liong. Nah, itulah ceritaku, terserj kalian mau percaya ataukah tidak."
"Mana bisa percaya " Kui Lin
dak membantah akan tetapi Han mengangkat tangan menyuruh gadis diam. Kui Lin
menutup mulutnya a tetapi masih cemberut sambil mengerl galak kepada Bu Eng
Hoat.
"Nah, sekarang tiba giliran kalian, L Cin dan Hui Lan."
"Aku girang sekali dapat berte denganmu di sini, Han Lin. Akan tef biarlah dia yang
bercerita karena a tadi hanya mengikuti Liu Cin untuk lerai perkelahian itu." kata Hui
Lan.
Liu Cin bercerita. "Sebelumnya k ingin berterima* kasih padamu, Han Lf Kami telah
menemui Thian te Siank dan berhasil mendapatkan petunjuk beliau. Terima kasih.
Sekarang akan f Ceritakan tentang campur tangan kati tadi. Kami berdua kebetulan
menye dua buah kamar di hotel L ok Koan i dan tadi kami mendengar ribut-r' Ketika
kami keluar, kami melihat dara ini sedang dituduh sebagai pe
/ili dan hendak ditangkap. Aku pernah «t mu dengan dia, yaitu ketika dia be-npa
waktu yang lalu menyerang Ang-V' Niocu dan hendak membunuh wanita li. Sayang
sekrii ketika itu aku mem-i Ang-wa Niocu karena aku condong >fi bela seorang
wanita yang hendak B»nnuh seorang pria. Akhirnya baru aku Btiihui bahwa wanita
itulah yang jahat j saudara ini adalah seorang pendekar Kug menentang kejahatan.
Maka, me-T>.»t dia dituduh sebagai penjahat dan Smbunuh, aku tidak percaya lalu
meng->ik Hui Lan untuk melerai. Akan tetapi, ku i berdua yang hanya ingin melerai
jangka penjahat pula lalu dikeroyok liukan."
"Habis, kalian melindungi tersangka mbunuh, tentu saja aku menjadi curi-i " kata Kui
Lin yang masih cemberut irena Han Lin agaknya tidak mau memolanya.
"Lin-moi, tenang dan bersabarlah. ^ iri kita semua menghadap Pangeran hou Kuan
Tian dan biarlah beliau yang memutuskan Saudara Bu Eng Hoat ini bersalah ataukah
tidak."
"Bagus, kami berdua juga ingin kali menghadap Pangeran Chou Ki Tian karena ada
hal-hal penting perlu kami laporkan kepada beliau." Liu Cin dan Hui Lan hanya
mengan menyetujuinya.
"Mari, Saudara Bu, agaknya kita mua masih segolongan yang suka negakkan
kebenaran dan keadilan, me tang kejahatan. Kalau merrang eng merasa tidak
bersalah, tentu eng bersedia untuk menghadap Pangeran Kuang Tian yang
bijaksana." kata Lin kepada Bu Eng Hoat.
"Tentu saja aku bersedia karena memang tidak merasa membunuh." ja Bu Eng Hoat
dengan sikap gagah. Lin melirik padanya dan cemberut, tetapi Bu Eng Hoat yang
mengang gadis ini lucu, tersenyum simpul.
Mereka berlima lalu meninggal tempat itu dan menuju ke istana. Kar mereka datang
bersama Kui Lin y sudah dikenal baik para per ajun t pe< wal, maka mereka dapat
masuk ta
ngan dan langsung menghadap Pa-At\ Chou Kuang Tian yang sudah 'unti untuk
menerima mereka di rutan tamu yang luas. Sang pangeran flu saja sudah menerima
laporan peria pembantunya tentang hasil penangan atas diri pemuda di Hotel Lok n
yang disangka sebagai -pembunuh teri Liong itu. Dia hanya dilapori wa penangkapan
itu tidak jadi ditakuti dan para pemuda perkasa itu meng-"kan perundingann yang
tidak didengar-> orang lain.
Melihat Kui Lin datang berlima dan antara mereka terdapat pula Si Han n, Pangeran
Chou Kuang Tian menjadi iung dan melihat pemuda yang sudah a kenal kelihaian
dan kebijaksanaannya , hatinya merasa lega. Dengan singkat Kui Lin melaporkan '
yang terjadi ketika ia hendak me-kap Bu Eng Hoat «.ampai muncul Liu in dan Ong
Hui Lan yang melerai, kemudian muncul pula Si Han Lin yang mghentikan
pertempuran. Han Lin lalu memperkenalkan mereka
satu demi satu. Tadi dalam perjal dia sudah mendengar pengakuan Bu Hoat bahwa
dia adalah murid T Leng Losu.
"Pangeran, kami berlima sesunggfl masih orang-orang sealiran, karena antara guruguru
kami terdapat ja' persahabatan yang erat, bahkan guru kami semua merupakan
pendu ker jaan baru Sung yang setia. Bu Hoat ini adalah murid Locianpwe Tj Leng
Losu, seorang pendeta Lama . yang berilmu tinggi dan bijaksana. Liu ini adalah murid
tunggal dari Ceng Hosiang, tokoh Siauwlimpai yang 1 Adapun Ong Hui Lan ini adalah
Locianpwe Tiong Gi Cinjin datuk berjuluk Tung-kiam-ong (Raja P Timur) dan ia adalah
puteri dari Kepala Kebudayaan Kerajaan Chou tinggal di Nan-king."
Pangeran Chou Kiiang Tian menjg guk-angguk senang. Tentu saja dia ngehal Ong Su,
ayah dari Ong Hui L
Setelah Pangeran Chou mend kesaksian Bu Eng Hoat tentang £
pnhan atas diri Menteri Liong yang dia "ikan dan yang dia tidak mampu men-i I nya,
pangeran itu mengerutkan
|»nya.
"Nanti dulu, Bu Eng Hoat. Menteri iig terkenal sebagai seorang pejabat tfgi yang
bijaksana dan baik budi, titi pernah mengganggu rakyat, bahkan 11 dan tangannya
selalu terbuka untuk antu rakyat. Dari mana engkau ndengar bahwa dia seorang
pembesar lm yang pantas dibunuh?" Bu Eng Hoat menghela napas panjang, iya
sendiri masih bingung, Pangeran. >gini ceritanya. Ketika saya memasuki ta raja, di
jalan saya melihat seorang rwira dengan pasukannya menyiksa rong anak
perempuan dan ayahnya ig dianggap menghalang jalan. Saya lu menghajar pasukan
itu dan datang rang panglima yang baik hati. Dia ng memintakan maei dan dis
mengajak ya naik ke dalam keretanya. Dari pem- iraannya, saya menilai bahwa dia
se-g panglima yang bijaksana. Dialah .mg membentahu kepada saya bahwa banyak
pejabat tinggi yang lalim di raja, di antaranya yang paling jahat lah Menteri Liong.
Karena itu, mengambil keputusan untuk me hajaran kepada Menteri Liong itu. A
tetapi, ternyata sekarang bahwa Men Liong malah seorang pejabat tinggi bijaksana.
Saya tidak tahu siapa bunuh yang amat lihai itu. Sungguh merasa menyesal telah
percaya ke rangan panglima itu."
“Hemmm, ada satu hal yang kuan aneh dan sampai sekarang masih m bangkitkan
kecurigaanku kepadamu, Eng Hoat. Engkau seorang perantau melihat keadaanmu
engkau bukan seor yang kaya raya. Akan tetapi terny engkau dapat menyewa
sebuah kamar loteng Hotel Lo Koan yang paling dan paling mahal di kota raja!"
Wajah Bu Eng Hoat menjadi kemerajj an. Hatinya merasa mendongkol sel-kepada
gadis yang galak itu, walaup wajahnya yang manis sejak semula arti menarik hatinya.
"Panglima itu pula yang telah m wakan sebuah kamar untukku." "Siapakah panglima
yang amat baik |l terhadapmu itu, akan tetapi yang «»< er i t akan keterangan yang
menyesat-j> tentang Me.ueri Liong?" "Namanya adalah Panglima Chou Ban
'K-"
Mendengar disebutnya nama ini, Pa-rran Chou Kuang Tian tersenyum. Ih, pantas
kalau begitu!" seru Song Kui u Juga Liu Cin dan Ong Hui Lan sair, pandang penuh arti.
"Pangeran, Chou Ban Heng itu adalah «Tang yang merencanakan pemberontak-».
Kami yakin bahwa yang menyuruh nuh Menteri Liong dan para pejabat tg menjadi
korban pembunuhan itu ikan lain adalah dia orangnya!"
Pangeran Chou Kuang Tian meng-«Kguk-angguk. "Bu Eng Hoat, jelas bah-i engkau
telah dijebak agar engkaulah mg dituduh sebagai pembunuh yang lama ini kami caricari.
Ketahuilah [k \ wa Panglima Chou Ban Heng itu diam i im mengusahakan
pemberontakan dan la mendalangi pembunuhan-pembunuhan yang terjadi di
antara para pejabat t gi di kota raja. Nah, sekarang kita] mua mengetahui bahwa kita
merup segolongan orang yang menentang ? pemberontakan itu. Sekarang harap k
Liu Cin dan Ong Hui Lan, menceritj pengalaman kalian yang berhubu dengan
Pangeran Chou Ban Heng."
Ong Hui Lan menceritakan betapa diutus ayahnya, Ong Su, untuk emba Jenderal
Chou Ban Heng. "Karena a dahulu merupakan Kepala Kebuday Kerajaan Chou, maka
ayah mempun hubungan baik dengan Jenderal Chou £ Heng yang dahulu merupakan
seor pangeran. Ayah saya tidak tahu ba Jenderal Chou Ban Heng berkhianat J hadap
Kerajaan Sung dan hendak rr.e berontak, maka dia bukan saja menyur saya
membantu, bahkan ayah mencr pula ketika Pangeran atau Jenderal C Ban Heng
menjodohkan saya dengan teranya yang bernama Chou Kian Akan tetapi, setelah
saya mengefc bahwa Jenderal Chou Ban Heng hen memberontak, apalagi setelah
saya
frnal Chou Kian Ki sebagai seorang muda yang bertabiat kurang baik, saya k
melarikan diri meninggalkan keluarga ju Ban Heng."
L lu Cin juga menceritakan pengalainnya.
"Ketika saya bertemu dan Derma
lan dengan Ang-hwa Niocu, saya
Tipu dan mengira bahwa ia seorang
r wanita yang gagah dan baik. la
ng membawa saya pergi menghadap
nderal Chou Ban Heng dan bekerja
nya. Akan tetapi setelah berada di
ia, saya baru mengetahui bahwa Ang-
*a Niocu adalah seorang iblis betina
|nii bahwa keluarga jenderal itu bukan
"mg baik-baik, maka saya lalu pergi
icninggalkannya. Saya bertemu dengan
' a Ong Hui Lan dan bersama-sama
pitmperdalam ilmu silat. Kami kembali
m kota raja memang dengan niat mementang
rencana pemberontakan Jenderal
I nou Ban Heng, dan melihat Bu Eng
^loat dikeroyok perajurit, kami meleraii
a karena saya tahu bahwa dia seorang
f ndekar yang gagah dan penentang kerajaan." Pangeran Chou Kuang Tian mengai
guk-angguk. "Kita semua kini sudah d ngetahui dengan jelas bahwa Je Chou Ban
Heng berkhianat dan h memberontak. Dia pula yang menda semua pembunuhan itu.
Hal itu s kuduga ketika kami berhadapan der Hongsan Siansu yang menjadi guru
Kailon tokoh Khitan,* dan Ang-hwa N* Akan tetapi kini tiga orang itu ti berada lagi di
kota raja. Lalu sia pembunuh yang lihai itu?"
"Saya dapat menduga siapa ada para pembunuh itu, Pangeran." kata Lan. "Selain
Hongsan Siansu, Jen Chou Ban Heng masih mempunyai orang pembantu yang lihai,
yaitu K< lam Sinkiam Kwan In Su, dan Im # Tosu. Mereka berdua adalah orang-or
yeng lihai sekali ilmu silatnya. M tetapi masih ada seorang yang lebih 1 lagi, yaitu
puteranya sendiri yang j nama Chou Kian Ki. Dia ini lebih J dibandingkan semua
pembantu Jend Chou!"
"Benar sekali. Pangeran. Kalau bunuh yang amat lihai sehingga Bu Hoat sendiri tidak
mampu menantinya ketika pembunuh itu membunuh interi Liong, dia tentulah Chou
Kian l" kata Liu Cin memperkuat pendapat Lan.
'Saya pernah menghadapal Chou Kian l dan harus saya akui bahwa belum i nah saya
melawan orang setangguh t, Pangeran."
Pangeran Chou Kuang Tian mengangin-angguk. Dia lalu minta ketegasan n orang
muda yang baru dia jumpai, Itu Liu Cin, Bu Eng Hoat, dan Ong ui Lan, apakah mereka
benar-benar i ggup membantu pemerintah untuk Menghadapi Jenderal Chou Ban
Heng dan *vra pendukungnya. Orang-orang muda .ing berjiwa pendekar dan yang
oleh juru masing-masing memang sudah di-irsan agar mereka bertindak sebagal
-ndekar untuk membantu negara dan sa, segera menyatakan kesanggupan reka.
Pangeran Chou Kuang Tian men-i lega dan girang sekali. Dia telah mendapatkan
bantuan lima orang muda yang gagah perkasa, yang membl pemerintah menentang
para pemberon karena dorongan jiwa kepahlawanan 1 reka, sama sekali tidak
mempunyai 1 mrih untuk mendapatkan imbalan ba jasa berupa kedudukan atau
harta ber Pendekar-pendekar muda seperti ini ] ling dapat dipercaya. Dia
menganjurk agar mereka berlima tinggal di isi seperti Song Kui Lin yang memang sua
tinggal di situ. Hui Lan yang s akrab dengan Kui Lin tentu saja me senang karena ia
ingin berlindung d ancaman Chou Kian K i. Juga Liu <l dan Bu Eng Hoat menerima
tawar Pangeran Chou dan masing-masing me dapatkan sebuah kamar di bagian istaf
di mana Pangeran Chou Kuang Tian ting! gal. Hanya Si Han Lin yang tetap ting; di
luar istana karena pemuda ini ini menyendiri dan dapat bergerak beba juga dia
dapat melakukan pengamat lebih teliti dan leluasa.
*
Pangeran Chou Kuang Tian diam-diam Ah .melaporkan kepada kakaknya, Kai-) Sung
Thai Cu tentang sepak terjang I».- eral Chou Ban Heng yang secara |i< ia melakukan
pemberontakan dengan Inn membunuhi para pejabat setia, i»kan pernah berusaha
membunuh Pa-> ran Mahkota. Akan tetapi Kaisar Sung ku Cu melarang dia untuk
turun ta-Jiin menangkap jenderal itu karena se-iun perbuatanya itu tidak dapat
dibukti-
"Sekarang sebaiknya begini," kata /",ar yang selalu bijaksana dan penuh hitungan
itu. "Engkau melakukan pen-aan yang ketat agar keluarga kita tdak ada yang
terancam bahaya. Semen-tra itu, biarkan pengkhianat itu merasa ihwa
perbuatannya belum kita ketahui^ hingga dia berani bertindak lebih jaufi" gi. Nah,
kalau dia b ?r tindak, baru kau <>i gkap dia dan kaki tangannya sehingga nangkapan
itu bukan atas dasar tuduh-i tanpa bukti dan kita kelihatan tidak til. Kumpulkan
orang-orang yang ber- pandaian tinggi dan amati semua gerakgeriknya sehingga
kalau dia berti kita tidak sampai kecoiongan dan menangkap basah dia dan anak
buahn
Perintah Kaisar ini ditaati Pan Chou Kuang Tian. Dia menyebar penyelidiknya agar
diam-diam mengan dan membayangi gerak-gerik Pangl Chou Ban Heng dan
terutama puten yang bernama Chou Kian K i dan j orang pengawalnya, yaitu
Kanglam kiam Kwan In Su dan Im-yang Tf Juga mengamati siapa saja yang dat dan
berhubungan dengan jenderal Demikian pula lima orang muda y membantunya,
hanya diperbolehkan t lakukan pengamatan dan tidak bd turun tangan, kecuali kalau
ada pa bunuh yang hendak melakukan pembun an terhadap pejabat yang setia ke
Kaisar. Juga kepada para pejabat setia, Pangeran Chou Kuang Tian nasehatkan agar
berhati-hati dan jaga keamanan diri dan keluarga masi masing dengan ketat,
menambah ju pengawal.
Jenderal Chou Ban Heng me
asa terkejut dan menyesal akan ga i>va usaha pembunuhan terhadap Pa nan
Mahkota maupun Pangeran Chou wng Tian, akan tetapi dia merasa lega rna
sebegitu jauh dirinya belum di-tlgai. Buktinya pihak pemerintah masih i'
mengadakan tindakan apa pun »i jdap dirinya. Para penyelidiknya laporkan bahwa
Liu Cin dan Ong Hui i kini muncul dan berada di istana ' ma Pangeran Chou Kuang
Tian. Hal ] tentu saja menimbulkan kekhawatira -« karena Ong Hui Lan yang tadinya
bnjadi calon mantunya tentu telah tahu ban niatnya untuk menggulingkan Kaisar Ih
g dan merebut tahta. Akan tetapi tiknya gadis itu tidak melaporkannya, fungkin
takut kalau ayahnya terlibat.
tinya belum ada tanda bahwa dirinya |c urigai.
Akan tetapi Jenderal Chou Ban Heng |m menjadi hati-hati dan waspada. Meliat
betapa para pejabat tinggi yang t ia kepada Kaisar kini menjaga diri
gan perlindungan ketat, dia maklum ihwa lambat laun tentu pihak pemeritah akan
mencurigai dan menindak nya. Sebelum hal itu terjadi, lebih kalau dia turun tangan
lebih dulu!
Secara rahasia, Panglima Ch Heng lalu mengundang para pem dan pendukungnya,
baik yang berada luar kota raja maupun beberapa or perwira tinggi yang berada di
kota r untuk mengadakan pertemuan rahasia dalam hutan di Ijukit terpencil sebe
Utara kota raja.
Dia sendiri tidak mungkin pergi memimpin pertemuan karena dia tahu bahwa
dirinya selalu diawasi secara diam-diam oleh mata-mata pememerintah. Maka dia
mengutus puteranya, Chou Kian Ki untuk memimpin pertemuan itu. Bagi Chou Kian
Ki, walaupun dia juga tidak luput dari pengawasan, namun dengan ilmunya yang
tinggi, dengan mudah dia mampu lolos dari istana ayahnya tanpa diketahui seorang
pun yang diam-diam mengawasi keluarganya siang malam. Dengan gerakan yang
cepat seperti terbang, di suatu malam dia berhasil keluar dari gedungnya, bahkan
keluar dari kota raja menuju ke hutan di mana pada keesokan harinya telah
ditentukan menjadi tempat pertemuan persekutuan pemberontak itu.
Sekali ini Chou BanHeng hendak mengerahkan semua kekuatan para dukung dan
sekutunya. Yang diui datang menghadiri pertemuan yang pimpin oleh Chou Kian Ki
sebagai ayahnya itu merupakan yang paling kap dan paling besar jumlahnya semua
pertemuan yang pernah dia kan. Sejak malam sampai keesokan nya, di dalam hutan
itu telah berkum tidak kurang dari tiga puluh orang ; ting. Mereka adalah para tokoh
kang yang sakti, - yang sejak semula me telah membantu Chou Ban Heng, sebagian
pula adalah para perwira ti yang dapat terbujuk oleh jenderal karena mereka adalah
para bekas pej pemerintah Kerajaan Chou yang s jatuh.
Di antara para tokoh kangouw ad Kanglam Sinkiam Kwan In Su, Im-y Tosu, Hongsan
Siansu, KaiJon, Ang-Niocu, Tung-hai Tok, Ban-tok Moko, C beng Lokui. Mereka ini
pernah kita k dalam peristiwa-peristiwa yang lalu. la m itu muncul pula seorang
pende Lama jubah merah yang berjuluk Tho
|tin Lama, seorang pendeta Lama dan » l yang datang ke kota raja Kerajaan K
dengan niat mencari sutenya (adik rguruannya), yaitu Thong Leng Losu K dianggap
berkhianat dan menjadi uin para pendeta' Lama. Secara ke-, lan dia bertemu dengan
Chou Kian dan dapat dibujuk untuk membantu .ikan mereka dengan imbalan akan tu
mencari Thong Leng Losu. Kare-rnemang para pendeta Lama di Tibet il.ik suka akan
munculnya Dinasti Sung n mereka kehilangan hubungan baik .hgan Kerajaan Chou
yang jatuh, maka tang Thian Lama tanpa ragu lagi me-nma ajakan kerja sama itu.
fung-hai Tok diikuti pula muridnya, itu Boan Su Kok si muka hitam yang rnah menjadi
juara dalam perebutan juaraan jago silat 5di puncak Thaisan. I.'iru dan murid ini
bahkan mempersiapkan anak buah mereka, yaitu para ang-iiita Tung-hai-pang yang
kini berjumlah fkitar seratus orang! Juga Kailon, utusku dari suku Khitan itu telah
memper « pkan ratusan orang anak buahnya yang sewaktu-waktu dapat digerakkan
V bertempur! Tentu saja demikian | dengan para perwira tinggi yang siap dengan
pasukan masing-masing, laupun sebagian besar dari mereka f ragu dan belum yakin
benar bahwa ruh perajurit mereka akan menaati bila digerakkan untuk menyerbu
dan nyerang pasukan kerajaan yang men Kaisar. Sung Thai Cu.
Karena itulah, dalam perundi yang dipimpin Chou Kian K i pagi itu sampai siang,
kebanyakan para wira tinggi tidak setuju kalau pem" takan itu dimulai dengan
penyerbuan mengandalkan kekuatan pasukan mereka pimpin. Karena mereka pun
bahwa pihak pemerintah memiliki kan-pasukan besar dan kuat yang pemimpinnya
setia kepada Kaisar. K harus dilumpuhkan dulu, demikian para pembantunya yang
setia. K pasukan pemerintah kehilangan para mimpinnya, barulah penyerbuan da
dilakukan dan harapan untuk ber pasti lebih besar.
Iurnya rencana ini diterima dan jskan bahwa Chou Kian Ki dan Iriya, Chou Ban Heng
akan mencari I untuk menguasai Kaisar. Untuk itu flukan bantuan para pendukung
yang j. Dengan diam-diam dan rahasia, ka yang akan menyusup masuk kc raja dan
bersembunyi di istana Chou Heng untuk membantu pelaksanaan nna itu adalah
Tung-hai Tok, Ban-Moko, Cuiibeng Lokui, dan Tong Thian n karena empat orang
tokoh ini be-lkenal di kota raja. Tentu saja «n In Su dan Im-yang Tosu juga ber-m
mereka karena dua orang ini sejak liu menjadi pengawal keluarga Chou *> Heng.
Hongsan Siansu, Kailon dan »g-hwa Niocu yang sudah dikenal Pa- ran - Chou Kuang
Tian sebagai tiga ung yang mengirim dua orang pem-inuh yang berusaha membunuh
Pangeran kota, tentL. saja tidak berani me-ki kota raja. Mereka bertiga hanya
rsembunyi di luar kota raja, siap mem-tu kalau pasukan pemberontak me rbu masuk
kota raja.
Pertemuan rahasia itu dilakukan ngan amat teliti sehingga para pen dik yang
disebarkan Pangeran Kuang Tian tidak ada yang dapat ngetahuinya. Bahkan Si Han
Lin y seperti biasa secara diam-diam mela kan perondaan di atas wuwungan rum
rumah di kota raja, tidak menemu sesuatu. Dia hanya melihat pada kee~ an harinya,
sore hari, Kwan In Su Im-yang Tosu berjalan memasuki rv gerbang kota raja dan
menuju ke is Jenderal Chou Ban Heng. Hal ini tki lah luar biasa karena memang dua
ora itu merupakan pengawal sang jende Dia juga melihat seorang pendeta L tua
berjalan pada malam hari itu pendeta itu menghilang dalam kegela malam. Karena
tidak mengenalnya tidak menaruh curiga Han Lin ti mengikutinya, tidak tahu bahwa
pende itu adalah Thong Thian Lama, seorang antara mereka yang secara rahasia
masuki gedung Chou Ban Heng unti membantunya.
Betapapun pandai dan penuh raha ral Chou Bait Heng mengatar r e n »a sehingga
semua pembantunya telah i>, namun Pangeran Chou Kuang Tian n para
pembantunya tidak kalah cerdik, k reka memang tidak dapat mengetahui hwa
Jenderal Cfeeut Ban Heng telah elundupkan taan bahan empat orang mg berilmu
tinggi untuk membantunya, mun Pangeran Chou Kuang Tian sudah -»t menduga
bahwa Jenderal Chou Ban ng tentu akan. mengadakan gerakan ng amat
membahayakan keselamatan n uar dan keluarganya. Oleh karena itu, i. bantu para
pendekar muda dan para lima yang setia, dia pun menyusun jagaan dan pertahanan
yang amat etat secara rahasia pula sehingga di luarnya seolah pihak Kerajaan tidak
mencurigai Jenderal itu dan tidak melakukan penjagaan apa pun!
*
Pada suatu malam yang gelap. Kota raja diselimuti mendung tebal ehi langit hanya
tarHpafe hitam tanpa sebuah pun bintang. Kilat menyam nyambar diselingi suara
guntur me gelegar* Tidak ada tampak orang di ja malam itu karena sertu» merasa I
aman berada dalam rumah. Agakn hujan lebat s«g«ra akan turun.
Istana pun tampak sunyi, agak* semua' penghuninya telah tidur di ka masingmasing.
Bahkan para peng pun yang sedang bertugas jaga lebih suMI duduk
bergercnttwi di pos penjagaan ing«masing. Hanya ada beberapa pas» an saja ya»g
melakukan peronda an, pun dengan sikap ogah-ogahan.
Di antara para perajurit penga yang malam itu melakukan penjag yang jumlahnya
sekitar lima puluh or dan tersebar di seluruh bagian ist terdapat sepuluh orang
perajurit pen wal yang sudah "dibeli" dan menjadi a buah Jenderal Chou Ban Heng.
Ten saja sudah berbulan-bulan dia menggu kan sepuluh orang perajurit pengtf
kerajaan ini sebagai mata-mata sehin
| dapat mengetahui gerak-gerik i fam istana. Dari mereka pula dia* metv mgar
bahwa keadaan pep jagaan di is-rva mempunyai kelerwthan-kelemahan. derai Chou
Ban Heng mendengar pula i wa selama beberapa pekan ini Kaisar .miliki kebiasaan
yang ganjil, yaitu dia iii<a tidur di sebuah kamar menyendiri «i.ik ditemani
permaisuri maupun se-rnya dan kalau sudah memasuki ka-Ur, sama sekaji tidak
ingin diganggu, ah kan pengawal pun tidak diperbolehkan ndekati kamar dan tidak
boleh ada iara berisik di luar kamar itu. Men-ngar ini, Jenderal Chou Ban Heng yang
"jah bernafsu aekali untuk menguasai ihta kerajaan, segera menyusun rencana ng
akan dilakukan pada malam gelap
Ja
Dia sudah mengatur rencana siasat ngan para pembantunya. Dia akan me-uasal
kaisar, menyandera kaisar dan emaksa kaisar untuk menyerahkan ke-jasaan dan
mengangkat dia menjadi nggantl. Adapun semua pendukung dan mbantunya harus
sudah siap di luar kota raja, juga para panglima siap ngan pasukan mereka, untuk
menyei kalau kaisar melawan dan tidak mau nyerahkan kekuasaan.
Demikianlah, dengan bantuan sepul orang perajurit «pengawal, tanpa dikel hui para
perajurit lainnya* Jenderal ( Ban Heng, puteranya, Chou Kian Tung-hai Tok, Bao-tok
Moko, Cuil Lokui, dan Thong Thian Lama, e orang Ini menutupi pakaian mereka ngan
pakaian perajurit lalu mereka ; nyelundup masuk ke istana dan langj saja menuju ke
kamar Istimewa di Kaisar Sung Thai Cu tidur.
Suasana amat sunyi j Selagi cm orang perajurit palsu itu berindap mer hampiri kamar
itu, muncul lima om perajurit pengawal yang bertugas m jaga kamar itu dari jauh
karena mer« dilarang mendekat oleh Kaisar. Melif enam orang itu menghampiri
kam» nereka segera mengejar dan menegi dengan suara lirih.
"Hei, kalian tidak boleh mendekat kamar itu!1'
Ketika enam orang itu membalikkan tuh mereka, lima orang perajurit itu ikejut
karena tidak mengenal mereka, k--lagi ketika melihat bahwa yang se 7<»ng di antara
enam orang perajurit itu fcilah Jenderal Chou Ban Keng. Akan tapi, Chou Kian K i,
Tung-hai Tok.
tok Moko, Cuibeng Lokui dan Tong Wan Lama sekali menggerakkan tangan, ima
orang perajurit pengawal itu roboh tewas tanpa sempat mengeluarkan ral Mereka
lalu menyeret lima mayat u dan melemparkannya ke bawah pohon, rtutup bayangan
pohon yang gelap, mudian mereka kembali berindap meng-piri kamar itu dan
Jenderal Chou Heng sendiri lalu membuat lubang di ndela dengan pedang lalu
mengintai ke alam.
Kamar itu diterangi lampu meja yang ' mang—remang. Bukan kamar yang terlalu
mewah, hanya ada sebuah dipan i» rkelambu, sebuah meja dengan empat kursi, dan
sebuah almari berisi kitab-kitab* Di atas dipan itu, tertutup kelam-tu tipis, tampak
tubuh seorang laki-laki tidiir rel* tang. Jenderal Chou Ban Hafl yang sudah mengenal
baik Kaisar, y<\k bahwa yang tidur itu adalah Kaisar Thai Cu. Dia lalu mengangguk ke
puteranya dan Chou Kian Ki mer* daun pintu kamar. Dengan penger tenaga saktinya
yang amat kuat,; mendorong dan berhasil membuka pintu kamar tanpa perlu
merusak a mengeluarkan suara gaduh. Dengan dahnya daun pintu terbuka. Ayah
anak ini lalu cepat melompat ke da kamar, sedangkan empat orang sak pembantu
mereka berjaga di luar kamar]
Melihat tubuh yang rebah miring, membelakangi mereka itu bergerak, derai Chou
Ban Heng segera berse "Jangan bergerak atau berteriak, Srf ginda, atau kami
terpaksa akan me bunuhmu!"
