baca juga
- Cerita Pendekar Cengeng 4
- Pendekar Cengeng 3
- Cersil Cengeng Pendekar Cengeng 2
- Cerita Silat Pendekar Cengeng 1
- Cersil Hoasan Tayhiap 1
- Cersil Pendekar Bunga Merah
- Pedang Ular Merah 3 Tamat
- Pedang Ular Merah 2
penolakan nona Ci Sian kepadamu, suheng.”
“Apa katamu? Sute, jangan main gila engkau !
Apa engkau telah mendengar percakapan antara
kami tentang hal itu? Dia… dia, tidak mengajukan
alasan sesuatu…”
“Aduh, apakah nona Ci Lian tidak bercerita
kepadamu tentang aib yang menimpa mereka dan
urusan mereka dengan Yu taihiap?”
Ouwyang Tek melongo terheran dan menggeleng
kepala. “Akupun masih bingung memikirkan,
betapa dia menolakku tanpa alasan, padahal
kelihatannya, eh sute, apakah ada sesuatu yang
terjadi?“ Ouwyang Tek memegang lengan sutenya
erat erat dengan hati tegang.
“Peristiwa yang membingungkan sekali, suheng.
Aku sendiri heran mengapa mereka begitu picik
pandangan dan mengambil keputusan gila seperu
itu. Persoalannya begini… Suheng masih ingat
ketika kita nertemu dengan mereka pertama kali
setahun yang lalu? “
Ouwyang Tek mengangguk. “Di Istana Air
bersama guru kita dan Liong Losu, dan Yu Lee Si
Pendekar Cengeng.”
“Nah, ketika itu, dua orang nona ini tertawan
musuh dan hampir saja diperkosa oleh Yang ce Su
go. Baiknya pada saat yang amat berbahaya itu
muncul Yu taihiap yang menolong mereka dan
404
merobohkan Yang ce Su go. Setelah dibebakan,
kedua orang nona itu membunuh Yang ce Su go
dan…. mulai saat itu lah mereka merasa tidak
bebas dan tidak mungkin dapat menjadi isteti
orang lain. Itulah sebabnya mengapa mereka
menolak cinta kasih kita,”
“Eh, mengapa begitu? “
“Mereka berpendapat bahwa laki laki yang
melihat mereka dalam keadaan telanjang bulat,
harus mereka bunuh ! Tentu saja mereka tidak
dapat membunuh Yu Lee yang menolong mereka,
maka jalan satu satunya bagi mereka untuk
mencuci aib itu hanya menjadi isterinya.”
“Begitu gila ! kalau Yu taihiap tidak setuju? “
“Kalau tidak setuju, mereka akan
menantangnya dan mengajak bertanding sampai
mati “
“Wah lebih gila lagi itu ! Tidak sute, kita harus
meucegah terjadiriya hal gila itu. Sute kita harus
berkorban, demi cinta kita !”
“Apa maksudmu suheng? “
“Kelak kitalah yang akan mencari Yu Lee kita
jelaskan persoalan mereka dan minta ke pada Yu
Lee agar suka menerima mereka sebagai isterinya.”
“Kalau dia tidak mau? “
“Kita paksa, kalau perlu kita tantang dia.
Biarlah kita atau dia yang tewas dalam
pertandingan itu, agar kedua orang nona yang kita
cinta tidak usah mengorbankan nyawa.”
405
Gui Siong hanya termenung, keduanya
merenungkan nasib mereka yang tidak beruntung
dalam asmara.
“Nona…! Tunggulah jangan tinggalkan saya….!”
Siok tan menahan kendali kudanya dan
membiarkan pelayannya itu sampai dapat
menyusulnya, lalu berkata, “Engkau menjemukan
sekali, membikin malu kepadaku!”
“Lhooh…! Apakah dosaku sekali ini siocia (
nona ) ?” tanya Yu Lee.
“Melakukan kesalahan berkali kali masih tidak
merasa punya dosa? Di tempat pertemuan tadi
kau sudah membikin kacau dan membikin malu
dengan tingkahmu bersama Abouw yang gila
gilaan. Masih untung bahwa engkau dan Abouw
tidak sampai celaka, kalau kalian roboh di tangan
orang, apakah aku yang menjadi majikannya tidak
menjadi malu sekali. Kedua, engkau begitu tak
tahu malu dau tidak sungkan sungkan lagi
menerima pemberian kuda ini. Hemm, agaknya
engkau paling senang akan pemberian orang lain,
ya? Memalukan saja! Apa kau kira aku tidak bisa
membeli kuda kalau aku mau ?”
JILID X
YU LEE diam diam tersenyum di dalam hatinya.
Nona ini lincah, jenaka, gálak, panas, penuh
semangat hidup, pendeknya, selalu menyenangkan
hatinya, baik dalam keadaan tenang dingin, panas
406
atau sedang marah marah tidak karuan sekalipun.
Begitulah kalau orang sudah mabok asmara, setiap
gerak gerik si dia tentu akan selalu menarik !
"Maaf, siocia," kotanya sambil mengangkat
kedua tangan depan dada penuh hormat,
"Sesungguhnya karena hati saya tidak rela
mendengar nona dihina, maka saya memberanikan
diri untuk balas menghina dan mempermaainkan
si pinggul besar itu. Adapun tentang kuda…. Ah,
saya rasa….eh, nona akan lelah sekali kalau
melanjutkan perjalanan dengan jalan kaki, maka
saya….”
"Sudahlah, yang lewat biarlah lalu,” kata Siok
Lan, geli juga membayangkan kembali pelayannya
ini mempermainkan Cüi Hwa Hwa yang lihai,
“Akan tetapi, mulai detik ini, engkau tidak boleh
berbuat sesuka sendiri, harus menanti perintahku!
Mengerti?”
"Baik, siocia"
"Hemm kalau lain kali menjengkelkan hatiku
tentu akan kugaplok egkau !”
Yu Lee memandang kearah tangan gadis itu.
Tangan yang berjari halus kecil kulitnya halus
putih kelihatan lunak hangat. Tiba tiba saja ia
mempunyai perasaan ingin digaplok! Entah
bagaimana timbul keinginan hatinya agar pipinya
disentuh tangan itu!
“Memang saya telah melakukan dua kesalahan
di sana tadi, harap nona sekarang suka memberi
hukuman itu kepada saya….!” Ia memajukan
kudanya mendekati Siok Lan.
407
“Apa….? Kau….. minta digaplok…?”
Siok Lan demikiin herannya sampai matanya
terbuka lebar dan mulutnya agak ternganga
memperlihatkan deretan gigi putih dan ujung lidah
yang runcing merah. Saking terpesona Yu Lee
menyaksikan “keindahan” ini, sampai tak dapat
berkata sesuatu hanya mengangguk angguk dan
menelan ludah.
“Eh, Aliok, apakah kau ini agak tidak waras
pikiranmu?"
"Nona mengira saya gila? Tidak, nona. Saya
sehat walafiat, otak saya tidak parnah miring.”
"Kenapa minta di gaplok?”
“Karena…karena… saya sudah mengaku salah
dan memang patut dihukum.!”
“Kali ini kuampuankan kau. Sudahlah, kau
pergi carikan aku air dingin yang jernih, aku haus
sekali dan bekal minuamanku habis. Mengapa tadi
kau tidak sekalian mereka membekali minuman !”
Siok Lan melorcat turun dan cepat cepat Yu Lee
juga turun lalu membawa dua ekor kuda itu ke
bawah sebatang pohon dan membiarkannya makan
rumput. Memang siang hari itu panas amat
teriknya. Melihat Siok Lan duduk di akar akar
pohon, Yu Lee segera memeriksa perbekalan dalam
tas kulit itu cukup lengkap. Ada roti kering, daging
panggang, dendeng, bahkan ada seguci arak baik,
pada setiap punggung kuda!"
“Wah ini ada makanan dan minuman nona.
Apakah nona hendak makan?”
408
Agak merah wajah Siok Lan. Tadi ia tidak
memeriksa lebih dulu sudah pula menyalahkan
pelayannya mengapa tidak minta perbekalan
minuman. Kiranya di dekat sela kaki kudanya
terdapat makanan dan minuman, bahkan
sekantung uang perak !”
"Siapa sudi minum arak di tengah hari panas
ini? Aku ingin minum air sejuk yang jernih !"
katanya menutup rasa malu.
Yu Lee mengambil roti, daging dan arak,
menurunkannya dan menaruhnya baik baik di
depan Siok Lan kemudian berkata, "Saya akan
mencarikan air itu untuk nona."
Setelah pelayannya itu tidak tampak lagi, Siok
Lan duduk termenung. Aneh sekali, menagapa ia
merasa amat suka kepada pelayan itu? Mengapa
pemuda yang bodoh dan tolol itu demikian menarik
hatinya? Pemuda yang lemah akan tetapi amat
pemberani sehingga tidak gentar mempermainkan
Cui Hwa Hwa dengan pertaruhan nyawa! Pemuda
yang bodoh akan tetapi cerdik sehingga
mengeluarkan ucapan ucapan yang kadang kadang
aneh dan berpengaruh di depan begitu banyak
orang kang ouw.
Pemuda miskn akan tetapi amat setia dan kaya
akan pribudi yang baik sifat sifat yang menawan
inilah agaknya yang menarik hati nya, yang
membuat ia kadang kadang merasa gemas dan
kadang kadang merasa kasihan, kadang kadang
merasa marah tanpa sebab dan barulah kadang
kadang marah karena semua sifat baik itu
dipunyai oleh seorang yang hanya menjadi pelayan
409
saja ! Mengapa kalau Pendekar Cengeng, pemuda
she Yu itu demikian sombong, tidak memandang
sebelah mata kepada keluarganya, kini pelayannya
begini baik?
Siok Lan sedang makan roti kering ketika Yu
Lee datang membawa tempat air yang penuh berisi
air dingin yang jernih sekali, diletakkannya tempat
air itu di depan Siok Lan dan berkatalah ia dengan
ramah.
"Minumlah, siocia. Airnya dingin dan amat
jernih."
Siok Lan mengangguk dan minum air beberapa
teguk. “Kau makanlah rotinya." Gadis itu
menawarkan.
Yu Lee menggeleng kepala. "Saya tidak lapar,
nona"
Gadis itu memandang dan melihat bibir
pemuda pelayannya ini kering, bertanya, "Kau juga
belum minum?”
Yu Lee tersenyum menggeleng kepala, “Saking
tegesa gesa saya lupa minum di sana tadi."
"Aliok, kau memang aneh, kau begitu bodoh
tapi…..”
"Tapi bagaimana, siocia?”
"Sudahlah, kau boleh minum air ini !”
“Nona baru minum sedikit, dan sehabis makan
roti tentu haus lagi.”
Siok Lan memandang marah. "Aku bisa minum
lagi nanti. Apakah air sebegini banyak akan kau
410
habiskan sekali minum? Kalau kau habiskan,
engkau harus mengambilkan lagi untuk ku.
Minumlah kalau haus, kalau tidak ya sudah.”
Yu Lee berdebar jantungnya. Ia memang
mengenal watak gadis ini yang amat polos dan
menganggap pelayannya seperti teman
seperjalanan dan sudah biasa diajak makan
bersama. Akan tetapi untuk minum berdua dari
satu tempat air ? Sungguh ia hampir tak dapat
percaya maka untuk membuktikannya, ia lalu
meangngkat tempat air itu, lalu meneguk airnya
beberapa teguk. Sengaja ia menempelkan bibirnya
pada bibir tempat air yang tadi berbekas bibir Siok
Lan, kemudian diletakkannya kembali tempat air
itu. Airnya masih setengahnya.
“Hayo makanlah roti ini. Kalau kita berangkat
lagi nanti, aku tidak akun berhenti sebelum
malam, kau bisa mati kelaparan nanti !”
"Baiklah, siocia," Yu Lee lalu mengambil roti
sisa yang dimakan Siok Lan dan ia mulai makan
roti kering. Jantungnya berdebar makin keras
ketika ia melihat Siok Lan mengelap bibirnya
kemudian mengangkat tempat air itu dan… minum
air itu tanpa ragu ragu lagi dan ia tahu betul
tempat bibir gadis itu tanpa disengaja meenempel
di bibir tempat air dibekas bibirnya tadi ! Lehernya
serasa tercekik karena ia merasa amat terharu.
Benar benar seorang gadis yang polos dan masih
bersih hatinya. Ia tersedak dan Siok Lan cepat
cepat menyerahkan tempat air.
411
"Ihh, seperti anak kecil sajal Makan sampai
tersedak. Hayo diberi minum, bisa mati mendelik
engkau nanti !”
Yu Lee minum air dan tenggorokannya menjadi
longgar kembali ia memandang kepada Siok Lan
dengan wajah berseri.
"Nona sungguh amat baik…."
Siok Lan megerutkan alisnya, "Apa? Kenapa
baik? Aku berbuat baik apa kepada siapa? Jagan
menjilat kau!"
Yu Lee melengak. Memang aneh watak nona ini.
Sebentar ramah sebentar galak! sebentar senyum
sebentar merengut. Saat itu bergurau, saat lain
membentak bentak!
"Nona amat baik sebagai nona majikan
mengajak makan minum pelayannya bahkan.... eh
… minum dari satu tempat air…sungguh
merupakan kehormatan besar bagi saya….!”
"Hemm apa anehnya begitu saja? Kau tidak
punya penyakit batuk bukan? Tidak punya
penyakit menular ?”
“Ah, tidak sama sekali nona.”
"Nah, mengapa ribut ribut? Majikan maupun
pelayan apa bedanya? Sama sama manusia.”
"Terima kasih atas pendapat yang mulia ini
nona."
"Sudahlah, sudahlah! Kalau kau memuji muji
terus bisa kuanggap menjilat dan aku akan marah
412
setengah mati karena aku paling benci pada
seorang penjilat !"
Pada saat itu Yu Lee sudah tahu akan ada nya
orang yang bersembunyi di pohon besar tak jauh
dari situ. Sebaliknya Siok Lan baru terkejut ketika
dari balik pohon itu terdengar suara tertawa, "He,
he, he, benar sekali. Penjilat penjilat harus dibasmi
dari permukaan dunia !”
Siok Lan dan Yu Lee menoleh dan ternyata yang
muncul dari balik pohon itu adalah seorang
pengemis tua, usianya tentu paling sedikit enam
puluh tahun, pakaiannya penuh tambalan, akan
tetapi kelihatan bersih, juga sepatunya yang sudah
berlubang sehingga tampuk ibu jari kakinya itu
putih bersih seperti sepatu baru. Mukanya halus
tidak tertutup jenggot atau kumis, akan tetapi
sepasang alisnya yang tebal itu sudah putih, juga
rambut nya penuh uban. Tububnya tingi kurus
dan tangan kirinya memegang sebatang tongkat
bambu. Pinggangnya terikat sabuk merah yang
lebar dan berbunga, yaitu dibagian depan
diikatkan dalam bentuk bunga teratai. Dandanan
yang aneh menggelikan bagi seorang pengemis,
namun melihat sabuk merah dan tongkat itu, diam
diam Yu Lee terkejut dan memandang penuh
perhatian.
Siok Lan masih duduk di atas akar pohon
matanya mengerling tajam. Iapun dapat mengenal
tanda sabuk merah dan tongkat itu, maka
kemarahannya bangkit seketika dan ia menduga
tentu ini adalah tokoh Ang kin Kai pang yang
413
sudah berkali kali memumsuhinya. Berpikir
demikian, ia lalu berkata mengejek.
"Kembali ada srigala yang menyamar sebagai
domba, perampok menyamar sebagai pengemis.
Menjemukan sekali !" Setelah berkata demikian,
Siok Lan menyambar tempat air tadi lalu
mengerahkan sin kug, menyambitkan tempat air
itu kearah si pengemis tua.
Tempat air itu bentuknya seperti sebuah piring
yang dalam atau seperti sebuah panci yang
dangkal dan lebar, bentuknya bundar. Karena kini
disambitkan dengan keadaan miring dan didorong
tenaga sin kang yang amat kuat, maka piring itu
berputar cepat seperti gasing, mengeluarkan suara
mengaung keras dan meluncur ke arah si pengemis
tua. Tak boleh dianggap ringan piring terbang
seperti ini karena dalam keadaan berputar dan
mengandung tenaga kuat seperti itu, pinggiran nya
dapat setajam golok dan kalau mengenai leher
dapat menyembelih sampai putus! Maka serangan
Siok Lan ini amatlah bebat.
“He, he, he, sungguh ganas cucu Thian te Sin
kiam!” Kakek itu terkekeh dan tetap tenang tenang
saja menghadapi serangan piring terbang itu.
Ketika piring itu menyambar ke arahnyu, ia sama
sekali tidak membuat gerakan mengelak, hanya
memandang sambil terkekeh seperti seorang
dewasa mentertawai seorang anak anak nakal.
"Sungg ….!" Piring itu menyambar ke arah
lehernya. Kakek itu mengangkat tangan kanan ke
depan, dengan perlahan jari tangan telunjuk
menyentil ke arah piring terbang.
414
"Trang… nguuuuuung!” Piring dari panci itu
begitu kena disentil telunjuk kanan kakek
pengemis berbunyi nyaring lalu berputar lebih
cepat daripada tadi, akan tetapi kini meluncur ke
atas mengeluarkan suara mengaung yang jauh
lebih nyaring daripida ketika disambitkan Siok Lan
tadi ! Piring terbang itu melayang cepat dan jauh
sekali ke atas sampai akhirnya lenyap dari
pandangan mata, entah jatuh di mana. Akan tetapi
agaknya benda itu dijadikan sebagai isyarat
rahasia oleh kakek pengemis, karena tiba tiba
bermunculanlah sedikitnya tiga puluh orang
pengemis bersabuk merah dari semua penjuru dan
mereka berdiri mengepung tempat itu dari jarak
jauh. Bahkan di antara mereka sudah ada yang
"merawat” dua ekor kuda tunggangan Siok Lan dan
Yu Lee!
Siok Lan meloncat bangun diturut oleh Yu Lee
yang bangkit juga dengan tenang. “Wah, memang
tidak salah dugaanku ! Ang kin Kai pang hanyalah
sekumpulan perampok yang menyamar sebagai
pengemis kelaparan ! Sungguh hal ini amat
memalukan golongan hok lim (perampok) dan kai
pang (kaum pengemis) yang tulen !”
Kakek pengemis itu mengangkat tongkatnya ke
atas kepala dan suara hiruk pikuk para pengemis
yang muncul dan marah mendengar ucapan Siok
Lan, mendadak sirep dan keadaan menjadi sunyi.
Jelas bahwa semua pengemis, di mana tampak
juga Ang Kun, tokoh tingkat lima, kemudian Ang Ci
dan Ang Sun tokoh tokoh tingkat tiga, dan
beberapa tokoh Ang kin Kai pang yang lain, amat
415
mematuhi kakek ini sehingga makin yakinlah Yu
Lee akan dugaannya tadi bahwa kakek itu agaknya
adalah ketua dari Ang kin Kai pang yang terkenal
dengan julukan Kai ong (Raja Pengemis) Ang kwi
Han. Maka ia memandang penuh kekhawatiran
karena maklum bahwa menghadapi tokoh Ang kin
Kai pang tingkat tiga juga Siok Lan belum tentu
dapat menang, apa lagi menandingi ketuanya!
"Nona cilik yang bermulut besar!” Bentik Kakek
ketua itu. “Sesungguhnya tidaklah pantas bagi aku
sebagai ketua Ang kin Kai pang untuk berurusan
dengan bocah seperti engkau ! Semestinya aku
menemui kakekmu untuk menegur cucunya ! Akan
tetapi karena sudah dua kali engkau menghina
pembantu pembantuku, sudah sepatutnya pula
aku menegur langsung kepadamu agar engkau
tidak memandang rendah kami orang Ang kin Kai
pang !"
Siok Lan mendengar bahwa kakek ini adalah
ketua Ang kin Kai pang, menjadi terkejut juga ia
sudah mendengar dari kakeknya tentang kelihaian
raja Pengemis ini, akan tetapi dasar ia bandel,
berani dan tidak mengenal takut, maka ia
tersenyum dan berkata.
“Ah, kiranyn Ang kin Kai pangcu yang muncul
sendiri ! Pangcu, kebetulan sekali kita berjumpa.
Engkau tadi bilang hendak menegurku, boleh saja.
Akan tetapi ketahuilah bahwa aku pun ingin sekali
menegurmu atas kelakuan anak buahmu yang
tidak patut. Pelayan ku ini menjadi saksi akan
kekurangajaran para pengikutmu dan orang
orangmu itupun kebetulan hadir.” Sampai di sini
416
Siok Lan menudingkan telunjuknya ke arah Ang
Kun, Ang Ci dan Ang Sun yang berdiri tak
bergerak, mata mereka mendelik marah.
"Betul seperti yang dikatakan nona majikanku
!” Tiba tiba Yu Lee berkata, suaranya lantang dan
ia tidak perduli betapa tiga orang tokoh pengemis
itu juga siketua sendiri, memandang kepadanya
penuh perhatian dan kecurigaan. Pemuda ini
maklum bahwa tiga orang tokoh pengemis itu tentu
sudah mengerti bahwa dia adalah searang
berkepandaian tinggi dan tentu sudah melapor
kepada ketua mereka bahwa dialah yang
"melindungi" Siok Lan secara diam diam. “Aku
menjadi saksi hidup ! Aku berani sumpah demi
apapun juga bahwa dalam urusan antara nonaku
dan para tokoh Ang kin Kai pang nonaku tidak
bersalah seujung rambut sekali pun! Pangcu harap
suka mengambil pertimbangan yang adil. Pertama
tama, pembantu mu yang seorang itu telah
menghadang nnona dan dengan paksa hendak
minta sumbangan, yang kemudian ditolak oleh
nona majikanku sehingga terjadi bentrokan.
