Selasa, 31 Juli 2018

Pendekar Cengeng 3

========
baca juga

“Orang yang suka melakukan perbuatan keji
yang suka menyiksa den membunuh orang, pada
hakekatnya adalah orang orang pengecut yang
melakukan perbuatan keji itu terdorong oleh rasa
takutnya.” Dahulu ia tidak mengerti akan maksud
ucapan ini, akan tetapi sekarang melihat mayat
Hek siauw Kui bo dan mengenang betapa nenek
iblis ini amat ketakutan menghadapi pembalasan
baru ia mengerti. Hek siuuw Kui bo yang terkenal
keji, suka menyiksa dan membunuh manusia lain
ini pada hakekamya hanya seorang pengecut besar!
Ia lalu menoleh ke bawah dan apa yang
dilihatnya membuat ia menahan napas. Mayat
mayat bergelimpangan dan bertumpuk. Darah
mengalir membuat halaman depan itu menjadi
genangan air merah. Dua orang gadis dan dua
orang pemuda masih mengamuk. Sisa anak buah
bajak tinggal paling banyak dua puluh orang lagi.
Mereka ini hanya berani melawan karena terpaksa,
karena melarikan diri berarti mati oleh senjata
empat orang muda yang gagah perkasa itu. Maka
mereka melawan mati matian. Melihat ini Yu Lee
menggerakkan tubuhuya, melayang turun dan
menggerakkan rantingnya.
“Trang trang trang !” Semua pedang di tangan
empat orang muda terlempar dan terlepas dari
pegangan, Yu Lee menjura kepada mereka
berempat. “Maaf, saya rasa cukup banyak
penyembelihan.” Kemudian ia membalik dan
berkata, suaranya tetap halus akan tetapi penuh
wibawa. “Kalian tidak lekas berlutut minta ampun
kepada empat orang pendekar ini dan berjanji
merobah watak jahat?”
208
Dua puluh orang bajak itu lalu melempar
senjata masing masing dan menjatuhkan diri
berlutut mengangguk anggukkan kepala minta
minta ampun, Yu Lee lalu meninggalkan empat
orang muda yang terlongong, sekali melompat ia
sudah berada di tengah tengah pertempuran
antara Dewi Suling dan dua orang pendeta.
Memang patut dikagumi kelihaian Dewi Suling.
Biarpun dikeroyok dua orang pendeta berilmu
tinggi serta sudah sejak tadi ia terdesak dan terus
dihimpit, namun dua orang lawannya belum juga
berhasil merobohkannya.
Hanya dua kali ia terkena senjata lawan,
sebuah gebukan tongkat Liong Losu mengenai
pinggir pinggulnya, serta pedang Siauw bin mo
menyerempet pundaknya. Akan tetapi ia masih
terus bisa bertahan, keringatnya telah membasahi
seluruh tubuh, membuat pakaian merah yang tipis
halus serta ketat itu melekat di tubuh, membuat ia
seperti dalam keadaan telanjang bulat berkulit
merah !
“Jiwi cianpwe, harap tahan…. ! Seru Yu Lee
yang tiba tiba sudah berada di tengah mereka.
Kedua pendeta itu melangkah mundur serta
menatap aneh, sedangkan Dewi Suling terhuyung
huyung karena lelahnya, lalu menjatuhkan diri
duduk di atas tanah, sulingnya melintang di atas
pangkuan.
“Harap jiwi cianpwe (dua orang gagah) sudi
memaafkan kelancangan teecu, akan tetapi teecu
mintakan ampun untuk dia.” Ia menuding ke arah
209
Dewi Suling yang melihat ke arahnya dengan mata
terbelalak heran, tercengang serta juga kagum.
“Omitohud…! Yu kongcu (tuan muda Yu)
apakah tidak tahu betapa jahatnya wanita ini dan
betapa berbahayanya membiarkan dia hidup serta
menggoda pemuda pemuda tak berdosa?”
“Yu Lee, dia ini adalah Cui siauw Sianli Ma Ji
Nio atau juga disebut Dewi Suling, murid Hek
siauw Kui bo yang amat cabul dan ganas. Dua
orang murid pinto hampir aaja menjadi korbannya.
Dia jahat sekali patut dibunuh. Mengapa kau
menghalangi kami? Ha ba.ha, orang muda,
apakah kau mau mengecewakan gurumu dan kami
dengan kenyataan bahwa kau tergila gila oleh
kecantikannya?”
Yu Lee tidak memperlihatkan kemarahan, akan
tetapi matanya yang merah mengeluarkan sinar
berkilat yang membuat Hap Tojin membungkam
mulutnya.
“Jiwi cianpwe, kalau teecu membiarkan dia ini
tewas di depan mata teecu, hal ini bahkan akan
membikin malu hati guru teecu yang tercinta,
seorang gagah harus mengenal budi, membalas
kebaikan dengan kebaikan pula berlipat ganda,
membalas kejahatan dengan keadilan tanpa
dibutakan perasaan dendam. Teecu pernah
ditolong wanita ini, kalau tidak ada wanita ini,
tentu teecu sudah tewas di tangan Hek siauw Kui
bo. Oleh sebab itu, mana bisa teecu membiarkan
saja dia terbunuh di depan mata teecu. Harap jiwi
locianpwe sudi memaklumi hal ini serta
memaafkan teecu. Kalau jiwi berkeras mau
210
membunuhnya sedangkan di sini sudah begini
banyak manusia terbunuh biarlah teecu
menebusnya serta menerima kematian di tangan
jiwi.”
“Omitohud….!” Liong Losu berdoa dengan
penuh takjub.
“Siancai…. kau hebat. Ha ha ha! Kakek! Han It
Kong, dahulu kau mengalahkan kami, sekarang
muridmu. Ha, ha, ha !” Dua orang pendeta itu lalu
melangkah mundur sampai tiga tindak, pertanda
mereka tidak akan menyerang Dewi Suling.
Yu Lee membalikkan tubuh ke arah Dewi
Suling. Lalu ia berkata, “Nona, kau telah
menyelamatkan jiwaku dari tangan Hek siauw Kui
bo sekarang aku telah menebus jiwamu dari
tangan kedua locianpwe maka sudah tidak ada
budi apa apa lagi di antara kita. Kita berselisih
jalan. Hanya aku memberi nasihat kepadamu,
tinggalkanlah jalan gelap, carilah jalan terang.
Engkau masih muda cantik serta berilmu tinggi,
masih belum terlambat bagimu buat bertobat dan
merubah jalan hidup. Kalau kelak kita saling
berjumpa serta engkau masih tetap terbuat jahat,
terpaksa aku harus menamparmu?”
Dewi Suling bangkit sendiri perlahan, sejenak ia
melihat ke wajah pemuda baju putih itu, penuh
harap, penuh rindu serta penuh kasih. Tetapi ia
melihat sinar mata Yu Lee tetap diam seperti air di
telaga barat, ia menunduk serta terisak. Lalu ia
mengangguk, kemudian dengan sedu sedan naik
dari dada nya, ia memutar tubuhnya lalu lari pergi
dari tempat itu.
211
Kali ini tidak ada suara melengking yang
menjadi tanda setiap kali Dewi Suling pergi!
Dua orang pendeta itu lalu memerintahkan sisa
sisa anggauta bajak yang takluk buat merawat
temannya yang terluka serta mengurus mayat
mayat yang bergelimpangan, kemudian Tho tee
kong, Liong Losu membawa dua orang murid
wanitanya ke tempat terpisah.
“Ci Sian dan Li Ceng, secara kebetulan sekali
kita dapat bertemu dengan sahabatku Hap Tojin
dan dua orang muridnya. Pinceng lihat dua orang
muridnya itu baik dan gagah, dan pinceng akan
menjadi bahagia sekali andaikata kalian dapat
berjodoh dengan dua orang murid sahabatku Hap
Tojin itu. Bagaimana pendapat kalian? Kalau
cocok, akan pinceng bicarakan dengan Hap Tojin.
Tentu saja kau akan kumintakan ijin orang tuamu
Li Ceng. Dan engkau boleh memutuskannya
sendiri, Ci Sian.”
Tiba tiba Ci Sian menubruk kaki gurunya yang
bersila itu sambil menangis tersedu sedu.
“Suhu… ampunkan teecu… teecu tidak .....
tidak sanggup memenuhi perintah suhu … lebih
baik suhu bunuh saja teecu murid yang murtad ini
!”
“Omitohud! Apa artinya ini? Mengapa kau
bersikap begini? Apakah yang terjadi? Li Ceng
mengapa sucimu bersikap begini?”
Betapa kaget dan heran pendeta gundul itu
ketika Li Ceng yang biasanya keras hati dan tabah
212
itu juga menjatuhkan diri berlutut dan menangis di
samping sucinya!
“Eh, eh ... bagaimana ini? Ci Sian! Li Ceng! Di
mana kagagahan kalian! Hayo bangkit dan
ceritakan yang jelas !” ia membentak, agak marah,
berbeda dengan sikapnya yang biasanya lemah
lembut.
“Suhu, ampunkan teecu,” akhirnya Ci Sian
berkata. “Teecu sudah berjanji dalam hati, hanya
ada dua pilihan bagi laki laki yang telah melihat
teecu dalam keadaan… telan jang bulat…! Pilihan
ini ialah… dia harus teecu bunuh dan kedua dia
harus menjadi jodoh teecu.”
Sepasang mata yang lebar itu terbelalak, kedua
tangan mengelus perut yang telanjang dan gendut
sedangkan mulutnya berkata,
“Omitohud! Telanjang bulat … bunuh … jodoh?
Apa artinya semua ini, Ci Sian muridku?”
Namun Lauw Ci Sian hanya terguguk menangis.
Li Ceng tidaklah selemah kakak seperguruannya,
maka setelah menghapus air matanya, gadis inilah
yang kemudian menceritakan kepada gurunya
tentang peristiwa penghinaan yang mereka alami
malam tadi. Betapa mereka tertawan, kemudian di
telanjangkau dan hampir saja dinodai empat orang
kepala bajak kalau tidak muncul Yu Lee yang
menolong mereka.
“Suhu tentu dapat memahami perasaan suci
dan juga perasaan teecu sendiri. Toecu semalam
dengan suci, sependeritaan. Setelah tubuh kami
terlihat seperti dalam keadaan itu bagaimana kami
213
dapat menjadi isteri orang lain? Yang ce Su go
yang melihat keadaan kami telah kami bunuh.
Adapun… dia….dia penolong kami mana mungkin
kami membunuhnya? Karena inilah, usul
perjodohan suhu tidak mungkin dapat teecu
berdua memenuhinya......”
Tho teekong Liong Losu meugerutkan kening
dan meogangauk angguk, “Omitohud… semoga
manusia terbebas dari pada nafsunya sendiri.
Pinceng hanya mengusulkan, akan tetapi… yah,
keputusannya ada pada kalian sendiri. Pinceng
akan kembali ke pertapaan, soal ini terserah
kalian. Kalian sudan cukup dewasa, sudah cukup
belajar ilmu, pinceng memberi ijin kepada kalian
berdua untuk menempuh hidup sendiri. Li Gang,
engkau yang masih mempunyai keluarga,
berlakulah murah kepada sucimu.”
“Baik, suhu. Suci tentu saja ikut bersama
teecu,” kata Tan Li Ceng yang merangkul sucinya
yang menangis torisak isak. Hwesio itu menarik
napas panjang lalu keluar dari tempat itu,
menyeret tongkatnya.
Setibaaya di luar ia disambut Siauw bin mo Hap
Tojin yang tertawa tawa.
“Eh, Tho teo kong, kenapa kalian muram
wajahmu?”
Hwesio itu menghela napas. “Ahh, toyu,
alangkah inginnya hatiku bisa segembira engkau
ini. Di dunia banyak hal hal yang menyusahkan
hati Di manakah adanya Yu Kongcu?”
214
“Dia tidak herpamit. Telah pergi begitu saja.
Dengar suaranya!” Tosu itu menuding ke arah
utara. Hwesio tua itu berhenti dan mengarahkan
pandang matanya. Sayup sampai terdengar
lengking tinggi menyayat hati seperti orang
menangis.
“Diakah itu …? Pergi sambil menangis?”
“Ha ha ha ! Pendekar Cengeng ! Entah
menangis entah tertawa dia sekarang, akan tetapi
tadi kulihat dia menangis ketika dia melihat para
bajak mengurus mayat mayat yang amat banyak
itu. Kemudian ia pergi tanpa pamit.”
”Ke mana?”
“Ke mana? Entah ke mana dia siapa tahu?”
Ya, tidak ada yaog tahu ke mana perginya Yu
Lee Si Pendekar Cengeng setelah ia berhasil
membinasakan Hek siauw Kui bo, menyelamatkan
nyawa Dewi Suling, dan sekaligus merusak hati
dua orang gadis tanpa ia sengaja dan ia ketahui.
Dua orang nona yaog kini sudah keluar dari
tempat terpisah tadi pun bengong mendengar
suara lengking meninggi dan makin menjauh itu.
Juga Ouwyang Tek dan Gui Siong yang merasa
amat kagum terhadap Yu Lee, hanya saling
pandang dan berjanji dalam hati nntuk mencontoh
sepak terjang Si Pendekar Cengeng dan
memperdalam ilmu silat mereka.
“Tho tee koog, aku telah membebaskan murid
muridku untuk memasuki dunia ramai dan
mendarmabaktikan kepandaian mereka guna
masyarakat. Aku telah bebas, ha ha ha!” Ia
215
memegang lengan hwesio itu. “Dan bagaimana
dengan engikau ?”
“Omitohud, pinceng juga melepas pergi ke dua
orang murid pinceng, Ci Sian akan ikut adik
seperguruannya yang mempunyai orang tua di An
keng, pinceng akan pergi ke gunung..”
“Bagus! Mari ikut bersamaku, Tho tee kong.
Mari kita lupakan segala kedukaan hidup. Di sana
kita dapat main citur, kita salurkan semua nafsu
nafsu duniawi melalui papan catur! Kalau perlu
kita boleh membunuh Raja di papan catur, boleh
bertaruh tanpa merugikan orang lain. Ha ha ha!”
“Baiklah To yu ( sahabat ). Pinceng akan belajar
gembira dari Siauw bin mo Hap Tojin.” Dua orang
pendeta tua itu sambil bergandeng tangan lalu
meninggalkan tempat itu pula, tanpa menoleh lagi
kepada murid mereka
OuwyangTek dan dan Gui Siong kini
berhadapan dengan Lauw Ci Sian dan Tan Li Ceng
yang masih merah matanya bekas menangis. Dua
orang pemuda itu dengan sikap sopan lalu
memberi hormat dengan merangkap kedua tangan
depan dada yang dibalas oleh dua orang gadis itu
dengan sopan pula.
“Soal mengurus bekas bekas bajak itu harap
jiwi siocia (nona berdua) serahkan saja kepada
kami. Tentu jiwi sudah mendengar bahwa kami
adalah murid murid Siauw bin mo Hap Tojin, nama
saya Ouwyang Tek dan ini adalah sute Gui Siong.”
216
Tan Li Ceng yang lebih tabah dari pada sucinya
setelah membalas penghormatan itu lalu
menjawab.
“Terima kasih atas kebaikan jiwi twako (kakak
berdua), karena guru kita bersahabat tidak akan
keliru kiranya apabila kita melanjutkan
persahabatan itu. Aku bernama Tan Li Ceng tinggal
bersama orang tuaku di toko obat dalam kota An
keng. Dan ini suciku Lauw Ci Sian. Sekarang kami
hendak ke An keng dan apabila jiwi lewat di An
keng, kami persilakan jiwi umuk singgah di rumah
kami.”
“Banyak terima kasih atas kemurahan jiwi
siocia,” jawab pula Ouwyang Tek.
Sekali lagi mereka saling memberi hormat
kemudian sambil menggandeng tangan sucinya Li
Ceng mengajak Ci Sian pergi meninggalkan tempat
itu diikuti pandangan mata dua orang pemuda
perkasa dengan penuh kekaguman. Untung bahwa
kedua orang pemuda itu tidak dapat menjenguk isi
hati dua orang gadis itu, juga tidak mendengar
pengakuan mereka. Pengakuan yarg menyatakan
bahwa mereka berdua itu mau dijodohkan kalau
dengan Si Pendekar Cengeng!
Dunia persilatan gempar, para tokoh Liok lim
dan kang ouw, datuk datuk serta cabang cabang
atas, baik dari aliran pntih (bersih) maupun hitam
(sesat) menjadi geger dengan munculnya seorang
pendekar muda yang terkenal dengan sebutan
Pendekar Cengeng! Dunia persilatan menyebutnya
Pendekar Cengeng karena pendekar muda yang
217
perkasa ini sering kali menangis. Tangan nya amat
ampuh, tongkat maupun pedangnya amat lihai
merobohkan lawan lawan yang kuat, akan tetapi
kedua matanya selain bercucuran air mata dan ia
menangis sedih menyaksikan mayat mayat lawan
yang roboh di tangannya. Juga ia selalu tidak
dapat menahan air matanya kalau mendengar
penuturan yang menyedihkan dari mereka yng
mohon pertolongannya.
Di dalam waktu Kurang dari setahun saja
Pendekar Cengeng ini telah membasmi tujuh buah
sarang bajak sungai di sepanjang Sungai Yang ce
kiang serta belasan buah sarang perampok di
hutan hutan. Semua perbuatan ini dilakukan
karena ada sebabnya bukan sekali kali ia mencari
sarang penjahat penjahat itu. Kalau tidak dia
sendiri yang kebetulan dihadang perampok tentu
ada orang orang lain yang menjadi korban
kejahatan dan ia kebetulan melihatnya. Yu Lee, Si
Pendekar Cengeng ini tidak pernah lupa kata kata
gurunya, serta tidak mau mencari permusuhan
bahkan tidak mengusik para penjahat kalau saja ia
tidak melihat kejahatan dilakukan orang. Kalau ia
kebetulan melihatnya, barulah ia turun tangan dan
sekali ia membasminya celakalah gerombolan
penjahat itu.
Para tokoh kang ouw kaum sesat merasa sakit
hati kepadanya sebab kematian kawan kawan
mereka serta saudara saudara seperguruan mereka
dan mereka selalu mencari kesempatan buat
membalas dendam serta membunuh Pendekar
Cengeng.
218
Sebaliknya, para tokoh kang ouw kaum
pendekar merasa iri hati dan penasaran kepadanya
serta merekapun mau bertemu dengan pendekar
muda ini buat ditantang ber pibu (Mengadu
kepandaian silat).
Yu Lee bukan tidak tahu akan hal ini. Ia tahu
bahwa banyak orang pandai marah kepadanya,
tetapi ia pura pura tidak tahu dan sebab sikapnya
selalu sederhana tidak suka menonjolkan diri,
maka tidak ada orang yang mengira bahwa pemuda
baju putih yaug kelihatan lemah, pakaian serta
sikapnya sederhana seperti seorang perantau
miskin itu adalah Pendekar Cengeng yang
menggemparkau dunia persilatan.
Pada suatu hari, pagi pagi sekali Yn Lee telah
memasuki dusun Ki bun. Walaupun hatinya sudah
digembleng oleh si manusia sakti Han It Kong,
tetapi hatinya berdebar penuh keharuan ketika ia
memasuki dusun yang sunyi serta tenteram ini,
dusun yang tidak pernah dilupakannya selama
hidupnya yaitu dusun tempat tumpah darahnya, di
mana darah ibunya tertumpah di waktu
melahirkan. Dusun tempat kelahirannya!
Enam belas tahun ia telah pergi dari dusun ini.
Lima belas tahun digembleng suhunya di puncak
Tapie san kemudian setahun merantau setelah
turun gunung. Dusun itu sendiri tak pernah
berubah tetapi cuma penduduknya yang berubah.
Ia kini tidak kenal akan wajah seorangpun serta
tidak ada seorangpun di dusun itu mengenalnya.