Mendengar ancaman Ini, kaisar i lalu menutupi kepalanya dengan sellm dan
menggigil ketakutan. Jenderal Cfc Ban Heng tersenyum mengejek. Klrany kaisar
kerajaan baru itu hanya seor pengecut yang ketakutan, pikirnya.
"Dengar baik-baik, Sribaginda. Engkau <-naati kami atau kami bunuh sekarang iifiA
Tulis pernyataap bahwa engkau 'nyerahkan' tahta kerajaan kepadaku, ulah yang
berhak melanjutkan Keraja-i Chou, bukan engkau! Tulislah dengan tangan dan cap
kebesaranmu, dan a kerajaan akan pindah ke tanganku fJa1 adanya pertempuran.
Kalau engkau i lak menaati,. kami akan membunuhmu an akan mengobarkan perang
yang akar, rw^iighancurkan seJ^ruA negerir.
Mean tetapi 0ada saat itu, terdengar entakan di luar kamar, seolah merupa k ah
jawaban dari ucapan Chou Ban Heng Ldi. ^Chou ttah Heng, menyerahlah, kalian
sudah terkepung'rt
Mendengar ini, Chou Ban Heng ter-wjut, akan tetapi dia tidak merasa gen-tar.y"Kian
Ki, jaga Kaisar jangan sampai lolos, akan tetapi jangan bunuh, tunggu ^rintahku!"
Setelah memesan demikian kepada puteranya, dia dengan cepat me lompat keluar.
Dia melihat empat orang pembantunya itu sudah berdiri teqak membawa senjata
masing-masing dan siaj.
melawan mereka yang berada di dengan banyak pera juri t yang menge tempat Itu.
Dia melihat Pangeran Kuang Tlan berada di depan bersama' orang pemuda dan dua
orang gadis, segera rhengenal Llu Cin dan Bu Hoat, juga mengehat Ong Hui (Um ca
mantunya. Dia lalu berseru nyaring pada Pangeran Chou Kuang Tian.
"Chou Kuahg Tlan, jangan kalian rani bergerak! Ketahuilah, Kaisar Thai Cu telah
berada di tangan ka kalau kalian membuat gerakan, dia a! lebih dulu kami bunuh.
Dan ketahui juga bahwa para panglimaku sudah s dengan pasukan mereka, juga
para p dukungku sudah siap dengan anak b mereka di luar pintu gerbang. Kalau iian
menentangku, pertama Kaisar* a kami bunuh dan pasukan-pasukan dukungku akan
bergerak menyerbu is
Garang bagaikan lima ekor Chou Ban Heng, Tung-hai Tok, Ban Moko, Cfu-beng Lokui,
dan Tong Th" Lama berdiri berjajar menghadapi Pan ran C"hou Kuang Tian yang
didampi
j Cln, Bu Eng Hoat, Song Kui Lin, dan * Hui Lan. Mereka agaknya merasa kin bahwa
lawan-lawan mereka tidak «n berani menyerang selama Kaisar »ada dalam tawanan
mereka dan men-1 sandera. Chou Ban Heng bahkan asa yakin bahwa gertakannya
itu sti berhasil karena tidak mungkin Pa i ran Chou Kuang Tian mau mengor-nkan
nyawa kakaknya Sung Thai Cu, Isar pertama dinasti Sung. Akan tetapi sungguh sama
sekali ti-k disangkanya, mendengar ucapannya ng penuh semangat kemenangan, Pa
d eran Chou Kuang Tian tersenyum tenang, lalu berkata.
"Chou Ban Heng, pengkhianat pemberontak, manusia tak mengenal budi. Engkau
diberi kedudukan tinggi oleh Kakanda Kaisar, sekarang malah memberontak!
ertakanmu itu hanya gentong kosong t>claka. Dengar baik-baik, tiga belas ang
panglima yang dapat kau bujuk menjadi pengikutmu kini sudah kami langkap semua
sehingga tidak akan ada pasukan yang memberontak tanpa pimpin an. 3uga para
gerombolan penjahat luar kota kini sedang diserbu oleh p kan pemerintah. Nah,
sebaiknya ka berlima cepat membuang senjata menyerah, rnungkin Kakanda Kaisar
y bijaksana dan murah hati masih n mengampunimu."
Chou Ban Heng kalah gertak, merasa gentar juga, akan tetapi dia sih mengandalkan
kenyataan bahwa ka berada di tanganriya. Melihat Panger Chou Kuang 1w agaknya
bersungg sungguh dan dia bersama para pende muda itu melangkah maju, dia
berseru.
"Berhenti! Selangkah lagi kalian ma akan kusuruh putefaku Vnernbunuh Ka yang
berada di dalam- kamar!"
Pada saat itu, tiba-tiba terden suara yang datangnya dari atas. "C Ban Heng,
ambisimu itu akan mengh curkan dirimu sendiri!"
Mendengar suara itu, Chou Ban H terkejut bukan main dan dia segera i mandang ke
atas dan di sana, di sebua loteng yang menjulur di depan kamar it
i pak Sribaginda Kaisar Sung Thai Cu diri dengan sikap tenang dan agung. "Ahhh.....
bagaimana ini.....?" Chou n Heng berseru, terkejut dan heran h pada saat itu
terdengar suara gaduh radunya senjata di dalam kamar dan sok bayangan melompat
keluar dari „mar. Bayangan itu adalah Chou Kian \ yang membawa Hek-kong-kiam
(Pe-g Sinar Hitam), dengan mata tertalak memandang ayahnya dan berkata. "Kita
terjebakl Dia bukan Kaisar!" Bayangan putih berkelebat dan Han in telah berada pula
di luar. Ternyata di ketika Chou Ban Heng mengintai, ng rebah di pembaringan
tertutup ke-bu memang Kaisar, akan tetapi kemudian pembaringan yang sudah
dipasangi la t rahasia itu turun ke bawah dan di usngan bawah kaisar turun,
digantikan lan Lin. Kemudian pembaringan itu naik i«gi dan kini yang berada di
pembaringan bdalah Si Han Lin yang sengaja menutupi I- palanya dengan selimut
dan tubuhnya nggigll agar disangka kaisar yang ketakutan. Setelah dia mendengar
suara kaisar di luar, Han Lin membuka 4W mutnya. Melihat bahwa yang beradafl
situ adalah pemuda lihai yang pcrffl bertanding dengannya. Kian Ki terka! dan
menyerang. Akan tetapi seranfj pedang sinar hitamnya dapat dltanjj oleh Han Lin.
Tahu bahwa mereka J jebak, Kian K i melompat keluar m©* beri tahu ayahnya dan
teman-temannya J "Serang.....!!" Pangeran Chou ftf Heng yang sudah nekat
mengandalku kelihatan puteranya dan empat oral jagoannya, lalu menerjang maju.
Mer«aj disambut oleh Han Lin dan kawan-fcawrfl nya, dikepung para panglima dan
pasukan nya. Maklum akan kelihaian Chou KM Kir Si Han Lin menyambut putera
jenda ral ini dan mereka bertanding dengal seru. Tadinya Ong Hui Lan yang ingl
membalas dendam kepada Kian Ki, hefi dak menyerangnya dan ia sudah didarfJ pingi
Liu Cin karena mereka berdul maklum bahwa hanya kalau mereka befl dua maju
menggunakan ilmu Thian-t4 Im-yang Kun-hoat, dapat diharapkan me* reka akan
mampu menandingi dan meng
ikan Chou Kian Ki. Akan tetapi me-t Han Lin sudah menyambut putera terai itu, Hui
Lan dan Liu Cin tidak in mengeroyok dan mereka menghadapi -.g lain.
Kian Ki tidaklah senekat ayahnya, lihat betapa para pendekar muda itu 1.1-rata lihai,
terutama sekali pemuda kaian putih yang menyambutnya, dan belakang mereka
masih ada para pang-ma dan ratusan perajurit, Kian Ki mak-n bahwa ayahnya dan
para pembantu-fca tidak mungkin akan mampu menang.
"Ayah, mari kita lari!" teriaknya ke-t'ka dia melihat dua orang panglima pendukung
ayahnya yang agaknya lolos lari tangkapan Pangeran Chou Kian Tian, d. i tang
bersama puluhan orang perajurit I ndak membantu sehingga terjadi pertempuran
yang tidak seimbang antara han perajurit yang ikut memberontak 'melawan ratusan
perajurit kerajaan.
Akan tetapi Jenderal Chou Dan Heng Ivorseru. "Larilah engkau, Kian Ki dan kelak,
balaskan sakit hati ayahmu!!" Kian Ki beberapa kali berteriak, akan p» Chou Ban
Heng tetap tidak mau fctarikan diri, bahkan mengamuk dan kti-matian menyerang
Pangeran Chou
ng Tian yang dibencinya karena dia ^anggap pangeran itulah yang men-i pimpinan
lawan sehingga usaha pemetakannya gagal. Akan tetapi, Paran
Chou Kuang Thian adalah seorang >li silat yang tangguh dan setelah mebertanding
selama tiga puluh jurus bih, seorang panglima yang membantu wgerah
Chou Kuang Tian berhasil me-uk lambungnya dari kiri dan robohlah khj Ban Heng.
Melihat ayahnya roboh, Chou Kian K i
krteriak, "Ayah H"
Pangeran Chou Kuang Tian membiar-Lnn pemuda itu menubruk ayahnya dan ia
malah memberi isarat mencegah tereka yang hendak menyerang pemuda ku. Kian Ki
merangkul ayahnya dan lihat ayahnya terluka parah, dia lalu mengangkat tubuh
ayahnya, dipondong Ulu dipanggul di atas pundaknya. Dengan ajah beringas dia lalu
menerjang ke bepan dengan pedang hitamnya dan mengamuk. Demikian hebat
gerakan Kian Ki sehingga para perajurlt m menjauh. Han Lin juga merasa tidak untuk
menghalangi pemuda itu mem pergi ayahnya yang terluka parah dan membiarkan
saja pemuda itu melari diri, apalagi setelah melihat Panger Chou K uang Tian ta li
juga melar para perajurit menyerang pemuda y mungkin sekali kematian ayahnya
mel luka tusukan tombak yang menembus d-lambung kiri ke lambung kanan.
Melihat Pangeran Chou Ban H roboh dan Chou Kian Ki melarikan ay nya yang
terluka, empat orang dat yang membantu mereka itu pun me jalan keluar mengikuti
Chou Kian melarikan diri sanvbil mengamuk di panjang jalan.
Pangeran Chou K uang Tlan mem^ tadinya mencegah per? perajurit c pembantunya
meiKlesak pihak Lawan telah- melihat Chou Ban Heng, biang ladinya, telah roboh.
Akan tetapi fnelih betapa Chou Kian Ki diikuti em^at ora datuk sakti itu melarikan
diri, dia te
kt bahwa mereka itu tetap merupa -bahaya bagi negara. Maka dia segera ►mberi
aba-aba kepada para pendekar >da dan para panglima. "Kejar mereka!"
Pertgejarann dilakukan. Lima orang itu r larikan diri keluar dari pintu gerbang Uta
-raja sebelah utara, Apa yang di-«t akan Pangeran Chou K uang Tian tadi i-iak
bohong karena pada saat itu, di par pintu gerbang telah terjadi pertem-iran antara
ratusan orang anak buah rromboian pendukung pemberontak dan isukan kerajaan
yang memang ditugaa-m untuk menggempur mereka. Biarpun tthak gerombolan
pemberontak kalah raar Jumlahnya, namun mereka dipimpin iteh orang-orang yang
memiliki ilmu Hat tinggi. Di antara mereka terdapat tongsan Siansu, Ang-hwa Niocu,
KangUm | ' nkiam K wan In Su, Im-yang Toau, Kal-Lm dan Boan Su Kak murid Tunghal
n ok. Mereka mengamuk dengan ganas kian banyak perajurit yang roboh 4i ta-an
mereka.
Ketika tiba di tempat itu, Chou Ban
Heng tewas dalam pondongan puter Kepada Chou Kian Ki dia hanya men galkan
pesan dengan suara terputus-pi "Kian K i...... selamatkan dirimu..». I
kelak dapat membalas dendam
terutama kepada..... Pangeran Kuang Tlan "
Melihat ayahnya tewas, Kian K i Jadi marah bukan main. Dia metil betapa tiga orang
gurunya, Hongsan Si su, Kwan In Su, dan Im-yang Tosu mengamuk, maka dia lalu
meleta jenazah ayahnya dt bawah sebatang hon besar yang agak jauh dari te~
pertempuran, lalu dia terjun ke dai* pertempuran 'dari ikut mengamuk.
Ketika para pengejar dari istana t' di situ, mereka segera terjun dalam f tempuran
yang dahsyat itu. Si Han segera menghadapi Okou Kian K i y sedang mengamuk
dengan Hek-kong-k« (Pedang Sinar HrtamjV dan meroboh banyak perajumu
"Cringgg !!" Bunga api berpijar
nyilaukan mata ketika pedang hitam i ditangkis pedang Pek-sim«kiam (Peda.
Ali Putih) yang bersinar putih di tangan B Han Lin. Ketika itu cuaca sudah mu-Li
terang karena malam telah terganti myi sehingga mereka dapat saling me-li> dengan
jelas. Kian K i terkejut ka-m>ia pedangnya terpental akan tetapi dia m, -ra
memandang dengan mata melotot kfika melihat bahwa penangkisnya adabi pemuda
yang pernah ditandinginya kali. Pertama kali ketika pemuda itu p| indung i Ong Hui
Lan, dan ke dua linya ketika semalam pemuda itu me-amar sebagai Kaisar Sung Thai
Cu tam kamar. Dia menjadi marah sekali, >alagi ketika diingat bahwa pemuda ini
JNemiliki ilmu yang sama seperti yang rnah dipelajarinya dari mendiang Thian g
Siansu.
"Keparat, siapakah engkau sebenar-hva? Dan dari mana engkau mencuri Imu
Keluarga Kok?"
Dengan tenang Si Han Lin menjawab. < hou Kian K i, aku bernama Si Han Lin i .n
guruku adalah Thai Kek Siansu, pewaris ilmu silat Keluarga Kok. Sebaliknya
bagaimana engkau dapat mempelajari
ilmu warisan Keluarga Kok?" "Aku belajar dari guruku,
T hai n Beflg Sbnsuf
"Ah, kiranya engkau murid Su couw (Paman Kakek Guru) Thian Siansu?" Sj Han Lin
terkejut.
"Hemmm, kalap mendiang guru susiok-couwmu, berarti engkau murid
keponakanku. Mengapa memusuhiku?"
"Aku tidak memusuhimu, Chou K
K i, aku menentang segala bentuk buatan tarku seperti yang diajarkan g ku. Engkau
dan ayahmu hendak merampas tahu kerajaan, bunuh banyak pejabat tinggi dan
menimbulkan perang yang menaakiba tewasnya banyak orang. Itu kejahatan besar,
maka aku harus nentangnya!"
"Huh, tahu apa engkau tentang jahatan? Chou Kuang Yin (kini Ka Sung Thal Cu)
itulah pemberontak penjahat besar. Kami hanya mem juangkan hak-hak kami»
Engkau rr. bantunya, berarti engkau juga pengkhia»
t yang patut dibunuh! Hailiiittttt...Ml" aaikan angin badai Kian Ki menyerang bngan
pedang di tangan kanannya di-» ling tamparan tangan kirinya yang *rngandung
tenaga sakti amat kuat.
Han Lin cepat menangkis sambaran mar hitam dan mengelak dari tamparan, arena
dia mengenal baik serangan latan, maka tidak sukar baginya untuk tenghtndarkan
diri dan Nan Lin seperti Masa banyak mengalah. Dia berkelahi hanya untuk
melindungi dirinya, dan dia n-embalas serangan hanya untuk melemahkan serangan
lawan. Kedua orang itu bertanding dengan cepat sehingga yang tampak hanya
gulungan sinar hitam melawan sinar putih yang saling desak dan saling himpit.
Sementara itu, para pendekar muda yang membantu Pangeran Chou Kuang Tian
juga menemukan lawan-lawan yang amat tangguh sehingga terjadilah pertempuran
antara orang-orang yang memiliki kesaktian sehingga tidak ada pera-rit kerajaan
atau anak buah gerombolan pemberontak yang berani mendekati mereka. Pa*a
perajurit itu bertempur lawan gerombolan dan karena ju para perajurit jauh lebih
besar, n mereka mulai dapat mendesak para buah gerombolan yang Kini tidak dib~
oleh para pimpinan mereka yang s sendiri menghadapi para pendekar mu
Orang ke dua dari para datuk bantu Chou Ban Heng yang paling I setelah Chou Kian
Ki adalah Thong Lama. Pendeta gundul jubah merah Tibet yang tinggi besar bermuka
hi ini bersenjatakan seuntai tasbih biji hitam dan sepak terjangnya dahsyat kali.
Melihat kehebatan pendeta L' ini, Liu Cin segera melompat maju i hadapuiya. Liu Cin
sekarang jauh ber" dengan Liu Cin dulu sebelum dia I sama Hui Lan mempelajari
ilmu da kitab Thian-te Im-yang Sin-kun. Biar ilmu itu baru tampak kedahsyatann
kalau dimainkan berdua dengan Hui L" namun latihan itu menambah kuat naga
dalamnya, juga terdapat banyak rusnya yang dapat dimainkan seorang < dengan
daya serang yang amat dahsyat.
Pendeta gundul jubah merah dari Tibet anc tinggi besar bermuka hitam ini beriatakarT
seuntai tasbih biji baja hitam dan sepak terjangnya dahsyat sekali.
Dia melompat sambil memainkan semat nya yang terdiri dari dua buah tonp pendek
yang dimainkan seperti sepala pedang, dapat memukul dan menotok.
Melihat lawannya seorang pemU baju kuning yang memiliki Ilmu si) dengan dasar
aliran silat Siauwlimp* Thong Thian Lama tertawa bergeli Sejak dulu para pendeta
Lama rnemai dang rendah ilm»-silat Siauwhmpai kafi na mereka menganggap bahwa
ilmu sil itu didasari ilmu peninggalan Tat N Couwsu yang datang dari India dan d
anggap kalah tua dibandingkan ilmu ya* merupakan aliran Ilmu silat para pendet!
Lama di Tibet. Mereka tidak menyadari bahwa ilvtu silat Siauwhmpai telah beri
kembang -pesat berbaur dengan ihnu-ilml dari lain daerah. Apalagi Lva Cin tela»
memperkaya ilmu silatnya dengan ikm Thfan-te Im-yang Sm-kun, sebuah ilml yang
langkah dan luar biasa.
Begitu mereka berdua saling serang Thong Thian Lara* tidak dapat menera
Uwekannya lagi karena oa mendapat kenyataan bahwa lawannya yang masif
ini benar-benar amat tangguh, lihat sambaran tasbihnya selalu dapat tangkis dan
dielakkan lawan, dia menit marah, melompat ke belakang dan lontarkan tasbih itu
ke udara. Tasbih itu mengeluarkan bunyi "wirrr.. t dan berputar-putar di udara, lalu
layang dan menyambar ke arah kepala lu Cin bagaikan seekor burung menyam-rnyambar
dengan kekuatan dahsyat pala orang dapat pecah kalau disambar tasbih
dengan biji besi atau baja hitam u!
Sebagai murid Ceng In Hosiang tokoh Itauwlimpai, Liu Cin maklum bahwa [lawannya
menggunakan kekuatan sihir i»ntuk menggerakkan tasbih itu. Para |K-ndeta Lama
memang terkenal dengan Ilmu sihirnya. Namun dia tidak menjadi gentar. Di
Siauwhmpai (Kuil Siauwli iia selain ilmu silat juga mempelajari ilmu agama Siauwlim
dan dia dapat mengerahkan tenaga batinnya untuk menolak pengaruh sihir itu dan
menggunakan tongkatnya untuk menangkis sambaran tasbih. Thong Thian Lama kini
maju menyerang dengan kaki tangannya sehingga Liu merasa dikeroyok oleh
pendeta itu oleb tasbih yang bergerak sendiri nyerang dari" atas.' Diserang secara d
kian, Liu Cin menjadi terdesak j akan tetapi berkat meningkatnya tcn4 sakti yang
diperolehnya dari latihan il Thian-te Inv-yjarjg Kun-hoat, dte rrr dapat melindungi
dirinya dengan baik.
Hongsun Siansu Kwee Cin Lok amat lihai dan karena tadi dia rhei amuk di dekat
Thong Thian Lama, kini Ong Hui Lan yang ingin berta melawan musuh dekat dengan
Liu C segera menyerangnya. Gerakan Hui ' kini juga cepat dan kuat sekali ber latihan
Thian-te Im-yang Kun-hoat. dangnya Cheng-hwa-kiam yang bers hijau berkelebat
menyambar ke ar leher Hongsan Siansu. Ketua HongsarT ini tersenyum mengejek
ketika meli siapa yang menyerangnya. Tentu saja d mengenal Hui Lan yang pernah
tinggal istana Jenderal Chou Ban Heng, bahka telah menjadi tunangan Chou Kian K
Dia pun telah mengetahui sampai
.1 tingkat kepandaian gadis itu, maka i memandang rendah dan merasa yakin iwa
dalam beberapa jurus1 saja dia »n mampu mengalahkan gadis itu. Dia »1 h
mendapat gagasan untuk menang-> Hui Lan hidup-hidup karena dia tahu ar bahwa
Chou Kian Ki amat men-ta gadis itu dan «pemuda itu pasti n girang dan berterima
kasih sekali danya kalau dia dapat menangkap «lis itu hidup-hidup dari diserahkan
pada pemuda itu.
Maka begitu dia menghindar dari r ifjgan Hui Lan dengan lompatan ke lakang, dia
menggunakan ilmu sihirnya, melontarkan pedangnya' ke atas menjadi knar kuning
dan nui-kiam (pedang terung) itu meluncur dan menyerang ke nah kepala Hui Lan.
Niatnya adalah i' embua.t gadis itu repot menangkisi M-rangan pedang terbangnya
sehingga dia ii pat menggunakan kedua tangannya l«ntuk menotok dan menangkap
gadis itu tanpa melukainya.
"Trang-trang-cringgg !M Tiga kali
dang sinar hijau di tangan Hui Lan
menangkis dan menghantam pedang bang itu sedemikian kuatnya sehl pedang itu
akhirnya terpental dan baii kepada Hongsan Siansu! Ketua sanpai ini menjadi
bengong, terkejut memandang terbelalak. Rasanya t mungkin! Baru beberapa bulan
saja pandaian dan tenaga sakti gadis itu dah meningkat demikian hebat sehi bukan
hanya mampu menangkis ped terbangnya, bahkan dapat membuat , kiam itu
terbang kembali kepadanya! segera menangkap gagang pedangnya dengan marah
dia menerjang ke ~ tidak ingat lagi untuk menangkap hi hidup gadis itu. Sekarang
tujuannya nya satu, yakni membunuh gadis y merupakan lawan cukup berbahaya it
Akan tetapi dia benar-benar kecehk. f angannya yang dahsyat dan gencar i iapat
ditangkis dengan baik oleh H l.an, bahkan gadis itu pun dapat me ^alas dengan
serangan yang cukup be vahaya. Mereka segera bertanding deng seru, saling serang
dan biarpun Hui L masih kalah pengalaman dan kalah ti
liatnya, namun gadis itu melawan !»Krtr> gigih dan dapat bertahan walau- agak
terdesak. , Song Kui Lin yang melihat Ang-hwa Jim u Lau Cu Yin tak dapat menahan u
arahannya. Ia pernah bertanding me-nn gadis yang cantik dan galak ini, ka ia segera
berseru mengejek. "Wah, ini nenek-nenek jelek dan jahat mcu! juga di sini. Nah,
sekarang nona-u tidak akan melepaskanmu lagi. Ke-lamu yang jelek dan tua itu
tentu m menggelinding putus!" Ang-hwa Niocu segera mengenal Kui Lin yang dulu
mengaku berjuluk Hek | Lihiap. Biarpun gadis muda yang cantik Mil cukup lihai,
namun dulu ia mampu mendesaknya dan kalau tidak ada Si Kan Lin yang amat lihai,
tentu ia dapat mengalahkannya. Maka, kini mendengar rjekannya, ia hanya mampu
berseru marah.
"Bocah setan, mampuslah!" Pedangnya yang mengeluarkan sinar merah Itu sudah
menyerang dengan dahsyat. Kui Lin memutar pedangnya menangkis, pedang tipis
yang biasa ia pakai sebagai sabuk. "Tranggg.....!" Bunga api berpijar keduanya segera
saling serang dengan mati-matian.
Bu Eng Hoat yang berada dekat Lin melihat pula Aog-hwa Niocu. dulu dikejarnya
karena dia tahu jbe jahatnya iblis betina itu. Dia ingin membantu Kui Lin, akan tetapi
baru saja memutar toyanya hendak membantu, Lin sudah berseru marah.
"Aku tidak butuh bantuan, cari lawan lain!"
Eog Hoat mengerutkan alisnya. En bagaimana, sejak pertemuan perfa hatinya amat
tertarik kepada gadis yang lincah Jenaka dan galak namu cukup lihai itu. Dia sendiri
berhati kerai akan tetapi terhadap Kui Lin dia tida dapat memperlihatkan
kemarahannya wj laupun hatinya mendongkol mendenga teguran itu. Selagi dia
meragu, tampa seorang kakek tinggi besar bermuka mc rah dengan kumis jenggot
dan ramt masih hitam, mukanya persegi dan nRis.
"Heh-heh, orang muda, apa engkau i.ih bosan hidup dan mencari kemati-f Mari
kuantar engkau ke alam baka!"
ck itu mencabut senjatanya siangkiam KKisang pedang). "Karena engkau membantu
perriberon-dan berada di pihak yang jahat, eng lah yang akan mati!" kata Bu Eng Mt
sambil maju menyerang dengan jngkatnya. Pemuda murid Thong Leng i>iu ini selain
memiliki ilmu toya gaya 'ibet, juga memiliki tenaga yang kuat » hingga biarpun
belum lama dia ber-Krcimpung dalam dunia persilatan, dia dikenal sebagai Sin-tung
Tal-hlap (Pen-|il«'kar Tongkat Sakti) karena permainan i -ya atau tongkatnya yang
luar biasa. Namun sekali ini Bu Eng Hoat bertemu tangan lawan yang amat tangguh
karena ek muka merah itu adalah Tung-hai ITok (Racun Laut Timur) yang sakti! Dia
[harus mengerahkan seluruh tenaga dan mengeluarkan semua jurus simpanannya
untuk dapat melindungi tubuhnya dan bertahan terhadap desakan lawan.
Di pihak pemberontak masih ada enam orang lagi yang lihai» yaitu Kwan In Im-yang
Tosu, Kailon, Bantok M< Cuibeng Lokui, dan Boa Su Kok. Meti ini dikeroyok oleh para
panglima perwira, dibantu para perajurit. tetapi mereka adalah orang-orang y amat
lihai sehingga banyak per a j yang roboh ketika mengeroyok mer< Para panglima dan
perwira juga sukar untuk dapat merobohkan e orang yang mengamuk itu.
Pertempuran Mu berlangsung seru mati-matian, terutama perkelahian an para
tokoh yang mendukung pemberot... dan para pendekar muda yang memban
Pangeran Chou K uang Tian. Pangeran i sendiri tidak ikut bertempur, hanya me atur
pasukannya untuk membasmi p anak buah pemberontak dan dalam ini dia mulai
berhasil mendesak p pemberontak. Banyak sudah anak pemberontak yang tewas
dan terluka , kini sisanya mulai merasa gentar sehing ga bertempur tidak seganas
tadi, bahka kurang semangat.
Perkelahian yang hebat terjadi antan Kj Kian Ki dar. Si Han Li. Kian Ki rasa penasaran
bukan main karena imua serangannya selalu dapat dihindar y» Han Lin dengan
tangkisan maupun ikan. Betapapun kuat dan cepat dia rnyerang dengan pedangnya,
selalu it ditangkis dengan sama kuatnya dan akkan dengan sama cepatnya.
"Hyaaahhhhh.....!" Kini dia merendahkan tubuh dengan menekuk kedua lutut-i>>a,
tangan kirinya dengan telapak ta M«n terbuka didorongkan ke arah Han Lin dengan
mengerahkan seluruh tenaga «m-kangnya. Rupanya rasa penasaran dan I marah
membuat Kian K i menyerang de [iigan niat mengakhir pertarungan itu. danai dia
tahu benar bahwa pukulannya perti itu kalau bertemu dengan tenaga yang lebih
kuat. dapat membuat tenaganya membalik dan akan melukai atau merusak isi
dadanya!
Han Lili juga maklum akan serangan maut yang amat berbahaya itu. Dia melihat
telapak tangan Chou Kian K i menjadi merah seperti berlumur darah. Dia teringat
akan keterangan gurunya. Tha)
Kek Siansu, bahwa di antara pukulan-puj an jarak jauh yang ampuh dart rriema.i
terdapat pukulan yang disebut Ang-b ciang (Tangan Merah Darah) dan pOk» itu
kalau mengenai korban yang kurang naga saktinya, dapat membuat korban I tewas
seketika! riahkan pukulan ini ka*r nya lebih jahat daripada Hek-tok-ciang ( ngan
Racun Hitam) atau Pek-tok-C (Tangan Racun Putih), karena kalaG' pukulan itu
membuat orang terluka dan lau diikhtiarkan masih ada obafpenawa nya sebaliknya
Ang-jifak-cianjj mem korban tewas seketika dan tidak disembuhkan lagi.
Han Lin segera menenggelamkan di dalam penyerahan kepada Thian Ya' Maha
Kuasa, menyimpan semua peria* dan yang mengalir dari tangan klriny hanyalah
hawa murni yang Adi Kodrati yang timbul dari jiwa manusia yang ber serah diri dan
terbimbing sepenuhny oleh Kekuasaan Tuhan. Dia menjulurk telapak tangan kirinya
untuk menyambu pukulan lawan.
