baca juga
- Pendekar Cengeng 3
- Cersil Cengeng Pendekar Cengeng 2
- Cerita Silat Pendekar Cengeng 1
- Cersil Hoasan Tayhiap 1
- Cersil Pendekar Bunga Merah
- Pedang Ular Merah 3 Tamat
- Pedang Ular Merah 2
bandingkan dengan engkau misalnya…. siapa lebih
tinggi? Bagaimanakah rupanya? Apa kah dia........
ah, tampan….? Dan apakah benar benar dia lihai?“
Anehnya, dalam bertanya kali ini Siok Lan tidak
berani menoleh dan memandang pelayannya,
bahkan kedua pipinya tampak kemerahan karena
jengah dan malu malu!
“Ah, Yu kongcu itu biasa saja, nona. Orangnya
sederhana saja dan tentang kelihaian, saya rasa
tidak akan menang dari nona. Saya tidak tahu
apakah dia tampan, akan tetapi...... saya rasa
biasa malah lebih pantas dikatakan bermuka
buruk, agak bopeng, kulit nya hitam, tubuh…. eh,
agak tinggi juga tapi agak bongkok.!” Kacau balau
keterangan Yu Lee, dan terjadi sesuatu yang aneh
dalam hatinya.
Setelah kini Siok Lan mencurahkan
perhatiannya kepada Pendekar Cengeng, bertanya
tanya tentang diri Yu Lee, tentang ketampanannya
eh… hatinya mendadak meajadi cemburu! Karena
biarpun yang dibicarakan adalah dinnya sendiri,
namun pada saat itu Yu Lee adalah seorang lain!
Girang hatinya melihat betapa kini Siok Lan
menoleh kepada nya dan alis nona itu berkerut
kerut pandangan matanya jelas membayangkan
kekecewaan.
Agaknya nona itu tanpa disadarinya mengulang
kata katanya setengah berbisik, “Buruk …?
Bopeng, hitam dan bongkok….” Melihat Yu Lee
305
mengangguk membenarkan, nona itu menghela
napas panjang, lalu termenung lagi memandang
bulan.
Yu Lee melirik dan tersenyum lagi. Nona itu
benar benar kecewa sekarang, agaknya kesal dan
tidak senang hatinya. Keadaannya menjadi sunyi
sekali, malam telah larut dan yang terdengar hanya
suara keras dari ujung perahu, suara dengkur si
tukang perahu yang tidur pulas saking lelahnya.
JILID VIII
“MENJEMUKAN benar!” Tiba tiba Siok Lan
berkata dengan nada marah.
Yu Lee melihat terkejut. “Apa…..nona? Apa yang
menjemukan?”
“Coba dengar suara dengkurnya… dengar itu!
Seperti babi disembeleh!”
Ya Lee merapatkan bibirnya menahan ke ewa.
Ia tahu nona ini sedang jengkel, sungguhpun ia
tidak mengerti mengapa mendengar kejelekan
Pendekar Cengeng menjadi jengkel, akan tetapi ia
tidak berani menambah kemarahannya dengan
ketawa.
Setelah termenung lagi sampai lama, Siok Lan
menutup mulut dengan jari jari tangan kiri dan ia
menguap. Yu Lee merasa heran bukan main
bagaimana orang menguap bisa kelihatan begitu
manis! Pemuda yang masih hijau dalam soal
asmara ini tidak tahu bahwa kalau orang sedang
306
dilanda asmara, segala macam gerak gerik “si dia”
tentu selalu kelihatan menarik.
“Kalau nona merata lelah, harap rnengafso.”
“Aku mau tiduran….“ kata Siok Lan setelah
mengangguk, lalu bangkit berdiri dan melangkah
ke arah bilik perahu di tengah, di mana terdapat
sebuah gubuk kecil buat tempat bertedah di waktu
panas atau hujan. Akan tetapi baru beberapa
langkah, nona itu telah memhalikkan tubuh pula
lalu bertanya.
“Eh, Aliok….! Yu Lee itu dibandingkan dengan
engkau, siapa lebih… buruk?”
Diserang oleh pertanyaan yang tiba tiba seperti
ini serta sama sekali di luar dugaannya. Yu Lee
menjadi bingung lalu menjawab gugup, “Ah......
nona, mana mungkin saya disamakan Yu kongcu?
Tentu saya lebih buruk, jauh lebih buruk!”
Aneh sekali, di bawah sinar bulan purnama
jelas tampak oleh Yu Lee betapa muka cantik yang
tadinya muram kecewa itu kini berseri, tersenyum
lebar dan sorot matanya bersinar sinar. Suaranya
juga terdengar riang ketika nona itu berkata.
“Terima kasih, Aliok…! Aku makin ingin
bertemu dengan Pendekar Cengeng yang buruk
rupa seperti setan itu !” Setelah berkata demikian
lalu Siok Lan memasuki ruang gubuk di tengah
perahu dan merebahkan diri terus tidak bergerak
atau berkata kata lagi. Tinggal Yu Lee seorang diri,
yang tiba tiba merasa sunyi, ia termenung
memikirkan ucapan dan sikap terakhir dari gadis
itu.
307
Yu Lee terus mengemudikan perahu sambil
termenung. Tak habis heran ia terhadap diri nya
sendiri. Kenapa ia kini bermain api yang amat
berbahaya? Kenapa ia mempermainkan seorang
dara yang belum dikenalnya, membohonginya serta
membiarkan gadis itu mencari Pendekar Cengeng
ke kota raja padahal pendekar yang dimaksudkan
itu adalah dia sendiri? Kenapa dia tidak berterus
terang saja mengaku dan menanyakan apa yang
dikehendaki gadis itu? Ah, kesadarannya memang
mendesaknya berbuat begitu, tetapi hatinya tidak
mengijinkan. Ia merata ngeri kalau membayangkan
betapa gadis itu menantangnya, memusuhinya,
dan….akan meninggalkannya. Makin malam,
makin dalam gemericik seolah olah berbisik
kepadanya. “Kau gila… kau gila…..”
Waktu menjelang pagi, ketika tiba tiba perahu
itu berhenti di tengah tengah sungai, Yu Lee
terkejut, ia menengok ke kanan kiri sungai itu yang
penuh rumput alang alang, kemudian ia melihat
bahwa yang menahan perahunya adalah sebuah
tambang yang dipasang melintangi sungai.
Kemudian ia melihat bahwa di halik alang alang di
kanan kiri sungai tampak banyak sekali perahu
perahu kecil hitam!
“Eh, mengapa berhenti... Ada…. ada
apakah….?”
Yang berseru ini adalah A bouw si tukang
perahu. Biarpun sedang tidur pulas, sebagai
seorang tukang perahu yang ulung, begitu
perahunya berhenti meluncur, ia terbangun dan
seketika ia menduga hal yang tidak baik. Apa lagi
308
setelah ia meaengok ke arah rumput alang alang
tubuhnya menggigil dan ia cepat mengambil
dayung dari tangan Yu Lee seraya berbisik. “Harap
segera bangunkan lihiap (nona pendekar)! Ada
bajak ......!”
Pada saat itu dari tepi sungai meluncur sebuah
perahu hitam yang amat cepat dau tampaklah tiga
orang di atas perahu itu, yang seorang memegang
obor, yang kedua mendayung serta yang ketiga
berdiri di kepala perahu, yaitu seorang laki laki
tinggi besar dan sebatang golok besar tergantung di
pinggang nya. Setelah perahu ini dekat, laki laki
tinggi besar itu memegangi tambang dan perahu
terhenti, itu saja sudah membuktikan bahwa laki
laki itu mempunyai tenaga yang kuat.
“Huang ho Sam Hong mengundang Sian li Eng
cu untuk datang berkunjung!” Suara laki laki tinggi
besar itu parau namun keras sekali.
Yu Lee dapat menduga bahwa yang berjuluk
Huang ho Sam Hong (Tiga Naga dari Huang ho)
tentulah kepala bajak. Selagi ia hendak bersikap
pura pura gugup dan memanggil Siok Lan tampak
berkelebat bayangan nona itu yang tahu tahu telah
berdiri di sisinya dan nona itu menghadapi perahu
bajak sambil membentak nyaring.
“Akulah Sian li Eng cu dan selamanya aku tidak
bergaul dengan bangsa perampok dan bajak
sungai! Apakah kehendak kalian menahan
perahuku di tengah sungai?”
Laki laki tinggi besar itu membungkuk sedikit
tanpa melepaskan tambang, lalu ia berkata, “Ketiga
orang tai ong kami telah mendengar nama berar
309
Sian li Eng cu yang diketahui akan lewat di sini.
Oleh karena hari ini ketiga orang tai ong kami
sedang menjamu beberapa orang gagah, maka
apabila benar benar Sian li Eng cu adaah searang
wanita gagah seperti yang dikabarkan orang, maka
tiga tai ong kami mengundang dan menantang Sian
li Eng cu untuk mengunjungi markasnya di lembah
sungai kalau memang memiliki keberanian!”
Kata kata itu biarpun nadanya menghormati
namun mengandung tantangan yang hebat dan
sekaligus mengandung tekanan bahwa kalau Sian
li Eng cu tidak menerima undangan berarti dia
takut dan tidak memiliki keberanian.
Undangan macam ini tentu saja sukar ditolak
tanpa menimbulkan kesan bahwa yang di undang
takut. Akan tetapi Yu Lee yang tidak ingin melihat
nona itu terlihat dalam kesukaran sudah cepat
menjawab, “Eh, twako yang baik. Nona majikanku
adalah seorang wanita yang sedang melakukan
perjalanan jauh, bagaimana mungkin memenuhi
undangan ketua ketuamu? Harap kau maafkan
kami dan beri kesempatan perahu kami lewat.
Biarlah lain kali saja nonaku memenuhi….“
“Baik! Kuterima undangan Huaog ho Sam liong!
Jangan kira bahwa Sian li Eng cu takut akan
sarang tiga ekor naga Huang ho! Eh tukang perahu
hayo dayung ke pinggir !” Bentak Siok Lan tanpa
memperdulikan ucapan Yu Lee tadi. Yu Lee diam
diam menghela napas panjang. Dia benar benar
telah melakukan sebuah kesalahan besar
membohongi nona ini dan membiarkan dirinya
310
terlibat dalam akibat akibat dari pada watak gadis
yang ugal ugalan dan tidak pernah mau kalah ini !
Apa boleh buat, pikirnya, ia harus menanggung
akibat daripada kebohongannya dan kelemahan
hatinya sendiri !
Begitu perahu itu didaynng ke pinggir,
muncullah beberapa buah perahu kecil dari kanan
kiri dan diam diam Yu Lee harus mengakui bahwa
kalau tadi Siok Lan nekad tidak menerima
undangan, tentu pelayaran mereka akan
mengalami banyak gangguan yang berat.
Siok Lan yang berdiri di kepala perahunya
begitu perahu sudah mendekati daratan lalu
menggunakan ginkang, melompat ke tepi dengan
gerakan yang lincah dan ringan sekali. Terdengar
seruan seruan kagum dari mulut para bajak dan
inilah memang yang dikehendaki Siok Lan
mendemonstrasikan Kepandaian agar membikin
kuncup hati orang kasar itu
“Eh, nona….., harap tunggu saya.......”
Yu Lee berkata gugup dan ikut meloncat, akan
tetapi loncatannya cupat dan tercebur ke pinggir
sungai.
Para bajak tertawa dan Siok Lan sangat
mendongkol sekali, cepat menghampiri Yu Lee yang
gelagapan menyambar tangannya dan menariknya
ke atas.
Yu Lee berdiri dengan pakaian basah kuyup
dan menggigil kedinginan! Tentu saja diam diam ia
mengerahkan sinkang untuk melawan hawa dingin
311
dan hanya pura pura melakukan hal ini agar dapat
mengelabui mata para bajak !
A bouw biarpun seorang tukang perahu
berpengalaman namun kini berhadapan dengan
para bajak sungai, apa lagi tadi mendengar
disebutnya nama Huang ho Sam liong, ini mati
kutunya dan iapun bergegas minggirkan perahu.
Melompat turun, mengikat tali perahu dan berkata
dengan muka pucat kepada Siok Lan, “Lihiap.
Harap lindungi nyawa hamba yang tak
berharga…..“
“Jangan takut, kau ikut bersama kami.” kata
Siok Lan karena nona ini tidak ingin melihat
tukang perahu diganggu bajak kalau ditinggalkan
sendiri. Kemudian ia berkata kepada pimpinan
bajak yang tinggi besar dan yang kini sudah
mendarat, seorang laki laki setengah tua yang
bercambang bauk sehingga muka sebagian bawah
tidak tampak tertutup rambut kasar.
“Hayo lekas bikin api unggun lebih dulu untuk
pelayanku berdiang! Baru kita akan lanjutkan
perjalanan mergunjungi ketuamu!” Suara Siok Lan
berwibawa dan pimpinan bajak ini yang agaknya
sudah menerima pesan dari ketuanya untuk
bersikap lunak terhadap Sian li Eng cu, tidak
menolak. Lalu memberi aba aba dan beberapa
orang bajak sungai segera membuat api unggun,
Yu Lee menggunakan kesempatan itu untuk
mengeringkan pakaian dan menghangatkan badan.
“Harap nona suka mandi mandi dulu atau
bertukar pakaian biar saya memasak air. Eh, Bouw
312
lopek, tolong ambilkan tempat air untuk nona
bercuci muka!”
Siok Lan mengangguk, kemudian berkata lagi
kepada para bajak “Kalian menantilah di sana,
agak jauh. Setelah siap baru aku akan memanggil
kalian!”
Pemimpin bajak mengerutkan alisnya yang
tebal akan tetapi melihat sikap gadis yang tidak
suka dibantah, ia hanya mengangkat pundak dan
berkata.
“Harap lihiap tidak berlama lama karena aku
yang akan mendapat marah.”
“Perduli apa? hayo pergi dulu!” Siok Lan
membentak dan pimpinan bajak itu mengajak anak
buahnya menjauh. Setelan mereka menjauhi Yu
Lee berkata pura pura takut, “Nona apakah tidak
lebih baik kita lari saja selagi mereka menjauh?”
“Apa? Kau takut?”
“Siapa yang tidak takut? Akan tetapi saya tidak
mengkhawatirkan diri sava sendiri. Bajak bajak itu
mau apa terhidap seorang pelayan miskin seperti
saya ini. Akan tetapi nona ini…”
“Sudahlah, cerewet benar kau. Aku tidak takut !
Lekas panaskan air, yang banyak aku ingm
mandi!” sibuklah Yu Lee dan Abouw memasak air
dan terdengar oleh Yu Lee tukang perahu itu
mengomel perlahan. Diam diam ia merasa geli.
Memang keterlaluan sekali Siok lan. Dihadang
bajak begitu banyak, malah enak enak mandi air
313
hangat dan menyuruh para bajak menunggu!
Memang Siok Lan sama sekali tidak tampak takut.
Nona ini mandi di dalam bilik perahu sambil
bersenandung dan kembali Yu Lee tertegun
mendapat kenyataan betapa merdu dan indah
suara nona itu. Agaknya nona itu pun pandai
bernyanyi merdu di samping kegalakannya Tak
lama kemudian, nona itu sudah muncul keluar
dari dalam perahu dengan pakaian yang bersih,
rambut tersisir rapi dan wajah segar kemerahan
tertimpa cahaya matahari pagi yang mulai muncul.
Bengong Yu Lee memandang, seperti melihat Dewi
Fajar sendiri! Ia tadipun mempergunakan
kesempatan itu untuk mandi di sungai dan
berganti pakaian yang kering dan bersih, sekalian
mencuci pakaiannya. Abouw makin banyak
mengomel melihat ini. Dia sendiri sama sekali tidak
ada nafsu uatuk bertukar pakaian, apa lagi mandi
mandi segala!
Dengan langkah tegap gagah Siok Lan bersama
Yu Lee dan Abouw berjalan bersama rombongan
bajak menuju ke markas Huang ho Sam liong.
Kiranya markas itu tidak begitu dekat dengan
sungai, berada di lembah yang tertutup hutan
lebat. Di tengah hutan itulah terdapat bangunan
bangunan yang menjadi perkampungan bajak
sungai yang dipimpin oleh Tiga Naga dari Huang ho
ini.
Kelima rombongan ini memasuki perkampunjan
bajak, kiranya di s ini sedang di adakan perayaan
dan pertemuan penting. Tiga orang kepala bajak
sedang menerima tamu dam penghormatan
314
belasan orang tamunya yang terdiri dari orang
orang gagah, dan yang sejak kemarin telah berada
di sini dan pagi ini telah berkumpul di ruangan
besar yang berada di tengah kampung bajak,
mengelilingi beberapa buah meja besar yang penuh
hidangan dan minuman. Amat sedap dan lezat
baunya, mengepulkan uap yang menyambut
hidung Yu Lee dan membuat perut pemuda ini
berkeruyuk karena lapar.
Belasan orang tamu ikut bangkit berdiri ketika
fihak tuan rumah bangkit dan melangkah keluar
menyambut kedatangan Siok Lan.
Gadis ini memandang tajam daa melihat bahwa
yang menyambutnya adalah tiga orang laki laki
berusia lima puluhan tahun yang bertubuh kurus
kurus namun jelas memiliki gerakan gesit dan
bertenaga. Ia dapat menduga bauwa tentulah
mereka ini yang disebut Huang ho Sam liong, maka
ketika mereka mengangkat kedua tangan ke dada,
ia pun membalas seperlunya. Orang yang tertua,
yang putih kedua alisnya, berkata, “Kami Huang ho
Sam liong, baru baru ini mendengar dari sahabat
sahabat Ang kin Kai pang tentang munculnya
seorang pendekar wanita muda yang berjuluk Sian
li Eng cu. Hari ini kebetulan Sian li Eng Cu lewat,
kami merasa girang sekali dapat menyambut dan
memperkenalkan nona kepada sahabat sahabat
kami yang terdiri dari pada orang orang gagah yang
berjiwa besar !”
Setelah meneliti keadaan tiga orang tuan
rumah, Siok Lan mengerling kearah para tamu.
Belasan orang tamu itu terdiri dan bermacam
315
macam orang, bahkan di sana terdapat beberapa
orang wanita cantik yang bersikap gagah. Namun
karena tuan rumahnya adalah kepala bajak, iapun
menilai mereka sebagai golongan kaum hitam di
dunia kang ouw dan memandang rendah, iapun
menjawab dengan suara kering.
“Beberapa orang Ang kin Kay pang karena
mengemis secara paksa sebagai perampok,
terpaksa telah bentrok dengan aku, Tidak tahu
apakah maksud Sam wi (tuan bertiga)
mengundangku ke sini? Apakah hendak
membalaskan kekalahan beberapa orang pengemis
kasar itu?”
Siok Lan memang tidak suka bicara berbelit
belit, sikapnya polos sungguhpun sewaktu waktu
ia bisa bersikap amat nakal menggoda siapa saja.
Orang ketiga dari Huang hò Sam liong yang
tubuhnya paling jangkung, mukanya pucat dan
matanya genit, tertawa, “Ha, ha, ha, Siang li Eng
cu terlalu curiga ! Tentu saja kami tidak
mencampuri urusan nona dengan sahabat sahabat
kai pang. Hanya karena nona seorang dara remaja
yang amat cantik jelita sehingga patut diberi
julukan Dewi, juga nama nona sebagai seorang ahli
pedang cucu dan murid Thian te Sin kiam amat
terkenal, maka setelah lewat di aini, bagaimana
kami dapat lewatkan begitu saja tanpa
mengundang dan minta sedikit petunjuk untuk
menambah pengetahuan? Nona silakan duduk!
Dan kau pelayan dan tukang perahu, pergilah ke
belakang dimana kalan akan dapat makan minum
316
sepuasnya sampai kenyang!” Sambung si muka
tikus ini kepada Yu Lee dan Abouw.
“Nanti dulu!” seru Siok Lan, matanya sudah
memancarkan sinar kemarahan, “Pelayanku dan
tukang perahuku adalah aku yang membawa
mereka dan aku pula yang bertanggung jawab atas
keadaan mereka, maka kalau kalian mengundang
aku, pelayan dan tukang perahu harus diajak pula
duduk bersamaku.”
Terdengar suara berisik karena semua tamu
serta para bajak merasa heran mendengar ini.
Mana ada seorang nona majikan mengajak pelayan
dan tukang perahunya duduk makan semeja ?
Benar benar seorang nona majikan yang aneh.
Akan tetapi melihat pelayan yang muda dan
tampan sekali itu, mulailah beberapa diantara
mereka tersenyum senyum maklum dan mereka
menduga bahwa tentu Sian li Eng cu ini tidak
banyak bedanya dengan Cui siouw Sian li Si Dewi
Suling yang selain lihai juga mempunyai kesukaan
pengeram pria !
“Boleh, boleh, silakan… silakan…!” kata orang
tertua Huang ho Sam liong sambil mempersilakan
mereka bertiga masuk, Yu Lee sengaia masuk dan
berjalan ke belakang Siok Lan dengan sikap
seorang dusun memasuki gedung besar, ragu ragu,
takut takut, malu malu. Adapun si tukang perahu
berjalan paling belakang, mukanya kelihatan
sangat pucat dan berjalan menunduk. Tak berani
dia mengangkat muka, takut kalau kalau para
bajak itu akan mengenal dan mengingat muka nya
sehingga dikemudian hari kalau ia melakukan
317
pelayaran seorang diri, ia akan dikenal dan
diganggu.