Tentu saja bisa demikisu halnya ! Karena dahulu ia
baru berusia delapan tahun, kini telah menjadi
219
seorang pemuda tinggi tegap berusia dua puluh
empat tahun.
Perih hati Yu Lee melihat betapa rumah rumah
di dusun ini masih seperti enam belas tahun yang
lalu, rumah penghuni dusun masih merupakan
pondok buruk. Demkianlah keadaan hampir di
seluruh dusun, tidak ada kemajuan, rakyatnya
miskin dan hidup serba kekurangan. Kekayaan
bertumpuk tumpuk di kota di mana orang orang
hidup bergelimang kemewahan. Anehnya di kota
kota inilah bertumpuk bahan makanan memenuhi
gudang gudang besar, bahkan makanan memenuhi
gudang gudang besar, bahkan sampai membusuk
katena terlampau banyak dan berlebihan.
Sedangkan di dusun dusun di mana bahan
makanan itu ditanam orang, yang menjadi sumber
bahan makanan, malah kekurangan makanan,
memang kalau direnungkan amatlah aneh dan
janggal, namun nyata demikian tempat sumber
bahan makanan malah kekurangan makanan,
petani malah kekurangan makan di tengah sawah!
Keadaan seperti ini tidaklah aneh kalau
diketahui bahwa seluruh sawah ladang itu
kesemuanya hanya dikuasai olah beberapa orang
saja, dan para petani yang bekerja di sawah
hanyalah merupakan buruh buruh tani yang
menerima upah amat sedikit, hanya cukup buat
dimakan seorang saja.
Sudah pasti para petani ini mempunyai
keluarga maka timbullah kelaparan sebab jatah
makanan buat seorang dimakan kadang kadang
empat atau lima orang. Akibat hal ini pula
220
menimbulkan pemerasan tenaga, sampai anak
anak kecil terpaksa bekerja di sawah untuk
sekedar mencari isi peut pencegah kelaparan. Bagi
para penduduk dusun yang miskin, hidup mereka
lebih rendah serta lebih sengsara dari pada kerbau.
Pekerjaan berat di sawah ladang, makan tidak
kenyang. Binatang kerbau masih dapat
mengenyangkan perut serta tidak kelaparan sebab
binatang ini dapat makan rumput yang tidak usah
dibeli. Oleh majikannya.
Para pemilik tanah yang membutuhkan
kemewahan dan sebab kemewahan hanya dapat
ditemukan di kota tentu saja mengirim seluruh
hasil tanah ke kota untuk ditukar dengan harta
benda. Hal inilah yang menyebahkan akibat bahwa
di kota sampai berlebihan makanan, sebaliknya di
dusun sebagai sumber makanan malah sampil
banyak orang mati kelaparan.
Tanah kuburan di luar dusuo Ki bun amat luas.
Kuburan ini sudah tua sekali, sudah ratusan
tahun dipakai sebagai tanah kuburan sehingga
setelah beberapa kali dipakai masih tetap digali lagi
buat dipakai yang baru.
Di tanah kuburan inilah enam belas tahun yang
lalu semua jenazah keluarga Yu dikubur oleh
penduduk dusun Ki bun. Dikubur menjadi satu,
merupakan gundukan tanah yang tinggi. Ayah
bundanya, dua orang pamannya dan dua orang
bibinya, dan kakak kandungnya, tujuh orang
kakak misan, empat orang pelayan semua
berjumlah sembilan belas orang anggauta keluarga
kakeknya, ditambah mayat dua orang penjahat
221
suami isteri Kim to Cia Koan Hok dan Bi kiam
Souw Kwai Si maka di dalam gundukan tanah
kuburan ini terdapat dua puluh satu orang mayat
yang dahulu binasa dalam tangan Hek siauw Kui
bo! Teringat akan ini, tak dapat ditahan lagi, air
mata Yu Lee bercucuran ketika ia berdiri di depan
gundukan tanah kuburan.
Ia lalu menjatuhkan diri berlutut. Biarpun ia
sudah berhasil membalas dendam, berhasil
membunuh Hek siauw Kui bo, akan tetapi ia masih
merasa menyesal dan berduka karena ia sama
sekali tidak diberi kesempatan untuk membalas
budi orang tuanya tidak diberi ke sempatan untuk
berbakti.
Selelah berlutut dan patkwi sampai delapan kali
di depan gundukan tanah kuburan itu, barulah Yu
Lee bangkit.
Dengan muka pucat dan mata basah dimana ia
memandang ke sekelilingnya. Kiranya tanah
kuburan itu kini telah dikurung oleh delapan orang
yang tidak diketahui kedatangaanya. Tahu tahu
mereka telah berada di tanah kuburan itu, berdiri
mengurung gundukan tanah kuburan berikut Yu
Lee dengan wajah beringas mengancam seperti iblis
iblis sendiri yang datang hendak mengeroyoknya.
Dalam kesedihannya Yu Lee tadi sampai tidak
memperhatikan sekelilingnya dan baru sekarang ia
tahu bahwa delapan orang itu datang dan sikap
mereka jelas membayangkan permusuhan. Ia
tenang tenang saja mempermainkan tongkat
bambunya dengan kedua tangan, matanya
memandang penuh selidik dan bergantian kepada
222
delapan orang itu. Mereka itu berusia antara tiga
puluh dan empat puluh tahun dan sikap mereka
jelas menunjukkan bahwa mereka adalah ahli ahli
silat yang pandai.
Yu Lee memang tidak suka mencari
permusuhan dan sikap serta pakaiannya memang
amat sederhana, sama sekali tidak menunjukkan
bahwa dia adalah seoiang ahli silat, apa lagi
seorang pendekar yang ternama, kini menyaksikan
sikp delapan orang itu iapun ingin menghindari
mereka dan pura pura tidak mengerti bahwa
mereka itu mengurungnya.
Kembali ia mengangguk kearah gundukan
tanah kuburan sebagai penghormatan terakhir
atau berpamit, kemudian ia membalikkan
tubuhnya untuk pergi dari situ.
“Hei, berhenti kau !” seorang di antara mereka
yang matanya merah menghardik.
Yu Lee memutar tubuh menghadapinya dan
berpura pura terheran lalu bertanya. “Apakah tuan
menegur saya?”
“Siapakah namamu dan mengapa kau
bersembahyang di depan kuburan ini?” tanpa
memperdulikan pertanyaannya, si mata merah itu
kembali bertanya.
Sekilas pandang saja Yu Lee dapat menduga
bahwa delapan orang ini adalah orang kasar,
golongan kaum sesat di dunia kang ouw. Tidak
mungkin mendiang kakek dan keluarga nya
bersahabat dengan orang orang seperti ini, akan
tetapi karena ia tahu bahwa kakeknya dahulu
223
adalah seorang pendekar pedang yang amat
terkenal dan mempunyai banyak sekali musuh di
dunia kang ouw maka ia dapat menduga bahwa
tentu mereka ini musuh musuh kakeknya. Kalau
orang orang ini memusuhi sebagai akibat dari
sepak terjangnya selama ini, tentu mereka
mengenalnya maka ia lalu menjawab sederhana
dan berusaha mengelakkan pertempuran.
“Saya adalah bekas pelayan keluarga Yu dan
karena tidak ada lain orang lagi yang mengurus
kuburan maka mengingat akan budi dahulu saya
datang untuk memberi hormat.”
“Ha, ha, ha ! Siapa kira Hek siauw Kui bo dapat
tertipu oleh seorang bocah pelayan sehingga
terluput daripada pembasmian !” Kata si mata
merah yang agaknya menjadi pemimpin di antara
delapan orang itu. “Hee, budak hina ! Belasan
tahun yang lalu kau terluput dari kebinasaan, dan
kami telah didahului Hek siauw Kui bo membasmi
keluarga Yu Tiang Sin. Biarlah sekarang kami
menyempurnakan pembasmian itu sebelum kami
berhasil mencari keturunannya terakhir yang
kabarnya telah lolos.”
Yu Lee mendongkol sekali. Tidak salah
dugaannya. Delapan orang ini adalah musuh
musuh dari mendiang kakeknya. Ia sengaja
memperlihatkan sikap takut dan bertanya. “Cuwi
(tuan sekalian) siapakah dan mengapa hendak
mengganggu saya yang tidak berdosa ?”
“Ha, ha, ha, perlu kau ketahui agar nyawamu
kelak cepat melapor kepada arwah Yu Tiang Sin.
Kami . adalah delapan orang dari Timur yang
224
terkenal dengan julukan Tung hai Pat ong (Delapan
Raja Laut Timur), dahulu belum sempat membasmi
keluarga Yu Thian Sin dan kedatangan kami untuk
membongkar kuburan nya, untuk menghancur
leburkan tulang tulang keluarganya, kebetulan kau
datang dan karena kau adalah pelayan Keluarga
Yu kau tidak terluput dari pada pembalasan kami,
bersiaplah untuk mampus budak cilik!”
Sambaran tangan si mata merah ke arah kepala
Yu Lee amat kuatnya. Yu Lee yaag tahu bahwa tak
mungkin ia mengelakkan pertempuran diam diam
sudah mengambil keputusan untuk menghajar
mereka ini, malah tidak berkelebihan kiranya
kalau ia membunuh mereka ini.
Mereka ini adalah orang orang jahat, tidak
mempunyai pribudi dan prikemanusiaan buktinya
mereka ini mempunyai niat yang amat keji, hendak
membongkar kuburan dan merusakkan tulang
keluarga Yu.
Melihat datangnya pukulan yang dimaksudkan
untuk merenggut nyawanya, Yu Lee tetap bersikap
tenang.Ia menanti saja karena dari gerakan si mata
merah itu ia maklum bahwa tingkat kepandaian
mereka ini biasa saia, walaupun si mata merah ini
memiliki tenaga lweekang yang cukup kuat. Akan
tetapi pada detik itu Yu Lee terkejut dan terheran
heran melihat berkelebatnya sinar putih yang kecil
sekali yang meluncur dari arah kanannya serta
menimpa lengan si mata merah, tepat pada jalan
darah di pergelngan tangan.
“Takk! Aduuhhl” Si mata merah berseru
kesakitan, tangannya lumpuh dan ia meloncat ke
225
belakang sambil meringis, ia memijat lengan
kanannya, lalu dengan memakai jari jari tangan
kirinya ia cabut keluar sebatang jarum kecil yang
menancap di pergelangan lengan itu.
Yu Lee menahan senyum karena maklum
bahwa ada orang membantunya, biarlah ia akan
berpura pura bodoh supaya tidak mengecewakan
hati si penolongnya, akan tetapi ketika ia menoleh
dan melihat berkelebatnya bayangan orang yang
menolongnya tadi ia melongo dan memandang
kagum.
Ternyata dari balik pohon itu meloncat keluar
seorang gadis remaja yang cantik molek, agaknya
sukarlah dipercaya bahwa gadis ini yang tadi
melepas jarum menolongnya. Gadis itu usianya
paling banyak delapan belas tahun, wajahnya
berkulit halus dengan sepasang pipi kemerahan
matanya bersinar sinar penuh semangat dan
mulutnya yang kecil tersenyum senyum serta dari
pandangan mata dan mulut ini terbayang sifat
jenaka dan riang juga nakal penuh ketabahan.
Kecantikannya itu tersendiri, seperti kecantikan
setangkai bunga liar di dalam hutan. Sedikitpun
tidak ada tanda tanda bekas alat rias pada
mukanya yang cantik, kehalusan kulit mukanya
warna putih kuning, warna merah di pipi dan
terutama di bibirnya semua adalah warna warna
yang wajar, membuktikan kebersihan dan
kesehatan tubuhnya.
Rambutnya hitam sekali juga amat lebat dan
panjang sehingga rambut yang digulung semuanya
itu menjadi mahkota hitam yang besar di atas
226
kepala, kalau terurai, agaknya rambut yang halus
itu ujungnya akan mencapai paha.
Dengan lebat rambutnya sampai anak
rambutnya merumbai di dahi dan tengkuk, juga
anak rambnt yang tumbuh subur di pelipis
menjuntai serta menjungat ujungnya di pipi,
hampir menyentuh hidung menimbulkan kejelitaan
yang lucu pada wajah ttu.
Matanya seperti sepasang bintang pagi yang
cemerlang, bersih dan bening sekali, sinarnya
tajam namun selalu berseri gembira serta nakal,
bentuk tubuhnya padat ramping, lincah gesit
gerakannya dan pakaiaanya sederhana pula seperti
cara ia berhias. Terbuat dari sutera warna hijau
puput dengan warna sabuk berwarna emas,
sepatunya dari kulit berwarna hitam
Gadis ini melangkah keluar dari balik pohon
sambil tersenyum senyum tangan kiri bertolak
pinggang, tangan kanan memegang sebatang
rumput yang ujung tangkainya ia gigit gigit dengan
giginya, sehingga tampak giginya yang berderet
putih dan rapih, matanya mengerling dan melihat
bergantian kepada delapan orang itu yang kini
semua melihatnya dengan pandang mata merah.
“Tung hai Pat ong kalian ini, ya? Wah betul
betul gagah perkasa, delapan orang raja
menghadapi seorang pelayan yang tidak tahu apa
apa ! Sejak tadi pagi aku sudah curiga dan
membayangi kalian, kukira kalian ini akan
merampok dusun ini, kiranya malah lebih hina
daripada perampok sebab ternyata kalian bukan
227
lain adalah tikus tikus kuburan yang tak tahu
malu !”
Makian “tikus kuburan” adalah makian yang
paling menghina, karena yang dimaksudkan
dengan tikus kuburan adalah pencuri pencuri yang
suka membongkar kuburan untuk mengambil
benda berharga yang menempel pada tubuh mayat.
Dan diantara maling maling, tikus kuburan inilah
maling yang paling rendah serta dianggap hina dan
rendah oleh kanm sesat sendiri sebab
merendahkan “derajat” bangsa maling!
“Bocah bermulut lancang !” bentak si mata
merah yang kini telah biasa lagi. Tangan kanannya
tidak sakit lagi dan hatinya lega sebab ini berarti
bahwa jarum itu tidak beracun. “Engkau tidak
mengenal betul siapa kami maka berani main gila.
Apakah kau sudah bosan hidup? Hayo lekas
katakan siapa kau dan siapa gurumu, mengapa
kau berani mencampuri urusan kami!”
Gadis itu melirik serta senyumnya makin
melebar. Cantik jelita seperti bidadari, belum
pernah Yu Lee bertemu dengan gadis secantik ini.
Entah mengapa, segala gerak gerik gadis ini
menarik hatinya, membuat jantungnya berdebar
debar serta membuat ia seperti berubah menjadi
sebuah arca, tidak mampu bergerak atau bersuara,
hanya memandang dengan mata terbelalak kagum.
“Hemmmm, kalian ini delapan anak kecil berani
menyombongkan diri terhadap nyonya besarmu.
Sungguh menjemukan! Siapa tidak mengenal
kalian bangsat bangsat kecil ini? Kalian adalah
bajak bajak di laut Tung hai, sombong sombongan
228
memakai julukan Delapan Raja, padahal tidak
becus apa apa Belasan tahun yang lalu kalian
membajak sebuah kapal, hendak merampas harta
dan menghina puteri puteri pembesar Kwan di
kapal itu, kemudian kalian dihajar habis habisan
sampai terkencing kencing dan terkentut kentut
oleh mendiang Yu Kiam sian Si Dewa Pedang. Huh,
kalian seperti delapan ekor anjing ketakuan
melingkarkan buntut dan lari bersembunyi Setelah
kini Yu Kiam sian sekarang menjadi gundukan
tanah pura pura mau gagah gagahan mau bongkar
kuburan. Mencari gigi emas? Atau bekas sepatu?
Tak tahu malu!”
Yu Lee makin terbelalak. Bagaimana nona yang
maih muda sekali ini tahu akan peristiwa itu? Dia
sendiri yaug menjadi cucu Si Dewa Pedang tidak
tahu dan tidak mendengar dari kakeknya atau
ayahnya! Dan sikap gadis ini benar benar terlalu
berani dan betapapun juga amat jenaka dan lucu
Masa gadis berusia kurang dari dua puluh
tahun bersikap seolah olah delapan orang yang
empat puluh tahun lebih umurnya seperti anak
anak saja?
Kalau Yu Lee terheran heran dan kagum adalah
Tung hai Pat ong itu yang menjadi kaget sekali,
kaget, malu malu dan marah bercampur aduk
menjadi satu, namun rasa kaget dan heran lebih
besar sehingga si mata merah bertanya, “Budak
cilik! Siapa kau?”
Dara kecil itu kembali bertolak pinggang, kini
dengan kedua tangannya sepuluh jari jari yang
kecil panjang itu seolah olah dapat melingkari
229
pinggangnya, begitu ramping pinggangnya,
kemudian dengan gerakan lucu jenaka nona ini
menuding hidungnya sendiri, hidung yang kecil
dan mancung “Kau mau tahu siapa nonamu ini?
Buka telinga lebar lebar unjuk mendengar, buka
mata baik baik untuk melihat, akan tetapi
teguhkan hati agar kalian tidak akan roboh
pingsan kareaa kaget dan mati ketakutan. Di
depan kalian inilah pendekar wanita muda yang
mewarisi ilmu kesaktian dari Kun lun pai. Akulah
yang berjuluk Sian li Eng cu (Si Bayangan
Bidadari). Setelah kalian berhadapan dengan Sian
li Eng cu, tidak lekas berlutut? Hayo berlutut dan
minta ampun, paykwi sampai tiga belas kali, baru
Sian li Eng cu memberi ampun dan hanya minta
sebuah saja daripada daun telinga kalian masing
masing satu, kalau tidak kepala kelinci yang akan
putus leher nya !”
Yu Lee hampir tak dapat menahan ketawa
bukan main nona ini ucapannya itu hebat dan
sombong, akan tetapi lucunya, sikapnya sama
sekali tidak membayangkan kesombongan bahkan
mata dan mulutnya itu membayangkan kenakalan,
jelas tampak oleh Yu Lee bahwa ucapannya yang
keluar dari mulut nona itu adalah ucapan yang
disengaja, bukan untuk menyombong melainkan
untuk mempermainkan delapan orang bajak itu.
Yu Lee makin tertarik dan ingin melihat sampai
di mana keahlian nona ini, apakah ilmu silatnya
selihai mulutnya? Melihat cara nona ini tadi
menyambitkan jarum, ia tidak perlu
mengkhawatirkan keselamatannya tetapi karena
delapan orang ini adalah orang orang kasar yang
230
kejam, diam diam ia bersiap melindungi nona yang
menarik hatinya itu.
Delapan orang itu tentu saja menjadi marah
sekali. Mereka belum pernah mendengar nama
julukan Sian li Eng cu pendekar wanita tokoh Kun
lun pai. Tentu saja memandang rendah. Nona yang
masih begitu muda mana mungkin memiliki
kepandaian lihai? Diantara delapan orang itu,
terdapat seorang yang mata kirinya buta.
Dia inilah amat terkenal mata keranjang serta
dahulunya ia pernah mengganas, secara keji
menculik dan memperkosa banyak sekali wanita,
asal wanita muda dan cantik, tak perduli wanita
itu isteri orang, ia tak mau berhenti kalau belum
dapat menculiknya, mata kirinya juga menjadi
buta karena kesukaannya mempermainkan isteri
orang karena dahulu ia pernah tertangkap basah,
dikeroyok orang sedusun, biarpun ia berhasil
melarikan diri mengandalkan kepandaiaanya,
namun mata kirinya tertusuk pedang dan menjadi
buta sebelah.
Namun mata yang tinggal sebelah itu tidak
mengurangi sifatnya yang buruk, bahkan ia
menjadi makin gila karena merasa sakit hati
melihat betapa wanita wanita merasa jijik
kepadanya karena matanya.
Ia makin mengganas dan baru ia bersama tujuh
orang saudara tidak berani mengganas lagi dan
terpaksa menyembunyikan diri setelah muncul Si
Dewa Pedang Yu Tiang Sin yang melabrak mereka
di atas perahu pembesar.