"Wuuttt wesss !!* Kian Ki terke"
W inya, yang kuat jitu bertemu dengan i yang lunak dan lentur, membuat an
kirinya .terpental dan dia sendiri /Wong dan terhuyung ke belakang Itipai enam
langkahi Dia bernapas panji dap merasa lega karena tidak men- ita luka. Dia pun
maklum bahwa talinya ini benar-benar tangguh. Dia «us bertanding mati-matian
melawan Si )n Lin.
"Engkau atau aku yang mati di sini!!" a membentak dan hendak menerjang
I»-
"Sayang sekali kalau engkau membuat knazah ayahmu terlantar tidak ada yang
Ktcngurusnya dengan baik," kata Han Lin t mang. Tiba-tiba Kian Ki teringat akan
Irnazah ayahnya yang dia tinggalkan di l"wah pohon besar. Kalau dia bertanding
timpai napas terakhir dan mati di situ, bukan saja jenazah ayahnya tidak ada yang
mengurus dengan semestinya, bahkan siapa yang akan membalaskan dendam sakit
hati ayahnya? Teringat akan Ini Kian Ki mengeluarkan pekik melengking dan dia lalu
melompat jauh melampaui kepala para perajurit yang bertempur dan menghampiri
mayat a nya, dipanggulnya dan dibawanya meninggalkan tempat itu sambil nangis!
Han Lin tidak mau mengejar cepat dia membantu para panglima terdesak hebat oleh
enam orang I yang mengamuk dan membunuhi ban perajurit. Pertama-tama dia
menyerbu arah Cuibeng Lokui yang bersama Ban Moko merupakan dua orang
golong sesat yang membantu pemberontak yang paling kejam membunuhi para pe
jurit. Begitu dia menyerbu, Cuibeng Loku terkejut dan segera mengenal Han Li yang
pernah membuat dia kewalahan da melarikan diri ketika dia ikut murid muridnya
menyerbu rumah Nyonya Kak, ibu Song Kui Lin, di Ctn-an. buah tamparan dari Han
Lin yang di tangkisnya membuat tubuhnya terhuyun ke belakang. Kakek tinggi besar
muk codet yang berpedang biru ini menja semakin gentar dan ini membuat gerakan
nya kacau dan ketika tiga orang pangmenyerangnya, dia hanya mampu »«i gkis dua
batang pedang. Pedang panglima ke tiga mengenai lehernya Cui-beng Lo-kui roboh
mandi darah tewas.
h.mtok Moko yang sedang mengamuk an tongkat ularnya yang beracun, iibur)uhi
banyak perajurit, tiba-tiba lihat bayangan putih berkelebat dan ikat ularnya
disambar sinar putih. "Crakkk.....!!" Tongkat ularnya ter-Hong menjadi dua! Dia
terkejut dan mpir tidak percaya. Tongkat saktinya og mampu menandingi segala
macam ljata pusaka itu demikian mudah pa-.>., hanya sekali bertemu dengan
pedang rsinar putih. Ketika dia melihat siapa ng menangkis dan membikin patah, dia
kejut bukan main. Dia segera menge-I pemuda yang dulu bersama seekor rung
rajawali telah membuat dia dan Murid serta anak buahnya lari ketika vereka
menangkap Ong Hui Lan! Hatinya enjadi gentar sekali dan keadaannya itu Atembuat
dia tidak mampu menghindarkan diri ketika empat orang perwira,
menyerangnya dengan berbareng. Se tombak menembus dari punggung ke danya
dan dia pun roboh dan tewas ketikal
Han Lin segera membantu para wira lain dan kini pihak ,pembe menjadi semakin
kacau.
Sementara itu, Hui Lan yang me Hongsan Siansu terdesak hebat, demi pula Liu Cin
yang melawan Thong Lama juga kewalahan. Hui Lan cerdik lalu sengaja menggeser
diri dekati Liu Cin, dikejar oleh Hon Siansu. Setelah dekat, tiba-tiba Hui berseru.
Thian-te Im-yang!" Tiba-tiba la lompat dan menyerang Thong Thian ma dan Liu Cin
yang segera maklum yang dikehendaki Hui Lan juga melom dan berbalik menyerang
Hongsan Sian Dua orang kakek sakti itu terkejut ! tika tahu-tahu mereka telah berga
lawan dan mulailah Liu Cin dan Hui La bersama-sama memainkan Ilmu Thian* te Imyang
Sin-kunl Tubuh mereka sel olah dikendalikan satu pikiran, berger
Ml ketika merasakan betapa tenaganya i kuat itu bertemu dengan hawa yang tk dan
lentur, membuat tangan kirinya kental dan dia sendiri terdorong dan Buyung ke
belakang sampai enam langit Dia bernapas panjang dan merasa L karena tidak
menderita luka. Dia \r> i aklum bahwa lawannya mi benar-wir tangguh. Dia harus
bertanding Lu matian melawan Si Han Lin. pnp teriang karena gerakan gadis dan
imuda yang berselang-seling itu sungguh pmbuat mereka bingung.
Tiba-tiba Hui Lan memindahkan pe-kngnya ke tangan kiri, kemudian ia rentangkan
tangan kanan yang disam-|rt oleh tangan kiri Liu Cin. Keduanya gerahkan tenaga
sakti seperti yang
r
eka pelajar i dari kitab Thian-te Im-g Sin-kun, dua aliran hawa Im dan ong kini saling
tunjang dan disalurkan r arah pedang di tangan mereka. Kemu-lan. mereka
menerjang maju bersama ke «ah Thong Thian Lama. Pendeta Lama ¿1 terkejut,
cepat dia memutar tasbilv a dari baja hitam. Tasbih menjadi gulungan sinar
merupakan perisai nangkis tusukan pedang Hui Lan totokan tongkat pendek di
tangan Cin yang sudah menyelipkan tc kirinya ke Ikat pinggang.
"Blarrrrr.....?" Tasbih itu putus ut annya dan biji-biji tasbih itu jatuh tebaran di atas
tanah. Sebelum 1 Thian Lama dapat mengatasi kaget pedang Hui Lan sudah
menyambar ngan tenaga gabungan yang amat menusuk ke arah dada pendeta itu.
"Cappp.....!H Pedang itu menusuk v dan ketika dicabut kembali, tubuh per ta Lama
itu terkulai roboh. Hong* Siansu marah sekali dan sambil meng luarkan teriakan
nyaring, pedangnya ; bersinar kuning menyambar ke arah Lan sementara tangan
kirinya m«;nggi kan Thai-lek-jiu (Tangan Halilintar/ mukut ke arah Liu Cin! Sungguh
meri kan serangan sekaligus kepada dua < yang bergandeng tangan itu secara syat
sekali.
Akan tetapi Hui Lan dan Liu Cl
HhK masih bergandeng tangan dan mengabungkan tenaga mereka, tidak takut
^biyambut serangan itu. Hui Lan meng-^Hinkan pedang di tangan kirinya untuk
^biangkis pedang Hongsan Siansu se-^bgkan pukulan Thai-lek-jiu itu disam-b.t
tangkisan tongkat pendek yang dialiri naga sakti gabungan yang amat kuat.
"Krekkk..... desss.....Hn Pedang kuning M< tangan Hongsan Siansu menjadi patah
Mm ketika pukulan halilintar tangan kiri-bva bertemu tongkat, tangannya Itu
terbantai, diikuti tubuhnya terjengkang dan i« banting keras sekali. Wajah Hongsan
piansu menjadi kebiruan dan dia tewas ►«ketika karena tenaga sakti yang me
iigandung hawa beracun dalam Thai-Iek )iu tadi membalik dan menyerang
jantungnya sendiri sehingga dia tewas se-ketikal
Setelah Hongsan Siansu dan Thong Thian Lama tewas, Hui Lan lalu membantu Kui
Lin yang masih terdesak oleh Ang Hwa Niocu, sedangkan Liu Cin membantu Bu Eng
Hoat yang kewalahan melawan Tung-hai Tok. Kini keadaannya berbal ik sama sekali.
Bukan hanya , anak buah'gerombolan pemberontak ya kocar-kacir melawan pasukan
pemerin* yang lebih banyak jumlahnya, juga tokoh kangouw yang mendukung
berontak kini terdesak hebat.
Kailon akhirnya roboh juga di ba\ serangan pedang aan tombak para p wira yang
dibantu Han Lin. 3uga Ban Kok murid Tung-hai Tok roboh dan te\
Melihat keadaan semakin berbal apalagi melihat Chou Kian Ki telah larikan dirt, Ang
Hwa Niocta berser nyaring, lalu membanting sebuah alu peledak.
"BJarrr..*..!" Asap hitam menget tinggi. Kul Lin dan Hui Lan yang m, ngeroyoknya
cepat berlompatan ke bela kang. Ketika asap tebal itu> membuye Ang Hwa Ntocu,
Tung Hai Tok, Kwan Su, dan Im Yang Tosu sudah tidak tar pak lagi. Mereka
menggunakan tirai as. hitam tadi untuk meloncat dan menyt linap di antara para
anggauta geromboli yang masih bertempur dan menghilang.
Setelah ditinggalkan para pemimpir
i'ka, dan banyak di antara mereka tewas atau tcrluka, sisa para ang ta gerombolan
pemberontak itu me-ikan diri cerai berai dan banyak pula ng menaluk.
Maka terbasmilah pemberontakan itu. a perajurit bersorak gembira atas n enangan
mereka. Akan tetapi di an-a suara sorak sorai itu terdengar ke-i kesah dan rintihan
mereka yang ter-jka dan di antara mereka yang menengik arak yang dibagikan oleh
para -perwira untuk merayakan kemenangan itu, ^rnpak banyak yang sibuk
mengangkuti tayat-mayat yang banyak itu. Mayat a perajurit di angkat dan diurus
se-itutnya, sedangkan mayat para ang-luta gerombolan diseret dan dikubur kreara
bersama, sebuah lubang besar diisi |iuluhan mayat. Di dalam perang, mereka yang
kalah memang mengalami nasib buruk. Yang terluka mendapat perawatan
wkadarnya dan yang menaluk menjadi tawanan untuk diadili dan menjalani
hukuman. Sudah lajim terjadi di seluruh dunia, setiap kali terjadi perang, baik
perang antar bangsa, antar suku antar golongan, maka terjadilah keke an-kekejaman
di luar batas prikemc an. Manusia dalam perang menjadi dan kejam yang
sesungguhnya bukan jadi watak aselinya. Akan tetapi da perang, rasa ttifcut bahwa
dirinya tertawan, disiksa atau terbunuh musuh mendatangkan dendam dan k cian.
Ditambah lagi rasa dendam tewasnya rekan, sahabat atau keluar Dendam ini
ditujukan kepada pihak suh tanpa pandang bulu karena merupakan permusuhan
atau dendam badi terhadap seseorang, melainkan t hadap pihak musuh.
Akan tetapi Pangeran Chou K uang T ternyata memiliki kebijaksanaan seperti
kaknya, Kaisar Sung Thai Cu atau _ bernama Chou K uang Yin. Mungkin dia niru atau
melanjutkan kebijakan kakakn Mayat para perwira pemberontak dan [ tokoh
kangouw yang membantu pihak pe berontak dimakamkan dengan cukup pant Juga
mereka yang tertawan, kecuali mer yang benar-benar merupakan tokoh pent"
m pimpinan, tidak dihukum mati. [ Setelah pemberontakan berhasil tik-Hapas,
Pangeran Chou K uang Tian me-ftiindang lima orang pendekar muda, Bit u Si Han
Lin, Liu Cin, Bu Eng Hoat, Bir Hui Lan, dan Song Kui Lin untuk Biang berkunjung ke
istana. Pangeran Wuju Kuang Tian menghadapkan mereka M>ada Kaisar Sung Thai
Cu yang me-P' ima mereka dengan ramah. ' "Kalian adalah pendekar-pendekar
&Wda yang pantas dibanggakan, selain ah perkasa, juga merupakan pembela-m bela
negara yang patriotik. Kami asa kagum dan heran. Begini muda lan telah dapat
memiliki ilmu yang ggi, juga memiliki budi pekerti yang ik. Si Han Lin, siapakah
gurumu?" "Guru hamba adalah Thai Kek Siansu, lbaginda."
Kaisar Sung Thai Cu mengangguk-gguk. "Ah, pantas kalau engkau muridnya. Kami
mengenai siapa manusia sakti ihai Kek Siansu, per tapa Cin-lin-san ang mempunyai
peliharaan burung raja-ali itul Dan engkau, Liu Cin, siapa gurumu?"
Liu Cin menjawab dengan hor "Hamba mendapat kehormatan diambil murid oleh
Suhu Ceng InHo Sribaginda."
"Hemmm,* engkau murid Siauwh Kami pernah mendengar nama Ceng Hosiang
sebagai seorang tokoh Si lim-pai. Dan engkau» Bu Eng Hoat? apakah gurumu?"
"Hamba murid Suhu Thong Leng L Sribaginda."
"Thong Leng Losu?" Kaisar Sung Cu mengingat-ingat. "Hernmm, M belum pernah
mendengar nama ini. A, kah dia juga seorang pendeta Buddha?"
"Suhu adalah seorang pendeta L dari Tibet, Sribaginda."
Kaisar mengangguk-angguk. "Begi kah? Kami sudah mendengar bahwa antara para
pendeta Lama di Tibet, nyak yang memiliki ilmu kepanda tinggi. Sekarang para
pendekar wani yang cantik-cantik ini. Ong Hul L siapa yang membimbingmu
sehingga eng kau menjadi seorang pendekar wani
ir lihai?"
"Hamba murid Suhu Tiong Gi Cin-Sribaginda."
Tiong Gi Cin-jin? Maksudmu Tung nn-ong (Si Raja Pedang Timur) yang i?nal sebagai
ahli sastra dan peng-. pelajaran Guru Besar Khong-hu-cu *' Pantas engkau tampak
begini lembut nun kuat dan lihai. Sekarang engkau, g Kui Lin. Engkau tampak lincah
h, murid siapakah engkau?" Kui Lin tersenyum dan menjawab an suara lantang.
"Guru hamba ada-i Suhu Louw Keng Tojin dan di antara reka semua ini, hamba yang
paling vdoh, Sribaginda!"
"Ha-ha-ha!" Kaisar Sung Thai Cu ter-awa. "Agaknya selain diberi pelajaran jknu silat
tinggi engkau juga mewarisi llsafat merendahkan diri dari tosu (pen-ta To) itu! Kami
mengenal Louw Keng ojin, pendeta To-kauw (Agama To) itu.
ankah dia yang terkenal dengan ju-nkan Lam-Iiong (Naga Selatan)?"
"Benar sekali, Sribaginda Yang Mulia!" ta Kui Lin, girang bahwa kaisar itu mengenal
pula gurunya.
Kaisar Sung Thai Cu merasa ge sekali. "Ahhh, sungguh senang hati kami. Semua
golongan agama kauw (Tiga Agama) ternyata mendu pemerintahan kami. Ini berarti
ba Thian memberkahi Kerajaan Sung! K tiga agama terbesar, Buddha, To(Tao dan
Khong-kauw (Confucianism) dukung dan di antara mereka ter hubungan
persaudaraan yang baik, re' tidak akan terpecah belah dan ne akan menjadi kuat.
Terima kasih k Thian Yang Agung."
Kaisar Sung Thai Cu ingin meng diahkan pangkat kepada lima orang dekar yang telah
berjasa besar itu. tetapi mereka berlima tidak mau mene manya dan menolak
dengan hormat halus.
"Yang Mulia, ternyata hamba beril tidak bersedia untuk terikat dengan dudukan.
Hamba berlima lebih se menjadi rakyat biasa saja akan tet hamba berjanji bahwa
hamba beril akan selalu siap untuk membela neg
i bangsal" Si Han Lin berkata me lli teman-temannya setelah mereka ua menyatakan
tidak menerima ta-ian pangkat itu.
Sung Thai Cu menghela napas panil dan mengangguk-angguk. "Kami seperti jiwa
seorang pendekar yang i menghendaki kebebasan, tidak it oleh apa pun juga.
Baiklah, kalian rlima menolak kedudukan, akan tetapi mi harap kalian berlima tidak
menolak mberian bingkisan dari kami sebagai rnyataan rasa sukur dan terima kasih
mi." Kaisar lalu memberi isarat kepada orang pelayan pribadi yang mengambil na
buah kantung kain merah berisi g emas yang sudah dipersiapkan. Lalu tas perintah
Kaisar pelayan itu merahkan lima kantung uang emas Itu patta lima pendekar Itu,
masing-masing buah kantung. Lima orang muda itu tidak berani menolak. Mereka
menerima dan menghaturkan terima kasih. Setelah pertemuan Itu dinyatakan
selesai, lima orang pendekar itu lalu meninggalkan istana, diantar oleh Pangeran
Chou* Kuang] sampai di halaman isfana.
*
Liu Cih dan Ong Hui Lan yang lakukan perjalanan bersama berhenti luar kota raja
bagian selatan. Tadi ketika meninggalkan kota raja. Hui yang menyatakan bahwa ia
harus mel kan pengejaran terhadap Chou Kian dan dalam perjalanan melakukan pe
jaran Itu, ia sekalian akan singgah rumah orang tuanya, yaitu Ong Su y tinggal di
Nan-king. Kini di jalan u yang sunyi, di kaki sebuah bukit, hutan, Liu Cin yang
menahan agar m ka berhenti. Hui Lan menurut dan reka lalu duduk di bawah
sebatang po besar yang rindang dan yang meljnd mereka dari terik sinar matahari. Si
itu memang matahari memutahkan sin nya yang panas sehingga, menyengat, dan
dan amat enak duduk di bawah
yang rindang itu, disejukkan angin illif. .
u Cin..... eh, maaf, Cin-ko," kata Lan yang belum lama ini ketika ber-i di kota raja. ia
sudah bersepakat Mgan Liu Cin untuk menyebut Cin-dan Lan-moi. "Kenapa engkau
meng-k aku berhenti di sini? Apakah engkau kth dan ingin beristirahat?"
Liu Cin tersenyum. "Ah, tidak» Lan-ii. Hanya aku ingin bicara denganmu n tidak enak
rasanya' kalau bicara ius sambil melakukan perjalanan." Hui Lan memandang wajah
pemuda kj penuh perhatian dan sinar matanya mienyelidik. "Engkau hendak
membicara-in apakah, Cin-ko, yang demikian serius u?"
"Lan-moi, sejak engkau menyatakan hendak melakukan pengejaran terhadap ! hou
Kian Ki, aku merasa heran sekali, an tetapi di sana, di depan banyak rahg, aku tidak
mau banyak bertanya. Akan tetapi hal itu selalu mengganggu pikiranku yang merasa
heran dan tidak mengerti. Maka sekarang kuharap engkau suka menjelaskan,
mengapa engkau susah payah hendak melakukan pengrj an terhadap putera
pangeran pembe tak itu? Apa yang ingin kau laki kalau sudah dapat mengejarnya?"
Dengan alis berkerut, muka mei mata mencorong marah Hui Lan biasanya lembut
itu berkata tegas, harus membunuhnya!"
Liu Cin terkejut juga melihat wa gadis itu tampak penuh kebencian kel mengucapkan
kata-kata itu.
"Akan tetapi maafkan aku, ^
mol, memang bukan urusanku, hanya, aku merasa penasaran sekali. Menga engkau
begitu membencinya? Mengj engkau begitu benci sampai harus ngejarnya dan
membunuhnya?"
Hui Lan berpikir sejenak dan tamg ragu-ragu. Kemudian ia berkata, kemo lembut.
"Cin-ko, aku minta maaf pa< mu, terus terang saja, aku hanya dar, mengatakan
bahwa aku harus membunv ya. Aku berjanji kepadamu, kalau sudah berhasil
membunuhnya, baru ar akan memberitahu kepadamu mengaj
harus membunuh jahanam itu.** Di dalam hatinya Liu Cin menduga-a. Ada yang
aneh dalam sikap Hui «' ini, pikirnya. Dulu dia menemukan fi sempat menolong Hui
Lan yang hen-k bunuh diri. Gadis itu mengaku bahwa , melarikan diri dari rumah
Pangeran hou karena tidak sudi dinikahkan deán Chou Kian Ki dan tidak mau pu-g
pula ke rumah orang tuanya sen-ri. Dan sekarang, gadis itu bertekad ituk membunuh
Chou Kian Kl setelah emperdalam Ilmu bersama dia, mengua-I ilmu Thian-te Im-yang
Sin-kun. Dan t janji akan memberitahu kepadanya telah berhasil membunuh Chou
Kian fl. Mengapa ia demikian membenci puliera pangeran itu? Apa yang telah
dilakukan Chou Kian Ki kepadanya? Liu Cin menduga-duga, akan tetapi tidak mau
bertanya apa-apa, bahkan dia ber-p biasa saja.
"Baiklah, Lan-moi. Memang aku tidak berhak mencampuri urusanmu."
"Bukan begitu, Cin-ko! Engkau harus mencampuri urusanku karena terus terang saja,
tanpa bantuanmu aku tidak al berhas.il membunuh Chou Kian Ki. Ak lah yang akan
mati di tangannya engkau tidak mau membantuku." U gadis itu keluar dengan suara
sedih.
Tentu saja, Lan-moi. Aku pasti a tetap membantumu. Yang kumaksud adalah bahwa
engkau tidak perlu ceritakan mengapa engkau mem Chou Kian Ki kalau engkau tidak
menceritakannya kepadaku."
Hui Lan merasa sedih sekali sehin ia tidak dapat menahan ketika sepasa matanya
menjadi basah dan beber butir air mata menetes keluar dan jat ke atas pipinya.
"Cin-ko, sekali lagi maafkanlah ak Sesungguhnya, setelah semua budi kebai an yang
kau limpahkan kepadaku, tid semestinya aku masih merahasiakan t suatu darimu.
Akan tetapi, aku moh kepadamu, bersabarlah, Cin-ko. Setela aku berhasil
membunuh jahanam it ?asti aku akan memberitahu kepadamu."
Melihat kesedihan Hui Lan, Liu Ci cepat berkata. "Ah, sudahlah, Lan-moi fcan
bicarakan hal itu lagi. Mari kita t|utkan perjalanan kita. Kau bermaksud ih dulu pergi
ke Natt-king, bukan?" jara Liu Cin biasa dan gembira Seolah hendak mengalihkan
percakapan tadi tidak mau mengingatnya hrg'l. Pada-I di dalam hatinya, pemuda ini
sudah t menduga, apa kiranya yang me-babkan gadis itu mendendam sedemi-n
besarnya terhadap Chou Kian Ki. dak terlalu sukar ditebak. Hui Lan rnah ditunangkan
dengan Kian Ki dan Lihkan tinggal di gedung pemuda itu. » mudiah tiba-tiba gadis itu
meninggalkannya dan dia menemukannya hendak punuh diri! Malapetaka apa yang
me-Impa diri seorang gadis sehingga ia i ndak membunuh diri dan kebenciannya
edemikian besarnya? Dia dapat meraba rtrngan dugaannya. Bencana paling hebat
yang membuat seorang gadis mendendam takit hati kepada seorang laki-laki adalah
perkosaan! Bukan hal yang mustahil kekejian itu dilakukan oleh seorang laki-laki
macam Chou Kian Ki kepada Hui Lan. Kian Ki memiliki ilmu kepandaian tinggi
sehingga d,uj, tentu dapat maa gunakan paksaan fnenggagahl Hui Lm t g dengan
tipu, meslihat lainnya. Km na itu Hpi La n merahasiakannya, tttf gadis itu merasa
malu untuk mengV kepada orang lain, terutama kepada Akan tetapi ini hanya
dugaannya dan dia mengharapkan semoga dugaan] itu keliru.
Mendengar pertanyaan Liu Cin yang nadanya biasa dan gembira, Hui Lan rasa lega.
Tadinya ia merasa khawatir kaau-kalau pemuda itu mendesaknya atau menjadi
kecewa dan marah. Akan ictapi ternyata Liu Cin sama sekali tidak bersikap demikian
malah sebaliknya menghentikan percakapan tentang hal itu. la merasa bersukur dan
berterima kasih kekali. Semakin yakin hatinya bahwa Liu cin adalah seorang sahabat
yang paling baik baginya. Maka ia pun menjadi gembira lagi dan menjawab
sejujurnya.
"Benar, Cin-ko. Aku hendak singgah ke rumah orang tuaku, selain menceritakan
tentang ditumpasnya pemberontakan yang dipimpin mendiang Jenderal Chou ban
Heng, juga aku ingin sekali memperkenalkan engkau kepada ayah ibuku!"
Wajah pemuda itu berubah kemerahandan hatinya berdebar girang. Kalau orang:;
gadis hendak memperkenal seorang teman prianya kepada orang tuanya, biasanya
hal itu berarti bahwa gi itu mencinta pria itu, agar orang tual mengenal pria pilihan
hatinya!
Kemudian mereka melanjutkan perjalanan mereka dengan hati ringan gembira.
Keduanya merasa semakin dan cocok satu sama lain dan bagi Hui Lan sendiri kini
rasa sukanya makin mendalam dan harus ia akui bahwa ia mulai jatuh cinta kepada
Liu Cin.
ooOOoo
Song Kui Lin juga meninggalkan kotaraja dan melakukan perjalanan seorang diri
menuju ke Cin-an. Ia hendak pulang ke rumah ayah tirinya, yaitu Perwira Kwa Siong,
duda yang mengawini ibunya yang sudah menjanda. Ayah tirinya dan tentu akan
gembira sekali mendengar ia menceritakan tentang terbasminya penghiatan dan
pemberontakan yang dipimpin mendiang Jenderal Chou Ban heng. Ayahnya itu,
biarpun ayah tiri, amat baik kepadanya dan ia tahu bahwa ayah tirinya adalah
seorang perwira yang setia terhadap Kerajaan Sung.
Sudah dua hari ia meninggalkan kotaraja dan tiba di daerah pegunungan yang sunyi.
Siang itu matahari memuntahkan sinarnya yang amat panas sehingga Kui Lin yang
sejak tadi merasa betapa kulitnya disengat matahari, kini merasa nyaman setelah
memasuki daerah yang berhutan dan sejuk dengan bayangan pohon-pohon.
Ketika mendengar gemerciknya air, Kui Lin baru merasa betapa tenggorokannya
terasa kering karena haus. la segera penyimpang dari jalan umum menyusup di
antara pepohonan mencari dari mana datangnya suara air gemercik itu. Akhirnya
dengan girang ia menemukan sebuah pancuran air, yaitu air gunung yang mengalir
di antara batu-batu dan terjun ke bagian yang lebih rendah. Air itu jernih sekali. Kui
Lin lalu minum, membasuh mukanya dengan air yang dingin sekali, juga membasahi
lehernya, lengannya, melepas sepatu menggulung celana untuk membasahi kakinya.
Terasa dan sejuk bukan main. Karena tempat itu sepi, saking keenakan, Kui Lin mulai
membuka bajunya karena timbul keinginannya untuk mandi!
Tiba-tiba ia mendengar bunyi seperti ranting, patah dan berkeresekan dan daundaun
kering terinjak kaki. Ia cepat menoleh dan melihat seorang laki-laki muda
melangkah ke arah tempat itu.
"Kurang ajar!!" la membentak laki-laki itu baru melihatnya lalu cepat laki-laki itu
memutar tubuh, berbalik membelakangi Kui Lin yang setengah telanjang. Gadis itu
cepat mengenakan lagi pakaiannya dan sepatunya, kemudian dengan lengan baju
masih tergulung sehingga tampak kulit lengannya yang putih mulus berlawanan
dengan pakaiannya yang serba hitam. Dengan langkah ringan dan cepat ia
menghampiri laki-laki itu dan memaki.
"Laki-laki kurang ajar, engkau mengintai aku, ya? Anjing kau. monyet, kuda, babi.....
" Kui Lin tiba-tiba menghentikan makiannya ketika laki-laki itu membalik tubuh
menghadapinya karena ia segera mengenalnya. Pemuda itu bukan lain adalah Bu
Eng Hoat, seorang di antara para pendekar yang membantu Pangeran Chou Kuang
Tian membasmi pemberontak. Akan tetapi, biarpun ia tahu bahwa Bu Eng Hoat
adalah seorang pendekar gagah perkasa yang kiranya tidak mungkin mau mengintai
wanita dengan sengaja, ia pernah berkelahi melawan pemuda itu ketika ia hendak
menangkapnya dengan tuduhan pemuda itu membunuh Menteri Liong. Teringat ini,
Kui Lin yang tadinya sudah tenang, menjadi marah lagi.
"Hemmm, kiranya engkau, Bu Hoat? Mengapa engkau mengikuti aku? Engkau
membayangi aku, ya? Mau apa engkau mengikuti aku?"
Wajah Bu Eng Hoat menjadi kemerah-merahan karena marah. Pemuda ini berwajah
jujur dan keras. Dituduh membayangi tadinya malah dituduh mengintai, dia merasa
penasaran sekali.
"Song Kui Lin, engkau ini sungguh keterlaluan sekali! Tanpa menyelidiki lebih dulu
begitu mudah menuduh orang! kalau engkau menuduh aku membunuh Menteri
Liong, sekarang kembali engkau menuduh sembarangan. Tadi menuduh aku
mengintai dan memaki-maki aku, seorang menuduh aku membayangi dan
mengikutimu! Apa kau kira di dunia ini hanya engkau seorang yang paling baik dan
semua orang lain jelek dan jahat?"
"Siapa menuduh sembarangan? Aku menuduh karena ada sebabnya. Ketika aku
menuduhmu membunuh Menteri Liong, aku diutus Pangeran Chou Kuang Tian
untuk menangkapmu. Tadi aku menuduh engkau mengintai karena memang ketika
aku membasuh badan, tahu-tahu engkau muncul. Apalagi kalau bukan mengintai?
Dan sekarang, kenyataannya engkau berada di sini menyusul aku, apakah itu bukan
mengikuti dan membayangi namanya? Hayo jawab kalau bisa!" kata Kui Lin galak.
"Akan tetapi buktinya semua tuduhanmu itu kosong dan tidak benar, kenyataannya,
dulu aku bukan pembunuh bahkan pembela Menteri Liong. Dan tadinya aku sama
sekali bukan ingin mengintaimu, tetapi aku mendengar suara gemericik air dan aku
ingin minum dan cuci muka. Juga aku tidak mengikuti karena aku memang
meninggalkan kotaraja dan hendak mencari Suhu Thong Leng Losu yang kini berada
di sana. Nah, semua dugaanmu itu kotor dan keliru, bukan? Kebetulan saja kita
bertemu di sini dan terus terang saja aku senang dapat bertemu dengan engkau
yang sudah kukenal sebagai seorang pendekar wanita sehaluan. Sayang begitu
bertemu, engkau menyangka yang buka bukan!"