Yu Lee menarik napas lega ketika mendapat
kenyataan bahwa tak seorangpun diantara para
tokoh kong ouw yang badir d tempat itu ada yang
mengenalnya, seperti yang tadi ia khawatirkan
ketika melihat banyak orang kang ouw menjadi
tamu Huang ho Sam liong. Memang sesungguhnya
biarpun ia telah membikin nama besar dalam
tahun ini dan mengguncang dunia kang ouw,
namun ia selalu menyembunyikan diri dan tidak
pernah menonjolkan diri sehingga dunia kang ouw
hanya mengenal namanya saja namun jarang ada
orang yang pernah melihatnya.
Ia selalu melakukan tugasnya sebagai seorang
pendekar secara bersembunyi dan saking cepatnya
gerakannya, baik mereka yang ditolongnya
manpun mereka yang dihajarnya tidak sempat
mengenal mukanya. Inilah sebabnya ia tidak
merasa khawatir menyamar sebagai pelayan Sian li
Eng cu.
Siok Lan memilih tempat duduk menghadapi
sebuah meja yang tidak berapa besar, cukup untuk
enam orang saja.
Ketika ia dan dua orang pelayan duduk,
terdengar suara.
“Biarlah kami yang menemani Sian li Eng cu
duduk!” Suara ini adalah suara seorang laki laki
muda yang berpakaian serba biru. Pemuda ini
tidak menanti jawaban, langsung berdiri bersama
seorang wanita cantik berusia tiga puluh tahun
lalu menghampiri meja Siok Lan dan keduanya
318
memberi hormat yang dibalas oleh gadis itu dengan
sederhana. Mereka duduk dan pemuda berusia
antara tiga puluh tahun itu berkata, “Maaf kalau
kami mengganggu nona, akan tetapi karena kami
tertarik mendengar bahwa nona adalah cucu Thian
te Sin kiam, maka kami memberanikan diri untuk
berkenalan. Kami berdua adalah murid murid
Gwat Kong Tosu.”
Berseri wajah Siok Lan dan ia cepat berkata.
“Ah, Gwan Kong Tosu ketua Kim hong pai? Pernah
aku bertemu dengan Gwat Kong Totiang ketika dia
berkunjung kepada kakek dan ayah! Guru jiwi itu
adalah sahabat baik kongkong (kakek). Aku girang
dapat berkenalan dengan jiwi!”
“Saya bernama Pui Tiong dan ini adalah suci
(kakak seperguruan) Can Bwee,” pemuda baju biru
itu memperkenalkan diri dengan ramah. Sucinya
dengan mengangguk dan tersenyum, agaknya
wanita cantik ini menang seorang yang pendiam
dan tidak pandai bicara.
“Namaku Siok Lan. Liem Siok Lan dan dia ini
pelayanku Aliok, dan tukang perahu ini Abouw
lopeh.” Siok Lan memperkenalkan kedua orang
pelayannya. Dua orang murid Kim hong pai itu
berdiri dan juga memberi hormat kepada Aliok dan
Abouw yang di balas cepat cepat oleh kedua orang
ini. Beberapa orang tertawa menyaksikan ini.
Sungguh lucu kalau dua orang pendekar yang
terkenal diperkenalkan dengan seorang pelayan
dan seorang tukang perahu miskin! Akan tetapi,
sikap kedua orang murid Gwat Kong Tosu ini benar
319
benar wajar dan mereka menghormat dua orang
yang dianggap rendah itu secara semestinya.
Juga diam diam Ya Lee menjadi kagum karena
dari sikap itu saja dapat diketahui bahwa dua
orang ini benar benar memiliki jiwa yang gagah.
Kini Can Bwee, wanita cantik berusia tiga puluh
tahun yang jarang bicara itu berbisik.
“Adik, harap hati hati, tiga orang itu tidak boleh
dipandang ringan.”
Biarpun ucapan ini hanya berbisik dan singkat
namun jelas mengandung kekhawatiran akan
keadaan Siok Lan, maka gadis ini tersenyum manis
dan mengangguk sambil berkata.
“Cici yang manis, terima kasih, atas
peringatanmu. Aku dapat menjaga diri. Jiwi (anda
berdua) sendiri, bagaimana bisa menjadi tamu di
sini?”
Pui Tiong berkata perlahan. “Betapapun juga,
mereka ini semua adalah pejuang pejuang yang
membela rakyat dan menentang pemerintah
penjajah….” Sampai disini pemuda baju biru ini
menghentikan kata katanya karena pada saat itu,
Huang ho Sam liong bertepuk tangan memberi
isyarat supaya semua orang memperhatikan
mereka dan orang tertua dari Huang ho Sam liong
berkata dengan suara lantang.
“Cuwi sekalian, para orang gagah patriot sejati
yang hadir di sini tentu sudah maklum semua
bahwa Ang kin Kai pang adalah perkumpulan
besar yang menjadi sekutu dan kawan
seperjuangan kita. Hari ini sampai tidak ada wakil
320
dari Ang kin Kai pang, tiada lain karena Ang kin
Kai pang baru saja menderita pukulan besar
karena beberapa orang tokoh nya di antaranya
saudara Ang Ci dan Ang Sun, telah menderita
kekalahan dalam bentrokan melawan Sian li Eng
cu. Kita akan menjadi hakim untuk mengadili
siapa salah siapa benar dalam bentrokan ini,
apalagi kalau diingat bahwa Sian li Eng cu adalah
cucu Thian te Sin kiam yang sudah kita kenal
sebagai seorang pejuang yang gigih. Karena itu,
selanjutnya kita serahkan kepada sikap dan sepak
terjang Sian li Eng cu sendiri, apakah dia benar
benar seorang pendekar wanita yang patut meujadi
kawan ataukah seorang pengacau yang harus
dilawan. Sementara itu karena dia telah menjadi
tamu, biarlah dia menyaksikan bahwa kita orang
orang pejuang bukanlah golongan yang mudah
dipermainkan dan diperhina oleh semua orang.
Pertama biarlah kami sebagai tuan rumah memberi
hormat kepada Sian li Eng cu dengan secawan
arak !”
Setelah berkata demikian, dengan tangan
kirinya ia memberi isyarat kepada dua orang
adiknya untuk minggir sedangkan tangan
kanannya menyambar sebuah cawan berisi arak.
Orang tersua dari Huang ho Sam liong ini
bernama Ie Cu Lin usianya sudah lima puluh
tahun lebih dan ia terkenal sebagai seorang ahli
lweekeh. Semua tamu yang berada disitu adalah
orang orang rimba persilatan belaka maka
penyambutan tuan rumah terhadap seorang tamu
dengan jalan menguji ilmu itu bukankah hal yang
aneh, apalagi kalau diingat bahwa tamu yang baru
321
tiba ini telah melakukan pelanggaran, yaitu telah
bentrok dan mengalahkan tokoh tokoh Ang kin Kai
pang.
“Dua orang saudara muda dari Kim hong pai,
apakah tidak suka mundur dulu agar aku dapat
menyambut dengan sebaik baiknya kepada Sian li
Eng cu?” Ucapan Ie Cu Lin ini ditujukan kepada
Pui Tong dan Can Bwee, dan merupakan
pertanyaan yang mengandung teguran.
Memang, sikap dua orang kakak berdik
seperguruan dari Kim hong pai yang amat ramah
terhadap Sian li Eng cu tadi sedkaya membuat hati
Huang ho Sam liong menjadi tidak semang. Sudah
jelas bahwa tamu ini belum dapat dikatakan
seorang sahabat, mengapa dua orang muda itu
memperlihatkan keramahan?
“Maafkan kami.” Kata Pui Tiong yang lalu
bangkit bersama Can Bwe dan meninggalkan meja
Siok Lan. Ucapan maaf ini tidak di tujukan pada
orang tertentu sehingga dapat diartikan terhadap
Siok Lan maupun terhadap tuao rumah.
Siok Lan maklum bahwa suasana menjadi
tegang dan bahwa fihak tuan rumah sudah mulai
hendak beraksi! Ia melirik ke arah Yu Lee dan
Abouw, berkata perlahan, “Kalian tenang saja!”
Kemudian ia bangkit berdiri, menghadap ke arah Ie
Cu Lin dan berkata, suaranya lantang dan
mulutnya tersenyum manis
“Aku sudah mendengar bahwa undangan
paksaan dari Huang ho Sam liong tentulah
mengandung maksud hati yang tidak baik.
322
Betapapun juga, aku telah menerima undangan,
dan aku siap menghadapi segala suguhanmu!”
Ie Cu Lin tenenyum dingin, lalu melangkah
maju, ia menuangkan arak dari guci ke dalam
cawan sambil berkata, “Saya Ie Cu Lin orang tertua
Huang ho Sam liong menyambut Sian li Eng cu
dengan secawan arak kehormatan !” Ia menuang
terus sampai cawan menjadi penuh dan baru
berhenti menuang arak ketika arak sudah
memenuhi cawan dengan permukaan lebih tinggi
daripada bibir cawan.
Namun arak itu tidak meluber dan tidak
tertumpah setetespun ! Sungguh amat
mengagumkan bahwa arak yang lebih banyak dari
padi cawan itu dapat tinggal tetap dalam cawan
seolah olah membeku dan permukaannya sampai
membulat di atas cawan. Inilah demonstrasi tenaga
sin kang yang menyedot arak melalui cawan
sehingga arak itu lekat dan tidak tumpah.
Dengan perbuatan ini Ie Cu Lin bermaksud
membikin malu tamunya, karena kalau cawan itu
diterima tamunya dan araknya meluber tampah
hal ini tentu saja akan membikin malu kepada
tamunya.
Akan tetapi Siok Lan agaknya tidak perduli
akan hal ini. Dengan wajah berseri ia berkata,
“Menyembunyikan niat buruk atau tidak, sebuah
penghormatan tidak boleh ditolak!” Gadis ini
mengangsurkan lengannya dengan tangan kanan
menerima cawan itu. Ia tidak kelihatan
mengerahkan tenaga, namun ketika cawan tiba di
tangannya, arak itu sedikitpun tidak bergerak,
323
apalagi meluber! Semua tamu yang menonton
dengan napas ditahan, kini menjadi kagum. Tidak
mereka sangka bahwa seorang nona yang begini
muda sudah memiliki kekuatan sinkang yang
demikian hebatnya.
Siok Lan mengangkat cawan itu dan terus
mengangkat sampai di atas mulut, lalu
menuangkannya akan tetapi .... arak itu tetap
tidak mau turun! Biarpun kini cawan sudah ia
balikkan, isinya tidak tumpah sama sekali. Dan
terdengar suara tepuk tangan dan ketika semua
tamu memandang, yang bertepuk tangan itu
adalah Yu Lee yang diikuti oleh Abouw.
“Lihat, nona bermain sulap. Apa tidak hebat?”
kata Yu Lee.
Pui Tiong tertawa, Can Bwee tersenyum,
bahkan dua oraog murid Kim hong pai ini lalu ikut
bertepuk tangan pula. Tamu tamu lainnya yang
merasa kagum baru berani ikut ikutan bertepuk
tangan.
Siok Lan menurunkan lagi cawan arak dan
berkata, “Ah, siauwmoi (adik) tidak bisa minum
arak keras, dan agaknya arakmu ini terlalu keras
lo enghiong. Sampai sampai arakmu tidak berani
memasuki mulutku, maafkan !” Ia meletakkan
cawan di atas meja dan ketika ia melepaskan
tangan, arak itu melebar dan tertumpah di atas
meja. “Biarlah pelayanku saja yang mewakili aku
minum arak kehormatan !”
Yu Lee lalu menyambar cawan dan
mengangkatnya, akan tetapi Abouw berseru
324
“Aliok, bagi aku setengahnya dong! Aku belum
pernah selama hidupku minum arak kehormatan,”
Yu Lee tetsenynm dan menuangkan setengah
cawan arak itu ke dalam mangkok di depan Abouw,
keduanya tertawa lalu minum arak masing masing
setelah mengangkat cawan dan mangkok ke arah
Siok Lan dan Ie Cu Lin sebagai tanda
penghormatan. Semua tamu tertawa dan muka Ie
Cu Lin berubah merah seperti udang yang direbus.
Arak penghormatan yang tadinya ia maksudkan
untuk membikin malu Siok Lan, kiranya malah
diminum oleh seorang pelayan dan seorang tukang
perahu sehingga berarti bahwa dia telah memberi
penghormatan kepada dua orang rendah itu. Akan
tetapi sebagai tuan rumah yang harus
menghormati tamu, diantara begitu banyak orang
gagah, pula karena dia sebagai seorang tua yang
sudah banyak pengalaman dapat menahan
kemarahan ia tersenyum dan berkata. “Sian li Eng
cu becar benar lihai !” Kemudian la mundur ke
tempat duduknya sendiri.
Si jangkung Ie Kiok Soe, orang kedua dari
Huang ho Sam liong yang sejak tadi menyaksikan
sepak terjang kakaknya dengan kurang sabar, kini
sudah bangkit dan menghampiri Siok Lan yang
sudah duduk kembali menghadapi mejanya
bersama dua orang pelayannya dan kedua orang
murid Kim hong pai yang kembali sudah
menemaninya.
Si muka tikus yang jangkung ini cengar cengir
dan kembali para tamu menjadi tegang karena
maklum bahwa orang kedua dari fihak tuan rumah
325
hendak melanjutkan menguji kepandaian nona
yang masih muda remaja namun amat lihai itu.
“Wah, benar benar Sian Ii Eng cu tidak
bernama kosong, memang seperti bayanan seorang
dewi yang cantik jelita. Maafkan, nona. Kakakku
tadi salah tafsir. Tentu saja seorang muda seperti
kau tidak biasa minum arak keras yang hanya
menjadi minuman orang orang kasar seperti kami.
Akan tetapi kurasa nona tidak akan menolak,
kalau aku Ie Kiok Soe, sebagai tuan rumah kedua,
menyambut kunjungan nona dengan suguhan
sepotong daging.” Cepat sekati tangannya bergerak
dan tahu tahu ia sudah menggerakkan sebuah
garpu bergigi dua yang runcing yang tadi dibawa
dari mejanya, langsung ia menusukkan garpu
perak ini ke dalam tempat sayur di atas meja
depan Siok Lan.
Ketika ia mengangkat tangannya, garpu itu
sudah menusuk sepotong daging kecil. Dengan
garpu di tangan ia menghampiri Siok Lan yang
masih duduk dengan tenang, sedangkan Yu Lee
memandang penuh kekhawatiran. Di dalam
hatinya, ia mencaci maki si jangkung ini yang
hendak menggunakan kebiasaan, kaum kasar
untuk menguji kepandaian orang, yaitu dengan
jalan menyuguhkan makanan di ujung pisau atau
garpu bahkan adakalanya di ujung pedang !
Bagi seorang yang sudah mempelajari cara
mempergunakan kegesitan menghadapi serangan
senjata gelap penyuguhan macam ini memang
tidaklah membahayakan. Sambaran sebatang
piauw saja dapat diterima dengan mulut, apa lagi
326
hanya tusukan pisau atau garpu. Yang mengerikan
kalau si penyuguh mempunyai niat membunuh,
karena garpu di tangan tentu saja berbeda dengan
menyambarnya piauw, karena si penusuk dapat
mengerahkan tenaga dan dapat mengubah arah
sesuka hatinya. Ada tiga jalan untuk menghadapi
penyuguhan seperti ini. Pertama begitu saja
mengelak membebakan diri dan habis perkara.
Kedua, dapat menangkis dengan tangan. Ketiga
dan ini yang diharapkan oleh semua orang akan
tetapi juga paling berbahaya menerimanya dengan
mulut !
Sejenak mereka berpandangan Ie Kiok Soe yang
berdiri dengan garpu di tangan dan Siok Lan yang
duduk dan tersenyum simpul. Kemudin nona itu
berkata, suaranya menantang. “Silakan !“ Baru
saja si nona mengeluarkan kata kata ini, garpu itu
sudah menyambar ke depan, tepat ke arah mulut
Siok Lan yang kecil mungil. Sema tamu menahan
napas dan seluruh urat saraf di tubuh Yu Lee
menegang karena pemuda ini sudah siap menolong
nona pujaan hatinya dari pada ancaman
berbahaya, Abouw mengeluarkan pekik tertahan
saking ngerinya.
Semua mata tertuju kepada garpu yang
berubah menjadi sinar putih, Siok Lan hanya
membuat sedikit gerakan, miringkan kepalanya
lalu membuka mulutnya yang kecil dan... garpu itu
ujungnya telah memasuki mulutnya!
Si jangkung yang tergila gila kepada nona
remaja yang jelita ini, tidak tega mencelakai Siok
Lan dan memang ia hanya mau mempermainkan
327
dan membikin nona itu mengakui kelihaiannya,
maka begitu melihat bahwa garpunya sudah
diterima dan digigit oleh si nona, ia lalu membuat
tangannya menggetar dengan tenaganya.
Gerakan ini tentu takkan tertahan oleh Siok
Lan, membuat giginya sakit dan akan memaksanya
membuka mulut memuntahkan daging dari garpu
sehingga dengan demikian nona itu akan kalah
dan kehilangan muka.
Akan tetapi alangkah kagetnya ketika tiba tiba
terdengar suara “krekk!” dan si jangkung
terhuyung mundur karena garpunya yang berada
di tangannya itu tinggal gagangnya saja. Dua gigi
garpu yang runcing patah dan berada di mulut
Sian li Eng cu! Nona itu dengan ayem dan enaknya
mengunyah daging dan menelannya, tidak perduli
betapa semua mata ditujukan ke arahnya.
Kemudian ia membuka mulut dan meniup,
“Werrr…cap cap…!” Dua buah gigi garpu yang
runcing itu meluncur keluar dari mulut yang
mungil dan kini menancap pada kayu yang
melintang di bawah atap ruangan itu.
“Terima kasih lo enghiong. Daging yang kau
suguhkan enak sayang sekali ada tulang nya!” kata
Siok Lan dengan sikap biasa, seakan akan tidak
pernah terjadi sesuatu.
Kembali terdengar orang bersorak, dan kali ini
yang mendahului bersorak adalah Pui Tiong dan
Can Bwe. Makin kagumlah semua orang
menyaksikan demonstrasi yang luar biasa ini.
Bahkan Yu Lee diam diam makin kagum terhadap
Siok Lan, terutama sekali ketenangan dan
328
keberaniannya yang hebat. Ie Kiok Soe memandang
dengan mata terbelalak dan muka pucat. Siapa
kira, bukan dia yang mempermainkan, bahkan
sebaliknya si nona yang mempermainkannya,
membuatnya menderita malu dan kehilangan
muka. Ia marah sekali, akan tetapi ia masih dapat
melihat kakaknya memberi isyarat mata sehingga
ia hanya membanting kaki lalu mengundurkan
diri.
Orang ketiga dari Huaag ho Sam Liong adalah
yang paling pendiam diantara mereka. Tubuhnya
pendek kate dan biarpun dia seorang kepala bajak
tetapi melihat di pinggangnya terselip sepasang
senjata poan Koan pit (alat tulis seperti tongkat
pena). Tentu dia bukan seorang kasar yang buta
huruf. Dan memang sebetulnya demikian. Ie Bhok,
orang ketiga ini terkenal pandai menulis, dan
memang amat aneh seorang kepala bajak pandai
menulis, dan senjatanya poan koan pit. Tidak
mengherankan apabila sikapnyapun tidak sekasar
kedua orang kakaknya.
Tetapi, betapapun juga hatinya panas
menyaksikan dua orang kakaknya dipermainkan
seorang nona muda yang baru saja muncul di
dunia kang ouw, apalagi kalau nona itu berani
pula menantang Ang kim Kai pang. Ia sesegera
bangkit berdiri lalu melangkah tenang
menghampiri Siok Lan yang sudah memandangnya
karena nona ini sudah dapat menduga bahwa kini
tentu orang ke tiga Huang ho Sam liong akan
mencari perkara. Akan tetapi Ie Bhok menjura
kepadanya dan berkata, “Sian li Eng cu sebagai
seorang tamu, nona tidaklah mengecewakan kedua
329
orang kakakku. Perkenankanlah aku, Ie Bhok,
mendapat bagian untuk menyambut nona dengan
penghormatan.”
“Hemm… sudah kukatakan tadi, sebagai tuan
rumah memang, berhak melakukan apa saja yang
dikehendaki, sebaliknya aku sebagai tamu tentu
tidak bisa menolak penghormatan tuan rumah.
Silakan.”
Siok Lan sudah siap siap, akan tetapi Ie Bhok
bahkan menduduki bangku yang masih kosong
menghadapi meja Siok Lan. Memang, meja itu
mempunyai enam buah bangku dan baru lima
buah yang dipakai. Dengan tenang Ie Bhok
mengambil sepasang sumpit dari tempat sumpit,
lalu dengan sumpit itu ia mengambil sepotong
daging dan dengan siku kanan di atas meja ia
berkata,
“Saya seorang bodoh, tidak ada permainan
sesuatu untuk diperlihatkan kepada nona. Harap
nona sudi mengambil daging ini dari sumpit saya!”