Kemudian kedua orang yang lebih besar itu,” ia
menudin ke arah Ang Ci dan Ang Sun, "datang
pula selagi nonaku sedang makan. Coba pangcu
katakan apa kesalahan nonaku? Kalau kalian
tidak mengganggunya, tentu tidak akan terjadi
bentrokan !"
“Ha ha ha ha ! Omonganmu tepat namun jelas
membela sebelah pihak! Seorang gagah akan
berpemandangan luas menilai persoalan nya,
bukan hanya yang berada di depan hidung saja.
Nona cilik ini cucu Thian te Sin kiam seorang
417
pejuang dan penentang pemerintah penjajah, maka
sudah sepatutnya kalau anak buahku minta
sumbangan kepada nona cilik ini, karena
sumbangan sumbangan itu bukan untuk diri kami
pribadi melainkan untuk pembiayaan perjuangan
melawan pemerintah Mongol. Akan tetapi nona
cilik ini tidak menyumbang malah menghina,
mengandalkan perlindungan sembunyi. Ha ha ha !”
Setelah sekarang bertemu dengan aku sendiri,
apakah nona cilik akan lari ketakutan?”
"Tua bangka sombong!" Tiba tiba Liem Siok Lan
berseru keras dan mencabut pedang nya, "Jangan
asal terbuka saja mulutmu ! Siapa takut
kepadamu? Kalau tidak terima dan mendendam
kepadaku, hayo ini aku sudah berada di sini. Kau
mau apa?"
Ang Kwi Han tertawa, akan tetapi matanya
mengerling ke arah Yu Lee "Setidaknya hari ini
akan kupaksa orang mengaku dirinya ! Nona mari
kita main main sebentar dengan pedangmu.
Bukankah itu gin kiam (pedang perak)? Tentu ada
pula gin ciam ( Jarum perak )! Itulah kepandaian
yang dibanggakan Thian te sin kiam. Apakah nona
telah mewarisi kepandaian itu seluruhna?
Perlihatkan baik baik kepadaku !” Setelah berkata
demikian, kakek itu melangkah maju, tangan
kanannya menampar ke arah Siok Lan.
Gadis ini maklum akan kelihaian lawan, maka
iapun berlaku hati hati dan miringkan tubuh
mengelak sambil menggeser kaki. Tangan lewat di
atas pundaknya, anginnya bersiut, akan tetapi
418
ujung lengan baju itu masih meluncur akan
menotok lehernya !
"Aiiihhh…..” Siok Lan berseru,
membelakangkan tubuhnya dan sinar perak
pedangnya menyambar ke arah lengan kakek itu.
Kakek itu memutar tubuh, tongkatnya di
gerakkan menangkis dan.. tubuh Siok Lan
terhuyung huyung ke belakang sampai delapan
langkah. Ia merasa seperti tubuhnya didorong
tenaga tersembunyi yang dahsyat. Namun, biarpun
jalas kakek tua sakti dan bertenaga sinkang amat
hebat, sedikitpun ia tidak memperlihatkan rasa
takut. Ia memasang kuda kuda, kemudian ia
meloncat ke depan, menelan jarak delapan langkah
tadi dalam sekali lompat, padangnya meluncur dan
menerjang lawan amat cepat dan kuatnya.
"Ha ha ha sedikitnya engkau mewarisi
semangat Liem Kwat Ek !” Kakek itu tertawa sambil
miringkan tubuhnya sehingga terjangan Siok Lan
yang dahsyat itu mengenai angin. Kembali kakek
itu menampar dengan lengan kanannya yang
dibuka lebar lebar. Angin sambaran hebat ini
menambah tenaga dorong dari serangan. Siok Lan
yang tidak mengenai sasaran sehingga kembali
gadis itu terhuyung ka depan. Akan tetapi Siok Lan
sudah siap siap begitu tubuhnya membalik, tangan
kiri yang bergerak dan sinar putih jarum jarum
peraknya menyambar ke arah tujuh bagian penting
tubuh depan kakek itu.
“Ha ha ha gin ciam yang hebat !” Teriak kakek
itu, lengan bajunya mengebut dan segera jarum
dapat dikebutnya runtuh Siok Lan sudah
419
menerjang lagi, kini mainkan jurus pedang Kun
lun pai yang amat indah dan hebat. Kakek itu tidak
berani memandang rendah, berkali kali mulutnya
memuji dan menggunakan ginkangnya untuk
mengelak ke sana ke mari dibantu tongkatnya yang
kadang kadang mendorong atau menangkis.
"Kiam hoat bagus....! Kiam hoat bagus..! Sayang
pemainnya amat sembrono dan keras kepala!" Ia
berulang kali memuji ilmu padangnya dan mencela
orangnya, membuat Siok Lan makin marah dan
memperhebat terjangannya yang selalu mengenai
tempat kosong, bahkan beberapa kali ia terhuyung.
Siok Lan terkejut sekali dan tahulah ia bahwa
sekali ini ia tentu akan menderita kekalahan
terhadap kakek yang amat lihai ini. Akan tetapi ia
menggertak gigi dan maju terus, malah kini ia
mengeluarkan jurus jurus nekad mengadu nyawa !
"Hemm, bocah ganas. Apakah engkau masih
juga tidak mau menyerah dan mengakui
keunggulan aku orang tua? Kakekmu sendiri
belum tentu dapat menangkan aku !”
“Tua bangka busuk! Siapa sudi menyerah?
Robobkan aku kalau kau mampu!” Siok Lan
menantang berani.
"Hemm, bocah sombong!” Kakek itu berkata
gemas sambil menangkis pedang Siok Lan sehingga
gadis itu terdorong mundur. "Kalau tidak ingat
kepaca kakekmu Liem Kwat Ek, apa kaukira tidak
sejak tadi kau sudah roboh binasa ! Lihatlah
sekarang, aku akan menghajarmu dengan
senjatamu sendiri, dan tanganmu sendirilah yang
akan melukaimu. Kalau kelak kakekmu melihat
420
betapa engkau melukai dirimu sendiri dengan
senjatamu, tentu akan insaf bahwa aku telah
memandang mukanya, masih mengampunkan
dirimu ! Engkau terluka atau mati tergantung
seranganmu sendiri!"
“Banyak cerewet !" Siok Lan membentak dan
menyerang, menusukkan pedangnya ke arah kakek
itu. Ang Kwi Han tidak mengelak, melainkan
menggerakkan tongkatnya menangkis dengan
menggunakan tenaga yang amat aneh dan.....
pedang itu masih di tangan Siok Lan, namun telah
membalik dan menusuk ke arah gadis itu sendiri!
"Aihhh…!” Siok Lan cepat membuang diri dan
memusnahkan tenaga menarik tangan nya,
betapapun juga, pedang itu ujungnya sudah
menyambar ujung bajunya sehingga berlubang.
Ternyata kakek itu tidak mengeluarkan
ancaman kosong. Namun Siok Lan masih belum
sadar dan kembali ia menubruk, kini pedangnya
membabat leher. Sekali lagi kakek itu menangkis
dan pedang itu membalik dan menyambar leher
Siok Lan sendiri yang kini sudah siap siap,
sehingga dapat mengelak sambutan pedang yang
dipegang oleh tangannya sendiri !
"Nona, lebih baik menyerah…!" Tiba tiba Yu Lee
berkata. Pemuda ini maklum akan bahayanya
permainan Siok Lan ini karena makin hebat
sarangan gadis itu, makin hebat pula bahaya
mengancam. Ia pernah mendengar akan ilmu
pedang yang bernama ilmu pedang “Mengusir Naga
Pulang ke Sarang!” yaitu yang jurus jurusnya
terdiri dan tangkisan tangkisan yang membuat
421
senjata lawan itu membalik dan menyerang
orangnya sendiri !
Diam diam ia amat kagum, sungguhpun ia
maklum bahwa kalau semacam itu hanya ampuh
kalau dipergunakan menghadapi lawan yang
tingkatnya jauh lebih rendah seperti hal nya kakek
itu menghadapi Siok Lan.
Akan tetapi, bujukan Yu Lee ini malah
merupakan minyak bakar menyiram api! Seperti
diketahui, Siok Lan tadinya merasa bangga sekali
karena berkali kali ia telah membuktikan di depan
pelayannya betapa hebat ilmunya sehingga ia tidak
pernah terkalahkan selama ini! Kalau sekarang ia
harus menyerah mentah mentah di depan
pelayannya, alangkah akan rendahnya, alahkah
akan malunya. Tentu pelayannya tidak lagi akan
memandang kepadanya dengan sinar mata begitu
penuh kekaguman!
Kembali kakek itu tertawa mengejek ketika
gadis itu menyerang makn hebat sebagai jawaban
atas permintaan Yu Lee. Memang ketua Ang kin
Kai pang ini sudah tahu bahwa pelayan nona ini
adalah orang yang sesungguhnya mengalahkan
beberapa orang pembantunya, maka kini ia hendak
mencari kesempatan agar si pelayan turun tangan
membantu Siok Lan. Kalau dia menghendaki, sejak
tadipun gadis itu tentu telah dapai ia robohkan.
Karena kini Siok Lan menjadi makin ganas
kakek itupun panas juga. Pada saat Siok Lan
menusukkan pedang ke dadanya, secepat kilat
tangan kanannya menotok pundak gadis itu dan
422
tongkatnya menangkis membuat pedang gadis itu
membalik dan menusuk dada itu sendiri.
Siok Lan sudah membelalakkan mata karena
merasa bahwa tubuhnya kaku tak dapat di
gerakkan sehingga sekali ini pedangnya sendiri
tentu akun menembusi dadanya.
Akan tetapi pada saat itu, Yu Lee berseru
"Jangan bunuh nonaku…!” Pelayan itu meloncat
kepadanya selagi pedangnya tertangkis dan kini
pedang di tangannya itu membalik dan menusuk
ke arah dada Yu Lee ! Pada saat itu. Yu Lee yang
marah karena kakek itu tega hendak membunuh
Siok Lan, sambil berdiri di depan gadis itu dan
membelakanginya, sengaja menerima ujung pedang
dengan dadanya akan tetapi pada detik itu ia
mendorongkan ke dua lengannya ke depan,
mengirim pukulan sakti Sin kong ciang ke arah
ketua Ang kin kai pang !
Cepat sekali terjadinya semua ini. Pedang itu
meleset seketika mengenai dada Yu Lee karena
tepat pada saat itu Yu Lee mengerahkan tenaga Sin
kong ciang akan tetapi ujung pedang yang melesat
itu menusuk miring dan melukai pundaknya. Akan
tetapi kakek yang terkena pukulan Sin kong ciang
itu terhuyung mundur tiga langkah dan dari
mulutnya menyembur darah segar.
"Sungguh kejam kau orang tua hendak
membunuh nonaku….!" Yu Lee berkata dan diapun
terhuyung ke kiri lalu roboh terduduk, Siok Lan
yang tadinya berdiri di belakang Yu Lee, tidak
melihat itu semua. Begitu Yu Lee roboh dan
melihat pundak dekat dada pemuda itu
423
mengucurkan darah, ia kaget bukan main.
Kemarahannya timbul dan ia menuding ke arah
kakek itu
"Kau …! Berani kau melukai pelayanku…?” ia
hendak menerjang maju, akan tetapi tertegun dan
terbelalak ketika kakek itu tiba tiba menjura dan
berkata.
"Mana aku berani kurang ajar? Terima kasih
atas pelajaran yang diberikan." Setelah berkata
demikian Ang Kwi Han memberi isyarat dengan
tongkatnya dan pergilah dia diikuti semua
pengemis tadi menonton dengan muka pucat.
Gadis ini bingung, dia tidak tahu sama sekali
bahwa sikap Ang Kwi Han itu adalah akibat
pukulan sakti yang dilakukan Yu Lee.
Diserang pukulan sakti jarak jauh sekali saja
lalu menderita luka, segera kakek itu mengenali
bahwa pukulan itulah yang bernama Sin kong
ciang dan tiba tiba saja ia menjadi tunduk dan
gentar.
Ia dapat menduga bahwa pemuda yang
menyamar sebagai pelayan ini tantu ada hubungan
dengan tokoh yang menjadi pujaan dan
gembongnya semua dunia pengemis, yaitu Sin
kong Ciang Han It Kong, tokoh sakti dan penuh
rahasia yang selalu berpakaian pengemis. Karena
itulah Ang Kwi Han menjadi “mati kutunya" dan
tidak berani banyak lagak lagi karena maklum
bahwa pemuda itu adalah "golongan sendiri" yang
kedudukan dan kepandaiannya lebih tinggi
daripadanya.
"Aliok.... kau… kau terluka…?”
424
"Tidak… tidak mengapa, nona….!" jawab Yu
Lee. Akan tetapi pemuda ini wajahnya pucat sekali
dan terhuyung huyung Berat sungguhkah luka
yang diderita Yu Lee akibat tusukan pedang gin
Kiam pada dadanya tadi? Sesungguhnya tidaklah
terlalu berat biarpun mengeluarkan darah cukup
banyak, hanya pemuda ini masih terguncang
hatinya kalau teringat betapa tadi nyaris Siok Lan
tewas di tangan nona itu sendiri dengan pedang
nona itu sendiri pula kalau saja ia tidak cepat
turun tangan. Mengingat akan hal inilah yang
membuat ia menjadi ngeri dan lemas sahingga kini
ia terhuyung dengan kepala pening.
Melihat ini Siok Lan cepat memegang lengan
pelayannya dan membimbingnya ke dekat pohon
"Hati hati… agaknya lukamu berat, kau duduklah
bersandar pohon Aliok.” Nona itu membantu Yu
Lee yang diam diam merasa terharu, juga geli
karena sesungguhnya dia tidak apa apa. Luka itu
hanya luka kulit dan daging dan memang ia
sengaja menekan dari dalam agar banyak darahnya
mencuci bekas luka dari dalam. Hal ini amatlah
penting, demikian nasihat gurunya dahulu, karena
darah yang keluar iu dapat “mencuci" dan
membersihkan daging yang terluka asal jangan
terserang racun.
Yu Lee bersandar pada pohon, matanya
setengah terpejam tidak berani ia secara langsung
menentang wajah Siok Lan yang berada begitu
dekat dengannya.
Gadis itu tanpa ragu ragu membuka baju
atasnya untuk memeriksa luka di dada dan ini
425
dikerjakannya dengan begitu teliti sehingga Yu Lee
merasa betapa jari jari halus itu menyentuh
nyentuh dan mengusap usap dadanya, betapa
rambut yang hitam halus seperti benang sutera itu
kadang kadang menyapu leher dan pipinya, betapa
hembusan napas dari hidung gadis itu kadang
kadang menyentuh mukanya…
Yu Lee terpaksa memeramkan mata dan hanya
hidungnya yang menangkap keharuman yang amat
sedap, yang membuat jantungnya berdenyut lebih
cepat daripada biasanya.
“Eh, kenapa dadamu berdebar debar seperti
ini?” Siok Lan yang memeriksa luka itu dan
meraba meraba dada itu diam diam amat
mengagumi dada yang bidang dengan kulitnya
yang halus putih membayangkan otot yang hebat
dan kuat, akan tetapi gadis ini terheran ketika
ujung ujung jarinya merasakan denyut jantung
yang demikian keras.
"Ah, tidak apa apa, nona…” Yu Lee berkata,
akan tetapi kembali ia memejamkan kedua
matanya yang tiba tiba menjadi panas. Suara gadis
itu demikian halus dan merdu, penuh perhitungan
terhadap dirinya, membuat ia menjadi makin
terharu. Di dunia ini mana seorang nona majikan
yang merawat pelayan nya yang terluka seperti
yang dilakukan Siok Lan terhadap dirinya sekarang
ini? Gadis itu telah mengeluarkan arak dan
mencruci lukanya dengan arak dan saputangan,
begitu telaten dan mesra tampaknya, sedikitpun
tidak membayangkan jijik pada muka yang
menarik jelita itu.
426
"Sakitkah…?” Tanya Siok Lan ketika
memandang wajah pemuda itu yang agak pucat,
mata yang dipejamkan dan kening tebal itu
berkerut.
“Ti…tidak, nona…."
Siok Lan melanjutkan pekerjaan mencuci
kemudian mengeluarkan obat bubuk untuk luka
yang selalu dibawanya sebagai bekal, menaruh
obat bubuk pada luka di dada Yu Lee dan
membalut luka itu dengan sobekan ikat
pinggannya. Untuk membalut luka di dada, gadis
itu terpaksa beberapa kali merangkul leher
sehingga mukanya begitu dekat dengan muka Yu
Lee. Pemuda ini saking terharunya tak dapat
menahan menitiknya dua tetes air matanya.
"Ehh …? Kau… kau menangis?”
Melihat wajah yang cantik jelita dan amat detat
itu menatapnya penuh perhatian dan keheranan,
Yu Lee teringat bahwa ia telah mendekatkan diri
kepada terbukanya rahasianya, maka cepat cepat
ia memaksa dirinya tersenyum dan mengusap dua
bulir air mata itu dari pipinya.
“Tidak menangis hanya… rasa nyeri membuat
air mata keluar tanpa dapat saya cegah…”
“Ahhh… kukira engkau juga cengeng seperti
bekas majikanmu! Sakit benarkah rasanya sampai
keluar air matamu?”
“Tadi sakit sekali, nona. Panas dan pedih sekali,
akan tatapi… parawatan nona yang begitu teliti,
tangan nona begitu halus mengandung getaran
yang menyejukkan, mengusir panas dan perih…
427
malah kini menjadi nyaman.... Ah, betapa baik
budi nona terhadap seorang pelayan seperti saya.
Banyak terima kasih, nona, kebaikanmu tidak
akan pernah dapat saya lupakan "
Sejenak Siok Lan seperti terpesona memandang
wajah pelayannya. Ucapan pelayannya itu
terdengar amat menyenangkan hatinya, seperti
mengangkatnya tinggi ke angkasa, dan mukanya
tiba tiba menjadi kemerahan. Akan tetapi rasa
nyaman di hati ini seperti ia tutup dengan suara
celaan,
"Husss! Aliok, tidak perlu kau memuji mujiku
secara berlebihan. Apa yang kulakukan ini sudah
sewajarnya dan tidak ada artinya sama sekali
kalau dibandingkan dengan jasamu. Engkaulah
yang telah memperlihatkan budi amat baik
rerhadap aku. Engkau terluka karena aku, engkau
yang lemah berani menentang seorang seperti
ketua Ang kin Kai pang hanya untuk menolongku.
Kalau tidak ada engkau yang tadi menghalang,
apakah sekarang aku tidak sudah menjadi
mayat...? Aku bukan seorang yang tidak tahu
terima kasih, Aliok, maka sudah semestinya aku
merawat lukamu dan sekarang juga aku
menyatakan syukur dan terima kasih atas
pertolonganmu tadi. Engkau benar benar ssorang
hamba yang amat setia, patut menjadi bekas
pelayan keluarga Yu yang gagah perkasa.”
"Ahh, sekarang saya menjadi pelayan nona,
tidak perlu menyebut nyebut keluarga Yu yang
sudah terbasmi habis, nona. Tidak enak hati Yu
428
Lee diingatkan akan keluarganya yang sudah habis
itu.
“Tidak terbasmi habis Aliok Engkau lupa, masih
ada seorang yang lolos, seorang yang sekarang
sedang kucari, Yu Lee alias Pendekar Cengeng.”
Yu Lee mengerutkan alisnya yang tebal. Inilah
merupakan satu setunya hal yang tidak amat
menyenangkan selama ia berdekatan dengan Siok
Lan. "Ahh, siocia sendiri mengerti betapa semenjak
kecil saya menjadi pelayan yang setia keluarga Yu
sehingga bagaimana hati dapat merasa senang
mendengar bahwa nona mercari Yu kongcu dangan
maksud buruk?”
"Memang! Aku mencari dia untuk kuberi
hajaran! Untuk kutantang bertanding sampai salah
seorang diantara kami menggeletak tak bernyawa!
Dia terlalu menghina keluarga kami !"
Yu Lee menggeleng kepala. "Maaf nona bukan
sekali kali saya seorang pelayan berani lancang
mulut mencampuri urusan pribadi nona. Akan
tetapi nona amatlah baik kepada saya, juga
keluarga Yu telah menanam budi besar kepada
saya. Oleh karena itu bolehkah saya mengetahui
apa sebabnya nona mencari Yu kongcu untuk
ditantang bertanding? Permusuhan apakah yang
timbul antara keluarga nona dan keluarga Yu yang
sudah hancur berantakan itu yang menyebabkan
timbul ke bencian hebat di hati nona yang saya
tahu amat berbudi mulia.”
Sampai lama Siok Lan tidak menjawab dan
ketika pemuda itu mengerling kepadanya, Yu Lee
melihat betapa gadis itu termenung dengan
429
pandangan mata sayu dan penuh kedukaan ! Ia
menjadi heran dan hatinya menjadi tegang. Apakah
gerangan yang menyebabkan gadis ini menganggap
Pendekar Cengeng seorang yang sombong dan
memandang rendah keluarga Liem seperti yang
pernah dikatakannya dahulu?
"Aliok, biarpun engkau seorang pelayan biasa
akan tetapi kau telah menyelamatkan nyawaku
dan karena itu tidak ada salahnya kau mengetahui
rahasia keluarga kami. Pula, aku tidak ingin
engkau menganggap aku sewenang wenang
terhadap Pendekar Cengeng dan kuharap saja
engkau dapat menggunakan pikiran adil dan tidak
berpihak kepadanya dalam urusan kami ini !"
"Ahh, Siok Lan engkau tidak tahu apa yang kau
bicarakan ! Engkau tidak tahu betapa engkau telah
membuat aku menjadi penasaran sekali." Demikian
suara dalam hati Yu Lee, akan tetapi ia hanya
mengangguk angguk.