"Ooo, begitukah? Kalau benar begitu maafkan aku. Aku tadi membentak dan
memakimu karena kaget. Siapa yang tidak kaget tiba-tiba melihat seorang laki-laki
melotot memandang ke arah.... kakiku?"
Eng Hoat tersenyum. "Aku tidak sengaja memandang, akan tetapi ketika melihat
engkau membasuh kakimu, hemm, harus kuakui bahwa aku belum pernah melihat
kaki seputih dan sebagus itu. ketika engkau hendak membuka baju, aku cepat
memutar tubuh membelakangimu. Aku bukan golongan laki-laki yang kurang ajar.
Kui Lin, walaupun terus terang saja, aku ........ aku kagum dan suka melihat kakimu
yang indah tadi."
Kini sepasang pipi Kui Lin yang ke-«T«ihan. Mendengar kakinya dipuji indah, |>4ilagi
yang memuji itu seorang pende-nr yang ia tahu berwatak jujur dan ikan sekadar
memuji untuk merayu, I i gadis mana yang tidak merasa bang-dan senang?
Akan tetapi pada saat itu, terdengar tara gaduh dan muncul belasan orang ang
dipimpin oleh tiga orang yang sudah i' ' eks kenal sebagai tokoh-tokoh kang-uw yang
dulu membantu Pemberontak i hou Ban Heng. Mereka itu adalah Tung-t tok, ketua
Tung-hai-pang yang kini diikuti lima belas orang sisa anggauta Turvg-ii..,i-pang yang
tidak tewas dalam perang i« mberontakan. Dia ditemani pula oleh
Kangiam Sin-kiam K wan In Su yang n rupakan ahli pedang yang terkenal hingga
mendapat julukan Kangiam kiam (Pedang Sakti dari Kangiam). To ini berusia kurang
lebih enam puluh hun, bertubuh sedang dan mukanya . sih. Adapun orang ke dua
yang mene Tung-hai-tok adalah I m Yang Tosu, deta To tokoh dari utara yang tadi
juga mendukung Chou Ban Heng dan ik melarikan diri setelah pemberontakan it
gagal.
Tung-hai-tok, kakek berusia ha tujuh puluh tahun yang tinggi besar be muka merah
itu tertawa bergelak ket* melihat K lu Lin dan Eng Hoat. Dat sesat yang menjadi raja
para penjahat di] sepanjang pantai timur ini senang seka "j apalagi melihat Kui Lin
yang jelita. D memang seorang yang memiliki wat mata keranjang.
"Ha-ha<-heh-hefi. bagus sekail! 3' T tiang (Kedua Pendeta To), mereka i alah t dua
orang dj antara para pe bantu Pangeran Chou Kuang Tian. Z ngan membunuh
mereka, setidaknya ke
lahan kita yang lalu dapat terbalas!" "Siancai!" Im Yang Tosu berseru, o tidak
mempunyai permusuhan pri-1 'i dengan mereka, Tung-hai Pang-cu. lau pin-to (aku)
membantu Pangeran liou Ban Heng, hal itu adalah untuk gakkan kembali Kerajaan
Chou. ' an tetapi usaha itu telah gagal, Pa-eran Chou Ban Heng telah tewas dan i pinto,
tidak ada permusuhan pribadi dengan siapa pun, juga dengan pe-" *da dan gadis
ini!"
"Hemmm, Im Yang Tosu, engkau ti-ckik setia! Mari, Kangiam Sin-kiam, kita Jk rdua
bunuh pemuda ini dan tangkap gadis jelita ini, aku ingin bersenang-v nan g dulu
dengannya sebelum membunuhnya. Jangan pedulikan Im' Yang [Tosu yang tidak
setia!" ajak Tung-hai-tok kepada Kwan In Su. Akan tetapi tosu i pun menggelengkan
kepala. "Aku pun tidak me Keri permusuhan pribadi, apalagi membantumu yang
mempunyai keinginan keji menuruti nafsu setan. Tidak, aku tidak mau
membantumu." Tung-hai-tok marah sekali dan pada saat itu tampak bayangan putih
berMfl bat dan di situ telah berdiri sed»1 wanita berpakaian serba putih, orang
memandang penuh perhatian kari mereka tidak mengenal wanita itu. U«»< nya
sekitar tiga puluh tahun, wajah' cantik berkulit putih, bentuk muk bulat. Namun
kecantikannya ftu mci bayangkan kekerasan hati, mulutnya berbentuk indah itu
selalu tampak sini seperti tersenyum mengejek dan sepas matanya tajam dan dingin
galak.
Agaknya Tung-hai-tok mengenai nita cantik itu. "Hai, bukankah engk Pek Bian Ci,
murid pertama dari Hwa Moh di puncak Ang-hwa-san (( nung Bunga Merah)?"
Wanita itu dengan sikap dingin merl jawab. "Benar, Tung-hai Peng-cu (Keti
Perkumpulan Laut Timur). Mengapa enj kau dan para anggauta Tung-haimengepung
pemuda, gadis, dan dua oranjj tosu itu? Siapa mereka dan apa
persoalannya?"
"Kebetulan sekali engkau datang, Pc Bian Ci. Engkau tentu telah mendengar
Inpa perjuangan para pahlawanan un-i menegakkan kembali Kerajaan Chou l' K telah
direbut oleh para pemberon-yang mendirikan Kerajaan Sung telah jal. Banyak kawan
kami pera pahlawan bela Kerajaan Chou tewas. Pemuda >> gadis ini adalah dua di
antara mere-yang mefrtbantu pengkhianat Chou " ng Yin, maka aku ingin
membunuh «-reka untuk membalas dendam. Akan tapi dua orang tosu ini yang
tadinya i< mbantu perjuangan sekarang berbalik lak mau membantuku membunuh
peda dan gadis ini. Pek Bian Ci, mengikat akan persahabatanku dengan Hwa iwa
Moh gurumu, kuharap engkau suka embantuku membunuh pemuda dan pdis yang
membela pemberontak Chou tuang Yin ini."
Pek Bian Ci mengerutkan alisnya dan Umpak ragu-ragu. Akan tetapi Tung-i i-tok
segera menyambung. "Pek Bian i r, bukankah gadis yang berjuluk Ang iwa Niocu itu
juga datang dari Ang i wa-san dan merupakan murid Hwa Hwa Srtoli?"
"Ia adalah Lai Cu Yin, sumoi-ku seperguruanku). Di mana ia?" tanya Bian Ci.
"Sumoi-mu? Ia pun tadinya memba kami akan tetapi ketika terjadi per ia sudah
tewas juga." Tung-hai-tok bohong untuk memanaskan hati baju putih itu.
Pek Bian Ci tampak marah. "Kepar siapa berani membunuhnya? Hanya yang berhak
membunuhnya!"
"Siapa lagi kalau bukan mereka-m ini yang membela pengkhianat C K uang Yin?
Marilah kita bunuh mef untuk membalas dendam, Pek Bian Ci."
Mendengar ini, Pek Bian Ci lalu cabut pedangnya dan ia menghampiri Eng Hoat.
"Biar kubunuh pemuda ja nam ini!" katanya dan tanpa banyak kap lagi ia sudah
menyerang den dahsyatnya. Pedangnya meluncur menusuk ke arah dada Eng Hoat
de jurus Sian-li-coan-ciam (Dewi Menusu kan Jarum). Gerakannya cepat dan
dangnya menjadi sinar perak menyera dada lawan. Bu Eng Hoat sudah s'
V^v»^
«fran^lr..!" Pertemuan pedang to/l nSltlkan Derekan bunga api dan
begitu menangkis, «^^ajSte£ «Sah balas menyerang dengan jurus Liong ,^uwluat
(Naga Masuk Gua Harimau). Dengan Toyanya. Dia menangkis dengajfl gerakan Sianjin-
sui-po (Dewa Menyama but Mustika).
"Tranggg.....!" Pertemuan pedang dai toya menimbulkan percikan bunga afl dan
begitu menangkis, ujung toya yaicM lain sudah balas menyerang dengan jurufl
Liong-jip-houw-hiat (Naga Masuk Gvm Harimau). Toya itu dengan dahsyat sudahi
menusuk ke arah perut Pek Dian Ci. Na-J mun dengan gerakan yang amat gesit! Pek
Bian Ci sudah mengelak dan bala*! menyerang. Segera terjadi perkelahian I yang
amat seru antara Pek Bian Ci dani Bg Eng Hoat. Pek Bian Ci adalah se-1 orang wanita
pembenci pria, maka begitu! mendapat lawan seorang pria, denganl semangat
berapi-api ia menyerang de-l ngan niat membunuhnya!
Sementara itu, melihat Pek Bian Ci sudah membantunya dan menyerang Bu Eng
Hoat, Tung-hai-tok sambil tersenyun menghadapi Song Kui Lin. Dengan mulu cengar
cengir dia berkata.
"Nona manis, apakah tidak lebih baik kalau engkau menyerah saja dan men-
I" ti sahabatku? Sayang kalau sampai m< litmu yang halus itu terluka."
"Jahanam keparat tua bangka mau I»' mpus!" Kui Lin membentak marah Aambil
melepaskan pedang yang dililit-an di pinggangnya sebagai sabuk. "Tutup lt< ulutmu
yang busuk itu dan bersiaplah imtuk mampus!"
Ia menggerakkan pedangnya yang
Irmas itu. "Singgggg !" Pedang itu
ubah menjadi sinar bergulung-gulung ketika ia memutarnya, kemudian sinar Itu
mencuat dan menusuk ke arah dada Tung-hai-tok!
Tung-hai-tok sudah tahu akan kehebatan gadis ini, maka ia juga tidak berani
memandang rendah. Kalau tadi dia mengharapkan untuk dapat menawan gadis ini
dalah karena dia mengandalkan bantuan dua orang tosu itu. Akan tetapi ternyata
Kwan In Su dan Im Yang Tosu tidak mau membantunya, maka karena dia hanva maju
seorang diri, dia tidak berani memandang ringan dan segera mencabut sepasang
pedangnya. Dia menangkis lalu memutar siangkiam(sepasang pedang) itu,
membalas serangan Kui Lin dengan syat sehingga mereka lalu berta mati-matian.
Dua orang tosu itu tidak mau r bantu Tung-hai-tok, akan tetapi tidak mau membantu
Kui Lin dan Hoat. Mereka tadinya membantu Pa ran Chou Ban Heng untuk memperj
kan bangkitnya kembali Kerajaan C. Sekarang, perkelahian itu adalah uri yang sama
sekali tidak menyangkut > juangan melainkan dendam pribadi. A lagi Tung-hai-tok
mempunyai niat k terhadap gadis cantik itu. Mereka t ingin mencampuri dan hanya
menonton
Perkelahian itu seru dan m ti-mat Akan tetapi setelah lewat tiga pt jurus, mulai
tampak betapa Kui Lin repotan melawan Tung-hai-tok, dan t Hoat juga terdesak oleh
Pek BianJ yang ternyata lihai bukan main. Keli an wanita itu tidaklah aneh kalau dun
bahwa ia merupakan murid tersay dari Hwa Hwa Moli dan suci (kakak
rguruan) dari Ang-hwa Niocu Lai } Vin yang sudah kita kenal kelihaiannya!
Kwan In Su dan Im Yang Tosu hanya Imonton. Mereka tidak mau mencam-, i
perkelahian itu karena merasa bah-i«i itu bukan urusan mereka dan tidak 'a sangkut
pautnya dengan perjuangan.
an mereka merasa tidak enak dan Kiah siap untuk meninggalkan tempat u. Akan
tetapi mereka terkejut men-Irngar suara melengking di angkasa dan pelihat seekor
burung rajawali meluncur kurun dengan cepat. Di punggung rajawali Itu duduk
seorang pemuda yang mereka .mal karena pemuda itu pernah membantu
pemerintah Kerajaan Sung e i wan pemberontak. Karena hati mereka tarik, maka
mereka tidak jadi pergi dan ingin melihat apa yang akan terjadi.
Yang datang adalah Si Han Lin dengan rajawalinya. Seperti diketahui, Si Man Lin
dengan para pendekar muda lainnya menghadap Kaisar, diantar oleh Pangeran Chou
Kuang T'an dan menolak pemberian kedudukan akan tetapi tidak mungkin menolak
pemberian hadiah sekantung uang emas. Dia tidak tergesa-gesa meninggalkan kota
raja dan selama dua hari dia berjalan-jalan dan gumi keadaan kota raja yang ramal
serba mewah. Akan tetapi di san gedung-gedung besar dan megah, melihat
kenyataan bahwa gubuk-kecil reyot lebih banyak jumlahnya mereka berada di
perkampungan, sembunyi di belakang gedung-gedj megah itu. Dia melihat pula
toko-t yag dibanjiri pengunjung yang rata-berpakaian indah dan mewah, ada yang
menunggang kereta. Namun ju mereka masih kalah jauh dibandin dengan mereka
yang berpakaian hana, pakaian lusuh, bahkan banyak para pengemis berkeliaran di
jalan r? mengharapkan dermaan dari para har wan yang kebanyakan lewat tanpa
nengok seolah para pengemis itu t tampak oleh mereka.
Melihat perbedaan yang mend antara si kaya dan si miskin ini, h Han Lin menjadi
terharu dan sedih, lalu menukarkan uang emasnya pemberf Kaisar kepada para
pedagang besar un mendapatkan potongan uang yang le1
ll sehingga sekantung uang emas itu menjadi lima kantung uang dengan ngan yang
lebih kecil. Malamnya, dia 11 berkeliling dan diam-diam, tanpa hu penghuninya, dia
membagi-bagi * melemparkan potongan emas kecil ke i i gubuk mereka. Bagi para
penduduk kin itu, sepotong emas kecil kiranya tip untuk makan sekeluarga beberapa
I m lamanya!
Setelah uangnya habis, pada keesokan i ya Han Lin meninggalkan kota raja. tibanya
di luar kota raja di waktu f>i, tiba-tiba terdengar suara yang amat i nalnya di udara.
Dia menengadah dan inibirà sekali melihat rajawali terbang r* layang di udara.
"Tiauw-ko !" Dia berseru sambil
engerahkan tenaga dalamnya sehingga nya dapat mengandung getaran kuat i*ng
mencapai rajawali itu. Sang rajali
mendengar dan sambil memekik
ng dia meluncur turun dan hinggap di las tanah di dekat Han Lin. Begitu
ggap di tanah, rajawali itu lalu mengidap ke arah Han Lin, mengangg k anggukkan
kepalanya lalu mendekam. Lin yang sejak kecil berkumpul d rajawali itu, maklum
akan bahasa t ini. Dia tahu bahwa rajawali itu mi agar dia menungganginya dan baf
rajawali itu memikul tugas tertentu y diberikan Thai Kek Siansu, gurunya. T tu
gurunya ingin agar dia mengha* Tanpa ragu lagi dia lalu melompat atas punggung
rajawali dan terba burung raksasa itu.
Akan tetapi tak lama kemudian, I Lin melihat perkelahian di bawah di bagian hutan
kecil yang terbuka hingga tampak dari atas. Dia me tanda kepada rajawali untuk
melay turun dan melihat bahwa yang berk adalah Kui Lin dan Eng Hoat yang tanding
dengan Tung-hai-tok dan seor wanita baju putih yang lihai. Jelas bah dua orang
sahabatnya itu terdesak o lawan. Maka dia cepat menyuruh raja turun dan pada saat
itu, keselamatan Lin dan Eng Hoat sudah terancam haya maut karena Tung-hai-tok y
ingin cepat-cepat mengalahkan law
S mengerahkan lima belas orang i buahnya untuk mengeroyok! Melihat keadaan ini,
Han Lin memberi nba kepada rajawali dan dia sendiri lompat dan menerjang Tunghai-
tok mendesak Kui Lin. Rajawali yang V.gap akan aba-aba Han Lin juga me-r >ng
dan menyambar-nyambar ke arah tosan orang angga u t a Tung-hai-pang se-hgga
mereka menjadi terkejut dan gen-. Banyak yang kena cakar atau kena tuk dan
banyak yang terpelanting oleh kulan sayap burung sakti itu!
'Trang-cring !" Sepasang pedang di
ngan Tung-hai-tok terpental, kedua I'i gannya tergetar dan nyeri ketika seusang
pedangnya disambar Pek-sim-kiam »ng menangkisnya. Tung-hai-tok terkejut ban
melompat ke belakang, terbelalak Irtika melihat siapa yang datang me nangkis siangkiam
di tangannya itu. Dia merasa gentar karena dia maklum akan KHfhaian pemuda
yang menunggang rajawali itu.
Sementara itu, Pek Bian Ci yang tidak mengenal Han Lin, tidak peduli.
akan munculnya pemuda dengan rajaw nya itu. Dengan penuh semangat kebencian
terhadap laki-laki yang M lawannya, pedangnya yang berubah mal jadi sinar
bergulung-gulung, menyambi nyambar Bu Eng Hoat yang sekuat ' naga melindungi
dirinya dengan putai toyanya. Namun, desakan Pek Bian membuat dia terhuyung ke
belakang.
Han Lin yang sudah membuat Tu hai-tok melompat ke belakang, melir* betapa Bu
Eng Hoat terancam baha Dia melompat dan sinar putih pedang menghadang
desakan Pek Bian Ci. Keti gadis yang membenci laki-laki ini i lihat ada pemuda lain
menghadangnya, menerjang dengan ganas dan dahsyat.
"Mampuslah!" Pedangnya membac ke arah leher dengan pengerahan si kang
(tenaga sakti) sekuatnya. Han L dengan tenang menggetarkan Pek-sirr kiam dan
menangkis.
"Tranggggg.....!"
"Aihhh !" Pek Bian Ci terkeju
bukan main. Pedangnya hampir terle^ dari tangannya dan ia merasa beta
11 pak tangannya yang memegang pe-|ng panas dan pedih. Ia memiliki sin-kng yang
amat kuat. Kalau kini ada '«ng yang menangkis pedangnya dan rmbuat tangannya
tergetar hebat dan <-lapak tangannya panas, maka jelas wa tenaga sakti orang itu
lebih kuat .ripada tenaganya sendiri! Ketika ia oleh, ia melihat Tung-hai-tok juga
ndah menjauh dan la terbelalak melihat rekor burung rajawali raksasa meng-jrakabrik
belasan orang anggauta Tung-i -pang.
Tung-hai-tok sendiri melihat Pek Bian i melompat ke belakang dengan wajah fiticat
dan melihat anak buahnya ter-i lanting ke sana sini, maklum bahwa n elawan terus
sama saja dengan bunuh diri. Maka dia bersuit nyaring memberi tanda kepada anak
buahnya untuk melarikan diri. Dia sendiri melompat jauh dan pergi. Melihat ini, Pek
Bian Ci memaki dalam hatinya.
"Pengecut!" Karena yang ia bela sudah melarikan diri, ia pun tidak ingin elaka di
tangan orang yang lebih kuat^
daripadanya. Ia juga melompat dan larikan diri.
"Lin-ko !" Kul Lin mengharu
Han Lin dan memegang lengan kakak itu, kakak angkat, dengan manja, mentara itu,
Bu Eng Hoat mengham dua orang tosu yang masih berdiri situ. Dia memberi hormat
dan berk kepada mereka.
"Ji-wi To-tiang (Bapak Pendeta dua), kami mengucapkan terima k bahwa 3i-wi tidak
ikut menyerang kam
"Siancai! Untuk apa kami menyer kalian? Kami tidak mempunyai uru pribadi dengan
kalian." kata Im Y Tosu.
Kui Lin menggandeng tangan Han kini menghampiri dua orang tosu itu. Lin segera
berkata, "Ji-wi adalah pende pendeta, sekarang tidak memusuhi ka akan tetapi
mengapa 3i-wi memba pemberontak Chou Ban Heng? Kami y merasa diri sebagai
para pendekar m bela pemerintah, akan tetapi meng wi malah membantu
pengkhianat d pemberontak?"
Kanglam Sin-kiam Kwan ln Su men-wab. "Siapakah yang memberontak? Si->> pula
yang membantu pengkhianat n pemberontak? Kami adalah orang-«mg setia kepada
Kerajaan Chou dan mi bahkan menentang kekuasaan pem-rontak."
Mendengar jawaban ini, Si Han Lin kr r tarik dan segera menghampiri dan r- hadapan
dengan dua orang tosu itu.
"Maaf, Ji-wi To-tiang. Saya merasa hrrtarik dan heran mendengar jawaban liidi.
Maukah Ji-wi memberi penjelasan l'-ntang siapa yang menjadi pengkhianat il.m
pemberontak menurut pendapat To-liang?»
Kini Im Yang Tosu yang menjawab. "Siancai, selalu terjadi hal seperti ini, [undangan
seperti ini dari dua kelompok yang saling bertentangan. Pin-to (Aku) nhu, kalian para
pendekar muda karena menganggap bahwa Chou Kuang Yin yang kini menjadi Kaisar
Sung Tha. Cu itu benar, maka kalian, berpihak kepadanya dan membela Kerajaan
Sung yang didirikannya! Kalian menganggap bahwa Pangeran Chou Ban Heng
seorang khianat dan pemberontak!"
"Kenyataannya memang demiki Km Lin berkata dengan galak. "Dia dak membunuh
Sribaginda Kaisar bermaksud merebut tahta kerajaan!"
"Itu pendapat kalian I Akan te pendapat kami lain sama sekali bah sebaliknya dari
pendapat kalian. Pange Chou Ban Heng adalah seorang patr yang setia kepada
Kerajaan Chou. Se~ orang tahu bahwa Chou K uang Yin i rebut tahta kerajaan Chou
dan mend* kan Kerajaan Sung. Dialah yang menj pengkhianat dan pemberontak
bagi Ker jaan Chou. Adapun Pangeran Chou B Heng adalah keturunan keluarga Keraj
Chou yang setia dan berniat untuk m jatuhkan Kerajaan Sung dan memban kembali
Kerajaan Chou. Karena ka menganggap dia benar, dan kami ju ingin memperlihatkan
kesetiaan kep Kerajaan Chou yang dijatuhkan C Kuang Yin atau Kaisar Sung Thai
maka kami membantu mendiang Pan ran Chou Ban Heng!" kata Kangl
ikiam Kwan In Su menggantikan ucap-sahabatnya.
Kui Lin hendak membantah lagi akan <api Han Lin memberi isarat agar ia >m, lalu
Han Lin memberi hormat t ida dua orang tosu itu dan berkata. "Saya hargai
pendapat Ji-wi To-tiang u karena pendapat itu memang tidak tpat disangkal
kebenarannya kalau hati al pikiran kita terbebas dari keakuan »ng selalu memihak
demi kesenangan n kepentingan diri pribadi. Kebenaran rang atau sepihak mungkin
saja diundang sebagai yang tidak benar sama *< kali oleh orang atau pihak lain. Perli
daan ini timbul dari penilaian dan pe~ i ilaian biasanya dipengaruhi kepentingan iri
sendiri. Yang menguntungkan diri iribadi tentu saja dianggap baik dan tM-nar,
sebaliknya yang merugikan diri pribadi selalu dianggap tidak baik dan tidak benar.
Demikian pula dengan adanya bentrokan antara sisa pengikut Kerataan Chou dan
pengikut Kerajaan Sung. Akan tetapi, kalau kita dapat menyisihkan keakuan yang
selalu mementingkan diri sendiri itu, akan muncul kebijak an dapat melihat
kenyataan. Melihat Jiwi Totiang, tentu Jiwi masih n akan keadaan pemerintah
sebelum Ke jaan Sung berdiri. Lima Wangsa tic tenggelam dalam waktu singkat,
kera* demi kera aan bangun dan jatuh karf terjadinya perebutan kekuasaan dan
rang saudara. Juga tercatat dalam i an orang-orang tua betapa Kera Chou juga
demikian, rapuh dan pemer tahannya dipenuhi orang-orang yang nt; jadi penguasa
lalim, korup dan mempe kaya diri sendiri, bahkan memeras rak jelata. Lalu
bandingkan dengan kebij sanaan pemerintah Kerajaan Sung ya sekarang! Tidak ada
yang dapat meT ingkari akan kebijaksanaan Sribagi Kaisar Sung Thai Cu yang selalu i
jauhi pertikaian dengan bersikap adil pemurah, juga bersikap adil dan ker terhadap
pejabat yang menyeleweng * peraturan pemerintah. Karena itu kami mendukung
dan membela Keraja Sung yang pemerintahannya mulai usaha sekuatnya untuk
memerangi
inan dan menyejahterakan rakyat a. Kami para pendekar akan selalu 'i rubela
kepentingan rakyat, bukan ke-tingah diri pribadi." Dua orang tosu itu memandang
kagum, .uni berdua juga bukan orang-orang ung nekat tanpa mau melihat kekeliruan
)iii sendiri, orang muda yang bijaksana." > a Kwan In Su sambil memandang ka k'jm.
"Setelah berada di gedung mendiang 'ungeran Chou Ban Heng, baru kami -tahui
bahwa dia berjuang karena ambisi I» ibadi, ingin menjadi Kaisar dan dia juga
mengundang tokoh-tokoh kangouw yang sesat untuk membantunya. Hal ini k.imi
sadari, maka setelah usaha merebut kekuasaan itu gagal, kami tidak mau terlibat
oleh permusuhan pribadi yang rl perlihatkan Tung-hai-tok tadi. Mulai rang, kami
akan berhati-hati dan tidajk mudah dipengaruhi pihak yang mt-i uruti nafsu
keinginan pribadi dengan berkedok perjuangan. Kami ingin tekun dalam pertapaan
kami."
Dua orang tosu itu memberi salam lalu keduanya pergi dari tempat itu. Han Lin
menghadapi Kui Lin dan Eng H sejenak memandang mereka bergant' lalu tersenyum.
"Hemmm, bagus sekali kalian bekerja sama menghadapi serangan T hai-tok dan
wanita baju putih yang li itu. Seandainya kalian tidak melaku' perjalanan bersama,
tentu akan lain sudahannya."
"Akan tetapi kalau engkau tidak gera muncul menolong, kami berdua t tu tidak akan
hidup saat ini." kata Eng Hoat.
"Bukan aku yang menolongmu at rajawali itu, melainkan Tuhan yang men atur
sehingga aku dan Tiauw-ko (Ka* Rajawali) datang pada saatnya yang t pat. Bu Eng
Hoat, aku juga berteri kasih atas perlindunganmu terhadap adi ku Kui Lin."
"Ah, aku tidak melindunginya, mungkin malah la yang melindungiku ata
kamj saling melindungi, begitulah..... kata Eng Hoat bingung karena dia me mang
tidak pandai bicara.
"Lin-ko, aku tidak melakukan pernan bersama dia!" kata Kui Lin. "Benar, Saudara
Han Lin. Kami ha-.i kebetulan saja bertemu di sini." Kata ig Hoat membenarkan.
Han Lin tersenyum. Dia senang mevit adik angkatnya itu bergaul dengan
j Eng Hoat yang gagah, ganteng dantan. "Ha-ha, ini artinya kalian sudah
Hoh "
"Lin-ko !" Kui Lin menjerit sambil melotot kepada kakak angkatnya, mukanya merah
padam. Eng Hoat juga terkejut dan menundukkan mukanya yang l>erubah
kemerahan.
"Ha-ha-ha, dengarkan dulu omonganku il n jangan marah, dulu, anak manis!"
kata Han Lin. "Omonganku tadi belum lesai sudah kau sambar begitu saja.
Yang kumaksudkan, kalian ini sudah jodoh untuk berjumpa di sini, menjadi kawan
seperjalanan. Bukankah pertemuan kalian ini tidak disengaja? Nah, itulah
artinya jodoh, sudah dipertemukan oleh Tuhan. Berjodoh untuk melakukan peralanan
bersama yang kumaksud, bukan jodoh hemmm, kalau soal jodoh itu,_
terserah kepada hati kalian mas masing. Nah, aku harus cepat pergi, moi. Guruku
memanggilku dan mengi^ rajawali untuk menjemputku."
"Aku ikut, Lin-ko!"
"Hush, mana mungkin? Aku men gang rajawali dan burung ini tidak da membawa
dua orang, selain itu gur tidak akan mengijinkan aku memba orang lain menghadap
beliau. Eng.' pulanglah dulu ke rumah orang tuamu Cin-an dan setelah aku
menghadap S aku akan menyusulmu ke sana. Pulan dan aku minta kepadamu,
Saudara Eng Hoat, kau temanilah adikku ini lakukan perjalanan ke Cin-an."
Kui Lin hendak membantah dan Lin cepat melanjutkan kata-katan "Kalian berdua
tadi melihat sendiri b wa masih ada sisa para pengikut Pan ran Chou Ban Heng yang
lihai dan a' menyerang kalian kalau bertemu den kailan. Nah, dengan melakukan
perjala bersama kalian akan dapat saling bantu dan saling melindungi, sehir akan
lebih kuat kalau bertemu musu
ii, sekarang aku harus pergi!" Setelah r kata demikian, tanpa memberi kesemutan
kepada Kui Lin untuk membantah w,- Han Lin melompat ke atas pung-iing rajawali
yang sudah siap dan men-1 am di situ. Rajawali itu lalu terbang gan cepatnya.
Bu Eng Hoat menghela napas panjang ik ngan amat kagum. "Bukan main hebat-> a
kakakmu itu, Kui Lin. Aku pernah ndengar cerita guruku Thong Leng osu* tentang
Thai Kek Siansu yang amat kti dan melihat kakakmu yang menjadi muridnya, baru
aku tahu bahwa apa yang diceritakan guruku itu memang benar."
Tentu saja Kui Lin merasa bangga. Ia adalah adik angkat Si Han Lin dan serang
hatinya mendengar kakaknya dipuji-puji.
"Kakakku memang hebat," katanya. 'Akan tetapi, Bu Eng Hoat, engkau harus ihu
bahwa aku sama sekali tidak per nan minta engkau untuk menemani aku pergi ke
Cin-an!"