Siok Lan maklum bahwa lawan ini hendak
memperlihatkan kepandaiannya memainkan
sumpitnya. Untuk dapat mempergunakan
sepasang sumpit merebut daging di antara sumpit
itu, selain ia harus memiliki tenaga yang kuat, juga
ia harus mempunyai kegesitan dalam
mempergunakan sepasang sumpit itu sebagai
senjata. Dan ia tahu, atau dapat menduga bahwa
Ie Bhok yang bersenjata sepasang poan koan pit ini
tentu amat mahir bermain sumpit. Betapapun juga
gadis remaja ini tidak mau kalah. Iapun lalu
mengambil sumpitnya sambil tersenyum ia
330
berkata, “Ie lo enghiong sanggah baik, mau
memilihkan sepotong daging untukku.” Setelah
berkata demikian, ia menggunakan sumpitnya
menyambar daging yang terjepit disumpit lawan.
Akan tetapi, benar seperti yang disangkanya,
dengan gerakan tangan yang kuat, Ie Bhok
membuat sumpitnya itu mengelak, bahkan dari
atas tepasang sumpitnya yang menjepit daging itu
menangkis dan menindih sepasang sumpit di
tangau Siok Lan dengan tenaga yang demikian
kuatnya sehingga hampir saja gadis itu
melepaskan sumpitnya. Sumpit itu tertangkis
sampai tergetar dan jari jari tangannya sampai
kesemutan !
Hebat gerakan orang she Ie yang pendek ini,
pikirnya. Kalau sampai lama ia tidak mampu
mengambil daging itu, tentu ia akan menjadi buah
tertawaan. Namun untung bahwa orang ini
berwatak halus dan biarpun ia akan kalah, namun
tidaklah memalukan. Maka sambil tertawa ia
berkata, “Ie Bhok lo enghiong sungguh mahir
menggunakan sumpit. Kalau sampai lima kali aka
gagal merebut daging, biarlah aku orang muda
mengaku kalah.”
“He, he, baiklah. Dan kalau ia sampai lima kali
nona dapat merampasnya, benar benar aku orang
she Ie merasa takluk. Terus terang saja, ketahuilah
nona bahwa di dunia ini kira nya harus dipilih pilih
dulu orang yang akan mampu merampas daging
dari sumpitku selama lima jurus !”
Panas rasa perut Siok Lan. Biarpun sikap nya
halus ucapan terakhir dari Ie Bhok ini boleh
331
dibilang mengandung kesombongan. Masa aku
tidak dapat merampas sampai lima jurus pikirnya,
dan tahu bahwa biarpun kelihatan hanya
“berebutan daging” dengan sumpit, gerakan
gerakannya mirip dengan mengadu ilmu silat dan
untuk dapat berhasil, tentu saja boleh
menggunakan taktik taktik pertandingan misalnya
dengan menggunakan sumpit menyerang tangan,
pendeknya asal dapat membuat daging itu terlepas
dari sumpit lawan dan dirampas dengan sumpit
sendiri. Tentu saja serangan hanya terbatas pada
tangan kanan lawan saja, tidak boleh menyerang
bagian tubuh yang lain.
“Aku sudah menyerang satu kali tinggal empat
kali. Awas, lo enghiong,” Siok Lan ber kata,
sepasang sumpitnya bergerak, bukan langsung
menjepit seperti tadi, melainkan dengan gerakan
menggunting dari atas ke bawah meluncur ke
depan dan digerakkan dengan membentuk
lingkaran. Dengan demikian tidak memberi
kesempatan kepada lawan untuk mengelak sepertì
tadi. Menghadapi serangan ini, mulut Ie Bhok
masih tersenyum, akan tetapi pergelangan
tangannya bergerak sepasang sumpitnya juga
membentuk lingkaran, lalu digetarkan dan dengan
daging misih terjepit sumpitnya itu mengangkas
dengan keras sekali dari atas ke bawah
“Trik rikkkkk!”
Biarpun yang beradu hanya sumpit dengan
sumpit namun menerbitkan suara keras dan
kembali tangan Siok Lan tergetar hebat. Masih
untung bahwa ia tidak sampai melepaskan
332
sepasang sumpitnya dan cepat cepat menarik
tangannya. Serangan kedua kembali gagal !
Kini mereka sudah bersiap siap kembali, Ie
Bhok dongan siku tetap menesan meja, memegangi
sumpitnya melintang dan biarpun sumpit itu
kelihatannya dipegang dengan seenaknya, namun
kekuatan yang tersalur melalui sumpit menjepit
daging adalah amat kuat. Matanya dengan tajam
memandang kepada sumpit lawan, siap
menghadapi serangan jurus ketiga. Sampai lama
Siok Lan tidak menyerang karena gadis ini
memutar otak untuk dapat mencapai kemenangan.
Kemudian ia berseru keras dan kembali sumpitnya
menyambar. Sumpit sumpitnya itu kini terbuka,
yang satu meluncur dan menotok ke arah jalan
darah diantara ibu jari dan telunjuk lawan yang
menjepit sumpit, yang sebatang lagi meluncur dan
menusuk ke asah daging!
“Bagus!” Ie Bhok berseru kagum karena jurus
ini benar bert amat indah dan lihai.
Akan tetapi biarpun kelihatannya sumpit
lawannya menotok jalan darah, ia maklum bahwa
yang dituju adalah tusukan pada daging. Sebagai
seorang ahli Poan koan pit, ia adalah seorang yang
sudah ulung dengan ilmu menotok, maka ia telah
dapat menduga jurus nona ini. Ia memutar
perulangan tangannya untuk mengelak dari
totokan, dan tiba tiba ia melepaskan jepitan
sumpitnya pada daging se waktu sumpit kedua
Siok Lan menusuk daging sehinga daging itu
terlepas dan jatuh, karena nya terluput dari
tusukan Siok Lan.
333
Sebelum gadis ini dapat mengatur sumpit
untuk merampas, lebih dulu Ie Bhok sudah
menggerakkan sumpitnya cepat sekali menyambar
daging yang melayang turun dan kembali daging
itu sudah dijepit oleh sumpitnya.
“Masih dua jurus lagi, nona” kata Ie Bhok.
Kalau saja serangan Siok Lan tidak makin lama
semakin lihai sehingga mengejutkan hatinya, tentu
Ie Bbok akan membiarkan saja gadis itu
menyerang sampai beberapa jurus sekalipun. Akan
tetapi ia harus mengakui bahwa seranggan
serangan dara remaja itu makin lama makin ganas
dan semakin berbahaya sehingga ia harus berhati
hati sekali biarpun hanya tinggal dua kali atau dua
jurus saja serangan yang bakal dilancarkan.
Siok Lan menggigit bibirnya. Di antara tiga
orang Huang ho Sam liong, hanya yang paling
muda inilah merupakan orang paling berbahaya.
Kalau sampai terjadi pertandingan, ia harus
berhati hati menghadapi orang ini. Jelas bahwa
biarpun dalam hal ilmu kepandaian, orang ini
belum tentu lebih lihai daripada dua orang
kakaknya, namun jelas bahwa orang yang pendiam
ini lebih berbahaya lebih cerdik dan banyak akal,
tidak gegabah dan kasar seperti dua orang
kakaknya.
Kembali ia memutar otak mencari akal sebelum
melakukan serangannya yang keempat. Kali ini ia
mau mengadu tenaga dan kalau sampai daging itu
kembali terlepas dari sumpit lawan, ia harus
mencegah sumpit lawan menyambarnya kembali
dan biarlah daging itu terjatuh ke atas meja.
334
Dengan demikian, biar pun ia tidak beihasil
merampasnya, sedikitnya ia telah mampu
membuatnya terlepas dari sumpit lawan dan hal ini
saja sudah berarti bahwa ia telah menang setengah
bagian! Dengan akal ini Sok Lan lalu berseru,
“Lihat serangan!” Kini sepasang sumpitnya
digerakkan dengan cepat dan bertenaga kuat
karena ia kini mengerahkan sin kangnya, tidak lagi
mengandalkan kecepatan melainkan
mengandalkan tenaga.
Ie Bhok kelihatan kaget sekali dan sekali
pandang saja ia sudah menduga akan akal gadis
ini. Kalau ia menangku dan melayani adu tenaga
dengan gadis yang ia ketahui memiliki kekuatan
sinkang hebat ini, tentu daging yang dijepit
sumpitnya akan terlempar dan dengan demikian ia
sudah akan mendapat malu.
Maka secara tiba tiba sekali ia melontarkan
daging yang dijepit itu ke atas, sumpitnya
mengelak ke bawah dan terus melakukan tiga kali
totokan ke arah tiga jalan darah di sekitar tangan
dan pergelangan tangan Siok Lan yang memegang
sumpit! Jadi kali ini Siok Lan menghadapi jurus
serangan ilmu senjata poan koan pit yang
berbahaya! Tentu saja Siok Lan tidak mau
membiarkan tangannya tertotok karena biarpun
andaikata ia mampu membuat daging itu terlepas,
kalau ampai ia tertotok dan sumpitnya sendiri
terlepas, ia tentu akan mendapat malu dan itu
berarti ia kalah! Cepat ia menggerakkan
pergelangan tangan memutar sumpitnya
membetuk lingkaran yang kuat, menangkis tiga
kali totokan lawan. Akan tetapi, ternyata lawan
335
tidak jadi menyerang, sebaliknya sumpit lawan kini
lagi lagi sudah menyambar dan menjepit dagingnya
yang tadi terpental ke atas dan kini sudah
melayang turun lagi. Karena Siok Lan tertipu dan
gadis ini tadi mencurahkan perhatian untuk
menangkis totokan totokan masa tentu saja ia tak
cepat mencegah lawannya menjepit kembali daging
itu.
“Tinggal sejurus lagi nona.” Ie Bhok tersenyum
dan mengacungkan daging dalam jepitan
sumpitnya.
Merah wajah Siok Lan dan nona ini hampir
putus aa. Orang di depannya benar benar lihai dan
cerdik, semua mata para ramu ditujukan kepada
adu kepandaian yang aneh dan lucu ini dan kalau
sekali lagi ia tidak mampu merampas daging,
betapapun juga ia akan kehilangan muka di tempat
itu ! Tiba tiba Yu Lee beikata, “Nonaku ini tidak
mau sungguh sungguh merampas, mengapa kau
orang tua tidak bisa mengerti? Kalau nona
majikanku menghendakinya, maka dalam sejurus
saja pasti daging itu dapat dirampasnya? Dan
sekarang ini nonaku sudah memberi muka terang
kepada lo enghiong, mengapa lo enghiong tidak
mau mengerti ?”
Ie Bhok mengerling ke arah Ya Lee dan tertawa
“Ha, ha, namamu Aliok tadi bukan? Eh, Aliok,
kalau benar nonamu sengaja tidak mau merampas
bolehkah aku tahu mengapa tidak mau?”
“Karena daging disumpitmu itu bau dan tidak
enak !”
336
Terdengar suara ketawa di sana sini, tetapi Ie
Bhok tidak marah hanya tersenyum. Sebalik nya
malah Siok Lan menjadi marah dan mendongkol,
Aliok ini bicara ngoco belo, apakah mengira bahwa
yang hadir itu anak anak kecil yang mudah saja
dibohongi? Akan tetapi karena pelayannya sudah
terlanjur bicara, ia berkata singkat, “Aku sudah
menyerang empat kali, kalau sekali lagi tidak
herhasil biarlah aku mengaku kalah !”
“Nona pasti berhasil kalau memang mau
sungguh sungguh! Mengapa tidak?” kata Yu Lee
dan seperti tanpa disengaja dengan muka tegang
pelayan ini menaruh kedua tangannya di atas
meja, di depannya.
Tiba tiba tampak sinar gembira di muka si
nona. Gerakan Yu Lee yang seperti tak di sengaja
itu mengingatkannya! Ah, kenapa ia begini bodoh?
Sejak tadi lawannya itu memegang sumpit dengan
siku ditekan di atas meja, sehingga dapat tegak
dan lebih bertenaga. Sikunya itulah yang menjadi
semacam “kaki” dan ia kalau mampu melemahkan
“kaki” ini, tentu dengan mudah, sumpitnya mampu
merampas daging.
Tanpa tergesa gesa sehingga tidak kentara nona
itu lalu menaruh pula tangan kirinyi di atas meja.
“Kau benar Aliok. Kalau aku mau, tentu sekali
serang aku berhasil. Orang tua she Ie, kali ini kau
waspada lah!” Dengan ucapan ini Siok Lan hendak
memancing perhatian lawan agar lebih
memusatkan perhatian pada sumpitnya yang
menjepit daging.
337
Pancingan ini berhasil karena Ie Bhok yang
mendengar ucpan pelayan dan nonanya tadi kini
benar benar memusatkan perhatian kepada
sumpitnya bertekad untuk mempertahankan
daging, sumpitnya menghadapi penyerang yang
terakhir.
Siok Lan dengan amat tajam memandang
daging disumpit lawan, kemudian sempitnya
sendiri bergerak, dibarengi bentakannya keras
“Lepaskan.” Dan ia menggunakan sumpitnya
untuk nenggempur sumpit lawan. Diam diam Ie
Bhok tertawa. Alangkah bodohnya nona ini,
pikirnya. Dengan jurus jurus yang lihai saja masih
belum mampu merampas daging nya, apalagi
dengan cara kasar seperti ini, hanya menggempur
sumpit beradu sumpit, menggunakan tenaga.
Mana mungkin berhasil? Ia tertawa dan hendak
mengerahkan tenaga menerima benturan sumpit
lawan.
Akan tetapi mulutnya yang menyeringai tertawa
itu berubah mengeluarkan seruan kaget ketika tiba
tiba meja tergetar dan sikunya menjadi lumpuh,
tangannya menggigil dan ketika benturan tiba, ia
tidak mampu mempertahankan lagi sumpitnya
yang runtuh terlepas dari jari jari tangannya!
Ketika Ie Bhok tersadar bahwa gadis itu
menyerangnya melalui meja dengan tangan kiri
yang menggunakan sinkang menggempur siku nya,
ternyata telah terlambat. Daging yang jatuh dari
sumpitnya telah disambar oleh sumpit Siok Lan
yang tersenynm senyum sambil mengangkat daging
itu tinggi tinggi agar tampak oleh semua orang.
338
Sorak sorai menyambut kemenangan Siok Lan
ini didahului oleh Yu Lee yang tadi diam diam
membantu nonanya dengan menggerarkan tangan
pada meja. Kalau saja tidak dibantu pemuda sakti
ini, agaknya belum tentu Siok Lan berhasil karena
menyerang siku lawan melalui meja yang
digetarkan tenaga sinkang membutuhkan tenaga
yang kuat sekali !
“Nona sungguh cerdik, saya mengaku kalah !”
kata Ie Bhok yang segera mengundurkan diri.
Pada saat itu terdengar suara mendengus
disusul kata kata yang nadanya mengejek. Suara
ini datangnya dari meja sebelah kiri meja Siok Lan,
suara seorang wanita yang terdengar lantang
karena pada saat itu semua orang sudah diam
kembali.
“Huh, permainan macam itu saja apa sih
anehnya? Anak kecilpun bisa!”
Tentu saja suara yang terdengar pada saat
semua tamu berdiam dan keadaan menjadi sunyi
ini. Terdengar jelas dan amat menarik perhatian.
Semua mata menengok dan karena wanita yang
bicara itu duduk di meja sebelah kirinya, Siok Lan
hanya mengerling dan memandang dari sudut
matanya. Tidak seperti Yu Lee dan Abouw yang
langsung menoleh dan memandang penuh selidik.
Dia adalah seorang wanita berusia kurang lebhh
tiga puluh tahun, bentuk mukanya tentu akan
cantik manis kalau saja wajah itu kulitnya tidak
dirusak oleh bekas penyakit cacar sehingga kulit
muka nya kini tidak halus lagi, melainkan agak
bopeng dan totol totol hitam ini dicobanya untuk
339
dihilangkan dengan lapisan bedak putih yang agak
tebal. Untuk menutupi kekurangan itu, wanita ini
menghitamkan alisnya dengan alat penghitam alis
sehingga alis itu bentuknya tebal dan panjang
melengkung dan bibirnya dicat merah sampai
menyolok.
Tubuhnya agak gemuk, akan tetapi
pinggangnya sengaja diikat dengan ikat pinggang
amat eratnya agar kelihatan ramping dan yang luar
biasa adalah pinggulnya. Pinggul ini berdaging
besar dan amat montok sekali sehingga ketika ia
duduk seakan akan ada yang mengganjal di bawah
pantatnya.
Ketika melihat bahwa semua mata, termasuk
mata ketiga tuan rumah memandang kepadanya,
wanita itu menjebikkan bibirnya lalu tersenyum
lebar sehingga tampak deretan gigi nya yang putih
dan rata akan tetapi agak besar besar sehingg
membuat mulutnya kelihatan lebar. Dengan
gerakan yang jelas ia lakukan agar tampak oleh
semua orang, ia menggerakkan sumpitnya,
memasukkan sepasang sumpit ke dalam mangkok
dan ketika ia mengambil sumpitnya diujung
masing masing sumpit sudah tertusuk sebuan
bakso ikan yang bundar dan putih. Kemudian
sekali ia menggetarkan tangan dua buah bakso itu
melayang naik ke atas dan tepat sekali memukul
potongan gigi garpu yaug tadi ditiup menancap
oleh Siok Lan di tiang yang melintang di bawah
atap.
Semua orang jadi terbelalak kaget dan kagum
karena dua buah bakso itu menghantam potongan
340
garpu dengan keras sekaji dan ketika
melayang turun ternyata potongan garpu itu sudah
terbawa turun menancap pada dua buah bakso !
Diam diam Yu Lee terkejut. Itulah hasil dari
kekuatan sin kang yang hebat, sama sekali tidak
boleh dipandang ringan, apa lagi oleh Siok Lan. Ia
tahu bahwa gadis ini jauh di bawah wanita itu
tingkat kekuatan sin kang nya. Siok Lan biarpun
kelihatan tersenyum dan tidak mengacuhkan,
namun sesungguhnya iapun terkejut sekali.
Sebagai seorang ahli yang sudah tergembleng
sejak kecil, iapun bukan tidak tahu bahwa wanita
itu amat tinggi kepaadaiannya dan dia sendiri tidak
akan mampu melakukan demonstrasi yang
diperlihatan wanita itu tadi. Akan tetapi tentu saja
ia tidak merasa gentar seujung rambutpun. Ia
masih duduk tidak per duli dan melanjutkan
makan minum.
Kesunyian yang menyusul perbuatan
demonstrasi wanita itu dipecahkan oleh suara
ketawa Ie Cu Lin. Perbuatan tamunya yang
menjadi sahabat baiknya ini sedikit banyak telah
membantu fihak tuan rumah menebus “kekalahan”
dalam demonstrasi mereka tadi melawan Sian li
Eng cu.
“Ha ha ha ha! Sungguh Cui Toanio amat hebat,
makin lama makin lihai saja membuat kami takluk
dan kagum. Akan tetapi, agaknya pertunjukan
pertunjukan para tamu yang terhormat dan gagah
perkasa seharusnya dilakukan menurut urutan
yang rapi dan tidak kacau balau. Kita semua tahu
bahwa pertemuan ini di samping membicarakan
341
tentang siasat siasat dan rencana rencana
pekerjaan kita menentang kaum penjajah, juga
diadakan pertemuan saling mempererat
persahabatan dan saling menambah ilmu
pengetahuan serta saling mengisi dan menuntun
agar kita makin kuat menghadapi musuh rakyat!
Semua tamu menyambut kata kata ini dengan
mengangguk angguk setuju, malah ada diantara
mereka yang sudah terlalu banyak minum, saking
gembira sebab akan menyaksikan demonstrasi
demonstrasi ilmu silat linggi, sudah bersorak dan
bertepuk tangan.
Ie Kiok Soe, orang ke dua dari Huang ho Sam
liong yang tadi mersa mendongkol ke pada dua
orang murid Kim hong pai karena mereka berdua
itu seolah olah beifihak dan bersikap ramah
kepada Sian li Eng cu, kini bangkit berdiri dan
mengangkat kedua lengan ke atas sebagai tanda
agar para tamu tidak berisik karena ia mau bicara.
Setelah suasana menjadi sunyi, si muka tikus ini
berkata sambil memandang ke arah meja Sian li
Eng cu.
“Cuwi sekalian! Dalam pertemuan hari ini, kami
mendapat kesempatan untuk memperkenalkan
sahabat sahabat seperjuangan yang baru. Biarpun
belum lama, baru beberapa pekan menggabungkan
diri dengan kita, namun nama Kim hong pai sudah
cukup terkenal di dunia kang ouw. Saat ini
diantara kita yang hadir terdapat dua oraug murid
Kim hong pai yang menjadi teman seperjuangan
bahkan menjadi murid murid terkasih dari Gwat
Kong Tosu sendiri. Kim hong pai sesungguhnya
342
adalah sebuah ranting dari Kun lun pai yang besar,
karena Gwat Kong Tosu adalah seorang anak
murid Kun lun pai yang telah mendirikan partai
persilatan tersendiri. Nah kami perkenalkan Pui
Tiong sicu (tuan gagah) dan Can Bwee lihiap (nona
gagah) dari Kim hong pai !”