231
Kini melihat dara remaja yang cantik jelita dan
mengaku berjuluk Bayangan Bidadari ini, seketika
kambuh penyakitnya dan mantanya yang tinggal
sebelah itu berkedip kedip serta bersinar penuh
nafsu. Ia sudah meloncat maju dan berkata kepada
si mata merah, “Twako, serahkan anak ayam ini
kepadaku!”
“Memang dia lebih pantas untukmu.
Terkamlah!” kata si mata merah menyeringai dan
mundur, ia masih memandang rendah gadis itu
serta merasa yakin bahwa adiknya yang telah ahli
menghadapi wanita itu bisa menundukkan gadis
ini.
Si mata satu maju sampai dekat di depan gadis
itu, Sian li Eng cu, dara remaja yang cantik dan
jenaka itu menggerak gerakkan cuping hidungnya
yang mancung, lalu berkata, “Ihhh, bau busuk!
Kau ini si mata buta, keringatmu bau bangkai,
tanda bahwa sebentar lagi engkau akan menjadi
bangkai !”
Si mata satu menyeringai, memperlihatkan
deretan gigi yang besar besar dan berwarna kuning
di balik bibir membiru, “Heh heh, nona muda yang
manis! Mau kulihat apa yang kau akan lakukan
dan katakan kalau engkau sudah berada di dalam
pelukanku, heh heh!” Belum habis ucapannya, tiba
tiba si mata satu ini sudah menubruk maju,
gerakannya cepat sekali, kedua lengannya
dikembangkan, sepuluh jari tangannya juga
terbuka dan dengan gerakan gesit ia merangkul
leher dan pinggang.
232
Sesungguhnya gerakannya itu adalah jurus
ilmu silat yang bernama Go houw po touw (Macan
Lapar Menubruk Kelinci) semacam jurus serangan
dengan pukulan bertubi tubi dari kedua tangan,
akan tetapi oleh si mata satu ini dirobah menjadi
tubrukan buat menerkam tubuh gadis yang
menggairahkan itu.
“Menjijikkan!” Dara ita berseru marah dan ia
hanya menggeser kaki miringkan tubuh saja,
gerakan ini cukup membuat si mata satu
menubruk tempat kosong.
Dan sebelnm si mata satu dapat memperbaiki
posisi tubuhnya yang terhuyung ke depan, secara
tiba tiba saja tubuh dara itu berkelebat, meloncat
ke atas serta dengan gerakan indah sekali kaki nys
telah menendang dari atas, ujung sepatunya
membuat gerakan menotok yang tepat sekali
mengenai jalan darah di tengkuk si mata satu.
“Klokkk!”
Tubuh orang yang gerakannya gesit dan ringan
sekali itu sudah melayang turun kembali ke atas
tanah dan berdiri sambil bertolak pinggang. Celaka
adalah si mata satu. Tiba tiba saja ia meringis
lalu… menangis. Tak dapat menahan lagi ia, air
matanya bercucuran, dan matanya yang masih
baik, sedangkan matanya yang sudah rusak hanya
bergerak gerak, demikian mengguguk ia menangis
sampai hidungnyapun mengeluarkan air!
Pemandangan ini aneh dan lucu sekali akan
letapi Yu Lee yang tahu diam diam menjadi kagum.
Gadis itu ternyata memiliki ginkang yang
mengagumkan dan tingkat kepandaiannya agaknya
233
tidak di sebelah bawah tingkat kepandaian dua
orang murid perempuan Tho tee koog Liong Losu!
Akan tetapi gadis ini memiliki ginkang tinggi dan
sifat ugal ugalan, nakal sekali dan suka
mempermainkan orang! Buktinya menghadapi si
mata satu yang tentu akan mudah ia robohkan itu
tadi ia bersusah payah meloncat hanya untuk
dapat menotok jalan darah di tengkuk yang
mengakibatkan si mata satu itu menangis di luar
kehendaknya, dan itupan ia lakukan dengan
meloncat karena agaknya gadis itu tidak sudi
melakukan totokan dengan tangan melainkan
dengan ujung sepatu! Kiranya dalam detlk terakhir
tadi ketika golok menyambar, dara itu meloncat ke
depan lalu membalikkan tubuh, tangannya
bergerak melepas sebatang jarum yang dengan
tepat menancap mata kanan lawan bahkan terus
masuk dalam sekali, kakinya menendang ke arah
pergelangan tangan sehingga golok lawan terpental.
Gadis itu berdiri sambil bertolak pinggang
tersenyum mengejek kepada si mata satu yang kini
mengaduh aduh dan merintih rintih dan cepat
ditolong oleh saudara saudaranya. Akan tetapi
jarum itu menancap terlalu dalam, tidak tampak
lagi dan sukarlah menolong nyawa orang itu
karena jarum menyelinap memasuki otak dalam
kepala.
“Perempuan jahanam, kau harus mengganti
nyawa!” bentak si mata merah ketika melihat
saudaranya itu berkelojotan seperti ayam
disembelih. Tujuh orang itu kini sudah
merebahkan tubuh si mata satu ke atas tanah
234
masing masing mencabut golok dan pedang dan
mengurung gadis yang masih tersenyum senyum.
“Ahaa, baru sekarang kalian tidak memandang
rendah dan hendak maju mengeroyokku? Bagus,
bagus, baik begitu agar aku tidak perlu membuang
banyak waktu. Majulah bersama dan matilah
bersama. Dunia akan menjadi lebih bersih dan
lebih tenteram kalau kalian mampus!”
Yu Lee kembali memandang penuh perhatian.
Boleh jadi tingkat kepandaian tujuh otaag itu lebih
rendah akan tetapi kalau mereka maju mengeroyok
dan kalau gadis itu masih bersikap sembrono
seperti tadi, ada bahayanya juga. Maka kini ia lalu
duduk di atas tanah, dekat gundukan tanah
kuburan keluarganya, menonton dan tangannya
mempermainkan tanah tanah kering. Ia melihat
betapa tujuh orang laki laki kasar itu mengurung
si gadis, senjata mereka berkilauan saking
tajamnya.
Gadis itu masih berdiri enak enak di tengah,
senyumnya mengejek, matanya mengerling ke
kanan ke kiri mengikuti gerakan mereka, tangan
kiri mendekati saku baju di mana tersimpan jarum
jarumnya, tangan kanan meraba pedang yang
tergantung di pinggang. Cantik jelita dan gagah
perkasa tampaknya, dan hati Yu Lee makin
terpikat dan kagum. Banyak sudah ia bertemu
dengan wanita wanita cantik jelita, bahkan pernah
dirayu seorang wanita cantik sekali seperti Dewi
Suling, pernah pula melihat dua orang dara jelita,
murid Tho tee kong Liong Losu, yaog selain gagah
perkasa juga muda remaja dan cantik jelita,
235
bahkan melihat mereka dalam keadaan telanjang
bulat ketika menolong mereka.
Namun, belum pernah ia merasa hatinya
terbetot seperti saat ini oleh gadis yang lincah
jenaka dan ugal ugalan yang mengaku berjuluk
Sian li Eng cu itu.
Si mata merah berseru keras dan ini
merupakan aba aba agaknya bagi saudara saudara
nya karena serentak mereka bertujuh itu maju
menerjang dengan senjata mereka mengeroyok
gadis itu, kembali Yu Lee kagum dalam hati nya.
Gadis itu benar benar memiliki ginkang yang
hebat. Tubuhnya yang ramping itu bergerak cepat
sekali, melebihi daripada kecepatan gerakan
senjata lawan berkelebatan ke kanan kiri, seolah
olah gerakan seekor burung walet, menyelinap
diantara sambaran senjata, mengelak ke kanan
kiri, menyepak pergelangan tangan lawan dan di
lain saat tangan kanannya indah memegang
sebatang pedang yang berkilauan putih dan
ternyata pedangnya itu adalah pedang perak
seperti juga jarum jarum nya. Pedang itu putih
mulus dan bersih sehingga waktu dimainkan,
berubahlah menjadi gundukan sinar putih
menyilaukan mata.
Yu Lee menyaksikan ilmu pedang Kun lun kiam
hoat yang amat indah dan cepat. Ia mengenal ilmu
pedang ini dan diam diam ia harus mengakui
bahwa gadis ini tehh mendapat latihan serta
didikan seorang tokoh Kun lun pai yang pandai.
Gerakannya indah seperti orang menari, cepat
seperti kilat menyambar. Hatinya kembali lega
236
sebab jangankan baru dikeroyok tujuh orang itu,
biar ditambah tujuh orang lagi, ia tidak perlu
mengkhawatirkan keadaan gadis itu.
Betul saja dugaannya, terdengar suara
berkerontangan serta teriakan mengaduh ketika
gadis itu memutar pedang dan membalas
serangan. Kemana saja pedangnya berkelebat,
pasti senjata lain terpental terta darah muncrat.
Juga tangan kirinya bergerak dan sinar sinar putih
jarumnya meluncur ke sana sini. Teriakan
mengaduh makin riuh disusul robohnya tujuh
orang itu yang mengaduh aduh.
Pedang di tangan gadis itu lalu berkelebat
menyambar ke arah delapan orang yang sudah
roboh. Yu Lee kaget sekali dan mencela di dalam
haranya ketika melihat betapa pedang itu telah
menyambar serta dalam sekejap mata telah
membuntungi delapan buah telinga para bajak itu!
“Masih tidak lekas pergi dari sini? Menanti
Sian li Eng cu memenggal leher kalian ?” Gadis itu
mengancam sambil memutar mutar pedangnya.
Walaupun pedang itu telah membuntungi delapan
buah daun telinga serta melukai pundak, lengan
dan paha, tetapi sedikit pun tidak terkena darah !
Keadaan delapan orang itu amat menyedihkan.
Semua terluka serta si mata satu tadi masih
berkelojotan dalam sekarat. Tiga orang lagi
menderita luka berat dan juga berkelojotan.
Empat orang yang juga lerluka, masih bisa
bergerak. Mereka ini sambil merintih rintih lalu
membantu saudara saudaranya yang tak bisa
berjalan sendiri, masing masing memondong
237
seorang kawan kemudian tanpa pamit mereka
pergi dari tempat itu setelah memungut delapan
buah daun telinga yang buntung. Karena mereka
itu takut kalau kalau si nona ganas mengejar,
empat orang itu menahan sakit serta terus lari
sehingga dalam waktu cepat mereka sudah tidak
tampak lagi.
“Kau ganas sekali, nona…!”
Gadis yang baru saja memasukkan pedang nya
ambil tersenyum puas itu membalikkan tubuhnya
melihat kepada Yu Lee yang masih duduk dengan
mata terbelalak, mulutnya lalu cemberut serta
pipinya merah. Telunjuk kirinya menuding ke arah
Yu Lee ketika ia memaki dengan kata kata ketus
“Engkau ini bekas pelayan macam apa? Tadi
bersikap seperti seorang pelayan setia, sekarang
ada orang membela nama baik dari kuburan
keluarga majikanmu malah kau mencela! Hayo
jawab apa itu pringas pringis kaya monyet?
Kenapa kau sebut aku ganas?”
Yu Lee menjadi merah mukanya, merah sampai
ke telinganya. Baru sekali inilah ia dimaki maki
oleh seorang gadis, akan tetapi tidak menimbulkan
marah di hatinya, hanya menimbulkan rasa malu.
Akan tetapi, di lubuk hatinya ia memang tidak
puas melihat keganasan gadis itu, maka ia
menjawab.
“Aku.... aku merasa ngeri melihat kau
membuntungi daun telinga mereka tadi. Setelah
mereka kalah, apakah masih perlu dibuntungi
daun telinga mereka?”
238
“Huhh, kau bujang tahu apa? Baru dibuntungi
daun telinganya mereka itu masih untung besar!
Coba kalau bertemu pendekar lain, umpamanya
Pendekar Cengeng, tentu mereka itu bukan hanya
daun telinganya yang buntung, melainkan
lehernya!”
Yu Lee terbelalak saking herannya, mendengar
disebutnya nama Pendekar Cengeng. Karena nama
itu adalah dia sendiri.
“Pendekar Cengeng…? Kenalkah nona
kepadanya?”
Gadis itu menggeleng kepala serta bibir nya
diliarkan menghina. Perlu apa mengenal seorang
suka menangis? Biar dia seorang pendekar, kalau
cengeng sungguh tidak patut. Tetapi aku memang
mencari dia! Eh, kau ini pelayan keluarga Yu, tentu
tahu dia. Bukankah Pendekar Cengeng yang suka
membantu orang yang tertindas itu cucu mendiang
Yu locianpwe (orang tua gagah she Yu) satu
satunya keluarga yang terbebas daripada maut
ketika Hek sisuw Kui bo membasmi keluarga Yu
locianpwe?”
Yu Lee makin heran. Gadis ini, semuda itu
sudah banyak pengetahuannya, bahkan tahu pula
akan keluarganya. Ia mengangguk, “Memang betul
nona. Akan tetapi mengapa nona mencari, Yu
kongcu (tuan muda Yu)?”
“Bocah cengeng itu sombong sekali, malang
melintang di dunia kang ouw tidak memandang
mata kepada orang lain, aku hendak mencarinya
dan manantangnya bertanding !”
239
“Kenapa? Apa kesalahannya?”
“Ihh kau ini cerewet benar! Dan tidak tahu
terima kasih, tahukah kau bahwa kalau tidak ada
aku tadi, kau sudah mampus di tangannya Tung
hai Pak ong. Dan kuburan majkanmu ini sudah
dibongkar, tulangnya dihancurkan? Dan kau
sepatah katapun tidak pernah berterima kasih
kepadaku !”
Yu Lee cepat cepat bangkit lalu menjura ke arah
gadis itu.
“Ah, maafkan ako nona. Aku menghaturkan
banyak terima kasih atas pertolonganmu tadi
sehingga sampai detik ini, aku masih hidup dan
kuburan ini tidak dibongkar orang.”
“Cih! Beginikah sopan santan seorang bekas
pelayan, keluarga Yu? Hemm Yu locianpwe masih
hidup dan melihat sikapmu ini, tentu kau akan
digampar dan nantinya dipecat dengan tidak
hormat tanpa mendapat pesangon!'
Yu Lee teringat bahwa kini sedang bermain
sebagai pelayan, maka antuk menyesuaikan diri ia
berlutut, mengangguk angguk dan minta maaf
serta menghaturkan terima kasih. Heran sekali dia.
Biarpun ini hanya merupakan permainan
sandiwara baginya, namua hatinya merasa tulus
iklas biarpun ia harus berlutut seperti itu!
“Nah, begitu baru tahu peraturan dan sopan
santun namanya. Eh, pelayan, kau ketahuilah
bahwa antara majikanmu yang tua Yu locianpwe
dan kakekku terdapat persahabatan maka engkau
harus menganggap aku sebagai seorang nona
240
majikan pula. Akupun menganggap kau sebagai
pelayan keluargaku sendiri, maka aku tadi tidak
ragu ragu untuk menolongmu. Dan sekarang, aku
berbalik ingin minta pertolongan darimu.”
“Tentu saja saya bersedia melakukan perintah
nona, akan tetapi saya hanya seorang pelayan
biasa, dapat menolong apakah?”
Gadis itu lalu duduk di atas sebuah batu di
depan gundukan tanah kuburan. Sikapnya bebas
duduknya juga bebas seperti seorang laki laki saja.
“Kau duduklah dan dengarkan aku !” Ia
memandang wajah Yu Lee penuh perhatian
kemudian ia mengerutkan alisnya yang kecil
panjang dan hitam sekali. “Kau tentu masih kecil
ketika keluarga Yo dibasmi musuhnya. Selama
belasan tahun itu, kau menjadi apa dan berada di
mana?”
Pertanyaan yang tiba tiba itu membuat Yu Lee
gugup juga sehingga sejenak ia tidak mampu
menjawab, hanya memandang wajah yang semakin
lama makin cantik baginya itu
“Eh, kau memandang apa?” Bentak nona itu.
“Anu… eh, anu… memandang nona.”
“Kau mau kurang ajar, ya ?”
“Eh, tidak sama sekali. Bagaimana saya berani?
Dan kalau tidak memandang kepada nona,
bagaimana saya dapat diajak bicara?”
Gadis itu menggerak gerakkan alisnya,
menimbang nimbang lalu tersenyum “Betul juga
kau. Kukira tadi pandang matamu kurang ajar
241
seperti pandangan mata si mata satu tadi. Nah,
kau belum menjawab pertanyaanku.”
Semenjak itu, Yu Lee sudah dapat
menenangkan hatinya dan sudah dapat mencari
akal untuk menjawab. “Selama ini saya menjadi
petani di dusun, nona. Hari ini kebetulan hari
ulang tahun kematian keluarga majikan saya,
maka karena teringat akau budi mereka terhadap
orang tua saya dan saya, maka saya datang untuk
sekedar memberi hormat.”
“Hemm, bagus. Kau mengenal budi. Apakah
kau bisa membaca? Ataukah buta huruf?”
Pertanyaan aneh aneh, pikir Yu Lee yang
mengangguk. “Sedikit sedikit saya bisa nona.”
“Baik, aku tidak senang kalau kau buta huruf,
akan menambah kebodohanmu dan tentu akan
menjengkelkan saja. Kau bilang tadi bahwa kau
tahu akan Pendekar Cengeng. Betulkah ?”
Yu Lee mengangguk.
“Dan akan mengenalnya kalau bertemu
dengannya?”
Kembali Yu Lee mengangguk sambil menelan
ludah. Ia tidak biasa membohong, maka ia pilih
lebih baik tidak berkata apa apa. Kalau hanya
membohong dengan kata mengangguk itu mudah.
“Bagus, mulai sekarang biarlah kau menjadi
pelayanku. Kau bisu mengurus kuda, kan? Nah,
baik, kau kuberi gaji secukupnya, makan dan
pakaian akan kuberi jangan takut kekurangan.
Aku perlu bantuanmu mencari Pendekar Cengeng,
242
kalau sudah bertemu dengannya, kau berhenti
menjadi pelayanku Bagaimaua, maukah kau
membantu sebagai balasan pertolonganku tadi?”
Hebat! Bocah ini benar benar pintar sekali,
banyak akalnya serta bisa mempengaruhi hati
orang, pikir Yu Lee. Entah puteri siapa dia ini.
Heran dia mengapa ayah bunda anak ini
membiarkannya terlepas seorang diri. Dia mirip
seekor kuda betina liar yang sekali terlepas lalu
menjadi binal dan ugal ugalan. Akan telapi seekor
kuda betina yang hebat. Tak mungkin ia menolak,
Menjadi pelayan pun jadilah asalkan bisa
berdekatan dan dapat melihat sinar mata serta
senyumnya setiap hari. Ah, aku sudah meajadi
gila, pikir Yu Lee.
“Heee! Hayo jawab! Melamun apa lagi !” Tangan
gadis itu menyambar dan…. “plak!” pundaknya
telah ditampar. Yu Lee marasa betapa tangan gadis
itu mengandung tenaga ginkang, maka ia tahu
gadis itu tidak hanya sembarang menegur, tetapi
juga mengujinya. Mungkin gadis itu ragu ragu
serta curiga, karena sebagai bekas pelayan
keluarga jagoan, mungkin dia sendiripun
mempelajari ilmu silat.
“Aduh ......! Nona, kenapa nona memukul
saya…?” Yu Lee membuat gerakan wajar,
terjengkang lalu roboh, serta mengaduh aduh
memegangi pundaknya yang tertampar tadi.
Gadis itu tersenyum. Lega hatinya bahwa
pelayan ini tidak mengerti ilmu silat. “Kalau lain
kali kau tidak cepat menurut perintahku, baru
akan kupukul betul betul. Tadi cuma tamparan
243
pelan saja. Nah lekas jawab, mau atau tidak
engkau menjadi pelayan ku dan membantuku
mencari Pendekar Cengeng!”
Yu Lee cemberut, “Masih mau akan tetapi nona
jangan bersikap terlalu galak terhadap saya.”