"Aku tahu, Kui Lin. Kakakmu Si Han Lin yang minta aku menemanimu, akan tetapi
andaikata kakakmu tidak mem nya, aku pun sedang melakukan per an searah. Aku
hendak pergi ke san, mencari guruku. Karena itu, t ada salahnya kafau kita
melakukan jalanan bersama. Tentu saja, kalau kau sudi melakukan perjalanan bers
aku, seorang pemuda yatim piatu miskin dan bodoh."
"Ih, siapa bilang engkau bodoh? tentang miskin, aku tidak peduli or kaya atau
miskin, yang penting orartg benar dan berwatak pendekar. Lagi p bukankah engkau
juga menerima ha sekantung uang emas dari Sribagir Kaisar? Dengan memiliki
sekantung e rtu, engkau tidak miskin lagi."
"Jadi, engkau sudi melakukan pe jalanan bersamaku?" Eng Hoat berta penuh gairah
karena gembira.
"Asal engkau tidak macam-macam!'
"K u i Lin, apa maksudmu dengan cam-macam itu?"
"Aih, sudahlah mari kita lanjut perjalanan!" kata Kui Lin sambil te senyum simpul.
Mereka lalu melakukan perjalanan hama. Setelah melakukan perjalanan i sama
selama beberapa hari saja, per-ulan mereka menjadi akrab. Kui Lin ndapatkan
kenvataan bahwa pemuda u adalah seorang yang berwatak bersih "i baik, selalu
bersikap sopan dan hor-«it kepadanya.
-
Chou Kian Ki berlutut, mendekam 1m menangis di depan gundukan tanah di ana dia
baru saja selesai mengubur jenazah ayahnya. Dia tenggelam ke dani kenangan yang
menyedihkan tentang iyahnya, tentang keluarga ayahnya, dan 'ntang dirinya sendiri.
Perjuangan ayahnya membangun kembali Kerajaan Chou gal, bahkan ayahnya
tewas. Dia sendiri masih belum hilang kedukaannya karena i ehilangan Ong Hui Lan,
satu-satunya adis yang sangat dikasihinya, bahkan iidah menjadi tunangannya dan
lebih daripada itu, sudah digaulinya. Bia dengan mudah dia dapat mencari g gadis
lain yang cantik, namun tidak yang dapat dikasihinya seperti dia ngasihi Ong Hui Lan.
Perjuangan ga ayahnya tewas, kekasihnya meninggal, nya. Biarpun dia mendengar
bahwa dan keluarga ayahnya tidak dihukum oj Kaisar Sung Thai Cu, namun dia mer
malu untuk kembali -ke kota raja. Put belum tentu Kaisar Sung Thai Cu a Pangeran
Chou Kuang Tian akan mi ampuninya dan tidak menghukumnya i perti ibu dan
keluarga ibunya karena sendiri terjun secara langsung da pemberontakan ayahnya.
Setelah agak reda tangisnya dan menghapus air matanya, dia tampak le! tenang
walaupun sepasang matanya me jadi kemerahan dan wajahnya mura rambut dan
pakaiannya kusut tidak perti biasanya d?a selalu ber penampi I mentereng dan
pesolek. Tiba-tiba mendengar suara banyak orang dan tika dia menoleh, ternyata
yang datai adalah Tung-hai-tok bersama bela i i g anak buahnya. Wajah kakek ini
mpak muram dan marah, akan tetapi i.« gembira dapat bertemu dengan Chou ian Ki
di tempat itu. "Chong Kongcu!" katanya sambil mem-irri hormat.
"Pangcu (Ketua)," kata Kian Ki. "Se-L g hatiku melihat engkau dapat me i tamatkan
diri. Di mana teman-teman lnin? Apakah tidak ada yang dapat menyelamatkan diri
dan sudah terbunuh Mrnua?"
Tung-hai-tck tidak menjawab karena memandang ke arah gundukan tanah kuburan
itu. "Chou Kpngcu, siapakah yang dikubur di situ?"
Dengan lesu Kian Ki menjawab. "Aku baru saja mengubur jenazah ayah di sini."
"Ahhh !" Tung-hai-tok lalu menghampiri kuburan itu lalu menjatuhkan
diri berlutut, diikuti oleh belasan orang anak buah Tung-hai-pang. Setelah memberi
hormat kepada kuburan Pangeran Chou Ban Heng, kembali Tung-hai-tok
duduk di atas tanah berumput menghadapi Kian Ki.
"Pangcu, engkau belum menja pertanyaanku tadi. Di mana teman-terl yang lain?"
Tung hai-tok mengepal kedua tang.t nya dengan wajah merah karena mani
"Hemmm, sungguh menggemaskanl K tahuilah, Kongcu. Tadi aku berhasil larikan diri
dengan belasan orang a buahku dan juga bersama Kwan In dan Im Yang Tosu. Di
dalam perjalan kami bertemu dengan dua orang di antar musuh-musuh kita, yaitu
gadis yang be nama Song Kui Lin dan Bu Eng Hoa Aku sudah merasa girang akan
dapat membalas dendam membunuh dua orang itu. Akan tetapi' sungguh
menggemaskan, dua orang tosu brengsek itu tidak ma membantuku dan hanya
menjadi pen ton!"
"Hemmm, kenapa begitu? Bukanka selama ini mereka berdua menjadi pem' bantu
setia dari mendiang ayahku?"
"Mereka mengatakan bahwa urusan memperjuangkan Kerajaan Chou telah gagal
dan selesai, dan mereka tidak m membuat permusuhan pribadi. Sunggu
rVnyebalkan!"
"Lalu bagaimana? Bukankah engkau Jrrsama belasan orang anak buahmu, l.ngcu?"
"Dua orang muda itu cukup lihai dan betulan pada saat itu muncul Pek Bian \\, gadis
murid Hwa
Hwa Moli dari Ang--san. Ia mau membantuku karena aku pengenal baik gurunya dan
kami berdua >idah mendesak dua orang musuh itu dan indah hampir membunuh
mereka akan
r tapi " Tung-hai-tok menghela napas panjang.
"Akan tetapi bagaimana, Pangcu?" "5ungguh sialan! Mendadak saja mun-ful
pemuda yang menunggang rajawali )tu!"
"Hemmm, Si Han Lin itu?" "Benar, Kongcu. Dia muncul dan ber-lama rajawalinya
membantu dua orang musuh kita itu sehingga usahaku membunuh mereka gagal.
Terpaksa kami melarikan diri karena dengan adanya penunggang rajawali itu, kami
kalah kuat."
"Hemmm, menyebalkan sekali Si Han Lin itu! Aku pernah bertanding melawan dia
dan aku belum kalah. Lain kali k kami saling bertemu, aku akan tr bunuh dia!" kata
Chou Kian Ki ger Dia ingat bahwa selain menjadi peny: gagalnya perjuangan
ayahnya, juga Han Lin itu yang menggagalkan dia n bawa pulang Ong Hui Lan,
tunangan wanita yang dikasihinya.
Tung-hai-tok yang sudah tahu be lihainya putera Pangeran Chou Ban t ini,
mengangguk-angguk. Aku perc Kongcu pasti akan mampu mengala dan
membunuhnya. Dan kalau sew waktu Kongcu membutuhkan bant kami, Kongcu
mengetahui ke mana mencari Tung-hai-pang. Kami selalu membantumu."
"Terima kasih, Pangcu. Aku t akan pernah melupakan bantuan Pa dan Tung-hai-pang
yang setia memba mendiang ayah. Kalau kelak aku berh menjadi Raja Kang-ouw, aku
pasti m. membantu untuk memperbesar dan i perkuat Tung-hai-pang sebagai sa
utama."
Tung-hai-tok bersama anak buah
<u melanjutkan perjalanan kembali k>-ntai Timur, meninggalkan Chou Kian J yang
kemudian duduk termenung lagi depan makam ayahnya. Setelah merasa puas
duduk termenung depan makam ayahnya, Kian Ki lalu engambil sebuah batu gunung
yang be-«r, menggulingkannya sampai di depan iburan ayahnya dan pedagnya Hekkong-
Kiam (Pedang Sinar Hitam) dia perguna m untuk mengukir nama ayahnya di
permukaan batu besar itu. Pedang pusaka s mg tajam itu, digerakkan tangan yang
dipenuhi tenaga sakti, mengukir huruf-huruf besar berbunyi: MAKAM YANG MULIA
CHOU BAN HENG DARI KERAJAAN CHOU. Setelah merasa puas dia segera pergi
setelah memberi penghormatan terakhir.
Baru saja keluar dari hutan di bukit itu, tiba-tiba terdengar suara wanita
memanggilnya. "Chou Kongcu.....!"
Kian K i berhenti melangkah dan membalikkan tubuhnya. Dia melihat Ang-hwa
Niocu Lai Cu Yin berlari cepat menghampirinya. Wanita itu sama sekali tidak tampak
seperti seorang yag b saja mengalami kekalahan perang 1 melarikan diri. Ia masih
tampak cant pakaiannya indah mengenakan perhi mencolok, dan tiga bunga merah
di J butnya masih seperti biasa, berseri per t i juga wajahnya yang cantik. Ro" ronce
di gagang pedangnya berkibar k ka ia berlari cepat.
"Yin-moi !" Kian Ki berseru gira
"Sukur engkau dapat meloloskan dengan selamat." Ketika Lai Cu mendekat, Kian Ki
merangkul yang d balas dengan penuh kemanjaan dan (< mesraan oleh Lai Yu Cin.
Mereka b4 cumbu di tempat sunyi itu untuk n? lepaskan kerinduan dan terutama
unti menghibur hati mereka yang gundah rena kekalahan dalam pertempuran lawan
para pendukung Kerajaan Sung.
Setelah melepaskan kerinduan ha\ mereka duduk di atas batu-batu ya banyak
terdapat di luar hutan itu.
"Kongcu, engkau sekarang hendj pergi ke manakah?" tanya Cu Yin.
Kian Ki menghela napas panjan u u masih belum tahu ke mana aku *n pergi. Setelah
kegagalan kita, aku iik berani pulang ke kota raja dan di 111 kota besar aku tentu
akan dikejar-lj.-ir alat pemerintah sebagai seorang pruan. Aku ingin sekali
memperdalam i ilmu-ilmuku agar kelak aku dapat rnbalas kekalahan ini dengan cara
lain. i-11 ingin menjadi Raja Kangouw dan ngerahkan seluruh kekuatan dunia gouw
untuk menentang Kerajaan Sung!" U menghela napas lagi. "Sayang guruku iur g
terakhir, Thian Beng Siansu, telah mggal dunia. Siapa lagi yang dapat if-mperdalam
ilmuku?"
"Ah, yang dapat memperdalam ilmu-i<j yang sudah hebat itu kiraku hanya la
seorang saja, yaitu Ketua Beng-kauw, ongcu."
"Hemmm, Beng-kauw? Aku pernah Mendengar bahwa Beng-kauw merupakan
rkumpulan rahasia yang aneh dan juga i ang ada orang luar dapat mendekati,
tapakah ketuanya yang kau maksudkan lu, Yin-moi?"
"Ketuanya bernama Co Sai, berjuluk Coat-beng-kwi (Setan Penyabut Nyai dan
kabarnya belum pernah ada or yang mampu menandingi ilmu-ilmu Kukira hanya
dialah yang dapat memb bingmu untuk menguasai ilmu yang t1 terkalahkan,
Kongcu."
"Bagus! Aku ingin berjumpa dan lajar ilmu dari Coat-beng-kwi Co Apakah engkau
mengenalnya, Yin-moi.
"Aku sendiri belum pernah bertc dengannya, Kongcu».. Akan tetapi guru Hwa Hwa
Moh, adalah sahabat baikn Kabarnya Coat-beng-kwi itu seorang d dan mempunyai
seorang anak peremp akan tetapi selirnya banyak sekali, merupakan raja tanpa
mahkota di d hitam dan semua orang takut kepadan Bahkan para pendekar
sekalipun t1 berani sembarangan mencampuri urusa nya dan merasa lebih aman
untuk m jauh dan tidak mempunyai perkara ngan Beng-kauw."
"Wah, kedengarannya hebat sekal Apa engkau tahu di mana adanya Coa beng-kwi?
Aku ingin menghadap dia d' minta diberi pelajaran ilmu yang leb
SK'-
"Menurut keterangan su-bo (Ibu guru), Pegunungan Beng-san terdapat sebuah l<it
yang disebut Hek-kwi-san (Bukit tan Hitam), di sanalah tempat tinggal >ut-beng-kwi
Co Sai bersama anak buah mg-kauw yang terkenal. Mereka itu i menggunakan
jebakan-jebakan, sen-ta-senjata rahasia yang aneh, peng-aan racun-racun, dan
ditambah lagi mu sihir dari para pemimpinnya, yaitu urid-murid Coat-beng-kwi.
Karena itu, tidak ada orang berani mendekati tempat itu dan menurut cerita guruku,
siapa yang berani mendaki Bukit Setan Hitam
bahkan bertemu maut!" "Hemmm, aku tidak takut. Aku akan pergi ke sana
menghadap Coat-beng-kwi Co Sai! Untuk mendapatkan ilmu yang (aling tinggi, aku
tidak takut mempertaruhkan nyawaku."
"Sudah bulat benarkah tekadmu itu, C.hou Kongcu?"
"Sudah, memang lebih baik mati kalau aku tidak mampu mencapai cita-citaku
menjadi Raja Kangouw!"
Cu Yin tertawa dan merangkul muda yang menjadi kekasihnya itu. " kau tidak perlu
berkorban nyawa, Kon Ada aku di sini yang akan menemani mengantarmu sampai
dapat bertemu ngan Ketua Beng-kauw."
Kian Ki menjadi girang sekali dan < sudah melupakan kesedihan hati ym dideritanya
tadi. Mereka* lalu melanjut' perjalanan dengan cepat menuju i gunungan Beng-san.
Pegunungann Beng-san amat luas, miliki banyak bukit besar kecil tak te hitung
banyaknya. Di antara bukit-buk itu terdapat Bukit Hek-kwi-san (Buk Setan Hitam)
yang merupakan bukit n nyeramkan yang ditakuti orang. Apal orang biasa, bahkan
pemburu binata buas yang paling gagah sekalipun mer~ ngeri dan tidak berani
mencoba unt berburu binatang di sekitar bukit i
lagi mendaki lerengnya. Sudah banyak »ng yang terkenal gagah berani dan >gguh
mencoba untuk mendaki, Hek-H-san dan akibatnya mereka tewas )am keadaan
mengerikan. Tentu saja tidak ada setan hitam yang berada di bukit itu seperti yang
^ngengkan penduduk sekitar Pegunung-Beng-san. Akhirnya semua orang
me-,i*tahui bahwa yang menguasai bukit menyeramkan itu adalah Beng-kauw, seiah
perkumpulan yang masih belum banyak dikenal. Beng-kauw (Agama Teng)
merupakan sebuah aliran atau ke-Irrcayaan yang sebetulnya sudah kuno » kali yang
di dunia barat dikenal sebagai planichaeism atau Agama dari Mani. rrndirinya adalah
putera seorang bangsawan bernama Mani (tahun + 200), penduduk Ekbatana (Persia
atau" Iran). Pada f.ulanya Manichaeism merupakan pencampuran dari berbagai
agama dan belut tu diperkenalkan oleh Mani, banyak |>ihak yang menentang.
Bahkan Mani wndiri akhirnya ditangkap oleh Kasta (Magians dan dibinasakan.
Pemerintah
Persia pada waktu itu berusaha u( membasmi Agama Mani, namun t berhasil
sepenuhnya. Para pengikut melarikan diri dan menyebarkan aM baru ini ke pelbagai
negara, di antara menyebarkannya ke India dan Cina. Aj tetapi, setelah disebarkan di
Cina, aga itu disebut Beng-kauw (Agama Tera Mula-mula memang mengandung
pelajar yang baik, karea inti pelajarannya ada.! bahwa Terang adalah Kebajikan dan
C lap adalah kejahatan. Setiap anggai Beng-kauw dianggap sebagai duta Tera untuk
memerangi Gelap atau menggifi kan kebajikan untuk memerangi kejah an. Namun
karena agama ini selalu curigai dan dimusuhi para penganut a ma lain, maka timbul
dendam kebenc' dan akhirnya para pemimpinnya me pelajar! pelbagai ilmu, dari
yang te golong putih sampai yang hitam. Aga ini mengalami kejayaannya tersebar I
sampai abad ke tiga belas, kemudi hancur karena seiam mendapat tentang banyak
pihak, juga berubah menjadi ali an sesat yang penuh dendam.
Ileng-kauw yang berada di Hek-kwi-m hanya merupakan sisa pengikut Beng ►w
yang kecil saja. Anggautanya tidak ih dari seratus orang dan perkumpulan i bukan
lagi merupakan duta terang ng memerangi kegelapan atau orang-,,n& yang
mengutamakan kebajikan entang kejahatan. Mereka merupakan i i.ng-orang aneh
yang terkadang ber-uanan dengan pendapat umum, bahkan nyak melakukan
perbuatan sesat yang ma sekali bertentangan dengan pelajarii
Beng-kauw sendiri!
Pada waktu itu, Beng-kauw telah < - ndirikan perkampungan yang cukup ah dan kuat
di puncak Hek-kwi-san. ikit itu memiliki tanah yang subur dan unaman-tanamannya
diatur sedemikian i pa sehingga tampak indah. Namun di 1.1 lik keindahan ini
mengandung bahaya n.aut yang amat mengerikan kalau ada rang luar berani
memasuki daerah itu. banyak jebakan dan perangkap yang berbahaya. Akan tetapi
di dekat puncak rdapat kebun-kebun yang subur, ditanami sayur-sayuran untuk
dimakan, pohon-pohon buah, bahkan tanaman obatan. Di puncaknya didirikan per
pungan dan sebuah rumah besar be di tengah-tengah rumah-rumah yang kecil
tempat tinggal ketuanya.
Ketua Beng-kauw pada waktu bernama Co Sai berjuluk Coat-befj kwi. Dia seorang
duda, berusia seki enam puluh tahun. Perawakannya sed saja namun masih tegak
dan tegap. A lagi melihat wajahnya masih belum a keriput tanda ketuaan, bersih dari
kun» dan jenggot, ditambah sepasang matan yang tajam mencorong, dia tampak
ma: tampan dan lebih muda daripada usian yang enam puluh tahun. Coat-beng-k Co
Sai ini memiliki ilmu silat alir Beng-kauw yang amat hebat. Ilmu sil itupun merupakan
perpaduan dari ber bagai aliran ilmu silat, diperpadukan d dikembangkan menjadi
ilmu yang ama dahsyat. Apalagi dicampur dengan ilrrf sihir dan kekuatan dari dayadaya
rend yang berasal dari roh-roh sesat.
Co Sai yang sudah menduda selam beberapa tahun karena ditinggal mat
(trinya yang menderita sakit P3'3^ ^
iiurut kepercayaan mereka jadi sebagai "tebusan" ilmu-ilmu miam
„g dipelajari Co Sai, ™™?»Zrn*™*
»ng anak perempuan. AnaK uu
p Kim Lian, kini telah ™en\a
i .mg gadis berusia delapan beiai H
Ing berwajah cantik, wataknya nar °* '
Sak namun memiliki kecerdikan luar
lasa, juga aneh karena terkadang ™n-
.1 watak yang amat baik akan tetapi
rkadang pula amat jahat. .
Ketua Beng-kauw ini dalam kfdu°u*a" Iya dibantu oleh seorang mor«dn.y^u ,<e! lah
mewarisi sebagian besar H anda/an Coat-bengkwi. Bahkan d»a pula mg
menggantikan gurunya meia'
dat kepada semua anggauta Ken*S
rlurid m, berusia sekitar dua pu»"h V™
jhup, bernama Cu Kian. Tubuhnya^ «ng
I kurus, wajahnya tampan, berm^Invum
l.im dan mulutnya selalu terhias se^^b
»mis seperti orang memandang
«tau mengejek. Pemuda inii arna ._
i-inta Co Kim Lian yang menja<» . nya (adik seperguruannya) nan Coat-beng-kwi
merestui karena ketua mengharapkan Cu Kian kelak selain | jadi mantunya, juga
akan menggarit nya memimpin Beng-kauw.
Akan tetapi agaknya cinta di hati Kian tidak mendapat sambutan Kim L Gadis ini suka
kepada Gu Kian a tetapi rasa sukanya hanya rasa suka] orang adik kepada seorang
kakak. Hal yang terkadang membuat pemuda merasa kecewa sekali. Juga Co Sai \
rasa prihatin melihat betapa puteri jelas tidak memperlihatkan tanda cinta Gu Kian.
Akan tetapi guru murid ini keduanya maklum benar bah mereka tidak mungkin
dapat memaksa keinginan mereka kepada Kim Lian. dis ini memiliki kekerasan hati y
tidak dapat ditundukkan oleh siapa p Sekali ia menolak, sampai mati pun tidak akan
mau menerimanya. Juga r reka tidak mungkin dapat mengguna ilmu sihir atau obat
yang membuat dis itu jatuh cinta kepada Gu Kian. G dis itu sudah menguasai semua
ilmu si" dan obat serta racun sehingga kal!
ka menggunakan cara itu, Kim Lian i mengetahuinya dan akibatnya sukar yangkan.
Gadis itu tentu akan marah .ili, mungkin akan memusuhi ayah i suhengnya (kakak
seperguruannya), k., j bisa juga ia akan minggat atau m an bunuh diri! Karena itulah
maka Sai dan Gu Kian bersabar sambil rngharapkan agar kelak gadis itu akan ,, «t
jatuh cinta kepada Gu Kian. Satu uinya upaya pemuda itu, seperti diaurkan gurunya,
adalah bersikap sebaik n ngkin kepada sumoinya.
Pada suatu pagi Coat-beng-kwi Co-i duduk di ruangan depan rumahnya g besar dan
cukup mewah, ditemani r h Kim Lian dan Gu Kian. Mereka r t iga membicarakan
tentang pemberon-Bkan Pangeran Chou Ban Heng yang
"Ayah, sampai sekarang aku masih .«rasa heran, mengapa ayah tidak mem-tntu
salah satu pihak, pihak pejuang «ng setia kepada Kerajaan Chou atau iliak Kerajaan
Sung?" tanya Kim Lian pada ayahnya.
"Hemmm, apa untungnya kita bantu satu pihak? Dahulu, Kerajaan tidak pernah
mengakui Beng-kauw, kini, para pendukung Kerajaan Sung lah orang-orang yang
menamakan mereka pendekar dan mereka itu juga meremehkan kita. Heheh, b saja
mereka saling gempur sampai duanya binasa!"
"Suhu, teecu (murid) mendengar ' wa Kaisar Sung Thai Cu merupakan nguasa yang
bijaksana, yang dapat rima semua pihak untuk bekerja Apakah tidak baik kalau kita
me~ pemerintah Sung?" tanya pula Gu kepada gurunya.
"Huh, apa artinya kebijak Kalau kita membantu Kerajaan Sung mereka baik kepada
kita, itu yang namakan kebijaksanaan? Hemmm, lebih beruntung kalau tidak menca
pertentangan dan perebutan keku itu. Bagi kita, makin kacau kea masyarakat, makin
baik dan mengunt kan. Biar rakyat kehilangan keperca kepada Kerajaan Sung dan
sisa peng
.jaan Chou, maka mudah bagi kita ]/h mempengaruhi rakyat yang akan «dukung
Beng-kauw!" Vmentara itu, di kaki Bukit Setan im itu, Ang-hwa Niocu Lai Cu Yin Chou
Kian Ki berdiri dengan sikap i. Kian Ki hendak mendaki bukit itu,
tetapi Cu Yin melarangnya, ''angan bertindak sembarangan, Chou »tgcu (Tuan Muda
Chou)," kata wanita . Tempat ini sungguh berbahaya, aku ndengar cerita guruku
bahwa banyak ungkap dipasang dan kalau sampai luka maka luka itu mengandung
racun > dapat menewaskan."
Habis, lalu apa yang harus kita la >an? Bukit ini tampak begitu sepi, an-jangan Bengkauw
telah berpindah iipat."
'Tidak mungkin. Lihat di atas itu. kankah semua tanaman demikian rapi n jelas
merupakan tempat yang diatur i gan baik? Kalau ditinggalkan (tomtu bengkalai dan
penuh tanaman liar. .tr kucoba mengirim berita ke sana eialui suara." Setelah
berkata demikian,
Lai u Yin mengumpulkan seluruh naganya, dan hawa sakti yang ber dari bawah
pusarnya mendorong sua sehingga terdengan melengking dan ngandung getaran
kuat sehingga terdengar dari jauh.
"Yang mulia Locianpwe Co Sai, hon diperkenankan saya, Ang-hwa i Lai Cu Yin, murid
Subo Hwa Hwa di Ang-hwa-san, menghadap Loctanpv,
Terdengar gema suara lengkingan lalu sunyi, tidak ada jawaban. Cu tidak putus asa,
setelah menanti sej ia mengulangi teriakannya tadi, lalu nungga jawaban. Kemudian
ia mengu lagi. Setelah permohonan itu diulang 1 kali, tiba-tiba dari arah atas melur
enam batang anak panah, dua orang masing-masing diserang tiga batang a panah
yang meluncur dengan cepat J nuju tubuh mereka. Pelepas anak pa itu tentu mahir
sekali karena tiga bat anak panah yang datang meluncur bertubi itu tepat mengarah
tengg ulu hati, dan pusar!
Akan tetapi dua orang muda itu
hgan mudah cepat mengelak sehingg < Mga batang anak panah Itu meluncur di
inmping tubuh mereka dan tidak mengenai sasaran.
Kemudian dari atas tampak belasan rjrang berpakaian abu-abu dipimpin $e-ang
gadis dan seorang pemuda yang (terjalan di depan.
"Kongcu, jangan melawan dengan kekerasan," bisik Cu Yin.
"Tapi mereka tadi menyerang untuk membunuh." bantak Kian Ki.
"Tidak, kurasa itu hanya menguji karena aku mengaku murid Subo Hwa Hwa Moli.
Kalau mereka nanti menawan kita, harap menyerah dan ikut saja, jangan melawan.
Percayalah, mereka tidak akan mau mencelakai murid Subo Hwa Hwa Moli."
Biarpun hatinya merasa penasaran, Kian Ki terpaksa mengangguk karena dia
memang amat membutuhkan bantuan orang sakti agar tercapai cita-citanya, yaitu
menjadi Raja Kangouw!
Pemuda dan gadis yang keduanya mengenakan pakaian serba putih dengan hiasan
sulaman merah itu kini ber turun seperti terbang saja. Belasan or anggauta
Bengkauw yang berpakaian sel ba abu-abu tertinggal jauh walau mereka juga lari.
Setelah tiba di de Cu Yin dan Kian Ki, mereka berhenti dalam jarak sekitar tiga
tombak dan pasangan ini saling berpandangan deng sinar mata penuh selidik.
Yang datang memimpin anak bua Bengkauw itu adalah Go Kim Lian daa Gu Kian.
Pandang mata Kim Lian meng«| amati Kian K i penuh perhatian, sedang kan Gu Kian
memandang kepada Cu Yin
Lal Cu Yin mendahului memberi hor mat, mengangkat kedua tangan depan dada
sambil tersenyum dan berkata. "Mz afkan kalau kami berdua mengganggu
ketenangan Cu-wi (Anda sekalian). Kami mohon agar diperkenankan menghadap
Locianpwe Co Sai, Ketua Bengkauw."
"Engkau yang bernama Lai Cu Yi dengan julukan Ang-hwa Niocu murid Hwa Hwa
Moli?" tanya Gu Kian.
"Benar," jawab Cu Yin sambil tersenyum manis. "Aku Lai Cu Yin murid ribo Hwa Hwa
Moli, dan ini adalah Chou ain Ki, putera mendiang Pangeran Chou IVan Heng. Kami
berdua mohon agar diperkenankan menghadap Locianpwe Co Sai, Ketua Bengkauw.
Siapakah Ji-wi (Anda berdua)?"
Yang menjawab pertanyaan itu Co Kim Lian. "Aku puteri Ketua Bengkauw, lamaku
Co Kim Lian. Ini murid ayah, Suheng Gh Kian, Sebetulnya, menghadap ayah bukanlah
nal yang mudah dan biasanya tanpa panggilan ayah tidak ada yang boleh
mengganggunya. Akan tetapi, aku tahu bahwa Hwa Hwa Moli adalah sahabat ayah,
maka engkau boleh menghadap sal tidak berbuat macam-macam! Dan
dia ini hemmm, benarkah engkau ini
putera Pangeran Chou Ban Heng yang baru-baru ini gagal merebut kekuasaan dari
Kaisar Sung?" Gadis itu menatap tajam wajah Kian Ki.
Kian Ki juga menentang pandang mata gadis remaja yang manis itu dan menjawab.
"Benar, aku Chou Kian Ki adalah putera mendiang Pangeran Chou Ban Heng yang
gugur dalam memperjuangka bangkitnya Kerajaan Chou dirampas oleh pengkhianat
Chou K Yin yang kini menjadi Kaisar Sung tama. Aku ingin menghadap Ketua Be
kauw, harap diberi kesempatan dan kabulkan."
"Kiam Lian menoleh kepada Gu Kian dan berkata dengan nada suara seorang atasan
kepada bawahannya. "Su-heng, kurasa dua orang ini cukup memeuhi syarat umuk
dibawa meoghadap Ayah."
"Akan tetapi, Sumoi, bagaimana kalau Suhu memarahi kelancangan menghadapkan
tamu di luar kehendak Suhu?"
"Biar aku yang bertanggung jawab! Mari, Chou Kian Ki dan engkau Lai Cu Lin, kalian
berjalan bersamaku dan jagah langkah kalian agar mengikuti jejakku."
Gadis itu lalu mulai mendaki bukit, ikuti oleh Kian Ki dan Cu Yin. Mereka berdua
dengan hati-hati dan teliti mengikuti jejak kaki gadis puteri Ketua Beng uw itu
karena mereka maklum bahwa salah langkah sedikit saja dapat menimbulkan
bahaya maut bagi mereka. Gu Kian dan para anak buah Bengkauw mengiringkan dari
belakang, tentu dengan maksud berjaga-jaga agar dua orang muda itu tidak
melakukan hal-hal akan merugikan Bengkauw.
Ketika mendengar bahwa tamu yang tidak diundang datang untuk menghadp
padanya, mula-mula Beng-kauw-cu (Ket Bengkauw) merasa terganggu dan marah.