"Antara kakekku yang terkenal dengan julukan
Thian te Sin kiam (Pedang Sakti Bumi Langit) Liem
Kwat Ek dan Yu Kiam sian (Dewa Pedang Yu)
terjalin persahabatan yang amal erat, bahkan
mereka berdua itu adalah teman teman
seperjuangan sehidup semati menantang penjajah
Mongol. Karena perjuangan gagal, mereka lalu
saling berpisah, akan tetapi kedua orang tua
bersahabat itu yakni Yu Tiang Sin dan kakekku
Liem Kwat Ek telah mengadakan sumpah dan janji
bahwa keluarga mereka kelak akan menjadi satu
keluarga dengan menjodohkan mereka. Akan tetapi
kemudian ternyata bahwa Yu Tiang Sin hanya
430
mempunyai tiga orang anak laki. laki semua,
sedangkan kakekku mempunyai hanya seorang
anak laki laki pula. Oleh kerena itu, sumpah dan
janji itu diteruskan oleh anak anak mereka yang
berjanji bahwa kelak akan menjodohkan seorang
cucu Yu dengan seorang cucu Liem. Karena
kemudian ternyata bahwa ayah hanya mempunyai
anak tunggal yaitu aku sendiri maka tentu saja
akulah yang semenjak lahir telah ditentukan oleh
ayah dan kakek sebagai calon jodoh seorang cucu
keluarga Yu….”
“Ahh…!” Yu Lee memandang dengan mata
terbelalak karena sesungguhnya seujung rambut
sekalipun ia tidak pernah menyangka akan
mendengar keterangan saperti ini dalam cerita
gadis ini. Jantungnya berdebar keras sekali,
terharu, khawatir dan bingung menjadi satu. Akan
tetapi denga kekuatan batinnya ia dapat
menguasai perasaannya lalu berkata, "Kalau begitu
bagus sekali, siocia. Mengapa siocia malah
memusuhi… Yu kongcu ?"
Wajah yang cantik itu kelihatan marah. "Karena
kongcuma itu seorang yang sombong!"
“Eh, sudah pernahkah nona bertemu de ngan
Yu kongcu ?"
Siok Lan menggeleng kepala, kelihatan tak
senang membicarakan Pendekar Cengeng, akan
tetapi Yu Lee yang menjadi penasaran mendesak
terus.
"Berjumpapun bulum pernah bagaimana nona
bisa mengatakan bahwa Yu kongcu seorang yang
sombong !"
431
"Tentu saja dia sombong." Sepasang mata
menyinarkan kebencian. “Dan aku akan
mengadakan perhitungan menantangnya sampai
seorang diantara kami rebah tak bernyawa lagi. Dia
memandang rendah keluargaku !”
Yu Leo melongo. Ia mengingat ingat dan merasa
bahwa dia tidak pernah memandang rendah
keluarga nona ini. Bagaimana bisa memandang
rendah kalau kenalpun tidak sebelumnya? Bahkan
dahulu kakeknya atau ayahnya tidak pernah
bicara tentang ikatan jodoh yang dijanjikan itu…
“Siocia sepanjang ingatanku, keluarga Yu
terutama Yu kongcu, bukanlah orang yang suka
memandang rendah orang lain dan sama sekali
tidak sombong…”
“Tentu saja engkau bekas pelayannya tentu
membelanya. Hayo kau katakan terus terang,
engkau hendak berfihak siapa ? Kalau berpihak Yu
kongcu maka sebaiknya kita berpisah di sini saja.
Kalau membela aku itulah yang… kuharapkan.”
“Tentu saja aku membela dan berfihak kepada
nona. Tetapi karena aku merasa heran karena
sekeluarga Yu dulu…”
“Engkau tak mengerti Aliok? Janji antara
kakek dan Yu taihiap ini telah mengikatkan aku
dengan Yu Lee sebagai suami
isteri…………………………………………..
Aku belum pernah melihat macam apa adanya
orang bernama Yu Lee yang dijodohkan dengan
aku itu, akan tetapi aku hanya percaya bahwa
pilihan orang tuaku tidak akan keliru. Akan tetapi,
432
malapetaka menimpa keluarga Yu sehingga
hanya… tunangan…. eh, dia itu yang dapat lolos.
Keluarga kami tadinya mengira bahwa dia itupun
binasa pula karena tidak pernah ada kabar
ceritanya. Akan tetapi, tahu tahu muncul pendekar
Cengeng yang bukan lain adalah Yu Lee itulah !
Tentu saja kakekk dan ayahku menjadi penasaran
dan menjadi penasaran dan merasa malu sekali.
Selama itu orang yang bernama Yu Lee sama sekali
tidak memperdulikan keluarga kami, tak pernah
datang, tak pernah memberi kabar, seolah olah ia
menganggap sepi saja perjanjian keramat itu ! Dan
aku menjadi makin dewasa, dan datanglah
pinangan pinangan seperti hujan terhadap diri ku!
Puluhan orang pemuda pemuda pilihan ditolak
dengan tegas oleh kakek dan ayah, karena aku
telah ada yang punya, yaitu pemuda Yu. Siapa
kira, kalau fihak keluargaku setia kepada janji
keramat, adalah pemuda Yu itu agaknya acuh tak
acuh, agaknya setelah ia terkenal menjadi
pendekar besar dia telah memandang remeh
keluarga kami! Aku tidak tergila gila kepadanya!
Aku tidak kepingin sekali menjadi isterinya! Maka
aku barus mencarinya, membuka matanya dan
kalau ia tidak berubah sikap akan kutantang dia
sampai mati untuk menebus penghinaan ini !"
Gadis itu bicara penuh semangat, penuh
kemarahan, mukanya menjadi kemerahan, cuping
hidungnya kembang kempis, dadanya berkembang
tanda bahwa dia marah sekali dan tidak main main
! Adalah Yu Lee yang mendengarkan dan
memandang dengan mata terbelalak dan mulut
melongo saking heran serta kagumnya.
433
“Ahh…. Aah… kiranya begitukah…..!"
Keterangan itu benar benar membuat Yu Lee
terkejut dan wajahnya menjadi pucat, tubuh nya
seketika menjadi lemas. Sungguh tidak ……….
bahwa gadis yang menjatahkan hati nya dan yang
menumbuhkan cinta kasih ………. hatinya,
ternyata adalah tunangannya sendiri.
“Aliok,kau… kau kenapakah?” Suara ……..
gadis ini ketika me ………… menjatuhkan diri
duduk di bawah …….. bersandar batang pohon
……… di depan pelayan …….. dadamu?”
Yu Lee menggelengkan kepala. "Tidak…..
nona…..”
“Akan tetapi, kau….. pucat sekali setelah
mendengar keteranganku. Aliok, kau berduka?”
Pandangan mata itu penuh selidik dan amat tajam
seolah olah hendak membelah dada pemuda itu
dan menjenguk isi hatinya.
"Jadi nona….. nona ini…. tunangan?” Ia tidak
mampu melanjutkan saking tegang hatinya. Sikap
dan kata katanya ini diterima keliru oleh Siok Lan
yang kelihatan amat terharu, Siok Lan memegang
tangan Aliok dan berkata suaranya menggetar.
"Aliok, aku dipertunangkan dengan dia di luar
kehendak hatiku. Sesungguhnya… kalau aku
mempunyai hak memilih, aku ... aku tidak sudi….
apalagi dia seorang sombong...... ah engkau biar
tak berkepandaian apa apa engkau seribu kali
lebih baik daripada dia….”
"Ahhh, nona Siok Lan yang mulia ...... !”
434
Mereka saling berpegang tangan, jari jari
mereka saling genggam dan pandangan mata
mereka bertemu, bertaut melekat, pandang mata
yang mengandung semua bahasa hati, membuat
jantung berdebar dn napas sesak seketika. Akan
tetapi pada taat itu terdengar derap kaki banyak
orang, Siok Lan merenggutkan tangannya dan
meloncat berdiri, diikuti oleh Yu Lee.. Kiranya
tempat itu sudah terkurung rapat oleh banyak
sekali tentara Mongol yang dikepalai oleh lima
orang perwira !
“Nona awas….!" Yu Lee berseru keras. Akan
tetapi terlambat, karena belasan buah benda yang
dilemparkan oleh perwira perwira itu ke arah
mereka berdua telah meledak dan tempat itu
penuh dengan asap putih yang berbau harum
namun yang membuat mata tak dapat dibuka dan
napas menjadi sesak. Dalam keadaan gelap seperti
itu, Yu Lee tak dapat melihat apa apa hanya
menggerakkan kaki tangan merobohkan banyak
orang yang coba coba menubruk dan hendak
menangkapnya. Ia mengamuk sambil mencari cari
Siok Lan. Akan tetapi, ketika asap menipis dan ia
dapat bernapas biasa lagi, ia melihat Siok Lan
sudah dilarikan di atas kuda dalam ……
Ia marah sekali dan hendak mengejar, namun
lima orang perwira tadi telah meneriakkan………..
pasukan Mongol kini mengepung Yu Lee dengan
senjata mereka. Agaknya……… pemuda ini sukar
ditangkap. Tiga orang perwira itu menurunkan
perintah membentak.
435
Yu Lee bangkit kemarahannya. Pasukan itu
terdiri dari tentra tentara Mongol yang kuat….
dipimpin oleu lima orang perwira yang pandai ilmu
silat, akan tetapi saking marahnya Yu Lee melihat
Siok Lan ditawan, ia mengamuk dan sudah
mengeluarkan ilmu kepandaiannya yang hebat,
yaitu pukulan Sin kong ciang dan kemudian
mainkan sebuah pedang rampasan dengan ilmu
pedang Ta kui kiamsut. Bagaikan orang membabat
ramput saja Yu Lee mengamuk dan merobohkan
belasan orang perajurit dalam waktu singkat.
Menyaksikan kegagahan pemuda ini lima orang itu
lalu terjun sendiri dan mengeroyok.
Pasukan ini bukanlah pasukan penjaga,
melainkan pasukan pengawal dari kota raja yang
melakukan perjalanan memeriksa pelaksanaan
pembuatan saluran.
Karena pasukan ini adalah pasukan pengawal
kerajaan yang tentu saja amat kuat, apa lagi terdiri
dari pengawal pengawal pilihan dan jumlah mereka
lima puluh orang lebib. Yu Lee menghadapi lawan
yang amat tangguh, setelah lima orang itu maju
sendiri tidak begitu mudah lagi bagi Yu Lee untuk
merobohkan para pengeroyok. Kini pengeroyokan
di lakukan dengan tertur rapi dan amat kuat.
Betapapun juga, agaknya pemuda sakti ini
akan mampu membasmi habis semua
pengeroyoknya biarpun dalam waktu yang agak
lama, kalau saja hatinya tidak demikian risau
mengingat keadaan Siok Lan. Ia maklum bahwa
kalau terlalu lama ia melayani pasukan pengawal
ini tentu akan jauh Siok Lan dibawa lari oleh
436
pasukan musuh dan makin sukar baginya untuk
melakukan pengejaran dan menolong gadis yang
dicintainya itu. Biarpun demikian tiba tiba ia
mengeluarkan suara melengking keras sekali
sehingga lima orang perwira itu terkejut dan
mundur. Kesempatan ini dipergunakan oleh Yu Lee
untuk melompat tinggi melampaui kepala beberapa
orang pengeroyok sebelah kiri, kemudian ia terus
mengerahkan ginkang menggunakan ilmu lari
cepat untuk melakukan pengejaran.
Dapat dibayangkan betapa kagetnya ketika ia
berhasil menyusul, ia dapat kenyataan bahwa Siok
Lan yang ditawan itu dikawal oleh pasukan Mongol
yang sedikitnya ada seratus orang jumlahnya
dipimpin oleh tiga orana perwira tinggi bangsa
Mongol yang merupakan tokoh tokoh pengawal
Istana! Penjagaan amat ketat, Siok Lan dibiarkan
berjalan dengan kedua tangan terbelenggu, di
tengah tengah. Yu Lee maklum bahwa dengan
penjagaan yang demikian kuatnya, amatlah
berbahaya kalau dia menyerbu mati matian,
berbahaya bagi keselamatan Siok Lan sendiri. Ia
tidak berani mengambil resiko seperti itu, maka
diam diam ia membayangi pasukan itu dan
mencari kesempatan baik untuk menolong gadis
yang dikasihinya.
Siok Lan berjalan dengan langkah tegap dada
membusung dan muka terangkat sediktipun tidak
membayangkan khawatir atau takut. Ketika terjadi
penyerbuan, ia tidak dapat banyak berdaya karena
asap itu telah membuatnya lemas dan setengah
pingsan. Ketika ia sadar kembali, tahu tahu telah
terbelenggu kedua tangannya dan dilarikan oleh
437
pasukan berkuda yang jumlahnya belasan orang.
Sebelum ia berontak, pasukan yang menawannya
telah tiba di sebuah markas barisan Mongol dan ia
lalu dikawal oleh seratus orang lebih tentara
mongol yang kuat di dorong dorong supaya
berjalan, Siok Lan meronta namun kulit yang
menjadi tali pengikat kedua tangannya amat kuat.
“Ha, ha, ha, percuma saja kau meronta, lebih
baik berjalan kalau tidak ingin dicambuk,” kata
seorang tentara musuh yang jalan terdekat.
"Mampuslah !" Siok Lan memaki dan kaki
kirinya melayang. Tentara itu berusaha menangkis
namun tetap saja tubuhnya terlempar ke belakang
sampai tiga meter lebih dimana ia terbanting jatuh
sampai mengeluarkan suara “ngek !" dan ia
merangkak bangun sambil pringas pringis. Dengan
marah tentara ini mencabut goloknya, akan tetapi
perwira tinggi besar yang melihat ini membentak,
“Mundur kau dan jangan mergganggu tawanan
!" Tentara itu mundur setelah memandang Siok
Lan dan mata melotot marah.
Seorang perwira lain bermuka kuning ia
berkata suaranya nyaring dan ditujukan pada
semua anak buahnya.
"Kita hanya bertugas mengawal tawanan ini ke
kota raja. Tidak seorangpun boleh mengganggunya
kecuali kalau ia hendak melarikan diri, baru boleh
menghalangi dan kalau perlu membunuhnya.
Ketahuilah kalian semua, tawanan ini adalah
seorang penting. Dia adalah cucu Thian te Sin
kiam Liem Kwan Ek dank arena itu, dia adalah
seorang tokoh di antara pemberontak. Dia
438
dijadikan tawanan untuk menyerang para tokoh
pemberontak lain agar menyerah, maka kalian
tidak boleh mengganggunya.”
Para prajurit terkejut. Nama Thian te Sin kiam
terkenal sekali sebagai seorang pemberontak yang
telah pernah mengacaukan markas besar tentara
Mongol. Kemudian perwira muka kuning berkata
kepada Siok Lao,
“Nona, harap suka berjalan baik baik dan tidak
mencoba untuk melawan karena hal itu akan
membikin sengsara nona sendiri!”
Siok Lan menjebikan bibirnya yang merah,
matanya bersinar sinar penuh ejekan dan
kebencian. "Cihh! Tak tahu malu! Merobohkan
orang dengan asap racun, kemudian mengawak
dengan seratus orang lebih tentara. Coba lepaskan
belenggu ini dan aku Sian li Eng cu akan
menghancurkan kepala kalian semua seorang demi
seorang! Kalian tunggu saja kalau kalau kakekku
muncul pedangnya akan membabat putus semua
batang leher kalian!"
Biarpun ancaman ini kosong belaka, namun
sebagian besar diantara para tentara itu meraba
leher mereka masing masing penuh kengerian.
Pasukan lalu bergerak maju lebih cepat lagi agar
mereka cepat cepat dapat tiba di kota raja dan
bebas daripada tugas mengawal wanita cucu Thian
te Sin kiam ini.
Semenjak ia tahu bahwa ia tidak akan
diganggu, Siok Lan menghentikan usahanya untuk
memberontak. Dia bukan seorang gadis bodoh dan
nekad. Ia tahu bahwa akan sia sia belaka kalau ia
439
mencoba untuk lari dalam keadaan kedua tangan
terbelenggu. Pula, ia tahu bahwa kalau ia gagal
lari, ia akan mengalami hal tidak enak, akan
dipukul dan mungkin sekali tidak akan dibiarkan
berjalan sendiri, kemungkinan pula kakinya akan
diikat dan diseret tubuhnya dengan kuda atau
diikat tubuhnya di atas kuda! Maka berjalanlah ia
dengan sikap gagah sedikitpun tidak
membayangkan wajah takut atau putus asa.
Kalau ia teringat kepana Aliok, keningnya
berkerut dan hatinya menjadi gelisah. Mungkin
pelayannya itu telah dibunuh oleh pasakan ini!
Berpikir demikian, hamper ia tidak kuat menahan
air matanya. Tidak! Alik tidak boleh mati! Hatinya
seperti disayat pisau. Rasa sayangnya kepada
pelayannya amat besar dan baru sekarang terasa
olehnya betapa ia amat kehilangan pelayannya itu.
Baru teringat betapa baiknya pelayannya itu
terhadap dirinya betapa setia, dan betapa pandang
mata pelayannya itu penuh perasaan mesra
kepadanya.
Ia kini berpendapat bahwa pelayannya itu. Aliok
yang ….. sesungguhnya amat mencintainya ! ........
Sukar mengenal hati seorang. ……. pemuda yang
tampan dan biarpun tidak pandai ilmu silat tetapi
memiliki keberanian dan kegagahan
mengagumkan. Juga aman cakap.
Perjalanan ke kota raja amatlah jauh dan harus
melalui tebing tebing dan jurang jurang diantara
hutan hutan lebat. Akan tetapi di sepanjang jalan
ini terdapat pos pos penjagaan tentara Mongol oleh
karena jalan inilah yang dipergunakan untuk
440
dibuat saluran guna menyambung Sungai Yang ce
dengan Sungai Huang ho.
Ada kalanya jalan ini melalui jalan sempit yang
diapit oleh dinding dinding gunung atau batu batu
karang, ada kalanya menerjang hutan hutan lebat
dan liar, kadang kadang juga melalui tanah datar
yang luas dan tidak tampak pohon sedikitpun.
Akan tetapi semenjak hari ia ditawan, pada
malam malam harinya selalau terjadilah keributan
dan keanehan. Malam pertama sudah terjadi ribut
ribut. Siok Lan pada malam pertama itu tidur
menggeletak begitu saja di bawah pohon karena
pasukan kemalaman di dalam hutan. Api api
unggun dibuat di sekeliling tempat pemberhentian
sehingga keadaan remang remang namun cukup
hangat dan Siok Lan tidur di tengah tengah,
dikelilingi pasukan yang tidur malang melintang di
sekeliling hutan itu, ada pula yang berjaga, ada
yang meronda secara bergiliran.
Pokoknya, biarpun pada malam hari, mereka
tetap melakukan penjagaan yang amat ketat,
peristiwa yang jarang terjadi hanya untuk
mengamankan seorang tawanan saja! Diam diam
Siok Lan menjadi geli dan juga merasa amat naik
derajatnya! Tidaklah percuma ia menjadi tawanan
kalau telah diperlakukan sepenting ini. Ia menduga
duga apa yang akan ia hadapi di kota raja. Apakah
mereka ini menawannya benar benar untuk
memancing para pemberontak? Apakah benar para
pemberontak hendak muncul?
Kakeknya sudah lama mengundurkan diri
karena merasa usia tua, akan tetapi siapa tahu
441
kalau kalau kakeknya itu aktif kembali membantu
perjuangan para pemberontak, dan siapa tahu
kalau kalau kakeknya itu bersama kawan
kawannya benar benar mendengar bahwa ia
ditawan dan akan datang menolongnya. Selain
kakeknya, siapa lagi yang dapat ia harapkan untuk
membebaskannya daripada pasukan yang kuat ini?
Malam hari itu, menjelang tengah malam, tiba
tiba terdengar suara melengking tinggi juga
menyeramkan bulu kuduk.
Siok Lan tentu saja tidak dapat tidur pula
dalam keadaan terbelenggu kedua tangannya itu
mendadak kaget dan bangun duduk. Juga semua
angauta pasukan terkejut bahkan beberapa yang
meloncat bangun berdiri dan saling pandang.
Suara itu amat sebat dan gelap, akan terapi
karena tidak ada binatang liar di dunia ini yang
mengeluarkan suara Seperti itu. Melengking
lengking seperti suara setan, dan seperti sangat
menyedihkan akan tetapi juga mengandung ketawa
mengejek! Selagi semua orang saling pandang,
sekali lagi lengking itu berbunyi lagi dan sekali ini
amat nyaringnya, mempunyai daya getaran hebat
sehingga jantung yang mendengarnya serasa
disayat, membuat kedua kaki menggigil.
Kemudian tampaklah berkelebatan sosok
bayangan hitam diantara pohon pohon. Melihat ini
gegerlah para perajuri dan mereka semua
mencabut senjata melakukan pengejaran ke arah
pohon besar di mana tadi mereka melihat
bayangan hitam itu melompat.
442
"Pemberontak jahat, turunlah !” bentak seorang
perwira.
Lalu kembali terdengar suara melengking dari
atas pohon dan bayangan hitam itu menyambar
turun, disambut oleh hantaman pedang dan golok
empat orang perajurit. Akan tetapi bayangan hitam
yang bertangan kosong itu dengan gerakan aneh
telah menyelinap, merampas sebatang pedang,
menggerakkan pedang rampasan seperti kilat
menyambar dan... robohlah keempat orang
perajurit itu sambil mengeluarkan pekik
mengerikan !
Keadaan menjadi makin ribut. Para perajurit
dengan marah menyerbu. Menghadapi gelombang
serbuan banyak sekali perajurit ini, si bayangan
hitam yang tidak tampak jelas wajahnya itu
kewalahan dan segera meloloskan diri, akan tetapi
smbil mengacungkan pedang menantang nantang.