“Aku tidak biasa bersikap galak terhadap
pelayan, akan tetapi aku belum pernah mempunyai
pelayan setolol engkau ini. Eh, siapa namamu?”
Ditanya namanya, Yu Lee bingung. Ia tidak
biasa membohong dan kalau saja nona ini tidak
lagi mencari Pendekar Cengeng untuk diajak
bertanding tentu ia pun mengakui terus terang
bahwa dialah si Pendekar Cengeng. Akan tetapi
untuk pergi begitu saja meninggalkan nona ini, tak
mungkin dapat ia lakukan karena seluruh
perasaan hatinya memaksa untuk selalu
berdekatan dengan nona ini. Terpaksa ia harus
mencari nama dan teringalah ia akan nama
seorang pelayan cilik keluarganya yang dahulu
juga ikut terbunuh, yaitu Aliok. Maka cepat
berkata menjawab, “Nama saya Aliok, nona,”
“Hemm, itu nama singkatan, nama lengkap mu
siap, Aliok?”
“Saya tidak tahu nona. Dahulu semua keluarga
majikan saya menyebut saya. Aliok. Dian siapakah
nama siocia ( nona)?”
Nona itu menggerakkan alisnya, matanya
mengerling tajam bibirnya cemberut. Mati aku,
pikir Yu Lee yang merasa seakan akan jantang nya
tertusuk. Begitu cantik menariknya nona ini kalau
sudah marah marah seperti itu.
244
“Eh, mau apa kau tanya tanya namaku segala?”
nona itu membentak.
Sambil memandang wajah nona itu penuh
kagum Yu Lee menjawab, “Setelah menjadi pelayan
nona, saya harus mengetahui nama nona.
Bagaimana kalau ada orang bertanya siapa nona.
Bagaimana kalau ada orang bertanya siapa nama
nona majikan saya? Apakah saya harus menjawab
tidak tahu ?”
“Hemm, kau betul juga Aliok. Namaku Siok Lan,
she Liem. Akan tetapi aku lebih terkenal dengan
Sian li Eng cu.”
Liem Siok Lan ! Sebuah nama yang indah bagi
Yu Lee serta sekaligus nama ini terukir di dalam
hatinya. Dia tersenyum di dalam hati, nona ini
begitu bangga akan nama julukannya, bangga
akan ilmu silatnya sehingga menganggap seolah
olah diri sendiri terpandai di dunia kang ouw.
Hemm, seorang bocah dengan kepala kosoag
seperti ini dibiarkan saja berkelana seorang diri,
sungguh berbahaya! Tidak mengenal tingginya
langit dalamnya lautan. Perlu sekali dilindungi dan
dijaga, kalau tidak tentu akan terjerumus dalam
bahaya dalam waktu dekat.
“Kalau begitu marilah kita berangkat siocia.”
“Kau ambilkan dalu kudaku, tadi kuikat di
sebuah pohon di sana!” Siok Lan menunjuk ke
selatan di mana terdapat segerombolan pohon dan
Yu Lee berjalan ke arah yang ditunjuk
melaksanakan perintah. Dari belakangnya, Siok
Lan memandang. Memang hebat keluarga Yu,
pikirnya, seorang bujang saja begini tampan dan
245
bagus gerak geriknya, dengan bentuk tubuh yang
jantan. Sayang ia bodoh, pikirnya lagi. Akan tetapi
tentu saja bodoh, kalau pintar masa menjadi
pelayan?
Lamunannya buyar ketika pelayannya itu
datang, sambil menuntun kudanya. Dengan
gerakan ringan dia melompat naik ke punggung
kudanya, lalu berkata. “Hayo kita berangkat.”
“Ke mana nona ?”
“Ke mana lagi kalau tidak mencari Pendekar
Cengeng? Kau tahu dimana ia sekarang ini ?”
Aku harus mengarang cerita, pikir Yu Lee, agar
dia percaya dan mereka dapat terus berkumpul
dan melakukan perjalanan bersama, “Saya pernah
bertema dengan Yu kongcu dan dia pernah bilang
bahwa dia ingin merantau ke kota raja. Sebaiknya
kita menyusul ke kota raja dan karena namanya
sudah terkenal tentu kita dapat bertanya tanya
sepanjang jalan!”
“Hemm benar juga pendapatmu itu. Akan tetapi
kota raja amatlah jauh!”
“Nona menunggang kuda, tentu tidak akan
lelah.”
“Hemm marilah!” Nona itu tentu saja tidak
menyatakan isi hatinya yang membuat nya
meragu. Biarpun orang muda ini menjadi
pelayannya namun keadaan orang muda ini terlalu
tampan untuk menjadi pelayan ! Siapa tahu,
jangan jangan orang orang di jalan mengira bahwa
pemuda ini bukan pelayannya, tetapi sahabatnya
atau lebih celaka lagi, sebagai suaminya atan
246
tunanganaya ! Inilah yang membuat ia tadi ragu
raga karena kalau harus melakukan perjalanan ke
kota raja yang jauh tentu makan waktu yang
cakup lama.
“Eh, nona … ? Jangan cepat cepat… nona,
mana mungkin saya dapat menyusul larinya
kuda?” Yu Lee berteriak teriak ketika nona ito
mempercepat kudanya. Siok Lan menoleh dan
menghela napas panjang. Wah, berabe juga
mempunyai pelayan, pikirnya. Kalau dia harus
melakukan perjalanan yang lambat hanya demi
untuk mencegah pelayannya ketinggalan ini berarti
dialah yang harus melayani si pelayan! Ah apa
perlunya ini? Dan diapun hanya membutuhkan
Aliok untuk mengenal dan mencari Pendekar
Cengeng.
Dia sadah bertanya tanya dan orang orang kang
oow sudah pula mendengar nama Pendekar
Cengeng sebagai seorang pendekar muda yang
bara muncul, akan tetapi tidak seorang pun tahu
di mana adanya si pendekar itu, dan ia mendengar
pula bahwa sukar untuk mengenal si pendekar
muda karena pendekar itu tidak pernah
menonjolkan diri bahkan lalu bersembunyi dari
dunia kang ouw. Maka ia mengambil Aliok sebagai
pelayan untuk membautunya, akan tetapi siapa
duga bahwa risikonya malah berat.
Baru dalam perjalanan saja ia harus
menjalankan kudanya perlahan lahan agar si
pelayan tidak ketinggalan.
“Aku akan jalan dulu ke dusun depan. Biar
kutunggu engkau di sana, kau jalanlah lebih cepat
247
!” teriaknya sambil menoleh lalu membalapkan
kudanya ke depan.
Ia akan menjadi kesal setengah mati kalau
harus menjalankan kudanya perlahan lahan,
mengimbangi si pelayan yang berjalan kaki begitu
lambat! Akan tetapi, sejam kemudian Siok Lan
menghentikan kudanya termangu mangu di atas
kuda. Ah, ia telah bersikap keterlaluan. Pelayan itu
harus berjalan menyusulnya dan tentu saja
tertinggal jauh. Entah mengapa, membayangkan
wajah pelayan itu timbul rasa kasihan di hatinya,
padahal kalau berhadapan ia ingin
memperlihatkan kekuasaan dan kegalakannya!
Biar kutunggu dia di sini, pikirnya dan iapun
melompat turun dan duduk di bawah pohon yang
teduh. Akan tetapi, alangkah herannya ketika ia
menengok, ia melihat bayangan si pelayan itu
melenggang!
Keheranan hati Siok Lan tidak melawan
kekagetan Yu Lee, ketika di tikungan itu ia melihat
si nona duduk menantinya ! Hal ini sama sekali
tidak pernah disangkanya.
Ia mengira bahwa gadis itu benar benar
meninggalkannya sampai ke dusun di depan, maka
tadi karena tidak ingin tertinggal jauh dan ingin
mengamat amati sang nona itu dari dekat, maka ia
telah mempergunakan ilmu lari cepat mengejar.
Siapa kira gadis itu kini berhenti di situ dan
menantinya! Sebab tidak menduga maka ia terlihat
di tikungan dan sudah kepergok. Tetapi lalu ia
mencari akal, ia berpura pura lari terhuyung
huyung napasnya terengah engah serta begitu tiba
248
di depan nona itu, ia lalu menjatuhkan diri
kelelahan.
“Waduh..... siocia… bisa putus napas ku kalau
begini…..“ ia terengah engah.
“Aliok, kenapa kau berlari lari?”
“Habis, nona membalapkan kuda. Saya tidak
mau tertinggal jauh. Namanya saja pelayan, tentu
harus selalu mengiringkan majikannya. Masa
harus melakukan perjalanan terpisah?”
“Salahmu sendiri !”
Yu Lee mengangkat sepasang alisnya yang
hitam tebal, memandang heran. “Lhoh ! Salah aku
sendiri bagaimana nona ?”
“Kau tidak seperti pelayan ........ eh, ku
maksud… tidak patut menjadi pelayanku.”
Yu Lee melirik ke arah pakaiannya. Pakaiannya
memang sudah sederhana, cukup patut menjadi
pelayan. “Mengapa tidak patut, nona? Memang
saya pelayan.”
“Tidak, engkau lebih pantas menjadi seorang
perantau, malah.. hemm... kau membawa tongkat
bambu, seperti pengemis muda!”
“Ahhh ini? Sesungguhnya saya.... amat takut
terhadap anjing, nona. Apalagi anjing kelaparan
dan anjing gila. Kabarnya orang bisa gila kalau
terkena gigit anjing gila, bisa gila seperti anjing.
Mengerikan sekali, sebab itu saya bawa tongkat ini
buat menjaga diri untuk mengusir kalau kalau ada
anjing mau menggigit.”
249
“Huh, setelah menjadi pelayanku, masa
terhadap anjing saja takut? Memalukan majikan
itu namanya merendahkan nama besar Sian li Eng
cu!” Gadis itu cemberut, agaknya tidak puas
mendengar betapa pelayannya ini amat penakut.
Yu Lee diam diam tersenyum.
“Kalau dekat dengan nona yang saya tahu amat
lihai tentu saya tidak takut. Biarlah sayà
menuntun kuda nona jadi saya selalu dapat
berdekatan serta tidak takut lagi digigit anjing,
juga lebih patut kalau terlihat orang!”
“Akan tetapi perjalanan menjadi lambat sekali. “
Memang itu yang dikehendaki Yu Lee.
“Mengapa nona tergesa gesa? Bukankah kita
mencari orang? Kalau tergesa gesa, siapa tahu
orang itu justeru berada di tempat yang telah kita
lewati?“
Siok Lan mengerutkan keningnya lalu bangkit
berdiri. “Hemm, betul juga. Marilah kita berangkat
lagi.”
Girang hati Yu Lee. Sudah tiga kali nona itu
membenarkan pendapatnya serta menurut.
Biarpun galak kelihatannya, tetapi sebetulnya nona
ini punya pendirian yang adil, suka mendengar
kata dan tidak membawa maunya sendiri. Sifat
seperti ini adalah sifat yang baik sekali, sebab
memperlihatkan watak yang bijaksana mau
menurut kata kata orang lain biarpun orang itu
cuma pelayan atau bujangnya.
Berangkatlah mereka. Siok Lan duduk di atas
kudanya. Yu Lee berjalan di depan kuda,
250
menuntun kuda itu. Mula mula Siok Lan yang
keisengan mengajaknya bercakap cakap bertanya
soal keluarga Yu. Bahkan bertanya tentang nama
Pendekar Cengeng.
“Kau tentu tahu, siapakah nama cucu Yu
locianpwe yang kini menjadi Pendekar Cengeng itu,
Aliok?“
Sambil tetap menuntun kuda tanpa menoleh
agar nona itu tidak melihat perubahan pada
wajannya. Yu Lee menjawab, “Yu kong cu itu
namanya Lee. “
“Bagaimana dia dahulu bisa terbebas dari
tangan Hek siauw Kui bo. Dan engkau sendiri
bagaimana bisa bebas? Bukankah Hek siauw Kui
bo membasmi seluruh keluarga itu berikut semua
binatang peliharaan yang berada di situ?”
“Waktu itu, kebetulan sekali saya pulang ke
kampung, nona. Dan ketika keesokan harinya saya
kembali ke Ki bun mereka telah tewas semua,
kecuali Yu kongcu yaag entah pergi ke mana tak
seorangpun mengetahuinya. Saya sendiri juga
tidak tahu serta tidak bisa menduga, lalu saya
hidup sebagai petani di kampung dan setahun
sekali saya mendatangi Ki bun buat
bersembahyang di kuburan. Tahun lalu saya
bertemu dengan Yu kongcu di kuburan…..”
“Bagaimana dia? Betul betul lihaikah? Mana
lebih lihai antara dia dan aku?”
“Bagaimana saya bisa tahu nona? Akan tetapi,
melihat betapa nona tadi memukul delapan orang
penjahat, pasti nona lebih lihai dari dia.”
251
Girang hati Siok Lan mendengar ini, tersenyum
senyum wajahnya berseri seri sehingga geli hati Yu
Lee ketika menengok dan mengerling ke arah wajah
yang manis itu.
“Nona yang amat lihai benar benar membuat
saya heran. Seorang nona masih begini muda
sudah memiliki kepandaian yang mengalahkan
delapan orang kepala bajak, kalau tidak
menyaksikan sendiri, mana bisa saya percaya?
Tentu nona ini murid seorang yang sakti seperti
dewa dan yang kepandaiannya agaknya lebih tinggi
dari pada mendiang Yu Kiam Sian sendiri !”
Pancingan Yu Lee ini berhasil baik sekail.
Dengan penuh semangat, tanpa ia sadari bahwa ia
telah menceritakan riwayatnya kepada pelayannya,
Siok Lan lalu berkata, “Guruku adalah kakekku
sendiri yang bernama Liero Kwat Ek dan yang
terkenal dengan julukan Thian te Sin kiam
(Pedang Sakti Bumi Langit).”
“Wah, ssorang jago pedang seperti mendiang Yu
Kiam sian!” seru Yu Lee diluar kesadarannya.
Untung ia masih ingat untuk menyebut Yu Tiang
Sin dengan julukannya, kalau lupa menyebut
kakek tentu akan terbuka rahasianya.
“Memang! Kakekku seorang jago pedang yang
amat ternama sekali di Sensi. Kakekku di Sensi
dan majikanmu di Ki bun seperti sepasang bintang
di utara dan di selatan sama cemerlang dan kalau
mau diadakan pertandingan sungguh susah
dikatakan. Ditimbang sama beratnya, diukur sama
besarnya! Akan tetapi di antara mereka tidak
pernah terjadi permusuhan maka sukar diketahui
252
siapa yang lebih lihai. Bahkan mereka menjadi
sahabat baik, sahabat seperjuangan menentang
pemerintah penjajah Goan. Seiak kecil aku dilatih
ayah sendiri yang bernama Liem Swie dan kini
masih tinggal di Sensi akan tetapi selama lima
tahun terakhir ini aku dilatih sendiri oleh kakekku
yang menurunkan ilmu simpanannya kepadaku
seorang.”
“Wah, pantas saja nona begini lihai !”
Siok Lan semakin berseri wajahnya. Biarpun
yang memujinya hanyalah seorang pelayan namun
bukanlah sembarang pelayan, melainkan bekas
pelayan Yu Kiam sian !
“Kalau tidak lihai, masa dunia kang ouw
menyebutku Sian li Eng cu? Sebaliknya bekas
majikanmu itu, biarpun menjadi pendekar, disebut
Pendekar Cengeng? Uh memalukan sekali! Ingin
kucoba sampai di mana sih kepandaiannya maka
ia begitu sombong !”
Diam diam Yu Lee merasa penasaran sekali.
Nona iai sudah dua kali mengatakan bahwa
Pendekar Cengeng sombong. Apa sih sombongnya
dan mengapa? Bukankah menurut nona ini
sendiri tadi bahwa terdapat persahabatan erat,
bahkan sahabat seperjuangan antara pendekar Yu
Kiam sian dan kakek nona ini? Meagapa nona ini
mencari Pendekar Cengeng dan hendak
menantangnya dengan sikap kelihatan marah dan
membenci?
“Nona, maafkan pertanyaanku. Mengapa nona
membenci Pendekar Cengeng? Apakah
kesalahannya terhadap nona, padahal diantara Yu
253
kongcu dan nona tidak pernah ada hubungan,
bahkan tak pernah saling jumpa !”
“Apa? Engkau hendak berfihak kepadanya?”
“Wah… tidak sama sekali nona. Hanya ingin
tahu belaka….”
“Hemm, kau pelayan tahu apa? Dia telah
menghina keluargaku tidak mamandng sebelah
mata. Ia sombong.
Yu Lee semkin terheran heran, akan tetapi tidak
berani mendesak bertanya. Sementara itu Siok Lan
juga sadar kini bahwa ia telah bicara terlalu
banyak dengan pelayannya ini sehingga ia telah
menuturkan keadaan dirinya. Hal ini menimbulkan
kejengkelannya dan ia menghardik, “Kau cerewet
benar sih! Hayo jalan lebih cepat. Perutku sudah
lapat dan hari sudah hampir gelap, itu di depan
ada dusun, kita berhenti dan makan di sana.
Sukur kalau ada, aku akan membeli seekor kuda
untukmu agar perjalanan kita dapat lebih cepat
lagi.”
“Saya rasa tidak perlu membeli kuda, nona.
Bahkan kuda nona ini pun dalam waktu tiga hari
lagi lebih baik dijual saja.”
JILID VII
SAKING kaget dan heran bercampur marah.
Siok Lan menghentikan kudanya dengan tiba tiba.
“Eh, kau bilang apa tadi?” Ia mengangkat
cambuknya dan mengancam hendak memukul.
254
“Wah, wah, jangan pukul nona. Maksud saya
baik, harap nona dengarkan dengan sabar. Kita
menuju ke kota raja, bukan? Apakah nona pernah
pergi ke kota raja, raja?”
Siok Lan yang masih marah, hanya
menggelengkan kepadanya. Makin jengkel dia
karena pertanyaan itu malah membuktikan bahwa
ia kurang pengalaman, belum pernah ke kota raja!
“Nah, kalau nona belum pernah ke sana, saya
sudah pernah! Karena itu saja lebih mengetahui
jalan. Sebab itu pula, tadi saya katakan dalam
waktu tiga hari, terpaksa kuda nona ini narus
dijual sebab dalam waktu tiga hati kita akan tiba di
kota Kaifeng dan seterusnya dari situ kita berlayar
naik perahu sepanjang Sungai Huang ho ke timur
laut, terus sampai ke teluk Pohai. Dari sana
barulah mendarat dan melanjutkan perjalanan
melalui pesisir ke utara sampai ke kota raja.
Perjalanan ini selain lebih cepat, juga labih indah
menarik dengan pemandangan pemandangan alam
yang hebat sekali. Nona pasti akan senang melihat
pemandangan pemandangan indah dari tamasya
alam sepanjang sungai dan laut.”
Bibir yang merah basah itu berjebi. “Hem aku
bukan mau pesiar denganmu!”
Bukan pesiar, tetapi mencari Pendekar Cengeng
dan perjalanan itu jauh lebih cepat serta tidak
melelahkan. Hanya sayang…. dan saya sendiri
lebih senang melakukan perjalanan melalui darat
yang melelahkan dan jauh karena perjalanan
melalui Sungai Huang ho ini penuh bahaya maut!”
255
Kembali Siok Lan terkena pancingan Yu Lee
yang cerdik serta mengetahui wataknya dengan
baik,
“Bahaya apa ?”
“Pelayaran melalui Sungai Huang ho penuh
dengan bahaya serbuan kaum bajak sungai, belum
lagi para perampok serta penjahat. Apa lagi pada
saat ini pemerintah sedang membangun terusan
Sungai Huang ho sampai ke kota raja, maka
kabarnya keadaan makin tidak aman. Laki laki
muda yang lewat suka diculik oleh para serdadu
dan dipaksa bekerja di terusan itu sampai mati.