Akan tetapi Kim Lian yang datang melapor bersama Cu Kian di depan ayahnya,
segera menjawab.
"Harap ayah tidak menjadi mara Tadinya, aku juga menolak mereka ya ingin
menghadap ayah tanpa dipangg' akan tetapi setelah mereka menga" siapa mereka,
terpaksa aku mengan mereka menghadap dan kini sudah m nunggu di luar."
"Hemmm, siapa mereka yang membuat engkau terpaksa memenuhi permintaan
merekaa?" tanya Coat beng-kwi Sai dengan suara bengis. Biarpun terkesan bengis
dan berwatak aneh, namun penampilan ketua Bengkauw ini sama seka tidak
menyeramkan. Dia seorang tua berusia sekitar enam puluh tahun, mukanya bersih
tanpa jenggot kumis, dan an dengan sepasang mata yang memandang tajam.
"Ayah, yang pemuda bernama Chou Kian Ki dan dia adalah putera mendiang
Pangeran Chou Ban Heng yang memberontak terhadap Kerajaan Sung. Adapun yang
wanita bernama Ang-hwa Niocu Lai Cu Yin, murid dari Hwa Hwa Moli Ang-hwa-san."
Mendengar disebutnya Hwa Hwa Mol, h Co Sai tampak berubah cerah dan segera
berkata, 'Bawa mereka menghadap!"
Melihat ketua itu menggerakkan tangan memberi isarat kepada Kim Lian Cu Kian
untuk pergi meninggalkan ruagan itu, mereka lalu keluar dari ruangan.
Setelah tiba di luar, Kim Lian berkata kepada Kian Ki dan Cu Yin bahwa mereka
diperkenankan memasuki ruangan dimana ayahnya telah menunggu. Kemungkinan
ia sendiri mengantar mereka berdua masuk, sedangkan Cu Kian menanti di luar.
Murid ini tidak berani masuk dia tidak disuruh masuk gurunya tadi Ketua Bengkauw
telah mengisarat agar dia keluar. Akan tetapi Lian yang selalu manja dan tahu
ayahnya tidak akan marah kepada dengannya tenang mengantar kedua tamu itu
masuk.
Sebelum melan ambang pintu ia berbisik kepada m agar berlutut di depan ayahnya.
Kian Ki dan Cu Yin memasuki ruangan dan oleh Kim Lian di bawa menghampiri
seorang laki-laki tua yang d..... dengan gagahnya.
"Ayah, inilah mereka, Chou Kian dan Lai Cu Yin!" kata Kim Lian u? perkenalkan. Cu
Yin segera menjatu diri berlutut dan biarpun sebenarnya enggan, namun mengingat
akan kebut annya, Kian Ki juga menjatuhkan f berlutut. Kim Lian berdiri di belak
mereka.
"Locianpwe, terimalah salam guru saya Hwa Hwa Mbli!" kata Cu dengan hormat.
"Heh-heh, Hwa Hwa Moli itu ip? Gurumu itu dulu adalah kekasihku, sayang ia tidak
mau menikah dengan aku dan memilih menjadi perawan tua sampai sekarang.
Apakah ia baik-baik sehat?"
Subo dalam keadaan baik-baik dan hat, Locianpwe." "Locianpwe, saya Chou Kian Ki
memberi hormat kepada Locianpwe."
"Hemmm, engkau putera Pangeran Chou Ban Heng yang gagal dalam
pemberontakannya terhadap Kaisar Sung? i bahkan gugur dalam usahanya itu? lu,
engkau anaknya sekarang ada maksud apa datang menghadap kami?"
"Locianpwe, maksud saya menghadap Cianpwe adalah untuk mohon belas kasihan
Locianpwe agar Locianpwe sudi memberi petunjuk dan pelajaran ilmu silat kepada
saya. Saya membutuhkan ilmu silat yang tinggi untuk dapat membalas dendam atas
kematian ayah saya."
Ketua Bengkauw mengerutkan alisnya Vilu memandang kepada Cu Yin dan bertanya.
"Dan engkau, Lai Cu Yin, apa keperluanmu ikut menghadap di sini
Apakah engkau murid Hwa Hwa juga ingin belajar ilmu dariku?"
"Saya akan berbahagia sekali Locianpwe sudi mengajarkan ilmu pada saya. Akan
tetapi saya tidak berani merimanya sebelum Subo mengijinkan. Saya datang
menghadap hanya untuk mengantar Chou Kongcu menghadap cianpwe."
"Hemmm, apakah hubunganmu Cou Kian Ki ini?" tanya Coat-beng-Co Sai dengan
sinar matanya yang corong seperti menembus dan menjer isi hati wanita itu.
Akan tetapi, Ang-hwa Niocu Lai Yin cukup tenang dan tangkas mengh« pertanyaan
yang tiba-tiba itu. "Saya1 membantu perjuangan i mendiang P« ran Chou Ban Heng
dan sekarang menghambakan diri untuk memo] Chou Kongcu dalam usahanya
membalas dendam.".
Ketua Bengkauw itu mengerul alisnya dan berpikir sejenak, agal mempertimbangkan
permintaan Kian tadi. Kian Ki dan Cu Yin menanti!
ngan jantung berdebar tegang. Mereka tahu bahwa kakek itu adalah seorang yang
selain sakti jaga memlBci watak aneh sekali, bahkan terkadang dapat bertindak
kejam.
Coat-beng-kwi Co Sai menggee gka kepalanya lalu tiba-tiba dia berkata. "Wah, tidak
bisa, tidak b «a! Engkau Lai Cu Yin mengingat akfen gurumu Hwa Hwa Mol I, engkau
boleh tinggal dan bermain-main di sini asalkan tidak membuat ulah. Akan tetapi
engkau Chou Kian Ki, engkau harus pergi meninggalkan tempat ini. Aku tidak bisa
menga arkan ilmu kepadamu!"
Tentu saja Kian K menjadi kecewa dan penasaran sekali.
"Akan tetapi, Locianpwe.^.."
Kakek itu tiba-tiba menggerakkan tangan kirinya ke arah "kian Ki. t>e*MJda itu
terkejut dan hampir saja dia mengerahkan tenaga saktinya untuk melindungi diri,
akan tetapi dia teringat akan pesan Cu Yin agar tidak memperlihatkan bahwa dia
telah memiliki tenaga sakti yang amat kuat berkat gemblengan mendiang Thlan
Beng Siamu. Maka dia membiark diri/iya dilanda angin pukuJan yang dahsyat
sehingga tubuhnya teri e r sampai dua tom^ dan jatuh. J<e at lantai ruangan itu I
Cu Yin menjerit dan segera melonc ke dekat Kian Ki, membantunya bangki la merasa
khawatir sekali melihat bet wajah pemuda itu menjadi pucat seka dan perlahanlahan
ada warna kel pada wajahnya.
"Sekati aku bilang pergi tidak bol dibantah lagil" kata Coat-beng-kwi Sai.
Tiba-tiba Kim Lian menghampiri aya nya dan suaranya lantang ketika ia ber seru.
"Ayah, perbuatan ayah ini sungg» keliru dan tidak adili"
Di dunia ini agaknya hanya Co Ki Lian yang berani menyalahkan Ket~ Berigkauw,
Coat-beng-kwi sendiri terkej dan seperti tercengang melihat ada oran berani
mengatakan dia tidak adil da keliru* Akan tetapi yang menyaiahkanny adalah puten
tunggal yang amat disayang nya, maka rasa marah itu hanya membuat mukanya
menjadi merah sekal perti udang direbus.
"Anak bodoh! Mengapa engkau mengi| takan aku keliru dan tidak adil?"
Kim Lian mengeluarkan sebuah boi kecil dari ikat pinggangnya, memb» tutup botol
kecil dan mengeluarkan butir pU merah, menghampiri Kian yang dipapah oleh Cu Yln
dan dibai duduk lagi di atas kursi.
"Nih, telan pil ini dan engkau tldi akan mati." Diberikan* ya pil itu Kian Ki yang
menerimanya dan segei menelannya. Sebentar saja rasa nyeri dadanya mengh lang.
Setelah mniberi obat penawar raci akibat pukulan itu, Kim Lian kini beri di depan
ayahnya dengan mulut cei beru t dan sikapnya menantang dan manj
"Ayah kehrju Ayah mengatakan mau berpihak dengan adanya permusuhan antara
Kerajaan Chou dan Kerajaan Sung, akan tetapi sekarang ayah memukul pu-tera dari
mendiang Pangeran Chou Ban Heng! Berarti ayah membela Kerajaan Suru*.
Bukankah hal itu bertentangan i*an perkataan ayah sendiri dan kare-iva keliru dan
salah?" Coat-beng-kwi Co Sal cemberut juga, i tetapi dia lau menghela napas
pan-"Baiklah» dalam hal ini aku telah lxjru nafsu. Akan tetapi kenapa eng-i
mengatakan aku tidak adil?" "Tentu saja ayah tidak adi 1. Yang
I ng tanpa diundang ada dua orang, Itu Chou Klan KI dan UI Cu Y jan tetapi mengapa
ayah hanya me-*u| Chou Kian Ki saja? Apakah ayah J*k berani memukul Lai Cu Yin
karena
murid Hwa Hwa Moll? Atau barangII ayah tidak mau memukulnya karena
seorang wanita cantik?"
Diserang dengan kata-kata seperti Itu, tka ketua Bengkauw itu menjadi merah. *
marah sekali akan tetapi menghadapi terinya yang hanya satu ini, dia seperti t kutu.
Dia hanya melontarkan ke-ahannya melalui makian, "Kim Lian! Engkau anak gila.....!"
'Tentu aku mewarisinya dari ayahku" ab gadis itu berani dan tiba-tiba Ke-i Bengkauw
itu tertawa bergelak seolah mendengar ucapan yang amat
HHoarha.-ha-»ha! 'Bagus, engkau mewarisi sesuatu dari ayahmu! I lah, anak tolol,
aku memukul pemi karena aku tidak mau mener manyi bagal muridku."
"Kembali engkau keliru, ayah, kekeliruanmu yang mi besar sekail.1*
"Eh-eh, berani engkau lagMag) ngatakan aku salah, anak setan?" ' nya saking
marahnya, Ketua Bei yang wataknya aneh itu lupa bahwa lau Kim Llan anak setan,
maka yang menjadi setannya.
"Tentu saja aku berani karena mang ayah keliru. Ayah menga j silat kepada mur dcnurld
yang bei dari orang biasa Sekarang ada pangeran yang bercita-cita mi kembali
Kerajaan Chou minta mur d, ayah malah rneaetak? kalau Chou Klan Kl menjadi
murid a] kalau kelak dia bernatal membei kembali Kerajea* Chou dan menjadi sar,
berarti ayah menjadi guru kal Bahkan kalau dia gagal menjadi Ml
nya dikenal sebagai seorang panen pejuang* Apakah ayah tidak akan gga kalau
dikenal sebagal guru ae* g pahlawan pejuang yang gagah per
oat~beng-Jtwl termenung mendengar «pan puterinya. Seorang seperti dia itu, Um
segala hai memperhitungkan un* 'B ruginya. Setelah dia renungkan» dia pat
membayangkan bahwa kalau dia < «rima Chou Kian Ki sebagai murid, inya. tidak ada
sama sekali. Akan p untungnya sudah jelas» seperti mbarkan puterinya tadi. Dia kini
mandang kepada Chou Kian Ki yang ih duduk kembali rriendengarkan per-atan
antara- ayah dan anak Itu dengan uh harapan. Diam-diam dia girang wa gadis remaja
cantik itu rnembela-al Bukan hanya memberi obat penawar g manjur sehingga kini
dia tidak me* takan lagi bekas serangan hawa pukul beracun tadi, akan tetapi juga
dengan : h menganjurkan ayahnya untuk me-ma dia sebagal muurjl Chou Kian Ki,
sudah bulat benarkah
tekadmu untuk menjadi muridku?" beng w bertanya sambil menatap wajah pemuda
Itu.
"Saya sudah bertekad untuk kepada Loc anpweJ" kata Klan Ki suara mantap.
Hei, Chou Klan Ki, kenapa e menyebut ayahku masih locianpwe? harusnya engkau
menyebut suhu k gurumu!" tiba-tiba Kim Lian menegu
Mendengar, ini Kian Ki menjadi rang sekali dan dia segera menjatu diri berlutut di
depan kakek Itu, beri hormat dan berseru, "Suhu, (murid) menghaturkan hormat!"
Coat-beng-kwl mengerutkan alis andang kepada puterinya, akan t Kim LUn balas
memandang dan t nyum manis. Kakek Itu menghela panjang lalu rnernandang.
kepada Kian Ki yang masih berlutut.
"Hemmm, anak setani" kembali memaki puterinya. "Chou Kian Ki, kit dan duduklah
kembali, mulai seka engkau harus menaati semua per n dan petunjukku."
"Terima kasih, Suhu." kata Klan KI arngani girang, lalu dia bangkit dan iduk kembali
di atas kursi.
"Sebelum aku dapat mengajarkan ilmu kepadamu, Kian Ki, aku perlu mengetahui
lebih dulu dari siapa engkau belajar ulat dan sampai di mana tingkat fcepananrmj."
Kian Ki teringat akan nasehat Cu Yin agar dia" tidak mengaku telah memiliki Ilmu
silat tinggi dan tenaga sakti yang amat kuat, maka dia "berkata. "Teecu pernah
dilatih oleh mendiang Suhu Hong san Slansup Suhu."
"Hemmm, Hongsan Siansu Kwee Cin Lok ketua Hong san pai Ltu? Kalau begitu,
tentu'Ilmu silatmu tidak rendah dan engkau tentu sudah menguasai Thai-lekdarinya."
"Apa yang teecu pelajarl masih amat dangkal. Suhu." kata Kian KI.
Tiba-tiba Lal Cu Yln berkata. "Maaf, Locianpwe. Saya kira Chou Kong u ini
merendahkan diri saja. Saya tahu benar bahwa dia memiliki ilmu silat yang cukup
tinggi sehingga saya sendiri tldak mampu menandinginya? Hanya t saktinya yang
agaknya masih poi mendapat tambahan. Saya mende dari Subo bahwa Locianpwe
mem Ilmu simpanan yang mengangkat nu besar Locianpwe. yaitu Coat-beng T elang
(Tangan feeracun Pencabut Nya Ka au Locianpwe mengajarkan ilmu i kepada Chou
Kongcu, maka tentu d[ akan menjadi murid yang akan mer banggakan hati
Locianpwe.'
Kalau orang lain yang berani usulkan dia mengajarkan ilmusim— itu, mungkifv saja
Coat-beng-kwi menjadi marah. Akan tetapi ucapan Yin itu agaknya membuat dia
gembi dan' bangga karena Hwa Hwa Moli ju mengagumi ilmunya yang dahsyat itu.
"Ha-ha-ha, engkau pintar bicara mengapa agaknya engkau amat mem dan
membantu Chou Kian K, Cu Yi Ha ha, aku tahu, dia ini putera pandan tampan, tentu
engkau sangat rrv cintanya, bukan?"
Cu Yin melihat betapa Kim L tiba-tiba menoleh dan memandang badanya dengan
sinar mata mengandung i' marahan. Sebagal seorang wanita yang I» nyak
pengalaman, tahulah ia bahwa m aknya puteri Ketua Bengkauw itu menyukai Kian Ki
sehingga ucapan ayahnya i di membuat ia merasa cemburu kepadanya.
"Locianpwe, saya hanya seorang yang t» ndukung dan membela Kerajaan Chou dan
karena Chou Kongcu merupakan pewarisnya, maka tentu saja saya selalu Siap untuk
membela dan mendukungnya.**
"O, begitukah? Akan tetapi, untuk menerima pelajaran ilmu Coat-beng T k r ang
sama sekali tidaklah mudah. Bahkan Kim Lian dan Gu Kian juga belum rukup kuat
untuk mempelajarinya. Kare-'ua itu, aku harus mengukur dulu sampai Mi mana
tingkat kepandaian Kian Ki, Haru akan kupertimbangkan apakah dia ukup kuat
menerima ilmu itu. Kalau tidak cukup kuat, dia boleh mempelajari Mmu-ilmuku yang
lain yang tidak seberat 1 oat-beng Tok-ciang."
"Akan tetapi kalau Locianpwe yang mengujinya dengan pukulan seperti tadi, amat
berbahaya bagi keselamatan Kongcu!" bantah Cu Vln berani.
"Hem mm p tidak perlu aku sen yang mengujinya." kata Coat-beng-lalu dia berkata
kepada puterinya. "K Llan, panggil Cu Kian ke sini!*1
"Ayah, biar aku saja yang Chou Suheng (Kakak seperguruan kata Kim Lia , tanpa ragu
lagi bu t suheng kepada Kian Ki. Per min gadis ini wajar saja karena dalam ilmu
kepandaian silat, tingkatnya lebih rendah dar pada tingkat Cu Kian.
"Tidak, kalau engkau yang mengu] tentu kedua p hak akan merasa sung dan
pertandingan ujian Itu hanya p* pura saja " kata Coat beng-kwL "Pa/r Cu Klan ke
sini!"
Kim Llan tidak membantah lagi k na ucapan- ayahnya tadi tepat se menebak isi
hatinya. Ia tertarik merasa suka sekali kepada pemuda pu ra pangeran itu sehingga
kalau la y Tienguji, tentu Ia akan berpura-pura mengalih agar pemuda bangsawan
lulus ujian! Maka ia segera keluar
lama kemudian Ia kembali memasuki ft» gan tamu yang amat luas itu ber-bma Cu
Kian. Pemuda ini segera ber [t di depan gurunya, menanti per rvu
"Cu Kian, Chou Klan Ki ini akan erima menjadi murid dan untuk me-tahul sampai di
mana tingkat kepan-annya, engkau harus mengujinya. Tl-k mengapa kalau sampai
engkau metalnya, akan tetapi jangan membunuh-al"
Di dalam hatinya, sejak semula Cu » af\ merasa tidak suka kepada Chou Klan K i
karena dia melihat betapa agaknya (molnya, yaitu Kim Llan, tertarik ke-j- >da putera
pangeran Itu. Apalagi kini mendengar bahwa gurunya akan menerima pemuda itu
sebagal murid, hatinya semakin panas, penuh Iri dan cemburu. Maka, mendengar
bahwa dia diharuskan nengujl Klan Ki dan boleh melukai asalkan tidak membunuh,
dia merasa girang sekail. Dia akan menghajar dan membuat pemuda Itu jerih lalu
memilih pergi dari situl
"Baik, Suhu. Kapan dan di mana cu harus mengujinya?*1
"Sekarang dan di sini juga, ini cukup luas untuk melakukan pert d ngan silat.1*
"ApakaH teecu boleh me senjata ataukah hanya dengan tan kosong, Suhu?" tanya
Cu Klan.
Tiba-1 iba Klm Lian yang men ja ketus. "Gu Suheng, m engkau ini ba mana sih? Suhu
menyuruh engkau me uji seorang saudara seperguruan ki bukan disuruh menyerang
seorang m Tentu saja dengan tangan kosong tidak mengg nakan senjata!"
"Ha-ha-ha, Klm Lian berkata bena Mulailah, Cu Kian dan engkau, Kian K bersiaplah
engkau menghadapi seranH Cu Kian. Tentu saja engkau juga ha" melawan, ingin
kulihat apakah en0* mampu menandingi Cu Kian." kata <^ beng-kwi.
"Baik, Suhu." Cu Kian dan Klan menjawab hampir berbareng. Mereka ia melangkah
ke tengah ruangan Itu, di ku pandang mata Coat-beng-kwl dan Ki
|*n. Cu Yin juga memandang dengan * m senang karena ia teiah Ikut men-trong
Coat-beng-kwl sehingga Kian KI m hasil menjadi murid ketua Bengkauw ing lihai Itu.
Ia tidak khawatir melihat a K i akan diuji Gu Klan karena ia Ikin akan kehebatan
Ilmu .kepandaian tera pangeran Itu. Gu Klan pasti tidak an mampu melukai Kian Ku
Yang «mpu mengalahkan Kian KI mungkin nya Coat-beng-kwi saja* Tadi pun, t ka
Coat-beng-kwi menyerang dengan i ulan jarak jauh, ia tahu benar bahwa an Ki
menuruti nasehat ya dan tidak ngerahkan sin-kang untuk melindungi Iuri sehingga
dapat terluka. Kalau dia ►enggunakan sln-kangnya pasti pukulan at-beng-kwl itu
dapat di tangkisnya. Ketika dua orang pemuda Itu saling t* hadapan, Kian Ki melihat
betapa sinar mata Gu Kian mencorong penuh kebencian. Tahulah dia bahwa murid
utama Coat-b ng-kwl ini tidak suka, bahkan benci kepadanya. Tentu saja dia tidak me
uxli takut. Dia bahkan harus waspada, maklum bahwa Cu Kian dapat menjadi se
orang musuh yang berbahaya. Seba k ket ka Cu Klan melihat betapa Kiai
memandangnya dengan mulut tersen menge ek, dia menjadi semakin ma Biarpun
aku tidak boleh membu uhn aku akan membuat dia terluka pa demikian pikirnya.
"Chou Kian Ki» sambutlah serang* Ini!" Dia membentak dan begitu mc rang* dia
menggunakan jurus pilihan] engerahkan semua tenaganya sehi serangan Itu dahsyat
bukan main. angin pukulan menyambar kuat ke I Kian Ki. Akan tetapi Klan Kl de~
tenang sekali namun cepat mengelak 1 dari samping dia menggunakan te a tangan
mendorong ke arah kepala awan
"Dukkkr Gu Klan menangkis den kuat dan pertemuan kedua lengan H membuat
keduanya tergetar. Diam-dia Gu Kian terkejut karena dia mera betapa lengan
lawannya itu kuat sekali Dia maklum bahwa lawannya ternya memiliki tenaga yang
kuat. dapat mer Imbangi tenaganya sendiri. Dia menja penasaran sekali dan segera
menghu"
ooOOoo
Dukkk " Gu Kian menangkis dengan kuat dan pertemuan kedua lengan itu membuat
keduanya tergetarkan serangan-serangan kilat yang bei kepada Kian Kl. Pemuda ini
ginya, mengelak, menangkis berbahk menyerang dengan tampai atau tendangan
sehingga terjadi perit dirigen yang seru sekail.
r
iga orang itu memandang kagun -Terutama 1 sekali Kim LIan. Gadis benar-benar
kagum kepada Klan Ki. ma sekali tidak pernah disangkanya wa Kian Kl benar-benar
telah mei llhatkan kegagahann a, mampu dlngl Gu Klan. Padahal, gadis itu bahwa
kepandaian Gu Kian amat setingkat dengan kepandaiannya : dan pada masa Itu,
sukar mencari yang mampu menandinginya. Akan tei ternyata Klan Kl dapat
menandingi Kian, baik dalam hal kecepatan j tenaga. Semua serangan yang i Gu Klan
dapat dielakkan atau dit£ nya dengan baik dan sebaliknya dia dapat membalas
dengan serangan-seran( an yang membuat Gu Kian tampak kerepotan untuk
menghindari
pri atau menangkis. Bahkan sudah tiga Lfl tamparan dan tendangan Kian Ki
prnyerempet tubuhnya. TidaM meroboh^ pnnya akan tetapi cukup membuat dia
IrrhuyungI Saking kagumnya, Kim Lian decak dan memuji. Mendengar suara
prkaguman Kim Lian ini, Gu Kiah rnen-l di semakin marah dan dia mengeluar-* km
seluruh jurus simpanannya dan me-i erahkan seluruh tenaganya. Namun te-titp saja
dia tidak mampu mendesak Kian Kl.
Sebetulnya, hal ini tldakft! aneh. Kian Ki telah menerima pelajaran ilmu «ilat dari
Hongsan Siansu Kwee Cin Lok almarhum dari Kanglam Sinkiam Kwan Trr Nu dan Im
Yang Tosu, dan semua ilmu ini masih diperhebat oleh gemblengan Thian Beng
Siansu almarhum, pada waktu mana Kian Ki menyedot dan menerima pengoperan
tenaga sakti dari empat orang ktl itu. Kalau Kian Kl mau menggunakan tenaga
saktinya, agaknya dia dapat merobohkan Gu Klan dalam waktu yang tidak terlalu
lama. Akan tetapi dia mem- * batasi tenaganya sehingga pertandingan Itu
berlangsung «eimbang sampai dari lima puluh jurus!
Coat-beng-kwi yang sejak tadi perhatikan, diam-diam merasa aer Agaknya Hongsan
5iansu audah mewa kan seluruh kepandaiannya kepada C| Kian Ki, pikirnya. Pemuda
itu bent benar hebat, bukan hanya dapat meni dingi Gu Kian. bahkan kini mulai dajj
mendesajcnya. Akan tetapi kalau Kian belum dapat mengalahkan Gu Kian, te saja dia
belum mau mengajarkan il simpanannya Coat-beng Tok-ciang k kalau hal itu dia
lakukan, tentu menimbulkan iri dalam hati Gu Duga akan berbahaya bagi Kian K i
dtyi kalau dia belum memiliki si yang cukup kuat, lebih kuat dari kang yang dikuasai
Gu Kian.
Gu Kian sudah kehabisan akal. jurus simpanan telah dia keluarkan, mua tenaga
sinkang telah dia kerahk namun tetap saja dia tidak dapat me alahkan Kian Ki.
Bahkan kini dia mu terdesak karena serangan balasan Kian Ki amat cepat dan
kuatnya. Dai daan terdesak, Gu Kian khawatir kau dia sampai roboh di tangan
pemuda igsawan itu. Dia akan malu sekaji» utama di depan Kim Lian yang ditanya
dan yang diharapkannya menjodohnya kelak. Berpikir demikian, Klan menjadi nekat.
Tiba-tiba dia angkah mundur, lalu menerjang maju gan tubuh direndahkan dan
kedua apak tangannya mendorong ke depan, r *ua lengan kanannya mengeluarkan j
nyi "krek-krek!" dan itulah tandanya ihwa dia mengerahkan ilmu pukulan Vk-in Tokclang.
Dari kedua telapak igannya mengepul uap hitam. Hek-Tok-ciang (Tangan
Beracun Awan Hl-m) ini hebat bukan main. Biarpun tidak hebat Coat-beng Tok-ciang
yang me-a tikan, pukulan ini juga mengandung »cun berbahaya yang dapar me bu
«n luka dalam bagi lawani
"lhhhhh.....!!" Klm Lian menjerit kare-d ia sendiri juga menguasai ilmu Itu ng Ia tahu
amat berbahaya bagi Kian .. Akan tetapi. Kian Kl juga menekuk dua lututnya
sehingga tubuhnya merendan, lalu dia mendorongkan kedua pak tangannya
menyambut. Dia . gunakan- ilmu Thaj-lek-jiu (Tangan tenaga Besar) yang dia pelajari
dari diang Hongsan Siarau, akan tetapi saH tenaga saktinya' jauh lebih dibandingkan
tenaga mendiang Ho Siahsu. Kalau dia mengerahkan selu sirifcangnya, akan
berbahayalah bagi sete'mata nyawa Gu Kian. Kian yang ingin mendapatkan ilmu
yang tinggi dari Coat ben kwi, tentu
6*ak mau mengg nak seluruh te yang akan dapat membunuh Gu Kian. membatasi
tenaganya, akan tetapi ^ lebih kuat daripada tenaga sakti Gu, yang sudah dia ukur
dan kdtahui t' nya ketika tadi berulang kali me tenaga.
"Wuuuttttt..... desssssir Dua terapak tangan itu bertemu dan aki nya, tubuh Gu Kian
terdorong ke be kartg sampai tujuh langkah! Akan te Kian Kl juga terdorong mundur
tiga la kah. Tentu saja Kian Kl sengaja biarkan dirinya mundur tiga langkah
u maksudnya hanya agar tampak bah-' dia lebih unggul sedikit dibandingkan Kian
sehingga akan pantas menerima ajaran Coat-beng Tok-oang yang dia
ka dari Coat-beng4cwi. Wajah Gu Kian menjadi pucat* £ha rasa terkejut, .penasa an
da* *nsr«h — L Apalagi ketika dia mendengar i m Lian bertepuk tangan dan berseru.
'L ha t, ayah Chou Suheng dapat me-alahkan Gu Suheng Dia pantas mener i
pelajaran ilmu tertinggi dan ayah!" Akan tetapi watak Coat-beng kw mang aneh.
Tadinya dia yang ingin «u apakah Kian Kl cukup tangguh dan t untuk menerima
pelajaran Unu'yang rat darinya. Kini, melihat betapa Kian K i dapat menandingi,
bahkan mengalah > n Gu Kian, muridnya yang dia bang lokan, dalam hatinya timbul
penasaran! Gu Kian yang merasa malu karena kalahkan Kian Ki, kekalahan adu
telaga yang jelas tampak karena dia mundur tujuh langkah sedang Kian Ki hanya
undur tiga langkah, sudah mencabut uang-to (sepasang golok) dari punggungnya.
"Suhu, perkenankan teecu menguji dengan senjata!"
Sebelum Coat-beng-kwi menja Kim Lian mendahului bangkit dan nudingkan
telunjuknya ke arah muka Kian. "Gu Suheng, apaKah engkau malu? Engkau disuruh
ayah untuk uji Ilmu silat Chou Suheng dan da pertandingan tadi sudah jela»'bahwa e
kau kalah dalam segaia-ga a a K cepat, kalah tangguh, dan kalah ! tenaga dalammu.
Setelah menguji ka sepatutnya engkau melaporkan k ayah bahwa Chou Suheng
pantas nerima pelajaran tertinggi dari ayah. engkau malah menuruti kemarahan iri
hati, kini hendak menggunakan jata Begitukah sikap seorang tokoh Be kauw yang
disegani orang?"
Menghadapi serangan kata-kata dari Kim Lian, Gu Kian tidak bicara, hanya
menunduk dan salah ka Kini mendengar Coat beng-kw kata.
"Kian Ki, engkau ternyata cukup
u patut menjadi muridku. Akan tetapi, menjadi penasaran melihat murid uvng
Hongsan Siansu dapat menga kan muridku. Maka, biar aku yang nguji sendiri sampai
di mara kehebatanmu. Bersiaplah!" Ketua Beagkauw itu ni bangkit dari kursinya.