Paru perajurit makin marah dan melakukan
pengejaran.
"Berhenti ! Jangan kejar dia! Jangan tinggalkan
tawanan !” bentak perwira Mongol yang cerdik dan
yang agaknya dapat menduga akan maksud
kedatangan bayangan hitam itu. Tentu si bayangan
hitam hendak memancing para perajurit
mengejarnya dan meninggalkan tawanan sehingga
mudah untuk dirampas.
Setelah keadaan sunyi kembali, empat orang
perajurit yang terluka dirawat, penjagaan di
peeketat. Siok Lan diam diam menduga duga siapa
gerangan bayangan hitam itu. Dia sendiri tidak
dapat menduga tepat dan mengingat ingat
443
siapakah orang sakti yang mengeluarkan suara
melengking seperti itu, lengking seperti tangis
menyedihkan.
Jantungnya berdebar. Siapakah orangnya yang
berusaha menolongaya? Jelas bukan kakeknya
atau ayahnya. Apakah tokoh tokoh pemberontak
yang ditemuinya di markas Huang ho Sam liong?
Karena tidak dapat menduga tepat ia lalu
memasang telinga mendengarkan tiga orang
perwira yang bercakap cakap tidak jauh dari
tempat ia duduk bersandar batang pohon. Perwira
itu sedang membicarakan si bayangan hitam yang
mengacau tadi.
"Dewi Suling? Ah, tapi dia tidak pernah
memusuhi kita, dan kalau betul dia mengapa
bergerak secara rahasia?” kata perwira tinggi
besar.
"Pula Dewi Suling adalah seorang tokoh hitam
dan tawanan ini cucu seorang tokoh bersih mana
mungkin seorang tokoh hitam seperti Dewi Suling
hendak menolongnya?” kata perwira lain.
"Hemm, kau keliru, apa kau tidak mendengar
desas desus yang ramai di dunia kang ouw bahwa
kini muncul Dewi Suling yang sekarang ini sama
atau bukan dengan Dewi Suling yang dahulu, tak
seorang pun tahu. Yang jelas, tandanya sama yaitu
sebatang suling yang mengeluarkan lengking
seperti tadi.
"Memang aneh! Sepanjang pendengaranku.
Dewi Suling adalah seorang wanita cabul, gila laki
laki tampan, menculik laki laki tampan yang
dipaksa melayani nafsunya yang tak kunjung
444
padam, kemudian setelah kenyang dan bosan ia
membunuh setiap orang korbannya…”
"Kabarna dia cantik jelita seperti dewi
kahyangan? Wah, kalau aku dapat menemani nya
beberapa malam saja, biar akhirnya matipun aku
puas…. ha ha ha !”
Siok Lan tidak mau mendengarkan mereka lagi.
Ia meramkan mata dan hatinya bertanya tanya.
Benarkah Dewi Suling yang tadi berulasa
menolongnya? Ah, tidak mungkin sama sekali!
Menurut kakeknya, Dewi Suling adalah murid Hek
siauw Kui bo yang amat jahat dan keji dan ia pun
sudah mendengar betapa Pendekar Cengeng
tunangannya yang tidak memandang mata
kepadanya itu, mengangkat nama besarnya justru
setelah membasmi sarang Dewi Suling dan
gurunya itu ! Tiba tiba telinganya kembali ia
pusatkan untuk mendengarkan percakapan
mereka kini mereka menyebut nyebut Pendekar
Cengeng!
"Hemm, kalau benar dugaanmu, kita akan
berjasa besar kalau dapat menangkapnya hidup
atau mati. Dia adalah keturunan terakhir Yu kiam
sian, musuh negara yang lebih penting dari pada
Thian te Sin kiam. Akan tetapi, betulkah dia ?”
tanya si tinggi besar.
"Aku sendiri belum pernah mendengar
suaranya. Akan tetapi menurut penuturan mereka
yang pernah bertemu dan bertanding dengannya
kadang kadang Pendekar Cengeng mengeluarkan
lengking tangis yang mengerikan. Dia suka
mengucurkan air mata dan suka melengking
445
seperti itu dan karena itulah dia dijuluki Pendekar
Cengeng," kata si muka kuning.
"Aaah, tidak perlu khawatir, pemberontak tadi
si Dewi Suling atau si Pendekar Cengeng kita tidak
perlu takut dan yang paling penting, kita harus
mengamankan tawanan kita. Biarpun mereka itu
berkepala tiga berlengan delapan, dapat berbuat
apa terhadap kita? Pula bala bantuan dapat cepat
diharapkan datang dari pos pos depan dan
belakang !" kata perwira lain
Siok Lan kembali termenung. Mungkinkah
Pendekar Cengeng yang datang tadi? Ah tak
mungkin sama sekali. Pendekar Cengeng sudah
melupakan keluarga Liem, merasa diri terlalu
tinggi! Tak mungkin kini datang berusaha
menolong dia! Dan yang andaikata ada yang dapat
menolongnya, ia sama sekali tidak mengharapkan
bahwa orang itu adalah Pendekar Cengeng yang
dibencinya! Dengan pikiran ini, Siok Lan tertidur di
bawah pohon.
Pada malam kedua, ketiga dan keempat selain
rombongna pasukan pengawal itu diganggu
bayangan hítam yang mengeluarkan bunyi
melengking dan sedikitnya tentu ada lima orang
pengawal yang roboh menjadi korban. Akan tetapi
bayangan itu tetap saja tidak berhasil
membebaskan Siok Lan yang terjaga dan terkurung
ketat.
Pasukan itu beberapa kali berhenti di pos pos
penjagaan dan pada hari ke sepuluh mereka tiba di
luar kota Thian an bun yang menjadi pos besar
dari pada para penjaga yang menjaga jalan yang
446
direncanakan untuk penggalian terusan atau
saluran besar.
Ketika mereka tiba di tempat lapangan yang
luas, tiba tiba terdengar derap kaki kuda dan dari
dalam hutan muncul seorang penunggang kuda.
Para perwira pengawal mengangkat tangan
mengisyaratkan kepada anak buahnya agar supaya
berhenti dan waspada karena siapa tahu kalau
kalau penunggang kuda itu adalah pemberontak,
para pengawal itu sudah meraba gagang golok dan
mempererat genggaman gagang tombak semua
mata memandang ke arah penunggang kuda yang
masih agak jauh itu.
“Siocia… Siocia….! Tungguah saya,… !”
Siok Lan terkejut sekali. Penunggang kuda itu
bukan lain adalah Aliok! Beberapa detik lamanya
hatinya girang dan gembira bukan main
menyaksikan betapa pelayannya yang disayangnya
itu ternyata selamat dan masih hdup akan tetapi
pada detik detik berikutnya wajahnya menjadi
pucat dan hatinya menyesal sekali. Mau apakah
pelayannya itu? Seperti Ular mencari perggebuk.
Sungguh sungguh tolol hanya datang mencari
mampus!
"Aliok...! Kau pergilah jauh jauh ....!” ia berseru
dengan nyaring mengerahkan khi kangnya.
Akan tetapi dengan suara keras terdengar Aliok
membantah. “Tidak bisa, siocia! Saya pelayan
nona, bagaima bisa meninggalkan nona? Saya
harus mengawani nona dalam suka maupun
duka!"
447
Mendengar ini hati Siok Lan terharu sekali dan
ia teringat akan pandang mata pelayan itu pada
saat sebelum dia ditawan. Pandangan mata yang
amat mesra yang penuh getaran cinta kasih dan
mukanya merah sekali. Kini Aiiok yang
menunggang kuda itu sudah tiba dekat. Pasukan
pengawal yang mendengar ucapaa pemuda itu
menjadi geli sekali dan menganggap bahwa pelayan
itu tentu seorang yang kelewat bodohnya lalu
menjadi berubah seperti orang gila! Dimana ada
orang menyerahkan diri begitu saja, hanya untuk
melayani nona majikannya? Akan tetapi, melihat
betapa pelayan itu seorang pemuda tampan,
mereka mulai curiga. Begitu kuda yang ditunggangi
Aliok dekat, segera para pasukan mengurungnya
dengan tombak dan golok di todongkan
“Aihh… aih .... kalian mau apa? Aku datang
mengantarkan kuda untuk nona majikanku ini.
Kalian sungguh tidak tahu malu Mengiringkan
seorang nona muda dibelenggu seperti itu dan
disuruh jalan kaki. Bagaimana kalau nona
majikanku sampai jatuh sakit? Aku susah susah
datang membawakan kuda agar ditunggangi
nonaku dan aku akan ikut untuk melayani segala
keperluannya. Mengapa aku dikurung? Heeei,
lepaskan kendali kuda itu !” Aliok berteriak teriak
marah dan para perajurit Mongol tertawa bergelak.
Benar benar seorang pemuda yang tolol.
"Aliok, kenapa engkau menyusulku? Aku tidak
perlu pelayan pada waktu begini, engkau pergilah
Aliok, jangan berada di sini. Pergilah!" Sok Lan
berkata penuh kekhawatiran, kemudian
memandang para perwira.
448
"Heeeii kalian bebaskan pelayan itu, dia tidak
tahu apa apa !" 4
"Tidak !" Aliok atau Yu Lee membantah cepat
cepat. “Kalau nonaku dibebaskan, baru aku, mau
pula dibebaskan. Kalau nona ditangkap biarlah
aku ikut ditangkap dan kalian laki laki gagah
harap punya malu, berikanlah seekor kuda untuk
nonaku. Lihat, nonaku kelihatan begitu letih,
apakah kalian tidak kasihan terhadap seorang
wanita?”
Semua perwira tertawa. “Tak salah lagi, tentu
"ada main" antara nona majikan dan pelayan!" kata
perwira kedua
Mereka tertawa tawa dan wajah Siok Lan
menjadi merah sekali, matanya mendelik merah.
Akan tetapi Yu Lee berteriak teriak marah. “Jangan
menghina nonaku! Kalian sungguh kurang ajar !"
Akan tetapi tangan tangan yang kuat dan kasar
menyeret Yu Lee dari atas pungung kuda dan
beberapa kepalan tangan memukulnya. Yu Lee
pura pura ketakutan dan kesakitan, menjerit jerit.
"Kabar nya tentara Mongol paling gagah perkasa,
siapa kira kini memukuli orang tak berdosa.”
Perwira muka kuning menggerakkan tangan
menyuruh perajurit perajurit nya mundur. Yu Lee
dilepaskan, mukanya merah dan biru bekas
pukuln.
“Belenggu kedua tangan dan naikkan bersama
nonanya ke atas kuda. Satukan belenggu mereka
agar tidak menyulitkan penjagaan !”
449
Yu Lee berteriak teriak, akan tetapi percuma
aaja. Ia segera diringkus dan di belenggu kedua
lengannya yang ditelikung ke belakang, mirip
keadaan Siok Lan. Kemudian Siok Lan dan Yu Lee
diangkat ke atas kuda yang dibawa oleh Yu Lee
tadi, didudukkan di atas kuda saling
membelakangi, Siok Lan menghadap ke depan dan
Yu Lee menghadap ke belakang, beradu punggung
kemudian kembali tubuh mereka diikat menjadi
satu !
“Tolol engkau Aliok, mengapa menyusul?” bisik
Siok Lan sambil menoleh ke belakang.
"Nona, bagaimana saya dapat membiarkan
nona seorang diri? Mati hidup saya harus bersama
nona. Saya mencari kuda ini dan menyusul….”
bisik Yu Lee sepenuh perasaan hatinya sehingga
gadis itu semakin terharu.
Mendengar percakapan bisik bisik ini, para
perajurit tertawa geli dan kuda itu segera dikeprak
dari belakang dan mulailah rombongan itu
melanjutkan perjalanan. Dua orang tawanan yang
berada di punggung kuda itu berada di tengah
tengah, dan sungguhpun kini tidak berjalan kaki
melainkan menunggang kuda, akan tetapi hati Siok
Lan penuh kekhawatiran. Kalau tadinya ia hanya
memikirkan diri sendiri menanti kesempatan baik
untuk menyelamatkan diri, sekarang ia harus
memikirkan keselamatan pelayannya pula. Dan
diam diam di lubuk hatinya ia merasa heran
kepada hatinya sendiri. Kenapa munculnya
pelayannya merupakan hal yang begini
mendebarkan dan menggirangkan hatinya?
450
Mendatangkan rasa tenteram seolah olah sekarang
setelah ditemani Aliok, ia tidak takut lagi
menghadapi segala bencana? Kenapa melihat
kesetiaan dan kasih sayang Aliok yang begini besar
terhadap dirinya membuat hatinya begini besar?
Di tengah perjalanan, pada saat para pengawal
itu tidak memperhatikan, Yu Lee berbisik lirih
tanpa menggerakkan bibirnya,
"Nona, kita menanti kesempatan baik di waktu
malam. Saya akan membantu nona agar nona
dapat melarikan diri. Kalau berhasil, jangan
perdulikan saya…."
“Tidak mungkin! Aku tidak mau lari sendiri dan
meninggalkan kau!”
"Ahhh, nona seorang yang penting, kalau aku…
mereka tentu akan membebaskan aku, perlu apa
mengawal seorang pelayan ke kota raja?”
"Hussshh, diamlah, Aliok, aku tidak mau lari
sendiri! Aliok, kenapa kau mengorbankan dirimu
untukku?”
“Aku… mencinta nona dengan seluruh jiwa
ragaku, biar berkorban nyawa sekalipun untuk
nona saya rela!”
Siok Lan meramkan kedua matanya sejenak
untuk menahan air matanya. Akan tetapi ketika
membuka matanya kembali, dua butir air mata
membasahi pipinya. Tidak salah lagi, ia pun jatuh
cinta kepada pelayannya ini! Tanpa disadari,
tangannya yang berada di belakang karena
lengannya terbelenggu, bertemu dengan tangan Yu
Lee dan jari jari tangan itu saling genggam. Dari
451
remasan jari tangan itu menggetar perasaan
mereka masing masing mewakili pandangan mata
dan kata kata.
"Kau baik sekali Aliok, tapi jangan
membicarakan hal yang tidak mungkin terjadi..."
bisik Siok Lan dengan suara terharu.
Yu Lee diam diam tersenyum di dalam hati. Ia
maklum apa makna kata kata nona ini. Tentu saja
selelah menjadi tunangan Pendekar Cengeng tak
mungkin nona ini menyerahkan hatinya kepada
pria lain! Beberapa malam ini ia telah berusaha
untuk membebaskan Siok Lan, namun usahanya
selalu sia sia belaka biarpun ia berhasil
membunuh beberapa orang pengawal.
Ia tahu bahwa kalau ia nekad hal itu amat tidak
baik karena selain penjagaan yang ketat itu sukar
sekali dibobol, juga ada kemungkinan nona itu
dibunuh dari pada lolos.
Karena inilah maka ia mencari akal dan sengaja
menyamar sebagai pelayan lagi menyerahkan diri
agar ia dapat berdekatan dengan Siok Lan. Kalau
sudah berdekatan, tentu kesempatan untuk
menolong Siok Lan lebih banyak. Belenggu yang
mengikatnya dengan mudah akan dapat ia
patahkan.
Para perajurit yang menduga ia seorang pelayan
lemah mengkalnya secara sembarangan saja. Akan
tetapi ia harus menanti saat yang baik. Ia harus
terus berlagak bodoh agar para pengawal itu
percaya, memandang rendah dan lengah. Kota raja
masih jauh sehingga ia tidak perlu tergesa gesa.
Sekali usahanya gagal, akan tak mungkin lagi
452
menolong Siok Lan. Maka ia harus sabar dan hati
hati sekali berusaha dapat berhasil.
Karena rombongan sudah hampir tiba di Thian
an bun, maka perjalanan dipercepat dan menjelang
senja rombongan sudah tiba di luar kota Thian an
bun sejauh kurang lebih tiga puluh li dari kota itu.
Hanya tinggal melewati sebuah hutan lagi dan
malam hari itu mereka akan tiba di kota yang
menjadi markas para penjaga Mongol. Para perwira
tidak ingin bermalam di dalam hutan, ingin cepat
cepat memasuki kota agar mereka dapat benar
benar beristirahat dan bebas dari pada
pertanggungan jawab menjaga kedua orang
tawanan.
“Hayo cepat hari sudah hampir gelap!”
Demikian aba aba para perwira dan pasukan itu
biarpun sudah lelah terpaksa mempercepat
jalanayn memasuki hutan yang lebat.
Begitu masuki hutan, biarpun matahari belum
tenggelam sepenuhnya, masih mengembang di
cakrawala sebelah barat, namun cuaca menjadi
gelap oleh lebatnya pohon pohon besar di dalam
hutan. Yu Lee menggunakan jari tangannya
menggenggam tangan Siok Lan sebagai isyarat
kemudian berbisik lirih sekali.
“Dengarkan nona ....... tapi jangan menoleh
agar tidak menimbulkan kecurigaan… aku… aku
dapat melepaskan belengguku ….”
"Hemm...?” Siok Lan tercengang.
“Karena saya seorang pelayan, mereka tidak
mengikat erat erat dan guncangan guncangan di
453
atas kuda membuat belenggu ini longgar. Saya
telah dapat membebaskan tangan dan diam diam
saya akan mencoba untuk melepaskan belenggu di
tangan nona.”
Berdebar jantung Siok Lan. Ia tahu bahwa
pelayannya ini biarpun tidak pandai silat namun
amat cerdik, maka ia percaya sepenuhnya akan
keterangan ini. Hanya ia meragu karena ikatan
tangannya luar biasa eratnya.
“Mungkinkah kau membebaskan ikatanku ...?”
Siok Lan bertanya ragu ragu karena selain
belenggu tangan, juga tubuh mereka diikat.
"Simpul ikatan berada di panggung nona, jari
jari tangan saya dapat menggapainya. Mudah
mudahan berhasil, harap nona bersikap biasa
sampai saya berhasil membuka belenggu yang
mengikat tangan nona!”
Siok Lan tentu saja sama sekali tak pernah
mimpi bahwa pelayannya itu menggunakan
sinkang untuk memutus belenggu yang amat kuat
dan yang mengikat kedua pergelangan tangannya.
Ia merasa betapa jari jari tangan pelayannya
meraba raba membetot dan menarik narik. Hatinya
makin terharu. Semenjak pelayannya secara
berterang menyatakan cinta kasih, mencintainya
dengan seluruh jiwa raga dan rela berkorban jiwa,
ia memandang pelayan ini dengan perasaan lain
lagi. Tak mungkin ia menganggapnya seperti
seorang pelayan biasa! Melainkan lebih tepat
sebagai seorang sahabat, seorang biasa
seperjalanan, bahkan seorang kawan senasib
sependeritaan.
454
“Nona, di sebelah depan ada apa ? Bagaimana
keadaan nona?”
"Jalan sempit dan ku melihat di depan ada
hutan di sebelah kanan. Di sebetah kiri curam
menurun dan agaknya pinggir sungai.”
“Bagus! Hari hampir gelap, kita menanti
kesempatan baik. Di hutan itu nona dapat
melarikan diri. Belenggu hampir terlepas…!” bisik
Yu Lae perlahan.
"Dan engkau…?” Siok Lan beibisik ragu.
“Saya akan berusaha lari pula. Akan tetapi
jangan nona perhatikan saya. Saya akan
menggunakan akal memancing perhatian mereka
agar tidak memperhatikan nona. Ingat nona.
Mereka itu mementingkan nona, bukan saya.
Kalau tidak ada nona di sini, mungkin saya sudah
dibebaskan Mau apa mereka menangkap saya?”
“Tapi… tapi..... baimana aku bisa lari
meninggalkan kau, Aliok? Aku tidak mau selamat
sendiri.”
"Ahhh, nona yang mulia, saya hanya Aliok
seorang pelayan..." Yu Lee menggoda, hatinya
terharu sekali dan penuh kebahagiaan dan untung
ia duduk beradu punggung dengan gadis
pujaannya itu, kalau tidak Siok Lan tentu akan
melihat dua titik air matanya yang meloncat keluar
tanpa dapat ia tahan lagi.
"Husshh, jangan ulangi ucapan separti itu,
Aliok. Pendeknya, aku bukan seorang yang hanya
memikirkan diri sendiri. Kalau aku bebas,
engkaupun harus bebas!”
455
Begitu besarnya hati Yu Lee sehingga ingin ia
pada saat itu dapat merangkul memeluk leher itu,
mendekap kepala itu ke dadanya. Akan tetapi ia
menahan perasaan cintanya dan berbisik lagi
tanpa menoleh sehingga para perajurit yang berada
di belakang kuda tidak tahu bahwa dia bercakap
cakap. Pemuda itu kini menggunakan ilmunya
sehingga ia berbisik tanpa menggerakkan mulut.
"Nona, harap jangan berpendirian seperti itu.
Kalau nona tidak bebas lebih dahulu, bagaimana
saya bisa tertolong? Sebentar lagi gelap, nona
harus terbebas dan sayapun akan berusaha lari.
Andaikata saya gagal tetapi nona sudah bebas,
bukankah nona dapat berusaha menolong saya?”
Siok Lan dapat membenarkan pendapat ini. Ia
mengangguk sedikit dan berkata, "Bagus….! Nah,
hati hati jangan sampai kentara. Belenggumu
sudah terbuka, nona...”
Siok Lan menggerak gerakkan jari tangannya
dan benar saja. Tali pengikat kedua pergelangan
tangannya sudah terlepas! Ia tidak tahu bahwa Y u
Lee mematahkan tali belenggu dengan pengerahan
sinkang yang amat kuat
"Pasukan jalan terus, biar malam ini sampai ke
Thian an bun !" teriak perwira muka kuning
kepada pasukannya setelah malam mulai tiba.