Sejak si muka tikus angkat bicara Pui Tiong
dan Can Bwee sudah saling pandang. Kemudian
Pui Tiong berbisik kepada Sian li Eng. cu. “Harap
nona hati hati wanita itu adalah Cui Hwa Hwa atau
yang disebut Cui Toanio, ilmu kepandaiannya
tinggi sekali.”
Diam diam Siok Lan terkejut, pernah kakeknya
menyebut nama Cui Hwa Hwa ini sebagai seorang
tokoh kang ouw yang terkenal. Kini mendengar
keta kata si muka tikus ia tahu bahwa dua orang
murid Kim hong pai yang amat baik terhadapnya
ini dikutik kutik maka ia mendengarkan penuh
perhatian. Iapun tahu bahwa Kim hong pai masih
merupakan partai sesumber dengan dia, karena
benar seperti dikatakan si muka tikus tadi, dahulu
Gwat Kong Tosu adalah seorang anak murid Kun
lun pai yang melakukan “pelanggaran” sehingga
diusir dari Kua lun pai yang kemudian membentuk
sebuah partai persilatan sendiri. Maka ia tadi tidak
heran menyaksikan betapa dua orang itu bersikap
baik terhadap dirinya.
Memang kedua orang anak murid Kim hong pai
ini merupakan “pejuang pejuang” baru yang
menggabungkan diri dengan golongan pejuang
yang berkumpul di sepanjang Sungai Huang ho ini.
Maka setelah kini diri mereka diperkenalkan Pui
343
Tiong dan Cm Bwee lalu bangkit berdiri
mengangkat kedua tangan depan dada lalu
memberi hormat ke sekeliling.
“Harap saja Pui sicu sudi memberi sedikit
permainan pedang Kmi hong pai untuk membuka
mata kita!” Tiba tiba Ie Kiok Soe berkata dengan
suara lantang dan semua tamu lalu menyusulnya
dengan ucapan ucapan yang sifatnya mendesak.
Pui Tiong bertukar pandang dengan suci nya
yang mengangguk perlahan pemuda baju biru itu
lalu bangkit menjura ke arah Ie Kiok Soe dan
berkata,
“Sesungguhnya saya yang muda merasa malu
harus memperlihatkan kebodohan di depan banyak
orang gagah. Akan tetapi untuk sekedar
menggembirakan pertemuan ini, biarlah saya
melupakan kebodohan sendiri, harap sahabat
sekalian tidak menjadi kecewa.”
Para tamu bertepuk tangan ketika pemuda ini
malangkah ketengah lapangan kemudian monjura
ke sekeliling dan mencabut pedangnya. Sebuah
pedang yang bagus dan berkilau saking tajam.
Kemudian Pai Tiong mainkan pedangnya mula
mula lambat, makin lama makin cepat sehingga
pedangnya berubah menjadi segulungan sinar
putih berkeredepan.
Siok Lan yang menonton penuh perhatian,
mendapat kenyataan bahwa ilmu pedang pemuda
She Pui ini cukup kuat, mempunyai sumber ilmu
pedang Kun lun pai, hanya gaya nya yang dirobab
sehingga kini ilmu pedang ini disebut Kim hong
kiam hoat (Ilmu pedang partai Kim hong pai).
344
Pada saat itu berkelebat bayangan hijau dan
tahu tahu Cui Hwa Hwa sudah berdiri di tengah
lapangan menghadapi Pui Tiong sambil berkata
nyaring. “Orang she Pui ilmu pedangmu bagus
sekali kalau bermain sendiri tentu kurang
menarik!”
Pui Tiong menghentikan tarian pedangnya dan
menjura sambil menekuk pergelangan tangan
sehingga pedangnya tersembunyi di bawah lengan.
“Toanio, apakah yang toanio maksudkan?”
Cui Hwa Hwa tertawa sehingga tampak giginya
yang besar besar, matanya yang lebar
mengeluarkan sinar berseri ketika ia berkata, “Pui
enghiong biarpun engkau dikenal sebagai seorang
tokoh Kim hong pai namun ilmu pedangmu masih
dapat kukenal sebagai Kun lun kiam hoat. Aku
sudah sering kali berhadapan dengan ilmu pedang
Kun lun pai dan sudah seringkali
menundukkannya.” Sampai di sini wanita ini
mengerling ke arah Siok Lan dengan senyum
mengejek dan memandang rendah sekali, “Maka
aku mengenalnya begitu melihat gerakanmu !”
Merah telinga Pui Tiong akan tetapi masih
bersikap merendah dan hormat.
“Tidak salah ucapan Toanio. Memang tidak
perlu kami sangkal bahwa guru kami Gwat Kong
Tosu adalah bekas murid Kun lun pai akan tetapi
ilmu pedang kami adalah Kim hong kiam hoat,
bukan Kun lun kiam hoat !”
Kembali wanita itu tertawa dan setelah kini ia
berdiri, tampak betapa pinggulnya benar besar
345
besar, menjendul di kanan kiri dan ketika ia
tertawa, kedua gunung pinggul penuh daging itu
bergoyang goyang di balik pakaian yang berwarna
hijau dan terbuat dari sutera tipis. Orang orang
yang berada di sebelah belakangnya seolah olah
dapat melihat daging pinggul yang montok itu
menari menari, “Pui enghiong, sudah kukatakan
tadi, bahwa bermain seorang diri kurang menarik.
Maka biarlah aku menemanimu dengan tangan
kosong dan sebagai bukti kata kataku tadi, hendak
kuperlihatkan kepadamu dan kepada semua tamu
betapa dalam sepuluh jurus aku sanggup
menundukkanmu seperti yang sudah terlalu sering
kulakukan terhadap ilmu pedang Kun lun pai !”
Semua yang hadir terkejut. Biarpun tak dapat
dikatakan bahwa ilmu pedang pemuda itu indah
sempurna, namun harus diakui cukup hebat, dan
tangguh. Mungkin kalau menghadapinya dengan
senjata lain, Cui Hwa Hwa yang terkenal sekali itu
akan dapat mengambil kemenangan. Akan tetapi,
menghadapi pedang pemuda itu dengan tangan
kosong dan berjanji akan menundukkannya dalam
sepuluh jurus? Benar benar terlalu tekebur !
Yu Lee yang menyaksikan gerak gerik wanita itu
penuh perhatian, diam diam merasa khawatir.
Jelas dapat terlihat oleh siapapun juga bahwa
sesungguhnya bukan murid Kim hong pai yang
ditekan atau ditantang oleh Cui Hwa Hwa,
melainkan Siok Lan, Sian li Eng cu yang dikenal
sebagai murid Kun lun pai! Dan menurut penilaian
Yu Lee, tingkat kepandaian wanita itu lebih tinggi
dari pada Siok Lan sehingga kalau ejekan ejekan
346
menantang itu dilayani Siok Lan tentu akan
berbahaya sekali bagi nona pujaan hatinya itu.
Memang kekhawatiran Yu Lee itu ada tanda
tandanya akan terjadi, Siok Lan biasanya berwatak
riang gembira, akan tetapi kalau ia tersinggung
dun marah, sepasang pipinya menjadi bersemu
kemerah merahan dan sepasang matanya yang
biasanya bening dan riang jenaka itu
memancarkan cahaya kilat. Dan pada saat itu
keadaan Siok Lan pun sudah seperti itu ketika
dara ini memandang ke arah Cui Hwa Hwa yang
hendak mempermainkan Pui Tiong.
Pui Tiong sendiri juga penasaran. Ditantang
untuk dihadapi dengan tangan kosong dan akan
dikalahkan dalam sepuluh jurus benar benar
memanaskan hatinya. Maka ia segera menjura lagi
dan berkata, “Sebelumnya terima kasih bahwa Cui
Toanio yang tersohor lihai suka memberi petunjuk
!”
“Tak perlu sungkan, seranglahl” kata Cui
Toanio sambil tersenyum lebar.
Pui Tiong lalu memutar pedangnya, mengayun
ke atas kepala dan mulai menyerang maju. Putaran
pedangnya cepat dan kuat sekali, lalu meluncur ke
arah leher lawan. Namun gerakan Cui Toanio
benar benar mengagumkan. Hanya pinggulnya
yang besar montok itu saja yang tampak bergerak,
sedangkan lain tubuh tidak lampak bergerak, akan
tetapi tahu tahu ia sudah miringkan tubuh dan
serangan pedang itu menyambar lewat, kemudian
secepat kilat, tangan kirinya menyambar maju ke
347
arah siku kanan Pui Tiong yang memegang
pedang!
Pui Tiong kaget sekali karena kalau sampai
sikunya tertotok atau terpukul tentu pedangnya
akan terlepas, maka cepat ia berseru sambil
meloncat, kebelakang pedangnya ditarik dan
diputar melingkar dari luar, kini membabat ke arah
pinggang. Akan tetapi agaknya Cui Toanio tadi
tidak berkata main main karena buktinya, ia
seperti telah tahu atau mengenal gerakan pedang
Pui Tiong dan sebelum pedang itu membabat
pinggangnya, tubuhnya sudah melompat ke atas,
kemudian dari atas tubuhnya melayang turun
dengan kedua ujung kaki menyerang pundak Pui
Tiong!
Pemuda baju biru ini tentu saja tidak mau
ditendang pundaknya dari atas, ia meredahkan
tubuh dan memutar pedang diatas kepala seperti
payung yang bertugas menyerampang buntung
kedua kaki lawan. Terdengar Cui Hwa Hwa tertawa
dan tubuhnya yang masih di udara itu tiba tiba
membuat salto atau poksai dua kali sehingga
serampangan pedang Pui Tiong tidak berhasil.
Pui Tiong mendesak terus dan sampai
berlangsung sembilan jurus, belum juga ia mampu
menyentuh ujung baju Cui Hwa Hwa, akan tetapi
hatinya girang karena sejurus lagi kalau wanita
sombong itu belum dapat mengalahkannya, berarti
ia menang! Maka ia kini tidak menitik beratkan
kepada serangan.
Jurus terakhir ini ia menitikberatkan kepada
pertahanan dan ia hanya membacokkan
348
padangnya ke arah leher lawan sambil menjaga diri
sendiri, menutup segala lobang.
Alangkah kaget hati Pui Tiong ketika mendapat
kenyataan bahwa kini lawannya sama sekali tidak
mengelak atau menangkis, membiarkan pedang
meayambar pinggir leher sebelah kiri! Betapapun
juga Pui Tiong tiaak bermaksud melukai lawan,
apalagi membacok leher yang dapat menimbulkan
bahaya maut, maka dengan gugup ia berusaha
menahan bacokan atau sedikitnya mengurangi
tenaga nya. Namun terlambat pedangnya tetap
mengenai leher Cui Toanio.
“Takk !” Pui Tiong terkejut sekali karena
pedangnya seperti mengenai benda keras dan pada
saat itu Cui Toanio membuat gerakan menghantam
dengun kepalan kiri kearah lambungaya. Selagi ia
bingung dan menangkis dengan tangan kiri, tiba
tiba pedangnya terampas oleh jari jari tangan Cui
Toanio yang kanan, yang menjepit pedang itu
dengan jari jari ditekuk dan dengan kenyataan
yang luar biasa telah merampas pedang sehingga
terlepas dari tangannya dan kini berada dalam
jepitan jari tangan kanan Cui Toanio yang
mengangkatnya tinggi tinggi!
“Nah, tepat sepuluh jurus! Inilah jurusku yang
ampuh untuk menghadapi ilmu pedang Kun lun
pai yang tak pernah gagal merampas pedang Kun
lun pai. Jurus ini kuberi nama Eng jiauw phok
kiam (Cakar Garuda Sambar Pedang). Jurus
macam ini barulah ada harganya disebut ilmu,
tidak seperti segala macam kepandaian ansak kecil
seperti yang telah diperlihatkan tadi!” Sambil
349
berkata demikian, kembali dengan sengaja dan
penuh tantangan Cui Hwa Hwa mengerling kearah
meja Siok Lan. Kemudian dengan sikap
memandang rendah, ia mengangsurkan pedang
kepada Pui Tiong yang menerimanya dan yang
segera mengundurkan diri dengan muka pucat.
Tadinya ia marah, akan tetapi ketika bertemu
pandang dengan sucinya, ia melihat Can Bwee
berkedip maka ia lalu mengundurkan diri tanpa
berkata sesuatu.
Seperti telah diharap harapkan orang banyak
dengan pancingan tantangan Cui Hwa Hwa
terhadap tamu istimewa Sian li Eng cu yang
dianggap telah memusuhi Ang bin Kai pang sebagai
teman teman seperjuangan mereka ini Siok Lan
bangkit berdiri. Akan tetapi Yu Lee yang sudah siap
menghindarkan Siok Lan daripada bahaya, jaga
cepat bangkit berdiri bahkan berlari lari
mendahului nona itu ke tengah lapangan di mana
Cui Hwi Hwa masih berdiri. Sambil tertawa tawa ia
berkata, mendahului Siok Lan yang sudah hendak
menegurnya.
“Eh. nona ! Bukankah ilmu yang
dipertontonkan tadi, menjepit pedang, sama benar
dengan ilmu yang pernah nona ajarkan kepada
saya? Namany juga hampir sama! Heran sekali
kenapa bisa begitu sama, bukankah yang nona
ajarkan itn hanya untuk tontonan anak anak di
tengah pasar?”
Hanya beberapa detik saja wajah Siok Lan
terlcegang keheranan, akan tetapi dasar ia cerdik
dan jenaka, segera saja wajahnya yang cantik jelita
350
itu berubah, bersari seri dan mulutnya tersenyum
simpul manis sekali.
“Kau betul, Aliok ! Baiknya kau ingatkan aku,
hampir aku lupa. Memang sudah pernah
kuajarkan padamu. Leher tidak luka oleh bacokan
pedang itu namanya ilmu lehar kepala batu. Dan
ilmu menjepit pedang dengan jari itu namanya
jurus Hek mauw phok ci (Kucing Hiiam Sambar
Tikus) !”
Jelas sekali apa yang diperbuat dan
dipercakapkan antara nona dan pelayannya ini
menyinggung peristiwa tadi. Lebih lebih nama
jurus itu ! Kalau jurus lihai dari Cui Hwa Hwa tadi
bernama Cakar Garuda Sambar Pedang, kini jurus
kedua orang ini bernama Kucing Hitam Sambar
Tikus ! Justeru muka Cui Hwa Hwa memang agak
kehitaman karena bekas penyakit cacar, jadi sama
saja dengan menyamakan dia dan memakinya
kucing hitam ! Para tamu memandang dengan
wajah tegang, dan hal yang lucu ini membuat
mereka ingin tertawa akan tetapi tidak berani
maka banyak yang menutup mulutnya agar tidak
kelihatan tertawa.
Wajah Cui Hwa Hwa sebentar merah sebentar
makin hitam. Kemarahannya hampir tak dapat
ditahannya lagi. Akan tetapi ia tidak tahu harus
berkata atau berbuat apa karena dua orang itu
tidak terang terangan menyinggung namanya. Pada
saat itu, tiba tiba Siok Lan merctibut pedangnya
dengan gerakan indah dan cepat. Semua orang
tertegun kagum menyaksikan sinar pedang putih
kemilau dari pedang perak itu.
351
“Awas, Aliok. Mari kita perlihatkan apa yang
telah kita latih dahulu. Aku akan bacok lehermu,
keluarkan Ilmu leher kepala batu kemudian kau
cakar pedang ini dengan ilmu Hek mouw phok ci !”
Mata Yu Lee berseri. Pemuda ini merasa geli,
akan tetapi juga gembira dan kagum Siok Lan
benar benar seorang gadis yang selain berani dan
jenaka, juga berotak tajam sekali sehingga dapat
mengerti ajakannya untuk bergurau dan
“memukul” kesombongan Cui Hwa Hwa.
“Baiklah, nona! Biar semua orang melihat
bahwa saya, biarpun hanya seorang pelayan, akan
tetapi adalah pelayan dari Sin li Eng cu dan tentu
saja mengenal ilmn kucing ini!” Ia mengatakan
ilmu kucing untuk mengimbangi ucapan Cui Hwa
Hwa yang mengatakan bahwa kepandaian Siok Lan
tadi seperti anak kecil.
Siok Lan memainkan pedangnya, memutar
mutar ke atas dan berteriak. “Hiaaaatt!” Pedang itu
menyambar leher Yu Lee. Pemuda ini maklum
bahwa nonanya sudah tahu akan keadaannya yang
tidak pandai silat, maka ia pun sengaja membuat
gerakan takut takut sehingga tampak lucu…
Pedang itu meluncur dan berhenti tepat setelah
menyentuh kulit leher Yu Lee! Dari situ saja para
ahli yang hadir di situ maklum bahwa Sian li Eng
cu benar benar seorang ahli pedang yang hebat !
Karena pandainya Yu Lee bersandiwara. Siok
Lan berlaku hati hati sekali agar pedang nya
jangan sampai melukai pelayannya, maka ia tadi
telah mengukur tenaganya dan tepat sekali
pedangnya sudah terhenti ketika menyentuh kulit
352
leher pelayan itu. Dengan lagak dibuat buat Yu Lee
lalu mengangkat tangannya, ditekuk jari jarinya
seperti yang dilakukan Cui Hwa Hwa tadi, lalu
perlahan lahan ia menggerakkan jari jarinya
menjepit pedang. Ia sengaja membuat jari jarinya
seperti tidak kuat dan takut takut menghadapi
mata pedang yang tajam, maka ia lalu
menggunakan pula tangan kirinya membantu,
barulah jari jari kedua tangannya dapat menjepit
pedang dan diangkatnya ke atas.
“Inilah jurus Kucing Hitam Sambar Tikus…?
Ciiiieet …ciiieeet…!” kata Yu Lee sambil berjingkrak
jingkrak dan berputaran di lapangan itu menjinjing
pedang.
Sorak sorai meledak menyaksikan pertunjukan
yang lucu ini. Apalagi Abouw, dia sampai hampir
terjungkal dari bangku yang didudukinya saking
terpingkal pingkal, kemudian ia bangkit dan
menghampiri Yu Lee, menjura sampai dalam dan
berkata mengacungkan jempolnya.
“Wahh, siapa kira, nona telah memberi
pelajaran begini hebat. Siapa duga saudara Aliok
ini ternyata seorang pandekar yang hebat ! Ha ha
ha !”
Yu Lee mengembalikan pedangnya kepada Siok
Lan yang menyimpannya, kemudian ber kata
kepada Ahouw. “Engkau sendiri, sudah dipilih
menjadi tukang perahu Sian li Eng cu, tentulah
bukan orang sembarangan pula. Ini aku ketahui
benar!”
Pada saai itu, suara ketawa mereda dan
terdengar bentakan nyaring. Inilah suara Cui Hwa
353
Hwa yang menjadi marah bukan main. Wanita ini
tak dapat menahan kemarahannya lagi sampai
hampir meledak rasa dadanya.
“Keparat laknat! Berani kalian memandang
rendah kepada nyonya besarmu? Kalau kalian
sudah bosan hidup, hayo maju. Baik nona
majikannya, maupun pelayannya, apa lagi tukang
perahunya semua akan kupatahkan batang
lehernya satu persatu! Kalau tidak bisa, jangan
sebut namaku Cui Hwa Hwa lagi!” Wanita itu
menghadapi Siok Lan bertiga sambil bertolak
pinggang, matanya seakan akan membakar mereka
bertiga
“Nah, paman Abouw. Kau ditantang orang!
Beranikah?”
“Aku...aku…!” Tentu saja Abon tidak berani dan
mukanya pucat matanya terbelalak, kedua kakinya
menggigil. Di sana sini sudah terdengar orang
tertawa Cui Hwa Hwa tersenyum mengejek dan
memandang rendah sekali.
Akan tetapi Yu Lee sudah mendapat akal. Ia
menghadapi wanita itu dan bertanya, “Kau tadi
benar benar menantang kami? Termasuk paman
Abouw tukang perahu iui?”
“Betul. Bujang hina dina!”
“Aduh aku… aku…!”
“Tahan, paman Abouw mengapa begitu
merendahkan diri? aku tahu bahwa dalam
mengadu kepandaian, kau jauh lebih menang dari
pada Toanio ini, kenapa kau pura pura khawatir?”
Sebelum sempat Abouw membantah. Yu Lee
354
berkedip kepadanya lalu bertanya lagi kepada Cui
Hwa Hwa, “Cui Toanio, di sini banyak saksi.
Benarkah kau berani menantang paman Abouw
untuk mengadu kepandaian? Siapa yang kalah
harus lekas lekas angkat kaki dari sini? Beranikah
Kau?”
“Boleh! Suruh dia maju akan kupatahkan
batang lehernya !”