Wanita wanita muda jaga diculik untuk para
perwira pasukan yang menjaga pekerjaan terusan
itu. Sebetulnya saya tidak berani melakukan
perjalanan lewat di situ, hanya mengandalkan
kelihaian pedang nona. Akan tetapi kalau nona
juga merasa takut, lebih baik ….”
“Apa?? Aku..... takut.......?? Jangan ngaco belo
kau, ya? Kaulihat saja nanti, kubasmi semua
penjahat yang menghalang di jalan. Barlah mereka
tahu bahwa Sian li Eng cu tak boleh dibuat main
main dan jalan menuju ke kota raja akan menjadi
bersih daripada pangguan penjahat setelahaku
lewat. Kita jalan melalui Sungai Huang ho !”
“Dan kuda ini akan dijual nanti di Kaifeng
nona?”
Yu Lee menuntun kuda itu serta melanjutkan
perjalanan menuju ke dusun yang sudah tampak
di depan. Diam diam ia tersenyum.
256
Apa yang dikatakan Yu Lee kepada Siok Lan
perihal penggalian terusan itu memang betul
bukan sekedar cuma pancingan belaka agar si
nona mau melanjutkan perjalanan melalui Sungai
Huang ho. Pada waktu itu, Kaisar Kubilai Khan
yang memerintah kerajaan Goan, melihat perlunya
diadakan perhubungan yang baik sekali ke selatan
demi lancarnya pengiriman barang terutama bahan
makanan. Bahan makanan terutama beras
terdapat banyak sekali di lembah Sungai Yang ce,
maka untuk melancarkan pengangkutan bahan
makanan ke kota raja, kaisar memerintahkan
untuk menggali terusan dari Sungai Huang ho ke
kota raja.
Terusan antara Yang ce dengan Huang ho
memang sudah ada, yaitu peninggalan dari jaman
kerajaan Sui dan Sung dahulu. Seperti juga keiika
diadakan penggalian terusan di jaman Sui dan
Sung itu kini kerajaan Goan, apalagi sebagai
kerajaan penjajah, rakyatlah yang menjadi korban.
Buat pekerjaan menggali terusan sampai ke
kota raja ini memerlukan banyak sekali tenaga
manusia. Dan buat memenuhi kebutuhan ini para
petugas serta pembesar, demi melaksanakan
perintah kaisar melakukan paksaan kepada rakyat.
Laksaan rakyat dan ratusan ribu petani dipaksa
meninggalkan sawah ladang serta keluarganya
buat dipekerjakan dalam penggalian ini.
Mereka dipaksa bekerja melebihi kuda beratnya
serta tidak mesdapat jaminan selayak nya sehingga
banyak sekali diantara mereka meninggal dalam
257
kerja paksa itu. Kalau sudah mati dikubur
sejadinya di tepi sungai.
Bagaimana dengan sawah ladang mereka di
dusun? Ada yang “membereskannya”, yaitu para
tuan tanah yang menjadi raja raja kecil di setiap
dusun. Bukan hanya sawah ladang yang dirampas,
tetapi juga isteri muda yang cantik dan anak anak
gadis remaja dirampas buat dipaksa menjadi selir
oleh tuan tanah dan kaki tangannya. Anak lelaki
otomatis menjadi buruh tani yang nasibnya tidak
lebih dari pada budak belian.
Kebencian rakyat terhadap pemerintah penjajah
dan “raja kecil” di dusun, kehidupan rakyat yang
morat marit, dendam yang bertumpuk tumpuk,
semua ini tentu saja menimbulkan akibat yang
sangat tidak baik. Kekacauan, timbullah
pemberontak pemberontak kecil kecilan dalam
bentuk gerombolan gerombolan yang mengganggu
keamanan.
Rakyat pula yang makin menderita. Di satu
fihak takut kepada tangan tangan kejam
pemerintah yang setiap saat siap untuk menciduk
mereka untuk dijadikan pekerja paksa, di lain
fihak takut kepada gerombolan gerombolan yang
menjadi pengganggu siapa saja tanpa mengenal
hukum.
Dan dalam keadaan jaman seperti itulah Yu Lee
melakukan perjalanan bersama Siok Lan bahkan
mendekati daerah “angker, daerah gawat karena
pelayaran melalui Sungai Huang ho itu akan
melewati terusan yang kini sedang dilanjutkan
penggaliannya menuju ke utara, ke kota raja!
258
Dua hari kemudian, mereka telah tiba di luar
kota Kaifeng, kota besar bekas kota raja yang amat
ramai yang terletak di lembah Sungai Huang ho ini.
Yu Lee masih berjalan menuntun kuda, pakaian
dan mukanya penuh debu dan keringat, sehingga
kini ia agak patut menjadi pelayan Siok Lan duduk
di atas pelana kudanya, melenggut dan mengantuk
karena hawa amat panasnya di siang hari itu,
apalagi musim kering membuat jalan berdebu.
Karena kudanya dituntun sehingga ia tidak perlu
memperhatikan jalan lagi. Siok Lan menjadi
mengantuk dan tidur ayam sambil duduk di atas
punggung kuda
“Nona yang mulia mohon sudi membantu !”
Siok Lan membuka matanya memandang ke
depan. Ternyata di pinggir jalan itu berdiri seorang
pengemis penuh tambalan, memegang tongkat
yang dipakai bersandar dengan tangan kirinya,
sedangkan tangan kanannya memegang sebuah
mangkok retak.
Dari rambutnya yang panjang awut awutan
sampai kakinya yang telanjang dan pakaiannya
yang butut, jelas dia seorang pengemis biasa, akan
tetapi anehnya, pengemis yang berpakaian butut
itu memakai sabuk merah yang melibat
pinggangnya. Dan sabuk merah ini dari sutera
yang masih baru dan bersih
“Lopek, harap kau orang tua suka memaafkan
kami, biarlah kali ini kami tidak memberi apa apa
dan lain kali saja akan kami beri sumbangan
kepadamu. Harap lopek ketahui bahwa nona
majikanku ini sedang melakukan perjalanan jauh
259
sekali ke kota raja dan karenannya memerlukan
biaya yang banyak.” Demikian Yu Lee berkata
dengan suara halus kepada kakek pengemis itu.
Siok Lan merasa sebal mengapa pelayannya
bersikap begitu menghormat dan halus terhadap
seorang pengemis! Akan tetapi sebelum ia sempat
menegur, pengemis itu sudah membuka mulut nya
lagi dan kali ini bernyanyi dengan suara parau,
akan tetapi hanya perlahan seperti berbisik
sehingga hanya mereka berdua saja yang
mendengarnya :
Membanting tulang bekerja paksa
anak bini di rumah menderita
tanpa makan tiada upah
mengharap nona memberi sedekah
Siok Lan marah. Nona ini melihat betapa Aliok
memandang dan betkedip seperti memberi isyarat
atau mencegah kemarahannya akan tetapi ia tidak
perduli, bahkan makin mendongkol karena Aliok
tampaknya begitu takut terhadap jembel tua yang
banyak lagu itu. Ia menudingkan telunjuknya ke
arah muka pengemis sambil membentak.
“Sungguh engkau ini jembel tua yang tidak
tahu malu! Jelas engkau seorang pemalas yang
tidak mau bekerja, becusnya hanya minta minta
saja, akan tetapi masih bicara tentang bekerja
keras dan membanting tulang! Cih, tak tahu malu.
Masih mempunyai sabuk sutera merah yang tentu
dapat kau tukar dengan nasi untuk dimakan tetapi
ada muka untuk mengemis! Hayo pergi!”
260
Akan tetapi kakek itu tidak mau pergi, juga
pada wajahnya yang berdebu tidak tampak
perubahan, seolah olah kemarahan dan ucapan
Siok Lan itu dianggapnya seperti tingkah seorang
anak kecil saja. Malah ia menengadahkan
mukanya ke atas dan bernyanyi lagi, kini suaranya
yang parau terdengar lantang dan gagah, tidak
berbisik seperti tadi.
Dengan sabuk merah di pinggang
sampai mati kami berjuang
Siok Lan makin panas hatinya. Dengan gerakan
kilat tubuhnya mencelat dari atas kudanya lalu
berdiri di depan pengemis iiu
Sengaja ia memperlihatkan ginkangnya yang
hebat dan kini ia berdiri sambil bertolak pinggang
di depan kakek pengemis itu terus berkata.
“Rupanya engkau bukan jembel sembarangan,
melainkan seorang anggauta kaigang
(perkumpulan pengemis). Akan tetapi tidakkah
engkau tahu siapakah aku ?”
Pengemis tua itu melihat tajam sejenak ke pada
Siok Lan, lalu melirik ke arah Yu Lee kemudian
berkata sambil merangkap kedua tangan di depan
dada, “Maaf bahwa saya yang bodoh tidak
mengenal nona. Akan tetapi saya cuma tahu
sebuah hal yaitu bahwa tiada seorang gagah akan
menolak buat membantu kami yang miskin. Harap
nona tidak terkecuali dan suka membantu kami
dengan sedekah.”
“Aku tidak punya uang!”
261
“Uang tidak berapa perlu, kuda serta pedang
nona itu cukuplah.......”
“Jembel busuk! Kau buka mata serta telinga
lebar.lebar! Aku adalah Sian li Eng cu, tahukah
engkau? Aku adalah cucu dan juga murid Thian te
Sin kiam mengertikah engkau ?”
“Maaf.. maaf.... tentu saja saya telah
mendengar nama besar Thian te Sin kiam yang
amat kami hormati….”
“Nah, kalau sudah tahu, lekas minggir jangan
menghalangi jalan dan membuat malu saja
kepadaku!” Bentak Siok Lan memotong kata kata
Yu Lee yang merendah serta membujuk pengemis
itu.
Si pengemis menghela napas panjang, “Ahh
andaikata kakekmu sendiri yang lewat, tentu
beliau tidak akan menolak permintaanku dan
memberikan seluruh harta benda yang dibawanya.
Percuma saja engkau mengaku murid dan cucu
Thian te Sin kiam kalau begini pelit....”
“Apa kau bilang? Jembel busuk bermulut
lancang! Kau sendiri yang tidak tahu malu! Mana
di dunia ini ada orang mengemis secara paksa?
Kau ini pengemis atau perampok? “ Siok Lan
makin marah, sepasang pipinya sampai merah
sekali dan matanya bercahaya seperti kilat.
“Sudah menjadi peraturan perkumpulan kami
jika seorang budiman memberi sedekah secara
sukarela dan tulus ikhlas, biarpun hanya sekepal
beras dan sesuap nasi akan kami terima dengan
rasa syukur serta berterima kasih. Sebaliknya, jika
262
berhadapan dengan orang pelit tidak berpribudi
kami akan memilih sendiri sedekahnya. Maka saya
sekarang memilih sendiri kuda serta pedang nona!”
“Ngaco belo ! Perkumpulanku itu apakah?
Berani mengeluarkan peraturan petaturan seenak
parutnya sendiri!”
Pengemis itu tiba tiba lenyap sifatnya yang
merendah, kini bardiri tegak lalu menunjuk sabuk
sutera merahnya itu yang melilit di perut. “Kami
adalah anggauta Ang kin kai pang (Perkumpulan
Pengemis Sabuk Merah) dan peraturan peraturan
yang di keluarkan pangcu (ketua) kami, biar kaisar
sendiripun tidak boleh melanggarnya !”
Siok Lan merasa betapa ujung bajunya dibetot
orang dari belakang. Ia menoleh dan melibat Aliok
kembali berkedip kepadanya seperti orang memoeri
isyarat, memang Yu Lee yang sudah mendengar
tentang Ang kin kai pang dan tadipun sudah
mengenal pengemis ini tidak menghendaki si nona
bertengkar dan mengharapkan Siok Lan mengalah
saja. Akan tetapi cegahan cegahanaya dengan
kedipan mata itu dianggap oleh Siok Lan bahwa dia
takut terhadap si pengemis, bahkan menambah
kemarahan gadis itu.
“Boleh jadi kaisar akan takut menghadapi Ang
kin kai pang, akan tetapi aku Sian li Eng cu tidak
gentar menghadapinya! Aku tidak mau
memberikan pedang dan kudaku kepadamu, dan
hendak kulihat kau mau dan bisa apa!” Gadis itu
berdiri tegak, kedua tangan bertolak pinggang,
sikapnya gagah dan memandang rendah
263
Wah, berabe! Demikian pikir Yu Lee yang tahu
bahwa pertandingan takkan bisa dielakkan lagi. Ia
sudah mendengar perihal Ang kin kai pang yang
merupakan sebuah perkumpulan pengemis
terbesar dan berpengaruh di waktu itu. Ang kin kai
pang merupakan perkumpulan tokoh tokoh berjiwa
patriot yang mementang kekuasaan kerajaan Goan
serta sudah banyak melakukan kekacauan
kekacauan dan membunuhi pembesar pembesar
Mongol.
Juga perkumpulan ini bergerak membantu para
pekerja paksa, diam diam menjamin ransum
kepada mereka, menyogok para petugas agar
meringankan beban mereka, atau membunuh para
petugas yang terlalu kejam. Mengumpulkan dana
dana buat menanggung beban hidup para keluarga
yang ditinggalkan suami atau ayah mereka dalam
melakukan kerja paksa menggali terusan.
An kin kai pang selain besar juga dipimpin oleh
orang orang yang berilmu tinggi! “Menurut kabar
yang ia dapat, ketuanya adalah seorang tokoh kang
ouw yang bernama Ang Kwi Han dan terkenal
dengan sebutan Ang pangcu ( ketua Ang ) atau juga
terkenal sebagai kai ong (raja pengemis). Ilmunya
amat tinggi dan dalam urutan tingkat ilmu yang
diatur rapi dalam perkumpulan, dia adalah seorang
yang tingkatnya tertinggi. Yang tingkatnya nomor
dua adalah pengemis pengemis yang membawa
pedang beronce merah besar sebanyak dua buah,
tingkat nomor tiga yang ronce di pedangnya ada
tiga pula, tetapi kecil sedikit. Begitu seterusnya
makin menurun tingkatnya, makin banyak
264
roncenya yang menghias gagang pedang akan
tetapi makin kecil pula bentuknya.
Yu Lee tidak melihat pengemis yang
menghadapi Siok Lan ini berpedang, maka ia tidak
tahu pengemis ini termasuk tokoh tingkat berapa
dalam Ang kin kai pang, tetapi melihat gerak
geriknya membayangkan bahwa pengemis ini
bukan orang sembarangan.
“Nona, perjalanan kita masih amat jauh, perlu
apa mencari keributan di sini? Lebih baik berikan
kuda ini kepadanya dan kita melanjutkan
perjalanan dengan jalan kaki. Betapapun juga
kuda ini sesampainya di Kaifeng toh akan kita
tinggalkan.”'
“Diam kau! Jangan turut campur! Kalau jembel
ini minta dengan baik baik, tentu aku tidak begini
pelit. Akan tetapi dia punya peraturan, akupun
punya peraturan. Kalau orang minta minta
kepadaku dengan baik, akan kuberi hadiah
sebanyaknya. Tapi kalau minta dengan paksa,
jangankan kudaku, buntut kuda sehelaipun dia
tidak boleh ambil !”
“Bagus! Jalan ke Kaifeng kelihatan dekat tetapi
tidak mudah kau capai dengan sikapmu itu, nona.
Karena kau melanggar peraturan kami, maka kau
baru boleh melanjutkan perjalananmu ke Kaifeng
kalau kau sudah dapat mengalahkan aku si
pengemis bodoh!” Setelah berkata demikian,
pengemis itu menggerakkan tangan kanannya dan
terdengar bunyi berdesing dan tercabutlah
sebatang pedang dari dalam tongkatnya yang butut
tadi. Kiranya tongkat itu merupakan sebuah
265
sarung pedang sehingga pedangnya sendiri
tersembunyi. Kiranya gagang tongkat itu adalah
gagang sebatang pedang yang berkilauan saking
tajamnya dan tampak kini hiasan ronce merah
sebanyak lima buah! Wah, pikir Yu Lee, kiranya
adalah seorang tokoh Ang kin kai pang yang
bertingkat lima.
Di samping kekhawatirannya karena Siok Lan
mencari keributan dengan aggauta perkumpulan
pengemis yang besar dan berpengaruh itu, juga di
hati Yu Lee timbul keinginan menyaksikan
kelihaian pengemis itu, juga ke lihaian “nona
majikannya” dalam melawan.
Ia lalu menarik kuda diajak minggir,
mengikatkan kendali kuda pada sebatang pohon
kemudian dia sendiri berdiri untuk menonton
pertandingan itu, siap siap untuk mencegah
terjadinya pertumpahan darah yang membawa
maut.
Sementara itu, melihat si pengemis mencabut
sebatang pedang dari tongkatnya, Siok Lan makin
marah.
“Singg…!” Tangannya mencabut pedang dan
telunjuk kirinya menuding, “Sikeparat, maka
tampaklah belangmu! Engkau berkedok pengemis
padahal pada dasarnya memang seorang penjahat.
Perampok berpedang yang menyamar sebagai
pengemis bertongkat! Hari ini bertemu Sian li Eng
cu, berarti akan berakhir praktek kejahatan mu.”
Setelah berkata demikian, tanpa menanti
jawaban pengemis itu Siok Lan sudah menerjang
maju dengan pedangnya. Gerakan nona ini
266
memang amat cekatan dan pedangnya yang
menyambar itupun cepat laksana kilat, tahu tahu
sudah meluncur ke arah dada pengemis tua itu.
“Bagus!” teriak si pengemis yang juga sudah
menggerakkan pedang, menangkis dari kiri dengan
ujung pedang digetarkan.
“Cringgg….!!” Pedang yang bertemu di udara itu
mengeluarkan bunyi nyaring, terutama sekali
pedang perak di tangan Siok Lan, sehingga
menimbulkan nyeri pada telinga, Siok Lan terkejut
karena ada getaran yang kuat menyelinap dari
pedangnya memasuki lengan, membuat lengannya
tergetar dan kesemutan.
Jelas bahwa hal ini membuktikan betapa kuat
tenaga sinkang fihak lawannya. Namun ia tidak
gentar dan mempercepat gerakannya, tahu tahu
tubuhnya sudah menyambar lagi, pedangnya
membabat kaki disusul tendangan kak kiri ke arah
lambung lawan
“Aiihhh......!” Pengemis itu berseru kaget. Begitu
cepatnya gerakan nona muda itu sehingga sukar
diikuti pandangan mata. Tahu tahu ujung pedang
gadis itu sudah dekat dengan kaki. Cepat ia
meloncat ke atas dan ketika kaki Siok Lan
menyambar lambung dengan tendangan kuat,
membacok ke arah kaki gadis itu dari atas.
Siok Lan maklum akan bahayanya hal ini cepat
ia menarik kembali kaki kirinya dan kembali
pedangnya membabat dengan bacokan ke arah
leher begitu tubuh lawan sudah turun kembali.
267
Hal ini dapat pula dielakkan oleh si pengemis
yang berjongkok dan berbareng dari bawah
menusukkan pedangnya ke arah perut Siok Lan.
Dara perkasa ini cepat menekuk siku menangkis
tutukan lawan dengan pedang.
Kembali kedua pedang beradu menimbulkan
suara nyaring. Selanjutnya dalam waktu singkat
dua orang itu telah terlibat dalam pertandingan
yang seru dan mati matian. Dua batang pedang itu
lenyap bentuknya, berubah menjadi dua gulung
sinar pedang. Akan tetapi biarpun kedua pedang
itu sama sama menjadi sinar putih pedang perak di
tangan Siok Lan lebih cemerlang sinarnya,
merupakan gulungan sinar perak yang memanjang
dan lincah menyambar ke sana sini sehingga
gulungan sinar lawan terkurung, terdesak dan
terhimpit.