Pisukan di sebelah depan sudah memasang obor
untuk menerangi jalan dan mulailah mereka
memasuki hutan kecil di sebelah depan yang
berada di sebelah selatan kota Thian an bun,
hanya belasan li jauhnya.
456
“Apakah tidak berbahaya melanjutkan
perlalanan malam malam melalui hutan?” tanya
perwira tinggi besar.
“Ahhh, Thian afn bun hanya tinggal belasan li
lagi dan Thian an bun merupakan markas besar
penjagaan yang kuat. Kalau ada pemberontak, tak
bakalan mereka berani mampus menyerbu daerah
Thian an bua !” kata si muka kuning.
Akan tetapi tiba tiba ketenangan pasukan itu
diganggu oleh teriakan Yu Lee. "Aduh aduh
aduh…. heeeeiii, kuda nakal! Berhenti..! Aduh
celaka! Kabur! Tolong… tolong.... tahan kuda ini,
wah, binatang sialan !"
Kuda yang ditunggangi Siok Lan dan Yu Lee itu
tiba tiba menyepak nyepak dan meloncat ke depan,
menerjang pasukan yang berada di depan dengan
nekad sambil meringkik ringkik kesakitan. Tak
seorangpun tahu, juga Siok Lan tidak, betapa tadi
diam diam Yu Lee menepuk kaki kuda sampai
tulangnya retak dan tentu saja kuda yang
kesakitan hebat itu mengamuk dan lari ke depan,
menerjang dan merobohkan beberapa orang
pasukan kemudian terus lari membalap ke depan.
"Heeeii… kuda edan.... kuda celaka. Tolong…!"
Yu Lee berteriak teriak, akan tetapi diam dim ia
mengerahkan tenaga pada kedua kakinya menjepit
perut kuda, tangannya yang sudah bebas itu
menyambar kendali dan membetot kuda sehingga
lari menyeleweng ke kiri. Para pasukan yang
tadinya terkejut, kini menjadi panik.
"Tawanan lari…! Kejar…! Tangkap…!”
457
Ramailah mereka melakukan pengejaran. Para
perwira yang merasa khawtir kalau kalau tawanan
mereka yang penting lolos, segera meloncat dan
menggunakan lari cepat mengejar.
"Siapkan anak panah….!" Perwira muka kuning
memberi aba aba karena ia pikir kalau ia sampai
tak dapat mengejar, sebaiknya merobohkan kuda
dan tawanan dengan anak panah.
"Nona, lekas turun dan lari…..!” Yu Lee
berbisik.
“Tapi… tapi engkau…..”
JILID XI
“SUDAHLAH nona. Biar saya mengacau dan
menipu mereka…..”
“Tidak, Aliok...... kau akan dipanah.”
Mereka telah memasuki bagian yang gelap dan
lebat, menyaksikan betapa nona ini sangsi dan
meragu terdorong oleh rasa khawatir tantang
dirinya hati Yu Lee menjadi besar sekali. Perasaan
bahagia hebat memenuhi hatinya terdorong cinta
kasihnya dan tanpa pikir panjang lagi karena
dorongan hasrat hati, ia lalu merangkul leher Siok
Lan dari belakang, memutar tubuh nona itu
sehingga muka nya menghadapinya dan….
mencium mulut itu sepenuh cinta kasih hatinya,
sepenuh getaran jiwanya.
“Aughh ….” Seketika tubuh Siok Lan menjadi
lemas dan hampir nona ini pingsan dalam pelukan
Yu Lee. Pemuda itu sejenak seperti terbuai dan
458
diayun ke langit lapis ke tujuh, akan tetapi segera
ia teringat akan keadaan dan setelah sadar ia kaget
setengah mati akan keberaniannya sendiri yang
melampaui segala batas kesopanan.
“Aduh, mati aku….!” Ia melepaskan
rangkulannya. ''Kau ampunkan aku, nona biarlah
kalau aku mati, ciuman itu sebagai bekal ke
neraka…. Kau larilah sekarang!”
Tanpa menanti jawaban lagi, ia mendorong dan
terpaksa Siok Lan meloncat dari atas kuda kalau
tidak mau terguling jatuh, lalu terdengar ia terisak
dan menghilang di dalam semak semak gelap.
“Aduh… kuda gila… kuda celaka!” Yu Lee
berteriak teriak dan kini membalikkan kudanya
membalap dan menapaki para pengejarnya! Tentu
saja para perajurit menjadi makin panik ketika tiba
tiba derap kaki kuda yang dikejar itu memekik dan
menerjang mereka.
Mereka mencari tempat perlindungan ke
belakang pohon pohon. Akan tetapi kuda itu
ternyata tidak lewat karena telah membelok pula
ke kanan. Karena hutan itu gelap, maka para
perwira dan pasukannya tidak dapat melihat jelas
apakah kedua orang tawanan itu masih berada di
atas kuda.
Mendengar bentakan dan teriakan Yu Lee,
mereka merasa yakin bahwa kedua orang tawanan
itu masih di atas kuda. Apalagi mereka itu
terbelenggu erat, mana mungkin bisa lari? Maka
sambil berteriak teriak mereka terus mengejar,
tidak tahu bahwa yang berada di atas kuda kini
tinggal Yu Lee seorang dan tidak tahu pula bahwa
459
kuda itu makin menjauhi tempat di mana tadi Siok
Lan melompat turun.
Bagi Yu Lee, amatlah mudahnya kalau ia mau
melompat turun dan melarikan diri. Akan tetapi ia
sengaja tidak mau melakukan hal ini, karena kalau
ia lakukan hal ini tentu para pasukan akan
mengubek hutan itu dan besar bahayanya Siok
Lan akan ditemukan mneka. Apa lagi di situ sudah
dekat dengan Thian an bun yang menjadi markas
besar. Lebih baik dia terus mengacau dan
mengalihkan perhatian, membawa pasukan jauh
dari hutan agar Siok Lan dapat menyelamatkan
diri dengan aman.
“Aduh aduh…! Heeii.. tahan kuda ku !!” Ia
berteriak dan kini karena pasukan sudah
terpencar, mulailah ia terkurung. Ketika kudanya
mendekati empat orang perajurit yang siap dengan
tombak hendak menusuk roboh kuda yang lewat,
kaki tangan Yu Lee bergerak kacau dan… robohlah
empat orang itu, pingsan dan tombak mereka
beterbangan.
Makin lama, dari sinar obor obor yang
dipasang, para perwira dapat melihat keadaan Yu
Lee dan kudanya. Betapa terkejut hati mereka
ketika mendapat kenyataan bahwa nona tawanan
mereka telah lenyap ! Mereka kaget, juga marah.
Kalau tadi mereka tidak memerintahkan
menghujani anak panah adalah karena mereka
menganggap betapa nona tawanan ini amat penting
dan tidak baik kalau sampai terbunuh, tapi karena
nona tawanan itu lenyap, mereka marah sekali.
460
Kalau hanya ada si pelayan, biar seratus kail
mampus juga tidak ada halangannya.
“Hujani anak panah !” bentak si perwira muka
kuning.
Mulailah kuda itu dihujani anak panah
kemanapun juga ia lari. Para pasukan telah
mengurung serta menghadang dari segenap
penjuru dan siap dengan anak panah mereka. Yu
Lee tentu saja mudah untuk menghindarkan diri
dari hujan anak panah ini. Dengan mengelak,
mengandalkan ketajaman pendengaran dan
dengan sampokan kedua tangan dan kaki, bisa
saja ia membikin semua anak panah mencelat dan
tidak mengenai tubuhnya. Akan tetapi duduk di
atas kuda, tak mungkin pula ia melindungi tubuh
kuda yang begitu besar.
Tiba tiba kuda itu meringkik keras dan jatuh
terjungkal ke depan ! Tubuh Yu Lee yang tadinya
masih duduk menghadap ke belakang terlempar ke
atas dan ia lenyap ke dalam pohon.
Para pasukan segara mengurung pohon besar
itu. Akaa tetapi pada saat itu, beberapa oraang
perajurit memekik dan roboh terguling, tubuh
mereka tertancap anak panah! Kemudian terdengar
sorak sarai riuh dan diantara sinar obor, tampak
muncul puluhan orang yang menyerbu para
pasukan Mongol. Dari atas pohon besar dan tinggi
di mana Yu Lee tadi bersembunyi tampaklah oleh
pemuda ini bahwa para penyerbu itu bukan lain
adalah tamu tamu yang pernah ia lihat di tempat
tinggal Hoang ho Sam liong dipimpin oleh !e Bhok
orang bedua Hoang ho Sam liong si pelajar yang
461
pandai menggunakan senjata poan koan pit (alat
tulis). Dan yang mengagumkan dan juga
menggelikan adalah ketika ia melihat seorang
wanita baju hijau yang menggunakan pedang
mengamuk bagaikan seekor singa betina layaknya !
Pedangnya berkelebatan menjadi sinar hijau
merupakan serangan maut yang mencengkeram
nyawa ke kanan kiri dan lebih hebat serta
menggelikan lagi, pantatnya yang amat besar
bergerak gerak dan tiap kali ada lawan menerjang
dari belakang, senggolan pantat besar itu cukup
membuat seorang perajurit Mongol terlempar
sampai tiga empat meter jauhnya !
Dari atas pohon Yu Lee menonton dan menahan
ketawanya. Wanita itu bukan lain adalah Cui
Toanio atau Cui Hwa Hwa, wanita galak yang
pernah ribut mulut dan ia permalukan di sarang
Huang ho Sam liong !
Betapapun galaknya, ternyata wanita itu adalah
seorang pejuang, musuh pemerintah penjajah
Mongol yang kini mengamuk bersama kawan
kawannya untuk menolong Siok Lan! Dan tak jauh
dari situ ia melihat pula tokoh tokoh yang hadir,
akan tetapi ia meraaa heran tidak melihat adanya
dua orang murid Kim hong pai yang bersikap baik
terhadap Siok Lan dan dia, yaitu Pui Tiong dan
sucinya, Can Bwee.
Dari atas pohon itu pula Yu Lee kini melihat
Siok Lan dikeroyok oleh belasan orang penjaga dan
diam diam ia merasa kaget sekali. Kiranya nona ini
setelah tadi berhasil ia dorong meloncat turun dari
kuda, tidak dapat melarikan diri keluar hutan dan
462
melihat banyak pejuang menyerbu Siok Lan kini
turut mengamuk pula.
Hal ini ia tidak herankan, karena ia mengenal
watak Siok Lan. Sepak terjang gadis itu hebat dan
ganas, mengamuk dengan pedang rampasan
karena pedangnya telah dirampas musuh. Akah
tetapi karena diantara belasan orang
pengeroyoknya terdapat perwira muka kuning dan
perwira tinggi besar, gadis ini agak terdesak.
Perwira tinggi besar bermuka hitam itu
bersenjata …… berantai yang amat berat dan…….
diputar putar cepat sekali sampai mengeluarkan
suara mengaung. Siok Lan…… selalu
menggunakan ginkangnya untuk menghindarkan
diri setiap kali senjata lawan menyambar karena
untuk ….. ia khawatir pedang rampasannya
akan………. Adapun perwira muka kuning berseru
……. aneh, golok yang panjang ……
Senjata …… selain sebagai golok biasa. ……..
itu dapat dipergunakan untuk “……” senjata lawan
dan dengan gerakan tiba tiba dapat merampas
senjata lawan.
Melihat keadaan nona ini Yu Lee lalu melompt
dari pohon ke pohon untuk mendekati. Akan
tetapi ia melihat bahwa keadaan Siok Lan tidaklah
berbahaya, maka begitu mendengar teriakan kaget
Cui Hwa Hwa dan melihat nyonya ini terhuyung ke
belakang ketika pundaknya kena serempet gagang
toya seorang pengeroyok, perwira tinggi kurus yang
lihai, ia segera mengayun tangan. Sebuah ranting
kecil menyambar, dan perwira tinggi kurus itu
berteriak kesakitan dan menjerit sambil mundur
463
mundur. Ranting kecil itu melukai leher nya dan
menyelamatkan Cui Hwa Hwa.
Nyonya yang dikeroyok banyak lawan dan
hampir celaka, tadi tidak tahu bahwa dia di bantu
oleh “pelayan” yang pernah membikin malu
padanya, kini dengan marah sekali pedangnya
bergerak ke depan dan sebelum si perwira tinggi
kurus dapat menghindar, pedangnya yang berubah
sinar hijau menjadi gulungan sinar melingkar
lingkar ke arah perut dan.. perwira itu menjerit dan
roboh dengan pinggang hampir putus !
Yu Lee kembali melanjutkan usahanya
mendekati Siok Lan namun dari atas pohon itu ia
menjadi sibuk sendiri menyaksikan bahwa jumlah
penyerbu yang hanya paling banyak tiga puluh
orang itu terdesak hebat oleh pasukan Mongol yang
jumlahnya tiga kali lebih banyak! Ia masih ingin
menyembunyikan keadaan dirinya, apalagi Siok
Lan berada di situ, maka kini Yu Lee mulai
menyambar ke bawah dengan gerakan cepat,
merobohkan beberapa orang tentara Mongol tanpa
dilihat siapapun juga karena saking cepatnya
gerakan nya, yang tampak hanya bayangan hitam.
Kalau ada lawan datang membawa obor terlalu
dekat, ia menyelinap atau meloncat ke atas pohon
kamudian bergerak lagi di tempat yang gelap.
Agak lega hati Yu Lee menyaksikan bahwa para
pengeroyok itu rata rata memiliki ilmu kepandaian
silat yang tinggi kalau dibandingkan dengan …….
maka biarpun jumlahnya kalah tetapi masih dapat
mengimbangi. Akan tetapi perang tanding dalam
hutan gelap yang hanya diterangi obor obor itu,
464
benar benar amat mengerikan. Darah membanjir,
teriakan teriakan marah berseling dengan jerit jerit
kesakitan dan pekik pekik maut, mayat mayat
bergelimpangan. Seperti biasa menyaksikan seprti
ini membuat Yu Lee teringat akan keadaan di
rumah keluarganya dahulu dan tak terasa pula ia
menangis.
Suara tangis yang … keluar dari
kerongkongannya melengking lengking dan
menyeramkan. Dari atas pohon ia melempar
lemparkan batu yang tadi ia ambil dari bawah,
membantu Siok Lan sama sekali tidak ada bahaya
bagi gadis itn menghadapi pengeroyokan banyak
lawan. Tiap kali ada bahaya mengancam, tentu si
pemegang senjata yang mengancam itu sudah
tertotok batu yang menyambar dari tempat gelap.
Akan tetapi pada saat itu terdengar suara
terompet dan derap kaki kuda. Mendengar suara
yang datangnya dari utara ini, Yu Lee cepat
meoncat ke atas cabang pohon tertinggi dan
memandang. Kagetlah ketika ia menyaksikan dari
arah utara datang pasukan membawa obor. Bala
bantuan dari Thian an bun agaknya! Dari atas
pohon itu di malam gelap dia hanya melihat obor
yang banyak sekali datang dari utara sukarlah
menaksir jumlah pasukan yang datang. Akan
tetapi menurut dugaan Yu Lee, tentu jauh lebih
besar dari pada pasukan yang mengawal Siok Lan
tadi dan agaknya tidak akan kurang dari pada dua
tiga ratus orang. Keadaan berbahaya sekali.
Karena hatinya terguncang, kembali lengking
dahsyat keluar dari kerongkongannya dan pada
465
saat itu, ia terkejut karena berbareng terdengar
bunyi lengking lain di sebelah bawah. Lengking
yang nyaring dan dikenalnya baik! Ia cepat
menuruni beberapa cabang pohon dan tampaklah
olehnya bayangan berpakaian putih berkelebatan
di bawah dan kemanapun juga bayangan ini
berkelebat, terdengar pekik mengerikan disusul
roboh nya seorang tentara Mongol!
Dewi Suling ! Tak salah lagi, pikir Yu Lee, maka
ia menjadi tercengang. Mendengar suara lengking
itu, jelas adalah suara suling yang biasa ditiup
Dewi Suling, juga kalau suling itu dimainkan oleh
wanita sakti itu mengeluarkan lengking seperti itu.
Akan tetapi biarpun ia lihat gerakan bayangan
putih itu amat cepat dan amat lihai seperti Dewi
Suling tetaplah meragukan, mengapa Dewi Suling
mengenakan pakaian putih! Selain itu juga
mengapa Dewi Suling menjadi seorang …………..
setidaknya memusuhi tentara Mongol. Dewi Suling
adalah seorang sesat, seorang dari kalangan hitam.
Ahhh, mungkin………………. Yu Lee terhadap
pikirannya ………
Buk……………………………………… dan teman
temannya …………………………daripada orang
orang kang ouw dan tokoh tokoh bok lim,
bekas………? Banyak ….. orang yang biasanya
menjadi …………….. berubah menjadi pejuang
dikala negaranya diganggu bangsa asing dan
sebaliknya orang orang yang biasanya menjadi
seorang ….. yang dermawan menjadi pengkhianat
bangsa.
466
Karena Yu Lee melihat betapa besar bahaya
mengancam dengan munculnya pasukan besar
dari jauh itu, iapun lalu melayang turun dan
kembali ia menggunakan kesaktiannya untuk
merobohkan para perajurit musuh, memilih tempat
gelap dan menjauhi tempat Dewi Suling beraksi.
Hebat, bukan main sepak terjang dua orang ini
yaitu Dewi Suling dan Yu Lee. Mereka bergerak di
tempat terpisah, keduanya mengeluarkan suara
melengking mengerikan dan keduanya merobohkan
musuh seperti orang membbat rumput saja. Para
pejuang atau pemberontak itu terheran heran dan
juga kagum bercampur gembira
“Dewi Suling….” terdengar bisikan bisikan.
Biarpun para pejuang tak dapat melihat jelas,
namun berkelebatnya bayangan bertubuh ramping
yang melengking dan merobohkan banyak lawan
itu membuat mereka dapat menduga duga.
“Pendekar Cengeng…!” bisik orang lain
menyaksikan berkelebatnya bayangan Yu Lee.
Mereka tidak dapat melihat tegas karena pemuda
itu selalu bergerak di dalam gelap dan gerakannya
cepat sekali tak dapat dilihat pandangan mata,
akan tetapi para pejuang itu banyak yang sudah
mendengar kabar akan cara dan sepak terjang
Pendekar Cengeng, apa lagi mendengar suara
melengking seperti orang menangis keluar dari
kerongkongan pendekar itu!
Celakalah pasukan pengawal yang diserang oleh
para pejuang di maalm hari itu! Biarpun jumlah
mereka tiga kali lebih banyak, akan tetapi dengan
munculnya dua orang pendeker sakti yang
467
mngeluarkan bunyi melengking lengking dan
keadaan mereka menjadi berantakan dan dalam
waktu sebentar saja sebagian besar dari mereka
roboh tak dapat bangkit kembali apalagi karena
para pejuang yang mendapat bantuan dua orang
pendekar besar itu seolah olah mendapat
tambahan semangat baru, mereka mengamuk
makin hebat.
Tiba tiba terdengar sorak sorak riuh rendah dan
htan itu seolah olah kebakaran ketika pasukan
tambahan pembantu itu tiba, meloncat turun dari
kuda dan dengan obor di tangan kiri, senjata di
tangan kanan mereka menyerbu. Jumlah pasukan
yang baru tiba ini ada dua ratus orang!
Perang menjadi semakini hebat dan kini
bagaikan…….. air banjir, para pejuang yang sudah
lelah itu terdesak hebat.Untung disitu terdapat dua
orang sakti yang membantu mereka sehingga
meraka masih mampu melakukan perlawanan.
Betappun saktinya Pendekar Cengeng dan Dewi
Suling, namun karena fihak musuh amat banyak,
mereka menjadi sibuk sekali. Dewi Saling sudah
mengobral jarum jarumnya dan pedangnya. Hanya
Yu Lee yang agak repot karena pemuda ini tetap
hendak bergerak sambil bersembunyi.
Yu Lee selalu menjauhi para pejuang lain akan
tetapi juga harus selalu memperhatikan keadaan
Siok Lan yang mengamuk agar sewaktu waktu
dapat melindungi wanita yang dicintainya itu.
“Kalau gelagatnya begini, bisa berbahaya,”
pikirnya, Yu Lee mulai mendekati Siok Lan dan
ingin melarikan gadis itu. Akan tetapi pada saat itu
468
terdengar sorakan lain yang juga sangat dahsyat
dan dari sebelah kiri muncul sepasukan orang
gagah perkasa yang datang menyerbu, membantu
para pejuang dan menghantam para tentara
Mongol.
Pasukan yang gagah perkasa ini dipimpin oleh
empat orang mada, dan dapat dibayangkan betapa
girang hati Yu Lee ketika melihat dan mengenal
mereka itu. Dua orang pemuda tampan dan
perkasa itu adalah Ouwyang Tek dan Gui Siong,
murid murid Siauw bin mo Hap Tojin. Adapun dua
orang pemudi yang cantik dan perkasa itu adalah
Lauw Ci Sian dan Tan Li Ceng, murid murid Tho
tee kong Liong Losu! Adapun hampir seratus orang
pasukan perkasa yang dipimpin empat orang muda
itu benar benar hebat dan bertempur dengan
semangut yang amat tinggi!
Keadaan perang kecil di dalam hutan itu
berubah ubah. Tadinya fihak Mongol terdesak
hebat dan lebih dari setengah jumlah pasukan
tewas di tangan tiga puluhan orang pejuang
pimpinan Ie Bhok orang termuda Huang ho Sam
liong yang diam diam dibantu oleh Pendekar
Cengeng dan Dewi Suling. Kemudian fihak pejuang
terancam bahaya kehancuran ketika tiba dua ratus
orang pasukan Mongol yang datang dari Thian an
bun.