Yu Lee lalu menghampiri Abouw yang masih
gemetaran, lalu mendekatkan mulut di telinga
tukang perahu itu beibisik bisik. Seketika cerah
wajah Abouw dan sambil mengangkat dada, ia
melangkah maju menghampiri Cui Hwa Hwa. Akan
tetapi betapapun juga masih tampak jelas kedua
kakinya menggigil sehingga keadaan yang lucu ini
membuat semua orang tertawa geli. Hanya Huang
ho Sam liong yang memandang marah karena
mereka sendiri merasa terhina olen pelayan
pelayan Sian li Eng cu yang menganggap tempat
itu sebagai panggung sandiwara di mana mereka
boleh membadut seenaknya !
“Toanio!” kata si tukang perahu dengan suara
lantang. “Seorang gagah tidak akan menjilat
ludahnya sendiri. Betul?”
“Betul!” bentak Cui Hwa Hwa dengan keras
sehingga tukang perahu itu kelihatan kaget.
“Kau menantang aku Abouw untuk meng adu
kepandaian. Betul ?”
“Betul. Mulailah!” bentak lagi Cui Hwa Hwa
yang sudah mengepal tinju gatal gatal kedua
355
tangannya untuk mematahkan leher tukang
perahu.
“Dan aku yang akan menentukan apa macam
pertandingan. Betul?”
“Betul dan boleh kau pilih. Tangan kosong atau
bersenjata !”
Tukang perahu itu mengangkat alisnya. “Siapa
bilang tentang tangan kosong? Siapa bilang pula
bersenjata? Tentu saja dua macam pertandingan
kan, Toanio! Pertama dengan tangan kosong,
kedua dengan senjata !”
“Baik, awaslah setangan tangan kos….!”
“Heeeeiiit….! Stop dulu !” Si tukang perahu
cepat mundur ketakutan. “Toanio, mengapa kau
begini ceroboh? Aku belum me nyatakan cara dan
pilihanku kau sudah buru buru saja. Bernafsu
sekali kau agaknya! Yang kumaksudkan dengan
tangan kosong bukan sekali kali uatuk memukul
orang ! Toanio jangan curang!” Saking takutnya
kalau kalau ia dipukul Abouw mundur mundur
seperti orang hendak melarikan diri. Akan tetapi
punggung nya di dorong maju dari belakang oleh
Yu Lee yang berkata mengejek.
“Abouw, jangang takut, banyak saksi hidup di
tempat ini. Kau harus memberi kuliah kepada
Toanio itu, agaknya Toanio itu mengira bahwa
Tuhan mnciptakan manusia diberi tangan hanya
untuk memukul orang !”
“Manuia manusia pengecut!” Cui Hwa Hwa
sudah memaki lagi, tangan kiri bertolak pinggang,
tangan kanan menudingkan telunjuk ke arah
356
muka Abouw “Kalau memang tidak berani, mundur
saja dan biarkan nonamu yang maju ! Mulutmu
yang buruk tadi menantang dengan tangan kosong,
kemudian dengan senjata! Apakah engkau hendak
menjilat ludah sendiri?”
“Sama sekali tidak Toanio. Aku tetap dengan
tantanganku kepadamu. Pertama dengan tangan
kosong, kita berdua boleh mengadu kepandaian,
terjun ke sungai dan menangkap ikan dengan
tangan kosong siapa lebih cepat dapat menangkap
ikan, dia menang! Nah siapa bilang peraturan ini
tidak adil? Dan kedua dengan senjata dayung, kita
berlomba memutari sungai melawan arus. Kalau
aku kalah aku akan paykui (berlutut menyembah)
sampai dua puluh tujuh kali di depan Toanio!”
Semua orang tercengang mendengar ini kemudian
meledak suara tawa mereka. Cui Hwa Hwa makin
hitam mukanya dan ia membanting banting
kakinya “Bedebah! Siapa sudi main main dengan
engkau?” Kalau tidak ada kepandaian hayo
menggelinding pergi, atau… hemm, kuhancurkan
kepalamu!”
Melihat wanita itu sudah gatal tangan hendak
menerjang maju Yu Lee khawatir dan cepat ia
melangkah maju.
“Eh, eh, Cui Toanio sebagai seorang pendekar
wanita yang besar, benar benarkah tidak malu
untuk memukul orang yang tak bersalah? Apalagi
orang yang tidak melawan? Toanio sendiri yang
salah sebaliknya paman Abouw ini benar seratus
prosen! Dia tadi menantang Toanio mengadu
kepandaian bukan? Nah berenang menangkap
357
ikan dan mendayung perahu tentu saja merupakan
kepandaiannya kepandaian seorang tukang
perahu! Masa ia diharuskan mengadu pukulan?
Dia bukan tukang pukul! Kalau memang Toanio
tidak berani menghadapi tantangannya, bilang saja
terus terang dan mengaku kalah, itu baru sikap
orang gagah. Kalau memang merasa kalah lalu
hendak meggunakan kekerasan dan memukul, itu
namanya sewenang wenang seperti perbuatan
tukang pukul bayaran yang kasar!” Setelah berkata
demikian Yu Lee memandang ke arah ruangan
tamu dan bertanya,” Cuwi eng hiong sekalian yang
mulia, kalau perkataan saya tadi ada yang keliru,
harap betulkan!”
Semua tamu menjadi geli dan juga kagum akan
kelihaian mulut pelayan Sian li Eng cu ini. Jarang
ada orang berani main main terhadap Cui Hwa
Hwa, akan tetapi sekali ini nyonya yang galak itu
dipermainkan dan terpojok dalam keadaan serba
salah! Maka mereka lalu berteriak,
“Betul…betul…!”
JILID IX
MATA Cui Hwa Hwa sampai menjadi merah.
Wanita ini tidak tahu agakah ia harus menangis
atau tertawa. Ingin ia sekali pukul menghancurkan
kepala pelayan ini, akan tetapi kalau ia melakukan
hal ini tentulah namanya akan menjadi tercemar
sebagai seorang pejuang yang gagah. Ia menggertak
gigi lalu berkata, “Biarlah aku mengaku kalah
terhadap tukang perahu. Akan tetapi sekarang
menantang engkau pelayan hina diria ! Aku
358
memaki engkau sebagai pengecut rendah, seorang
penakut yang hanya berlindung kepada lidah tak
bertulang! Engkau laki laki tidak berhanga, hayo
aku tantang kepadamu untuk bertandirig mengadu
ilmu silat....”
“Boleh ! Dengan tangan kosong !” Yu Lee cepat
cepat menymbung dengan sikap petentang
petenteng seperti lagak seorang jagoan besar,
mengangkat dada menggoyang kibul. “Memang
lidahku tidak bertulang Seperti lidah semua orang,
akan tetapi agaknya lidahmu bertulang Toanio.
Pantas saja begitu tegang dan kaku, suka memaki
orang. Memang aku tidak berhanga, tidak ada
hanganya. Kalau engkau berhanga beragakah
Toanio? Tentu tidak mahal karena bekas bopeng
itu…”
“Aliok !” Siok Lan berseru dan melancat dekat
pelayannya. Sementara itu, dengan alis berdiri Cui
Hwa Hwa seperti hendak menelan pelayan itu
dengan pandang matanya, sedangkan para tamu
menjadi tegang. Ucapan ucapan pelayan itu benar
benar amat menghina dan mereka kini akan
maklum bahwa tentu Cui Hwa Hwa hari ini akan
melakukan pembunuhan !
“Mundurlah Aliok, biarkan aku
menghadapinya,” kata Siok Lan suaranya penuh
kekhawatiran.
Melihat sikap dan mendengar suara nona ini,
jantung Yu Leo berdebar tidak karuan saking
girangnya. Benarkah ini? Benarkah nona ini begini
mengkhawatirkan keselamatan nya? Adakah ini
tanda tanda bahwa nona yang dipuja di dalam
359
hatinya ini diam diam …. ada rasa suka
kepadanya?
“Harap nona jangan khawatir,” bisiknya,
“biarpun saya tidak pandai Silat akan tetapi pandai
mengelak dengan akal. Nanti setelah saya memberi
hajaran, baru nona….”
“Kau...? Memberi hajaran....?” Siok Lan
bertanya dengan mata terbelalak, agaknya takut
kalau kalau pelayannya telah menjadi miring
otaknya. Ia tahu bahwa Cui Hwa Hwa lihai sekali,
sedangkan dia sendiri belum tentu akan mendapat
kemenangan kalau melawan wanita itu, apalagi
Aliok yang tidak pandai silat! Tentu dalam
segebrakan saja Aliok akan terpukul sampai mati.
Aliok tertawa dan sengaja mengeraskan
suaranya, “Nona, toanio ini mengingatkan saya
akan bibi Bhu saya di dusun. Bibi saya itu
pantatnya amat besar dan juga seringkah bibi yang
gemuk itu mengejar dan hendak memukuli saya!
Hal ini membuat saya menjadi pembenci pantat
besar dan selalu ingin memukul kalau melihat
orang yang berpinggul besar seperti toanio ini.”
“Aliok…!” Siok Lan khawatir sekali. Akan tetapi
pada saat itu. Cui Hwa Hwa sudah tak dapat
menahan kemarahannya lagi. Serasa hendak
meledak kepala dan dadanya yang terasa panas,
apalagi mendengar betapa para tamu berusaha
keras membendung suara ketawa yang hendak
terbahak keluar.
“Hayo yang mana ini yang akan maju? Nona
majikannya ataukah pelayannya? Jangan kasak
kusuk separti sepasang kekasih di sini!”
360
Mendengar ejekan ini, merah muka Siok Lan
dan terpaksa ia mundur karena maklum bahwa
percuma saja ia membujuk Aliok. Akan tetapi Siok
Lan tidak lagi duduk. Tak dapat ia duduk enak
menyaksikan betapa pelayan nya teraneam maut.
Ia sudah siap siap untuk menggunakan jarum
peraknya menyelamatkan nywa pelayannya kalau
teraneam nanti.
Begitu Siok Lan mundur, Cui Hwa Hwa sudah
menerjang maju.
“Eeeeiit… eeeiit…. jangan curang!” kata Yu Lee
sambil mundur mundur.
Karena takut dikatakan curang, Cui Hwa Hwa
menunda serangannya. “Curang apa? Kau hendak
lari? Tidak mungkin, bujang hina. Kali ini engkau
harus mampus, tidak peduli siapa yang akan
kehilangan pelayan tampan!” Kembali wanita yang
galak itu mengejek Siok Lan.
“Boleh boleh, mau bikin mampus aku, boleh
saja. Akan tetapi pertandingan ini harus diatur
sebaiknya. Bukankah kita semua ini tengolong
orang orang gagah dan kalian ini pejuang pejuang?
Apakah kau hendak membikin malu Huang ho
Sam liong sebagai tuan rumah ?”
“Sudahlah, kayo katakan apa kehendakmu
jangan terlalu cerewet !”
“Begini, toanio, kita boleh bertandirig mengadu
ilmu kepandaian…..“
“Ilmu kepandaian silat !” sambung Cui Hwa
Hwa yang sudah kapok tidak mau ditipu lagi.
361
Yu Lee tersenyum lebar. “Aku tidak bisa silat
bagaimana mungkin mengadu ilmu silat?
Sekarang begini saja. Toanio tadi bilang mau
membunuh aku, bolehhh. Aku sih tidak begitu
kejam seperti toanio yang sudah haus. Aku hanya
ingin satu kali menampar…. pinggul yang besar
itu. Kalau sampai dapat kutampar, berarti aku
menang. Sebaliknya, kalau ampai Toanio berhasil
membunuhku, sudah tentu saja aku mengaku
kalah ......? Eh, tentu saja kalau aku sasih mampu
mengaku, kalau sudah mati, mana mungkin
mengaku….? Wah, aku jadi bingung …”
Para tamu sudah tertawa lagi dan suara ketawa
ini merupakan minyak pembakar yang
memperbesar api kemurahan Cui Hwa Hwa. “Baik!
Nah, kita mulai…!” ia menerjang maju dengan
amat ganasnya memukul bertubi tubi deegan
kedua tangan yang mengandung hawa sakti
sehingga setiap pukulan merupakan maut, disusul
tendangan mengarah bagian bagian berbahaya.
“Ayaaaaa….!!” Yu Lee membuat gerakan kacau
balau seperti seekor kera ketakutan menghadapi
aneaman pukulan. Ia berlancatan mundur,
mengangkat kedua tantan ke atas, dan terus
berlancatan, akhirnya ia lari lari berputaran di
tempat itu ! Tentu saja Cui Hwa Hwa tidak mau
bersikap gila gilaan seperti pemuda itu. Ia mengejar
dengan langkah langkah teratur, langkah langkah
diseret sehingga terdengar jejaknya, “Sett…. Sett….
sett ....!” Terus mengikuti Yu Lee sambil kadang
kadang ia melanearkan satu dua pukulan. Biarpun
wanita ini memandang rendah, namun ia bukanlah
seorang bodoh. Seorang pelayan pendekar wanita
362
yang sudah berani bersikap seperti itu tak
mungkin kalau tidak memiliki kepandaian ilmn
silat, demikian pikirca, maka ia tidak mau berlaku
sembrono.
Siok Lan mungkin merupakan orang yang
paling gelisah menyaksikan pelayannya berlari
larian seperti itu.
“Aliok !Kau mengakn kalah saja, biar aku
menggantikanmu !” Ia berseru.
Yu Lee merasa kasihan kepada Siok Lan.
Betapa tersiksanya hati gadis itu, pikirnya bangga.
“Nanti dulu nona, biarkan aku menggaplok
pantatnya dulu !” Ia berkata. Pada saat ini Cui Hwa
Hwa datang memukul. Semua orang, termasuk
Siok Lan menjadi pucat karena pukulan tangan
kanan wanita itu amat cepat datangnya. Seorang
lawan yang pandai ilmul siat sekalipun akan sukar
menghindarkan diri dari pukulan seperti itu,
apalagi seorang yang tidak pandai silat seperti
Aliok!
Pukulan itu cepat menyambar ke arah dada Yu
Lee. Pemuda ini maklum bahwa kalau ia tidak
cepat cepat mengakhiri pertandingan ini tentu
rahasianya akan terbuka, maka ia sengaja seperti
tidak tahu akan datangnya pukulan ini.
“Aliok, awas….!” teriak Siok Lan.
Namun terlambat, biarpun Aliok yang bingung
itu menggerakan tubuh, tetap saja pukulan
menyambar pundaknya. Tubuh Aliok terbanting ke
atas tanh, bergulingan dan secara aneh tubuh itu
terguling ke belakang Cui Hwa Hwa yang sudah
363
kegirangan dan mengira bahwa pukulannya tentu
akan menewaskan pelayan kurang ajar itu. Dan
sebelum ada yang tahu apa terjadi, juga Cui Hwa
Hwa sendiri tidak tahu mengapa kedua kakinya
tiba tiba tak dapat digerakkan. Aliok sudah
merangkak bangun, lalu tangan kanannya, diayun
menampar pinggul Cui Hwa Hwa yang memang
besar seperti membengkak itu
“Pakkkk….!”
Karena tempat itu agak kering sehingga tadi
ada debu mengebul ketika tangan Yu Lee yang
terbuka itu menghantam daging pinggul, tampak
debu menyebul di baju yang menutupi pinggul, Yu
Lee berjingkrak dan mengangkat tangan kanannya
ke atas sambil berseru nyaring.
“Waaahhh...panas….!!” Kemudian ia menari
nari dan bersorak, “Aku menang….!”
Cui Hwa Hwa berusaha untuk menggerakkan
kedua kakinya, namun tetap tidak dapat
digerakkan. Yu Lee yang menari sengaja
mendekatinya dan menyentuh punggungnya tiga
kali dengan gerakan yang cepatnya tak dapat
terlihat orang lain sambil berkata, “Cui Toanio kau
harus mau mengaku kalah…!”
Cui Hwa Hwa yang seketika dapat bergerak
kembali, tak dapat menahan kemarahannya. Ia
mengira bahwa tentu Sian li Eng cu yang diam
diam secara rahasia membantu pelayan nya, maka
kini ia mendelik dan meneabut pedangnya yang
mengeluarkan sinar hijau “Aku Cui Hwa Hwa
menantang Sian li Eng cu !” bentaknya nyaring.
364
Yu Lee pura pura ketakutan dan lari mendekati
nonanya. “Waduh, dia galak sekali nona. Kau hati
hatilah!”
Siok Lan tadi melongo ketika tadi menyaksikan
betapa secara aneh pelayannya berhasil benar
benar menampar pinggul wanita itu dan pukulan
yang mengenai pundaknya tidak menewaskannya.
“Aliok, kau terpukul tadi…. Tijak apa apakah? “
“Tidak nona!” jawab Yu Lee dengan suara keras
disengaja. “Pukulannya lunak seperti tahu. Harap
nona suka balaskan dengan goreskan pedang nona
pada pinggulnya !”
Siok Lan tidak melayani kelakar pelayannya
karena ia sendiri merasa tegang, Cui Hwa Hwa
sudah mencabut pedang, sudah menantangnya.
Tak dapat ia menghindarkan pertandingan yang
tentu akan terjadi seru dan mati matian karena ia
tahu lelihaian lawannya.
“Cui Hwa Hwa, berkali kali engkau sengaja
menghinaku, sikapmu sungguh tidak patut
menjadi sikap seorang yang mengaku gagah dan
pejuang. Sepatutnya engkau dilaayni pelayanku
dan tukang perahu, bahkan ternyata menghadapi
kedua orang pembantu itupun kau sudah kalah.
Sekarang engkau menantangku, sungguh tak tahu
diri,” kata Siok Lan. Sikapnya angkuh seperti sikap
seorang tingkat atasan terhadap orang yang lebih
rendah.
“Tak usah banyak cakap, lihat pedang!” bentak
Cui Hwa Hwa dan segulung sinar hijau menyambar
ke arah dada Siok Lan. Gerakannya cepat dan
kuat, namun tidaklah secepat yang disangka Siok
365
Lan sehingga nona ini dengan mudahnya
miringkan tubuh mengelak sambil menggerakkan
pedang peraknya menangkis. Terdengar suara
nyaring dan pedang hijau di tangan Cui Hwa Hwa
terpukul miring. Kejadian ini kembali tidak
disangka sangka oleh Siok Lan dan tentu saja ia
menjadi girang mendapat kenyataan bahwa
lawannya ini tidaklah selihai yang ia sangka,
bahkan ia yakin bahwa dia lebih cepat dan lebih
kuat.
Di lain fihak, Cui Hwa Hwa terkejut setengah
mati. Bukan karena Sian li Eng cu itu memiliki
tenaga yang lebih kuat, sama sekali bukan. Ia tadi
sudah merasa yakin bahwa ia akan dapat
mengatasi kepandaian gadis remaja ini.
Akan tetapi begitu ia menggerakkan pedangnya
terasa betapa punggungaya, dari bawah sampai ke
tengkuk, panas dan nyeri seperti ditusuk.
Hal ini lah yang membuat gerakannya terlambat
dan tenaganya berkurang banyak sekali. Dia
sendiri tidak mengerti mengapa begini, karena
sebagai seorang ahli silat tinggi, keadaan seperti
yang dideritanya itu hanya berarti bahwa ia
mengalami luka dalam yang perlu cepat diobati.
Bagaimana ia sampai dapat terluka? Ia tidak
mengerti sama sekali dan karena keheranan dan
keraguan ini, maka ilmu silat nya menjadi makin
kacau Apalagi pada saat itu, Siok Lan sudah
berseru nyaring dan membalasnya dengan
serangan serangan hebat sekali. Terpaksa ia
menggunakan pedangnya menangkis dan
melindungi diri sedapat mungkin.
366
Yang mengerti akan hal ini tentu saja hanya Yu
Lee. Pemuda ini berdiri dengan tenang tersenyum
senyum karena yakin bahwa Siok Lan tidak akan
terancam bahaya lagi. Tidak percuma tadi ia
menggunakan kesaktiannya, menotok dengan
sentuhan sebanyak tiga kali di punggung Cui Hwa
Hwa ketika menari nari kegirangan. Ia sengaja
meonotok untuk menutup jalan hawa sakti
sehingga kecepatan dan tenaga wanita itu lenyap
setengahnya lebih ! Hal itu akan diderita Cui Hwa
Hwa selama kurang lebih tiga jam serta tak perlu
diobati, dalam waktu tiga jam akan lenyap sendiri
pengaruhnya.
Ilmu pedang Siok Lan adalah ilmu pedang Kun
lun kiam sut yang gerakannya cepat sekali,
dsamping amat indah dipandang. Apalagi karena
dara remaja ini memainkan tebatang pedang perak,
maka pedang itu berubah menjadi sinar putih
berkilauan yang bengulung gulung menyelimuti
tubuh lawan. Di lain fihak sinar pedang hijau
menjadi terdesak dan makin sempit gerakannya.
Kurang lebih tiga puluh jurus kemudian, Cui Hwa
Hwa tidak dapat menahan lagi. Mikin cepat ia
bergerak, makin besar tenaga ia kerahkan makin
sakit punggungnya sehingga ia hampir hampir
menangis dan pada saat yang amat baik itu, Siok
Lan menendang, tepat mengenai pergelangan
tangan kanannya yang memegang pedang.