Yu Lee yang berdiri menonton, setelah
pertandingan lewat tiga puluh jurus, maklum
bahwa ilmu pedang Siok Lan jauh lebih menang
dalam hal pariasi dan gerak tipu, terutama sekali
menang dalam kecepatan. Hal ini tak dapat ditutup
oleh kemenangan pengemis itu dalam kekuatan
sinkang dan ia tahu bahwa kalau dilanjutkan,
tidak sampai sepuluh jurus lagi kakek pengemis
itu tentu akan menjadi korban gin kiam yang
berada di tangan nona ganas itu. Ia bingung dan
hendak mencari akal untuk mencegah hal ini. Tiba
tiba ia terkejut.
Kakek itu dengan tangan kirinya telah
mengeluarkan mangkok bubur dari saku bajunya.
Saat itu Siok Lan sedang menerjang dengan
268
pedangnya ke tubuh bagian bawah si pengemis
yang sudah terdesak. Peugemis itu hendak
mengadu jiwa karena ia sama sekali tidak
mengelak, sebaliknya membarengi dengan tutukan
pula ke dada Siok Lan dan tangan kirinya yang
memegang mangkok retak dihantamkan ke arah
pelipis gadis itu! Gerakan pengemis itu jelas
merupakan gerakan orang nekad yang hendak
mengadu jiwa tidak memperdulikan sambaran
pedang Siok Lan ke arah lambungnya itu.
Pedang gadis itu pasti akan memasuki
lambungnya, akan tetapi kedua serangannya pun,
salah satu dan agaknya mangkok itu, akan
mengenai sasarannya pula.
Melihat ini, Yu Lee yang sudah memegang
beberapa butir kerikil cepat mengayunkan tangan.
Sebuah kerikil mengenai pergelangan tangan Siok
Lan yang memegang pedang, dan dua buah kerikil
mengenai kedua pergelangan tangan pengemis itu!
Siok Lan berseru kaget, pedangnya menyeleweng
dan cuma berhasil melukai paha si pengemis.
Sambaran kerikil ke arah kedua pergelangan
tangan pengemis itu mengandung tenaga lebih
kuat dan ....... pedang serta mangkok pengemis itu
terlepas dari pegangan, mangkoknya pecah pecah
dan pedangnya jatuh ke tanah. Siok Lan yang
kaget sudah lompat mundur memegangi
pedangnya, tangannya masih kesemutan karena
sambaran kerikil tadi. Ia terheran heran dan
terkejut, sama sekali tidak tahu bahwa yang
membuat tangannya lumpuh adalah sebutir kerikil
269
yang dilemparkan Aliok, menyangka bahwa si
pengemis itulah yang melakukan hal ini.
Di lain fihak, pengemis itu terguling dam jatuh
berlutut. Paha kirinya terluka mengeluarkan
darah. Yu Lee yang mau mencegah supaya Siok
Lan tidak mererjang lagi lawannya yang sudah
terluka itu cepat lari menghampiri pengemis itu
dan sebelum Siok Lan dapat mencegah, ia sudah
memegang pundak pengemis itu, berusaha
membangunkan sambil berkata.
“Lopek, nona majikanku sedang melakukan
perjalanan jauh, harap lopek sudahi saja
pertengkaran ini…”
Pengemis itu berusaha bangkit, namun tak
sanggup. Bahkan ketika ia mengerahkan tenaga
untuk bergerak, sama sekali tubuhnya tak dapat
digerakkan. Ia merasa betapa kedua tangan
pelayan itu menindih pundaknya seperti dua buah
gunung raksasa! Ia merasa penasaran sekali,
mengumpulkan tenaga dari pusar lalu
mengerahkan sinkang. Namun makin kagetlah ia
dan terpaksa meringis kesakitan ketika tenaga
sinkangnya itu sampai ke pundak bertemu dengan
telapak tangan si pemuda pelayan, tenaganya itu
membalik dengan cepat. Tentu ia akan celaka dan
terluka kalau saja ia tidak cepat cepat
membnyarkan tenaganya sendiri. Ia mengaadah
dan memandang wajah pelayan itu. Terkejut ia
melihat betapa sinar mata pemuda itu sangat
tajam berpengaruh, sampai sampai ia bergidik.
Kemudian ia mengangguk anggukkan kepala,
berkata lirih. “Sungguh tak tahu malu...... seperti
270
seekor tikus berani menantang naga….!” Pengemis
iu lalu berdiri terus memungut pedang dan
mangkoknya yang sudah pecah, memasukkan
pedang ke dalam tongkat, kemudian pergi dari situ
dengan kepala tunduk dan langkah terpincang
pincang.
Siok Lan menyarungkan gin kiam dan
mengangkat dada, menepuk nepuk debu yang
mengotori bajunya. “Huh, tak tahu diri! Kalau tadi
tadi mengaku tikus bertemu naga, tentu tak perlu
aku mencabut pedang.” Ia menggerutu lalu
menghampiri kudanya.
“Untung kelihaian nona bermain pedang
membuat dia kalah dan mundur.” kata Yu Lee,
“Akan tetapi bagaimana, kalau kawan kawannya
nanti datang? Tentu diantara kawan kawannya
ada yang lebih lihai. Oleh karena itu, kuharap
nona sukalah berlaku sabar dan tidak meladeni
mereka. Di Kaifeng banyak sekali orang orang kai
pang.”
“Hemm.... kaukira aku tidak tahu? Biarpun
aku belum pernah melakukan perjalanan ke kota
raja seperti engkau, akan tetapi pengertianku
tentang dunia kang ouw jauh lebih luas dari pada
pengetahuanmu. Aku tahu akan Ang kin kai pang,
tahu pula dari kakekku bahwa ketuanya bernama
Ang Kwi Han yang berjuluk Kai ong dan memiliki
ilmu pedang yang amat tinggi tingkatnya, kabarnya
pernah Ang Kwi Han itu dengan pedangnya
mengalahkan si iblis betina Hek siauw Kui bo!
Akan tetapi kalau orang tua she Ang itu tidak
becus mendidik anak buahnya yang bersikap edan
271
edanan serta seperti perampok mengganggu orang
lewat tampa pilih bulu, akupun tidak takut
menghadapinya!”
Yu Lee menggerakkan pundaknya. Sukar
mengatur serta mengatasi gadis ini! Kalau saja
hatinya tidak begitu terikat oleh semacam
kekuatan gaib yang membuatnya tidak berdaya,
kalau saja hasratnya tidak begitu menyala nyala
serta tertarik buat dia untuk tetap bisa selalu
berdekatan, untuk setiap saat dapat memandang
wajah itu, bertemu pandang dengan sinar mata
yang begitu cemerlang, melihat mulut berkembang
mengarah senyum seperti munculnya matahari
pagi kalau saja ia tidak jatuh bangun dalam cinta
asmara terhadap Siok Lan, tentu saat itu juga ia
sudah pergi meninggalkannya!
“Saya tahu kelihaianmu, nona. Saya hanya
mengharap agar tidak ada lagi perkelahian
perkelahian itu. Melihat nona bertanding pedang,
ihh… sungguh mengerikan sekali. Bagaimana
kalau sampai nona terbacok atau tertusuk pedang
lawan?”
“Tak mungkin !” jawab Siok Lan. Dia kalah dan
terbacok? Rasanya tidak mnngkin hal itu bisa
terjadi. Akan tetapi melihat sinar mata pelayannya
yang penuh kekhawatiran, ia melanjutkan. “Kalau
kena paling paling juga terluka dan paling hebat
mati!”
Mendengar jawaban yang dikeluarkan secara
tak acuh ini. Yu Lee menghela napas untuk
menekan perasaannya yang tergoncang. “Kalau
272
hanya terluka, tentu saja dapat mengusahakan
obatnya, akan tetapi kalau sampai mati.”
“Habis kenapa? “
“Kalau nona mati... bagaimana saya dapat
melakukan perjalanan bersama dan melanjutkan
ke kota raja? “ Siok Lan tertawa geli dan menutupi
mulutnya, lalu meloncat naik ke punggung
kudanya. “Aihh kau aneh sekali Aliok. Kalau aku
mati, kau dapat melanjutkan perjalananmu
seorang diri, atau mencari majikan baru. Mengapa
susah susah?“
Gadis itu tidak tahu betapa jawabannya yang
berkelakar ini seperti pisau menusuk jantung Yu
Lee. Pemuda itu menyambar kendali di hidung
kuda dan menuntun binatang itu. Kini ia berjalan
di depan kuda membelakangi nona majikannya
dan terdengar suaranya
“Mari kita berangkat siocia. Jangan sampai
kemalaman di Kaifeng, sukar mencari tempat
penginapan kalau sudah malam, penuh oleh
tamu.”
Hanya semalam mereka bermalam di Kai feng,
kota yang besar dan ramai itu Siok Lan menyewa
sebuah kamar, sedangkan Yu Lee yang kehabisan
kamar bujang, yaitu kamar besar dimana para
bujang dari tamu tamu tidur menjadi satu,
terpaksa tidur di emper, di luar kamar Siok Lan di
bawah jendela. Akan tetapi bagi Yu Lee hal ini
amat menyenangkan hatinya, sebab biarpun tidur
di atas lantai, ia berdekatan dengan “nona
273
majikan” yang makin lama makin menguasai cinta
kasihnya itu.
Pada keesokan harinya Yu Lee berhasil
menjualkan kuda nonanya, kemudian mereka pergi
ke pangkalan perahu di Sungai Huang ho yang
amat besar.
Karena perutnya merasa lapar, Siok Lan lalu
mengajak Aliok untuk makan di sebuah restoran di
pinggir sungai.
Hawa di siang hari itu amat panas, Siok Lan
lalu mengajak Aliok duduk di kursi terdepan, di
dekat pintu masuk restoran itu. Sambil duduk
meaghadapi meja, mereka dengan mudah bisa
melihat keramaian di luar restoran, dimana terlihat
kesibukan para pedagang serta para nelayan,
pengangkutan barang barang dari dan ke perahu
perahu yang banyak terdapat di pangkalan itu.
Pagi hari tadi Yu Lee telah mencari perahu buat
disewa melakukan pelayaran sampai ke teluk
Pohai, akan tetapi tidak ada satupun tukang
perahu yang mau menyewakan perahu nya buat
pelayaran melalui jarak sejauh itu.
“Kami hanya melakukan pelayaran di sepanjang
Huang ho dan sebelum tiba diterusan, kami sudah
kembali lagi ke sini. Dalam waktu seperti sekarang
ini, siapa berani menyeberangi terusan?” Demikian
rata rata jawaban tukang perahu sehingga
menjengkelkan hati Siok Lan dan akhirnya nona
itu mengajak pelayannya untuk mengaso dan
makan di restoran itu.
274
“Sialan!” Siok Lan mengomel. “Tukang tukang
perahu pengecut dan penakut! Kalau tidak ada
yang berani mengantar akan kubeli saja perahunya
dan kita dayung sendiri!”
Yu Lee hanya tersenyum, kagum akan
keberanian nona ini. Untuk menghibur hati nona
itu, ia berkata, “Harap siocia jangan khawatir. Saya
rasa dengan bayaran yang memadai ada juga nanti
tukang perahu yang berani membawa kita ke
sana.”
“Sekarang lebih baik nona makan dulu,
masakan apakah yang hendak dipesan, akan saya
sampaikan kepada pelayan restoran.”
“Hemm, apa sajalah! Asal enak, aku tidak tahu
masakan apa yang paling enak di sini.”
“Saya tahu nona. Di Kai feng ini bumbu
masakannya rata rata agak manis, berbeda dengan
di selatan. Akan tetapi, yang paling tersohor adalah
masakan ikan kakap merah dimasak saus tomat.
Bukan main enaknya, gurih dan sedap. Maukah
nona mencoba? “
Siok Lan tersenyum sedikit. Makin lama makin
suka ia kepada pelayannya yang ternyata penurut,
sopan dan pandai menggembirakan hati, juga
agaknya pelayan ini tidak begitu bodofe tahu akan
tempat tempat asing. Terhibur sedikit hatinya yang
mendongkol sebab penolakan tukang tukang
perahu tadi.
“Boleh, sesukamulah asal enak enak kataku
tadi, jangan lupa arak yang baik, yang sedang
kerasnya.”
275
Setelah Yu Lee memberitahu pengurus restoran
dan pengatur pesanan, tidak lama kemudian
pelayan datang membawa baki besar terisi
beberapa macam masakan daging dan sayur,
sepiring besar ikan kakap merah yang semua
digoreng kering dan dibumbui saus tomat yang
kemerahan. Melihat saja sudah menimbulkan
selara dan membuat orang menelan lir liur! Setelah
lengkap dengan minumannya, Siok Lan memberi
isyarat kepada Yu Lee dan makan minumlah
mereka. Biarpun Yu Lee pada waktu itu dianggap
sebagai seorang pelayan oleh Siok Lan namun
gadis ini tidak terlalu memakai banyak peraturan
serta selalu mengajak si pelayan makan bersama!
Kepolosan watak ini makin mengagumkan hati Yu
Lee yang menganggap Siok Lan seorang gadis yang
paling cantik, paling baik, paling menyenangkan
dan paling menimbulkan kasih sayang di dunia ini.
Begitulah kalau seorang pria sudah bertekuk lutut
dalam cinta asmara!
“Aliok hayo ambil dagingnya! Masa kau cuma
makian sirip, buntut, kepala dan tulang tulang
saja!”
Biarpun berkali kali Siok Lan mendesak dan
Yu Lee mengangguk, namun tetap pemuda ini
tidak mau mengambil daging yang paling gemuk
dari ikan kakap di depan mereka. Hal ini bukan
karena dia malu malu, bukan pula sebab terlalu
sayangnya kepada si nona saja, melainkan bagi dia
ialah, bagian yang paling lezat dari sebuah ikan
adalah sirip, buntut, kepala dan daging yang
menempel pada tulang.
276
Maka dia lebih suka menggerogoti tulang dari
pada mengambil daging yang empuk, sehingga, di
atas meja dekat mangkoknya terdapat tumpukan
tukang tulang ikan yang runcing.
Baru saja keduanya selesai makan dan minum,
duduk terhenyak kekenyangan di atas kursi
masing masing, tita tiba terdengar suara yang kecil
tinggi. “Kasihanilah kami, nona yang budiman .......
!”
Mereka berdua menengok dan berubahlah
wajah mereka. Yu Lee melihat kaget serta khawatir,
sebaliknya Siok Lan melihat marah. Kiranya yang
mengucapkan kata kata tadi adalah dua orang
pengemis berusia enam puluhan tahuan, pakaian
mereda butut tetapi pinggang mereka memakai
sabuk sutera merah! Sekali melihat saja
maklumlah Siok Lan serta Yu Lee bahwa dua orang
pengemis tua ini adalah kawan kawan dari
pengemis yang mereka usir di jalan tadi, serta
agaknya dua orang pengemis ini sengaja datang
untuk membalas dendam dan pasti mereka ini
memiliki tingkat yang lebih tinggi.
Siok Lan marah, akan tetapi ia menekan
kemarahannya dan masih enak enak duduk, lalu
bertanya dengan suara ketus “Kalian ini datang
mau apakah? “
Pengemis yang tertua yang mempunyai tahi
lalat besar di pelipis kanannya, berkat sambil
bersandar pada tongkat dan mengangkat mangkok
retaknya ke arah Siok Lan.
“Saya bernama Ang Ci dan bersama suteku ini
Ang Sui kami telah mendengar dari Ang Kun
277
tentang kemurahan hati nona yang suka sekali
memberi sedekah dan sumbangan kepada orang
orang miskin seperti kami. Karena itu kami sengaja
datang untuk mohon kasihan dan sedekah dari
nona.”
Siok Lan tadinya sudah marah sekali, akan
tetapi dasar wataknya memang jenaka dan
gembira, mendengar ucapan kakek itu yang
menyebut nama mereka, ia melihat kelucuannya
dan tertawa geli, “Aihhh, kiranya kalian dari Ang
kin Kai pang ini merupakan sebuah keluarga besar
yang mempunyai she ( nama keturunan) Ang?
Lucu sekali!”
“Kami memang dari keluarga besar Ang dan hal
ini sama sekali tidak ada lucunya. Harap nona
sebagai cucu Thian te Sin kiam suka
berpemandangan jauh, agar tidak mengecewakan
orang yang menjadi kakek dan guru,” kata
pengemis kedua yang mukanya kuning.
Kini Siok Lan tak dapat menahan
kemarahannya. Ia bangkit berdiri dari kursinya
dan membentak, “Jembel busuk mengapa banyak
cerewet dan membawa bawa nama kakekku?
Kalian dan golongan kalian inilah yang
berpemandangan cupat. Orang minta sedekah
harus mempunyai tata susila, harus sopan dan
dengan sukarela mengharapkan bantuan orang
Akan tetapi kalian melakukan paksaan, sungguh
pekerjaan yang hina dan rendah melebihi
perampok. Kalau perampok, mereka minta dengan
paksa secara terang terangan, sebaliknya kalian ini
278
minta secara paksa .berkedok pengemis! Aku tidak
mau memberi apa apa, kalian mau apa kah? “
Ucapan Siok Lan yang dilakukan dalam
keadaan marah ini menimbulkan keributan dan
menarik perhatian orang sehingga para tamu
dalam restoran itu kini menengok, bahkan mereka
yang tadinya bekerja menghentikan pekerjaan
mereka dan menengok.
Namun mereka semua itu tampak kaget ketika
melihat bahwa yang dimarahi gadis cantik itu
adalah dua orang pengemis tua yang bersabuk
sutera merah! Bagi mereka, sabuk sutera merah ini
merupakan tanda yang sudah amat dikenal dan
ditakuti. Siapakah yang tidak mengenal Ang kin
Kai pang perkumpulan pengemis gagah perkasa
yang berani menantang pemerintah dan yang telah
banyak bekerja membantu para pekerja paksa
pembuat terusan air? Dan sekarang ada seorang
nona muda berani marah marah terhadap mereka!
Ang Ci yang bertahi lalat di pelipisnya itu
tersenyum, lalu berkata suaranya masih tenang
seperti tadi, tinggi kecil suaranya, seperti suara
wanita.
“Nona, justeru mengingat nama besar Liem
Kwat Ek kakekmu, kami masih bersikap mengalah
kepadamu. Akan tetapi harus nona ketahui bahwa
Thian te Sin kiam sendiri tidak akan berani
bersikap seperti nona terhadap kami. Karena itu
kami pun akan menghabiskan urusan ini asal
nona mau menyumbangkan pedang nona kepada
kami!”
279
Yu Lee tahu bahwa biarpun Siok Lan berada di
fihak benar, namun nona ini telah melanggar
sopan santun dan peraturan dunia kang ouw, tidak
mengindahkan perjuangan Ang kin Kai pang maka
kini mendengar bahwa dua orang pengemis itu
mau menghabiskan perkara asalkan si nona suka
memberikan pedang, yang dalam dunia kang ouw
dapat dianggap sebagai tanda mengaku kalah
menganggap bahwa hal itu cukup patut. Nona ini
masih amat muda, dan mengaku kalah terhadap
dua orang tokoh Ang kin Kai pang bukanlah hal
yang memalukan apalagi mengaku kalah tidak
karena bertanding melainkan karena telah
melanggar dan memalukan fihak Ang kin Kai pang
ketika mengalahkan Ang Kun tadi.
“Nona, berikanlah saja, nona. Nona dapat
membelinya lagi pedang yang lebih bagus nanti…!”
“Apa …? Menyerahkan gin kiam begitu saja?
Bah, nanti dulu !” bentak Siok Lan yang sudah
melompat maju. Ia mencabut pedang nya dan
tampak sinar berkilauan dibarengi bunyi berdesing
yang nyaring. Dengan melintangkan pedang perak
di depan dada Siok Lan berkata, “Jembel tua !
Pedang merupakan pelindung dan andalan seorang
gagah! Aku tidak akan memberikannya kepada
siapa juga dan kalau sanggup merampasnya dari
tanganku ambil lah !”
Ini merupakan sebuah tantangan! Yu Lee yang
mengetahui bahwa kembali pertandingan takkan
dapat dielakkan, menjadi makin khawatir dan diam
diam ia mempersiapkan diri untuk mencari jalan
keluar tanpa diketahui nona itu.