Akan tetapi dalam waktu singkat, muncullah
seratus orang pasukan istimewa ini, pasukan yang
sebagian besar terdiri dari bekas pekerja pekerja
terusan yang melarikan diri, yang mengandung
dendam dan kebencian meluap luap terhadap
469
orang orang Mongol sehingga kini pasukan Mongol
seperti sekumpulan pohon bambu diserang angin
taufan, mereka dibabat dan dalam waktu singkat
saja jatuhlah puluhan orang korban diantara
mereka!
Ouwyang Tek tidak mengenal pasukan kecil
yang ia bantu, akan tetapi karena pasukan kecil
yang gagah perkasa itu berperang melawan tentara
Mongol ia menganggap mereka itu teman teman
seperjuangan dan begitu mendengar dari
penyelidik bahwa di hutan itu terjadi perang, ia
lalu memimpin pasukannya untuk menyerbu dan
membantu pasukan kecil itu.
Ketika mendengar suara melengking lengking
dan amukan dua orang yang bergerak seperti setan
sehingga tidak tampak jelas orangnya, Ouwyang
Tek, Gui Song Tan Li Ceng dan Lauw Ci Sian
menjadi terkejut, dan juga girang. Mereka dapat
mengenal lengking dan gerakan Pendekar Cengeng.
Akan tatapi mereka juga bingung dan menduga
duga siapa adanya wanita perkasa yang mengamuk
itu. Melihat gerakannya yang lihai dan mendengar
suara melengking dari suling yang dipegang nya,
tidak salah lagi bahwa wanita itu tentulah Dewi
Suling ! Mereka menduga duga dan terheran heran,
akan tetapi karena Dewi Suling pada saat itu
bertanding memusuhi pasukan Mongol, tentu saja
mereka menganggapnya tidak sebagai musuh.
Munculnya pasukan yang dipimpin empat
orang muda perkasa ini mempercepat jalannya
perang. Sebagian besar pasukan musuh roboh
470
binasa dan sisanya lalu melarikan diri berlindung
pada kegelapan hutan itu.
“Yu taihiap...! Sungguh beruntung dapat
bertemu dengan taihiap di sini!” Terdengar Ouwang
Tek berkata.
“Pendekar Cengeng..! Pendekar Cengeng ...!”
Nama ini disebut sebut oleh para pasukan pejuang.
Siok Lan yang sudah tidak bertempur lagi
mendengar disebutnya nama ini terkejut sekali ia
tadi memang mendengar sura melengking lengking
dan melihat berkelebatnya dua bayangan seperti
iblis cepatnya. Ia sudah menduga duga akan tetapi
belum merasa yakin siapa gerangan dua orang
aneh itu. Karena tadi ia dikeroyok banyak sekali
musuh, tentu saja ia tidak mendapat kesempatan
untuk meneliti. Kini mendengar debutnya “Yu
taihiap” dan “Pendekar Cengeng” wajahnya menjadi
berobah dan jantungnya berdebar debar.
Benarkah tunangannya itu yang tadi
mengamuk dan mengeluarkan suara melengking?
Tunangannya yang selama ini mengabaikannya
dan yang ia cari untuk diajak bertandirig untuk
menebus penghinaan? Cepat ia meloncat
menghampiri untuk mencari dan menjumpai orang
yang dicari carinya itu. Akan tetapi ia hanya
melihat berkelebatnya bayangan cepat sekali
menghilang di daerah hutan yang gelap, dan
mendengar suara orang laki laki yang berpengaruh.
“Kedua saudara Ouwyang dan Gui! Kedua nona
Lauw dan Tan! Selamat bertemu dan berjuang!
Maaf, saya ada urusan lain, sampai jumpa!”
Bayangan itupun lenyap dari tempat itu. Siok Lan
471
termenung merasa seperti kenal suara ini, ia
merasa penasaran lalu meloncat mengerahkan
ginkangnya mengejar di tengah hutan ke mana
bayangan itu tadi berkelebat.
Bayangan yang mengamuk dan menggunakan
suling sambil mengeluarkan suara melengking tadi
memang Ma Ji Nio atan Ciu siauw Sian li Si Dewi
Suling. Kini di bawah sinar banak obor, Dewi
Suling menghadapi Ouwyang Tek, Gui Siong, Luaw
Ci Sian dan Li Ceng yang berdiri berjajar
menghadapinya dengan pandangan mata penuh
selidik. Dewi Suling tersenyum dan cepat ia
mengangkat kedua tangan ke depan dada sambil
berkata,
“Sungguh merupakan karma Thian bahwa
malam ini saya dapat berjumpa dengan ji wi
kongcu dan ji wi siocia sebagai teman teman
seperjuangan !”
Empat orang mada itu memang sudah
mendengar akan sepak terjang Dewi Suling selama
ini yang menjadi buah bibir kaum kang ouw
karena perubahannya luar biasa. Mereka merasa
tidak senang kepada wanita yang dahulunya
menjadi musuhnya ini, akan tetapi karena harus
diakui bahwa saat itu mereka bukanlah musuh
melainkan teman seperjuangan melawan penjajah,
mereka terpaksa membalas penghormatan, bahkan
Tan Li Ceng yang terpandai membawa sikap
diantara mereka segera berkata, “Kami sudah
mendengar akan sepak terjang cici selama ini.
Sukurlah !”
472
Wajah Dewi Suling berubah merah karena
merasa jengah akan tetapi di dalam hatinya ia
memuji Tan Li Ceng yang tidak banyak bicara.
Ia lalu berkata lagi, kali ini tidak hanya
ditujukan kepada empat orang muda itu,
melainkan juga kepada Ie Bhok, Cui Hwa Hwa dan
teman teman mereka.
“Diantara kita ada hubungan seperjuangan
teman teman sendiri, akan tetapi kini bukan
waktunya untuk bercakap cakap. Keadaan hutan
ini amat berhaya karena sungguhpun musuh
sudah terpukul mundur akan tetapi di Thian an
bun terdapat tidak kurang dari seribu orang
perajurit Mongol. Bagaimana mungkin kita dapat
melawan pasukan mereka yang begitu banyak?
Karena itu, menurut pendapatku, sekiranya kita
memasuki daerah hutan di sebelah barat ………..
karena daerah itu hutannya ……….. amat luas
daerah pegunungan…… mudah bagi kita untuk
bersembunyi sa mbil melakukan penyerbuan
serbuan mendadak ke Thian bun an. Menurut
pendapat saya, kalau saudara saudara sekaian
setuju, sekarang ini juga kita berangkat ke sana
memencarkan diri dan bertemu di …ga yang
berada di dalam hutan sebelah barat, kira kira dua
puluh li jauhnya dari …. pertama. Amat baik
tempat ini dijadikan markas, selain lebat juga
banyak terdapat guha guha besar.
Semua orang menyatakan setuju. Memang
pertempuran melawan tentara Mongol yang amat
besar jumlahnya tadi menyatukan mereka tanpa
janji lebih dahulu, yaitu pasukan yang dipimpin Ie
473
Bhok dan Cui Hwa Hwa, dan pasukan bekas
pekerja paksa yang dipimpin empat orang muda
perkasa.
Beramai ramai berangkatlah mereka sambil
membawa teman teman yang terluka dalam
pertempuran tadi meninggalkan teman teman yang
tewas karena memang keadaan menghendaki
demikan. Dalam perjalanan ini, mulailah mereka
berkenalan. Ie Bhok mengirim seorang …. untuk
menyampaikan berita tentang perang semalam dan
tentang rencana pasukan mereka pergi ke hutan
sebelah barat Thian an bun kepada kedua orang
saudaranya yang masih bermarkas di tepi sungai
Huang ho agar mereka dapat saling berhubungan
dan saling membantu.
Semalam suntuk pasukan pejuang ini
menyusup nyusup di antara hutan dan
pegunungan, berpencar akan tetapi tidak terpisah
jauh sehingga mereka dapat saling mengetahui
keadaan kawan memberi isyarat bunyi bunyi
burung. Mereka ini lelah sehabis bertempur, lelah
dan lapar akan tetapi kenyang oleh semangat
kepahlawanan. Hanya mereka yang pernah
berjuang saja, hanya mereka yang pernah
menderita dalam melaksanakan cita cita mulia saja
yang dapat merasa berapa di dalam keadaan
bersama ini terdapatlah sesuatu yang nikmat dan
bahagia yang mengatasi semua penderitaan
jasmani.
“Aliok ! Aliok …!!”
Siok Lan mencari cari di dalam hutan sambil
berkali kali memanggil nama pelayannya. Hatinya
474
amat risau, sungguhpun besar harapannya bahwa
pelayannya itu masih hidup dan berada di dalam
hutan.
Bukankah tadi ketika ia didorong turun oleh
pelayannya itu, Aliok masih berada di atas kuda
dan tiba tiba pecah pertempuran karena
munculnya Cui Hwa Hwa dan yang lain lain? Tidak
mungkin pelayannya itu ditawan karena sudah
jelas bahwa fihak musuh terpukul mundur bahkan
banyak yang tewas. Akan tetapi bagaimana kalau
Aliok terbunuh oleh musuh? Hati nya makin
gelisah dan kini ia mencari cari sambil memanggil
manggil, juga melihat lihat kalau pelayan nya itu
sudah menggeletak tak bernyawa lagi di dalam
hutan.
Mengingat akan kesitu tubuhnya menggigil dan
terngiaang bisikan ucapan pelayannya sebelum
mereka berpisah. “Aku mencinta nona dengan
seluruh jiwa ragaku …!
Hati Siok Lan terharu. Ia tidak meragukan lagi
cinta kasih pelayannya terhadap dirinya. Dan dia
sendiri? Entahlah. Andaikata di sana tidak ada
Pendekar Cengeng? Andaikata Aliok bukan seorang
pelayan! Andaikata … ahh, terlalu banyak
andaikata yang tak mungkin terjadi. Bahkan kini
Pendekar Cengeng sudah muncul !
Ia tadi mengejar sekuat tenaga, mengerahkan
ginkangnya, namun ia melihat betapa bayangan
Pendekar Cengeng itu berkelebat bagaikan terbang
cepatnya dan sebentar saja lenyap dari pandangan
matanya. Karena tidak berhasil mecari Pendekar
475
Cengeng, teringatlah ia akan Aliok dan kini ia
mulai mencari cari Aliok.
Ia melihat betapa para pejuang yang tadinya
menggempur pasukan Mongol itu meninggalkan
hutan. Ia sesungguhnya harus berterima kasih
kepada mereka karena tanpa adanya mereka itu,
tentu ia sudah binasa di bawah pengeroyokan para
pasukan Mongol, atau setidaknya tentu akan
tertawan lagi. Bahkan wanita galak Cui Hwa Hwa
itu telah menolong nya! Akan tetapi ia tidak sempat
menjumpai mereka.
Pertama karena ia tadi mencari Pendekar
Cengeng, dan sekarang, sebelumnya ia dapat
menemukan pelayannya, ia tidak akan berhenti
mencari dan tidak akan menjumpai mereka.
“Aliok…! Aliok...!” Siok Lan memanggil dengan
memakai kedua telapak tangannya untuk
mendekap kanan kiri mulutnya sehingga suara
panggilannya bergema di seluruh hutan itu.
Kegelapan mulai menipis, terdesak oleh munculnya
fajar.
“Aliok….!” Harapan Siok Lan menipis pula dan
hampir ia menangis kalau teringat betapa besar
kemungkinan pelayannya itu terbunuh musuh!
Teringat akan hal ini, baru terasa olehnya betapa
baiknya Aliok selama ini. Betapa akan berat
hatinya kalau harus berpisah dan henar benar
ditinggal mati oleh pemuda itu !
“Aliok...!” Panggilannya mulaa mengandung isak
tangis tertahan.
476
Teringat Siok Lan betapa Aliok pernah mencium
mulutnya dan teringat akan hal ini tak
tertahankan lagi air mata bercucuran. Apa kata
pemuda itu setelah menciumnya semesra itu?
“Kau ampunkan aku, nona. Biarlah kalau aku
mati, ciuman itu sebagai bekal ke neraka….!”
“Aliok.....!” Siok Lan menjatuhkan diri di bawah
sebatang pohon, terisak isak. Kiranya pemuda itu
sudah merasa dia akan mati sehingga berani
menciumnya seperti itu. Ciuman yang selama ia
hidup belum pernah ia alami atau ia terima dari
orang iain, bahkan tak juga dari ayah bundanya.
Ciuman penuh kasih sayang seorang pria. Dan kini
teringat ia menerima ciuman itu bukan dengan
hati marah atau benci atau jijik melainkan dengan
jantung berdebar tegang dan bahagia, bahkan
sekarang pun hatinya menggelora teringat akan
ciuman Aliok itu. Akak tetapi pemuda itu kini
sudah tidak ada, besar kemungkinannya sudah
tewas. Makin mengguguk tangis Siok Lan dan baru
sekarang ia mengakui dalam hatinya bahkan ia
mencinta pemuda itu, mencinta Aliok pelayannya!
“Aliok aduh, Aliok.... hu..hu huhuhu....”
Baru sekali ini Siok Lan, dara perkasa yang
berhati baja dan tidak pernah mengenal takut itu
menangis tersedu sedu.
Nona...! Nona…!”
Siok Lan yang sedang menangis itu tiba tiba
tersentak kaget menoleh ke kanan ke kiri dengan
mata terbelalak, mata yang merah dan pipi yang
basah.
477
“Aliok…??” Ia berbisik, setengah tidak percaya
akan pendengarannya sendiri.
“Nona Siok Lan…!” Kembali terdengar suara itu
perlahan akan tetapi jelas sekali, seperti terbawa
angin lalu, bercampur dengan bunyi kokok ayam
hutan dan kicau burung.
“Aliok...!!” Bagaikan digetarkan tenaga dahsyat
Siok Lan mencelat bangun, matanya terbelalak
bersinar sinar, pipinya berseri, dua butir air mata
masih bergantung pada bulu matanya. “Aliok…!
Dimana engkau.... !!”
“Aku di sini, nona…!”
Suara itu datangnya dari kanan! Siok Lan
hampir bersorak, hampir menari dan dengan suara
ketawa ditahan ia lalu mencelat ke kanan terus
menggunakan ginkangnya lari ke arah datangnya
suara.
“Aliok.... ! di mana engkau....?” teriaknya lagi.
“Di sini, nona …!”
Suara Aliok itu datangnya dari atas! Siok Lan
menengadah dan alangkah girang hatinya ketika ia
melihat pemuda pelayannya itu nongkrong di atas
pohon yang amat tinggi, di cabang tertinggi dan
kelihatannya takut akan tetapi tangan kirinya
mengempit seekor ayam hutan yang gemuk sekali!
“Eh, bagaimana kau bisa berada di situ?
Turunlah…!”
“Aku......... aku tidak berani turun.......”
478
Siok Lan tertawa, suara ketawanya nyaring dan
tiba tiba tubuhnya terayun ke atas dan
berloncatanlah ia dari cabang ke cabang sampai
tiba di cabang yang diduduki Aliok. Pemuda ini
melihat nonanya tertawa tawa dengan senyum
lebar pipinya merah berseri akan tetapi pipi di
bawah mata masih ada tanda air mata. Hatinya
terharu bukan main, tergetar dan ...... Aliok
menangis sesenggukan!
“Aihhh... kau… kenapa? “
“Saya......... saya terlalu girang, nona.....”
Siok Lan tersenyum, lalu mengempit pinggang
pelayannya itu, dibawa loncat turun dengan
gerakan ringan sekali. Setibanya dt atas tanah,
lengan kanan Aliok masih merangkul lehernya
sedangkan tangan kiri pelayan itu mengempit
ayam. Sejenak mereka saling rangkul, saling
pandang dengan sinar mata seperti dalam mimpi,
kemudian Siok Lan teringat dan melepaskan
lengannya yang merangkul pinggang, mukanya
merah sekali, matanya mendelik dan mulutnya
setengah tersenyum setengah merenggut!
“Kau…. kau kenapa? Gilakah?”
“Eh, nona.... kenapa… kenapa sih?”
Siok Lan dengan muka merah mendorong
perlahan dada pemuda itu dengan jari tangan nya
seningga Yu Lee mundur tiga langkah.
“Kau… kau berhutang banyak persoalan
kepadaku yang harus kau bayar ! Kau harus jawab
satu satu dan awas ya! Jangan bohong dan main
main!” Gadis yang tadi menangisi Aliok ini setelah
479
sekarang berhadapan, segera menyembunyikan
perasaan hatinya dan mengambil sikap yang sesuai
sebagai seorang nona majikan terhadap seorang
pelayannya. Betapapun juga, ia merasa jengah dan
malu untuk membuka rahasia hatinya begitu saja.
Diam diam Yu Lee tertawa di dalam hati dan
rasa kasih sayangnya terhadap nona ini makin
menggelora dan mesra. Tedi secara diam diam ia
mengikuti Sìok Lan dan sudah menyaksikan
semua sikap gadis itu yang menangisinya! Karena
itulah ia menjadi terharu dan ikut menangis.
Sekarangpun menghadapi nona yang amat
dikasihinya, nona yang dianggapnya paling cantik
di dunia ini, paling gagah perkasa paling nakal dan
juga paling lucu, ia masih tak dapat menahan air
matanya yang menitik turun saat itu.
“Saya berhutang budi kepada nona, sampai
matipun takkan terbayar lunas. Biarlah kelak
dalam penitisan mendatang saya akan mènjadi
anjing atau kuda nona.”
“Aku tidak butuh anjing atau kuda ! Yang
sekarang kubutuhkan adalah keterangan
keteranganmu akan perlakuanmu selama ini !
Pertama tama, kenapa kau mendorong aku turun
dari kuda?”
“Ah, nona yang mulia. Selelah nona terbebas
dari belenggu tentu saja adalah amat besar
kesempatan bagi nona untuk melarikan diri. Saya
mendorong nona karena ingin sekali melihat nona
selamat...”
“Tapi kau membiarkan dirimu sendiri terancam
bahaya !”
480
“Aku… aku tidak berarti…”
“Hushhh ! Lain kali aku tidak mau begitu
mengerti? Apa kau kira aku seorang yang bocengli
(tak berbudi atau berperasaan) untuk enak enak
lari sendiri dan membiarkan kau celaka sendiri?
Lain kali kau tidak boleh begitu, kalau aku selamat
kau juga harus selamat, kalau celaka ya bersama
sama karena kita memang melakukan perjalanan
bersama. Mengerti?“
Yu Lee mengangguk angguk. “Mengerti nona.
Lain kali tidak berani lagi.”
Karena Yu Lee menunduk, ia tidak melihat
betapa Siok Lan masih geli melihat sikap nya ini.
Sebaliknya, Siok Lanpun tidak tahu bahwa diam
diam ia diketawai Yu Lee.
“Sekarang yang kedua. Setelah terjadi perang,
aku amat berkuatir karena kau tidak tampak.
Kenapa kau tidak keluar dan menemui aku?
Kenapa kau pergi dan kemana pula perginya kuda
itu?”
“Wah, nona tidak tahu… Saya dikejar dan
dibacok serdadu gila, untung tidak kena punggung
saya melainkan ke punggung kuda sehingga kuda
itu meloncat dan melemparkan saya ke bawah
sedangkan serdadu itu disepak nya dengan kaki
belakang sampai pecah dada nya. Karena saya
merasa takut, saya lalu memanjat pohon dan
semalam suntuk saya tidak berani turun, karena
takut lalu saya memanjat terus sampai di puncak,
kemudian tidak dapat turun lagi.“
“Hemm, aku tidak percaya kau begitu penakut.”
481
“Memang saya bukan orang penakut, nona.
Akan tetapi saya mempunyai kelemahan terhadap
tempat yang tinggi. Saya menjadi pening dan takut
sekali.”
“Hemm, kau bilang takut di pucuk ponon.
Kenapa bila memegang ayam hutan begitu
gemuk?”
Yu Lee tertawa, “Wah, memang Thian itu adil,
nona... Agaknya memang orang yang baik seperti
nona selalu diberi berkah sehingga tiada hujan
tiada angin ada ayam menghampiri saya untuk
saya panggang dagingnya dan persembahan pada
nona. Malam tadi ketika saya bersembunyi di atas
sana, mungkin karena bingung dan takut
mendengar pertempuran dan melihat obor, ayam
ini terbang lalu menabrak cabang di dekat saya
menggelepar dan pingsan sehingga mudah saya
tangkap Biarlah saya sembelih dia dan panggang
dagingnya untuk nona bawa sebagai bekal
menyusul rombongan pejuang yang menuju ke
pegunungan di sebelah barat kota Thian an bun.”
“Ihhhh, apa kau bilang? Mau apa aku ke sana?
Aku hendak mencari Pendekar Cengeng! Kau tahu
Aliok hampir saja aku dapat berhadapan dengan
Pendekar Cengeng malam tadi !”
Aliok tersenyum dan mengangguk. “Saya tahu,
nona.”
“Heeei?? Engkau tahu ?”
“Saya tahu karena Yu kongcu telah menemui
saya sebelum nona datang. Ketika saya
bersembunyi di atas pohon belum lama tadi tiba
482
tiba saja Yu kongcu muncul di depan saya di atas
pohon ini dan Yu kongcu yang menceritakan pada
saya tentang semua keadaan.”
“Hemm… di mana dia? Aku mengejar dan
mencarinya, Aliok katakan, di mana dia?”
“Mau apakah nona mencarinya??”
“Mau apa lagi? Aliok, tidak usah kau pura pura
tanya lagi, hayo katakan di mana dia agar dapat
kutemui sekarang juga.”
Yu Lee menarik napas panjang dan
menggelengkan kepala. “Nona, Yu kongcu tadi
telah bicara dengan saya dan telah saya katakan
tentang kehendak nona. Kemudian Yu kongcu
memberi keterangan sejelasnya kepada saya, harap
nona suka mendengarkan.”