Pedang hijau terlepas dan secepat kilat Siok Lan
melesat ke depan, pedangnya bergerak dan
terdengar Cui Hwa Hwa menjerit menyusul kain
robek.
367
Ketika Siok Lan meloncat mundur sambil
tersenyum dan semua orang memandang, kira nya
baju yang menutup pinggul terobek lebar dan pada
bukit pinggul yang kiri terdapat goresan merah
bekas ujung pedang Siok Lan ! Kulit pinggul yang
menonjol besar dan putih itu terluka!
Cui Hwa Hwa hampir menangis saking
malunya. Ia menggunakan tangan mencoba
menutupi pinggul yang tampak ini, namun karena
robeknya terlalu besar, tetap saja bukit pinggul kiri
yang menonjol amat besarnya itu tampak. Tersipu
sipu ia menyambar pedangnya yang terlepas tadi,
lalu tanpa berkala sesuatu ia melompat dan lari
secepatnya meninggalkan tempat itu !
Yu Lee melangkah maju dan dengan suara
lantang ia berkata, “Saya harap cuwi sekalian yang
gagah perkasa tidak lagi mengganggu nona
majikanku! Sudah jelas bahwa biarpun nona
majikanku berkali kali dihina oleh Cui Toanio,
namun nonaku masih mengampuninya. Hal ini
saja membuktikan bahwa nonaku bukan mencari
permusuhan dengan siapapun juga. Memang
nonaku telah bentrok dengan beberapa orang dari
Ang kin Kai pang. Akan tetapi hal itu adalah
karena kesalahan mereka sendiri yang
mengganggu nonaku, minta sumbangan secara
paksa. Karena itu, saya harap sukalah Huang ho
Sam liong dapat berpemandangan luas, tidak
memancing keributan yang hanya akan
mendatangkan malapetaka bagi cuwi sekalian.
Harap suka mempersilakan nonaku melanjutkan
perjalanan dengan aman.”
368
Siok Lan berdiri sampai bengong ketika,
menyaksikan sikap dan mendengarkan ucapan
pelayannya ini, sikap dan ucapan yang amat
teratur serta berpengaruh. Ah, tidak percuma
menjadi bekas pelayan keluanga si Dewa Pedang
Yu Kiam sian, pikirnya bangga. Dan sekarang
menjadi pelayannya.
Memang ucapan Yu Lee tadi besar pengaruhnya
apalagi karena Huang ho Sam liong dan para tamu
tadi sudah gentar menyaksikan kelihaian Sian li
Eng cu. Mereka semua mengenal siapa Cui Hwa
Hwa, dan boleh di bilang di antara mereka yang
berkumpul di situ, Cui Hwa Hwa termasuk orang
yang tingkat kepandaiannya paling tinggi.
Namun, terbukti wanita perkasa itu mati
kutunya menghadapi Sian li Eng cu !Apalagi kalau
mereka ingat bahwa Sian li Eng cu adalah cucu
Thian te Sin kiam Liem Kwat Ek yang sama sekali
tidak boleh dianggap sebagai musuh golongan,
mereka menjadi lebih segan. Ditambah ucapan
pelayan si nona yang cukup cengli, hati mereka
makin tunduk.
“Maaf, maaf…!” kata Ie Cu Lin si alis putih
sambil menjura ke arah Siok Lan. “Memang bukan
maksud kami untuk memusuhi nona Liem. Hanya
karena mendengar bahwa nona telah merobohkan
beberapa orang sahabat dari Ang kin Kai pang
maka kami menjadi penasaran dan ingin
membuktikan kelihaian Sian li Eng cu. Kini telah
terbukti dan memang nona amat lihai, membuat
kami jadi kagum. Kamipun percaya bahwa nona
tidak memusuhi Ang kin Kai pang, apalagi
369
memusuhi golongan kami yang menentang
penindasan pemerintah penjajah Mongol.
Mengingat akan perjuangan Thian te Sin kiam yang
gagah perkasa, nona sebagai cucunya tentu berjiwa
patriot pula. Oleh karena itu, biarlah dalam
kesempatan ini kami mengharap dan mengundang
nona, sudilah membantu perjuangan kami
membela rakyat tertindas.”
Liem Siok Lan adalah seorang gadis yang tabah
dan lincah jenaka, akan tetapi sebagai keturunan
pendekar besar, iapun dapat bersikap sebagai
seorang pendekar.
Kini menyaksikan sikap Huang ho Sam liong
dan para tamu, iapun cepat menjura dan berkata,
snaranya gagah.
“Terima kasih atas pengertian lo enghiong. Saya
dapat menghargai perjuangan cuwi (tuan sekalian)
dan saya menjunjung tinggi cita cita mulia itu.
Mungkin kelak kalau sudah tiba waktunya, saya
sendiripun tidak akan mendiamkan segala
penindasan yang diderita rakyat. Bahkan
sekarangpun, setiap kali melihat penindasan, tentu
saja berdaya upaya sekuat mungkin untuk turun
tangan. Akan tetapi untuk berjuang langsung
bersama cuwi pada waktu ini saya belum
mempunyai kesempatan karena saya ada tugas
lain urusan pribadi yang amat penting. Oleh
karena itu, harap suka maafkan.”
Ie Cu Lin mengangguk angguk, kemudian
berkata, “Baiklah, kami dapat menghargai urusan
pribadi seseorang. Kami persilakan kalau nona
hendak melanjutkan perjalanan, hanya kami
370
peringatkan agar nona tidak melanjutkan
perjalanan melalui sungai karena belasan li di
sebelah depan terdapat pasukan pemerintah yang
amat kuat, ratusan orang jumlahnya, menjaga di
sekitar tepi sungai. Amatlah berbahaya kalau nona
melanjutkan pelayaran dan juga untuk itulah
sebetulnya kami menghentikan nona di sini. Mulai
dari sini, sebaiknya nona mengambil jalan
memutar melalui darat, dan untuk itu kami
menyediakan dua ekor kuda, harap nona indi
menerimanya dengan baik !”
Kepala bajak itu memberi tanda, anak buah nya
sebanyak dua orang datang menuntun dua ekor
kuda besar besar dengan perbekalan lengkap, Siok
Lan yang berwatak angkuh merasa sungkan
menerima hadiah ini, akan tetapi Yu Lee yang
tahu akan pentingnya kuda tunggangan melalui
daerah gawat itu, cepat maju mendahuluinya
menyambut dua ekor kuda sebagai layaknya
seorang pelayan sambil berkata
“Aduh, kuda bagus! Twa ong ya (sebutan kepala
bajak) sungguh baik hati, nonaku tentu berterima
kasih sekali!”
Siok Lan mengerling tajam ke arah pelayannya,
akan tetapi karena pelayannya sudah terlanjur
menerima ia lalu mengangkat kedua tangan
menghaturkan terima kasih “Terima kasih dan
saya harap cuwi sekalian suka membiarkan tukang
perahuku kembali dengan aman. Sekarang saya
mohon diri, selamat tinggal!”
Dengan gerakan ringan sekali Siok Lan
melancat naik ke punggung seekor kuda yang
371
disediakan, kemudian mengangguk lagi dan
membedal kudanya meninggalkan tempat itu.
“Eh, nona… tunggu saya… !” Yu Lee berteriak
dan dengan susah payah “memanjat” naik ke
punggung kuda ke dua.
Abouw memegang lengannya, “Sahabat Aliok
yang baik, selamat jalan.”
“Selamat tinggal, paman Abouw!”
“Eh, ada satu hal saya ingin sekali tahu.”
“Apa itu? “
“Mengapa engkau begitu membenci pinggul
besar? “
Yu Lee mengangkat alis membelalakkan mata,
lalu tak tahan lagi ia tertawa bergelak sampai
kudanya menjadi kaget. Tanpa disadari, Yu Lee
menggunakan tenaga di dalam ketawanya sehingga
bukan saja kudanya yang kaget, juga Huang ho
Sam liong dan orang orang yang memiliki ilmu
kepandaian menjadi heran dan kaget sekali.
Mereka merasai getaran tenaga khikang yang
dahsyat dalam suara ketawa itu.
“Satu lagi… sahabat Aliok…..“
“Apa lagi? “ Yu Lee menahan kendali kuda,
ingin cepat cepat pergi karena tadi tanpa disadari
ia telah membuka rahasianya.
“Apakah engkau...benar benar seorang pelayan
tulen….? “
Pertanyaan ini agaknya berkenan di hati semua
orang sehingga mereka semua mendengarkan
372
penuh perhatian. Yu Lee tersenyum dan berkata.
“Tentu saja!” Lalu ia membedal kudanya membalap
dan mengejar Siok Lan yang sudah melarikan
kudanya jauh di depan.
“Suci (kakak perempuan seperguruan) kita
mengaso di sini dulu, sinar matahari teriknya
bukan main!” kata seorang pemuda tampan sekali
kepada seorang gadis cantik ketika mereka berdua
memasuki sebuah hutan kecil, pemuda itu usianya
paling banyak sembilan belas tahun, ganteng dan
tampan sekali, juga gagah karena gerak geriknya
gesit, sikapnya tabah dan gagang sepasang pedang
tampak di punggungnya. Adapun gadis itu yang
usianya satu dua tahun lebih tua, cantik jelita dan
sikapnya tenang, namun membayangkan
kegagahan. Pakaiannya serba hijau dan di
pinggangnya tengantung sebatang pedang panjang.
“Baiklah sumoi”, jawab si gadis. Kalau ada
orang mendengar jawaban ini tentu dia akan
terkejut dan heran. Bagaimana seorang pemuda
disebut sumoi (adik perempuan seperguruan)?
Akan tetapi kalau orang itu memandang “si
pemuda”dengan teliti, maka ia akan sadar bahwa
pemuda itu sesungguhnya adalah seorang gadis
juga. Kulituya begitu halus makanya begitu
tampan sehingga mendekati catik, tubuhnya juga
lunak halus tidak ada tanda tanda kaku seperti
terdapat pada tubuh pria. Yang membuat orang
akan percaya dia pria adalah sikspnya yang begitu
wajar dalam pakaian pria.
373
Memang sesungguhnyalah. “Pemuda” itu bukan
lain adalah Tan Li Ceng, murid perempuan Tho tee
kong Liong Losu yang semenjak kecil selalu
berpakaian seperti pria, dan setelah dewasa masih
suka berpakaian pria, apalagi sebagai seorang
pendekar, pakaian ini lebih memberi keleluasaan
dan kebebasan pada nya, menjauhkan hal hal
tidak enak yang selalu mengganggu wanita di
perjalanan, apa lagi wanita muda remaja dan
cantik jelita ! Adpun gadis cantik yang disebut suci
olehnya itu tentu saja adalah Lauw Ci Sian, karena
memang murid Tho tee kong Liong Losu hanya ada
dua orang inilah.
Telah diceritakan di bagian depan betapa kedua
orang gadis perkasa ini bersama dengan murid
murid Siauw bin mo Hap tojin secara kebetulan
telah bekerja sama dengan Yu Lee si Pendekar
Cengeng mengadakan penyerbuan di Istana Air
tempat tinggal Hek siauw Kui bo dan muridnya,
yaitu Si Dewi Suling atau Cui Siauw Sian li Ma Ji
Nio sehingga akhirnya Hek siauw Kui bo tewas di
tangan Yu Lee dan anak buah nenek iblis itu dapat
dibasmi. Betapa kemudian guru mereka, Tho tee
kong Liong Losu mengusulkan untuk menjodohkan
dua orang muridnya ini dengan dua orang murid
pria dari Siauw bin mo Hap Tojin yang merupakan
pemuda pemuda gagah perkasa dan tampan.
Namun dua orang gadis ini menolak karena
mereka merasa berat untuk dijodohkan dengan
orang lain setelah mereka mengalami hal yang bagi
mereka amat memalukan, yaitu bahwa mereka
telah tertolong oleh Yu Lee dari padi ancaman
bahaya ngeri dalam keadaan telanjang bulat!
374
Hal ini amat menggetarkan perasaan kedua
orang dara ini yang menganggap bahwa tidak
mungkin mereka dipat bersuamikan orang lain
setelah Yu Lee melihat mereka dalam keadaan
seperti itu!
Tan Li Ceng adalah puteri tunggal searang
pemilik kedai obat di kota An keag, adapua Lauw
Ci Sian adalah seorang gadis yatim piatu maka
setelah tamat belajar dari guru mereka. Ci Sian
ikut bersama sumoinya ke An keng. Tidak ada
peristiwa penting tetjadi selama kurang lebih
setahun, ketika Ci Sian tinggal bersama dengan
sumoinya di rumah Li Ceng di An keng itu,
kemudian dua orang gadis ini mendengar akan
sepak terjang Pendekar Cengeng yang
menggemparkan dunia kang ouw. Selain ini juga
mereka mendengar akan kekejaman penindasan
yang dilakukan oleh pemerintah penjajah terhadap
rakyat yang diharuskan bekerja paksa membuat
saluran atau terusan.
Betapa dalam kesempatan ini para pembesar
menggunakan wewenang mereka dan kekuatan
mereka untuk memancing di air keruh, melakukan
pemerasan dan perampasan secara keji.
Tergeraklah hati dua orang gadis pendekar ini.
Guru mereka, Tho tee kong Liong Losu dahulunya
juga seorang pejuang besar, penentang pemerintah
Goan (Mongol) maka sedikit banyak tentu saja guru
ini menanamkan semangat kepahlawanan kepada
dua orang muridnya.
Karena inilah maka Li Ceng dan sucinya Ci Sian
lalu berangkat meninggalkan An keng dan pada
375
hari itu mereka tiba di sebuah hutan. Mereka
mempunyai tujuan ke Propinsi Kian su sebelah
barat di mana saluran air dikerjakan untuk
menyambung Sungai Yang ce dengan Sungai
Huang ho. Mereka tidak tahu bahwa pada saat itu
mereka telah berada di daerah lembah Yang ce
bagian utara, dan dengan demikian mereka lelah
memasuki wilayah tempat penjagaan para pasukan
pemerintah yang ditempatkan di sekitar terusan,
menjaga keamanan para pekerja paksa.
Di dalam hutan kecil itu mereka berdua duduk
di bawah pohon besar, menanggalkan topi dan
mengebut ngebut leher mengeringkan keringat.
Dua orang gadis ini sama sekali tidak tahu bahwa
semenjak mereka memasuki hutan, banyak pasang
mata mengikuti gerak gerik mereka mata yang
memandang penuh gairah ke arah Ci Sian. Pada
saat itu, Ci Sian dan Li Ceng saling pandang penuh
keheranan ketika tiba tiba terdengar suara orang
bernyanyi! Suara orang laki laki yang nyaring dan
besar, bernyanyi dengan kata kata yang terdengar
jelas dan agahnya tidak jauh dari tempat mereka
beristirahat.
Hanya Tuhan yang memilih Raja
untuk memilih memimpin manusia.
Seorang gagah akan setia selalu
kepada Raja tanpa memandang bulu
Mendengar nyanyian seperti itu, kakak beradik
septrguruan ini satling pandang dengan kening
berkerut. Sebagai murid murid seorang bekas
pejuang seperti Tho tee kong, tentu saja mereka
376
sama sekali tidak dapat menyetujui pendapat yang
dikemukakn dalam nyanyian itu. Pada waktu itu,
tanah air dijajah oleh bangsa Mongol, kerajaan
bangsa sendiri dihancurkan dan yang masih ada
disdutkan oleh pengaruh bangsa penjajah sehingga
makin suram.
Kalau semua orang gagah berpendirian seperti
penyanyi itu maka tentu tidak akan ada
perlawanan terhadap penjajah, dan hanya
mengelus dada menganggap bahwa raja penjajah
itu adalah pilihan “Tuhan”! Sungguh merupakan
nyanyian yang bagi dua orang dara perkasa itu
dianggap nyanyian yang amat rendah dan juga
berbahaya! Dengan sigapnya mereka lalu melompat
bangun, lalu melangkah ke arah terdengarnya
suara nyanyian.
Tampaklah kini oleh mereka si penyanyi.
Seorang laki laki berasia empat puluh tahunan,
berpakaian sebagai panglima atau perwira
pengawal pemerintah kerajaan Goan, pakaian
kebesaran yang terlindung sisik baja, pakaian
perang yang mewah dan indah. Topi perwira ini
dihias bulu indah pula.
Melihat ini, Tan Li Ceng menjadi gemas dan
tanpa dapat dicegah lagi ia lalu berpantun suara
dibesarkan seperti suara pria,
“Seekor anjing yang diberi tulang
akan menggoyang ekor menjilat tangan
tanpa memperdulikan siapa pemberinya.
Seorang gagah mempunya pendirian mulia
377
lebih baik mati dari pada menjadi pengkhianat
bangsa !
Mengabdi raja penjajah menindas rakyat
lebih hina dari pada anjing laknat”
Laki laki tinggi besar yang berpakaian perwira
pengawal itu menjadi merah mukanya, matanya
yang besar melotot ke arah Li Ceng dan terdengar
membentak keras, “Serbu dan tangkap
pemberontak!”
Li Ceng dan Ci Sian menggerakkan tangan dan
mereka sudah mencabut pedang masing masing Li
Ceng mencabut siang kiam (pedang sepasang) dan
menyilangkan kedua pedang itu di depan dada,
sedangkan Ci San mencabut pedang panjang yang
dilonjorkan di depan mukanya. Dua orang ini
tidak tampak gentar, pada saat itu dari balik pohon
pohon dan semak belukar bermunculan banyak
sekali orang, yaitu pasukan penjaga yang bertugas
menjaga di wilayah itu. Tidak kurang dari tiga
puluh orang perajurit mengepung dua orang gadis
itu, dikepalai oleh laki laki yang bernyani tadi, yang
kini tersenyum senyum memandang kepada Ci
Sian, pandang matanya liar dan seperti hendak
menelanjangi pakaian gadis itu.
“Nona yang cantik dan muda, sungguh sayang
sekai kalian sampai ikut terbasmi dengan
gerombolan pemberontak lain yang kami kejar
kejar. Lebih baik engkau menyerah dan menakluk,
nona, dan aku Twi sin to (si Golok Besar Sakti) Kui
Mo Yo yang menjamin bahwa engkau akan
diampuni dan memperoleh kedudukan mulia.
Kawanmu si mulut lancang inipun kalau engkau
378
yang mintakan ampun, tidak akan kami bunuh
asal dia nian membantu pekerjaan di saluran….”
“Anjing, pengkhianat bangsa, tak usah banyak
cerewet!” Li Ceng memaki dan ia sudah menerjang
maju, memutar sepasang pedangnya. Terdengar
teriakan kesakitan dan dua orang pengepung yang
paling dekat dengannya telah roboh mandi darah.
Ci Sian yang berdiri lebih dekat dengan perwira
itu, tanpa banyak berkata lagi menerjang maju
pula, pedangnya berkelebat cepat dan kuat,
sinarnya menyilaukan mata.
Mulailah dua orang kakak beradik seperguruan
itu dikeroyok. Ketika perwira yang bernama Kui Mo
Yo tadi menangkis pedang Ci Sian dan terkejut oleh
kenyataan bahwa nona cantik itu lihai sekali
pedangnya dan kuat tenaganya sehingga tangkisan
goloknya membuat ia terhuyung dan hampir
melepaskan senjatanya, lenyaplah nafsu birahinya
dan kini ia memberi aba aba untuk mengeroyok
dan membunuh dua orang pemberontak ini !
Li Ceng dan Ci Sian boleh jadi adalah dua orang
gadis perkasa yang meniliki ilmu silat tinggi dan
merupakan dara dara muda yang sukar dicari
tandingannya dan sukar pula dirobohkan. Akan
tetapi kini mereka menghadapi pengeroyokan tiga
puluh orang lebih pasukan penjaga kerajaan Goan
yang terdiri dari orang orang yang kuat dan liar,
sudah biasa bertempur, dan dipimpin oleh Kui Mo
Yo yang memiliki ilmu golok cukup lihai.
Betapapun dua orang dara perkasa iui mengamuk,
namun mereka segera terkurung rapat dan
379
terdesak hebat. Rapatnya pengurungan musuh,
banyak nya senjata yang datang menyerbu,
membuat mereka ini sukar sekali untuk
mercurahkan perhatiannya merobohkan lawan,
melainkan hampir semua perhatian harus
ditujukan untuk melindungi tubuh sendiri dari
pada ancaman puluhan batang senjata tajam yang
datang bagaikan hujan itu.
Pasukan penjaga itu mengeroyok sambil
bersorak hiruk pikuk, seperti sekumpulan
pemburu mengepung dua ekor harimau betina.
Namun di antara suara hiruk pikuk para
pengeroyok itu, masih terdengar teriakan dan
bentakan nyaring kedua orang gadis itu terutama
sekali Li Ceng yang mengikuti setiap serangan
balasan.
Setelah lewat seratus jurus dua orang gadis itu
sudah berhasil robohkan masing masing empat
orang pengeroyok lagi, akan tetapi mereka telah
menjadi lelah dan pening, napas terengah engah
dan tubuh basah oleh keringat. Melihat keedaan
kedua orang lawan yang makin lemah ini Kui Mo
Yo berkali kali mendesak anak buahnya untuk
memperketat pengepungan.