280
“Ha, ha, ha, apa sukarnya merampas pedang
itu?”
Ang Ci berkata, kemudian seperti dikomando
saja, kedua orang pengemis itu mengangkat
tongkat mereka dan menggerakkan tongkat ke arah
Siok Lan. Gadis ini yang sudah marah, ingin
membabat putus putus tongkat itu dengan
pedangnya, untuk membikin malu dua orang
pengemis. Pedangnya berkelebat dan membacok
dua batang tongkat yang diangkat dan bergerak ke
arahnya itu.
“Plakkk!” Pedangnya menempel pada dua
tongkat dan tak........ tak dapat ditarik kembali.
Betapapun si gadis jelita mengerahkan tenaga
untuk membetot pedangnya, namun pedang gin
kiam seperti telah berakar pada dua tongkat,
lengket dan tak dapat digerakkan sama sekali
“Wah, wah, jiwi locianpwe.... kami tidak punya
apa apa, makanan sudah habis hanya tinggal
tulang tulang ikan, kalau jiwi sudi boleh saja
ambil... !” Yu Lee mengeluarkan ucapan ini dengan
gugup serta sikapnya gugup pula. Ia mengambil
tulang tulang ikan di depannya lalu
melemparkannya ke arah dua buah mangkok di
tangan kiri kedua pengemis itu. Sebab ia gugup
serta gerakannya tidak keruan dan kacau balau,
tulang tulang itu tidak semua memasuki mangkok
dan ada yang mencelat ke mana mana.
Siok Lan yang lagi memusatkan seluruh tenaga,
tidak tahu akan hal ini semua. Tiba tiba ia merasa
betapa dua batang tongkat yang menempel
pedangnya itu mengendor, tanda bahwa dia mulai
281
menang tenaga, maka ia lalu memusatkan seluruh
tenaga serta membuat gerakan membetot secara
tiba tiba dan…. usahanya kali ini berhasil,
pedangnya terlepas.
Sebab marah, ia lalu memakai kedua kaki nya
menendang secara bergantian dan tubuh kedua
kakek pengemis itu terlempar keluar pintu restoran
sampai empat meter!
Pucat wajah kedua orang kakek itu. Merek tadi
sudah merasa yakin dapat mengalahkan gadis itu
serta bisa merampas pedangnya tanpa banyak
kesukaran.
Akan tetapi tiba tiba mereka merasa betapa
jalan darah di pundak kanan mereka yang
memegang tongkat menjadi kesemutan seperti
terkena totokan yang tepat sekali maka mereka
tidak mampu menahan ketika gadis itu menendang
biarpun tendangan itu amat cepat tetapi mereka
bisa mengelak kalau saja pada waktu yang
bersamaan mereka tidak merasa tubuh masing
masing tergetar oleh totokan pada pinggang mereka
sehingga tanpa bisa dicegah lagi mereka kena
ditendang sampai mencelat keluar restoran !
Ang Ci dan Ang Sim adalah tokoh tokoh tingkat
tiga dari Ang kin kai pang. Ilmu kepandaian
mereka sudah amat tinggi serta jarang dikalahkan
musuh.
Mereka juga merasa sungkan menghadapi
seorang gadis muda seperti Siok Lan, apalagi
mengingat kakek gadis itu yang menjadi teman
baik pangcu (ketua) mereka, maka mereka cuma
mau merampas pedang Siok Lan yang telah
282
menghina Ang kin kai pang dengan merobohkan
serta mengusir pengemis tokoh tingkat lima yang
bertemu Siok Lan dijalan.
Siapa duga, di restoran ini, di bawah mata
banyak sekali orang, mereka berdua telah di
tendang sampai mencelat oleh seorang gadis
remaja! Tentu saja hal ini amat memalukan serta
merendahkan nama mereka. Juga mereka menjadi
penasaran sekali dan mau berhadapan dengan
orang yang telah membantu gadis itu, maka kini
mereka sudah mencabut pedang dari tongkat
masing masing sambil berseru, “Berani kau
menghina Ang kin kai pang?”
Yu Lee telah berlari keluar dan berkata.
“Wah wah… kalian telah membikin nona
majikanku marah! Masih baik kalau hanya
ditendang kalau dia tak sabar, jangan jangan
kalian telah dibunuhnya!” Sambil berkata
demikian, ia mengangkat kedua tangan diluruskan
ke depan serta digoyang goyangkannya.
Ang Ci dan Ang Sun yang baru saja mencabut
pedang, merasa betapa ada hawa yang panas serta
kuat menyambar mereka.
Tubuh mereka terdorong dan alangkah kaget
hati mereka ketika melihat tiga buah ronce yang
menghias gagang pedang mereka telah putus
semua ! Sejenak mereka melihat ke arah “pelayan”
nona itu, tahulah mereka bahwa inilah dia seorang
lihai yang telah membantu Siok Lan.
Melihat sikap Yu Lee, kedua orang pengemis
tua ini maklum bahwa Yu Lee adalah teorang
283
pendekar sakti yang sedang meyembunyikan diri,
pura pura menjadi pelayan. Mereka mengenal
watak aneh dari orang orang pandai dan
menghormati penyembunyian diri serta rahasia ini.
Sebab dari totokan totokan tak tampak tadi
yang kini dapat mereka duga adalah tulang tulang
ikan yang menyambar, serta dari pukulan jarak
jauh yang menerbangkan ronce ronce merah di
pedang mereka, kedua orang pengemis tua ini
maklum bahwa pemuda itu memiliki ilmu silat
yang benar benar hebat dan tidak terlawan oleh
mereka, maka kedua nya lalu berlutut dan berkata.
“Mata kami seperti buta tidak melihat gunung
tinggi menjulang di depan. Maaf dan sampai jumpa
pula !”
Setelah berkata demikian, dua orang kakek itu
memasukkan pedang mereka ke dalam tongkat lalu
pergi dari situ dengan muka merah serta muram.
Siok Lan khawatir melihat pelayannya berani
mendekati dua orang kakek itu, cepat meloncat
dan telah berada di dekat Yu Lee ketika dua orang
kakek itu menjura berlutut.
Nona ini membusungkan dadu sebab bangga
karena menganggap bahwa dialah yang dikatakan
“gunung tinggi menjulang di depan” oleh dua orang
Kakek itu !
“Yang tidak mengenal Sian li Eng cu memang
sama dengan orang buta!” Katanya bangga dan
menyarungkan kembali pedangnya dengan sikap
gagah.
284
Semua orang yang hadir di situ kini
memandang ke arah Siok Lan dengan mulut
ternganga dan mata terbelalak penuh keheranan
dan kekaguman. Mereka tahu bahwa para
pengemis Ang kin Kai pang adalah orang yang
berilmu tinggi, apalagi dua orang pengemis tadi
sudah tua dan pedangnya mempunyai ronce ronce
hanya tiga buah entah kenapa jatuh ke tanah,
berarti bahwa dua orang kakek itu adalah tokoh
tingkat tiga yang tentu saja amat lihai! Namun
dalam segebrakan saja telah ditendang mencelat
olah gadis remaja ini dan di depan mereka dua
orang tokoh itu mengakui kelihaian si gadis. Ketika
mereka mendengar ucapan Siok Lan, kekaguman
mereka makin memuncak dan nama julukan Sian
li Eng cu menjadi buah bibir sejak saat itu. Sian li
Eng cu Si Bayangan Bidadari!
Julukan yang indah, dan memang orangnya
pun amat jelita!
Para nelayan yang mendengar akan kegagahan
Sian li Eng cu kini berduyun datang dan
menawarkan perahunya untuk dipakai gadis
perkasa itu berlayar ke Pohai! Melihat ini Siok Lan
tersenyum puas dan berkata kepada Yu Lee.
“Aliok, kau pilihlah sebuah perahu yang cukup
baik katakan kepada pemiliknya bahwa kami akan
menyewanya sampai ke Pohai dan berani
membayar mahal. Selain itu katakan bahwa dia
tidak usah khawatir atau takut. Kalau ada bajak di
tengah jalan, tentu akan kubasmi mereka. Kalau
ada perajurit berani mengganggu di terusan itu,
biar aku yang akan mengobrak abrik mereka.
285
Pendeknya, aku menjamin keselamatan si tukang
perahu dan perahunya!”
Mendengar ucapan yang gagah ini, makin
kagumlah para pedagang dan nelayan yang berada
di situ, Akan tetapi Yu Lee diam diam menghela
napas panjang dan hatinya diam diam menjadi
gelisah.
Ia tahu bahwa kepandaiannya Ang Ci dan Ang
Sun tadi cukup tinggi, jangankan melawan mereka
berdua, melawan satu sama satu saja belum tentu
Siok Lan menang. Juga ia amat bersukur dan
kagum kepada dua orang pengemis tadi yang
ternyata mengerti bahwa dia ingin merahasiakan
dirinya, maka kedua orang pengemis itupun tidak
mendesaknya dan mereka tahu diri mengaku kalah
dan pergi. Namun iapun tahu bahwa mereka itu
merasa penasaran dan tentu akan melaporkan hal
ini kepada ketua mereka. Perjalanan selanjutnya
tidaklah selancar dan semudah yang di duga Siok
Lan apa lagi ditambah dengan sikap gadis itu yang
agak tekebur. Dipuji pujinya nama Sian li Eng cu
sampai setinggi langit tentu akan memancing
banyak orang kang ouw yang hendak mengujinya!
Setelah memilih sebuah perahu milik seorang
tukang perahu yang berusia kurang lebih empat
puluh tahun, bertubuh tinggi tegap dan kuat, Siok
Lan lalu meloncat ke atas perahu, diantar oleh
orang orang yang berada di situ dengan pandang
mata penuh kagum. Yu Lee juga sudah naik ke
perahu dan ia berkata dengan suara serius kepada
Siok Lan, “Siocia, pelayaran ini bukanlah
perjalanan yang aman. Biarpun nona lihai, akan
286
tetapi banyak sekali orang orang pandai dan jahat
berkeliaran di sepanjang tepi sungai. Saya takut
kalau kalau kita akan menemui banyak rintangan
di sepanjang sungai.”
“Ahhh, takut apa. Pokoknya, kita tidak
bermaksud jahat terhadap orang lain! Kalau toh
ada orang lain hendak berbuat jahat, akan
kulawan dia dan akan kubasmi agar dunia makin
bersih !”
Jawaban ini disambut sorakan para pengantar
yang menganggap nona ini amat gagah perkasa,
sebaliknya pelayannya amat penakut.
Berangkatlah perahu itu ke tengah sungai diikuti
teriakan teriakan dari tepi sungai,
“Selamat jalan, Sian li Eng cu!”
“Hidup Sian li Eng cu!”
Siok Lan berdiri di kepala perahu, tangan kiri
bertolak pinggang meraba gagang pedang, tangan
kanan melambai ke arah para pengagumnya di tepi
sungai. Sungguh jelita dan gagah. Dan Yu Lee
hanya dapat menggeleng kepala dan menghela
napas. Edan bocah ini pikirnya gemas. Akan tetapi
aku lebih edan lagi karena aku tergila gila kepada
seorang bocah gila! Perahu meluncur terus,
menurutkan aliran air sungai ditambah dorongan
dayung tukang perahu
Wanita berpakaian merah itu lari terhuyung
huyung menaiki sebuah bukit. Tubuhnya lemas
dan pakaiannya kusut, rambutnya pun terlepas
sanggulnya, terurai, sebagian menutupi mukanya
287
yang pucat. Dia wanita yang masih muda, tidak
akan lebih dari dua puluh lima tahun usianya,
cantik jelita dengan muka yang berbentuk bulat
telur, dan bentuk tubuh yang padat
menggairahkan. Pendeknya seorang wanita muda
yang cantik menarik, tetapi keadaan tubuhnya
sangat menyedihkan pada waktu itu.
Ia terluka, tetapi tidak diperdulikannya luka
luka itu, serta tubuh yang letih tidak
diperdulikannya pula, dan pakaiannya yang kusut,
ia terus saja jalan terhuyung huyung kadang
kadang lari ke depan seperti orang buta. Memang
ia seperti orang buta oleh air matanya sendiri, buta
oleh kehancuran hati, oleh penyesalan, oleh rasa
malu serta patah hati!
Malam itu biarpun terang bulan, tetapi jalan
mendaki bukit amatlah sukarnya, sinar bulan
kurang cukup menerangi jalan yang berbatu batu
dengan di tepinya jurang jurang menganga seperti
mulut maut. Tetapi wanita itu berjalan terus, naik
ke bukit tanpa tujuan.
Siapa dia ini? Bukan lain adalah Ma Ji Nio
yang terkenal dengan julukan Cui siauw Sian li
(Dewi Suling). Seperti telah kita ketahui, Ma Ji Nio
atau Dewi Suling ini adalah murid terkasih Hek
siauw Kui bo yang selain mewarisi ilmu silat
gurunya yang tinggi, juga mewarisi sifatnya yang
buruk yaitu kesukann mengumbar dan
melampiaskan nafsu birahi. Bahkan dalam
kebiasaan melampiaskan nafsu birahi ini, Ma Ji
Nio lebih ganas dari gurunya.
288
Pria yang bagaimanapun yang menarik hatinya,
harus ia dapatkan, baik secara halus maupun
secara kasar. Dan yang mengerikan, setelah ia
merasa bosan, ia lalu membunuh pria itu sebab
selain ia enggan membagi cinta kasih pria itu
dengan wanita lain juga ia tidak mau dijadikan
bahan percakapan pria pria bekas kekasihnya.
Dengan demikian. Selama mengumbar
nafsunya. Ma Ji Nio telah membunuh puluhan
orang pria muda dan tampan! Namun, selama
masa petualangannya yang mengerikan itu, Dewi
Suling selalu mendapatkan pria pria tampan tetapi
lemah dan hatinya tergerak ketika ia bertemu
Ouwyang Tek dan Gui Siong, dua orang pemuda
tampan serta perkasa murid Siauw bin mo Hap
Tojin.
Akan tetapi, alangkah kecewa serta menyesal
hatinya ketika mendapat kenyataan bahwa bukan
saja dua orang pemuda perkasa itu tidak sudi
melayani nafsunya, bahkan sebaliknya menghina
memaki serta memusuhinya. Kemudian pula,
sekali ia bertemu Yu Lee dan kali ini hatinya betul
betul jatuh cinta. Belum pernah selama hidup nya
ia jatuh cinta sampai mendalam seperti ketika ia
bertemu pemuda ini.
Melihat Yu Lee serta menyaksikan kelihaian
pemuda itu yang tidak hanya melebihi
kepandaiannya bahkan jauh lebih pandai sampai
berhasil membunuh gurunya, Hek siauw Kui bo.
Hati Dewi Suling benar benar terpikat dan di dalam
hatinya ia bersumpah bahwa kalau bisa menjadi
289
istri pemuda itu, ia baru merasa puas dan akan
berhenti dari petualangannya.
Itulah sebabnya mengapa ketika ia melihat Yu
Lee tertawan oleh gurunya ia menolong pemuda itu
dan berani menghadapi kemarahan gurunya. Ia
sudah mempertaruhkan jiwanya buat menolong
pemuda itu serta membujuk pemuda perkasa itu
menjadi suaminya.
Akan tetapi apakah jadinya? Tidak saja ia telah
dikalahkan, lalu gurunya terbunuh, dia sendiri
terluka, malah Yu Lee sengaja memberi ampun
serta mengancam bahwa, kalau kelak jalannya
masih sesat, maka pemuda yang di cintanya itu
akan membunuhnya! Ia telah menerima
penghinaan yang hebat sekali serta mengalami
penyesalan. Ia merasa malu serta menyesal akan
semua perbuatannya yang telah lampau.
Andaikata dia masih seorang gadis yang bersih,
dengan kecantikannya dan ilmu silatnya yang
tinggi, tentu lebih besar harapan baginya buat
mempersuami Yu Lee. Akan te tapi kenyataannya
tidak demikian, serta semua petualangannya itu
sudah membosankan, tidak memberi kebahagiaan
buatnya lagi. Ia menghendaki kasih sayang murni,
cinta kasih antara suami isteri yang tulus ikhlas,
membina keluarga, mempunyai keturunan serta
hidup sebagai seorang isteri terkasih dan ibu
terhormat.
Makin dipikir dan dikenang, makin hancurlah
hati Dewi Suling. Apalagi ketika ia terusir dari
Istana Air tempat tinggal gurunya yang sudah
terbasmi musuh itu.
290
Makin bosanlah ia hidup dan tanpa
memperdulikan lukanya, ia melarikan diri terus
siang malam sampai akhirnya ia mendaki bukit itu
di malam hari, tanpa tujuan, hanya ingin lari, lari
pergi jauh sekali, menjauhi rasa malu, rasa rendah
serta kekecewaan hati.
Bulan tertutup awan hitam, keadaan gelap
pekat, segelap hati Dewi Suling, kakinya
tersandung batu dan ia terguling roboh. Kepalanya
terasa pecah ketika ia terbanting itu.
Dirabanya dahinya, berdarah tertumbuk batu
gunung.
Ia mengeluh dan merangkak bangun, gelap
gulita disekelilingnya. Kepeningan kepalanya
menambah kegelapan, sudah matikah dia? Di
manakah dia?
Tiga hari tiga malam ia berlari terus tanpa
berhenti keluar masuk hutan, naik turun gunung
sampai akhirnya ia tiba di tempat ini yang sama
sekali tidak dikenalnya. Matanya berkunang dan
pandangannya gelap. Tiba tiba tampak sebuah
cahaya kecil kelap kelip di dalam kegelapan malam,
tidak jauh di sebelah depan.
Dewi Suling bangkit berdiri, ia hampir tidak
kuat lagi. Dengan terhuyung huyung ia maju ke
arah cahaya kecil dan akhirnya ia roboh terguling
pingsan di depan pintu sebuah kuil tua, pintu yang
terbuka dan dari mana keluar cahaya api tadi,
cahaya sebatang lilin yang bernyala di atas meja di
ruang dalam.
291
“Omitohud… kasihan sekali nona muda ini!”
terdengar suara halus dan seorang nikouw
(pendeta perempuan) keluar, berlutut lalu
memanggil beberapa nikouw lain. Kemudian
beramai ramai para pendeta wanita itu menggotong
tubuh Dewi Suling, dibawa masuk ke dalam kuil
tua. Ternyata itu adalah sebuah kuil Kwan im bio
yang amat tua di lereng bukit yang sunyi, dan
didiami lima orang nikouw tua yang hidup sunyi
dan suci di tempat itu.
Hanya penduduk dusun di sekitar bukit itu
yang kadang kadang mengunjungi kuil untuk
minta berkah dan petunjuk dan untuk
menyambung hidup, lima orang nikouw ini
bercocok tanam disamping sumbangan yang
didapat dari harta penduduk dusun.
Sampai dua hari dua malam Dewi Suling rebah
pingsan, terjerang demam yang hebat. Keadaannya
amat berbahaya dan hanya berkat perawatan para
nikouw yang amat tekun dan penuh kasih sayang
pada hati ketiga, pagi sekali. Dewi Suling dapat
sadar dari pingsannya. Panas tubuhnya menurun
banyak. Selama pingsan, Dewi Suling merasa
seolah olah ia melayang di udara bingung karena
tidak tahu harus terbang ke mana.
Ia terkejut ketika sadar dan merasa bahwa ia
berbaring dalm sebuah kamar, menoleh ke kanan
kiri, kamar itu sederhana namun bersih sekali.
Tercium bau asap yang sedap harum. Ah, tidak
mungkin ini neraka. Terlalu baik untuk sebuah
neraka. Sorgakah? Tidak mungkin orang seperti
dia masuk sorga! Kalau begitu, berarti dia belum
292
mati. Ia teringat betapa ia roboh lemas di depan
sebuah bangunan seperti kuil, yang terbuka
pintunya dan dari pintu itulah cahaya terang
menyinar.