“Aliok sesungguhnya engkau berpihak kepada
siapa sekarang?”
Yu Lee memandang kaget dan hatinya sedih
melihat betapa suara mesra lenyap dari mata
bening itu, terganti sinar marah. “Tentu saja saya
berpihak kepada nona, akan tetapi…Yu kongcu
tidak memusuhi nona ... di... dia bahkan ingin
berbaik kepada nona. Dia menrangkan bahwa
tantang pesan ikatan jodoh itu dia sama sekali
tidak tahu, sama sekali tidak pernah mendengar
dari mendiang keluarganya. Karena itu, dia
berpesan kepada saya agar menyampaikan
permintaan maafnya kepada nona, dan dia kelak
hendak pergi mencari orang tua nona dan
menghadap…”
“Aku tidak butuh kasihannya! Di mana dia?”
483
“Nona, harap dengarkan lebih dulu. Saya tidak
tahu kemana dia pergi karena dia hanya
meninggalkan pesan begini. Yaitu bahwa tempat ini
amat berbahaya dan bahwa nona diminta segera
pergi menyusul para pejuang kepegunungan di
sebelah barat Thian an bun. Menurut Yu kongcu,
tempat ini akan diserbu ribuan orang musuh maka
nona harus cepat cepat pergi hari ini juga. Kongcu
sendiri pasti akan meggabung ke sana, maka
diharap nona suka menanti di sana karena kongcu
masih mempunyai beberapa urusan yang harus dl
selesaikan. Percayakah, nona? Yu kongcu bukan
seorang pembohong dan saya yakin bahwa sekali
waktu dia akan menemui nona di sana untuk
bercakap cakap dan membereskan semua urusan.”
Siok Lan mengerutkan keningnya. Memang
tidak bisa menyalahkan Aliok. Pula, ia mendengar
betapa anehnya Pendekar Cengeng, tentu saja
tidak mungkin bagi Aliok, untuk mengetahui
tempat sembunyi pendekar itu.
Dia sendiri tadi sudah menyaksikan kehebatan
gerakan pendekar itu yang seakan akan pandai
menghilang ketika dikejarnya. Sementara itu Aliok
sudah mencabuti bulu ayam hutan yang telah
ia….. kemudian membuat api dan memangang
dagingnya. Bau sedap gurih mengganggu perut
Siok Lan yang seketika menjadi lapar sekali.
“Kau sendiri akan kemana, Aliok ?”
“Setelah nona makan dan berangkat ke sana,
harap nona suka bergabung dengan para pejuang.
Saya sendiri telah Diminta oleh Yu kongcu untuk
484
menghadang di depan pintu gerbang Thian an bun
sesudah serbuan malam nanti...”
“Apa..? Malah mendekati Thian an bun sarang
musuh?”
Yu Lea tersenyum. “Nona masih belum
mengenal sepak terjang kongcu yang sukar
dimengerti. Akan tetapi percayalah nona. Kalau
kongcu menyerbu ke Thian an bun, tentu dia
mempunyai alasan yang amat penting. Maka
sebaiknya nona menanti. Saya yang tanggung
bahwa kalau urusan orang orang Mongol ini
selesai, pasti kongcu akan mencari dan menemui
nona untuk diajak membereskan semua urusan
yang ada diantara nona dan dia.”
Siok Lan termenung dan diam saja. Kalau
keadaan sudah seperti itu, ia dapat berbuat
apakah? Mencari dan menyusul? Ke mana? Ke
Thian an bun? Seperti mencari mati. Memang
labih baik menunggu. Seperti apakah Pendekar
Cengeng yang lihai itu? Ia memandang pelayannya
dan diam diam timbul rasa kasihan di hatinya.
Bagaimana nanti dengan hubungan cinta kasih
yang bersemi di hati mereka?
Daging ayam hutan itu sudah matang dan Yu
Lee memberikannya kepada Siok Lan.
“Bawalah ini sebagai bekal, nona. Dan saya kira
tidak baik menanti lebih lama lagi, siapa tahu
kalau kalau musuh akan memasuki hutan ini.
Harap nona segera berangkat dari sini menuju ke
barat, kira kira lima puluh li jauhnya lalu
membelok ke utara. Akan tampak pegunungan
sambung menyambung dan berangkatlah nona
485
mendaki pegunungan itu. Mereka berada di
puncak gunung ke tiga, dalam sebuah hutan dan
dari atas puncak itu tampak kota Thian an bun.
Nah sampai jumpa kembali, nona.”
Siok Lan memasukkan panggang ayam ke
buntalan pakaian, kemudian ia bertanya meragu,
“Kapan kita dapat bertemu, Aliok? “
“Tidak akan lama. Saya akan mendesak kongcu
agar cepat cepat menyusul ke sana nona.”
Setelah menghela napas panjang Siok Lan
meloncat dan pergi meninggalnan Yu Lee yang
memandangnya dengan sinar mata penun kasih
sayang.
Siapakah gerangan dua orang sakti yang malam
itu membantu para pejuang dan menghancurkan
pasukan Mongol dengan sepak terjang mereka
yang menyeramkan sambil melengking lengking
mengerikan itu? Seorang di antara mereka tentu
pembaca dapat menduganya, yaitu bukan lain
adalah Yu Lee si Pendekar Cengang sendiri. Akan
tetapi orang kedua yang menjadi bayangan putih,
siapakah dia? Bukan lain adalah Dewi Suling
tepat seperti yang diduga oleh para pejuang yang
sudah seringkali mendengar nama besar wanita
sakti ini akan tetapi jarang ada yang pernah
bertemu dengannya.
Seperti telah diceritakan bagian depan selelah
Dewi Suling bertemu dan menerima wejangan dari
Sui Lian Nikouw di kuil Kwan im bio, maka terjadi
perubahan hebat dalam diri wanita ini, ia kini ingin
486
menghabiskan sisa hidupnya untuk menebus dosa
dan memupuk kebajikan, menentang kejahatan
sebanyak mungkin. Karena inilah maka dunia
kang ouw menjadi geger dengan munculnya Dewi
Suling dalam bentuk lain yang menentang
kejahatan secara hebat sekali!
Berita tentang kekejaman kekejaman yang
terjadi di tempa penggalian saluran, dimana ribuan
orang rakyat tidak berdosa dipaksa bekerja sampai
mati, sampai pula ke telinga Dewi Suling.
Ah, di sanalah aku harus menebus dosa,
pikirnya. Maka banyak orang yang dapat ia tolong,
makin …. Dan makin cepat ia dapat …. banyaknya
dosa dosa yang pernah ia lakukan dengan
perbuatan perbuatan baik yaitu menolong mereka
yang sengsara !
Tanpa ragu ragu lagi Dewi Suling lalu berangkat
menuju ke tempat pengalian saluran air dan apa
yang ia saksikan membuat wanita bekas penjahat
ini mengucurkan air matanya!
Ia berdiri di tepi sungai, suling di tangan kiri
dan bagaikan berubah menjadi arca saking terharu
hatinya menyaksikan ribuan orang pekerja paksa
yang bertubuh kurus kurus seperti mayat hidup,
bekerja dibawah ancaman cambuk cambuk kejam
paru penjaga serdadu serdadu Mongol!
Ia melihat rakyat dengan tubuh kurus kecil
mengangkat batu batu yang lebih berat dari pada
tubuh mereka sendiri, mengangkut balok balok
besar, menyeberang air yang dalam, terjerumus,
tenggelam terhimpit, mati kelaparan, mati
kelelahan dan mati oleh hantaman cambuk bertubi
487
tubi atau pukulan dan bacokan golok para penjaga.
Mayat mereka yang mati dikubur begitu saja di
pasir sungai!
Dewi Suling dahulu adalah seorang penjahat,
akan tetapi belum penrah ia menyaksikan kekejian
seperti ini. Dalam ia suka membunuh orang karena
marah, atau karena tidak ingin rahasianya
disiarkan orang, atau karena orang itu musuhnya
Namun semua pembunuhan yang dilakukan
tentu ada sebabnya terdorong oleh darah panas.
Sebaliknya apa yang ia lihat dan dilakukan
sekarang ini adalah penyembelihan! Siksaan dan
penyembelihan yang dilakukan dengan darah
dingin! Ia bergidik ngeri.
“Bedebah! Jahanam keji iblis neraka!” Ia
menyumpah nyumpah sambil mengepal tinju dan
menggenggam sulingnya erat erat. Ingin ia pada
saat itu juga mengamuk, membunuhi para penjaga
yang seperti anjing anjing kelaparan menyiksa
kelinci kelinci yang tak berdaya. Akan tetapi Dewi
Suling menahan kemarahannya. Betapapun juga,
dia bukanlah seorang wanita yang bodoh dan
neked. Ia tahu bahwa kalau ia turun tangan ia
tidak akan berhasil menolong orang orang yang
sengsara itu, bahkan tak mungkin ia melawan
ratusan orang penjaga yang bersenjata lengkap itu.
Dari saat itu, mulailah Dewi Suling berubah
menjadi hantu pengacau daerah penggalian
terusan. Setiap malam tentu ada penjaga yang
tewas di tangannya. Sepak terjangnya
menggemparkan, datan dan pergi seperti siluman
saja dan setiap ada penjaga yang memisah diri dari
488
kawan kawannya tentu akan menjadi korban di
tangan maut Dewi Suling. Bahkan pernah dalam
waktu semalam saja membunuh belasan orang
penjaga dengan jarum, suling dan tangaanya.
Beberapa hari kemudian, kenyataan lain dibuat
Dewi Suling menjadi lebih marah lagi! Ia telah
mendengar akan kekejian para penjaga yang
menangkapi wanita wanita muda untuk diseret ke
dalam markas mereka, dijadikan mangsa para
perwira seperti domba domba muda diseret masuk
ke kandang penuh oleh harimau harimau
kelaparan.
Ia telah mendengar tentang perkosaan
perkosaan yang lebih mengerikan dan hebat
daripada penyembelihan kaum kerja paksa. Ia
mendengar pula betapa jeritan dan raung setiap
malam membubung ke angkasa keluar dari mulut
wanita wanita yang dikurung dalam markas.
Akan tetapi markas itu terlalu kuat. Dindingnya
terlalu tebal dan tinggi, penjaga amat kuatnya
sehingga tidaklah mungkin bagi Dewi Suling untuk
menyelinap atau menyerbu masuk. Sudah
beberapa hari ia tidak lagi mengancam para
penjaga di sekitar tempat penggalian melaikan
berkeliaran di luar markas di Thian an bun karena
di tempat inilah ia melihat belasan orang gadis
muda diseret masuk pagi kemaren. Namun belum
juga ia berhasil memasuki markas sehingga
hatinya menjadi kesal.
Akhirnya pada malam ketiga Dewi Suling
menjadi nekad. Ia memilih dinding di mana
terdapat sebatang pohon di dekatnya. Dengan
489
ginkangnya yang istimewa, tubuhnya melayang ke
atas pohon seperti seekor burung saja. Kegelapan
malam melindungi bayangannya dan pada saat
para peronda lewat, ia menggenjot tubuhnya dari
cabang teratas mencelat ke atas dinding markas.
Dari sini tubuhnya melayang ke atas genteng
kemudian mendekam, lalu menyelinap dan
berindap indap memasang mata dan telinga ke
arah bawah.
Kota Thian an bun adalah pusat yang dijadikan
markas besar para pasukan yang bertugas menjadi
pelaksana dari penjaga para pekerja paksa
pembuat saluran besar itu. Pasukan yang berada
di kota ini tidak kurang dari seribu lima ratus
orang. Di benteng ini, yang menjadi panglimanya
adalah seorang panglima Mongol yang bertubuh
tinggi besar bertenaga kuat, bermuka penuh
brewok dan terkenal keras memegang peraturan
terhadap para pekerja. Panglima ini sebenarnya
bukan seorang Mongol tulen, melainkan seorang
peranakan. Akan tetapi sudah lajim di dunia ini
bahwa si anjing lebih galak daripada tuannya, si
pejabat lebih galak daripada atasannya dan antek
antek lebih jahat daripada majikannya.
Oleh karena itu, panglima impun lebih bersifat
Mongol daripada si Mongol yang aseli, yaitu para
penjajah, lagaknya seolah olah dialah keturunan
Jengis Khan, pendiri kerajaan Mongol. Nama
panglima ini adalah Ban Ciang dan julukannya
adalah Thai ler Kwi ong (Raja Iblis Bertenaga
Dahsyat)! Sebagai pelaksana yang bertugas
menyelesaikan pembuatan saluran, dia
menggunakan tangan besi dan dia sendiri sudah
490
menyatakan bahwa kalau perlu agar saluran itu
berhasil diselesaikan, ia akan menggunakan mayat
mayat rakyat pekerja paksa sebagai dasar saluran!
Disamping tangan besi ini. Ban Ciang amat
pandai menyenangkan hati para perwira
pembantunya, memang inilah keistimewaannya
sehingga ia cepat sekali dapat mencapai
kedudukan tinggi. Ia pandai menjilat atasan,
pandai membujuk bawahan untuk menjadi
terkenal sehingga segala pelaporan mengenai diri
nya ke istana selalu baik dan menyenangkan.
Untuk menyenangkan hati para perwiranya
inilah Ban Ciang tidak segan segan untuk
menangkapi wanita wanita ini muda setiap hari,
bahkan ia menggunakan serombongan pasukan
yang tugasnya menangkap dan menyeret wanita
wanita muda sampai pula ke dusun dusun untuk
di bawa ke Taian an bun dan dipergunakan
“menjamu” para perwira pembantunya setelah
lebih dulu memilih yang tercantik untuk diri
sendiri. Setelan para perwira bosan, maka wanita
wanita muda itu dengan royal sekali ia lalu
dihadiahkan kepada anak buah, terus turun sesuai
dengan pangat mereka sampai akhir nya wanita
wanita itu ….. karena mati dan dikubur begita saja
di sungai sama seperti para pekerja. Seangkan
untuk para wanita muda inipun merupakan
pekerja pekerja paksa yang nasibnya malah jauh
lebih sengsara dan memalukan kalau
dibandingkan para pekerja pria.
Dewi Suling yang telah berhasil memasuki
markas, mengintai dari atas genteng bangunan
491
terbesar yang berada di tengah markas Thian an
bun. Dari atas ia melihat sinar terang dan suara
tertawa tawa dan ketika ia mengintai ke bawah ia
melihat bahwa dalam ruangan bawah itu para
perwira sedang mengadakan pertemuan dalam
sebuah pesta pora, bercakap cakap sambil tertawa
tawa dan dilayani oleh banyak wanita wanita
muda. Hati Dewi Suling perih sekali rasanya ketika
melihat keadaan wanita wanita itu. Jelas bahwa
wanita itu adalah orang orang yang sedang
menderita bathin, wajah mereka yang cantik cantik
dan muda itu pucat dan seluruh gerak gerik
mereka membayangkan kelelahan, kedukaan dan
keputusasaan yang menyedihkan. Disamping
perasaan …… ini, Dewi Suling marah sekali
menyaksikan pula betapa para perwira, yang hadir
di dalam pesta bersikap kasar dan tidak sopan
terhadap pelayan wanita yang melayani mereka,
mereka tertawa tawa, mereka kadang kadang
menarik memeluk atau mencium seorang wanita
begitu saja secara menjemukan.
Dan tempat pengintaiannya. Dewi Suling
melihat panglima Thian an bun yang tinggi besar
dan berewokan. Mudah saja mengenal Panglima
Ban Ciang karena selaiin pakaiannya paling megah
dan gagah juga ia merupakan satu satunya orang
yang paling dihormati di dalam ruangan diantara
perwira perwira yang jumlahnya kurang lebih tiga
puluh orang itu. Ban Ciang duduk di atas kursi
besar menghadapi meja, diapit oleh dua orang
tercantik yang melayani dengan arak dan
makanan, menyumpitkan daging menyuapinya
sambil memaksa mulut yang kecil itu tersenyum
492
senyum. Ban ciang kelihatan gembira, tertawa
tawa kalau bicara kepada para bawahannya dan
kadang ia mencubit dagu perempuan di kiri atau
menowel pinggang perepuan di kanan.
Akan tetapi Dewi Suling tidak memperdulikan
kekurang ajaran mereka itu, karena ia sedang
memperhatikan percakapan mereka. Sambil
tertawa tawa Ban Ciang menceritakan kepada
bawahannya tentang seorang tawanan yang
menarik Dewi Suling.
“Ha ha ha … kalian akan melihat sendiri nanti.
Tawanan itu adalah puteri jelita dan gagah perkasa
dan cucu dari Thian te Sin kiam. Julukannya Sian
li Eng cu.“
“Aduh! Hamba ……. dengan dia. Memang ……
bunga mawar hutan yang ….. kuda betina liar,
yang …….. menyepak dan menggigit kalian
berdua….., ha, ha, ha!” kata seorang panglima
bawahan.
“Heh, heh! Itulah sebabnnya mengapa aku
segera minta dia digusur ke mari! Belum pernah
aku mendapatan yang seperti itu!” kata Ban Ciang
mengangguk angguk.
“Akan tetapi, tidakkah mereka itu datang dari
selatan? Dan menurut penyelidik, di hutan sebelah
selatan penuh dengan kaum pemberontak.
Kabarnya para pelarin yang memberontak dipimpin
empat orang muda itu kini makin banyak
jumlahnya.”
“Dan juga ada gerakan dari pemberontak yang
dipimpin Huang ho Sam liong….”
493
Mendengar ucapan dua orang perwira itu Ban
Ciang tertawa bergelak. “Ha, ha, ha, memang
sengaja kubiarkan saja mereka itu agar kurang
waspada. Akan tetapi kalian bersiap siaplah untuk
melakukan penyembelihan karena aku sudah
mengatur pasukan untuk penyergapan dan
penangkapan agar sekaligus mereka itu dapat di
habsikan. Dan kalau nanti sampai dapat
menangkap hidup hidup dua orang gadis pemmpin
para pelarian itu, hemm…. kabarnya mereka hebat
hebat !”
Selagi para perwira tertawa tawa dan bercakap
cakap tiba tiba muncul dua orang penjaga yang
langsung melapor kepada Panglima Ban Ciang.
“Pasukan yang disuruh mengumpulkan tenaga
ke barat sudah tiba, mohon keputusan tai
ciangkun !”
Berseri wajah Ban Ciang “Ha, Perwira Kwa
sudah kembali? Lekas, suruh dia datang
mengnadap!”
Dari luar terdengar suara gaduh. Dewi Suling
memperhatikan dan dia menggigit bibir menahan
marah ketika mendengar suara tertawa tawa
diantara isak tangis. Tak salah lagi tentu Perwira
Kwa yang memimpin pasukan mencari tenaga
pekerja ke barat itu selain berhasil memaksa
rakyat pekerja, juga telah menangkapi banyak
wanita muda. Sepasang mata wanita sakti ini
seperi mengeluarkan api ketika ia mendapatkan
keanyataan bahwa dugaannya benar. Perwira she
Kwa itu muncul, seorang laki laki tinggi besar
bermuka hitam bersikap kasar sekali dan dengan
494
bangga sambil tertawa tawa perwira Kwa itu
memamerkan hasil pekerjaannya kepada
atasannya, yaitu selain ribuan orang pekerja
paksa, juga lebih dari lima puluh wanita muda
yang mereka culik dan tempat sepanjang
perjalanan !
“Huah ha ha ! Bagas sekali Ka ciangkun,
Jangan khawatir, jasamu sekali ini akan ku catat
dan sampaikan kota raja. Mari kita melihat lihat
domba domba yaag kau dapatkan, aku ingin
memilih ….. ekor … ha, ha, ha !”
“Sekali ini cukup dan semua rekan tentu akan
mendapat bagian!” kata perwira Kwa sambil
tertawa puas. Para perwira yang hadir menjadi
gembira sekali karena mereka akan mendapatkan
penghibur baru, juga para perwira rendahan
bergembira karena kalau atasan mereka
mendapatkan yang baru tentu yang lama akan
dilemparkan kepada mereka.
Sambil tertawa tawa perwira Kwa bertepuk
tangan memberi isyarat kepada anak buahnya.
…………….. sebelah belakang yang ….. menutup,
kini dibuka dan terdengarlah ……… isak isak
tertahan ketika serombongan ………. Muda digiring
memasuki ………………….
“Tar, tarr….!” Ledakan ledakan keras…… suara
cambuk yang dibunyikan di …… Kwa ciangkun.
Perwira she Kwa ini memang seorang ahli bermain
cambuk dan ….lah permainan cambuknya yang
telah …….. merenggut nyawa beberapa banyak
nyawa. Kini ia telah mengeluarkan cambuknya
495
untuk menakut nakuti para tawanan itu dan
seraya berseru,
“Hayo berbaris satu satu, tidak boleh menangis!
Hayo tertenyum ! Ha ha ha !”
Sungguh kasihan wanita wanita muda ini,
sebagian besar gadis gadis dusun yang bodoh dan
tidak tahu apa apa, mereka dengan wajah
ketakutan berbaris seperti sekawanan domba
digiring ke tempat penyembelihan. Para perwira
tertawa bergelak dan Panglima Ban yang berdiri
paling depan sudak memilih dengan pandang
matanya yang…..