Ayah, bukankah ujian yang dilakukan Suheng sudah cukup?" seru Kim Lian hawatir.
"Kim Lian, engkau anak kecil, jangan *ut»ikutln ayahnya membentak dan Kim Lian
cemberut manja*
Cu Yin yang juga merasa khawatir ikan keselamatan kian Ki, segena berkata. "Maaf,
Locianpwe. Chou Kongcu datang menghadap Locianpwe adalah tuk mohon diberi
pelajaran ilmu, karena kami yakin bahwa Locianpwe me« tki kesaktian yang amat
hebat. Kalau hou Kongcu merasa iebih lihai daripada Locianpwe, pasti dia tidak akan
mohon imbingan Locianpwe. Locianpwe sudah menerimanya sebagai murid,
bagaietana «-karang Locianpwe akan turun tangan sendiri? Kalau sampai dia tewac
di tangan Locianpwe, apakah har ini ti akan menodai nama besar Locian yang
terhormat?"
Muka kakek itu berubah merah matanya melotot memandang Cu 'Bocah
perempuan! Kalau tidak i bahwa engkau ini murid Hwa Hwa ucapanmu Itu menjadi
alasan cukup ku untuk membunuhmu. Siapa akan bunuh Chou Kian K i yang sudah
kuter menjadi muridku? Aku hanya ingin m uji kekuatannya, apakah cukup un
menerima ilmu Coart-beng Tok-cl Kian Ki, bersiaplah engkau, sambut kulanku ini f"
Kakek itu dengan gerakan ringan cepat sekail melompat ke depan Kian lalu memukul
dengan dorongan kanannya. Angin pukulan dahsyat nyambar ke arah dada Kian Ki. P
ini cepat menyambut dan mengera sinkangnya dan menggunakan kedua ngannya
untuk menyambut dengan dor an pula.
"Syuuuttt..... desss&s.....!'!." Perte kedua tenaga itu seolah mengguncan
9 urun ruangan. Kian KI mengerahkan
iaga yang lebih kuat daripada ketika i<* menyambut pukulan yang dilontarkan u
Kian tadi. Akan tetapi tetap saja >«-mbatasi tenaganya, tidak mengerahkan t
urunnya. Akibat benturan dua tenaga kti yang amat kuai itu, t ibu Kian Ki
dorong mundur lir. . langka'1* akan h tapi dia tidak roboh. Akan tetapi Coatng-
kwi juga ncrasa a bei pa tubuh-iya terguncang. Hai ru n e unjukkan iS.»hwa
pemuda itu U-Uh m ki tenaga > ng cukup kuat, jawh lebih kuat dari-i-ida tenaga Gu
Kian dan sudah cukup »uat untuk mempelajari ilmu Coat-beng Tok-ciang.
Ketua Bengkauw itu mengangguk-ngguk, diam-diam dia merasa kagum dan girang
karena benar seperti yang katakan «uterinya tadi, murid barunya m akan semakin
mengangkat nama besarnya di dunia persilatan. Dia jauh lebih dapat diandaikan
daripada Gu Kian, apa-agi dia adalah keturunan keluarga Kera-aan Chou!
"Bagus, engkau telah lulus dari ujian,
Kian Ki. Mulai sekarang, engkau kuberi pelajaran iimu4imuku yang -pa tinggi."
Kian Ki merasa girang sekail dan menjatuhkan diri berlutut di depan Coat-beng-kwl.
"Terima kasih. Suhu. T akan menaati semua petunjuk Suhul"
Cu Yin ikut gembira, apalagi ke ia diperbolehkan tinggal di perkampun Bengkauw
sebagai pengikut atau peli Chou Kian Ki. Yang merasa penasa iri hati, dan marah
yang terpendam lah Gu Kian. Dia merasa benci ' kepada Kian Ki, akan tetapi karena
rurrya sudah menerima pemuda bangsa itu menjadi murid, pula karena dia tahu
bahwa Klan Ki memiliki ilmu pandaian yang tinggi, maka dia ha menyimpan dendam
kebenciannya da hati. Co Kim Lian juga merasa r _ karena dara remaja ini diam-diam
t tarik kepada Chou Kian Ki. Akan te ia juga tidak senang bahwa Cu Yin perbolehkan
ayahnya tinggal di situ.
Mulai hari itu, Kian Ki dlgembl oleh Coat-beng-kwi, dan karena dia te iikl dasar yarid
amat kuat, bahkan ngnya tanpa diketahui Coat-be sendiri felaH1 Wncapai kekuatan
bahkan tidafc1 kalah dibandingkan gan slnkang Ketua Bengkauw itu, a dia dapat
menguasai ilmu-ilmu u itu dengan mudah.
Pagi Itu udara di puncak Bukit Cerna di Pegunungan Cin-ling-san amat ce-h.
Matahari pagi mulai memancarkan yanya yang keemasan gemilang, memngunkan
alam dari tidurnya. Halimun ng semalam menyelimuti bumi perlahan-lahan
meninggalkan bumi, terbawa gin dan perlahan membubung ke atas «"-olah disedot
sinar matahari. Kedingln-* nya yang lembab meninggalkan embun r bun
bergantungan di ujung daun-daun an rerumputan. Alangkah indah dan enda tangkan
kebahagiaan menyambut hari baru dengan menikmati keindahan alam yang serba,
baru itu. Bukan kel an yang diulang-ulang dan dikenang, rena keindahan, yang
disimpan ingatan untuk diulang-ulang meo, putu
Dan jauh di bawah bukit te suara sapi menguak dan kambing embek, pertanda
bahwa fajar telah ganti pagi dan para penggembala menggiring hewan ternak
mereka ke dan kandang menuju ke padang nur Rumah-rumah di bagian bawah, di
dusunan yang hanya tampak genteng saja dari puncak, mulai tampak meng kan
asap, pertanda bahwa para ibu sibuk di dapur, menjerang air un membuat minuman
penghangat atau yang mempunyai persediaan, tidaknya membuat bubur untuk kel
nya.
Di atas puncak Bukit Cemara itu, depan sebuah pondok sederhana r~._ bersih,
duduk Thai Kek Siansu di a' sebuah batu bundar yang lebar dan rata permukaannya.
Di situlah serin kakek itu duduk bersamadhl atau me
11 keindahan yang terbentang di de-ya, dikelilingi puncak-puncak bukit di urungan
itu, dan lembah-lembah yang nifauan. Biasanya pia hanya duduk Tang diri saja,
tertera* dalam' kebesar-alam, menjadi batfian dari semua _zhan alam itu. rean
tetapi paoa hari ku, di ofc£erinya, juga di atas
buah batu yang rata permukaannya, kuduk Si Han Lin. Pemuda itu baru saja ' ang di
puncak itu pada waktu fajar >di, menunggang burung rajawali yang mi bertengger di
atas pondok, tampak- .
a beristirahat setelah melakukan pe-bangan jauh dan melelahkan. Sejak menghadap
gurunya pada waktu i ar tadi, setelah menjerang air dan
>- -nNjetkan air teh untuk gurunya, Han i m duduk di depan gurunya dan dia men
-makan semua pengalamannya, tentang r^mberontakan dan perang itu. Setelah < a
selesai bercerita, Thai Kek Siansu
hela napas panjang. "Ya Tuhan, betapa menyedihkan men-iengar cerita tentang
perang! Perang i r rupakan puncak kekejaman manusia apalagi perang saudara,
bunuh me dalam puncak nafsu kebencian an bangsa sendiríl Padahal, manusia ad
mahluk termulia di antara semua luk hidup, yaf)g dikaruniai hati akal kiran sehingga
^apat membedakan n yang baik can mjioa yang buruk, d kebe)basan untuk memilih.
Melihat si sifat yangn mulia dan paling baik antara segala mahluk, dapat dimenga
bahwa Yang Maha Kuasa menghendii agar manusia menjadi pemimpin dua menjadi
pengatur dunia, dan hidup se manusia menjadi pembantu kek Tuhan, menjadi
penyalur berkat dunia seisinya. Akan tetapi celaka, nal nafsu daya rendah menguasai
man meracuni hati akal pikiran sehingga jadilah segala macam bentuk kejaha dan
kekejaman di antara manusia sen Betapa menyedihkan.....!1'
"Suhu, teecu juga yakin bahwa Tu menciptakan segala sesuatu di dunia tentu
mempunyai maksud yang baik."
Tentu saja. Han Lin. Tiada satu ciptaanNya yang tidak ada manfaa
Wmua yang tampak di dunia ini, hasil i taan Tuhan, semua itu bermanfaat. L ha t
saja, adakah sesuatu yang tidak da manfaatnya bagi yang lain? Bahkan tanah pun
bermanfaat secara mutlak, batu-batu, pasir dan semua barang yang disebut barang
mati tak bergerak itu ada manfaatnya. Sarnpah yang dianggap paling rendah
tingkatnya itupun bermanfaat bagal pupuk. Lalu kini yang hidup na-un tak bergerak
seperti tumbuh-tumbuhan. Semua tumbuh-tumbuhan itu berguna bagi yangn lain,
bahkan «nenghidupkanl Bayangkan saja kalau tidak ada, tumbuh-tumbuhan yang
perlu untuk dimakan manusia, dimakan ^matang, dan untuk keseimbangan alam.
Kalau ada tumbuh-tumbuhan yang pada saat sekarang ini belum diketahui
manfaatnya» hal itu hanyalah karena manusia belum menemukan manfaatnya, akan
tetapi akan datang saatnya manfaatnya ditemukan. Kemudian mahluk hidup
bergerak seperti binatang. Adakah binatang yang tidak ada manfaatnya? Sedikitnya
bermanfaat seka 1 bagi manusiai Bahkan ada yang djmanfaatkan air susunya,
kulitnya* dagingi tulangnya! Semua ada manfaatnya, na itu, alangkah menyedihkan
kalau manusia hidup yang sama sekali t h ada manfaatnya bagi manusia atau m luk
lain! Setiap orang manusia berke* jiban untuk membantu terputarnya kesejahteraan
bagi dunia seisinya. Mal perang merupakan perbuatan yang ai terkutuk dari
segolongan manusia dan su pasti sekali Tuhan tidak menghendaki^
"Suhu, mengapa banyak manusia jadi jahat? Mengapa manusia saling rebut
kekuasaan, harta, dan sebagainya'
"Karena pada umumnya kita manu! selalu mengejar kesenangan dunia, Lin. Apapun
yang diperebutkan, baik kekuasaan, harta benda, wanita dan kan memperebutkan
kebenaran sekail1 semua yang diperebutkan itu kita anggai sebagal sumber
kesenangan. Kita selall Ingin memiliki semua itu, kalau semua itu untuk kita, menjadi
milik klti Maka terjadilah perebutan yang menli bu I kan kekejaman dan bunuh meml
karena kebencian. Kita lupa bahwa segt
suatu yang terdapat di dunia m adalah iilldc Tuhan! Bahkan diri kita masingng
ini pun jnilik Tuhan! Kalau Sang llik hendak mengambil kembali mlliktya,
termasuk diri kita, siapa yang data* mencegahnya? Keluarga kita, isteri m anakanak
kita, semua Itu milik i han. K i ta hanya mempun y a i, hanya pengakuan saja
sebagai punya kita, akan Jetapi pada hakekatnya adalah milik hah semata! Demikian
pula harta ben-kedudukan, dan sebagainya. Semua u merupakan anugerah atau
pemberian ri Tuhan yag harus kita syukuri dan ta pergunakan sesuai dengan
kehendak ya, yaitu dengan jalan mempergunakan mua anugerah itu demi
kesejahteraan
e sama manusia. Kita t idak boleh t erat
dengan semua itu, karena sesungguh ya semua itu hanya dipinjamkan saja epada
kita oleh Tuhan sebagai r pemilik tunggali*1
Biarpun dulu Han Lin pernah mendengar pengertian itu, namun ucapan guru-ya itu
merupakan pupuk dalam sanubari ya, menambah kekuatan iman dan kepasrahan
hatinya kepada Tuhan Yi Maha Esa.
"Suhu, apa yang Suhu maksudkan ngan mempergunakan semua anugerah demi
kesejahteraan sesama manusia?"
"Han Lin, anugerah Tuhan kepada kl1 dapat berupa kepandaian, kedudukan tini gi.
tenaga kuat, kekayaan, dan sebagal nya. Sepatutnya kita mensyukuri sen itu dengan
cara menjadi penyalur beri anugerahNya itu Yang berlebihan ke| dalan,
menyalurkannya kepada yang Dibutuhkan kepandaian, yang berkeduduk. tinggi juga
menyalurkannya demi kepe tingan mereka yang perlu dilindungi demikian pula yang
kuat menyalur' kekuatannya dengan membela yang lei... dan perlu dibela, yang
berkelebihan kt kayaan dapat menyalurkannya untuk menu bantu mereka yang
miskin dan mer butuhkannya, dan selanjutnya* Dengi demikian, maka para penyalur
berk, karunia Tuhan Itu menjadi pembanti pembantu Tuhan yang baik dan pati
menerima karunia Itu."
"Akan tetapi, Suhu. Banyak orj
« mengeluh, mengatakan bahwa apa ing dapat mereka salurkan kepada orang |in
kalau mereka sendiri tidak memiliki 11 ndalan, kedudukan, atau kekayaan, |W
mereka itu lemah, seperti misalnya rang kakek atau nenek yang miskin bodoh?"
Thal Kek Slansu tersenyum lebar ngga tampak giginya yang masih kap dan putih
bersih. Sepasang mata-i yang bersinar lembut berseri. "Pertanyaan itu memang
masuk akal. tftakah hanya orang berpangkat, orang kuat, orang pandai, dan orang
kaya saja yang menjadi penyalur berkat Tuhan, arti menjadi pembantu Tuhan?
Tentu «a tidak, Han Lin. Seorang nenek tua >*ng tidak terpelajar, lemah, dan
miskin .'»-kalipun dapat menyalurkan berkat Tu-kan, yaitu melalui sikap terhadap
sesama unusia. Sikap yang tulus, jujur dan bjfk, ramah dan manis budi, merupakan
pemberian yang jauh lebih berharga daripada emas. Apa artinya dapat memberi mas
kepada* orang lain akan tetapi pemberian itu disertai sikap yang mengejek,
marah, dan menghina? Akan tetapi taf pemberian apa pun Juga, setiap o< akan
merasa senang menerima sikap ramah dan manis budi. Sikap yang inipun
merupakan berkat Tuhan menandakan adanya sentuhan Kasihi lam hati nenek tua
itu."
"Suhu, teecu mohon dijelaskan «fl tang Kasih yang Suhu maksudkan, y% menyentuh
hat i sanubari nenek misi itu. Mengapa teecu melihat bahwa Kj seperti yang Suhu
maksudkan itu j< sekali tampak berada di hati manu* Teecu melihat lebih banyak
kebei menghuni hati manusia daripada Kasih.
'Sesungguhnya demikian, Han Li Kasih hanya dapat menjadi pengl batin kita kalau
kita selalu dekat den] Tuhan. Kasih itu merupakan Sinar Tuhan dan Sinar itu dapat
menyinai batin kita apabila batm kita tidak U tertutup dan digelapkan oleh nafeu-nal
daya rendah yang mementingkan di «endlrU Manusia tidak mungkin dai belajar
mengasihi atau belajar baik. gala kebaikan itu adalah buah dari Kasl
au Kasih menghuni batin kita* maka Isu daya rendah tidak akan tferfcya, ari lumpuh
dan Kasih itu merupakan *uk yang melahirkah pikiran, ucapan, hn perbuatan yang
sudah pasJti baik dan nar, yaitu baik dan benar. ba£i orang
nn, bukan bagi dirinya sendiri karena
k dan benar bagi diri sendiri adalah
licik dan palsu."
"Suhu, bagaimana kalau ada orang m melakukan perbuatan jahat kepada
i ta yang amat menyakitkan badan dan tin kita?"
MHan Lin, satu di antara buah Kasih lah mengampuni kesalahan orang lain pada kita.
Dengan dasar Kasih, meng-rnpunl merupakan hal yang amat mudah. )an
mengampuni merupakan kewajiban nutlak dari setiap orang, karena haknya ah kita
terima* yaitu pengampunan gl kesalahan kita dari Tuhan Maha engasih. Bukankah
kita selalu mohon *ngampunan dariNya? Bagaimana Tuhan lapat mengampuni bagi
kesalahan kita kalau kita sendiri tidak mau mengampuni esa lahan orang terhadap
kita? Ini namanya mau menang sendiri dan mau sendiri dan itu merupakan
kejahatan!1*
"Suhu, di dunia ini begitu terdapat orang yang menderita duka tapa dalam hidupnya.
Selama teecu lakukan perjalanan, lebih banyak menjumpai orang yang berduka dar
yang bersuka. Mengapa dalam kehi ini demikian banyak kedukaan?"
Han Lin, adanya duka karena suka, seperti adanya susah karena senang. Keduanya
yang berlawanan tidak dapat dipisahkan, seperti si tidak dapat dipisahkan dari
malam k na keduanya merupakan kembar! Senang atau susah hanya merupakan
pikiran yang dipengaruhi nafsu yang bentuk si-aku dirugikan, dia susah, na segala
sesuatu itu tidak langg selalu berubah, maka timbullah senang mempermainkan
manusia. Se perasaan Itu, susah senang, kecewa deng segala macam marah, benci, i
dengki, semua disebabkan oleh penga nafsu yang menguasai hati akal piki sehingga
membuahkan perbuatan jahat**
"Kalau begitu, jika Kasih datang dari i han, maka nafsu itu datang dari Se lan dan kita
pe,riut . membuang semua Mfsu, Suhu?"
Thai Kek Sian»u tertawa Jftrpbut. "He-i» , sama sekali tidak demikian, Han Lin. Nafsu
ada pada setiap orang rnanusia ak dia dilahirkan, maka nafsu juga n erupakan
pemberian dari Tuhan agar nafsu melayani kebutuhan manusia hidup ti dunia ini.
Tanpa adanya nafsu, manual a tidak dapat hidup di dunia. Nafsulah ng mendorong
manusia sehingga dapat c m buat segala sesuatu yang dibutuhkan talam kehidupan
ini. Nafsu yang membuat manusia dapat menikmati kehidupan. ' anpa adanya
kenikmatan dalam makan ang dipengaruhi nafsu dalam selera akan, manusia tidak
akan suka makan, (demikian dengan nafsu yang mempenga ruhi hal-hal lain. Akan
tetapi, juga nafsu ang mencelakakan manusia, yaitu apabila tafsu daya rendah
berbal ik menjadi ma ikan dan kita manusia menjadi pelayan ya. Kalau sudah begitu,
maka manus a berpikir, berbicara, dan bertindak sesuaidengan dorongan nafsu yang
memben si-aku dan kegelapan nafsu daya menutupi jiwa sehingga Sinar Kasih nan
tidak dapat meneranginya."
"Kalau begitu, kita perlu mengend kan nafsu, Suhu?"
Thai Kek Siansu menghela napas jang. "Sulit sekali bagi kita ma untuk
mengendalikan nafsu hanya me andalkan hati akal pikiran saja, Han Li Karena hati
akal pikiran sendiri f' bergelimang nafsu. Satu-satunya kekua an yang akan mampu
mengendal i nafsu daya rendah hanyalah Kekua Tuhan semata. Dan agar Kekuasa
Tuhan dapat bekerja, satu-satunya k mungkinan adalah apabila kita mendeka kan
diri kepadaNya."
"Bagaimana agar Tuhan dekat deng kita, Suhu?"
"Hanya apabila kita dekat denganNy Dekat dengan Tuhan berarti memili iman
sepenuhnya kepada Tuhan, t barulah lengkap apabila kita percaya berserah diri,
pasrah kepadaNya denga sepenuh dan selengkapnya, dengan ha
(uing sabar dan rela menerima apa pun t ng terjadi dan datang kepada kita de n
keyakinan bahwa segala yang ter-I i di luar kekuasaan kita untuk meng ' ahnya itu
adalah sesuai dengan ke t»ndak Tuhan! Kepasrahan yang mutlak dah yang
mendekatkan kita dengan uhan karena Dia mengasihi orang yang - riman penuh
kepasrahan. Kalau sudah gitu, kekuasaanNya akan menyinari wa kita sehingga nafsu
daya rendah kembali bekerja sesuai dengan tugas m ereka, yaitu menjadi pelayan
kita."
'Bagaimana teecu harus menjawab alau ada yang bertanya apakah sikap pasrah itu
tidak membuat kita malas berusaha sehingga tidak akan mendapatkan kemajuan
dalam kehidupan kita?"
"Sikap demikian itu salah sama sekali! Tuhan menciptakan kita manusia lengkap
dengan segala anggauta badan termasuk hati akal pikiran uan naisu-nafsunya.
Karena itu, sudah semestinya kalau kita pergunakan semua alat pelengkap ang auta
badan itu, kita pergunakan sesuai dengan fungsi masing-masing. Kekuasaan Tuhan
sendiri bekerja tiada hent» 3*1 gg seluruh alam semesta da berlungsi dengan baik.
Itulah yang sebut sejalan dengan Tao (Jalan), adalah Kekuasaan Tuhan, Kodrat T
Siapa menyalahi kodrat, dia mem dosa yang akan dipikul akibatnya. K butuh makan,
haruslah mencari mak itu, bahkan kalau sudah dapat dan ' makan, tetap saja kita
harus be^cer yaitu mengunyah dan menelan makan Sesudah makan memasuki
lambung, te saja anggauta badan kita berupa lam itu bekerja menghancurkan
makanan setiap tetes darah kita juga beker Karenanya, kita manusia harus beru::
sekuat tenaga, itu merupakan kewajiL niutlak, akan tetapi sebagai dasarnya, ki harus
pasrah kepada Tuhan karena bag manapun kita berusaha, hasil akhirn berada di
Tangan Tuhan. Karena it nastl yang ditentukan Tuhan haruslah k" syukuri, besar atau
kecil, manis atau p pahit. Karena segala hal yang terja telah ditentukan Tuhan dan
apa pun y terjadi dengan kita, karena itu keputu
|tya, sudah pasti yang terbaik bagi kita."
Sunyi- sekali di sekitar puncak. Hening -kali. Tidak ada sedikit pun angin se-NiJir.
Daun-daun pohon tidak ada yang g yang, bahkan semua suara terhenti, iidak tampak
lagi burung terbang di i Hara. Seolah segala sesuatu ikut mendengarkan apa yang
diucapkan Thai Kek Siansu kepada muridnya itu.
Semenjak pagi itu, Han Lin tinggal rsama gurunya, memperdalam ilmumu yang
sudah dikuasainya dan memperkuat iman dan penyerahannya kepada Tuhan dengan
latihan penyerahan, ditemani oleh Thai Kek Siansu.
Setelah menjadi murid Ketua Beng-uw, Chou Kian Kl berhubungan dekat dengan Co
Kim Lian. Gadis remaja ini memang sejak pertama telah tertarik oleh ketampanan
Kian Ki, lebih-lebih etika- melihat betapa Kian Ki dapat mengalahkan Gu Kian! la tahu
M diam-diam ayahnya dahulu mengharu agar ia menjadi jodoh Gu Kian mungkin
akan diangkat menjadi penj ketua. Akan tetapi setelah bertemu Kt, baru Kim Lian
menyadari bahwa tidak mencinta Gu Kian dan tidak in menjadi isterinya.' Rasa
sukanya k; Kian Ki makin bertambah melihat si Kian Ki yang baik dan sopan kepadan
dengan sikapnya yang lembut dan angg seperti yang biasa menjadi sikap bangsawan.
Membandingkan Gu K' dengan Kian Ki, ia melihat seperti ekor burung gagak dengan
seekor bu merak! Mulailah Kim Lian bergaul dengan Kia Ki, bahkan setiap kali latih
silat, ia selalu memilih Kian sebagai mitra tandingnya, padahal dah selalu Gu Kian
yang menemaninya.
Melihat keadaan Kian Ki yang a akrab dan mesra dengan Kim Lian, Cu Yin merasa
tidak senang. Cu memang tidak pernah mencinta Kian hanya untuk teman
bersenang-sen saja menuruti hawa nafsunya, la y
L ah mulai bosan dengan Kian Ki, di-L mbah lagi melihat keakraban pemuda
Inngsawan itu dengan Kim Lian, kini merasa I k betah tinggal di perkampungan Y' gkauw.
Rasa tidak betah dan tidak ng ini semakin bertambah ketika i iat-beng-kwi
memperlihatkan sikap F ayunya, bahkan sempat pernah menatakan bahwa Coatbeng-
kwi akan » nang kalau Cu Yin suka menjadi selir-i a yang jumlahnya sudah
belasan orang mi! la ingin pergi dari perkampungan I ng-kauw, akan tetapi Coatbeng-
kwi tidak memberi ijin, juga Kian Ki tidak mbolehkannya. Biarpun kini dia mulai
enjauhi Cu Yin, bagi Kian Ki, Cu Yin »asih amat penting dan berguna. Wanita ng
banyak pengalaman dan cerdik itu atut dijadikan pembantunya yang boleh percaya.
Pula, kalau Cu Yin pergi ke udian menyebar berita bahwa dia kini berada di Hek-hwisan,
di pusat Beng-auw, mungkin Kerajaan Sung akan me girim pasukan dan orangorang
sakti ntuk menangkap atau membunuhnya. Pada suatu malam, ketika Cu Yin
duduk termenung dalam kamarnya dei hati kesal, daun pintu kamarnya dikt, orang.
Ketika daun pintu dibukanya, melihat Coat-beng-kwi dengan mi merah dan agaknya
setengah mabuk masuki kamarnya, ta cepat mundur menjauh.
"Lai Cu Yin, malam ini aku ingin di sini." kata Coat-beng-kwi sambil nyeringai.
Cu Yin mengerutkan alisnya. "Loci; pwe, berkali-kali sudah saya katai bahwa saya
tidak mau melayani keing an Locianpwe. Harap Locianpwe keli karena tidak baik
kalau dilihat orj Locianpwe memasuki kamar saya."
"Huhl Siapa berani mencegah memasuki kamar s apapun juga? AU, kubunuh dia!
Dan engkau jangan sela! menolak, manis, jangan sampai kesah anku habis!" Setelah
berkata demiki; Ketua Bengkauw itu menjulurkan tanj kanannya untuk menangkap.
Cu Yin pat melompat ke belakang menghini akan tetapi alangkah kagetnya kar*
tangan itu tetap saja dapat mencei
Lrram pundaknya. Kiranya lengan itu tupat mulur (memanjang) seperti karet |n
hendak meronta, akan tetapi jari ta p^an Coat-beng-kwi menekan dan tiba ' ba
tubuhnya menjadi lemas tak ber Saya! Dengan ringan, tangan Coat-beng-kwi
mengangkat tubuh Cu Yin dan di a dekat pembaringan, lalu ditelentangkan di atas
pembaringan.
Cu Yin menjadi marah sekali, la meang
sudah sering bergaul dengan pria, ikan tetapi belum pernah ia dipaksa atau
iperkosa. Bahkan ia yang memaksa pria
enuruti kehendaknya. Ia marah dan
hawatir, merasa dihina.
"Locianpwe, kalau Locianpwe melan-utkan, kelak saya akan melapor kepada bo Hwa
Hwa Moli bahwa Locianpwe memperkosa saya!"
Tiba-tiba saja pegangan Coat-beng-kwi mengendur. Dia tampak ragu-ragu,
mendengus marah, lalu memaki. "Anak setan.....!" Dan keluarlah Coat-beng-kwi dari
kamar itu.
Cu Yin merasa lega, akan tetapi juga sedih, la menutupkan pintu kamarnya lalu
duduk di atas kursi dan menangis merasa sedih karena setelah ia tc membujuk Ketua
Bengkauw untuk m rima Kian Ki sebagai murid, kini se' balasan Kian K i malah
menjauhinya akrab dengan Co Kim Lian. Juga ia rasa sedih dan marah karena Ketua
kauw mulai mengejar-ngejarnya. Ta masih berhasil menggertaknya untuk laporkan
kepada gurunya, akan te bagaimana kalau kemudian ketua kauw itu menjadi nekat
dan memak memperkosanya? la akan merasa te sekali. Dan semakin sedih hatinya rf
ingat bahwa tidak mungkin ia melari diri dari situ karena jalan menuruni b penuh
dengan perangkap dan jeb yang amat berbahaya dan dapat mene kannya! Teringat
akan semua ini, Cu menangis.
"Tok-tok-tok!" Tiba-tiba daun kamarnya diketok lagi dari luar. debar rasa jantung Cu
Yin karena] mengira bahwa tentu Coat-beng-kwi datang lagi dan mungkin sekali ini
akan menghiraukan gertakannya dan
aksanya untuk menuruti keinginannya* t m-diam ia mencabut pedangnya <1un «p
untuk menyerang Ketua Bengkauw u. Kini ia mulai membenci orang-orang . ng
selama ini ia kagumi dan suka. la nci Kian Ki, benci Coat-beng-kwi, dan mbenci serta
menyesali kehidupannya - ng sudah-sudah, la mulai menyadari w hwa semua
perbuatan Jahat dan keji i ng selama Ini ia lakukan pada akhirnya l endatangkan
akibat yang buruk kepadanya. Biarlah, kalau perlu ia mati di tangan Coat-beng-kwi
untuk menebus se-i ua dosanya J Mulai sekarang ia harus mengubah jalan hidupnya.
"Tok-tok! Cu Yin, bukakan pintunya!" Cu Yin menyimpan kembali pedangnya dan
bernapas lega. Itu suara wanita dan kalau ia tidak keliru, itu suara Co Kim Lian. Mau
apa gadis itu mengunjunginya?
Cu Yin membuka daun pintu dan Kini Lian melangkah masuk. Begitu :a masuk dan
memandang Cu Yin, Kim Lian ber kata. "Hemmm, engkau menangis, Cu Yin?"
Cu Yin tidak dapat menyembunyikan keadaannya. Ia mengusap air mata masih
membasahi pipinya dan berka
"Aku aku tidak betah tinggal di s'
Kim Lian. Duduklah, ada keperluan kah engkau datang ke kamar ini?"
"Aku tahu kenapa engkau menan Cu Yin. Aku melihat tadi ayahku ma ke sini dan
keluar lagi dalam keada marah-marah."