Teringat pula ia betapa ia menderita luka luka
yang cukup parah ketika ia bertanding melawan
Siauw bin mo Hap Tojin dan Tho tee kong Liong
Losu dan pasti dia akhirnya akan roboh binasa di
tangan kedua orang pendeta lihai itu. Kalau saja
tidak muncul Yu Lee yang menyelamatkannya.
Teringat ini ia meraba raba tubuhnya dan
mendapat kenyataan bahwa luka lukanya telah
sembuh. Ah, kembali ia ditolong orang yang
merawat dan mengobatinya. Ia masih belum mati
dan karenanya berarti ia masih harus terus
menderita, teringat akan sikap Yu Lee yang tidak
membalas cintanya bahkan memperlakukannya
dengan sikap yang menyakitkan hati, tak
tertahankan lagi Dewi Suling menangis.
“Omitohud….! Nona sudah sadar sukur lah.
Mengapa menangis? Di dunia ini tidak ada
kedukann yang tak dapat diatasi dengan
pengendalian tidak ada dosa yang tak dapat
ditebus oleh kesadaran. Kalau nona bersedia,
ceritakanlah segala penderitaan nona kepada pinni
(aku), mungkin pinni akan dapat membantu
meringankan beban itu, walaupun hanya dengan
kata kata dan nasihat!”
Mendengar suara yang halus penuh welas asih
ini tangis Dewi Suling makin mengguguk. Namun
hanya sebentar saja ia telah dapat menguasai
dirinya tangisnya terhenti dan ia mengangkat
293
mukanya memandang. Seorang nikouw tua,
berusia enam puluh tahun lebih, berkepala gundul
dan berpakaian serba kuning amat sederhana,
wajahnya membayangkan ketenangan jiwa dan
kehalusan budi, telah berdiri di dalam kamar itu
memandangnya dan merangkap kedua tangan di
depan dada.
“Engkau siapakah?” tanyanya.
Nikouw tua itu menggerakkan alis, dapat
menangkap sikap dan suara yang tinggi hati dari
nona di depannya, namun bibirnya tetap
tersenyum ramah, seolah olah baginya bukan hal
aneh menghadapi sikap kasar dan selalu sudah
siap memaafkannya.
“Nona pinni adalah Sui lian Nikouw yang
memimpin empat orang nikouw lain di kuil Kwan
im bio ini.”
Sepasang mata yang jernih dan tajam itu
melotot marah.
“Kenapa kalian menolongku? Kenapa? Aku
mau mati…..! Aku mau mati….!!” Dan kembali
Dewi Suling menangis tersedu sedu.
“Omitohud! Sungguh keliru sekali kalau nona
mengira bahwa kematian adalah jalan kebebasan
dari pada derita! Tidak sama sekali, nona.
Kematian hanyalah akibat daripada dosa dan
setelah mati sekalipun kita tidak akan terbebas
daripada akibat perbuatan kita sendiri, bahkan
penderitaannya akan lebih hebat lagi sebab kita
tidak mempunyai kesempatan lagi buat
menebusnya dengan kesadaran. Selagi masih
294
hidup, masih terdapat jalan bagi kita buat
bertobat, menjauhi dosa, hidup dalam kesadaran
dan memeluk kebajikan buat menebus semua dosa
yang telah kita perbuat. Nona, sadarlah dan
dengarkan baik baik ucapan seorang tua seperti
pinni.”
Biarpun kata kata itu amat halus, tetapi bagi
Dewi Suling merupakan tetesan tetesan embun
yang amat dingin menembus dada menyayat hati.
Ia terbelalak melihat, lalu berkata, suaranya
gemetar, “Dapat menebus dosa....? Kesadaran.....?
Apa…. apa yang kaumaksud dengan kesadaran !”
Sui lian Nikouw tersenyum, lalu terdengarlah ia
berayanyi perlahan, suaranya merdu serta
nyanyiannya adalah sebuah pelajaran dalam
Agama Buddha.
“Apabila seorang selalu sadar
selalu membangkitkan diri dengan kesadaran
bersikap waspada pembuatannya bersih
bertindak dengan bijaksana
teguh terhadap diri sendiri hidup sesuai dengan
ajaran benar
maka kemuliaannya bertambah”
Dewi Suling amat tertarik. Selama hidup nya,
tak pernah ia mendengar atau memperhatikan
pelajaran pelajaran tentang kebatinan dan kata
kata sederhana yang didengarnya sekarang adalah
seperti sinar terang yang mengusir kegelapan
hatinya. Namun kalau ia teringat akan semua
295
perbuatannya yang sudah sudah ia jadi ragu tagu
dan menyesal kembali.
“Akan tetapi, Sui lian Nikouw, aku adalah
seorang yang telah banyak berbuat dosa! Ke dua
tanganku sudah kotor, penuh lumpur dosa....!” Ia
mengeluh.
Kini Sui lian Nikouw meramkan kedua matanya
dan pendeta wanita ini yang berusaha untuk
menyadarkan seorang manusia vang menyeleweng
dalam hidupnya, kembali bernyanyi dengan suara
yang tergetar penuh perasaan, penuh pengaruh
halus yang amat kuat.
“Apabila seorang berbuat dosa biarlah ia sadar
dan tidak mengulang perbuatan, biarlah ia tidak
senang lagi akan kejahatan karena hanya
penderitaan menjadi timbunan kejahatan.”
Dewi Suling terisak, hatinya seperti ditusuk
tusuk. “Aahh, Sui lian Nikouw! Engkau tidak tahu,
tidak mengenal siapa aku ! Dosaku adalah dosa tak
berampun. Tahukah engkau siapa aku? Aku
adalah iblis betina yang terkenal dengan julukan
Cui siauw kwi (Iblis Peniup Suling)! Aku pula yang
disebut Dewi Suling. Aku telah membunuh banyak
sekali orang, baik orang jahat ataupun orang baik
baik. Aku juga membunuh puluhan orang pemuda
bekas kekasihku sendiri! Nah, katakan sekarang,
Nikouw, apakah dosa sebesar itu bisa ditebus?
Apakah tidak lebih baik kalau aku mati saja
sekarang agar segera menerima hukuman di
neraka serta tidak lagi mengotori dunia?”
Nikouw tua itu menggerakkan alisnya yang
sudah setengah putih. Rupanya ia terkejut
296
mendengar ucapan nama Dewi Suling yang
namanya telah tersohor sebagai wanita bersifat
iblis.
Hampir ia tidak percaya bahwa seorang wanita
muda cantik seperti ini bisa menjadi seorang yang
berwatak iblis Tetapi ia tidak heran, lalu menarik
napas panjang dan berkata.
“Tidak ada dosa yang betapapun besarnya tak
bisa diampuni nona. Nona sudah merasa bahwa
nona telah melakukan banyak dosa. Hal ini saja
terah manjadi pertanda baik, karena barang siapa
menyadari akan kesalahannya, itu merupakan
awal yang baik sekali. Terus kesadaran akan dosa
dan semua kesalahan ini ditingkatkan menjadi
sebuah perasaan menyesal akan dosa dosanya
kemudian dilanjutkan dengaa perasaan bertaubat.
Akan tetapi bertobat dengan mulut saja percuma
melainkan harus dengan hati dan diperkuat
dengan perbuatan. Hanya dengan perbuatan
sajalah manuia dapat membuktikan isi hatinya.
Menurut pendapat pinni, masih belum terlambat
bagimu, nona.”
Mendengar ini Dewi Suling yang tadinya sudah
putus asa, bangkit semangatnya. Ia melompat dari
pambaringan menjatuhkan diri berlutut di depan
nikouw yang bersikap tenang itu lalu berkata,
“Tunjukkanlah jalan bagiku........ Nikouw yang bak,
tunjukkanlah agar aku dapat kembali menjadi
manusia baik…agar aku dapat terbebas daripada
noda noda dan dosa dosaku.... “
“Hanya dengan penebusan, nona. Penyesalan
hatimu harus diujudkan dalam perbuatan yang
297
tegas. Engkau tadi mengatakan bahwa engkau
telah membunuh puluhan orang? Nah, mulai detik
ini, kau usahakanlah agar engkau dapat
menyelamatkan nyawa orang, mencegah terjadinya
pembunuhan pembunuhan sampai engkau dapat
menolong nyawa orang yang terancam bahaya
maut sebanyak atau melebihi jumlah orang yang
pernah kau bunuh. Pupuklah kebaikan sebanyak
mungkin, dan kelak.... kalau di antara kita ada
jodoh dan kita dapat bertemu kembali, pinni akan
menuntunmu mencari kebebasan dari pada segala
penderitaan.”
Dewi Saling termenung, menengadahkan
mukanya memandang wajah nikouw itu. Sinar
kedukann mulai menghilang, terganti sinar penuh
harapan yang membuat wajahnya yang cantik itu
berseri. Seakan akan ada cahaya suci yang keluar
dari pribadi nikouw itu memasuki dirinya,
mambuataya sadar dan dapat melihat kebenaran.
Sambil berlutut ia mohon petunjuk petunjak
lagi dari Su lian Nikouw yang memberi wejangan
kepadanya tentang memenangkan diri sendiri
menguasai nafsu dan mencari jalan kebenaran
dengan liku liku utama.
Sepekan kemudian seorang Dewi Suling yang
lagi melesat keluar dari Kwan im bio itu. Masih
sama cantik jelitanya, masih seorang nona
bernama Ma Ji Nio yang sepekan lalu roboh
pingsan di depan kuil itu.
Akan tetapi dengan pandang mata yang jauh
berbeda dengan pakaian yang bukan sutera tipis
298
warna merah lagi melainkan pakaian berwarna
putih, yang sederhana dan kasar. Seorang wanita
yang mempunyai satu tekad di hatinya, yakni
memupuk kebaikan untuk menebus segala
perbuatan dosanya yang lalu, seorang wanita yang
tidak lagi mau menyentuh makanan berjiwa atau
memabukkan, tidak lagi menjadi hamba nafsu
karena ia bertekad untuk menundukkan nafsu
nafsunya.
Dan gemparlah lagi dunia kang ouw dengan
munculnya Dewi Suling yang merupakan kebalikan
daripada Dewi Suling yang pernah ada. Dewi
Suling yang sekarang ini benar benar merupakan
seorang dewi penolong yang mempergunakan ilmu
kepandaiannya untuk menolong mereka yang
tertindas, menyelamatkan banyak nyawa yang
terancam, penentang kejahatan dan memupuk
kebaikan.
Yu Lee mendayung perahu perlahan,
sebenarnya bukan mendayung karena perahu itu
sudah berjalan sendai hanyut bersama aliran
sungai, melainkan mengemudi perahu dibantu
dayungnya. Malam itu terang bulan, amat
indahnya dan ia menggantikan tukang perahu A
Bouw yang tidur mendengkur di perahu, Siok Lan
tidak mau berhenti malam itu, maka terpaksa Yu
Lee menggantikan tukang perahu yang sudah
terlalu lelah dan mengantuk.
Siok Lan menghampirinya dan duduk di
depannya memandang ke kanan kiri karena
memang pemandangan di malam ini amatlah
299
indahnya. Tertimpa sinar bulan purnama yang
amat terang keadaan di sepanjang tepi sungai
merupakan pemandangan seperti dalam mimpi,
diantara terang dan samar sehingga terrentuk
bayang bayang aneh dan cahaya kuning emas
menyelimuti permukann air.
“Nona, mengasolah, saya rasa besok pagi kita
sudah akan sampai dekat dengan tempat
penggalian terusan di sebelah utara pantai Huang
ho,” kata Yu Lee sambil menikmati keindahan luar
biasa di depan matanya, bukan keindahan
pemandangan di tepi pantai, melainkan keindahan
rambut rambut halus tertimpa sinar bulan yang
kuning emas itu.
“Mana mungkin mengaso apalagi tidur di
malam seindah ini?“ Siok Lan mencela
membetulkan rambutnya yang agak mawut oleh
angin semilir. “Bulan purnama, pemandangan
begini indah, menunggang perahu benar benar
amat menyenangkan. Jauh lebih senang dari pada
melakukan perjalanan darat. Aku tidak tidur,
Aliok, aku ingin mengajak kau bercakap cakap.”
Berdebar jantung Yu Lee. Kadang kadang sikap
nona ini amat mesra, seolah olah seperti bicara
terhadap seorang teman baik, kalau nona ini telah
bersikap demikian, hampir lupa dia bahwa dia
adalah seorang “pelayan”. Sebab denyut
jantungnya makin berdebar, ia mau menekannya
dengan mengingatkan kedudukan mereka kepada
nona itu, sekalian mau tahu isi hatinya ”Ah,
nona…..betapa janggalnya. Saya cuma seorang
pelayan !”
300
“Siapa mau melarang aku bercakap cakap
dengan pelayanku?“ Nona itu melihat dengan mata
menantang, agak marah. Akan tetapi ia segera
tersenyum dan menyambung. “Engkau kadang
kadang aneh sekali membuat aku mendongkol,
Aliok. Apa sih perlunya engkau kadang kadang
merendah rendah serta menekankan bahwa kau
adalah pelayan? Justeru sebab kau sekarang
menjadi pelayanku maka aku mau mengajak
engkau bercakap.cakap !”
Yu Lee tidak berani melihat wajah itu, wajah
yang sepenuhnya kini tersinar cahaya kuning emas
bermandi cahaya keemasan membuat wajah itu
bersinar indah hingga ia tak berani melihat
langsung, tidak percaya kepada dirinya sendiri.
Sebagai gantinya ia melihat ke arah bulan sambil
kadang kadang saja melihat ke depan kalau kalau
arah perahunya menyeleweng, “Bercakap cakap
soal apakah, nona?“
“Soal dirimu.”
Kedua tangan Yu Lee yang tadi bergerak gerak
mendayung, berhenti sejenak, baru digerakkan
pula setelah mulutnya berkata, “Soal diriku?
Ahhh, saya…. tidak ada sesuatu yang menarik,
soal diri saya, seorang bekas pelayan….”
“Dimana orang tuamu. Aliok?
“Sudah meninggal dunia, ikut terbasmi ketika
Hek siauw Kui bo mengamuk…. enam belas tahun
yang lalu…” Terhenti suaranya sebab terasa
tercekik lehernya dan tak bisa dicegah lagi air
matanya menetes netes ke atas kedua pipinya. Yu
Lee berusaha keras mencegah hal ini, tetapi tidak
301
kuat sebab ia teringat akan peristiwa yang
menimpa keluarganya dan seketika hatinya seperti
diremas remas.
Siok Lan melihat bengong, kemudian tertawa
tetapi cepat cepat menutupi mulutnya.
“Hi hi, lucunya…! Agaknya memang sekeluarga
Si Dewa Pedang, sampai ke pelayan pelayannya
cengeng semua ....... !”
Barulah Yu Lee teringat dan cepat ia
menghapus air matanya dengan ujung lengan baju
nya, “Ah. maaf nona. Sebab teringat bahwa ayah
bundaku telah tiada serta saya hidup sebatangkara
saya menjadi berduka….”
“Tidak apa, cuma lucu karena aku teringat
akan majikanmu yang kini terkenal disebut
Pendekar Cengeng! Aliok, ketika peristiwa itu
terjadi, enam belas tahun yang lalu kau bilang? “
“betul nona.”
“Berapa sekarang usiamu, Aliok? “
Yu Lee berdebar lagi jantungnya. Mengapa nona
ini begini memperhatikan dirinya, sampai tanya
tanya usia segala? Tidak sepatutnya seorang nona
majikan bersikap begitu terhadap pelayannya
Ataukah…. mungkin nona ini tertarik kepadanya,
seorang pelayan?
“Eh, ditanya malah melamuni !”
Teguran ini mengingatkan Yu Lee, ia lalu
menjawab dengan gagap. Dua puluh empat tahun
usia saya, nona“ Ia merasa heran kenapa hatinya
berdebar cepat. Ia telah digembleng oleh suhunya
302
serta memiliki ketabahan hati dan keberanian yang
lengkap biasanya menghadapi apapun ia akan
tetap tenang saja, bahkan menghadapi bahaya
maut sekalipun ia tidak akan gentar dan tetap
tenang. Namun kini berhadapan dengan Liem Siok
Lan, berdua di atas perahu di bawah sinar bulan
purnama, lenyaplah ketenangannya seperti awan
ditiup angin membuat ia berubah menjadi seorang
yang penggugup.
“Hemm dua puluh empat tahun, ya? Kalau
begitu engkau berusia delapan tahun ketika
peristiwa pembunuhan hebat itu terjadi. Dan kau
sedang pulang ke dusun ketika terjadi sehingga
kau tidak menyaksikannya sendiri seperti yang kau
katakan tempo hari? “
“Betul nona.” Yu Lee mencuri pandangan dan
melihat betapa kini nona itu memandang bulan
dengan mata setengah disipitkan. Wah berbahaya,
pikirnya. Nona ini agaknya bukan orang bodoh!
Jangan jangan rahasianya akan terbuka sebelum
habis perjalanan ini dan ia ngeri memikirkan apa
akan menjadi akibatnya dan apa yang akan
dilakukan Siok Lan kalau ia tahu dialah Si
Pendekar Cengeng.
“Si Pendekar Cengeng itu.....”
Nah celakakah pikir Yu Lee dan kembali kedua
tangannya berhenti mendayung, bahkan ia tidak
tahu bahwa perahunya kini mencong arahnya ke
pinggir.
“….. tua mana antara dia dengan engkau?”
303
Yu Lee menghela napas lega dan cepat cepat ia
menggerakkan dayung membetulkan arah perahu.
“Saya tidak begitu ingat lagi, nona.. kalau tidak
salah, kami hampir sebaya, sama... kurang lebih
begitulah.”
“Siapa namanya?”
“Yu kongcu? Namanya Lee.”
Siok Lan kembali berdiam diri merenungi bulan
dan Yu Lee mendapat kesempatan untuk sejenak
bernapas lega. Percakapan yang diarahkan gadis
itu benar benar menimbulkan gelisah hatinya,
akan tetapi juga ia menjadi agak kecewa karena
kini ia maklum bahwa kalau tadi gadis ini bertanya
tanya tentang dirinya, sesungguhnya bukan dia
yang menjadi perhatian melainkan Pendekar
Cengeng! Ia mengerling dan melihat gadis itu
masih merenungi bulan. Alangkah cantiknya.
Kalah cemerlang bulan purnama dengan wajah
gadis ini! Pantasnya, bulan begitu cemerlang
karena adanya wajah gadis inilah ! Karena wajah
itu berdongak, mulutnya terbuka dan tampaklah
deretan gigi yang kecil kecil dan putih seperti
mutiara. Ujung lidah yang kecil merah mengintai di
antara gigi. Alis yang kecil panjang hitam itu agak
bergerak gerak, tanda bahwa di dalam kepala yang
bagus ini otaknya sedang bekerja. Mau rasanya Yu
Lee memberikan seluruhnya miliknya di saat itu
kalau saja ia dapat menjenguk dan melihat apa
yang sedang dipikirkan gidis itu !
“Aliok, dia itu kalau dibandingkan dengan
engkau…”
304
“Dia siapa nona?” Yu Lee berpura pura
bertanya.
Tag:cersil cersil indo cersil mandarin full cerita silat mandarin online cersil langka cersil mandarin lepas cerita silat pendekar matahari kumpulan cerita silat jawa cersil mandarin beruang salju. cerita silat pendekar mataharicerita silat indonesia cerita silat kho ping hoo cerita silat mandarin online cerita silat mandarin full cerita silat jawa kumpulan cerita silat cerita silat jawa pdf cerita silat indonesia gratis cerita silat jadul indonesia cerita silat indonesia pendekar rajawali sakti cersil indonesia pendekar mabuk cersil langka cersil dewa arak cerita silat jaman dulu cersil jawa download cerita silat mandarin full cerita silat mandarin online cersil mandarin lepas cerita silat mandarin pendekar matahari cerita silat jawa pdf cersil indonesia pdf cersil mandarin beruang salju kumpulan cerita silat pdf
kumpulan cerita silat cersil online
Share:
cersil...
Comments
0 Comments