Tiba tiba Kwa ciangkun meloncat ke depan
mendekati seorang diantara para tawanan mereka
itu dan membentak, “Hei… ! Engkau…! Siapa
engkau? Mengapa baru sekarang aku melihatmu?“
Wanita itu cantik sekali, jauh lebih cantik
daripada semua tawanan yang terdiri dari wanita
wanita dusun itu. Selain cantik jelita, juga bentuk
tubuhnya menggairahkan, kerling matanya tajam
dan mulutnya yang manis itu membayangkan
senyum memikat. Wanita itu bukan lain
adalah………… Dewi Suling! Ketika dia ia tadi
melihat para tawanan ia bermaksud menolong
mereka. Juga kalau ia menyerbu begitu saja m
menurutkan kati yang marah, dia tidak akan
banyak berhasil, bahkan mungkin membahayakan
keselamatannya dirinya sendiri. Oleh karena itu
dia lalu melayang turun dan menyelinap
mendekati puluhan orang wanita itu, dengan
niat hendak mendekati Panglima Ban Ciang dan
turun tagan secara tiba tiba. Biarpun dia hanya
496
akan berhasil membunuh seorang Ban Ciang saja
akan tetapi hal itu merupakan keuntungan besar
karena panglima ini adalah kepala dari semua
barisan di Thian an bun. Akan tetapi siapa kira
sebelum ia tiba dekat Panglima Ban Ciang, ia telah
terlihat oleh Kwa ciangkun yang menegurnya dan
mendekatinya dengan cambuk di tangan.
Dewi Suling memasang aksi, tersenyum main
main dan berkata dengan suara merdu.
“Tentu saja, mana seorañg ciangkun mengenal
seorang rendah seperti hamba? Hamba selalu
bersembunyi di antara teman teman wanita…”
Kwa ciangkun tercengang. Wanita ini terlalu
cantik untuk tidak terlihat olehnya sebelumnya,
sikapnya terlalu manis, amat mencurigkan.
“Tarr tarrr….!” Cambuknya berbunyi keras dan
berubah menjadi segulung sinar hitam yang
menyambar nyambar dari atas. Dewi Suling
terkejut sekali, akan tetapi ia masih dapat
menahan hatinya dan berpura pura ketakutan
ketika cambuk menyambar. Tahu tahu cambnk itu
ujungnya telah melibat tubuhnya, membuat kedua
lengannya terbelenggu. Hal ini terjadi tanpa ia
rasakan, kulitnya tidak terluka dan bajunya tidak
robek. Hal ini saja sudah membuktikan betapa
ampuhnya cambuk ini dan betapa pandainya Kwa
ciangkun, bermain cambuk.
“Hayo engkau ikut bersamaku lebih dahulu!”
Kwa ciangkun menarik gagang cambuknya
sehingga tubuh Dewi Suling tertarik keluar dari
barisan wanita
497
“Eh, Kwa ciangkun, hendak kau bawa ke mana
dia? Wah wah, dia paling cantik di antara
semua…! Berikan dia padaku, ciangkun!”
Terdengar suara Panglima Ban Ciang dan hati Dewi
Suling berdebar girang. Inilah yang diharapkannya.
Akan tetapi alangkah mendongkol hatinya ketika ia
mendengar Kwa ciangkun menjawab,
“Maaf, Tai ciangkun. Saya tidak berani
melepaskan wanita ini sebelum memeriksanya. Dia
mencurigakan, siapa tahu akan mendatangkan
bahaya. Kalau sudah saya periksa dan ternyata
tidak apa apa tentu akan saya antarkan kepada
ciangkun !” Selelah memberi hormat, Kwa
ciangkun menarik cambuknya dan membentak
kepada Dewi Suling. “Hayo, kau ikut aku sebentar
!”
“Aku di pilih cingkun… kenapa kan
menghalang? Cis, tak tahu malu !” Dewi Suling
mencoba untuk membantah dengan kata kata,
akan tetapi perwira tinggi besar itu sudah menyeret
cambuknya sehingga Dewi Suling terpaksa
menggerakkan kaki mengikutinya, di tertawai oleh
para perwira iain yang menyaksikan adegan ini
dengan gembira.
“Kwa ciangkun jangan sampai lecet kulitnya
yang halus. Sayang!” kata seorang perwira.
“Kalau dia mata mata, serahkan kepadaku saja
!” teriak perwira kedua.
Kwa ciangkun tertawa bergelak “Ha ha ha
jangan kalian mimpi, kawan kawan! Kalau dia
tidak berdosa, tentu Tai ciangkun yang akan
memilikinya, dan kalau dia ternyata mata mata
498
musuh, hemm, aku sendiri sudah tahu bagaimana
caranya menghukum seorang mata mata cantik
seperti ini ha ha ha !”
Dewi Suling menggigit bibir menahan
kemarahannya sambil menanti kesempatan baik,
wanita yang sudah “matang” ini tidak sembarangan
menurutkan perasaannya, maka ia sengaja
terhuyung huyung ketika ditarik memasuki sebuan
kamar yang ternyata adalah sebuah kamar lebar
terisi sebuah tempat tidur dan meja kursi. Dengan
kerling matanya Dewi Suling melihat beapa ketika
perwira tinggi besar muka hitam itu menutupkan
pintu kamar, ada beberapa orang perwira dengan
muka menyeringai benda di luar kamar, agaknya
hendak mengintai! Hal itulah yang membuat Dewi
Suling kembali menahan sabar.
“Hayo katakan siapa engkau? Engkau mata
mata kaum pemberontak yang dikirim mereka dan
sengaja menyelundup masuk Thian an bun, ya?
Hendak menyelidiki keadaan markas di sini,
bukan?” Sambil berkata demikian perwira itu
menggerakkan gagang cambuknya dan tubuh yang
tadinya terbelit cambuk, kini terputar di dalam
kamar lalu roboh berlutut di atas lantai.
“Hayo mengaku kau!” Cambuk digerakkan lagi
dan “tarr, tarr, rarr….!” ujung cambuk melecut
lecut ke arah tubuh Dewi Suling. Kembali Dewi
Suling terkejut dan kagum karena ujung cambuk
seperti berubah menjadi tangan yang
……………………… merobek robek pakaiannya.
Sementara ……………. seorang perwira
mé…………………… daun pintu………………..
499
pakaian wanita cantik ………………… seraya
kemudian ………………. berwarna putih
………………….. ketiganya ………………….. hendak
……………….. bentuk ………………….. lengkung
………………… yang putih bersih.
Dewi Suling ………......... yang ……... Sama
sekali …………… Dia bahkan bekas ……………
tentu saja ……………………….. seperti itu ia sana
sekali tidak merasa canggung ataupun malu.
Malah ia sengaja menggerak gerakkan tubuhnya
seperti tidak disengaja, akan tetapi sesungguhnya
gerakkan gerakannya memperlihatkan
pemandangan yang amat menarik hati sehingga
tangan Kwa ciangkun yang memegang gagang
cambuk menjadi gemetar !
Dewi Suling melirik ke arah pintu, lalu berkata
dengan lagak malu malu. “Aihh…. kalau ciangkun
memang suka kepadaku, kenapa membikin malu
seperti ini? Diintai orang dari pintu…..”
“Tarrr…!” Ujung cambuk meledak di daun pintu
yang tertutup rapat disusul bentakan Kwa
ciangkun. ''Siapa berani mengintai? Hayo pergi
kalian !”
Para perwira tersenyum, senyum dan mereka
masih melihat betapa Kwa ciangkun mulai
membuka pakaiannya sendiri! Karena takut kalau
kalau Kwa ciangkun marah, sambil tertawa tawa
mereka meninggalkan tempat itu, seorang diantara
mereka berkata keras,
“Wah, selamat Kwa ciangkun !”
500
Sebagai jawaban atas ucapan selamat ini
agaknya dari dalam kamar yang kini daun
pintunya tertutup rapat itu terdengar lagi bunyi
ledekan ledakan cambuk yang makin lama makin
gencar dan makin nyaring. Akan tetapi karena
tidak terdengar jerit tangis wanita, mereka yang
mendengar suara ini hanya tertawa tawa,
menganggap bahwa tentu Kwa ciangkun menakut
nakuti si wanita itu dan mereka merasa iri hati
karena menganggap bahwa tentu perwira itu
menikmati banyak kesenangan dengan wanita
cantik jelita itu.
Ah, kalau saja mereka itu tahu! Kalau saja para
perwira yang mulai dengan pasta pora memilih dan
menyeret wanita wanita tak berdosa itu dapat
menjenguk ke dalam kamar tadi ! Tentu akan geger
seluruh markas Thian an bun.
Ketika Dewi Suling merasa yakin benar bahwa
tidak ada perwira lain mengintai kamar itu, ia
mulai beraksi. Dengan gerak dan gaya yang lemah
gemulai dan menarik hati, ia mendekati Kwa
ciangkun yang memandang nya dengan hati
tegang. Melihat betapa wanita cantik itu tersenyum
senyum memikat Kwa ciangkun …. lalu menubruk
dan merangkul. Akan tetapi alangkah kagetnya
ketika tiba tiba merasa tubuhnya menjadi lemas. Ia
mengerakkan ….. dan hendak meronta daripada
….. jari tangan Dewi Suling, akan tetapi kembali
jari tangan yang halus telah menotok jalan darah
di leher, membuat perwira Kwa tak dapat
mengeluarkan sedikitpun suara. Ia tidak roboh
karena tubuhnya diterima …… Dewi Suling yang
501
kemudian ….. tubuhnya dan dilemparkannya ke
atas pembaringan sambil merampas cambuk.
Dewi Suling mendekati tubuh yang telanjang
dun telentang itu. Ia tersenyum dan mengerling
manis sekali mendekatkan mukanya ke muka si
perwira sehingga tercium oleh perwira itu bau
hatum dari pipi dan rambutnya.
“Kwa caingkun engkau hendak bersenang
senang, bukan? Hi hi hi, tidak sembarang orang
dapat bersenang senang dengan aku, akan tetapi
juga tidak mungkin ada orang menghina ku seperti
yang kau lakukan tadi dan masih dapat hidup …. !
Engkau mengenal ini?” Dari kempitan ketiaknya,
Dewi Suling mengeluarkan sebatang suling
berwarna merah yeng tadi ia menyembunyikan
ketika ditelanjangi. …… dan memperhatikan
wanita cantik ….. Kwa ciangkun bergerak,
membentak kan kata kata tak bersuara, “Dewi
Suling….!”
Dewi Suling tersenyum lebih manis lagi akan
tetapi sepasang matanya menyinarkan kebencian
hebat…………… bergerak dan mulailah cambuk itu
menari nari dan melecut lecut mengeluarkan suara
ledakan, bertubi tubi ……. tubuh Kwa ciangkun
yang telanjang bulat !
Dapatlah …. perwira itu merasakan penderitaan
karena siksaan cambuknya seperti yang sudah
sering kali ia lakukan kepada orang orang tawanan
atau pekerja pekerja paksa. Tubuh nya
bergulingan, menggeliat geliat seperti seekor cacing
terkena abu, akan tetapi karena ia berada dalam
keadaan tertotok sehingga kaki tangannya lemas,
502
ia tidak dapat bergerak banyak. Mulutnya menjerit
jerit dan berteriak teriak seperti babi disembelih,
akan tetapi tidak ada suara keluar dari lehernya
yang tertotok pula. Dan ujung cambuk itu bergerak
terus, melecut lecut dan menyayat nyatat. Dalam
waktu tidak lama, ketika akhirnya Dewi Suling
menghentikan gerakan cambuk itu, tidak ada
bagian kulit tubuh Kwa ciangkun yang tidak
tersayat, tidak ada yang utuh kembali seolah olah
ia telah dicacah ratusan pedang yang tajam. Ia
tidak menyerupai manusia lagi karena kulitnya
sudah tersayat dan terkupas habis! Akan tetapi
benda berbentuk manusia yang berdarah darah itu
masih bergerak gerak di atas pembaringan yang
menjadi merah oleh darah ketika Dewi Suling
melompat keluar dari dalam kamar melalui atap
rumah, wanita sakti ini telah mengenakan pakaian
yang ia dapatkan di da lam kamar sebelah
belakang.
Terlalu banyak peristiwa mengerikan terjadi di
dalam hari itu di markas Thian an bun. Terlalu
banyak wanita tak berdosa menjadi korban
kebiadaban para perwira yang lebih buas dari
pada binatang, sehingga hati Dewi Saling seperti
ditusuk tusuk rasanya Mendengar ratap tangis dari
dalam banyak kamar di markas itu, teringatlah ia
akan perbuatannya sendiri dahulu, akan dosa
dosanya. Tidak banyak bedanya antara dia
denngan perwira perwira itu ketika ia masih sesat
dahulu. Karena menyesal timbul kemarahannya
yang luar biasa. Ia meyelinap meloncat loncat dan
mencari dari atas genteng sampai akhirnya ia
berhasil menemukan kamar Panglima Ban Ciang.
503
Panglima brewrok itu sudah tidur mendengkur
seperti seekor ……… di sisinya, dua orang wanita
muda terisak isak menangis perlahan.
Dewi Suling …………. berindap indap
menga……. kamar yang terjaga oleh dua orang
pengawal, maklum itu adalah malam pesta, tetu
saja penjagaan tidak dilakukan dengan keras,
apalagi kamar Panglima Ban Cing berada di tengah
tengah markas, siapa yang akan dapat
mengganggu ! Dua orang pengawal itu merasa
seperti dalam mimpi dan mereka itupun tewas
dalam keadaan tidak sadar ketika tiba tiba sinar
merah berkelebat dan dua kali ujung suling di
tangan Dewi Suling menusuk seperti seekor ular
mematok yang menembus kerongkongan dua orang
itu sehingga mereka roboh tanpa dapat menjerit
lagi, hanya mengeluarkan suara mengorok sedikit
yang masih kalah kerasnya oleh dengkur Panglima
Ban Ciang dari dalam kamar.
Dewi Suling mendorong daun pintu dan
melompat masuk. Waktu itu, keadaan amat sunyi
karena lewat tengah malam. Dua orang wanita
yang menahan tangis terisak isak mengangkat
muka dan memandang kepada Dewi Suling dengan
heran dan takut takut. Dewi Suling cepat menaruh
telunjuknya di depan bibir, kemudian ia sekali
meloncat telah berada di dekat pembaringan.
Sejenak ia memandang wajah yang mendengkur itu
penuh kebencian. Muka perwira berewok itu
terlentang matanya setengah terbuka mulutnya
celangap mengeluarkan liur dan dengkur,
berewoknya bergerak gerak amat menjijikan.
Kemudian tangan kanan Dewi Suling bergerak,
504
sinar merah bekelebat menotok tiga jalan darah
terpenting.
“Duk dukk dukk !”
Tubuh yang tinggi besar itu seperti kemasukan
setrum bersamaan matanya terbelalak lebar,
mulutnya seperti hendak berteriak akan tetapi
tidak ada suara keluar dan tubuh nya tidak dapat
digerakkan. Hanya biji mata nya yang dapat
bergerak dan berputaran, penuh kekagetan,
keheranan dan kemarahan. Panglima benteng
Thian an bun ini masih beluin merasa takut, hanya
kaget, heran dan marah karena siapakah orangnya
berani mengganggu dia ?
Akan tetapi ketika Dewi Suling mengamangkan
suling merahnya itu di depan hidungnya sambil
berkata, “Pembesar keparat, dosamu telah
bertumpuk terhadap rakyat, kini rasakan
pembalasan Dewi Suling atas nama rakyat !”
Seketika wajah yang berewokan itu menjadi pucat,
matanya terbelalak penuh ketakutan ! Ban Ciang
sudah mendengar akan sepak terjang Dewi Suling
yang dalam hal kekejaman tidak kalah oleh dia
sendiri ! Ingin ia membujuk untuk bekerja iama,
atau mengancam, akan tetapi betapapun juga ia
mengerahkan tenaga, ia tidak mampu
membebaskan, diri daripada totokan yang aneh
itu.
Melihat sinar takut membayang di muka
panglima itu, Dewi Suling tertawa, kemudian
tangannya mengangkat dan mengcengkeraman
tangan kirinya sudah membekap erat erat tengkuk
pembesar itu. Lalu tubuuhnya berkeebat dan
505
wanita sakti ini sudah meloncat keluar dari kamar,
membawa tubuh panglima Ban Ciang seperti
seekor kucing membawa tubuh seekor bangkai
tikus besar saja.
“Kau tidak boleh mati terlalu enak !” kata Dewi
Suling perlahan. “Harus menjadi contoh bagi
pembesar pembesar lain!” Dia lalu melompat ke
atas genteng mendekam di wuwungan ketika
melihat beberapa orang penjaga meronda. Setelah
mereka ini lewat, terdengarlah bunyi melengking
tinggi yang memecahkan kesunyian malam itu,
suara melengking yang mengerikan dan
menyeramkan lebih lebih lagi bagi Panglima Ban
Ciang yang dikempit dan dibawa melompat tinggi
oleh Dewi Suling. Wanita sakti ini mengerahkan
khikang dan ginkangnya, melompat sambil
membawa tubuh tawanannya ke atas tiang
bendera yang berdiri di tengah tengah markas.
Bagaikan seekor burung dara saja tubuhnya
melayang kemudian tangan kanannya menyambar
pancak tiang dan tangan kiri mengangkat tubuh
Panglima Ban Ciang, diangkatnya ke atas lalu…..
sekali banting tubuh itu …. ujung tiang. Ujung
tiang tidak ……. akan tetapi karena kuatnya Dewi
Suling dan karena panglima yang tertotok itu tak
dapat mengerahkan tenaga, maka terdengar suara
keras, …. dan kulit perut robek ketika ujang tiang
bendera itu amblas memasuki perut Panglima Ban
Ciang.
Di bawah kini menjadi geger! Bukan hanya oleh
suara melengking tadi, melainkan kini para
peronda telah menemukan dua orang penjaga
kamar Panglima Ban Ciang dan menemukan pula
506
perwira Kwa di dalam kamarnya. Ributlah para
perwira dan pasukannya, terbangun mendadak
dari tidur, obor obor dipasang dan dalam keadaan
geger seperti itu, kabar menjadi simpang siur tidak
karuan. Ada yang bilang bahwa para pemberontak
menyerbu. Ada yang bilang bahwa markas diserang
iblis dan bermacam macam lagi. Akan tetapi ketika
semua orang lari keluar dan melihat ke atas,
mereka terbelalak karena kaget melihat betapa
tubuh panglimanya tertancap di ujung tiang
bendera yang begitu tinggi, kaki tangannya
bergerak gerak dan dari atas pucak tiang itu
melayang turun bayangaa putih yang
mengeluarkan suara melengking.
Tag:cersil
cersil indo
cersil mandarin full
cerita silat mandarin online
cersil langka
cersil mandarin lepas
cerita silat pendekar matahari
kumpulan cerita silat jawa
cersil mandarin beruang salju.
cerita silat pendekar mataharicerita silat indonesia
cerita silat kho ping hoo
cerita silat mandarin online
cerita silat mandarin full
cerita silat jawa
kumpulan cerita silat
cerita silat jawa pdf cerita silat indonesia gratis
cerita silat jadul indonesia
cerita silat indonesia pendekar rajawali sakti
cersil indonesia pendekar mabuk
cersil langka
cersil dewa arak
cerita silat jaman dulu
cersil jawa download cerita silat mandarin full
cerita silat mandarin online
cersil mandarin lepas
cerita silat mandarin pendekar matahari
cerita silat jawa pdf
cersil indonesia pdf
cersil mandarin beruang salju
kumpulan cerita silat pdf
- Cersil Ke 8 Kembalinya Pendekar Rajawali Sakti Cer...
- Cersil Ke Tujuh Kembalinya Pendekar Rajawali Sakti...
- Cersil ke 6 Kembalinya Pendekar Rajawali Sakti
- Cersil Ke 5 Yoko Bibi Lung
- Cerita Silat Ke 4 Pendekar Yoko
- Cersil Yoko 3 Condor Heroes
- Cersil Yoko Seri Ke 2
- Cerita Silat Cersil Ke 1 Kembalinya Pendekar Rajaw...
- Cerita Silat Cersil Pendekar Pemanah Rajawali Komp...
- Cersil Ke 25 Tamat Kwee Ceng Bersambung Ke Pendeka...
- Cerita Silat ke 24 Kwee Ceng Pendekar Jujur
- Cersil Ke 23 Kwee Ceng Pendekar Lugu
- Cerita Silat Ke 22 Kwee Ceng
- Cersil Ke 21 Kwee Ceng
- Cerita Silat Ke 20 Cersil Kwee Ceng Rajawali Sakti...
- Cerita Silat Ke 19 Kwee Ceng Jagoan Sakti
- Cersil Ke 18 Kwee Ceng
- Cersil Ke 17 Kwee Ceng Cerita Silat Pendekar Rajaw...
- Cersil Pendekar Pemanah Rajawali Ke 16 Pendekar Kw...
- Cersil Ke 15 Pendekar Kwee Ceng
- Cersil Hebat Kweeceng Seri 14
- Cersil Cerita Silat Kwee Ceng 13
- Cersil Pendekar Ajaib : Kwee Ceng 12
- Kumpulan Cerita Silat Jawa : Kwee Ceng 11
- Cerita Silat Pendekar Matahari : Kwee Ceng 10
- Cersil Mandarin Lepas :Kwee Ceng 9
- Cersil Langka Kwee Ceng 8
- Cerita Silat Mandarin Online : Kwee Ceng 7
- Cersil Indo Kwee Ceng 6
- Cerita Silat Cersil Kwee Ceng 5
- Cersil Kwee Ceng 4
- Cersil Pendekar Kwee Ceng 3
- Cersil Pendekar Kwee Ceng 2
- Cersil Pendekar Kwee Ceng ( Pendekar Pemananah Raj...
- Cersil Seruling Sakti dan Rajawali Terbang
- Kumpulan Cersil Terbaik
- Cersil Jin Sin Tayhiap
- Cersil Raisa eh Ching Ching
- Cersil Lembah Merpati
- Cerita Silat Karya stefanus
- Cersil Pedang Angin Berbisik
- Cersil Sian Li Engcu
- Cersil Si KAki Sakti
- Cersil Bendera Maut
- Cersil Pahlawan Gurun
- Cersil Pedang Pusaka Buntung
- Cersil Terbaik Pendekar Kunang Kunang
- Cersil Mandarin Imam Tanpa Byangan