Cu Yin menghela napas. "Kim L* aku..... aku sudah tidak tahan lagi. tidak betah
tinggal di sini."
"Kalau begitu, kenapa engkau tid pergi saja meninggalkan Hek-kwi-san?"
"Bagaimana mungkin, Kim Lian? tidak bisa meninggalkan bukit yang pe alat rahasia
jebakan yang berbahaya i Aku akan terjebak dan mati sebel dapat turun ke bawah."
Kim Lian tersenyum mengejek. "EJ kau benar ingin pergi? Meninggalk Chou Kongcu?
Bukankah engkau a setia kepadanya?"
"Aku mg n pergi, meninggalkan muanya! Dia tidak peduli lagi kepada Aku ingin pergi
meninggalkan tem
akan tetapi bagaimana mungkin?" "Kalau memang ingin pergi, apa sukarnya? Aku
dapat membawamu turun t t tanpa bahaya."
"Aih, benarkah, Kim Lian? Benarkah i gkau mau menolongku? Kalau begitu, »r ari'
kita pergi, tolong aku dengan men-l*di penunjuk jalan yang aman dari je-kikan!"
"Tidak sekarang, akan tetapi nanti r, enjelang pagi. Bersiaplah, aku akan
menjemputmu menjelang pagi nanti." Setelah berkata demikian, Kim Lian
tersenyum dan meninggalkan kamar itu.
Malam itu Cu Yin sama sekali tidak t dur. Setelah membungkus semua pakai-ya
dengan kain ia lalu duduk melamun. Terkenanglah ia akan semua pengalaman
idupnya sejak ia meninggalkan tempat ggal gurunya, Hwa Hwa Moli, di pun-ak Anghwa-
san. Kenangan akan semua pengalamannya itu sungguh kini tampak emalukan
dan menyedihkan. Ia memarkan dirinya diperhamba nafsu-nafsu-ya sehingga
mencampakkan semua per-mbangan, hanya bertindak menuruti ke
inginan dirinya untuk bersenang-se** belaka. Kini timbul perasaan sesal { malu.
Tadinya ia tinggal di puncak A hwa-san bersama Hwa Hwa Moli, gu nya, dan Pek Bian
Cit suci-nya seperguruannya). Saif< gurunya ma sucinya itu keduanya merupakan
wani wanita pembenci pria. Perasaan m benci kaum pria ini ditanamkan hf Hwa Moli
kepada dua orang murioV sehingga Lai Cu Yin,.seperti juga sucin
dasar hatinya membenci kaum . Kalau ia kemudian mempermainkan hal itu bukan
terdorong rasa suka a cintanya, melainkan terdorong na semata. Karena itu. setelah
ia mer bosan dengan seorang pria, la tidak gan-segan untuk membunuhnya atau
ninggalkannya begitu saja! Hal ini lakukan setelah ia meninggalkan Ang-san dan
mulai merantau. Kini ia m menyadari akan semua perbuatannya l jahat dan ia mulai
merasa meny malu dan muak kepada diri sendiri.
Pada waktu menjelang pagi, sete terdengar ayam berkeruyuk, Kim L
engetuk pintu kamarnya. Cu Yin mei.g-gendong buntalan pakaiannya, lalu im
engikuti jejak kaki Kim Lian menuruni puncak sehingga ia selamat tiba di kaki
ukit Hek-kwi-san. "Kalau engkau ingin tiba di bagian kaki Pegunungan Beng-san ini
engkau pergilah menuruni lereng di kaki Bukit
ek-kwi-san ini ke selatan. Bagian selatan itu merupakan bagian paling mudah
ntuk menuruni Pegunungan Beng-san," demikian Kim Lian berkata, lalu gadis
tu pergi mendaki bukit dan naik lagi ke puncak H ek-kwi-san.
Cu Yin merasa berterima kasih sekali, la lalu melanjutkan perjalanan menuju ke, arah
selatan, menuruni bukit-bukit dari Pegunungan Beng-san yang luas itu. Matahari
mulai menumpahkan sinarnya yang lembut, mengusir halimun putih yang
menghalangi pandangan mata.
Akan tetapi ketika Cu Yin tiba di sebuah jalan tebing yang curam, tiba-tiba ia
mendengar teriakan orang dari arah belakangnya, la cepat menghentikan
langkahnya dan memutar tubuhnya, la melihat Kian M dan Kim Lian be cepat
menghampirnya. Hatinya ml tidak enak. Ia tahu bahwa* Kian Ki J setuju kalau ia
pergi meninggalkan I kwl-san. Bagaimana sekarang dia d mengejarnya? Ah, pasti Kim
Lian *, memberitahu! Apa sih niat hati g remaja itu? Cu Yin sama sekali t' mengira
bahwa Kim Lian adalah se gadis amat cerdik. Diam-diam Kim merasa tidak suka
kepada Cu Yin datang bersama Kian Ki dan ta menjadi teman akrab pemuda yang
kaguminya itu. Maka ia ingin agar Yin pergi dari Hek-kwi-san, dan seff ia sendiri yang
menjadi penunjuk j sehingga Cu Yin dapat menuruni Setan Hitam dengan selamat, la
mendaki lagi dan memberitahu k Kian Ki bahwa Cu Yin telah melar diri dari situ!
Tentu saja Kian Ki kejut dan marah. Dia tidak ingin Cu pergi karena hal itu
membahayakan selamatannya. Maka, bersama Kim dia segera melakukan
pengejaran. J saja mudah bagi Kim Lian untuk
tahui ke arah mana Cu Yin pergi karena la sendiri yang menunjukkan kepada Cu Yjn
agar la lari ke arah selatan.
Setelah berhadapan dengan Cu Yin, Kian Ki berkata dengan suara ketus. "Cu Yin,
engkau hendak pergi ke mana? Beraninya engkau pergi meninggalkan Hek-kwi-san
tanpa memberitahu kepadaku!"
"Chou Kongcu," kata Cu Yin dengan suara memohon. "Biarkan aku pergi. Engkau
sudah berhasil mencapai keinginanmu menjadi murid Ketua Bengkauw. Aku sudah
tidak betah lagi tinggal di sana, maka biarkanlah aku pergi."
"Tidak! Engkau harus kembali ke puncak Hek-kwi-san I Engkau tidak boleh pergil"
bentak Kian Ki marah.
"Suheng, kalau ia dibiarkan- pergi, ia dapat membuka rahasia Bengkauw dan
mengabarkan bahwa engkau berada di Bengkauw," kata Kim Lian.
"Cu Yin, hayo engkau ikut dengan kami, kembali ke perkampungan Bengkauw!"
sekali lagi Kian Ki membentak.
Cu Yin mengerutkan alisnya. Kini ia menyadari bahwa Kim Lian memang sengaja
mengatur agar Kian Ki ma kepadanya dan memaksanya kembali.
"Tidak, sampai mati pun aku t sudi kembali ke sana!" Cu Yin berka lantang.
"Kalau begitu terpaksa aku gunakan kekerasan kepadamu!" Kian berseru dan dia
menerjang maju he menangkap lengan Cu Yin. Gadis ini j sudah marah sekali, maka
begitu menai lengannya mengelak, ia langsung mencabut pedangnya yang memakai
ro ronce merah. Melihat gadis itu menge" dan mencabut pedang hendak meta Kian
K i memuncak kemarahannya. K tadi dia hanya ingin membawa kera Cu Yin karena
bagaimanapun juga masih membutuhkan Cu Yin yang cer dan juga dapat menjadi
kekasih y menyenangkan, kini dia menganggap ga itu sebagai musuh.
"Singgggg.....!" Tampak sinar hit berkilat ketika Klan Ki mencabut H kong-kiam.
"Perempuan rendahi Kau bosan hid; bentaknya dan dia segera menyer
-ngan pedang hitamnya. Cu Yin rn» F»t ngkis dan balas menyerang. Terjadi lrkelahian
mengadu silat pedang yang trru. Kim Lian hanya menonton, dalam tutinya
merasa gembira sekali. Siasatnya V-rhasil. Ia ingin agar Kian Ki mem-nci Cu Yin dan
sekarang pemuda itu kan ingin membunuh Ang-hwa Niocu al Cu Yin! Kalau Kian Ki
sudah mem-I' nuh Cu Yin berarti ia tidak mempunyai t ngan lagi untuk mendapatkan
cinta K muda putera pangeran itu.
Biarpun Cu Yin melawan mati-matian, namun kini tingkat kepandaiannya kalah ksuh
dibandingkan tingkat kepandaian ► an KI. Dalam hal ilmu pedang, raung -h n ia
tidak kalah, juga dalam hal gin- ng (ilmu meringankan tubuh) yang mem-)uat ia
mampu bergerak cepat, kecepat nnnya tidak kalah banyak dibandingkan Kian Ki.
Akan tetapi ia kalah jauh da Lam hal tenaga sakti sehingga setiap kali aedang mereka
bertemu di udara, pe-g Cu Yin terpental dan ia merasa telapak tangannya tergetar
dan nyeri. Namun ia tetap melawan dengan gigih dan mati-matian. Ia memang
sudah kat. Dan pada harus kembali ke Be kauw dan menjadi bahan penghin lebih
baik mati saja di tangan Chou K Ki pemuda yang tidak mengenal budi i Ia sudah
membantu perjuangan ayah K Ki mati-matian, bahkan la yang m~ usahakan agar
Kian Ki diterima men mur id Bengkauw, akan tetapi kini K Ki berusaha untuk
membunuhnya!
Karena kalah jauh dalam kekua sin-kang, maka lewat tiga puluh ju saja Cu Yin mulai
terdesak dan me lelah sekali karena untuk menangkis dang lawan ia harus
mengerahkan luruh tenaganya. Apalagi kini Kian menyelingi gerakan pedang di tari
kanannya dengan dorongan tangan yang mengandung hawa pukulan dahs Beberapa
kail Cu Yin terhuyong ke kang. Tanpa disadarinya, ia m mundur sampai di tepi tebing
yang ram. Melihat ini, tiba-tiba Kian Ki seru nyaring dan setelah menyi pedangnya,
dia merendahkan tubu dan mendorong dengan kedua tangan
tawa pukulan yang amat dahsyat nif-ambar dan mendorong tubuh Cu Yin hingga
terpental ke belakangi Cu Yin
> enjerit ketika merasa tubuhnya me ang ke bawah.
Kian Ki melompat ke tepi tebing dan enjenguk ke bawah, diikuti oieh Kim an yang
merasa girang melihat Cu Yin terjerumus jatuh ke jurang yang demi-an curamnya.
Akan tetapi ketika mereka menjenguk ke bawah, tidak tampak pa-apa saking
dalamnya jurang Itu. Mereka yakin bahwa tubuh Cu Yin pasti hancur terjatuh dari
tempat sedemikian ingginya.
Melihat Kian Ki seperti termenung, eolah menyesali tindakannya terhadap Cu Yin,
Kim Lian lalu menggandeng tangannya dan menariknya bangkit.
"Sudahlah, Chou Suheng. Gadis yang genit itu telah binasa, untuk apa dipikirkan
lagi? Untung ia telah tewas karena kalau ia kembali ke Bengkauw, ia hanya akan
mendatangkan kekacauan saja. Kau tahu, dengan genitnya ia telah mencoba untuk
merayu ayahku."
Kian Kl menatap tajam wajah rj Lian. "Ah. benarkah?"
"Apakah engkau tidak percaya ku, Chou Swheng? Aku melihat ketika ia mencoba
untuk merayu ayahki
Kian Ki mengerutkan alisnya. "Her sungguh tak tahu malu1" katanya maral
"Sudahlah, Suhepg* Untuk apa mjkirkan orang seperti ia? Bukankah sini ada aku?
Mari kita pulang!" Kj| Lian menggandeng tangan Kian Kl mereka segera kembali
mendaki Bi Setan Hitam dan tidak lagi mempeaj kan Lai Cu Yin yang mereka yakini tu
sudah mati di dasar jurang.
Ong Su dan istennya menerima datangan Ong Hui Lan dengan gi namun juga
terharu. Mereka tei karena sudah mendengar akan kegagaU perjuangan Pangeran
Chou Ban untuk merebut kekuasaan dan membai
mbah Kerajaan Chou, akan tetapi me-«ka merasa girang melihat puteri merc-U
dalam keadaan selamat.
Bekas Kepala Kebudayaan Kerajaan hou itu juga merasa heran melihat ,r i terinya
datang bersama seorang pe " uda yang diperkenalkannya sebagai Liu » in, murid S
auwlimpai. Karena Hui Lan gin bicara urusan yang penting dan iwat dengan orang
tuanya, maka dengan lembut' gadis itu minta kepada* Liu Cin Agar ia mendapatkan
kesempatan bicara «endlrl dengan orang tuanya.
"Cin-ko, silakan engkau beristirahat lan menanti di ruangan tamu. Aku ingin 1 icara
dengan ayah ibuku."
Lui Cin tersenyum dan berkata. "Jangan repot-repot mengurus diriku, Lan-' noi.
Biarlah aku bermalam di rumah penginapan saja dan besok pagi aku akan datang ke
sini dan berpamit. Paman dan ibi, maafkan saya, saya mohon diri."
Ong Su dan stennya mengangguk dan tereka merasa suka melihat pemuda yang
gagah dan bersikap sopan itu. Setelah Liu Cin keluar dari rumah itu,
barulah Hui Lan merasa bebas nl bicara dengan orang tuanya.
"Ayah. dan Ibu, keadaan di kota sungguh terbalik dari apa yang bayangkan semula."
"Apa maksudmu?' tanya Ong Su.
"Pangeran Chou Ban Heng yang ti diangkat menjadi Jenderal Penasel Perang
Kerajaan itu hendak melakui pemberontakan secara keji sekali, menyuruh para
pembantunya yang ter< dari orang-orang kangouw golongan untuk membunuh
pejabat-pejabat merintah yang adil dan bijaksana, j pendukung Jenderal Chou Ban
-Heng| diri dari para penjahat besar.. Sei saya memang ingin menyesuaikan j
membantu gerakan/ Jenderal Chou' Heng, akan tetapi, malapetaka menii diriku
sehingga saya terpaksa pergi ninggalkan keluarga Chou, Ayah."
Ong Su dan isterinya bertukar dang dengan heran. "Malapetaka? maksudmu, Lan-ji
(anak Lan)?1' t; ibunya khawatir.
Mendengar pertanyaan ibunya,
I m menubruk, merangkul ibunya dan t enangrs tersedu-sedu. Tentu saja ayah itan
ibunya terkejut sekali melihat
«ah puten mereka itu. Sebagal orang ua yang berpengalaman, mereka menamkannya
dulu agar Hui Lan melam-. laskan rasa dukanya sampai reda melalui
tangisnya. Setelah tangis gadis itu me-teda, ibunya berkata lembut.
"Hui Lan, engkau adalah seorang ga-s yang memiliki kegagahan. Hentikan mgismu
dan ceritakan kepada kami apa ng telah terjadi." "Ayah, Ibu..... pada suat u
malam..... u Kian Ki mem..... perkosa saya....." Ong Su membelalakkan matanya dan
Nyonya Ong merangkul pu terinya.
"Tapi, engkau telah mempelajari ilmu liat dari Tiong Ci Cinjin sampai ber-ahuntahun!"
Ong Su membentak. "Engkau bukan seorang gadis yang lemah dan mudah
diperkosa begitu saja1 Apakah engkau tidak bisa melawan jahanam itu?1 Ong Su
marah sekail.
"Ayah, jahanam itu menggunakan obat bius. Saya terbius sehingga tidak sadar," kata
Hui Lan sambil menahan tangisn "Setelah saya sadar, saya segera meny rang dan
hendak membunuhnya. Ak tetapi, dia memiliki ilmu kepandai silat yang lebih tinggi
daripada ak Ayah. Saya tidak berdaya....."
"Keparat busuk Chou Kian Ki itu Akan tetapi, bukankah engkau telah me jadi
tunangannya, calon jodohnya? K napa dia melakukan perbuatan terku itu?"
"Karena saya menentang perbuat a kejam yang dilakukan mereka, ma* mereka
sengaja mengatur hal itu. Ten dengan harapan agar aku, setelah perkosa, terpaksa
mau membantu merek Akan tetapi aku tidak sudi, Ayah. Se telah malapetaka itu
terjadi, saya makin membenci mereka. Saya lalu larikan diri meninggalkan rumah
Keluar ga Chou. Tahukah Ayah dan Ibu i~ yang dilakukan si jahanam Chou Kian K itu?
Dia mengejar saya bersama seorang wan i t a iblis cabu 1 bernama Ang-h w J Niocu
Lai Cu Yin. Dia hendak memaksa saya kembali ke rumahnya. Sebelum mal
reka muncul, saya saya tadinya hendak
membunuh diri di hutan itu. Akan
tetapi lalu datang pemuda yang tadi
bersama saya, Ayah, yaitu Liu Cin menyelamatkan
saya dan menasehati saya
agar jangan membunuh diri. Dia menyadarkan
saya bahwa kalau saya sakit hati
dan ingin membalas dendam, saya harus
memperdalam ilmu silat. Saya menurut
dan ingin mencari guru lagi, lalu muncullah
jahanam Chou Kian Ki dan wanita
cabul itu. Saya melawan, dibantu Liu
Cin. Kami kalah dan saya nyaris tertawan.
Akan tetapi muncul seorang pendekar
sakti, yaitu Si Han Lin dan dialah
vang menyelamatkan kami, mengusir
Chou Kian Ki dan Lai Cu Yin."
Ong Su dan isterinya semakin marah kepada Chou Kian Ki dan mereka minta kepada
Hui Lan untuk melanjutkan ceritanya. Hui Lan menceritakan semua oe-i galamannya
betapa bersama Liu Cin ia mempelajari ilmu berpasangan, yaitu Thian-te Im-yang
Sin-kun sehingga tingkat Kepandaian mereka memperoleh kemajuan pesat.
Kemudian ia dan Liu Cin membantu Kerajaan Sung menentang m berontakan Chou
Ban Heng yang diduk tokoh-tokoh sesat dunia kangouw sehi pemberontakan itu
dapat dihancur bahkan Chou Ban Heng tewas di pertempuran.
"Demikianlah, Ayah dan Ibu. harap Ayah dapat mengerti meng saya membantu
pemerintah Kera Sung dan menentang Chou Ban dan jahanam Chou Kian Ki itu."
Ayahnya mengangguk-angguk. "He, kalau mereka sejahat itu, memang t patut untuk
dibantu. Agaknya men sudah nasib Kerajaan Chou habis ri yatnya sampai di sini. Jadi,
pemuda Cin itu menjadi sahabat baikmu ya telah menolong dan membelamu. Hemir
katakan, apakah engkau suka padanya?'
Ditanya demikian, wajah Hui menjadi kemerahan. Sambil menundukk mukanya ia
menjawab. "Saya mengagu dan suka padanya. Ayah. Dia seor* yang jujur, baik budi
dan murid Siau iimpaj yang gagah perkasa."
"Dan dia mencintamu?" Ong Su n jar.
Hui Lan semakin menunduk, la hanya pat menjawab dengan anggukan kepala -a.
Biarpun Liu Cin) tidak mengatakannya secara terang-terangan, akan tetapi gala
gerak-gerik, ucapan, dan pandang ata pemuda itu jelas menunjukkan bahwa
pemuda Itu mencintanya.
"Hui Lan, apakah dia mengetahui
bahwa engkau telah telah..... diperkosa
rang?" tanya ibunya dengan khawatir.
Hui Lan menggelengkan kepalanya. Saya belum menceritakan hal itu, Ibu. Hanya
kepada Ayah dan Ibu saja saya
m beri tahu akan hal itu."
"Engkau tidak boleh menceritakannya, Hui Lan!" kata ibunya.
"Ini tidak benar!" Ong Su mencela terinya. "Kalau dia benar-benar mencintamu dan
ingin berjodoh denganmu, dia bahkan harus tahu benar akan keadaan dirimu.
Engkau harus Derttrus-terang menceritakan hal itu kepadanya, Hui Lan. Kecuali
kalau engkau tidak ingin menjadi isterinya, jangan ceritakan!"
"Akan tetapi, kalau dia tahu anak kita bukan perawan lagi, tentu dia t mau menikah
dengan Hui Lan!" bal Nyonya Ong.
"He mm, itu tandanya bahwa tidak sungguh mencinta Hui Lan. deknya* kalau
engkau juga mencint dan ingin menjadi istennya, engkau h menceritakan
keadaanmu itu, Hui Lan
"Saya memang akan menceritakan Ayah. Akan tetapi hal itu akan s lakukan setelah
saya dapat memb jahanam Chou Kian Ki! Saya baru 3 menikah setelah dapat
membunuhnya!"
"Tidak, Hui Lan, jalan pikiranmu! tidak betul! Mengapa engkau membias dirimu
diracuni dendam? Kalau ena mengejar Chou Kian Ki dan dapat nemukannya, belum
tentu engkau da^ membunuhnya, karena dia mungkin -sudah mempunyai kawankawan
y' lebih tangguh lagi. Engkau bahkan m bahayakan dirimu."
"Akan tetapi perbuatannya yang kutuk itu harus dihukum. Ayah!"
"Apa dia kurang mendapat hukum; Usaha pemberontakan ayahnya gagal d
' rtcur, ayahnya sendiri tewas, mungkin keluarga orang tuanya dihukum, dia sen ri
menjadi pelarian dan buruan peme r intah, kawan-kawan pendukungnya bina ka.
Apakah Itu bu' an merupakan hukuman yang amat berat baginya? Dia sudah
lerhukum, Hui Lan. Engkau tidak perlu iagi memikirkannya. Sebaiknya mengatur
dirimu sendiri. Engkau sudah cukup dewasa, dan kalau ada kecocokan dengan Liu
Cin, sekaranglah saatnya engkau berterus terang kepadanya dan e'ihat bagaimana
tanggapannya. Kalau keadaan « rimu itu tidak membuat cintanya ber--bah, aku dan
ibumu yang akan mem-i icarakan urusan perjodohan ini karena dia sudah yatim
piatu. Kalau cintanya ber->bah, berarti dia tidak berharga bagimu lan sebaiknya
engkau putuskan hubunganmu dengannya!"
Setelah mempertimbangkan pendapat ayahnya dan melihat kebenarannya, Hui Lan
mengambil keputusan untuk membuat pengakuan kepada Liu Cin.
Atas permintaan Hui Lan, mereka berdua pada suatu sore keluar dari kota
Nan-king dan mendaki sebuah bukit ke Dari atas bukit itu mereka dapat i lihat kota
Nan-king dari atas. Sunyi situ karena hari sudah sore. Tidak s orang lain mengganggu
percakapan me ka.
"Cin-ko, engkau tentu heran meng^ aku mengajak engkau berjalan-jalan pergi ke
tempat ini.1'
"Engkau agaknya hendak membic kan sesuatu yang penting, yang ti boleh didengar
orang lain, Lan-moi. narkah dugaanku?"
Hui Lan mengangguk. "Benar, C ko. Ingatkah engkau betapa dulu 1 menggantung
dan hendak membunuh dir
"Tentu saja aku ingat. Bagaimana dapat melupakannya? Peristiwa itu rupakan hal
yang paling mengerikan y pernah kulihat sepanjang hidupku!"
"Dan ingatkah engkau betapa nekat hendak memperdalam ilmuku aku dapat
membunuh jahanam Chou Ki?"
Kembali Liu Cin mengangguk. "Dan tahukah engkau mengapa
emikian putus asa hendak bunuh-diri dan demikian besar dendamku kepada
jahanam Chou Kian Ki?"
"Hem m m, maukah engkau menceritakan hal yang dulu kau rahasiakan itu
kepadaku, Lan-moi?"
"Tadinya memang hendak kurahasiaan,
aka tetapi setelah aku bicara dengan
ayah dan ibuku, aku mengambil
keputusan un tuk membuka rahasia itu
kepadamu, Cin-ko. Engkau tentu tahu
bahwa aku telah dltunangkan dengan
Chou Kian Ki dan oleh ayah dikirim ke
kota raja untuk membantu Chou Ban
Heng yang menurut ayah tadinya dianggap
seorang pejuang yang hendak
membangun kembali Kerajaan Chou. Akan
tetapi setelah berada di sana dan melihat
cara-cara yang dilakukan Chou Ban Heng
yang membunuhi para pejabat yang terkenal
baik dan bijaksana, aku menentang
mereka. Kemudian, pada suat u malam,
aku terbius dan dalam keadaan tidak
sadar karena terbius itu aku aku telah.....
diperkosa oleh si jahanam Chou
Kian Ki! Nah, legalah hatiku kini. Engkau tahu bahwa tadinya aku hendak mc bunuh
Chou Kian Ki karena aku t diperkosanya, aku.»., aku bukan pera lagi, Cin-ko."
Hui Lan menahan tangisnya, la C mau tampak lemah, tidak mau disa~ minta
dikasihani oleh Liu Cin. la n nanti dengan tenang, siap mengha tanggapan
bagaimanapun dari Liu Cin.
Llu Cin tersenyum! Bukan seny mengejek seperti yang dikhawatirkan Lan, melainkan
senyum yang tulus.
"Terus terang saja, Lan-moi. banyak memikirkan keadaanmu. Meli engkau hendak
menggantung diri, bertekad membunuh Chou Kian Ki, sudah mengambil kesimpulan
bahwa kau tentu mengalami penghinaan amat hebat, yang dilakukan Chou Ki. Dan
penghinaan apakah yang I hebat bagi seorang gadis daripada perkosa7 Aku sudah
menduga bahwa kau, entah bagaimana terjadinya, t diperkosa oleh jahanam itu."
"Engkau sudah menduganya, Cii Dan engkau..... engkau tidak meman
cendah, tidak memandang kotor diriku?" Kini Hui Lan hampir tak dapat menahan
angisnya.
Kembali Liu Cin tersenyum dan menggelengkan kepalanya. "Mengapa memandang
rendah atau memandang kotor? an-moi, apakah kau kira aku sepicik
itu? Aku..... aku menghormatimu, aku
mencintamu dan keadaan dirimu itu ter-adl karena bukan kesalahanmu. Engkau
enjadi korban kejahatan, bagaimana ungkin aku malah menghinamu? Sama kali
tidak, Lan-moi, aku mengasihani mu." Keharuan dan kelegaan hatinya membuat Hui
Lan tidak mampu lagi membendung air mata yang sudah sejak tadi emenuhi pelupuk
matanya, la menangis tersedu-sedu. Liu Cin mendekati dan etika dia menaruh
tangannya dengan embut di pundak gadis itu untuk meng-iburnya, Hui Lan
menjatuhkan diri da-am pelukan Liu Cin, menangis di atas dada yang bidang itu. Ia
merasa Jega dan bahagia, seolah ada batu besar yang eJama ini menghimpit dalam
dadanya ini terangkat.
"Lan-moi, engkau tentu dapat mera kan betapa aku menghormati dan men hargaim
karena aku cinta padamu, La moi." Liu Cin menahan agar suaran tidak terdengar
sedih ketika dia mela utkan. "Akan tetapi, patutkah oran seperti aku mencintamu,
Lan-moi?"
"Cin-ko.....I" Hui Lan membanta "Kenapa engkau berkata begitu? Aku yang tidak
patut mendapatkan cint
'Tidak, Lan-moi. Engkau puteri orang yang terhormat, engkau mas' mempunyai ayah
dan ibu. Sedangkan ak aku seorang yatim piatu yang tidak me punyai apa-apa,
miskin dan papa....."
"Cukup, Cm-ko. Jangan bicarakan ] itu lagi. Mari, mari kita menghadap ay dan ibu.
Ayah ingin bicara dengan m Cin-ko."
"Bicara denganku? Tentang apa, L moi?" Liu .Cin bertanya, nadanya kag dan
khawatir.
"Tentang kita " Hui Lan men gandeng tangan pemuda itu dan mere cepat menuruni
bukit dan kembali
im kota Nan-king.
Atas persetujuan Ong Su dan isteri-a, Liu Cin dijodohkan dengan Ong Hui Lan.
Karena Liu Cin merupakan seorang «muda yatim piatu, maka Ong Su lalu
Menghubungi guru pemuda itu, ialah Ceng Im Hosiang yang kini berada di Siauw-npai
(Kuil Siauwlim) dan hwesio ini di-.1 ggap sebagai wali dari Liu Cin. Tentu ia a Ceng
In Hosiang merestuinya dan («rayaan pernikahan antara Liu Cin dan Hui Lan
dirayakan di rumah keluarga Ong Su dengan meriah. Tentu saja para aba t
diundangnya, di antaranya tidak ketinggalan hadir pula Si Han Lin, Bu Lng Hoat, dan
Song Kui Lin.
Si Han Lin merasa semakin bei bahagia ketika dia berhasil membujuk Perwira Kwa
Siong, ayah tiri Song Kui Lin, dan ibu gadis itu, untuk menjodohkan Kui Lin dengan Bu
Eng Hoat. Seperti juga ha nya Liu Cin, Bu Eng Hoat yang ' piatu diwakili oleh gurunya,
Thong Losu.
Sampai di sini pengarang mengak kisah Rajawali Sakti ini dengan har mudahmudahan
kisah ini ada man nya bagi para pembacanya. Kalau k an mengijinkan,
pengarang akan meu kai kisah di mana akan muncul t tokoh dalam kisah ini,
terutama sekali Han Lin, Chou Kian Ki dan yang lain. Sampai jumpa di lain cerita.
TAMAT


Tag:cersil cersil indo cersil mandarin full cerita silat mandarin online cersil langka cersil mandarin lepas cerita silat pendekar matahari kumpulan cerita silat jawa cersil mandarin beruang salju. cerita silat pendekar mataharicerita silat indonesia cerita silat kho ping hoo cerita silat mandarin online cerita silat mandarin full cerita silat jawa kumpulan cerita silat cerita silat jawa pdf cerita silat indonesia gratis cerita silat jadul indonesia cerita silat indonesia pendekar rajawali sakti cersil indonesia pendekar mabuk cersil langka cersil dewa arak cerita silat jaman dulu cersil jawa download cerita silat mandarin full cerita silat mandarin online cersil mandarin lepas cerita silat mandarin pendekar matahari cerita silat jawa pdf cersil indonesia pdf cersil mandarin beruang salju kumpulan cerita silat pdf

kumpulan cerita silat cersil online
Share:
cersil...
Comments
0 Comments