“Ha ha ha, kiranya mereka berdua semua
adalah wanita cantik! Hayo tangkap, siapa dapat
menangkap mereka akan menerima hadiah besar.
Kalau tidak bisa ditangkap hidup hidup boleh juga
bunuh saja!”
Pengepungan makin kuat dan dalam suatu
desakan hujan senjata Li Ceng terluka paha
kirinya, sedangkan Ci Sian kena hantam pundak
380
kirinya, dengan gagang tombak. Kedua orang gadis
itu terluka, namun mereka menggertak gigi dan
melawan terus.
“Ha ha ha.. kedua orang nona manis, masih
tidak mau menyerah?” Peiwira itu tertawa
mengejek, akan tetapi terdengar bentakan nyaring
dan tubuh Li Ceng yang terkepung itu tiba tiba
menyambar dengan sebuah loncatan tinggi,
langsung terjun menyerang Kui Mo Yo. Perwira ini
kaget dan berusaha menangkis dengan goloknya.
Namun yang menyerangnya adalan sepasang
pedang yang gerakannya susul menyusul. Ia
berbasil menangkis pedang kiri, namun pedang
kanan membabat lehernya ! Kui Mo Yo cepat
membuang diri ke samping.
“Haiiilt! Li Ceng melengking nyaring,
“Aduhhh….!” Kui Mo Yo menggulingkan tubuh
dan terus bergulingan untuk menghindarkan
serangan susulan. Anak buahnya sudah cepat
cepat mengurung lagi gadis berpakaian pria yang
lihai itu. Kui Mo Yo menyumpah nyumpah,
pundaknya terluka pedang, untung hanya daging
di pangkal lengan saja yang terkupas sehingga
darahnya bercucuran.
Setelah menempelkan obat dan dibalut, Kui Mo
Yo menggunakan tangan kiri memegang goloknya,
maju lagi untuk memimpin anak buahnya.
“Bunuh mereka! Bunuh…!” bentaknya marah
sekali.
“Bunuh mereka…! Bunuh anjing anjing
Mongol…!” Bentakan Kui Mo Yo tadi mendapat
381
sambutan suara yang gemuruh dan muccullah
orang orang yang pakaiannya tidak keruan,
compang camping bahkan ada yang bertelanjang
dada, rata rata mereka adalah laki laki yang
tubuhnya kurus dan pucat, akan tetapi mereka itu
dipimpin dua orang dua pemuda gagah perrkasa
dan tampan yang mengamuk bagaikan dua ekor
naga. Juga lima puluh orang laki laki kurus pucat
itu biarpun melihat gerak gerik mereka tidak dapat
disebut sebagai ahli ahli pertempuran, namun
ternyata mereka itu bertempur dengan semangat
tinggi dan kenekadan yang luar biasa. Jelas bahwa
kebencian mereka terhadap para penjaga Mongol
ini meluap luap dan karena inilah maka cara
mereka bertandirig amatlah dahsyat dan
mengerikan.
“Jiwi siocia (nona berdua) jangan khawatir kami
datang mrembantu !” teriak seorang diantara dua
orang pemuda gagah yang memimpin penyerbuan
pasukan laki laki kurus pucat itu.
Ci Sian dan Li Ceng segera mengenal dua orang
pemuda itu. Biarpun dua orang pemuda tampan
itu kini juga berpakaian tidak karuan kotor
compang camping namun wajah Owyang Tek tetap
tampan dan gagah perkasa, tubuh nya tetap tinggi
besar kuat berbeda dengan pasukan yang
dipimpinnya. Juga Gui Siong masih tampan sekali,
dengan gerak gerik yang halus namun pedang di
tangannya tidak kalah dahsyatnya dari pada
pedang di tangan suhengnya.
Dua orang pemuda ini adalah murid murid
terkasih Siauw bin mo Hap Tojin. Tentu saja hati
382
kedua orang gadis yang sudah terluka dan tadinya
tidak melihat harapan untuk dapat lolos dari
kepungan itu menjadi girang sekali, bangkit
kembali semangat mereka dan kini mereka
mengamuk lebih hebat lagi.
Pertempuran kini menjadi berat sebelah.
Mengalahkan dua orang gadis perkasa itu saja
sudah amat sukar, apalagi kini ditambah dua
orang pemuda yang tidak kalah lihainya daripada
kedua orang nona itu, masih ada lagi pasukan
sebanyak lima puluh orang yang bertempur tanpa
memperdulikan keselamatan sendiri !
Tidak banyak yang dapat dilakukan oleh Kui Mo
Yo dan pasukan penjaganya. Mereka itu roboh
seorang demi seorang, dan Si Golok Sakti itu
sendiripun akhirnya roboh mandi darah. Entah
pedang siapa yang membunuhnya, namun
setidaknya, di tubuhnya terdapat bekas tusukan
dan bacokan pedang keempat orang muda perkasa
itu ! Akhirnya pasukan laki laki kurus pucat itu
menghabiskan semua musuh, tidak ada
seorangpun dapat meloloskan diri semua tewas
dibawah hujan senjata orang orang yang meluap
luap kebenciannya.
“Jiwi terluka? Ah, sayang … kami agak
terlambat datang …!” kata Gui Siong setelah dua
pasang orang muda itu saling berhadapan,
Ouwyang Tek yang tidak pandai bicara itu tanpa
membuka mulut sudah mengeluarkan bungkusan
ooat luka dan kain pembalut, menyerahkan semua
ini kepada Ci Sian yang menerimanya dengan
383
mengangguk tanda terima kasih akan tetapi tanpa
berkata kata pula itu.
Mulailah kedua orang gadis itu saling bantu
mengobati dan membalut luka masing masing
sambil bercakap cakap dengan kedua orang
pemuda yang telah menolong mereka.
“Banyak terima kasih atas bantuan jiwi twako
(kakak berdua)!” kata Li Ceng sederhana. Memang
dalam soal bantu membantu melawan musuh
dalam dunia pendekar merupakan hal biasa dan
lumrah. “Akan tetapi bagaimana jiwi twako bisa
tiba tiba muncul di sini dan … siapakah mereka
yang jiwi pimpin?”
Ouwyang Tek yang kini sudah tidak begitu
sungkan dan malu lagi menghadapi dua orang
gadis cantik jelita yang selama ini menjadi buah
mimpi dan buah percakapan mereka berdua,
menghela napas panjang dan berkata, “Kasihan
mereka itu, menjadi korban kelaliman raja
penjajah, menjadi buruh paksa….!”
Ci Sian memandang pemuda tinggi besar itu,
terheran. “Mereka itu buruh yang disuruh bekerja
paksa menggali terusan? “
Ouwyang Tek memandang gadis itu. Dua
pasang mata melekat sejenak dan tiba tiba muka
pemuda tinggi besar itu menjadi merah,
jantungnya berdebar dan ia tidak dapat bicara lagi,
hanya dapat mengangguk angguk saja ! Melihat
keadaan suhengnya ini, Gui Siong yang sudah
mengikuti setiap gerak gerik kakak
sepenguruannya, lalu cepat menolongnya dan
berkata, “Betul, nona. Mereka ini adalah pekerja
384
pekerja paksaan yang bekerja dalam neraka dunia,
menggali terusan sampai mati !”
“Tapi… tapi bagaimana mereka dapat datang
menolong kami? Dan bagaimana jiwi dapat
memimpin mereka !” Ci Sian bertanya lagi.
“Nanti dulu, Gui twako (kakak Gui)!” Tan Li
Ceng memotong cepat, “Sungguh tidak enak
mendengar kalian berdua menyebut kami jiwi
siocia. Apa perlunya nona nonaan terhadap kami?
Guru kita saling bersahabat, karenanya di antara
kita juga terdapat tali persahabatan. Mengapa
bersikap sungkan seperti orang asing? Harap saja
kalian suka menganggap kami sahabat sehingga
tidak ada sikap sungkan seperti itu.”
Ouwyang Tek makin menunduk, akan tetapi
wajah Gui Siong yang tampan berseri. “Terima
kasih, Tan… siauw moi (adik). Sungguh
merupakan kehormatan besar bagi kami.”
“Nah, sekarang kau ceritakanlah bagaimana
mereka itu dapat lolos dan bagaimana kalian dapat
memimpin mereka sehingga hari ini dapat
menolong kami,” kata pula Li Ceng sambil
tersenyum manis sehingga Gui Siong yang
memandangnya tak dapat menahan diri lagi,
menelan ludah. Begitu manisnya gadis berpakaian
pria di depannya ini! Kami mentaati pesan suhu
agar membantu para orang orang yang dijadikan
kuli kuli paksa di sini. Sudah setengah tahun kami
berkeliaran di daerah ini dan berkali kali kami
mengacau para penjaga, membunuh mereka
apabila ada kesempatan. Akan tetapi, karena
jumlah mereka amat banyak, kedudukan mereka
385
terlalu kuat juga dengan jalan mengacau saja kami
masih belum dapat meringankan beban para
pekerja yang hidup seperti dalam neraka, maka
kami lalu mengambil keputusan untuk menyamar
dan masuk sebagai pekerja paksa.” “Ahhh....!” Dua
orang gadis itu berseru kaget dan memandang
kagum.
“Hanya itu satu satunya jalan agar dapat
berdekatan dengan mereka yang hidup dalam
neraka dunia itu. Dan kami berusaha
membangkitkan semangat mereka, membunuh
banyak penjaga yang terlalu kejam terhadap para
buruh kerja paksa, akhirnya, lima puluh orang
lebih ini bertekad ikut dengan kami melarikan diri,
membentak pasukan untuk melawan pemerintah
penjajah yang membikin sengsara kehidupan
rakyat.”
Dua orang gadis itu menjadi makin kagum. Kini
pandangan mata mereka terhadap pasukan orang
orang kurus pucat itu berobah. Kiranya mereka itu
adalah orang orang yang telah mengalami
penderitaan dan penghinaan sehingga hati mereka
menjadi keras dan semangat mereka meluap.
Padahal mereka semua itu bukanlah orang orang
yang memiliki kepandaian ! Kalau mereka yang
hidup sebagai rakyat petani di dusun dusun kini
telah menjadi pejuang penentang kerajaan
penjajah, apakah orang orang gagah di dunia kang
ouw tinggal memeluk tangan saja. Sungguh
memalukan. Li Ceng dan Ci Sian melihat betapa
pasukan itu kini sedang melucuti pakaian dan
senjata mayat mayat musuh untuk mereka
pengunakan karena memang mereka amat
386
membutuhkan pakaian sebagai pengganti pakaian
mereka yang compang camping, dan senjata untuk
melanjutkan perjuangan mereka mementang para
penjaga yang kejam.
“Bagus sekali !” Berseru Tan Li Ceng dengan
wajah gembira. “Kami berdua datang ke tempat
inipun dengan tujuan yang sama, menentang
kekejaman penjajah !”
“Kalau begitu...!” Kata Gui Siong gembira sambil
memandang wajah Li Ceng penuh harap, akan
tetapi tidak berani melanjutkan ucapannya.
“Kita sudah tiba di sini dan bertemu dengan
pasukan pejuang. Kalau kalian masih
membutuhkan pembantu….“ kata Ci Sian.
“Pembantu ….?” Ouwyang Tek berseru keras
dan nyaring. “Jiwi… siauw moi memiliki ilmu
kepandaian yang henat, lebih dari kami. Mari kita
berjuang bersama sampai dihentikannya
kekejaman oleh penjajah!”
“Tepat sekali ucapan suheng !” Sorak Gui Siong.
“Kita berempat memimpin pasukan pekerja paksa,
bergerak dari luar dan di dalam dengan cara
menyelundupkan pekerja untuk menghasut
mereka yang masih takut melawan dan berada di
dalam neraka itu. Hancurkan penjajah!” Gui Siong
mengepal tinju ke atas.
“Hancurkan penjajah !” Ouwyang Tek, Lauw Ci
Sian dan Tan Li Ceng mengikuti teriakan ini sambil
mengacungkan tinju ke atas.
“Hancurkan penjajah!!” Suara gemuruh ini
keluar dari mulut puluhan orang bekas pekerja itu
387
yang amat gembira menyaksikan empat orang
muda gagah perkasa itu meneriakkan suara yang
sudah lama bengema di hati mereka.
=====page 40,41 tidak ada=====
badi, sadar akan kewajiban tidak mabok oleh
hak dan kekuasaannya.
Untuk menjadi seorang raja bijaksana seperti
itu membutuhkan rasa cinta kasih yang mendalam
kepada rakyat dan negaranya, terutama kepada
rakyat kecil. Pemerintah Goan adalah pemerintah
penjajah, kaisarnyapun seorang asing. Tentu saja
andaikata ada perasaan kasih sayang di hatinya
terhadap rakyat, maka bukanlah rakyat yang
dijajahna yang disayangya! Kaisar kerajaan Goan
kedua, yaitu Kubilai Khan, boleh jadi seorang
kaisar yang besar dan pandai. Akan tetapi iapun
tidak memperdulikan nasib rakyat jelata, rakyat
kecil dan miskin.
Bukan saja tidak memperdulikan, bahkan dia
membutakan mata terhadap kenyataan betapa
semua perintah perintahnya dilaksanakan oleh
para penguasa dengan jalan memeras, menginjak,
dan memperkuda rakyat jelata.
Perbuatan atau penyempurnaan saluran dan
terusan yang dimaksudkan untuk memperlancar
hubungan dari selatan ke utara, dilaksanakan
secara keji. Rakyat dipaksa bekerja rodi dipaksa
mengalami hidup seperti dalam neraka, kerja berat
secara paksa kadang kadang tanpa ransum dan
sanpai mati di tempat kerja, dikubur begitu saja
oleh teman teman senasib di tempat kerja, ada
kalanya dicambuk sampai mati, disembelih oleh
388
penjaga penjaga yang dikuasai nafsu amarah. Yang
laki laki ditangkapi dari rumah disuruh kerja
paksa, anak bini ditinggalkan dan anak atau bini
yang muda dan yang cantik terjatuh ke tangan
orang orang kaya raya dan pejabat pejabat daerah
yang rakus, sedikit sawah ladang terjatuh para
tuan tuan tanah.
Tidaklah mengherankan apabila banyak
diantara rakyat yang sudah tidak dapat menahan
kesengsaraan hatinya, memberontak.
Di sana sini muncul pemberontakan dan di
sana sini muncul kekacauan kekacauan.
Pemerintah Mongol (Goan) berusaha menggencet
pemberontakan ini dengan kekerasan. Memang di
banyak tempat mereka berhasil membasmi kaum
pemberontak, namun mungkinkah membasmi rasa
dendam dan benci dari hati rakyat ? Menguasai
rakyat dengan jalan kekerasan merupakan langkah
pertama yang sesat dan keliru bagi sebuah
pemerintah, karena hal ini akan menanamkan bibit
kebencian dan dendam.
Dan betapa negara akan dapat menjadi
tenteram, damai dan makmur kalau rakyatnya
gelisah diamuk benci dan dendam? Akibatnya,
kekacauan terus menerus, padam di sini timbul di
sana, reda di sana bergolak di sini !
Ouwyang Tek, Gui Siong, Lauw Ci Sian dan Tan
Li Ceng terus menerus memimpin pasukannya
mengadakan kekacauan di daerah penjagaan di
sekitar terusan yang digali. Makin banyak pengikut
pasukan ini, sampai mencapai jumlah lebih dari
dua ratus orang ! Sebagian besar dari mereka
389
adalah pekerja pekerja yang berhasil lolos keluar
dengan bantuan pasukan ini.
Karena mereka semua telah mengalami
penyiksaan dan penderitaan yang amat hebat di
dalam neraka dunia ketika menggali terusan itu
maka rasa dendam dan kebencian mereka
membuat mereka semua ini menjadi sebuah
pasukan berani mati yang amat luar biasa !
Mereka tidak mempunyai markas tertentu,
selalu berpindah pindah tempat di daerah lembah
sungai yang banyak hutannya, dan selalu muncul
di saat yang tidak tersangka sangka lawan, di
tempat tempat yang selalu kurang penjagaannya
sehingga banyaklah para penjaga yang terbunuh.
Kalau pasukan penjaga mengadakan penyergapan
dengan pasukan yang besar dan kuat, mereka
hilang seperti ditelan bumi untuk kemudian
muncul di tempat lain yang penjagaannya kurang
kuat lalu menghancurkan pasukan penjaga di situ.
Mudah diduga sebelumnya dan memang
tidaklah aneh kalau dua pasang orang muda itu
makin lama makin saling tertarik. Bagi Ouwyang
Tek dan Gui Siong memang dua orang gadis itu
bukan wanita wanita biasa saja, melainkan
semenjak pertama ketika bertemu dahulu, hati
mereka telah dicuri. Apa lagi ketika guru mereka,
Siauw bin mo Hap Tojin menyatakan bahwa kakek
ini akan merasa bahagia sekali kalau dua orang
muridnya itu dapat mengikat perjodohan dengan
dua orang murid wanita sahabat baiknya itu.
Memang hal ini sudah pula dibicarakan oleh Hap
Tojin kepada sahabatnya Liong Losu, akan tetapi
390
pendeta berkepala gundul itu hanya
menggelengkan kepala dan berkata, “Pinceng
setuju sekali akan tetapi hanya terserah kepada
yang akan menjalani !”
Persoalan ikatan jodoh itu terhenti sampai di
situ saja dan selama setahun tidak diusik usik
kembali. Kini seolah olah Tuhan sendiri yang
mengatur sehingga mereka tidak hanya dapat
bertemu di tempat yang tak disangka sangka,
bahkan mereka terus dapat berkumpul dan
berjuang bahu membahu.
Mengherankankah itu namanya kalau Ouwyang
Tek makin lama makin tertarik kepada Lauw Ci
Sian, gadis pendiam yang cantik jelita dan gagah
perkasa itu !
Dan anehkah kalau Gui Siong yang halus
lembut dan hati hati itu makin lama makin tergila
gila kepada Tan Li Ceng, gadis cantik manis yang
lincah jenaka itu? Akan tetapi, sampai berbulan
bulan mereka berjuang bersama, bertanding bahu
membahu, berlumba merobohkan lawan, makin
berat menindih rasa cinta kasih di hati kedua
orang muda itu, namun mulut mereka tetap
membungkam, berat dan sukar rasanya untuk
membuka kata menyampaikan rasa cinta dengan
suara ! Apalagi bagi Ouwyang Tek yang memang
pendiam dan tidak pandai bicara, tiap kali hendak
mengaku cinta, lehernya seperti tercekik tangan
yang tak tampak sehingga jangankan
mengeluarkan kata kata bahkan bernapaspun
sukar rasanya, sedangkan Gui Siong yang biasanya
psndai bicarapun kalau berhadapan dengan Tan Li
391
Ceng, seperti seekor jangkerik terpijak, tidak ada
suaranya lagi, seperti “mati kutunya”!
Pada suatu malam empat orang muda ini
mengadakan sebuah serbuan pada sebuah tempat
penjagaan yang cukup kuat dijaga oleh seratus
orang lebih penjaga, sedangkan jumlah penyerbu
yang dipimpin keempat orang muda itu hanya ada
tujuh puluh orang.
Akan tetapi karena penyerbuan dilakukan pada
tengah malam secara tiba tiba dan tak terduga
duga, maka pasukan penjaga menjadi panik.
Apalagi karena pasukan penyerbu yang dipimpin
empat orang muda perkasa itu adalah pasukan
pilihan yang sudah terlatih, sudah belajar jurus
jurus pokok dalam perang campuh seperti itu,
diambil dari jurus jurus ilmu silat tinggi keempat
orang muda itu.
Terjadilah pertempuran hebat atau lebih tepat
penyembelihan karena fihak penjaga benar benar
dihancurkan di malam itu. Mereka berusaha
melawan namun sia sia dan mulailah tempat itu
banjir darah dan mayat mayat roboh
bergelimpangan.
Seperti biasa dalam setiap penyerbuan
Ouwyang Tek, Gui Siong, Lauw Ci Sian dan Tan Li
Ceng menjadi pelopor, mengamuk paling depan.
Pedang mereka merupakan jangkauan jangkauan
maut yang sukar dihindarkan musuh. Kemana
pedang mereka berkelebat, tentu ada lawan yang
roboh dibarengi darah muncrat !
Hiruk pikuk suara perang di malam terang
bulan itu. Teriakan teriakan marah dan
392
kemenangan para penyerbu bersaing dengan jerit
korban dan pekik kematian, membubung di
angkasa. Akan tetapi, diantara suara hiruk pikuk
ini, Ouwyang Tek yang kebetulan mengamuk
bersama Lauw Ci Sian, selalu berdekatan dan
seakan berlomba merobohkan lawan malah sempat
tertawa tawa gembira dan berkata, “Sian moi ( adik
Sian ), sudah beberapa orang korbanmu ?”
Lauw Ci Sian tersenyum. Selalu itulah yang
ditanyakan pemuda tinggi besar dan gagah perkasa
ini setiap kali mereka bertempur melawan musuh.
Ia melihat betapa pemuda itu merendahkan tubuh
untuk membiarkan sebatang golok terbang lewat di
atas kepala, lalu dari bawah pedangnya menusuk
memasuki perut seorang pengeroyok yang menjerit
dan roboh di bawah kaki si pemuda. Pada saat itu,
Ci Sian miringkan tubuhnya karena ada tombak
yang menusuk dada, begitu tombak lewat ia
menjepit batang tombak di dalam kempitan lengan
kiri pedangnya membabat dan si pemegang tombak
sudah kehilangan kepalanya karena lehernya
terpental putus !
“Baru enam, Ouwyang twako.” jawabnya.
Mereka berdua mengamuk terus, bahu
membahu. Agaknya Ouwyang Tek gembira bukau
main karena penyerbuan itu berbasil baik, maka
tidak seperti biasanya kini dia tidak hanya
mengeluarkan pertanyaan tentang banyaknya
korban saja, melainkan terdengar ia mengeluarkan
ucapan yang amat aneh bagi pendengaran Ci Sian
“Sian moi…!” Pemuda itu berseru lagi sambil tetap
393
mengamuk, tanpa menoleh ke arah gadis yang
diajak bicara.
“Trang, trang…!” Ci Sian memutar pedang
menangkis dua batang golok yang menyambar dari
kanan kiri, kemudian pedangnya menyambar.
Hanya dengan menjatuhkan diri, dua orang
pengeroyok itu terlepas daripada bahaya maut, lalu
meloncat dan mengeroyok lagi bersama teman
teman mereka.
“Ada apakah, Ouwyang twako?”
“Aku… aku… cinta padamu….mampus kau
setan!!”
Ci Sian terkejut bukan main dan memandang
dengan mata terbelalak, Ouwyang Tek tadi
mengeluarkan kata kata itu sambil melancat dan
menubruk ke belakangnya. Kiranya pemuda
perkasa itu telah menolongnya dari sebuah
serangan musuh yang kedua tangannya penuh
dengan senjata rahasia pisau kecil. Untung
didahului oleh Ouwyang Tek yang merobohkan
lawan itu dengan pedang.
Kalau sampai diserang piauw dari belakang
dalam jarak dekat berbahaya juga. Akan tetapi
kekagetan Ci Sian tidaklah sekaget ketika ia
mendengar pengakuan pemuda itu.
Ci Sian memutar pedangnya. Jantungnya
berdebar tidak karuan dan tiba tiba ia teringat
akan pengalamannya setahun yang lalu. Teringat
betapa ia seakan akan di dalam batinnya telah
terikat kepada Yu Lee Si Pendekar Cengeng.
Padahal pendekar itu sama sekali tidak pernah
394
memperdulikan dia dan sumoinya. Tentu saja ia
akan membuka kedua lengan lebar lebar,
membuka dada menyerahkan hati penuh kasih
dan kagum kepada Ouwyang Tek, pemuda yang
gagah perkasa ini. Akan tetapi hal itu tidak
mungkin karena ia telah terlihat dalam keadaan
telanjang bulat oleh seorang pria dan rasa malu ini
hanya dapat ditebus dengan menjadi isteri pria itu
atau…. membunuhnya ! Hal ini membuat Ci Sian
menjadi sedih dan tak tertahankannya lagi air
matanya bercucuran membasahi kedua pipinya.
Saking sedih, ia menjadi makin marah kepada
musuh dan mengamuklah Ci Sian dengan
hebatnya tanpa dapat menjawab pertanyaan
Oawyang Tek tadi.
Ouwyang Tek wajahnya agak pucat. Untuk
mengeluarkan pernyataan cinta tadi membutuhkan
seluruh tenaga batinnya ! Akan tetapi setelah ia
keluarkan juga, ketegangannya agak mengurang
dan ia terheran heran melihat Ci Sian kini
mengamuk hebat sambil menangis ! Iapun
menyerbu ke depan merobohkan dua orang lawan
dan bertanya, “Sian moi… kenapa kau menangis?
Aku … aku cinta padamu … adakah ini
menyakitkan hatimu ......?”
“Tidak….! Trang trangg … aduuh...!”
Seorang lawan tertembus pedang Ci Sian
sampai ke punggung.
Gadis itu melompat ke belakang menarik
pedangnya menghadapi pengeroyokan empat orang
lainnya. “Kalau begitu, engkau menerima
kasihku…?”
395
“Tidak bisa…. Ah, tidak mungkin…!”
Dua orang muda itu kini tidak berkata kata
lagi. Wajah keduanya pucat dan muram, akan
tetapi amukan mereka makin hebat. Bukan hanya
Ouwyang Tek dan Ci Sian saja yang mengamuk,
juga Gui Siong dan Li Ceng bersama anak buah
mereka mengamuk sehingga fihak musuh menjadi
makin panik, banyak jatuh korban di fihak musuh
dan tak lama kemudian setelah dua orang perwira
penjaga itu roboh di tangan Ouwyang Tek dan Ci
Sian sisa para penjaga itu lalu melarikan diri
meninggalkan pondok pondok dan gardu gardu
penjagaan, meninggalkan pula banyak senjata dan
ransum yang kemudian dirampas oleh pasukan
penyerbu, meninggalkan pula belasan wanita hasil
culikan yang terus dibebaskan oleh Ci Sian serta Li
Ceng.
Sebelum fajar muncul, pasukan ini lenyap dan
hanya ada belasan orang terluka ringan, telah
menghilang dari tempat itu sehingga ketika datang
ratusan serdadu penolong fihak penjaga, tempat
itu sudah menjadi sunyi dan gardu gardu telah
dibakar, mayat para penjaga berserakan!
Semenjak malam hari penyerbuan itu wajah
Ouwyang Tek kelihatan muram dan sayu
mencerminkan kekecewaan dan kedukaan besar.
Namun mulutnya tidak mengeluh, tidak pernah
mengeluarkan kata kata yaag menunjukkan hati
yang patah! Sebaliknya Ci Sian juga tampak
berduka dan setiap kali memandang wajah teman
seperjuangan ini, matanya menjadi merah. Betapa
tidak akan duka hatinya karena sesungguhnya ia
396
juga mencintai pemuda ini, namun perasaan cirita
kasih ini ia selimuti dengan pendapat pikiran
bahwa tidak mungkin ia menjadi isteri orang lain
kecuali Yu Lee ! Karena kedua orang ini adalah
orang orang pendiam, maka mereka itu menahan
derita korban asmara gagal ini di dalam batin saja.
Berbeda keadaan mereka dengan Gui Siong dan
Tan Li Ceng. Beberapa hari setelah penyerbuan
yang berhasil itu, pada malam harinya yang terang
benderang karena bulan purnama muncul sejak
sore, kebetulan Gui Siong dan Li Ceng berada
berdua saja di dalam hutan yang menjadi tempat
persembunyian mereka. Hampir semua pasukan
sudah beristirahat, kecuali mereka yang menjaga,
dan kedua orang muda yang bertugas mengawasi
penjagaan ini bertemu di bagian yang terbuka
sehingga sinar bulan sepenuhnya menyinari
mereka “Adik Li Ceng, ada satu hal yang sudah
lama sekali menjadi ganjalan di hatiku, namun
sampai kini belum jua dapat kukeluarkan dari
mulut ......”
“Hi, hik, kau aneh sekali, Siong koko (kakak
Siong)!” Li Ceng tertawa menutupi bibir nya.
Biarpun ia tetap berpakaian pria, namun kadang
kadang muncul juga sifat genit kewanitaannya
yang wajar, “Kalau ada ganjalan hati, kenapa tidak
lekas dikeluarkan? Ayahku seorang ahli obat dan
pernah bilang bahwa ganjalan hati dapat merusak
jantung dan paru paru. Kalau dibiarkan berlarut
larut menimbulkan racun mengamuk dalam dada.
Apa sih ganjalan hatimu, koko?”
397
“Aku khawatir akan ada orang yang marah
bssar kalau sampai aku berani mengatakan
ganjalan ini, Ceng moi….”
Li Ceng memandang, dengan mata bening
terbelalak, alis hitam panjang terangkat, Gui Siong
terpesona. Betapa cantiknya gadis ini kalau sudah
memandangnya seperti itu, ia tidak percaya kepada
kekuatan sendiri dan cepat cepat mengalihkan
pandangan, kini ia menengadah menatap bulan.
“Aìihh, engkau lucu dan aneh. Siapakah
orangnya yang akan marah marah?”
“Engkaulah orangnya.”
''Eh, eh! Jangan bergurau, Siong ko! Mengapa
aku harus marah? “
Tanpa mengalihkan pandang matanya dari
bulan, Gui Siong berkata perlahan. “Benarkah
engkau tidak akan marah, moi moi? “
“Tidak. Mengapa harus marah? Aku berjanji
takkan marah. Apa sih ganjalan aneh itu? “
“Biarlah aku berterus terang, memang tidak
baik menyimpan ganjalan hati, moi moi, dan
kaupun boleh marah padaku, memang aku yang
tak tahu diri. Moi moi… semenjak pertemuan kita
setahun lebih yang lalu, ketika menyerbu Istana
Air sarang iblis betina Dewi Suling dan gurunya.
Aku....... aku…. telah cinta kepadamu, Li Ceng.
Bahkan suhu sendiri mengusulkan agar aku dan
suheng dapat berjodoh dengan engkau dan
sucimu. Li Ceng, aku cinta padamu…! Nah, inilah
ganjalan hatiku…”
398
Seluruh muka Li Ceng menjadi merah
mendengar pernyataan cinta ini. Menurut suara
hatinya, pemuda itu tidak bertepuk sebelah
tangan. Pemuda yang begini tampan, halus, gagah
perkasa, sudah lama menjatuhkan hati nya Akan
tetapi, ah, betapa ia dapat menerima kasih sayang
nya kalau di sana ada…. Pendekar Cengeng ! Ia
menghela napas panjang.
Mendengar gadis itu menghela napas dan tidak
menjawab, Gui Song mengerutkan keningnya dan
menoleh dengan muka pucat, ia sudah siap
menanti akibat yang paling buruk yaitu ditolak
cintanya dan dianggap kurang ajar. Ia menoleh dan
melihat betapa gadis itu menunduk, wajah yang
cantik dan tersinar cahaya rembulan itu murung
dan muram.
“Maaf, Ceng moi, sungguh aku tak tahu diri
dan…”
“Bukan begitu, koko. Aku tidak marah, juga
aku harus bersukur dan berterima kasih bahwa
seorang peuuda gagah perkasa seperti engkau sudi
menaruh perhatian kepada diriku yang buruk dan
bodoh.......”
“Kalau begitu engkau? “ Gui Siong seperti
tercekik lehernya saking girangnya.
“Aku.... aku .... terpaksa tak…dapat menerima
perasaan hatimu yang murni itu, Siong koko,
karena…karena.....“
Gui Song melongo penuh kekecewaan. “Kenapa
moi moi? Karena engkau tidak mempunyai
perasaan cinta kepadaku? “
399
Li Ceng menggeleng kepalanya sambil
menunduk. Jari jari tangannya tanpa disadarinya
mencabut rumput dan mempermainkan rumput
rumput itu.
“Kalau begitu mengapa, Ceng moi? Beritahulah
kepadaku moi moi agar aku tidak menjadi
penasaran.”
Tan Li Geng menghela napas kemudian
mengangkat mukanya yang agak pucat. Mereka
saling berpandangan dan dan sinar mata gadis itu
Gui Song dapat merasa betapa mesra pandang
mata itu dan bahwa tidak mungkin pandang mata
seperti itu mencerminkan hati yang tidak mercinta!
“Siong ko, harap jangan salah mengerti,
sesungguhnya, bagaimanakah aku dapat
menjawab pertanyaanmu. Hal iiu tidak mungkin
karena…. ada sesuatu ikatan yang amat berat
bagiku….”
“Ahhh... “! Gui Siong melompat bangun dengan
wajah makin pucat. “Adikku yang baik, sungguh
aku tak tahu diri dan kurang ajar ! Maafkanlah
aku kalau begitu sungguh kalau aku tahu bahwa
engkau sudah terikat jodoh dengan orang lain, biar
sampai mati mulut ini takkan membuka rahasia
ini….”
Tan Li Ceng yang tadiriya duduk di atas akar
pohon, juga bangkit berdiri dan berkata, suaranya
sungguh sungguh “Bukan ikatan jodoh, koko.
Dengarkan baik baik dan aku mengharapkan
pengertianmu yang mendalam. Ingat kah engkau
ketika kita bersama menyerbu Istana Air dahulu
400
itu? Nah, di tempat itu aku dan suci mengalami
hal yang amat memalukan…..“
Tan Li Ceng lalu meneeritakan pengalamannya
bersama Lauw Ci Sian ketika mereka tertawan dan
hampir saja diperkosa Yan ce Su go kemudian
tertolong oleh Yu Lee dalam keadaan telanjang
bulat! Betapa kemudian dia dan sucinya
membunuh empat orang laki laki berhati binatang
itu.
“Demikianlah Song koko. Setelah ada seorang
pria melihat keadaan kami seperti itu, betapa
mungkin kami berdua menjadi isteri orang lain?”
Gui Siong mengangguk angguk. Wah, kiranya
saingannya adalah pendekar sakti itu ! Ia merasa
kecewa dan runtuh semangatnya. Berat kalau
harus bersaing dengan Pendekar Cengeng pikirnya
dengan hati berat ia lalu berkata, “Ah, sekali lagi
maaf. Kiranya engkau mencintai Yu taihip?”
Li Ceng cepat mengangkat muka memandang,
lalu menggelengkan kepala, “Siapa mencintai dia,
koko? Jangan menyangka sembarangan. Aku
memang kagum kepada Yu taihiap yang memang
patut dikagumi, akan tetapi mencinta….?
Kenalpun tidak, pertemuan baru satu kali itu,
dalam waktu singkat pula.
Gui Siong terheran heran dan jantungnya
kembali berdebar girang penuh harapan.
“Dan dia….? Adakah dia mencintaimu?”
“Siapa mengetahui hati orang lain ?”
401
“Eh, Ceog moi, bagaimana pula ini? Kalau
kalian tidak saling mencinta, kalau diantara kalian
tidak ada ikatan jodoh mengapa kau bilang tidak
mungkin menjadi isteri orang lain? “
Dara itu menghela napas panjang. “Engkau
tidak mengerti keadaan hati wanita, Siong koko.
Aku dan Suci Lauw Ci Sian mempunyai pendapat
yang sama. Kalau ada laki laki yang melihat
keadaan kami bertelanjang bulat seperti dahulu
itu, dia harus kami bunuh ! Itulah sebahnya
mengapa kami menbunuh Yang ce Su go. Akan
tetapi betapa kami dapat membunuh Yu taihiap
yang sudah menolong kami? Karena itulah maka
jalan satu satunya untuk menghilangkan aib dan
hina, kami harus menjadi isterinya ......” Dengan
saputangannya, Li Ceng mengusap dua butir air
mata dari pipinya.
Gui Sioag melongo. “Kalau.... andaikata…. Yu
taihiap tidak suka menjadi suami kalian berdua….
?“
Dengan muka menunduk, Li Ceng berkata,
“Kami akan menantangnya bertandirig sampai
mati.”
“Wah… mana bisa begini? Mana ada aturan
begitu…. ?“ Gui Siong berulang mencela dan
mengomel, akan tetapi Li Ceng sudah
meninggalkannya menggerutu seorang diri di
tempat itu, menyesali hal yang amat
membingungkan hatinya itu. Kembali teringatlah ia
akan kesuraman wajah suhengnya dalam beberapa
hari ini seolah olah ada sesuatu ganjalan di hati
kakak sepenguruannya itu semenjak penyerbuan
402
tengah malam yang berhasil menghancurkan pos
penjagaan musuh. Kalau ia tanya, suhengnya
hanya menghela napas dan tidak mau menjawab.
Kini ia dapat menduga. Memang antara dia dan
suhengnya tidak ada rahasia lagi betapa mereka
berdua mencinta dua orang gadis murid Liong Losu
itu. Ah, kini ia dapat menduga. Tentu suhengnya
telah mendenpar pula urusan dua orang gadis itu
dengan Yu Lee, dan telah pula ditolak cinta
kasihnya.
Keesokan harinya, Gui Siong menemui
suhengnya dan langsung berkata, “Suheng,
katakanlah terus terang, apakah suheng berduka
karena cinta kasih suheng ditolak oleh nona Lauw
Ci Sian? “
Wajah Ouwyang Tek seketika menjadi merah
sekali dan matanya melotot memandang sutenya,
siap untuk mendampratnya karena pertanyaan itu
dianggap kurang ajar. Akan tetapi meliat betapa
wajah sutenya ini tampak sungguh sungguh dan
juga membayangkan kedukaan kelihatan dan agak
pucat seperti orang kurang tidur, ia menahan
kemarahannya dan hanya berkata kasar, “Kau
bicara apa? Tak patut mau tahu urusan pribadi
orang !”
Gui Sioag memegang lengan kakak
seperguruannya yang sudah dianggap seperti
kakak kandungnya itu lalu bercerita, “Jangan
marah, suheng. Aku dapat menduga dan
memaklumi keadaanmu karena akupun malam
tadi telah mengalami hal yang sama yaitu ditolak
cinta kasihku terhadap adik Tan Li Ceng.”
403
Berkerut sepasang alis yang hitam tebal itu.
“Hemmm….! Dia kelihatan menaruh perhatian
kepadamu Mengapa menolak? “
Tag:cersil
cersil indo
cersil mandarin full
cerita silat mandarin online
cersil langka
cersil mandarin lepas
cerita silat pendekar matahari
kumpulan cerita silat jawa
cersil mandarin beruang salju.
cerita silat pendekar mataharicerita silat indonesia
cerita silat kho ping hoo
cerita silat mandarin online
cerita silat mandarin full
cerita silat jawa
kumpulan cerita silat
cerita silat jawa pdf cerita silat indonesia gratis
cerita silat jadul indonesia
cerita silat indonesia pendekar rajawali sakti
cersil indonesia pendekar mabuk
cersil langka
cersil dewa arak
cerita silat jaman dulu
cersil jawa download cerita silat mandarin full
cerita silat mandarin online
cersil mandarin lepas
cerita silat mandarin pendekar matahari
cerita silat jawa pdf
cersil indonesia pdf
cersil mandarin beruang salju
kumpulan cerita silat pdf
- Cersil Ke 8 Kembalinya Pendekar Rajawali Sakti Cer...
- Cersil Ke Tujuh Kembalinya Pendekar Rajawali Sakti...
- Cersil ke 6 Kembalinya Pendekar Rajawali Sakti
- Cersil Ke 5 Yoko Bibi Lung
- Cerita Silat Ke 4 Pendekar Yoko
- Cersil Yoko 3 Condor Heroes
- Cersil Yoko Seri Ke 2
- Cerita Silat Cersil Ke 1 Kembalinya Pendekar Rajaw...
- Cerita Silat Cersil Pendekar Pemanah Rajawali Komp...
- Cersil Ke 25 Tamat Kwee Ceng Bersambung Ke Pendeka...
- Cerita Silat ke 24 Kwee Ceng Pendekar Jujur
- Cersil Ke 23 Kwee Ceng Pendekar Lugu
- Cerita Silat Ke 22 Kwee Ceng
- Cersil Ke 21 Kwee Ceng
- Cerita Silat Ke 20 Cersil Kwee Ceng Rajawali Sakti...
- Cerita Silat Ke 19 Kwee Ceng Jagoan Sakti
- Cersil Ke 18 Kwee Ceng
- Cersil Ke 17 Kwee Ceng Cerita Silat Pendekar Rajaw...
- Cersil Pendekar Pemanah Rajawali Ke 16 Pendekar Kw...
- Cersil Ke 15 Pendekar Kwee Ceng
- Cersil Hebat Kweeceng Seri 14
- Cersil Cerita Silat Kwee Ceng 13
- Cersil Pendekar Ajaib : Kwee Ceng 12
- Kumpulan Cerita Silat Jawa : Kwee Ceng 11
- Cerita Silat Pendekar Matahari : Kwee Ceng 10
- Cersil Mandarin Lepas :Kwee Ceng 9
- Cersil Langka Kwee Ceng 8
- Cerita Silat Mandarin Online : Kwee Ceng 7
- Cersil Indo Kwee Ceng 6
- Cerita Silat Cersil Kwee Ceng 5
- Cersil Kwee Ceng 4
- Cersil Pendekar Kwee Ceng 3
- Cersil Pendekar Kwee Ceng 2
- Cersil Pendekar Kwee Ceng ( Pendekar Pemananah Raj...
- Cersil Seruling Sakti dan Rajawali Terbang
- Kumpulan Cersil Terbaik
- Cersil Jin Sin Tayhiap
- Cersil Raisa eh Ching Ching
- Cersil Lembah Merpati
- Cerita Silat Karya stefanus
- Cersil Pedang Angin Berbisik
- Cersil Sian Li Engcu
- Cersil Si KAki Sakti
- Cersil Bendera Maut
- Cersil Pahlawan Gurun
- Cersil Pedang Pusaka Buntung
- Cersil Terbaik Pendekar Kunang Kunang
- Cersil Mandarin Imam Tanpa Byangan